Wasiat Malaikat 3
Wiro Sableng 099 Wasiat Malaikat Bagian 3
palingkan kepala. Darahnya langsung naik ke kepala begitu melihat cucunya berada
di tempat itu. "Kau memang cucu murtad! Sejak dulu aku katakan aku tidak suka kau pergi ke
tanah Jawa ini. Ternyata...;"
Pada saat itu sekonyong-konyong ada orang tertawa mengekeh. Semua kepala
dipalingkan ke arah tebing telaga sebelah kiri di mana terdapat sebuah batu
besar berwarna coklat kehitaman. Di atas batu ini tampak duduk seorang kakek
berkepala botak, mengenakan pakaian putih lusuh.
Tiga orang langsung tercekat. Yang pertama adalah Sika Sure Jelantik. "Tua
bangka botak di atas batu itu. Kalau aku bisa lebih mendekat dan mencium bau
badannya jangan-jangan...." Si nenek goyangkan kepalanya hingga rambut putihnya
yang basah riap-riapan tersibak ke belakang. Kelihatanlah wajahnya yang angker,
menatap tajam pada kakek botak di atas batu yang saat itu masih saja terus
tertawa. Sabai Nak Rancak adalah orang ke dua yang ikut terkesiap melihat kehadiran kakek
botak itu, "Aku bertemu pertama kali dengan manusia satu ini di Lembah Merpati.
Hatiku menaruh syak wasangka tapi tampangnya lain, suaranya juga lain!"
Orang ketiga walau tercekat tapi diluar sadar bergerak maju satu langkah seraya
berseru. "Kek!"
Kakek botak di atas batu menyeringai. Tangan kanannya dilambaikan ke arah Puti
Andini sedang jari tangan kirinya disilangkan di depan bibir. "Ssstttt....
Jangan mengganggu tawaku. Lagipula tak baik ketawa karena ada dua nenek sedang
kesakitan di tempat ini!
Ha... ha... ha!"
Melihat gelagat si botak terhadap Puti Andini baik Sabai Nan Rancak dan Sika
Sure Jelantik jadi curiga. Sika Sure Jelantik segera hendak membentak tapi Sabai
Nan Rancak keburu mendahului.
"Tua bangka botak! Dua kali dengan ini kita bertemu!"
"Ah, rupanya pertemuan pertama itu sangat berkesan di hatimu. Berarti sejak itu
kau tak pernah melupakan diriku!"
Wajah keriput Sabai Nan Rancak menjadi merah padam sementara kakek botak di atas
batu kembali tertawa gelak-gelak.
"Tua bangka botak, otakmu rupanya kotor dan mulutmu lancang! Perlu apa aku
mengingat-ingat dirimu! Tua bangka edan tak tahu diri!" Memaki Sabai Nan Rancak.
"Ah, pada pertemuan sekali ini kau jadi pemarah dan galak sekali. Padahal pada
pertemuan pertama di lembah itu kau tenggelam dalam rasa sedih yang amat dalam.
Sampai-sampai kau bertanya padaku, apakah aku bisa membantu membunuh dirimu!"
Kembali wajah Sabai Nan Rancak merah mengelam.
"Tua bangka sialan! Lekas katakan siapa kau adanya! Atau kupanggang tubuhmu
dengan pukulan ini!" Sabai Nan Rancak mengancam seraya angkat tangan kanannya.
Lang sung tangan ini menjadi merah. Si nenek rupanya siap menghantamkan pukulan
Kipas Neraka! Orang tua botak di atas batu angkat kedua tangannya lalu membungkuk dalam-dalam.
"Bukan maksudku hendak bersikap kurang ajar. Bukan maksudku hendak menyinggung
perasaanmu. Aku mohon maafmu. Bolehkah aku mendendangkan lagu yang pernah aku
nyanyikan waktu di Lembah Merpati tempo hari?"
Wasiat Malaikat
44 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Manusia jahanam! Siapa sudi mendengar nyanyianmu!" bentak Sabai Nan Rancak.
Lalu dia berpaling pada cucunya. "Puti Andini! Lekas kau katakan siapa adanya
tua bangka berotak miring ini!"
"Guru.... Aku...."
"Puti, aku menaruh firasat kau tahu siapa adanya orang tua botak itu. Siapapun
dia adanya kuharap kau tidak memberi tahu pada gurumu. Aku khawatir keadaan akan
tambah kacau di tempat ini!"
Yang bicara berbisik itu adalah Panji yang saat itu masih tegak di dekat Puti
Andini. Si gadis yang memang tahu siapa adanya kakek botak itu sebenarnya sudah berniat
untuk tidak membuka rahasia. Namun karena yang bertanya adalah guru dan nenek
kandungnya sendiri maka Puti Andini menjadi gugup.
Sabai Nan Rancak jadi curiga. Dia melangkah mendekati cucunya dan berkata dengan
suara mendesis dan air muka beringas.
"Berat dugaanku kau tahu siapa adanya kakek botak itu! Jika kau tidak memberi
tahu, aku tak segan-segan menghajarmu dengan pukulan Kipas Neraka ini!" Sabai
Nan Rancak angkat tangan kanannya yang memancarkan warna merah. Namun gerakannya
tertahan ketika dari pinggiran telaga di samping kirinya melesat keluar tiga
sosok tubuh. Mereka adalah Pendekar 212 Wiro Sableng, Ratu Duyung dan Naga Kuning.
* * * Wasiat Malaikat
45 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEBELAS Melihat munculnya Pendekar 212 Wiro Sableng dan Ratu Duyung, Sabai Nan Rancak
bertambah naik amarahnya. "Pemuda jahanam satu ini! Beberapa kali aku ingin
membunuhnya. Mungkin sekali ini baru bisa kesampaian. Aku akan pergunakan pedang
sakti yang menancap di batu!"
Sabai Nan Rancak kerahkan tenaga dalam ke tangan kiri untuk melindungi diri.
Lalu sekali berkelebat dia berhasil memegang gagang Pedang Naga Suci 212. Ketika
senjata itu hendak ditariknya, kembali nenek sakti dari Pulau Andalas ini
terpekik dan tersurut tiga langkah sambil kibas-kibaskan tangan kirinya. Seperti
kejadian dengan tangan kanannya tadi, kini tangan kirinya ikut melepuh luka.
Menyaksikan kejadian itu Sika Sure jelantik ingat pada apa yang dialaminya lalu
perhatikan tangan kanannya yang cidera.
Di atas batu tinggi kakek botak kembali tertawa bergelak. Namun mendadak tawanya
lenyap, berganti dengan seruan kaget. "Oo alah!"
Dari dalam telaga untuk kesekian kalinya melesat keluar sosok-sosok manusia.
Yang sekarang ini adalah sosok Sinto Gendeng dan si Setan Ngompol.
Kakek botak kerenyitkan kening dan goleng-goleng kepala. "Gawat... gawat!
Bagaimana tiga cecunguk ini bisa muncul bersamaan di tempat ini! Kalau aku tidak
bertindak cepat, kalau anak itu tidak berlaku sigap keadaan bisa jadi tambah tak
karuan..."
Si botak memandang ke jurusan Puti Andini.
Maksudnya hendak memberi isyarat tapi si gadis saat itu justru tengah memandang
ke arah lain yakni pada Pendekar 212 dan Ratu Duyung serta Naga Kuning.
Beg itu muncul di tepi telaga Sinto Gendeng langsung berteriak keras hingga
suaranya menggelegar di seantero tempat.
"Jangan ada yang berani menyentuh pedang!"
Selagi semua orang terkesima si nenek sakti dari puncak Gunung Gede ini
berkelebat menyambar Pedang Naga Suci 212 yang masih menancap di atas batu.
Beg itu jari-jari tangannya yang kurus menyentuh gagang pedang, Sinto Gendeng
menjerit keras dan terjajar ke belakang sampai dua langkah. Mukanya yang hitam
keriput kelihatah kelabu membesi. Ketika tangan kanannya diperhatikan, tangan
itu ternyata telah terkelupas. Maka disela desis kesakitan si nenek memaki
panjang pendek. Lalu dia bertindak nekad. Walau jelas-jelas tangan kanannya
cidera tapi kembali dia mencekal gagang pedang. Sekali ini dengan mengerahkan
tenaga dalam. Ternyata dia sanggup memegang gagang senjata yang berbentuk kepala
naga betina itu. Tapi hanya sesaat karena dilain kejap kelihatan tubuhnya
bergetar keras. Dari tangannya yang menggenggam pedang mengepul asap putih
disusul lelehan darah. Semakin dia mengerahkan tenaga dalam semakin parah
keadaan tangannya. Bahkan kini dari kepalanya yang ditancapi lima tusuk konde
perak tampak mengepul pula asap putih tipis.
Si nenek menjerit satu kali. Dia masih berusaha bertahan dan nekad hendak
menarik pedang yang menancap di batu. Lalu dia menjerit sekali lagi. Kali ini
yang ke tiga jeritannya disertai dengan terlemparnya tubuhnya sampai empat
langkah lalu terjengkang di atas batu, tepat di bawah batu tinggi di mana kakek
botak berada! Dan seperti tadi kakek ini lagi-lagi keluarkan tawa mengekeh.
Namun kali ini tawanya pendek saja karena dia menyusul dengan ucapan yang
membuat orang-orang yang ada di tepi telaga itu menjadi tertegun.
Wasiat Malaikat
46 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Hanya si Setan Ngompol yang tampak serba salah menekapi bagian bawah perutnya
yang ngocor mendengar jeritan-jeritan dan melihat keadaan tangan Sinto Gendeng
yang cidera. "Berlaku nekad hanya akan mendapat kualat! Memaksakan niat hanya akan mendapat
laknat! Pedang Naga Suci 212 adalah pedang keramat! Pedang Naga Suci 212
adalah sakti dan suci. Pedang Naga Suci 212 adalah pedangnya kaum hawa.
Karenanya hanya perempuan yang suci saja lah yang sanggup menyentuhnya!"
"Botak gila bermulut sedeng!" Sinto Gendeng berteriak. "Apa kau kira aku ini
manusia kotor!. Puluhan tahun silam aku telah menguasai senjata ini dan
membawanya ke mana-mana lalu menyimpannya di satu tempat...."
"Orang sakti bertusuk konde lima," menjawab kakek botak di atas batu tinggi,
"Mulutku mungkin lancang hingga hati dan perasaanmu tersinggung. Aku tidak
mengatakan dirimu manusia kotor. Tapi keadaan yang menyatakan. Hatimu mungkin
baik. Tapi ada perbedaan antara kebaikan dan kesucian. Seperti kataku Pedang Naga Suci
212 hanya mampu disentuh oleh perempuan yang masih suci lahir dan batin.... Kalau
kau merasa dirimu suci harap kau mampu menilai sendiri...."
Merah padam wajah Sinto Gendeng. Dia mengerling pada Sabai Nan Rancak dan
melihat tangan kanan nenek itu cidera berat. Dia memandang ke arah Sika Sure
jelantik. Ternyata nenek satu ini pun penuh luka tangan kanannya. Perlahan-lahan, setelah
menyadari arti ucapan kakek botak tadi, wajah tua nenek ini menjadi berubah.
"Kakek botak! Kau tidak mengenal diriku dan aku tidak tahu siapa dirimu!
Bagaimana kau bisa menilai aku ini suci atau tidak!" Sinto Gendeng bertanya
setengah berteriak tanda dia masih belum puas.
"Seperti kataku tadi, aku bukan menilai kau suci atau tidak. Yang mampu
mengetahui kesucian dirimu adalah engkau sendiri. Usiamu sudah puluhan tahun.
Apakah seluruh hidupmu kau jalani dengan kesucian hati dan batin" Katamu dulu
kau pernah menguasai dan membawa Pedang Naga Suci 212 kemana-mana. Mungkin
sekali dimasa itu kau masih sebersih udara pagi, seputih kertas dan seharum
bunga melati...." Habis berkata begitu kakek botak lemparkan lirikan pada Sabai
Nan Rancak dan Sika Sure Jelantik.
Untuk beberapa saat lamanya keadaan di tepi telaga itu menjadi sunyi sehening di
pekuburan. Tak ada yang bicara. Tak ada yang bergerak. Tiba-tiba Naga Kuning
keluarkan tawa cekikikan.
"Sayang tokoh silat berjuluk Tua Gila tidak ada di tempat ini! Kalau saja dia
hadir di sini tentu dia gembira luar biasa melihat tiga kekasihnya dimasa
mudanya berkumpul di tempat ini! Ha... ha... ha!"
"Bocah setan! Kau jangan berani bicara sembarangan!" teriak Sinto Gendeng karena
merasa sangat tersinggung.
Sabai Nan Rancak yang juga merasa tersindir gerak-gerakkan sepuluh jari
tangannya hingga mengeluarkan suara berkeretekan dan memandang mendelik pada
Naga Kuning. Lalu Sika Sure Jelantik terdengar menggereng. Tangan kanannya perlahan-lahan
diangkat ke atas.
"Tunggu! Jangan kalian marah padaku!" teriak Naga Kuning mencibir. "Aku bicara
apa adanya! Kalian muncul di sini sebenarnya mencari apa" Pedang Naga Suci 212"
Turut ucapan kakek botak di atas batu sana jelas kalian tidak bakal bisa
mendapatkannya...."
"Siapa bilang aku ke sini mencari pedang!" teriak Sika Sure Jelantik.
"Aku juga!" menimpali Sabai Nan Rancak.
Wasiat Malaikat
47 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Aku memang ke sini mencari Pedang Naga Suci 212!" ujar Sinto Gendeng polos
tanpa malu-malu. Lalu dia berpaling pada Wiro dan berkata. "Anak setan! Lekas
kau ambil pedang sakti itu!"
"Guru.... Eyang, aku tak bisa melakukah hal itu. Senjata itu bukan milikku..."
jawab Wiro. "Benar-benar anak setan! Senjata itu milikku. Aku yang membawanya dan
menyembunyikannya di dasar Telaga Gajahmungkur! Setelah puluhan tahun pedang itu
akhirnya ditemui. Sekarang pedang itu aku berikan padamu sebagai pasangan Kapak
Maut Naga Geni 212!"
"Saya tak berani mengambilnya, Nek..." kata Wiro.
"Tolol pengecut!" teriak Sinto Gendeng marah. "Apa kau tidak ingat justru
senjata itu adalah obat mujarab untuk memulihkan kesaktian dan tenaga dalammu!"
Wiro terkesima. Dia bukannya tidak mengetahui hal itu, tapi setelah mendengar
kata-kata kakek botak tadi hatinya menjadi was-was. Pertama pedang itu katanya
adalah pedang perempuan. Kedua hanya orang suci saja yang mampu menyentuhnya.
Dia sendiri bukankah pernah satu kali ketiduran dengan Ratu Duyung" Secara tak
sadar murid Sinto Gendeng itu melirik ke arah Ratu Duyung. Bagi sang Ratu
lirikan itu membuat hatinya jadi bergoncang. Tiba-tiba Ratu Duyung melompat ke
depan. Gadis ini heran sendiri karena gerakannya luar biasa cepat. Di
sekelilingnya tak satu orang pun yang melihat jelas apa yang dilakukan gadis
ini. Tahu-tahu dia telah tegak sambil memegang gagang Pedang Naga Suci 212 yang
menancap di batu!
Sang Ratu merasakan ada satu hawa dingin sejuk menjalar masuk ke dalam tubuhnya
hingga saat dia merasakan satu ketenangan dan ketentraman luar biasa. Tubuhnya
seperti seringan kapas hingga saat itu dia seolah melayang di atas mega. Tak ada
hawa panas, tak ada sengatan seperti bara api. Kulit tangannya yang halus tidak
terkelupas. Dia sama sekali tidak cidera sedikitpun! Tapi ketika dia coba
mencabut senjata itu dari dalam batu, bagaimanapun dia mengerahkan seluruh
tenaga luar dan tenaga dalam, Pedang Naga Suci 212
tidak bergeming barang sedikit pun!
"Ratu Duyung, kau berhasil memegang Pedang Naga Suci 212 tanpa terluka tanpa
cidera! Berarti kau adalah seorang gadis yang masih suci lahir dan batin. Tapi
kau tidak mampu mencabut senjata mustika sakti itu dari dalam batu, Itu satu
pertanda bahwa kau tidak berjodoh untuk memilikinya."
Ratu Duyung dan semua orang yang ada di tepi telaga memandang ke arah orang yang
bicara yakni si kakek botak di atas batu tinggi.
Wiro garuk-garuk kepala. Dalam hati dia berkata. "Setelah kejadian di Puri tempo
hari, menurut si kakek botak ternyata gadis ini masih suci. Lalu apakah diriku
juga bisa dianggap masih suci?" Wiro pandangi Pedang Naga Suci 212 yang sampai
saat itu masih menancap di batu.
"Wiro!" Tiba-tiba terdengar teriakan Sinto Gendeng. "Lekas kau ambil pedang itu!
Jika Ratu Duyung masih suci berarti dia masih perawan dan kau masih perjaka!
Selain itu kau memerlukan pedang itu untuk menyembuhkan semua kelemahanmu!"
Murid Sinto Gendeng bergerak melangkah.
"Tunggu dulu!" kakek botak berseru. "Sudah kukatakan bahwa Pedang Naga Suci 212
adalah senjatanya perempuan...."
