Liang Lahat Gajahmungkur 2
Wiro Sableng 097 Liang Lahat Gajahmungkur Bagian 2
Akhirat dan kaki tangannya. Siapa yang kena hantamannya, tubuhnya akan jadi
bubuk berwarna hitam!"
"Gila! Berbahaya sekali kalau begitu!" kata Wiro seraya garuk-garuk kepala. "Apa
jubah sakti yang kupakai tidak sanggup menahan kehebatan ilmu setan itu?"
"Aku tidak berani menduga-duga. Sebaiknya lekas cari selamat. Cari
perlindungan...."
Wiro tak segera beranjak. Yang terpikir olehnya saat itu adalah bagaimana
akibatnya kalau Dewa Sedih menemui ajal di tangan orang-orang itu. Adiknya si
Dewa Ketawa pasti akan marah besar. Orang-orang golongan putih akan ikut campur.
Urusan besar bakal menghadang. Ternyata Ratu Duyung bisa membaca jalan pikiran
murid Sinto Gendeng.
Maka cepat dia berkata dengan suara lantang agar Dewa Sedih ikut mendengar.
"Wiro! Buang kebimbangan dalam hatimu! Kakek di hadapan kita bukan manusia baik-
baik yang bisa dipercaya sebagai sahabat. Walau dia bukan dari golongan hitam
tapi dia juga bukan tokoh golongan putih. Seringkali dia tidak punya pendirian.
Kalaupun punya maka dia berada di pihak yang sesat. Ingat peristiwa di
Pengandaran tempo hari"
Kakek berhati bengkok ini sudah saatnya disingkirkan. Kalau tidak dunia
persilatan akan dibikin kisruh oleh ulahnya!"
Dewa Sedih tersurat dua langkah. Matanya mendelik memandang pada Ratu Duyung.
Lalu terdengar ratapnya. "Aku dibilang bukan manusia baik-baik. Hik... hik! Aku
dikatakan tidak punya pendirian! Aku dibilang berhati bengkok dan harus
disingkirkan! Hik... hik... hik! Malangnya nasibku! Anak gadis bermata biru, mulutmu lancang.
Hatimu pasti tidak sebagus wajahmu! Lihat ke langit! Lihat bumi! Antara keduanya
itulah jalanmu ke neraka!"
Dewa Sedih keluarkan satu gerungan keras. Tangan kanannya dihantamkan ke arah
Ratu Duyung. Selarik Sinar hitam menggidikkan melesat. Inilah pukulan ganas
mengandung tenaga dalam tinggi bernama Mencabut Jiwa Memusnah Raga. Siapa yang
terkena maka tubuhnya akan dikobari api berwarna kehitaman. Lalu tubuh itu akan
musnah berubah menjadi bubuk mengerikan! Dewa Sedih mendapatkan ilmu kesaktian
ini langsung dari Datuk Lembah Akhirat karena tugas yang diberikan kepadanya
sangat berat yakni membunuh beberapa tokoh silat tingkat tinggi. Satu
diantaranya adalah Wiro Sableng! Di Liang Lahat Gajahmungkur 21
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
samping itu sang Datuk merasa cukup dapat mempercayai Dewa Sedih karena
sebelumnya kakek ini telah berhasil membunuh beberapa tokoh silat golongan
putih. Antara lain si Janggut Biru Berhati Emas dari kawasan timur.
Ketika Dewa Sedih menggerakkan tangannya, sebelum sinar hitam berkiblat Ratu
Duyung tidak tinggal diam. Gadis cantik dari alam aneh ini hentakkan kaki
kanannya ke tanah. Tempat itu bergetar hebat laksana diredam gempa. Lalu tangan
kirinya yang memegang cermin sakti dibabatkan ke depan. Bersamaan dengan itu
dari sepasang matanya memancar dua larik sinar biru angker.
Di sebelah belakang Panji yang memegang pedang, begitu melihat tubuh Dewa Sedih
bergerak dan tangannya menghantam ke depan segera melompat sambil babatkan
pedang. Pendekar 212 Wiro Sableng yang tidak memiliki kemampuan untuk menyerang terpaksa
melompat mencari perlindungan.
Layang Kemitir alias Utusan Dari Akhirat sesaat merasa bingung siapa yang bakal
diserangnya. Dia ingin membunuh Pendekar 212 Wiro Sableng dengan tangannya
sendiri. Jika Wiro sampai menemui ajal di tangan si kakek berarti dia tidak akan dapat
melaksanakan tugas dari roh gaib Si Muka Mayat alias Si Muka Bangkai. Dalam
keadaan seperti itu akhirnya dia membuat keputusan bahwa dia harus ikut
menghantam Dewa Sedih. Maka dari samping dia lepaskan pukulan Gerhana Matahari.
Sinar kuning, hitam dan merah menggemuruh ke arah si kakek.
Dewa Sedih menggerung keras. Dia tidak menyangka akan mendapat serbuan begitu
hebat. Walau dia yakin pukulan maut yang dilepaskannya akan sanggup membunuh
Ratu Duyung tapi di saat bersamaan dia terpaksa harus menyingkir selamatkan diri
dari serangan pedang dari hantaman pukulan sakti Utusan Dari Akhirat.
"Bummm!"
"Bummm!" "Bummm!"
Tiga letusan dahsyat menggoncang tempat Itu. Sinar hitam, merah, kuning dan biru
laksana pijar letusan gunung berapi menggelegar di udara.
Wiro terbanting ke tanah, terguling sejauh dua tombak lalu mengeluh keras ketika
keningnya sebelah kanan menumbuk akar pohon besar yang menonjol ke tanah.
Ratu Duyung terpental sampai empat tombak. Dia gulingkan diri di tanah lalu
sambil berseru keras gadis ini melompat bangkit. Tubuhnya tergontai-gontai
beberapa saat. Wajahnya yang cantik pucat seperti tidak berdarah. Di dadanya ada denyutan keras
yang menyesakkan. Tangan kirinya yang memegang cermin bulat terasa kaku.
Di bagian lain Panji terkapar tak bergerak di tanah. Dari telinga dan hidungnya
mengucur darah. Dari mulutnya keluar suara erang berkepanjangan.
Utusan Dari Akhirat tampak tersandar di bawah pohon tak jauh dari tempat Wiro
tergeletak dengan kening benjut dan berdarah. Tangan kanannya berdenyut
kesemutan. Tak bisa digerakkan seolah lumpuh.
Bentrokan pukulan-pukulan sakti mengandung tenaga dalam tinggi tadi telah
membuat semua orang yang ada di tempat itu mengalami cidera. Termasuk Pendekar
212 Wiro Sableng walaupun dia tidak terlibat langsung.
Dalam keadaan masing-masing menderita cidera, semua orang masih sempat menyadari
kalau Dewa Sedih tidak ada lagi di tempat itu. Ke mana lenyapnya kakek yang jadi
pangkal bahala itu"!
Tiba-tiba terdengar suara tangis meraung. Semua kepala sama diangkat. Semua mata
Liang Lahat Gajahmungkur 22
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
memandang ke atas. Di atas pohon besar di bawah mana Utusan Dari Akhirat dan
Wiro berada kelihatan sosok Dewa Sedih tegak terbungkuk-bungkuk di atas sebuah
cabang. Pakaian putihnya robek dan hangus di beberapa bagian. Dia menangis dengan darah
mengucur keluar dari mulutnya.
"Aku melihat langit! Aku melihat bumi! Tapi aku tidak melihat jalan kematian!
Datuk Lembah Akhirat mana kedahsyatan pukulan sakti yang kau berikan padaku"!"
Sambil menangis Dewa Sedih angkat tangan kanannya. Sampai sebatas pergelangan
tangannya masih tetap berwarna hitam. Namun di atas pergelangan tangan kakek ini
tampak merah membengkak.
"Datuk Lembah Akhirat aku memilih mati daripada malu besar. Kepala ke bawah kaki
ke atas! Kaki menjunjung langit, kepala mencium bumi! Hik... hik... hik!"
Di luar dugaan semua orang tiba-tiba Dewa Sedih jatuhkan diri dari cabang pohon.
Seperti ratapannya tadi kakinya ke atas dan kepalanya ke bawah. Kakek ini benar-
benar melakukan bunuh diri. Sesaat lagi kepalanya akan hancur membentur tanah
tiba-tiba ada suara "tar... tar... tar!" Menyusul suara orang tertawa membahana.
Tak lama kemudian satu sosok tubuh melayang sebat lalu membuat gerakan seolah
terjun ke dalam air. Dua tangan melesat ke depan dengan telapak terbuka, menahan
kepala Dewa Sedih hingga tidak menghantam tanah!
* * * Liang Lahat Gajahmungkur 23
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ ENAM emuda berkumis tipis dan berkulit halus itu duduk di atas tumbangan batang kayu,
menatap ke Seantero telaga luas berair tenang membiru. Sejak tadi dia berada di
P tempat itu dan tampaknya seperti kebingungan.
"Kalau tidak melihat sendiri tidak pernah kuduga telaga ini begitu luas.
Kedalamannya tentu sukar dijajagi. Dari sebelah mana aku harus terjun lalu
menyelam..."
Kalau saja tidak diperintah kakek itu dan mengingat senjata sakti itu katanya
mampu mengobati Pendekar 212, tidak nanti aku mau datang jauh-jauh datang ke
sini...." Kembali si gadis yang bukan lain adalah Puti Andini alias Dewi Payung Tujuh yang
sengaja menyamar berdandan seperti seorang pemuda merenung menatapi Telaga
Gajahmungkur. Tiba-tiba dari sebelah barat dia melihat seorang anak kecil berpakaian hitam
berlari cepat ke arahnya. Dalam waktu singkat si anak sudah berada dekat sekali.
Puti Andini segera berlindung di balik serumpunan semak belukar. Ternyata si
anak adalah Naga Kuning yang sebelumnya telah ditolong dan diselamatkan oleh
Sinto Gendeng dan Kakek Segala Tahu.
Puti Andini perhatikan Naga Kuning yang saat itu tegak di tepi telaga, tepat di
samping pohon kelapa yang hanya tinggal batang karena bagian atasnya pupus rata
dihantam petir.
"Rambutnya jabrik lucu. Keningnya benjut. Tangan kanannya dibalut. Kalau bukan
murid seorang pandai tidak nanti dia mampu lari secepat yang kulihat. Hemm....
Siapa adanya anak ini. Mengapa dia berada di sini. Dia seperti memperhatikan
sesuatu di tengah telaga. Kalau dia mengetahui seluk beluk telaga ini rasanya
ada baiknya aku bertanya padanya...."
Puti Andini hendak beranjak keluar dari balik semak belukar. Namun niatnya serta
merta dibatalkan ketika melihat apa yang dilakukan Naga Kuning. Anak ini
memasukkan dua jari tangan kirinya ke dalam mulut. Saat itu juga dari mulutnya
keluar suara suitan keras dan panjang, tiga kali berturut-turut.
"Dia mengeluarkan suara suitan. Memberi tanda atau memanggil seseorang...?"
Belum selesai bertanya-tanya dalam hati tiba-tiba Puti Andini melihat sebuah
benda aneh berwarna kuning muncul di permukaan air telaga. Si gadis tak dapat
mengenali benda apa adanya. Karena selain jauh d; tengah, benda itu muncul hanya
sekejap lalu lenyap. Di saat bersamaan anak kecil berpakaian hitam yang tangan
kanannya dibalut dilihatnya lari ke arah telaga.
"Ah...." Puti Andini keluarkan seruan tertahan sewaktu melihat bagaimana laksana
melayang anak itu melesat di udara. Membuat gerakan berjungkir balik dua kali.
Lalu dalam, keadaan tegak lurus, tangan ke bawah kaki ke atas anak itu terjun ke
dalam Telaga Gajahmungkur.
Puti Andini melompat keluar dari balik semak-semak, berlari ke tepi telaga.
Untuk beberapa lamanya dia menunggu sambil memandang tak berkesip ke arah air
telaga yang beriak tempat Naga Kuning tadi menceburkan diri. Ditunggu sekian
lama si anak tidak muncul-muncul.
"Aneh..." pikir cucu Sabai Nan Rancak ini. "Mengapa anak itu tak muncul lagi"
Tak Liang Lahat Gajahmungkur 24
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
mungkin tenggelam. Kalau dia tidak bisa berenang tidak mungkin dia menceburkan
diri. Tapi dia bukan cuma sekedar pandai berenang. Dia mampu menyelam lama di dalam
air...." Puti Andini ingat pada Pedang Naga Suci 212 yang harus dicarinya di dasar
telaga. "Jangan-jangan anak itu murid seorang pandai yang mengetahui tentang adanya
senjata sakti di dasar telaga. Kalau aku tidak melakukan sesuatu jangan-jangan
bisa kedahuluan dan pedang sakti itu jatuh ke tangan orang lain. Tapi kalau aku
ikut menyelam, apa benar aku mampu berada lama di dalam air?"
Seperti diceritakan dalam Episode ke 3 (Lembah Akhirat) Puti Andini bertemu
dengan Sika Sure Jelantik. Tertipu oleh cerita yang dikarang si gadis, Sika Sure
Jelantik merasa kasihan dan akhirnya suka terhadap gadis itu. Lebih dari itu si
nenek lalu memberikan satu ilmu yang membuat Puti Andini mampu menyelam dan
berada di dalam air dalam waktu lama.
Namun sewaktu dia hendak menerjunkan diri ke dalam telaga yang luas itu si gadis
tertahan sesaat. Dia merasa bimbang apakah dia benar-benar mampu bertahan di
dalam air"
"Aku belum pernah mencoba sebelumnya. Kalau nenek itu menipuku seperti aku
menipunya, bakalan celaka diriku. Tapi kalau tidak terjun membuktikan sendiri
bagaimana mungkin aku tahu. Lagi pula tak ada jalan lain. Untuk mendapatkan
pedang sakti yang dikatakan Tua Gila aku memang harus masuk ke dalam telaga,
menyelam sampai ke dasarnya...."
Setelah menetapkan hati akhirnya cucu Sabai Nan Rancak itu terjun ke dalam
telaga. Sesaat kemudian dia telah berada di bawah permukaan air. Selain merasakan
kesejukan air telaga gadis ini juga merasakan beberapa keanehan. Di dalam air
yang redup temaram itu ternyata dia mampu melihat cukup jelas sampai beberapa
tombak di sekitarnya. Kemudian dia mampu bernafas melalui hidung tanpa air ikut
tersedot. Pasti inilah kehebatan ilmu, yang diberikan nenek bernama Sika Sure
Jelantik itu, pikir Puti Andini. Karena penglihatannya cukup terang Puti Andini
masih sempat melihat bayangan anak kecil berpakaian hitam tadi berenang menukik
menuju dasar telaga yang sangat dalam. Tanpa menunggu lebih lama Puti Andini
segera berenang mengikuti. "Aku pasti akan menemui kesulitan mencari Pedang Naga
Suci 212 itu. Lebih baik aku mengikuti anak itu lebih dulu.
Siapa tahu dia memberi petunjuk yang tidak terduga.... Aku yakin anak itu bukan
manusia sembarangan. Kalau tidak mana mungkin dia mampu berenang dan menyelam
sampai sedalam ini! Orang biasa akan pecah gendang-gendang telinganya, akan
kacau aliran darahnya dan bisa terhenti denyutan jantungnya!"
Naga Kuning menyelam menuju dasar telaga di sebelah timur. Tempat ini dipenuhi
tetumbuhan air serta batu-batu tinggi berbentuk aneh. Ikan-ikan berbagai warna
dan bentuk berkeliaran di sela-sela batu dan tetumbuhan. Air telaga terasa lebih
dingin dan keadaan semakin redup.
Naga Kuning melesat di antara celah dua dinding batu berwarna kehijauan tertutup
lumut tebal. Dia sampai ke bagian dasar telaga yang cekung sedalam satu depa,
membentuk lingkaran seperti sebuah piring besar. Di pertengahan lingkaran ada
sebuah batu hitam menyerupai kursi kecil. Dudukan kursi batu ini berbentuk
miring hingga siapa saja yang duduk di atasnya akan mendongak ke arah sebuah goa
batu berwarna putih. Ini adalah satu pemandangan luar biasa yang sulit
dipercaya. Di kedalaman hampir dua ratus tombak dari permukaan air, di dasar telaga itu
berdiri sebuah goa besar putih berkilauan. Bagian tengah goa yang merupakan
jalan masuk Liang Lahat Gajahmungkur 25
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
tertutup oleh satu dinding batu memancarkan hawa sangat dingin menggidikkan
serta sinar merah. Pada pertengahan dinding ada tulisan besar hitam berbunyi
"Liang Akhirat".
Keanehan yang tidak dapat dipecahkan oleh otak manusia ialah adanya dua buah
tiang batu setinggi bahu manusia di kiri kanan goa. Di atas masing-masing tiang
terdapat sebuah pendupaan dipenuhi bara api yang menyala serta menghamparkan
asap putih dan menebar harumnya bau kemenyan!
