Api Cinta Sang Pendekar 3
Wiro Sableng 139 Api Cinta Sang Pendekar Bagian 3
"Kurang ajar! Kau mau menyedot tubuhku"!"
Wiro memaki geram. Dia lipat gandakan aliran tenaga dalam ke kaki. "Hantu Muka
Dua! Apa kau kira kau saja yang punya ilmu kepandaian seperti itu! Lihat tanah!"
Kaki kanan digeser ke depan seperti membuat guratan garis tebal dan dalam. Mulut
merapal cepaL Dilain kejap rrrreettttttt! Tanah di depan kaki Wiro terbelah menguak. Belahan
tanah mengejar ke arah dua kaki Hantu Muka Dua.
Putaran tubuh Hantu Muka Dua mendadak sontak berhenti. Dari mulutnya menggelegar
suara keras. Dia cepat melompat ke udara. Namun terlambat.
Sepasang kakinya laksana disedot satu kekuatan dahsyat tertarik masuk ke dalam
belahan tanah! Sebelum tubuhnya amblas sampai ke paha. tiba-tiba mengumandang satu suitan
keras. Tiga buah benda API CINTA SANG PENOE KAR 57
yang bukan lain tiga Bendera Darah adanya menyambar ke arah Wiro. mengarah
kepala dada dan perut!
Selagi murid Sinto Gendeng berusaha selamatkan diri dari serangan tiga bendera,
satu bayangan putih berkelebat dari kiri. Secepat kilat menotok urat besar di
punggung Hantu Muka Dua. Dalam keadaan tertotok kaku, tubuh Hantu Muka Dua
diboyong dibawa kabur dari tempat itu.
"Kurang ajar! Mau dibawa kemana calon bangkai itu"!" teriak Wiro mengejar. Namun
dari arah depan sekonyong-konyong ada sambaran tiga cahaya menggidikkan. Wiro
cepat melompat selamatkan diri.
Ketika tiga cahaya lewat dan dia memandang ke depan, sosok Hantu Muka Dua dan
mahluk yang melarikannya tak tampak lagi.
"Wulan! Ikuti aku!" teriak Wiro seraya lari mengejar ke arah lenyapnya HanM Muka
Dua yang diboyong orang
"Tunggu!"
"Ada apa"!" tanya Wiro dan terpaksa hentikan lari, berpaling ke arah Wulan
Srindi. Dilihatnya Si gadis berdiri dengan muka pucat bingung. Caping yang tadi
menempel di atas kepalanya kini tak ada lagi!
"Ap i yang terjadi" Mana capingmu"!" tanya Wiro.
Wulan Srindi goleng-goleng kepala. "Waktu tadi kau mengejar ke sana. aku berlaku
lengah. Aku hanya melihat sekilas satu bayangan putih. Tahu-tahu capingku sudah
lenyap!" "Manusia pocong! Ayo ikuti aku! Kejar mereka sebelum lari jauh!"
Berlari sampai akhirnya mereka mencapai lembah batu, bayangan orang yang dikejar
tidak terlihat sama sekail. Wiro berhenti, berdiam di atas satu batu hitam,
memutar pandangan mata ke dalam dan seberang lembah.
"Seratus Tiga Belas Lorong Kematian ada di seberang sana. Di daerah berbukit
batu itu...." Wulan Srindi memberi tahu sambil monunjuk ke arah bukit batu di
seberang lembah. Dia tahu karena sebelumnya pernah diculik dan disekap di markas
Manusia pocong.
"Aku sudah menduga," wihut Wiro. "Kita harus segera ke sana. Tapi ada beberapa
pertanyaan yang mengganjal dalam benakkul Mungkin kita bisa bertukar pikiran."
"Bertukar pikiran bernrti kepalaku ditukar dengan kepalamu! Aku tidak maui Bisa
kacau!" API CINTA SANG PENOE KAR 58
"Jangan konyol! Bukan saatnya bergurau!" kata Wiro dengan mata melotot karena
kesal. Wulan Srindi tersenyum lebar
"Mahluk dan negeri LatanahSilam bernama Hantu Muka Dua itu. Dia mengenakan
pakaian Manusia pocong. Berarti dia adalah anggota Barisan Manusia pocong
Seratus Tiga Belas Lorong Kematian. Bisa jadi dia yang jadi pimpinan atau salah
satu pentolannya."
"Bisa jadi begitu," jawab Wulan Srindi. "Lalu?"
Wiro menggaruk kepala.
"Dua Manusia pocong muncul. Satu merampas capingmu, satunya menyelamatkan Hantu
Muka Dua." Wiro diam, garuk kepala kembali baru meneruskan ucapan. "Perlu apa
pocong yang satu merampas caping?"
"Mudah saja jawabnya. Dia ingin mendapatkan benda yang ada di dalam caping.
Gulungan kain putih yang kini kau sembunyikan dalam kantung hitam di pinggangmu
itu." Wiro mendadak merasa gatal di bagian bawah perutnya. Tak sadar dia usap kantong
hitam lalu menggaruk-garuk bagian bawah tubuhnya. Wulan Srindi senyum-senyum dan
putar kepala ke jurusan lain.
"Aku masih belum yakin," ucap Wiro sambil terus menggaruk karena rasa gatal kini
jadi merembet-rembet.
"Kalau bicara, bicara saja. Jangan menggaruk terus! Nanti bisa lecet!"
"Ahhh!" Wiro sadar, menyeringai lalu cepat-cepat keluarkan tangan kirinya dari
balik celana. "Apanya yang belum yakin?" Tanya Wulan Srindi pula.
"Manusia pocong yang satu. Apa benar dia muncul untuk menolong menyelamatkan
Hantu Muka Dua, yang berarti Hantu Muka Dua memang anggota komplotan atau salah
seorang pimpinan Barisan Manusia pocong Seratus Tiga Belas Lorong Kematian.
Atau! Atau mungkin sebenarnya dia justru jadi korban penculikan. Berarti Hantu
Muka Dua bukan orang Seratus Tiga Belas Lorong Kematian."
"Kurasa hal yang kedua itu yang betul." Kata Wulan Srindi pula. "Pertama guruku
Dewa Tuak diculik. Lalu kakekmu yang segala tahu itu juga lenyap. Semua jelas
pekerjaan orang-orang lorong kematian."
"Wulan, kita harus segera masuk ke dalam lorong.
Kau pernah berada di sana waktu dirimu diculik.
API CINTA SANG PENOE KAR 59
Kau jalan duluan."
"Maksudmu kita masuk ke markas manusia pocong lewat pintu goa di bukit batu
sana?" "Kau yang lebih tahu."
"Bahaya! Terlalu berbahaya. Kita mudah saja melewati pintu lorong. Tapi begitu
sampai di dalam kita akan kesasar."
"Belum tentu. Kalau kita berusaha pasti bisa tembus. Ayo jalan."
Selagi Wulan tak menjawab karena diselimuti kebimbangan, Wiro tarik tangan gadis
itu lalu diajak menuruni lembah batu. Wulan Srindi senang saja dipegangi
lengannya seperti Itu. Namun dia ingat sesuatu.
"Wiro, apa kau lupa petunjuk gurumu Eyang Sinto Gendeng?"
Wiro diam saja. Pandangannya tertuju ke depan, ke arah lembah batu yang mereka
daki. "Malam itu gurumu berkata. Ilmu rotan Jangan dipakai. Karena tidak ada lobang
masuk tak ada lobang keluar. Ilmu bambu mungkin bisa menolong.
Karena ada lobang masuk ada lobang keluar."
Wiro garuk-garuk kepala. Terus pegang lengan Wulan Srindi dan terus mendaki
lembah ke arah bukit batu di atas sana.
"Kau diam saja." Wulan Srindi berkata sambil sentakkan sedikit tangannya yang
dipegang Wiro. Perlahan-lahan Wiro lepaskan pegangannya.
"Ah, menyesal aku menyentakkan tangan. Kini dia tidak memegang lenganku lagi.
Padahal maksudku tadi hanya agar dia ingat pesan gurunya,"
kata Wulan Srindi dalam hati. Lalu didengarnya Wiro berkata.
"Terus terang, sampai saat ini aku masih belum bisa mencerna ucapan nenek itu.
Kalau ada jalan masuk yang jelas dan bisa cepat sampai ke markas manusia pocong
itu, mengapa tidak ditempuh saja?"
"Jangan jadi orang tolol. Gurumu sudah memberi petunjuk. Nenek itu pasti sudah
menduga bahaya besar yang bakal dihadapi Siapa saja yang masuk ke dalam lorong
lewat pintu depan yaitu mulut goa di dinding batu. Dia tahu ada jalan lain masuk
ke dalam lorong. Kita bisa saja masuk ke dalam lorong menurut caramu. Tapi
tanggung sendiri akibatnya. Gurumu memberi petunjuk. Masuk ke dalam rumah tidak
selalu hanya dari pintu depan.
Kalau ada pintu belakang yang lebih aman mengapa tidak dilakukan?" Sekarang
terserah kamu. Kalau kita
API CINTA SANG PENOE KAR 60
celaka, Sia-Sia semua jerih payah inil. Sekali kita tertangkap, kita akan
menjadi boneka hidup budak manusia-manusia pocong! Dengar Wiro. Kalau mereka
menangkapi para tokoh rimba persilatan, berarti mereka juga mengincar dirimu.
Aku merasa ada satu rahasia besar, busuk keji dan sangat jahat dibalik semua
kejadian ini."
Wiro diam saja. Sesekali menggaruk kepala.
Akhirnya meraka sampai di atas bibir lembah dan berada di bukit batu.
"Di sebelah sana ada satu pedataran. Di balik sebuah batu besar, disitu terletak
mulut goa yang menuju ke dalam lorong." Menerangkan Wulan Srindi. "Mau terus ke
sana?" Wiro anggukkan kepala.
"Kau keras kepala."
Wiro tertawa lalu mendahului memasuki kawasan bukit batu. Seperti yang dikatakan
Wulan Srindi, dia menemukan sebuah pedataran. Di Situ ada tiga batu besar. Dua
berdampingan, satunya di sebelah tengah agak ke depan.
"Mulut goa dibalik batu sebelah tengah," ucap Wulan Srindi agak perlahan karena
dirinya mulai terasa tegang.
Pendekar 212 melangkah ke pedataran, bergerak ke balik batu besar. Sepasang
matanya langsung membentur goa di dinding batu.
"Sunyi dan tenang-tenang saja," kata Wiro. "Kita masuk?"
"Kau saja, aku tidak mau mati konyol."
"Dewa Tuak yang katanya gurumu itu ada di dalam sana. Kau tak berniat untuk
membebaskannya?"
"Tentu saja aku ingin sekali menolongnya. Tapi aku harus pakai ini!" Wulan
menunjuk ke arah kepalanya sendiri. Maksudnya pakai otak.
"Kalau aku masuk apa yang bakal kau lakukan?"
"Menunggu di satu tempat Jika sampai malam kau tidak muncul berarti kau sudah
kena ditawan Manusia pocong."
"Rasa kawatirmu terlalu berlebihan. Ingat lelaki muda bernama Loh Gatra yang
pergi lebih dulu dari kita bersama Anggini" Mereka mungkin sudah lebih dulu
sampai dan berada dalam markas Manusia pocong."
"Boleh jadi mereka sudah ada di dalam sana.
Tapi sebagai tawanan," jawab Wulan Srindi pula.
Wiro garuk kepala. Dia melangkah lebih dekat kemulut goa. memandang menyelidik
ke dalam. Dia API CINTA SANG PENOE KAR 61
melihat satu lorong panjang yang suram. Lalu lebih ke dalam tampak cabang lorong
di kiri kanan. Angker memang. Ada hawa aneh keluar dari dalam lorong terasa di
jangat dan tercium di rongga hidung. Wiro mundur tiga langkah. Sepasang mata
menatap tak berkesip ke dalam goa.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Wulan Srindi melihat gerak gerik aneh sang
pendekar. Wiro memberi isyarat dengan gerakan tangani agar Si gadis diam.
Perlahan-lahan Wiro alirkan darah dan hawa sakti ke sekitar matanya. Lalu dua
mata dikedipkan. Wiro tengah mengerahkan ilmu yang disebut Menembus Pandang.
Dengan ilmu langka yang didapatnya dari Ratu Duyung ditambah dengan peningkatan
kemampuan daya lihat yang diperoleh dari Datuk Rao Basaluang Ameh, sebelum masuk
ke dalam lorong lewat pintu goa Wiro ingin lebih dulu menyelidik keadaan Seratus
Tiga Belas Lorong Kematian.
Dia bisa melihat dengan jelas lorong lurus di depannya. Lalu cabang-cabang
lorong banyak sekali di kiri kanan lorong utama. Di dalam sana cabang lorong
semakin banyak. Dalam dia bingung arah lorong mana yang harus diikuti, tiba-tiba
dari dalam lorong menderu satu angin aneh. Wiro merasa ada satu kekuatan keras
menghantam dadanya. Tanpa dia bisa berbuat sesuatu tubuhnya terpental dan nyaris
terbanting jatuh ke tanah kalau tidak cepat dirangkul oleh Wulan Srindi.
"Wiro! Ada apa"l" tanya Si gadis cemas karena melihat wajah Wiro agak pucat dan
keringat dingin membasahi tubuhnya.
"Aku tak apa-apa." jawab Wiro sambil pegangi dadanya yang masih bergetar akibat
hantaman hawa aneh. "Barusan aku berusaha menyelidik keadaan di dalam lorong.
Mendadak ada hawa aneh
menghantamku" Wiro menatap ke dalam lorong, tapi tidak berani lagi mengerahkan
ilmu Menembus Pandang.
"Seratus Tiga Belas Lorong Kematian sangat panjang, penuh cabang. Aku tidak bisa
menduga apakah Ketua Barisan Manusia pocong itu demikian hebatnya hingga mampu
melancarkan serangan jarak jauh ke arahmu...."
"Kekuatan yang menghantamku luar biasa. Tidak pernah aku mendapat serangan
seperti ini. Untung aku tidak mengalami luka dalam. Aku..."
Murid Eyang Sinto Gendeng hentikan ucapan.
API CINTA SANG PENOE KAR 62
Telinganya menangkap sesuatu.
"Kau mendengar sesuatu?" tanya Wiro.
"Ya. Suara menyanyi. Suara perempuan. Aneh, bagaimana mungkin di tempat angker
begini rupa ada perempuan bernyanyi. Jangan-jangan dedemit perempuan." ujar
Wulan Srindi dengan suara dan wajah tercekat. "Sebaiknya kita lekas tinggalkan
tempat ini. Kedatangan kita pasti sudah diketahui manusia-manusia pocong. Ikuti
petunjuk gurumu.
pasti ada jalan lain menuju ke dalam lorong."
'Wulan, selain suara perempuan menyanyi itu aku mendengar suara lain."
"Heh. suara apa?"
"Kurasa ada binatang di sekitar ini. Dari baunya aku dapat meyakinkan
binatangnya seekor kuda."
Wulan Srindi pasang telinga, mata berputar, memandang berkeliling. Tiba-tiba di
balik batu besar sebelah kanan dia melihat sesuatu berwarna coklat melambai-
lambai. "Buntut kuda!" ucap Wulan. Dia melompat. Wiro mengikuti.
Benar adanya. Di balik batu besar kedua orang itu menemukan seekor kuda coklat.
tegak diam. kepala menunduk dan ekor bergerak-gerak. Wulan memperhatikan dengan seksama lalu
mengusap-usap kepala binatang itu.
"Hai! Bukankah ini kuda milik Anggini yang dibawa kabur oleh gadis berambut
pirang malam tadi?"
Wiro terkejut. Garuk-garuk kepala. "Matamu tajam, ingatanmu kuat. Memang tidak
salah. Ini kuda milik Anggini."
"Berarti Si rambut pirang bernama Bidadari Angin Timur itu ada di sekitar Sini.
Ayo kita cari" Kembali Wulan Srindi menarik lengan Wiro.
"Kurasa tidak perlu. Kalaupun dia ada di sini pasti tidak sendiri."
