Pencarian

Api Di Bukit Menoreh 12

11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 12


itu akan dapat menjadi sumber keterangan. Orang itu harus
diketahui kenyataan tentang dirinya. Rumahnya, keluarganya
dan hubungannya yang sebenarnya dengan orang
yang terbunuh itu. "berkata Agung Sedayu.
" Ya " Rara Wulan menyahut " setiap orang yang datang
untuk mengurus mayat itu akan dapat memberikan keterangan
tentang kelompok Sidad Macan. "
Prajurit itu mengangguk-angguk. Katanya - Kami mengerti.
Kami akan memberikan laporan. "
" Jika keluarganya datang, kalian dapat bertindak meskipun
kalian belum mendapat perintah. Jika kalian masih menunggu,
mungkin kalian akan terlambat. " berkata A-gung Sedayu.
Prajurit itu mengangguk-angguk. Katanya " Kami mengerti.
Sekarang kami minta diri. Kedua anak muda yang terlibat itu
harus segera memberikan laporan terperinci tentang peristiwa
yang terjadi itu. " Para prajurit itu tidak menunggu lebih lama lagi. Merekapun
kemudian minta diri. Ketika mereka turun dari pendapa,
mereka masih berpesan " Laporan kalian ditunggu
secepatnya. " " Aku akan segera datang " jawab Glagah Putih yang
menjadi jengkel. Sepeninggal keempat prajurit itu, maka Agung Sedayu
segera minta keterangan kepada Glagah Putih dan Rara
Wulan. Keduanya telah menceriterakan apa yang telah terjadi.
" Kelompok-kelompok anak muda yang tidak tahu diri "
desis Ki Lurah Branjangan " tetapi jika aku yang
mengatakannya, maka anak-anak muda akan segera
menudingku sebagai orang tua yang tidak mampu
menyesuaikan diri dengan arus jaman. " Ki Lurah berhenti
sejenak, lalu iapun bertanya kepada Glagah Putih "
bagaimana pendapatmu" Bukankah kau juga anak muda" "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada
rendah ia menjawab " Pikiranku sudah tentu tidak sejalan
dengan mereka. Apalagi dalam keadaan yang gawat seperti
sekarang ini. Menurut pendapatku, Mataram memerlukan
tenaga anak-anak muda untuk banyak keperluan justru saat
Mataram menyembuhkan luka-luka yang dideritanya
sekaligus mengembangkannya.
Ki Lurah menarik nafas dalam-dalam. Sementara Agung
Sedayu pun kemudian berkata " Kita pergi ke gardu
pengendalian penjagaan di kota ini. Kita memberikan laporan
selengkapnya kepada para prajurit yang bertugas. "
Glagah Putih mengangguk kecil. Katanya " Marilah kakang.
" Aku ikut " berkata Rara Wulan.
" Tidak. Kau tidak usah ikut " jawab Agung Sedayu "
bukankah Rara sedang masak untuk makan siang" "
" Tidak. Aku tidak mau masak lagi. Aku harus menjelaskan
apa yang terjadi. Aku adalah saksi yang terpenting dalam
persoalan ini. " berkata Rara Wulan.
" Tetapi bukankah kami baru akan memberikan laporan"
Nampaknya belum akan dilakukan pemeriksaan " berkata
Agung Sedayu " Akupun agaknya kurang yakin apakah akan
ada pemeriksaan. Jika kami dapat meyakinkan bahwa Glagah
Putih hanya sekedar membela diri, maka persoalannya akan
lain. Akupun yakin bahwa sebenarnya para prajurit, setidaktidaknya
beberapa petugas sandi sudah mengenali orang itu.
Orang yang kau sebut bertubuh raksasa itu tentu sudah
diketahui bahwa orang itu adalah pemimpin kelompok Sidat
Macan. " Tetapi Rara Wulan tetap menolak. Kepada kakeknya ia
berkata " Aku akan pergi. Kakek tidak usah ikut. Aku tidak
ingin dianggap mempergunakan pengaruh kakek. Sebenarnya
kakang Agung Sedayu tidak ikut pula. "
Namun Agung Sedayu menjawab " Dengan kedatangan
para prajurit serta keteranganku bahwa Glagah Putih akan
memberikan laporan lebih dahulu kepada atasannya
langsung, maka aku sudah terlibat. Mau tidak mau.
Sebenarnya akupun berharap, sebagaimana pesan Ki Gede,
agar tidak terjadi sesuatu yang dapat setidak-tidaknya
menyentuh nama Tanah Perdikan Menoreh. "
" Maafkan aku kakang " desis Glagah Putih.
Tetapi Rara Wulan berkata lantang " Kami tidak bersalah.
Apakah kakang Agung Sedayu juga menganggap kami
bersalah" Kecelakaan seperti yang terjadi itu, akan dapat
terjadi atas siapa saja. Gadis yang manapun, anak siapapun.
Kematian adalah hukuman yang paling pantas bagi pemimpin
kelompok Sidat Macan itu. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Ia sadar,
bahwa ia tidak akan dapat mencegah Rara Wulan. Karena itu,
maka Agung Sedayupun berkata " Baiklah. Marilah. Ki Lurah
memang tidak akan pergi. "
Ki Lurah mengerti maksud Agung Sedayu. Karena itu,
orang tua itupun hanya mengangguk kecil saja.
Demikianlah, sejenak kemudian maka Agung Sedayu
bersama-sama dengan Glagah Putih dan Rara Wulan telah
meninggalkan rumah Ki Lurah Branjangan dan pergi ke gardu
pemimpin yang bertugas berjaga-jaga serta mengendalikan
penjagaan di kota. Ketika ia sampai ke gardu induk dari para petugas itu,
maka kebetulan pula, perwira yang bertugas memimpin
penjagaan di kota telah dikenal oleh Agung Sedayu, sehingga
pembicaraanpun menjadi lebih lancar.
Mereka telah berada di ruang khusus untuk bercerita
tentang kematian seorang yang bertubuh tinggi besar yang
memang dikenal oleh para prajurit sebagai pemimpin
kelompok Sidat Macan. " Jadi kalian telah mengenal orang itu ?" bertanya Agung
Sedayu. " Tentu " jawab prajurit itu " kelompok Sidat Macan adalah
kelompok yang telah membuat kami pusing selama ini.
Beberapa kali kami telah menangkap orang itu.
Menghukumnya dengan berbagai cara. Namun orang itu
bersama kelompoknya nampaknya tidak segera menjadi jera."
" Jika demikian kenapa orang yang memberikan laporan
tentang kematian pemimpin Sidat Macan itu tidak ditangkap
ketika mereka berpura-pura memberikan laporan kematian
pemimpinnya ?" bertanya Agung Sedayu.
" Kami benar-benar belum mengenal mereka " jawab
perwira itu. " Dan kedua orang itu kalian lepaskan begitu saja ?"
bertanya Agung Sedayu. Sebelum perwira itu menjawab, Rara Wulan telah
mendahuluinya " Seharusnya kalian mencurigainya."
Perwira itu tertawa. Katanya " Kami tidak melepaskannya
begitu saja. Dua orang petugas sandi mengikutinya. Tetapi
keduanya belum kembali untuk memberikan laporan."
" Dan kenapa mayat pemimpin kelompok itu tidak dibawa
kemari saja ?" bertanya Agung Sedayu.
" Kami tidak ingin menakut-nakuti keluarganya untuk
mengambilnya." jawab pemimpin para prajurit yang bertugas
itu. Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada
rendah ia berkata " Empat orang prajurit telah datang kerumah
Ki Lurah Branjangan."
" Aku memang telah memerintahkan mereka. Aku memang
ingin berbicara dengan orang yang telah membunuh pemimpin
Sidat Macan itu untuk mendapat gambaran yang lengkap
tentang peristiwa itu. Kami mendapat petunjuk bahwa gadis
yang telah diganggu oleh orang-orang dari kelompok Sidat
Macan itu adalah cucu Ki Lurah Branjangan bersama seorang
anak muda yang agaknya seorang pengawal dari Tanah
Perdikan Menoreh." " Apakah orang-orang Sidat Macan mengetahuinya ?"
bertanya Agung Sedayu. Perwira itu menggeleng. Katanya " Keterangan itu bukan
dari orang Sidat Macan. Tetapi orang-orang yang telah melihat
kalian mengambil jalan kecil setelah kalian bertengkar dengan
orang-orang Macan Putih, yang sudah dikenal baik oleh cucu
Ki Lurah Branjangan."
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Ternyata
dalam waktu singkat, para petugas sandi dari Mataram telah
mendapat banyak keterangan tentang peristiwa yang
terjadi. Namun perwira itu kemudian berkata kepada Glagah Putih
" Tetapi kami tidak akan mengambil tindakan apa-apa
terhadap kalian. Kami tahu kalian membela diri. Yang kami
perlukan adalah keterangan pertama dari orang-orang yang
terlibat." Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Empat
orang prajurit yang datang kerumah kakek telah bersikap lain.
Nampaknya mereka langsung mempersalahkan kami,
menuduh kami dan bahkan akan menghukum kami."
Perwira yang bertugas itu tersenyum. Katanya " Kami tidak
dapat bersikap lain. Demikian pula para prajurit. Tetapi sudah
tentu kami mempunyai pertimbangan- pertimbangan yang
tidak dapat kami katakan kepada setiap orang, bahkan kepada
para prajurit." Rara Wulan mengangguk-angguk. Ternyata dugaan Agung
Sedayu benar, bahwa para perwira sudah tentu
mempunyai bahan cukup untuk menilai kematian pemimpin
Sidat Macan itu. Namun perwira itupun kemudian berkata " Yang kami
lakukan adalah sikap wajar yang harus dilakukan oleh setiap
prajurit dalam keadaan gawat. Karena itu, kami memang ingin
kalian datang kemari. Para prajurit dan orang banyak akan
tahu, bahwa kami tidak membiarkan saja peristiwa ini terjadi.
Namun kami juga tidak akan berbuat tanpa pertimbanganpertimbangan
yang masak." Agung Sedayu megangguk-angguk mendengarkan
penjelasan perwira itu. Sementara itu perwira itupun kemudian
berkata " nah, sekarang aku ingin mendengar keterangan
pelaku dan saksi utama dari peristiwa ini. Meskipun kami telah
mempunyai banyak keterangan, tetapi keterangan dari kalian
adalah keterangan yang tentu paling lengkap."
Agung Sedayupun kemudian berpaling kepada Glagah
Putih yang masih berdiam diri. Ketegangan membayang di
wajahnya, namun setelah mengatur gejolak di dalam dadanya.
Glagah Putihpun mulai menceritakan apa yang telah
terjadi. Ia mengatakan segalanya yang dialaminya dan
diketahuinya. Perwira yang bertugas itu mendengarkan cerita Glagah
Putih dengan saksama. Ternyata apa yang dikatakan oleh
Glagah Putih itu sesuai dengan keterangan yang didapat oleh
perwira itu lewat beberapa orang petugas sandinya. Sehingga
dengan demikian maka bagi perwira itu, Glagah Putih sama
sekali tidak berniat untuk memutar balikkan peristiwa yang
dialaminya. Demikian pula ketika Rara Wulan memberikan
keterangannya. Sejak gadis itu bertemu dengan anak-anak
muda dari kelompok Macan Putih sehingga terbunuhnya
pemimpin kelompok Sidat Macan.
Perwira itu mengangguk-angguk, Dengan nada rendah ia
berkata " Terima kasih atas keterangan kalian. Aku sejak
semula sudah yakin, bahwa kalian tidak akan mempersulit
persoalan. Namun dengan demikian, para prajurit dan orangorang
yang menyaksikan kalian datang kemari akan
berpendapat, bahwa kami telah melakukan tugas kami dengan
baik. Kami tidak berpihak kepada siapapun. Setiap persoalan
akan kami tangani dengan wajar, meskipun pelakunya
seorang pengawal atau bahkan seorang prajurit. "
Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Aku memuji sikapmu.
Dengan demikian, apakah yang harus dilakukan oleh anak ini"
" " Kami telah mendapatkan satu keyakinan bahwa Glagah
Putih memang sekedar mempertahankan diri " berkata perwira
itu. Tetapi katanya kemudian " Meskipun demikian, jika kami
memerlukan keterangannya, kami akan mengun-dangnya. "
" Bagaimana menurut pertimbanganmu" " Apakah ia akan
dapat meninggalkan kota besok" " bertanya Agung Sedayu
kemudian. " Ya, tentu, " jawab perwira itu " sudah aku kataKang
Zusi - http://kangzusi.com/
kan, tidak ada masalah lagi. " perwira itu berhenti sejenak.
Tetapi agaknya masih ada yang ingin dikatakan " Tetapi hatihatilah.
Kelompok itu adalah kelompok yang licik. Tetapi cukup
besar. Pengikutnya tersebar dibeberapa tempat. Satu dua
padepokan disekitar kota ini tersangkut. Bukan saja muridmuridnya,
tetapi justru keluarga pimpinan padepokan itu
sendiri. Tetapi untunglah bahwa lebih banyak yang
menempatkan diri sebagai wadah anak-anak muda untuk
benar-benar menuntut ilmu daripada yang terlibat kedalam
tingkah laku yang membuat para petugas menjadi pusing. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Sementara perwira
itu berkata " Orang yang terbunuh itu adalah adik pemimpin
padepokan Wanatara yang bergelar Ki Gede Karanglapis.
" Aku belum pernah mendengarnya " desis Agung Sedayu.
" Memang sebuah padepokan kecil. Tetapi mempunyai
pengaruh yang kuat bagi kelompok Sidat Macan.
Agung Sedayu yang menaruh perhatian atas keterangan
perwira itu berdesis " Untunglah bahwa besok Glagah Putih
telah kembali ke Tanah Perdikan. "
Tetapi Rara Wulanlah yang kemudian memotong "
Sebaiknya Glagah Putih tinggal disini untuk beberapa hari. Ia
harus mengetahui kelanjutan dari persoalan ini. Jika besok ia
meninggalkan kota, maka tentu ada pihak yang
menganggapnya licik. "
Tetapi Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Tidak Rara.
Persoalannya sudah dianggap selesai. Jika pada suatu saat ia
dipanggil, maka ia akan datang. "
" Dan membiarkan aku menghadapi orang-orang Sidat
Macan sendiri" Atau aku harus bergabung dengan orangorang
Macan Putih" " sahut Rara Wulan. Bahkan katanya
kemudian " Tetapi jika jalan itu yang harus aku tempuh
apaboleh buat. Aku tidak boleh sendiri menghadapi orangorang
Sidat Macan. " Agung Sedayu memang terkejut mendengar pernyataan itu.
Bahkan ternyata bukan hanya Agung Sedayu. Tetapi perwira
yang bertugas itu segera menyahut " Rara. Jangan cemas,


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rara tidak harus bergabung dengan salah satu dari kelompokkelompok
anak-anak yang kurang menyadari arti dari
perkembangan keadaan ini. Juga tidak dengan kelompokkelompok
lain yang lebih kecil, namun yang juga membuat
kepala kami pening. Kami akan melindungi Rara dari
kenakalan mereka. Apalagi Rara termasuk keluarga prajurit.
Kakek atau ayah Rara dapat memerintahkan para prajurit
untuk melindungi Rara dari kekasaran kelompok-kelompok itu.