Wasiat Malaikat
48 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jangan dengarkan ucapannya! Anak setan lekas kau ambil pedang itu lalu
tinggalkan tempat ini! Aku akan menghajar siapa yang berani menghalangi! Setan
Ngompol harap kau bantu aku!"
Pendekar 212 jadi bimbang. Saat itulah Puti Andini memandang ke jurusan si kakek
botak. Orang tua ini tidak menunggu lebih lama. Dia kedipkan matanya lalu tanpa
ada lain orang yang sempat melihat dia tudingkan ibu jari tangan kirinya ke arah
Pedang Naga Suci 212 yang menancap di batu.
* * * Wasiat Malaikat
49
Wiro Sableng 099 Wasiat Malaikat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DUA BELAS Maklum akan arti isyarat kedipan mata dan gerakan ibu jari yang diberikan kakek
botak, maka secepat kilat Puti Andini berkelebat ke arah batu besar tempat
Pedang Naga Suci 212 menancap.
"Berani pegang pedang berarti mampus!"
Sinto Gendeng berteriak keras. Nenek ini lalu menerjang ke arah Puti Andini
dengan jurus yang disebut Kepala Naga Menyusup Awan. Tubuh si nenek laksana
terbang di udara.
Tangan kiri menyambar ke pinggang sedang tangan kanan memukul ke arah kepala
Puti Andini. Wiro yang menyaksikan gerakan sang guru jadi terperangah. Garukan kepalanya
terhenti di samping kuping kanan. Dia maklum jurus yang dilancarkan Eyang Sinto
Gendeng saat itu sangat cepat dan berbahaya. Puti Andini tak mungkin mengelakkan
diri. Di saat yang sama Sika Sure Jelantik tak tinggal diam. Melihat Sinto Gendeng
menyerang Puti Andini yang sebelumnya dipercayakannya untuk menitipkan Pedang
Naga Suci 212, maka sambil berteriak beringas, "Tua bangka edan! Hendak kau
apakan cucuku"!"
Sika Sure Jelantik lantas memotong gerakan nenek sakti dari Gunung Gede ini
dengan satu pukulan sakti yang "dilancarkan dengan tangan kiri. Lima larik sinar
hitam berkiblat dari ujung lima kuku tangan kirinya yang hitam.
"Tua bangka setan!" maki Sinto Gendeng dalam hati. "Berani dia menyerangku! Dia
menyebut gadis itu cucunya! Apa-apaan ini! Aku tahu betul siapa dia! Sama sekali
tidak punya hubungan apa-apa dengan si gadis walau sama-sama datang dari
seberang!"
Sabai Nan Rancak juga terkejut. Sesaat dia bimbang. Ada yang harus dilakukannya
dalam keadaan seperti itu. Semua berlangsung begitu cepat. Kalau dia ikut turun
ke gelanggang pertempuran siapa yang hendak diserbunya. Sejak dulu sesuai dengan
tugas yang diberikan Sutan Alam Rajo Di Bumi, tokoh silat di Gunung Singgalang,
saat itu dia ingin segera membunuh Sinto Gendeng. Apalagi Sinto Gendeng jelas
menyerang cucunya dan berusaha merampas Pedang Naga Suci 212. Tapi menduga bahwa
ada hubungan tertentu antara Puti Andini dengan Sika Sure Jelantik yang juga
dibencinya maka dia khawatir Sika Sure Jelantik nantinya akan kembali merampas
pedang sakti itu dari tangan si gadis.
"Tak ada jalan lain! Aku harus mendahului merampas pedang sakti itu!" kata Sabai
Nan Rancak dalam hati. Maka dia segera melepas pukulan K/pas Neraka. Sinar merah
panas bertabur di udara lalu melebar menyapu apa saja yang ada di depannya. Siap
menghantam Sika Sure Jelantik, Sinto Gendeng bahkan Puti Andini.
Melihat bahaya besar mengancam Puti Andini, Panji tak tinggal diam. Pemuda ini
segera turun tangan membantu. Yang dilakukannya adalah menyergap Sinto Gendeng yakni lawan yang
paling dekat dengan si gadis. Seperti-diketahui walau memiliki ilmu silat namun
tingkat kepandaian pemuda ini jauh dibawah semua orang yang ada di tempat itu.
Sebenarnya Panji sendiri mengetahui hal ini. terjun ke gelanggang pertempuran
tokoh-tokoh silat tingkat tinggi itu sama saja dengan mengantar nyawa. Namun
apapun yang terjadi atas dirinya Panji tidak rela kalau Puti Andini sampai
mendapat celaka.
Sinto Gendeng memaki dalam hati begitu tahu ada orang hendak menelikung
pinggangnya. Masih melayang di udara Sinto Gendeng hantamkan kaki kanannya.
Wasia t Malaikat 50 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Bukk!"
Panji mengeluh tinggi. Tubuhnya terpental sampai dua tombak. Tergeletak di bawah
batu tinggi di mana kakek botak berada. Dari sela bibirnya kelihatan lelehan
darah. Sementara itu sesaat lagi lima larik sinar hitam pukulan maut Sika Sure Jelantik
akan menghantam Puti Andini dan sinar merah pukulan Kipas Neraka menebar
kematian tibatiba di udara berkelebat se-gulungan benda aneh, putih halus
berkilauan. , "Jahanam apa pula ini"!"
Sinto Gendeng memaki sewaktu tangannya yang siap menghantam Puti Andini terjirat
oleh sesuatu yang tak segera bisa dilihat dan dipastikannya.
Disaat yang sama sekonyong-konyong menggemuruh kiblatan cahaya putih disertai
menebarnya hawa yang sangat dingin. Lima larik sinar hitam pukulan yang
dilepaskan Sika Sure Jelantik buyar laksana disapu topan.
Pukulan Kipas Neraka masih mampu menyebar dan menderu namun arahnya berubah ke
atas menghantam udara kosong. Beberapa orang terpental lalu jatuh tergeletak di
sekitar tebing batu. Selagi orang-orang ini berusaha bangkit dengan tubuh
bergeletar kedinginan tiba-tiba dari atas melayang jatuh sebuah benda hitam.
"Taaarrr!"
Sebelum jatuh ke atas batu benda ini meledak. Lalu asap hitam yang memerihkan
mata bertabur menutupi pemandangan.
Kutuk serapah terdengar di mana-mana.
Ketika asap hitam lenyap dan udara di tepi telaga terang kembali maka di tempat
itu yang kelihatan hanya tinggal tiga orang.
Yang pertama adalah Sinto Gendeng. Nenek sakti ini memaki panjang pendek sambil
menggerak-gerakkan kedua tangannya yang dilibat oleh sejenis benang halus
berwarna putih berkilat. Dia segera mengenali benang itu. Membeliaklah sepasang
matanya. "Setan alas! Ini pasti pekerjaannya Tua Gila! Jahanam benar! Kakek botak tadi
pasti dia!"
Orang kedua adalah Sabai Nan Rancak. Nenek satu ini melangkah mundar mandir
sambil keluarkan suara menggerutu. Ketika dia memutar langkah maka pandangannya
saling bentur dengan Sinto Gendeng.
"Kalau kau memang membenci manusia satu itu, mengapa kau tidak mengejarnya!
Aku curiga kalian sudah sejak lama berserikat!" Sabai Nan Rancak menyemprot
Sinto Gendeng yang merupakan saingannya dimasa gadis remaja dalam memperebutkan
Sukat Tandika alias Tua Gila.
Mendengar kata-kata Sabai Nan Rancak itu marahlah Sinto Gendeng. "Aku tahu
otakmu miring sejak dulu! Aku juga tahu kau mencari Tua Gila bukan untuk
membalas dendam. Tapi hendak berbaik-baik dan ingin menjadi gendaknya kembali!
Rupanya kau mau minta dibikin bunting lagi hah"!"
"Nenek setan bermulut kotor!" teriak Sabai Nan Rancak lalu lepaskan pukulan
Kipas Neraka dengan tenaga dalam penuh. Sinto Gendeng tidak tinggal diam. Dia
tahu kehebatan pukulan lawan. Tapi tahu pula kelemahannya. Pukulan Kipas Neraka
seperti diketahui menebar lebar sama rata dengan tanah. Karenanya begitu sinar
merah berkiblat Sinto Gendeng segera melesat setinggi tiga tombak. Lalu dari
atas dia menghantam dengan Pukulan Sinar Matahari!
Wasiat Malaikat
51 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Seperti diketahui Pukulan Sinar Matahari telah menimbulkan kegegeran selama
Pendekar 212 Wiro Sableng malang melintang dalam rimba persilatan. Namun sekali
ini yang mengeluarkan pukulan sakti itu adalah sang dedengkotnya yakni nenek
sakti Sinto Gendeng guru Pendekar 212. Maka kedahsyatannya tak bisa dibayangkan.
Tempat itu laksana dilabrak petir raksasa. Udara dilanda kesilauan luar biasa.
Hawa panas membakar seolah matahari hanya satu tombak di atas batok kepala. Air
Telaga Gajahmungkur bergemericik seperti mendidih.
Cahaya putih Pukulan Sinar Matahari saling labrak dengan sinar merah pukulan
Kipas Neraka. Karena Sinto Gendeng menghantam dari atas maka pukulan saktinya
melabrak pukulan sakti lawan di bagian tengah yang merupakan titik lemahnya.
Satu letusan keras menggelegar. Batu dan tanah di tepi telaga bergetar hebat.
Air telaga muncrat sampai dua tombak. Pohon-pohon berderak. Ranting-ranting
putus dan dedaunan luruh ke tanah laksana dilanda topan.
Sinto Gendeng melayang turun. Tubuhnya seolah barusan menembus dinding api.
Ketika dia menjejakkan kaki di tanah jelas nenek ini terhuyung-huyung. Lututnya
goyah. Tiga tombak di depannya Sabai Nan Rancak terjengkang di tanah dengan muka
seputih kain kafan. Tiba-tiba nenek sakti dari Singgalang ini berteriak keras.
Dia bangkit berdiri dengan muka seperti iblis. Dengan gerakan cepat dia
menanggalkan Mantel Sakti yang dikenakannya sambil melangkah cepat mendekati
lawan. Sinto Gendeng yang maklum akan kehebatan Mantel Sakti yang dulunya adalah milik
Datuk Tinggi Raja Di Langit ini tidak mau berlaku ayal. Dengan tangan kiri dia
segera cabut dua tusuk konde peraknya. Lalu tangan kanannya diangkat ke atas.
Ketika tangan kiri kanan Sinto Gendeng menghantam ke depan maka dua tusuk konde
perak menderu di udara dan pukulan sakti bernama Tameng Sakti Menerpa Hujan
berkiblat. Sabai Nan Rancak belum sempat mengebutkan mantel hitamnya untuk menyerang Sinto
Gendeng. Tahu-tahu lengan bajunya sebelah kanan robek besar. Dia masih untung
karena tusuk konde beracun yang dilemparkan Sinto Gendeng hanya merobek
pakaiannya. Namun selagi dia terhuyung-huyung menahan dahsyatnya hantaman pukulan Tameng
Sakti Menerpa Hujan, tusuk konde kedua menyambar deras ke sisi kirinya. Sabai
Nan Rancak angkat tangan kiri ke atas, pergunakan mantel hitam untuk menangkis.
"Breeeettt!"
Mantel Sakti robek besar. Ujung tusuk konde menekuk bengkok tapi masih terus
menembus mantel lalu bagian kepalanya menoreh lengan kiri Sabai Nan Rancak.
Nenek ini terpekik dan pucat wajahnya begitu melihat dari balik lengan kiri
jubah hitamnya yang robek ada darah meleleh. Saat itu juga dia merasakan
tangannya panas. Hawa panas segera menjalar ke seluruh tubuhnya. Terhuyung-
huyung dia sandarkan diri ke pohon besar di tepi telaga. Memandang ke depan dia
tidak melihat lagi sosok Sinto Gendeng. Hanya tampak nenek berambut putih riap-
riapan Sika Sure Jelantik tegak sekitar sepuluh langkah darinya, memandang
menyeringai seolah mengejeknya. Lalu nenek itu pun berkelebat pergi.
"Tusuk konde jahanam..." maki Sabai Nan Rancak. Dia jatuhkan mantel hitam ke
tanah. La lu dengan tangan kanannya dirobeknya jubah hitam di bagian mana
lengannya terluka akibat goresan tusuk konde perak. Dengan cepat nenek ini tekan
kuat-kuat lengannya yang cidera. Dari luka di lengan itu membersit lelehan darah
berwarna kehitaman.
"Racun.... Tusuk konde celaka itu ternyata mengandung racun jahat!" Tidak
menunggu lebih lama Sabai Nan Rancak segera totok urat besar di pangkal lehernya
sebelah kiri. Wasiat Malaikat
52 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Pada saat itulah tiba-tiba ada seorang tinggi besar berambut tegak kaku
berkelebat di depannya. Di mukanya yang hitam ada dua belas lobang mengerikan.
Sepasang alisnya yang tebal bergabung menjadi satu. Di bahu kanannya sebelah
belakang ada satu lobang luka besar yang tembus sampai ke bagian dada dan
menebar bau busuk. Walau peng-lihatannya saat itu mulai buram namun Sabai Nan
Rancak masih bisa mengenali siapa adanya orang berpakaian serba hitam itu. Hantu
Balak Anam! "Kau muncul lagi! Aku tak suka melihatmu! Lekas menyingkir dari hadapanku!"
Hantu Balak Anam menyeringai.
"ingat dua kali pertemuan kita sebelumnya Sabai?"
"Persetan dengan pertanyaanmu! Cepat minggat dari hadapanku!" bentak Sabai Nan
Rancak. Hantu Balak Anam kembali menyeringai. Dia melirik pada Mantel Sakti yang ada di
tanah. Takut mantel itu hendak diambil orang si nenek segera injakkan kaki
kanannya di atas mantel.
"Tak usah khawatir Sabai. Aku tidak akan merampas Mantel Sakti itu. Aku tahu itu
adalah barang curian. Kau mencari penyakit sendiri karena dengan mencuri kau
menambah musuh. Apa kau masih belum mengerti kalau kau telah diperalat orang"
Dengar baik-baik Sabai. Terakhir sekali bertemu aku menanyakan padamu apa kau
punya hubungan tertentu dengan Sutan Alam Rajo Di Bumi dari puncak
Singgalang..."
"Manusia jahanam! Pergi dari hadapanku!" hardik Sabai Nan Rancak. Tangan
kanannya diangkat.
"Kau berada dalam keadaan terluka Sabai. Lukamu bukan luka biasa. Kurasa saat
ini sekujur tubuhmu sudah dijalari racun. Kalau kau kerahkan tenaga dalam untuk
menghantamku dengan Pukulan Kipas Neraka, sama saja kau mempercepat kematian
sendiri!" Pucatlah paras si nenek. Tengkuknya dingin karena dia menyadari apa yang
dikatakan Hantu Balak Anam benar adanya.
"Dengar apa yang akan kukatakan padamu Sabai. Beberapa tokoh silat Pulau Andalas
kembali ditemui tewas akibat pembunuhan keji. Ada berita bahwa kaulah yang telah
membunuh mereka...."
"Fitnah busuk! Mana mungkin aku membunuh para tokoh itu. Selama ini aku berada
di tanah Jawa!" kata Sabai Nan Rancak hampir berteriak. "Katakan siapa yang
melancarkan fitnah keji itu! Mungkin sekali kau!"
Hantu Balak Anam tertawa, "ingat, dulu aku pernah sampai dua kali menanyakan apa
hubunganmu dengan Sutan Alam Rajo Di Bumi. Kau tidak mau memberi tahu. Itu tak
jadi apa. Tapi terus terang aku menaruh curiga padamu Sabai. Kalau terbukti kau
memang berkomplot dengan Sutan keparat itu, aku akan mengadu jiwa denganmu!
Lihat tubuhku yang bolong ini! Kekasih gelapmu itulah yang telah mencelakai
diriku!" "Manusia jahanam! Mulutmu lancang dan kotor!" Sabai Nan Rancak melompat ke
hadapan Hantu Balak Anak dari Sijunjung yang diserang cepat menghindar.
"Tua bangka tolol! Tidak tahu kalau dirimu diperalat orang! Kau tahu Sabai! Aku
mendapat kabar Sutan Alam Rajo Di Bumi lenyap dari puncak Singgalang. Cepat atau
lambat dia akan segera muncul di tanah Jawa ini. Mungkin dia tak dapat menahan
rindunya terhadapmu. Tapi mungkin juga dia datang untuk membunuhmu!"
Wasiat Malaikat
53 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Habis berkata begitu Hantu Balak Anam putar tubuh lalu dengan langkah tenang dia
tinggalkan tempat itu. Sabai Nan Rancak kembali terduduk di bawah pohon besar.
Tubuhnya terasa semakin panas dan pemandangannya bertambah kabur.
"Celaka! Racun jahat tusuk konde nenek iblis itu. Sanggupkah aku bertahan atau
aku akan menemui ajal di tempat ini?"
Sabai Nan Rancak kerahkan tenaga dalam, atur jalan darah dan pernafasan. Dia
menotok lagi tubuhnya di beberapa bagian. Saat itulah tiba-tiba satu bayangan
biru berkelebat di hadapannya. Bau sangat harum menusuk- penciumannya. Si nenek
angkat kepalanya.
