Api Di Bukit Menoreh 23
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 23
bilik diatas pembaringan itu. Sementara kakinya yang menginjak sosok yang berselimut itu
terasa, bahwa ia telah menginjak sejenis bantal yang diselimuti kain panjang.
Sambil mengacukan pedang itu Ki Ajar berteriak ~ Apa yang sebenarnya kalian lakukan
atasku" Menjebakku atau mengumpankan aku" "
- Tidak, tidak Ki Sanak " berkata orang berkumis tebal itu -kau telah berhasil. "
- Apa yang berhasil" Permainan apa yang sebenarnya sedang kau lakukan" ~ Ki Ajar
Gurawa yang mengaku bernama Kerta Dangsa itu berteriak semakin keras.
- Jangan berteriak-teriak begitu. Nanti tetangga-tetangga berdatangan " Minta orang
yang disebut Ki Rangga. - Aku didak peduli. Aku tidak takut - bentak Kerta Dangsa -diluar ada dua
kemanakanku. Keduanya akan dapat membunuh tetangga-tetanggamu yang berdatangan.
- Tenanglah - orang ketiga yang sebenarnya adalah Ki Rangga Resapraja itu melangkah
maju. Katanya - Akulah Rangga Resapraja. "
- Jadi kaulah yang harus aku bunuh - geram Kena Dangsa sambil bergeser maju.
- Tidak. Jangan. Perintah yang kau terima itu benar-benar satu ujian, apakah kau
benar-benar berniat untuk bergabung dengan kami atau tidak. " berkata Ki Rangga
Resapraja. - Aku tidak mengerti maksudmu - desis Kena Dangsa.
- Kau memang diperintahkan untuk membunuh Ki Rangga Resapraja. Perintah itu
mempunyai dua tujuan. Selain untuk menguji kemampuanmu, juga untuk menguji
kesungguhanmu. Ternyata kau memiliki kemampuan yang tinggi. Kami, yang sudah
menunggu-menunggu dibilik sebelah yang dihubungkan dengan pintu rahasia ini hampir
tidak mengetahui bahwa kau sudah ada didalam bilik ini. Jika kau tidak berteriak disaat
kau membunuh, maka kami sama sekali tidak siap menerima kedatanganmu. " berkata Ki
Rangga Resapraja. - Jadi ~ Kerta Dangsa tidak melanjutkan kata katanya.
- Kami telah menyiapkan satu permainan disini. Kau tahu sendiri, bahwa yang berbaring
itu ternyata bukan Ki Rangga yang sebenarnya. "
Kerta Dangsa itupun kemudian telah meloncat lurun dari pembaringan. Tetapi
pedangnya masih teracu. - Aku mau pulang " geramnya " permainan ini tidak menarik. "
- Bukankah kau akan bergabung dengan kami" " bertanya orang berkumis melintang itu.
- Kerja sama macam apa yang dapat kita bangunkan" Hubungan kita sudah dimulai
dengan saling mencurigai dan ketidak percayaan. Buat apa aku bekerja bersama kalian
jika aku selalu dicobai, diamati dan tidak dipercaya. - jawab Kerta Dangsa.
- Tentu tidak. Setelah kami mendapatkan keyakinan ini, maka kami percaya
sepenuhnya kepadamu. Kau benar-benar memiliki kemampuan dan kesunguhan bekerja
sama dengan kami, sehingga tugas yang sangat berat dengan membunuh seorang
pejabat di Matarampun telah kau lakukan. - berkata Ki Rangga yang dijumpainya
dilingkungan sabung ayam.
Kerta Dangsa termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya - Aku akan berpikir.
Aku akan berbicara dengan kemenakanku yang menunggu aku diluar. ~
- Kau sudah memasuki lingkungan kami. Kau tidak akan dapat keluar lagi. - berkata Ki
Rangga Resaraja. - Aku mengerti. Tetapi tidak untuk selalu dicurigai, " jawab Kerta Dangsa.
- Bukankah kami sudah menyatakan kepercayaan kami. - jawab Ki Rangga Resapraja.
Ki Ajar Gurawa yang menyebut dirinya Kerta Dangsa itu termangu-mangu sejenak. Baru
kemudian ia berkata - Baiklah. Aku akan bergabung dengan kalian. Tetapi tidak sekedar
membuka permainan dadu. Aku ingin satu cara yang langsung sebagaimana pernah aku katakan "
- Untuk itu kau diuji. Namun kau benar-benar telah memenuhi syarat sehingga kau
dapat bekerja bersama kami. - berkata orang berkumis melintang itu.
- Dimana aku dapat menemui kalian" - bertanya Kerta Dangsa itu.
-Ditempat sabung ayam itu. Rumah itu adalah rumah yang kami pergunakan untuk
saling bertemu. Tetapi jika keadaan menjadi gawat karena petugas sandi yang sering
mengganggu sabung ayam itu, maka kau dapat menjumpai kami dirumah Ki Rangga
Ranawandawa. Datanglah lewat senja. " berkata orang berkumis melintang.
" Siapakah Ki Rangga Ranawandawa" - bertanya Kerta Dangsa.
Orang berkumis melintang itu tersenyum. Sambil menunjuk orang yang dipanggil Ki
Rangga itu, ia berkata " Kau memang belum mengenalnya. Baru sekarang kau tahu
nama lengkapnya. - " Dimana rumahnya" " bertanya Kerta Dangsa.
Orang berkumis melintang itupun kemudian telah memberikan ancar-ancar rumah Ki
Rangga Ranawandawa Kerta Dangsa mengangguk-angguk. Namun ia masih bertanya " Siapa namamu" "
Orang berkumis melintang itu tersenyum. Kalanya " Namaku Dipacala. Aku adalah
orang terpenting dalam kerjasama ini selain kedua orang Rangga yang sudah kau kenal
ini. Mereka adalah pehghubung-penghubung yang memberikan banyak bahan bagiku.
Sedang aku adalah orang yang bergerak langsung di medan yang sangat berat di
Mataram ini. " " Kenapa sangat berat" " bertanya Kerta Dangsa ~ jika ada beberapa kawan
pekerjaan ini adalah pekerjaan yang paling menyenangkan. "
"Datanglah besok malam kerumah Ki Rangga Ranawandawa. Rumah itu letaknya jauh
lebih ketepi dari rumah Ki Rangga Resapraja. Waktu yang adapun jauh lebih luas dari
waktu Ki Rangga Resapraja. - berkata Dipacala.
Kerta Dangsa itu mengangguk-angguk. Katanya - Baik. Besok malam aku akan datang.
Aku akan membawa kedua orang ke-manakanku. "
" Dimana mereka sekarang" ~ bertanya Ki Rangga Resapraja.
" Di halaman belakang. Mereka dapat bertindak jauh lebih kasar lagi dari yang dapat
aku lakukan. Karena itu, jika menjelang fajar aku belum keluar dari rumah ini, maka
rumah ini akan dapat mereka bakar. - jawab Kerta Dangsa.
- Aku tidak berkeberatan mereka ikut. Tetapi kau harus menanggungnya. Jika
keduanya melakukan pelanggaran atas ketentuan dan tatanan kelompok kita, maka
kaulah yang akan bertanggung jawab. " berkata Dipacala.
- - Baik. Mereka adalah kemanakanku yang segala-galanya tergantung kepadaku. -
berkata Kerta Dangsa itu.
Demikianlah sebelum fajar, Kerta Dangsa memang sudah keluar dari rumah itu untuk
menemui kedua kemanakannva. Dengan isyarat yang sudah disepakati maka kedua
kemanakannya itupun datang mendekat. Baru kemudian mereka meninggalkan halaman
rumah Ki Rangga Resapraja itu.
Dalam keremangan dini hari ketiga orang itu menyusuri jalan kota yang sepi. Mereka
tidak keluar dari kota melewati gerbang utama, karena di gerbang utama ada beberapa
orang prajurit yang meronda, yang kadang-kadang seluruh kelompok masih terbangun
sehingga jika mereka mengajukan pertanyaan bersama-sama, maka agak bingung juga
untuk menjawabnya. Karena itu, maka mereka bertiga telah keluar lewat pintu gerbang butulan. Pintu
gerbang yang tidak begitu ketat diawasi. Memang didekat pintu gerbang butulan itu
terdapat sebuah gardu perronda. -Tetapi yang terisi anak-anak muda dari padukuhan
sebelah pintu butulan itu. Sedangkan hanya ada dua orang prajurit yang membantu anakanak
muda itu berjaga-jaga atau sebaliknya, dua orang prajurit yang bertugas di bantu
oleh anak-anak muda. Dipintu gerbang butulan itu, Ki Ajar Gurawa juga dihentikan. Seorang diantara kedua
orang prajurit yang bertugas mendekatinya sambil bertanya " Kemana Ki Sanak" ~
"Kami akan pergi ke pasar Jodog Ki Sanak. Kami memerlukan seekor lembu untuk
peralatan besok, - jawab Ki Ajar Gurawa.
Prajurit itu tidak bertanya lebih lanjut. Orang-orang yang pergi ke pasar hewan,
biasanya memang berangkat menjelang fajar, agar mereka masih sempat memilih ternak
yang sesuai dengan keinginannya.
Ternyata bukan hanya Ki Ajar dan kedua orang muridnya sajalah yang lewat pintu
butulan itu. Beberapa orang yang membawa dagangan telah melewati pintu itu justru
masuk kedalam kota. Mereka membawa hasil bumi dan sayur-sayuran segar untuk
mereka bawa ke pasar. Kedatangan Ki Ajar di sarang kelompok Gajah Liwung sangat ditunggu-tunggu dan
sempat membuat kawan-kawannya menjadi cemas. Namun ternyata akhirnya Ki Ajar itu
kembali dengan selamat bersama kedua orang muridnya.
Dalam sekejap anggauta kelompok Gajah Liwung itupun telah berkumpul. Mandira yang
ternyata masih tertidur hadir pula sambil mengusap matanya yang kemerah-merahan
karena semalam ia bertugas berjaga-juga. Sedangkan Pramawa dan Rumeksa meskipun
sedang sibuk di dapur namun memerlukan ikut hadir.
" Pengalaman apa lagi yang dibawa Ki Ajar malam ini" " bertanya Sabungsari.
Ki Ajar itu tersenyum. Katanya " Aku telah mendapat kesempatan itu.
" Kesempatan apa" " bertanya Glagah Putih.
" Masuk kedalam lingkungan mereka " jawab Ki Ajar yang kemudian dengan singkat
telah menceriterakan pengalamannya. Dengan nada tinggi iapun kemudian berkata "
Nah, Ki Patih Mandaraka dan Ki Wiruyuda telah melihat kemungkinan itu. Karena itu,
maka mereka tidak berkeberatan aku melakukan perintah yang berupa ujian itu. "
*** JILID 269 PARA anggota kelompok Gajah Liwung mengangguk-angguk. Merekapun sudah
tanggap bahwa kemungkinan itulah yang mereka lihat kemudian.
Ki Jayaraga sambil mengangguk-angguk berkata " Sayang aku tidak dapat ikut dalam
permainan itu, karena aku akan dapat dikenali oleh Podang Abang yang mungkin juga
merupakan bagian dari mereka. "
- Satu hal yang perlu dipertimbangkan - berkata Ki Ajar. " sejak semula kita dan para
petugas sandi Mataram tidak percaya bahwa Adipati Pati akan mempergunakan cara
seperti ini untuk membuat Mataram resah karena hubungannya yang kurang baik dengan
Panembahan Senapati. Namun rasa-rasanya ada juga jalur yang dapat dilihat
menghubungkan orang-orang yang bergerak di Mataram itu, Gunung Kendeng dan Pati. ~
- Aku masih yakin bahwa bukan Kanjeng Adipati Pati yang mempunyai gagasan seperti
ini. Tentu ada orang lain yang masih perlu diamati, apakah dengan diam-diam ingin
membantu Adipati Pati tanpa persetujuannya atau orang yang hanya memanfaatkan
keadaan. Orang yang akan dapat melemparkan tanggung jawab perbuatannya kepada
Kanjeng Adipati Pati, atau dengan sengaja mempertajam retak yang memang terdapat
antara Mataram dan Pati. - berkata Ki Jayaraga.
Ki Ajar Gurawa mengangguk-angguk. Katanya " mudah-mudahan aku dapat
mempergunakan kesempatan ini sebaik-baiknya. Tetapi jika aku kemudian terjebak, maka
kemungkinan ini harus aku terima dengan penuh kesadarannya. -
- Soalnya kemudian, bagaimana kami dapat membantu Ki Ajar - berkata Sabungsari.
~ Aku belum dapat mengatakannya " jawab Ki Ajar - jika kelak aku sudah tahu apa
yang harus aku lakukan, maka aku akan dapat memberitahukan cara yang terbaik bagi
kalian untuk membantuku. -
- Namun kita harus menentukan satu cara untuk dapat saling berhubungan - berkata
Sabungsari kemudian. - Ya. Untuk sementara aku masih dapat pulang kembali ke-tempat ini. Namun pada
suatu saat mungkin aku tidak dapat lagi keluar dari sarang mereka. Atau datang saatnya
aku dicurigai,dan selalu diawasi. - berkata Ki Ajar.
- Baiklah " berkata Sabungsari ~ kita besok akan menentukan cara itu. Malam nanti
kita sempat memikirkannya. Bukankah Ki Ajar ingin beristirahat" "
-- Ya. Semalam aku hampir tidak tidur " berkata Ki Ajar.
Ketika Ki Ajar dan kedua orang muridnya kemudian membenahi diri dan pergi ke dapur
sebelum beristirahat, maka Ki Jayaraga, Sabungsari, Glagah Putih dan beberapa orang
yang lain masih sempat berbincang sejenak. Sementara Pranawa dan Rumeksa yang
mendapat giliran bertugas didapur sibuk melayani Ki Ajar dan kedua orang muridnya.
Namun seperti yang dikatakan oleh Ki Ajar, mereka memang belum dapat menentukan
langkah-langkah berikutnya, karena Ki Ajar masih belum tahu, apa yang akan
dilakukannya bersama para pengikut, Ki Rangga Resapraja. Bahkan Ki Ajarpun masih
belum dapat menentukan apakah jalur yang dilaluinya itu akan sampai kepada kelompok
yang juga menyebut namanya Gajah Liwung.
- Yang penting kita menentukan tempat-tempat yang dapat kita pergunakan untuk
saling berhubungan " berkata Glagah Putih.
" Ya ~ Sabungsari mengangguk-angguk - kita akan mengusulkan kepada Ki Ajar,
nampaknya pasar di Kotaraja merupakan tempat yang paling baik untuk berhubungan
dengan Ki Ajar atau kedua muridnya. --
" Aku dapat menjadi penjual hasil bumi ~ berkata Suratama. Sabungsari menganggukangguk.
Kalanya " Baiklah. Pada tingkat pertama, selama Ki Ajar masih dapat kembali ke
tempat ini, kita tidak mempunyai kesulitan apa-apa. Sedangkan nanti pada tataran
berikutnya, kita akan mempergunakan pasar di Kotaraja untuk berhubungan. Salah
seorang di antara kita akan selalu berada di-pasar. Mungkin sebagai pedagang tetapi
mungkin juga di kedai-kedai yang kita tentukan. "
Yang lain mengangguk-angguk. Glagah Putihpun kemudian berdesis " Kita nanti akan
menawarkannya kepada Ki Ajar. -
Sore hari, ketika anggota kelompok Gajah Liwung itu sempat berkumpul lagi, maka
diputuskan untuk menghadap lagi Ki Wirayuda. Gajah Liwung akan memberikan laporan
hubungan yang telah dilakukan oleh Ki Ajar Gurawa dengan Ki Rangga Resapraja.
" Kami berdua akan menghubungi Ki Wirayuda - berkata Sabungsari sambil menunjuk
Glagah Putih. Ki Ajar Gurawa mengangguk-angguk. Katanya " Aku menunggu petunjuk-petunjuk
lebih jauh. Besok aku harus datang kerumah Ki Rangga Ranawandawa. Mungkin ada
pesan atau perintah yang harus aku lakukan. "
" Baiklah. Sementara itu, kami telah berbicara tentang jalur hubungan yang sebaiknya
kita lakukan. Mudah-mudahan Ki Ajar setuju. Nanti, biarlah Ki Jayaraga memberikan
keterangan dari hasil pembicaraan kami itu. "
Demikianlah, Sabungsari dan Glagah Putihpun telah pergi kekota pula. Seperti
sebelumnya, keduanya telah menitipkan kuda mereka dirumah Ki Lurah Branjangan,
justru saat Ki Lurah tidak ada dirumah.
Ketika Ki Wirayuda mendengar laporan itu, maka iapun berkata - Kami memang sedang
mengamati Ki Rangga Resapraja. Dengan peristiwa itu, maka menjadi jelas bagi kami,
bahwa Ki Rangga memang mempunyai jalur hubungan dengan pihak yang belum kita
ketahui. Aku tidak dapat menyebut Pati. Atau bahkan mungkin Ki Rangga Resapraja
adalah salah seorang dari pimpinan kelompok yang sedang membuat Mataram sibuk
dengan kegiatan mereka yang kasar itu. Justru kejahatan. -
- Disamping Ki Rangga Resapraja masih ada lagi seorang yang terlibat dalam kelompok
itu, Ki Wirayuda " Sabungsari menyambung keterangannya.
- Seorang pejabat" -- bertanya Ki Wirayuda.
- Ya. Namanya Ki Rangga Ranawandawa - jawab Sabungsari.
- Ranawandawa" " ulang Ki Wirayuda dengan dahi yang berkerut.
- Ya. Menurut keterangan orang yang bernama Dipacala. Tetapi nama itu diucapkannya
dihadapan Ki Rangga Resapraja. - jawab Sabungsari.
Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Namun nampak di wajahnya bahwa ia tidak yakin
akan keterangan Sabungsari bahwa Ki Rangga Ranawandawa juga terlibat.
Namun Sabungsaripun kemudian telah memberikan ancar-ancar rumah orang yang
disebut Ki Rangga Ranawandawa itu sebagaimana dikatakan oleh Ki Ajar Gurawa.
Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Katanya " Jika orang itu yang dimaksud, maka ia
memang Rangga Ranawandawa. "
Sabungsaripun telah menceriterakan pula ciri-ciri orang itu sendiri sebagaimana disebut
Ki Ajar Gurawa. Dengan demikian, maka Ki Wirayuda menganggap kelompok yang diantara
pemimpinnya terdapat Ki Rangga Resapraja dan Ki Rangga Ranawandawa itu adalah
kelompok yang sangat berbahaya.
- Pantas, kami selalu kehilangan jejak. Nampaknya segala gerak prajurit sandi ada
dalam pengawasan kedua orang itu. Dengan demikian kami tidak pernah berhasil
menangkap mereka. Jika kami mendapat keterangan tentang sarang mereka, maka setiap
kami datang, sarang itu tentu sudah kosong. " berkata Ki Wirayuda.
- Jika demikian Ki Wirayuda " biarlah kami berusaha membantu dengan cara kami. -
- Sekali lagi aku peringatkan, bahwa nama Gajah Liwung tidak dapat kau pakai lagi.
Jika kau mempergunakannya dengan pertanda gambar sebagaimana kau pergunakan
sampai saat ini, maka kau justru akan berhadapan dengan prajurit sandi. Sebagaimana
kau ketahui bahwa kelompok yang menyebut dirinya Gajah Liwung itu juga mempunyai
pertanda gambar sebagai lambang kelompoknya seperti gambar yang kau pergunakan
sebagai lambang kelompokmu. Kepala Gajah. - berkata Ki Wirayuda.
Sabungsari mengangguk-angguk. Katanya - Kami tidak terikat pada lambang kami.
Yang penting kami dapat memberikan sumbangan betapapun kecilnya bagi ketenteraman
hidup di Mataram ini. -- - Bagus. Didalam tugas keprajuritanmu dan didalam tugasmu sekarang, nampaknya
jalannya sejajar. Mudah-mudahan kita akan dapat segera memecahkan persoalan ini. Jika
kita larik garis keatas, maka persoalannya harus kita lihat hubungannya dengan sikap Pati.
Bukan maksudku mengatakan bahwa kelompok ini ada hubungannya dengan Pati, karena
hal itu masih harus dibuktikan, tetapi persoalan antara Pati dan Mataram sekarang ini
bukan sekedar mimpi buruk. Tetapi harus benar-benar kita amati sebagai satu kenyataan.
Bahkan seperti bisul yang setiap saat akan dapat pecah. -berkata Ki Wirayuda.
Sabungsari dan Glagah Putih mengangguk-angguk. Sementara itu Ki Wirayudapun
berkata " Baiklah. Besok aku harus segera menghadap dan memberitahukan hal ini
kepada Ki Patih Mandaraka. Nampaknya persoalannya menyangkut orang-orang
berkedudukan di Mataram, sehingga Ki Patih memang harus langsung ikut mengamatinya.
Setelah mendapat beberapa pesan dari Ki Wirayuda, maka Sabungsari dan Glagah
Putihpun segera mohon diri.
- Kita semuanya harus berhati-hati ~ berkata Ki Wirayuda kemudian.
Sabungsaripun telah menyampaikan rencana pertemuan yang harus tetap dapat
dilakukan seandainya Ki Ajar Gurawa kemudian terikat untuk tetap berada disarang
kelompok itu.
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
- Pasar adalah tempat yang paling baik untuk melakukan hubungan itu " berkata
Sabungsari. - Ya - jawab Ki Wirayuda - Namun pasar akan tetap mendapat pengawasan yang
seksama dari pada petugas sandi
- Kami akan tetap berhati-hati Ki Wirayuda - desis Sabungsari.
Malam itu juga Sabungsari dan Glagah Putih telah mengambil kuda mereka dan segera
kembali ke sarang kelompok Gajah Liwung. Diregol butulan, mereka mengatakan kepada
para petugas bahwa mereka baru saja menunggui saudara mereka yang sakit didalam
kota. Malam itu mereka harus pulang ke padukuhan mereka karena besok pagi-pagi
mereka akan ikut pada upacara perkawinan kemanakan mereka.
Karena keduanya nampaknya tidak mencurigakan, maka Sabungsari dan Glagah Putih
tidak mengalami kesulitan keluar regol butulan kembali ke Sumpyuh.
Ketika mereka sampai di sarang mereka, maka rumah itu sudah sepi. Seisi rumah
sudah tertidur neyenyak, kecuali Pranawa yang mendapat tugas berjaga-jaga. Sambil
terkantuk-kantuk ia duduk di ruang dalam. Dihadapannya memang terbuka sebuah Kitab
yang dibacanya untuk melawan kantuk. Namun kadang-kadang matanya masih juga
terpejam meskipun ia masih tetap duduk.
Tugas yang setengah malam itu memang terasa menjemukan. Sebenarnya Pranawa
memilih setengah malam yang pertama. Tetapi ketika ia beradu jari dengan Rumeksa,
iapun kalah. Karena itu, Rumeksalah yang berhak memilih, apakah tengah malam pertama
atau tengah malam kedua. Ternyata Rumeksa memilih tengah malam pertama.
Namun kedatangan Sabungsari dan Glagah Putih yang mengejutkan Pranawa itu justru
membuat kantuknya hilang. Beberapa saat mereka sempat berbincang. Namun
Sabungsari dan Glagah Putih yang tidak bertugas itupun kemudian telah pergi ke biliknya
untuk beristirahat. Kepada Pranawa, Glagah Putih sempat berbisik.
- Malam tinggal sedikit. Kau harus bertahan. "
Pranawa tersenyum. Katanya " Aku akan bertahan. Besok aku akan tidur sehari penuh.
" Ketika kemudian Sabungsari dan Glagah Putih pergi ke bilik mereka, maka Pranawa
justru tidak mengantuk lagi. Ia kembali membaca kitab yang masih terbuka diterangi
lampu minyak yang berkeredipan.
Dihari berikutnya, maka para anggauta kelompok Gajah Liwung itu telah menyusun
kesepakatan. Jika pada suatu saat Ki Ajar Gurawa dan kedua muridnya tidak lagi sempat
kembali ke Sumpyuh, maka mereka akan berusaha untuk dapat menghubungi para
anggauta yang lain di pasar Kotaraja. Jika terjadi perubahan lingkungan kegiatan, maka Ki
Ajar Gurawa akan berusaha untuk memberitahukannya.
- Sore nanti aku harus pergi ke rumah Ki Rangga Ranawandawa ~ berkata Ki Ajar
Gurawa " aku tidak tahu, apakah kehadiranku nanti akan memberikan petunjuk lebih
jauh atau bahkan sebaliknya, dirumah itu sudah disediakan tiang gantungan untuk kami
bertiga. -- Ki Jayaraga tersenyum. Katanya " Apakah artinya tiang gantungan bagi Ki Ajar. Jika
leher Ki Ajar menjadi bara, maka tali itu akan terputus sendiri. "
" Ah " Ki Ajar Gurawa mengerutkan keningnya. Namun kemudian iapun tersenyum
sambil berkata " Bukankah hanya orang-orang yang berilmu tinggi dapat berbuat
demikian" " Ki Jayaraga justru tertawa. Tetapi ia tidak berkata lebih lanjut.
Hari itu, Ki Jayaraga masih juga pergi ke Kotaraja. Namun ia masih belum dapat
bertemu dengan Podang Abang. Demikian anggauta Gajah Liwung yang lain, yang juga
pergi ke kota, sama sekali tidak melihat orang-orang yang dapat menarik perhatian
mereka. Namun anggauta Gajah Liwung tidak dapat memancing dengan menimbulkan persoalan
sebagaimana saat mereka berhadapan dengan kelompok-kelompok anak-anak muda yang
sudah tidak nampak lagi kegiatannya justru setelah kelompok yang menyebut dirinya
Gajah Liwung itu hadir di Kotaraja. Jika anak-anak muda anggauta Gajah Liwung yang
dipimpin Sabungsari itu melakukan kegiatan, maka mereka justru akan berhadapan
dengan prajurit sandi yang nampaknya juga meningkatkan kegiatannya itu.
Sementara itu, Ki Wirayudapun telah menghadap Ki Patih Mandaraka pagi-pagi begitu
matahari terbit. Ki Wirayuda ingin bertemu dengan Ki Patih sebelum Ki Patih pergi ke
paseban. Ketika laporan Sabungsari dan Glagah Putih itu dilaporkan kepada Ki Patih, maka Ki
Patihpun telah menanggapinya dengan bersungguh-sungguh.
- Jika demikian, kecurigaan kita selama ini benar adanya " berkata Ki Patih Mandaraka.
- Ya Ki Patih ~ jawab Wirayuda " tetapi kita masih perlu mencari, siapakah orangorang
yang memperalat atau diperalat oleh Ki Rangga Resapraja itu. Untuk apa mereka
melakukannya. - - Lakukan tugas itu sebaik-baiknya Wirayuda - berkata Ki Patih - tetapi kau harus
sangat berhati-hati. Mungkin orang-orangmu telah ada pula yang terseret kcdalam jalur
kegiatan Ki Rangga sehingga usahamu akan sia-sia. Sementara itu kau harus tetap
melindungi nama Ki Ajar Gurawa agar ia tidak terjebak dalam satu kesulitan. "
Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Ia sadar, bahwa penyelidikannya selanjutnya atas Ki
Rangga Resapraja dan Ki Rangga Ranawandawa harus melalui jalurnya sendiri tanpa
mengkaitkan nama Ki Ajar Gurawa yang menyebut dirinya Kerta Dangsa itu. Dengan
demikian maka jika jalur penyelidikannya terputus karena orang-orangnya ada yang sudah
terpengaruh oleh kedua orang itu, maka persoalannya akan dapat dibatasi.
Ki Ajar Gurawa meninggalkan Sumpyuh sebelum Ki Jayaraga kembali dari Kotaraja.
Namun segala pembicaraan telah dilakukan dan mendapatkan kesepakatan. Dengan
demikian, maka mereka bersama-sama tinggal melaksanakannya saja.
Perhatian kelompok Gajah Liwung yang dipimpin oleh Sabungsari itu kemudian
dipusatkan kepada jalur yang sudah ditempuh oleh Ki Ajar Gurawa. Seperti yang
dikatakannya, maka lewat senja hari itu, Ki Ajar akan menghubungi Ki Rangga
Ranawandawa. Ki Ajar sudah dibenarkan datang bersama dengan kedua orang muridnya
yang disebutnya kemanakannya itu.
Sebenarnyalah ketika senja mulai turun, maka Ki Ajar sudah berjalan menuju ke arah
yang dikatakan oleh Dipacala. Ia telah melangkah menuju ke rumah Ki Rangga
Ranawandawa yang letaknya memang agak lebih ke pinggir daripada rumah Ki Rangga
Rerapraja. Ternyata Ki Ajar Gurawa yang diKertal dengan nama Ki Kerta Dangsa itu diterima
dengan baik oleh Ki Rangga Ranawandawa. Sementara itu Dipacalapun telah berada
dirumah itu pula bersama tiga orang yang lain.
