Pencarian

Api Di Bukit Menoreh 13

11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 13


Sabungsari dan Glagah Putih tidak segera turut campur.
Mereka yakin bahwa Rumeksa dan Mandira akan segera menyelesaikan ketiga orang anak muda dari kelompok Macan Putih itu. Dengan demikian maka mereka akan segera dapat menangani kedua orang lainnya, yang masih memukuli kedua orang yang seharusnya justru memenangkan taruhan dalam sabung ayam itu.
Sebenarnyalah ketiga orang Macan Putih itu semakin lama menjadi semakin terdesak. Serangan Rumeksa dan Mandira semakin lama semakin banyak mengenai tubuh mereka bertiga.
Dalam keadaan yang gawat itu, maka seorang diantara ketiganya telah memanggil kedua orang kawannya yang masih saja memukuli lawannya yang sudah hampir tidak berdaya.
Kedua orang itu segera melepaskan kedua orang yangsudah menjadi sangat lemah itu. Seorang diantaranya telah terhuyung-huyung dan jatuh terduduk. Sementara yang lain masih mencoba untuk berdiri tegak, meskipun wajahnya menjadi biru pengab.
Rumeksa dan Mandira menyadari bahwa lawannya akan menjadi lima orang. Namun justru karena itu, maka keduanya telah bersatu mengakhiri perlawanan ketiga orang lawannya.
Dengan sekuat tenaga, Mandira yang berhasil menghindari serangan seorang lawannya, justru telah berputar sambil melenting. Kakinya berputar pada ayunan yang deras sekali.
Serangannya dengan tiba-tiba saja telah menyambar wajah seorang yang lain diantara ketiga orang lawan-lawannya itu.
Demikian kerasnya, sehingga wajahnya itu telah terputar menyamping.
Tetapi Mandira tidak terhenti. Sekali lagi ia melakukannya.
Dan sekali lagi kakinya menyambar muka lawannya. Demikian kerasnya sehingga lawannya itu telah terlempar kesamping dan jatuh terbanting ditanah.
Ketika seorang kawannya berusaha membantunya dengan menyerang Mandira. maka Rumeksa telah memotong serangannya. Dengan kakinya terjulur lurus menyamping, maka Rumeksa telah berhasil mengenai dada seorang diantara anak muda dari kelompok macan Putih.
Ternyata bahwa serangan Rumeksa itu demikian kerasnya sehingga orang itu tidak dapat bertahan untuk tegak berdiri.
Orang itu telah terlempar jatuh, justru memimpin seorang kawannya yang sedang berusaha untuk bangkit.
Namun tubuh yang menimpa badannya yang lemah itu telah membuatnya menjadi semakin payah.
Ternyata. kedua orang itu tidak segera dapat bangkit, sehingga ketika kedua orang yang telah memukuli lawan bertaruhnya telah pingsan.
Rumeksa dan Mandira nampaknya tidak mau menunggu lebih lama lagi. Iapun telah menyambut kedua orang itu dengan serangan-serangan yang baru, sehingga perkelahianpun semakin menjadi seru. Dua orang yang baru saja memukuli lawannya itu ternyata telah mendapat lawan yang lain. Mereka tidak dapat sekehendak hatinya memukuli lawanlawannya itu. Bahkan kedatangan mereka telah disongsong oleh serangan yang beruntun.
Ketiga orang yang tersisa dari kelompok Macan Putih itu ternyata menjadi gentar juga melihat serangan-serangan yang membadai dari orang-orang Gajah Liwung. Apalagi setelah beberapa kali mereka mendapat serangan yang tidak dapat mereka tangkis dan tidak dapat mereka hindari, sehingga tubuh mereka terasa menjadi sakit.
Sementara itu, Sabungsari dan Glagah Putih memperhatikan perkelahian itu sempat menilai lebih bersungguh-sungguh kemampuan Rumeksa dan Mandira.
Ternyata kedua orang prajurit sandi itu memang memiliki tenaga yang besar dan tingkat kanuragan yang tinggi.
Ternyata keduanya mampu mendesak ketiga orang yang tersisa itu.
Dalam keadaan yang gawat bagi ketiga orang dari kelompok Macan Putih itu, tiba-tiba saja terdengar Sabungsari dan Glagah Putih bertepuk tangan.
Ketiga orang dari kelompok Macan Putih itu dengan serta merta telah berpaling. Mereka termangu-mangu ketika mereka melihat dua orang yang justru melangkah mendekat.
Rumeksa dan Mandirapun telah berpaling pula. Ternyata kedua orang yang bertepuk tangan itu adalah kawan-kawan dari kelompoknya pula.
" Kapan kalian datang" " bertanya Mandira, " Sudah tadi. Aku melihat bagaimana kau menjatuhkan kedua |orang itu. " berkata Sabungsari. "
Mandira tertawa. Suara tertawanya aneh. Terasa agak kasar dan liar. Tetapi Sabungsari dan Glagah Putih mengerti, bahwa Mandira memang memberikan kesan liar dan kasar.
Ternyata orang-orang Macan Putih itu ingin memanfaatkan kesempatan itu untuk melarikan diri. Namun Sabungsari dan Glagah Putih bertindak cepat. Mereka telah menutup kepungan sehingga ketiga orang itu tidak mendapat jalan untuk keluar dari arena perkelahian.
" Jangan lari " berkata Rumeksa. Kau telah memukuli orang yang seharusnya menang itu sampai biru pengab. Meskipun aku belum mengenal mereka, tetapi aku benci pada solah tingkah kalian itu. Kalian tidak boleh sewenang-wenang terhadap orang lain. Jika kalian jantan, maka kalian hanya akan melawan kelompok-kelompok yang memiliki kesamaan kebiasaan dengan kalian. "
Ketiga orang itu termangu-mangu. Sementara dua orang kawannya masih pingsan. Sedangkan empat orang dari kelompok Gajah Liwung telah mengepungnya. Melawan dua diantara mereka, anak-anak muda dari kelompok Macan Putih itu tidak dapat menang. Apalagi berhadapan dengan empat orang. "
" Kalian harus minta maaf kepada kedua orang itu. Kau sakiti orang itu justru mereka tidak bersalah. Kalianlah yang bersalah. " berkata Mandira.
" Kami tidak bersalah " sahut salah seorang dari mereka "
dia telah mencoba mengelabuhi kami.
Tetapi tiba-tiba Rumeksa telah memukul anak muda yang menjawab itu, sehingga bibirnya telah berdarah.
" Aku mengikuti semua peristiwa yang terjadi di sini "
bentak Rumeksa " jangan mencoba membohongi aku. "
Anak muda itu menyeringai menahan sakit. Sementara Mandira berkata " Kalian harus bayar sebesar taruhan yang memang harus kalian bayar. "
Wajah anak muda itu menjadi tegang.
" Cepat " bentak Rumeksa " kalian harus bayar. Aku termasuk orang yang tidak senang berjudi. Sabung ayam atau permainan sejenis. Tetapi kalian membuat aku menjadi semakin benci. Kalian sudah berada di tempat sabung ayam, masih menipu pula. Kau membuat aku benci berlipat ganda.
"Kau juga berada ditempat sabung ayam " yang seorang lagi menyahut.
Mandiralah yang kemudian memukulnya ditengkuk. Orang itu telah terdorong maju dan hampir saja terjerembab.
Untung kawannya yang lain sempat menangkapnyajdanlmena-hannya. Namun terasa kepalanya menjadi pening. Matanya berkunang-kunang. Hampir saja orang itu menjadi pingsan.
" Aku disini untuk mengawasi kalian " geram Mandira " cepat bayar. Atau kalian akan aku cekik sampai mati disini. Kemudian aku tinggalkan sesobek kain dengan lukisan kepala Gajah. "
Orang-orang Macan Putih itu termangu-mangu . Tubuh mereka sudah menjadi sakit-sakitan. Wajah mereka serasa menjadi bertambah tebal.
Namun dengan kata-kata sendat seorang diantara mereka berkata " Kami tidak mempunyai uang. "
" Jika kalian tidak mempunyai uang, kenapa kalian bertaruh ditempat sabung ayam ini" " bentak Mandira.
Orang itu terdiam. Sementara Mandira berkata lantang " Jadi kalian dengan sengaja telah membuat onar" Jika kalian menang, maka kalian akan mengambil uang kemenangan itu. Tetapi jika kalian kalah, maka kalian bermodal kekerasan dan kekerasan memaksa orang yang menang untuk tidak menuntut bayaran dari kalian."
Ketiga orang itu tidak menjawab. Mereka hanya menunduk dengan wajah yang pucat dan keringat yang membasahi kening.
"Cepat. Atau aku akan melepas kamus pada ikat pinggang yang kalian pakai. Meskipun hanya perak, tetapi cukup memadai. Lima pasang kamus, satu bandul dan uang seadanya." berkata Mandira.
"Jangan, jangan " minta seorang diantara mereka " nanti aku akan dimarahi ayah. "
" Siapa akan peduli dengan ayahmu. Kau disini datang sendiri. Berbuat sendiri yang harus kau pertanggung jawabkan sendiri. " Mandira menjadi semakin marah.
Namun akhirnya seorang diantara mereka berkata " Kami akan mencoba mengumpulkan uang kami. "
"Cepat, sebelum kami menjadi semakin marah " bentak Rumeksa.
Ketiga orang itupun kemudian telah mengumpulkan uangnya.
Namun Rumeksa berkata " Ambil uang kedua o-rang kawanmu yang pingsan. Sekarang nampaknya mereka mulai sadar. "
Orang-orang Macan Putih itu tidak mmpunyai pilihan lain.
Mereka harus mengumpulkan uang yang mereka bawa dan kemudian menyerahkannya kepada Mandira.
" Kau tidak bertaruh melawan aku. Serahkan kepada yang berhak. Sekaligus minta maaf kepada mereka. " berkata Mandira.
Anak muda itu tidak mempunyai pilihan lain. Iapun telah mendekati orang yang telah dipukulinya dan menyerahkan uang yang dapat mereka kumpulkan.
" Apakah uang itu cukup" " bertanya Mandira kepada orang yang menerimanya.
Orang itu termangu-mangu. Wajahnya masih terasa pengab. Namun iapun berkata " Masih kurang sedikit. Tetapi biarlah. "
" Tunggu Aku akan mencari sendiri di kantong-kantong ikat pinggang kalian " berkata Rumeksa.
" Jangan, itu tidak perlu " berkata seorang diantara orangorang Macan Putih itu.
Tetapi Rumeksa nampaknya bersungguh-sungguh.
Katanya " Aku akan mencarinya sendiri jika kalian tidak mau memenuhi janji kalian membayar taruhan. "
Orang-orang Macan Putih itu menjadi tegang. Ternyata kelompok yang baru muncul itu terdiri dari orang-orang yang tidak kalah liarnya dengan kelompok-kelompok yang sudah ada.Karena itu, maka orang-orang Macan Putih itu memang tidak dapat berbuat lain. Mereka memang harus membayar sebagaimana mereka janjikan dalam taruhan.
Tetapi ketika orang-orang Macan Putih itu sudah memenuhinya, Mandra masih berkata " Kalian harus menambah lagi. "
Orang-orang dari kelompok Macan Putih itu heran. Seorang diantara mereka bertanya " Kenapa aku harus membayar lagi?"
"Kau sudah menyakiti orang-orang itu. Kau harus membayar lebih karena mereka harus mengobati tubuhnya yang menjadi kesakitan karena pokal kalian. " berkata Mandra.
"Aku tidak mau. Ini pemerasan " Jawab anak muda. Dari kelompok Macan Putih itu.
"Jika kau tidak mau membayar, maka kami berempat akan memukuli kalian seperti kalian memukuli mereka. Wajah karian harus menjadi biru pengab. Gigi kalian akan aku rontokkan semua. Pokoknya apapun yang ingin kami lakukan akan kami lakukan atas kalian. " jawab Mandra. Lalu katanya pula " Jika sekali lagi kalian menyebut ini sebagai pemerasan, maka kalian semua akan menjadi pingsan lagi. "
API DI BUKIT MENOREH Jilid : 261 ~ 270 Karya S.H. Mintarja ________________________________________
Buku 261 ORANG-ORANG dari kelompok Macan Putih itu mengumpat didalam hati. Tetapi mereka harus menambah uang yang sudah mereka bayar kepada orang-orang yang memenangkan taruhan.
Ketika orang-orang itu menolak untuk menerima, maka Mandira membentaknya " Jika kau menolak, maka kau yang akan aku pukuli."
Orang itu menjadi heran. Tetapi ia terpaksa menerima uang lebih dari taruhan yang seharusnya dibayar oleh anak-anak dari melompok Macan Putih itu.
" Pergilah " berkata Mandira " jangan bertaruh lagi. Sabung ayam tidak akan memberikan apa-apa kepada kalian selain biru bengab diwajahmu."
Kedua orang itu tidak menjawab. Mereka lupa mengucapkan terimakasih. Mereka ingin segera keluar dari tempat yang sama sekali tidak menyenangkan itu.
Yang tinggal kemudian memang tinggal orang-orang dari kelompok Macan Putih dan kelompok Gajah Liwung. Orang-orang yang semula masih tinggal untuk melihat perkelahian yang keras itu telah meninggalkan tempat itu pula.
" Kita mendapat kesempatan yang luas untuk membuat perhitungan sekarang ini " berkata Rumeksa.
Tetapi orang-orang Macan Putih tidak menjawab. Mereka menyadari behwa mereka tidak akan dapat mengimbangi orang-orang dari kelompok Gajah Liwung itu meskipun jumlah mereka lebih sedikit.
" Tetapi baiklah " berkata Rumeksa kemudian " jika kalian belum bersedia kali ini, maka pada kesempatan lain kita akan bertemu lagi."
Karena orang-orang Macan Putih itu masih tidak menjawab maka Rumeksapun telah berkata kepada kawan-kawannya "
Marilah kita pergi."
Keempat orang dari kelompok Gajah Liwung itupun kemudian telah meninggalkan arena sabung ayam itu.
Yang tinggal adalah orang-orang dari kelompok Macan Putih. Macan Putih termasuk kelompok yang disegani sebagaimana kelompok Sidat Macan. Bahkan sepeninggal pimpinan kelompok Sidat macan yang lama, maka kelompok Macan Putih merasa telah menjadi kelompok terbesar yang tentu dihormati oleh kelompok-kelompok yang lain.
Namun kelompok Gajah Liwung itu ternyata telah menghina mereka dihadapan orang banyak. Mereka telah dikalahkan oleh orang-orang dari kelompok Gajah Liwung yang jumlahnya jauh lebih sedikit dari jumlah mereka.
Tetapi hal itu memang telah terjadi.
" Kita akan membalas kekalahan ini. Juga dihadapan orang banyak " geram salah seorang dari kelompok Macan Putih itu.
" Kita memang belum banyak mengenal mereka." Berkata yang lain.
" Mereka cukup sombong. Mereka membawa ciri kelompok mereka kemana-mana. Seakan-akan kelompok ini memang telah menantang kelompok-kelompok yang lain." sahut yang pertama.
