Pencarian

Kupu Kupu Giok Ngarai 2

Wiro Sableng 166 Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok Bagian 2


sahabatku, kalau boleh aku tahu siapa namamu?"
"Wiro..."
"Di Koto Gadang banyak orang Jawa. Di Bukit Nan Tinggi ada Kampung Jawa. Di
Pagaruyung " Wiro menggaruk kepala. Kakinya di turunkan ke tanah.
Pemuda mengaku bernama Malin Kapuyuak alias Malin Kecoak cepat memegang bahu
Wiro. Mukanya yang lebam sembab dan penuh noda darah menyeruakkan tawa.
"Orang Jawa rupanya lekas pemarah. Aden tahu, kau sudah kesal. Baik. sekarang
aku katakan terus terang padamu. Aku dipukuli orang karena ketahuan mengintip
kuda kawin..."
Wiro kerenyitkan kening. Mengangkat kopiah basah lalu menggaruk kepala. Setelah
menatap muka lebam Malin Kapuyuak. murid Sinto Gendeng tertawa bergelak.
"Aneh! Kalau cuma mengintip kuda kawin mengapa kau dihajar orang sampai lebam
biru begini rupa"! Jangan-jangan kau yang kawin dengan kuda itu!"
Malin Kapuyuak ganti tertawa terbahak-bahak namun kemudian mengerenyit karena
bibirnya yang luka terasa sakit.
SETELAH mengusap-
usap bibirnya yang pecah
Malin Kapuyuak berkata.
"Induk masalah sebenarnya, tak Jauh dari kandang kuda itu ada jalan menurun.
Lalu di kelokan jalan ada pancuran. Nah di pancuran itu ada anak-anak gadis
sedang mandi pagi. Mereka memang biasa mandi sebelum hari terang. Kau tahu
maksudku..."
Mereka mandi dengan menanggalkan seluruh pakaian.
Mereka semua putih-putih. Rancak-rancak. Salah seorang di antara anak-anak gadis
itu bernama Pandan Dewi. Bunga dusun paling cantik."
"Aku sudah bisa menduga apa yang kemudian terjadi," kata Wiro pula. "Kau bukan
hanya mengintip kuda kawin. Tapi kau ketahuan mengintip anak gadis orang sedang
mandi. Lalu dikejar dan digebuki orang sekampung!"
"Betul sekali. Ibu serta mamaknya. Kawan-kawan, tetangga orang sekampung. Semua
mengejar dan memukuli ku" (mamak = paman)
'Untung kau tidak dilempar ke dalam ngarai."
"Awak memang lagi sial. Aku sudah berulang kali mengintip di banyak tempat. Di
pancuran tempat Pandan Dewi mandi, aku sudah mengintai delapan kali"
"Delapan kali" Gilai"
Malin Kapuyuak tertawa.
"Sialnya baru sekali ini adcn taparogok ketahuan."
Malin Kapuyuak usap keningnya yang benjut lalu berkata (taparogok = tertangkap
tangan) "Anak gadis yang namanya Pandan Dewi itu...." SI pemuda acungkan jempol
kanan. "Benar-benar rancak. Bak penjelmaan bidadari turun ke bumi. Tubuh tinggi
semampai, putih bersih, gigi rata berkilat bak susunan mutiara. Rambut panjang
hitam sepinggang. Kalau bicara suaranya seperti bulu perindu masuk ke telinga.
Satu minggu masih tergiang-ngiang. Kalau kau mau akan aku beri tahu dimana
rumahnya. Kau nanti lihat sendiri. Kalau kau tidak sampai terpikat potong
telingaku kiri kanan. Kalau kau mau mengawininya akan aku carikan Tuan Kadi.
Ha...ha...hal' (Tuan Kadi
= penghulu) Wiro tertawa mendengar ocehan Malin Kapuyuak.
"Kau penduduk dari dusun yang sama dengan gadis-gadis yang kau intip itu?"
Malin Kapuyuak menggeleng.
"Setelah digebuki orang hampir mati, apa kau sekarang sudah jera?" tanya Wiro.
Malin Kapuyuak menyeringai. "Jera mungkin ada.
Tapi celakanya mataku ini selalu gatal Ingin mengintip."
"Masih untung baru matamu yang gatal. Kalau sudah tanganmu ikut gatal, apa lagi
anak ketek yang ada di bawah perutmu ikutan gatal, oala....kau bakal celaka
besar." (anak ketek s anak kecil. Maksudnya burungnya si Malin Kapuyuak.)
Malin Kapuyuak tertawa gelak-gelak.
"Kau senang melawak. Aku suka padamu."
"Malin, aku akan coba menolongmu. Agar pendarahan pada luka di hidungmu berhenti
dan rasa sakit di sekujur tubuh berkurang. Tapi kau harus berjanji mau menjawab
beberapa pertanyaan."
"Uda sahabatkul Jangankan menjawab pertanyaan, kau suruh aku tajun ke dalam
ngaraipun akan ku lakukan. Kau sudah menyelamatkan jiwaku. Obat apa yang mau kau
berikan padaku?" (tajun = terjun)
"Aku tidak punya obat. Tapi akan melakukan ini..."
Habis berkata Wiro lalu totok tubuh Malin Kapuyuak mulai dari kepala, dada,
pinggang dan telapak kaki."
Malin Kapuyuak pejamkan mata menahan sakit.
Saking tidak bisa menahan pemuda ini sampai buuuttt...keluarkan kentut!
"Sialan kaul Dasar kapuyuak!" Maki Wiro sambil menjitak kepala si pemuda lalu
melompat turun dari atas dangau
Perlahan-lahan Malin Kapuyuak buka kedua mata.
Mulut menyeringai.
"Aku tidak bermaksud kurang ajar Tapi angin itu keluar sendiri. Hai ! Kau Ini
dukun besar rupanya. Lihat darah di hidungku tidak mengucur lagi. Rasa sakit di
muka dan sekujur badan jauh berkurang..."
Wiro pegang bahu si pemuda lalu berkata.
"Sekarang jawab pertanyaanku. Apakah kau tahu kalau di salah satu tebing Ngarai
Sianok ada sebuah goa. Dan di dalam goa itu diam seorang tua berpakaian dan
bersorban putih, memelihara seekor burung elang putih."
Tampang Malin Kapuyuak mendadak berobah. Dia seperti orang ketakutan.
"Kau...kau maksudkan Datuk Marajo Sati...?"
"Hemm...Jadi nama orang tua yang tinggal di dalam goa itu Datuk Marajo Sati."
"Kau...kau mau mengadukan perbuatanku padanya"
Mati adenl"
Wiro menyeringai dan gelengkan kepala. "Orang tua itu orang baik..."
"Datuk Marajo adalah Datuk pimpinan dari para Datuk di Luhak Nan Tigo. Adatnya
keras. Terutama menyangkut adat Nagari dan keagamaan. Beliau juga bertanggung
jawab atas keamanan Luhak Nan Tigo serta keamanan Kerajaan Pagaruyung. Meski
paling muda tapi ilmunya paling tinggi diantara semua Datuk. Kalau tidak ada
maksud tertentu mengapa kau menanyakan Datuk itu padaku?"
Wiro lalu menceritakan bagaimana dia terpesat masuk ke dalam goa kediaman Datuk
Marajo Sati. Tapi belum memberi tahu tentang adanya suara perempuan di goa
tempat kediaman sang Datuk.
"Uda Wiro sahabatku. Aku nasihatkan padamu. Lebih baik jangan mencari urusan
dengan Datuk Marajo Sati.
Nanti kepalamu di pindahkan ke lancirik dan lancirik dipindahkan ke kepalamul"
(lancirik = pantat) Wiro tertawa. "Kalau ada orang yang mau dibegitukan oleh
Datuk maka kaulah manusianya Aku sudah minta maaf padanya. Dia juga telah
menolongku sewaktu aku jatuh dari dinding ngarai...."
"Pasti dia mengaitmu dengan sorban saktinya."
"Bagaimana kau tahu?" tanya Wiro pula.
"Siapa orang di tanah Minang Ini yang tidak tahu kesaktian sorban Datuk Marajo
Sati. Sorban itu bisa mencuat tinggi sampai ke langit, mampu melesat sedalam
dasar samudera. Bahkan sorban bisa berubah menjadi binatang seperti ular atau
naga sebesar bukit Datuk itu juga biasa disebut Datuk Sorban Saribu Sati." (=
Datuk Sorban Seribu Kesaktian)
"Hebat sekalil" memuji kagum Pendekar 212.
"Itu belum seberapa. Kau tahu. Datuk Marajo Sati kalau kemana-mana dia bisa
melayang terbang naik sorbannya!"
"Luar biasai" Kembali Wiro memuji. "Sobatku yang sial. aku ada satu pertanyaan
lagi. Apakah Datuk Marajo Sati punya anak perempuan atau punya seorang istri
yang tinggal bersamanya di dalam goa di dinding ngarai itu?"
"Eh, ini pertanyaanmu aneh. Rupanya kau tertarik pada istri Datuk! Ternyata kau
lebih galadiah dari aku.
Lebih kurang ajar dari aku! Ha...ha...ha!" (galadiah =
brengsek) "Aku belum gila mau-mauan menyenangi istri orang, apa lagi yang sudah nenek-
nenek...."
"Huss! Siapa yang mengatakan istri Datuk Marajo Sati seorang nenek-nenek. Istri
pertamanya memang sudah tua dan telah meninggal sepuluh lohun silam.
Dari istrinya itu Datuk Marajo Sati tidak dikarunia anak.
Setelah istrinya tiada dia kemudian mendapatkan istri pengganti, masih muda.
Dikawini Datuk sekitar setahun silam. Baru berusia dua puluh tahun. Cantik
jelita. Tinggal di Koto Gadang. Sampai saat ini dari istrinya yang baru dan muda
itu Datuk juga belum mendapatkan anak. Setahu orang istri Datuk Marajo Sati
tidak pernah datang ke goa di Ngarai Sianok.
Sang Datuklah yang selalu mengunjungi istrinya pada waktu-waktu tertentu. Tapi
bisa saja istrinya datang ke sana kalau ada kepentingan mendadak.
Tapi....rasanya mustahil. Istri Datuk tidak akan mungkin bisa memanjat ngarai,
masuk ke dalam goa..."
Mendengar cerita Malin Kapuyuak Wiro baru
menerangkan tentang adanya suara perempuan yang didengarnya di dalam goa, bicara
dengan Datuk Marajo Sati.
"Dari suaranya aku bisa menduga kalau perempuan itu masih sangat muda. Kalau
istri Datuk Marajo Sati tidak pernah datang ke goa, lalu suara perempuan siapa
yang aku dengar?"
Belum sempat Malin Kapuyuak mengatakan sesuatu tiba-tiba seekor burung besar
berwarna putih melesat di atas dangau. Dalam waktu sekejap saja burung itu telah
lenyap di arah timur.