Ki Ajar yang bertindak sangat berhati-hati itu tidak berbuat sesuatu kecuali menunggu,
la duduk bersama kedua muridnya disebuah amben yang tidak terlalu panjang diserambi
rumah Ki Rangga yang luas. Sementara itu tiga orang yang telah datang lebih dahulu
duduk disisi yang lain. Ketiga orang itu memang nampak kasar dan garang. Namun Ki Ajar
sendiri memang berusaha untuk nampak kasar dan garang. Pakaiannyapun telah
disesuaikannya pula. Demikian pula kedua orang muridnya yang masih muda itu.
Tetapi rasa-rasanya ketiga orang yang telah ada diserambi itu selalu mengawasinya,
sehingga Ki Ajar menjadi agak canggung karenanya.
" Mungkin orang-orang itu merasa belum pernah melihat kami - berkata Ki Ajar itu
didalam hatinya. Beberapa saat lagi, ternyata telah datang lagi dua orang yang tidak kalah kasarnya dari
ketiga orang yang telah lebih dahulu ada diserambi itu. Keduanya memandang berkeliling
sebelum kemudian duduk disudut yang lain.
" Kemana kita malam ini" " salah seorang dari kedua orang itu bertanya.
" Tidak malam ini " Dipacala yang menjawab.
" Jadi" " bertanya orang itu.
" Kita tunggu Ki Rangga Ranawandawa. Mungkin ada pembicaraan yang perlu malam
ini. ~ jawab Dipacala. Orang itu mengangguk-angguk. Sementara Ki Rangga yang berada didalampun telah
keluar dan duduk diserambi itu pula.
- Besok kita bergerak - berkata Ki Rangga - kita akan mengatur laku kegiatan kita
besok. - - Siapa yang akan pergi" " bertanya salah seorang dari kedua orang yang dalang
terakhir. - Kita yang ada disini " jawab Ki Rangga.
Kedua orang itu termangu-mangu sejenak. Ketika mereka memandang kedua orang
murid Ki Ajar Gurawa, seorang diantara-nya bertanya " Bersama kedua anak-anak itu" "
- Ya " jawab Ki Rangga.
- Apakah sudah tidak ada orang lagi diantara kita sehingga kita mengajak kanak-kanak
yang baru kemarin dapat berjalan" Siapakah mereka. -
- Kau atau aku yang menentukan" " bentak Ki Rangga. Orang itu terdiam. Ternyata
wibawa Ki Rangga Ranawandawa cukup tinggi.
Dalam pada itu Ki Ranggapun berkata selanjutnya - Kita sudah memutuskan untuk
tidak bergerak sama sekali selama sepekan ini. Malam ini adalah malam terakhir. Besok
kita mulai dengan satu langkah yang tidak boleh gagal, karena sasarannya sudah benarbenar
dipilih dari lima pilihan. Kita besok bergerak dengan kekuatan yang besar, Namun
kita tidak dapat menunggu kawan-kawan kita yang sedang kembali ke padepokan. Karena
itu, aku memutuskan untuk membawa Kerta Dangsa bersama kedua orang kemanakannya
itu. Sementara ini kita masih menunggu tiga orang kawan kita yang lain. -
Orang-orang yang ada di serambi itu mengangguk-angguk. Sementara itu Ki
Ranggapun berkata - Duduklah. Jangan gelisah dan jangan menilai orang lain yang aku
undang kerumahku. " Ketika kemudian Ki Rangga masuk lagi keruang dalam, salah seorang dari ketiga orang
yang datang lebih dahulu bertanya kepada kedua orang yang datang kemudian - Dimana
Wirog itu" Apakah kau tidak bersamanya" "
- Anak itu benar-benar demit - jawab salah seorang dari keduanya - ia singgah dirumah
Biyang Sentir. - -- Anak itu seharusnya dibunuh saja. Dirumah Biyang Sentir ia akan dapat membuka
rahasia jika ia terlalu banyak minum tuak.
- Pinjal dan Lorog akan mencegahnya - jawab orang itu. -Kalau semuanya menjadi
mabuk" ~ berkata salah seorang yang lain di antara ketiga orang itu.
- Jika rahasia itu terbuka, Biyang Sentir memang harus dibunuh. Tetapi Biyang Sentir
tidak akan berusaha mengungkit rahasia apapun. Asal Wirog memberinya uang, itu sudah
cukup. " jawab salah seorang dari kedua orang yang datang kemudian.
Ki Ajar Gurawa termangu-mangu mendengar pembicaraan itu. Ketika ia dengan sekilas
melihat wajah murid-muridnya, ia melihat kerut di dahi mereka. Namun mereka sudah
memasuki satu lingkungan yang keras dan kasar, Merekapun harus dapat menyesuaikan
diri dengan sebaik-baiknya.
Sejenak kemudian, maka telah dihidangkan minuman dan makanan bagi mereka.
Wedang jahe hangat dengan gula kelapa. Beberapa potong sagon manis dan beberapa
bungkus lemet ketela pohon.
Beberapa saat lamanya mereka menunggu. Tetapi ketiga orang itu masih belum
datang. Ki Rangga Ranawandawa yang kemudian juga ikut duduk bersama orang-orang
itu menjadi gelisah. Susul mereka ~ berkata Ki Rangga kemudian.
Dipacala yang berkumis melintang itupun kemudian ikut memerintah - Susul ketiganya.
Aku tidak telaten menunggu.
- Agaknya mereka sudah tahu bahwa malam ini kita masih belum akan bergerak. "
jawab salah seorang dari antara kedua orang yang datang kemudian. " Tahu atau tidak,
aku tidak mau menunggu lama - jawab Ki Rangga.
Kedua orang itupun kemudian bangkit berdiri. Tetapi sebelum mereka beranjak keluar,
maka mereka telah mendengar suara orang bercakap-cakap dituar.
- Itu mereka " desis salah seorang dan kedua orang yang akan menjemput itu.
Sejenak kemudian, maka pintupun terbuka Seorang yang bertubuh tinggi kekar dengan
jambang dan kumis tebal melangkah masuk. Suara tertawanya terdengar tinggi sambil
berkata - He, apakah kalian sudah lama menunggu" "
Duduk ~ tiba-tiba Ki Rangga membentak.
Wirog, orang yang bertubuh tinggi kekar dengan jambang dan kumis tebal itu,
termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun bergeser ke amben yang berada di
sebelah pintu serambi itu. Dua orang kawannya diam-diam telah melangkah masuk pula
dan duduk disebelah Wirog.
- Kemana saja kalian" - bertanya Ki Rangga.
Ternyata wibawa Ki Rangga memang besar. Wirog yang bertubuh tinggi besar itu
seakan-akan telah berkerut - Kami singgah di kedai minum itu sebentar Ki Rangga. "
- Mabuk lagi" desak Ki Rangga.
- Tidak. Tidak sampai mabuk. - jawab Wirog.
- Kertapa kau datang sangat terlambat" - bertanya Ki Rangga pula.
- Bukankah malam ini kita tidak akan berbuat sesuatu" - Wirog justru bertanya.
- Meskipun tidak, tetapi bukankah aku minta kalian datang lewat senja" - sahut Ki
Rangga. Wirog itu menundukkan kepalanya. Demikian pula kedua orang kawannya.
- Minumlah jika kau sudah menjadi haus lagi. Kita akan berbicara tentang rencana kita
besok " berkata Ki Rangga kemudian.
Ketiga orang itu masih saja menunduk. Sementara ki Ranggapun berbicara tentang
rencananya. - Besok kita berkumpul sedikit lewat senja. Jangan terlambat " berkata Ki Rangga
Ranawandawa. Semua orang yang ada diruang itu mengangguk.
- Dipacala sendiri akan memimpin kalian kerumah saudagar emas dan berlian itu.
Menurut pengamatan terakhir, setelah peristiwa perampokan yang telah terjadi itu,
dirumah telah dijaga oleh sekitar lima orang yang dianggap akan mampu melindungi
rumah itu. Tetapi kelima orang itu bersama keluarga Ki Saudagar tidak akan mampu
membendung kalian. Kita akan mendatangi rumah itu dengan lebih dari sepuluh orang.
Tidak usah terjadi pembunuhan. Yang penting harta benda orang itu dapat kalian kuasai.
Pembunuhan hanya terjadi dalam keadaan yang tidak mungkin dihindari. Jika seorang
saja mati, maka para petugas sandi akan melipat gandakan usaha pencarian. " berkata Ki
Rangga. Yang ada diruang itu mendengarkan sambil mengangguk-angguk.
Sementara itu Ki Rangga Ranawandawapun berkata Aku Kertal baik dengan orang yang
akan kalian rampok besok. Karena itu aku tahu pasti, bahwa didalam rumahnya itu
terdapat perluasan yang tidak ternilai harganya. Menurut penilaianku, saudagar yang satu
ini memiliki perhiasan emas dan berlian lebih banyak dari tiga saudagar terkaya yang lain
di Kotaraja ini. Meskipun seandainya ada sebagian dari perhiasan itu terjual, namun yang
masih tinggal dirumahnya tentu masih cukup banyak. Karena itu, kalian besok harus
berhasil. - Orang yang ada di serambi itu saling memandang. Bahkan ada diantara mereka yang
sempat menghitung, termasuk Wirog.
- Sepuluh orang " desis Wirog.
- Apakah kau tidak dapat menghitung sampai dua belas" -bertanya Ki Rangga. -
Termasuk anak-anak itu" - bertanya Wirog pula.
- Bertanyalah, apakah mereka berani melakukan tugas ini. Jangan bertanya kepada
Kerta Dangsa pamannya itu. Bertanyalah kepada kemanakannya itu. - jawab Ki Rangga.
" untuk melakukan tugas ini memang diperlukan keberanian. ~
Wirog mengangguk. Tetapi ia masih ragu-ragu.
- Bertanyalah langsung kepada mereka " bentak Ki Rangga.
Kerta Dangsa menjadi berdebar-debar. Jika ia sudah menjalani ujian, maka kedua
muridnya ternyata harus diuji pula. Apakah mereka pantas untuk ikut atau tidak. Karena
itu Kerta Dangsa memutuskan untuk tidak mencampuri sikap murid muridnya. Ia hanya
berharap agar murid-muridnya tanggap atas keadaan yang mereka hadapi. "
Wirog yang merasa sudah mendapat perintah dari Ki Rangga itupun telah bangkit dan
melangkah mendekati kedua orang murid yang diaku sebagai kemanakan Kerta Dangsa
itu. Dengan kasar Wirog bertanya " Gus, apakah kau akan ikut berburu besok" -Kerta
Dangsa mengerutkan keningnya. Namun nampaknya kemanakannya itu - tanggap.
Dengan tegas yang tertua diantara mereka menjawab " Ya. Aku akan ikut paman.
Bukankah paman akan ikut pula" -
Wirog tertawa. Katanya - Pamanmu besok tidak pergi bertamasya. Tetapi akan
merampok. Mungkin pamanmu mati melawan para gegedug yang diupah untuk
melindungi rumah Ki Sudagar itu. Apakah dengan begitu kau juga akan ikut mati" "
- Paman tidak akan mati. Yang mungkin mati adalah kau -jawab murid Ki Ajar yang
diaku sebagai kemanakannya itu.
- Tutup mulutmu - bentak Wirog " kau sudah mulai mengigau. Jika sekali lagi kau
menyinggung perasaanku . aku pilin lehermu. --
Tetapi yang tidak diduga-duga telah terjadi. Tiba-tiba saja murid Ki Ajar yang tertua itu
membentak sambil bangkit.
" Apa hakmu mempersoalkan aku dan adikku" "
Wirog terkejut bukan kepalang. Anak muda yang disebutnya masih kanak-kanak itu
berani membentaknya. Justru karena itu untuk beberapa saat Wirog berdiri terheran
heran. - Kau heran" - bertanya Dipacala.
" Anak iblis -- Wirog itu menggeram. Dan dengan nada geram ia bertanya ~ Kau
berani membentak aku" -
- Kau berani mengancam aku - sahut murid Ki Ajar yang tua itu.
Wirog tiba-tiba saja berpaling kepada Dipacala sambil menggeretakkan gigi menahan
kemarahan yang menggelegak didadanya. Katanya - Ki Lurah, apa yang boleh aku lakukan
atas anak ini" - " Sekehendakmu. Ia sudah berani menyatakan dirinya ikut dalam perburuan kita.
Karena itu maka ia tentu menyadari apa yang dilakukannya. Ia tidak akan tergantung
kepada orang lain untuk bersandar atas sikap yang diambilnya. " jawab Dipacala.
Ki Ajarpun mengerti bahwa itu merupakan satu isyarat, bahwa kedua muridnyapun
harus diuji. Atau salah seorang daripadanya, untuk menentukan, apakah mereka pantas
untuk ikut atau malahan justru akan menghambat pekerjaan mereka.
Karena itu, Ki Ajarpun sama sekali tidak mencampurinya la duduk saja terkantuk-kantuk
sambil menggaruk punggungnya sekali-sekali jika punggungnya terasa gatal.
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun dalam pada itu Wirogpun seakan-akan telah mendapat ijin untuk berbuat apa
saja atas anak muda yang telah berani menantangnya itu. Karena itu, dengan kasar Wirog
telah menggapai pundak anak itu.
Tetapi sementara tangannya dengan jari-jari terbuka terjulur " untuk menggapai
pundak anak muda itu, maka anak muda itu justru melangkah maju sambil merendahkan
dirinya. Dengan cepat ia berbalik sambil menangkap pergelangan tangan Wirog yang
bertubuh raksasa itu. Justru mempergunakan tenaga dorong Wirog sendiri, maka murid Ki
Ajar itu telah menarik kemudian mengangkat pundaknya, sehingga Wirog yang tubuhnya
jauh lebih besar daripadanya itu terangkat dan terputar di udara.
Dengan derasnya Wirog itupun jatuh terbanting dilantai serambi yang keras, hampir
saja menimpa Ki Ajar yang duduk dengan tenang ditempatnya.
Ki Ajar memang dengan cepat bergeser. Hampir tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang. Namun ia sudah terbebas dari hempasan tubuh yang terbanting jatuh itu.
Terdengar teriakan tertahan. Demikian tubuh itu jatuh terbanting dilantai, maka anak
muda yang membantingnya itu melangkah beberapa langkah surut sambil memperhatikan
Wirog yang kesakitan terbaring dilantai. Tangannyapun kemudian menggapai-gapai.
Ketika tangannya menangkap amben bambu tempat Ki Ajar duduk, maka iapun berusaha
untuk bangkit berdiri. Namun tulang belakang Wirog itu seakan akan telah menjadi berpatahan.
- Iblis kau ~ geram Wirog sambil menyeringai - kau kira kau telah berhasil" Licik "
sambil berpaling kepada Ki Rangga ia bertanya - Jika aku tidak dianggap bersalah, aku
akan membunuhnya. " Kau kira ia akan membiarkan dirinya kau cekik sampai mati" -- bertanya Ki Rangga.
~ Aku akan membunuhnya -- geram Wirog.
Ternyata baik Ki Rangga maupun Dipacala sama sekali tidak mencegahnya. Wirog
melangkah maju mendekati murid Ki Ajar yang tua itu.
Murid Ki Ajar itu memang selangkah surut. Ia berusaha untuk berada ditempat yang
lebih lapang. Jika Wirog itu menyerangnya, maka murid Ki Ajar itu benar-benar akan
bertempur untuk membuat raksasa yang sombong itu menjadi jera.
Mula-mula Ki Ajar menjadi cemas. Jika muridnya itu menunjukkan unsur-unsur gerak
ilmunya yang-sesungguhnya, mungkin Ki Rangga atau Ki Dipacala akan menjadi curiga.
Meskipun Ki Ajar tahu bahwa muridnya itu tanggap atas keadaan yang dihadapinya,
namun dalam ketidak sadaran, ia akan dapat terjebak sehingga Ki Rangga mencurigainya,
sehingga rencana selanjutnya akan sulit dilakukannya,
Tetapi ternyata bahwa muridnya itupun mengerti. Karena itu, ia merasa tidak perlu
mempergunakan unsur-unsur khusus dari perguruannya atau yang menjadi ciri dari
perguruannya. Ketika Wirog itu mendekatinya, maka murid Ki Ajar itu sudah bertekad untuk
melawannya dengan beradu kekuatan. Meskipun tubuhnya jauh lebih kecil dari tubuh
Wirog, tetapi dengan landasan tenaga cadangan didalam dirinya, ia yakin akan dapat
mengimbangi kekuatan Wirog itu.
Sebenarnyalah, bahwa Wirog memang hanya melandasi keberaniannya atas
kekuatannya yang besar. Namun ketika ia berusaha memukul kening lawannya yang
masih muda itu, lawannya telah menangkis serangannya dengan cepat, mengangkat
tangan lawannya yang terayun itu sehingga lambungnya terbuka. Dengan keras sekali
anak muda itu telah memukul lambung Wirog yang terbuka itu.
Terdengar Wirog mengaduh kesakitan, sehingga badannya justru terbungkuk. Dengan
kasarnya, murid Ki Ajar yang tua itu telah mencengkam rambutnya dan membenturkan
kepala Wirog itu pada lututnya.
Wirog berteriak kesakitan. Sekali lagi tubuhnya jatuh tersungkur dilantai demikian
lawannya itu melepaskan rambutnya. Balikan kemudian darah telah meleleh dari
hidungnya. Namun kemudian ketika dengan kasar anak muda itu membalik tubuh Wirog dan siap
menginjaknya, maka terdengar Ki Rangga mencegahnya " Cukup. Kau sudah
membuktikan bahwa kau memang pantas untuk ikut serta besok bersama pamanmu. ~
- Tetapi ia menghina aku " geram anak muda itu.
- Cukup. Kau dengar kata-kataku" ~ hentak Ki kangga. Anak muda itu tidak menjawab
lagi. Iapun kemudian bergeser kembali ketempat duduknya. Meskipun wajahnya masih
gelap, tetapi anak muda itu telah duduk kembali.
Sementara itu Wirogpun telah bangkit. Sambil mengusap darah dihidungnya ia
menggeram " Aku akan membunuhnya.
- Kau yang akan dibunuhnya ~ sahut Ki Kangga -- karena itu aku perintahkan kalian
berdua tidak lagi bermusuhan agar aku tidak perlu membunuh kalian berdua. Kau tahu
bahwa aku tidak pernah bermain-main dengan ancamanku" ~
Wirog mengangguk kecil. -- Pergi kebelakang. Bersihkan wajahnya itu di pakiwan -berkata Ki Rangga kemudian.
Wirog itu kemudian telah pergi ke pakiwan. Sementara Ki Rangga berkata " Nah,
terbukti bahwa kemanakanmu juga pantas untuk ikut Kerta Dangsa. "
- Sudah aku katakan, mereka lebih kasar dari aku - berkata Kerta Dangsa.
- Kendalikan kemanakanmu agar mereka tidak menjadi besar kepala sehingga aku
sendiri harus membunuhnya ~ berkata, Ki Rangga.
Kerta Dangsa mengangguk sambil menjawab - Ya Ki Rangga -
- Satu-satunya hukuman disini adalah mati. Kami tidak pernah melepaskan anggauta
kami hidup hidup Apalagi jika kami tahu bahwa orang itu akan berkhianat. -- berkata Ki
Rangga selanjutnya. Kerta Dangsa mengangguk kecil. Tetapi ia tidak menjawab, lapun tahu bahwa ancaman
itu diberikan juga kepadanya dan kepada kedua muridnya itu.
Sejenak kemudian, Wirogpun telah hadir pula setelah mencuci mukanya yang dibasahi
oleh darahnya yang mengalir dari hidungnya. la tidak lagi duduk sambil menengadahkan
wajahnya. Ternyata anak-anak ingusan itu memiliki kemampuan dan kekuatan yang
sangat besar. - Nah - berkata Ki Rangga kemudian - besok kalian harus berkumpul disini. Lewat
senja. Jangan terlambat. Kita masih akan menentukan sikap terakhir. Tetapi tidak akan
merubah rencana induk yang sudah aku tetapkan. "
Demikianlah, orang-orang yang hadir di serambi itupun diijinkan untuk meninggalkan
rumah Ki Rangga dengan pesan, besok mereka tidak boleh terlambat. Terutama Wirog
dan kawan-kawannya. Tanpa dipesan lagi, orang-orang itu keluar dari regol halaman Ki Rangga dengan sangat
hati-hati. Seorang demi seorang agar jika ada orang yang melihat, perhatian mereka tidak
tertuju langsung kepada beberapa orang sekaligus.
Ki Ajar Gurawa dan kedua orang muridnya pun telah meninggalkan tempat itu pula.
Mereka langsung menuju ke Sumpyuh untuk bertemu dengan anggauta kelompok Gajah
Liwung yang dipimpin oleh Sabungsari.
Ki Ajar menyadari bahwa ia bersama kedua muridnya akan menjadi sangat letih. Malam
itu mereka kembali ke Sumpyuh, besok mereka harus kembali ke rumah Ki Rangga
Ranawandawa. Namun ketiganya memang sudah berniat untuk memasuki sarang
kelompok yang ternyata memang mengarah ke kelompok yang mereka cari.
Ketika rencana itu kemudian disampaikannya kepada anggauta-anggauta Gajah Liwung,
maka Sabungsaripun berkata ~ Kita akan melaporkannya kepada Ki Wirayuda atau kita
sendiri langsung akan mencegahnya. --
- Jangan sekarang - berkata Ki Ajar Gurawa " biarlah sekarang rencana ini berjalan
dengan baik. Jika rencana ini gagal justru saat kami memasuki gerombolan itu, maka
mereka tentu akan segera mencurigai kami. Apalagi orang-orang seperti Ki Rangga
Ranawandawa dan Rangga Resapraja akan dapat melihat lewat kedudukan mereka dan
pengaruhnya atas para petugas sandi. "
~ Jadi saudagar itu akan dikorbankan" - bertanya Sabungsari.
" Kali ini saja " jawab Ki Ajar Gurawa " Aku akan menjaga agar tidak terjadi korban
jiwa. Terutama dari lingkungan Ki Saudagar bersama keluarganya. Apabila kelak
gerombolan ini dapat dibongkar sampai tuntas, maka kekayaan gerombolan ini akan dapat
diambil alih dan tentu saja dengan agak kesulitan perhiasan saudagar itu dapat
dikembalikan. " Sabungsari mengangguk-angguk. Kelompok itupun pernah menemukan kekayaan yang
sangat banyak sekali dan telah diserahkan kepada Ki Wirayuda.
Dengan demikian maka kelompok Gajah Liwung itupun berjanji untuk tidak ikut campur
atas perampokan yang bakal terjadi itu. Demikian pula mereka belum akan melaporkan
kepada para petugas sandi.
Pada saat yang telah ditetapkan, maka Ki Ajar Gurawa dan kedua orang muridnya telah
berada dirumah Ki Rangga Ranawandawa pula. Ki Ajar Gurawa telah memperingatkan
muridnya, apabila Wirog dan kawan-kawannya mendendamnya.
" Aku sudah bersiap menghadapinya, Guru " jawab muridnya.
- Tetapi menurut perhitunganku, Wirog tidak akan berbuat apa-apa. Orang-orang yang
demikian biasanya justru melihat kenyataan. Jika ia sudah dikalahkan, ia tidak akan berani
lagi melawan. Apalagi dibawah saksi pimpinannya - berkala Ki Ajar " namun memang ada
kemungkinan ia minta bantuan orang lain. --
- Kami akan berhati-hati Guru - jawab muridnya.
Sebenarnyalah Wirog memang merasa tidak mampu mengimbangi kemampuan anak
muda itu. Kepada kawan-kawannya ia berkata - Tenaga anak muda itu luar biasa. Seperti
seekor orang hutan. Nampaknya ia memiliki kekuatan dari iblis. -
- Apakah kau tidak ingin membalas dendam" ~ bertanya seorang kawannya.
" la akan dapat mematahkan leherku. Aku kira pamannya yang bernama Kerta Dangsa
itu memiliki kekuatan yang lebih besar, "jawab Wirog yang seakan-akan memang sudah
menjadi jera. Seperti yang diminta oleh Ki Rangga, maka orang-orang yang akan menyertai Dipacala
merampok sasaran yang sudah ditentukan itu tidak ada yang datang terlambat. Wirog
juga tidak. Kemudian dengan jelas Ki Rangga memberitahukan sasaran yang akan mereka tuju. Ki
Ranggapun menjelaskan keadaan rumah dan ruangan-ruangan yang ada di rumah itu.
Pintu-pintu butulan dan longkangan-longkangan.
Sekali lagi Ki Rangga berkata - Jika tidak terpaksa sekali, jangan ada korban jiwa. Aku
Kertal baik dengan saudagar yang kaya itu. Bahkan seluruh keluarganya. Jika nasib buruk,
satu atau dua orang tertangkap, jangan sebut namaku. Siapa yang berani menyebut
namaku, akan mati dalam keadaan yang paling buruk di ruang tahanannya. Aku dapat
berbuat apa saja atas mereka yang tertawan. Sementara tidak seorangpun akan percaya
bahwa aku terlibat dalam perampokan itu. Tetapi jika ada diantara kalian yang tertangkap
dan tidak menyebut namaku, aku akan mengusahakan keadaan yang paling baik baginya
di dalam tahanan. Bahkan mungkin dibebaskan. -
Orang-orang itu mengangguk-angguk. Mereka memang tidak merasa perlu menyebut
Ki Rangga Ranawandawa. Yang mereka anggap pimpinan mereka adalah Ki Dipacala yang
akan mempertanggungjawabkan segala akibat yang terjadi pada perampokan yang akan
mereka lalaikan. Pada saat terakhir, ternyata semua yang berangkat sebanyak lima belas orang
termasuk Ki Ajar dan dua orang muridnya. Dipacala telah membawa tiga orang kawan
lagi. Juga diantara orang-orang yang sudah mereka Kertal sebelumnya. Dengan demikian,
maka orang baru diantara mereka adalah Kerta Dangsa dengan dua orang kemanakannya.
Namun Kerta Dangsa telah menjalani ujian kesetiaan paling berat diantara orang-orang
itu. Tetapi sampai sekian jauh, Kerta Dangsa masih belum berani mengungkit hubungan
orang-orang itu dengan kelompok yang juga menyebut diri bernama kelompok Gajah
Liwung. Juga belum berani bertanya hubungan mereka dengan Pati dan Gunung Kendeng.
Ketika saatnya sudah tiba, maka Dipacalapun mulai mengatur langkah. Mereka akan
datang ketujuan melalui jalan yang berbeda beda. Pada tengah malam mereka akan
berkumpul ditempat yang sudah ditentukan.
- Hati-hati. Jangan sampai terlihat oleh prajurit yang meronda di malam hari. Mereka
tentu akan bertindak tegas lei hadap siapapun yang mereka curigai " pesan Ki Dipacala.
Kemudian katanya pula - Cegah setiap usaha siapapun untuk memukul isyarat dengan
kentongan. Terutama orang-orang di halaman rumah saudagar itu. Menurut penilikan
kami. dituar rumah itu, hanya terdapat sebuah kentongan yang digantung dilingkungan
sebelah kiri. Kentongan itu harus dikuasai lebih dahulu. Juga harus dijaga pintu butulan.
Ada dua pintu butulan. Satu lagi pintu belakang dapur. Tidak seorangpun boleh keluar dari
rumah itu. Lima orang upahan yang menjaga rumah itu berada ditiga tempat. Dua orang
digandok kanan dan dua orang digandok kiri. Sedangkan seorang diantaranya berada
diruang tengah bersama Ki Sudagar sendiri. Ingat, Ki Sudagar juga seorang yang berilmu.
Kerta Dangsa mendapat tugas untuk menghadapi Ki Sudagar itu. Hati-hati. Jika tidak,
maka kau benar-benar akan mati dirumah itu. Kedua kemenakanmu akan membantumu
jika salah seorang upahan itu membantu Ki Sudagar. Kami akan menyelesaikan tugas tugas yang lain. Ingat, jumlah kita semuanya limabelas orang. Jika kita gagal, maka itu karena kedunguan kita. Tidak perlu menambah jumlah karena hanya akan menambah beban. "
Demikianlah, maka sebelum tengah malam, lima belas orang itu sudah meninggalkan
rumah Ki Rangga Ranawandawa. Mereka mengikuti jalan masing-masing sesuai dengan
rencana. Sebelum tengah malam mereka harus sudah berkumpul ditempat yang sudah
ditentukan. Sebenarnyalah bahwa Ki Ajar Gurawa memang menjadi berdebar-debar. Bagaimanapun
juga ada semacam kegelisahan didalam hatinya. Nuraninya sama sekali tidak
membenarkan tindakan yang akan dilakukannya. Apalagi ia merasa telah mengorbankan
seseorang untuk menembus dinding yang menyelubungi sebuah gerombolan yang harus
dihancurkan sampai ke akarnya apapun alasan kehadiran gerombolan itu. Tetapi ia tidak
mempunyai pilihan lain. Pengorbanan saudagar itu akan memberikan arti yang besar bagi
kelompok Gajah Liwung. Bukan bagi kepentingan kelompok itu sendiri. Tetapi bagi
kepentingan Mataram dan bagi kepentingan hidup bebrayan.