Seorang yang telah pingsan itupun berkata pula " Aku akan mencari kesempatan untuk membalas dendam. Jika perlu" kita akan membunuh seorang diantara mereka. Jika kita tidak berani berbuat demikian, maka kelompok Gajah Liwung akan menjadi semakin sombong."
Kawan-kawannya tidak segera menjawab. Tetapi mereka bertanya dalam hati, apakah benar mereka dapat melakukannya. Bahkan orang yang mengatakannya itu sendiri tidak yakin bahwa mereka akan dapat membunuh seorang diantara mereka.
Seorang diantara orang-orang kelompok Macan Putih itu justru bertanya kepada diri sendiri " Seandainya kami dapat membunuh seorang diantara mereka, apakah mereka tidak akan membunuh lima orang diantara kami ?"
Tetapi orang itu tidak mengatakannya. Bahkan iapun menggeram sambil berkata " Marilah. Lain kali kita membuat perhitungan."
Kelima orang itupun kemudian telah meninggalkan arena sabung ayam yang sepi itu. Nampaknya memang tidak ada seorangpun diantara mereka yang memberikan laporan tentang keributan yang terjadi diarena sabung ayam itu.
Dengan peristiwa dibukit kapur dan di arena sabung ayam itu, maka kelompok Gajah Liwung telah menjadi ba-'han pembicaraan.
Kelompok-kelompok yang ada sebelumnya telah menyebut-nyebut nama kelompok yang baru, yang terdiri dari orang-orang aneh. Mereka tidak nampak terlalu banyak berkeliaran dengan pakaian yang aneh-aneh dan tidak pernah disebut-sebut mengganggu orang-orang yang berbelanja dipasar atau di kedai-kedai. Mereka memang sering berbuat anehaneh.
Tetapi tidak banyak mengganggu orang lain, kecuali orang-orang khusus.
Tingkah laku kelompok Gajah Liwung mengingatkan beberapa orang kepada tingkah laku Raden Rangga yang sudah tidak ada lagi.
Pada suatu hari, seorang pedagang ternak yang kaya telah mengumpat-umpat karena halaman rumahnya menjadi kolam.
Dimalam hari orang-orang Gajah Liwung telah mengaliri air dari parit dimuka rumah pedagang ternak itu keha-laman.
Sambil menyangkutkan sehelai kain berlukisan kepala
seekor Gajah, di kain itu tertulis pula sebuah kalimat " Kau peras peternak-peternak kecil yang miskin untuk membuat kau menjadi kaya raya "
Pedagang ternak itu telah memanggil orang-orangnya.
Dengan lantang ia bertanya " Apa yang pernah aku lakukan "
Bukankah wajar jika aku mengambil keuntungan dalam perdagangan ternak ini ?"
Tidak ada yang menjawab. Tetapi beberapa orang diantara mereka bertanya dalam hati " Keuntungan itu terlalu banyak.
Hampir lipat dan modal yang kau keluarkan. Petani-petani yang membutuhkan uang untuk makan mereka sehari-hari itu telah menjual ternak-ternak mereka dengan harga yang terlalu murah."
Tetapi tidak seorangpun berani menjawab.
Sementara pedagang itu masih saja membentak-bentak dan mengumpat-umpat.
Tetapi suaranya tertahan ketika ia mendengar suara tertawa diatas sebatang pohon di sudut halamannya, dekat gan-dok. Dua orang duduk diatas cabang pohon sambil menggoyang-goyangkan kakinya.
" Setan kau " geram pedagang ternak itu.
" Tidak apa-apa. Sebuah peringatan kecil " berkata seorang diantara mereka yang ada diatas pohon " sebaiknya kau rubah caramu berdagang. Kau mempunyai kebiasaan meminjamkan uang kepada orang-orang miskin. Beberapa bulan kemudian, kau pungut hutangmu dengan nilai lipat. Jika mereka tidak dapat membayar, maka kau ambil ternaknya. Lembunya, kerbaunya bahkan kambingnya. Kau hargai ternak itu murah sekali karena kau mengancam bahwa sebulan lagi, uangnya akan berlipat jika tidak mereka selesaikan segera. Caramu memang menarik sekali."
" Aku seorang pedagang. Aku memang mencari untung.
Bukankah itu wajar ?" sahut pedagang ternak itu.
" Kau pernah mendengar istilah ngijon " Nah, itulah yang telah kau lakukan. Meminjamkan uang yang kemudian anak beranak dengan bunga yang sangat tinggi. Atau kau membeli ternak dengan cara yang tidak wajar. Kau pinjamkan uang dengan penilaian yang rumit, yang hanya kau ketahui sendiri, dengan keuntungan yang tidak masuk akal." berkata salah seorang yang ada diatas pohon.
" Bukan salahku. Mereka yang datang kepadaku. Mereka minta aku menolong mereka yang sedang dalam kesulitan uang. Mereka sudah sepakat sebelumnya dengan syarat yang aku berikan kepada mereka " geram pedagang itu. Lalu katanya " Jadi mereka menganggap aku adalah seorang penolong. Jika tidak percaya, kau dapat berada di rumah ini sehari saja. Kau akan menyaksikan sendiri orang yang datang dan mohon dengan belas kasihanku untuk menolong mereka.
Dan aku memang seorang yang selalu menolong sesama."
Tetapi kedua orang yang ada dipohon itu tertawa bersamasama.
Seorang diantara mereka berkata " Kau memang licin.
Tetapi aku ingin bertanya, apakah kau berkata dengan jujur "
Jujur kepada dirimu sendiri "-
Orang itu termangu-mangu sejenak. Namun tiba-tiba saja ia berkata " Apa pedulimu. Siapa kalian?"
" Kami adalah anggauta kelompok Gajah Liwung. Kau sudah menemukan secarik kain bergambar kepala gajah itu bukan " Nah, terserah padamu, apakah kau mau
mendengarkan kami atau tidak." jawab seorang diantara mereka yang ada diatas pohon itu.
Namun pedagang ternak itu berteriak kepada orangorangnya" Ambil busur dan anak panah. Aku akan berburu dihalaman rumahku sendiri."
Seorang diantara orang-orang pedagang itu memang berlari-lari masuk kedalam rumah untuk mengambil busur dan anak panah. Namun kedua orang yang ada diatas pohon itu meloncat dari dahan kedahan, kemudian meloncat kedin ding halaman rumah pedagang itu sambil berkata " Katakan
kepada orang-orang dari kelompok Kelabang Ireng yang
menjadi pelindungmu, bahwa kelompok Gajah Liwung akan
bertindak lebih jauh. Pada kesempatan lain, kami akan
bertemu dengan kelompok Kelabang Ireng."
Ketika orang yang mengambil busur dan anak panah itu
keluar, maka orang-orang dari kelompok Gajah Liwung itu
telah menghilang. Pedagang ternak itu mengumpat-umpat. Dengan geram ia
berkata " Orang-orang dari kelompok Kelabang Ireng yang
sekarang semakin berpengaruh itu tentu akan menghancurkan
mereka. Aku akan mengatakan kesombongan orang-orang
Gajah Liwung itu." Orang-orangnyapun mengangguk-angguk. Mereka juga
menganggap bahwa kelompok Kelabang Ireng akan dapat
menyelesaikan masalah. Tetapi dalam pada itu, ketika pimpinan kelompok Kelabang
Ireng mendengar laporan tentang tingkah laku orang Gajah
Liwung itu menjadi berdebar-debar. Nampaknya Gajah Liwung
benar-benar ingin menantangnya untuk pada sua-tu saat
membuat perhitungan. Namun kepada pedagang yang harus dilindungi itu ia
berkata " Dalam waktu singkat, aku akan menghancurkan
kelompok yang terdiri dari orang-oranag gila itu."
Pedagang itu mengangguk-angguk. Ia yakin, bahwa
kelompok Kelabang Ireng akan dapat mengatasi persoalan.
Pedagang itu menganggap bahwa kelompok Gajah Liwung
yang baru saja lahir itu masih belum tahu batapa garangnya
medan. Sebenaranya pedagang itu sendiri tidak ingin mendapat
perlindungan dari siapapun. Tetapi orang-orang kelompok
Kelabang Ireng justru datang kepada pedagang itu dan
menawarkan perlindungan. Ketika saat itu pedagang itu
menolak, maka hampir saja ia menjadi korban kegarangan
orang-orang dari kelompok Kelabang Ireng itu. Sehingga
akhirnya ia terpaksa bersedia mendapat perlindungan dari
kelompok itu. , Sudah tentu dengan menyerahkan sejumlah
uang setiap bu -an. Kemunculan kelompok Gajah Liwung memang
menggelisahkan. Apalagi nampaknya kelompok baru itu sama
sekali tidak gentar menghadapi kelompok Kelabang Ireng.
" Jika aku harus membayar dua kelompok sekaligus, maka
aku tentu merasa keberatan. Keduanya harus menentukan,
siapa yang terkuat diantara mereka." berkata pedagang itu.
Tetapi ternyata bahwa orang-orang Gajah Liwung masih
saja dengan sengaja memancing permusuhan dengan
kelompok-kelompok lain. Orang-orang kelompok Sidat '.
Macan telah dikejutkan oleh tingkah laku orang-orang Gajah
Liwung. Ketika orang orang yang berada di bawah
perlindungan kelompok Sidat Macan sedang sibuk berjudi
disebuah rumah yang memang khusus diperuntukkan bagi
para penjudi, tiba-tiba saja rumah itu menjadi gempar.
Tanpa mereka ketahui darimana asalnya, tiba-tiba saja
beberapa ekor ular menelusuri lantai rumah yang
dipergunakan sebagai tempat perjudian itu, sehingga para
penjudi telah menjadi gempar. Mereka berloncatan dan
berlari-lari saling bertabrakan.
Ular-ular yang kemudian berkeliaran itu memang tidak
begitu besar. Namun jumlahnya cukup banyak. Beberapa ekor
diantaranya terikat oleh sesobek kain dengan gambar kepala
seekor gajah. Ketika seseorang sempat memungut sobekan kain yang
tercecer, maka merekapun tahu, bahwa yang telah melakukan
perbuatan itu adalah orang-orang dari kelompok Gajah
Liwung. Memang tidak seorangpun diantara orang-orang yang
berloncatan itu digigit oleh ular-ular yang berkeliaran dan yang
kemudian menghilang disudut-sudut yang gelap. Tetapi
mereka justru telah saling berdesakan dan mendorong,bereibut
dahulu keluar dari rumah judi yang terletak tidak terlalu
jauh dari kota itu. Demikian mereka berada dihalaman maka merekapun telah
menarik nafas dalam-dalam. Serasa mereka telah terlepas
dari bahaya yang dapat mengancam jiwa mereka.
Orang-orang Sidat Macan yang menyelenggarakan tempat
perjudian itu memang menjadi bingung. Peristiwa itu terjadi
begitu tiba-tiba. Uang yang dipergunakan dalam perjudian itu
telah berserakan sementara makanan dan minuman telah
tumpah berserakan bahkan terinjak-injak.
Beberapa saat kemudian, semua orang telah berkumpul
dihalaman, termasuk beberapa orang dari kelompok Sidat
Macan yang menjadi pelindung dari rumah judi itu.
" Orang-orang Gajah Liwung memang gila " geram seorang
dari anggauta kelompok Sidat Macan " tetapi jangan takut.
Kami akan melindungi kalian. Silahkan masuk dan
meneruskan permainan kalian."
" Mana mungkin kami dapat melanjutkan permainan "
berkata salah seorang yang ikut dalam perjudian " uang kami
telah berserakan didalam. Sementara itu ular berkeliaran
dilamai. Mungkin dibawah tikar atau disudut-sudut gelap.
JSetiap saat ular-ular itu dapat mematuk tumit kami."
" Jadi apa yang akan kalian lakukan ?" bertanya anggauta
kelompok Sidat Macan itu.
" Kami tidak tahu " jawab orang itu.
Namun tiba-tiba saja terdengar orang tertawa.
Berkepanjangan. Tiba-tiba saja dari sudut diluar dinding
halaman, seseorang telah meloncat naik dan duduk diatas
dinding. Orang-orang yang ada dihalaman semuanya berpaling
kapadanya. Kepada seorang yang berpakaian aneh
sebagaimana orang-orang dari kelompok-kelompok liar itu.
Ikat kepalanya memang, melilit dikepalanya. Tidak
mengenakan baju sama sekali. Sebuah kalung dari berbagai
jenis kerang tergantung dilehernya. Selapis gelang kulit yang
lebar di kedu< pergelangan tangannya. Sedangkan kain
panjangnya melilit d lambung.
" Gila " geram salah seorang anggauta kelompok Sidat
Macan " aku bunuh kau."
Orang yang duduk diatas dinding itu masih tertawa.
Katanya " Kami akan membakar tempat maksiat ini.
Tempat perjudian yang tentu merupakan tempat gelap yang
lain. Tempat para penjahat berkumpul dan tempat yang tidak
pantas untuk tetap dibiarkan keberadaannya. Nah, dengan
membakar tempat ini, maka setidak-tidaknya satu diantara
beberapa tempat yang kotor disekitar kota Mataram telah
dimusnahkan." " Setan kau " geram anggauta Sidat Macan itu " kau tidak
akan dapat melakukannya."
Orang Gajah Liwung itu tertawa semakin keras. Katanya "
Kau jangan bermimpi. Kau tidak akan dapat mencegahnya.


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Meskipun disini berkumpul orang-orang dari kelompok Sidat
Macan dan beberapa orang gegedug yang bekerja sama
dengan orang-orang Sidat Macan, namun kalian tidak akan
dapat mencegah kami."
Dua orang anggauta kelompok Sidat Macan itu telah
mendekati orang yang duduk diatas dinding itu. Namun
mereka terkejut bahwa orang dari kelompok Gajah Liwung itu
sama sekali tidak meloncat keluar dinding dan melarikan diri,
tetapi justru meloncat ke dalam halaman.
Kedua orang anggauta Sidat Macan itu justru bergeser
mundur. Sementara beberapa orang yang ada dihalaman itu
berdiri termangu-mangu. Namun sebagian dari mereka memang orang-orang yang
sering merambah dalam kehidupan yang gelap. Karena itu,
maka seorang diantara mereka berteriak " Bunuh saja orang
itu. Mereka telah mengacaukan permainan kita dan
mengganggu kesenangan kita disini."
" Ya. bunuh saja. Jika ular-ular itu menggigit salah seorang
dari kita, maka orang itu akan mati. Jadi menurut penilaian
kita, maka orang itu sudah benar-benar akan membunuh kita.
Karena itu, maka tidak ada salahnya jika kita juga benar-benar
membunuhnya." teriak seorang diantara orang-orang yang
ada di halaman itu. Beberapa orang kemudian telah bergeser mendekati o-rang
yang berdiri disudut halaman itu.
Kedua orang anggauta Sidat Macan yang telah mendahului
mereka dan bergeser mundur, telah melangkah maju lagi
setelah disadarinya beberapa orang datang mendekat pula.
" Menyerahlah " berkata kedua orang anggauta Sidat
Macan itu. Tetapi orang dari kelompok Gajah Liwung itu hanya tertawa
saja. Dalam pada itu, beberapa orang kelompok Sidat Macan
telah berlari-lari pula dihalaman samping rumah itu ketika
mereka mendengar suara tertawa dari bagian lain. Bahkan
tidak hanya seorang, tetapi dua orang.
