Api Cinta Sang Pendekar 2
Wiro Sableng 139 Api Cinta Sang Pendekar Bagian 2
"Jangan memuji. Aku hanya kebagian rejeki besar dipercaya dan diberi ilmu oleh
seorang kakek sakti di Pulau Andalas," Anggini memberi tahu. Dia memang
mendapatkan ilmu kepandaian itu dari Nyanyuk Amber, kakek sakti yang tinggal di
Danau Maninjau.
"Mau kau apakan dua ekor burung itu?" tanya Loh Gatra. "Mau dipanggang?"
API CINTA SANG PENOE KAR 28
"Mereka bisa menolong kita mencari jaian di dalam lorong."
"Cerdik sekali!" kembali Loh Gatra memuji. "Tapi asal kau tahu saja. Seekor
burung akan selalu terbang ke arah yang lebih terang, ke tempat terbuka."
"Kita harus menjaga agar mereka jangan sampai terbang ke arah mulut goa. Itu
sebabnya aku menangkap dua ekor sekaligus. Jika yang satu sudah terbang ke
dalam, temannya pasti mengikuti..."
Habis berkata begitu Anggini lalu melompat masuk kedalam goa batu. Burung di
tangan kanan dilepas lebih dulu. Binatang ini sesaat terbang berputar lalu
melayang membalik ke arah mulut goa. Cepat-cepat Anggini menguSirnya hingga sang
burung terpaksa berbalik terbang ke dalam lorong. Setelah itu baru Anggini
melepaskan burung di tangan kiri. Burung ini melesat ke dalam terowongan
mengikuti temannnya yang telah terbang lebih dulu. Anggini memberi tanda. Lalu
lari mengikuti arah terbang dua ekor burung. Loh Gatra menyusul walau hati
kecilnya merasa ragu apakah dua binatang itu benar-benar mampu memandu mereka
masuk ke dalam markas Barisan Manusia Pocong 113 Lorong Kematian.
API CINTA SANG PENOE KAR 29
NYI LARASATI masih tergolek di atas tempat tidur tanpa sehelai kainpun menutupi
auratnya ketika Wakil Ketua Barisan Manusia pocong datang menyampaikan laporan.
Yang Mulia Ketua cepat mengenakan jubah dan kain penutup kepala lalu menemui
wakilnya itu didepan tirai besar tipis.
"Hanya perintah Yang Mulia Ketua yang harus dilakukan! Hanya Yang Mulia Ketua
seorang yang wajib dicintai!"
"Wakil Ketua. Kau menganggu saat aku bersenang-senang. Bagaimana penyelidikanmu"
Kau temukan caping dan kaleng rombeng milik Kakek Segala Tahu?"
Wakil Ketua membungkuk dalam.
"Mohon maafmu Yang Mulia Ketua. Hukuman apapun akan saya terima. Saya dan anak
buah telah berusaha keras mencari. Namun caping dan kaleng rombeng itu tidak
ditemukan. Besar kemungkinan sudah ditemui lebih dulu oleh orang lain dan
diambil." "Menurutmu, apa perlunya caping butut dan kaleng rombeng itu bagi orang lain?"
ucap Yang Mulia Ketua dengan mata melotot beringas dan nada suara tinggi.
"Saya menduga yang menemukan adalah orang yang kenal dengan Kakek Segala
Tahu..." Di balik kain putih penutup kepala rahang Sang Ketua menggembung menahan luapan
amarah. "Aku sedang bersenang-senang, kau datang mengganggu. Membawa laporan sangat
tidak menyenangkan! Apa yang sekarang ada dibenak tololmu"!"
"Yang Mulia Ketua. Kalau benda itu ditemukan oleh orang yang kenal Kakek Segala
Tahu, berarti ada tokoh rimba persilatan lain yang akan mendatangi tempat ini."
"Kalau begitu mengapa kau dan anak buahmu tidak segera menyelidik dan menangkap
mereka?" "Segera akan saya lakukan Yang Mulia" Jawab Wakil Ketua. Lalu menyambung
ucapannya. "Seorang Satria Pocong melapor. Dia bersama kawannya melihat dua penyusup masuk
ke dalam mulut lorong dari arah kawasan bukit batu."
"Begitu" Apa sudah diketahui Siapa mereka?"
API CINTA SANG PENOE KAR 30
tanya Yang Mulia Ketua
"Yang lelaki adalah Loh Gatra, suami Nyi Larasati.."
"Ha...ha...! Sayang dia datang terlambat Tidak sempat menyaksikan bagaimana
barusan aku bersenang-senang dengan istrinya!"
Sepasang mata Wakil Ketua melirik ke arah tirai tipis pemisah ruangan seolah mau
menembus ke ruangan di balik sana
"Siapa penyusup kedua?" Yang Mulia Ketua bertanya.
"Seorang gadis bernama Anggini."
"Bagus! Dia adalah satu dari tiga gadis cantik yang harus kau tangkap hidup-
hidup! Tawanan kita mulai berdatangan Dengar Wakil Ketua! Gadis ini sangat
penting artinya bagiku! Bukan saja karena dia cantik. Tapi dia adalah juga murid
Dewa Tuak dan sekaligus kekaSih Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng! Setahuku
beberapa waktu lalu dia
menuntut ilmu kesaktian di Pulau Andalas. Begitu kau berhaSil meringkusnya
segera bawa ke hadapanku!"
"Hanya perintah Yang Mulia Ketua yang harus dilakukan! Hanya Yang Mulia Ketua
seorang yang wajib dicintai!" Ucap Wakil Ketua. Lalu sebelum pergi dia bertanya.
"Bagaimana dengan lelaki bernama Loh Gatra". Saat ini kita kekurangan orang.
Hanya tinggal satria pocong."
"Ilmunya tidak seberapa tinggi. Nasibnya buruk!
Bunuh saja!' jawab Yang Mulia Ketua.
'Saya Siap melakukan perintah Yang Mulia."
"Bawa serta Yang Mulia Sri Paduka Ratu."
"Akan saya laksanakan," jawab Wakil Ketua sambil membungkuk dan matanya lagi-
lagi melirik ke arah tirai tipis.
"Ada sesuatu yang ingin kau lihat di balik tirai ini?" Yang Mulia Ketua
bertanya. Anak kesal dengan Sikap wakilnya itu.
"Maafkan saya Yang Mulia."
"Nyi Larasati, istri Loh Gatra ada di tempat ketiduranku. Apakah kau berminat?"
Wakil Ketua tersenyum lalu menggeleng.
"TerimakaSih Yang Mulia Ketua. Saya mohon diri untuk melaksanakan perintah."
"Tunggu dulu. Siapa perempuan hamil yang akan kita ambil darah bayinya untuk
mengusap ubun-ubun Yang Mulia Sri Paduka Ratu beberapa hari dimuka"'
"Nyi Upti, puteri mendiang Ki Mantep Jalawardu Kepala Desa Plaosan ' Menerangkan
Wakil Ketua. 'Seingatku, kehamilannya belum mencapai API CINTA SANG PENOE KAR 31
sembilan bulan."
'Betul sekali Yang Mulia Ketua. Tidak ada perempuan lain yang usia kandungannya
setua dia. Lagi pula kita punya cara untuk mempercepat kelahiran bayinya'
"Bagus. Kalau begitu kau boleh pergi."
Wakil Ketua Barisan Manusia pocong menjura lalu tinggalkan kamar itu.
*** Kembali kepada Loh Gatra dan Anggini yang memasuki 113 Lorong Kematian dengan
mengandalkan panduan dua ekor burung. Setelah terbang sejauh lima puluh langkah
di dalam lorong batu. dua ekor burung berputar-putar seperti bingung karena di
kiri kanan terdapat banyak cabang lorong. Saat itu mereka baru memasuki dan
berada di lorong pertama. Anggini dan Loh Gatra berjaga-jaga agar kedua binatang
itu tidak kembali terbang ke arah mulut goa. Setelah berputar terus sampai enam
kali. salah seekor burung melesat memasuki cabang lorong ke lima sebelah kanan.
Burung kedua mengikuti. Anggini memberi tanda pada Loh Gatra. Keduanya lari ke
arah cabang lorong yang dimasuki dua ekor burung.
Sejarak dua puluh langkah dari tikungan cabang lorong tiba-tiba terdengar suara
benda berdesing.
Disusul suara kelepakan sayap disertai pekik denyit binatang. Lalu blaakk
blaakk! Loh Gatra dan Anggini terkejut, sama hentikan lari.
Di depan mereka, di lantai cabang lorong batu ke 5, dua ekor burung yang
dijadikan sebagai pemandu tergeletak mati. Masing-masing kepala ditancapi sebuah
bendera berbentuk segi tiga, berwarna merah basah!
"Bendera Darah" biSik Loh Gatra.
"Perangkat maut Manusia pocong." ucap Anggini sambil memandang waspada seputar
lorong temaram. "Sebelum istriku diculik, bendera seperti ini menancap di pintu rumahku. Wiro
juga pernah dibokong dengan benda ini," balas berucap Loh Gatra.
"Betttt"
Satu bayangan putih berkelebat muncul dari tikungan lorong. Manusia pocong!
Mahluk ini berdiri sekitar tujuh langkah di depan Loh Gatra dan Anggini.
API CINTA SANG PENOE KAR 32
Sepasang mata di balik kain putih penutup kepala memandang tak berkesip. Dua
tangan terkembang ke samping. Salah satu kaki berada di depan kaki lainnya.
Jelas ini merupakan satu kuda-kuda menutup jalan yang setiap saat bisa berubah
menjadi gerak penyerangan.
Loh Gatra dan Anggini merasa ada sambaran angin di sebelah belakang. Keduanya
cepat berpaling. Seorang manusia pocong lagi sudah berada di belakang mereka.
Heran, dari cabang lorong sebelah mana munculnya mahluk satu ini hingga tahu-
tahu sudah berada di tempat itu.
Perawakan tinggi besar, dua tangan dirangkap di atas dada sementara dua mata
memancarkan kilatan menggidikkan. Dari penampilan Manusia pocong ini baik Loh
Gatra maupun Anggini segera memaklumi kalau dia memiliki tingkat jabatan serta
kepandaian melebihi dari Manusia pocong pertama. Mungkin sekali dia adalah
pimpinan dari Barisan Manusia pocong 113 Lorong Kematian.
"Bangsat penculikl Dimana istriku"!" Loh Gatra tiba-tiba keluarkan bentakan
keras hingga suaranya menggelegar di Seantero lorong batu.
"Ha..ha....Jadi kau rupanya manusia yang kehilangan istri." Manusia pocong yang
berdiri sambil rangkapkan tangan di atas dada keluarkan ucapan.
Lalu leletkan lidah, keluarkan suara berdecak. Dia bukan lain adalah Wakil Ketua
Barisan Manusia pocong. "Bukankah kau manusianya yang bernama Loh Gatra?"
Loh Gatra kaget orang tahu Siapa dirinya.
"Hantu keparat! Iblis jahanam! Dengar! Siapapun kau adanya katakan cepat dimana
istriku! Kalau dia sampai cidera aku..."
Wakil Ketua Manusia pocong potong bentakan Loh Gatra dengan hamburan tawa
bergelak. Anggini yang sudah tidak sabaran berteriak keras.
"Kalian menculik guruku!"
Gadis cantik ini langsung menerjang dan lancarkan serangan tangan kosong dahsyat
dalam jurus bernama Memagut Naga Membungkam
Matahari. Saat itu Anggini bukan saja ingin membungkam gelak tawa sang Wakil
Ketua, tapi sekaligus ingin memecahkan kepalanya.
Orang yang diserang cepat bersurut mundur
sambil dua tangan bergerak mengebutkan lengan jubah. Dua gelombang angin dahsyat
menderu. membuat pukulan Anggini terpental ke samping, menghantam dinding batu.
API CINTA SANG PENOE KAR 33
"Braakkk!"
Dinding lorong yang tebal keras hancur berhamburan. Sebuah lobang terpampang di
dinding batu. Wakil Ketua keluarkan suara berdecak, leletkan lidah lalu berkata. 'Gadis galak!
Kalu saja Yang Mulia Ketua tidak menyuruh aku meringkusmu hidup-hidup dan
membawamu ke hadapannya, sudah tadi-tadi aku ingin menangkap dan membawamu ke
kamarku sendiri! Kami orang-orang Seratus Tiga Belas Lorong Kematian tahu kau
adalah kekaSih Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng. Kami punya dendam kesumat
setinggi langit sedalam lautan terhadap manusia satu itu!"
"Aha! Semakin jelas kepengecutan kalian!" ucap Anggini keras. "Bukan cuma berani
terhadap perempuan-perempuan hamil tidak punya daya!
Sekarang malah pergunakan Siasat licik. Tidak berani menghadapi Wiro Sableng
secara langsung,
pergunakan diriku sebagai umpan! Bukan begitu"!
Mahluk setan! Buktikan kalau kau memang punya kemampuan meringkus diriku!"
Wakil Ketua Barisan Manusia pocong
menggembor marah. Dia bergerak maju dengan dua tangan terpentang Anggini
mendahului. Tangan kanannya bergerak cepat. Mendadak sontak tiga buah benda
melesat di dalam lorong temaram, memancarkan cahaya berkilat. Sang Wakil Ketua
yang tidak mengira akan mendapat serangan mendadak keluarkan seruan keras dan
cepat-cepat menghindar ke samping.
"Brettt"
Dua benda berkilat yang melesat di udara menghantam dinding batu, tembus amblas
tak kelihatan lagi. Asap kelabu mengepul dari dua lobang tempat benda-benda tadi
menancap. Benda berkilat ke tiga berhaSil merobek bahu kiri jubah putih Wakil Ketua dan
menyerempet daging bahunya. Walau tidak parah tapi luka yang dideritanya cukup
sakit serta rasa geram amat sangat.
"Gadis edan Sialan!" maki Wakil Ketua. Sepasang mata berkilat merah memandang ke
arah Anggini lalu melirik ke lantai. Di Situ tergeletak benda yang tadi
menyerempet bahunya. Benda itu ternyata adalah sebuah paku terbuat dari perak
murni. Itulah senjata rahasia pemberian Dewa Tuak yang dalam rimba persilatan
terkenal dengan sebutan Paku Perak Pemburu Nyawa. Dalam sakit dan geram sesaat
Sang API CINTA SANG PENOE KAR 34
Wakil Ketua juga tercekat pula.
"Mau lagi?" ucap Anggini mengejek. Tangannya bergerak membuka ikatan selendang
ungu di pinggang. Di dalam rimba perSilatan, selendang ungu yang terbuat dari
sutera ini merupakan salah satu senjata hebat dan langka yang ditakuti lawan.
Wakil Ketua Manusia pocong memaki dalam hati lalu berkata. "Gadis galak! Saatmu
sudah tiba"
Sementara itu di bagian lorong yang lain Loh Gatra bertempur hebat dengan Satria
Pocong yang tadi muncul bersama Wakil Ketua. Loh Gatra sangat bernafsu ingin
cepat-cepat membunuh mahluk ini.
Ternyata tingkat kepandaian Si Manusia pocong tidak berada di bawahnya. Menempur
hampir lima jurus Loh Gatra memang mampu menghajar dada lawan dengan satu
jotosan keras. Namun yang dihantam hanya meliuk sedikit lalu menerjang kirimkan
serangan balasan cepat dan ganas. Membuat Loh Gatra terdesak ke sudut lorong
batu. "Yang Mulia Sri Paduka Ratu! Apa yang kau tunggu"!" Pada saat Anggini Siap
menyerangnya dengan selendang ungu Wakil Ketua Barisan Manusia Pocong 113 Lorong
Kematian tiba-tiba berseru lantang.
Baik Anggini maupun Loh Gatra sama-sama merasa heran mendengar teriakan Manusia
pocong itu. Siapa yang dimaksudkan dengan Yang Mulia Sri Paduka Ratu" Apakah
pimpinan mereka" Tetapi teriakan tadi mengapa bernada perintah" Apakah Manusia
pocong satu ini lebih tinggi kedudukannya dari yang dipanggil dengan sebutan
Yang Mulia Sri Paduka Ratu" Ternyata 113 Lorong Kematian bukan saja penuh dengan
maut tapi juga menyimpan keanehan!
Loh Gatra dan Anggini tidak menunggu lama. Di dalam lorong tiba-tiba ada orang
bernyanyi Aneh.
Suaranya merdu, memelas. Tapi syair nyanyian membuat bulu tengkuk bergidik.
Selain itu, suara nyanyian menyebabkan Seantero lorong bergetar. Di lantai batu
terasa ada hawa aneh menjalar, masuk ke dalam tubuh Loh Gatra dan Anggini lewat
dua kaki Membuat tubuh keduanya bergetar ngilu. Loh Gatra dan Anggini cepat
kerahkan tenaga datam.
Kematian datang tidak disangka
Di dalam bukit batu
Ada seratus tiga beias lorong
Siapa masuk akan tersesat
API CINTA SANG PENOE KAR 35
Tidak ada jalan keluar
Sampai kematian datang menjemput
Di dalam lembah
Ada Rumah Tanpa Dosa
Inilah tempat teraman bagi mahluk tidak berdosa Bendera Darah tambang kematian
Tiada daya menentang ajal
Darah suci bayi yang dilahirkan
Pembawa kehadiran Nyawa Kedua
Sambungan hidup insan tak bernyawa
Di dalam lorong ada kesepian
Di dalam kesepian ada kehidupan
Di dalam lorong ada kesunyian
Di dalam kesunyian ada kematian
Manusia pocong yang menggempur Loh Gatra
mendadak hentikan serangan dan tegak diam, bersandar di dinding lorong batu.
