Pencarian

Api Di Bukit Menoreh 16

11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 16


Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Katanya " Aku sudah
cemas, bahwa aku akan berselisih jalan. Aku sudah berusaha
menempuh jalan yang biasanya dilalui oleh Agung Sedayu
lewat penyeberangan sebelah Selatan. "
" Nampaknya kakang Agung Sedayu belum kembali "
berkata Glagah Putih. " mungkin hari ini atau besok. "
Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Katanya " Aku juga ingin
memberi keterangan tentang perjalananku ke Pegunungan
Kendeng kepada Agung Sedayu. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Tetapi ia kemudian
bertanya " apakah kami boleh mendengarkan keterangan
tentang orang-orang Pegunungan Kendeng itu" "
Ki Jayaraga menarik nafas dalam-dalam. Namun' kemudian
katanya " Sebenarnya keterangan, ini memang untuk kalian.
Tetapi aku ingin Agung Sedayu juga mendengarnya. Namun
baiklah, aku akan mengatakannya kepada kalian. "
Glagah Putihpun kemudian telah memanggil semua anggauta
Gajah Liwung yang jumlahnya delapan orang itu untuk
berkumpul dan mendengarkah keterangan dari Ki Jayaraga
yang baru saja datang dari daerah Pegunungan Kendeng.
" Tidak banyak keterangan yang dapat aku bawa " berkata
Ki Jiayaraga " Tetapi mungkin keterangan ini akan berarti. "
Anggauta kelompok Gajah Liwung yang delapan orang itu
mendengarkan dengan penuh minat.
" Aku telah bertemu dengan pimpinan Padepokan Cundamanik.
Aku memang pernah menanyakan kenapa
padepokannya itu disebutnya dengan nama Cundamanik. " Ki
Jayaraga berhenti sejenak, lalu " Namun ternyata tidak
seorang-pun dari Padepokan Cundamanik yang keluar. Para
cantrik dari padepokan itu tetap berada di tempat. Dua orang
Putut yang telah memiliki ilmu yang cukup memang telah
meninggalkan padepokan itu atas ijin pimpinan padepokan.
Tetapi pimpinan padepokan Cundamanik itu yakin bahwa
kedua orang Pututnya tentu tidak terlibat. "
Para anggauta dari kelompok Gajah Liwung itu
mengangguk-angguk. Sementara itu Ki Jayaraga berkata
selanjutnya " Akupun telah mengunjungi padepokan yang lain
yang juga berada dilereng Pegunungan Kendeng atas
petunjuk pimpinan Padepokan Cundamanik. Bahkan
kehadiranku di padepokan yang disebut padepokan Sedasa
yang didirikan oleh sepuluh orang bersaudara telah diantar
oleh dua orang cantrik dari padepokan Cundamanik yang
bersahabat dengan padepokan Sedasa itu.
Tetapi para pemimpin di padepokan itupun menyatakan
bahwa tidak seorangpun dari antara para cantrik yang
meninggalkan padepokannya.
" Mereka tidak mungkin dapat melakukan hal itu " berkata
pimpinan padepokan Sedasa itu.
Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya " jadi mereka
sama sekali tidak berasal dari Pegunungan Kendeng" "
" Aku memang mencoba untuk meyakinkannya " berkata Ki
Jayaraga " ketika aku mendengar padepokan Cundamanik,
maka aku memang memerlukan datang ke Pegunungan
Kendeng, karena aku memang sudah mengira bahwa orangorang
Pegunungan Kendeng tidak akan mungkin
melakukannya, khususnya orang-orang dari padepokan
Cundamanik. Dan bahkan kemudian juga bukan dari
padepokan Sedasa. " " Apakah itu berarti bahwa mereka sama sekali bukan
kelompok orang dari Gunung Kendeng" " bertanya
Sabungsari. " Pimpinan padepokan Cundamanik dan pimpinan
padepokan Sedasa berjanji untuk ikut menyelidiki mereka.
Namun keduanya juga mengatakan, bahwa nampaknya di
Pegunungan Kendeng juga telah berhimpun beberapa orang
yang mempunyai niat dan tujuan yang kurang diketahui.
Mereka tidak berhimpun dalam satu perguruan atau
padepokan yang tersusun dengan tertib. Tetapi mereka
sekedar berkumpul di satu tempat yang lebih mirip dengan
sarang sekelompok orang-orang yang tidak dikenal. " berkata
Ki Jayaraga kemudian. " Apakah mungkin orang-orang itu berasal dari orang-orang
yang berhimpun di Pegunungan Kendeng itu" " desis
Naratama. " Satu kemungkinan. Karena itu, maka aku masih akan
pergi lagi ke Pegunungan Kendeng. " berkata Ki Jayaraga.
" Jadi guru akan pergi lagi" " bertanya Glagah Putih.
" Ya " jawab Ki Jayaraga " aku akan menunggu Agung
Sedayu disini satu dua hari. Jika ia tidak datang, maka aku
akan berangkat ke Gunung Kendeng. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Sementara itu
Sabungsari berkata " Terima kasih atas usaha Ki Jayaraga.
Sebenarnya Ki Jayaraga tidak perlu terlalu di bebani oleh
persoalan kami. " " Tidak " jawab Ki Jayaraga " Rasa-rasanya memang
menyenangkan untuk bertualang meskipun umurku sudah
menjadi semakin tua. "
" Tetapi sebaiknya Ki Jayaraga memang beristirahat dahulu
disini. " berkata Mandira" Ki Agung Sedayu tentu akan singgah
meskipun hanya sebentar. "
Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Katanya " Terima kasih.
Aku akan menunggu disini. Tetapi tidak terlalu lama. Seperti
aku katakan, jika dalam dua hari Agung Sedayu tidak datang,
maka aku akan melanjutkan perjalanan ke Gunung Kendeng. "
Sementara itu, Agung Sedayu berada di padepokan Jati
Anom karena gurunya yang keadaannya menjadi semakin
lemah. Kiai Gringsing memang sudah menjadi sangat tua.
Meskipun ia masih mampu mengingat peristiwa-peristiwa yang
jauh lampau, serta penalarannya masih terang, namun
wadagnya memang sudah menjadi semakin rapuh. Hal itu
disadari sepenuhnya oleh Kiai Gringsing. Karena itu, maka
kepada Agung Sedayu iapun berdesis " Waktuku sudah tidak
akan panjang lagi. Tetapi kau tidak usah terlalu memikirkan
aku. Aku bukan orang yang lebih baik dari orang lain,
sehingga apa yang terjadi pada setiap orang, tentu akan
terjadi pula atasku. Karena itu, seperti yang aku katakan
kepada Swandaru yang datang beberapa hari yang lalu, aku
bukan apa-apa. Jika pada suatu saat aku pergi, itupun bukan
apa-apa, karena seperti itu adalah hal yang sangat wajar. "
Agung Sedayu mengangguk kecil. Katanya " Ya guru, tetapi
setiap hamba dari Yang Maha Agung dapat berdoa dan
memohon kemurahannya. "
" Ya, Agung Sedayu. Aku juga selalu berdoa dan
memohon. Tetapi segala sesuatunya terserah kepada Yang
Maha Agung. Namun dengan penuh kepercayaan akan
kasihnya yang besar maka akupun telah bersandar kepada-
Nya " jawab Kiai Gringsing " itulah sebabnya maka aku
katakan bahwa apa yang dapat terjadi padaku adalah wajar
sekali, Termasuk kematian. "
" Tetapi bagaimanapun juga guru adalah ahli dalam ilmu
obat-obatan. " berkata Agung Sedayu.
Kiai Gringsing tersenyum. Dengan nada rendah ia berkata "
seberapa tinggi tingkat ilmuku dalam hal obat-obatan
dibandingkan dengan kuasanya" Rasa-rasanya tidak lebih
dari sebutir debu di luasnya pasir pantai lautan. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Sementara
Kiai Gringsing berdesis " Bahkan sama sekali tidak dapat
diperbandingkan. " Agung Sedayu hanya dapat mengangguk-angguk saja.
" Karena itu Agung Sedayu, kau jangan melihat keadaanku
ini berlebih-lebihan. Aku tidak akan menahanmu untuk tinggal
disini terlalu lama. Agaknya kau sekarang sudah menjadi
seorang prajurit. Bahkan langsung memimpin sebuah
kesatuan Pasukan Khusus Mataram di Tanah Perdikan.
Karena itu, maka kau tidak dapat meninggalkan tugasmu
terlalu lama.," berkata Kiai Gringsing kemudian " bukankah
disini ada para cantrik yang dapat menemaniku. Juga Ki
Widura yang semakin tua justru menjadi semakin pantas untuk
memimpin padepokan kecil ini. "
" Ya guru " jawab Agung Sedayu yang masih saja
mengangguk-angguk. " Nah. Jika demikian, kau dapat kembali ke Tanah Perdikan
jika saatnya sudah kau anggap tiba. Jangan terlalu banyak
memikirkan aku. Aku tidak apa-apa. Tidak lebih sengsara dari
kebanyakan orang sehingga kau harus meninggalkan dengan
perasaan kasihan. " berkata gurunya kemudian.
Agung Sedayu masih juga mengangguk-angguk. Katanya
kemudian " Aku besok akan mohon diri guru. "
" Pulanglah. Kau mengemban satu tugas yang tidak dapat
kau tinggalkan terlalu lama. Bukankah kau masih akan
singgah di Mataram untuk melihat keadaan Glagah Putih" "
bertanya Kiai Gringsing. " Ya guru " jawab Agung Sedayu " sebenarnyalah bahwa
Glagah Putih dan kawan-kawannya sedang mempertanyakan
beberapa orang yang telah membuat keonaran di Mataram
dan ada diantaranya yang mengaku dari Pegunungan
Kendeng. " Kiai Gringsing mengerutkan dahinya. Ia mencoba
mengingat-ingat tentang Pegunungan Kendeng.
Namun kemudian katanya dengan nada rendah " Agung
Sedayu. Apa yang ada di Pegunungan Kendeng sekarang,
tentu sudah jauh berbeda dari apa yang aku lihat sebelumnya.
Aku memang pernah mendengar sebuah perguruan yang
disebut Cundamanik. Tetapi apa yang aku ketahui tentang
perguruan itu tidak mengarah kepada tindakan-tindakan yang
kurang baik. Meskipun perguruan itu tidak menunjukkan halhal
yang khusus bagi kepentingan orang banyak, tetapi juga
tidak menjadi kebiasaan mereka merugikan orang lain.
Mereka lebih banyak berbuat bagi diri mereka sendiri.
Menyiapkan bekal hidup dikemudian hari bagi para cantrik.
Disamping olah kanuragan juga mengusahakan alas dan
bertani. " Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Terima
kasih guru. Sebaiknya guru sekarang beristirahat. Aku akan
menemui paman Widura. "
Kiai Gringsing mengangguk-angguk. Katanya " baiklah.
Tetapi sekali lagi aku peringatkan, kau tidak perlu memikirkan
aku berlebihan. Aku tidak apa-apa. Apa yang terjadi atasku
adalah hal yang wajar saja. Sebaiknya kau besok memang
segera kembali ke Tanah Perdikan Menoreh. Tetapi ada
baiknya juga kau singgah di Sangkal Putung. Bukankah sejak
kalian pulang dari Madiun kalian belum bertemu lagi" Kau
akan dapat melihat anak Swandaru itu. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Ya guru.
Besok aku akan singgah dirumah adi Swandaru. "
" Tetapi Agung Sedayu. Baiklah aku berterus terang
kepadamu. Bahwa Swandaru masih tetap mempunyai
penilaian yang keliru atas ilmumu. Jangan terlalu
menyalahkan Swandaru. Dan jangan terlalu menyalahkan
dirimu sendiri, karena pada dasarnya kau mempunyai sifat
yang agak tertutup. Tetapi sebaiknya perlahan-lahan kau
berusaha untuk membuka diri, menunjukkan kemampuanmu
yang sebenarnya sehingga pada suatu saat Swandaru tidak
terkejut. Swandaru sendiri memang sudah meningkat ilmunya.
Ia sudah menguasai satu tataran lebih tinggi dan bahkan ia
mulai tertarik kepada tenaga dasar yang dapat menjadi tenaga
cadangan didalam dirinya. Ia sudah berusaha untuk menggali
tenaga dasar itu. Meskipun agak terlambat tetapi itu lebih baik.
Tetapi ia melihat kemampuanmu jauh dibawah
kemampuanmu yang sebenarnya. Dalam hal ini aku juga
bersalah. Selama ini aku juga selalu ikut-ikutan menjaga
perasaannya, namun sekaligus mengetahuinya. Namun
ternyata waktuku untuk menjelaskan kemudian tidak cukup,
sehingga akhirnya aku hanya dapat menyerahkan kepada
kebijaksanaanmu saja. Agung Sedayu mengangguk-angguk. Namun ia sadar,
bahwa hal itu adalah hal yang sangat rumit. Meskipun
demikian, ia tidak dapat ingkar. Ia memang harus menjelaskan
kepada Swandaru tentang perbandingan ilmunya meskipun
masih harus dicari cara yang paling baik dan tidak
menyinggung perasaan. Memang untuk itu ia harus bijaksana.
Demikianlah, maka Agung Sedayupun kemudian telah
meninggalkan gurunya untuk menemui pamannya di pendapa
bangunan induk padepokan kecil di Jati Anom itu.
Kepada pamannya Agung Sedayu telah mengatakan
bahwa di keesokan harinya Agung Sedayu akan kembali ke
Tanah Perdikan. " Begitu tergesa-gesa" Apakah kau akan meninggalkan
gurumu begitu cepat" " bertanya Ki Widura.
" Guru sendiri nampaknya dengan tabah menghadapi
keadaannya. Dengan penuh kesadaran guru menerima
kenyataan tentang wadagnya yang semakin rapuh. Justru
karena itu, guru menjadi tenang sehingga akupun merasa
tenang pula untuk meninggalkannya. Namun barangkali
pamanlah yang akan menjadi lebih sibuk dihari-hari
mendatang. " berkata Agung Sedayu.
Ki Widura yang juga menjadi semakin tua itu tersenyum.
