Pencarian

Rahasia Perkawinan Wiro 1

Wiro Sableng 115 Rahasia Perkawinan Wiro Bagian 1


"CELAKA!" KATA LUHSANTlNl SETENGAH
BERSERU. "JANGAN-JAMGAN KlTA DATANG TERLAMBAT!
PERCEPAT LARIMU LUHCINTA!"
LUHClNTA DAN LUHSANTlNl SAMPAl Dl PUNCAK
BUKlT BATU KAWIN. LUHCINTA SERTA MERTA
HENDAK MENGHAMBUR KE HADAPAN ORANG-
ORANG YANG BERADA Dl DEKAT RANJANG
BATU. TAPI LUHSANTINl CEPAT MEMEGANG
ERAT LENGANNYA DAN MENARlK GADlS INI KE
BALlK SEBUAH BATU BESAR YANG TERTUTUP
SEMAK BELUKAR LEBAT.
"KITA MEMANG TERLAMBAT LUHCINTA.
UPACARA PERNIKAHAN SUDAH
DILAKSANAKAN. MEREKA TELAH
BERPEGANGAN TANGAN ...."
"MEREKA SIAPA?" TANYA LUHCINTA DENGAN
SUARA GEMETAR. GADIS INI SIBAKKAN SEMAK
BELUKAR LALU MEMANDANG KE DEPAN. SAAT
ITU TERDENGAR SUARA LANTANG SANG JURU
NIKAH LAMAHILA.
"WIRO SABLENG DAN LUHREMBULAH! KALIAN
BERDUA TELAH AKU NlKAHKAN DISAKSIKAN
LANGIT DAN BUMI. APA YANG KALIAN UCAPKAN
DlDENGAR OLEH PARA DEWA DAN SEMUA ROH
YANG TERGANTUNG ANTARA LANGlT DAN
BUMI. SEMOGA KALIAN MENDAPAT BERKAH.
SAAT INI KALIAN TELAH RESMl MENJADI SUAMI
ISTRI!" KUDA raksasa berkaki enam itu berlari kencang di bawah siraman sang surya yang
tengah menggelincir menuju ufuk tenggelamnya. Bulunya yang hitam pekat seolah menebar
pantulan kekuning-kuningan. Di atas punggungnya dua sosok manusia tergantung dalam dua
buah jala. ltulah sosok Lakasipo dan Luhsantini yang terjebak tak berdava di
dalam jaring api biru akibat perbuatan jahat Hantu Bara Kaliatus. Orang ke tiga
di atas kuda raksasa itu adalah seorang kakek yang berdiri di punggung kuda
dengan dua tangan di sebelah bawah dan dua kaki di sebelah atas. Rambut,
janggut dan kumis putihnya melambai-lambai disapu angin. Walau kuda hitam
bernama Laekakienam
berlari secepat setan menyambar namun di atas punggungnyasi kakek tampak tegak
tenang tanpa bergeming sedikitpun. Sudah dapat diduga kakek ini bukan lain
adalah Lasedayu alias Hantu Langit Terjungkir.
"Huuii ... !" Kakek di atas kuda berseru panjang.
"Kuda hitam gagah perkasa, kita berhenti dulu di sini! Aku perlu bicara dengan
dua insan di dalam jaring!"
Habis berkata begitu sosok si kakek melesat ke udara. Dua tangannya menyambar
cabang satu pohon besar. Sesaat tubuhnya berputar sebat dua kali dicabang pohon itu lalu
melayang turun, menjejakkan dua tangannya yang dijadikan kaki di tanah tanpa
keluarkan suara sedikitpun.
Kuda hitam yang memiliki dua tanduk di atas kepalanya meringkik keras lalu
hentikan larinya. Debu beterbangan di belakangnya. Setelah meringkik sekali lagi
binatang ini lalu melangkah mendekati si kakek dan menjilat-jilat kaki orang tua
itu dengan ujung lidahnya.
"Kuda hebat! Aku berterima kasih padamu! Seumur hidup baru kali ini aku
menunggang kuda. Aku serasa mau kencing menahan gamang. Tapi nikmat!
Ha ... ha,.. ha...!"
Si kakek tepuk-tepuk pinggul Laekakienam lalu dia bergerak mendekati Lakasipo
dan Luhsantini yang berada di dalam dua jaring terpisah. Kakek ini pergunakan
dua kakinya untuk mengait jaring. Lalu perlahan-lahan, enak saja dia turunkan
dua jaring itu ke tanah. Di dalam jaring Lakasipo dan Luhsantini cepat bangkit
lalu bersila di tanah.
"Kakek Hantu Langit. Terjungkir! Kami berdua menghaturkan terima kasih. Kau
telah membawa kami keluar dari tempat penuh bencana itu!"
Luhsantini pertama sekali keluarkan ucapan.
Hantu Langit Terjungkir alias Lasedayu sibakkan rambut putih menjulai yang
menutupi mukanya lalu tatap wajah Luhsantini beberapa lamanya. Sesaat kemudian
dia palingkan kepala memandang pada Lakasipo. Dipandang seperti itu Lakasipo
merasa jangan-jangan orang tua ini masih membekal
amarah karena tindakannya yang lalai tempo hari sehingga sendok emas sakti yang
bisa menjadi penyembuh bagi si kakek lenyap dirampas orang.
Maka sebelum ditegur Lakasipo berkata duluan.
"Kek, apakah kau masih marah padaku karena kesalahanku menghilangkan Sendok
Pemasung Nasib itu..." Aku sekali lagi mohon maafmu. Janjiku tetap akan kupenuhi. Aku
akan mencari benda itu sampai dapat walau harus menebus dengan
nyawaku sendiri."
Lasedayu menghela nafas dalam lalu menyeringai.
"Wahai, bagaimana kau bisa mencari sendok sakti.
Sementara dirimu berada dalam jaring iblis api biru itu!"
Lakasipo terdiam mendengar kata-kata si kakek. Dia memandang pada Luhsantini
seperti meminta
pendapat Perempuan ini segera membuka mulut
"Supaya kami bisa menebus kesalahan itu harap kau mau menolong kami keluar dari
jaring ini."
"Betul, Kek," menyambung Lakasipo.
"Kami bukan cuma memikirkan keselamatan diri sendiri. Tapi begitu bebas kami
akan segera kembali ke lembah untuk menolong kawan-kawan kami.
Mereka berada dalam bahaya besar...."
Lasedayu gelengkan kepala. "Tak ada hal lain yang bisa kuperbuat Aku hanya
berkemampuan merubah jaring ini dari jaring api menjadi jaring tali biasa.
Lebih dari itu aku tak bisa. Seperti penjelasanku dulu, hanya ada beberapa orang
saja di Negeri Latanahsilam ini yang mampu memutus jaring api biru ini ..."
(Kisah bagaimana Lakasipo dan
Luhsantini terjebak dalam jaring api biru baca Episode Hantu Santet Laknat)
"Berarti kita bisa seumur-umur mendekam di dalam jaring celaka ini! Mungkin ajal
lebih dulu datang menjemput sebelum ada yang membebaskan kita!"
kata Luhsantini.
"Kek, kalau aku tidak salah mengingat, kau pernah mengatakan siapa-siapa saja
orang yang mampu menjebol jaring ini. Siapa tahu ada orang yang bisa menemui
mereka untuk dimintai bantuannya ...."
"Aku tidak yakin. Orang-orang itu seperti setan. Ada bernama tapi sulit dicari
bahkan entah masih hidup atau sudah menjadi satu dengan tanah. Seorang di antara
mereka adalah Hantu Seribu Obat. Tapi manusia satu ini aneh angin-anginan. Kalau
hatinya sedang senang apapun yang diminta orang akan diberikannya sekalipun
orang meminta telinga atau matanya! Tapi kalau syarafnya terganggu, sedang tidak
karuan hati dan pikirannya, salah sedikit saja dalam bicara isi perut kita bisa
dibedolnya untuk dijadikan ramuan obat!"
"Tunggu dulu!" ucap Lakasipo setengah berseru.
"Aku pernah bertemu dengan Hantu Seribu Obat.
Dialah yang menolong dua saudara angkatku hingga sosoknya menjadi sebesar sosok
orang-orang di negeri ini ..." berkata Lakasipo.
"mungkin waktu itu hatinya sedang senang. Tapi jika bertemu sekali lagi aku
tidak dapat menjamin dia akan bersikap sama," kata Lasedayu pula.
"Siapa orang lainnya yang menurutmu mampu menolong kami Kek?" bertanya
Luhsantini. "Seorang nenek berjuluk Hantu Lembah Laekatak hijau. Nenek satu ini lebih kacau.