"Aku tahu. burung yang barusan melintas di atas dangau adalah elang putih
peliharaan Datuk Marajo Sati...." Kata Wiro sambil menatap ke arah lenyapnya
burung putih besar.
"Burung itu bukan binatang biasa. Walau tidak bisa bicara tapi dia mampu
mengerti ucapan Datuk Marajo Sati. Jika diperintah mencabik atau membunuh orang,
burung itu mampu melakukan dengan mudah."
"Malin. apa kau tahu burung elang itu jantan atau betina?"
"Jantan tentunyal Eh, apa maksud tanyamu itu.
Seandainya burung elang itu betina, kau mau menduga-duga bahwa Datuk Marajo
Sati...." "Otakmu kotor. Karena terlalu banyak mengintip"
tukas Wiro. "Aku punya firasat burung itu memata-matai diriku."
"Bisa jadi Datuk Marajo Sati sudah berada dekat-dekat ke tempat ini. Sebaiknya
kita segera pergi dari sini." Malin Kapuyuak tampak takut dan cepat berdiri.
Namun belum sempat tubuhnya diluruskan tiba-tiba tiga orang berkelebat dan tahu-
tahu sudah berada di depan dangau.
"Cilakol Mati adenl" ("Celaka! Mati aku!") Ucap Malin Kapuyuak dengan suara
gemetar ketika dia mengenali salah satu dari tiga orang yang muncul.
DALAM tarak (samadi)
yang dilakukan Si
Kamba Mancuang Tangan
Manjulai sejak tengah malam sampai menjelang dini hari. nenek yang
menggantungkan diri di cabang pohon kaki ke atas kepala ke bawah ini memang
mendapat petunjuk gaib. Namun petunjuk itu tidak menyatakan dimana beradanya
kupu-kupu giok melainkan mengarah pada bayangan seorang pemuda asing tidak
dikenal yang saat itu berada di sebuah dangau tak jauh dari Ngarai Sianok.
"Aku tidak bisa menjajaki keberadaan kupu-kupu giok. Agaknya mahluk itu memiliki
daya penolak yang hebat. Atau mungkin ada kekuatan sakti
melindunginya....Mengenai pemuda asing yang aku lihat dalam tarak, dia tidak
sendirian. Ada seorang pemuda lain bersamanya." Menerangkan si nenek pada
beberapa orang kambratnya yang menunggui.
'Saudaraku," kata Si Kamba Pesek Tangan Manjulai yang berada dalam keadaan
cidera. "Kalau kau sudah bisa menduga dimana letaknya dangau itu, segera pergi
kesana. Jangan seorang diri. Bawa beberapa sahabat. Bukan mustahil pemuda asing
yang kau lihat dalam gaib itu adalah pelindung puteri Pangeran Kerajaan Cina
yang jadi kupu-kupu giok."
Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai meminta
Duo Hantu Gunung Sago Si Kalam Langit pergi menemuinya. Karena Perwira Muda Teng
Sien bersikeras minta ikut, maka si nenek terpaksa membawanya. Pada saat menjelang
fajar menyingsing ke tiga orang Itu segera berangkat ke arah timur. Dalam perjalanan,
di tengah jalan Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai sempat menyirap kabar perihal
kejadian adanya seorang pemuda bernama Malin Kapuyuak yang dihajar orang sedusun
karena berani berbuat lancang mengintai anak gadis mandi. Juga didapat cerita
bahwa pemuda kurang ajar itu kemudian dilari diselamatkan oleh seorang pemuda
asing berambut panjang seperti perempuan.
Si nenek yakin betul, petunjuk yang didapatnya dalam bertarak tidak beda dengan
apa yang diceritakan penduduk setempat
Kembali ke dangau. Melihat Malin Kapuyuak tampak begitu ketakutan. Wiro
berbisik. "Kau mengenali orang-orang ini?"
"Aku...aku hanya mengenali nenek berambut jarang bergigi perak itu. Dia Si Kamba
Mancuang Tangan Manjulai, nenek setan berilmu tinggi yang sering menimbulkan
kekacauan di tanah Minang."
'Kurang ajar! Kau berani menyebutku nenek setan penimbul kekacauan! Robek
mulutmul" Rupanya ucapan Malin Kapuyuak yang walau
berbisik-bisik sempat terdengar di telinga Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai.
Nenek ini berteriak marah lalu sekali berkelebat tangan kanannya yang panjang
meluncur lebih panjang, membeset ke arah mulut Malin Kapuyuakl Jika pemuda ini
tidak bisa menghindar dari serangan itu maka bukan saja mulutnya tapi separuh
kepalanya akan tercabik mengerikanl Dan ternyata Malin Kapuyuak memang t'iak
mampu selamatkan diri!
Sekejap lagi mulut dan kepala pemuda tukang intip perawan mandi itu akan robek
tiba-tiba murid Sinto Gendeng dengan gerakan kilat ulurkan tangan berusaha
mencekal lengan si nenek.
"Nek, jangan langsung bertindak keras. Mari kita bicara dulul" Ucap Pendekar
212. Tapi si nenek tidak perduli, dia teruskan gerakan tangannya untuk merobek
muka Malin Kapuyuak.
Mau tak mau Wiro terpaksa hantamkan pinggiran telapak tangan kanannya ke lengan
si nenek. "Bukk!"
Lengan dan pinggiran telapak tangan beradu keras. Lengan Si Kamba Tangan
Manjulai terpental.
Sambaran tangan mautnya luput dari sasaran. Si nenek memekik kesakitan dan marah
sekali. Dengan cepat dia membuat gerakan aneh. Tangan yang barusan dipukul
berubah laksana seekor ular menggelung tangan kanan Wiro.
Pendekar 212 berseru kaget sewaktu dia tidak mampu melepaskan diri dari lilitan
tangan. Sesaat sebelum lengan itu dibelit hancur sampai ke tulang dengan cepat
murid Sinto Gendeng merapal aji kesaktian pelicin tubuh bernama Belut Menyusup
Tanah. Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai berteriak kaget ketika tangannya yang sudah
membelit dan siap meremas hancur tangan Wiro tiba-tiba terlepas, membuat
tubuhnya terjengkang. Sebelum sempat Imbangi diri satu tombak, bergulingan di
tanah. Dia berusaha bangkit terbungkuk-bungkuk menahan sakit Untungnya Wiro
tidak menyertai tendangannya dengan aliran tenaga dalam. Si nenek tudingkan
tangan kiri ke arah Wiro.
"Palasik jahanam! Beraninya kau menyakiti diriku!
Kau yang aku lihat dalam samadiku! Kau pasti punya sangkut paut dengan puteri
Pangeran yang kabur dari negeri Cina itu! Paling tidak kau merupakan mahluk
penghalang berusaha mencegah kami mendapatkan kupu-kupu giok!" (Palasik =
semacam mahluk yang suka menghisap darah terutama darah bayi)
"Kamba Mancuang!" teriak Hantu Gunung Sago Si Kalam Langit "Kau ini bicara apal"
Lelaki ini membentak keras karena dalam marahnya si nenek tadi telah ketelepasan
bicara soal puteri Pangeran Cina dan kupu-kupu giok yang seharusnya
dirahasiakan. Tapi Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai tidak befduli. Habis memaki si nenek buka
mulutnya lebar-lebar ialu berteriak keras. Saat itu juga dari barisan gigi
peraknya atas bawah melesat dua rangkum cahaya putih berpijar menyilaukan.
Menyambar ganas ke arah dua bagian tubuh Wiro. Yang pertama menyambar dari
pinggang ke atas, yang lain menghantam dari pinggang ke bawahi
"Nek, kita tidak saling bermusuhanl Mengapa menurunkan tangan jahat
terhadapku"!" Teriak murid Sinto Gandeng.
"Siapa yang kurang ajari Siapa yang menghalangi pekerjaanku adalah musuh
bagikul" Jawab si nenek.
"WusssjWusssl"
Dua larik cahaya putih berpijar menyambar disertai menghamparnya hawa luar biasa
panas. Inilah ilmu kesaktian yang disebut Angin Merapi Merambah Bumi.


Wiro Sableng 166 Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tua bangka edan" Maki Pendekar 212 sambil melesat ke udara. Selagi tubuh
melayang tangan kiri kanan didorong melepas dua pukulan sakti Tangan Dewa
Menghantam Batu Karang.
Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai berseru kaget ketika dua angin pukulan lawan
keluarkan suara menggemuruh seperti bukit batu roboh. Begitu dia melompat
selamatkan diri dihadapannya di
menyaksikan bagaimana tiupan angin putih maut yang keluar dari deretan gigi
peraknya buyar cerai berai.
Sebagian menyambar dangau hingga saat itu juga bangunan itu tengoelam dalam
kobaran api. Pemuda bernama Malin Kapuyuak yang masih berada di dalam dangau itu
serta merta melompat selamatkan diri lintang pukang. Si nenek delikkan mata
melihat di tanah di depannya kini ada lobang sebesar kubangan kerbau akibat dua
pukulan lawan. Hantu Gunung Sago SI Kalam Langit tadinya
hendak menerjang menyerang Pendekar 212. Namun melihat bagaimana pemuda berambut
gondrong itu menghancurkan serangan si nenek dan di tanah kini tampak lobang
besar, kuduknya jadi merinding. Dia berpikir dua kali untuk melanjutkan
serangan. Sebaliknya lain halnya dengan Perwira Muda Teng Sien. Walau tidak mengerti
ucapan orang namun dia menduga Wiro mengetahui dimana beradanya kupu-kupu giok.
Maka begitu menghunus golok anggota pasukan Kerajaan Cina ini langsung menyerbu
Wiro. Ilmu goloknya memang luar biasa. Sekait menggebrak dia telah kirimkan dua
bacokan ke arah kepala, menyilang menjurus dada lalu ditutup dengan tusukan ke
bagian perutl Melihat Wiro tidak bersenjata dan terdesak hebat, Malin Kapuyuak segera
mengambil bambu patahan tiang dangau yang masih utuh lalu dilemparkan pada Wiro.
Dengan cepat Wiro sambar potongan bambu lalu dipergunakan sebagal senjata
menghadapi serangan lawan. Namun bambu bukanlah tandingan golok besar di tangan
Teng Sien. Dalam dua kali menggebrak saja Perwira Muda bertopi besi Ini telah
membuat bambu itu terpotong-potong dan kini hanya tinggal sepanjang satu
setengah jengkal yang masih berada di tangan Wiro.
"Perwira Mudai Habisi orang itu. Bunuh!" teriak Si Kamba Hantu Manjulai.
Tanpa disuruhpun walau tidak mengerti ucapan orang Teng Sien memang ingin
mencincang Pendekar 212 Wiro Sableng. Dia tidak tahu siapa adanya pemuda
berambut gondrong Itu dan dia tidak perduli. Dia hanya punya kecurigaan bahwa
Wiro merupakan salah satu dari orang-orang yang menghalangi usahanya mendapatkan
kembaii kupu-kupu Giok yang membawa tubuh puteri Pangeran Chia Swie Kim. Sekali
melompat golok besar di tangan sang Perwira Muda sudah berdesing di udara.
