Nyawa Titipan 1
Wiro Sableng 157 Nyawa Titipan Bagian 1
NYAWA TITIPAN Bastian Tito EPI P SODE 15 1 7 DITU T L U IS S K EM E BA B L A I IU N U TU T K U PE P C E I C N I TA T A S E S R E I R AL A WIRO R SA S B A L B EN E G PE P N E DEK E AR A R K AP A A P K A MAU A T U T N AG A A A GEN E I 2 12 1 Source book scanned : Syauqy_arr
Cover Scanned : Kelapalima
E-book & Layout : Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
1 NYAWA TITIPAN Bastian Tito NY N AWA W TI T T I IP I AN Tib i a b -tiba satu be
b nd n a putih i me m le l sat di udara r . Cakr k a r a Me M nt n ari r yang n teng n ah me m ng n ena n ka k n paka k ia i n dan be b rs r ia i p-sia i p p ting n galk l a k n tempat it i u be b rt r eri r a i k ka k get. Sa S at t it i u ju j g u a tubu b h h pemu m da yang n ma m sih i be b rt r ela l nj n a j ng n bu b la l t it i u be b rg r etar he h ba b t ole l h satu ha h wa pana n s yang n sepert r i he h nd n ak mele l le l hka k n tub u u b hn h y n a a mu m la l i id ari r b a b tok k e k pala l s ampai ike k t ela l pak k k a k ki k .i Lu L ar bi b a i sany n a Cakr k a r a Me M nt n ari i me m nd n eng n ar r satu suara r a be b ru r ca c p d ari r d ala l m m t ubu b hny n a s end n ir i i! i "An A a n k ma m nu n sia i be b rna n ma m Cakr k a r Me M nt n ari r ! Aku k me m nit i ip i ka k n n ny n awa w ku k d i d ala l m m t ubuhm h u m !" ! Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
2 NYAWA TITIPAN Bastian Tito S A T U MALAM HARI. Gurun pasir Thar di barat laut daratan India di
selimuti kegelapan dan kesunyian. Tak ada rembulan tak tampak
bintang. Bahkan tiupan angin gurun yang biasanya disertai suara
menderu saat itu nyaris tak terdengar sama sekali.
Di dalam sebuah ruang batu hitam terletak di bawah gurun
pasir, yang jalan masuk berupa pintu rahasia dijaga sepuluh Resi
berpakaian putih, Resi Ketua Khandawa Abitar tengah duduk
khidmat bersamadi. Ini adalah malam kedua dia melakukan
samadi dan sebegitu jauh, walau ada getaran-getaran halus
menjalari sekujur tubuhnya namun dia belum mampu mendapat
hubungan bathin dengan alam gaib, belum juga mendapat
petunjuk dari Para Dewa.
Beberapa malam sebelumnya Resi Khandawa Abitar
bermimpi. Dalam mimpi dia melihat satu cahaya putih sangat
terang menyilaukan mata. Saat cahaya muncul terdengar suara
Wiro Sableng 157 Nyawa Titipan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bergema penuh wibawa.
"Resi Khandawa Abitar. Bersamadilah. Bersamadilah. Kelak
kau akan mendapat petunjuk untuk satu cara menyelamatkan
banyak manusia tidak berdosa di satu negeri yang jauh dari sini."
Suara lenyap, cahaya terang menyilaukan ikut sirna. Kejadian
mimpi itu dialami sang Resi sampai tiga malam berturut-turut.
"Mimpi adalah salah satu dari sekian banyak jalur petunjuk
Para Dewa ...." Sang Resi membathin dalam merenung arti
mimpinya. Karenanya sejak malam kemarin dia mulai melakukan
samadi dan terus tetap khusuk sampai malam kedua walau
petunjuk belum muncul.
Malam ketiga. Selewatnya tengah malam, menjelang
dinihari, di langit gelap sebelah timur mendadak terlihat tujuh titik
putih bersinar terang, melayang berarak di atas gurun pasir Thar
menuju ke barat laut. Pada saat berada di sekitar lorong batu
tempat kediaman Resi Khandawa Abitar berada, tujuh titik putih
menukik ke bawah. Lenyap masuk ke dalam gurun pasir,
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
3 NYAWA TITIPAN Bastian Tito menembus bebatuan tebal. Meninggalkan kabut tipis kelabu
memancarkan bau harum kemenyan sejauh ratusan tombak.
Suasana menjadi terasa angker sewaktu dikejauhan terdengar
suara raung puluhan serigala gurun.
Di dalam goa tempatnya bersamadi, kelopak mata Resi
Khandawa Abitar bergetar bergerak-gerak. Walau matanya masih
terpicing namun ada tujuh cahaya aneh membuat dia merasa
sangat silau. Selain itu hidungnya mencium semerbak bau
kemenyan yang terbakar. Sang Resi merasa tengkuknya dingin.
Seumur hidup baru kali ini dia mengalami hal seperti ini.
"Dewa Batara, apakah kau datang memberi petunjuk?" ucap
sang Resi dalam hati. Tujuh cahaya terang semakin menyilaukan.
Membuat sang Resi gerakkan kepala ke belakang sambil merapal
doa. Pada pertengahan doa cahaya silau menghilang. Di ujung
doa cahaya tersebut akhirnya lenyap. Resi Khandawa Abitar lepas
napas lega dan perlahan-lahan buka kedua matanya. Pandangannya langsung membentur tujuh manusia katai yang
berdiri berjajar didepan tembok ruangan samadi. Tujuh manusia
katai ini mengenakan pakaian selempang kain putih. Semua
memakai sorban putih dengan wajah tertutup kumis, janggut dan
berewok hitam lebat berkilat. Pertanda walau mereka bertubuh
kecil tapi usia mereka rata-rata mungkin di atas delapan puluh
tahunan. Yang hebatnya, sorban di kepala tujuh manusia katai
memancarkan cahaya putih sejuk, indah dipandang.
"Dewa Batara Penuh Kuasa. Bagaimana tujuh manusia katai
tak dikenal bisa menyusup masuk ke dalam ruangan ini?"
membathin Resi Khandawa Abitar. Ketika lebih diperhatikan baru
sang Resi menyadari kalau tujuh manusia katai itu sama sekali
tidak menjejakkan kaki di lantai batu. Telapak kaki mereka
tergantung dan berada seujung kuku di atas batu goa!
Tujuh manusia katai berselempang kain putih menggerakkan
tangan membuka sorban masing-masing lalu membungkuk dalam
memberi penghormatan pada Resi Khandawa Abitar. Yang diberi
penghormatan cepat-cepat bangkit berdiri lalu balas menghormat
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
4 NYAWA TITIPAN Bastian Tito dengan membungkuk pula. Tujuh manusia katai kenakan sorban
kembali. Setelah meluruskan tubuh, sambil mengulum senyum
Resi Khandawa Abitar menyapa dengan suara lembut.
"Sahabat bertujuh. Kalian pastilah orang-orang yang
diberkahi Para Dewa hingga bersedia dan mampu datang
ketempatku yang buruk ini. Mohon aku diberitahu kalian ini siapa,
datang dari mana dan ada keperluan apa menemui diriku?"
Manusia katai disebelah tengah maju dua langkah, malayang
satu kuku di atas lantai batu lalu menjawab. Suaranya halus tapi
menimbulkan gema di ruang batu itu. Lalu bahasa yang
diucapkannya adalah aneh, sama sekali tidak dimengerti oleh Resi
Khandawa Abitar.
"Sahabat yang bicara. Harap dimaafkan. Aku tidak mengerti
bahasa yang kau bicarakan."
Si manusia katai tadi masih terus bicara nyerocos kalau tidak
diberi tanda oleh teman disamping kanannya dengan sikutan.
Teman yang mengingatkan ini lalu maju ke depan, yang tadi
bicara kembali ke tempat tegak semula.
"Resi Yang Mulia, mohon maafmu. Sahabat kita tadi bicara
dalam bahasa roh. Biar sekarang aku yang mewakili."
Resi Khandawa Abitar menganggguk-angguk
sambil tersenyum. Dia mengulurkan tangan dengan telapak terkembang
sebagai tanda mempersilahkan manusia katai dihadapannya
meneruskan ucapan.
"Resi Yang Mulia, kami bertujuh tidak bernama. Datang dari
negeri alam gaib, jauh di atas atap langit ketujuh. Kami datang
sebagai utusan Sang Kebenaran ...."
"Dewa Batara Maha Agung....." Ucap Resi Khandawa Abitar.
Manusia katai tadi lanjutkan ucapan. "Kami datang membawa
sebuah benda berupa sebilah pedang sakti mandraguna bernama
Pedang Bulan Sabit. Sang Kebenaran meminta kami untuk
menyerahkan pedang ini kepada Resi Yang Mulia."
Habis berkata begitu manusia katai ini luruskan dua tangan
ke depan, telapak dikembangkan dan saling dirapatkan. Mulut
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
5 NYAWA TITIPAN Bastian Tito yang berkumis berkomat-kamit beberapa kali. Tiba-tiba ada sinar
putih yang keluar membayang dari dadanya. Sinar ini kemudian
bergerak ke atas, memecah jadi dua dan meluncur pada lengan
kiri kanan. Begitu sinar mencapai dua telapak tangan yang
terbuka, sinar memancar lebih terang. Didahului suara
menyeruapai suara genta bertalu tahu-tahu di atas dua telapak
tangan itu telah tergeletak melintang sebilah pedang.
Senjata ini panjangnya hanya tiga jengkal. Satu jengkal
dalam bentuk gagang terbuat dari gading gajah dan dua jengkal
berupa sarung berkeluk yang juga terbuat dari gading dihias
tebaran batu permata berlian. Gagang dan sarung pedang
ditambah batu-batu berlian memancarkan cahaya putih menakjubkan. Dengan gerak perlahan dan penuh khidmat manusia katai
menarik gagang dan sarung pedang. Sesaat kemudian pedang
telah keluar dari sarungnya. Pedang dan sarung diacungkan ke
atas. Pedang Bulat Sabit ini bentuknya benar-benar menyerupai
bulan sabit, pendek berkeluk, memancarkan cahaya putih terang
indah sekali. Laksana bulat sabit dilangit lepas memancarkan
cahayanya ke bumi.
Setelah merasa Resi Khandawa Abitar melihat senjata itu
dengan seksama, manusia katai masukkan kembali Pedang Bulan
Sabit ke dalam sarung lalu dia melangkah kehadapan sang Resi.
"Resi Yang Mulia. Sang Kebenaran meminta agar kami
menyerahkan Pedang Bulat Sabit ini pada Yang Mulia."
"Sahabat, bagaimana mungkin. Mana aku berani berlaku
lancang menerima senjata bertuah sakti mandraguna itu."
"Resi Yang Mulia, jangan menolak karena ini semua adalah
atas kehendak Para Dewa."
Untuk beberapa ketika Resi Khandawa Abitar terdiam
mendengar ucapan manusia katai itu. Lalu dia tundukkan kepala
dan berkata. "Kalau memang ini kehendak Dewa, aku yang rendah mana
berani menampik."
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
6 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Resi Yang Mulia, Sang Kebenaran berpesan. Pedang Bulan
Sabit adalah satu-satunya senjata yang mampu menghancurkan
mahluk jahat yang selama ini gentayangan di satu negeri jauh.
Mahluk ini telah mencuri sebuah kitab bernama Kitab Jagat
Pusaka Dewa. Menggantikannya dengan satu kitab jahat dan
palsu bernama Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib. Memperalat dan
memperbudak seorang budak yang tak berdosa. Hanya karena
ingin menguasai satu ilmu kesaktian sangat dahsyat yang kelak
akan disedotnya dari tubuh si pemuda ...."
"Aku Resi Khandawa Abitar menjunjung tinggi setiap sabda
perintah Para Dewa. Namun apakah keterkaitan diriku dengan
kejahatan yang terjadi di negeri orang jauh itu. Dan mengapa aku
yang harus menerima pedang. Apa yang harus aku lakukan?"
"Karena Yang Mulia, mahluk jahat itu berasal dari negeri ini."
Jawaban manusia katai membuat Resi Khandawa Abitar jadi
berubah raut mukanya. Dia lantas bertanya.
"Siapakah mahluk jahat itu gerangan adanya?"
"Sang Kebenaran tidak memberitahu. Sang Kebenaran
hanya berpesan bahwa Resi Yang Mulia satu-satunya orang yang
bisa menumpas mahluk jahat tersebut dan menyelamatkan
manusia dari kejahatan keji. Karena kalau dia berhasil
mendapatkan ilmu kesaktian Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib maka
sebagian dunia ini akan tenggelam dalam kejahatan yang
dilakukannya. Selain itu Sang Kebenaran juga berpesan. Petunjuk
lebih jauh bisa di dapat jika Resi Yang Mulia melakukan samadi
mulai pertengahan malam besok dan meletakkan Pedang Bulan
Sabit di atas pangkuan Yang Mulia."
Resi Khandawa Abitar menarik nafas panjang berulang kali.
"Aku tidak pernah membayangkan akan mengalami kejadian
seperti ini. Aku tunduk kepada Para Dewa. Aku wajib
melaksanakan apa yang menjadi pesan Para Dewa, termasuk
Sang Kebenaran, siapapun dia adanya."
Resi Khandawa Abitar ulurkan dua tangan, menyambut
Pedang Bulan Sabit yang diangsurkan manusia katai kearahnya.
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
7 NYAWA TITIPAN Bastian Tito Hawa luar biasa sejuk mengalir dari dalam pedang sakti ke
tangan Resi Khandawa Abitar. Hawa ini terus menjalar memasuki
sekujur tubuhnya, mulai dari kepala sampai ke kaki.
"Dewa Maha Agung ... Dewa Maha Agung ..." ucap sang Resi
berulang kali. Tengah dia mengucap begitu rupa tiba-tiba ada
selarik cahaya putih menebar seperti tirai. Ketika cahaya itu sirna,
tujuh manusia katai tak ada lagi dalam ruangan.
"Dewa Maha Agung ...." Kata Resi Khandawa Abitar sambil
membungkuk berulang kali.
*** Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
8 NYAWA TITIPAN Bastian Tito D U A TENGAH malam keesokan harinya Resi Khandawa Abitar
sesuai pesan yang diterima dari Sang Kebenaran melalui tujuh
manusia katai mulai melakukan samadi. Pedang Bulan Sabit
diletakkan di atas pangkuan di alas dengan sehelai permadani
kecil berbunga-bunga merah dan hijau. Kalau malam sebelumnya
tak ada bintang tak ada rembulan maka malam ini begitu banyak
bintang gumintang bertabur indah di langit dan rembulan
berbentuk sabit ikut menghias menambah keelokan malam.
Memasuki dini hari, udara dalam goa yang tadinya dingin
kini mulai terasa hangat. Pedang Bulan Sabit di atas pangkuan
memancarkan cahaya lebih benderang. Pakaian selempang kain
biru Resi Khandawa lembab oleh keringat. Wajah dipenuhi butir-
butir keringat sementara alis, kumis dan berewoknya yang putih
seperti kapas berubah menjadi kaku. Resi ini berusaha mengatur
jalan nafasnya yang tiba-tiba tidak terkendali. Dadanya mulai
berdebar. Ada satu kekuatan dari luar yang berusaha memutus
samadinya. Saat itulah dari Pedang Bulan Sabit tiba-tiba
memancar keluar satu hawa sejuk, melindungi tubuh sang Resi
dari kekuatan jahat yang hendak mencelakakan. Begitu gangguan
lenyap, dalam samadinya Resi Khandawa Abitar melihat satu tabir
asap keluar dari lantai goa, naik ke atas membentuk dinding
putih. Di dinding putih kemudian muncul pemandangan di sebuah
ruangan batu di Goa Binaker. Resi Khandawa Abitar mengenali,
itu adalah ruangan rahasia dimana sebuah patung kuna bernama
patung Kamasutra pernah disimpan kemudian lenyap dicuri orang.
Dalam samadinya saat itu sang Resi melihat di ruangan itu
berdiri sosok Resi Kepala Mirpur Patel mengenakan pakaian
selempang kain putih tampak kusut. Sosoknya begitu nyata dan
ketika dia bicara suaranya begitu jelas.
"Resi Ketua, kalau begitu ucapan Resi Ketua berikan
kesempatan pada saya untuk menebus dosa."
Habis berucap Resi Mirpur Patel melompat ke arah tembok
ruangan sebelah kanan. Kepalanya dibenturkan dengan tembok
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
9 NYAWA TITIPAN Bastian Tito batu, mengeluarkan suara menggidikkan. Kepala itu rengkah.
Sosok sang Resi terkapar jatuh.
Wiro Sableng 157 Nyawa Titipan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tak selang berapa lama di dinding putih muncul kembali
perujudan Mirpur Patel tergeletak di lantai goa. Tiba-tiba dari
tubuh Resi Kepala keluar sesosok samar laki-laki berpakaian
hitam. Di tangan kanan orang ini memegang sebuah patung kecil
di batu berwarna abu-abu kehitaman. Patung memancarkan
cahaya merah. Sosok samar hitam berkelebat ke arah lobang di
atas atap goa dan lenyap. (Kisah ini dapat diikuti lebih jelas dalam
serial Wiro Sableng sebelumnya berjudul "Petaka Patung
Kamasutra").