Di tempat kediamannya yang sulit diketahui dimana letaknya, dia memelihara
ribuan kodok. Bahkan konon
kabarnya sekujur tubuhnya diselimuti binatang itu.
Kalau dia ingin sesuatu yang menyenangkan, si nenek bisa saja menyuruh kodok-
kodok peliharaannya untuk mempesiangi orang hingga dalam waktu sesaat saja orang itu
bisa hanya tinggai tulang memutik!"
Lakasipo menatap ke arah Luhsantini dan berkata perlahan.
"Agaknya tidak ada yang bisa kita lakukan.Tidak ada orang yang dapat menolong
kita. Kalau saja nenek tukang kentut berjuluk Hantu Selaksa Angin itu mau
menolong kita. ..."
"Dia punya kemampuan," menyahuti Luhsantini.
"Tapi apakah dia harus menghantami kita dengan pukulan sakti agar semua tali-
tali ini bisa putus"
Jangan-jangan kita lebih dulu remuk jadi bangkai sebelum dia bisa mengeluarkan
kita dari dalam jaring celaka ini! Jika aku bisa lolos, aku bersumpah akan
menguliti Hantu Bara Kaliatus makhluk keji biadab itu!"
Hantu Langit Terjungkir mendehem beberapa kali lalu berkata. "Sebenarnya aku
melarikan kalian bukan cuma karena ingin menyelamatkan kalian, tapi lebih dari
itu ada satu perkara besar yang ingin aku bicarakan. ini menyangkut dirimu dan
diriku, Lakasipo ...."
"Maksudmu sendok emas itu Kek?" tanya Lakasipo.
"Lupakan sendok celaka itu!" jawab si kakek. Lalu dia melangkah ke belakang
Lakasipo yang sampai saat itu masih duduk bersila di tanah. Sepasang mata si
kakek memandang tak berkesip ke arah lengan kanan sebelah belakang Lakasipo.
Seperti diketahui di situ terdapat tanda berbentuk sekuntum bunga dalam
lingkaran berwarna kebiru-biruan.
"Hal yang hendak aku bicarakan ini jauh lebih penting dan lebih berharga dari
sendok emas itu!
Aku malah menganggap jauh lebih penting dari nyawa ataupun masa depanku ...."
Lasedayu kembali berdiri di hadapan Lakasipo. Dari balik juntaian rambut
putihnya dia pandangi wajah lelaki itu dengan perasaan yang sulit untuk
dikatakan. Saat itu dia seolah ingin menghamburkan sejuta kata sejuta cerita.
Bahkan lebih dari itu ingin memeluk merangkul Lakasipo.
"Lakasipo, di belakang lengan kananmu sebelah atas,dekat ketiak, ada satu tanda
kecil. Seperti jarahan. Berbentuk bunga dalam lingkaran ...."
"Apa Kek"!" ujar Lakasipo. Wajahnya menyatakan rasa heran. "Tanda bunga dalam
lingkaran ... "
Dekat ketiak kananku sebelah belakang?" Lakasipo angkat tangan kanannya,
mencari-cari. Dia berhasil melihat tanda kecil seperti yang dikatakan si kakek.
Bunga dalam lingkaran. "Aku tak-pernah tahu kalau ada tanda seperti ini di
lenganku. Juga tak ada orang yang mengatakan kalau aku punya tanda seperti ini."
Lakasipo menatap wajah si kakek lalu bertanya.
"Kek, apa pentingnya tanda di balik lenganku ini bagimu" Apa mengandung satu
arti?" , "Tanda itu sangat penting bagiku wahai Lakasipo.
Lebih penting dari nyawaku sendiri ...."
"Aku tidak mengerti. Tunggu .... Aku coba mengingat-ingat. Rasanya aku pernah
melihat tanda seperti yang kau katakan itu di lengan belakang seseorang ...."
"Ucapanmu membuat aku berdebar Lakasipo!" kata Hantu Langit Terjungkir.
"Pusatkan pikiranmu, pusatkan ingatanmu! Siapa orang yang punya tanda seperti
tanda di dekat ketiak kananmu itu"!" Lakasipo memijit-mijit keningnya berulang-
ulang. Berusaha untuk mengingat Tiba-tiba ditepuknya keningnya.
"Aku ingat Kek!" katanya dengan suara keras.
"Siapa"!" tanya Hantu Langit Terjungkir tak kalah kerasnya.
"Latandai alias Hantu Bara Kaliatus!"
Si kakek tersurut satu langkah mendengar ucapan Lakasipo itu. Sementara
Luhsantini keluarkan seruan tertahan karena tidak menyangka nama
bekas suaminya itu yang bakal diucapkan Lakasipo.
"Aku sudah menduga ..." kata Hantu Langit Terjungkir dengan suara bergetar.
Sepasang matanya sekilas tampak berkaca-kaca. Ada satu perasaan besar yang seperti coba
ditekannya. "Aku sendiri memang pernah melihat tanda itu di lengan kanan sebelah belakang
Hantu Bara Kaliatus
...." Orang tua ini kemudian berpaling pada Luhsantini. "Kau adalah istri Hantu
Bara Kaliatus ...."
"Saat ini aku tidak lagi jadi istri manusia keji jahat itu!" menukas Luhsantini.
"Aku tahu perasaanmu wahai Luhsantini. Tapi bagaimanapun kau pernah menjadi
istrinya. Yang aku ingin tanyakan, apakah kau pernah tahu, melihat atau
menyadari bahwa Hantu Bara Kaliatus memang memiliki tanda seperti yang ada di
lengan kanan Lakasipo?"
"Aku .... Hemm . ... rasanya ku memang pernah melihat. Tapi aku tidak begitu
memperhatikan. Aku tidak pernah menanyakan atau memberitahu
padanya. Mungkin dia sendiri tidak tahu. Kek, apa arti semua pembicaraan ini?"
bertanya Luhsantini.
Dada Lasedayu alias Hantu Langit Terjungkir
bergemuruh. Sepasang matanya tampak semakin
berkaca-kaca dan sekujur tubuhnya kelihatan
bergetar. "Kek, ada apa dengan dirimu. Apakah kau sakit?"
tanya Lakasipo.
"Kek, apapun yang terjadi dengan dirimu harap kau menjawab pertanyaanku tadi!"
ujar Luhsantini.
"Apa artinya semua pembicaraanmu itu! Kau, matamu basah. Bibirmu bergetar. Kau
hendak mengatakan sesuatu Kek?"
"Aku ...." Si kakek tampak agak sempoyongan. Dia sandarkan punggungnya ke tubuh
Laekakienam. Dia menarik nafas panjang sampai dua kali baru
membuka mulut. "Dengar baik-baik apa yang akan aku ucapkan Lakasipo. Kalian berdua adalah ...."
"Kalian berdua siapa maksudmu Kek," tanya Lakasipo ketika si kakek hentikan
ucapannya seolah lidahnya mendadak menjadi kelu.
"Maksudku ... kau ... kau dan Latandai adalah ...."
Gelora jiwa dan gejolak hati yang seolah membadai membuat orang tua itu sulit
untuk berucap. Dalam hati dia berdoa.
"Wahai para Dewa, beri aku kekuatan untuk menyampaikan kebenaran ini. Aku harus
mengatakan sekarang juga! karena mugkin hidupku ini hanya tinggal beberapa
hitungan jengkal saja.
Aku ...." Hantu Langit Terjungkir usap lelehan air mata yang menggelinding jatuh ke
pipinya yang keriput.
"Lakasipo, dengar baik-baik. Kau dan Latandai adalah dua ...."
Belum sempat si kakekmenyelesaikan ucapannya tiba-tiba di udara menggema suara
seperti petir menyambar. Lalu ada hawa panas menyungkup.
Ketika semua orang memandang ke atas kagetlah mereka. Di udara melayang turun
cepat sekali sebuah jaring besar berwarna biru seolah terbuat dari kobaran api!
"Api lblis Penjaring Roh!" teriak Lakasipo lalu jatuhkan diri dan berguling
sejauh yang bisa dilakukannya. Hal yang sama segera pula diiakukan Luhsantini.
Hantu Langit Terjungkir hantamkan kakinya kiri kanan ke atas dua kali berturut-
turut. Dua gelombang angin berwarna kebiruan
menggebubu. "Bummm!"
"Buuum!"
Dua ledakan dahsyat menggoncang seantero
tempat! Laekakienam meringkik keras! Debu dan pasir
beterbangan ke udara. Sebaliknya dari atas
berjatuhan puluhan daun-daun pepohonan yang
tumbuh di sekitar tempat itu. Ranting berderak patah lalu ikut melayang jatuh ke
tanah. LAEKAKIENAM, kuda hitam berkaki enam milik
Lakasipo bergulingan bergemuruh kian kemari
sambil melejang-lejangkan kaki. Debu dan pasir semakin banyak beterbangan ke
udara. Dua pohon patah dan sebuah batu besar terbelah berkeping-keping dihantam
tendangan binatang raksasa itu.
