Dewi Kaki Tunggal 2
Wiro Sableng 176 Dewi Kaki Tunggal Bagian 2
atas mana Garung Parawata berada. Satu menancap di sisi kiri, yang lain di
sebelah kanan tubuhnya! Kepala Pasukan Kerajaan ini sampai kucurkan keringat
dingin. Tampangnya tampak pucat pasi!
" Reekkk!" Batu yang ditancapi dua bilah keris sakti tiba-tiba berderak retak di dua belas
bagian. Di lain saat batu bergetar remuk dan runtuh berkeping-keping ke tanah. Sosok
Kepala Pasukan Kerajaan yang tinggi besar tak ampun lagi roboh tergelimpang.
Raja cepat melompat menolong. Ternyata Garung Parawata tidak mengalami cidera
sedikitpun. Hanya wajahnya saja yang tampak bertambah pucat laksana kain kafan! Sementara
dua kerisnya lenyap entah kemana.
" Maaf, maaf Panglima,"gadis kaki satu membungkuk dan berucap berulang kali.
" Bukan saya yang melakukan. Suara tambur dan seruling itu yang membuat mental dua
keris Panglima Garung Parawata membuka mulut hendak mendamprat. Namun saking 176
Dewi Kaki Tunggal
Hal : 27 dari 53
marahnya hanya suara menggembor dan air liur yang keluar dari mulutnya. Dada
turun naik seperti mau meledak!
" Suara tambur itu! Mana mungkin!"Raja Mataram mana bisa percaya kalau suara
tambur clan suling sanggup membuat mental sepasang keris sakti milik Panglima
Garung Parawata. Sementara itu perhatian semua orang serta merta terpecah ketika
di langit muncul dua bayangan putih.
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 28 dari 53
DELAPAN SEMUA orang menatap ke atas Lereng bukit. Termasuk Sri Maharaja Mataram dan
Garung Parawata yang sedang dilanda marah besar.
Mengambang di udara di atas lereng Bukit
Batu Hangus sebelah barat tampak bayangan dua kakek nenek berselempang kain
putih. Keduanya melayang ke bawah lereng. Si kakek mengangkat tangan kanan dan
menunjuk ke arah Wiro. Lalu dia membuat gerakan-gerakan dengan ke dua tangannya.
Wiro yang telah diberi ilmu bicara gerak tangan orang bisu oleh patung sakti
Loro Jonggrang, sadar kalau si orang tua bisu bicara dengan gerak tangan
kepadanya. Serta merta Wiro menjawab pula dengan menggerak-gerakkan kedua
tangan. Melihat hal ini kecurigaan Raja dan orang-orang Mataram semakin besar.
" Yang Mulia! Lihat!"Berseru Klingkit Kuning tokoh silat Istana. "
Kakek bisu dan pemuda rambut panjang saling berbicara. Berarti mereka sudah kenal satu sama
lain!" Tabib Sepuluh Jari Dewa menghela nafas dan goleng-goleng kepala, "
Terus terang saya sudah lama mencurigai tindak tanduk Sepasang Arwah Bisu. Bukankah dua kakek
nenek itu agaknya ada sangkut paut dengan pemberontakan besar beberapa tahun
silam!" " Yang Mulia, seperti saya katakan justru dua kakek nenek Sepasang Arwah Bisu yang
memberi petunjuk bahwa saya memiliki ilmu yang bisa menolong semua orang di
Bukit Batu Hangus ini..."Wiro merasa tidak senang karena dari tadi Sepasang
Arwah Bisu dicerca dicurigai.
Di atas sana seperti tidak perduli pergunjingan orang si nenek bisu melambaikan
tangan ke arah gadis kaki satu, Lalu dia membuat gerakan tangan yang juga
dibalas oleh si gadis dengan cara yang sama. Hal ini semakin menambah kecurigaan
orang-orang yang ada di Bukit Batu Hangus.
Selesai bicara dengan gerak tangan, dua kakek nenek melayang naik ke udara
akhirnya lenyap dari pemandangan.
" Yang Mulia! Tunggu apa lagi! Bunuh kedua orang itu!"Teriak Garung Parawata.
Saat itu Sri Maharaja Mataram memang tidak bisa berbuat gain, Dari kenyataan
yang dilihat serta ucapan para pembantunya mau tidak mau dia cenderung
mempercayai kalau gadis kaki satu bersama Kesatria Panggilan telah berkomplot
dan berserikat dengan Sepasang Arwah Bisu.
Didahului oleh Garung Parawata para pengikut Raja Mataram berkepandaian tinggi
segera mengangkat tangan, siap untuk melepas pukulan sakti ke arah kedua orang
itu. Kebanyakan dari mereka mengarahkan serangan pada Pendekar 212 Wiro Sableng.
" Tunggu, aku ingin kepastian dulu!"Raja Mataram berkata lalu bertanya pada Wiro.
" Apa yang kau bicarakan melalui gerakan tangan dengan kakek berselempang kain
putih tadi?"
" Kakek itu minta agar saya meneruskan menolong orang-orang yang ada di sini."
Jawab Wiro polos walau tidak senang melihat kecurigaan sang Raja atas dirinya.
" Dia pasti dusta Yang Mulia!"Teriak Garung Parawata.
" Aku tahu dia memang berdusta!"Sahut Raja pula.
Gadis kaki satu mengaku bernama Sakuntaladewi dan oleh Ni Gatri diberi nama Dewi
Kaki Tunggal melompat satu langkah mendekati Raja dan berkata. "
Yang Mulia, apa yang dikatakan pemuda itu memang benar. Dia tidak berdusta. Kakek Arwah Bisu
minta agar dia cepat-cepat menolong orang-orang di bukit ini..."
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 29 dari 53
" Bukan menolong tapi membunuh! Bukti sudah ada!"Berseru Garung Parawata yang
rupanya jadi sangat benci dan dendam pada Pendekar 212. Apa lagi sampai saat itu
dia tidak tahu dan tidak melihat dimana beradanya kedua bilah keris saktinya.
Raja Mataram mendekati Ni Gatri lalu memegang bahu gadis itu. Caranya
memegang sengaja diremas hingga Ni Gatri merintih kesakitan. Rupanya ada maksud
Raja hendak menakut-nakuti.
" Anak perempuan, kau tahu bahasa gerak tangan orang bisu. Tadi kau menyaksikan
mereka bicara. Katakan padaku apa ucapan pemuda dan gadis tadi betul adanya?"
" Yang Mulia! Jika ingin bertanya mengapa harus menyakiti meremas bahu adik saya
?"Wiro menegur.
" Ooh .... Aku tidak tahu kalau dia adikmu!"
Jawab Raja Mataram dengan sikap dan air muka yang membuat Pendekar 212 Wiro
Sableng menjadi jengkel. Sambil menyeringai Raja lepaskan remasan di bahu Ni
Gatri tapi tiba-tiba tangannya ganti menjambak rambut anak itu hingga Ni Gatri
terpekik kesakitan.
" Katakan! Apa ucapan dua orang itu tidak dusta ... ?"
Ni Gatri meringis dulu. Baru menjawab terputus putus.
" Ti ... tidak Yang Mulia. M..e..mereka tidak berdusta ... !"
" Mereka bertiga sama dustanya Yang Mulia!"Teriak Garung Parawata.
" Aku tahu..."Sahut Sri Maharaja Mataram. Lalu Raja yang biasanya sabar dan
bijaksana ini lepaskan jambakannya secara kasar hingga Ni Gatri jatuh terbanting
di tanah! Melihat kejadian ini Wiro segera menolong Ni Gatri. Anak ini dipanggulnya di
atas bahu kanan. Melihat gelagat ini anjing kecil segera pula melompat ke bahu
kiri Wiro. ' Ni Gat r i , kal au hendak ber buat bai k saj a ki t a har us mener i ma caci maki , per l akuan kasar bahkan siap untuk dihabisi, buat apa kita berada di tempat ini. Di negeri
sendiri kita lebih tenteram. Kita tidak mau menanam budi di negeri orang, tapi
kita juga tidak mau menuai celaka! Lihat saja apa yang akan terjadi dengan
orang-orang Mataram tolol tapi sombong di bukit ini!"
Ni Gatri menjawab dengan suara sesenggukan. Habis berkata begitu Wiro segera
memutar tubuh. Untuk pertama kalinya seolah sadar Sri Maharaja Mataram tertegun. Mulut terbuka
tapi belum sempat keluarkan ucapan di sekelilingnya semua pengikutnya, kecuali
si nenek muka bulat tak beralis rata Kalidathi, telah sama mengangkat tangan,
siap untuk melepas pukulan maut. Melihat hal ini gadis kaki satu Sakuntaladewi
cepat melompat untuk melindungi Wiro.
" Gadis mahluk kutukan! Kau boleh melindungi pemuda itu! Apa kau kira kami tidak
ragu-ragu membunuhmu sekalian?"Berteriak Garung Parawata.
" Yang Mulia Raja Mataram!" Tiba-tiba
Rauh Kaliditahi berseru. " Cegah orang-orangmu melakukan pembunuhan; Ini perbuatan keliru!"
" Rauh Kalidathi! Kalau kau ingin mampus sekalian, cepat bergabung dengan
mereka!"Lagi-lagi Garung Parawata yang berteriak.
Mendengar ucapan Kepala Pasukan Kerajaan itu, si nenek keluarkan jeritan keras
lalu tanpa ragu dia gulingkan tubuh di atas bebatuan hingga akhirnya terhenti
dan terduduk di depan gadis berkaki satu.
" Nek, Para Dewa akan memberkahimu!"Berkata si gadis sambil menyusun dua
tangan di depan dada dan membungkuk.
Rauh Kalidhati tertawa.
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 30 dari 53
" Cucuku..."
, ucap si nenek. "
Usiaku sudah sangat lanjut. Apa lagi yang aku harapkan
kalau bukan kematian" Kebetulan ada yang mau memberi jalan pintas, mati lebih
cepat. Ya aku terima saja. Hik ... hik ... hik!"
" Siapa lagi yang mau ikutan mampus"!"Teriak Garung Parawata menantang.
Tak ada jawaban. Tak ada gerakan. Suasana di lereng bukit yang mulai tersentuh
rambatan fajar dari arah timur sunyi senyap laksana di pekuburan. Garung
Parawata memandang berkeliling lalu anggukkan kepala sebagai tanda.
Belasan tangan bergerak menghantam!
" Tunggu!" Raja Mataram berteriak mencegah.
Tapi terlambat.
Cahaya sinar pukulan mematikan telah memancar di ujung tangan belasan.
Tiba-tiba! 176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 31 dari 53
SEMBILAN " TAM! Tam! Tam!"
" Nguing ... nguing .... nguingl"
Suara tambur dan suling mendadak kembali menggelegar di lereng barat Bukit Batu
Hangus, jauh lebih dahsyat dari sebelumnya. Anjing di bahu Wiro menyalak
panjang. Lalu muncul suara menggemuruh. Bukit batu bergoyang, udara bergetar. Semua orang
menyangka ada gempa yAng hendak merobohkan bukit. Namun betapa terkejutnya
mereka ketika menyaksikan ratusan batu besar yang berada di atas bukit melesat
ke atas. Menggantung di udara setinggi dua belas tombak, membuat keadaan di
lereng bukit menjadi redup seolah malam kembali datang!
Salah satu dari sekian banyak batu yang mengambang di udara berputar tiga kali
lalu menderu jatuh, menghantam batu besar yang berada di dekat Raja Mataram dan
Garung Parawata. Batu yang jatuh sama sekali tidak hancur. Tetapi batu yang
dihantam hancur lebur menjadi ribuan kerikil. Bersama debu, ribuan kerikil
pecahan batu mencuat ke udara! Membuat pemandangan di sebagian lereng bukit
menjadi tambah gelap untuk beberapa lamanya sebelum debu dan batu-batu kerikil
berjatuhan ke tanah.
Semua Orang Yang ada di lereng bukit jadi pucat dan sangat ketakutan. Terlebih
di udara saat itu sebuah batu lagi tampak melayang berputar-putar. Orang banyak
menutupi kepala mereka dengan tangan masing-masing. Ngeri kalau batu kedua itu
seperti yang satu tadi melayang turun dan menghantam tubuh mereka! Ingin lari
menghindar tapi kaki lumpuh!
Melihat batu yang berputar sambil menekap kepala dengan dua tangan Raja
Mataram berteriak.
" Wahai Para Dewa di Swargaloka! Penderitaan kami rakyat Mataram sudah tidak
tertahankan. Mengapa masih Kau turunkan lagi tambahan azab sengsara kepada
kami!" Nenek Rauh Kalidathi memandang pada gadis kaki satu sama saling pandang. Si
nenek, kemudian berbisik.
" Kasihan Raja Mataram. Dia berteriak bertanya seperti itu! Seharusnya dia
bertanya dulu pada diri sendiri mengapa terjadi hal yang seperti ini. Jelas ada
pikiran dan budi luhur yang tidak menginginkan Kesatria Panggilan dicelakai."
"
Wiro Sableng 176 Dewi Kaki Tunggal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kau benar Nek,"jawab si gadis. "
Kita berdoa saja agar semua orang terhindar dari
marabahaya dan segera mendapat kesembuhan..."
" Bagaimana Mungkin bisa lepas dari marabahaya dan mendapat kesembuhan.
Orang yang dipanggil jauh-jauh dan diharapkan bisa menolong sudah kabur karena
sakit hati!"Jawab si nenek.
Sakuntaladewi terkejut. Dia memandang berkeliling. Astaga! Ternyata Wiro, Ni
Gatri dan anjing kecil memang tak ada lagi di tempat itu!
" Aneh, aku tidak tahu kalau pemuda itu sudah pergi. Kenapa kau tidak memberi tahu
aku tadi-tadi Nek?"
Si nenek tersenyum lalu berkata. "
Kau suka sama pemuda itu ya?"
" Ada yang ingin saya bicarakan. Hal sangat penting..."Jawab Sakuntaladewi.
Si nenek tersenyum lagi dan kali ini sambil kedipkan mata.
" Kalau aku masih muda, aku tidak akan memberi kesempatan padamu. Pasti pemuda itu
sudah aku serobot. Karena sudah tua biarlah aku terpaksa mengalah padamu.
Hik ... hi k...hi k. "Lalu si nenek sambung ucapan. "
Aku bukan mau tahu urusan orang. Tapi
apakah ucapan yang dituduhkan dukun tua tadi bahwa kau dikutuk karena melakukan
zinah dengan saudara seayahmu sendiri benar adanya?"
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 32 dari 53
Si gadis menggeleng.
" Nek, aku memang dikutuk tapi bukan oleh Para Dewa. Apa yang dikatakan dukun
Kerajaan tidak benar. Aku sangat menyesalkan tuduhannya yang menyesatkan seperti
itu. Aku akan ceritakan padamu kejadian sebenarnya Nek...."
" Sudah ... sudah! Aku percaya padamu. Omong-omong soal pemuda yang disebut
Kesatria Panggilan itu, aku rasa kau serasi dengan dia..."
Sakuntaladewi menatap wajah si nenek sebentar.
" Benar begitu Nek?"tanya Sakuntaladewi.
" Apa aku dusta" Dia tidak akan mendapatkan gadis secantikmu dimanapun dia
mencari! Hik ... hik!"
" Nek, terus terang aku memang punya kaul Nek. Tapi keadaan kakiku yang seperti
ini mana mungkin pemuda itu ... "
Ucapan si gadis kaki satu terputus karena saat itu Raja Mataram berteriak sambil
dua tangan direntang dan kepala menatap ke langit yang masih diselubungi ratusan
batu besar! " Wahai Para Dewa! Kami orang-orang Mataram mengharapkan pertolongan-Mu!"
" Tam! Tam! Tam!"
" Nguing .... nguinggg....!"
Di kejauhan lagi-lagi terdengar suara tambur dan suling, membuat semua orang
jadi semakin tercekat.
Entah memang karena teriakan Raja atau entah karena apa batu kedua yang
melayang di udara ternyata tidak jatuh ke bawah. Setelah berputar-putar beberapa
kali batu ini mengambang diam di atas lereng bukit di antara ratusan batu besar
lainnya. Tak ada satu orangpun yang bergerak. Sunyi. Bahkan suara anginpun tidak
terdengar! Raja dan semua orang yang ada di lereng bukit tetap saja kawatir
kalau tiba-tiba batu besar itu seperti tadi melayang jatuh menimbulkan
kehancuran. " Dewa Agung, ada sesuatu yang salah. Saya mohon maaf-Mu,"Raja Mataram
berucap perlahan tapi cukup terdengar beberapa orang yang berada di dekatnya. Di
sebelah sana Panglima Pasukan Kerajaan Garung Parawata tundukkan kepala. Dua
tangan ditekapkan ke wajah.
Dalam keadaan mencekam seperti itu tiba-tiba ada orang tertawa cekikikan.
" Peringatan Dewa sudahlah nyata! Mana mulut bersuara sombong! Mengapa tidak
terdengar lagi suara congkak hendak membunuh sesama insan"! Hik ... hik ...
hiki" Yang tertawa adalah si nenek bermuka bulat tak beralis dan berdandan menor Rauh
Kalidathi. Semua orang melirik ke arah si nenek dan terkejut. Mereka baru
menyadari. Pendekar 212 Wiro Sableng, Ni Gatri dan anjing hitam kecil tidak ada lagi di
tempat itu. Yang masih ada hanyalah si nenek dan gadis berkaki satu.
Mendadak Eyang Dukun Umbut Watukura berseru dan menunjuk ke arah kening
Garung Parawata.
" Panglima! Empat benjolan di keningmu tidak ada lagi! Apa yang terjadi"!"
Seruan sang Dukun membuat semua orang termasuk Raja Mataram menoleh ke
arah Panglima Pasukan Kerajaan. Mereka jadi terkejut! Memang benar. Saat itu
mereka melihat kening sang Panglima dalam keadaan licin. Empat benjolan merah
tidak ada lagi di atas jidatnya! Sementara empat benjolan masih terlihat ada di
kening semua orang di bukit itu termasuk Raja!
Rakai Kayuwangi menatap ke arah Sakuntaladewi. Gadis itu sejak muncul memang
dilihatnya tidak ada empat benjolan di keningnya. Hal ini sebenarnya menimbulkan
satu tanda tanya bagi Raja mataram.
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 33 dari 53
SEPULUH ARUNG PARAWATA Yang tentu saja tidak bisa melihat wajahnya sendiri
pergunakan tangan kiri untuk mengusap kening. Astaga! Dia merasa keningnya licin
polos. Empat benjolan benar-benar tak ada lagi!
" Panglima, apa yang terjadi dengan dirimu. Agaknya kau mendapatkan berkah Para
Dewa!"Berkata Sri Maharaja Mataram. Saat itu Panglima Garung Parawata masih
terduduk di tanah, tersandar pada satu batu besar.
" Yang mulia, ketika batu besar hancur dan keadaan menjadi gelap, samar-samar saya
melihat ada orang berpakaian putih berkelebat. Saya merasa kening saya seperti
di usap ..."Garung Parawata memberi tahu. "
Saya ini saya .. saya merasa ada kelainan
pada di r i saya. Yang Mul i a! Demam panas di t ubuh saya l enyap. Saya j uga ..." Panglima Kerajaan itu memandang ke bawah. Sepasang kakinya yang selama ini
terasa berat kini berubah enteng. Dua kaki digerakkan. Dan dia mampu melakukan!
Dia coba berjalan! Bisa!.
" Yang Mulia! Lihat! Saya mampu menggerakkan kaki! Saya bisa berjalan! Saya tidak
lumpuh lagi!"Saking girangnya sang Panglima meloncat-loncat berulang kali.
Selagi semua orang geger menyaksikan kejadian itu, sang Dewi Kaki Tunggal alias
Sakuntaladewi dan si nenek Rauh Kalidathi hanya senyum-senyum.
Si nenek mencibir. Lalu berkata.
" Dasar Panglima goblok! Bukannya bersyukur pada Yang Maha Kuasa malah
berjingkrak-jingkrak seperti orang gila! Ssstt....Raja tolol itu tengah menuju
ke sini."Si nenek hentikan bicaranya.
Raja berdiri di depan kedua orang itu.
" Sakuntaladewi dan nenek Rauh Kalidathi. Aku merasa bersalah. Sayang sekali
Kesatria Panggilan pergi begitu saja. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi
selanjutnya. Kalian tahu apa yang terjadi dengan Panglima Garung Parawata" Bagaimana empat
benjolan di kepalanya lenyap begitu saja. Dan ia sembuh dari penyakit demam
panas serta kelumpuhan. Dia mengatakan ada orang berpakaian putih mengusap
keningnya. Kesatria Panggilan berpakaian serba putih. Apakah mungkin ......"
" Saya tidak tahu Yang Mulia. Saya tidak melihat! Perlu apa saya memperhatikan
orang yang hendak membunuh saya!"Yang menjawab adalah Rauh Kalidathi.
Raja terdiam, anggukkan kepala lalu berkata. "
Aku mengerti perasaanmu Nenek
Rauh Kalidathi."Raja berpaling pada Sakuntaladewi, mengharapkan penjelasan.
Maka berucaplah gadis berkaki satu itu.
" Yang Mulia, bukannya mungkin. Tapi memang Kesatria Panggilanlah yang telah
menolong Panglima Kerajaan." Berkata Sakuntaladewi. Dia diam sebentar baru
melanjutkan. "
Yang Mulia, kalau saja sebelumnya Yang Mulia mau mendengar
penjelasan orang tolol seperti saya maka pemuda itu tidak akan meninggalkan kita
begitu saja. Dia kita minta untuk menolong dan dengan segala ketulusan dia
memang ingin menolong. Tapi kita telah memperlakukannya dengan segala kecurigaan
dan ucapan-ucapan yang menyakitkan hati."