" Mudah-mudahan pengorbanan saudagar emas dan permata itu dapat ditebus dihari
hari mendatang. ~ berkata Ki Ajar didalam hati, karena Ki Ajar yakin bahwa baik Ki
Wirayuda maupun Ki Patih Mandaraka sendiri tentu akan menilai semua langkah yang
diambil untuk mematahkan keberadaan gerombolan yang telah membayangi Mataram dan
bahkan telah menimbulkan keresahan.
Kedua murid Ki Ajarpun ternyata juga menjadi gelisah. Mereka telah dengan sengaja
memasuki satu lingkungan hitam yang sebelumnya selalu dimusuhinya.
" Apakah langkah ini tidak berbahaya bagi Ki Saudagar" -bertanya muridnya yang
muda ketika mereka duduk bertiga saja sambil menunggu langkah-langkah yang akan
diambil malam itu. " Kita akan berusaha untuk melindunginya, Tentu dengan cara yang tidak
menimbulkan kecurigaan. Adalah satu keberuntungan lagi bahwa akulah yang diwajibkan
untuk menghadapi Ki Saudagar. - berkata Ki Ajar Gurawa dengan nada dalam.
Merekapun tidak sempat bercakap-cakap lagi. Sejenak kemudian maka segala-galanya
telah siap. Dipacala yang memimpin perampokan malam itu telah menjadi semakin
garang. Seperti seekor harimau yang liar dan buas, ia menentukan langkah-langkah yang
harus diambil oleh orang-orang yang ikut dalam perampokan itu. Sekali-sekali ia
menggeram dan mengancam. Sikapnya memang agak berubah. Seakan-akan dalam
keadaan yang demikian didalam tubuhnya itu telah hadir kekuatan hitam yang
mengerikan. Kedua orang murid Ki Ajar Gurawa menjadi berdebar-debar melihat sikap itu. Namun Ki
Ajar berdesis ditelinga mereka - Dalam keadaan yang demikian kalian harus patuh asal
tidak sampai melanggar landasan penimbangan kita memasuki lingkungan ini. la dapat
menjadi buas dan bahkan liar. Apalagi jika tugas ini dibayangi kegagalan. ~
Kedua murid Ki Ajar itu mengangguk-angguk.
Ketika saatnya sudah dianggap tepat, maka Dipacala itupun telah memberikan isyarat
kepada orang-orangnya untuk mulai bergerak. Dua orang yang berjalan lebih dahulu akan
memperhatikan suasana. --
Setelah yakin bahwa tidak ada orang yang melihat kehadiran mereka, limabelas orang
itupun dengan cepat telah memasuki halaman. Mereka tidak membuka pintu regol
halaman. Tetapi mereka telah berloncatan dari segala arah, melompati dinding yang
mengelilingi halaman dan kebun rumah Saudagar itu. Dengan cepat pula setiap orang
menempatkan dirinya ditempat yang telah ditentukan. Tiga orang digandok kiri. Tiga
orang digandok kanan dan tiga orang siap memasuki ruang dalam. Mereka adalah Ki Ajar
dan kedua muridnya. Yang lain mengawasi pintu butulan dan kentongan. Sementara
Dipacala sendiri akan merampas emas dan berlian dibantu oleh seorang kepercayannya,
yang juga akan melalui ruang dalam.
" Mereka tentu mengadakan perlawanan " berkata Dipacala sesaat sebelum mereka
berpencar - karena itu kalian harus siap bertempur meskipun Ki Rangga berpesan, jika
tidak terpaksa jangan membunuh agar para petugas sandi tidak menjadi semakin garang.
Memang lebih baik jika mereka tidak melalaikan perlawanan. "
Ketika semua sudah siap ditempat masing-masing, maka Dipacalapun telah mengetuk
pintu rumah Ki Saudagar itu perlahan-lahan.
Ternyata ketukan itu telah berhasil membangunkan Ki Saudagar. Karena itu, terdengar
ia bertanya -- Siapa dituar" -
- Aku Ki Saudagar " jawab Dipacala.
- Aku siapa" ~ desak K i Saudagar.
- Peronda digardu. Kami ingin memberikan beberapa keterangan. Jawab Dipacala.
- Aku Kertal semua orang - jawab Ki Saudagar - siapa yang meronda"
Dipacala telah mendapat keterangan, bahwa Ki Saudagar agak kurang rapat bergaul
dengan tetangganya karena pekerjaannya yang sering membawanya ketempat yang agak
jauh sehingga seakan-akan ia jarang sekali ada di rumah. Ia berangkat pagi-pagi dan
pulang menjelang senja. Karena itu Dipacalapun tahu, bahwa saudagar itu tidak akan
dapat mengenali tetangga-tetangganya dengan baik. Apalagi anak-anak mudanya. Karena
itu maka iapun menjawab " Aku Subi anak Suta. "
Ternyata Ki Saudagar itu justru ragu-ragu. Jawaban Dipacala yang seakan-akan pasti
itu membuatnya bimbang. - Ki Saudagar - berkata Dipacala - kami melihat tiga orang bergerak memasuki
padukuhan ini. - Keterangan singkat itu nampaknya memang menarik perhatian Ki Saudagar. Bahkan
kemudian Dipacala mulai berbicara dengan kata-kata yang sengaja dibuat kurang jelas.
Ternyata pancingan Dipacala itu berhasil. Meskipun dengan ragu, namun akhirnya
Dipacala mendengar langkah mendekati pintu. Tidak hanya seorang. Tapi dua orang.
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dipacalapun memberi isyarat kepada orang-orang yang bersamanya berdiri dimuka
pintu itu untuk berhati-l.ati.
Namun ternyata Ki Sudagarpun bertindak sangat hati-hati. Sebelum ia membuka pintu,
ia telah menarik ujung dua utas tali yang menggantung disebelah pintu
Ternyata Dipacala sama sekali tidak menduga, bahwa dengan demikian maka tali-tali
yang menjalar panjang itu telah menggerakkan genta yang ada di gandok sebelah
menyebelah, sehingga dengan demikian maka orang-orang yang diupah oleh saudagar
emas berlian itu segera mempersiapkan diri.
Tetapi ternyata Dipacala benar-benar seorang perampok yang berpengalaman. Iapun
segera memberi isyarat agar semua orang tetap tenang. Tiga orang yang berada digandok
kiri dan tiga.orang digandok kananpun sama sekali tidak berbuat sesuatu. Bahkan mereka
berusaha untuk berada ditempat yang gelap, terlindung dari cahaya lampu minyak
dipendapa. Karena tidak ada gejolak sama sekali dituar pintu pnnggitan, maka Ki Saudagar itu
bertanya sekali lagi - Apa yang telah kau lihat" ~
-- Ki Saudagar " jawab Dipacala - kami berlima melihat tiga orang itu. Kami menjadi
ketakutan. Kami ingin minta ijin untuk berada disini. " ,
- Kertapa kalian ketakutan" " bertanya Ki Saudagar.
Dipacala memang menjawab. Tetapi jawabannya tidak begitu jelas. Yang terdengar
hanyalah ~ Tiga orang yang garang. -
Nampaknya Ki Saudagar memang tertarik kepada keterangan yang kurang jelas itu.
Perlahan-lahan ia mengangkat selarak pintu pringgitan.
Sejenak kemudian pintu pringgitan itu terbuka. la memang melihat lima orang berdiri
dipendapa. Namun lima orang itu tidak seperti,yang dibayangkannya. Bukan lima orang
anak muda yang pucat dan ketakutan. Tetapi lima orang laki-laki yang garang.
Ki Saudagar segera menyadari, bahwa ia telah terjebak. Karena itu, maka iapun segera
menarik ujung tali yang menggantung di sebelah pintu. Keras sekali, sehingga genta di
gandok sebelah menyebelah itupun berdering keras.
Orang-orang yang diupah oleh Ki Saudagar itupun segera menyadari bahwa sesuatu
telah terjadi di rumah Ki Saudagar itu.
Sementara itu Dipacala yang bertugas untuk merampas harta benda milik saudagar itu,
terutama emas dan berlian bersama dengan seorang kepercayaannya justru melangkah
surut. Ki Ajar menyadari, bahwa tugasnya adalah memancing saudagar itu untuk
bertempur. Dengan tangkasnya Ki Ajar Gurawa yang diKertal bernama Kerta Dangsa itu menyerang
Ki Saudagar dengan pedangnya. Namun Ki Saudagarpun telah bersiap pula. sehingga
dengan tangkasnya ia menangkis serangan itu.
Kerta Dangsa berusaha untuk memutar pedangnya. Namun ketika sekali lagi
pedangnya terjulur, maka Ki Saudagarpun telah menangkisnya pula. Bahkan dengan
cepat, Ki Saudagar telah membalas serangan itu dengan tusukan lurus kearah jantung.
Kerta Dangsa segera meloncat surut. Ketika dengan tangkas saudagar emas berlian itu
memburunya, maka kedua kemanakan Kerta Dangsa itu telah melibatkan diri pula.
Seorang dari orang upahan saudagar itu termangu -mangu. Tetapi melawan tiga orang,
saudagar itu memang mengalami kesulitan. Sementara itu, Kerta Dangsa dan kedua
saudagar itu menjauhi pintu.
Dipacala dan kepercayaannya yang semula termangu-mangu ternyata telah melibatkan
diri pula, sehingga saudagar itu harus melawan lima orang bersama-sarna.
Dalam keadaan yang demikian orang upahan itu tidak mempunyai pilihan. Dengan
geram ia telah meloncati tlundak pintu dan dengan sarta merta telah menyerang orangorang
yang tengah bertempur mengeroyok saudagar itu.
Yang langsung melawan orang itu adalah kedua orang kemanakan Kerta Dangsa itu.
Dengan golok yang besar kedua kemanakan Kerta Dangsa itu melibat orang upahan itu
dengan cepat. sehingga orang itu tidak mempunyai kesempatan untuk membantu Ki
Saudagar. Namun Ki Dipacala dan kepercayaannya tidak berternpur berkepanjangan. Demikian
pintu itu tidak terjaga lagi, keduanya telah menyelinap masuk kcdalam rumah ini. Mereka
langsung pergi ke bilik induk diruang dalam rumah Ki Saudagar, Jika mereka menemukan
Nyi Saudagar, maka dengan mengancam Nyi Saudagar, pertempuranpun akan cepat
selesai. Tetapi ternyata bilik induk rumah itu kosong sama sekali. Ketika mereka mencari dibilikbilik
yang lain, rumah itu benar benar kosong.
- Kemana penghuni rumah ini. - geram Dipacala.
Kepercayaannyapun termangu-mangu. Ternyata seisi rumah itu telah mengungsi,
termasuk anak-anak Ki Saudagar.
-- Ternyata Ki Rangga tidak sempat mendapat keterangan tentang keluarga Ki
Saudagar - geram Dipacala.
Namun ia tidak membuang waktu. Dengan cepat ia telah berusaha untuk menemukan
harta benda Ki Saudagar didalam bilik induk rumah Ki Saudagar yang besar dan luas itu.
Dipendapa, Ki Saudagar bertempur dengan Kerta Dangsa, sementara kedua orang
kemanakan Kerta Dangsa itu telah berusaha mengikat salah seorang dari kelima orang
upahan yang membantu menjaga rumah Ki Saudagar itu dalam pertempuran, sehingga
orang itu tidak sempat berbuat lain. Kedua kemanakan Kerta Dangsa itu berloncatan
dengan cepatnya. Golok ditangan mereka terayun-ayun mendebarkan jantung.
Sementara itu, dua orang yang berada di gandok sebelah kiri dan dua orang disebelah
kananpun telah berloncatan keluar. Namun demikian mereka berada diserambi gandok
masing-masing telah menghadapi tiga orang yang garang dengan senjata ditangan
masing-masing. Pertempuranpun tidak dapat dielakkan. Di serambi gandok kiri, serambi gandok kanan
dan di pendapa. Sedangkan Dipacala dan kepercayaannyapun telah membongkar seisi
bilik induk didalam rumah Ki Saudagar. Tetapi Dipacala tidak segera menemukan emas
dan berlian yang dicarinya.
Ki Sudagar yang merasa cukup aman dibantu oleh lima orang yang dianggap memiliki
kemampuan yang tinggi itu, ternyata tidak mampu untuk mengimbangi kekuatan dan
kemampuan orang-orang yang menyerang rumahnya itu. Apalagi ketika dua orang yang
mengawasi butulan mendapat perintah Ki Dipacala untuk membantu kawan-kawannya
yang bertempur di gandok kiri dan kanan, sementara yang lain masih tetap berada
dibelakang rumah dan seorang lagi menjaga kentongan di longkangan.
Orang orang yang bertugas membantu menjaga rumah Ki Saudagar itu memang orangorang
pilihan. Tetapi ketika masing-masing harus melawan dua orang, maka sulit bagi
mereka untuk tertahan. Dalam pada itu, Ki Saudagar sendiri memang seorang yang berilmu tinggi. Namun
menghadapi Kerta Dangsa maka seakan-akan ia tidak mendapat kesempatan sama sekali.
Demikian pula pemimpin dari pemimpin dari kelima orang yang diupahnya untuk
membantunya. Dua orang anak muda yang dihadapinya, benar-benar memiliki
kemampuan yang sulit untuk dilawan
Dengan nada berat Kerta Dangsa itupun terkata Menyerah sajalah Ki Saudagar. Kami
ingin mendapatkan harta bendamu. Bukan jiwamu. "
- Persetan dengan kalian " geram Ki Saudagar. Namun Kerta Dangsa menekannya
dengan garang. Demikian pula kedua kemanakannya.
Pertempuran yang terjadi di rumah itu semakin lama menjadi semakin sengit. Tidak
seorangpun dari mereka yang sempat menggapai pemukul kentongan di longkangan,
karena setiap orang yang ada dirumah itu harus bertempur melawan dua orang kecuali Ki
Sudagar sendiri yang bertempur melawan Kerta Dangsa.
Halaman yang luas dari rumah saudagar kaya itu seakan-akan telah memisahkan
rumah itu dengan tetangga-tetangganya yang pada umumnya juga berhalaman cukup
luas, meskipun rumah mereka tidak sebesar dan sebaik rumah Ki Sudagar.
Didalam rumah itu, Dipacala masih sibuk mencari harta benda saudagar kaya itu.
Namun mereka lernyaia lidak segera dapat menemukannya.
"Setan saudagar itu " geram Dipacala -- dimana ia menyembunyikan harta bendanya.
" Namun dalam pada itu, Kerta Dangsapun telah membuat perhitungan tersendiri. Jika ia
tidak segera menguasai saudagar itu, maka banyak hal dapat terjadi. Jika perkelahian itu
didengar orang atau diketahui para peronda, maka persoalannya akan menjadi lain.
Karena itu, maka dengan tangkas Kerta Dangsa itu telah mengurung Ki Sudagar
dengan senjatanya. Semakin lama semakin cepat, sehingga saudagar itu tidak mempunyai
ruang gerak lagi, karena setiap kali sabetan senjata Kerta Dangsa rasa-rasanya hampir
menyentuh kulitnya. " Ki Sudagar - berkata Kerta Dangsa sekali lagi - mumpung kulitmu belum tergores
senjata. Sebaiknya kau menyerah. Kau jangan menilai harta bendamu lebih dari
nyawamu, karena kau masih mungkin mendapatkan harta benda sebanyak lebih dari yang
hilang. Tetapi kau tidak akan dapat mencari pengganti nyawamu kemanapun jika
nyawamu hilang. - - Aku yang akan membunuhmu " geram Ki- Sudagar. Tetapi justru ujung senjata Kerta
Dangsa yang hampir saja menyambar bibirnya.
Sebenarnyalah, Ki Sudagar tidak dapat berbuat sesuatu menghadapi Kerta Dangsa.
Namun agaknya Ki Sudagar juga tidak mudah untuk menyerah.
Sementara itu, orang-orang yang, diupah Ki Sudagar yang masing-masing harus
bertempur melawan dua orang itupun hampir tidak mempunyai kesempatan apapun juga.
Para perampok bertempur dengan kasar dan keras, sehingga orang-orang upahan itu
benar-benar mengalami kesulitan. Sedangkan pemimpin dari orang-orang itu, telah
dikuasai pula oleh kedua orang anak muda yang disebut sebagai kemanakan Kerta
Dangsa itu. Ki Sudagar yang bertempur di pendapa itupun akhirnya menyadari, bahwa kelima
orang-orangnya tentu tidak akan sanggup bertahan. Jika ia berkeras untuk bertempur
terus, maka perampok-perampok itu akan kehilangan kesabaran dan mungkin akan
menyakitinya atau bahkan membunuhnya.
Ki Sudagar tidak mengira bahwa sekelompok perampok dalam jumlah yang begitu
besar benar-benar telah memasuki rumahnya. Namun hal itu ternyata telah terjadi.
Apalagi seorang diantara para perampok itu ternyata mampu mengimbangi tataran
ilmunya, bahkan melampauinya.
Dalam keadaan yang terdesak maka saudagar itu telah membuat pertimbanganpertimbangan
khusus. Apalagi ketika kemudian dalam pertempuran yang cepat, telah
terjadi benturan yang sangat keras. Begitu besar tenaga perampok yang melawannya itu,
sehingga senjata saudagar itu telah terlepas dari tangannya.
Dengan cepat Kerta Dangsa telah melekatkan ujung senjatanya kepada saudagar itu
sambil berkata - Perintahkan semua orangmu menghentikan perlawanan, atau kau biarkan
mereka rnati. Hanya kau yang diperlukan oleh kami. Kawan kawanmu tidak berarti apaapa.
Karena itu, maka jika kau tidak memerintahkan mereka berhenti melawan, maka
mereka akan segera mati. "
Saudagar itu termangu-mangu. Tetapi ia memang tidak ingin orang-orangnya mati.
Dalam pada itu, Dipacala yang tidak segera mendapatkan apa yang dicarinya menjadi
sangat marah, la telah memerintahkan kawannya yang dipercayakannya itu untuk
mengikutinya. - Kita bantu Kerta Dangsa. Kita paksa saudagar itu menyerah dan berbicara tentang
harta bendanya. - Namun demikian ia mendekati pintu, maka ia mendengar saudagar itu berteriak - Kita
menyerah. Tidak ada gunanya kita memberikan perlawanan. "
Dipacala itu termangu-mangu sejenak. Namun ketika ia keluar dari pintu pringgitan, ia
melihat saudagar itu telah menyerah. Orang-orangnyapun kemudian telah menyerah pula.
" Kerta Dangsa memang memiliki kelebihan " berkata Dipacala didalam hatinya.
Demikianlah, maka Ki Sudagai telah dipaksa untuk menunjukkan harta bendanya. Iapun
sependapat dengan Kerta Dangsa, bahwa harta benda itu dapat dicarinya lagi, tetapi ia
tidak akan dapat membeli nyawa dimanapun juga.
Namun Ki Sudagar masih berasa beruntung, bahwa keluarganya telah diungsikannya.
Para pembantunyapun telah diijinkan pulang ke rumah dimalam hari.
Hal ini lepas dari pengamatan Ki Rangga Ranawandawa, karena Nyi Sudagar dan anakanaknya
menyingkir hanya setelah senja turun. Disiang hari mereka memang berada
dirumah itu. Demikian pula para pembantu dirumah itu, yang dinilai hanya akan menjadi
beban saja jika terjadi sesuatu.
Tetapi untuk selanjutnya hal itu tidak penting. Bagi Dipacala yang penting adalah harta
benda saudagar kaya raya itu.
Orang-orang yang diupah oleh saudagar itupun tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Ki
Sudagar sendiri telah menyerah. Sementara merekapun menyadari bahwa jumlah
perampok yang datang itu memang terlalu banyak untuk dilawan. Bahkan orang-orang
yang diupah itu juga merasa heran, bahwa Ki Sudagar begitu cepatnya kehilangan
keberaniannya untuk melawan.
- Lawan Ki Sudagar adalah seorang perampok yang berilmu sangat tinggi " berkata
pemimpin dari orang-orang yang diupah itu didalam hatinya.
Dengan petunjuk Ki Sudagar, maka harta benda yang berupa emas berlian itupun
segera diketemukan. Bahkan beberapa buah keris yang berpendok emas bertretes berlian.
Demikian pula ukiran pada hulu keris itu.
" Maaf Ki Sudagar ~ berkata Ki Dipacala " aku akan membawa semua harta
kekayaanmu. - Ki Sudagar memang tidak dapat mencegahnya. Namun ia berkata - Terserahlah. Tetapi
aku minta tinggalkan keris Kiai Wot. -
Dipacala termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya " Yang mana yang kau
maksud" ~ Ki Sudagar termangu-mangu sejenak. Namun kemudian ia berkata ~ Apakah aku boleh
menunjukkannya" -- Ki Dipacala ternyata mengangguk. Katanya - Ambillah.
Ki Sudagar telah mengambil satu diantara beberapa kerisnya yang akan dimasukkan
kedalam peti yang terdapat di bawah kolong amben diruang tengah. Tempat yang tidak
terduga sebelumnya, karena justru berada ditempat terbuka.
Setelah sebilah kerisnya diambil, maka peti itupun telah ditutup dan siap untuk dibawa.
" Ki Sudagar " berkata Dipacala " maaf bahwa aku masih akan mengganggu. Aku
akan membawa Ki Sudagar bersama kami sampai kebulak panjang. Satu jaminan
keselamatan bagi kami. "
Ki Sudagar menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak dapat menolak.
Demikianlah, maka para perampok itupun telah meninggalkan rumah Ki Sudagar.
Mereka ternyata telah berpencar kembali.
Ki Dipacala telah memerintahkan Ki Ajar dan kedua orang kemanakannya untuk
membawa Ki Sudagar ke bulak panjang dan melepaskannya dibulak panjang.
- Yang lain akan mengambil jalan mereka masing-masing -berkata Ki Dipacala.
Ki Sudagar tidak dapat mengelak, la menurut saja ketika Ki Ajar Gurawa dan kedua
muridnya membawanya keluar melalui dinding kota yang agak rendah. Ketiga orang yang
membawa Ki Gurawa itu telah membantu Ki Sudagar meloncat dinding dengan memanjat
sebatang pohon yang besar yang dahannya menyilang diatas dinding.
Ketika Kerta Dangsa sudah meloncat turun, Ki Sudagar menjadi ragu-ragu. Namun
kedua murid Ki Ajar itu berkata - Meloncatlah. Atau kami akan mendorongmu. "
Ki Sudagar memang meloncat turun. Kakinya sedikit terasa sakit. Namun ia telah
dipaksa untuk berjalan menjauhi dinding kota, memasuki sebuah bulak panjang lewat
jalan setapak disebelah parit yang mengalir deras.
Kelima orang upahan yang berada di rumahnya tidak berani berbuat sesuatu. Ia tidak
berani pula melaporkan perampokan itu untuk menjaga keselamatan Ki Sudagar. Dengan
demikian maka kesempatan para perampok untuk melarikan diri menjadi cukup luas.
Ketika Ki Ajar Gurawa kemudian sampai di bulak panjang, mendekati padukuhan
diseberang, maka Ki Ajar itupun berkata -Ki Sudagar. Jaraknya sudah cukup jauh. Aku
akan melepaskan Ki Sudagar. Tetapi berhati-hatilah. Jika kau salah langkah maka yang
akan mengalami kesulitan bukan hanya Ki Sudagar. Tetapi juga kelompok Ki Sudagar. Jika
malam ini kami hanya lima belas orang, kami minta Ki Sudagar mengetahui bahwa jumlah
kami seluruhnya adalah lebih dari lima puluh orang. - Apakah kalian dari kelompok Gajah
Liwung" - bertanya Ki Sudagar.
- Pertanyaan Ki Sudagar tidak pantas - jawab Ki Ajar. Ki Sudagar tidak bertanya lagi. la
mencoba mengenali wajah Ki Ajar dan kedua orang muridnya. Tetapi wajah itu nampak begitu kotor dan tidak
jelas didalam keremangan malam.
- Kau akan mencoba mengenali kami " Ki Ajar itu lertawa. Suaranyapun sama sekali
tidak mirip dengan suaraKi AjarGurawa sehari-hari.
Demikianlah, maka Ki Sudagar itupun telah melepaskannya. Sementara itu Ki Ajar dan
kedua orang muridnya telah menghilang pula didalam gelap. Namun dengan cepat mereka
telah kembali ke kota dengan meloncati dinding kota menuju kerumah Ki Ajar Rangga
Ranawandawa. Ki Sudagar sambil membawa kerisnya yang bernama Kiai Wot berjalan perlahan-lahan
menuju ke pintu gerbang kota. Wajahnya pucat, serta jantungnya bergejolak keras.
Peristiwa yang baru saja terjadi telah mengguncang jiwanya.
Meskipun demikian, saudagar itu masih tetap mampu mempertahankan keseimbangan
jiwanya yang terguncang itu. Ia masih tetap menyadari sepenuhnya apa yang telah terjadi
atas dirinya. Semua harta bendanya telah dibawa oleh para perampok selain sebuah
pusakanya yang bernama Kiai Wot.
- Aku masih beruntung " berkata Ki Sudagar - nyawaku masih dibiarkannya. "
Dipintu gerbang utama, Ki Saudagar melaporkan apa yang telah dialaminya. Kenapa ia
menjelang dini hari seorang diri memasuki pintu gerbang utama Kotaraja.
Pemimpin para petugas dipintu gerbang utama itu tidak demikian saja percaya. Ki
Saudagar itu telah dibawanya ke gardu disebelah dalam pintu gerbang itu untuk dimintai
keterangan lebih jelas. Baru kemudian para prajurit yang bertugas itu yakin bahwa Ki Saudagar memang baru
saja dirampok. Meskipun demikian, pemimpin prajurit itu telah mengirimkan dua orang prajurit untuk
mengikuti dan melihat sendiri keadaan rumah Ki Saudagar yang baru saja dirampok itu.
Dengan demikian, maka bersama kedua orang prajurit yang telah melihat keadaan
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rumah Ki Saudagar itu, mereka telah pergi ke gardu induk pengendalian para petugas
didalami Kotaraja malam itu.
Ternyata sejenak kemudian, Kotaraja itu menjadi gelisah, para prajurit yang bertugas
dengan beberapa orang petugas sandi telah datang ke rumah Ki Saudagar yang kaya rava
itu. Mereka melihat keadaan rumah Ki Saudagar yang beberapa ruangannya memang
menjadi kacau. Dipacala disaat mencari harta benda Ki Saudagar telah membongkar
beberapa buah gledeg dan peti-peti kayu. Bahkan ada beberapa bagian dinding yang telah
dirusak pula. Berita perampokan itu dengan cepat telah menjalar. Para peronda di padukuhan itupun
telah dipanggil oleh para prajurit yang ada di rumah saudagar kaya itu. Tetapi
tidakseorangpundiantara mereka yang dapat memberikan keterangan tentang
perampokan itu. " Kami tidak melihat scorangpun memasuki padukuhan ini " jawab para peronda.
- Apakah tidak ada diantara kalian yang mengelilingi padukuhan ini ditengah malam " --
bertanya prajurit itu. Pemimpin peronda itu menjawab ~ Aku sendiri bersama tiga orang kawan telah
mengelilingi jalan-jalan padukuhan. Kami telah membunyikan kentongan kecil kami
sepanjang jalan untuk membangunkan orang-orang yang terlalu nyenyak tidur. "
Pagi-pagi sekali, pasar di Kotaraja itu telah diguncang dengan berita perampokan yang
besar itu. Perampokan yang dilakukan oleh lebih dari sepuluh orang. Bahkan sekitar
limabelas orang dan berhasil membawa harta benda yang sangat besar nilainya, milik
seorang saudagar kaya di Kotaraja itu.
Hampir setiap orang di pasar itu telah memperbincangkan perampokan itu. Jumlahnya
melampaui perampokan yang sebelumnya terjadi di Kotaraja itu juga.
Dalam pada itu, pagi-pagi benar, Sabungsari dan Glagah Putih telah sampai di pasar itu
pula. Merekapun telah mendengar berita perampokan yang berhasil itu. Merekapun
mendengar bahwa tidak scorangpun menjadi korban dalam perampokan itu meskipun
semula Ki Saudagar dengan lima orang yang diminta membantu menunggui rumahnya
telah bertempur. Sabungsari terkejut ketika dilihatnya kedua orang murid Ki Ajar Gurawa ternyata sudah
berada di pasar itu pula.
- Dimana Ki Ajar" " bertanya Sabungsari.