Katanya " kesibukan akan dapat memberikan isi bagi hari-hari
tuaku, sehingga aku tidak merasa bahwa sisa umurku itu
hanya tersia-sia saja. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Tetapi jika
perlu paman dapat memanggil adi Swandaru dan
memerintahkan satu dua orang cantrik untuk menyusulku ke
Tanah Perdikan. " Ki Widura mengangguk-angguk. Katanya " Aku akan
menghubungimu jika sangat diperlukan. Jarak antara tempat
ini ke Tanah Perdikan bukan jarak yarig pendek. Apalagi kau
sudah tidak lagi sebagai dulu untuk meninggalkan Tanah
Perdikan Menoreh. " Agung Sedayu mengangguk-angguk. Tetapi katanya "
Bagaimanapun juga jika guru memanggil, aku akan tetap
berusaha untuk datang. "
Ki Widura menarik nafas dalam-dalam. Ia sadar, bahwa
hubungan antara guru dan muridnya itu tidak ubahnya dengan
hubungan antara anak dan orang tuanya sendiri. Memang
mungkin ada satu dua orang guru yang tidak mampu mengikat
murid-muridnya secara jiwani. Mungkin karena guru itu kurang
menaruh perhatian kepada murid-muridnya. Terutama sebuah
perguruan yang mempunyai banyak sekali murid dan cantrik,


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga hubungan pribadi antara guru dan muridnya menjadi
renggang. Namun dalam pada itu Ki Widura bertanya " Apakah kau
akan menemui kakakmu" "
" Besok aku akan singgah sebentar. Aku akan minta diri
kepada kakang Untara. Aku juga akan singgah barang
sebentar di Sangkal Putung. "
Ki Widura mengangguk-angguk. Katanya " Kau harus
mempunyai lebih banyak perhatian terhadap adik
seperguruanmu itu. "
Agung Sedayu mengerutkan keningnya. Dengan nada
rendah ia bertanya " Kenapa paman" "
" Gurumu sering mengeluh tentang Swandaru " desis Ki
Widura. " Ya paman " jawab Agung Sedayu " guru juga baru saja
mengatakannya. Adi Swandaru mempunyai penilaian yang
salah tentang perbandingan ilmu kami. Sebenarnya aku
sendiri tidak berkeberatan seandainya adi Swandaru salah
menilai ilmuku. " " Mungkin tidak akan ada persoalan bagimu " berkata Ki
Widura " tetapi berbeda dengan Swandaru. Jika pada suatu
saat ia menyadari akan kekurangannya, maka ia akan menjadi
tersinggung karenanya. Apalagi ia sudah merasa terlanjur
menilaimu berada dibawah kemampuannya. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Guru
menyerahkannya kepadaku. Sebenarnya hal itu adalah hal
yang sangat rumit. Tetapi bagaimanapun juga aku harus
mengusahakannya. " " Tetapi tentu saja tidak terlalu tergesa-gesa. Kau dapat
mencari waktu yang paling tepat untuk melakukannya.
Sementara itu Swandaru memang lagi tekun meningkatkan
ilmunya. Bukankah kitab gurumu ada padanya sekarang" "
" Ya. Kitab itu dibawanya. Aku juga tidak berkeberatan "
jawab Agung Sedayu. " Aku tahu bahwa kau memiliki banyak kelebihan dari orang
kebanyakan. Kau juga dapat memahatkan ingatan didi-nding
hatimu yang dapat kau baca kembali kapan saja kau
kehendaki, sehingga kau tidak memerlukan kitab itu lagi.
Sekali kau baca maka kitab itu sudah ada didalam dadamu. "
berkata Ki Widura. " Aku hanya dapat mengucap terima kasih atas kurnia Yang
Maha Agung itu paman. " desis Agung Sedayu.
Ki Widura mengangguk-angguk. Namun sebenarnyalah Ki
Widura merasa sangat kagum terhadap kemenakannya itu.
Bukan saja karena ilmunya yang sangat tinggi, tetapi juga
penggunaan ilmunya itu untuk mengalah kepada sesama. "
Demikianlah, maka malam itu Agung Sedayu masih
bermalam di padepokan kecilnya. Pagi-pagi sekali, Agung
Sedayu sudah mempersiapkan diri. Ia masih harus singgah
diru-mah kakaknya, singgah di Sangkal Putung dan kemudian
singgah di Mataram. Meskipun hanya sekedarnya, tetapi ia
akan dapat menyampaikan kesan Kiai Gringsing atas
Pegunungan Kendeng dengan sebuah padepokan yang
disebut Cundamanik. Ketika Agung Sedayu menemui gurunya, maka Kiai
Gringsing sudah berbenah diri dan duduk di ruang dalam.
Meskipun tubuhnya nampak terlalu lemah, namun segala
sesuatunya nampak segar. Wajahnya terang dan senyumnya
selalu membayangi bibirnya. Kiai Gringsing memang tidak
pernah merasa bahwa ia telah dibelenggu oleh wadagnya
yang menjadi semakin rapuh. Ia menerima keadaannya
dengan hati yang terbuka menengadah pada kasih Yang
Maha Agung. Karena itu, maka Kiai Gringsing memang tidak merasa
bahwa ia sedang menderita sakit yang biasa disebut sakit tua.
Dalam keadaan itu, maka iapun masih saja selalu berdoa
antara lain untuk kesehatannya. Iapun telah memohon agar
jika saatnya dipanggil kembali, maka hendaknya saat-saat
terakhirnya tidak membuat orang lain menjadi ikut menderita
karenanya. Sekali lagi Agung Sedayu mohon diri. Dan sekali lagi Kiai
Gringsing berpesan agar Agung Sedayu tidak terlalu
memikirkannya. " Pada kesempatan yang memungkinkan aku akan datang
lagi kemari guru " berkata Agung Sedayu,
" Kau tidak usah terlalu memikirkan aku " berkata Kiai
Gringsing " pamanmu ada disini " sahut Kiai Gringsing sambil
memandang Ki Widura yang ikut duduk bersamanya.
" Ya guru " jawab Agung Sedayu. Namun katanya
kemudian " Tetapi adalah kewajibanku untuk setiap kali
menengok guru. " Kiai Gringsing tersenyum. Namun iapun bertanya " A-pakah
kau jadi singgah dirumah kakakmu" "
" Ya guru " jawab Agung Sedayu.
" Di Sangkal Putung" " bertanya gurunya pula.
" Ya guru. Aku juga ingin melihat anak adi Swandaru "
jawab Agung Sedayu. " Bagus " desis Kiai Gringsing " kau memang harus sering
bertemu dengan adik seperguruanmu. Tetapi kau juga tidak
boleh mengorbankan tugas-tugasmu di barak pasukan khusus
itu " Agung Sedayu mengangguk sambil berkata " Aku mengerti
guru. " " Nah, berangkatlah. Mumpung hari masih pagi " berkata
Kiai Gringsing kemudian. Agung Sedayupun sekali lagi minta diri kepada gurunya
dan pamannya. Baru kemudian ia meninggalkan padepokan
itu. Dihalaman para cantriknya sempat mengucapkan selamat
jalan kepada Agung Sedyu yang sudah agak lama tidak
berkunjung ke padepokan itu.
Seperti yang dikatakan Agung Sedayu telah singgah dirumah
kakaknya yang ikut berbangga bahwa Agung Sedayu
telah mempunyai pegangan hidup yang menurut Untara cukup
mapan. " Kau harus bekerja dengan baik " pesan kakaknya.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Ia tahu bahwa Untara
adalah seorang prajurit yang berpengalaman. Karena itu,
apabila diperlukan, kakaknya itu tentu akan dapat
membantunya dibidang yang sangat dikuasainya itu.
Sementara itu Agung Sedayupun sempat berceritera serba
sedikit tentang Sabungsari yang berada di Mataram dengan
kelompoknya yang dinamainya Gajah Liwung. Namun Agung
Sedayupun menceriterakan pula kehadiran kelompok lain
yang juga memakai nama yang sama, namun dengan
kegiatan yang berlawanan. Sedangkan jumlah anggauta
kelompok itu jauh lebih banyak dari anggauta kelompok yang
dipimpin oleh Sabungsari itu.
" Katakan kepadanya, bahwa ia harus berhati-hati " berkata
Untara " ia harus menurut segala petunjuk Ki Wirayuda,
karena segala sesuatunya tentu akan menyangkut perwira
pasukan sandi itu. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Untuk
sementara Ki Wirayuda minta kegiatan kelompok kecil itu
dibekukan. Sementara itu atas kehendaknya sendiri, ki
Jayaraga telah pergi ke Pegunungan Kendeng untuk mencari
sedikit keterangan tentang perguruan-perguruan yang ada,
karena orang-orang yang juga mengaku dari kelompok Gajah
Liwung itu diduga berasal dari Pegunungan Kendeng. "
Untara mengangguk-angguk. Namun ia masih memberi kan
beberapa pesan kepada adiknya. Bukan saja mengenai tugastugasnya
sendiri, tetapi juga tentang permainan Sabungsari
dan Glagah Putih serta beberapa orang yang lain yang ada
didalam kelompoknya itu. Agung Sedayu mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
Sambil mengangguk-angguk ia kemudian berkata " Baiklah
kakang. Aku akan menyampaikannya kepada Sabungsari,
Glagah Putih dan kawan-kawannya.
Namun Agung Sedayu memang tidak terlalu lama
berkunjung dirumah kakaknya. Kakak ipar dan kemenakannya
hanya sempat menemuinya sesaat saja, karena Agung
Sedayupun kemudian telah minta diri untuk pergi ke Sangkal
Putung. Ternyata Untara juga menangkap sikap Swandaru terhadap
Agung Sedayu. Seperti pamannya maka iapun telah
berpesan, agar ia cukup bijaksana menghadapi adik
seperguruannya itu. Agung Sedayupun kemudian mengangguk-angguk sambil
berkata "- Aku akan berusaha sebaik-baiknya menghadapi adi
Swandaru agar ia pada suatu saat dapat meningkatkan dirinya
tanpa tersinggung perasaannya, meskipun aku tahu bahwa
hal itu merupakan hal yang sangat sulit bagiku. "
Tetapi seperti pesan Kiai Gringsing, Ki Widura dan
sebagaimana keyakinannya sendiri, maka Untara pun
berpesan, agar hal itu dilakukan dengan hati-hati dan tidak
tergesa-gesa. Demikianlah, maka Agung Sedayupun telah minta diri
kepada kakaknya, kakak iparnya dan kemanakannya. Sejenak
kemudian Agung Sedayu telah berada diperjalanan menuju ke
Sangkal Putung. Kudanya berderap menyusuri bulak-bulak
dan padukuhan. Namun perjalanannya tidak terlalu menarik
perhatian orang, karena jalan Jati Anom ke Sangkal Putung
itupun menjadi semakin ramai. Tidak hanya satu dua orang
yang menempuh perjalanan dengan berkuda.
Ketika Agung Sedayu kemudian mendekat daerah Sangkal
Putung, maka iapun melihat bahwa Kademangankademangan
disekitar Sangkal Putungpun telah menjadi
semakin maju. Nampaknya pengaruh kemajuan di Kademangan
Sangkal Putung telah meluas terutama dihidang
penggunaan air bagi tanah persawahan.
Parit-paritpun seakan-akan menjadi semakin banyak
menusuk ke kotak-kotak sawah yang terbentang luas. Namun
Agung Sedayu masih saja melihat hijaunya hutan-hutan yang
dilihatnya sejak ia kecil. Bahkan Agung Sedayu sengaja telah
melihat jalan dipinggir hutan meskipun ia harus lewat diba-wah
sebatang pohon randu alas yang besar.
Agung Sedayu masih teringat, bahwa semasa kanakkanaknya
ia menjadi sangat ketakutan jika ia mendengar
seseorang menyebut Gendruwo Bermata Satu.
Agung Sedayu itupun tersenyum sendiri. Ia sadar, betapa
penakutnya ia dimasa kanak-kanaknya. Namun segala
sesuatunya telah berubah. Kiai Gringsing telah berhasil merubahriya
menjadi seorang anak muda yang lebih berarti. Bukan
saja bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi orang-orang lain.
Dalam pada itu, beberapa saat kemudian, Agung Sedayu
benar-benar telah memasuki Kademangan Sangkal Putung.
Kademangan yang termasuk besar dan subur. Dibawah
pimpinan Swandaru atau nama ayahnya Ki Demang Sangkal
Putung, maka Kademangan itu menjadi semakin maju.
Pertanian nampak berkembang terus. Sementara itu, apa
yang sudah dimiliki oleh Sangkal Putung telah mendapat
perhatian dan terpelihara dengan baik. Parit-parit dan jalanjalan
serta segi-segi lain yang sangat berarti bagi
kesejahteraan Sangkal Putung. Sementara itu, anak-anak
muda Sangkal Putungpun memiliki jiwa pengabdian yang
tinggi. Para pengawalnya memiliki kemampuan yang tidak
kalah dari kemampuan para prajurit. Apalagi Sangkal Putung
yang telah beberapa kali melibatkan diri kedalam kegiatan
perang, baik di Sangkal Putung sendiri, maupun diluarnya.
Kedatangan Agung Sedayu di Sangkal Putung telah
disambut dengan gembira oleh Swandaru, isterinya dan Ki
Demang Sangkal Putung yang nampaknya juga sudah
menjadi semakin tua, sebagaimana Ki Gede Menoreh.
Sesaat kemudian, maka Agung Sedayupun telah duduk di
pendapa Kademangan Sangkal Putung bersama Ki Demang
Sangkal Putung, Swandaru dan Pandan Wangi.
Dengan nada gembira mereka telah berbicara tentang
keselamatan masing-masing serta keluarganya. Pandan
Wangi yang telah melahirkan anaknya itu sambil bergurau
bertanya "Kapan Sekar Mirah menyusul" "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Namun
kemudian sambil tersenyum ia berkata "pada suatu saat
nanti." Swadarupun tertawa. Tetapi iapun berkata " Jangan
menunggu sampai tua kakang. Kasihan anakmu nanti. Justru
pada saat anakmu sangat memerlukan kau, maka kau sudah
menjadi pikun." " Ah, tentu tidak " sahut Ki Demang.
Agung Sedayupun tertawa. Katanya " Segala sesuatunya
kami serahkan kepada Yang Maha Agung. "
" Ya " sahut Ki Demang " kau telah berpikir mapan.
Sikapmu itu adalah sikap yang paling tepat."
Swandarupun mengangguk-angguk sambil berkata " Tetapi
kau juga harus memohon kakang, meskipun kau pasrah.
Agung Sedayu mengangguk-angguk pula. Pembicaraan
merekapun terputus ketika para pelayan menghidangkan
minuman dan makanan. Namun pembicaraan mereka kemudian setelah meneguk
minuman telah beralih kepada tugas-tugas Agung Sedayu di
barak Pasukan Khusus. " Ada yang menarik. Tetapi ada yang terasa mengikat. Aku
tidak mempunyai banyak kesempatan lagi untuk mengembara.
" jawab Agung Sedayu " namun agaknya setelah umurku
merambat semakin tua, maka keinginan untuk mengembara
itupun semakin memudar. "
". Ya ngger " sahut Ki Demang " sudah tentu kau akan
semakin terikat kepada keluargamu dan tugas-tugasmu.
Tetapi tugas angger Agung Sedayu nampaknya sesuai benar
dengan bekal yang ada didalam diri angger Agung Sedayu. "
" Kakang memang harus lebih menekuni ilmu kakang
dalam tugas kakang yang sekarang ini " berkata Swandaru.
Lalu katanya pula " Jika kakang memerlukan, maka dalam
waktu sebulan lagi, kitab guru akan dapat kakang bawa ke
Tanah Perdikan. " Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " baiklah adi
Swandaru, nanti sebulan lagi aku akan datang mengambilnya.
" " Ilmu bagi kakang sekarang akan sangat penting artinya.
Sebagai seorang pemimpin pasukan, maka kakang harus
benar-benar memiliki kelebihan. Jika kakang masih saja segan
untuk meningkatkan ilmu, sementara orang lain memeras


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keringat dan bekerja keras untuk berlatih, maka pada suatu
saat kakang Agung Sedayu akan ketinggalan. " berkata
Swandaru. Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Sekarang
aku mempunyai banyak kesempatan. Dibarak ada sanggar
yang memiliki berbagai macam peralatan. Juga ada sanggar
terbuka yang luas, sehingga aku akan dapat berlatih dengan
baik. Sementara itu aku pun mempunyai cukup waktu untuk
melakukannya. " " Soalnya bukan sekedar kesempatan dan peralatan, tetapi
juga kemauan dan kesungguhan " jawab Swandaru. Lalu
katanya " Selama ini kakang kurang menunjukkan
kesungguhan berlatih. Karena itu, maka jika kakang tidjak
merubah keadaan itu, meskipun kitab guru ada ditangah-kakang,
sanggar yang memadai dan kesempatan yang luas,
nampaknya kakang tidak akan banyak mendapat kemajuan.