Garung Parawata tundukkan kepala. Begitu juga Klingkit Kuning, Eyang Dukun dan
Tabib Sepuluh Jari Sakti. Diam-diam mereka merasa bersalah.
" Aku menyesal. Tapi aku butuh penjelasan. Yang penting sekarang bagaimana
menyelamatkan semua orang yang ada di bukit ini dan juga di Kotaraja serta
seluruh pelosok Bhumi Mataram..."
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 34 dari 53
" Yang Mulia, pemuda yang disebut sebagai Kesatria Panggilan itu telah menerangkan bahwa dia memiliki ilmu kesaktian yang mampu menolong semua orang
Mataram yang tengah dilanda malapetaka Malam Jahanam. Caranya dengan
mengambil benjolan di kening semua orang yang ada di sini lalu memindahkannya ke
tempat lain. Lihat apa yang terjadi dengan Panglima Kerajaan..."Gadis berkaki
satu ini kemudian menunjuk ke arah sebuah batu di samping kiri Panglima Pasukan
Kerajaan. Semua orang jadi tercekat ketika melihat ada empat daging merah sebesar ujung
ibu jari menempel berdenyut-denyut di atas batu. Garung Parawata sendiri jadi
merinding dan mengusap tengkuknya berulang kali.
" Dia menyebut ilmu itu. Menahan Darah Memindah Jasad."Kata Sri Maharaja
Mataram pula. "
Tetapi mengapa orang bernama Lemayang yang hendak ditolongnya
menemui kematian sangat mengerikan."
Itulah sebelumnya yang hendak saya jelaskan."Jawab Sakuntaladewi alias Dewi Kaki
Tunggal. "
Dari apa yang saya tahu Kesatria Panggilan telah kesusupan ilmu jahat
sewaktu dalam perjalanan ke tempat ini. Rahasia ilmu kesaktiannya diketahui oleh
mahluk yang disebut Dua Nyawa Kembar yaitu Sinuhun Merah Penghisap Arwah dan
Sinuhun Muda. Saya menaruh duga, rahasia itu di bocorkan oleh mahluk alam roh
yang didatangkan dari negeri delapan ratus tahun mendatang yaitu yang disebut
Kesatria Rob Jemputan. Berdasarkan keterangan bocoran itu Dua Nyawa Kembar
secara gaib berhasil memasukkan ilmu hitam ke dalam tangan Kesatria Panggilan.
Ilmu hitam itu bernama Serat Berhala. Ketika Kesatria Panggilan berusaha
menolong orang bernama Lemayang, bukan kesembuhan yang terjadi tapi orang itu
malah hancur kepala dan sebagian tubuhnya."
Raja Mataram terdiam untuk beberapa ketika sementara tidak ada satu seorang
lainpun mengeluarkan suara. Tabib Sepuluh Jari Dewa Soka Kandawa mengusap
mukanya yang tembam berkeringat berulang kali. Eyang Dukun Umbut Watukara
menghela nafas panjang tiada henti, Klingkit Kuning diam dengan mulut terkancing
sedang Garung Parawata menatap ke langit dengan wajah tampak redup. Seperti Raja
Mataram, sang Panglima juga merasa penyesalan dalam dirinya.
" Sakuntaladewi," Raja akhirnya memecah kesunyian.
" Aku memang melihat
lenyapnya empat benjolan disertai sembuhnya Panglima Garung Parawata. Seperti
katamu tadi aku yakin Kesatria Panggilan yang melakukan hal itu. Tapi di bukit
ini ada ratusan orang, belum lagi yang berada di Kotaraja dan seluruh negeri.
Bagaimana mungkin dia mampu melakukan ......"
Sakuntaladewi tersenyum.
" Yang Mulia, jika Para Dewa memberi pertolongan tidak mungkin setengah-setengah.
Apa yang ada di benak kita hanya satu titik seujung jarum dibanding dengan
kebesaran jalan pikiran Yang Maha Kuasa yang luar biasa luas. Apa yang tidak
mungkin bagi-Nya"
Ketahuilah, saya mendapat penjelasan, Kesatria Panggilan bisa memindahkan ilmu
kesaktiannya pada setiap orang yang disembuhkan. Hingga yang sembuh menolong
yang masih sakit. Begitu seterusnya secara berantai. Saya rasa jika itu
dilakukan, sebelum matahari tinggi pagi semua orang di Mataram.ini sudah
tertolong. Tapi sekarang begini kejadiannya. Kesatria Panggilan lenyap entah
kemana. Mungkin dia sudah kembali ke negeri asalnya..."
" Yang aku tahu dia tidak bisa kembali ke negeri asalnya sebelum menemukan Kuda
Lumping tunggangannya yang membawanya ke Bhumi Mataram. Lagi pula dia harus
menemukan gurunya lebih dulu. Gadis cantik bersunting empat itu. Menurut cerita
salah seorang pembantuku, Kuda Lumping itu telah dirampas oleh Sinuhun Merah
Penghisap Arwah."
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 35 dari 53
" Bagaimana kalau Sinuhun Merah Penghisap Arwah sengaja mengembalikan Kuda Lumping
itu pada Kesatria Panggilan hingga dia dan gurunya, juga anak perempuan bernama
Ni Gatri itu, serta si anjing kecil itu bisa kembali ke negeri asalnya, negeri
delapan ratus tahun mendatang. Bukankah itu pekerjaan lebih mudah dari pada
menghadapi Kesatria Panggilan secara kekerasan" Setelah itu dua Sinuhun nyawa
kembar akan memusatkan perhatian dan segala daya untuk menghancurkan kita
semua!" Berubahlah paras Raja Mataram mendengar ucapan Sakuntaladewi sementara si nenek
Wiro Sableng 176 Dewi Kaki Tunggal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Rauh Kalidathi hanya diam manggut-manggut. Semua orang yang mendengar ucapan
gadis berkaki satu tak ada satupun yang keluarkan ucapan. Banyak diantara mereka
kini memandang marah ke arah Garung Parawata. Mereka menganggap karena ucapan-
ucapan jahatnyalah Raja sampai terhasut.
" Aku tidak tahu mau melakukan apa sekarang. Apakah pertolongan Yang Maha
Kuasa masih bisa diharapkan..."Raja berucap.
Tiba-tiba terjadi kegaduhan di salah satu bagian bukit.
" Apa yang terjadi?"Raja bertanya.
Sebagai jawaban ada orang berteriak.
" Yang Mulia, tiga orang di sini telah menemui ajal!"
" Di sini ada empat Orang yang tengah sekarat!"
Ada suara orang berteriak dari arah lereng bukit yang lain.
Raja Mataram tundukkan kepala. Dirinya benar-benar terguncang.
" Dewa Agung, saya mengaku bersalah telah menyakiti hati Kesatria Panggilan. Saya
merasa hina apakah saya masih boleh meminta pertolongan-Mu. Jika saya bersalah
dan memang berdosa saya rela memberikan nyawa saya. Tapi tolong wahai Yang Maha
Kuasa, jangan beri kematian pada rakyat saya. Saya rela menjadi tumbal."
Sepasang mata Sri Maharaja Mataram tampak berkaca-kaca. Perlahan-lahan dia
jatuhkan diri, berlutut di tanah.
" Tam! Tam! Tam!"
Suara tambur kembali bergema di lereng Bukit Batu Hangus.
Suara suling juga membahana.
Tiba-tiba ratusan batu besar yang mengambang di atas bukit secara perlahan-lahan
melayang turun, kembali ke tempatnya semula.
Panglima Garung Parawata memandang berkeliling. Dia menatap ke arah Raja sejurus
lalu tanpa berkata apa-apa dia melompat ke atas batu Ialu berkelebat ke arah
kaki bukit. " Panglima! Kau mau kemana"!"Berseru Raja Mataram.
" Yang Mulia! Saya akan mencari Kesatria Panggilan! "Terdengar jawaban Garung
Parawata di kejauhan.
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 36 dari 53
SEBELAS " KAKAK, kita mau kemana?"
Pertanyaan Ni Gatri membuat Wiro Hentikan lari. Saat itu mereka berada di kaki
Bukit Batu Hangus sebelah timur.
" Aku juga bingung mau kemana. Mau mencari Eyang Sinto tidak tahu guruku itu
berada dimana. Aku kawatir keadaan nenek itu..."
" Menurut Ratu Randang dan Raja Mataram guru kakak berada di satu tempat yang
aman." " Bisa saja mereka berkata begitu. Tapi dimana" Kalau belum melihat sendiri aku
mana bisa tenang. Kita juga harus menemukan Kuda Lumping agar bisa kembali ke
alam delapan ratus tahun mendatang."
" Kakak sungguhan mau segera kembali ke negeri asal kita?"
" Tentu saja. Maksudku kalau sudah bertemu Eyang Sinto."
" Lalu bagai mana dengan Dewi Kaki Tunggal " " Memangnya ada apa dengan gadi s i t u. " " Bukankah dia punya kaul akan menjadikan kakak sebagai suaminy
a..." " Huss!"Wiro melotot.
" Ni Gatri kasihan sama orang-orang di bukit itu. Seharusnya Kakak jangan keburu
marah dan meninggalkan mereka. Sekarang siapa yang akan menolong mereka?"
Wiro menggaruk kepala lalu berkata.
" Kau anak baik ......"
" Kakak juga bak Ni Gatri melihat sebelum meninggalkan bukit kakak lebih dulu
menyembuhkan Panglima yang mulutnya sebakul seperti perempuan! Ni Gatri tahu,
membalas keburukan orang dengan kebaikan bukankah itu satu hal yang sangat
terpuji" Tapi kalau Ni Gatri yang dibegitukan pasti Ni Gatri tidak akan
menyembuhkan empat benjolan dikepalanya. Malah Ni Gatri tambah menjadi empat
ratus benjolan!
Bukan cuma di kening tapi di seluruh tubuh. Biar dia tahu rasa!"
Wiro tertawa. " Aku mungkin lagi apes. Mau menolong orang malah mau dibunuh. Sial! Siapa yang
menghalangi aku berbuat baik
"! "Wiro perhatikan tangan kanan. Tangan diusap
berulang kali. "
Heran, ada apa dengan tanganku ini" Seharusnya orang bernama
Lemayang itu bisa kutolong dengan ilmu Menahan Darah Memindah Jasad. Tapi
kepalanya malah meledak! Edan! Jangan-jangan ini pekerjaannya Pangeran Matahari
keparat itu! " " Kakak, jika kakak memang punya ilmu kesaktian tapi ketika dipergunakan malah
membuat celaka orang lain, kenapa tidak dicoba lagi. Jangan dengan manusia.
Dengan engg ..." Ni Gatri menatap ke arah anjing kecil yang barusan melompat dari atas bahu Wiro.
Anak perempuan ini kemudian menunjuk ke arah satu pohon besar yang batangnya
terdapat beberapa bonggolan.
" Eh, kau benar Ni Gatri. Mari kucoba."Kata Wiro pula. Lalu diikuti Ni Gatri dan
anjing kecil Wiro melangkah mendekati pohon. Tangan kanan ditempelkan ke salah
satu bonggol. Sesaat kemudian ketika tangan itu diangkat bonggol yang barusan
ditekap lenyap. Begitu Wiro menempelkan tangan kanannya ke pohon lain yang
batangnya licin rata bonggol berpindah ke batang pohon itu!
" Kakak kau bisa!"Berseru Ni Gatri dan si anjing kecil menyalak seolah ikut
gembira. Wiro menggaruk kepala.
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 37 dari 53
" N Gatri, kalau tangan kananku memang disusupi ilmu hitam jahat, mengapa
sekarang aku bisa memindahkan bonggol pohon" Mengapa pohon tidak meledak"
Jangan-jangan ilmu hitam itu hanya ditujukan untuk manusia."
" Atau jangan-jangan memang kekuatannya hanya berlaku satu kali. Orang yang
mengirim ilmu jahat mengira Kakak pasti akan menyembuhkan Raja Mataram lebih
dulu! " Wiro sampai ternganga.
" Ni Gatri, kuharap kau benar. Lalu sekarang apa yang kita lakukan?"
" Kalau Kakak memang orang-orang baik kita kembali ke Bukit Batu Hangus sebelum
matahari naik semakin tinggi..."
Wiro mengangguk Dia siap mendukung Ni Gatri kembali dan anjing hitam kecil siap
pula melompat ke bahu sang pendekar.
Tiba-tiba di kaki bukit meledak tawa bergelak. Anjing kecil berlari liar
berputar-putar sambil menyalak berulang kali.
Belum lenyap gema tawa itu, satu bayangan hitam berkelebat di hadapan Pendekar
212 dan Ni Gatri. Yang muncul bukan lain ternyata adalah Kesatria Roh Jemputan
alias Pangeran Matahari.
Sebagaimana diceritakan sebelumnya Sinuhun Muda kembaran arwah Sinuhun
Merah Penghisap Arwah memerintahkan Kesatria Roh Jemputan alias Pangeran
Matahari mengejar Wiro dan membunuhnya sebelum sampai di Bukit Batu Hangus.
Kakek sakti Kumara Gandamayana yang melihat hal itu segera keluar dari dalam
tubuh Ni Gatri yang selama ini memang telah beberapa kali dijadikannya sebagai
perantara. Kakek ini tanggalkan ikat pinggang miliknya berupa sebuah tasbih
besar terbuat dari kayu coklat. Dengan kesaktiannya dia merubah ikat pinggang
itu menjadi sosok manusia salinan menyerupai dirinya. Lalu kembaran jejadian ini
diperintahkan untuk mengejar dan membunuh Kesatria Roh Jemputan yang tengah
mengejar Pendekar 212 Wiro Sableng.
Kembaran jejadian Kumara Gandamayana berhasil mengejar Pangeran Matahari.
Setelah perang mulut dimana Pangeran Matahari dihina habis-habisan oleh si
kakek, pertarungan antara Pangeran Matahari dan mahluk jejadian Kumara
Gandamayana tidak dapat dihindarkan lagi. Meski si kakek memiliki banyak ilmu
kesaktian namun pada akhirnya dia tidak mampu menghadapi Pangeran Matahari.
Tubuhnya hancur berkeping keping dihantam ilmu Delapan Arwah Sesat Menembus
Langit yang keluar dari delapan benjolan di kening sang Pangeran. Ujudnya
kembali kepada asal yaitu ikat pinggang berbentuk tasbih besar. Namun ikat
pinggang itu kini hanya tinggal berupa benda hangus gosong!
Walau menang sang Pangeran terpaksa harus tercebur masuk comberan. Kejadian ini
disaksikan oleh Dewi Ular. Pangeran Matahari berusaha mencari sebuah telaga
untuk membersihkan diri namun melalui suara mengiang Sinuhun Merah Penghisap
Arwah memerintahkan agar Pangeran Matahari mengejar Wiro walau keadaannya kotor
mandi air comberan dan bau.
Melihat sang Pangeran berkeadaan begitu rupa murid Sinto Gendeng langsung
tertawa gelak-gelak. "
Pangeran hebat kau barusan habis mandi di tujuh pancuran busuk
mana"! Ha ... ha ... ha! Apa perempuan bermata juling yang kau hina itu yang
menyuruhmu mandi di kubangan bangkai kerbau"! Ha ... ha...hal"
Ni Gatri tertawa cekikikan. Anjing kecil melompat-lompat sambil menyalak.
Rahang Pangeran Matahari langsung menggembung. Pelipis bergerak gerak.
Delapan benjolan di kening pancarkan cahaya terang. Sekali dia menghentakkan
kaki 176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 38 dari 53
maka delapan cahaya merah itu melesat ke arah delapan bagian tubuh Pendekar 212,
mulai dari kepala sampai ke kaki!
Selama ini Wiro tahu semua ilmu pukulan sakti yang dimiliki Pangeran Matahari.
Namun sekali ini Pangeran menyerangnya dengan ilmu aneh yang agaknya baru
didapatnya di negeri delapan ratus tahun silam yaitu Delapan Arwah Sesat
Menembus Langit.
Pendekar 212 sempat tergetar melihat kedahsyatan serangan delapan cahaya merah.
Sambil melompat mundur satu tombak Wiro yang ingin tahu sampai dimana kehebatan
serangan lawan menangkis dengan pukulan Tameng Sakti Menerpa Hujan di tangan
kiri sementara tangan kanan melepas pukulan Tangan Dewa Menghantam Matahari.
Pukulan pertama warisan Sinto Gendeng sedang pukulan kedua didapat dari Datuk
Rao Basaluang Ameh.
" Buummm! Buummm!
" 176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 39 dari 53
DUA BELAS DUA DENTUMAN dahsyat menggelegar di tempat itu. Ni Gatri menjerit. Tubuhnya
terpelanting. Anjing kecil meraung. Binatang itu terguling guling sampai
beberapa tombak tapi tidak cidera. Dua pohon besar di dekat tempat itu berderak
patah lalu tumbang bergemuruh. Sementara di tanah terlihat hampir selusin lobang
besar sedalam mata kaki!
Di udara delapan cahaya merah serangan Pangeran Matahari terdorong ke belakang
sebelum meledak. Pukulan Tameng Sakti Menerpa Hujan yang dipergunakan Wiro untuk
menyongsong serangan lawan walau mampu menahan namun kemudian
meledak buyar. Dalam keadaan seperti itu pukulan Tangan Dewa Menghantam
Matahari menyusup ke depan. Pangeran Matahari cepat dorongkan tangan kanan
melepas Pukulan Merapi Meletus!
Pendekar 212 Wiro Sableng merasakan dada berdenyut sakit. Kepala serpti
dihantam pukulan palu sementara tubuh mendadak menjadi lemas! Dia coba tertahan
agar tidak roboh namun isi perutnya serasa dibetot keluar!
Tubuh langsung terpelanting jatuh duduk di tanah.
Ni Gatri menjerit. Anjing kecil menyalak lalu menghampiri sang pendekar clan
menjilati kaki kanannya. Wiro mengangkat tangan memberi tanda dia tidak apa apa.
Padahal saat itu mulutnya terasa asin pertanda ada cidera di dalam dada. Wiro
meludah. Ludahnya bercampur darah.
" Aku pernah menghadapi pukulan Pangeran keparat ini sebelumnya. Tidak mungkin dia
sehebat ini! Ada kekuatan lain di dalam serangannya!"Pikir Wiro.
Murid Sinto Gendeng tidak bisa berpikir lebih panjang. Sebelum Pukulan Merapi
Meletus menyapu tubuhnya tidak tunggu lebih lama Wiro segera tiup tangan kanan.
Serta merta di telapak tangan Wiro muncul gambar harimau kepala putih bermata
hijau. Datuk Rao Bamato Hijau!
Didahului suara mengaum harimau raksasa yang tak kelihatan ujudnya Pukulan
Harimau Dewa yang dilancarkan Wiro menderu dahsyat melabrak serangan lawan.
Pangeran Matahari berteriak keras ketika tubuhnya terangkat satu tombak ke udara
latu mencelat mental. Dari mulut menyembur darah segar.
Tiba-tiba ada cahaya kuning kemerahan menyambar ke arah tubuh sang Pangeran.
Masuknya cahaya kuning ini bukan saja memberi kesembuhan pada luka dalam yang
diderita Pangeran Matahari tapi sekaligus memberikan kekuatan baru yang dahsyat!
Di lain kejap manusia yang sebenarnya telah menemui kematian di alam delapan
ratus tahun mendatang ini membuat gerakan jungkir balik di udara. Begitu dia
mampu menguasai diri laksana anak panah dilepas dari tempat ketinggian tubuhnya
melesat turun. Dari atas Pangeran Matahari arahkan ke bawah dua tangan begitu
rupa hingga sepuluh jari terkembang namun jari tengah kiri kanan ditekuk ke
belakang! 'Wussss! Wusss!"
Delapan larik cahaya merah menyembur dari delapan ujung jari. Nyala terangnya
laksana menembus langit den menghunjam tanah!
" Pukulan Delapan Sukma Merah! Kesatria Panggilan! Lekas menyingkir!"
Ada orang berteriak di belakang Wiro.
Wiro Sableng 176 Dewi Kaki Tunggal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Karena tadi dalam keadaan terluka Wiro mengerahkan tenaga dalam penuh untuk
melepas Pukulan Harimau Dewa, maka ketika mendapat serangan baru murid Sinto
Gendeng tidak mampu bergerak cepat. Tenaganya seolah terkuras. Ape lagi delapan
cahaya begitu benderang menyilaukan. Wiro segera merapal aji ilmu kesaktian
Pukulan 176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 40 dari 53
Sinar Matahari. Namun belum sempat tangannya berubah menjadi warna perak panes
berkilau dalam keadaan gawat begitu rupa Wiro merasakan tubuhnya didorong hingga
terpental sampai due tombak den selamat dari hantaman delapan cahaya merah yang
lewat setengah tombak di atas kepalanya!
Sebelum terpental, dari arah belakang Wiro mendengar suara berdesing keras
menghampar hawa dingin. Selagi jatuh di tanah Wiro melihat dua bilah keris
melesat ke arah Pangeran Matahari.
" Breett! Brett! " Pangeran Matahari berteriak kaget dan marah. Dia terlalu memusatkan perhatian
pada usaha untuk menyerang den membunuh Wiro. Ketika due keris menyambar ke
arahnya dia berlaku
agak lengah. Masih untung hanya bahu pakaiannya kiri kanan
yang robek oleh sambaran due senjata. Kalau sampai daging atau kulit tubuhnya
tergores salah satu senjata beracun itu, nyawa alam rohnya pasti akan menjerit
den melesat keluar dari dalam tubuh!
