Tahta Janda Berdarah 3
Wiro Sableng 129 Tahta Janda Berdarah Bagian 3
tak mungkin kosong. Kami yang menggali makam itu, lalu
menguburkan gadis bernama Puti Andini di situ."
Muka tak berdaging Sinto Gendeng mengerenyit. Matanya yang
cekung seperti mau melompat. "Puti Andini, gadis berjuluk Dewi Payung
Tujuh, cucu Sabai Nan Rancak itu mati katamu" Dikubur di puncak
Gunung Gede. Kau dan tiga gadis itu yang mengubur"!"
"Benar Eyang, kami yang mengubur," menjawab Anggini.
"Jadi mustahil ada dua makam kosong. Mustinya cuma satu.
Karena yang satu berisi jenazah Puti Andini," kata Wiro pula.
"Anak setan! Aku tidak bicara dusta! Dua makam itu kutemui
dalam keadaan kosong!" kata Sinto Gendeng dengan suara keras.
"Apa yang terjadi?" Wiro garuk-garuk kepala, memandang pada
Bidadari Angin Timur, Ratu Duyung dan Anggini.
"Mudah saja jawabnya!" Bujang Gila Tapak Sakti ikut bicara.
"Berarti ada orang mencuri mayat Puti Andini!"
Semua orang terdiam.
"Siapa?" Bidadari Angin Timur ajukan pertanyaan.
"Untuk apa?" Ratu Duyung ikut mempertanyakan.
"Anak setan! Sebaiknya kau ceritakan semua kejadian agar aku
tidak bingung!" kata Sinto Gendeng pula. (Untuk jelasnya mengenai
kisah dua makam di puncak Gunung Gede harap baca serial Wiro
Sableng Episode berjudul "Makam Ke Tiga" dan "Senandung Kematian")
Setelah mendengar penuturan Wiro, Sinto Gendeng berkata.
"Bukan mustahil setelah kalian pergi, Pangeran Matahari yang telah
melarikan diri muncul kembali dan mencuri mayat Puti Andini."
"Bisa jadi, tapi untuk apa?" tanya Ratu Duyung.
"Apa kalian lupa" Gadis itu memiliki sebilah pedang sakti. Pedang
Naga Suci 212! Pasti itu yang menjadi incaran Pangeran keparat itu!"
"Kalau memang inginkan pedang mengapa tidak mengambil
pedangnya saja, tapi bersusah payah menculik jenazah Puti Andini
segala..."
"Pedang Naga Suci 212 tidak mungkin disentuh oleh orang yang
bermaksud jahat. Aku sendiri tidak berjodoh pernah melepuh tanganku
ketika memegangnya!" menjelaskan Sinto Gendeng. Lalu dia
menyambung ucapannya. "Apapun yang terjadi, ada satu teka-teki besar
di balik lenyapnya Puti Andini. Aku memerintahkan pada kalian untuk
menyelidiki..."
"Eyang, aku memang telah meminta tiga gadis sahabatku ini
untuk menyelidiki lenyapnya Pedang Naga Suci 212. Tapi masalah dan
halangan datang silih berganti. Mereka belum sempat berbuat banyak
dalam menyelidik pedang sakti yang hilang itu. Tapi bagaimanapun juga
sesuai perintah Eyang kami akan menyelidiki. Namun kami sendiri saat
46 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
ini tengah menghadapi beberapa persoalan. Eyang, kami butuh
petunjukmu..."
"Persetan persoalan kalian. Persoalanku belum selesai!" kata Sinto
Gendeng. "Ada satu hal lagi. Di dalam pondok kediamanku, dekat pintu
belakang ada sebuah gentong air besar. Ketika aku masuk ke dalam
pondok walau sangat tidak kentara tapi aku tahu kalau gentong itu
belum lama berselang telah digeser orang. Di bawah gentong, di dalam
tanah aku menanam sebuah peti kayu besi hitam. Dalam peti ini
tersimpan sebuah kitab sangat langka berisi seribu macam ilmu
pengobatan. Ketika aku periksa aku menemukan peti kayu besi hitam.
Tapi kitab itu tak ada di dalam peti. Seseorang telah mencurinya!" Sinto
Gendeng layangkan padangan tajam pada semua orang di depannya.
Wiro garuk-garuk kepala. Bujang Gila Tapak Sakti berkipas-kipas
dengan peci hitamnya. Sementara tiga gadis sama tundukkan kepala
ketika disorot pandangan mata angker si nenek. Sinto Gendeng arahkan
pandangan pada Wiro.
"Anak setan! Satu-satunya orang luar yang tahu tempat
penyimpanan kitab itu hanya dirimu! Dulu kau sendiri yang
membawanya setelah kau dapat dari Kiai Bangkalan. Kau serahkan
padaku. Jika kau ingin mengambilnya kembali hanya tinggal
memberitahu, meminta. Tidak usah mencuri!"
"Nek, aku memang menggeser gentong, mengeluarkan Kitab Seribu
Macam Ilmu Pengobatan. Mencari sesuatu. Setelah apa yang kucari
kutemukan kitab itu aku masukkan kembali ke dalam peti, kutanam di
tanah dan kututup dengan gentong air. Aku sama sekali tidak
mengambil atau mencurinya.
"Kalau begitu ada setan kepala hitam yang mencuri!" ujar Sinto
Gendeng sambil menyeringai,
"Aku bersumpah Eyang, aku benar-benar tidak mencuri kitab itu."
"Perlu apa kau mengeluarkan kitab itu dari dalam peti. Apa yang
kau cari?" tanya Sinto Gendeng.
Wiro lalu menceritakan perihal sakitnya Patih Kerajaan akibat
patukan ular dan hanya mampu disembuhkan dengan kembang Melati
Tujuh Racun. "Eyang, aku merasa ikut bersalah mencelakai Patih Kerajaan. Lagi
pula aku telah berjanji pada anak sang patih akan mencari obat
pemusnah racun ular yang melumpuhkan ayahnya..."
"Sobatku Wiro, kau tidak mengatakan jelas anak Patih Kerajaan
itu. Apakah dia seorang lelaki, seorang perempuan atau banci!" Yang
memotong bicara Wiro adalah Bujang Gila Tapak Sakti.
"Gendut brengsek! Kau selalu menyudutkan diriku! Sudah lama
aku ingin menggasak mulut usilmu!" Wiro jadi jengkel penasaran.
Sinto Gendeng tertawa cekikikan.
"Anak setan! Sobatmu si kebo buduk itu betul. Kau tidak
mengatakan jelas siapa adanya anak patih itu!"
"Dia seorang gadis. Bernama Sutri. Orangnya cantik jelita dan
47 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
punya ilmu silat tinggi!"
"Nah, seharusnya begitu kau menjelaskan. Baru ketahuan
serunya jalan cerita!" kata Bujang Gila Tapak Sakti pula lalu tertawa
gelak-gelak. "Anak setan, pantas kau mati-matian ingin menolong Patih
Kerajaan. Tidak tahunya sang patih punya seorang anak gadis cantik
jelita! Hik... hik... hik! Ayo lanjutkan ceritamu!" kata Sinto Gendeng
pula. Dengan menahan mengkal Wiro lanjutkan ceritanya.
"Di dalam kitab, aku menemukan petunjuk bahwa satu-satunya
obat kesembuhan bagi Patih Kerajaan adalah kembang melati itu.
Menurut seorang sahabat kembang melati itu berwarna hitam. Dia
berjanji akan bantu mencari. Mungkin Eyang tahu atau pernah
mendengar di mana aku bisa mendapatkan?"
Sinto Gendeng gelengkan kepala. Lalu berkata. "Aku harus
mengejar nenek keparat bernama Nyi Ragil itu. Dia telah membunuh
Datuk Muda, mungkin mengira orang itu adalah saudara sepupu Tua
Gila. Wajah dan penampilan sang Datuk memang mirip-mirip saudara si
Tua Gila itu..."
"Nek," kata Wiro. "Walau ini satu berita menyedihkan, aku masih
bersyukur ternyata yang jadi korban bukan guruku Tua Gila.
Sebelumnya Nyi Ragil sesumbar mengatakan bahwa yang dibunuhnya
adalah Tua Gila. Agaknya antara kau dan dia ada dendam kesumat
lama." "Mengenai riwayatku dengan setan perempuan gila dandan itu tak
usahlah kau ketahui..." Sinto Gendeng rupanya tak mau menuturkan
riwayat perseteruannya dengan Nyi Ragil di masa silam.
"Nek, aku mohon petunjukmu. Mungkin kau tahu. Kau turut
berada di Pangandaran sewaktu kebo buduk Bujang Gila Tapak Sakti
membunuh Si Muka Bangkai, guru Pangeran Matahari. Barusan saja
dia muncul di tempat ini bersama Nyi Ragil. Aku tak mengerti.
Bagaimana hal ini bisa terjadi..."
Sinto Gendeng menyeringai. "Setiap manusia yang sudah mati
pasti tidak bisa hidup lagi! Yang tadi bukan Si Muka Bangkai asli. Aku
sudah lama menyirap kabar kalau Si Muka Bangkai punya saudara
kembar yang ilmu kesaktiannya tidak kalah dengan Si Muka Bangkai
sendiri. Kemungkinan sekali kakek tadi adalah saudara kembaran Si
Muka Bangkai. Aku harus mengejar Nyi Ragil untuk minta
pertanggungan jawab atas kematian Datuk Muda. Aku pergi sekarang..."
"Nek..." panggil Wiro.
Sinto Gendeng hentikan langkahnya, berpaling dan bertanya.
"Anak setan! Apa lagi yang hendak kau tanya"!"
"Bukan bertanya Nek, cuma mau memberi tahu," jawab Wiro.
Belum apa-apa dia sudah senyum-senyum.
"Hmm... Memberi tahu apa?" tanya Sinto Gendeng lagi.
"Tadi kau habis kencing di balik pohon sana. Jangan lupa cebok
48 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Nek..." "Anak setan kurang ajar! Sialan!" Maki Sinto Gendeng. Kualat kau
berani mempermainkan diriku!" habis memaki si nenek berkelebat dan
lenyap dari tempat itu.
*** 49 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
SETELAH Sinto Gendeng meninggalkan tempat itu Wiro melangkah
mendatangi Ratu Duyung yang saat itu tegak berkumpul bersama
Bidadari Angin Timur dan Anggini. Ada satu hal penting yang perlu
dibicarakannya dengan gadis itu. Tapi tiba-tiba Bujang Gila Tapak Sakti
mendekati, memegang tangannya.
"Gendut! Apa lagi yang hendak kau lakukan" Kau mau
mengatakan sesuatu mempermainkan diriku"!" tanya Wiro.
"Tenang sobat Wiro, tenang. Bergurau diantara teman hal yang
lumrah! Lihat, kipasku sampai ambrol saking ingin membela kekasihmu
yang berambut pirang itu!" "Gendut brengsek!"
Bujang Gila Tapak Sakti tertawa lebar. "Kata orang di dunia ini
memang harus ada manusia-manusia brengseknya seperti aku. Sebagai
minyak pelicin roda. Kalau tidak dunia ini akan seret berputarnya."
"Kepalamu yang minta diputar!"
"Wiro, sebenarnya aku datang membawa kabar penting. Bakal ada
kejadian besar di beberapa tempat. ",
"Kejadian apa"f" tanya Wiiro.
"Ingat Nyi Larasati, janda Adipati Temanggung yang cantik jelita
itu?" "Memangnya ada apa dengan dirinya"
Temanggung sudah aman sekarang. Jatilegowo Adipati Salatiga
yang ingin mengawini Nyi Larasati secara paksa dikabarkan lenyap
entah ke mana sejak beberapa bulan lalu," kata Wiro.
"Siapa bilang Temanggung aman bagi janda cantik itu. Jatilegowo
memang menghilang. Tapi satu minggu lalu dia tahu-tahu muncul! Di
Kadipaten Salatiga. Dan kau tahu apa yang kini hendak dilakukannya?"
"Jika dia menghilang lalu muncul kembali berarti ada sesuatu
yang menjadi andalannya. Mungkin saja dia membawa seorang tokoh
silat yang bisa membantunya. Atau dia memiliki ilmu baru yang
membuat dia nekad dan tidak takut pada siapa saja termasuk kau dan
aku!" "Dengar, Jatilegowo pasti akan menculik memaksa Nyi Larasati
mengawininya. Itu jelas. Tapi dia juga akan mencari kita-kita ini untuk
membalaskan dendam kesumat tempo hari!"
"Kau takut"!" tanya Wiro.
"Weeehhh! Siapa takut setan alas satu itu!" jawab Bujang Gila
Tapak Sakti lalu cibirkan mulutnya. "Aku akan berangkat ke
Temanggung sekarang juga."
"Kalau tujuanmu untuk menolong Nyi Larasati itu baik. Tapi
kalau tersembunyi niat hendak mendapatkan dirinya berarti kau tak
tahu diri!"
"Sambil menyelam minum air apa salahnya?" tukas Bujang Gila
50 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Tapak Sakti. "Kalau yang kau minum air bersih. Kalau air comberan"!" ujar
Wiro. Si gendut tertawa bergelak sampai dada dan perutnya yang
gembul berguncang-guncang. "Kau ikut aku, sama-sama ke
Temanggung?"
Wiro gelengkan kepala. "Ada banyak urusan penting yang harus
aku lakukan. Mencari Melati Tujuh Racun. Mencari seorang bernama
Nyi Roro Manggut. Membebaskan Bunga dari sekapan keparat Iblis
Kepala Batu Alis Empat. Lalu mencari Pangeran Matahari, pembunuh
Puti Andini. Tugas lainnya, mencari Kitab Seribu Macam Ilmu
Pengobatan. Gila! Bagaimana semua ini bisa terjadi"! Apa mungkin aku
melakukan semuanya?"
"Mengenai melati tujuh racun, bukankah itu tanggung jawab
Gondoruwo Patah Hati. Nenek kekasih si Naga Kuning itu yang
mencelakai Patih Kerajaan. Jadi biar dia yang mencari obat
penyembuhnya," ujar Bujang Gila Tapak Sakti pula.
Wiro mengangguk. "Memang Gondoruwo Patah Hati yang
melemparkan ular berbisa ke dalam celana Patih Selo Kaliangan. Namun
itu terjadi sewaktu dilakukan penggerebekan terhadap diriku. Si nenek
sebenarnya punya tujuan untuk menolongku. Lagi pula aku sudah
terlanjur berjanji pada Sutri, puteri patih itu untuk menolong mencari
penyembuhan atas diri ayahnya..."
"Dengan kata lain kau mau menyiksa dan mengorbankan diri
hanya karena terpikat pada dara cantik itu." Bujang Gila Tapak Sakti
berkata sambil kedip-kedipkan matanya yang belok.
"Siapa bilang aku terpikat padanya. Dia menolong aku
memberitahu sarang Iblis Kepala Batu agar aku dapat membebaskan
Bunga..." jawab Wiro.
"Hemm... saling tolong-menolong diantara kekasih bukankah itu
hal yang wajar-wajar saja?" kembali Bujang Gila Tapak Sakti menggoda.