Murid yang tertua itupun termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berdesis -
Kami berpisah dengan guru untuk tidak menimbulkan kesan, bahwa kami selalu bertiga
sebagaimana terjadi di rumah saudagar itu. ~
Sabungsari mengangguk-angguk. Tetapi ia masih bertanya -Dimana Ki Ajar sekarang"
" - Sudah kembali ke Sumpyuh. Kami berdua diminta untuk pergi ke pasar karena guru
yakin, tentu ada satu dua orang diantara kita berada dipasar ini. " jawab murid yang tua
itu. - Kami berdua telah datang pagi-pagi sekali. Mungkin kalian akan berjumpa juga
dengan Rumeksa dan Prabawa. " jawab Sabungsari.
Kedua murid Ki Ajar itu mengangguk-angguk. Tetapi merekapun kemudian telah
berpisah lagi dengan Sabungsari dan Glagah Putih.
Sebenarnyalah seperti yang dikatakan oleh Sabungsari bahwa kedua murid Ki Ajar
itupun kemudian telah bertemu pula dengan Rumeksa dan Prabawa.
Dalam pada itu, Sabungsari dan Glagah Putihpun telah meninggalkan pasar itu dan
berjalan-jalan di dalam kota. Tetapi mereka tidak berniat lewat disekitar tempat tinggal
saudagar yang semalam telah dirampok karena tempat itu tentu masih diawasi oleh para
prajurit sandi. Adalah diluar dugaan, bahwa tiba-tiba saja keduanya telah berjumpa dengan seseorang
yang telah mereka Kenal baik, Podang Abang.
Sabungsari dan Glagah Putih memang berhenti ketika Podang Abang menyapanya.
- He anak-anak muda. Sepagi ini kalian telah berkeliaran didalam kota" Apakah
sarangmu sekarang tidak jauh dan kota" -bertanya Podang Abang.
~ Kau ingin menantang kami" ~ bertanya Sabungsari tiba-tiba.
- Tidak - jawab Podang Abang - aku akan menghindari perselisihan dengan siapapun
juga karena aku masih harus menepati janjiku. Bertemu dengan Ki Jayaraga. "
" Katakan, dimana Ki Jayaraga dapat menemuimu" Kapan" Sendiri atau dengan saksi"
- bertanya Sabungsari. Podang Abang mengerutkan keningnya. Katanya " Aku tidak dapat menemukan.
Kapan dan dimana. Pada suatu saat biarlah keadaan memutuskan. "
Sabungsari mengangguk-angguk sambil berdesis -- Ternyata kau masih tetap ragu-ragu
karena kau menyadari kekuranganmu. -
- Jangan memancing persoalan - desis Podang Abang.
" Aku sengaja memancing persoalan -- jawab Sabungsari " aku berharap kau marah
dan kita akan bertempur. Aku berdua dan kau seorang diri. Itu kalau kau berani. -
Podang Abang ternyata tertawa saja. Katanya " Nampaknya suaramu adalah suara
orang yang sangat kecewa. He, bagaimana dengan kawan-kawanmu" Apakah mereka
tidak mampu membantu saudagar kaya raya yang semalam dirampok orang. ~
Sabungsari mengerutkan keningnya. Sementara dengan serta merta Glagah Putih
bertanya - Darimana kau tahu bahwa telah terjadi perampokan" "
- Dari mana" ~ Podang Abang tertawa semakin keras - bagaimana mungkin kau
bertanya seperti itu sementaraorang-orang diseluruh kota telah membicarakannya. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya " Dan kau ikut merasa berhasil dengan
keberhasilan para perampok itu"
Podang Abang ternyata masih saja tertawa. Katanya -- Sudahlah. Aku tidak ingin
melayani kalian karena aku akan dapat menjadi sasaran kekecewaan kalian. -
-- Jika kau ikut berhasil, aku hanya akan mengucapkan selamat kepadamu Podang
Abang. - berkata Sabungsari.
- Terima kasih. Tetapi bukankah merampok adalah pekerjaan anak-anak" Pekerjaan
orang-orang tua adalah duduk sambil minum wedang jahe hangat dengan gula aren. "
jawab Podang Abang. - Baiklah. Aku akan menyampaikannya kepada Ki Jayaraga. Mungkin ia akan
mencarimu. Bahkan mungkin pagi ini ia juga sudah berada di kota ini. Jika kau akan
menemuinya, telusuri saja jalan-jalan kota ini. "
Podang Abang mengerutkan keningnya, Ia tidak ketawa lagi. Namun katanya - Aku
akan menemunya kapan saja aku ingin. "
- Sekarang, kau masih akan menikmati kemenanganmu semalam meskipun bukan kau
sendri yang melakukannya" - bertanya Sabungsari.
- Sudahlah. Kita berpisah sampai disini - berkata Podang Abang yang dengan tergesagesa
meninggalkan Sabungsari dan Glagah Putih.
Ketika Podang Abang menjadi semakin jauh, maka Sabungsari dan Glagah Putihpun
meneruskan langkah mereka menelusuri jalan-jalan kota.
Sementara itu Sabungsari sempat mengamati keadaan disekitarnya sebagaimana
dilakukan oleh Glagah Putih.
- Kau lihat dua orang dibawah pohon gayam itu" " bertanya Sabungsari.
- Ya - jawab Glagah Putih.
- Apakah kau menganggap bahwa orang itu mempunyai hubungan dengan Podang
Abang" - bertanya Sabungsari pula.
- Nampaknya demikian - jawab Glagah Putih - mereka sekarang mengawasi kita. "
Sabungsari mengangguk. Namun iapun telah menggamit Glagah Putih dan memberi
isyarat agar mereka berbalik arah dan lewat disisi yang lain.
Glagah Putih ternyata tanggap. Merekapun kemudian telah menyeberang jalan dan
berbalik arah. Demikian mereka sampai dibawah pohon gayam itu, maka Sabungsari
berkata - Kita beristirahat disini. "
- Aku juga letih - desis Glagah Putih.
Keduanyapun kemudian duduk pula dibawah pohon gayam itu.
Tetapi dengan demikian kedua orang yang telah berada dibawah pohon gayam itu
kemudian telah meninggalkan tempatnya dan berjalan menyusuri jalan itu perlahan-lahan.
Tetapi sekali-sekali keduanya masih berpaling.
Ternyata Glagah Putih sempat juga bergurau dengan mereka. Karena demikian
keduanya berpaling, Glagah Putih telah mengangkat tangannya melambai kepada
keduanya. Ternyata keduanya tidak berpaling lagi. Keduanya berjalan semakin cepat
meninggalkan tempat itu. Sambil tersenyum Sabungsari berkata - Kau telah mengganggu mereka.
" Kau yang mulai -- jawab Glagah Putih.
Keduanya tertawa tertahan.
Namun dalam pada itu, Sabungsaripun berkata - Aku yakin bahwa Podang Abang
terlibat dalam perampokan itu meskipun tidak langsung. -
Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya - Namun masih harus dibuktikan. Apakah
kedua orang yang tadi duduk disini dapat dimintai keterangan tentang Podang Abang itu"
" Sabungsari termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya ~ Aku tidak yakin.
Mungkin keduanya dengan segala akibatnya akan menolak untuk mengakui bahwa
mereka adalah orang-orang Podang Abang. -
Glagah Putih mengangguk-angguk pula. lapun menyadari bahwa tidak mudah untuk
mendapatkan keterangan tentang orang-orang sebagaimana Podang Abang. Kadangkadang
seseorang lebih baik mati daripada harus memberikan keterangan tentang mereka
yang sangat ditakutinya. Karena itu, maka Sabungsaripun kemudian memutuskan untuk kembali saja ke
Sumpyuh. " Ki Ajar tentu sudah sudah berada dirumah - berkata Sabungsari ~ Kita akan
mendapat banyak ceritera tentang usahanya.
Sabungsaripun kemudian telah mengajak Glagah Putih untuk meninggalkan tempat itu.
Mereka memang singgah lagi di pasar. Tetapi mereka tidak bertemu dengan siapapun
selain orang-orang yang lain sibuk dipasar itu sambil sekali-sekali terdengar orang-orang
yang masih memperbincangkan perampokan yang ternyata telah menggetarkan Kolaraja
itu. Sebenarnyalah jantung para pimpinan prajurit sandi Mataram telah terguncang. Dari Ki
Sudagar yang dirampok itu, tidak banyak didapatkan petunjuk tentang orang-orang yang
telah merampok rumahnya. " Mereka memang sulit untuk dikenali - berkata saudagar itu mereka membuat wajah
mereka tidak wajar. Suara merekapun tentu bukan suara mereka sehari-hari. Ada yang
melengking tinggi. Ada yang rendah sehingga hampir tidak terdengar. Pimpinannya itu
tidak terlalu kasar sebagaimana orang-orangnya. Ketika aku minta sebuah diantara kerisku
ditinggal iapun tidak berkeberatan
Tiga orang perwira prajurit sandi yang berbicara langsung dengan Ki Sudagar memang
tidak mendapatkan keterangan yang memuaskan. Tetapi merekapun dapat mengerti. Ki
Sudagar tentu menjadi bingung dan bahkan cemas tentang keselamatannya. Apalagi
ketika ia telah dibawa meloncati dinding kota.
"Hanya orang-orang yang berilmu tinggi yang dapat melakukannya - berkata salah
seorang diantara para perwira itu
Yang lain mengangguk-angguk. Seorang perwira yang bertubuh tinggi kumis tipis
berkata - Ya. Tentu orang-orang berilmu tinggi. -
Untuk sementara maka para petugas sandi masih harus menerima kenyataan itu.
Mereka mengalami kesulitan untuk melacak para perampok yang telah mengguncang
Kotaraja itu. Dua kali terjadi perampokan besar. Namun mereka masih belum menemukan
jejaknya sama sekali. Dalam pada itu, menjelang matahari turun ke cakrawala disisi Barat, orang-orang yang
tergabung dalam kelompok Gajah Liwung yang dipimpin oleh Sabungsari itupun telah
berkumpul. Termasuk Ki Jayaraga.
Mereka mulai mendengarkan ceritera Ki Ajar Gurawa dalam peranannya sebagai Kerta
Dangsa. " Aku sekarang telah menjadi keluarga mereka " berkata Ki Ajar Gurawa " karena
itu, aku harus mempunyai rumah sendiri. "
" Maksud Ki Ajar" - bertanya Sabungsari.
" Untuk sementara aku akan tinggal disebuah rumah yang tidak terlalu jauh dari
Kotaraja. Aku akan membeli rumah meskipun kecil. Pada suatu saat, para pemimpin
perampok itu tentu akan datang kerumahku untuk meyakinkan, apakah aku memang
pantas untuk mereka jadikan anggauta sepenuhnya. ~ jawab Ki Ajar.
Para anggauta Gajah Liwung yang lain agaknya dapat mengerti niat Ki Ajar itu. Dengan
demikian maka mereka sama sekali tidak berkeberatan. Namun mereka harus mempunyai
jalur berhubungan yang tetap.
- Kita masih tetap memanfaatkan pasar untuk saling berhubungan. " berkata Ki Ajar
Gurawa. - Ya. Setiap pagi tentu ada diantara kami yang berada di pasar - berkata Sabungsari
kemudian. Dengan demikian disepakati bahwa Ki Ajai Gurawa akan memisahkan diri khususnya
untuk menelusuri jalur yang masih gelap antara kelompok yang juga menyebut dirinya
Gajah Liwung dengan Podang Abang dan terutama dalam hubungannya dengan Gunung
Kendeng dan Pati. Sementara itu, Ki Ajarpun telah menunjukkan bahwa ia telah mendapat bagian yang
cukup dari hasil kejahatan yang mereka lakukan semalam.
- Jadi bagian itu langsung diberikan kepada Ki Ajar" - bertanya Sabungsari.
~ Ternyata demikian yang telah mereka lakukan. Tetapi agaknya hanya kepada kami
bertiga saja bagian dari hasil kejahatan itu diberikan. Agaknya kepada yang lain tidak. "
jawab Ki Ajar Gurawa. - Lalu kapan lagi hal seperti itu dilakukan" - bertanya Glagah Putih.
- Setelah sepekan aku diminta untuk datang lagi ke rumah Ki Rangga Ranawandawa. "
jawab Ki Ajar. Para anggota Gajah Liwung itupun mengangguk-angguk. Sementara Ki Jayaragapun
berkata " Ternyata Ki Ajar masih belum dianggap keluarga penuh, karena masih
diperlakukan lain dengan anggota-anggota yang lain, meskipun agaknya Ki Ajar telah
mendapat kepercayaan sepenuhnya. Karena itu, maka aku sependapat dengan Ki Ajar,
bahwa dalam pekan ini, Ki Ajar harus sudah mempunyai rumah sendiri. Itupun harus ada
kesan, bahwa rumah itu bukan rumah baru baginya. -
Yang lain mengangguk-angguk. Dengan nada rendah Sabungsaripun berkata - Baiklah.
Kita akan segera berpisah. Tetapi kita sudah menentukan dimana kita akan dapat
berbicara dan berhubungan selama itu. Bukankah kita tidak akan mengorbankan orang
untuk kedua kalinya" -
. ~ - Aku masih minta dipertimbangkan " berkata Ki Ajar- jika hal itu masih diperlukan,
aku mohon pengertian. Tetapi aku berjanji, bahwa tidak akan ada korban jiwa. "
Sabungsari mengangguk-angguk. Namun iapun kemudian bertanya " Bagaimana jika
kami membuat laporan kepada Ki Wirayuda tentang peristiwa yang telah terjadi" -
Ki Ajar termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun mengangguk-angguk. - Ki
Wirayuda tentu menunggu, karena ketika aku memasuki lingkungan itu, Ki Wirayuda dan
balikan Ki Patih Mandaraka telah mendapatkan laporan. Tetapi jangan lupa menyebutkan,
bahwa kami mohon pengertian dan kebijaksanaan Ki Wirayuda. Seumpama kita sedang
mengail, maka untuk mengail ikan yang besar tentu dibutuhkan umpan yang besar pula.
" Sabungsari mengangguk-angguk. Katanya - Besok aku akan menghadap Ki Wirayuda.
Aku akan masuk kota pagi-pagi benar, bersama dengan orang-orang yang, akan pergi ke
pasar untuk menjual hasil kebun mereka. ~
Demikianlah,maka dihari berikutnya, Sabungsari dan Glagah Putih telah pergi ke
Kotaraja untuk menemui Ki Wirayuda. Mereka sadar, bahwa mereka harus sangat berhatihati
agar tidak diikuti oleh orang-orang yang telah mengenali mereka-terutama Podang
Abang sendiri. Ternyata disaat matahari terbit, keduanya telah diterima Ki Wirayuda. Merekapun yakin
bahwa tidak ada orang yang telah melihat keduanya masuk regol halaman rumah salah
seorang perwira prajurit sandi itu.
Dengan terperinci keduanya telah memberi tahukan kepada Ki Wirayuda tentang keikut
sertaan Ki Ajar dalam perampokan yang telah terjadi dirumah Ki Sudagar.
" Kenapa kalian tidak memberitahukan hal itu kepadaku sebelumnya" - bertanya Ki
Wirayuda. - Bukankah dengan demikian kita akan dapat menangkap sekelompok orang
yang akan dapat kita pakai sebagai rambatan untuk menelusuri kelompok mereka dalam
keseluruhan" " " Ki Ajar meragukannya " jawab Sabungsari ~ bahkan mungkin mereka akan
berpegang pada satu sikap, bahwa mereka tidak mempunyai hubungan dengan kelompok
yang manapun juga. -Tetapi kita akan mempunyai alasan dan sekalipun bukti untuk menangkap Ki Rangga
berdua yang terlibat langsung, dalam perampokan itu. "
" Ki Wirayuda, agaknya kedua orang Rangga itupun bukan orang yang bertanggung
jawab sepenuhnya. Tentu masih ada orang lain yang tidak dapat dikenali oleh setiap
anggota - jawab Sabungsari. Lalu katanya pula - Memang sulit untuk sampai kepada
orang itu. Tetapi Ki Ajar masih akan minta kesempatan sekali lagi. Dalam waktu sepekan
lagi, Ki Ajar telah diminta datang dan berkumpul dirumah Ki Rangga Ranawandawa. --
" Bagaimana mungkin kita akan mengorbankan orang lain lagi. Jika usaha itu gagal,
maka korban kita terlalu banyak. Bahkan mungkin Ki Ajar dan kedua muridnya juga akan
menjadi korban. Bukankah pada umumnya, orang yang sudah tidak diperlukan lagi akan
disingkirkan" " jawab Ki Wirayuda.
" Namun Ki Ajar mempunyi perhitungan tersendiri, " jawab Sabungsari. lapun
kemudian menceriterakan rencana Ki Ajar untuk membeli rumah dan memisahkan diri
untuk sementara. Iapun menceriterakan bahwa berdua mereka telah bertemu dengan
Podang Abang serta dua orang yang agaknva pengikut Podang Abang. -
Ki Wirayuda termangu-inangu sejenak. Namun kemudian iapun berkata " para
penghuni Kotaraja telah menjadi gelisah. Jika hal ini tidak segera dapat dipecahkan, maka
persoalannya tentu akan sampai kepada Panembahan Senapati. Jika Panembahan
Senapati menjadi kecewa terhadap para petugas sandi, maka Panembahan Senapati akan
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dapat mengambil langkah sendiri, karena Panembahan Senapati adalah seorang yang
dapat berbuat banyak hal diluar dugaan kila. Tetapi seandainya Panembahan Senapati
sendiri yang memecahkan persoalan ini, kemana wajah kami, para Petugas sandi akan
kami sembunyikan - - Ki Wirayuda ~ desis Sabungsari - kami hanya mohon kesempatan sekali lagi. Unluk
selanjutnya, maka kami akan memenuhi segala perintah Ki Wirayuda. Mudah-mudahan
yang sekali ini dapat berhasil. "
- Berhasil mendapatkan harta benda sebanyak perampokan yang dilakukan atas Ki
Sudagar itu" ~ desis Ki Wirayuda.
--. Tidak, bukan itu maksud kami - jawab Sabungsari.
Ki Wirayuda termangu-mangu sejenak. Namun agaknya ia sendiri sedang membuat
pertimbangan-pertimbangan.
Namun tiba-tiba saja Ki Wirayuda itu berkata -- Kalian menunggu disini. Aku akan
menghadap Ki Patih. - Sabungsari dan Glagah Putih saling berpandangan sejenak. Namun kemudian
Sabungsaripun berkata baiklah Ki Wirayuda. Kami akan menunggu disini. -
Demikian, Ki Wirayudapun segera membenahi diri. Kemudian iapun telah
memerintahkan seorang pembantunya untuk mempersiapkan kudanya.
Sejenak kemudian, maka kudanyapun telah berderap meninggalkan regol halaman
rumahnya. Namun Ki Wirayuda sebagai seorang perwira petugas sandi cukup berhati-hati.
Meskipun kudanya kemudian berlari, tetapi ia sama sekali tidak nampak tergesa-gesa.
Ketika kemudian ia melaporkan peristiwa perampokan itu kepada Ki Patih Mandaraka,
maka ia pun mengangguk-angguk Agaknya Ki Patihpun dapat mengerti jalan pikiran Ki
Ajar Gurawa. Tetapi Ki Patihpun tidak ingin keresahan rakyat Mataram berkepanjangan.
Karena itu, maka katanya " Baiklah. Jika perlu kita akan memberi kesempatan sekali
lagi. Mudah-mudahan Ki Ajar Gurawa mendapat jalan untuk menelusuri kelompok itu lebih
jauh. Jika tidak, maka kita dapat berbekal Ki Ajar itu sendiri. Kita dapat membicarakan
cara yang terbaik dengan Ki Ajar agar kita dapat menangkap kedua orang Rangga itu.
Mungkin kita minta Ki ajar melakukan satu kegiatan sehingga kita dapat menangkapnya.
Ki Ajar tentu akan kita minta berbicara sebagai saksi tentang kedua orang Rangga itu,
bahwa keduanya memang terlibat. -
Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Kalanya Baiklah Ki Patih. Aku akan
menyampaikannya kepada dua orang anggota kelompok Gajah Liwung yang sekarang
menunggu dirumahku. - " Mereka akan kembali ke sarang mereka hari ini" bertanya Ki Patih.
-- Ya. Tetapi sudah tentu dengan sangat berhati-hati. Sambil pulang, aku harus
mengamati apakah regol rumahku tidak sedang diawasi oleh seseorang " Jawab Ki
Wirayuda ~ baru setelah aku yakin tidak ada seorangpun, mereka akan keluar dari regol
rumahku. - Ki Patih mengangguk-angguk. Katanya - Bekerjalah dengan sangat berhati-hati. Kedua
orang Rangga yang telah menyimpang dari janji prajurit itu harus dapat kita tangkap
dengan saksi dan bukti yang lengkap. Sokur kita dapat menyingkap tabir yang lebih dalam
lagi sebagaimana diinginkan oleh Ki Ajar itu.
Demikian maka Ki Wirayudapun segera meninggalkan rumah Ki Patih Mandaraka.
Seperti yang dikatakannya, ketika ia mendekati ruahnya, maka Ki Wirayudapun telah
mengamati keadaan dengan teliti. Baru kemudian setelah ternyata tidak ada orang yang
mencurigakan, maka Ki Wirayudapun telah masuk regol halaman rumahnya.
Kepada Sabungsari dan Glagah Putih Ki Wirayuda telah menyampaikan semua
pernyataan Ki Patih. Jika perlu Ki Patih tidak berkeberatan memberikan kesempatan
kepada Ki Ajar untuk sekali lagi mengorbankan sasaran perampokan asal tidak terjadi
korban jiwa. -- Baiklah Ki Wirayuda - sahut Sabungsari - jika demikian kamipun akan mohon diri. --
- Hati-halilah. Nampaknya kita sudah mendekati permainan terakhir. -- berkata
Wirayuda. Dengan hati-hati Sabungsari dan Glagah Putih telah meninggalkan rumah Ki Wirayuda.
Namun untuk itu, Ki Wirayuda lebih dahulu keluar dari regol rumahnya. Baru kemudian
Sabungsari dan Glagah Putih.
Malam itu, para anggauta kelompok Gajah Liwung telah menentukan sikapnya. Ki Ajar
ternyata telah membeli sebuah rumah yang kecil dan sedikit kotor. Beberapa peralatan tua
masih terdapat didalam rumah itu. Rumah yang memang sudah beberapa lama tidak
dihuni karena orang yang terakhir yang tinggal di rumah itu telah meninggal tanpa
meninggalkan anak dan isteri. Karena itu, maka rumah itu telah jaluh ke tangan
kemanakannya dan kemudian telah dijualnya kepada Ki Ajar.
Bersama dua muridnya Ki Ajarpun kemudian telah tinggal dirumah itu. Ia sengaja tidak
membersihkan halamannya selain sumur dan pakiwannya.
Tidak jauh dari rumah itu mengalir sebuah parit yang agak besar membelah
padukuhannya sehingga rumah Ki Ajar itu justru seakan-akan terpencil karena dipisahkan
oleh parit itu. Seperti yang dikatakan sebelumnya, maka dalam waktu sepekan setelah perampokan
itu terjadi, Ki Ajar dengan kedua orang muridnya telah pergi kerumah Ki Rangga
Ranawandawa. Ternyata Ki Ajar Gurawa yang dikenal dengan nama Kerta Dangsa itu
benar-benar telah mendapat kepercayaan dari Ki Rangga dan Dipacala. Kerja mereka yang
terakhir itu dinilai berhasil dengan baik meskipun beberapa orang yang terbiasa
melakukannya sedang tidak ada disarang mereka. Tetapi Kerta Dangsa telah mengambil
alih peran mereka sehingga segala sesuatunya berlangsung dengan cepat dan bersih
tanpa korban jiwa yang dapat membuat para petugas sandi menjadi semakin keras
bekerja untuk mengungkapkan kejahatan yang telah mereka lakukan.
Namun ternyata tidak ada rencana yang telah tersusun. Dipacala masih belum
mengatakan dengan pasti, apa yang akan mereka lakukan kemudian.
Namun Dipacala telah mempernalkan Kerta Dangsa dengan seorang yang sebelumnya
belum pernah dilihatnya. - Siapa orang pikun ini" " bertanya orang itu. Orang yang bertubuh sedang tanpa ada
tanda-tanda yang menarik perhatian terhadapnya.
Wajahnya justru nampak tenang sementara matanya memancarkan ketajaman
penggraitanya. - Kerta Dangsa " jawab Dipacala " orang, im telah menunjukkan kelebihannya dari
orang lain. - Kau ambil dari mana orang ini" - bertanya orang itu.
- Aku ambil orang itu dari pasar, la berkeliaran di tempat-tempat judi dan sabung ayam
- Jawab Dipacala. - Kau perlukan orang ini" Apakah kau yakin ia tidak berkhianat" - bertanya orang itu
langsung dihadapan Kerta Dangsa.
- Ia telah mengalami pendadaran. Ia cukup setia. Tetapi ia memang agak mahal. -
jawab Dipacala. Orang itu mengangguk-angguk, sementara Dipacala menyebut namanya - Ki Truna
Patrap. " - Orang baru" " bertanya Kerta Dangsa.
- Gila orang ini - geram Ki Truna Patrap - seharusnya ia mendapat kesan bahwa aku
bukan orang baru. ~ Kerta Dangsa tertawa. Katanya " Asal saja aku bertanya. Aku tidak tahu, aku harus
berkata apa saja. - - Orang ini perlu mendapat perhatian khusus " berkata Ki Truna Patrap.
- Ia baik. " jawab Ki Dipacala.
~ Dimana rumahnya" " bertanya Truna Palrap. _ Ki Dipacala termangu-mangu
sejenak. Namun kemudian iapun bertanya - Dimana rumahmu" ~
- Baru sekarang kau bertanya" - desis Kerta Dangsa.
- Kau memang dungu Dipacala - berkata Truna Patrap yang nampaknya kedudukannya
tidak kalah dari Dipacala.
- Kita akan melihatnya besok " berkata Dipacala.
- Baru besok" Bagaimana jika sejak kemarin ia melarikan diri setelah berkhianat" "
bertanya Truna Patrap. Lalu katanya - Sementara kita tidak tahu dimana rumahnya. -
-- Tetapi ia tidak berkhianat. Pekerjaan kita dapat kita selesaikan dengan baik. Sampai
sekarang juga tidak ada usaha penangkapan atas kita . Jika ia berkhianat, maka kita tentu
sudah ditangkap, jawab Dipacala.
- Sampai sekarang tidak. Tetapi siapa tahu. "
Namun ternyata Kerta Dangsa itu menyahut " Kau mencurigai aku" "
- Semua orang aku curigai - jawab Truna Patrap.
- Aku sudah pernah berkata, aku akan meninggalkan gerombolan ini. Aku akan mencari
kawan untuk menyusun gerombolan sendiri. - berkata Kerta Dangsa.
- Sudahlah - cegah Dipacala - sampai sekarang aku tidak mencurigaimu. "
- Tetapi orang baru ini tiba-tiba saja mencurigai aku " jawab Kerta Dangsa.
- Aku bukan orang baru, setan - jawab Ki Truna Patrap " aku justru orang penting
disini sepertti Dipacala. Aku juga sudah dipercaya untuk memimpin perampokan
sebagaimana dilakukan oleh Dipacala sepekan yang lalu. ~
- Nah, jika demikian kenapa kau bersikap seperti itu, sedangkan Ki Dipacala yang
mengambil aku dan lingkaran sabung ayam tidak mencurigai" Ki Rangga Ranawandawa
tidak mencurigai dan Ki Rangga Reksapraja juga tidak. " jawab Kerta Dangsa.
- Apakah orang ini sudah mengenal Ki Rangga Reksapraja" - bertanya Truna Patrap.
- Ya. Ia mendapat pendadaran cukup berat. Membunuh Ki Rangga Reksapraja. - jawab
Dipacala. - Ia menjadi begitu sombong - desis Ki Truna Patrap.
- Sudahlah. " berkata Ki Dipacala -- kita akan menunggu keterangan Ki Rangga. Apa
yang akan kita lakukan selanjutnya dan kapan. "
- Besok kau harus pergi kerumah iblis itu - geram Truna Patrap.
~ Aku mempunyai rumah seperti kebanyakan orang. He, apakah kau mempunyai
rumah atau kau hanya menumpang dibarak" " sahut Kerta Dangsa.
- Cukup. ~ bentak Ki Truna Patrap. " Aku koyak mulutmu. -
- Lakukan jika kau mampu " Kerta Dangsapun menjadi garang. Matanya bagaikan
akan meloncat dari pelupuknya, sementara nafasnya justru menderu dengan cepat. Tidak
lewat hidungnya, tetapi lewat mulutnya.
Wajah Truna Patrap menjadi bertambah tegang. Hampir diluar sadarnya ia berkata
kepada Ki Dipacala - Orangmu telah berani menghina aku. "
-- Karena itu, biarkan orang-orangku. Aku justru berharap bahwa kita akan bekerja
bersama. Tugas kita akan menjadi semakin berat. " berkata Dipacala.