Didahului suara menggembor marah Pangeran Matahari melayang turun ke tanah dan
sekali berkelebat dia sudah berada di hadapan orang tinggi besar berkumis
melintang yang tadi menyerangnya dengan dua bilah keris. Di saat yang sama orang
ini. gerakkan dua tangannya ke atas sambil mulut berucap.
" Sepasang Tangan Kilat
! " " Bett! Beett ! " Luar biasa! Dua keris yang melayang di udara kini berkelebat, membalik menyerang
Pangeran Matahari dari arah belakang! Saat itu sang Pangeran tidak mau lagi
berlaku ayal. " Ilmu pengecut sialan!"Rutuk Pangeran Matahari.
Tanpa berpaling dia pukulkan tangan kiri kanan ke belakang.
" Wuss! Wuss!"
Nyala api berwarna merah, kuning dan hitam menyambar keluar dari telapak tangan
Pangeran Matahari. ltulah Pukulan Telapak Matahari! Begitu cahaya pukulan sakti
ini menghantam dua bilah keris, tak ampun lagi dua senjata itu berpijar terang
lalu tenggelam dalam kobaran api clan dalam keadaan leleh jatuh ke tanah!
Orang tinggi besar berkumis pemilik dua bilah keris, melengak kaget sampai air
mukanya menjadi pucat pasi. Mana dia pernah mengira dua bilah keris saktinya
yang bernama Mahesa Kembar mengalami nasib seperti itu! Nyalinya benar-benar
terguncang. " Keparat jahanam! Siapa kau"!
"Bentak Pangeran Matahari pada orang pemilik dan
pelempar dua keris sakti.
Orang yang dibentak tidak menjawab malah berpaling pada Wiro dan berkata.
" Kesatria Panggilan! Lekas kembali ke Bukit Batu Hangus. Lupakan apa yang telah
terjadi! Raja dan semua orang mengharap pertolonganmu!"
Pendekar 212 terkejut dan segera mengenali. Si tinggi besar berkumis tebal yang
barusan menolongnya itu bukan lain adalah Garung Parawata, Panglima Pasukan
Kerajaan Mataram!
Tiba-tiba ada suara mengiang di kedua telinga Pangeran Matahari.
" Kesatria Roh Jemputan! Orang yang berusaha menghalangimu itu adalah Panglima
Pasukan Kerajaan! Bunuh dia lebih dulu! Pergunakan ilmu Delapan Arwah Sesat
Menembus Langit!
" Pangeran Matahari mengenali suara itu. Dalam hati dia memaki. "
Sinuhun keparat!
Bisanya hanya memberi perintah tapi bersembunyi! Kalau aku mampu melenyapkan 176
Dewi Kaki Tunggal
Hal : 41 dari 53
kendali delapan benjolan di keningku, orang pertama yang aku bunuh setelah
Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng adalah dirimu!"
Walau merutuk tapi tidak tunggu lebih lama Pangeran Matahari segera kerahkan
tenaga dalam ke kening yang ada delapan benjolan. Ketika sang Pangeran
melancarkan serangan, Panglima Kerajaan tengah bicara pada Wiro.
" Wus" Delapan larik sinar merah ganas menerpa ke arah Garung Parawata. Panglima
Kerajaan ini baru sadar kalau dirinya diserang orang sesaat setelah dia merasa
ada hawa panas. Dia berpaling, tersentak kaget.
" Delapan Arwah Sesat Menembus Langit!
" Panglima Pasukan Kerajaan Mataram berteriak lalu cepat jatuhkan diri. Dalam
kuda-kuda setengah berlutut dia coba menangkis dengan ilmu kesaktian bernama
Burung Sakti Merentang Sayap Menembus Langit!
Dari dada kirinya yang tegap berotot dimana terdapat jarahan gambar burung
Rajawali berwarna biru bermata merah, melesat cahaya biru yang ketika
diperhatikan ternyata berbentuk seekor burung Rajawali raksasa. Kibasan sayap
serta gerak dua kaki mengeluarkan deru angin dahsyat hingga rerantingan
bergoyang bahkan patah dan daun-daun pepohonan berguguran. Dari tubuh burung
memancar cahaya biru
sementara dari sepasang mata menyambar dua larik cahaya merah! Ketika binatang
jejadian ini menguik keras, udara di tempat itu mendadak terasa dingin.
Namun tangkisan yang sekaligus serangan
burung Rajawali raksasa yang dilancarkan Panglima Kerajaan kalah cepat dengan
hantaman serangan Delapan Arwah Sesat Menembus Langit. Apa lagi laksana hidup
delapan larik cahaya merah mampu menyusup ke bawah. Selain itu dengan tangan
kirinya Pangeran Matahari lepaskan Pukulan Gerhana Matahari. Inilah salah satu
dari beberapa pukulan maut yang dimiliki sang Pangeran semasa hidupnya. Tiga
cahaya merah, kuning dan hitam menderu. Udara sesaat menjadi redup.
Lalu blaar! Rajawali raksasa menguik dahsyat sebelum tubuhnya hancur berkeping keping di
udara! Selagi Panglima Pasukan Kerajaan Mataram tersentak kaget cahaya merah Delapan
Arwah Sesat Menembus Langit yang menyusup ke bawah menderu ke arahnya!
" Celaka! Aku tidak bisa menghindar!"
Panglima Kerajaan sadar apa yang terjadi!
Ada ubi ada talas. Ada budi ada balas!
Hanya sesaat lagi tubuh Garung Parawata akan cerai berai dihantam delapan larik
cahaya merah tiba-tiba satu cahaya putih menyilaukan berkiblat. Hawa panas luar
biasa menghampar!
Di udara menggelegar satu ledakan dahsyat!
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 42 dari 53
TIGA BELAS DELAPAN larik cahaya merah yang disebut Delapan Arwah Sesat Menembus Langit
laksana disapu topan prahara terlempar ke langit lalu bergelung berbuntal-buntal
dan akhirnya meletus delapan kali berturut-turut.
Sebaliknya cahaya putih yang menghantamnya didahului suara menggelegar terpental ke kiri, menghantam
sederetan pohon besar. Dalam sekejapan mata pepohonan itu berubah menjadi hangus
gosong, mulai dari akar sampai ke ujung ranting. Ketika cahaya putih lenyap
dengan menghembuskan angin panas, semua pohon yang telah berubah menjadi arang
itu serta merta runtuh ke tanah.
Sayup-sayup di kejauhan terdengar suara orang memaki lalu blukk! Ada tubuh jatuh
tergelimpang di tanah. ltulah sosok Pangeran Matahari! Kalau sebelumnya keadaan
tubuh dan pakaiannya basah kuyup dan kotor oleh lumpur comberan maka kini
seluruh pakaian, mantel, mukanya tampak tertutup hanguskan jelaga hitam serta
mengepulkan asap busuk. Hanya sepasang matanya yang tampak merah seperti
menyala!. Pangeran Matahari berteriak marah. Waktu mulutnya terbuka dari dalam mulut itu
mengepul asap. Lalu ada cairan hitam menyembur. Dalam keadaan batuk batuk dia
berusaha melompat bangun tapi roboh kembali ke tanah. Selain tubuhnya terasa
panas laksana digarang api, sang Pangeran juga merasa kekuatan tubuhnya amblas!
" Celaka! Apa yang terjadi dengan diriku! Bangsat itu melepas Pukulan Sinar
Matahari! Sekilas tadi aku melihat ada cahaya biru menyertai cahaya putih. Ada
kekuatan lain menyertai pukulan Sinar Matahari. Kalau tidak mana mungkin aku
bisa cidera dalam begini rupa! Kurang ajar!"
Saking marahnya Pangeran Matahari pukul kepalanya sendiri.
Tiba-tiba ada satu cahaya merah kekuningan muncul dari langit, menyapu tubuh
sang Pangeran. Saat itu juga secara aneh mahluk alam roh ini pulih kekuatannya.
Sekali bergerak dia telah melompat bangun. Delapan benjolan di kening siap
melancarkan serangan baru, tangan kanan siap melepas pukulan sakti. Tapi
memandang berkeliling Pangeran Matahari tidak melihat musuh besarnya Pendekar
212 Wiro Sableng. Anak perempuan dan anjing kecil juga tidak ada lagi di situ.
Bahkan Panglima Kerajaan Garung Parawata yang diduganya berada dalam keadaan
cidera ikut tenyap!
Pangeran Matahari berteriak keras berulang kali lalu berkelebat ke arah timur.
Namun dari balik satu gundukan batu besar melesat keluar dan menghadang seorang
bertelanjang dada yang bukan lain adalah Panglima Pasukan Kerajaan Garung
Parawata. " Panglima keparat! Kali ini kau tidak akan lolos dari tangan mautku!"
" Mahluk busuk alam roh ! Cukup kau gentayangan sampai di sini!"Bentak Garung
Parawata. Dua kaki berjingkat. Tangan kanan dipentang, siap menyerang.
Pangeran Matahari tidak tinggal diam. Tenaga dalam dikerahkan penuh. Lalu tangan
kiri kanan bergerak menghantam.
**** BUKIT Batu Hangus.
Untuk kedua kalinya Pendekar212 Wiro Sableng muncul di bukit itu bersama Ni
Gatri dan anjing kecil. Raja segera menemui tapi Sakuntaladewi mendahului.
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 43 dari 53
" Wiro, kau harus segera menyembuhkan semua orang di sini sekarang juga! Aku takut
cahaya sang surya yang semakin tinggi menghalangi usaha kita. Aku tahu cara
cepat bagaimana menolong semua orang yang ada di sini bahkan di seluruh Kotaraja
sampai ke pelosok desa..."
" Dewi Kaki Tunggal .......
" Dua kali kau menyebut namaku seperti itu..."
" Ni Gatri yang memberikan nama itu padamu. Kurasa sangat cocok."
Sakuntaladewi memandang ke arah Ni Gatri. Anak perempuan itu tersenyum.
" Dewi, maksudmu aku tetap mempergunakan ilmu yang sama yang menghancurkan kepala
dan tubuh orang bernama Lemayang itu?"Wajah Wiro menunjukkan rasa kawatir.
" Benar. Kau tak usah kawatir. Sebelumnya ada mahluk bermaksud jahat menyusupkan Ilmu hitam ke dalam tanganmu. Namun Ilmu Itu hanya untuk sekali
pakai. Sekarang kau bisa mempergunakan lagi. Lalu nanti bisa dipindahkan pada orang
lain agar orang itu bisa mengobati orang lainnya lagi..."
" Setahuku ilmu itu tidak bisa dipergunakan seperti itu."
" Mungkin kau tidak menyadari. Tapi..."
" Aku ingat, satu kali ada seorang kakek sahabatku bernama Setan Ngompol
mempergunakan ilmu itu. Akibatnya kupingnya yang dipindah ketika dipasang lagi
malah terbalik. Sampai sekarang. Dewi, kau tahu dari mana ilmu itu bisa dipindah
pindah?" " Sepasang Arwah Bisu yang memberi tahu padaku."
" Sepasang Arwah Biru?"Wiro tercengang heran. Kepala digaruk.
" Kakak, kau jangan cuma menggaruk kepala saja. Ikuti apa yang dikatakan Dewi Kaki
Tunggal."NI Gatri yang ada di samping Wiro berkata.
" Tunggu dulu. Aku musti yakin,"jawab Wiro. Lagu dia bertanya pada Sakuntaladewi.
" Dewi, dua Kakek nenek bisu itu memberi tahu padamu. Sebenarnya mereka itu ...
Mengapa memberitahu padamu, tidak langsung padaku?"
Sakuntaladewi melirik keadaan sekitarnya. Lalu dia mendekati Wiro dan berbisik
" Sepasang Arwah Bisu adalah kakek nenekku. Aku ini cucu mereka. Aku harap kau mau
menjaga rahasia ini."
Kembali murid Sinto Gendeng unjukkan air muka tercengang.
Saat itu Raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala yang tidak sabaran
mendatangi Wiro dan menyapa.
" Kesatria Panggilan, aku dan semua orang yang ada di sini merasa bersyukur kau
mau menemui kami lagi. Jika kau ikhlas untuk kembali mau menolong kami, aku
sangat berterima kasih."
" Yang Mulia..."Wiro menunduk memberi penghormatan.
" Yang Mulia, Kesatria Panggilan telah siap memberikan pertolongan."Menerangkan
Sakuntaladewi lalu berpaling pada Pendekar 212 yang saat itu berdiri sambil
memperhatikan dan mengusap-usap jari-jari tangan kanannya dengan tangan kiri.
" Kalau begitu sekarang aku minta diriku ditolong pertama kali."Ucapan Raja
Mataram ini membuat Wiro merasa kalau sang Raja masih memiliki rasa kawatir
Wiro Sableng 176 Dewi Kaki Tunggal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seandainya dia akan mengalami kegagalan lagi maka tidak ada orang lain yang
celaka! Hal ini membuat murid Sinto Gendeng jadi berpikir-pikir lagi.
Melihat Wiro masih diliputi keraguan, Sakuntaladewi ambil tangan kanan sang
Pendekar lalu diletakkan di atas hidungnya.
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 44 dari 53
" Wiro, pindahkan hidungku ke pipi. Lakukan agar kau tidak ragu dan semua orang
yang ada di sini merasa yakin kau benar-benar bisa menolong mereka. Para Dewa
memberkatimu!"
Mendapat semangat begitu rupa Wiro lalu gerakkan sedikit tangannya yang
menempel di hidung gadis berkaki satu. Tangan kemudian dipindah kepipi sebelah
kanan. Ketika tangan diangkat hidung si gadis telah berpindah dari tempatnya
semula ke pipi itu! Semua orang yang ada di situ termasuk Sri Maharaja Mataram
menjadi gempar. Heran tetapi juga ngeri melihat wajah Sakuntaladewi seperti itu!
" Orang-orang Mataram tolol! Mengapa percaya pada ilmu sihir yang akan tambah
menyengsarakan kalian semua"!"
Tiba-tiba ada suara orang berteriak lantang. Lalu menyusul sebuah benda melayang
di udara yang kemudian jatuh tepat di depan kaki Raja Mataram.
Bukit Batu Hangus kembali dilanda kegemparan karena benda yang jatuh
tergelimpang di depan sang Raja adalah sosok Garung Parawata Panglima Pasukan
Kerajaan yang sudah jadi mayat! Tubuh dan pakaian mulai dari kepala sampai kaki
hangus melepuh, terbungkus warna merah, hitam dan kuning.
Sepasang mata mendelik mencelet, lidah terjulur. Leher miring ke kiri pertanda
tulang leher dalam keadaan patah!
Semua mata serta merta memandang ke arah lereng tinggi Bukit Batu Hangus sebelah
kiri. Di sana berdiri sambil berkacak pinggang clan tertawa gelak-gelak, sosok
tinggi besar, tubuh clan pakaiannya tampak hitam gosong. Kesatria Roh Jemputan
alias Pangeran Matahari!
" Wiro, kau teruskan menolong orang orang itu. Biar aku yang melayani mahluk alam
roh itu!"Berkata Sakuntaladewi.
" Tapi Dewi! "Ujar Wiro. "
Aku belum mengembalikan hidungmu ke tempat semula!"
Walau mendengar apa yang dikatakan Pendekar 212 namun Dewi Kaki Tunggal tidak
perduli. Dia terus saja berkelebat ke lereng bukit di sebelah atas dimana
Pangeran Matahari berdiri berkacak pinggang dengan sikap tetap congkak padahal
ujud seluruh tubuh dan pakaian tertutup jelaga akibat Pukulan Sinar Matahari
yang dilepas Pendekar 212 Wiro Sableng! Disamping itu tubuhnya masih menebar bau
busuk akibat sebelumnya telah tercebur ke dalam comberan!
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 45 dari 53
EMPAT BELAS GADIS bermuka setan! Apa kau tahu kalau hidungmu tak bakal bisa kembali ke
tempatnya semula"! Wajahmu telah sengaja dibuat cacat mengerikan seumur-umur
oleh Pendekar Dua Satu Dua!
"Begitu Sakuntaladewi berada di hadapannya Pangeran
Matahari langsung keluarkan ucapan menghina dan menakut-nakuti.
" Dewi Kaki Tunggal! Jangan percaya ucapan mahluk gosong itu!"Ni Gatri berteriak.
" Aku tahu, kau tak usah kawatir,"jawab Sakuntaladewi. Lalu dia berpaling pada
Pangeran Matahari. "
Walau hidungku sudah pindah ke pipi, tapi aku masih mampu
mencium bau busuk tubuhmu!
" " Hemm, jangan-jangan kau ini sudah menjadi gendak pendekar mata keranjang itu !
Ha ... ha ... ha!
" " Manusia bertubuh hangus! Kasihan. Otakmu pasti ikut gosong! Hi
k...hi k. Kau sal ah mengira. Aku bukan gendaknya Pendekar Dua Satu Dua. Aku adalah calon istrinya!.
Sepasang alis mata Pangeran Matahari berjingkat. Lalu kembali tawa bergelaknya
meledak di tempat itu.
" Kalian berdua memang cocok. Yang lelaki goblok sableng, yang perempuan tolol
sinting! Sama-sama tidak tahu diri! Ha ... ha... ha!
" " Begi t u?" Sakuntaladewi merekah senyum di bibir. "
Sayang sekali aku tidak bisa
mengirim undangan pesta perkawinan kami. Karena sebentar lagi rohmu akan
berserabut keluar dan kau akan kembali ke alam roh delapan ratus tahun mendat
ang! " " Perempuan jahanam! Aku mau lihat kau punya ilmu kesaktian apa!"Pangeran
Matahari menyumpah marah. Dia angkat dua tangannya, siap melepas pukulan Telapak
Matahari dan Merapi Meletus.
" Pukulan-pukulan sakti tidak berguna! Mengapa kau tidak menyerangku dengan
Delapan Arwah Sesat Menembus Langit yang ada di kencingmu?"
" Kurang ajar! Rupanya kau ingin minta mampus lebih cepat!
"Teriak Pangeran
Matahari marah. Serta merta delapan benjolan merah di keningnya memancarkan
sinar terang angker. Lalu tidak sampai sekejapan, delapan sinar merah menderu ke
arah Sakuntaladewi.
Begitu delapan sinar merah menghantam Sakuntaladewi segera angkat dua tangan
lalu bett ...bett! Dua tangan digerak-gerakkan dengan cepat. Dan dua siku tangan,
pergelangan, telapak dan sepuluh ulung jari berkiblat enam betas cahaya biru
pekat yang langsung menyongsong datangnya serangan Pangeran Matahari. Cahaya
biru dan merah saling beradu pada ketinggian setengah tombak dari atas lereng
bukit. Tidak ada suara ledakan atau letusan. Namun seantero bukit terasa
bergetar hebat. Beberapa batu besar bergelindingan ke bawah.
Pangeran Matahari kerahkan tenaga dalam ke tangan untuk memusnahkan cahaya biru
yang menghadang. Tenaga dalam juga dikerahkan ke kaki agar tubuhnya tidak
terpental oleh tekanan enam belas cahaya biru yang luar biasa hebatnya!
" Kesatria Roh Jemputan! Kau menghadapi ilmu Enam Belas Gerakan Tangan Bisu!
Jangan dilayani. Lekas melompat tinggi-tinggi ke udara! Biarkan aku yang
menghajar gadis keparat itu!"Mendadak ada suara mengiang di telinga Pangeran
Matahari. Di langit muncul sekilas cahaya kuning kemerahan.
Tapi sang Pangeran saat itu tidak mampu mengendalikan amarah dan kecongkakannya. Tenaga dalam dilipat gandakan ke kening yang ada delapan
benjolan. " Wusss! " 176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 46 dari 53
Cahaya merah Delapan Arwah Sesat Menembus Langit merangsak ke depan,
membuat tubuh Sakuntaladewi bergetar dan kaki tunggalnya tersapu ke belakang.
Namun begitu gadis ini gerakkan pergelangan dan sepuluh jari tangan disusul
dengan hunjaman dua siku yang diarahkan ke depan, di seberang sana Pangeran
Matahari meraung keras. Tubuhnya yang gosong hitam dipijari sinar biru lalu
braak! Sang Pangeran roboh ke tanah, terguling di lereng batu dan baru berhenti
sewaktu ada sinar kuning kemerahan menyapu tubuhnya. Dengan mengeluarkan suara
menggorok serta ada lelehan darah keluar dari mulut Pangeran Matahari bangkit
berdiri. Tapi jatuh lagi.
Kain merah ikat kepala lenyap entah kemana. Kini rambut yang tebal hitam sebahu
jadi awut-awutan. Tampangnya luar biasa mengerikan karena sepasang mata yang
merah kini tampak setengah menjorok keluar seolah mau melompat dan rongganya.
Dengan mengumpulkan tenaga dan hanya mampu merangkak sang pangeran bergerak ke
arah dimana beradanya Sakuntaladewi.
Di lain bagian, walau enam belas cahaya biru ilmu kesaktiannya berhasil meroboh
dan menciderai lawan, namun Sakuntaladewi sendiri menjerit keras. Tubuhnya
terlipat ke depan lalu terangkat ke atas dan akhirnya jatuh ambruk muntah darah
di antara dua batu besar di lereng bukit. Wajah dan sekujur kulit tubuhnya
tampak merah seperti melepuh. Dada turun naik mendenyut sakit. Saat itu ada yang
berlari mendatangi. Ni Gatri dan anjing kecil hitam.
" Ni Gatri, lekas menjauh dari sini. Bawa anjing itu. Aku kawatir bakal ada
serangan susulan!"berkata Sakuntaladewi ketika melihat siapa yang berada di
dekatnya. " Dewi Kaki Tunggal, saya harus menolongmu..."Kata Ni Gatri pula.