Tetapi dari arah lain lagi, masih juga terdengar suara
tertawa itu. Orang-orang dari kelompok Sidat Macan memang menjadi
agak bingung. Namun pemimpinnya segera berteriak " Kita
cari mereka diseluruh sudut halaman dan rumah."
" Kita akan membunuh ular-ular itu sekaligus orang-orang
dari kelompok Gajah Liwung. Mereka telah memasuki
perangkap yang mereka buat sendiri." suara pemimpin
kelompok Sidat Macan itu menjadi semakin lantang.
Orang-orang yang ada dihalaman itu telah menjadi semakin
garang. Beberapa orang telah mengepung seorang dari
kelompok Gajah Liwung yang berada di sudut halaman.
Beberapa orang dihalaman samping. Namun tiba-tiba saja
muncul dari dalam rumah anggauta Gajah Liwung lainnya
dengan sikap dan pakaian yang tidak ubahnya dengan
anggauta-anggauta kelompok yang lain.
" He, kenapa kalian telah meninggalkan uang kalian
didalam rumah ini ?" bertanya salah seorang anggauta
kelompok Gajah Liwung. " Kau rampok uang kami " teriak seseorang.
" Tidak. Aku mengambil uang kalian yang telah kalian
buang. Berserakan dilantai dan di mana-mana." jawab o-rang
Gajah Liwung itu. " Setelah kau mengacaukan tempat kami dengan
melemparkan ular-ular ke dalam." teriak orang lain.
Tetapi orang dari kelompok Gajah Liwung itu tertawa.
Katanya " Kami memerlukan uangmu. Kami mempunyai
kesanggupan kepada sekelompok pengemis yang kelaparan
untuk menyediakan makanan bagi mereka selama beberapa
hari. Kami telah sanggup memberikan tuntunan kepada
mereka ketrampilan membuat barang-barang dan alat-alat
rumah tangga dari bambu. Terimakasih atas modal yang
kalian sediakan disini."
" Setan " teriak pemimpin kelompok Sidat Macan " tunggu
apalagi. Tangkap dan bunuh mereka. Aku akan bertanggung
jawab." Orang-orang Sidat Macan dan beberapa orang gegedug
serta orang-orang sesat yang berada di rumah perjudian
itupun segera menyerang orang-orang dari kelompok Gajah
Liwung yang jumlahnya memang tidak terlalu banyak. Tetapi
saat ini delapan orang dari kelompok Gajah Liwung
seluruhnya berada dilingkungan halaman rumah judi itu.
Sejenak kemudian memang telah terjadi perkelahian yang
tidak seim-' bang. Jumlah orang-orang Sidat Macan dan
orang-orang yang terlibat dalam perjudian itu lebih dari
tigapuluh orang. Tetapi orang-orang dari kelompok Gajah Liwung yang
berpencar itu membuat lawan-lawan mereka menjadi bingung.
Namun sejenak kemudian dibeberapa tempat telah terjadi
pertempuran. Delapan orang anggauta kelompok Gajah
Liwung yang semuanya turun di medan, telah melibatkan diri
semuanya. Enam orang diantara mereka bertempur
berpasangan. Sedangkan dua orang lainnya telah bertempur
terpisah. Keduanya adalah Sabungsari dan Glagah Putih.
Sabungsarilah yang berada dihalaman depan dan yang
menunjukkan dirinya pertama kali. Kemudian Glagah Putih di
halaman samping disususl oleh orang-orang lain dari
kelompok Gajah Liwung. Orang-orang Sidat Macan yang marah itu dengan serta
merta telah mempergunakan senjata mereka. Demikian pula
beberapa penjudi yang ikut melibatkan diri.
Dengan demikian maka orang-orang dari kelompok Gajah
Liwung pun telah mempergunakan senjata mereka pula.
Dalam pada itu, ternyata bahwa kemampuan Sabungsari
dan Glagah Putih telah menggemparkan orang-orang Sidat
Macan. Meskipun masing-masing hanya seorang diri, namun
menghadapi sekelompok orang mereka sama sekali tidak
segera terdesak. Sabungsari yang bersenjata pedang telah
mampu mengacaukan pertahanan lawan-lawannya. Apalagi
jika Sabungsari menghentakkan senjatanya sambil berteriak
mengerikan. Suaranya bagaikan menggetarkan udara
membentur dada mereka sehingga isi dada mereka ikut
berguncang. Yang tidak kalah garangnya adalah Glagah Putih. Ia pun
bertempur seorang diri menghadapi lima orang sekaligus.
Tetapi Glagah Putih tidak dengan serta merta
mempergunakan ikat pinggangnya. Untuk menghadapi lima
orang, Glagah Putih mempergunakan senjata aneh. Sepasang
cambuk. Cambuk yang dibelinya di pasar. Benar-benar
cambuk kerbau yang besar yang terbuat dari anyaman lidi dan
juntainya terbuat dari ijuk.
Tetapi dengan cambuknya itu, Glagah Putih memang telah
mengacaukan pertahanan kelima orang lawannya. Beberapa
kali ia berhasil mengenai tubuh lawannya. Hentakan cambuk
yang keras dan mapan telah mampu melukai kulit lawannya
silang menyilang. " Ternyata kulit kalian tidak sekuat' kulit kerbau " berkata
Glagah Putih " cambuk ini adalah cambuk kerbau. Jika
seseorang bekerja di sawah dengan bajaknya atau garunya
yang ditarik dengan sepasang kerbau, maka orang itu akan
mempergunakan cambuk seperti ini.
" Persetan kau " geram seorang anggauta Sidat Macan
sambil mengayunkan kapaknya yang besar.
Tetapi kapak itu sama sekali tidak menyentuh sasaran.
Bahkan dengan kerasnya Glagah Putih telah menghentakkan
cambuknya menghantam pergelangan tangan orang itu.
Orang itu berteriak kesakitan. Kemudian mengumpat-umpat
kasar. Hampir saja kapaknya terlepas dari tangannya.
Sementara itu, kawannya yang lain telah meloncat
menyerang Glagah Putih dengan tongkat besinya. Tongkat itu
terayun deras mengarah ke tengkuk. Tetapi Glagah Putih
yang tangkas itu telah merendahkan dirinya mengelakkan
ayunan tongkat itu. Demikian tongkat itu terayun diatas
kepalanya, maka ujung cambuknya yang terbuat dari ijuk itu
telah menggelepar melecut lengannya.
Orang itupun menyeringai menahan pedih. Justru karena ia
tidak berbaju, maka goresan yang merah telah menyilang di
lengannya. Meskipun luka itu tidak menganga sebagaimana
sentuhan cambuk Kiai Gringsing, namun orang itu telah
menjadi kesakitan. Sentuhan ujung-ujung sepasang cambuk Glagah Putih itu
telah membuat lawan-lawan mereka menjadi marah sekali.
Mereka telah menghentakkan kemampuan mereka untuk
mendesak Glagah Putih. Glagah Putih memang bergeser surut. Seakan-akan kelima
orang itu mendesaknya. Tetapi setiap kali cambuknya yang
besar dan berjuntai panjang itu telah berhasil mengenai
lawan-lawannya. Meskipun juntai cambuk itu tidak mengoyak
kulit daging, namun sentuhan-sentuhannya yang semakin
keras itupun telah membuat kelima orang lawannya kesakitan.
Ketika seorang dari kelima orang itu tiba-tiba saja
menyerang Glagah Putih dari samping dengan parangnya
yang besar, maka dengan serta merta Glagah Putih yang
sedang menghindari serangan kapak telah menghentikannya.
Ia tidak dapat berbuat lain daripada mengibaskan cambuk di
tangan kirinya. Namun ternyata ujung cambuk itu telah
menampar wajah orang yang bersenjata parang. Cukup keras.
Bahkan ujungnya telah menyentuh sebelah mata orang itu.
Orang yang terkena ujung cambuk diwajahnya itu berteriak
keras. Tiba-tiba saja ia telah berjongkok sambil menutup
wajahnya yang kesakitan. Rasa-rasanya sebelah matanya
telah terluka. Glagah Putih telah bergeser menjauh. Lawannya kemudian
tinggal ampat orang. Lecutan-lecutan sepasang cambuknya
terasa menjadi semakin garang. Hampir semua lawanlawannya
telah digoresnya silang melintang dengan u-jung
cambuknya yang terbuat dari ijuk yang dianyam rapat dan
padat. Sementara itu, dibalakang rumah. Pranawa yang
berpasangan dengan Rara Wulan telah bertempur melawan
ampat orang. Pranawa yang juga mengenakan pakaian yang
tidak wajar, telah bertempur dengan garangnya. Sementara
itu, Rara Wulan justru telah mengenakan pakaian yang rapat,
namun dengan berbagai macam hiasan yang tidak
sewajarnya. Rara Wulan telah mengenakan sejenis akar yang
digantungi taring badak dan tulang-tulang sebagai kalung. Ikat
pinggang kulit yang lebar dikenakan diluar bajunya. Sehelai
rantai kecil bergayutan di ikat pinggangnya itu.
Ditangannya tergenggam sehelai pedang tipis yang tajam.
Dengan tangkasnya Rara Wulan berloncatan seperti seekor
burung sikatan direrumputan menyambar bilalang.
Ampat orang lawannya kadang-kadang memang menjadi
bingung. Namun mereka mengerti, bahwa kekuatan yang
sebenarnya tidak pada orang yang berpakaian rapat itu.
Tetapi pada kawannya yang bersenjata sepasang trisula.
Tetapi Pranawa yang telah ditujuk Sabungsari atas ijin
Untara menemaninya dalam permainan itu adalah orang yang
berkebal cukup. Dengan garangnya trisulanya menyambarnyambar.
Pranawa itu seakan-akan berada dimana saja disekeliling
Rara Wulan. Sementara itu Rara Wulan tinggal
menyesuaikan dirinya. Namun Rara Wulan sendiri bukannya
tidak berkemampuan. Namun sekali-sekali pedang tipisnya
sempat menggapai kearah lawan-lawannya.
Ternyata keempat orang lawan mereka banyak mengalami
kesulitan. Bahkan beberapa saat kemudian, trisula Pranawa
itu telah mulai berdesing ditelinga lawannya.
Seorang diantara keempat lawannya yang dengan sepenuh
kekuatan mengayunkan pedangnya, telah terjebak diantara
mata trisula Pranawa. Sekali putar, maka pedang itupun
bagaikan direnggut oleh kekuatan raksasa dari tangan
pemiliknya. Sebilah pedang telah terbang lepas dari genggaman.
Namun Pranawa tidak berhenti menyerang. Trisulanyapun
kemudian telah memburu lawannya yang berloncatan dan
bahkan berlari-lari menjauhinya.
Pranawa dalam pakaiannya yang tidak wajar itu tertawa.
Suara tertawanya menghentak-hentak menyakitkan telinga.
Ternyata Pranawa dapat juga menjadikan dirinya seorang
yang menyeramkan. Dibagian lain dari pertempuran itu, Naratama dan Suratama
bertempur dengan keras. Keduanya ternyata .dapat juga
berbuat sedikit kasar. Keduanya bersenjata bindi meskipun
tidak begitu besar. Senjata yang jarang sekali dipergunakan.
Keduanya memerlukan beberapa hari untuk membiasakan diri
mempergunakan senjata itu dengan landasan ilmu pedang
mereka. Ternyata bahwa delapan orang lawan yang bertempur
melawan mereka tidak segera mampu menundukkannya.
Kedua orang itu dapat bertempur dengan tangkasnya.
Berloncatan seperti kijang diantara gerumbul-gerumbul perdu.
Pasangan yang lain adalah Rumeksa dan Mandira.
Ternyata keduanya bertempur dengan cara yang aneh.
Keduanya bertempur sambil berlari-lari. Beberapa orang
mengejarnya. Namun tiba-tiba saja, ketika Rumeksa dan
Mandira berhenti dan menyerang mereka, maka orang-orang
yang mengejarnya itu justru berlari-larian.
Namun setiap kali Rumeksa dan Mandira menyerang,
maka seorang diantara lawan-lawannya telah terluka.
Goresan-goresan tipis di lengan, pundak dan dada.
Tetapi sudah tentu orang-orang itu tidak akan membiarkan
kedua orang itu begitu saja meninggalkan tempat itu, karena
keduanya yang telah membawa uang yang ada di dalam
rumah judi itu. Namun tidak mudah menangkap kedua orang itu.
Keduanya mampu bergerak cepat sekali. Bahkan kadangkadang
mereka telah melakukan sesuatu yang tidak terduga
sebelumnya. Sementara itu, orang-orang yang mengerumuni Sabungsaripun
menjadi bingung. Setiapkali mereka berusaha
mendesak, maka mereka justru harus berloncatan surut.
Pedang Sabungsari yang berputaran seperti baling-baling itu
menjadi sangat berbahaya bagi mereka. Sambil tertawa
berkepanjangan Sabungsari telah membuat lawan-lawannya
gelisah. Apalagi jika Sabungsari meloncat maju menyerang


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sambil berteriak dengan garangnya. Maka rasa-rasanya isi
dada orang-orang yang mengerumuninya itu telah terguncang.
Dalam keadaan yang demikian itulah Sabungsari meloncat
menjulurkan pedangnya yang menggapai tubuh salah seorang
lawannya. Serangan Sabungsari memang bukan serangan yang
mematikan. Tetapi luka-luka di tubuh lawan-lawannya itu telah
membuat mereka menjadi semakin berhati-hati. Mereka tidak
lagi seperti serigala berebut bangkai. Bahkan mereka -
menjadi semakin lama semakin ragu-ragu.
Dalam pada itu, Glagah Putihpun menjadi semakin bebas
bergerak. Lawannya telah berkurang seorang demi seorang.
Cambuk kerbaunya ternyata mampu membuat lawanlawannya
kehilangan kendali. Hampir semua lawan-lawannya
telah dikenai wajahnya dengan juntai ijuk pada cambuknya itu.
Ketika lawannya yang terakhir menghindar, maka Glagah
Putihpun kemudian telah bergabung dengan lingkaran
pertempuran yang lain. Naratama dan Suratama yang melawan sekelompok o-rang
terlalu banyak, memang agak mengalami kesulitan. Meskipun
mereka masih tetap mampu bertahan. Namun kehadiran
Glagah Putih telah membuat keseimbangan mereka berubah.
Dengan sepasang cambuknya Glagah Putih telah
mengacaukan pertahanan orang-orang yang bertempur
melawan kedua orang itu. Bahkan seorang diantara mereka
tidak mampu lagi meneruskan pertempuran. Ketika juntai
cambuk Glagah Putih menjerat leher orang itu dan kemudian
dihen-takkannya, maka orang itu seakan-akan telah tercekik.
Meskipun kemudian dengan cepat. Glagah Putih mengurai
cambuknya, namun orang itu telah menjadi pingsan karena
pernafasannya yang bagaikan tersumbat.