"Aku tahu. Maksudmu dia bersama pemuda botak berwajah dan bertubuh kuning itu.
Hemm....kau cemburu ya"!"
Wiro tertawa. "Cemburu" Sama Siapa" Perlu apa cemburu segala?"
"Jangan dusta. Kau cemburu pada Si botak itu karena kau suka pada Bidadari Angin
Timur. Betulkan"! Ah jeleknya nasibku.." Wulan Srindi unjukkan wajah memelas. "Aku suka
tapi orang tertambat pada yang lain.
Air muka Pendekar 212 jadi bersemu merah.
Namun kemudian meledak tawanya
Wulan Srindi cepat tekap mulut Wiro dengan API CINTA SANG PENOE KAR 63
telapak tangan kiri.
"Geblek apa! Tertawa di tempat seperti ini!"
"Dengar, kita kembali ke mulut lorong."
"Buat apa?" tanya Wulan Srindi.
"Aku ingin mencoba sekait lagi. Masuk ke dalam lorong lewat mulut goa itu," kata
Wiro. Wiro bermaksud masuk ke dalam lorong dengan mempergunakan Ilmu Meraga
Sukma. Namun saat itu Wulan Srindi berbisik.
"Aku tahu kau punya banyak ilmu kepandaian.
Tapi saat ini jangan dulu berusaha mencoba-coba.
Aku tak ingin kita celaka di tempat ini. Sesuai petunjuk gurumu kita harus
menemukan jalan masuk ke dalam lorong dari arah belakang."
Wiro garuk kepala. Wulan Srindi lepaskan rangkulannya. Kalau saja dalam keadaan
lain mungkin gadis ini tidak ingin cepat-cepat melepaskan pelukannya di tubuh
sang pendekar. "Terima kaSih, kau telah menolongku. Kalau tidak kau pegang pasti aku tadi jatuh
terbanting ke tanah,"
kata Wiro sambil pegang bahu Si gadis.
Dipegang seperti itu Wulan Srindi merasa seperti di kayangan. Ditatapnya dalam-
dalam sepasang mata Wiro. Yang ditatap jadi salah langkah. Sambil garuk kepala
dia berkata. " Kau jalan duluan. Aku mengikuti."
Wulan Srindi mengangguk. Dia pegang lengan kiri Wiro lalu menariknya dan
melangkah cepat tinggalkan tempat itu. Walau saat itu tengah menghadapi urusan
besar namun sang dara berlari dengan wajah tersenyum cerah. Dalam hati malah dia
berkata. "Gadis rambut pirang! Kalau kau memang masih ada di sini, sembunyi
Wiro Sableng 139 Api Cinta Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengintip aku dan Wiro, hatimu pasti seperti ditusuk duri! Cemburu akan menjadi
api dalam dadamu!"
API CINTA SANG PENOE KAR 64
TAK SELANG berapa lama setelah Wiro dan Wulan Srindi meninggalkan pedataran
kecil di depan mulut goa yang merupakan jalan masuk ke dalam 113
Lorong Kematian, dari balik gundukan batu lebar di bibir lembah muncul dua
kepala. Satu botak kuning, satu lagi berambut pirang. Kedua orang ini bukan lain
adalah Jatilandak dan Bidadari Angin Timur.
Seperti dituturkan sebelumnya, malam itu Bidadari Angin Timur tinggalkan tempat
pertemuan para tokoh rimba persilatan dengan menunggang kuda milik Anggini.
Jatilandak, pemuda berkulit kuning dari Negeri Latanahsilam berusaha mengejar
sambil terus-terusan berteriak memanggil nama Si gadis. Dalam kesalnya terhadap
Wulan Srindi dan Wiro, Bidadari Angin Timur seperti tidak mendengar teriakan
Jatilandak. Kalaupun sesaat dia sadar dan mendengar maka dia sama sekali tidak
perduli. Bagaimanapun tingginya ilmu lari yang dimiliki Jatilandak, namun mengejar orang
yang memacu kuda dalam pikiran kacau dan hati panas galau, hanyalah merupakan
satu kesia-siaan. Tapi Jatilandak tidak putus asa. Walau nafas menyesak dada.
sepasang kaki laksana mau tanggal, terus saja pemuda ini berlari kencang
mengejar Si gadis berambut pirang.
"Sahabat! Bidadari Angin Timur Tunggu Berhenti dulu!"
Jatilandak terus berteriak memanggil. Yang dikejar dan dipanggil-panggil
jangankan menjawab.
Menolehpun tidak. Apa lagi hentikan kuda yang dipacu seperti diamuk setan.
Kemampuan Jatilandak ada batasnya. Manakala dua kakinya terasa seperti hancur
dan tak mampu lagi diajak berlari, ketika nafasnya menyengat mencekik leher.
Jatilandak akhirnya melosoh jatuh ditengah jalan. Dalam keadaan megap-megap
pemuda ini beringsut lalu rebahkan diri di tanah.
Sekujur tubuh mandi keringat. Mata menatap sayu ke langit kelam. Saat itulah
ingatannya kembali ke LatanahSilam. Berada seorang diri di tempat itu dia merasa
jauh dan sangat terpencil. Entah bagaimana tiba-tiba saja terbayang wajah
ibunya. Sepasang mata Jatilandak mulai berkaca-kaca. Dirinya larut API CINTA
SANG PENOE KAR 65
dalam kenangan penuh duka. Lalu didengarnya langkah-langkah kaki kuda disusul
suara perempuan menyebut namanya.
"Jatilandak...?"
"Ibu...?" Meluncur kata-kata itu dari mulut Jatilandak. Pemuda kepala botak
berkulit kuning itu cepat bangkit dan duduk. Dia terkejut karena membayangkan
kehadiran sang ibu ternyata yang muncul adalah orang lain.
"Bidadari Angin Timur, engkau rupanya..."
Jati'andak berusaha tersenyum, namun bayangan kesedihan tetap kentara.
Orang yang menegur turun dan kuda, menatap wajah kuning itu beberapa saat, diam
tanpa suara. Hanya hati yang membatin. "Wajahnya seperti sedih.
Pandangan mata sayu. Barusan dia memanggilku dengan sebutan ibu. Apa yang ada
dalam hati dan pikiran pemuda ini?"
"Aku gembira kau kembali. Tapi mengapa?"
Bidadari Angin Timur tidak segera menjawab.
Masih terheran-heran. Tadi ketika dikejar pemuda itu, dia menggebrak kudanya
habis-habisan. Namun sewaktu suara Jatilandak yang memanggil-manggil tidak
terdengar lagi sang dara tersadar. Dia hentikan kuda, memandang ke belakang.
Hanya kegelapan malam yang menyelubung. Sosok Jatilandak tidak kelihatan.
Suaranyapun tidak terdengar lagi. Kawatir sesuatu terjadi dengan pemuda Itu,
mungkin saja diserang manusia pocong. Bidadari Angin Timur putar kuda, kembali
ke arah sebelumnya. Akhirnya dia menemukan Jatilandak terbaring di tanah.
menatap ke langit kelam.
"Seumur hidup baru kali ini aku melihat lelaki menangis," Bidadari Angin Timur
keluarkan ucapan ketika memperhatikan sepasang mata Jatilandak yang berkaca-
kaca. Rasa herannya semakin
bertambah. Jatilandak masih memandang ke langit. Dia tidak tahu apakah ucapan gadis itu
merupakan teguran, rasa prihatin atau ejekan. Dengan suara perlahan Jatilandak
berkata. 'Ternyata aku seorang lemah." Si pemuda usap kedua matanya. "Tapi. ketahuilah
sahabatku. Air mata adalah tanda abadi dari kejujuran yang memancar dari dalam
hati yang berSih. Air mata tidak pernah berdusta."
Bidadari Angin Timur kerenyltkan kening, mulut terkancing diam. "Mengapa orang
ini tiba-tiba berubah Sifat jadi aneh begini rupa" Ucapannya API CINTA SANG
PENOE KAR 66 seperti seorang penyair yang sedang bersedih hati.
Pancaran wajahnya memperlihatkan hal itu.
Ditambah mata yang berkaca-kaca."
"Tadi aku mengejarmu bukan karena apa-apa.
Kita tengah menghadapi urusan besar. Kawasan ini tidak aman. Aku tidak ingin kau
menghadapi bahaya sendirian."
Bidadari Angin Timur gigit bibirnya sendiri.
Anggukkan kepala dan berkata. "Terima kaSih kau memperhatikan diriku. Saat itu
pikiranku sedang kacau.'
"Aku tahu." jawab Jatilandak. "Kacau pikiran hal yang biasa. Bisa dialami semua
orang. Tapi jangan sampai pikiran yang kacau itu membuat kacau pula hati
nurani." "Apa maksudmu, Jatilandak" Kau sendiri wajahmu tampak seperti sedih. Barusan kau
menangis. Kau memanggil diriku ibu. Aneh. kali ini kau kelihatan begitu aneh."
Pemuda dari LatanahSilam itu tersenyum.
"Ketika kau datang tadi. aku tengah merenung diri. Rasa-rasanya akulah mahluk
yang paling buruk nasibnya di Negeri LatanahSilam yang kemudian terpesat ke
negeri ini."
Bidadari Angin Timur duduk di tanah, terpisah dua langkah di depan Jatilandak.
"Aku belum lama mengenalmu. Ada hutang budi dalam diriku padamu, ketika kau
menyelamatkan diriku dari mahluk jahat berjubah putih itu. Kalau kau memang
punya riwayat hidup yang
menyedihkan, ceritakan padaku..."
"Siapa yang mau mendengar cerita orang buruk sepertiku ini?"-
"Aku," jawab Bidadari Angin Timur sambil menyentuh lengan Si pemuda. "Aku mau
mendengarkan."
"Sungguh?"
Sang dara anggukkan kepala.
"Terima kaSih ada yang mau mendengar kisah naSibku. Mudah-mudahan penuturan ini
bisa mengurangi sedikit derita batin yang selama ini kubawa kemana-mana selama
bertahun-tahun."
Jatilandak bangkit dari berbaringnya, duduk di tanah, menatap sesaat ko wajah
jelita di hadapannya.
"Aku dilahirkan dari perkawinan yang tidak direstui oleh para Peri di Negeri
LatanahSilam. Di LatanahSilam para Peri mempunyai kekuasaan luar biasa. Mereka
bisa menghukum. Bahkan
menjatuhkan kutuk dan malapetaka. Ayahku konon API CINTA SANG PENOE KAR 67
bernama Lahambalang. ibuku bernama Luhmintari.
Akibat kutuk para Peri, aku dilahirkan dengan ujud tubuh seperti seekor landak.
Ayah malu besar. Rasa malu berubah menjadi amarah. Aku dibuang di sebuah pulau,
terdampar dalam rimba belantara Lahitam kelam. Seharusnya aku menemui ajal
karena tidak ada yang memelihara dan memberi makan. Namun tidak disangka di
pulau itu ada seorang kakek yang tubuhnya bersisik, bernama Tringgiling Liang
Batu. Kakek ini hidup di pulau bersama dua ekor landak yang dianggap sebagai
anak sendiri. Aku kemudian dipelihara, dianggap sebagai cucu. Di pulau itu pula
kemudian aku bertemu dengan Wiro. Semula atas perintah seorang jahat bernama
Hantu Muka Dua aku dan Tringgiling Liang Batu harus membunuh Wiro. Namun hal itu
berhasil digagalkan dan aKhirnya kami bersahabat.
Hanya sayang... saat ini agaknya ada hubungan yang terjungkal antara aku dengan
Wiro. Kalau saja aku bisa bertemu dan memberi keterangan..."
(mengenai kisah Jatilandak dari Negeri LatanahSilam harap baca Episode berjudul
"Hantu Jatilandak").
Jatilandak terdiam. Bidadari Angin Timur
membisu. "Aku tak pernah mengenal ayah ataupun ibuku,"
Jatilandak meneruskan ceritanya. "Ada yang menceritakan padaku, setelah ibu
menemui kematian sewaktu melahirkan diriku, ayah membawa dan meninggalkan
mayatnya di puncak sebuah bukit. Para Peri merasa kawatir kalau mayat ibuku akan
menimbulkan malapetaka di Negeri Atas Langit, negeri kediaman para Peri. Mereka
kembali menurunkan kutuk, ibuku berubah jadi patung batu. Seorang Peri yang baik
hati kemudian memindahkan patung ibuku ke sebuah goa. Aku rindu ingin bertemu
ibu. Walau ujudnya hanya sebuah patung. Tapi aku tak tahu bagaimana caranya. Di
Sini aku sebatang kara. Wiro teman baik satu-satunya yang aku kenal sejak di
Negeri LatanahSilam kini menjadi orang yang tidak menyukai diriku. Atau mungkin-
mungkin memang aku yang salah..."
Bidadari Angin Timur gelengkan kepala.
"Tidak, kau tidak bersalah. Kau tidak punya salah apapun. Justru aku yang merasa
diri ini telah berbuat kekeliruan..."
"Keliru ketika Wiro memergoki kita berdua-dua begitu dekat di mata air..." Lalu
keliru ketika aku mendukungmu sewaktu kau menangis?" (baca Episode sebelumnya
berjudul Bendera Darah") API CINTA SANG PENOE KAR 68
"Aku bisa membayangkan bagaimana perasaannya ketika dia melihat kita berdua-dua
di mata air. Aku ingin bicara padanya. Ingin menerangkan. Namun tak ada
kesempatan. Dia pergi begitu saja. Aku masih sempat melihat wajahnya saat
itu..." ucap Bidadari Angin Timur.
"Aku orang buruk ini telah merusak hubungan baikmu dengan Wiro. Aku merasa
sangat bersalah.
Namun hatiku berSih. Tidak ada maksud meng-khianati Siapapun. Apa lagi pemuda
sahabatku itu."
Bidadari Angin Timur memandangi wajah kuning Jatilandak. Ada perasaan hiba di
hati gadis berambut pirang ini. Seperti yang pernah dirasakannya dahulu, kalau
saja pemuda ini tidak memiliki kulit cacat kuning begitu rupa. pastilah dia
seorang pemuda yang tampan. Gagah dan baik hati.
Malam yang mendekati pagi terasa dingin.
"Aku ingat sesuatu." berucap Bidadari Angin Timur.
"Apa?"
"Aku punya seorang sahabat. Entah dimana dia sekarang. Tubuhnya gendut luar
biasa. Suka pakai baju terbalik. Pakai peci hitam kupluk. Wajahnya seperti bocah
tolol. Tapi ilmu kepandaiannya luar biasa. Dia dijuluki Bujang Gila Sakti .
Sepasang tangannya memiliki kesaktian hebat. Dia mampu mengobati luka. Orang
yang cidera akan sembuh tanpa kelihatan bekasnya sedikitpun. Kalau saja aku bisa
mempertemukan kau dengan Bujang Gila. Siapa tahu dia bisa melenyapkan warna
kuning kulitmu."
Jatilandak tersenyum. "Aku gembira mengetahui ada niat baik dalam hatimu. Tapi
kupikir, buruk rupa begini saja hidupku sudah susah, apalagi kalau aku bisa
hidup wajar, kulitku tidak kuning lagi. Ah, rasanya orang-orang yang tidak suka
padaku pasti akan tambah tidak senang."
Bidadari Angin Timur tarik nafas panjang dan dalam. "Negeri LatanahSilam, aku
tidak dapat membayangkan bagaimana keadaannya. Juga tidak pernah mengerti
bagaimana Wiro bisa terpesat ke sana. Lalu kau sendiri terpesat ke Sini."
"Kau tidak bakal percaya kalau tidak berada sendiri di sana. Ketika Wiro pertama
kali muncul di negeri LatanahSilam bersama dua orang sahabatnya, sosok mereka
sangat kecil dibanding dengan orang-orang LatanahSilam. Seorang kakek sakti
kemudian menolong mereka hingga tubuh mereka jadi besar.
menyamai orang-orang LatanahSilam..."
"Selama disana. apa saja yang dilakukan Wiro?"