"Gadis berbaju biru, pikiranku sedang kacau. Apakah kita pernah bertemu" Apakah
kau datang bermaksud baik atau jahat?"
"Lupakan semua pertanyaanmu itu Nek. Kau terluka cukup parah. Ada racun mengalir
dalam tubuhmu, izinkan aku menolong."
Sabai Nan Rancak tampak bimbang. "Terima kasih.... Tapi aku tidak percaya
padamu. Aku memilih lebih baik mati saja. Kehidupan dimasa laluku hanya derita sengsara.
Kehidupan dimasa datang hanyalah neraka! Jangan berani menolong! Jangan berani
menyentuh tubuhku!"
"Aku tak pernah melihat racun sejahat ini. Siapa yang telah mencelakaimu Nek?"
"Iblis perempuan bernama Sinto Gendeng! Musuh besarku sejak lama. Sial nasib
diriku! Ternyata kepandaiannya luar biasa dan mampu bergerak mendahuluiku. Apa
salah kalau saat ini aku rasanya kepingin mati saja"!"
Berubahlah paras si gadis berbaju biru mendengar keterangan Sabai Nan Rancak
itu. Dalam hati dia bertanya-tanya silang sengketa apa yang ada antara si nenek
dengan guru pemuda yang dikasihinya itu.
"Nek, jangan tolol. Tidak ada yang paling menyedihkan daripada menemui kematian
secara penasaran. Lihat jariku!"
"Eh, kau hendak melakukan apa"!" tanya Sabai Nan Rancak ketika dilihatnya gadis
cantik di hadapannya meluruskan jari telunjuk tangan kanannya. Jawaban yang
diterima si nenek adalah satu totokan tepat di pertengahan keningnya. Sabai Nan
Rancak menjerit keras. Topi berbentuk tanduk kerbau yang melekat di kepalanya
terlempar ke atas. Dari ubun-ubunnya mengepul asap kehijau-hijauan.
Bidadari Angin Timur menghela napas lega. "Terlambat aku menolongnya-nyawa nenek
satu ini tak mungkin diselamatkan lagi...." Lalu dari baiik pakaian birunya dia
Wiro Sableng 099 Wasiat Malaikat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengeluarkan sebutir obat berwarna hijau. Obat ini dimasukkannya ke dalam mulut
Sabai Nan Rancak. Dengan satu totokan pada tenggorokan si nenek, obat itu
meluncur masuk ke dalam perut Sabai Nan Rancak.
"Sebetulnya aku ingin menunggu sampai kau siuman Nek. Banyak yang bisa kita
bicarakan. Sayang waktuku sangat sempit. Mungkin lain waktu kita bisa bertemu
lagi.... Semoga lekas sembuh." Setelah pandangi wajah tua keriput itu sesaat Bidadari
Angin Timur segera tinggalkan tempat itu.
* * * Wasiat Malaikat
54 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TIGA BELAS Seperti diceritakan sebelumnya, setelah ada letusan yang menebar asap hitam
memerihkan mata menutup pemandangan beberapa orang yang tadi berada di sekitar
tepian Telaga Gajahmungkur lenyap. Yang tinggal hanyalah Sinto Gendeng, Sika
Sure Jelantik dan Sabai Nan Rancak.
Sesudah terjadi bentrokan hebat antara Sabai dan Sinto Gendeng, Sika Sure
Jelantik tinggalkan tempat itu sementara Sinto Gendeng sendiri telah lenyap
lebih dulu. Nenek ini berkelebat pergi ke arah lenyapnya kakek tukang kencing si
Setan Ngompol. Lalu kemana perginya orang-orang yang lain"
Di arah timur Telaga Gajahmungkur saat itu tampak kakek berkepala botak berjalan
memanggul sesosok tubuh pemuda tanpa baju. Kakek ini tampaknya seperti berjalan
biasa saja. Namun orang yang ada di belakangnya dan berusaha mengejar tetap saja
mengalami kesulitan mendekati si kakek.
Pemuda yang dipanggul di bahu kiri si kakek ternyata adalah Panji yang saat itu
berada dalam keadaan setengah sadar akibat tendangan kaki kanan Sinto Gendeng.
Sekujur tubuhnya terikat dalam gulungan benang halus berwarna putih berkilauan.
"Kek! Tunggu!" Seseorang di sebelah belakang berseru memanggil kakek botak.
Kakek botak seolah tak acuh. Dia lari terus. Di satu kelokan jalan dia membelok
ke kiri, menyelinap ke balik serumpunan pohon bambu dan mendekam di situ. Ketika
orang yang mengejar sampai di tikungan jalan tentu saja dia jadi kehilangan.
"Kek! Di mana kau! Aku tahu kau bersembunyi! Ini bukan saatnya bergurau!" Orang
yang mengejar ini bukan lain adalah Puti Andini. Di tangan kanannya gadis ini
memegang Pedang Naga Suci 212 yang berkilauan terkena siraman matahari.
"Sssttt! Aku di sini.... Lekas kemari!"
Batang-batang bambu terkuak ke samping. Dari celah-celah pohon muncul satu
kepala botak menyeringai. Puti Andini cepat melompat lalu menyelinap ke balik
rerumpunan bambu.
"Cucuku, lekas kau simpan pedang sakti itu!" kata kakek botak begitu melihat
Puti Andini masih memegang pedang telanjang.
Si gadis sesaat jadi bingung. "Bagaimana aku mau menyembunyikan. Pedang ini
tidak bersarung...."
"Anak tolol! Sejak diciptakan senjata itu memang tidak punya sarung!" Dengan
cepat kakek botak mengambil Pedang Naga Suci 212 dari tangan Puti Andini. Dengan
tangan kanannya dia menekuk ujung pedang lalu enak saja seperti sebuah ikat
pinggang senjata itu digulungnya. Bersamaan dengan tergulungnya pedang, cahaya
putih yang menyilaukan lenyap dengan sendirinya. Puti Andini jadi terheran-heran
menyaksikan hal itu. Sedang kakek botak kepanasan tangannya.
"Lekas kau sembunyikan senjata ini di balik pakaian. Hati- hati. Jangan sampai
jatuh. Jangan sampai ketahuan orang lain!"
Puti Andini cepat mengambil Pedang Naga Suci yang kini berada dalam keadaan
tergulung lalu memasukkannya ke balik baju hijaunya. "Kek, menurutmu Pedang Naga
Suci 212 hanya bisa disentuh oleh perempuan yang masih suci. Barusan kau enak
saja memegang Wasia
t Malai kat 55 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
bahkan menggulung senjata itu tanpa cidera seperti yang terjadi dengan nenek
Sika Sure Jelantik dan Sinto Gendeng serta Sabai Nan Rancak...."
Kakek botak tersenyum. "Aku memang bukan perempuan, bukan juga manusia suci.
Tapi aku tidak punya niat jahat untuk merampas atau memiliki senjata ini...."
"Tapi Kek...."
"Sudah! Jangan banyak tanya dulu. Lekas ikut aku. Kita harus sembunyi. Aku
khawatir ada orang mengikuti...." Kakek botak balikkan badan, melangkah cepat
memasuki kerapatan pepohonan.
"Tunggu Kek!"
"Apa lagi" Kenapa kau jadi begini bawel"!"
"Kek, aku tahu kau belakangan ini suka menyamar. Tapi lama-lama aku jadi bingung
sendiri melihat mukamu...."
"Kalau begitu jangan lihat mukaku!" kata si kakek lalu tertawa mengekeh sambil
usap-usap kepalanya yang plontos.
Puti Andini geleng-geleng kepala. Ketika orang tua itu hendak melangkah cepat
dia pegang lengannya dan bertanya. "Kek, sahabatku pemuda yang kau panggul ini
bagaimana keadaannya?" Puti Andini merasa cemas melihat noda darah di mulut
Panji. "Tak usah khawatir. Dia cuma pingsan," jawab si kakek. "Eh, kau suka padanya
bukan...?"
"Kau tahu apa mengenai hubungan kami berdua. Aku mengenalnya belum lama,"
jawab Puti Andini. Kakek botak tertawa. "Cinta kalau ditunggu tak pernah datang.
Malah suka muncul secara tiba-tiba.
"Ha... ha... ha! Aku tahu kau suka padanya. Aku bisa melihat dari sinar matamu
dan nada suaramu waktu bertanya...."
Paras Puti Andini menjadi merah. Terlebih ketika dilihatnya Panji menggerakkan
kepala dan membuka mata. Walau tidak melihat tapi kakek botak tahu kalau pemuda
yang dipanggulnya telah sadarkan diri.
"Anak muda, kau sudah siuman. Apa sudah bisa berjalan sendiri" Pinggangku mau
patah sejak tadi memanggulmu!"
"Kakek, aku tidak mengenalmu. Tapi kau telah menolongku. Aku mengucapkan terima
kasih. Jika kau mau melepas lilitan benang aneh ini aku segera akan turun dari
bahumu!" Kakek botak tertawa lalu gerakkan tangan kanannya yang memegang ujung benang
putih halus. Tubuh Panji tersentak ke udara. Bergulung-gulung beberapa kali lalu
jatuh ke tanah dengan kaki lebih dulu. Sesaat pemuda ini tegak terhuyung-huyung.
Kakek botak menunggu sampai Panji sanggup berdiri dengan benar baru menarik
benang putih halus yang masih melilit sebagian tubuhnya.
"Sudah... sudah! Tak usah pakai segala macam peradatan!" kata si kakek botak
ketika Panji hendak menjura memberi penghormatan padanya. "Lekas ikuti aku. Kita
harus sembunyi sampai keadaan aman!"
"Kek, aku harus mencari seseorang. Aku terpaksa tidak bisa ikut bersamamu!"
"Eh, apa-apaan kau ini! Tadi kau mengejarku. Sekarang malah mau pergi!" Kakek
botak pelototkan mata.
"Aku ada urusan sangat penting. Aku harus menemui Wiro Sableng. Kita sudah
mendapatkan Pedang Naga Suci 212. Saatnya kita menolong pemuda itu...."
Wasiat Malaikat
56 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Mendengar kata-kata si gadis kakek kepala botak jadi terkesiap. "Astaga! Kau
benar cucuku. Tapi yang lebih penting saat ini adalah menyelamatkan lebih dulu
senjata mustika itu. Kau tahu mengapa aku sengaja membawamu bersembunyi di
tempat ini. Semua orang yang tadi ada di telaga pasti berusaha mendapatkan
Pedang Naga Suci 212. Se-karang kalian berdua ikuti saja aku. Ada satu goa
rahasia tak jauh dari tempat ini. Kita sembunyi dulu di sana sampai keadaan
aman." Kakek botak lalu putar tubuhnya dan berjalan mendahului di sebelah depan. Panji
memberi kesempatan pada. Puti Andini untuk melangkah di belakang si kakek.
Ketika gadis ini lewat di depannya dia segera berbisik. "Tadi kau bicara
menyebut-nyebut Pedang Naga Suci 212. Tapi aku tidak melihat senjata itu. Kau
simpan di mana?"
"Aku tak bisa menerangkan sekarang...." jawab Puti Andini.
Panji?masih belum puas. "Kakek botak itu. Apa kau kenal padanya. Apa dia bisa
dipercaya?"
"Dia kakekku sendiri. Aku cucunya. Dia yang memberi petunjuk padaku hingga
mendapatkan Pedang Naga Suci 212. Apa atasanku tidak mempercayainya?"
"Aku ingat pada ceritamu tentang batu hitam. Ternyata kau hanya mengelabui
diriku," ujar Panji agak kecewa. Namun sambil tersenyum dia menunjuk pada kakek
botak yang sudah jauh di depan sana.
"Aku melihat wajahnya aneh. Sepertinya dia...."
"Hemmm...." Puti And ini bergumam. Dalam hati gadis ini berkata. "Jangan-jangan
dia tahu kalau kakekku ini menyamar mengenakan topeng tipis." Dengan tersenyum
si gadis akhirnya berkata, "Ternyata matamu cukup tajam. Tidak banyak orang
punya kepandaian meneliti sepertimu. Tapi sekali lagi aku bilang, sekarang bukan
waktunya menerangkan segala-galanya. Nanti saja...." Habis berkata begitu Puti
Andini segera bergerak cepat menyusul kakek botak. Panji akhirnya mengikuti di
belakang. Baru saja ke dua orang ini berjalan beberapa langkah tiba-tiba dari
arah kanan terdengar suara bentakan-bentakan.
Lalu ada sinar merah, kuning dan hitam berkiblat di udara. Serta merta ranting
dan daun-daun pepohonan yang ada di sekitar tempat itu terbakar hangus. Semak
belukar dikobari api.
"Astaga! Apa yang terjadi"!" ujar Panji. Baru saja pemuda ini berkata begitu
tiba-tiba kakek botak sudah berada di hadapan mereka.
"Lekas ikuti aku. Sesuatu terjadi di sebelah sana. Mungkin hanya tipuan belaka.
Jangan melakukan sesuatu tanpa izinku!" Lalu kakek botak cepat berkelebat di
antara kerapatan pepohonan. Panji dan Puti Andini mengikuti sambil berpegangan
tangan. Berjalan sejarak lima belas tombak ke. tiga orang itu sampai di "satu tempat
yang ditumbuhi rapat pohon-pohon jati tua yang tidak lagi memiliki daun.
Di depan sebatang pohon jati besar berdiri seorang pemuda berwajah tampan. Dia
mengenakan pakaian serba hitam dan rambutnya gondrong sebahu. Pemuda ini tegak
dengan kaki merenggang, tangan kiri bertolak pinggang sedang tangan kanan
diangkat di atas kepala dengan jari-jari terkepal.
Delapan langkah dari hadapan pemuda tadi tegak Ratu Duyung. Cermin bulat sakti
tergenggam di tangan kanannya. Sepasang matanya yang biru memandang tak berkesip
pada pemuda di depannya yang bukan lain adalah Raden Layang Kemitir yang dalam
rimba persilatan memperkenalkan diri dengan julukan Utusan Dari Akhirat. Seperti
dituturkan dalam Episode Utusan Dart Akhirat pemuda yang adalah putra seorang
Wasiat Malaikat
57 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
bangsawan terhormat di Banten ini telah menemukan sebuah kitab sakti bernama
Matahari Sumber Segala Kesaktian. Kitab ini ditemukannya di balik pakaian Si
Muka Bangkai alias Si Muka Mayat, guru Pangeran Matahari yang menemui aja!
sewaktu terjadi bentrokan besar di Pangandaran. Berbekal ilmu kesaktian yang
tersimpan di dalam kitab maka arwah Si Muka Bangkai yang menampakkan diri secara
aneh memerintahkan Layang Kemitir untuk mencari dan membunuh tiga musuh besarnya
yang sekaligus musuh Pangeran Matahari.
Ketiga orang itu adalah Santiko alias Bujang Gila Tapak Sakti, Tua Gila dan Wiro
Sableng. Ketika Wiro dan Ratu Duyung meninggalkan Telaga Gajahmungkur kedua orang ini
segera melakukan pengejaran terhadap Puti Andini yang telah mendapatkan Pedang
Naga Suci 212. Karena Wiro tidak mampu berlari secepat yang dilakukannya, maka
untuk dapat mengejar Puti Andini, Ratu Duyung menempuh jalan pintas. Mereka
hampir berhasil memapasi orang yang dikejar namun justru di tempat itu
berselisih jalan dengan Utusan Dari Akhirat. Pemuda ini dalam perjalanan menuju
Telaga Gajahmungkur. Rupanya dia juga telah menyirap kabar akan terjadi sesuatu
di telaga yang luas itu. Beg itu melihat Wiro, Utusan Dari Akhirat segera
menghadang. "Pendekar 212! Kau sudah ditakdirkan mati di tanganku! Apa sekali ini kau masih
mampu kabur"!"
Beg itu membentak Layang Kemitir langsung menghantam dengan pukulan Gerhana
Matahari ke arah Wiro. Langit seolah menjadi redup. Tiga larik sinar aneh
menyambar ganas. Ratu Duyung yang berada di samping murid Sinto Gendeng cepat
mendorong pemuda itu hingga Wiro terpelanting dua tombak dan jatuh di balik
sebatang pohon besar.
"Ratu! Lekas menyingkir! Pemuda itu hendak menyerang dengan pukulan Gerhana
Matahari!" Wiro berteriak memperingatkan karena dia mengenal sekali pukulan
sakti yang akan dilancarkan Utusan Dari Akhirat.
* * * Wasiat Malaikat
58 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ EMPAT BELAS Tapi saat itu ada satu keberanian luar biasa dalam diri Ratu Duyung. Tangan
kanannya menyelinap ke balik pakaian mengeluarkan cermin saktinya. Ketika dia
mengerahkan tenaga dalam mendadak dia merasa ada satu kekuatan aneh mendahului
aliran tenaga dalamnya. Begitu dia mengiblatkan cermin saktinya maka
menggemuruhlah selarik sinar putih, panas menyilaukan mata laksana ada puluhan
kilat menyambar menjadi satu!
Ratu Duyung terkesiap sendiri ketika menyaksikan bagaimana cahaya putih yang
keluar dari cerminnya menghantam Pukulan Gerhana Matahari yang mengeluarkan
sinar merah, kuning dan hitam hingga melesat bertaburan ke udara. Menghantam
ranting-ranting dan daun pepohonan hingga terbakar. Ranting-ranting yang
dikobari api itu begitu luruh ke bawah langsung membakar semak belukar kering
yang ada di sekitar tempat itu. "Lagi-lagi cermin ini mengeluarkan kehebatan
luar biasa tidak seperti biasanya..." kata sang Ratu dalam hati.
