Pencarian

Jabang Bayi Dalam Guci 3

Wiro Sableng 185 Jabang Bayi Dalam Guci Bagian 3


Ken Parantili tidak menjawab tapi tangannya
bergerak. Sikapnya seperti hendak membanting Jabang
bayi yang dipegangnya ke lantai teratakl
"Janganl Jangan lakukan itu!" Teriak Jaka Pesolek.
"Lebih baik kau berikan padakul" Jaka Pesolek ulurkan tangan walau merasa ngeri.
Tapi Ken Parantili tidak perduli.
Tiba-tiba ada satu bayangan berkelebat Tahu-tahu seorang kakek berselempang kain
putih, berkumis dan
berjanggut seputih kapas telah berdiri di hadapan Ken Parantili. Di tangan kanan
orang tua ini memegang benda aneh yang ternyata adalah sebuah guci tembus
pandang berisi air sangat bening. Di sebelah atas guci ada tutup yang memiliki
dua puluh lobang kecil.
"Membunuh mahluk hidup tak bersalah pada galibnya adalah perbuatan berdosa,
apapun alasannya.
Membunuh jabang bayi sendiri dosanya sangat-sangat berlipat ganda. Jika kau
tidak menginginkan jabang
bayi darah dagingmu sendiri, maka izinkan aku untuk
memeliharanya."
"Klik!"
Penutup guci tembus pandang terbuka.
"Dengan izin Para Dewa, dengan lindungan kasih sayang Yang Maha Kuasa, aku mohon
masukkan jabang bayi itu ke dalam guci ini."
Ken Parantili dan Jaka Pesolek sama-sama terpana.
"Orang tua, kau siapa?" Ken Parantili bertanya sambil mata menatap tak berkesip.
"Aku Resi Kali Jagat Ampusena. Kabulkan
permohonanku. Semoga Yang Masa Kuasa memberi
berkah pada jabang bayi dan dirimu."
"Resi, aku...." Ken Parantili tidak bisa meneruskan ucapan. Tenggorokannya
serasa tersekat. Perlahan-lahan tangan kanan yang memegang jabang bayi diangkat,
didekatkan ke atas guci tembus pandang. Ketika
185 Jabang Bayi Dalam Guci
66 Tiraikasih genggamannya dilepas, jabang bayi merah langsung
masuk ke dalam guci. Air bening didalam guci naik ke atas dan kliki Penutup guci
menutup dengan sendirinya.
"Terima kasih kau telah melakukan hal terpuji. Walau kau tidak menyukai jabang
bayi ini. Namun apa yang
telah kau lakukan menyatakan bahwa saat ini
sebenarnya kau sudah memiliki jiwa asih terhadap
jabang bayi ini. Kau ingin dia tetap hidup terus walau tidak di dalam rahimmu."
Ken Parantili tekap wajahnya ialu menangis
terisak-isak. Resi Kali Jagat Ampusena, yang di bagian
pertama cerita ini telah bertapa di satu candi kecil di bantaran Kali Gondang
berpaling pada Jaka Pesolek.
"Anak gadis, pahala yang telah kau buat sungguh sangat besar. Semoga Dewa Agung
akan memberkatimu."
Jaka Pesolek tidak perhatikan ucapan si orang tua.
Matanya menatap ke tangan kanan yang memegang
guci tembus pandang.
"Resi Kali Jagat, kau mau bawa kemana jabang bayi itu. Mau kau apakan?" Bertanya
Jaka Pesolek. "Aku bersyukur telah menyelamatkan jabang bayi ini.
Selanjutnya menjadi kewajibanku untuk menjaga,
memeliharanya sampai akhirnya dia menjadi bayi seusia sembilan bulan sepuluh
hari..." "Guci itu tidak sama dengan rahim ibunya. Dari mana jabang bayi mendapat
makanan" Bagaimana dia bisa
hidup.* Resi Kali Jagat tersenyum. Tangan kirinya diletakkan di atas bahu Jaka Pesolek.
"Kalau Yang Maha Kuasa
berbuat segala sesuatunya, apakah masih ada insan
yang meragukan" Kasih sayang adalah sesuatu yang luar biasa. Ibu dari jabang
bayi ini telah memperlihatkan hal itu. Dia dengan segala ikhlas memasukkan
jabang bayi darah dagingnya ke dalam guci ini."
Mendengar ucapan sang Resi tangis Ken Parantili semakin keras.
Jaka Pesolek mengambil kain hitam bekas
185 Jabang Bayi Dalam Guci
67 Tiraikasih pembungkus jantung Ken Parantili. Kain itu diserahkan pada Resi Kali Jagat "Aku
mohon, bungkus guci itu dengan kain hitam ini. Aku tidak tega...."
Resi Kali Jagat lakukan apa yang dikatakan Jaka Pesolek.
Ketika tangis Ken Parantili mereda dan dia
menurunkan dua tangan yang menutup wajah, Resi Kali
Jagat Ampusena tidak ada lagi di tempat itu.
"Jaka, kau melihat Resi itu pergi ke jurusan mana?"
Ken Parantili bertanya pada Jaka Pesolek.
Yang ditanya menggeleng. "Dia lenyap begitu saja.
Seolah jadi satu dengan angin."
"Kurasa aku harus mengejar Resi itu."
"Mengapa kau ingin mengejar?" Tanya Jaka Pesolek. Tapi Ken Parantili tidak
menyahut. Tanpa pamit lagi selir Penguasa Atap Langit itu berkelebat pergi.
"Aneh, tadi dia tidak mau ada jabang bayi dalam rahimnya. Sekarang setelah orang
tua Ku membawa pergi jabang bayi di dalam guci, selir itu ingin mengejar.
Mau mengambil kembali jabang bayinya" Apakah dia
menyesal telah mengeluarkan jabang bayi itu dari
dalam rahimnya" Mau dimasukkan kembali" Ihhh...."
185 Jabang Bayi Dalam Guci
68 Tiraikasih MATAHARI pagi mulai
memupus kesejukan di
puncak bukit yang
ditumbuhi pepohonan
jati rata-rata berusia lebih dari lima puluh tahun. Resi Kali Jagat Ampusena
berlari laksana terbang. Sepasang kasut putih pemberian mahluk gaib yang
dipanggilnya dengan sebutan Roh Putih memang luar biasa. Tanpa kasut itu tak
mungkin baginya bergerak laksana kilat dan mampu
menemui Ken Parantili dalam waktu demikian cepat.
Pagi itu dia merasa cukup lega karena sebagian tugas yang ada di pundaknya telah
dapat dilaksanakan.
Dari semua itu, tugas paling utama adalah mendapatkan jabang bayi yang kini
berada di dalam guci tembus
pandang. Guci yang dibungkus dalam kain hitam,
dikempit di tangan kanan seolah mendukung seorang
bayi benaran. Selanjutnya, sesuai pesan Roh Putih
pada waktu dia mendapatkan guci yang terbuat dari
seratus mutiara putih itu, dia harus membawa guci ke satu tempat aman, di simpan
di tempat itu selama enam bulan.
Resi Kali Jagat berhenti di depan sebatang pohon Jati yang dua buah cabangnya
saling bersilang. Inilah tanda aneh yang menjadi petunjuk bahwa dia tidak datang
ke tempat yang salah karena dibukit itu ada ratusan pohon jati dan bentuknya
hampir mirip satu sama lain.
Setelah merenung sesaat di depan pohon, Resi Kali Jagat membuat gerakan seperti
orang mengetuk pintu
pada batang pohon. Setelah mengetuk tiga kali
mulutnya berucap.
"Orang sakti penghuni Pohon Jati Peliharaan Para Dewa, aku mohon pintu masuk ke
dalam Rumah Ketenteraman dan Keselamatan dibuka."