Sementara itu tugas kakang adalah dikalangan keprajuritan
yang memerlukan peningkatan kemampuan dalam olah kanuragan
dan pengetahuan perang. "
" Sementara itu bukankah kakang Agung Sedayu telah
melakukannya" " bertanya Pandan Wangi.
" Belum " Swandarulah yang menjawab " kakang memang
telah meningkatkan ilmunya. Tetapi masih belum bersungguhsungguh,
sehingga sebenarnya kakang dapat berbuat
lebih banyak bagi pengembangan ilmunya, sehingga
kakang tidak terasa ketinggalan dalam takaran murid dari
perguruan Orang Bercambuk. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Sementara
Pandan Wangipun berkata " Siapa tahu bahwa kakang A-gung
Sedayu sekarang telah memiliki tataran ilmu yang sangat
tinggi. " " Mudah-mudahan " desis Swandaru " tetapi selama ini
kitab guru masih ada padaku. "
" Kesempatan masih terbuka " berkata Ki Demang "
bukankah angger Agung Sedayu masih terhitung muda"
Dalam usianya yang masih muda itu, angger Agung Sedayu
tentu masih akan mampu meningkatkan ilmunya sehingga
pada suatu saat akan sampai pada satu tataran yang
mengagumkan. " Agung Sedayu memang menjadi segan untuk meneruskan
pembicaraan itu. Karena itu, maka katanya " Mudah-mudahan
Ki Demang. Namun selama ini aku telah mempergunakan
segala kesempatan, waktu yang ada, peralatan dan menurut
perasaanku, akupun telah melakukannya dengan sungguhsungguh
disamping tugas-tugasku. "
" Bagus " berkata Ki Demang. Namun kemudian iapun
bertanya " Tetapi bagaimanakah dengan keadaan Kiai
Gringsing pada saat-saat terakhir" "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Agaknya Ki
Demang itupun melihat keseganan Agung Sedayu untuk
berbicara tentang dirinya sendiri lebih panjang lagi. Karena itu,
maka dengan serta merta Agung sedayu menjawab " Guru
nampak menjadi semakin lemah. Tetapi jiwanya justru menjadi
semakin tegar menghadapi keadaan wadagnya itu. Guru
sama sekali tidak mengeluh, karena ia sadar sepenuhnya,
bahwa yang terjadi itu adalah satu kewajaran. "
" Apakah Kiai Gringsing dalam keadaan sakit" " bertanya Ki
Demang. " Tidak " jawab Agung Sedayu " guru juga turun dari
pembaringannya. Berjalan-jalan di halaman dan melihat-lihat
kebun di padepokan, kolam ikan dan berbicara bahkan
bergurau dengan para cantrik yang hanya sedikit jumlahnya
itu. " " Sokurlah " desis Ki Demang. Sementara Swandaru
berkata " Tentu tidak jauh berbeda dengan keadaan guru
beberapa waktu yang lalu ketika aku menengoknya. Tetapi
guru adalah seorang yang memiliki pengetahuan yang tinggi
tentang pengobatan. Karena itu, selama masih
memungkinkan, maka kita tidak usah cemas. Tetapi jika guru
sudah tidak mampu mengobati sakitnya sendiri, maka itu
adalah pertanda bahwa sakit itu tidak akan dapat
disembuhkan oleh siapapun juga. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Adi
Swandaru benar. Karena itu, maka guru sama sekali tidak
menjadi gelisah. Ia meyakinkan kebenaran Kuasa Tertinggi
keputusan-Nya. " Ki Demang mengangguk-angguk. Desisnya " Kiai Gringsing
adalah seseorang yang memiliki keteguhan yang utuh. Bukan
saja kewadagan dan ilmunya, tetapi juga jiwanya. "
Agung Sedayu tidak menjawab. Namun iapun telah
mengangguk-angguk pula. Namun sejenak kemudian, Agung Sedayu telah
menyempatkan diri untuk melihat anak Swandaru yang
nampak sehat. Wajahnya bersih dan seperti ayahnya, bayi itu
nampak agak gemuk dan kokoh
" Ia akan menjadikan Sangkal Putung sebuah Kademangan
yang paling baik diseluruh Mataram. " berkata Swandaru
dengan bangga. Agung Sedayu mengangguk"angguk. Ia melihat bayi itu
tersenyum kepadanya ketika Agung Sedayu mencoba
menimangnya. Tetapi Agung Sedayu tidak terlalu lama berada di Sangkal
Putung. Agung Sedayu harus segera kembali dan singgah di
Mataram. Ternyata Kiai Gringsing tidak dapat memberikan
banyak keterangan tentang keadaan Pegunungan Kendeng.
Sebagaimana dikatakan oleh gurunya, bahwa keadaan
Gunung Kendeng beberapa puluh tahun yang lalu,
sebagaimana dikenal oleh Kiai Gringsing, tentu sudah
berbeda dengan sekarang. Namun Agung Sedayu sama sekali tidak mengatakan
tentang kelompok Gajah Liwung di Mataram. Jika Swandaru
mengetahuinya mungkin Swandaru akan segera berusaha
melibatkan diri, namun dengan kemauan dan kesenangannya
sendiri tanpa menghiraukan ketentuan-ketentuan yang
digariskan oleh para pendukungnya dalam jajaran prajurit
sandi Mataram, maupun oleh anggauta-anggauta lainnya
kelompok itu. Demikianlah, maka sejenak kemudian, Agung Sedayupun
telah menyatakan untuk segera mohon diri. Ia hanya sekedar
singgah dalam perjalanannya dari Jati Anom kembali ke
Tanah Perdikan Menoreh. " Baiklah kakang " sahut Swandaru " pada satu saat aku
akan menengok kakang di Tanah Perdikan serta melihat
barafc Pasukan Khusus itu. Jika sebulan lagi kakang belum
datang mengambil kitab dari guru, maka jika mungkin, aku
akan datang ke Tanah Perdikan. Namun aku masih harus
menyesuaikan dengan tugas-tugasku yang ada di Sangkal
Putung. Jika saat-saat kerja terlalu sibuk, maka aku tentu tidak
akan dapat pergi. " " Baiklah adi " jawab Agung Sedayu " adi tidak usah terlalu
memikirkan kitab itu. Apakah aku yang datang, atau adi yang
pergi ke Tanah terdikan tidak akan terlalu banyak bedanya.
Namun aku memang berharap bahwa adi akan dapat
berkunjung ke Tanah Perdikan. Apalagi dapat membawa
berita tentang kesehatan guru. "
" Aku akan berusaha kakang. " jawab Swandaru.
Sementara itu Agung Sedayupun berkata kepada Pandan
Wangi " Kapan kau pergi ke Tanah Perdikan, membawa
anakmu menghadap kakeknya" "
Pandan Wangi tersenyum meskipun terasa kerinduan yang
membersit dihatinya " Aku harus menunggu beberapa bulan
lagi kakang. Anakku masih terlalu lemah untuk menempuh
perjalanan ke Tanah Perdikan. "
" Jika perlu dengan pedati. Tidak ada kesulitan
menyeberang Kali Opak maupun Kali Praga. Keduanya
memiliki rakit yang cukup besar untuk menyeberang dengan
pedati sekalipun. Bahkan dimusim kering seperti ini, pedati
akan dapat menyeberang langsung di Kali Opak, meskipun
harus menempuh jalur penyeberangan Selatan yang telah
dibuat sasak diatasnya " berkata Agung Sedayu.
" Ya " jawab Swandaru " meskipun untuk menyeberang
lewat sasak itu juga harus membayar. Tetapi agaknya
memang lebih baik daripada menyeberang dengan rakit
melintasi air yang semakin dangkal dimusim kering. "
Demikianlah, maka Agung Sedayupun telah meninggalkan
Sangkal Putung. Satu lagi beban yang harus dipikulnya.
Menjelaskan kepada Swandaru tentang perbandingan ilmu
diantara murid-murid Kiai Gringsing. Namun sudah tentu
dengan bijaksana sehingga tidak menimbulkan salah paham.
Bagi Agung Sedayu hal itu adalah hal yang sangat rumit.
Sebenarnya ia cenderung untuk membiarkannya saja,
sehingga pada suatu saat, Swandaru akan menyadari dengan
sendirinya. Tetapi penalarannya dapat mengerti, kenapa
gurunya minta kepadanya, agar Agung Sedayu berusaha
untuk menjelaskannya. " Guru tidak menghendaki terjadi salah paham " berkata
Agung Sedayu didalam hatinya. Tetapi Agung Sedayupun
sadar, jika ia salah langkah, justru akan dapat menimbulkan
salah paham. Sambil merenung Agung Sedayu berderap terus diatas
punggung kudanya. Ternyata jalan yang dilaluinya telah
menjadi semakin ramai. Beberapa orang berkuda melintasi
dengan cepat. Yang satu dan yang lain hampir tidak saling
memperhatikan sama sekali.
Ternyata Agung Sedayu tidak mengalami hambatan diperjalanan.
Kali Opakpun dilintasinya. Ia memang memilih
jalan yang melintasi penyeberangan langsung. Beberapa orang
disebelah menyebelah Kali Opak itu telah membuat
sasak penyeberangan disaat air tidak terlalu besar. Dengan
memungut uang mereka mempersilahkan orang-orang yang
akan menyeberang melintas diatas sasak mereka.
Satu cara untuk mendapatkan penghasilan disamping
pertanian mereka. Tetapi sambilan itu hanya dapat dilakukan
dimusim kemarau disaat air menjadi semakin kecil. Tetapi jika
air menjadi besar, maka orang-orang yang akan
menyeberangi sungai harus melintasi dengan rakit.
Ketika matahari menjadi semakin rendah, maka Agung
Sedayupun telah sampai ke Mataram. Ia berniat untuk singgah
menemui Glagah Putih dan Sabungsari.
Namun ketika Agung Sedayu memasuki halaman sarang
kelompok Gajah Liwung itu, maka iapun tercenung sejenak. Ia
melihat Ki Jayaraga sudah berada di tempat itu.
" Ki Jayaraga" " desis Agung Sedayu " kapan Ki Jayaraga
datang" " " Kemarin " berkata Ki Jayaraga " aku memang masih
menunggumu hari ini. Jika kau tidak datang hari ini, maka aku
akan berangkat besok ke Pegunungan Kendeng. "
Agung Sedayu tersenyum. Tetapi ia justru bertanya "
Darimana Ki Jayaraga tahu bahwa Glagah Putih, ada disini"
" Ki Lurah Branjangan " jawab Ki Jayaraga. Agung Sedayu
tertawa. Namun kemudian Glagah Putih dan Sabungsari yang
meritlengar pembicaraan itu telah keluar dan turun ke
halaman. Mereka telah mmpersilahkan Agung Sedayu dan Ki
Jayaraga untuk naik kependapa.
Beberapa orang yang kebetulan ada dirumah telah ikut
menemui Agung Sedayu. Namun tiga orang anggauta
kelompok Gajah Liwung itu sedang tidak ada disarangnya.
Mereka sedang melihat-lihat suasana di luar sarang mereka.
Setelah minum minuman hangat yang dihidangkan oleh
Rara Wulan, maka Agung Sedayu telah berceritera tentang
keadaan Kiai Gringsing. Betapapun tinggi ilmunya, namun
umurnya yang telah menjadi semakin tua, telah
membuatnya menjadi semakin lemah. Tetapi bagi Kiai
Gringsing, hal itu adalah hal yang sangat wajar, sehingga Kiai
Gringsing tidak perlu menjadi gelisah karenanya.
" Tetapi guru tidak dapat mengatakan apa-apa tentang
Pegunungan Kendeng. " berkata Agung Sedayu kemudian.
Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Sementara Agung
Sedayu berkata selanjutnya " Sudah lama sekali Guru tidak
pergi ke daerah Pegunungan Kendeng. Karena itu, apa yang
ada di Pegunungan Kendeng beberapa puluh tahun yang lalu,
tidak dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat Pegunungan
Kendeng sekarang. " Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Katanya " Aku
sependapat. Karena itu, maka aku telah memerlukan pergi ke
Pegunungan Kendeng. Bahkan lebih lama dari waktu yang
aku rencanakan." Agung Sedayu mengangguk-angguk. Namun iapun
kemudian bertanya " Apakah ada sesuatu yang dapat
memberikan petunjuk tentang anak-anak muda itu" "
Ki Jayaraga termangu-mangu sejenak. Namun iapun telah
mengatakan kepada Agung Sedayu apa yang diketahuinya
tentang Pegunungan Kendeng sebagaimana pernah
diketahuinya kepada Glagah Putih.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Namun kemudian
iapun bertanya " Apakah Ki Jayaraga masih belum puas
sehingga masih akan pergi ke Pegunungan Kendeng lagi" "
Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Katanya " Aku masih
ingin tahu lebih banyak tentang kelompok yang baru yang ada
di Pegunungan Kendeng. Siapakah mereka dan kenapa di
Pegunungan Kendeng. "
Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Jangan terlalu terlibat
dalam persoalan ini Ki Jayaraga. Biarlah pada saatnya nanti,
anak-anak muda sajalah yang akan melakukannya. "
Tetapi Ki Jayaraga mengerutkan dahinya. Katanya " Ah,
biarlah aku masih mendapat kesempatan berbuat sesuatu,
agar disisa umurku aku tidak menjadi terlalu sia-sia. Dengan
kerja ini aku merasa bahwa sisa hidupku masih berarti
betapapun kesilnya. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak
dapat mengecewakan Ki Jayaraga yang juga telah menjadi
semakin tua. Bahkan katanya lebih lanjut. " Jika aku tidak melakukan
sesuatu, maka aku akan menjadi semakin cepat tua dan
semakin tidak berguna lagi. "
Agung Sedayu tersenyum. Ia mengerti maksud Ki Jayaraga
yang umurnya memang menjadi semakin tua. Meskipun
demikian Ki Jayaraga tidak ingin menjadi terlalu cepat tidak
berarti dihari tuanya. Demikianlah, maka baik Agung Sedayu maupun Ki


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jayaraga telah diminta oleh orang-orang yang tergabung dar
lam kelompok Gajah Liwung itu untuk bermalam lagi di sarang
mereka. Ki Jayaraga memang menunggu Agung Sedayu sampai
hari itu. Jika Agung Sedayu tidak datang, maka Ki Jayaraga
besok akan berangkat ke Pegunungan Kendeng. Apalagi jika
Agung Sedayu telah datang. Maka Ki Jayaraga merasa bahwa
keberangkatannya telah mendapatkan bekal yang lebih
lengkap. Agung Sedayupun merasa tidak berkeberatan untuk
bermalam satu malam lagi di Mataram. Ia akan berada
diantara orang-orang dari kelompok Gajah Liwung yang
sedang mengalami persoalan khusus dengan nama
kelompoknya itu, karena ada kelompok orang fain yang
mempergunakan namanya justru untuk tujuan yang
sebaliknya. Di tempat itu, Agung Sedayu dan Ki Jayaraga akan sempat
berbicara panjang tentang kemungkinan-kemungkinan
mendatang bagi kelompok itu.