Bau sangit daging terbakar memenuhi udara. Kuda bertanduk dua itu meringkik
sekali lagi lalu
"brakk!"
Tubuhnya menghantam sebatang pohon besar.


Wiro Sableng 115 Rahasia Perkawinan Wiro di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pohon ini berderak keras lalu tumbang dengan suara menggemuruh. Di bawah pohon
Laekakienam terkapar melejang-lejang. Sekujur tubuhnya yang penuh guratan luka sangat dalam,
berselemak darah, mengepulkan asap, berada dalam jiratan jaring api biru.
"Lae! Lae! Kudaku .... Kudaku!" teriak Lakasipo melihat apa yang terjadi dengan
binatang tunggangannya itu. Lalu seperti orang kalap dia hendak mengamuk. Kakinya
diangkat untuk bisa menginjak putus jaring di bagian bawah tapi tidak berhasil.
Tangannya lalu digerakkan untuk melepas pukulan Lima Kutuk Dari Langit. Kaget
Lakasipo bukan kepalang. Apa yang terjadi dengan dirinya.
Dia tak mampu mengerahkan tenaga dalam dan
mengalirkan hawa sakti ke tangan kanannya! Sekian lama berada dalam jaring api
biru kekuatannya seolah tersedot!
Lakasipo meraung keras lalu bersujud di tanah, menangis panjang. Luhsantini yang
ada di tempat itu, setelah terpental beberapa kali kini terduduk dengan muka
pucat lalu tutupkan dua tangan di depan wajahnya karena tidak sanggup melihat
kengerian yang terjadi atas Laekakienam.
Hantu Langit Terjungkir sendiri saat itu tegak dengan tubuh bergoncang keras dan
wajah kaku membesi.
Sewaktu jala yang disebut Api lblis Penjaring Roh itu menebar turun laksana
kilat menyambar, si kakek masih mampu berusaha menangkis dengan dua
tendangan yang mengeluarkan gelombang angin
sakti. Bersamaan dengan itu dengan kecepatan luar biasa dia segera menyingkir karena
maklum serangan yang datang dari atas langit itu bukan olah-olah dahsyat
berbahayanya! Dia berhasil menyelamatkan diri. Tapi kuda hitam besar Laekakienam yang tadi
disandarinya tertimpa jaring, langsung dibuntal dicabik-cabik hangus sekujur
tubuhnya! Untuk beberapa lamanya tempat itu dilanda
kesunyian mencekam. Lalu dirobek oleh suara
raungan Lakasipo. Namun suara raungan ini lenyap begitu ada suara tawa mengekeh
mengumandang di tempat itu!
Lakasipo angkat sosoknya yang bersujud. Luhsantini turunkan dua tangannya yang
menutupi wajah.
Hantu Langit Terjungkir sibakkan rambut yang menutupi mukanya. Semua mata
ditujukan ke arah datangnya suara tawa mengekeh.
Di depan sana berdiri seorang berjubah hitam. Tidak dapat dipastikan apakah dia
seorang manusia atau penjelmaan roh yang gentayangan. Kepala dan
mukanya berbentuk tengkorak. Anehnya di batok kepalanya bertumbuhan rambut-
rambut warna putih.
Matanya yang hanya berupa rongga besar
memancarkan cahaya merah angker. Dua tangan-
nya yang tersembul keluar dari ujung lengan jubah hitam merupakan tulang-tulang
putih. Tiba-tiba rambut-rambut putih itu berjingkrak kaku ke atas seperti kawat.
Dari rongga matanya cahaya merah memancar keluar laksana lidah api. Lalu dari
mulutnya yang penuh susunan gigI-gigi besar
mengerikan kembali keluar suara tawa mengekeh.
"Makhluk jerangkong ..." desis Hantu Langit Terjungkir.
"Kalau aku tidak salah menduga dia adalah jahanam yang dipanggil dengan sebutan
Junjungan.Yang konon kabarnya adalah guru Hantu Santet Laknat.
Pasti tadi dia yang melancarkan serangan Api lblis Penjaring Roh! Astaga, lihat
siapa yang berdiri di sampingnya!"
Hantu Langit Terjungkir buka matanya lebar-lebar.
Yang saat itu tegak disebelah makhluk jerangkong sang Junjungan bukan lain
adalah Hantu Bara
Kaliatus, murid Hantu Santet Laknat. Bekas suami Luhsentini!
"Cucu muridku Hantu Bara Kaliatus! Orang-orang yang kita cari sudah ditemukan!
Kematian sudah menjadi bagian mereka Kau tunggu apalagi"!" Sang Junjungan
keuarkan ucapan. Lalu tangan kirinya yang hanya merupakan tulang-tulang putih
itu diusapnya ke punggung Hantu Bara Kaliatus.
Usapan ini bukan usapan biasa karena bersamaan dengan itu makhluk jerangkong
susupkan sebagian hawa sakti ke dalam tubuh Hantu Bara Kaliatus.
Saat itu juga Hantu Bara Kaliatus merasa tubuhnya lebih ringan namun sekaligus
darahnya menggejolak aneh, membawa amarah luar biasa. Ketika dia
menyeringai dan mulutnya terbuka kelihatan ada kobaran api di dalam mulut itu.
Seperti diketahui sampai saat itu di dalam perut Hantu Bara Kaliatus masih
mendekam putuhan bara api yang sebelumnya berada di kepala, dada dan perutnya.
"Tunggu dulu!" tiba-tiba Hantu Langit Terjungkir berseru ketika dilihatnya Hantu
Bara Kaliatus melangkah mendekati Lakasipo dengan tangan kiri yang disambung
besi warna biru dipentang di atas kepala, siap 'untuk dipukulkan.
"Hantu Bara Kaliatus! Pasal lantaran apa kau hendak membunuh Lakasipo"!"
"Cucu muridku Hantu Bara Kaliatus, kau tak usah menjawab pertanyaan tua bangka
gila itu! Lekas bunuh Lakasipo! Biar aku yang menghadapi monyet tua itu!"
Berkata sang Junjungan.
"Terima kasih kau mau membantuku sang
Junjungan. Tapi jika kau tidak keberatan wahai Junjungan biar aku beritahu
padanya pasal lantaran apa aku ingin menghabisi keparat bebama Lakasipo ini!"
Sang Junjungan kelihatan tidak begitu senang dengan ucapan Latandai alias Hantu
Bara Kaliatus itu. Tapi dia akhirnya anggukkan kepala. Hantu Bara Kaliatus lalu
berpaling pada Hantu Langit Terjungkir.
"Agar kau tahu!" kata Hantu Bara Kaliatus pula.
"Makhluk bernama Lakasipo yang sepasang kakinya ditancapi Bola-Bola lblis itu
sudah sejak lama menjadi musuh besarku. Belum sempat aku
membalaskan sakit hati dendam kesumat, tahu-tahu dia main gila bergendak-gendak
dengan istriku. Dia merampas Luhsantini dari tanganku!"
"Mulutmu kotor! Tuduhanmu keji!" teriak Lakasipo dari dalam jaring.
"Aku tidak pernah merampas Luhsantini! Perempuan itu meninggalkan dirimu karena
kau berniat hendak membunuhnya! Otakmu sudah jadi gila karena dicuci oleh dukun
jahat Hantu Santet Laknat! Kau bahkan tega hendak membunuh anak kandungmu
sendiri!" "Makhluk culas bermulut keji!" Luhsantini ganti mendamprat dari dalam jaring api
biru. "Aku bukan istrimu dan aku tidak pernah berbuat mesum dengan lelaki itu! Kau
makhluk bejat pencelaka pembunuh anak sendiri!"
"Ha ... ha ... ha!" Makhluk muka tengkorak tertawa bergelak.
"Kau mendapat sanggahan serta caci maki yang menyakitkan hati wahai cucu
muridku! Apa jawabmu" Apa tindakanmu"!"
Rahang Hantu Bara Kaliatus menggembung.
"Perempuan jalang! Tunggulah! Kau bakal menerima bagian setelah kekasih gelapmu
ini kuhabisi!"
"Manusia rendah pengecut busuk! Lakasipo di dalam jaring tidak berdaya! Jika kau
memang jantan keluarkan dia lebih dulu dari dalam jaring baru kau menghadapinya!
Aku mau lihat apa kau punya
keberanian!"
