Utusan Dari Akhirat 1
Wiro Sableng 096 Utusan Dari Akhirat Bagian 1
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SATU uja ber H n lebat mendera kawasan Teluk Penanjung, Pangandaran. Angin dari laut tiup
kencang laksana hendak membongkar gugusan bukit-bukit karang. Awan hitam yang
terus menggantung di udara membuat suasana menjadi gelap seperti malam hari.
"Dari arah timur teluk, di antara deru hujan dan hembusan angin kencang serta
gelegar ombak terdengar derap kaki kuda yang sesekali dihantui oleh suara
ringkikan keras.
Tak selang berapa lama, dalam cuaca yang sangat buruk itu di kejauhan tampak
seekor kuda betina hitam berlari seperti gila, melompat kesetanan dan meringkik
tiada henti. Penunggangnya seorang pemuda bertubuh kokoh mencekal tali kekang erat-erat,
berusaha mengendalikan binatang itu.
"Walet hitam!" si pemuda berseru menyebut nama kuda tunggangannya. "Apa yang
terjadi denganmu! Tahan larimu! Kau hendak membunuhku"!" Dengan tangan kirinya
pemuda ini berusaha mengelus leher tunggangannya agar binatang itu menjadi
jinak. Namun hal itu tak bisa dilakukan karena kalau dia hanya memegang tali kekang
kuda dengan satu tangan, tubuhnya pasti akan terlempar jatuh.
"Kuda gila!" Akhirnya keluar suara makian dari mulut pemuda itu ketika Walet
Hitam masih terus lari kencang tak karuan. Beberapa kali binatang ini berputar-
putar di sekitar teluk. Setiap tubuhnya terkena hantaman ombak Walet Hitam
meringkik keras.
Sesaat binatang ini tampak oleng seperti hendak tersungkur, namun dilain kejap
dia berdiri tegak kembali dan lari lagi seperti tadi.
"Kalau mau selamat aku harus melompat!" pikir pemuda penunggang kuda. Namun dia
merasa ragu. Salah lompat Justru dia bisa celaka. Apa lagi di sekitar tempat itu
penuh dengan gugusan batu-batu karang. Maka pemuda ini berusaha mengarahkan lari
kudanya ke arah laut. Selagi berada di tempat yang dangkal dia akan pergunakan
kesempatan untuk melompat. Dia kerahkan tenaga menarik tali kekang. Leher dan
kepala tunggangannya memang tertarik ke kanan yakni ke arah laut, tapi tubuh dan
empat kaki binatang ini tetap tak bergeming dan terus membuat gerakan lari
berputar-putar.
Selagi pemuda itu cemas dan kebingungan karena tidak tahu mau melakukan apa,
sekonyong-konyong dari arah bukit karang sebelah barat terdengar suara ringkikan
keras. Mendadak sontak Walet Hitam yang seperti kemasukan setan itu hentikan larinya.
Leher dijulurkan ke atas, kepala mendongak. Sepasang matanya terpentang lebar.
Mulutnya yang dipenuhi busahan ludah terbuka. Lalu ringkikan aneh keluar dari
mulut binatang ini!
"Huh!" Dalam herannya pemuda di atas kuda palingkan kepala ke arah bukit karang
di sebelah barat. Dalam lebatnya curahan hujan dan gelapnya cuaca, samar-samar
di puncak bukit karang itu dia melihat seekor kuda dan penunggangnya. Si
penunggang tampak melambai-lambaikan tangannya tiada henti seolah-olah
memanggil. Pemuda di teluk perhatikan kuda tunggangannya yang saat itu diam tegak tak
bergerak. Bahkan matanya sejak tadi tidak berkesip.
"Aneh, apa yang sebenarnya terjadi dengan binatang ini! Siapa orang di atas
bukit karang sana...?" si pemuda bertanya-tanya dalam hati.
Utusan Dari Akhirat 1
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Kuda di atas bukit meringkik keras. Dua telinga Walet Hitam bergerak. Ekornya
berputar. Dua kaki depannya diangkat lalu dari mulutnya keluar suara ringkikan
keras seolah membalas ringkik kuda di atas bukit.
Pemuda penunggang Walet Hitam kembali memandang ke atas bukit karang di sebelah
barat. Orang di atas kuda di puncak bukit itu tampak masih terus melambai-
lambaikan tangan memanggil-manggil.
Tiba-tiba kilat menyambar, guntur menggelegar. Pemuda penunggang Walet Hitam
tersirap kaget. Kuda di puncak bukit meringkik keras. Walet Hitam balas
meringkik. Lalu binatang ini memutar tubuhnya. Laksana anak panah lepas dari
busurnya Walet Hitam lari ke arah bukit karang di sebelah barat. Walau hampir
keseluruhan bukit karang itu tertutup lumut licin namun Walet Hitam berlari
pesat menuju puncak bukit.
"Walet! Kau mau ke mana"!" teriak pemuda penunggangnya. Dia menarik tali kekang
kuda kuat-kuat berusaha menahan lari binatang itu. Namun sia-sia saja. Walet
Hitam tetap melesat menuju puncak bukit, tempat di mana penunggang kuda di atas
sana terus memanggil dengan lambaian tangan.
Kuda di puncak bukit meringkik keras. Walet Hitam membalas dengan ringkikan tak
kalah kerasnya. Semakin dekat ke puncak semakin jelas si pemuda melihat sosok
kuda dan penunggang di atas bukit itu. Kuda di puncak bukit karang itu adalah
seekor kuda jantan coklat. Penunggangnya seorang kakek bungkuk berpakaian putih,
berwajah angker karena selain sangat pucat seolah tak berdarah juga sangat
cekung dan hanya tinggal kulit pembalut tulang!
Tujuh langkah dari kuda jantan, Walet Hitam si kuda betina hentikan larinya.
Binatang ini rundukkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Orang tua di atas kuda
coklat tampak menyeringai lalu kembali lambaikan tangannya. Walet Hitam bergerak
maju langkah demi langkah sementara pemuda di atas punggungnya merasakan
keanehan yang menyelimuti dirinya perlahan-lahan berubah menjadi rasa takut,
terlebih ketika dia berada begitu dekat dengan si kakek di atas kuda coklat.
Walet Hitam kini berhadap-hadapan dengan kuda jantan itu. Dua binatang ini
meringkik halus lalu sama-sama sorongkan kepala masing-masing, saling
menggeserkan leher dan saling menggigit.
Sekonyong-konyong orang tua di atas kuda jantan coklat keluarkan tawa panjang.
Kepalanya mendongak. Sepasang matanya yang cekung menatap ke atas seolah hendak
menembus langit gelap berawan.
"Kudamu berjodoh dengan kudaku. Berarti kau pun berjodoh denganku anak muda!"
Si kakek berkata. Suaranya terdengar aneh di telinga si pemuda, kecil jauh tapi
menggaung seolah keluar dari satu dasar jurang batu yang dalam.
"O.... or... orang tua... Siapakah kau" Apa maksud ucapanmu tadi?" Si pemuda
bertanya dengan suara gagap.
Orang tua di atas kuda coklat menyeringai dan dua matanya memandang tajam pada
si pemuda. "Anak muda, sebelum aku menjawab pertanyaanmu undurkan dulu kudamu empat langkah
ke belakang, lalu perhatikan bukit karang di sebelah kananmu."
Si pemuda belum melakukan sesuatu. Namun Walet Hitam seolah mengerti akan ucapan
orang tua tadi sudah lebih dulu bertindak mundur empat langkah.
Utusan Dari Akhirat 2
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Walet Hitam berlaku aneh. Siapa sebenarnya orang tua ini"!" ujar si pemuda
dalam hati. Namun ingat akan ucapan si orang tua dia segera memandang ke arah
kanan. Kejut si pemuda bukan alang kepalang. Di sebelah kanan, pada bagian bukit
yang sedikit menurun dia melihat sesosok tubuh terkapar dalam, keadaan tergelung
kaku. Sosok ini mengenakan pakaian putih. Tangan dan kakinya berwarna putih
pucat. Ketika si pemuda memperhatikan wajah orang itu rasa kagetnya seolah
meledak. Wajah sosok yang tergelimpang di atas bukit karang itu dipenuhi noda
darah yang telah membeku. Keluar dari liang hidung, mulut dan telinga serta
kedua matanya. Namun bukan kengerian ini yang membuat si pemuda terkejut besar.
"Anak muda, mendekat kembali ke sini!"
Penunggang Walet Hitam terkejut. Seperti tadi sebelum dia mengikuti perintah,
kudanya telah lebih dulu berjalan mendekati kuda coklat.
"Apa yang kau lihat anak muda...?" tanya si orang tua.
"A... aku tidak mengerti...."
Orang tua itu tertawa panjang.
"Apa yang tidak kau mengerti anak muda?"
"Hemmm.... Wajah orang tua yang menggeletak di sana itu...."
"Ada apa dengan wajahnya"!"
"Wajahnya... wajahnya sama dengan wajahmu..." jawab si pemuda.
Orang tua bermuka pucat dan cekung dongakkan kepala, kembali tertawa panjang.
"Anak muda, dengar baik-baik. Orang yang tadi kau lihat tergeletak di sebelah
sana memang adalah diriku. Tapi itu adalah aku yang telah jadi mayat. Yang telah
jadi bangkai. Menemui ajal, mati di tangan seorang musuh!"
"A... aku jadi tambah tidak mengerti..." ujar si pemuda. Karena menganggap kakek
berwajah angker itu bergurau maka saat itu si pemuda lebih banyak merasa heran
daripada takut.
"Orang tua. Kalau yang satu itu memang dirimu yang telah jadi mayat, lalu kau
yang di atas kuda coklat ini siapakah adanya!"
Yang ditanya tertawa panjang.
"Mayat itu adalah mayat! Sosok kasar bangkai manusia tanpa nyawa. Yang di atas
kuda coklat ini adalah sosok rohku!"
"Aku tidak mengerti...." Si pemuda merasakan tengkuknya mendadak menjadi dingin.
"Anak muda, aku jelaskan pun kau tidak bakal mengerti. Seribu penjelasan tidak
akan dapat menembus akal sehat. Satu contoh yang tidak dapat diterima akal,
apakah kau sudah meneliti keadaan sekitar puncak bukit karang di mana kita
berada saat ini"
Pakaianmu basah kuyup. Dari langit hujan masih terus turun tapi apakah kau lihat
hujan jatuh dan membasahi tempat kita berada saat ini"!"
Si pemuda baru sadar. Dia mendongak ke langit. Memandang berkeliling. "Astaga!
Keanehan apa yang aku hadapi saat ini!" kejutnya dalam hati.
Di hadapannya, kakek berpakaian putih bermuka sepucat mayat itu bersama kuda
tunggangannya sama sekali tidak basah. Di langit hujan turun deras namun tak
setetes pun jatuh di tempat itu. Memandang sekeliling puncak bukit di mana dia
berada, puncak batu karang itu berada dalam keadaan kering, hanya terselimut
lumut hijau lembab di beberapa tempat!
Utusan Dari Akhirat 3
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Tidak mungkin! Bagaimana ini bisa terjadi"!" ujar si pemuda dalam hati lalu
memandang ke arah orang tua di atas kuda coklat.
"Kau melihat dan kau harus berpikir. Tapi tidak perlu mengerti! Aku bertanya
siapa namamu anak muda"!"
"Aku Layang Kemitir...."
"Hemmm.... Bukankah kau biasa dipanggil orang dengan sebutan Raden Layang
Kemitir. Karena kau adalah seorang putera bangsawan terhormat di Banten, cucu
seorang Pangeran satu kerajaan di ujung barat tanah Jawa...."
Pemuda di atas kuda hitam bernama Walet Hitam itu tercengang diam walau dalam
hati dia bertanya-tanya. "Aku tidak mengenal dirinya. Sebaliknya orang tua aneh
ini tahu banyak tentang diriku...."
"Anak muda, waktuku tidak lama. Aku harus segera kembali ke alamku. Aku minta
saat ini juga kau turun dari kudamu. Melangkah ke tempat jenazahku tergeletak.
Periksa mayatku sampai kau menemukan sesuatu...."
"Orang tua.... Aku...." Ucapan si pemuda terputus. Di hadapannya kuda coklat
tunggangan si orang tua meringkik keras. Lalu terjadilah satu keanehan yang
benar-benar tidak bisa dipercayanya. Pemuda ini menggosok kedua matanya berulang
kali. Menjambak rambutnya kuat-kuat dan menggigit bibirnya kencang-kencang,
"Aku tidak bermimpi.... Apa yang aku lihat nyata adanya. Rambut kujambak terasa
sakit. Bibir kugigit terasa luka berdarah...." Paras si pemuda menjadi pucat,
lututnya terasa goyah. Dia bertahan sekuat tenaga agar tidak roboh!
* * * Utusan Dari Akhirat 4
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DUA Di hadapan si pemuda, kuda coklat dan sosok tubuh kakek bungkuk berpakaian putih
itu tiba-tiba tampak berubah menjadi samar. Kini seolah berbentuk asap putih
yang meliuk-liuk kian kemari dan perlahan-lahan naik ke udara.
"Anak muda, aku tidak suka orang yang tidak menurut perintah. Turun dari kudamu
dan pergi ke arah mayat diriku. Lakukan apa yang aku katakan tadi...."
"Orang tua, aku...."
Di langit kilat menyambar dan guruh menggelegar. Puncak bukit batu karang terasa
bergetar. Kuda coklat yang kini hanya berbentuk bayang-bayang dan seolah
mengapung di atas bukit meringkik keras. Walet Hitam kelihatan gelisah lalu ikut
meringkik dan menaikkan sepasang kaki depannya tinggi-tinggi hingga pemuda di
atas punggungnya merosot jatuh dan terbanting di atas bukit!
"Itu peringatan pertama! Kalau aku memberi peringatan ke dua, berarti nyawamu
putus meninggalkan badan!" Kakek bungkuk di atas punggung kuda coklat mengancam.
Seperti tadi suaranya seolah datang dari satu jurang yang dalam. Dan saat itu
sosoknya bersama sosok kuda coklat melayang berputar-putar di udara.
Kalau tadi dirinya banyak diselimuti oleh hal-hal mengherankan yang tidak masuk
akalnya kini pemuda bernama Layang Kemitir itu menjadi takut. Perlahan-lahan dia
bangkit berdiri sambil sepasang matanya tidak lepas memandang pada sosok orang
tua dan kuda coklat yang samar berbentuk asap dan menggantung di udara berputar-
putar. Langkahnya terasa berat ketika dia berjalan menghampiri sosok mayat yang
menggeletak bergelung di puncak bukit karang yang menurun. Apa yang dikatakan
orang tua itu terngiang di kedua telinga Layang Kemitir."... turun dari kudamu.
Melangkah ke tempat jenazahku tergeletak. Periksa mayatku sampai kau menemukan
sesuatu...."
Layang Kemitir sampai di tempat mayat tergeletak. Perlahan-lahan dia berjongkok
di samping mayat itu. Sesaat diperhatikannya mayat itu dengan dada berdebar. Di
atas bukit orang tua penunggang kuda memandang ke bawah, memperhatikan setiap
gerak yang dilakukan si pemuda. Setelah memandang sejurus barulah Layang Kemitir
menyadari bahwa mayat yang tergeletak di hadapannya berada dalam keadaan utuh
dan tidak berbau busuk. Hanya kulitnya saja yang tampak putih tak berdarah.
Dengan tangan kiri gemetar Layang Kemitir membalikkan sosok mayat. Sesaat dia
tersentak karena mayat itu dingin sekali seolah barusan dia menyentuh es!
Mayat kini tergeletak menelentang. Layang Kemitir pandangi mayat itu dengan dada
berdebar. "Bagaimana aku harus memeriksa...?" pikir si pemuda. "Aku bisa mati
berjongkok kalau harus menggerayangi mayat ini dengan kedua tanganku!" Sesaat
pemuda ini jadi termangu bingung bercampur ngeri.
"Layang Kemitir) Mengapa kau tidak segera memeriksa jenazah" Jangan menunggu
sampai aku habis kesabaran!"
Layang Kemitir memandang ke atas. Orang tua berwajah seram yang kini hanya
tinggal seolah asap atau bayangan itu menatap tajam ke arahnya membuat si pemuda
tambah bergidik.
"Sesuatu.... Aku harus menemukan sesuatu.... Mungkin senjata...." Layang Kemitir
pergunakan dua tangannya meraba ke pinggang mayat. Polos, tak ada apa-apa.
Sementara Utusan Dari Akhirat 5
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
tangannya yang bersentuhan dengan mayat terasa sedingin es. "Mungkin sebilah
pedang sakti. Disisipkan di punggung...." Pikir Layar Kemitir. Lalu dengan
tangan gemetar mayat dimiringkan. Tangannya kini meraba dan memeriksa di bagian
punggung yang bungkuk.
Dia tidak menemukan apa-apa.
"Layang Kemitir! Lekas selesaikan pekerjaanmu! Waktuku hampir habis!" Di udara
suara orang tua itu kembali menggema aneh, membuat Layang Kemitir semakin
bingung dan takut. Mayat dibalikkannya kembali. Pada saat itulah sebuah benda
tersembul dari balik baju di bagian dada mayat.