API CINTA SANG PENOE KAR 69
tanya Bidadari Angin Timur sambil lipatkan lutut, letakkan dua tangan di atas
lutut lalu dagu diletakkan di atas tangan. Dua mata menatap wajah kuning
Jatilandak. "Dia banyak bersahabat Banyak orang sakti yang suka padanya. Dia pernah
mendapatkan beberapa ilmu kesaktian dari mereka. Dia dan temantemannya banyak
menolong orang. Dia bersahabat dengan para Peri "
"Yang disebut Peri itu, apakah mereka cantik-cantik?"
Jatilandak tersenyum. "Namanya mahluk. pasti ada yang buruk rupa macamku, namun
juga ada yang cantik. Salah seorang dari mereka bernama Peri Angsa Putih. Cantik
sekali. Sepasang bola matanya berwarna biru."
"Peri Angsa Putih ini. apakah dia bersahabat dengan Wiro?"
"Wiro orangnya baik. Mudah bersahabat dengan semua orang di Negeri LatanahSilam.
termasuk Peri Angsa Putih. Malah kalau aku tidak salah dengar dia sempat
melakukan perkawinan dengan seorang perempuan bernama Hantu Santet Laknat..."
Bidadari Angin Timur terkejut. Kepala diangkat.
air muka berubah, dada berdebar, mata menatap lekat-lekat ke arah Jatilandak.
"Di Negeri LatanahSilam Wiro kawin dengan hantu?"
"Seperti kataku tadi, Negeri LatanahSilam penuh dengan segala macam kutuk. Yang
bernama Hantu Santet Laknat itu sebenarnya adalah seorang gadis bernama
Luhrembulan."
Bidadari Angin Timur terdiam. Lemas.
"Kabarnya upacara perkawinan itu dilakukan di sebuah bukit bernama Bukit Batu
Kawin. Namun aku tidak tahu bagaimana akhir peristiwanya karena kalau tak salah
saat itu muncul badai luar biasa hebatnya."
Untuk beberapa lamanya Bidadari Angin Timur masih diam membisu. Kemudian
meluncur perlahan ucapannya. "Jadi Wiro pernah kawin rupanya. Dia tidak perjaka
lagi..." "Kuharap kau tidak menjadi gelisah, sahabatku.
Semua hal itu hanya kudengar. Bagaimana yang terjadi sesungguhnya aku tidak
tahu." Kata Jatilandak pula yang tiba-tiba saja merasa menyesal karena terlanjur
bercerita mengenai riwayat perkawinan Wiro di Neger LatanahSilam.
"Ada Bukit Batu Kawin. Ada gadis bernama API CINTA SANG PENOE KAR 70
Luhrembulan. Semuanya jelas..." Ucap Bidadari Angin Timur. Perlahan-lahan gadis
berambut pirang ini bangkit berdiri, melangkah ke kuda yang ditinggalkannya
dekat pepohonan. (Mengenai perkawinan Wiro dengan Luhrembulan dapat dibaca dalam
riwayat di Negeri LatanahSilam berjudul
"RahaSia Perkawinan Wiro')
"Kau mau kemana?" tanya Jatilandak seraya berdiri pula.
Bidadari Angin Timur tidak menjawab. Dia naik ke atas kuda lalu tinggalkan
tempat itu. Jatilandak cepat mengejar. Namun kemudian hentikan
larinya. "Kalau orang ingin pergi, kalau orang tak mau jalan bersamaku, perlu
apa aku mengikuti?"
Di depan sana Bidadari Angin Timur hentikan kuda. menoleh ke belakang.
"Jatilandak, kau tak ingin pergi bersamaku?"
Si pemuda tercengang, tak menyangka sang
dara akan berkata begitu.
"Kita menuju kemana?" tanya Jatilandak pula.
"Lurus-lurus ke arah timur. Kawasan bukit batu sarangnya manusia-manusia pocong.
Seratus Tiga Belas Lorong Kematian."
"Aneh,' kata Jatilandak dalam hati. "Tadi dia meninggalkan Wiro. pergi tanpa
tujuan. Kini dia sengaja mau menuju ke Seratus Tiga Belas Lorong Kematian.
Tempat yang juga bakal didatangi Wiro.
Apakah ceritaku tadi merubah hati dan pikiran gadis ini" Sengaja menunggu Wiro
disana untuk menanyai pemuda itu" Ah. seharusnya tadi aku tidak
keteiepasan bicara."
Bidadari Angin Timur menunggangi kudanya perlahan-lahan. Jatilandak mengikuti
dari belakang. *** KEESOKAN harinya Bidadari Angin Timur dan
Jatilandak sampai di kawasan bukit batu di seberang lembah Setelah memberSihkan
diri di sebuah kali kecil keduanya menyadari betapa laparnya mereka.
Beruntung keduanya menemukan pohon jambu
hutan yang cukup lebat buahnya.
Melanjutkan perjalanan ke arah bukit batu.
Bidadari Angin Timur sengaja tidak menunggangi kudanya Binatang ini di tuntun
dari sebelah kanan sementara Jatilandak berjalan di sebelah kiri.
Di satu tempat Bidadari Angin Timur Angin Timur API CINTA SANG PENOE KAR 71
hentikan langkah. Dia memberi tanda pada
Jatilandak lalu cepat menarik kuda kebalik serumpunan semak belukar lebar di
belakang sederetan pohon besar.
"Aku sudah tahu," biSik Jatilandak. "Ada orang mendatangi ke jurusan Sini."
"Dua orang," biSik Bidadari Angin Timur.
Si gadis dan pemuda kulit kuning cepat ber-sembunyi dan menunggu. Tak selang
berapa lama dua orang berlari cepat melewati tempat itu. Mereka bukan lain
Wiro Sableng 139 Api Cinta Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
adalah Wiro dan Wulan Srindi. Jatilandak menoleh, memperhatikan ke arah Bidadari
Angin Timur. "Agaknya mereka tengah menuju ke bukit dimana terletak markas manusia pocong.
Tujuan kita sama.
Bagaimana kalau kita bergabung dengan mereka?"
Bidadari Angin Timur serta meria gelengkan kepala.
"Jika kau suka jalan bersama mereka Silahkan saja. Aku memilih jalan sendiri.
Mungkin aku tidak akan pergi memasuki lorong itu."
"Aku tidak memaksa. Bagaimanapun Wiro pernah menjadi sahabatku. Aku ingin
melihat apa yang akan mereka lakukan dan memberi pertolongan bila dibutuhkan.
Sebagai orang rimba perSilatan, apakah kau akan pergi begitu saja" Padahal kau
tahu Seratus Tiga Belas Lorong Kematian adalah pusat segala kejahatan keji yang
harus kita musnahkan.
Termasuk manusia-manusia pocong itu. Sahabat, apapun yang kau rasakan saat ini.
jangan sekali-kali mengacaukan hati dan pikiranmu. Aku akan kesana.
Kau ikut?"
Bidadari Angin Timur diam saja. Namun ketika Jatilandak melangkah pergi dia
akhirnya beranjak juga mengikuti. Kuda yang tadi jadi tunggangannya dibiarkan
begitu saja. Bidadari Angin Timur dan Jatilandak sengaja menempuh jalan tertutup pohon dan
semak belukar agar jangan sampai diketahui Wiro dan Wulan Srindi.
Di atas satu tempat ketinggian mereka bisa melihat jelas ke bawah, termasuk
melihat Wiro dan Wulan Srindi Segala apa yang terjadi di bawah sana. yaitu
bagaimana Wiro dan Wulan Srindi tampak begitu akrab tertawa-tawa dan sesekali
berpegangan tangan sempat disaksikan oleh Bidadari Angin Timur.
Rasa cemburu seolah kobaran api membakar dirinya.
"Kita pergi saja. Tak ada gunanya berada di tempat ini," kata Si gadis pada
Jatilandak. Pemuda dari Negeri LatanahSilam ini terpaksa hendak API CINTA SANG
PENOE KAR 72 mengikuti ajakan Bidadari Angin Timur. Dia tahu Si gadis sangat terpukul dengan
apa yang disaksikannya di bawah sana. Lebih terpukul lagi karena mungkin merasa
sebelumnya dia telah melakukan hal yang sama. bermesraan dan tertangkap basah
oleh Wiro. Kini. yang disaksikannya itu apakah berupa balasan"
Belum sempat Bidadari Angin Timur melangkah pergi tanpa mencari kuda coklat
tunggangannya yang entah berada di mana, belum sempat pula Jatilandak bergerak
mengikuti, seperti yang diceritakan sebelumnya, di tempat itu muncullah orang
berjubah dan berpenutup kepala kain putih yang bukan lain adalah Hantu Muka Dua.
"Jatilandak! Lihat!" seru Bidadari Angin Timur.
"Mahluk berpakaian dan bertutup kepala serba putih itulah yang hendak melakukan
kekejian terhadapku beberapa waktu lalu sebelum kau datang menolong!
Jahanam Aku akan membunuhnya saat ini juga!"
"Jangan! Tunggu! Lihat! Aku merasa akan terjadi perkelahian hebat antara orang
berpakaian serba putih dengan Wiro. Kalau Wiro terdesak, baru kita keluar
membantu."
"Aku akan tetap di Sini Siapa sudi membantu orang seperti dia. Turut ceritamu
kini aku tahu manusia belang macam apa dia adanya!"
"Jangan berkata begitu." ujar Jatilandak sambil pegang lengan Si gadis.
Dibawah sana perkelahian berlangsung hebat.
Ketika Wiro mengetuai kan ilmu yang membuat tanah terbelah dan Siap menyedot
amblas sosok Hantu Muka Dua, tiba-tiba melesat tiga Bendera Darah. menyerang
tiga bagian tubuh Pendekar 212.
Selagi murid Sinto Gendeng berusaha selamatkan diri. berkelebat seorang manusia
pocong yang langsung menotok Hantu Muka Dua lalu
membawanya kabur.
Jatilandak yang memperhatikan jalannya
perkelahian, tersentak kaget dan berucap. "Wiro mengeluarkan ilmu yang disebut
Membelah Bumi Menyedot Arwah. Di Negeri LatanahSilam hanya Hantu Santet Laknat
alias Luh Rembulan yang memiliki ilmu kesaktian itu. Berarti Luhrembulan telah
memberikan ilmu kesaktian itu pada Wiro.
Tidak disangka begitu jauh hubungan mereka..."
"Mengapa heran?" ucap Bidadari Angin Timur dengan wajah unjukkan rasa tidak
senang. Menurut ceritamu, kalau perempuan itu sudah menjadi isterinya. apapun
akan diberikannya kepada Wiro."
API CINTA SANG PENOE KAR 73
Setelah manusia pocong yang membawa kabur
Hantu Muka Dua lenyap. Wiro dan Wulan Srindi melanjutkan perjalanan mendaki
bukit batu hingga akhirnya sampai di satu pedataran yang ada tiga buah batu
besar. Di tempat ini kembali Bidadari Angin Timur melihat Wiro dan Wulan Srindi
saling bercanda. Malah berpelukan segala. Hati Bidadari Angin Timur serasa
luluh, darahnya seperti aliran api. Diluar dugaan, kuda tunggangan Bidadari
Angin Timur tahu-tahu muncul dibalik salah satu batu besar dan terlihat oleh
Wiro serta Wulan Srindi. Si gadis segera mengenali kalau kuda itu adalah milik
Anggini yang ditunggangi oleh Bidadari Angin Timur. Berarti Bidadari Angin
Timur, mungkin juga bersama Jatilandak, ada di sekitar tempat itu.
"Pasti mereka melihat bagaimana aku bersenda gurau dengan Wulan. Tapi gadis ini
malah memeluk diriku sewaktu hampir jatuh dilabrak hawa aneh dari dalam lorong,"
membatin Wiro. "Biar saja," katanya sambil menggaruk kepala. "Mudah-mudahan
sekarang dia bisa merasakan bagaimana rasanya sakit hati sewaktu aku melihat dia
bermesraan dengan Jatilandak!" Sang pendekar tersenyum lalu garuk-garuk kepala
sementara Bidadari Angin Timur yang takut kalau kehadirannya sampai diketahui
Wiro dan Wulan Srindi cepat-cepat mengajak Jatilandaktinggalkan tempat itu.
API CINTA SANG PENOE KAR 74
API CINTA SANG PENOE KAR 75
CERMIN bulat sakti di tangan Ratu Duyung mulai bergetar. Kebeningan di permukaan
cermin perlahan-lahan berubah redup. Sesaat kemudian malah menjadi gelap. Ratu
Duyung tambahkan tenaga dalam. Sepasang mata biru tak berkesip menatap cermin.
Getaran ditangan semakin keras.
Tiba-tiba ada guratan-guratan terang. Ratu Duyung merasa heran, juga cemas.
"Wiro, dimana kau..." ucap gadis jelita yang berasal dari kawasan pantai selatan
ini. "Mengapa setiap aku mencoba memantau dimana dia berada, cermin ini
memperlihatkan tanda-tanda aneh.
Apakah cermin ini telah hilang kesaktiannya"
Beberapa malam lalu ketika aku coba memantau pemuda itu. aku melihat
pemandangan-pemandangan aneh. Lalu ada suara genta dahsyat sekali. Aku
terpental. Kini cermin ini kembali menunjukkan keanehan..."
Seperti diceritakan sebelumnya. Ratu Duyung bersama Sutri Kaliangan meninggalkan
Gedung Kepatihan di Kotaraja. Keduanya dengan
menunggang kuda akan mencari Wiro sekaligus menyelidiki tempat-tempat aneh yang
terlihat dalam cermir secara samar. Tujuan paling utama adalah menemukan markas
manusia pocong yang disebut 113 Lorong Kematian. (Baca Episode sebelumnya
berjudu Rumah Tanpa Dosa")
Dalam perjalanan Sutri Kaliangan berusaha bahkan setengah memaksa agar Ratu
Duyung mau mampir ke rumah milik orang tuanya yang terletak di Jatipurno.
Rupanya puteri Patih Kerajaan itu mempunyai maksud tertentu mengajak'Ratu Duyung
Singgah di Jatipurno. Di malam hari itu dia ingin bercinta dengan gadis jelita
bermata biru itu.
Ternyata Sutri Kaliangan mempunyai kelainan.
Yakni hanya berhasrat pada sesama jenis. Ratu Duyung berhasil melarikan diri dan
sembunyi dalam sebuah gerobak.
Saat itu ada dua orang manusia pocong
melakukan pengintaian di atap rumah, melihat Sutri Kaiiangar dalam keadaan
bugil. Yang satu berhasrat hendak menggagahi putri Patih Kerajaan itu. Manusia
pocong satunya yang tidak mau mencari perkara kembali ke sarang mereka di 113
Lorong Kematian.
API CINTA SANG PENOE KAR 76
Sewaktu manusia pocong hampir berhasil hendak memperkosa Sutri Kaliangan yang
berada dalam keadaan tertotok muncul Naga Kuning bersama nenek sakti berjuluk
Gondoruwo Patah Hati Naga Kuning meremas hancur kemaluan manusia pocong yang
hendak memperkosa Sutri Kaliangan.
Ratu Duyung coba mengejar manusia pocong yang hancur kemaluannya dan melarikan
diri dengan membedal salah seekor kuda yang ditambatkan di halaman rumah. Dia
coba mengerahkan ilmu
Menembus Pandang agar bisa lebih mudah mengejar manuSia pocong yang melarikan
diri. Ternyata dia hanya mampu melihat kudanya saja sementara manusia pocong
yang menunggangi tidak kelihatan sama sekali. Agaknya ada satu kekuatan hebat
melindungi manusia pocong itu. (Baca Episode berjudul "Bendera Darah")
Ratu Duyung tenangkan hati cemas, jernihkan pikiran yang kacau lalu kembali
menambah kekuatan tenaga dalam pada sepasang tangan yang
memegang cermin bulat.
"Ah..." gadis bermata biru ini tarik nafas agak lega. Walau agak samar namun
kini dia bisa melihat bayangan rimba belantara di dalam cermin Lalu sebuah
lembah, menyusul bukit batu. Dua sosok manusia muncul dalam cermin. Satu lelaki,
satu perempuan.