Resi Kali Jagat Ampusena menunggu. Ketika tak ada jawaban maka dia mengetuk
batang pohon Jati dan
kembali berkata.
"Orang sakti penghuni Pohon Jati Peliharaan Para Dewa, aku mohon pintu masuk ke
dalam Rumah Ketenteraman dan Keselamatan dibuka."
185 Jabang Bayi Dalam Guci
69 Tiraikasih Tiba-tiba batang pohon Jati bergetar. Di sebelah atas daun pohon bergoyang-
goyang bergemerisik dan
dua cabang yang bersilang saling bergesek
mengeluarkan suara aneh. Begitu getaran dan gesekan
berhenti terdengar suara perempuan bertanya. Suara
itu begitu merdu dan keluar dari dalam tanah di bawah pohon jati.
"Tamu yang datang ketika sang surya baru saja naik dan puncak bukit Jati
diberkati kehangatan yang
menyegarkan, katakan siapa dirimu. Apakah kau
bernama dan apakah kau mempunyai gelar?"
Resi Kali Jagat sesaat terdiam tapi wajahnya
menyimpulkan senyum.
"Orang sakti Penghuni Pohon Jati Peliharaan Para Dewa, aku adalah Kali Jagat
Ampusena. Aku tidak bergelar dan aku adalah seorang Resi."
Dari dalam tanah terdengar suara seperti orang menarik nafas karena tercekat
"Kali Jagat Ampusena, setengah abad tidak pemah bertemu, tiba-tiba saja kau
muncul. Gerangan
apa yang membawamu ke sini" Apakah sepasang kasut
putih itu yang telah menuntunmu ke mari?"
Resi Kali Jagat Ampusena usap guci putih yang dibungkus kain hitam yang
dibawanya. Dia memandang ke bawah memperhatikan ke dua kakinya.
Dalam hati dia berkata. "Berada jauh di dalam tanah tapi dia tahu kalau aku
mengenakan sepasang kasut
putih. Pertanda ilmu kesaktiannya sudah jauh lebih
tinggi dari masa lalu."
Setelah mengusap wajahnya sang resi berkata
memberi tahu. "Aku datang membawa sesuatu yang
sangat berharga untuk dititipkan."
" "Hemmm" Orang perempuan di dalam tanah bergumam. "Apakah kau membawa satu peti
emas atau satu peti berlian untuk dititipkan" Ketahuilah Rumah Ketenteraman dan
Keselamatan tidak menerima benda-benda seperti itu."
"Aku tahu, justru aku tidak datang membawa emas berlian atau batu permata
berharga. Aku datang
185 Jabang Bayi Dalam Guci
70 Tiraikasih membawa satu mahluk bernyawa yang berada dalam
kesengsaraan, yang perlu diselamatkan dan ingin aku titipkan selama enam bulan."
"Mahluk bernyawa yang kau maksud, apakah dia semacam roh, mahluk jejadian,
manusia atau hewan?"
Perempuan di dalam tanah di bawah pohon bertanya.
"Yang aku bawa adalah satu jabang bayi laki-laki.
Mohon diberi tahu apakah Penghuni Pohon Peliharaan
Para Dewa mau menerima titipan?"
Baru saja Resi Kali Jagat Ampusena memberi tahu benda apa yang dibawanya tiba-
tiba di dalam rimba
belantara pohon Jati itu menggelegar suara
gongggongan anjing. Begitu dahsyatnya hingga tanah
bergetar, pohon jati bergoyang-goyang. Walau sangat terkejut namun Resi Kali
Jagat berusaha tenang. Guci di tangan kiri dikempit erat-erat
Tiba-tiba wutt...wuttt. Lima sosok merah melayang turun dari atas pohon. Di lain
kejap lima ekor anjing besar berbulu merah sudah mengelilingi Resi Kali Jagat
Binatang ini memiliki kepala bundar, tak seperti anjing yang biasanya berkepala
dan bermoncong panjang.
Selain itu dari sela mulut kiri kanan mencuat taring besar panjang dan lancip,
berwarna merah menyala.
Empat ekor anjing merah tiba-tiba membuat
lompatan menyerang kaki, tubuh serta kepala sang
Resi. Sementara anjing merah ke lima melesat ke arah tangan kiri sang Resi yang
mengempit bungkusan kain
hitam berisi guci putih tembus pandang dimana
tersimpan jabang bayi laki-laki Ken Parantili. Melihat hal ini Resi Kali Jagat
Ampusena segera maklum.
Kemunculan lima anjing merah aneh adalah semata-
mata hendak merampas atau membunuh jabang bayi
yang dibawanyal
Dengan cepat Resi Kali Jagat melompat ke udara.
Tanpa membuat gerakan tiba-tiba kaki kanan yang
memakai kasut putih melesat ke depan.
"Buukk!"
Salah seekor anjing yang menyerang bagian
tubuhnya mencelat mental mengeluarkan suara
185 Jabang Bayi Dalam Guci
71 Tiraikasih meraung keras lalu terkapar di tanah. Perut jebol pecah namun tidak ada isi
perut atau darah yang menyembur
keluarl Sang Resi tidak memperhatikan lagi apa yang
kemudian terjadi dengan binatang itu. Dia terus melesat ke atas dan mematahkan
satu cabang kecil pohon Jati.
Cabang pohon kemudian di putar diatas kepala,
dipergunakan sebagai senjata untuk bertahan.
"Bukkkl" Kembali ada anjing merah yang jadi korban yaitu yang menyerang ke arah
kepalanya. Binatang ini menggelepar di tanah dengan kepala
pecah. Meski berhasil menghabisi dua anjing merah,
tiga anjing lainnya masih merupakan ancaman besar.
Salah seekor dari tiga binatang itu berhasil menendang jatuh cabang pohon di
tangan kanan sang Resi lalu
mencakar ganas hingga selempang kain putih sang
Resi robek besar di bagian dada. Untungnya cakaran
tidak sampai mengenai tubuh si orang tua. Sebaliknya anjing yang menyerang harus
menerima tendangan di
bagian kepala dan dalam keadaan kepala remuk
binatang ini terbanting ke tanah tak bernafas lagi.
Anjing ke empat menyalak ganas. Mata mendelik, dua kaki depan menyambar dan dari
sepasang mata menyembur keluar cahaya merah. Ketika Resi Kali Jagat berusaha mengelakkan
serangan anjing ke lima
melesat ke arah kempitan tangan kirinya!
"Breett!"
Kain hitam pembungkus guci putih berisi jabang bayi robek besar. Sambil meraung
dahsyat anjing ke lima
membuat gerakan dengan ke dua kaki depan. Seolah
memiliki dua tangan seperti manusia dia melesat
menyambar guci putih dan berhasil!
Resi Kali Jagat berseru kaget. Dia cepat mengejar namun terhalang oleh serangan
anjing ke empat yang
telah melesatkan dua larik cahaya merah dari sepasang matanya. Orang tua Ini
hanya punya satu pilihan. Terus mengejar menyelamatkan guci atau menghadapi
serangan anjing ke empat Resi Kali Jagat memilih yang pertama. Dengan nekad dia
melesat ke arah anjing yang 185 Jabang Bayi Dalam Guci
72

Wiro Sableng 185 Jabang Bayi Dalam Guci di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih membawa lari guci dalam bungkusan kain hitam.
Anehnya binatang itu kini berlari seperti manusia. Dua kaki belakang menjejak
tanah, dua kaki sebelah atas
memegang guci! "Binatang pencuri! Kembalikan guci atau aku terpaksa membunuhmu seperti aku
telah membunuh tiga temanmu I"
Teriakan mengancam Resi Kali Jagat tidak
dlperdulikan oleh anjing merah yang telah menggondol guci putih berisi jabang
bayi. Resi Kali Jagat juga tidak perdulikan lagi serangan dua larik sinar merah.