" Kemarin telah terjadi perkelahian lagi " berkata
Sabungsari " kelompok yang menyebut dirinya dengan nama
kelompok Gajah Liwung telah berbenturan dengan kelompok
Sidat Macan.. Namun semakin lama kelompok-kelompok yang
lain telah terdesak oleh kelompok yang menyebut namanya
dengan Gajah Liwung itu. Jumlah anggautanya terlalu banyak,
sehingga kelompok-kelompok lain seakan-akan telah
kehilangan ruang geraknya. Namun akibatnya terasa di
padukuhan-padukuhan yang agak jauh dari kota. Kelompokkelompok
yang terdesak itu telah menyebar ketempat yang
agak jauh dan melakukan kenakalan dan menimbulkan
keributan ditempat yang baru itu. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Kecemasan anggauta
Gajah Liwung memang beralasan. Meskipun hal itu sudah
diketahui oleh para petugas sandi, khususnya mereka yang
mengendalikan gerakan anak-anak muda dalam kelompok
Gajah Liwung, namun bagi anggauta Gajah Liwung itu sendiri,
tindakan-tindakan kelompok yang baru datang itu benar-benar
telah menyakitkan hati. Dalam pada itu, selagi mereka sedang berbincang-bincang
di sarang anggauta Gajah Liwung itu, maka mereka telah
dikejutkan oleh kehadiran Ki Lurah Branjangan. Meskipun Ki
Lurah Branjangan sendiri sambil tersenyum-senyum
memasuki halaman rumah itu dan selanjutnya naik
kependapa. " Ki Lurah telah meninggalkan barak itu" " bertanya Agung
Sedayu. " Terpaksa ngger " jawab Ki Lurah Branjangan " tetapi aku
sudah membagi tugas. Menyerahkan pimpinan kepada orangorang
yang pantas serta menitipkan kepada Ki Gede dan
Sekar Mirah. Apalagi Ki Waskita kebetulan juga berada di
Tanah Perdikan. " Agung Sedayu mengangguk-angguk. Tetapi ia telah
bertanya lagi " Apa yang memaksa Ki Lurah untuk
meninggalkan barak itu" "
" Persoalan yang sebenarnya adalah persoalan pribadi.
Orang tua Rara Wulan telah mengirimkan utusan ke Tanah
Perdikan untuk memanggil Rara Wulan pulang. Tetapi karena
Rara Wulan sebenarnya tidak berada di Tanah Perdikan,
maka aku memang menjadi agak kebingungan untuk
memberikan jawaban " sahut Ki Lurah.
" Untuk apa utusan itu mencari aku" " bertanya Rara
Wulan. " Bukankah wajar saja jika orang tua itu mencemaskan
keadaan anaknya. Apalagi seorang gadis" jawab Ki Lurah
Branjangan. Lalu katanya " Apalagi gadis itu pergi tanpa
seorangpun diantara keluarganya untuk menemaninya. "
" Tetapi hari itu juga kakek pergi ke Tanah Perdikan. Bukan
salah kami, karena kakek tidak memberitahukan kepergian
kakek. " " Aku memang tidak memberitahukan kepadamu. Jika
kalian pergi bersamaku, maka kalian tentu akan merasa
kecewa. Mungkin perjalananku terlalu lamban atau jalan yang
aku tempuh tidak sesuai dengan jalan yang kau kehendaki.
".berkata Ki Lurah. " Jadi bukan salahku jika aku pergi tanpa seorangpun
diantara keluargaku yang mengikuti aku " desis Rara Wulan.
" Apakah aku menyalahkanmu" " justru Ki Lurahlah yang
bertanya. Rara Wulan termangu-mangu. Namun iapun terdiam. Ki
Lurahlah yang kemudian berkata " Ada sesuatu yang penting
yang harus aku sampaikan kepadamu Wulan. "
" Apakah yang penting itu" " bertanya Rara Wulan sambil
memberengut. " " Kita akan berbicara sendiri " sahut Ki Lurah Branjangan "
persoalannya menyangkut persoalan pribadimu dalam
hubunganmu dengan keluargamu. Kedua orang tuamu melihat
bahwa kau telah menginjak usia dewasa. "
" Jika aku sudah dewasa, apa yang dikehendaki ayah dan
ibu" " bertanya Rara Wulan.
Ki Lurah Branjangan termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian Ki Lurah menjawab lagi ".Kita akan bicara sendiri. "
Rara Wulan memang tidak mendesak: Tetapi jantungnya
menjadi berdebar-debar. Ia mengerti apa yang dimaksudkan
oleh kakeknya. -Kedua orang tuanya tentu mulai membicarakan
tentang kemungkinan yang dapat diperlakukan atas
dirinya sebagai seorang gadis dewasa.
" Ayah dan ibu tentu berbicara dengan kakek tentang calon
seorang suami " geram Rara Wulan didalam hatinya.
Sebenarnyalah bukan hanya Rara Wulan sajalah yang
menjadi gelisah. Tetapi Glagah Putih juga menjadi gelisah.
Meskipun tidak berterus terang, tetapi Glagah Putih dapat
menangkap isyarat yang bergetar pada pembicaraan singkat
antara Ki Lurah Branjangan dengan Rara Wulan.
Glagah Putih sendiri tidak tahu pasti, perasaan apakah
yang berkembang didalam dirinya. Ia tidak mempunyai
sangkut paut dengan Rara Wulan selain berhubungan dengan
kelompok Gajah Liwung. Seandainya ada persoalan pribadi
dengan kelompoknya, maka ia sama sekali tidak
berkepentingan. Tetapi Glagah Putih justru ikut menjadi gelisah.
Ki Lurah Branjangan ternyata tidak berbicara lagi tentang
Rara Wulan. Tetapi ia mencoba ikut berbicara tentang
perkembangan yang terjadi dengan kehadiran sekelompok
orang yang juga mengaku bernama kelompok Gajah Liwung.
Selagi mereka sibuk berbicara tentang perkembangan
keadaan, maka dua orang anggauta Gajah Liwung telah
datang dengan tergesa-gesa. Wajah mereka menunjukkan
kecemasan, sementara keringat mereka membasahi seluruh
tubuh mereka. " Apa yang terjadi" " bertanya Sabungsari.
" Kami terlibat dalam perkelahian " jawab salah seorang
diantara keduanya. " Dengan siapa" " bertanya Glagah Putih pula.
" Tidak jelas. Tetapi aku kira mereka adalah orang-orang
yang mengaku dari kelompok Gajah Liwung. Kami tidak dapat
menahan diri karena sikap mereka. Namun ternyata jumlah
mereka cukup banyak sehingga kami telah menghindar. "
" Kalian langsung kembali kemari" " desak Sabungsari.
" Tidak. Kami sudah mengambil jalan melingkar " jawab
seorang diantara mereka. Sabungsari nampak tegang. Dengan nada rendah ia
berdesis " Apakah kau luput dari pengawasan mereka
sehingga mereka tidak mengikuti kalian atau setidak-tidaknya
mengawasi kalian sampai ketempat ini " "
Kedua orang itu termangu-mangu. Namun salah seorang
diantara mereka berkata " Mudah-mudahan tidak. Kami telah
mengambil arah yang kami harapkan dapat menyesatkan
mereka. Tetapi jumlah mereka memang cukup banyak.
Sabungsari memang nampak menjadi tegang. Tiba-tiba
saja ia berkata " Kita lihat keluar. Tidak lebih dari dua orang.
Aku dan Glagah Putih. " .
Glagah Putihpun tidak menunggu lagi. Ketika Sabungsari
bangkit dan melangkah dengan cepat keluar, maka Glagah
Putihpun telah keluar pula dan turun ke halaman.
Keduanya tidak keluar dari regol alaman. Tetapi seorang
pergi ke butulan sebelah kiri dan ang lain kesebelah kanan.
Glagah Putih yang melihat kesebelah kanan, tidak melihat
sesuatu yang mencurigakan. Disebelah kanan adalah
halaman samping rumah tetangga yang lain. Namun di
halaman itu tidak nampak seorangpun.
Sementara itu, Sabungsari yang melihat keluar lewat
butulan sebelah kiri yang menghadap kesebuah lorong kecil
telah melihat seorang yang tiba-tiba saja melarikan diri
demikian Sabungsari muncul dari pintu butulan.
Jarak orang itu agak terlalu jauh bagi Sabungsari untuk
mengejarnya. Meskipun ia mencobanya, namun orang itu
segera menghilang meloncati dinding halaman.
Sabungsari tidak meloncat masuk. Jika ia melakukannya,
mungkin akan timbul persoalan dengan pemilik halaman
rumah itu. Apalagi jika orang itu tahu bahwa ia tinggal dirumah
sebelah. Namun dengan demikian maka Sabungsari menyadari,
bahwa dua orang kawannya yang menghindari dari
perkelahian itu telah diikuti oleh seseorang. Mungkin kawan
dari orang-orang yang berkelahi itu, sehingga dengan
demikian maka Sabungsari harus menjadi lebih berhati-hati.
Tetapi sebenarnyalah, bahwa ada beberapa orang yang
mengamati rumah Suratama yang dipergunakan untuk sarang
kelompok Gajah Liwung itu. Seorang yang dilihat oleh
Sabungsari memang telah melarikan diri. Namun iapun segera
menemui kawannya yang lain, yang mengamati rumah itu dari
arah yang berbeda. " Ada beberapa orang tinggal dirumah itu " desis orang
yang dilihat oleh Sabungsari.
" Ya " jawab yang lain " nampaknya rumah itu memang
sarang sekelompok anak-anak muda. Tetapi jelas bukan dari
Sidat Macan yang hampir menjadi jera. Bukan pula dari
Macan Putih yang masih harus ditundukkan dan tentu bukan
kelompok Klabang Ireng yang sudah semakin ketakutan. "
" Mungkin kelompok Gajah Liwung. Kelompok yang paling
sulit diikuti jejaknya serta ditundukkan. " sahut yang lain. Lalu
katanya " Namun akhirnya kita menemukan juga sarangnya.
Kita harus menghancurkannya sampai lumat. Mereka pernah
datang dan mengoyak seisi perkampungan kita dibukit itu. "
" Tetapi mereka tidak berani datang lagi. Mereka sekarang
lebih banyak berdiam diri setelah mereka tahu kekuatan kita
yang sebenarnya. Karena itu, maka kita harus membalas sakit
hati kita sehingga kita akan dapat berkata kepada mereka,
bahwa kitalah kelompok yang pantas menyebut diri kelompok
Gajah Liwung. " berkata kawannya.
" Ya. Mereka telah menyakiti hati kita. Bahkan membunuh
beberapa orang kawan kita. Yang lain tertangkap dan
terpaksa mengakui beberapa kenyataan kita. Sehingga kita
terusir dari perkampungan yang telah kita bangun. " desis
yang lain. " Dendam kita tidak akan kita lupakan. " berkata kawannya.
" Mudah-mudahan kita tidak salah. "
Sementara itu, seorang yang lain meyakinkan bahwa
rumah itu adalah sarang kelompok yang menyebut dirinya
Gajah Liwung. " Seseorang melihat ciri itu nampak di dinding pringgitan "
berkata orang itu. ". Bagaimana dapat melihatnya" Dan siapakah orang itu" "
bertanya kawannya. Orang itu tersenyum sambil mengangkat dadanya. Katanya
" Aku telah mengupah seorang penjual dawet untuk masuk ke
halaman itu. Aku berpesan agar ia melihat-lihat keadaan di
rumah itu. Mungkin ada ciri-ciri yang dapat diketahuinya.
Ternyata ia tanggap akan maksudku, Ia melihat di pringgitan
sebuah gambar kepala seekor Gajah. Tidak terlalu besar.
Tetapi gambar itu dilihatnya dengan jelas. "
" Kapan hal itu kau lakukan" " desak kawannya.
" Baru saja " jawab orang itu.
" Aku baru saja dikejar oleh seorang diantara mereka yang
tiba-tiba saja muncul dari butulan dinding halaman rumahnya "
berkata kawannya yang telah dilihat oleh Sabungsari.
Orang yang mendapatkan keterangan dari penjual dawet
itu tertawa. Katanya " Aku adalah seorang yang mampu
menyaingi prajurit sandi dari Mataram. Nah, bukankah kita
sudah mendapat keterangan lengkap" Malam ini kita akan
menghancurkan kelompok yang pernah membakar dendam
dijantung kita itu. Kelompok yang" merasa berhak
mempergunakan nama kelompok Gajah Liwung. "
" Kita tidak tergesa-gesa. Tetapi kita harus mendapat
leterangan yang lebih jelas tentang kelompok itu. " jerkata
yang lain. " Bukankah sudah jelas. Ciri itu memang tidak dapat iilihat
dari luar. Hanya orang yang memasuki halaman dan
nendekati pringgitan sajalah yang dapat melihatnya. Nah,
penjual dawet pikul itu sempat menawarkan dawetnya iepada
orang-orang yang ada di pendapa. "
Kawan-kawannya mengerutkan keningnya. Seorang
diantara mereka justru bertanya " Apakah masih ada orang
jual dawet pikul disaat menjelang senja begini" "
" Penjual dawet itu memang sudah akan pulang. Tetapi
masih ada sisa dagangannya yang dapat dipergunakan
sebagai alasan memasuki halaman rumah itu " jawab orang
yang telah mengupah penjual dawet itu.
" Baiklah. Kita akan melaporkan kenyataan ini " berkata
seorang diantara mereka. Tetapi orang yang mengupah penjual dawet itu berkata "
Kita akan melaporkannya. Tetapi kita dapat mengusulkan,
agar kita dapat segera bertindak. Jika terlambat, maka kita
akan kehilangan mereka lagi. Dendam kita akan terkubur
dengan kelengahan dan kelambatan kita, sehingga kita akan
menjadi sangat kecewa tanpa berkeputusan. "
" Aku sependapat " sahut orang yang telah dilihat oleh
Sabungsari " Seorang diantara mereka telah melihat aku
berada diluar dinding rumah mereka disebelah lorong kecil.
Hal itu akan dapat menjadi alasan bagi mereka untuk berhatihati.