"Mungkin ini benda yang dimaksudkan orang tua itu..." membatin Layang Kemitir.
Dengan tangan gemetar benda yang tersembul segera ditariknya. Begitu tangannya
menyentuh benda itu di langit kilat tiba-tiba menyambar. Guruh menggelegar.
Puncak bukit karang bergetar dan ringkik kuda coklat membahana. Di sebelah sana
Walet Hitam ikut pula meringkik.
"Ada hawa aneh mengalir dari benda ini ke dalam tubuhku..." kata Layang Kemitir
dengan hati ikut bergetar. Si pemuda perhatikan benda yang dipegangnya dengan
tangan gemetar. Ternyata sebuah kitab tipis dari daun lontar yang sudah sangat
tua, bernoda darah, lusuh dan lembab. Pada sampul kitab tertera tulisan berbunyi
Matahari. Sumber Segala Kesaktian.
Wiro Sableng 096 Utusan Dari Akhirat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Layang Kemitir!"
Di atas bukit karang menggelegar suara orang tua bungkuk berpakaian putih,
membuat Layang Kemitir terdongak dan memandang ke atas.
"Kau ternyata berjodoh dengan kitab itu! Langit dan bumi menjadi saksi! Dengar
baik-baik anak muda! Mulai saat ini kau harus melupakan masa silammu. Mulai saat
ini kau tidak akan ingat lagi masa silam dan siapa dirimu. Mulai saat ini nama
Layang Kemitir harus kau pendam ke pusar bumi. Mulai saat ini namamu adalah
Utusan Dari Akhirat! Jika ada orang bertanya siapa dirimu, siapa namamu. Maka
jawabmu: adalah Utusan Dari Akhirat! Kau dengar anak muda?"
"Aku... aku mendengar..." jawab Layang Kemitir seperti berada dalam satu
pengaruh kekuatan yang membuatnya patuh.
"Siapa namamu anak muda"!"
"Aku Utusan Dari Akhirat!"
Orang tua di atas bukit tertawa mengekeh.
"Utusan Dari Akhirat! Saat ini kau memiliki sebuah kitab berisi ilmu kesaktian
yang bersumber pada kekuatan Matahari. Hanya ada empat manusia di atas jagat ini
yang memiliki ilmu kesaktian itu. Hanya empat! Setelah itu tak ada lagi yang
berhak! Tiga dari empat orang itu telah mati menemui ajal!"
"Siapa saja mereka itu, orang tua...?" Layang Kemitir beranikan diri bertanya.
"Yang pertama adalah guruku. Dia sudah lama mati. Yang kedua diriku sendiri yang
semasa hidup disebut dengan julukan Si Muka Bangkai alias Si Muka Setan. Walau
belum lama tapi aku juga sudah mati. Orang ke tiga adalah muridku berjuluk
Pangeran Matahari, Dia juga belum lama mati! Yang ke empat dan yang terakhir
adalah dirimu. Utusan Dari Akhirat!"
Layang Kemitir jadi ternganga mendengar ucapan orang tua mengaku berjuluk Si
Muka Bangkai atau Si Muka Mayat itu. Lama dia menatap kitab lusuh di tangannya.
Ketika dia hendak membuka sampul penutup kitab tiba-tiba di atasnya si kakek
membentak. Utusan Dari Akhirat 6
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jangan kau berani membuka kitab sakti itu sebelum aku pergi dari sini!"
"Maafkan aku, orang tua...." Layang Kemitir cepat menutup kitab itu kembali.
"Sekarang kau dengar baik-baik Utusan Dari Akhirat! Ada saat memberi. Ada saat
memintal Aku telah memberikan satu kitab berisi ilmu silat dan kesaktian yang
sulit dicari tandingannya di muka bumi ini! Sebagai imbalannya kau harus
melakukan sesuatu untukku. Kau dengar Utusan Dari Akhirat"!"
"Saya dengar...."
"Kau bisa memiliki ilmu silat dan kesaktian di dalam kitab itu dalam waktu
singkat. Karena aku tahu sebagai cucu seorang Pangeran kau telah memiliki dasar ilmu
silat serta penguasaan tenaga dalam. Kau hanya membutuhkan waktu tiga kali
purnama untuk mempelajari kitab Matahari, Sumber Segala Kesaktian yang kini jadi
milikmu. Setelah kau menguasai ilmu silat dan kesaktian ini maka itulah saat
bagimu untuk terjun ke dalam rimba persilatan. Kau harus mencari tiga anak
manusia dan harus membunuh mereka. Dengar baik-baik Utusan Dari Akhirat! Orang
pertama adalah seorang pemuda luar biasa gemuk bernama Santiko, bergelar Bujang
Gila Tapak Sakti. Dialah bangsat yang telah membunuhku! Ingat baik-baik. Namanya
Santiko! Gelarnya Bujang Gila Tapak Sakti!"
(Mengenai kematian Si Muka bangkai yang adalah guru Pangeran Matahari harap baca
serial Wiro Sableng Episode berjudul Kiamat Di Pangandaran. Sedang perihal
riwayat Bujang Gila harap baca serial Wiro Sableng berjudul Bujang Gila Tapak
Sakti). "Orang ke dua yang harus kau cari dan kau bunuh adalah seorang pemuda bernama
Wiro Sableng, berjuluk Pendekar Kapak Maut Naga Geni 2121"
"Kalau aku boleh bertanya, siapakah orang itu adanya?"
"Dia adalah sahabat Bujang Gila Tapak Sakti, murid seorang nenek sakti di Gunung
Gede bernama Sinto Gendeng! Dialah bangsatnya yang telah membunuh muridku
Pangeran Matahari! Ingat nama dan gelar itu baik-baik. Wiro Sableng alias
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212!"
"Akan kuingat sesuai perintahmu, orang tua.... Siapakah orang yang ke tiga?"
"Bangsat tua renta dikenal dengan julukan Tua Gila!"
"Apa permusuhan atau kesalahan orang ketiga itu?"
"Ketika terjadi pertempuran besar di bukit ini beberapa waktu yang silam,
bangsat tua itu ikut menanam andil atas kematianku dan kematian muridku) Utusan
dari Akhirat, aku sudah bicara dan kau sudah mendengar. Apa ada sesuatu yang
hendak kau sampaikan sebelum aku pergi"!"
Layang Kemitir terdiam sesaat. Lalu dia jatuhkan diri berlutut. "Orang tua,
perkenankan aku memanggilmu Guru. Perkenankan aku mengucapkan terima kasih atas
kebaikanmu memberikan kitab ini...."
Si Muka Bangkai tertawa dan menjawab. "Kau boleh memanggil dan mengenang diriku
sebagai Guru. Aku terima ucapan terima kasihmu. Tetapi aku bukan orang baik
seperti katamu. Ha... ha... ha!"
Suara tawa Si Muka Bangkai yang membahana tiba-tiba lenyap. Layang Kemitir
memandang ke atas. Orang tua bungkuk itu dan kuda coklatnya tak ada lagi di atas
bukit karangi "Aku tidak bermimpi. Aku tidak berada dalam sirapan ilmu hitam. Kitab ini bukti
segala-galanya..." kata Layang Kemitir dengan suara bergetar. Dia memandang lagi
ke langit. Lalu perhatiannya tertuju pada kitab yang dipegangnya. Agak gemetar
sampul kitab Utusan Dari Akhirat 7
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
itu dibukanya. Di halaman pertama terpampang gambar matahari besar, dikelilingi
tujuh garis warna. Warna hitam, kuning dan merah tampak lebih lebar dan jelas
dibanding empat warna lainnya.
Di halaman ke dua terbaca serangkaian tulisan berbunyi: Hanya ada empat manusia
yang layak memiliki dan mempelajari kitab ini.
Yang pertama diriku sendiri
Yang kedua pewarisku Si Muka Bangkai
Yang ke tiga murid Si Muka Bangkai
Yang ke empat dan terakhir
Yang berjodoh dengan kitab ini
dan kusebut dengan nama Utusan Dari Akhirat
Layang Kemitir diam terkesiap beberapa lamanya. "Sukar kupercaya. Utusan Dari
Akhirat agaknya telah dipersiapkan sejak lama. Ternyata aku orangnya...."
Perlahan-lahan pemuda itu melanjutkan membuka halaman kitab berikutnya.
Di halaman itu tertulis: Jurus sakti "Pukulan Gerhana Matahari". Belum sempat
Layang Kemitir meneruskan membaca tiba-tiba kilat menyambar laksana membelah
langit. Sesaat udara terang benderang. Lalu gelegar guntur menggetarkan puncak bukit
karang. Di sebelah sana Walet Hitam meringkik keras. Mendadak hujan deras
mencurah turun. Layang Kemitir cepat masukkan kitab "Matahari, Sumber Segala
Kesaktian" ke balik pakaiannya.
Lalu lari mendapatkan kuda hitamnya dan di bawah hujan lebat serta tiupan angin
kencang segera tinggalkan puncak bukit karang di sebelah barat Teluk Penanjung
Pangandaran itu.
Di atas kuda hitamnya Layang Kemitir merasa heran tapi diam-diam juga merasa
gembira. Waktu lari dan melompat ke atas kuda tadi tubuhnya terasa ringan,
gerakannya enteng dan gesit. "Satu perubahan terjadi dengan diriku. Kitab sakti
pemberian orang tua itu.... Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Pemuda itu
berusaha mengingat-ingat keadaan dirinya di masa lalu. Tapi aneh. Bagaimanapun
dia berusaha dia tidak mampu melakukannya.
"Siapa diriku ini sebenarnya..." Siapa namaku" Dari mana aku berasal sebelumnya"
Mengapa aku bisa berada di puncak bukit karang tadi" Aku... aku Utusan Dari
Akhirat"!"
Bahkan Layang Kemitir tidak mampu mengingat namanya sendiri. Di hadapannya kini
membentang satu kehidupan baru yang serba asing. Dia tidak sadar dan tidak tahu
lagi kehidupan masa lalunya.
* * * Utusan Dari Akhirat 8
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TIGA erahu kayu yang bocor dan berisi air sampai dua pertiganya itu mendarat di bawah
hujan lebat di pesisir utara di satu tanjung yang sepi. Dua orang melompat turun
P laksana terbang. Dari gerakan mereka jelas keduanya memiliki kepandaian
tinggi. "Memalukan! Kalau tidak lekas mencapai daratan, perahu bocor itu akan
menenggelamkan kita di tengah laut!" Salah satu dari dua orang yang barusan
melompat turun berkata sambil menutup wajahnya dengan dua telapak tangan.
Orang yang diajak bicara, seorang nenek bertopi tinggi berbentuk eluk tanduk
kerbau, mengenakan mantel hitam yang robek salah satu ujungnya memandang ke
tengah laut. Tanpa berpaling pada orang di sebelahnya dia berkata.
"Iblis Pemalu, aku ingin tahu apa alasanmu tidak mau melanjutkan perjalanan
bersama-sama...."
"Nenek Sabai, aku malui Kau kembali menanyakan hal itu. Sudah kubilang aku malu,
kau juga bisa malu. Kita sama-sama malu!"
"Aku tahu apa alasanmu yang sebenarnya...."
"Coba kau bilang jika kau tidak malu," ujar orang yang dipanggil dengan sebutan
Iblis Pemalu tadi.
"Kau tidak senang karena maksud dan tujuan perjalananku selanjutnya di tanah
Jawa ini adalah mencari dan membunuh Pendekar 212 Wiro Sableng dan gurunya nenek
sakti bernama Sinto Gendeng itu! Karena mereka adalah sahabat-sahabatmu.
Bukankah begitu"!"
Iblis Pemalu terdiam tapi cepat menjawab. "Tidak kujawab memalukan. Kalau
kujawab juga memalukan! Ha... ha... ha..."
"Kau tidak bisa berdusta padaku Iblis Pemalu. Aku melihat sinar aneh di kedua
matamu waktu aku memberi tahu beberapa waktu lalu...."
Iblis Pemalu geleng-geleng kepala. "Aku sudah bilang bagiku semua orang adalah
sahabat. Aku merasa malu kalau sampai mempunyai musuh. Urusanmu adalah urusanmu!
Tugasmu adalah tugasmu! Memalukan kalau aku mencampuri walau hanya sekedar
memberi pendapat...."
"Hmmm, jadi sebenarnya kau punya suatu pendapat atas tugasku itu?" tanya Sabai
Nan Rancak. "Tidak, itu juga tidak. Itu juga memalukan bagiku! Aku hanya ingin mengatakan
begini. Kau adalah, orang baik. Setiap orang baik jika mau kembali ke hati
nurani dan lubuk hatinya yang terdalam, dia akan melakukan segala yang terbaik.
Dia tidak akan terpengaruh oleh siapapun. Hingga dalam hidupnya dia tidak pernah
mendapat malu dan tidak pernah memberi malu orang lain...."
Hati Sabai Nan Rancak menjadi tidak enak mendengar ucapan Iblis Pemalu itu. Maka
dia segera saja berkata.
"Baiklah sobatku Iblis Pemalu. Jika kau tidak mau melanjutkan perjalanan ke
selatan bersama-sama, tak jadi apa. Aku senang selama ini kita bisa bersama,
berbincang-bincang bertukar pikiran. Mudah-mudahan di lain waktu kita bisa
bertemu lagi...."
"Aku tidak akan malu jika memang bisa bertemu denganmu lagi Nenek Sabai.
Biarlah saat ini aku mengucapkan selamat jalan padamu...."
"Bolehkah aku memelukmu?" tanya Sabai Nan Rancak.
Utusan Dari Akhirat 9
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Eh, apa maksudmu Nek?" tanya Iblis Pemalu.
"Kita sahabat perjalanan. Berpisah Saling berpelukan berbagi rasa adalah hal
biasa saja...."
"Ah.... Hemmm...." Iblis Pemalu jadi salah tingkah. Kedua telapak tangannya
semakin ketat menutupi wajah. Dia mundur satu langkah ketika si nenek
mendekatinya. "Terima kasih kau mau berbuat sesuatu yang menyentuh perasaanku. Tapi aku malu
Nek. Sudah tua bangka begini masih dipeluk orang. Masakan kau mau memelukku dan aku
mau dipeluk olehmu" Walaupun sebenarnya...."
"Walaupun sebenarnya apa"!" tanya Sabai Nan Rancak ketika Iblis Pemalu
memutuskan ucapannya.
"Sudahlah! Lama-lama bicara salah melulu membuat aku tambah malu!" kata Iblis
Pemalu. "Selamat jalan Nek."
Sabai Nan Rancak pandangi orang di hadapannya itu sesaat. "Dia tak mau kupeluk.
Aneh, apa salahnya sesama perempuan saling berpelukan jika berpisah. Atau
mungkin dugaanku salah. Dia bukan seorang...." Sabai Nan Rancak hentikan suara
hatinya. Dia menarik nafas dalam, mengangkat bahu lalu memutar tubuh tinggalkan
tempat itu. Lama setelah Sabai Nan Rancak pergi baru Iblis Pemalu melangkah. Tapi dia tidak
meninggalkan tempat itu melainkan duduk di balik sebuah batu besar, menghadap ke
tengah laut. Saat itu hujan telah berhenti dan cuaca perlahan-lahan berubah
cerah. Ternyata pemandangan di tanjung itu indah sekali. Namun Iblis Pemalu
tidak memperhatikan atau menikmati pemandangan itu. Perlahan-lahan kedua
tangannya yang selalu dipergunakan menutupi wajahnya diturunkan.
"Laut biru... langit putih bersih tapi pikiranku tidak padamu. Nenek Sabai Nan
Rancak.... Siapa kau sebenarnya" Apakah kau benar orang yang kucari selama ini"
Jika benar apakah akan terkabul harapanku untuk menemukan dia yang aku damba dan
rindukan" Apakah aku juga akan menemukan saudaraku yang hilang..." Tuhan, apa betul aku
memiliki seorang saudara" Kalau betul tunjukkan siapa dia, dimana dia berada.
Dunia begini lebar Manusia begini banyak. Tuhan, datangkanlah kebesaranMu
padaku. Tunjukkan dimana mereka berada. Pertemukan aku dengan orang-orang yang
kudamba dan kukasihi itu. Hanya kuasa dan kasihMulah yang mampu melakukan semua
itu.... Datuk Bulu Lawang, kita memang tidak sedarah tidak sekandung. Namun kau
lebih dari seorang kakak bagiku. Aku minta maaf beribu maaf karena tidak dapat
membalaskan sakit hati kematianmu pada dua orang itu. Terus terang ada keraguan
di hatiku bahwa lantaran mereka kau menemui ajal. Aku menaruh kesangsian bahwa
orang-orang Lembah Akhirat mengatur semua ini.... Ya Tuhan beri petunjuk apa
yang harus aku lakukan. Kemana aku harus melangkah...." (Mengenai Datuk Bulu
Lawang harap baca serial Wiro Sableng berjudul Dendam Manusia Paku)
Tak terasa sepasang mata Iblis Pemalu merebak basah. Air mata menyusuri kelopak
matanya lalu menggelinding jatuh ke pipi.