Sementara itu, beberapa orang yang lainpun telah
kehilangan kemampuannya untuk melawan dengan separuh
tenaga. Bindi Naratama dan Suratama telah menyakiti tubuh
mereka. Orang-orang Sidat Macan memang bagaikan menjadi gila.
Mereka telah bertempur dengan keras, kasar dan bahkan
menjadi buas. Tetapi mereka tidak mampu mengatasi orangorang
dari kelompok Gajah Liwung. Apalagi orang-orang yang
datang untuk berjudi di tempat itu, tidak bertempur sepenuh
hati. Ketika mereka melihat orang-orang yang menjadi
pelindung mereka semakin terdesak, Maka orang-orang itupun
telah kehilangan gairah untuk bertempur menyabung nyawa.
Mereka merasa lebih baik kehilangan uang mereka daripada
nyawa mereka. Dua tiga orang yang telah terluka kemudian
telah menjauhi medan. Bahkan seorang diantara mereka
berkata " Orang-orang Sidat Macan tidak mampu " melindungi
tempat ini lagi. Buat;apa'jkita|bertempur|disini?"
Satu dua orang kemudian telah meninggalkan tempat itu.
Sementara itu, tiba-tiba saja mereka melihat asap mengepul di
belakang rumah itu. Bahkan kemudian api mulai memanjat
naik dan dan menjilat atap.
Dalam waktu dekat, maka rumah itupun telah menjadi
gumpalan api raksasa yang lidahnya menjilat langit.
Orang-orang Sidat Macan benar-benar seperti menjadi gila.
Tetapi setiap kali mereka justru telah terdesak. Senjatasenjata
orang-orang Gajah Liwung justru telah menggapai
tubuh mereka. " Setan alas " teriak salah seorang anggauta Sidat Macan "
kalian benar-benar harus dibunuh. Kali ini, kami belum berada
dalam puncak kekuatan kami, karena tidak semua anggauta
Sidat Macan berkumpul. Pada kesempatan lain kalian akan
menyesal. Kami bukan saja akan menyerang dan
menghancurkan kedudukan kalian, tetapi kami akan
membunuh kalian." Yang menjawab dari sudut halaman adalah Sabungsari
dengan suaranya yang menggeletar, sehingga orang-orang
yang mengepungnya bergeser menjauh " Kami menunggu
kedatangan kalian. Kami adalah orang-orang yang
bertanggung jawab. Karena itu, kami tidak akan ingkar.
Sekarang, jika kalian tidak meninggalkan tempat ini, maka
kalian akan kami hancurkan segera, karena sebentar lagi, api
dan asap itu akan mengundang banyak'orang termasuk para
prajurit. Dan kami tidak mau berurusan dengan para prajurit.
Sabungsari tidak menunggu lebih lama lagi. Iapun segera
memutar pedangnya. Sambil berteriak nyaring ia meloncat
maju mendesak. Namun orang-orang yang mengepungnya ternyata tidak
lagi berminat untuk menyambung nyawa. Beberapa orang
diantara mereka telah terluka, sementara itu, jantung mereka
bagaikan akan rontok oleh getaran suara teriakannya.
Karena itu, maka beberapa orang, terutama orang-orang
yang datang ketempat itu sekedar un ak berjudi, telah
berloncatan menjauh dan seorang demi seorang
meninggalkan regol halaman.
Demikian pula orang-orang yang bertempur di sebelah dan
di halaman belakang. Mereka justru berlari-larian
meninggalkan rumah yang telah menjadi onggokan api
raksasa. Sejenak kemudian, maka orang-orang yang datang untuk
berjudi, maupun orang-orang Sidat Macan telah meninggalkan
tempat itu. Hampir semua orang mengalami luka meskipun
hanya segores kecil. Sebenarnyalah saat itu asap dan api yang membubung
tinggi telah menarik perhatian. Meskipun rumah tempat berjudi
itu letaknya terpisah dari padukuhan, tetapi orang-orang dari
padukuhan terdekat nampaknya telah tertarik untuk melihat
apa yang terjadi. Ketika beberapa orang dari padukuhan terdekat dengan
ragu-ragu mendekati asap dan api yang menjilat langit itu,
maka telah terdengar derap kaki beberapa ekor kuda.
Sekelompok pasukan prajurit berkuda telah berpacu dengan
cepat menuju ke tempat kebakaran itu.
Namun ketika mereka sampai di tempat itu, maka halaman
rumah itu telah kosong. Tidak seorangpun yang mereka
jumpai di tempat itu. Para prajurit itu termangu-mangu. Dengan tegang mereka
menyaksikan api yang menyusut dan kemudian menjadi
semakin kecil. Tetapi rumah perjudian itu telah menjadi abu.
" Siapa yang melakukannya ?" bertanya para prajurit itu
diantara mereka. Selagi mereka termangu-mangu, maka diantara mreka
melihat seekor ular yang menjalar melintasi halaman samping.
Nampaknya ular itu sempat menghindari api yang berkobar
menelan rumah itu seisinya.
Ular itu menarik perhatian para prajurit bukan karena
jenisnya. Tetapi pada ular itu terikat sehelai kain berwarna biru
dengan lukisan berwarna soga.
Seorang diantara prajurit itu sempat mengayunkan pedangnyadan
menebas ular itu sehingga terputus. Kemudian
mereka sempat melihat kain yang berlukiskan kepala seekor
gajah. " Gajah Liwung " desis seorang prajurit.
" Ya. Akhir-akhir ini telah timbul kelompok baru diantara
kelompok-kelompok anak-anak nakal yang telah ada. Tetapi
tingkah laku kelompok yang satu ini agak berbeda. Mereka
nampaknya menentang sikap dan kebiasaan kelompokkelompok
yang lain. Mereka telah mengacaukan sabung ayam
dan menurut beberapa orang yang menyaksikan, orang-orang
dari kelompok Macan Putih telah kehilangan kesempatan
untuk merampas uang para penjudi yang sedang bertaruh.
Sekarang kelompok Gajah Liwung telah membakar tempat
perjudian ini." berkata pemimpin kelompok prajurit berkuda itu.
" Mungkin kelompok itu timbul justru karena mereka muak
dengan kelompok-kelompok yang telah ada dan berusaha
menghancurkannya." berkata seorang prajurit yang lain.
" Tetapi caranya telah menimbulkan persoalan tersendiri."
jawab pemimpin kelompok itu.
Prajurit yang lain mengangguk-angguk. Nampaknya
kelompok yang baru itu telah mengambil jalan sendiri untuk
berusaha mengehentikan kegiatan kelompok-kelompok yang
selalu merugikan orang banyak. Tetapi bagaimanapun juga
cara yang ditempuh bertentangan dengan paugeran yang
berlaku. Beberapa saat lamanya, para prajurit berkuda itu masih
berada di halaman bekas rumah perjudian itu. Namun setelah
mereka tidak menemukan pertanda-pertanda lain, maka
merekapun telah berkumpul dan siap untuk meninggalkan
tempat itu. " Tempat ini berada di bawah perlindungan orang-orang
Sidat Macan " berkata pemimpin kelompok itu " tetapi
sudahdihancurkan sampai lumat oleh kelompok Gajah
Liwung." " Lalu bagaimana dengan orang-orang Sidat Macan dan
para penjudi yang ada di tempat ini ?" desis yang lain.
" Itu yang belum kita ketahui. Agaknya kita tidak mudah
untuk menemukan seorang saksi " berkata pemimpin
kelompok itu. Dengan bekal pengamatan yang ada, maka para prajurit
itupun kemudian telah meninggalkan tempat itu tanpa harus
memadamkan api, karena api yang menelan rumah itu telah
menjadi hampir padam sama sekali.
Sementara itu, orang-orang dari kelompok Gajah Liwung
telah berkumpul di rumah Naratama dan Suratama. Mereka
ternyata mendapat uang yang cukup banyak dari rumah
perjudian. " Uang itu uang hitam " berkata Rara Wulan.
" Tetapi dapat kita pergunakan untuk kepentingan yang
baik " sahut Sabungsari " misalnya dapat kita berikan petanipetani
miskin dan sebagainya, meskipun tidak benar-benar
kita pergunakan untuk para pengemis dengan memberi kan
tuntunan ketrampilan kepada mereka."
Rara Wulan termangu-mangu. Namun Mandira ternyata
sependapat dengan Sabungsari. Katanya " Uang itu lebih
berarti jika kita berikan kepada orang-orang yang
memerlukannya daripada di tangan para penjudi atau ikut
terbakar di rumah itu. Glagah Putihpun mengangguk sambil berkata " Ya. Agaknya
memang demikian." Akhirnya Rara Wulanpun berdesis " Baiklah jika kalian
sepakat untuk memanfaatkan uang itu."
" Ya. Kita sendiri tidak akan mempergunakannya." berkata
Rumeksa. " Jika demikian " berkata Sabungsari " kita harus
membagikan uang itu. Memang tidak terlalu banyak. Tetapi
orang-orang yang mendapat bagian dari padanya, jangan
sampai menjadi korban kemarahan orang-orang Sidat Macan."
" Ya. Kita harus mempertimbangkan hal itu " sahut Glagah
Putih karena itu, maka kita tidak akan tergesa-gesa
membagikan uang itu. Untuk beberapa saat uang itu kita
simpan. Baru kemudian jika kita benar-benar telah
menemukan sasaran kita akan mempergunakannya."
Yang lain mengangguk-angguk. Namun telah timbul
pertanyaan " Dimana uang itu disimpan ?"
Orang-orang dari kelompok Gajah Liwung itu memang
mangalami kebimbangan untuk menyimpan uang itu. Namun
tiba-tiba saja Glagah Putih berkata " Bagaimana Jika kita
titipkan Ki Lurah Branjangan."
" Ah jangan " sahut Rara Wulan " jangan menyangkutkan
kakek dalam kegiatan kita ini. Bahkan sampai sekarang aku
masih belum menemuinya. Aku tidak tahu apa yang dikatakan
kakek kepada ayah dan ibu."
Glagah Putih menangguk-angguk. Namun untuk sementara
mereka memutuskan untuk menyembunyikan uang yang
memang agak banyak itu di rumah Naratama.
" Kita akan menyimpannya di dalam lubang yang agak
dalam dan menimbuninya di halaman. Seandainya tempat ini
diketahui oleh salah sebuah kelompok yang lain dan mereka
datangi, maka mereka tidak akan menemukan apa-apa di
dalam rumah ini." berkata Suratama.
" Kami mempunyai sebuah peti kayu yang baik, yang tentu
tahan agak lama di dalam tanah." sambung Naratama.
Yang lain ternyata sependapat. Setelah disimpan di dalam
peti. maka peti itu telah ditanam di belakang rumah, di bawah
sebatang pohon jambu air.
Dalam pada itu, maka kelompok-kelompok yang telah ada
lebih dahulu dari kelompok Gajah Liwung ternyata telah
terpancing untuk memusuhinya. Mereka menjadi marah dan
mendendam. Beberapa kali kelompok Gajah Liwung telah
menganggu mereka. Sementara diantara kelompok-kelompok
yang telah ada telah sering dilakukan pembicaraanpembicaraan
untuk membagi daerah sehingga mengurangi
kemungkinan terjadi benturan kekuatan, meskipun kadangkadang
masih juga terjadi, tetapi tidak terlalu sering dan tidak
dengan pancingan yang kasar sekali sebagaimana dilakukan
oleh orang-orang dari kelompok Gajah Liwung.
Tetapi sejalan dengan itu, maka nama kelompok Gajah
Liwung cepat menjadi bahan pembicaraan orang-orang
Mataram dan sekitarnya. Para prajurit, para bebahu
padukuhan, bahkan para petani dan orang-orang yang
berdagang di pasar. Orang-orang dari kelompok Gajah Liwung
ternyata banyak menyelamatkan mereka dari keganasan
kelompok-kelompok yang lain. Meskipun perampasan dan
pemerasan masih juga terjadi, namun orang-orang dari
kelompok-kelompok yang lain harus memperhatikan dan
memperhitungkan hadirnya kelompok Gajah Liwung yang
sering ikut campur dalam berbagai macam persoalan.
Kepercayaan orang-orang Mataram terhadap kelompok
Gajah Liwung telah menjadi semakin tinggi ketika di beberapa
tempat, rumah-rumah perjudian dan rumah-rumah yang
berbau kehidupan yang gelap telah dirusak oleh orang-orang
Gajah Liwung. Para prajurit merasa bahwa orang-orang dari kelompok
Gajah Liwung itu telah membantu tugas-tugas mereka. Namun
caranya membuat para prajurit menyesal. Orang-orang Gajah
Liwung memang telah melanggar paugeran dengan
membakar rumah, merampok isinya dan merampas milik orang
lain, meskipun yang menjadi sasaran adalah orang-orang
yang dianggap memusuhi orang banyak dibawah
perlindungan kelompok-kelompok yang telah ada sebelumnya.


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun para prajurit masih belum berhasil memburu mereka.
Yang terjadi di sebuah simpang ampat diluar kota Mataram
telah menarik perhatian banyak orang. Ketika dini hari orangorang
yang pergi ke pasar sampai ke simpang ampat itu,
maka mereka mendapatkan sebuah lubang yang besar
sebasar simpang ampat itu sendiri. Lubang yang telah
digenangi air dari parit yang mengalir di pinggir jalan itu.
Tidak seorangpun yang mengetahui, kenapa tiba-tiba saja
telah terdapat lubang yang besar itu. Untuk apa dan dibuat
oleh siapa. Tetapi kemudian banyak orang mengetahui, bahwa
beberapa pedati telah tertahan. Pedati dari orang-orang
dibawah pengawalan kelompok Kelabang Ireng yang
membawa beras dan jagung, hasil yang diterima dari
beberapa padukuhan yang menjadi daerah perlindungan
mereka, beberapa o-rang petani yang termasuk kaya telah
memberikan upeti kepada kelompok itu.
Namun yang kemudian menderita adalah para petani yang
lebih kecil karena petani yang kaya harus menyerahkan upeti
sebagai imbalan perlindungan yang diberikan oleh kelompok
Kelabang Ireng itu telah memeras pula para petani miskin.
Pada umumnya mereka berbuat seakan-akan berbaik hati
dengan meminjamkan uang atau mencukupi kebutuhan orangorang
miskin yang memerlukannya. Tetapi kemudian orangorang
itu harus mengembalikan dengan nilai yang berlipat
disaat mereka panen, sedangkan hasil panenan mereka
hanya sedikit saja. Beberapa buah pedati itu harus berhenti, karena tidak
dapat melintasi! lubang yang besar dan digenangi air itu.
Orang-orang dari kelompok Kelabang Ireng yang mengawal
pedati-pedati itu telah mengumpat-umpat. Tetapi tidak ada
sasaran untuk menumpahkan kemarahan mereka.
Orang-orang yang akan lewat dengan berjalan kaki,
meskipun agak sulit, namun mereka dapat melintasi juga.