Hantu Bara Kaliatus menyeringai. "Buat apa mencari susah kalau aku bisa
membunuhnya semudah
membalikkan tangan!" Lalu sambil semburkan dua bara api dari mulutnya Hantu Bara
Kaliatus menerjang ke arah Lakasipo yang saat itu sudah tegak berdiri tapi masih
terbungkus di dalam jaring api biru.
Begitu melihat dua bara api melesat ke arahnya Lakasipo cepat jatuhkan diri. Dia
berguling menjauh.
Namun dia tidak mampu bergerakcepat. Lawan
segera mengejar mendatangi. Baru saja dia
berusaha bangkit, Hantu Bara Kaliatus telah
menghantamkan tangan kirinya yang disambung
dengan logam biru serta dipenuhi tonjolan-tonjolan lancip!
Dari dalam jala dimana dirinya terkurung Luhsantini berusaha menyerang Hantu
Bara Kaliatus dengan serangan tangan kosong jarak jauh. Tapi
gerakannya tertahan. Lebih dari itu anehnya dia juga tidak mampu menghimpun
tenaga dalamnya. Dia
mengalami hal yang sama seperti yang terjadi dengan Lakasipo. Kekuatannya tak
mampu dikerahkan seolah telah disedot sirna oleh jaring api biru!
"Celaka! Kalau tidak ada yang menolong, Lakasipo pasti akan menemui ajal di
tangan makhluk durjana itu!"
Luhsantini meratap tegang dalam hatinya. Saat itu Hantu Langit Terjungkir yang
telah melihat bahaya yang mengancam Lakasipo dengan satu gerakan
kilat melesat ke arah Hantu Bara Kaliatus sambil tendangkan kaki kanannya.
Selarik gelombang angin yang memancarkan hawa dingin serta sinar kebiruan
menyambar. Semula Hantu Bara Kaliatus mengang -
gap enteng dan tetap teruskan pukulannya sambil menggeser kedudukannya sedikit
Tapi ketika dirasakannya tubuhnya disengat hawa dingin luar biasa dan lututnya menjadi goyah
kagetlah dia. Dengan cepat Hantu Bara Kaliatus buka mulutnya lalu menyambar Lidah api
menggebubu. Tiga bara menyala melesat ke arah kepala, dada dan perut Hantu
Langit Terjungkir. Kakek yang berdiri kaki ke atas tangan ke bawah ini melompat
ke udara. Sambil meniup, tubuhnya membuat gerakan jungkir balik demikian rupa
hingga dua serangan bara api
sanggup dikelitnya.
"Cesss!"
Bara api ke tiga dipukul mental dengan tangan kiri.
Tapi akibatnya tangan kiri Hantu Langit Terjungkir luka hangus, kulitnya
terkelupas. Kobaran api yang menggebubu keluar dari mulut Hantu Bara Kaliatus
dihadang oleh angin biru yang melesat dari mulut Hantu Langit Terjungkir.
Bentrokan hebat tidak terhindar lagi. Hantu Bara Kaliatus menjerit dan terhuyung
ke belakang sampai tiga langkah. Dari mulutnya membusa darah. Hantu Langit
Terjungkir sendiri cidera tak katah parahnya. Kumis dan janggutnya terbakar
hangus sedang daging sekitar mulutnya tampak menggembung merah. Didahului oleh
bentakan marah Hantu Langit Terjungkir
menerjang ke arah Hantu Bara Kaliatus.
"Hebat juga makhluk celaka itu!" membatin sang Junjungan.
"Aku sengaja menambah hawa sakti kedalam tubuh Hantu Bara Kaliatus, ternyata dia
masih bisa menciderai cucu muridku itu!"
Sekali berkelebat makhluk jerangkong itu telah memotong gerakan Hantu Langit
Terjungkir. Entah dari mana dia mengambilnya tahu-tahu sebuah
tongkat terbuat dari tulang putih telah tergenggam di tangan kanannya. Ujung
tongkat itu dimasukkannya ke salah satu matanya yang hanya merupakan
rongga yang memancarkan sinar merah. Tiba-tiba menyembur kobaran api menjilat
ujung tongkat. "Wusss!"
Di ujung tongkat kini kelihatan ada api menyala!
Barisan gigi-gigi sang Junjungan sunggingkan seringai aneh. Dia hantamkan
tongkatnya ke depan.
"wuuuttttt"
Satu lingkaran api luar biasa panasnya membuntal ke arah Hantu Langit
Terjungkir. Yang diserang tidak tinggal diam. Dua kaki digerakkan melancarkan
serangan balasan. Sementara tangan kanan
menyelinap melancarkan pukulan ke arah badan tongkat tulang.
Lingkaran api yang hendak menggulung Hantu
Langit Terjungkir serta merta buyar begitu terkena sapuan angin dingin biru yang
melesat keluar dari dua kaki Hantu Langit Terjungkir. Melihat dia mampu
menghancurkan serangan lawan Hantu Langit
Terjungkir jadi bersemangat. Tenaga dalamnya dilipat gandakan ke arah tangan
yang tengah berusaha memukul tongkat tulang.
Sang Junjungan putar tangan kanannya. Tongkat tulang yang ujungnya ada apinya
berputar secara aneh.
"Kraaakk!"
Hantu Langit Terjungkir berhasil memukul tongkat tulang itu lalu terdengar suara
benda patah. Bersamaan dengan itu terdengar pula jeritan keras dari mulut Hantu Langit
Terjungkir. Ternyata tulang lengan kanan kakek ini telah remuk terkena sabetan
tongkat lawan! Karena tangannya itu juga dipergunakan sebagai kaki maka cidera yang dialami
Hantu Langit Terjungkir tentu saja sangat membahayakan dirinya.
Menyadari hal ini Hantu Langit Terjungkir segera lesatkan diri menjauhi lawan.
Sang Junjungan tertawa mengekeh. Tangan
kanannya yang memegang tongkat tulang putih
digerakkan. Api di ujung tongkat menjilat panjang. Bergulung membuntal ke arah Hantu Langit
Terjungkir. Kakek yang sedang dilanda kesakitan irii dan kini hanya mampu
berdiri dengan tangan kiri menjadi
kelabakan. Dia bergerak cepat kian kemari untuk hindari diri dari sundutan api. Sambil
menghindar dia kerahkan hawa sakti yang memancarkan hawa dingin biru.
Namun sambaran gulungan api demikian hebatnya hingga dia terkurung rapat.
Kemanapun dia berusaha menyingkir kobaran api datang
membuntal. Sebagian rambut dan pakaiannya sudah ada yang kena disulut api!
Luhsantini yang melihat kejadian ini jadi serba bingung. Dia tidak mampu
menolong. Lagi pula kalaupun dia bisa memberikan bantuan,siapa yang harus
ditolongnya dan apa yang bisa dilakukannya.
Karena saat itu Lakasipo juga sedang terancam nyawanya.
Kepalanya siap menjadi sasaran tangan kiri Hantu Bara Kaliatus yang terbuat dari
logam keras penuh tonjolan-tonjolan runcing! Akhirnya dari dalam jala Luhsantini
hanya bisa berteriak memohon.
"Hantu Bara Kaliatus! Jangan bunuh Lakasipo! Aku mohon! Jangan bunuh dia!"
"Ha ... ha...!" Hantu Bara Kaliatus tertawa bergelak
"Kau takut kehilangan gendakmu ini! Lihat! Buka matamu lebar-lebar Luhsantini!
Lihat bagaimana kekasih gelapmu ini menemui kematian!"
Tangan kiri Hantu Bara Kaliatus laksana pentungan besi menghantam ke batok
kepala Lakasipo
Sementara itu dalam keadaan terdesak hebat,
pakaian dan tubuhnya dikobari api yang disulut tongkat sang Junjungan, Hantu
Langit Terjungkir tidak perdulikan lagi keselamatan dirinya. Melihat bagaimana
Lakasipo sesaat lagi akan menemui ajal secara mengerikan di tangan Hantu Bara
Kaliatus maka kakek ini cepat berteriak keras.
"Latandai! Jangan bunuh Lakasipo! Dia saudara kandungmu!"
SEANDAINYA ada petir menyambar di depan
hidungnya saat itu mungkin tidak demikian hebat kejut Latandai alias Hantu Bara
Kaliatus. Gerakan tangan kirinya hendak menghabisi Lakasipo serta merta tertahan. Dua
matanya mendelik besar memandangi Hantu Bara Kaliatus lalu berpaling pada Hantu
Langit Terjungkir.
Yang terkejut bukan cuma Hantu Bara Kaliatus.
Lakasipo yang sebelumnya sudah pasrah menghadapi kemalian tersentak kaget,
memandang pada Hantu Bara Kaliatus lalu menoleh pada Hantu Langit Terjungkir.