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" " Baik " berkata yang lain " seorang dari kita akan
mengawasi rumah itu dari kejauhan, apakah para
penghuninya meninggalkan rumah itu atau tidak. Yang lain
akan kembali dan mengusulkan agar malam ini juga rumah itu
dihancurkan dengan seluruh penghuninya. Jangan sampai
kehilangan kesempatan lagi. Jika prajurit Mataram mencium
rencana ini, mereka akan mendahului kita, karena nampaknya
prajurit Mataram telah meningkatkan usaha mereka untuk
menghancurkan kita. "
Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Seorang diantara
mereka berkata " Aku akan mengawasi mereka. Hubungi aku
jika kalian telah mendapatkan satu kesepakatan untuk
bertindak. Aku akan berada di sekitar rumah itu. Mungkin
justru di kebun tetangganya. Jika kalian telah bersiap, maka
kalian akan memberikan isyarat. Yang paling baik adalah
dengan panah sendaren. "
" Tetapi mereka akan mendengar pula isyarat itu " sahut
kawannya. " Tidak apa. Demikian isyarat itu naik, maka kalian harus
segera mengepung rumah itu. Kecuali jika kalian tidak berniat
untuk menyelesaikan orang-orang itu malam ini dan besok kita
akan menyesali kelambatan kita " berkata orang yang akan
tinggal itu. " Bagaimana jika mereka telah meninggalkan rumah itu" "
bertanya yang lain. " Aku akan berada di regol padukuhan ini. Karena itu, maka
sebelum kalian memberikan isyarat dengan panah sen-daren,
seorang diantara kalian akan melihat, apakah aku ada di regol
atau tidak. Jika aku ada diregol, maka semua rencana akan
dibatalkan, karena orang-orang itu telah pergi. Tetapi jika aku
tidak ada di regol, maka isyarat itu dapat diterbangkan. Orangorang
kita akan memasuki padukuhan dari segala arah dan
langsung mengepung rumah itu. Demikian mereka sadar akan
suara panah sendaren, maka rumah itu sudah terkepung. Kita
akan menyelesaikan orang-orang yang ada di dalam rumah itu
dengan cepat, kemudian meninggalkan rumah itu sebelum
prajurit Mataram berdatangan. "
Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Seorang diantara
mereka berkata " Kami akan pulang segera. Sebelum tengah
malam, semuanya akan bersiap. Jika rencana ini gagal, maka
kami justru akan melontarkan tiga anak panah sendaren
berturut-turut, sehingga kau dapat meninggalkan
persembunyianmu. " " Kalian harus bersiap jauh sebelum tengah malam "
berkata orang yang bersedia mengawasi rumah itu.
Orang-orang itu masih berbincang beberapa saat untuk
membicarakan beberapa panggilan, sandi. Kemudian merekapun
telah meninggalkan padukuhan dihadapan mereka,
kecuali seorang yang akan mengawasi rumah yang
dipergunakan oleh kelompok Gajah Liwung itu.
Dalam pada itu, ketika senja kemudian turun, maka
dipendapa rumah Suratama itupun telah dinyalakan lampu
minyak. Sebuah oncor kecil berada diregol, sedangkan
beberapa lampu yatsg lain menyala di beberapa bagian rumah
itu. Namun seisi rumah itu tidak menyadari, bahwa seseorang
tengah mengawasi rumah itu dari jarak yang agak jauh.
jNamun sekali-sekali orang itu mendekat lewat kebun disebelah
rumah Suratama untuk melihat, apakah rumah itu menjadi
kosong sama sekali atau tidak.
Disela-sela tanaman perdu orang itu merangkak-rangkak
menuju dan kemudian meninggalkan dinding halaman
samping rumah Suratama. Namun sebenarnyalah bahwa seisi rumah itu telah menjadi
semakin berhati-hati menghadapi perkembangan keadaan
setelah Sabungsari melihat seseorang yang nampaknya
memang sedang mengintai rumah itu.
" Kita harus berjaga-jaga " berkata Sabungsari " kita akan
bergantian mengamati keadaan. Setiap kali dua orang."
Tidak ada yang mengelak. Bahkan Rara Wulanpun
mendapat tugas sebagaimana yang lain-lain. Namun Rara
Wulan ternyata mendapat tugas yang pertama. Demikian
malam turun, maka Rara Wulan dan Mandira bertugas
mengamati keadaan di rumah itu. Rara Wulan bertugas di
halaman depan sedangkan Mandira bertugas dibelakang dan
halaman samping. Mereka akan bertugas sampai saat sirep orang. Kemudian
tugas itu akan diambil alih dua orang yang lain.
Namun dalam pada itu, Sabungsari dan Glagah Putih
ternyata tidak melepaskan mereka begitu saja. Terutama Rara
Wulan. Meskipun kemampuan Rara Wulan telah berkembang
semakin tinggi, namun bagi Sabungsari dan Glagah Putih,
kemampuan Rara Wulan masih harus semakin ditingkatkan
lagi. Ketika Sabungsari dan Glagah Putih berada di samping
rumah itu, maka mereka telah memperhatikan keadaan
dengan seksama. Dengan ketajaman indera mereka, maka
mereka mengetahui, bahwa seseorang tengah mengamati
rumah mereka. Namun Sabungsari dan Glagah Putih tidak tergesa-gesa
berbuat sesuatu. Menurut perhitungan mereka, orang itu tentu
orang yang berilmu tinggi. Jika Sabungsari dan Glagah Putih
mengejar mereka, maka akan dapat menimbulkan persoalan
tersendiri dengan orang-orang di padukuhan itu. Orang-orang
padukuhan itu akan terbangun dan bahkan akan dapat
menimbulkan kegelisahan. Sabungsari dan Glagah Putih sama sekali tidak menduga,
bahwa sekelompok orang-orang yang kasar justru akan
menyerang rumah itu. Bahkan siap untuk menghancurkannya
tanpa memperhitungkan kemungkinan buruk bagi seisi
padukuhan itu. Namun kehadiran orang itu telah membuat Sabungsari dan
Glagah Putih berhati-hati.
Karena itu, maka Sabungsari dan Glagah Putih telah
menghubungi kawan-kawannya agar mereka tidak terlalu
cepat tidur meskipun mereka sedang tidak bertugas.
" Biarlah tamu-tamu kita tidak terganggu. " berkata
Sabungsari. Malam itu, Agung Sedayu, Ki Jayaraga dan justru juga Ki
Lurah Branjangan berada dirumah itu. Ki Lurah ternyata lebih
senang berada dirumah itu daripada pulang kerumahnya
sendiri. Ia masih harus berbicara dengan Rara Wulan sendiri.
Tetapi Ki Lurah ternyata memilih waktu yang dianggapnya
paling baik, justru setelah Rara Wulan bertugas diseperempat
malam yang pertama. Sebagai orang yang dibebani tanggung jawab oleh kedua
orang tua Rara Wulan, maka Ki Lurah memang merasa bahwa
Rara Wulan benar-benar harus mendapat perhatiannya.
Apalagi kesenangan Rara Wulan bertualang adalah bukan
kesenangan wajar dari seorang gadis.
Namun sementara itu, kelompok yang juga menyebut
dirinya Gajah Liwung ternyata telah mempersiapkan diri untuk
menghancurkan seisi rumah itu. Dendam mereka menyala
sampai keubun-ubun. Perkelahian yang terjadi disiang
harinya, telah menuntun mereka menemukan sarang
sekelompok orang yang pernah mengoyak barak-barak
mereka dibukit kecil disebelah hutan , sehingga mereka harus
menyusun kembali barak-barak baru di tempat yang lain.
Ternyata para pemimpin kelompok yang juga menyebut
dirinya Gajah Liwung itu sependapat dengan anggautaanggautanya
yang berhasil menemukan rumah kelompok
yang lain yang juga bernama Gajah Liwung. Mereka tidak mau
kehilangan kesempatan untuk melepaskan dendam yang
bagaikan membakar jantung.
Karena itu, demikian para pemimpin kelompok itu
mendapat laporan terperinci, maka merekapun telah
memanggil semua anggautanya. Semua anggauta Gajah
Liwung telah mendapat perintah untuk benar-benar tanpa
belas kasihan menghancurkan rumah seisinya. " Seorang dari
antara kita mati, maka lima orang diantara mereka harus
terbunuh. Ampat orang diantara kita terbunuh, maka duapuluh
orang diantara mereka harus mati. " berkata pemimpin
tertinggi dari kelompok yang menyebut dirinya kelompok
Gajah Liwung itu. Demikian mereka bersiap, maka pemimpin merekapun
segera memerintahkan mereka berangkat. Orang-orang yang
datang sebelum senja itu telah memberikan beberapa
petunjuk arah bagi kelompok Gajah Liwung yang besar itu.
Ampat orang yang dianggap paling berpengaruh telah
mendapat tugas untuk memimpin anggauta-anggautanya yang
akan mengepung rumah yang akan menjadi sasaran itu dari
ampat arah. Mereka akan berhenti sejenak diluar padukuhan.
Jika kawannya yang tinggal untuk mengawasi rumah itu tidak
ada diregol, maka mereka akan dengan cepat menaikkan
isyarat, sehingga anggauta kelompok yang menyebut dirinya
Gajah Liwung itu akan dengan serentak memasuki padukuhan
itu dari ampat arah. ' " Persetan dengan orang-orang padukuhan " berkata
pemimpin tertinggi dari kelompok itu " jika orang-orang
padukuhan itu ikut campur maka merekapun akan mengalami
nasib yang buruk. " Ketika segala persiapan telah mapan, maka orang-orang
dari kelompok yang mengaku kelompok Gajah Liwung itupun
segera berangkat. Mereka mendekati padukuhan itu dari
ampat arah. Mereka akan dengan cepat memasuki padukuhan
itu jika isyarat telah naik.
Seperti yang direncanakan, maka orang-orang dari
kelompok itu telah berada diampat arah dari padukuhan itu.
Seorang diantara mereka yang disiang harinya telah
mendekati rumah yang dipergunakan oleh kelompok Gajah
Liwung itu telah mendekati regol padukuhan yang menjadi
semakin sepi. Ternyata bahwa orang yang tinggal untuk mengawasi
rumah itu tidak ada di regol. Karena itu, orang-orang yang
mengaku dari kelompok Gajah Liwung itupun segera
mempersiapkan diri untuk memasuki padukuhan itu, demikian
isyarat panah sendaren itu naik.
Ketika segala persiapan telah dilakukan, maka pemimpin
tertinggi dari kelompok yang juga mengaku bernama Gajah
Liwung itu telah memerintahkan untuk menaikkan isyarat,
panah sendaren. Demikianlah, maka sejenak kemudian seorang dari antara
anggauta dari kelompok yang menyebut dirinya Gajah Liwung
itu telah melontarkan panah sendaren keudara.
Suaranya melengking mengkoyak sepinya malam,
berputaran menggetarkan udara diatas padukuhan itu,
sehingga seluruh padukuhan yang cukup besar serta
disekitarnya dapat mendengarkannya.
Para anggauta kelompok yang menyebut dirinya Gajah
Liwung itupun telah mendengar lengking panah sendaren itu.
Karena itu, maka orang-orang yang dipercaya' untuk
memimpin kawan-kawannya diempat jurusan telah
meneriakkan aba-aba untuk menyerbu memasuki padukuhan
itu, serta menempatkan diri sebagaimana telah diperintahkan.
Ternyata orang-orang dari kelompok yang mengaku
bernama Gajah Liwung itu mampu bergerak dengan cepat.
Dalam waktu yang singkat, mereka telah menempatkan diri
sesuai dengan rencana. Namun kehadiran mereka memang mengejutkan orangorang
padukuhan itu. Tetapi dengan garang orang-orang dari
kelompok yang menamakan diri kelompok Gajah Liwung itu
telah berteriak-teriak dan menakut-nakuti orang-orang
padukuhan untuk tidak keluar dari rumah.
" Siapa yang keluar dari regol halaman dan kemudian
terpenggal lehernya, adalah tanggung jawab mereka sendiri "
teriak orang-orang itu. Karena itu, maka orang-orang padukuhan yang telah keluar
dari pintu rumahnya, sama sekali tidak berani turun ke
halaman apalagi keluar dari regol. Mereka justru telah kembali
masuk dan menyelarak pintu rumah mereka serapat-rapatnya.
Untuk beberapa saat orang-orang yang mengepung rumah
Suratama itu menunggu. Mereka berharap bahwa seorang
diantara mereka yang mengamati rumah itu segera
menghubungi mereka untuk menyusun rencana selanjutnya.
Pemimpin kelompok yang menyebut kelompoknya Gajah
Liwung itu masih memerlukan beberapa keterangan dari orang
itu. Tetapi untuk beberapa lama orang-orang dari kelompok
yang mengaku bernama Gajah Liwung itu menunggu, namun
orang itu tidak segera datang memberikan laporan.
Dengan geram pemimpin kelompok itu telah menghubungi
keempat orang yang memimpin bagian-bagian dari kelompok
yang mendekat dari ampat arah. Tetapi tidak seorangpun
diantara mereka yang dihubungi oleh orang yang tinggal untuk
mengawasi rumah yang akan menjadi sasaran serangan
mereka itu. Karena itu, maka pemimpin kelompok itu tidak sabar lagi.
Iapun segera membawa dua orang kepercayaannya untuk
melihat sendiri, apa yang ada didalam rumah itu.
Ketika mereka mendekat dan memanjat dinding halaman
samping mereka memang menjadi termangu-mangu. Mereka
tidak melihat seorangpun di halaman rumah itu. Lampu
memang menyala di pendapa. Beberapa lagi di sudut-sudut
rumah dan sebuah oncor diregol. Namun rumah itu
nampaknya sepi sekali. " Lihat " perintah pemimpin kelompok itu kepada seorang
diantara kedua orang kepercayaannya itu. " Apa yang ada
dirumah itu. Apakah rumah itu memang kosong, atau mereka
telah membangun satu jebakan. "
" Tetapi darimana mereka tahu bahwa kita akan datang" "
bertanya kepercayaannya itu.
" Tetapi coba, lihat sajalah " perintah pemimpin kelompok
itu. Demikianlah, maka sejenak kemudian, orang itupun telah
meloncat turun ke halaman dibayangan kegelapan dedaunan.
Sementara itu pemimpinnya berpesan " Hati-hati."
Orang itu segera menyusup diantara gerumbul-gerumbul
perdu, mendekati dinding rumah yang nampak sepi itu.
Sebenarnyalah, tidak terdengar suara apapun. Tidak pula


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terdengar tarikan nafas orang yang sedang tidur. Sementara
pintu-pintu tertutup rapat.
Dengan hati-hati orang itu telah pergi keseketeng. Ternyata
longkanganpun nampak sepi sekali. Bahkan orang itu telah
memberanikan diri memasuki longkangan dan kemudian
menyentuh pintu butulan. Ternyata pintu itu terbuka. Dengan hati-hati orang itu
memperhatikan keadaan disekelilingnya. Namun iapun
kemudian yakin, bahwa rumah itu ternyata kosong. Karena itu,
maka ia memberanikan diri masuk lebih dalam lagi. Melihat
sebuah bilik yang juga terbuka.
Tidak ada orang. Tidak pula terdengar suara apapun juga.
Ketika orang itu menjadi semakin berani dan melihat seisi
rumah itu, ia sama sekali tidak menemukan seorangpun.
Namun justru karena itu,, maka ia merasa wajib untuk
dengan segera melaporkan keadaan itu.
Pemimpin kelompok yang menyebut dirinya kelompok
Gajah Liwung itu menggeram. Dengan suara bergetar ia
berkata " Agaknya iblis-iblis itu mengetahui bahwa kita akan
datang. Karena itu, maka kita dapat menduga bahwa kawan
kita yang tinggal itu justru telah tertangkap. "
Kedua orang kepercayaannya itupun mengangguk-angguk.
Namun pemimpin kelompok itu akhirnya berkata dengan
lantang " Kita akan memasuki halaman itu. "
Semua orangpun telah dipersiapkan. Ampat orang
diperintahkan untuk menghubungi mereka yang datang dari
arah yang berbeda. Jika terdengar panah sendaren, maka
seluruh anggauta kelompok itu akan memasuki halaman lewat
regol, pintu-pintu butulan di dinding halaman, bahkan
meloncati dinding dari semua arah.
Sejenak kemudian, maka semuanya telah bersiap.
Pemimpin kelompok itupun kemudian telah memerintahkan
untuk melepaskan anak panah sendaren. Sekali lagi diatas
padukuhan itu terdengar anak panah sendaren bergaung
menggetarkan udara. Serentak orang-orang yang mengepung halaman itupun
telah bergerak. Dengan cepat mereka telah berada di segala
sudut halaman. Beberapa orang telah memecahkan pintupintu
rumah itu dan masuk kedalamnya.