Sambil kebutkan ke belakang ujung pakaian yang berupa
selempang kain putih dia terus mengejar. Dari ujung
kain putih melesat keluar cahaya kebiruan,
menghadang datangnya serangan dua larik sinar
merah yang hanya tinggal beberapa jengkal dari kepala dan tubuh Resi Kali Jagat
"Blaarrl"
Dua larik cahaya merah bentrokan di udara dengan cahaya biru, mengeluarkan suara
letusan keras Resi Kali Jagat terhuyung keras ke depan, nyaris tersungkur jatuh
kalau dia tidak cepat mengimbangi diri dan terus
melakukan pengejaran.
Ternyata cahaya biru ilmu kesaktian yang keluar dari ujung selempang kain putih
Resi Kali Jagat tidak mampu membendung dua hantaman sinar merah.
Begitu cahaya biru musnah bertaburan menjadi asap,
dua larik sinar merah masih terus menerobos dan
menghantam ke arah sang Resi.
Hanya sesaat lagi tubuh Resi Kali Jagat
Ampusena akan leleh dihantam dua larik sinar merah
tiba-tiba udara di atas bukit berubah gelap. Lalu
terdengar suara plaak...plaak! Sembilan pohon jati
besar roboh bergemuruh. Anjing merah ke empat yang
tadi menyerang Resi Kali Jagat dengan dua larik sinar merah meraung keras. Satu
benda besar lebar berwana
coklat kehitaman menghantam tubuhnya laksana
tembok raksasa jatuh menimpa.
"Plaakk!"
185 Jabang Bayi Dalam Guci
73 Tiraikasih Sosok besar anjing merah yang menyerang Resi
Kali Jagat amblas lenyap ke dalam tanah I Sang Resi hanya sekilas melihat apa
yang terjadi di belakangnya.
"Plaakl Plaakl"
Mahluk raksasa bersayap lebar melesat ke udara dan lenyap di langit luas. Resi
Kali Jagat terus mengejar anjing merah yang memboyong guci putih. Namun
binatang itu berlari cepat sekali laksana setan
berkelebat Kesaktian kasut putih ternyata tidak bisa menandingi kehebatan lari
si mahluk aneh. Agaknya
anjing yang satu ini memiliki kepandaian lebih tinggi dibanding empat anjing
lainnya. "Celaka, aku tak mungkin mengejarnya!" Resi Kali Jagat merasa dadanya berdenyut
sakit dan nafasnya
sesak.lni adalah akibat bentrokan tenaga sakti dan
tenaga dalam dengan dua cahaya merah. Sang Resi
tersungkur di tanah namun masih sempat memanjatkan
doa. "Dewa Agung, saya mohon pertolongan.
Selamatkan jabang bayi dalam guci putih Itu." Doa sang Resi ternyata didengar
oleh Yang Maha Kuasa.
Dari dalam tanah sekonyong-konyong mencuat
keluar dua tangan berbentuk tulang belulang. Berwarna sangat merah laksana bara
menyala dan menebar hawa
luar biasa panas.
Dua tangan dengan cepat mencekal sepasang
kaki anjing merah yang tengah berlari cepat.
185 Jabang Bayi Dalam Guci
74 Tiraikasih "DESS! desss!" Anjing
merah meraung keras.
Dua kakinya nyaris leleh
dan mengepulkan
asap, membuatnya tidak mampu lagi meneruskan
berlari. Akibat sentakan yang keras dan tiba-tiba guci putih berisi jabang bayi
yang terbungkus kain hitam
robek telepas dari pegangan dua kaki depan yang
menyerupai tangan. Anjing merah sendiri kemudian jatuh tergelimpang di tanah,
hanya mampu menggonggong
dan menggeliat-geliat.
Melihat apa yang terjadi, Resi Kali Jagat yang masih tertelungkup di tanah
kerahkan seluruh kekuatan lalu melesat coba menangkap guci putih agar tidak
terhempas jatuh ke tanah. Kalau guci sampai pecah, jabang bayi yang ada di
dalamnya tak akan tertolong.
Namun karena jarak antara dirinya dan guci yang jatuh cukup jauh, walau berhasil
melesat namun sang Resi
tidak mampu menangkap guci putih berselubung
robekan kain hitam.
Hanya sekejapan lagi guci akan jatuh dan hancur berkeping-keping di tanah, tiba-
tiba mahluk yang
memiliki dua tangan menyala melesat keluar dari dalam tanah. Ternyata ujudnya
adalah berupa jerangkong
putih. Sambil melesat keluar dari dalam tanah mahluk ini yang dua tangannya
tidak lagi berwarna merah
membara, dengan cepat menangkap guci putih.
Resi Kali Jagat jatuhkan diri berlutut di depan jerangkong. Meski mahluk tulang
belulang putih itu
telah menyelamatkan guci putih berisi jabang bayi
namun si orang tua tetap saja menaruh kawatir. Bukan mustahil mahluk jerangkong
ini bukan menolong tapi
sebenarnya Ingin merampas guci putih!
Ki Sanak berujud jerangkong putih, apakah...
apakah kau Roh Putih yang selama ini menjadi
pelindung dan memberi petunjuk pada diriku?"
Mahluk jerangkong menatap sang Resi dengan
matanya yang bolong lalu gelengkan kepala.
"Bukan, aku bukan mahluk Roh Putih yang kau 185 Jabang Bayi Dalam Guci
75 Tiraikasih maskudkan." Astaga! Ternyata mahluk jerangkong ini bisa bicara seperti manusia.
"Ki Sanak, saya berterima kasih kau telah menyelamatkan benda dalam bungkusan
kain hitam hingga tidak jatuh ke tanah."
Jerangkong putih rundukkan kepala. Mata yang hanya merupakan rongga bolong
kembali menatap ke
arah Resi Kali Jagat.
"Benda di dalam bungkusan kain putih ini, benda apa gerangan adanya?"
"Satu benda titipan yang nilainya sama dengan nyawa saya." Jawab Resi Kali
Jagat. "Luar biasa. Apa kau mau mengatakan benda apa itu adanya?"
"Saya percaya padamu. Silahkan menyibak kain hitam dan melihat sendiri apa
isinya." Jawab Resi Kali Jagat pula lalu bangkit berdiri.
Jari-jari tangan yang hanya berupa tulang
belulang putih bergerak membuka bungkusan kain
hitam. Begitu guci putih tersembul dan mahluk
jerangkong dapat melihat isinya, untuk beberapa lama mahluk jerangkong ini
berdiri tidak bergerak.
Lalu terdengar mulutnya berucap.
"Yang Maha Kuasa mampu berbuat segala-galanya.
Namun hari ini aku baru pertama kali melihat janin di simpan di dalam guci.
Bagaimana ceritanya...?"
"Maafkan saya Ki Sanak. Saya tidak bisa
menceritakan asai usui jabang bayi itu."
"Tidak mengapa. Kalau boleh tahu siapakah sahabat ini?"
"Saya Resi Kali Jagat Ampusena."
Kepala berupa tengkorak manggut-manggut
beberapa kali. Bungkusan kain hitam ditutup kembali.
Tangan diulur. "Resi Kali Jagat, sllahkan kau mengambil guci Ini berikut benda yang ada di
dalamnya."
Dengan cepat Resi Kali Jagat Ampusena mengambil guci putih yang diserahkan.
Sambil menunduk dalam dia berkata. "Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih.