Lancarkan serangan berantai yang sangat ganas. Memperhatikan gerak dan hawa yang
keluar dari golok lawan Wiro bisa mengukur kalau serangan Teng Sien tidak
disertai tenaga dalam.
Namun tenaga luarnya sungguh luar biasa.
Ketika lawan melompat lagi mengirimkan serangan kilat, saat inilah, tiba-tiba
dengan cepat Wiro merunduk sedikit lalu lemparkan potongan bambu yang masih ada
di tangannya ke arah bawah perut sang perwira. Tepat mengenal kantong menyannyal
Jerit Teng Sien setinggi langit. Tubuhnya
langsung ambruk, menjerit, melejang-lejang di tanah sambil tekap bagian bawah
perut yang sakitnya laksana disundut bara apil Tidak sanggup menahan sakit
akhirnya Perwira Muda Ini tergeletak pingsan dengan mata mendelik!
"Manusia tolol. Lain kail jangan hanya kepala atasmu yang pakai topi besi.
Kepala bawah harus juga kau lindungi dengan topi besi. Ha...ha...ha" Wiro
mengejek. " Kurang ajar" Teriak Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai marah besar menyangka
Teng Sien telah menemui ajal. "Kalam Langitl Kau tangkap hidup-hidup pemuda
berdestar putih itu. Aku tak akan memberi ampun pada jahanam berambut seperti
perempuan Ini!"
Si nenek lalu dahului serangannya dengan mengulur panjang dua tangan ke arah
Wiro sementara Hantu Gunung Sago Si Kalam Langit melompat menyergap Malin
Kapuyuak. Sebelum orang mendatanginya pemuda tukang intip ini tendang tumpukan
reruntuhan bangunan dangau yang masih diselimuti api dan asap ke arah Si Kalam
Langit yang hendak menangkapnya. Lalu secepat kilat dia berputar-putar
mengelilingi sebuah pohon besar, memperdayai si tinggi hitam itu sambil mencari
kesempatan untuk kabur.
"Kalam Langitl" teriak Wiro yang tahu cepat atau lambat orang itu akan dapat
menangkap Malin Kapuyuak. "Berani kau rnencelakal sahabatku itu akan kuubah
dirimu menjadi Kalam Lancirik." (Lancirik=
Pantat) "Pemuda jahanaml Biar kau aku pesiangi lebih Dulu."
Teriak Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai. Dua tangannya yang menjadi panjang
luar biasa melesat kian kemari lalu melilit sekujur tubuh Pendekar 212
mulai dari pinggul sampai ke dada. Saat Itu juga tubuhnya bergerak ke depan
hingga hampir bertempelan dengan tubuh Wiro. Seumur hidup baru kali ini murid Sinto Gendang
mendapat serangan seperti itu.
"Kreekkk...kreekkkl"
Wiro mendengar sendiri tulang-tulang tubuhnya berderak.
"Nenek bergigi perakl" Dari balik pohon Malin Kapuyuak walau dikejar orang masih
bisa berteriak.
"Kau berpura-pura hendak membunuh sahabatku.
Padahal kau Ingin memeluknya! Ha...ha.... Kau pasti sudah jatuh hati pada pemuda
rambut panjang itu.
Memang di nagari ini tidak ada pemuda yang seperti Dia. Ayo cium dia kalau
berani! Jangan cuma memeluknya saja."
Keadaan si nenek yang saat itu tengah menelikung Wiro dengan dua tangannya,
sepintas lalu memang tampak seperti orang yang tengah berpelukan dan bermesraan
dengan kekasihnya.
"Jahanam bermulut kurang ajar. Lihat apa yang akan aku lakukan pada sahabatmu
Ini." Teriak Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai. Lalu dua tangannya yang panjang
dan telah membelit sekujur tubuh Wiro digerakkan demikian rupa hingga kreekkkkl
Kembali tulang-tulang sang pendekar mengeluarkan suara berkaretekan siap hancuri
Wiro menyeringai kesakitan. Tubuhnya seperti disengat api. Tapi dia masih bisa
berucap. Sablengnya keluar. ?"". > > ,
"Nek, kalau kau tidak mau menciumku biar aku saja yang menciummu! Kau cantik.
Walau sudah tua tidak rugi rasanya menciummul Ha...ha...hal"
Lalu cuuppp...cuuuppp...cuuuppp. Wiro benar-benar cium wajah si nenek bertubi-
tubi. "Jahanam laknat kurang ajari"
Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai buka
mulutnya lebar-lebar. Siap hendak meniupkan ilmu maut Angin Merapi Merambah
Bumi. Namun lebih cepat lagi Wiro mengecup lumat-lumat bibir si nenek hingga Si
Kamba Mancuang Tangan Manjulai terperangah. Tubuhnya bergetar. Nafas mengengah.
Dada naik turun. Lalu dia berteriak keras antara marah dan menahan gelora yang
tidak pernah dirasakannya selama ini. Tidak sadar telikungan dua tangannya di
tubuh Wiro jadi mengendur.
Dengan cepat murid Sinto Gendeng loloskan dua tangannya dari lilitan sepasang
tangan panjang si nenek. Lalu sekail dua tangan bergerak dia berhasil membuat
empat totokan. Dua di punggung, dua di pinggang. Saat Itu Juga Si Kamba Mancuang
Tangan Manjulai tertegak kaku tak berkutik, mulut menganga basah, dan sepasang
mata mengedap-ngedipl
Wiro cepat lepaskan gelungan dua tangan panjang lalu loloskan diri sambil
tertawa-tawa cengengesan. Dia memandang ke arah pohon dan merasa khawatir karena
tidak melihat Malin Kapuyuak ataupun orang berpakaian hitam Si Kalam Langit
"Nek, aku pergi dulu. Sebelum siang totokan di tubuhmu akan lepas sendiri. Kalau
kau masih ingin ciumanku, Jangan malu-malu mencari aku ya" Namaku Wiro Nekl
Ha...ha...ha...hal"
"Pemuda kurang ajari Aku bersumpah akan menghancurkan tubuhmu. Aku masih akan
berbaik hati membuatkan papan nisan di atas kuburmu!"
"Kenapa kau mau berbaik hati begitu Nek" Karena ciumanku tadi" Ha...ha...hal Aku
akan menciummu lagi.
Jadi kau buatkan kuburku dua papan nisan sekaligus!"
Lalu enak saja Wiro ciumi dan kecup lagi bibir basah si nenek. Dia berhenti
mencium, memandang berkeliling.
"Nek. tak ada orang lain di sini. Serdadu Cina itu tidak sadarkan diri berarti
tidak akan melihat. Ssttt....Kau mau kucium lagi?"
"Setan terkutuk. Kau akan jadi puntung neraka!"
Teriak Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai.
Wajahnya yang memang masih cantik dan berhidung mancung kelihatan berubah merah.
"Tapi kau suka puntung neraka ini bukan?" Jawab Wiro dan kembali mengecup bibi
Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai. Dalam gelora dahsyat yang tidak tertahankan,
sepasang mata si nenek tampak terbalik, yang kelihatan hanya putihnya saja. Lalu
tubuhnya miring ke kiri dan jatuh tergelimpang di tanah. Tapi dia sama sekali
tidak pingsan. "Pemuda kurang ajari Najis. Beraninya dia berbuat kurang ajar terhadap diriku!
Kurang ajaarrr...l"
Tiba-tiba si nenek melihat Wiro berdiri di dekatnya.
Kepala ditundukkan mendekati wajahnya.
"Najis katamu Nek" Kalau najis sesudah bibirmu kukecup mengapa kau tidak
meludah?" "Manusia setani Bangsat kurang ajari. Aku bersumpah..."
"Sssttt... Tak baik bersumpah Nek. Jangan menipu diri. Kau suka aku cium. Aku
juga suka menciummu.
He...he...Seumur hidup baru sekali ini aku mencium perempuan yang giginya
berlapis perak. Ternyata enak juga....Ha...ha...hal"
"Setan alas" Maki Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai. Lalu nenek ini menjerit
keras. Wiro tertawa gelak-gelak sambil tepuk-tepuk pipi si nenek lalu tinggalkan tempat
itu. Tubuh Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai
bergetar. Debaran di dada perempuan menyentak kencang dan aliran darahnya terasa
panas dan cepat Lalu dia merasa tubuhnya panas dingin seperti orang diserang
demam kura. Bagaimanapun Juga seumur hidup baru sekali itu dia diperlakukan
lelaki seperti itu.
Dipeluk, dicium dan dlkecup. Oleh lelaki muda pula.
MALIN Kapuyuak lari
seperti dikejar hantu
benaran. Namun cepat
sekali. Hantu Gunung Sago Si Kalam Langit berhasil mengejar dan mencekal
kuduknya. Cekalan di tengkuk sampai ke leher sebelah depan begitu kencang
membuat pemuda itu tersengal-sengal, sulit bernafas dan tak bisa keluarkan
suara. Saat itu matahari mulai tinggi dan sinarnya terasa terik. Si Kalam Langit
lepaskan cekalan. Malin Kapuyuak dibanting ke tanah hingga pemuda ini mengerang
kesakitan. Sakit bekas digebuki orang masih belum hilang, kini dibanting seperti
Itu. Sekujur tubuhnya terasa luluh lantak.
"Kalau nenek tangan panjang itu tidak melarangku membunuhmu, sudah tadi-tadi kau
kuhabisi. Kau menyusahkan saja." Kata Duo Hantu Gunung Sago Si Kalam Langit
"Apa salahku sampai diperlakukan seperti ini. Aku bukan maling bukan pancilok."
suara Malin Kapuyuak setengah meratap, (pancilok = pencuri)
"Aku dan nenek Itu tahu kau orang yang tadi malam dipukuli orang sekampung
karena mengintai anak gadis mandi di pancuran..."
"Itu memang benar. Tapi apa sangkut pautnya dengan dirimu. Kau bukan orang
sedusun. Bukan pula mamak dan saudara gadis-gadis itu "
"Plaakkk!"
Satu tamparan keras mendarat di pipi kanan Malin Kapuyuak hingga pemuda ini
terbanting Jatuh dan luka di bibirnya kembali mengucurkan darah.
"Kalau kau mau tahu siapa diriku, aku adalah yang tertua dari Duo Hantu Gunung
Sago, bernama Si Kalam Langitl"
Mendengar orang menyebut siapa dirinya, lelehlah nyali Malin Kapuyuak. Bahkan
dia nyaris terkencingl
"Pandeka Besar, ampun beribu ampun. Aku tidak bermaksud berkurang ajar padamu.
Aku merasa tidak bersalah dan mohon diriku dilepaskan. Biarkan aku pergi dari
sini." Malin Kapuyuak berkata sambil bergerak bangun, lalu duduk di tanah dan
susun sepuluh jari di atas kepala.
"Aku tahu siapa namamu. Aku juga tahu semua kelakuan mesummu..."
"Aku sudah mengaku dan minta ampun..."