"Yang lelaki pasti Wiro. Aku tak bisa menduga Siapa yang perempuan. Anggini atau
Wulan Srindi"
Mungkin juga Bidadari Angin Timur?"
Bayangan dua manusia di dalam cermin pupus.
Berganti dengan bangunan aneh terdiri dari lorong-lorong yang jumlahnya banyak
sekali. "Aku pernah melihat lorong ini sebelumnya dalam cermin,"
membatin Ratu Duyung. Sepasang mata Ratu Duyung tak berkesip. Dadanya mendadak
berdebar. Bayangan lorong di cermin lenyap. Muncul pemandangan sebuah rumah tua. Lalu
sebuah bangunan berwarna putih. Saat itu pula ada suara aneh, seperti suara genta luar
biasa kerasnya.
Membuat telinga Ratu Duyung mengiang kesakitan.
Dua tangannya bergetar hebat. Lalu ada satu kekuatan dahsyat yang tak kelihatan.
Karena pernah mengalami kejadian seperti ini sebelumnya waktu di Gedung
Kepatihan. sambil berteriak keras Ratu Duyung cepat melompat setinggi dua
tombak. Satu tangan mengangkat cermin bulat tinggi-tinggi ke atas. tangan yang
lain dipukulkan ke bawah guna meredam hantaman hawa aneh yang menyerangnya.
API CINTA SANG PENOE KAR 77
"Rumah putih itu... Agaknya disana letak semua sumber kekuatan." Ucap Ratu
Duyung begitu melayang turun dan jejakkan dua kaki di tanah. "Aku harus mencari
bangunan itu. Aku harus menuju kesana. Bukan mustahil itulah sarangnya para
manusia pocong."
Ratu Duyung Simpan cermin saktinya di balik pakaian. Ketika dia hendak melangkah
pergi dari samping berkelebat satu bayangan disertai
menebarnya bau pesing santar sekali. Semula gadis ini menyangka nenek sakti dari
Gunung Gede Sinto Gendeng yang muncul. Ternyata kakek berkuping lebar, berbaju
lusuh, bercelana basah oleh air kencing. Setan Ngompol!
"Ratu Duyung, senang bisa berjumpa kau lagi."
"Kau sendirian?" tanya sang dara.
"Sama seperti dirimu," jawab Setan Ngompol lalu kedipkan mata dan tertawa
mengekeh. "Sobatku Si Naga Kuning tengah berleha-leha dengan kekasihnya Si
Gondoruwo Patah Hati. Entah berada dimana mereka saat ini. Tadinya aku bersama
Bidadari Angin Timur. Gadis itu pergi begitu saja meninggalkan aku bersama
pemuda botak berkulit kuning. Kurasa kau juga tahu, sebelumnya sudah disusun
rencana untuk mencari sarang manusia pocong di satu bukit batu. Aku mengira saat
ini kau juga tengah menuju kesana."
Ratu Duyung mengiyakan dengan anggukkan
kepala. "Kalau begitu apakah kita boleh jalan berbarengan?"
"Asal kau tidak jahil dan jangan dekat-dekat,"
jawab Ratu Duyung bercanda.
"Aku tidak pernah jahil. Paling-paling Cuma ngompol saja," jawab Si kakek lalu
serrr! Air kencingnya terpancar dan dia tertawa gelak-gelak.
*** DI DALAM Lorong Kematian.
Yang Mulia Ketua berdiri di tepi ranjang sambil usap-usap dua telapak tangan
satu sama lain.
Seringai mesum tersungging di wajahnya yang tersembunyi dibalik kain putih
penutup kepala.
"Cantik sekali... cantik sekali. Aku pernah mendengar, mungkin juga pernah
melihatmu sebelumnya. Tapi tidak sedekat seperti sekarang ini.
Anggini. itu namamu" Bagus nama cantik orangnya.
Alur nasib akhirnya membawa kita pada pertemuaan API CINTA SANG PENOE KAR 78
ini. Ha...ha...ha!"
Di atas tempat tidur. Anggini terbaring tak bergerak akibat totokan ujung rambut
Yang Mulia Sri Paduka Ratu. Mata melotot, dadanya turun naik.
Takutnya tentu saja bukan kepalang. Dia rela menghadapi mati bagaimanapun
caranya dari pada dinisak kehormatan dan dibiarkan hidup seumur-umur dalam
keadaan menanggung derita sengsara tak berkeputusan. Namun murid Dewa Tuak ini
tidak mau unjukkan rasa takut. Karena jalan suaranya tidak ikut ditotok, dia
segera membuka mulut.
"Jadi ini mahluknya yang disebut manusia pocong! Kau pimpinan di tempat ini"!"
"Betul sekali," jawab Yang Mulia Ketua. Dia membungkuk sedikit, membelai wajah
Si gadis dengan tangan kanan lalu tertawa gelak-gelak.
"Pengecut'" Hardik Anggini.
Tawa Yang Mulia Ketua semakin keras.
"Kau tahu Siapa aku"!" Kembali Anggini membentak.
"Oo-o! Siapa tidak tahu gadis cantik terkenal sepertimu ini. Namamu Anggini. Kau
murid Dewa Tuak. Kau juga adalah kekasih Pendekar 212 Wiro Sableng!"
"Kalau sudah tahu Siapa aku mengapa tidak segera melepas diriku" Apa aku harus
mengambil nyawamu lebih dulu" Atau kau mau orang-orang yang barusan kau sebut
namanya itu akan mencincangmu sampai lumat"!"
"Aha! Bicaramu hebat! Aku suka gadis macammu" Ketua Barisan Manusia Pocong 113
Lorong Kemitian itu duduk di tepi ranjang. Tangan kanannya enak saja memegang
paha Anggini. "Manusia jahanam! Jangan berani menyentuh Diriku" Teriak Anggini.
Sang Ketua mendongak, tertawa panjang lalu berkata.
"Aku akan membebaskan dirimu, jika aku sudah merasa puas menerima pelayananmu!
Ha...ha...ha!"
"Mahluk keparat! Jika kau punya maksud berbuat keji padaku, lebih baik kau bunuh
aku sekarang juga! Aku tidak takut mati!"
"Kau gadis pemberani. Kau memang hebat! Tapi dengar dulu. Kita akan bersenang-
senang. Kekasihmu pemuda sableng itu, jika sudah kena diringkus akan aku bawa ke dalam
kamar ini. Dia akan ikut menyaksikan bagaimana mesranya kau melayani diriku.
Setelah itu kau sendiri yang akan membunuhnya! Ha...ha...ha!"
API CINTA SANG PENOE KAR 79
"Setan keparat! Siapa kau sebenarnya"
Permusuhan apa antara kau dengan Wiro hingga punya rencana sangat keji"!"
"Saat ini aku tidak bisa menjawab semua pertanyaanmu. Bila sampai waktunya, kau
akan tahu sendiri. Sekarang biar aku menanggalkan
pakaianmu. "Jahanam! Tidak! Jangan!"
Tangan Sang Ketua meluncur ke dada pakaian Anggini. Ketika jari-jarinya hendak
merenggut robek pakaian itu tiba-tiba dikejauhan terdengar suara genta. Lantai
dan dinding kamar batu bergetar. Di lain saat ada ketukan di pintu.
"Setan alas! Apa yang terjadi"' Siapa berani menggangu"!"
Walau marah besar kesenangannya terganggu.
Yang Mulia Ketua turun dari tempat tidur, melangkah ke pintu. Begitu pintu
dibuka, tampak berdiri wakil Ketua Barisan Manusia Pocong.
"Mohon maafmu Yang Mulia Ketua. Saya datang untuk memberi laporan sangat
penting. Mulut Sang Ketua berkomat kamit menahan
amarah. "Bicara!" bentaknya.
"Saya dan anak buah berhasil menawan seorang tokoh berkepandaian tinggi. Berasal
dari negeri 1200
tahun Silam. Dia tidak mau memberi tahu nama.
Tapi dari pembicaraannya yang dilakukannya di satu tempat diketahui dia bernama
Hantu Muka Dua.
Sesuai namanya, kepalanya memang memiliki dua wajah. Satu di sebelah depan, satu
lagi di belakang.
Mahluk satu ini sungguh luar biasa. Sepasang matanya bisa menyemburkan dua larik
Sinar hijau. Hal ini saya saksikan sewaktu dia berkelahi melawan Pendekar Dua Satu Dua Wiro
Sableng."
Wiro Sableng 139 Api Cinta Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jadi pendekar sableng itu sudah berada di sekitar kawasan lorong?" tanya Yang
Mulia Ketua. "Benar sekali Yang Mulia. Dia muncul bersama seorang gadis bernama Wulan Srindi
Gadis ini dulu pernah disekap di lorong tapi berhaSil kabur setelah merayu
seorang anggota kita."
"Aku ingat peristiwa itu." kata Yang Mulia Ketua pula
"Harap Yang Mulia Ketua mau menyempatkan diri untuk melihatnya sendiri. Juga
memberi petunjuk apa yang akan kita lakukan."
"Mahluk aneh dari 1200 tahun Silam. Hemmm..."
Yang Mulia Ketua usap kain penutup kepalanya.
"Aku pernah mendengar kabar tentang manusia-manusia aneh yang muncul di tanah
Jawa, entah API CINTA SANG PENOE KAR 80
datang dari mana. Jadi kita berhaSil menawan seorang diantara mereka. Bernama
Hantu Muka Dua.
Memiliki dua wajah! Luar biasa! Tentu, aku ingin sekail melihatnya. Siapa tahu
dia pantas menjadi anggota barisan manusia pocong. Kita sedang kekurangan
orang." "Terus terang saya punya usul lain. Yang Mulia Ketua. Selain hebat dan luar
biasa mahluk ini sangat berbahaya. Dia bisa menjadi musuh dalam selimut.
Bagaimana kalau kita hadapkan pada Yang Mulia Ketua Sri Paduka Ratu?"
"Akan aku putuskan nanti. Apakah mahluk itu sudah dicekoki minuman selamat
datang?" "Sudah Yang Mulia. Dua cangkir besar. Sama sekali tidak ada bekas. Tidak ada
pengaruh. Dia memiliki kekuatan aneh yang punya daya tolak luar biasa. Saat ini
dia berada dalam keadaan tertotok.
Namun saya kawatir dia punya kemampuan untuk membuyarkan totokan itu."
"Begitu?" Yang Mulia Ketua usap-usap dua tangannya satu sama lain.' Antarkan aku
ke tempat mahluk itu disekap "
Sebelum keluar dari kamar, Yang Mulia Ketua mendekati Anggini yang masih
terbaring di atas ranjang. Diciumnya pipi gadis itu seraya berkata.
"Harap kau sabar menunggu. Nanti kau harus melayaniku sampai puas." '
"Mahluk jahanam! Pergilah ke neraka! Jangan kembali lagi" Maki Anggini.
*** KAMAR batu dimana Hantu Muka Dua disekap
dijaga oleh dua orang Satria Pocong. Ketika Sang Ketua masuk, keadaan Hantu Muka
Dua masih berpakaian lengkap yaitu jubah dan penutup kepala kain putih. Sang
Ketua tidak menyangka kalau orang itu mengenakan pakaian dan berpenampilan
seperti manusia pocong. Dia memberi isyarat agar Wakil Ketua membuka kain
penutup kepala. Begitu kain putih penutup kepala dibuka. Yang Mulia Ketua sempat
melengak kaget, sepasang mata menyipit, kening mengerenyit. Orang yang tegak di
depannya. seperti keterangan Wakil Ketua tadi. ternyata memang memiliki dua wajah. Satu di
depan berwarna putih kekuningan, satu lagi di belakang berwarna hitam berkilat. Selain
itu. yang juga dahsyat adalah sepasang bola matanya yang berbentuk segi tiga
hijau. API CINTA SANG PENOE KAR 81
"Namamu Hantu Muka Lua?" tegur Yang Mulia Ketua.
"Apa maumu"! Kalau bicara padaku apa kau tidak berani membuka kain penutup
kepala?" "Nyalimu hebat juga!" Ucap Yang Mulia Ketua.
Dia perhatikan gerakan urat besar di leher kiri Hantu Muka Dua. Ada bagian urat
yang mengembung dan bergerak cepat pertanda Hantu Muka Dua tengah berusaha
melepaskan diri dari totokan. Yang Mulia Ketua cepat luruskan dua jari tangan
kanannya dan dess! Dua jari menotok urat besar di pangkal leher kanan hantu Muka
Dua. Yang ditotok langsung menjadi tambah kaku tak punya kemungkinan lagi untuk
memusnahkan totokan yang menguasai dirinya.
"Benar kabar yang mengatakan kau mahluk dari negeri 1200 tahun Silam?"
"Aku tidak mau bicara apapun denganmu.
Lepaskan totokanku! Baru nanti kita bicara. Jika aku suka. mungkin saja kita
bisa bersekutu."
Sang Ketua tidak perdulikan ucapan orang. Dia perhatikan sepasang mata yang
berbentuk segi tiga hijau. Menurut Wakil Ketua, sepasang mata orang ini bisa
menyemburkan dua larik Sinar hijau
'Kau merasa aneh melihat dua mataku yang berbentuk segi tiga?"
Ketika Sang Ketua tidak menyahut. Hantu Muka Dua tertawa bergelak." Tiga sudut
sepasang mataku adalah pelambang Sifat diriku. Hantu Segala Keji.
Segala Tipu, Segala Nafsu!"
Yang Mulia Ketua sampai tersentak kepalanya mendengar ucapan Hantu Muka Dua
"Mahluk satu itu memang bisa berbahaya. Bisa menimbulkan bencana bagi diriku.
Malapetaka bagi kelangsungan Partai Bendera Darah Seratus Tiga Belas Lorong
Kematian yang hendak aku dirikan,"
ucap Yang Mulia Ketua dalam hati. Dia berpaling pada Wakil Ketua, memberi
isyarat agar mendekat.
Begitu Wakil Ketua berada di sampingnys. Sang Ketua berkata perlahan. "Hadapkan
mahluk satu ini pada Yang Mulia Sri Paduka Ratu. Perintahkan Sri Paduka Ratu
untuk menyedot semua kesaktian yang dimilikinya."
"Hanya perintah Yang Mulia Ketua yang harus dflakukan! Hanya Yang Mulia Ketua
seorang yang wajib dicintai!" Wakil Ketua keluarkan ucapan Mu bersama seorang
anak buahnya cepat-cepat menggotong sosok Hantu Muka Dua keluar dari kamar
sekapan. API CINTA SANG PENOE KAR 82
Ketika Yang Mulia Ketua kembali ke kamarnya, dia dapatkan Anggini tidak ada lagi
diatas tempat tidur. Ledakan amarah membuat Ketua Barisan Manusia Pocong Seratus
Tiga Belas Lorong
Kematian ini berteriak tak karuan. Wakil Ketua yang tengah membawa Hantu Muka
Dua ke Rumah Tanpa Dosa tempat kediaman Yang Mulia Sri Paduka Ratu terpaksa
mendatangi. "Geledah semua tempat! Periksa semua orang!
Temukan gadis itu! Kalau tidak kalian semua akan menerima hukuman berat!''
Wakil Ketua membungkuk hormat. "Selesai membawa Hantu Muka Dua ke hadapan Yang
Mulia Sri Paduka Ratu, perintah Yang Mulia Ketua akan saya laksanakan. Saya akan
memeriksa Dewa Tuak terlebih dulu Karena kakek itu adalah guru Anggini."
Yang Mulia Ketua menjawab dengan menghan-
tamkan tiniu kanannya ke dinding batu hingga dinding berlobang besar dan pecahan
batu bertaburan.
TAMAT Segera dapat pembaca ikuti Episode berikutnya berjudul :
MISTERI PEDANG NAGA SUCI 212
API CINTA SANG PENOE KAR 83
Si Cantik Berdarah Dingin 1 Hamukti Palapa Karya Langit Kresna Hariadi Rahasia Pulau Biru 3
"Kurang ajar! Kau mau menyedot tubuhku"!"