Sang Wakil Ketua bertindak mundur menjauhi Anggini yang Siap menyerang dengan
selendang ungu. Di lantai tibatiba ada getaran-getaran. Mula-mula halus, antara
terasa dan tidak. Makin lama makin keras dan pada puncaknya lorong ke 5 itu
seperti digoyang gempa.
Saat itulah muncul satu sosok manusia pocong, tinggi semampai. Kain jubah maupun
kain putih penutup kepalanya terbuat dari bahan yang bagus lembut dan berkilat.
Wiro Sableng 139 Api Cinta Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pada kain penutup kepala yang berbentuk pocong itu menempel sebuah mahkota kecil
berwarna hijau memancarkan Sinar benderang.
Di sebelah belakang, di bagian bawah kain putih penutup kepala menjulai rambut
hitam sampai ke pinggang. Sosok Manusia pocong satu ini menabur bau harum kayu
seperti kayu cendana.
"Yang Mulia Sri Paduka Ratu. Inikah mahluknya"
Diakah yang barusan menyanyi?" Anggini bertanya-tanya dalam hati.
Manusia pocong bermahkota hijau melangkah
melewati Satria Pocong yang tadi bertempur melawan Loh Gatra. Setiap langkah
yang dibuatnya menimbulkan suara getaran hebat di lantai terowongan.
"Luar biasa, belum pernah aku menemui mahluk seperti ini. Yang memiliki kekuatan
tenaga dalam seperti gunung berjalan!" Kembali Anggini membatin.
Lima langkah di hadapan murid Dewa Tuak, API CINTA SANG PENOE KAR 36
Manusia pocong bermahkota berhenti. Anggini memperhatikan. "Aneh," kata murid
Dewa Tuak dalam hati. "Sepasang mata mahluk ini tampak bagus. Tapi mengapa redup
tanpa cahaya sama sekali" Seorang memiliki tenaga dalam sehebat dia seharusnya
memiliki mata yang memancarkan Sinar kekuatan luar biasa. Matanya redup. Tapi
mengapa hatiku berdebar memandangnya" Tengkukku
bergidik...."
Manusia pocong yang disebut Yang Mulia Sri Paduka Ratu berpaling pada Satria
Pocong yang tadi berkelahi melawan Loh Gatra. Lalu alihkan pandangan pada Wakil
Ketua. Di lain saat dari mulutnya keluar suara tawa memanjang.
"Yang Mulia Sri Paduka Ratu!" Wakil Ketua Barisan Manusia pocong 113 Lorong
Kematian menegur heran. "Ada apa kau tertawa seperti ini"!"
"Hanya dua mahluk tak berguna seperti ini kalian tidak sanggup menghadapi!
Kalian hanya membuat aku membuang-buang waktu saja!" Habis berkata begitu Yang
Mulia Sri Paduka Ratu putar tubuhnya.
"Yang Mulia Sri Paduka Ratu, jangan pergi dulu!"
Wakil Ketua mengingatkan.
"Aku tahu apa yang harus aku lakukan!"
menjawab Yang Mulia Sri Paduka Ratu. Lalu dia melangkah ke arah datangnya
semula. Setelah melewati Loh Gatra yang tegak masih dalam keadaan tercekat,
mahluk ini pergunakan tangan kiri untuk menanggalkan kain putih penutup
kepalanya. "Ah. sayang sudah lewat. Aku tidak dapat melihat wajahnya," kata Loh Gatra dalam
hati. Saat itu Anggini juga ingin sekali melihat wajah Sang Ratu. Namun dia berada
lebih jauh di sebelah belakang.
Walau melangkah perlahan tetap saja dua kakinya membuat lantai terowongan ke 5
itu bergetar hebat.
Rambut hitam panjang sepinggang beralur-alur bagus mengikuti gerakan langkah dan
goyangan pinggul.
Tiba-tiba Yang Mulia Sri Paduka Ratu goyangkan kepala.
"Bettti"
Terjadilah satu hal luar biasa.
Rambut panjang hitam sepinggang melesat ke udara.
Kepala Loh Gatra terbanting ke belakang.
Tubuhnya langsung roboh dan tergelimpang tak berkutik di lantai batu lorong 5.
Dua mata melotot besar. Wajah mulai dari kening sampai ke dagu API CINTA SANG
PENOE KAR 37 seolah terbelah dihantam golok besar. Darah meleleh kemana-manal Lelaki malang
ini menemui ajal tanpa tahu apa sebenarnya yang membunuh dirinya!
"Loh Gatra!" Pekik Anggini begitu melihat apa yang terjadi. Gadis ini melompat namun di depan sana sekali Yang Mulia Sri Paduka Ratu goyangkan kepala.
Kembali rambut hitam sepinggang melesat dan desssl
Ujung rambut mendarat tepat di urat besar jalan darah pada pangkal leher
Anggini. Serta merta gadis Ini tertegun kaku. Tak mampu bergerak, tak bisa
bersuara. Bibirnya kelihatan membiru.
Yang Mulia Sri Paduka Ratu kembali umbar tawa panjang lalu melangkah pergi
tinggalkan lorong 5.
Wakil Ketua cepat mendekati Anggini. Pada bawahannya dia berkata. "Lekas
Singkirkan mayat itu. Lempar ke dalam jurang. Aku akan membawa gadis ini dan
menyerahkan pada Yang Mulia Ketua!"
Yang diberi perintah membungkuk hormat lalu panggul mayat Loh Gatra dan
tinggalkan tempat tersebut Untuk beberapa saat lamanya Wakil Ketua berdiri
pandangi wajah dan tubuh bagus Anggini Sambil mengusap bibir Si gadis yang
berwarna biru hatinya berkata. "Kalau kubawa barang sebentar ke kamarku, Yang
Mulia Ketua pasti tidak akan tahu.
Kekasihnya musuh besarku! Saat yang tepat untuk membalas dendam dengan terlebih
dulu melampiaskan nafsu menodai orang yang
dikasihinya! Sekail ini aku tidak mau kebagian Sisa terus-terusan!"
DI balik kain putih penutup kepala. Wakil Ketua menyeringai. Dia usap lagi bibir
Si gadis. Membelai pipi, mengusap wajah. Lalu memanggulnya di bahu kiri. Ketika
hendak melangkah tiba-tiba di ujung lorong sana terdengar suara menggaung keras.
"Wakil Ketua, jangan ada pikiran kotor di benakmu! Jangan ada hasrat mesum dalam
hatimu! Aku penghuni Rumah Tanpa Dosa! Hanya perintah Yang Mulia Ketua yang harus
dilakukan. Hanya Yang Mulia Ketua seorang yang wajib dicintai!"
Sang Wakil Ketua jadi tercekat dan hentikan langkah.
"Luar biasa sekali. Kini dia bahkan mengetahui apa yang ada dalam pikiran dan
hati orangl Aku kawatir ketinggian ilmunya bisa-bisa menjadi senjata makan tuan.
Mungkin aku perlu bicara dengan Yang Mulia Ketua. Ratu keparat! Kau menghalangi
diriku melampiaskan hasrat! Mungkin dirimu yang harus aku gauli lebih dulu!"
Wakil Ketua pandangi lagi API CINTA SANG PENOE KAR 38
wajah cantik Anggini. Setelah menarik nafas dalam sesaat kemudian baru dia
tinggalkan lorong 5 itu.
API CINTA SANG PENOE KAR 39
Dalam Episode sebelumnya (Pernikahan Dengan Mayat) diceritakan bagaimana
Bidadari Angin Timur berhasil mempengaruhi perasaan Anggini. Gadis cantik rimba
persilatan berambut pirang ini memberi tahu kepada Anggini bahwa dara hitam
manis bernama Wulan Srindi telah mengaku sebagai murid Dewa Tuak. Juga
menyatakan bahwasa dirinya telah dijodohkan dengan Pendekar 212 Wiro Sableng.
Bagi Anggini, seperti yang dikatakannya terus terang pada Wiro. walau hatinya
tersenyuh perih dan kemudian ada seberkas penyesalan, dia tidak pernah lagi
memikirkan soal rencana perjodohannya dengan pemuda itu. Karena selama ini tidak
pernah ada kejelasan, kelanjutan apalagi keputusan. Namun yang membuat Anggini
seolah jadi terbakar darahnya ialah pengakuan Wulan Srindi kalau dirinya adalah
murid Dewa Tuak. Ketika Anggini menanyakan hal itu langsung kepada Wulan Srindi,
antara kedua gadis itu terjadi perang mulut yang menjurus pada perselisihan
besar. Walau Anggini menyatakan tidak memikirkan soal perjodohan dengan Wiro,
sebagai seorang manusia betapapun rasa cemburu ikut membakar perasaannya.
Bagaimanapun juga
Pendekar 212 Wiro Sableng adalah pemuda pertama dalam kehidupannya.
Panas hati akibat perbuatan Bidadari Angin Timur, Pendekar 212 Wiro Sableng
secara bergurau
memberi tahu Anggini kalau Jatilandak, pemuda berkepala botak dan berkulit
kuning itu adalah kekasih Bidadari Angin Timur. Tentu saja Anggini terheran-
heran. Sebelum sempat Anggini
mengetahui apa yang sebenarnya yang terjadi antara Bidadari Angin Timur dengan
Wiro dan Jatilandak, gadis berambut pirang itu melompat ke atas kuda milik
Anggini, menghambur pergi. Jatilandak akhirnya tinggalkan pula tempat itu,
berusaha mengejar Bidadari Angin Timur.
Sementara itu Loh Gatra yang istrinya jadi korban penculikan oleh komplotan
manusia pocong dan tidak mau ikut terlibat dengan segala macam perseliSihan
segera pula tinggalkan tempat tersebut.
Dia ingin cepat-cepat menembus masuk kedaiam 113 Lorong Kematian. Begitu Anggini
tahu kemana pemuda itu hendak pergi, murid Dewa Tuak ini API CINTA SANG PENOE
KAR 40 langsung bergabung mengikuti lelaki itu. Wiro berusaha mencegah karena dia tahu
bahaya besar yang ada di lorong angker itu. Namun tak berhaSil.
Ditinggal berdua, Wiro dan Wulan Srindi akhirnya memutuskan untuk segera pula
berangkat menuju 113 Lorong Kematian. Sebelumnya Wulan Srindi telah pernah
diculik dan disekap di markas Barisan Manusia pocong. Karenanya bersama Wiro dia
mampu bergerak cepat ke arah tujuan.
Pagi hari kedua orang itu sampai di satu rimba belantara. Wulan Srindi ingat dan
berkata pada Wiro.
"Waktu aku disekap di dalam Seratus Tiga Belas Lorong Kematian, aku berhaSil
memperdaya seorang Manusia pocong. Rayuanku membuat dia mau membawa aku keluar
lorong maut. Aku dilarikan ke dalam rimba belantara ini. Di sebelah sana ada
sebuah pondok. Aku dibawa ke pondok itu. Ketika Manusia pocong hendak merusak
kehormatanku muncul Dewa Tuak...."
"Jadi begitu pangkal cerita pertama kali kau bertemu dengan kakek sakti itu."
Wulan Srindi anggukkan kepala.
Wiro memandang ke langit. Lalu bertanya. "Bukit batu dimana markas Manusia
pocong itu berada, apakah masih jauh dari Sini?"
Wulan Srindi menuju ke arah depan, agak miring ke kiri. "Selepas rimba belantara
ini ada satu lembah batu, membujur dari barat ke timur. Bukit dimana markas
Manusia pocong berada, terletak di seberang lembah batu."
"Pondok di dalam rimba, aku ingin melihatnya.
Antarkan aku kesana."
Wulan Srindi agak heran mendengar ucapan Wiro. "Perlu apa kau ingin melihat
pondok itu?"
"Hanya sekedar ingin tahu." jawab Wiro. "Kau duluan, aku mengikut dari
belakang."
Dengan hati bertanya-tanya Wulan Srindi masuk ke dalam rimba belantara. Tak lama
kemudian, di balik sederetan pohon besar tampak sebuah pondok kayu tanpa pintu.
Salah satu dindingnya terlihat jebol.
"Itu pondok yang aku ceritakan padamu,"
menerangkan Wulan Srindi.
Begitu sampai di pondok. Wulan Srindi langsung mau masuk ke dalam. Wiro sendiri
berhenti beberapa langkah di depan pintu pondok. Ada satu benda menarik
perhatiannya. Pendekar ini membungkuk mengambil benda tersebut yang ternyata
adalah sebuah bumbung terbuat dari bambu yang remuk API CINTA SANG PENOE KAR 41
ujungnya dan retak salah satu sisinya Wiro dekatkan ujung bumbung ke hidungnya.
Walau agak samar dia masih bisa mencium bau sesuatu. Bau tuak.
Perlahan-lahan murid Sinto Gendeng itu alihkan pandangannya pada Wulan Srindi
yang tegak di depan pintu pondok.
"Kau tidak berdusta," ucap Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Maksudmu?" tanya Wulan Srindi.
"Bumbung bambu ini milik Dewa Tuak."
"Dia punya dua bumbung bambu. Dengan
bumbung satu itu dia menghantam kepala Manusia pocong yang hendak menggagahiku.
Anehnya mayat Manusia pocong itu tidak ada di Sini. Kalau masih ada pasti sudah
membusuk."
Sambil memandang berkeliling Wiro berkata.
Orang-orang dari lorong kematian pasti sudah menyingkirkan mayat itu." Wiro
memandang ke langit lalu menatap ke arah Wulan Srindi. "Setelah Dewa Tuak
menolongmu, apa yang terjadi" Apa yang dilakukannya?"
"Hai! Aku tahu sekarang. Kau sengaja minta diantar kesini untuk mencari bukti
babwa Dewa Tuak memang pernah kesini. Bahwa semua kejadian yang aku ceritakan
tidak bohong!" '
"Tadipun sudah aku katakan kau tidak berdusta."
jawab Wiro sambit tersenyum. "Wulan, kau belum menjawab pertanyaanku."
"Ah, Ku pertama kali kau menyebut namaku. Aku suka sekali." Ucap Wulan Srindi.
"Aku yakin Dewa Tuak masuk ke dalam lorong kematian. Aku
berusaha menunggu di bebukitan. Lama sekali. Dia tidak kunjung muncul. Aku
kawatir manusia-manusia pocong itu telah meringkusnya."
"Dewa Tuak satu dan beberapa tokoh rimba persilatan yang tingkat kepandaiannya
sulit dijajaki.
Tidak mudah untuk mengalahkan apa lagi meringkusnya." Wiro diam sejenak. Wulan
Srindi bertanya-tanya dalam hati apa yang kini ada di benak sang pendekar.
Kemudian didengarnya Wiro berkata. "Aku tidak mengerti, bagaimana mungkin dalam
waktu perkenalan sesingkat itu Dewa Tuak mengangkatmu sebagai murid."
"Aku juga tidak mengerti," jawab Wulan Srindi cerdik. "Yang jelas aku berhutang
budi dan berhutang nyawa serta kehormatan pada kakek itu.
Aku tahu dia akan masuk ke dalam Seratus Tiga Belas Lorong Kematian. Aku minta
ikut bersamanya."
"Mengapa kau mau ikut masuk ke dalam lorong API CINTA SANG PENOE KAR 42
maut?" "Aku punya dendam kesumat terhadap manusia-manusia pocong itu. Mereka membunuh
guru dan saudara seperguruanku. Selain itu aku ingin berbakti pada Si kakek...."
"Maksudmu kau minta dijadikan murid?"
Wulan Srindi tidak mau terpancing.
"Menjadi murid tidak selalu berarti harus lebih dulu menerima segala macam
pelajaran. Saat itu aku tidak melihat cara lain.."
"Katakan saja, apakah Dewa Tuak benar mengangkatmu sebagai murid?"
"Mana mungkin dia bicara terang-terangan. Si kakek maklum pasti urusan bisa jadi
rincu karena dia sudah punya murid. Aku tahu dia suka padaku.
Dia berlaku bijaksana. Katanya nanti dia akan datang ke Gunung Lawu ke tempat
kediamanku. Untuk apa kalau bukan mau memberikan ilmu?"
"Kakek itu juga mengatakan bahwa kau adalah calon jodohku?"
"Ah, soal yang itu..." Wulan Srindi tersenyum, sembunyikan rasa kagetnya. Dia
lalu menjawab secara cerdik. "Dewa Tuak menyuruh aku mencarimu. Perlu apa dia
sengaja berbuat begitu kalau bukan ingin mempertemukan kita berdua?"
"Pertemuan bukan berarti perjodohan." ucap Wiro agak kesal.
"Dengar Wiro. Dewa Tuak bukan orang kolot yang asal menjodohkan orang tanpa
keduanya kenal lebih dulu. Setelah terjadi perjodohan bisa saja orang-orang yang
dijodohkan itu tidak perlu ketemu-ketemu. Buktinya seperti kejadian antara kau
dengan gadis bernama Anggini itu. Ihh, sombongnya dia.