(Riwayat celakanya Patih Selo Kaliangan dapat dibaca dalam serial Wiro
Sableng Episode "Makam Ke Tiga")
"Bisa saja kau berkata begitu sobatku gendut. Buktinya kau ingin
menolong Nyi Larasati. Bukankah kau juga terpikat padanya" Apa kau
kira Nyi Larasati suka padamu yang seperti gajah bengkak ini?"
"Pemuda gendut sepertiku jarang ada di dunia. Jadi tidak salah kalau
banyak dicari gadis cantik. Katanya kalau tidur tidak perlu pakai kasur
lagi. Ha... ha... ha!" Puas tertawa, setelah mengusap mukanya yang
keringatan si gendut berkata. Aku minta diri. Jika urusan di
Temanggung selesai aku akan membantumu. Wiro, aku bicara jujur.
Sebenarnya..."
"Sebenarnya apa?" tanya Wiro ketika Bujang Gila Tapak Sakti
tidak meneruskan ucapannya.
"Sebenarnya Nyi Larasati mengharapkan kau yang datang ke
Temanggung, bukan aku si kebo gendut ini."
51 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Wiro menghela nafas panjang.
"Sampaikan salamku pada janda cantik itu. Dan terima kasih kau
telah menyelamatkan Bidadari Angin Timur. Juga terima kasih untuk
segala senda guraumu yang menjengkelkan!"
Wiro Sableng 129 Tahta Janda Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Si gendut tertawa bergelak.
"Kipas bututku amblas dihantam pukulan Mengupas Raga Nyi
Ragil. Aku harus membuat kipas baru. Panasnya udara membuat aku
seperti mau leleh. Aku pergi Wiro..." Si gendut kedipkan matanya lalu
tinggalkan tempat itu. Gerakannya biasa-biasa saja tapi dalam waktu
singkat dia sudah berada di lereng selatan Bukit Menoreh. Sejauh itu
suara tawanya masih terdengar mengumandang.
Wiro segera menemui Bidadari Angin Timur, Anggini dan Ratu
Duyung. Beberapa saat lamanya suasana terasa kaku. Tak ada yang
bicara. Akhirnya Wiro membuka percakapan dengan memberitahu
bahwa Bujang Gila Tapak Sakti pergi ke Temanggung untuk menolong
Nyi Larasati dari maksud buruk Adipati Salatiga Jatilegowo.
"Terakhir kita berpisah di Gunung Gede," kata Wiro. "Waktu itu
Anggini menderita cidera cukup berat. Kalian tentu berhasil menemukan
alang-alang biru yang kukatakan itu..."
"Kami memang berhasil. Ternyata mujarab sekali. Setelah minum
air tumbukan akar dalam dua hari cideranya pulih." Menerangkan Ratu
Duyung. "Aku berterima kasih..." kata Anggini sambil menatap wajah
pemuda yang dikasihinya itu.
"Ratu, kau sendiri bagaimana sekarang?"
"Sehat, seolah tidak pernah mengalami apa-apa. Aneh juga cara
pengobatan Bujang Gila Tapak Sakti itu. Tapi kalau boleh rasanya
cukup sekali saja dia mengobati diriku seperti itu."
Anggini dan Bidadari Angin Timur sama-sama tertawa mendengar
ucapan Ratu Duyung itu.
"Wiro," berkata Anggini. "Kami bertiga merasa menyesal. Sampai
saat ini kami belum berhasil mencari tahu di mana beradanya pedang
Naga Suci 212. Pangeran Mataharipun tidak terdengar kabar beritanya.
Dia seolah melenyapkan diri ke perut bumi."
"Itu berartj sewaktu-waktu dia pasti akan muncul secara tidak
terduga," kata Wiro pula. Lalu dia berpaling pada Ratu Duyung.
"Beberapa waktu lalu aku bertemu dengan Kakek Segala Tahu. Orang
tua itu memberi petunjuk. Untuk bisa membebaskan Bunga dari dalam
guci Iblis Kepala Batu, aku harus memiliki ilmu Meraga Sukma. Nah
ilmu ini konon dimiliki oleh Nyi Roro Manggut. Aku disarankan agar
mendapatkan ilmu tersebut dari Nyi Roro Manggut. Kalian bertiga
pernah tahu atau mendengar nama Nyi Roro Manggut itu" Dia diam di
dasar samudera kawasan selatan."
Angginj dan Bidadari Angin Timur sama menggeleng. Ratu
Duyung diam saja, tundukkan kepala.
"Ratu, menurut Kakek Segala Tahu, kau satu satunya yang bisa
52 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
menolong aku masuk ke dasar samudera, mencari dan menemui Nyi
Roro Manggut. Apa kau bersedia menolong?"
Untuk beberapa saat lamanya Ratu Duyung tidak menjawab. Dia
masih berdiri dengan kepala ditundukan. Dalam hatinya terjadi satu
peperangan antara kebencian dan kebaikan untuk menolong. Seperti
diketahui antara Bunga si gadis alam roh telah terjadi silang sengketa
yang tidak bisa dianggap enteng. Sewaktu Wiro berada di dalam Puri
Pelebur Kutuk bersama Ratu Duyung guna menolong satu Ratu dari
kutuk yang menimpa dirinya, Bunga berusaha menghalangi karena dia
khawatir Wiro kelak akan menjadi budak nafsu Ratu Duyung. Padahal
sebenarnya sang Ratu tidak punya niat jahat. Sejak itu permusuhan
diantara mereka jadi berlarut-larut karena dalam perselisihan itu ikut
berpengaruh rasa cinta mereka terhadap Pendekar 212. Pada pertemuan
di Bukit Ampel (baca serial Wiro Sableng berjudul "Tiga Makam Setan")
antara Bunga dan Ratu Duyung kembali terjadi perselisihan yang nyaris
berubah menjadi baku hantam dahsyat. Tidak mengherankan ketika
ditanya Wiro apakah dia bersedia menolong mencari dan menemui Nyi
Roro Manggut agar dapat membebaskan Bunga dari sekapan guci Iblis
Kepala Batu, Ratu Duyung hanya diam saja. Anggini dan Bidadari Angin
Timur yang sudah mengetahui perselisihan antara Ratu Duyung dan
Bunga memilih diam, tak mau keluarkan ucapan.
Wiro garuk-garuk kepala. Dia bisa menduga adanya ganjalan di
lubuk hati Ratu Duyung. Setelah menarik nafas dalam murid Sinto
Gendeng ini coba tersenyum lalu berkata dengan suara lembut sambit
memegang lengan si gadis bermata biru itu.
"Aku lupa, kau baru saja sembuh dari luka parah. Walau
keadaanmu kelihatan baik-baik saja tapi kurasa kau perlu istirahat.
Biar aku berusaha sendiri mencari jalan menemui Nyi Roro Manggut."
Ratu Duyung angkat kepalanya. Sepasang matanya yang biru
bercahaya saling bertemu pandang dengan dua mata Wiro. Mulutnya
terbuka sedikit tapi tak ada kata-kata yang keluar. Wiro palingkan
kepala pada Anggini dan Bidadari Angin Timur,
"Kalian berdua tentu juga berada dalam keletihan amat sangat.
Berarti juga perlu istirahat. Pergilah ke tempat lain yang kalian senangi.
Aku akan ke pantai selatan, berusaha mencari Nyi Roro Manggut. Kita
berpisah di sini, mudah-mudahan bisa bertemu lagi secepatnya." Selesai
berucap Pendekar 212 segera tinggalkan puncak Bukit Menoreh. Berlari
cepat ke arah tenggara. Menjelang pagi, ketika langit di sebelah timur
mulai terang, Wiro-menyadari kalau ada seseorang mengikutinya.
Agaknya orang ini memiliki ilmu lari tingkat tinggi. Karena dia selalu
bisa menjaga jarak.
Di satu tempat Wiro menyelinap ke balik serumpunan semak
belukar. Dia sengaja menerabas semak-semak itu untuk meninggalkan
tanda lalu melompat ke satu pohon tak seberapa tinggi. Wiro tidak
menunggu lama. Satu bayangan berkelebat. Lalu muncul sosok si
penguntit. Orangnya mengenakan pakaian ketat panjang bermanik-
53 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
manik. Di atas kepalanya ada satu mahkota kecil terbuat dari kerang
biru. Siapa lagi kalau bukan Ratu Duyung!
Wiro garuk-garuk kepala.
"Aneh, mengapa dia mengikuti diriku?" pikir Pendekar 212 sambil
memperhatikan ke bawah.
Ratu Duyung berhenti di depan semak belukar rambas.
Dilewatinya semak-semak itu, memandang jauh ke depan lalu berbalik
ke tempat semula. Sepasang matanya mencari-cari. Saat itulah
terdengar suara seseorang.
"Ratu, kau mencariku" Aku di sini!"
Ratu Duyung putar tubuh. Ketika dia mendongak satu sosok
melayang dari atas pohon. Di lain kejap dia telah berhadap-hadapan
dengan orang yang sejak malam tadi dikuntitnya.
"Wiro," ujar Ratu Duyung. "Kau pergi cepat-cepat. Aku tidak
keburu memberikan jawaban."
Murid Sinto Gendeng tersenyum.
"Apakah sekarang kau sudah bisa memberikan jawaban?"
Ratu Duyung mengangguk.
"Aku akan antarkan kau ke tempat kediaman Nyi Roro Manggut."
"Terima kasih," ujar Wiro. Dalam hati dia bertanya-tanya apa yang
menjadi sebab gadis cantik bermata biru itu berubah pikiran. Setelah
Wiro pergi Ratu Duyung diam-diam merasa menyesal tidak memberikan
jawaban atas permintaan tolong sang pendekar. Karena jika dia mau
mengantar Wiro berarti banyak kesempatan baginya untuk berdua-dua
dengan pemuda yang dicintainya dan pernah menyelamatkan dirinya
dari kutukan itu. Dengan demikian dia akan mempunyai banyak
kemungkinan untuk lebih mendekatkan diri serta merebut hati Wiro.
Memikir sampai ke situ, dengan alasan bahwa ada satu keperluan di
Kotaraja, Ratu Duyung meninggalkan Anggini dan Bidadari Angin
Timur. Namun walau tanpa mengucapkan dua gadis ini sudah maklum
kalau sebenarnya Ratu Duyung pergi mengejar Wiro.
Setelah menatap paras Ratu Duyung sebentar, Wiro-berkata. "Aku
tahu kau memang ingin menolong. Cuma waktu di Bukit Menoreh
malam tadi kau merasa sungkan terhadap dua gadis itu. Kau berusaha
menjaga hati mereka dari kecemburuan..."
Wajah Ratu Duyung bersemu merah.
Wiro pegang tangan sang Ratu. "Jalanlah duluan. Aku akan
mengikuti dari belakang."
"Tidak, aku lebih suka kita jalan berdampingan," jawab Ratu
Duyung. Wiro tertawa lalu pegang tangan sang dara.
54 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
DI PENDAPA gedung Kadipaten Ki Sarwo Ladoyo sesepuh Kadipaten
Temanggung yang telah mengabdi pada dua Adipati bersiap-siap untuk
berangkat ke Kotaraja. Kuda dan dua pengawal telah menunggu di
halaman. Tiba-tiba seorang prajurit mendatangi tergopoh-gopoh, dengan
wajah pucat berkata memberitahu.
"Ki Sarwo, Adipati Salatiga Jatilegowo datang bersama para
pengiringnya. Mereka ada di..."
Belum sempat prajurit itu menyudahi ucapannya, di luar sana
terdengar kuda meringkik. Lalu satu sosok tinggi besar melesat
memasuki pendapa, berdiri berkacak pinggang di hadapan Ki Sarwo,
mengumbar tawa bergelak. Sesaat kemudian dua orang berpakaian
prajurit Salatiga menyusul masuk dan tegak di kiri kanan si tinggi
besar. "Ki Sarwo Ladoyo! Anjing tua berjuluk Pendekar Badai Pesisir
Selatan! Kukira kau sudah mampus! Ternyata masih hidup! Pasti kau
banyak makan enak selama tinggal di gedung Kadipaten ini! Ha... ha...
ha!" Disebut anjing tua Ki Sarwo Ladoyo bergetar sekujur tubuhnya.
Darah naik ke kepala. Namun orang tua yang punya banyak
pengalaman hidup ini berusaha bersikap tenang, memperhatikan orang
yang berdiri di depannya. Dulu selama berbulan-bulan dia pernah
mengalami cidera akibat dihantam orang yang berdiri di depannya itu
dengan pukulan yang disebut "Dua Gunung Meroboh Langit." Ilmu
ganas ini kemudian digembosi Wiro dan Bujang Gila Tapak Sakti. (Baca
Episode "Badik Sumpah Darah") Kini walau dia sudah sembuh, keadaan
Ki Sarwo masih sedikit lemah. Namun gelegak amarah seolah memacu
munculnya kekuatan baru dalam tubuh si orang tua.
Orang bertubuh tinggi besar ini memiliki kumis tebal melintang
berkilat karena selalu dipoles dengan sejenis minyak. Di bawah
blangkon yang menghias kepalanya menjulai rambut tebal gondrong.
Pakaiannya bagus dan mewah, terbuat dari kain tebal biru berhias
sulaman burung garuda warna kuning di dada kiri. Perhiasan emas
melingkar di leher dan pergelangan tangannya. Dia bukan lain adalah
Jatilegowo, Adipati Salatiga yang selama beberapa bulan dikabarkan
lenyap entah ke mana.
Terakhir sekali Ki Sarwo melihat Jatilegowo adalah ketika Adipati
Salatiga itu bertempur hebat melawan Pendekar 212 Wiro Sableng.
Selain berhasil mengalahkan Jatilegowo dengan ilmu Menahan Darah
Memindah Jazad yang didapatnya dari Negeri Latanahsilam Wiro telah
memindahkan hidung sang Adipati ke kening. Kini Ki Sarwo
menyaksikan hidung sang Adipati telah kembali di tempatnya semula.
Kemungkinan menghilangnya Jatilegowo ini adalah untuk menyembuh
55 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
mengembalikan hidungnya itu dari kening ke tempat semustinya di atas
mulut. "Ki Sarwo, aku datang untuk menemui Nyi Larasati. Aku tidak
akan memerintah dua kali! Bawa Nyi Larasati ke hadapanku sekarang
juga!" "Sejak dua minggu lalu Nyi Larasati sudah tidak tinggal di gedung
ini lagi," jawab Ki Sarwo.
"Jangan berdusta!" bentak Jatilegowo.
Ki Sarwo menyeringai. "Orang-orang di gedung Kadipaten ini tidak
pernah mengenal kedustaan. Aku sudah menjawab pertanyaanmu.
Sekarang pergilah. Tinggalkan tempat ini. Jangan coba membuat
keonaran di sini!"
"Tua bangka kurang ajar! Beraninya kau memerintahku!"
"Plaakk!"