Tiba-tiba telinganya yang tajam mendengar sesuatu di balik batu. Dia cepat
melompat sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan lalu bergerak ke balik
batu besar. Dia hanya sempat melihat sesosok bayangan berkelebat melarikan diri,
menyelinap ke balik batu-batu dan semak belukar di sebelah sana lalu lenyap.
Walau hanya sekilas namun Iblis Pemalu masih dapat mengenali.
Utusan Dari Akhirat 10
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Sabai! Kau berani mengintipku! Memalukan sekali!" Dada Iblis Pemalu tampak
turun naik. Dalam hati dia merasa khawatir. "Jangan-jangan dia mendengar keluh
kesah diriku tadi.... Apa yang harus kulakukan sekarang" Mengejarnya"!" Iblis
Pemalu menarik nafas dalam lalu kembali ke tempat duduknya semula di depan batu
besar, menghadap ke tengah laut.
Di lembah menurun yang sarat dengan pohon-pohon kelapa itu Sabai Nan Rancak
terduduk di tanah. Dia berusaha menenteramkan diri, menekan guncangan hatinya
yang membuat dadanya berdebar keras.
"Iblis Pemalu..." desis si nenek. "Ucapanmu banyak yang menyentuh hati dan
perasaanku. Siapa kau sebenarnya" Aku sempat mendengar desah ucapanmu tadi.
Iblis Pemalu, kalau kau bukannya.... Siapa yang kau cari selama ini" Diriku..."
Pikiranku kacau.
Hatiku tidak tenteram. Hanya Tuhan yang tahu ada apa sebenarnya di antara kita.
Aku ingat waktu aku menyentuh lenganmu di atas perahu. Kau bukan seperti apa
ujudmu yang kelihatan. Lenganmu begitu mulus dan lembut. Kau.... Ya Tuhan....
Mungkinkah dugaan ini"
Kalau saja aku bisa melihat wajahmu yang selalu ditutupi itu. Aku yakin di balik
semua yang serba rahasia ini pasti ada seseorang yang mengetahui asal muasal
kejadian dan peristiwanya. Tapi siapa orangnya" Menantu jahanam itu tak
diketahui lagi dimana rimbanya. Lalu anakku Andam Suri, tak pernah kuketahui di
tanah mana kuburnya, di negeri mana makamnya. Nasib kalian malang benar.... Ah,
mau pecah kepalaku memikirkan semua ini! Apa yang harus aku lakukan sekarang"
Meneruskan perjalanan atau menemuinya kembali di pantai" Menanyainya habis-
habisan"! Aku akan melakukan itu!
Aku harus menemuinya. Aku harus bicara dan menanyainya!"
Wiro Sableng 096 Utusan Dari Akhirat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Habis berkata begitu si nenek cepat berdiri. Dia berlari ke arah pantai secepat
yang bisa dilakukannya. Sebentar saja dia sudah berada di belakang batu besar
itu. "Iblis Pemalu! Kau harus berterus terang padaku!" seru Sabai Nan Rancak. Namun
si nenek kecewa besar. Ketika dia menyelinap di balik batu besar yang menghadap
ke pantai, Iblis Pemalu tidak ada lagi di tempat itu. Sabai Nan Rancak terduduk
di pasir. Dia tidak sadar berapa lama dia duduk di tempat itu sampai ujung jubah
hitam dan Mantel Sakti yang dikenakannya basah oleh percikan ombak yang memecah
di pasir. * * * Utusan Dari Akhirat 11
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ EMPAT eperti dituturkan dalam Episode sebelumnya (Jagal Iblis Makam Setan) orang-orang
Lembah Akhirat dibawahi pimpinan Pengiring Mayat Muka Merah berhasil membujuk
SSika Sure Jelantik hingga mau diajak ke Lembah Akhirat. Kedatangan salah satu
dari pembantunya yang membawa nenek sakti itu membuat Datuk Lembah Akhirat
gembira sekali. Dia langsung menemui Sika Sure Jelantik yang ditempatkan di
sebuah kamar bagus, dibaringkan di atas ranjang empuk.
"Nenek sakti tokoh besar dunia persilatan Sika Sure Jelantik!" kata Datuk Lembah
Akhirat. Dia berdiri di samping ranjang lalu membungkuk memberi hormat. "Kita
memang belum pernah bertemu. Namun nama besarmu telah sejak lama mampir di
telingaku...."
Sika Sure Jelantik kerenyitkan kening. Matanya memandang menyipit tak berkedip.
Di samping ranjang dimana dia dibaringkan tegak seorang tinggi besar berjubah
hitam. Kumis, jenggot dan cambang bawuknya meliar menutupi wajahnya yang berwarna tiga.
Merah, hitam dan hijau. Lengannya yang tersembul dari ujung jubah juga penuh
bulu. Demikian juga dada dan lehernya.
"Apakah aku berhadapan dengan penguasa Lembah Akhirat" Sang Datuk...?" Sika Sure
Jelantik bertanya.
"Betul sekali...." "
"Ah, aku ingin membalas penghormatanmu. Tapi kau lihat sendiri keadaanku...."
"Nenek Sika, tidak usah repot-repot memakai peradatan. Berbaring saja seenakmu.
Aku tahu kau dalam keadaan sakit dan keracunan. Pembantuku Si Muka Merah telah
memberitahu apa yang kau alami. Sungguh orang-orang golongan putih belakangan
ini bertindak diluar batas. Kawan segolongan dianiaya seperti ini.... Tapi kau
tak usah kawatir Nenek Sika. Aku akan menolongmu. Pertama sekali kau harus
meneguk sejenis obat agar racun yang telah menjalar di dalam tubuhmu musnah!"
Habis berkata begitu Datuk Lembah Akhirat bertepuk dua kali. Seorang lelaki yang
muka dan rambutnya dicat hijau muncul membawa sebuah poci kecil terbuat dari
perak, Poci itu diberikannya pada Datuk Lembah Akhirat. Dengan cepat sang Datuk
membuka penutup poci. Asap tipis berwarna biru mengepul keluar dari dalam poci
yang terbuka. Sekali meniup maka asap itupun sirna.
"Nenek Sika, silakan kau teguk obat ini sampai habis," kata Datuk Lembah Akhirat
seraya mendekatkan bibir poci ke mulut si nenek sementara pembantu bermuka hijau
meninggikan kepala Sika Sure Jelantik. Si nenek mencium bau harum dari hawa
hangat. Karenanya tanpa ragu dia segera meneguk cairan yang ada dalam poci sampai habis.
Wajahnya yang semula pucat tampak agak bercahaya.
"Bagaimana rasanya obat yang barusan kau teguk?" tanya Datuk Lembah Akhirat.
"Enak, manis. Rasanya bukan seperti obat..." jawab Sika Sure Jelantik.
Datuk Lembah Akhirat tertawa dan kerlingkan matanya pada Pengiring Mayat Muka
Merah yang tegak di sampingnya.
"Aku selalu memberikan obat yang terbaik dan termujarab untuk seorang sahabat
sepertimu!" kata Datuk Lembah Akhirat lalu poci yang telah kosong
dikembalikannya pada pembantunya seraya berkata. "Cepat bawakan kemari bubuk
putih penyembuh luka pemusnah racun ular!"
Utusan Dari Akhirat 12
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Pembantu bermuka hijau itu cepat keluar. Tak lama kemudian dia kembali membawa
sebuah batok kelapa berisi bubuk berwarna putih.
"Nenek Sika sahabatku," kata Datuk Lembah Akhirat pula. "Racun dalam darahmu
telah musnah. Namun masih ada racun yang menempel di kedua kakimu yang patah.
Aku tidak akan mengikis dan membuang tumbukan daun beracun yang ada di kedua
kakimu. Sungguh kejam perbuatan orang terhadapmu! Nenek Sika, bubuk putih ini akan
menawarkan racun tumbukan daun. Sekaligus mengobati tulang yang patah dan daging
yang terluka. Kau tak usah kawatir. Tak ada rasa sakit. Malah kau akan merasa
kedua kakimu dingin sejuk...."
Datuk Lembah Akhirat memberikan isyarat pada pembantu di sebelahnya. Si Muka
Hijau ini segera menaburkan bubuk putih di dalam batok kelapa ke atas kaki kiri
kanan Sika Sure Jelantik.
"Nah, apa kataku. Kau sama sekali tidak merasa sakit bukan, Nenek Sika?"
"Tidak.... Seperti katamu, aku malah merasa sejuk pada kedua kaki celaka ini!"
jawab Sika Sure Jelantik lalu tertawa mengekeh.
Setelah menaburkan bubuk putih itu si pembantu segera keluar dari ruangan. Datuk
Lembah Akhirat pegang lengan si nenek. Lalu berkata. "Kau beruntung cepat datang
ke sini. Terlambat sedikit saja aku tak mungkin menolongmu...."
"Aku berterima kasih padamu. Juga pada pembantumu yang bermuka merah itu!"
jawab Sika Sure Jelantik seraya memandang pada Pengiring Mayat Muka Merah. Orang
ini tersenyum dan anggukkan kepalanya.
"Dalam waktu dua hari tulangmu yang patah akan bertaut. Luka di kedua kakimu
akan sembuh. Namun kau butuh tiga hari untuk istirahat sebelum kau benar-benar
pulih dan boleh berjalan...."
"Terima kasih..." kata Sika Sure Jelantik senang sekali. Sebenarnya nenek ini
sama sekali tidak mengetahui bahwa obat minum yang tadi ditelannya hanyalah air
gula biasa sedang bubuk yang ditebarkan di kedua kakinya adalah semacam tawas.
Tidak diobatipun kedua kakinya bakal sembuh dalam waktu beberapa hari lagi yaitu
berkat obat daun tumbuk yang diberikan oleh Tua Gila. Si nenek tidak tahu kalau
orang sudah menipu dan menjalankan jerat atas dirinya.
"Nenek Sika, sebetulnya banyak yang akan aku bicarakan denganmu. Tapi kau butuh
istirahat. Aku akan kembali menemuimu dua hari lagi...."
"Datuk Lembah Akhirat, walau kedua kakiku sakit tapi aku tak kurang suatu apa.
Jika memang ada hal-hal yang ingin kau bicarakan aku mempersilakan...."
"Nenek Sika, kau sungguh baik. Kalau kau memang suka kita bicara sekarang aku
merasa sangat gembira." kata Datuk Lembah Akhirat pula. Lalu dia bertanya.
"Nenek Sika, mengapa kau mengalami nasib buruk seperti ini. Apa benar tokoh yang
berjuluk tua Gila itu yang mencelakai dirimu?"
"Aku berkelahi melawan seorang sakti aneh berjuluk Iblis Pemalu.... Dia yang
membuat kedua kakiku cidera begini rupa." Menerangkan Sika Sure Jelantik.
"Iblis Pemalu! Satu tokoh yang sebelumnya tak dikenai. Begitu muncul melakukan
berbagai kejahatan aneh. Aku mendengar dari pembantuku Pengiring Mayat Muka
Merah, bahwa seorang tokoh bergelar Tua Gila katanya berusaha menolongmu.
Padahal yang diberikannya padamu bukannya obat melainkan racun! Heran, mengapa
Tua Gila berbuat sejahat itu. Padahal aku tahu betul dia adalah seorang tokoh
silat golongan putih."
Utusan Dari Akhirat 13
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Antara aku dan dia ada dendam kesumat lama yang tidak akan selesai sebelum
salah satu dari kami menemui ajal!"
"Hemmm.... Kalau begitu ceritanya, Tua Gila patut menerima hukuman yang setimpal
atas kejahatannya!" Datuk Lembah Akhirat mulai membakar.
"Hukuman memang sudah aku tetapkan baginya Datuk. Begitu aku sembuh, aku akan
segera mencarinya dan membunuhnya!"
"Sahabatku Nenek Sika Sure Jelantik. Dalam urusan balas dendam jangan bertindak
terburu-buru. Kita harus punya perhitungan masak. Ilmu kesaktian tidak ada
gunanya kalau tidak disertai akal pikiran. Aku dan orang-orangku akan membantumu
menyelesaikan urusan dengan Tua Gila. Namun, aku punya satu titipan untukmu....
Ah, mungkin hal ini terlalu cepat aku katakah. Biar kita bicarakan hal lain
lebih dulu...."
"Datuk, aku dengar tokoh besar berjuluk Dewa Sedih telah bergabung denganmu...."
"Betul sekali sahabatku. Dia tengah bersiap-siap menjalankan satu tugas besar.
Membunuh seorang pemuda berjuluk Pendekar 212...."
"Hemmm.... Pemuda itu adalah murid Tua Gila. Aku pernah mencoba menggebuknya
tapi lolos. Pendekar 212 memang pantas dilenyapkan dari muka bumi!" kata Sika
Sure Jelantik pula.
"Aku gembira kita satu pendapat untuk melenyapkan Pendekar 212...."
"Datuk Lembah Akhirat, tadi kau menyebut soal titipan. Aku tidak mengerti.
Apakah kau mau menerangkan?"
"Sebenarnya ini hanya akan merepotkanmu saja. Namun aku terpaksa meminta.
Maukah kau menolongku melakukan sesuatu?"
"Datuk, kau telah menyelamatkan nyawaku. Apapun yang kau minta dan suruh akan
aku penuhi kalau aku memang mampu melakukannya...."
"Aku ingin kau membunuh seorang kakek berjuluk Kakek Segala Tahu. Orang ini
adalah tokoh golongan putih sesat yang ilmu kepandaiannya bisa mencelakai Lembah
Akhirat.... Orang ini adalah sahabat Pendekar 212, sahabat Tua Gila...."
"Datuk, aku bersedia dibawa ke sini. Kau dan orang-orangmu telah menyelamatkan
diriku. Apa lagi yang terbaik bagiku untuk membalas budi selain bergabung
denganmu dan melakukan apa yang kau inginkan!"
"Nenek Sika, aku gembira mendengar ucapanmu. Benar-benar gembira..." kata Datuk
Lembah Akhirat. "Apakah pembantuku Pengiring Mayat Muka Merah pernah
menceritakan padamu tentang sebuah kitab sakti bernama Kitab Wasiat Malaikat?"
Sika Sure Jelantik anggukkan kepala. Sepasang matanya membesar.
"Kitab itu ada padaku. Semalam aku bermimpi. Mendapat semacam petunjuk bahwa
kelak kitab itu harus kuserahkan padamu karena hanya kaulah yang berjodoh dengan
kitab sakti tersebut."
Sika Sure Jelantik seperti mau melompat mendengar kata-kata Datuk Lembah Akhirat
itu. "Datuk, aku benar-benar berterima kasih padamu...."
"Aku harus pergi Nenek Sika. Dua hari lagi aku kembali. Kita perlu bicara lagi
sebelum kau meninggalkan tempat ini." Habis berkata begitu Datuk Lembah Akhirat
memberi isyarat pada Pengiring Mayat Muka Merah. Kedua orang ini lalu tinggalkan
ruangan itu. Utusan Dari Akhirat 14
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Begitu berada di luar ruangan Datuk Lembah Akhirat berbalik pada Pengiring Mayat
Muka Merah dan bertanya. "Apakah mata-mata kita yang menyelidik kedatangan Sabai
Nan Rancak telah kembali memberikan laporan?"
"Sampai saat ini belum Datuk. Kita tunggu sampai dua hari dimuka...."
"Pengiring Mayat Muka Hijau masih belum kembali?"
"Belum Datuk. Mungkin kita perlu mengutus orang untuk menyelidik apa yang
terjadi dengan dirinya...."
"Kuharap kau lekas mengatur hal itu. Mata-mata kita yang lain memberitahu bahwa
banyak terlihat gerakan orang-orang tak dikenal sekitar Telaga Gajahmungkur.
Harap kau beritahu Pengiring Mayat "Muka Hitam agar segera menghadapku. Hal itu
perlu dibicarakan karena orang-orang yang muncul di sekitar telaga adalah diluar
rencana kita!"
"Perintah akan saya lakukan Datuk...."
"Ada satu hal lagi. Beberapa hari lalu mata-mata kita yang bertugas di Selat
Sunda menyirap kabar tentang munculnya seorang tokoh luar biasa yang menamakan
dirinya Jagal Iblis Dari Makam Setan.... Selidiki siapa dia adanya dan kita
harus bisa membuat dia bergabung di Lembah Akhirat ini!"
"Perintah akan saya lakukan Datuk..." jawab Pengiring Mayat Muka Merah.
* * * Utusan Dari Akhirat 15
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ LIMA ada tom P siang hari pemandangan di puncak bukit batu itu indah sekali. Sejauh puluhan
bak di daratan mata akan melihat bukit batu berwarna merah berseling coklat. Di
sebelah depan membentang laut biru dihias oleh tebaran pulau-pulau batu yang di
bawah sentuhan sinar matahari memantulkan warna-warna aneh dan bagus. Namun pada
malam hari seperti saat itu semua keindahan itu sirna ditelan kegelapan.