185 Jabang Bayi Dalam Guci
76 Tiraikasih Dengan segala kerendahan hati saya ingin
bertanya. Siapa Ki Sanak ini sebenarnya?"
"Namaku Lor Pengging Jumena. Banyak orang yang memanggilku dengan sebutan Embah
Buyut..." Resi Kali Jagat tersentak kaget Dia tundukkan
kepala berulang kali. "Tidak menduga hari ini saya bisa bertemu dengan seorang
tokoh yang selama ini hanya
saya dengar nama dan kehebatannya. Tapi harap Ki
Sanak jangan tersinggung. Lor Pengging Jumena yang
saya ketahui berujud manusia biasa, seorang kakek
sakti yang memang sudah sepuh. Lalu mengapa kini
yang saya lihat Ki Sanak berujud seperti ini" Sekali lagi maaf kalau saya
menyinggung perasaan Ki Sanak."
(Mengenai riwayat Embah Sepuh atau Lor Pengging
Jumena dapat dibaca dalam serial Wiro Sableng
sebelumnya berjudul "Selir Pamungkas")
Mahluk Jerangkong keluarkan suara tertawa.
"Perjalanan dan hidup manusia semua ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Para Dewa
telah menetapkan
diriku berujud seperti ini. Aku menerima dengan segala keikhlasan. Bukankah kita
semua miiikNya?"
Resi Kali Jagat anggukkan kepala.
"Resi, aku merasa senang bisa bertemu denganmu.
Aku harus segera kembali ke alamku. Berhati-hatilah, tempat yang jadi tujuanmu
jauh dari aman dan tenteram.
Lihatlah berkeliling. Perhatikan lima ekor anjing merah yang berkaparan di
tanah. Ujud mereka telah berubah."
Resi Kali Jagat berpaling ke arah empat anjing merah yang telah menemui ajal dan
bertebaran di sebelah sana. Astaga. Tengkuk orang tua berusia
hampir seratus tahun ini merinding. Guci putih dikepit erat-erat.
Empat anjing merah yang telah menemui ajal itu kini ujudnya telah berubah
menjadi manusia. Yang dua tewas dengan kepala pecah. Yang ketiga tewas dengan
perut jebol. Anjing ke empat tidak tahu bagaimana
ujudnya karena amblas masuk ke dalam tanah. Sang
Resi ingat apa yang telah terjadi. Dia tadi melihat sekilas 185 Jabang Bayi
Dalam Guci 77 Tiraikasih satu mahtuk berupa Kelelawar raksasa. Mahluk itulah
yang menghantam salah satu dari lima anjing merah
yang menyerangnya hingga melesak masuk ke dalam
tanah. "Mahluk luar biasa besar dan mengerikan itu, mengapa dia menolong diriku?" Resi
Kali Jagat bertanya-tanya sendiri dalam hati. Tiba-tiba dia
mendengar suara orang mengerang. Dia cepat
berpaling. Di samping kiri terbujur mahluk yang
sebelumnya adalah anjing kelima. Kini ujudnya telah
berubah menjadi manusia. Dua kaki hancur akibat
cekalan sepasang tangan merah panas mahluk
jerangkong mengaku bernama Lor Pengging Jumena.
Resi Kali Jagat segera mendatangi orang ini.
Ternyata dia adalah seorang pemuda berusia sekitar
dua puluh tahun.
"Anak muda, apa yang terjadi dengan dirimu.
Ketika masih dalam ujud seekor anjing merah kau dan
empat kawanmu menyerangku. Siapa dirimu
sebenarnya" Apakah aku pernah berbuat kesalahan
hingga kau dan kawanmu ingin membunuhku?"
Orang yang ditanya memutar mata memandang
ke arah sang Resi. Mulut masih mengeluarkan suara
mengerang dan dia tidak menjawab pertanyaan orang.
"Aku tahu, kau bukan cuma ingin membunuhku.
Tapi ingin merampas guci putih ini! Aku yakin semua
itu bukan maumu sendiri. Katakan siapa yang
menyuruhmu?"
Sepasang mata pemuda yang dua kakinya hancur
itu melirik kian kemari.
"Tidak ada orang lain di sini. Mengapa kau seperti ketakutan hendak bicara?"
Ucap Resi Kali Jagat
Si pemuda buka mulutnya sedikit Tapi tak ada
suara yang keluar.
"Bicara saja, tidak perlu takuti" Resi Kali Jagat lalu tempelkan tangan kanannya
di dada si pemuda,
alirkan hawa sakti dan tenaga dalam untuk memberi
kekuatan. "Nah sekarang bicaralah. Kau pasti bisa bicara."
185 Jabang Bayi Dalam Guci
78 Tiraikasih "Jen...Jenazah Sim...Simpanan...." Si pemuda akhirnya keluarkan ucapan.
"Jenazah Simpanan" Mahluk apa itu" Dimana beradanya?"
Mulut si pemuda terbuka kembali. Tapi kali ini bukan untuk bicara melainkan yang
terlihat adalah
lidah yang terjulur serta mata yang mencelet.
Resi Kali Jagat terkejut. "Ada apa"l"
Tiba-tiba ada sambaran angin dan kraaakkkl
Leher si pemuda putus seperti ditebas benda tajam.
Darah menyembur. Kepala menggelinding. Resi Kali
Jagat berseru kaget dan melompat mundur. Sebagian
pakaiannya masih sempat terkena cipratan darah!
Tiba-tiba sambaran angin seperti tadi menyapu
ke arah sang resi. Dengan cepat Resi Kali Jagat mundur dua langkah sambil tangan
kanan melepas satu
pukulan sakti ke arah depan dari mana arah datangnya sambaran angin.
Selarik sinar biru menerpa keluar dari telapak tangan Resi Kali Jagat
"Braakkk!"
Terdengar suara seolah ada batu besar jatuh atau tembok tebal rubuh. Lalu
menyusul suara ringkikan
kuda dan brukkk! Sesosok tubuh berpakaian hitam
jatuh bergedebuk di tanah. Ujudnya adalah seorang
manusia berkepala kuda! Di tangan kanannya tergeng-
gam sebilah golok besar bernoda darah.
"Pasti mahluk Ini yang tadi membabat putus leher pemuda itu. Dewa Agung!
Malapetaka apa sebenarnya yang ada di tempat ini" Saya mohon
perlindungan. Tugas yang harus saya laksanakan


Wiro Sableng 185 Jabang Bayi Dalam Guci di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih belum rampung."
Baru saja sang Resi berucap seperti itu men-
dadak terdengar enam kali suara letupan disertai
kepulan asap. Lima sosok pemuda yang tadinya
berujud anjing merah disusul sosok manusia ber-
kepala kuda berubah jadi kepulan asap merah lalu
lenyap dari pandangan mata. Anehnya noda darah yang
mengotori pakaian Resi Kali Jagat Ampusena ikut
185 Jabang Bayi Dalam Guci
79 Tiraikasih hilang tak berbekas.
185 Jabang Bayi Dalam Guci
80 Tiraikasih SETELAH tegak terdiam beberapa
lama di hutan jati
yang kini menjadi
sunyi senyap, Resi Kali
Jagat memeriksa jabang bayi yang ada dalam guci putih tembus padang. Dia merasa
lega ketika melihat jabang bayi itu tidak kurang suatu apa. Orang tua ini
kembali mendatangi pohon jati yang dua cabangnya saling
bersilangan. Ketika Kelelawar Raksasa mengepakkan sayap
untuk menghabisi anjing merah sembilan pohon jatuh
tumbang. Adalah aneh walau pohon Jati satu ini berada di tengah hantaman sayap
namun tidak ikut roboh,
hanya dedaunannya saja yang yang rontok, itupun
tak banyak. Seperti yang dilakukannya sebelumnya Resi Kali Jagat ulurkan tangan kanan,
mengetuk batang pohon
tiga kali. "Orang sakti penghuni Pohon Jati Peliharaan Para Dewa, aku Resi Kali Jagat
Ampusena kembali
memohon untuk dibuka pintu masuk ke dalam Rumah
Ketenteraman dan Keselamatan."