Juga gadis berambut pirang yang aku dengar bernama Bidadari Angin Timur itu.
Uallah. Sepertinya semua pemuda gagah di dunia ini miliknya. Termasuk dirimu! Apakah dua
gadis itu memang kekasihmu" Bagaimana kau bisa bedaku adil membagi cinta dan
tidak ada saling cemburu diantara mereka. Malah keduanya cemburu padaku!"
Wulan Srindi tertawa panjang. Habis tertawa dia bertanya. "Hai, kalau kau nanti
kawin, apakah sekaligus akan memperistrikan kedua gadis itu?"
Wiro melengak lalu garuk-garuk kepala. Wajahnya agak bersemu merah.
"Aku tidak bercinta dengan mereka."
"Oo la lal Begitu" Betulkah?" Gadis hitam manis ini kembali tertawa. "Kau tidak
menjawab, tapi menggaruk kepala. Bingung ya?"
API CINTA SANG PENOE KAR 43
Wiro bertolak pinggang. "Gadis satu ini benar-benar centil." katanya dalam hati.
Tangan kanannya menyentuh secarik kain di pinggang. Kain itu adalah sapu tangan
pemberian Wulan Srindi ketika bibirnya luka akibat tamparan Sinto Gendeng. (Baca
Episode "Pernikahan Dengan Mayat") Wiro menarik sapu tangan itu dari pinggangnya,
maksudnya hendak dikembalikan pada Wulan Srindi Tapi Si gadis menolak.
"Kau marah padaku. Lalu mau mengembalikan sapu tangan yang memang tidak ada
harganya itu. Simpan saja. Mungkin ada gunanya. Paling tidak untuk menyeka keringat Kalau kau
tidak suka buang saja."
Wiro garuk kepala lalu SiSipkan kembali sapu tangan ke pinggangnya.
"Aku tahu...." ucap Wulan Srindi.
"Tahu apa?"
"Dua gadis itu. Mereka cantik-cantik. Aku saja yang perempuan sebenarnya suka
pada mereka. Apa lagi yang namanya laki-laki. Malah pada yang berambut pirang aku berhutang
budi besar sekali.
Dia yang menyelamatkan diriku sewaktu hendak diperkosa oleh seorang manusia
bejat bernama Warok Jangkrik. Dia sendiri kemudian ditotok dan dilarikan oleh
seorang lelaki tinggi besar berjubah dan beri lup kepala kain putih."
"Manusia pocong?"
"Hampir sama. Tapi dandannya agak lain.
Mungkin yang aku lihat itu pemimpin mereka. Gadis itu sekarang sudah selamat.
Hanya saja aku tidak tahu Siapa dan bagaimana ceritanya dia bisa selamat..."
"Waktu pertemuan malam itu. kau melihat seorang pemuda berkepala botak berkulit
serba kuning?" ujar Wiro.
Wulan Srindi anggukkan kepala.
"Kurasa dia yang menolong Bidadari Angin Timur."
"Aku melihat waktu itu, kau cemburu pada Si kuning itu. Betul" Kau juga tampak
Wiro Sableng 139 Api Cinta Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terpukul sewaktu Si pirang pergi diikuti pemuda botak berkulit kuning itu."
Wiro tidak menyangka kalau Wulan Srindi begitu memperhatikan semua kejadian
malam itu. Dia hanya bisa tersenyum dan garuk-garuk kepala.
"Aku tidak yakin, gadis berambut pirang bernama Bidadari Angin Timur itu adalah
pasangan yang cocok bagimu."
API CINTA SANG PENOE KAR 44
"Hemm..Kau berkata begitu karena merasa Dewa Tuak ingin menjodohkanmu dengan
diriku" Kau cemburu."
Wulan Srindi cemberut. Tapi Ini hanya satu kepura-puraan belaka. "Jelas aku
cemburu. Wong aku sudah dijodohkan denganmu". Si gadis melihat Wiro pencongkan
mulut dan garuk-garuk kepala.
"Kau tahu. aku melihat ada bayangan lain dibalik kecantikan wajah Bidadari Angin
Timur. Dia memang mengasihimu. Namun dia ingin menguasai dirimu secara
berlebihan. Mungkin saja dia akan menempuh segala cara untuk mendapatkanmu.
Kalau kau kawin dengan dia kau bisa jadi seperti katak dibawah tempurung."
Wiro tercengang mendengar semua ucapan Wulan Srindi itu. "Mulutmu centil
sekali!" "Begitulah adanya dirikul Aku tidak pernah memendam apa yang terasa dalam hati
dan dalam benakku. Mendiang guruku Ki Surablandong
mengajarkan agar kita selalu jujur terhadap semua orang. Dalam perkataan maupun
perbuatan. Aku cuma ingin berterus terang padamu. Bukan karena cemburu pada Si
pirang itu."
Wiro kembali garuk-garuk kepala, dia ingat pada ucapan Bunga alias Suci yang
berjuluk Dewi Bunga Bangkai. Satu kali gadis dari alam roh ini pernah berkata,
"....jika kelak di kemudian hari kau ingin memilih salah satu dari mereka
sebagai teman hidupmu, jatuhkanlah pilihanmu pada Ratu Duyung..."
Wiro menatap wajah Wulan Srindi. Si gadis balas memandang. Dan tersenyum. Sang
pendekar lagi-lagi dibuat garuk-garuk kepala. Gadis satu ini benar-benar bengal.
"Sebaiknya kita lanjutkan perjalanan," kata Wiro mengalihkan pembicaraan.
Bumbung bambu yang sejak tadi dipegangnya dilempar ke dalam pondok.
Tak lama setelah menyusuri sebuah kali kecil dan mendaki bebukitan batu Wiro dan
Wulan Srindi sampai di satu pedataran sempit yang disebelah kanannya membujur
sebuah jurang. Mereka sampai di tempat itu sebelum Wakil Ketua Barisan Manusia
pocong bersama anak buahnya datang menyelidik.
"Tahan!" Tiba-tiba Wiro berkata sambil tangannya dimeiintangkan di depan
pinggang Wulan Srindi.
"Ada apa?" tanya sang dara.
Wiro menunjuk ke depan. "Lihat, di depan sana."
Wulan Srindi perhatikan arah yang ditunjuk Wiro.
Sekitar sepuluh langkah di hadapan mereka, ditanah.
API CINTA SANG PENOE KAR 45
tergeletak sebuah caping dan sebuah kaleng. Wulan besarkan kedua matanya lalu
tertawa. "Hanya sebuah caping butut dan sebuah kaleng rombeng!
Kau begitu kaget! kukira tadi kau melihat hantu atau harimau! Kau membuat orang
kaget. Ada-ada saja!" Sambil bicara Wulan tepuk keningnya sendiir.
Wiro tidak perdulikan tawa dan ucapan Wulan Srindi. Dia melangkah cepat
menghampiri dan mengambil caping serta kaleng yang tergeletak di tanah.
"Kakek Segala Tahu...." kata Wiro perlahan.
"Eh, kau mengucapkan apa?" tanya Wulan Srindi.
"Caping dan kaleng ini..."
"Ya...ya. Itu memang caping dan kaleng. Bukan bantal dan selimut!" ujar Wulan
Srindi bercanda.
"Ini milik Kakek Segala Tahu." Ucap Wiro pula.
"Kakek Segala Tahu" Siapa dia?"
"Sahabat guruku. Aku sudah menganggapnya sebagai kakek sendiri. Dia salah
seorang dedengkot rimba persilatan. Seangkatan guruku. Eyang Sinto Gendeng."
"Bagaimana ini" Barang-barang miliknya ada tapi orangnya tidak kelihatan..."
Wiro memandang berkeliling lalu berjalan mendekati tepi jurang. Memperhatikan ke
dalam jurang dia tidak melihat apa-apa.
"Kakek Segala Tahu!" teriak Wiro. Karena berteriak dengan mempergunakan tenaga
dalam suaranya menggema hebat di dalam jurang lalu memantul ke atas membuat
Wulan Srindi tersurut satu langkah. Wiro berteriak sampai tiga kali. Tidak ada
jawaban. "Kalau kakek itu berada dalam jurang dan dalam keadaan hidup, pasti dia
mendengar. Pasti dia akan memberikan jawaban. Bagaimanapun juga caranya.
Kecuali kalau dia sudah menemui kematian di bawah sana..."
"Aku tak suka kau bicara begitu!" potong Wiro.
"Jangan marah! Kita harus mampu berpikir mencari kenyataan. Kita harus bisa
menduga-duga untuk mendapat bukti."
Murid Sinto Gendeng terdiam mendengar ucapan Wulan Srindi yang kemudian
dirasakan benar adanya.
"Kakek Segala Tahu sangat tinggi Ilmu kesaktiannya. Tidak mungkin dia dicelakai
orang lalu dibuang ke dalam jurang."
"Siapa tahu nasibnya lagi Sial. Mungkin kakek sahabat gurumu itu ditawan oleh
komplotan Manusia API CINTA SANG PENOE KAR 46
pocong. Astaga!"
"Ada apa?" tanya Wiro.
"Kenapa kita tidak melihat dari tadi"!"
Wulan Srindi melangkah ke kiri jurang dimana terdapat satu gundukan tanah. Wiro
mengikuti. Kedua orang ini berjongkok di depan gundukan tanah.
"Seperti kuburan," ucap Wulan Srindi.
"Siapa yang mati" Siapa yang di kubur" Kakek Segala Tahu?" kata Wiro pula.
"Tidak mungkin. Kalau ini memang kuburan, yang mati pasti anak kecil. Soalnya
kubur ini kecil."
"Bisa saja orang tua tapi tubuhnya kontet. katai."
Jawab Wiro, membuat Wulan Srindi tertawa lebar.
"Kita harus memastikan. Walau mungkin bukan Kakek Segala Tahu, bisa saja mayat
di dalam kubur seseorang yang aku kenal. Tanah gundukan masih merah, berarti
kubur ini masih sangat baru. Aku akan membongkar kuburan ini!" ujar Wiro.
"Kau hanya membuang waktu." Kata Wulan Srindi. "Kalau ini benar makam kakekmu
itu. Siapa yang membunuhnya" Siapa yang menguburnya?"
"Mungkin manusia-manusia pocong itu." Jawab Wiro.
"Wiro. perhatikan tanah di tempat ini. Banyak jejak kaki, nyaris membentuk
lobang. Katamu kakekmu itu tinggi ilmu kepandaiannya. Lantas apa mungkin bisa
dipecundangi oleh manusia-manusia pocong" Kalau mereka memang membunuhnya, aku
tidak yakin mahluk-mahluk setan itu mau bersusah diri menguburkan segala. Disana
ada jurang, pasti kakekmu akan dilempar ke dalam jurang. Aku yakin kakekmu masih
hidup. Bisa saja dia ditawan oleh manusia-manusia pocong. Buktinya guruku juga
sudah kena diringkus. Lalu sebelum dibawa pergi dia sengaja tinggalkan caping
dan kalengnya ini untuk tanda bagi Siapa saja yang menemukan."
Wiro terdiam dan tatap lama-lama wajah Wulan Srindi. Dalam hati murid Sinto
Gendeng ini berkata.
"Gadis satu ini. Ucapannya bisa saja ceplas-ceplos.
Tapi caranya berpikir benar-benar luar biasa dan masuk akal!"
"Apa yang ada dalam pikiranmu?" Tanya Wulan Srindi karena dipandang seperti itu.
"Manusia-Manusia pocong itu. Mereka bukan cuma menculik perempuan-perempuan
hamil. Tapi juga menculik tokoh-tokoh persilatan. Apa sebenarnya maksud tujuan
mereka" Rahasia apa yang ada di balik semua perbuatan yang mereka API CINTA SANG
PENOE KAR 47 lakukan?" "Jawabnya baru ketahuan setelah kita berada dalam lorong itu," jawab Wulan
Srindi. Wiro hanya bisa anggukkan kepala.
"Matahari pagi mulai menyengat. Biar aku pakai caping. Kau pegang kaleng
rombeng." Wulan Srindi lalu tarik caping yang dipegang Wiro dan diletakkan di
atas kepalanya. Lalu dia melangkah lebih dulu.
Baru berjalan lima tindak gadis ini buka capingnya.
"Kepalaku mendadak gatal! Caping ini pasti tidak pernah dibersihkan." Setelah
menggaruk kepalanya Wulan Srindi pakai kembali caping itu. Namun sesaat kemudian
dibuka lagi. Dan dia menggaruk lagi.
"Jangan-jangan banyak kutunya! Aku tak mau pakai caping! Kau saja yang pakai.
Aku biar membawa kaleng rombeng itu." Wulan Srindi lemparkan caping yang
kemudian jatuh bertengger di atas kepala Wiro. Lalu dia ambil kaleng rombeng
yang dipegang pemuda itu. Begitu dipegang tangannya digoyangkan. Dari dalam
kaleng serta meria keluar suara keras berisik. Si gadis tertawa cekikikan dan
kerontangkan lagi kaleng itu tiga kali berturut-turut hingga suara beriSik
menggema di seantero tempat.
"Aneh, kepalaku jadi ikutan gatal!" Ucap Wiro sambil menurunkan caping dari atas
kepalanya. Wulan Srindi tertawa. "Apa kataku! Caping itu pasti banyak kutunya! Apa lagi kau
yang memakai. Tidak pakai caping juga kulihat sudah sering garuk kepala! Sebaiknya cuci dulu
caping itu di sungai!
"Mending ketemu sungai," jawab Wiro. Caping dibalikkan. Ketika memperhatikan
bagian dalam caping yang terbuat dari bambu itu. di bawah lempengan bambu
melingkar yang menjadi tempat dudukan kepala Wiro melihat sebuah benda.
"Apa ini?" ucap Wiro dengan kening mengerenyit.
"Aha! Mungkin ini sarang kutunya!" Wiro ambil dan mengeluarkan benda yang
terselip di dalam caping. Benda Ku ternyata adalah gulungan kecil kain putih.
"Kain putih digulung. Dua ujungnya dekil.
Jangan-jangan ini korek kupingnya Si kakek." kata Wulan Srindi. "Coba saja kau
buka gulungannya.
Mau tahu apa isinya."
Wiro buka gulungan kain. Ketika gulungan kain putih kecil terbuka disitu
ternyata ada tulisannya.
Wiro dan Wulan Srindi sama-sama membaca tulisan yang tertera.
API CINTA SANG PENOE KAR 48
Batas antara kebaikan dan kejahatan adalah kebijaksanaan
Kehidupan yang terjadi tanpa izin Yang Kuasa Akan menimbulkan bencana malapetaka
dimana-marna Jika kehidupan pertama tidak dimusnahkan Rimba persilatan akan kiamat
Dalam kiamat tangan-tangan jahat akan jadi penguasa
Darah mengalir sederas air sungai di musim hujan
Nyawa tiada artinya lagi
Hanya pernikahan dengan mayat yang sanggup menjadi tumbal penyelamat Jika
pemilik pertama nyawa kedua seorang perempuan
Nikahkan dia dengan seorang perjaka Jika pemilik pertama nyawa kedua seorang
lelaki Nikahkan dia dengan seorang perawan Pernikahan adalah sesuatu yang sakral Dalam
kesakralan ada kesucian
Dalam kesucian ada jalan untuk selamat Maka kematian abadi akan menjadi jalan
keselamatan "Aneh." kata Wiro. "Bunyi tulisan ini agaknya menyangkut satu rahasia besar yang
kita tidak tahu."
"Aku memang masih perawan. Tapi nyawaku
tidak dua. Aku bukan mayat. Jadi bukan aku yang dimaksudkan dalam tulisan itu.
Bukan aku yang mau dinikahkan." Wu.an Srindi berucap dalam hati
"Tapi..." sang dara menatap pemuda di hadapannya. Lalu tersenyum.
"Kenapa kau tersenyum," tanya Wiro.
"Aku merasa bahagia." jawab Wulan Srindi.
"Bahagia" Apanya yang bahagia" Bahagia bagaimana?"
"Tulisan di atas kain putih itu. Cukup jadi petunjuk. Aku dan kau akan menikah.
Ada yang akan menikahkan kita di dalam Seratus Tiga Belas Lorong Kematian."
Wulan Srindi tekapkan dua telapak tangannya satu sama lain. Kepala
mendongak dan mulut kemudian berucap. Terima kasih Tuhan. Akhirnya kesampaian
maksudku untuk berbakti sebagai seorang istri pada pemuda bernama Wiro ini."
API CINTA SANG PENOE KAR 49
"Gila!" Wiro setengah berteriak. Kain putih hendak dibuangnya.
"Jangan! Biar aku yang menyimpan!" kata sang dara.
Wiro akhirnya masukkan gulungan kain putih itu ke dalam kantong hitam di
pinggang, tempat pembungkus batu sakti hitam pasangan Kapak Maut Naga Geni 212.
"Kita lanjutkan perjalanan. Coba kau pakai lagi capingnya." kata Wulan Srindi.
"Kau saja yang pakai. Kemarikan kaleng itu. Kau selalu mau menggoyang, bikin
suara beriSik. Padahal kita berada sekitar markas Manusia pocong."
