Pencarian

Asmara Darah Tua Gila 3

Wiro Sableng 092 Asmara Darah Tua Gila Bagian 3


besar Kiani rasakan tubuhnya laksana kaku. Kapak Naga Geni 212 terlepas jatuh
dari genggamannya.
Tangan kirinya terkulai ke samping. Lehernya laksana dijirat. Dadanya sesak.
Nafasnya sengal. Dari hidung dan mulutnya keluar darah kehitaman. Sesaat
kemudian setelah terhuyung beberapa kali gadis ini jatuh terkapar di tanah.
Orang tua tinggi besar tampak komat kamit beberapa kali. Sepasang matanya yang
semula membeliak kini mengecil kembali. Tapi kembali mendelik ketika dia
dapatkan baju gombrong nya di bagian bahu kiri hangus. Ketika dirabanya baju itu
langsung gugur menjadi debu.
"Senjata dahsyat..." kata orang tua ini sambil memandang ke arah Kapak Maut Naga
Geni 212 yang tergeletak di tanah. "Mungkin dengan senjata ini dulu adik-adikku
menemui ajal. Sekarang akan kubalaskan kematian mereka!" Dengan cepat orang ini
mengambil Kapak Maut Naga Geni 212. Di dalam goa terdengar suara orang batuk
berulangkali. Sesaat kemudian, di antara kepulan asap hitam busuk yang mulai
menipis dari dalam goa tampak merangkak keluar sesosok tubuh berpakaian putih.
Orang ini bukan lain adalah Pendekar 212 Wiro Sableng.
Satu telapak kaki ditekankan ke kening Wiro membuat murid Sinto Gendeng ini tak
mampu bergerak lebih jauh.
"Jahanam kurang ajar! Turunkan kakimu!" teriak Wiro. Dia angkat tangan kanannya
memukul tulang kering orang. Yang dipukul tertawa bergelak lalu dorongkan kaki
kanannya membuat Wiro tergelepak jatuh. "Setan alas! Siapa kau"!"
"Buka matamu lebar-lebar! Lihat siapa yang berdiri di hadapanmu anak muda!"
Dengan susah payah dan sambil batuk-batuk Wiro bangkit berdiri dan bersandar ke
dinding goa. "Aku tidak kenal padamu! Mengapa bermaksud jahat padaku! Mengapa kau
membunuh dua gadis itu" Kembalikan kapak padaku!"
"Bicaramu terlalu banyak Pendekar 212. Coba kau ingat baik-baik! Beberapa tahun
lalu kau dan gurumu si Tua Gila pernah membunuh Datuk Sipatoka di Tambun tulang.
Kalian juga punya peranan dalam lenyapnya adikku Datuk Raja Di Langit! Hari ini
aku Datuk Angek Garang datang menuntut balas Tapi sebelum kau kubunuh mari kita
bicara sedikit!"
Orang tua tinggi besar yang mengaku Datuk Angek Garang selipkan Kapak Maut Naga
Geni 212 di pinggang pakaian hitamnya yang gombrong.
"Aku ingin kau memberi keterangan apa yang terjadi dengan adikku Datuk Raja Di
Langit. Dia lenyap di pulau kediaman Tua Gila! Jika kau mau memberi keterangan,
kematianmu akan kupercepat hingga kau tidak perlu tersiksa menderita...."
Wiro menyeringai. Dia meludah ke tanah. Ludahnya tampak bercampur darah tanda
dia telah mengalami luka dalam akibat asap busuk pukulan Hawa Neraka yang
dilepaskan Datuk Angek Garang di dalam goa. Darah bercampur ludah itu kelihatan
merah segar yang berarti walaupun terluka di dalam namun belum ada racun yang
sempat mendekam merusak tubuhnya.
Asmara Darah Tua Gila 42
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Soal Datuk Raja Di Langit kejadiannya sudah lama. Aku tidak ingat lagi! Nanti
bisa saja kau tanyakan pada setan pulau atau jin laut! Huk... huk... huk!" Wiro
terbatuk-batuk lalu meludah berulangkali.
Datuk Angek Garang menyeringai. "Kau tidak mau memberi tahu tak jadi apa.
Akibatnya akan kau rasakan sebentar lagi! Sekarang satu lagi pertanyaanku. Jika
kau mau menjawab kuhapus semua dosamu dan kau akan kubebaskan!"
Wiro tertawa. "Seumur hidup tak ada manusia yang percaya pada segala manusia
setan sepertimu! Kau ingin membunuhku aku tak takut! Kalau aku mati, di akhirat
aku akan menemui dua adikmu itu. Akan kusampaikan pesan bahwa tak lama lagi kau
akan bergabung dengan mereka! Ha... ha... ha...! Huk... huk... huk!"
Tangan kanan Datuk Angek Garang bergerak ke atas. Pelipisnya bergerak-gerak.
Rahangnya menggembung pertanda amarahnya sudah sampai di puncak teratas.
Pendekar 212 seperti tak perduli, seolah tidak acuh akan maut yang merenggut
nyawanya saat itu juga. Sambil menyeringai dia teruskan ucapannya. .
"Jangan harap aku akan menyampaikan pesan untuk bidadari di sorga! Tampangmu
jelek! Badanmu bau! jangankan bidadari, kambing pun jijik padamu! Ha... ha...
ha! Huk... huk... huk!"
Tangan kanan Datuk Angek Garang bergetar tanda dia tengah mengerahkan seluruh
tenaga dalam yang dimilikinya. Ketika tangan kanannya dipukulkan ke arah Wiro,
cahaya hitam seolah keluar dari seluruh tubuhnya. Laksana kilat menyambar ke
arah murid Sinto Gendeng. Gilanya menghadapi pukulan maut itu Wiro sama sekali
tidak berusaha selamatkan diri! Bahkan kedua matanya tidak berkesip barang
sedikit pun! Dia benar-benar siap menerima kematian!.
Diantara bau busuk pukulan sakti yang dilepaskan Datuk Angek Garang tiba-tiba
menyeruak bau wangi aneh kembang kenanga. Lalu, "Bumm!"
Satu ledakan dahsyat menggelegar di lereng bukit Jatianom itu ketika sebuah
sinar kuning laksana petir menyambar turun dari langit menghantam cahaya hitam
pukulan Hawa Neraka yang dilepaskan Datuk Angek Garang untuk membunuh Wiro.
Tubuh Pendekar 212 tampak mencelat sampai dua tombak lalu jatuh menyangsrang di
antara semak belukar. Datuk Angek Garang sendiri tegak tergontai-gontai. Matanya
mendelik dan dari mulutnya mengucur darah membasahi janggutnya yang lebat
meranggas. "jahanam dari mana yang berani menghalangi urusanku!" kertak Datuk Angek Garang
sambil meringis pegangi dadanya menahan sakit. Dia memandang berkeliling.
Hatinya kecut ketika melihat ke belakang sebagian lereng seperti dilanda
longsor. Mulut goa tak tampak lagi, tertimbun runtuhan tanah.
Pandangan orang tua bertubuh tinggi besar ini membentur sosok tubuh Wiro Sableng
yang terkapar menyangsrang dalam keadaan tak sadarkan diri di antara semak-
semak. "Kalau tidak kuhabisi sekarang, di kemudian hari bisa menimbulkan bencana!"
Datuk Angek Garang lalu cabut Kapak Maut Naga Geni 212 milik Wiro yang
diselipkannya di pinggang. Sekali lompat saja dia sampai di hadapan semak
belukar itu. Dua mata kapak berpijar menyilaukan begitu sang Datuk kerahkan
tenaga dalam. "Wuuttt!"
Senjata mustika itu menderu dengan segala kedahsyatannya. Datuk Angek Garang
sengaja mengarahkan mata kapak ke batang leher Wiro. Dapat dibayangkan apa yang
bakal Asmara Darah Tua Gila 43
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
terjadi. Leher itu akan tertebas putus. Kepala Pendekar 212 akan menggelinding
jatuh ke dalam lembah di bawah sana!