Wiro memaki geram. Dia lipat gandakan aliran tenaga dalam ke kaki. "Hantu Muka
Dua! Apa kau kira kau saja yang punya ilmu kepandaian seperti itu! Lihat tanah!"
Kaki kanan digeser ke depan seperti membuat guratan garis tebal dan dalam. Mulut
merapal cepaL Dilain kejap rrrreettttttt! Tanah di depan kaki Wiro terbelah menguak. Belahan
tanah mengejar ke arah dua kaki Hantu Muka Dua.
Putaran tubuh Hantu Muka Dua mendadak sontak berhenti. Dari mulutnya menggelegar
suara keras. Dia cepat melompat ke udara. Namun terlambat.
Sepasang kakinya laksana disedot satu kekuatan dahsyat tertarik masuk ke dalam
belahan tanah! Sebelum tubuhnya amblas sampai ke paha. tiba-tiba mengumandang satu suitan
keras. Tiga buah benda API CINTA SANG PENOE KAR 57
yang bukan lain tiga Bendera Darah adanya menyambar ke arah Wiro. mengarah
kepala dada dan perut!
Selagi murid Sinto Gendeng berusaha selamatkan diri dari serangan tiga bendera,
satu bayangan putih berkelebat dari kiri. Secepat kilat menotok urat besar di
punggung Hantu Muka Dua. Dalam keadaan tertotok kaku, tubuh Hantu Muka Dua
diboyong dibawa kabur dari tempat itu.
"Kurang ajar! Mau dibawa kemana calon bangkai itu"!" teriak Wiro mengejar. Namun
dari arah depan sekonyong-konyong ada sambaran tiga cahaya menggidikkan. Wiro
cepat melompat selamatkan diri.
Ketika tiga cahaya lewat dan dia memandang ke depan, sosok Hantu Muka Dua dan
mahluk yang melarikannya tak tampak lagi.
"Wulan! Ikuti aku!" teriak Wiro seraya lari mengejar ke arah lenyapnya HanM Muka
Dua yang diboyong orang
"Tunggu!"
"Ada apa"!" tanya Wiro dan terpaksa hentikan lari, berpaling ke arah Wulan
Srindi. Dilihatnya Si gadis berdiri dengan muka pucat bingung. Caping yang tadi
menempel di atas kepalanya kini tak ada lagi!
"Ap i yang terjadi" Mana capingmu"!" tanya Wiro.
Wulan Srindi goleng-goleng kepala. "Waktu tadi kau mengejar ke sana. aku berlaku
lengah. Aku hanya melihat sekilas satu bayangan putih. Tahu-tahu capingku sudah
lenyap!" "Manusia pocong! Ayo ikuti aku! Kejar mereka sebelum lari jauh!"
Berlari sampai akhirnya mereka mencapai lembah batu, bayangan orang yang dikejar
tidak terlihat sama sekail. Wiro berhenti, berdiam di atas satu batu hitam,
memutar pandangan mata ke dalam dan seberang lembah.
"Seratus Tiga Belas Lorong Kematian ada di seberang sana. Di daerah berbukit
batu itu...." Wulan Srindi memberi tahu sambil monunjuk ke arah bukit batu di
seberang lembah. Dia tahu karena sebelumnya pernah diculik dan disekap di markas
Manusia pocong.
"Aku sudah menduga," wihut Wiro. "Kita harus segera ke sana. Tapi ada beberapa
pertanyaan yang mengganjal dalam benakkul Mungkin kita bisa bertukar pikiran."
"Bertukar pikiran bernrti kepalaku ditukar dengan kepalamu! Aku tidak maui Bisa
kacau!" API CINTA SANG PENOE KAR 58
"Jangan konyol! Bukan saatnya bergurau!" kata Wiro dengan mata melotot karena
kesal. Wulan Srindi tersenyum lebar
"Mahluk dan negeri LatanahSilam bernama Hantu Muka Dua itu. Dia mengenakan
pakaian Manusia pocong. Berarti dia adalah anggota Barisan Manusia pocong
Seratus Tiga Belas Lorong Kematian. Bisa jadi dia yang jadi pimpinan atau salah
satu pentolannya."
"Bisa jadi begitu," jawab Wulan Srindi. "Lalu?"
Wiro menggaruk kepala.
"Dua Manusia pocong muncul. Satu merampas capingmu, satunya menyelamatkan Hantu
Muka Dua." Wiro diam, garuk kepala kembali baru meneruskan ucapan. "Perlu apa
pocong yang satu merampas caping?"
"Mudah saja jawabnya. Dia ingin mendapatkan benda yang ada di dalam caping.
Gulungan kain putih yang kini kau sembunyikan dalam kantung hitam di pinggangmu
itu." Wiro mendadak merasa gatal di bagian bawah perutnya. Tak sadar dia usap kantong
hitam lalu menggaruk-garuk bagian bawah tubuhnya. Wulan Srindi senyum-senyum dan
putar kepala ke jurusan lain.
"Aku masih belum yakin," ucap Wiro sambil terus menggaruk karena rasa gatal kini
jadi merembet-rembet.
"Kalau bicara, bicara saja. Jangan menggaruk terus! Nanti bisa lecet!"
"Ahhh!" Wiro sadar, menyeringai lalu cepat-cepat keluarkan tangan kirinya dari
balik celana. "Apanya yang belum yakin?" Tanya Wulan Srindi pula.
"Manusia pocong yang satu. Apa benar dia muncul untuk menolong menyelamatkan
Hantu Muka Dua, yang berarti Hantu Muka Dua memang anggota komplotan atau salah
seorang pimpinan Barisan Manusia pocong Seratus Tiga Belas Lorong Kematian.
Atau! Atau mungkin sebenarnya dia justru jadi korban penculikan. Berarti Hantu
Muka Dua bukan orang Seratus Tiga Belas Lorong Kematian."
"Kurasa hal yang kedua itu yang betul." Kata Wulan Srindi pula. "Pertama guruku
Dewa Tuak diculik. Lalu kakekmu yang segala tahu itu juga lenyap. Semua jelas
pekerjaan orang-orang lorong kematian."
"Wulan, kita harus segera masuk ke dalam lorong.
Kau pernah berada di sana waktu dirimu diculik.
API CINTA SANG PENOE KAR 59
Kau jalan duluan."
"Maksudmu kita masuk ke markas manusia pocong lewat pintu goa di bukit batu
sana?" "Kau yang lebih tahu."
"Bahaya! Terlalu berbahaya. Kita mudah saja melewati pintu lorong. Tapi begitu
sampai di dalam kita akan kesasar."
"Belum tentu. Kalau kita berusaha pasti bisa tembus. Ayo jalan."
Selagi Wulan tak menjawab karena diselimuti kebimbangan, Wiro tarik tangan gadis
itu lalu diajak menuruni lembah batu. Wulan Srindi senang saja dipegangi
lengannya seperti Itu. Namun dia ingat sesuatu.
"Wiro, apa kau lupa petunjuk gurumu Eyang Sinto Gendeng?"
Wiro diam saja. Pandangannya tertuju ke depan, ke arah lembah batu yang mereka
daki. "Malam itu gurumu berkata. Ilmu rotan Jangan dipakai. Karena tidak ada lobang
masuk tak ada lobang keluar. Ilmu bambu mungkin bisa menolong.
Karena ada lobang masuk ada lobang keluar."
Wiro garuk-garuk kepala. Terus pegang lengan Wulan Srindi dan terus mendaki
lembah ke arah bukit batu di atas sana.
"Kau diam saja." Wulan Srindi berkata sambil sentakkan sedikit tangannya yang
dipegang Wiro. Perlahan-lahan Wiro lepaskan pegangannya.
"Ah, menyesal aku menyentakkan tangan. Kini dia tidak memegang lenganku lagi.
Padahal maksudku tadi hanya agar dia ingat pesan gurunya,"
kata Wulan Srindi dalam hati. Lalu didengarnya Wiro berkata.
"Terus terang, sampai saat ini aku masih belum bisa mencerna ucapan nenek itu.
Kalau ada jalan masuk yang jelas dan bisa cepat sampai ke markas manusia pocong
itu, mengapa tidak ditempuh saja?"
"Jangan jadi orang tolol. Gurumu sudah memberi petunjuk. Nenek itu pasti sudah
menduga bahaya besar yang bakal dihadapi Siapa saja yang masuk ke dalam lorong
lewat pintu depan yaitu mulut goa di dinding batu. Dia tahu ada jalan lain masuk
ke dalam lorong. Kita bisa saja masuk ke dalam lorong menurut caramu. Tapi
tanggung sendiri akibatnya. Gurumu memberi petunjuk. Masuk ke dalam rumah tidak
selalu hanya dari pintu depan.
Kalau ada pintu belakang yang lebih aman mengapa tidak dilakukan?" Sekarang
terserah kamu. Kalau kita
API CINTA SANG PENOE KAR 60
celaka, Sia-Sia semua jerih payah inil. Sekali kita tertangkap, kita akan
menjadi boneka hidup budak manusia-manusia pocong! Dengar Wiro. Kalau mereka
menangkapi para tokoh rimba persilatan, berarti mereka juga mengincar dirimu.
Aku merasa ada satu rahasia besar, busuk keji dan sangat jahat dibalik semua
kejadian ini."
Wiro diam saja. Sesekali menggaruk kepala.
Akhirnya meraka sampai di atas bibir lembah dan berada di bukit batu.
"Di sebelah sana ada satu pedataran. Di balik sebuah batu besar, disitu terletak
mulut goa yang menuju ke dalam lorong." Menerangkan Wulan Srindi. "Mau terus ke
sana?" Wiro anggukkan kepala.
"Kau keras kepala."
Wiro tertawa lalu mendahului memasuki kawasan bukit batu. Seperti yang dikatakan
Wulan Srindi, dia menemukan sebuah pedataran. Di Situ ada tiga batu besar. Dua
berdampingan, satunya di sebelah tengah agak ke depan.
"Mulut goa dibalik batu sebelah tengah," ucap Wulan Srindi agak perlahan karena
dirinya mulai terasa tegang.
Pendekar 212 melangkah ke pedataran, bergerak ke balik batu besar. Sepasang
matanya langsung membentur goa di dinding batu.
"Sunyi dan tenang-tenang saja," kata Wiro. "Kita masuk?"
"Kau saja, aku tidak mau mati konyol."
"Dewa Tuak yang katanya gurumu itu ada di dalam sana. Kau tak berniat untuk
membebaskannya?"
"Tentu saja aku ingin sekali menolongnya. Tapi aku harus pakai ini!" Wulan
menunjuk ke arah kepalanya sendiri. Maksudnya pakai otak.
"Kalau aku masuk apa yang bakal kau lakukan?"
"Menunggu di satu tempat Jika sampai malam kau tidak muncul berarti kau sudah
kena ditawan Manusia pocong."
"Rasa kawatirmu terlalu berlebihan. Ingat lelaki muda bernama Loh Gatra yang
pergi lebih dulu dari kita bersama Anggini" Mereka mungkin sudah lebih dulu
sampai dan berada dalam markas Manusia pocong."
"Boleh jadi mereka sudah ada di dalam sana.
Tapi sebagai tawanan," jawab Wulan Srindi pula.
Wiro garuk kepala. Dia melangkah lebih dekat kemulut goa. memandang menyelidik
ke dalam. Dia API CINTA SANG PENOE KAR 61
melihat satu lorong panjang yang suram. Lalu lebih ke dalam tampak cabang lorong
di kiri kanan. Angker memang. Ada hawa aneh keluar dari dalam lorong terasa di
jangat dan tercium di rongga hidung. Wiro mundur tiga langkah. Sepasang mata
menatap tak berkesip ke dalam goa.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Wulan Srindi melihat gerak gerik aneh sang
pendekar. Wiro memberi isyarat dengan gerakan tangani agar Si gadis diam.
Perlahan-lahan Wiro alirkan darah dan hawa sakti ke sekitar matanya. Lalu dua
mata dikedipkan. Wiro tengah mengerahkan ilmu yang disebut Menembus Pandang.
Dengan ilmu langka yang didapatnya dari Ratu Duyung ditambah dengan peningkatan
kemampuan daya lihat yang diperoleh dari Datuk Rao Basaluang Ameh, sebelum masuk
ke dalam lorong lewat pintu goa Wiro ingin lebih dulu menyelidik keadaan Seratus
Tiga Belas Lorong Kematian.
Dia bisa melihat dengan jelas lorong lurus di depannya. Lalu cabang-cabang
lorong banyak sekali di kiri kanan lorong utama. Di dalam sana cabang lorong
semakin banyak. Dalam dia bingung arah lorong mana yang harus diikuti, tiba-tiba
dari dalam lorong menderu satu angin aneh. Wiro merasa ada satu kekuatan keras
menghantam dadanya. Tanpa dia bisa berbuat sesuatu tubuhnya terpental dan nyaris
terbanting jatuh ke tanah kalau tidak cepat dirangkul oleh Wulan Srindi.
"Wiro! Ada apa"l" tanya Si gadis cemas karena melihat wajah Wiro agak pucat dan
keringat dingin membasahi tubuhnya.
"Aku tak apa-apa." jawab Wiro sambil pegangi dadanya yang masih bergetar akibat
hantaman hawa aneh. "Barusan aku berusaha menyelidik keadaan di dalam lorong.
Mendadak ada hawa aneh
menghantamku" Wiro menatap ke dalam lorong, tapi tidak berani lagi mengerahkan
ilmu Menembus Pandang.
"Seratus Tiga Belas Lorong Kematian sangat panjang, penuh cabang. Aku tidak bisa
menduga apakah Ketua Barisan Manusia pocong itu demikian hebatnya hingga mampu
melancarkan serangan jarak jauh ke arahmu...."
"Kekuatan yang menghantamku luar biasa. Tidak pernah aku mendapat serangan
seperti ini. Untung aku tidak mengalami luka dalam. Aku..."
Murid Eyang Sinto Gendeng hentikan ucapan.
API CINTA SANG PENOE KAR 62
Telinganya menangkap sesuatu.
"Kau mendengar sesuatu?" tanya Wiro.
"Ya. Suara menyanyi. Suara perempuan. Aneh, bagaimana mungkin di tempat angker
begini rupa ada perempuan bernyanyi. Jangan-jangan dedemit perempuan." ujar
Wulan Srindi dengan suara dan wajah tercekat. "Sebaiknya kita lekas tinggalkan
tempat ini. Kedatangan kita pasti sudah diketahui manusia-manusia pocong. Ikuti
petunjuk gurumu.
pasti ada jalan lain menuju ke dalam lorong."
'Wulan, selain suara perempuan menyanyi itu aku mendengar suara lain."
"Heh. suara apa?"
"Kurasa ada binatang di sekitar ini. Dari baunya aku dapat meyakinkan
binatangnya seekor kuda."
Wulan Srindi pasang telinga, mata berputar, memandang berkeliling. Tiba-tiba di
balik batu besar sebelah kanan dia melihat sesuatu berwarna coklat melambai-
lambai. "Buntut kuda!" ucap Wulan. Dia melompat. Wiro mengikuti.
Benar adanya. Di balik batu besar kedua orang itu menemukan seekor kuda coklat.
tegak diam. kepala menunduk dan ekor bergerak-gerak. Wulan memperhatikan dengan seksama lalu
mengusap-usap kepala binatang itu.
"Hai! Bukankah ini kuda milik Anggini yang dibawa kabur oleh gadis berambut
pirang malam tadi?"
Wiro terkejut. Garuk-garuk kepala. "Matamu tajam, ingatanmu kuat. Memang tidak
salah. Ini kuda milik Anggini."
"Berarti Si rambut pirang bernama Bidadari Angin Timur itu ada di sekitar Sini.
Ayo kita cari" Kembali Wulan Srindi menarik lengan Wiro.
"Kurasa tidak perlu. Kalaupun dia ada di sini pasti tidak sendiri."