Wiro ambil kaleng dari tangan Wulan Srindi lalu letakkan caping bambu di atas
kepala Si gadis.
Wulan diam sebentar, kemudian mulai melangkah sambil merasa-rasa.
"Aneh. tidak gatal lagi." kata sang dara pula.
"Pasti kakekmu itu mempermainkan kita." Wulan Srindi melirik ke arah bawah
pinggang Wiro. "Apa yang kau lirik?" tanya murid Sinto Gendeng.
Si gadis tersenyum. "Hati-hati kau meletakkan gulungan kain itu. Nanti ada
bagian tubuhmu sebelah bawah yang Jadi gatal. Di depanku kau pasti sulit dan
malu mau menggaruk!"
"Kau benar-benar gadis centil! Bengal!"
"Sudah, ayo Jalan!" Wulan Srindi tarik tangan Wiro.
Wiro berjalan sambil otaknya berpikir dan hatinya bertanya-tanya. Jangan-jangan
ucapan Wulan Srindi tadi bisa saja betul adanya. Ada orang yang hendak
menikahkan mereka di 113 Lorong Kematian.
Hatinya bimbang. Apakah dia perlu meneruskan perjalanan menuju 113 Lorong
Kematian" Kalau dia membatalkan, lalu bagaimana naSib Dewa Tuak serta para tokoh
lain yang diculik. Dan yang paling kasihan adalah perempuan-perempuan hamil yang
disekap di sana. "Gadis satu ini! Dia membuat pikiranku kacau saja!" Wiro
mengomel dalam hati sambil garuk kepala dan melirik ke arah Wulan Srindi.
Dalam keadaan Wulan Srindi berjalan sambil senyum-senyum dan Wiro berpikir-pikir
seperti itu tiba-tiba!
"Dicari lama tidak bersua! Sekarang muncul bersama seorang dara. Rejekiku besar
nian! Kalau urusan sudah selesai bolehlah aku bersuka-suka dengan Si hitam manis
ini! Ha....ha!"
Satu suara keras yang ditutup dengan tawa API CINTA SANG PENOE KAR 50
bergelak, menggelegar di tempat itu. Siapapun adanya orangnya pasti dia memiliki
tenaga dalam tinggi sekali!
API CINTA SANG PENOE KAR 51
WULAN Srindi melompat ke kiri. Wiro geser kaki kanan lalu cepat membalik. Di
hadapan mereka saat itu berdiri seorang tinggi besar, jubah putih menjela tanah,
kain penutup kepala tinggi putih. Sepasang mata di balik dua lobang kecil tampak
berkilat, memandang menyorot ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Manusia pocong!" ucap Wiro.
"Wiro," bisik Wulan Srindi. "Mahluk ini yang muncul di pondok tempat aku disekap
penjahat bernama Warok Jangkrik. Aku yakin dia juga yang kemudian menculik
Bidadari Angin Timur." (Baca Episode sebelumnya berjudul "Rumah Tanpa Dosa")
"Mahluk tolol pocongan!" hardik Wiro.
"Sembunyikan wajah di balik kain putih penutup kepala! Kau suka pada temanku
ini" Aneh! Setahuku manusia jelek macammu hanya senang pada perempuan-perempuan
bunting!" "Anak manusia bernama Wiro Sableng! Yang pernah kesasar ke Negeri LatanahSilam!
Apakah kau tidak mengenali diriku"!" Orang tinggi besar berjubah dan berpenutup
kepala kain putih keluarkan ucapan sambil bertolak pinggang.
Pendekar 212 Wiro Sableng tersentak kaget Tidak banyak orang yang tahu riwayjt
beradanya dia di negeri 1200 tahun Silam. (Baca kisah Wiro di negeri
LatanahSilam terdiri dari 18 Episode mu.ai dari "Bola Bola Iblis" diakhiri
"Istana Kebahagiaan")
"Jahanam satu ini Siapa dia sebenarnya?" Wiro berpikir, menduga-duga.
"Lihat sepasang mataku!" Tiba-tiba orang itu membentak.
Wiro dan juga Wulan Srindi arahkan pandangan ke arah dua lobang di kain putih
penutup kepala. Tiga pasang mata saling bentrokan.
Denyut jantung Pendekar 212 Wiro Sableng mendadak menjadi cepat. Dadanya
berdebar keras.
Sepasang mata membeliak tak berkesip. Lain hal dengan Wulan Srindi. Sebelumnya
gadis ini pernah melihat mahluk itu. namun tidak sempat
memperhatikan keadaan sepasang matanya.
Dua mata di balik dua lobang kecil itu ternyata berbentuk aneh. Dua bola mata
yang semustinya bulat berbentuk segi tiga berwarna hijau!
API CINTA SANG PENOE KAR 52
"Astaga, dia..." desis Wiro. "Sejak kapan dia jadi manusia pocong" Rupanya dia
yang jadi pemimpin mahluk-mahluk jahanam itu!"
"Kau masih belum bisa mengenali diriku dari sepasang mataku"!," Si jubah putih
mendengus. "Lihat!"
Wiro Sableng 139 Api Cinta Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Orang itu tutup ucapannya dengan menarik tinggi-tinggi bagian atas kain putih
penutup kepala.
Begitu wajahnya terSingkap, dia membuat gerakan berputar. Lalu kain dilepas.
Kepala dan wajahnya tertutup kembali.
"Hantu Muka Dua!" ucap Wiro dengan satu kaki tersurut
Sementara itu Wulan Srindi seperti melihat hantu beneran di Siang bolong.
Tengkuknya dingin, kaki bergetar. Bagaimanakan tidak! Orang yang barusan
menyingkap kain putih penutup kepalanya itu ternyata memiliki dua muka. Satu di
sebelah depan sebagaimana wajarnya. Lalu ada satu muka atau wajah lagi di
sebelah belakang. Kalau kulit wajah sebelah depan putih kekuningan maka wajah
sebelah belakang hitam keling berkilat.
"Wiro, Siapa adanya mahluk mengerikan ini?"
bisik Wulan Srindi.
Murid Sinto Gendeng dari Gunung Gede tidak perdulikan pertanyaan Si gadis. Saat
itu dia berlaku waspada dan sangat hati-hati. Di Negeri LatanahSilam, mahluk ini
dikenal dengan nama Hantu Muka Dua dan merupakan musuh besar, musuh bebuyutan
Wiro. Tidak dinyana sewaktu Istana Kebahagiaan meledak hancur, mahluk satu ini
ikut terpesat ke tanah Jawa.
Hantu Muka Dua memiliki sepasang bola mata berbentuk segi tiga warna hijau.
Masing-masing sudut segi tiga merupakan perlambang tiga sifat dirinya yaitu
Segala Keji. Segala Tipu dan Segala Nafsu.
"Kau rupanya yang jadi dedengkot mahluk-mahluk terkutuk Barisan Manusia pocong
Seratus . Tiga Belas Lorong Kematian!"
Mahluk di depan Wiro keluarkan suara mendengus lalu tertawa bergelak.
"Manusia pocong Hantu Muka Dua! Dosa besarmu mungkin bisa berkurang jika kau
membawa kami ke markasmu. Membebaskan semua tawanan.
Perempuan-perempuan hamil dan para tokoh rimba persilatan."
Hantu Muka Dua kembali umbar tawa bergelak.
"Dari dulu sifatmu tidak berubah. Keras kepala.
API CINTA SANG PENOE KAR 53
Mau menang sendiri! Sombong dan selalu
meremehkan orang lain! Bukan kau yang
memerintahku, tapi aku yang akan memaksa kehendak atas dirimu!"
"Begitu?" Wiro balas tertawa sambil mulutnya dipencong-pencongkan.
"Kau menghancurkan Istanaku! Lebih dari itu kau membuat aku terpesat ke negeri
celaka ini! Aku datang untuk membuat perhitungan atas segala dendam kesumat
sakit hati semasa kau berada di LatanahSilam!"
"Ha...ha! Aku mau tahu bagaimana hitung-hitungannya!" kata Wiro sambil
rangkapkan dua tangan di depan dada. "Dua ditambah tiga atau lima dikurang tiga
atau bagaimana?"
"Setan alas! Terima kematianmu! Bangkaimu akan jadi lumpur busuk! Arwahmu akan
melayang tersiksa sampai ke negeri Seribu dua ratus tahun Silam" Hantu Muka Dua
berteriak marah. Kaki kanannya dihentakkan hingga tanah bergetar. Dari sepasang
matanya yang tersembunyi dibalik kain putih penutup kepala melesat dua larik
Sinar hijau. Setiap ujung Sinar berbentuk segitiga lancip.
"Hantu Hijau Penjungkir Roh! Wulan, lekas menyingkir!" teriak Wiro yang pernah
tahu keganasan ilmu kesaktian Hantu Muka Dua itu.
Walau tahu kalau Hantu Muka Dua tidak akan membunuh Wulan Srindi karena konon
mahluk dari negeri 1200 tahun Silam ini mempunyai pantangan membunuh perempuan
Wiro yang tetap merasa
kawatir, cepat mendorong bahu Si gadis sehingga Wulan Srindi terpental jauh.
"Wusss! Wusss!"
Dua larik Sinar hijau angker berkiblat
mengeluarkan suara menggidikkan. Ilmu kesaktian yang dimiliki Hantu Muka Dua dan
dipergunakan untuk menyerang Wiro saat itu bernama Hantu Hijau Penjungkir
Langit. Menurut riwayat di Negeri LatanahSilam, ilmu kesaktian ini dulunya
adalah milik seorang tokoh bernama Hantu Lumpur Hijau. Secara licik Hantu Muka
Dua berhasil merampas ilmu itu dari sang pemilik. Benda apa saja yang kena
hantaman serangan itu, termasuk manusia, ujudnya akan hancur meleleh lunak,
berubah hijau seperti lumpur. (Baca riwayat petualangan Pendekar 212
Wiro Sableng sewaktu terpesat ke negeri 1200 tahun Silam LatanahSilam. mulai
dari Episode "Bola Bola Iblis" s/d "Istana Kebahagiaan") Untuk selamatkan diri
dari serangan maut yang API CINTA SANG PENOE KAR 54
luar biasa ganasnya itu Pendekar 212 Wiro Sableng secepat kilat jatuhkan diri.
Telapak tangan kiri bersitekan ke tanah. Tangan kanan diangkat ke arah mulut.
Mulut meniup telapak tangan. Saat itu juga pada telapak tangan Wiro muncul
gambar kepala harimau putih bermata hijau. Masih setengah jalan dua larik Sinar
sakti Hantu Hijau Penjungkir Roh berkiblat di udara ke arah Wiro. murid Sinto
Gendeng dorongkan tangan kanannya ke depan. Dia
menghantam tanpa mengerahkan tenaga dalam
sama sekali karena semua kekuatan justru berada didalam pukulan sakti yang
dilepas! "Desss! Desss!"
"Blaarr! Blaarr!"
Gelombang angin sakti tanpa warna yang keluar dari telapak tangan Wiro yang
disebut sebagai Pukulan Harimau Dewa menyongsong dan
menghantam dua larik Sinar hijau ilmu kesaktian Hantu Penjungkir Roh. Ilmu
pukulan langka ini didapat Wiro dari seorang kakek sakti di Pulau Andalas
bernama Datuk Rao Basaiuang Amen. (Baca serial Wiro Sableng Episode "WaSiat
Iblis" s/d Episode "Kiamat Di Pangandaran") Dua letusan dahsyat menggelegar.
Tanah bergetar seperti digoncang lindu Angin deras bertiup laksana topan. Wulan Srindi
pegangi caping di atas kepala agar tidak melayang lepas. Wajah gadis ini nampak
pucat. Dadanya turun naik.
Sosok Hantu Muka Dua tampak tergontai-gontai.
Kepalanya yang tertutup kain putih bergoyang miring ke kiri dan ke kanan. Dari
mulutnya terdengar suara hembusan nafas panjang pendek berulang-ulang.
Wiro sendiri terhempas ke tanah. Celakanya dua larik Sinar hijau serangan lawan
yang tadi berhaSil dihantam ke atas dan dibuat buyar kini bertaut lagi, menukik
melesat, kembali menyerang ke arah dirinya!
"Wiro awas!" teriak Wulan Srindi.
Wiro gulingkan diri di tanah sampai tubuhnya tenggelam masuk ke dalam serumpun
semak belukar. Dua larik Sinar hijau sakti melabrak tanah hingga terbongkar
meninggalkan dua lobang dalam dan lebar, lalu menghantam bagian bawah sebuah
pohon besar. Pohon terbongkar bersama akar-akarnya, tumbang bergemuruh. Sesaat
setelah pohon besar ini menyentuh tanah, keadaannya berubah. Seluruh pohon mulai
dari akar sampai ke ujung-ujung ranting menjadi hijau pekat, leleh API CINTA
SANG PENOE KAR 55
gemburseperti lumpur! Bisa dibayangkan kalau sampai tubuh Pendekar 212 Wiro
Sableng yang jadi sasaran! Wulan Srindi sampai terbelalak dan merinding bulu
tengkuknya menyakSikan kejadian itu.
"Manusia sombong! Kau masih mengenali ilmu kesaktianku tadi! Apakah kau juga
mengenali yang satu ini"!" Hantu Muka Dua keluarkan ucapan sambil berkacak
pinggang. Habis berkata begitu Hantu Muka Dua perlahan-lahan angkat tangan kanan ke atas.
Di balik kain putih penutup kepala mulutnya komat kamit melafalkan sesuatu.
Tiba-tiba tangan yang di atas kepala diputar setengah lingkaran. Sinar merah
menderu terang.
"Ilmu jahat Mengelupas Puncak Langit Mengeruk Kerak Bumi! Siapa takut!" teriak
Wiro menyebut nama pukulan sakti yang hendak dilepaskan lawan.
Dalam melengak kaget mendengar Wiro mengetahui dan menyebut ilmu pukulannya.
Hantu Muka Dua penuh geram menghantam ke depan.
Satu gelombang angin luar biasa derasnya dan memancarkan cahaya merah melabrak
ke arah Pendekar Wiro Sableng.
"Wulan! Lekas menyingkir!" teriak Wiro lalu secepat kilat melompat setinggi satu
tombak. Walau dia punya kemampuan untuk menangkis serangan lawan namun kawatir
Simbahan cahaya merah akan melanda Wulan Srindi.
"Wusss'"
Gelombang Sinar merah lewat ganas di bawah sepasang kaki Wiro. Di belakang sana
satu gundukan batu besar meledak hancur seperti disambar petir.
Pecahannya bertabur merah ke udara lalu luruh ke tanah membakar semak belukar
Sebuah pohon berketinggian tiga kali manusia dan besar dua pemelukan tangan
kelihatan merah laksana dipanggang lalu berubah menjadi kerangka hitam dan
akhirnya tumbang ke tanah!
Lolos dari pukulan "Mengelupas Puncak Langit Mengeruk Kerak Bumi" yang barusan
dilepas Hantu Muka Dua, Pendekar 212 melayang turun dengan tengkuk berkeringat
dingin. Dia tahu. kalau sampai dirinya terkena hantaman pukulan sakti itu maka
sekujur tubuhnya mulai dari ubun-ubun sampai ke telapak kaki akan terkelupas,
tinggal tulang belulang memutih!
"Hantu Muka Dua!" Berseru Wiro begitu dua kakinya menjejak tanah. "Aku memberimu
API CINTA SANG PENOE KAR 56
kesempatan satu kali lagi! Antar kami ke dalam lorong kematian! Bebaskan
perempuan-perempuan hamil dan para tokoh rimba persilatan! Perkara dlantara kita
akan selesai sampai d' Sini!"
Hantu Muka Dua tertawa bergelak.
"Perkara antara kita hanya selesai setelah tubuhmu jadi bangkai busuk dan rohmu
melayang tersiksa sampai langit ke tujuh!"
"Setan geblek!" maki Wiro.
Selesai keluarkan ucapan Hantu Muka Dua angkat dua tangan lurus-lurus ke atas.
Tubuhnya membuat gerakan berputar. Mula-mula perlahan lalu berubah cepat dan
makin cepat. Keadaan dirinya tak ubah seperti gaSing. Sementara dua tangan
kelihatan melambai-lambai di udara, gerakannya seperti orang memanggil-manggil.
Wiro merasa tubuhnya menjadi gontai. Pandangan mata agak berkunang. Dua kaki
terseret ke depan. Dia cepat kerahkan tenaga dalam.
Daya putaran tubuh Hantu Muka Dua luar biasa dahsyat. Wiro merasa tubuhnya
seperti disedot!
"Jahanam, ilmu kesaktian apa yang hendak dikeluarkan setan alas ini!" Maki murid
Sinto Gendeng. "Bless! Blesss!"
Karena berusaha mempertahankan diri dari daya sedotan, dua kaki Wiro amblas
masuk ke dalam tanah sampai sebatas mata kaki. Tapi hanya sesaat.
Di lain kejap dua kaki serta tubuhnya kembali tersedot ke arah putaran tubuh
Hantu Muka Dua!
Tangan Hantu Tanpa Suara. Itulah ilmu kesaktian yang tengah dikeluarkan Hantu
Muka Dua untuk menghabisi Wiro.