Apa yang terlihat di dinding putih dalam samadi Resi
Khandawa ternyata masih berkelanjutan. Kini muncul sebuah titik
kuning. Makin lama makin besar dan tambah bercahaya,
menyerupai sebuah kepingan logam. Begitu kepingan logam
kuning ini berubah sebesar jari kelingking tiba-tiba Pedang Bulan
Sabit yang ada di pangkuan Resi Khandawa bergerak keluar dari
sarungnya. Senjata sakti mandraguna ini melayang ke atas,
bergerak ke arah dinding putih dan menusuk kepingan logam
kuning. Kepingan logam nampak berubah seperti bara api. Di
kejauhan saat itu juga terdengar raungan manusia. Kepingan
logam kembali ke warna aslinya, melesat ke udara lalu ada satu
tangan gadis jelita menjangkau kepingan logam kuning itu dan
memasukkannya ke balik pakaian biru yang dikenakannya.
Pedang Bulan Sabit melayang turun dari dinding putih lalu masuk
kembali ke dalam sarungnya.
Dinding putih berubah lagi menjadi tabir asap, turun ke
bawah dan masuk lenyap di lantai ruangan. Tubuh Resi Khandawa
Abitar bergoncang keras. Lalu diam tak bergerak, seolah tak
bernafas. Hawa sejuk seperti tadi kembali keluar dari Pedang
Bulan Sabit yang ada di pangkuan masuk ke dalam tubuh Resi
Khandawa Abitar. Sekujur tubuhnya yang tegang berangsur
kendur. Rambut, alis serta janggutnya yang tadi kaku kini kembali
menjulai lembut. Perlahan-lahan Resi ini buka kedua matanya.
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
10 NYAWA TITIPAN Bastian Tito Lama dia memandang tak berkeslp ke dinding batu hitam di
hadapannya. Dia ingat kejadian lebih setahun silam. Suara hatinya
mulai membatin.
"Resi Mirpur Patel kau menipuku. Aku berlaku ayal hingga
bisa tertipu. Kau sesungguhnya tidak tewas bunuh diri
membenturkan kepala ke dinding batu Goa Binaker. Kau
pergunakan ilmu Sembunyi Dalam Lorong Roh untuk
menyesatkan pandangan mata. Kau mempergunakan ilmu
kesaktian Masuk Ke Dalam Alam Roh Melalui Jazad Kentara yang
aku tahu hanya ada di dalam kitab ajaran orang-orang sesat. Ilmu
itu kau pergunakan untuk mencuri Patung Kamasutra, memasuk
menyembunyikannya dalam tubuhmu. Lalu kau mengirim
seseorang secara gaib untuk mengambil patung itu dari dalam
tubuhmu. Setelah itu kau kabur melenyapkan diri dari dalam Goa
Binaker. Apa maksud tujuan perbuatanmu" Menebar kejahatan
keji seperti yang dikatakan manusia katai utusan Sang Kebenaran
demi untuk mendapatkan ilmu kesaktian dahsyat yang bakal kau
sedot dari tubuh pemuda yang kau perbudak" Aku tiba-tiba saja
ingat satu hal. Ketika kau tergeletak di lantai Goa Binaker, tongkat
emasmu tidak terlihat. Berarti kau telah memasukkan dan
menyembunyikan di dalam tubuhmu. Kepingan logam kuning
yang aku lihat di dalam samadi bukankah itu gompalan tongkat
saktimu yang terbuat dari emas?"
Resi Khandawa Abitar menarik nafas panjang lalu suara
batinnya kembali bicara. "Pedang Bulan Sabit menusuk kepingan
logam kuning. Agaknya ini merupakan satu pasan aku harus
melakukan hai itu. Gadis berbaju biru. Aku harus menemuimu
karena aku perlu bantuanmu. Kau memiliki logam kuning itu.
Walau ujudmu seperti manusia biasa namun aku punya firasat
kalau dirimu adalah mahluk dari alam gaib. Namun aku tidak mau
kesalahan tangan. Aku terpaksa melakukan sesuatu. Mudah-
mudahan aku tidak akan menyakiti dirimu."
Dengan hati-hati Resi Khandawa Abitar lipat permadani kecil
untuk membungkus Pedang Bulan Sabit lalu menaruhnya dalam
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
11 NYAWA TITIPAN Bastian Tito sebuah cegukan batu di dinding kamar tidur, sebuah ruangan
batu di sebelah ruangan samadi.
Menjelang fajar menyingsing dia kembali ke ruang semadi
membawa dua buah benda. Benda pertama adalah sebuah
pendupaan berisi puluhan batu kecil seujung ibu jari. Benda kedua
sebuah tongkat berlekuk terbuat dari batu biru. Pendupaan
diletakkan di lantai batu. Lalu ujung tongkat didekatkan ke mulut
dan ditiup satu kali. Ujung tongkat kemudian dimasukkan ke
dalam pendupaan. Satu cahaya biru bergemerlap.
"Wusss!"
Kejap itu juga puluhan batu di dalam pendupaan burubah
menjadi bara api menyala! Tongkat ditarik sedikit lalu diletakkan
di bibir pendupaan. Bau harum setanggi serta merta memenuhi
ruangan. Setelah menaruh tongkat batu biru berkeluk dilantai batu di
samping kanannya Resi Khandawa Abitar mulai malakukan
samadi. Biasanya satiap bersamadi dua tangan sang Rasi
diletakkan di atas dua paha atau dua telapak tangan ditempelkan
di dada. Namun sekali ini dua tangan diulur ke depan setinggi
dada dengan telapak terbuka menghadap ke atas.
Tidak sampai sepenghisapan rokok dua tangan sang Resi
tampak bergetar. Tangan kanan perlahan-lahan naik sedikit ke
atas. "Kraakk !"
Terdengar suara patahan benda keras. Tak selang berapa
lama sebuah benda kuning entah dari mana datangnya melayang
jatuh ke atas telapak tangan kanan Resi Khandawa Abitar. Untuk
beberapa lamanya tangan itu bergetar dan terbungkus cahaya
kuning. Sang Resi hentikan samadi. Langsung memperhatikan
telapak tangan kanan. Benda yang ada, di atas telapak tangan Itu
ternyata patahan dari satu keping gompalan emas.
Resi Khandawa lepas nafas lega.
"Aku melihat lebih nyata. Kepingan ini memang berasal dari
tongkat sakti milik Resi Mirpur Patel. Pertanda dia memang tidak
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
12 NYAWA TITIPAN Bastian Tito tewas bunuh diri. Dia berkeliaran di dunia sana. Gadis alam gaib,
aku harus segera menemuimu."
Resi Khandawa letakkan ujung tongkat biru di atas
pendupaan. Serta merta bara api menyala di dalam pendupaan
padam, kembali ke bentuk semula, batu-batu sebesar ujung kuku.
Dengan menenteng tongkat biru Resi Khandawa melangkah ke
dinding batu sebelah kiri. Ujung tongkat diketukkan ke salah satu
bagian dinding. Salah satu bagian batu membuka membentuk
pintu. Di luar pintu sepuluh Resi berpakaian putih membungkuk
hormat begitu Resi Ketua Khandawa Abitar lewat di depan
mereka. Sebelum pergi Resi Ketua ini berkata pada mereka.
"Jaga tempat ini baik-baik. Jangan boleh siapapun masuk ke
dalam goa. Jika terjadi apa-apa cepat beri tahu aku melalui Genta
Bumi Langit."
Genta Bumi Langit adalah sebuah lonceng sakti besar tapi
sangat tipis terbuat dari emas murni yang disimpan di sebuah
lorong rahasia. Bila genta ini ditalu maka suaranya akan sampai
ke telinga orang yang dituju sekalipun dia berada sangat jauh.
Sepuluh Resi membungkuk sambil merapal doa. Pintu batu
kembali menutup.
DI luar goa fajar belum menyingsing. Gurun pasir Thar
masih diselimuti kegelapan. Resi Khandawa Abitar acungkan
tongkat biru ke udara. Saat itu juga tubuhnya terangkat ke atas
lalu melesat laksana terbang ke arah timur. Di tangan kiri dia
memegang patahan kepingan emas yang tadi didapatnya secara
gaib. Benda ini menjadi kemudi ke arah mana dia harus menuju.
*** DI Gurun Pasir Tengger, satu tempat yang sangat jauh dari
Gurun Pasir Thar, Purnama yang tengah berusaha menyelamatkan diri agar tidak disapu topan. Gadis dari alam gaib
Latanahsilam ini sengaja mengeluarkan rohnya dan tubuh kasar.
Sementara dia berada di alam roh sosok kasarnya masih terbaring
di pedataran pasir. Selagi dia merasa aman tiba-tiba gadis ini
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
13 NYAWA TITIPAN Bastian Tito menyaksikan dan mendengar gompalan tongkat mahluk tanpa
wajah yang disimpannya di balik pakaian berderak patah menjadi
dua potong. Potongan pertama tetap berada di balik pakaian biru
sementara potongan kedua dengan kecepatan luar biasa melesat
ke udara. Melayang bercahaya ke jurusan barat hingga akhirnya
lenyap dari pemandangan.
"Apa yang terjadi?" pikir Purnama. "Siapa yang mematah
dan membawa lari potongan gompalan tongkat emas itu"! Aku
harus segera kembali masuk ke dalam jazadku."
*** TAK SELANG berapa lama setelah kepergian Resi Khandawa
Abitar, bersamaan dengan menyembulnya mentari di ufuk timur,
satu bayangan putih berkelebat masuk ke dalam lorong batu di
perut Gurun Thar disertai barkiblatnya satu cahaya kuning.
Sepuluh Resi berselempang kain putih yang menjaga
ruangan batu kediaman Resi Khandawa Abitar melongak kaget
ketika melihat siapa yang berdiri di depan mereka.
"Resi Kepala Mirpur Patel..." Sepuluh Resi menyebut nama.
Menatap dengan pandangan mata setengah takut setengah tak
percaya. Orang yang dipanggil Resi Kepala Mirpur Patel. Kakek
berjanggut, berkumis dan berambut putih balik memandang
mendelik. Sambil membolang baling tongkat emas di tangan
kanan hingga menimbulkan cahaya berkilauan dan menggetarkan
seantero lorong batu, dia membentak.
"Kalian melihat diriku seolah aku ini setan! Mangapa tidak
memberi salam dan hormat"!"
Sepuluh Resi segera membungkuk. Gerakan mereka
menghormat tampak kaku. Setelah meluruskan badan salah
seorang dari mereka memberanikan diri berkata.
"Resi Kepala mohon maafmu. Bukankah.... bukankah kau
sebenarnya telah meninggal dunia dalam peristiwa di Goa
Binaker lewat satu tahun silam?"
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
14 NYAWA TITIPAN Bastian Tito T I G A SEPASANG mata Resi Kepala berkilat-kilat, mendelik
bertambah besar. "Kau yang bicara!" ucapnya manyentak sambil
menunjuk tepat-tepat dengan ujung tongkat kuning ke hidung
arah Resi yang barusan bicara. "Apakah kau merasa lebih kuasa
dan lebih tahu dari Para Dewa"! Dewa belum memanggilku!
Bagaimana kau beraninya mengatakan diriku telah meninggal?"
Resi yang dituding dengan ujung tongkat tampak pucat.
Sembilan Resi lainnya tak satupun yang berani membuka mulut.
Mereka berdiam diri sambil tundukkan kepala.
"Kalau aku memang meninggal di Goa Binaker! Apa
jenazahku pernah ditemukan di goa itu"!" Resi Kepala bertanya
dengan suara membentak.
"Resi Kepala," Resi yang tadi bicara cepat-cepat jatuhkan
diri. "Jenazah Resi memang tidak pernah ditemukan di Goa
Binaker. Itu pertanda bahwa sebenarnya Resi Kepala memang
masih hidup seperti layaknya saat ini. Mohon maafmu kalau saya
tadi sudah ketelepasan bicara. Saya menyesal dan mohon
maafmu..."
Resi pengawal yang berdiri di samping temannya yang
barusan dibentak agak takut-takut memberi tahu.
"Kalau Resi Kepala ingin bertemu Resi Ketua, maka kami
memberi tahu Resi Ketua tak ada di dalam gua. Beliau pergi sejak
dini hari tadi."
"Aku sudah tahu. " jawab kakek berselempang kain putih
yang adalah Mirpur Patel sang Resi Kepala yang barusan saja
dilihat Resi Khandawa Abitar dalam samadinya. Resi Kepala
melangkah mundar-mandir dihadapan sepuluh Resi pengawal lalu
berhenti dan berkata. "Justru kedatanganku adalah membawa
memberi kabar buruk. Ketahuilah, Resi Ketua Khandawa Abitar
telah mati terbunuh oleh satu kekuatan dashyat alam gaib. Aku
terlambat menolong. Bahkan jenazahnya tak berhasil aku
temukan. Kalau tidak menguap dalam alam gaib pasti masuk
lenyap ke dalam bumi atau ditelan gelombang samudera..."
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
15 NYAWA TITIPAN Bastian Tito Sepuluh Resi keluarkan saruan tertahan sambil menyebut
nama Resi Khandawa Abitar berulang kail. Ada yang merapal doa,
ada yang keluarkan suara seperti mau menangis.
"Kalau Resi Ketua memang sudah menemui ajal, dimanapun
jenazahnya kami akan berusaha mencari." Seorang Resi pengawal
berkata. "Jangan berlaku tolol ! Aku saja tidak mampu mengetahui
dimana beradanya jenazah Resi Ketua!" Kata Resi Mirpur Patel
dengan mata didelikkan.
Resi lain Ikut bicara. "Bagaimana mungkin bisa terjadi. Para
Dewa pasti melindungi Resi Ketua..."
"Ajal manusia hanya Para Dewa yang tahu dan punya
Wiro Sableng 157 Nyawa Titipan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kuasa. Aku tengah melakukan penyelidikan. Sementara itu,
sampai ada keputusan sidang Resi Sepuluh Ketua akulah yang
menjadi pimpinan di tempat ini. Sampaikan itu pada semua Resi
yang ada di sini. Katakan bahwa mereka termasuk kalian harus
patuh pada apa yang aku katakan. Siapa berani membangkang
akan aku usir dari tempat ini. Biar jadi Resi gelandangan di Gurun
Pasir Thar sana! Kalian mendengar apa yang aku katakan?"
Sepuluh Resi membungkuk. Namun salah seorang diantara
mereka memberanikan diri berkata.
"Resi Kepala, Resi Ketua sebelum pergi berpesan pada kami.
Jika terjadi sesuatu maka kami harus menghubunginya melalui
Genta Bumi Langit."
"Resi aku menegurmu dengan keras!" Resi Kepala
membentak dengan mata menyala. "Apa kau tuli"! Tadi sudah
kukatakan bahwa Resi Ketua telah tewas. Kau ingin menghina
arwahnya dengan menghubungi dirinya melalui Genta Bumi
Langit" Bukankah lebih baik kau dan puluhan Resi lain yang ada di
tempat ini segera saja memanjatkan doa ke hadapan Para Dewa
demi ketenangan roh Resi Ketua di alam baka"!"
Sepuluh Resi membungkuk dalam-dalam tak ada satupun
yang bicara. Dari balik pakaiannya Resi Kepala Mirpur Patel
keluarkan satu kantong kain putih. Dia lalu melangkah pulang
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
16 NYAWA TITIPAN Bastian Tito balik di depan pintu lorong sambil menaburkan sejenis bubuk
putih dari dalam kantong. Bubuk ini menebar bau harum kembang
melati. Begitu menyentuh lantai batu bubuk putih berubah jadi
asap dan menebar ke seluruh ruangan hingga akhirnya lenyap
dari pemandangan.
Setelah menyimpan kantong putih Resi Kepala Mirpur Patel
berkata. "Aku akan segera meninggalkan tempat ini. Aku
melarang siapapun masuk ke dalam tempat kediaman mendiang
Resi Khandawa Abitar. "Apa kalian mendengar perintahku"!"
"Kami mendengar Resi Kepala." Jawab sepuluh Resi hampir
berbarengan. Hanya sesaat setelah Resi Kepala Mirpur Patel tinggalkan
tempat itu salah seorang Resi mengajak teman-temannya bicara.
"Bubuk putih yang ditebar Resi Kepala tadi bukankah itu
Bubuk Penyesat Mata dan Rasa?"
"Aku tahu," Jawab temannya. "Tadipun aku sudah
menduga." "Berarti sebenarnya Resi Ketua Khandawa Abitar masih
hidup. Tidak tewas seperti yang dikatakan Resi Kepala Tadi."
"Betul." Beberapa orang Resi keluarkan ucapan yang sama
hampir berbarangan.
"Resi Kepala sengaja menebar bubuk Penyesat Mata Dan
Rasa untuk menangkal agar Resi Ketua tidak bisa kembali ke
tempat ini."
"Ada sesuatu yang tidak beres. Para Resi sekalian, kalian
tunggu di sini..." Berkata Resi Kandila.
"Resi Kandila, kau mau kemana " Mau berbuat apa ?"
bertanya salah seorang Resi pada Resi yang barusan bicara.
"Aku akan masuk ke ruangan Genta Bumi Langit. Aku akan
menghubungi Resi Ketua melalui genta itu, sesuai pesan beliau."
"Kalau begitu aku Resi Mitkapul akan menemanimu."
Dua orang Resi yakni Resi Kandila dan Resi Mitkapuil
membuka pintu rahasia lalu masuk ke dalam lorong. Bangunan
batu di bawah perut Gurun Pasir Thar memiliki dua belas lorong.