"Diam" Hardik Si Kalam Langit. "Aku ingin tahu siapa pemuda berambut macam
perempuan yang kau panggil Uda dan kau katakan sahabatmu Itul Aku tidak pernah
melihat manusia satu itu sebelumnya."
"Dia.. .dia orang Jawa. Namanya Wiro. Aku bertemu dia baru parak siang tadi
ketika dia menolong diriku dari amukan orang karena ketahuan mengintai anak
gadis mandi." (parak siang s dini hari)
"Bagusi Walau baru kenal, karena kau ditolongnya, kalian sudah bersahabat! Pasti
banyak yang kalian bicarakan. Kau tahu mengapa anak Jawa Itu Jauh-jauh datang ke
sini..." Malin Kapuyuak menggeleng. "
"Aku tidak tahu. Aku tidak pernah menanyakan padanya. Dia tidak pernah
bercerita."
"Plaakkk!"
Satu tamparan lagi menghajar wajah Malin Kapuyuak membuat pemuda ini kembali
tergelimpang di tanah dan meratap minta-minta ampun.
"Bicara jujur. Jangan berdusta atau kupatahkan batang lehermu!" Ancam SI Kalam
Langit. "Ampun Pandeka Besar. Aku bicara jujur. Cincang diriku kalau ketahuan aku bicara
dusta." "Begitu....?" Hantu Gunung Sago Si Kalam Langit jambak dada pakaian Malin
Kapuyuak lalu menyandarkannya ke batang pohon. Sambil injakkan kaki di dada
pemuda itu, Si Kalam Langit berkata. "Sekali aku menekan kaki, hancur dadamu
sampai ke punggung!
Jadi satu dengan batang kayu. Kau mau"l"
"Ampun Pandeka Gadang! Jangan lakukan Itul"
Malin Kapuyuak meratap ketakutan. "Aku belum ingin mati! Aku belum kawin. Kalau
bisa aku kawin dulu sebelum mati!"
"Hemmm...begitu?" Si Kalam Langit menyeringai.
Dia turunkan kaki dari dada Malin Kapuyuak lalu kaki kanan itu kini diinjakkan
ke bagian bawah perut si pemuda. "Kalau kau mau bicara, kau akan selamat Kalau
kau bungkam atau berdusta aku tidak akan membunuhmu. Tapi aku akan menghancurkan
si buyuang di bawah perutmul Berarti seumur-umur kau tak akan bisa kawini
Ha...ha...ha!" (si buyuang = di sini berarti barangnya si Malin Kapuyuak)
"Ampun Pandeka Gadang...." Suara Malin Kapuyuak gemetaran karena takut setengah
mati. SI Kalam Langit perkeras injakan di bawah perut Malin Kapuyuak hingga pemuda ini
menjerit dan menggeliat kesakitan.
"Ampun. Akan kukatakan padamu apa yang aku tahu..."
"Lekaa bicara!" Hardik Si Kalam Langit.
Walnu ketakutan setengah mati dan merasa sakit tidak terperihkan namun Mnlin
Kapuyuak tidak mau menerangkan hal sebenarnya. Wiro telah menolongnya maka dia
merasa perlu melindungi si gondrong itu.
"Pemuda Jawa itu....Dia...dia tengah dalam perjalanan. Dia tidak memberi tahu
dari mana mau kemana. Dia senang melihat keindahan malam di Ngarai Sianok."
"Ceritamu tidak masuk di akal. Melihat keindahan ngarai di malam hari"l"
"Kalau langit bersih dan terang, apa lagi sedang ada bulan purnama, bukankah
pemandangan di ngarai sangat Indah pada malam hari?" ucap Malin Kapuyuak pula.
Hantu Gunung Sago SI Kalam Langit menyeringai.
"Kau mulai berani bicara dusta. Di salah satu bagian Ngarai Sianok aku tahu
Datuk Marajo Sati diam di sebuah goa. Pemuda itu datang ke ngarai pasti ada
sangkut paut dengan diri Datuk itu."
"Kalau hal Itu aku kurang tahu. Tapi...."
"Tapi apa"!" Sentak SI Kalam Langit mulai tidak sabaran. Walau SI Kamba Mancuang
Tangan Manjulai melarangnya, tapi dia sudah punya niat akan menghabisi pamuda
satu Ini. "Aku menduga...." kata Malin Kapuyuak dengan raut wajah berpura bersungguh-
sungguh. "Pemuda Jawa itu agaknya tertarik dengan kecantikan istri Datuk Marajo
Sati yang masih muda belia. Mungkin dia berada di ngarai untuk mengintai padusi
itu." (padusl s perempuan)
SI Kalam Langit tampak seperti tercengang mendengar ucapan Malin Kapuyuak.
Mulutnya ternganga. "Kalau dia tahu Datuk Marajo Sati beristri muda dan cantik, berarti pemuda Jawa
itu sudah lama berada di tanah Minang Ini."


Wiro Sableng 166 Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Malin Kapuyuak tidak menjawab.
Si Kalam Langit perkeras injakan kaki kanannya hingga pemuda itu menjerit
kesakitan. "Jangan dusta mengarang cerital"
"Aku bersumpah biar dicekik Hantu Haru-Harul"
(Hantu Haru-Haru sejenis mahluk halus yang suka menculik orang terutama anak
kecil dan membawanya ke atas pohon)
"Kapuyuak jahanaml Siapa percaya sumpah manusia macam wa-ang! Sebelum Hantu
Haru-Haru mencekikmu, aku yang akan lebih dulu mematahkan batang lehermul" Si Kalam Langit
putar telapak kakinya yang menginjak bagian bawah perut hingga Malin Kapuyuak
kembali berteriak kesakitan.
"Mengapa pemuda itu menanyakan Datuk pimpinan Luhak Nan Tlgo?" (wa-ang e kamu,
kasar) "Sudah aku katakan, dia tahu Datuk punya istri muda. Mungkin dia suka pada istri
Datuk Marajo Sati.
Aku beritahu istri Datuk itu ada di dalam goa di Ngarai Sianok."
"Hebat kau Malin Kapuyuakl Kalau benar ceritamu berarti kau menghkhlanati Datuk
Marajo Sati. Tapi aku tahu kau dusta. Semua orang di Luhak Agam ini tahu kalau
Istri Datuk Marajo Sati tinggal di Koto Gadang.
Tidak pernah datang atau berada di dalam goa tempat kediaman suaminya..."
"Aku tahu hal itu Pandeka. Itu sebabnya aku berdusta pada pemuda Jawa itu. Tak
mungkin aku akan mengkhianati Datuk Marajo Sati. Kalau tidak ingin melindungi
Istri Datuk, mengapa tidak aku katakan saja yang sebenarnya kalau parempuan Itu
tinggal di Koto Gadangl*
"Aku tidak percaya padamu Malin Kapuyuak. Lebih baik kutamatkan riwayatmu saat
ini jugal Kau pasti punya cerita lain yang sebenamyal Kau pasti tahu mengapa
pemuda Jawa Itu berada di sekitar daerah ini. Aku bosan bicara denganmul Aku
muak melihat tampangmul"
Si Kalam Langit kerahkan tenaga dalam lalu kaki kanannya dihunjamkan kuat-kuat
"Ampuni Janganl" teriak Malin Kapuyuak.
Sekejapan lagi bagian tubuh yang sangat berguna bagi si pemuda itu akan hancur,
tapi tiba-tiba ada suara perempuan berseru.
"Barang pusaka barang keramat! Wajib dipelihara wajib dijagai Mengapa tega
hendak memecah"!
Hik...hlk...hlkl"
Bersamaan dengan kumandang seruan itu mendadak di udara terdengar suara
berdesing panjang. Dua benda hitam melesat ke arah SI Kalam Langit tanpa orang
tinggi besar ini sempat menyingkir mengelakkan diri.
"Craassal Crassssl"
Dua benda hitam mendarat telak di kening dan pangkal leher orang tertua dari Duo
Hantu Gunung Sago Ini. Tak ampun lagi tubuhnya yang besar tergelimpang roboh di
tanah. Dari kening dan leher darah mengucur deras. Si Langit Kalam menggeliat
dua kali, lalu nyawa lepas. Tubuh diam tak berkutik lagi.
Dari atas sebatang pohon besar, orang bermuka cacat yang barusan melemparkan dua
senjata rahasia memaki geram, memandang melotot ke bawah.
'Jahanam! Dari mana munculnya betina gendut keparat Itu. Apakah dia juga
menyelidik perkara yang sama yang tengah aku lakukan"! Aku belum pernah melihat
dia sebelumnya. Dari dandanannya yang aneh agaknya dia bukan orang negeri ini.
Gerakannya enteng dan luar biasa cepat! Suaranya terdengar lebih dulu baru
ujudnya kelihatan! Sialan, aku tidak bisa bertindak ceroboh. Dia menyelamatkan
pemuda itu pasti punya maksud. Saat ini dia tengah mengejar pemuda itu. Apa yang
harus aku lakukan"!"
DI udara berkelebat seekor burung besar putih.
Di dekat reruntuhan dangau di tepi pesawahan burung yang ternyata adalah seekor
elang putih ini melayang rendah lalu melesat kembali ke udara dengan
mengeluarkan suara menguik keras. Orang bermuka cacat yang mendekam di atas
pohon, seolah berpikir sebentar akhirnya tanpa keluarkan suara akhirnya melesat
turun ke tanah lalu berkelebat ke arah timur.
Dalam hati dia membatin.
Para tokoh rimba persilatan Itu akan bertemu besok di Muko Muko. Lebih baik aku
cepat-cepat menuju ke sana. Tapi mungkin ada gunanya aku mengintai dulu ke goa
di Ngarai Sianok. Aku punya kecurigaan. Malam tadi dua orang itu datang dari
sana. Bisa saja...."
ELANG putih bermata
merah melesat terbang
di bawah terik cahaya
matahari, melayang turun dan bertengger di cabang pohon tak jauh dari dangau
yang terbakar, di tepi kawasan persawahan. Tak lama kemudian berkelebat muncul
seorang tua bersorban dan berjubah putih yang ternyata adalah Datuk Marajo Sati.
Elang putih yang bukan sembarang burung telah menuntun sang Datuk ke tempat itu.
"Alang Putih Rajo Di Langit, aku menyangka kau membawaku menemui pemuda Jawa
itu. Ternyata kau menemukan mayat. Sudah lama negeri ini aman tenteram dari
berbagai macam kejahatan, apa lagi pembunuhan. Sekarang ada mayat terkapar di
hadapanku. Siapa yang jadi korban, siapa yang jadi pelaku pembunuhan?" Berkata
seperti itu Sang Datuk lupa kalau sebelumnya karena tidak dapat menahan hawa
amarah ketika berada dalam goa di Ngarai Sianok dia nyaris hendak mencelakai
bahkan bisa membunuh Wiro dengan ilmu Bumi Tabalah Azab Manimpo.