Anak Pendekar 21 Pendekar Mata Keranjang 20 Takhta Setan Satria Pondok Ungu 1
"Jangan memuji. Aku hanya kebagian rejeki besar dipercaya dan diberi ilmu oleh
seorang kakek sakti di Pulau Andalas," Anggini memberi tahu. Dia memang
mendapatkan ilmu kepandaian itu dari Nyanyuk Amber, kakek sakti yang tinggal di
Danau Maninjau.
"Mau kau apakan dua ekor burung itu?" tanya Loh Gatra. "Mau dipanggang?"
API CINTA SANG PENOE KAR 28
"Mereka bisa menolong kita mencari jaian di dalam lorong."
"Cerdik sekali!" kembali Loh Gatra memuji. "Tapi asal kau tahu saja. Seekor
burung akan selalu terbang ke arah yang lebih terang, ke tempat terbuka."
"Kita harus menjaga agar mereka jangan sampai terbang ke arah mulut goa. Itu
sebabnya aku menangkap dua ekor sekaligus. Jika yang satu sudah terbang ke
dalam, temannya pasti mengikuti..."
Habis berkata begitu Anggini lalu melompat masuk kedalam goa batu. Burung di
tangan kanan dilepas lebih dulu. Binatang ini sesaat terbang berputar lalu
melayang membalik ke arah mulut goa. Cepat-cepat Anggini menguSirnya hingga sang
burung terpaksa berbalik terbang ke dalam lorong. Setelah itu baru Anggini
melepaskan burung di tangan kiri. Burung ini melesat ke dalam terowongan
mengikuti temannnya yang telah terbang lebih dulu. Anggini memberi tanda. Lalu
lari mengikuti arah terbang dua ekor burung. Loh Gatra menyusul walau hati
kecilnya merasa ragu apakah dua binatang itu benar-benar mampu memandu mereka
masuk ke dalam markas Barisan Manusia Pocong 113 Lorong Kematian.
API CINTA SANG PENOE KAR 29
NYI LARASATI masih tergolek di atas tempat tidur tanpa sehelai kainpun menutupi
auratnya ketika Wakil Ketua Barisan Manusia pocong datang menyampaikan laporan.
Yang Mulia Ketua cepat mengenakan jubah dan kain penutup kepala lalu menemui
wakilnya itu didepan tirai besar tipis.
"Hanya perintah Yang Mulia Ketua yang harus dilakukan! Hanya Yang Mulia Ketua
seorang yang wajib dicintai!"
"Wakil Ketua. Kau menganggu saat aku bersenang-senang. Bagaimana penyelidikanmu"
Kau temukan caping dan kaleng rombeng milik Kakek Segala Tahu?"
Wakil Ketua membungkuk dalam.
"Mohon maafmu Yang Mulia Ketua. Hukuman apapun akan saya terima. Saya dan anak
buah telah berusaha keras mencari. Namun caping dan kaleng rombeng itu tidak
ditemukan. Besar kemungkinan sudah ditemui lebih dulu oleh orang lain dan
diambil." "Menurutmu, apa perlunya caping butut dan kaleng rombeng itu bagi orang lain?"
ucap Yang Mulia Ketua dengan mata melotot beringas dan nada suara tinggi.
"Saya menduga yang menemukan adalah orang yang kenal dengan Kakek Segala
Tahu..." Di balik kain putih penutup kepala rahang Sang Ketua menggembung menahan luapan
amarah. "Aku sedang bersenang-senang, kau datang mengganggu. Membawa laporan sangat
tidak menyenangkan! Apa yang sekarang ada dibenak tololmu"!"
"Yang Mulia Ketua. Kalau benda itu ditemukan oleh orang yang kenal Kakek Segala
Tahu, berarti ada tokoh rimba persilatan lain yang akan mendatangi tempat ini."
"Kalau begitu mengapa kau dan anak buahmu tidak segera menyelidik dan menangkap
mereka?" "Segera akan saya lakukan Yang Mulia" Jawab Wakil Ketua. Lalu menyambung
ucapannya. "Seorang Satria Pocong melapor. Dia bersama kawannya melihat dua penyusup masuk
ke dalam mulut lorong dari arah kawasan bukit batu."
"Begitu" Apa sudah diketahui Siapa mereka?"
API CINTA SANG PENOE KAR 30
tanya Yang Mulia Ketua
"Yang lelaki adalah Loh Gatra, suami Nyi Larasati.."
"Ha...ha...! Sayang dia datang terlambat Tidak sempat menyaksikan bagaimana
barusan aku bersenang-senang dengan istrinya!"
Sepasang mata Wakil Ketua melirik ke arah tirai tipis pemisah ruangan seolah mau
menembus ke ruangan di balik sana
"Siapa penyusup kedua?" Yang Mulia Ketua bertanya.
"Seorang gadis bernama Anggini."
"Bagus! Dia adalah satu dari tiga gadis cantik yang harus kau tangkap hidup-
hidup! Tawanan kita mulai berdatangan Dengar Wakil Ketua! Gadis ini sangat
penting artinya bagiku! Bukan saja karena dia cantik. Tapi dia adalah juga murid
Dewa Tuak dan sekaligus kekaSih Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng! Setahuku
beberapa waktu lalu dia
menuntut ilmu kesaktian di Pulau Andalas. Begitu kau berhaSil meringkusnya
segera bawa ke hadapanku!"
"Hanya perintah Yang Mulia Ketua yang harus dilakukan! Hanya Yang Mulia Ketua
seorang yang wajib dicintai!" Ucap Wakil Ketua. Lalu sebelum pergi dia bertanya.
"Bagaimana dengan lelaki bernama Loh Gatra". Saat ini kita kekurangan orang.
Hanya tinggal satria pocong."
"Ilmunya tidak seberapa tinggi. Nasibnya buruk!
Bunuh saja!' jawab Yang Mulia Ketua.
'Saya Siap melakukan perintah Yang Mulia."
"Bawa serta Yang Mulia Sri Paduka Ratu."
"Akan saya laksanakan," jawab Wakil Ketua sambil membungkuk dan matanya lagi-
lagi melirik ke arah tirai tipis.
"Ada sesuatu yang ingin kau lihat di balik tirai ini?" Yang Mulia Ketua
bertanya. Anak kesal dengan Sikap wakilnya itu.
"Maafkan saya Yang Mulia."
"Nyi Larasati, istri Loh Gatra ada di tempat ketiduranku. Apakah kau berminat?"
Wakil Ketua tersenyum lalu menggeleng.
"TerimakaSih Yang Mulia Ketua. Saya mohon diri untuk melaksanakan perintah."
"Tunggu dulu. Siapa perempuan hamil yang akan kita ambil darah bayinya untuk
mengusap ubun-ubun Yang Mulia Sri Paduka Ratu beberapa hari dimuka"'
"Nyi Upti, puteri mendiang Ki Mantep Jalawardu Kepala Desa Plaosan ' Menerangkan
Wakil Ketua. 'Seingatku, kehamilannya belum mencapai API CINTA SANG PENOE KAR 31
sembilan bulan."
'Betul sekali Yang Mulia Ketua. Tidak ada perempuan lain yang usia kandungannya
setua dia. Lagi pula kita punya cara untuk mempercepat kelahiran bayinya'
"Bagus. Kalau begitu kau boleh pergi."
Wakil Ketua Barisan Manusia pocong menjura lalu tinggalkan kamar itu.
*** Kembali kepada Loh Gatra dan Anggini yang memasuki 113 Lorong Kematian dengan
mengandalkan panduan dua ekor burung. Setelah terbang sejauh lima puluh langkah
di dalam lorong batu. dua ekor burung berputar-putar seperti bingung karena di
kiri kanan terdapat banyak cabang lorong. Saat itu mereka baru memasuki dan
berada di lorong pertama. Anggini dan Loh Gatra berjaga-jaga agar kedua binatang
itu tidak kembali terbang ke arah mulut goa. Setelah berputar terus sampai enam
kali. salah seekor burung melesat memasuki cabang lorong ke lima sebelah kanan.
Burung kedua mengikuti. Anggini memberi tanda pada Loh Gatra. Keduanya lari ke
arah cabang lorong yang dimasuki dua ekor burung.
Sejarak dua puluh langkah dari tikungan cabang lorong tiba-tiba terdengar suara
benda berdesing.
Disusul suara kelepakan sayap disertai pekik denyit binatang. Lalu blaakk
blaakk! Loh Gatra dan Anggini terkejut, sama hentikan lari.
Di depan mereka, di lantai cabang lorong batu ke 5, dua ekor burung yang
dijadikan sebagai pemandu tergeletak mati. Masing-masing kepala ditancapi sebuah
bendera berbentuk segi tiga, berwarna merah basah!
"Bendera Darah" biSik Loh Gatra.
"Perangkat maut Manusia pocong." ucap Anggini sambil memandang waspada seputar
lorong temaram. "Sebelum istriku diculik, bendera seperti ini menancap di pintu rumahku. Wiro
juga pernah dibokong dengan benda ini," balas berucap Loh Gatra.
"Betttt"
Satu bayangan putih berkelebat muncul dari tikungan lorong. Manusia pocong!
Mahluk ini berdiri sekitar tujuh langkah di depan Loh Gatra dan Anggini.
API CINTA SANG PENOE KAR 32
Sepasang mata di balik kain putih penutup kepala memandang tak berkesip. Dua
tangan terkembang ke samping. Salah satu kaki berada di depan kaki lainnya.
Jelas ini merupakan satu kuda-kuda menutup jalan yang setiap saat bisa berubah
menjadi gerak penyerangan.
Loh Gatra dan Anggini merasa ada sambaran angin di sebelah belakang. Keduanya
cepat berpaling. Seorang manusia pocong lagi sudah berada di belakang mereka.
Heran, dari cabang lorong sebelah mana munculnya mahluk satu ini hingga tahu-
tahu sudah berada di tempat itu.
Perawakan tinggi besar, dua tangan dirangkap di atas dada sementara dua mata
memancarkan kilatan menggidikkan. Dari penampilan Manusia pocong ini baik Loh
Gatra maupun Anggini segera memaklumi kalau dia memiliki tingkat jabatan serta
kepandaian melebihi dari Manusia pocong pertama. Mungkin sekali dia adalah
pimpinan dari Barisan Manusia pocong 113 Lorong Kematian.
"Bangsat penculikl Dimana istriku"!" Loh Gatra tiba-tiba keluarkan bentakan
keras hingga suaranya menggelegar di Seantero lorong batu.
"Ha..ha....Jadi kau rupanya manusia yang kehilangan istri." Manusia pocong yang
berdiri sambil rangkapkan tangan di atas dada keluarkan ucapan.
Lalu leletkan lidah, keluarkan suara berdecak. Dia bukan lain adalah Wakil Ketua
Barisan Manusia pocong. "Bukankah kau manusianya yang bernama Loh Gatra?"
Loh Gatra kaget orang tahu Siapa dirinya.
"Hantu keparat! Iblis jahanam! Dengar! Siapapun kau adanya katakan cepat dimana
istriku! Kalau dia sampai cidera aku..."
Wakil Ketua Manusia pocong potong bentakan Loh Gatra dengan hamburan tawa
bergelak. Anggini yang sudah tidak sabaran berteriak keras.
"Kalian menculik guruku!"
Gadis cantik ini langsung menerjang dan lancarkan serangan tangan kosong dahsyat
dalam jurus bernama Memagut Naga Membungkam
Matahari. Saat itu Anggini bukan saja ingin membungkam gelak tawa sang Wakil
Ketua, tapi sekaligus ingin memecahkan kepalanya.
Orang yang diserang cepat bersurut mundur
sambil dua tangan bergerak mengebutkan lengan jubah. Dua gelombang angin dahsyat
menderu. membuat pukulan Anggini terpental ke samping, menghantam dinding batu.
API CINTA SANG PENOE KAR 33
"Braakkk!"
Dinding lorong yang tebal keras hancur berhamburan. Sebuah lobang terpampang di
dinding batu. Wakil Ketua keluarkan suara berdecak, leletkan lidah lalu berkata. 'Gadis galak!
Kalu saja Yang Mulia Ketua tidak menyuruh aku meringkusmu hidup-hidup dan
membawamu ke hadapannya, sudah tadi-tadi aku ingin menangkap dan membawamu ke
kamarku sendiri! Kami orang-orang Seratus Tiga Belas Lorong Kematian tahu kau
adalah kekaSih Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng. Kami punya dendam kesumat
setinggi langit sedalam lautan terhadap manusia satu itu!"
"Aha! Semakin jelas kepengecutan kalian!" ucap Anggini keras. "Bukan cuma berani
terhadap perempuan-perempuan hamil tidak punya daya!
Sekarang malah pergunakan Siasat licik. Tidak berani menghadapi Wiro Sableng
secara langsung,
pergunakan diriku sebagai umpan! Bukan begitu"!
Mahluk setan! Buktikan kalau kau memang punya kemampuan meringkus diriku!"
Wakil Ketua Barisan Manusia pocong
menggembor marah. Dia bergerak maju dengan dua tangan terpentang Anggini
mendahului. Tangan kanannya bergerak cepat. Mendadak sontak tiga buah benda
melesat di dalam lorong temaram, memancarkan cahaya berkilat. Sang Wakil Ketua
yang tidak mengira akan mendapat serangan mendadak keluarkan seruan keras dan
cepat-cepat menghindar ke samping.
"Brettt"
Dua benda berkilat yang melesat di udara menghantam dinding batu, tembus amblas
tak kelihatan lagi. Asap kelabu mengepul dari dua lobang tempat benda-benda tadi
menancap. Benda berkilat ke tiga berhaSil merobek bahu kiri jubah putih Wakil Ketua dan
menyerempet daging bahunya. Walau tidak parah tapi luka yang dideritanya cukup
sakit serta rasa geram amat sangat.
"Gadis edan Sialan!" maki Wakil Ketua. Sepasang mata berkilat merah memandang ke
arah Anggini lalu melirik ke lantai. Di Situ tergeletak benda yang tadi
menyerempet bahunya. Benda itu ternyata adalah sebuah paku terbuat dari perak
murni. Itulah senjata rahasia pemberian Dewa Tuak yang dalam rimba persilatan
terkenal dengan sebutan Paku Perak Pemburu Nyawa. Dalam sakit dan geram sesaat
Sang API CINTA SANG PENOE KAR 34
Wakil Ketua juga tercekat pula.
"Mau lagi?" ucap Anggini mengejek. Tangannya bergerak membuka ikatan selendang
ungu di pinggang. Di dalam rimba perSilatan, selendang ungu yang terbuat dari
sutera ini merupakan salah satu senjata hebat dan langka yang ditakuti lawan.
Wakil Ketua Manusia pocong memaki dalam hati lalu berkata. "Gadis galak! Saatmu
sudah tiba"
Sementara itu di bagian lorong yang lain Loh Gatra bertempur hebat dengan Satria
Pocong yang tadi muncul bersama Wakil Ketua. Loh Gatra sangat bernafsu ingin
cepat-cepat membunuh mahluk ini.
Ternyata tingkat kepandaian Si Manusia pocong tidak berada di bawahnya. Menempur
hampir lima jurus Loh Gatra memang mampu menghajar dada lawan dengan satu
jotosan keras. Namun yang dihantam hanya meliuk sedikit lalu menerjang kirimkan
serangan balasan cepat dan ganas. Membuat Loh Gatra terdesak ke sudut lorong
batu. "Yang Mulia Sri Paduka Ratu! Apa yang kau tunggu"!" Pada saat Anggini Siap
menyerangnya dengan selendang ungu Wakil Ketua Barisan Manusia Pocong 113 Lorong
Kematian tiba-tiba berseru lantang.
Baik Anggini maupun Loh Gatra sama-sama merasa heran mendengar teriakan Manusia
pocong itu. Siapa yang dimaksudkan dengan Yang Mulia Sri Paduka Ratu" Apakah
pimpinan mereka" Tetapi teriakan tadi mengapa bernada perintah" Apakah Manusia
pocong satu ini lebih tinggi kedudukannya dari yang dipanggil dengan sebutan
Yang Mulia Sri Paduka Ratu" Ternyata 113 Lorong Kematian bukan saja penuh dengan
maut tapi juga menyimpan keanehan!
Loh Gatra dan Anggini tidak menunggu lama. Di dalam lorong tiba-tiba ada orang
bernyanyi Aneh.
Suaranya merdu, memelas. Tapi syair nyanyian membuat bulu tengkuk bergidik.
Selain itu, suara nyanyian menyebabkan Seantero lorong bergetar. Di lantai batu
terasa ada hawa aneh menjalar, masuk ke dalam tubuh Loh Gatra dan Anggini lewat
dua kaki Membuat tubuh keduanya bergetar ngilu. Loh Gatra dan Anggini cepat
kerahkan tenaga datam.
Kematian datang tidak disangka
Di dalam bukit batu
Ada seratus tiga beias lorong
Siapa masuk akan tersesat
API CINTA SANG PENOE KAR 35
Tidak ada jalan keluar
Sampai kematian datang menjemput
Di dalam lembah
Ada Rumah Tanpa Dosa
Inilah tempat teraman bagi mahluk tidak berdosa Bendera Darah tambang kematian
Tiada daya menentang ajal
Darah suci bayi yang dilahirkan
Pembawa kehadiran Nyawa Kedua
Sambungan hidup insan tak bernyawa
Di dalam lorong ada kesepian
Di dalam kesepian ada kehidupan
Di dalam lorong ada kesunyian
Di dalam kesunyian ada kematian
Manusia pocong yang menggempur Loh Gatra
mendadak hentikan serangan dan tegak diam, bersandar di dinding lorong batu.