Di dalam jaring Luhsantini tekapkan salah satu tangannya ke mulut, menahan
seruan kaget yang hampir meluncur dari mulutnya.
"Hantu Bara Kaliatus saudara kandung Lakasipo"
Bagaimana mungkin"!"
Luhsantini melihat Hantu Langit Terjungkir dongakkan kepala ke langit Dua
matanya terpejam. Mulutnya berkomat kamit. Orang tua itu seperti tengah berdoa.
"Jangan-jangan orang tua itu benar-benar miring otaknya!" pikir Luhsantini.
Sang Junjungan termasuk orang yang ikut terkejut.
Walau keterkejutan itu tidak terlihat pada muka tengkoraknya, gerakan tertahan
dari tangan kanannya yang memegang tongkat tulang berapi jelas mem perlihatkan
hal itu. Namun makhluk ini cepat kuasai diri.
Dia berteriak keras.
"Hantu Bara Kaliatus! Jangan dengar ucapan tua bangka gila yang sebentar lagi
akan gosong dimakan api tongkatku! Bunuh Lakasipo! Cepat! Dia bukan saudaramu!
Jangan kau kena ditipu! Bunuh Lakasipo!"
"Jangan! Latandai! Jangan bunuh Lakasipo! Demi para Dewa! Aku bersumpah!


Wiro Sableng 115 Rahasia Perkawinan Wiro di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lakasipo benar-benar saudara kandungmu!" teriak Hantu Langit Terjungkir.
"Hantu Bara Kaliatus! Jangan dengarkan tua bangka gila ini!" sang Junjungan
kembali berteriak lalu
"bukkk!"
kaki kanannya ditendangkan ke perut Hantu Langit Terjungkir. Kakek yang
pakaiannya telah dimangsa api ini terpental satu tombak, terguling-guling di
tanah. Makhluk muka tengkorak cepat mengejar. Pada saat tubuh Hantu Langit Terjungkir
berhenti berguling dia tusukkan ujung tongkat berapinya ke leher si kakek!
Sementara itu untuk sesaat Hantu Bara Kaliatus masih tertegun dalan
keterkejutannya. Namun di lain kejap begitu dendam kesumat kembali melanda
dirinya, apalagi mendengar teriakan sang Junjungan berulang kali, tanpa ragu dia
teruskan hantaman tangan kirinya yang terbuat dari besi biru ke kepala Lakasipo.
Hanya tinggal sejengkal lagi tangan besi itu akan merengkahkan kepala Lakasipo
tiba-tiba ada sebuah benda biru melesat dari atas. Cepat sekali benda ini
menggulung jala api biru lalu menariknya ke udara.
Akibatnya hantaman Hantu Bara Kaliatus hanya mengenai tempat kosong. Marah
sekali Hantu Bara Kaliatus mendongak ke atas untuk melihat siapa kiranya yang
telah meyelamatkan Lakasipo. Tangan kanannya siap melepaskan pukulan Selusin
Bianglala Hitam. Begitu dia melihat siapa di atas sana menggelegarlah bentakan
Hantu Bara Kaliatus.
"Peri Angsa Putih! Peri jahanam! Lagi-lagi kau mencampuri urusanku! Aku tahu kau
menaruh hati pada manusia satu ini! Jangan harap kau bakal mendapatkannya hidup-
hidup!" Habis berteriak penuh marah begitu Hantu Bara Kaliatus pukulkan tangan
kanannya.Masih kurang puas dia barengi serangan tangan itu dengan semburan dua
buah bara api! Selusin sinar hitam berkiblat menyambar ke arah sosok Lakasipo
yang berada dalam jaring api biru, tergantung-gantung di udara. lnilah pukulan
ganas bernama Selusin Bianglala Hitam. Dengan pukulan inilah puluhan tahun lalu
Hantu Bara Kaliatus mencelakai anaknya yang saat itu masih seorang bayi. (Baca
Episode berjudul Hantu Bara Kaliatus)
Namun pukulan sakti serta semburan dua bara api tidak mampu mengenai Lakasipo
karena jala api biru di dalam mana Lakasipo berada dan tergantung telah lebih
dulu ditarik tinggi ke udara.
Di atas sana, Peri Angsa Putih yang duduk di atas angsa putih melayang berputar
dua kali lalu turunkan Lakasipo dl satu tempat yang dianggapnya aman.
Tidak berhasil menyerang Peri Angsa Putih, Hantu Bara Kaliatus tumpahkan
amarahnya pada Luhsantini. Sekali menyergap dia langsung
hamburkan lima bara api ke arah bekas istrinya itu.
Luhsantini keluarkan jeritan keras. Jeritannya ini bukan sepenuhnya jerit
ketakutan tapi lebih banyak merupakan jerit penyesalan karena belum sempat
membalaskan sakit hati dendam kesumat terhadap lelaki itu, kini justru dia
sendiri yang bakal menemui kematian secara mengenaskan!
Sambil menjerit Luhsantini cepat jatuhkan diri. Dia berhasil menghindarkan dua
sambaran bara api, namun tiga bara api lainnya yang melesat ke arah dada dan
perutnya, tak sanggup dikelit apalagi ditangkis!
Sebelum ajal berpantang mati. ltulah yang terjadi dengan Luhsantini. Sesaat lagi
tiga Bara Setan Penghancur Jagat yang disemburkan Hantu Bara Kaliatus akan
menembus tubuh perempuan itu, tiba-tiba serangkum sambaran angin melanda sosok
Hantu Bara Kaliatus. Demikian hebatnya sambaran ini hingga membuat Hantu Bara
Kaliatus terpental dua tombak lalu terjengkang di tanah. Ketika dia
memperhatikan keadaan sekelilingnya, terkejutlah dia. Tanah di tempat mana dia
barusan jatuh terbanting melesak sampai setengah jengkal. Tapi dia sendiri tidak
merasa sakit. Tidak ada bagian tubuhnya yang cidera. Hantu Bara Kaliatus cepat bangkit
berdiri. Memandang ke depan kemudian dia melihat seorang gadis tinggi semampai,
berparas cantik jelita tegak sambil tersenyum dingin padanya. Di keningnya
melekat sekuntum bunga tanjung kuning. Jelas si baju biru bukan lain adalah
Luhcinta. "Aku rasa-rasa pernah melihat dia di mana. Jika tadi dia berniat jahat aku pasti
sudah cidera berat,"
membatin Hantu Bara Kaliatus.
"Kerabat berpakaian biru, apa hubunganmu dengan perempuan laknat bernama
Luhsantini itu hingga mau-mauan menolongnya" Lekas terangkan siapa dirimu
adanya!" Luhcinta kembali tersenyum. "Semua insan di dunia ini dilahirkan dari dan di
dalam kasih sayang. Mengapa kau berpikiran dangkal membunuh seorang perempuan
yang sesungguhnya adalah bagian dari kasih sayang itu sendiri?"
Sesaat Hantu Bara Kaliatus jadi terkesima mendengar kata-kata gadis cantik
berpakaian biru itu. Namun kemudian amarahnya timbul kembali.
"Aku tidak mengerti maksud ucapanmu! Tapi ingin kukatakan, kau tidak tahu siapa
adanya perempuan yang barusan kau tolong itu! Dia adalah seorang istri sesat,
pengkhianat suami! Kabur dan menjadi gendak lelaki bernama Lakasipo yang barusan
ditolong oleh Peri celaka itu!" Hantu Bara Kaliatus menunjuk ke arah kejauhan di
mana Peri Angsa Putih menurunkan sosok Lakasipo.
"Kemarahan bisa membuat seseorang sesat bicara.
Dendam kesumat bisa membuat insan melupakan
kasih. Hasutan bisa menimbulkan bencana. Kalau benar perempuan itu adalah
seorang istri sesat, dan kalau aku boleh bertanya, siapa gerangan suaminya
sebelumnya?"
Air muka Hantu Bara Kaliatus berubah, tegang membesi. Rahangnya menggembung dan
gerahamnya mengeluarkan suara bergemeletak. Untuk beberapa saat lamanya dia tak
bisa membuka mulut dan hanya memandang pada gadis baju biru dengan mendelik
besar. "Wahai, kau tidak menjawab, berarti mungkin kaulah bekas suaminya. Benar
begitu?" Hantu Bara Kaliatus masih membungkam. Lalu dia maju satu langkah. Sanbil
menuding tepat-tepat pada gadis baju biru dia bekata.
"Lekas kau menyingkir dari tempat ini! Jangan mengira aku tidak tega membuatmu
celaka!" "Hawa amarah masih menguasai dirimu. Padahal aku yakin di lubuk hatimu masih ada
rasa kasihan. Baik, aku akan pergi dari sini. Tapi aku akan membawa serta
perempuan dalam jala itu!"