Sebenarnyalah rumah itu telah kosong. Tidak seorang-pun
berada dirumah itu. Dari serambi yang paling belakang,
sampai kependapa, mereka tidak menemukan bukan saja
seseorang, tetapi rumah itu seakan-akan memang sebuah
rumah yang kosong dan tidak berpenghuni.
Kemarahan orang-orang yang menyebut diri mereka dari
kelompok Gajah Liwung itu menjadi semakin bergelora
didalam dada mereka. Apa yang ada didalam rumah itupun
telah dihancurkan oleh mereka. Bahkan kemudian seseorang
telah dengan sengaja memukul lampu minyak diatas ajugajug.
Lampu minyak itupun kemudian terjatuh. Minyaknya
tumpah dan mengalir menggapai dinding.
Maka api lampu minyak itupun telah mengalir pula. Dinding
bambu yang basah oleh minyak itupun terbakar. Semakin
lama semakin besar. Bambu yang kering itu demikian cepat
membawa api menjalar sampai ke atap.
Sejenak kemudian, maka rumah itupun mulai terbakar.
Dindingnya, atapnya dan menjalar kemana-mana.
Orang-orang padukuhan itupun mulai mengintip dari pintupintu
samping yang sedikit terbuka. Mereka melihat, apa yang
menjilat keudara seakan-akan menggapai langit. Tetapi
mereka sama sekali tidak berani keluar dari rumah mereka.
Mereka sadar, bahwa bencana memang sedang terjadi.
Rumah terbakar. Namun tidak seorangpun yang berani
berbuat sesuatu, apalagi berusaha untuk memadamkan api
yang berkobar. Mereka yang tinggal disebelah-menyebelah memang harus
berhati-hati. Untunglah bahwa halaman-halaman dipadukuhan
itu termasuk luas, sehingga jarak antara rumah yang satu dan
yang lainpun cukup jauh, sehingga api tidak mudah menjilat.
Namun dalam pada itu, beberapa orang sempat melihat
dari luar padukuhan, api yang menjilat tinggi. "Demikian
mereka yakin bahwa rumah yang terbakar itu adalah rumah
Suratama, maka Suratama seakan-akan telah kehilangan
kendali. Hampir diluar sadarnya ia telah meloncat mencekik
orang yang telah berhasil ditangkap oleh Sabungsari dan
Glagah Putih karena orang itu berkeliaran di dekat rumah
yang dipergunakan sebagai sarang kelompok Gajah Liwung.
Buku 264 TETAPI untunglah bahwa beberapa orang telah berhasil
mencegahnya. " Kita masih memerlukan orang ini"berkata Sabungsari.
" Kawan-kawannya telah membakar rumahku " geram
Suratama. " Kita akan membuat perhitungan. Tetapi tidak sekedar
dengan orang ini. Tetapi dengan seluruh kelompok yang
menamakan diri kelompok Gajah Liwung itu. "
Suratama melepaskan tangannya. Tetapi giginya masih
gemeretak menahan kemarahan yang menghentak-hentak
didada-nya. " Mereka membakar rumah kita. Kitapun akan melakukan
hal yang sama. " geram Glagah Putih.
" Tetapi kita harus ingat pesan yang harus kita emban "
berkata Sabungsari kemudian.
Glagah Putih memang terdiam. Tetapi Naratama berkata"
Dalam keadaan yang tidak teratur, maka kemungkinan lain
akan dapat terjadi dan dapat dimengerti. "
Sabungsari menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia
sebenarnya juga sependapat, bahwa dakam keadaan khusus,
maka pesan Ki Wirayuda itu. tentu akan diperlonggar. Apalagi
jika kelompok itu tidak meninggalkan bekas, karena yang akan
dihadapi juga kelompok yang menyebut dirinya Gajah Liwung.
Demikianlah, maka sejenak kemudian, maka orang-orang
dari kelompok Gajah Liwung itu justru telah meninggalkan
padukuhan itu. Mereka telah memaksa orang yang ternyata
telah tertangkap itu untuk mengikut dan bahkan menjadi
penunjuk jalan. " Kalian tentu sudah tidak berada di bukit kecil disebelah
hutan itu. " geram Suratama.
Orang itu tidak menjawab. Tetapi ia berjalan terus
menyusuri bulak-bulak panjang dalam gelapnya malam.
Mereka memang tidak menuju ke bukit kecil disebelah
hutan itu. Tetapi mereka telah menuju ke lereng yang tidak
terlalu dalam, namun jarang sekali di sentuh kaki. Mereka
masih mengikuti aliran sebuah sungai yang tidak begitu besar,
menembus gerumbul-gerumbul perdu.
Ketika orang itu berhenti, maka Suratama telah menggapai
rambutnya sambil menggeram " Kau akan menjerumuskan
kami" " Orang itu tidak segera menjawab. Sementara itu, tangan
orang itu telah terpilin kebelakang.
" Baik. Baik. Aku akan mengatakannya. " desis orang itu.
" Apa yang akan kau katakan" " geram orang itu.
Orang yang dapat dianggap oleh Sabungsari dan Glagah
Putih itupun termangu-mangu. Namun kemudian katanya "
Aku ingin menasehatkan agar kalian tidak pergi ke sarang
kami. " Kenapa" " bertanya Sabungsari.
" Jumlah kalian sama sekali tidak memadai. Jumlah kami
jauh berlipat dari jumlah kalian " berkata orang itu " jika kalian
datang ke sarang kami, maka yang akan terjadi adalah
bencana bagi kalian. "
"Jangan mencoba menakut-nakuti kami"bentak Naratama
"Kalian telah membakar rumah kami. Kalian sangka bahwa
kami tidak dapat membakar rumah kalian" "
" Seperti aku katakan, kalian, sejumlah ini, tidak akan
banyak berarti bagi kelompok Gajah Liwung. "
Kata-kata orang itu terputus. Suratama telah menampar
mulut orang itu sambil membentak "Jangan menghina kami.
Kami pernah menghancurkan sarang kalian ketika kalian
masih berada di sekitar bukit kecil itu. "
" Waktu itu kami tidak dalam kekuatan penuh " berkata
orang itu setelah berdesis menahan sakit " Saat ini semua
anggauta kelompok Gajah Liwung sedang berkumpul. "
" Tutup mulutmu " bentak Rumeksa " cepat, tunjukkan
sarangmu. Jangan dengan sengaja mengulur waktu agar
kawan-kawanmu sempat kembali ke sarangmu. Jika demikian,
maka justru bencana yang sangat mengerikan akan terjadi
pada kelompok kalian. Semakin banyak kalian berkumpul,
maka akan semakin banyak pula anggauta kalian yang
terbunuh. " Wajah orang itu menegang. Tetapi tangan Suratama telah
menarik tangan yang terpilin itu, sehingga orang itu mengaduh
kesakitan. " Berjalanlah. Atau tanganmu patah sebelah " ancam
Suratama. Orang itu tidak dapat berbuat lain. Iapun melangkah lagi.
Namun ia masih juga berkata " Aku telah mencoba
memperingatkan kalian. Jangan bermain-main dengan
kelompok Gajah Liwung, kalian akan menyesal. Orang-orang
dari kelompok Gajah Liwung tidak pernah ragu-ragu bertindak.
Aku tidak menakut-nakuti, aku justru berusaha mencegah
bencana bagi kelompok kecilmu ini. "
" Terima kasih " Sabungsarilah yang menjawab. Hampir
saja tangan Rumeksa telah terayun lagi. Tetapi ia justru
terkejut mendengar Sabungsari yang mengucapkan terima
kasih. Namun karena itu, maka Rumeksa telah mengurungkan
niatnya untuk memukul orang yang baginya sangaj
menjengkelkan itu. Sementara itu, Sabungsaripun telah
berkata selanjutnya " Marilah. Kita secepatnya mencapai
sarang kelompok yang menyebut dirinya kelompok Gajah
Liwung ini. " Suratamapun kemudian telah mendorong orang itu.
Sementara ia masih tetap memilin tangannya agar orang itu
tidak berbuat sesuatu yang tidak dikehendaki. "
Beberapa saat mereka menelusuri tebing sungai. Ternyata
sarangnya yang dibuat kemudian setelah sarangnya yang
terdahulu di bukit kecil diketahui orang lain, tidak kalah
tersembunyi dari yang terdahulu.
Namun akhirnya, ketika mereka naik ke tanggul, dihamparan
hutan perdu, mereka melihat bangunan-bangunan
sederhana yang terbuat dari bambu dan ilalang, menebar di
sela-sela gerumbul-gerumbul liar.
" Inilah sarang mereka " desis Mandira " kita tidak
mempunyai waktu lagi. Kita akan melakukan hal yang sama
dengan yang telah dilakukan oleh orang-orang liar itu. "
Orang yang dapat ditangkap oleh Sabungsari itu menjadi
sangat gelisah. Namun ia masih berkata " Tetapi berhatihatilah.
Orang yang tersisa dan berjaga-jaga di perkemahan
kami masih lebih banyak dari jumlah kalian. "
" Aku tahu " jawab Mandira " tetapi kami sudah siap
membinasakan mereka. "
Orang-orang dari kelompok Gajah Liwung yang sebenarnya
itu telah merayap mendekat. Sementara itu, Sabungsari
berkata kepada Ki Lurah Branjangan, Ki Jayaraga dan Agung
Sedayu " Tinggallah disini. Kami akan menyelesaikan orangorang
itu. " Ki Lurah tersenyum. Katanya"Silahkan.Tetapikami takut
ditinggal disini berjaga. Kami akan ikut. "
Sabungsari masih sempat tertawa mendengar jawaban Ki
Lurah Branjangan. Bahkan ia berkata"Bukankah kami sudah
mempersilahkan Ki Lurah, Ki Jayaraga dan Kakang Agung
Sedayu untuk kembali saja kerumah Ki Lurah" Disana Ki
Lurah tentu sempat minum wedang sere hangat dengan gula
aren. Ketela rebus dan tidak menjadi ketakutan seperti disini. "
Mandira menjadi semakin heran. Sabungsari masih sempat
bergurau dengan Ki Lurah Branjangan, sementara dihadapan
, mereka terdapat perkemahan orang-orang yang telah
membakar tempat tinggal mereka.
Namun Sabungsaripun telah memerintahkan orangorangnya
menebar. Sementara itu, tawanan merekapun telah
diikat erat-erat kaki dan tangannya, sementara mulutnya telah
disumbat pula. Tali pengikat tangannya telah ditambatkan pula
pada sebatang pohon yang cukup kuat yang tumbuh diantara
gerumbul-gerumbul perdu. Sebelum mulutnya disumbat orang itu sempat berkata "
Jangan tinggalkan aku disini. Disini banyak sekali ular
berbisa." " Ular-ular itu tidak akan mau menyentuh kakimu. Darahmu
adalah darah yang penuh noda-noda karena dosamu " jawab
Pranawa " tetapi mungkin ular itu datang khusus untuk
membunuhmu. " " Biarlah aku ikut kalian. " minta orang itu. Tetapi mulutnya
justru segera disumbat. Namun dalam pada itu, Suratama masih berkata "
Ketahuilah, Jika kami menghancurkan perkemahanmu, sama
sekali bukan salah kami. Ketika kami ketahui dari mulutmu
bahwa kawan-kawanmu akan datang menyerang sarang kami,
maka kami sudah menghindar. Kami tidak mau membenturkan
diri melawan kalian, karena dengan demikian tentu akan jauh
banyak sekali korban. Bahkan mungkin kematian diantara
kalian. Tetapi usaha untuk menghindari kekerasan ini kalian
salah artikan. Kalian tentu mengira bahwa kami telah
melarikan diri sehingga kalian telah membakar rumah kami. "
Orang yang telah disumbat mulutnya itu nampaknya masih
akan menjawab. Tetapi suaranya tidak lagi dapat dimengerti.
Demikianlah, maka sekelompok orang yang semula
menamakan diri dengan kelompok Gajah Liwung itu telah
mendekati perkemahan dengan sangat berhati-hati. Mereka
yang menjadi sangat marah itu tidak mempunyai
pertimbangan lain kecuali membalas tindakan orang-orang
yang juga menamakan diri Gajah Liwung itu.
Ki Lurang Branjangan, Ki Jayaraga dan Agung Sedayu
memang sudah tidak mampu lagi mencegah mereka. Apalagi
Suratama dan Naratama. Darah mereka bagaikan telah
mendidih dipanasi oleh api yang membakar rumah mereka itu.
Sabungsari yang memimpin kelompok itu memang. tidak
ingin mengecewakan anggota-anggotanya. Meskipun tidak
semua gejolak dihati para anggotanya harus diikutinya, namun
dalam keadaan yang paling gawat seperti saat itu Sabungsari
merasa berkewajiban untuk membesarkan liati anggotaanggotanya.


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara Glagah Putih nampaknya juga telah
tersinggung oleh tingkah laku orang-orang yang juga mengaku
dari kelompok Gajah Liwung itu.
Beberapa saat kemudian, maka delapan orang anggota
Gajah Liwung bersama ketiga orang tamu mereka telah
semakin mendekati perkemahan. Beberapa buah barak-barak
sederhana berdiri berjajar. Dari dalam barak-barak itu nampak
lampu menyala agak redup.
Ternyata bahwa masih juga ada beberapa orang yang
tinggal diperkemahan itu. Namun nampaknya mereka menjadi
lengah. Mereka merasa bahwa tempat mereka cukup terpencil
dan jauh dari padukuhan. Tempat yang jarang sekali disentuh
oleh kaki manusia. Ketika orang-orang yang mendekati barak-barak
perkemahan itu yakin bahwa tidak banyak orang yang tinggal,
maka Suratama dan Naratama nampaknya tidak dapat
menahan diri lagi. Mereka langsung membuat api dengan
titikan dan emput aren. Dengan dimik belerang mereka
membuat nyala api. Kedua orang itu ternyata bergerak begitu cepat didorong
oleh kemarahan yang menghentak-hentak didalam dada
mereka. Naratama dan Suratama tidak telaten untuk membakar
mulai dari dinding bambunya. Meskipun dinding bambu itu
kering dan mudah terbakar. Tetapi Naratama dengan
tangkasnya meloncat dan berdiri di pundak Suratama. Dengan
dimik belerang, maka Natarama langsung menyulut atap
ilalang barak-barak itu. Atap ilalang kering.
Karena itu, maka dengan cepat apipun menjalar. Tanpa
peringatan atas orang-orang yang masih tinggal di barak itu.
Api itu memang mengejutkan. Orang-orang yang ada di
barak itu sama sekali tidak mengetahui bahwa ada orang lain
yang datang dan bahkan membakar gubug-gubug mereka.
Beberapa orangpun segera berlari keluar. Mereka
berteriak-teriak memanggil kawan-kawan mereka. Namun
dalam pada itu gubug yang lainpun telah terbakar pula.
" Keluarkan barang-barang berharga " teriak seseorang.
Beberapa orang yang ada di perkemahan itu menuju
kesebuah barak ditengah-tengah barak yang lain, mereka
kemudian dengan tergesa-gesa telah mengeluarkan beberapa
buah peti kayu yang ada didalam barak itu dan meletakkannya
ditempat yang agak terpisah dari bangunan-bangunan
sederhana yang memang mudah terbakar.