" Jangan perdulikan diriku. Aku merasa mungkin aku lebih baik menemui ajal saat
ini juga... "
" Dewi, jangan berkata begitu. Yang Maha Kuasa akan menolongmu. Lagi pula Dewi
punya kaul an yang masi h bel um kesampai an t er hadap Kakak saya! " Sakuntaladewi masih bisa tersenyum.
" Ji ka kau mau menolongku, carilah perempuan bernama Ratu Randang. Wiro
menyerahkan sekuntum Bunga Matahari padanya. Minta dia meminjamkan barang
sebentar. Hanya dengan bunga itu luka dalamku bisa disembuhkan."
" Dewi, saya akan mencari orang itu. Saya tahu dia berada dimana."Sebelum Pergi Ni
Gatri mengusap kuduk anjing hitam dan berkata. "
Hitam, kau tetap disini. Tunggu dan
jaga Dewi Kaki Tunggal!
" , Seolah mengerti anjing kecil menggeser-geserkan kepalanya
ke tangan Ni Gatri lalu kaki tunggal Sakuntaladewi.
Hanya sebentar saja setelah anak perempuan itu pergi meninggalkan dirinya, dari
celah dua batu besar Sakuntaladewi metihat seseorang berambut awut-awutan, muka
gosong hitam kebiruan, sepasang mata mencelat, merangkak mendekati dirinya.
Kesatria Roh Jemputan alias Pangeran Matahari!
Tampang menyeringai, tubuh dirundukkan, tangan kanan diangkat, siap melepas
pukulan maut Merapi Meletus!
Anjing hitam menggonggong keras. Secepat kilat binatang ini melompati Pangeran
Matahari dan menggigit tangan kanannya. Walau hanya seekor anak anjing namun
gigitannya membuat luka cukup lebar dan mengucurkan banyak darah.
" Binatang jahanam!"Rutuk Pangeran Matahari. Dengan tangan kirinya leher anak
anjing dicekik. Sekali meremas kraak! Leher binatang itu remuk sampai ke tulang!
Anjing kecil menemui ajal dengan mengeluarkan kaingan pendek. Setelah membanting
mayat anjing ke tanah Pangeran Matahari menotok urat besar di lengan kanan
hingga darah berhenti mengucur. Lalu dia menatap ke arah celah di antara dua
buah batu. Kini tangan kiri yang diangkat Namun sang Pangeran tersentak kaget
ketika melihat gadis 176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 47 dari 53
berkaki satu tidak ada lagi di tempat itu. Pangeran Matahari merangkak lebih
mendekati celah dua batu. Tiba-tiba ada bayangan orang di atas batu besar di
sebelah kiri. Pangeran Matahari berpaling. Dia melihat sosok Sakuntaladewi. Tapi hanya sekilas
karena di lain kejap satu tendangan keras melanda dadanya! Dua tubuh terkapar di
lereng bukit. Yang pertama Pangeran Matahari antara sadar dan pingsan. Mulut
keluarkan erangan disertai kucuran darah. Sepasang mata mendelik menatap ke
langit Yang kedua adalah sosok Sakuntaladewi. Ketika anak anjing menyerang
Pangeran Matahari dengan segala sisa tenaga yang ada dia berhasil keluar dari
celah antara dua batu besar. Dia hanya mampu berdiri sesaat untuk melancarkan
tendangan setelah itu gadis berkaki satu ini ambruk roboh tidak sadarkan diri
lagi. Satu bayangan merah berkelebat di lereng bukit Begitu menginjakkan kaki di
sebuah batu besar dari dalam tubuh orang ini melesat keluar sosok lain
berpakaian dan berikat kepala hijau. Orang Pertama ternyata adalah seorang kakek
mengenakan pakaian dan belangkon merah.
Pada bagian depan belangkon menempel sebuah bintang sudut delapan terbuat dari
suasa. Wajah tertutup kumis, janggut dan cambang bawuk tipis berwarna merah. Di
kening berderet delapan benjolan. Sepasang mata keseluruhan berwarna merah.
Inilah Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Mahluk terkutuk penimbul malapetaka Malam
Jahanam di Bhumi Mataram.
Berdiri di samping si kakek bukan lain adalah nyawa kembarannya yaitu Sinuhun
Muda yang dikenal dengan nama Ghama Karadipa, mengenakan pakaian dan ikat kepala
hijau. Seperti nyawa kembarannya, pemuda ini memelihara janggut kumis dan
cambang bawuk tipis tapi berwarna hitam.
Sinuhun Merah Panghisap Arwah menatap ke arah sosok Pangeran Matahari. Lalu
berkata pada Sinuhun Muda.
" Ghama Karadipa, aku rasa kita telah salah memilih orang. Dia bukan saja tidak
mampu melakukan apa yang kita harapkan malah saat ini dia menjadi beban bagi
kita! Aku hanya akan memberi satu kesempatan lagi padanya!
"Habis berkata begitu Sinuhun
Merah Penghisap Arwah buka mulutnya lebar-lebar lalu seetttt! Dari dalam mulut
menjulur panjang lidah merah yang langsung menggulung tubuh Pangeran Matahari.
Sekali si kakek menyentakkan kepala, tubuh Pangeran Matahari melayang jatuh di
Wiro Sableng 176 Dewi Kaki Tunggal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
atas bahu kirinya. Lidah yang panjang kemudian masuk kembali kedalam mulut!
" Ghama Karadipa, lekas kau bunuh gadis berkaki satu itu. Aku akan membawa mahluk
satu ini ke telaga Banyuraden. Tubuhnya yang kotor akan selalu membawa kesialan.
Aku akan membersihkan terlebih dulu. Tunggu aku di lereng Bukit Batu Hangus
sebelah utara. Kita perlu menyusun rencana baru ! Apa orang-orangmu telah
menemukan dimana beradanya gadis sakti yang memakai empat tusuk konde perak
itu?" " Mereka dalam perjalanan ke sana. Sebentar lagi pasti sudah bergabung dengan
kita."Jawab Sinuhun Muda. Yang dimaksudkan dengan gadis sakti bertusuk konde
bukan lain adalah Sinto Gendeng.
" Sinuhun Merah, membunuh gadis ini mampu aku lakukan dalam sekejapan mata.
Tapi apa perlunya membawa mahluk tolol itu ke Telaga Banyuraden. Hanya membuang
waktu saja. Lebih baik di buang ke Jurang Bedog di kaki bukit ini. Dari sinipun
aku sanggup melemparnya!
" " Kita masih memerlukan dirinya. Menurut penglihatanku dia pernah memiliki sebuah
senjata dahsyat. Jika dia sudah aku mandikan di Telaga Banyuraden, aku akan
berusaha mendatangkan senjata itu dari alam delapan ratus tahun mendatang."
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 48 dari 53
" Waktu kita sudah habis. Kesatria Panggilan sudah berada di lereng Bukit Batu
hangus sebelah barat!"
Sinuhun Merah Penghisap Arwah menyeringai.
" Siapa bilang waktu kita sudah habis ke Telaga Banyuraden dan kembali lagi ke
bukit sebelum kau sampai di Bukit Batu Hangus sebelah utara! Tugasmu bunuh gadis
itu dan tunggu aku di tempat yang aku katakan!
" " Sinuhun Merah, tunggu dulu..."
" Ghama Karadipa !
"Sinuhun Merah Penghisap Arwah agaknya jadi jengkel dan
membentak. "
Atas permintaanmu semua urusan di Bhumi Mataram aku yang memulai.
Aku pula yang akan menyelesaikan. Tugasmu hanya mengikuti apa yang aku
katakan !"
Habis membentak Sinuhun Merah Penghisap Arwah lalu berkelebat meninggalkan
tempat itu. Sinuhun Muda kertakkan rahang merasa jengkel karena dibentak tadi.
Dia berbalik lalu melangkah mendekati sosok Sakuntaladewi yang masih tergeletak
di tanah dalam keadaan tidak sadarkan diri. Kini seluruh kemarahan Sinuhun Muda
tertumpah pada si gadis.
" Gadis celaka! Kau selalu muncul membuat kacau urusan orang ! Tidak salah kalau
roh orang tuaku mengutuk dirimu! Sejak lama aku memang sudah punya niat
menghabisimu !"
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 49 dari 53
LIMA BELAS DELAPAN benjolan di kening Sinuhun Muda memancar. Dengan ilmu kesaktiannya
cahaya merah di pindah ke kaki kanan. Rupanya dia tidak ingin membunuh gadis
berkaki satu itu melalui sinar yang keluar dari benjolan. Tapi langsung dengan
injakan kaki atau tendangan yang bisa menghancurkan kepala Sakuntaladewi alias
Dewi Kaki Tunggal hingga gadis malang ini akan menemui kematian secara
mengerikan! Namun nyawa dan kematian seseorang bukan milik serta ditentukan oleh seorang
lain. Ketika Sinuhun Muda mulai mengangkat kaki kanan dan mengambil ancang-
ancang untuk menendang batok kepala Sakuntaladewi tiba-tiba!
" Tam! Tam! Tam!"
Suara tambur menggelegar menyentak dada disusul suara tiupan seruling
menyumbat sakit liang telinga.
" Jahanam! " Si nuhun Muda memaki mar ah. Di a t i dak mau membuang wakt u dan t i dak peduli. Kaki kanan yang memancarkan cahaya merah menendang. Di saat bersamaan di
langit dua bayangan putih muncul. Empat larik cahaya putih memancar ke atas
bukit. Laksana tonggak perak empat cahaya berkilau itu melindungi tubuh Sakuntaladewi.
Niat Sinuhun Muda Ghama Karadipa meneruskan serangan jadi tertahan. Dari
mulutnya keluar seruan setengah kaget setengah takut.
" Empat Tonggak Istana Dewa!
" Cepat-cepat Sinuhun Muda tarik kaki kanannya. Dia tidak mungkin lagi meneruskan
tendangan kalau tidak mau kakinya leleh begitu bersentuhan dengan salah satu
cahaya perak. Sambil mundur dia menatap ke langit dimana tampak dua orang kakek
nenek berselempang kain putih melayang mengambang di udara. Dari sepasang mata
kakek nenek itulah ternyata muncul dan keluarnya empat cahaya putih perak !
" Kurang ajar ! Lagi-lagi mereka ! Sepasang Arwah Bisu ! Walau kalian adalah kakek
nenekku, aku bersumpah akan menghancurkan makam kalian! Jangan kira aku tidak
punya. kemampuan menghancurkan ilmu kesaktian kalian!"
Sinuhun Muda buat gerakan dengan kedua tangan seperti orang tengah bermain
silat. Tiga kali menggebrak tiba-tiba ujudnya lenyap dan di tempat itu kini
berdiri nyawa kembarannya Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Inilah kehebatan ilmu
kesaktian yang dimiliki dua nyawa kembar. Salah satu dari mereka bisa berada di
dua tempat yang berbeda. Sementara ujud pertama Sinuhun Merah membawa Pangeran
Matahari ke Telaga Banyuraden, ujudnya yang kedua yaitu yang berinti penjelmaan
dari Sinuhun Muda berada di tempat itu !
Sinuhun Merah rundukkan tubuh sedikit dua lutut ditekuk, dua tangan diputar
empat kali lalu di pukulkan ke atas sambil mulut berseru.
" Di Bumi Ada Enam Kesesat
an! Di Langi t Ada Tuj uh Kesesat an! Dal am Ai r Ada Del apan Kesesat an! " " Wusss! " Begitu seruan lantang berakhir sesiur aingin menerpa dingin di seantero tempat.
Secara aneh Empat Tonggak Istana Dewa tampat bergoyang-goyang dan terangkat ke
samping lalu mengarah ke langit.
Sebelum empat cahaya putih perak menyambar ke arah Sepasang Arwah Bisu, dua
kakek nenek itu telah lenyap dari pemandangan didahului suara tambur dan
seruling! " Mahluk laknat keparat! Hanya sebegitu kehebatanmu! Lain waktu jangan harap
kalian akan lolos dari tanganku!"Sinuhun Merah Penghisap Arwah berteriak sambil
pukulkan dua tangan ke udara yang mengeluarkan deru angin serta kiblatan sinar
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 50 dari 53
merah! Orang tua berpakaian den berbelangkon merah ini sekarang alihkan
perhatiannya pade sosok Sakuntaladewi yang masih tergeletak di tanah dalam
keadaan pingsan. Tidak seperti nyawa kembarannya, dia tidak mau membuang waktu.
Kaki kanan dihentakkan ke tanah. Saat itu juga tanah tegurat panjang sedalam
satu jengkal. Di dalam guratan mengalir cairan bara panas yang dengan cepat mengarah ke tubuh
Sakuntaladewi! Dalam kecepatan yang sulit diperhatikan mata mendadak sebuah benda besar
melayang di udara mengeluarkan suara berkesiuran. Sinuhun Merah angkat kepala
dan jadi terkesiap menyaksikan pemandangan luar biasa ini. Benda yang melayang
ternyata adalah sebuah peti mati besar terbuat dari kayu hitam. Ketika melayang
turun salah satu sudut peti ini hampir saja menghantam kepala Sinuhun Merah
kalau dia tidak cepat melompat mundur.
Peti mati besar melayang turun dan berhenti di atas dua batu besar. Dari bagian
bawah peti kemudian keluar asap putih. Sebagian mengepul naik ke udara, sebagian
lagi meluncur ke bawah, menutup gerak cairan bara panas.
Braak! Penutup peti terbuka lebar. Dari dalam peti berturut turut terdengar
empat orang berucap.
Pelihara mata hanya melihat kebaikan
Pelihara mulut hanya bicara kebaikan
Pelihara telinga hanya mendengar kebaikan
Pelihara kemaluan hanya untuk kebaikan
Sesaat kemudian dari dalam peti mati yang terbuka melompat keluar empat sosok
aneh. Mereka adalah mayat-mayat hidup yang sekujur tubuh kecuali wajah dibungkus
dengan gulungan kain putih. Mayat pertama berdiri sambil dua tangan menutup
mata. Mayat kedua tegak dengan dua tangan menutup mulut. Lalu mayat ketiga menekap
telinga dan mayat keempat berdiri agak terbungkuk-bungkuk sambil menekap dua
tangan ke bagian bawah perut.
" Mahl uk-mahluk jahanam! Kalian siapa "!" Sinuhun Merah Penghisap Arwah
membentak. " Sssshhh.... Di alarm roh kita tidak pernah jumpa. Makanya tidak saling mengenal.
Hik...hik...hik!"Mayat yang menutup mata yaitu Mayat Aneh Kesatu menjawab.
Mayat Aneh Kedua yang menutup mulut turunkan dua tangan lalu berucap perlahan,
" Ssshhh. Kami Empat Mayat Aneh dikenal dengan nama Empat Mayat Bersaudara.
Kami orang-orang yang tinggal di pekuburan. Biasa hidup di alam kesunyian. Tidak
biasa mendengar suara keras. Jadi kalau bicara jangan membentak. Harap bicara
perlahan dan seperlunya saja.
Hi k...hi k...hi k! " Sementara Mayat yang satu yaitu Mayat Kedua bicara Mayat Ketiga dan Mayat
Pertama yaitu yang menutup telinga dan yang menutup mata melangkah mendekati
sosok Sakuntaladewi!. Sekali bergerak keduanya dengan cepat mengangkat gadis
kaki satu itu lalu memasukkannya ke dalam peti mati.
" Kurang ajar! Apa yang kalian lakukan"!
" Sinuhun Merah berteriak marah dan dengan cepat melompat lalu menyerang dua mayat
yang barusan menggotong dan memasukkan Sakuntaladewi ke dalam peti mati.
Namun belum sempat menyentuh dua mayat yang diserang Sinuhun Merah merasakan dua
kaki dan dua tangannya berat laksana diganduli batu. Dia tidak mampu bergerak
sedikitpun. Hanya kepalanya yang masih bisa diputar-putar. Tiba-tiba dia merasa
ada orang menepuk bahunya dari belakang. Sinuhun Merah berpaling. Mayat Keempat
yang 176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 51 dari 53
sejak tadi terbungkuk-bungkuk memegangi bagian bawah perut menyeringai lalu
tangan kanannya bergerak ke atas dan bukkk!
Tangan kanan yang membentuk jotosan mendarat telak di rahang kanan Sinuhun Merah
hingga orang ini terjengkang den begitu tubuhnya terkapar di tanah ujudnya
segera berubah kembali menjadi Sinuhun Muda Ghama Karadipa! Seperti diketahui
Sinuhun Merah atau Sinuhun Muda adalah mahluk-mahluk sakti yang jangankan tinju
manusia, batu sebesar kepalapun tidak akan mampu merobohkannya. Namun ternyata
Mayat Keempat memiliki ilmu kesaktian yang sanggup membuatnya roboh dan
tergelimpang setengah sadar untuk beberapa lamanya.
" Kita semua lekas masuk ke dalam peti!"Mayat Kedua berteriak.
" Tapi bagaimana ini! Ada seorang gadis berwajah aneh di dalam peti! Jaga kemaluan
hanya untuk kebaikan!"Mayat Aneh Keempat berkata.
" Jaga mata hanya melihat kebaikan! Kita duduk saja di atas peti!"Berkata Mayat Aneh Pertama.
" I tu lebih baik! Ayo kita pergi sekarang !
"Menyahuti Mayat Aneh Ketiga.
Mayat Aneh Kedua siap hendak menurunkan penutup peti mati.
Tiba-tiba ada seorang anak perempuan kecil berlari mendatangi sambil berteriak.
" Dewi Kaki Tunggal! Saya sudah mendapatkan Bunga Matahari!
" Ni Gatri! Di tangan kanannya ada sekuntum Bunga Matahari besar. Anak perempuan
ini hentikan larinya ketika dia tidak melihat Sakuntaladewi di tempat itu.
Sebaliknya malah melihat empat mahluk yang membuatnya jadi ketakutan.
" Anak manis, jangan takut. Kami mahluk baik-baik. Bukankah kau gadis kecil yang
Wiro Sableng 176 Dewi Kaki Tunggal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dulu kami temui di rimba dekat Candi Prambanan" Apa hubunganmu dengan gadis
berkaki satu yang sekarang ada di dalam peti yang barusan kau panggil Dewi Kaki
Tunggal ?"Bertanya Mayat Aneh Kedua.
" Dia ... dia calon istri Kakakku,"jawab Ni Gatri.
Empat Mayat Aneh saling pandang lalu Mayat Aneh Kedua berkata. "
Kalau begitu bagusnya kau ikut masuk ke dalam peti bersama calon kakak iparmu itu."
Saat itu tak sengaja Ni Gatri melihat bangkai anak anjing yang tergeletak di
tanah. Langsung saja anak ini menjerit.
" Kalian membunuh anjing sahabatku!
" " Pelihara mulut hanya bicara kebaikan,"Mayat Aneh Kedua berkata. "
Jangan salah bicara. jangan salah menduga. Kami tidak membunuh binatang itu."
Mayat Aneh Kedua dengan cepat dukung tubuh Ni Gatri lalu dimasukkan ke dalam
peti. Ni Gatri menjerit dan meronta tapi tidak sanggup melepaskan diri.
" Braaakk ! " Peti mati ditutup. Empat Mayat Aneh melompat ke atas peti. Asap mengepul kembali
dari bawah dan sekitar peti mati hitam. Perlahan-lahan peti bergerak ke atas.
Melesat ke udara dan lenyap dari pemandangan. Sinuhun Muda yang tiba-tiba
sadarkan diri masih sempat melihat apa yang terjadi. Dia coba mengejar dan
menyerang peti dengan Ilmu Delapan Arwah Sesat menembus langit. Hanya beberapa
jengkal lagi delapan cahaya merah serangan akan menyentuh sasaran, Empat Mayat
Aneh yang duduk di atas peti mati tertawa cekikikan. Mereka melambai-lambaikan
tangan ke arah Sinuhun Muda di bawah sana. Lambaian tangan itu bukan lambaian
sembarangan. Karena begitu empat angin lambaian tangan saling bersentuhan dengan
serangan Sinuhun Muda, delapan larik cahaya merah serta merta musnah tanpa
ledakan atau letupan.
Mayat Aneh Kedua angkat tangan ke atas. Mulut berucap.
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 52 dari 53
" Kami orang-orang yang tinggal di pekuburan. Biasa hidup di alam kesunyian. Tidak
biasa mendengar suara keras. Adalah wajar kalau kami tidak ingin mendengar suara
ledakan atau letupan kecil sekalipun di sekitar sini. Hik ... hik...hik!
" Di atas bukit Sinuhun Muda yang tengah menyumpah-nyumpah panjang pendek tiba-
tiba mendengar suara mengiang.
" Saudara nyawa kembarku Sinuhun Muda, aku di Bukit Batu Hangus sebelah utara.
Aku berhasil mendatangkan senjata sakti milik kesatria Roh Jemputan yang ada di
alam del apan r at us t ahun mendat ang! Lekas dat ang ke si ni ! " TAMAT Senjata sakti apa yang berhasil didatangkan Sinuhun Merah Penghisap Arwah dari
alam delapan ratus tahun mendatang"
Mampukah Pendekar 212 menolong Raja dan rakyat Mataram"
Bagaimana nasib Dewi Kaki Tunggal dan Ni Gatri" Bagairnana pula nasib Eyang
Sinto Gendeng dan Empu Semirang Biru " Berhasilkah Keris Kanjeng Sepuh Pelangi
ditemukan kembali "
Ikuti kisah selanjutnya dalam serial berjudul :
JAKA PESOLEK PENANGKAP PETIR
begawan_alfarizi@yahoo.co.id
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 53 dari 53
Pendekar Sejagat 5 Dewa Arak 31 Perkawinan Berdarah Perjodohan Busur Kumala 1
atas mana Garung Parawata berada. Satu menancap di sisi kiri, yang lain di
sebelah kanan tubuhnya! Kepala Pasukan Kerajaan ini sampai kucurkan keringat
dingin. Tampangnya tampak pucat pasi!