Satu tamparan melanda wajah kiri Ki Sarwo. Tak ampun lagi
orang tua ini terpelanting dan terkapar di lantai pendapa. Terhuyung-
huyung Ki Sarwo bangkit berdiri.
"Manusia durjana! Sampai mati kau tak akan pernah tobat
rupanya!" "Kau yang harus bertobat sebelum kubikin amblas nyawamu!"
teriak Jatilegowo. Lalu Adipati Salatiga kirimkan tendangan dahsyat ke
arah dada Ki Sarwo. Si orang tua masih bisa menyingkir selamatkan
diri. Tendangan Jatilegowo menghantam tiang pendapa hingga patah
berantakan. Melihat orang masih bisa menghindar dari tendangannya Adipati
Jatilegowo menggeram marah. Didahului bentakan garang Jatilegowo
kembali menyerang Ki Sarwo. Dua jurus Ki Sarwo masih bisa bertahan.
Jurus-jurus selanjutnya orang ini menjadi bulan-bulanan tendangan
dan kepalan Jatilegowo. Ketika Ki Sarwo akhirnya terkapar babak belur
di lantai pendapa Jatilegowo masih hantamkan satu tendangan ke dada
Ki Sarwo hingga orang tua ini mencelat mental, ambruk di depan
sebuah arca. Dadanya hancur. Ki Sarwo mengerang pendek, menggeliat
lalu muntah darah, akhirnya roboh tanpa nyawa!
Prajurit yang tadi melapor kemunculan Jatilegowo tanpa
menunggu lebih lama segera menghambur lari tinggalkan gedung
Kadipaten. "Kalian berdua! Geledah gedung ini! Cari Nyi Larasati!" Jatilegowo
memerintah pada dua orang prajurit Salatiga yang ikut bersamanya.
Kedua prajurit ini segera laksanakan perintah sang Adipati. Tak lama
kemudian mereka muncul bukannya membawa Nyi Larasati tetapi
bersama seorang perempuan separuh baya dan seorang lelaki berusia
lebih setengah abad. Dua orang itu dilemparkan ke hadapan Jatilegowo,
merangkak di lantai, ketakutan setengah mati.
"Adipati, maafkan kami. Kami tidak berhasil menemukan Nyi
Larasati. Gedung ini kosong." Memberi tahu salah seorang prajurit.
56 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
"Kalian siapa"!" Hardik Jatilegowo.
"Saya... saya Tasmih... Juru masak Kadipaten. Saya jangan diapa-
apakan. Saya orang tidak berdosa... tidak bersalah..."
"Kau siapa"!" Jatilegowo membentak orang satunya.
"Ampun Raden, saya... saya Kadirun..."
"Kadirun... Hemm. Apa tugasmu di gedung ini?" tanya Jatilegowo
kasar. "Saya... saya juru taman gedung. Saya juga tidak punya salah,
tidak punya dosa. Jangan disakiti Den."
Jatilegowo menyeringai. Dia coba mengingat-ingat. "Kadirun!
Bukankah kau orangnya yang dikabarkan punya tiga istri"!"
"Bu... bukan cuma dikabarkan Den. Memang betulan. Saya punya
tiga istri..." jawab si juru taman.
Jatilegowo tertawa lebar. "Kau laki-laki hebat! Berdirilah,
mendekat ke sini!"
Kadirun membungkuk-bungkuk dia melangkah ke hadapan
Jatilegowo. Sang Adipati menepuk-nepuk bahu juru taman ini lalu
berkata. "Juru taman Kadirun. Berapa usiamu sekarang?"
Wiro Sableng 129 Tahta Janda Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Saya, enam puluhan Den."
Jatilegowo tertawa keras. "Usia enam puluh. Dan kau punya tiga
istri untuk dilayani! Laki-laki hebat! Aku iri padamu! Sudah enam puluh
tapi masih punya tenaga seperti kuda! Ha... ha... ha! Juru taman, apa
rahasiamu! Obat apa yang kau minum hingga begitu perkasa. Kabarnya
salah seorang istrimu masih berusia di bawah tiga puluh tahun."
Kadirun tertawa ditahan, malu-malu.
"Saya tidak punya rahasia apa-apa Adipati. Juga tidak pernah
minum obat..."
"Begitu?" Jatilegowo kembali tepuk-tepuk bahu juru taman itu.
Kepalanya dirundukkan sedikit. Setengah berbisik dia bertanya. "Kau
tahu di mana Nyi Larasati berada?"
"Jeng Ayu Larasati meninggalkan gedung ini dua minggu lalu
Den," menerangkan Kadirun.
"Kau tahu pergi ke mana?"
"Mohon maaf, saya tidak tahu Den."
Jatilegowo berpaling pada Tasmih.
"Juru masak, kau tahu ke mana perginya Nyi Larasati?"
Tasmih geleng-gelengkan kepala. Wajahnya menunjukkan
ketakutan. "Kukira kalian berdua berdusta!"
"Kami, kami tidak berdusta Den," Tasmih dan Kadirun berucap
hampir berbarengan.
"Majikan kalian pergi, kalian tidak tahu! Aku tidak percaya!"
Jatilegowo menyeringai. Dia berpaling pada salah seorang pengawalnya.
"Prajurit! Potong kemaluan juru taman ini! Dia boleh punya tiga sampai
sepuluh istri! Tapi tak akan ada gunanya lagi sekarang! Ha... ha... ha!"
Kadirun seperti disambar petir. Tasmih jatuhkan mukanya ke
57 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
lantai, tak berani melihat ke mana-mana, apalagi ke arah sang Adipati.
"Srett!"
Prajurit yang diperintah hunus goloknya. Senjata itu berkilat-kilat
terkena sinar matahari pagi yang baru naik. Kadirun menggigil sekujur
tubuh, wajahnya seputih kertas.
"Jangan Den, saya bersumpah tidak dusta! Saya tidak tahu ke
mana perginya Nyi Larasati..." Kadirun berucap setengah meratap
sambil jatuhkan diri berlutut di lantai.
"Kau lebih suka menyelamatkan Nyi Larasati daripada barang
sendiri dan tiga istri!" ucap Jatilegowo. Lalu dia berteriak.
"Prajurit! Laksanakan tugasmu!"
Dibantu temannya, prajurit yang memegang golok mendorong
Kadirun hingga terlentang di lantai pendapa. Celana hitamnya ditarik
paksa. Kolor dibetot lepas. Prajurit yang memegang golok maju
mendekat. Ketika dia siap mengayunkan senjata itu Kadirun berteriak
keras. "Adipati ampun! Jangan! Saya akan bicara! Saya akan katakan!"
"Adipati Jatilegowo menyeringai. Sambil pelintir ujung kumis
tebalnya dia gerakkan tangan satunya memberi tanda. Prajurit yang
mencekal Kadirun lepaskan cekalan. Yang memegang golok mundur
sambil sarungkan senjatanya kembali.
"Bangun! Bicara!" bentak Jatilegowo.
Juru taman Kadirun tarik kolornya ke atas dan kenakan celana
hitamnya kembali lalu bangkit, duduk bersila sambil rundukkan kepala
hampir menyentuh lantai pendapa.
"Bicara! Jangan cuma menungging-nungging! Nanti kutendang
hancur bokongmu!" teriak Jatilegowo.
"Ampun Adipati, setahu saya... setahu saya Nyi Larasati berangkat
ditemani Loh Gatra..."
"Bangsat setan alas! Aku tidak tanya dia pergi ditemani siapa! Aku
tanya Nyi Larasati pergi dan berada di mana"!" bentak Jatilegowo.
Kakinya diangkat dan diletakkan di atas batok kepala sang juru taman.
Dengan tubuh dan suara gemetar Kadirun berkata.
"Nyi Lara berada di..."
Keterangan meluncur dari mulut Kadirun yang dilanda ketakutan
setengah mati. Tasmih si juru masak hanya bisa membenamkan kepala
ke lantai pendapa. Hatinya menangis. Dia sudah bisa membayangkan
apa yang bakal terjadi dengan bekas majikannya, Nyi Larasati.
58 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
DESA Windusari terletak di sebelah timur Gunung Sumbing, setengah
hari perjalanan di selatan Temanggung. Malam itu, di ruang dalam
rumah Kepala Desa Ronosantiaki, Kepala Desa bersama istrinya tengah
bicara dengan Nyi Larasati, janda almarhum Adipati Temanggung yang
masih keponakannya.
"Anakku Larasati," kata Ronosantiaki memulai pembicaraan.
"Paman sudah bicara dengan bibimu. Kami tahu kau senang menetap di
sini dan kami berdua juga gembira kau bisa berada di tengah-tengah
kami. Apalagi mengingat sampai saat ini kami masih belum dikarunia
seorang anakpun oleh Gusti Allah. Kau sudah kami anggap sebagai
puteri sendiri. Namun terkadang Paman merasa sedih..."
"Sedih bagaimana, Paman?" tanya Nyi Larasati yang walau
kecantikannya tidak berubah tapi perawakannya kini terlihat agak
kurusan. "Semasa di Temanggung sebagai istri Adipati kehidupanmu serba
senang. Segala sesuatunya serba tersedia. Ada banyak pembantu yang
mengurusi rumah tanggamu. Tapi di sini justru kau bekerja keras,
mencuci, memasak, membenahi rumah..."
Nyi Larasati tersenyum.
"Mengapa Paman berpikir sampai ke situ" Bagi seorang
perempuan pekerjaan memasak, mencuci dan membenahi rumah
adalah pekerjaan yang merupakan kewajiban sehari-hari. Lagi pula saya
tidak merasa bekerja keras. Saya suka dengan semua pekerjaan itu."
"Paman dan Bibi senang mendengar ucapanmu itu. Namun selain
hal itu ada satu kekawatiran dalam diri Paman dan Bibimu ini..."
"Nah, nah. Tadi Paman menyebut kesedihan. Kini kekawatiran.
Boleh saya tahu apa yang Paman kawatirkan?" tanya Larasati pula.
"Keselamatanmu anakku. Keselamatanmu," jawab Ronosantiaki
yang Kepala Desa Windusari itu."
"Memangnya banyak rampok dan orang jahat di desa ini Paman?"
Ronosantiaki gelengkan kepala. Sang istri membuka mulut.
"Bukan, rampok atau-orang jahat yang kami kawatirkan. Kami kawatir
kalau persembunyianmu di sini bocor, diketahui Adipati Salatiga. Dia
pasti akan datang ke sini..."
"Saya mendengar kabar sudah beberapa bulan ini dia tidak ada
lagi di Salatiga..."
"Itu bukan menjadi jaminan bahwa dia tidak akan muncul
mencarimu, anakku," kata Ronosantiaki. "Paman yakin ada sesuatu
yang dikerja kannya. Mungkin sekali mencari ilmu tambahan untuk
membalaskan dendam kesumat terhadap para pendekar yang dulu
pernah menghajarnya di Temanggung."
Nyi Larasati terdiam. Yang terbayang saat itu adalah wajah
59 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Paman, jangan terlalu kawatir. Rumah ini cukup aman bagi
saya..." "Tidak anakku. Aku dan Bibimu sudah berunding. Kau akan kami
ungsikan ke satu tempat yang benar-benar aman. Di Kalijajar ada
seorang sahabat. Aku akan menitipkanmu di sana sampai keadaan
benar-benar aman."
"Kalau mau Paman begitu, saya tak bisa menampik," kata Nyi
Larasati walau hati kecilnya kurang menyetujui maksud sang Paman.
"Kita berangkat besok pagi bersamaan dengan fajar menyingsing.
Kereta dan beberapa pengawal berkuda sudah kusiapkan. Sekarang
karena sudah cukup larut, masuklah ke kamarmu. Kau perlu istirahat.
Kalijajar jauh dari sini. Lebih dari satu hari perjalanan."
*** MALAM itu di atas pembaringan sulit bagi Nyi Larasati
memicingkan mata. Perubahan dirinya dari seorang istri Adipati yang
dihormati dan hidup sangat berkecukupan menjadi seorang janda yang
kini tidak punya apa-apa lagi baginya bukan hal merisaukan. Dia
sanggup menghadapi semua perubahan ini walau dengan segala
kepedihan. Namun memang satu ada hal yang ditakutinya. Yakni
Jatilegowo, Adipati Salatiga yang memaksa mengambil dirinya jadi
istrinya. "Kalau saja pemuda bernama Wiro itu ada di sini, aku akan
merasa bahagia dan aman," bisik hati Nyi Larasati. "Di mana dia berada
sekarang" Bagaimana aku bisa bertemu dengan dia?"
Menjelang pagi, dalam keadaan capai akhirnya Larasati tertidur.
Belum lama memicingkan mata, satu mimpi seram menghantui
tidurnya. Dalam mimpi itu Nyi Larasati dapatkan dirinya di satu rimba
belantara penuh dengan segala macam mahluk halus jejadian
menyeramkan. Ada kutungan kepala menyambar sambil menyemburkan
darah. Ada mahluk bertubuh manusia berkepala srigala yang hendak
mencabik-caik dirinya. Lalu ada pula mahluk dengan sosok setinggi
pohon kelapa, berlidah api, menjulur kian ke mari hendak menjilat
membakar dirinya. Yang paling menyeramkan adalah satu mahluk tinggi
besar penuh bulu tanpa pakaian berusaha menangkap dan
memperkosanya. Mahluk ini memiliki tampang seperti Adipati
Jatilegowo. Di satu tebing tinggi, Nyi Larasati tidak dapat melarikan diri
lagi karena di hadapannya menganga jurang batu cadas sangat dalam.
Nyi Lara memilih lebih baik mati daripada dirusak kehormatannya.
Maka diiringi jeritan panjang menggidikkan Nyi Larasati hamburkan
dirinya ke dalam jurang. Saat itulah dia tersentak bangun.
Nyi Lara duduk di tepi tempat tidur. Diusapnya wajahnya yang
penuh keringatan. Debaran di dadanya masih terasa keras. Dari bawah
bantal diambilnya sebuah benda. Benda ini adalah secarik kain putih
bertuliskan angka 212. Seperti dituturkan Episode pertama (Badik
60 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Sumpah Darah) potongan kain ini diberikan Wiro pada Loh Gatra untuk
disampaikan pada Nyi Lara sebagai pertanda bahwa Wiro akan
menolong dirinya dari tangan jahat Adipati Salatiga Jatilegowo.
Atas nasihat Ki Sarwo, kain putih itu disimpan Nyi Larasati baik-
baik. Setiap hatinya gundah atau rindu bertemu dengan sang pendekar
Nyi Lara mengeluarkan kain itu, membelai dan menciuminya. Kini
untuk kesekian kalinya Nyi Lara mengambil kain itu, meletakkannya di
atas dada yang masih berdebar akibat mimpi buruk. Dengan kain putih
bertuliskan angka 212 di atas dada Nyi Lara baringkan dirinya kembali
di atas tempat tidur. Matanya dipejamkan. Berusaha tidur. Di luar sana
lapat-lapat Nyi Lara mendengar suara berisik. Nyi Lara nyalangkan
mata. Sunyi. Tak terdengar suara apa-apa lagi. Nyi Lara pejamkan
matanya kembali. Tiba-tiba ada langkah-langkah kaki, terdengar berat
menggetarkan lantai kamar. Lalu pintu kamar terbuka. Karena
pikirannya hampir tak pernah lepas dari mengingat Pendekar 212 Wiro
Sableng, ketika satu sosok tinggi besar masuk langsung saja Nyi Lara
membuka mulut menyebut nama sang pendekar.