Ada tujuh puncak batu merah bersusun membentuk setengah lingkaran, seolah
membentengi teluk Parangtritis. Pada malam yang dingin itu, di salah satu puncak
batu kelihatan sinar terang nyala api. Ternyata ada orang membuat api unggun di
tempat itu. Dua orang gadis berparas jelita duduk mengelilingi perapian. Sebentar-sebentar
mereka memandang ke arah legukan dinding batu yang membentuk sebuah goa kecil.
Cahaya nyala api yang bergoyang-goyang di wajah dan tubuh mereka membuat paras
masing-masing tampak aneh tetapi lebih menawan. Apalagi saat itu mereka
mengenakan sebentuk pakaian ketat bermanik-manik yang terbelah tinggi di kedua
sisinya. Sepertinya dua gadis ini tengah menunggu kemunculan seseorang.
Setelah lama menunggu, keduanya mulai merasa tidak sabaran. Salah seorang di
antara mereka berbisik pada temannya.
"Aninia, menurutmu apakah Ratu akan kukuh pada pendiriannya untuk memilih tetap
tinggal di alamnya yang sekarang?"
Gadis bernama Aninia tak segera menjawab. Dia seperti termenung. Selang beberapa
ketika baru terdengar jawabannya. Suaranya perlahan. "Sulit aku menduga. Dunia
kita yang sekarang bagaimanapun indahnya namun tetap bukan merupakan suatu alam
yang wajar. Daya tarik dunia luar jauh lebih besar. Seandainya Ratu memilih tetap hidup di
alam yang sekarang, apakah kau akan mengikuti?"
"Kau sulit menduga, aku sulit menjawab. Kita semua sangat dekat dengan Ratu.
Agaknya kita hanya akan mengikut apa pilihannya. Jika dia bertahan, berarti kita
tetap bersamanya. Jika dia memilih kehidupan yang baru, kita juga akan
mengikuti. Rasa-rasanya sudah terlalu kasip bagi kita untuk kembali ke dunia
luar. Tapi lebih baik semua kita serahkah pada putusan Ratu saja...."
"Aku setuju pendapatmu, Magini. Tetapi apakah...." Aninia tidak meneruskan
ucapannya. Sikutnya digeserkan ke pinggang temannya.
Saat itu dari goa kecil di lamping batu merah melangkah keluar seorang perempuan
muda berwajah sangat cantik. Celana panjang ringkas dan jubah dalam selutut
berwarna hitam yang dikenakannya membuat kulitnya yang putih lebih berkesan dan
menambah keanggunannya. Rambut panjangnya dibiarkan tergesar lepas di punggung.
Perempuan muda ini melangkah sambil membawa baju biru bertahta manik-manik yang
dilipat rapi di atas mana terletak sebuah kalung, mahkota dan anting-anting
serta: gelang yang semuanya terbuat dari kerang berwarna biru.
Magini dan Aninia sama-sama tercengang kagum menyaksikan kemunculan perempuan
muda yang selama ini menjadi pimpinan mereka dan dipanggil dengan sebutan Ratu
Duyung. Sebelumnya mereka selalu melihat Sang Ratu dalam pakaian yang ditaburi
manik-manik putih berkilauan, rambut digulung dan diberi mahkota, wajah dihias.
Kini semuanya berganti. Dalam pakaian serba hitam, rambut dibiarkan lepas begitu
rupa dan Utusan Dari Akhirat 16
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
tanpa riasan kecantikan Ratu Duyung kelihatan justru lebih asli dan menonjol.
Terlebih sepasang bola matanya yang berwarna biru, indah sekali untuk dipandang.
Ratu Duyung melangkah menuju perapian lalu duduk di depan ke dua anak buahnya.
"Magini, pakaian, mahkota, kalung, gelang, dan anting-anting ini harap kau bawa
kembali ke tempat kita. Simpan baik-baik dalam kamarku.... Aku tidak tahu sampai
berapa lama akan berada di sini. Tidak dapat aku pastikan berapa lama aku akan
mendapat petunjuk dari Yang Kuasa serta berhubungan dengan Maha Ratu Samudera.
Karena itu kalian berdua lekas kembali ke tempat kita...."
"Ratu, kami berdua siap menunggu sampai kapanpun Ratu selesai melakukan
penyepian diri ini...." kata Magini sambil menerima pakaian dan barang perhiasan
Wiro Sableng 096 Utusan Dari Akhirat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang diserahkan Ratu Duyung padanya.
"Kalian para pembantuku yang setia dan baik hati. Namun ada kalanya kesetiaan
dan kebaikan itu tidak perlu dijadikan hal yang utama. Apapun hasil yang akan
kudapat, aku akan kembali untuk memberitahu. Bertahun-tahun, bahkan mungkin
puluhan tahun selama ini kita berada di alam yang serba gaib dan aneh tanpa diri
kita dimakan oleh usia. Ini antara lain karena perbedaan perhitungan dari antara
dunia luar dan dunia kita. Kalau kita memasuki dunia luar, semua hal itu akan
berubah. Siapkah kita menghadapi perubahan itu?"
Dua gadis di hadapan Sang Ratu lama terdiam. Namun, akhirnya Aninia membuka
mulut. "Putusan apapun yang Ratu ambil, kami akan mengikuti dan rela menanggung
segala akibatnya."
"Kalau begitu, dan kalau tak ada lagi hal lain yang hendak kalian tanyakan maka
sebelum pergi ada satu tugas yang harus kalian lakukan."
"Kami siap menjalankannya Ratu," jawab Magini dan Aninia berbarengan.
Dari balik jubah hitamnya Ratu Duyung mengeluarkan sebuah benda yang ternyata
adalah seuntai kalung terbuat dari perak dan memiliki mata sebuah batu berwarna
hijau pekat tetapi redup.
"Kalian dengar baik-baik. Aku yakin kalung ini adalah sebuah benda sangat
berharga, paling tidak bagi pemiliknya. Kalung ini adalah milik seorang sahabat,
seorang tokoh silat berjuluk Tua Gila. Ketika dia menemui malapetaka di tengah
laut tempo hari, kalung itu terpisah dari dirinya. Karena dia dalam keadaan
pingsan, kalung aku amankan dan simpan di satu tempat. Sayangnya ketika dia
pergi aku tidak menemuinya. Kalung ini tertinggal. Berarti kalung ini harus aku
kembalikan padanya. Aku tidak tahu akan berapa lama berada di sini. Karena itu
aku menugaskan kalian untuk mencari Tua Gila dan menyerahkan kalung ini padanya.
Kalian pernah melihat orang tua itu. Jadi aku tak perlu memberitahu ciri-
cirinya. Siapa yang akan menyimpan dan membawa kalung ini?"
Aninia beringsut ke depan. Setengah membungkuk dia berkata. "Karena Magini akan
membawa pakaian dan seperangkat perhiasan milik Ratu, biar saya yang membawa
kalung itu...."
Ratu Duyung mengangguk lalu serahkan kalung perak bermata hijau yang bukan lain
adalah Kalung Permata Kejora. Seperti dituturkan dalam Episode I (Tua Gila Dari
Andalas) Raja Pulau Sipatoka yakni Rajo Tuo Datuk Paduko Intan memberikan kalung
itu pada Tua Gila yang dikenalnya dengan nama Wiro Sableng. Kalung tersebut
merupakan satu senjata sakti mandraguna yang sebenarnya harus diberikan pada
puterinya yaitu Andam Suri dan Utusan Dari Akhirat 17
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
merupakan satu-satunya senjata yang sanggup membunuh Tua Gila. Namun sebagaimana
diriwayatkan Andam Suri dikabarkan menemui kematian. Karena itu Datuk Paduko
Intan meminta bantuan Tua Gila untuk mengembalikan benda itu pada Sabai Nan
Rancak, tanpa dia mengetahui bahwa orang tua di hadapannya saat itu adalah Tua
Gila dan Sabai Nan Rancak adalah kekasih Tua Gila yang berniat membunuh Tua
Gilai Karena tidak ingin rahasia dirinya terbuka maka Tua Gila menerima kalung
itu dari Rajo Tua Datuk Paduko Intan yang sebenarnya adalah menantunya sendiri.
"Jaga kalung ini baik-baik seperti kau menjaga diri dan nyawamu sendiri, Aninia.
Jangan kembali ke alam kita sebelum kau menemui Tua Gila dan menyerahkan kalung
ini padanya! Berdasarkan penglihatanku melalui Cermin Sakti aku ketahui bahwa
beberapa waktu lalu Tua Gila terlihat bersama Pendekar 212 Wiro Sableng. Mereka
berada di satu kaki bukit di kawasan selatan. Tua Gila kemungkinan besar menuju
ke sebuah lembah di sebut Lembah Akhirat tak berapa jauh dari Telaga
Gajahmungkur. Sedang Pendekar 212 tak jelas ke mana tujuannya. Namun
kuperkirakan dia tidak berada jauh dari kawasan telaga besar itu.... Aninia,
terima kalung ini."
"Pesan Ratu saya dengar. Perintah Ratu akan saya jalankan..." jawab Aninia. Lalu
dia ulurkan kedua tangannya. Telapak tangan dikembangkan untuk menyambut Kalung
Permata Kejora itu.
Namun tiba-tiba, secara tidak terduga berkelebat satu bayangan hitam. Aninia
terpelanting dan terkapar di bebatuan. Magini ikut terbanting lalu terguling
sampai dua tombak. Ratu Duyung keluarkan pekikan keras. Dengan cepat dia menarik
pulang tangan kanannya yang barusan siap menjatuhkan Kalung Permata Kejora ke
atas tangan Aninia.
Lalu dengan satu gerakan kilat dia melesat ke belakang sambil tangan kirinya
menghantam ke arah perapian. Kayu-kayu bernyala yang menerangi tempat itu hancur
berpelantingan.
Serta merta puncak bukit batu merah itu diselubungi kegelapan!
* * * Utusan Dari Akhirat 18
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ ENAM alau tubuh mereka terasa sakit tak karuan, jantung berdebar dan darah mengalir
kacau namun Magini dan Aninia cepat berdiri. Dua jari tangan masing-masing W
diacungkan tepat-tepat ke depan. Ujung jari dua gadis ini tampak memancarkan
sinar biru. Melihat ini Ratu Duyung cepat memberi isyarat agar dua anak buahnya
tidak melakukan serangan.
Di dalam gelap, sejarak sembilan langkah dari tempatnya berdiri Ratu Duyung
melihat sosok tinggi seorang perempuan tua berambut putih, bertopi berbentuk
tanduk kerbau, mengenakan mantel hitam.
"Orang tua tak dikenal, siapa kau"!" Ratu Duyung menegur.
Yang ditanya tidak segera menjawab. Rupanya dia masih terheran mungkin juga
bercampur kagum atau jengkel karena tidak menyangka. Kemunculannya di bukit batu
itu tidak diketahui oleh tiga orang gadis. Tapi mengapa gerakan kilatnya tadi
tidak mampu merampas Kalung Permata Kejora dari tangan gadis cantik berpakaian
serba hitam itu"
Diam-diam dia juga bertanya-tanya siapa adanya ketiga orang itu karena dia hanya
sempat mendengar sebagian terakhir dari percakapan mereka sedang perhatiannya
tertuju penuh pada Kalung Permata Kejora.
"Kalau kau tidak Segera menjawab, jelas kau adalah seorang jahat yang hendak
mencuri atau merampok barang milik orang laini" ujar Ratu Duyung dengan suara
keras. Sosok orang bermantel dalam gelap maju selangkah. Dari tenggorokannya keluar
suara menggeram.
"Siapa diriku kau dan orang-orangmu tak perlu tahu. Aku datang dengan satu
maksud. Maksud berubah menjadi perintahi Serahkan Kalung Permata Kejora padaku!"
Orang yang bicara julurkan tangan kanannya membuat gerakan meminta. Dia bukan
lain adalah Sabai Nan Rancak. Ketika tadi dia menyusuri pantai, dari kejauhan
dia melihat nyala api di salah satu puncak bukit batu. Penuh rasa ingin tahu,
nenek sakti dari Andalas ini segera mendaki bebukitan batu merah di tepi pantai
untuk menyelidik. Si nenek terkejut besar ketika sampai di puncak bukit yang
diterangi nyala perapian bakal menemukan satu hal yang tidak pernah diduganya.
Seorang gadis cantik berpakaian serba hitam yang dipanggil dengan sebutan Ratu
tengah menyerahkan sebentuk kalung perak bermata hijau pada seorang gadis yang
duduk bersimpuh di hadapannya. Keterkejutan ini adalah karena kalung itu
dikenalinya bukan lain adalah Kalung Permata Kejora yang selama ini lenyap tak
diketahui di mana rimbanya.
"Hmmmm...." Ratu Duyung bergumam. "Kau meminta barang yang bukan milikmu!
Kau memerintahkan aku menyerahkan sesuatu yang bukan punyamu. Apa namanya ini"
Rampok" Begal di malam hari"!"
"Terserah kau mau menyebut apa! Tapi dengar baik-baik! Kau masih muda belia.
Masa depanmu masih panjang. Tentu banyak kebahagiaan dunia yang belum kau
rasakan...."
"Eh, apa maksudmu"!" bentak Ratu Duyung.
"Maksudku kalau kau tidak segera menyerahkan kalung bermata hijau itu maka
umurmu hanya sampai malam hari ini saja. Selanjutnya rohmu akan gentayangan tak
tahu juntrungan!"
Utusan Dari Akhirat 19
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Ratu Duyung tertawa panjang.
Aninia yang tidak sabar berseru. "Ratu! Biar aku membunuh tua bangka gila yang
kesasar ini sekarang juga!"
"Hmmm! Jadi dia seorang Ratu rupanya. Ratu apa"!" ujar Sabai Nan Rancak lalu
balas tertawa lebih keras.
"Kalung ini bukan milikmu! Mengapa kau hendak merampasnya"!" Ratu Duyung
bertanya dengan suara lantang. Diam-diam dia luruskan jari telunjuk tangan
kirinya sementara Kalung Permata Kejora dipegangnya erat-erat di tangan kanan.
"Kau tahu apa soal kalung itu! Benda itu lenyap sejak bertahun-tahun! Aku
pemiliknya! Jadi harus dikembalikan padaku!"
"Siapa percaya pada cerita bohongmu! Aku tahu sekali riwayat kalung ini!"
"Gadis setan! Kau tahu apa mengenai riwayat kalung itu!" hardik Sabai Nan
Rancak. "Nenek gila!" balas Ratu Duyung. "Kalung ini adalah milik seorang sahabatku
bernama Tua Gilai Kepadanyalah aku akan mengembalikan! Bukan padamu! Monyet tua
kesasar dan temaha harta orang lain!"
Marahlah Sabai Nan Rancak mendengar ucapan caci maki Ratu Duyung itu. Dia angkat
tangan kanannya lalu laksana kilat lepaskan pukulan Kipas Neraka ke arah Ratu
Duyung. Satu sinar merah melesat ke depan lalu mengembang membentuk kipas.
"Ratu awasi" teriak Magini dan Aninia. Dua gadis anak buah Ratu Duyung segera
angkat tangan kanan masing-masing. Ratu Duyung tak tinggal diam.
Tiga larik sinar biru menderu menghantam Sabai Nan Rancak dari tiga jurusan.
Inilah ilmu kesaktian paling hebat yang dimiliki oleh Ratu Duyung dan anak
buahnya. Jangankan tubuh manusia, tembok batu setebal apapun akan jebol dan
hancur berentakan dilanda sinar biru itu.
Sabai Nan Rancak yang tidak tahu siapa adanya Ratu Duyung dan juga tidak pernah
mendengar kehebatan ilmu Ratu dari alam gaib ini walaupun kaget dapatkan dirinya
dihantam serangan dari tiga jurusan, namun tidak menarik seranganya. Dia
melompat sambil menambah dorongan kekuatan tenaga dalam. Pukulan sakti Kipas
Neraka yang dilepasnya bersibak ke kiri dan ke kanan. Namun baru saja sinar
pukulan maut ini menebar membentuk kipas untuk menghantam tiga lawan sekaligus,
bersamaan dengan itu tiga larik sinar biru sampai melabrak.
"Bummm!"
"Bummm!"
"Bummm!"
Tiga dentuman keras mengguncang. Bukit batu merah bergetar hebat. Dua nyala api
tampak di lamping bukit batu merah yang terkena cipratan pukulan Kipas Neraka
sebelum pukulan sakti ini terbelah-belah dan sirna berentakan. Sabai Nan Rancak
sendiri tampak jatuh berlutut. Tubuhnya bergetar keras. Wajah putihnya yang tua
keriputan tampak pucat seolah tak berdarah. Sadar kalau dia tidak menderita
cidera apa-apa si nenek cepat bangkit berdiri.
Saat itu di sebelah kiri Aninia tampak mencoba bangun terbungkuk-bungkuk.
Namun gadis ini kembali roboh. Waktu terjadi bentrokan pukulan sakti tadi dia
berada paling dekat dengan Sabai Nan Rancak hingga hantaman kekuatan lawan
mendera tubuhnya paling telak. Darah tampak mengucur dari mulutnya. Untuk
beberapa lamanya gadis ini terkapar di atas batu tanpa bisa berkutik. Agaknya
Bulan Berdarah 2 Dewa Arak 20 Pelarian Istana Hantu Si Linglung Sakti 1
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SATU uja ber H n lebat mendera kawasan Teluk Penanjung, Pangandaran. Angin dari laut tiup
kencang laksana hendak membongkar gugusan bukit-bukit karang. Awan hitam yang
terus menggantung di udara membuat suasana menjadi gelap seperti malam hari.