Datuk Marajo Sati dekati mayat yang tergeletak di tanah. Kening mengerenyit,
mata menyipit dan langkah terhenti begitu dia mengenali mayat bersimbah darah
itu adalah orang tertua dari Duo Hantu Gunung Sago yang bernama Si Kalam Langit
"Orang hebat berilmu tinggi menemui ajal di tengah hari. Siapa gerangan yang
membunuhnya?" Datuk Marajo Sati memandang berkeliling. "Tak ada tanda-tanda
perkelahian di tempat ini. Bagaimana dia bisa menemui kematian seperti Ini"
Orang jahat mana yang gentayangan di negeri ini, melakukan pembunuhan"
Sang Datuk perhatikan keadaan mayat Dia melihat ada dua luka besar penyebab
kematian yaitu di kening dan pangkal leher sebelah kiri. Wajah dan bagian leher
yang tidak tertutup darah tampak melepuh. Datuk Marajo Sati tarik nafas dalam
lalu perlahan-lahan gerakkan tangan kanan. Telapak dikembang, diarahkan ke
kening mayat. Tangan bergetar.
"Wuuttt"
Sebuah benda hitam berlumuran darah yang
menancap di dalam kening Si Kalam Langit laksana disedot melesat keluar. Dengan
cepat Datuk Marajo Sati menangkap benda itu. Ketika diperhatikan ternyata sebuah
besi hitam berbentuk bintang segi empat Pada setiap ujung bintang yang tajam
terdapat sebuah lobang kecil. Datuk Marajo Sati sebelumnya malam tadi telah
melihat benda yang sama.
"Senjata rahasia seperti ini yang menancap di dinding goa kediamanku malam
tadi," ucap Datuk Marajo Sati dalam hati lalu mengeruk saku jubah dan
mengeluarkan sebuah benda. Benda ini adalah senjata rahasia yang ditemukan dan
dikorek elang putih dari dinding goa. Ternyata kedua benda itu sangat sama satu
dengan lainnya. "Apakah senjata rahasia yang satu ini juga ada hubungannya
dengan pemuda dari Jawa mengaku Wiro itu?" Datuk Marajo Sati berpikir keras
sambil usap senjata rahasia yang masih berlumuran darah. 'Kalau pemuda itu yang
dikejar atau dihadang musuh dan jadi sasaran serangan, mengapa manusia satu ini
yang jadi korban" Apa hubungan pemuda Jawa itu dengan Duo Hantu Gunung Sago"
Sebagai dua orang yang berserikat atau sebagai dua musuh" Berarti apakah pemuda
Jawa itu ada di tempat ini sebelumnya?"
Datuk Marajo Sati melangkah ke tepi pematang sawah yang ada genangan air.
Senjata rahasia besi bintang segi empat dicelupkan ke dalam air sampai bersih
dari darah lalu dimasukkan ke dalam saku jubah. Sambil melangkah mengelilingi
mayat orang tua yang merupakan Datuk pimpinan dari para Datuk di Luhak Nan Tigo
terus berpikir, bertanya-tanya dalam hati dan mereka-reka. Ingatannya kembali
tertuju pada pemuda Jawa yaitu Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Waktu d goa ketika kutanya apa tujuannya berada dinegeri ini, pemuda itu
menjawab kalau dia baru saja menemui seseorang. Ada pesan amanat dari orang itu
yang harus dilakukan. Tapi dia tidak mau mengatakan siapa orang itu adanya. Lalu
mengenai amanat dia mengatakan bahwa satu perkara besar akan terjadi di tanah
Minang." Datuk Marajo Sati menatap di langit Pejamkan mata dan kembali bicara
dalam hati. "Katanya ada perkara besar. Perkara apa" Astaga...
Mengapa aku begitu tolol. Kematian Sutan Panduko Alam, kematian Duo Hantu Gunung
Sago. Bukankah ini satu Perkara besar" Paling tidak awal dari satu perkara
besari Kalau turut cerita gadis Cina Itu, jangan-jangan ini ada sangkut paut
dengan dirinya!"
Memikirdan ingat pada Chia Swie Kim si gadis yang menjelma dalam ujud kupu-kupu
batu giok dan kini berada di dalam goa kediamannya Datuk Marajo Sati mendadak
merasa khawatir. "Puti Bungo Sekuntum.
Aku harus cepat-cepat kembali ke goa. Selain itu aku harus memberi tahu orang di
dusun terdekat untuk mengurus mayat Duo Hantu Gunung Sago."
Sebelum pergi Datuk Marajo Sati berkata pada burung elang besar yang masih
bertengger di cabang pohon.
"Alang Putih Rajo Di Langit Aku senang kau telah membawaku ke tempat Ini. Aku
akan kembali ke goa.
Lanjutkan apa yang telah aku tugaskan padamu.
Temukan pemuda berambut panjang itu. Ikuti kemana dia pergi. Cari tahu dengan
siapa saja dia berhubungan."
Elang putih di atas pohon seolah mengerti apa yang diucapkan majikannya menguik
lalu melesat terbang ke udara. Untuk berapa lama burung ini melayang berputar-
putar di atas kawasan persawahan.
*** KETIKA Datuk Marajo Sati sampai di dalam goa, orang tua ini terkejut karena
kupu-kupu batu giok yang diletakkannya di dalam cegukan dinding goa lenyap dari
tempatnya. Sang Datuk mengucap berulang kali, memandang berkeliling sambil
mulutnya berseru.
"Chia Swie Kiml Puti Bungo Sekuntuml Dimana kau"l"
Suara Datuk Marajo Sati menggelegar menggetarkan seantero goa.
Tak ada Jawaban.
"Kupu-kupu giokl"
Tiba-tiba ada suara kepakan sayap halus. Sesaat kemudian dari balik celah batu
di ujung dalam goa melayang seekor kupu-kupu besar lalu turun ke lantai goa di
depan kaki Datuk Marajo Sati. Sang Datuk merasa lega.
"Datuk, maafkan saya. Saya tadi terpaksa mengubah diri lalu terbang dan
bersembunyi di balik celah batu...."
Kupu-kupu besar keluarkan cahaya berpijar, sesaat kemudian berubah bentuk
menjadi gadis cantik puteri Pangeran Cina bernama Chia Swie Kim.
"Anak gadis, katakan apa yang terjadi" Mengapa kau merubah diri dan bersembunyi
di ujung goa?"
'Sebelum Datuk sampai di sini ada seseorang masuk kedalam goa. Dia seperti
menyelidik. Saya takut..."
Datuk Marajo Sati terkejut besar.
'Siapa orangnya" Pemuda Jawa berkopiah hitam berambut panjang itu"l" tanya Datuk
Marajo Sati dengan wajah berubah.
Gadis puteri Pangeran Cina yang oleh sang Datuk diberi nama Puti Bungo Sekuntum
gelengkan kepala.
"Bukan, bukan pemuda itu...."
"Salah satu dari orang-orang yang mengejarmu.
Pimpinan kakek bernama Ki Bonang Talang Ijo?"
"Juga bukan Datuk. Saya tidak mengenalnya. Orang ini mengenakan jubah biru.
Mukanya ada cacat bekas luka. Dia...."
"Sudah, keadaan semakin tidak karuan di tempat ini.
Puti, aku akan memindahkan mu ke ruang rahasia di ujung goa. Jika kau Ingin
keluar, ketuk dinding goa tiga kali. Makanan dan air bersih tersedia banyak di
ruangan itu. Tapi ingat satu hal. Kecuali melalui dinding goa yang aku katakan,
kau sekali-kali tidak boleh mencari jalan keluar yang lain. Kau mengerti?"
"Saya mengerti Datuk...." Jawab Chia Swie Kim.
Sebenarnya ada sesuatu yang hendak dikatakan gadis Ini namun saat itu Datuk
Marajo Sati telah mengangkat tangan. Dari ujung jari tengah dan jari telunjuk
memancar keluar dua larik cahaya putih.
Ketika dua cahaya itu menyentuh dinding goa sebelah dalam maka terdengar suara
bersiur. Sesaat kemudian dinding goa bergeser. Di sebelah dalam terlihat satu
ruangan besar, terang dan bagus.
"Masuklah. Aku akan meninggalkan goa selama satu atau dua hari. Kau akan aman di
dalam sana. Jaga dirimu baik-baik."
Tanpa keluarkan ucapan apa-apa lagi Chia Swie Kim alias Puti Bungo Sekuntum
segera masuk ke dalam ruangan. Begitu dinding goa merapat menutup gadis ini
jatuhkan diri bersimpuh di lantai.
"Mengapa nasib diriku jadi seperti ini" Datuk telah menolongku. Tapi berapa lama
aku bisa bertahan mendekam di ruangan ini. Tidak melihat dunia luar.
Tidak tahu slang atau malam." Si gadis tekap wajahnya dengan kedua tangan.
"Seharusnya Yang Maha Kuasa tidak menolongku dengan menjadikan diriku masuk ke
dalam kupu-kupu giok Kupu Kupu Mata Dewa. Rasanya akan lebih baik jika saat itu
aku juga tewas dibunuh. Rohku mungkin akan lebih bahagia bisa bersatu di alam
baka dengan roh koko Kul Hoa Seng. Sekarang aku berada jauh di negeri orang.
Entah bagaimana caranya bisa kembali ke negeri leluhur....Thian yang Agung,
mohon perhatikan dan tolong diri saya...." (koko = kakak) Thlan = Tuhan) Gadis
malang ini akhirnya sesenggukan tidak mampu menahan tangis.
SIANG hari itu puncak Gunung Kerinci
tampak jelas tinggi
menjulang tidak tersaput awan. Dari kejauhan gunung tertinggi di wilayah selatan
ini diapit dan seolah dikawal oleh Gunung Tujuh di sebelah timur dan Gunung
Patah Sembilan agak ke barat
Ketika serombongan burung pipit melayang dan utara ke selatan di langit terlihat
satu pemandangan luar biasa Siapa saja yang melihat pasti tidak percaya akan
pandangan matanya. Betapa tidak, seorang tua berjubah putih, duduk di atas
gulungan sehelai sorban putih yang terbang melayang di udara ke arah Gunung
Kerinci. Di lereng barat gunung sorban dan orang yang duduk di atasnya menukik
ke bawah menuju kawasan berbatu-batu. Bentuk dan susunan batu-batu itu tampak
begitu indah seolah dibuat dan ditata oleh tangan manusia.
Tak lama kemudian orang berjubah putih telah berdiri di atas sebuah batu rata.
Wajahnya tampak kusam tanda ada kemelut yang dirasa. Sepasang mata dengan dingin
memandang tajam berkeliling hingga akhirnya dia melihat sebuah lobang berbentuk
segi empat merupakan jalan masuk atau sebuah pintu.
"Alhamdulillah, Allah telah membawaku dengan selamat sampai di tempat ini.
Sekarang apakah orang yang kucari ada di tempat kediamannya ini?"
Tidak menunggu lebih lama Datuk Marajo Sati melompat dari satu batu ke batu lain
hingga akhirnya dia sampai di depan pintu batu. Di sini dia memberi salam
disusul ucapan.