Layang Kemitir tegak terbelalak. Dadanya berdenyut sakit. Matanya perih dan
sepasang lututnya bergetar. Sejak mewarisi ilmu kesaktian dari kitab Matahari;
Sumber Segala Kesaktian, pemuda ini merasa dirinya sebagai yang paling hebat.
Karena-nya dia menjadi kecut ketika serangannya tadi dihantam mental oleh cahaya
putih yang keluar dari cermin bulat di tangan Ratu Duyung. Sambil menggeram dia
angkat tangannya lurus-lurus ke atas. Jari-jari tangan dikepal.
"Wiro, siapa sebenarnya pemuda edan ini?" bertanya Ratu Duyung.
"Dia mengaku murid Si Muka Bangkai, mengaku sebagai saudara seperguruan Pangeran
Matahari. Awas Ratu! Dia hendak melepas pukulan Merapi Meletus," bisik Wiro pada
Ratu Duyung. "Sebaiknya kita lekas menyingkir. Tak usah melayani pemuda geblek
itu. Aku khawatir...."
"Kau tetap saja di balik pohon itu. Siapapun yang berani berlaku kurang ajar
terhadap kita perlu diberi pelajaran pahit!" jawab Ratu Duyung. Saat itu tangan
kirinya mengusap ke dada dimana tersimpan Kitab Wasiat Malaikat. Gadis ini tahu
sekali bahwa kekuatan hebat yang mengalir mendahului hawa sakti cermin bulatnya
berasal dari kitab sakti itu. Karenanya penuh percaya diri dia tegak tak
bergeming menghadapi Layang Kemitir.
"Gadis cantik bermata biru!" seru Layang Kemitir seraya sunggingkan seringai
genit yang menjijikkan Ratu Duyung. "Apa gunanya membela pemuda sableng yang
bakalan menemui ajal menjadi bangkai tak berguna itu! Lebih baik kau ikut
padaku. Kita bisa hidup bersenang-senang sepanjang umur dunia!"
"Pemuda jahanam! Berani kau bicara kurang ajar!" teriak Pendekar 212. Dia
melompat dari balik pohon, siap menyerang Layang Kemitir. Tapi Ratu Duyung cepat
menahan dadanya dan mendorong Wiro.
"Ho... ooo! Pendekar 212 Wiro Sableng" Ke-kasihmu atau istrimu"! Ha... ha...
ha!" Wiro menggeram marah sampai tubuhnya bergetar keras.
Ratu Duyung sendiri tetap tenang walau dari hidungnya saat itu dia keluarkan
suara mendengus.
Sepasang matanya yang biru dan wajahnya yang cantik membersitkan hawa
Wiro Sableng 099 Wasiat Malaikat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menggidikkan tapi dari mulutnya malah keluar suara tawa memanjang.
Wasiat Malaikat
59 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Pemuda tak tahu diri! Baru memiliki ilmu se-dangkal comberan sudah bicara
takabur setinggi langit! Kau mau melepaskan pukulan Merapi Meletus"! Silahkan!
Aku mau lihat sampai di mana kehebatanmu!"
Ratu Duyung melintangkan cermin saktinya di depan dada. Pada saat itu juga hawa
sakti mencuat keluar dari perutnya di bagian mana dia menyembunyikan Kitab
Wasiat Malaikat. Hawa aneh ini lalu masuk ke dalam cermin sakti hingga benda itu
memancarkan sinar menyilaukan.
Utusan Dari Akhirat sesaat jadi terkesiap melihat keangkeran cahaya yang keluar
dari cermin bulat. Selain itu diam-diam dia merasa terkejut bagaimana Ratu
Duyung tahu bahwa dia hendak melepaskan pukulan Merapi Meletus. Otak cerdik dan
akal panjang seperti yang dimiliki Pangeran Matahari, walau kadarnya masih
sangat rendah, mulai bekerja.
"Gadis cantik bermata biru: Aku kagum akan kecantikan dan keberanianmu.
Mungkin saat ini kau tidak menyukai diriku. Tapi kalau umur sama panjang siapa
tahu kita kelak akan bertemu dalam satu jalinan cinta mesra. Ha... ha... ha!"
"Hemmm.... Begitu"!" ujar Ratu Duyung menyahut sementara Pendekar 212 Wiro
Sableng merasa kupingnya panas dan hatinya geram sekali mendengar ucapan orang.
"Kalau aku boleh tahu sudah berapakah usiamu anak muda?"
"Eh, apa maksudmu gadis cantik?" tanya Layang Kemitir agak heran.
"Apa kau tuli" Orang bertanya berapa usiamu" Karena kemarin kami berdua melihat
kau kencing berdiri. Kencingmu saja masih belum lempang, bagaimana mau bercinta
dengan gadis secantik Ratu Duyung..." Yang berkata adalah Pendekar 212 Wiro
Sableng. Habis berkata begitu dia tertawa gelak-gelak.
Merah padam tampang Layang Kemitir mendengar ucapan Wiro itu. Dadanya laksana
disulut api. Dalam keadaan seperti itu Pendekar 212 kembali menambahkan ejekan.
"Kalau kencing saja belum becus aku curiga jangan-jangan setiap kencing kau
tidak pernah cebok!"
Ratu Duyung tertawa cekikikan. "Anak muda! Benar-benar memalukan! jangankan aku,
kambing betina pun mungkin tidak suka padamu! Hik... hik... hik!"
"Bangsat keparat!" teriak Utusan Pari Akhirat dengan darah mendidih. Tangan
kanannya diturunkan ke bawah. Ketika tangan itu hendak dihantamkannya ke arah
Ratu Duyung dia tersirap kaget karena orang yang hendak diserang tak ada lagi di
tempatnya semula. Yang masih tegak di tempat itu adalah Pendekar 212 Wiro
Sableng. "Hemmm.... ini kesempatan paling baik untuk menamatkan riwayat pemuda
itu!" Maka Utusan Dari Akhirat segera menghantam ke arah Wiro.
Namun pada saat itu tiba-tiba dari samping terdengar suara teriakan keras
disertai berkelebatnya satu bayangan hitam, menyusul kiblatan cahaya putih
menyilaukan. Seperti diketahui meski memiliki ilmu kesaktian yang didapatnya dari kitab
Matahari, Sumber Segala Kesaktian, namun pada dasarnya Layang Kemitir alias
Utusan Dari Akhirat tidak memiliki kepandaian silat tinggi dan tenaga dalam
inti. Begitu ada orang berkelebat ke arahnya dia bukannya mengelak malah dengan
nekad coba menghantamkan pukulan Me-rapi Meletus ke arah orang yang
menyerangnya. Padahal untuk itu dia harus memutar tubuh. Dalam ilmu silat setiap
gerakan adalah waktu. Kalau gerakan tidak didasari kecepatan maka mudah sekali
bagi lawan untuk mencuri kesempatan melakukan serangan.
Sebelum Utusan Dari Akhirat sempat berbalik satu tendangan mendarat di bahu
kanannya sebelum dia sempat melepaskan pukulan saktinya.
Wasiat Malaikat
60 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Bukkk!"
Utusan Dari Akhirat mencelat sampai tiga tombak. Pemuda ini terkapar di tanah.
Mengerang kesakitan. "Hancur bahuku.... Hancur bahuku..." katanya berulang kali.
Saat itu tiba-tiba terdengar suara orang tertawa mengekeh. "Apa yang terjadi di
tempat ini"!" Ada orang bertanya. Lalu menyusul suara kaleng berkerontangan
keras menusuk pendengaran. "Siapa yang barusan kena gebuk" Ha... ha... ha!"
Sesaat kemudian di tempat itu muncullah seorang kakek bungkuk berpakaian lusuh
penuh tambalan. Dia menyandang sebuah buntalan di bahu kirinya. Tangan kanan
memegang sebuah kaleng rombeng yang diguncang terus-menerus. Di kepalanya ada
caping bambu yang masih baru. Di tangan kirinya orang tua ini memegang sebatang
tongkat kayu. Orang tua ini yang bukan lain adalah Kakek Segala Tahu adanya kerontangkan
kalengnya tiga kau lalu berkata. "Hai, aku mau lihat! Siapa saja yang ada di
tempat ini!"
Kakek Segala Tahu memandang berkeliling. Tentu saja kakek ini tidak bisa melihat
apa-apa karena kedua matanya tertutup selaput putih alias buta! Tapi sambil
senyum-senyum dia berkata. "Aku mencium bau pesing sangat santar. Sinto, apakah
kau berada di sekitar sini"
Bau pesingmu biasanya tidak sesantar ini. Apa ada orang lain di dekatmu" Kalau
benar dugaanku maka orang itu adalah sahabat lama si Setan Ngompol!"
Di balik serumpun semak belukar Sinto Gendeng dan Setan Ngompol saling pandang.
Kalau si nenek memaki dalam hati maka Setan Ngompol tak habis pikir bagaimana
orang buta seperti Kakek Segala Tahu itu memiliki kemampuan untuk mengetahui
siapa orang yang ada di dekatnya.
Kakek Segala Tahu mendongak sambil gosok-gosok telinga kirinya dengan ujung
tongkat. "Ada seseorang enak-enakan duduk di atas pohon sebelah sana! Siapa kau
adanya" Harap memberi tahu nama!"
Saat itu di atas cabang sebuah pohon jati terdengar suara orang menjawab. "Kek,
aku si bocah konyol Naga Kuning!"
Kakek Segala Tahu tertawa mengekeh. "Ah, suaramu masih saja ceria. Tanganmu yang
cidera tentu telah sembuh! Aku dengar ada musibah besar terjadi di tempat
kediamanmu di dasar Telaga Gajahmungkur!" Orang tua ini kerontangkan kaleng rom-
bengnya. Dia mendongak ke atas. "Hari telah petang. Udara agak mendung. Tapi
telingaku mencium bau yang sangat harum mewangi di tempat ini. Siapakah kau
gerangan...?"
Sepi. Tak ada yang menjawab. Tak ada gerakan.
"Ah, si cantik itu tak mau menjawab. Malu dia rupanya. Atau mungkin juga dia tak
mau kehadirannya diketahui orang?" Kakek Segala Tahu tertawa gelak-gelak.
Di balik pohon keladi hutan berdaun lebar Bidadari Angin Timur mendekam tak
bergerak. Dia memang sengaja bersembunyi karena tidak ingin kehadirannya
diketahui orang.
"Aku tahu masih ada beberapa prang di tempat ini. Jika kalian memang para
sahabat mengapa tidak memberi tahu...?"
"Kek! Aku Wiro Sableng! Aku bersama Ratu Duyung. Dia yang barusan menghajar
seorang pemuda berjuluk Utusan Dari Akhirat!"
"Ratu Duyung! Apa kabarmu"! Pendekar 212! Aku senang mendengar suaramu.
Syukur kau masih hidup! Ha... ha... ha!" Orang tua ini memandang berkeliling.
"Masih ada beberapa orang lagi di tempat ini. Sembunyi di balik pohon atau semak
belukar! Tak jadi Wasiat Malaikat
61 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
apa! tak jadi apa. Tapi semua kalian yang hadir di tempat ini! ingat malam nanti
adalah malam bulan purnama empat belas hari! Malam ini adalah malam perjanjian.
Kita berkumpul di Telaga Gajahmungkur sebelah barat! Nah, aku pergi sekarang!
Sampai nanti malam!" Si kakek kerontangkan kalengnya tiga kali.
Semua orang yang ada di tempat itu menjadi terkesiap karena baru sadar bahwa
malam nanti adalah malam bulan purnama empat belas hari. Ketika mereka memandang
lagi ke depan Kakek Segala Tahu tak ada lagi di tempat itu.
Sementara itu di satu tempat yang terlindung Puti Andini memandang pada kakek
botak di sampingnya. Si kakek gelengkan kepala. "Jangan kau berani membuka
mulut! Kita tidak perlu memberi tahu kehadiran kita di sini. Aku punya firasat
sesuatu akan terjadi di tempat ini. Kau dan Panji tetap di sini. Aku coba
menyelidik ke balik pohon besar sana. Aku barusan melihat ada seseorang
menyelinap di tempat itu."
Tak jauh dari situ, di balik pohon keladi hutan berdaun sangat lebar Bidadari
Angin Timur merasakan tubuhnya tegang ketika tiba-tiba di belakangnya ada satu
suara berkata perlahan tapi jelas.
"Sahabat berwajah jelita. Waktu kita tidak lama. Ambil senjata ini. Berikan pada
pemiliknya sebelum malam tiba...."
Sebuah benda yang memancarkan cahaya berkilauan tiba-tiba diangsurkan di depan
Bidadari Angin Timur hingga gadis ini tersurut kaget.
"Kapak Naga Geni 212 yang dikabarkan lenyap!" desis Bidadari Angin Timur. Dia
berpaling ke samping. Saat itu tepat di sebelahnya tegak seorang mengenakan
pakaian serba kuning. Wajah dan rambutnya tertutup cadar berwarna kuning pula.
"Siapa kau.... Mengapa senjata ini ada padamu?" tanya Bidadari Angin Timur.
"Seperti kataku tadi. Kita tak punya waktu lama. Lekas simpan senjata ini.
Sembunyikan di balik pakaianmu. Lekas ambil!"
Walau hatinya bimbang tapi karena, mengenali sekali bahwa senjata itu adalah
Kapak Naga Geni 212 milik Wiro maka Bidadari Angin Timur segera mengambil dan
menyimpannya di balik pakaiannya.
"Sekarang dengar. Di sekitar tempat ini ada beberapa orang bermaksud jahat.
Lihat ke depan, ke arah semak belukar lebat...."
Bidadari Angin Timur menoleh ke arah yang dikatakan. Di jurusan itu dia melihat
beberapa orang berpakaian aneh dan mukanya dicat merah, hijau dan hitam. "Mereka
adalah orang-orang Lembah Akhirat. Mereka tengah memata-matai kita. Mereka punya
maksud jahat! Mereka mencari Pedang Naga Suci 212! Bermaksud merampasnya!"
"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Bidadari Angin Timur.
"Aku tahu kau memiliki gerakan laksana angin secepat kilat. Kita harus bertindak
cepat merampas pedang mustika itu. Lalu...."
Bidadari Angin Timur terkejut. "Kau berada di pihak mana sebenarnya" Mengapa kau
hendak merampas senjata orang"!"
"Bukankah kau ingin menolong Pendekar 212. Bagaimana kalau orang-orang Lembah
Akhirat bergerak lebih cepat. Kita harus mendahului sebelum terlambat. Hanya
Pedang Naga Suci 212 yang bisa menyembuhkan musibah yang menimpa diri orang yang
kau cintai itu...."
Berubahlah paras Bidadari Angin Timur.
Wasiat Malaikat
62 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Dengar, selain orang-orang Lembah Akhirat, ada orang lain yang juga punya niat
jahat. Sekarang ikuti apa yang aku katakan. Aku akan melompat ke arah gadis
.bernama Puti Andini itu lalu membelok dan lari ke kanan. Aku tidak melakukan
apa-apa. Hanya mencuri perhatian, Kau mendatangi si gadis dari arah lain. Kau
harus mampu mengambil Pedang Naga Suci 212 yang disembunyikan di balik kain.
Sebelum tengah malam kita bertemu di barat Telaga Gajahmungkur. Tapi ingat.
Jangan dulu bergabung dengan para tokoh! Kau harus bisa membawa Pendekar 212 ke
satu tempat di mana ada dua pohon yang batang nya tumbuh saling bersilang.
Bagaimana caranya tak perlu kubilang. Terserah akalmu yang panjang. Kau siap?"
Bidadari Angin Timur menatap mata bening orang bercadar kuning itu. "Pedang Naga
Suci 212 bukan senjata sembarangan. Siapa yang berniat jahat bisa celaka
sendiri. Paling tidak tangannya akan terkelupas sampai kelihatan tulang!"
"Aku tahu kau adalah seorang perawan suci. Maksud kita mengambil Pedang Naga
Suci 212 bukan untuk merampas atau mencuri. Kita punya niat baik tersembunyi.
Menolong seorang kekasih. Kekasihmu sendiri. Jangan ada keraguan di dalam hati!"
"Baik, aku siap. Tapi ingat satu hal. Jika kau menipu, lehermu akan kupatahkan
lebih dulu!"
Orang bercadar tersenyum di balik cadarnya. Dengan tangan kanannya dibelainya
pipi Bidadari Angin Timur seraya berkata. "Tidak ada yang paling bahagia di
dunia ini selain menolong orang yang kau cintai! Nan, aku bergerak sekarang!
Buang rasa bimbang yang masih mengambang!"
* * * Wasiat Malaikat
63 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
TAMAT Episode berikutnya :
DENDAM DALAM TITISAN
Hak cipta dan copyright milik Alm. Bastian Tito Wiro Sableng telah terdaftar
pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta,
Paten dan Merek dibawah nomor 004245
"Mengenang Alm. Bastian Tito"
Pengarang Wiro Sableng
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Komentar dan saran : samademail@gmail.com
IM : samchatacc@yahoo.com
Blog : http://samadblog.freehostia.com/Sam_WordPress atau Kaskus thread No.