Orang-orang yang mendatangi lingkungan perkemahan itu
dapat melihat apa yang dilakukan oleh anggota kelompok
yang juga menyebut nama kelompok Gajah Liwung itu.
" Apa saja isi peti peti itu" " desis Sabungsari.
" Tentu hasil rampokan yang sering mereka lakukan " jawab
Glagah Putih. " Apa yang akan kita lakukan" " bertanya Sabungsari.
" Merampas peti-peti itu dan menyerahkannya kepada Ki
Wirayuda " jawab Glagah Putih.
" Jika kita biarkan peti-peti itu disini, maka tentu akan
datang prajurit Mataram. Api itu akan mengundang mereka
kemari " desis Sabungsari.
" Tetapi tidak seorangpun menjamin bahwa peti-peti itu
tidak akan jatuh ketangan orang lain atau dibawa pergi oleh
kelompok ini. Mungkin orang-orang yang masih bersembunyi
atau kawan-kawan mereka yang kembali mendahului para
prajurit. " jawab Glagah Putih.
Sabungsari termangu-mangu. Ia mengerti jalan pikiran
Glagah Putih. Sementara itu, orang yang bertugas menunggu
peti-peti itupun memang tidak terlalu banyak.
Namun bagaimanapun juga Sabungsari itu masih juga
bertanya kepada Agung Sedayu " Apakah kita akan
menyelamatkan peti-peti itu. "
Agung Sedayu yang mendengar pembicaraan itu
mengangguk kecil. Tetapi ia berkata " Jika kita sempat, tentu
saja aku sependapat. Tetapi ingat, sebentar lagi akan datang
prajurit Mataram atau orang orang yang menghuni barak ini.
Sebagaimana kita melihat langit yang merah karena
kebakaran rumah yang kalian pergunakan itu, maka
merekapun tentu akan melihat langit yang menjadi merah
diatas perkemahan ini. "
" Jika demikian, maka kita harus melakukan sekarang juga.
" berkata Sabungsari.
" Apa salahnya jika orang orang yang membakar rumah itu
datang" " desis Glagah Putih.
" Kita benar-benar akan terperangkap. " jawab Agung
Sedayu " Selagi kita bertempur melawan mereka, maka
prajurit Mataram itu tentu akan berdatangan. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Ia masih juga tetap
menyadari bahwa sebaiknya mereka tidak bertemu apalagi
berbenturan dengan para prajurit.
Karena itu, maka Glagah Putihpun berkata"Marilah. Kita
mengambil peti-peti itu. "
Sabungsaripun kemudian telah memberikan perintah
kepada delapan orang anggota Gajah Liwung untuk merebut
peti-peti itu dan menyelamatkannya.
Serentak delapan orang anggota kelompok Gajah Liwung
itu pun telah mendekati orang-orang yang sedang sibuk
mengeluarkan peti-peti dari bangunan induk barak barak yang
terbuat dari bambu dan batang ilalang itu.
Kehadiran mereka telah mengejutkan orang-orang yang
sedang sibuk itu. Mereka tidak sempat memikirkan kehadiran
orang lain di barak itu karena perhatian mereka terpusat pada
peti-peti itu. Merekapun merasa tidak akan mampu menguasai
api yang telah membakar beberapa buah barak dan menjalar
kebarak yang lain. Sabungsari yang berdiri dipaling depan dari antara kawankawannya
itupun berkata lantang "Serahkan peti-peti itu. "
" Setan kalian " geram orang-orang itu " Kalian tentu yang
telah menimbulkan kebakaran disini."
" Ya " jawab Sabungsari " kami memerlukan peti peti itu
apapun isinya. " Orang yang nampaknya bertanggung jawab atas pei
keui;ih-an itu selama kawan-kawannya menyergap
sekelompok orang yang ternyata gagal itu menggeram.
Katanya " Kalian lelah datang untuk mengantarkan nyawa
kalian. " Sebelum Sabungsari menjawab,maka orang itu telah
memberikan isyarat kepada kawan-kawannya " Tangkap
mereka.. Mereka telah membakar perkemahan kita. Kita akan
mengadili mereka sesuai dengan paugeran yang berlaku bagi
kelompok kita. " Sabungsaripun memberikan isyarat pula kepada kawankawannya.
Sebelum seluruh kelompok itu kembali, ternyata
jumlah mereka sudah lebih banyak dari seluruh kelompok
yang dipimpin oleh Sabungsari. Semua orang yang tinggal
diperkemahan itu ternyata jumlahnya lebih dari sepuluh orang
tersebar di barak-barak yang berserak. Namun yang kemudian
telah berkumpul untuk mempertahankan peti-peti itu. Semula
sekedar menyelamatkannya dari amukan api yang merambat
dari satu barak ke barak yang lain. Namun ternyata kemudian
orang-orang itu harus mempertahankannya dari kelompok
yang telah datang ke perkemahan itu. Karena ternyata hanya
penyimpanan peti-peti itu tidak terjilat api.
Sejenak kemudian, maka pertempuranpun telah terjadi.
Delapan orang dari kelompok Gajah Liwung harus bertempur
melawan sepuluh orang lebih dari kelompok yang juga
menyebut kelompoknya Gajah Liwung.
Tetapi pertempuran itu tidak berlangsung lama. Orangorang
dari kelompok Gajah Liwung yang sesungguhnya,
dengan cepat telah menghentikan perlawanan sepuluh orang
lebih itu. Beberapa orang menjadi pingsan, sementara yang
lain tidak lagi mampu bangkit.
Namun mereka tidak akan dijangkau oleh api yang
nampaknya tidak akan memercik ke barak tempat
penyimpanan petipeti itu. Angin bertiup kearah lain.
Sementara ilalang dan bambu-bambu kering dari barak-barak
yang lain begitu cepat menjadi abu. Sedangkan anggautaanggauta
kelompok Gajah Liwung itu memang tidak berniat
membakar semua barak yang ada. Beberapa barak saja
agaknya sudah cukup untuk menunjukkan bahwa kelompok
Gajah Liwung yang sebenarnya, mempunyai kemampuan
bergerak cepat dan kekuatan yang cukup untuk menghadapi
kelompok Gajah Liwung yang hadir kemudian itu.
Namun Sabungsari dan anggauta-anggautanya benarbenar
telah mengangkat peti-peti yang ada, yang ternyata
cukup berat. Bahkan Agung Sedayu, Ki Jayaraga dan Ki Lurah
Branjangan sambil berusaha menyembunyikan wajah mereka,
telah ikut membantu mengangkat peti-peti itu.
Tetapi justru karena itu, maka mereka menjadi lambat
sekali bergerak. Bahkan kemudian telah timbul pertanyaan
dari Rara Wulan " Kenapa kita bawa peti-peti itu" Bukankah
sarang kita sudah dibakar" "
Tidak seorangpun segera menjawab. Ki Lurah Branjangan
tentu berkeberatan jika barang-barang itu dibawa kerumahnya
meskipun hanya untuk sementara.
Namun Sabungsari kemudian menjawab"Kita bawa
langsung kerumah Ki Wirayuda. "
Beberapa orang saling berpandangan. Namun akhirnya
mereka mengangguk-angguk. Tetapi Glagah Putih masih
bertanya " Apakah cukup waktu bagi kita untuk membawa
peti-peti yang berat itu sampai ke rumah Ki Wirayuda
sekarang ini" Maksudku, apakah kita tidak akan kesiangan.
Jarak tempat ini sampai ke Mataram agak jauh. Sementara itu,
kita tidak akan masuk melalui gerbang utama. Kita akan
melalui gerbang butulan yang tidak dijaga ketat. Atau bahkan
kita harus melewati dinding kota. "
Sabungsari mengerti keterangan Glagah Putih. Karena itu,
maka katanya " Kita akan menyembunyikan peti-peti itu.
Seorang atau dua orang diantara kita akan melaporkannya
kepada Ki Wirayuda. Biarlah para prajurit Mataram
mengambilnya. Kita akan mengawasi saja dari jauh."
" Itu lebih mudah dilakukan " desis Ki Lurah Branjangan
" soalnya, dimana peti-peti ini akan kita sembunyikan. "
Namun dalam pada itu, dugaan mereka, bahwa orangorang
yang menghuni perkemahan itupun akan segera datang
ternyata memang benar. Demikian mereka membakar rumah
yang dipergunakan sebagai sarang dari kelompok Gajah
Liwung itu, maka merekapun segera menyadari, bahwa
seorang diantara kawan-kawan mereka tentu telah tertangkap
sehingga akan dapat dipaksa untuk menunjukkan perkemahan
mereka yang terselubungi. Karena itu, demikian api berkobar,
maka kelompok itupun dengan tergesa-gesa telah
meninggalkan tempat itu dan kembali keperkemahan mereka.
Merekapun menyadari juga bahwa api itu akan dapat
memanggil pasukan berkuda yang bergerak cepat. Apalagi
jalan menuju ke padukuhan itu merupakan jalan yang mudah
dilalui. Demikian mereka meninggalkan padukuhan itu, dan
menempuh separo perjalanan, maka mereka telah melihat
bayangan api yang mewarnai langit.
" Kebakaran " desis salah seorang pemimpin dari kelompok
itu. " Tentu perkemahan kita " geram pemimpin tertinggi
kelompok yang mengaku bernama kelompok Gajah Liwung itu
" tentu orang-orang gila yang sarangnya kita bakar itu telah
membakar perkemahan kita pula. Mereka memaksa kawan
kita yang tertangkap untuk menunjukkan perkemahan kita. "
" Cepat. Mudah-mudahan kita sempat bertemu mereka"
berkata yang lain dengan suara lantang.
Iring-iringan itupun kemudian bagaikan berlari-lari melintasi
jalan dan kemudian lorong-lorong sempit. Tanggul sungai dan
kemudian menyusuri tepian.
Namun ketika mereka sampai di perkemahan mereka,
mereka menemukan beberapa buah barak telah menjadi api.
Satu dua diantara gubug-gubug dinding itu masih menyala.
Sementara mereka menemukan kawan-kawan mereka yang
menunggui peti-peti mereka sudah tidak berdaya. Beberapa
orang memang masih sadar sepenuhnya. Tetapi mereka
seakan-akan tidak lagi mempunyai kekuatan.
" Iblis laknat " geram pemimpin kelompok itu.
Dengan suara begetar pemimpin kelompok yang menyebut
kelompoknya itu dengan Gajah Liwung mengumpat tidak
habis-habisnya sambil memandang sisa api yang masih
menyala. Beberapa buah barak memang tidak terbakar. Tetapi
iapun kemudian melihat bahwa peti-peti yang disimpan oleh
kelompok itu sudah tidak ada ditempatnya.
Setelah menyingkirkan orang-orang yang pingsan dan
menjadi tidak berdaya itu, merekapun mendapat beberapa
keterangan tentang kedatangan orang-orang yang telah
membakar barak-barak itu.
" Orang-orang yang mengaku dari kelompok Gajah Liwung
itu memang gila " geram pemimpin mereka " Kami memang
telah membakar rumah mereka. Dan merekapun telah
membakar barak-barak kami. Tetapi juga merampok harta
benda kami. " Namun kemudian orang itupun telah membentak kawankawannya
yang bertugas di barak-barak itu " Apakah kalian
tidak dapat bertahan barang sebentar" "
" Mereka terlalu kuat " jawab salah seorang diantara
mereka yang tidak berdaya lagi itu.
" Berapa orang yang datang kemari" " bertanya
pemimpinnya. " Sekitar sepuluh orang " jawab orang itu.
" Sepuluh orang " geram orang itu. Tetapi iapun kemudian
bertanya " Kau katakan sepuluh orang" "
" Ya, sepuluh orang " jawab orang yang menjadi terlalu letih
itu. Dengan kasar pemimpin kelompok itu telah menampar
wajah orang yang sudah tidak berdaya itu, sehingga ia
menjadi terhuyung-huyung dan jatuh berlutut pada lututnya.
" Ampun " desisnya " meskipun mereka hanya sepuluh
orang, tetapi kekuatan mereka tidak terlawan
" Bukan mereka terlalu kuat. Tetapi kalianlah yang bodoh,
dengar, pengecut " geram pemimpinnya itu Orang yang tidak
berarti seperti kalian itu, sudah sepantasnya dilemparkan
kedalam api. Bagaimana mungkin kalian dapat dikalahkan


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

oleh sepuluh orang sementara jumlah kalian lebih dan sepuluh
orang" Satu orang diantara kita, bernilai lima orang dan
mereka dan dari kelompok yang manapun. Seorang diantaia
kita terbunuh, maka lima orang diantara mereka akan kita
binasakan. Tetapi ternyata yang terjadi justru sebaliknya.
Sepuluh orang lebih dari antara kita tidak mampu melawan
sepuluh orang diantara mereka. Atau katakan, seorang
melawan seorang. " Orang yang sudah tidak berdaya itu tidak menjawab. Tetapi
tubuhnya bukan saja merasa sangat letih. Tetapi tulangtulangnya
bagaikan menjadi retak. Namun kemudian pemimpin kelompok itu mendapat
keterangan, bahwa orang-orang yang telah datang membakar
dan merampok barak itu telah meninggalkan lingkungan itu
sambil membawa peti-peti yang berisi harta benda itu.
" Peti-peti itu cukup berat " berkata pemimpinnya.
" Ya. nampaknya mereka juga mengalami kesulitan untuk
membawa peti-peti itu " jawab orang yang sudah tidak
berdaya itu. " Jika demikian, mereka tentu tidak akan dapat berjalan
cepat " berkata pemimpinnya.
" Ya. Agaknya memang demikian " jawab orang yang sudah
menjadi sangat lemah itu. Namun agaknya udara malam,
harapan-harapan karena kehadiran kawan-kawannya untuk
dapat ikut membalas dendam serta pernafasannya yang
semakin teratur, maka iapun berkata"Jika kita akan menyusul
mereka, maka aku akan menjadi pencari jejak yang baik. "
" Kau masih mampu berjalan bersama kami menyusul
orang-orang itu" " bertanya pemimpinnya.
" Aku ingin menunjukkan kepada mereka, bahwa aku tidak
selemah yang mereka sangka. Jika aku tidak mampu
mempertahankan diri, karena aku tidak mendapat kesempatan
untuk berbuat apa-apa. Tiba-tiba saja mereka datang
menyergap setelah membakar barak-barak ini. Demikian kami
sibuk mengangkat peti-peti itu, mereka telah menerkam kita
yang sedang lengah " jawab orang itu.
Pemimpinnya mengangguk-angguk. Namun iapun
kemudian telah memberikan isyarat untuk mengumpulkan
para pemimpin kelompok kecil didalam kelompok besar Gajah
Liwung itu. Beberapa saat lamanya pemimpin kelompok yang
menyebut kelompoknya itu bernama Hajah Liwung telah
memberikan beberapa petunjuk.
" Kita tidak menghiraukan barak-barak kita yang terbakar.