Namun lagi-lagi terjadi hal aneh yang membuat Datuk Angek Garang menjadi kecut
setengah mati. Selagi tangannya mengayun kapak tiba-tiba senjata itu terlepas
dari genggamannya seolah ada satu kekuatan menariknya dengan keras. Bersamaan
dengan itu tubuh orang tua ini terlempar akibat satu tendangan yang tak
kelihatan yang mendarat telak di dadanya. Datuk Angek Garang berteriak keras
lalu muntahkan darah. Tubuhnya terjengkang di tanah. Meski hantaman yang melanda
dadanya begitu dahsyat namun dia masih sanggup bertahan untuk tjdak pingsan.
Beberapa lama dia terjengkang di tanah dengan mata mendelik dan sepasang kaki
melejang-lejang. Mukanya yang hitam tampak kaku tak berdarah.
"Makhluk jahanam! Setan atau manusia! Mengapa tidak berani unjukkan diri!
Menyerang secara pengecut!" teriak Datuk Angek Garang. Lalu dia bergerak bangun,
memandang berkeliling, mencari-cari. Dia sama sekali tidak melihat siapapun.
Tiba-tiba orang ini melangkah tersurut. Kapak Maut Naga Geni 212 dilihatnya
melayang di udara.
Cahaya terang panas dan menyilaukan membersit dari senjata itu. Seolah dipegang
oleh seseorang yang tidak terlihat oleh mata, senjata mustika itu bergerak ke
arah sang Datuk.
Bersamaan dengan itu bau wangi aneh kembang kenanga tercium semakin santar! Kali
ini putuslah nyali Datuk Angek Garang. Tanpa menunggu lebih lama dia segera
memutar tubuh pontang panting melarikan diri menuruni lereng bukit.
Begitu Datuk Angek Garang lenyap di kejauhan, samar-samar di bawah pohon besar
menyeruak satu bayangan yang makin lama makin nyata dan menjelma menjadi sosok
seorang gadis berpakaian kebaya panjang serta kain putih. Rambutnya yang panjang
hitam digerai ke arah sosok Wiro yang berada diatas semak belukar dalam keadaan
pingsan. Sambil memegang Kapak Naga Geni 212 di tangan kanannya, gadis melangkah
mendekati Wiro. Dua kali dia mengusap wajah pemuda itu maka perlahan-lahan Wiro
sadar dari pingsannya.
"Bunga..." desis Pendekar 212 begitu matanya terbuka dan yang dilihatnya pertama
kali adalah Bunga alias Suci alias Dewi Bunga Mayat tegak di hadapannya. Wiro
hendak bergerak tapi tubuhnya anjlok ke bawah dan dia jadi terkejut ketika
menyadari dirinya tersangkut di semak belukar.
"Apa yang terjadi?" ujar Wiro begitu Bunga mengeluarkan dirinya dari dalam semak
belukar. "Nanti saja kita bicara. Aku punya firasat tidak baik. Aku akan membawamu dari
tempat ini. Rasanya di sini tidak aman lagi bagimu...,"
Wiro tegak terhuyung-huyung. Dia memandang berkeliling. "Orang tinggi besar
berbaju gombrong itu..." ujar Wiro.
"Dia melarikan diri," jawab Bunga, gadis dari alam gaib itu. Lalu diserahkannya
Kapak Naga Geni 212. Wiro menerima senjata mustika itu dan memegangnya keberatan
akibat tidak lagi memiliki kesaktian dan tenaga dalam. Dengan cepat kapak
disimpannya di balik pakaian.
"Wiro kita harus pergi dari sini. Aku akan memanggulmu agar kita bisa bergerak
lebih cepat. Aku mencium bahaya mengelilingimu. Ini adalah kali terakhir aku
bisa muncul dan menolongmu. Setelah ini aku membutuhkan waktu seratus tujuh
puluh hari untuk dapat lagi keluar dari alamku...."
Asmara Darah Tua Gila 44
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Bunga, aku tidak tahu harus bagaimana mengucapkan terima kasih. Aku yakin pasti
kau baru saja menyelamatkan nyawaku. Aku akan mengikuti ke mana saja kau bawa.
Tapi tak perlu digendong seperti anak kecil. Aku bisa berjalan sendiri."
"Begitu?" ujar Bunga. "Coba kau melangkah ke arah pohon besar sana:..."
"Kau kira aku anak kecil yang baru pandai berjalan" Lihat!" Wiro lalu melangkah
besar-besar ke arah pohon yang berjarak sekitar sembilan langkah dari tempatnya
berdiri. Satu langkah, dua langkah. Pada langkah ketiga dia mulai terhuyung. Memasuki
langkah keempat dia batuk dan keluarkan darah dari mulut. Setelah itu dia jatuh
terduduk. Parasnya pucat.
"Walau tidak berbahaya tapi ada racun yang masuk ke dalam tubuhmu. Orang yang
kabur itu telah menghantammu dengan ilmu pukulan mengandung hawa busuk.
Sebaiknya kau telan ini agar peredaran darahmu lancar dan bersih...."
Dari balik pakaian putihnya Bunga keluarkan sehelai daun lalu menyerahkannya
pada Wiro. "Ini daun pohon kenanga. Kunyah dan telan. Mudah-mudahan kau
tertolong. Lekas kau kunyah sampai lumat...."
Wiro memegang daun yang diserahkan Bunga itu sesaat. Bibirnya digigit-gigit.
Akhirnya daun itu dimasukkannya juga ke dalam mulutnya. Selagi dia mengunyah
daun Bunga berkata.
"Agar peredaran darahmu bisa bekerja dengan baik dan kau tidak banyak cincong di
jalan aku terpaksa menotok dirimu!"
"Eh Bunga,... Jangan!" seru Wiro. Tapi si gadis bergerak lebih cepat. "Hekkk!"
Satu totokan yang disarangkannya di pangkal leher Wiro membuat murid Sinto
Gendeng itu tak bisa bergerak tak bisa bersuara. Kedua matanya ikut tertutup,
Tanpa menunggu lebih lama Bunga langsung saja memanggul Wiro di bahu kirinya
lalu berkelebat ke arah lembah. Namun baru saja bergerak, bau sangat harum tiba-
tiba tercium di tempat itu. Langkah Bunga tertahan. Kedua kakinya laksana
dipantek ke tanah.
"Kau...!" desis Bunga dengan sekujur tubuh bergetar. Wajahnya yang pucat serta
merta menjadi merah. Sepasang matanya memandang tak berkesip ke depan, ke arah
seseorang yang dari caranya tegak di jalan jelas sengaja menghadang.
* * * Asmara Darah Tua Gila 45
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEBELAS rang yang tegak di jalan seta pa k empat langkah di hadapan Bunga yang sedang
memanggul sosok Wiro adalah seorang gadis luar biasa cantiknya. Dia
Omengenakan pakaian ringkas baju biru muda di sebelah atas dan celana biru
kehitaman di sebelah bawah. Rambutnya yang hitam disanggul di atas kepala dan di
sebelah depan kepalanya terdapat sebuah mahkota kecil terbuat dari kerang
berwarna biru. Dari tubuh dan pakaiannya menebar bau harum semerbak. Untuk
beberapa lamanya Bunga menatap tak berkesip ke dalam sepasang mata berwarna biru
gadis di hadapannya itu. Sebagai seorang yang berasal dari alam gaib di mana
segala kekuatan aneh berada, pandangan Bunga menusuk ke dalam mata orang di
hadapannya. Namun dia sendiri merasa getaran-getaran aneh pertanda yang
dipandang juga memiliki satu kekuatan luar biasa, yang tidak dimiliki oleh orang
biasa. "Ratu Duyung..." desis Bunga dengan suara dan air muka dingin.
"Syukur kau telah mengenali hingga aku tak perlu menerangkan siapa diriku...."
Orang di depan Bunga menyahuti tak kalah dinginnya bahkan ketus. Orang ini
memang adalah Ratu Duyung.
"Ada keperluan apa kau tegak menghadang jalanku" Kalau maksud jahat katakan
jahat! Kalau maksud baik katakan baik!"