Dari balik dinding batu ini terdengar suara detakan-detakan aneh seolah detak
jantung makhluk raksasa yang sukar dibayangkan apa ada dan bentuknya. Demikian hebatnya suara detakan itu hingga dasar telaga
dan batu berbentuk kursi terasa bergetar terus-terusan. Selain itu pada saat-
saat tertentu terdengar suara desisan keras dari balik dinding batu penutup
mulut goa. Semua keanehan di dasar telaga itu seolah biasa-biasa saja bagi Naga Kuning. Ini
satu pertanda bahwa anak ini sudah sering dan terbiasa berada di tempat itu.
Namun satu hal wajahnya tampak diselimuti kecemasan.
Naga Kuning berenang cepat ke arah batu berbentuk kursi lalu duduk di atasnya.
Dia menatap ke arah dinding merah di mulut goa. Air mukanya membayangkan rasa
khawatir. Dalam keadaan seperti itu si anak perlahan-lahan pejamkan kedua matanya lalu
rangkapkan dua tangan di depan dada. Sikapnya seperti orang bersamadi. Tapi yang
sebenarnya tengah dilakukannya saat itu adalah mencoba mengadakan kontak atau
sambung rasa dengan seseorang di mana antara mereka berdua Saling terpisah di
dua alam yang berbeda.
Beberapa saat berlalu. Tiba-tiba tampak tubuh Naga Kuning bergetar keras.
Getaran ini bukan akibat getaran dasar telaga atau kursi batu yang didudukinya.
Tapi satu getaran aneh yang datang dari alam gaib dan menembus masuk ke dalam
tubuhnya. Naga Kuning buka ke dua matanya. Sepasang tangannya masih, diletakkan di atas
dada. Dia menatap tak berkesip ke arah goa putih. Lalu tampak mulutnya terbuka
menyusul terdengar suaranya berucap.
"Kiai.... Saya Naga Kuning datang menghadapmu...."
Ini satu lagi keanehan yang tak masuk akal. Seorang anak manusia bisa bicara di
Wiro Sableng 097 Liang Lahat Gajahmungkur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam air dan suaranya keras bergema seolah dia berada di dalam satu jurang di
daratan terbuka!.
* * * Liang Lahat Gajahmungkur 26
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TUJUH ada saat gema ucapan Naga Kuning sirna, dari balik dinding batu merah penutup
mulut goa terdengar dua desisan panjang disertai bunyi detakan keras seolah
dasar P telaga itu dihantam palu godam raksasa. Di antara suara-suara mengerikan
itu tiba-tiba terdengar suara lain.
"Anak manusia yang terlahir bernama Gunung, menjalani hidup sebagai Pangeran
terbuang, yang oleh sementara orang disebut sebagai Kiai Paus Samudera Biru,
yang oleh diriku sehari-hari dikenal dengan nama Naga Kuning alias Naga Cilik
alias Naga Kecil.
Ternyata kau masih punya keberanian datang menghadap. Tapi ingin aku tanyakan.
Apakah kau masih punya malu untuk datang ke tempat ini?"
Getaran di tubuh Naga Kuning semakin keras hingga kepalanya bergoncang-goncang.
Tangan kanannya yang patah sakit bukan main namun dia menguatkan diri untuk
tidak merasakannya. Paras anak berambut lurus kaku ini tampak berubah pucat
mendengar ucapan orang yang tidak kelihatan itu. Untuk beberapa lamanya dia tak
kuasa membuka mulut memberikan jawaban.
"Naga Kuning! Mulutmu terkancing! Hatimu terpaku! Apa kau sudah menyadari
kesalahanmu"!"
"Saya menyadari Kiai. Saya mohon maafmu dan minta ampun," jawab Naga Kuning.
"Itu salah satu sifat buruk manusia beradab. Membuat kesalahan dengan sengaja.
Lalu meminta maaf dan ampun! Coba kau katakan apa kesalahan yang telah kau
perbuat!" Tenggorokan Naga Kuning bergerak-gerak. Anak ini menelan ludahnya beberapa kali
baru menjawab. "Kesalahan saya adalah meninggalkan Telaga Gajahmungkur tanpa izin Kiai.
Meninggalkan Liang Lahat ketika diperintahkan untuk berjaga-jaga."
"Bagus! Kau tahu apa kesalahanmu! Sosokmu memang sosok anak kecil. Tapi apa kau
ingat berapa usiamu sebenarnya sampai hari ini"!"
Naga Kuning tercekat. Keningnya berkerut. Wajahnya yang bocah berubah jadi tua
karena berusaha keras mengingat-ingat.
"Kau tidak ingat lagi ketuaan dirimu Naga Kuning?"
"Saya ingat Kiai. Usia saya saat ini tidak kurang dari seratus dua puluh
tahun...."
Dari balik dinding batu merah penutup goa terdengar suara orang tertawa.
"Orang seusiamu sepantasnya berlaku bijaksana bertindak arif. Apa yang kau dapat
dari ketidakpatuhanmu itu Naga Kuning?"
"Saya... saya tidak mendapatkan apa-apa Kiai."
Kembali dari balik dinding menggema suara tawa.
"Yang kau dapat adalah kau kehilangan seruling saktimu. Yang kau dapat adalah
patah tangan kananmu! Bukan begitu Naga Kuning?"
"Ya, memang begitu Kiai...."
"Dan satu lagi. Kau telah membawa seseorang muncul di tempat ini sebelum
waktunya...!"
Naga Kuning memandang berkeliling. Dia tidak melihat siapa-siapa. Dibalik
ketidak mengertiannya anak ini menjawab.
"Saya datang ke sini seorang diri Kiai. Saya tidak membawa siapa-siapa."
Liang Lahat Gajahmungkur 27
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kau tidak percaya pada ucapanku. Nanti akan kau lihat sendiri.... Sekarang
terangkan apa saja yang kau lakukan di dunia luar sana. Siapa saja yang kau
temui...."
"Saya bertemu dengan beberapa tokoh rimba persilatan ternama Kiai. Seorang
pemuda mengaku bernama Utusan Dari Akhirat. Lalu Pendekar Kapak Maut Naga Geni
212 yang berada dalam musibah besar. Kehilangan ilmu silat dan kesaktiannya karena
dikabarkan berzinah dengan Ratu Duyung. Saya juga sempat melihat Ratu itu. Lalu
ada seorang sakti yang wajahnya selalu ditutupi cadar kuning. Saya juga bertemu
dan bentrokan dengan nenek sakti dari Pulau Andalas bernama Sabai Nan Rancak.
Dialah yang menciderai saya hingga patah tangan dan hampir menemui ajal kalau
tidak ditolong oleh Sinto Gendeng dan Kakek Segala Tahu. Di satu tempat saya
berada bersama Dewa Tuak dap Iblis Putih Ratu Pesolek. Hanya sayang saya tidak
melihat keduanya secara langsung...."
"Hemmm.... Cukup banyak para tokoh yang kau temui. Tapi kau belum mengatakan
anak gadis yang kau temui di atas kapal itu.... Padahal bukankah itu pangkal
sebab segala ketololanmu"!"
Paras Naga Kuning berubah merah. "Saya memang bertemu dengan cucu Sri Baginda
itu. Namanya Juminten...."
Orang di balik dinding batu tertawa bergelak.
"Cucu Sri Baginda itu kabarnya lucu dan cantik. Dia juga menyukai dirimu. Jangan
kau berbuat macam-macam Naga Kuning. Usia anak itu belum sepuluh tahun. Kau
walau kelihatan masih bocah sebayanya tapi usiamu sudah seratus dua puluh
tahun!" "Saya paham Kiai. Tak mungkin saya berbuat yang bukan-bukan...."
Orang yang dipanggil Kiai menghela nafas panjang.
"Naga Kuning, perbuatanmu menyalahi pesan dan perintah hampir membuat aku
kebobolan. Apa kau mengenali dua mayat ini?"
Terdengar suara berdesir. Dari balik goa putih muncul sosok seekor ikan besar
yang memiliki dua buah tanduk di bagian kepalanya. Di antara dua tanduk itu
terbujur bertindihan dua tubuh manusia. Satu berpakaian hitam, satunya
mengenakan pakaian merah. Kedua orang ini berusia lanjut dan berada dalam
keadaan kaku karena telah menjadi mayat.
Ikan besar yang membawa dua mayat di atas kepalanya berputar-putar di depan Naga
Kuning. Anak ini memperhatikan. Dengan cepat dia segera mengenali siapa adanya
ke dua orang itu.
"Saya mengenali siapa mereka Kiai. Yang baju hitam adalah Datuk Bonar. Dikenal
dengan julukan Iblis Penghujat Jiwa Dari Utara. Dia adalah salah seorang kaki
tangan Sutan Alam Rajo Di Bumi dari puncak Singgalang. Konon Sutan itu dicurigai
sebagai orang di belakang layar penyebab pembunuhan-pembunuhan atas diri para
tokoh silat belakangan ini. Kemudian mayat berbaju merah itu. Bukankah dia Nyi
Ulan Si Singa Betina Pedataran Bromo?"
"Betul.... Tapi apa kau tahu siapa dia adanya?" bertanya suara di balik batu
merah penutup mulut goa.
"Setahu saya dia adalah seorang nenek aneh yang selalu berpakaian seperti
lelaki. Berhati culas. Karena itu dia juga dijuluki Singa Betina Muka Seribu."
"Hanya itu yang kau ketahui...?"
"Hanya itu saja Kiai," jawab Naga Kuning.
"Akan kukatakan padamu apa yang aku ketahui. Nyi Ulan sesungguhnya adalah Liang
Lahat Gajahmungkur 28
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
kaki tangan Datuk Lembah Akhirat. Dia punya silang sengketa besar dengan Sutan
Alam Rajo Di Langit. Tapi karena maksud tertentu dia bersekongkol dengan Datuk
Bonar dan datang ke tempat ini. Ini satu pertanda bahwa agaknya antara orang di
puncak Singgalang dan penguasa Lembah Akhirat ada satu jalinan hubungan rahasia
yang pada saatnya karena pengaruh kepentingan bisa berubah menjadi bentrokan
besar. Beberapa hari lalu Datuk Bonar dan Nyi Ulan muncul di sini. Mencoba masuk
ke dalam Liang Lahat dengan cara membobol jalan rahasia. Mereka sempat masuk dan
mencapai Tangga Akhirat. Untung Naga Kembar mengetahui, menghalangi dan mengusir
mereka. Keduanya berusaha membunuh Naga Kembar. Tapi mereka dibunuh lebih dulu!"
Naga Kuning terdiam mendengar keterangan itu. Dia tahu bagaimana besar kesalahan
yang telah dibuatnya. Maka dia segera berucap. "Saya sangat menyesal Kiai.
Semua Itu terjadi karena perbuatan saya meninggalkan tempat ini. Karena itu
sekali lagi saya minta maaf dan mohon ampun." Sambil berkata Naga Kuning
memperhatikan ikan besar menyelinap pergi membawa dua mayat di atas kepalanya.
"Seingatku seumur hidupmu baru sekali ini kau berlaku tolol dan membuat
kesalahan. Jadi pada tempatnya kalau aku masih mau memberi maaf dan ampun
padamu. Di luar sana tentu dingin sekali. Apa kau ingin cepat masuk ke dalam Liang
Lahat?" "Kalau Kiai berkenan saya akan sangat berterima kasih. Saat ini saya merasa
seolah dipendam dalam lobang es saking dinginnya."
Saat itu juga terdengar suara berdesing. Kursi batu yang diduduki Naga Kuning
berputar laksana gasing. Lalu seperti dilontarkan, tubuh Naga Kuning melesat ke
atas ke arah goa batu putih. Bersamaan dengan itu dinding batu merah yang
mengeluarkan hawa aneh terbuka sedikit. Tubuh Naga Kuning melesat melewati celah
sempit. Sesaat kemudian dinding batu itu menutup kembali. Naga Kuning lenyap tak
kelihatan lagi.
* * * Liang Lahat Gajahmungkur 29
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DELAPAN uti Andini yang berusaha mengejar Naga Kuning membuat gerakan mengapung di dalam
air. Dia memandang berkeliling. DI kiri kanan dan sebelah belakang tidak P
tampak apa-apa kecuali ikan-ikan kecil berenang kian kemari. Lalu di sebelah
depan, menghalangi pengejarannya menjulang dinding batu serta tumbuhan air.
"Kemana lenyapnya anak itu?" pikir Puti Andini. Dia sengaja menunggu sambil
mengawasi keadaan sekitarnya. Namun si anak tidak kunjung muncul. "Aku sudah
sampai di dasar telaga. Daripada mencari anak itu lebih baik mulai menyelidik
dimana beradanya Pedang Naga Suci 212. Sampai saat ini aku tidak merasa apa-apa.
Tapi bukan mustahil terjadi sesuatu yang membuat diriku tidak bisa bertahan
lebih lama di dasar telaga ini...."
Memikir sampai di situ maka Puti Andini segera mulai memeriksa dasar telaga di
sekitarnya. Mencari sebuah benda yang belum pernah dilihatnya sebelumnya di
dasar telaga yang begitu luas, dingin redup bukan satu pekerjaan mudah. "Jangan-
jangan aku harus menjelajahi dasar telaga ini sampai puluhan hari. Apa aku
sanggup bertahan sekian lamanya?" pikir si gadis dengan perasaan bercampur
bimbang. Walau Sika Sure Jelantik sebelumnya memberi tahu bahwa dengan ilmu yang
diberikannya gadis itu sanggup berada di dalam air untuk jangka waktu 100 hari
namun Puti Andini tetap saja merasa was-was. Di atas telaga sang surya mulai
redup menuju ufuk tenggelamnya. Di dalam Telaga Gajahmungkur, apalagi jauh di
dasarnya keadaan menjadi lebih redup. Kemana-mana memandang Puti Andini hanya
melihat kegelapan.
"Pasti saat ini matahari telah tenggelam. Tak mungkin meneruskan mencari senjata
sakti itu. Aku harus naik ke daratan...." Ketika dia muncul di permukaan telaga
hari memang telah gelap karena sang surya telah tenggelam. Malam telah turun.
Dalam keadaan pakaian basah kuyup serta tubuh terasa dingin Puti Andini duduk di
tepi telaga. Tanpa diketahuinya ada dua pasang mata mengintipnya. Sepasang di
sebelah timur, sepasang lagi di sebelah barat
"Pedang Naga Suci 212..." desis si gadis. "Sebilah pedang mustika sakti walaupun
berada dalam sarungnya biasanya akan memancarkan cahayanya. Kalau senjata itu
benar berada di dasar telaga, dalam gelap cahayanya akan jelas terlihat. Besok
akan kuteruskan lagi menyelam. Tapi sebaiknya aku membatasi diri sampai dua atau
tiga hari saja. Kalau tidak bertemu juga perlu apa menghabiskan waktu" Atau
sebaiknya aku menunggu saat perjanjian dengan Tua Gila?" Seperti diceritakan
dalam Episode ke 3 (Lembah Akhirat) Puti Andini dan Tua Gila membuat perjanjian
bahwa mereka akan bertemu di pinggiran timur Jelaga Gajahmungkur pada bulan
purnama 14 hari yang akan datang. "Hari empat belas bulan purnama hanya tinggal
delapan hari dimuka. Aku bisa menunggu. Tapi aku khawatir dalam waktu itu
sesuatu bisa saja terjadi. Mungkin Wiro akan menemui celaka. Mungkin juga Tua
Gila marah besar padaku karena aku menantinya dan tidak berusaha mencari sendiri
senjata sakti itu...."
Berbagai pikiran membuncah kepala Puti Andini. Dari telaga bertiup angin keras.
"Ah, dingin sekali udara di sini. Sebaiknya aku bersalin pakaian dulu...."
Puti Andini melangkah ke tempat di mana dia sebelumnya meninggalkan bungkusan
perbekalannya. Dalam gelap dia membuka kain penutup kepalanya. Tak lupa dia
menanggalkan kumis palsunya. Lalu karena menganggap tempat itu sepi tak ada
orang Liang Lahat Gajahmungkur 30
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
lainnya apa lagi keadaan gelap maka enak saja gadis ini menanggalkan pakaiannya.
Sewaktu dia baru saja mengenakan celana panjang ringkas warna merah sementara
tubuhnya di bagian atas tidak tertutup apa-apa tiba-tiba satu tangan memegang
bahunya. Puti Andini terkejut setengah mati. Lupa akan keadaannya gadis ini hendak memaki
marah, membalikkan tubuh untuk menghantam orang yang berada di belakangnya.
Namun satu tangan yang kokoh lebih dulu menekap mulutnya. Lalu ada satu suara
berbisik. "Jangan mengeluarkan suara. Lekas kenakan bajumu. Ada orang mengintipmu di
sebelah timur sana."
Puti Andini membuka matanya besar-besar di dalam gelap. Tadinya dia hendak
menggigit tangan yang menekap mulutnya. Namun dia rasa-rasa mengenali suara
orang itu. Ketika dia lebih memperhatikan baru dia mengenali siapa adanya orang yang
merangkulnya saat itu.