" Reekkk!" Batu yang ditancapi dua bilah keris sakti tiba-tiba berderak retak di dua belas
bagian. Di lain saat batu bergetar remuk dan runtuh berkeping-keping ke tanah. Sosok
Kepala Pasukan Kerajaan yang tinggi besar tak ampun lagi roboh tergelimpang.
Raja cepat melompat menolong. Ternyata Garung Parawata tidak mengalami cidera
sedikitpun. Hanya wajahnya saja yang tampak bertambah pucat laksana kain kafan! Sementara
dua kerisnya lenyap entah kemana.
" Maaf, maaf Panglima,"gadis kaki satu membungkuk dan berucap berulang kali.
" Bukan saya yang melakukan. Suara tambur dan seruling itu yang membuat mental dua
keris Panglima Garung Parawata membuka mulut hendak mendamprat. Namun saking 176
Dewi Kaki Tunggal
Hal : 27 dari 53
marahnya hanya suara menggembor dan air liur yang keluar dari mulutnya. Dada
turun naik seperti mau meledak!
" Suara tambur itu! Mana mungkin!"Raja Mataram mana bisa percaya kalau suara
tambur clan suling sanggup membuat mental sepasang keris sakti milik Panglima
Garung Parawata. Sementara itu perhatian semua orang serta merta terpecah ketika
di langit muncul dua bayangan putih.
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 28 dari 53
DELAPAN SEMUA orang menatap ke atas Lereng bukit. Termasuk Sri Maharaja Mataram dan
Garung Parawata yang sedang dilanda marah besar.
Mengambang di udara di atas lereng Bukit
Batu Hangus sebelah barat tampak bayangan dua kakek nenek berselempang kain
putih. Keduanya melayang ke bawah lereng. Si kakek mengangkat tangan kanan dan
menunjuk ke arah Wiro. Lalu dia membuat gerakan-gerakan dengan ke dua tangannya.
Wiro yang telah diberi ilmu bicara gerak tangan orang bisu oleh patung sakti
Loro Jonggrang, sadar kalau si orang tua bisu bicara dengan gerak tangan
kepadanya. Serta merta Wiro menjawab pula dengan menggerak-gerakkan kedua
tangan. Melihat hal ini kecurigaan Raja dan orang-orang Mataram semakin besar.
" Yang Mulia! Lihat!"Berseru Klingkit Kuning tokoh silat Istana. "
Kakek bisu dan pemuda rambut panjang saling berbicara. Berarti mereka sudah kenal satu sama
lain!" Tabib Sepuluh Jari Dewa menghela nafas dan goleng-goleng kepala, "
Terus terang saya sudah lama mencurigai tindak tanduk Sepasang Arwah Bisu. Bukankah dua kakek
nenek itu agaknya ada sangkut paut dengan pemberontakan besar beberapa tahun
silam!" " Yang Mulia, seperti saya katakan justru dua kakek nenek Sepasang Arwah Bisu yang
memberi petunjuk bahwa saya memiliki ilmu yang bisa menolong semua orang di
Bukit Batu Hangus ini..."Wiro merasa tidak senang karena dari tadi Sepasang
Arwah Bisu dicerca dicurigai.
Di atas sana seperti tidak perduli pergunjingan orang si nenek bisu melambaikan
tangan ke arah gadis kaki satu, Lalu dia membuat gerakan tangan yang juga
dibalas oleh si gadis dengan cara yang sama. Hal ini semakin menambah kecurigaan
orang-orang yang ada di Bukit Batu Hangus.
Selesai bicara dengan gerak tangan, dua kakek nenek melayang naik ke udara
akhirnya lenyap dari pemandangan.
" Yang Mulia! Tunggu apa lagi! Bunuh kedua orang itu!"Teriak Garung Parawata.
Saat itu Sri Maharaja Mataram memang tidak bisa berbuat gain, Dari kenyataan
yang dilihat serta ucapan para pembantunya mau tidak mau dia cenderung
mempercayai kalau gadis kaki satu bersama Kesatria Panggilan telah berkomplot
dan berserikat dengan Sepasang Arwah Bisu.
Didahului oleh Garung Parawata para pengikut Raja Mataram berkepandaian tinggi
segera mengangkat tangan, siap untuk melepas pukulan sakti ke arah kedua orang
itu. Kebanyakan dari mereka mengarahkan serangan pada Pendekar 212 Wiro Sableng.
" Tunggu, aku ingin kepastian dulu!"Raja Mataram berkata lalu bertanya pada Wiro.
" Apa yang kau bicarakan melalui gerakan tangan dengan kakek berselempang kain
putih tadi?"
" Kakek itu minta agar saya meneruskan menolong orang-orang yang ada di sini."
Jawab Wiro polos walau tidak senang melihat kecurigaan sang Raja atas dirinya.
" Dia pasti dusta Yang Mulia!"Teriak Garung Parawata.
" Aku tahu dia memang berdusta!"Sahut Raja pula.
Gadis kaki satu mengaku bernama Sakuntaladewi dan oleh Ni Gatri diberi nama Dewi
Kaki Tunggal melompat satu langkah mendekati Raja dan berkata. "
Yang Mulia, apa yang dikatakan pemuda itu memang benar. Dia tidak berdusta. Kakek Arwah Bisu
minta agar dia cepat-cepat menolong orang-orang di bukit ini..."
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 29 dari 53
" Bukan menolong tapi membunuh! Bukti sudah ada!"Berseru Garung Parawata yang
rupanya jadi sangat benci dan dendam pada Pendekar 212. Apa lagi sampai saat itu
dia tidak tahu dan tidak melihat dimana beradanya kedua bilah keris saktinya.
Raja Mataram mendekati Ni Gatri lalu memegang bahu gadis itu. Caranya
memegang sengaja diremas hingga Ni Gatri merintih kesakitan. Rupanya ada maksud
Raja hendak menakut-nakuti.
" Anak perempuan, kau tahu bahasa gerak tangan orang bisu. Tadi kau menyaksikan
mereka bicara. Katakan padaku apa ucapan pemuda dan gadis tadi betul adanya?"
" Yang Mulia! Jika ingin bertanya mengapa harus menyakiti meremas bahu adik saya
?"Wiro menegur.
" Ooh .... Aku tidak tahu kalau dia adikmu!"
Jawab Raja Mataram dengan sikap dan air muka yang membuat Pendekar 212 Wiro
Sableng menjadi jengkel. Sambil menyeringai Raja lepaskan remasan di bahu Ni
Gatri tapi tiba-tiba tangannya ganti menjambak rambut anak itu hingga Ni Gatri
terpekik kesakitan.
" Katakan! Apa ucapan dua orang itu tidak dusta ... ?"
Ni Gatri meringis dulu. Baru menjawab terputus putus.
" Ti ... tidak Yang Mulia. M..e..mereka tidak berdusta ... !"
" Mereka bertiga sama dustanya Yang Mulia!"Teriak Garung Parawata.
" Aku tahu..."Sahut Sri Maharaja Mataram. Lalu Raja yang biasanya sabar dan
bijaksana ini lepaskan jambakannya secara kasar hingga Ni Gatri jatuh terbanting
di tanah! Melihat kejadian ini Wiro segera menolong Ni Gatri. Anak ini dipanggulnya di
atas bahu kanan. Melihat gelagat ini anjing kecil segera pula melompat ke bahu
kiri Wiro. ' Ni Gat r i , kal au hendak ber buat bai k saj a ki t a har us mener i ma caci maki , per l akuan kasar bahkan siap untuk dihabisi, buat apa kita berada di tempat ini. Di negeri
sendiri kita lebih tenteram. Kita tidak mau menanam budi di negeri orang, tapi
kita juga tidak mau menuai celaka! Lihat saja apa yang akan terjadi dengan
orang-orang Mataram tolol tapi sombong di bukit ini!"
Ni Gatri menjawab dengan suara sesenggukan. Habis berkata begitu Wiro segera
memutar tubuh. Untuk pertama kalinya seolah sadar Sri Maharaja Mataram tertegun. Mulut terbuka
tapi belum sempat keluarkan ucapan di sekelilingnya semua pengikutnya, kecuali
si nenek muka bulat tak beralis rata Kalidathi, telah sama mengangkat tangan,
siap untuk melepas pukulan maut. Melihat hal ini gadis kaki satu Sakuntaladewi
cepat melompat untuk melindungi Wiro.
" Gadis mahluk kutukan! Kau boleh melindungi pemuda itu! Apa kau kira kami tidak
ragu-ragu membunuhmu sekalian?"Berteriak Garung Parawata.
" Yang Mulia Raja Mataram!" Tiba-tiba
Rauh Kaliditahi berseru. " Cegah orang-orangmu melakukan pembunuhan; Ini perbuatan keliru!"
" Rauh Kalidathi! Kalau kau ingin mampus sekalian, cepat bergabung dengan
mereka!"Lagi-lagi Garung Parawata yang berteriak.
Mendengar ucapan Kepala Pasukan Kerajaan itu, si nenek keluarkan jeritan keras
lalu tanpa ragu dia gulingkan tubuh di atas bebatuan hingga akhirnya terhenti
dan terduduk di depan gadis berkaki satu.
" Nek, Para Dewa akan memberkahimu!"Berkata si gadis sambil menyusun dua
tangan di depan dada dan membungkuk.
Rauh Kalidhati tertawa.
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 30 dari 53
" Cucuku..."
, ucap si nenek. "
Usiaku sudah sangat lanjut. Apa lagi yang aku harapkan
kalau bukan kematian" Kebetulan ada yang mau memberi jalan pintas, mati lebih
cepat. Ya aku terima saja. Hik ... hik ... hik!"
" Siapa lagi yang mau ikutan mampus"!"Teriak Garung Parawata menantang.
Tak ada jawaban. Tak ada gerakan. Suasana di lereng bukit yang mulai tersentuh
rambatan fajar dari arah timur sunyi senyap laksana di pekuburan. Garung
Parawata memandang berkeliling lalu anggukkan kepala sebagai tanda.
Belasan tangan bergerak menghantam!
" Tunggu!" Raja Mataram berteriak mencegah.
Tapi terlambat.
Cahaya sinar pukulan mematikan telah memancar di ujung tangan belasan.
Tiba-tiba! 176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 31 dari 53
SEMBILAN " TAM! Tam! Tam!"
" Nguing ... nguing .... nguingl"
Suara tambur dan suling mendadak kembali menggelegar di lereng barat Bukit Batu
Hangus, jauh lebih dahsyat dari sebelumnya. Anjing di bahu Wiro menyalak
panjang. Lalu muncul suara menggemuruh. Bukit batu bergoyang, udara bergetar. Semua orang
menyangka ada gempa yAng hendak merobohkan bukit. Namun betapa terkejutnya
mereka ketika menyaksikan ratusan batu besar yang berada di atas bukit melesat
ke atas. Menggantung di udara setinggi dua belas tombak, membuat keadaan di
lereng bukit menjadi redup seolah malam kembali datang!
Salah satu dari sekian banyak batu yang mengambang di udara berputar tiga kali
lalu menderu jatuh, menghantam batu besar yang berada di dekat Raja Mataram dan
Garung Parawata. Batu yang jatuh sama sekali tidak hancur. Tetapi batu yang
dihantam hancur lebur menjadi ribuan kerikil. Bersama debu, ribuan kerikil
pecahan batu mencuat ke udara! Membuat pemandangan di sebagian lereng bukit
menjadi tambah gelap untuk beberapa lamanya sebelum debu dan batu-batu kerikil
berjatuhan ke tanah.
Semua Orang Yang ada di lereng bukit jadi pucat dan sangat ketakutan. Terlebih
di udara saat itu sebuah batu lagi tampak melayang berputar-putar. Orang banyak
menutupi kepala mereka dengan tangan masing-masing. Ngeri kalau batu kedua itu
seperti yang satu tadi melayang turun dan menghantam tubuh mereka! Ingin lari
menghindar tapi kaki lumpuh!
Melihat batu yang berputar sambil menekap kepala dengan dua tangan Raja
Mataram berteriak.
" Wahai Para Dewa di Swargaloka! Penderitaan kami rakyat Mataram sudah tidak
tertahankan. Mengapa masih Kau turunkan lagi tambahan azab sengsara kepada
kami!" Nenek Rauh Kalidathi memandang pada gadis kaki satu sama saling pandang. Si
nenek, kemudian berbisik.
" Kasihan Raja Mataram. Dia berteriak bertanya seperti itu! Seharusnya dia
bertanya dulu pada diri sendiri mengapa terjadi hal yang seperti ini. Jelas ada
pikiran dan budi luhur yang tidak menginginkan Kesatria Panggilan dicelakai."
"
Wiro Sableng 176 Dewi Kaki Tunggal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kau benar Nek,"jawab si gadis. "
Kita berdoa saja agar semua orang terhindar dari
marabahaya dan segera mendapat kesembuhan..."
" Bagaimana Mungkin bisa lepas dari marabahaya dan mendapat kesembuhan.
Orang yang dipanggil jauh-jauh dan diharapkan bisa menolong sudah kabur karena
sakit hati!"Jawab si nenek.
Sakuntaladewi terkejut. Dia memandang berkeliling. Astaga! Ternyata Wiro, Ni
Gatri dan anjing kecil memang tak ada lagi di tempat itu!
" Aneh, aku tidak tahu kalau pemuda itu sudah pergi. Kenapa kau tidak memberi tahu
aku tadi-tadi Nek?"
Si nenek tersenyum lalu berkata. "
Kau suka sama pemuda itu ya?"
" Ada yang ingin saya bicarakan. Hal sangat penting..."Jawab Sakuntaladewi.
Si nenek tersenyum lagi dan kali ini sambil kedipkan mata.
" Kalau aku masih muda, aku tidak akan memberi kesempatan padamu. Pasti pemuda itu
sudah aku serobot. Karena sudah tua biarlah aku terpaksa mengalah padamu.
Hik ... hi k...hi k. "Lalu si nenek sambung ucapan. "
Aku bukan mau tahu urusan orang. Tapi
apakah ucapan yang dituduhkan dukun tua tadi bahwa kau dikutuk karena melakukan
zinah dengan saudara seayahmu sendiri benar adanya?"
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 32 dari 53
Si gadis menggeleng.
" Nek, aku memang dikutuk tapi bukan oleh Para Dewa. Apa yang dikatakan dukun
Kerajaan tidak benar. Aku sangat menyesalkan tuduhannya yang menyesatkan seperti
itu. Aku akan ceritakan padamu kejadian sebenarnya Nek...."
" Sudah ... sudah! Aku percaya padamu. Omong-omong soal pemuda yang disebut
Kesatria Panggilan itu, aku rasa kau serasi dengan dia..."
Sakuntaladewi menatap wajah si nenek sebentar.
" Benar begitu Nek?"tanya Sakuntaladewi.
" Apa aku dusta" Dia tidak akan mendapatkan gadis secantikmu dimanapun dia
mencari! Hik ... hik!"
" Nek, terus terang aku memang punya kaul Nek. Tapi keadaan kakiku yang seperti
ini mana mungkin pemuda itu ... "
Ucapan si gadis kaki satu terputus karena saat itu Raja Mataram berteriak sambil
dua tangan direntang dan kepala menatap ke langit yang masih diselubungi ratusan
batu besar! " Wahai Para Dewa! Kami orang-orang Mataram mengharapkan pertolongan-Mu!"
" Tam! Tam! Tam!"
" Nguing .... nguinggg....!"
Di kejauhan lagi-lagi terdengar suara tambur dan suling, membuat semua orang
jadi semakin tercekat.
Entah memang karena teriakan Raja atau entah karena apa batu kedua yang
melayang di udara ternyata tidak jatuh ke bawah. Setelah berputar-putar beberapa
kali batu ini mengambang diam di atas lereng bukit di antara ratusan batu besar
lainnya. Tak ada satu orangpun yang bergerak. Sunyi. Bahkan suara anginpun tidak
terdengar! Raja dan semua orang yang ada di lereng bukit tetap saja kawatir
kalau tiba-tiba batu besar itu seperti tadi melayang jatuh menimbulkan
kehancuran. " Dewa Agung, ada sesuatu yang salah. Saya mohon maaf-Mu,"Raja Mataram
berucap perlahan tapi cukup terdengar beberapa orang yang berada di dekatnya. Di
sebelah sana Panglima Pasukan Kerajaan Garung Parawata tundukkan kepala. Dua
tangan ditekapkan ke wajah.
Dalam keadaan mencekam seperti itu tiba-tiba ada orang tertawa cekikikan.
" Peringatan Dewa sudahlah nyata! Mana mulut bersuara sombong! Mengapa tidak
terdengar lagi suara congkak hendak membunuh sesama insan"! Hik ... hik ...
hiki" Yang tertawa adalah si nenek bermuka bulat tak beralis dan berdandan menor Rauh
Kalidathi. Semua orang melirik ke arah si nenek dan terkejut. Mereka baru
menyadari. Pendekar 212 Wiro Sableng, Ni Gatri dan anjing hitam kecil tidak ada lagi di
tempat itu. Yang masih ada hanyalah si nenek dan gadis berkaki satu.
Mendadak Eyang Dukun Umbut Watukura berseru dan menunjuk ke arah kening
Garung Parawata.
" Panglima! Empat benjolan di keningmu tidak ada lagi! Apa yang terjadi"!"
Seruan sang Dukun membuat semua orang termasuk Raja Mataram menoleh ke
arah Panglima Pasukan Kerajaan. Mereka jadi terkejut! Memang benar. Saat itu
mereka melihat kening sang Panglima dalam keadaan licin. Empat benjolan merah
tidak ada lagi di atas jidatnya! Sementara empat benjolan masih terlihat ada di
kening semua orang di bukit itu termasuk Raja!
Rakai Kayuwangi menatap ke arah Sakuntaladewi. Gadis itu sejak muncul memang
dilihatnya tidak ada empat benjolan di keningnya. Hal ini sebenarnya menimbulkan
satu tanda tanya bagi Raja mataram.
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 33 dari 53
SEPULUH ARUNG PARAWATA Yang tentu saja tidak bisa melihat wajahnya sendiri
pergunakan tangan kiri untuk mengusap kening. Astaga! Dia merasa keningnya licin
polos. Empat benjolan benar-benar tak ada lagi!
" Panglima, apa yang terjadi dengan dirimu. Agaknya kau mendapatkan berkah Para
Dewa!"Berkata Sri Maharaja Mataram. Saat itu Panglima Garung Parawata masih
terduduk di tanah, tersandar pada satu batu besar.
" Yang mulia, ketika batu besar hancur dan keadaan menjadi gelap, samar-samar saya
melihat ada orang berpakaian putih berkelebat. Saya merasa kening saya seperti
di usap ..."Garung Parawata memberi tahu. "
Saya ini saya .. saya merasa ada kelainan
pada di r i saya. Yang Mul i a! Demam panas di t ubuh saya l enyap. Saya j uga ..." Panglima Kerajaan itu memandang ke bawah. Sepasang kakinya yang selama ini
terasa berat kini berubah enteng. Dua kaki digerakkan. Dan dia mampu melakukan!
Dia coba berjalan! Bisa!.
" Yang Mulia! Lihat! Saya mampu menggerakkan kaki! Saya bisa berjalan! Saya tidak
lumpuh lagi!"Saking girangnya sang Panglima meloncat-loncat berulang kali.
Selagi semua orang geger menyaksikan kejadian itu, sang Dewi Kaki Tunggal alias
Sakuntaladewi dan si nenek Rauh Kalidathi hanya senyum-senyum.
Si nenek mencibir. Lalu berkata.
" Dasar Panglima goblok! Bukannya bersyukur pada Yang Maha Kuasa malah
berjingkrak-jingkrak seperti orang gila! Ssstt....Raja tolol itu tengah menuju
ke sini."Si nenek hentikan bicaranya.
Raja berdiri di depan kedua orang itu.
" Sakuntaladewi dan nenek Rauh Kalidathi. Aku merasa bersalah. Sayang sekali
Kesatria Panggilan pergi begitu saja. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi
selanjutnya. Kalian tahu apa yang terjadi dengan Panglima Garung Parawata" Bagaimana empat
benjolan di kepalanya lenyap begitu saja. Dan ia sembuh dari penyakit demam
panas serta kelumpuhan. Dia mengatakan ada orang berpakaian putih mengusap
keningnya. Kesatria Panggilan berpakaian serba putih. Apakah mungkin ......"
" Saya tidak tahu Yang Mulia. Saya tidak melihat! Perlu apa saya memperhatikan
orang yang hendak membunuh saya!"Yang menjawab adalah Rauh Kalidathi.
Raja terdiam, anggukkan kepala lalu berkata. "
Aku mengerti perasaanmu Nenek
Rauh Kalidathi."Raja berpaling pada Sakuntaladewi, mengharapkan penjelasan.
Maka berucaplah gadis berkaki satu itu.
" Yang Mulia, bukannya mungkin. Tapi memang Kesatria Panggilanlah yang telah
menolong Panglima Kerajaan." Berkata Sakuntaladewi. Dia diam sebentar baru
melanjutkan. "
Yang Mulia, kalau saja sebelumnya Yang Mulia mau mendengar
penjelasan orang tolol seperti saya maka pemuda itu tidak akan meninggalkan kita
begitu saja. Dia kita minta untuk menolong dan dengan segala ketulusan dia
memang ingin menolong. Tapi kita telah memperlakukannya dengan segala kecurigaan
dan ucapan-ucapan yang menyakitkan hati."