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
17 NYAWA TITIPAN Bastian Tito Setiap lorong mempunyai beberapa ruangan tertentu. Tidak
semua lorong pintunya bisa dibuka oleh Resi pengawal. Antaranya
lorong menuju kediaman Resi Khandawa Abitar. Dua Resi masuk
ke dalam lorong Sebelas. Setelah menekan satu alat rahasia, dua
Resi tadi masuk ke dalam ruangan ke Dua. Begitu pintu terbuka
langsung berhadapan dengan tangga batu terdiri dari dua belas
undakan. Di sebelah atas tangga terdapat satu ruang batu empat
persegi. Di atap ruangan ini tergantung sebuah lonceng besar
terbuat dari emas. Anak lonceng tergantung pada ujung rantai
yang juga terbuat dari emas murni.
Resi Kandila yang menaiki tangga di sebelah depan sampai
lebih dulu ke ruang empat persegi. Resi Mitkapul mendampingi di
sebelah belakang. Keduanya membungkuk di hadapan lonceng
sakti. Setelah lebih dulu sama-sama merapal doa dan
membayangkan wajah Resi Khandawa Abitar, Resi Kandila ulurkan
tangan untuk memegang anak lonceng. Siap ditarik. Namun
sebelum hal Itu kesampaian tiba-tiba byaaarrr !
Satu larik sinar kuning berkiblat terang di ruangan itu.
"Bukk !"
Rasi Kandila tersungkur di lantai di bawah lonceng.
Kepalanya hancur. Tapi tak ada darah yang mengucur. Dia
langsung tewas tanpa keluarkan suara sedlkitpun !
Melihat apa yang terjadi Resi Mitkapul berteriak kaget.
Menyebut nama Dewa Agung dan berbalik. Namun belum sempat
melihat siapa adanya orang yang barusan membunuh temannya
Resi satu ini juga sama menerima nasib malang. Sebuah benda
memancarkan cahaya kuning menghantam keningnya. Resi ini
terguling sampai di undakan tangga kesepuluh dengan kepala
pecah ! Tak ada darah yang keluar !
DI SATU tempat di gurun pasir Tengger, sementara topan
dahsyat masih terus menderu. Pumama gadis alam gaib dari
negeri Latanahsilam yang sudah merasa aman siap-siap keluar
dari alam roh,masuk kembali ke ujud kasarnya yang masih
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
18 NYAWA TITIPAN Bastian Tito tergeletak di tanah gurun. Seperti yang diceritakan dalam episode
sebelumnya (Topan Di Gurun Tengger) ketika terjebak dalam
badai yang menerbangkan jutaan butir pasir dan bisa membuat
tubuh berubah jadi saringan gadis ini mendapat serangan gelap
dari mahluk gaib yang diperkirakannya adalah mahluk jahat tanpa
wajah. Dengan memancing musuh tak terlihat itu dengan
gompalan tongkat emas Purnama berhasil selamatkan diri.
Selagi si gadis bersiap-siap untuk pindah dari alam roh dan
masuk kembali ke dalam jazadnya yang masih terbaring di atas
gurun pasir dekat lobang besar bekas hantaman mahluk tanpa
wajah, tiba-tiba dari arah timur tampak satu sinar biru yang
begitu luar biasa hingga mampu menembus ketebalan topan
pasir. Sinar ini bergerak luar biasa cepat dan dalam waktu singkat
telah berada sekitar dua ratus tombak di atas gurun pasir Tengger
dimana Purnama saat itu berada. Si gadis batalkan niat untuk
masuk ke dalam jazadnya.
Di langit memercik ratusan bunga api disertai suara gelegar
berkepanjangan ketika sinar biru menembus terpaan gelombang
topan. Daya tembus sinar biru agak tersendat sewaktu dari arah
barat tiba-tiba berkiblat cahaya kuning, coba membabat putus
sinar biru. Agaknya kekuatan dibalik sinar biru lebih hebat dari
sinar kuning yang coba memusnahkannya.
Didahului satu dentuman dahsyat laksana guntur menggelegar, sinar kuning tercabik-cabik di udara. Tiupan topan
ikut terpental kian kemari. Sinar kuning akhirnya sirna namun
topan masih terus menderu walau kini tidak sedahsyat
sebelumnya. Dalam keadaan seperti itu, laksana terbang dan
turun dari langit di arah timur tampak melayang sosok seorang
kakek bertubuh tinggi besar mengenakan pakaian selempang kain
biru dengan kepala dan wajah dihias rambut putih dan Janggut
panjang serta kumis menjulai putih seperti kapas. Dua Jengkal di
depan tubuh orang tua ini yang bukan lain Rasi Khandawa Abitar
adanya berputar sebuah tongkat biru berkeluk yang bukan saja
memancarkan cahaya biru benderang tapi sekaligus melindungi
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
19 NYAWA TITIPAN Bastian Tito dirinya serta membendung keganasan topan dahsyat yang
melanda Gurun Pasir Tengger.
Di satu tempat Resi Khandawa berhenti melayang.
Tubuhnya mengapung di udara. Sungguh luar biasa ilmu
meringankan tubuh yang dimilikinya.
"Topan buatan ! Sang pembuat sudah melarikan diri. Hawa
sakti kebenaran telah menguasai tempat ini. Mengapa masih
menunjukkan digjaya sia-sia " Kombali ke tempat asalmu !"
Resi Khandawa Abitar berucap. Suaranya tidak mombentak
tapi perlahan saja. Mulutnya kemudian komat kamit merapal
mantera. Anehnya saat itu juga suara deru topan berubah
mengendur dan tebaran jutaan pasir gurun yang melayang di
udara sedikit demi sedikit luruh ke bawah dan bersatu kembali
dengan pedataran gurun tempat asal datangnya. Hanya selang
beberapa saat topan yang melanda Gurun Pasir Tengger lenyap
walau cuaca agak gelap masih belum surut.
"Tongkat sakti Kuntala Biru. Kau telah menjalankan tugasmu
dengan baik. Para Dewa di Swargaloka. Saya Resi Khandawa
Abitar berterima kasih atas Kuasa dan pertolonganMu. Mohon
perlindungan Para Dewa untuk tindak selanjutnya. ?
Habis keluarkan ucapan Resi Khandawa Abitar ulurkan
tangan kanan menangkap ujung berkeluk tongkat biru yang
masih berputar deras. Tangan manusia biasa yang punya
kepandaian dan ilmu, kesaktian yang tidak tinggi, salah-salah
menyentuh bisa terbabat putus oleh putaran tongkat.
Resi Khandawa Abitar gerakkan dua kaki. Tubuhnya kembali
melayang turun. Matanya yang bening tajam memandang ke
seantero pedataran pasir Gurun Tengger. Jauh di bawah sana dia
melihat beberapa orang berkaparan di gurun pasir.
Resi dari Gurun Pasir Thar ini memiliki ilmu kesaktian
bernama Mengulur Mata Menjerat Pandang. Dengan ilmu ini dia
bisa melihat benda di kejauhan menjadi dekat seolah berada di
depannya. Di arah kiri gurun pasir saat itu dia melihat seseorang
tengah berusaha berdiri. Begitu dia menerapkan Ilmu Mengulur
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
20 NYAWA TITIPAN Bastian Tito Mata Menjerat Pandang serta merta dia melihat orang itu adalah
pemuda berambut gondrong. Wajah bercelemong pasir. Rambut
dan pakaian Juga penuh ditempeli pasir. Si pemuda kibas-kibas
rambut gondrongnya dan tepuk-tepuk pakaian putih untuk
membersihkan pasir gurun yang menempel. Lalu dia mengusap
muka berulang kali.
Ketika sang Resi memperhatikan bagian tubuh antara dada
dan perut pemuda ini, empat kelopak matanya terasa bergetar.
Jantung berdetak lebih kencang dan darah mengalir lebih cepat.
Resi ini terkesima.
*** Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
21 NYAWA TITIPAN Bastian Tito E M P A T AKU melihat cahaya putih aneh di tubuh sebelah depan
pemuda berambut gondrong Itu. Hemmm... " Sang Resi
bergumam. "Dia menyimpan satu senjata sakti mandraguna di
dekat relung jantung dan hati di dalam tubuhnya. Luar biasa!
Kalau kekuatan tongkat Kuntala Biru masuk ke dalam tubuhnya,
bergabung dengan kekuatan senjata yang dimilikinya, langit bisa
diruntuhkan, samudera bisa dibendung. Tujuh Tonggak Kekuasaan, Keadilan dan Kebenaran bisa dikuasainya. Pemuda itu
siapa dia gerangan. Sebelum kembali ke Gurun Thar aku perlu
menemui dirinya. Sekarang aku harus mencari gadis berbaju biru
yang aku lihat dalam samadiku..."
Sementara tubuhnya terus melayang turun Resi Khandawa
Abitar tukikkan pandangan ke bawah. Mendadak di arah depan
dia melihat satu pemandangan yang membuat wajah tuanya yang
klimis bersemu merah namun kemudian tertawa geli sendirian.
Gerangan apa yang telah dilihat dan membuat Resi sakti dari
India ini sampai tertawa demikian rupa"
Seperti diceritakan sebelumnya ketika topan prahara
membadai di Gurun Pasir Tengger, Naga Kuning telah merubah
diri ke dalam ujud aslinya yakni seorang kakek sakti bernama Kiai
Paus Samudera Biru. Sambil menindih tubuh Gondoruwo Patah
Hati kakek ini berusaha merayu kekasihnya itu. Dia berbisik ke
telinga si nenek.
"Intan, lama sekali aku menginginkan kita berdua-dua
seperti Ini. Sekarang baru ada kesempatan..."
"Ihhh!" Gondoruwo Patah Hati terpekik. "Tua bangka
kurang ajar! Lekas turun! Kalau tidak...."
"Nek, tidakkah kau ingin merubah dirimu menjadi Intan Ning
Lestari agar kita bisa bermesraan lebih mantap" Apa kau tega
membiarkan diriku seperti ini?"
Si nenek agak tergagap. Tapi kemudian membentak
memaki. Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
22 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Kiai edan! Jangan-jangan kau sudah kemasukan roh jahat
Cakra Mentari!" Si nenek susupkan tangan kirinya ke balik jubah si
kakek. Kiai Paus Samudera Biru mesem-mesem menikmati
sentuhan tangan yang menjalar itu. Ah, ini yang diharapkan. Dia
Wiro Sableng 157 Nyawa Titipan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menunggu usapan terakhir di bagian bawah perutnya di tempat
yang tak bisa dibayangkan!
Namun mendadak sang Kiai menjerit keras. Bukan
mendapat usapan, bukan pula merasa kenikmatan tapi kantong
menyan perabotannya amblas dipencet si nenek. Sosok si kakek
langsung melintir dan terguling ke tanah. Dua kaki melejang-
lejang, mulut mengerang dan muka meringis menahan sakit.
"Rasakan! Makan pencarianmu!" Maki Gondoruwo Patah
Hati lalu tertawa cekikikan. Namun nenek ini kemudian hentikan
tawa dan unjukkan muka kawatir. Sebabnya sosok Kiai Paus
Samudera Biru kini tergeletak di pasir tidak bergerak tidak
bersuara! Ketika dia memperhatikan muka si kakek kelihatan
sepasang mata yang terbuka mendelik tak berkesip!
"Astaga! Jangan-jangan..." Si nenek ketakutan lalu jatuhkan
diri dan peluk tubuh si kakek. Dia usap kepala sambil ciumi wajah
Kiai Paus Samudera Biru berulang kali. "Gunung, apakah tadi aku
terlalu keras memencet anumu?" Gunung adalah nama asli Naga
Kuning. Si kakek tidak dapat menahan tawanya lagi. Sosoknya
berubah menjadi Naga Kuning kembali. Sambil merangkul
punggung dengan kedua tangan serta menggelungkan dua kaki di
pinggul si nenek bocah berambut jabrik ini tertawa terpingkal-
pingkal. "Anak kurang ajar!" Gondoruwo Patah Hati mendamprat lalu
berguling menjauh sambil terus memaki panjang pendek.
Semua apa yang terjadi itulah yang telah disaksikan oleh
Resi Khandawa Abitar dari atas gurun pasir dan membuat dia
tertawa geli. "Hidup di muka bumi di luar alamku ternyata banyak
keluguan dan kelucuan. Para Dewa sungguh adil. Membagi
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
23 NYAWA TITIPAN Bastian Tito kebahagiaan pada ummat manusia. Dalam susah maupun
senang..."
Sang Resi kemudian memperhatikan ke beberapa jurusan
lain sambil tangan kiri yang memegang patahan gompalan
tongkat emas di acungkan di depan dada.
Agak jauh di sebetah selatan Rasi Khandawa Abitar melihat
satu bangunan. Dari bentuknya dia tahu kalau bangunan itu
adalah sebuah Kuil Hindu. Kembali dia mengerahkan Ilmu
Mengulur Mata Menjerat Pandang. Bangunan kuil yang tadinya
kecil berubah jadi besar. Begitu melihat Kuil yang masih berada
dalam keadaan utuh tanpa kerusakan sedikitpun sang Resi segera
rundukkan kepala memanjatkan doa dan puji-pujian.
"Dewa Pelindung Agung.Topan badai begitu besar namun
kerusakan tidak sampai menyentuh Kuil suci itu. BerkahMu sangat
besar wahai Para Dewa di Swargaloka. Terima kasih Dewa.
Terima kasih...."
Masih dalam menerapkan ilmu kesaktiannya, tidak jauh dari
bangunan Kuil tampak seorang tua berselempang kain putih,
melangkah terseok-seok menuju Kuil. Pakaian putih dan sekujur
tubuhnya kotor penuh debu dan pasir gurun. Beberapa bagian
lengan dan bahu dalam keadaan luka akibat ditembus pasir.
Orang tua yang dilihat Resi Khandawa Abitar ini adalah Resi
Jantika Lamantara yang dengan susah payah berusaha mencapai
Kuil. Walau dua kaki goyah, sekujur tubuh sakit bukan kepalang
namun melihat keadaan Kuil yang masih utuh memberi semangat
padanya untuk meneruskan langkah. Sambil berjalan mulutnya
tiada henti mengucap doa puji syukur. Pada saat Resi Khandawa
Abitar akhirnya menjejakkan dua kaki di Gurun PasirTengger
sudut mata sang Resi tiba-tiba menangkap kilatan cahaya di arah
kiri. Ketika berpaling ke kanan, di kejauhan dia melihat seorang
gadis cantik memegang sebuah cermin bulat lengah berusaha
bangkit berdiri.
"Bukan gadis yang kucari..." ucap Resi Khandawa Abitar.
"Gadis berjubah kelabu, seperti tiga orang tadi agaknya dia juga
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
24 NYAWA TITIPAN Bastian Tito bukan orang sambarangan. Cermin bulat di tangannya pasti
sebuah senjata sakti. Aku melihat cahaya biru di balik dadanya.
Heran, bagaimana banyak orang berkepandaian tinggi bertebaran
di gurun pasir yang baru dilanda topan ini" Apakah mereka semua
punya sangkut paut dengan kejahatan Resi Mirpur Patel" Agaknya
aku bakal mendapat banyak sahabat di negeri ini."
Sambil terus berpikir-pikir Resi Khandawa Abitar memandang berkeliling sampai pandangannya membentur satu
sosok berpakaian biru, berambut panjang lepas riap-riapan tertiup
angin, terbaring menelungkup. Dada sang Resi berdebar.
"Ada cahaya kuning bersinar di bagian bawah tubuhnya
yang menelungkup. Aku harus melihat wajah perempuan ini..."
Resi Khandawa kembali kerahkan Ilmu Mengulur Mata Menjerat
Pandang. Begitu sosok orang menjadi besar dan sewaktu dia
melihat sebagian wajah yang tertelungkup darahnya berdesir.
"Walau wajahnya cuma terlihat sebagian tapi aku yakin ini
gadis yang kulihat dalam samadi. Benda bercahaya di bagian
bawah tubuhnya pasti potongan gompalan tongkat emas..."
Tidak menunggu lebih lama Resi Khandawa Abitar segera
melesat mendekati sosok tubuh yang tertelungkup di pasir.
"Aneh, topan sudah reda. Mengapa perempuan muda Ini masih
berbaring menelungkup" Apakah dia masih hidup. Jangan-jangan
telah tewas dilanda topan. Tapi tubuhnya terlihat utuh..."
Resi Khandawa maju lagi dua langkah, lebih mendekat.
Sambil pandangi sosok perempuan berpakaian biru di depannya
dia menarik nafas dan menghirup udara dalam-dalam. Tongkat
Kuntala Biru disapukan di punggung perempuan yang terbaring
menelungkup. Mendadak saja Resi ini tersurut satu langkah.
"Sosok perempuan ini dalam keadaan kosong. Berarti....."
Sang Resi memandang berkeliling. Dia tidak dapat melihat
tapi dia mampu merasakan. Maka segera saja dia keluarkan
ucapan. "Mahluk pandai dari alam roh, kau punya tubuh bagus dan
wajah cantik. Mengapa ditinggal disia-siakan?"
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
25 NYAWA TITIPAN Bastian Tito Roh Purnama yang ada di dekat situ yang tadi sebenarnya
memang hendak kembali masuk ke dalam jazadnya namun
membatalkan niat karena kedatangan sang Resi, kini setelah
mendengar ucapan Resi itu langsung saja dia masuk kembali ke
dalam tubuh kasarnya. Kejap itu pula dia bergerak bangkit,
berdiri dua langkah di hadapan sang Resi.