"Kau yakin" " tiba-tiba saja Rara Wulan bertanya " apakah
setiap saat para prajurit sempat mengawasi aku atau aku yang
harus menyesuaikan diri dengan tinggal didalam bilik tanpa
berani keluar rumah" "
Prajurit itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Tugas
para prajurit adalah melindungi setiap orang yang
memerlukannya. ". " Apakah para prajurit juga sempat melindungi aku ketika
aku dicegat orang-orang Sidat Macan" " desak Rara Wulan.
" Tentu saja kami tidak dapat menguasai semua masalah
yang menyangkut kejahatan. Malam hari masih juga ada
pencuri yang terlepas dari pengamatan prajurit dan para
peronda. Disiang hari masih juga terjadi perampasan dan
kejahatan lain. Namun kami berusaha berbuat sebaik-baiknya
dalam batas-batas kemampuan kami. " jawab perwira itu.
Rara Wulan segera menjawab " Karena itu, untuk
sementara Glagah Putih harus tinggal. "
Agung Sedayu ternyata mempunyai perimbangan lain.
Rara Wulan bukan semata-mata menahan Glagah Putih
dalam hubungannya dengan persoalan Sidat Macan. Rara
Wulan tentu mempunyai alasan yang mendorongnya untuk
menahan Glagah Putih. Namun itu berarti menghadapkan
Glagah Putih pada persoalan-persoalan yang rumit. Ia tentu tidak
hanya berhadapan dengan orang-orang Sidat Macan,
tetapi juga dengan kawan-kawan Rara Wulan yang tergabung
dalam kelompok Macan Putih.
Dalam keragu-raguan, Agung Sedayu akhirnya justru
bertanya kepada Glagah Putih " Bagaimana menurut pendapatmu
sendiri Glagah Putih" "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Ia bukannya
tidak menyadari, bahwa ia akan dihadapkan kepada persoalan
yang berkepanjangan dan bahkan mungkin akan timbul
persoalan-persoalan baru. Tetapi sebagai seorang anak
muda, Glagah Putih tidak mau menunjukkan kesan seakanakan
ingin menghindarinya, apalagi dihadapan seorang gadis.
Karena itu, maka iapun menjawab " Aku tidak berkeberatan
jika kakang memerintahkan aku untuk tinggal. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk kecil. Sikap Glagah
Putih cukup berhati-hati meskipun ia telah menyatakan
keinginannya. Namun Agung Sedayu memang sudah
menduganya. Tetapi perwira yang bertugas itu berkata " Sebenarnya aku
ingin memberikan peringatan kepadamu anak muda, a-gar
untuk sementara kau justru tidak menampakkan diri. Karena
itu, ada baiknya jika kau kembali ke Tanah Perdikan. "
" Tidak " potong Rara Wulan " ia akan bertanggung jawab
atas perbuatannya. "
" Tetapi Rara " berkata perwira itu " jika Glagah Putih
ternyata menimbulkan persoalan di kota yang sedang diliputi
suasana yang suram ini, maka kami tidak akan segan-segan
mengambil tindakan. "
" Jadi kalian mulai menyalahkan kami" " bertanya Rara
Wulan. " Sekarang tidak. Tetapi keadaan akan dapat berkembang
lain diwaktu mendatang " berkata perwira itu.
" Baik. Kalian akan menyaksikan kelak, apa yang kami
lakukan. Kami bukan kelompok-kelompok orang bambung
seperti kelompok Sidat Macan, Macan Putih atau Kelabang
Ireng. Tetapi kamipun tidak mau diperlakukan semena-mena
oleh siapapun " desis Rara Wulan.
" Jika demikian terserah kepada kalian. Kami tidak
berkeberatan kota ini bertambah dengan seorang penghuni
lagi, asal tidak menambah kesulitan kami mengatasi
persoalan-persoalan yang sudah cukup rumit sekarang ini, "
desis perwira itu. Agung Sedayu mengerti, bahwa perwira itu memang agak
menjadi jengkel kepada Rara Wulan. Tetapi justru karena ia
mengenal Rara Wulan, maka perwira itu masih harus sedikit
mengekang diri. Dengan demikian, maka telah diputuskan bahwa Glagah
Putih tidak akan segera kembali ke Tanah Perdikan. Tetapi
keberangkatan pasukan pengawal Tanah Perdikan tidak akan
terhambat karenanya. Glagah Putih akan berada dirumah Ki
Lurah Branjangan. Sejenak kemudian, maka Agung Sedayupun telah minta diri
kepada perwira yang memimpin penjagaan di kota hari itu.
Bersama Glagah Putih dan Rara Wulan, mereka telah
beringsut untuk meninggalkan bilik itu.
Tetapi mereka tertegun ketika dua orang prajurit sandi
memasuki bilik itu. Mereka memang menjadi ragu-ragu untuk
masuk. Tetapi perwira yang mengendalikan para prajurit yang
bertugas itupun telah memanggil mereka.
" Duduklah " perintah perwira itu.
Kedua prajurit sandi itupun kemudian telah duduk pula
bersama Agung Sedayu, Glagah Putih dan Rara Wulan.
" Apa yang kau dapatkan" " bertanya perwira itu.
Seorang diantara prajurit sandi itu menjawab " Kedua orang
itu memang orang-orang dari kelompok Sidat Macan.
" Nah, bukankah benar kataku " potong Rara Wulan. Agung
Sedayu tersenyum sambil menjawab " Tetapi
bukankah para prajurit tidak melepaskan mereka begitu
saja" Rara Wulanpun tersenyum sambil mengangguk.
" Nampaknya orang-orang Sidat Macan benar-benar
terpukul oleh kematian pemimpinnya. Aku sempat melihat,
bagaimana mereka mengambil mayat orang yang bertubuh
tinggi besar itu. Hampir saja terjadi benturan antara orangorang
yang mengambil mayat pemimpin Sidat Macan itu
dengan para prajurit yang bertugas serta para bebahu yang
ada di banjar. Nampaknya orang-orang Sidat Macan menuntut
agar pembunuh pemimpinnya itu diserahkan kepada mereka. "
berkata prajurit sandi itu.
" Memang satu persoalan yang rumit " berkata perwira itu "
kita dapat menduga, apa yang akan terjadi. "
Tetapi Rara Wulan berkata " Kenapa tidak disiapkan satu
kelompok prajurit untuk menghancurkan padepokanKang
Zusi - http://kangzusi.com/
padepokan yang memang menjadi sarang kelompokkelompok
yang selalu mengacaukan ketenangan itu" "
" Kami tidak akan dapat berbuat begitu saja. Kami akan
dapat dituduh berbuat sewenang-wenang. Kami harus
mempunyai bukti yang cukup untuk melakukan satu tindakan
yang menentukan. Apalagi terhadap sebuah padepokan.
Sudah tentu bahwa kami akan dapat mengerahkan prajurit
segelar sepapan. Betapapun tingginya ilmu yang dimiliki oleh
pemimpin padepokan itu, mereka tidak akan dapat melawan
kami. Tetapi kami harus mempunyai landasan yang sangat
kuat untuk melakukan hal itu agar kami tidak bertindak
sewenang-wenang. Meskipun kami tahu bahwa seseorang atau
sekelompok orang bersalah, namun kami harus bertindak
dengan hati-hati justru karena kami prajurit. " jawab perwira
itu. " Jika demikian, kenapa kita tidak melakukan dengan cara
yang sama dengan yang mereka lakukan" " berkata Rara
Wulan. " Maksud Rara" " bertanya perwira itu.
" Kita membuat sebuah kelompok yang terdiri dari para
prajurit sandi. Kita akan menghancurkan mereka dengan
cara sebagaimana mereka lakukan. Tentu saja dengan batasbatas
tertentu untuk membedakan, bahwa kita tidak sejiwa
dengan mereka meskipun kita mempergunakan cara yang
mungkin agak mirip. Tetapi kita tidak akan mengganggu orang
lain yang tidak bersalah. Kita akan menculik gadis-gadis. Kita
tidak akan merampas milik orang lain karena kita
menyukainya. Kita tidak akan masuk kedalam pasar dan
mengambil apa yang kita ingini. Berkelahi di jalan-jalan raya
berebut sasaran perampokan. " berkata Rara Wulan "
kelompok kita justru berbuat sebaliknya. Melindungi yang
lemah, tetapi sekaligus menghancurkan mereka. "
Perwira itu mengerutkan keningnya. Namun iapun
kemudian tersenyum. Katanya " Pikiran Rara ternyata baik.
Kita akan memikirkannya. Tetapi keputusan terakhir tidak
berada di tanganku. Seandainya kita menemukan jalan lain
yang lebih baik, tentu kita akan memilihnya. Namun pendapat
Rara akan kami perhatikan. "
" Kami akan membentuknya. Aku salah seorang diantaranya
" berkata Rara Wulan.
Tetapi perwira itu tertawa. Katanya " Semua orang akan
tahu permainan kita jika Rara ikut serta, karena hampir semua
anak muda mengenal Rara. "
" Ah " desah Rara Wulan. Namun kemudian katanya "
Terserah. Siapa saja orangnya. Tetapi aku tentu tidak akan
berujud seperti aku sekarang. "
Perwira itu tertawa. Katanya " Kekerasan hati Rara tidak
ubahnya kekerasan hati Ki Lurah Branjangan.
Namun Agung Sedayulah yang kemudian berkata " Tetapi
ini bukan main-main Rara. Jika rencana itu benar-benar
dilakukan, persoalannya akan menjadi rumit. Kelompok itu
suatu saat justru harus menghindari kekuatan prajurit Mataram
sendiri dalam kebesarannya.
Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Tetapi ia dapat
mengerti peringatan Agung Sedayu itu. Kelompok itu bukan
kelompok prajurit dalam tugas keprajuritan. Justru satu penyimpangan
dari tugas yang seharusnya dilakukan,
meskipun tujuannya untuk menegakkan ketenangan bagi
kehidupan rakyat khususnya di kota Mataram itu sendiri, serta
melindungi mereka yang lemah.
Namun cara yang ditempuh bukan cara yang dapat
dilakukan oleh sekelompok prajurit.
Perwira yang memimpin penjagaan dihari itupun kemudian
berkata " Baiklah. Aku akan mempertimbangkannya dan
membicarakannya dengan petugas yang lain. Namun sudah
tentu bahwa jika pikiran ini diujudkan kelompok itu
bagaimanapun juga adalah sekelompok orang-orang liar yang
pada suatu saat akan ditertibkan oleh prajurit. "
Rara Wulan mengangguk kecil sambil berkata " Ya, aku
mengerti. " Perwira itupun kemudian berdesis " Kita semuanya tentu
tahu, bahwa langkah ini adalah langkah rahasia, karena jika
langkah ini kemudian menimbulkan satu kesulitan, maka aku
akan dapat diseret kedepan para perwira tinggi di Mataram ini
untuk mempertanggung jawabkannya. "
Agung Sedayu tersenyum sambil berkata " Tentu. Setiap
penyimpangan akan membawa akibat yang harus
dipertanggung jawabkan. Tetapi jika mereka yang ditunjuk
untuk memperkuat kelompok itu memiliki tanggung jawab
bersama, maka tanggung jawabku akan berkurang. "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Baginya, bahwa
Agung Sedayu tidak menghalangi usaha itu merupakan satu
sikap yang agak berbeda dengan sikapnya yang selama ini
kadang-kadang kurang dimengertinya.
Namun dengan memperhatikan akibat yang dapat timbul
dari tingkah laku kelompok-kelompok orang yang tidak
bertanggung jawab itu, maka Agung Sedayu ternyata
sependapat untuk dengan jalan pintas mengatasinya.
Ternyata perwira itu menjadi tertarik kepada pendapat Rara
Wulan yang timbul dengan serta merta. Namun ia berpesan
kepada kedua prajurit sandinya, untuk merahasiakan
rencana itu. " Orang-orang yang ada didalamnya tentu orang-orang
yang tidak banyak dikenal dikota ini " berkata perwira itu. Lalu
katanya kepada kedua orang prajurit sandi itu " Kau akan
menjadi penghubung antara aku yang tetap berada di-dalam
lingkungan keprajuritan dengan pemimpin kelompok ini. "
Kedua prajurit sandi itu nampaknya juga tertarik kepada
cara itu. Sambil tersenyum seorang diantara mereka berkata "
Menarik sekali. Aku senang sekali akan tugas ini. "
" Baiklah " berkata perwira itu " kita akan menyusunnya
kemudian. Tetapi dengan kesadaran, bahwa kita akan dapat
ditangkap dan dimasukkan kedalam penjara karena kita telah
melanggar ketentuan dan paugeran tugas seorang prajurit. "
Demikianlah, maka Agung Sedayupun telah minta diri
bersama Glagah Putih dan Rara Wulan. Mereka langsung
menuju kerumah Ki Lurah Branjangan. Namun Rara Wulan
sudah tidak berniat lagi untuk meneruskan rencananya, masak
di dapur untuk makan siang.
Karena itu, maka orang lainlah yang harus
menyelesaikannya. Setelah makan siang, maka Agung Sedayu dan Glagah
Putih telah minta diri. Besok jika pasukan Tanah Perdikan
berangkat kembali ke Tanah Perdikan, maka Glagah Putih
akan berada dirumah Ki Lurah Branjangan untuk menyusun
rencananya bersama Rara Wulan. Satu kelompok yang akan
berkeliaran sebagaimana kelompok-kelompok yang pernah
ada di kota itu. Namun ternyata Agung Sedayu telah membawa Glagah
Putih untuk bertemu dengan Untara di baraknya. Dengan
terus terang Agung Sedayu mengatakan rencana Glagah
Putih dan Rara Wulan untuk membuat sebuah kelompok yang
akan mengimbangi tingkah laku kelompok-kelompok yang
hanya dapat membuat keributan. Namun sudah tentu dengan
tujuan yang terarah. Untara tersenyum mendengar rencana itu. Nampaknya
seperti sebuah permainan kasar. Tetapi agaknya akan dapat
berguna bagi ketenangan masyarakat di kota Mataram
dengan membuat kelompok-kelompok itu menjadi jera tanpa
mempergunakan tindakan kekerasan dari para prajurit yang
akan dapat dinilai tindakan yang sewenang-wenang.
Tetapi Untara itu berkata " Meskipun demikian, kelompok
itupun harus mendapat pengawasan yang ketat. Jika
kelompok itu kemudian tergelincir dari arahan yang telah
diberikan maka para prajurit, terutama mereka yang


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengendalikannya, harus dengan tegas memotong kelanjutan
dari keberadaan kelompok itu. "
Agung Sedayu mengangguk. Katanya " Perwira yang hari
ini bertugas, bersedia untuk mengendalikan kelompok ini. Dua
orang prajurit sandi telah mendapat tugas sebagai
penghubung. " " Tetapi sekali-sekali kaupun harus ikut mengawasinya.
Kau harus sering datang bukan saja untuk mengawasi
kelompok ini, tetapi juga mengawasi kehidupan pribadi Glagah
Putih jika ia benar-benar berada dirumah Ki Lurah Branjangan,
" berkata Untara. Agung Sedayu tersenyum, sementara Glagah Putih hanya
menundukkan kepalanya saja.