Sunyi sesaat Lalu terdengar suara sahutan dari dalam tanah.
"Resi Kaii Jagat, aku mendengar permintaanmu.
Lapangkan hati dalam menghadapi segala cobaan.
Pintu terbuka lebar bagimu. Silahkan masuk."
Begitu suara di dalam tanah selesai berucap tiba-tiba terdengar suara angin
berdesir. Batang pohon Jati di hadapan si orang tua bergetar. Cabang dan ranting
serta daun-daun bergerak lurus ke atas mengarah ke
langit. Di lain kejap terjadilah hai yang sungguh luar biasa.
Pohon Jati besar berusia lebih dari setengah
abad itu melesat ke udara sampai setinggi tiga tombak.
Akar menjuntai bergerak-gerak mengeluarkan suara
berdesir aneh.Dari lobang besar yang kini menganga
di tanah muncul keluar satu bangunan terbuat dari batu 185 Jabang Bayi Dalam
Guci 81 Tiraikasih hitam berbentuk candi kecil. Resi Kali Jagat terpana.
Mata menatap tak berkesip. Dia sudah sering
mendengar adanya keanehan ini namun baru kali ini
melihat sendiri.
Saat itu terdengar lagi suara berdesir dari arah bangunan batu. Lalu pintu
bangunan kelihatan
bergeser, membuka ke samping membentuk jalan
masuk. "Resi Kali Jagat Ampusena, pintu telah terbuka.
Berarti kedatanganmu diterima. Silahkan masuk." Ada suara mempersiiahkan.
Resi Kali Jagat kepit erat-erat guci putih di tangan kiri lalu dengan cepat
masuk ke daiam bangunan
melalui pintu yang terbuka. Begitu si orang tua berada di dalam bangunan, pintu
batu menutup dengan
sendirinya lalu terasa bangunan itu bergerak turun
masuk jauh ke dalam tanah. DI luar sana pohon Jati
besar bergerak pula ke bawah dan kembali tertanam di tanah seperti sebelumnya.
Cabang, ranting dan
dedaunan yang mengarah ke langit perlahan-lahan
bergerak ke bawah.
Bangunan batu yang diluar tampak kecil saja
ternyata sebelah dalamnya cukup luas. Di satu mang
terbuka berderet beberapa patung batu, tiga patung
lelaki, dua berujud patung perempuan.
"Pemilik Rumah Ketenteraman dan Keselamatan, aku sudah berada di dalam bangunan.
Aku menghatur terima kasih kau telah memberi perkenan bagiku untuk masuk. Salam hormat dan
sejahtera untukmu."
Baru saja Resi Kali Jagat berucap tiba-tiba dari lantai mencuat tiga buah benda.
Ternyata benda itu adalah
dua buah kursi dan sebuah meja terbuat dari batu hitam berkilat.
"Ampusena silahkan duduk. Apakah kau berkenan terlebih dulu membasahi rangkungan
dengan secangkir anggur murni atau secawan tuak harum?"' Suara yang menyapa
adalah suara perempuan yang sama
sewaktu sang Resi masih berada di hutan Jati.
"Terima kasih, kalau boleh aku hanya minta 185 Jabang Bayi Dalam Guci
82 Tiraikasih secangkir air putih bening."
Mendengar jawaban itu, perempuan yang masih
belum kelihatan ujudnya keluarkan suara tertawa.
"Ampusena, agaknya kau tidak pernah berubah dari dulu."
Resi Kali Jagat tidak menjawab, hanya rundukkan kepala dan dada sebagai
penghormatan atas ucapan
orang. Ketika dia meluruskan kepala dan tubuh kembali di atas meja batu tabu-
tabu telah terletak sebuah
cangkir tanah berisi air bening. Namun di dalam
kebeningan itu Resi Kali Jagat melihat sesekali ada
kilauan warna merah. Racuni
"Resi Kali Jagat, silahkan membasahi rangkungan.
Silahkan diminum air putih bening sejuk di atas meja."
Suara perempuan tanpa ujud kembali terdengar.
Resi Kali Jagat yang telah melihat adanya
kelainan dalam cairan putih bening menjawab dengan
suara lembut penuh hormat
"Penghuni Rumah Ketenteraman dan Keselamatan mohon maaf. Aku lupa kalau hari ini
aku tengah berpuasa."
"Begitu" Makin tua umur dunia membuatmu kini jadi seorang pelupa. Itu lebih baik
dibandingkan jadi orang pikun"
Didahului suara tertawa tiba-tiba salah satu dari dua patung perempuan di dalam
ruangan pancarkan
cahaya kuning. Cahaya ini melesat ke arah kursi batu.
Sesaat kemudian di atas kursi batu di belakang meja di hadapan Resi Kali Jagat
terlihat sosok seorang nenek.
Nenek ini memiliki wajah runcing mengenakan
jubah kuning, berambut kuning dan di atas kepalanya menancap tiga tusuk konde
terbuat dari batu berwarna merah pekat. Wajahnya tampak aneh kalau tidak mau
dikatakan angker. Nenek
ini hanya punya satu alis, memanjang dari pelipis kiri sampai pelipis kanan. Di
bawah alis panjang itu terdapat dua buah mata. Mata yang sebelah kiri lebih
besar dari mata sebelah kanan. Hidung bengkok menyerupai paruh
burung dicantel! anting-anting bulat terbuat dari emas.
185 Jabang Bayi Dalam Guci
83 Tiraikasih Mulut berbentuk segi tiga. Si nenek tidak duduk di atas kursi tapi berdiri. Dan
tubuhnya ternyata pendek sekali alias katai.
Resi Kali Jagat cepat berdiri lalu membungkuk.
"Penghuni Rumah "Ketenteraman dan Keselamatan, salam hormatku untukmu."
SI nenek katai tertawa panjang lalu berkata.
"Walau pertemuan kita terakhir sekitar lima puluh tahun silam, namun kita sudah
saling kenai. Terus terang aku merasa lucu dengan segala basa basi ini.
Ampusena, apakah kau baik-baik saja selama ini?"
Resi Kali Jagat Ampusena membungkuk.
"Penghuni Rumah Ketenteraman dan Keselamatan, terima kasih. Aku ada baik-baik
saja. Kau sendiri
bagaimana...?"
Mulut segi tiga si nenek tersenyum. "Tidak perlu sungkan. Seperti di masa lalu
kau boleh memanggil
diriku dengan nama asliku Ning Rakaninl. Beberapa
bulan silam aku menyambangi makam adikku Ning
Prameswari di Bukit Menoreh. Ternyata keadaan makam
sangat bersih dan terpelihara. Bunga-bunga tumbuh
segar dan mekar di sekeliling makam. Apakah kau yang selama ini merawat makam
Itu?" "Benar Ning Rakaninl. Hanya itu yang bisa aku lakukan untuk tetap menghormati
kecintaanku padanya." Jawab Resi Kali Jagat.
Si nenek bernama Ning Rakaninl terdiam sejenak.
Lalu dia berkata. "Ampusena, aku sangat berterima kasih atas semua perhatianmu
terhadap mendiang
adikku. Sekarang katakan apa tujuanmu
menyambangiku di tempat yang sangat rahasia Ini tapi kau berhasil menemukan."
"Hanya atas perlindungan dan bimbingan Para Dewa maka aku bisa sampai ke
sini..." "Sepasang kasut putih yang kau pakai itu turut membantumu?"