"Inyiek Sukat Tandlka, saya Datuk Marajo Sati ingin bertemu dengan Inyiek.
Semoga Inyiek ada baik-baik saja dalam lindungan Yang Maha Kuasa." (Inyiek
= Orang sangat tua yang sudah sepuh dan dihormati) Belum lenyap suara gema
ucapan Datuk Marajo Sati, dari arah pintu batu tiba-tiba melesat keluar seorang
kakek berpakaian selempang kain putih, berpenampilan dahsyat Wajah tidak
berdaging nyaris seperti tengkorak. Tubuh yang kurus kering hanya tinggal kulit
pembalut tulang. Kepala berambut putih setengah sulah, kumis dan janggut putih
melambai-lambai ditiup angin gunung. Sepasang rongga mata sangat cekung, angker.
Walau keadaannya sangat sepuh seperti itu namun kakek ini sikapnya tampak masih
gagah dan gerakannya gesit Setelah menatap Datuk Marajo sati seketika, si kakek
tertawa gelak-gelak lalu kembangkan tangan. Kedua orang itu saling berangkulan.
"Berpuluh tahun tidak berjumpa. Kau tiba-tiba saja dibawa Tuhan datang ke Gunung
Kerinci inil Ha...hal Pasti kau tidak sembarangan datang. Pasti ada maksud di
hati dan tujuan dalam pikiran. Sahabat muda Datuk Marajo Sati, mari kita masuk
ke dalam."
"Inyiek, saya lebih suka kita bicara di sini saja.
Karena saya tidak Ingin mengganggumu berlama-lama.
Apakah nenek Sabai Nan Rancak ada di dalam?"
Sabai Nan Rancak adalah istri Tua Gila yang sejak peristiwa Gerhana Di Gajah
Mungkur kembali ke Pulau Andalas dari tanah Jawa dan keduanya menetap di Gunung
Kerinci. Sukat Tandika tersenyum.
"Kalau hari panas seperti ini, perempuan itu suka pergi menyejukkan diri di
telaga. Jika kau ingin bertemu mari kita datangi dia di telaga. Tak jauh dan
sini." "Terima kasih. Sebaiknya lain kali saja saya menemui beliau. Inyiek Sukat
Tandika, ada satu hal sangat penting yang membawa saya menemui Inyiek di tempat
ini." SI kakek bermuka seperti tengkorak tersenyum dan anggukkan kepala.
"Sampaikan maksudmu. Aku ingin cepat-cepat mendengar."


Wiro Sableng 166 Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siapakah kakek yang diam di goa batu di lereng Gunung Kerinci dan tengah ditemui
Datuk Marajo Sati ini" Para penggemar dan pecinta serial cerita silat Wiro
Sableng tentu tidak akan lupa. Sukat Tandika adalah nama asli dari Tua Gila
alias Pendekar Gila Patah Hati alias Iblis Gila Pencabut Nyawa, salah seorang
dedengkot rimba persilatan dari Pulau Andalas yang telah mengembara sampai ke
tanah Jawa dan merupakan salah seorang dari beberapa guru Pendekar 212 Wiro
Sablengi (Tokoh silat ini muncul pertama kali dalam serial Wiro Sableng berjudul
Banjir Darah Di Tambun Tulang. Bagi pembaca yang ingin mengetahui berbagai kisah
riwayat Tua Gila dapat mengikuti dan membaca dalam serial berjudul Tua Gila Dari
Andalas, Asmara Darah Tua Gila, Lembah Akhirat, Pedang Naga Suci 212, Jagal
Iblis Makam Setan, Utusan Dari Akhirat, Liang Lahat Gajah Mungkur, Rahasia Cinta
Tua Gila, Wasiat Malaikat, Dendam Dalam Titisan dan Gerhana Di Gajah Mungkur)
"Inyiek," kata Datuk Marajo Sati pula, "terlebih dulu saya minta maaf kalau
kedatangan saya mengganggu ketenteramanmu. Kemudian saya juga mohon maaf kalau
apa yang akan saya sampaikan kurang berkenan dihatimu."
"Katakan saja...katakan saja sahabatku muda."
Jawab Sukat Tandika alias Tua Gila. Walau Datuk Marajo Sati bicara dengan suara
rendah namun Tua Gila maklum seperti ada sesuatu yang siap meledak dari dalam
diri Sang Datuk.
"Kalau tidak salah saya mengingat, bukankah Inyiek pernah mempunyai seorang
murid berasal dari tanah Jawa. Bernama Wiro."
"Ah....Anak itu yang kau tanyakanl Kau tahu, gurunya si nenek sakti Sinto
Gendeng selalu menyebutnya dengan panggilan Anak Setan. Sahabatku muda Datuk
Marajo Sati, mengapa kau menanyakan perihal anak itu?"
Datuk Marajo Sati perhatikan wajah menyerupai tengkorak di hadapannya. Ucapan
pertanyaan tadi polos-polos saja. Tidak ada kepura-puraan. "Inyiek, apakah
Inyiek tahu kalau muridmu itu saat ini berada di tanah Minang?"
Tua Gila gelengkan kepala.
"Jadi sebagai murid dia tidak mengunjungi Inyiek?"
Kembali Tua Gila gelengkan kepala lalu berkata.
"Soal dia tidak mengunjungi diriku bukan satu kekecewaan bagiku. Anak muda
seperti dia, kalau pergi kemana dia suka. Sebentar ada di timur. Lain waktu ada
di barat Lain kejap muncul di utara atau di selatan atau dibelahan bumi mana
saja yang disukainya. Yang lebih penting bagiku adalah kemana dia pergi berbuat
kebajikan sesuai dengan ilmu kepandaian yang dimilikinya." Si kakek ucap janggut
putihnya. Lalu bertanya. "Apa sahabat muda Datuk Marajo Sati telah bertemu
dengan dia?"
"Betul Inyiek. Bukan hanya sekedar bertemu. Ada masalah yang dibawanya di tanah
Minang ini."
Kening tak berdaging Tua Gila masih bisa berkerut Rongga mata tampak semakin
cekung. "Masalah" Anak setan itu membawa masalah di tanah Minang" Gila betul kalau dia
berani kurang ajar di negeri inil Coba kau ceritakan padaku sejelas-jelasnya!"
Datuk Marajo Sati lalu menceritakan hal ihwal Pendekar 212 mulai dari
penyusupannya ke dalam goa di Ngarai Sianok sampai pada senjata rahasia
berbentuk bintang empat. Lalu juga mengenai Kematian Duo Hantu Gunung Sago Si
Kalam Langit Tua Gila geleng-gelengkan kepala.
"Kalau anak itu berani menyusup ke tempat kediamanmu, benar-benar kurang ajar.
Tapi aku yakin kalau dia melakukan hal itu pasti tidak sengaja atau ada sesuatu
yang jadi alasannya."
"Saya tidak tahu apa alasannya, Inyiek." Jawab Datuk Marajo Sati tanpa mau
memberi tahu perihal kupu-kupu giok. "Ada satu hal lagi. Dia mengatakan bahwa
dia berada di tanah Minang karena ada pesan dan amanat dari seseorang. Akan
terjadi satu perkara besar di negeri Ini. Dia merasa sebagai pendekar besar dan
hebat Karena inyiek gurunya, apakah Inyiek yang memberi pesan dan amanat itu?"
"Aku tidak pernah memberi pesan dan amanat.
Seperti kataku tadi anak itu tidak pernah mengunjungiku."
"Kalau begitu lalu siapa?" tanya Datuk Marajo Sati dengan nada datar seperti tak
percaya. "Apa dia punya guru yang lain di negeri Ini?"
"Onde, mana aku tahui" jawab Tua Gila. Dia ingat pada Datuk Rao Basaluang Ameh
yang diketahuinya juga adalah guru dari Wiro. Namun tidak banyak para tokoh di
tanah Minang yang mengetahui hal itu.
Mereka mengganggap Datuk Rao Basaluang Ameh sesuai dengan cerita yang tersebar
telah meninggal dunia seratus tahunan silam. Tapi Tua gila tidak mau memberi
tahu perihal orang sakti yang dianggap setengah Dewa itu pada Datuk Marajo Sati.
(Onde = Aduh) "Saya sempat memberi peringatan pada murid Inyiek itu. Kalau dia masih berani
berkeliaran di sekitar Ngarai Sianok maka saya akan
mengganggapnya sebagai musuh."
"Ah....walau perangainya terkadang kurang ajar dan sering bertindak seperti
orang gila, tapi seharusnya kau tidak perlu mengeluarkan ucapan seperti itu. Aku
tetap berpendapat, setiap melakukan sesuatu muridku pasti punya alasan. Datuk
Marajo Sati, apakah kau tidak terlupa mengatakan sesuatu?"
"Sesuatu apa Inyiek?" balik bertanya sang Datuk.
"Aku merasa kau menyembunyikan sesuatu "
Jawab Tua Gila.
Datuk Marajo Sati tutup perubahan wajahnya dengan tersenyum.
Tua Gila kembali membuka mulut "Jika muridku mengatakan akan terjadi satu
perkara besar di negeri ini, maka itu bukan pandainya dia yang bicara. Tapi
pasti ada yang memberi tahu memberi petunjuk.
Siapa orangnya tidak perlu dijadikan masalah Yang jelas kelak apa yang
dikatakannya akan menjadi kenyataan. Kurasa kau sudah bisa menduga hal itu.
Kau sudah memaklumi...."
"Bagaimana kalau dia sendiri yang menimbulkan perkara itu Inyiek" Datuk tahu,
sekarang kabarnya dia berteman dengan seorang pemuda tukang Intai anak gadis
orang mandil"
"Apa"l" Tua Gila tertawa gelak-gelak sampai keluarkan air mata. "Muridku belum
segila itu berani berbuat kurang ajar ikut-ikutan mengintip anak perawan mandil
Tapi mengintai anak gadis mandi itu satu pekerjaan asyik! Ha...ha...hal"
"Inyiek. waktu saya tidak lama. Bolehkah saya meminta bantuan Inyiek?"
"Dangan senang hati Datuk. Katakan bantuan apa yang akan kau minta dari ku."
"Saya ingin Inyiek mencari murid Inyiek itu. Jika bertemu perintahkan dia untuk
meninggalkan negeri Ini. Pulang kembali ke tanah Jawa."
Tua Gila terdiam lalu tersenyum.
"Itu yang tidak bisa aku lakukan Datuk. DI bumi clptaan Aliah ini setiap insan
boleh pergi kemana dia suka. Tapi kalau memang muridku punya pekerjaan salah,
tanpa kau mintapun bisa kutanggalkan kepalanya.
"Bagaimana Inyiek bisa berkata begitu kalau Inyiek sendiri tidak beranjak dari
sini, tidak mau mencari dan menemuinya?"
