Pencarian

Rumah Tanpa Dosa 2

Wiro Sableng 135 Rumah Tanpa Dosa Bagian 2


larik cahaya merah tipis membayangi gerakan.
"Ilmu pukulan apa yang hendak dilancarkan jahanam ini?"
membatin Dewa Tuak dan berlaku waspada.
Masih beberapa jengkal di sebelah depan angin dua jotosan
manusia pocong telah terasa menyambar dingin, menggetarkan dada.
Lapisan cahaya merah tampak semakin terang. Tidak mau berlaku ayal
Dewa Tuak cepat singkirkan diri ke samping sambil sodokkan ujung
bumbung bambu yang masih ditancapi bendera kecil berbentuk segitiga.
"Braakkk! Byaar!"
"Settt! Cleepp!"
Dua mulut sama keluarkan seruan kaget.
Yang pertama seruan yang keluar dari mulut Dewa Tuak ketika
dua jotosan lawan yang lewat menghantam dinding batu lorong di
sampingnya hingga terbongkar, membentuk dua lobang besar hangus
kehitaman! Seruan kedua keluar dari mulut wakil Ketua. Sewaktu kakek
lawannya menyodokkan ujung bumbung bambu ke arah dada dia
berhasil berkelit dengan mudah. Namun tidak diduga, Bendera Darah
yang menancap di ujung bambu mendadak melesat ke arah kepalanya.
Saat itu kedudukan Wakil Ketua sudah memepet ke dinding lorong batu
sebelah kiri. Dia hanya mampu merunduk dan geserkan kepalanya
sedikit. Bendera Darah menancap di kain putih penutup kepala, di sisi
kening sebelah kanan. Masih untung bendera itu tidak menancap di
matanya. Hanya menyusup di kain putih, menggores sedikit pelipis
kanan. Masih dalam keadaan terperangah Wakil Ketua lihat si kakek
tenggak tuak dalam bumbung. Lalu sekali berkelebat tahu-tahu bagian
bawah bumbung bambu telah menghantam ke arah dada, menyambar
membalik ke kepala lalu membabat menggebuk ke arah leher. Luar
biasa sekali. Seumur hidup belum pernah Wakil Ketua barisan Manusia
Pocong ini melihat serangan berantai begitu cepat dan ganas. Tiga
serangan laksana kilat dan ditujukan pada kepala serta dua bagian
tubuh mematikan!
Walau mendapat serangan dahsyat begitu rupa namun Wakil
Ketua dengan gerakan-gerakan tak kalah cepat masih mampu
menghindar selamatkan diri. Namun ada satu hal yang ditakutkannya
yakni kalau si kakek kembali lancarkan serangan dengan semburan
tuak. Sebelum hal itu kejadian dia cepat angkat tangan kiri. Tangan ini
bergetar keras pertanda Sang Wakil Ketua tengah alirkan seluruh
25 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
kekuatan tenaga dalamnya. Namun entah mengapa dia batalkan niat.
Dengan cepat dia putar tubuh lalu berkelebat memasuki lobang di
samping kiri. "Makhluk setan! Sampean mau kabur ke mana!" Teriak Dewa
Tuak. Kakek ini cepat mengejar. Namun dilorong yang dimasukinya dia
tidak melihat bayangan manusia pocong itu. Dewa Tuak mengejar ke
lorong sebelah kanan. Kosong. Lari lagi memasuki lorong di samping kiri
depan. 0-rang yang dikejar tak kelihatan akhirnya si kakek tersesat
memasuki lorong 22 pada anak lorong ke 3.
"Sial! Aku kesasar lagi! Lorong celaka! Bagaimana bisa begini!
Banyak sekali lika-likunya!" rutuk Dewa Tuak lalu sandarkan
punggungnya ke dinding lorong. "Bangsat itu kabur. Pasti memberitahu
Ketuanya. Sebentar lagi mereka pasti datang. Lebih baik aku istirahat
kumpulkan tenaga." Lalu enak saja orang tua ini baringkan tubuhnya di
lantai batu. Bumbung bambu di letakkan di atas perut. Sesaat
kemudian terdengar suara dengkurnya memenuhi lorong.
DI DALAM Ruang Kayu Hitam Yang Mulia Ketua Barisan Manusia
Pocong memandang tak berkesip ke arah Wakil Ketua yang barusan saja
datang melapor apa yang telah terjadi. Pelipisnya bergerak-gerak, rahang
menggembung terkatup.
"Tiga Satria Pocong tewas terbunuh. Berarti kita hanya tinggal
memiliki tujuh Satria Pocong. Yang Mulia Ketua, saya punya kewajiban
untuk mencari pengganti. Bukan cuma tiga tapi lebih banyak lagi."
"Yang saat ini aku pikirkan bukan cuma mengganti anggota yang
terbunuh. Tapi jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana menangani
kakek tua yang kini berada dalam lorong. Aku merasa pasti dia masuk
ke sini bukan karena tersesat. Tapi membekal satu maksud. Menyelidiki
kita! Dan semua kejadian ini berpangkal pada nafsu bejatmu ingin
meniduri gadis bernama Wulan Srindi itu..."
"Mohon maafmu Yang Mulia Ketua. Saya rasa antara si kakek
janggut putih dan gadis anak murid Perguruan Lawu Putih itu tidak ada
hubungan apa-apa." Menjawab Wakil Ketua.
"Picik! Sungguh tolol! Apa kau tidak melihat rentetan kenyataan
yang terjadi"!" semprot Yang Mulia Ketua dengan suara beringas.
"Pertama gadis itu diculik Dalemkaeung. Dibawa kabur ke pondok di
rimba belantara. Di situ kau menemui mayat Dalemkawung, tapi si
gadis tidak kelihatan. Si pembunuh juga tidak ada. Tapi tahu-tahu
kakek itu muncul di dalam lorong. Apa kau tidak berpikir bagaimana
kakek jahanam itu tahu jalan ke sini, lalu bisa masuk ke dalam lorong
kalau tidak diberitahu oleh Wulan Srindi"!"
"Maafkan saya Yang Mulia Ketua. Saya kira ucapan Yang Mulia
Ketua benar adanya.
"Bukan cuma kamu kira! Tapi memang begitu kenyataannya!
Tolol!" Membentak Sang Ketua. "Sekarang aku ingin kejelasan.
Terangkan sekali lagi ciri-ciri kakek janggut putih itu!"
"Bukan cuma janggutnya yang putih, rambut dan kumisnya juga
26 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
putih. Berpakaian selempang kain biru. Membawa satu bumbung
bambu berisi tuak. Tadinya mungkin dua. Yang satu saya temukan di
dalam pondok dalam keadaan hancur. Tuak minumannya itu sekaligus
merupakan senjata berbahaya." Wakil Ketua lalu singkapkan lengan
jubah tangan kanan. Memperlihatkan kulit lengannya yang melepuh
serta beberapa lobang luka. "Yang Mulia Ketua bisa saksikan sendiri
lengan saya. Ini akibat semburan tuak kakek itu."
"Mengapa kau tidak pergunakan senjata andalanmu?" Tiba-tiba
Sang Ketua bertanya.
"Tadinya memang saya sudah siap melakukan. Tapi saya punya
pikiran lain. Harap Yang Mulia Ketua memberi maaf kalau saya lancang
punya rencana." Menerangkan Wakil Ketua Barisan Manusia Pocong.
"Apa yang ada di otakmu?"
"Kakek itu memiliki ilmu silat dan kesaktian tinggi sekali.
Tuaknya luar biasa berbahaya. Bukankah kita membutuhkan orang-
orang semacam dia walau dia telah membunuh tiga anggota kita?"
Yang Mulia Ketua tidak menjawab. Sambil rangkapkan tangan di
depan dada dia melangkah mundar-mandir di dalam Ruang Kayu
Hitam. "Selain itu Yang Mulia Ketua, saatnya kita menguji kesetiaan dan
kehebatan Yang Mulia Sri Paduka Ratu."
Ketua Barisan Manusia Pocong hentikan langkah, menatap ke
arah Sang Wakil Ketua lalu berkata. "Sekali ini aku memuji kecerdasan
otakmu! Aku akan menemui Yang Mulia Sri Paduka Ratu di Rumah
Tanpa Dosa. Apakah kau sudah memasang genta di depan tempat
kediamannya?"
"Saya sudah memerintahkan dua orang anggota untuk
melakukan. Saat ini pasti sudah terpasang," jawab Wakil Ketua.
"Kau segera masuk ke dalam lorong. Berjaga-jaga di sekitar Lorong
Dua Puluh Lima. Kita bakal mendapat satu tangkapan besar! Kau tahu
siapa adanya kakek itu?"
Wakil Ketua gelengkan kepala.