Ratu Duyung tersenyum. "Alamku dan alammu banyak persamaannya. Namun dalam
alamku kami tidak mengenal segala sesuatu yang berbentuk jahat!"
"Beg itu?" ujar Bunga lalu dongakkan kepala dan keluarkan suara tertawa
perlahan. "Kalau bukan karena perbuatan jahat, pemuda yang berada di atas panggulanku ini
tidak akan mengalami nasib seperti ini! Kesengsaraan yang dialaminya lebih pahit
dan lebih mengerikan dari kematian!"
"Gadis alam hitam, jangan kau berani bermulut lancang menuduhku. Kejahatan apa
yang telah aku lakukan terhadapnya"!"
"Dari pertanyaanmu yang penuh kepura-puraan itu, aku kini mengerti bahwa alam
kita memang benar punya perbedaan. Di alammu mencelakai orang bukan satu
kejahatan!" Bunga tertawa panjang. Tiba-tiba seperti direnggut setan tawanya
lenyap dan air mukanya segarang harimau lapar. "Kau telah memperdayai Pendekar
212 semata-mata untuk membebaskan dirimu dan anak buahmu dari kutukan! Apakah
itu bukan perbuatan jahat" Kau rampas kehormatannya yang mengakibatkan kini
dirinya seolah-olah mati dalam hidup!"
Paras Ratu Duyung tampak merah seperti terpanggang sinar matahari. "Karena
hidupmu di alam aneh, kau tidak tahu apa artinya meminta tolong, apa artinya
berbagi rasa dalam penderitaan, apa artinya menghormati sesama manusia nyata,
bukan manusia gaib sepertimu!"
"Sungguh hebat ucapanmu! Pertolongan apa yang kau maksudkan Ratu Duyung"
Memeras kehormatannya dan menjadikannya budak nafsumu lalu menjadikannya budak
kebodohan" Perasaan apa yang begitu kau muliakan hingga kau tega mencelakainya"
Kehormatan apa yang kau berikan padanya hingga dia menjadi sengsara seperti
sekarang ini?"
"Aku memang melakukan satu kealpaan. Tidak mengatakan apa akibat dari
pertolongan yang diberikannya. Tapi lain daripada itu tidak ada pikiran apalagi
perbuatan Asmara Darah Tua Gila 46
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
jahat. Dia menolongku penuh kesadaran. Atas sepengetahuan beberapa orang tokoh
termasuk gurunya sendiri. Apakah kau lebih berkuasa dari para tokoh dan gurunya"
Bukankah segala tuduhan dan ucapan lantangmu hanya dipengaruhi oleh rasa cemburu
terhadapku" Aku mendapatkan perhatian lebih dari dia sebaliknya kau tidak!
Seharusnya kau tahu diri. Paling tidak sedikit menyadari. Mania mungkin manusia
alam nyata bisa membagi kasih dengan manusia alam gaib sepertimu"!"
Paras pucat Bunga alias Suci tampak menjadi merah mendengar ucapan Ratu Duyung.
Dengan cepat gadis ini menyahuti kata-kata sang Ratu itu.
"Dalam alamku yang kau anggap rendah pertolongan adalah pertolongan. Tidak ada
embel-embel lain atau akibat yang bisa mencelakai orang!"
"Siapa yang mencelakai dirinya" Justru aku datang mencarinya untuk memberikan
keterangan dan meminta maaf...."
"Pendekar 212 tidak memerlukan dirimu, tidak memerlukan keteranganmu, juga tidak


Wiro Sableng 092 Asmara Darah Tua Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memerlukan maafmu!"
"Yang kudengar adalah ucapanmu, bukan ucapan Pendekar 212!" tukas Ratu Duyung.
Untuk beberapa lamanya kedua orang gadis jelita itu saling berperang pandang.
Lalu Ratu Duyung membuka pembicaraan lagi.
"Aku melihat dua orang anak buahku menemui ajal di lereng bukit di atas sana....
Apakah kau yang telah membunuh mereka"!"
"Tuduhan keji! Bukankah kau orang sakti yang bisa menembus dunia hitam dan
melihat ke dalam kejauhan"! Jangan kau sekali lagi berani lancang menuduh yang
bukan-bukan! Lekas menyingkir berikan jalan!"
"Aku perlu bicara dengan Pendekar 212. Biar ada kejelasan dan menghindarkan
salah sangka di antara kami. Harap kau lepaskan totokannya, turunkan dia dari
panggulanmu!"
"Permintaanmu tidak bisa kupenuhi!" jawab Bungs tandas.
"Kalau begitu kuanggap kau sengaja hendak menimbulkan jurang perpecahan antara
aku dengan Pendekar 212. Itu memang ciri-ciri khas manusia alam gaib dan hitam
sepertimu!"
"Terserah kau mau berkata dan menuduh apa! Yang jelas kau tak bakal
mendapatkan pemuda ini. Baik tubuh maupun hatinya!"
Ratu Duyung tertawa panjang. "Jelas kecemburuan menguasai dirimu! Kau lupa bahwa
pemuda itu telah merelakan tubuhnya untukku" Pendekar 212 telah berbagi kasih
dengan aku"!"
"Lekas menyingkir atau kau akan menyesal seumur hidupmu! Kau pernah menderita
dalam alam kutukan! Jangan sampai aku membuat kau menderita dalam bentuk lain!"
"Serahkan Pendekar 212 padaku!" hardik Ratu Duyung. Sepasang matanya yang biru
mengeluarkan kilatan aneh.
"Sekali aku bilang tidak, sampai kiamat pun tidak!"
"Kau mencari kiamat sendiri!" Ratu Duyung tegak renggangkan kaki. Tangan kirinya
diletakkan di atas dada. Tangan kanan perlahan-lahan diangkat ke atas.
Bunga tak tinggal diam. Pandangan matanya menyorot garang.
"Kau masih keras kepala" Atau kau mencari penyesalan karena aku akan segera
menjatuhkan tangan keras terhadapmu!"
Ratu Duyung mengancam.
Asmara Darah Tua Gila 47
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Silahkan coba! Aku ingin tahu sampai di mana kehebatan manusia yang pernah
dimakan kutukan!" sahut Bunga menerima tantangan dan ancaman orang.
Baru saja Bunga berucap begitu dari ujung jari telunjuk tangan kanan Ratu Duyung
melesat serangkum sinar biru. Sinar ini melesat demikian cepatnya hingga sebelum
bisa mengelak sekujur tubuh Bunga termasuk Wiro yang ada dalam panggulannya
telah terikat kuat. Makin lama ikatan itu terasa semakin mengencang.
Ratu Duyung dongakkan kepala lalu tertawa panjang.
Bunga menyeringai. Kepalanya digoyangkan. Rambutnya yang hitam panjang melesat
ke udara membuat gerakan berbentuk lingkaran.
"Wuuttt!"
Angin keras laksana puting beliung keluar dari putaran rambut membuat pakaian
Ratu Duyung berkibar-kibar. Rambutnya yang tergulung di atas kepala terlepas dan
tergerai riap-riapan. Mahkota biru yang ada di kepalanya terpental ke atas namun
secara aneh perlahan-lahan turun kembali dan menempel di tempat semula. Sepasang
kaki Ratu Duyung bergetar keras. Ada satu kekuatan laksana topan mencoba
membongkar kuda-kuda sepasang kakinya yang seolah pohon besar ditancapkan ke
tanah. Sepasang mata Ratu Duyung memancarkan kilatan aneh. .
Dari mulut Bunga keluar pekik keras menusuk menyakitkan telinga dan
menggetarkan dada Ratu Duyung. Lalu terdengar suara "Dess... dess!" Be-berapa
kali berturut-turut, ikatan tali biru aneh yang melibat sekujur tubuh Bunga dan
Wiro putus berantakan.
Ratu Duyung terkesiap tak percaya melihat apa yang terjadi. Di depannya Bunga
tertawa panjang lalu berseru.
"Ratu Duyung! Terima hadiah kecil dariku sekedar untuk kenang-kenangan!"