"Datuk, begini saja kita bicara. Kau saja yang mencari anak itu. Bawa dia ke
hadapanku. Kalau dia memang terbukti bersalah telah membuat keonaran, apa lagi
sampai membunuh orang tak berdosa di negeri Ini tak usah banyak cakap. Saat itu
juga akan kutamatkan riwayatnya."
"Kalau begitu kata Datuk, saya merasa tidak perlu susah-susah membawanya ke
hadapan Datuk. Biar saya habisi saja dia pada saat bertemu."
Mulut Tua Gila terbuka ternganga. Lalu tokoh silat Ini tertawa mengekeh.
"Datuk Marajo Sati. Jangankan satu kalil Sepuluh kallpun kau boleh membunuh anak
itul Tapi kalau dia mati dalam keadaan tidak bersalah tidak berdosa, apa kau
bisa menggadaikan nyawamu sendiri padaku"l"
Wajah Datuk Marajo Sati berubah kemerahan.
"Datuk, kau tokoh terpandang di ranah Minang.
Jangan sampai kesalahan tangan...."
"Justru karena saya seorang tokoh maka saya merasa bertanggung jawab atas
keamanan di negeri Ini...."
"Menjaga keamanan bukan berarti bekerja tanpa menyelidiki tanpa otak!" tukas Tua
Gila dengan ketus.
Datuk Marajo Sati jadi panas. Dalam hati dia berkata. "Kalau gurunya seperti ini
bagaimana muridnya. Tua Gila, apa aku tidak tahu cerita riwayat dirimu di masa
lalu. Kau pernah membunuh hampir tiga ratus manusia ketika kau patah hati karena
ditinggal Sinto Gendeng"
Seolah tahu orang merasani dirinya Tua Gila bertanya.
"Datuk, apa yang ada di benakmu?"
Datuk Marajo Sati tidak menjawab.
Tua Gila bertanya lagi.
"Datuk, apa yang ada di hatimu"!"
"Inyiek, cukup sampai di sini kita bicara. Lebih kurangnya kita lihat saja apa
kelak yang akan terjadi.'
Ucapan Sang Datuk oleh Tua Gila terasa terlalu berkelebihan kalau tidak mau
dikatakan sombong Sebaliknya daiam hati yang masih panas Datuk Marajo Sati yang
sudah lama mendengar berbagai cerita hebat tentang ilmu kesaktian kakek satu ini
diam-diam ingin menjajal. Sambil bangkit berdiri dia membungkuk memberi hormat.
Tapi dua tangan pura-pura merapikan sorban. Dari dalam sorban itu melesat keluar
sambaran angin yang mampu membuat seseorang tidak bisa bergerak selama setengah
hari. Tanpa banyak bicara lagi Datuk Marajo Sati tinggalkan tempat itu. Di atas sebuah
batu dia buka sorbannya.
Sorban mengapung di udara. Datuk Marajo Sati, melompat dan berdiri di atas
sorban. Sesaat kemudian Datuk pimpinan para Datuk Luhak Nan Tigo itu telah
melesat terbang di udara.
Tak lama setelah Datuk Marajo Sati lenyap di langit tinggi Tua Gila tertawa
mengekeh. "Orang pandai hendak mengerjai diriku dengan sorban sakti.
Melancarkan serangan ilmu pembungkam tubuh bernama Meniup Dua Belas Jalan Darah.
Hik...hik. Aku cuma merasa seperti kesemutan!" Sambil terus tertawa kakek yang
punya nama besar dalam rimba persilatan Ini bangkit berdiri lalu berlari ke arah
telaga guna menemui istrinya Sabai Nan Rancak.
*** MASIH jauh dari Ngarai Sianok, Datuk Marajo Sati tidak bisa menahan kencing yang
sudah terasa sejak tadi. Ketika melihat ada sungai kecil di bawah sana, dengan
cepat Sang Datuk menukikkan sorbannya ke bawah. Setelah mencari tempat yang baik
dan terlindung Datuk Marajo Sati singsingkan jubah putihnya ke atas. Tapi
alangkah terkejutnya dia ketika mendapatkan tubuhnya mulai dari pinggang sampai
ke lutut telah dilibat sejenis benang sangat halus, nyaris tidak terasa dan
tidak terlihat mata.
"Benang Kayangan. Kapan dia melakukannya....?"
ucap Datuk Marajo Sati dengan suara bergetar.
Benang Kayangan. itulah senjata milik Tua Gila yang merupakan salah satu
keajaiban rimba persilatan. Tidak sembarang orang atau benda tajam bisa
memutuskan benang sakti itu.
Dalam keadaan kelabakan karena tidak bisa
membuka pakaian, tidak mampu memutus benang sakti yang melilit setengah tubuhnya
Datuk Marajo Sati akhirnya melompat masuk ke dalam sungai kecil dan pancarkan
kencingnya di dalam air sungai. Sang Datuk sadar. Dalam hati dia mengucap.
" Astagafirullah. Aku telah berlaku congkak. Di atas langit masih ada langit
lagil" TEPIAN BARAT Danau
Maninjau tak Jauh dari
Muko Muko. Angindanau
bertiup sejuk. Ki Bonang Talang Ijo tampak gelisah.
Diamelangkah mundar mandir di depan sekumpulan Batu Tagak. (Batu Tagak = Batu
Berdiri - Batu Prasasti) Sebantar-sebantar orang tua berjubah hijau memandang ke
langit. Sang surya semakin tinggi.
Siap menggelincir ke ufuk tenggelamnya.
"Kita hanya tinggal menunggu Perwira Muda Teng Sien, dua bataaudara SI Kamba
Tangan Manjulai dan Duo Hantu Gunuang Sago SI Kalam Langit. Heran, matahari
sudah tinggi begini mereka belum juga muncul."
Orang-orang yang ada bersama si kakek di tempat itu tampak juga sudah tidak
sabar. Mereka adalah Duo Hantu Gunuang Sago SI Batu Bakilek yang tangannya
diganjal pelepah daun kelapa dan dibalut akibat cidera berat sewaktu dihajar
Datuk Panduko Alam, Pandeka Bumi Langit Dari Sumanik, tiga orang anak buah Teng
Sien dan seorang lelaki separuh baya membekal pedang dikenal dengan nama Tuanku
Laras Muko Balang. Orang ini memiliki wajah aneh, ditumbuhi bulu. Bulu di
sebelah kanan wajah berwarna hitam, di sebelah kiri berwarna putih.
Tuanku Laras Muko Balang cabut pedang besar yang terselip di pinggang. Senjata
yang terbuat dari perak murni ini memantulkan cahaya menyilaukan begitu tertimpa
sinar matahari, konon berasal dari negeri Arab. Setelah merenung sejenak sambil
pejamkan mata dia sarungkan pedang perak itu kembali. Sewaktu hendak dimasukkan
ke sarung, ujung pedang tampak bergetar.
"Aku mendapat firasat buruk. Sesuatu terjadi dengan beberapa sahabat kita."
Berucap Tuanku Laras Muko Balang.
Baru saja ucapan Tuanku Laras berakhir tiba-tiba di kejauhan kelihatan beberapa
orang berkelebat Di depan sekali Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai.
Nenek ini berlari sambil memanggul saudaranya Si Kamba Pesek Tangan Manjulai.
Seperti diketahui nenek satu ini menderita cidera cukup parah, berpatahan
tulang-tulang iganya kiri kanan akibat dihantam Datuk Panduko Alam ketika
terjadi pertarungan di Bukit Malintang.
Di samping si nenek berlari Perwira Muda Teng Sien. Larinya tak kalah cepat
namun dua kaki tampak terhengkang-hengkang seolah ada yang mengganjal di bawah
perutnya. Cara lari Teng Sien yang seperti ini tidak lain akibat hantaman
potongan bambu yang dilemparkan Pendekar 212 Wiro Sableng ke bagian bawah
perutnya. KI Bonang Talang Ijo segera menyambut
kedatangan orang-orang ini. Duo Hantu Gunung Sago SI Batu Bakilek usap kepala
botak berkiiatnya dan bertanya mana kakaknya SI Langit Kalam. Si Kamba Mancuang
Tangan Manjulai lebih dulu sandarkan Si Kamba Pesek ke sebuah batu tagak baru
menerangkan dengan suara perlahan kalau Duo Hantu Gunung Sago Si Kalam Langit
telah menemui ajal dibunuh orang. Semua orang yang ada di tempat itu melengak
kaget Si Batu Bakilek menggerung keras.
Lupa dia akan cidera di tangan kanan, orang ini melompat bangkit dan mencekal
keras-keras tangan Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai.
"Siapa yang membunuh saudaraku" Katakan bagaimana kejadiannya" Dimana jenazahnya
sekarang"!"
Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai lalu
menuturkan apa yang diketahuinya.
"Aku, Perwira Teng Sien dan Si Kalam Langit berhasil menemui pemuda asing yang
aku lihat dalam tarak. Pemuda itu ternyata berasal dari Jawa. Dia bersama Malin
Kapuyuak yang malam sebelumnya dihantami orang sedusun karena ketahuan mengintai
anak gadis orang mandi di pancuran. Karena Malin keparat itu mengeluarkan ucapan
menghina diriku, maka hendak kucabik mulutnya. Tapi pemuda Jawa yang mengaku
bernama Wiro itu menolongnya.
Ternyata dia memiliki ilmu silat dan kesaktian tinggi.
Aku tak tahu ilmu setan apa yang dimilikinya. Dua tangannya bergerak dan tiba-
tiba saja sekujur tubuhku kaku tak bisa bergerak...." SI Kamba Mancuang Tangan
Manjulai tentu saja tidak mau dan merasa malu besar menceritakan bagaimana Wiro
telah memeluk, mencium dan mengecupnya.
"itu ilmu Mancucuk Raga Membungkam Badani Berasal dari negeri Cinal" Kata
Pandeka Bumi Langit Dari Sumanik.
"DI tanah Jawa dikenal dengan nama ilmu totokan."
Menjelaskan Ki Bonang Talang Ijo. Lalu kakek ini minta Si Kamba Mancuang
meneruskan cerita.
SI nenek lanjutkan keterangan.
"Pemuda asing itu menghantam Perwira Teng Sien tepat pada barang terlarangnya
dengan potongan bambu hingga jatuh pingsan."
Tahu kalau dirinya tengah dibicarakan Teng Sien lalu berteriak-teriak sambil
menunjuk-nunjuk bagian bawah perutnya.
"Si Kalam Langit mengejar anak kurang ajar bernama Malin Kapuyuak. Aku baru tahu
apa yang kemudian terjadi dengan Si Kalam Langit setelah menjelang siang totokan
dltubuhku lepas." Si nenek mana tap sebentar ka arah Si Batu Bakilek baru
meneruskan ucapan. "Di satu tempat tak jauh dari psaawahan aku menemukan kakakmu
Si Kalam Langit telah menemui ajal. Ada dua lobang besar di kening dan di
pangkal lehernya. Agaknya dia dihabisi dengan senjata terbang"
Duo Hantu Gunung Sago Batu Bakilek kembali berteriak keras, menendang kian
kemari saking marahnya. Sebuah batu tegak hancur berantakan kena tendangan.