"Kalau begitu biar kau sekalian kupasung dalam jala api biru!" Hantu Bara
Kaliatus lalu pukulkan tangan kirinya. Maka dari tonjolan-tonjolan yang ada di
tangan besinya melesat keluar larikan-larikan sinar biru menyala. Larikan-
larikan sinar yang panas luar biasa ini bergerakmembentuk jaring lalu menebar
kearah gadis berpakaian biru!
"Wahai, jaringmu sungguh hebat Tak pernah kulihat ilmu langka ini sebelumnya.
Sayang kau miliki dan kau pergunakan untuk perbuatan sesat!"
Habis berkata begitu gadis baju biru ini angkat dua tangannya ke atas lalu
didorongkan. Dorongannya perlahan saja. Sambil mendorong dua tumitnya
berjingkat. Gerakannya lemah gemulai seperti seorang penari.
Namun kekuatan yang ketuar dari dorongan tangan itu sungguh luar biasa. Jaring
Api lblis Pen jaring Roh yang hendak melibas dirinya terangkat ke atas. Si gadis
gerakkan lagi dua tangannya. Seperti mengikuti gerakan dua tangan si gadis
jaring itu melayang ke kiri lalu di satu tempat diturunkan ke tanah.
Kejut Hantu Bara Kaliatus bukan alang kepalang. Jika gadis itu mampu
mengendalikan jala Api lblis Penjaring Roh, dan jika dia mau, bukan mustahil dia
bisa menjebloskan dirinya ke dalam jala miliknya sendiri!
Walau bisa berpikir seperti itu namun Hantu Bara Kaliatus masih jauh dari rasa
sadar. "Kau punya ilmu! Aku mau lihat apakah kau bisa menerima ini!" Didahului bentakan
keras Hantu Bara Kaliatus semburkan lima bara menyala. Dua tangannya ikut
bekerja. Melepas serangan Selusin Bianglala Hitam.
Dua puluh empat larik sinar hitam dengan dahsyatnya menghantam ke arah gadis
berpakaian biru. Melihat serangan luar biasa begitu rupa, Luhcinta tak mau
berlaku ayal. Dia membuat gerakan aneh. Tubuhnya melesat miring ke atas. Lima
bara menyala lewat di sisi kiri kanan. Bersamaan dengan itu dua tangannya
dipukulkan ke depan. Tak ada terdengar deru angin, takada kelihatan cahaya
berwarna. Namun dua
serangan tangan kiri kanan Hantu Bara Kaliatus yang memancarkan dua puluh empat
larikan kelihatan tertahan di udara. Si gadis tukikkan dua tangannya ke bawah ke
arah tanah. Dua puluh empat larikan sinar hitam ikut luruh kearah bawah dan
menghujam amblas di tanah. Meninggalkan kepulan asap hitam setinggi dua tombak!
Hantu Bara Kaliatus berteriak marah. Dia kerahkan seluruh tenaga dalam yang
dimilikinya lalu tumit kirinya dihentakkan ke tanah hingga kakinya
melesak sampai satu jengkal. Akibat hentakan ini secara aneh dua dari dua puluh
empat larikan hitam Selusin Bianglala Hitam yang telah dilumpuhkan dan luruh ke
tanah, tiba-tiba melesat ke atas lalu menderu kearah Luhcinta.
Tidakmenyangka akan kejadian seperti itu si gadis terlambat menghindar.
"Wusss!"
"Wusss!"
Dua larik sinar hitam menyambar tubuh Luhcinta di bagian pinggul dan bahu
sebelah kanan. Si gadis terpekik kaget Mukanya langsung pucat Pakaiannya
terbakar pada dua tempat yang barusan dilanda serangan. Dia cepat menepuk-nepuk
memadamkan api. Begitu api padam, dari robekan hangus
pakaiannya di dua tempat tersembul kulitnya yang seharusnya putih mulus itu kini
kelihatan berbercak kehitam-hitaman.
Masih untung kulitnya tidak terluka sampai ke dalam.
Walau orang sudah menciderai dirinya namun si gadis masih bisa berucap.
"Sayang .... Sungguh sayang. Lagi-lagi kepandaian dan limu tinggi dipergunakan
dalam kesesatan. Hantu Bara
Kaliatus, kau perlu istirahat Kau perlu memicingkan mata barang beberapa jenak
agar otak dan hatimu bersih."
Selesai mengeluarkan ucapan itu si gadis mengusap mukanya sendiri lalu meniup ke
arah Hantu Bara Kaliatus.
GADlS baju biru, Aku ingat! Kau bernama Luhcinta!"
tiba-tiba Hantu Bara Kaliatus berteriak.
"llmu kepandaianmu boleh tinggi tapi jangan harap kau bisa menenung diriku!"
Habis berkata begiti Hantu Bara Kaliatus siap hendak menghantam kembali. Tapi
tiba-tiba dia merasakan matanya menjadi berat. Kantuk yang amat sangat
menyerangnya tak tertahankan. Terhuyung-huyung dia melangkah mendekati sebatang
pohon. Sebelum sampai ke pohon itu tubuhnya sudah limbung lalu perlahan-lahan jatuh ke tanah.
"Gadis kurang ajar! Apa yang kau lakukan terhadap cucu muridku"!"
Satu suara membentak. Satu bayangan hitam
berkelebat. ltulah sosok sang Junjungan yang saat itu sebenarnya sudah siap
untuk kabur dari tempat itu.
Tapi melihat Hantu Sara Kaliatus jatuh tergeletak di tanah dan tak bergerak lagi
dia menyempatkan diri untuk menyelidiki. Gadis yang dibentak tidak segera
menjawab karena keburu tergagau ketika melihat siapa dan bagaimana keadaan orang
yang barusan membentaknya. "Kau! Waktu Api lbiis Penjaring Roh menyerangmu, kau menangkis dan mematahkannya
dengan llmu Tangan Dewa Merajam Bumi! Lalu waktu dua puluh empat sinar hitam pukulan Selusin
BiancJala Hitam menggempurmu kau menangkis dengan jurus pukulan bernama Kasih
Mendorong Bumi! Lekas katakan apa hubunganmu dengan seorang nenek sakti berjuluk
Hantu Lembah Laekatakhijau"!"
Walau rasa terkejut mendengar si muka tengkorak menyebut nama gurunya bahkan
mengetahui jurus jurus ilmu serangan sakti yang tadi dilancarkannya menghadapi
serangan Hantu Bara Kaliatus, namun Luhcinta layangkan senyum. Dengan demikian
dia berhasil menutupi perubahan di wajahnya yang jelita.
"Makhluk bermuka tengkorak, matamu sungguh tajam pertanda pengalamanmu sangat
luas. Sayang aku tidak kenal siapa kau adanya. Tadi kau berniat hendak pergi
dari sini. Mengapa tidak diteruskan?"
Sang Junjungan merasa jengkel karena pertanyaannya tidak dijawab. Namun dia tak
mau menghabiskan waktu bicara berpanjang-panjang. Dia berpaling pada Hantu Bara
Kaliatus. Makhluk Jerangkong berjubah hitam itu merasa heran karena dia melihat
cucu muridnya itu mati tidak, pingsan juga tidak. Tapi tertidur lelap!
"Aku menghadapi orang-orang berkepandaian tinggi.
Walau sakit hati, hari ini sebaiknya aku mengalah!"
membatin sang Junjungan. Lalu dengan tongkat tulang putih yang tak kelihatan
lagi nyala api di ujungnya makhluk jerangkong ini menuding kearah Luhcinta.
"Hari ini untuk pertama kali aku melihatmu. Jika kita bertemu lagi di kali ke
dua mungkin urusan tidak semudah ini bagimu! Kecantikan dan kebagusan tubuhmu
tidak meluruhkan hatiku untuk tidak
membakarmu hidup- hidup!"
Habis berkata begitu makhluk jerangkong sorongkan ujung tongkat tulangnya ke
kuduk pakaian Hantu Bara Kaliatus. Sekali dia gerakkan tangannya maka sosok
besar Hantu Bara Kaliatus jatuh tertelungkup di atas bahu kirinya. Saat itu juga
ada orang berteriak.
"Mahkluk jerangkong! Jangan kau berani membawa orang itu. Tinggalkan dia di
tempat ini!"
Yang berteriak ternyata adalah Hantu Langit
Terjungkir. Saat itu dia terduduk di tanah sambil pegangi lengannya yang patah.
Luka-luka bakar memenuhi sebagian tubuhnya. Ketika Luhcinta
memandang ke arah si kakek kagetlah gadis ini.