Sementara itu Agung Sedayu masih sempat bertanya "-
Kapan kakang kembali ke Jati Anom" "
Untara termangu-mangu sejenak. Ia masih mempunyai
beberapa kepentingan di Mataram. Ia masih mengurus suratsurat
keterangan dan beberapa kepentingan yang lain.
Karena itu, maka iapun menjawab " aku tunda
keberangkatanku sehari."
Agung Sedayu mengangguk kecil. Katanya " Besok kami
kembali ke Tanah Perdikan, kecuali Glagah Putih. Sebenarnya
aku ingin mengajukan permohonan kepada kakang Untara
dalam hubungannya dengan kelompok yang akan disusun
oleh Rara Wulan dan Glagah Putih itu."
" Apa ?" bertanya Untara.
" Sabungsari " jawab Agung Sedayu " bukankah ia belum
terlalu banyak dikenal di Mataram " Aku ingin menitipkan
Glagah Putih kepadanya dalam permainan yang rumit, yang
mungkin akan mempunyai akibat yang tidak terpikirkan
sebelumnya. Sabungsari mempunyai kepribadian yang lebih
masak dari Glagah Putih. Ia memiliki pengetahuan tentang
paugeran dan ketentuan yang berlaku dikalangan para
prajurit." Untara menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Beberapa
orang perwira sudah mengenalnya. Tetapi hubungan dengan
para prajurit di kota ini memang belum terlalu luas karena ia
berada di Jati Anom sejak semula."
" Jadi kakang tidak berkeberatan ?" bertanya Agung
Sedayu. Untara memang ragu-ragu. Katanya " Tetapi Sabungsari
adalah seorang prajurit. Kedudukannya akan berbeda dengan
Glagah Putih. Glagah Putih adalah seorang pengawal dari
Tanah Perdikan Menoreh. Selebihnya segala sesuatunya
tentang keterlibatan Sabungsari tentu akan menyangkut aku
juga, karena aku memberi ijin kepadanya."
Agung Sedayu termangu-mangu sejenak. Kemudian
dengan nada rendah ia berkata " Tetapi segala sesuatunya
terserah kakang Untara. Sebenarnya kami tidak ingin
melibatkan kakang Untara. Namun seperti yang kakang
Untara katakan, jika kakang mengijinkan berarti kakang
terlibat pula kedalamnya."
" Meskipun demikian, tentu akan dipertimbangkan pula
tujuan dari permainan ini. Jika permainan ini benar-benar
berhasil dan akan memberikan manfaat, maka keterlibatanku
tentu akan diampuni. Tetapi jika yang trrjadi sebaliknya, maka
gelar yang aku terima kemarin akan dapat dicabut kembali."
berkata Untara. Agung Sedayu mangangguk-angguk pula. Ia mengerti
sepenuhnya pendapat Untara yang menyangkut dirinya sendiri
itu. Tetapi sebelum Agung Sedayu menanggapinya, Untara .'
berkata " Sebaiknya aku berbicara dengan Sabungsari."
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Silah-kan
kakang. Nanti malam aku akan datang lagi."
" Tidak perlu. Sekarang aku akan memanggilnya " berkata
Untara. Sejenak kemudian, Sabungsaripun telah berada diantara
mereka pula. Ternyata tanggapan Sabungsari cukup baik. Ia
mengerti maksud dari kehadiran sebuah kelompok yang
terkendali dengan ketat. " Segala sesuatunya terserah Ki Untara " berkata
Sabungsari kemudian " jika aku diperintahkan, maka aku akan
melaksanakan dngan sebaik-baiknya."
" Tetapi aku ingin mendengar pendapatmu " berkata Untara
" Apakah menurut pendapatmu, kau akan dapat melakukan
dengan baik dan sesuai dengan nuranimu ?"
" Aku sependapat. Tetapi aku terikat dalam paugeran bagi
seorang prajurit " berkata Sabungsari.
" Aku memberimu ijin " berkata Untara.
Sabungsari menarik nafas dalam-dalam. Ia mengerti
kenapa Untara tidak memberinya perintah. Tetapi sekedar
mengijinkannya. Sementara itu Agung Sedayu berkata " Aku akan
menitipkan Glagah Putih kepadamu. Bahkan seluruh
kelompok yang akan terbentuk. Harus ada seseorang yang
berwibawa untuk memimpinnya. Jika tidak, maka akan terjadi
penyelewengan dari tujuan semula."
Sabungsari mengangguk, la memang merasa lebih tua dari
Glagah Putih. Karena itu, iapun kemudian berkata " Jika aku
mendapat kepercayaan, aku akan mencobanya."
" Terima kasih " berkata Agung Sedayu. Lalu katanya pula
kepada Untara " Jika demikian, maka nampaknya rencana ini
akan dapat berjalan dengan baik. Angan-angan ini timbul
dikepala seorang gadis yang tersinggung oleh perlakuan
beberapa orang anak muda yang tidak bertanggung jawab
serta sikap para prajurit menghadapi mereka."
" Meskipun permainan ini merupakan peletik kecil dari
seluruh gejolak di dalam kehidupan masyarakat yang sedang
bergerak ini, namun harus ditangani dengan sebaik-baiknya.
Sementara itu, biarlah para pemimpin di Mataram memikirkan
persoalan-persoalan yang besar yang berkembang disaat-saat
terakhir. Sikap Pati membuat jantung pemerintahan Mataram
menjadi berdebar-debar. Bahkan Ki Patih Mandaraka sempat
menunjukkan kecemasannya." berkata Untara.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Iapun sadar, bahwa
Mataram yang sedang berkembang itu akan menghadapi
banyak sekali masalah. Masalah anak-anak yang nakal itu
memang merupakan masalah dari seluruh pergolakan yang
terjadi. Demikianlah, maka Agung Sedayu dan Glagah Putihpun
segera minta diri. Besok Agung Sedayu akan meninggalkan
Mataram menuju ke Tanah Perdikan Menoreh untuk
memangku jabatannya yang baru, pemimpin Pasukan Khusus.
Pada hari yang ditentukan akan datang perwira tinggi dari mataram
untuk memimpin upacara penempatan Agung Sedayu di
Pasukan Khusus yang akan dipimpinnya itu.
Namun Pasukan Khusus itu bukan sesuatu yang belum
dikenalnya. Agung Sedayu sudah mengenal Pasukan Khusus
itu dengan baik, karena ia pernah berada di Pasukan Khusus
itu pula. Justru sebagai seorang pelatih.
" Hati-hati dengan tugasmu " berkata Untara kemudian.
Agung Sedayu sebelum meninggalkan Untara itu sempat
berkata " Aku juga akan singgah di barak pasukan pengawal
Sangkal Putung." " Apakah Glagah Putih juga akan mengajak Swandaru
didalam kelompoknya ?" bertanya Untara.
" Tidak " jawab Agung Sedayu sambil tersenyum " Aku
kurang yakin bahwa Swandaru akan dapat mengekang diri
dalam keadaan yang khusus."
Sabungsaripun menarik nafas sambil berkata " Sokur-lah.
Aku agak cemas bahwa Swandaru akan ikut
didalamnya." Demikianlah, maka Agung Sedayu dan Glagah Putih telah
singgah pula di barak yang dipergunakan oleh para pengawal
Sangkal Putung. Ternyata pasukanpengawal dari Kademangan Sangkal
Putung juga akan kembali keesokan harinya sebagaimana
pasukan pengawal dari Tanah Perdikan Menoreh.
" Aku baru bersiap-siap untuk menemuimu " berkata
Swandaru " tetapi kau sudah datang kemari kakang."
" Aku baru saja menemui kakang Untara " berkata Agung
Sedayu " kakang Untara menunda keberangkatannya ke Jati
Anom karena masih ada beberapa persoalan yang harus
diselesaikannya." Keduanyapun kemudian telah menyatakan ucapan selamat
berpisah, karena keesokan harinya, masing-masing akan
menempuh perjalanan menuju ke arah yang berlawanan. Agung
Sedayu dan pasukan Tanah Perdikan Menoreh akan
menuju ke Barat, sementara para pengawal Sangkal Putung
akan menuju ke Timur. Namun Agung Sedayu sama sekali tidak mengatakan
bahwa Glagah Putih akan tinggal di Mataram untuk melakukan
satu permainan khusus yang harus dilakukan dengan sangat
berhati-hati. Malam itu adalah malam terakhir bagi pasukan Tanah
Perdikan dan beberapa pasukan yang lain berada di Mataram.
Dikeesokan harinya, pasukan-pasukan pengawal akan
kembali ke daerah mereka masing-masing.
Agung Sedayu dan Glagah Putihpun telah memberikan
laporan kepada Ki Gede tentang rencana Glagah Putih untuk
tinggal bersama Rara Wulan, Glagah Putih akan melakukan
satu permainan yang sebenarnya termasuk berbahaya.
" Tetapi kelompok yang akan dibentuk sudah mendapat
persetujuan dari seorang perwira Mataram yang bukan saja
mempertanggung jawabkan, tetapi juga langsung
mengendalikan. Apalagi Sabungsari telah menyatakan
kesediaannya untuk ikut serta berada dalam kelompok itu." berkata Agung
Sedayu kemudian. Ki Gede mengangguk-angguk kecil. Hampir tidak terdengar
ia berdesis " Rara Wulan."
" Kenapa dengan Rara Wulan Ki Gede ?" bertanya Agung
Sedayu. Ki Gede tidak segera menjawab. Sementara Agung Sedayu
berkata " Bukankah gadis ini telah pernah berada di Tanah
Perdikan ?"- Ki Gede mengangguk-angguk. Katanya hampir kepada diri
sendiri " Nama itu. "
- " Kenapa dengan nama itu ?" bertanya Agung Sedayu.
Tetapi Ki Gede menggeleng. Katanya " Tidak apa-apa."
Glagah Putih mengerutkan dahinya. Tetapi ia tidak berani
bertanya. Meskipun demikian, nama yang diucapkan oleh Ki
Gede dengan nada rendah itu menarik perhatiannya.
Malam itu Agung Sedayu duduk untuk beberapa lama
dengan Ki Demang Selagilang dan Prastawa. Ki Demang
sempat berbicara tentang daerahnya yang diselubungi oleh
alam yang keras sehingga untuk memenuhi kebutuhan seharihari,
orang-orang pegunungan Sewu harus bekerja keras.
Namun dengan demikian, maka para pengawal dari
Pegunungan Sewu telah menunjukkan kelebihannya dari para
pengawal yang lain, justru karena perjuangan hidup yang
berat. Sementara itu, para petugas telah menyiapkan segala
sesuatu yang akan dibawa oleh setiap pasukan yang akan
berangkat pagi-pagi. Sedangkan para pengawal telah
menggunakan malam itu untuk beristirahat sebaik-baiknya
karena dikeesokan harinya mereka akan menempuh
perjalanan pulang. Memang ada getar keharuan di setiap dada. Bukan saja
karena mereka akan segera bertemu dengan keluarga. Tetapi
bahwa ada beberapa orang kawan, saudara atau sahabat mereka
yang tidak dapat ikut pulang melihat kampung
halaman. Mereka akan melihat keluarga yang terpaksa menangis
karena kehilangan. Tetapi akibat seperti itu tidak akan pernah
dapat dihindari bagi peperangan. Peperangan akan selalu
disertai dengan kesan kematian. Sementara udara diatas Pati
telah mulai nampak kelabu.
Apakah dalam waktu dekat para pengawal itu harus
kembali lagi ke Mataram dan bersama-sama dengan para
prajurit menempuh perjalanan ke Pati ".
Malam itu terasa kota Mataram menjadi lebih lengang.
Hanya kelompok-kelompok prajurit yang meronda sajalah
yang lewat di jalan-jalan utama. Sementara di padukuhanpadukuhan,
gardu-gardu masih juga nampak terang oleh
cahaya obor. Para peronda duduk-duduk sambil berselimut
kain panjang mereka untuk menahan udara malam yang
dingin. Namun beberapa padukuhan menjadi cemas melihat
sekelompok anak-anak muda dengan pakaian yang tidak
mapan berjalan melewati jalan-jalan sempit. Tingkah laku
mereka yang kasar dan tanpa unggah-ungguh membuat para
peronda menjadi berdebar-debar. Namun karena mereka
melintas dalam kelompok yang agak besar, maka para
peronda sama sekali tidak berani menegurnya.
Seorang diantara mereka sempat berhenti didepan sebuah
gardu sambil berkata lantang " He, kau lihat orang yang berani
menantang kelompok Sidat Macan itu, he ?"
Para peronda menjadi gemetar.
Orang itu berkata selanjutnya " Katakan kepada setiap
orang. Juga kepada orang-orang dari Macan Putih atau
Kelabang Ireng atau kelompok Tangan Waja, bahwa Sidat
Macan sekarang menguasai seluruh kota. Kelompokkelompok
lain yang memberanikan diri muncul, akan disapu
bersih." Para peronda itu sama sekali tidak berani menjawab.
Namun mereka sendiri, bahwa orang-orang Sidat Macan
menjadi sangat marah karena pemimpinnya telah terbunuh.
Orang-orang Sidat macan itu memang berusaha untuk
melewati rumah Ki Lurah Branjangan, karena mereka tahu
bahwa Rara Wulan berada di rumah Ki Lurah setelah terjadi
peristiwa kematian pemimpin kelompok Sidat Macan. Namun
ternyata dirumah ki Lurah terdapat beberapa orang prajurit
yang meronda. Agaknya perwira yang mengendalikan
penjagaan di seluruh kota telah memperhhitungkan
kemungkinan dendam yang dapat dilontarkan kepada Rara
Wulan dan Glagah Putih. Menurut perhitungan perwira itu,
orang-orang Sidat Macan belum mengetahui dengan pasti
bahwa Glagah putih adalah seorang pengawal Tanah
Perdikan. Jika perwira itu mengetahuinya, keterangan justru


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bukan dari orang Sidat Macan, tetapi dari orang yang
kebetulan melihatnya bersama Rara Wulan di pasar.
Dengan hadirnya sekelompok prajurit, maka orang-orang
Sidat Macan itu tidak berani bertindak. Bagaimanapun juga
mereka masih harus memperhitungkan kekuatan prajurit
Mataram. Tetapi mereka masih juga berani berteriak-teriak
dimuka rumah Ki Lurah Branjangan dengan kata-kata kotor.
Para prajurit yang ada di rumah Ki Lurah Branjangan
memang bersiaga. Tetapi karena orang-orang Sidat Macan itu
hanya berteriak-teriak saja, maka Ki Lurah sendiri, yang
berada diantara para prajurit, telah mencegah para prajurit itu
untuk bertindak. " Rakyat Mataram yang baru saja mengalami pukulan
dengan kematian beberapa orang prajuritnya, akan menjadi
ketakutan lagi jika terjadi pertempuran. Luka yang belum
sembuh di hati mereka, terutama yang kehilangan sanakkadangnya
akan menjadi semakin parah. Karena itu, jika
mereka tidak menimbulkan keresahan yang sungguhsungguh,
kita belum akan bertindak " berkata Ki Lurah.