865522 Wasiat Malaikat
64 Rahasia Laskar Iblis 2 Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo Ratu Alam Baka 2
palingkan kepala. Darahnya langsung naik ke kepala begitu melihat cucunya berada
di tempat itu. "Kau memang cucu murtad! Sejak dulu aku katakan aku tidak suka kau pergi ke
tanah Jawa ini. Ternyata...;"
Pada saat itu sekonyong-konyong ada orang tertawa mengekeh. Semua kepala
dipalingkan ke arah tebing telaga sebelah kiri di mana terdapat sebuah batu
besar berwarna coklat kehitaman. Di atas batu ini tampak duduk seorang kakek
berkepala botak, mengenakan pakaian putih lusuh.
Tiga orang langsung tercekat. Yang pertama adalah Sika Sure Jelantik. "Tua
bangka botak di atas batu itu. Kalau aku bisa lebih mendekat dan mencium bau
badannya jangan-jangan...." Si nenek goyangkan kepalanya hingga rambut putihnya
yang basah riap-riapan tersibak ke belakang. Kelihatanlah wajahnya yang angker,
menatap tajam pada kakek botak di atas batu yang saat itu masih saja terus
tertawa. Sabai Nak Rancak adalah orang ke dua yang ikut terkesiap melihat kehadiran kakek
botak itu, "Aku bertemu pertama kali dengan manusia satu ini di Lembah Merpati.
Hatiku menaruh syak wasangka tapi tampangnya lain, suaranya juga lain!"
Orang ketiga walau tercekat tapi diluar sadar bergerak maju satu langkah seraya
berseru. "Kek!"
Kakek botak di atas batu menyeringai. Tangan kanannya dilambaikan ke arah Puti
Andini sedang jari tangan kirinya disilangkan di depan bibir. "Ssstttt....
Jangan mengganggu tawaku. Lagipula tak baik ketawa karena ada dua nenek sedang
kesakitan di tempat ini!
Ha... ha... ha!"
Melihat gelagat si botak terhadap Puti Andini baik Sabai Nan Rancak dan Sika
Sure Jelantik jadi curiga. Sika Sure Jelantik segera hendak membentak tapi Sabai
Nan Rancak keburu mendahului.
"Tua bangka botak! Dua kali dengan ini kita bertemu!"
"Ah, rupanya pertemuan pertama itu sangat berkesan di hatimu. Berarti sejak itu
kau tak pernah melupakan diriku!"
Wajah keriput Sabai Nan Rancak menjadi merah padam sementara kakek botak di atas
batu kembali tertawa gelak-gelak.
"Tua bangka botak, otakmu rupanya kotor dan mulutmu lancang! Perlu apa aku
mengingat-ingat dirimu! Tua bangka edan tak tahu diri!" Memaki Sabai Nan Rancak.
"Ah, pada pertemuan sekali ini kau jadi pemarah dan galak sekali. Padahal pada
pertemuan pertama di lembah itu kau tenggelam dalam rasa sedih yang amat dalam.
Sampai-sampai kau bertanya padaku, apakah aku bisa membantu membunuh dirimu!"
Kembali wajah Sabai Nan Rancak merah mengelam.
"Tua bangka sialan! Lekas katakan siapa kau adanya! Atau kupanggang tubuhmu
dengan pukulan ini!" Sabai Nan Rancak mengancam seraya angkat tangan kanannya.
Lang sung tangan ini menjadi merah. Si nenek rupanya siap menghantamkan pukulan
Kipas Neraka! Orang tua botak di atas batu angkat kedua tangannya lalu membungkuk dalam-dalam.
"Bukan maksudku hendak bersikap kurang ajar. Bukan maksudku hendak menyinggung
perasaanmu. Aku mohon maafmu. Bolehkah aku mendendangkan lagu yang pernah aku
nyanyikan waktu di Lembah Merpati tempo hari?"
Wasiat Malaikat
44 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Manusia jahanam! Siapa sudi mendengar nyanyianmu!" bentak Sabai Nan Rancak.
Lalu dia berpaling pada cucunya. "Puti Andini! Lekas kau katakan siapa adanya
tua bangka berotak miring ini!"
"Guru.... Aku...."
"Puti, aku menaruh firasat kau tahu siapa adanya orang tua botak itu. Siapapun
dia adanya kuharap kau tidak memberi tahu pada gurumu. Aku khawatir keadaan akan
tambah kacau di tempat ini!"
Yang bicara berbisik itu adalah Panji yang saat itu masih tegak di dekat Puti
Andini. Si gadis yang memang tahu siapa adanya kakek botak itu sebenarnya sudah berniat
untuk tidak membuka rahasia. Namun karena yang bertanya adalah guru dan nenek
kandungnya sendiri maka Puti Andini menjadi gugup.
Sabai Nan Rancak jadi curiga. Dia melangkah mendekati cucunya dan berkata dengan
suara mendesis dan air muka beringas.
"Berat dugaanku kau tahu siapa adanya kakek botak itu! Jika kau tidak memberi
tahu, aku tak segan-segan menghajarmu dengan pukulan Kipas Neraka ini!" Sabai
Nan Rancak angkat tangan kanannya yang memancarkan warna merah. Namun gerakannya
tertahan ketika dari pinggiran telaga di samping kirinya melesat keluar tiga
sosok tubuh. Mereka adalah Pendekar 212 Wiro Sableng, Ratu Duyung dan Naga Kuning.
* * * Wasiat Malaikat
45 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEBELAS Melihat munculnya Pendekar 212 Wiro Sableng dan Ratu Duyung, Sabai Nan Rancak
bertambah naik amarahnya. "Pemuda jahanam satu ini! Beberapa kali aku ingin
membunuhnya. Mungkin sekali ini baru bisa kesampaian. Aku akan pergunakan pedang
sakti yang menancap di batu!"
Sabai Nan Rancak kerahkan tenaga dalam ke tangan kiri untuk melindungi diri.
Lalu sekali berkelebat dia berhasil memegang gagang Pedang Naga Suci 212. Ketika
senjata itu hendak ditariknya, kembali nenek sakti dari Pulau Andalas ini
terpekik dan tersurut tiga langkah sambil kibas-kibaskan tangan kirinya. Seperti
kejadian dengan tangan kanannya tadi, kini tangan kirinya ikut melepuh luka.
Menyaksikan kejadian itu Sika Sure jelantik ingat pada apa yang dialaminya lalu
perhatikan tangan kanannya yang cidera.
Di atas batu tinggi kakek botak kembali tertawa bergelak. Namun mendadak tawanya
lenyap, berganti dengan seruan kaget. "Oo alah!"
Dari dalam telaga untuk kesekian kalinya melesat keluar sosok-sosok manusia.
Yang sekarang ini adalah sosok Sinto Gendeng dan si Setan Ngompol.
Kakek botak kerenyitkan kening dan goleng-goleng kepala. "Gawat... gawat!
Bagaimana tiga cecunguk ini bisa muncul bersamaan di tempat ini! Kalau aku tidak
bertindak cepat, kalau anak itu tidak berlaku sigap keadaan bisa jadi tambah tak
karuan..."
Si botak memandang ke jurusan Puti Andini.
Maksudnya hendak memberi isyarat tapi si gadis saat itu justru tengah memandang
ke arah lain yakni pada Pendekar 212 dan Ratu Duyung serta Naga Kuning.
Beg itu muncul di tepi telaga Sinto Gendeng langsung berteriak keras hingga
suaranya menggelegar di seantero tempat.
"Jangan ada yang berani menyentuh pedang!"
Selagi semua orang terkesima si nenek sakti dari puncak Gunung Gede ini
berkelebat menyambar Pedang Naga Suci 212 yang masih menancap di atas batu.
Beg itu jari-jari tangannya yang kurus menyentuh gagang pedang, Sinto Gendeng
menjerit keras dan terjajar ke belakang sampai dua langkah. Mukanya yang hitam
keriput kelihatah kelabu membesi. Ketika tangan kanannya diperhatikan, tangan
itu ternyata telah terkelupas. Maka disela desis kesakitan si nenek memaki
panjang pendek. Lalu dia bertindak nekad. Walau jelas-jelas tangan kanannya
cidera tapi kembali dia mencekal gagang pedang. Sekali ini dengan mengerahkan
tenaga dalam. Ternyata dia sanggup memegang gagang senjata yang berbentuk kepala
naga betina itu. Tapi hanya sesaat karena dilain kejap kelihatan tubuhnya
bergetar keras. Dari tangannya yang menggenggam pedang mengepul asap putih
disusul lelehan darah. Semakin dia mengerahkan tenaga dalam semakin parah
keadaan tangannya. Bahkan kini dari kepalanya yang ditancapi lima tusuk konde
perak tampak mengepul pula asap putih tipis.
Si nenek menjerit satu kali. Dia masih berusaha bertahan dan nekad hendak
menarik pedang yang menancap di batu. Lalu dia menjerit sekali lagi. Kali ini
yang ke tiga jeritannya disertai dengan terlemparnya tubuhnya sampai empat
langkah lalu terjengkang di atas batu, tepat di bawah batu tinggi di mana kakek
botak berada! Dan seperti tadi kakek ini lagi-lagi keluarkan tawa mengekeh.
Namun kali ini tawanya pendek saja karena dia menyusul dengan ucapan yang
membuat orang-orang yang ada di tepi telaga itu menjadi tertegun.
Wasiat Malaikat
46 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Hanya si Setan Ngompol yang tampak serba salah menekapi bagian bawah perutnya
yang ngocor mendengar jeritan-jeritan dan melihat keadaan tangan Sinto Gendeng
yang cidera. "Berlaku nekad hanya akan mendapat kualat! Memaksakan niat hanya akan mendapat
laknat! Pedang Naga Suci 212 adalah pedang keramat! Pedang Naga Suci 212
adalah sakti dan suci. Pedang Naga Suci 212 adalah pedangnya kaum hawa.
Karenanya hanya perempuan yang suci saja lah yang sanggup menyentuhnya!"
"Botak gila bermulut sedeng!" Sinto Gendeng berteriak. "Apa kau kira aku ini
manusia kotor!. Puluhan tahun silam aku telah menguasai senjata ini dan
membawanya ke mana-mana lalu menyimpannya di satu tempat...."
"Orang sakti bertusuk konde lima," menjawab kakek botak di atas batu tinggi,
"Mulutku mungkin lancang hingga hati dan perasaanmu tersinggung. Aku tidak
mengatakan dirimu manusia kotor. Tapi keadaan yang menyatakan. Hatimu mungkin
baik. Tapi ada perbedaan antara kebaikan dan kesucian. Seperti kataku Pedang Naga Suci
212 hanya mampu disentuh oleh perempuan yang masih suci lahir dan batin.... Kalau
kau merasa dirimu suci harap kau mampu menilai sendiri...."
Merah padam wajah Sinto Gendeng. Dia mengerling pada Sabai Nan Rancak dan
melihat tangan kanan nenek itu cidera berat. Dia memandang ke arah Sika Sure
jelantik. Ternyata nenek satu ini pun penuh luka tangan kanannya. Perlahan-lahan, setelah
menyadari arti ucapan kakek botak tadi, wajah tua nenek ini menjadi berubah.
"Kakek botak! Kau tidak mengenal diriku dan aku tidak tahu siapa dirimu!
Bagaimana kau bisa menilai aku ini suci atau tidak!" Sinto Gendeng bertanya
setengah berteriak tanda dia masih belum puas.
"Seperti kataku tadi, aku bukan menilai kau suci atau tidak. Yang mampu
mengetahui kesucian dirimu adalah engkau sendiri. Usiamu sudah puluhan tahun.
Apakah seluruh hidupmu kau jalani dengan kesucian hati dan batin" Katamu dulu
kau pernah menguasai dan membawa Pedang Naga Suci 212 kemana-mana. Mungkin
sekali dimasa itu kau masih sebersih udara pagi, seputih kertas dan seharum
bunga melati...." Habis berkata begitu kakek botak lemparkan lirikan pada Sabai
Nan Rancak dan Sika Sure Jelantik.
Untuk beberapa saat lamanya keadaan di tepi telaga itu menjadi sunyi sehening di
pekuburan. Tak ada yang bicara. Tak ada yang bergerak. Tiba-tiba Naga Kuning
keluarkan tawa cekikikan.
"Sayang tokoh silat berjuluk Tua Gila tidak ada di tempat ini! Kalau saja dia
hadir di sini tentu dia gembira luar biasa melihat tiga kekasihnya dimasa
mudanya berkumpul di tempat ini! Ha... ha... ha!"
"Bocah setan! Kau jangan berani bicara sembarangan!" teriak Sinto Gendeng karena
merasa sangat tersinggung.
Sabai Nan Rancak yang juga merasa tersindir gerak-gerakkan sepuluh jari
tangannya hingga mengeluarkan suara berkeretekan dan memandang mendelik pada
Naga Kuning. Lalu Sika Sure Jelantik terdengar menggereng. Tangan kanannya perlahan-lahan
diangkat ke atas.
"Tunggu! Jangan kalian marah padaku!" teriak Naga Kuning mencibir. "Aku bicara
apa adanya! Kalian muncul di sini sebenarnya mencari apa" Pedang Naga Suci 212"
Turut ucapan kakek botak di atas batu sana jelas kalian tidak bakal bisa
mendapatkannya...."
"Siapa bilang aku ke sini mencari pedang!" teriak Sika Sure Jelantik.
"Aku juga!" menimpali Sabai Nan Rancak.
Wasiat Malaikat
47 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Aku memang ke sini mencari Pedang Naga Suci 212!" ujar Sinto Gendeng polos
tanpa malu-malu. Lalu dia berpaling pada Wiro dan berkata. "Anak setan! Lekas
kau ambil pedang sakti itu!"
"Guru.... Eyang, aku tak bisa melakukah hal itu. Senjata itu bukan milikku..."
jawab Wiro. "Benar-benar anak setan! Senjata itu milikku. Aku yang membawanya dan
menyembunyikannya di dasar Telaga Gajahmungkur! Setelah puluhan tahun pedang itu
akhirnya ditemui. Sekarang pedang itu aku berikan padamu sebagai pasangan Kapak
Maut Naga Geni 212!"
"Saya tak berani mengambilnya, Nek..." kata Wiro.
"Tolol pengecut!" teriak Sinto Gendeng marah. "Apa kau tidak ingat justru
senjata itu adalah obat mujarab untuk memulihkan kesaktian dan tenaga dalammu!"
Wiro terkesima. Dia bukannya tidak mengetahui hal itu, tapi setelah mendengar
kata-kata kakek botak tadi hatinya menjadi was-was. Pertama pedang itu katanya
adalah pedang perempuan. Kedua hanya orang suci saja yang mampu menyentuhnya.
Dia sendiri bukankah pernah satu kali ketiduran dengan Ratu Duyung" Secara tak
sadar murid Sinto Gendeng itu melirik ke arah Ratu Duyung. Bagi sang Ratu
lirikan itu membuat hatinya jadi bergoncang. Tiba-tiba Ratu Duyung melompat ke
depan. Gadis ini heran sendiri karena gerakannya luar biasa cepat. Di
sekelilingnya tak satu orang pun yang melihat jelas apa yang dilakukan gadis
ini. Tahu-tahu dia telah tegak sambil memegang gagang Pedang Naga Suci 212 yang
menancap di batu!
Sang Ratu merasakan ada satu hawa dingin sejuk menjalar masuk ke dalam tubuhnya
hingga saat dia merasakan satu ketenangan dan ketentraman luar biasa. Tubuhnya
seperti seringan kapas hingga saat itu dia seolah melayang di atas mega. Tak ada
hawa panas, tak ada sengatan seperti bara api. Kulit tangannya yang halus tidak
terkelupas. Dia sama sekali tidak cidera sedikitpun! Tapi ketika dia coba
mencabut senjata itu dari dalam batu, bagaimanapun dia mengerahkan seluruh
tenaga luar dan tenaga dalam, Pedang Naga Suci 212
tidak bergeming barang sedikit pun!
"Ratu Duyung, kau berhasil memegang Pedang Naga Suci 212 tanpa terluka tanpa
cidera! Berarti kau adalah seorang gadis yang masih suci lahir dan batin. Tapi
kau tidak mampu mencabut senjata mustika sakti itu dari dalam batu, Itu satu
pertanda bahwa kau tidak berjodoh untuk memilikinya."
Ratu Duyung dan semua orang yang ada di tepi telaga memandang ke arah orang yang
bicara yakni si kakek botak di atas batu tinggi.
Wiro garuk-garuk kepala. Dalam hati dia berkata. "Setelah kejadian di Puri tempo
hari, menurut si kakek botak ternyata gadis ini masih suci. Lalu apakah diriku
juga bisa dianggap masih suci?" Wiro pandangi Pedang Naga Suci 212 yang sampai
saat itu masih menancap di batu.
"Wiro!" Tiba-tiba terdengar teriakan Sinto Gendeng. "Lekas kau ambil pedang itu!
Jika Ratu Duyung masih suci berarti dia masih perawan dan kau masih perjaka!
Selain itu kau memerlukan pedang itu untuk menyembuhkan semua kelemahanmu!"
Murid Sinto Gendeng bergerak melangkah.
"Tunggu dulu!" kakek botak berseru. "Sudah kukatakan bahwa Pedang Naga Suci 212
adalah senjatanya perempuan...."