"Panji..." bisik Puti Andini.
Tiba-tiba si gadis ingat akan keadaan tubuhnya yang polos di sebelah atas.
Secepat kilat dia melompat ke balik semak belukar sambil menutupi dadanya yang
putih dan kencang, wajahnya merah karena malu.
Orang yang muncul di tempat itu adalah Panji alias Datuk Pangeran Rajo Mudo.
Pemuda ini membungkuk mengambil baju merah milik Puti Andini yang tergeletak di
dalam bungkusan lalu dilemparkannya pada si gadis seraya membuat tanda dengan
gerakan tangan agar si gadis jangan mengeluarkan suara dan cepat mengenakan baju
itu. Sesaat setelah Puti Andini selesai mengenakan baju merahnya Panji segera
menyelinap ke balik semak belukar.
"Kau telah berlaku kurang ajari Kau berani mengintipku!" Dampratan menyambut
Panji begitu dia berada di hadapan Puti Andini.
"Jangan salah menduga," bisik si pemuda. "Aku tidak bermaksud kurang ajar. Aku
terpaksa melakukah hal itu karena di sebelah sana ada seseorang mengintip dan
mengawasi gerak gerikmu."
"Aku tidak percaya! Kau mengarang cerita!"
"Sssttt.... Jangan bicara keras-keras. Kalau kau tidak percaya mari kita sama-
sama menyelidik ke sekitar semak belukar di sebelah sana..." kata Panji pula.
Lalu pemuda ini hunus pedangnya seraya memberi isyarat pada Puti Andini untuk
mengikutinya. Keduanya berjalan beriringan ke arah timur tepian Telaga
Gajahmungkur. Mereka melewati beberapa pohon besar lalu sampai ke balik
serumpunan semak belukar di dekat sederetan pohon bambu hijau.
"Orang yang mengintai itu tadi kulihat berada di sini. Tapi sekarang tak ada
lagi. Mungkin dia telah melarikan diri atau masih mendekam di sekitar sini...." Panji
berkata sambil memandang berkeliling.
"Aku tidak percaya padamu! Kau lagi-lagi mengarang cerita! Kau tadi sengaja
mengintipku lalu mengelak diri dengan pura-pura mengatakan ada orang lain
mengintipku! Sungguh keji perbuatanmu!"
"Puti, aku bersumpah tidak berbuat keji padamu. Aku tadi benar-benar melihat ada
seseorang mengendap-endap memperhatikanmu di tempat ini...."
"Dusta busuk!" maki Puti Andini seraya membalikkan tubuh.
"Tunggu.,.!" seru Panji. "Aku mencium bau sesuatu...." Pemuda ini menghirup
udara dalam-dalam. Si gadis kembali hendak mendamprat. Namun saat itu hidungnya
memang Liang Lahat Gajahmungkur 31
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
membaui sesuatu. Bau wangi semerbak.
"Kau lihat..." bisik Panji. "Di tempat ini tak ada bunga tumbuh, tak ada pohon
Wiro Sableng 097 Liang Lahat Gajahmungkur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
harum. Bau harum yang kita cium adalah bau wewangian. Berarti yang barusan berada di
tempat ini dan mengintipmu adalah seorang perempuan!"
"Mana ada perempuan mengintip perempuan! Kau hanya hendak membela diri saja!"
"Bisa saja. Kalau dia punya maksud sesuatu terhadapmu," tangkis Panji.
Dalam gelap Puti Andini jadi terdiam. Sepasang matanya masih memandang besar dan
galak pada pemuda di hadapannya itu. Tiba-tiba dia melihat noda darah di pakaian
hijau dan pipi pemuda ini. Bagaimanapun marahnya cucu Sabai Nan Rancak ini pada
si pemuda namun dia menyadari bahwa pemuda ini pernah menyelamatkan jiwanya
(baca Lembah Akhirat) Lain dari itu sejak pertemuan mereka pertama kali, apapun
beban pikiran dan beban hati yang dirasakannya Puti Andini selalu terkenang pada
pemuda ini. Sebaliknya walau ada rasa suka dalam diri Panji terhadap Puti Andini tapi
sesungguhnya hati pemuda ini sudah tertawan pada Anggini, murid Dewa Tuak.
"Aku melihat noda darah di wajah dan pakaianmu. Aku juga memperhatikan setiap
kau menarik nafas kau seperti menahan sakit...."
"Ada satu peristiwa besar..." jawab Panji. Lalu diceritakannya bentrokan hebat
yang terjadi antara Ratu Dayung, Utusan Dari Akhirat, Pendekar 212 Wiro Sableng
serta Dewa Sedih. "Saat itu aku berada di sana. Ikut kebagian rejeki dihantam
hawa ganas letusan pukulan-pukulan sakti yang saling berbenturan satu sama
lain." "Celaka dunia persilatan kalau Dewa Sedih telah jadi kaki tangan Datuk Lembah
Akhirat," kata Puti Andini pula. Lalu dia bertanya. "Kau tahu dimana beradanya
Pendekar 212 Wiro Sableng sekarang?"
"Tak dapat kupastikan. Aku meninggalkannya ketika tempat itu masih dilanda
pertempuran dan muncul seorang kakek gendut yang suara ketawanya seolah mau
meruntuhkan langit. Entah mengapa saat itu aku teringat padamu. Lalu aku pergi
begitu saja. Mungkin tidak sepantasnya aku berbuat begitu namun aku lebih
mementingkan niat menolongmu mencari batu mustika yang menurutmu ada di dasar
telaga ini dan sangat penting bagimu."
Hampir tertawa si gadis mendengar ucapan Panji itu. Dia ingat dulu waktu bertemu
pertama kali dengan Panji dia menceritakan bahwa dia bermaksud pergi ke Telaga
Gajahmungkur untuk mencari sebuah batu mustika. Panji ingin sekali menolong
karena dia mempunyai kepandaian berenang dan menyelam. Namun saat itu Puti
Andini menolak untuk pergi bersama-sama. Ternyata sekarang dia bertemu lagi
dengan pemuda ini.
"Apa kau telah menemukan batu yang kau cari itu?" tanya Panji.
Puti Andini menggeleng.
"Aku akan menolongmu. Besok pagi-pagi begitu matahari terbit aku akan menyelam
ke dasar telaga mencari batu itu...."
"Terima kasih. Aku tidak mau merepotkanmu. Aku bisa mencarinya sendiri," kata
Puti Andini pula.
"Agaknya ada sesuatu yang membuatmu keberatan menerima pertolonganku?"
tanya Panji dengan nada agak kecewa.
"Hemm.... Kalau kau memaksa baiklah. Kita tunggu saja sampai pagi...."
"Ada satu hal yang ingin aku tanyakan padamu Puti. Mengenai diri orang bernama
Wiro Sableng. Apakah dia seorang pemuda sepertiku atau seorang kakek-kakek. Lalu
Liang Lahat Gajahmungkur 32
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
apakah Wiro Sableng itu orangnya sama dengan Pendekar 212?"
"Pertanyaanmu aneh. Wiro Sableng seorang pemuda sebayamu. Pendekar 212 adalah
julukannya dalam rimba persilatan. Memangnya ada apa?"
"Aneh..." ujar Panji. "Kalau begitu siapa sebenarnya kakek yang datang ke pulau
tempo hari...?"
"Kakek yang mana maksudmu?" tanya si gadis.
Panji lalu menerangkan tentang ciri-ciri orang tua itu. Tak lupa dia menerangkan
tentang jenazah anak kecil yang dimakamkan di pulau yaitu Malin Sati murid
tunggal Tua Gila yang mati dibunuh Datuk Angek Garang.
"Kalau orang tua itu yang kau maksudkan, aku hampir pasti dia adalah Tua Gila.
Kakekku sendiri!"
"Kakek bagaimana maksudmu?"
"Aku adalah cucu Tua Gila!"
Terkejutlah si pemuda mendengar kata-kata Puti Andini. "Kalau dia memang kakekmu
dan kau adalah cucunya, terima hormatku untukmu..." kata Panji seraya membungkuk
yang membuat Puti Andini tertawa.
"Kau tahu dimana aku bisa menemui kakekmu itu?" tanya Panji.
"Dia sulit dicari. Tapi jika kau mau bersabar menunggu sampai beberapa hari
dimuka, sesuai janjinya denganku dia akan muncul di tempat ini."
"Kalau begitu sampai kapan pun aku akan menunggu di tempat ini," kata Panji
pula. Baru saja Panji berkata begitu tiba-tiba berkelebat satu bayangan disertai
menghamburnya bau wangi sekali.
Panji yang hendak duduk di tepi telaga cepat bangkit berdiri seraya mencabut
pedang sedang Puti Andini siapkan pukulan jarak jauh mengandung tenaga dalam
tinggi. "Tahan! Aku datang sebagai sahabat!" Orang yang tegak di seberang sana berseru.
Ternyata suaranya menandakan dia adalah seorang perempuan.
Puti Andini yang rasa-rasa pernah mengenali orang itu bergerak maju. "Bukankah
kau gadis yang disebut dengan julukan Bidadari Angin Timur" Ingat, kita pernah
bertemu di Pengandaran?"
Gadis di hadapan Puti Andini mengangguk. Gadis ini mengenakan pakaian hijau
tipis, berparas cantik sekali. Tubuh dan pakaiannya menebar bau harum semerbak.
Dia ternyata memang adalah Bidadari Angin Timur.
"Aku gembira kau mengenaliku. Bukankah kau gadis dari seberang bernama Puti
Andini yang dijuluki Dewi Payung Tujuh yang hebat itu?"
"Ah...." Puti Andini salah tingkah karena tidak begitu senang dipuji begitu
rupa. "Tunggu!" tiba-tiba Panji maju dua langkah ke hadapan Bidadari Angin Timur.
"Aku mengenali harum wewangianmu. Bukankah kau tadi orang yang mengintip di
balik semak-semak sebelah sana?"
Bidadari Angin Timur tertawa. Dua lesung pipit muncul di pipinya kiri kanan.
"Aku mengintip bukan apa-apa. Aku harus berhati-hati sebelum tahu apakah kalian
ini kawan atau lawan. Rimba persilatan kini dilanda berbagai keanehan yang
mendatangkan maut; Orang-orang Lembah Akhirat bertebaran di mana-mana. Apalagi
tempat ini tidak jauh dari markas mereka. Aku ingin menanyakan seseorang pada
kalian. Tadi aku sudah mendengar sesuatu dari pemuda ini. Tapi kurang jelas...."
"Hemm, siapa yang ingin kau tanyakan?"
Liang Lahat Gajahmungkur 33
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Pemuda bernama Wiro Sableng. Menurutmu terjadi bentrokan besar di satu tempat.
Di mana kejadiannya berlangsung?"
"Di utara Teluk Parangtritis. Di satu kelokan jalan kira-kira sepenanakan nasi
jauhnya dari sini..." jawab Panji mengira-ngira.
"Apa yang terjadi di sana?"
"Tiga orang berkepandaian tinggi terlibat dalam satu pertempuran. Mereka adalah
Dewa Sedih, Utusan Dari Akhirat serta Ratu Dayung. Wiro sendiri tidak ikut
bertempur. Tapi seperti diriku, dia juga mengalami cidera sewaktu tiga pukulan sakti beradu
di udara lalu bertabur menghantam sekelilingnya...."
"Kau tidak tahu pasti apa yang terjadi dengan pemuda itu?" tanya Bidadari Angin
Timur. Sejak tadi wajahnya tampak berubah pucat.
"Tidak dapat kupastikan. Aku buru-buru pergi. Aku tak bisa berbuat apa-apa
menghadapi orang-orang berkepandaian tinggi itu. Aku terpaksa menyelamatkan diri
dan menghindarkan keterlibatan lebih jauh. Selain itu aku harus mencari gadis
sahabatku ini."
"Hemmm...." Bidadari Angin Timur melirik ke arah Puti Andini. "Terima kasih atas
keteranganmu. Aku harus segera pergi...." Gadis cantik itu lalu berkelebat
lenyap dalam kegelapan.
"Agaknya ada satu hubungan akrab antara gadis tadi dengan Pendekar 212 Wiro
Sableng..." kata Panji. "Dia tampak sangat mencemaskan pemuda itu."
"Dugaanmu bisa jadi betul. Tapi mungkin saja dia sengaja mencuri dengar
percakapan kita tadi...."
"Untuk apa?" tanya Panji.
Puti Andini tak segera menjawab. Diam-diam dia merasa khawatir kalau Bidadari
Angin Timur yang berkepandaian tinggi itu telah mengetahui adanya senjata sakti
Pedang Naga Suci di tempat itu lalu berusaha menyirap kabar mencari keterangan
lebih jelas. "Aku justru melihat sesuatu yang lain." jawab Panji. "Gadis itu sepertinya punya
satu ganjalan yang merisaukan hatinya...."
"Ah, kau bisa-bisanya ngomong!" tukas Puti Andini. "Kalau aku melihat dan
menduga gadis tadi diam-diam mencintai Pendekar 212.... Bagaimana dengan kau.
Apakah kau pernah mencintai seorang gadis?"
Panji terkesiap mendengar pertanyaan yang tidak terduga ini. "Kau sendiri
bagaimana?" Akhirnya Panji balik bertanya. "Apa kau pernah jatuh cinta atau
sudah pernah bercinta?"
Kini Puti Andini yang menjadi bungkam dengan muka merah.
* * * Liang Lahat Gajahmungkur 34
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEMBILAN ang Surya belum lama terbit. Di dalam telaga Gajahmungkur dua orang tampak
berenang menuju dasar telaga. Keduanya adalah Puti Andini dan Panji. Si pemuda
Smerasa kagum dan terheran-heran ketika melihat bagaimana gadis yang menyamar
sebagai pemuda berkumis kecil itu memiliki kemampuan berenang dan menyelam luar
biasa. Seperti diketahui selama hidup di Pulau Sipatoka berenang dan menyelam
jauh ke dalam laut adalah pekerjaan yang sering dilakukannya. Sehingga dia
memiliki kemampuan menyelam selain dalam juga sanggup bertahan lama. Namun
sekali ini dia merasa heran ketika baru menyelam pada kedalaman lima puluh
tombak ke dua telinganya mengiang sakit. Hidungnya menjadi pedas, matanya perih
dan dadanya terasa mendenyut sakit. Di bawah sana Puti Andini dilihatnya menukik
terus menuju dasar telaga yang masih seratus lima puluh tombak jauhnya!
"Ada yang tidak beres di telaga ini. Masakan baru menyelam sejauh ini aku merasa
letih dan sekujur tubuhku mendenyut sakit..." pikir Panji. Pemuda ini menjadi
malu sendiri. Sebelumnya berulang kali dia mengatakan akan menolong Puti Andini mencari batu
di dasar telaga. Tapi ternyata baru menyelam seperempat bagian saja dari
kedalaman telaga dia mulai megap-megap.
Panji mencoba bertahan dan berusaha mengejar Puti Andini. Dia memaksakan terus
menyelam menuju dasar telaga. Tapi sia-sia belaka. Bukan saja dia tidak mampu
mengejar gadis itu malah denyutan di dada dan kepalanya semakin keras. Degup
jantungnya seolah mau pecah. Darah mengucur dari hidung dan pinggiran matanya.
Panji menyerah. Pada kedalaman tujuh puluh tombak dia berjungkir balik dalam air
laju berenang naik ke atas kembali. Sekujur tubuhnya terasa sakit dan tulang-
tulangnya seolah bertanggalan. Panji berenang menuju tepian telaga. Hanya sesaat
lagi dia akan sampai di daratan tiba-tiba ada sebuah benda menyusup di balik
punggung pakaiannya. Lalu tubuhnya terasa disentakkan.
Di lain kejap pemuda ini dapatkan dirinya terlontar ke udara setinggi empat
tombak lalu jatuh bergedebukan di pinggir telaga.
Untuk beberapa lamanya pemuda itu terkapar tertelungkup di tanah. Darah makin
banyak mengucur dari hidungnya. "Apa yang terjadi dengan diriku...?" Panji masih
bisa berpikir lalu palingkan kepalanya ke kanan ketika didengarnya ada suara
orang melangkah mendekatinya.
Kalau saja saat itu malam hari niscaya Panji mengira bahwa yang mendatanginya
adalah setan pelayangan atau hantu rimba belantara. Seorang nenek berjubah hitam
melangkah terbungkuk-bungkuk ke arahnya. Mukanya yang keriputan kotor bukan saja
berselimut debu tapi juga ada noda-noda darah yang telah mengering. Rambutnya
putih panjang riap-riapan menutupi sebagian wajahnya yang bulat. Sepuluh jarinya
yang tersembul dari balik lengan jubah tampak berkuku panjang dan hitam. Namun
tangan kanannya berwarna merah pekat Sampai sebatas pergelangan.