Karena disamping Hantu Bara Kaliatus saat itu berdiri seorang berjubah hitam
yang mukanya tertutup oleh tanah liat dan diberi jelaga hitam.
"Orang itu. Dia muncul kembali ..." kata Luhcinta dalam hati.
"Mungkin sekali ini aku terpaksa bicara keras terhadapnya. Tapi apakah kasih
memang mengajar kan aku harus berlaku seperti itu"!"
Sang Junjungan tidak perdulikan teriakan Hantu Bara Kaliatus. Dengan cepat dia
berkelebat hendak tinggalkan tempat itu. Tapi Luhcinta cepat meng hadangnya.
"Menyingkirlah atau kugebuk mukamu yang cantik sampai cacat!"
Mahkluk jerangkong mengancam dan angkat tongkat tulang di tangan kirinya ke
atas, siap dipukulkan ke wajah Luhcinta. Si gadis tetap tenang. Malah berkata.
"Kau dengar orang meminta. Mengapa sosok yang kau panggul itu tidak segera kau
turunkan saja"
Perlu apa berjalan dengan beban seberat itu?"
Makhluk jerangkong menyeringai. Dia melirik ke arah orang bermuka hitam di
sebelah si gadis. Agaknya bukan ucapan Luhcinta tadi yang jadi bahan
pertimbangannya.
"Ucapanmu yang terakhir mungkin benar. Kau inginkan orang ini silahkan ambil!"
Sang Junjungan gerakkan bahu kirinya. Sosok Hantu Bara Kaliatus terlempar ke
arah Luhcinta. Selagi gadis ini kebingungan apakah akan menanggapi sosok Hantu
Bara Kaliatus atau membiarkannya saja jatuh
bergedebuk di tanah, makhluk jerangkong secepat kilat menggebukkan tongkat
putihnya ke wajah si gadis!
Mendapat serangan seperti itu Luhcinta segera gerakkan dua tangannya kedepan.
Bersamaan dengan itu dia sambut sosok Hantu Bara Kaliatus dengan bahu kirinya. Begitu
bahunya digoyangkan maka tubuh Hantu Bara Kaliatus terjatuh ke depan.
Dengan kaki kanannya Luhcinta sambut tubuh itu lalu sambil meneruskan gerakan
dua tangannya, tubuh Hantu Bara Kaliatus diletakkannya di tanah!
Makhluk jerangkong berseru kaget ketika tahu-tahu dapatkan tongkat tulang
putihnya tidak ada lagi di tangannya. Memandang ke depan dilihatnya benda itu
sudah berada dalam genggaman gadis berbaju biru!
"Dia mampu meiakukan dua gerakan sekaligus!
Menanggapi sosok yang kulemparkan dan meram-
pas tongkat tulangku!" Si muka tengkorak berjubah hitam membatin lalu lagi-lagi
dia melirik ke arah orang bermuka hitam.
"Lebih baik aku cari selamat! Perduli amat dengan Latandai!" Tanpa banyak bicara
lagi sang Junjungan segera berkelebat tinggalkan tempat itu. Untuk meminta
tongkatnya kembalipun dia tidak ingat.
Sebaliknya Luhcinta yang memang tidak
memerlukan tongkat tersebut segera melemparkan nya ke arah makhluk jerangkong.
"Wuuuttt.. sett!"
Tongkat tulang itu menyusup di sisi kiri jubah hitam sang Junjungan, terus
menembus sampai ke bagian kanan. Akibatnya gerakan larinya itu terjegal
terserimpung. Tak ampun lagi dia tersungkur tunggang langgang. Muka tengkoraknya
berkelukuran di tanah. Sambil menyumpah panjang pendek orang ini bangkit berdiri
lalu tinggalkan tempat itu diiringi suara tawa cekikikan Luhcinta.
"Luhcinta, aku perlu bicara dengan Hantu Bara Kaliatus. Harap kau buat dia
bangun dari tidurnya!"
Ucapan Hantu Langit Terjungkir itu membuat


Wiro Sableng 115 Rahasia Perkawinan Wiro di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Luhcinta hentikan tawanya. Gadis ini menatap ke arah Hantu Bara Kaliatus lalu
usap mukanya dua kali dan meniup. Saat itu juga sosok Hantu Bara Kaliatus tampak
bergerak Dia bangkit berdiri sambil
memandang berkeliling, berpikir-pikir dan berusaha mengetahui apa yang terjadi
dengan dirinya. Dia dapatkan sang Junjungan tak ada lagi di tempat itu.
Malah di samping Luhcinta kini berdiri orang yang mukanya dilapisi tanah liat
hitam, dikenal dengan julukan Si Penolong Budiman. Jauh di sebelah sana Peri
Angsa Putih kelihatan tegak di samping
Lakasipo. Terpincang-pincang karena kini hanya pergunakan satu tangan sebagai
kaki, Hantu Langit Terjungkir mendekati Hantu Bara Kaliatus.
"Latandai, ikuti aku ke tempat Lakasipo berada. Kita bertiga perlu bicara,"
berkata Hantu Langit Terjungkir. Dia memandang pada Luhsantini dan Luhcinta lalu
juga pada si muka tanah liat
"Tidak ada salahnya kalian turut mendengar apa yang hendak kami bicarakan. Kelak
kalian semua bisa menjadi saksi dari satu kenyataan hidup yang gelap dan selama
ini tersembunyi seolah terpuruk di kerak bumi."
"Tua bangka buruk! Aku tidak ada urusan denganmu!" Hantu Bara Kaliatus menjawab.
Tanpa banyak bicara dia segera hendak berkelebat pergi.
Hantu Langit Terjungkir cepat menghalangi.
"Latandai, ini bukan urusan main-main ...."
"Kau menyebut begitu! Kau tua bangka gila! Kalian di sini gila semua!" Saking
marahnya karena merasa dihalangi Hantu Bara Kaliatus lalu tendangkan kaki
kanannya ke bawah. Karena orang tua ini tegak dengan kaki ke atas kepala ke
bawah maka dengan sendirinya tendangan itu mengarah ke kepalanya.
Dalam keadaan tangan kanan patah dan tubuh
penuh luka, Hantu Langit Terjungkir tidak mampu berbuat banyak. Gerakannya
menghindar terlalu lambat Kaki kanan Hantu Bara Kaliatusmeluncur deras dan ganas
ke kepalanya. Orang berjubah hitam yang wajahnya dilapisi tanah liat hitam cepat hendak
bergerak berikan perto longan. Tapi Luhcinta mendahului dengan satu teriakan. .
"Latandai! Jangan berlaku bodoh! Mungkin orang tua yang hendak kau bunuh itu
adalah ayah kandungmu sendiri!" Kaget Hantu Bara Kaliatus bukan alang kepalang.
Gerakannya menendang jadi tertahan. Dia membeliak besar ke arah Luhcinta.
"Jangan kau berani mengada-ada! Apa maksud ucapanmu tadi"!" bentak Hantu Bara
Kaliatus. "Kalau kau ingin tahu jawabnya, penuhi permintaan orang tua itu. Dia mengajakmu
bicara dengan Lakasipo. Antara kalian agaknya ada pertalian darah yang bukan main-main ...."
"Apapun yang ada di balik semua kegilaan ini aku tidak akan pernah mengakui
bangsat tua ini adalah ayahku! Juga tidak akan pernah mengakui Lakasipo adalah
saudaraku!"
Habis berkata begitu Hantu Bara Kaliatus meludah ke tanah lalu berkelebat
tinggalkan tempat itu.
"Latandai!" seru Hantu Langit Terjungkir memanggil.Terpincang-pincang jatuh
bangun dia berusaha mengejar Hantu Bara Kaliatus tetapi Luhcinta cepat
mencegahnya. "Kek, sia-sia saat ini kau memaksa bicara dengan Hantu Bara Kaliatus. Hati dan
pikirannya dibungkus oleh perasaan sombong serta hawa amarah yang membuat dia
tidak mau mengerti perasaan orang lain...."
"Aku ...." Hantu Langit Terjungkir gulingkan badan nya ke bawah. Dia tak kuasa
melanjutkan ucapannya karena tenggorokannya keburu diganjal oleh sesenggukan. Setengah
meratap orang tua ini berucap.
"Aku tidak menyalahkan dirinya. Kenyataan ini sung guh berat untuk diterima oleh
siapapun ...."
"Kek," kata Luhcinta pula.
"Mungkin aku telah mengeluarkan ucapan salah.