Garung Parawata tundukkan kepala. Begitu juga Klingkit Kuning, Eyang Dukun dan
Tabib Sepuluh Jari Sakti. Diam-diam mereka merasa bersalah.
" Aku menyesal. Tapi aku butuh penjelasan. Yang penting sekarang bagaimana
menyelamatkan semua orang yang ada di bukit ini dan juga di Kotaraja serta
seluruh pelosok Bhumi Mataram..."
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 34 dari 53
" Yang Mulia, pemuda yang disebut sebagai Kesatria Panggilan itu telah menerangkan bahwa dia memiliki ilmu kesaktian yang mampu menolong semua orang
Mataram yang tengah dilanda malapetaka Malam Jahanam. Caranya dengan
mengambil benjolan di kening semua orang yang ada di sini lalu memindahkannya ke
tempat lain. Lihat apa yang terjadi dengan Panglima Kerajaan..."Gadis berkaki
satu ini kemudian menunjuk ke arah sebuah batu di samping kiri Panglima Pasukan
Kerajaan. Semua orang jadi tercekat ketika melihat ada empat daging merah sebesar ujung
ibu jari menempel berdenyut-denyut di atas batu. Garung Parawata sendiri jadi
merinding dan mengusap tengkuknya berulang kali.
" Dia menyebut ilmu itu. Menahan Darah Memindah Jasad."Kata Sri Maharaja
Mataram pula. "
Tetapi mengapa orang bernama Lemayang yang hendak ditolongnya
menemui kematian sangat mengerikan."
Itulah sebelumnya yang hendak saya jelaskan."Jawab Sakuntaladewi alias Dewi Kaki
Tunggal. "
Dari apa yang saya tahu Kesatria Panggilan telah kesusupan ilmu jahat
sewaktu dalam perjalanan ke tempat ini. Rahasia ilmu kesaktiannya diketahui oleh
mahluk yang disebut Dua Nyawa Kembar yaitu Sinuhun Merah Penghisap Arwah dan
Sinuhun Muda. Saya menaruh duga, rahasia itu di bocorkan oleh mahluk alam roh
yang didatangkan dari negeri delapan ratus tahun mendatang yaitu yang disebut
Kesatria Rob Jemputan. Berdasarkan keterangan bocoran itu Dua Nyawa Kembar
secara gaib berhasil memasukkan ilmu hitam ke dalam tangan Kesatria Panggilan.
Ilmu hitam itu bernama Serat Berhala. Ketika Kesatria Panggilan berusaha
menolong orang bernama Lemayang, bukan kesembuhan yang terjadi tapi orang itu
malah hancur kepala dan sebagian tubuhnya."
Raja Mataram terdiam untuk beberapa ketika sementara tidak ada satu seorang
lainpun mengeluarkan suara. Tabib Sepuluh Jari Dewa Soka Kandawa mengusap
mukanya yang tembam berkeringat berulang kali. Eyang Dukun Umbut Watukara
menghela nafas panjang tiada henti, Klingkit Kuning diam dengan mulut terkancing
sedang Garung Parawata menatap ke langit dengan wajah tampak redup. Seperti Raja
Mataram, sang Panglima juga merasa penyesalan dalam dirinya.
" Sakuntaladewi," Raja akhirnya memecah kesunyian.
" Aku memang melihat
lenyapnya empat benjolan disertai sembuhnya Panglima Garung Parawata. Seperti
katamu tadi aku yakin Kesatria Panggilan yang melakukan hal itu. Tapi di bukit
ini ada ratusan orang, belum lagi yang berada di Kotaraja dan seluruh negeri.
Bagaimana mungkin dia mampu melakukan ......"
Sakuntaladewi tersenyum.
" Yang Mulia, jika Para Dewa memberi pertolongan tidak mungkin setengah-setengah.
Apa yang ada di benak kita hanya satu titik seujung jarum dibanding dengan
kebesaran jalan pikiran Yang Maha Kuasa yang luar biasa luas. Apa yang tidak
mungkin bagi-Nya"
Ketahuilah, saya mendapat penjelasan, Kesatria Panggilan bisa memindahkan ilmu
kesaktiannya pada setiap orang yang disembuhkan. Hingga yang sembuh menolong
yang masih sakit. Begitu seterusnya secara berantai. Saya rasa jika itu
dilakukan, sebelum matahari tinggi pagi semua orang di Mataram.ini sudah
tertolong. Tapi sekarang begini kejadiannya. Kesatria Panggilan lenyap entah
kemana. Mungkin dia sudah kembali ke negeri asalnya..."
" Yang aku tahu dia tidak bisa kembali ke negeri asalnya sebelum menemukan Kuda
Lumping tunggangannya yang membawanya ke Bhumi Mataram. Lagi pula dia harus
menemukan gurunya lebih dulu. Gadis cantik bersunting empat itu. Menurut cerita
salah seorang pembantuku, Kuda Lumping itu telah dirampas oleh Sinuhun Merah
Penghisap Arwah."
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 35 dari 53
" Bagaimana kalau Sinuhun Merah Penghisap Arwah sengaja mengembalikan Kuda Lumping
itu pada Kesatria Panggilan hingga dia dan gurunya, juga anak perempuan bernama
Ni Gatri itu, serta si anjing kecil itu bisa kembali ke negeri asalnya, negeri
delapan ratus tahun mendatang. Bukankah itu pekerjaan lebih mudah dari pada
menghadapi Kesatria Panggilan secara kekerasan" Setelah itu dua Sinuhun nyawa
kembar akan memusatkan perhatian dan segala daya untuk menghancurkan kita
semua!" Berubahlah paras Raja Mataram mendengar ucapan Sakuntaladewi sementara si nenek
Wiro Sableng 176 Dewi Kaki Tunggal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Rauh Kalidathi hanya diam manggut-manggut. Semua orang yang mendengar ucapan
gadis berkaki satu tak ada satupun yang keluarkan ucapan. Banyak diantara mereka
kini memandang marah ke arah Garung Parawata. Mereka menganggap karena ucapan-
ucapan jahatnyalah Raja sampai terhasut.
" Aku tidak tahu mau melakukan apa sekarang. Apakah pertolongan Yang Maha
Kuasa masih bisa diharapkan..."Raja berucap.
Tiba-tiba terjadi kegaduhan di salah satu bagian bukit.
" Apa yang terjadi?"Raja bertanya.
Sebagai jawaban ada orang berteriak.
" Yang Mulia, tiga orang di sini telah menemui ajal!"
" Di sini ada empat Orang yang tengah sekarat!"
Ada suara orang berteriak dari arah lereng bukit yang lain.
Raja Mataram tundukkan kepala. Dirinya benar-benar terguncang.
" Dewa Agung, saya mengaku bersalah telah menyakiti hati Kesatria Panggilan. Saya
merasa hina apakah saya masih boleh meminta pertolongan-Mu. Jika saya bersalah
dan memang berdosa saya rela memberikan nyawa saya. Tapi tolong wahai Yang Maha
Kuasa, jangan beri kematian pada rakyat saya. Saya rela menjadi tumbal."
Sepasang mata Sri Maharaja Mataram tampak berkaca-kaca. Perlahan-lahan dia
jatuhkan diri, berlutut di tanah.
" Tam! Tam! Tam!"
Suara tambur kembali bergema di lereng Bukit Batu Hangus.
Suara suling juga membahana.
Tiba-tiba ratusan batu besar yang mengambang di atas bukit secara perlahan-lahan
melayang turun, kembali ke tempatnya semula.
Panglima Garung Parawata memandang berkeliling. Dia menatap ke arah Raja sejurus
lalu tanpa berkata apa-apa dia melompat ke atas batu Ialu berkelebat ke arah
kaki bukit. " Panglima! Kau mau kemana"!"Berseru Raja Mataram.
" Yang Mulia! Saya akan mencari Kesatria Panggilan! "Terdengar jawaban Garung
Parawata di kejauhan.
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 36 dari 53
SEBELAS " KAKAK, kita mau kemana?"
Pertanyaan Ni Gatri membuat Wiro Hentikan lari. Saat itu mereka berada di kaki
Bukit Batu Hangus sebelah timur.
" Aku juga bingung mau kemana. Mau mencari Eyang Sinto tidak tahu guruku itu
berada dimana. Aku kawatir keadaan nenek itu..."
" Menurut Ratu Randang dan Raja Mataram guru kakak berada di satu tempat yang
aman." " Bisa saja mereka berkata begitu. Tapi dimana" Kalau belum melihat sendiri aku
mana bisa tenang. Kita juga harus menemukan Kuda Lumping agar bisa kembali ke
alam delapan ratus tahun mendatang."
" Kakak sungguhan mau segera kembali ke negeri asal kita?"
" Tentu saja. Maksudku kalau sudah bertemu Eyang Sinto."
" Lalu bagai mana dengan Dewi Kaki Tunggal " " Memangnya ada apa dengan gadi s i t u. " " Bukankah dia punya kaul akan menjadikan kakak sebagai suaminy
a..." " Huss!"Wiro melotot.
" Ni Gatri kasihan sama orang-orang di bukit itu. Seharusnya Kakak jangan keburu
marah dan meninggalkan mereka. Sekarang siapa yang akan menolong mereka?"
Wiro menggaruk kepala lalu berkata.
" Kau anak baik ......"
" Kakak juga bak Ni Gatri melihat sebelum meninggalkan bukit kakak lebih dulu
menyembuhkan Panglima yang mulutnya sebakul seperti perempuan! Ni Gatri tahu,
membalas keburukan orang dengan kebaikan bukankah itu satu hal yang sangat
terpuji" Tapi kalau Ni Gatri yang dibegitukan pasti Ni Gatri tidak akan
menyembuhkan empat benjolan dikepalanya. Malah Ni Gatri tambah menjadi empat
ratus benjolan!
Bukan cuma di kening tapi di seluruh tubuh. Biar dia tahu rasa!"
Wiro tertawa. " Aku mungkin lagi apes. Mau menolong orang malah mau dibunuh. Sial! Siapa yang
menghalangi aku berbuat baik
"! "Wiro perhatikan tangan kanan. Tangan diusap
berulang kali. "
Heran, ada apa dengan tanganku ini" Seharusnya orang bernama
Lemayang itu bisa kutolong dengan ilmu Menahan Darah Memindah Jasad. Tapi
kepalanya malah meledak! Edan! Jangan-jangan ini pekerjaannya Pangeran Matahari
keparat itu! " " Kakak, jika kakak memang punya ilmu kesaktian tapi ketika dipergunakan malah
membuat celaka orang lain, kenapa tidak dicoba lagi. Jangan dengan manusia.
Dengan engg ..." Ni Gatri menatap ke arah anjing kecil yang barusan melompat dari atas bahu Wiro.
Anak perempuan ini kemudian menunjuk ke arah satu pohon besar yang batangnya
terdapat beberapa bonggolan.
" Eh, kau benar Ni Gatri. Mari kucoba."Kata Wiro pula. Lalu diikuti Ni Gatri dan
anjing kecil Wiro melangkah mendekati pohon. Tangan kanan ditempelkan ke salah
satu bonggol. Sesaat kemudian ketika tangan itu diangkat bonggol yang barusan
ditekap lenyap. Begitu Wiro menempelkan tangan kanannya ke pohon lain yang
batangnya licin rata bonggol berpindah ke batang pohon itu!
" Kakak kau bisa!"Berseru Ni Gatri dan si anjing kecil menyalak seolah ikut
gembira. Wiro menggaruk kepala.
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 37 dari 53
" N Gatri, kalau tangan kananku memang disusupi ilmu hitam jahat, mengapa
sekarang aku bisa memindahkan bonggol pohon" Mengapa pohon tidak meledak"
Jangan-jangan ilmu hitam itu hanya ditujukan untuk manusia."
" Atau jangan-jangan memang kekuatannya hanya berlaku satu kali. Orang yang
mengirim ilmu jahat mengira Kakak pasti akan menyembuhkan Raja Mataram lebih
dulu! " Wiro sampai ternganga.
" Ni Gatri, kuharap kau benar. Lalu sekarang apa yang kita lakukan?"
" Kalau Kakak memang orang-orang baik kita kembali ke Bukit Batu Hangus sebelum
matahari naik semakin tinggi..."
Wiro mengangguk Dia siap mendukung Ni Gatri kembali dan anjing hitam kecil siap
pula melompat ke bahu sang pendekar.
Tiba-tiba di kaki bukit meledak tawa bergelak. Anjing kecil berlari liar
berputar-putar sambil menyalak berulang kali.
Belum lenyap gema tawa itu, satu bayangan hitam berkelebat di hadapan Pendekar
212 dan Ni Gatri. Yang muncul bukan lain ternyata adalah Kesatria Roh Jemputan
alias Pangeran Matahari.
Sebagaimana diceritakan sebelumnya Sinuhun Muda kembaran arwah Sinuhun
Merah Penghisap Arwah memerintahkan Kesatria Roh Jemputan alias Pangeran
Matahari mengejar Wiro dan membunuhnya sebelum sampai di Bukit Batu Hangus.
Kakek sakti Kumara Gandamayana yang melihat hal itu segera keluar dari dalam
tubuh Ni Gatri yang selama ini memang telah beberapa kali dijadikannya sebagai
perantara. Kakek ini tanggalkan ikat pinggang miliknya berupa sebuah tasbih
besar terbuat dari kayu coklat. Dengan kesaktiannya dia merubah ikat pinggang
itu menjadi sosok manusia salinan menyerupai dirinya. Lalu kembaran jejadian ini
diperintahkan untuk mengejar dan membunuh Kesatria Roh Jemputan yang tengah
mengejar Pendekar 212 Wiro Sableng.
Kembaran jejadian Kumara Gandamayana berhasil mengejar Pangeran Matahari.
Setelah perang mulut dimana Pangeran Matahari dihina habis-habisan oleh si
kakek, pertarungan antara Pangeran Matahari dan mahluk jejadian Kumara
Gandamayana tidak dapat dihindarkan lagi. Meski si kakek memiliki banyak ilmu
kesaktian namun pada akhirnya dia tidak mampu menghadapi Pangeran Matahari.
Tubuhnya hancur berkeping keping dihantam ilmu Delapan Arwah Sesat Menembus
Langit yang keluar dari delapan benjolan di kening sang Pangeran. Ujudnya
kembali kepada asal yaitu ikat pinggang berbentuk tasbih besar. Namun ikat
pinggang itu kini hanya tinggal berupa benda hangus gosong!
Walau menang sang Pangeran terpaksa harus tercebur masuk comberan. Kejadian ini
disaksikan oleh Dewi Ular. Pangeran Matahari berusaha mencari sebuah telaga
untuk membersihkan diri namun melalui suara mengiang Sinuhun Merah Penghisap
Arwah memerintahkan agar Pangeran Matahari mengejar Wiro walau keadaannya kotor
mandi air comberan dan bau.
Melihat sang Pangeran berkeadaan begitu rupa murid Sinto Gendeng langsung
tertawa gelak-gelak. "
Pangeran hebat kau barusan habis mandi di tujuh pancuran busuk
mana"! Ha ... ha ... ha! Apa perempuan bermata juling yang kau hina itu yang
menyuruhmu mandi di kubangan bangkai kerbau"! Ha ... ha...hal"
Ni Gatri tertawa cekikikan. Anjing kecil melompat-lompat sambil menyalak.
Rahang Pangeran Matahari langsung menggembung. Pelipis bergerak gerak.
Delapan benjolan di kening pancarkan cahaya terang. Sekali dia menghentakkan
kaki 176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 38 dari 53
maka delapan cahaya merah itu melesat ke arah delapan bagian tubuh Pendekar 212,
mulai dari kepala sampai ke kaki!
Selama ini Wiro tahu semua ilmu pukulan sakti yang dimiliki Pangeran Matahari.
Namun sekali ini Pangeran menyerangnya dengan ilmu aneh yang agaknya baru
didapatnya di negeri delapan ratus tahun silam yaitu Delapan Arwah Sesat
Menembus Langit.
Pendekar 212 sempat tergetar melihat kedahsyatan serangan delapan cahaya merah.
Sambil melompat mundur satu tombak Wiro yang ingin tahu sampai dimana kehebatan
serangan lawan menangkis dengan pukulan Tameng Sakti Menerpa Hujan di tangan
kiri sementara tangan kanan melepas pukulan Tangan Dewa Menghantam Matahari.
Pukulan pertama warisan Sinto Gendeng sedang pukulan kedua didapat dari Datuk
Rao Basaluang Ameh.
" Buummm! Buummm!
" 176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 39 dari 53
DUA BELAS DUA DENTUMAN dahsyat menggelegar di tempat itu. Ni Gatri menjerit. Tubuhnya
terpelanting. Anjing kecil meraung. Binatang itu terguling guling sampai
beberapa tombak tapi tidak cidera. Dua pohon besar di dekat tempat itu berderak
patah lalu tumbang bergemuruh. Sementara di tanah terlihat hampir selusin lobang
besar sedalam mata kaki!
Di udara delapan cahaya merah serangan Pangeran Matahari terdorong ke belakang
sebelum meledak. Pukulan Tameng Sakti Menerpa Hujan yang dipergunakan Wiro untuk
menyongsong serangan lawan walau mampu menahan namun kemudian
meledak buyar. Dalam keadaan seperti itu pukulan Tangan Dewa Menghantam
Matahari menyusup ke depan. Pangeran Matahari cepat dorongkan tangan kanan
melepas Pukulan Merapi Meletus!
Pendekar 212 Wiro Sableng merasakan dada berdenyut sakit. Kepala serpti
dihantam pukulan palu sementara tubuh mendadak menjadi lemas! Dia coba tertahan
agar tidak roboh namun isi perutnya serasa dibetot keluar!
Tubuh langsung terpelanting jatuh duduk di tanah.
Ni Gatri menjerit. Anjing kecil menyalak lalu menghampiri sang pendekar clan
menjilati kaki kanannya. Wiro mengangkat tangan memberi tanda dia tidak apa apa.
Padahal saat itu mulutnya terasa asin pertanda ada cidera di dalam dada. Wiro
meludah. Ludahnya bercampur darah.
" Aku pernah menghadapi pukulan Pangeran keparat ini sebelumnya. Tidak mungkin dia
sehebat ini! Ada kekuatan lain di dalam serangannya!"Pikir Wiro.
Murid Sinto Gendeng tidak bisa berpikir lebih panjang. Sebelum Pukulan Merapi
Meletus menyapu tubuhnya tidak tunggu lebih lama Wiro segera tiup tangan kanan.
Serta merta di telapak tangan Wiro muncul gambar harimau kepala putih bermata
hijau. Datuk Rao Bamato Hijau!
Didahului suara mengaum harimau raksasa yang tak kelihatan ujudnya Pukulan
Harimau Dewa yang dilancarkan Wiro menderu dahsyat melabrak serangan lawan.
Pangeran Matahari berteriak keras ketika tubuhnya terangkat satu tombak ke udara
latu mencelat mental. Dari mulut menyembur darah segar.
Tiba-tiba ada cahaya kuning kemerahan menyambar ke arah tubuh sang Pangeran.
Masuknya cahaya kuning ini bukan saja memberi kesembuhan pada luka dalam yang
diderita Pangeran Matahari tapi sekaligus memberikan kekuatan baru yang dahsyat!
Di lain kejap manusia yang sebenarnya telah menemui kematian di alam delapan
ratus tahun mendatang ini membuat gerakan jungkir balik di udara. Begitu dia
mampu menguasai diri laksana anak panah dilepas dari tempat ketinggian tubuhnya
melesat turun. Dari atas Pangeran Matahari arahkan ke bawah dua tangan begitu
rupa hingga sepuluh jari terkembang namun jari tengah kiri kanan ditekuk ke
belakang! 'Wussss! Wusss!"
Delapan larik cahaya merah menyembur dari delapan ujung jari. Nyala terangnya
laksana menembus langit den menghunjam tanah!
" Pukulan Delapan Sukma Merah! Kesatria Panggilan! Lekas menyingkir!"
Ada orang berteriak di belakang Wiro.
Wiro Sableng 176 Dewi Kaki Tunggal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Karena tadi dalam keadaan terluka Wiro mengerahkan tenaga dalam penuh untuk
melepas Pukulan Harimau Dewa, maka ketika mendapat serangan baru murid Sinto
Gendeng tidak mampu bergerak cepat. Tenaganya seolah terkuras. Ape lagi delapan
cahaya begitu benderang menyilaukan. Wiro segera merapal aji ilmu kesaktian
Pukulan 176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 40 dari 53
Sinar Matahari. Namun belum sempat tangannya berubah menjadi warna perak panes
berkilau dalam keadaan gawat begitu rupa Wiro merasakan tubuhnya didorong hingga
terpental sampai due tombak den selamat dari hantaman delapan cahaya merah yang
lewat setengah tombak di atas kepalanya!
Sebelum terpental, dari arah belakang Wiro mendengar suara berdesing keras
menghampar hawa dingin. Selagi jatuh di tanah Wiro melihat dua bilah keris
melesat ke arah Pangeran Matahari.
" Breett! Brett! " Pangeran Matahari berteriak kaget dan marah. Dia terlalu memusatkan perhatian
pada usaha untuk menyerang den membunuh Wiro. Ketika due keris menyambar ke
arahnya dia berlaku
agak lengah. Masih untung hanya bahu pakaiannya kiri kanan
yang robek oleh sambaran due senjata. Kalau sampai daging atau kulit tubuhnya
tergores salah satu senjata beracun itu, nyawa alam rohnya pasti akan menjerit
den melesat keluar dari dalam tubuh!