- Tetapi jangan hinakan aku seperti itu ~ berkata Truna Patrap.
- Kau jangan mulai dengan sikapmu yang angkuh - jawab Dipacala yang menjadi tidak
sabar. - Kau bela orang pikun itu" - bertanya Truna Patrap.
- Aku dan Ki Rangga Ranawandawa telah mengambilnya -berkata Ki Dipacala " Aku
tidak melihat cacat-cacat seperti yang kau katakan. --
- Baiklah " berkata Truna Patrap. Lalu katanya kepada Kerta Dangsa - Menjadi
kebiasaan kami untuk sekali-sekali menguji kemampuan. Dengan demikian kita akan
dapat saling menghormati.
Tataran kemampuan kita menjadi jelas. Seperti aku dan Dipacala dianggap mempunyai
tataran kemampuan yang setingkat. Bukan saja kemampuan dalam olah kanuragan, tetapi
juga kemampuan berpikir dan menentukan sikap. "
~ Bagus " berkata Kerta Dangsa " itu lebih baik. Aku akan berterima kasih jika kau
sempat menguji kemampuanku, meskipun aku pernah mengalami pendadaran. -
- Kita akan mempergunakan sanggar terbuka dibelakang rumah Ki Rangga ini. --
berkata Truna Patrap " tetapi jika karena itu kau terlanjur mati, itu bukan salahku. -
- Terima kasih atas penjelasan itu - berkata Kerta Dangsa -karena akupun akan
mendapat hak yang sama. Jika terlanjur aku membunuhmu, itu bukan salahku. -
- Diam - bentak Truna Patrap - kita akan melihatnya. --Tetapi Dipacala mengingatkan --
Sanggar terbuka itu milik Ki Rangga. Jika kalian ingin mempergunakan, kalian harus minta
ijin-nya. - - Baik - berkata Truna Patrap - aku akan minta jinnya. -Ternyata Truna Patrap benarbenar
mencari Ki Rangga yang masih ada didalam. Dengan wajah gelap Ki Rangga
menemuinya. - Kau tidak sabar menunggu aku, he" bertanya Ki Rangga
- Bukan, Ki Rangga " jawab Trunaa Patrap " aku akan menimbang kemampuanku
dengan orang baru yang gila itu. "
- Kerta Dangsa" - bertanya Ki Rangga yang tanggap.
- Ya. Ia terlalu sombong. - sahut Truna Pairap.
Namun diluar dugaan Ki Rangga berkata ~ Lakukan. Katakan kepada Dipacala untuk
menjadi saksi. Bawa dua orang yang lain. Mungkin Wirog atau siapa lagi. ~
Truna Patrap justru termangu-mangu. Tetapi- kemudian katanya - Baik Ki Rangga. Aku
akan membawa mereka ke sanggar terbuka di halaman belakang. -
Demikianlah, beberapa orang telah berada di sanggar. Dipacala memang menjadi saksi,
tetapi yang lain, iapun melihat apa yang terjadi di Sanggar itu.
Ketika kemudian Truna-Patrap telah berdiri berhadapan dengan Kerta Dangsa, maka
beberapa orang telah mencemaskan nasib orang yang telah dipungut dari lingkaran
perjudian itu. Dihadapan Truna Patrap yang berwibawa di kalangan orang-orang itu, Kerta
Dangsa nampak sudah terlalu tua. Dan ketuaan itu telah menimbulkan perasaan iba dari
antara mereka. Kedua murid Ki Ajar Gurawa itupun menjadi tegang melihat sikap Truna Patrap yang
nampak meyakinkan sekali. Namun kedua murid Ki Ajar itupun yakin akan kemampuan
gurunya. Sementara itu, didalam sanggar itu telah terdapat beberapa orang yang sebelumnya
memang belum pernah dilihat oleh Ki Ajar dan kedua muridnya. Wirog yang pernah
ditundukkan oleh murid Ki Ajar yang tua itu ternyata tidak mendendamnya. Ia justru
bergeser mendekati kedua murid Ki Ajar itu sambil berdesis ~ Aku agak mencemaskan
Kerta Dangsa. - - Kenapa" " bertanya murid Ki Ajar yang tua.
- Truna Patrap adalah orang yang memiliki ilmu yang tinggi, yang tidak kalah dari Ki
Dipacala sendiri - berkata Wirog.
- Pamanku adalah seorang perampok yang ditakuti dimasa mudanya. Namun ia
kehabisan kawan yang dapat dianggap setia sehingga ia menghentikan kegiatannya untuk
beberapa lama. karena itu, aku tidak mencemaskannya --.jawab muridnya yang tua.
- Tetapi kau belum pernah melihat kemampuan Truna Patrap. - berkata Wirog.
- Tetapi Ki Dipacala sudah. - jawab murid Ki Ajar itu.
- Belum - sahut Wirog " dirumah saudagar kaya itu, Ki Dipacala tidak berbuat apa-apa.
- Murid Ki Ajar itupun terdiam, la memang belum pernah melihat kemampuan Ki
Dipacala, apalagi pada puncak ilmunya. Sehingga dengan demikian maka iapun tidak
dapat mengukur kemampuan Truna Patrap itu.
Meskipun demikian, kedua murid Ki Ajar itu yakin, bahwa gurunya tidak akan
mengalami kesulitan yang parah.
Namun dalam pada itu, sebelum keduanya mulai, Ki Rangga Ranawandawa sendiri
telah memasuki sanggar itu. Dengan lantang ia berkata -- Aku akan menjadi saksi. -
Semua orang memandang kepadanya. Truna Patrap memang menjadi berdebar-debar.
Dengan kehadiran Ki Rangga, maka harus benar-benar bersih menghadapi Kerta Dangsa.
Namun Kerta Dangsapun harus berkelahi dengan bersih dan jujur.
- Namun dengan tanganku, aku akan sanggup membunuhnya - berkata Truna Patrap
didalam hatinya - jika itu terjadi, Ki Rangga tidak akan dapat marah kepadaku, karena hal
itu terjadi di-luar kemauanku. Orang tua itu terlalu lemah sehingga sentuhan tanganku
yang tidak terlalu keras dan tanpa dilambari ilmu puncakku, ia sudah mati. "
Ki Rangga itupun kemudian justru melangkah ke arena dan berkata kepada Ki Dipacala,
yang sudah ada di arena pula - Kita akan menjadi saksi. "
- Ya Ki Rangga " jawab Dipacala " kita akan melihat siapakah yang lebih kuat
diantara mereka. ~ Dalam pada itu, Truna Patrap itupun kemudian berkata lantang - Beri isyarat, agar aku
dapat mulai. Tanpa isyarat nanti aku akan dituduh curang. "
Ki Dipacala tersenyum. Katanya - Aku yakin bahwa Ki Truna Patrap tidak akan curang.
" Hampir saja Truna Patrap itu mengumpat. Tetapi diurungkannya karena ia segera
sadar, bahwa Ki Rangga ada disanggar terbuka itu pula. Meskipun Ki Rangga sudah sering
mendengar ia mengumpat, namun dalam keadaan yang benar-benar pantas untuk
mengumpat. Demikianlah, maka Ki Ranggalah yang kemudian memberikan isyarat agar kedua orang
yang akan saling menjajagi kemampuannya itu segera mulai.
Ki Truna Patrap yang terlalu yakin akan kekuatannya tidak segera membuka serangan.
Bahkan karena lawannya yang nampaknya sudah mendekati usia tuanya itu, Truna Patrap
ingin membuat lawannya itu kehilangan kendali dan memeras tenaganya hingga Kerta
Dangsa itu pingsan karena kelelahan. Tetapi jika ternyata Kerta Dangsa itu mampu
memberikan perlawanan yang berarti, maka umurnya akan dihabisinya dengan caranya
yang direncanakan agar dianggap tidak sengaja.
Beberapa kali Truna Patrap sengaja membuka pertahanannya. Ia mengharap Kerta
Dangsa itu menyerang. Untuk beberapa saat Kerta Dangsapun belum berbuat apa apa. Orang yang
dianggapnya sudah terlalu tua itu hanya mengimbangi gerak Truna Patrap.
Katak Hendak Jadi Lembu 1 Husband Karya Phoebe Maryand Suramnya Bayang Bayang 32
bilik diatas pembaringan itu. Sementara kakinya yang menginjak sosok yang berselimut itu
terasa, bahwa ia telah menginjak sejenis bantal yang diselimuti kain panjang.
Sambil mengacukan pedang itu Ki Ajar berteriak ~ Apa yang sebenarnya kalian lakukan
atasku" Menjebakku atau mengumpankan aku" "
- Tidak, tidak Ki Sanak " berkata orang berkumis tebal itu -kau telah berhasil. "
- Apa yang berhasil" Permainan apa yang sebenarnya sedang kau lakukan" ~ Ki Ajar
Gurawa yang mengaku bernama Kerta Dangsa itu berteriak semakin keras.
- Jangan berteriak-teriak begitu. Nanti tetangga-tetangga berdatangan " Minta orang
yang disebut Ki Rangga. - Aku didak peduli. Aku tidak takut - bentak Kerta Dangsa -diluar ada dua
kemanakanku. Keduanya akan dapat membunuh tetangga-tetanggamu yang berdatangan.
- Tenanglah - orang ketiga yang sebenarnya adalah Ki Rangga Resapraja itu melangkah
maju. Katanya - Akulah Rangga Resapraja. "
- Jadi kaulah yang harus aku bunuh - geram Kena Dangsa sambil bergeser maju.
- Tidak. Jangan. Perintah yang kau terima itu benar-benar satu ujian, apakah kau
benar-benar berniat untuk bergabung dengan kami atau tidak. " berkata Ki Rangga
Resapraja. - Aku tidak mengerti maksudmu - desis Kena Dangsa.
- Kau memang diperintahkan untuk membunuh Ki Rangga Resapraja. Perintah itu
mempunyai dua tujuan. Selain untuk menguji kemampuanmu, juga untuk menguji
kesungguhanmu. Ternyata kau memiliki kemampuan yang tinggi. Kami, yang sudah
menunggu-menunggu dibilik sebelah yang dihubungkan dengan pintu rahasia ini hampir
tidak mengetahui bahwa kau sudah ada didalam bilik ini. Jika kau tidak berteriak disaat
kau membunuh, maka kami sama sekali tidak siap menerima kedatanganmu. " berkata Ki
Rangga Resapraja. - Jadi ~ Kerta Dangsa tidak melanjutkan kata katanya.
- Kami telah menyiapkan satu permainan disini. Kau tahu sendiri, bahwa yang berbaring
itu ternyata bukan Ki Rangga yang sebenarnya. "
Kerta Dangsa itupun kemudian telah meloncat lurun dari pembaringan. Tetapi
pedangnya masih teracu. - Aku mau pulang " geramnya " permainan ini tidak menarik. "
- Bukankah kau akan bergabung dengan kami" " bertanya orang berkumis melintang itu.
- Kerja sama macam apa yang dapat kita bangunkan" Hubungan kita sudah dimulai
dengan saling mencurigai dan ketidak percayaan. Buat apa aku bekerja bersama kalian
jika aku selalu dicobai, diamati dan tidak dipercaya. - jawab Kerta Dangsa.
- Tentu tidak. Setelah kami mendapatkan keyakinan ini, maka kami percaya
sepenuhnya kepadamu. Kau benar-benar memiliki kemampuan dan kesunguhan bekerja
sama dengan kami, sehingga tugas yang sangat berat dengan membunuh seorang
pejabat di Matarampun telah kau lakukan. - berkata Ki Rangga yang dijumpainya
dilingkungan sabung ayam.
Kerta Dangsa termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya - Aku akan berpikir.
Aku akan berbicara dengan kemenakanku yang menunggu aku diluar. ~
- Kau sudah memasuki lingkungan kami. Kau tidak akan dapat keluar lagi. - berkata Ki
Rangga Resaraja. - Aku mengerti. Tetapi tidak untuk selalu dicurigai, " jawab Kerta Dangsa.
- Bukankah kami sudah menyatakan kepercayaan kami. - jawab Ki Rangga Resapraja.
Ki Ajar Gurawa yang menyebut dirinya Kerta Dangsa itu termangu-mangu sejenak. Baru
kemudian ia berkata - Baiklah. Aku akan bergabung dengan kalian. Tetapi tidak sekedar
membuka permainan dadu. Aku ingin satu cara yang langsung sebagaimana pernah aku katakan "
- Untuk itu kau diuji. Namun kau benar-benar telah memenuhi syarat sehingga kau
dapat bekerja bersama kami. - berkata orang berkumis melintang itu.
- Dimana aku dapat menemui kalian" - bertanya Kerta Dangsa itu.
-Ditempat sabung ayam itu. Rumah itu adalah rumah yang kami pergunakan untuk
saling bertemu. Tetapi jika keadaan menjadi gawat karena petugas sandi yang sering
mengganggu sabung ayam itu, maka kau dapat menjumpai kami dirumah Ki Rangga
Ranawandawa. Datanglah lewat senja. " berkata orang berkumis melintang.
" Siapakah Ki Rangga Ranawandawa" - bertanya Kerta Dangsa.
Orang berkumis melintang itu tersenyum. Sambil menunjuk orang yang dipanggil Ki
Rangga itu, ia berkata " Kau memang belum mengenalnya. Baru sekarang kau tahu
nama lengkapnya. - " Dimana rumahnya" " bertanya Kerta Dangsa.
Orang berkumis melintang itupun kemudian telah memberikan ancar-ancar rumah Ki
Rangga Ranawandawa Kerta Dangsa mengangguk-angguk. Namun ia masih bertanya " Siapa namamu" "
Orang berkumis melintang itu tersenyum. Kalanya " Namaku Dipacala. Aku adalah
orang terpenting dalam kerjasama ini selain kedua orang Rangga yang sudah kau kenal
ini. Mereka adalah pehghubung-penghubung yang memberikan banyak bahan bagiku.
Sedang aku adalah orang yang bergerak langsung di medan yang sangat berat di
Mataram ini. " " Kenapa sangat berat" " bertanya Kerta Dangsa ~ jika ada beberapa kawan
pekerjaan ini adalah pekerjaan yang paling menyenangkan. "
"Datanglah besok malam kerumah Ki Rangga Ranawandawa. Rumah itu letaknya jauh
lebih ketepi dari rumah Ki Rangga Resapraja. Waktu yang adapun jauh lebih luas dari
waktu Ki Rangga Resapraja. - berkata Dipacala.
Kerta Dangsa itu mengangguk-angguk. Katanya - Baik. Besok malam aku akan datang.
Aku akan membawa kedua orang ke-manakanku. "
" Dimana mereka sekarang" ~ bertanya Ki Rangga Resapraja.
" Di halaman belakang. Mereka dapat bertindak jauh lebih kasar lagi dari yang dapat
aku lakukan. Karena itu, jika menjelang fajar aku belum keluar dari rumah ini, maka
rumah ini akan dapat mereka bakar. - jawab Kerta Dangsa.
- Aku tidak berkeberatan mereka ikut. Tetapi kau harus menanggungnya. Jika
keduanya melakukan pelanggaran atas ketentuan dan tatanan kelompok kita, maka
kaulah yang akan bertanggung jawab. " berkata Dipacala.
- - Baik. Mereka adalah kemanakanku yang segala-galanya tergantung kepadaku. -
berkata Kerta Dangsa itu.
Demikianlah sebelum fajar, Kerta Dangsa memang sudah keluar dari rumah itu untuk
menemui kedua kemanakannva. Dengan isyarat yang sudah disepakati maka kedua
kemanakannya itupun datang mendekat. Baru kemudian mereka meninggalkan halaman
rumah Ki Rangga Resapraja itu.
Dalam keremangan dini hari ketiga orang itu menyusuri jalan kota yang sepi. Mereka
tidak keluar dari kota melewati gerbang utama, karena di gerbang utama ada beberapa
orang prajurit yang meronda, yang kadang-kadang seluruh kelompok masih terbangun
sehingga jika mereka mengajukan pertanyaan bersama-sama, maka agak bingung juga
untuk menjawabnya. Karena itu, maka mereka bertiga telah keluar lewat pintu gerbang butulan. Pintu
gerbang yang tidak begitu ketat diawasi. Memang didekat pintu gerbang butulan itu
terdapat sebuah gardu perronda. -Tetapi yang terisi anak-anak muda dari padukuhan
sebelah pintu butulan itu. Sedangkan hanya ada dua orang prajurit yang membantu anakanak
muda itu berjaga-jaga atau sebaliknya, dua orang prajurit yang bertugas di bantu
oleh anak-anak muda. Dipintu gerbang butulan itu, Ki Ajar Gurawa juga dihentikan. Seorang diantara kedua
orang prajurit yang bertugas mendekatinya sambil bertanya " Kemana Ki Sanak" ~
"Kami akan pergi ke pasar Jodog Ki Sanak. Kami memerlukan seekor lembu untuk
peralatan besok, - jawab Ki Ajar Gurawa.
Prajurit itu tidak bertanya lebih lanjut. Orang-orang yang pergi ke pasar hewan,
biasanya memang berangkat menjelang fajar, agar mereka masih sempat memilih ternak
yang sesuai dengan keinginannya.
Ternyata bukan hanya Ki Ajar dan kedua orang muridnya sajalah yang lewat pintu
butulan itu. Beberapa orang yang membawa dagangan telah melewati pintu itu justru
masuk kedalam kota. Mereka membawa hasil bumi dan sayur-sayuran segar untuk
mereka bawa ke pasar. Kedatangan Ki Ajar di sarang kelompok Gajah Liwung sangat ditunggu-tunggu dan
sempat membuat kawan-kawannya menjadi cemas. Namun ternyata akhirnya Ki Ajar itu
kembali dengan selamat bersama kedua orang muridnya.
Dalam sekejap anggauta kelompok Gajah Liwung itupun telah berkumpul. Mandira yang
ternyata masih tertidur hadir pula sambil mengusap matanya yang kemerah-merahan
karena semalam ia bertugas berjaga-juga. Sedangkan Pramawa dan Rumeksa meskipun
sedang sibuk di dapur namun memerlukan ikut hadir.
" Pengalaman apa lagi yang dibawa Ki Ajar malam ini" " bertanya Sabungsari.
Ki Ajar itu tersenyum. Katanya " Aku telah mendapat kesempatan itu.
" Kesempatan apa" " bertanya Glagah Putih.
" Masuk kedalam lingkungan mereka " jawab Ki Ajar yang kemudian dengan singkat
telah menceriterakan pengalamannya. Dengan nada tinggi iapun kemudian berkata "
Nah, Ki Patih Mandaraka dan Ki Wiruyuda telah melihat kemungkinan itu. Karena itu,
maka mereka tidak berkeberatan aku melakukan perintah yang berupa ujian itu. "
*** JILID 269 PARA anggota kelompok Gajah Liwung mengangguk-angguk. Merekapun sudah
tanggap bahwa kemungkinan itulah yang mereka lihat kemudian.
Ki Jayaraga sambil mengangguk-angguk berkata " Sayang aku tidak dapat ikut dalam
permainan itu, karena aku akan dapat dikenali oleh Podang Abang yang mungkin juga
merupakan bagian dari mereka. "
- Satu hal yang perlu dipertimbangkan - berkata Ki Ajar. " sejak semula kita dan para
petugas sandi Mataram tidak percaya bahwa Adipati Pati akan mempergunakan cara
seperti ini untuk membuat Mataram resah karena hubungannya yang kurang baik dengan
Panembahan Senapati. Namun rasa-rasanya ada juga jalur yang dapat dilihat
menghubungkan orang-orang yang bergerak di Mataram itu, Gunung Kendeng dan Pati. ~
- Aku masih yakin bahwa bukan Kanjeng Adipati Pati yang mempunyai gagasan seperti
ini. Tentu ada orang lain yang masih perlu diamati, apakah dengan diam-diam ingin
membantu Adipati Pati tanpa persetujuannya atau orang yang hanya memanfaatkan
keadaan. Orang yang akan dapat melemparkan tanggung jawab perbuatannya kepada
Kanjeng Adipati Pati, atau dengan sengaja mempertajam retak yang memang terdapat
antara Mataram dan Pati. - berkata Ki Jayaraga.
Ki Ajar Gurawa mengangguk-angguk. Katanya " mudah-mudahan aku dapat
mempergunakan kesempatan ini sebaik-baiknya. Tetapi jika aku kemudian terjebak, maka
kemungkinan ini harus aku terima dengan penuh kesadarannya. -
- Soalnya kemudian, bagaimana kami dapat membantu Ki Ajar - berkata Sabungsari.
~ Aku belum dapat mengatakannya " jawab Ki Ajar - jika kelak aku sudah tahu apa
yang harus aku lakukan, maka aku akan dapat memberitahukan cara yang terbaik bagi
kalian untuk membantuku. -
- Namun kita harus menentukan satu cara untuk dapat saling berhubungan - berkata
Sabungsari kemudian. - Ya. Untuk sementara aku masih dapat pulang kembali ke-tempat ini. Namun pada
suatu saat mungkin aku tidak dapat lagi keluar dari sarang mereka. Atau datang saatnya
aku dicurigai,dan selalu diawasi. - berkata Ki Ajar.
- Baiklah " berkata Sabungsari ~ kita besok akan menentukan cara itu. Malam nanti
kita sempat memikirkannya. Bukankah Ki Ajar ingin beristirahat" "
-- Ya. Semalam aku hampir tidak tidur " berkata Ki Ajar.
Ketika Ki Ajar dan kedua orang muridnya kemudian membenahi diri dan pergi ke dapur
sebelum beristirahat, maka Ki Jayaraga, Sabungsari, Glagah Putih dan beberapa orang
yang lain masih sempat berbincang sejenak. Sementara Pranawa dan Rumeksa yang
mendapat giliran bertugas didapur sibuk melayani Ki Ajar dan kedua orang muridnya.
Namun seperti yang dikatakan oleh Ki Ajar, mereka memang belum dapat menentukan
langkah-langkah berikutnya, karena Ki Ajar masih belum tahu, apa yang akan
dilakukannya bersama para pengikut, Ki Rangga Resapraja. Bahkan Ki Ajarpun masih
belum dapat menentukan apakah jalur yang dilaluinya itu akan sampai kepada kelompok
yang juga menyebut namanya Gajah Liwung.
- Yang penting kita menentukan tempat-tempat yang dapat kita pergunakan untuk
saling berhubungan " berkata Glagah Putih.
" Ya ~ Sabungsari mengangguk-angguk - kita akan mengusulkan kepada Ki Ajar,
nampaknya pasar di Kotaraja merupakan tempat yang paling baik untuk berhubungan
dengan Ki Ajar atau kedua muridnya. --
" Aku dapat menjadi penjual hasil bumi ~ berkata Suratama. Sabungsari menganggukangguk.
Kalanya " Baiklah. Pada tingkat pertama, selama Ki Ajar masih dapat kembali ke
tempat ini, kita tidak mempunyai kesulitan apa-apa. Sedangkan nanti pada tataran
berikutnya, kita akan mempergunakan pasar di Kotaraja untuk berhubungan. Salah
seorang di antara kita akan selalu berada di-pasar. Mungkin sebagai pedagang tetapi
mungkin juga di kedai-kedai yang kita tentukan. "
Yang lain mengangguk-angguk. Glagah Putihpun kemudian berdesis " Kita nanti akan
menawarkannya kepada Ki Ajar. -
Sore hari, ketika anggota kelompok Gajah Liwung itu sempat berkumpul lagi, maka
diputuskan untuk menghadap lagi Ki Wirayuda. Gajah Liwung akan memberikan laporan
hubungan yang telah dilakukan oleh Ki Ajar Gurawa dengan Ki Rangga Resapraja.
" Kami berdua akan menghubungi Ki Wirayuda - berkata Sabungsari sambil menunjuk
Glagah Putih. Ki Ajar Gurawa mengangguk-angguk. Katanya " Aku menunggu petunjuk-petunjuk
lebih jauh. Besok aku harus datang kerumah Ki Rangga Ranawandawa. Mungkin ada
pesan atau perintah yang harus aku lakukan. "
" Baiklah. Sementara itu, kami telah berbicara tentang jalur hubungan yang sebaiknya
kita lakukan. Mudah-mudahan Ki Ajar setuju. Nanti, biarlah Ki Jayaraga memberikan
keterangan dari hasil pembicaraan kami itu. "
Demikianlah, Sabungsari dan Glagah Putihpun telah pergi kekota pula. Seperti
sebelumnya, keduanya telah menitipkan kuda mereka dirumah Ki Lurah Branjangan,
justru saat Ki Lurah tidak ada dirumah.
Ketika Ki Wirayuda mendengar laporan itu, maka iapun berkata - Kami memang sedang
mengamati Ki Rangga Resapraja. Dengan peristiwa itu, maka menjadi jelas bagi kami,
bahwa Ki Rangga memang mempunyai jalur hubungan dengan pihak yang belum kita
ketahui. Aku tidak dapat menyebut Pati. Atau bahkan mungkin Ki Rangga Resapraja
adalah salah seorang dari pimpinan kelompok yang sedang membuat Mataram sibuk
dengan kegiatan mereka yang kasar itu. Justru kejahatan. -
- Disamping Ki Rangga Resapraja masih ada lagi seorang yang terlibat dalam kelompok
itu, Ki Wirayuda " Sabungsari menyambung keterangannya.
- Seorang pejabat" -- bertanya Ki Wirayuda.
- Ya. Namanya Ki Rangga Ranawandawa - jawab Sabungsari.
- Ranawandawa" " ulang Ki Wirayuda dengan dahi yang berkerut.
- Ya. Menurut keterangan orang yang bernama Dipacala. Tetapi nama itu diucapkannya
dihadapan Ki Rangga Resapraja. - jawab Sabungsari.
Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Namun nampak di wajahnya bahwa ia tidak yakin
akan keterangan Sabungsari bahwa Ki Rangga Ranawandawa juga terlibat.
Namun Sabungsaripun kemudian telah memberikan ancar-ancar rumah orang yang
disebut Ki Rangga Ranawandawa itu sebagaimana dikatakan oleh Ki Ajar Gurawa.
Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Katanya " Jika orang itu yang dimaksud, maka ia
memang Rangga Ranawandawa. "
Sabungsaripun telah menceriterakan pula ciri-ciri orang itu sendiri sebagaimana disebut
Ki Ajar Gurawa. Dengan demikian, maka Ki Wirayuda menganggap kelompok yang diantara
pemimpinnya terdapat Ki Rangga Resapraja dan Ki Rangga Ranawandawa itu adalah
kelompok yang sangat berbahaya.
- Pantas, kami selalu kehilangan jejak. Nampaknya segala gerak prajurit sandi ada
dalam pengawasan kedua orang itu. Dengan demikian kami tidak pernah berhasil
menangkap mereka. Jika kami mendapat keterangan tentang sarang mereka, maka setiap
kami datang, sarang itu tentu sudah kosong. " berkata Ki Wirayuda.
- Jika demikian Ki Wirayuda " biarlah kami berusaha membantu dengan cara kami. -
- Sekali lagi aku peringatkan, bahwa nama Gajah Liwung tidak dapat kau pakai lagi.
Jika kau mempergunakannya dengan pertanda gambar sebagaimana kau pergunakan
sampai saat ini, maka kau justru akan berhadapan dengan prajurit sandi. Sebagaimana
kau ketahui bahwa kelompok yang menyebut dirinya Gajah Liwung itu juga mempunyai
pertanda gambar sebagai lambang kelompoknya seperti gambar yang kau pergunakan
sebagai lambang kelompokmu. Kepala Gajah. - berkata Ki Wirayuda.
Sabungsari mengangguk-angguk. Katanya - Kami tidak terikat pada lambang kami.
Yang penting kami dapat memberikan sumbangan betapapun kecilnya bagi ketenteraman
hidup di Mataram ini. -- - Bagus. Didalam tugas keprajuritanmu dan didalam tugasmu sekarang, nampaknya
jalannya sejajar. Mudah-mudahan kita akan dapat segera memecahkan persoalan ini. Jika
kita larik garis keatas, maka persoalannya harus kita lihat hubungannya dengan sikap Pati.
Bukan maksudku mengatakan bahwa kelompok ini ada hubungannya dengan Pati, karena
hal itu masih harus dibuktikan, tetapi persoalan antara Pati dan Mataram sekarang ini
bukan sekedar mimpi buruk. Tetapi harus benar-benar kita amati sebagai satu kenyataan.
Bahkan seperti bisul yang setiap saat akan dapat pecah. -berkata Ki Wirayuda.
Sabungsari dan Glagah Putih mengangguk-angguk. Sementara itu Ki Wirayudapun
berkata " Baiklah. Besok aku harus segera menghadap dan memberitahukan hal ini
kepada Ki Patih Mandaraka. Nampaknya persoalannya menyangkut orang-orang
berkedudukan di Mataram, sehingga Ki Patih memang harus langsung ikut mengamatinya.