"Aku tahu. Maksudmu dia bersama pemuda botak berwajah dan bertubuh kuning itu.
Hemm....kau cemburu ya"!"
Wiro tertawa. "Cemburu" Sama Siapa" Perlu apa cemburu segala?"
"Jangan dusta. Kau cemburu pada Si botak itu karena kau suka pada Bidadari Angin
Timur. Betulkan"! Ah jeleknya nasibku.." Wulan Srindi unjukkan wajah memelas. "Aku suka
tapi orang tertambat pada yang lain.
Air muka Pendekar 212 jadi bersemu merah.
Namun kemudian meledak tawanya
Wulan Srindi cepat tekap mulut Wiro dengan API CINTA SANG PENOE KAR 63
telapak tangan kiri.
"Geblek apa! Tertawa di tempat seperti ini!"
"Dengar, kita kembali ke mulut lorong."
"Buat apa?" tanya Wulan Srindi.
"Aku ingin mencoba sekait lagi. Masuk ke dalam lorong lewat mulut goa itu," kata
Wiro. Wiro bermaksud masuk ke dalam lorong dengan mempergunakan Ilmu Meraga
Sukma. Namun saat itu Wulan Srindi berbisik.
"Aku tahu kau punya banyak ilmu kepandaian.
Tapi saat ini jangan dulu berusaha mencoba-coba.
Aku tak ingin kita celaka di tempat ini. Sesuai petunjuk gurumu kita harus
menemukan jalan masuk ke dalam lorong dari arah belakang."
Wiro garuk kepala. Wulan Srindi lepaskan rangkulannya. Kalau saja dalam keadaan
lain mungkin gadis ini tidak ingin cepat-cepat melepaskan pelukannya di tubuh
sang pendekar. "Terima kaSih, kau telah menolongku. Kalau tidak kau pegang pasti aku tadi jatuh
terbanting ke tanah,"
kata Wiro sambil pegang bahu Si gadis.
Dipegang seperti itu Wulan Srindi merasa seperti di kayangan. Ditatapnya dalam-
dalam sepasang mata Wiro. Yang ditatap jadi salah langkah. Sambil garuk kepala
dia berkata. " Kau jalan duluan. Aku mengikuti."
Wulan Srindi mengangguk. Dia pegang lengan kiri Wiro lalu menariknya dan
melangkah cepat tinggalkan tempat itu. Walau saat itu tengah menghadapi urusan
besar namun sang dara berlari dengan wajah tersenyum cerah. Dalam hati malah dia
berkata. "Gadis rambut pirang! Kalau kau memang masih ada di sini, sembunyi
Wiro Sableng 139 Api Cinta Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengintip aku dan Wiro, hatimu pasti seperti ditusuk duri! Cemburu akan menjadi
api dalam dadamu!"
API CINTA SANG PENOE KAR 64
TAK SELANG berapa lama setelah Wiro dan Wulan Srindi meninggalkan pedataran
kecil di depan mulut goa yang merupakan jalan masuk ke dalam 113
Lorong Kematian, dari balik gundukan batu lebar di bibir lembah muncul dua
kepala. Satu botak kuning, satu lagi berambut pirang. Kedua orang ini bukan lain
adalah Jatilandak dan Bidadari Angin Timur.
Seperti dituturkan sebelumnya, malam itu Bidadari Angin Timur tinggalkan tempat
pertemuan para tokoh rimba persilatan dengan menunggang kuda milik Anggini.
Jatilandak, pemuda berkulit kuning dari Negeri Latanahsilam berusaha mengejar
sambil terus-terusan berteriak memanggil nama Si gadis. Dalam kesalnya terhadap
Wulan Srindi dan Wiro, Bidadari Angin Timur seperti tidak mendengar teriakan
Jatilandak. Kalaupun sesaat dia sadar dan mendengar maka dia sama sekali tidak
perduli. Bagaimanapun tingginya ilmu lari yang dimiliki Jatilandak, namun mengejar orang
yang memacu kuda dalam pikiran kacau dan hati panas galau, hanyalah merupakan
satu kesia-siaan. Tapi Jatilandak tidak putus asa. Walau nafas menyesak dada.
sepasang kaki laksana mau tanggal, terus saja pemuda ini berlari kencang
mengejar Si gadis berambut pirang.
"Sahabat! Bidadari Angin Timur Tunggu Berhenti dulu!"
Jatilandak terus berteriak memanggil. Yang dikejar dan dipanggil-panggil
jangankan menjawab.
Menolehpun tidak. Apa lagi hentikan kuda yang dipacu seperti diamuk setan.
Kemampuan Jatilandak ada batasnya. Manakala dua kakinya terasa seperti hancur
dan tak mampu lagi diajak berlari, ketika nafasnya menyengat mencekik leher.
Jatilandak akhirnya melosoh jatuh ditengah jalan. Dalam keadaan megap-megap
pemuda ini beringsut lalu rebahkan diri di tanah.
Sekujur tubuh mandi keringat. Mata menatap sayu ke langit kelam. Saat itulah
ingatannya kembali ke LatanahSilam. Berada seorang diri di tempat itu dia merasa
jauh dan sangat terpencil. Entah bagaimana tiba-tiba saja terbayang wajah
ibunya. Sepasang mata Jatilandak mulai berkaca-kaca. Dirinya larut API CINTA
SANG PENOE KAR 65
dalam kenangan penuh duka. Lalu didengarnya langkah-langkah kaki kuda disusul
suara perempuan menyebut namanya.
"Jatilandak...?"
"Ibu...?" Meluncur kata-kata itu dari mulut Jatilandak. Pemuda kepala botak
berkulit kuning itu cepat bangkit dan duduk. Dia terkejut karena membayangkan
kehadiran sang ibu ternyata yang muncul adalah orang lain.
"Bidadari Angin Timur, engkau rupanya..."
Jati'andak berusaha tersenyum, namun bayangan kesedihan tetap kentara.
Orang yang menegur turun dan kuda, menatap wajah kuning itu beberapa saat, diam
tanpa suara. Hanya hati yang membatin. "Wajahnya seperti sedih.
Pandangan mata sayu. Barusan dia memanggilku dengan sebutan ibu. Apa yang ada
dalam hati dan pikiran pemuda ini?"
"Aku gembira kau kembali. Tapi mengapa?"
Bidadari Angin Timur tidak segera menjawab.
Masih terheran-heran. Tadi ketika dikejar pemuda itu, dia menggebrak kudanya
habis-habisan. Namun sewaktu suara Jatilandak yang memanggil-manggil tidak
terdengar lagi sang dara tersadar. Dia hentikan kuda, memandang ke belakang.
Hanya kegelapan malam yang menyelubung. Sosok Jatilandak tidak kelihatan.
Suaranyapun tidak terdengar lagi. Kawatir sesuatu terjadi dengan pemuda Itu,
mungkin saja diserang manusia pocong. Bidadari Angin Timur putar kuda, kembali
ke arah sebelumnya. Akhirnya dia menemukan Jatilandak terbaring di tanah.
menatap ke langit kelam.
"Seumur hidup baru kali ini aku melihat lelaki menangis," Bidadari Angin Timur
keluarkan ucapan ketika memperhatikan sepasang mata Jatilandak yang berkaca-
kaca. Rasa herannya semakin
bertambah. Jatilandak masih memandang ke langit. Dia tidak tahu apakah ucapan gadis itu
merupakan teguran, rasa prihatin atau ejekan. Dengan suara perlahan Jatilandak
berkata. 'Ternyata aku seorang lemah." Si pemuda usap kedua matanya. "Tapi. ketahuilah
sahabatku. Air mata adalah tanda abadi dari kejujuran yang memancar dari dalam
hati yang berSih. Air mata tidak pernah berdusta."
Bidadari Angin Timur kerenyltkan kening, mulut terkancing diam. "Mengapa orang
ini tiba-tiba berubah Sifat jadi aneh begini rupa" Ucapannya API CINTA SANG
PENOE KAR 66 seperti seorang penyair yang sedang bersedih hati.
Pancaran wajahnya memperlihatkan hal itu.
Ditambah mata yang berkaca-kaca."
"Tadi aku mengejarmu bukan karena apa-apa.
Kita tengah menghadapi urusan besar. Kawasan ini tidak aman. Aku tidak ingin kau
menghadapi bahaya sendirian."
Bidadari Angin Timur gigit bibirnya sendiri.
Anggukkan kepala dan berkata. "Terima kaSih kau memperhatikan diriku. Saat itu
pikiranku sedang kacau.'
"Aku tahu." jawab Jatilandak. "Kacau pikiran hal yang biasa. Bisa dialami semua
orang. Tapi jangan sampai pikiran yang kacau itu membuat kacau pula hati
nurani." "Apa maksudmu, Jatilandak" Kau sendiri wajahmu tampak seperti sedih. Barusan kau
menangis. Kau memanggil diriku ibu. Aneh. kali ini kau kelihatan begitu aneh."
Pemuda dari LatanahSilam itu tersenyum.
"Ketika kau datang tadi. aku tengah merenung diri. Rasa-rasanya akulah mahluk
yang paling buruk nasibnya di Negeri LatanahSilam yang kemudian terpesat ke
negeri ini."
Bidadari Angin Timur duduk di tanah, terpisah dua langkah di depan Jatilandak.
"Aku belum lama mengenalmu. Ada hutang budi dalam diriku padamu, ketika kau
menyelamatkan diriku dari mahluk jahat berjubah putih itu. Kalau kau memang
punya riwayat hidup yang
menyedihkan, ceritakan padaku..."
"Siapa yang mau mendengar cerita orang buruk sepertiku ini?"-
"Aku," jawab Bidadari Angin Timur sambil menyentuh lengan Si pemuda. "Aku mau
mendengarkan."
"Sungguh?"
Sang dara anggukkan kepala.
"Terima kaSih ada yang mau mendengar kisah naSibku. Mudah-mudahan penuturan ini
bisa mengurangi sedikit derita batin yang selama ini kubawa kemana-mana selama
bertahun-tahun."
Jatilandak bangkit dari berbaringnya, duduk di tanah, menatap sesaat ko wajah
jelita di hadapannya.
"Aku dilahirkan dari perkawinan yang tidak direstui oleh para Peri di Negeri
LatanahSilam. Di LatanahSilam para Peri mempunyai kekuasaan luar biasa. Mereka
bisa menghukum. Bahkan
menjatuhkan kutuk dan malapetaka. Ayahku konon API CINTA SANG PENOE KAR 67
bernama Lahambalang. ibuku bernama Luhmintari.
Akibat kutuk para Peri, aku dilahirkan dengan ujud tubuh seperti seekor landak.
Ayah malu besar. Rasa malu berubah menjadi amarah. Aku dibuang di sebuah pulau,
terdampar dalam rimba belantara Lahitam kelam. Seharusnya aku menemui ajal
karena tidak ada yang memelihara dan memberi makan. Namun tidak disangka di
pulau itu ada seorang kakek yang tubuhnya bersisik, bernama Tringgiling Liang
Batu. Kakek ini hidup di pulau bersama dua ekor landak yang dianggap sebagai
anak sendiri. Aku kemudian dipelihara, dianggap sebagai cucu. Di pulau itu pula
kemudian aku bertemu dengan Wiro. Semula atas perintah seorang jahat bernama
Hantu Muka Dua aku dan Tringgiling Liang Batu harus membunuh Wiro. Namun hal itu
berhasil digagalkan dan aKhirnya kami bersahabat.
Hanya sayang... saat ini agaknya ada hubungan yang terjungkal antara aku dengan
Wiro. Kalau saja aku bisa bertemu dan memberi keterangan..."
(mengenai kisah Jatilandak dari Negeri LatanahSilam harap baca Episode berjudul
"Hantu Jatilandak").
Jatilandak terdiam. Bidadari Angin Timur
membisu. "Aku tak pernah mengenal ayah ataupun ibuku,"
Jatilandak meneruskan ceritanya. "Ada yang menceritakan padaku, setelah ibu
menemui kematian sewaktu melahirkan diriku, ayah membawa dan meninggalkan
mayatnya di puncak sebuah bukit. Para Peri merasa kawatir kalau mayat ibuku akan
menimbulkan malapetaka di Negeri Atas Langit, negeri kediaman para Peri. Mereka
kembali menurunkan kutuk, ibuku berubah jadi patung batu. Seorang Peri yang baik
hati kemudian memindahkan patung ibuku ke sebuah goa. Aku rindu ingin bertemu
ibu. Walau ujudnya hanya sebuah patung. Tapi aku tak tahu bagaimana caranya. Di
Sini aku sebatang kara. Wiro teman baik satu-satunya yang aku kenal sejak di
Negeri LatanahSilam kini menjadi orang yang tidak menyukai diriku. Atau mungkin-
mungkin memang aku yang salah..."
Bidadari Angin Timur gelengkan kepala.
"Tidak, kau tidak bersalah. Kau tidak punya salah apapun. Justru aku yang merasa
diri ini telah berbuat kekeliruan..."
"Keliru ketika Wiro memergoki kita berdua-dua begitu dekat di mata air..." Lalu
keliru ketika aku mendukungmu sewaktu kau menangis?" (baca Episode sebelumnya
berjudul Bendera Darah") API CINTA SANG PENOE KAR 68
"Aku bisa membayangkan bagaimana perasaannya ketika dia melihat kita berdua-dua
di mata air. Aku ingin bicara padanya. Ingin menerangkan. Namun tak ada
kesempatan. Dia pergi begitu saja. Aku masih sempat melihat wajahnya saat
itu..." ucap Bidadari Angin Timur.
"Aku orang buruk ini telah merusak hubungan baikmu dengan Wiro. Aku merasa
sangat bersalah.
Namun hatiku berSih. Tidak ada maksud meng-khianati Siapapun. Apa lagi pemuda
sahabatku itu."
Bidadari Angin Timur memandangi wajah kuning Jatilandak. Ada perasaan hiba di
hati gadis berambut pirang ini. Seperti yang pernah dirasakannya dahulu, kalau
saja pemuda ini tidak memiliki kulit cacat kuning begitu rupa. pastilah dia
seorang pemuda yang tampan. Gagah dan baik hati.
Malam yang mendekati pagi terasa dingin.
"Aku ingat sesuatu." berucap Bidadari Angin Timur.
"Apa?"
"Aku punya seorang sahabat. Entah dimana dia sekarang. Tubuhnya gendut luar
biasa. Suka pakai baju terbalik. Pakai peci hitam kupluk. Wajahnya seperti bocah
tolol. Tapi ilmu kepandaiannya luar biasa. Dia dijuluki Bujang Gila Sakti .
Sepasang tangannya memiliki kesaktian hebat. Dia mampu mengobati luka. Orang
yang cidera akan sembuh tanpa kelihatan bekasnya sedikitpun. Kalau saja aku bisa
mempertemukan kau dengan Bujang Gila. Siapa tahu dia bisa melenyapkan warna
kuning kulitmu."
Jatilandak tersenyum. "Aku gembira mengetahui ada niat baik dalam hatimu. Tapi
kupikir, buruk rupa begini saja hidupku sudah susah, apalagi kalau aku bisa
hidup wajar, kulitku tidak kuning lagi. Ah, rasanya orang-orang yang tidak suka
padaku pasti akan tambah tidak senang."
Bidadari Angin Timur tarik nafas panjang dan dalam. "Negeri LatanahSilam, aku
tidak dapat membayangkan bagaimana keadaannya. Juga tidak pernah mengerti
bagaimana Wiro bisa terpesat ke sana. Lalu kau sendiri terpesat ke Sini."
"Kau tidak bakal percaya kalau tidak berada sendiri di sana. Ketika Wiro pertama
kali muncul di negeri LatanahSilam bersama dua orang sahabatnya, sosok mereka
sangat kecil dibanding dengan orang-orang LatanahSilam. Seorang kakek sakti
kemudian menolong mereka hingga tubuh mereka jadi besar.
menyamai orang-orang LatanahSilam..."
"Selama disana. apa saja yang dilakukan Wiro?"