"Kakek berjanggut putih, yang selalu membawa bumbung tuak ke
mana-mana adalah salah satu dedengkot rimba persilatan. Dia dikenal
dengan julukan Dewa Tuak. Kalau bisa membuatnya berada di barisan
kita banyak hal bakal dapat kita lakukan. Antara lain memancing tokoh
rimba persilatan lainnya, termasuk Pendekar 212 Wiro Sableng!"
"Dewa Tuak..." ucap Wakil Ketua sambil usap-usap lengan
kanannya yang cidera. "Aku pernah mendengar nama tokoh rimba
persilatan itu. Kalau dia bisa dibekuk dan dijadikan anggota Barisan
Manusia Pocong, semakin mudah bagiku untuk membalaskan dendam
kesumat terhadap Pendekar 212 Wiro Sableng."
27 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
KETUA Barisan Manusia Pocong berdiri di hadapan bangunan
panggung berbentuk bulat. Keseluruhan bangunan terbuat dari kayu
termasuk atap yang terbuat dari ijuk dicat warna putih. Pada bagian
depan, di bawah atap, dekat tangga setengah lingkaran menuju bagian
atas bangunan, terdapat sebuah genta yang talinya menjulai ke bawah,
hampir menyentuh tanah. Inilah yang disebut Rumah Tanpa Dosa,
berada dalam satu lembah kecil, jauh di utara Telaga Sarangan.
Sebagaimana sunyinya lembah, begitu pula senyap keheningan
menyelimuti rumah panggung ini.
Yang Mulia Ketua Barisan Manusia Pocong berdiri di depan
Rumah Tanpa Dosa, dekat tangga. Sesaat dia memperhatikan keadaan
bangunan. Delapan jendela dan satu pintu dalam keadaan tertutup.
Yang Mulia Ketua ulurkan tangan menjangkau tali yang menjulai dekat
tangga kayu. Perlahan-lahan tali itu disentakkan, tiga kali berturut-
turut. Suara genta menggema di seantero lembah, lama baru
menghilang. Tidak terjadi apa-apa. Pintu ataupun jendela tidak
bergerak, tidak satupun yang terbuka.
Untuk kedua kalinya Sang Ketua sentakkan tali genta. Kembali
suara genta mengumandang, bergaung keras dan panjang. Dari balik
kain putih penutup kepala sepasang mata Sang Ketua memperhatikan
ke arah atas. Tetap saja tak kelihatan ada gerakan.
Tangan yang memegang tali genta bergerak. Hendak menarik tali
itu untuk ke tiga kalinya. Tapi mendadak Sang Ketua batalkan niat. Dua
kaki dihentakkan ke tanah. Saat itu juga tubuhnya melesat ke atas,
melewati tangga kayu berbentuk setengah lingkaran. Namun begitu dua
kaki menginjak lantai atas rumah panggung putih, mendadak ada hawa
aneh menjalar dan menyengat kakinya. Bersamaan dengan itu satu
gelombang angin, entah dari mana datangnya mendadak menderu
menghantam dadanya. Membuat Sang Ketua terlempar. Dalam kejutnya
manusia pocong ini keluarkan seruan keras. Sewaktu terpental dan
melayang di udara, dia masih bisa menguasai diri. Berjungkir balik dua
kali lalu melayang turun ke bawah. Walau dua kaki masih bisa
menyentuh tanah namun kelihatan lututnya agak goyah. Sang Ketua
memandang berkeliling. Untung tak ada siapa-siapa di tempat itu. Kalau
sampai ada anggota Barisan Manusia Pocong melihatnya terpental
begitu rupa wibawanya bisa jatuh. Tidak ada hujan tidak ada angin
bagaimana dia bisa tunggang langgang seperti itu. Orang lantas akan
mempertanyakan sampai di mana sebenarnya tingkat kepandaiannya.
"Rumah Tanpa Dosa..." ucap Sang Ketua perlahan dan bergetar.
"Kekuatan dahsyat apa yang ada dalam bangunan ini" Penghuni Aksara
Batu Bernyawa memang melarang mendekati rumah. Tapi dia tak
28 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
pernah memberitahu hal aneh seperti ini." Manusia pocong usap
dadanya. Tak ada rasa sakit akibat hantaman angin aneh tadi. Dua
kakinya juga tidak cidera walau ada hawa masuk menyengat. "Kalau
memang ada orang berbuat jahat, niscaya aku telah celaka. Apakah
gadis itu yang melakukan?"
Yang Mulia Ketua mendongak ke atas, perhatikan pintu dan
deretan jendela. Lalu dia berteriak.
"Yang Mulia Sri Paduka Ratu! Aku tahu kau ada di dalam. Kau
tahu aku ada di luar sini! Aku sudah membunyikan genta sampai dua
kali. Sesuai perjanjian, mengapa kau tidak keluar"!"
Sunyi tak ada jawaban. Angin lembah bertiup agar keras,
membuat pakaian dan kain putih penutup kepala Sang Ketua berkibar-
kibar. Tiba-tiba dari bagian atas rumah panggung putih mengumandang
suara tertawa. Tawa perempuan. Menyusul ucapan lantang.
"Yang Mulia Ketua! Kau melanggar pantangan! Bangunan ini tidak
boleh diinjak dan dijamah manusia-manusia yang telah tersentuh dosa.
Itu sebabnya disebut Rumah Tanpa Dosal"
Sang Ketua terkesiap. "Aneh," ucapnya dalam hati. "Bagaimana
dia tahu rahasia yang tersembunyi dalam rumah panggung ini. Jangan-
jangan penghuni Aksara Batu Bernyawa merasuk ke dalam jiwanya?"
Setelah menatap tajam ke arah bagian atas bangunan, manusia pocong
ini berkata. "Yang Mulia Sri Paduka Ratu, aku sudah memberi tanda dengan
menarik genta. Sampai dua kali. Mengapa Yang Mulia Sri Paduka Ratu
tidak keluar" Apa kau lupa pada ketentuan yang berlaku di tempat ini"
Hanya perintah Yang Mulia Ketua yang harus dilaksanakan! Hanya Yang
Mulia Ketua seorang yang wajib dicintai!"
"Yang Mulia Ketua," terdengar jawaban dari atas rumah. "Aku
belum lama berada di tempat ini. Tapi aku telah berkesempatan
mengarang satu tembang. Apakah kau sudi mendengar sebelum aku
keluar?" "Perempuan gila! Lain yang aku katakan, lain yang dia ucapkan!"
Maki Yang Mulia Ketua dalam hati. Dia membuka mulut hendak
mengatakan sesuatu namun dari dalam Rumah Tanpa Dosa tiba-tiba
mengumandang suara nyanyian.
Kehidupan muncul secara aneh
Kematian datang tidak disangka
Di dalam bukit batu
Ada seratus tiga belas lorong
Siapa masuk akan tersesat
Tidak ada jalan keluar
Sampai kematian datang menjemput
Di dalam lembah
Ada Rumah Tanpa Dosa
Inilah tempat teraman bagi makhluk tidak berdosa
29 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Bendera Darah lambang kematian
Tiada daya menentang ajal
Darah suci bayi yang dilahirkan
Pembawa kehadiran Nyawa
Kedua Sambungan hidup insan tak bernyawa
Di dalam lorong ada kesepian
Di dalam kesepian ada kehidupan
Di dalam lorong ada kesunyian
Di dalam kesunyian ada kematian
Mau tak mau Ketua Barisan Manusia Pocong merasa tercekat juga
mendengar nyanyian itu. Apa lagi orang yang menyanyi tutup
nyanyiannya dengan tawa panjang. (Dalam Episode pertama berjudul
"113 Lorong Kematian" diceritakan bahwa nyanyian itu sempat didengar
oleh Aji Warangan, Kepala Pasukan Kadipaten Demak ketika dia
dijebloskan ke dalam kamar penyekapan. Hanya saja suara nyanyian itu


Wiro Sableng 135 Rumah Tanpa Dosa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terdengar terputus-putus karena si penyanyi dan Aji Warangan terpisah
jauh) "Apa yang salah?" pikir Sang Ketua. "Mungkin dia belum meneguk
Minuman Selamat Datang yang disediakan di dalam kamar" Minuman
pelupa diri pelupa ingatan" Atau dirinya kebal terhadap racun. Padahal
khusus untuk dirinya racun yang disuguhkan tiga kali lebih kuat dari
yang diberikan pada orang lain. Mungkin ada satu kekuatan melindungi
dirinya" Pedang Naga Suci 212" Tapi aku sudah menggeledah tubuhnya.
Pedang sakti mandraguna itu tak ada padanya. Aku harus menguji.
Kalau dia tidak berada dalam kekuasaanku, urusan bisa kacau.