Para prajurit itu mengangguk-angguk. Namun mereka
menjadi semakin berhati-hati pula tugasnya itu. Bahkan
pemimpin para prajurit yang bertugas itu berkata " Tidak di
malam hari saja rumah Ki Lurah harus dijaga. Tetapi meskipun
hanya lima atau enam orang, disiang hari harus mendapat
perlindungan juga. Nampaknya mereka benar-benar
mendendam kepada orang yang telah membunuh
pemimpinnya dan sudah tentu kepada Rara Wulan. "
Ki Lurah mengangguk-angguk. Tetapi ia menjawab "
Mungkin besok kalian masih perlu mengawasi rumah ini.
Tetapi selebihnya tidak. "
" Dendam mereka tidak akan padam dalam dua tiga hari. "
jawab pemimpin prajurit itu.
Ki Lurah mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak menjawab.
Orang-orang dari kelompok Sidat Macan yang kecewa
karena dirumah Ki Lurah ada sekelompok prajurit itupun
kemudian telah meninggalkan kota. Diregol mereka sempat
berteriak-teriak pula. Para prajurit yang berjaga-jaga diregol
masih juga menahan diri. Merekapun tahu, bahwa orangorang
itu tentu dari salah satu kelompok anak-anak muda
yang kehilangan kendali. Disaat orang-orang yang sebaya
dengan mereka menyabung nyawa di medan pertempuran,
mereka justru berbuat aneh-aneh sehingga menakut-nakuti orang
lain. Meskipun demikian, prajurit-prajurit di regol itu sudah
berdiri, berjajar dengan senjata ditangan masing-masing.
Sementara seorang anggauta kelompok Sidat Macan itu
sempat berkata " Bukankah kami tidak melanggar paugeran"
Apakah kalian akan menghukum kami" Kami hanya lewat.
Kami kira ada pertunjukan wayang kulit. Ternyata tidak ada. "
Para prajurit itu tidak menjawab sama sekali. Yang
terdengar adalah gelak tertawa orang-orang itu.
Ternyata - kelompok-kelompok yang lain harus
menyesuaikan diri. Mereka sadar bahwa kelompok Sidat
Macan baru marah. Apalagi kelompok itu termasuk kelompok
yang besar karena anggauta-anggautanya datang dari
berbagai padepokan. Demikianlah, maka ketika saatnya tiba, para pengawal dan
prajurit yang berasal dari daerah-daerah yang terpisahpisah
telah meninggalkan Mataram. Para pengawal dari
Pegunungan Sewu, dari Tanah Perdikan Menoreh, dari
Sangkal Putung, dari Ganjur dan dari beberapa daerah yang
lain. Demikian pula prajurit Mataram yang berada di Jati
Anom-pun telah bersiap-siap. Tetapi Untara memang telah
menunda keberangkatannya satu hari.
Dengan demikian, maka terasa keramaian di kota Mataram
menjadi susut. Ketika pasukan-pasukan itu meninggalkan
kota, maka beberapa orang perwira Mataram sempat melepas
mereka. Para perwira itu telah membagi diri di barak-barak
akan ditinggalkan oleh para pengawal. Sementara para
penghuni kota telah keluar dari regol halaman untuk melihat
iring-iringan yang memakai tanda kebesaran masing-masing
sebagai satu kebanggaan bagi setiap kesatuan.
Ki Gede Menoreh, Agung Sedayu dan Prastawa memimpin
pasukan pengawal Tanah Perdikan Menoreh yang
meninggalkan kota. Namun dalam pada itu, Glagah Putih
ternyata telah tinggal. Ketika pasukan-pasukan yang meninggalkan kota telah
menjadi jauh, maka telah terjadi keributan lain didalam kota.
Beberapa orang anak muda telah hilir-mudik diatas punggung
kuda. Seakan-akan mereka merasa lebih bebas untuk berbuat
sesuka hati. Tetapi mereka masih merasa terganggu karena beberapa
kelompok prajurit masih ada di Mataram. Namun pada
saatnya, mereka akan meninggalkan Mataram pula.
Hari itu Glagah Putih masih juga sempat menemui Untara
yang masih belum meninggalkan kota. Ketika Untara melihat
sendiri, sekelompok anak muda yang berkuda tanpa
mengenal unggah-ungguh didalam kota, maka ia merasa
bahwa Glagah Putih telah memilih cara yang baik untuk
mengatasi mereka tanpa harus menurunkan prajurit sehingga
seakan-akan kota Mataram ada dalam suasana perang.
Meskipun demikian, untuk mengatasi persoalan yang da
pat saja timbul karena tingkah laku orang-orang yang tidak
bertanggung jawab itu, maka kelompok-kelompok prajuritpun
telah bersiaga sepenuhnya.
Tetapi peristiwa yang terjadi diluar dinding kota kadangkadang
kurang dapat diawasi oleh para prajurit. Kejahatan
dapat saja terjadi tanpa dapat menuduh siapa yang telah
melakukannya. Kelompok yang mana atau gerombolan apa.
Ketika Glagah Putih menemui Untara sepeninggal pasukan
pengawal Tanah Perdikan, maka Untara justru menganjurkan
agar Glagah Putih lebih cepat mempersiapkan kelompoknya
dan mulai turun ke jalan-jalan.
" Sepeninggal para prajurit Mataram maka kami akan mulai
dengan kelompok kami " berkata Glagah Putih.
" Berapa orang lagi harus kau himpun agar kelompokmu
nampak besar" " bertanya Untara.
" Mungkin ada beberapa orang prajurit sandi dapat
bergabung dengan kami. Sudah tentu prajurit sandi yang
belum banyak dikenal " jawab Glagah Putih.
" Sabungsari dapat membawa seorang kawan. " berkata
Untara. " Terima kasih kakang " jawab Glagah Putih.
" Malam nanti kita dapat berbicara. Datanglah kemari "
berkata Untara. Glagah Putih mengangguk-angguk. Namun ia masih harus
pergi ke rumah Ki Lurah Branjangan untuk berbicara dengan
Rara Wulan. Sebenarnya Untara menganjurkan agar Rara Wulan tidak
usah ikut dalam rencana itu. Tetapi Glagah Putih berkata "
Sulit untuk mencegahnya kakang. Sebenarnya bekal gadis itu
masih belum mencukupi. Ia akan lebih banyak menjadi
tanggungan kami daripada membantu jika terjadi benturan.
Tetapi tekadnya telah membakar jantungnya."
Untara mengangguk-angguk. Katanya " Sifat kakeknya
nampaknya telah diwarisinya. Tetapi sebaiknya anak itu
dipersiapkan menghadapi benturan kekerasan yang kasar dan
mungkin menjadi buas."
Glagah Putih mengangguk kecil. Katanya " Aku akan
mengusahakan kakang."
Demikianlah maka sejenak kemudian Glagah putih telah
berada dirumah Ki Lurah Branjangan. Ia telah menyampaikan
pesan Untara kepada Ki Lurah Branjangan. Bahkan Untara
telah mengijinkan dua orang prajuritnya untuk ikut dalam
kelompok ini. " Tetapi diperlukan tidak hanya ampat atau lima orang
anggauta " berkata ki Lurah.
" Aku akan menemui perwira yang telah menyetujui
rencana ini. Meskipun ia pekan depan tidak lagi bertugas
sebagai pemimpin para prajurit yang bertugas berjaga-jaga di
kota ini dan kembali kekesatuannya, tetapi ia tentu akan tetap
pada sikapnya. Mungkin ia akan dapat membantu dengan
satu dua orang petugas sandi." berkata Glagah Putih.
Ki Lurah mengangguk-angguk. Sementara itu Rara Wulanpun
telah datang pula dan ikut dalam pembicaraan itu.
" Tetapi biarlah aku pergi sendiri menemui perwira itu "
berkata Glagah Putih yang mencegah Rara Wulan untuk ikut
bersamanya. Ki Lurah Branjanganpun telah menasehatkan agar Rara
Wulan justru jangan menyulitkan langkah-langkah Glagah
Putih. Demikianlah, maka Glagah Putihpun telah menghubungi
orang-orang yang akan terkait dalam rencananya. Mereka
sudah bersepakat untuk bertemu di barak yang dipergunakan
oleh Untara serta para prajurit dari Jati Anom.
Tenyata perwira yang bersedia mengendalikan dan bahkan
bertanggung jawab atas terbentuknya kelompok itu telah
mengijinkan dia orang petugas sandi yang belum banyak
dikenal di Mataram Untuk ikut serta dalam kelompok itu.
Sedangkan perwira itu sendiri adalah perwira yang memang
berada dalam kesatuan prajurit sandi di Mataram.
Di malam hari beberapa orang telah bertemu dan berbicara
tentang rencana mereka dibarak Untara yang keesokan
harinya akan meninggalkan Mataram bersama pasukannya
kembali ke Jati Anom. " Kelompok ini masih terlalu kecil " berkata perwira dari
prajurit sandi yang juga hadir dalam pertemuan itu.
" Kita akan mengembangkannya " berkata Glagah Putih.
Yang lain mengangguk-angguk. Namun setiap anggauta
dari kelompok ini harus ikut memikul tanggung jawab serta
menjaga rahasia kelompok yang terllalu khusus itu.
" Kita harus mempunyai tempat yang dapat dipergunakan
sebagai tempat untuk mengendalikan kelompok ini. Tentu
tidak di barak prajurit sandi " berkata Glagah Putih.
Perwira dari prajurit sandi itu mengangguk-angguk.
Katanya kemudian " Aku mempunyai kenalan yang dapat
membantu kalian. Ia telah banyak membantu tugasku sebagai
prajurit sandi. Ia belum berkeluarga, sementara ia mempunyai
warisan rumah yang cukup baik dan tidak terlalu besar."
" Kau percaya kepadanya ?" bertanya Sabungsari.
" Tentu. Aku akan menemuinya dan berbicara kepadanya "
barkata perwira itu. " Dimana letak rumahnya ?" bertanya Sabungsari.
" Diluar dinding kota. Tetapi tidak terlalu jauh dari pintu
gerbang." jawab perwira itu.
" Bagus " jawab Sabungsari " tetapi tempat itu tidak akan
kita jadikan tempat pengendalian yang terbuka untuk menjaga
kemungkinan-kemungkinan buruk atas rumah itu."
Demikianlah, beberapa kesepakatan telah dicapai.
Sementara itu Untarapun telah minta diri bahwa keesokan
harinya ia akan membawa pasukannya kembali ke Jati Anom.
Sementara itu Sabungsari akan tinggal bersama seorang
kawannya. Seorang prajurit yang juga memiliki banyak
kelebihan dari para prajurit yang lain meskipun ia tidak
memiliki kemampuan seperti Sabungsari.
Sepeninggal Untara besok, maka Sabungsari dan seorang
kawannya akan tinggal. Mereka akan dibawa oleh perwira
dari petugas sandi itu kerumah kawannya.
" Sebelumnya, aku akan menemuinya." berkata perwira itu.
" Besok aku akan berangkat. Kapan kau akan menemuinya
?" bertanya Untara. " Malam ini " jawab perwira itu.
Demikianlah, maka sebelum tengah malam pertemuan itu
telah berakhir. Semuanya kembali ke tempat masing-masing.
Sementara Glagah Putih telah menumpang di rumah Ki Lurah
Branjangan. Ketika ia pulang ditengah malam, Glagah Putih tidak masuk
melalui regol halaman agar tidak mendapat seribu macam
pertanyaan dari para prajurit yang bertugas, tetapi ia masuk
lewat pintu butulan, yang hanya dijaga oleh seorang saja.
Seorang prajurit yang ada di rumah Ki Lurah dan bertugas
diserambi mendengar pintu butulan diketuk, ketika ia yakin
bahwa yang datang adalah Glagah Putih, maka iapun telah
membukakan pintu itu. " Darimana kau ?" bertanya prajurit itu.
" Menemui kakang Untara. Besok kakang Untara akan
kembali ke Jati Anom " jawab Glagah Putih.
-" Kenapa kau datang lewat butulan ?" bertanya prajurit itu.
" Agar tidak terlalu banyak pertanyaan. Disini hanya kau
sendiri yang bertanya kepadaku. Di regol, mungkin lima atau
enam orang akan bersama-sama bertanya. Bahkan mungkin
aku harus ikut duduk-duduk dengan mereka. Aku mengantuk
sekali." jawab Glagah Putih.
" Tetapi kau ternyata memang sombong " berkata prajurit
itu " kau pulang sendiri di tengah malam, bagaimana jika kau
ketemu dengan orang-orang Sidat Macan yang berkeliaran.
Kemarin mereka datang kemari, kau tidak ada disini. kau
semalam tidur dimana ?"
" Mengungsi " jawab Glagah Putih singkat.
Glagah Putih tidak mau mendapat pertanyaan lebih banyak
lagi. Iapun kemudian langsung menuju keserambi belakang. Ia
memang ditempatkan di serambi belakang, tidak digandok kiri
atau kanan. Dengan demikian, maka Glagah Putih tidak akan
banyak diketahui orang yang hilir mudik dirumah Ki Lurah.
Bahkan oleh para prajurit yang bertugas melindungi rumah Ki
Lurah, karena orang-orang Sidat Macan masihltetap
mendendam Rara Wulan. Bahkan ternyata malam itu orang-orang Sidat Macan juga
lewat dimuka rumah Ki Lurah sambil berteriak-teriak. Agaknya
mereka dengan sengaja membuat seisi rumah ketakutan.
Para prajurit yang berada di regol depan sudah berjagajaga
dan siap menghadapi segala kemungkinan. Seorang
diantara mereka berkata " Jika Glagah Putih tidak
bersembunyi dan secara kebetulan bertemu dengan orangKang
Zusi - http://kangzusi.com/
orang gila itu ketika anak itu pulang kemari, maka ia akan
menjadi korban sia-sia. Bahkan tanpa dapat dibuktikan siapa
yang telah melakukannya."
" Anak ivu sudah tidur " berkata prajurit yang semula
berada di butulan dan baru pergi ke halaman depan ketika


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendengar orang-orang Sidat macan berteriak-teriak.
" Darimana kau tahu " Anak itu belum nampak datang."
berkata seorang prajurit yang lain.
" Ternyata ia cerdik. Ia datang lewat lorong sempit. Ia
masuk ke halaman lewat pintu butulan " jawab prajurit yang
membuka pintu butulan bagi Glagah Putih.
Kawan-kawannya tersenyum. Katanya " Ia memang
cerdik."- Sementara itu Glagah Putih juga mendengar teriakan-
.teriakan didepan rumah Ki Lurah Branjangan. Jika saja tidak
ada para prajurit dirumah itu, mungkin ia justru telah berbuat
sesuatu meskipun tidak didepan pintu gerbang itu.
Namun ternyata teriakan-teriakan itu semakin lama menjadi
semakin jauh sehingga akhirnya hilang sama sekali.
Di dalam biliknya diruang dalam, Rara Wulan juga
mendengar teriakan-teriakan, ia tahu, di depan rumahnya
terdapat beberapa orang prajurit. Ayahnya juga memiliki
kemampuan melampaui prajurit kebanyakan. Lebih daripada
itu, Glagah Putih juga ada di serambi belakang rumah itu.
Karena itu, maka demikian teriakan-teriakan itu hilang.
Rara Wulan telah tertidur lagi dengan nyenyaknya.