Baru saja ucapan gadis alam gaib itu berakhir satu sinar kuning menderu ke arah
Ratu Duyung disertai menghamparnya bau santar kembang kenanga. Di udara tampak
berkelebat sebuah benda kuning menyerupai bintang.
Ratu Duyung ingat betul pukulan inilah yang dulu menghantamnya sewaktu berada di
Puri Pelebur Kutuk bersama Pendekar 212. Didahului teriakan keras sang Ratu
melesat dua tombak ke atas dan sambil melayang di udara dia dorongkan dua
tangannya ke arah Bunga. Dua gelombang cahaya biru sebesar batangan bambu
menderu menyapu ke arah Bunga. Gadis dari alam gaib itu ganda tertawa. Tiba-tiba
dia turunkan sosok Pendekar 212
dari bahunya. Tubuh murid Sinto Gendeng ini kemudian digendongnya di depan
tubuhnya. "Kau hendak membunuh kami berdua, silahkan!" seru Bunga seraya angsurkan tubuh
Wiro ke depan, membuat Ratu buyung terkesiap dan terpaksa batalkan serangan
ganasnya. "Pengecut!" maki Ratu Duyung. "Turunkan pemuda itu! Hadapi diriku secara
langsung!" Sambil berteriak Ratu Duyung cepat melompat ke samping menghindarkan
serangan cahaya dan benda kuning yang menghantam ke arahnya.
Bunga tertawa panjang.
"Sekarang terbukti bahwa manusia alam gaib sepertimu memang berhati culas dan
jahat! Buktinya kau tega mempergunakan orang sebagai tameng. Jika kau menyukai
dirinya mengapa mempergunakan dia sebagai tameng"! Pengecut keji!"
Asmara Darah Tua Gila 48
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Mendengar caci maki Ratu Duyung, Bunga menjadi marah. Tangan kirinya
digerakkan ke samping. Secara aneh tubuh Pendekar 212 Wiro Sableng terangkat dan
melayang ke kiri lalu tegak tersandar ke sebatang pohon. Masih dalam keadaan
tertotok, tak bisa bicara tak bisa bergerak. Bahkan sepasang matanya pun masih
tampak tertutup hingga Wiro sama sekali tidak mengetahui apa yang tengah
terjadi! "Kita saling berhadapan sekarang! Apa maumu akan kulayani!" kata Bunga.
"Bagus! Aku akan membuatmu mati sampai sepuluh kali!" ujar Ratu Duyung. Untuk
kedua kalinya sang Ratu lepaskan dua pukulan sinar sakti berwarna biru.
"Wusss! Wusss!"
Bunga angkat tangan kirinya. Dari tangan ini keluar sinar kuning berputar
laksana tameng memagari dirinya. Bersamaan dengan itu Bunga gerakkan tangan
kanan ke pinggang mengeluarkan sekuntum kembang kenanga. Kembang ini lalu
dilemparkannya ke arah lawan.
Begitu dua jalur sinar biru pukulan sakti yang dilepaskan Ratu Duyung hanya
tinggal beberapa jengkal lagi dari sasarannya tiba-tiba putaran sinar kuning
yang keluar dari tangan kiri Bunga berubah membesar dan membentuk kerucut. Dua
sinar biru pukulan sakti yang dilepaskan Ratu Duyung amblas tersedot ke dalam
putaran sinar kuning laksana benda tersedot putaran air yang ganas. Dua dentuman
menggelegar di tempat itu.
Ratu Duyung terjajar lima langkah ke belakang. Mukanya yang cantik tampak
memucat. Untuk sesaat tubuhnya bergetar tak karuan. Peredaran darahnya kacau.
Tenaga dalamnya menyentak-nyentak. Mulutnya terasa asin tanda ada darah akibat
luka dalam. Dilain pihak Bunga tegak terhuyung-huyung. Wajahnya yang pucat semakin putih.
Kebaya putihnya robek hangus di bagian dada dan pinggang hingga auratnya
tersingkap lebar. Ketika dia meneliti, gadis aiam ini jadi melengak. Tiga kuntum
kembang kenanga yang tersimpan di pinggang pakaiannya telah berubah menjadi
hitam hangus! "Gadis iblis! Kalau tidak kubunuh dirimu belum puas hatiku!" teriak Bunga dengan
sepasang mata bernyala-nyala. Lalu kaki kanannya dihentakkan ke tanah. Dari
tanah mencuat cahaya merah yang menjalar memasuki tubuhnya terus ke kepala lalu
melesat keluar dari kedua matanya!
ilmu iblis apa yang dimiliki gadis alam gaib ini!" pikir Ratu Duyung. "Aku
terluka dalam. Tak mungkin mengerahkan tenaga dalam secara penuh! Aku tak bisa
balas menghantam dengan kilatan cahaya biru-ku! Benar-benar berbahaya!"
Secepat kilat Ratu Duyung mengambil cermin bulat sakti dari balik pakaian
birunya. Begitu benda ini digoyangkannya maka berkiblatlah kilauan cahaya putih disertai
suara laksana dentuman, petir menggelegar berulang kali.
Bukit Jatianom seperti diamuk gempa. Tanah bergetar dan longsor besar terjadi di
beberapa tempat. Pohon-pohon bertumbangan. Semak belukar rambas dan bertaburan
di udara. Batu dan pasir menggebubu menutupi pemandangan membuat udara yang
memang sudah gelap karena mendung tebal menjadi tambah kelam.
Ratu Duyung terkapar di tanah. Sekujur tubuhnya tertutup oleh tanah. Dengan
cepat dia melompat tegak walau tubuhnya terasa limbung.
Bunga masih tampak berdiri tapi keadaannya tak karuan rupa. Rambut acak-acakan.
Pakaian dan celana putihnya hangus. Kapak Naga Geni 212 tergeletak di tanah tak
jauh dari tempatnya berdiri. "Seumur hidup belum pernah aku mengalami yang
seperti ini," membathin Asmara Darah Tua Gila 49
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
gadis dari alam gaib ini. Entah hidup di alam mana yang dimaksudkannya dalam
ucapan batinnya tadi.
Bagaimana dengan Pendekar 212 sendiri"
Ketika segala kedahsyatan itu melanda bukit Jatianom tubuh murid Sinto Gendeng
laksana dilemparkan ke udara. Selagi tubuh itu melayang jatuh tiba-tiba satu
bayangan hitam berkelebat laksana hantu gentayangan.
Baik Ratu Duyung maupun Bunga sama-sama berteriak ketika melihat bagaimana
bayangan hitam itu melesat ke udara menyambar tubuh Pendekar 212 lalu berkelebat
lenyap. Ratu Duyung dan Bunga cepat bertindak hendak mengejar. Tapi bayangan
hitam telah lenyap.
"Wiro!" teriak Ratu Duyung memanggil.
"Celaka!" keluh Bunga.
"Gadis iblis! Kalau bukan karenamu hal ini tidak akan terjadi!" Ratu Duyung
memaki. "Ratu jahanam! Jangan kau membalikkan tuduhan! Kau yang jadi biang racun gara-
gara semua ini!" bentak Bunga.
Selagi kedua gadis cantik perang mulut saling memaki tiba-tiba dari jurusan lain
muncul satu bayangan biru. Sebelum Ratu Duyung dan Bunga sempat melihat jelas
siapa adanya bayangan itu, sesosok tersebut telah lenyap dan Kapak Maut Naga
Geni 212 milik Wiro yang tadi tergeletak di tanah kini lenyap tak tampak lagi!
Bunga hantamkan tangan kanannya. Ratu Duyung kiblatkan cermin saktinya. Tapi
bayangan biru itu luar biasa sekali cepat gerakannya. Sebelum dua serangan ganas
sempat menyentuhnya, sosoknya telah lenyap dalam kegelapan.
Ratu Duyung tertegun. Dalam hati dia berkata. "Hanya ada satu orang yang
memiliki kecepatan seperti kilat begitu. Kalau memang dia.... Ah, bagaimana
jadinya urusan ini"
Persoalanku dengan Pendekar 212 belum dapat dijernihkan. Sekarang muncul lagi
gadis itu. Nasib diriku semakin tidak karuan...."