Tetapi orang-orang berkuda apalagi pedati-pedati, ternyata
tidak mampu menembus lubang yang besar di simpang ampat
itu. Meskipun tidak ada tanda-tanda apapun,tetapi orang-orang
Kelabang Ireng telah dapat menebak bahwa hambatan itu
tentu dibuat oleh orang-orang Gajah Liwung, karena sebelum
ada kelompok itu, tidak pernah terjadi permainan gila seperti
itu. Kelompok-kelompok yang ada sebelumnya hanya tahu
berkelahi, memeras dan mengancam. Memang sering terjadi
perkelahian antara kelompok. Namun diantara mereka tidak
ada yang pernah melakukan perbuatan seperti itu.
Dengan kesal orang-orang Kelabang Ireng terpaksa
membawa pedati mereka kembali. Namun satu masalah yang
harus mereka pecahkan, bagaimana mereka menimbun
lubang itu sehingga pada kesempatan lain mereka akan dapat
lewat dengan pedati-pedati mereka.
Dengan demikian kebancian kepada kelompok Gajah
Liwung menjadi semakim meluas diantara kelompok-kelompok
yang telah lahir lebih dahulu. Meskipun demikian bukan berarti
bahwa diantara mereka akan dapat diselenggarakan
pembicaraan perdamaian. Kelompok-kelompok itu masih saja
saling bermusuhan. Persaingan terjadi di beberapa bagian
dari kota. Nampaknya daerah kekuasaan mereka diluar kota
mempunyai batas yang lebih jelas daripada batas-batas yang
dapat mereka sepakati di dalam kota.
Namun perbedaan sikap dari kelompok Gajah Liwung
dengan kelompok-kelompok yang lain dengan cepat dapat
dikenali oleh banyak orang. Dengan demikian maka orangorang
Mataram yang ada di kota dan sekitarnya semakin tidak
takut lagi kepada orang-orang dari kelompok Gajah Liwung.
Mereka bahkan mulai, mengenal seorang demi seorang.
" Jumlah kami memang tidak banyak " berkata Sabungsari "
kalian akan dapat mengenali keluarga kami dengan baik."
Kehadiran kelompok Gajah Liwung justru memberikan
ketenangan kepada orang banyak. Perasaan mereka bertolak
belakang dengan jika mereka didatangi oleh orang-orang dari
kelompok lain. Dengan demikian, maka orang-orang Gajah Liwung telah
mempunyai sahabat yang jumlahnya semakin bertambahtambah.
Dengan demikian, maka kelompok Gajah Liwung-pun
semakin lama menjadi semakin mudah untuk mendapatkan
keterangan dari orang-orang yang menaruh perhatian
terhadap kelompok itu. Keterangan yang tidak pernah didapat
oleh kelompok-kelompok yang lain.
Namun orang-orang Mataram terkejut ketika terjadi
perampokan besar-besaran di sebuah padukuhan yang besar.
Lebih dari sepuluh buah rumah telah dirampok pada satu saat
yang sama. Sekelompok orang-orang dalam jumlah yang
besar, dengan membawa sobekan-sobekan kain berwarna
biru bergambar kepala Gajah berwarna merah soga telah
tersebar di padukuhan itu, memasuki rumah-rumah yang
termasuk kaya di padukuhan itu.
" Dimana orang-orang Sidat Macan yang melindungi kalian
" " orang-orang yang merampok dengan menyatakan diri
mereka dari kelompok Gajah Liwung itu berteriak-teriak
sepanjang jalan. Nampaknya orang-orang yang mengaku dari
kelompok Gajah Liwung itu telah mengerahkan seluruh
kekuatan yang mereka miliki.
Ternyata tidak ada kelompok lain yang sempat
mengganggu mereka yang dengan garangnya merampok itu.
Orang-orang Sidat Macan nampaknya terlambat mengetahui,
sehingga mereka tidak dapat melindungi orang-orang yang
berada dalam lingkup perlindungan mereka.
Sepeninggalorang-orangyang telah merampok padukuhan
itu habis-habisan, maka beberapa orang telah berkumpul di
banjar. Mereka telah menyatakan pendapat mereka masingmasing
tentang peristiwa buruk yang telah menimpa
padukuhan mereka. " lernyata kebaikan yang ditunjukkan orang-orang Gajah
Liwung itu tidak lebih dari satu tipuan yang meracuni
kepercayaan kita yang mulai tumbuh. Pada suatu saat,
mereka telah mengahancurkan kehidupan kita dengan tidak
tanggung-tanggung." berkata seorang diantara mereka.
Tetapi seorang yang lain ternyata masih ragu-ragu.
Katanya " Aku masih belum yakin bahwa yang melakukan ini
adalah orang-orang dari kelompok Gajah Liwung."
" Kenapa kau masih belum yakin " Bukankifn ciri dari
perguruan Gajah Liwung ada pada mereka. Beberapa helai
dari ciri itu terjatuh. Dan ini, aku mendapat satu lembar.."
jawab orang yang pertama.
Tetapi yang lain berkata " Setiap orang dapat membuat
sehelai kain berwarna biru wedel dengan gambar berwarna
merahnya soga." Orang-orang yang ikut berkumpul itu terdiam. Kemungkinan
itu memang dapat saja terjadi. Orang-orang yang justru
mendendam kepada sekelompok anak muda yang menyebut
diri mereka kelompok Gajah Liwung.
Dalam keadaan yang membingungkan itu, maka tiba-tiba
saja orang-orang yang berada di banjar itu terkejut. Ampat
orang tiba-tiba saja telah memasuki halaman banjar,
sementara beberapa orang yang lain telah bertengger diatas
Hiri-ding. Sehingga kesannya yang datang itu sekelompok
orang yang jumlahnya cukup banyak.
Tiba-tiba terdengar suara menggelegar bagaikan
meruntuhkan isi dada " Kalian akan melawan " Kami adalah
orang-orang dari kelompok Gajah Liwung."
Orang-orang padukuhan itu termangu-mangu. Namun
seorang diantara mereka memberanikan diri bertanya " Apakah
kalian yang tadi datang kemari ?"
" Kami telah mende'ngar apa yang terjadi di padukuhan ini "
jawab Sabungsari " karena itu kami datang. Tetapi kami
datang terlambat. Kami mendapat keterangan ini dari
seseorang yang menunggui air di sawah, Bahwa sekelompok
orang telah memasuki padukuhan ini. Diluar banjar ini kami
mendapat keterangan bahwa sekelompok orang dengan ciriciri
kelompok Gajah Liwung telah merampok disini."
" Ya. Itulah yang terjadi " jawab orang padukuhan itu.
" Apakah kalian percaya bahwa yang melakukan itu benarbenar
orang-orang dari kelompok Gajah Liwung " " bertanya
Sabungsari. Orang-orang padukuhan yang ada di banjar itu termangumangu.
Namun orang yang sejak semula ragu-ragu telah
berkata lantang " Aku tidak percaya bahwa hal itu dilakukan
oleh orang-orang Gajah Liwung. Aku telah mengenal sebagian
dari kalian. Tetapi aku sama sekali tidak mengenal orangorang
yang datang kemari itu. Sifat dan watak merekapun
berbeda dengan sifat dan watak orang-orang dari kelompok
Gajah Liwung." " Terima kasih " berkata Sabungsari. Lalu katanya " Aku
tahu bahwa kalian berada dalam perlindungan orang-orang
dari kelompok Sidat Macan. Tetapi kami berjanji, bahwa kami
akan ikut mehcari orang-orang yang telah menodai nama
kami. Suasana memang menjadi tegang. Bagaimanapun juga
ada dua golongan yang berbeda sikap meskipun mereka tidak
mengatakan, terutama mereka yang masih juga mencurigai
orang-orang Gajah Liwung. Namun disamping mereka masih
ada sekelompok orang yang bimbang sehingga tidak dapat
menentukan sikap sama sekali.
Dalam pada itu, maka Sabungsaripun berkata " Baik-** lah.
Tetapi aku ingin mendapat bantuan kalian jika kalian
mendapatkan keterangan tentang orang-orang yang datang
dengan mempergunakan ciri Gajah Liwung. Mungkin untuk
menghindari benturan dengan orang-orang Sidat Macan, kami
tidak akan sering datang kemari. Tetapi kita dapat bertemu
dimana-mana. Mungkin di pasar, mungkin di sawah atau
mungkin di saat kita sedang mengail."
Tidak ada orang yang berani menjawab. Jika ada diantara
mereka yang menyatakan kesediaannya, dan kesediaannya
itu sampai ke telinga kelompok yang telah datang merampok
itu, maka akibatnya akan sangat buruk.
" Baiklah berkata Sabungsari " aku tahu bahwa kalian
dibayangi oleh ketakutan yang sangat. Tetapi dengan cara
apapun juga, aku memerlukan keterangan yang dapat
memberikan petunjuk kepada kami, kelompok Gajah Liwung.
Kami bukan pengecut yang tidak bertanggung jawab. Jika
kami melakukan sesuatu, maka kami akan
mempertanggungjawabkannya."
Orang-orang padukuhan itu masih berdiri tegang. Namun
kemudian Sabungsari berkata " Aku akan pergi bersama
seluruh kelompok Gajah Liwung yang ada di banjar ini
maupun yang ada diluar padukuhan untuk mengamati
keadaan. Ingat, bahwa kamipun dapat bertindak setiap saat.
Aku tahu bahwa ada perbedaan pendapat diantara kalian.
Tetapi jika ada diantara kalian yang memanfaatkan keadaan
ini untuk mencelakai tetangga-tetangga sendiri, maka aku
tidak akan memaafkannya. Aku akan membakar banjar
padukuhan ini hingga menjadi abu."
Suasana menjadi semakin tegang. Namun Sabungsaripun
kemudian telah memberikan isyarat kepada orang-orang dari
kelompok Gajah Liwung untuk meninggalkan banjar itu.
Sejenak kemudian, maka orang-orang^an kelompok Gajah
Liwung itu seakan-akan menghilang begitu saja. Tidak
seorangpun tahu kemana mereka pergi. Bahkan untuk
beberapa lama orang-orang yang berada di banjar itu masih
saja bagaikan membeku. Mereka tidak segera tahu bahwa
orang-orang dari kelompok Gajah Liwung itu telah pergi.
Baru kemudian ketika seseorang justru memasuki regol
banjar, beberapa orang bertanya sekaligus " Kau dari mana "_
" Dari rumah " jawab orang itu " aku sudah mengira bahwa
dibanjar tentu banyak orang."
" Kau lihat sekelompok orang diluar dinding halaman banjar
?" bertanya seseorang dari pendapa banjar.
" Siapa ?" bertanya orang itu dengan heran.
" Orang-orang dari kelompok Gajah Liwung " jawab orang
di pendapa itu. " Apakah mereka datang kembali ?" bertanya orang yang
baru datang dengan suara yang mulai bergetar.
" Tidak. Menurut pengakuan mereka, yang datang
sebelumnya bukan orang-orang dari kelompok Gajah Liwung."
jawab orang di pendapa. " Tetapi ciri-ciri yang dapat kita ketemukan berceceran
dimana-mana menunjukkan bahwa mereka adalah orangorang
dari kelompok Gajah Liwung." jawab orang yang baru
datang itu. Tidak ada yang menjawab. Tetapi setiap orang justru
menjadi ragu-ragu. Namun satu hal yang pasti bagi mereka adalah, bahwa
orang-orang yang mengaku dari kelompok Gajah Liwung itu
telah pergi. Karena itu, maka orang-orang di banjar itu telah
duduk kembali dengan tarikan nafas panjang. Rasa-rasanya
mereka telah terbebas dari ketegangan yang sangat
mencengkam. Beberapa saat lamanya mereka masih berbincang-bincang.
Anak-anak muda telah menjerang air dan merebus ketela
pohon. Rasa-rasanya mereka merasa tenang duduk bersamasama
dengan banyak orang di banjar daripada di rumah
masing-masing. Sementara itu di rumah-rumah yang tertutup rapat
perempuan dan anak-anak berdesakan tidur di amben yang
besar. Tetapi merekapun merasa tenang justru banyak orang
yang berjaga-jaga diluar, di jalan dan di banjar.
Tetapi ketenangan itu telah sekali lagi dipecahkan dengan
kehadiran sekelompok orang di banjar. Dalam jumlah yang
cukup besar orang-orang itu dengan kasar memasuki halaman
banjar. Namun orang-orang di dalam banjar itu kemudian justru
menjadi tenang melihat ciri-ciri dari orang-orang yang yang
datang itu. Orang-orang itu adalah orang-orang dari kelompok
Sidat Macan. Pemimpin yang baru dari Sidat Macan itu telah berdiri
dipaling depan dari kelompoknya yang menebar di halaman
dan di regol. Dengan lantang ia bertanya " Apa yang telah
terjadi di sini ?" " Perampokan " jawab seseorang.


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Siapa yang melakukannya ?" bertanya pemimpin
kelompok Sidat Macan itu. Lalu katanya " Mereka telah
menghina kelompok Sidat Macan."
" Menilik ciri-ciri yang kami ketemukan, mereka adalah
orang-orang dari kelompok Gajah Liwung " jawab seseorang.
Pemimpin kelompok Sidat Macan itu menggeram. Katanya
" Aku sudah mengira, bahwa orng-orang dari kelompok Gajah
Liwung yang telah melakukannya. Dengan kelompok lain kami
telah meyakinkan diri bahwa hal seperti ini tidak akan terjadi.
Kelompok Kelabang Ireng memang pernah melanggar hak
kelompk Sidat Macan, namun kami langsung jnembuat
perhitungan. Meskipun belum ada hasil kesepakatan yang
pasti, kelompok Kelabang Ireng tentu akan berpikir ulang
untuk melakukan pelanggaran lagi. Sementara kelompok
Macan Putih yang sombong itu tentu tidak akan berbuat
seperti ini." Orang-orang padukuhan itu terdiam. Mereka yang sudah
terlanjur mangatakan keragu-raguan mereka bahwa yang
melakukan perampokan itu adalah orang-orang Gajah Liwung
menjadi berdebar-debar. Jika tetangga-tetangga mereka
menudingnya maka mereka tentu akan mengalami kesulitan.
iTetapi untuk menunjukkan orang-orang yang menjadi raguragu
itu, orang-orag padukuhan itupun tidak mempunyai
keberanian. Orang-orang Gajah Liwung telah. mengancam
mereka, sehingga dalam keadaan tertentu, maka orang-orang
Gajah Liwung akan dapat melakukan pembalasan dendam.
Dengan demikian, maka banjar itu menjadi sepi. Betapapun
jantung menjadi tegang. Sementara itu pemimpin dari orang-orang Sidat Macan
itupun kemudian berkata lantang " Sekarang, pulanglah.
Jangan merasa takut lagi. Tidak akan ada yang berani
mengganggu kalian." Orang-orang padukuhan itu termangu-mangu sejenak.
Namun melihat orang-orang Sidat Macan yang menyakinkan
itu, maka merekapun kemudian seorang demi seorang telah
meninggalkan banjar untuk pulang ke rumah masing-masing.
Namun dalam pada itu, sebuah pedati telah berhenti diluar
dinding padukuhan tidak di depan regol utama. Tetapi di regol
butulan. Delapan orang telah mengangkat sebuah kandang
yang besar dan menurunkannya didepan regol yang telah
dibuka. Seorang diantara kedelapan orang itu telah meloncat
masuk dan membuka selaraknya.