"Wiro..."!"
Jawaban yang didapat Nyi Lara adalah suara tawa bergelak. Kaget
setengah mati Nyi Lara bangkit dari tidurnya. Perempuan muda ini
menjerit keras ketika melihat siapa adanya orang yang berdiri di ambang
pintu, memandang menyeringai kepadanya. Dia seperti melihat demit
kepala tujuh! "Nyi Lara, kau berteriak. Karena terkejut atau bahagia bertemu
kembali dengan diriku"!" Orang di ambang pintu keluarkan ucapan.
"Kau! Keluar! Pergi!" teriak Nyi Larasati.
Di luar kamar ada suara orang berlari mendatangi.
"Nyi Lara, anakku! Ada apa"!"
Itu suara Kepala. Desa Ronosantiaki. Sesaat kemudian Kepala
Desa ini menghambur masuk ke dalam kamar. Dia segera mengenali
sosok Jatilegowo.
"Adipati!"
"Aku datang untuk menjemput calon istriku! Kau keberatan"!"
ucap Jatilegowo.
"Sampai mati aku tidak mau jadi istrimu! Keluar"!" teriak Nyi
Larasati. "Adipati, kau dengar sendiri ucapan keponakanku! Aku mohon
jangan melakukan kekerasan!"
"Aku berjanji tidak akan ada kekerasan! Asal jangan ada yang
berani membantah kemauanku! Nyi Larasati, ikut aku!"
"Tidak! Pergi!"
"Kau membuatku kehilangan kesabaran!" Rahang Jatilegowo
menggembung. Dia melompat ke ujung tempat tidur hendak menangkap
Nyi Lara. Tapi dari belakang Ronosantiaki memegangi tubuhnya.
"Adipati! Jangan lakukan! Kasihani kami orang-orang kecil!"
"Kalian orang-orang kecil tak tahu diri!" bentak Jatilegowo. Sekali
61 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
dia membalikkan badan sambil hantamkan tinju kanan maka bukkk!
Kepala Desa Windusari terpental keluar pintu. Hidungnya
mengucurkan darah kena jotosan keras yang dilancarkan Jatilegowo.
Orang tua ini megap-megap sulit bernafas. Dua orang anak buah
Jatilegowo menyeretnya lalu melemparkannya ke halaman samping.
"Paman!" teriak Nyi Lara. Dia coba melarikan diri ke arah pintu.
Tapi Jatilegowo lebih cepat. Sambil tangan kiri merangkul pinggang, dua
jari tangan kanannya menotok urat besar di pangkal leher Nyi Lara.
Dalam keadaan kaku tak bisa bergerak tak dapat bersuara Jatilegowo
letakkan sosok Nyi Lara di atas bahu kanannya. Dia memberi isyarat
pada dua prajurit lalu mendahului berkelebat keluar rumah. Di ruang
tengah istri Kepala Desa sambil menjerit-jerit berusaha menahan tubuh
besar Jatilegowo. Tapi sekali dorong saja perempuan ini terpental jauh.
Kepalanya membentur pinggiran meja, membuatnya pingsan tak
sadarkan diri begitu menggeletak di lantai.
Dengan cepat diikuti dua anak buahnya Jatilegowo keluar dari
dalam rumah menuju halaman depan. Di situ telah menunggu empat
ekor kuda. Kuda keempat adalah kuda cadangan yang disiapkan untuk
membawa Nyi Larasati.
Ketika Jatilegowo dan dua pengawalnya sampai di halaman
tempat mereka menambatkan kuda, alangkah kagetnya mereka. Di atas
kuda tunggangan milik Jatilegowo duduk seorang kakek berambut biru
berminyak. Di keningnya melingkar tali berbentuk jalin terbuat dari
usus manusia. Sambil rangkapkan dua tangan di depan dada dan
lontarkan seringai angker, kakek berambut biru yang duduk di atas
kuda umbar suara tawa keras dan panjang.
"Jatilegowo, dunia ini ternyata kecil dan sempit! Kau mengira
bakal dapat lari ke ujung dunia. Ternyata ujung duniamu hanya sampai
di Desa Windusari ini! Ha... ha... ha!"
"Adipati, siapa kakek kurang ajar ini"!" Prajurit di samping
Jatilegowo bertanya.
"Kalian berdua bunuh tua bangka keparat itu!" perintah
Jatilegowo. Dua prajurit serta merta menghunus senjata. Begitu keduanya
menyerang kakek di atas kuda, Jatilegowo cepat melompat ke atas kuda
lain, menghambur lari ke arah matahari terbit.
Wiro Sableng 129 Tahta Janda Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Orang tua berambut biru di atas kuda kertakkan rahang. Ketika
dua golok menyambar, dia tendang-kan kaki kiri sementara tangan
kanan bergayut ke leher kuda lalu menyusul kaki kanan menyentak ke
depan. "Bukkk!"
"Bukkk!"
Dua prajurit mencelat mental. Yang satu tak bangun lagi karena
tendangan tepat menghantam lehernya. Tulang lehernya patah. Dari
tenggorokannya keluar suara aneh. Sosoknya menggeliat beberapa kati
lalu diam tak berkutik lagi. Mati!
62 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Prajurit kedua yang kena tendangan pada bahu kirinya^ dengan
geram memungut goloknya yang tadi terlepas lalu dengan nekad
menyerang kakek berambut biru kembali. Sekali ini yang diserang tidak
memberi hati lagi. Setelah menangkis serangan golok dengan lipatan
lutut, tangan kanannya menghantam deras ke batok kepala si prajurit.
"Praakk!"
Batok kepala itu pecah. Si prajurit melayang nyawanya sebelum
tubuhnya mencium tanah!
Si kakek di atas kuda keluarkan suara mendengus.
"Jatilegowo, kau mau lari ke mana! Sekalipun kau lari ke neraka
jangan kira aku tak sanggup mengejar!" Kakek ini sentakkan tali kekang
kuda. Binatang itu menghambur ke depan, berlari kencang ke arah
lenyapnya Jatilegowo bersama janda culikannya.
JATILEGOWO memacu kudanya sekencang yang bisa dilakukan.
Sosok Nyi Larasati tergeletak melintang di atas pangkuannya. Dalam
hati orang ini merutuk tak henti-hentinya.
"Kurang ajar! Bagaimana jahanam itu bisa mengikuti aku sampai
ke sini"! Kalau dia berlaku nekad terpaksa aku menghabisi dirinya!"
Jatilegowo berpaling ke belakang. Dua prajurit yang ikut
bersamanya masih belum muncul. Hatinya merasa tidak enak.
"Jangan-jangan mereka menemui ajal di tangan jahanam itu,"
pikir Jatilegowo. Dia mempercepat lari kudanya. Tapi dengan beban dua
orang seperti itu sang kuda tidak mampu berlari lebih cepat walau
didera sekalipun.
Sebelumnya Jatilegowo punya rencana begitu berhasil mendapatkan Nyi Larasati dia akan membawa janda itu ke Salatiga.
Tapi dengan kemunculan kakek berambut biru yang tidak diduganya
sama sekali, dia terpaksa merubah rencana. Kudanya diarahkan ke
selatan menuju Bandongan. Di desa itu dia memiliki sebuah rumah
yang selama ini ditinggalkan kosong.
Ketika sang surya terbit di timur kemudian bergerak naik dengan
memancarkan sinarnya yang benderang, Jatilegowo merasa agak lega.
Tak ada yang mengejarnya. Lari kuda diperlambat. Sebelum tengah hari
dia memperkirakan akan sampai di Bandongan. Dugaannya tidak
meleset. Sebelum mentari mencapai titik tertingginya Jatilegowo
bersama orang boyongannya telah memasuki Desa Bandongan.
Rumah kosong milik Jatilegowo terletak di bibir lembah subur
berpemandangan indah. Ada satu aliran air jernih tak berapa jauh dari
rumah itu. Jatilegowo hentikan kudanya di sini. Binatang itu
dibiarkannya mereguk air segar. Dia sendiri menggendong Nyi Larasati,
melangkah ke arah rumah.
Dengan kaki kiri Jatilegowo mendorong pintu rumah yang terbuat
dari papan tebal. Pintu terbuka mengeluarkan suara berkereketan.
Jatilegowo melangkah masuk. Tapi baru satu kaki menginjak bagian
dalam rumah tiba-tiba dari dalam terdengar suara tawa mengekeh.
63 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
"Jatilegowo! Aku sudah bilang. Dunia ini kecil dan sempit. Kau
masih berlaku nekad hendak mencoba lari dariku" Ha... ha... ha!"
Kejut Jatilegowo seperti disambar petir. Dia cepat melompat
mundur, keluar dari dalam rumah. Tubuh Nyi Larasati diletakkannya di
satu tempat di samping sebuah batu besar. Lalu dia melangkah kembali
ke arah rumah, berhenti tujuh langkah di depan pintu yang terbuka
sementara dari dalam rumah masih terdengar suara tawa bergelak.
"Sarontang! Keluarlah! Katakan apa maumu!" Berteriak Adipati
Jatilegowo. Tangan kanannya ditempelkan ke pinggang kiri di mana
terselip sebuah senjata sakti mandraguna. Badik Sumpah Darah!
Belum lenyap gema teriakan Jatilegowo, di dalam rumah suara
tawa bergelak sirna. Lalu satu bayangan melesat ke udara, jungkir balik
dua kali untuk kemudian turun ke tanah dan tegak tiga langkah di
hadapan Jatilegowo. Luar biasa sekali gerakan orang ini. Dan dia.
ternyata bukan lain adalah kakek berambut biru berminyak.
"Hebat! Dulu kau memanggil aku dengan sebutan kakek
Sarontang! Kini Sarontang saja! Hebat! Tapi juga kurang ajar! Ha... ha...
ha!" Jatilegowo mendengus. "Perlu apa memakai segala bahasa halus
dan peradatan terhadap manusia sepertimu!"
"Oo begitu"! Ha... ha... ha!" Si kakek berambut biru kembali
umbar tawa panjang. "Benar rupanya lidah tidak bertulang. Manusia
bicara semaunya sesuai dengan kebutuhan perut dan pantatnya! Ha...
ha... ha!"
"Aku muak mendengar suara tertawamu! Katakan bagaimana kau
bisa mengikuti aku sampai ke sini! Juga katakan apa maumu mengikuti
diriku! Kau inginkan janda muda cantik bernama Nyi Larasati itu"!"
"Jatilegowo! Apa kau lupa, aku yang bernama Sarontang ini
sebenarnya adalah Aryo Probo, Pangeran Kerajaan Pakubuwon! Aku
lebih tahu seluk beluk Tanah Jawa di kawasan ini daripada dirimu! Kau
tanya mengapa aku mengikutimu" Aku punya sejuta alasan! Tapi tidak
untuk mendapatkan janda cantik itu. Kau tahu seleraku. Kau pernah
bermain cinta denganku! Apa kau lupa"!" (Mengenai riwayat Sarontang
harap baca Episode sebelumnya yakni "Badik Sumpah Darah" dan
"Mayat Persembahan") Jatilegowo keluarkan suara seperti orang mau
muntah. Sebaliknya Sarontang keluarkan suara mendengus.
"Aku mengejarmu sejak kau kabur dari tanah Makassar,
membawa dua dosa besar pengkhianatan!"
"Hemm... Kau seperti malaikat yang hendak mengadili insan! Aku
kawatir otakmu sudah miring Sarontang!"
Diejek begitu rupa Sarontang tertawa bergelak.
"Dosa pertamamu, kau membunuh pemuda bernama Bontolebang
yang jadi kekasihku! Kau bunuh dan kau kirimkan mayatnya padaku
sebagai Mayat Persembahan! Kurang ajar dan keterlaluan! Dosa kedua,
kau membawa kabur Badik Sumpah Darah asli, memberikan badik
64 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
palsu padaku! Dua dosa itu sudah cukup untuk membuat aku menguliti
tubuhmu saat ini juga!"
Jatilegowo sunggingkan seringai mengejek. "Tadi kau berlaku
seperti malaikat. Kini seperti tukang potong sapi hendak menguliti
diriku! Jangan bicara ngacok! Lebih baik kau angkat kaki dari sini
sebelum kau kuhabisi! Pangeran Aryo Probo, apa kau tidak sayang pada
tahta Kerajaan yang selama ini kau inginkan"! Apa kau benar-benar
ingin mampus sebelum merasakan bagaimana enaknya jadi Raja"!"
"Aku minta kau menyerahkan Badik Sumpah Darah padaku
sekarang juga. Justru senjata itu aku perlukan untuk mendapatkan
tahta Kerajaan!"
Jatilegowo gelengkan kepala.
"Aku tidak akan memberikan badik itu pada siapapun! Juga tidak
padamu! Jika kau ingin merampas tahta Kerajaan silahkan lakukan
sendiri. Aku kawatir tahta yang kau idamkan itu akan menjadi tahta
berdarah! Kau akan menemui kematian sebelum berhasil menyentuhnya!"
"Bicara soal kematian mungkin kau yang bakal mampus duluan
dari aku. Kecuali kau mau menyerahkan badik itu padaku sekarang
juga! Serahkan!"
"Tua bangka takabur! Kau akan kubuat mati tak berkubur!" Habis
berkata begitu Jatilegowo menggebrak maju, hantamkan tangan kiri
kanan ke arah dada si kakek.
"Bukkk... bukk... bukkk... bukkk!"
Empat jotosan keras bertenaga dalam tinggi melanda dada
Sarontang. Jangankan terpental atau menjerit kesakitan, sedikitpun
sosok si kakek tidak bergeming dan tidak ada kerenyit kesakitan pada
wajahnya. Kagetlah Jatilegowo. Jotosannya tadi jangankan manusia. Tembok
batu sekalipun akan jebol hancur.
Sarontang tertawa mengekeh. Dia angkat tangan kanannya ke
atas lalu berseru.
"Anak-anak! Bunuh manusia pengkhianat ini!"
Begitu ucapan Sarontang berakhir tiba-tiba menggemuruh suara
lolongan menggidikkan. Tidak jelas apakah itu suara lolongan anjing
atau raungan manusia.
Jatilegowo tersentak kaget dan undur dua langkah. Dia ingat
peristiwa di Gunung Lompo-batang. Sarontang mempunyai peliharaan
mahluk-mahluk aneh. Pada saat-saat tertentu mahluk-mahluk itu diberi
makan berupa burung-burung yang beterbangan di udara. Apakah dia
membawa serta mahluk-mahluk peliharaannya itu ke Tanah Jawa"
TAMAT Episode Berikutnya: MERAGA SUKMA
65 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
Kelelawar Hijau 1 Candika Dewi Penyebar Maut I X Walet Emas Perak 7
tak mungkin kosong. Kami yang menggali makam itu, lalu
menguburkan gadis bernama Puti Andini di situ."