Tepat di samping Panji nenek ini hentikan langkahnya. Kaki kirinya diletakkan di
atas kepala Panji lalu ditekan hingga pemuda ini mengerang kesakitan.
"Pemuda banci beranting emas, apakah kita pernah bertemu.... Apakah kau kenal
siapa diriku?" Kembali si nenek tekankan kakinya ke kepala si pemuda hingga
erangan Panji semakin keras.
Liang Lahat Gajahmungkur 35
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"A... aku tidak kenal siapa dirimu Nek. Rasa-rasanya.... Aduh! Aku mohon kau
turunkan kakimu dari kepalaku...."
"Kalau bicara jangan diputus! Ayo katakan rasa-rasanya apa"!" Bentak si nenek.
Kakinya tetap saja menekan kepala orang.
"Aku tidak kenal dirimu. Rasa-rasanya aku juga tidak pernah bertemu dirimu Nek.
Aku mohon..."
"Hemmm.... Benar begitu?"
"Benar Nek," jawab Panji menahan sakit. Tangan ..kanannya bergerak ke pinggang.
Maksudnya hendak menjangkau pedangnya. Tapi gerakannya terlihat oleh si nenek.
"Teruskan gerakanmu mengambil pedang. Kakiku sudah siap menghancurkan batok
kepalamu!"
Mau tak mau Panji terpaksa batalkan niatnya.
"Jangan kau berani macam-macam anak muda! Siapa kau punya nama dan mengapa
berada di tempat ini. Aku tahu kau barusan keluar dari dalam telaga! Apa yang
kau kerjakan dalam telaga itu nah"!"
Panji berlaku cerdik. Sejak pertama kali melihat dia sudah mengira nenek satu
ini bukan manusia berhati baik, Maka dia tidak mau menceritakan apa yang
sebenarnya dilakukan.
"Aku hanya mandi-mandi Nek. Menyegarkan diri sambil menyelam beberapa kali...."
"Jangan dusta! Aku tahu kau mencari sesuatu di dasar telaga!" bentak si nenek.
"Tidak, aku tidak mencari apa-apa. Telaga ini dalam luar biasa. Mana mungkin aku
sanggup menyelam sampai ke dasar."
"Hemm...." Si nenek memandang berkeliling. "Kau sendirian di tempat ini?"
"Benar Nek, aku cuma sendirian...."
Untung saja buntalan milik Puti Andini terletak di balik semak belukar sehingga
si nenek tidak melihat.
"Kau orang aneh. Mengenakan anting tapi cuma satu. Kau ini banci atau setengah
gila...." "Anggap saja begitu. Terserah apa maumu Nek. Tapi tolong turunkan kakimu....
Kepalaku rasanya mau pecah!"
Si nenek tertawa mengekeh. "Dengar, namaku Sika Sure Jelantik. Aku datang dari
Lembah Akhirat!' Kau dengar" Lembah Akhirat!"
"Aku dengar Nek..." jawab Panji.
"Bagus! Jadi jangan berani macam-macam. Sekarang jawab pertanyaanku! Sudah
berapa lama kau berada di telaga ini"!"
"Ba... baru pagi ini Nek. Aku dalam perjalanan menuju Gunung Lawu. Kemalaman di
jalan lalu pagi ini mandi di telaga. Aku...."
"Jangan nyerocos terus!" bentak Sika Sure Jelantik yang kini ternyata telah
menjadi kaki tangan Datuk Lembah Akhirat. "Selama berada di tempat ini apa kau
pernah melihat seorang gadis berpakaian merah, berkulit putih dan berparas
cantik?" "Siapa nama gadis Itu Nek?" tanya Panji.
"Ah itulah sialannya! Aku tidak tahu nama anak
itu!" "Dia menanyakan Puti Andini," kata Panji dalam hati. "Tidak Nek, Aku tidak
melihat siapapun di tempat ini. Apa hubunganmu dengan gadis itu Nek?"
Liang Lahat Gajahmungkur 36
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Apa perdulimu" Dia bukan anakku, bukan cucuku. Tak ada sangkut darah. Tapi aku
suka padanya!"
"Jangan-jangan kau punya cucu seorang pemuda yang ingin kau jodohkan dengan
gadis cantik itu" Betul Nek?"
Mula-mula Sika Sure Jelantik hendak mendamprat marah mendengar kata-kata Panji
itu. Tapi kemudian dia tertawa terbahak-bahak. "Bagaimana aku bisa punya cucu.
Punya laki saja tidak pernah! Hik... hik... hik!"
"Ah melihat raut wajahmu, aku yakin di masa muda kau adalah seorang gadis
Wiro Sableng 097 Liang Lahat Gajahmungkur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cantik. Aku tidak percaya kalau tidak ada laki-laki yang jatuh hati padamu," kata Panji
pula. Tampang si nenek bersemu merah. Entah jengah entah senang dipuji. Lalu terdengar
tawanya cekikikan. "Anak muda, aku yang sudah tua saja berani kau rayu dengan
pujian. Apalagi terhadap gadis. Lagak dan sikapmu tentu sejuta puji sejuta rayuan! Dasar
laki-laki! Apa kau kira aku akan melepaskan injakanku di kepalamu!" Si nenek lantas
keraskan injakan kaki di muka Panji hingga kembali pemuda ini mengerang
kesakitan. Sepasang mata Sika Sure Jelantik menatap ke arah pertengahan telaga seolah
hendak menembus sampai di bawah permukaan air.
"Sayang aku ada tugas dan kepentingan lain. Kalau tidak rasanya aku perlu
menyelidik sampai ke dasar telaga ini. Gadis yang kutemui tempo hari itu apakah
dia telah mendapatkan batu hitam untuk mengobati ibunya" Jika bertemu akan
kuajak dia menjadi anggota Lembah Akhirat." Si nenek termenung sesaat. Dia
memandang pada pemuda yang mukanya masih diinjaknya lalu bertanya. "Anak mudai
Kau belum memberi tahu namamu!"
"Namaku Panji Nek...."
"Panji. Panji apa" Panji Semirang, Panji Kemong atau Panji Banci...!" Si nenek
cekikikan. Tanpa menunggu jawaban Panji dia lalu tinggalkan tempat itu.
Kita tinggalkan dulu Panji yang mencoba bangkit dan duduk menjelepok di tanah
sambil pegang! mukanya yang sakit bekas diinjak. Mari kita ikuti Puti Andini
yang menyelam ke dasar telaga Gajahmungkur. Dia meluncur ke bawah tepat di
tempat kemarin dia kehilangan jejak Naga Kuning. Rencananya semula hendak
menyelidik bagian dasar telaga yang lain dibatalkan karena lenyapnya si bocah
menjadi satu tanda tanya besar baginya.
* * * Liang Lahat Gajahmungkur 37
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEPULUH ntuk beberapa lamanya Puti Andini berenang mondar-mandir di sepanjang dinding
batu berlumut di dasar Telaga Gajahmungkur. "Anak itu lenyap 'di sini. Hanya ada
U dua kemungkinan. Dia dilahap ikan atau binatang buas. Atau. menyelinap masuk
ke satu tempat. Berarti ada lobang atau jalan rahasia di sekitar sini...."
Kembali Puti Andini memperhatikan keadaan di sekitarnya. Serombongan ikan
sebesar telapak tangan berenang di sekitar dinding batu. Lalu menyelinap di
balik tumbuhan air. Ditunggu-tunggu binatang Ini tidak kunjung .muncul. Puti
Andini berenang mendekati tumbuhan lebat itu. Air telaga di tempat itu dingin
luar biasa. Dengan tangan gemetar Puti Andini menyibakkan tanaman tersebut. Dia
berdebar ketika melihat di balik tanaman yang tersibak ada sebuah celah
sepemasukan tubuh manusia.
"Mungkin anak itu lolos lewat celah batu ini," pikir Puti Andini. "Aneh,
bagaimana pun tingginya dinding batu ini mengapa aku tidak melihat ujungnya di
sebelah atas?"'
Cucu Tua Gila ini berenang mendekati celah lalu mengintai lewat celah itu ke
bagian dinding di sebelah belakang. Matanya terpentang lebar ketika melihat ada
cahaya putih di kejauhan.
"Aneh, cahaya apa itu?" Si gadis bertanya-tanya dalam hati. Dia mengintai sekali
lagi lewat celah lalu berenang lebih ke atas. Kepalanya disorongkan. Maksudnya
hendak lolos lewat celah itu tapi terhalang pada bagian bahu. Puti Andini
membalikkan dan memutar tubuhnya berulang kali hingga akhirnya bahunya bisa
lolos. Namun untuk kedua kalinya tubuhnya tertahan pada bagian pinggulnya yang
besar. Ketika dipaksakan, pinggul celananya robek sampai ke paha. Dalam keadaan
seperti itu Si gadis tidak lagi memperhatikan keadaan pakaiannya. Begitu lolos
lewat celah Puti Andini tidak segera berenang menuju arah cahaya putih. Baginya
sesuatu keanehan di dalam air bisa saja mengandung bahaya yang dapat
mencelakakan. Gadis ini terlebih dulu memandang berkeliling. Hanya beberapa
tombak di bawahnya dia melihat dasar telaga berbentuk aneh.
Dasar telaga mencekung sedalam satu depa, membentuk lingkaran seperti piring
besar. Di pertengahan cekungan ada sebuah kursi terbuat dari batu.
"Ada kursi, berarti ada yang pernah duduk di situ. Siapa...?" membatin Puti
Andini. Diperhatikannya lagi kursi itu tanpa berani mendekati. Baru kemudian disadarinya
bahwa kursi batu itu berukuran kecil. Orang dewasa bertubuh besar tak mungkin
muat duduk di situ. "Mungkin itu kursi anak yang tadi aku lihat di tepi telaga?"
pikir si gadis. Kini dia memandang ke depan ke arah cahaya putih. Perlahan-lahan
Puti Andini berenang mendekati cahaya itu.
Setelah berenang sejauh lima belas tombak gadis ini tercengang heran ketika
melihat cahaya putih itu ternyata adalah sebuah goa batu besar yang memancarkan
warna putih menyilaukan. Bagian yang seharusnya merupakan pintu atau mulut goa
tertutup oleh dinding batu berwarna merah. Di sini ada sebaris tulisan. Dari
arah dinding ini memancar hawa aneh disertai pantulan cahaya merah yang sangat
dingin seolah menggiris tulang. Puti Andini menggigil menahan dingin. Lalu ada
gelombang angin menerpa ke arahnya.
Membuat Puti Andini terjungkir balik di dalam air dan kain pengikat kepalanya
tanggal hingga rambutnya terlepas riap-riapan.
Puti Andini berusaha menabahkan diri walau sekujur tubuhnya saat itu terasa
dingin Liang Lahat Gajahmungkur 38
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
dan bergetar. Tiba-tiba hidungnya mencium bau kemenyan santar sekali. Tengkuk si
gadis jadi merinding. Dengan menguatkan hati dan beranikan diri dia berenang
mendekati goa batu putih agar bisa membaca apa yang tertera di dinding batu
tersebut. "Liang Akhirat." Mulut Puti Andini bergetar ketika membaca tulisan yang tertera
di dinding merah. Lalu sepasang matanya membentur pandangan aneh lainnya. -Yakni
dua buah tiang yang terletak di kiri kanan goa putih. Di atas kedua tiang itu
ada dua buah pendupaan berisi bara menyala yang mengepulkan asap putih menebar
bau kemenyan. "Aneh, benar-benar aneh. Bagaimana di dalam air ada dua pendupaan dengan bara
menyala. Lalu ada kepulan asap dan menebar bau kemenyan. Sampai matipun aku tak
bisa percaya kalau tidak melihat sendiri. Tempat apa ini" Liang Akhirat" Ada
akhirat di dasar telaga" Apa ada sangkut pautnya dengan Lembah Akhirat" Jangan-
jangan aku telah kesasar ke Lembah Akhirat!"
Puti Andini memandang berkeliling. Dia kembali bertanya-tanya. "Dimana
tersembunyinya Pedang Naga Suci 212" Dimana beradanya anak berpakaian hitam
kemarin?" Tiba-tiba Puti Andini mendengar suara berdesis disertai detakan-detakan keras
yang menggetarkan dasar telaga serta membuat air di sekelilingnya bergelombang.
Dia tidak dapat memastikan suara apa adanya namun diketahui suara-suara itu
datang dari dalam goa putih, dari balik pintu atau dinding batu merah yang
menjadi penutup goa.
"Satu-satunya jawaban pertanyaan yang ada dalam diriku terdapat di balik batu
merah itu. Bagaimana aku bisa menerobos masuk ke dalam goa?" Sambil berpikir
Puti Andini berenang mendekati goa putih. Sesekali dia berpaling ke belakang,
memandang ke arah kursi batu di legukan dasar telaga berbentuk lingkaran.
Sementara itu di dalam goa sesaat setelah Puti Andini menerobos lewat celah batu
terjadi percakapan antara Naga Kuning dengan suara tanpa sosok.
"Naga Kuning, sebentar lagi dari tempat ini kau akan melihat kemunculan orang
yang kukatakan kemarin. Buka matamu lebar-lebar...."
Dari tempatnya duduk bersila Naga Kuning memandang tak berkesip ke arah pintu
goa yang terbuat dari dinding batu berwarna merah. Secara aneh, dari tempat ini
si bocah sanggup melihat ke dalam telaga menembus dinding goa batu. Kepalanya
bergerak sedikit ketika apa yang dikatakan orang tadi menjadi kenyataan.
"Apa yang kau lihat Naga Kuning?"
"Ada seorang berpakaian merah menerobos masuk melewati celah di dinding batu,"
jawab Naga Kuning.
"Lelaki atau perempuan...."
"Perempuan Kiai. Tapi...."
"Matamu sudah lamur hingga tidak bisa membedakan lelaki dengan perempuan"!"
Suara tanpa rupa menegur.
"Melihat kepada rambut dan potongan tubuhnya orang itu jelas perempuan. Tapi
mengapa dia berkumis...?"
"Lagi-lagi kau berlaku tolol Naga Kuning. Apa kau lupa pada ujar-ujar yang
mengatakan: Orang cerdik tidak akan tertipu oleh pandangan matanya. Karena
sesungguhnya kenyataan ada dibalik semua keanehan."
Naga Kuning terdiam mendengar kata-kata itu. Matanya kembali memandang tak
berkesip ke depan. "Maafkan saya yang kurang teliti Kiai. Orang yang datang itu
ternyata Liang Lahat Gajahmungkur 39
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
adalah seorang gadis yang menyamar Sebagai seorang pemuda."
"Apa kau mengenal atau pernah melihatnya sebelumnya?"
"Saya kira tidak Kiai. Menurut penglihatan Kiai apakah dia orang yang kita
tunggu?" "Dia memang orang yang kita tunggu walau datangnya lebih cepat dari dugaan
semula. Ini tak lain gara-gara kelakuanmu meninggalkan tempat pengawasan di
Liang Lahat ini dan pergi keluyuran ke dunia luar sana...."
"Maafkan atas semua tindakan saya itu Kiai," kata Naga Kuning pula. "Kalau dia
memang yang kita tunggu apakah dia juga berjodoh dengan senjata sakti mandraguna
itu?" "Berjodoh atau tidak adakalanya bukanlah satu takdir yang datang dari atas.
Terkadang manusia membuat-buat menjadi begitu. Padahal Yang Kuasa tidak bisa
ditipu. Apa yang dicari gadis itu tidak akan pernah didapatkannya kalau usahanya tidak
mampu membuka kunci Liang Akhirat dan masuk ke Liang Lahat ini."
"Hati kecil saya ingin menolongnya Kiai. Tapi terserah Kiai...."
Terdengar suara tawa membahana orang yang dipanggilkan Kiai itu. "Aku menduga
jalan pikiranmu telah dirasuk oleh apa yang kau lihat. Kau tertarik pada gadis
cantik itu lalu berniat ingin menolongnya. Bukan begitu Naga Kuning?"
"Kecantikan adalah bunga hidup ciptaan Gusti Allah, Kiai. Tinggal terserah kita
anak manusia bagaimana melihat dan menilainya. Saya tahu siapa diri saya. Sama
sekali tidak terkandung niat menolong karena tergoda pandangan alias nafsu. Saya
hanya mengkhawatirkan malapetaka besar akan tambah memporak-porandakan dunia
persilatan. Rasanya sudah cukup jumlah para tokoh golongan putih menemui ajal karena
sandiwara busuk yang dimainkan oleh manusia-manusia keji dan kaki tangannya...."
"Lalu apa yang hendak kau lakukan Naga Kuning" Hendak memberi tahu kunci rahasia
jalan masuk ke tempat ini?"
"Tanpa izin Kiai saya tidak berani melakukan hal itu Kiai."
"Aku tidak akan memberimu izin. Biarkan gadis itu mencari jalan sendiri. Aku
tahu seseorang telah menolongnya hingga dia mampu bertahan lama di dalam air.