Ratu Duyung berpaling ke arah di mana sebelumnya Bunga tegak berdiri. Namun saat
itu didapatinya gadis dari alam gaib itu tak ada lagi di tempat itu. Ratu Duyung
semakin bingung. Dia memandang berkeliling.
"Wiro..."! Wiro..."!" panggilnya dengan suara bergetar. "Kemana aku harus
mencari" Siapa yang telah menculik dirinya" Oh Tuhan apakah belum berakhir derita
sengsara ini"
Tak terasa sepasang matanya yang biru tampak berkaca-kaca. Udara tambah gelap.
Di langit tampak kilat menyambar beberapa kali. Lalu bertiup angin kencang.
Bersamaan dengan itu hujan mulai turun rintik-rintik Ratu Duyung menarik nafas
dalam berulang kali.
Akhirnya dengan berbagai perasaan kacau balau dia tinggalkan lereng bukit
Jatianom yang porak poranda itu.
* * * Asmara Darah Tua Gila 50
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DUA BELAS etelah memastikan pemuda itu berada dalam keadaan tertotok bukannya pingsan apa
lagi mati, Sika Sure Jelantik segera memeriksa. Samar-samar dia melihat ada
tanda Skemerahan di urat besar pangkal leher Wiro. Dengan segera dia lipat jari
telunjuknya lalu ujung lipatan jari ditekankannya ke bagian leher pemuda itu.
Sejurus tubuh Wiro masih belum bergerak. Matanya juga masih tertutup. Lalu
terdengar dia batuk-batuk beberapa kali. Ketika akhirnya matanya dibuka murid
Sinto Gendeng melengak laju bersurut mundur. Matanya membesar menatap wajah
perempuan tua di hadapannya. Terus ke sepuluh jari-jari tangan yang berwarna
hitam dan panjang-panjang.
"Nek, siapa kau" Apa yang terjadi dengan diriku" Berada di mana aku saat ini?"
Wiro langsung ajukan rentetan pertanyaan. Terhuyung-huyung dia coba bangkit dan
duduk. Memandang berkeliling dia dapatkan dirinya berada dalam sebuah dangau di
tengah pesawahan kering.
Si nenek menatap sesaat pada pemuda di hadapannya itu lalu berpaling memandang
ke arah kejauhan. Dalam hati si nenek berkata. "Gila! Sikap dan cara bicara anak
ini hampir sama dengan jahanam itu di masa muda!"
"Nek...."
"Nek, Nek... Nek! Kau mengapa cerewet amat! Apa yang hendak kau katakan"!"
"Tadi aku sudah bertanya. Tapi kau tak menjawab. Malah marah.... Sebelumnya aku
berada di satu bukit bernama Jatianom. Mengapa tahu-tahu berada di sini"!"
"Memang aku yang menculikmu dan membawamu ke tempat ini!"
"Kau.... Kau menculikku" Mengapa" Apa kesalahanku, apa untungnya menculik orang
jelek dan sengsara seperti aku"!"
"Jelek atau sengsara bukan urusanku! Kalau kau memang sudah dilahirkan jelek dan
nasibmu sengsara itu namanya takdir! Aku tidak perduli dan tidak mau tahu!"
"Lalu apa alasanmu menculik diriku" Jangan-jangan kau bangsanya nenek genit yang
masih doyan daun muda...."
"Plaaaakk!"
Satu tamparan mendarat di pipi kiri Pendekar 212. Membuat pemuda ini menjadi
pening dan kesakitan.
Wiro angkat tangan kanannya dan balas menampar.
"Plaaakkk!"
Si nenek melengak kaget setengah mati. Rasa terkejutnya lebih hebat dari pada
rasa sakit. "Anak muda kurang ajar! Kau ingin mati cepat rupanya!" si nenek mengancam dengan
mata melotot. "Uh... huk... huk... huk!" Wiro batuk-batuk. "Sejak beberapa hari lalu sudah beberapa orang inginkan
kematianku. Hari ini tambah lagi satu orang! Tapi Nek, aku tidak bodoh!
Kau pasti punya alasan tertentu menculik dan membawa aku ke tempat sepi ini.
Sebelum kau mendapatkan apa yang kau mau kau tak bakal membunuhku! Uh... huk...
huk... huk! Umurku rupanya masih bisa diperpanjang. Padahal aku sudah ingin buru-buru mati!"
Asmara Darah Tua Gila 51
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kematian akan segera menjadi bagianmu anak gila. Kau ternyata cerdik seperti
bangsat tua yang satu itu!"
"Eh, bangsat tua yang mana maksudmu Nek?"
"Dengar!" si nenek jambak rambut Wiro. Lalu dia berkata. "Aku tahu kau adalah
Pendekar 212 Wiro Sableng. Murid Sinto Gendeng dan juga murid seorang kakek
dajal bergelar Tua Gila!"
"Wan ilmu pengetahuanmu luas juga rupanya Nek. Kau tahu banyak tentang diriku.
Apa kau tahu berapa pusar-pusar rambut di kepalaku" Juga tahu berapa aku punya
pusar di perut! Lalu berapa aku punya pusar di bawah perut" Ha... ha... ha...!
Huk... huk... huk!"
Si nenek berjubah hitam keluarkan suara menggembor saking marahnya. Tangannya
diangkat kembali hendak menampar tapi kemudian perlahan-lahan diturunkan.
"Kenapa tak jadi menampar?" tanya Wiro sambil mencibir.
"Anak jahanam! Guru dan murid sama saja!" Si nenek bantingkan kepala Wiro ke
samping. Lalu dengan kakinya ditendangnya perut pemuda itu hingga Wiro menjerit
kesakitan. Tubuhnya terpental dua tombak. Perutnya serasa pecah, pemandangannya
berkunang-kunang. Untuk beberapa lama dia hanya bisa mengerang menahan sakit.
Dalam pada itu si nenek sudah melompat ke hadapannya dan kembali menjambak
rambutnya. "Aku ingin tahu di mana gurumu berjuluk Tua Gila itu berada"!" Sambil bertanya


Wiro Sableng 092 Asmara Darah Tua Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

si nenek sentakkan jambakannya.
Walau sakit tapi murid Sinto Gendeng malah senyum-senyum. Membuat si nenek
jengkel setengah mati.
"Ada hubungan apa kau dengan Tua Gila" Kau pasti bukan orang sini! Mengadakan
perjalanan jauh. Sampai-sampai menculik diriku! Hanya untuk tahu di mana
beradanya Tua Gila! Hik... hik! Aku punya firasat di masa muda kau dengan
dia...." "Plaaakkk!"
Tak dapat menahan hatinya lagi si nenek lantas saja tampar Wiro untuk kedua
kalinya! Kali ini demikian kerasnya sampai mulut Wiro pecah dan mengucurkan
darah. "Aduh sakitnya...." ujar Wiro. Dia sampai keluar air mata.
"Kalau kau masih berani mempermainkan jangan kira aku tidak tega mengorek kau
punya mata!" kata si nenek dengan rahang menggembung. "Lekas katakan di mana Tua
Gila berada!"
"Aku... aku tidak tahu Nek. Terakhir sekali aku bertemu dengan dia di
Pangandaran. Aku pergi ke selatan dia pergi ke utara...."
"Jangan dusta! Masakan di mana guru sendiri berada kau tidak tahu!"
"Memangnya aku murid apa yang mengikuti guru kemana-mana dan harus tahu di mana
dia berada!"
"Aku tidak percaya padamu! Kau sama gila dan kurang ajarnya dengan si Tua Gila
itu!" "Hemmm.... Kalau kau memaksa baiklah. Aku akan katakan di mana guruku itu
berada. Tak jauh dari sini!"
Se pa sang mata si nenek membuka lebar. Dia menyeringai. "Katakan di mana...!"
"Tak jauh dari sini. Di sebelah tenggara ada sebuah kali kecil. Guruku si Tua
Gila itu ada di sana. Lagi berak! Ha... ha... ha...!"