Setelah mendapat beberapa pesan dari Ki Wirayuda, maka Sabungsari dan Glagah
Putihpun segera mohon diri.
- Kita semuanya harus berhati-hati ~ berkata Ki Wirayuda kemudian.
Sabungsaripun telah menyampaikan rencana pertemuan yang harus tetap dapat
dilakukan seandainya Ki Ajar Gurawa kemudian terikat untuk tetap berada disarang
kelompok itu.
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
- Pasar adalah tempat yang paling baik untuk melakukan hubungan itu " berkata
Sabungsari. - Ya - jawab Ki Wirayuda - Namun pasar akan tetap mendapat pengawasan yang
seksama dari pada petugas sandi
- Kami akan tetap berhati-hati Ki Wirayuda - desis Sabungsari.
Malam itu juga Sabungsari dan Glagah Putih telah mengambil kuda mereka dan segera
kembali ke sarang kelompok Gajah Liwung. Diregol butulan, mereka mengatakan kepada
para petugas bahwa mereka baru saja menunggui saudara mereka yang sakit didalam
kota. Malam itu mereka harus pulang ke padukuhan mereka karena besok pagi-pagi
mereka akan ikut pada upacara perkawinan kemanakan mereka.
Karena keduanya nampaknya tidak mencurigakan, maka Sabungsari dan Glagah Putih
tidak mengalami kesulitan keluar regol butulan kembali ke Sumpyuh.
Ketika mereka sampai di sarang mereka, maka rumah itu sudah sepi. Seisi rumah
sudah tertidur neyenyak, kecuali Pranawa yang mendapat tugas berjaga-jaga. Sambil
terkantuk-kantuk ia duduk di ruang dalam. Dihadapannya memang terbuka sebuah Kitab
yang dibacanya untuk melawan kantuk. Namun kadang-kadang matanya masih juga
terpejam meskipun ia masih tetap duduk.
Tugas yang setengah malam itu memang terasa menjemukan. Sebenarnya Pranawa
memilih setengah malam yang pertama. Tetapi ketika ia beradu jari dengan Rumeksa,
iapun kalah. Karena itu, Rumeksalah yang berhak memilih, apakah tengah malam pertama
atau tengah malam kedua. Ternyata Rumeksa memilih tengah malam pertama.
Namun kedatangan Sabungsari dan Glagah Putih yang mengejutkan Pranawa itu justru
membuat kantuknya hilang. Beberapa saat mereka sempat berbincang. Namun
Sabungsari dan Glagah Putih yang tidak bertugas itupun kemudian telah pergi ke biliknya
untuk beristirahat. Kepada Pranawa, Glagah Putih sempat berbisik.
- Malam tinggal sedikit. Kau harus bertahan. "
Pranawa tersenyum. Katanya " Aku akan bertahan. Besok aku akan tidur sehari penuh.
" Ketika kemudian Sabungsari dan Glagah Putih pergi ke bilik mereka, maka Pranawa
justru tidak mengantuk lagi. Ia kembali membaca kitab yang masih terbuka diterangi
lampu minyak yang berkeredipan.
Dihari berikutnya, maka para anggauta kelompok Gajah Liwung itu telah menyusun
kesepakatan. Jika pada suatu saat Ki Ajar Gurawa dan kedua muridnya tidak lagi sempat
kembali ke Sumpyuh, maka mereka akan berusaha untuk dapat menghubungi para
anggauta yang lain di pasar Kotaraja. Jika terjadi perubahan lingkungan kegiatan, maka Ki
Ajar Gurawa akan berusaha untuk memberitahukannya.
- Sore nanti aku harus pergi ke rumah Ki Rangga Ranawandawa ~ berkata Ki Ajar
Gurawa " aku tidak tahu, apakah kehadiranku nanti akan memberikan petunjuk lebih
jauh atau bahkan sebaliknya, dirumah itu sudah disediakan tiang gantungan untuk kami
bertiga. -- Ki Jayaraga tersenyum. Katanya " Apakah artinya tiang gantungan bagi Ki Ajar. Jika
leher Ki Ajar menjadi bara, maka tali itu akan terputus sendiri. "
" Ah " Ki Ajar Gurawa mengerutkan keningnya. Namun kemudian iapun tersenyum
sambil berkata " Bukankah hanya orang-orang yang berilmu tinggi dapat berbuat
demikian" " Ki Jayaraga justru tertawa. Tetapi ia tidak berkata lebih lanjut.
Hari itu, Ki Jayaraga masih juga pergi ke Kotaraja. Namun ia masih belum dapat
bertemu dengan Podang Abang. Demikian anggauta Gajah Liwung yang lain, yang juga
pergi ke kota, sama sekali tidak melihat orang-orang yang dapat menarik perhatian
mereka. Namun anggauta Gajah Liwung tidak dapat memancing dengan menimbulkan persoalan
sebagaimana saat mereka berhadapan dengan kelompok-kelompok anak-anak muda yang
sudah tidak nampak lagi kegiatannya justru setelah kelompok yang menyebut dirinya
Gajah Liwung itu hadir di Kotaraja. Jika anak-anak muda anggauta Gajah Liwung yang
dipimpin Sabungsari itu melakukan kegiatan, maka mereka justru akan berhadapan
dengan prajurit sandi yang nampaknya juga meningkatkan kegiatannya itu.
Sementara itu, Ki Wirayudapun telah menghadap Ki Patih Mandaraka pagi-pagi begitu
matahari terbit. Ki Wirayuda ingin bertemu dengan Ki Patih sebelum Ki Patih pergi ke
paseban. Ketika laporan Sabungsari dan Glagah Putih itu dilaporkan kepada Ki Patih, maka Ki
Patihpun telah menanggapinya dengan bersungguh-sungguh.
- Jika demikian, kecurigaan kita selama ini benar adanya " berkata Ki Patih Mandaraka.
- Ya Ki Patih ~ jawab Wirayuda " tetapi kita masih perlu mencari, siapakah orangorang
yang memperalat atau diperalat oleh Ki Rangga Resapraja itu. Untuk apa mereka
melakukannya. - - Lakukan tugas itu sebaik-baiknya Wirayuda - berkata Ki Patih - tetapi kau harus
sangat berhati-hati. Mungkin orang-orangmu telah ada pula yang terseret kcdalam jalur
kegiatan Ki Rangga sehingga usahamu akan sia-sia. Sementara itu kau harus tetap
melindungi nama Ki Ajar Gurawa agar ia tidak terjebak dalam satu kesulitan. "
Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Ia sadar, bahwa penyelidikannya selanjutnya atas Ki
Rangga Resapraja dan Ki Rangga Ranawandawa harus melalui jalurnya sendiri tanpa
mengkaitkan nama Ki Ajar Gurawa yang menyebut dirinya Kerta Dangsa itu. Dengan
demikian maka jika jalur penyelidikannya terputus karena orang-orangnya ada yang sudah
terpengaruh oleh kedua orang itu, maka persoalannya akan dapat dibatasi.
Ki Ajar Gurawa meninggalkan Sumpyuh sebelum Ki Jayaraga kembali dari Kotaraja.
Namun segala pembicaraan telah dilakukan dan mendapatkan kesepakatan. Dengan
demikian, maka mereka bersama-sama tinggal melaksanakannya saja.
Perhatian kelompok Gajah Liwung yang dipimpin oleh Sabungsari itu kemudian
dipusatkan kepada jalur yang sudah ditempuh oleh Ki Ajar Gurawa. Seperti yang
dikatakannya, maka lewat senja hari itu, Ki Ajar akan menghubungi Ki Rangga
Ranawandawa. Ki Ajar sudah dibenarkan datang bersama dengan kedua orang muridnya
yang disebutnya kemanakannya itu.
Sebenarnyalah ketika senja mulai turun, maka Ki Ajar sudah berjalan menuju ke arah
yang dikatakan oleh Dipacala. Ia telah melangkah menuju ke rumah Ki Rangga
Ranawandawa yang letaknya memang agak lebih ke pinggir daripada rumah Ki Rangga
Rerapraja. Ternyata Ki Ajar Gurawa yang diKertal dengan nama Ki Kerta Dangsa itu diterima
dengan baik oleh Ki Rangga Ranawandawa. Sementara itu Dipacalapun telah berada
dirumah itu pula bersama tiga orang yang lain.
Ki Ajar yang bertindak sangat berhati-hati itu tidak berbuat sesuatu kecuali menunggu,
la duduk bersama kedua muridnya disebuah amben yang tidak terlalu panjang diserambi
rumah Ki Rangga yang luas. Sementara itu tiga orang yang telah datang lebih dahulu
duduk disisi yang lain. Ketiga orang itu memang nampak kasar dan garang. Namun Ki Ajar
sendiri memang berusaha untuk nampak kasar dan garang. Pakaiannyapun telah
disesuaikannya pula. Demikian pula kedua orang muridnya yang masih muda itu.
Tetapi rasa-rasanya ketiga orang yang telah ada diserambi itu selalu mengawasinya,
sehingga Ki Ajar menjadi agak canggung karenanya.
" Mungkin orang-orang itu merasa belum pernah melihat kami - berkata Ki Ajar itu
didalam hatinya. Beberapa saat lagi, ternyata telah datang lagi dua orang yang tidak kalah kasarnya dari
ketiga orang yang telah lebih dahulu ada diserambi itu. Keduanya memandang berkeliling
sebelum kemudian duduk disudut yang lain.
" Kemana kita malam ini" " salah seorang dari kedua orang itu bertanya.
" Tidak malam ini " Dipacala yang menjawab.
" Jadi" " bertanya orang itu.
" Kita tunggu Ki Rangga Ranawandawa. Mungkin ada pembicaraan yang perlu malam
ini. ~ jawab Dipacala. Orang itu mengangguk-angguk. Sementara Ki Rangga yang berada didalampun telah
keluar dan duduk diserambi itu pula.
- Besok kita bergerak - berkata Ki Rangga - kita akan mengatur laku kegiatan kita
besok. - - Siapa yang akan pergi" " bertanya salah seorang dari kedua orang yang dalang
terakhir. - Kita yang ada disini " jawab Ki Rangga.
Kedua orang itu termangu-mangu sejenak. Ketika mereka memandang kedua orang
murid Ki Ajar Gurawa, seorang diantara-nya bertanya " Bersama kedua anak-anak itu" "
- Ya " jawab Ki Rangga.
- Apakah sudah tidak ada orang lagi diantara kita sehingga kita mengajak kanak-kanak
yang baru kemarin dapat berjalan" Siapakah mereka. -
- Kau atau aku yang menentukan" " bentak Ki Rangga. Orang itu terdiam. Ternyata
wibawa Ki Rangga Ranawandawa cukup tinggi.
Dalam pada itu Ki Ranggapun berkata selanjutnya - Kita sudah memutuskan untuk
tidak bergerak sama sekali selama sepekan ini. Malam ini adalah malam terakhir. Besok
kita mulai dengan satu langkah yang tidak boleh gagal, karena sasarannya sudah benarbenar
dipilih dari lima pilihan. Kita besok bergerak dengan kekuatan yang besar, Namun
kita tidak dapat menunggu kawan-kawan kita yang sedang kembali ke padepokan. Karena
itu, aku memutuskan untuk membawa Kerta Dangsa bersama kedua orang kemanakannya
itu. Sementara ini kita masih menunggu tiga orang kawan kita yang lain. -
Orang-orang yang ada di serambi itu mengangguk-angguk. Sementara itu Ki
Ranggapun berkata - Duduklah. Jangan gelisah dan jangan menilai orang lain yang aku
undang kerumahku. " Ketika kemudian Ki Rangga masuk lagi keruang dalam, salah seorang dari ketiga orang
yang datang lebih dahulu bertanya kepada kedua orang yang datang kemudian - Dimana
Wirog itu" Apakah kau tidak bersamanya" "
- Anak itu benar-benar demit - jawab salah seorang dari keduanya - ia singgah dirumah
Biyang Sentir. - -- Anak itu seharusnya dibunuh saja. Dirumah Biyang Sentir ia akan dapat membuka
rahasia jika ia terlalu banyak minum tuak.
- Pinjal dan Lorog akan mencegahnya - jawab orang itu. -Kalau semuanya menjadi
mabuk" ~ berkata salah seorang yang lain di antara ketiga orang itu.
- Jika rahasia itu terbuka, Biyang Sentir memang harus dibunuh. Tetapi Biyang Sentir
tidak akan berusaha mengungkit rahasia apapun. Asal Wirog memberinya uang, itu sudah
cukup. " jawab salah seorang dari kedua orang yang datang kemudian.
Ki Ajar Gurawa termangu-mangu mendengar pembicaraan itu. Ketika ia dengan sekilas
melihat wajah murid-muridnya, ia melihat kerut di dahi mereka. Namun mereka sudah
memasuki satu lingkungan yang keras dan kasar, Merekapun harus dapat menyesuaikan
diri dengan sebaik-baiknya.
Sejenak kemudian, maka telah dihidangkan minuman dan makanan bagi mereka.
Wedang jahe hangat dengan gula kelapa. Beberapa potong sagon manis dan beberapa
bungkus lemet ketela pohon.
Beberapa saat lamanya mereka menunggu. Tetapi ketiga orang itu masih belum
datang. Ki Rangga Ranawandawa yang kemudian juga ikut duduk bersama orang-orang
itu menjadi gelisah. Susul mereka ~ berkata Ki Rangga kemudian.
Dipacala yang berkumis melintang itupun kemudian ikut memerintah - Susul ketiganya.
Aku tidak telaten menunggu.
- Agaknya mereka sudah tahu bahwa malam ini kita masih belum akan bergerak. "
jawab salah seorang dari antara kedua orang yang datang kemudian. " Tahu atau tidak,
aku tidak mau menunggu lama - jawab Ki Rangga.
Kedua orang itupun kemudian bangkit berdiri. Tetapi sebelum mereka beranjak keluar,
maka mereka telah mendengar suara orang bercakap-cakap dituar.
- Itu mereka " desis salah seorang dan kedua orang yang akan menjemput itu.
Sejenak kemudian, maka pintupun terbuka Seorang yang bertubuh tinggi kekar dengan
jambang dan kumis tebal melangkah masuk. Suara tertawanya terdengar tinggi sambil
berkata - He, apakah kalian sudah lama menunggu" "
Duduk ~ tiba-tiba Ki Rangga membentak.
Wirog, orang yang bertubuh tinggi kekar dengan jambang dan kumis tebal itu,
termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun bergeser ke amben yang berada di
sebelah pintu serambi itu. Dua orang kawannya diam-diam telah melangkah masuk pula
dan duduk disebelah Wirog.
- Kemana saja kalian" - bertanya Ki Rangga.
Ternyata wibawa Ki Rangga memang besar. Wirog yang bertubuh tinggi besar itu
seakan-akan telah berkerut - Kami singgah di kedai minum itu sebentar Ki Rangga. "
- Mabuk lagi" desak Ki Rangga.
- Tidak. Tidak sampai mabuk. - jawab Wirog.
- Kertapa kau datang sangat terlambat" - bertanya Ki Rangga pula.
- Bukankah malam ini kita tidak akan berbuat sesuatu" - Wirog justru bertanya.
- Meskipun tidak, tetapi bukankah aku minta kalian datang lewat senja" - sahut Ki
Rangga. Wirog itu menundukkan kepalanya. Demikian pula kedua orang kawannya.
- Minumlah jika kau sudah menjadi haus lagi. Kita akan berbicara tentang rencana kita
besok " berkata Ki Rangga kemudian.
Ketiga orang itu masih saja menunduk. Sementara ki Ranggapun berbicara tentang
rencananya. - Besok kita berkumpul sedikit lewat senja. Jangan terlambat " berkata Ki Rangga
Ranawandawa. Semua orang yang ada diruang itu mengangguk.
- Dipacala sendiri akan memimpin kalian kerumah saudagar emas dan berlian itu.
Menurut pengamatan terakhir, setelah peristiwa perampokan yang telah terjadi itu,
dirumah telah dijaga oleh sekitar lima orang yang dianggap akan mampu melindungi
rumah itu. Tetapi kelima orang itu bersama keluarga Ki Saudagar tidak akan mampu
membendung kalian. Kita akan mendatangi rumah itu dengan lebih dari sepuluh orang.
Tidak usah terjadi pembunuhan. Yang penting harta benda orang itu dapat kalian kuasai.
Pembunuhan hanya terjadi dalam keadaan yang tidak mungkin dihindari. Jika seorang
saja mati, maka para petugas sandi akan melipat gandakan usaha pencarian. " berkata Ki
Rangga. Yang ada diruang itu mendengarkan sambil mengangguk-angguk.
Sementara itu Ki Rangga Ranawandawapun berkata Aku Kertal baik dengan orang yang
akan kalian rampok besok. Karena itu aku tahu pasti, bahwa didalam rumahnya itu
terdapat perluasan yang tidak ternilai harganya. Menurut penilaianku, saudagar yang satu
ini memiliki perhiasan emas dan berlian lebih banyak dari tiga saudagar terkaya yang lain
di Kotaraja ini. Meskipun seandainya ada sebagian dari perhiasan itu terjual, namun yang
masih tinggal dirumahnya tentu masih cukup banyak. Karena itu, kalian besok harus
berhasil. - Orang yang ada di serambi itu saling memandang. Bahkan ada diantara mereka yang
sempat menghitung, termasuk Wirog.
- Sepuluh orang " desis Wirog.
- Apakah kau tidak dapat menghitung sampai dua belas" -bertanya Ki Rangga. -
Termasuk anak-anak itu" - bertanya Wirog pula.
- Bertanyalah, apakah mereka berani melakukan tugas ini. Jangan bertanya kepada
Kerta Dangsa pamannya itu. Bertanyalah kepada kemanakannya itu. - jawab Ki Rangga.
" untuk melakukan tugas ini memang diperlukan keberanian. ~
Wirog mengangguk. Tetapi ia masih ragu-ragu.
- Bertanyalah langsung kepada mereka " bentak Ki Rangga.
Kerta Dangsa menjadi berdebar-debar. Jika ia sudah menjalani ujian, maka kedua
muridnya ternyata harus diuji pula. Apakah mereka pantas untuk ikut atau tidak. Karena
itu Kerta Dangsa memutuskan untuk tidak mencampuri sikap murid muridnya. Ia hanya
berharap agar murid-muridnya tanggap atas keadaan yang mereka hadapi. "
Wirog yang merasa sudah mendapat perintah dari Ki Rangga itupun telah bangkit dan
melangkah mendekati kedua orang murid yang diaku sebagai kemanakan Kerta Dangsa
itu. Dengan kasar Wirog bertanya " Gus, apakah kau akan ikut berburu besok" -Kerta
Dangsa mengerutkan keningnya. Namun nampaknya kemanakannya itu - tanggap.
Dengan tegas yang tertua diantara mereka menjawab " Ya. Aku akan ikut paman.
Bukankah paman akan ikut pula" -
Wirog tertawa. Katanya - Pamanmu besok tidak pergi bertamasya. Tetapi akan
merampok. Mungkin pamanmu mati melawan para gegedug yang diupah untuk
melindungi rumah Ki Sudagar itu. Apakah dengan begitu kau juga akan ikut mati" "
- Paman tidak akan mati. Yang mungkin mati adalah kau -jawab murid Ki Ajar yang
diaku sebagai kemanakannya itu.
- Tutup mulutmu - bentak Wirog " kau sudah mulai mengigau. Jika sekali lagi kau
menyinggung perasaanku . aku pilin lehermu. --
Tetapi yang tidak diduga-duga telah terjadi. Tiba-tiba saja murid Ki Ajar yang tertua itu
membentak sambil bangkit.
" Apa hakmu mempersoalkan aku dan adikku" "
Wirog terkejut bukan kepalang. Anak muda yang disebutnya masih kanak-kanak itu
berani membentaknya. Justru karena itu untuk beberapa saat Wirog berdiri terheran
heran. - Kau heran" - bertanya Dipacala.
" Anak iblis -- Wirog itu menggeram. Dan dengan nada geram ia bertanya ~ Kau
berani membentak aku" -
- Kau berani mengancam aku - sahut murid Ki Ajar yang tua itu.
Wirog tiba-tiba saja berpaling kepada Dipacala sambil menggeretakkan gigi menahan
kemarahan yang menggelegak didadanya. Katanya - Ki Lurah, apa yang boleh aku lakukan
atas anak ini" - " Sekehendakmu. Ia sudah berani menyatakan dirinya ikut dalam perburuan kita.
Karena itu maka ia tentu menyadari apa yang dilakukannya. Ia tidak akan tergantung
kepada orang lain untuk bersandar atas sikap yang diambilnya. " jawab Dipacala.
Ki Ajarpun mengerti bahwa itu merupakan satu isyarat, bahwa kedua muridnyapun
harus diuji. Atau salah seorang daripadanya, untuk menentukan, apakah mereka pantas
untuk ikut atau malahan justru akan menghambat pekerjaan mereka.
Karena itu, Ki Ajarpun sama sekali tidak mencampurinya la duduk saja terkantuk-kantuk
sambil menggaruk punggungnya sekali-sekali jika punggungnya terasa gatal.
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun dalam pada itu Wirogpun seakan-akan telah mendapat ijin untuk berbuat apa
saja atas anak muda yang telah berani menantangnya itu. Karena itu, dengan kasar Wirog
telah menggapai pundak anak itu.
Tetapi sementara tangannya dengan jari-jari terbuka terjulur " untuk menggapai
pundak anak muda itu, maka anak muda itu justru melangkah maju sambil merendahkan
dirinya. Dengan cepat ia berbalik sambil menangkap pergelangan tangan Wirog yang
bertubuh raksasa itu. Justru mempergunakan tenaga dorong Wirog sendiri, maka murid Ki
Ajar itu telah menarik kemudian mengangkat pundaknya, sehingga Wirog yang tubuhnya
jauh lebih besar daripadanya itu terangkat dan terputar di udara.
Dengan derasnya Wirog itupun jatuh terbanting dilantai serambi yang keras, hampir
saja menimpa Ki Ajar yang duduk dengan tenang ditempatnya.
Ki Ajar memang dengan cepat bergeser. Hampir tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang. Namun ia sudah terbebas dari hempasan tubuh yang terbanting jatuh itu.
Terdengar teriakan tertahan. Demikian tubuh itu jatuh terbanting dilantai, maka anak
muda yang membantingnya itu melangkah beberapa langkah surut sambil memperhatikan
Wirog yang kesakitan terbaring dilantai. Tangannyapun kemudian menggapai-gapai.
Ketika tangannya menangkap amben bambu tempat Ki Ajar duduk, maka iapun berusaha
untuk bangkit berdiri. Namun tulang belakang Wirog itu seakan akan telah menjadi berpatahan.
- Iblis kau ~ geram Wirog sambil menyeringai - kau kira kau telah berhasil" Licik "
sambil berpaling kepada Ki Rangga ia bertanya - Jika aku tidak dianggap bersalah, aku
akan membunuhnya. " Kau kira ia akan membiarkan dirinya kau cekik sampai mati" -- bertanya Ki Rangga.
~ Aku akan membunuhnya -- geram Wirog.
Ternyata baik Ki Rangga maupun Dipacala sama sekali tidak mencegahnya. Wirog
melangkah maju mendekati murid Ki Ajar yang tua itu.
Murid Ki Ajar itu memang selangkah surut. Ia berusaha untuk berada ditempat yang
lebih lapang. Jika Wirog itu menyerangnya, maka murid Ki Ajar itu benar-benar akan
bertempur untuk membuat raksasa yang sombong itu menjadi jera.
Mula-mula Ki Ajar menjadi cemas. Jika muridnya itu menunjukkan unsur-unsur gerak
ilmunya yang-sesungguhnya, mungkin Ki Rangga atau Ki Dipacala akan menjadi curiga.
Meskipun Ki Ajar tahu bahwa muridnya itu tanggap atas keadaan yang dihadapinya,
namun dalam ketidak sadaran, ia akan dapat terjebak sehingga Ki Rangga mencurigainya,
sehingga rencana selanjutnya akan sulit dilakukannya,
Tetapi ternyata bahwa muridnya itupun mengerti. Karena itu, ia merasa tidak perlu
mempergunakan unsur-unsur khusus dari perguruannya atau yang menjadi ciri dari
perguruannya. Ketika Wirog itu mendekatinya, maka murid Ki Ajar itu sudah bertekad untuk
melawannya dengan beradu kekuatan. Meskipun tubuhnya jauh lebih kecil dari tubuh
Wirog, tetapi dengan landasan tenaga cadangan didalam dirinya, ia yakin akan dapat
mengimbangi kekuatan Wirog itu.
Sebenarnyalah, bahwa Wirog memang hanya melandasi keberaniannya atas
kekuatannya yang besar. Namun ketika ia berusaha memukul kening lawannya yang
masih muda itu, lawannya telah menangkis serangannya dengan cepat, mengangkat
tangan lawannya yang terayun itu sehingga lambungnya terbuka. Dengan keras sekali
anak muda itu telah memukul lambung Wirog yang terbuka itu.
Terdengar Wirog mengaduh kesakitan, sehingga badannya justru terbungkuk. Dengan
kasarnya, murid Ki Ajar yang tua itu telah mencengkam rambutnya dan membenturkan
kepala Wirog itu pada lututnya.
Wirog berteriak kesakitan. Sekali lagi tubuhnya jatuh tersungkur dilantai demikian
lawannya itu melepaskan rambutnya. Balikan kemudian darah telah meleleh dari
hidungnya. Namun kemudian ketika dengan kasar anak muda itu membalik tubuh Wirog dan siap
menginjaknya, maka terdengar Ki Rangga mencegahnya " Cukup. Kau sudah
membuktikan bahwa kau memang pantas untuk ikut serta besok bersama pamanmu. ~
- Tetapi ia menghina aku " geram anak muda itu.
- Cukup. Kau dengar kata-kataku" ~ hentak Ki kangga. Anak muda itu tidak menjawab
lagi. Iapun kemudian bergeser kembali ketempat duduknya. Meskipun wajahnya masih
gelap, tetapi anak muda itu telah duduk kembali.
Sementara itu Wirogpun telah bangkit. Sambil mengusap darah dihidungnya ia
menggeram " Aku akan membunuhnya.
- Kau yang akan dibunuhnya ~ sahut Ki Kangga -- karena itu aku perintahkan kalian
berdua tidak lagi bermusuhan agar aku tidak perlu membunuh kalian berdua. Kau tahu
bahwa aku tidak pernah bermain-main dengan ancamanku" ~
Wirog mengangguk kecil. -- Pergi kebelakang. Bersihkan wajahnya itu di pakiwan -berkata Ki Rangga kemudian.
Wirog itu kemudian telah pergi ke pakiwan. Sementara Ki Rangga berkata " Nah,
terbukti bahwa kemanakanmu juga pantas untuk ikut Kerta Dangsa. "
- Sudah aku katakan, mereka lebih kasar dari aku - berkata Kerta Dangsa.
- Kendalikan kemanakanmu agar mereka tidak menjadi besar kepala sehingga aku
sendiri harus membunuhnya ~ berkata, Ki Rangga.
Kerta Dangsa mengangguk sambil menjawab - Ya Ki Rangga -
- Satu-satunya hukuman disini adalah mati. Kami tidak pernah melepaskan anggauta
kami hidup hidup Apalagi jika kami tahu bahwa orang itu akan berkhianat. -- berkata Ki
Rangga selanjutnya. Kerta Dangsa mengangguk kecil. Tetapi ia tidak menjawab, lapun tahu bahwa ancaman
itu diberikan juga kepadanya dan kepada kedua muridnya itu.
Sejenak kemudian, Wirogpun telah hadir pula setelah mencuci mukanya yang dibasahi
oleh darahnya yang mengalir dari hidungnya. la tidak lagi duduk sambil menengadahkan
wajahnya. Ternyata anak-anak ingusan itu memiliki kemampuan dan kekuatan yang
sangat besar. - Nah - berkata Ki Rangga kemudian - besok kalian harus berkumpul disini. Lewat
senja. Jangan terlambat. Kita masih akan menentukan sikap terakhir. Tetapi tidak akan
merubah rencana induk yang sudah aku tetapkan. "
Demikianlah, orang-orang yang hadir di serambi itupun diijinkan untuk meninggalkan
rumah Ki Rangga dengan pesan, besok mereka tidak boleh terlambat. Terutama Wirog
dan kawan-kawannya. Tanpa dipesan lagi, orang-orang itu keluar dari regol halaman Ki Rangga dengan sangat
hati-hati. Seorang demi seorang agar jika ada orang yang melihat, perhatian mereka tidak
tertuju langsung kepada beberapa orang sekaligus.
Ki Ajar Gurawa dan kedua orang muridnya pun telah meninggalkan tempat itu pula.
Mereka langsung menuju ke Sumpyuh untuk bertemu dengan anggauta kelompok Gajah
Liwung yang dipimpin oleh Sabungsari.