"Benar Ning Rakanini. Sepasang kasut ini pemberian Roh Putih yang jadi pelindung
diriku." Menjawab Resi Kali Jagat.
185 Jabang Bayi Dalam Guci
84 Tiraikasih "Tapi ketika ada lima mahluk anjing merah besar menyerangmu dan berusaha
merampas barang yang
kau bawa. Roh Putihmu tidak menolong dirimu! Apakah
begitu cara Roh Putih melindungimu?"
Resi Kali Jagat Ampusena terdiam. Rupanya si nenek mengetahui apa yang terjadi
di hutan Jati sana.
"Ning Rakanini, terima kasih kau telah memperhatikan diriku. Mengenai
pertolongan Roh
Putih, tidak selamanya sang penolong selalu turun
tangan sendiri. Melalui uluran tangan Yang Maha Kuasa bisa saja yang muncul
menolong bukan si pelindung
langsung, itu yang terjadi dengan diriku. Ada mahluk berujud jerangkong putih
muncul menolong diriku
pada kejadian serangan lima ekor anjing merah. Semua itu pasti terjadi atas
kehendak Yang Maha Kuasa."
Si nenek yang berdiri di kursi batu angguk-
anggukkan kepala. Dia menatap ke arah bungkusan
hitam yang masih dikempit sang Resi dan memberi
Isyarat Resi Kali Jagat Ampusena letakkan bungkusan
kain hitam di atas meja batu.
"Ning Rakaninl, maksud tujuanku ke sini adalah untuk menitipkan benda yang ada
dalam bungkusan
ini...." "Aku ingin melihat benda itu. Harap kau segera saja membuka bungkusan kain
hitam." Kata si nenek pula.
Dengan cepat tapi hati-hati Resi Kali Jagat
membuka bungkusan kain hitam. Sepasang mata Ning
Rakaninl yang besar dan kecil menatap tak berkesip,
alis panjang hitam di kening mencuat pada kedua
ujungnya ketika melihat guci putih tembus pandang
serta benda yang ada di dalamnya.
"Ampusena, aku tak berani menduga. Katakan benda apa yang ada di dalam guci
putih itu. Menurut
penglihatanku seperti seekor kadal merah walau tidak ada buntutnya. Aku melihat
ada denyutan halus di
tubuhnya, apakah mahluk ini dalam keadaan hidup?"
"Ning Rakanini, benda yang ada dalam guci putih adalah jabang bayi hidup berusia
tiga bulan calon
185 Jabang Bayi Dalam Guci
85 Tiraikasih seorang anak laki-laki."
Si nenek berambut kuning bermuka aneh sampai
berjingkrak mendengar keterangan Resi Kali Jagat
"Dewa Bathara Agungi Baru sekali ini seumur hidup aku melihat jabang bayi ada di
luar rahim ibunya!
Dan jabang bayi ini yang hendak kau titipkan padakul Betul Ampusena"!"
"Betul Ning Rakanini. Aku menitipkan selama enam bulan sepuluh Kari saja.
Setelah Itu aku akan
datang kembali untuk mengambil ujudnya yang pasti
taat itu sudah menjadi seorang bayi"
Sosok nenek bernama Ning Rakanini, pemilik
bangunan yang disebut Rumah Ketenteraman dan
Keselamatan meluncur ke bawah dan terduduk di atas
kursi batu. "Ini kali pertama aku ketitipan barang berupa jabang bayi. Sulit dipercaya tapi
nyata. Dan yang
membawanya adalah seorang yang pernah aku
harapkan menjadi pendamping hidupku! Bagaimana
mungkin aku bisa menolak"!"
185 Jabang Bayi Dalam Guci
86 Tiraikasih RESI Kali Jagat
Ampusena mengusap
wajah. Walau wajah itu tidak
menunjukkan perubahan namun diam-diam si orang tua
merasa dadanya berdebar mendengar ucapan si nenek
katai. "Ampusena, apa kau mau memberi tahu
bagaimana cerita riwayat jabang bayi itu" Bagaimana
kau sampai ketitipan tugas untuk membawanya ke
tempat ini?"
"Beberapa waktu lalu aku bertapa dalam sebuah candi kecil di bantaran Kali
Gondang. Hasil tapaku
adalah berupa petunjuk dari Roh Putih." Lalu Resi Kali Jagat menuturkan tapa
yang dilakukannya sampai
kedatangan Roh Putih yang memerintahkannya untuk
mencari sebuah mangkok perak berisi seratus mutiara
putih. "Aku berhasil menemukan mangkok perak dan
seratus mutiara putih. Sesuai petunjuk Roh Putih aku melakukan semedi. Mutiara


Wiro Sableng 185 Jabang Bayi Dalam Guci di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam mangkok lalu
berubah membentuk sebuah guci putih tembus padang
lengkap dengan penutupnya. Guci aku isi dengan air
embun hingga ketinggian dua pertiganya. Saat itulah
Roh Putih kembali menampakkan diri dalam ujud
cahaya putih dan memberi petunjuk lebih lanjut. Aku
diminta mengikuti arah yang dibawa sepasang kasut
yaitu ke jurusan timur. Tak lama setelah mataharti terbit aku akan sampai di
satu daerah pesawahan. Di dalam
sebuah teratak di tepi sawah aku berjumpa dengan
dua orang perempuan. Salah seorang diantaranya
tengah mengandung tiga bulan. Namun perempuan Ini
tidak sudi mempunyai janin dari benih lelaki yang tidak dicintainya. Dia
bermaksud mengeluarkan janin itu dan membunuhnya. Aku diperintahkan oleh Roh
Putih untuk menyelamatkan jabang bayi dan memasukkannya ke
dalam guci putih."
Ketika Resi Kali Jagat hentikan penuturannya si nenek berkata. "Roh Putih
kemudian memintamu
185 Jabang Bayi Dalam Guci
87 Tiraikasih membawa jabang bayi dalam guci putih ke tempat
kediamanku ini untuk dititipkan. Betul?"
"Betul sekali Ning Rakanini. Keadaan di luar sana masih belum aman. Walau banjir
berair merah serta
penyakit aneh yang menimpa rakyat telah lenyap
namun bahaya tidak terduga bisa saja mengancam
secara tiba-tiba. Konon penimbul malapetaka itu adalah mahluk alam roh bernama
Sinuhun Merah Penghisap
Arwah, dibantu oleh saudara nyawa kembarnya dan
seorang bocah sakti bernama Dirga Purana. Aku tak
mungkin pergi kemana-mana membawa jabang bayi
dalam guci Ini. Roh Putih menyuruh aku menitipkannya padamu. Sepasang kasut
putih membimbing
perjalananku sampai di hutan Jati dan aku menemukan
pohon Jati yang memiliki dua cabang saling
bersilang..."
"Ampusena, ceritamu sungguh luar biasa. Apa kau menyaksikan dengan mata kepalamu
ketika ibu dari jabang bayi itu hendak membunuh darah
dagingnya sendiri?" Bertanya Ning Rakanini.
"Aku malah melihat ketika dia mengorek keluar janin tak berdosa itu dari dalam
perutnya!" Jawab Resi Kali Jagat.
"Keji sekali. Tak terpikir olehku ada ibu yang akan berbuat sejahat itu terhadap
darah dagingnya sendiri.
Atau mungkin dia punya alasan untuk melakukan hal
itu?" "Turut cerita yang aku dengar jabang bayi yang dikandung sang Ibu adalah hasil
hubungannya dengan seorang Penguasa Negeri yang terletak di alam gaib di puncak gunung.
Mungkin Gunung Semeru. Si
ibu hanyalah selir dari sang Penguasa dan tidak
menginginkan bayi itu terlahir ke dunia..."