Sang Wakil Ketua bertindak mundur menjauhi Anggini yang Siap menyerang dengan
selendang ungu. Di lantai tibatiba ada getaran-getaran. Mula-mula halus, antara
terasa dan tidak. Makin lama makin keras dan pada puncaknya lorong ke 5 itu
seperti digoyang gempa.
Saat itulah muncul satu sosok manusia pocong, tinggi semampai. Kain jubah maupun
kain putih penutup kepalanya terbuat dari bahan yang bagus lembut dan berkilat.
Wiro Sableng 139 Api Cinta Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pada kain penutup kepala yang berbentuk pocong itu menempel sebuah mahkota kecil
berwarna hijau memancarkan Sinar benderang.
Di sebelah belakang, di bagian bawah kain putih penutup kepala menjulai rambut
hitam sampai ke pinggang. Sosok Manusia pocong satu ini menabur bau harum kayu
seperti kayu cendana.
"Yang Mulia Sri Paduka Ratu. Inikah mahluknya"
Diakah yang barusan menyanyi?" Anggini bertanya-tanya dalam hati.
Manusia pocong bermahkota hijau melangkah
melewati Satria Pocong yang tadi bertempur melawan Loh Gatra. Setiap langkah
yang dibuatnya menimbulkan suara getaran hebat di lantai terowongan.
"Luar biasa, belum pernah aku menemui mahluk seperti ini. Yang memiliki kekuatan
tenaga dalam seperti gunung berjalan!" Kembali Anggini membatin.
Lima langkah di hadapan murid Dewa Tuak, API CINTA SANG PENOE KAR 36
Manusia pocong bermahkota berhenti. Anggini memperhatikan. "Aneh," kata murid
Dewa Tuak dalam hati. "Sepasang mata mahluk ini tampak bagus. Tapi mengapa redup
tanpa cahaya sama sekali" Seorang memiliki tenaga dalam sehebat dia seharusnya
memiliki mata yang memancarkan Sinar kekuatan luar biasa. Matanya redup. Tapi
mengapa hatiku berdebar memandangnya" Tengkukku
bergidik...."
Manusia pocong yang disebut Yang Mulia Sri Paduka Ratu berpaling pada Satria
Pocong yang tadi berkelahi melawan Loh Gatra. Lalu alihkan pandangan pada Wakil
Ketua. Di lain saat dari mulutnya keluar suara tawa memanjang.
"Yang Mulia Sri Paduka Ratu!" Wakil Ketua Barisan Manusia pocong 113 Lorong
Kematian menegur heran. "Ada apa kau tertawa seperti ini"!"
"Hanya dua mahluk tak berguna seperti ini kalian tidak sanggup menghadapi!
Kalian hanya membuat aku membuang-buang waktu saja!" Habis berkata begitu Yang
Mulia Sri Paduka Ratu putar tubuhnya.
"Yang Mulia Sri Paduka Ratu, jangan pergi dulu!"
Wakil Ketua mengingatkan.
"Aku tahu apa yang harus aku lakukan!"
menjawab Yang Mulia Sri Paduka Ratu. Lalu dia melangkah ke arah datangnya
semula. Setelah melewati Loh Gatra yang tegak masih dalam keadaan tercekat,
mahluk ini pergunakan tangan kiri untuk menanggalkan kain putih penutup
kepalanya. "Ah. sayang sudah lewat. Aku tidak dapat melihat wajahnya," kata Loh Gatra dalam
hati. Saat itu Anggini juga ingin sekali melihat wajah Sang Ratu. Namun dia berada
lebih jauh di sebelah belakang.
Walau melangkah perlahan tetap saja dua kakinya membuat lantai terowongan ke 5
itu bergetar hebat.
Rambut hitam panjang sepinggang beralur-alur bagus mengikuti gerakan langkah dan
goyangan pinggul.
Tiba-tiba Yang Mulia Sri Paduka Ratu goyangkan kepala.
"Bettti"
Terjadilah satu hal luar biasa.
Rambut panjang hitam sepinggang melesat ke udara.
Kepala Loh Gatra terbanting ke belakang.
Tubuhnya langsung roboh dan tergelimpang tak berkutik di lantai batu lorong 5.
Dua mata melotot besar. Wajah mulai dari kening sampai ke dagu API CINTA SANG
PENOE KAR 37 seolah terbelah dihantam golok besar. Darah meleleh kemana-manal Lelaki malang
ini menemui ajal tanpa tahu apa sebenarnya yang membunuh dirinya!
"Loh Gatra!" Pekik Anggini begitu melihat apa yang terjadi. Gadis ini melompat namun di depan sana sekali Yang Mulia Sri Paduka Ratu goyangkan kepala.
Kembali rambut hitam sepinggang melesat dan desssl
Ujung rambut mendarat tepat di urat besar jalan darah pada pangkal leher
Anggini. Serta merta gadis Ini tertegun kaku. Tak mampu bergerak, tak bisa
bersuara. Bibirnya kelihatan membiru.
Yang Mulia Sri Paduka Ratu kembali umbar tawa panjang lalu melangkah pergi
tinggalkan lorong 5.
Wakil Ketua cepat mendekati Anggini. Pada bawahannya dia berkata. "Lekas
Singkirkan mayat itu. Lempar ke dalam jurang. Aku akan membawa gadis ini dan
menyerahkan pada Yang Mulia Ketua!"
Yang diberi perintah membungkuk hormat lalu panggul mayat Loh Gatra dan
tinggalkan tempat tersebut Untuk beberapa saat lamanya Wakil Ketua berdiri
pandangi wajah dan tubuh bagus Anggini Sambil mengusap bibir Si gadis yang
berwarna biru hatinya berkata. "Kalau kubawa barang sebentar ke kamarku, Yang
Mulia Ketua pasti tidak akan tahu.
Kekasihnya musuh besarku! Saat yang tepat untuk membalas dendam dengan terlebih
dulu melampiaskan nafsu menodai orang yang
dikasihinya! Sekail ini aku tidak mau kebagian Sisa terus-terusan!"
DI balik kain putih penutup kepala. Wakil Ketua menyeringai. Dia usap lagi bibir
Si gadis. Membelai pipi, mengusap wajah. Lalu memanggulnya di bahu kiri. Ketika
hendak melangkah tiba-tiba di ujung lorong sana terdengar suara menggaung keras.
"Wakil Ketua, jangan ada pikiran kotor di benakmu! Jangan ada hasrat mesum dalam
hatimu! Aku penghuni Rumah Tanpa Dosa! Hanya perintah Yang Mulia Ketua yang harus
dilakukan. Hanya Yang Mulia Ketua seorang yang wajib dicintai!"
Sang Wakil Ketua jadi tercekat dan hentikan langkah.
"Luar biasa sekali. Kini dia bahkan mengetahui apa yang ada dalam pikiran dan
hati orangl Aku kawatir ketinggian ilmunya bisa-bisa menjadi senjata makan tuan.
Mungkin aku perlu bicara dengan Yang Mulia Ketua. Ratu keparat! Kau menghalangi
diriku melampiaskan hasrat! Mungkin dirimu yang harus aku gauli lebih dulu!"
Wakil Ketua pandangi lagi API CINTA SANG PENOE KAR 38
wajah cantik Anggini. Setelah menarik nafas dalam sesaat kemudian baru dia
tinggalkan lorong 5 itu.
API CINTA SANG PENOE KAR 39
Dalam Episode sebelumnya (Pernikahan Dengan Mayat) diceritakan bagaimana
Bidadari Angin Timur berhasil mempengaruhi perasaan Anggini. Gadis cantik rimba
persilatan berambut pirang ini memberi tahu kepada Anggini bahwa dara hitam
manis bernama Wulan Srindi telah mengaku sebagai murid Dewa Tuak. Juga
menyatakan bahwasa dirinya telah dijodohkan dengan Pendekar 212 Wiro Sableng.
Bagi Anggini, seperti yang dikatakannya terus terang pada Wiro. walau hatinya
tersenyuh perih dan kemudian ada seberkas penyesalan, dia tidak pernah lagi
memikirkan soal rencana perjodohannya dengan pemuda itu. Karena selama ini tidak
pernah ada kejelasan, kelanjutan apalagi keputusan. Namun yang membuat Anggini
seolah jadi terbakar darahnya ialah pengakuan Wulan Srindi kalau dirinya adalah
murid Dewa Tuak. Ketika Anggini menanyakan hal itu langsung kepada Wulan Srindi,
antara kedua gadis itu terjadi perang mulut yang menjurus pada perselisihan
besar. Walau Anggini menyatakan tidak memikirkan soal perjodohan dengan Wiro,
sebagai seorang manusia betapapun rasa cemburu ikut membakar perasaannya.
Bagaimanapun juga
Pendekar 212 Wiro Sableng adalah pemuda pertama dalam kehidupannya.
Panas hati akibat perbuatan Bidadari Angin Timur, Pendekar 212 Wiro Sableng
secara bergurau
memberi tahu Anggini kalau Jatilandak, pemuda berkepala botak dan berkulit
kuning itu adalah kekasih Bidadari Angin Timur. Tentu saja Anggini terheran-
heran. Sebelum sempat Anggini
mengetahui apa yang sebenarnya yang terjadi antara Bidadari Angin Timur dengan
Wiro dan Jatilandak, gadis berambut pirang itu melompat ke atas kuda milik
Anggini, menghambur pergi. Jatilandak akhirnya tinggalkan pula tempat itu,
berusaha mengejar Bidadari Angin Timur.
Sementara itu Loh Gatra yang istrinya jadi korban penculikan oleh komplotan
manusia pocong dan tidak mau ikut terlibat dengan segala macam perseliSihan
segera pula tinggalkan tempat tersebut.
Dia ingin cepat-cepat menembus masuk kedaiam 113 Lorong Kematian. Begitu Anggini
tahu kemana pemuda itu hendak pergi, murid Dewa Tuak ini API CINTA SANG PENOE
KAR 40 langsung bergabung mengikuti lelaki itu. Wiro berusaha mencegah karena dia tahu
bahaya besar yang ada di lorong angker itu. Namun tak berhaSil.
Ditinggal berdua, Wiro dan Wulan Srindi akhirnya memutuskan untuk segera pula
berangkat menuju 113 Lorong Kematian. Sebelumnya Wulan Srindi telah pernah
diculik dan disekap di markas Barisan Manusia pocong. Karenanya bersama Wiro dia
mampu bergerak cepat ke arah tujuan.
Pagi hari kedua orang itu sampai di satu rimba belantara. Wulan Srindi ingat dan
berkata pada Wiro.
"Waktu aku disekap di dalam Seratus Tiga Belas Lorong Kematian, aku berhaSil
memperdaya seorang Manusia pocong. Rayuanku membuat dia mau membawa aku keluar
lorong maut. Aku dilarikan ke dalam rimba belantara ini. Di sebelah sana ada
sebuah pondok. Aku dibawa ke pondok itu. Ketika Manusia pocong hendak merusak
kehormatanku muncul Dewa Tuak...."
"Jadi begitu pangkal cerita pertama kali kau bertemu dengan kakek sakti itu."
Wulan Srindi anggukkan kepala.
Wiro memandang ke langit. Lalu bertanya. "Bukit batu dimana markas Manusia
pocong itu berada, apakah masih jauh dari Sini?"
Wulan Srindi menuju ke arah depan, agak miring ke kiri. "Selepas rimba belantara
ini ada satu lembah batu, membujur dari barat ke timur. Bukit dimana markas
Manusia pocong berada, terletak di seberang lembah batu."
"Pondok di dalam rimba, aku ingin melihatnya.
Antarkan aku kesana."
Wulan Srindi agak heran mendengar ucapan Wiro. "Perlu apa kau ingin melihat
pondok itu?"
"Hanya sekedar ingin tahu." jawab Wiro. "Kau duluan, aku mengikut dari
belakang."
Dengan hati bertanya-tanya Wulan Srindi masuk ke dalam rimba belantara. Tak lama
kemudian, di balik sederetan pohon besar tampak sebuah pondok kayu tanpa pintu.
Salah satu dindingnya terlihat jebol.
"Itu pondok yang aku ceritakan padamu,"
menerangkan Wulan Srindi.
Begitu sampai di pondok. Wulan Srindi langsung mau masuk ke dalam. Wiro sendiri
berhenti beberapa langkah di depan pintu pondok. Ada satu benda menarik
perhatiannya. Pendekar ini membungkuk mengambil benda tersebut yang ternyata
adalah sebuah bumbung terbuat dari bambu yang remuk API CINTA SANG PENOE KAR 41
ujungnya dan retak salah satu sisinya Wiro dekatkan ujung bumbung ke hidungnya.
Walau agak samar dia masih bisa mencium bau sesuatu. Bau tuak.
Perlahan-lahan murid Sinto Gendeng itu alihkan pandangannya pada Wulan Srindi
yang tegak di depan pintu pondok.
"Kau tidak berdusta," ucap Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Maksudmu?" tanya Wulan Srindi.
"Bumbung bambu ini milik Dewa Tuak."
"Dia punya dua bumbung bambu. Dengan
bumbung satu itu dia menghantam kepala Manusia pocong yang hendak menggagahiku.
Anehnya mayat Manusia pocong itu tidak ada di Sini. Kalau masih ada pasti sudah
membusuk."
Sambil memandang berkeliling Wiro berkata.
Orang-orang dari lorong kematian pasti sudah menyingkirkan mayat itu." Wiro
memandang ke langit lalu menatap ke arah Wulan Srindi. "Setelah Dewa Tuak
menolongmu, apa yang terjadi" Apa yang dilakukannya?"
"Hai! Aku tahu sekarang. Kau sengaja minta diantar kesini untuk mencari bukti
babwa Dewa Tuak memang pernah kesini. Bahwa semua kejadian yang aku ceritakan
tidak bohong!" '
"Tadipun sudah aku katakan kau tidak berdusta."
jawab Wiro sambit tersenyum. "Wulan, kau belum menjawab pertanyaanku."
"Ah, Ku pertama kali kau menyebut namaku. Aku suka sekali." Ucap Wulan Srindi.
"Aku yakin Dewa Tuak masuk ke dalam lorong kematian. Aku
berusaha menunggu di bebukitan. Lama sekali. Dia tidak kunjung muncul. Aku
kawatir manusia-manusia pocong itu telah meringkusnya."
"Dewa Tuak satu dan beberapa tokoh rimba persilatan yang tingkat kepandaiannya
sulit dijajaki.
Tidak mudah untuk mengalahkan apa lagi meringkusnya." Wiro diam sejenak. Wulan
Srindi bertanya-tanya dalam hati apa yang kini ada di benak sang pendekar.
Kemudian didengarnya Wiro berkata. "Aku tidak mengerti, bagaimana mungkin dalam
waktu perkenalan sesingkat itu Dewa Tuak mengangkatmu sebagai murid."
"Aku juga tidak mengerti," jawab Wulan Srindi cerdik. "Yang jelas aku berhutang
budi dan berhutang nyawa serta kehormatan pada kakek itu.
Aku tahu dia akan masuk ke dalam Seratus Tiga Belas Lorong Kematian. Aku minta
ikut bersamanya."
"Mengapa kau mau ikut masuk ke dalam lorong API CINTA SANG PENOE KAR 42
maut?" "Aku punya dendam kesumat terhadap manusia-manusia pocong itu. Mereka membunuh
guru dan saudara seperguruanku. Selain itu aku ingin berbakti pada Si kakek...."
"Maksudmu kau minta dijadikan murid?"
Wulan Srindi tidak mau terpancing.
"Menjadi murid tidak selalu berarti harus lebih dulu menerima segala macam
pelajaran. Saat itu aku tidak melihat cara lain.."
"Katakan saja, apakah Dewa Tuak benar mengangkatmu sebagai murid?"
"Mana mungkin dia bicara terang-terangan. Si kakek maklum pasti urusan bisa jadi
rincu karena dia sudah punya murid. Aku tahu dia suka padaku.
Dia berlaku bijaksana. Katanya nanti dia akan datang ke Gunung Lawu ke tempat
kediamanku. Untuk apa kalau bukan mau memberikan ilmu?"
"Kakek itu juga mengatakan bahwa kau adalah calon jodohku?"
"Ah, soal yang itu..." Wulan Srindi tersenyum, sembunyikan rasa kagetnya. Dia
lalu menjawab secara cerdik. "Dewa Tuak menyuruh aku mencarimu. Perlu apa dia
sengaja berbuat begitu kalau bukan ingin mempertemukan kita berdua?"
"Pertemuan bukan berarti perjodohan." ucap Wiro agak kesal.
"Dengar Wiro. Dewa Tuak bukan orang kolot yang asal menjodohkan orang tanpa
keduanya kenal lebih dulu. Setelah terjadi perjodohan bisa saja orang-orang yang
dijodohkan itu tidak perlu ketemu-ketemu. Buktinya seperti kejadian antara kau
dengan gadis bernama Anggini itu. Ihh, sombongnya dia.