Di hari-hari berikutnya, maka segala sesuatunya menjadi
semakin terwujud. Seperti yang dijanjikan oleh perwira prajurit
sandi yang bersedia mengandalikan sebuah kelompok anakanak
muda untuk mengimbangi kelompok-kelompok yang
telah ada dengan cara yang khusus itu, Sabungsari telah
dibawa kerumah sahabatnya. Meskipun perwira itu sadar,
bahwa dengan demikian ia sudah melanggar batas-batas
tugasnya, bahkan melanggar wewenangnya, namun ia telah
meneruskan rencana itu. Sahabatnya yang telah dihubungi semalam, ternyata tidak
berkeberatan sama sekali. Bahkan kakak beradik, kedua
orang sahabatnya itu, telah menyatakan bersedia ikut dalam
kelompok yang khusus itu.
" Tetapi kau tahu latar belakang dari kelompok ini serta
tujuan gerakannya " berkata perwira prajurit rahasia itu.
Ternyata kedua orang kakak beradik itu merasa gembira
bahwa mereka dapat diterima menjadi anggauta kelomppok
yang akan dibentuk oleh perwira prajurit sandi itu bersamasama
dengan beberapa orang lagi.
" Bukankan selama ini aku telah mempergunakan banyak
waktuku untuk membantumu ?" bertanya yang tertua dari
kedua orang kakak beradik itu.
" Aku mengerti " jawab perwira prajurit sandi yang
menemuinya. Karena itu, ketika kemudian kedua orang itu bertemu
dengan Sabungsari, maka pembicaraan merekapun menjadi
semakin mapan. " Kita harus melakukannya dengan cepat " berkata
Sabungsari " Sebelum ada pihak yang mencium rencana ini."
" Kita akan segera bertemu " berkata perwira itu.
" Aku akan mengundang kalian disini besok siang " berkata
pemilik rumah itu " agaknya disiang hari tidak terlalu banyak
menarik perhatian orang."
Perwira itu sependapat. Ia akan memberitahukan kepada
orang-orang lain yang menjadi anggauta dari kelompok yang
akan dibentuk itu. Sementara itu, Mataram memang terasa menjadi semakin
sepi. Tidak lagi banyak prajurit dan pengawal yang berjalanjalan
hilir mudik di jalan-jalan kota. Kedai-kedai tidak lagi
dipenuhi oleh mereka justru setelah lewat sore hari.
Yang terakhir meninggalkan kota adalah prajurit Mataram
yang berada di Jati Anom, yang dipimpin Untara yang telah
mendapat gelar Tumenggung.
Namun dengan demikian para prajurit yang tinggal justru
harus bekerja lebih keras untuk tetap menjaga ketenangan
kota. Mereka menyadari, bahwa anak-anak muda yang tidak
dapat mengikuti arus perkembangan Mataram justru telah
mengganggu tugas-tugas mereka. Meskipun jumlahnya
terhitung tidak terlalu banyak dibandingkan dengan anak-anak
muda yang menyadari pergolakan dunianya, namun mereka
rasa-rasanya sudah cukup mengganggu.
Di hari pertama, sejak prajurit Jati Anom meninggalkan
Mataram, telah terjadi keributan dipasar. Beberapa orang anak
muda yang membeli makanan dan minuman disebuah kedai,
begitu saja pergi tanpa mau membayar.
Ketika sekelompok prajurit yang mendapat laporan datang,
mereka telah pergi. Tidak seorangpun yang dapat
memberikan laporan, siapa saja diantara mereka yang telah
melakukannya. " Mereka anak-anak setan " geram salah seorang prajurit
yang marah. " Jika pada suatu saat kita mampu menangkap mereka,
maka mereka akan kita jantur di alun-alun."
" Digantung maksudmu ?" bertanya kawannya.
" Tidak. Dijantur. Kalau digantung itu lehernya yang dijerat.
Dan itu berarti hukuman mati. Tetapi kalau dijantur itu, kakinya
yang kita jerat. Kepalanya berada dibawah. Itu bukan
hukuman mati. Paling-paling ia akan merasa pening dan muak
untuk beberapa saat. Tetapi itu akan dapat mebuat jera
karena hukuman semacam itu akan menjadi tontonan yang
menyenangkan." jawab prajurit itu.
Kawannya mengangguk-angguk. Desisnya " Aku setuju.
Dibawah kepalanya kita lepaskan beberapa ekor anjing liar."
" Ah " prajurit itu menggeleng " jangan. Anjing itu dapat
menggigit hidung mereka."
Kawannya tidak menjawab lagi. Namun mereka terlambat
datang sehingga tidak lagi dapat menemukan anak-anak
muda yang telah mengganggu orang banyak itu.
Di hari berikutnya, seorang gadis diketemukan pingsan.
Untung tiga orang anak muda yang mengganggunya tidak
sempat membawanya pergi, karena tiba-tiba saja muncul dua
orang prajurit berkuda yang meronda. Namun ketiga orang itu
sempat pula melarikan diri karena salah seorang dari prajurit
itu terpaksa menunggui gadis yang pingsan itu agar tidak
diambil lagi oleh kawan-kawan anak anak nakal itu.
Peristiwa-peristiwa yang sampai kepada perwira prajurit
sandi yang dilaporkan oleh para petugas dan prajurit itu telah
mempercepat terbentuknya satu kelompok kecil yang terdiri
dari dua orang kakak beradik yang memang sudah lama
membantu tugas-tugas prajurit sandi, seorang pengawal
Tanah Perdikan Menoreh dan Rara Wulan yang berkeras hati
untuk ikut serta. " Resminya kelompok ini mempunyai delapan orang
anggauta " berkata perwira itu. Lalu katanya " Aku sependapat
bahwa pimpinan kelompok ini berada di tangan
Sabungsari." Tidak ada seorangpun yang menolak. Karena itu, maka
Sabungsaripun telah ditetapkan sebagai pimpinan kelompok
yang baru terbentuk di rumah dua orang kakak beradik itu.
Sementara itu, Sabungsari dalam pertemuan itu sempat
memperkenalkan kawannya kepada anggauta-anggauta yang
lain. " Namanya Pranawa " desis Sabungsari.
Anak muda yang nampaknya pendiam itu hanya tersenyum
saja. Sementara itu kedua orang prajurit sandi yang ada di
dalam kelompok itu pun telah diperkenalkan pula namanya.
" Yang tinggi kurus itu namanya Rumeksa. Ia pantas
menjadi anggauta kelompok anak-anak nakal. Ia memang
ditakuti gadis-gadis. Kecuali Rara Wulan." desis perwira itu.
Orang yang tinggi kurus bernama Rumeksa itu hanya
tersenyum saja. Sementara Rara Wulanpun tertawa.
Perwira itupun kemudian memperkenalkan prajurit sandi
yang seorang lagi. Katanya " Namanya memang
menggetarkan jantung. Ludira. Nah, kalian tahu artinya. Ludira
adalah darah. Namanya darah. Dan orang ini memang haus
darah." Tetapi orang yang berwajah kekanak-kanakan itu tertawa
kecil sambil berkata seperti seorang anak yang takut kena
marah " Namaku bukan Ludira."
" Jadi siapa ?" bertanya perwira itu.
" Mandira " jawab orang itu.
Perwira itu tertawa. Ia tahu pasti bahwa prajurit sandi itu
namanya Mandira. Kedua orang sahabat perwira prajurit sandi itupun
kemudian telah diperkenalkan pula. Namanya Suratama dan
Naratama. Tetapi kawan Sabungsari yang bernama Pranawa itu masih
bertanya nama perwira yang telah memperkenalkan namanama
kawan-kawannya itu. Perwira itu tertawa. Katanya " Namaku Wirayuda ."
Dengan demikian maka orang-orang yang berada dalam
kelompok khusus itupun telah saling mengenal. Sabungsari
yang kemudian menjadi pemimpin dari kelompok itu berkata "
Ki Sanak. Berbeda dengan kelompok-kelompok lain yang
terbentuk oleh sekelompok orang yang sudah saling mengenal
sebelumnya, bahkan sudah mengalami banyak hal bersamasama,
maka kita adalah sekelompok orang yang baru saja
saling mengenal. Karena itu, tugas kita pertama-tama adalah
mengetahui kemampuan kita masing-masing. Dengan
demikian, maka kita akan dapat membagi tugas pada orang
yang tepat." Orang-orang dalam kelompok itu sependapat. Bahkan
perwira prajurit sandi yang bertanggung jawab atas kelompok
itu menganggap bahwa pikiran Sabungsari memang matang
sebagaimana dikatakan oleh Agung Sedayu.
Demikianlah, maka mereka telah menentukan, malam itu
juga mereka akan pergi ke sebuah bukit kecil.
" Aku percayakan kelompok ini kepadamu " berkata perwira
itu kepada Sabungsari " nanti malam aku tidak dapat hadir
bersama kalian. Bagaimanapun juga aku harus membuat jarak
dengan kelompok ini."
Sabungsari mengangguk sambil menjawab " Baiklah.
Tetapi setiap saat kami akan selalu menghubungimu."
Seperti yang direncanakan, maka malam itu juga
Sabungsari dan kelompoknya telah pergi kesebuah bukit kecil
yang terpencil. Mereka berharap bahwa malam itu mereka
masih belum bertemu dengan kelompok-kelompok lain yang
telah ada sebelumnya. Disebuah bukit kecil,orang-orang yang telah bersepekat
untuk membentuk satu kelompok khusus itu berganti-ganti
telah menunjukkkan kemampuannya. Sabungsari memang
sengaja untuk tidak mempertemukan mereka yang satu
dengan yang lain untuk menghindari kemungkinan buruk yang
dapat terjadi, serta kemungkinan salah paham dari antara
mereka. Namun dengan ketajaman penglihatannya, ia mampu
menilai orang-orang yang kemudian berada di kelompoknya.
Kedua orang prajurit sandi yang membantu mereka itu
ternyata memang prajurit pilihan. Keduanya mampu
menunjukkan kemampuan mereka menguasai unsur-unsur
gerak yang rumit. Sementara itu dua orang kakak beradik
yang sebelumnya sudah sering membantu tugas para prajurit
sandi itupun ternyata memiliki bekal yang cukup kuat pula.
Meskipun keduanya kakak beradik, tetapi menurut
pengamatan Sabungsari, keduanya tidak berguru kepada
orang yang sama. Ternyata kemudian Suratama dan Naratama
membenarkan. Keduanya memang berguru kepada orang
yang tidak sama dan sumber ilmunyapun tidak sama. Namun
menurut penilaian Sabungsari keduanya memiliki ilmu yang
cukup. Bagi Sabungsari, Glagah putih memang sudah cukup
meyakinkan. Bekas sahabat Raden Rangga itu tentu memiliki
tingkat ilmu yang sulit diimbangi oleh orang-orang lain dalam
kelompok itu. Namun ternyata Glagah Putih tidak ingin menyombongkan
dirinya. Meskipun ia menunjukkan kemampuan yang
meyakinkan, namun masih dalam batas-batas yang tidak
menumbuhkan berbagai macam pertanyaan dari anggautaanggauta
yang lain. Menurut pengamatan Sabungsari dan juga orang-orang
yang lain, sebenarnya Rara Wulan masih banyak ketinggalan.
Tetapi gadis itu berkeras untuk ikut serta dalam kelompok itu.
" Bagaimana jika ayahmu mengetahuinya ?" bertanya
Sabungsari. " Ayah tidak boleh tahu " jawab Rara Wulan " untunglah
kakek dapat mengerti keinginanku."
Yang lain memang tidak dapat mencegah. Apalagi
nampaknya Ki Lurah Branjangan sendiri justru membiarkan
cucu gadisnya itu berada diantara anak-anak muda yang
menyatakan diri dalam satu kelompok.
Malam itu, setelah orang terakhir menunjukkan
kemampuannya, maka Sabungsari telah menawarkan nama
kepada kawan-kawannya. " Nama itu harus menggetarkan telinga bagi yang
mendengarnya " berkata Rara Wulan.
" Lintang Johar " desis Naratama.
" Seperti nama seorang gadis " jawab Rara Wulan.
Yang mendengarnya tertawa. Tetapi Naratama sempat
menjawab " Tidak. Nama gadis itu misalnya Rara Wulan."
" Ah " desah Rara Wulan.
Namun Suratama berkata " Memang rasa-rasanya kurang
garang. Nama itu terlalu lembut. Memang mirip dengan nama
seorang gadis." " Jadi siapa nama kelompok ini " Gajah Liwung ?" bertanya
Rumeksa. " Gajah Liwung " Sabungsari bergunam " nama yang baik.
Gajah memang binatang yang kuat. Tetapi pada dasarnya
bukan binatang yang buas."
" Aku sependapat " berkata Glagah Putih.
Mandirapun ternyata sependapat dengan nama itu. Nama
yang cukup memberikan kesan garang tetapi tidak terlalu
jahat. Akhirnya sekelompok orang yang membentuk sebuah
kelompok itu sependapat dengan nama yang diusulkan
Rumeksa. Gajah Liwung. " Kita akan membuat panji-panji. Atau secarik kain
berwarna biru dengan lukisan kepala seekor gajah berwarna
soga. Setiap diantara kita akan membawa kain seperti itu."
berkata Mandira. " Baik " jawab Sabungsari " besok kita membuat


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perlengkapan yang kita perlukan. Pranawa pandai
menggambar. Ia dapat melukis dengan canting. Kita akan
mewarnai dengan biru wedel seperti birunya kain kelengan.
Kemudian lukisan kepala gajah itu akan diwarnai dengan soga
seperti warna kain baik. Kecoklat-coklatan."
Demikianlah maka kelompok yang menamakan diri Gajah
Liwung itu telah melengkapi diri dengan pertanda-pertanda
khusus. Merekapun telah menyusun isyarat-isyarat
rahasia yang hanya berlaku bagi kelompok mereka.
Beberapa hari kemudian, maka kelompok itupun sudah
siap untuk menyatakan kehadirannya. Segala kelengkapannya
telah siap pula. Sementara itu, kenakalan anak-anak muda yang tidak
bertanggung jawab, masih saja menggelisahkan orang tua.
Bukan saja mereka yang mempunyai anak gadis yang
meningkat dewasa. Tetapi anak-anak itu sering juga
mengganggu kedai-kedai dan mereka yang berjualan di pasar.
Bahkan anak-anak muda itu mulai berani merampas kuda
yang sedang ditunggangi oleh pemiliknya.
Perkelahian antara anak-anak mudapun sering pula terjadi.
Dalam waktu lima hari, telah terjadi lebih dari ampat kali
perkelahian. Seorang diantara mereka yang berkelahi itu telah
meninggal. Ketika orang-orang tua dan para pemimpin prajurit
Mataram menjadi semakin prihatin, maka mereka dikejutkan
oleh kehadiran sebuah kelompok baru. Gajah Liwung.
Orang-orang Mataram dikejutkan oleh beberapa orang
berkuda yang wajahnya tertutup oleh sebuah kain biru
bergambar kepala gajah. Mereka membawa sebuah kelebet
yang bertulisan dengan huruf-huruf yang jelas " Gajah Liwung
" Kehadiran kelompok baru itu membuat para prajurit
Mataram dan orang-orang tua menjadi semakin prihatin. Pada
hari yang pertama dari kehadiran kelompok Gajah Liwung,
maka mereka telah melakukan kenakalan yang membuat
beberapa pihak menjadi marah.