Pendekar Pendekar Negeri Tayli 10 Imbauan Pendekar Karya Khu Lung Mutiara Hitam 9
Akhirat dan kaki tangannya. Siapa yang kena hantamannya, tubuhnya akan jadi
bubuk berwarna hitam!"
"Gila! Berbahaya sekali kalau begitu!" kata Wiro seraya garuk-garuk kepala. "Apa
jubah sakti yang kupakai tidak sanggup menahan kehebatan ilmu setan itu?"
"Aku tidak berani menduga-duga. Sebaiknya lekas cari selamat. Cari
perlindungan...."
Wiro tak segera beranjak. Yang terpikir olehnya saat itu adalah bagaimana
akibatnya kalau Dewa Sedih menemui ajal di tangan orang-orang itu. Adiknya si
Dewa Ketawa pasti akan marah besar. Orang-orang golongan putih akan ikut campur.
Urusan besar bakal menghadang. Ternyata Ratu Duyung bisa membaca jalan pikiran
murid Sinto Gendeng.
Maka cepat dia berkata dengan suara lantang agar Dewa Sedih ikut mendengar.
"Wiro! Buang kebimbangan dalam hatimu! Kakek di hadapan kita bukan manusia baik-
baik yang bisa dipercaya sebagai sahabat. Walau dia bukan dari golongan hitam
tapi dia juga bukan tokoh golongan putih. Seringkali dia tidak punya pendirian.
Kalaupun punya maka dia berada di pihak yang sesat. Ingat peristiwa di
Pengandaran tempo hari"
Kakek berhati bengkok ini sudah saatnya disingkirkan. Kalau tidak dunia
persilatan akan dibikin kisruh oleh ulahnya!"
Dewa Sedih tersurat dua langkah. Matanya mendelik memandang pada Ratu Duyung.
Lalu terdengar ratapnya. "Aku dibilang bukan manusia baik-baik. Hik... hik! Aku
dikatakan tidak punya pendirian! Aku dibilang berhati bengkok dan harus
disingkirkan! Hik... hik... hik! Malangnya nasibku! Anak gadis bermata biru, mulutmu lancang.
Hatimu pasti tidak sebagus wajahmu! Lihat ke langit! Lihat bumi! Antara keduanya
itulah jalanmu ke neraka!"
Dewa Sedih keluarkan satu gerungan keras. Tangan kanannya dihantamkan ke arah
Ratu Duyung. Selarik Sinar hitam menggidikkan melesat. Inilah pukulan ganas
mengandung tenaga dalam tinggi bernama Mencabut Jiwa Memusnah Raga. Siapa yang
terkena maka tubuhnya akan dikobari api berwarna kehitaman. Lalu tubuh itu akan
musnah berubah menjadi bubuk mengerikan! Dewa Sedih mendapatkan ilmu kesaktian
ini langsung dari Datuk Lembah Akhirat karena tugas yang diberikan kepadanya
sangat berat yakni membunuh beberapa tokoh silat tingkat tinggi. Satu
diantaranya adalah Wiro Sableng! Di Liang Lahat Gajahmungkur 21
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
samping itu sang Datuk merasa cukup dapat mempercayai Dewa Sedih karena
sebelumnya kakek ini telah berhasil membunuh beberapa tokoh silat golongan
putih. Antara lain si Janggut Biru Berhati Emas dari kawasan timur.
Ketika Dewa Sedih menggerakkan tangannya, sebelum sinar hitam berkiblat Ratu
Duyung tidak tinggal diam. Gadis cantik dari alam aneh ini hentakkan kaki
kanannya ke tanah. Tempat itu bergetar hebat laksana diredam gempa. Lalu tangan
kirinya yang memegang cermin sakti dibabatkan ke depan. Bersamaan dengan itu
dari sepasang matanya memancar dua larik sinar biru angker.
Di sebelah belakang Panji yang memegang pedang, begitu melihat tubuh Dewa Sedih
bergerak dan tangannya menghantam ke depan segera melompat sambil babatkan
pedang. Pendekar 212 Wiro Sableng yang tidak memiliki kemampuan untuk menyerang terpaksa
melompat mencari perlindungan.
Layang Kemitir alias Utusan Dari Akhirat sesaat merasa bingung siapa yang bakal
diserangnya. Dia ingin membunuh Pendekar 212 Wiro Sableng dengan tangannya
sendiri. Jika Wiro sampai menemui ajal di tangan si kakek berarti dia tidak akan dapat
melaksanakan tugas dari roh gaib Si Muka Mayat alias Si Muka Bangkai. Dalam
keadaan seperti itu akhirnya dia membuat keputusan bahwa dia harus ikut
menghantam Dewa Sedih. Maka dari samping dia lepaskan pukulan Gerhana Matahari.
Sinar kuning, hitam dan merah menggemuruh ke arah si kakek.
Dewa Sedih menggerung keras. Dia tidak menyangka akan mendapat serbuan begitu
hebat. Walau dia yakin pukulan maut yang dilepaskannya akan sanggup membunuh
Ratu Duyung tapi di saat bersamaan dia terpaksa harus menyingkir selamatkan diri
dari serangan pedang dari hantaman pukulan sakti Utusan Dari Akhirat.
"Bummm!"
"Bummm!" "Bummm!"
Tiga letusan dahsyat menggoncang tempat Itu. Sinar hitam, merah, kuning dan biru
laksana pijar letusan gunung berapi menggelegar di udara.
Wiro terbanting ke tanah, terguling sejauh dua tombak lalu mengeluh keras ketika
keningnya sebelah kanan menumbuk akar pohon besar yang menonjol ke tanah.
Ratu Duyung terpental sampai empat tombak. Dia gulingkan diri di tanah lalu
sambil berseru keras gadis ini melompat bangkit. Tubuhnya tergontai-gontai
beberapa saat. Wajahnya yang cantik pucat seperti tidak berdarah. Di dadanya ada denyutan keras
yang menyesakkan. Tangan kirinya yang memegang cermin bulat terasa kaku.
Di bagian lain Panji terkapar tak bergerak di tanah. Dari telinga dan hidungnya
mengucur darah. Dari mulutnya keluar suara erang berkepanjangan.
Utusan Dari Akhirat tampak tersandar di bawah pohon tak jauh dari tempat Wiro
tergeletak dengan kening benjut dan berdarah. Tangan kanannya berdenyut
kesemutan. Tak bisa digerakkan seolah lumpuh.
Bentrokan pukulan-pukulan sakti mengandung tenaga dalam tinggi tadi telah
membuat semua orang yang ada di tempat itu mengalami cidera. Termasuk Pendekar
212 Wiro Sableng walaupun dia tidak terlibat langsung.
Dalam keadaan masing-masing menderita cidera, semua orang masih sempat menyadari
kalau Dewa Sedih tidak ada lagi di tempat itu. Ke mana lenyapnya kakek yang jadi
pangkal bahala itu"!
Tiba-tiba terdengar suara tangis meraung. Semua kepala sama diangkat. Semua mata
Liang Lahat Gajahmungkur 22
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
memandang ke atas. Di atas pohon besar di bawah mana Utusan Dari Akhirat dan
Wiro berada kelihatan sosok Dewa Sedih tegak terbungkuk-bungkuk di atas sebuah
cabang. Pakaian putihnya robek dan hangus di beberapa bagian. Dia menangis dengan darah
mengucur keluar dari mulutnya.
"Aku melihat langit! Aku melihat bumi! Tapi aku tidak melihat jalan kematian!
Datuk Lembah Akhirat mana kedahsyatan pukulan sakti yang kau berikan padaku"!"
Sambil menangis Dewa Sedih angkat tangan kanannya. Sampai sebatas pergelangan
tangannya masih tetap berwarna hitam. Namun di atas pergelangan tangan kakek ini
tampak merah membengkak.
"Datuk Lembah Akhirat aku memilih mati daripada malu besar. Kepala ke bawah kaki
ke atas! Kaki menjunjung langit, kepala mencium bumi! Hik... hik... hik!"
Di luar dugaan semua orang tiba-tiba Dewa Sedih jatuhkan diri dari cabang pohon.
Seperti ratapannya tadi kakinya ke atas dan kepalanya ke bawah. Kakek ini benar-
benar melakukan bunuh diri. Sesaat lagi kepalanya akan hancur membentur tanah
tiba-tiba ada suara "tar... tar... tar!" Menyusul suara orang tertawa membahana.
Tak lama kemudian satu sosok tubuh melayang sebat lalu membuat gerakan seolah
terjun ke dalam air. Dua tangan melesat ke depan dengan telapak terbuka, menahan
kepala Dewa Sedih hingga tidak menghantam tanah!
* * * Liang Lahat Gajahmungkur 23
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ ENAM emuda berkumis tipis dan berkulit halus itu duduk di atas tumbangan batang kayu,
menatap ke Seantero telaga luas berair tenang membiru. Sejak tadi dia berada di
P tempat itu dan tampaknya seperti kebingungan.
"Kalau tidak melihat sendiri tidak pernah kuduga telaga ini begitu luas.
Kedalamannya tentu sukar dijajagi. Dari sebelah mana aku harus terjun lalu
menyelam..."
Kalau saja tidak diperintah kakek itu dan mengingat senjata sakti itu katanya
mampu mengobati Pendekar 212, tidak nanti aku mau datang jauh-jauh datang ke
sini...." Kembali si gadis yang bukan lain adalah Puti Andini alias Dewi Payung Tujuh yang
sengaja menyamar berdandan seperti seorang pemuda merenung menatapi Telaga
Gajahmungkur. Tiba-tiba dari sebelah barat dia melihat seorang anak kecil berpakaian hitam
berlari cepat ke arahnya. Dalam waktu singkat si anak sudah berada dekat sekali.
Puti Andini segera berlindung di balik serumpunan semak belukar. Ternyata si
anak adalah Naga Kuning yang sebelumnya telah ditolong dan diselamatkan oleh
Sinto Gendeng dan Kakek Segala Tahu.
Puti Andini perhatikan Naga Kuning yang saat itu tegak di tepi telaga, tepat di
samping pohon kelapa yang hanya tinggal batang karena bagian atasnya pupus rata
dihantam petir.
"Rambutnya jabrik lucu. Keningnya benjut. Tangan kanannya dibalut. Kalau bukan
murid seorang pandai tidak nanti dia mampu lari secepat yang kulihat. Hemm....
Siapa adanya anak ini. Mengapa dia berada di sini. Dia seperti memperhatikan
sesuatu di tengah telaga. Kalau dia mengetahui seluk beluk telaga ini rasanya
ada baiknya aku bertanya padanya...."
Puti Andini hendak beranjak keluar dari balik semak belukar. Namun niatnya serta
merta dibatalkan ketika melihat apa yang dilakukan Naga Kuning. Anak ini
memasukkan dua jari tangan kirinya ke dalam mulut. Saat itu juga dari mulutnya
keluar suara suitan keras dan panjang, tiga kali berturut-turut.
"Dia mengeluarkan suara suitan. Memberi tanda atau memanggil seseorang...?"
Belum selesai bertanya-tanya dalam hati tiba-tiba Puti Andini melihat sebuah
benda aneh berwarna kuning muncul di permukaan air telaga. Si gadis tak dapat
mengenali benda apa adanya. Karena selain jauh d; tengah, benda itu muncul hanya
sekejap lalu lenyap. Di saat bersamaan anak kecil berpakaian hitam yang tangan
kanannya dibalut dilihatnya lari ke arah telaga.
"Ah...." Puti Andini keluarkan seruan tertahan sewaktu melihat bagaimana laksana
melayang anak itu melesat di udara. Membuat gerakan berjungkir balik dua kali.
Lalu dalam, keadaan tegak lurus, tangan ke bawah kaki ke atas anak itu terjun ke
dalam Telaga Gajahmungkur.
Puti Andini melompat keluar dari balik semak-semak, berlari ke tepi telaga.
Untuk beberapa lamanya dia menunggu sambil memandang tak berkesip ke arah air
telaga yang beriak tempat Naga Kuning tadi menceburkan diri. Ditunggu sekian
lama si anak tidak muncul-muncul.
"Aneh..." pikir cucu Sabai Nan Rancak ini. "Mengapa anak itu tak muncul lagi"
Tak Liang Lahat Gajahmungkur 24
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
mungkin tenggelam. Kalau dia tidak bisa berenang tidak mungkin dia menceburkan
diri. Tapi dia bukan cuma sekedar pandai berenang. Dia mampu menyelam lama di dalam
air...." Puti Andini ingat pada Pedang Naga Suci 212 yang harus dicarinya di dasar
telaga. "Jangan-jangan anak itu murid seorang pandai yang mengetahui tentang adanya
senjata sakti di dasar telaga. Kalau aku tidak melakukan sesuatu jangan-jangan
bisa kedahuluan dan pedang sakti itu jatuh ke tangan orang lain. Tapi kalau aku
ikut menyelam, apa benar aku mampu berada lama di dalam air?"
Seperti diceritakan dalam Episode ke 3 (Lembah Akhirat) Puti Andini bertemu
dengan Sika Sure Jelantik. Tertipu oleh cerita yang dikarang si gadis, Sika Sure
Jelantik merasa kasihan dan akhirnya suka terhadap gadis itu. Lebih dari itu si
nenek lalu memberikan satu ilmu yang membuat Puti Andini mampu menyelam dan
berada di dalam air dalam waktu lama.
Namun sewaktu dia hendak menerjunkan diri ke dalam telaga yang luas itu si gadis
tertahan sesaat. Dia merasa bimbang apakah dia benar-benar mampu bertahan di
dalam air"
"Aku belum pernah mencoba sebelumnya. Kalau nenek itu menipuku seperti aku
menipunya, bakalan celaka diriku. Tapi kalau tidak terjun membuktikan sendiri
bagaimana mungkin aku tahu. Lagi pula tak ada jalan lain. Untuk mendapatkan
pedang sakti yang dikatakan Tua Gila aku memang harus masuk ke dalam telaga,
menyelam sampai ke dasarnya...."
Setelah menetapkan hati akhirnya cucu Sabai Nan Rancak itu terjun ke dalam
telaga. Sesaat kemudian dia telah berada di bawah permukaan air. Selain merasakan
kesejukan air telaga gadis ini juga merasakan beberapa keanehan. Di dalam air
yang redup temaram itu ternyata dia mampu melihat cukup jelas sampai beberapa
tombak di sekitarnya. Kemudian dia mampu bernafas melalui hidung tanpa air ikut
tersedot. Pasti inilah kehebatan ilmu, yang diberikan nenek bernama Sika Sure
Jelantik itu, pikir Puti Andini. Karena penglihatannya cukup terang Puti Andini
masih sempat melihat bayangan anak kecil berpakaian hitam tadi berenang menukik
menuju dasar telaga yang sangat dalam. Tanpa menunggu lebih lama Puti Andini
segera berenang mengikuti. "Aku pasti akan menemui kesulitan mencari Pedang Naga
Suci 212 itu. Lebih baik aku mengikuti anak itu lebih dulu.
Siapa tahu dia memberi petunjuk yang tidak terduga.... Aku yakin anak itu bukan
manusia sembarangan. Kalau tidak mana mungkin dia mampu berenang dan menyelam
sampai sedalam ini! Orang biasa akan pecah gendang-gendang telinganya, akan
kacau aliran darahnya dan bisa terhenti denyutan jantungnya!"
Naga Kuning menyelam menuju dasar telaga di sebelah timur. Tempat ini dipenuhi
tetumbuhan air serta batu-batu tinggi berbentuk aneh. Ikan-ikan berbagai warna
dan bentuk berkeliaran di sela-sela batu dan tetumbuhan. Air telaga terasa lebih
dingin dan keadaan semakin redup.
Naga Kuning melesat di antara celah dua dinding batu berwarna kehijauan tertutup
lumut tebal. Dia sampai ke bagian dasar telaga yang cekung sedalam satu depa,
membentuk lingkaran seperti sebuah piring besar. Di pertengahan lingkaran ada
sebuah batu hitam menyerupai kursi kecil. Dudukan kursi batu ini berbentuk
miring hingga siapa saja yang duduk di atasnya akan mendongak ke arah sebuah goa
batu berwarna putih. Ini adalah satu pemandangan luar biasa yang sulit
dipercaya. Di kedalaman hampir dua ratus tombak dari permukaan air, di dasar telaga itu
berdiri sebuah goa besar putih berkilauan. Bagian tengah goa yang merupakan
jalan masuk Liang Lahat Gajahmungkur 25
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
tertutup oleh satu dinding batu memancarkan hawa sangat dingin menggidikkan
serta sinar merah. Pada pertengahan dinding ada tulisan besar hitam berbunyi
"Liang Akhirat".
Keanehan yang tidak dapat dipecahkan oleh otak manusia ialah adanya dua buah
tiang batu setinggi bahu manusia di kiri kanan goa. Di atas masing-masing tiang
terdapat sebuah pendupaan dipenuhi bara api yang menyala serta menghamparkan
asap putih dan menebar harumnya bau kemenyan!