"Dari arah timur teluk, di antara deru hujan dan hembusan angin kencang serta
gelegar ombak terdengar derap kaki kuda yang sesekali dihantui oleh suara
ringkikan keras.
Tak selang berapa lama, dalam cuaca yang sangat buruk itu di kejauhan tampak
seekor kuda betina hitam berlari seperti gila, melompat kesetanan dan meringkik
tiada henti. Penunggangnya seorang pemuda bertubuh kokoh mencekal tali kekang erat-erat,
berusaha mengendalikan binatang itu.
"Walet hitam!" si pemuda berseru menyebut nama kuda tunggangannya. "Apa yang
terjadi denganmu! Tahan larimu! Kau hendak membunuhku"!" Dengan tangan kirinya
pemuda ini berusaha mengelus leher tunggangannya agar binatang itu menjadi
jinak. Namun hal itu tak bisa dilakukan karena kalau dia hanya memegang tali kekang
kuda dengan satu tangan, tubuhnya pasti akan terlempar jatuh.
"Kuda gila!" Akhirnya keluar suara makian dari mulut pemuda itu ketika Walet
Hitam masih terus lari kencang tak karuan. Beberapa kali binatang ini berputar-
putar di sekitar teluk. Setiap tubuhnya terkena hantaman ombak Walet Hitam
meringkik keras.
Sesaat binatang ini tampak oleng seperti hendak tersungkur, namun dilain kejap
dia berdiri tegak kembali dan lari lagi seperti tadi.
"Kalau mau selamat aku harus melompat!" pikir pemuda penunggang kuda. Namun dia
merasa ragu. Salah lompat Justru dia bisa celaka. Apa lagi di sekitar tempat itu
penuh dengan gugusan batu-batu karang. Maka pemuda ini berusaha mengarahkan lari
kudanya ke arah laut. Selagi berada di tempat yang dangkal dia akan pergunakan
kesempatan untuk melompat. Dia kerahkan tenaga menarik tali kekang. Leher dan
kepala tunggangannya memang tertarik ke kanan yakni ke arah laut, tapi tubuh dan
empat kaki binatang ini tetap tak bergeming dan terus membuat gerakan lari
berputar-putar.
Selagi pemuda itu cemas dan kebingungan karena tidak tahu mau melakukan apa,
sekonyong-konyong dari arah bukit karang sebelah barat terdengar suara ringkikan
keras. Mendadak sontak Walet Hitam yang seperti kemasukan setan itu hentikan larinya.
Leher dijulurkan ke atas, kepala mendongak. Sepasang matanya terpentang lebar.
Mulutnya yang dipenuhi busahan ludah terbuka. Lalu ringkikan aneh keluar dari
mulut binatang ini!
"Huh!" Dalam herannya pemuda di atas kuda palingkan kepala ke arah bukit karang
di sebelah barat. Dalam lebatnya curahan hujan dan gelapnya cuaca, samar-samar
di puncak bukit karang itu dia melihat seekor kuda dan penunggangnya. Si
penunggang tampak melambai-lambaikan tangannya tiada henti seolah-olah
memanggil. Pemuda di teluk perhatikan kuda tunggangannya yang saat itu diam tegak tak
bergerak. Bahkan matanya sejak tadi tidak berkesip.
"Aneh, apa yang sebenarnya terjadi dengan binatang ini! Siapa orang di atas
bukit karang sana...?" si pemuda bertanya-tanya dalam hati.
Utusan Dari Akhirat 1
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Kuda di atas bukit meringkik keras. Dua telinga Walet Hitam bergerak. Ekornya
berputar. Dua kaki depannya diangkat lalu dari mulutnya keluar suara ringkikan
keras seolah membalas ringkik kuda di atas bukit.
Pemuda penunggang Walet Hitam kembali memandang ke atas bukit karang di sebelah
barat. Orang di atas kuda di puncak bukit itu tampak masih terus melambai-
lambaikan tangan memanggil-manggil.
Tiba-tiba kilat menyambar, guntur menggelegar. Pemuda penunggang Walet Hitam
tersirap kaget. Kuda di puncak bukit meringkik keras. Walet Hitam balas
meringkik. Lalu binatang ini memutar tubuhnya. Laksana anak panah lepas dari
busurnya Walet Hitam lari ke arah bukit karang di sebelah barat. Walau hampir
keseluruhan bukit karang itu tertutup lumut licin namun Walet Hitam berlari
pesat menuju puncak bukit.
"Walet! Kau mau ke mana"!" teriak pemuda penunggangnya. Dia menarik tali kekang
kuda kuat-kuat berusaha menahan lari binatang itu. Namun sia-sia saja. Walet
Hitam tetap melesat menuju puncak bukit, tempat di mana penunggang kuda di atas
sana terus memanggil dengan lambaian tangan.
Kuda di puncak bukit meringkik keras. Walet Hitam membalas dengan ringkikan tak
kalah kerasnya. Semakin dekat ke puncak semakin jelas si pemuda melihat sosok
kuda dan penunggang di atas bukit itu. Kuda di puncak bukit karang itu adalah
seekor kuda jantan coklat. Penunggangnya seorang kakek bungkuk berpakaian putih,
berwajah angker karena selain sangat pucat seolah tak berdarah juga sangat
cekung dan hanya tinggal kulit pembalut tulang!
Tujuh langkah dari kuda jantan, Walet Hitam si kuda betina hentikan larinya.
Binatang ini rundukkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Orang tua di atas kuda
coklat tampak menyeringai lalu kembali lambaikan tangannya. Walet Hitam bergerak
maju langkah demi langkah sementara pemuda di atas punggungnya merasakan
keanehan yang menyelimuti dirinya perlahan-lahan berubah menjadi rasa takut,
terlebih ketika dia berada begitu dekat dengan si kakek di atas kuda coklat.
Walet Hitam kini berhadap-hadapan dengan kuda jantan itu. Dua binatang ini
meringkik halus lalu sama-sama sorongkan kepala masing-masing, saling
menggeserkan leher dan saling menggigit.
Sekonyong-konyong orang tua di atas kuda jantan coklat keluarkan tawa panjang.
Kepalanya mendongak. Sepasang matanya yang cekung menatap ke atas seolah hendak
menembus langit gelap berawan.
"Kudamu berjodoh dengan kudaku. Berarti kau pun berjodoh denganku anak muda!"
Si kakek berkata. Suaranya terdengar aneh di telinga si pemuda, kecil jauh tapi
menggaung seolah keluar dari satu dasar jurang batu yang dalam.
"O.... or... orang tua... Siapakah kau" Apa maksud ucapanmu tadi?" Si pemuda
bertanya dengan suara gagap.
Orang tua di atas kuda coklat menyeringai dan dua matanya memandang tajam pada
si pemuda. "Anak muda, sebelum aku menjawab pertanyaanmu undurkan dulu kudamu empat langkah
ke belakang, lalu perhatikan bukit karang di sebelah kananmu."
Si pemuda belum melakukan sesuatu. Namun Walet Hitam seolah mengerti akan ucapan
orang tua tadi sudah lebih dulu bertindak mundur empat langkah.
Utusan Dari Akhirat 2
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Walet Hitam berlaku aneh. Siapa sebenarnya orang tua ini"!" ujar si pemuda
dalam hati. Namun ingat akan ucapan si orang tua dia segera memandang ke arah
kanan. Kejut si pemuda bukan alang kepalang. Di sebelah kanan, pada bagian bukit
yang sedikit menurun dia melihat sesosok tubuh terkapar dalam, keadaan tergelung
kaku. Sosok ini mengenakan pakaian putih. Tangan dan kakinya berwarna putih
pucat. Ketika si pemuda memperhatikan wajah orang itu rasa kagetnya seolah
meledak. Wajah sosok yang tergelimpang di atas bukit karang itu dipenuhi noda
darah yang telah membeku. Keluar dari liang hidung, mulut dan telinga serta
kedua matanya. Namun bukan kengerian ini yang membuat si pemuda terkejut besar.
"Anak muda, mendekat kembali ke sini!"
Penunggang Walet Hitam terkejut. Seperti tadi sebelum dia mengikuti perintah,
kudanya telah lebih dulu berjalan mendekati kuda coklat.
"Apa yang kau lihat anak muda...?" tanya si orang tua.
"A... aku tidak mengerti...."
Orang tua itu tertawa panjang.
"Apa yang tidak kau mengerti anak muda?"
"Hemmm.... Wajah orang tua yang menggeletak di sana itu...."
"Ada apa dengan wajahnya"!"
"Wajahnya... wajahnya sama dengan wajahmu..." jawab si pemuda.
Orang tua bermuka pucat dan cekung dongakkan kepala, kembali tertawa panjang.
"Anak muda, dengar baik-baik. Orang yang tadi kau lihat tergeletak di sebelah
sana memang adalah diriku. Tapi itu adalah aku yang telah jadi mayat. Yang telah
jadi bangkai. Menemui ajal, mati di tangan seorang musuh!"
"A... aku jadi tambah tidak mengerti..." ujar si pemuda. Karena menganggap kakek
berwajah angker itu bergurau maka saat itu si pemuda lebih banyak merasa heran
daripada takut.
"Orang tua. Kalau yang satu itu memang dirimu yang telah jadi mayat, lalu kau
yang di atas kuda coklat ini siapakah adanya!"
Yang ditanya tertawa panjang.
"Mayat itu adalah mayat! Sosok kasar bangkai manusia tanpa nyawa. Yang di atas
kuda coklat ini adalah sosok rohku!"
"Aku tidak mengerti...." Si pemuda merasakan tengkuknya mendadak menjadi dingin.
"Anak muda, aku jelaskan pun kau tidak bakal mengerti. Seribu penjelasan tidak
akan dapat menembus akal sehat. Satu contoh yang tidak dapat diterima akal,
apakah kau sudah meneliti keadaan sekitar puncak bukit karang di mana kita
berada saat ini"
Pakaianmu basah kuyup. Dari langit hujan masih terus turun tapi apakah kau lihat
hujan jatuh dan membasahi tempat kita berada saat ini"!"
Si pemuda baru sadar. Dia mendongak ke langit. Memandang berkeliling. "Astaga!
Keanehan apa yang aku hadapi saat ini!" kejutnya dalam hati.
Di hadapannya, kakek berpakaian putih bermuka sepucat mayat itu bersama kuda
tunggangannya sama sekali tidak basah. Di langit hujan turun deras namun tak
setetes pun jatuh di tempat itu. Memandang sekeliling puncak bukit di mana dia
berada, puncak batu karang itu berada dalam keadaan kering, hanya terselimut
lumut hijau lembab di beberapa tempat!
Utusan Dari Akhirat 3
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Tidak mungkin! Bagaimana ini bisa terjadi"!" ujar si pemuda dalam hati lalu
memandang ke arah orang tua di atas kuda coklat.
"Kau melihat dan kau harus berpikir. Tapi tidak perlu mengerti! Aku bertanya
siapa namamu anak muda"!"
"Aku Layang Kemitir...."
"Hemmm.... Bukankah kau biasa dipanggil orang dengan sebutan Raden Layang
Kemitir. Karena kau adalah seorang putera bangsawan terhormat di Banten, cucu
seorang Pangeran satu kerajaan di ujung barat tanah Jawa...."
Pemuda di atas kuda hitam bernama Walet Hitam itu tercengang diam walau dalam
hati dia bertanya-tanya. "Aku tidak mengenal dirinya. Sebaliknya orang tua aneh
ini tahu banyak tentang diriku...."
"Anak muda, waktuku tidak lama. Aku harus segera kembali ke alamku. Aku minta
saat ini juga kau turun dari kudamu. Melangkah ke tempat jenazahku tergeletak.
Periksa mayatku sampai kau menemukan sesuatu...."
"Orang tua.... Aku...." Ucapan si pemuda terputus. Di hadapannya kuda coklat
tunggangan si orang tua meringkik keras. Lalu terjadilah satu keanehan yang
benar-benar tidak bisa dipercayanya. Pemuda ini menggosok kedua matanya berulang
kali. Menjambak rambutnya kuat-kuat dan menggigit bibirnya kencang-kencang,
"Aku tidak bermimpi.... Apa yang aku lihat nyata adanya. Rambut kujambak terasa
sakit. Bibir kugigit terasa luka berdarah...." Paras si pemuda menjadi pucat,
lututnya terasa goyah. Dia bertahan sekuat tenaga agar tidak roboh!
* * * Utusan Dari Akhirat 4
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DUA Di hadapan si pemuda, kuda coklat dan sosok tubuh kakek bungkuk berpakaian putih
itu tiba-tiba tampak berubah menjadi samar. Kini seolah berbentuk asap putih
yang meliuk-liuk kian kemari dan perlahan-lahan naik ke udara.
"Anak muda, aku tidak suka orang yang tidak menurut perintah. Turun dari kudamu
dan pergi ke arah mayat diriku. Lakukan apa yang aku katakan tadi...."
"Orang tua, aku...."
Di langit kilat menyambar dan guruh menggelegar. Puncak bukit batu karang terasa
bergetar. Kuda coklat yang kini hanya berbentuk bayang-bayang dan seolah
mengapung di atas bukit meringkik keras. Walet Hitam kelihatan gelisah lalu ikut
meringkik dan menaikkan sepasang kaki depannya tinggi-tinggi hingga pemuda di
atas punggungnya merosot jatuh dan terbanting di atas bukit!
"Itu peringatan pertama! Kalau aku memberi peringatan ke dua, berarti nyawamu
putus meninggalkan badan!" Kakek bungkuk di atas punggung kuda coklat mengancam.
Seperti tadi suaranya seolah datang dari satu jurang yang dalam. Dan saat itu
sosoknya bersama sosok kuda coklat melayang berputar-putar di udara.
Kalau tadi dirinya banyak diselimuti oleh hal-hal mengherankan yang tidak masuk
akalnya kini pemuda bernama Layang Kemitir itu menjadi takut. Perlahan-lahan dia
bangkit berdiri sambil sepasang matanya tidak lepas memandang pada sosok orang
tua dan kuda coklat yang samar berbentuk asap dan menggantung di udara berputar-
putar. Langkahnya terasa berat ketika dia berjalan menghampiri sosok mayat yang
menggeletak bergelung di puncak bukit karang yang menurun. Apa yang dikatakan
orang tua itu terngiang di kedua telinga Layang Kemitir."... turun dari kudamu.
Melangkah ke tempat jenazahku tergeletak. Periksa mayatku sampai kau menemukan
sesuatu...."
Layang Kemitir sampai di tempat mayat tergeletak. Perlahan-lahan dia berjongkok
di samping mayat itu. Sesaat diperhatikannya mayat itu dengan dada berdebar. Di
atas bukit orang tua penunggang kuda memandang ke bawah, memperhatikan setiap
gerak yang dilakukan si pemuda. Setelah memandang sejurus barulah Layang Kemitir
menyadari bahwa mayat yang tergeletak di hadapannya berada dalam keadaan utuh
dan tidak berbau busuk. Hanya kulitnya saja yang tampak putih tak berdarah.
Dengan tangan kiri gemetar Layang Kemitir membalikkan sosok mayat. Sesaat dia
tersentak karena mayat itu dingin sekali seolah barusan dia menyentuh es!
Mayat kini tergeletak menelentang. Layang Kemitir pandangi mayat itu dengan dada
berdebar. "Bagaimana aku harus memeriksa...?" pikir si pemuda. "Aku bisa mati
berjongkok kalau harus menggerayangi mayat ini dengan kedua tanganku!" Sesaat
pemuda ini jadi termangu bingung bercampur ngeri.
"Layang Kemitir) Mengapa kau tidak segera memeriksa jenazah" Jangan menunggu
sampai aku habis kesabaran!"
Layang Kemitir memandang ke atas. Orang tua berwajah seram yang kini hanya
tinggal seolah asap atau bayangan itu menatap tajam ke arahnya membuat si pemuda
tambah bergidik.
"Sesuatu.... Aku harus menemukan sesuatu.... Mungkin senjata...." Layang Kemitir
pergunakan dua tangannya meraba ke pinggang mayat. Polos, tak ada apa-apa.
Sementara Utusan Dari Akhirat 5
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
tangannya yang bersentuhan dengan mayat terasa sedingin es. "Mungkin sebilah
pedang sakti. Disisipkan di punggung...." Pikir Layar Kemitir. Lalu dengan
tangan gemetar mayat dimiringkan. Tangannya kini meraba dan memeriksa di bagian
punggung yang bungkuk.
Dia tidak menemukan apa-apa.
"Layang Kemitir! Lekas selesaikan pekerjaanmu! Waktuku hampir habis!" Di udara
suara orang tua itu kembali menggema aneh, membuat Layang Kemitir semakin
bingung dan takut. Mayat dibalikkannya kembali. Pada saat itulah sebuah benda
tersembul dari balik baju di bagian dada mayat.