Muka tak berdaging Sinto Gendeng mengerenyit. Matanya yang
cekung seperti mau melompat. "Puti Andini, gadis berjuluk Dewi Payung
Tujuh, cucu Sabai Nan Rancak itu mati katamu" Dikubur di puncak
Gunung Gede. Kau dan tiga gadis itu yang mengubur"!"
"Benar Eyang, kami yang mengubur," menjawab Anggini.
"Jadi mustahil ada dua makam kosong. Mustinya cuma satu.
Karena yang satu berisi jenazah Puti Andini," kata Wiro pula.
"Anak setan! Aku tidak bicara dusta! Dua makam itu kutemui
dalam keadaan kosong!" kata Sinto Gendeng dengan suara keras.
"Apa yang terjadi?" Wiro garuk-garuk kepala, memandang pada
Bidadari Angin Timur, Ratu Duyung dan Anggini.
"Mudah saja jawabnya!" Bujang Gila Tapak Sakti ikut bicara.
"Berarti ada orang mencuri mayat Puti Andini!"
Semua orang terdiam.
"Siapa?" Bidadari Angin Timur ajukan pertanyaan.
"Untuk apa?" Ratu Duyung ikut mempertanyakan.
"Anak setan! Sebaiknya kau ceritakan semua kejadian agar aku
tidak bingung!" kata Sinto Gendeng pula. (Untuk jelasnya mengenai
kisah dua makam di puncak Gunung Gede harap baca serial Wiro
Sableng Episode berjudul "Makam Ke Tiga" dan "Senandung Kematian")
Setelah mendengar penuturan Wiro, Sinto Gendeng berkata.
"Bukan mustahil setelah kalian pergi, Pangeran Matahari yang telah
melarikan diri muncul kembali dan mencuri mayat Puti Andini."
"Bisa jadi, tapi untuk apa?" tanya Ratu Duyung.
"Apa kalian lupa" Gadis itu memiliki sebilah pedang sakti. Pedang
Naga Suci 212! Pasti itu yang menjadi incaran Pangeran keparat itu!"
"Kalau memang inginkan pedang mengapa tidak mengambil
pedangnya saja, tapi bersusah payah menculik jenazah Puti Andini
segala..."
"Pedang Naga Suci 212 tidak mungkin disentuh oleh orang yang
bermaksud jahat. Aku sendiri tidak berjodoh pernah melepuh tanganku
ketika memegangnya!" menjelaskan Sinto Gendeng. Lalu dia
menyambung ucapannya. "Apapun yang terjadi, ada satu teka-teki besar
di balik lenyapnya Puti Andini. Aku memerintahkan pada kalian untuk
menyelidiki..."
"Eyang, aku memang telah meminta tiga gadis sahabatku ini
untuk menyelidiki lenyapnya Pedang Naga Suci 212. Tapi masalah dan
halangan datang silih berganti. Mereka belum sempat berbuat banyak
dalam menyelidik pedang sakti yang hilang itu. Tapi bagaimanapun juga
sesuai perintah Eyang kami akan menyelidiki. Namun kami sendiri saat
46 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
ini tengah menghadapi beberapa persoalan. Eyang, kami butuh
petunjukmu..."
"Persetan persoalan kalian. Persoalanku belum selesai!" kata Sinto
Gendeng. "Ada satu hal lagi. Di dalam pondok kediamanku, dekat pintu
belakang ada sebuah gentong air besar. Ketika aku masuk ke dalam
pondok walau sangat tidak kentara tapi aku tahu kalau gentong itu
belum lama berselang telah digeser orang. Di bawah gentong, di dalam
tanah aku menanam sebuah peti kayu besi hitam. Dalam peti ini
tersimpan sebuah kitab sangat langka berisi seribu macam ilmu
pengobatan. Ketika aku periksa aku menemukan peti kayu besi hitam.
Tapi kitab itu tak ada di dalam peti. Seseorang telah mencurinya!" Sinto
Gendeng layangkan padangan tajam pada semua orang di depannya.
Wiro garuk-garuk kepala. Bujang Gila Tapak Sakti berkipas-kipas
dengan peci hitamnya. Sementara tiga gadis sama tundukkan kepala
ketika disorot pandangan mata angker si nenek. Sinto Gendeng arahkan
pandangan pada Wiro.
"Anak setan! Satu-satunya orang luar yang tahu tempat
penyimpanan kitab itu hanya dirimu! Dulu kau sendiri yang
membawanya setelah kau dapat dari Kiai Bangkalan. Kau serahkan
padaku. Jika kau ingin mengambilnya kembali hanya tinggal
memberitahu, meminta. Tidak usah mencuri!"
"Nek, aku memang menggeser gentong, mengeluarkan Kitab Seribu
Macam Ilmu Pengobatan. Mencari sesuatu. Setelah apa yang kucari
kutemukan kitab itu aku masukkan kembali ke dalam peti, kutanam di
tanah dan kututup dengan gentong air. Aku sama sekali tidak
mengambil atau mencurinya.
"Kalau begitu ada setan kepala hitam yang mencuri!" ujar Sinto
Gendeng sambil menyeringai,
"Aku bersumpah Eyang, aku benar-benar tidak mencuri kitab itu."
"Perlu apa kau mengeluarkan kitab itu dari dalam peti. Apa yang
kau cari?" tanya Sinto Gendeng.
Wiro lalu menceritakan perihal sakitnya Patih Kerajaan akibat
patukan ular dan hanya mampu disembuhkan dengan kembang Melati
Tujuh Racun. "Eyang, aku merasa ikut bersalah mencelakai Patih Kerajaan. Lagi
pula aku telah berjanji pada anak sang patih akan mencari obat
pemusnah racun ular yang melumpuhkan ayahnya..."
"Sobatku Wiro, kau tidak mengatakan jelas anak Patih Kerajaan
itu. Apakah dia seorang lelaki, seorang perempuan atau banci!" Yang
memotong bicara Wiro adalah Bujang Gila Tapak Sakti.
"Gendut brengsek! Kau selalu menyudutkan diriku! Sudah lama
aku ingin menggasak mulut usilmu!" Wiro jadi jengkel penasaran.
Sinto Gendeng tertawa cekikikan.
"Anak setan! Sobatmu si kebo buduk itu betul. Kau tidak
mengatakan jelas siapa adanya anak patih itu!"
"Dia seorang gadis. Bernama Sutri. Orangnya cantik jelita dan
47 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
punya ilmu silat tinggi!"
"Nah, seharusnya begitu kau menjelaskan. Baru ketahuan
serunya jalan cerita!" kata Bujang Gila Tapak Sakti pula lalu tertawa
gelak-gelak. "Anak setan, pantas kau mati-matian ingin menolong Patih
Kerajaan. Tidak tahunya sang patih punya seorang anak gadis cantik
jelita! Hik... hik... hik! Ayo lanjutkan ceritamu!" kata Sinto Gendeng
pula. Dengan menahan mengkal Wiro lanjutkan ceritanya.
"Di dalam kitab, aku menemukan petunjuk bahwa satu-satunya
obat kesembuhan bagi Patih Kerajaan adalah kembang melati itu.
Menurut seorang sahabat kembang melati itu berwarna hitam. Dia
berjanji akan bantu mencari. Mungkin Eyang tahu atau pernah
mendengar di mana aku bisa mendapatkan?"
Sinto Gendeng gelengkan kepala. Lalu berkata. "Aku harus
mengejar nenek keparat bernama Nyi Ragil itu. Dia telah membunuh
Datuk Muda, mungkin mengira orang itu adalah saudara sepupu Tua
Gila. Wajah dan penampilan sang Datuk memang mirip-mirip saudara si
Tua Gila itu..."
"Nek," kata Wiro. "Walau ini satu berita menyedihkan, aku masih
bersyukur ternyata yang jadi korban bukan guruku Tua Gila.
Sebelumnya Nyi Ragil sesumbar mengatakan bahwa yang dibunuhnya
adalah Tua Gila. Agaknya antara kau dan dia ada dendam kesumat
lama." "Mengenai riwayatku dengan setan perempuan gila dandan itu tak
usahlah kau ketahui..." Sinto Gendeng rupanya tak mau menuturkan
riwayat perseteruannya dengan Nyi Ragil di masa silam.
"Nek, aku mohon petunjukmu. Mungkin kau tahu. Kau turut
berada di Pangandaran sewaktu kebo buduk Bujang Gila Tapak Sakti
membunuh Si Muka Bangkai, guru Pangeran Matahari. Barusan saja
dia muncul di tempat ini bersama Nyi Ragil. Aku tak mengerti.
Bagaimana hal ini bisa terjadi..."
Sinto Gendeng menyeringai. "Setiap manusia yang sudah mati
pasti tidak bisa hidup lagi! Yang tadi bukan Si Muka Bangkai asli. Aku
sudah lama menyirap kabar kalau Si Muka Bangkai punya saudara
kembar yang ilmu kesaktiannya tidak kalah dengan Si Muka Bangkai
sendiri. Kemungkinan sekali kakek tadi adalah saudara kembaran Si
Muka Bangkai. Aku harus mengejar Nyi Ragil untuk minta
pertanggungan jawab atas kematian Datuk Muda. Aku pergi sekarang..."
"Nek..." panggil Wiro.
Sinto Gendeng hentikan langkahnya, berpaling dan bertanya.
"Anak setan! Apa lagi yang hendak kau tanya"!"
"Bukan bertanya Nek, cuma mau memberi tahu," jawab Wiro.
Belum apa-apa dia sudah senyum-senyum.
"Hmm... Memberi tahu apa?" tanya Sinto Gendeng lagi.
"Tadi kau habis kencing di balik pohon sana. Jangan lupa cebok
48 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Nek..." "Anak setan kurang ajar! Sialan!" Maki Sinto Gendeng. Kualat kau
berani mempermainkan diriku!" habis memaki si nenek berkelebat dan
lenyap dari tempat itu.
*** 49 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
SETELAH Sinto Gendeng meninggalkan tempat itu Wiro melangkah
mendatangi Ratu Duyung yang saat itu tegak berkumpul bersama
Bidadari Angin Timur dan Anggini. Ada satu hal penting yang perlu
dibicarakannya dengan gadis itu. Tapi tiba-tiba Bujang Gila Tapak Sakti
mendekati, memegang tangannya.
"Gendut! Apa lagi yang hendak kau lakukan" Kau mau
mengatakan sesuatu mempermainkan diriku"!" tanya Wiro.
"Tenang sobat Wiro, tenang. Bergurau diantara teman hal yang
lumrah! Lihat, kipasku sampai ambrol saking ingin membela kekasihmu
yang berambut pirang itu!" "Gendut brengsek!"
Bujang Gila Tapak Sakti tertawa lebar. "Kata orang di dunia ini
memang harus ada manusia-manusia brengseknya seperti aku. Sebagai
minyak pelicin roda. Kalau tidak dunia ini akan seret berputarnya."
"Kepalamu yang minta diputar!"
"Wiro, sebenarnya aku datang membawa kabar penting. Bakal ada
kejadian besar di beberapa tempat. ",
"Kejadian apa"f" tanya Wiiro.
"Ingat Nyi Larasati, janda Adipati Temanggung yang cantik jelita
itu?" "Memangnya ada apa dengan dirinya"
Temanggung sudah aman sekarang. Jatilegowo Adipati Salatiga
yang ingin mengawini Nyi Larasati secara paksa dikabarkan lenyap
entah ke mana sejak beberapa bulan lalu," kata Wiro.
"Siapa bilang Temanggung aman bagi janda cantik itu. Jatilegowo
memang menghilang. Tapi satu minggu lalu dia tahu-tahu muncul! Di
Kadipaten Salatiga. Dan kau tahu apa yang kini hendak dilakukannya?"
"Jika dia menghilang lalu muncul kembali berarti ada sesuatu
yang menjadi andalannya. Mungkin saja dia membawa seorang tokoh
silat yang bisa membantunya. Atau dia memiliki ilmu baru yang
membuat dia nekad dan tidak takut pada siapa saja termasuk kau dan
aku!" "Dengar, Jatilegowo pasti akan menculik memaksa Nyi Larasati
mengawininya. Itu jelas. Tapi dia juga akan mencari kita-kita ini untuk
membalaskan dendam kesumat tempo hari!"
"Kau takut"!" tanya Wiro.
"Weeehhh! Siapa takut setan alas satu itu!" jawab Bujang Gila
Tapak Sakti lalu cibirkan mulutnya. "Aku akan berangkat ke
Temanggung sekarang juga."
"Kalau tujuanmu untuk menolong Nyi Larasati itu baik. Tapi
kalau tersembunyi niat hendak mendapatkan dirinya berarti kau tak
tahu diri!"
"Sambil menyelam minum air apa salahnya?" tukas Bujang Gila
50 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Tapak Sakti. "Kalau yang kau minum air bersih. Kalau air comberan"!" ujar
Wiro. Si gendut tertawa bergelak sampai dada dan perutnya yang
gembul berguncang-guncang. "Kau ikut aku, sama-sama ke
Temanggung?"
Wiro gelengkan kepala. "Ada banyak urusan penting yang harus
aku lakukan. Mencari Melati Tujuh Racun. Mencari seorang bernama
Nyi Roro Manggut. Membebaskan Bunga dari sekapan keparat Iblis
Kepala Batu Alis Empat. Lalu mencari Pangeran Matahari, pembunuh
Puti Andini. Tugas lainnya, mencari Kitab Seribu Macam Ilmu
Pengobatan. Gila! Bagaimana semua ini bisa terjadi"! Apa mungkin aku
melakukan semuanya?"
"Mengenai melati tujuh racun, bukankah itu tanggung jawab
Gondoruwo Patah Hati. Nenek kekasih si Naga Kuning itu yang
mencelakai Patih Kerajaan. Jadi biar dia yang mencari obat
penyembuhnya," ujar Bujang Gila Tapak Sakti pula.
Wiro mengangguk. "Memang Gondoruwo Patah Hati yang
melemparkan ular berbisa ke dalam celana Patih Selo Kaliangan. Namun
itu terjadi sewaktu dilakukan penggerebekan terhadap diriku. Si nenek
sebenarnya punya tujuan untuk menolongku. Lagi pula aku sudah
terlanjur berjanji pada Sutri, puteri patih itu untuk menolong mencari
penyembuhan atas diri ayahnya..."
"Dengan kata lain kau mau menyiksa dan mengorbankan diri
hanya karena terpikat pada dara cantik itu." Bujang Gila Tapak Sakti
berkata sambil kedip-kedipkan matanya yang belok.
"Siapa bilang aku terpikat padanya. Dia menolong aku
memberitahu sarang Iblis Kepala Batu agar aku dapat membebaskan
Bunga..." jawab Wiro.
"Hemm... saling tolong-menolong diantara kekasih bukankah itu
hal yang wajar-wajar saja?" kembali Bujang Gila Tapak Sakti menggoda.