Sejenak kemudian, maka pintu kandang itupun telah dibuka
pula. Seekor harimau yang telah kena perangkap telah
meloncat keluar dan masuk ke dalam regol butulan.
Sejenak kemudian maka regol butulan. itu telah tertutup
dan diselarak dari dalam. Orang yang menyelarak pintu*
itupun segera meloncat keluar. Dalam kegelapan pedati itu
telah berjalan melalui jalan bulak menjauhi padukuhan itu.
" Raden Rangga tidak pernah melakukannya sendiri dan
melepaskan harimau itu di halaman rumah seorang yang tidak
disukainya " berkata Glagah Putih yang ada diantara
kedelapan orang itu. Sabungsari tersenyum. Katanya " Raden Rangga seorang
yang aneh. Tidak ada seorangpun yang yang akan pernah
dapat menyamainya. Gagasannya memang menarik.
Sebagaimana yang kita lakukan ini. Meskipun semula kita
menangkap- harimau dengan tujuan yang lain, tetapi gagasan
untuk melepaskannya sekarang, ternyata juga menarik."
Setelah berada agak jauh dari padukuhan, maka mereka
telah menuyusupkan pedati itu di sebuah pategalan.
Sementara kedelapan orang itu telah berloncatan kembali ke
padukuhan untuk melihat apa yang terjadi.
" Kita tidak akan berbuat apa-apa. Kita hanya menonton
sebuah tontonan yang mudah-mudahan menarik." berkata
Sabungsari. Kedelapan orang itupun kemudian telah memasuki
padukuhan itu kembali. Mereka sadar/ bahwa orang-orang
Sidat Macan yang telah hadir di padujcuhan itu akan
menyebar di seluruh padukuhan. Tetapi mereka merasa
bahwa mereka tentu masih akan mempunyai kesempatan.
Sebenarnyalah, kedelapan orang itupun telah memencar.
Masing-masing bepasangan. Sementara Rara Wulan telah
memasuki padukuhan itu bersama Glagah Putih.
Beberapa saat kedelapan orang itu menunggu. Namun
mereka belum menyaksikan sesuatu. Namun kemudian tibatiba
sepinya malam telah digemparkan oleh beberapa orang
yang- berteriak-teriak. Orang-orang yang pulang dari banjar
ternyata telah bertemu dengan seekor harimau yang menjadi
sangat liar karena kebingungan. Sudah lebih dua hari harimau
itu dikurung ditempat yang sempit, kekurangan makan dan
kemudian dilepaskan di sebuah tempat yang lain sekali
dengan daerah yang dihuninya. Disana-sini dilihatnya api obor
menyala, lampu dan dinding-dinding halaman.
Teriakan-teriakan orang-orang jpng terkejut melihat seekor
harimau itupun telah membuat harimau itu menjadi semakin
liar. Sambil mengaum tinggi harimau itu berlari menyusup
gerumbul-gerumbul halaman yang gelap.
Seisi padukuhan itu menjadi gempar. Orang-orang Sidat
Macan yang ada di padukuhan itupun menjadi bingung.
" Apa yang terjadi ?" bertanya pemimpin Sidat Macan itu
kepada seseorang. " Seekor harimau " jawab orang itu.
" Harimau ?" bertanya pemimpin Sidat Macan itu kurang
yakin. " Ya, seekor harimau loreng yang sangat besar " orang itu
menerengkan dengan suara yang gemetar.
Orang-orang Sidat Macan itu mengumpat.
Diperintahkannya orang-orangnya untuk memencar memburu
harimau itu. Tetapi bagaimanapun juga orang-orang Sidat Macan itu
tergetar juga hatinya. Meskipun mereka sudah terbiasa
berkelahi, tetapi mereka tidak terbiasa bekelahi dengan seekor
harimau. Namun orang-orang Sidat Macan itu kemudian telah
memencar juga. Namun mereka tidak sendiri-sendiri. Tetapi
mereka berpasangaan dua-dua.
Beberapa orang dari kelompok Sidat Macan itu sempat
berteriak memerintahkan orang-orang padukuhan itu untuk
masuk saja ke dalam rumah dan menutup pintu rumahnya
rapat-rapat. Tetapi ternyata beberapa orang yang tinggal di satu rumah
telah berteriak-teriak minta tolong ketika mereka mendengar
dengus di sebelah dinding rumah mereka. Mereka mendengar
seakan-akan kuku-kuku harimau yang ingin memecahkan
dinding bambu rumah mereka.
Ampat orang dari kelompok Sidat.Macan telah berlari-lari
memasuki halaman rumah itu. Mereka telah mengetuk pintu
keras-keras sambil bertanya " Kenapa " Apa yang terjadi ?"
Pintu rumah itu perlahan-lahan terbuka. Mereka yang ada
di ruang dalam rumah itu berjejalan di depan pintu. Sementara
ampat orang dari kelompok Sidat Macan berdiri termangumangu
diluar. " Harimau itu ada disini " berkata seorang laki-laki separo
baya dengan suara gemetar.
" Dimana ?" bertanya orang Sidat Macan itu.
" Di sudut rumah ini, di halaman belakang " jawab orang
yang telah separo baya itu.
" Tutup pintu rumahmu. Aku akan mencarinya di halaman
belakang " jawab orang Sidat Macan itu.
Sebentar kemudian, maka pintu itu telah tertutup rapatrapat
dan diselarak kuat-kuat dari dalam. Sementara keempat
orang dari kelompok Sidat Macan itu telah turun ke halaman.
Dengan senjata teracu keempat orang itu telah memasuki
halaman samping sambil membawa oncor yang terpasang di
regol depan rumah itu. Bebeberapa saat keempat orang itu berkeliling halaman.
Namun mereka tidak menemukan harimau itu. Bahkan jejaknyapun
mereka tidak melihat. Pohon ketela yang ditanam di
kebun belakangpun masih utuh tanpa bekas injakan kaki.
" Tidak ada jejak harimau sama sekali " berkata salah
seorang dari mereka. " Tetapi orang itu mengatakan bahwa harimau itu ada disini
sekarang " sahut yang lain.
Baru kemudian, ketika mereka yakin tidak menemukan
jejak harimau itu, maka sekali lagi mereka mengetuk pintu
rumah itu. " Tidak ada apa-apa " berkata salah seorang dari orangorang
Sidat Macan itu. " Harimau itu ada disini. Mendengus disudut rumah dan
kukunya berusaha mangoyak dinding bambu rumah ini."
berkata pemilik rumah yang sudah separo baya itu.
" Tidak ada apa-apa. Jangan takut " berkat orang Sidat
Macan itu. " Tetapi aku mendengar. Bukan hanya aku. Tetapi seisi
rumah ini. Isteriku, anak-anakku " jawab orang yang sudah
separo baya itu. " Tetapi kami sudah mencari di seluruh halaman dan kebun
rumah ini. Tidak ada harimau dan jejaknyapun tidak aku
jumpai " berkata orang Sidat Macan itu.
Seisi rumah itu memang menjadi heran. Seorang diantaranya,
seorang remaja, berdesis " Apakah yang datang itu
harimau jadi-jadian."
" Ya 1" sahut ayahnya, orang yang sudah separo baya itu "
memang mungkin harimau jadi-jadian."
Orang-orang Sidat Macan itu termangu-mangu sejenak,
tetaapi seorang diantara mereka berkata sambil
menengadahkan dadanya " Tidak. Tidak apa-apa. Jangan
takut. Jika harimau itu benar-benar ada disini, pukul
kentongan dengan nada empat kali ganda."
Pemilik rumah itu mengangguk-angguk.
Tetapi demikian orang-orag Sidat Macan itu pergi, maka
mereka serta merta telah menutup pintu dan menyelarak pintu
mereka rapat-rapat. Orang yang separo baya itu telah membagi senjata yang
ada di rumah itu. Ia sendiri memegang parang. Anaknya yang
tertua, namun masih remaja, diberinya tombak pendek.
Adiknya yang mulai berangkat remaja telah membawa
sepotong besi yang sering dipergunakan untuk mengupas
kelapa dengan tajam sebelah. Isterinya juga disuruhnya
memegang keris, meskipun ketika didengarnya dengus
harimau itu, ia menjadi hampir pingsan.
Namun dalam pada itu, diatas dahan sebatang pohon yang
rimbun, Glagah Putih dan Rara Wulan tengah menahan
tertawanya. Mereka bertengger diatas pohon tidak jauh dari
pintu rumah orang itu. " Sekali lagi " bisik Rara Wulan ketika orang-orang Sidat
Macan itu pergi. " Jangan. Nanti pemilik rumah ini dapat menjadi sasaran
kemarahan orang-orang Sidat Macan " jawab Glagah Putih.
Rara Wulan mengangguk-angguk. Ia dapat mengerti
keberatan Glagah Putih. Jika orang-orang Sidat Macan itu
marah, maka sasarannya akan dapat jatuh kepada siapapun
juga. termasuk penghuni rumah itu.
Karena itu, maka Rara Wulanpun tidak memaksa Glagah
Putih untuk mengulangi permainannya. Tetapi iapun kemudian
berkata " Marilah. Kita berpindah tempat."
Glagah Putih tidak berkeberatan. Merekapun kemudian
segera turun dari pohon itu dengan sangat berhati-hati.
Kemudian menyelinap ke dalam gelap.
Beberapa saat lamanya, padukuhan itu memang menjadi
ramai. Orang-orang Sidat Macan masih berkeliaran. Namun
akhirnya mereka menjadi jemu.
Bahkan beberapa orang diantara mereka telah berniat
untuk kembali ke banjar. Beberapa orang yang berpencar
berdua-dua telah mulai melangkah menyusuri jalan-jalan
padukuhan menuju ke banjar.
Tetapi tiba-tiba dua orang diantara mereka yang sedang
menuju ke banjar itu terkejut. Tiba-tiba saja dihadapan mereka
nampak seolah-olah dua bulatan yang bercahaya barkilat-kilat
memantulkan cahaya obor. Kedua orang itu berhenti. Baru kemudian keduanya melihat
ujud dari benda yang ada di hadapan mereka beberapa
langkah, yang baru saja muncul dari lorong sempit. Harimau
yang mereka cari. Seekor harimau loreng yang besar berdiri
tegak di jalan simpang. Nampaknya harimau itupun sudah menjadi letih berlari-lari.
Apalagi lapar di perutnya terasa semakin menggigit. Sehingga
karena itu, maka akhirnya harimau itupun menjadi jemu
berlari-larian di sepanjang padukuhan. Bahkan nampaknya
harimau itu telah malangkah perlahan-lahan dan merunduk ke
arah kedua orang itu. Kedua orang itupun kemudian telah bersiap, tetapi seorang
diantara mereka berdesis " Harimau itu sangat besar."
" Kita harus berpencar. Kita harus melawan harimau ' itu
dari dua arah. Harimau itu tidak mempunyai penalaran untuk
memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat
terjadi atas dirinya."
" Tetapi apakah kita tidak memanggil kawan kita yang lain
agar kita dengan cepat dapat menyelesaikannya." berkata
orang itu. Ternyata kawan-kawannya sependapat. Katanya " Cepat
panggil kawan-kawan kita."
Orang itupun termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
orang itupun berteriak nyaring " Disini harimau itu."
Suaranya menggelegar mengumandang di seluruh
padukuhan. Namun akhirnya sempat juga menyentuh telinga
kawan-kawannya. Karena itu, kedua orang yang mendengar suara itu telah
berlari-larian menuju kepada keduanya yang telah berhadapan
dengan harimau yang besar itu.
Harimau itu memang menjadi agak kebingungan. Tetapi
kemudian terdengar aumnya yang mengerikan menggetarkan
udara di seluruh padukuhan itu.
Namun aum harimau itu ternyata telah memberitahukan
kehadirannya kepada orang-orang Sidat Macan yang tersebar
di seluruh padukuhan Dalam waktu dekat, maka merekapun segera berlari-larian
menuju kearah suara harimau itu. Sementara dua o-rang yang
bertemu dengan harimau itu telah berdiri memencar. ,


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Harimau itu semakin lama menjadi semakin dekat. Sejenak
harimau itu mengamati kedua orang yang berdiri disebelahmenyebelah
jalan berganti-ganti. Namun kemudian harimau
itu telah menentukan pilihan. Langkahnya semakin lambat.
Perutnya hampir menyentuh tanah ketika ia mrunduk sambil
menyeringai menggetarkan jantung.
Kedua orang Sidat Macan itupun telah bersiap dengan
ujung pedangnya ynag tajamnya tidak kalah dari taring
harimau itu. Tetapi ketika harimau itu siap meloncat, maka kedua orang
kawannya yang mendengar teriakan seorang diantara
keduanya telah muncul dari lorong yang dilalui oleh harimau
yang garang itu. Kehadirannya memang mengejutkan harimau itu. Namun
dengan demikian,maka harimau itu justru telah berbalik dan.
meloncat menyerang kedua orang yang baru saja datang itu.
Keduanya terkejut. Dengan serta merta keduanya berusaha
untuk meloncat menghindar sambil menjulurkan senjata
mereka. Namun ternyata bahwa mereka tidak sempat
menghindar sepenuhnya. Kuku-kuku harimau yang tajam itu
telah menggores salah seorang dari keduanya, sementara
yang lain sempat menggoreskan senjatanya yang tajam.
Orang Sidat Macan itu jatuh terlentang. Namun harimau itu
tidak segera menggigitnya, kerena orang Sidat Macan yang
seorang lagi telah menyakitinya dengan senjatanya.
Harimau itupun telah meloncat meninggalkan korbannya
menyerang lawannya yang seorang lagi. Tetapi yang
kemudian dihadapinya adalah tiga orang. Sementara orang
yang terluka itu berusaha untuk bangkit, namun terasa
tubuhnya menjadi sangat pedih di beberapa tempat.
Ketiga orang Sidat Macan itu telah mendekat bersamasama.
Mereka telah mengepung harimau itu dari tiga jurusan.
Namun ternyata mereka membuat harimau itu semakin marah.
Dengan garangnya, sekali lagi harimau itu mengaum dan
merunduk, siap untuk menerkam salah seorang dari ketiga
orang yang mengepungnya itu. Tetapi dari beberapa arah
orang-orang Sidat macan telah berdatangan.
Harimau itu masih sempat meloncat menerkam seorang
diantara ketiga orang yang berdiri tepat dihadapannya. Namun
bersamaan dengan itu, maka ke|dua orang lainnya bersamasama
telah menikam harimau yang besar itu dengan sen j atasenj
atanya. Harimau itu menggeliat. Sekali lagi ia melepaskan
korbannya yang terjatuh pula.
Tetapi harimau itu tidak banyak mempunyai kesempatan.
Dari beberapa arah telah berdatangan orang-orang Sidat
Macan dengan senjata terhunus. Mereka langsung
menyerang harimau itu beramai-ramai.
Harimau yang kebingungan itu menjadi marah sekali.
Apalagi rasa-rasanya tubuhnya menjadi semakin lama
semakin kesakitan. Sehingga dengan demikian, harimau itu
tidak lagi sempat merunduk lawannya. Tetapi begitu saja
berloncatan menggapai orang yang terdekat.