Nyanyian tadi, dia tidak boleh mengulangi lagi. Dia menyanyi dengan
pengerahan tenaga dalam tinggi. Kalau suara nyanyiannya sampai di
luar kawasan bukit batu, ada orang mendengar. Urusan bisa jadi
kacau." Yang Mulia Ketua kembali memperhatikan ke arah atas bangunan
panggung putih. "Yang Mulia Sri Paduka Ratu! Ingat! Hanya perintah
Yang Mulia Ketua yang harus dilaksanakan! Aku minta Sri Paduka Ratu
segera keluar dari dalam Rumah Tanpa Dosa, menemuiku di sini!"
Tak ada jawaban.
Yang Mulia Ketua mulai jengkel.
Dia berteriak sekali lagi. Masih sunyi.
"Setan alas!" Sang Ketua merutuk. "Ada yang tidak beres!" Rasa
jengkelnya kini disertai aliran hawa kemarahan. Perlahan-lahan dia
angkat tangan kanannya. Tangan itu tampak bergetar pertanda ada
tenaga dalam berkekuatan tinggi tengah disalurkan. "Aku akan
menghitung sampai lima! Jika dia tidak muncul sampai hitungan
terakhir akan kuhancurkan bangunan ini!"
Baru saja Sang Ketua selesai berucap dalam hati seperti itu tiba-
tiba tanah yang diinjaknya bergetar dan seperti tadi satu gelombang
angin menderu menghantam ke arah tangan kanan. Manusia pocong ini
30 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
keluarkan jeritan keras. Tubuhnya terjajar ke belakang sampai tiga
langkah. Tangan kanan terasa sangat panas seperti dpendam dalam
bara api. Sadar kalau lagi-lagi dia berhadapan dengan kekuatan dahsyat
tidak kelihatan yang menguasai Rumah Tanpa Dosa, cepat-cepat dia
turunkan tangan yang tadi siap melepas satu pukulan sakti.
Hanya sesaat kemudian pintu di bagian atas Rumah Tanpa Dosa
terbuka. Di lain kejap satu bayangan putih meluncur turun. Bau sangat
wangi menebar. Di hadapan Yang Mulia Ketua berdiri tegak serba putih
seorang manusia pocong. Di sebelah atas sosok ini mengenakan sehelai
kain putih tebal penutup kepala dengan dua lobang di bagian mata.
Diatas penutup kepala yang berbentuk pocong itu menempel sebuah
mahkota kecil berwarna hijau berkilat. Di bawah ujung penutup kepala
sebelah belakang, menjulai rambut hitam sepinggang.
Kalau di sebelah atas bagian kepala tertutup kain putih tidak
tembus pandang maka di sebelah bawah manusia pocong ini
mengenakan jubah putih terbuat dari bahan yang begitu tipis
menerawang. Sehingga walau samar terlihat satu sosok tubuh
perempuan yang sangat elok, namun memiliki gerak-gerik yang serba
kaku. Dia berdiri dengan kepala ditegakkan dan dua mata memandang
lurus ke depan. Inilah Yang Mulia Sri Paduka Ratu.
Dalam kagumnya melihat pesona kebagusan tubuh Sang Ratu.
Yang Mulia Ketua masih merasa sedikit bimbang. "Dia telah
mengenakan perangkat pakaian keratuannya. Pasti juga telah meneguk
Minuman Selamat Datang. Tapi apakah ingatannya benar-benar telah
terkikis dan berubah" Perlu segera aku selidiki dulu."
"Yang Mulia Ketua, aku telah ada di hadapanmu. Harap katakan
apa keperluanmu." Sri Paduka Ratu keluarkan ucapan.
Sesaat Yang Mulia Ketua menatap tak ber-kesip. Seperti tadi ada
sekelumit perasaan bimbang dalam hatinya. Untuk mengatasi hal ini
maka dia ingin lebih dulu menguji.
"Yang Mulia Sri Paduka Ratu, ada satu tugas yang harus kau
lakukan. Namun sebelum tugas kuterangkan, harap Yang Mulia
mengucapkan Salam Perjanjian."
Sang Ratu dongakkan kepala lalu berucap lantang. "Hanya
perintah Yang Mulia Ketua yang harus dilaksanakan! Hanya Yang Mulia
Ketua seorang yang wajib dicintai!"
"Bagus," ucap Yang Mulia Ketua. Namun dia masih belum puas
dan lanjutkan ujiannya. "Yang Mulia Sri Paduka Ratu, harap kau mau
mengatakan siapa dirimu dan bagaimana kau bisa berada di tempat ini.
Lalu apa yang kau ketahui mengenai tempat ini."
"Siapa diriku itulah yang aku tidak ketahui. Bagaimana aku
sampai di sini merupakan sesuatu di luar ingatanku. Aku hanya tahu
bahwa diriku diam di satu bangunan putih disebut Rumah Tanpa Dosa.
Lain dari itu mengenai keadaan di tempat ini aku tidak tahu apa-apa."
Yang Mulia Ketua benar-benar puas. Maka diapun berkata. "Yang
Mulia Sri Paduka Ratu, kau telah mengarang sebuah tembang. Bait
31 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
liriknya amat bagus. Suaramu merdu sekali ketika menyanyikan.
Namun jangan kau melupakan aturan di tempat ini. Segala sesuatu
berada di bawah pengawasanku. Berarti setiap tindak perbuatan harus
seizinku. Aku tidak memperkenankan dirimu untuk menyanyikan
tembang itu, apalagi dengan suara keras disertai pengerahan tenaga
dalam. Apa jawabmu?"
Dua mata di balik kain penutup kepala memandang ke arah Sang
Ketua. Ada larikan sinar aneh keluar dari sepasang mata itu, yang
membuat Sang Ketua merasa bergetar. Maka dia segera membentak.
"Apa jawabmu"!"
"Hanya perintah Yang Mulia Ketua yang harus dilaksanakan!
Hanya Yang Mulia Ketua seorang yang wajib dicintai!"
"Bagus," ucap Sang Ketua dengan perasaan lega. "Sekarang ikuti
aku. Ada satu tugas yang harus kau lakukan." Sang Ketua balikkan
badan, melangkah keluar dari lembah. Sang Ratu mengikuti dengan
gerakan aneh. Kepala menghadap lurus ke depan, dua tangan dan kaki
bergerak kaku seolah tidak punya persendian tapi dia bisa bergerak
cepat di belakang orang yang diikutinya. Di satu tempat, begitu keluar
dari dalam lembah, Yang Mulia Ketua berpaling dan berkata. "Yang
Mulia Sri Paduka Ratu, kita harus bergerak cepat. Ikuti aku!" Sekali
berucap dan sekali berkelebat Sang Ketua telah melesat jauh, berkelebat
melewati bangunan rumah tua berijuk hitam. Dia tidak mendengar
suara deru orang berlari di sebelah belakang. Tapi ketika dia menoleh
Sang Ketua jadi leletkan lidah. Yang Mulia Sri Paduka Ratu ternyata
hanya berada setengah langkah di belakangnya. Tubuhnya berlari
laksana meluncur, seolah tidak menginjak tanah! Kembali Sang Ketua
ingin menguji. Dia lipat gandakan daya kecepatan larinya. Berpaling ke
belakang dia dapatkan Sang Ratu masih tetap terpaut hanya setengah
langkah! Berarti kalau mau, gadis yang hidup dengan nyawa kedua ini
bisa lari lebih cepat dan melewatinya dengan mudah!
32 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
DI DALAM lorong 22 pada anak lorong ke 3 Dewa Tuak tidak tahu entah
berapa lama dia tertidur di lantai lorong. Dia terbangun dari lelapnya
ketika ada bau wangi masuk ke dalam jalan pernafasannya. Masih mata
terpejam dia berkata dalam hati. "Ini bukan bau harum tuakku. Ada
satu bau lain masuk ke dalam penciumanku." Perlahan-lahan si kakek
buka dua matanya. Begitu melihat ada tiga sosok putih berdiri di ujung
lorong, sejarak lima langkah dari tempatnya berada, kakek ini segera
bangkit berdiri. Mata dikucak lalu si kakek memperhatikan. Manusia
pocong yang tegak di samping kiri, dari lengan jubah kanannyS yang
basah bekas semburan tuak segera dikenalinya sebagai manusia pocong
yang sebelumnya telah berkelahi dengan dia lalu kabur melarikan diri.
"Aha, kau tadi kabur." Dewa Tuak keluarkan ucapan seraya
tudingkan ibu jari tangan kanan ke arah Wakil Ketua. "Aku sudah
menduga. Kau pasti kembali membawa teman. Ternyata dua manusia
pocong sekaligus. Satu laki-laki tinggi besar. Satu lagi perempuan
berpakaian seronok. Kepala ditutup malah pakai mahkota segala, tapi
lucunya aurat sebelah bawah diobral ke mana-mana! Tidak sangka, di
lorong celaka begini rupa ada juga pemandangan bagus! Ha... ha... ha!"