(Riwayat celakanya Patih Selo Kaliangan dapat dibaca dalam serial Wiro
Sableng Episode "Makam Ke Tiga")
"Bisa saja kau berkata begitu sobatku gendut. Buktinya kau ingin
menolong Nyi Larasati. Bukankah kau juga terpikat padanya" Apa kau
kira Nyi Larasati suka padamu yang seperti gajah bengkak ini?"
"Pemuda gendut sepertiku jarang ada di dunia. Jadi tidak salah kalau
banyak dicari gadis cantik. Katanya kalau tidur tidak perlu pakai kasur
lagi. Ha... ha... ha!" Puas tertawa, setelah mengusap mukanya yang
keringatan si gendut berkata. Aku minta diri. Jika urusan di
Temanggung selesai aku akan membantumu. Wiro, aku bicara jujur.
Sebenarnya..."
"Sebenarnya apa?" tanya Wiro ketika Bujang Gila Tapak Sakti
tidak meneruskan ucapannya.
"Sebenarnya Nyi Larasati mengharapkan kau yang datang ke
Temanggung, bukan aku si kebo gendut ini."
51 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Wiro menghela nafas panjang.
"Sampaikan salamku pada janda cantik itu. Dan terima kasih kau
telah menyelamatkan Bidadari Angin Timur. Juga terima kasih untuk
segala senda guraumu yang menjengkelkan!"
Wiro Sableng 129 Tahta Janda Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Si gendut tertawa bergelak.
"Kipas bututku amblas dihantam pukulan Mengupas Raga Nyi
Ragil. Aku harus membuat kipas baru. Panasnya udara membuat aku
seperti mau leleh. Aku pergi Wiro..." Si gendut kedipkan matanya lalu
tinggalkan tempat itu. Gerakannya biasa-biasa saja tapi dalam waktu
singkat dia sudah berada di lereng selatan Bukit Menoreh. Sejauh itu
suara tawanya masih terdengar mengumandang.
Wiro segera menemui Bidadari Angin Timur, Anggini dan Ratu
Duyung. Beberapa saat lamanya suasana terasa kaku. Tak ada yang
bicara. Akhirnya Wiro membuka percakapan dengan memberitahu
bahwa Bujang Gila Tapak Sakti pergi ke Temanggung untuk menolong
Nyi Larasati dari maksud buruk Adipati Salatiga Jatilegowo.
"Terakhir kita berpisah di Gunung Gede," kata Wiro. "Waktu itu
Anggini menderita cidera cukup berat. Kalian tentu berhasil menemukan
alang-alang biru yang kukatakan itu..."
"Kami memang berhasil. Ternyata mujarab sekali. Setelah minum
air tumbukan akar dalam dua hari cideranya pulih." Menerangkan Ratu
Duyung. "Aku berterima kasih..." kata Anggini sambil menatap wajah
pemuda yang dikasihinya itu.
"Ratu, kau sendiri bagaimana sekarang?"
"Sehat, seolah tidak pernah mengalami apa-apa. Aneh juga cara
pengobatan Bujang Gila Tapak Sakti itu. Tapi kalau boleh rasanya
cukup sekali saja dia mengobati diriku seperti itu."
Anggini dan Bidadari Angin Timur sama-sama tertawa mendengar
ucapan Ratu Duyung itu.
"Wiro," berkata Anggini. "Kami bertiga merasa menyesal. Sampai
saat ini kami belum berhasil mencari tahu di mana beradanya pedang
Naga Suci 212. Pangeran Mataharipun tidak terdengar kabar beritanya.
Dia seolah melenyapkan diri ke perut bumi."
"Itu berartj sewaktu-waktu dia pasti akan muncul secara tidak
terduga," kata Wiro pula. Lalu dia berpaling pada Ratu Duyung.
"Beberapa waktu lalu aku bertemu dengan Kakek Segala Tahu. Orang
tua itu memberi petunjuk. Untuk bisa membebaskan Bunga dari dalam
guci Iblis Kepala Batu, aku harus memiliki ilmu Meraga Sukma. Nah
ilmu ini konon dimiliki oleh Nyi Roro Manggut. Aku disarankan agar
mendapatkan ilmu tersebut dari Nyi Roro Manggut. Kalian bertiga
pernah tahu atau mendengar nama Nyi Roro Manggut itu" Dia diam di
dasar samudera kawasan selatan."
Angginj dan Bidadari Angin Timur sama menggeleng. Ratu
Duyung diam saja, tundukkan kepala.
"Ratu, menurut Kakek Segala Tahu, kau satu satunya yang bisa
52 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
menolong aku masuk ke dasar samudera, mencari dan menemui Nyi
Roro Manggut. Apa kau bersedia menolong?"
Untuk beberapa saat lamanya Ratu Duyung tidak menjawab. Dia
masih berdiri dengan kepala ditundukan. Dalam hatinya terjadi satu
peperangan antara kebencian dan kebaikan untuk menolong. Seperti
diketahui antara Bunga si gadis alam roh telah terjadi silang sengketa
yang tidak bisa dianggap enteng. Sewaktu Wiro berada di dalam Puri
Pelebur Kutuk bersama Ratu Duyung guna menolong satu Ratu dari
kutuk yang menimpa dirinya, Bunga berusaha menghalangi karena dia
khawatir Wiro kelak akan menjadi budak nafsu Ratu Duyung. Padahal
sebenarnya sang Ratu tidak punya niat jahat. Sejak itu permusuhan
diantara mereka jadi berlarut-larut karena dalam perselisihan itu ikut
berpengaruh rasa cinta mereka terhadap Pendekar 212. Pada pertemuan
di Bukit Ampel (baca serial Wiro Sableng berjudul "Tiga Makam Setan")
antara Bunga dan Ratu Duyung kembali terjadi perselisihan yang nyaris
berubah menjadi baku hantam dahsyat. Tidak mengherankan ketika
ditanya Wiro apakah dia bersedia menolong mencari dan menemui Nyi
Roro Manggut agar dapat membebaskan Bunga dari sekapan guci Iblis
Kepala Batu, Ratu Duyung hanya diam saja. Anggini dan Bidadari Angin
Timur yang sudah mengetahui perselisihan antara Ratu Duyung dan
Bunga memilih diam, tak mau keluarkan ucapan.
Wiro garuk-garuk kepala. Dia bisa menduga adanya ganjalan di
lubuk hati Ratu Duyung. Setelah menarik nafas dalam murid Sinto
Gendeng ini coba tersenyum lalu berkata dengan suara lembut sambit
memegang lengan si gadis bermata biru itu.
"Aku lupa, kau baru saja sembuh dari luka parah. Walau
keadaanmu kelihatan baik-baik saja tapi kurasa kau perlu istirahat.
Biar aku berusaha sendiri mencari jalan menemui Nyi Roro Manggut."
Ratu Duyung angkat kepalanya. Sepasang matanya yang biru
bercahaya saling bertemu pandang dengan dua mata Wiro. Mulutnya
terbuka sedikit tapi tak ada kata-kata yang keluar. Wiro palingkan
kepala pada Anggini dan Bidadari Angin Timur,
"Kalian berdua tentu juga berada dalam keletihan amat sangat.
Berarti juga perlu istirahat. Pergilah ke tempat lain yang kalian senangi.
Aku akan ke pantai selatan, berusaha mencari Nyi Roro Manggut. Kita
berpisah di sini, mudah-mudahan bisa bertemu lagi secepatnya." Selesai
berucap Pendekar 212 segera tinggalkan puncak Bukit Menoreh. Berlari
cepat ke arah tenggara. Menjelang pagi, ketika langit di sebelah timur
mulai terang, Wiro-menyadari kalau ada seseorang mengikutinya.
Agaknya orang ini memiliki ilmu lari tingkat tinggi. Karena dia selalu
bisa menjaga jarak.
Di satu tempat Wiro menyelinap ke balik serumpunan semak
belukar. Dia sengaja menerabas semak-semak itu untuk meninggalkan
tanda lalu melompat ke satu pohon tak seberapa tinggi. Wiro tidak
menunggu lama. Satu bayangan berkelebat. Lalu muncul sosok si
penguntit. Orangnya mengenakan pakaian ketat panjang bermanik-
53 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
manik. Di atas kepalanya ada satu mahkota kecil terbuat dari kerang
biru. Siapa lagi kalau bukan Ratu Duyung!
Wiro garuk-garuk kepala.
"Aneh, mengapa dia mengikuti diriku?" pikir Pendekar 212 sambil
memperhatikan ke bawah.
Ratu Duyung berhenti di depan semak belukar rambas.
Dilewatinya semak-semak itu, memandang jauh ke depan lalu berbalik
ke tempat semula. Sepasang matanya mencari-cari. Saat itulah
terdengar suara seseorang.
"Ratu, kau mencariku" Aku di sini!"
Ratu Duyung putar tubuh. Ketika dia mendongak satu sosok
melayang dari atas pohon. Di lain kejap dia telah berhadap-hadapan
dengan orang yang sejak malam tadi dikuntitnya.
"Wiro," ujar Ratu Duyung. "Kau pergi cepat-cepat. Aku tidak
keburu memberikan jawaban."
Murid Sinto Gendeng tersenyum.
"Apakah sekarang kau sudah bisa memberikan jawaban?"
Ratu Duyung mengangguk.
"Aku akan antarkan kau ke tempat kediaman Nyi Roro Manggut."
"Terima kasih," ujar Wiro. Dalam hati dia bertanya-tanya apa yang
menjadi sebab gadis cantik bermata biru itu berubah pikiran. Setelah
Wiro pergi Ratu Duyung diam-diam merasa menyesal tidak memberikan
jawaban atas permintaan tolong sang pendekar. Karena jika dia mau
mengantar Wiro berarti banyak kesempatan baginya untuk berdua-dua
dengan pemuda yang dicintainya dan pernah menyelamatkan dirinya
dari kutukan itu. Dengan demikian dia akan mempunyai banyak
kemungkinan untuk lebih mendekatkan diri serta merebut hati Wiro.
Memikir sampai ke situ, dengan alasan bahwa ada satu keperluan di
Kotaraja, Ratu Duyung meninggalkan Anggini dan Bidadari Angin
Timur. Namun walau tanpa mengucapkan dua gadis ini sudah maklum
kalau sebenarnya Ratu Duyung pergi mengejar Wiro.
Setelah menatap paras Ratu Duyung sebentar, Wiro-berkata. "Aku
tahu kau memang ingin menolong. Cuma waktu di Bukit Menoreh
malam tadi kau merasa sungkan terhadap dua gadis itu. Kau berusaha
menjaga hati mereka dari kecemburuan..."
Wajah Ratu Duyung bersemu merah.
Wiro pegang tangan sang Ratu. "Jalanlah duluan. Aku akan
mengikuti dari belakang."
"Tidak, aku lebih suka kita jalan berdampingan," jawab Ratu
Duyung. Wiro tertawa lalu pegang tangan sang dara.
54 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
DI PENDAPA gedung Kadipaten Ki Sarwo Ladoyo sesepuh Kadipaten
Temanggung yang telah mengabdi pada dua Adipati bersiap-siap untuk
berangkat ke Kotaraja. Kuda dan dua pengawal telah menunggu di
halaman. Tiba-tiba seorang prajurit mendatangi tergopoh-gopoh, dengan
wajah pucat berkata memberitahu.
"Ki Sarwo, Adipati Salatiga Jatilegowo datang bersama para
pengiringnya. Mereka ada di..."
Belum sempat prajurit itu menyudahi ucapannya, di luar sana
terdengar kuda meringkik. Lalu satu sosok tinggi besar melesat
memasuki pendapa, berdiri berkacak pinggang di hadapan Ki Sarwo,
mengumbar tawa bergelak. Sesaat kemudian dua orang berpakaian
prajurit Salatiga menyusul masuk dan tegak di kiri kanan si tinggi
besar. "Ki Sarwo Ladoyo! Anjing tua berjuluk Pendekar Badai Pesisir
Selatan! Kukira kau sudah mampus! Ternyata masih hidup! Pasti kau
banyak makan enak selama tinggal di gedung Kadipaten ini! Ha... ha...
ha!" Disebut anjing tua Ki Sarwo Ladoyo bergetar sekujur tubuhnya.
Darah naik ke kepala. Namun orang tua yang punya banyak
pengalaman hidup ini berusaha bersikap tenang, memperhatikan orang
yang berdiri di depannya. Dulu selama berbulan-bulan dia pernah
mengalami cidera akibat dihantam orang yang berdiri di depannya itu
dengan pukulan yang disebut "Dua Gunung Meroboh Langit." Ilmu
ganas ini kemudian digembosi Wiro dan Bujang Gila Tapak Sakti. (Baca
Episode "Badik Sumpah Darah") Kini walau dia sudah sembuh, keadaan
Ki Sarwo masih sedikit lemah. Namun gelegak amarah seolah memacu
munculnya kekuatan baru dalam tubuh si orang tua.
Orang bertubuh tinggi besar ini memiliki kumis tebal melintang
berkilat karena selalu dipoles dengan sejenis minyak. Di bawah
blangkon yang menghias kepalanya menjulai rambut tebal gondrong.
Pakaiannya bagus dan mewah, terbuat dari kain tebal biru berhias
sulaman burung garuda warna kuning di dada kiri. Perhiasan emas
melingkar di leher dan pergelangan tangannya. Dia bukan lain adalah
Jatilegowo, Adipati Salatiga yang selama beberapa bulan dikabarkan
lenyap entah ke mana.
Terakhir sekali Ki Sarwo melihat Jatilegowo adalah ketika Adipati
Salatiga itu bertempur hebat melawan Pendekar 212 Wiro Sableng.
Selain berhasil mengalahkan Jatilegowo dengan ilmu Menahan Darah
Memindah Jazad yang didapatnya dari Negeri Latanahsilam Wiro telah
memindahkan hidung sang Adipati ke kening. Kini Ki Sarwo
menyaksikan hidung sang Adipati telah kembali di tempatnya semula.
Kemungkinan menghilangnya Jatilegowo ini adalah untuk menyembuh
55 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
mengembalikan hidungnya itu dari kening ke tempat semustinya di atas
mulut. "Ki Sarwo, aku datang untuk menemui Nyi Larasati. Aku tidak
akan memerintah dua kali! Bawa Nyi Larasati ke hadapanku sekarang
juga!" "Sejak dua minggu lalu Nyi Larasati sudah tidak tinggal di gedung
ini lagi," jawab Ki Sarwo.
"Jangan berdusta!" bentak Jatilegowo.
Ki Sarwo menyeringai. "Orang-orang di gedung Kadipaten ini tidak
pernah mengenal kedustaan. Aku sudah menjawab pertanyaanmu.
Sekarang pergilah. Tinggalkan tempat ini. Jangan coba membuat
keonaran di sini!"
"Tua bangka kurang ajar! Beraninya kau memerintahku!"
"Plaakk!"
Satu tamparan melanda wajah kiri Ki Sarwo. Tak ampun lagi
orang tua ini terpelanting dan terkapar di lantai pendapa. Terhuyung-
huyung Ki Sarwo bangkit berdiri.