Orang-orang berkuda itu telah menyeret sebuah gubug dari
tengah sawah dan meletakkan ditengah jalan yang menuju ke
padepokan Wanatara yang dipimpin oleh Ki Gede
Karanglapis. Pemimpin kelompok Sidat Macan yang terbunuh
itu memang berasal dari padepokan Wanatara.
Pemilik gubug itu menjadi marah karena ia kehilangan.
Tetapi yang lebih marah adalah orang-orang padepokan
Wanatara. Selain itu juga orang-orang dari kelompok Sidat
Ma|-can. Sampai saat terakhir, kelompok yang palingditakuti di
Mataram adalah kelompok Sidat Macan dan Macan Putih.
Namun kadang-kadang juga membuat Mataram terguncang
adalah kelompok-kelompok yang lebih kecil. Kelompok
Kelabang Ireng pernah membakar sebuah kedai ketika
kehadiran kedua orang anggautanya ditolak karena pemilik
kedai itu dapat mengenali mereka sering tidak membayar jika
makan di kedai itu. Tetapi pemilik kedai itu tidak tahu, bahwa
kedua orang itu adalah orang dari kelompok Kelabang Ireng.
Ketika kedainya terbakar, maka barulah ia sadar, bahwa ia
berhadapan dengan orang-orang dari kelompok Kelabang Ireng
yang cukup ganas itu. Tingkah laku kelompok Gajah Liwung itu bagi kelompok
Sidat Macan merupakan satu tantangan. Karena itu, maka
kelompok Sidat Macan mulai memusatkan perhatiannya
kepada sebuah kelompok baru yang bernama Gajah Liwung
yang dengan sengaja meninggalkan secarik kain yang
bergambar kepala gajah dan bertulisan Gajah Liwung.
" Nama baru " desis salah seorang kelompok Sidat Macan
yang menemukan secarik kain itu. Namun mereka sempat
membentak-bentak petani yang sebelumnya marah-marah
karena gubugnya hilang. Tetapi gerakan kelompok Gajah Liwung selanjutnya
memang agak berbeda dengan kelompok-kelompok lain yang
lebih senang menjelajahi kota dalam kelompok-kelompok yang
agak banyak untuk menakut-nakuti orang. Kelompok Gajah
Liwung bergerak dalam kelompok-kelompok kecil. Mungkin
dua atau tiga orang. Bahkan mungkin hanya seorang diri.
Sabungsari memang tidak tergesa-gesa menggerakkan
kelompoknya. Ia mulai dengan memperkenalkan diri kepada
orang-orang Mataram dan kelompok-kelompok yang telah ada
dengan tingkah laku yang dapat menarik perhatian dan sedikit
membuat mereka marah. Ketika dua orang dari kelompok Gajah Liwung kebetulan
berada di pasar, serta dilihatnya beberapa orang anak
muda yang menarik perhatian mereka, maka keduanya
telah mengikutinya. Anak-anak muda itu memang belum mengenal anggautaanggauta
dari kelompok yang baru itu. Karena itu, maka anakanak
muda itu kurang memperhatikannya.
Namun kedua orang anggauta kelompok Gajah Liwung,
yang kebetulan adalah Sabungsari dan Glagah Putih itu selalu
memelihara jarak diantara mereka.
" Kita harus mulai berkenalan langsung dengan mereka
" berkata Sabungsari.
Glagah Putih menganguk-angguk. Sambil memandang
kelompok anak-anak muda itu ia berkata " Beberapa orang
anak muda itu nampaknya sedang mencari atau menunggu."
" Ya " jawab Sabungsari " mungkin kawan-kawanya. Tetapi
mungkin juga orang lain."
Glagah Putih mengangguk-angguk. Desisnya kemudian
" Marilah. Kita agak mendekat."
Kedua orang itupun menjadi semakin dekat dengan
sekelompok anak-anak muda yang membuat orang-orang
dipa-sar itu menjadi gelisah. Tetapi agaknya anak-anak muda
itu tidak menaruh perhatian kepada para penjual atau barang
dagangan yang sudah ada dipasar itu. Mereka justru
berkelompok di dekat pintu masuk.
" Nampaknya mereka telah mengadakan pembicaraan
untuk bertemu " desis Sabungsari
" Tetapi kenapa harus di pasar ?" bertanya Glagah Putih.
" Itulah yang aneh. Kita harus memahami hal-hal seperti itu
agar kelakuan kita mirip seperti mereka." jawab Sabungsari.
" Tetapi terkendali " sahut Glagah Putih.
Sabungsari tettawa. Katanya " Jika pada suatu saat kita
memahami kebiasaan mereka dan kitapun dapat menemukan
kepuasan karenanya, maka kita benar-benar akan bertingkah
laku seperti mereka."
" Namun kita akan segera dikejar-kejar oleh para prajurit.
Para prajurit dibawah pimpinan perwira dari prajurit sandi itu
akan bertindak lebih keras terhadap kita daripada kelompokkelompok
yang lain." jawab Glagah Putih.
Sabungsari tertawa. Tetapi ia tidak menjawab. Mereka-pun
kemudian bergeser menndekat. Mereka berjongkok dihadapan
seorang penjual dawet cendol.
Tetapi ketika keduanya memesan, penjual dawet itu tidak
segera melayaninya. Penjual dawet itu lebih banyak
memperhatikan anak-anak muda yang berada didekat pintu
masuk. Baru kemudian ketika Glagah Putih mengulanginya, penjual
dawet itu seakan-akan terbangun dari mimpi buruknya.
Dengan gagap ia bertanya " Apa anak muda " Apakah kalian
membeli dawet ?" Sabungsaripun kemudian bertanya " Apa yang kau
perhatikan Ki Sanak ?"
" Anak-anak muda itu " jawab penjual cendol sambil
menyenduk dawet ke dalam mangkuk.
" Kenapa dengan anak-anak muda itu ?" bertanya Glagah
Putih. " Tingkah laku mereka tidak dapat diduga sebelumnya "
desis penjual dawet itu. " Misalnya apa saja ?" desak Glagah Putih .
Penjual dawet itu termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian dengan wajah tegang ia bertanya " Apakah kau
bukan kawan-kawan mereka ?"
" Apakah ujud, pakaian dan tingkah laku kami sama seperti
mereka ?" bertanya Sabungsari.
" Tidak " jawab penjual dawet itu.
" Nah, jika demikian, apakah kau mau memberi keterangan
tentang mereka ?" bertanya Glagah Putih kemudian.
" Tidak. Aku tidak tahu apa-apa " penjual dawet itu menjadi
tegang, bahkan katanya kemudian " Aku akan pindah tempat.
Berikan mangkuk itu."
" Tetapi aku belum habis minum dawetmu. Dawetmu enak
sekali Ki Sanak. Tentu dengan legen aren." berkata
Sabungsari. Tetapi penjual dawet itu masih saja nampak gelisah.
Sementara itu, anak-anak muda itupun tiba-tiba telah
berlari-lari keluar lewat pintu gerbang pasar. Dua orang yang
dikenal sebagai orang-orang yang tugasnya mengamankan
pasar, tidak dapat berbuat apa-apa terhadap mereka.
Ternyata diluar pasar mereka menghentikan sekelompok
anak-anak muda yang lain. Sikap mereka mejadi tegang.
Nampaknya kedua belah pihak bukan terdiri dari anggauta
kelompok yang sama. Penjual dawet itu menjadi semakin gelisah. Beberapa
orang telah membenahi dagangan mereka dan
menyimpannya kedalam bakul.
" Kita akan melihat lebih dahulu kebiasaan mereka."
berkata Sabungsari. " Menarik sekali " desis Glagah Putih.
" Kita akan berbuat sesuatu yang lebih menarik." sahut
Sabungsari. Beberapa orang yang berada disekitar mereka yang
bertengkar itu telah menyingkir. Dagangan mereka yang dapat
dibawa, telah dibawa. Sedang yang lain telah mereka simpan
dengan rapat didalam bakul atau didalam kotak-kotak kayu.
Tetapi Sabungsari dan Glagah Putih justru ingin melihat
apa yang terjadi. Ketika Glagah Putih bangkit berdiri, penjual dawet itu
berdesis " Lebih baik menjauhi mereka anak muda."
" Siapakah mereka ?" bertanya Sabungsari yang masih
menghabiskan teguk-teguk terakhir dawet cendolnya.
" Kelompok-kelompok anak nakal " berkata penjual dawet
itu " tidak ada yang dapat mencegah mereka. Para prajuritpun
tidak." Sabungsaripun kemudian telah berdiri pula. Setelah
membayar harga minuman yang mereka minum, maka keduanyapun
berniat untuk pergi ke pintu.
" Jangan mencari perkara anak-anak muda " desis penjual
dawet itu sambil membenahi jualannya. Tetapi iapun
meneruskan " kecuali jika kau anggauta kelompok salah satu
dari mereka." Sabungsari dan Glagah Putih tersenyum. Dengan nada
datar Sabungsari berkata " Kami hanya ingin melihat."
Penjual dawet itu tidak sempat berbicara lagi. Dengan
tergesa-gesa ia telah membawa jualannya dengan sebuah
pikulan menjauh. Sabungsari dan Glagah Putihpun kemudian telah beringsut
kepintu. Keduanya masih berusaha berdiri dibelakang regol
pasar, sehingga anak-anak muda yang bertengkar itu tidak
melhatnya. " Kita akan berbicara ditempai lain " terdengar seorang
diantara mereka berteriak.
" Kita selesaikan saja disini " jawab seseorang pula.
" Tidak. Sebentar lagi tentu akan datang para prajurit."
berkata orang pertama. " Baik " terdengar jawaban " kita pergi ke bukit kapur. Kita
akan membuat perhitungan. Sudah lama kita tidak berbicara
tentang daerah perburuan kita masing-masing. Sehingga
kalian dapat melanggar hak kami dengan seenaknya."
" Omong kosong " terdengar orang pertama membentak.
Tetapi suara lain yang dampaknya lebih berwibawa berkata
" Kita selesaikan persoalan kita di Bukit Kapur."
Sabungsari dan Glagah Putihpun terkejut ketika mereka
mendengar derap kaki kuda. Begitu cepat para prajurit
bergerak. Namun begitu cepat pula anak-anak muda itu
memencar dan seakan-akan mereka telah hilang ditelan bumi
ketika para prajurit sampai di depan pasar.
Sabungsari dan Glagah Putihpun telah menghilang pula
diantara kesibukan orang-orang yang ada di pasar itu. Tetapi
ternyata kedatangan para prajurit itu telah membuat pasar
itu menjadi tenang kembali. Apalagi anak-anak muda yang
bertengkar itu telah hilang bertebaran.
Tetapi dalam pada itu, Sabungsari sempat berbisik kepada
Glagah Putih " Kita pergi ke bukit kapur."
" Agak jauh " berkata Glagah Putih.
" Justru sangat menarik." jawab Sabungsari.
Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya " Baiklah. Kita
akan langsung pergi ke bukit kapur."
Sejenak kemudian, kedua orang anak muda itu telah
meninggalkan pasar dan langsung menuju ke Bukit Kapur.
Mereka ingin menyaksikan .apa yang akan terjadi antara
kedua kelompok anak-anak muda yang bertengkar itu. Namun
Sabungsari dan Glagah Putih masih belum tahu pasti, dari
kelompok yang mana yang akan bertemu di Bukit Kapur itu.
Perjalanan ke Bukit Kapur itu memang agak lama. Tetapi
kedua orang dari kelompok Gajah Liwung itu cukup berhatiKang
Zusi - http://kangzusi.com/
hati sehingga keduanya tidak terjebak kedalam perselisihan
itu. Dengan hati-hati Sabungsari dan Glagah Putih mendekati
Bukit Kecil itu. Kemudian memanjat lerengnya dan merambat
melingkat. Mereka terhenti ketika mereka melihat sekelompok anak
muda telah berada disebuah padang perdu disebelah Bukit
Kapur itu. " Agak terlalu jauh " desis Glagah Putih.
" Ya. Ternyata mereka berada di padang perdu itu " sahut
Sabungsari. " Jika kelompok lain benar-benar datang, kita tidak akan
mendengar dengan jelas pembicaraan mereka " berkata
Glagah Putih pula perlahan-lahan.
Sabungsaripun kemudian memperhatikan keadaan
sekitarnya. Bukit Kapur itu nampaknya memang tandus.
Hanya ada beberapa batang pohon yang tumbuh disela-sela


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gerumbul-gerumbul perlu. " Memang sulit untuk mendekat tanpa mereka ketahui "
berkata Sabungsari. Namun katanya kemudian " Kita
akan berada disini. Kita akan melihat keadaan. Meskipun
agak sulit, jika perlu kita akan mendekat."
Glagah Putih mengangguk-angguk. Sambil duduk diatas
tanah berkapur ia berkata " Kita menunggu disini."
Sabungsaripun duduk pula. Di kejauhan nampak jalur jalan
menuju ke bukit itu. Namun keduanya terlindung oleh
segerumbul pohon perdu, sehingga orang-orang yang lewat di
jalan itu, tidak akan mudah melihat Sabungsari dan Glagah
Putih. Anak-anak muda yang menunggu itu sudah menjadi
gelisah. Seorang diantara mereka telah berteriak memakimaki.
Namun beberapa saat kemudian, sekelompok anak muda
yang lain telah mendekati Bukit kapur itu.
Sabungsari beringsut sedikit untuk menempatkan dirinya
agar ia dapat melihat lebih jelas, tetapi tidak nampak oleh
anak-anak muda itu. " Jumlah mereka seimbang " berkata Sabungsari " apakah
mereka telah sepakat dengan menentukan jumlah diantara
mereka" " Marilah, kita mencoba menghitung. Kau hitung anak-anak
muda yang telah menunggu. Aku akan menghitung mereka
yang baru datang " berkata Glagah Putih.
Sabungsari tidak menjawab. Tetapi iapun mulai menghitung
anak-anak muda yang bertebaran dibawah Bukit Kapur
itu. " Tiga belas orang " desis Sabungsari.
" Yang datang sebanyak duabelas orang " sahut Glagah
Putih. Keduanyapun terdiam. Dua kelompok anak muda itu sudah
berhadapan. Ternyata ada juga sopan santun diantara mereka. Tidak
ada seorangpun diantara mereka yang bersenjata. Agaknya
mereka telah sepakat untuk membuat perhitungan tanpa
senjata. Glagah Putih dan Sabungsari sempat memperhatikan
orang-orang yang ada dikedua belah pihak. Ada bermacam
bentuk dan sikap. Mereka berpakaian tidak karuan. Masingmasing
ingin menunjukkan kelainan.
Beberapa saat kemudian, kedua belah pihak sudah
berhadapan. Mereka seakan-akan telah mencari lawan
mereka masing-masing. Orang-orang yang bertubuh tinggi
besar telah berhadapan dengan orang-orang yang mempunyai
bentuk tubuh yang sama. Mereka yang berjambang dan
berjanggut lebat, telah mencari lawan yang juga berjambang
panjang dan berjanggut lebat. Seorang yang berperawakan
tinggi kekurus-kurusan telah berhadapan dengan orang yang
tinggi kekurus-kurusan pula.
Sementara itu pemimpin kedua kelompok itupun telah
berdiri di paling depan dari kelompok masing-masing.