Dewa Tuak letakkan bumbung tuak di atas bahu kiri. Memandang
pada pocong bermahkota di depannya lalu sambung ucapannya tadi.
"Pocong perempuan, baiknya kau berganti pakaian. Tukar pakaian
putih tipis itu dengan pakaian yang lebih baik. Salah-salah nanti kau
bisa masuk angin dan perutmu jadi bunting. Eh, maksudku perutmu
nanti jadi melendung masuk angin! Ha... ha... ha!"
"Tua bangka sinting! Kau tidak tahu siapa kedua orang ini!" Tiba-
tiba Wakil Ketua Barisan Manusia Pocong menghardik lantang hingga
suaranya menggetarkan lorong batu di mana orang-orang itu berada.
"Mana aku tahu. Bertemupun baru sekali ini! Tapi biar aku
menduga. Mungkin ini Raja dan Ratu Makhluk Pocong penghuni
Seratus Tiga Belas Lorong Kematian?" ujar Dewa Tuak. "Kalau aku salah
harap kau betulkan!"
"Tua bangka sinting, dengar baik-baik. Kau berhadapan dengan
Yang Mulia Ketua Barisan Manusia Pocong dan Yang Mulia Sri Paduka
Ratu!" "Kalau begitu dugaanku hanya meleset sedikit. Tadinya aku kira
manusia pocong yang tinggi besar ini Rajamu. Tapi bukan. Kalau
memang Raja pasti dandanannya seronok seperti Ratumu ini. Mungkin
cuma pakai kain penutup kepala tapi di sebelah bawah telanjang bulat.
Seperti manusia pocong yang minta mati di rimba belantara sana!"
Amarah Sang Wakil Ketua jadi meledak. Apa lagi sebelumnya si
kakek telah sempat menghajarnya. Sekali lompat saja dia sudah berada
33 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
di hadapan Dewa Tuak. Tangan kiri digerakkan. Di dalam lengan jubah
terdengar suara sesuatu bergeser.
"Wakil Ketua, tunggu!" Tiba-tiba Yang Mulia Ketua berseru sambil
angkat tangan kiri. Sejak tadi dia tegak berdiam diri karena
memperhatikan si kakek dengan seksama. Berdasarkan keterangan
Wakil Ketua ditambah dengan ciri-ciri yang kini disaksikannya sendiri
dugaannya tidak meleset. Kakek ini memang salah seorang dedengkot
rimba persilatan yang dikenal dengan julukan Dewa Tuak. Diam-diam
hatinya merasa gembira. Mendapatkan dan menguasai tokoh silat
sehebat yang satu ini bukan hal mudah.
Mendengar seruan serta gerak isyarat tangan Sang Ketua, dengan
geram Wakil Ketua turunkan tangan, mundur selangkah. Yang Mulia
Ketua bergerak ke samping Yang Mulia Sri Paduka Ratu, lalu ajukan
pertanyaan, sekaligus menguji daya ingat dan daya pikir Sang Ratu.
"Yang Mulia Sri Paduka Ratu, apa kau pernah melihat, atau
pernah kenal dengan tua bangka itu?"
Sepasang mata di balik kain putih penutup kepala memandang
tak berkesip ke arah Dewa Tuak. Lalu terdengar suara jawaban.
"Seekor sapi tua berjanggut putih, aku tak pernah melihat. Siapa
sudi mengenal dirinya."
"Daya ingat dan daya pikirnya sudah musnah," ucap Yang Mulia
Ketua, gembira dalam hati.
Di depan tiga orang manusia pocong. Dewa Tuak keluarkan tawa
mengekeh. "Kau tak kenal diriku tak jadi apa. Kau bilang aku seekor
sapi tua berjanggut putih mungkin ada benarnya. Tapi bagaimana aku
mengenali dirimu kalau wajah disembunyikan di balik kain penutup
kepala?" "Kalau ingin melihat wajahku mengapa tidak melepas sendiri kain
pocong penutup kepalaku"!" Yang Mulia Sang Ratu balas menjawab.
Membuat Yang Mulia Ketua jadi terkejut. Kawatir si kakek yang berilmu
tinggi menyergap dan benar-benar lakukan apa yang ditantang Sang
Ratu maka dia cepat maju satu langkah seraya berkata.
"Yang Mulia Sri Paduka Ratu, lekas lumpuhkan sapi janggut putih
itu. Jangan dibunuh!"
"Aku hanya seekor sapi tua berjanggut putih, masakan ada yang
tega mau mencelakai!" ucap Dewa Tuak. Bumbung bambu di bahu kiri
digeser ke dekat mulut. Lalu gluk... gluk... gluk, dia tegak tuak
kayangan tiga kali berturut-turut.
"Sri Paduka Ratu, hati-hati. Tuak dalam mulutnya jika
disemburkan bisa jadi senjata mematikan," memberi tahu Wakil Ketua.
"Yang Mulia, lekas lumpuhkan bangsat tua itu!" Sang Ketua
mengulangi perintah.
Wajah dibalik kain penutup kepala menyeringai.
"Hanya perintah Yang Mulia Ketua yang harus dilaksanakan!
Hanya Yang Mulia Ketua seorang yang wajib dicintai!"
"Eh, aku pernah mendengar Wakil Ketua ucapkan kata-kata
34 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
seperti itu. Edan, manusia-manusia apa mereka ini sebenarnya?"
membatin Dewa Tuak.
Tiba-tiba Sang Ratu maju dua langkah. Dewa Tuak
memperhatikan Kakek ini merasa heran. Dia melihat gerakan kaku
seperti patung kayu berjalan. Didahului satu lengkingan keras tiba-tiba
Sang Ratu hantamkan tangan kanannya ke depan. Lagi-lagi terlihat
bagaimana gerakan tangan itu begitu kaku. Dewa Tuak mula-mula
menganggap enteng serangan orang. Dia dorongkan bumbung bambu ke
depan. Tapi kaget orang tua ini bukan alang kepalang ketika dia
merasakan satu gelombang angin laksana batu raksasa berguling
dahsyat. Dia cepat mundur dan tarik bumbung bambunya. Tapi
terlambat. "Braakkk!"
Bumbung bambu di tangan Dewa Tuak hancur. Tuak harum
muncrat ke mana-mana. Walau kaget setengah mati tapi kakek ini tidak
kehilangan kewaspadaan. Mulutnya dibuka dan byuuur! Tuak di dalam
mulut menyembur ke arah Yang Mulia Sri Paduka Ratu.
"Yang Mulia, awas!" Memperingatkan Wakil Ketua yang sudah
merasakan keganasan semburan tuak si kakek.
Tapi Sang Ratu tidak menggeser kedua kakinya. Sosoknya tetap
berdiri kaku. Hanya satu jengkal semburan tuak akan mendarat di
muka, dada dan perutnya tiba-tiba Sang Ratu goyangkan kepala.
"Wuuttt!"
Rambut panjang Sang Ratu berubah laksana sebuah tameng
hitam, bukan saja menangkis semburan tuak, malah sekaligus
menghantamkannya kembali ke arah si kakek. Karuan saja Dewa Tuak
terkejut besar. Sambil berseru keras dia cepat melompat mundur. Ketika
si kakek melompat mundur dua langkah, Sang Ratu membarangi
dengan gerakan kaku. Tubuhnya seperti melayang lalu wuuut! Kembali
rambut hitamnya berkelebat di udara. Dan des... des... des!
Terdengar tiga kali suara amblasnya urat besar di tiga bagian
tubuh Dewa Tuak ketika ujung rambut yang seolah berubah menjadi
benda keras membuat tiga kali totokan. Orang tua ini masih sempat
keluarkan jeritan keras lalu tubuhnya roboh ke lantai lorong. Mulut
ternganga, mata mendelik. Sekujur tubuh kaku mulai dari kepala
sampai ujung jari kaki.
"Luar biasa!" memuji Sang Ketua. Baru kali ini dia melihat ilmu


Wiro Sableng 135 Rumah Tanpa Dosa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

totokan seperti itu. Ujung rambut yang lunak, bisa berubah seperti
benda keras. Wakil Ketua leletkan lidah, keluarkan suara berdecak. "Yang
Mulia Sri Paduka Ratu. Kau hebat sekali!"
"Hanya perintah Yang Mulia Ketua yang harus dilaksanakan!
Hanya Yang Mulia Ketua seorang yang wajib dicintai!" Sang Ratu
keluarkan ucapan. Lalu balikkan tubuh. "Tugas sudah kujalankan.
Saatnya aku kembali ke Rumah Tanpa dosa."