Tadi aku mengatakan kau mungkin adalah ayahnya sendiri. Agaknya itu yang membuat
Hantu Bara Kaliatus marah besar. Aku tidak mengerti mengapa sampai bicara
begitu. Aku mohon maafmu. Tapi terus terang seperti ada satu alur perasaan dalam
hatiku yang tiba-tiba menyatu dengan alur perasaan yang ada dalam dirimu ... ;"
"Kau tidak bersalah wahai gadis bernama Luhcinta.
Latandai, seperti Lakasipo adalah anakku. Anak kandung darah dagingku. Aku yakin
benar hal itu. Tanda yang ada di lengan Latandai, juga yang terdapat di lengan Lakasipo tak
dapat dipungkiri ...."
Air mata bercucuran di pipi orang tua itu.
"Kek, untuk sementara biar kau menenangkan diri.
Tanganmu cidera. Sekujur tubuhmu penuh luka
bakar. Aku akan berusaha menolongmu sebisaku ..."
"Terima kasih. Kau anak baik. Hatimu tutus dan penuh kasih. Kalau saja aku punya
anak perempuan atau menantu sepertimu, hidupku tentu penuh
bahagia. Tapi aku ingin kau membawa aku lebih dulu menemui Lakasipo di bukit
kecil sana ...."
Hantu Langit Terjungkir menunjuk ke arah kejauhan di mana tadi Peri Angsa Putih
menurunkan sosok Lakasipo. Tapi ketika semua orang memandang
kesana mereka jadi terkejut Peri Angsa Putih dan juga Lakasipo tak ada lagi di
tempat itu. "Anak itu .... Kemana dia pergi. Dia tak mungkin berjalan sendiri. Ada seseorang
yang membawanya.
Aku masih belum berkesempatan untuk menerang kan padanya .... Lakasipo
anakku ...." Kembali Hantu Langit Terjungkir menangis terisak-isak.
"Kek, biar aku mendukungmu, membawa ke tempat lebih baik untuk dirawat," orang
berjubah hitam bermuka tanah liat tiba-tiba mendekat lalu
mendukung si kakek di bahu kirinya.
"Tak jauh dari sini ada sebuah telaga di kaki bukit kecil. Untuk sementara
kurasa itu tempat yang baik bagimu.
"Si muka tanah liat berpaling pada Luhcinta.
"Aku mendukung kakek ini, harap kau menolong perempuan di dalam jaring ...."
"Orang bermuka aneh, aku tahu tadi kau yang menolong aku dari bahaya maut tangan
ganas makhluk muka tengkorak itu. Dia begitu ketakutan melihat Pukulan Menebar Budi
yang kau lepaskan untuk menyelamatkan nyawaku. Pukulan itu
menandakan kau adalah yang selama ini dijuluki Si Penolong Budiman. Tapi wahai,
siapakah kau sebenarnya?"
Dibalik tanah liat yang membungkus wajahnya si jubah hitam tersenyum rawan.
Dengan suara perlahan dia berkata.
"Kita orang-orang bernasib sama. Derita gelap kehidupan kita sama beratnya.
Rahasia yang membalut dirimu telah mulai terungkap. Sedang aku entah kapan mendapat berkah
para Dewa untuk
dapat pula menyingkapnya ...."
Di ujung ucapannya si muka tanah liat melirik pada Luhcinta. Luhcinta yang
dilirik jadi berdebar. Dalam hati dia membatin. "betapapun aku tidak suka
diikutinya terus menerus tapi mungkin dia memang menyimpan satu rahasia besar
yang ada sangkut pautnya dengan diriku. Bagaimana aku harus
bertindak ... ?"
"Penolong Budiman, tidak kusangka kau menyem bunyikan satu ganjalan hati yang
berat dibalik wajahmu yang terbungkus tanah liat itu. Aku tahu diri. Aku tak
akan menanyakan apa-apa padamu.
Eh, mengapa kau mendadak diam saja" Katamu kau hendak membawaku ke satu telaga
kecil ...."
"Ah, maafkan diriku. Kita berangkat sekarang juga Kek," kata si muka tanah liat.
Dia mulai bergerak melangkah. Tiba-tiba langkahnya tertahan.
"Ada apalagi" Kau mendadak hentikan langkah ..."
tanya Hantu Langit Terjungkir.
"Gadis berpakaian serba biru itu. Dia tak ada lagi di sini. Perempuan di dalam
jala juga ikut lenyap!"
jawab Si Penolog Budiman.
"Hemm ... aku bisa membaca. Mudah-mudahan apa yang terbaca tidak keliru. Agaknya
gadis itu sengaja menjauhkan diri darimu. Apakah ini ada sangkut pautnya dengan
rahasia hidupmu?"
Si Penolong Budiman menarik nafasdalam. Tanpa menjawab pertanyaan si kakek dia
segera melangkah tinggalkan tempat itu.
PENDEKAR 212 Wiro Sableng tidak bisa menduga kemana sebenarnya danapa tujuan
Hantu Santet Laknat membawanya. Sebelumnya dukun jahat itu bicara baik-baik
padanya seperti orang berhati mulia.
Dia bicara ingin membalas budi karena Wiro pernah menyelamatkannya. Tapi siapa
percaya makhluk seperti nenek satu ini. Yang menyantet dan
membunuh orang seenaknya" Karena tak tahan
berdiam diri dan rasa was-was Wiro akhirnya ajukan pertanyaan.
"Nek, kau mau bawa aku kemana sebenarnya?"
Hantu Santet Laknat gebuk pantat Wiro dengan tangan kirinya. "Sudah berapa kali
kau bertanya. Tidak pernah aku melihat orang secerewet dirimu ini!
Biasanya yang cerewet adalah nenek-nenek
sepertiku ini! Masih muda kau sudah begini
cerewetnya, apalagi nanti sudah jadi kakek! Hi ... hik
... hik!" Mendapat jawaban seperti itu Wiro akhirnya hanya diam saja. Dia
berusaha mengerahkan tenaga untuk memusnahkan kelumpuhan aneh yang
menguasai dirinya. Tapi sia-sia saja. Rupanya Hantu Santet Laknat mengetahui apa
yang dilakukan Wiro.
Maka nenek ini berkata.
"Kau boleh punya kesaktian setinggi langit sedalam samudera. Jangan harap kau
bisa membebaskan
diri dari ilmu Membuhul Urat Mengikat Otot yang menguasai dirimu. Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab menghabiskan waktu lima puluh tahun untuk menyakini iimu yang membuat
orang kaku tegang tak berdaya seperti yang kau rasakan sekarang ini!"
"Hantu Santet Laknat, kau telah mencuri kapak saktiku ...." Wiro ingat pada
Kapak Maut Naga Geni 212.
"Sudah kubilang, aku tidak mencuri senjata itu. Aku mengambil semata-mata karena
ingin merasa dekat denganmu ...."
"Aku tak perduli apapun alasanmu. Kau bisa menyebutkan seribu alasan. Mana kapak
itu sekarang?"
"Kusimpan di balik jubah hitamku."
"Serahkan padaku!"
"Apa yang hendak kau lakukan?" tanya si nenek sambil terus berlari.
"Senjata itu bisa menolong diriku dari luka dalam yang kuderita ...."
"Kapakmu memang senjata luar biasa. Aku pernah mencobanya dan berhasii. Ketika
diriku cidera berat dihantam lawan dan menderita luka dalam. Tapi luka dalam
yang kau derita bukan cidera biasa! Kapak saktimu tak akan mampu menolong. Lagi
pula jika kuserahkan padamu, apa kau bisa memegang
senjata itu" Kau berada dalam keadaan lumpuh.
Apa kau bisa mengalirkan tenaga dalam dan hawa sakti yang kau miliki?"
"Berarti, seumur-umur aku akan berada dalam keadaan seperti ini?" Si nenek
tertawa panjang.
Wiro memaki dalam hati. Dalam keadaan seperti itu si nenek masih bisa tertawa.
Kemudian didengarnya Hantu Santet Laknat berkata. "Pemuda tolol, kalau aku ingin
kau menderita sengsara seumur-umur, tidak akan aku membawamu saat ini ...." .
"Tapi kau tidak mau memberitahu kemana kau membawa diriku ...."
"Sudahlah, jangan banyak bertanya. Hari mulai gelap. Kalau kau ajak bicara terus
aku bisa lari menabrak pohon. Kalau kepalamu yang mendarat. di batang kayu lebih
dulu, apa kau tidak celaka" Nanti kau menuduh diriku sengaja mencelakai
dirimu ...."
Wiro menggerendeng dalam hati. Dadanya men
denyut sakit sekali. Tubuhnya saat demi saat terasa semakin lemah. Hantu Santet
Pedang Kayu Harum 12 Pengemis Binal 15 Sengketa Orang-orang Berkerudung Pendekar Naga Mas 5
^