"Aku bermaksud mangurus jenazah SI Kalam Langit walau adikku juga dalam keadaan
masih cidera. Namun kemudian muncul penduduk dusun terdekat Mereka membawa keranda mayat
Menurut orang-orang itu mereka tahu ada mayat di tempat itu dari Datuk Marajo
Sati. Datuk itu juga meminta agar Jenazah dimakamkan di tempat yang baik satelah
lebih dulu dimandikan dan disembahyangi...."
"Datuk Marajo Satil" ucap Duo Hantu Gunung Sago Batu Bakilek. "Aku menduga,


Wiro Sableng 166 Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jangan-jangan Datuk itu yang membunuh saudarakul Aku akan mencarinyal Jika
terbukti memang dia pelakunya akan kupecahkan kepalanya! Aku tidak takuti Aku
tidak perduli Ilmunya tinggi! Aku tidak perduli dia pimpinan "
para Datuk Luhak Nan Tigo. Akan kucincang tubuhnya sampai lumat!"
"Hal itu bisa sama-sama kita selidiki, tapi tidak sekarang. Ada urusan yang
lebih penting. Mencari kupu-kupu giok pusaka utama Kerajaan Tiongkok yang harus
segera berada di tangan Kaisar." Yang berkata adalah Ki Bonang Talang Ijo. Orang
tua berjubah dan berbelangkon hijau Ini tidak begitu tertarik untuk menyelidiki
dan mencari pembunuh SI Kalam Langit. Urusan lebih penting adalah menemukan
kupu-kupu batu giok yang akan memberi tambahan hadiah batangan-batangan emas.
Menyelidiki kematian Si Kalam Langit baginya tidak ada guna selain membuang
waktu. Mendengar ucapan Ki Bonang Talang Ijo. amarah Duo Hantu Gunung Sago jadi
meledak. Sambil menunjuk tepat-tepat ke muka si kakek, lelaki tinggi besar
berkepala botak ini berteriak lantang.
"Kau boleh tidak perdull dengan Si Kalam Langit karena dia bukan saudaramu!
Bukan darah dagingmul Kau boleh tidak mau menyelidik dan mencari pembunuh
kakakku karena kau lebih suka pada upah besar batangan emasl Aku katakan pada
kaiian. Soal kupu-kupu giok itu silahkan kalian urus sendiri. Pergi!
Lindang hapus kalian semual" (Lindang hapus = Pergi dan jangan kembali lagi)
Habis berkata begitu Si Batu Bakilek hentakkan kaki hingga tanah bergetar ialu
tinggalkan tempat itu.
Perwira Muda Teng Sien berteriak-teriak mengatakan sesuatu. Yang mengerti
bahasanya hanya Ki Bonang Talang Ijo. Maka kakek ini segera memanggil Si Batu
Bakilek. "Batu Bakilek. Perwira Muda ini tidak suka kau meninggalkan rombongan. Kalau kau
memaksa pergi katanya kau harus mengembalikan tiga batangan emas yang sudah kau
terima!" Duo Hantu Gunung Sago Si Batu Bakilek hentikan langkah. Berpaling dan memandang
melotot ke arah KI Bonang Talang Ijo, lalu meludah ke arah Perwira Muda Teng
Sien. "Ki Bonang! Katakan pada orang Cino Itu I Kalau dia minta kembali tiga batangan
emasnya, aku akan kembalikan. Akan aku bungkus baik-baik. Bukan cuma tiga batang
yang akan kau kembalikan. Tapi sepuluhl Tapi yang akan aku kembalikan adalah
batangan langekl". (langek ? kotoran manusia) SI Batu Bakilek meludah sekali
lagi ke arah Teng Sien lalu lanjutkan langkah. Melihat ini Teng Sien berteriak
pada tiga anak buahnya. Tiga anggota pasukan Kerajaan Tiongkok itu segera
mencabut golok dan tanpa banyak bicara langsung menyerang SI Batu Bakilek!
Ki Bonang Talang Ijo berteriak mencegah saling serang di antara anggota
rombongan tapi tertambat Di depan sana walau tangan kanannya cidera, SI Batu
Bakilek masih bisa pergunakan tangan kiri Sekali dia melepas pukulan tangan
kosong, dari tangan yang hitam berbulu itu melesat keluar selarik angin berwarna
hitam. Dua anak buah Teng Sien terpental, jatuh terduduk muntah darah lalu
tergelimpang tak bernyawa lagi. Yang ke tiga masih sempat selamatkan diri walau
terjengkang di tanah.
Teng Sien menggembor marah. Sekali lompat saja dia sudah berada di hadapan Si
Batu Bakilek. langsung kirimkan tabasan ke leher orang. Si Batu Bakilek cepat menghindar.
Golok berbalik kali ini membabat ke arah pinggang.
"Breetttr Masih untung bukan perutnya yang Jebol tapi hanya baju hitam SI Batu Bakilek
yang robek besar.
"Hentlkanl Kalian berdua sudah kemasukan setani'
Teriak Ki Bonang Talang Ijo. Kakek ini tanggalkan belangkon hijaunya lalu
dikibaskan ke arah dua orang yang aedang bertarung. Saat itu Juga baik SI Batu
Bakilek maupun Teng Sien sama-sama merasa tubuh mereka menjadi lemas. Seperti
lumpuh keduanya Jatuh terduduk di tanah.
KI Bonang Talang Ijo dekati kedua orang ini.
Setelah bahu masing-masing ditepuk keduanya baru bisa bangkit berdiri kembali.
Ki Bonang mengatakan sesuatu pada Perwira Muda Teng Sien lalu berpaling pada Si
Batu Bakilek. 'Kau memberi malu sajal Menerima hadiah tapi tidak mau bekerjal Kalau kau mau
pergi silahkan sajal Aku tidak butuh orang sepertimul Kau tak usah mengembalikan
tiga batang emas yang sudah kau terimal Makan sampai perutmu gembung dipenuhi
racun kecurangan!'
Sepasang mata besar Duo Hantu Gunung Sago
berkilat-kilat dan tampak membersitkan cahaya merah menyerupai buah sago.
"Ki Bonang, kalaupun kau berada di tanah Jawa tidak pantas kau berkata menyumpah
seperti itul Apa lagi saat Ini kau berada di negeri orangl Aku tidak akan
melupakan semua ucapanmu tadi. Lebih cepat kau meninggalkan tanah Minang Ini
akan lebih baik.
Kalau tidak kelak aku akan mencarimu untuk memberikan sekedar pelajaran
bagaimana tata cara bicara yang sopani Atau kau minta kuberi pelajaran sekarang
juga"! Bagiku kematian bukan apa-apa. Tapi kau pasti takut mati karena tidak
akan mendapatkan harta. Padahal kalau kau mampus masih untung jika ada yang
membungkus jenazahmu dengan kain kafan!
Atau kau kira akan mati membawa batangan emas celaka keparat itu"i" Sambil
keluarkan ucapan keras SI Batu Bakilek angkat tangan kirinya, dipantang di depan
dada. Tangan beaar hitam berbulu itu memancarkan cahaya hitam redup pertanda
orang kedua dari Duo Hantu Gunung Sago ini siap
melancarkan pukulan bernama Pukulan Batu Beracun yang tadi sudah memakan dua
korban anak buah Teng Sien.
Walau hatinya panas sekali namun Ki Bonang Talang Ijo masih bisa menindih
amarahnya yang hampir meledak.
"Aku siap menerima pelajaran sopan santun darimu.
Datanglah kapan sajal" ucap si kakek.
Si Batu Bakilek menyerang.
"Kau takut menghadapiku saat ini. Ha...hai"
Si Batu Bakilek tertawa mengejek. Sambil tudingkan telunjuk tangan kiri ke arah
kepala Ki Bonang Talang Ijo dia berkata.
"Kakek keparat kau harus ingat satu hai. Dan kami semua orang di ranah Minang
ini juga akan mengingat baik-baik dan jelas-jelas Kau yang datang menimbulkan
perkara dan malapetaka di negeri ini dengan membawa manusia-manusia asing itul
Kau kelak harus menebus dosa kesalahanmu dengan guyuran darahmu sendiril"
Selesai bicara lantang SI Batu Bakilek segera memutar tubuh. Sebelum dia sempat
melangkah tiba-tiba sebuah benda putih melesat di udara dan menancap di tanah
antara SI Batu Bakilek dan Ki Bonang Talang ijo.
Kedua orang ini saling pandang seketika. Si Batu Bakilek bergerak lebih dulu
mencabut benda yang menancap di tanah. Benda itu ternyata adalah secarik kain
putih yang digulung pada sebatang potongan bambu. Dengan tangan kirinya Si Batu
Bakilek buka gulungan kain putih, di atas kain putih ada serangkai tulisan.
Walau tulisannya jelek tapi cukup jelas untuk dibaca Setelah membaca apa yang
tertulis di kain putih SI Batu Bakilek menyeringai lalu campakkan kain dan bambu
ke tanah. Tanpa banyak bicara ataupun menoleh dia tinggalkan tempat itu.
Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai yang berada agak jauh ulurkan tangan kiri
hingga menjadi panjang lalu mengambil kain dan bambu. Kain dikembang.
Mulut berkomat kamit terpencong-pencong mulai membaca apa yang tertulis di atas
kain putih. Kalau mau tahu siapa pembunuh Duo Hantu Gunung Sago Si Kalam Langit, orangnya
adalah pemuda Jawa berambut panjang, bernama Wiro, berjuluk Pendekar 212 Wiro
Sableng. TAMAT Siapakah yang telah menyerang Pendekar 212 sewaktu keluar dari goa kediaman
Datuk Marajo Sati. Siapa pula yang telah membunuh Duo Hantu Gunung Sago SI Kalam
Langit" Mampukah Datuk Marak? Sati menyelamatkan Puti Bungo Sekuntum dari kejaran KI
Bonang Balangnipa dan Perwira Muda Teng Sien"
Siapa perempuan yang telah menghalangi pembunuh SI Kalam Langit hingga tidak
Jadi mengejar Malin Kapuyuak"
Siapa pembuat dan pengirim kain bersurat yang memfitnah Pendekar 212 sebagal
pembunuh SI Kalam Langit"
Ikuti Serial berikutnya berjudul :
FITNAH BERDARAH DI TANAH AGAM
Sudahkah anda baca
Karya terbaru dari
BASTIAN TITO JUDULNYA. - Perawan Sumur Api
- Arwah Candi Miring
- PANGERAN BUNGA BANGKAI
- DEWI TANGAN JERANGKONG
Sang Pendekar dikenal dengan nama "SATRIA LONCENG DEWA" sipendekar bhumi mataram
Kelahirannya bersama saudara kembarnya mengundang banyak tokoh Jahat dan baik
berusaha mendapatkan mereka berdua.
Kisah Sang Budha Dan Para Muridnya 7 Dewa Arak 82 Lorong Batas Dunia Tujuh Pedang Tiga Ruyung 14
^