Yang Mulia Ketua membungkuk hormat lalu berkata. "Ikuti saya
Yang Mulia Sri Paduka Ratu," katanya. Sebelum tinggalkan tempat itu
35 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
dia memberi perintah pada Wakil Ketua. "Panggil tua bangka itu.
Masukkan ke dalam Ruang Peristirahatan. Suguhkan Minuman Selamat
Datang. Sediakan Pakaian Persalinan."
"Hanya perintah Yang Mulia Ketua yang harus dilaksanakan,"
jawab Wakil Ketua. Lalu dengan cepat tubuh kaku Dewa Tuak
dipanggulnya di bahu kiri.
Yang disebut Ruang Peristirahatan adalah sebuah ruangan batu
berbentuk segi tiga berpintu besi. Setiap orang yang hendak dijadikan
anggota Barisan Manusia Pocong selalu dimasukkan ke ruangan ini. Di
atas pintu besi ada sebuah lobang kecil, cukup besar untuk mengintai
ke dalam. Di sebelah kanan terdapat tempat tidur batu beralaskan tikar
jerami. Lalu ada seperangkat meja dan kursi yang juga terbuat dari
batu. Ke dalam ruangan inilah Dewa Tuak dimasukkan, dibaringkan di
atas tempat tidur batu.
Tak selang berapa lama masuklah seorang perempuan muda yang
dari bentuk perutnya jelas dia dalam keadaan hamil. Perempuan ini
membawa sebuah keranjang berisi sebuah teko terbuat dari tanah. Di
samping teko ada seperangkat jubah dan kain penutup kepala putih.
Dewa Tuak yang terbaring menelentang tak bisa bergerak tak bisa bicara
ikuti gerak gerik perempuan hamil itu dengan putaran sepasang mata.
"Semua orang di tempat celaka ini mengenakan pakaian seperti
pocong. Mengapa perempuan bunting ini berpakaian biasa-biasa saja.
Apa yang dibawanya dalam keranjang..."
"Perempuan hamil letakkan keranjang di atas meja batu lalu
berpaling ke arah Dewa Tuak dan keluarkan ucapan.
"Orang tua, saya akan menyuguhkan Minuman Selamat Datang
untukmu. Untuk itu saya akan membantu. Setelah beberapa lama kau
akan tertidur. Berarti kau bisa beristirahat. Bila kau terbangun, jalan
suaramu akan terbuka dengan sendirinya. Saya meninggalkan sehelai
jubah dan kain putih penutup kepala. Bila totokan di tubuhmu mulai
punah dan kau mulai bisa menggerakkan tangan serta kaki, kenakan
jubah dan kain penutup kepala itu. Hanya perintah Yang Mulia Ketua
yang harus dilaksanakan. Hanya Yang Mulia Ketua seorang yang wajib
dicintai." Dewa Tuak memaki panjang pendek dalam hati. Saat itu dia
seperti merasa ada tuak dalam mulutnya. Dia berusaha menyembur.
Tapi jangankan menyembur, membuka mulut saja dia tidak mampu.
Apa lagi saat itu memang tidak ada tuak dalam mulutnya.
Perempuan hamil keluarkan teko tanah dari dalam keranjang
dengan tangan kanan. Lalu dia mendekat ke ranjang batu. Dengan
tangan kirinya dia memencet pipi Dewa Tuak hingga mulut si kakek
terbuka sedikit. Perlahan-lahan dia lalu kucurkan cairan bening yang
ada di dalam teko ke mulut orang tua itu. Begitu cairan masuk ke dalam
mulut Dewa Tuak berusaha untuk menyemburkan. Tapi bibirnya tidak
bergetar, lidah tidak bergeming. Sedikit demi sedikit cairan dalam teko
masuk ke dalam mulut, turun ke tenggorokan dan sampai di perut.
"Perempuan bunting celaka!" rutuk Dewa Tuak yang hanya
36 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
menggema dalam hati. "Apa yang kau lakukan terhadap diriku! Kau
meracuni aku"! Kalau aku bisa keluar hidup-hidup dari tempat celaka
ini akan kepencet perutmu sampai bayimu merojol keluar!"
Air bening di dalam teko habis. Sesaat kemudian Dewa Tuak
merasa tubuhnya sangat letih. Matanya yang sejak kena ditotok nyalang
tak berkesip secara aneh perlahan-lahan menutup.
Perempuan hamil tersenyum. Sambil melangkah ke luar kamar
dia berkata. "Hanya perintah Yang Mulia Ketua yang harus
dilaksanakan. Hanya Yang Mulia Ketua seorang yang wajib dicintai.
*** 37 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
DI TANGGA pendapa Gedung Kepatihan di Kotaraja empat orang gadis
cantik duduk saling berdiam diri. Sebentar-sebentar mata mereka
diarahkan ke pintu gerbang. Setiap terdengar derap kaki kuda mereka
berpaling. Namun orang yang mereka tunggu tidak kunjung datang.
Gadis pertama cantik jelita berpakaian biru, bertubuh tinggi
semampai dan berambut pirang, duduk sambil sandarkan punggung ke
tiang besar pendapa. Dia adalah Bidadari Angin Timur, si cantik rimba
persilatan yang dikagumi bukan saja kecantikan dan kebagusan
potongan tubuhnya, tapi juga ketinggian ilmu silat serta kesaktiannya.
Kalau tersenyum di pipi kiri kanannya muncul lesung pipit menambah
kecantikannya. Gadis kedua bersimpuh dekat sebuah arca. Pakaiannya ketat
hingga bentuk tubuhnya yang padat dan bagus tampak jelas
mempesona. Rambut hitam panjang digelung di atas kepala. Sepasang
mata dipejamkan. Dia duduk tidak bergerak. Dua tangan diletakkan di
pangkuan. Sikapnya seperti tengah bersamadi. Tapi sebenarnya saat itu
dia tengah menerapkan satu ilmu yang disebut Menembus Pandang. Dia
mencoba memantau keberadaan orang yang ditunggu. Namun dia tidak
melihat apa-apa dalam rona alur pandangan gaibnya. Berarti orang yang
ditunggu masih berada di tempat jauh, di luar jangkauan kekuatan
ilmu. Atau mungkin juga memang tidak tengah menuju ke tempat dia
berada. Ketika perlahan-lahan mata yang terpejam dibukakan,
terlihatlah sepasang bola mata berwarna biru, indah menawan. Si cantik
satu ini bukan lain adalah Ratu Duyung. Dalam rimba persilatan tanah
Jawa dikenal sebagai salah satu orang yang dipercayakan ikut
mengawasi dan menguasai kawasan laut selatan.
Gadis ke tiga tak kalah cantiknya dengan Ratu Duyung dan
Bidadari Angin Timur. Seperti Ratu Duyung dan Bidadari Angin Timur,
dia juga memiliki wajah cantik, berkulit putih mulus. Seperti Bidadari
Angin Timur gadis satu ini juga mempunyai lesung pipit di kedua
pipinya. Gadis ini mengenakan pakaian ringkas warna ungu agar
longgar hingga menyembunyikan raut tubuhnya yang padat sintal. Di
pinggangnya melilit sehelai selendang yang juga berwarna ungu. Secarik
pita ungu menghias rambutnya. Saat itu dia duduk di tangga gedung
Kepatihan sambil memegang dan mempermainkan ujung seledang ungu
di mana terdapat guratan angka 212. Angka ini digurat sendiri oleh
Pendekar 212 Wiro Sableng pada kisah pertemuan mereka pertama kali.
(Baca serial Wiro Sableng berjudul "Maut Bernyanyi Di Pajajaran")
Dalam petualangannya di rimba persilatan gadis ini pernah menyamar
dan dijuluki "Dewi Kerudung Biru" (Baca serial Wiro Sableng berjudul
"Keris Tumbal Wilayuda") Anggini, itulah nama si gadis dan dia bukan
38 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
lain adalah murid Dewa Tuak.
Gadis keempat berpakaian serba kuning. Mulai dari baju dan
celana, ikat pinggang sampai pada ikat kepala. Di pinggangnya
tergantung sebilah pedang. Agak kesal dia berdiri dari duduknya lalu
melangkah mundar mandir dan sesekali memandang kelangit di mana
bulan hari kedua kelihatan muncul samar-samar di balik saputan awan
tipis. Sang dara yang satu ini adalah Sutri Kaliangan, putri Patih
Kerajaan Selo Kaliangan. (Mengenai kisah pertemuan dan persahabatan
Putri Patih Kerajaan ini dengan tiga gadis dan Pendekar 212 Wiro
Sableng harap baca serial Wiro Sableng berjudul "Badik Sumpah Darah"
terdiri dari 7 Episode) Di samping Bidadari Angin Timur, Sutri Kaliangan
hentikan langkah menatap ke arah bulan tipis di langit, memandang
pada gadis berambut pirang di sebelahnya lalu berucap.