Beberapa orang memang telah terluka. Tetapi luka di tubuh
harimau itupun tidak terhitung pula banyaknya.
Perkelahian antara orang-orang Sidat Macan dengan
harimau itu menjadi semakin garang dan semakin keras.
Namun luka di tubuh harimau itu menjadi semakin parah.
Lukanya tergores silang melintang. Sedang tusukan senjata
melubangi hampir setiap jengkal di tubuhnya.
Betapapun harimau itu berjuang, namun akhirnya, harimau
itu telah kehilangan kesempatan untuk dapat
mempertahankan hidupnya, meskipun ia berhasil melukai
beberapa orang. Bahkan ada diantaranya yang cukup parah.
Di saat-saat terakhir harimau itu masih mengaum dahsyat.
Namun kemudian suaranyapun menjadi semakin lemah,
sehingga akhirnya harimau itu tidak mampu lagi berdiri tegak.
Harimau itu masih sempat menggeliat. Namun kemudian
harimau itu telah kehilangan tarikan nafasnya. Mati.
Orang-orang Sidat Macan memang menjadi geram. Dan
tiga orang masih menusuk harimau yang telah mati itu
beberapa kali sehingga tubuh harimau itu terkoyak-koyak
mengerikan. " Darimana harimau itu datang ?" tiba-tiba saja seorang
diantara orang-orang Sidat Macan itu bertanya.
" Tempat ini tidak terlalu dekat dengan hutan " sahut yang
lain. " Mungkin harimau kelaparan yang tersesat mencari
ternak." berkata yang lain lagi.
Namun seorang lagi berkata " Kita harus mengobati kawankawan
kita yang terluka." Beberapa orang segera menyadari, bahwa ada diantara
mereka yang terluka cukup parah. Karena itu, maka orangorang
Sidat Macan itupun segera membenahi diri.
Tetapi sebagian dari mereka telah memanggil beberapa
orang penghuni padukuhan itu dan menyerahkan tubuh
harimau yang telah terbunuh itu kepada mereka.
Tetapi orang-orang padukuhan yang ketakutan itu tidak
berani menerimanya. Seorang diantara mereka berkata "
Mungkin harimau itu adalah harimau jadi-jadian."
" Tidak " jawab orang-orang Sidat Macan. Seorang diantara
mereka berkata selanjutnya " Jika harimau itu jadi-jadian,
maka tubuhnya akan kembali ke bentuk asalnya. Harimau itu
akan segera lenyap."
Tetapi orang-orang padukuhan itu masih saja ketakutan,
karena menurut penalaran mereka dan menurut pengalaman
mereka selama ini, tidak pernah ada seekor harimau yang
memasuki padukuhan itu. Sedangkan di padukuhanpadukuhan
yang lebih dekat dengan hutan itupun tidak pernah
didatangi seekor harimau yang demikian besarnya.
" Lalu apa yang akan kalian lakukan terhadap harimau itu
?" bertanya salah seorang dari orang-orang Sidat Macan itu.
Orang-orang padukuhan itu termangu-mangu.
Namun karena mereka tidak segera menjawab, maka
orang-orang Sidat Macan itu tidak menghiraukannya lagi.
Seorang diantara mereka berkata " Terserah kepada kalian."
Sementara itu, orang-orang Sidat Macan itupun telah
meninggalkan harimau itu untuk pergi ke banjar sambil
membawa kawan-kawan mereka yang terluka. Setidaktidaknya
darah itu harus dipampatkan lebih dahulu, agar
tubuhmereka tidak menjadi semakin lemah.
Ketika orang-orang Sidat Macan itu telah pergi, maka
beberapa orang padukuhan itupun segera berunding. Mereka
telah memanggil tetangga-tetangga mereka semakin lama
semakin banyak. Ternyata mereka memutuskan untuk
mengubur saja harimau itu besok di kuburan, agar jika
harimau itu benar-benar harimau jadi-jadian, mereka tidak
akan terkena kutuknya. Orang-orang dari kelompok Gajah Liwung yang
menyaksikan dari peristiwa itu rasa-rasanya telah mendapat
tontonan yang menarik. Ketika orang-orang Sidat Macan telah
membawa kawaan-kawannya yang terluka ke banjar, maka
orang-orang Gajah Liwung itupun telah meninggalkan tempat
mereka bersembunyi dan keluar dari padukuhan. Dengan
bunyi burung kedasih mereka saling memberikan isyarat untuk
meninggalkan tontonan yang telah mendekati selesai itu.
Beberapa saat kemudian, orang-orang Gajah Liwung itu
telah berjalan menuju ke pedati mereka yang mereka
sembunyikan. Ternyata bahwa mereka telah mendapatkan satu
pertunjukan yang menarik. Kebingungan orang-orang Sidat
Macan dan ketakutan yang membayangi padukuhan itu
merupakan tontonan yang tersendiri bagi orang-orang dari
kelompok Gajah Liwung itu.
" Tetapi aku manjadi kasihan kepada orang-orang
padukuhan itu." berkata Glagah Putih.
" Bukankah mereka tidak mengalami apa-apa selain
ketakutan " Siapa yang membuat seorang diantara orangorang
padukuhan itu berteriak-teriak ?" bertanya Mandira.
Beberapa saat tidak ada yang menjawab. Namun Rara
Wulan tidak dapat menahan tertawanya. Katanya " Glagah
Putih " Tetapi Glagah Putih menyahut " Aku tidak mengira bahwa
pemilik rumah itu begitu ketakutan sehingga hampir pingsan.
Sedangkan orang-orang Sidat Macan itu menjadi seperti
orang-orang mabuk." Beberapa orang tertawa. Sementara itu Sabungsari berkata
" Tetapi kita sudah kehilangan seekor harimau. Jika Glagah
Putih masih mempunyai rencana lagi dengan seekor harimau,
kita harus mencarinya lagi."
Suratamalah yang menjawab " Kita mencari lagi. Rencana
kita dengan orang-orang Macan Putih masih belum dapat kita
lakukan. Kita akan membuat harimau itu menjadi seekor
harimau putih. Seperti yang sudah kita rencanakan, kita
mandikan harimau itu dengan cairan pati ketela pohon.
Kemudian kita tempelkan kapuk pada tubuhnya.
Terdengar suara tertawa mereka. Rumeksalah yang
menyahut " Rencanakan permainan yang lain Glagah Putih.
Dimasa remaja kita, kita tidak mendapat kesempatan untuk
bermain-main. Sekarang, selagi kita mendapat kesempatan
itu, kita akan bermain-main sepuas-puasnya."
Beberapa saat kemudian, maka delapan orang dari
kelompok Gajah Liwung itu sudah berada di dalam pedati
mereka. Dengan lamban mereka melewati pategalan, bulakbulak
persawahan dan padukuhan-padukuhan kembali ke
tempat mereka yang untuk sementara masih belum diketahui
oleh kelompok-kelompok yang lain.
Sementara itu kelompok Sidat Macan masih sibuk
berbicara dengan beberapa orang padukuhan yang berada di
banjar setelah mereka aman karena harimau yang menakutnakuti
padukuhan itu telah terbunuh.
" Malam ini merupakan malam yang|paling|menggelisahkan
" berkata orang padukuhan itu - mula-mula orang yang
memakai ciri Gajah Liwung itu datang dan merampok seluruh
padukuhan. Kemudian sekelompok orang yangjuga mengaku
orang-orang Gajah Liwung. Kemudian seekor harimau yang
memasuki padukuhan ini dan menimbulkan keributan dan
ketakutan." " Tentu ada hubungannya yang satu dengan yang lain "
berkata pemimpin dari kelompok Sidat Macan " tetapi kita
sekarang berada disini. Kalian dapat pulang dan tidur dengan
nyenyak. Jangan ketakutan lagi. Selama kita ada disini, tidak
akan terjadi apa-apa."
Orang-orang padukuhan itupun telah kembali lagi ke rumah
mereka masing-masing. Tetapi tidak lagi dengan perasaan
takut sebagaimana sebelumnya. Bahkan juga saat seekor
harimau ada di padukuhan itu.
Tetapi ketika mereka mulai berbaring di pembaringan,
maka mereka mulai berangan-angan. Apa yang akan terjadi
esok atau lusa atau kapan saja disaat-saat orang-orang Sidat
Macan tidak ada di padukuhan " Atau mungkin orang-orang
Sidat Macan justru akan . memanfaatkan ketakutan yang
mencengkam padukuhan itu untuk meningkatkan pemerasan
yang mereka lakukan dengan alasan upah perlindungan bagi
padukuhan itu. Kegelisahan seperti itu telah mencekam padukuhan itu.
Dalam pada itu, orang-orang Sidat Macan telah berkumpul
di banjar selain mereka yang bertugas melakukan
pengawasan. Bagaimanapun juga orang-orang Sidat Macan
itu memang merasa tersinggung. Tetapi orang-orang Sidat
Macan memang curiga, bah*va yang malakukan perampokan
itu mungkin bukan orang-orang dari kelompok Gajah Liwung.
Meskipun demikian beberapa orang diantara orang-orang
dari kelompok Sidat Macan memperingatkan kepada
pemimpinnya bahwa orang-orang Gajah Liwung sulit untuk
dapat diperhitungkan tingkah lakunya.
" Memang mungkin " berkata pemimpin kelompok itu "
tetapi kita jangan dengan cepat terjebak. Kelompok lain yang
dengan sengaja ingin membenturkan kelompok kita dengan
kelompok Gajah Liwung akan dengan senang hati melihatnya.
Mareka akan dapat bangkit diatas reruntuhan kelompok kita
dan kelompok Gajah Liwung. Meskipun kita dan menurut
pendengaran kita, belum pernah nampak kelompok Gajah
Liwung dalam jumlah yang cukup besar, bahkan sepuluh
orang saja, namun kelompok ini mempunyai kekuatan dan
kecepatan gerak yang luar biasa."
Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Mereka
sependapat dengan pemimpinnya, bahwa ada beberapa
kemungkinan telah terjadi.
Tetapi malam itu hampir seluruh kekuatan Sidat Macan
berada di padukuhan yang telah dirampok habis-habisan itu.
Namun meskipun demikian, agaknya perampokan itu telah
dilakukan dengan tergesa-gesa, sehingga masih ada juga
yang tersisa. Kelompok Sidat Macan itu dikeesokan h arinya merasa
perlu untuk memulihkan kepercayaan orang-orang padukuhan
itu dengan pamer kekuatan di seluruh padukuhan.
Sejak matahari terbit, maka orang-orang Sidat Macan telah
berkeliaran di seluruh padukuhan. Mereka memasuki rumahrumah,
terutama yang semalam telah dirampok. Berbagai
macam pertanyaan diberikan kepada pemilik rumah yang
mengalami perampokan. Setiap orang memang mengatakan, bahwa yang datang
telah menyebut diri mereka anggauta-anggauta kelompok
Gajah Liwung. Dengan kasarnya orang-orang itu mendorong
keluarga yang ketakutan itu ke sudut di ruang dalam rumahrumah
mereka. Menjaga mereka dengan senjata telanjang.
Sementara yang lain mengambil apa yang dapat mereka
ambil. Orang-orang dari kelompok Sidat Macan itu menganggukangguk.
Namun merekapun menjadi semakin yakin bahwa
ada usaha untuk mengadu domba antara kelompok Gajah
Liwung dengan kelompok Sidat Macan oleh kelompok lain.
Mungkin kelompok Macan Putih, mungkin kelompok Kelabang
Ireng yang mengaku kelompok Gajah Liwung atau kelompokkelompok
yang lebih kecil lainnya.
Tetapi kelompok Sidat Macan menganggap bahwa
kelompok-kelompok kecil tidak akan berani berbuat demikian.
Karena itu kecurigaan mereka memang tertuju kepada
kelompok Macan Putih, Kelabang Ireng atau Gajah Liwung


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sendiri yang memang sering melakukan tindakan-tindakan aneh.
Bahkan orang-orang Sidat Macan itu yakin bahwa yang
melepaskan harimau di padukuhan itu adalah orang-orang
Gajah Liwung. Namun sepanjang pagi hari, orang-orang Sidat Macan
berkeliaran di padukuhan itu dengan segala macam pameran
kekuatan. Orang-orang yang bertubuh tinggi besar dengan
pakaian yang tidak menentu. Kalung akar-akaran dan tulangtulang.
Gelang kulit yang. lebar. Sabuk kulit dan berbagai
macam senjata. Orang-orang dari padukuhan lain yang melintas di
padukuhan itu memang menjadi berdebar-debar. Merekapun
mengenal kelompok-kelompok anak-anak muda yang nakal.
Bahkan pada saat-saat tertentu mereka sering mengganggu.
Tetapi orang-orang Sidat Macan itu tidak mengganggu
orang-orang yang lewat padukuhan itu. Namun kepada orangorang
lewat itu kelompok Sidat Macan juga menunjukkan
kekuatannya, karena begaimanapun juga orang-orang dari
kelompok Sidat Macan merasa bahwa mereka adalah
kelompok yang terkuat. Sementara itu, orang-orang Sidat Macan yang meragukan
kehadiran orang-orang Gajah Liwung semalam untuk
merampok di padukuhan itu, justru telah berpesan kepada
orang-orang padukuhan agar mereka tidak usah
merahasiakan kedatangan kelompok Gajah Liwung.
" Biar orang-orang padukuhan yang lain menjadi lebih
berhati-hati terhadap kelompok Gajah Liwung " berkata orangorang
Sidat Macan. Katanya pula " Di pasar, di tempat-tempat
pertemuan, di jalan-jalan atau dimana saja, kalian dapat
menceritakan tentang keganasan orang-orang Gajah Liwung.
Tetapi Gajah Liwung tidak akan dapat berbuat sekali lagi di
daerah kuasa orang-orang Sidat Macan."
Sebenarnyalah, sepeninggal orang-orang Sidat Macan,
maka orang-orang padukuhan itu telah menceritakan apa
yang telah terjadi di padukuhan itu. Orang-orang dari
padukuhan lain yang kebetulan lewat di padukuhan itu telah
mendengarkan ceritera tentang keganasan orang-orang Gajah
Liwung. Sehingga dengan demikian maka dalam waktu
singkat, tidak lebih dari sehari, ceritera itu memang telah
tersebar. Apalagi ketika ceritera itu masuk ke telinga orangorang
yang berada di pasar. Maka ceritera itupun segera telah
tersebar. Orang-orang Gajah Liwung bukannya tidak mendengar
ceritera yang telah berkembang itu. Meskipun mereka pada
saat kejadian segera datang dan memberikan keterangan
bahwa Gajah Liwung tidak terlibat, namun ternyata bahwa
orang-orang Mataram mulai mempunyai penilaian yang lain
tentang orang-orang Gajah Liwung yang sebelumnya dinilai
berbeda dengan kelompok-kelompok yang lain.
Hal itu memang membuat orang-orang Gajah liwung
berpikir ulang. Mereka telah berkumpul di sarang mereka
untuk membicarakan ceritera yang berkembang itu.