Didahului suara menggembor marah Pangeran Matahari melayang turun ke tanah dan
sekali berkelebat dia sudah berada di hadapan orang tinggi besar berkumis
melintang yang tadi menyerangnya dengan dua bilah keris. Di saat yang sama orang
ini. gerakkan dua tangannya ke atas sambil mulut berucap.
" Sepasang Tangan Kilat
! " " Bett! Beett ! " Luar biasa! Dua keris yang melayang di udara kini berkelebat, membalik menyerang
Pangeran Matahari dari arah belakang! Saat itu sang Pangeran tidak mau lagi
berlaku ayal. " Ilmu pengecut sialan!"Rutuk Pangeran Matahari.
Tanpa berpaling dia pukulkan tangan kiri kanan ke belakang.
" Wuss! Wuss!"
Nyala api berwarna merah, kuning dan hitam menyambar keluar dari telapak tangan
Pangeran Matahari. ltulah Pukulan Telapak Matahari! Begitu cahaya pukulan sakti
ini menghantam dua bilah keris, tak ampun lagi dua senjata itu berpijar terang
lalu tenggelam dalam kobaran api clan dalam keadaan leleh jatuh ke tanah!
Orang tinggi besar berkumis pemilik dua bilah keris, melengak kaget sampai air
mukanya menjadi pucat pasi. Mana dia pernah mengira dua bilah keris saktinya
yang bernama Mahesa Kembar mengalami nasib seperti itu! Nyalinya benar-benar
terguncang. " Keparat jahanam! Siapa kau"!
"Bentak Pangeran Matahari pada orang pemilik dan
pelempar dua keris sakti.
Orang yang dibentak tidak menjawab malah berpaling pada Wiro dan berkata.
" Kesatria Panggilan! Lekas kembali ke Bukit Batu Hangus. Lupakan apa yang telah
terjadi! Raja dan semua orang mengharap pertolonganmu!"
Pendekar 212 terkejut dan segera mengenali. Si tinggi besar berkumis tebal yang
barusan menolongnya itu bukan lain adalah Garung Parawata, Panglima Pasukan
Kerajaan Mataram!
Tiba-tiba ada suara mengiang di kedua telinga Pangeran Matahari.
" Kesatria Roh Jemputan! Orang yang berusaha menghalangimu itu adalah Panglima
Pasukan Kerajaan! Bunuh dia lebih dulu! Pergunakan ilmu Delapan Arwah Sesat
Menembus Langit!
" Pangeran Matahari mengenali suara itu. Dalam hati dia memaki. "
Sinuhun keparat!
Bisanya hanya memberi perintah tapi bersembunyi! Kalau aku mampu melenyapkan 176
Dewi Kaki Tunggal
Hal : 41 dari 53
kendali delapan benjolan di keningku, orang pertama yang aku bunuh setelah
Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng adalah dirimu!"
Walau merutuk tapi tidak tunggu lebih lama Pangeran Matahari segera kerahkan
tenaga dalam ke kening yang ada delapan benjolan. Ketika sang Pangeran
melancarkan serangan, Panglima Kerajaan tengah bicara pada Wiro.
" Wus" Delapan larik sinar merah ganas menerpa ke arah Garung Parawata. Panglima
Kerajaan ini baru sadar kalau dirinya diserang orang sesaat setelah dia merasa
ada hawa panas. Dia berpaling, tersentak kaget.
" Delapan Arwah Sesat Menembus Langit!
" Panglima Pasukan Kerajaan Mataram berteriak lalu cepat jatuhkan diri. Dalam
kuda-kuda setengah berlutut dia coba menangkis dengan ilmu kesaktian bernama
Burung Sakti Merentang Sayap Menembus Langit!
Dari dada kirinya yang tegap berotot dimana terdapat jarahan gambar burung
Rajawali berwarna biru bermata merah, melesat cahaya biru yang ketika
diperhatikan ternyata berbentuk seekor burung Rajawali raksasa. Kibasan sayap
serta gerak dua kaki mengeluarkan deru angin dahsyat hingga rerantingan
bergoyang bahkan patah dan daun-daun pepohonan berguguran. Dari tubuh burung
memancar cahaya biru
sementara dari sepasang mata menyambar dua larik cahaya merah! Ketika binatang
jejadian ini menguik keras, udara di tempat itu mendadak terasa dingin.
Namun tangkisan yang sekaligus serangan
burung Rajawali raksasa yang dilancarkan Panglima Kerajaan kalah cepat dengan
hantaman serangan Delapan Arwah Sesat Menembus Langit. Apa lagi laksana hidup
delapan larik cahaya merah mampu menyusup ke bawah. Selain itu dengan tangan
kirinya Pangeran Matahari lepaskan Pukulan Gerhana Matahari. Inilah salah satu
dari beberapa pukulan maut yang dimiliki sang Pangeran semasa hidupnya. Tiga
cahaya merah, kuning dan hitam menderu. Udara sesaat menjadi redup.
Lalu blaar! Rajawali raksasa menguik dahsyat sebelum tubuhnya hancur berkeping keping di
udara! Selagi Panglima Pasukan Kerajaan Mataram tersentak kaget cahaya merah Delapan
Arwah Sesat Menembus Langit yang menyusup ke bawah menderu ke arahnya!
" Celaka! Aku tidak bisa menghindar!"
Panglima Kerajaan sadar apa yang terjadi!
Ada ubi ada talas. Ada budi ada balas!
Hanya sesaat lagi tubuh Garung Parawata akan cerai berai dihantam delapan larik
cahaya merah tiba-tiba satu cahaya putih menyilaukan berkiblat. Hawa panas luar
biasa menghampar!
Di udara menggelegar satu ledakan dahsyat!
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 42 dari 53
TIGA BELAS DELAPAN larik cahaya merah yang disebut Delapan Arwah Sesat Menembus Langit
laksana disapu topan prahara terlempar ke langit lalu bergelung berbuntal-buntal
dan akhirnya meletus delapan kali berturut-turut.
Sebaliknya cahaya putih yang menghantamnya didahului suara menggelegar terpental ke kiri, menghantam
sederetan pohon besar. Dalam sekejapan mata pepohonan itu berubah menjadi hangus
gosong, mulai dari akar sampai ke ujung ranting. Ketika cahaya putih lenyap
dengan menghembuskan angin panas, semua pohon yang telah berubah menjadi arang
itu serta merta runtuh ke tanah.
Sayup-sayup di kejauhan terdengar suara orang memaki lalu blukk! Ada tubuh jatuh
tergelimpang di tanah. ltulah sosok Pangeran Matahari! Kalau sebelumnya keadaan
tubuh dan pakaiannya basah kuyup dan kotor oleh lumpur comberan maka kini
seluruh pakaian, mantel, mukanya tampak tertutup hanguskan jelaga hitam serta
mengepulkan asap busuk. Hanya sepasang matanya yang tampak merah seperti
menyala!. Pangeran Matahari berteriak marah. Waktu mulutnya terbuka dari dalam mulut itu
mengepul asap. Lalu ada cairan hitam menyembur. Dalam keadaan batuk batuk dia
berusaha melompat bangun tapi roboh kembali ke tanah. Selain tubuhnya terasa
panas laksana digarang api, sang Pangeran juga merasa kekuatan tubuhnya amblas!
" Celaka! Apa yang terjadi dengan diriku! Bangsat itu melepas Pukulan Sinar
Matahari! Sekilas tadi aku melihat ada cahaya biru menyertai cahaya putih. Ada
kekuatan lain menyertai pukulan Sinar Matahari. Kalau tidak mana mungkin aku
bisa cidera dalam begini rupa! Kurang ajar!"
Saking marahnya Pangeran Matahari pukul kepalanya sendiri.
Tiba-tiba ada satu cahaya merah kekuningan muncul dari langit, menyapu tubuh
sang Pangeran. Saat itu juga secara aneh mahluk alam roh ini pulih kekuatannya.
Sekali bergerak dia telah melompat bangun. Delapan benjolan di kening siap
melancarkan serangan baru, tangan kanan siap melepas pukulan sakti. Tapi
memandang berkeliling Pangeran Matahari tidak melihat musuh besarnya Pendekar
212 Wiro Sableng. Anak perempuan dan anjing kecil juga tidak ada lagi di situ.
Bahkan Panglima Kerajaan Garung Parawata yang diduganya berada dalam keadaan
cidera ikut tenyap!
Pangeran Matahari berteriak keras berulang kali lalu berkelebat ke arah timur.
Namun dari balik satu gundukan batu besar melesat keluar dan menghadang seorang
bertelanjang dada yang bukan lain adalah Panglima Pasukan Kerajaan Garung
Parawata. " Panglima keparat! Kali ini kau tidak akan lolos dari tangan mautku!"
" Mahluk busuk alam roh ! Cukup kau gentayangan sampai di sini!"Bentak Garung
Parawata. Dua kaki berjingkat. Tangan kanan dipentang, siap menyerang.
Pangeran Matahari tidak tinggal diam. Tenaga dalam dikerahkan penuh. Lalu tangan
kiri kanan bergerak menghantam.
**** BUKIT Batu Hangus.
Untuk kedua kalinya Pendekar212 Wiro Sableng muncul di bukit itu bersama Ni
Gatri dan anjing kecil. Raja segera menemui tapi Sakuntaladewi mendahului.
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 43 dari 53
" Wiro, kau harus segera menyembuhkan semua orang di sini sekarang juga! Aku takut
cahaya sang surya yang semakin tinggi menghalangi usaha kita. Aku tahu cara
cepat bagaimana menolong semua orang yang ada di sini bahkan di seluruh Kotaraja
sampai ke pelosok desa..."
" Dewi Kaki Tunggal .......
" Dua kali kau menyebut namaku seperti itu..."
" Ni Gatri yang memberikan nama itu padamu. Kurasa sangat cocok."
Sakuntaladewi memandang ke arah Ni Gatri. Anak perempuan itu tersenyum.
" Dewi, maksudmu aku tetap mempergunakan ilmu yang sama yang menghancurkan kepala
dan tubuh orang bernama Lemayang itu?"Wajah Wiro menunjukkan rasa kawatir.
" Benar. Kau tak usah kawatir. Sebelumnya ada mahluk bermaksud jahat menyusupkan Ilmu hitam ke dalam tanganmu. Namun Ilmu Itu hanya untuk sekali
pakai. Sekarang kau bisa mempergunakan lagi. Lalu nanti bisa dipindahkan pada orang
lain agar orang itu bisa mengobati orang lainnya lagi..."
" Setahuku ilmu itu tidak bisa dipergunakan seperti itu."
" Mungkin kau tidak menyadari. Tapi..."
" Aku ingat, satu kali ada seorang kakek sahabatku bernama Setan Ngompol
mempergunakan ilmu itu. Akibatnya kupingnya yang dipindah ketika dipasang lagi
malah terbalik. Sampai sekarang. Dewi, kau tahu dari mana ilmu itu bisa dipindah
pindah?" " Sepasang Arwah Bisu yang memberi tahu padaku."
" Sepasang Arwah Biru?"Wiro tercengang heran. Kepala digaruk.
" Kakak, kau jangan cuma menggaruk kepala saja. Ikuti apa yang dikatakan Dewi Kaki
Tunggal."NI Gatri yang ada di samping Wiro berkata.
" Tunggu dulu. Aku musti yakin,"jawab Wiro. Lagu dia bertanya pada Sakuntaladewi.
" Dewi, dua Kakek nenek bisu itu memberi tahu padamu. Sebenarnya mereka itu ...
Mengapa memberitahu padamu, tidak langsung padaku?"
Sakuntaladewi melirik keadaan sekitarnya. Lalu dia mendekati Wiro dan berbisik
" Sepasang Arwah Bisu adalah kakek nenekku. Aku ini cucu mereka. Aku harap kau mau
menjaga rahasia ini."
Kembali murid Sinto Gendeng unjukkan air muka tercengang.
Saat itu Raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala yang tidak sabaran
mendatangi Wiro dan menyapa.
" Kesatria Panggilan, aku dan semua orang yang ada di sini merasa bersyukur kau
mau menemui kami lagi. Jika kau ikhlas untuk kembali mau menolong kami, aku
sangat berterima kasih."
" Yang Mulia..."Wiro menunduk memberi penghormatan.
" Yang Mulia, Kesatria Panggilan telah siap memberikan pertolongan."Menerangkan
Sakuntaladewi lalu berpaling pada Pendekar 212 yang saat itu berdiri sambil
memperhatikan dan mengusap-usap jari-jari tangan kanannya dengan tangan kiri.
" Kalau begitu sekarang aku minta diriku ditolong pertama kali."Ucapan Raja
Mataram ini membuat Wiro merasa kalau sang Raja masih memiliki rasa kawatir
Wiro Sableng 176 Dewi Kaki Tunggal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seandainya dia akan mengalami kegagalan lagi maka tidak ada orang lain yang
celaka! Hal ini membuat murid Sinto Gendeng jadi berpikir-pikir lagi.
Melihat Wiro masih diliputi keraguan, Sakuntaladewi ambil tangan kanan sang
Pendekar lalu diletakkan di atas hidungnya.
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 44 dari 53
" Wiro, pindahkan hidungku ke pipi. Lakukan agar kau tidak ragu dan semua orang
yang ada di sini merasa yakin kau benar-benar bisa menolong mereka. Para Dewa
memberkatimu!"
Mendapat semangat begitu rupa Wiro lalu gerakkan sedikit tangannya yang
menempel di hidung gadis berkaki satu. Tangan kemudian dipindah kepipi sebelah
kanan. Ketika tangan diangkat hidung si gadis telah berpindah dari tempatnya
semula ke pipi itu! Semua orang yang ada di situ termasuk Sri Maharaja Mataram
menjadi gempar. Heran tetapi juga ngeri melihat wajah Sakuntaladewi seperti itu!
" Orang-orang Mataram tolol! Mengapa percaya pada ilmu sihir yang akan tambah
menyengsarakan kalian semua"!"
Tiba-tiba ada suara orang berteriak lantang. Lalu menyusul sebuah benda melayang
di udara yang kemudian jatuh tepat di depan kaki Raja Mataram.
Bukit Batu Hangus kembali dilanda kegemparan karena benda yang jatuh
tergelimpang di depan sang Raja adalah sosok Garung Parawata Panglima Pasukan
Kerajaan yang sudah jadi mayat! Tubuh dan pakaian mulai dari kepala sampai kaki
hangus melepuh, terbungkus warna merah, hitam dan kuning.
Sepasang mata mendelik mencelet, lidah terjulur. Leher miring ke kiri pertanda
tulang leher dalam keadaan patah!
Semua mata serta merta memandang ke arah lereng tinggi Bukit Batu Hangus sebelah
kiri. Di sana berdiri sambil berkacak pinggang clan tertawa gelak-gelak, sosok
tinggi besar, tubuh clan pakaiannya tampak hitam gosong. Kesatria Roh Jemputan
alias Pangeran Matahari!
" Wiro, kau teruskan menolong orang orang itu. Biar aku yang melayani mahluk alam
roh itu!"Berkata Sakuntaladewi.
" Tapi Dewi! "Ujar Wiro. "
Aku belum mengembalikan hidungmu ke tempat semula!"
Walau mendengar apa yang dikatakan Pendekar 212 namun Dewi Kaki Tunggal tidak
perduli. Dia terus saja berkelebat ke lereng bukit di sebelah atas dimana
Pangeran Matahari berdiri berkacak pinggang dengan sikap tetap congkak padahal
ujud seluruh tubuh dan pakaian tertutup jelaga akibat Pukulan Sinar Matahari
yang dilepas Pendekar 212 Wiro Sableng! Disamping itu tubuhnya masih menebar bau
busuk akibat sebelumnya telah tercebur ke dalam comberan!
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 45 dari 53
EMPAT BELAS GADIS bermuka setan! Apa kau tahu kalau hidungmu tak bakal bisa kembali ke
tempatnya semula"! Wajahmu telah sengaja dibuat cacat mengerikan seumur-umur
oleh Pendekar Dua Satu Dua!
"Begitu Sakuntaladewi berada di hadapannya Pangeran
Matahari langsung keluarkan ucapan menghina dan menakut-nakuti.
" Dewi Kaki Tunggal! Jangan percaya ucapan mahluk gosong itu!"Ni Gatri berteriak.
" Aku tahu, kau tak usah kawatir,"jawab Sakuntaladewi. Lalu dia berpaling pada
Pangeran Matahari. "
Walau hidungku sudah pindah ke pipi, tapi aku masih mampu
mencium bau busuk tubuhmu!
" " Hemm, jangan-jangan kau ini sudah menjadi gendak pendekar mata keranjang itu !
Ha ... ha ... ha!
" " Manusia bertubuh hangus! Kasihan. Otakmu pasti ikut gosong! Hi
k...hi k. Kau sal ah mengira. Aku bukan gendaknya Pendekar Dua Satu Dua. Aku adalah calon istrinya!.
Sepasang alis mata Pangeran Matahari berjingkat. Lalu kembali tawa bergelaknya
meledak di tempat itu.
" Kalian berdua memang cocok. Yang lelaki goblok sableng, yang perempuan tolol
sinting! Sama-sama tidak tahu diri! Ha ... ha... ha!
" " Begi t u?" Sakuntaladewi merekah senyum di bibir. "
Sayang sekali aku tidak bisa
mengirim undangan pesta perkawinan kami. Karena sebentar lagi rohmu akan
berserabut keluar dan kau akan kembali ke alam roh delapan ratus tahun mendat
ang! " " Perempuan jahanam! Aku mau lihat kau punya ilmu kesaktian apa!"Pangeran
Matahari menyumpah marah. Dia angkat dua tangannya, siap melepas pukulan Telapak
Matahari dan Merapi Meletus.
" Pukulan-pukulan sakti tidak berguna! Mengapa kau tidak menyerangku dengan
Delapan Arwah Sesat Menembus Langit yang ada di kencingmu?"
" Kurang ajar! Rupanya kau ingin minta mampus lebih cepat!
"Teriak Pangeran
Matahari marah. Serta merta delapan benjolan merah di keningnya memancarkan
sinar terang angker. Lalu tidak sampai sekejapan, delapan sinar merah menderu ke
arah Sakuntaladewi.
Begitu delapan sinar merah menghantam Sakuntaladewi segera angkat dua tangan
lalu bett ...bett! Dua tangan digerak-gerakkan dengan cepat. Dan dua siku tangan,
pergelangan, telapak dan sepuluh ulung jari berkiblat enam betas cahaya biru
pekat yang langsung menyongsong datangnya serangan Pangeran Matahari. Cahaya
biru dan merah saling beradu pada ketinggian setengah tombak dari atas lereng
bukit. Tidak ada suara ledakan atau letusan. Namun seantero bukit terasa
bergetar hebat. Beberapa batu besar bergelindingan ke bawah.
Pangeran Matahari kerahkan tenaga dalam ke tangan untuk memusnahkan cahaya biru
yang menghadang. Tenaga dalam juga dikerahkan ke kaki agar tubuhnya tidak
terpental oleh tekanan enam belas cahaya biru yang luar biasa hebatnya!
" Kesatria Roh Jemputan! Kau menghadapi ilmu Enam Belas Gerakan Tangan Bisu!
Jangan dilayani. Lekas melompat tinggi-tinggi ke udara! Biarkan aku yang
menghajar gadis keparat itu!"Mendadak ada suara mengiang di telinga Pangeran
Matahari. Di langit muncul sekilas cahaya kuning kemerahan.
Tapi sang Pangeran saat itu tidak mampu mengendalikan amarah dan kecongkakannya. Tenaga dalam dilipat gandakan ke kening yang ada delapan
benjolan. " Wusss! " 176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 46 dari 53
Cahaya merah Delapan Arwah Sesat Menembus Langit merangsak ke depan,
membuat tubuh Sakuntaladewi bergetar dan kaki tunggalnya tersapu ke belakang.
Namun begitu gadis ini gerakkan pergelangan dan sepuluh jari tangan disusul
dengan hunjaman dua siku yang diarahkan ke depan, di seberang sana Pangeran
Matahari meraung keras. Tubuhnya yang gosong hitam dipijari sinar biru lalu
braak! Sang Pangeran roboh ke tanah, terguling di lereng batu dan baru berhenti
sewaktu ada sinar kuning kemerahan menyapu tubuhnya. Dengan mengeluarkan suara
menggorok serta ada lelehan darah keluar dari mulut Pangeran Matahari bangkit
berdiri. Tapi jatuh lagi.
Kain merah ikat kepala lenyap entah kemana. Kini rambut yang tebal hitam sebahu
jadi awut-awutan. Tampangnya luar biasa mengerikan karena sepasang mata yang
merah kini tampak setengah menjorok keluar seolah mau melompat dan rongganya.
Dengan mengumpulkan tenaga dan hanya mampu merangkak sang pangeran bergerak ke
arah dimana beradanya Sakuntaladewi.
Di lain bagian, walau enam belas cahaya biru ilmu kesaktiannya berhasil meroboh
dan menciderai lawan, namun Sakuntaladewi sendiri menjerit keras. Tubuhnya
terlipat ke depan lalu terangkat ke atas dan akhirnya jatuh ambruk muntah darah
di antara dua batu besar di lereng bukit. Wajah dan sekujur kulit tubuhnya
tampak merah seperti melepuh. Dada turun naik mendenyut sakit. Saat itu ada yang
berlari mendatangi. Ni Gatri dan anjing kecil hitam.
" Ni Gatri, lekas menjauh dari sini. Bawa anjing itu. Aku kawatir bakal ada
serangan susulan!"berkata Sakuntaladewi ketika melihat siapa yang berada di
dekatnya. " Dewi Kaki Tunggal, saya harus menolongmu..."Kata Ni Gatri pula.