Wasiat Malaikat
48 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jangan dengarkan ucapannya! Anak setan lekas kau ambil pedang itu lalu
tinggalkan tempat ini! Aku akan menghajar siapa yang berani menghalangi! Setan
Ngompol harap kau bantu aku!"
Pendekar 212 jadi bimbang. Saat itulah Puti Andini memandang ke jurusan si kakek
botak. Orang tua ini tidak menunggu lebih lama. Dia kedipkan matanya lalu tanpa
ada lain orang yang sempat melihat dia tudingkan ibu jari tangan kirinya ke arah
Pedang Naga Suci 212 yang menancap di batu.
* * * Wasiat Malaikat
49
Wiro Sableng 099 Wasiat Malaikat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DUA BELAS Maklum akan arti isyarat kedipan mata dan gerakan ibu jari yang diberikan kakek
botak, maka secepat kilat Puti Andini berkelebat ke arah batu besar tempat
Pedang Naga Suci 212 menancap.
"Berani pegang pedang berarti mampus!"
Sinto Gendeng berteriak keras. Nenek ini lalu menerjang ke arah Puti Andini
dengan jurus yang disebut Kepala Naga Menyusup Awan. Tubuh si nenek laksana
terbang di udara.
Tangan kiri menyambar ke pinggang sedang tangan kanan memukul ke arah kepala
Puti Andini. Wiro yang menyaksikan gerakan sang guru jadi terperangah. Garukan kepalanya
terhenti di samping kuping kanan. Dia maklum jurus yang dilancarkan Eyang Sinto
Gendeng saat itu sangat cepat dan berbahaya. Puti Andini tak mungkin mengelakkan
diri. Di saat yang sama Sika Sure Jelantik tak tinggal diam. Melihat Sinto Gendeng
menyerang Puti Andini yang sebelumnya dipercayakannya untuk menitipkan Pedang
Naga Suci 212, maka sambil berteriak beringas, "Tua bangka edan! Hendak kau
apakan cucuku"!"
Sika Sure Jelantik lantas memotong gerakan nenek sakti dari Gunung Gede ini
dengan satu pukulan sakti yang "dilancarkan dengan tangan kiri. Lima larik sinar
hitam berkiblat dari ujung lima kuku tangan kirinya yang hitam.
"Tua bangka setan!" maki Sinto Gendeng dalam hati. "Berani dia menyerangku! Dia
menyebut gadis itu cucunya! Apa-apaan ini! Aku tahu betul siapa dia! Sama sekali
tidak punya hubungan apa-apa dengan si gadis walau sama-sama datang dari
seberang!"
Sabai Nan Rancak juga terkejut. Sesaat dia bimbang. Ada yang harus dilakukannya
dalam keadaan seperti itu. Semua berlangsung begitu cepat. Kalau dia ikut turun
ke gelanggang pertempuran siapa yang hendak diserbunya. Sejak dulu sesuai dengan
tugas yang diberikan Sutan Alam Rajo Di Bumi, tokoh silat di Gunung Singgalang,
saat itu dia ingin segera membunuh Sinto Gendeng. Apalagi Sinto Gendeng jelas
menyerang cucunya dan berusaha merampas Pedang Naga Suci 212. Tapi menduga bahwa
ada hubungan tertentu antara Puti Andini dengan Sika Sure Jelantik yang juga
dibencinya maka dia khawatir Sika Sure Jelantik nantinya akan kembali merampas
pedang sakti itu dari tangan si gadis.
"Tak ada jalan lain! Aku harus mendahului merampas pedang sakti itu!" kata Sabai
Nan Rancak dalam hati. Maka dia segera melepas pukulan K/pas Neraka. Sinar merah
panas bertabur di udara lalu melebar menyapu apa saja yang ada di depannya. Siap
menghantam Sika Sure Jelantik, Sinto Gendeng bahkan Puti Andini.
Melihat bahaya besar mengancam Puti Andini, Panji tak tinggal diam. Pemuda ini
segera turun tangan membantu. Yang dilakukannya adalah menyergap Sinto Gendeng yakni lawan yang
paling dekat dengan si gadis. Seperti-diketahui walau memiliki ilmu silat namun
tingkat kepandaian pemuda ini jauh dibawah semua orang yang ada di tempat itu.
Sebenarnya Panji sendiri mengetahui hal ini. terjun ke gelanggang pertempuran
tokoh-tokoh silat tingkat tinggi itu sama saja dengan mengantar nyawa. Namun
apapun yang terjadi atas dirinya Panji tidak rela kalau Puti Andini sampai
mendapat celaka.
Sinto Gendeng memaki dalam hati begitu tahu ada orang hendak menelikung
pinggangnya. Masih melayang di udara Sinto Gendeng hantamkan kaki kanannya.
Wasia t Malaikat 50 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Bukk!"
Panji mengeluh tinggi. Tubuhnya terpental sampai dua tombak. Tergeletak di bawah
batu tinggi di mana kakek botak berada. Dari sela bibirnya kelihatan lelehan
darah. Sementara itu sesaat lagi lima larik sinar hitam pukulan maut Sika Sure Jelantik
akan menghantam Puti Andini dan sinar merah pukulan Kipas Neraka menebar
kematian tibatiba di udara berkelebat se-gulungan benda aneh, putih halus
berkilauan. , "Jahanam apa pula ini"!"
Sinto Gendeng memaki sewaktu tangannya yang siap menghantam Puti Andini terjirat
oleh sesuatu yang tak segera bisa dilihat dan dipastikannya.
Disaat yang sama sekonyong-konyong menggemuruh kiblatan cahaya putih disertai
menebarnya hawa yang sangat dingin. Lima larik sinar hitam pukulan yang
dilepaskan Sika Sure Jelantik buyar laksana disapu topan.
Pukulan Kipas Neraka masih mampu menyebar dan menderu namun arahnya berubah ke
atas menghantam udara kosong. Beberapa orang terpental lalu jatuh tergeletak di
sekitar tebing batu. Selagi orang-orang ini berusaha bangkit dengan tubuh
bergeletar kedinginan tiba-tiba dari atas melayang jatuh sebuah benda hitam.
"Taaarrr!"
Sebelum jatuh ke atas batu benda ini meledak. Lalu asap hitam yang memerihkan
mata bertabur menutupi pemandangan.
Kutuk serapah terdengar di mana-mana.
Ketika asap hitam lenyap dan udara di tepi telaga terang kembali maka di tempat
itu yang kelihatan hanya tinggal tiga orang.
Yang pertama adalah Sinto Gendeng. Nenek sakti ini memaki panjang pendek sambil
menggerak-gerakkan kedua tangannya yang dilibat oleh sejenis benang halus
berwarna putih berkilat. Dia segera mengenali benang itu. Membeliaklah sepasang
matanya. "Setan alas! Ini pasti pekerjaannya Tua Gila! Jahanam benar! Kakek botak tadi
pasti dia!"
Orang kedua adalah Sabai Nan Rancak. Nenek satu ini melangkah mundar mandir
sambil keluarkan suara menggerutu. Ketika dia memutar langkah maka pandangannya
saling bentur dengan Sinto Gendeng.
"Kalau kau memang membenci manusia satu itu, mengapa kau tidak mengejarnya!
Aku curiga kalian sudah sejak lama berserikat!" Sabai Nan Rancak menyemprot
Sinto Gendeng yang merupakan saingannya dimasa gadis remaja dalam memperebutkan
Sukat Tandika alias Tua Gila.
Mendengar kata-kata Sabai Nan Rancak itu marahlah Sinto Gendeng. "Aku tahu
otakmu miring sejak dulu! Aku juga tahu kau mencari Tua Gila bukan untuk
membalas dendam. Tapi hendak berbaik-baik dan ingin menjadi gendaknya kembali!
Rupanya kau mau minta dibikin bunting lagi hah"!"
"Nenek setan bermulut kotor!" teriak Sabai Nan Rancak lalu lepaskan pukulan
Kipas Neraka dengan tenaga dalam penuh. Sinto Gendeng tidak tinggal diam. Dia
tahu kehebatan pukulan lawan. Tapi tahu pula kelemahannya. Pukulan Kipas Neraka
seperti diketahui menebar lebar sama rata dengan tanah. Karenanya begitu sinar
merah berkiblat Sinto Gendeng segera melesat setinggi tiga tombak. Lalu dari
atas dia menghantam dengan Pukulan Sinar Matahari!
Wasiat Malaikat
51 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Seperti diketahui Pukulan Sinar Matahari telah menimbulkan kegegeran selama
Pendekar 212 Wiro Sableng malang melintang dalam rimba persilatan. Namun sekali
ini yang mengeluarkan pukulan sakti itu adalah sang dedengkotnya yakni nenek
sakti Sinto Gendeng guru Pendekar 212. Maka kedahsyatannya tak bisa dibayangkan.
Tempat itu laksana dilabrak petir raksasa. Udara dilanda kesilauan luar biasa.
Hawa panas membakar seolah matahari hanya satu tombak di atas batok kepala. Air
Telaga Gajahmungkur bergemericik seperti mendidih.
Cahaya putih Pukulan Sinar Matahari saling labrak dengan sinar merah pukulan
Kipas Neraka. Karena Sinto Gendeng menghantam dari atas maka pukulan saktinya
melabrak pukulan sakti lawan di bagian tengah yang merupakan titik lemahnya.
Satu letusan keras menggelegar. Batu dan tanah di tepi telaga bergetar hebat.
Air telaga muncrat sampai dua tombak. Pohon-pohon berderak. Ranting-ranting
putus dan dedaunan luruh ke tanah laksana dilanda topan.
Sinto Gendeng melayang turun. Tubuhnya seolah barusan menembus dinding api.
Ketika dia menjejakkan kaki di tanah jelas nenek ini terhuyung-huyung. Lututnya
goyah. Tiga tombak di depannya Sabai Nan Rancak terjengkang di tanah dengan muka
seputih kain kafan. Tiba-tiba nenek sakti dari Singgalang ini berteriak keras.
Dia bangkit berdiri dengan muka seperti iblis. Dengan gerakan cepat dia
menanggalkan Mantel Sakti yang dikenakannya sambil melangkah cepat mendekati
lawan. Sinto Gendeng yang maklum akan kehebatan Mantel Sakti yang dulunya adalah milik
Datuk Tinggi Raja Di Langit ini tidak mau berlaku ayal. Dengan tangan kiri dia
segera cabut dua tusuk konde peraknya. Lalu tangan kanannya diangkat ke atas.
Ketika tangan kiri kanan Sinto Gendeng menghantam ke depan maka dua tusuk konde
perak menderu di udara dan pukulan sakti bernama Tameng Sakti Menerpa Hujan
berkiblat. Sabai Nan Rancak belum sempat mengebutkan mantel hitamnya untuk menyerang Sinto
Gendeng. Tahu-tahu lengan bajunya sebelah kanan robek besar. Dia masih untung
karena tusuk konde beracun yang dilemparkan Sinto Gendeng hanya merobek
pakaiannya. Namun selagi dia terhuyung-huyung menahan dahsyatnya hantaman pukulan Tameng
Sakti Menerpa Hujan, tusuk konde kedua menyambar deras ke sisi kirinya. Sabai
Nan Rancak angkat tangan kiri ke atas, pergunakan mantel hitam untuk menangkis.
"Breeeettt!"
Mantel Sakti robek besar. Ujung tusuk konde menekuk bengkok tapi masih terus
menembus mantel lalu bagian kepalanya menoreh lengan kiri Sabai Nan Rancak.
Nenek ini terpekik dan pucat wajahnya begitu melihat dari balik lengan kiri
jubah hitamnya yang robek ada darah meleleh. Saat itu juga dia merasakan
tangannya panas. Hawa panas segera menjalar ke seluruh tubuhnya. Terhuyung-
huyung dia sandarkan diri ke pohon besar di tepi telaga. Memandang ke depan dia
tidak melihat lagi sosok Sinto Gendeng. Hanya tampak nenek berambut putih riap-
riapan Sika Sure Jelantik tegak sekitar sepuluh langkah darinya, memandang
menyeringai seolah mengejeknya. Lalu nenek itu pun berkelebat pergi.
"Tusuk konde jahanam..." maki Sabai Nan Rancak. Dia jatuhkan mantel hitam ke
tanah. La lu dengan tangan kanannya dirobeknya jubah hitam di bagian mana
lengannya terluka akibat goresan tusuk konde perak. Dengan cepat nenek ini tekan
kuat-kuat lengannya yang cidera. Dari luka di lengan itu membersit lelehan darah
berwarna kehitaman.
"Racun.... Tusuk konde celaka itu ternyata mengandung racun jahat!" Tidak
menunggu lebih lama Sabai Nan Rancak segera totok urat besar di pangkal lehernya
sebelah kiri. Wasiat Malaikat
52 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Pada saat itulah tiba-tiba ada seorang tinggi besar berambut tegak kaku
berkelebat di depannya. Di mukanya yang hitam ada dua belas lobang mengerikan.
Sepasang alisnya yang tebal bergabung menjadi satu. Di bahu kanannya sebelah
belakang ada satu lobang luka besar yang tembus sampai ke bagian dada dan
menebar bau busuk. Walau peng-lihatannya saat itu mulai buram namun Sabai Nan
Rancak masih bisa mengenali siapa adanya orang berpakaian serba hitam itu. Hantu
Balak Anam! "Kau muncul lagi! Aku tak suka melihatmu! Lekas menyingkir dari hadapanku!"
Hantu Balak Anam menyeringai.
"ingat dua kali pertemuan kita sebelumnya Sabai?"
"Persetan dengan pertanyaanmu! Cepat minggat dari hadapanku!" bentak Sabai Nan
Rancak. Hantu Balak Anam kembali menyeringai. Dia melirik pada Mantel Sakti yang ada di
tanah. Takut mantel itu hendak diambil orang si nenek segera injakkan kaki
kanannya di atas mantel.
"Tak usah khawatir Sabai. Aku tidak akan merampas Mantel Sakti itu. Aku tahu itu
adalah barang curian. Kau mencari penyakit sendiri karena dengan mencuri kau
menambah musuh. Apa kau masih belum mengerti kalau kau telah diperalat orang"
Dengar baik-baik Sabai. Terakhir sekali bertemu aku menanyakan padamu apa kau
punya hubungan tertentu dengan Sutan Alam Rajo Di Bumi dari puncak
Singgalang..."
"Manusia jahanam! Pergi dari hadapanku!" hardik Sabai Nan Rancak. Tangan
kanannya diangkat.
"Kau berada dalam keadaan terluka Sabai. Lukamu bukan luka biasa. Kurasa saat
ini sekujur tubuhmu sudah dijalari racun. Kalau kau kerahkan tenaga dalam untuk
menghantamku dengan Pukulan Kipas Neraka, sama saja kau mempercepat kematian
sendiri!" Pucatlah paras si nenek. Tengkuknya dingin karena dia menyadari apa yang
dikatakan Hantu Balak Anam benar adanya.
"Dengar apa yang akan kukatakan padamu Sabai. Beberapa tokoh silat Pulau Andalas
kembali ditemui tewas akibat pembunuhan keji. Ada berita bahwa kaulah yang telah
membunuh mereka...."
"Fitnah busuk! Mana mungkin aku membunuh para tokoh itu. Selama ini aku berada
di tanah Jawa!" kata Sabai Nan Rancak hampir berteriak. "Katakan siapa yang
melancarkan fitnah keji itu! Mungkin sekali kau!"
Hantu Balak Anam tertawa, "ingat, dulu aku pernah sampai dua kali menanyakan apa
hubunganmu dengan Sutan Alam Rajo Di Bumi. Kau tidak mau memberi tahu. Itu tak
jadi apa. Tapi terus terang aku menaruh curiga padamu Sabai. Kalau terbukti kau
memang berkomplot dengan Sutan keparat itu, aku akan mengadu jiwa denganmu!
Lihat tubuhku yang bolong ini! Kekasih gelapmu itulah yang telah mencelakai
diriku!" "Manusia jahanam! Mulutmu lancang dan kotor!" Sabai Nan Rancak melompat ke
hadapan Hantu Balak Anak dari Sijunjung yang diserang cepat menghindar.
"Tua bangka tolol! Tidak tahu kalau dirimu diperalat orang! Kau tahu Sabai! Aku
mendapat kabar Sutan Alam Rajo Di Bumi lenyap dari puncak Singgalang. Cepat atau
lambat dia akan segera muncul di tanah Jawa ini. Mungkin dia tak dapat menahan
rindunya terhadapmu. Tapi mungkin juga dia datang untuk membunuhmu!"
Wasiat Malaikat
53 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Habis berkata begitu Hantu Balak Anam putar tubuh lalu dengan langkah tenang dia
tinggalkan tempat itu. Sabai Nan Rancak kembali terduduk di bawah pohon besar.
Tubuhnya terasa semakin panas dan pemandangannya bertambah kabur.
"Celaka! Racun jahat tusuk konde nenek iblis itu. Sanggupkah aku bertahan atau
aku akan menemui ajal di tempat ini?"
Sabai Nan Rancak kerahkan tenaga dalam, atur jalan darah dan pernafasan. Dia
menotok lagi tubuhnya di beberapa bagian. Saat itulah tiba-tiba satu bayangan
biru berkelebat di hadapannya. Bau sangat harum menusuk- penciumannya. Si nenek
angkat kepalanya.
"Gadis berbaju biru, pikiranku sedang kacau. Apakah kita pernah bertemu" Apakah
kau datang bermaksud baik atau jahat?"