Juga gadis berambut pirang yang aku dengar bernama Bidadari Angin Timur itu.
Uallah. Sepertinya semua pemuda gagah di dunia ini miliknya. Termasuk dirimu! Apakah dua
gadis itu memang kekasihmu" Bagaimana kau bisa bedaku adil membagi cinta dan
tidak ada saling cemburu diantara mereka. Malah keduanya cemburu padaku!"
Wulan Srindi tertawa panjang. Habis tertawa dia bertanya. "Hai, kalau kau nanti
kawin, apakah sekaligus akan memperistrikan kedua gadis itu?"
Wiro melengak lalu garuk-garuk kepala. Wajahnya agak bersemu merah.
"Aku tidak bercinta dengan mereka."
"Oo la lal Begitu" Betulkah?" Gadis hitam manis ini kembali tertawa. "Kau tidak
menjawab, tapi menggaruk kepala. Bingung ya?"
API CINTA SANG PENOE KAR 43
Wiro bertolak pinggang. "Gadis satu ini benar-benar centil." katanya dalam hati.
Tangan kanannya menyentuh secarik kain di pinggang. Kain itu adalah sapu tangan
pemberian Wulan Srindi ketika bibirnya luka akibat tamparan Sinto Gendeng. (Baca
Episode "Pernikahan Dengan Mayat") Wiro menarik sapu tangan itu dari pinggangnya,
maksudnya hendak dikembalikan pada Wulan Srindi Tapi Si gadis menolak.
"Kau marah padaku. Lalu mau mengembalikan sapu tangan yang memang tidak ada
harganya itu. Simpan saja. Mungkin ada gunanya. Paling tidak untuk menyeka keringat Kalau kau
tidak suka buang saja."
Wiro garuk kepala lalu SiSipkan kembali sapu tangan ke pinggangnya.
"Aku tahu...." ucap Wulan Srindi.
"Tahu apa?"
"Dua gadis itu. Mereka cantik-cantik. Aku saja yang perempuan sebenarnya suka
pada mereka. Apa lagi yang namanya laki-laki. Malah pada yang berambut pirang aku berhutang
budi besar sekali.
Dia yang menyelamatkan diriku sewaktu hendak diperkosa oleh seorang manusia
bejat bernama Warok Jangkrik. Dia sendiri kemudian ditotok dan dilarikan oleh
seorang lelaki tinggi besar berjubah dan beri lup kepala kain putih."
"Manusia pocong?"
"Hampir sama. Tapi dandannya agak lain.
Mungkin yang aku lihat itu pemimpin mereka. Gadis itu sekarang sudah selamat.
Hanya saja aku tidak tahu Siapa dan bagaimana ceritanya dia bisa selamat..."
"Waktu pertemuan malam itu. kau melihat seorang pemuda berkepala botak berkulit
serba kuning?" ujar Wiro.
Wulan Srindi anggukkan kepala.
"Kurasa dia yang menolong Bidadari Angin Timur."
"Aku melihat waktu itu, kau cemburu pada Si kuning itu. Betul" Kau juga tampak
Wiro Sableng 139 Api Cinta Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terpukul sewaktu Si pirang pergi diikuti pemuda botak berkulit kuning itu."
Wiro tidak menyangka kalau Wulan Srindi begitu memperhatikan semua kejadian
malam itu. Dia hanya bisa tersenyum dan garuk-garuk kepala.
"Aku tidak yakin, gadis berambut pirang bernama Bidadari Angin Timur itu adalah
pasangan yang cocok bagimu."
API CINTA SANG PENOE KAR 44
"Hemm..Kau berkata begitu karena merasa Dewa Tuak ingin menjodohkanmu dengan
diriku" Kau cemburu."
Wulan Srindi cemberut. Tapi Ini hanya satu kepura-puraan belaka. "Jelas aku
cemburu. Wong aku sudah dijodohkan denganmu". Si gadis melihat Wiro pencongkan
mulut dan garuk-garuk kepala.
"Kau tahu. aku melihat ada bayangan lain dibalik kecantikan wajah Bidadari Angin
Timur. Dia memang mengasihimu. Namun dia ingin menguasai dirimu secara
berlebihan. Mungkin saja dia akan menempuh segala cara untuk mendapatkanmu.
Kalau kau kawin dengan dia kau bisa jadi seperti katak dibawah tempurung."
Wiro tercengang mendengar semua ucapan Wulan Srindi itu. "Mulutmu centil
sekali!" "Begitulah adanya dirikul Aku tidak pernah memendam apa yang terasa dalam hati
dan dalam benakku. Mendiang guruku Ki Surablandong
mengajarkan agar kita selalu jujur terhadap semua orang. Dalam perkataan maupun
perbuatan. Aku cuma ingin berterus terang padamu. Bukan karena cemburu pada Si
pirang itu."
Wiro kembali garuk-garuk kepala, dia ingat pada ucapan Bunga alias Suci yang
berjuluk Dewi Bunga Bangkai. Satu kali gadis dari alam roh ini pernah berkata,
"....jika kelak di kemudian hari kau ingin memilih salah satu dari mereka
sebagai teman hidupmu, jatuhkanlah pilihanmu pada Ratu Duyung..."
Wiro menatap wajah Wulan Srindi. Si gadis balas memandang. Dan tersenyum. Sang
pendekar lagi-lagi dibuat garuk-garuk kepala. Gadis satu ini benar-benar bengal.
"Sebaiknya kita lanjutkan perjalanan," kata Wiro mengalihkan pembicaraan.
Bumbung bambu yang sejak tadi dipegangnya dilempar ke dalam pondok.
Tak lama setelah menyusuri sebuah kali kecil dan mendaki bebukitan batu Wiro dan
Wulan Srindi sampai di satu pedataran sempit yang disebelah kanannya membujur
sebuah jurang. Mereka sampai di tempat itu sebelum Wakil Ketua Barisan Manusia
pocong bersama anak buahnya datang menyelidik.
"Tahan!" Tiba-tiba Wiro berkata sambil tangannya dimeiintangkan di depan
pinggang Wulan Srindi.
"Ada apa?" tanya sang dara.
Wiro menunjuk ke depan. "Lihat, di depan sana."
Wulan Srindi perhatikan arah yang ditunjuk Wiro.
Sekitar sepuluh langkah di hadapan mereka, ditanah.
API CINTA SANG PENOE KAR 45
tergeletak sebuah caping dan sebuah kaleng. Wulan besarkan kedua matanya lalu
tertawa. "Hanya sebuah caping butut dan sebuah kaleng rombeng!
Kau begitu kaget! kukira tadi kau melihat hantu atau harimau! Kau membuat orang
kaget. Ada-ada saja!" Sambil bicara Wulan tepuk keningnya sendiir.
Wiro tidak perdulikan tawa dan ucapan Wulan Srindi. Dia melangkah cepat
menghampiri dan mengambil caping serta kaleng yang tergeletak di tanah.
"Kakek Segala Tahu...." kata Wiro perlahan.
"Eh, kau mengucapkan apa?" tanya Wulan Srindi.
"Caping dan kaleng ini..."
"Ya...ya. Itu memang caping dan kaleng. Bukan bantal dan selimut!" ujar Wulan
Srindi bercanda.
"Ini milik Kakek Segala Tahu." Ucap Wiro pula.
"Kakek Segala Tahu" Siapa dia?"
"Sahabat guruku. Aku sudah menganggapnya sebagai kakek sendiri. Dia salah
seorang dedengkot rimba persilatan. Seangkatan guruku. Eyang Sinto Gendeng."
"Bagaimana ini" Barang-barang miliknya ada tapi orangnya tidak kelihatan..."
Wiro memandang berkeliling lalu berjalan mendekati tepi jurang. Memperhatikan ke
dalam jurang dia tidak melihat apa-apa.
"Kakek Segala Tahu!" teriak Wiro. Karena berteriak dengan mempergunakan tenaga
dalam suaranya menggema hebat di dalam jurang lalu memantul ke atas membuat
Wulan Srindi tersurut satu langkah. Wiro berteriak sampai tiga kali. Tidak ada
jawaban. "Kalau kakek itu berada dalam jurang dan dalam keadaan hidup, pasti dia
mendengar. Pasti dia akan memberikan jawaban. Bagaimanapun juga caranya.
Kecuali kalau dia sudah menemui kematian di bawah sana..."
"Aku tak suka kau bicara begitu!" potong Wiro.
"Jangan marah! Kita harus mampu berpikir mencari kenyataan. Kita harus bisa
menduga-duga untuk mendapat bukti."
Murid Sinto Gendeng terdiam mendengar ucapan Wulan Srindi yang kemudian
dirasakan benar adanya.
"Kakek Segala Tahu sangat tinggi Ilmu kesaktiannya. Tidak mungkin dia dicelakai
orang lalu dibuang ke dalam jurang."
"Siapa tahu nasibnya lagi Sial. Mungkin kakek sahabat gurumu itu ditawan oleh
komplotan Manusia API CINTA SANG PENOE KAR 46
pocong. Astaga!"
"Ada apa?" tanya Wiro.
"Kenapa kita tidak melihat dari tadi"!"
Wulan Srindi melangkah ke kiri jurang dimana terdapat satu gundukan tanah. Wiro
mengikuti. Kedua orang ini berjongkok di depan gundukan tanah.
"Seperti kuburan," ucap Wulan Srindi.
"Siapa yang mati" Siapa yang di kubur" Kakek Segala Tahu?" kata Wiro pula.
"Tidak mungkin. Kalau ini memang kuburan, yang mati pasti anak kecil. Soalnya
kubur ini kecil."
"Bisa saja orang tua tapi tubuhnya kontet. katai."
Jawab Wiro, membuat Wulan Srindi tertawa lebar.
"Kita harus memastikan. Walau mungkin bukan Kakek Segala Tahu, bisa saja mayat
di dalam kubur seseorang yang aku kenal. Tanah gundukan masih merah, berarti
kubur ini masih sangat baru. Aku akan membongkar kuburan ini!" ujar Wiro.
"Kau hanya membuang waktu." Kata Wulan Srindi. "Kalau ini benar makam kakekmu
itu. Siapa yang membunuhnya" Siapa yang menguburnya?"
"Mungkin manusia-manusia pocong itu." Jawab Wiro.
"Wiro. perhatikan tanah di tempat ini. Banyak jejak kaki, nyaris membentuk
lobang. Katamu kakekmu itu tinggi ilmu kepandaiannya. Lantas apa mungkin bisa
dipecundangi oleh manusia-manusia pocong" Kalau mereka memang membunuhnya, aku
tidak yakin mahluk-mahluk setan itu mau bersusah diri menguburkan segala. Disana
ada jurang, pasti kakekmu akan dilempar ke dalam jurang. Aku yakin kakekmu masih
hidup. Bisa saja dia ditawan oleh manusia-manusia pocong. Buktinya guruku juga
sudah kena diringkus. Lalu sebelum dibawa pergi dia sengaja tinggalkan caping
dan kalengnya ini untuk tanda bagi Siapa saja yang menemukan."
Wiro terdiam dan tatap lama-lama wajah Wulan Srindi. Dalam hati murid Sinto
Gendeng ini berkata.
"Gadis satu ini. Ucapannya bisa saja ceplas-ceplos.
Tapi caranya berpikir benar-benar luar biasa dan masuk akal!"
"Apa yang ada dalam pikiranmu?" Tanya Wulan Srindi karena dipandang seperti itu.
"Manusia-Manusia pocong itu. Mereka bukan cuma menculik perempuan-perempuan
hamil. Tapi juga menculik tokoh-tokoh persilatan. Apa sebenarnya maksud tujuan
mereka" Rahasia apa yang ada di balik semua perbuatan yang mereka API CINTA SANG
PENOE KAR 47 lakukan?" "Jawabnya baru ketahuan setelah kita berada dalam lorong itu," jawab Wulan
Srindi. Wiro hanya bisa anggukkan kepala.
"Matahari pagi mulai menyengat. Biar aku pakai caping. Kau pegang kaleng
rombeng." Wulan Srindi lalu tarik caping yang dipegang Wiro dan diletakkan di
atas kepalanya. Lalu dia melangkah lebih dulu.
Baru berjalan lima tindak gadis ini buka capingnya.
"Kepalaku mendadak gatal! Caping ini pasti tidak pernah dibersihkan." Setelah
menggaruk kepalanya Wulan Srindi pakai kembali caping itu. Namun sesaat kemudian
dibuka lagi. Dan dia menggaruk lagi.
"Jangan-jangan banyak kutunya! Aku tak mau pakai caping! Kau saja yang pakai.
Aku biar membawa kaleng rombeng itu." Wulan Srindi lemparkan caping yang
kemudian jatuh bertengger di atas kepala Wiro. Lalu dia ambil kaleng rombeng
yang dipegang pemuda itu. Begitu dipegang tangannya digoyangkan. Dari dalam
kaleng serta meria keluar suara keras berisik. Si gadis tertawa cekikikan dan
kerontangkan lagi kaleng itu tiga kali berturut-turut hingga suara beriSik
menggema di seantero tempat.
"Aneh, kepalaku jadi ikutan gatal!" Ucap Wiro sambil menurunkan caping dari atas
kepalanya. Wulan Srindi tertawa. "Apa kataku! Caping itu pasti banyak kutunya! Apa lagi kau
yang memakai. Tidak pakai caping juga kulihat sudah sering garuk kepala! Sebaiknya cuci dulu
caping itu di sungai!
"Mending ketemu sungai," jawab Wiro. Caping dibalikkan. Ketika memperhatikan
bagian dalam caping yang terbuat dari bambu itu. di bawah lempengan bambu
melingkar yang menjadi tempat dudukan kepala Wiro melihat sebuah benda.
"Apa ini?" ucap Wiro dengan kening mengerenyit.
"Aha! Mungkin ini sarang kutunya!" Wiro ambil dan mengeluarkan benda yang
terselip di dalam caping. Benda Ku ternyata adalah gulungan kecil kain putih.
"Kain putih digulung. Dua ujungnya dekil.
Jangan-jangan ini korek kupingnya Si kakek." kata Wulan Srindi. "Coba saja kau
buka gulungannya.
Mau tahu apa isinya."
Wiro buka gulungan kain. Ketika gulungan kain putih kecil terbuka disitu
ternyata ada tulisannya.
Wiro dan Wulan Srindi sama-sama membaca tulisan yang tertera.
API CINTA SANG PENOE KAR 48
Batas antara kebaikan dan kejahatan adalah kebijaksanaan
Kehidupan yang terjadi tanpa izin Yang Kuasa Akan menimbulkan bencana malapetaka
dimana-marna Jika kehidupan pertama tidak dimusnahkan Rimba persilatan akan kiamat
Dalam kiamat tangan-tangan jahat akan jadi penguasa
Darah mengalir sederas air sungai di musim hujan
Nyawa tiada artinya lagi
Hanya pernikahan dengan mayat yang sanggup menjadi tumbal penyelamat Jika
pemilik pertama nyawa kedua seorang perempuan
Nikahkan dia dengan seorang perjaka Jika pemilik pertama nyawa kedua seorang
lelaki Nikahkan dia dengan seorang perawan Pernikahan adalah sesuatu yang sakral Dalam
kesakralan ada kesucian
Dalam kesucian ada jalan untuk selamat Maka kematian abadi akan menjadi jalan
keselamatan "Aneh." kata Wiro. "Bunyi tulisan ini agaknya menyangkut satu rahasia besar yang
kita tidak tahu."
"Aku memang masih perawan. Tapi nyawaku
tidak dua. Aku bukan mayat. Jadi bukan aku yang dimaksudkan dalam tulisan itu.
Bukan aku yang mau dinikahkan." Wu.an Srindi berucap dalam hati
"Tapi..." sang dara menatap pemuda di hadapannya. Lalu tersenyum.
"Kenapa kau tersenyum," tanya Wiro.
"Aku merasa bahagia." jawab Wulan Srindi.
"Bahagia" Apanya yang bahagia" Bahagia bagaimana?"
"Tulisan di atas kain putih itu. Cukup jadi petunjuk. Aku dan kau akan menikah.
Ada yang akan menikahkan kita di dalam Seratus Tiga Belas Lorong Kematian."
Wulan Srindi tekapkan dua telapak tangannya satu sama lain. Kepala
mendongak dan mulut kemudian berucap. Terima kasih Tuhan. Akhirnya kesampaian
maksudku untuk berbakti sebagai seorang istri pada pemuda bernama Wiro ini."
API CINTA SANG PENOE KAR 49
"Gila!" Wiro setengah berteriak. Kain putih hendak dibuangnya.
"Jangan! Biar aku yang menyimpan!" kata sang dara.
Wiro akhirnya masukkan gulungan kain putih itu ke dalam kantong hitam di
pinggang, tempat pembungkus batu sakti hitam pasangan Kapak Maut Naga Geni 212.
"Kita lanjutkan perjalanan. Coba kau pakai lagi capingnya." kata Wulan Srindi.
"Kau saja yang pakai. Kemarikan kaleng itu. Kau selalu mau menggoyang, bikin
suara beriSik. Padahal kita berada sekitar markas Manusia pocong."
Wiro ambil kaleng dari tangan Wulan Srindi lalu letakkan caping bambu di atas
kepala Si gadis.