" Kalian harus minta maaf kepada kami. " berkata pemimpin
kelompok yang menunggu di kaki Bukit Kapur.
" Kenapa" " bertanya pemimpin kelompok yang baru
datang. " Kau telah merambah daerahku. Kau datangi padu-kuhan
Rampadan. Lima orang terkaya di Rampadan telah kau
ancam. Kau harus tahu, bahwa mereka ada dalam
perlindunganku. " berkata pemimpin kelompok yang
menunggu. Tetapi pemimpin kelompok yang baru datang itu tertawa.
Katanya " Siapa yang akan mengakui kuasanya lagi di
Rampadan. Rampadan adalah kuasa dan daerah
perlindungan kami. Tetapi pemimpin kelompokmu yang rakkus
itu telah mendesak kami. Waktu itu kami masih menjaga
hubungan yang baik diantara kita. Tetapi setelah pemimpinmu
mati dibunuh- pelayan dirumah Ki Lurah, maka penilaianku
atas kalian jadi berbeda. "
" Setan kau. Tetapi kami telah mempunyai pimpinan baru.
Aku. " berkata pemimpin kelompok itu.
Pemimpin kelompok yang lain tertawa pula. Katanya "
Siapa yang mau menghormatimu " Siapa yang bersedia
mengakui wibawamu" "
" Kita akan membuktikannya " berkata pemimpin kelompok
itu " tidak dengan kata-kata. Tetapi marilah, kita akan
bertempur sekarang. Anak-anak akan menjadi saksi.
Padukuhan Rampadan akan menjadi taruhan. "
Pemimpin kelompok yang lain mengangguk-angguk. Ia
sadar, bahwa pemimpin yang baru itu nampaknya sedang diuji
oleh anggota-anggotanya sendiri. Meskipun demikian
pemimpin kelompok yang datang kemudian itupun tidak mau
kehilangan wibawanya. Karena itu, maka iapun menjawab "
Baiklah. Aku akan membantumu membuktikan kepada orangorangmu,
bahwa kau memang tidak layak menjadi pemimpin
kelompokmu. Aku tahu, jika kau kalah kali ini, maka kau akan
dicampakkan oleh orang-orangmu sendiri seperti
mencampakkan sampah ke kali. "
"Persetan " geram pemimpin kelompok yang telah
menunggu " persoalan kami adalah persoalan kami sendiri.
Kau tidak usah ikut campur. Tidak usah membumbui atau
bahkan membakar perasaan kami. Usahalitu akan sia-sia. "
"Baiklah. Kita akan membuktikan apa yang sebenarnya ada
didalam dirimu. " sahut pemimpin kelompok yang datang
kemudian. Sejenak kemudianlkedua orang pemimpin itu telah bersiap
untuk bertempur. Keduanya melangkah maju. Kemudian
keduanya telah memberi isyarat kepada orang-orangnya untuk
sedikit mundur dan mengambil jarak. Pemimpin kelompok yang datang kemudian, itu berteriak " Jangan ganggu kami.
Kami akan membuktikan, siapakah yang terbaik diantara kami."
Kedua belah pihak memang telah bergeser surut beberapa langkah.
Sabungsari dan Glagah Putih masih termangu-mangu ditempatnya.
Ternyata kedua belah pihak telah saling berteriak sehingga Sabungsari dan Glagah Putih dapat mendengar
serba sedikit. Namun persoalannya dapat mereka tangkap dengan jelas. Mereka tahu pasti, apa yang telah terjadi dibawah-
Bukit Kapur itu, serta persoalan yang sedang mereka pecahkan dengan cara mereka.
" Kita akan mendapatkan satu bahan pertimbangan yang penting " berkata Sabungsari perlahan-lahan hampir berbisik "
kita sudah sempat mengukur kemampuan anggota-anggota kelompok Gajah Liwung. Kita akan sempat pula melihat kemampuan pemimpin baru dari kelompok yang tentu kelompok Sidat Macan yang baru saja kehilangan pemimpin.
"Glagah Putih menganguk-angguk sambil berdesis "
Ternyata mereka bergerak cukup cepat. "
Sabungsari mengangguk-angguk, Regu Sidat Macan memang bergerak cepat. Dalam waktu singkat mereka berhasil mendapatkan seorang pemimpin baru yang nampaknya cukup bertanggung jawab.
Sejenak kemudian, kedua orang pemimpin kelompok itu sudah bersiap. Keduanya adalah orang-orang yang ujudnya meyakinkan. Mereka bertubuh tinggi besar. Seorang diantara mereka berkumis lebat. Sedangkan pemimpin baru dari kelompok Sidat Macan wajahnya nampak bersih, meskipun tetap garang.
Sabungsari dan Glagah Putih memperhatikan pertempuran yang kemudian terjadi dengan seksama. Ketika pemimpin kelompok Sidat Macan itu meloncat menyerang, maka lawannya yang berkumis lebat itu meloncat menghindar.
Namun iapun segera telah membalas menyerang dengan tidak kalah garangnya.
Demikian keduanya telah bergerak dengan cepat. Mereka telah bertempur dengan mengerahkan tataran tertinggi dari kemampuan mereka. Mereka masing-masing ingin segera mengalahkan lawan mereka. Semakin cepat salah satu pihak menang, maka wibawanya akan menjadi semakin tinggi.
Tetapi ternyata bahwa masing-masing pihak tidak membiarkan dirinya terkapar dan dihinakan oleh angotaanggota mereka sendiri. Karena itu, maka keduanya telah berusaha
untuk dapat memenangkan pertempuran itu.
Kedua orang pemimpin kelompok itu telah menjadi semakin garang. Mereka saling menyerang dan saling menghindar.
Namun keduanya tidak mampu menghindari serangan serangan lawannya sepenuhnya. Sekali-sekali serangan lawannya telah mengenai tubuhnya. Bahkan semakin lama, tubuh-tubuh merekapun terasa menjadi semakin sakit oleh sentuhan serangan lawannya.
Sabungsari dan Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam.
Meskipun kedua orang pemimpin kelompok itu berbekal ilmu, tetapi bagi Sabungsari dan Glagah Putih, ilmu mereka belum berarti apa-apa. Ilmu pemimpin kelompok Sidat Macan yang baru itu masih belum melampaui ilmu pemimpinnya yang telah terbunuh oleh Glagah Putih.
Sementara itu, pertempuran diantara kedua orang pemimpin kelompok itu semakin lama menjadi semakin keras.
Bahkan kemudian mereka tidak lagi berusaha menghindari benturan-benturan. Tetapi mereka justru telah menguji kekuatan serta kemampuan mereka dengan membenturkan kekuatan mereka.
Ternyata bahwa kedua orang itu benar-benar telah tertelan oleh perasaan mereka yang sedang bergejolak. Darah mereka yang mendidih telah mengguncang penalaran mereka. Karena itu maka yang terjadi kemudian adalah pertempuran yang keras dan bahkan kasar.
Namun setelah mereka bertempur beberapa lama, maka kemampuan merekapun mulai menjadi susut. Tubuh mereka terasa semakin lemah dan bahkan rasa sakit semakin lama telah menjadi semakin merata ditubuh mereka.
Pemimpin dari kelompok Sidat Macan yang masih baru dan ingin menunjukkan kelebihannya itu, mencoba memaksa diri untuk menjatuhkan lawannya. Dengan garangnya ia menghentakkan sisa-sisa tenaga untuk menerkam lawannya.
Tetapi ketika kedua tangannya terjulur lurus kedepan, maka lawannya dengan tangkasnya telah bergeser kesamping. Kakinyalah yang kemudian terjulur lurus mengarah ke lambung
lawan. Namun pemimpin kelompok Sidat Macan itu tidak membiarkan lambungnaya dikenai kaki lawannya. Iapun telah meloncat mundur. Tetapi lawannya tidak melepaskannya.
Lawannya itupun segera meloncat memburunya. Dengan tangkasnya kakinya yang lain telah berputar mendatar menghantam kearah dada pemimpin kelompok Sidat Macan itu.
Pemimpin kelompok Sidat Macan itu tidak sempat menghindar. Karena itu, maka ia telah melindungi dadanya dengan kedua belah tangannya.
Satu benturan yang keras telah terjadi. Ternyata keduaduanya yang telah menjadi letih itu tidak mampu bertahan.
Keduanya terhuyung-huyung beberapa langkah surut.
Meskipun keduanya mencoba untuk menjaga
keseimbangannya, namun ternyata mereka benar-benar telah menjadi letih. Pemimpin kelompok Sidat Macan itu telah jatuh pada lututnya. Tetapi ia berusaha dengan cepat bangkit berdiri. Sementara itu lawannyapun telah terjatuh pula.
Bahkan sekali ia terguling. Baru kemudian bangkit berdiri.
Keduanyapun kemudian telah bersiap pula untuk melanjutkan pertempuran.
Namun nafas mereka telah menjadi terengah-engah.
Keduanya seakan-akan telah tidak lagi mampu untuk berdiri tegak. Tetapi diwajah mereka masih terpancar kemarahan yang meluap.
Sementara itu |anggauta-anggauta dari kedua kelompokitupun menjadi tegang. Mereka melihat pemimpin kelompok mereka masing-masing menjadi letih tanpa dapat menentukan, siapakah yang menang dan siapakah yang kalah. Namun bagi pemimpin kelompok Sidat Macan, hal itu sudah memberikan arti tersendiri. Dengan demikian maka wibawanya tidak menjadi goyah.
" Setan kau " geram pemimpin kelompok yang datang kemudian " marilah. Kita selesaikan pertempuran ini. "
Pemimpin kelompok yang menunggu sejak beberapa lama dibawah Bukit Kapur itupun menjawab tidak kalah garangnya "
Ayo. Cepat. Kita bertempur sampai tuntas. "
Tetapi keduanya tetap tidak beranjak dari tempat mereka berdiri. Mereka merasa bahwa tenaga mereka sudah menjadi semakin jauh susut.
Sementara itu ,anggauta-anggauta merekapun menjadi tidak sabar lagi. Mereka telah bersiap-siap untuk melibatkan diri dalam perkelahian yang akan dapat memberikan satu pengalaman baru bagai mereka setelah kematian pemimpin kelompok Sidat Macan.
Karena kedua orang pemimpin dari kedua kelompok anakanak muda itu nampaknya memiliki kemampuan yang setingkat, maka kemenangan akan ditentukan oleh pertempuran yang lebih luas lagi dari seluruh kelompok yang datang.
Tetapi ketika anak-anak muda Sidat Macan mendekati pemimpinnya yang terengah-engah, maka pemimpin kelompok yang datang kemudian itupun berkata " Perkelahian yang melibatkan kita semuanya tidak akan ada artinya. "
"Kenapa" bertanya seorang dari anggautanya.
"Kemenangan kelompok kita ataupun sebaliknya bukan ukuran. " jawab pemimpinnya. Lalu katanya " Yang hadir disini belum menunjukkan kekuatan yang sebenarnya dari kelompok kita dan sebaliknya. "
"Tetapi kita akan mendapat kesempatan untuk saling menjajagi " jawab orang itu.
Tiba-tiba saja seorang yang berada didalam kelompok yang lainpun berteriak " Beri kesempatan kepada kami. "
Kedua orang pemimpin yang sudah sama-sama kehabisan tenaga itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian mereka telah diartikan lain|oleh|anggauta-anggautanya yang sudah tidak dapat menahan diri.
Karena itu, maka sejenak kemudian telah terjadi pertempuran antara kedua kelompok yang jumlahnya ternyata hampir sama itu.
Sabungsari dan Glagah Putih iku menjadi tegang. Mereka menjadi cemas bahwa pertempuran itu akan membawa akibat yang sangat buruk. Jika mereka masing-masing kehilangan penalaran, maka mereka akan dapat mempergunakan senjata kecil yang barangkali mereka sembunyikan dibawah pakaian mereka.
Tetapi ternyata perkelahian itu memang benar-benar tidak diwarnai dengan senjata apapun. Kedua belah pihak telah mentaati persetujuan yang telah mereka buat. Berkelahi tanpa senjata.
Perkelahian itu memang berlangsung agak lama. Tidak ada yang memberikan laporan kepada para prajurit, sehingga perkelahian itu tidak ada yang melerai.
Tetapi ternyata bahwa kedua belah pihak, sebagaimana pemimpin mereka yang masih juga ikut bertempur diantara anggota-anggotanya, menjadi kehabisan tenaga. Mereka menjadi letih dan tidak lagi mampu bertempur dengan keras, sehingga semakin lama pertempuran itupun menjadi semakin mereda, dengan sendirinya.
Ketika kedua belah pihak seakan-akan tidak lagi mampu untuk berbuat sesuatu, bahkan untuk berdiripun mereka harus menjaga keseimbangan dengan mengerahkan sisa-sisa tenaganya, maka pertempuran itu seakan-akan telah berhenti.
Jika seseorang mencoba untuk menyerang tetapi tidak mengenai sasarannya, maka ia justru telah terseret oleh ayunan sisa tenaganya sendiri dan jatuh terjerembab.
Duapuluh lima orang telah menjadi terengah-engah. Wajah mereka menjadi pengab dan mata mereka menjadi merah kebiru-biruan. Satu " dua diantara mereka memang masih mampu berdiri tegak. Masih mampu mengumpat-umpat.
Tetapi mereka tidak lagi garang dan memaksakan diri untuk berkelahi.
" Keseimbangan yang sebenarnya diantara kita bukan ditentukan disini. " berkata seorang diantara mereka.
" Ya " sahut seseorang dari kelompok yang lain " kita akan membuktikan pada kesempatan-kesempatan yang akan datang. Kecepatan bergerak dan kemampuan seseorang akan sangat menentukan.-"
" Jadi bagaimana dengan padukuhan Rampadan " teriak yang lain lagi.
" Kita akan menentukan, siapa yang sebenarnya berkuasa tidak dibawah Bukit Kapur ini. Tetapi dilapangan perburuan itu sendiri. " jawab orang lain lagi.
" Bagus " terdengar suara yang lain pula " kita akan membuktikannnya kemudian. "
Ternyata bahwa kedua belah pihak, meskipun tidak diucapkan, tetapi saling menyetujui untuk menghentikan pertempuran. Meskipun semula mereka agak segan untuk lebih dahulu meninggalkan arena, namun akhirnya, kelompok yang datang kemudian itupun telah berkumpul dan bergeser mengambil jarak.
Dalam pada itu, tiba-tiba saja Sabungsari menggamit Glagah Putih sambil berkata " Kita akan menampakkan diri. "
" Untuk apa" " bertanya Glagah Putih.
" Kita adalah anggota kelompok Gajah Liwung. Kita akan menyesuaikan diri dengan sikap mereka. " jawab Sabungsari.
Glagah Putih mengangguk. Ia mengerti maksud Sabungsari. Tetapi ketika ia mulai bergerak, Sabungsari berkata " Lepas bajumu. "
" Untuk apa lagi" " bertany. Glagah Putih.
" Lihat pakaian dan cara mereka berpakaian " jawab Sabungsari.
Glagah Putih mengangguk lagi. Dengan cepat ia membuka bajunya serta ikat kepalanya. Disangkutkannya bajunya dilehernya, sementara dikenakannya ikat kepala tidak beraturan.
Demikian pula yang dilakukan Sabungsari. Baru kemudian keduanya muncul dari balik gerumbul.