"Lupakan semua pertanyaanmu itu Nek. Kau terluka cukup parah. Ada racun mengalir
dalam tubuhmu, izinkan aku menolong."
Sabai Nan Rancak tampak bimbang. "Terima kasih.... Tapi aku tidak percaya
padamu. Aku memilih lebih baik mati saja. Kehidupan dimasa laluku hanya derita sengsara.
Kehidupan dimasa datang hanyalah neraka! Jangan berani menolong! Jangan berani
menyentuh tubuhku!"
"Aku tak pernah melihat racun sejahat ini. Siapa yang telah mencelakaimu Nek?"
"Iblis perempuan bernama Sinto Gendeng! Musuh besarku sejak lama. Sial nasib
diriku! Ternyata kepandaiannya luar biasa dan mampu bergerak mendahuluiku. Apa
salah kalau saat ini aku rasanya kepingin mati saja"!"
Berubahlah paras si gadis berbaju biru mendengar keterangan Sabai Nan Rancak
itu. Dalam hati dia bertanya-tanya silang sengketa apa yang ada antara si nenek
dengan guru pemuda yang dikasihinya itu.
"Nek, jangan tolol. Tidak ada yang paling menyedihkan daripada menemui kematian
secara penasaran. Lihat jariku!"
"Eh, kau hendak melakukan apa"!" tanya Sabai Nan Rancak ketika dilihatnya gadis
cantik di hadapannya meluruskan jari telunjuk tangan kanannya. Jawaban yang
diterima si nenek adalah satu totokan tepat di pertengahan keningnya. Sabai Nan
Rancak menjerit keras. Topi berbentuk tanduk kerbau yang melekat di kepalanya
terlempar ke atas. Dari ubun-ubunnya mengepul asap kehijau-hijauan.
Bidadari Angin Timur menghela napas lega. "Terlambat aku menolongnya-nyawa nenek
satu ini tak mungkin diselamatkan lagi...." Lalu dari baiik pakaian birunya dia
Wiro Sableng 099 Wasiat Malaikat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengeluarkan sebutir obat berwarna hijau. Obat ini dimasukkannya ke dalam mulut
Sabai Nan Rancak. Dengan satu totokan pada tenggorokan si nenek, obat itu
meluncur masuk ke dalam perut Sabai Nan Rancak.
"Sebetulnya aku ingin menunggu sampai kau siuman Nek. Banyak yang bisa kita
bicarakan. Sayang waktuku sangat sempit. Mungkin lain waktu kita bisa bertemu
lagi.... Semoga lekas sembuh." Setelah pandangi wajah tua keriput itu sesaat Bidadari
Angin Timur segera tinggalkan tempat itu.
* * * Wasiat Malaikat
54 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TIGA BELAS Seperti diceritakan sebelumnya, setelah ada letusan yang menebar asap hitam
memerihkan mata menutup pemandangan beberapa orang yang tadi berada di sekitar
tepian Telaga Gajahmungkur lenyap. Yang tinggal hanyalah Sinto Gendeng, Sika
Sure Jelantik dan Sabai Nan Rancak.
Sesudah terjadi bentrokan hebat antara Sabai dan Sinto Gendeng, Sika Sure
Jelantik tinggalkan tempat itu sementara Sinto Gendeng sendiri telah lenyap
lebih dulu. Nenek ini berkelebat pergi ke arah lenyapnya kakek tukang kencing si
Setan Ngompol. Lalu kemana perginya orang-orang yang lain"
Di arah timur Telaga Gajahmungkur saat itu tampak kakek berkepala botak berjalan
memanggul sesosok tubuh pemuda tanpa baju. Kakek ini tampaknya seperti berjalan
biasa saja. Namun orang yang ada di belakangnya dan berusaha mengejar tetap saja
mengalami kesulitan mendekati si kakek.
Pemuda yang dipanggul di bahu kiri si kakek ternyata adalah Panji yang saat itu
berada dalam keadaan setengah sadar akibat tendangan kaki kanan Sinto Gendeng.
Sekujur tubuhnya terikat dalam gulungan benang halus berwarna putih berkilauan.
"Kek! Tunggu!" Seseorang di sebelah belakang berseru memanggil kakek botak.
Kakek botak seolah tak acuh. Dia lari terus. Di satu kelokan jalan dia membelok
ke kiri, menyelinap ke balik serumpunan pohon bambu dan mendekam di situ. Ketika
orang yang mengejar sampai di tikungan jalan tentu saja dia jadi kehilangan.
"Kek! Di mana kau! Aku tahu kau bersembunyi! Ini bukan saatnya bergurau!" Orang
yang mengejar ini bukan lain adalah Puti Andini. Di tangan kanannya gadis ini
memegang Pedang Naga Suci 212 yang berkilauan terkena siraman matahari.
"Sssttt! Aku di sini.... Lekas kemari!"
Batang-batang bambu terkuak ke samping. Dari celah-celah pohon muncul satu
kepala botak menyeringai. Puti Andini cepat melompat lalu menyelinap ke balik
rerumpunan bambu.
"Cucuku, lekas kau simpan pedang sakti itu!" kata kakek botak begitu melihat
Puti Andini masih memegang pedang telanjang.
Si gadis sesaat jadi bingung. "Bagaimana aku mau menyembunyikan. Pedang ini
tidak bersarung...."
"Anak tolol! Sejak diciptakan senjata itu memang tidak punya sarung!" Dengan
cepat kakek botak mengambil Pedang Naga Suci 212 dari tangan Puti Andini. Dengan
tangan kanannya dia menekuk ujung pedang lalu enak saja seperti sebuah ikat
pinggang senjata itu digulungnya. Bersamaan dengan tergulungnya pedang, cahaya
putih yang menyilaukan lenyap dengan sendirinya. Puti Andini jadi terheran-heran
menyaksikan hal itu. Sedang kakek botak kepanasan tangannya.
"Lekas kau sembunyikan senjata ini di balik pakaian. Hati- hati. Jangan sampai
jatuh. Jangan sampai ketahuan orang lain!"
Puti Andini cepat mengambil Pedang Naga Suci yang kini berada dalam keadaan
tergulung lalu memasukkannya ke balik baju hijaunya. "Kek, menurutmu Pedang Naga
Suci 212 hanya bisa disentuh oleh perempuan yang masih suci. Barusan kau enak
saja memegang Wasia
t Malai kat 55 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
bahkan menggulung senjata itu tanpa cidera seperti yang terjadi dengan nenek
Sika Sure Jelantik dan Sinto Gendeng serta Sabai Nan Rancak...."
Kakek botak tersenyum. "Aku memang bukan perempuan, bukan juga manusia suci.
Tapi aku tidak punya niat jahat untuk merampas atau memiliki senjata ini...."
"Tapi Kek...."
"Sudah! Jangan banyak tanya dulu. Lekas ikut aku. Kita harus sembunyi. Aku
khawatir ada orang mengikuti...." Kakek botak balikkan badan, melangkah cepat
memasuki kerapatan pepohonan.
"Tunggu Kek!"
"Apa lagi" Kenapa kau jadi begini bawel"!"
"Kek, aku tahu kau belakangan ini suka menyamar. Tapi lama-lama aku jadi bingung
sendiri melihat mukamu...."
"Kalau begitu jangan lihat mukaku!" kata si kakek lalu tertawa mengekeh sambil
usap-usap kepalanya yang plontos.
Puti Andini geleng-geleng kepala. Ketika orang tua itu hendak melangkah cepat
dia pegang lengannya dan bertanya. "Kek, sahabatku pemuda yang kau panggul ini
bagaimana keadaannya?" Puti Andini merasa cemas melihat noda darah di mulut
Panji. "Tak usah khawatir. Dia cuma pingsan," jawab si kakek. "Eh, kau suka padanya
bukan...?"
"Kau tahu apa mengenai hubungan kami berdua. Aku mengenalnya belum lama,"
jawab Puti Andini. Kakek botak tertawa. "Cinta kalau ditunggu tak pernah datang.
Malah suka muncul secara tiba-tiba.
"Ha... ha... ha! Aku tahu kau suka padanya. Aku bisa melihat dari sinar matamu
dan nada suaramu waktu bertanya...."
Paras Puti Andini menjadi merah. Terlebih ketika dilihatnya Panji menggerakkan
kepala dan membuka mata. Walau tidak melihat tapi kakek botak tahu kalau pemuda
yang dipanggulnya telah sadarkan diri.
"Anak muda, kau sudah siuman. Apa sudah bisa berjalan sendiri" Pinggangku mau
patah sejak tadi memanggulmu!"
"Kakek, aku tidak mengenalmu. Tapi kau telah menolongku. Aku mengucapkan terima
kasih. Jika kau mau melepas lilitan benang aneh ini aku segera akan turun dari
bahumu!" Kakek botak tertawa lalu gerakkan tangan kanannya yang memegang ujung benang
putih halus. Tubuh Panji tersentak ke udara. Bergulung-gulung beberapa kali lalu
jatuh ke tanah dengan kaki lebih dulu. Sesaat pemuda ini tegak terhuyung-huyung.
Kakek botak menunggu sampai Panji sanggup berdiri dengan benar baru menarik
benang putih halus yang masih melilit sebagian tubuhnya.
"Sudah... sudah! Tak usah pakai segala macam peradatan!" kata si kakek botak
ketika Panji hendak menjura memberi penghormatan padanya. "Lekas ikuti aku. Kita
harus sembunyi sampai keadaan aman!"
"Kek, aku harus mencari seseorang. Aku terpaksa tidak bisa ikut bersamamu!"
"Eh, apa-apaan kau ini! Tadi kau mengejarku. Sekarang malah mau pergi!" Kakek
botak pelototkan mata.
"Aku ada urusan sangat penting. Aku harus menemui Wiro Sableng. Kita sudah
mendapatkan Pedang Naga Suci 212. Saatnya kita menolong pemuda itu...."
Wasiat Malaikat
56 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Mendengar kata-kata si gadis kakek kepala botak jadi terkesiap. "Astaga! Kau
benar cucuku. Tapi yang lebih penting saat ini adalah menyelamatkan lebih dulu
senjata mustika itu. Kau tahu mengapa aku sengaja membawamu bersembunyi di
tempat ini. Semua orang yang tadi ada di telaga pasti berusaha mendapatkan
Pedang Naga Suci 212. Se-karang kalian berdua ikuti saja aku. Ada satu goa
rahasia tak jauh dari tempat ini. Kita sembunyi dulu di sana sampai keadaan
aman." Kakek botak lalu putar tubuhnya dan berjalan mendahului di sebelah depan. Panji
memberi kesempatan pada. Puti Andini untuk melangkah di belakang si kakek.
Ketika gadis ini lewat di depannya dia segera berbisik. "Tadi kau bicara
menyebut-nyebut Pedang Naga Suci 212. Tapi aku tidak melihat senjata itu. Kau
simpan di mana?"
"Aku tak bisa menerangkan sekarang...." jawab Puti Andini.
Panji?masih belum puas. "Kakek botak itu. Apa kau kenal padanya. Apa dia bisa
dipercaya?"
"Dia kakekku sendiri. Aku cucunya. Dia yang memberi petunjuk padaku hingga
mendapatkan Pedang Naga Suci 212. Apa atasanku tidak mempercayainya?"
"Aku ingat pada ceritamu tentang batu hitam. Ternyata kau hanya mengelabui
diriku," ujar Panji agak kecewa. Namun sambil tersenyum dia menunjuk pada kakek
botak yang sudah jauh di depan sana.
"Aku melihat wajahnya aneh. Sepertinya dia...."
"Hemmm...." Puti And ini bergumam. Dalam hati gadis ini berkata. "Jangan-jangan
dia tahu kalau kakekku ini menyamar mengenakan topeng tipis." Dengan tersenyum
si gadis akhirnya berkata, "Ternyata matamu cukup tajam. Tidak banyak orang
punya kepandaian meneliti sepertimu. Tapi sekali lagi aku bilang, sekarang bukan
waktunya menerangkan segala-galanya. Nanti saja...." Habis berkata begitu Puti
Andini segera bergerak cepat menyusul kakek botak. Panji akhirnya mengikuti di
belakang. Baru saja ke dua orang ini berjalan beberapa langkah tiba-tiba dari
arah kanan terdengar suara bentakan-bentakan.
Lalu ada sinar merah, kuning dan hitam berkiblat di udara. Serta merta ranting
dan daun-daun pepohonan yang ada di sekitar tempat itu terbakar hangus. Semak
belukar dikobari api.
"Astaga! Apa yang terjadi"!" ujar Panji. Baru saja pemuda ini berkata begitu
tiba-tiba kakek botak sudah berada di hadapan mereka.
"Lekas ikuti aku. Sesuatu terjadi di sebelah sana. Mungkin hanya tipuan belaka.
Jangan melakukan sesuatu tanpa izinku!" Lalu kakek botak cepat berkelebat di
antara kerapatan pepohonan. Panji dan Puti Andini mengikuti sambil berpegangan
tangan. Berjalan sejarak lima belas tombak ke. tiga orang itu sampai di "satu tempat
yang ditumbuhi rapat pohon-pohon jati tua yang tidak lagi memiliki daun.
Di depan sebatang pohon jati besar berdiri seorang pemuda berwajah tampan. Dia
mengenakan pakaian serba hitam dan rambutnya gondrong sebahu. Pemuda ini tegak
dengan kaki merenggang, tangan kiri bertolak pinggang sedang tangan kanan
diangkat di atas kepala dengan jari-jari terkepal.
Delapan langkah dari hadapan pemuda tadi tegak Ratu Duyung. Cermin bulat sakti
tergenggam di tangan kanannya. Sepasang matanya yang biru memandang tak berkesip
pada pemuda di depannya yang bukan lain adalah Raden Layang Kemitir yang dalam
rimba persilatan memperkenalkan diri dengan julukan Utusan Dari Akhirat. Seperti
dituturkan dalam Episode Utusan Dart Akhirat pemuda yang adalah putra seorang
Wasiat Malaikat
57 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
bangsawan terhormat di Banten ini telah menemukan sebuah kitab sakti bernama
Matahari Sumber Segala Kesaktian. Kitab ini ditemukannya di balik pakaian Si
Muka Bangkai alias Si Muka Mayat, guru Pangeran Matahari yang menemui aja!
sewaktu terjadi bentrokan besar di Pangandaran. Berbekal ilmu kesaktian yang
tersimpan di dalam kitab maka arwah Si Muka Bangkai yang menampakkan diri secara
aneh memerintahkan Layang Kemitir untuk mencari dan membunuh tiga musuh besarnya
yang sekaligus musuh Pangeran Matahari.
Ketiga orang itu adalah Santiko alias Bujang Gila Tapak Sakti, Tua Gila dan Wiro
Sableng. Ketika Wiro dan Ratu Duyung meninggalkan Telaga Gajahmungkur kedua orang ini
segera melakukan pengejaran terhadap Puti Andini yang telah mendapatkan Pedang
Naga Suci 212. Karena Wiro tidak mampu berlari secepat yang dilakukannya, maka
untuk dapat mengejar Puti Andini, Ratu Duyung menempuh jalan pintas. Mereka
hampir berhasil memapasi orang yang dikejar namun justru di tempat itu
berselisih jalan dengan Utusan Dari Akhirat. Pemuda ini dalam perjalanan menuju
Telaga Gajahmungkur. Rupanya dia juga telah menyirap kabar akan terjadi sesuatu
di telaga yang luas itu. Beg itu melihat Wiro, Utusan Dari Akhirat segera
menghadang. "Pendekar 212! Kau sudah ditakdirkan mati di tanganku! Apa sekali ini kau masih
mampu kabur"!"
Beg itu membentak Layang Kemitir langsung menghantam dengan pukulan Gerhana
Matahari ke arah Wiro. Langit seolah menjadi redup. Tiga larik sinar aneh
menyambar ganas. Ratu Duyung yang berada di samping murid Sinto Gendeng cepat
mendorong pemuda itu hingga Wiro terpelanting dua tombak dan jatuh di balik
sebatang pohon besar.
"Ratu! Lekas menyingkir! Pemuda itu hendak menyerang dengan pukulan Gerhana
Matahari!" Wiro berteriak memperingatkan karena dia mengenal sekali pukulan
sakti yang akan dilancarkan Utusan Dari Akhirat.
* * * Wasiat Malaikat
58 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ EMPAT BELAS Tapi saat itu ada satu keberanian luar biasa dalam diri Ratu Duyung. Tangan
kanannya menyelinap ke balik pakaian mengeluarkan cermin saktinya. Ketika dia
mengerahkan tenaga dalam mendadak dia merasa ada satu kekuatan aneh mendahului
aliran tenaga dalamnya. Begitu dia mengiblatkan cermin saktinya maka
menggemuruhlah selarik sinar putih, panas menyilaukan mata laksana ada puluhan
kilat menyambar menjadi satu!
Ratu Duyung terkesiap sendiri ketika menyaksikan bagaimana cahaya putih yang
keluar dari cerminnya menghantam Pukulan Gerhana Matahari yang mengeluarkan
sinar merah, kuning dan hitam hingga melesat bertaburan ke udara. Menghantam
ranting-ranting dan daun pepohonan hingga terbakar. Ranting-ranting yang
dikobari api itu begitu luruh ke bawah langsung membakar semak belukar kering
yang ada di sekitar tempat itu. "Lagi-lagi cermin ini mengeluarkan kehebatan
luar biasa tidak seperti biasanya..." kata sang Ratu dalam hati.