"Manusia durjana! Sampai mati kau tak akan pernah tobat
rupanya!" "Kau yang harus bertobat sebelum kubikin amblas nyawamu!"
teriak Jatilegowo. Lalu Adipati Salatiga kirimkan tendangan dahsyat ke
arah dada Ki Sarwo. Si orang tua masih bisa menyingkir selamatkan
diri. Tendangan Jatilegowo menghantam tiang pendapa hingga patah
berantakan. Melihat orang masih bisa menghindar dari tendangannya Adipati
Jatilegowo menggeram marah. Didahului bentakan garang Jatilegowo
kembali menyerang Ki Sarwo. Dua jurus Ki Sarwo masih bisa bertahan.
Jurus-jurus selanjutnya orang ini menjadi bulan-bulanan tendangan
dan kepalan Jatilegowo. Ketika Ki Sarwo akhirnya terkapar babak belur
di lantai pendapa Jatilegowo masih hantamkan satu tendangan ke dada
Ki Sarwo hingga orang tua ini mencelat mental, ambruk di depan
sebuah arca. Dadanya hancur. Ki Sarwo mengerang pendek, menggeliat
lalu muntah darah, akhirnya roboh tanpa nyawa!
Prajurit yang tadi melapor kemunculan Jatilegowo tanpa
menunggu lebih lama segera menghambur lari tinggalkan gedung
Kadipaten. "Kalian berdua! Geledah gedung ini! Cari Nyi Larasati!" Jatilegowo
memerintah pada dua orang prajurit Salatiga yang ikut bersamanya.
Kedua prajurit ini segera laksanakan perintah sang Adipati. Tak lama
kemudian mereka muncul bukannya membawa Nyi Larasati tetapi
bersama seorang perempuan separuh baya dan seorang lelaki berusia
lebih setengah abad. Dua orang itu dilemparkan ke hadapan Jatilegowo,
merangkak di lantai, ketakutan setengah mati.
"Adipati, maafkan kami. Kami tidak berhasil menemukan Nyi
Larasati. Gedung ini kosong." Memberi tahu salah seorang prajurit.
56 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
"Kalian siapa"!" Hardik Jatilegowo.
"Saya... saya Tasmih... Juru masak Kadipaten. Saya jangan diapa-
apakan. Saya orang tidak berdosa... tidak bersalah..."
"Kau siapa"!" Jatilegowo membentak orang satunya.
"Ampun Raden, saya... saya Kadirun..."
"Kadirun... Hemm. Apa tugasmu di gedung ini?" tanya Jatilegowo
kasar. "Saya... saya juru taman gedung. Saya juga tidak punya salah,
tidak punya dosa. Jangan disakiti Den."
Jatilegowo menyeringai. Dia coba mengingat-ingat. "Kadirun!
Bukankah kau orangnya yang dikabarkan punya tiga istri"!"
"Bu... bukan cuma dikabarkan Den. Memang betulan. Saya punya
tiga istri..." jawab si juru taman.
Jatilegowo tertawa lebar. "Kau laki-laki hebat! Berdirilah,
mendekat ke sini!"
Kadirun membungkuk-bungkuk dia melangkah ke hadapan
Jatilegowo. Sang Adipati menepuk-nepuk bahu juru taman ini lalu
berkata. "Juru taman Kadirun. Berapa usiamu sekarang?"
Wiro Sableng 129 Tahta Janda Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Saya, enam puluhan Den."
Jatilegowo tertawa keras. "Usia enam puluh. Dan kau punya tiga
istri untuk dilayani! Laki-laki hebat! Aku iri padamu! Sudah enam puluh
tapi masih punya tenaga seperti kuda! Ha... ha... ha! Juru taman, apa
rahasiamu! Obat apa yang kau minum hingga begitu perkasa. Kabarnya
salah seorang istrimu masih berusia di bawah tiga puluh tahun."
Kadirun tertawa ditahan, malu-malu.
"Saya tidak punya rahasia apa-apa Adipati. Juga tidak pernah
minum obat..."
"Begitu?" Jatilegowo kembali tepuk-tepuk bahu juru taman itu.
Kepalanya dirundukkan sedikit. Setengah berbisik dia bertanya. "Kau
tahu di mana Nyi Larasati berada?"
"Jeng Ayu Larasati meninggalkan gedung ini dua minggu lalu
Den," menerangkan Kadirun.
"Kau tahu pergi ke mana?"
"Mohon maaf, saya tidak tahu Den."
Jatilegowo berpaling pada Tasmih.
"Juru masak, kau tahu ke mana perginya Nyi Larasati?"
Tasmih geleng-gelengkan kepala. Wajahnya menunjukkan
ketakutan. "Kukira kalian berdua berdusta!"
"Kami, kami tidak berdusta Den," Tasmih dan Kadirun berucap
hampir berbarengan.
"Majikan kalian pergi, kalian tidak tahu! Aku tidak percaya!"
Jatilegowo menyeringai. Dia berpaling pada salah seorang pengawalnya.
"Prajurit! Potong kemaluan juru taman ini! Dia boleh punya tiga sampai
sepuluh istri! Tapi tak akan ada gunanya lagi sekarang! Ha... ha... ha!"
Kadirun seperti disambar petir. Tasmih jatuhkan mukanya ke
57 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
lantai, tak berani melihat ke mana-mana, apalagi ke arah sang Adipati.
"Srett!"
Prajurit yang diperintah hunus goloknya. Senjata itu berkilat-kilat
terkena sinar matahari pagi yang baru naik. Kadirun menggigil sekujur
tubuh, wajahnya seputih kertas.
"Jangan Den, saya bersumpah tidak dusta! Saya tidak tahu ke
mana perginya Nyi Larasati..." Kadirun berucap setengah meratap
sambil jatuhkan diri berlutut di lantai.
"Kau lebih suka menyelamatkan Nyi Larasati daripada barang
sendiri dan tiga istri!" ucap Jatilegowo. Lalu dia berteriak.
"Prajurit! Laksanakan tugasmu!"
Dibantu temannya, prajurit yang memegang golok mendorong
Kadirun hingga terlentang di lantai pendapa. Celana hitamnya ditarik
paksa. Kolor dibetot lepas. Prajurit yang memegang golok maju
mendekat. Ketika dia siap mengayunkan senjata itu Kadirun berteriak
keras. "Adipati ampun! Jangan! Saya akan bicara! Saya akan katakan!"
"Adipati Jatilegowo menyeringai. Sambil pelintir ujung kumis
tebalnya dia gerakkan tangan satunya memberi tanda. Prajurit yang
mencekal Kadirun lepaskan cekalan. Yang memegang golok mundur
sambil sarungkan senjatanya kembali.
"Bangun! Bicara!" bentak Jatilegowo.
Juru taman Kadirun tarik kolornya ke atas dan kenakan celana
hitamnya kembali lalu bangkit, duduk bersila sambil rundukkan kepala
hampir menyentuh lantai pendapa.
"Bicara! Jangan cuma menungging-nungging! Nanti kutendang
hancur bokongmu!" teriak Jatilegowo.
"Ampun Adipati, setahu saya... setahu saya Nyi Larasati berangkat
ditemani Loh Gatra..."
"Bangsat setan alas! Aku tidak tanya dia pergi ditemani siapa! Aku
tanya Nyi Larasati pergi dan berada di mana"!" bentak Jatilegowo.
Kakinya diangkat dan diletakkan di atas batok kepala sang juru taman.
Dengan tubuh dan suara gemetar Kadirun berkata.
"Nyi Lara berada di..."
Keterangan meluncur dari mulut Kadirun yang dilanda ketakutan
setengah mati. Tasmih si juru masak hanya bisa membenamkan kepala
ke lantai pendapa. Hatinya menangis. Dia sudah bisa membayangkan
apa yang bakal terjadi dengan bekas majikannya, Nyi Larasati.
58 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
DESA Windusari terletak di sebelah timur Gunung Sumbing, setengah
hari perjalanan di selatan Temanggung. Malam itu, di ruang dalam
rumah Kepala Desa Ronosantiaki, Kepala Desa bersama istrinya tengah
bicara dengan Nyi Larasati, janda almarhum Adipati Temanggung yang
masih keponakannya.
"Anakku Larasati," kata Ronosantiaki memulai pembicaraan.
"Paman sudah bicara dengan bibimu. Kami tahu kau senang menetap di
sini dan kami berdua juga gembira kau bisa berada di tengah-tengah
kami. Apalagi mengingat sampai saat ini kami masih belum dikarunia
seorang anakpun oleh Gusti Allah. Kau sudah kami anggap sebagai
puteri sendiri. Namun terkadang Paman merasa sedih..."
"Sedih bagaimana, Paman?" tanya Nyi Larasati yang walau
kecantikannya tidak berubah tapi perawakannya kini terlihat agak
kurusan. "Semasa di Temanggung sebagai istri Adipati kehidupanmu serba
senang. Segala sesuatunya serba tersedia. Ada banyak pembantu yang
mengurusi rumah tanggamu. Tapi di sini justru kau bekerja keras,
mencuci, memasak, membenahi rumah..."
Nyi Larasati tersenyum.
"Mengapa Paman berpikir sampai ke situ" Bagi seorang
perempuan pekerjaan memasak, mencuci dan membenahi rumah
adalah pekerjaan yang merupakan kewajiban sehari-hari. Lagi pula saya
tidak merasa bekerja keras. Saya suka dengan semua pekerjaan itu."
"Paman dan Bibi senang mendengar ucapanmu itu. Namun selain
hal itu ada satu kekawatiran dalam diri Paman dan Bibimu ini..."
"Nah, nah. Tadi Paman menyebut kesedihan. Kini kekawatiran.
Boleh saya tahu apa yang Paman kawatirkan?" tanya Larasati pula.
"Keselamatanmu anakku. Keselamatanmu," jawab Ronosantiaki
yang Kepala Desa Windusari itu."
"Memangnya banyak rampok dan orang jahat di desa ini Paman?"
Ronosantiaki gelengkan kepala. Sang istri membuka mulut.
"Bukan, rampok atau-orang jahat yang kami kawatirkan. Kami kawatir
kalau persembunyianmu di sini bocor, diketahui Adipati Salatiga. Dia
pasti akan datang ke sini..."
"Saya mendengar kabar sudah beberapa bulan ini dia tidak ada
lagi di Salatiga..."
"Itu bukan menjadi jaminan bahwa dia tidak akan muncul
mencarimu, anakku," kata Ronosantiaki. "Paman yakin ada sesuatu
yang dikerja kannya. Mungkin sekali mencari ilmu tambahan untuk
membalaskan dendam kesumat terhadap para pendekar yang dulu
pernah menghajarnya di Temanggung."
Nyi Larasati terdiam. Yang terbayang saat itu adalah wajah
59 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Paman, jangan terlalu kawatir. Rumah ini cukup aman bagi
saya..." "Tidak anakku. Aku dan Bibimu sudah berunding. Kau akan kami
ungsikan ke satu tempat yang benar-benar aman. Di Kalijajar ada
seorang sahabat. Aku akan menitipkanmu di sana sampai keadaan
benar-benar aman."
"Kalau mau Paman begitu, saya tak bisa menampik," kata Nyi
Larasati walau hati kecilnya kurang menyetujui maksud sang Paman.
"Kita berangkat besok pagi bersamaan dengan fajar menyingsing.
Kereta dan beberapa pengawal berkuda sudah kusiapkan. Sekarang
karena sudah cukup larut, masuklah ke kamarmu. Kau perlu istirahat.
Kalijajar jauh dari sini. Lebih dari satu hari perjalanan."
*** MALAM itu di atas pembaringan sulit bagi Nyi Larasati
memicingkan mata. Perubahan dirinya dari seorang istri Adipati yang
dihormati dan hidup sangat berkecukupan menjadi seorang janda yang
kini tidak punya apa-apa lagi baginya bukan hal merisaukan. Dia
sanggup menghadapi semua perubahan ini walau dengan segala
kepedihan. Namun memang satu ada hal yang ditakutinya. Yakni
Jatilegowo, Adipati Salatiga yang memaksa mengambil dirinya jadi
istrinya. "Kalau saja pemuda bernama Wiro itu ada di sini, aku akan
merasa bahagia dan aman," bisik hati Nyi Larasati. "Di mana dia berada
sekarang" Bagaimana aku bisa bertemu dengan dia?"
Menjelang pagi, dalam keadaan capai akhirnya Larasati tertidur.
Belum lama memicingkan mata, satu mimpi seram menghantui
tidurnya. Dalam mimpi itu Nyi Larasati dapatkan dirinya di satu rimba
belantara penuh dengan segala macam mahluk halus jejadian
menyeramkan. Ada kutungan kepala menyambar sambil menyemburkan
darah. Ada mahluk bertubuh manusia berkepala srigala yang hendak
mencabik-caik dirinya. Lalu ada pula mahluk dengan sosok setinggi
pohon kelapa, berlidah api, menjulur kian ke mari hendak menjilat
membakar dirinya. Yang paling menyeramkan adalah satu mahluk tinggi
besar penuh bulu tanpa pakaian berusaha menangkap dan
memperkosanya. Mahluk ini memiliki tampang seperti Adipati
Jatilegowo. Di satu tebing tinggi, Nyi Larasati tidak dapat melarikan diri
lagi karena di hadapannya menganga jurang batu cadas sangat dalam.
Nyi Lara memilih lebih baik mati daripada dirusak kehormatannya.
Maka diiringi jeritan panjang menggidikkan Nyi Larasati hamburkan
dirinya ke dalam jurang. Saat itulah dia tersentak bangun.
Nyi Lara duduk di tepi tempat tidur. Diusapnya wajahnya yang
penuh keringatan. Debaran di dadanya masih terasa keras. Dari bawah
bantal diambilnya sebuah benda. Benda ini adalah secarik kain putih
bertuliskan angka 212. Seperti dituturkan Episode pertama (Badik
60 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Sumpah Darah) potongan kain ini diberikan Wiro pada Loh Gatra untuk
disampaikan pada Nyi Lara sebagai pertanda bahwa Wiro akan
menolong dirinya dari tangan jahat Adipati Salatiga Jatilegowo.
Atas nasihat Ki Sarwo, kain putih itu disimpan Nyi Larasati baik-
baik. Setiap hatinya gundah atau rindu bertemu dengan sang pendekar
Nyi Lara mengeluarkan kain itu, membelai dan menciuminya. Kini
untuk kesekian kalinya Nyi Lara mengambil kain itu, meletakkannya di
atas dada yang masih berdebar akibat mimpi buruk. Dengan kain putih
bertuliskan angka 212 di atas dada Nyi Lara baringkan dirinya kembali
di atas tempat tidur. Matanya dipejamkan. Berusaha tidur. Di luar sana
lapat-lapat Nyi Lara mendengar suara berisik. Nyi Lara nyalangkan
mata. Sunyi. Tak terdengar suara apa-apa lagi. Nyi Lara pejamkan
matanya kembali. Tiba-tiba ada langkah-langkah kaki, terdengar berat
menggetarkan lantai kamar. Lalu pintu kamar terbuka. Karena
pikirannya hampir tak pernah lepas dari mengingat Pendekar 212 Wiro
Sableng, ketika satu sosok tinggi besar masuk langsung saja Nyi Lara
membuka mulut menyebut nama sang pendekar.