" Kita harus mengambil langkah-langkah yang perlu "
berkata Sabungsari. " Tetapi kita belum tahu, kelompok manakah yang telah
dengan sengaja mencemarkan nama baik kita itu " desis
Rumeksa. Yang lain mengangguk-angguk. Ternyata bahwa mereka
harus mencari pemecahan terbaik dari ceritera yang semakin
luas menjalar itu. Dalam pada itu, selagi mereka sedang berbincang, maka Ki
Wirayuda, seeorang perwira dalam tugas sandi dari jajaran
keprajuritan Mataram telah datang.
" Nah, kebetulan sekali " berkata Sabungsari " Ki Wirayuda
justru datang." " Untunglah bahwa saat ini kalian ada di sarang kalian ini "
" Kami sedang menyempatkan diri untuk berbincang "
jawab Sabungsari. * " Aku datang untuk mendapatkan penjelasan " berkata Ki
Wirayuda " aku bertanggung jawab atas kebersihan nama
kelompok ini." " Tentu tentang perampokan itu " desis Sabungsari.
" Ya " jawab Ki Tumenggung Wirayuda. Sabungsari
menarik nafas dalam-dalam. Sementara Ki
Wirayuda berkata " Aku memang yakin bahwa bukan kalian
yang melakukannya. Tetapi harus ada tindakan yang dapat
membersihkan nama kalian. Sampai saat ini, para petugas
sandi masih mencurigai kalian, meskipun mereka juga
mempunyai perhitungan lain. Merekapun memperhitungkan
kemungkinan kelompok lain dengan sengaja telah
mencemarkan nama baik kalian.
" Apakah para petugas sandi tidak menemukan tandatanda
lain dari kelompok itu ?" bertanya Pranawa.
Ki Wirayuda menggeleng. Katanya " Belum. Tidak ada
tanda-tanda yang tertinggal selain tanda-tanda dari kelompok
Gajah Liwung." " Baiklah " berkata Sabungsari " kami akan berusaha
sejauh dapat kami lakukan untuk membersihkan nama kami.
Aku kira, orang-orang itu tidak akan berhenti berusaha
mencemarkan nama kelompok Gajah Liwung. Mungkin secara
berkelompok, mungkin seorang-seorang. Tetapi akupun
mohon, jika para prajurit rahasia menemukan sedikit
keterangan tentang hal ini, kami dapat diberi isyarat, agar
kami dapat menentukan langkah-langkah yang tepat."
Ki Wirayuda mengangguk. Tetapi ia menjawab " Kami akan
membantu kalian. Tetapi kalian harus lebih banyak berusaha
sendiri agar nama kalian semakin cepat dibersihkan."
Sabungsari mengangguk-angguk. Katanya " Kami tentu
akan berusaha sebaik-baiknya. Tetapi jumlah kami sangat
terbatas. Orang-orang dari kelompok lain berjumlah tiga ampat
kali lipat dari jumlah kami."
" Kalian merasa berkeberatan ?" bertanya Ki Wirayuda. .
" Tidak. Tetapi jangkauan gerak kami tidak dapat sejauh
mereka yang jumlahnya berlipat ganda. Kami tidak a-kan
gentar menghadapi kelompok-kelompok yang lain seandainya
kami akan bertempur dengan mengerahkan seluruh kekuatan.
Tetapi yang agak sulit bagi kami adalah luasnya daerah yang
harus kami amati dibandingkan dengan jumlah tenaga yang
ada pada kami." berkata Sabungsari pula.
Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Katanya " Kami
mengerti. Tetapi para prajurit dalam tugas sandi tidak dapat
berbuat lebih banyak dari yang mereka lakukan sekarang.
Bahkan mungkin prajurit sandi itu juga sedang mencari
keterangan tentang kelompok Gajah Liwung untuk pada suatu
saat memburunya sebagaimana dilakukan atas kelompokkelompok
yang lain jika diketemukanbukti-bukti pelanggaran
mereka atas paugeran yang ada "
Sabungsari mengangguk-angguk. Orang-orang dari
kelompok Gajah Liwung itu memang harus menyadari, bahwa
kelompoknya dimata para prajurit tidak ubahnya kelompokkelompok
yang lain. Namun dengan demikian, disamping malaksanakan
rencana-rencana yang sudah dibuat, maka kelompok Gajah
Liwung masih mempunyai tugas yang belum pernah dipikirkan
sebelumnya. Ternyata bahwa mereka berhadapan dengan
orang-orang yang licik, yang menyerang mereka dari arah
punggung. Untuk beberapa lama Sabungsari dan orang-orang dari
kelompok Gajah Liwung itu masih berbincang-bincang.',
Namun kemudian Ki Wirayudapun telah minta diri. Ia tidak
dapat terlalu lama berada diantara orang-orang Gajah Liwung,
karena hubungan mereka harus tetap dirahasiakan.
Namun sebelum meninggalkan orang-orang dari kelompok
Gajah Liwung, Ki Wirayuda berkata " Aku memerlukan laporan
secepatnya, jika kalian menemukan sesuatu tentang usaha
untuk mencemarkan nama kelompok Gajah Liwung itu.
Sebaliknya, Jika aku mendapat keterangan tentang hal itu
lebih dahulu dari para petugas sandi, aku akan
memberitahukan kepada kalian. Tetapi berusahalah untuk
memecahkan persoalan itu sendiri."
Sabungsari tersenyum sambil mengangguk. Katanya "
Baiklah. Kami akan berusaha sejauh kami dapat lakukan.
Mudah-mudahan kami tidak mengecewakan Ki Wirayuda."
Sepeninggal Ki Wirayuda maka orang-orang Gajah Liwung
masih berbicara diantara mereka beberapa saat. Namun
nampaknya mereka lebih banyak berbicara tentang rencanarencana
yang telah mereka susun sebelumnya. Mereka
masih ingin menangkap seekor harimau untuk bercanda
dengan kelompok Macan Putih.
Tetapi Sabungsari masih tetap berpesan " Namun
bagaimanapun juga, Kita tidak boleh menjadi korban kelicikan
kelompok-kelompok itu serta kelengahan kita sendiri"
Demikianlah di hari-hari mendatang, orang-orang Gajah
Liwung menjadi semakin berhati-hati. tetapi mereka masih
saja memasang perangkap. Mereka masih ingin membuat
satu permainan dengan orang-orang Macan Putih.
Namun sementara itu, ternyata benturan-benturan kecil
masih saja terjadi diantara kelompok-kelompok yang saling
bermusuhan, tetapi setiap kali orang-orang dari kelompokkelompok
yang lain terpaksa mangakui kelebihan kelompok
Gajah Liwung. Ketika tiga orang dari kelompok Kelabang Ireng yang
membuat keributan di sebuah kedai makanan, tiba-tiba harus
berhadapan dengan dua orang anggauta kelompok Gajah
Liwung, maka ketiga orang itu harus berlari tunggang
langgang ketika wajah mereka menjadi biru perigab.
Pada kesempatan lain beberapa orang dari kelompok
Kelabang Ireng telah berkejar-kejaran dengan orang-orang
dari kelompok Macan Putih. Hanya kebetulan bahwa orangorang
dari kelompok Macan putih jumlahnya lebih banyak
sehingga orang-orang Kelabang Ireng harus melepaskan diri
dari kejaran lawan-la'vannya.
Benturan-benturan yang terjadi itu ternyata telah membuat
para pemimpin dari kelompok-kelompok itu mulai memikirkan
kemungkinan untuk menyelenggarakan suatu pertemuan
seperti yang pernah mereka lakukan beberapa waktu yang
lalu. Meskipun sudah agak lama, namun orang-orang dari
kelompok-kelompok itu masih ingat', bahwa pertemuan seperti
itu mampu meredakan suasana untuk beberapa saat lamanya.
Namun dalam pada itu, ternyata telah terjadi lagi keka-
ApMII-"l 57 cauan di sebuah padukuhan yang dilakukan oleh
orang-orang yang berciri kelompok Gajah Liwung. Meskipun
tidak sempat merampok beberapa rumah sekaligus, tetapi
mereka benar-benar telah menimbulkan keributan dan
kemudian ketakutan. Meskipun keributan itu terjadi justru
menjelang senja, namun orang-orang yang mempergunakan
ciri gajah Liwung itu nampaknya tergesa-gesa.
Orang-orang dari kelompok Gajah Liwung sendiri ternyata
terlambat mengetahui peristiwa itu. Glagah putih baru
mendengar di keesokan harinya, ketika ia berada di pasar.
Beberapa orang mulai berbicara tentang kelompok Gajah
Liwung yang menjadi semakin ganas.
Jantung Glagah Putih terasa bergetar semakin cepat.
Nama Gajah Liwung agaknya semakin lama menjadi semakin
suram. Betapapun mereka berusaha untuk menunjukkan
kelainan sifat dan watak dengan kelompok-kelompok lain yang
telah ada. Puncak kemarahan Sabungsari adalah saat seorang gadis
yang hilang dibawa oleh beberapa orang anak-anak muda
yang nampak liar dan ganas. Ternyata mereka telah
meninggalkan ciri kelompok Gajah Liwung.
Demikian Sabungsari mendengar berita itu, maka bersama
Glagah Putih mereka telah datang menemui orang tua gadis
yang hilang itu. Ayah gadis yang marah itu tiba-tiba saja telah menarik keris
dari wrangkanya. Dengan marah ia berkata " Ayo, jika kalian
memang laki-laki, lawan aku. Harga anakku sama dengan
harga nyawaku. Aku tidak peduli dengan kelompok Gajah
Liwung. Jika kalian menghendaki, aku tantang seluruh
kelompok Gajah Liwung."
" Tunggu Ki Sanak " berkata Sabungsari " aku datang untuk
menjernihkan keadaan ini. Sebenarnyalah yang
melakukannya bukan orang-orang dari kelompok Gajah
Liwung." Tetapi orang tua gadis yang hilang itu seperti sudah
kehilangan akal. Dengan keris terhunus, ia bergeser
mendekati Sabungsari dan Glagah Putih.
" Serahkan anak gadisku, atau kita akan mati bersamasama
" geram laki-laki itu.
" Pak, pak " seorang perempuan berusaha untuk menahan
laki-laki itu. Tetapi perempuan itu telah dikibaskannya
sehingga justru jatuh di amben.
" Tunggu Ki Sanak " berkata Sabungsari " kami memang
orang-orang dari kelompok Gajah Liwung. Kami sengaja
datang untuk menyatakan, bahwa kelompok Gajah Liwung
telah difitnah. Orang lain yang melakukannya. Tetapi dengan
sengaja mereka meninggalkan ciri Gajah Liwung. Jika kami
yang melakukannya, maka kami tidak akan datang untuk
berbicara tentang anak gadis Ki Sanak yang hilang itu. Buat
apa kami berbicara lagi."
Ternyata orang itu masih juga sempat mencerna kata-kata
Sabungsari itu. Dengan nada geram ia bertanya " Jadi siapa
yang telah mengambil anakku ?"
" Itulah yang harus kita cari " berkata Sabungsari sambil
menyerahkan ciri kelompok Gajah Liwung. Katanya lebih
lanjut " Memang setiap orang akan dapat membuat gambar
seperti itu. Sedangkan kami tidak dapat mencegahnya. Tetapi
apakah watak dan sifat orang-orang kami dapat ditiru oleh
orang-orang dari kelompok lain sebagaimana mereka meniru
ciri kelompok kami ?"
" Aku tidak dapat mengenali sifat dan watak kelompok demi
kelompok. Tetapi anak-anak muda yang tergabung dalam
kelompok-kelompok gila itu telah sangat merugikan kami.
Tetapi kami masih dapat menahan diri. Baru kemudian, ketika
anak kami hilang, maka aku tidak dapat memaafkan kalian
lagi." berkata orang itu. Tetapi sikap dan kata-kata Sabungsari
dan Glagah Putih memang agak mengendorkan
kemarahannya. " Ki Sanak " berkata Glagah Putih kemudian " apakah Ki
Sanak dapat mengatakan serba sedikit tentang anak Ki Sanak


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang hilang itu. Dimana, saatnya dan dugaan-dugaan Ki
Sanak." Orang itu masih saja termangu-mangu. Namun kemudian
nalarnya mulai bergerak. Ia mulai mengerti bahwa jika orangorang
Gajah Liwung yang mengambil anaknya, maka mereka
tentu tidak akan datang kepadanya untuk berbicara tentang
anaknya yang hilang itu. Karena itu, maka orang itupun kemudian berkata " Anakku
pergi bersama-sama dengan beberapa orang kawan gadisnya
ke sungai. Pada saat mereka pulang, maka beberapa orang
laki-laki kasar telah menyergap anakku. Mungkin karena
anakku yang berjalan dipaling belakang."
" Lalu apakah bapak mendapat keterangan, dibawa ke arah
mana anak gadis itu ?" bertanya Glagah Putih.
" Tentu saja kami tidak tahu " jawab laki-laki itu.
" Bukankah ia bersama beberapa orang gadis ?" desis
Sabungsari. " Sebaiknya kau bertanya kepada salah seorang dari
mereka " berkata laki-laki itu.
Sabungsari dan Glagah Putih tidak berkeberatan. Karena
itu, maka keduanya telah dibawa oleh ayah gadis yang hilang
itu menemui salah seorang kawan anak gadisnya yang hilang.
Keluarga gadis itu memang menjadi ketakutan. Tetapi
gadis itu sendiri melihat perbedaan sikap dan ujud dengan
orang-orang yang membawa salah seorang kawannya.
Sabungsari dan Glagah Putih yang mengenakan pakaian
sebagaimana kebanyakan orang, memberikan kesan yang
sangat berbeda. Apalagi sikap mereka menunjukkan betapa
keduanya mengenal unggah-ungguh yang mapan.
Dengan tersendat-sendat gadis itupun kemudian menceriterakan
apa yang dialami oleh kawannya itu. Mereka memang
segera menghambur berlari-larian. Tetapi mereka masih
sempat melihat gadis yang malang itu telah dibawa naik
tanggul dan turun ke jalan.
" Mereka membawanya ke arah Utara " berkata gadis itu.
" Kira-kira kemana ?" desak Glagah Putih.
Gadis itu termangu-mangu. Namun akhirnya ia berkata " Di
dekat hutan itu terdapat sebuah bukit kecil. Kawan-kawan,
bukan saja gadis-gadis, tetapi juga kawan laki-laki yang sering
pergi menggembala, mengatakan bahwa bukit itu adalah bukit
yang wingit. Angker dan menakutkan. Tidak ada orang yang
berani mendekatinya, kerena bukan saja binatang buas yang
ganas sering berkeliaran di kaki bukit itu. Tetapi disana juga
terdapat beberapa sosok hantu."
" Apakah ada hubungannya dengan hilangnya gadis
kawanmu itu ?" bertanya Sabungsari.
" Kami tidak tau. Tetapi orang-orang yang membawa kawan
kami itu membawa ciri kelompok gajah Liwung " berkata gadis
itu. " Terima kasih " berkata Sabungsari dan Glagah Putih
hampir bersamaan. Keduanyapun kemudian segera minta ijin kepada keluarga
gadis yang memberikan keterangan tentang kawannya yang
Iblis Sungai Telaga 32 Pendekar Naga Geni 17 Seribu Keping Emas Untuk Mahesa Wulung Bentrok Para Pendekar 9
^