"Ah, kini aku melihat wajahmu dengan jelas. Kau memang
orang yang ada dalam samadiku. Terima kasih Dewa telah
mempertemukan aku denganmu." Resi Khandawa Abitar
melintangkan tongkat Kuntala Biru lalu membungkuk memberi
hormat pada gadis cantik hadapannya.
Purnama perhatikan orang tua di depannya sesaat lalu
berkata. "Orang tua, dari dandananmu saya tahu kau adalah
orang asing. Kau pandai bahasa negeri ini."
"Dewa memberi berkah padaku," jawab Resi Khandawa
Abitar. "Logat bicaramu seperti seorang yang pernah aku kenal.
Namanya Deewana Khan."
"Dewa Maha Besar!" Resi Khandawa Abitar mengucap
menyebut nama Dewa. "Kau kenal Deewana Khan. Aku akan
bertanya banyak tentang dirinya. Namun saat ini ada satu hal
penting yang harus didahulukan."
"Tunggu dulu," kata Purnama pula. "Ada satu mahluk tanpa
wajah yang juga punya logat bicara sepertimu. Orang tua apa
hubunganmu dengan mahluk itu" Kalian agaknya datang dari
negeri yang sama."
Resi Khandawa Abitar tersenyum. Setelah anggukkan kepala
beberapa kali dia berkata. "Kedatanganku kesini justru ada
sangkut pautnya dengan semua apa yang kau ketahui. Gadis
berbaju biru, izinkan aku memperkenalkan diri. Namaku
Khandawa Abitar. Aku Resi Ketua dari Gurun Thar di India. Kalau
aku boleh bertanya, siapakah namamu?"
"Purnama..."
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
26 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Dewa Maha Agung. Purnama. Bukankah itu juga berarti
rembulan" Nama yang sangat bagus. Sahabatku muda, apakah
kau mengenali benda ini?"
Resi Khandawa Abitar perlihatkan keping gompalan tongkat
emas yang sejak tadi digenggamnya.
"Kau mengenali benda ini?"
Purnama memperhatikan dan tampak terkejut. Dia meraba
ke balik baju biru yang dikenakannya. Resi Khandawa Abitar
berkata. "Kau sudah maklum. Kepingan emas ini adalah
gompalan dari tongkat milik mahiuk tanpa wajah...."
"Saya tidak mengerti. Kepingan itu ada pada saya. Beberapa
saat lalu patah secara aneh..."
"Aku yang mematahkan. Keluarkanlah bagian patahan yang
ada padamu..."
Purnama keluarkan patahan gompalan tongkat emas yang
dimilikinya. Resi Khandawa melangkah mendekat. Dia mengambil
patahan kepingan tongkat yang dipegang Purnama. Ketika dua
patahan gompalan tongkat emas saling ditempelkan satu sama
lain ternyata dua patahan bersambung menyatu sangat tepat.
"Aku benar-benar telah menemui gadis yang aku lihat dalam
semadiku. Dewa sungguh Agung. Purnama, aku akan melakukan
sesuatu. Harap kau tetap berdiri tenang di tempatmu..."
Selesai berucap Resi Khandawa letakkan dua keping
patahan gompalan tongkat di telapak tangan kiri. Lalu dia angkat
tongkat Kuntala Biru. Sambil merapal doa Resi ini kemudian
tekankan ujung tongkat sakti pada dua patahan gompalan
tongkat emas. Satu sinar biru yang amat terang membersit keluar
dari tongkat sakti.
"Wusss!"
Saat itu juga dua patahan gompalan tongkat emas
tunggelam dalam kobaran api berwarna biru. Satu kekuatan yang
tak kelihatan muncul secara aneh, melabrak Khandawa Abitar
hingga Resi dari Gurun Thar ini jatuh terduduk. Wajahnya tampak
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
27 NYAWA TITIPAN Bastian Tito merah. Purnama cepat mendatangi. Maksudnya hendak menolong
sang Resi berdiri. Namun Resi Khandawa Abitar cepat mencegah.
"Jangan sentuh!"
"Wusss"
*** Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
28 NYAWA TITIPAN Bastian Tito L I M A SATU kobaran api berwarna biru menggebubu ke udara
setinggi hampir dua tombak, membuat tubuh Resi Khandawa
Abitar lenyap tak kelihatan lagi. Purnama terpekik. Kalau dia tidak
cepat melompat mundur niscaya ikut tersulut api dahsyat Itu.
Di saat yang bersamaan di kejauhan di arah selatan
terdengar raungan manusia luar biasa keras hingga menggema
sampai di permukaan pedataran pasir.
Dari dalam kobaran api biru tiba-tiba terdengar suara Resi
Khandawa Abitar.
"Resi Mirpur Patel. Saatnya kau datang ke hadapanku untuk
meminta maaf dan meminta ampun pada Para Dewa atas semua
dosa kesalahan yang telah kau perbuat."
Di selatan kembali terdengar suara raungan namun kali ini
disertai suara ucapan bergumam yang tidak jelas.
Di dalam kobaran api biru terdengar lagi suara Resi
Khandawa Abitar. "Apa" Kau menolak datang. Sayang sekali.
Apakah kau sudah berpikir baik-baik Resi Mirpur Patel?"
Kembali menggelegar suara raungan dan ucapan bergumam
dari arah selatan. Lalu menyusul suara sang Resi yang masih
tenggelam dalam kobaran api biru setinggi dua tombak.
"Jika kau mau datang, aku berjanji meminta keringanan
hukuman pada Para Dewa Apa... " Ah, sayang sekali. Kau tetap
tak mau datang malah menantang tak takut mati. Resi Mirpur
Patel, nyawamu bukan di tanganku. Aku tidak punya kewenangan
untuk membunuhmu. Namun jika Para Dewa memberi kuasa
bagiku untuk melakukan sesuatu, aku masih tetap ingin kau minta
ampun dan bertobat atas semua kesalahanmu. Kita para Resi,
apakah tidak ingin melihat dunia ini dan semua ummat di
dalamnya hidup dalam bahagia ketenteraman?"
DI selatan menggelegar raungan dahsyat dan gumam aneh.
"Ah, sayang sekali. Benar-benar sayang sekali! Apa yang
terjadi dengan dirimu" Mengapa kau begitu keras kepala" Hanya
karena ingin mendapatkan ilmu sesat dari kitab palsu yang aku
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
29 NYAWA TITIPAN Bastian Tito mengira kau sendiri yang membuatnya" Sayang sekali! Kau tak
mau datang dengan ikhlas, aku terpaksa menyedotmu datang
kemari!" kata Resi Khandawa Abitar. Dia acungkan tongkat
Kuntala Biru ke depan setinggi dada. Lalu tongkat disentakkan
kebelakang. "Wuutttt!"
Terdengar suara bergemuruh disertai hawa aneh menarik
kuat sekali ke arah sang Resi. Purnama cepat-cepat jatuhkan diri
Wiro Sableng 157 Nyawa Titipan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ke gurun pasir lalu berguling menjauh. Selagi dia hendak
mencoba berdiri tiba-tiba blukk!
Satu sosok putih jatuh bergedebuk di atas pasir di depannya
lalu menggelundung dan berhenti tiga langkah di hadapan Resi
Khandawa Abitar. Sosok putih ini seorang tua berambut dan
berjanggut putih panjang dengan wajah licin rata tidak berupa.
Dalam kepitan tangan kiri ada sebuah tongkat emas besar
berbentuk bulat salah satu ujungnya.
"Mahluk tanpa wajah!" ucap Purnama setengah berseru.
"Wusss!"
Api biru setinggi dua tombak yang sejak tadi menyelubungi
Resi Khandawa Abitar tiba-tiba lenyap. Tak kurang suatu apa Resi
ini melangkah mendekati sosok orang tua tanpa wajah yang
masih tergeletak di pasir. Agaknya dia memang tak mampu
bergerak ataupun bicara. Dari mulutnya hanya keluar suara
desah meracau. Resi Khandawa sapukan tongkat sakti Kuntala Biru di wajah
licin pada arah letak mulut yang tidak kelihatan dari mahluk
tanpa wajah. "Resi Mirpur Patel, aku sudah membuka jalan suaramu.
Sekarang bicaralah."
Wajah licin tanpa mulut itu secara aneh mengeluarkan suara
parau menjawab.
"Resi Khandawa, kau lebih baik membunuhku saat Ini juga.
Aku tidak akan pemah mau bicara!"
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
30 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Begitu.. .?" Resi Khandawa tersenyum. "Memang tidak
sopan bicara kalau wajahmu tidak kelihatan."
Resi Khandawa Abitar kembali sapukan tongkat saktinya.
Kini ke kepala dan seluruh wajah Resi Mirpur Patel. Tiba-tiba tiga
cahaya berwana merah, biru dan hijau memancar terang dari
kepala Resi Mirpur Patel, menyambar ke arah Resi Khandawa
Abitar. Dengan cepat Resi ini melompat mundur seraya sapukan
tongkat Kuntala Biru.Tiga letusan keras menggeledek di tempat
itu. Resi Mirpur Patel mengerang keras. Tubuhnya melesak
masuk ke dalam tanah, setengah terkubur di dalam pasir! Masih
tidak punya kemampuan begerak. Tongkat emasnya menancap ke
dalam pasir sampai setengahnya. Pada saat itu kepalanya yang
tadi polos licin tanpa wajah kini berubah menunjukkan wajah
seorang kakek berambut, kumis dan janggut putih. Tampangnya
tampak angker memandang penuh geram pada Resi Khandawa
Abitar. Sepasang mata Resi Khandawa Abitar tatap sosok dan wajah
Resi Mirpur Patel tak berkesip. Dalam hati dia berkata. "Resi ini
agaknya sudah memiliki ilmu kesaktian jahat dari buku sesat.
Pukulan Tiga Cahaya Alam Gaib. Jika dia berhasil menyedot ilmu
yang di dapat pemuda yang jadi budaknya itu, kekuatan ilmu
pukulan bisa berubah dahsyat sepuluh kali lipat! Jangankan bumi,
Swargalokapun bisa tergoncang!"
"Resi Mirpur Patel, apakah kau masih tidak mau bicara?"
Dua pipi Resi Mirpur Patel menggembung, pelipisnya begerak-
gerak. Tiba-tiba dia meludah.
"Puuhhh!"
Dihina seperti itu Resi Khandawa Abitar hanya tersenyum.
"Hatimu sekeras batu di Gurun Thar. Perasaanmu sebeku
salju di puncak Pegunungan Vindhya dan pikiranmu seperti
terselubung lumut setebal lumut di dasar sungai Chambal. Resi
Mirpur Patel, aku akan memohon pengampunan bagi dirimu pada
Para Dewa di Swargaloka. Asal kau mau mengembalikan padaku
Patung Kamasutra yang kau curi di Goa Binaker."
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
31 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Patung itu tidak ada padaku."
"Kalau begitu kau pasti tahu dimana beradanya dan siapa
yang memegangnya."
"Tanyakan saja pada Para Dewa di Swargaloka," jawab
Mirpur Patel alias mahluk tanpa wajah dengan nada mengejek.
Mendengar ucapan Mirpur Patei itu marahlah Resi Khandawa
Abitar. Orang boleh menghina dirinya.Tapi jika orang berani
menghina Dewa di hadapannya maka dia akan turun tangan lebih
dulu! Resi yang biasa bicara lembut ini sekarang berucap dengan
suara keras dan bergetar menahan marah.
"Resi Mirpur Patel! Kau tahu tidak ada dosa paling besar
selain menghina dan mempermalukan Para Dewa! Aku tidak akan
membunuhmu. Tapi aku juga tidak akan membiarkan dirimu
hidup gentayangan seenaknya di muka bumi ini. Hukum harus
diberlakukan atas dirimu! Dewa memutuskan! Aku melaksanakan!"
"Resi pengecut! Jangan meminjam nama Dewa! Akui saja
kau tidak berani membunuhku!"
Sebagai jawab atas ucapan Resi Mirpur Patel, Resi
Khandawa Abitar tancapkan tongkat Kuntala Biru ke tanah. Dari
balik pakaian birunya dia keluarkan Pedang Bulan Sabit yang
didapatnya dari tujuh orang katai yang mengaku sebagai utusan
Sang Kebenaran. Perlahan-lahan dia pergunakan tangan kanan
untuk menarik gagang pedang. Meskipun saat itu matahari
bersinar cerah namun kilau cahaya putih terang dan indah dari
Pedang Bulan Sabit yang dicabut dari sarungnya tidak menjadi
redup. Sementara Resi Khandawa Abitar merapal doa di dalam hati,
sosok Resi Mirpur Patel alias mahluk tanpa wajah yang tergeletak
di tanah berusaha memusnahkan kekuatan yang membuat
sekujur tubuhnya kaku. Dia sadar sesuatu akan terjadi atas
dirinya. Karena itu dia harus bisa melarikan diri. Namun
jangankan membebaskan diri, begerak sedikitpun dia tidak bisa.
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
32 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Kurang ajar! Resi itu telah melumpuhkan sekujur auratku
dengan ilmu Seribu Titik Tanpa Daya" Resi Mirpur Patel
menyumpah geram.
"Khandawa Abitar! Aku bersumpah akan membunuhmu jika
kau melakukan sesuatu atas diriku!" Resi Mirpur Patel keluarkan
ancaman. Sepasang matanya tidak lepas dari memperhatikan senjata
di tangan Resi Khandawa Abitar. Resi Khandawa sendiri tidak
perdulikan ancaman orang. Sambil memegang Pedang Bulan Sabit
di tangan kanan dia melangkah mendekati Resi Mirpur Patel.
"Kau mau melakukan apa"!" teriak Mirpur Patel.
"Kebenaran harus ditegakkan. Hukum harus dilaksanakan.
Dewa menyampaikan pesan melalui Pedang Bulan Sabit ini!"
Selesai berucap Resi Khandawa Abitar tekankan ujung runcing
Pedang Bulan Sabit ke kening Resi Mirpur Patel. Gerakannya
perlahan saja, tidak sampai membuat kening Mirpur Patel terluka.
Satu kilatan cahaya putih melesat masuk menembus batok kapala
Resi Mirpur Patel, menjalar ke seluruh tubuhnya yang kemudian
terjengkang di tanah gurun. Bersamaan dengan itu terjadilah hal
aneh. Kegelapan mendadak menyungkup gurun pasir dimana
orang-orang itu berada. Ketika kegelapan lenyap dan udara
terang benderang kembali sekujur tubuh Resi Mirpur Patel yang
kurus jangkung tergelatak berubah menjadi sosok tanpa daging,
nyaris menyerupai jerangkong. Sosok itu mengepulkan asap luar
biasa panas hingga Purnama menjauh sampai lima langkah. Dari
mata, telinga, mulut dan hidung mengucur cairan hitam.
"Mirpur Patel. Darahmu hitam bukan merah. Pertanda Para
Dewa telah memperlihatkan kehitaman hatimu. Hari ini riwayatmu
telah tamat. Sekarang pergilah untuk selama-lamanya dari muka
bumi ini."
Resi Mirpur Patel keluarkan suara menggembor keras.
Cairan hitam bermuncratan dari mulut, mata, hidung dan telinga.
Begitu suara menggembor putus, dari mulutnya keluar jeritan
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
33 NYAWA TITIPAN Bastian Tito keras berkepanjangan. Resi Mirpur Patel yang dalam keadaan
hidup tidak matipun tidak merasa sekujur tubuhnya dilanda panas
luar biasa. "Rasi jahanam Itu tidak membunuhku! Dia mau menyiksa
diriku dengan hawa panas memanggang seumur hidup! Dari
mana dia dapatkan ilmu itu" Dari pedang celaka berbentuk bulan
sabit Ku" Kurang ajar !. Dari mana dia dapatkan pedang keparat
itu?" Resi Mirpur Patel menyumpah habis-habisan. Lalu dia
merapal segala macam mantera untuk menolak dan memusnahkan hawa panas dalam tubuhnya. Namun sia-sia saja.
Resi Khandawa Abitar masukkan Pedang Bulan Sabit ke
dalam sarung. Pedang sakti dipegang dengan tangan kanan. Lalu
dengan tangan kiri dia cabut tongkat Kuntala Biru dari tanah
gurun. Tongkat disapukan ke arah Resi Mirpur Patel.
"Dessl Dess! Desss!"
Tubuh Resi Mirpur Patel keluarkan letupan sampai tiga kali
Resi Khandawa Abitar berucap setengah membentak seraya kaki
kanan dihentakkan ke tanah gurun.
"Pergilah!"
Pedataran Pasir Gurun Tengger bergetar oleh hentakan kaki
Resi Khandawa Abitar. Resi Mirpur Patel maklum apa yang akan
terjadi. Dia berusaha meronta dan menerjang. Namun tak mampu
bergerak. "Resi Khandawa Abitar! Aku tidak akan mati! Tidak pernah!
Aku akan tetap hidup sejuta tahun! Aku akan membalas semua
perbuatanmu ini !"
"Resi Mirpur Patel. Kau tidak punya daya, tidak punya
kekuatan. Saatnya kau pergi." Resi Khandawa Abitar goyang dan
putar ujung tongkat biru lalu disentakkan ke atas. Saat itu juga
tubuh Resi Mirpur Patel yang setengah terpendam di tanah
berpasir melesat ke udara, lenyap seolah menembus langit.
Setelah sosoknya hilang dari pemandangan suara jeritannya
masih terdengar mengumandang. Resi Khandawa Abitar tarik
nafas panjang dan dalam lalu bekata.