Dari balik dinding batu ini terdengar suara detakan-detakan aneh seolah detak
jantung makhluk raksasa yang sukar dibayangkan apa ada dan bentuknya. Demikian hebatnya suara detakan itu hingga dasar telaga
dan batu berbentuk kursi terasa bergetar terus-terusan. Selain itu pada saat-
saat tertentu terdengar suara desisan keras dari balik dinding batu penutup
mulut goa. Semua keanehan di dasar telaga itu seolah biasa-biasa saja bagi Naga Kuning. Ini
satu pertanda bahwa anak ini sudah sering dan terbiasa berada di tempat itu.
Namun satu hal wajahnya tampak diselimuti kecemasan.
Naga Kuning berenang cepat ke arah batu berbentuk kursi lalu duduk di atasnya.
Dia menatap ke arah dinding merah di mulut goa. Air mukanya membayangkan rasa
khawatir. Dalam keadaan seperti itu si anak perlahan-lahan pejamkan kedua matanya lalu
rangkapkan dua tangan di depan dada. Sikapnya seperti orang bersamadi. Tapi yang
sebenarnya tengah dilakukannya saat itu adalah mencoba mengadakan kontak atau
sambung rasa dengan seseorang di mana antara mereka berdua Saling terpisah di
dua alam yang berbeda.
Beberapa saat berlalu. Tiba-tiba tampak tubuh Naga Kuning bergetar keras.
Getaran ini bukan akibat getaran dasar telaga atau kursi batu yang didudukinya.
Tapi satu getaran aneh yang datang dari alam gaib dan menembus masuk ke dalam
tubuhnya. Naga Kuning buka ke dua matanya. Sepasang tangannya masih, diletakkan di atas
dada. Dia menatap tak berkesip ke arah goa putih. Lalu tampak mulutnya terbuka
menyusul terdengar suaranya berucap.
"Kiai.... Saya Naga Kuning datang menghadapmu...."
Ini satu lagi keanehan yang tak masuk akal. Seorang anak manusia bisa bicara di
Wiro Sableng 097 Liang Lahat Gajahmungkur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam air dan suaranya keras bergema seolah dia berada di dalam satu jurang di
daratan terbuka!.
* * * Liang Lahat Gajahmungkur 26
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TUJUH ada saat gema ucapan Naga Kuning sirna, dari balik dinding batu merah penutup
mulut goa terdengar dua desisan panjang disertai bunyi detakan keras seolah
dasar P telaga itu dihantam palu godam raksasa. Di antara suara-suara mengerikan
itu tiba-tiba terdengar suara lain.
"Anak manusia yang terlahir bernama Gunung, menjalani hidup sebagai Pangeran
terbuang, yang oleh sementara orang disebut sebagai Kiai Paus Samudera Biru,
yang oleh diriku sehari-hari dikenal dengan nama Naga Kuning alias Naga Cilik
alias Naga Kecil.
Ternyata kau masih punya keberanian datang menghadap. Tapi ingin aku tanyakan.
Apakah kau masih punya malu untuk datang ke tempat ini?"
Getaran di tubuh Naga Kuning semakin keras hingga kepalanya bergoncang-goncang.
Tangan kanannya yang patah sakit bukan main namun dia menguatkan diri untuk
tidak merasakannya. Paras anak berambut lurus kaku ini tampak berubah pucat
mendengar ucapan orang yang tidak kelihatan itu. Untuk beberapa lamanya dia tak
kuasa membuka mulut memberikan jawaban.
"Naga Kuning! Mulutmu terkancing! Hatimu terpaku! Apa kau sudah menyadari
kesalahanmu"!"
"Saya menyadari Kiai. Saya mohon maafmu dan minta ampun," jawab Naga Kuning.
"Itu salah satu sifat buruk manusia beradab. Membuat kesalahan dengan sengaja.
Lalu meminta maaf dan ampun! Coba kau katakan apa kesalahan yang telah kau
perbuat!" Tenggorokan Naga Kuning bergerak-gerak. Anak ini menelan ludahnya beberapa kali
baru menjawab. "Kesalahan saya adalah meninggalkan Telaga Gajahmungkur tanpa izin Kiai.
Meninggalkan Liang Lahat ketika diperintahkan untuk berjaga-jaga."
"Bagus! Kau tahu apa kesalahanmu! Sosokmu memang sosok anak kecil. Tapi apa kau
ingat berapa usiamu sebenarnya sampai hari ini"!"
Naga Kuning tercekat. Keningnya berkerut. Wajahnya yang bocah berubah jadi tua
karena berusaha keras mengingat-ingat.
"Kau tidak ingat lagi ketuaan dirimu Naga Kuning?"
"Saya ingat Kiai. Usia saya saat ini tidak kurang dari seratus dua puluh
tahun...."
Dari balik dinding batu merah penutup goa terdengar suara orang tertawa.
"Orang seusiamu sepantasnya berlaku bijaksana bertindak arif. Apa yang kau dapat
dari ketidakpatuhanmu itu Naga Kuning?"
"Saya... saya tidak mendapatkan apa-apa Kiai."
Kembali dari balik dinding menggema suara tawa.
"Yang kau dapat adalah kau kehilangan seruling saktimu. Yang kau dapat adalah
patah tangan kananmu! Bukan begitu Naga Kuning?"
"Ya, memang begitu Kiai...."
"Dan satu lagi. Kau telah membawa seseorang muncul di tempat ini sebelum
waktunya...!"
Naga Kuning memandang berkeliling. Dia tidak melihat siapa-siapa. Dibalik
ketidak mengertiannya anak ini menjawab.
"Saya datang ke sini seorang diri Kiai. Saya tidak membawa siapa-siapa."
Liang Lahat Gajahmungkur 27
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kau tidak percaya pada ucapanku. Nanti akan kau lihat sendiri.... Sekarang
terangkan apa saja yang kau lakukan di dunia luar sana. Siapa saja yang kau
temui...."
"Saya bertemu dengan beberapa tokoh rimba persilatan ternama Kiai. Seorang
pemuda mengaku bernama Utusan Dari Akhirat. Lalu Pendekar Kapak Maut Naga Geni
212 yang berada dalam musibah besar. Kehilangan ilmu silat dan kesaktiannya karena
dikabarkan berzinah dengan Ratu Duyung. Saya juga sempat melihat Ratu itu. Lalu
ada seorang sakti yang wajahnya selalu ditutupi cadar kuning. Saya juga bertemu
dan bentrokan dengan nenek sakti dari Pulau Andalas bernama Sabai Nan Rancak.
Dialah yang menciderai saya hingga patah tangan dan hampir menemui ajal kalau
tidak ditolong oleh Sinto Gendeng dan Kakek Segala Tahu. Di satu tempat saya
berada bersama Dewa Tuak dap Iblis Putih Ratu Pesolek. Hanya sayang saya tidak
melihat keduanya secara langsung...."
"Hemmm.... Cukup banyak para tokoh yang kau temui. Tapi kau belum mengatakan
anak gadis yang kau temui di atas kapal itu.... Padahal bukankah itu pangkal
sebab segala ketololanmu"!"
Paras Naga Kuning berubah merah. "Saya memang bertemu dengan cucu Sri Baginda
itu. Namanya Juminten...."
Orang di balik dinding batu tertawa bergelak.
"Cucu Sri Baginda itu kabarnya lucu dan cantik. Dia juga menyukai dirimu. Jangan
kau berbuat macam-macam Naga Kuning. Usia anak itu belum sepuluh tahun. Kau
walau kelihatan masih bocah sebayanya tapi usiamu sudah seratus dua puluh
tahun!" "Saya paham Kiai. Tak mungkin saya berbuat yang bukan-bukan...."
Orang yang dipanggil Kiai menghela nafas panjang.
"Naga Kuning, perbuatanmu menyalahi pesan dan perintah hampir membuat aku
kebobolan. Apa kau mengenali dua mayat ini?"
Terdengar suara berdesir. Dari balik goa putih muncul sosok seekor ikan besar
yang memiliki dua buah tanduk di bagian kepalanya. Di antara dua tanduk itu
terbujur bertindihan dua tubuh manusia. Satu berpakaian hitam, satunya
mengenakan pakaian merah. Kedua orang ini berusia lanjut dan berada dalam
keadaan kaku karena telah menjadi mayat.
Ikan besar yang membawa dua mayat di atas kepalanya berputar-putar di depan Naga
Kuning. Anak ini memperhatikan. Dengan cepat dia segera mengenali siapa adanya
ke dua orang itu.
"Saya mengenali siapa mereka Kiai. Yang baju hitam adalah Datuk Bonar. Dikenal
dengan julukan Iblis Penghujat Jiwa Dari Utara. Dia adalah salah seorang kaki
tangan Sutan Alam Rajo Di Bumi dari puncak Singgalang. Konon Sutan itu dicurigai
sebagai orang di belakang layar penyebab pembunuhan-pembunuhan atas diri para
tokoh silat belakangan ini. Kemudian mayat berbaju merah itu. Bukankah dia Nyi
Ulan Si Singa Betina Pedataran Bromo?"
"Betul.... Tapi apa kau tahu siapa dia adanya?" bertanya suara di balik batu
merah penutup mulut goa.
"Setahu saya dia adalah seorang nenek aneh yang selalu berpakaian seperti
lelaki. Berhati culas. Karena itu dia juga dijuluki Singa Betina Muka Seribu."
"Hanya itu yang kau ketahui...?"
"Hanya itu saja Kiai," jawab Naga Kuning.
"Akan kukatakan padamu apa yang aku ketahui. Nyi Ulan sesungguhnya adalah Liang
Lahat Gajahmungkur 28
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
kaki tangan Datuk Lembah Akhirat. Dia punya silang sengketa besar dengan Sutan
Alam Rajo Di Langit. Tapi karena maksud tertentu dia bersekongkol dengan Datuk
Bonar dan datang ke tempat ini. Ini satu pertanda bahwa agaknya antara orang di
puncak Singgalang dan penguasa Lembah Akhirat ada satu jalinan hubungan rahasia
yang pada saatnya karena pengaruh kepentingan bisa berubah menjadi bentrokan
besar. Beberapa hari lalu Datuk Bonar dan Nyi Ulan muncul di sini. Mencoba masuk
ke dalam Liang Lahat dengan cara membobol jalan rahasia. Mereka sempat masuk dan
mencapai Tangga Akhirat. Untung Naga Kembar mengetahui, menghalangi dan mengusir
mereka. Keduanya berusaha membunuh Naga Kembar. Tapi mereka dibunuh lebih dulu!"
Naga Kuning terdiam mendengar keterangan itu. Dia tahu bagaimana besar kesalahan
yang telah dibuatnya. Maka dia segera berucap. "Saya sangat menyesal Kiai.
Semua Itu terjadi karena perbuatan saya meninggalkan tempat ini. Karena itu
sekali lagi saya minta maaf dan mohon ampun." Sambil berkata Naga Kuning
memperhatikan ikan besar menyelinap pergi membawa dua mayat di atas kepalanya.
"Seingatku seumur hidupmu baru sekali ini kau berlaku tolol dan membuat
kesalahan. Jadi pada tempatnya kalau aku masih mau memberi maaf dan ampun
padamu. Di luar sana tentu dingin sekali. Apa kau ingin cepat masuk ke dalam Liang
Lahat?" "Kalau Kiai berkenan saya akan sangat berterima kasih. Saat ini saya merasa
seolah dipendam dalam lobang es saking dinginnya."
Saat itu juga terdengar suara berdesing. Kursi batu yang diduduki Naga Kuning
berputar laksana gasing. Lalu seperti dilontarkan, tubuh Naga Kuning melesat ke
atas ke arah goa batu putih. Bersamaan dengan itu dinding batu merah yang
mengeluarkan hawa aneh terbuka sedikit. Tubuh Naga Kuning melesat melewati celah
sempit. Sesaat kemudian dinding batu itu menutup kembali. Naga Kuning lenyap tak
kelihatan lagi.
* * * Liang Lahat Gajahmungkur 29
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DELAPAN uti Andini yang berusaha mengejar Naga Kuning membuat gerakan mengapung di dalam
air. Dia memandang berkeliling. DI kiri kanan dan sebelah belakang tidak P
tampak apa-apa kecuali ikan-ikan kecil berenang kian kemari. Lalu di sebelah
depan, menghalangi pengejarannya menjulang dinding batu serta tumbuhan air.
"Kemana lenyapnya anak itu?" pikir Puti Andini. Dia sengaja menunggu sambil
mengawasi keadaan sekitarnya. Namun si anak tidak kunjung muncul. "Aku sudah
sampai di dasar telaga. Daripada mencari anak itu lebih baik mulai menyelidik
dimana beradanya Pedang Naga Suci 212. Sampai saat ini aku tidak merasa apa-apa.
Tapi bukan mustahil terjadi sesuatu yang membuat diriku tidak bisa bertahan
lebih lama di dasar telaga ini...."
Memikir sampai di situ maka Puti Andini segera mulai memeriksa dasar telaga di
sekitarnya. Mencari sebuah benda yang belum pernah dilihatnya sebelumnya di
dasar telaga yang begitu luas, dingin redup bukan satu pekerjaan mudah. "Jangan-
jangan aku harus menjelajahi dasar telaga ini sampai puluhan hari. Apa aku
sanggup bertahan sekian lamanya?" pikir si gadis dengan perasaan bercampur
bimbang. Walau Sika Sure Jelantik sebelumnya memberi tahu bahwa dengan ilmu yang
diberikannya gadis itu sanggup berada di dalam air untuk jangka waktu 100 hari
namun Puti Andini tetap saja merasa was-was. Di atas telaga sang surya mulai
redup menuju ufuk tenggelamnya. Di dalam Telaga Gajahmungkur, apalagi jauh di
dasarnya keadaan menjadi lebih redup. Kemana-mana memandang Puti Andini hanya
melihat kegelapan.
"Pasti saat ini matahari telah tenggelam. Tak mungkin meneruskan mencari senjata
sakti itu. Aku harus naik ke daratan...." Ketika dia muncul di permukaan telaga
hari memang telah gelap karena sang surya telah tenggelam. Malam telah turun.
Dalam keadaan pakaian basah kuyup serta tubuh terasa dingin Puti Andini duduk di
tepi telaga. Tanpa diketahuinya ada dua pasang mata mengintipnya. Sepasang di
sebelah timur, sepasang lagi di sebelah barat
"Pedang Naga Suci 212..." desis si gadis. "Sebilah pedang mustika sakti walaupun
berada dalam sarungnya biasanya akan memancarkan cahayanya. Kalau senjata itu
benar berada di dasar telaga, dalam gelap cahayanya akan jelas terlihat. Besok
akan kuteruskan lagi menyelam. Tapi sebaiknya aku membatasi diri sampai dua atau
tiga hari saja. Kalau tidak bertemu juga perlu apa menghabiskan waktu" Atau
sebaiknya aku menunggu saat perjanjian dengan Tua Gila?" Seperti diceritakan
dalam Episode ke 3 (Lembah Akhirat) Puti Andini dan Tua Gila membuat perjanjian
bahwa mereka akan bertemu di pinggiran timur Jelaga Gajahmungkur pada bulan
purnama 14 hari yang akan datang. "Hari empat belas bulan purnama hanya tinggal
delapan hari dimuka. Aku bisa menunggu. Tapi aku khawatir dalam waktu itu
sesuatu bisa saja terjadi. Mungkin Wiro akan menemui celaka. Mungkin juga Tua
Gila marah besar padaku karena aku menantinya dan tidak berusaha mencari sendiri
senjata sakti itu...."
Berbagai pikiran membuncah kepala Puti Andini. Dari telaga bertiup angin keras.
"Ah, dingin sekali udara di sini. Sebaiknya aku bersalin pakaian dulu...."
Puti Andini melangkah ke tempat di mana dia sebelumnya meninggalkan bungkusan
perbekalannya. Dalam gelap dia membuka kain penutup kepalanya. Tak lupa dia
menanggalkan kumis palsunya. Lalu karena menganggap tempat itu sepi tak ada
orang Liang Lahat Gajahmungkur 30
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
lainnya apa lagi keadaan gelap maka enak saja gadis ini menanggalkan pakaiannya.
Sewaktu dia baru saja mengenakan celana panjang ringkas warna merah sementara
tubuhnya di bagian atas tidak tertutup apa-apa tiba-tiba satu tangan memegang
bahunya. Puti Andini terkejut setengah mati. Lupa akan keadaannya gadis ini hendak memaki
marah, membalikkan tubuh untuk menghantam orang yang berada di belakangnya.
Namun satu tangan yang kokoh lebih dulu menekap mulutnya. Lalu ada satu suara
berbisik. "Jangan mengeluarkan suara. Lekas kenakan bajumu. Ada orang mengintipmu di
sebelah timur sana."
Puti Andini membuka matanya besar-besar di dalam gelap. Tadinya dia hendak
menggigit tangan yang menekap mulutnya. Namun dia rasa-rasa mengenali suara
orang itu. Ketika dia lebih memperhatikan baru dia mengenali siapa adanya orang yang
merangkulnya saat itu.