" Jangan perdulikan diriku. Aku merasa mungkin aku lebih baik menemui ajal saat
ini juga... "
" Dewi, jangan berkata begitu. Yang Maha Kuasa akan menolongmu. Lagi pula Dewi
punya kaul an yang masi h bel um kesampai an t er hadap Kakak saya! " Sakuntaladewi masih bisa tersenyum.
" Ji ka kau mau menolongku, carilah perempuan bernama Ratu Randang. Wiro
menyerahkan sekuntum Bunga Matahari padanya. Minta dia meminjamkan barang
sebentar. Hanya dengan bunga itu luka dalamku bisa disembuhkan."
" Dewi, saya akan mencari orang itu. Saya tahu dia berada dimana."Sebelum Pergi Ni
Gatri mengusap kuduk anjing hitam dan berkata. "
Hitam, kau tetap disini. Tunggu dan
jaga Dewi Kaki Tunggal!
" , Seolah mengerti anjing kecil menggeser-geserkan kepalanya
ke tangan Ni Gatri lalu kaki tunggal Sakuntaladewi.
Hanya sebentar saja setelah anak perempuan itu pergi meninggalkan dirinya, dari
celah dua batu besar Sakuntaladewi metihat seseorang berambut awut-awutan, muka
gosong hitam kebiruan, sepasang mata mencelat, merangkak mendekati dirinya.
Kesatria Roh Jemputan alias Pangeran Matahari!
Tampang menyeringai, tubuh dirundukkan, tangan kanan diangkat, siap melepas
pukulan maut Merapi Meletus!
Anjing hitam menggonggong keras. Secepat kilat binatang ini melompati Pangeran
Matahari dan menggigit tangan kanannya. Walau hanya seekor anak anjing namun
gigitannya membuat luka cukup lebar dan mengucurkan banyak darah.
" Binatang jahanam!"Rutuk Pangeran Matahari. Dengan tangan kirinya leher anak
anjing dicekik. Sekali meremas kraak! Leher binatang itu remuk sampai ke tulang!
Anjing kecil menemui ajal dengan mengeluarkan kaingan pendek. Setelah membanting
mayat anjing ke tanah Pangeran Matahari menotok urat besar di lengan kanan
hingga darah berhenti mengucur. Lalu dia menatap ke arah celah di antara dua
buah batu. Kini tangan kiri yang diangkat Namun sang Pangeran tersentak kaget
ketika melihat gadis 176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 47 dari 53
berkaki satu tidak ada lagi di tempat itu. Pangeran Matahari merangkak lebih
mendekati celah dua batu. Tiba-tiba ada bayangan orang di atas batu besar di
sebelah kiri. Pangeran Matahari berpaling. Dia melihat sosok Sakuntaladewi. Tapi hanya sekilas
karena di lain kejap satu tendangan keras melanda dadanya! Dua tubuh terkapar di
lereng bukit. Yang pertama Pangeran Matahari antara sadar dan pingsan. Mulut
keluarkan erangan disertai kucuran darah. Sepasang mata mendelik menatap ke
langit Yang kedua adalah sosok Sakuntaladewi. Ketika anak anjing menyerang
Pangeran Matahari dengan segala sisa tenaga yang ada dia berhasil keluar dari
celah antara dua batu besar. Dia hanya mampu berdiri sesaat untuk melancarkan
tendangan setelah itu gadis berkaki satu ini ambruk roboh tidak sadarkan diri
lagi. Satu bayangan merah berkelebat di lereng bukit Begitu menginjakkan kaki di
sebuah batu besar dari dalam tubuh orang ini melesat keluar sosok lain
berpakaian dan berikat kepala hijau. Orang Pertama ternyata adalah seorang kakek
mengenakan pakaian dan belangkon merah.
Pada bagian depan belangkon menempel sebuah bintang sudut delapan terbuat dari
suasa. Wajah tertutup kumis, janggut dan cambang bawuk tipis berwarna merah. Di
kening berderet delapan benjolan. Sepasang mata keseluruhan berwarna merah.
Inilah Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Mahluk terkutuk penimbul malapetaka Malam
Jahanam di Bhumi Mataram.
Berdiri di samping si kakek bukan lain adalah nyawa kembarannya yaitu Sinuhun
Muda yang dikenal dengan nama Ghama Karadipa, mengenakan pakaian dan ikat kepala
hijau. Seperti nyawa kembarannya, pemuda ini memelihara janggut kumis dan
cambang bawuk tipis tapi berwarna hitam.
Sinuhun Merah Panghisap Arwah menatap ke arah sosok Pangeran Matahari. Lalu
berkata pada Sinuhun Muda.
" Ghama Karadipa, aku rasa kita telah salah memilih orang. Dia bukan saja tidak
mampu melakukan apa yang kita harapkan malah saat ini dia menjadi beban bagi
kita! Aku hanya akan memberi satu kesempatan lagi padanya!
"Habis berkata begitu Sinuhun
Merah Penghisap Arwah buka mulutnya lebar-lebar lalu seetttt! Dari dalam mulut
menjulur panjang lidah merah yang langsung menggulung tubuh Pangeran Matahari.
Sekali si kakek menyentakkan kepala, tubuh Pangeran Matahari melayang jatuh di
Wiro Sableng 176 Dewi Kaki Tunggal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
atas bahu kirinya. Lidah yang panjang kemudian masuk kembali kedalam mulut!
" Ghama Karadipa, lekas kau bunuh gadis berkaki satu itu. Aku akan membawa mahluk
satu ini ke telaga Banyuraden. Tubuhnya yang kotor akan selalu membawa kesialan.
Aku akan membersihkan terlebih dulu. Tunggu aku di lereng Bukit Batu Hangus
sebelah utara. Kita perlu menyusun rencana baru ! Apa orang-orangmu telah
menemukan dimana beradanya gadis sakti yang memakai empat tusuk konde perak
itu?" " Mereka dalam perjalanan ke sana. Sebentar lagi pasti sudah bergabung dengan
kita."Jawab Sinuhun Muda. Yang dimaksudkan dengan gadis sakti bertusuk konde
bukan lain adalah Sinto Gendeng.
" Sinuhun Merah, membunuh gadis ini mampu aku lakukan dalam sekejapan mata.
Tapi apa perlunya membawa mahluk tolol itu ke Telaga Banyuraden. Hanya membuang
waktu saja. Lebih baik di buang ke Jurang Bedog di kaki bukit ini. Dari sinipun
aku sanggup melemparnya!
" " Kita masih memerlukan dirinya. Menurut penglihatanku dia pernah memiliki sebuah
senjata dahsyat. Jika dia sudah aku mandikan di Telaga Banyuraden, aku akan
berusaha mendatangkan senjata itu dari alam delapan ratus tahun mendatang."
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 48 dari 53
" Waktu kita sudah habis. Kesatria Panggilan sudah berada di lereng Bukit Batu
hangus sebelah barat!"
Sinuhun Merah Penghisap Arwah menyeringai.
" Siapa bilang waktu kita sudah habis ke Telaga Banyuraden dan kembali lagi ke
bukit sebelum kau sampai di Bukit Batu Hangus sebelah utara! Tugasmu bunuh gadis
itu dan tunggu aku di tempat yang aku katakan!
" " Sinuhun Merah, tunggu dulu..."
" Ghama Karadipa !
"Sinuhun Merah Penghisap Arwah agaknya jadi jengkel dan
membentak. "
Atas permintaanmu semua urusan di Bhumi Mataram aku yang memulai.
Aku pula yang akan menyelesaikan. Tugasmu hanya mengikuti apa yang aku
katakan !"
Habis membentak Sinuhun Merah Penghisap Arwah lalu berkelebat meninggalkan
tempat itu. Sinuhun Muda kertakkan rahang merasa jengkel karena dibentak tadi.
Dia berbalik lalu melangkah mendekati sosok Sakuntaladewi yang masih tergeletak
di tanah dalam keadaan tidak sadarkan diri. Kini seluruh kemarahan Sinuhun Muda
tertumpah pada si gadis.
" Gadis celaka! Kau selalu muncul membuat kacau urusan orang ! Tidak salah kalau
roh orang tuaku mengutuk dirimu! Sejak lama aku memang sudah punya niat
menghabisimu !"
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 49 dari 53
LIMA BELAS DELAPAN benjolan di kening Sinuhun Muda memancar. Dengan ilmu kesaktiannya
cahaya merah di pindah ke kaki kanan. Rupanya dia tidak ingin membunuh gadis
berkaki satu itu melalui sinar yang keluar dari benjolan. Tapi langsung dengan
injakan kaki atau tendangan yang bisa menghancurkan kepala Sakuntaladewi alias
Dewi Kaki Tunggal hingga gadis malang ini akan menemui kematian secara
mengerikan! Namun nyawa dan kematian seseorang bukan milik serta ditentukan oleh seorang
lain. Ketika Sinuhun Muda mulai mengangkat kaki kanan dan mengambil ancang-
ancang untuk menendang batok kepala Sakuntaladewi tiba-tiba!
" Tam! Tam! Tam!"
Suara tambur menggelegar menyentak dada disusul suara tiupan seruling
menyumbat sakit liang telinga.
" Jahanam! " Si nuhun Muda memaki mar ah. Di a t i dak mau membuang wakt u dan t i dak peduli. Kaki kanan yang memancarkan cahaya merah menendang. Di saat bersamaan di
langit dua bayangan putih muncul. Empat larik cahaya putih memancar ke atas
bukit. Laksana tonggak perak empat cahaya berkilau itu melindungi tubuh Sakuntaladewi.
Niat Sinuhun Muda Ghama Karadipa meneruskan serangan jadi tertahan. Dari
mulutnya keluar seruan setengah kaget setengah takut.
" Empat Tonggak Istana Dewa!
" Cepat-cepat Sinuhun Muda tarik kaki kanannya. Dia tidak mungkin lagi meneruskan
tendangan kalau tidak mau kakinya leleh begitu bersentuhan dengan salah satu
cahaya perak. Sambil mundur dia menatap ke langit dimana tampak dua orang kakek
nenek berselempang kain putih melayang mengambang di udara. Dari sepasang mata
kakek nenek itulah ternyata muncul dan keluarnya empat cahaya putih perak !
" Kurang ajar ! Lagi-lagi mereka ! Sepasang Arwah Bisu ! Walau kalian adalah kakek
nenekku, aku bersumpah akan menghancurkan makam kalian! Jangan kira aku tidak
punya. kemampuan menghancurkan ilmu kesaktian kalian!"
Sinuhun Muda buat gerakan dengan kedua tangan seperti orang tengah bermain
silat. Tiga kali menggebrak tiba-tiba ujudnya lenyap dan di tempat itu kini
berdiri nyawa kembarannya Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Inilah kehebatan ilmu
kesaktian yang dimiliki dua nyawa kembar. Salah satu dari mereka bisa berada di
dua tempat yang berbeda. Sementara ujud pertama Sinuhun Merah membawa Pangeran
Matahari ke Telaga Banyuraden, ujudnya yang kedua yaitu yang berinti penjelmaan
dari Sinuhun Muda berada di tempat itu !
Sinuhun Merah rundukkan tubuh sedikit dua lutut ditekuk, dua tangan diputar
empat kali lalu di pukulkan ke atas sambil mulut berseru.
" Di Bumi Ada Enam Kesesat
an! Di Langi t Ada Tuj uh Kesesat an! Dal am Ai r Ada Del apan Kesesat an! " " Wusss! " Begitu seruan lantang berakhir sesiur aingin menerpa dingin di seantero tempat.
Secara aneh Empat Tonggak Istana Dewa tampat bergoyang-goyang dan terangkat ke
samping lalu mengarah ke langit.
Sebelum empat cahaya putih perak menyambar ke arah Sepasang Arwah Bisu, dua
kakek nenek itu telah lenyap dari pemandangan didahului suara tambur dan
seruling! " Mahluk laknat keparat! Hanya sebegitu kehebatanmu! Lain waktu jangan harap
kalian akan lolos dari tanganku!"Sinuhun Merah Penghisap Arwah berteriak sambil
pukulkan dua tangan ke udara yang mengeluarkan deru angin serta kiblatan sinar
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 50 dari 53
merah! Orang tua berpakaian den berbelangkon merah ini sekarang alihkan
perhatiannya pade sosok Sakuntaladewi yang masih tergeletak di tanah dalam
keadaan pingsan. Tidak seperti nyawa kembarannya, dia tidak mau membuang waktu.
Kaki kanan dihentakkan ke tanah. Saat itu juga tanah tegurat panjang sedalam
satu jengkal. Di dalam guratan mengalir cairan bara panas yang dengan cepat mengarah ke tubuh
Sakuntaladewi! Dalam kecepatan yang sulit diperhatikan mata mendadak sebuah benda besar
melayang di udara mengeluarkan suara berkesiuran. Sinuhun Merah angkat kepala
dan jadi terkesiap menyaksikan pemandangan luar biasa ini. Benda yang melayang
ternyata adalah sebuah peti mati besar terbuat dari kayu hitam. Ketika melayang
turun salah satu sudut peti ini hampir saja menghantam kepala Sinuhun Merah
kalau dia tidak cepat melompat mundur.
Peti mati besar melayang turun dan berhenti di atas dua batu besar. Dari bagian
bawah peti kemudian keluar asap putih. Sebagian mengepul naik ke udara, sebagian
lagi meluncur ke bawah, menutup gerak cairan bara panas.
Braak! Penutup peti terbuka lebar. Dari dalam peti berturut turut terdengar
empat orang berucap.
Pelihara mata hanya melihat kebaikan
Pelihara mulut hanya bicara kebaikan
Pelihara telinga hanya mendengar kebaikan
Pelihara kemaluan hanya untuk kebaikan
Sesaat kemudian dari dalam peti mati yang terbuka melompat keluar empat sosok
aneh. Mereka adalah mayat-mayat hidup yang sekujur tubuh kecuali wajah dibungkus
dengan gulungan kain putih. Mayat pertama berdiri sambil dua tangan menutup
mata. Mayat kedua tegak dengan dua tangan menutup mulut. Lalu mayat ketiga menekap
telinga dan mayat keempat berdiri agak terbungkuk-bungkuk sambil menekap dua
tangan ke bagian bawah perut.
" Mahl uk-mahluk jahanam! Kalian siapa "!" Sinuhun Merah Penghisap Arwah
membentak. " Sssshhh.... Di alarm roh kita tidak pernah jumpa. Makanya tidak saling mengenal.
Hik...hik...hik!"Mayat yang menutup mata yaitu Mayat Aneh Kesatu menjawab.
Mayat Aneh Kedua yang menutup mulut turunkan dua tangan lalu berucap perlahan,
" Ssshhh. Kami Empat Mayat Aneh dikenal dengan nama Empat Mayat Bersaudara.
Kami orang-orang yang tinggal di pekuburan. Biasa hidup di alam kesunyian. Tidak
biasa mendengar suara keras. Jadi kalau bicara jangan membentak. Harap bicara
perlahan dan seperlunya saja.
Hi k...hi k...hi k! " Sementara Mayat yang satu yaitu Mayat Kedua bicara Mayat Ketiga dan Mayat
Pertama yaitu yang menutup telinga dan yang menutup mata melangkah mendekati
sosok Sakuntaladewi!. Sekali bergerak keduanya dengan cepat mengangkat gadis
kaki satu itu lalu memasukkannya ke dalam peti mati.
" Kurang ajar! Apa yang kalian lakukan"!
" Sinuhun Merah berteriak marah dan dengan cepat melompat lalu menyerang dua mayat
yang barusan menggotong dan memasukkan Sakuntaladewi ke dalam peti mati.
Namun belum sempat menyentuh dua mayat yang diserang Sinuhun Merah merasakan dua
kaki dan dua tangannya berat laksana diganduli batu. Dia tidak mampu bergerak
sedikitpun. Hanya kepalanya yang masih bisa diputar-putar. Tiba-tiba dia merasa
ada orang menepuk bahunya dari belakang. Sinuhun Merah berpaling. Mayat Keempat
yang 176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 51 dari 53
sejak tadi terbungkuk-bungkuk memegangi bagian bawah perut menyeringai lalu
tangan kanannya bergerak ke atas dan bukkk!
Tangan kanan yang membentuk jotosan mendarat telak di rahang kanan Sinuhun Merah
hingga orang ini terjengkang den begitu tubuhnya terkapar di tanah ujudnya
segera berubah kembali menjadi Sinuhun Muda Ghama Karadipa! Seperti diketahui
Sinuhun Merah atau Sinuhun Muda adalah mahluk-mahluk sakti yang jangankan tinju
manusia, batu sebesar kepalapun tidak akan mampu merobohkannya. Namun ternyata
Mayat Keempat memiliki ilmu kesaktian yang sanggup membuatnya roboh dan
tergelimpang setengah sadar untuk beberapa lamanya.
" Kita semua lekas masuk ke dalam peti!"Mayat Kedua berteriak.
" Tapi bagaimana ini! Ada seorang gadis berwajah aneh di dalam peti! Jaga kemaluan
hanya untuk kebaikan!"Mayat Aneh Keempat berkata.
" Jaga mata hanya melihat kebaikan! Kita duduk saja di atas peti!"Berkata Mayat Aneh Pertama.
" I tu lebih baik! Ayo kita pergi sekarang !
"Menyahuti Mayat Aneh Ketiga.
Mayat Aneh Kedua siap hendak menurunkan penutup peti mati.
Tiba-tiba ada seorang anak perempuan kecil berlari mendatangi sambil berteriak.
" Dewi Kaki Tunggal! Saya sudah mendapatkan Bunga Matahari!
" Ni Gatri! Di tangan kanannya ada sekuntum Bunga Matahari besar. Anak perempuan
ini hentikan larinya ketika dia tidak melihat Sakuntaladewi di tempat itu.
Sebaliknya malah melihat empat mahluk yang membuatnya jadi ketakutan.
" Anak manis, jangan takut. Kami mahluk baik-baik. Bukankah kau gadis kecil yang
Wiro Sableng 176 Dewi Kaki Tunggal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dulu kami temui di rimba dekat Candi Prambanan" Apa hubunganmu dengan gadis
berkaki satu yang sekarang ada di dalam peti yang barusan kau panggil Dewi Kaki
Tunggal ?"Bertanya Mayat Aneh Kedua.
" Dia ... dia calon istri Kakakku,"jawab Ni Gatri.
Empat Mayat Aneh saling pandang lalu Mayat Aneh Kedua berkata. "
Kalau begitu bagusnya kau ikut masuk ke dalam peti bersama calon kakak iparmu itu."
Saat itu tak sengaja Ni Gatri melihat bangkai anak anjing yang tergeletak di
tanah. Langsung saja anak ini menjerit.
" Kalian membunuh anjing sahabatku!
" " Pelihara mulut hanya bicara kebaikan,"Mayat Aneh Kedua berkata. "
Jangan salah bicara. jangan salah menduga. Kami tidak membunuh binatang itu."
Mayat Aneh Kedua dengan cepat dukung tubuh Ni Gatri lalu dimasukkan ke dalam
peti. Ni Gatri menjerit dan meronta tapi tidak sanggup melepaskan diri.
" Braaakk ! " Peti mati ditutup. Empat Mayat Aneh melompat ke atas peti. Asap mengepul kembali
dari bawah dan sekitar peti mati hitam. Perlahan-lahan peti bergerak ke atas.
Melesat ke udara dan lenyap dari pemandangan. Sinuhun Muda yang tiba-tiba
sadarkan diri masih sempat melihat apa yang terjadi. Dia coba mengejar dan
menyerang peti dengan Ilmu Delapan Arwah Sesat menembus langit. Hanya beberapa
jengkal lagi delapan cahaya merah serangan akan menyentuh sasaran, Empat Mayat
Aneh yang duduk di atas peti mati tertawa cekikikan. Mereka melambai-lambaikan
tangan ke arah Sinuhun Muda di bawah sana. Lambaian tangan itu bukan lambaian
sembarangan. Karena begitu empat angin lambaian tangan saling bersentuhan dengan
serangan Sinuhun Muda, delapan larik cahaya merah serta merta musnah tanpa
ledakan atau letupan.
Mayat Aneh Kedua angkat tangan ke atas. Mulut berucap.
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 52 dari 53
" Kami orang-orang yang tinggal di pekuburan. Biasa hidup di alam kesunyian. Tidak
biasa mendengar suara keras. Adalah wajar kalau kami tidak ingin mendengar suara
ledakan atau letupan kecil sekalipun di sekitar sini. Hik ... hik...hik!
" Di atas bukit Sinuhun Muda yang tengah menyumpah-nyumpah panjang pendek tiba-
tiba mendengar suara mengiang.
" Saudara nyawa kembarku Sinuhun Muda, aku di Bukit Batu Hangus sebelah utara.
Aku berhasil mendatangkan senjata sakti milik kesatria Roh Jemputan yang ada di
alam del apan r at us t ahun mendat ang! Lekas dat ang ke si ni ! " TAMAT Senjata sakti apa yang berhasil didatangkan Sinuhun Merah Penghisap Arwah dari
alam delapan ratus tahun mendatang"
Mampukah Pendekar 212 menolong Raja dan rakyat Mataram"
Bagaimana nasib Dewi Kaki Tunggal dan Ni Gatri" Bagairnana pula nasib Eyang
Sinto Gendeng dan Empu Semirang Biru " Berhasilkah Keris Kanjeng Sepuh Pelangi
ditemukan kembali "
Ikuti kisah selanjutnya dalam serial berjudul :
JAKA PESOLEK PENANGKAP PETIR
begawan_alfarizi@yahoo.co.id
176 Dewi Kaki Tunggal
Hal : 53 dari 53
Pendekar Sejagat 5 Dewa Arak 31 Perkawinan Berdarah Perjodohan Busur Kumala 1