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Rahasia Kampung Setan 2 Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo Suramnya Bayang Bayang 25
NYAWA TITIPAN Bastian Tito EPI P SODE 15 1 7 DITU T L U IS S K EM E BA B L A I IU N U TU T K U PE P C E I C N I TA T A S E S R E I R AL A WIRO R SA S B A L B EN E G PE P N E DEK E AR A R K AP A A P K A MAU A T U T N AG A A A GEN E I 2 12 1 Source book scanned : Syauqy_arr
Cover Scanned : Kelapalima
E-book & Layout : Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
1 NYAWA TITIPAN Bastian Tito NY N AWA W TI T T I IP I AN Tib i a b -tiba satu be
b nd n a putih i me m le l sat di udara r . Cakr k a r a Me M nt n ari r yang n teng n ah me m ng n ena n ka k n paka k ia i n dan be b rs r ia i p-sia i p p ting n galk l a k n tempat it i u be b rt r eri r a i k ka k get. Sa S at t it i u ju j g u a tubu b h h pemu m da yang n ma m sih i be b rt r ela l nj n a j ng n bu b la l t it i u be b rg r etar he h ba b t ole l h satu ha h wa pana n s yang n sepert r i he h nd n ak mele l le l hka k n tub u u b hn h y n a a mu m la l i id ari r b a b tok k e k pala l s ampai ike k t ela l pak k k a k ki k .i Lu L ar bi b a i sany n a Cakr k a r a Me M nt n ari i me m nd n eng n ar r satu suara r a be b ru r ca c p d ari r d ala l m m t ubu b hny n a s end n ir i i! i "An A a n k ma m nu n sia i be b rna n ma m Cakr k a r Me M nt n ari r ! Aku k me m nit i ip i ka k n n ny n awa w ku k d i d ala l m m t ubuhm h u m !" ! Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
2 NYAWA TITIPAN Bastian Tito S A T U MALAM HARI. Gurun pasir Thar di barat laut daratan India di
selimuti kegelapan dan kesunyian. Tak ada rembulan tak tampak
bintang. Bahkan tiupan angin gurun yang biasanya disertai suara
menderu saat itu nyaris tak terdengar sama sekali.
Di dalam sebuah ruang batu hitam terletak di bawah gurun
pasir, yang jalan masuk berupa pintu rahasia dijaga sepuluh Resi
berpakaian putih, Resi Ketua Khandawa Abitar tengah duduk
khidmat bersamadi. Ini adalah malam kedua dia melakukan
samadi dan sebegitu jauh, walau ada getaran-getaran halus
menjalari sekujur tubuhnya namun dia belum mampu mendapat
hubungan bathin dengan alam gaib, belum juga mendapat
petunjuk dari Para Dewa.
Beberapa malam sebelumnya Resi Khandawa Abitar
bermimpi. Dalam mimpi dia melihat satu cahaya putih sangat
terang menyilaukan mata. Saat cahaya muncul terdengar suara
Wiro Sableng 157 Nyawa Titipan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bergema penuh wibawa.
"Resi Khandawa Abitar. Bersamadilah. Bersamadilah. Kelak
kau akan mendapat petunjuk untuk satu cara menyelamatkan
banyak manusia tidak berdosa di satu negeri yang jauh dari sini."
Suara lenyap, cahaya terang menyilaukan ikut sirna. Kejadian
mimpi itu dialami sang Resi sampai tiga malam berturut-turut.
"Mimpi adalah salah satu dari sekian banyak jalur petunjuk
Para Dewa ...." Sang Resi membathin dalam merenung arti
mimpinya. Karenanya sejak malam kemarin dia mulai melakukan
samadi dan terus tetap khusuk sampai malam kedua walau
petunjuk belum muncul.
Malam ketiga. Selewatnya tengah malam, menjelang
dinihari, di langit gelap sebelah timur mendadak terlihat tujuh titik
putih bersinar terang, melayang berarak di atas gurun pasir Thar
menuju ke barat laut. Pada saat berada di sekitar lorong batu
tempat kediaman Resi Khandawa Abitar berada, tujuh titik putih
menukik ke bawah. Lenyap masuk ke dalam gurun pasir,
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
3 NYAWA TITIPAN Bastian Tito menembus bebatuan tebal. Meninggalkan kabut tipis kelabu
memancarkan bau harum kemenyan sejauh ratusan tombak.
Suasana menjadi terasa angker sewaktu dikejauhan terdengar
suara raung puluhan serigala gurun.
Di dalam goa tempatnya bersamadi, kelopak mata Resi
Khandawa Abitar bergetar bergerak-gerak. Walau matanya masih
terpicing namun ada tujuh cahaya aneh membuat dia merasa
sangat silau. Selain itu hidungnya mencium semerbak bau
kemenyan yang terbakar. Sang Resi merasa tengkuknya dingin.
Seumur hidup baru kali ini dia mengalami hal seperti ini.
"Dewa Batara, apakah kau datang memberi petunjuk?" ucap
sang Resi dalam hati. Tujuh cahaya terang semakin menyilaukan.
Membuat sang Resi gerakkan kepala ke belakang sambil merapal
doa. Pada pertengahan doa cahaya silau menghilang. Di ujung
doa cahaya tersebut akhirnya lenyap. Resi Khandawa Abitar lepas
napas lega dan perlahan-lahan buka kedua matanya. Pandangannya langsung membentur tujuh manusia katai yang
berdiri berjajar didepan tembok ruangan samadi. Tujuh manusia
katai ini mengenakan pakaian selempang kain putih. Semua
memakai sorban putih dengan wajah tertutup kumis, janggut dan
berewok hitam lebat berkilat. Pertanda walau mereka bertubuh
kecil tapi usia mereka rata-rata mungkin di atas delapan puluh
tahunan. Yang hebatnya, sorban di kepala tujuh manusia katai
memancarkan cahaya putih sejuk, indah dipandang.
"Dewa Batara Penuh Kuasa. Bagaimana tujuh manusia katai
tak dikenal bisa menyusup masuk ke dalam ruangan ini?"
membathin Resi Khandawa Abitar. Ketika lebih diperhatikan baru
sang Resi menyadari kalau tujuh manusia katai itu sama sekali
tidak menjejakkan kaki di lantai batu. Telapak kaki mereka
tergantung dan berada seujung kuku di atas batu goa!
Tujuh manusia katai berselempang kain putih menggerakkan
tangan membuka sorban masing-masing lalu membungkuk dalam
memberi penghormatan pada Resi Khandawa Abitar. Yang diberi
penghormatan cepat-cepat bangkit berdiri lalu balas menghormat
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
4 NYAWA TITIPAN Bastian Tito dengan membungkuk pula. Tujuh manusia katai kenakan sorban
kembali. Setelah meluruskan tubuh, sambil mengulum senyum
Resi Khandawa Abitar menyapa dengan suara lembut.
"Sahabat bertujuh. Kalian pastilah orang-orang yang
diberkahi Para Dewa hingga bersedia dan mampu datang
ketempatku yang buruk ini. Mohon aku diberitahu kalian ini siapa,
datang dari mana dan ada keperluan apa menemui diriku?"
Manusia katai disebelah tengah maju dua langkah, malayang
satu kuku di atas lantai batu lalu menjawab. Suaranya halus tapi
menimbulkan gema di ruang batu itu. Lalu bahasa yang
diucapkannya adalah aneh, sama sekali tidak dimengerti oleh Resi
Khandawa Abitar.
"Sahabat yang bicara. Harap dimaafkan. Aku tidak mengerti
bahasa yang kau bicarakan."
Si manusia katai tadi masih terus bicara nyerocos kalau tidak
diberi tanda oleh teman disamping kanannya dengan sikutan.
Teman yang mengingatkan ini lalu maju ke depan, yang tadi
bicara kembali ke tempat tegak semula.
"Resi Yang Mulia, mohon maafmu. Sahabat kita tadi bicara
dalam bahasa roh. Biar sekarang aku yang mewakili."
Resi Khandawa Abitar menganggguk-angguk
sambil tersenyum. Dia mengulurkan tangan dengan telapak terkembang
sebagai tanda mempersilahkan manusia katai dihadapannya
meneruskan ucapan.
"Resi Yang Mulia, kami bertujuh tidak bernama. Datang dari
negeri alam gaib, jauh di atas atap langit ketujuh. Kami datang
sebagai utusan Sang Kebenaran ...."
"Dewa Batara Maha Agung....." Ucap Resi Khandawa Abitar.
Manusia katai tadi lanjutkan ucapan. "Kami datang membawa
sebuah benda berupa sebilah pedang sakti mandraguna bernama
Pedang Bulan Sabit. Sang Kebenaran meminta kami untuk
menyerahkan pedang ini kepada Resi Yang Mulia."
Habis berkata begitu manusia katai ini luruskan dua tangan
ke depan, telapak dikembangkan dan saling dirapatkan. Mulut
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
5 NYAWA TITIPAN Bastian Tito yang berkumis berkomat-kamit beberapa kali. Tiba-tiba ada sinar
putih yang keluar membayang dari dadanya. Sinar ini kemudian
bergerak ke atas, memecah jadi dua dan meluncur pada lengan
kiri kanan. Begitu sinar mencapai dua telapak tangan yang
terbuka, sinar memancar lebih terang. Didahului suara
menyeruapai suara genta bertalu tahu-tahu di atas dua telapak
tangan itu telah tergeletak melintang sebilah pedang.
Senjata ini panjangnya hanya tiga jengkal. Satu jengkal
dalam bentuk gagang terbuat dari gading gajah dan dua jengkal
berupa sarung berkeluk yang juga terbuat dari gading dihias
tebaran batu permata berlian. Gagang dan sarung pedang
ditambah batu-batu berlian memancarkan cahaya putih menakjubkan. Dengan gerak perlahan dan penuh khidmat manusia katai
menarik gagang dan sarung pedang. Sesaat kemudian pedang
telah keluar dari sarungnya. Pedang dan sarung diacungkan ke
atas. Pedang Bulat Sabit ini bentuknya benar-benar menyerupai
bulan sabit, pendek berkeluk, memancarkan cahaya putih terang
indah sekali. Laksana bulat sabit dilangit lepas memancarkan
cahayanya ke bumi.
Setelah merasa Resi Khandawa Abitar melihat senjata itu
dengan seksama, manusia katai masukkan kembali Pedang Bulan
Sabit ke dalam sarung lalu dia melangkah kehadapan sang Resi.
"Resi Yang Mulia. Sang Kebenaran meminta agar kami
menyerahkan Pedang Bulat Sabit ini pada Yang Mulia."
"Sahabat, bagaimana mungkin. Mana aku berani berlaku
lancang menerima senjata bertuah sakti mandraguna itu."
"Resi Yang Mulia, jangan menolak karena ini semua adalah
atas kehendak Para Dewa."
Untuk beberapa ketika Resi Khandawa Abitar terdiam
mendengar ucapan manusia katai itu. Lalu dia tundukkan kepala
dan berkata. "Kalau memang ini kehendak Dewa, aku yang rendah mana
berani menampik."
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
6 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Resi Yang Mulia, Sang Kebenaran berpesan. Pedang Bulan
Sabit adalah satu-satunya senjata yang mampu menghancurkan
mahluk jahat yang selama ini gentayangan di satu negeri jauh.
Mahluk ini telah mencuri sebuah kitab bernama Kitab Jagat
Pusaka Dewa. Menggantikannya dengan satu kitab jahat dan
palsu bernama Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib. Memperalat dan
memperbudak seorang budak yang tak berdosa. Hanya karena
ingin menguasai satu ilmu kesaktian sangat dahsyat yang kelak
akan disedotnya dari tubuh si pemuda ...."
"Aku Resi Khandawa Abitar menjunjung tinggi setiap sabda
perintah Para Dewa. Namun apakah keterkaitan diriku dengan
kejahatan yang terjadi di negeri orang jauh itu. Dan mengapa aku
yang harus menerima pedang. Apa yang harus aku lakukan?"
"Karena Yang Mulia, mahluk jahat itu berasal dari negeri ini."
Jawaban manusia katai membuat Resi Khandawa Abitar jadi
berubah raut mukanya. Dia lantas bertanya.
"Siapakah mahluk jahat itu gerangan adanya?"
"Sang Kebenaran tidak memberitahu. Sang Kebenaran
hanya berpesan bahwa Resi Yang Mulia satu-satunya orang yang
bisa menumpas mahluk jahat tersebut dan menyelamatkan
manusia dari kejahatan keji. Karena kalau dia berhasil
mendapatkan ilmu kesaktian Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib maka
sebagian dunia ini akan tenggelam dalam kejahatan yang
dilakukannya. Selain itu Sang Kebenaran juga berpesan. Petunjuk
lebih jauh bisa di dapat jika Resi Yang Mulia melakukan samadi
mulai pertengahan malam besok dan meletakkan Pedang Bulan
Sabit di atas pangkuan Yang Mulia."
Resi Khandawa Abitar menarik nafas panjang berulang kali.
"Aku tidak pernah membayangkan akan mengalami kejadian
seperti ini. Aku tunduk kepada Para Dewa. Aku wajib
melaksanakan apa yang menjadi pesan Para Dewa, termasuk
Sang Kebenaran, siapapun dia adanya."
Resi Khandawa Abitar ulurkan dua tangan, menyambut
Pedang Bulan Sabit yang diangsurkan manusia katai kearahnya.
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
7 NYAWA TITIPAN Bastian Tito Hawa luar biasa sejuk mengalir dari dalam pedang sakti ke
tangan Resi Khandawa Abitar. Hawa ini terus menjalar memasuki
sekujur tubuhnya, mulai dari kepala sampai ke kaki.
"Dewa Maha Agung ... Dewa Maha Agung ..." ucap sang Resi
berulang kali. Tengah dia mengucap begitu rupa tiba-tiba ada
selarik cahaya putih menebar seperti tirai. Ketika cahaya itu sirna,
tujuh manusia katai tak ada lagi dalam ruangan.
"Dewa Maha Agung ...." Kata Resi Khandawa Abitar sambil
membungkuk berulang kali.
*** Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
8 NYAWA TITIPAN Bastian Tito D U A TENGAH malam keesokan harinya Resi Khandawa Abitar
sesuai pesan yang diterima dari Sang Kebenaran melalui tujuh
manusia katai mulai melakukan samadi. Pedang Bulan Sabit
diletakkan di atas pangkuan di alas dengan sehelai permadani
kecil berbunga-bunga merah dan hijau. Kalau malam sebelumnya
tak ada bintang tak ada rembulan maka malam ini begitu banyak
bintang gumintang bertabur indah di langit dan rembulan
berbentuk sabit ikut menghias menambah keelokan malam.
Memasuki dini hari, udara dalam goa yang tadinya dingin
kini mulai terasa hangat. Pedang Bulan Sabit di atas pangkuan
memancarkan cahaya lebih benderang. Pakaian selempang kain
biru Resi Khandawa lembab oleh keringat. Wajah dipenuhi butir-
butir keringat sementara alis, kumis dan berewoknya yang putih
seperti kapas berubah menjadi kaku. Resi ini berusaha mengatur
jalan nafasnya yang tiba-tiba tidak terkendali. Dadanya mulai
berdebar. Ada satu kekuatan dari luar yang berusaha memutus
samadinya. Saat itulah dari Pedang Bulan Sabit tiba-tiba
memancar keluar satu hawa sejuk, melindungi tubuh sang Resi
dari kekuatan jahat yang hendak mencelakakan. Begitu gangguan
lenyap, dalam samadinya Resi Khandawa Abitar melihat satu tabir
asap keluar dari lantai goa, naik ke atas membentuk dinding
putih. Di dinding putih kemudian muncul pemandangan di sebuah
ruangan batu di Goa Binaker. Resi Khandawa Abitar mengenali,
itu adalah ruangan rahasia dimana sebuah patung kuna bernama
patung Kamasutra pernah disimpan kemudian lenyap dicuri orang.
Dalam samadinya saat itu sang Resi melihat di ruangan itu
berdiri sosok Resi Kepala Mirpur Patel mengenakan pakaian
selempang kain putih tampak kusut. Sosoknya begitu nyata dan
ketika dia bicara suaranya begitu jelas.
"Resi Ketua, kalau begitu ucapan Resi Ketua berikan
kesempatan pada saya untuk menebus dosa."
Habis berucap Resi Mirpur Patel melompat ke arah tembok
ruangan sebelah kanan. Kepalanya dibenturkan dengan tembok
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
9 NYAWA TITIPAN Bastian Tito batu, mengeluarkan suara menggidikkan. Kepala itu rengkah.
Sosok sang Resi terkapar jatuh.
Wiro Sableng 157 Nyawa Titipan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tak selang berapa lama di dinding putih muncul kembali
perujudan Mirpur Patel tergeletak di lantai goa. Tiba-tiba dari
tubuh Resi Kepala keluar sesosok samar laki-laki berpakaian
hitam. Di tangan kanan orang ini memegang sebuah patung kecil
di batu berwarna abu-abu kehitaman. Patung memancarkan
cahaya merah. Sosok samar hitam berkelebat ke arah lobang di
atas atap goa dan lenyap. (Kisah ini dapat diikuti lebih jelas dalam
serial Wiro Sableng sebelumnya berjudul "Petaka Patung
Kamasutra").