API CINTA SANG PENOE KAR 69
tanya Bidadari Angin Timur sambil lipatkan lutut, letakkan dua tangan di atas
lutut lalu dagu diletakkan di atas tangan. Dua mata menatap wajah kuning
Jatilandak. "Dia banyak bersahabat Banyak orang sakti yang suka padanya. Dia pernah
mendapatkan beberapa ilmu kesaktian dari mereka. Dia dan temantemannya banyak
menolong orang. Dia bersahabat dengan para Peri "
"Yang disebut Peri itu, apakah mereka cantik-cantik?"
Jatilandak tersenyum. "Namanya mahluk. pasti ada yang buruk rupa macamku, namun
juga ada yang cantik. Salah seorang dari mereka bernama Peri Angsa Putih. Cantik
sekali. Sepasang bola matanya berwarna biru."
"Peri Angsa Putih ini. apakah dia bersahabat dengan Wiro?"
"Wiro orangnya baik. Mudah bersahabat dengan semua orang di Negeri LatanahSilam.
termasuk Peri Angsa Putih. Malah kalau aku tidak salah dengar dia sempat
melakukan perkawinan dengan seorang perempuan bernama Hantu Santet Laknat..."
Bidadari Angin Timur terkejut. Kepala diangkat.
air muka berubah, dada berdebar, mata menatap lekat-lekat ke arah Jatilandak.
"Di Negeri LatanahSilam Wiro kawin dengan hantu?"
"Seperti kataku tadi, Negeri LatanahSilam penuh dengan segala macam kutuk. Yang
bernama Hantu Santet Laknat itu sebenarnya adalah seorang gadis bernama
Luhrembulan."
Bidadari Angin Timur terdiam. Lemas.
"Kabarnya upacara perkawinan itu dilakukan di sebuah bukit bernama Bukit Batu
Kawin. Namun aku tidak tahu bagaimana akhir peristiwanya karena kalau tak salah
saat itu muncul badai luar biasa hebatnya."
Untuk beberapa lamanya Bidadari Angin Timur masih diam membisu. Kemudian
meluncur perlahan ucapannya. "Jadi Wiro pernah kawin rupanya. Dia tidak perjaka
lagi..." "Kuharap kau tidak menjadi gelisah, sahabatku.
Semua hal itu hanya kudengar. Bagaimana yang terjadi sesungguhnya aku tidak
tahu." Kata Jatilandak pula yang tiba-tiba saja merasa menyesal karena terlanjur
bercerita mengenai riwayat perkawinan Wiro di Neger LatanahSilam.
"Ada Bukit Batu Kawin. Ada gadis bernama API CINTA SANG PENOE KAR 70
Luhrembulan. Semuanya jelas..." Ucap Bidadari Angin Timur. Perlahan-lahan gadis
berambut pirang ini bangkit berdiri, melangkah ke kuda yang ditinggalkannya
dekat pepohonan. (Mengenai perkawinan Wiro dengan Luhrembulan dapat dibaca dalam
riwayat di Negeri LatanahSilam berjudul
"RahaSia Perkawinan Wiro')
"Kau mau kemana?" tanya Jatilandak seraya berdiri pula.
Bidadari Angin Timur tidak menjawab. Dia naik ke atas kuda lalu tinggalkan
tempat itu. Jatilandak cepat mengejar. Namun kemudian hentikan
larinya. "Kalau orang ingin pergi, kalau orang tak mau jalan bersamaku, perlu
apa aku mengikuti?"
Di depan sana Bidadari Angin Timur hentikan kuda. menoleh ke belakang.
"Jatilandak, kau tak ingin pergi bersamaku?"
Si pemuda tercengang, tak menyangka sang
dara akan berkata begitu.
"Kita menuju kemana?" tanya Jatilandak pula.
"Lurus-lurus ke arah timur. Kawasan bukit batu sarangnya manusia-manusia pocong.
Seratus Tiga Belas Lorong Kematian."
"Aneh,' kata Jatilandak dalam hati. "Tadi dia meninggalkan Wiro. pergi tanpa
tujuan. Kini dia sengaja mau menuju ke Seratus Tiga Belas Lorong Kematian.
Tempat yang juga bakal didatangi Wiro.
Apakah ceritaku tadi merubah hati dan pikiran gadis ini" Sengaja menunggu Wiro
disana untuk menanyai pemuda itu" Ah. seharusnya tadi aku tidak
keteiepasan bicara."
Bidadari Angin Timur menunggangi kudanya perlahan-lahan. Jatilandak mengikuti
dari belakang. *** KEESOKAN harinya Bidadari Angin Timur dan
Jatilandak sampai di kawasan bukit batu di seberang lembah Setelah memberSihkan
diri di sebuah kali kecil keduanya menyadari betapa laparnya mereka.
Beruntung keduanya menemukan pohon jambu
hutan yang cukup lebat buahnya.
Melanjutkan perjalanan ke arah bukit batu.
Bidadari Angin Timur sengaja tidak menunggangi kudanya Binatang ini di tuntun
dari sebelah kanan sementara Jatilandak berjalan di sebelah kiri.
Di satu tempat Bidadari Angin Timur Angin Timur API CINTA SANG PENOE KAR 71
hentikan langkah. Dia memberi tanda pada
Jatilandak lalu cepat menarik kuda kebalik serumpunan semak belukar lebar di
belakang sederetan pohon besar.
"Aku sudah tahu," biSik Jatilandak. "Ada orang mendatangi ke jurusan Sini."
"Dua orang," biSik Bidadari Angin Timur.
Si gadis dan pemuda kulit kuning cepat ber-sembunyi dan menunggu. Tak selang
berapa lama dua orang berlari cepat melewati tempat itu. Mereka bukan lain
Wiro Sableng 139 Api Cinta Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
adalah Wiro dan Wulan Srindi. Jatilandak menoleh, memperhatikan ke arah Bidadari
Angin Timur. "Agaknya mereka tengah menuju ke bukit dimana terletak markas manusia pocong.
Tujuan kita sama.
Bagaimana kalau kita bergabung dengan mereka?"
Bidadari Angin Timur serta meria gelengkan kepala.
"Jika kau suka jalan bersama mereka Silahkan saja. Aku memilih jalan sendiri.
Mungkin aku tidak akan pergi memasuki lorong itu."
"Aku tidak memaksa. Bagaimanapun Wiro pernah menjadi sahabatku. Aku ingin
melihat apa yang akan mereka lakukan dan memberi pertolongan bila dibutuhkan.
Sebagai orang rimba perSilatan, apakah kau akan pergi begitu saja" Padahal kau
tahu Seratus Tiga Belas Lorong Kematian adalah pusat segala kejahatan keji yang
harus kita musnahkan.
Termasuk manusia-manusia pocong itu. Sahabat, apapun yang kau rasakan saat ini.
jangan sekali-kali mengacaukan hati dan pikiranmu. Aku akan kesana.
Kau ikut?"
Bidadari Angin Timur diam saja. Namun ketika Jatilandak melangkah pergi dia
akhirnya beranjak juga mengikuti. Kuda yang tadi jadi tunggangannya dibiarkan
begitu saja. Bidadari Angin Timur dan Jatilandak sengaja menempuh jalan tertutup pohon dan
semak belukar agar jangan sampai diketahui Wiro dan Wulan Srindi.
Di atas satu tempat ketinggian mereka bisa melihat jelas ke bawah, termasuk
melihat Wiro dan Wulan Srindi Segala apa yang terjadi di bawah sana. yaitu
bagaimana Wiro dan Wulan Srindi tampak begitu akrab tertawa-tawa dan sesekali
berpegangan tangan sempat disaksikan oleh Bidadari Angin Timur.
Rasa cemburu seolah kobaran api membakar dirinya.
"Kita pergi saja. Tak ada gunanya berada di tempat ini," kata Si gadis pada
Jatilandak. Pemuda dari Negeri LatanahSilam ini terpaksa hendak API CINTA SANG
PENOE KAR 72 mengikuti ajakan Bidadari Angin Timur. Dia tahu Si gadis sangat terpukul dengan
apa yang disaksikannya di bawah sana. Lebih terpukul lagi karena mungkin merasa
sebelumnya dia telah melakukan hal yang sama. bermesraan dan tertangkap basah
oleh Wiro. Kini. yang disaksikannya itu apakah berupa balasan"
Belum sempat Bidadari Angin Timur melangkah pergi tanpa mencari kuda coklat
tunggangannya yang entah berada di mana, belum sempat pula Jatilandak bergerak
mengikuti, seperti yang diceritakan sebelumnya, di tempat itu muncullah orang
berjubah dan berpenutup kepala kain putih yang bukan lain adalah Hantu Muka Dua.
"Jatilandak! Lihat!" seru Bidadari Angin Timur.
"Mahluk berpakaian dan bertutup kepala serba putih itulah yang hendak melakukan
kekejian terhadapku beberapa waktu lalu sebelum kau datang menolong!
Jahanam Aku akan membunuhnya saat ini juga!"
"Jangan! Tunggu! Lihat! Aku merasa akan terjadi perkelahian hebat antara orang
berpakaian serba putih dengan Wiro. Kalau Wiro terdesak, baru kita keluar
membantu."
"Aku akan tetap di Sini Siapa sudi membantu orang seperti dia. Turut ceritamu
kini aku tahu manusia belang macam apa dia adanya!"
"Jangan berkata begitu." ujar Jatilandak sambil pegang lengan Si gadis.
Dibawah sana perkelahian berlangsung hebat.
Ketika Wiro mengetuai kan ilmu yang membuat tanah terbelah dan Siap menyedot
amblas sosok Hantu Muka Dua, tiba-tiba melesat tiga Bendera Darah. menyerang
tiga bagian tubuh Pendekar 212.
Selagi murid Sinto Gendeng berusaha selamatkan diri. berkelebat seorang manusia
pocong yang langsung menotok Hantu Muka Dua lalu
membawanya kabur.
Jatilandak yang memperhatikan jalannya
perkelahian, tersentak kaget dan berucap. "Wiro mengeluarkan ilmu yang disebut
Membelah Bumi Menyedot Arwah. Di Negeri LatanahSilam hanya Hantu Santet Laknat
alias Luh Rembulan yang memiliki ilmu kesaktian itu. Berarti Luhrembulan telah
memberikan ilmu kesaktian itu pada Wiro.
Tidak disangka begitu jauh hubungan mereka..."
"Mengapa heran?" ucap Bidadari Angin Timur dengan wajah unjukkan rasa tidak
senang. Menurut ceritamu, kalau perempuan itu sudah menjadi isterinya. apapun
akan diberikannya kepada Wiro."
API CINTA SANG PENOE KAR 73
Setelah manusia pocong yang membawa kabur
Hantu Muka Dua lenyap. Wiro dan Wulan Srindi melanjutkan perjalanan mendaki
bukit batu hingga akhirnya sampai di satu pedataran yang ada tiga buah batu
besar. Di tempat ini kembali Bidadari Angin Timur melihat Wiro dan Wulan Srindi
saling bercanda. Malah berpelukan segala. Hati Bidadari Angin Timur serasa
luluh, darahnya seperti aliran api. Diluar dugaan, kuda tunggangan Bidadari
Angin Timur tahu-tahu muncul dibalik salah satu batu besar dan terlihat oleh
Wiro serta Wulan Srindi. Si gadis segera mengenali kalau kuda itu adalah milik
Anggini yang ditunggangi oleh Bidadari Angin Timur. Berarti Bidadari Angin
Timur, mungkin juga bersama Jatilandak, ada di sekitar tempat itu.
"Pasti mereka melihat bagaimana aku bersenda gurau dengan Wulan. Tapi gadis ini
malah memeluk diriku sewaktu hampir jatuh dilabrak hawa aneh dari dalam lorong,"
membatin Wiro. "Biar saja," katanya sambil menggaruk kepala. "Mudah-mudahan
sekarang dia bisa merasakan bagaimana rasanya sakit hati sewaktu aku melihat dia
bermesraan dengan Jatilandak!" Sang pendekar tersenyum lalu garuk-garuk kepala
sementara Bidadari Angin Timur yang takut kalau kehadirannya sampai diketahui
Wiro dan Wulan Srindi cepat-cepat mengajak Jatilandaktinggalkan tempat itu.
API CINTA SANG PENOE KAR 74
API CINTA SANG PENOE KAR 75
CERMIN bulat sakti di tangan Ratu Duyung mulai bergetar. Kebeningan di permukaan
cermin perlahan-lahan berubah redup. Sesaat kemudian malah menjadi gelap. Ratu
Duyung tambahkan tenaga dalam. Sepasang mata biru tak berkesip menatap cermin.
Getaran ditangan semakin keras.
Tiba-tiba ada guratan-guratan terang. Ratu Duyung merasa heran, juga cemas.
"Wiro, dimana kau..." ucap gadis jelita yang berasal dari kawasan pantai selatan
ini. "Mengapa setiap aku mencoba memantau dimana dia berada, cermin ini
memperlihatkan tanda-tanda aneh.
Apakah cermin ini telah hilang kesaktiannya"
Beberapa malam lalu ketika aku coba memantau pemuda itu. aku melihat
pemandangan-pemandangan aneh. Lalu ada suara genta dahsyat sekali. Aku
terpental. Kini cermin ini kembali menunjukkan keanehan..."
Seperti diceritakan sebelumnya. Ratu Duyung bersama Sutri Kaliangan meninggalkan
Gedung Kepatihan di Kotaraja. Keduanya dengan
menunggang kuda akan mencari Wiro sekaligus menyelidiki tempat-tempat aneh yang
terlihat dalam cermir secara samar. Tujuan paling utama adalah menemukan markas
manusia pocong yang disebut 113 Lorong Kematian. (Baca Episode sebelumnya
berjudu Rumah Tanpa Dosa")
Dalam perjalanan Sutri Kaliangan berusaha bahkan setengah memaksa agar Ratu
Duyung mau mampir ke rumah milik orang tuanya yang terletak di Jatipurno.
Rupanya puteri Patih Kerajaan itu mempunyai maksud tertentu mengajak'Ratu Duyung
Singgah di Jatipurno. Di malam hari itu dia ingin bercinta dengan gadis jelita
bermata biru itu.
Ternyata Sutri Kaliangan mempunyai kelainan.
Yakni hanya berhasrat pada sesama jenis. Ratu Duyung berhasil melarikan diri dan
sembunyi dalam sebuah gerobak.
Saat itu ada dua orang manusia pocong
melakukan pengintaian di atap rumah, melihat Sutri Kaiiangar dalam keadaan
bugil. Yang satu berhasrat hendak menggagahi putri Patih Kerajaan itu. Manusia
pocong satunya yang tidak mau mencari perkara kembali ke sarang mereka di 113
Lorong Kematian.
API CINTA SANG PENOE KAR 76
Sewaktu manusia pocong hampir berhasil hendak memperkosa Sutri Kaliangan yang
berada dalam keadaan tertotok muncul Naga Kuning bersama nenek sakti berjuluk
Gondoruwo Patah Hati Naga Kuning meremas hancur kemaluan manusia pocong yang
hendak memperkosa Sutri Kaliangan.
Ratu Duyung coba mengejar manusia pocong yang hancur kemaluannya dan melarikan
diri dengan membedal salah seekor kuda yang ditambatkan di halaman rumah. Dia
coba mengerahkan ilmu
Menembus Pandang agar bisa lebih mudah mengejar manuSia pocong yang melarikan
diri. Ternyata dia hanya mampu melihat kudanya saja sementara manusia pocong
yang menunggangi tidak kelihatan sama sekali. Agaknya ada satu kekuatan hebat
melindungi manusia pocong itu. (Baca Episode berjudul "Bendera Darah")
Ratu Duyung tenangkan hati cemas, jernihkan pikiran yang kacau lalu kembali
menambah kekuatan tenaga dalam pada sepasang tangan yang
memegang cermin bulat.
"Ah..." gadis bermata biru ini tarik nafas agak lega. Walau agak samar namun
kini dia bisa melihat bayangan rimba belantara di dalam cermin Lalu sebuah
lembah, menyusul bukit batu. Dua sosok manusia muncul dalam cermin. Satu lelaki,
satu perempuan.