"Jahanam setan alas!" Kini bukan tamparan lagi yang diterima Pendekar 212
melainkan satu jotosan menghajar pipinya, membuat pemuda tak berdaya ini jatuh
Asmara Darah Tua Gila 52
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
terguling di tanah dengan pipi memar! Belum puas si nenek lalu melompat dan
injakkan kaki kanannya ke leher Wiro. "Aku Sika Sure Jelantik tidak punya
ganjalan apa-apa membunuhmu! Tidak dapat gurunya, muridnya lebih dulu tak jadi
apa!" Si nenek yang ternyata adalah Sika Sure Jelantik kekasih Tua Gila di masa muda
lalu perkeras injakannya hingga mulut Pendekar 212 terbuka dan lidahnya tampak
terjulur. Tiba-tiba nenek berteriak keras. "Jahanam kurang ajar!"
Apa yang terjadi"
Ketika lehernya dipijak semakin keras, Wiro susupkan tangannya ke dalam jubah
hitam si nenek lalu dengan cepat menggelitik bagian bawah perut Sika Sure
Jelantik. Tentu saja perempuan tua ini menggelinjang kaget dan geli.
"Kupecahkan kepalamu!" teriaknya lalu berkelebat dan hantamkan tangan
kanannya ke batok kepala Pendekar 212. Seperti yang sudah-sudah murid Sinto
Gendeng ini hanya berdiam diri saja seolah pasrah menerima kematian.
Sesaat lagi pukulan Sika Sure Jelantik benar-benar akan memecahkan batok kepala
murid Eyang Sinto Gendeng itu tiba-tiba terdengar satu seruan. Bersamaan dengan
itu bau sangat wangi menyeruak di tempat itu.
"Nenek Sika! Jangan kau bunuh! Dia pemuda yang aku ceritakan padamu! Aku mohon
pengampunan baginya!"
Sika Sure Jelantik terkejut. Satu bayangan biru berkelebat dan tegak di
hadapannya. Di tangan kanannya orang yang barusan muncul itu memegang Kapak Maut Naga Geni
212. "Anakku, kau rupanya!" ujar Sika Sure Jelantik sambil menatap tajam pada orang
yang berdiri di depannya lalu berpaling pada Wiro. Si nenek tarik nafas dalam
lalu perlahan-lahan tarik kaki kanannya yang menginjak leher Wiro. Pendekar 212
cepat bangkit berdiri dan batuk-batuk berulang kali. Dia memandang ke depan dan
lambaikan tangannya.
"Bidadari Angin Timur...." seru Wiro. "Terima kasih. Kau telah menyelamatkan
nyawa manusia buruk ini dari nenek yang kesasar tak tahu juntrungan ingin
membunuhku!"
Si nenek kembali meledak marahnya. Tapi gadis berpakaian biru yang memang
Bidadari Angin Timur adanya cepat menghalangi dan berdiri di hadapan si nenek.
"Aku mohon Nek...." kata Bidadari Angin Timur setengah memelas, membuat gelegak
marah si nenek menjadi kendur.
"Jadi ini dia pemuda yang menurutmu mencintaimu setengah mati"!"
Bidadari Angin timur tidak menyahut. Dia hanya tundukkan kepala
menyembunyikan wajahnya yang kemerahan.
Sika Sure Jelantik tertawa mengekeh lalu geleng-gelengkan kepala. "Tidak
kusangka kalau murid musuh besarku ini adalah pemuda yang menjadi kekasihmu!
Anakku, kita sudah bicara panjang lebar. Aku sudah memberi nasihat banyak
padamu. Kalau begini potongan orangnya a la mat kau bakalan susah! Aku kenal
gurunya! Menipuku di masa muda. Murid tentu tak bakal jauh dari sang guru!
Terserah padamu! Kalau aku jadi gadis secantikmu pemuda jelek dan bau ini tidak
akan laku! Hik... hik... hik!"
Wiro ikut-ikutan ketawa.
"Anak jahanam! Kenapa kau ketawa"!" sentak Sika Sure Jelantik penuh gusar.
"Guruku si Tua Gila jauh lebih buruk dan lebih bau dariku. Tapi mengapa kau dulu
bisa naksir padanya"! Hik... hik... hik!"
Asmara Darah Tua Gila 53
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Wiro, harap kau bicara lebih sopan pada nenek Sika!" kata Bidadari Angin Timur.
"Baiklah, memandang dirimu aku akan bicara bersopan-sopan padanya. Tapi aku
melihat keanehan. Kau memanggilnya nenek, tapi dia memanggilmu anak. Sebenarnya
orang ini nenekmu atau ibumu"!"
"Wiro jangan bergurau terus-terusan!" bentak Bidadari Angin Timur.
Pendekar 212 angkat bahu lalu garuk-garuk kepala. "Aku memang kurang ajar.
Mungkin sudah dari sananya!" kata Wiro seperti menyesali diri. Dia berpaling
pada si nenek dan tersenyum.
"Masih bisa tersenyum! Huh! Aku muak melihat senyummu!" damprat Sika Sure
Jelantik. "Aku mohon maafmu Nek. Aku tidak maksud bersikap kurang ajar padamu. Jika kau
sahabat gadis ini berarti sahabatku juga!"
"Sialan! Siapa sudi jadi sahabatmu!" tukas Sika Sure Jelantik. Lalu dia
berpaling pada si gadis. "Jadi namamu Bidadari Angin Timur. Nama bagus. Kau
dengar baik-baik anakku.
Kalau aku tidak suka padamu, sudah kubuat buyar otak monyet gondrong ini! Tapi
memberi ampun muridnya bukan berarti memberi ampun gurunya! Tua Gila akan terus
kucari sampai dapat! Sebelum dia mati di tanganku tak akan tenteram hidupku dan
matiku! Dan kau! Jika kau berani membantu gurumu aku tak akan memberi ampunan lagi
padamu!" Sika Sure Jelantik pelototkan matanya pada Wiro. Lalu berpaling pada
Bidadari Angin Timur. "Aku pergi sekarang!"
"Baik Nek. Aku harap dapat bertemu lagi denganmu. Terima kasih atas
kebaikanmu!" kata Bidadari Angin Timur pula.
Wiro Sableng melangkah ke hadapan si nenek lalu menjura dalam-dalam seraya
berkata "Nek, aku monyet gondrong jelek ini juga mengucapkan terima kasih seri
pertama atas pengampunanmu dan kebaikanmu!"
"Eh, apa maksudmu terima kasih seri pertama..."!" sentak si nenek.
"Maksudku.... Kalau... siapa tahu kemudian hari aku bersikap alpa dan membuat
kesalahan lagi padamu, jauh-jauh aku minta dimaafkan dan sekalian menyampaikan
terima kasih seri kedua!"
"Pemuda geblek!" teriak Sika Sure Jelantik lalu tinggalkan tempat itu. Sesaat
kemudian di kejauhan terdengar suara tawanya gelak-gelak.
Wiro berpaling pada Bidadari Angin Timur. Sesaat pandangan mata mereka saling
beradu. Tanpa ucapan sepatah katapun pandangan mata itu telah merupakan seribu
kata yang tak tercetuskan.
"Aku menemukan senjata mustika ini di bukit Jatianom. Bagaimana senjata begini
berharga dan tak ada tandingan di dunia persilatan kau terlantarkan begitu
saja?" Si gadis menyerahkan Kapak Maut Naga Geni 212 pada Wiro.
"Panjang ceritanya. Aku bersyukur kau menemukan kapak ini. Aku sangat berterima
kasih...." Wiro ulurkan tangannya menerima kapak. Namun dia bukan hanya memegang
gagang senjata itu. Jari-jari tangannya ikut menyentuh jari-jari tangan Bidadari
Angin Timur. Matanya memandang berbinar-binar ke dalam mata si gadis. Tidak
tahan dipandangi seperti itu Bidadari Angin Timur tundukkan kepalanya.
"Sejak perpisahan di Pangandaran dulu, aku begitu merindukanmu. Aku...."