Apa yang terlihat di dinding putih dalam samadi Resi
Khandawa ternyata masih berkelanjutan. Kini muncul sebuah titik
kuning. Makin lama makin besar dan tambah bercahaya,
menyerupai sebuah kepingan logam. Begitu kepingan logam
kuning ini berubah sebesar jari kelingking tiba-tiba Pedang Bulan
Sabit yang ada di pangkuan Resi Khandawa bergerak keluar dari
sarungnya. Senjata sakti mandraguna ini melayang ke atas,
bergerak ke arah dinding putih dan menusuk kepingan logam
kuning. Kepingan logam nampak berubah seperti bara api. Di
kejauhan saat itu juga terdengar raungan manusia. Kepingan
logam kembali ke warna aslinya, melesat ke udara lalu ada satu
tangan gadis jelita menjangkau kepingan logam kuning itu dan
memasukkannya ke balik pakaian biru yang dikenakannya.
Pedang Bulan Sabit melayang turun dari dinding putih lalu masuk
kembali ke dalam sarungnya.
Dinding putih berubah lagi menjadi tabir asap, turun ke
bawah dan masuk lenyap di lantai ruangan. Tubuh Resi Khandawa
Abitar bergoncang keras. Lalu diam tak bergerak, seolah tak
bernafas. Hawa sejuk seperti tadi kembali keluar dari Pedang
Bulan Sabit yang ada di pangkuan masuk ke dalam tubuh Resi
Khandawa Abitar. Sekujur tubuhnya yang tegang berangsur
kendur. Rambut, alis serta janggutnya yang tadi kaku kini kembali
menjulai lembut. Perlahan-lahan Resi ini buka kedua matanya.
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
10 NYAWA TITIPAN Bastian Tito Lama dia memandang tak berkeslp ke dinding batu hitam di
hadapannya. Dia ingat kejadian lebih setahun silam. Suara hatinya
mulai membatin.
"Resi Mirpur Patel kau menipuku. Aku berlaku ayal hingga
bisa tertipu. Kau sesungguhnya tidak tewas bunuh diri
membenturkan kepala ke dinding batu Goa Binaker. Kau
pergunakan ilmu Sembunyi Dalam Lorong Roh untuk
menyesatkan pandangan mata. Kau mempergunakan ilmu
kesaktian Masuk Ke Dalam Alam Roh Melalui Jazad Kentara yang
aku tahu hanya ada di dalam kitab ajaran orang-orang sesat. Ilmu
itu kau pergunakan untuk mencuri Patung Kamasutra, memasuk
menyembunyikannya dalam tubuhmu. Lalu kau mengirim
seseorang secara gaib untuk mengambil patung itu dari dalam
tubuhmu. Setelah itu kau kabur melenyapkan diri dari dalam Goa
Binaker. Apa maksud tujuan perbuatanmu" Menebar kejahatan
keji seperti yang dikatakan manusia katai utusan Sang Kebenaran
demi untuk mendapatkan ilmu kesaktian dahsyat yang bakal kau
sedot dari tubuh pemuda yang kau perbudak" Aku tiba-tiba saja
ingat satu hal. Ketika kau tergeletak di lantai Goa Binaker, tongkat
emasmu tidak terlihat. Berarti kau telah memasukkan dan
menyembunyikan di dalam tubuhmu. Kepingan logam kuning
yang aku lihat di dalam samadi bukankah itu gompalan tongkat
saktimu yang terbuat dari emas?"
Resi Khandawa Abitar menarik nafas panjang lalu suara
batinnya kembali bicara. "Pedang Bulan Sabit menusuk kepingan
logam kuning. Agaknya ini merupakan satu pasan aku harus
melakukan hai itu. Gadis berbaju biru. Aku harus menemuimu
karena aku perlu bantuanmu. Kau memiliki logam kuning itu.
Walau ujudmu seperti manusia biasa namun aku punya firasat
kalau dirimu adalah mahluk dari alam gaib. Namun aku tidak mau
kesalahan tangan. Aku terpaksa melakukan sesuatu. Mudah-
mudahan aku tidak akan menyakiti dirimu."
Dengan hati-hati Resi Khandawa Abitar lipat permadani kecil
untuk membungkus Pedang Bulan Sabit lalu menaruhnya dalam
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
11 NYAWA TITIPAN Bastian Tito sebuah cegukan batu di dinding kamar tidur, sebuah ruangan
batu di sebelah ruangan samadi.
Menjelang fajar menyingsing dia kembali ke ruang semadi
membawa dua buah benda. Benda pertama adalah sebuah
pendupaan berisi puluhan batu kecil seujung ibu jari. Benda kedua
sebuah tongkat berlekuk terbuat dari batu biru. Pendupaan
diletakkan di lantai batu. Lalu ujung tongkat didekatkan ke mulut
dan ditiup satu kali. Ujung tongkat kemudian dimasukkan ke
dalam pendupaan. Satu cahaya biru bergemerlap.
"Wusss!"
Kejap itu juga puluhan batu di dalam pendupaan burubah
menjadi bara api menyala! Tongkat ditarik sedikit lalu diletakkan
di bibir pendupaan. Bau harum setanggi serta merta memenuhi
ruangan. Setelah menaruh tongkat batu biru berkeluk dilantai batu di
samping kanannya Resi Khandawa Abitar mulai malakukan
samadi. Biasanya satiap bersamadi dua tangan sang Rasi
diletakkan di atas dua paha atau dua telapak tangan ditempelkan
di dada. Namun sekali ini dua tangan diulur ke depan setinggi
dada dengan telapak terbuka menghadap ke atas.
Tidak sampai sepenghisapan rokok dua tangan sang Resi
tampak bergetar. Tangan kanan perlahan-lahan naik sedikit ke
atas. "Kraakk !"
Terdengar suara patahan benda keras. Tak selang berapa
lama sebuah benda kuning entah dari mana datangnya melayang
jatuh ke atas telapak tangan kanan Resi Khandawa Abitar. Untuk
beberapa lamanya tangan itu bergetar dan terbungkus cahaya
kuning. Sang Resi hentikan samadi. Langsung memperhatikan
telapak tangan kanan. Benda yang ada, di atas telapak tangan Itu
ternyata patahan dari satu keping gompalan emas.
Resi Khandawa lepas nafas lega.
"Aku melihat lebih nyata. Kepingan ini memang berasal dari
tongkat sakti milik Resi Mirpur Patel. Pertanda dia memang tidak
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
12 NYAWA TITIPAN Bastian Tito tewas bunuh diri. Dia berkeliaran di dunia sana. Gadis alam gaib,
aku harus segera menemuimu."
Resi Khandawa letakkan ujung tongkat biru di atas
pendupaan. Serta merta bara api menyala di dalam pendupaan
padam, kembali ke bentuk semula, batu-batu sebesar ujung kuku.
Dengan menenteng tongkat biru Resi Khandawa melangkah ke
dinding batu sebelah kiri. Ujung tongkat diketukkan ke salah satu
bagian dinding. Salah satu bagian batu membuka membentuk
pintu. Di luar pintu sepuluh Resi berpakaian putih membungkuk
hormat begitu Resi Ketua Khandawa Abitar lewat di depan
mereka. Sebelum pergi Resi Ketua ini berkata pada mereka.
"Jaga tempat ini baik-baik. Jangan boleh siapapun masuk ke
dalam goa. Jika terjadi apa-apa cepat beri tahu aku melalui Genta
Bumi Langit."
Genta Bumi Langit adalah sebuah lonceng sakti besar tapi
sangat tipis terbuat dari emas murni yang disimpan di sebuah
lorong rahasia. Bila genta ini ditalu maka suaranya akan sampai
ke telinga orang yang dituju sekalipun dia berada sangat jauh.
Sepuluh Resi membungkuk sambil merapal doa. Pintu batu
kembali menutup.
DI luar goa fajar belum menyingsing. Gurun pasir Thar
masih diselimuti kegelapan. Resi Khandawa Abitar acungkan
tongkat biru ke udara. Saat itu juga tubuhnya terangkat ke atas
lalu melesat laksana terbang ke arah timur. Di tangan kiri dia
memegang patahan kepingan emas yang tadi didapatnya secara
gaib. Benda ini menjadi kemudi ke arah mana dia harus menuju.
*** DI Gurun Pasir Tengger, satu tempat yang sangat jauh dari
Gurun Pasir Thar, Purnama yang tengah berusaha menyelamatkan diri agar tidak disapu topan. Gadis dari alam gaib
Latanahsilam ini sengaja mengeluarkan rohnya dan tubuh kasar.
Sementara dia berada di alam roh sosok kasarnya masih terbaring
di pedataran pasir. Selagi dia merasa aman tiba-tiba gadis ini
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
13 NYAWA TITIPAN Bastian Tito menyaksikan dan mendengar gompalan tongkat mahluk tanpa
wajah yang disimpannya di balik pakaian berderak patah menjadi
dua potong. Potongan pertama tetap berada di balik pakaian biru
sementara potongan kedua dengan kecepatan luar biasa melesat
ke udara. Melayang bercahaya ke jurusan barat hingga akhirnya
lenyap dari pemandangan.
"Apa yang terjadi?" pikir Purnama. "Siapa yang mematah
dan membawa lari potongan gompalan tongkat emas itu"! Aku
harus segera kembali masuk ke dalam jazadku."
*** TAK SELANG berapa lama setelah kepergian Resi Khandawa
Abitar, bersamaan dengan menyembulnya mentari di ufuk timur,
satu bayangan putih berkelebat masuk ke dalam lorong batu di
perut Gurun Thar disertai barkiblatnya satu cahaya kuning.
Sepuluh Resi berselempang kain putih yang menjaga
ruangan batu kediaman Resi Khandawa Abitar melongak kaget
ketika melihat siapa yang berdiri di depan mereka.
"Resi Kepala Mirpur Patel..." Sepuluh Resi menyebut nama.
Menatap dengan pandangan mata setengah takut setengah tak
percaya. Orang yang dipanggil Resi Kepala Mirpur Patel. Kakek
berjanggut, berkumis dan berambut putih balik memandang
mendelik. Sambil membolang baling tongkat emas di tangan
kanan hingga menimbulkan cahaya berkilauan dan menggetarkan
seantero lorong batu, dia membentak.
"Kalian melihat diriku seolah aku ini setan! Mangapa tidak
memberi salam dan hormat"!"
Sepuluh Resi segera membungkuk. Gerakan mereka
menghormat tampak kaku. Setelah meluruskan badan salah
seorang dari mereka memberanikan diri berkata.
"Resi Kepala mohon maafmu. Bukankah.... bukankah kau
sebenarnya telah meninggal dunia dalam peristiwa di Goa
Binaker lewat satu tahun silam?"
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
14 NYAWA TITIPAN Bastian Tito T I G A SEPASANG mata Resi Kepala berkilat-kilat, mendelik
bertambah besar. "Kau yang bicara!" ucapnya manyentak sambil
menunjuk tepat-tepat dengan ujung tongkat kuning ke hidung
arah Resi yang barusan bicara. "Apakah kau merasa lebih kuasa
dan lebih tahu dari Para Dewa"! Dewa belum memanggilku!
Bagaimana kau beraninya mengatakan diriku telah meninggal?"
Resi yang dituding dengan ujung tongkat tampak pucat.
Sembilan Resi lainnya tak satupun yang berani membuka mulut.
Mereka berdiam diri sambil tundukkan kepala.
"Kalau aku memang meninggal di Goa Binaker! Apa
jenazahku pernah ditemukan di goa itu"!" Resi Kepala bertanya
dengan suara membentak.
"Resi Kepala," Resi yang tadi bicara cepat-cepat jatuhkan
diri. "Jenazah Resi memang tidak pernah ditemukan di Goa
Binaker. Itu pertanda bahwa sebenarnya Resi Kepala memang
masih hidup seperti layaknya saat ini. Mohon maafmu kalau saya
tadi sudah ketelepasan bicara. Saya menyesal dan mohon
maafmu..."
Resi pengawal yang berdiri di samping temannya yang
barusan dibentak agak takut-takut memberi tahu.
"Kalau Resi Kepala ingin bertemu Resi Ketua, maka kami
memberi tahu Resi Ketua tak ada di dalam gua. Beliau pergi sejak
dini hari tadi."
"Aku sudah tahu. " jawab kakek berselempang kain putih
yang adalah Mirpur Patel sang Resi Kepala yang barusan saja
dilihat Resi Khandawa Abitar dalam samadinya. Resi Kepala
melangkah mundar-mandir dihadapan sepuluh Resi pengawal lalu
berhenti dan berkata. "Justru kedatanganku adalah membawa
memberi kabar buruk. Ketahuilah, Resi Ketua Khandawa Abitar
telah mati terbunuh oleh satu kekuatan dashyat alam gaib. Aku
terlambat menolong. Bahkan jenazahnya tak berhasil aku
temukan. Kalau tidak menguap dalam alam gaib pasti masuk
lenyap ke dalam bumi atau ditelan gelombang samudera..."
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
15 NYAWA TITIPAN Bastian Tito Sepuluh Resi keluarkan saruan tertahan sambil menyebut
nama Resi Khandawa Abitar berulang kail. Ada yang merapal doa,
ada yang keluarkan suara seperti mau menangis.
"Kalau Resi Ketua memang sudah menemui ajal, dimanapun
jenazahnya kami akan berusaha mencari." Seorang Resi pengawal
berkata. "Jangan berlaku tolol ! Aku saja tidak mampu mengetahui
dimana beradanya jenazah Resi Ketua!" Kata Resi Mirpur Patel
dengan mata didelikkan.
Resi lain Ikut bicara. "Bagaimana mungkin bisa terjadi. Para
Dewa pasti melindungi Resi Ketua..."
"Ajal manusia hanya Para Dewa yang tahu dan punya
Wiro Sableng 157 Nyawa Titipan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kuasa. Aku tengah melakukan penyelidikan. Sementara itu,
sampai ada keputusan sidang Resi Sepuluh Ketua akulah yang
menjadi pimpinan di tempat ini. Sampaikan itu pada semua Resi
yang ada di sini. Katakan bahwa mereka termasuk kalian harus
patuh pada apa yang aku katakan. Siapa berani membangkang
akan aku usir dari tempat ini. Biar jadi Resi gelandangan di Gurun
Pasir Thar sana! Kalian mendengar apa yang aku katakan?"
Sepuluh Resi membungkuk. Namun salah seorang diantara
mereka memberanikan diri berkata.
"Resi Kepala, Resi Ketua sebelum pergi berpesan pada kami.
Jika terjadi sesuatu maka kami harus menghubunginya melalui
Genta Bumi Langit."
"Resi aku menegurmu dengan keras!" Resi Kepala
membentak dengan mata menyala. "Apa kau tuli"! Tadi sudah
kukatakan bahwa Resi Ketua telah tewas. Kau ingin menghina
arwahnya dengan menghubungi dirinya melalui Genta Bumi
Langit" Bukankah lebih baik kau dan puluhan Resi lain yang ada di
tempat ini segera saja memanjatkan doa ke hadapan Para Dewa
demi ketenangan roh Resi Ketua di alam baka"!"
Sepuluh Resi membungkuk dalam-dalam tak ada satupun
yang bicara. Dari balik pakaiannya Resi Kepala Mirpur Patel
keluarkan satu kantong kain putih. Dia lalu melangkah pulang
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
16 NYAWA TITIPAN Bastian Tito balik di depan pintu lorong sambil menaburkan sejenis bubuk
putih dari dalam kantong. Bubuk ini menebar bau harum kembang
melati. Begitu menyentuh lantai batu bubuk putih berubah jadi
asap dan menebar ke seluruh ruangan hingga akhirnya lenyap
dari pemandangan.
Setelah menyimpan kantong putih Resi Kepala Mirpur Patel
berkata. "Aku akan segera meninggalkan tempat ini. Aku
melarang siapapun masuk ke dalam tempat kediaman mendiang
Resi Khandawa Abitar. "Apa kalian mendengar perintahku"!"
"Kami mendengar Resi Kepala." Jawab sepuluh Resi hampir
berbarengan. Hanya sesaat setelah Resi Kepala Mirpur Patel tinggalkan
tempat itu salah seorang Resi mengajak teman-temannya bicara.
"Bubuk putih yang ditebar Resi Kepala tadi bukankah itu
Bubuk Penyesat Mata dan Rasa?"
"Aku tahu," Jawab temannya. "Tadipun aku sudah
menduga." "Berarti sebenarnya Resi Ketua Khandawa Abitar masih
hidup. Tidak tewas seperti yang dikatakan Resi Kepala Tadi."
"Betul." Beberapa orang Resi keluarkan ucapan yang sama
hampir berbarangan.
"Resi Kepala sengaja menebar bubuk Penyesat Mata Dan
Rasa untuk menangkal agar Resi Ketua tidak bisa kembali ke
tempat ini."
"Ada sesuatu yang tidak beres. Para Resi sekalian, kalian
tunggu di sini..." Berkata Resi Kandila.
"Resi Kandila, kau mau kemana " Mau berbuat apa ?"
bertanya salah seorang Resi pada Resi yang barusan bicara.
"Aku akan masuk ke ruangan Genta Bumi Langit. Aku akan
menghubungi Resi Ketua melalui genta itu, sesuai pesan beliau."
"Kalau begitu aku Resi Mitkapul akan menemanimu."
Dua orang Resi yakni Resi Kandila dan Resi Mitkapuil
membuka pintu rahasia lalu masuk ke dalam lorong. Bangunan
batu di bawah perut Gurun Pasir Thar memiliki dua belas lorong.