"Yang lelaki pasti Wiro. Aku tak bisa menduga Siapa yang perempuan. Anggini atau
Wulan Srindi"
Mungkin juga Bidadari Angin Timur?"
Bayangan dua manusia di dalam cermin pupus.
Berganti dengan bangunan aneh terdiri dari lorong-lorong yang jumlahnya banyak
sekali. "Aku pernah melihat lorong ini sebelumnya dalam cermin,"
membatin Ratu Duyung. Sepasang mata Ratu Duyung tak berkesip. Dadanya mendadak
berdebar. Bayangan lorong di cermin lenyap. Muncul pemandangan sebuah rumah tua. Lalu
sebuah bangunan berwarna putih. Saat itu pula ada suara aneh, seperti suara genta luar
biasa kerasnya.
Membuat telinga Ratu Duyung mengiang kesakitan.
Dua tangannya bergetar hebat. Lalu ada satu kekuatan dahsyat yang tak kelihatan.
Karena pernah mengalami kejadian seperti ini sebelumnya waktu di Gedung
Kepatihan. sambil berteriak keras Ratu Duyung cepat melompat setinggi dua
tombak. Satu tangan mengangkat cermin bulat tinggi-tinggi ke atas. tangan yang
lain dipukulkan ke bawah guna meredam hantaman hawa aneh yang menyerangnya.
API CINTA SANG PENOE KAR 77
"Rumah putih itu... Agaknya disana letak semua sumber kekuatan." Ucap Ratu
Duyung begitu melayang turun dan jejakkan dua kaki di tanah. "Aku harus mencari
bangunan itu. Aku harus menuju kesana. Bukan mustahil itulah sarangnya para
manusia pocong."
Ratu Duyung Simpan cermin saktinya di balik pakaian. Ketika dia hendak melangkah
pergi dari samping berkelebat satu bayangan disertai
menebarnya bau pesing santar sekali. Semula gadis ini menyangka nenek sakti dari
Gunung Gede Sinto Gendeng yang muncul. Ternyata kakek berkuping lebar, berbaju
lusuh, bercelana basah oleh air kencing. Setan Ngompol!
"Ratu Duyung, senang bisa berjumpa kau lagi."
"Kau sendirian?" tanya sang dara.
"Sama seperti dirimu," jawab Setan Ngompol lalu kedipkan mata dan tertawa
mengekeh. "Sobatku Si Naga Kuning tengah berleha-leha dengan kekasihnya Si
Gondoruwo Patah Hati. Entah berada dimana mereka saat ini. Tadinya aku bersama
Bidadari Angin Timur. Gadis itu pergi begitu saja meninggalkan aku bersama
pemuda botak berkulit kuning. Kurasa kau juga tahu, sebelumnya sudah disusun
rencana untuk mencari sarang manusia pocong di satu bukit batu. Aku mengira saat
ini kau juga tengah menuju kesana."
Ratu Duyung mengiyakan dengan anggukkan
kepala. "Kalau begitu apakah kita boleh jalan berbarengan?"
"Asal kau tidak jahil dan jangan dekat-dekat,"
jawab Ratu Duyung bercanda.
"Aku tidak pernah jahil. Paling-paling Cuma ngompol saja," jawab Si kakek lalu
serrr! Air kencingnya terpancar dan dia tertawa gelak-gelak.
*** DI DALAM Lorong Kematian.
Yang Mulia Ketua berdiri di tepi ranjang sambil usap-usap dua telapak tangan
satu sama lain.
Seringai mesum tersungging di wajahnya yang tersembunyi dibalik kain putih
penutup kepala.
"Cantik sekali... cantik sekali. Aku pernah mendengar, mungkin juga pernah
melihatmu sebelumnya. Tapi tidak sedekat seperti sekarang ini.
Anggini. itu namamu" Bagus nama cantik orangnya.
Alur nasib akhirnya membawa kita pada pertemuaan API CINTA SANG PENOE KAR 78
ini. Ha...ha...ha!"
Di atas tempat tidur. Anggini terbaring tak bergerak akibat totokan ujung rambut
Yang Mulia Sri Paduka Ratu. Mata melotot, dadanya turun naik.
Takutnya tentu saja bukan kepalang. Dia rela menghadapi mati bagaimanapun
caranya dari pada dinisak kehormatan dan dibiarkan hidup seumur-umur dalam
keadaan menanggung derita sengsara tak berkeputusan. Namun murid Dewa Tuak ini
tidak mau unjukkan rasa takut. Karena jalan suaranya tidak ikut ditotok, dia
segera membuka mulut.
"Jadi ini mahluknya yang disebut manusia pocong! Kau pimpinan di tempat ini"!"
"Betul sekali," jawab Yang Mulia Ketua. Dia membungkuk sedikit, membelai wajah
Si gadis dengan tangan kanan lalu tertawa gelak-gelak.
"Pengecut'" Hardik Anggini.
Tawa Yang Mulia Ketua semakin keras.
"Kau tahu Siapa aku"!" Kembali Anggini membentak.
"Oo-o! Siapa tidak tahu gadis cantik terkenal sepertimu ini. Namamu Anggini. Kau
murid Dewa Tuak. Kau juga adalah kekasih Pendekar 212 Wiro Sableng!"
"Kalau sudah tahu Siapa aku mengapa tidak segera melepas diriku" Apa aku harus
mengambil nyawamu lebih dulu" Atau kau mau orang-orang yang barusan kau sebut
namanya itu akan mencincangmu sampai lumat"!"
"Aha! Bicaramu hebat! Aku suka gadis macammu" Ketua Barisan Manusia Pocong 113
Lorong Kemitian itu duduk di tepi ranjang. Tangan kanannya enak saja memegang
paha Anggini. "Manusia jahanam! Jangan berani menyentuh Diriku" Teriak Anggini.
Sang Ketua mendongak, tertawa panjang lalu berkata.
"Aku akan membebaskan dirimu, jika aku sudah merasa puas menerima pelayananmu!
Ha...ha...ha!"
"Mahluk keparat! Jika kau punya maksud berbuat keji padaku, lebih baik kau bunuh
aku sekarang juga! Aku tidak takut mati!"
"Kau gadis pemberani. Kau memang hebat! Tapi dengar dulu. Kita akan bersenang-
senang. Kekasihmu pemuda sableng itu, jika sudah kena diringkus akan aku bawa ke dalam
kamar ini. Dia akan ikut menyaksikan bagaimana mesranya kau melayani diriku.
Setelah itu kau sendiri yang akan membunuhnya! Ha...ha...ha!"
API CINTA SANG PENOE KAR 79
"Setan keparat! Siapa kau sebenarnya"
Permusuhan apa antara kau dengan Wiro hingga punya rencana sangat keji"!"
"Saat ini aku tidak bisa menjawab semua pertanyaanmu. Bila sampai waktunya, kau
akan tahu sendiri. Sekarang biar aku menanggalkan
pakaianmu. "Jahanam! Tidak! Jangan!"
Tangan Sang Ketua meluncur ke dada pakaian Anggini. Ketika jari-jarinya hendak
merenggut robek pakaian itu tiba-tiba dikejauhan terdengar suara genta. Lantai
dan dinding kamar batu bergetar. Di lain saat ada ketukan di pintu.
"Setan alas! Apa yang terjadi"' Siapa berani menggangu"!"
Walau marah besar kesenangannya terganggu.
Yang Mulia Ketua turun dari tempat tidur, melangkah ke pintu. Begitu pintu
dibuka, tampak berdiri wakil Ketua Barisan Manusia Pocong.
"Mohon maafmu Yang Mulia Ketua. Saya datang untuk memberi laporan sangat
penting. Mulut Sang Ketua berkomat kamit menahan
amarah. "Bicara!" bentaknya.
"Saya dan anak buah berhasil menawan seorang tokoh berkepandaian tinggi. Berasal
dari negeri 1200
tahun Silam. Dia tidak mau memberi tahu nama.
Tapi dari pembicaraannya yang dilakukannya di satu tempat diketahui dia bernama
Hantu Muka Dua.
Sesuai namanya, kepalanya memang memiliki dua wajah. Satu di sebelah depan, satu
lagi di belakang.
Mahluk satu ini sungguh luar biasa. Sepasang matanya bisa menyemburkan dua larik
Sinar hijau. Hal ini saya saksikan sewaktu dia berkelahi melawan Pendekar Dua Satu Dua Wiro
Sableng."
Wiro Sableng 139 Api Cinta Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jadi pendekar sableng itu sudah berada di sekitar kawasan lorong?" tanya Yang
Mulia Ketua. "Benar sekali Yang Mulia. Dia muncul bersama seorang gadis bernama Wulan Srindi
Gadis ini dulu pernah disekap di lorong tapi berhaSil kabur setelah merayu
seorang anggota kita."
"Aku ingat peristiwa itu." kata Yang Mulia Ketua pula
"Harap Yang Mulia Ketua mau menyempatkan diri untuk melihatnya sendiri. Juga
memberi petunjuk apa yang akan kita lakukan."
"Mahluk aneh dari 1200 tahun Silam. Hemmm..."
Yang Mulia Ketua usap kain penutup kepalanya.
"Aku pernah mendengar kabar tentang manusia-manusia aneh yang muncul di tanah
Jawa, entah API CINTA SANG PENOE KAR 80
datang dari mana. Jadi kita berhaSil menawan seorang diantara mereka. Bernama
Hantu Muka Dua.
Memiliki dua wajah! Luar biasa! Tentu, aku ingin sekail melihatnya. Siapa tahu
dia pantas menjadi anggota barisan manusia pocong. Kita sedang kekurangan
orang." "Terus terang saya punya usul lain. Yang Mulia Ketua. Selain hebat dan luar
biasa mahluk ini sangat berbahaya. Dia bisa menjadi musuh dalam selimut.
Bagaimana kalau kita hadapkan pada Yang Mulia Ketua Sri Paduka Ratu?"
"Akan aku putuskan nanti. Apakah mahluk itu sudah dicekoki minuman selamat
datang?" "Sudah Yang Mulia. Dua cangkir besar. Sama sekali tidak ada bekas. Tidak ada
pengaruh. Dia memiliki kekuatan aneh yang punya daya tolak luar biasa. Saat ini
dia berada dalam keadaan tertotok.
Namun saya kawatir dia punya kemampuan untuk membuyarkan totokan itu."
"Begitu?" Yang Mulia Ketua usap-usap dua tangannya satu sama lain.' Antarkan aku
ke tempat mahluk itu disekap "
Sebelum keluar dari kamar, Yang Mulia Ketua mendekati Anggini yang masih
terbaring di atas ranjang. Diciumnya pipi gadis itu seraya berkata.
"Harap kau sabar menunggu. Nanti kau harus melayaniku sampai puas." '
"Mahluk jahanam! Pergilah ke neraka! Jangan kembali lagi" Maki Anggini.
*** KAMAR batu dimana Hantu Muka Dua disekap
dijaga oleh dua orang Satria Pocong. Ketika Sang Ketua masuk, keadaan Hantu Muka
Dua masih berpakaian lengkap yaitu jubah dan penutup kepala kain putih. Sang
Ketua tidak menyangka kalau orang itu mengenakan pakaian dan berpenampilan
seperti manusia pocong. Dia memberi isyarat agar Wakil Ketua membuka kain
penutup kepala. Begitu kain putih penutup kepala dibuka. Yang Mulia Ketua sempat
melengak kaget, sepasang mata menyipit, kening mengerenyit. Orang yang tegak di
depannya. seperti keterangan Wakil Ketua tadi. ternyata memang memiliki dua wajah. Satu di
depan berwarna putih kekuningan, satu lagi di belakang berwarna hitam berkilat. Selain
itu. yang juga dahsyat adalah sepasang bola matanya yang berbentuk segi tiga
hijau. API CINTA SANG PENOE KAR 81
"Namamu Hantu Muka Lua?" tegur Yang Mulia Ketua.
"Apa maumu"! Kalau bicara padaku apa kau tidak berani membuka kain penutup
kepala?" "Nyalimu hebat juga!" Ucap Yang Mulia Ketua.
Dia perhatikan gerakan urat besar di leher kiri Hantu Muka Dua. Ada bagian urat
yang mengembung dan bergerak cepat pertanda Hantu Muka Dua tengah berusaha
melepaskan diri dari totokan. Yang Mulia Ketua cepat luruskan dua jari tangan
kanannya dan dess! Dua jari menotok urat besar di pangkal leher kanan hantu Muka
Dua. Yang ditotok langsung menjadi tambah kaku tak punya kemungkinan lagi untuk
memusnahkan totokan yang menguasai dirinya.
"Benar kabar yang mengatakan kau mahluk dari negeri 1200 tahun Silam?"
"Aku tidak mau bicara apapun denganmu.
Lepaskan totokanku! Baru nanti kita bicara. Jika aku suka. mungkin saja kita
bisa bersekutu."
Sang Ketua tidak perdulikan ucapan orang. Dia perhatikan sepasang mata yang
berbentuk segi tiga hijau. Menurut Wakil Ketua, sepasang mata orang ini bisa
menyemburkan dua larik Sinar hijau
'Kau merasa aneh melihat dua mataku yang berbentuk segi tiga?"
Ketika Sang Ketua tidak menyahut. Hantu Muka Dua tertawa bergelak." Tiga sudut
sepasang mataku adalah pelambang Sifat diriku. Hantu Segala Keji.
Segala Tipu, Segala Nafsu!"
Yang Mulia Ketua sampai tersentak kepalanya mendengar ucapan Hantu Muka Dua
"Mahluk satu itu memang bisa berbahaya. Bisa menimbulkan bencana bagi diriku.
Malapetaka bagi kelangsungan Partai Bendera Darah Seratus Tiga Belas Lorong
Kematian yang hendak aku dirikan,"
ucap Yang Mulia Ketua dalam hati. Dia berpaling pada Wakil Ketua, memberi
isyarat agar mendekat.
Begitu Wakil Ketua berada di sampingnys. Sang Ketua berkata perlahan. "Hadapkan
mahluk satu ini pada Yang Mulia Sri Paduka Ratu. Perintahkan Sri Paduka Ratu
untuk menyedot semua kesaktian yang dimilikinya."
"Hanya perintah Yang Mulia Ketua yang harus dflakukan! Hanya Yang Mulia Ketua
seorang yang wajib dicintai!" Wakil Ketua keluarkan ucapan Mu bersama seorang
anak buahnya cepat-cepat menggotong sosok Hantu Muka Dua keluar dari kamar
sekapan. API CINTA SANG PENOE KAR 82
Ketika Yang Mulia Ketua kembali ke kamarnya, dia dapatkan Anggini tidak ada lagi
diatas tempat tidur. Ledakan amarah membuat Ketua Barisan Manusia Pocong Seratus
Tiga Belas Lorong
Kematian ini berteriak tak karuan. Wakil Ketua yang tengah membawa Hantu Muka
Dua ke Rumah Tanpa Dosa tempat kediaman Yang Mulia Sri Paduka Ratu terpaksa
mendatangi. "Geledah semua tempat! Periksa semua orang!
Temukan gadis itu! Kalau tidak kalian semua akan menerima hukuman berat!''
Wakil Ketua membungkuk hormat. "Selesai membawa Hantu Muka Dua ke hadapan Yang
Mulia Sri Paduka Ratu, perintah Yang Mulia Ketua akan saya laksanakan. Saya akan
memeriksa Dewa Tuak terlebih dulu Karena kakek itu adalah guru Anggini."
Yang Mulia Ketua menjawab dengan menghan-
tamkan tiniu kanannya ke dinding batu hingga dinding berlobang besar dan pecahan
batu bertaburan.
TAMAT Segera dapat pembaca ikuti Episode berikutnya berjudul :
MISTERI PEDANG NAGA SUCI 212
API CINTA SANG PENOE KAR 83
Si Cantik Berdarah Dingin 1 Hamukti Palapa Karya Langit Kresna Hariadi Rahasia Pulau Biru 3