"Sesuai perjanjian Pendekar 212 Wiro Sableng akan datang ke
sini. Seharusnya dia muncul malam kemarin. Tapi sampai saat ini dia
belum muncul. Apakah dia lupa..."
"Biasanya Wiro selalu tepat janji. Kemungkinan lupa tidak masuk
akal." Menjawab Bidadari Angin Timur. "Dia dan juga kita punya banyak
pekerjaan yang belum selesai. Mencari Pedang Naga Suci Dua Satu Dua,
mencari Kitab Seribu Macam Ilmu Pengobatan..."
"Mungkin ada sesuatu halangan yang membuat dia tidak dapat
memenuhi perjanjian. Tidak bisa datang ke sini." Kata Anggini pula.
Ratu Duyung ikut bicara. "Tadi aku coba menjajaki dengan Ilmu
Menembus Pandang. Tapi aku tidak bisa melihat apa-apa. bayangan
tipispun tidak nampak. Berarti Wiro belum berada di sekitar Kotaraja.
Masih sangat jauh di tempat lain. Dan kita tidak tahu di mana adanya
tempat lain itu."
"Ratu Duyung," kata Sutri Kaliangan seraya mendekati gadis
bermata biru itu dan duduk di sampingnya. "Bukankah kau memiliki
sebuah cermin sakti yang bukan saja bisa dipakai sebagai senjata, tapi
juga dapat dipergunakan untk melihat sesuatu yang masih gaib dalam
pandangan mata manusia?" Ratu Duyung anggukkan kepala. Anggini
segera mendekati kedua orang itu.
Bidadari Angin Timur untuk sesaat masih tetap tidak beranjak
dari duduknya. Dari tadi diam-diam dia memperhatikan gerak-gerik dan
setiap ucapan Sutri Kaliangan. Dalam hati gadis berambut pirang ini
membatin. "Dari tadi kuperhatikan, puteri Patih Kerajaan ini tampak pa
ling gelisah. Dia begitu mengharapkan kehadiran Wiro. Padahal tempat
ini semata dipergunakan untuk janji pertemuan antara aku, Anggini dan
Ratu Duyung dengan Wiro. Dia hanya diminta menyediakan tempat
pertemuan ini. Sebenarnya bisa saja pertemuan dilakukan di tempat
lain. Jangan-jangan gadis satu ini telah menaruh hati pada Wiro..."
Ratu Duyung keluarkan cermin bulat dari balik pakaiannya.
Perlahan-lahan Bidadari Angin Timur berdiri dari duduknya, bergabung
dengan tiga gadis itu. Sang Ratu pejamkan mata. Mulut dikatup rapat.
Tenaga dalam dialirkan pada tangan kanan yang memegang gagang
39 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
cermin. Sebenarnya Ratu Duyung bisa melihat segala sesuatu yang
muncul di dalam cermin tanpa memejamkan mata. Tapi inilah
keanehannya. Dengan memejamkan mata justru penglihatannya lebih
terang dan daya jangkaunya lebih jauh. Tangan kanan yang memegang
gagang cermin mendadak bergetar. Kelopak mata Ratu Duyung
bergerak-gerak. Mulutnya yang sejak tadi terkancing, perlahan-lahan
terbuka. "Aku melihat telaga besar. Indah sekali pemandangannya. Ada
gunung di kejauhan. Ah! Telaga dan gunung menghilang. Ratu Duyung
terdiam. Getaran tangannya semakin kencang. Cermin bulat ikut
bergetar. "Ada rimba belantara... ada lembah batu. Lembah berganti
bukit batu. Gelap... apa ini" Terowongan panjang, berliku-liku. Eh, ada
bayangan-bayangan putih aneh berkelebat. Lenyap lagi! Muncul rumah
tua. Hilang! Berganti dengan rumah putih... rumah panggung warna
putih..." Sampai di situ getaran tangan kanan Ratu Duyung semakin keras.
Wajahnya tampak tegang. Keringat mencicir di kening. Selain bergetar
keras cermin sakti terasa tambah berat. Dia gerakkan tangan kiri. Kini
dia pegang gagang cermin dengan dua tangan. Tapi getaran bertambah
hebat. Ratu Duyung coba bertahan. Mata semakin rapat dipejamkan.
"Rumah panggung putih. Berputar! Semakin besar. Ada suara keras.
Suara apa ini. Suara lonceng... bukan. Suara genta aneh. Keras sekali...
aku tak tahan, aku tak sanggup. Teman-teman. Tolong... Telingaku bisa
pecah! Kawan-kawan..."
Seperti didorong satu kekuatan dahsyat yang tidak kelihatan
tubuh Ratu Duyung terhuyung keras ke belakang. Cermin bulat terlepas
dari genggaman, mencelat mental ke udara. Anggini cepat meloncat
menyambar benda itu. Bidadari Angin Timur dan Sutri Kaliangan segera
bertindak menolong Ratu Duyung.
"Ratu kau tak apa-apa?" tanya Sutri Kaliangan.
Bidadari Angin Timur keluarkan sehelai sapu tangan lalu
mengusap keringat yang membasahi wajah pucat Ratu Duyung.
Setelah menarik nafas panjang beberapa kali, dalam keadaan
dada turun naik, Ratu Duyung berkata. "Tidak pernah aku mengalami
yang seperti ini." Suaranya perlahan sekali, hampir tidak kedengaran.
Tenaganya seolah terkuras.
"Ratu, apa yang terjadi" Apa yang kau lihat?" tanya Sutri
Kaliangan. Ratu Duyung menarik nafas dalam-dalam, baru menjawab.
"Mula-mula aku melihat sebuah telaga besar dan gunung di
kejauhan. Mendadak bayangan telaga dan gunung lenyap. Kemudian
ada lembah batu, lalu bukit batu. Muncul bayangan gelap. Dalam gelap
aku melihat lorong panjang, banyak sekali. Lalu ada kelebatan bayang-
bayang putih." Ratu Duyung diam sejenak baru menyambung. "Saat itu
sebenarnya kepalaku terasa pusing. Tubuhku berkeringat, detak
jantung keras dan aku merasa letih sekali. Di kaca muncul bayangan
40 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
sebuah rumah tua. Rumah tua berganti dengan rumah putih berbentuk
aneh..." "Kami mendengar kau menyebut rumah panggung putih," kata
Sutri Kaliangan.
"Benar, rumah panggung putih. Rumah ini berputar aneh,
mengeluarkan suara mengerikan dan bertambah besar. Bergerak seperti
mau menerjangku. Lalu ada suara luar biasa kerasnya. Suara lonceng,
bukan... bukan lonceng. Suara genta, hampir menyerupai suara gong.
Aku tidak tahan. Kupingku seperti terbongkar. Kepalaku laksana mau
pecah. Gagang cermin yang aku pegang terasa panas lalu terpental.
Tubuhku letih sekali. Tulang-tulang serasa rontok. Masih untung aku
tidak pingsan atau cidera di dalam..." Ratu Duyung raba dadanya
dengan tangan kiri lalu seka keringat yang menggantung di dagunya.
Ketika tangannya diletakkan di pangkuan, terkejutlah gadis bermata
biru ini. Telapak tangan kirinya kelihatan merah kehitaman. Dia
balikkan tangan kanan. Astaga! Tangan inipun kelihatan merah
kehitaman! "Ada kekuatan aneh menyerangku dari kejauhan..."
"Seberapa jauhnya?" tanya Anggini.
"Tidak dapat kupastikan. Paling tidak sehari perjalanan berkuda,"
jawab Ratu Duyung.
Bidadari Angin Timur, Anggini dan Sutri Kaliangan jadi saling
pandang. Kalau ada satu kekuatan yang jaraknya satu hari perjalanan
melakukan serangan dan mampu membuat cidera tangan orang yang
diserang, maka dapat dibayangkan kalau kekuatan yang menyerang itu
berada di hadapan sasaran. Niscaya Ratu Duyung bisa hancur lebur
mulai dari kepala sampai ke kaki! Ratu Duyung diam-diam juga


Wiro Sableng 135 Rumah Tanpa Dosa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merasakan apa yang saat itu terpikir oleh ketiga gadis sahabatnya.
"Sulit dipercaya," kata Anggini.
"Tidak masuk akal," menimpali Bidadari Angin Timur. Sementara
Sutri Kaliangan berdiam diri tapi sepasang matanya tak luput dari
memandang Ratu Duyung terus-terusan. Seperti ada sesuatu yang
dipikirkan dalam benaknya. Hal ini diam-diam perhatikan sikap puteri
Patih Kerajaan ini.