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
17 NYAWA TITIPAN Bastian Tito Setiap lorong mempunyai beberapa ruangan tertentu. Tidak
semua lorong pintunya bisa dibuka oleh Resi pengawal. Antaranya
lorong menuju kediaman Resi Khandawa Abitar. Dua Resi masuk
ke dalam lorong Sebelas. Setelah menekan satu alat rahasia, dua
Resi tadi masuk ke dalam ruangan ke Dua. Begitu pintu terbuka
langsung berhadapan dengan tangga batu terdiri dari dua belas
undakan. Di sebelah atas tangga terdapat satu ruang batu empat
persegi. Di atap ruangan ini tergantung sebuah lonceng besar
terbuat dari emas. Anak lonceng tergantung pada ujung rantai
yang juga terbuat dari emas murni.
Resi Kandila yang menaiki tangga di sebelah depan sampai
lebih dulu ke ruang empat persegi. Resi Mitkapul mendampingi di
sebelah belakang. Keduanya membungkuk di hadapan lonceng
sakti. Setelah lebih dulu sama-sama merapal doa dan
membayangkan wajah Resi Khandawa Abitar, Resi Kandila ulurkan
tangan untuk memegang anak lonceng. Siap ditarik. Namun
sebelum hal Itu kesampaian tiba-tiba byaaarrr !
Satu larik sinar kuning berkiblat terang di ruangan itu.
"Bukk !"
Rasi Kandila tersungkur di lantai di bawah lonceng.
Kepalanya hancur. Tapi tak ada darah yang mengucur. Dia
langsung tewas tanpa keluarkan suara sedlkitpun !
Melihat apa yang terjadi Resi Mitkapul berteriak kaget.
Menyebut nama Dewa Agung dan berbalik. Namun belum sempat
melihat siapa adanya orang yang barusan membunuh temannya
Resi satu ini juga sama menerima nasib malang. Sebuah benda
memancarkan cahaya kuning menghantam keningnya. Resi ini
terguling sampai di undakan tangga kesepuluh dengan kepala
pecah ! Tak ada darah yang keluar !
DI SATU tempat di gurun pasir Tengger, sementara topan
dahsyat masih terus menderu. Pumama gadis alam gaib dari
negeri Latanahsilam yang sudah merasa aman siap-siap keluar
dari alam roh,masuk kembali ke ujud kasarnya yang masih
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
18 NYAWA TITIPAN Bastian Tito tergeletak di tanah gurun. Seperti yang diceritakan dalam episode
sebelumnya (Topan Di Gurun Tengger) ketika terjebak dalam
badai yang menerbangkan jutaan butir pasir dan bisa membuat
tubuh berubah jadi saringan gadis ini mendapat serangan gelap
dari mahluk gaib yang diperkirakannya adalah mahluk jahat tanpa
wajah. Dengan memancing musuh tak terlihat itu dengan
gompalan tongkat emas Purnama berhasil selamatkan diri.
Selagi si gadis bersiap-siap untuk pindah dari alam roh dan
masuk kembali ke dalam jazadnya yang masih terbaring di atas
gurun pasir dekat lobang besar bekas hantaman mahluk tanpa
wajah, tiba-tiba dari arah timur tampak satu sinar biru yang
begitu luar biasa hingga mampu menembus ketebalan topan
pasir. Sinar ini bergerak luar biasa cepat dan dalam waktu singkat
telah berada sekitar dua ratus tombak di atas gurun pasir Tengger
dimana Purnama saat itu berada. Si gadis batalkan niat untuk
masuk ke dalam jazadnya.
Di langit memercik ratusan bunga api disertai suara gelegar
berkepanjangan ketika sinar biru menembus terpaan gelombang
topan. Daya tembus sinar biru agak tersendat sewaktu dari arah
barat tiba-tiba berkiblat cahaya kuning, coba membabat putus
sinar biru. Agaknya kekuatan dibalik sinar biru lebih hebat dari
sinar kuning yang coba memusnahkannya.
Didahului satu dentuman dahsyat laksana guntur menggelegar, sinar kuning tercabik-cabik di udara. Tiupan topan
ikut terpental kian kemari. Sinar kuning akhirnya sirna namun
topan masih terus menderu walau kini tidak sedahsyat
sebelumnya. Dalam keadaan seperti itu, laksana terbang dan
turun dari langit di arah timur tampak melayang sosok seorang
kakek bertubuh tinggi besar mengenakan pakaian selempang kain
biru dengan kepala dan wajah dihias rambut putih dan Janggut
panjang serta kumis menjulai putih seperti kapas. Dua Jengkal di
depan tubuh orang tua ini yang bukan lain Rasi Khandawa Abitar
adanya berputar sebuah tongkat biru berkeluk yang bukan saja
memancarkan cahaya biru benderang tapi sekaligus melindungi
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
19 NYAWA TITIPAN Bastian Tito dirinya serta membendung keganasan topan dahsyat yang
melanda Gurun Pasir Tengger.
Di satu tempat Resi Khandawa berhenti melayang.
Tubuhnya mengapung di udara. Sungguh luar biasa ilmu
meringankan tubuh yang dimilikinya.
"Topan buatan ! Sang pembuat sudah melarikan diri. Hawa
sakti kebenaran telah menguasai tempat ini. Mengapa masih
menunjukkan digjaya sia-sia " Kombali ke tempat asalmu !"
Resi Khandawa Abitar berucap. Suaranya tidak mombentak
tapi perlahan saja. Mulutnya kemudian komat kamit merapal
mantera. Anehnya saat itu juga suara deru topan berubah
mengendur dan tebaran jutaan pasir gurun yang melayang di
udara sedikit demi sedikit luruh ke bawah dan bersatu kembali
dengan pedataran gurun tempat asal datangnya. Hanya selang
beberapa saat topan yang melanda Gurun Pasir Tengger lenyap
walau cuaca agak gelap masih belum surut.
"Tongkat sakti Kuntala Biru. Kau telah menjalankan tugasmu
dengan baik. Para Dewa di Swargaloka. Saya Resi Khandawa
Abitar berterima kasih atas Kuasa dan pertolonganMu. Mohon
perlindungan Para Dewa untuk tindak selanjutnya. ?
Habis keluarkan ucapan Resi Khandawa Abitar ulurkan
tangan kanan menangkap ujung berkeluk tongkat biru yang
masih berputar deras. Tangan manusia biasa yang punya
kepandaian dan ilmu, kesaktian yang tidak tinggi, salah-salah
menyentuh bisa terbabat putus oleh putaran tongkat.
Resi Khandawa Abitar gerakkan dua kaki. Tubuhnya kembali
melayang turun. Matanya yang bening tajam memandang ke
seantero pedataran pasir Gurun Tengger. Jauh di bawah sana dia
melihat beberapa orang berkaparan di gurun pasir.
Resi dari Gurun Pasir Thar ini memiliki ilmu kesaktian
bernama Mengulur Mata Menjerat Pandang. Dengan ilmu ini dia
bisa melihat benda di kejauhan menjadi dekat seolah berada di
depannya. Di arah kiri gurun pasir saat itu dia melihat seseorang
tengah berusaha berdiri. Begitu dia menerapkan Ilmu Mengulur
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
20 NYAWA TITIPAN Bastian Tito Mata Menjerat Pandang serta merta dia melihat orang itu adalah
pemuda berambut gondrong. Wajah bercelemong pasir. Rambut
dan pakaian Juga penuh ditempeli pasir. Si pemuda kibas-kibas
rambut gondrongnya dan tepuk-tepuk pakaian putih untuk
membersihkan pasir gurun yang menempel. Lalu dia mengusap
muka berulang kali.
Ketika sang Resi memperhatikan bagian tubuh antara dada
dan perut pemuda ini, empat kelopak matanya terasa bergetar.
Jantung berdetak lebih kencang dan darah mengalir lebih cepat.
Resi ini terkesima.
*** Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
21 NYAWA TITIPAN Bastian Tito E M P A T AKU melihat cahaya putih aneh di tubuh sebelah depan
pemuda berambut gondrong Itu. Hemmm... " Sang Resi
bergumam. "Dia menyimpan satu senjata sakti mandraguna di
dekat relung jantung dan hati di dalam tubuhnya. Luar biasa!
Kalau kekuatan tongkat Kuntala Biru masuk ke dalam tubuhnya,
bergabung dengan kekuatan senjata yang dimilikinya, langit bisa
diruntuhkan, samudera bisa dibendung. Tujuh Tonggak Kekuasaan, Keadilan dan Kebenaran bisa dikuasainya. Pemuda itu
siapa dia gerangan. Sebelum kembali ke Gurun Thar aku perlu
menemui dirinya. Sekarang aku harus mencari gadis berbaju biru
yang aku lihat dalam samadiku..."
Sementara tubuhnya terus melayang turun Resi Khandawa
Abitar tukikkan pandangan ke bawah. Mendadak di arah depan
dia melihat satu pemandangan yang membuat wajah tuanya yang
klimis bersemu merah namun kemudian tertawa geli sendirian.
Gerangan apa yang telah dilihat dan membuat Resi sakti dari
India ini sampai tertawa demikian rupa"
Seperti diceritakan sebelumnya ketika topan prahara
membadai di Gurun Pasir Tengger, Naga Kuning telah merubah
diri ke dalam ujud aslinya yakni seorang kakek sakti bernama Kiai
Paus Samudera Biru. Sambil menindih tubuh Gondoruwo Patah
Hati kakek ini berusaha merayu kekasihnya itu. Dia berbisik ke
telinga si nenek.
"Intan, lama sekali aku menginginkan kita berdua-dua
seperti Ini. Sekarang baru ada kesempatan..."
"Ihhh!" Gondoruwo Patah Hati terpekik. "Tua bangka
kurang ajar! Lekas turun! Kalau tidak...."
"Nek, tidakkah kau ingin merubah dirimu menjadi Intan Ning
Lestari agar kita bisa bermesraan lebih mantap" Apa kau tega
membiarkan diriku seperti ini?"
Si nenek agak tergagap. Tapi kemudian membentak
memaki. Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
22 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Kiai edan! Jangan-jangan kau sudah kemasukan roh jahat
Cakra Mentari!" Si nenek susupkan tangan kirinya ke balik jubah si
kakek. Kiai Paus Samudera Biru mesem-mesem menikmati
sentuhan tangan yang menjalar itu. Ah, ini yang diharapkan. Dia
Wiro Sableng 157 Nyawa Titipan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menunggu usapan terakhir di bagian bawah perutnya di tempat
yang tak bisa dibayangkan!
Namun mendadak sang Kiai menjerit keras. Bukan
mendapat usapan, bukan pula merasa kenikmatan tapi kantong
menyan perabotannya amblas dipencet si nenek. Sosok si kakek
langsung melintir dan terguling ke tanah. Dua kaki melejang-
lejang, mulut mengerang dan muka meringis menahan sakit.
"Rasakan! Makan pencarianmu!" Maki Gondoruwo Patah
Hati lalu tertawa cekikikan. Namun nenek ini kemudian hentikan
tawa dan unjukkan muka kawatir. Sebabnya sosok Kiai Paus
Samudera Biru kini tergeletak di pasir tidak bergerak tidak
bersuara! Ketika dia memperhatikan muka si kakek kelihatan
sepasang mata yang terbuka mendelik tak berkesip!
"Astaga! Jangan-jangan..." Si nenek ketakutan lalu jatuhkan
diri dan peluk tubuh si kakek. Dia usap kepala sambil ciumi wajah
Kiai Paus Samudera Biru berulang kali. "Gunung, apakah tadi aku
terlalu keras memencet anumu?" Gunung adalah nama asli Naga
Kuning. Si kakek tidak dapat menahan tawanya lagi. Sosoknya
berubah menjadi Naga Kuning kembali. Sambil merangkul
punggung dengan kedua tangan serta menggelungkan dua kaki di
pinggul si nenek bocah berambut jabrik ini tertawa terpingkal-
pingkal. "Anak kurang ajar!" Gondoruwo Patah Hati mendamprat lalu
berguling menjauh sambil terus memaki panjang pendek.
Semua apa yang terjadi itulah yang telah disaksikan oleh
Resi Khandawa Abitar dari atas gurun pasir dan membuat dia
tertawa geli. "Hidup di muka bumi di luar alamku ternyata banyak
keluguan dan kelucuan. Para Dewa sungguh adil. Membagi
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
23 NYAWA TITIPAN Bastian Tito kebahagiaan pada ummat manusia. Dalam susah maupun
senang..."
Sang Resi kemudian memperhatikan ke beberapa jurusan
lain sambil tangan kiri yang memegang patahan gompalan
tongkat emas di acungkan di depan dada.
Agak jauh di sebetah selatan Rasi Khandawa Abitar melihat
satu bangunan. Dari bentuknya dia tahu kalau bangunan itu
adalah sebuah Kuil Hindu. Kembali dia mengerahkan Ilmu
Mengulur Mata Menjerat Pandang. Bangunan kuil yang tadinya
kecil berubah jadi besar. Begitu melihat Kuil yang masih berada
dalam keadaan utuh tanpa kerusakan sedikitpun sang Resi segera
rundukkan kepala memanjatkan doa dan puji-pujian.
"Dewa Pelindung Agung.Topan badai begitu besar namun
kerusakan tidak sampai menyentuh Kuil suci itu. BerkahMu sangat
besar wahai Para Dewa di Swargaloka. Terima kasih Dewa.
Terima kasih...."
Masih dalam menerapkan ilmu kesaktiannya, tidak jauh dari
bangunan Kuil tampak seorang tua berselempang kain putih,
melangkah terseok-seok menuju Kuil. Pakaian putih dan sekujur
tubuhnya kotor penuh debu dan pasir gurun. Beberapa bagian
lengan dan bahu dalam keadaan luka akibat ditembus pasir.
Orang tua yang dilihat Resi Khandawa Abitar ini adalah Resi
Jantika Lamantara yang dengan susah payah berusaha mencapai
Kuil. Walau dua kaki goyah, sekujur tubuh sakit bukan kepalang
namun melihat keadaan Kuil yang masih utuh memberi semangat
padanya untuk meneruskan langkah. Sambil berjalan mulutnya
tiada henti mengucap doa puji syukur. Pada saat Resi Khandawa
Abitar akhirnya menjejakkan dua kaki di Gurun PasirTengger
sudut mata sang Resi tiba-tiba menangkap kilatan cahaya di arah
kiri. Ketika berpaling ke kanan, di kejauhan dia melihat seorang
gadis cantik memegang sebuah cermin bulat lengah berusaha
bangkit berdiri.
"Bukan gadis yang kucari..." ucap Resi Khandawa Abitar.
"Gadis berjubah kelabu, seperti tiga orang tadi agaknya dia juga
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
24 NYAWA TITIPAN Bastian Tito bukan orang sambarangan. Cermin bulat di tangannya pasti
sebuah senjata sakti. Aku melihat cahaya biru di balik dadanya.
Heran, bagaimana banyak orang berkepandaian tinggi bertebaran
di gurun pasir yang baru dilanda topan ini" Apakah mereka semua
punya sangkut paut dengan kejahatan Resi Mirpur Patel" Agaknya
aku bakal mendapat banyak sahabat di negeri ini."
Sambil terus berpikir-pikir Resi Khandawa Abitar memandang berkeliling sampai pandangannya membentur satu
sosok berpakaian biru, berambut panjang lepas riap-riapan tertiup
angin, terbaring menelungkup. Dada sang Resi berdebar.
"Ada cahaya kuning bersinar di bagian bawah tubuhnya
yang menelungkup. Aku harus melihat wajah perempuan ini..."
Resi Khandawa kembali kerahkan Ilmu Mengulur Mata Menjerat
Pandang. Begitu sosok orang menjadi besar dan sewaktu dia
melihat sebagian wajah yang tertelungkup darahnya berdesir.
"Walau wajahnya cuma terlihat sebagian tapi aku yakin ini
gadis yang kulihat dalam samadi. Benda bercahaya di bagian
bawah tubuhnya pasti potongan gompalan tongkat emas..."
Tidak menunggu lebih lama Resi Khandawa Abitar segera
melesat mendekati sosok tubuh yang tertelungkup di pasir.
"Aneh, topan sudah reda. Mengapa perempuan muda Ini masih
berbaring menelungkup" Apakah dia masih hidup. Jangan-jangan
telah tewas dilanda topan. Tapi tubuhnya terlihat utuh..."
Resi Khandawa maju lagi dua langkah, lebih mendekat.
Sambil pandangi sosok perempuan berpakaian biru di depannya
dia menarik nafas dan menghirup udara dalam-dalam. Tongkat
Kuntala Biru disapukan di punggung perempuan yang terbaring
menelungkup. Mendadak saja Resi ini tersurut satu langkah.
"Sosok perempuan ini dalam keadaan kosong. Berarti....."
Sang Resi memandang berkeliling. Dia tidak dapat melihat
tapi dia mampu merasakan. Maka segera saja dia keluarkan
ucapan. "Mahluk pandai dari alam roh, kau punya tubuh bagus dan
wajah cantik. Mengapa ditinggal disia-siakan?"
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
25 NYAWA TITIPAN Bastian Tito Roh Purnama yang ada di dekat situ yang tadi sebenarnya
memang hendak kembali masuk ke dalam jazadnya namun
membatalkan niat karena kedatangan sang Resi, kini setelah
mendengar ucapan Resi itu langsung saja dia masuk kembali ke
dalam tubuh kasarnya. Kejap itu pula dia bergerak bangkit,
berdiri dua langkah di hadapan sang Resi.