Asmara Darah Tua Gila 54
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Wiro tak dapat meneruskan kata-katanya. Kapak Naga Geni 212 disisipkan ke
pinggangnya. Dia memandang ke arah kejauhan. Mulutnya terkancing ketika dia
menyadari bahwa selama ini sebenarnya dia hanya bertepuk sebelah tangan.
"Bidadari, maafkan kalau ucapanku barusan tidak pada tempatnya. Aku kurang
sehat. Aku harus pergi dan memencilkan diri untuk beristirahat. Sekali lagi aku
berterima kasih kau telah menolongku. Banyak budi yang telah kau tanam padaku.
Rasanya belum satupun yang bisa aku balas."
"Wiro aku tahu kau dalam keadaan sakit. Lahir dan batin. Kalau kau suka aku
bersedia...."
"Wiro!" Tiba-tiba ada seseorang berseru menyebut nama Pendekar 212. Di lain
kejap seorang gadis cantik berpakaian biru bermata biru muncul di tempat itu.
"Ratu Duyung!" balas berseru Wiro ketika melihat siapa yang datang. "Kebetulan
kau datang! Ada urusan kusut yang ingin aku selesaikan denganmu!"
Ratu Duyung hendak melangkah mendekati si pemuda namun langkahnya tertahan
ketika disadarinya tak jauh dari situ tegak seorang gadis cantik berambut
pirang. Pandangan dua gadis ini saling beradu. Ratu Duyung ingat akan
pertemuannya dengan Bunga yang berakhir dengan keonaran besar. "Jangan-jangan
gadis cantik yang satu ini...."
Memikir seperti itu Ratu Duyung cepat berkata.
"Ah, harap maafkan. Aku sampai tidak melihat kalau ada orang lain bersamamu!
Aku tidak ingin mengganggu. Lain kali aku menemuimu lagi...."
"Ratu, tunggu!" panggil Wiro seraya melangkah hendak mengejar. Namun Ratu Duyung
sudah berkelebat pergi. Perlahan-lahan Wiro putar kepalanya dan tersenyum pada
Bidadari Angin Timur.
"Orang datang menjemputmu, mengapa tak kau cegah kepergiannya" Mengapa tidak kau
kejar dirinya?"
. Wiro hanya bisa berdiam diri beberapa lamanya. Dia memandang ke jurusan lain
seolah tak sanggup lagi menatap paras cantik di depannya itu. "Aku memang ada
hal penting yang perlu dijernihkan dengan Ratu Duyung. Tapi betapapun pentingnya
bagiku kau jauh lebih penting...."
Tak ada suara jawaban. Tak ada gerakan. Wiro berpaling. Astaga! Dia jadi
tersentak. Bidadari Angin Timur tak ada lagi di tempatnya tadi berdiri!
* * * Asmara Darah Tua Gila 55
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TIGA BELAS ari tujuh bulan ke tujuh. Waktu itu hampir menjelang tengah malam. Lang it di
atas candi Mendut tampak bersih ditebari bintang gumintang. Bulan sabit ikut
menghias Jangkasa dan bersinar dengan lembut.
Sesosok tubuh tampak duduk setengah mendekam dekat sebatang pohon di bukit
Tegalrejo, terletak tak jauh dari bangunan candi.
"Jahanam Datuk Angek Garang! Ini adalah hari ke delapan dia terlambat muncul!
Apa yang terjadi dengan dirinya"!. Orang di dekat pohon terdengar keluarkan
suara makian. Dari suaranya ternyata dia "adalah seorang perempuan tua, berwajah
putih. Mengenakan jubah hitam dan memiliki rambut putih dilepas sepunggung.
Selagi mengomel-ngomel sendirian seperti itu tiba-tiba dia disentakkan oleh
suara benda berkerontang. Makin lama suara kerontangan itu terdengar semakin
keras tanda tambah dekat.
"Orang gila darimana malam-malam buta begini membuat suara berisik"!" maki
perempuan tua berwajah putih yang bukan lain adalah Sabai Nan Rancak dari Gunung
Singgalang pulau Andalas. Sesuai perjanjian dengan Datuk Angek Garang, mereka
bersepakat untuk bertemu di bukit Tegalrejo itu pada hari tujuh bulan ke tujuh.
Namun setelah delapan hari berlalu dari saat yang ditentukan, sang Datuk belum
juga muncul. Kini selagi dia menunggu dengan hati kesal, muncul hal yang
membuatnya tambah jengkel.
Suara berisik tadi!
Tak selang berapa lama dari arah selatan kelihatan satu sosok tubuh melangkah
terbungkuk-bungkuk. Orang ini mengenakan caping lebar. Pakaian penuh tambalan.
Di tangan kanannya dia memegang sebuah kaleng rombeng yang tak henti-hentinya
digoyang-goyang hingga mengeluarkan suara keras berisik. Di tangan kirinya orang
ini memegang sebuah tongkat kayu butut. Benda ini dipergunakannya untuk menuntun
jalannya di malam buta itu.
"Pengemis sialan! Malam-malam buta membuat berisik saja! Ah.... Setan betul! Dia
menuju ke arahku ini!" Me maki Sabai Nan Rancak. Baru saja suara makiannya sirap
tahu-tahu orang yang dianggapnya pengemis itu telah berada beberapa langkah di
lereng bukit di bawahnya.
"Aneh..." ujar si nenek dalam hati. "Barusan saja aku bicara memakinya bagaimana
tahu-tahu dia sudah berada di bawah sana dan duduk se-enaknya"!"
Pengemis yang duduk terpisah sekitar enam langkah di bawah si nenek
kerontangkan lagi kaleng rombeng nya hingga telinga Sabai Nan Rancak hampir
budek kepengangan.
"Gembel sinting! Hentikan pekerjaanmu menggoyang-goyang kaleng jahanam itu!
Atau kurampas dan kuhancurkan"!" teriak Sabai Nan Rancak.
"Astaga...! Ada seorang sahabat rupanya di tempat sesunyi ini. Eh, kira-kira di
mana aku berada saat ini ya"!" Pengemis di bawah sana keluarkan ucapan.
"Sialan! Aku bukan sahabatmu! Aku setan yang akan mencekikmu jika kau tidak
berhenti mengguncang kaleng rombeng itu!"
"Walah! Aku pernah dengar setan yang pandai mencekik. Tapi baru sekali ini aku
menemui setan pandai bicara! Sayang mataku buta! Kalau tidak ingin sekali aku
melihat Asmara Darah Tua Gila 56
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
wajahnya! Apalagi setan perempuan sepertimu!" Habis berkata begitu orang
bercaping tertawa gelak-gelak.
Sabai Nan Rancak hilang kesabarannya. Dia melompat ke lereng bukit di bawahnya
dan mengetuk caping di kepala orang dua kali.
"Pengemis sinting, kalau kuberi kau sesuatu apakah kau mau pergi dari sini dan
tidak mengganggu ketentramanku"!"
"Ah, untuk ucapanmu itu aku jadi ingin mengatakan beberapa hal...."
"Kau boleh bicara! Setelah itu lekas pergi dari sini! Jangan membuatku benar-
benar marah!"
Orang yang duduk menjelepok di tanah itu membuka capingnya dan meletakkan benda
itu di pangkuan. Si nenek memperhatikan. Ternyata orang yang dianggap sebagai
pengemis ini adalah seorang kakek berambut putih, memiliki sepasang mata putih
alias buta. "Pertama, dari logat bicaramu jelas kau bukan orang sini. Kalau orang dari
seberang mengadakan perjalanan jauh pasti ada urusan besar yang tengah
dihadang...."
"Hemmm.... Apa yang kau katakan memang betul. Tapi jangan berani bertanya apa
urusanku!"
"Aku bukan kakek usil yang ingin tahu urusan orang. Justru orang banyak yang
mencari tahu 122 urusan orang lain dan menanyakannya padaku. Aku sampai pada hal
kedua. Aku bukan pengemis, bukan gembel juga bukan tukang minta-minta!"
"Bagus, jadi aku tak perlu memberimu sedekah apa-apa!" kata Sabai Nan Rancak.