"Ratu, ini cerminmu," kata Anggini sambil menyerahkan cermin
bulat yang tadi berhasil disambarnya sewaktu mental dari pegangan
Ratu Duyung. "Ada satu kekuatan aneh luar biasa. Mungkin sekali bersumber
dalam rumah panggung berwarna putih itu," Ratu Duyung sambil
gosok-gosokkan telapak tangannya satu sama lain disertai dengan
mengalirkan hawa sakti. "Keanehan lain, aku sama sekali tidak melihat
bayangan Wiro."
"Ratu," kata Bidadari Angin Timur sambil memegang lengan Ratu
Duyung. "Jika kau memusatkan perhatian untuk melihat Wiro dalam
cermin sakti, lalu yang muncul bayangan-bayangan lain. Apakah ini
mempunyai arti tertentu?"
41 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
"Hal seperti ini, sudah kukatakan tadi, belum pernah kejadian."
Jawab Ratu Duyung. Dia perhatikan dua tangannya. Warna hitam pada
dua telapak tangan telah berkurang banyak. Kini hanya tinggal warna
merah. Kembali gadis ini usapkan dua telapak tangan satu sama lain.
"Kalau saja aku boleh menduga antara apa yang aku lihat, rasanya
kelak akan ada hubungannya dengan Wiro. Bagaimana kaitannya tak
bisa kumengerti."
"Telaga, lembah, gunung, serta bukit batu yang kau lihat dalam
cermin itu," berucap Sutri Kaliangan, "apakah kau bisa mengenali atau
mungkin mengetahui di mana beradanya" Mungkin juga bisa menduga
telaga apa, gunung di mana."
Ratu Duyung berpikir sejenak lalu menggeleng. "Aku hanya bisa
mengukur jarak. Itupun hanya satu dugaan. Semua yang aku lihat itu
berada sekitar satu hari perjalanan berkuda dari sini."
Diam-diam Bidadari Angin Timur punya prasangka sendiri dalam
hatinya. "Mungkin saja dia tahu semua tempat yang dilihatnya dalam
cermin sakti. Tapi tidak mau memberitahu. Dia mengatakan hanya bisa
mengukur jarak. Satu hari perjalanan naik kuda dari sini. Apa ceritanya
itu bisa dipercaya" Mungkin saja dia sengaja merahasiakan apa yang
diketahuinya untuk tujuan tertentu..."
"Ratu, kalau kau tahu jaraknya, mungkinkah kau juga bisa
menduga arahnya?" tanya Sutri Kaliangan. "Karena kalau kita tahu
arah, dengan mudah kita bisa menemukan tempat itu. sebera-papun
jauhnya." "Seandainya kita bisa menemukan tempat itu, lalu apa yang akan
kita lakukan?" tanya Ratu Duyung.
"Aku punya dugaan Wiro akan muncul di sini!" Jawab Sutri
Kaliangan sambil letakkan tangan di atas gagang pedang.
Tiga gadis menatap ke arah Sutri Kaliangan.
"Aku tahu, kalian tidak percaya," Sutri Kaliangan kembali berucap
setelah memperhatikan cara memandang tiga gadis cantik itu. "Tapi
dengar dulu. Bukankah tadi Ratu Duyung mengatakan ada keterkaitan
antara Wiro dengan bayangan yang muncul dalam cermin" Hanya
sayang, kita tidak tahu di mana tempat-tempat itu beradanya." Sutri
Kaliangan berdiri, menatap ke langit lalu melangkah mundar-mandir.
"Apalagi yang ada dalam benak gadis ini?" ucap Bidadari Angin
Timur dalam hati sambil memperhatikan gerak-gerik putri Patih
Kerajaan itu. "Niatnya untuk bisa bertemu Wiro seolah tidak bisa
dicegah." Tiba-tiba Sutri Kaliangan hentikan langkah. Dia ingat sesuatu dan
mendekati Ratu Duyung kembali, berlutut di sampingnya.
"Ratu sahabatku. Waktu tadi kau memegang cermin sakti dan
mulai melihat bayangan-bayangan yang muncul di dalamnya, kau
duduk di lantai pendapa. Ingat saat itu kau menghadap ke arah mana?"
"Aku masih ingat. Ratu Duyung menghadap ke arah pintu gerbang
sana," yang menjawab Anggini.
42 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
"Benar, aku memang menghadap ke jurusan pintu gerbang itu,"
kata Ratu Duyung kemudian.
"Berarti di arah itulah tempat-tempat yang kau lihat dalam cermin
sakti. Telaga, gunung, bukit batu, lembah. Rumah panggung warna
putih! Semua di arah itu. Arah pintu gerbang. Menurut mata angin, arah
pintu gerbang adalah arah ke timur, sedikit melenceng ke utara. Berarti
tepatnya arah antara timur dan timur laut. Kalau kita berkuda satu
harian ke sana, semua tempat itu pasti kita temui!" Sutri Kaliangan
kembali berdiri. "Para sahabat, rasanya aku tidak mau menunggu lebih
lama. Kalau kita berangkat malam ini, besok paling lambat di sana sama
seperti ini, kita sudah sampai di tujuan. Siapa yang bersedia berangkat
bersamaku sekarang juga?"
Tidak ada yang menjawab.
Putri Patih Kerajaan itu tampak kecewa. Dia pandangi satu
persatu wajah tiga gadis cantik di hadapannya lalu berkata.
"Aku tidak ingin mengatakan. Takut kalian menganggap aku
berlebihan atau punya niat buruk mengharapkan kejadian tidak baik
atas diri Wiro. Tapi terus-terang aku katakan pada kalian saat ini, aku
punya firasat Wiro akan muncul di tempat-tempat yang ada dalam
cermin. Dan di situ dia akan menghadapi bahaya besar!"
Di antara tiga gadis masih tidak ada yang bicara.
"Kalau kalian tidak mau berangkat bersamaku, kalian boleh tidur
enak-enakan di Kepatihan ini. Aku akan berangkat sendirian sekarang
juga." "Aku ikut bersamamu," kata Ratu Duyung seraya bangkit berdiri.
"Siapa lagi?" tanya Sutri Kaliangan sambil menatap pada Anggini
dan Bidadari Angin Timur. Tapi dua gadis ini tidak memberi tanggapan.
"Baiklah Ratu, agaknya hanya kita berdua yang akan berangkat malam
ini. Aku akan menyuruh orang menyiapkan dua ekor kuda untuk kita.
Dan jika sahabatku Bidadari Angin Timur dan Anggini berubah pikiran,
kalian boleh meminta masing-masing seekor kuda pada penjaga."
Tak lama setelah Ratu Duyung dan Sutri Kaliangan meninggalkan
gedung. Kepatihan, Bidadari Angin Timur memandang ke arah pintu
gerbang. Tanpa palingkan kepala dia bertanya pada Anggini.
"Sahabatku Anggini, apa yang akan kita lakukan sekarang?"
"Tuan rumah sudah pergi. Rasanya kita tidak mungkin berada
lebih lama di tempat ini."
"Kau ingin mengikuti Ratu Duyung dan Sutri?"
Anggini berdiam cukup lama. Jawabannya kemudian justru
berupa pertanyaan. "Bagaimana dengan kau?"
"Sebenarnya tidak ada salahnya kita menyusul mereka. Kita
sudah tahu arah yang mereka tuju. Malah kita bisa minta kuda untuk
tunggangan. Hanya sayang, saat ini aku tiba-tiba ingat pada satu
urusan lain yang harus aku lakukan. Jadi sahabatku Anggini, kita
terpaksa berpisah sementara di tempat ini."
Tanpa menunggu jawaban Anggini, Bidadari Angin Timur berdiri
43 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
dari duduknya dan sekali berkelebat gadis ini telah lenyap di balik
tembok timur gedung Kepatihan. Tapi tanpa setahu Anggini, Bidadari
Angin Timur kembali memasuki halaman dalam gedung Kepatihan dari
sebelah belakang, langsung menuju kandang kuda. Setelah memilih
kuda yang besar dan tegap gadis ini tinggalkan tempat itu melalui pintu
belakang. Untuk beberapa saat Anggini tertegun sendirian di pendapa
gedung Kepatihan. Namun ada suara hati kecilnya berkata. "Bidadari
Angin Timur, kau tidak bisa menipuku. Waktu bicara tadi kau tidak
berani menatap mataku. Aku tahu kau berdusta. Aku tahu tidak ada
urusan lain yang harus kau lakukan. Dan aku tahu kau akan menyusul
dua gadis itu. Kau lebih suka pergi sendirian karena tidak senang
berjalan seiring denganku. Apa yang kau cari Bidadari Angin Timur"
Tidak ingin aku berada disampingmu ketika kau berjumpa dengan
Wiro?" Secercah senyum menyeruak di bibir murid Dewa Tuak ini. "Aku
sudah sejak lama ingin mendapatkannya. Nyatanya tak pernah
kesampaian. Hingga akhirnya aku dihinggapi rasa kecewa yang
berujung pada satu keiklasan. Aku menerima nasib tidak berjodoh
dengan pemuda itu. Namun bukan berarti ini satu peluang bagimu.