"Mungkin ini benda yang dimaksudkan orang tua itu..." membatin Layang Kemitir.
Dengan tangan gemetar benda yang tersembul segera ditariknya. Begitu tangannya
menyentuh benda itu di langit kilat tiba-tiba menyambar. Guruh menggelegar.
Puncak bukit karang bergetar dan ringkik kuda coklat membahana. Di sebelah sana
Walet Hitam ikut pula meringkik.
"Ada hawa aneh mengalir dari benda ini ke dalam tubuhku..." kata Layang Kemitir
dengan hati ikut bergetar. Si pemuda perhatikan benda yang dipegangnya dengan
tangan gemetar. Ternyata sebuah kitab tipis dari daun lontar yang sudah sangat
tua, bernoda darah, lusuh dan lembab. Pada sampul kitab tertera tulisan berbunyi
Matahari. Sumber Segala Kesaktian.
Wiro Sableng 096 Utusan Dari Akhirat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Layang Kemitir!"
Di atas bukit karang menggelegar suara orang tua bungkuk berpakaian putih,
membuat Layang Kemitir terdongak dan memandang ke atas.
"Kau ternyata berjodoh dengan kitab itu! Langit dan bumi menjadi saksi! Dengar
baik-baik anak muda! Mulai saat ini kau harus melupakan masa silammu. Mulai saat
ini kau tidak akan ingat lagi masa silam dan siapa dirimu. Mulai saat ini nama
Layang Kemitir harus kau pendam ke pusar bumi. Mulai saat ini namamu adalah
Utusan Dari Akhirat! Jika ada orang bertanya siapa dirimu, siapa namamu. Maka
jawabmu: adalah Utusan Dari Akhirat! Kau dengar anak muda?"
"Aku... aku mendengar..." jawab Layang Kemitir seperti berada dalam satu
pengaruh kekuatan yang membuatnya patuh.
"Siapa namamu anak muda"!"
"Aku Utusan Dari Akhirat!"
Orang tua di atas bukit tertawa mengekeh.
"Utusan Dari Akhirat! Saat ini kau memiliki sebuah kitab berisi ilmu kesaktian
yang bersumber pada kekuatan Matahari. Hanya ada empat manusia di atas jagat ini
yang memiliki ilmu kesaktian itu. Hanya empat! Setelah itu tak ada lagi yang
berhak! Tiga dari empat orang itu telah mati menemui ajal!"
"Siapa saja mereka itu, orang tua...?" Layang Kemitir beranikan diri bertanya.
"Yang pertama adalah guruku. Dia sudah lama mati. Yang kedua diriku sendiri yang
semasa hidup disebut dengan julukan Si Muka Bangkai alias Si Muka Setan. Walau
belum lama tapi aku juga sudah mati. Orang ke tiga adalah muridku berjuluk
Pangeran Matahari, Dia juga belum lama mati! Yang ke empat dan yang terakhir
adalah dirimu. Utusan Dari Akhirat!"
Layang Kemitir jadi ternganga mendengar ucapan orang tua mengaku berjuluk Si
Muka Bangkai atau Si Muka Mayat itu. Lama dia menatap kitab lusuh di tangannya.
Ketika dia hendak membuka sampul penutup kitab tiba-tiba di atasnya si kakek
membentak. Utusan Dari Akhirat 6
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jangan kau berani membuka kitab sakti itu sebelum aku pergi dari sini!"
"Maafkan aku, orang tua...." Layang Kemitir cepat menutup kitab itu kembali.
"Sekarang kau dengar baik-baik Utusan Dari Akhirat! Ada saat memberi. Ada saat
memintal Aku telah memberikan satu kitab berisi ilmu silat dan kesaktian yang
sulit dicari tandingannya di muka bumi ini! Sebagai imbalannya kau harus
melakukan sesuatu untukku. Kau dengar Utusan Dari Akhirat"!"
"Saya dengar...."
"Kau bisa memiliki ilmu silat dan kesaktian di dalam kitab itu dalam waktu
singkat. Karena aku tahu sebagai cucu seorang Pangeran kau telah memiliki dasar ilmu
silat serta penguasaan tenaga dalam. Kau hanya membutuhkan waktu tiga kali
purnama untuk mempelajari kitab Matahari, Sumber Segala Kesaktian yang kini jadi
milikmu. Setelah kau menguasai ilmu silat dan kesaktian ini maka itulah saat
bagimu untuk terjun ke dalam rimba persilatan. Kau harus mencari tiga anak
manusia dan harus membunuh mereka. Dengar baik-baik Utusan Dari Akhirat! Orang
pertama adalah seorang pemuda luar biasa gemuk bernama Santiko, bergelar Bujang
Gila Tapak Sakti. Dialah bangsat yang telah membunuhku! Ingat baik-baik. Namanya
Santiko! Gelarnya Bujang Gila Tapak Sakti!"
(Mengenai kematian Si Muka bangkai yang adalah guru Pangeran Matahari harap baca
serial Wiro Sableng Episode berjudul Kiamat Di Pangandaran. Sedang perihal
riwayat Bujang Gila harap baca serial Wiro Sableng berjudul Bujang Gila Tapak
Sakti). "Orang ke dua yang harus kau cari dan kau bunuh adalah seorang pemuda bernama
Wiro Sableng, berjuluk Pendekar Kapak Maut Naga Geni 2121"
"Kalau aku boleh bertanya, siapakah orang itu adanya?"
"Dia adalah sahabat Bujang Gila Tapak Sakti, murid seorang nenek sakti di Gunung
Gede bernama Sinto Gendeng! Dialah bangsatnya yang telah membunuh muridku
Pangeran Matahari! Ingat nama dan gelar itu baik-baik. Wiro Sableng alias
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212!"
"Akan kuingat sesuai perintahmu, orang tua.... Siapakah orang yang ke tiga?"
"Bangsat tua renta dikenal dengan julukan Tua Gila!"
"Apa permusuhan atau kesalahan orang ketiga itu?"
"Ketika terjadi pertempuran besar di bukit ini beberapa waktu yang silam,
bangsat tua itu ikut menanam andil atas kematianku dan kematian muridku) Utusan
dari Akhirat, aku sudah bicara dan kau sudah mendengar. Apa ada sesuatu yang
hendak kau sampaikan sebelum aku pergi"!"
Layang Kemitir terdiam sesaat. Lalu dia jatuhkan diri berlutut. "Orang tua,
perkenankan aku memanggilmu Guru. Perkenankan aku mengucapkan terima kasih atas
kebaikanmu memberikan kitab ini...."
Si Muka Bangkai tertawa dan menjawab. "Kau boleh memanggil dan mengenang diriku
sebagai Guru. Aku terima ucapan terima kasihmu. Tetapi aku bukan orang baik
seperti katamu. Ha... ha... ha!"
Suara tawa Si Muka Bangkai yang membahana tiba-tiba lenyap. Layang Kemitir
memandang ke atas. Orang tua bungkuk itu dan kuda coklatnya tak ada lagi di atas
bukit karangi "Aku tidak bermimpi. Aku tidak berada dalam sirapan ilmu hitam. Kitab ini bukti
segala-galanya..." kata Layang Kemitir dengan suara bergetar. Dia memandang lagi
ke langit. Lalu perhatiannya tertuju pada kitab yang dipegangnya. Agak gemetar
sampul kitab Utusan Dari Akhirat 7
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
itu dibukanya. Di halaman pertama terpampang gambar matahari besar, dikelilingi
tujuh garis warna. Warna hitam, kuning dan merah tampak lebih lebar dan jelas
dibanding empat warna lainnya.
Di halaman ke dua terbaca serangkaian tulisan berbunyi: Hanya ada empat manusia
yang layak memiliki dan mempelajari kitab ini.
Yang pertama diriku sendiri
Yang kedua pewarisku Si Muka Bangkai
Yang ke tiga murid Si Muka Bangkai
Yang ke empat dan terakhir
Yang berjodoh dengan kitab ini
dan kusebut dengan nama Utusan Dari Akhirat
Layang Kemitir diam terkesiap beberapa lamanya. "Sukar kupercaya. Utusan Dari
Akhirat agaknya telah dipersiapkan sejak lama. Ternyata aku orangnya...."
Perlahan-lahan pemuda itu melanjutkan membuka halaman kitab berikutnya.
Di halaman itu tertulis: Jurus sakti "Pukulan Gerhana Matahari". Belum sempat
Layang Kemitir meneruskan membaca tiba-tiba kilat menyambar laksana membelah
langit. Sesaat udara terang benderang. Lalu gelegar guntur menggetarkan puncak bukit
karang. Di sebelah sana Walet Hitam meringkik keras. Mendadak hujan deras
mencurah turun. Layang Kemitir cepat masukkan kitab "Matahari, Sumber Segala
Kesaktian" ke balik pakaiannya.
Lalu lari mendapatkan kuda hitamnya dan di bawah hujan lebat serta tiupan angin
kencang segera tinggalkan puncak bukit karang di sebelah barat Teluk Penanjung
Pangandaran itu.
Di atas kuda hitamnya Layang Kemitir merasa heran tapi diam-diam juga merasa
gembira. Waktu lari dan melompat ke atas kuda tadi tubuhnya terasa ringan,
gerakannya enteng dan gesit. "Satu perubahan terjadi dengan diriku. Kitab sakti
pemberian orang tua itu.... Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Pemuda itu
berusaha mengingat-ingat keadaan dirinya di masa lalu. Tapi aneh. Bagaimanapun
dia berusaha dia tidak mampu melakukannya.
"Siapa diriku ini sebenarnya..." Siapa namaku" Dari mana aku berasal sebelumnya"
Mengapa aku bisa berada di puncak bukit karang tadi" Aku... aku Utusan Dari
Akhirat"!"
Bahkan Layang Kemitir tidak mampu mengingat namanya sendiri. Di hadapannya kini
membentang satu kehidupan baru yang serba asing. Dia tidak sadar dan tidak tahu
lagi kehidupan masa lalunya.
* * * Utusan Dari Akhirat 8
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TIGA erahu kayu yang bocor dan berisi air sampai dua pertiganya itu mendarat di bawah
hujan lebat di pesisir utara di satu tanjung yang sepi. Dua orang melompat turun
P laksana terbang. Dari gerakan mereka jelas keduanya memiliki kepandaian
tinggi. "Memalukan! Kalau tidak lekas mencapai daratan, perahu bocor itu akan
menenggelamkan kita di tengah laut!" Salah satu dari dua orang yang barusan
melompat turun berkata sambil menutup wajahnya dengan dua telapak tangan.
Orang yang diajak bicara, seorang nenek bertopi tinggi berbentuk eluk tanduk
kerbau, mengenakan mantel hitam yang robek salah satu ujungnya memandang ke
tengah laut. Tanpa berpaling pada orang di sebelahnya dia berkata.
"Iblis Pemalu, aku ingin tahu apa alasanmu tidak mau melanjutkan perjalanan
bersama-sama...."
"Nenek Sabai, aku malui Kau kembali menanyakan hal itu. Sudah kubilang aku malu,
kau juga bisa malu. Kita sama-sama malu!"
"Aku tahu apa alasanmu yang sebenarnya...."
"Coba kau bilang jika kau tidak malu," ujar orang yang dipanggil dengan sebutan
Iblis Pemalu tadi.
"Kau tidak senang karena maksud dan tujuan perjalananku selanjutnya di tanah
Jawa ini adalah mencari dan membunuh Pendekar 212 Wiro Sableng dan gurunya nenek
sakti bernama Sinto Gendeng itu! Karena mereka adalah sahabat-sahabatmu.
Bukankah begitu"!"
Iblis Pemalu terdiam tapi cepat menjawab. "Tidak kujawab memalukan. Kalau
kujawab juga memalukan! Ha... ha... ha..."
"Kau tidak bisa berdusta padaku Iblis Pemalu. Aku melihat sinar aneh di kedua
matamu waktu aku memberi tahu beberapa waktu lalu...."
Iblis Pemalu geleng-geleng kepala. "Aku sudah bilang bagiku semua orang adalah
sahabat. Aku merasa malu kalau sampai mempunyai musuh. Urusanmu adalah urusanmu!
Tugasmu adalah tugasmu! Memalukan kalau aku mencampuri walau hanya sekedar
memberi pendapat...."
"Hmmm, jadi sebenarnya kau punya suatu pendapat atas tugasku itu?" tanya Sabai
Nan Rancak. "Tidak, itu juga tidak. Itu juga memalukan bagiku! Aku hanya ingin mengatakan
begini. Kau adalah, orang baik. Setiap orang baik jika mau kembali ke hati
nurani dan lubuk hatinya yang terdalam, dia akan melakukan segala yang terbaik.
Dia tidak akan terpengaruh oleh siapapun. Hingga dalam hidupnya dia tidak pernah
mendapat malu dan tidak pernah memberi malu orang lain...."
Hati Sabai Nan Rancak menjadi tidak enak mendengar ucapan Iblis Pemalu itu. Maka
dia segera saja berkata.
"Baiklah sobatku Iblis Pemalu. Jika kau tidak mau melanjutkan perjalanan ke
selatan bersama-sama, tak jadi apa. Aku senang selama ini kita bisa bersama,
berbincang-bincang bertukar pikiran. Mudah-mudahan di lain waktu kita bisa
bertemu lagi...."
"Aku tidak akan malu jika memang bisa bertemu denganmu lagi Nenek Sabai.
Biarlah saat ini aku mengucapkan selamat jalan padamu...."
"Bolehkah aku memelukmu?" tanya Sabai Nan Rancak.
Utusan Dari Akhirat 9
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Eh, apa maksudmu Nek?" tanya Iblis Pemalu.
"Kita sahabat perjalanan. Berpisah Saling berpelukan berbagi rasa adalah hal
biasa saja...."
"Ah.... Hemmm...." Iblis Pemalu jadi salah tingkah. Kedua telapak tangannya
semakin ketat menutupi wajah. Dia mundur satu langkah ketika si nenek
mendekatinya. "Terima kasih kau mau berbuat sesuatu yang menyentuh perasaanku. Tapi aku malu
Nek. Sudah tua bangka begini masih dipeluk orang. Masakan kau mau memelukku dan aku
mau dipeluk olehmu" Walaupun sebenarnya...."
"Walaupun sebenarnya apa"!" tanya Sabai Nan Rancak ketika Iblis Pemalu
memutuskan ucapannya.
"Sudahlah! Lama-lama bicara salah melulu membuat aku tambah malu!" kata Iblis
Pemalu. "Selamat jalan Nek."
Sabai Nan Rancak pandangi orang di hadapannya itu sesaat. "Dia tak mau kupeluk.
Aneh, apa salahnya sesama perempuan saling berpelukan jika berpisah. Atau
mungkin dugaanku salah. Dia bukan seorang...." Sabai Nan Rancak hentikan suara
hatinya. Dia menarik nafas dalam, mengangkat bahu lalu memutar tubuh tinggalkan
tempat itu. Lama setelah Sabai Nan Rancak pergi baru Iblis Pemalu melangkah. Tapi dia tidak
meninggalkan tempat itu melainkan duduk di balik sebuah batu besar, menghadap ke
tengah laut. Saat itu hujan telah berhenti dan cuaca perlahan-lahan berubah
cerah. Ternyata pemandangan di tanjung itu indah sekali. Namun Iblis Pemalu
tidak memperhatikan atau menikmati pemandangan itu. Perlahan-lahan kedua
tangannya yang selalu dipergunakan menutupi wajahnya diturunkan.
"Laut biru... langit putih bersih tapi pikiranku tidak padamu. Nenek Sabai Nan
Rancak.... Siapa kau sebenarnya" Apakah kau benar orang yang kucari selama ini"
Jika benar apakah akan terkabul harapanku untuk menemukan dia yang aku damba dan
rindukan" Apakah aku juga akan menemukan saudaraku yang hilang..." Tuhan, apa betul aku
memiliki seorang saudara" Kalau betul tunjukkan siapa dia, dimana dia berada.
Dunia begini lebar Manusia begini banyak. Tuhan, datangkanlah kebesaranMu
padaku. Tunjukkan dimana mereka berada. Pertemukan aku dengan orang-orang yang
kudamba dan kukasihi itu. Hanya kuasa dan kasihMulah yang mampu melakukan semua
itu.... Datuk Bulu Lawang, kita memang tidak sedarah tidak sekandung. Namun kau
lebih dari seorang kakak bagiku. Aku minta maaf beribu maaf karena tidak dapat
membalaskan sakit hati kematianmu pada dua orang itu. Terus terang ada keraguan
di hatiku bahwa lantaran mereka kau menemui ajal. Aku menaruh kesangsian bahwa
orang-orang Lembah Akhirat mengatur semua ini.... Ya Tuhan beri petunjuk apa
yang harus aku lakukan. Kemana aku harus melangkah...." (Mengenai Datuk Bulu
Lawang harap baca serial Wiro Sableng berjudul Dendam Manusia Paku)
Tak terasa sepasang mata Iblis Pemalu merebak basah. Air mata menyusuri kelopak
matanya lalu menggelinding jatuh ke pipi.