Wulan diam sebentar, kemudian mulai melangkah sambil merasa-rasa.
"Aneh. tidak gatal lagi." kata sang dara pula.
"Pasti kakekmu itu mempermainkan kita." Wulan Srindi melirik ke arah bawah
pinggang Wiro. "Apa yang kau lirik?" tanya murid Sinto Gendeng.
Si gadis tersenyum. "Hati-hati kau meletakkan gulungan kain itu. Nanti ada
bagian tubuhmu sebelah bawah yang Jadi gatal. Di depanku kau pasti sulit dan
malu mau menggaruk!"
"Kau benar-benar gadis centil! Bengal!"
"Sudah, ayo Jalan!" Wulan Srindi tarik tangan Wiro.
Wiro berjalan sambil otaknya berpikir dan hatinya bertanya-tanya. Jangan-jangan
ucapan Wulan Srindi tadi bisa saja betul adanya. Ada orang yang hendak
menikahkan mereka di 113 Lorong Kematian.
Hatinya bimbang. Apakah dia perlu meneruskan perjalanan menuju 113 Lorong
Kematian" Kalau dia membatalkan, lalu bagaimana naSib Dewa Tuak serta para tokoh
lain yang diculik. Dan yang paling kasihan adalah perempuan-perempuan hamil yang
disekap di sana. "Gadis satu ini! Dia membuat pikiranku kacau saja!" Wiro
mengomel dalam hati sambil garuk kepala dan melirik ke arah Wulan Srindi.
Dalam keadaan Wulan Srindi berjalan sambil senyum-senyum dan Wiro berpikir-pikir
seperti itu tiba-tiba!
"Dicari lama tidak bersua! Sekarang muncul bersama seorang dara. Rejekiku besar
nian! Kalau urusan sudah selesai bolehlah aku bersuka-suka dengan Si hitam manis
ini! Ha....ha!"
Satu suara keras yang ditutup dengan tawa API CINTA SANG PENOE KAR 50
bergelak, menggelegar di tempat itu. Siapapun adanya orangnya pasti dia memiliki
tenaga dalam tinggi sekali!
API CINTA SANG PENOE KAR 51
WULAN Srindi melompat ke kiri. Wiro geser kaki kanan lalu cepat membalik. Di
hadapan mereka saat itu berdiri seorang tinggi besar, jubah putih menjela tanah,
kain penutup kepala tinggi putih. Sepasang mata di balik dua lobang kecil tampak
berkilat, memandang menyorot ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Manusia pocong!" ucap Wiro.
"Wiro," bisik Wulan Srindi. "Mahluk ini yang muncul di pondok tempat aku disekap
penjahat bernama Warok Jangkrik. Aku yakin dia juga yang kemudian menculik
Bidadari Angin Timur." (Baca Episode sebelumnya berjudul "Rumah Tanpa Dosa")
"Mahluk tolol pocongan!" hardik Wiro.
"Sembunyikan wajah di balik kain putih penutup kepala! Kau suka pada temanku
ini" Aneh! Setahuku manusia jelek macammu hanya senang pada perempuan-perempuan
bunting!" "Anak manusia bernama Wiro Sableng! Yang pernah kesasar ke Negeri LatanahSilam!
Apakah kau tidak mengenali diriku"!" Orang tinggi besar berjubah dan berpenutup
kepala kain putih keluarkan ucapan sambil bertolak pinggang.
Pendekar 212 Wiro Sableng tersentak kaget Tidak banyak orang yang tahu riwayjt
beradanya dia di negeri 1200 tahun Silam. (Baca kisah Wiro di negeri
LatanahSilam terdiri dari 18 Episode mu.ai dari "Bola Bola Iblis" diakhiri
"Istana Kebahagiaan")
"Jahanam satu ini Siapa dia sebenarnya?" Wiro berpikir, menduga-duga.
"Lihat sepasang mataku!" Tiba-tiba orang itu membentak.
Wiro dan juga Wulan Srindi arahkan pandangan ke arah dua lobang di kain putih
penutup kepala. Tiga pasang mata saling bentrokan.
Denyut jantung Pendekar 212 Wiro Sableng mendadak menjadi cepat. Dadanya
berdebar keras.
Sepasang mata membeliak tak berkesip. Lain hal dengan Wulan Srindi. Sebelumnya
gadis ini pernah melihat mahluk itu. namun tidak sempat
memperhatikan keadaan sepasang matanya.
Dua mata di balik dua lobang kecil itu ternyata berbentuk aneh. Dua bola mata
yang semustinya bulat berbentuk segi tiga berwarna hijau!
API CINTA SANG PENOE KAR 52
"Astaga, dia..." desis Wiro. "Sejak kapan dia jadi manusia pocong" Rupanya dia
yang jadi pemimpin mahluk-mahluk jahanam itu!"
"Kau masih belum bisa mengenali diriku dari sepasang mataku"!," Si jubah putih
mendengus. "Lihat!"
Wiro Sableng 139 Api Cinta Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Orang itu tutup ucapannya dengan menarik tinggi-tinggi bagian atas kain putih
penutup kepala.
Begitu wajahnya terSingkap, dia membuat gerakan berputar. Lalu kain dilepas.
Kepala dan wajahnya tertutup kembali.
"Hantu Muka Dua!" ucap Wiro dengan satu kaki tersurut
Sementara itu Wulan Srindi seperti melihat hantu beneran di Siang bolong.
Tengkuknya dingin, kaki bergetar. Bagaimanakan tidak! Orang yang barusan
menyingkap kain putih penutup kepalanya itu ternyata memiliki dua muka. Satu di
sebelah depan sebagaimana wajarnya. Lalu ada satu muka atau wajah lagi di
sebelah belakang. Kalau kulit wajah sebelah depan putih kekuningan maka wajah
sebelah belakang hitam keling berkilat.
"Wiro, Siapa adanya mahluk mengerikan ini?"
bisik Wulan Srindi.
Murid Sinto Gendeng dari Gunung Gede tidak perdulikan pertanyaan Si gadis. Saat
itu dia berlaku waspada dan sangat hati-hati. Di Negeri LatanahSilam, mahluk ini
dikenal dengan nama Hantu Muka Dua dan merupakan musuh besar, musuh bebuyutan
Wiro. Tidak dinyana sewaktu Istana Kebahagiaan meledak hancur, mahluk satu ini
ikut terpesat ke tanah Jawa.
Hantu Muka Dua memiliki sepasang bola mata berbentuk segi tiga warna hijau.
Masing-masing sudut segi tiga merupakan perlambang tiga sifat dirinya yaitu
Segala Keji. Segala Tipu dan Segala Nafsu.
"Kau rupanya yang jadi dedengkot mahluk-mahluk terkutuk Barisan Manusia pocong
Seratus . Tiga Belas Lorong Kematian!"
Mahluk di depan Wiro keluarkan suara mendengus lalu tertawa bergelak.
"Manusia pocong Hantu Muka Dua! Dosa besarmu mungkin bisa berkurang jika kau
membawa kami ke markasmu. Membebaskan semua tawanan.
Perempuan-perempuan hamil dan para tokoh rimba persilatan."
Hantu Muka Dua kembali umbar tawa bergelak.
"Dari dulu sifatmu tidak berubah. Keras kepala.
API CINTA SANG PENOE KAR 53
Mau menang sendiri! Sombong dan selalu
meremehkan orang lain! Bukan kau yang
memerintahku, tapi aku yang akan memaksa kehendak atas dirimu!"
"Begitu?" Wiro balas tertawa sambil mulutnya dipencong-pencongkan.
"Kau menghancurkan Istanaku! Lebih dari itu kau membuat aku terpesat ke negeri
celaka ini! Aku datang untuk membuat perhitungan atas segala dendam kesumat
sakit hati semasa kau berada di LatanahSilam!"
"Ha...ha! Aku mau tahu bagaimana hitung-hitungannya!" kata Wiro sambil
rangkapkan dua tangan di depan dada. "Dua ditambah tiga atau lima dikurang tiga
atau bagaimana?"
"Setan alas! Terima kematianmu! Bangkaimu akan jadi lumpur busuk! Arwahmu akan
melayang tersiksa sampai ke negeri Seribu dua ratus tahun Silam" Hantu Muka Dua
berteriak marah. Kaki kanannya dihentakkan hingga tanah bergetar. Dari sepasang
matanya yang tersembunyi dibalik kain putih penutup kepala melesat dua larik
Sinar hijau. Setiap ujung Sinar berbentuk segitiga lancip.
"Hantu Hijau Penjungkir Roh! Wulan, lekas menyingkir!" teriak Wiro yang pernah
tahu keganasan ilmu kesaktian Hantu Muka Dua itu.
Walau tahu kalau Hantu Muka Dua tidak akan membunuh Wulan Srindi karena konon
mahluk dari negeri 1200 tahun Silam ini mempunyai pantangan membunuh perempuan
Wiro yang tetap merasa
kawatir, cepat mendorong bahu Si gadis sehingga Wulan Srindi terpental jauh.
"Wusss! Wusss!"
Dua larik Sinar hijau angker berkiblat
mengeluarkan suara menggidikkan. Ilmu kesaktian yang dimiliki Hantu Muka Dua dan
dipergunakan untuk menyerang Wiro saat itu bernama Hantu Hijau Penjungkir
Langit. Menurut riwayat di Negeri LatanahSilam, ilmu kesaktian ini dulunya
adalah milik seorang tokoh bernama Hantu Lumpur Hijau. Secara licik Hantu Muka
Dua berhasil merampas ilmu itu dari sang pemilik. Benda apa saja yang kena
hantaman serangan itu, termasuk manusia, ujudnya akan hancur meleleh lunak,
berubah hijau seperti lumpur. (Baca riwayat petualangan Pendekar 212
Wiro Sableng sewaktu terpesat ke negeri 1200 tahun Silam LatanahSilam. mulai
dari Episode "Bola Bola Iblis" s/d "Istana Kebahagiaan") Untuk selamatkan diri
dari serangan maut yang API CINTA SANG PENOE KAR 54
luar biasa ganasnya itu Pendekar 212 Wiro Sableng secepat kilat jatuhkan diri.
Telapak tangan kiri bersitekan ke tanah. Tangan kanan diangkat ke arah mulut.
Mulut meniup telapak tangan. Saat itu juga pada telapak tangan Wiro muncul
gambar kepala harimau putih bermata hijau. Masih setengah jalan dua larik Sinar
sakti Hantu Hijau Penjungkir Roh berkiblat di udara ke arah Wiro. murid Sinto
Gendeng dorongkan tangan kanannya ke depan. Dia
menghantam tanpa mengerahkan tenaga dalam
sama sekali karena semua kekuatan justru berada didalam pukulan sakti yang
dilepas! "Desss! Desss!"
"Blaarr! Blaarr!"
Gelombang angin sakti tanpa warna yang keluar dari telapak tangan Wiro yang
disebut sebagai Pukulan Harimau Dewa menyongsong dan
menghantam dua larik Sinar hijau ilmu kesaktian Hantu Penjungkir Roh. Ilmu
pukulan langka ini didapat Wiro dari seorang kakek sakti di Pulau Andalas
bernama Datuk Rao Basaiuang Amen. (Baca serial Wiro Sableng Episode "WaSiat
Iblis" s/d Episode "Kiamat Di Pangandaran") Dua letusan dahsyat menggelegar.
Tanah bergetar seperti digoncang lindu Angin deras bertiup laksana topan. Wulan Srindi
pegangi caping di atas kepala agar tidak melayang lepas. Wajah gadis ini nampak
pucat. Dadanya turun naik.
Sosok Hantu Muka Dua tampak tergontai-gontai.
Kepalanya yang tertutup kain putih bergoyang miring ke kiri dan ke kanan. Dari
mulutnya terdengar suara hembusan nafas panjang pendek berulang-ulang.
Wiro sendiri terhempas ke tanah. Celakanya dua larik Sinar hijau serangan lawan
yang tadi berhaSil dihantam ke atas dan dibuat buyar kini bertaut lagi, menukik
melesat, kembali menyerang ke arah dirinya!
"Wiro awas!" teriak Wulan Srindi.
Wiro gulingkan diri di tanah sampai tubuhnya tenggelam masuk ke dalam serumpun
semak belukar. Dua larik Sinar hijau sakti melabrak tanah hingga terbongkar
meninggalkan dua lobang dalam dan lebar, lalu menghantam bagian bawah sebuah
pohon besar. Pohon terbongkar bersama akar-akarnya, tumbang bergemuruh. Sesaat
setelah pohon besar ini menyentuh tanah, keadaannya berubah. Seluruh pohon mulai
dari akar sampai ke ujung-ujung ranting menjadi hijau pekat, leleh API CINTA
SANG PENOE KAR 55
gemburseperti lumpur! Bisa dibayangkan kalau sampai tubuh Pendekar 212 Wiro
Sableng yang jadi sasaran! Wulan Srindi sampai terbelalak dan merinding bulu
tengkuknya menyakSikan kejadian itu.
"Manusia sombong! Kau masih mengenali ilmu kesaktianku tadi! Apakah kau juga
mengenali yang satu ini"!" Hantu Muka Dua keluarkan ucapan sambil berkacak
pinggang. Habis berkata begitu Hantu Muka Dua perlahan-lahan angkat tangan kanan ke atas.
Di balik kain putih penutup kepala mulutnya komat kamit melafalkan sesuatu.
Tiba-tiba tangan yang di atas kepala diputar setengah lingkaran. Sinar merah
menderu terang.
"Ilmu jahat Mengelupas Puncak Langit Mengeruk Kerak Bumi! Siapa takut!" teriak
Wiro menyebut nama pukulan sakti yang hendak dilepaskan lawan.
Dalam melengak kaget mendengar Wiro mengetahui dan menyebut ilmu pukulannya.
Hantu Muka Dua penuh geram menghantam ke depan.
Satu gelombang angin luar biasa derasnya dan memancarkan cahaya merah melabrak
ke arah Pendekar Wiro Sableng.
"Wulan! Lekas menyingkir!" teriak Wiro lalu secepat kilat melompat setinggi satu
tombak. Walau dia punya kemampuan untuk menangkis serangan lawan namun kawatir
Simbahan cahaya merah akan melanda Wulan Srindi.
"Wusss'"
Gelombang Sinar merah lewat ganas di bawah sepasang kaki Wiro. Di belakang sana
satu gundukan batu besar meledak hancur seperti disambar petir.
Pecahannya bertabur merah ke udara lalu luruh ke tanah membakar semak belukar
Sebuah pohon berketinggian tiga kali manusia dan besar dua pemelukan tangan
kelihatan merah laksana dipanggang lalu berubah menjadi kerangka hitam dan
akhirnya tumbang ke tanah!
Lolos dari pukulan "Mengelupas Puncak Langit Mengeruk Kerak Bumi" yang barusan
dilepas Hantu Muka Dua, Pendekar 212 melayang turun dengan tengkuk berkeringat
dingin. Dia tahu. kalau sampai dirinya terkena hantaman pukulan sakti itu maka
sekujur tubuhnya mulai dari ubun-ubun sampai ke telapak kaki akan terkelupas,
tinggal tulang belulang memutih!
"Hantu Muka Dua!" Berseru Wiro begitu dua kakinya menjejak tanah. "Aku memberimu
API CINTA SANG PENOE KAR 56
kesempatan satu kali lagi! Antar kami ke dalam lorong kematian! Bebaskan
perempuan-perempuan hamil dan para tokoh rimba persilatan! Perkara dlantara kita
akan selesai sampai d' Sini!"
Hantu Muka Dua tertawa bergelak.
"Perkara antara kita hanya selesai setelah tubuhmu jadi bangkai busuk dan rohmu
melayang tersiksa sampai langit ke tujuh!"
"Setan geblek!" maki Wiro.
Selesai keluarkan ucapan Hantu Muka Dua angkat dua tangan lurus-lurus ke atas.
Tubuhnya membuat gerakan berputar. Mula-mula perlahan lalu berubah cepat dan
makin cepat. Keadaan dirinya tak ubah seperti gaSing. Sementara dua tangan
kelihatan melambai-lambai di udara, gerakannya seperti orang memanggil-manggil.
Wiro merasa tubuhnya menjadi gontai. Pandangan mata agak berkunang. Dua kaki
terseret ke depan. Dia cepat kerahkan tenaga dalam.
Daya putaran tubuh Hantu Muka Dua luar biasa dahsyat. Wiro merasa tubuhnya
seperti disedot!
"Jahanam, ilmu kesaktian apa yang hendak dikeluarkan setan alas ini!" Maki murid
Sinto Gendeng. "Bless! Blesss!"
Karena berusaha mempertahankan diri dari daya sedotan, dua kaki Wiro amblas
masuk ke dalam tanah sampai sebatas mata kaki. Tapi hanya sesaat.
Di lain kejap dua kaki serta tubuhnya kembali tersedot ke arah putaran tubuh
Hantu Muka Dua!
Tangan Hantu Tanpa Suara. Itulah ilmu kesaktian yang tengah dikeluarkan Hantu
Muka Dua untuk menghabisi Wiro.
Anak Pendekar 21 Pendekar Mata Keranjang 20 Takhta Setan Satria Pondok Ungu 1