"Kau tahu siapa nama ibu jabang bayi ini?"
Tanya Ning Rakanini pula.
"Namanya kalau aku tidak keliru adalah Ken Parantili. Setelah jabang bayi aku
dapatkan dan dimasukkan ke dalam guci putih aku segera pergi. Dia
aku tinggalkan bersama seorang gadis bernama Jaka
185 Jabang Bayi Dalam Guci
88 Tiraikasih Pesolek." Ning Rakanini merenung beberapa ketika lalu
berkata. "Ampusena, ada satu hal yang aku kawatirkan."
"Hal apakah itu kalau aku boleh tahu?"
"Minggu demi mlnggu, bulan demi bulan jabang bayi dalam guci akan berkembang
tumbuh menjadi lebih besar. Sementara guci putih besarnya tetap tak berubah. Berarti jabang
bayi bisa menemui ajal akibat tergencet dinding guci."
"Ning Rakaninl, hal yang kau tanyakan pernah aku tanyakan juga pada Roh Putih.
Aku mendapat jawaban bahwa bersamaan dengan tumbuh serta
membesarnya jabang bayi, guci putih tembus pandang
akan membesar pula mengikuti besarnya sang janin...."
"Dewa Agung!" Ucap si nenek seraya bergerak bangun dan kembali berdiri di atas
kursi batu. "Satu lagi pertanyaanku. Selama di dalam guci jabang bayi tidak mendapat makanan
apa-apa. Lain halnya jika dia berada dalam rahim ibunya. Dia akan
mendapat makanan dari tubuh sang ibu. Tanpa makan
apa jabang bayi bisa bertahan hidup sampai enam
bulan sepuluh hari dimuka"
"Menurut Roh Putih, cairan embun yang ada di alam guci merupakan air dan makanan
yang akan menghidupkan jabang bayi karena guci putih rtu adalah rahim kedua tempat
kehidupan sang janin."
"Luar biasa! Luar biasa!" Ucap si nenek berulang kali.
Resi Kali Jagat menutup guci putih kembali dengan kain hitam.
"Aneh, tiba-tiba saja aku menjadi haus," berkata Ning Rakanini. "Ampusena, jika
kau memang sedang berpuasa dan tidak mau minum air bening sejuk dalam
cangkir, biar aku saja yang meneguknya."
"Ning Rakanini, apakah kau lupa kalau hari ini kau sebenarnya juga tengah
berpuasa?"
Ucapan sang Resi membuat si nenek terkejut heran.
"Seumur hidup aku tidak pernah berpuasa. Apa maksud bicaramu Ampusena?"
185 Jabang Bayi Dalam Guci
89 Tiraikasih Resi Kali Jagat menatap ke arah cangkir tanah
berisi air putih bening. Tangan kiri diulurkan
memegang cangkir. Lalu cangkir di angkat ke atas dan dibalikkan. Air putih di
dalam cangkir serta merta jatuh tumpah ke bawah. Sebelum menyentuh lantai
ruangan batu tumpahan air yang putih bening tampak bersinar merah. Begitu air menyentuh
lantai terdengar suara
dess....dess....desssl Asap merah mengepul. Ketika
asap lenyap, lantai batu kelihatan retak terkuak dan berlobang merah hangus di
beberapa bagian.
"Ning Rakanini, kau bisa membayangkan kalau air dalam cangkir masuk ke dalam
perutmu. Batu lantai saja bisa retak dan berlobang."
Berubahlah paras si nenek.Tubuhnya yang katai
kembali melompat dan berdiri di atas kursi batu.
"Ampusena, kau tidak menyindir atau menuduh kalau aku telah meletakkan sesuatu
dalam minuman itu untuk meracuni dan membunuhmu"!"
"Sama sekali tidak. Aku hanya secara kebetulan melihat ada warna merah dalam air
sewaktu cangkir
kau letakkan di atas meja."
"Berarti ada seseorang hendak mencelakai dirimu.
Berarti kau sebenarnya juga tidak puasa!"
"Benar, aku hanya menolak minum secara halus.
Maaf kalau itu membuatmu tersinggung."
"Kurang ajar! Ada musuh dalam selimut di tempat inil"
Ning Rakanini bertepuk tiga kali. Dua dinding ruangan, sebelah kiri dan sebelah
kanan bergeser membuka. Dari setiap dinding yang terbuka keluar
enam orang perempuan berpakaian pelayan. DI
pinggang masing-masing membekal tombak pendek
terbuat dari besi hitam Mereka semua berwajah bopeng.
Sekali lihat saja Resi Kali Jagat segera maklum kalau muka bopeng itu hanyalah
topeng tipis penutup wajah belaka.
Begitu berada di ruangan ke dua belas gadis
pelayan membungkuk memberi penghormatan pada si
nenek, melirik sekilas ke arah Resi Kali Jagat lalu 185 Jabang Bayi Dalam Guci
90 Tiraikasih berlutut di lantai.
"Siapa dlantara kalian yang tadi telah menghidangkan secara gaib air putih dalam
cangkir" Lekas berdiri dan melangkah ke hadapankul"
Untuk beberapa ketika ruangan batu menjadi sunyi senyap. Kalau si nenek menatap
ke arah dua belas
orang pelayan dengan mata mendelik marah, sebaliknya sang Resi memandang dengan
tenang. "Tidak ada yang menjawab" Tidak ada yang mau mengakui baik. Semua kalian akan
menerima kematian
saat ini juga!"
Ning Rakanini jadi marah. Mulut segi tiganya
memaki berulang kali lalu dua tangan dipentang ke kiri dan kanan. Saat itu dua
tangan tampak berubah menjadi hitam dan memancarkan cahaya menggidikkan. Dua
belas gadis pelayan bermuka bopeng tundukkan
kepala seolah pasrah menerima hukuman maut!
Tiba-tiba salah seorang diantara para gadis
bermuka bopeng berdiri dari berlutut lalu melangkah ke hadapan Ning Rakanini. Di
depan si nenek dia
jatuhkan diri berlutut.
"Kau. Perlihatkan wajahmu!'' Bentak Ning Rakanini.
Si gadis segera tanggalkan topeng yang menutupi wajah dan kini terlihat muka
aslinya. Ternyata dia adalah seorang gadis berkulit kuning berwajah ayu jelita.
"Menur Kembiril" Teriak Ning Rakanini menyebut nama si gadis. "Jadi kau
orangnya! Katakan apa yang telah kau lakukan dengan minuman di dalam cangkir!"
"Mohon ampunanmu Ajeng Puteri Ning Rakanini.
Seorang pemuda asing telah menyuruh saya
memasukkan sejenis bubuk merah ke dalam minuman
dalam cangkir. Saya tidak kuasa menolak karena saya
telah bercinta dengan dia." Sang pelayan menyebut si nenek dengan panggilan
Ajeng Puteri. "Jahanam kurang ajar! Siapa pemuda itu! Dimana dia sekarang"!" Hardik Ning
Rakanini Gadis bernama Menur Kembiri angkat kepala,
memandang seputar ruangan lalu menunjuk ke atap
185 Jabang Bayi Dalam Guci
91 Tiraikasih ruangan sudut sebelah kiri.
Walau tidak melihat apa-apa namun tidak menunggu lebih lama Ning Rakanini segera
hantamkan dua tangannya ke sudut atas ruangan yang ditunjuk si
pelayan. "Blaarr!"
Dua larik sinar hitam menderu ke atap ruangan.
"Braakk!"