Tiba-tiba telinganya yang tajam mendengar sesuatu di balik batu. Dia cepat
melompat sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan lalu bergerak ke balik
batu besar. Dia hanya sempat melihat sesosok bayangan berkelebat melarikan diri,
menyelinap ke balik batu-batu dan semak belukar di sebelah sana lalu lenyap.
Walau hanya sekilas namun Iblis Pemalu masih dapat mengenali.
Utusan Dari Akhirat 10
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Sabai! Kau berani mengintipku! Memalukan sekali!" Dada Iblis Pemalu tampak
turun naik. Dalam hati dia merasa khawatir. "Jangan-jangan dia mendengar keluh
kesah diriku tadi.... Apa yang harus kulakukan sekarang" Mengejarnya"!" Iblis
Pemalu menarik nafas dalam lalu kembali ke tempat duduknya semula di depan batu
besar, menghadap ke tengah laut.
Di lembah menurun yang sarat dengan pohon-pohon kelapa itu Sabai Nan Rancak
terduduk di tanah. Dia berusaha menenteramkan diri, menekan guncangan hatinya
yang membuat dadanya berdebar keras.
"Iblis Pemalu..." desis si nenek. "Ucapanmu banyak yang menyentuh hati dan
perasaanku. Siapa kau sebenarnya" Aku sempat mendengar desah ucapanmu tadi.
Iblis Pemalu, kalau kau bukannya.... Siapa yang kau cari selama ini" Diriku..."
Pikiranku kacau.
Hatiku tidak tenteram. Hanya Tuhan yang tahu ada apa sebenarnya di antara kita.
Aku ingat waktu aku menyentuh lenganmu di atas perahu. Kau bukan seperti apa
ujudmu yang kelihatan. Lenganmu begitu mulus dan lembut. Kau.... Ya Tuhan....
Mungkinkah dugaan ini"
Kalau saja aku bisa melihat wajahmu yang selalu ditutupi itu. Aku yakin di balik
semua yang serba rahasia ini pasti ada seseorang yang mengetahui asal muasal
kejadian dan peristiwanya. Tapi siapa orangnya" Menantu jahanam itu tak
diketahui lagi dimana rimbanya. Lalu anakku Andam Suri, tak pernah kuketahui di
tanah mana kuburnya, di negeri mana makamnya. Nasib kalian malang benar.... Ah,
mau pecah kepalaku memikirkan semua ini! Apa yang harus aku lakukan sekarang"
Meneruskan perjalanan atau menemuinya kembali di pantai" Menanyainya habis-
habisan"! Aku akan melakukan itu!
Aku harus menemuinya. Aku harus bicara dan menanyainya!"
Wiro Sableng 096 Utusan Dari Akhirat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Habis berkata begitu si nenek cepat berdiri. Dia berlari ke arah pantai secepat
yang bisa dilakukannya. Sebentar saja dia sudah berada di belakang batu besar
itu. "Iblis Pemalu! Kau harus berterus terang padaku!" seru Sabai Nan Rancak. Namun
si nenek kecewa besar. Ketika dia menyelinap di balik batu besar yang menghadap
ke pantai, Iblis Pemalu tidak ada lagi di tempat itu. Sabai Nan Rancak terduduk
di pasir. Dia tidak sadar berapa lama dia duduk di tempat itu sampai ujung jubah
hitam dan Mantel Sakti yang dikenakannya basah oleh percikan ombak yang memecah
di pasir. * * * Utusan Dari Akhirat 11
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ EMPAT eperti dituturkan dalam Episode sebelumnya (Jagal Iblis Makam Setan) orang-orang
Lembah Akhirat dibawahi pimpinan Pengiring Mayat Muka Merah berhasil membujuk
SSika Sure Jelantik hingga mau diajak ke Lembah Akhirat. Kedatangan salah satu
dari pembantunya yang membawa nenek sakti itu membuat Datuk Lembah Akhirat
gembira sekali. Dia langsung menemui Sika Sure Jelantik yang ditempatkan di
sebuah kamar bagus, dibaringkan di atas ranjang empuk.
"Nenek sakti tokoh besar dunia persilatan Sika Sure Jelantik!" kata Datuk Lembah
Akhirat. Dia berdiri di samping ranjang lalu membungkuk memberi hormat. "Kita
memang belum pernah bertemu. Namun nama besarmu telah sejak lama mampir di
telingaku...."
Sika Sure Jelantik kerenyitkan kening. Matanya memandang menyipit tak berkedip.
Di samping ranjang dimana dia dibaringkan tegak seorang tinggi besar berjubah
hitam. Kumis, jenggot dan cambang bawuknya meliar menutupi wajahnya yang berwarna tiga.
Merah, hitam dan hijau. Lengannya yang tersembul dari ujung jubah juga penuh
bulu. Demikian juga dada dan lehernya.
"Apakah aku berhadapan dengan penguasa Lembah Akhirat" Sang Datuk...?" Sika Sure
Jelantik bertanya.
"Betul sekali...." "
"Ah, aku ingin membalas penghormatanmu. Tapi kau lihat sendiri keadaanku...."
"Nenek Sika, tidak usah repot-repot memakai peradatan. Berbaring saja seenakmu.
Aku tahu kau dalam keadaan sakit dan keracunan. Pembantuku Si Muka Merah telah
memberitahu apa yang kau alami. Sungguh orang-orang golongan putih belakangan
ini bertindak diluar batas. Kawan segolongan dianiaya seperti ini.... Tapi kau
tak usah kawatir Nenek Sika. Aku akan menolongmu. Pertama sekali kau harus
meneguk sejenis obat agar racun yang telah menjalar di dalam tubuhmu musnah!"
Habis berkata begitu Datuk Lembah Akhirat bertepuk dua kali. Seorang lelaki yang
muka dan rambutnya dicat hijau muncul membawa sebuah poci kecil terbuat dari
perak, Poci itu diberikannya pada Datuk Lembah Akhirat. Dengan cepat sang Datuk
membuka penutup poci. Asap tipis berwarna biru mengepul keluar dari dalam poci
yang terbuka. Sekali meniup maka asap itupun sirna.
"Nenek Sika, silakan kau teguk obat ini sampai habis," kata Datuk Lembah Akhirat
seraya mendekatkan bibir poci ke mulut si nenek sementara pembantu bermuka hijau
meninggikan kepala Sika Sure Jelantik. Si nenek mencium bau harum dari hawa
hangat. Karenanya tanpa ragu dia segera meneguk cairan yang ada dalam poci sampai habis.
Wajahnya yang semula pucat tampak agak bercahaya.
"Bagaimana rasanya obat yang barusan kau teguk?" tanya Datuk Lembah Akhirat.
"Enak, manis. Rasanya bukan seperti obat..." jawab Sika Sure Jelantik.
Datuk Lembah Akhirat tertawa dan kerlingkan matanya pada Pengiring Mayat Muka
Merah yang tegak di sampingnya.
"Aku selalu memberikan obat yang terbaik dan termujarab untuk seorang sahabat
sepertimu!" kata Datuk Lembah Akhirat lalu poci yang telah kosong
dikembalikannya pada pembantunya seraya berkata. "Cepat bawakan kemari bubuk
putih penyembuh luka pemusnah racun ular!"
Utusan Dari Akhirat 12
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Pembantu bermuka hijau itu cepat keluar. Tak lama kemudian dia kembali membawa
sebuah batok kelapa berisi bubuk berwarna putih.
"Nenek Sika sahabatku," kata Datuk Lembah Akhirat pula. "Racun dalam darahmu
telah musnah. Namun masih ada racun yang menempel di kedua kakimu yang patah.
Aku tidak akan mengikis dan membuang tumbukan daun beracun yang ada di kedua
kakimu. Sungguh kejam perbuatan orang terhadapmu! Nenek Sika, bubuk putih ini akan
menawarkan racun tumbukan daun. Sekaligus mengobati tulang yang patah dan daging
yang terluka. Kau tak usah kawatir. Tak ada rasa sakit. Malah kau akan merasa
kedua kakimu dingin sejuk...."
Datuk Lembah Akhirat memberikan isyarat pada pembantu di sebelahnya. Si Muka
Hijau ini segera menaburkan bubuk putih di dalam batok kelapa ke atas kaki kiri
kanan Sika Sure Jelantik.
"Nah, apa kataku. Kau sama sekali tidak merasa sakit bukan, Nenek Sika?"
"Tidak.... Seperti katamu, aku malah merasa sejuk pada kedua kaki celaka ini!"
jawab Sika Sure Jelantik lalu tertawa mengekeh.
Setelah menaburkan bubuk putih itu si pembantu segera keluar dari ruangan. Datuk
Lembah Akhirat pegang lengan si nenek. Lalu berkata. "Kau beruntung cepat datang
ke sini. Terlambat sedikit saja aku tak mungkin menolongmu...."
"Aku berterima kasih padamu. Juga pada pembantumu yang bermuka merah itu!"
jawab Sika Sure Jelantik seraya memandang pada Pengiring Mayat Muka Merah. Orang
ini tersenyum dan anggukkan kepalanya.
"Dalam waktu dua hari tulangmu yang patah akan bertaut. Luka di kedua kakimu
akan sembuh. Namun kau butuh tiga hari untuk istirahat sebelum kau benar-benar
pulih dan boleh berjalan...."
"Terima kasih..." kata Sika Sure Jelantik senang sekali. Sebenarnya nenek ini
sama sekali tidak mengetahui bahwa obat minum yang tadi ditelannya hanyalah air
gula biasa sedang bubuk yang ditebarkan di kedua kakinya adalah semacam tawas.
Tidak diobatipun kedua kakinya bakal sembuh dalam waktu beberapa hari lagi yaitu
berkat obat daun tumbuk yang diberikan oleh Tua Gila. Si nenek tidak tahu kalau
orang sudah menipu dan menjalankan jerat atas dirinya.
"Nenek Sika, sebetulnya banyak yang akan aku bicarakan denganmu. Tapi kau butuh
istirahat. Aku akan kembali menemuimu dua hari lagi...."
"Datuk Lembah Akhirat, walau kedua kakiku sakit tapi aku tak kurang suatu apa.
Jika memang ada hal-hal yang ingin kau bicarakan aku mempersilakan...."
"Nenek Sika, kau sungguh baik. Kalau kau memang suka kita bicara sekarang aku
merasa sangat gembira." kata Datuk Lembah Akhirat pula. Lalu dia bertanya.
"Nenek Sika, mengapa kau mengalami nasib buruk seperti ini. Apa benar tokoh yang
berjuluk tua Gila itu yang mencelakai dirimu?"
"Aku berkelahi melawan seorang sakti aneh berjuluk Iblis Pemalu.... Dia yang
membuat kedua kakiku cidera begini rupa." Menerangkan Sika Sure Jelantik.
"Iblis Pemalu! Satu tokoh yang sebelumnya tak dikenai. Begitu muncul melakukan
berbagai kejahatan aneh. Aku mendengar dari pembantuku Pengiring Mayat Muka
Merah, bahwa seorang tokoh bergelar Tua Gila katanya berusaha menolongmu.
Padahal yang diberikannya padamu bukannya obat melainkan racun! Heran, mengapa
Tua Gila berbuat sejahat itu. Padahal aku tahu betul dia adalah seorang tokoh
silat golongan putih."
Utusan Dari Akhirat 13
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Antara aku dan dia ada dendam kesumat lama yang tidak akan selesai sebelum
salah satu dari kami menemui ajal!"
"Hemmm.... Kalau begitu ceritanya, Tua Gila patut menerima hukuman yang setimpal
atas kejahatannya!" Datuk Lembah Akhirat mulai membakar.
"Hukuman memang sudah aku tetapkan baginya Datuk. Begitu aku sembuh, aku akan
segera mencarinya dan membunuhnya!"
"Sahabatku Nenek Sika Sure Jelantik. Dalam urusan balas dendam jangan bertindak
terburu-buru. Kita harus punya perhitungan masak. Ilmu kesaktian tidak ada
gunanya kalau tidak disertai akal pikiran. Aku dan orang-orangku akan membantumu
menyelesaikan urusan dengan Tua Gila. Namun, aku punya satu titipan untukmu....
Ah, mungkin hal ini terlalu cepat aku katakah. Biar kita bicarakan hal lain
lebih dulu...."
"Datuk, aku dengar tokoh besar berjuluk Dewa Sedih telah bergabung denganmu...."
"Betul sekali sahabatku. Dia tengah bersiap-siap menjalankan satu tugas besar.
Membunuh seorang pemuda berjuluk Pendekar 212...."
"Hemmm.... Pemuda itu adalah murid Tua Gila. Aku pernah mencoba menggebuknya
tapi lolos. Pendekar 212 memang pantas dilenyapkan dari muka bumi!" kata Sika
Sure Jelantik pula.
"Aku gembira kita satu pendapat untuk melenyapkan Pendekar 212...."
"Datuk Lembah Akhirat, tadi kau menyebut soal titipan. Aku tidak mengerti.
Apakah kau mau menerangkan?"
"Sebenarnya ini hanya akan merepotkanmu saja. Namun aku terpaksa meminta.
Maukah kau menolongku melakukan sesuatu?"
"Datuk, kau telah menyelamatkan nyawaku. Apapun yang kau minta dan suruh akan
aku penuhi kalau aku memang mampu melakukannya...."
"Aku ingin kau membunuh seorang kakek berjuluk Kakek Segala Tahu. Orang ini
adalah tokoh golongan putih sesat yang ilmu kepandaiannya bisa mencelakai Lembah
Akhirat.... Orang ini adalah sahabat Pendekar 212, sahabat Tua Gila...."
"Datuk, aku bersedia dibawa ke sini. Kau dan orang-orangmu telah menyelamatkan
diriku. Apa lagi yang terbaik bagiku untuk membalas budi selain bergabung
denganmu dan melakukan apa yang kau inginkan!"
"Nenek Sika, aku gembira mendengar ucapanmu. Benar-benar gembira..." kata Datuk
Lembah Akhirat. "Apakah pembantuku Pengiring Mayat Muka Merah pernah
menceritakan padamu tentang sebuah kitab sakti bernama Kitab Wasiat Malaikat?"
Sika Sure Jelantik anggukkan kepala. Sepasang matanya membesar.
"Kitab itu ada padaku. Semalam aku bermimpi. Mendapat semacam petunjuk bahwa
kelak kitab itu harus kuserahkan padamu karena hanya kaulah yang berjodoh dengan
kitab sakti tersebut."
Sika Sure Jelantik seperti mau melompat mendengar kata-kata Datuk Lembah Akhirat
itu. "Datuk, aku benar-benar berterima kasih padamu...."
"Aku harus pergi Nenek Sika. Dua hari lagi aku kembali. Kita perlu bicara lagi
sebelum kau meninggalkan tempat ini." Habis berkata begitu Datuk Lembah Akhirat
memberi isyarat pada Pengiring Mayat Muka Merah. Kedua orang ini lalu tinggalkan
ruangan itu. Utusan Dari Akhirat 14
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Begitu berada di luar ruangan Datuk Lembah Akhirat berbalik pada Pengiring Mayat
Muka Merah dan bertanya. "Apakah mata-mata kita yang menyelidik kedatangan Sabai
Nan Rancak telah kembali memberikan laporan?"
"Sampai saat ini belum Datuk. Kita tunggu sampai dua hari dimuka...."
"Pengiring Mayat Muka Hijau masih belum kembali?"
"Belum Datuk. Mungkin kita perlu mengutus orang untuk menyelidik apa yang
terjadi dengan dirinya...."
"Kuharap kau lekas mengatur hal itu. Mata-mata kita yang lain memberitahu bahwa
banyak terlihat gerakan orang-orang tak dikenal sekitar Telaga Gajahmungkur.
Harap kau beritahu Pengiring Mayat "Muka Hitam agar segera menghadapku. Hal itu
perlu dibicarakan karena orang-orang yang muncul di sekitar telaga adalah diluar
rencana kita!"
"Perintah akan saya lakukan Datuk...."
"Ada satu hal lagi. Beberapa hari lalu mata-mata kita yang bertugas di Selat
Sunda menyirap kabar tentang munculnya seorang tokoh luar biasa yang menamakan
dirinya Jagal Iblis Dari Makam Setan.... Selidiki siapa dia adanya dan kita
harus bisa membuat dia bergabung di Lembah Akhirat ini!"
"Perintah akan saya lakukan Datuk..." jawab Pengiring Mayat Muka Merah.
* * * Utusan Dari Akhirat 15
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ LIMA ada tom P siang hari pemandangan di puncak bukit batu itu indah sekali. Sejauh puluhan
bak di daratan mata akan melihat bukit batu berwarna merah berseling coklat. Di
sebelah depan membentang laut biru dihias oleh tebaran pulau-pulau batu yang di
bawah sentuhan sinar matahari memantulkan warna-warna aneh dan bagus. Namun pada
malam hari seperti saat itu semua keindahan itu sirna ditelan kegelapan.
Ada tujuh puncak batu merah bersusun membentuk setengah lingkaran, seolah
membentengi teluk Parangtritis. Pada malam yang dingin itu, di salah satu puncak
batu kelihatan sinar terang nyala api. Ternyata ada orang membuat api unggun di
tempat itu. Dua orang gadis berparas jelita duduk mengelilingi perapian. Sebentar-sebentar
mereka memandang ke arah legukan dinding batu yang membentuk sebuah goa kecil.