Kita akan melacak orang-orang yang telah merampok harta
benda yang dengan susah payah kita kumpulkan. Mereka
begitu mudahnya mengambil harta benda itu dari kita " berkata
pemimpinnya itu. Karena itu, maka sejenak kemudian, merekapun mulai
menebar. Beberapa orang sambil membawa oncor-oncor kecil
telah berusaha untuk mengikuti jejak. Setiap kali nampak
batang-batang perdu yang berpatahan. Nampaknya orang
yang hanya sekitar sepuluh orang itu mengalami kesulitan
membawa peti-peti yang berat. Setiap kali nampak bekas
goresan dasar peti yang diseret di rerumputan kering dan
pohon-pohon perdu. Dengan demikian, maka kelompok itupun telah mampu
mengikuti jejak beberapa orang yang telah lebih dahulu
membawa peti-peti berisi barang-barang berharga itu.
Sehingga dengan demikian maka orang-orang dari kelompok
itu berharap mereka akan dengan cepat menyusul mereka.
Ternyata usaha orang-orang itupun nampak akan berhasil.
Di padang rerumputan yang agak luas, mereka yang muncul
dari balik-balik gerumbul perdu itu segera melihat, bahwa
orang-orang yang mereka susul itu sedang menyeberang
padang rerumputan itu. " Nampaknya mereka akan menuju ke hutan kecil itu untuk
menyembunyikan peti-petiyangmereka rampok dari kita "
geram pemimpin kelompok itu.
" Ya " jawab seorang pemimpin yang membantunya
mengatur kelompok yang cukup besar itu " kita h.u us
menyusul mereka sebelum mereka mendekati hutan. Mereka
.'ikan Jmigau mudah melarikan diri masuk kedalam hutan kecil itu
" Mereka akan berpikir dua tiga kali untuk memasuki hutan
itu. Hutan itu dihuni oleh binatang buas dan iil.u ulai i berbisa.
Mungkin mereka mampu melawan harimau beramai-ramai.
Tetapi bisa ular sangat berbahaya. Di malam lian mereka tidak
akan melihat ular-ular itu " desis pemimpin yang lain.
Tetapi pemimpin tertinggi kelompok itu berkata " Mereka
tentu lebih takut kepada kita daripada kepada binatang buas
dan ularberbisa yang manapun. Tetapi kita menunggu mereka
memasuki padang ilalang. Kita akan bertempur dipadang
ilalang itu. Menghancurkan mereka tanpa diganggu oleh
prajurit Mataram jika mereka datang karena nyala api itu. Jika
mereka berada dipadang datang menyerang hutan kecil itu,
maka jarak arena pertempuran dengan api itu sudah menjadi
agak jauh. " Namun tiba-tiba seorang diantara para pemimpin itu
mengingatkan " Tetapi kita harus tetap berhati-hati. Mereka
adalah orang-orang yang memiliki ilmu yang tinggi. Kita
pernah berbenturan dengan mereka di sekitar bukit kecil itu.
Dan kita mengalami kesulitan meskipun jumlah mereka
memang kecil. " " Kau mulai menjadi ketakutan" " bertanya pemimpin
tertinggi dari kelompok yang menyebut kelompoknya dengan
nama Gajah Liwung itu. "Tidak"jawab yang berusaha memperingatkannya itu" aku
hanya ingin agar kita berhati-hati menghadapi mereka. Jumlah
mereka yang kecil itu sama sekali tidak berarti bahwa mereka
tidak berbahaya. Jika kita membuat perbandingan bahwa
seorang diantara kita akan bernilai sama dengan lima orang
diantara mereka, maka kita akan menghancurkan mereka
dengan korban tidak lebih dari dua orang saja. "
" Ya"jawab pemimpin tertinggi " bahkan tidak seorang \
diantara kita akan menjadi korban. "
Kawannya itu tidak menjawab. Tetapi didalam hati ia
berkata " Mudah-mudahan bukan sebuah mimpi. Karena
setiap mimpi itu bukannya kenyataan. Sayangnya yang terjadi
itulah kenyataan. " Demikianlah, maka orang-orang dari kelompok yang juga
menyebut kelompoknya Gajah Liwung itupun menebar.
Mereka memperhitungkan bahwa mereka akan menyusul
orang-orang yang berjalan dihadapan mereka, menyeberangi
padang rumput itu setelah mereka berada di padang ilalang
menjelang sebuah hutan kecil. Orang-orang yang
mereka.susul itu tidak akan dapat berjalan cepat, karena
mereka membawa peti-peti yang cukup berat.
Beberapa saat, ketika waktunya telah dianggap tepat, maka
pemimpin tertinggi dari kelompok itupun telah memberikan
isyarat. Serentak orang-orangnya telah berlari-lari kecil
melintasi padang rumput sesaat Sabungsari dan kawankawannya
hampir memasuki padang ilalang.
Tetapi sebenarnyalah bahwa Sabungsari telah mengetahui
bahwa jejaknya diikuti sebagaimana diperhitungkan
sebelumnya. Karena itu, maka mereka sama sekali tidak
terkejut ketika mereka melihat orang-orang yang bermunculan
dalam gelapnya malam dari balik gerumbul-gerumbul padang
rumput itu. Ketajaman penglihatan merekapun segera
menangkap kelompok yang besar itu dalam keseluruhan.
" Mereka ingin bertempur dipadang ilalang " berkata
Sabungsari. " Memang agak terlindung. Mereka agaknya juga
memperhitungkan kemungkinan para prajurit Mataram
terpanggil karena cahaya api dilangit. Merekapun agaknya
memperhitungkan bahwa pertempuran tidak akan berlangsung
terlalu lama karena jumlah mereka yang banyak " sahut
Glagah Putih. " Kita akan menunggu mereka di padang ilalang itu. Aku
sependapat, bahwa kita, dengan jumlah yang kecil ini
bertempur ditempat yang rimbun oleh batang-batang ilalang
hampir setinggi tubuh kita. " berkata Sabungsari.
Demikianlah, maka kelompok Gajah Liwung itu telah
membagi diri. Mereka menempatkan orang-orang terbaiknya
memencar. Namun dalam pada itu, Sabungsari dengan agak segan
bertanya kepada Ki Lurah Branjangan, Ki Jayaraga dan Agung
Sedayu " Kami mohon maaf, bahwa justru saat-saat kami
menerima tamu, kami harus bermain-main dengan kelompok
yang menyebut dirinya senama dengan kelompok kami. "
Ki Lurah tertawa. Katanya " Silahkan lindungi kami karena
kami adalah tamu kalian. Kami akan tidur diatas peti-peti itu."
Sabungsari menarik nafas dalam-dalam. Ki Lurah masih
juga sempat tertawa. Sementara Ki Jayaraga dan Agung
Sedayupun tertawa pula meskipun tertahan.
Namun sikap mereka ternyata telah membuat anggauta
kelompok Gajah Liwung yang tegang itu menjadi agak tenang.
Sabungsari dan kawan-kawannya kemudian telah
menempatkan peti-peti itu diantara batang-batang ilalang. Ki
Lurah Branjanganpun telah duduk diatas peti-peti itu sambil
berkata kepada Ki Jayaraga dan Agung Sedayu " Marilah.
Silahkan. Kita akan menonton satu pertunjukan yang tentu
sangat menarik. " " Kakek masih saja bercanda"tiba-tiba saja Rara Wulan
bergumam. Ki Lurah tertawa sambil menjawab " Bukankah itu lebih baik
daripada kita berduka" "
" Kakek selalu begitu dimana-mana dalam keadaan apapun
juga " Rara Wulan bergeramang.
Ki Lurah Branjangan tidak menjawab. Tetapi ia tidak
tertawa lagi. Namun Ki Jayaraga dan Agung Sedayupun kemudian telah
duduk pula diatas peti-peti itu juga. Tetapi mereka
mengatakan sesuatu. Sementara itu, kelompok yang juga menyebut namanya
dengan kelompok Gajah Liwung itu telah menjadi semakin
dekat. Ternyata mereka telah menebar dan berusaha
mengepung Sabungsari dengan kawan-kawannya.
Tetapi Sabungsari dan kawan-kawannya sudah bersiap
sepenuhnya. Mereka menyadari bahwa lawan mereka berlipat
ganda. Tetapi mereka tidak ingin melarikan diri dari arena.
Mereka akan mempertahankan peti-peti itu dan
menyerahkannya kepada Ki Wirayuda.
Sabungsari dan Glagah Putih telah membagi diri, berdiri
diarah yang berlawanan. Mereka harus mampu menjadi
pengendali lawan-lawan mereka yang jumlahnya lebih banyak
itu, sehingga kawan-kawan mereka tidak mengalami kesulitan.
Sementara itu yang lainpun telah memusatkan segenap nalar
budi mereka untuk menggerakkan segenap kemampuan
mereka. Rara Wulan yang pernah mendapat petunjuk dari Sekar
Mirah ini kemudian melakukan latihan-latihan yang berat,
memang telah mampu meningkatkan kemampuannya,
sehingga iapun telah bersiap sepenuhnya untuk menghadapi
lawan-lawannya. Beberapa saat kemudian, maka Sabungsari dan kawankawannya
itu sudah terkepung. Pemimpin tertinggi dari
kelompok yang juga menyebut kelompok mereka Gajah
Liwung itupun kemudian melangkah selangkah maju sambil
berteriak " Siapakah pemimpin kelompok kecil yang sombong
itu" " Sabungsari tidak dapat menghindari kedudukannya.
Karena itu, maka iapun telah melangkah maju pula sambil
menjawab " Aku. "
" Siapa namamu" " bertanya pemimpin kelompok yang
besar itu. " Apakah itu penting" " justru Sabungsari bertanya.
"Kalian akan mati semuanya malam ini. Karena itu, nama
kalian menjadi penting, agar kami dapat menyampaikan
kepada orang lain bahwa kalian terbunuh malam ini dipadang
ilalang ini. " Itu tidak perlu Ki Sanak. Kalian tidak usah mempersulit diri
dengan bermacam-macam rencana seperti itu, karena tingkah
laku kalian yang banyak menyakitkan orang lain itu sudah
akan berakhir. " jawab Sabungsari.
" Ternyata kau seorang yang sangat sombong " geram
pemimpin kelompok itu. Tetapi jawaban Sabungsari membuatnya semakin marah "
Kita sama-sama seorang yang sombong. Karena itu, maka
apa yang kita katakan tentu tidak akan ada artinya sama
sekali. Apa lagi kita memang sudah bersiap untuk bertempur,
sehingga tidak akan ada kesempatan cukup untuk mengingatingat
nama kami seorang demi seorang. "
" Aku ingin mengoyak mulutmu yang besar serta lidahmu
yang tajam itu " geram pemimpin kelompok yang mengepung
Sabungsari dan kawan-kawannya itu.
" Kami sudah siap menghadapi kemungkinan apapun "
jawab Sabungsari. Orang itu menjadi semakin marah. Namun iapun merasa
heran, bahwa kelompok yang jumlahnya jauh lebih kecil dari
jumlah orang-orangnya itu begitu tabah bersiap menghadapi.
Pemimpin kelompok yang telah mengepung Sabungsari
dan kawan-kawannya itu memang teringat peringatan seorang
kawannya yang mengalami pertempuran di bukit kecil didekat
hutan. Ketika itu jumlah yang kecil itupun mampu
mengacaukan perkemahan itu meskipun mereka kemudian
telah menyingkir sebelum seluruh anggauta kelompok yang
besar itu sempat berkumpul.
Tetapi kini mereka akan menghadapi seluruh kekuatan
kelompok yang juga menyebut kelompoknya itu dengan
kelompok Gajah Liwung. Karena itu, maka pemimpin kelompok itu berkata " Baiklah.
Kita memang akan segera bertempur. Jika kalian berkeberatan|
menyebutnama kalian, maka kamipun tidak akan
memaksa. Kami akan meninggalkan kalian disini tanpa nama.
Jika ada seseorang yang sempat menemukan tubuh-tubuh
kalian yang membeku maka kalian termasuk orang yang
beruntung. Namun agaknya tubuh kalian akan membusuk
dipadang ilalang ini, atau sempat menjadi makanan binatang
buas yang mencium bau bangkai. "


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sabungsari tidak menjawab lagi. Ia sudah siap untuk
berbuat apa saja. Jika perlu, maka Sabungsari terpaksa
mempergunakan ilmu puncaknya untuk menyapu lawanlawannya
yang jumlahnya jauh lebih banyak.
Tetapi pemimpin dari kelompok yang mengepung
Sabungsari dan kawan-kawannya itu masih berkata" Kami
akan mempertimbangkan pengampunan jika kalian serahkan
kembali peti-peti kami tanpa cacat sama sekali. "
Tetapi Sabungsari yang mempunyai cukup pengalaman itu
berkata " Aku tidak percaya kepada kalian. Setelah kalian
menerima peti-peti itu, maka kamipun harus bertempur.
Karena itu, maka kami akan bertempur sejak awal tanpa
menyerahkan peti-peti yang sekarang sedang dipergunakan
oleh kawan-kawan kami untuk duduk beristirahat.
" Iblis kau " geram orang itu " agaknya kalian memang
sudah merasa jemu untuk tetap hidup. Baiklah. Malam ini
kalian akan mati. Seandainya kawan-kawan kalian
bersembunyi di belakang batang-batang ilalang ini dalam
jumlah yang sama dengan jumlah kami, maka kalian sebentar
lagi akan kami sapu bersih. Apalagi hanya berjumlah hanya
sekitar sepuluh orang. Nilai seorang dari kami adalah lima
orang diantara kalian."
Tiba-tiba saja Sabungsari tertawa. Katanya " Sebenarnya
aku tidak akan menjawab lagi. Aku sudah siap untuk
bertempur. Tetapi kau nampaknya memang senang bergurau,
sehingga harus tertawa lagi betapa aku harus menunjukkan
sikap yang garang " " Cukup " orang itu berteriak " kau akan menyesal atas
sikapmu itu." " Sudahlah " berkata Sabungsari kemudian " jangan terlalu
banyak berbicara. Kawan-kawanku yang memang hanya
sekitar sepuluh orang sudah siap."
Orang itu menggeretakkan giginya. Iapun kemudian telah
meneriakkan isyarat kepada kawan-kawannya " Bunuh semua
orang. Ambil peti-peti itu kembali dalam keadaan utuh."
Orang-orang dari kelompok yang juga menyebut
kelompoknya bernama Gajah Liwung itu mulai bergerak.
Sementara Sabungsari dan kawan-kawannyapun telah
bersiap pula menghadapi segala kemungkinan.
Sejenak kemudian, maka sentuhan telah terjadi. Seorang
dari orang-orang yang mengepung Sabungsari dan kawankawanya
itu telah meloncat menyerang dengan golok yang
besar di tangan. Dengan satu loncatan panjang, goloknya
telah terayun mengerikan.
Tetapi yang diserangnya kebetulan adalah Glagah Putih
yang telah memegang ikat pinggang kulitnya. Karena itu,
maka satu benturan yang keras telah terjadi. Demikian
kerasnya sehingga orang itu sama sekali tidak mampu lagi
mempertahankan senjatanya.
Karena itu, pada benturan pertama, orang itu telah
terlempar beberapa langkah dari padanya. Ketika orang itu
berusaha meloncat surut, maka ikat pinggang Glagah Putih itu
bagaikan telah terjulur memanjang mengejarnya.
Sentuhan ujung ikat pingang itu bagaikan goresan ujung
pedang yang menyilang di dadanya.
Terdengar keluhan tertahan. Tetapi orang itu telah
terlempar jauh dihadapan kawan-kawannya yang mulai
bergerak maju. Beberapa orang memang terkejut. Dua orang telah
House Of Hades 2 Dewi Maut Karya Kho Ping Hoo Pedang Keadilan 32
^