Karena aku merasa ada seorang gadis lain yang mungkin telah
mendapat tempat di dalam hati Wiro."
Merasa Bidadari Angin Timur sudah pergi jauh, Anggini menemui
seorang penjaga dan minta disediakan seekor kuda. Tak selang berapa
lama gadis inipun tinggalkan gedung Kepatihan melalui pintu depan.
*** 44 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
DALAM Episode sebelumnya (Nyawa Kedua) diceritakan nasib sial yang
menimpa Setan Ngompol. Kakek satu ini hampir kena digerebek
pasukan Kadipaten Magetan dibawah pimpinan Adipati Sidik Mangkurat
selagi menginap di rumah seorang janda di pinggiran Kotaraja. Dia
dituduh sebagai manusia pocong yang telah membuat keonaran di
Magetan, menculik, membunuh. Hal itu terjadi gara-gara di rumah sang
janda ditemukan seperangkat jubah dan kain putih tutupan kepala
berbentuk pocong. Setan Ngompol berhasil melarikan diri tapi dalam
pengejaran dia hampir kena dibekuk oleh Adipati Sidik Mangkurat.
Untung saat itu muncul Pendekar 212. Setan Ngompol dapat
diselamatkan. Setelah puas saling bercerita panjang lebar di sebuah
pedataran rumput, Wiro memberitahu.
"Malam nanti aku janji bertemu dengan tiga gadis di Gedung
Kepatihan. Bersama Sutri Kaliangan, puteri Patih Kerajaan mereka
menunggu aku disana."
Saat itu Setan Ngompol mengenakan jubah putih yang dibawa
Adipati Magetan karena sewaktu kabur dari rumah janda di Bantul dia
hanya mengenakan selembar celana kolor butut.
"Tiga gadis cantik itu," kata Setan Ngompol pula sambil melipat
kain putih tutupan kepala lalu menyelipkannya di balik pinggang jubah.
"Ratu Duyung. Bidadari Angin Timur dan Anggini?"
Wiro anggukkan kepala.
"Lumayan lama aku tidak melihat mereka. Aku ikut bersamamu."
"Memang ada baiknya kau ikut Kek," kata Wiro. Kedua orang itu
lalu naik ke punggung dua ekor kuda yang mereka ambil dari orang-
orang kadipaten Magelang.
"Betul, aku kangen sama mereka. Mereka pasti juga kangen sama
bau pesingku! Ha... ha... ha!"
Belum lama meninggalkan pedataran rumput, Setan Ngompol
menunjuk ke arah kejauhan. Di arah timur kelihatan seorang
penunggang kuda. Orang ini memacu kudanya cepat sekali dan jelas
mendatangi ke arah mereka. Wiro dan Setan Ngompol perlambat lari
kuda masing-masing. Tak lama kemudian penunggang kuda itu berhenti
di hadapan Wiro dan Setan Ngompol. Debu yang membumbung ke
udara menutupi pandangan. Sesaat setelah debu turun Wiro dan Setan
Ngompol memperhatikan. Keduanya segera mengenali si penunggang
kuda. Hampir berbarangan sama-sama berseru.
"Loh Gatra!"
"Sahabatku Wiro, Kakek Setan Ngompol! Syukur kita bisa bertemu
di sini. Aku dalam perjalanan menuju Kotaraja..."
"Kami berdua juga dalam perjalanan ke Kotaraja," menerangkan
45 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Setan Ngompol. Wiro sendiri saat itu diam-diam perhatikan raut air muka lelaki
muda bernama Loh Gatra. Di balik wajah yang diselimuti debu Wiro
melihat ada satu bayangan kecemasan. Wiro lalu berkata. "Setelah
peristiwa berdarah di bukit Watu Ireng tempo hari, kami hanya
mendengar kabar gembira bahwa kau melangsungkan pernikahan
dengan Nyi Larasati. Tapi di mana kalian berada dan menetap tidak
kami ketahui. Apakah kalian berdua baik-baik saja?"
"Berita yang kalian dengar benar adanya. Aku menikah dengan
Nyi Larasati..." Loh Gatra diam sesaat dan tatap wajah Pendekar 212
Wiro Sableng. Dalam hati dia tahu kalau Nyi Larasati yang kini jadi
istrinya pernah jatuh hati terhadap sang pendekar. "Setelah menikah,"
Loh Gatra lanjutkan keterangannya, "aku membawa Nyi Lara ke desa
kelahiranku di Jatipuro, di selatan Gunung Lawu. Kami menetap di situ.
Aku punya beberapa bidang kebun dan sawah, juga ternak. Udara di
sana sejuk, keadaan aman tenteram. Namun suatu malam terjadi
malapetaka besar..." Loh Gatra buka destar di kepalanya, usap
rambutnya beberapa kali lalu menggigit bibir gelengkan kepala. (Siapa
adanya Loh Gatra dan bagaimana kisahnya dapat pembaca ikuti dalam
serial Wiro Sableng berjudul Badik Sumpah Darah terdiri dari 7 Episode)
"Sahabatku Loh Gatra, katakan apa yang terjadi," ucap Wiro.
"Nyi Lara, istriku diculik makhluk aneh. Kejadiannya dua hari
lalu. Waktu itu menjelang pagi. Aku terbangun ketika mendengar suara
jeritan perempuan. Nyi Lara tak ada lagi di sampingku. Aku
menghambur keluar dan masih sempat melihat seorang berpakaian
aneh menunggang kuda memboyong istriku. Aku berusaha mengejar
tapi penculik jahanam itu berhasil menghilang dengan cepat..."
Wiro dan Setan Ngompol sama-sama terkejut mendengar
keterangan Loh Gatra itu.
"Loh Gatra, katamu tadi orang yang menculik Nyi Lara berpakaian
aneh. Aneh bagaimana?" tanya Wiro.
"Dia mengenakan jubah putih. Kepala ditutup dengan kain putih,
di sebelah atas diikat seperti pocong..."
"Manusia pocong..." ucap Setan Ngompol sambil buru-buru
pegang perut di bawah pusar.
Loh Gatra berpaling pada si kakek. Untuk pertama kalinya dia
menyadari pakaian jubah putih yang dikenakan Setan Ngompol. Yakni
jubah putih yang dilemparkan Adipati Magetan dan kemudian diambil si
kakek. Cara memandang Loh Gatra membuat Setan Ngompol merasa
tidak enak. Wiro juga merasakan ada sesuatu yang tidak beres.
Tiba-tiba Loh Gatra keluarkan teriakan keras seraya menunding
ke arah Setan Ngompol.
"Kau!"
Setan Ngompol tersentak kaget sampai kucurkan air kencing. Wiro
sendiri ikut terkesiap.
Begitu membentak Loh Gatra melesat dari punggung kudanya.
46 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Laksana terbang dia melayang ke arah Setan Ngompol sambil
hantamkan satu jotosan kilat ke arah kepala si kakek.
"Hai!" Setan Ngompol berteriak. "Serrr!"


Wiro Sableng 135 Rumah Tanpa Dosa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sambil pancarkan air kencing kakek ini cepat rundukkan tubuh
sama rata dengan punggung kuda laiu jatuhkan diri ke tanah. Baru dua
kaki menginjak tanah tahu-tahu Loh Gatra sudah kembali
menyerbunya. "Loh Gatra! Apa-apaan ini"!Mengapa kau menyerangku!" Teriak
Setan Ngompol seraya membuat gerakan berkelit dan menangkis.
"Bukk! Bukkk!"
Dalam satu gebrakan hebat sepasang lengan Setan Ngompol yang
dipakai menangkis saling beradu dengan tangan Loh Gatra. Si kakek
pancarkan air kencing keluarkan keluhan pendek. Tubuhnya terhuyung
beberapa langkah. Sebaliknya Loh Gatra walau memiliki kecepatan
bergerak dan menyerang namun tingkat tenaga dalamnya masih di
bawah si kakek. Karuan saja walau berhasil memukul lawan lelaki
muda ini terpental sampai setengah tombak. Dua tangannya bergetar
sakit. Rasa sakit membuat Loh Gatra jadi kalap. Dia kembali menyerbu.
Namun saat itu Wiro sudah melompat turun dari kudanya dan tegak di
hadapan Loh Gatra, menghalangi orang lain untuk lancarkan serangan
Payung Sengkala 1 Pendekar Gila Karya Cao Re Bing Pedang Hati Suci 1
^