"Panji..." bisik Puti Andini.
Tiba-tiba si gadis ingat akan keadaan tubuhnya yang polos di sebelah atas.
Secepat kilat dia melompat ke balik semak belukar sambil menutupi dadanya yang
putih dan kencang, wajahnya merah karena malu.
Orang yang muncul di tempat itu adalah Panji alias Datuk Pangeran Rajo Mudo.
Pemuda ini membungkuk mengambil baju merah milik Puti Andini yang tergeletak di
dalam bungkusan lalu dilemparkannya pada si gadis seraya membuat tanda dengan
gerakan tangan agar si gadis jangan mengeluarkan suara dan cepat mengenakan baju
itu. Sesaat setelah Puti Andini selesai mengenakan baju merahnya Panji segera
menyelinap ke balik semak belukar.
"Kau telah berlaku kurang ajari Kau berani mengintipku!" Dampratan menyambut
Panji begitu dia berada di hadapan Puti Andini.
"Jangan salah menduga," bisik si pemuda. "Aku tidak bermaksud kurang ajar. Aku
terpaksa melakukah hal itu karena di sebelah sana ada seseorang mengintip dan
mengawasi gerak gerikmu."
"Aku tidak percaya! Kau mengarang cerita!"
"Sssttt.... Jangan bicara keras-keras. Kalau kau tidak percaya mari kita sama-
sama menyelidik ke sekitar semak belukar di sebelah sana..." kata Panji pula.
Lalu pemuda ini hunus pedangnya seraya memberi isyarat pada Puti Andini untuk
mengikutinya. Keduanya berjalan beriringan ke arah timur tepian Telaga
Gajahmungkur. Mereka melewati beberapa pohon besar lalu sampai ke balik
serumpunan semak belukar di dekat sederetan pohon bambu hijau.
"Orang yang mengintai itu tadi kulihat berada di sini. Tapi sekarang tak ada
lagi. Mungkin dia telah melarikan diri atau masih mendekam di sekitar sini...." Panji
berkata sambil memandang berkeliling.
"Aku tidak percaya padamu! Kau lagi-lagi mengarang cerita! Kau tadi sengaja
mengintipku lalu mengelak diri dengan pura-pura mengatakan ada orang lain
mengintipku! Sungguh keji perbuatanmu!"
"Puti, aku bersumpah tidak berbuat keji padamu. Aku tadi benar-benar melihat ada
seseorang mengendap-endap memperhatikanmu di tempat ini...."
"Dusta busuk!" maki Puti Andini seraya membalikkan tubuh.
"Tunggu.,.!" seru Panji. "Aku mencium bau sesuatu...." Pemuda ini menghirup
udara dalam-dalam. Si gadis kembali hendak mendamprat. Namun saat itu hidungnya
memang Liang Lahat Gajahmungkur 31
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
membaui sesuatu. Bau wangi semerbak.
"Kau lihat..." bisik Panji. "Di tempat ini tak ada bunga tumbuh, tak ada pohon
Wiro Sableng 097 Liang Lahat Gajahmungkur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
harum. Bau harum yang kita cium adalah bau wewangian. Berarti yang barusan berada di
tempat ini dan mengintipmu adalah seorang perempuan!"
"Mana ada perempuan mengintip perempuan! Kau hanya hendak membela diri saja!"
"Bisa saja. Kalau dia punya maksud sesuatu terhadapmu," tangkis Panji.
Dalam gelap Puti Andini jadi terdiam. Sepasang matanya masih memandang besar dan
galak pada pemuda di hadapannya itu. Tiba-tiba dia melihat noda darah di pakaian
hijau dan pipi pemuda ini. Bagaimanapun marahnya cucu Sabai Nan Rancak ini pada
si pemuda namun dia menyadari bahwa pemuda ini pernah menyelamatkan jiwanya
(baca Lembah Akhirat) Lain dari itu sejak pertemuan mereka pertama kali, apapun
beban pikiran dan beban hati yang dirasakannya Puti Andini selalu terkenang pada
pemuda ini. Sebaliknya walau ada rasa suka dalam diri Panji terhadap Puti Andini tapi
sesungguhnya hati pemuda ini sudah tertawan pada Anggini, murid Dewa Tuak.
"Aku melihat noda darah di wajah dan pakaianmu. Aku juga memperhatikan setiap
kau menarik nafas kau seperti menahan sakit...."
"Ada satu peristiwa besar..." jawab Panji. Lalu diceritakannya bentrokan hebat
yang terjadi antara Ratu Dayung, Utusan Dari Akhirat, Pendekar 212 Wiro Sableng
serta Dewa Sedih. "Saat itu aku berada di sana. Ikut kebagian rejeki dihantam
hawa ganas letusan pukulan-pukulan sakti yang saling berbenturan satu sama
lain." "Celaka dunia persilatan kalau Dewa Sedih telah jadi kaki tangan Datuk Lembah
Akhirat," kata Puti Andini pula. Lalu dia bertanya. "Kau tahu dimana beradanya
Pendekar 212 Wiro Sableng sekarang?"
"Tak dapat kupastikan. Aku meninggalkannya ketika tempat itu masih dilanda
pertempuran dan muncul seorang kakek gendut yang suara ketawanya seolah mau
meruntuhkan langit. Entah mengapa saat itu aku teringat padamu. Lalu aku pergi
begitu saja. Mungkin tidak sepantasnya aku berbuat begitu namun aku lebih
mementingkan niat menolongmu mencari batu mustika yang menurutmu ada di dasar
telaga ini dan sangat penting bagimu."
Hampir tertawa si gadis mendengar ucapan Panji itu. Dia ingat dulu waktu bertemu
pertama kali dengan Panji dia menceritakan bahwa dia bermaksud pergi ke Telaga
Gajahmungkur untuk mencari sebuah batu mustika. Panji ingin sekali menolong
karena dia mempunyai kepandaian berenang dan menyelam. Namun saat itu Puti
Andini menolak untuk pergi bersama-sama. Ternyata sekarang dia bertemu lagi
dengan pemuda ini.
"Apa kau telah menemukan batu yang kau cari itu?" tanya Panji.
Puti Andini menggeleng.
"Aku akan menolongmu. Besok pagi-pagi begitu matahari terbit aku akan menyelam
ke dasar telaga mencari batu itu...."
"Terima kasih. Aku tidak mau merepotkanmu. Aku bisa mencarinya sendiri," kata
Puti Andini pula.
"Agaknya ada sesuatu yang membuatmu keberatan menerima pertolonganku?"
tanya Panji dengan nada agak kecewa.
"Hemm.... Kalau kau memaksa baiklah. Kita tunggu saja sampai pagi...."
"Ada satu hal yang ingin aku tanyakan padamu Puti. Mengenai diri orang bernama
Wiro Sableng. Apakah dia seorang pemuda sepertiku atau seorang kakek-kakek. Lalu
Liang Lahat Gajahmungkur 32
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
apakah Wiro Sableng itu orangnya sama dengan Pendekar 212?"
"Pertanyaanmu aneh. Wiro Sableng seorang pemuda sebayamu. Pendekar 212 adalah
julukannya dalam rimba persilatan. Memangnya ada apa?"
"Aneh..." ujar Panji. "Kalau begitu siapa sebenarnya kakek yang datang ke pulau
tempo hari...?"
"Kakek yang mana maksudmu?" tanya si gadis.
Panji lalu menerangkan tentang ciri-ciri orang tua itu. Tak lupa dia menerangkan
tentang jenazah anak kecil yang dimakamkan di pulau yaitu Malin Sati murid
tunggal Tua Gila yang mati dibunuh Datuk Angek Garang.
"Kalau orang tua itu yang kau maksudkan, aku hampir pasti dia adalah Tua Gila.
Kakekku sendiri!"
"Kakek bagaimana maksudmu?"
"Aku adalah cucu Tua Gila!"
Terkejutlah si pemuda mendengar kata-kata Puti Andini. "Kalau dia memang kakekmu
dan kau adalah cucunya, terima hormatku untukmu..." kata Panji seraya membungkuk
yang membuat Puti Andini tertawa.
"Kau tahu dimana aku bisa menemui kakekmu itu?" tanya Panji.
"Dia sulit dicari. Tapi jika kau mau bersabar menunggu sampai beberapa hari
dimuka, sesuai janjinya denganku dia akan muncul di tempat ini."
"Kalau begitu sampai kapan pun aku akan menunggu di tempat ini," kata Panji
pula. Baru saja Panji berkata begitu tiba-tiba berkelebat satu bayangan disertai
menghamburnya bau wangi sekali.
Panji yang hendak duduk di tepi telaga cepat bangkit berdiri seraya mencabut
pedang sedang Puti Andini siapkan pukulan jarak jauh mengandung tenaga dalam
tinggi. "Tahan! Aku datang sebagai sahabat!" Orang yang tegak di seberang sana berseru.
Ternyata suaranya menandakan dia adalah seorang perempuan.
Puti Andini yang rasa-rasa pernah mengenali orang itu bergerak maju. "Bukankah
kau gadis yang disebut dengan julukan Bidadari Angin Timur" Ingat, kita pernah
bertemu di Pengandaran?"
Gadis di hadapan Puti Andini mengangguk. Gadis ini mengenakan pakaian hijau
tipis, berparas cantik sekali. Tubuh dan pakaiannya menebar bau harum semerbak.
Dia ternyata memang adalah Bidadari Angin Timur.
"Aku gembira kau mengenaliku. Bukankah kau gadis dari seberang bernama Puti
Andini yang dijuluki Dewi Payung Tujuh yang hebat itu?"
"Ah...." Puti Andini salah tingkah karena tidak begitu senang dipuji begitu
rupa. "Tunggu!" tiba-tiba Panji maju dua langkah ke hadapan Bidadari Angin Timur.
"Aku mengenali harum wewangianmu. Bukankah kau tadi orang yang mengintip di
balik semak-semak sebelah sana?"
Bidadari Angin Timur tertawa. Dua lesung pipit muncul di pipinya kiri kanan.
"Aku mengintip bukan apa-apa. Aku harus berhati-hati sebelum tahu apakah kalian
ini kawan atau lawan. Rimba persilatan kini dilanda berbagai keanehan yang
mendatangkan maut; Orang-orang Lembah Akhirat bertebaran di mana-mana. Apalagi
tempat ini tidak jauh dari markas mereka. Aku ingin menanyakan seseorang pada
kalian. Tadi aku sudah mendengar sesuatu dari pemuda ini. Tapi kurang jelas...."
"Hemm, siapa yang ingin kau tanyakan?"
Liang Lahat Gajahmungkur 33
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Pemuda bernama Wiro Sableng. Menurutmu terjadi bentrokan besar di satu tempat.
Di mana kejadiannya berlangsung?"
"Di utara Teluk Parangtritis. Di satu kelokan jalan kira-kira sepenanakan nasi
jauhnya dari sini..." jawab Panji mengira-ngira.
"Apa yang terjadi di sana?"
"Tiga orang berkepandaian tinggi terlibat dalam satu pertempuran. Mereka adalah
Dewa Sedih, Utusan Dari Akhirat serta Ratu Dayung. Wiro sendiri tidak ikut
bertempur. Tapi seperti diriku, dia juga mengalami cidera sewaktu tiga pukulan sakti beradu
di udara lalu bertabur menghantam sekelilingnya...."
"Kau tidak tahu pasti apa yang terjadi dengan pemuda itu?" tanya Bidadari Angin
Timur. Sejak tadi wajahnya tampak berubah pucat.
"Tidak dapat kupastikan. Aku buru-buru pergi. Aku tak bisa berbuat apa-apa
menghadapi orang-orang berkepandaian tinggi itu. Aku terpaksa menyelamatkan diri
dan menghindarkan keterlibatan lebih jauh. Selain itu aku harus mencari gadis
sahabatku ini."
"Hemmm...." Bidadari Angin Timur melirik ke arah Puti Andini. "Terima kasih atas
keteranganmu. Aku harus segera pergi...." Gadis cantik itu lalu berkelebat
lenyap dalam kegelapan.
"Agaknya ada satu hubungan akrab antara gadis tadi dengan Pendekar 212 Wiro
Sableng..." kata Panji. "Dia tampak sangat mencemaskan pemuda itu."
"Dugaanmu bisa jadi betul. Tapi mungkin saja dia sengaja mencuri dengar
percakapan kita tadi...."
"Untuk apa?" tanya Panji.
Puti Andini tak segera menjawab. Diam-diam dia merasa khawatir kalau Bidadari
Angin Timur yang berkepandaian tinggi itu telah mengetahui adanya senjata sakti
Pedang Naga Suci di tempat itu lalu berusaha menyirap kabar mencari keterangan
lebih jelas. "Aku justru melihat sesuatu yang lain." jawab Panji. "Gadis itu sepertinya punya
satu ganjalan yang merisaukan hatinya...."
"Ah, kau bisa-bisanya ngomong!" tukas Puti Andini. "Kalau aku melihat dan
menduga gadis tadi diam-diam mencintai Pendekar 212.... Bagaimana dengan kau.
Apakah kau pernah mencintai seorang gadis?"
Panji terkesiap mendengar pertanyaan yang tidak terduga ini. "Kau sendiri
bagaimana?" Akhirnya Panji balik bertanya. "Apa kau pernah jatuh cinta atau
sudah pernah bercinta?"
Kini Puti Andini yang menjadi bungkam dengan muka merah.
* * * Liang Lahat Gajahmungkur 34
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEMBILAN ang Surya belum lama terbit. Di dalam telaga Gajahmungkur dua orang tampak
berenang menuju dasar telaga. Keduanya adalah Puti Andini dan Panji. Si pemuda
Smerasa kagum dan terheran-heran ketika melihat bagaimana gadis yang menyamar
sebagai pemuda berkumis kecil itu memiliki kemampuan berenang dan menyelam luar
biasa. Seperti diketahui selama hidup di Pulau Sipatoka berenang dan menyelam
jauh ke dalam laut adalah pekerjaan yang sering dilakukannya. Sehingga dia
memiliki kemampuan menyelam selain dalam juga sanggup bertahan lama. Namun
sekali ini dia merasa heran ketika baru menyelam pada kedalaman lima puluh
tombak ke dua telinganya mengiang sakit. Hidungnya menjadi pedas, matanya perih
dan dadanya terasa mendenyut sakit. Di bawah sana Puti Andini dilihatnya menukik
terus menuju dasar telaga yang masih seratus lima puluh tombak jauhnya!
"Ada yang tidak beres di telaga ini. Masakan baru menyelam sejauh ini aku merasa
letih dan sekujur tubuhku mendenyut sakit..." pikir Panji. Pemuda ini menjadi
malu sendiri. Sebelumnya berulang kali dia mengatakan akan menolong Puti Andini mencari batu
di dasar telaga. Tapi ternyata baru menyelam seperempat bagian saja dari
kedalaman telaga dia mulai megap-megap.
Panji mencoba bertahan dan berusaha mengejar Puti Andini. Dia memaksakan terus
menyelam menuju dasar telaga. Tapi sia-sia belaka. Bukan saja dia tidak mampu
mengejar gadis itu malah denyutan di dada dan kepalanya semakin keras. Degup
jantungnya seolah mau pecah. Darah mengucur dari hidung dan pinggiran matanya.
Panji menyerah. Pada kedalaman tujuh puluh tombak dia berjungkir balik dalam air
laju berenang naik ke atas kembali. Sekujur tubuhnya terasa sakit dan tulang-
tulangnya seolah bertanggalan. Panji berenang menuju tepian telaga. Hanya sesaat
lagi dia akan sampai di daratan tiba-tiba ada sebuah benda menyusup di balik
punggung pakaiannya. Lalu tubuhnya terasa disentakkan.
Di lain kejap pemuda ini dapatkan dirinya terlontar ke udara setinggi empat
tombak lalu jatuh bergedebukan di pinggir telaga.
Untuk beberapa lamanya pemuda itu terkapar tertelungkup di tanah. Darah makin
banyak mengucur dari hidungnya. "Apa yang terjadi dengan diriku...?" Panji masih
bisa berpikir lalu palingkan kepalanya ke kanan ketika didengarnya ada suara
orang melangkah mendekatinya.
Kalau saja saat itu malam hari niscaya Panji mengira bahwa yang mendatanginya
adalah setan pelayangan atau hantu rimba belantara. Seorang nenek berjubah hitam
melangkah terbungkuk-bungkuk ke arahnya. Mukanya yang keriputan kotor bukan saja
berselimut debu tapi juga ada noda-noda darah yang telah mengering. Rambutnya
putih panjang riap-riapan menutupi sebagian wajahnya yang bulat. Sepuluh jarinya
yang tersembul dari balik lengan jubah tampak berkuku panjang dan hitam. Namun
tangan kanannya berwarna merah pekat Sampai sebatas pergelangan.
Tepat di samping Panji nenek ini hentikan langkahnya. Kaki kirinya diletakkan di
atas kepala Panji lalu ditekan hingga pemuda ini mengerang kesakitan.