Layang Kemitir tegak terbelalak. Dadanya berdenyut sakit. Matanya perih dan
sepasang lututnya bergetar. Sejak mewarisi ilmu kesaktian dari kitab Matahari;
Sumber Segala Kesaktian, pemuda ini merasa dirinya sebagai yang paling hebat.
Karena-nya dia menjadi kecut ketika serangannya tadi dihantam mental oleh cahaya
putih yang keluar dari cermin bulat di tangan Ratu Duyung. Sambil menggeram dia
angkat tangannya lurus-lurus ke atas. Jari-jari tangan dikepal.
"Wiro, siapa sebenarnya pemuda edan ini?" bertanya Ratu Duyung.
"Dia mengaku murid Si Muka Bangkai, mengaku sebagai saudara seperguruan Pangeran
Matahari. Awas Ratu! Dia hendak melepas pukulan Merapi Meletus," bisik Wiro pada
Ratu Duyung. "Sebaiknya kita lekas menyingkir. Tak usah melayani pemuda geblek
itu. Aku khawatir...."
"Kau tetap saja di balik pohon itu. Siapapun yang berani berlaku kurang ajar
terhadap kita perlu diberi pelajaran pahit!" jawab Ratu Duyung. Saat itu tangan
kirinya mengusap ke dada dimana tersimpan Kitab Wasiat Malaikat. Gadis ini tahu
sekali bahwa kekuatan hebat yang mengalir mendahului hawa sakti cermin bulatnya
berasal dari kitab sakti itu. Karenanya penuh percaya diri dia tegak tak
bergeming menghadapi Layang Kemitir.
"Gadis cantik bermata biru!" seru Layang Kemitir seraya sunggingkan seringai
genit yang menjijikkan Ratu Duyung. "Apa gunanya membela pemuda sableng yang
bakalan menemui ajal menjadi bangkai tak berguna itu! Lebih baik kau ikut
padaku. Kita bisa hidup bersenang-senang sepanjang umur dunia!"
"Pemuda jahanam! Berani kau bicara kurang ajar!" teriak Pendekar 212. Dia
melompat dari balik pohon, siap menyerang Layang Kemitir. Tapi Ratu Duyung cepat
menahan dadanya dan mendorong Wiro.
"Ho... ooo! Pendekar 212 Wiro Sableng" Ke-kasihmu atau istrimu"! Ha... ha...
ha!" Wiro menggeram marah sampai tubuhnya bergetar keras.
Ratu Duyung sendiri tetap tenang walau dari hidungnya saat itu dia keluarkan
suara mendengus.
Sepasang matanya yang biru dan wajahnya yang cantik membersitkan hawa
Wiro Sableng 099 Wasiat Malaikat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menggidikkan tapi dari mulutnya malah keluar suara tawa memanjang.
Wasiat Malaikat
59 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Pemuda tak tahu diri! Baru memiliki ilmu se-dangkal comberan sudah bicara
takabur setinggi langit! Kau mau melepaskan pukulan Merapi Meletus"! Silahkan!
Aku mau lihat sampai di mana kehebatanmu!"
Ratu Duyung melintangkan cermin saktinya di depan dada. Pada saat itu juga hawa
sakti mencuat keluar dari perutnya di bagian mana dia menyembunyikan Kitab
Wasiat Malaikat. Hawa aneh ini lalu masuk ke dalam cermin sakti hingga benda itu
memancarkan sinar menyilaukan.
Utusan Dari Akhirat sesaat jadi terkesiap melihat keangkeran cahaya yang keluar
dari cermin bulat. Selain itu diam-diam dia merasa terkejut bagaimana Ratu
Duyung tahu bahwa dia hendak melepaskan pukulan Merapi Meletus. Otak cerdik dan
akal panjang seperti yang dimiliki Pangeran Matahari, walau kadarnya masih
sangat rendah, mulai bekerja.
"Gadis cantik bermata biru: Aku kagum akan kecantikan dan keberanianmu.
Mungkin saat ini kau tidak menyukai diriku. Tapi kalau umur sama panjang siapa
tahu kita kelak akan bertemu dalam satu jalinan cinta mesra. Ha... ha... ha!"
"Hemmm.... Begitu"!" ujar Ratu Duyung menyahut sementara Pendekar 212 Wiro
Sableng merasa kupingnya panas dan hatinya geram sekali mendengar ucapan orang.
"Kalau aku boleh tahu sudah berapakah usiamu anak muda?"
"Eh, apa maksudmu gadis cantik?" tanya Layang Kemitir agak heran.
"Apa kau tuli" Orang bertanya berapa usiamu" Karena kemarin kami berdua melihat
kau kencing berdiri. Kencingmu saja masih belum lempang, bagaimana mau bercinta
dengan gadis secantik Ratu Duyung..." Yang berkata adalah Pendekar 212 Wiro
Sableng. Habis berkata begitu dia tertawa gelak-gelak.
Merah padam tampang Layang Kemitir mendengar ucapan Wiro itu. Dadanya laksana
disulut api. Dalam keadaan seperti itu Pendekar 212 kembali menambahkan ejekan.
"Kalau kencing saja belum becus aku curiga jangan-jangan setiap kencing kau
tidak pernah cebok!"
Ratu Duyung tertawa cekikikan. "Anak muda! Benar-benar memalukan! jangankan aku,
kambing betina pun mungkin tidak suka padamu! Hik... hik... hik!"
"Bangsat keparat!" teriak Utusan Pari Akhirat dengan darah mendidih. Tangan
kanannya diturunkan ke bawah. Ketika tangan itu hendak dihantamkannya ke arah
Ratu Duyung dia tersirap kaget karena orang yang hendak diserang tak ada lagi di
tempatnya semula. Yang masih tegak di tempat itu adalah Pendekar 212 Wiro
Sableng. "Hemmm.... ini kesempatan paling baik untuk menamatkan riwayat pemuda
itu!" Maka Utusan Dari Akhirat segera menghantam ke arah Wiro.
Namun pada saat itu tiba-tiba dari samping terdengar suara teriakan keras
disertai berkelebatnya satu bayangan hitam, menyusul kiblatan cahaya putih
menyilaukan. Seperti diketahui meski memiliki ilmu kesaktian yang didapatnya dari kitab
Matahari, Sumber Segala Kesaktian, namun pada dasarnya Layang Kemitir alias
Utusan Dari Akhirat tidak memiliki kepandaian silat tinggi dan tenaga dalam
inti. Begitu ada orang berkelebat ke arahnya dia bukannya mengelak malah dengan
nekad coba menghantamkan pukulan Me-rapi Meletus ke arah orang yang
menyerangnya. Padahal untuk itu dia harus memutar tubuh. Dalam ilmu silat setiap
gerakan adalah waktu. Kalau gerakan tidak didasari kecepatan maka mudah sekali
bagi lawan untuk mencuri kesempatan melakukan serangan.
Sebelum Utusan Dari Akhirat sempat berbalik satu tendangan mendarat di bahu
kanannya sebelum dia sempat melepaskan pukulan saktinya.
Wasiat Malaikat
60 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Bukkk!"
Utusan Dari Akhirat mencelat sampai tiga tombak. Pemuda ini terkapar di tanah.
Mengerang kesakitan. "Hancur bahuku.... Hancur bahuku..." katanya berulang kali.
Saat itu tiba-tiba terdengar suara orang tertawa mengekeh. "Apa yang terjadi di
tempat ini"!" Ada orang bertanya. Lalu menyusul suara kaleng berkerontangan
keras menusuk pendengaran. "Siapa yang barusan kena gebuk" Ha... ha... ha!"
Sesaat kemudian di tempat itu muncullah seorang kakek bungkuk berpakaian lusuh
penuh tambalan. Dia menyandang sebuah buntalan di bahu kirinya. Tangan kanan
memegang sebuah kaleng rombeng yang diguncang terus-menerus. Di kepalanya ada
caping bambu yang masih baru. Di tangan kirinya orang tua ini memegang sebatang
tongkat kayu. Orang tua ini yang bukan lain adalah Kakek Segala Tahu adanya kerontangkan
kalengnya tiga kau lalu berkata. "Hai, aku mau lihat! Siapa saja yang ada di
tempat ini!"
Kakek Segala Tahu memandang berkeliling. Tentu saja kakek ini tidak bisa melihat
apa-apa karena kedua matanya tertutup selaput putih alias buta! Tapi sambil
senyum-senyum dia berkata. "Aku mencium bau pesing sangat santar. Sinto, apakah
kau berada di sekitar sini"
Bau pesingmu biasanya tidak sesantar ini. Apa ada orang lain di dekatmu" Kalau
benar dugaanku maka orang itu adalah sahabat lama si Setan Ngompol!"
Di balik serumpun semak belukar Sinto Gendeng dan Setan Ngompol saling pandang.
Kalau si nenek memaki dalam hati maka Setan Ngompol tak habis pikir bagaimana
orang buta seperti Kakek Segala Tahu itu memiliki kemampuan untuk mengetahui
siapa orang yang ada di dekatnya.
Kakek Segala Tahu mendongak sambil gosok-gosok telinga kirinya dengan ujung
tongkat. "Ada seseorang enak-enakan duduk di atas pohon sebelah sana! Siapa kau
adanya" Harap memberi tahu nama!"
Saat itu di atas cabang sebuah pohon jati terdengar suara orang menjawab. "Kek,
aku si bocah konyol Naga Kuning!"
Kakek Segala Tahu tertawa mengekeh. "Ah, suaramu masih saja ceria. Tanganmu yang
cidera tentu telah sembuh! Aku dengar ada musibah besar terjadi di tempat
kediamanmu di dasar Telaga Gajahmungkur!" Orang tua ini kerontangkan kaleng rom-
bengnya. Dia mendongak ke atas. "Hari telah petang. Udara agak mendung. Tapi
telingaku mencium bau yang sangat harum mewangi di tempat ini. Siapakah kau
gerangan...?"
Sepi. Tak ada yang menjawab. Tak ada gerakan.
"Ah, si cantik itu tak mau menjawab. Malu dia rupanya. Atau mungkin juga dia tak
mau kehadirannya diketahui orang?" Kakek Segala Tahu tertawa gelak-gelak.
Di balik pohon keladi hutan berdaun lebar Bidadari Angin Timur mendekam tak
bergerak. Dia memang sengaja bersembunyi karena tidak ingin kehadirannya
diketahui orang.
"Aku tahu masih ada beberapa prang di tempat ini. Jika kalian memang para
sahabat mengapa tidak memberi tahu...?"
"Kek! Aku Wiro Sableng! Aku bersama Ratu Duyung. Dia yang barusan menghajar
seorang pemuda berjuluk Utusan Dari Akhirat!"
"Ratu Duyung! Apa kabarmu"! Pendekar 212! Aku senang mendengar suaramu.
Syukur kau masih hidup! Ha... ha... ha!" Orang tua ini memandang berkeliling.
"Masih ada beberapa orang lagi di tempat ini. Sembunyi di balik pohon atau semak
belukar! Tak jadi Wasiat Malaikat
61 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
apa! tak jadi apa. Tapi semua kalian yang hadir di tempat ini! ingat malam nanti
adalah malam bulan purnama empat belas hari! Malam ini adalah malam perjanjian.
Kita berkumpul di Telaga Gajahmungkur sebelah barat! Nah, aku pergi sekarang!
Sampai nanti malam!" Si kakek kerontangkan kalengnya tiga kali.
Semua orang yang ada di tempat itu menjadi terkesiap karena baru sadar bahwa
malam nanti adalah malam bulan purnama empat belas hari. Ketika mereka memandang
lagi ke depan Kakek Segala Tahu tak ada lagi di tempat itu.
Sementara itu di satu tempat yang terlindung Puti Andini memandang pada kakek
botak di sampingnya. Si kakek gelengkan kepala. "Jangan kau berani membuka
mulut! Kita tidak perlu memberi tahu kehadiran kita di sini. Aku punya firasat
sesuatu akan terjadi di tempat ini. Kau dan Panji tetap di sini. Aku coba
menyelidik ke balik pohon besar sana. Aku barusan melihat ada seseorang
menyelinap di tempat itu."
Tak jauh dari situ, di balik pohon keladi hutan berdaun sangat lebar Bidadari
Angin Timur merasakan tubuhnya tegang ketika tiba-tiba di belakangnya ada satu
suara berkata perlahan tapi jelas.
"Sahabat berwajah jelita. Waktu kita tidak lama. Ambil senjata ini. Berikan pada
pemiliknya sebelum malam tiba...."
Sebuah benda yang memancarkan cahaya berkilauan tiba-tiba diangsurkan di depan
Bidadari Angin Timur hingga gadis ini tersurut kaget.
"Kapak Naga Geni 212 yang dikabarkan lenyap!" desis Bidadari Angin Timur. Dia
berpaling ke samping. Saat itu tepat di sebelahnya tegak seorang mengenakan
pakaian serba kuning. Wajah dan rambutnya tertutup cadar berwarna kuning pula.
"Siapa kau.... Mengapa senjata ini ada padamu?" tanya Bidadari Angin Timur.
"Seperti kataku tadi. Kita tak punya waktu lama. Lekas simpan senjata ini.
Sembunyikan di balik pakaianmu. Lekas ambil!"
Walau hatinya bimbang tapi karena, mengenali sekali bahwa senjata itu adalah
Kapak Naga Geni 212 milik Wiro maka Bidadari Angin Timur segera mengambil dan
menyimpannya di balik pakaiannya.
"Sekarang dengar. Di sekitar tempat ini ada beberapa orang bermaksud jahat.
Lihat ke depan, ke arah semak belukar lebat...."
Bidadari Angin Timur menoleh ke arah yang dikatakan. Di jurusan itu dia melihat
beberapa orang berpakaian aneh dan mukanya dicat merah, hijau dan hitam. "Mereka
adalah orang-orang Lembah Akhirat. Mereka tengah memata-matai kita. Mereka punya
maksud jahat! Mereka mencari Pedang Naga Suci 212! Bermaksud merampasnya!"
"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Bidadari Angin Timur.
"Aku tahu kau memiliki gerakan laksana angin secepat kilat. Kita harus bertindak
cepat merampas pedang mustika itu. Lalu...."
Bidadari Angin Timur terkejut. "Kau berada di pihak mana sebenarnya" Mengapa kau
hendak merampas senjata orang"!"
"Bukankah kau ingin menolong Pendekar 212. Bagaimana kalau orang-orang Lembah
Akhirat bergerak lebih cepat. Kita harus mendahului sebelum terlambat. Hanya
Pedang Naga Suci 212 yang bisa menyembuhkan musibah yang menimpa diri orang yang
kau cintai itu...."
Berubahlah paras Bidadari Angin Timur.
Wasiat Malaikat
62 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Dengar, selain orang-orang Lembah Akhirat, ada orang lain yang juga punya niat
jahat. Sekarang ikuti apa yang aku katakan. Aku akan melompat ke arah gadis
.bernama Puti Andini itu lalu membelok dan lari ke kanan. Aku tidak melakukan
apa-apa. Hanya mencuri perhatian, Kau mendatangi si gadis dari arah lain. Kau
harus mampu mengambil Pedang Naga Suci 212 yang disembunyikan di balik kain.
Sebelum tengah malam kita bertemu di barat Telaga Gajahmungkur. Tapi ingat.
Jangan dulu bergabung dengan para tokoh! Kau harus bisa membawa Pendekar 212 ke
satu tempat di mana ada dua pohon yang batang nya tumbuh saling bersilang.
Bagaimana caranya tak perlu kubilang. Terserah akalmu yang panjang. Kau siap?"
Bidadari Angin Timur menatap mata bening orang bercadar kuning itu. "Pedang Naga
Suci 212 bukan senjata sembarangan. Siapa yang berniat jahat bisa celaka
sendiri. Paling tidak tangannya akan terkelupas sampai kelihatan tulang!"
"Aku tahu kau adalah seorang perawan suci. Maksud kita mengambil Pedang Naga
Suci 212 bukan untuk merampas atau mencuri. Kita punya niat baik tersembunyi.
Menolong seorang kekasih. Kekasihmu sendiri. Jangan ada keraguan di dalam hati!"
"Baik, aku siap. Tapi ingat satu hal. Jika kau menipu, lehermu akan kupatahkan
lebih dulu!"
Orang bercadar tersenyum di balik cadarnya. Dengan tangan kanannya dibelainya
pipi Bidadari Angin Timur seraya berkata. "Tidak ada yang paling bahagia di
dunia ini selain menolong orang yang kau cintai! Nan, aku bergerak sekarang!
Buang rasa bimbang yang masih mengambang!"
* * * Wasiat Malaikat
63 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
TAMAT Episode berikutnya :
DENDAM DALAM TITISAN
Hak cipta dan copyright milik Alm. Bastian Tito Wiro Sableng telah terdaftar
pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta,
Paten dan Merek dibawah nomor 004245
"Mengenang Alm. Bastian Tito"
Pengarang Wiro Sableng
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Komentar dan saran : samademail@gmail.com
IM : samchatacc@yahoo.com
Blog : http://samadblog.freehostia.com/Sam_WordPress atau Kaskus thread No.
865522 Wasiat Malaikat
64 Rahasia Laskar Iblis 2 Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo Ratu Alam Baka 2