"Ah, kini aku melihat wajahmu dengan jelas. Kau memang
orang yang ada dalam samadiku. Terima kasih Dewa telah
mempertemukan aku denganmu." Resi Khandawa Abitar
melintangkan tongkat Kuntala Biru lalu membungkuk memberi
hormat pada gadis cantik hadapannya.
Purnama perhatikan orang tua di depannya sesaat lalu
berkata. "Orang tua, dari dandananmu saya tahu kau adalah
orang asing. Kau pandai bahasa negeri ini."
"Dewa memberi berkah padaku," jawab Resi Khandawa
Abitar. "Logat bicaramu seperti seorang yang pernah aku kenal.
Namanya Deewana Khan."
"Dewa Maha Besar!" Resi Khandawa Abitar mengucap
menyebut nama Dewa. "Kau kenal Deewana Khan. Aku akan
bertanya banyak tentang dirinya. Namun saat ini ada satu hal
penting yang harus didahulukan."
"Tunggu dulu," kata Purnama pula. "Ada satu mahluk tanpa
wajah yang juga punya logat bicara sepertimu. Orang tua apa
hubunganmu dengan mahluk itu" Kalian agaknya datang dari
negeri yang sama."
Resi Khandawa Abitar tersenyum. Setelah anggukkan kepala
beberapa kali dia berkata. "Kedatanganku kesini justru ada
sangkut pautnya dengan semua apa yang kau ketahui. Gadis
berbaju biru, izinkan aku memperkenalkan diri. Namaku
Khandawa Abitar. Aku Resi Ketua dari Gurun Thar di India. Kalau
aku boleh bertanya, siapakah namamu?"
"Purnama..."
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
26 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Dewa Maha Agung. Purnama. Bukankah itu juga berarti
rembulan" Nama yang sangat bagus. Sahabatku muda, apakah
kau mengenali benda ini?"
Resi Khandawa Abitar perlihatkan keping gompalan tongkat
emas yang sejak tadi digenggamnya.
"Kau mengenali benda ini?"
Purnama memperhatikan dan tampak terkejut. Dia meraba
ke balik baju biru yang dikenakannya. Resi Khandawa Abitar
berkata. "Kau sudah maklum. Kepingan emas ini adalah
gompalan dari tongkat milik mahiuk tanpa wajah...."
"Saya tidak mengerti. Kepingan itu ada pada saya. Beberapa
saat lalu patah secara aneh..."
"Aku yang mematahkan. Keluarkanlah bagian patahan yang
ada padamu..."
Purnama keluarkan patahan gompalan tongkat emas yang
dimilikinya. Resi Khandawa melangkah mendekat. Dia mengambil
patahan kepingan tongkat yang dipegang Purnama. Ketika dua
patahan gompalan tongkat emas saling ditempelkan satu sama
lain ternyata dua patahan bersambung menyatu sangat tepat.
"Aku benar-benar telah menemui gadis yang aku lihat dalam
semadiku. Dewa sungguh Agung. Purnama, aku akan melakukan
sesuatu. Harap kau tetap berdiri tenang di tempatmu..."
Selesai berucap Resi Khandawa letakkan dua keping
patahan gompalan tongkat di telapak tangan kiri. Lalu dia angkat
tongkat Kuntala Biru. Sambil merapal doa Resi ini kemudian
tekankan ujung tongkat sakti pada dua patahan gompalan
tongkat emas. Satu sinar biru yang amat terang membersit keluar
dari tongkat sakti.
"Wusss!"
Saat itu juga dua patahan gompalan tongkat emas
tunggelam dalam kobaran api berwarna biru. Satu kekuatan yang
tak kelihatan muncul secara aneh, melabrak Khandawa Abitar
hingga Resi dari Gurun Thar ini jatuh terduduk. Wajahnya tampak
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
27 NYAWA TITIPAN Bastian Tito merah. Purnama cepat mendatangi. Maksudnya hendak menolong
sang Resi berdiri. Namun Resi Khandawa Abitar cepat mencegah.
"Jangan sentuh!"
"Wusss"
*** Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
28 NYAWA TITIPAN Bastian Tito L I M A SATU kobaran api berwarna biru menggebubu ke udara
setinggi hampir dua tombak, membuat tubuh Resi Khandawa
Abitar lenyap tak kelihatan lagi. Purnama terpekik. Kalau dia tidak
cepat melompat mundur niscaya ikut tersulut api dahsyat Itu.
Di saat yang bersamaan di kejauhan di arah selatan
terdengar raungan manusia luar biasa keras hingga menggema
sampai di permukaan pedataran pasir.
Dari dalam kobaran api biru tiba-tiba terdengar suara Resi
Khandawa Abitar.
"Resi Mirpur Patel. Saatnya kau datang ke hadapanku untuk
meminta maaf dan meminta ampun pada Para Dewa atas semua
dosa kesalahan yang telah kau perbuat."
Di selatan kembali terdengar suara raungan namun kali ini
disertai suara ucapan bergumam yang tidak jelas.
Di dalam kobaran api biru terdengar lagi suara Resi
Khandawa Abitar. "Apa" Kau menolak datang. Sayang sekali.
Apakah kau sudah berpikir baik-baik Resi Mirpur Patel?"
Kembali menggelegar suara raungan dan ucapan bergumam
dari arah selatan. Lalu menyusul suara sang Resi yang masih
tenggelam dalam kobaran api biru setinggi dua tombak.
"Jika kau mau datang, aku berjanji meminta keringanan
hukuman pada Para Dewa Apa... " Ah, sayang sekali. Kau tetap
tak mau datang malah menantang tak takut mati. Resi Mirpur
Patel, nyawamu bukan di tanganku. Aku tidak punya kewenangan
untuk membunuhmu. Namun jika Para Dewa memberi kuasa
bagiku untuk melakukan sesuatu, aku masih tetap ingin kau minta
ampun dan bertobat atas semua kesalahanmu. Kita para Resi,
apakah tidak ingin melihat dunia ini dan semua ummat di
dalamnya hidup dalam bahagia ketenteraman?"
DI selatan menggelegar raungan dahsyat dan gumam aneh.
"Ah, sayang sekali. Benar-benar sayang sekali! Apa yang
terjadi dengan dirimu" Mengapa kau begitu keras kepala" Hanya
karena ingin mendapatkan ilmu sesat dari kitab palsu yang aku
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
29 NYAWA TITIPAN Bastian Tito mengira kau sendiri yang membuatnya" Sayang sekali! Kau tak
mau datang dengan ikhlas, aku terpaksa menyedotmu datang
kemari!" kata Resi Khandawa Abitar. Dia acungkan tongkat
Kuntala Biru ke depan setinggi dada. Lalu tongkat disentakkan
kebelakang. "Wuutttt!"
Terdengar suara bergemuruh disertai hawa aneh menarik
kuat sekali ke arah sang Resi. Purnama cepat-cepat jatuhkan diri
Wiro Sableng 157 Nyawa Titipan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ke gurun pasir lalu berguling menjauh. Selagi dia hendak
mencoba berdiri tiba-tiba blukk!
Satu sosok putih jatuh bergedebuk di atas pasir di depannya
lalu menggelundung dan berhenti tiga langkah di hadapan Resi
Khandawa Abitar. Sosok putih ini seorang tua berambut dan
berjanggut putih panjang dengan wajah licin rata tidak berupa.
Dalam kepitan tangan kiri ada sebuah tongkat emas besar
berbentuk bulat salah satu ujungnya.
"Mahluk tanpa wajah!" ucap Purnama setengah berseru.
"Wusss!"
Api biru setinggi dua tombak yang sejak tadi menyelubungi
Resi Khandawa Abitar tiba-tiba lenyap. Tak kurang suatu apa Resi
ini melangkah mendekati sosok orang tua tanpa wajah yang
masih tergeletak di pasir. Agaknya dia memang tak mampu
bergerak ataupun bicara. Dari mulutnya hanya keluar suara
desah meracau. Resi Khandawa sapukan tongkat sakti Kuntala Biru di wajah
licin pada arah letak mulut yang tidak kelihatan dari mahluk
tanpa wajah. "Resi Mirpur Patel, aku sudah membuka jalan suaramu.
Sekarang bicaralah."
Wajah licin tanpa mulut itu secara aneh mengeluarkan suara
parau menjawab.
"Resi Khandawa, kau lebih baik membunuhku saat Ini juga.
Aku tidak akan pemah mau bicara!"
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
30 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Begitu.. .?" Resi Khandawa tersenyum. "Memang tidak
sopan bicara kalau wajahmu tidak kelihatan."
Resi Khandawa Abitar kembali sapukan tongkat saktinya.
Kini ke kepala dan seluruh wajah Resi Mirpur Patel. Tiba-tiba tiga
cahaya berwana merah, biru dan hijau memancar terang dari
kepala Resi Mirpur Patel, menyambar ke arah Resi Khandawa
Abitar. Dengan cepat Resi ini melompat mundur seraya sapukan
tongkat Kuntala Biru.Tiga letusan keras menggeledek di tempat
itu. Resi Mirpur Patel mengerang keras. Tubuhnya melesak
masuk ke dalam tanah, setengah terkubur di dalam pasir! Masih
tidak punya kemampuan begerak. Tongkat emasnya menancap ke
dalam pasir sampai setengahnya. Pada saat itu kepalanya yang
tadi polos licin tanpa wajah kini berubah menunjukkan wajah
seorang kakek berambut, kumis dan janggut putih. Tampangnya
tampak angker memandang penuh geram pada Resi Khandawa
Abitar. Sepasang mata Resi Khandawa Abitar tatap sosok dan wajah
Resi Mirpur Patel tak berkesip. Dalam hati dia berkata. "Resi ini
agaknya sudah memiliki ilmu kesaktian jahat dari buku sesat.
Pukulan Tiga Cahaya Alam Gaib. Jika dia berhasil menyedot ilmu
yang di dapat pemuda yang jadi budaknya itu, kekuatan ilmu
pukulan bisa berubah dahsyat sepuluh kali lipat! Jangankan bumi,
Swargalokapun bisa tergoncang!"
"Resi Mirpur Patel, apakah kau masih tidak mau bicara?"
Dua pipi Resi Mirpur Patel menggembung, pelipisnya begerak-
gerak. Tiba-tiba dia meludah.
"Puuhhh!"
Dihina seperti itu Resi Khandawa Abitar hanya tersenyum.
"Hatimu sekeras batu di Gurun Thar. Perasaanmu sebeku
salju di puncak Pegunungan Vindhya dan pikiranmu seperti
terselubung lumut setebal lumut di dasar sungai Chambal. Resi
Mirpur Patel, aku akan memohon pengampunan bagi dirimu pada
Para Dewa di Swargaloka. Asal kau mau mengembalikan padaku
Patung Kamasutra yang kau curi di Goa Binaker."
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
31 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Patung itu tidak ada padaku."
"Kalau begitu kau pasti tahu dimana beradanya dan siapa
yang memegangnya."
"Tanyakan saja pada Para Dewa di Swargaloka," jawab
Mirpur Patel alias mahluk tanpa wajah dengan nada mengejek.
Mendengar ucapan Mirpur Patei itu marahlah Resi Khandawa
Abitar. Orang boleh menghina dirinya.Tapi jika orang berani
menghina Dewa di hadapannya maka dia akan turun tangan lebih
dulu! Resi yang biasa bicara lembut ini sekarang berucap dengan
suara keras dan bergetar menahan marah.
"Resi Mirpur Patel! Kau tahu tidak ada dosa paling besar
selain menghina dan mempermalukan Para Dewa! Aku tidak akan
membunuhmu. Tapi aku juga tidak akan membiarkan dirimu
hidup gentayangan seenaknya di muka bumi ini. Hukum harus
diberlakukan atas dirimu! Dewa memutuskan! Aku melaksanakan!"
"Resi pengecut! Jangan meminjam nama Dewa! Akui saja
kau tidak berani membunuhku!"
Sebagai jawab atas ucapan Resi Mirpur Patel, Resi
Khandawa Abitar tancapkan tongkat Kuntala Biru ke tanah. Dari
balik pakaian birunya dia keluarkan Pedang Bulan Sabit yang
didapatnya dari tujuh orang katai yang mengaku sebagai utusan
Sang Kebenaran. Perlahan-lahan dia pergunakan tangan kanan
untuk menarik gagang pedang. Meskipun saat itu matahari
bersinar cerah namun kilau cahaya putih terang dan indah dari
Pedang Bulan Sabit yang dicabut dari sarungnya tidak menjadi
redup. Sementara Resi Khandawa Abitar merapal doa di dalam hati,
sosok Resi Mirpur Patel alias mahluk tanpa wajah yang tergeletak
di tanah berusaha memusnahkan kekuatan yang membuat
sekujur tubuhnya kaku. Dia sadar sesuatu akan terjadi atas
dirinya. Karena itu dia harus bisa melarikan diri. Namun
jangankan membebaskan diri, begerak sedikitpun dia tidak bisa.
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
32 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Kurang ajar! Resi itu telah melumpuhkan sekujur auratku
dengan ilmu Seribu Titik Tanpa Daya" Resi Mirpur Patel
menyumpah geram.
"Khandawa Abitar! Aku bersumpah akan membunuhmu jika
kau melakukan sesuatu atas diriku!" Resi Mirpur Patel keluarkan
ancaman. Sepasang matanya tidak lepas dari memperhatikan senjata
di tangan Resi Khandawa Abitar. Resi Khandawa sendiri tidak
perdulikan ancaman orang. Sambil memegang Pedang Bulan Sabit
di tangan kanan dia melangkah mendekati Resi Mirpur Patel.
"Kau mau melakukan apa"!" teriak Mirpur Patel.
"Kebenaran harus ditegakkan. Hukum harus dilaksanakan.
Dewa menyampaikan pesan melalui Pedang Bulan Sabit ini!"
Selesai berucap Resi Khandawa Abitar tekankan ujung runcing
Pedang Bulan Sabit ke kening Resi Mirpur Patel. Gerakannya
perlahan saja, tidak sampai membuat kening Mirpur Patel terluka.
Satu kilatan cahaya putih melesat masuk menembus batok kapala
Resi Mirpur Patel, menjalar ke seluruh tubuhnya yang kemudian
terjengkang di tanah gurun. Bersamaan dengan itu terjadilah hal
aneh. Kegelapan mendadak menyungkup gurun pasir dimana
orang-orang itu berada. Ketika kegelapan lenyap dan udara
terang benderang kembali sekujur tubuh Resi Mirpur Patel yang
kurus jangkung tergelatak berubah menjadi sosok tanpa daging,
nyaris menyerupai jerangkong. Sosok itu mengepulkan asap luar
biasa panas hingga Purnama menjauh sampai lima langkah. Dari
mata, telinga, mulut dan hidung mengucur cairan hitam.
"Mirpur Patel. Darahmu hitam bukan merah. Pertanda Para
Dewa telah memperlihatkan kehitaman hatimu. Hari ini riwayatmu
telah tamat. Sekarang pergilah untuk selama-lamanya dari muka
bumi ini."
Resi Mirpur Patel keluarkan suara menggembor keras.
Cairan hitam bermuncratan dari mulut, mata, hidung dan telinga.
Begitu suara menggembor putus, dari mulutnya keluar jeritan
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
33 NYAWA TITIPAN Bastian Tito keras berkepanjangan. Resi Mirpur Patel yang dalam keadaan
hidup tidak matipun tidak merasa sekujur tubuhnya dilanda panas
luar biasa. "Rasi jahanam Itu tidak membunuhku! Dia mau menyiksa
diriku dengan hawa panas memanggang seumur hidup! Dari
mana dia dapatkan ilmu itu" Dari pedang celaka berbentuk bulan
sabit Ku" Kurang ajar !. Dari mana dia dapatkan pedang keparat
itu?" Resi Mirpur Patel menyumpah habis-habisan. Lalu dia
merapal segala macam mantera untuk menolak dan memusnahkan hawa panas dalam tubuhnya. Namun sia-sia saja.
Resi Khandawa Abitar masukkan Pedang Bulan Sabit ke
dalam sarung. Pedang sakti dipegang dengan tangan kanan. Lalu
dengan tangan kiri dia cabut tongkat Kuntala Biru dari tanah
gurun. Tongkat disapukan ke arah Resi Mirpur Patel.
"Dessl Dess! Desss!"
Tubuh Resi Mirpur Patel keluarkan letupan sampai tiga kali
Resi Khandawa Abitar berucap setengah membentak seraya kaki
kanan dihentakkan ke tanah gurun.
"Pergilah!"
Pedataran Pasir Gurun Tengger bergetar oleh hentakan kaki
Resi Khandawa Abitar. Resi Mirpur Patel maklum apa yang akan
terjadi. Dia berusaha meronta dan menerjang. Namun tak mampu
bergerak. "Resi Khandawa Abitar! Aku tidak akan mati! Tidak pernah!
Aku akan tetap hidup sejuta tahun! Aku akan membalas semua
perbuatanmu ini !"
"Resi Mirpur Patel. Kau tidak punya daya, tidak punya
kekuatan. Saatnya kau pergi." Resi Khandawa Abitar goyang dan
putar ujung tongkat biru lalu disentakkan ke atas. Saat itu juga
tubuh Resi Mirpur Patel yang setengah terpendam di tanah
berpasir melesat ke udara, lenyap seolah menembus langit.
Setelah sosoknya hilang dari pemandangan suara jeritannya
masih terdengar mengumandang. Resi Khandawa Abitar tarik
nafas panjang dan dalam lalu bekata.
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Rahasia Kampung Setan 2 Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo Suramnya Bayang Bayang 25