"Pemuda banci beranting emas, apakah kita pernah bertemu.... Apakah kau kenal
siapa diriku?" Kembali si nenek tekankan kakinya ke kepala si pemuda hingga
erangan Panji semakin keras.
Liang Lahat Gajahmungkur 35
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"A... aku tidak kenal siapa dirimu Nek. Rasa-rasanya.... Aduh! Aku mohon kau
turunkan kakimu dari kepalaku...."
"Kalau bicara jangan diputus! Ayo katakan rasa-rasanya apa"!" Bentak si nenek.
Kakinya tetap saja menekan kepala orang.
"Aku tidak kenal dirimu. Rasa-rasanya aku juga tidak pernah bertemu dirimu Nek.
Aku mohon..."
"Hemmm.... Benar begitu?"
"Benar Nek," jawab Panji menahan sakit. Tangan ..kanannya bergerak ke pinggang.
Maksudnya hendak menjangkau pedangnya. Tapi gerakannya terlihat oleh si nenek.
"Teruskan gerakanmu mengambil pedang. Kakiku sudah siap menghancurkan batok
kepalamu!"
Mau tak mau Panji terpaksa batalkan niatnya.
"Jangan kau berani macam-macam anak muda! Siapa kau punya nama dan mengapa
berada di tempat ini. Aku tahu kau barusan keluar dari dalam telaga! Apa yang
kau kerjakan dalam telaga itu nah"!"
Panji berlaku cerdik. Sejak pertama kali melihat dia sudah mengira nenek satu
ini bukan manusia berhati baik, Maka dia tidak mau menceritakan apa yang
sebenarnya dilakukan.
"Aku hanya mandi-mandi Nek. Menyegarkan diri sambil menyelam beberapa kali...."
"Jangan dusta! Aku tahu kau mencari sesuatu di dasar telaga!" bentak si nenek.
"Tidak, aku tidak mencari apa-apa. Telaga ini dalam luar biasa. Mana mungkin aku
sanggup menyelam sampai ke dasar."
"Hemm...." Si nenek memandang berkeliling. "Kau sendirian di tempat ini?"
"Benar Nek, aku cuma sendirian...."
Untung saja buntalan milik Puti Andini terletak di balik semak belukar sehingga
si nenek tidak melihat.
"Kau orang aneh. Mengenakan anting tapi cuma satu. Kau ini banci atau setengah
gila...." "Anggap saja begitu. Terserah apa maumu Nek. Tapi tolong turunkan kakimu....
Kepalaku rasanya mau pecah!"
Si nenek tertawa mengekeh. "Dengar, namaku Sika Sure Jelantik. Aku datang dari
Lembah Akhirat!' Kau dengar" Lembah Akhirat!"
"Aku dengar Nek..." jawab Panji.
"Bagus! Jadi jangan berani macam-macam. Sekarang jawab pertanyaanku! Sudah
berapa lama kau berada di telaga ini"!"
"Ba... baru pagi ini Nek. Aku dalam perjalanan menuju Gunung Lawu. Kemalaman di
jalan lalu pagi ini mandi di telaga. Aku...."
"Jangan nyerocos terus!" bentak Sika Sure Jelantik yang kini ternyata telah
menjadi kaki tangan Datuk Lembah Akhirat. "Selama berada di tempat ini apa kau
pernah melihat seorang gadis berpakaian merah, berkulit putih dan berparas
cantik?" "Siapa nama gadis Itu Nek?" tanya Panji.
"Ah itulah sialannya! Aku tidak tahu nama anak
itu!" "Dia menanyakan Puti Andini," kata Panji dalam hati. "Tidak Nek, Aku tidak
melihat siapapun di tempat ini. Apa hubunganmu dengan gadis itu Nek?"
Liang Lahat Gajahmungkur 36
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Apa perdulimu" Dia bukan anakku, bukan cucuku. Tak ada sangkut darah. Tapi aku
suka padanya!"
"Jangan-jangan kau punya cucu seorang pemuda yang ingin kau jodohkan dengan
gadis cantik itu" Betul Nek?"
Mula-mula Sika Sure Jelantik hendak mendamprat marah mendengar kata-kata Panji
itu. Tapi kemudian dia tertawa terbahak-bahak. "Bagaimana aku bisa punya cucu.
Punya laki saja tidak pernah! Hik... hik... hik!"
"Ah melihat raut wajahmu, aku yakin di masa muda kau adalah seorang gadis
Wiro Sableng 097 Liang Lahat Gajahmungkur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cantik. Aku tidak percaya kalau tidak ada laki-laki yang jatuh hati padamu," kata Panji
pula. Tampang si nenek bersemu merah. Entah jengah entah senang dipuji. Lalu terdengar
tawanya cekikikan. "Anak muda, aku yang sudah tua saja berani kau rayu dengan
pujian. Apalagi terhadap gadis. Lagak dan sikapmu tentu sejuta puji sejuta rayuan! Dasar
laki-laki! Apa kau kira aku akan melepaskan injakanku di kepalamu!" Si nenek lantas
keraskan injakan kaki di muka Panji hingga kembali pemuda ini mengerang
kesakitan. Sepasang mata Sika Sure Jelantik menatap ke arah pertengahan telaga seolah
hendak menembus sampai di bawah permukaan air.
"Sayang aku ada tugas dan kepentingan lain. Kalau tidak rasanya aku perlu
menyelidik sampai ke dasar telaga ini. Gadis yang kutemui tempo hari itu apakah
dia telah mendapatkan batu hitam untuk mengobati ibunya" Jika bertemu akan
kuajak dia menjadi anggota Lembah Akhirat." Si nenek termenung sesaat. Dia
memandang pada pemuda yang mukanya masih diinjaknya lalu bertanya. "Anak mudai
Kau belum memberi tahu namamu!"
"Namaku Panji Nek...."
"Panji. Panji apa" Panji Semirang, Panji Kemong atau Panji Banci...!" Si nenek
cekikikan. Tanpa menunggu jawaban Panji dia lalu tinggalkan tempat itu.
Kita tinggalkan dulu Panji yang mencoba bangkit dan duduk menjelepok di tanah
sambil pegang! mukanya yang sakit bekas diinjak. Mari kita ikuti Puti Andini
yang menyelam ke dasar telaga Gajahmungkur. Dia meluncur ke bawah tepat di
tempat kemarin dia kehilangan jejak Naga Kuning. Rencananya semula hendak
menyelidik bagian dasar telaga yang lain dibatalkan karena lenyapnya si bocah
menjadi satu tanda tanya besar baginya.
* * * Liang Lahat Gajahmungkur 37
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEPULUH ntuk beberapa lamanya Puti Andini berenang mondar-mandir di sepanjang dinding
batu berlumut di dasar Telaga Gajahmungkur. "Anak itu lenyap 'di sini. Hanya ada
U dua kemungkinan. Dia dilahap ikan atau binatang buas. Atau. menyelinap masuk
ke satu tempat. Berarti ada lobang atau jalan rahasia di sekitar sini...."
Kembali Puti Andini memperhatikan keadaan di sekitarnya. Serombongan ikan
sebesar telapak tangan berenang di sekitar dinding batu. Lalu menyelinap di
balik tumbuhan air. Ditunggu-tunggu binatang Ini tidak kunjung .muncul. Puti
Andini berenang mendekati tumbuhan lebat itu. Air telaga di tempat itu dingin
luar biasa. Dengan tangan gemetar Puti Andini menyibakkan tanaman tersebut. Dia
berdebar ketika melihat di balik tanaman yang tersibak ada sebuah celah
sepemasukan tubuh manusia.
"Mungkin anak itu lolos lewat celah batu ini," pikir Puti Andini. "Aneh,
bagaimana pun tingginya dinding batu ini mengapa aku tidak melihat ujungnya di
sebelah atas?"'
Cucu Tua Gila ini berenang mendekati celah lalu mengintai lewat celah itu ke
bagian dinding di sebelah belakang. Matanya terpentang lebar ketika melihat ada
cahaya putih di kejauhan.
"Aneh, cahaya apa itu?" Si gadis bertanya-tanya dalam hati. Dia mengintai sekali
lagi lewat celah lalu berenang lebih ke atas. Kepalanya disorongkan. Maksudnya
hendak lolos lewat celah itu tapi terhalang pada bagian bahu. Puti Andini
membalikkan dan memutar tubuhnya berulang kali hingga akhirnya bahunya bisa
lolos. Namun untuk kedua kalinya tubuhnya tertahan pada bagian pinggulnya yang
besar. Ketika dipaksakan, pinggul celananya robek sampai ke paha. Dalam keadaan
seperti itu Si gadis tidak lagi memperhatikan keadaan pakaiannya. Begitu lolos
lewat celah Puti Andini tidak segera berenang menuju arah cahaya putih. Baginya
sesuatu keanehan di dalam air bisa saja mengandung bahaya yang dapat
mencelakakan. Gadis ini terlebih dulu memandang berkeliling. Hanya beberapa
tombak di bawahnya dia melihat dasar telaga berbentuk aneh.
Dasar telaga mencekung sedalam satu depa, membentuk lingkaran seperti piring
besar. Di pertengahan cekungan ada sebuah kursi terbuat dari batu.
"Ada kursi, berarti ada yang pernah duduk di situ. Siapa...?" membatin Puti
Andini. Diperhatikannya lagi kursi itu tanpa berani mendekati. Baru kemudian disadarinya
bahwa kursi batu itu berukuran kecil. Orang dewasa bertubuh besar tak mungkin
muat duduk di situ. "Mungkin itu kursi anak yang tadi aku lihat di tepi telaga?"
pikir si gadis. Kini dia memandang ke depan ke arah cahaya putih. Perlahan-lahan
Puti Andini berenang mendekati cahaya itu.
Setelah berenang sejauh lima belas tombak gadis ini tercengang heran ketika
melihat cahaya putih itu ternyata adalah sebuah goa batu besar yang memancarkan
warna putih menyilaukan. Bagian yang seharusnya merupakan pintu atau mulut goa
tertutup oleh dinding batu berwarna merah. Di sini ada sebaris tulisan. Dari
arah dinding ini memancar hawa aneh disertai pantulan cahaya merah yang sangat
dingin seolah menggiris tulang. Puti Andini menggigil menahan dingin. Lalu ada
gelombang angin menerpa ke arahnya.
Membuat Puti Andini terjungkir balik di dalam air dan kain pengikat kepalanya
tanggal hingga rambutnya terlepas riap-riapan.
Puti Andini berusaha menabahkan diri walau sekujur tubuhnya saat itu terasa
dingin Liang Lahat Gajahmungkur 38
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
dan bergetar. Tiba-tiba hidungnya mencium bau kemenyan santar sekali. Tengkuk si
gadis jadi merinding. Dengan menguatkan hati dan beranikan diri dia berenang
mendekati goa batu putih agar bisa membaca apa yang tertera di dinding batu
tersebut. "Liang Akhirat." Mulut Puti Andini bergetar ketika membaca tulisan yang tertera
di dinding merah. Lalu sepasang matanya membentur pandangan aneh lainnya. -Yakni
dua buah tiang yang terletak di kiri kanan goa putih. Di atas kedua tiang itu
ada dua buah pendupaan berisi bara menyala yang mengepulkan asap putih menebar
bau kemenyan. "Aneh, benar-benar aneh. Bagaimana di dalam air ada dua pendupaan dengan bara
menyala. Lalu ada kepulan asap dan menebar bau kemenyan. Sampai matipun aku tak
bisa percaya kalau tidak melihat sendiri. Tempat apa ini" Liang Akhirat" Ada
akhirat di dasar telaga" Apa ada sangkut pautnya dengan Lembah Akhirat" Jangan-
jangan aku telah kesasar ke Lembah Akhirat!"
Puti Andini memandang berkeliling. Dia kembali bertanya-tanya. "Dimana
tersembunyinya Pedang Naga Suci 212" Dimana beradanya anak berpakaian hitam
kemarin?" Tiba-tiba Puti Andini mendengar suara berdesis disertai detakan-detakan keras
yang menggetarkan dasar telaga serta membuat air di sekelilingnya bergelombang.
Dia tidak dapat memastikan suara apa adanya namun diketahui suara-suara itu
datang dari dalam goa putih, dari balik pintu atau dinding batu merah yang
menjadi penutup goa.
"Satu-satunya jawaban pertanyaan yang ada dalam diriku terdapat di balik batu
merah itu. Bagaimana aku bisa menerobos masuk ke dalam goa?" Sambil berpikir
Puti Andini berenang mendekati goa putih. Sesekali dia berpaling ke belakang,
memandang ke arah kursi batu di legukan dasar telaga berbentuk lingkaran.
Sementara itu di dalam goa sesaat setelah Puti Andini menerobos lewat celah batu
terjadi percakapan antara Naga Kuning dengan suara tanpa sosok.
"Naga Kuning, sebentar lagi dari tempat ini kau akan melihat kemunculan orang
yang kukatakan kemarin. Buka matamu lebar-lebar...."
Dari tempatnya duduk bersila Naga Kuning memandang tak berkesip ke arah pintu
goa yang terbuat dari dinding batu berwarna merah. Secara aneh, dari tempat ini
si bocah sanggup melihat ke dalam telaga menembus dinding goa batu. Kepalanya
bergerak sedikit ketika apa yang dikatakan orang tadi menjadi kenyataan.
"Apa yang kau lihat Naga Kuning?"
"Ada seorang berpakaian merah menerobos masuk melewati celah di dinding batu,"
jawab Naga Kuning.
"Lelaki atau perempuan...."
"Perempuan Kiai. Tapi...."
"Matamu sudah lamur hingga tidak bisa membedakan lelaki dengan perempuan"!"
Suara tanpa rupa menegur.
"Melihat kepada rambut dan potongan tubuhnya orang itu jelas perempuan. Tapi
mengapa dia berkumis...?"
"Lagi-lagi kau berlaku tolol Naga Kuning. Apa kau lupa pada ujar-ujar yang
mengatakan: Orang cerdik tidak akan tertipu oleh pandangan matanya. Karena
sesungguhnya kenyataan ada dibalik semua keanehan."
Naga Kuning terdiam mendengar kata-kata itu. Matanya kembali memandang tak
berkesip ke depan. "Maafkan saya yang kurang teliti Kiai. Orang yang datang itu
ternyata Liang Lahat Gajahmungkur 39
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
adalah seorang gadis yang menyamar Sebagai seorang pemuda."
"Apa kau mengenal atau pernah melihatnya sebelumnya?"
"Saya kira tidak Kiai. Menurut penglihatan Kiai apakah dia orang yang kita
tunggu?" "Dia memang orang yang kita tunggu walau datangnya lebih cepat dari dugaan
semula. Ini tak lain gara-gara kelakuanmu meninggalkan tempat pengawasan di
Liang Lahat ini dan pergi keluyuran ke dunia luar sana...."
"Maafkan atas semua tindakan saya itu Kiai," kata Naga Kuning pula. "Kalau dia
memang yang kita tunggu apakah dia juga berjodoh dengan senjata sakti mandraguna
itu?" "Berjodoh atau tidak adakalanya bukanlah satu takdir yang datang dari atas.
Terkadang manusia membuat-buat menjadi begitu. Padahal Yang Kuasa tidak bisa
ditipu. Apa yang dicari gadis itu tidak akan pernah didapatkannya kalau usahanya tidak
mampu membuka kunci Liang Akhirat dan masuk ke Liang Lahat ini."
"Hati kecil saya ingin menolongnya Kiai. Tapi terserah Kiai...."
Terdengar suara tawa membahana orang yang dipanggilkan Kiai itu. "Aku menduga
jalan pikiranmu telah dirasuk oleh apa yang kau lihat. Kau tertarik pada gadis
cantik itu lalu berniat ingin menolongnya. Bukan begitu Naga Kuning?"
"Kecantikan adalah bunga hidup ciptaan Gusti Allah, Kiai. Tinggal terserah kita
anak manusia bagaimana melihat dan menilainya. Saya tahu siapa diri saya. Sama
sekali tidak terkandung niat menolong karena tergoda pandangan alias nafsu. Saya
hanya mengkhawatirkan malapetaka besar akan tambah memporak-porandakan dunia
persilatan. Rasanya sudah cukup jumlah para tokoh golongan putih menemui ajal karena
sandiwara busuk yang dimainkan oleh manusia-manusia keji dan kaki tangannya...."
"Lalu apa yang hendak kau lakukan Naga Kuning" Hendak memberi tahu kunci rahasia
jalan masuk ke tempat ini?"
"Tanpa izin Kiai saya tidak berani melakukan hal itu Kiai."
"Aku tidak akan memberimu izin. Biarkan gadis itu mencari jalan sendiri. Aku
tahu seseorang telah menolongnya hingga dia mampu bertahan lama di dalam air.
Pendekar Pendekar Negeri Tayli 10 Imbauan Pendekar Karya Khu Lung Mutiara Hitam 9