Ternyata suara tertawa Sabungsari, Tidak seperti biasanya.
Ternyata Sabungsari dapat juga tertawa dengan memberikan kesan yang lain tentang dirinya, seolah-olah Sabungsari seorang yang keras dan kasar.
Orang-orang yang berada dibawah Bukit Kapur itu terkejut.
Serentak mereka berpaling. Dilihatnya ada dua orang yang berdiri tegak dengan tangan bertolak pinggang. Mereka tidak mengenakan baju mereka serta mengenakan ikat kepala tidak beraturan.
" He, siapa kalian" " bertanya pemimpin baru dari kelompok Sidat Macan.
Sabungsari tidak lagi tertawa. Dengan lantang ia menjawab " Kami adalah orang-orang dari kelompok Gajah Liwung. "
Wajah-wajah menjadi tegang. Pemimpin kelompok Sidat Macan itu berkata " Setan kau. Jadi kau yang telah memasang sebuah gubug di jalan yang menuju ke padepokan kami" "
" Padepokanmu" Apakah orang-orang Sidat Macan sekarang memiliki padepokan" " bertanya Sabungsari.
" Iblis kau. Jika kau memang seorang laki-laki turunlah "
tantang pemimpin kelompok Sidat Macan.
" Aku tidak mau melawan orang-orang yang sudah tidak berdaya " jawab Sabungsari " tetapi aku senang telah mendapat kesempatan menonton perkelahian diantara kalian.
Ternyata kalian memiliki kekuatan yang seimbang. Setidaktidaknya untuk jumlah orang yang juga seimbang. Namun aku sependapat dengan kalian bahwa kekuatan kita masing-masing tidak dapat ditentukan dalam pertempuran seperti ini.
Tetapi kita harus mengingat apa yang dapat kita lakukan sehari-hari. Besok padukuhan Rampadan akan menjadi daerah perburuan kami. -"
" Setan kau. Iblis, tetekan. Aku tantang kau sekarang juga. "
geram pemimpin kelompok yang datang kemudian.
Sabungsari tertawa. Katanya " Sudah aku katakan. Aku tidak mau berkelahi dengan orang-orang yang sudah tidak berdaya. "
" Aku masih mampu memilin lehermu " jawab orang itu.
Tetapi Sabungsari berkata " Jika kau masih mampu datang kemari, maka aku akan melayani tantanganmu. Tetapi jika kau tidak lagi mampu naik sampai ketempat ini, buat apa aku berkelahi. Tidak ubahnya dengan berkelahi melawan sepotong batang pisang. Itupun yang sudah roboh. "
Pemimpin kelompok itu ternyata hatinya telah terbakar.
Tetapi tubuhnya memang sudah menjadi lemah sehingga untuk naik lereng Bukit Kapur yang tidak begitu tinggi rasarasanya memang tidak mungkin lagi.
Karena itu, maka iapun berkata " Jika benar apa yang kau katakan, maka pada satu hari, aku ingin bertemu dengan kau dan kelompokmu. "
Sabungsari tertawa lagi. Cukup keras. Katanya disela-sela derai tertawanya " Kau tidak usah berkata seperti itu. Kapan saja kita tentu akan bertemu di lapangan. "
-" Kau dapat tertawa karena kami dalam keadaan letih seperti sekarang. Tetapi pada skesempatan lain, kau tentu akan menyesali kesombonganmu kali ini. " geram pemimpin Sidat Macan yang baru itu.
Tetapi Sabungsari masih tertawa terus. Suaranya tidak lagi terlalu keras. Tetapi dengan sengaja Sabungsari mulai menggelitik orang-orang dari kedua kelompok itu dengan ilmunya.
Glagah Putih yang berdiri disisinya telah berpaling kepadanya ketika terasa sesuatu bergetar didadanya. Tetapi Glagah Putih tidak bertanya sesuatu meskipun ia tahu, bahwa Sabungsari telah mempergunakan suara tertawanya untuk mengetuk jantung orang-orang dari kedua kelompok dibawah Bukit Kapur itu.
Sebenarnyalah orang-orang yang berdiri dibawah Bukit Kapur itu merasakan sesuatu yang asing didalam dirinya.
Pada saat mereka mendengar suara Sabungsari justru menurun, maka dada mereka rasa-rasanya menjadi sesak.
Nafas mereka telah terganggu dan jantung mereka menjadi berde-baran.
Tetapi Sabungsari memang tidak bersungguh-sungguh, ia hanya sekedar memperkenalkan dirinya Juga serba sedikit memperkenalkan ilmu dan yang penting baginya adalah, memperkenalkan kekuatan yang tersimpan didalam kelompok Gajah Liwung.
Namun sejenak kemudian, maka Sabungsaripun telah terdiam dan berkata " Sayang, kami tidak akan terlalu lama disini. Kita akan bertemu pada kesempatan lain. "-
Sabungsari tidak menunggu lebih lama lagi. Iapunkemudian telah menggamit Glagah Putih dan melangkah meninggalkan tempatnya.
Glagah Putih mengikutinya dibelakangnya. Tetapi Glagah Putih sempat berkata " Kau telah bermain-main dengan ilmumu yang mendebarkan itu. "
" Tidak " jawab Sabungsari " Aku tidak menguasai ilmu itu dengan sungguh-sungguh. Dalam benturan kekuatan yang sesungguhnya aku tidak dapat mempergunakan ilmu yang baru aku kenal dasar-dasarnya saja. Tetapi kali ini aku hanya ingin sekedar bermain-main. Biarlah mereka sedikit merenungikelompok Gajah Liwung. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Sementara itu, keduanya telah berada di sisi yang lain dari Bukit Kapur itu.
" Kami mengenakan baju kita lagi " berkata Sabungsari.
Glagah Putih mengangguk. Iapun telah mengenakan bajunya dan memperbaiki letak ikat kepalanya, sehingga keduanya tidak lagi menarik perhatian karena letak pakaian mereka.
Sementara itu, kedua kelompok yang ada dibawah Bukit Kapur itupun termangu-mangu sejenak. Mereka merasakan sesuatu yang aneh didalam diri mereka disaat orang yang mengaku dari kelompok Gajah Liwung itu tertawa. Namun setiap orang dari kelompok itu berusaha untuk mengingkari
perasaan mereka sehingga mereka justru mencoba untuk mendorong diri mereka sendiri menjajagi kelompok yang baru itu.
" Persetan dengan orang-orang Gajah Liwung " geram pemimpin kelompok yang datang kemudian di Bukit Kapur itu yang masih belum dikenali oleh Sabungsari dan Glagah Putih.
Namun pada saat-saat terakhir pemimpin kelompok Sidat Macan itu berkata " Pergilah. Sejak semula kami memang tidak banyak memperhitungkan kekuatan kelompok Kelabang Ireng. "
" Tetapi kini kalian harus melihat kenyataan tentang keadaan kalian sendiri " berkata pemimpin Kelabang lreng itu "
tetapi bagaimanapun juga kita akan membuktikannya.
" Terserah kalian " geram pemimpin kelompok Sidat Macan.
Demikianlah, maka kemudian, kelompok yang datang kemudian itu telah meninggalkan Bukit Kapur. Namun yang kemudian mereka bicarakan diperjalanan justru bukan orangorang dari kelompok Sidat Macan, tetapi justru kedua orang yang berada dilereng Bukit Kapur itu.
" Apakah mereka mampu melontarkan serangan dari jarak yang demikian jauh" " bertanya salah seorang dari mereka.
" Aku merasakan getaran aneh didadaku disaat orang itu tertawa " sahut yang lain.
" Omong kosong " bentak pemimpin mereka " tidak ada apa-apa. Kalian terpengaruh oleh sikap gilanya itu. Aku tidak merasakan apa-apa. "
" Daya tahan tubuh kita berbeda " berkata seorang yang lain " mungkin kau mampu mengatasinya. Tetapi kami memang merasakannya. "
" Jika demikian, maka kalian telah berada dibawah pengaruh kelompok Gajah Liwung. Seandainya demikian.
maka tentu tidak lebih dari seorang itu sajalah yang mampu melakukannya. " berkata pemimpinnya " atau barangkali kita mendatanginya saja sambil berjongkok dan menyembah serta mohon ampun. "
Orang-orang yang tergabung didalam kelompok Kelabang Ireng itupun terdiam. Namun bagaimanapun juga mereka tidak dapat mengabaikan pengalaman mereka dibawah Bukit Kapur itu. Sehingga dengan demikian, maka lahirnya satu kelompok baru yang menamakan dirinya kelompok Gajah Liwung, memang harus diperhitungkan sebaik-baiknya.
Ternyata bahwa orang orang dari kelompok Sidat Macanpun mengalami hal yang serupa pula.
Mereka telah digelitik oleh lontaran ilmu Sabungsari yang mampu menggetarkan jantung mereka meskipun tidak terlalu mengganggu. Namun orang-orang dari kelompok Sidat Macan itu menganggap bahwa ilmu seperti itu adalah dasar dari ilmu yang jarang ada duanya. Gelap Ngampar.
Tetapi juga seperti pimpinan kelompok yang lain, maka pimpinan kelompok Sidat Macanpun telah menyatakan kepada|anggauta-anggautanya bahwa mereka tidak perlu meng-hiraukan permainan yang tidak berarti apa-apa itu.
" Selama ini kelompok Sidat Macan adalah kelompok terbesar dan paling disegani. Kita tidak boleh terbenam hanya karena seorang dari kita terbunuh. Kita harus dapat menunjukkan bahwa kita masih tetap kelompok yang tidakterkalahkan oleh kelompok yang manapun. Apalagi kelompok yang baru tumbuh kemarin sore, " geram pemimpin kelompok Sidat Macan yang baru itu.
Kawan-kawannya tidak ada yang menjawab. Namun mereka berusaha tidak lagi menunjukkan kecemasan mereka menghadapi orang-orang Gajah Liwung.
Sementara itu, Sabungsari dan Glagah Putih telah meninggalkan Bukit Kapur itu melalui sisi yang lain. Mereka berjalan cepat menuju ke kota yang memang agak jauh.
Namun keduanya telah mendapatkan satu pengalaman yang menarik di bawah Bukit Kapur itu.
" Ternyata kemampuan mereka rata-rata hanya selapis lebih baik dari orang yang terlemah diantara kita " berkata Sabungsari.
" Ya. Bahkan dalam keadaan khusus, Rara Wulan masih mampu melindungi dirinya jika mereka berhadapan seorang dengan seorang " berkata Glagah Putih.
" Masih ada kesempatan " berkata Sabungsari " jika sedap hari kau tuntun Rara Wulan untuk memahami gerak dasar olah kanuragan, maka ia akan dapat mengimbangi kemampuan rata-rata orang-orang di kelompok-kelompok yang berkelahi di Bukit Kapur. Yang menakutkan pada mereka sebenarnya bukan kemampuan seorang-seorang. Tetapi bahwa mereka dalam kelompok-kelompok telah mengganggu orang banyak. "
Glagah Putih mengangguk-angguk . Katanya " Aku akan berusaha jika Rara Wulan bersedia. Sebenarnya Rara Wulan memang ingin berguru kepada isteri kakang Agung Sedayu.
Tetapi agaknya ia masih belum mendapat ijin untuk berada di Tanah Perdikan Menoreh. "
Sabungsari mengangguk-angguk. Tidak terasa mereka telah memasuki padukuhan yang tidak jauh lagi dari kota.
Mereka menelusuri induk pedukuhan yang lewat didepan banjar padukuhan.
Namun tiba-tiba mereka melihat beberapa orang keluar dari lorong kecil dengan tergesa-gesa. Bahkan ada diantara mereka yang berlari-lari kecil.
" Apa yang terjadi" " bertanya Sabungsari kepada Glagah Putih.
" Bukankah kita datang bersama-sama" " sahut Glagah Putih.
Sabungsari tersenyum. Namun ia sempat bertanya kepada seseorang yang nampaknya agak lebih tenang dari orangorang yang lain " Ada apa Ki Sanak" "
" Sedikit keributan ditempat sabung ayam. " jawab orang itu.
"Keributan apa" " bertanya Sabungsari.
" Kelompok anak-anak urakan itu. Mereka ternyata membuat onar dimana-mana. " jawab orang itu.
" Apa yang terjadi" " bertanya Glagah Putih pula.
" Seorang diantara mereka kalah dalam taruhan. Tetapi ia justru memukul orang yang menang yang menagih kekalahannya itu. Tetapi orang yang dipukul itu ternyata seorang yang berani. Karena itu maka ia telah melawan.
Namun ternyata empat orang kawan dari anak muda yang kalah itu telah membantunya, sementara orang yang menang itu hanya mempunyai seorang kawan. Tentu saja dua orang yang harus melawan lima orang itu terdesak dan lebih banyak dipukuli dari pada sebuah perkelahian. Tetapi tiba-tiba saja ada dua orang yang membantunya. Nampaknya kedua orang yang dibantu dan dua orang yang membantu itu masih belum saling mengenal. " jawab orang itu.
" Apakah Ki Sanak tidak tahu, darimanakah anak-anak muda itu. Maksudku dari kelompok apa jika mereka tergabung dalam satu kelompok" " bertanya Sabungsari.
" Yang lima orang itu menyebut dirinya dari kelompok Macan Putih, sementara dua orang yang membantu kedua orang yang dipukuli itu mengaku dari kelompok Gajah Liwung.


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" jawab orang itu. Lalu katanya " Tetapi bagiku lebih baik menghindar saja daripada ikut dipukuli oleh anak-anak urakan itu. "
Sabungsari dan Glagah Putih kemudian meninggalkan orang itu setelah mengucapkan terima kasih. Mereka berniat untuk melihat apa yang terjadi. Sementara orang itu sempat mengingatkan " Jangan ikut campur jika kalian bukan dari kelompok yang sedang bertengkar itu. "
" Tidak Ki Sanak " jawab Sabungsari " kami hanya ingin melihat apa yang telah terjadi. "
Sejenak kemudian dengan tergesa-gesa Sabungsari telah menuju ketempat sabung ayam. Justru berlawanan dengan a-rah orang-orang yang menyingkir dari tempat sabung ayam itu.
Di arena sabung ayam ternyata masih juga ada beberapa orang yang tidak menyingkir. Mereka justru melihat perkekalhian yang terjadi. Bukan lagi ayam yang bersabung, tetapi beberapa orang yang telah berkelahi.
Lima orang yang mengaku dari kelompok Macan Putih masih berkelahi dengan sengitnya melawan ampat orang. Dua diantaranya mengaku dari kelompok Gajah Liwung.
Sabungsari dan Glagah Putih yang kemudian memasuki arena telah melihat dua orang kawannya memang sedang berkelahi. Dua orang itu adalah Rumeksa dan Mandira.
Sejenak Sabungsari dan Glagah Putih termangu-mangu.
Keduanya melihat bahwa dua orang yang ikut bertaruh dalam sabung ayam itu sudah hampir tidak berdaya sama sekali.
Dua orang dari kelompok Macan Putih tengah memukuli mereka, sesuka hati. Sementara Rumeksa dan Mandira masih sibuk melayani tiga orang yang lain dari kelompok Macan Putih.
Hati Yang Terberkahi 9 Still Sekuel Cewek Karya Esti Kinasih Matahari Esok Pagi 12
^