Ki Ajar menyadari bahwa ia bersama kedua muridnya akan menjadi sangat letih. Malam
itu mereka kembali ke Sumpyuh, besok mereka harus kembali ke rumah Ki Rangga
Ranawandawa. Namun ketiganya memang sudah berniat untuk memasuki sarang
kelompok yang ternyata memang mengarah ke kelompok yang mereka cari.
Ketika rencana itu kemudian disampaikannya kepada anggauta-anggauta Gajah Liwung,
maka Sabungsaripun berkata ~ Kita akan melaporkannya kepada Ki Wirayuda atau kita
sendiri langsung akan mencegahnya. --
- Jangan sekarang - berkata Ki Ajar Gurawa " biarlah sekarang rencana ini berjalan
dengan baik. Jika rencana ini gagal justru saat kami memasuki gerombolan itu, maka
mereka tentu akan segera mencurigai kami. Apalagi orang-orang seperti Ki Rangga
Ranawandawa dan Rangga Resapraja akan dapat melihat lewat kedudukan mereka dan
pengaruhnya atas para petugas sandi. "
~ Jadi saudagar itu akan dikorbankan" - bertanya Sabungsari.
" Kali ini saja " jawab Ki Ajar Gurawa " Aku akan menjaga agar tidak terjadi korban
jiwa. Terutama dari lingkungan Ki Saudagar bersama keluarganya. Apabila kelak
gerombolan ini dapat dibongkar sampai tuntas, maka kekayaan gerombolan ini akan dapat
diambil alih dan tentu saja dengan agak kesulitan perhiasan saudagar itu dapat
dikembalikan. " Sabungsari mengangguk-angguk. Kelompok itupun pernah menemukan kekayaan yang
sangat banyak sekali dan telah diserahkan kepada Ki Wirayuda.
Dengan demikian maka kelompok Gajah Liwung itupun berjanji untuk tidak ikut campur
atas perampokan yang bakal terjadi itu. Demikian pula mereka belum akan melaporkan
kepada para petugas sandi.
Pada saat yang telah ditetapkan, maka Ki Ajar Gurawa dan kedua orang muridnya telah
berada dirumah Ki Rangga Ranawandawa pula. Ki Ajar Gurawa telah memperingatkan
muridnya, apabila Wirog dan kawan-kawannya mendendamnya.
" Aku sudah bersiap menghadapinya, Guru " jawab muridnya.
- Tetapi menurut perhitunganku, Wirog tidak akan berbuat apa-apa. Orang-orang yang
demikian biasanya justru melihat kenyataan. Jika ia sudah dikalahkan, ia tidak akan berani
lagi melawan. Apalagi dibawah saksi pimpinannya - berkala Ki Ajar " namun memang ada
kemungkinan ia minta bantuan orang lain. --
- Kami akan berhati-hati Guru - jawab muridnya.
Sebenarnyalah Wirog memang merasa tidak mampu mengimbangi kemampuan anak
muda itu. Kepada kawan-kawannya ia berkata - Tenaga anak muda itu luar biasa. Seperti
seekor orang hutan. Nampaknya ia memiliki kekuatan dari iblis. -
- Apakah kau tidak ingin membalas dendam" ~ bertanya seorang kawannya.
" la akan dapat mematahkan leherku. Aku kira pamannya yang bernama Kerta Dangsa
itu memiliki kekuatan yang lebih besar, "jawab Wirog yang seakan-akan memang sudah
menjadi jera. Seperti yang diminta oleh Ki Rangga, maka orang-orang yang akan menyertai Dipacala
merampok sasaran yang sudah ditentukan itu tidak ada yang datang terlambat. Wirog
juga tidak. Kemudian dengan jelas Ki Rangga memberitahukan sasaran yang akan mereka tuju. Ki
Ranggapun menjelaskan keadaan rumah dan ruangan-ruangan yang ada di rumah itu.
Pintu-pintu butulan dan longkangan-longkangan.
Sekali lagi Ki Rangga berkata - Jika tidak terpaksa sekali, jangan ada korban jiwa. Aku
Kertal baik dengan saudagar yang kaya itu. Bahkan seluruh keluarganya. Jika nasib buruk,
satu atau dua orang tertangkap, jangan sebut namaku. Siapa yang berani menyebut
namaku, akan mati dalam keadaan yang paling buruk di ruang tahanannya. Aku dapat
berbuat apa saja atas mereka yang tertawan. Sementara tidak seorangpun akan percaya
bahwa aku terlibat dalam perampokan itu. Tetapi jika ada diantara kalian yang tertangkap
dan tidak menyebut namaku, aku akan mengusahakan keadaan yang paling baik baginya
di dalam tahanan. Bahkan mungkin dibebaskan. -
Orang-orang itu mengangguk-angguk. Mereka memang tidak merasa perlu menyebut
Ki Rangga Ranawandawa. Yang mereka anggap pimpinan mereka adalah Ki Dipacala yang
akan mempertanggungjawabkan segala akibat yang terjadi pada perampokan yang akan
mereka lalaikan. Pada saat terakhir, ternyata semua yang berangkat sebanyak lima belas orang
termasuk Ki Ajar dan dua orang muridnya. Dipacala telah membawa tiga orang kawan
lagi. Juga diantara orang-orang yang sudah mereka Kertal sebelumnya. Dengan demikian,
maka orang baru diantara mereka adalah Kerta Dangsa dengan dua orang kemanakannya.
Namun Kerta Dangsa telah menjalani ujian kesetiaan paling berat diantara orang-orang
itu. Tetapi sampai sekian jauh, Kerta Dangsa masih belum berani mengungkit hubungan
orang-orang itu dengan kelompok yang juga menyebut diri bernama kelompok Gajah
Liwung. Juga belum berani bertanya hubungan mereka dengan Pati dan Gunung Kendeng.
Ketika saatnya sudah tiba, maka Dipacalapun mulai mengatur langkah. Mereka akan
datang ketujuan melalui jalan yang berbeda beda. Pada tengah malam mereka akan
berkumpul ditempat yang sudah ditentukan.
- Hati-hati. Jangan sampai terlihat oleh prajurit yang meronda di malam hari. Mereka
tentu akan bertindak tegas lei hadap siapapun yang mereka curigai " pesan Ki Dipacala.
Kemudian katanya pula - Cegah setiap usaha siapapun untuk memukul isyarat dengan
kentongan. Terutama orang-orang di halaman rumah saudagar itu. Menurut penilikan
kami. dituar rumah itu, hanya terdapat sebuah kentongan yang digantung dilingkungan
sebelah kiri. Kentongan itu harus dikuasai lebih dahulu. Juga harus dijaga pintu butulan.
Ada dua pintu butulan. Satu lagi pintu belakang dapur. Tidak seorangpun boleh keluar dari
rumah itu. Lima orang upahan yang menjaga rumah itu berada ditiga tempat. Dua orang
digandok kanan dan dua orang digandok kiri. Sedangkan seorang diantaranya berada
diruang tengah bersama Ki Sudagar sendiri. Ingat, Ki Sudagar juga seorang yang berilmu.
Kerta Dangsa mendapat tugas untuk menghadapi Ki Sudagar itu. Hati-hati. Jika tidak,
maka kau benar-benar akan mati dirumah itu. Kedua kemenakanmu akan membantumu
jika salah seorang upahan itu membantu Ki Sudagar. Kami akan menyelesaikan tugas tugas yang lain. Ingat, jumlah kita semuanya limabelas orang. Jika kita gagal, maka itu karena kedunguan kita. Tidak perlu menambah jumlah karena hanya akan menambah beban. "
Demikianlah, maka sebelum tengah malam, lima belas orang itu sudah meninggalkan
rumah Ki Rangga Ranawandawa. Mereka mengikuti jalan masing-masing sesuai dengan
rencana. Sebelum tengah malam mereka harus sudah berkumpul ditempat yang sudah
ditentukan. Sebenarnyalah bahwa Ki Ajar Gurawa memang menjadi berdebar-debar. Bagaimanapun
juga ada semacam kegelisahan didalam hatinya. Nuraninya sama sekali tidak
membenarkan tindakan yang akan dilakukannya. Apalagi ia merasa telah mengorbankan
seseorang untuk menembus dinding yang menyelubungi sebuah gerombolan yang harus
dihancurkan sampai ke akarnya apapun alasan kehadiran gerombolan itu. Tetapi ia tidak
mempunyai pilihan lain. Pengorbanan saudagar itu akan memberikan arti yang besar bagi
kelompok Gajah Liwung. Bukan bagi kepentingan kelompok itu sendiri. Tetapi bagi
kepentingan Mataram dan bagi kepentingan hidup bebrayan.
" Mudah-mudahan pengorbanan saudagar emas dan permata itu dapat ditebus dihari
hari mendatang. ~ berkata Ki Ajar didalam hati, karena Ki Ajar yakin bahwa baik Ki
Wirayuda maupun Ki Patih Mandaraka sendiri tentu akan menilai semua langkah yang
diambil untuk mematahkan keberadaan gerombolan yang telah membayangi Mataram dan
bahkan telah menimbulkan keresahan.
Kedua murid Ki Ajarpun ternyata juga menjadi gelisah. Mereka telah dengan sengaja
memasuki satu lingkungan hitam yang sebelumnya selalu dimusuhinya.
" Apakah langkah ini tidak berbahaya bagi Ki Saudagar" -bertanya muridnya yang
muda ketika mereka duduk bertiga saja sambil menunggu langkah-langkah yang akan
diambil malam itu. " Kita akan berusaha untuk melindunginya, Tentu dengan cara yang tidak
menimbulkan kecurigaan. Adalah satu keberuntungan lagi bahwa akulah yang diwajibkan
untuk menghadapi Ki Saudagar. - berkata Ki Ajar Gurawa dengan nada dalam.
Merekapun tidak sempat bercakap-cakap lagi. Sejenak kemudian maka segala-galanya
telah siap. Dipacala yang memimpin perampokan malam itu telah menjadi semakin
garang. Seperti seekor harimau yang liar dan buas, ia menentukan langkah-langkah yang
harus diambil oleh orang-orang yang ikut dalam perampokan itu. Sekali-sekali ia
menggeram dan mengancam. Sikapnya memang agak berubah. Seakan-akan dalam
keadaan yang demikian didalam tubuhnya itu telah hadir kekuatan hitam yang
mengerikan. Kedua orang murid Ki Ajar Gurawa menjadi berdebar-debar melihat sikap itu. Namun Ki
Ajar berdesis ditelinga mereka - Dalam keadaan yang demikian kalian harus patuh asal
tidak sampai melanggar landasan penimbangan kita memasuki lingkungan ini. la dapat
menjadi buas dan bahkan liar. Apalagi jika tugas ini dibayangi kegagalan. ~
Kedua murid Ki Ajar itu mengangguk-angguk.
Ketika saatnya sudah dianggap tepat, maka Dipacala itupun telah memberikan isyarat
kepada orang-orangnya untuk mulai bergerak. Dua orang yang berjalan lebih dahulu akan
memperhatikan suasana. --
Setelah yakin bahwa tidak ada orang yang melihat kehadiran mereka, limabelas orang
itupun dengan cepat telah memasuki halaman. Mereka tidak membuka pintu regol
halaman. Tetapi mereka telah berloncatan dari segala arah, melompati dinding yang
mengelilingi halaman dan kebun rumah Saudagar itu. Dengan cepat pula setiap orang
menempatkan dirinya ditempat yang telah ditentukan. Tiga orang digandok kiri. Tiga
orang digandok kanan dan tiga orang siap memasuki ruang dalam. Mereka adalah Ki Ajar
dan kedua muridnya. Yang lain mengawasi pintu butulan dan kentongan. Sementara
Dipacala sendiri akan merampas emas dan berlian dibantu oleh seorang kepercayannya,
yang juga akan melalui ruang dalam.
" Mereka tentu mengadakan perlawanan " berkata Dipacala sesaat sebelum mereka
berpencar - karena itu kalian harus siap bertempur meskipun Ki Rangga berpesan, jika
tidak terpaksa jangan membunuh agar para petugas sandi tidak menjadi semakin garang.
Memang lebih baik jika mereka tidak melalaikan perlawanan. "
Ketika semua sudah siap ditempat masing-masing, maka Dipacalapun telah mengetuk
pintu rumah Ki Saudagar itu perlahan-lahan.
Ternyata ketukan itu telah berhasil membangunkan Ki Saudagar. Karena itu, terdengar
ia bertanya -- Siapa dituar" -
- Aku Ki Saudagar " jawab Dipacala.
- Aku siapa" ~ desak K i Saudagar.
- Peronda digardu. Kami ingin memberikan beberapa keterangan. Jawab Dipacala.
- Aku Kertal semua orang - jawab Ki Saudagar - siapa yang meronda"
Dipacala telah mendapat keterangan, bahwa Ki Saudagar agak kurang rapat bergaul
dengan tetangganya karena pekerjaannya yang sering membawanya ketempat yang agak
jauh sehingga seakan-akan ia jarang sekali ada di rumah. Ia berangkat pagi-pagi dan
pulang menjelang senja. Karena itu Dipacalapun tahu, bahwa saudagar itu tidak akan
dapat mengenali tetangga-tetangganya dengan baik. Apalagi anak-anak mudanya. Karena
itu maka iapun menjawab " Aku Subi anak Suta. "
Ternyata Ki Saudagar itu justru ragu-ragu. Jawaban Dipacala yang seakan-akan pasti
itu membuatnya bimbang. - Ki Saudagar - berkata Dipacala - kami melihat tiga orang bergerak memasuki
padukuhan ini. - Keterangan singkat itu nampaknya memang menarik perhatian Ki Saudagar. Bahkan
kemudian Dipacala mulai berbicara dengan kata-kata yang sengaja dibuat kurang jelas.
Ternyata pancingan Dipacala itu berhasil. Meskipun dengan ragu, namun akhirnya
Dipacala mendengar langkah mendekati pintu. Tidak hanya seorang. Tapi dua orang.
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dipacalapun memberi isyarat kepada orang-orang yang bersamanya berdiri dimuka
pintu itu untuk berhati-l.ati.
Namun ternyata Ki Sudagarpun bertindak sangat hati-hati. Sebelum ia membuka pintu,
ia telah menarik ujung dua utas tali yang menggantung disebelah pintu
Ternyata Dipacala sama sekali tidak menduga, bahwa dengan demikian maka tali-tali
yang menjalar panjang itu telah menggerakkan genta yang ada di gandok sebelah
menyebelah, sehingga dengan demikian maka orang-orang yang diupah oleh saudagar
emas berlian itu segera mempersiapkan diri.
Tetapi ternyata Dipacala benar-benar seorang perampok yang berpengalaman. Iapun
segera memberi isyarat agar semua orang tetap tenang. Tiga orang yang berada digandok
kiri dan tiga.orang digandok kananpun sama sekali tidak berbuat sesuatu. Bahkan mereka
berusaha untuk berada ditempat yang gelap, terlindung dari cahaya lampu minyak
dipendapa. Karena tidak ada gejolak sama sekali dituar pintu pnnggitan, maka Ki Saudagar itu
bertanya sekali lagi - Apa yang telah kau lihat" ~
-- Ki Saudagar " jawab Dipacala - kami berlima melihat tiga orang itu. Kami menjadi
ketakutan. Kami ingin minta ijin untuk berada disini. " ,
- Kertapa kalian ketakutan" " bertanya Ki Saudagar.
Dipacala memang menjawab. Tetapi jawabannya tidak begitu jelas. Yang terdengar
hanyalah ~ Tiga orang yang garang. -
Nampaknya Ki Saudagar memang tertarik kepada keterangan yang kurang jelas itu.
Perlahan-lahan ia mengangkat selarak pintu pringgitan.
Sejenak kemudian pintu pringgitan itu terbuka. la memang melihat lima orang berdiri
dipendapa. Namun lima orang itu tidak seperti,yang dibayangkannya. Bukan lima orang
anak muda yang pucat dan ketakutan. Tetapi lima orang laki-laki yang garang.
Ki Saudagar segera menyadari, bahwa ia telah terjebak. Karena itu, maka iapun segera
menarik ujung tali yang menggantung di sebelah pintu. Keras sekali, sehingga genta di
gandok sebelah menyebelah itupun berdering keras.
Orang-orang yang diupah oleh Ki Saudagar itupun segera menyadari bahwa sesuatu
telah terjadi di rumah Ki Saudagar itu.
Sementara itu Dipacala yang bertugas untuk merampas harta benda milik saudagar itu,
terutama emas dan berlian bersama dengan seorang kepercayaannya justru melangkah
surut. Ki Ajar menyadari, bahwa tugasnya adalah memancing saudagar itu untuk
bertempur. Dengan tangkasnya Ki Ajar Gurawa yang diKertal bernama Kerta Dangsa itu menyerang
Ki Saudagar dengan pedangnya. Namun Ki Saudagarpun telah bersiap pula. sehingga
dengan tangkasnya ia menangkis serangan itu.
Kerta Dangsa berusaha untuk memutar pedangnya. Namun ketika sekali lagi
pedangnya terjulur, maka Ki Saudagarpun telah menangkisnya pula. Bahkan dengan
cepat, Ki Saudagar telah membalas serangan itu dengan tusukan lurus kearah jantung.
Kerta Dangsa segera meloncat surut. Ketika dengan tangkas saudagar emas berlian itu
memburunya, maka kedua kemanakan Kerta Dangsa itu telah melibatkan diri pula.
Seorang dari orang upahan saudagar itu termangu -mangu. Tetapi melawan tiga orang,
saudagar itu memang mengalami kesulitan. Sementara itu, Kerta Dangsa dan kedua
saudagar itu menjauhi pintu.
Dipacala dan kepercayaannya yang semula termangu-mangu ternyata telah melibatkan
diri pula, sehingga saudagar itu harus melawan lima orang bersama-sarna.
Dalam keadaan yang demikian orang upahan itu tidak mempunyai pilihan. Dengan
geram ia telah meloncati tlundak pintu dan dengan sarta merta telah menyerang orangorang
yang tengah bertempur mengeroyok saudagar itu.
Yang langsung melawan orang itu adalah kedua orang kemanakan Kerta Dangsa itu.
Dengan golok yang besar kedua kemanakan Kerta Dangsa itu melibat orang upahan itu
dengan cepat. sehingga orang itu tidak mempunyai kesempatan untuk membantu Ki
Saudagar. Namun Ki Dipacala dan kepercayaannya tidak berternpur berkepanjangan. Demikian
pintu itu tidak terjaga lagi, keduanya telah menyelinap masuk kcdalam rumah ini. Mereka
langsung pergi ke bilik induk diruang dalam rumah Ki Saudagar, Jika mereka menemukan
Nyi Saudagar, maka dengan mengancam Nyi Saudagar, pertempuranpun akan cepat
selesai. Tetapi ternyata bilik induk rumah itu kosong sama sekali. Ketika mereka mencari dibilikbilik
yang lain, rumah itu benar benar kosong.
- Kemana penghuni rumah ini. - geram Dipacala.
Kepercayaannyapun termangu-mangu. Ternyata seisi rumah itu telah mengungsi,
termasuk anak-anak Ki Saudagar.
-- Ternyata Ki Rangga tidak sempat mendapat keterangan tentang keluarga Ki
Saudagar - geram Dipacala.
Namun ia tidak membuang waktu. Dengan cepat ia telah berusaha untuk menemukan
harta benda Ki Saudagar didalam bilik induk rumah Ki Saudagar yang besar dan luas itu.
Dipendapa, Ki Saudagar bertempur dengan Kerta Dangsa, sementara kedua orang
kemanakan Kerta Dangsa itu telah berusaha mengikat salah seorang dari kelima orang
upahan yang membantu menjaga rumah Ki Saudagar itu dalam pertempuran, sehingga
orang itu tidak sempat berbuat lain. Kedua kemanakan Kerta Dangsa itu berloncatan
dengan cepatnya. Golok ditangan mereka terayun-ayun mendebarkan jantung.
Sementara itu, dua orang yang berada di gandok sebelah kiri dan dua orang disebelah
kananpun telah berloncatan keluar. Namun demikian mereka berada diserambi gandok
masing-masing telah menghadapi tiga orang yang garang dengan senjata ditangan
masing-masing. Pertempuranpun tidak dapat dielakkan. Di serambi gandok kiri, serambi gandok kanan
dan di pendapa. Sedangkan Dipacala dan kepercayaannyapun telah membongkar seisi
bilik induk didalam rumah Ki Saudagar. Tetapi Dipacala tidak segera menemukan emas
dan berlian yang dicarinya.
Ki Sudagar yang merasa cukup aman dibantu oleh lima orang yang dianggap memiliki
kemampuan yang tinggi itu, ternyata tidak mampu untuk mengimbangi kekuatan dan
kemampuan orang-orang yang menyerang rumahnya itu. Apalagi ketika dua orang yang
mengawasi butulan mendapat perintah Ki Dipacala untuk membantu kawan-kawannya
yang bertempur di gandok kiri dan kanan, sementara yang lain masih tetap berada
dibelakang rumah dan seorang lagi menjaga kentongan di longkangan.
Orang orang yang bertugas membantu menjaga rumah Ki Saudagar itu memang orangorang
pilihan. Tetapi ketika masing-masing harus melawan dua orang, maka sulit bagi
mereka untuk tertahan. Dalam pada itu, Ki Saudagar sendiri memang seorang yang berilmu tinggi. Namun
menghadapi Kerta Dangsa maka seakan-akan ia tidak mendapat kesempatan sama sekali.
Demikian pula pemimpin dari pemimpin dari kelima orang yang diupahnya untuk
membantunya. Dua orang anak muda yang dihadapinya, benar-benar memiliki
kemampuan yang sulit untuk dilawan
Dengan nada berat Kerta Dangsa itupun terkata Menyerah sajalah Ki Saudagar. Kami
ingin mendapatkan harta bendamu. Bukan jiwamu. "
- Persetan dengan kalian " geram Ki Saudagar. Namun Kerta Dangsa menekannya
dengan garang. Demikian pula kedua kemanakannya.
Pertempuran yang terjadi di rumah itu semakin lama menjadi semakin sengit. Tidak
seorangpun dari mereka yang sempat menggapai pemukul kentongan di longkangan,
karena setiap orang yang ada dirumah itu harus bertempur melawan dua orang kecuali Ki
Sudagar sendiri yang bertempur melawan Kerta Dangsa.
Halaman yang luas dari rumah saudagar kaya itu seakan-akan telah memisahkan
rumah itu dengan tetangga-tetangganya yang pada umumnya juga berhalaman cukup
luas, meskipun rumah mereka tidak sebesar dan sebaik rumah Ki Sudagar.
Didalam rumah itu, Dipacala masih sibuk mencari harta benda saudagar kaya itu.
Namun mereka lernyaia lidak segera dapat menemukannya.
"Setan saudagar itu " geram Dipacala -- dimana ia menyembunyikan harta bendanya.
" Namun dalam pada itu, Kerta Dangsapun telah membuat perhitungan tersendiri. Jika ia
tidak segera menguasai saudagar itu, maka banyak hal dapat terjadi. Jika perkelahian itu
didengar orang atau diketahui para peronda, maka persoalannya akan menjadi lain.
Karena itu, maka dengan tangkas Kerta Dangsa itu telah mengurung Ki Sudagar
dengan senjatanya. Semakin lama semakin cepat, sehingga saudagar itu tidak mempunyai
ruang gerak lagi, karena setiap kali sabetan senjata Kerta Dangsa rasa-rasanya hampir
menyentuh kulitnya. " Ki Sudagar - berkata Kerta Dangsa sekali lagi - mumpung kulitmu belum tergores
senjata. Sebaiknya kau menyerah. Kau jangan menilai harta bendamu lebih dari
nyawamu, karena kau masih mungkin mendapatkan harta benda sebanyak lebih dari yang
hilang. Tetapi kau tidak akan dapat mencari pengganti nyawamu kemanapun jika
nyawamu hilang. - - Aku yang akan membunuhmu " geram Ki- Sudagar. Tetapi justru ujung senjata Kerta
Dangsa yang hampir saja menyambar bibirnya.
Sebenarnyalah, Ki Sudagar tidak dapat berbuat sesuatu menghadapi Kerta Dangsa.
Namun agaknya Ki Sudagar juga tidak mudah untuk menyerah.
Sementara itu, orang-orang yang, diupah Ki Sudagar yang masing-masing harus
bertempur melawan dua orang itupun hampir tidak mempunyai kesempatan apapun juga.
Para perampok bertempur dengan kasar dan keras, sehingga orang-orang upahan itu
benar-benar mengalami kesulitan. Sedangkan pemimpin dari orang-orang itu, telah
dikuasai pula oleh kedua orang anak muda yang disebut sebagai kemanakan Kerta
Dangsa itu. Ki Sudagar yang bertempur di pendapa itupun akhirnya menyadari, bahwa kelima
orang-orangnya tentu tidak akan sanggup bertahan. Jika ia berkeras untuk bertempur
terus, maka perampok-perampok itu akan kehilangan kesabaran dan mungkin akan
menyakitinya atau bahkan membunuhnya.
Ki Sudagar tidak mengira bahwa sekelompok perampok dalam jumlah yang begitu
besar benar-benar telah memasuki rumahnya. Namun hal itu ternyata telah terjadi.
Apalagi seorang diantara para perampok itu ternyata mampu mengimbangi tataran
ilmunya, bahkan melampauinya.
Dalam keadaan yang terdesak maka saudagar itu telah membuat pertimbanganpertimbangan
khusus. Apalagi ketika kemudian dalam pertempuran yang cepat, telah
terjadi benturan yang sangat keras. Begitu besar tenaga perampok yang melawannya itu,
sehingga senjata saudagar itu telah terlepas dari tangannya.
Dengan cepat Kerta Dangsa telah melekatkan ujung senjatanya kepada saudagar itu
sambil berkata - Perintahkan semua orangmu menghentikan perlawanan, atau kau biarkan
mereka rnati. Hanya kau yang diperlukan oleh kami. Kawan kawanmu tidak berarti apaapa.
Karena itu, maka jika kau tidak memerintahkan mereka berhenti melawan, maka
mereka akan segera mati. "
Saudagar itu termangu-mangu. Tetapi ia memang tidak ingin orang-orangnya mati.
Dalam pada itu, Dipacala yang tidak segera mendapatkan apa yang dicarinya menjadi
sangat marah, la telah memerintahkan kawannya yang dipercayakannya itu untuk
mengikutinya. - Kita bantu Kerta Dangsa. Kita paksa saudagar itu menyerah dan berbicara tentang
harta bendanya. - Namun demikian ia mendekati pintu, maka ia mendengar saudagar itu berteriak - Kita
menyerah. Tidak ada gunanya kita memberikan perlawanan. "
Dipacala itu termangu-mangu sejenak. Namun ketika ia keluar dari pintu pringgitan, ia
melihat saudagar itu telah menyerah. Orang-orangnyapun kemudian telah menyerah pula.
" Kerta Dangsa memang memiliki kelebihan " berkata Dipacala didalam hatinya.
Demikianlah, maka Ki Sudagai telah dipaksa untuk menunjukkan harta bendanya. Iapun
sependapat dengan Kerta Dangsa, bahwa harta benda itu dapat dicarinya lagi, tetapi ia
tidak akan dapat membeli nyawa dimanapun juga.
Namun Ki Sudagar masih berasa beruntung, bahwa keluarganya telah diungsikannya.
Para pembantunyapun telah diijinkan pulang ke rumah dimalam hari.
Hal ini lepas dari pengamatan Ki Rangga Ranawandawa, karena Nyi Sudagar dan anakanaknya
menyingkir hanya setelah senja turun. Disiang hari mereka memang berada
dirumah itu. Demikian pula para pembantu dirumah itu, yang dinilai hanya akan menjadi
beban saja jika terjadi sesuatu.
Tetapi untuk selanjutnya hal itu tidak penting. Bagi Dipacala yang penting adalah harta
benda saudagar kaya raya itu.
Orang-orang yang diupah oleh saudagar itupun tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Ki
Sudagar sendiri telah menyerah. Sementara merekapun menyadari bahwa jumlah
perampok yang datang itu memang terlalu banyak untuk dilawan. Bahkan orang-orang
yang diupah itu juga merasa heran, bahwa Ki Sudagar begitu cepatnya kehilangan
keberaniannya untuk melawan.
- Lawan Ki Sudagar adalah seorang perampok yang berilmu sangat tinggi " berkata
pemimpin dari orang-orang yang diupah itu didalam hatinya.
Dengan petunjuk Ki Sudagar, maka harta benda yang berupa emas berlian itupun
segera diketemukan. Bahkan beberapa buah keris yang berpendok emas bertretes berlian.
Demikian pula ukiran pada hulu keris itu.