Sudut atap ruangan hancur berantakan,
memunculkan satu lobang besar. Sesaat sebelum dua
larik sinar pukulan sakti si nenek menghancurkan atap ruangan di sudut kiri
selarik cahaya kuning tampak
melesat. Ketika atap hancur membentuk lobang, pada
lobang besar itu tampak berdiri seorang anak lelaki
berpakaian mewah serba hitam. Di telinga kiri
mencantel sebuah anting emas.
"Kurang ajar! Pembohong sialan! Cuma seorang bocah kau menyebutnya seorang
pemuda!" Teriak Ning Rakanini sambil pelototkan mata pada Menur Kembiri.
Dalam keadaan tambah marah si nenek melesat dari
kursi batu. Dua tangan diluruskan ke arah si bocah,
tinju dikepal. Dari dua kepalan kemudian menyembur
cahaya kebiruan.
"Ning Rakanini! Tahan serangan!" Teriak Resi Kali Jagat tapi si nenek tidak
perduli. Tubuhnya terus
melesat malah dia lipat gandakan tenaga dalam.
Anak lelaki yang berdiri di dalam lobang besar di atap bangunan hentakkan kaki
kanannya ke pinggiran lobang. Saat itu juga udara terasa pengap.
Sosok Ning Rakanini yang melesat dalam ruangan
mendadak tertahan dan mengapung di udara. Resi Kali
Jagat dan semua orang yang ada di tempat itu juga
merasa tubuh mereka kaku. Si bocah tertawa bergelak.
Matanya memandang berkilat ke arah bungkusan kain
hitam di atas meja batu. Ketika dia hendak melompat siap mengambil bungkusan
berisi guci putih tiba-tiba ada suara seperti orang melangkah. Hebatnya setiap
langkah yang terdengar membuat seluruh bangunan
terasa bergoyang. Lalu ada suara mengiang yang di
185 Jabang Bayi Dalam Guci
92 Tiraikasih telinga si bocah di dalam lobang di atas atap.
"Sang Junjungan! Ada mahluk asing datangi Lekas pergil Saat ini kita belum
beruntungl Lain kali kita coba lagil"
Anak lelaki unjukkan wajah tidak senang. Mata
masih memandang berkilat ke arah bungkusan kain
hitam. Namun dia maklum harus mengalah. Si bocah
membuat gerakan. Tapi bukannya melesat
meninggalkan ruangan melainkan justru melayang
turun memasuki ruangan dan menyambar tubuh Menur
Kembiri lalu dipanggul. Si bocah hentakkan kaki kanan ke lantai. Begitu sebuah
lobang besar dan dalam muncul di lantai si bocah segera ceburkan diri ke dalam
lobang. Sesaat kemudian lobang lenyap, lantai kembali rata seperti semula.
Hanya sesaat setelah si bocah kabur memboyong gadis pelayan yang cantik itu Ning
Rakanini mampu gerakkan tubuh dan melayang turun ke atas kursi batu.
Resi Kali Jagat serta sebelas pelayan perempuan lainnya juga lepas dari ilmu
aneh yang membuat mereka semua kaku tak mampu bergerak.
"Ampusena! Kau melarang aku menyerang bocah itul Kenapa" Memang dia siapa" Kau
lihat sendiri dia
membawa kabur seorang pelayanku! Bocah itu kurasa
baru berusia sekitar dua belas tahun. Tapi sudah tahu perempuanl Bedebah
jahanam! Ampusena kau juga
mendengar penjelasan dan tahu kalau bocah itu hendak meracunmu melalui pelayan
itu! Dia mampu masuk
menerebos ke tempat inil Baru satu kali terjadi seumur hidupku ada orang bisa
masuk tanpa izinku!"
"Ning Rakanini, maafkan aku. Aku bermaksud baik.
Mencegahmu agar tidak membuka silang sengketa
dengan kelompok orang-orang jahat yang menyanjung
apa yang dinamakan Sukma Merah. Bocah tadi adalah
Dirga Purana, seorang anak sakti yang sering membantu orang-orang Sukma Merah.
Aku yakin dia datang ke sini bukan cuma hendak membunuhku, tapi juga ingin
merampas guci putih berisi jabang bayi."
"Nah, nah ternyata dia seorang bocah jahat 185 Jabang Bayi Dalam Guci
93 Tiraikasih anggota komplotan Sukma Merahi Aku pernah men-


Wiro Sableng 185 Jabang Bayi Dalam Guci di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengar pimpinan kelompok itu. Satu mahluk alam roh
bernama Sinuhun Merah Penghisap Arwah. Tapi aku
dengar nyawanya sudah amblas. Aku menyesal kau
telah menghalangi diriku membunuhnya. Padahal kalau
tadi aku bisa menghabisinya berarti aku telah berbuat bakti besar pada Kerajaan
Mataram! Bukankah komplotan itu yang telah menimbulkan malapetaka Malam
Jahanam di Bhumi Mataram?"
"Ning Rakanini, tidak aku cegahpun kau tidak bisa membunuhnya. Dia keburu
mengeluarkan kesaktian yang disebut Ilmu Membungkam Bumi.
Dalam lingkaran sepuluh tombak semua mahluk hidup
yang ada akan menjadi kaku tak mampu bergerak."
Si nenek terdiam sejurus. Dia berpaling ke kiri dan kanan ke arah para pelayan
bertopeng wajah bopeng.
"Kalian semua! Kembali ke tempat kalianl" Si nenek menghardik.
Sebelas pelayan yang sejak tadi berlutut segera berdiri lalu berlari keluar
meninggalkan ruangan lewat dua pintu di dinding. Setelah semua pelayan keluar
dua pintu kembali bergeser menutup.
Tinggal berdua di dalam ruangan Ning Rakanini
berkata. "Ampusena, aku merasa malu dan sangat terpukul.
Ada orang mampu menembus masuk ke tempatku ini.
Aku harus membenahi pengamanan kalau tidak tempat
ini tidak bisa lagi dinamakan Rumah Ketenteraman dan Keselamatan. Aku mohon kau
mau meninggalkan tempat
ini sekarang juga."
"Aku mengerti kesulitan yang kau hadapi. Namun kalau aku boleh bertanya apakah
ucapanmu tadi berarti kau menolak ketitipan guci putih berisi jabang bayi ini?"
"Aku tidak menolak. Tapi dengan adanya kejadian seorang bocah bisa menerobos
masuk lalu kabur begitu saja dari sini, aku tidak bisa menjamin keselamatan
guci." Tiba-tiba suara langkah-langkah aneh yang
membuat bangunan bergoyang muncul kembali. Di
185 Jabang Bayi Dalam Guci
94 Tiraikasih lobang di atas atap muncul satu kepala luar biasa besar berkepala botak. Kepala
raksasa I Di kening ada tanduk memancarkan cahaya merah. Sepasang mata besar
menjorok keluar, bagian putihnya hanya memiliki satu titik hitam kecil, melirik
berputar. Lalu terdengar suara seperti orang mengorok. Ketika dua lobang hidung
menghembuskan nafas, baik si nenek maupun sang
Resi merasa mata mereka menjadi perih. Lalu terdengar si pemilik kepala di
lobang berucap.
"Jika tidak ada yang mau ketitipan guci putih berisi jabang bayi Itu, berikan
padakul" Resi Kali Jagat dan Ning Rakanini sama-sama terkejut.
"Ada lagi yang mau membuat onar dan menerobos masuk ke dalam tempat kediamanku!"
Kata si nenek. Dua tangan diangkat dan serta merta menjadi hitam
berkilat "Tahan! Jangan!"
Resi Kali Jagat cepat berteriak.
TAMAT 185 Jabang Bayi Dalam Guci
95 Jala Pedang Jaring Sutra 1 Elang Terbang Di Dataran Luas Karya Tjan Id Panji Sakti ( Jit Goat Seng Sim Ki) 2
^