"Aku memang tidak meminta," sahut si kakek lalu tertawa mengekeh dan kembali
goyangkan kaleng nya keras-keras hingga si nenek memaki panjang pendek. "Hal
ketiga aku menduga. Biasanya dugaanku tidak meleset. Jika kau berada sendirian
di tempat ini jelas kau tengah menunggu seseorang. Karena kau di sini bukan
untuk bertapa atau bersepi-sepi tanpa maksud tertentu...."
"Dugaanmu kali ini juga betul!" kata Sabai Nan Rancak. "Aku memang tengah
menunggu seseorang. Karena itulah sekarang juga aku harap kau segera angkat kaki


Wiro Sableng 092 Asmara Darah Tua Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari sini!"
"Jangan khawatir, aku tidak akan lama berada di sini. Namun aku merasa kasihan
terhadap dirimu!"
"Kasihan" Memangnya aku minta dikasihani apa"!"
"Oo... tidak. Tentu tidak. Aku tidak mengatakan kau minta dikasihani. Hik...
hik... hik! Tapi jika aku memandang ke langit, aku melihat bintang-bintang bertaburan dan
ada bulan sabit di sebelah sana. Semua itu memberi petunjuk bahwa orang yang kau
tunggu tidak akan pernah datang!"
Sabai Nan Rancak mencibir. "Matamu saja buta! Bagaimana bisa melihat bintang dan
bulan sabit di langit" Huh!"
Si kakek tertawa perlahan lalu menjawab. "Orang melek memang melihat dengan
mata. Orang buta melihat dengan hati! Apa yang aku katakan akan menjadi kenyataan.
Kalaupun teman yang kau tunggu itu muncul juga maka dia datang tanpa nafas lagi
di tubuhnya!"
Sabai Nan Rancak terdiam mendengar ucapan si kakek. "Pembual besar, siapa kau
sebenarnya" Orang dari dunia persilatan" Punya nama dan bergelar apa"!"
"Seumur-umur aku hanya seorang anak manusia biasa yang hidup malang melintang di
kolong langit sampai jadi tua bangka begini rupa. Sana bat ku hanya caping bambu
ini, buntalan butut, tongkat kayu butut dan kaleng rombeng ini"!"
Asmara Darah Tua Gila 57
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Lalu apa saja yang kau kerjakan seumur-umur" Mengemis tidak, hanya membual dan
hilir mudik ke mana-mana tanpa tujuan?"
"Justru itulah nikmatnya hidup. Nikmatnya hidup para pejabat di Kerajaan
termasuk Sri Baginda sendiri lain dengan nikmatnya hidup yang dirasakan rakyat
jelata, tua renta dan buta sepertiku. Nikmatnya hidup orang kaya lain dengan
nikmatnya hidup tua bangka gelandangan sepertiku ini. Aku memang tidak punya
pekerjaan apa-apa kecuali meramal!"
"Hemm, jadi kau ini juru ramai rupanya. Atau tukang tenung?" ujar Sabai Nan
Rancak. "Berbuat tenung adalah pekerjaan orang sesat. Meramal adalah perbuatan orang
setengah sesat tapi kerap kali dipercaya! Ha... ha... ha...! Apa dirimu mau
kuramal"!"
Sabai Nan Rancak terdiam. Entah mengapa hatinya jadi kecut dan gelisah. Maka dia
berkata. Tidak, tidak usah. Bagaimana kalau aku mengajukan beberapa pertanyaan
saja...." "Silahkan. Aku yang dipanggil orang dengan sebutan Kakek Segala Tahu akan
menjawab pertanyaanmu sebisa mungkin!" Si kakek lalu tertawa terkekeh-kekeh.
"Ketika aku pertama kali menginjakkan kaki di tanah Jawa ini aku menyirap kabar
tentang sebuah Kitab Malaikat yang kabarnya merupakan satu kitab maha sakti.
Mampu mengalahkan segala macam kitab yang pernah ada di dunia. Misalnya Kitab
Wasiat iblis, Kitab Putih Wasiat Dewa, Kitab Seribu Pengobatan dan sebagainya.
Apa kau pernah mendengar riwayat Kitab Malaikat. itu yang kabarnya dimiliki oleh
seorang tokoh silat yang berdiam di satu tempat disebut Lembah Akhirat!"
Kakek Segala Tahu kerontangkan kaleng rombengnya dua kali. Dia mendongak ke
langit. Sesaat kemudian baru dia membuka mulut memberikan jawaban.
"Kitab Wasiat iblis aku tahu memang ada. Begitu juga Kitab Putih Wasiat Dewa dan
Kitab Seribu Pengobatan. Namun walau sudah tersiar kabar tentang adanya Kitab
Malaikat yang dianggap raja diraja segala kitab sakti, terus terang aku
menganggap berita itu isapan jempol belaka!"
"Lalu apakah tempat yang disebut Lembah Akhirat itu juga tidak ada?"
"Lembah Akhirat ada tapi kitabnya belum tentu ada!" jawab Kakek Segala Tahu.
"Tapi aku tahu kehadiranmu di tanah Jawa ini bukan karena urusan kitab tersebut.
Benar?" "Aku tak mau menjawab!"
Si kakek tertawa. "Kalau seorang perempuan ditanya tak mau menjawab, biasanya
apa yang di-tanyakan itu jawabnya benar! Hik... hik... hik!"
"Kakek Sega la Tahu, aku merasa senang bertemu denganmu. Tapi cukup sampai di
sini. Harap kau suka meninggalkan tempat ini. Aku tak ingin kau masih berada di
sini jika orang yang aku tunggu muncul."
"Ah... ah... ah! Orang tidak menginginkan aku di tempat ini walau ini bukan
rumah bukan tanah ladangnya. Tapi apa susah nya melangkah pergi"! Ha... ha...
ha!" Kakek Segala Tahu bangkit dari duduknya. Ditepuk-tepuknya pantat celananya
yang penuh tambalan lalu dikenakannya caping lebarnya. Dia memandang ke langit.
Kaleng rombengnya di-goyang keras-keras lalu sambil melangkah dia berkata.
"Bulan sabit tertutup awan hitam. Orang yang kau tunggu sebentar lagi akan
datang. Tapi seperti ramalanku tadi dia datang tidak membawa nafas lagi di tubuhnya!"
Kakek Segala Tahu kembali kerontangkan kalengnya. Ketika Sabai Nan Rancak
memandang ke depan dilihatnya prang tua itu sudah berada jauh di kaki bukit,
melangkah ke arah bangunan candi Mendut.
Asmara Darah Tua Gila 58
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jangan-jangan orang tua itu salah seorang tokoh persilatan di tanah Jawa ini,"
katanya dalam hati, Lalu telinganya menangkap suara bergemeratakan. Ketika dia
memandang ke kaki bukit di sebelah timur tampak sebuah gerobak ditarik seekor
kuda tanpa kusir bergerak menuju kaki bukit. Di salah satu sisi depan gerobak
ada sebuah obor yang apinya bergoyang-goyang ditiup angin. Mendadak saja ada
rasa tidak enak di hati sabai nan rancak.
Cepat-cepat nenek berwajah putih ini menuruni bukit, berlari menghampiri
gerobak. Tangannya diangkat memegang leher kuda penarik gerobak. Binatang ini hentikan
jalannya. Ketika si nenek memandang ke dalam gerobak yang diterangi obor, berubahlah
parasnya. "Datuk Angek Garang..." desis si nenek dengan tenggorokan tercekik dan mata
mendelik. Asmara Darah Tua Gila 59
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
TAMAT Episode berikutnya :
LEMBAH AKHIRAT Hak cipta dan copyright milik Alm. Bastian Tito
Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek dibawah nomor 004245
"Mengenang Alm. Bastian Tito"
Pengarang Wiro Sableng
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Komentar dan saran : samademail@gmail.com
IM : samchatacc@yahoo.com
atau Kaskus thread No. 414999
Asmara Darah Tua Gila 60
Bencana Selaput Iblis 2 Pendekar Slebor 05 Darah Pembangkit Mayat Pisau Terbang Li 3
^