"Wiro..."!"
Jawaban yang didapat Nyi Lara adalah suara tawa bergelak. Kaget
setengah mati Nyi Lara bangkit dari tidurnya. Perempuan muda ini
menjerit keras ketika melihat siapa adanya orang yang berdiri di ambang
pintu, memandang menyeringai kepadanya. Dia seperti melihat demit
kepala tujuh! "Nyi Lara, kau berteriak. Karena terkejut atau bahagia bertemu
kembali dengan diriku"!" Orang di ambang pintu keluarkan ucapan.
"Kau! Keluar! Pergi!" teriak Nyi Larasati.
Di luar kamar ada suara orang berlari mendatangi.
"Nyi Lara, anakku! Ada apa"!"
Itu suara Kepala. Desa Ronosantiaki. Sesaat kemudian Kepala
Desa ini menghambur masuk ke dalam kamar. Dia segera mengenali
sosok Jatilegowo.
"Adipati!"
"Aku datang untuk menjemput calon istriku! Kau keberatan"!"
ucap Jatilegowo.
"Sampai mati aku tidak mau jadi istrimu! Keluar"!" teriak Nyi
Larasati. "Adipati, kau dengar sendiri ucapan keponakanku! Aku mohon
jangan melakukan kekerasan!"
"Aku berjanji tidak akan ada kekerasan! Asal jangan ada yang
berani membantah kemauanku! Nyi Larasati, ikut aku!"
"Tidak! Pergi!"
"Kau membuatku kehilangan kesabaran!" Rahang Jatilegowo
menggembung. Dia melompat ke ujung tempat tidur hendak menangkap
Nyi Lara. Tapi dari belakang Ronosantiaki memegangi tubuhnya.
"Adipati! Jangan lakukan! Kasihani kami orang-orang kecil!"
"Kalian orang-orang kecil tak tahu diri!" bentak Jatilegowo. Sekali
61 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
dia membalikkan badan sambil hantamkan tinju kanan maka bukkk!
Kepala Desa Windusari terpental keluar pintu. Hidungnya
mengucurkan darah kena jotosan keras yang dilancarkan Jatilegowo.
Orang tua ini megap-megap sulit bernafas. Dua orang anak buah
Jatilegowo menyeretnya lalu melemparkannya ke halaman samping.
"Paman!" teriak Nyi Lara. Dia coba melarikan diri ke arah pintu.
Tapi Jatilegowo lebih cepat. Sambil tangan kiri merangkul pinggang, dua
jari tangan kanannya menotok urat besar di pangkal leher Nyi Lara.
Dalam keadaan kaku tak bisa bergerak tak dapat bersuara Jatilegowo
letakkan sosok Nyi Lara di atas bahu kanannya. Dia memberi isyarat
pada dua prajurit lalu mendahului berkelebat keluar rumah. Di ruang
tengah istri Kepala Desa sambil menjerit-jerit berusaha menahan tubuh
besar Jatilegowo. Tapi sekali dorong saja perempuan ini terpental jauh.
Kepalanya membentur pinggiran meja, membuatnya pingsan tak
sadarkan diri begitu menggeletak di lantai.
Dengan cepat diikuti dua anak buahnya Jatilegowo keluar dari
dalam rumah menuju halaman depan. Di situ telah menunggu empat
ekor kuda. Kuda keempat adalah kuda cadangan yang disiapkan untuk
membawa Nyi Larasati.
Ketika Jatilegowo dan dua pengawalnya sampai di halaman
tempat mereka menambatkan kuda, alangkah kagetnya mereka. Di atas
kuda tunggangan milik Jatilegowo duduk seorang kakek berambut biru
berminyak. Di keningnya melingkar tali berbentuk jalin terbuat dari
usus manusia. Sambil rangkapkan dua tangan di depan dada dan
lontarkan seringai angker, kakek berambut biru yang duduk di atas
kuda umbar suara tawa keras dan panjang.
"Jatilegowo, dunia ini ternyata kecil dan sempit! Kau mengira
bakal dapat lari ke ujung dunia. Ternyata ujung duniamu hanya sampai
di Desa Windusari ini! Ha... ha... ha!"
"Adipati, siapa kakek kurang ajar ini"!" Prajurit di samping
Jatilegowo bertanya.
"Kalian berdua bunuh tua bangka keparat itu!" perintah
Jatilegowo. Dua prajurit serta merta menghunus senjata. Begitu keduanya
menyerang kakek di atas kuda, Jatilegowo cepat melompat ke atas kuda
lain, menghambur lari ke arah matahari terbit.
Wiro Sableng 129 Tahta Janda Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Orang tua berambut biru di atas kuda kertakkan rahang. Ketika
dua golok menyambar, dia tendang-kan kaki kiri sementara tangan
kanan bergayut ke leher kuda lalu menyusul kaki kanan menyentak ke
depan. "Bukkk!"
"Bukkk!"
Dua prajurit mencelat mental. Yang satu tak bangun lagi karena
tendangan tepat menghantam lehernya. Tulang lehernya patah. Dari
tenggorokannya keluar suara aneh. Sosoknya menggeliat beberapa kati
lalu diam tak berkutik lagi. Mati!
62 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Prajurit kedua yang kena tendangan pada bahu kirinya^ dengan
geram memungut goloknya yang tadi terlepas lalu dengan nekad
menyerang kakek berambut biru kembali. Sekali ini yang diserang tidak
memberi hati lagi. Setelah menangkis serangan golok dengan lipatan
lutut, tangan kanannya menghantam deras ke batok kepala si prajurit.
"Praakk!"
Batok kepala itu pecah. Si prajurit melayang nyawanya sebelum
tubuhnya mencium tanah!
Si kakek di atas kuda keluarkan suara mendengus.
"Jatilegowo, kau mau lari ke mana! Sekalipun kau lari ke neraka
jangan kira aku tak sanggup mengejar!" Kakek ini sentakkan tali kekang
kuda. Binatang itu menghambur ke depan, berlari kencang ke arah
lenyapnya Jatilegowo bersama janda culikannya.
JATILEGOWO memacu kudanya sekencang yang bisa dilakukan.
Sosok Nyi Larasati tergeletak melintang di atas pangkuannya. Dalam
hati orang ini merutuk tak henti-hentinya.
"Kurang ajar! Bagaimana jahanam itu bisa mengikuti aku sampai
ke sini"! Kalau dia berlaku nekad terpaksa aku menghabisi dirinya!"
Jatilegowo berpaling ke belakang. Dua prajurit yang ikut
bersamanya masih belum muncul. Hatinya merasa tidak enak.
"Jangan-jangan mereka menemui ajal di tangan jahanam itu,"
pikir Jatilegowo. Dia mempercepat lari kudanya. Tapi dengan beban dua
orang seperti itu sang kuda tidak mampu berlari lebih cepat walau
didera sekalipun.
Sebelumnya Jatilegowo punya rencana begitu berhasil mendapatkan Nyi Larasati dia akan membawa janda itu ke Salatiga.
Tapi dengan kemunculan kakek berambut biru yang tidak diduganya
sama sekali, dia terpaksa merubah rencana. Kudanya diarahkan ke
selatan menuju Bandongan. Di desa itu dia memiliki sebuah rumah
yang selama ini ditinggalkan kosong.
Ketika sang surya terbit di timur kemudian bergerak naik dengan
memancarkan sinarnya yang benderang, Jatilegowo merasa agak lega.
Tak ada yang mengejarnya. Lari kuda diperlambat. Sebelum tengah hari
dia memperkirakan akan sampai di Bandongan. Dugaannya tidak
meleset. Sebelum mentari mencapai titik tertingginya Jatilegowo
bersama orang boyongannya telah memasuki Desa Bandongan.
Rumah kosong milik Jatilegowo terletak di bibir lembah subur
berpemandangan indah. Ada satu aliran air jernih tak berapa jauh dari
rumah itu. Jatilegowo hentikan kudanya di sini. Binatang itu
dibiarkannya mereguk air segar. Dia sendiri menggendong Nyi Larasati,
melangkah ke arah rumah.
Dengan kaki kiri Jatilegowo mendorong pintu rumah yang terbuat
dari papan tebal. Pintu terbuka mengeluarkan suara berkereketan.
Jatilegowo melangkah masuk. Tapi baru satu kaki menginjak bagian
dalam rumah tiba-tiba dari dalam terdengar suara tawa mengekeh.
63 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
"Jatilegowo! Aku sudah bilang. Dunia ini kecil dan sempit. Kau
masih berlaku nekad hendak mencoba lari dariku" Ha... ha... ha!"
Kejut Jatilegowo seperti disambar petir. Dia cepat melompat
mundur, keluar dari dalam rumah. Tubuh Nyi Larasati diletakkannya di
satu tempat di samping sebuah batu besar. Lalu dia melangkah kembali
ke arah rumah, berhenti tujuh langkah di depan pintu yang terbuka
sementara dari dalam rumah masih terdengar suara tawa bergelak.
"Sarontang! Keluarlah! Katakan apa maumu!" Berteriak Adipati
Jatilegowo. Tangan kanannya ditempelkan ke pinggang kiri di mana
terselip sebuah senjata sakti mandraguna. Badik Sumpah Darah!
Belum lenyap gema teriakan Jatilegowo, di dalam rumah suara
tawa bergelak sirna. Lalu satu bayangan melesat ke udara, jungkir balik
dua kali untuk kemudian turun ke tanah dan tegak tiga langkah di
hadapan Jatilegowo. Luar biasa sekali gerakan orang ini. Dan dia.
ternyata bukan lain adalah kakek berambut biru berminyak.
"Hebat! Dulu kau memanggil aku dengan sebutan kakek
Sarontang! Kini Sarontang saja! Hebat! Tapi juga kurang ajar! Ha... ha...
ha!" Jatilegowo mendengus. "Perlu apa memakai segala bahasa halus
dan peradatan terhadap manusia sepertimu!"
"Oo begitu"! Ha... ha... ha!" Si kakek berambut biru kembali
umbar tawa panjang. "Benar rupanya lidah tidak bertulang. Manusia
bicara semaunya sesuai dengan kebutuhan perut dan pantatnya! Ha...
ha... ha!"
"Aku muak mendengar suara tertawamu! Katakan bagaimana kau
bisa mengikuti aku sampai ke sini! Juga katakan apa maumu mengikuti
diriku! Kau inginkan janda muda cantik bernama Nyi Larasati itu"!"
"Jatilegowo! Apa kau lupa, aku yang bernama Sarontang ini
sebenarnya adalah Aryo Probo, Pangeran Kerajaan Pakubuwon! Aku
lebih tahu seluk beluk Tanah Jawa di kawasan ini daripada dirimu! Kau
tanya mengapa aku mengikutimu" Aku punya sejuta alasan! Tapi tidak
untuk mendapatkan janda cantik itu. Kau tahu seleraku. Kau pernah
bermain cinta denganku! Apa kau lupa"!" (Mengenai riwayat Sarontang
harap baca Episode sebelumnya yakni "Badik Sumpah Darah" dan
"Mayat Persembahan") Jatilegowo keluarkan suara seperti orang mau
muntah. Sebaliknya Sarontang keluarkan suara mendengus.
"Aku mengejarmu sejak kau kabur dari tanah Makassar,
membawa dua dosa besar pengkhianatan!"
"Hemm... Kau seperti malaikat yang hendak mengadili insan! Aku
kawatir otakmu sudah miring Sarontang!"
Diejek begitu rupa Sarontang tertawa bergelak.
"Dosa pertamamu, kau membunuh pemuda bernama Bontolebang
yang jadi kekasihku! Kau bunuh dan kau kirimkan mayatnya padaku
sebagai Mayat Persembahan! Kurang ajar dan keterlaluan! Dosa kedua,
kau membawa kabur Badik Sumpah Darah asli, memberikan badik
64 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
palsu padaku! Dua dosa itu sudah cukup untuk membuat aku menguliti
tubuhmu saat ini juga!"
Jatilegowo sunggingkan seringai mengejek. "Tadi kau berlaku
seperti malaikat. Kini seperti tukang potong sapi hendak menguliti
diriku! Jangan bicara ngacok! Lebih baik kau angkat kaki dari sini
sebelum kau kuhabisi! Pangeran Aryo Probo, apa kau tidak sayang pada
tahta Kerajaan yang selama ini kau inginkan"! Apa kau benar-benar
ingin mampus sebelum merasakan bagaimana enaknya jadi Raja"!"
"Aku minta kau menyerahkan Badik Sumpah Darah padaku
sekarang juga. Justru senjata itu aku perlukan untuk mendapatkan
tahta Kerajaan!"
Jatilegowo gelengkan kepala.
"Aku tidak akan memberikan badik itu pada siapapun! Juga tidak
padamu! Jika kau ingin merampas tahta Kerajaan silahkan lakukan
sendiri. Aku kawatir tahta yang kau idamkan itu akan menjadi tahta
berdarah! Kau akan menemui kematian sebelum berhasil menyentuhnya!"
"Bicara soal kematian mungkin kau yang bakal mampus duluan
dari aku. Kecuali kau mau menyerahkan badik itu padaku sekarang
juga! Serahkan!"
"Tua bangka takabur! Kau akan kubuat mati tak berkubur!" Habis
berkata begitu Jatilegowo menggebrak maju, hantamkan tangan kiri
kanan ke arah dada si kakek.
"Bukkk... bukk... bukkk... bukkk!"
Empat jotosan keras bertenaga dalam tinggi melanda dada
Sarontang. Jangankan terpental atau menjerit kesakitan, sedikitpun
sosok si kakek tidak bergeming dan tidak ada kerenyit kesakitan pada
wajahnya. Kagetlah Jatilegowo. Jotosannya tadi jangankan manusia. Tembok
batu sekalipun akan jebol hancur.
Sarontang tertawa mengekeh. Dia angkat tangan kanannya ke
atas lalu berseru.
"Anak-anak! Bunuh manusia pengkhianat ini!"
Begitu ucapan Sarontang berakhir tiba-tiba menggemuruh suara
lolongan menggidikkan. Tidak jelas apakah itu suara lolongan anjing
atau raungan manusia.
Jatilegowo tersentak kaget dan undur dua langkah. Dia ingat
peristiwa di Gunung Lompo-batang. Sarontang mempunyai peliharaan
mahluk-mahluk aneh. Pada saat-saat tertentu mahluk-mahluk itu diberi
makan berupa burung-burung yang beterbangan di udara. Apakah dia
membawa serta mahluk-mahluk peliharaannya itu ke Tanah Jawa"
TAMAT Episode Berikutnya: MERAGA SUKMA
65 129 Tahta Janda Berdarah -WIRO SABLENG 212
Kelelawar Hijau 1 Candika Dewi Penyebar Maut I X Walet Emas Perak 7