Cahaya nyala api yang bergoyang-goyang di wajah dan tubuh mereka membuat paras
masing-masing tampak aneh tetapi lebih menawan. Apalagi saat itu mereka
mengenakan sebentuk pakaian ketat bermanik-manik yang terbelah tinggi di kedua
sisinya. Sepertinya dua gadis ini tengah menunggu kemunculan seseorang.
Setelah lama menunggu, keduanya mulai merasa tidak sabaran. Salah seorang di
antara mereka berbisik pada temannya.
"Aninia, menurutmu apakah Ratu akan kukuh pada pendiriannya untuk memilih tetap
tinggal di alamnya yang sekarang?"
Gadis bernama Aninia tak segera menjawab. Dia seperti termenung. Selang beberapa
ketika baru terdengar jawabannya. Suaranya perlahan. "Sulit aku menduga. Dunia
kita yang sekarang bagaimanapun indahnya namun tetap bukan merupakan suatu alam
yang wajar. Daya tarik dunia luar jauh lebih besar. Seandainya Ratu memilih tetap hidup di
alam yang sekarang, apakah kau akan mengikuti?"
"Kau sulit menduga, aku sulit menjawab. Kita semua sangat dekat dengan Ratu.
Agaknya kita hanya akan mengikut apa pilihannya. Jika dia bertahan, berarti kita
tetap bersamanya. Jika dia memilih kehidupan yang baru, kita juga akan
mengikuti. Rasa-rasanya sudah terlalu kasip bagi kita untuk kembali ke dunia
luar. Tapi lebih baik semua kita serahkah pada putusan Ratu saja...."
"Aku setuju pendapatmu, Magini. Tetapi apakah...." Aninia tidak meneruskan
ucapannya. Sikutnya digeserkan ke pinggang temannya.
Saat itu dari goa kecil di lamping batu merah melangkah keluar seorang perempuan
muda berwajah sangat cantik. Celana panjang ringkas dan jubah dalam selutut
berwarna hitam yang dikenakannya membuat kulitnya yang putih lebih berkesan dan
menambah keanggunannya. Rambut panjangnya dibiarkan tergesar lepas di punggung.
Perempuan muda ini melangkah sambil membawa baju biru bertahta manik-manik yang
dilipat rapi di atas mana terletak sebuah kalung, mahkota dan anting-anting
serta: gelang yang semuanya terbuat dari kerang berwarna biru.
Magini dan Aninia sama-sama tercengang kagum menyaksikan kemunculan perempuan
muda yang selama ini menjadi pimpinan mereka dan dipanggil dengan sebutan Ratu
Duyung. Sebelumnya mereka selalu melihat Sang Ratu dalam pakaian yang ditaburi
manik-manik putih berkilauan, rambut digulung dan diberi mahkota, wajah dihias.
Kini semuanya berganti. Dalam pakaian serba hitam, rambut dibiarkan lepas begitu
rupa dan Utusan Dari Akhirat 16
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
tanpa riasan kecantikan Ratu Duyung kelihatan justru lebih asli dan menonjol.
Terlebih sepasang bola matanya yang berwarna biru, indah sekali untuk dipandang.
Ratu Duyung melangkah menuju perapian lalu duduk di depan ke dua anak buahnya.
"Magini, pakaian, mahkota, kalung, gelang, dan anting-anting ini harap kau bawa
kembali ke tempat kita. Simpan baik-baik dalam kamarku.... Aku tidak tahu sampai
berapa lama akan berada di sini. Tidak dapat aku pastikan berapa lama aku akan
mendapat petunjuk dari Yang Kuasa serta berhubungan dengan Maha Ratu Samudera.
Karena itu kalian berdua lekas kembali ke tempat kita...."
"Ratu, kami berdua siap menunggu sampai kapanpun Ratu selesai melakukan
penyepian diri ini...." kata Magini sambil menerima pakaian dan barang perhiasan
Wiro Sableng 096 Utusan Dari Akhirat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang diserahkan Ratu Duyung padanya.
"Kalian para pembantuku yang setia dan baik hati. Namun ada kalanya kesetiaan
dan kebaikan itu tidak perlu dijadikan hal yang utama. Apapun hasil yang akan
kudapat, aku akan kembali untuk memberitahu. Bertahun-tahun, bahkan mungkin
puluhan tahun selama ini kita berada di alam yang serba gaib dan aneh tanpa diri
kita dimakan oleh usia. Ini antara lain karena perbedaan perhitungan dari antara
dunia luar dan dunia kita. Kalau kita memasuki dunia luar, semua hal itu akan
berubah. Siapkah kita menghadapi perubahan itu?"
Dua gadis di hadapan Sang Ratu lama terdiam. Namun, akhirnya Aninia membuka
mulut. "Putusan apapun yang Ratu ambil, kami akan mengikuti dan rela menanggung
segala akibatnya."
"Kalau begitu, dan kalau tak ada lagi hal lain yang hendak kalian tanyakan maka
sebelum pergi ada satu tugas yang harus kalian lakukan."
"Kami siap menjalankannya Ratu," jawab Magini dan Aninia berbarengan.
Dari balik jubah hitamnya Ratu Duyung mengeluarkan sebuah benda yang ternyata
adalah seuntai kalung terbuat dari perak dan memiliki mata sebuah batu berwarna
hijau pekat tetapi redup.
"Kalian dengar baik-baik. Aku yakin kalung ini adalah sebuah benda sangat
berharga, paling tidak bagi pemiliknya. Kalung ini adalah milik seorang sahabat,
seorang tokoh silat berjuluk Tua Gila. Ketika dia menemui malapetaka di tengah
laut tempo hari, kalung itu terpisah dari dirinya. Karena dia dalam keadaan
pingsan, kalung aku amankan dan simpan di satu tempat. Sayangnya ketika dia
pergi aku tidak menemuinya. Kalung ini tertinggal. Berarti kalung ini harus aku
kembalikan padanya. Aku tidak tahu akan berapa lama berada di sini. Karena itu
aku menugaskan kalian untuk mencari Tua Gila dan menyerahkan kalung ini padanya.
Kalian pernah melihat orang tua itu. Jadi aku tak perlu memberitahu ciri-
cirinya. Siapa yang akan menyimpan dan membawa kalung ini?"
Aninia beringsut ke depan. Setengah membungkuk dia berkata. "Karena Magini akan
membawa pakaian dan seperangkat perhiasan milik Ratu, biar saya yang membawa
kalung itu...."
Ratu Duyung mengangguk lalu serahkan kalung perak bermata hijau yang bukan lain
adalah Kalung Permata Kejora. Seperti dituturkan dalam Episode I (Tua Gila Dari
Andalas) Raja Pulau Sipatoka yakni Rajo Tuo Datuk Paduko Intan memberikan kalung
itu pada Tua Gila yang dikenalnya dengan nama Wiro Sableng. Kalung tersebut
merupakan satu senjata sakti mandraguna yang sebenarnya harus diberikan pada
puterinya yaitu Andam Suri dan Utusan Dari Akhirat 17
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
merupakan satu-satunya senjata yang sanggup membunuh Tua Gila. Namun sebagaimana
diriwayatkan Andam Suri dikabarkan menemui kematian. Karena itu Datuk Paduko
Intan meminta bantuan Tua Gila untuk mengembalikan benda itu pada Sabai Nan
Rancak, tanpa dia mengetahui bahwa orang tua di hadapannya saat itu adalah Tua
Gila dan Sabai Nan Rancak adalah kekasih Tua Gila yang berniat membunuh Tua
Gilai Karena tidak ingin rahasia dirinya terbuka maka Tua Gila menerima kalung
itu dari Rajo Tua Datuk Paduko Intan yang sebenarnya adalah menantunya sendiri.
"Jaga kalung ini baik-baik seperti kau menjaga diri dan nyawamu sendiri, Aninia.
Jangan kembali ke alam kita sebelum kau menemui Tua Gila dan menyerahkan kalung
ini padanya! Berdasarkan penglihatanku melalui Cermin Sakti aku ketahui bahwa
beberapa waktu lalu Tua Gila terlihat bersama Pendekar 212 Wiro Sableng. Mereka
berada di satu kaki bukit di kawasan selatan. Tua Gila kemungkinan besar menuju
ke sebuah lembah di sebut Lembah Akhirat tak berapa jauh dari Telaga
Gajahmungkur. Sedang Pendekar 212 tak jelas ke mana tujuannya. Namun
kuperkirakan dia tidak berada jauh dari kawasan telaga besar itu.... Aninia,
terima kalung ini."
"Pesan Ratu saya dengar. Perintah Ratu akan saya jalankan..." jawab Aninia. Lalu
dia ulurkan kedua tangannya. Telapak tangan dikembangkan untuk menyambut Kalung
Permata Kejora itu.
Namun tiba-tiba, secara tidak terduga berkelebat satu bayangan hitam. Aninia
terpelanting dan terkapar di bebatuan. Magini ikut terbanting lalu terguling
sampai dua tombak. Ratu Duyung keluarkan pekikan keras. Dengan cepat dia menarik
pulang tangan kanannya yang barusan siap menjatuhkan Kalung Permata Kejora ke
atas tangan Aninia.
Lalu dengan satu gerakan kilat dia melesat ke belakang sambil tangan kirinya
menghantam ke arah perapian. Kayu-kayu bernyala yang menerangi tempat itu hancur
berpelantingan.
Serta merta puncak bukit batu merah itu diselubungi kegelapan!
* * * Utusan Dari Akhirat 18
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ ENAM alau tubuh mereka terasa sakit tak karuan, jantung berdebar dan darah mengalir
kacau namun Magini dan Aninia cepat berdiri. Dua jari tangan masing-masing W
diacungkan tepat-tepat ke depan. Ujung jari dua gadis ini tampak memancarkan
sinar biru. Melihat ini Ratu Duyung cepat memberi isyarat agar dua anak buahnya
tidak melakukan serangan.
Di dalam gelap, sejarak sembilan langkah dari tempatnya berdiri Ratu Duyung
melihat sosok tinggi seorang perempuan tua berambut putih, bertopi berbentuk
tanduk kerbau, mengenakan mantel hitam.
"Orang tua tak dikenal, siapa kau"!" Ratu Duyung menegur.
Yang ditanya tidak segera menjawab. Rupanya dia masih terheran mungkin juga
bercampur kagum atau jengkel karena tidak menyangka. Kemunculannya di bukit batu
itu tidak diketahui oleh tiga orang gadis. Tapi mengapa gerakan kilatnya tadi
tidak mampu merampas Kalung Permata Kejora dari tangan gadis cantik berpakaian
serba hitam itu"
Diam-diam dia juga bertanya-tanya siapa adanya ketiga orang itu karena dia hanya
sempat mendengar sebagian terakhir dari percakapan mereka sedang perhatiannya
tertuju penuh pada Kalung Permata Kejora.
"Kalau kau tidak Segera menjawab, jelas kau adalah seorang jahat yang hendak
mencuri atau merampok barang milik orang laini" ujar Ratu Duyung dengan suara
keras. Sosok orang bermantel dalam gelap maju selangkah. Dari tenggorokannya keluar
suara menggeram.
"Siapa diriku kau dan orang-orangmu tak perlu tahu. Aku datang dengan satu
maksud. Maksud berubah menjadi perintahi Serahkan Kalung Permata Kejora padaku!"
Orang yang bicara julurkan tangan kanannya membuat gerakan meminta. Dia bukan
lain adalah Sabai Nan Rancak. Ketika tadi dia menyusuri pantai, dari kejauhan
dia melihat nyala api di salah satu puncak bukit batu. Penuh rasa ingin tahu,
nenek sakti dari Andalas ini segera mendaki bebukitan batu merah di tepi pantai
untuk menyelidik. Si nenek terkejut besar ketika sampai di puncak bukit yang
diterangi nyala perapian bakal menemukan satu hal yang tidak pernah diduganya.
Seorang gadis cantik berpakaian serba hitam yang dipanggil dengan sebutan Ratu
tengah menyerahkan sebentuk kalung perak bermata hijau pada seorang gadis yang
duduk bersimpuh di hadapannya. Keterkejutan ini adalah karena kalung itu
dikenalinya bukan lain adalah Kalung Permata Kejora yang selama ini lenyap tak
diketahui di mana rimbanya.
"Hmmmm...." Ratu Duyung bergumam. "Kau meminta barang yang bukan milikmu!
Kau memerintahkan aku menyerahkan sesuatu yang bukan punyamu. Apa namanya ini"
Rampok" Begal di malam hari"!"
"Terserah kau mau menyebut apa! Tapi dengar baik-baik! Kau masih muda belia.
Masa depanmu masih panjang. Tentu banyak kebahagiaan dunia yang belum kau
rasakan...."
"Eh, apa maksudmu"!" bentak Ratu Duyung.
"Maksudku kalau kau tidak segera menyerahkan kalung bermata hijau itu maka
umurmu hanya sampai malam hari ini saja. Selanjutnya rohmu akan gentayangan tak
tahu juntrungan!"
Utusan Dari Akhirat 19
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Ratu Duyung tertawa panjang.
Aninia yang tidak sabar berseru. "Ratu! Biar aku membunuh tua bangka gila yang
kesasar ini sekarang juga!"
"Hmmm! Jadi dia seorang Ratu rupanya. Ratu apa"!" ujar Sabai Nan Rancak lalu
balas tertawa lebih keras.
"Kalung ini bukan milikmu! Mengapa kau hendak merampasnya"!" Ratu Duyung
bertanya dengan suara lantang. Diam-diam dia luruskan jari telunjuk tangan
kirinya sementara Kalung Permata Kejora dipegangnya erat-erat di tangan kanan.
"Kau tahu apa soal kalung itu! Benda itu lenyap sejak bertahun-tahun! Aku
pemiliknya! Jadi harus dikembalikan padaku!"
"Siapa percaya pada cerita bohongmu! Aku tahu sekali riwayat kalung ini!"
"Gadis setan! Kau tahu apa mengenai riwayat kalung itu!" hardik Sabai Nan
Rancak. "Nenek gila!" balas Ratu Duyung. "Kalung ini adalah milik seorang sahabatku
bernama Tua Gilai Kepadanyalah aku akan mengembalikan! Bukan padamu! Monyet tua
kesasar dan temaha harta orang lain!"
Marahlah Sabai Nan Rancak mendengar ucapan caci maki Ratu Duyung itu. Dia angkat
tangan kanannya lalu laksana kilat lepaskan pukulan Kipas Neraka ke arah Ratu
Duyung. Satu sinar merah melesat ke depan lalu mengembang membentuk kipas.
"Ratu awasi" teriak Magini dan Aninia. Dua gadis anak buah Ratu Duyung segera
angkat tangan kanan masing-masing. Ratu Duyung tak tinggal diam.
Tiga larik sinar biru menderu menghantam Sabai Nan Rancak dari tiga jurusan.
Inilah ilmu kesaktian paling hebat yang dimiliki oleh Ratu Duyung dan anak
buahnya. Jangankan tubuh manusia, tembok batu setebal apapun akan jebol dan
hancur berentakan dilanda sinar biru itu.
Sabai Nan Rancak yang tidak tahu siapa adanya Ratu Duyung dan juga tidak pernah
mendengar kehebatan ilmu Ratu dari alam gaib ini walaupun kaget dapatkan dirinya
dihantam serangan dari tiga jurusan, namun tidak menarik seranganya. Dia
melompat sambil menambah dorongan kekuatan tenaga dalam. Pukulan sakti Kipas
Neraka yang dilepasnya bersibak ke kiri dan ke kanan. Namun baru saja sinar
pukulan maut ini menebar membentuk kipas untuk menghantam tiga lawan sekaligus,
bersamaan dengan itu tiga larik sinar biru sampai melabrak.
"Bummm!"
"Bummm!"
"Bummm!"
Tiga dentuman keras mengguncang. Bukit batu merah bergetar hebat. Dua nyala api
tampak di lamping bukit batu merah yang terkena cipratan pukulan Kipas Neraka
sebelum pukulan sakti ini terbelah-belah dan sirna berentakan. Sabai Nan Rancak
sendiri tampak jatuh berlutut. Tubuhnya bergetar keras. Wajah putihnya yang tua
keriputan tampak pucat seolah tak berdarah. Sadar kalau dia tidak menderita
cidera apa-apa si nenek cepat bangkit berdiri.
Saat itu di sebelah kiri Aninia tampak mencoba bangun terbungkuk-bungkuk.
Namun gadis ini kembali roboh. Waktu terjadi bentrokan pukulan sakti tadi dia
berada paling dekat dengan Sabai Nan Rancak hingga hantaman kekuatan lawan
mendera tubuhnya paling telak. Darah tampak mengucur dari mulutnya. Untuk
beberapa lamanya gadis ini terkapar di atas batu tanpa bisa berkutik. Agaknya
Bulan Berdarah 2 Dewa Arak 20 Pelarian Istana Hantu Si Linglung Sakti 1