" Maaf Ki Sudagar ~ berkata Ki Dipacala " aku akan membawa semua harta
kekayaanmu. - Ki Sudagar memang tidak dapat mencegahnya. Namun ia berkata - Terserahlah. Tetapi
aku minta tinggalkan keris Kiai Wot. -
Dipacala termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya " Yang mana yang kau
maksud" ~ Ki Sudagar termangu-mangu sejenak. Namun kemudian ia berkata ~ Apakah aku boleh
menunjukkannya" -- Ki Dipacala ternyata mengangguk. Katanya - Ambillah.
Ki Sudagar telah mengambil satu diantara beberapa kerisnya yang akan dimasukkan
kedalam peti yang terdapat di bawah kolong amben diruang tengah. Tempat yang tidak
terduga sebelumnya, karena justru berada ditempat terbuka.
Setelah sebilah kerisnya diambil, maka peti itupun telah ditutup dan siap untuk dibawa.
" Ki Sudagar " berkata Dipacala " maaf bahwa aku masih akan mengganggu. Aku
akan membawa Ki Sudagar bersama kami sampai kebulak panjang. Satu jaminan
keselamatan bagi kami. "
Ki Sudagar menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak dapat menolak.
Demikianlah, maka para perampok itupun telah meninggalkan rumah Ki Sudagar.
Mereka ternyata telah berpencar kembali.
Ki Dipacala telah memerintahkan Ki Ajar dan kedua orang kemanakannya untuk
membawa Ki Sudagar ke bulak panjang dan melepaskannya dibulak panjang.
- Yang lain akan mengambil jalan mereka masing-masing -berkata Ki Dipacala.
Ki Sudagar tidak dapat mengelak, la menurut saja ketika Ki Ajar Gurawa dan kedua
muridnya membawanya keluar melalui dinding kota yang agak rendah. Ketiga orang yang
membawa Ki Gurawa itu telah membantu Ki Sudagar meloncat dinding dengan memanjat
sebatang pohon yang besar yang dahannya menyilang diatas dinding.
Ketika Kerta Dangsa sudah meloncat turun, Ki Sudagar menjadi ragu-ragu. Namun
kedua murid Ki Ajar itu berkata - Meloncatlah. Atau kami akan mendorongmu. "
Ki Sudagar memang meloncat turun. Kakinya sedikit terasa sakit. Namun ia telah
dipaksa untuk berjalan menjauhi dinding kota, memasuki sebuah bulak panjang lewat
jalan setapak disebelah parit yang mengalir deras.
Kelima orang upahan yang berada di rumahnya tidak berani berbuat sesuatu. Ia tidak
berani pula melaporkan perampokan itu untuk menjaga keselamatan Ki Sudagar. Dengan
demikian maka kesempatan para perampok untuk melarikan diri menjadi cukup luas.
Ketika Ki Ajar Gurawa kemudian sampai di bulak panjang, mendekati padukuhan
diseberang, maka Ki Ajar itupun berkata -Ki Sudagar. Jaraknya sudah cukup jauh. Aku
akan melepaskan Ki Sudagar. Tetapi berhati-hatilah. Jika kau salah langkah maka yang
akan mengalami kesulitan bukan hanya Ki Sudagar. Tetapi juga kelompok Ki Sudagar. Jika
malam ini kami hanya lima belas orang, kami minta Ki Sudagar mengetahui bahwa jumlah
kami seluruhnya adalah lebih dari lima puluh orang. - Apakah kalian dari kelompok Gajah
Liwung" - bertanya Ki Sudagar.
- Pertanyaan Ki Sudagar tidak pantas - jawab Ki Ajar. Ki Sudagar tidak bertanya lagi. la
mencoba mengenali wajah Ki Ajar dan kedua orang muridnya. Tetapi wajah itu nampak begitu kotor dan tidak
jelas didalam keremangan malam.
- Kau akan mencoba mengenali kami " Ki Ajar itu lertawa. Suaranyapun sama sekali
tidak mirip dengan suaraKi AjarGurawa sehari-hari.
Demikianlah, maka Ki Sudagar itupun telah melepaskannya. Sementara itu Ki Ajar dan
kedua orang muridnya telah menghilang pula didalam gelap. Namun dengan cepat mereka
telah kembali ke kota dengan meloncati dinding kota menuju kerumah Ki Ajar Rangga
Ranawandawa. Ki Sudagar sambil membawa kerisnya yang bernama Kiai Wot berjalan perlahan-lahan
menuju ke pintu gerbang kota. Wajahnya pucat, serta jantungnya bergejolak keras.
Peristiwa yang baru saja terjadi telah mengguncang jiwanya.
Meskipun demikian, saudagar itu masih tetap mampu mempertahankan keseimbangan
jiwanya yang terguncang itu. Ia masih tetap menyadari sepenuhnya apa yang telah terjadi
atas dirinya. Semua harta bendanya telah dibawa oleh para perampok selain sebuah
pusakanya yang bernama Kiai Wot.
- Aku masih beruntung " berkata Ki Sudagar - nyawaku masih dibiarkannya. "
Dipintu gerbang utama, Ki Saudagar melaporkan apa yang telah dialaminya. Kenapa ia
menjelang dini hari seorang diri memasuki pintu gerbang utama Kotaraja.
Pemimpin para petugas dipintu gerbang utama itu tidak demikian saja percaya. Ki
Saudagar itu telah dibawanya ke gardu disebelah dalam pintu gerbang itu untuk dimintai
keterangan lebih jelas. Baru kemudian para prajurit yang bertugas itu yakin bahwa Ki Saudagar memang baru
saja dirampok. Meskipun demikian, pemimpin prajurit itu telah mengirimkan dua orang prajurit untuk
mengikuti dan melihat sendiri keadaan rumah Ki Saudagar yang baru saja dirampok itu.
Dengan demikian, maka bersama kedua orang prajurit yang telah melihat keadaan
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rumah Ki Saudagar itu, mereka telah pergi ke gardu induk pengendalian para petugas
didalami Kotaraja malam itu.
Ternyata sejenak kemudian, Kotaraja itu menjadi gelisah, para prajurit yang bertugas
dengan beberapa orang petugas sandi telah datang ke rumah Ki Saudagar yang kaya rava
itu. Mereka melihat keadaan rumah Ki Saudagar yang beberapa ruangannya memang
menjadi kacau. Dipacala disaat mencari harta benda Ki Saudagar telah membongkar
beberapa buah gledeg dan peti-peti kayu. Bahkan ada beberapa bagian dinding yang telah
dirusak pula. Berita perampokan itu dengan cepat telah menjalar. Para peronda di padukuhan itupun
telah dipanggil oleh para prajurit yang ada di rumah saudagar kaya itu. Tetapi
tidakseorangpundiantara mereka yang dapat memberikan keterangan tentang
perampokan itu. " Kami tidak melihat scorangpun memasuki padukuhan ini " jawab para peronda.
- Apakah tidak ada diantara kalian yang mengelilingi padukuhan ini ditengah malam " --
bertanya prajurit itu. Pemimpin peronda itu menjawab ~ Aku sendiri bersama tiga orang kawan telah
mengelilingi jalan-jalan padukuhan. Kami telah membunyikan kentongan kecil kami
sepanjang jalan untuk membangunkan orang-orang yang terlalu nyenyak tidur. "
Pagi-pagi sekali, pasar di Kotaraja itu telah diguncang dengan berita perampokan yang
besar itu. Perampokan yang dilakukan oleh lebih dari sepuluh orang. Bahkan sekitar
limabelas orang dan berhasil membawa harta benda yang sangat besar nilainya, milik
seorang saudagar kaya di Kotaraja itu.
Hampir setiap orang di pasar itu telah memperbincangkan perampokan itu. Jumlahnya
melampaui perampokan yang sebelumnya terjadi di Kotaraja itu juga.
Dalam pada itu, pagi-pagi benar, Sabungsari dan Glagah Putih telah sampai di pasar itu
pula. Merekapun telah mendengar berita perampokan yang berhasil itu. Merekapun
mendengar bahwa tidak scorangpun menjadi korban dalam perampokan itu meskipun
semula Ki Saudagar dengan lima orang yang diminta membantu menunggui rumahnya
telah bertempur. Sabungsari terkejut ketika dilihatnya kedua orang murid Ki Ajar Gurawa ternyata sudah
berada di pasar itu pula.
- Dimana Ki Ajar" " bertanya Sabungsari.
Murid yang tertua itupun termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berdesis -
Kami berpisah dengan guru untuk tidak menimbulkan kesan, bahwa kami selalu bertiga
sebagaimana terjadi di rumah saudagar itu. ~
Sabungsari mengangguk-angguk. Tetapi ia masih bertanya -Dimana Ki Ajar sekarang"
" - Sudah kembali ke Sumpyuh. Kami berdua diminta untuk pergi ke pasar karena guru
yakin, tentu ada satu dua orang diantara kita berada dipasar ini. " jawab murid yang tua
itu. - Kami berdua telah datang pagi-pagi sekali. Mungkin kalian akan berjumpa juga
dengan Rumeksa dan Prabawa. " jawab Sabungsari.
Kedua murid Ki Ajar itu mengangguk-angguk. Tetapi merekapun kemudian telah
berpisah lagi dengan Sabungsari dan Glagah Putih.
Sebenarnyalah seperti yang dikatakan oleh Sabungsari bahwa kedua murid Ki Ajar
itupun kemudian telah bertemu pula dengan Rumeksa dan Prabawa.
Dalam pada itu, Sabungsari dan Glagah Putihpun telah meninggalkan pasar itu dan
berjalan-jalan di dalam kota. Tetapi mereka tidak berniat lewat disekitar tempat tinggal
saudagar yang semalam telah dirampok karena tempat itu tentu masih diawasi oleh para
prajurit sandi. Adalah diluar dugaan, bahwa tiba-tiba saja keduanya telah berjumpa dengan seseorang
yang telah mereka Kenal baik, Podang Abang.
Sabungsari dan Glagah Putih memang berhenti ketika Podang Abang menyapanya.
- He anak-anak muda. Sepagi ini kalian telah berkeliaran didalam kota" Apakah
sarangmu sekarang tidak jauh dan kota" -bertanya Podang Abang.
~ Kau ingin menantang kami" ~ bertanya Sabungsari tiba-tiba.
- Tidak - jawab Podang Abang - aku akan menghindari perselisihan dengan siapapun
juga karena aku masih harus menepati janjiku. Bertemu dengan Ki Jayaraga. "
" Katakan, dimana Ki Jayaraga dapat menemuimu" Kapan" Sendiri atau dengan saksi"
- bertanya Sabungsari. Podang Abang mengerutkan keningnya. Katanya " Aku tidak dapat menemukan.
Kapan dan dimana. Pada suatu saat biarlah keadaan memutuskan. "
Sabungsari mengangguk-angguk sambil berdesis -- Ternyata kau masih tetap ragu-ragu
karena kau menyadari kekuranganmu. -
- Jangan memancing persoalan - desis Podang Abang.
" Aku sengaja memancing persoalan -- jawab Sabungsari " aku berharap kau marah
dan kita akan bertempur. Aku berdua dan kau seorang diri. Itu kalau kau berani. -
Podang Abang ternyata tertawa saja. Katanya " Nampaknya suaramu adalah suara
orang yang sangat kecewa. He, bagaimana dengan kawan-kawanmu" Apakah mereka
tidak mampu membantu saudagar kaya raya yang semalam dirampok orang. ~
Sabungsari mengerutkan keningnya. Sementara dengan serta merta Glagah Putih
bertanya - Darimana kau tahu bahwa telah terjadi perampokan" "
- Dari mana" ~ Podang Abang tertawa semakin keras - bagaimana mungkin kau
bertanya seperti itu sementaraorang-orang diseluruh kota telah membicarakannya. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya " Dan kau ikut merasa berhasil dengan
keberhasilan para perampok itu"
Podang Abang ternyata masih saja tertawa. Katanya -- Sudahlah. Aku tidak ingin
melayani kalian karena aku akan dapat menjadi sasaran kekecewaan kalian. -
-- Jika kau ikut berhasil, aku hanya akan mengucapkan selamat kepadamu Podang
Abang. - berkata Sabungsari.
- Terima kasih. Tetapi bukankah merampok adalah pekerjaan anak-anak" Pekerjaan
orang-orang tua adalah duduk sambil minum wedang jahe hangat dengan gula aren. "
jawab Podang Abang. - Baiklah. Aku akan menyampaikannya kepada Ki Jayaraga. Mungkin ia akan
mencarimu. Bahkan mungkin pagi ini ia juga sudah berada di kota ini. Jika kau akan
menemuinya, telusuri saja jalan-jalan kota ini. "
Podang Abang mengerutkan keningnya, Ia tidak ketawa lagi. Namun katanya - Aku
akan menemunya kapan saja aku ingin. "
- Sekarang, kau masih akan menikmati kemenanganmu semalam meskipun bukan kau
sendri yang melakukannya" - bertanya Sabungsari.
- Sudahlah. Kita berpisah sampai disini - berkata Podang Abang yang dengan tergesagesa
meninggalkan Sabungsari dan Glagah Putih.
Ketika Podang Abang menjadi semakin jauh, maka Sabungsari dan Glagah Putihpun
meneruskan langkah mereka menelusuri jalan-jalan kota.
Sementara itu Sabungsari sempat mengamati keadaan disekitarnya sebagaimana
dilakukan oleh Glagah Putih.
- Kau lihat dua orang dibawah pohon gayam itu" " bertanya Sabungsari.
- Ya - jawab Glagah Putih.
- Apakah kau menganggap bahwa orang itu mempunyai hubungan dengan Podang
Abang" - bertanya Sabungsari pula.
- Nampaknya demikian - jawab Glagah Putih - mereka sekarang mengawasi kita. "
Sabungsari mengangguk. Namun iapun telah menggamit Glagah Putih dan memberi
isyarat agar mereka berbalik arah dan lewat disisi yang lain.
Glagah Putih ternyata tanggap. Merekapun kemudian telah menyeberang jalan dan
berbalik arah. Demikian mereka sampai dibawah pohon gayam itu, maka Sabungsari
berkata - Kita beristirahat disini. "
- Aku juga letih - desis Glagah Putih.
Keduanyapun kemudian duduk pula dibawah pohon gayam itu.
Tetapi dengan demikian kedua orang yang telah berada dibawah pohon gayam itu
kemudian telah meninggalkan tempatnya dan berjalan menyusuri jalan itu perlahan-lahan.
Tetapi sekali-sekali keduanya masih berpaling.
Ternyata Glagah Putih sempat juga bergurau dengan mereka. Karena demikian
keduanya berpaling, Glagah Putih telah mengangkat tangannya melambai kepada
keduanya. Ternyata keduanya tidak berpaling lagi. Keduanya berjalan semakin cepat
meninggalkan tempat itu. Sambil tersenyum Sabungsari berkata - Kau telah mengganggu mereka.
" Kau yang mulai -- jawab Glagah Putih.
Keduanya tertawa tertahan.
Namun dalam pada itu, Sabungsaripun berkata - Aku yakin bahwa Podang Abang
terlibat dalam perampokan itu meskipun tidak langsung. -
Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya - Namun masih harus dibuktikan. Apakah
kedua orang yang tadi duduk disini dapat dimintai keterangan tentang Podang Abang itu"
" Sabungsari termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya ~ Aku tidak yakin.
Mungkin keduanya dengan segala akibatnya akan menolak untuk mengakui bahwa
mereka adalah orang-orang Podang Abang. -
Glagah Putih mengangguk-angguk pula. lapun menyadari bahwa tidak mudah untuk
mendapatkan keterangan tentang orang-orang sebagaimana Podang Abang. Kadangkadang
seseorang lebih baik mati daripada harus memberikan keterangan tentang mereka
yang sangat ditakutinya. Karena itu, maka Sabungsaripun kemudian memutuskan untuk kembali saja ke
Sumpyuh. " Ki Ajar tentu sudah sudah berada dirumah - berkata Sabungsari ~ Kita akan
mendapat banyak ceritera tentang usahanya.
Sabungsaripun kemudian telah mengajak Glagah Putih untuk meninggalkan tempat itu.
Mereka memang singgah lagi di pasar. Tetapi mereka tidak bertemu dengan siapapun
selain orang-orang yang lain sibuk dipasar itu sambil sekali-sekali terdengar orang-orang
yang masih memperbincangkan perampokan yang ternyata telah menggetarkan Kolaraja
itu. Sebenarnyalah jantung para pimpinan prajurit sandi Mataram telah terguncang. Dari Ki
Sudagar yang dirampok itu, tidak banyak didapatkan petunjuk tentang orang-orang yang
telah merampok rumahnya. " Mereka memang sulit untuk dikenali - berkata saudagar itu mereka membuat wajah
mereka tidak wajar. Suara merekapun tentu bukan suara mereka sehari-hari. Ada yang
melengking tinggi. Ada yang rendah sehingga hampir tidak terdengar. Pimpinannya itu
tidak terlalu kasar sebagaimana orang-orangnya. Ketika aku minta sebuah diantara kerisku
ditinggal iapun tidak berkeberatan
Tiga orang perwira prajurit sandi yang berbicara langsung dengan Ki Sudagar memang
tidak mendapatkan keterangan yang memuaskan. Tetapi merekapun dapat mengerti. Ki
Sudagar tentu menjadi bingung dan bahkan cemas tentang keselamatannya. Apalagi
ketika ia telah dibawa meloncati dinding kota.
"Hanya orang-orang yang berilmu tinggi yang dapat melakukannya - berkata salah
seorang diantara para perwira itu
Yang lain mengangguk-angguk. Seorang perwira yang bertubuh tinggi kumis tipis
berkata - Ya. Tentu orang-orang berilmu tinggi. -
Untuk sementara maka para petugas sandi masih harus menerima kenyataan itu.
Mereka mengalami kesulitan untuk melacak para perampok yang telah mengguncang
Kotaraja itu. Dua kali terjadi perampokan besar. Namun mereka masih belum menemukan
jejaknya sama sekali. Dalam pada itu, menjelang matahari turun ke cakrawala disisi Barat, orang-orang yang
tergabung dalam kelompok Gajah Liwung yang dipimpin oleh Sabungsari itupun telah
berkumpul. Termasuk Ki Jayaraga.
Mereka mulai mendengarkan ceritera Ki Ajar Gurawa dalam peranannya sebagai Kerta
Dangsa. " Aku sekarang telah menjadi keluarga mereka " berkata Ki Ajar Gurawa " karena
itu, aku harus mempunyai rumah sendiri. "
" Maksud Ki Ajar" - bertanya Sabungsari.
" Untuk sementara aku akan tinggal disebuah rumah yang tidak terlalu jauh dari
Kotaraja. Aku akan membeli rumah meskipun kecil. Pada suatu saat, para pemimpin
perampok itu tentu akan datang kerumahku untuk meyakinkan, apakah aku memang
pantas untuk mereka jadikan anggauta sepenuhnya. ~ jawab Ki Ajar.
Para anggauta Gajah Liwung yang lain agaknya dapat mengerti niat Ki Ajar itu. Dengan
demikian maka mereka sama sekali tidak berkeberatan. Namun mereka harus mempunyai
jalur berhubungan yang tetap.
- Kita masih tetap memanfaatkan pasar untuk saling berhubungan. " berkata Ki Ajar
Gurawa. - Ya. Setiap pagi tentu ada diantara kami yang berada di pasar - berkata Sabungsari
kemudian. Dengan demikian disepakati bahwa Ki Ajai Gurawa akan memisahkan diri khususnya
untuk menelusuri jalur yang masih gelap antara kelompok yang juga menyebut dirinya
Gajah Liwung dengan Podang Abang dan terutama dalam hubungannya dengan Gunung
Kendeng dan Pati. Sementara itu, Ki Ajarpun telah menunjukkan bahwa ia telah mendapat bagian yang
cukup dari hasil kejahatan yang mereka lakukan semalam.
- Jadi bagian itu langsung diberikan kepada Ki Ajar" - bertanya Sabungsari.
~ Ternyata demikian yang telah mereka lakukan. Tetapi agaknya hanya kepada kami
bertiga saja bagian dari hasil kejahatan itu diberikan. Agaknya kepada yang lain tidak. "
jawab Ki Ajar Gurawa. - Lalu kapan lagi hal seperti itu dilakukan" - bertanya Glagah Putih.
- Setelah sepekan aku diminta untuk datang lagi ke rumah Ki Rangga Ranawandawa. "
jawab Ki Ajar. Para anggota Gajah Liwung itupun mengangguk-angguk. Sementara Ki Jayaragapun
berkata " Ternyata Ki Ajar masih belum dianggap keluarga penuh, karena masih
diperlakukan lain dengan anggota-anggota yang lain, meskipun agaknya Ki Ajar telah
mendapat kepercayaan sepenuhnya. Karena itu, maka aku sependapat dengan Ki Ajar,
bahwa dalam pekan ini, Ki Ajar harus sudah mempunyai rumah sendiri. Itupun harus ada
kesan, bahwa rumah itu bukan rumah baru baginya. -
Yang lain mengangguk-angguk. Dengan nada rendah Sabungsaripun berkata - Baiklah.
Kita akan segera berpisah. Tetapi kita sudah menentukan dimana kita akan dapat
berbicara dan berhubungan selama itu. Bukankah kita tidak akan mengorbankan orang
untuk kedua kalinya" -
. ~ - Aku masih minta dipertimbangkan " berkata Ki Ajar- jika hal itu masih diperlukan,
aku mohon pengertian. Tetapi aku berjanji, bahwa tidak akan ada korban jiwa. "
Sabungsari mengangguk-angguk. Namun iapun kemudian bertanya " Bagaimana jika
kami membuat laporan kepada Ki Wirayuda tentang peristiwa yang telah terjadi" -
Ki Ajar termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun mengangguk-angguk. - Ki
Wirayuda tentu menunggu, karena ketika aku memasuki lingkungan itu, Ki Wirayuda dan
balikan Ki Patih Mandaraka telah mendapatkan laporan. Tetapi jangan lupa menyebutkan,
bahwa kami mohon pengertian dan kebijaksanaan Ki Wirayuda. Seumpama kita sedang
mengail, maka untuk mengail ikan yang besar tentu dibutuhkan umpan yang besar pula.
" Sabungsari mengangguk-angguk. Katanya - Besok aku akan menghadap Ki Wirayuda.
Aku akan masuk kota pagi-pagi benar, bersama dengan orang-orang yang, akan pergi ke
pasar untuk menjual hasil kebun mereka. ~
Demikianlah,maka dihari berikutnya, Sabungsari dan Glagah Putih telah pergi ke
Kotaraja untuk menemui Ki Wirayuda. Mereka sadar, bahwa mereka harus sangat berhatihati
agar tidak diikuti oleh orang-orang yang telah mengenali mereka-terutama Podang
Abang sendiri. Ternyata disaat matahari terbit, keduanya telah diterima Ki Wirayuda. Merekapun yakin
bahwa tidak ada orang yang telah melihat keduanya masuk regol halaman rumah salah
seorang perwira prajurit sandi itu.
Dengan terperinci keduanya telah memberi tahukan kepada Ki Wirayuda tentang keikut
sertaan Ki Ajar dalam perampokan yang telah terjadi dirumah Ki Sudagar.
" Kenapa kalian tidak memberitahukan hal itu kepadaku sebelumnya" - bertanya Ki
Wirayuda. - Bukankah dengan demikian kita akan dapat menangkap sekelompok orang
yang akan dapat kita pakai sebagai rambatan untuk menelusuri kelompok mereka dalam
keseluruhan" " " Ki Ajar meragukannya " jawab Sabungsari ~ bahkan mungkin mereka akan
berpegang pada satu sikap, bahwa mereka tidak mempunyai hubungan dengan kelompok
yang manapun juga. -Tetapi kita akan mempunyai alasan dan sekalipun bukti untuk menangkap Ki Rangga
berdua yang terlibat langsung, dalam perampokan itu. "
" Ki Wirayuda, agaknya kedua orang Rangga itupun bukan orang yang bertanggung
jawab sepenuhnya. Tentu masih ada orang lain yang tidak dapat dikenali oleh setiap
anggota - jawab Sabungsari. Lalu katanya pula - Memang sulit untuk sampai kepada
orang itu. Tetapi Ki Ajar masih akan minta kesempatan sekali lagi. Dalam waktu sepekan
lagi, Ki Ajar telah diminta datang dan berkumpul dirumah Ki Rangga Ranawandawa. --
" Bagaimana mungkin kita akan mengorbankan orang lain lagi. Jika usaha itu gagal,
maka korban kita terlalu banyak. Bahkan mungkin Ki Ajar dan kedua muridnya juga akan
menjadi korban. Bukankah pada umumnya, orang yang sudah tidak diperlukan lagi akan
disingkirkan" " jawab Ki Wirayuda.
" Namun Ki Ajar mempunyi perhitungan tersendiri, " jawab Sabungsari. lapun
kemudian menceriterakan rencana Ki Ajar untuk membeli rumah dan memisahkan diri
untuk sementara. Iapun menceriterakan bahwa berdua mereka telah bertemu dengan
Podang Abang serta dua orang yang agaknva pengikut Podang Abang. -
Ki Wirayuda termangu-inangu sejenak. Namun kemudian iapun berkata " para
penghuni Kotaraja telah menjadi gelisah. Jika hal ini tidak segera dapat dipecahkan, maka
persoalannya tentu akan sampai kepada Panembahan Senapati. Jika Panembahan
Senapati menjadi kecewa terhadap para petugas sandi, maka Panembahan Senapati akan
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dapat mengambil langkah sendiri, karena Panembahan Senapati adalah seorang yang
dapat berbuat banyak hal diluar dugaan kila. Tetapi seandainya Panembahan Senapati
sendiri yang memecahkan persoalan ini, kemana wajah kami, para Petugas sandi akan
kami sembunyikan - - Ki Wirayuda ~ desis Sabungsari - kami hanya mohon kesempatan sekali lagi. Unluk
selanjutnya, maka kami akan memenuhi segala perintah Ki Wirayuda. Mudah-mudahan
yang sekali ini dapat berhasil. "
- Berhasil mendapatkan harta benda sebanyak perampokan yang dilakukan atas Ki
Sudagar itu" ~ desis Ki Wirayuda.
--. Tidak, bukan itu maksud kami - jawab Sabungsari.
Ki Wirayuda termangu-mangu sejenak. Namun agaknya ia sendiri sedang membuat
pertimbangan-pertimbangan.
Namun tiba-tiba saja Ki Wirayuda itu berkata -- Kalian menunggu disini. Aku akan
menghadap Ki Patih. - Sabungsari dan Glagah Putih saling berpandangan sejenak. Namun kemudian
Sabungsaripun berkata baiklah Ki Wirayuda. Kami akan menunggu disini. -
Demikian, Ki Wirayudapun segera membenahi diri. Kemudian iapun telah
memerintahkan seorang pembantunya untuk mempersiapkan kudanya.
Sejenak kemudian, maka kudanyapun telah berderap meninggalkan regol halaman
rumahnya. Namun Ki Wirayuda sebagai seorang perwira petugas sandi cukup berhati-hati.
Meskipun kudanya kemudian berlari, tetapi ia sama sekali tidak nampak tergesa-gesa.
Ketika kemudian ia melaporkan peristiwa perampokan itu kepada Ki Patih Mandaraka,
maka ia pun mengangguk-angguk Agaknya Ki Patihpun dapat mengerti jalan pikiran Ki
Ajar Gurawa. Tetapi Ki Patihpun tidak ingin keresahan rakyat Mataram berkepanjangan.
Karena itu, maka katanya " Baiklah. Jika perlu kita akan memberi kesempatan sekali
lagi. Mudah-mudahan Ki Ajar Gurawa mendapat jalan untuk menelusuri kelompok itu lebih
jauh. Jika tidak, maka kita dapat berbekal Ki Ajar itu sendiri. Kita dapat membicarakan
cara yang terbaik dengan Ki Ajar agar kita dapat menangkap kedua orang Rangga itu.
Mungkin kita minta Ki ajar melakukan satu kegiatan sehingga kita dapat menangkapnya.
Ki Ajar tentu akan kita minta berbicara sebagai saksi tentang kedua orang Rangga itu,
bahwa keduanya memang terlibat. -
Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Kalanya Baiklah Ki Patih. Aku akan
menyampaikannya kepada dua orang anggota kelompok Gajah Liwung yang sekarang
menunggu dirumahku. - " Mereka akan kembali ke sarang mereka hari ini" bertanya Ki Patih.
-- Ya. Tetapi sudah tentu dengan sangat berhati-hati. Sambil pulang, aku harus
mengamati apakah regol rumahku tidak sedang diawasi oleh seseorang " Jawab Ki
Wirayuda ~ baru setelah aku yakin tidak ada seorangpun, mereka akan keluar dari regol
rumahku. - Ki Patih mengangguk-angguk. Katanya - Bekerjalah dengan sangat berhati-hati. Kedua
orang Rangga yang telah menyimpang dari janji prajurit itu harus dapat kita tangkap
dengan saksi dan bukti yang lengkap. Sokur kita dapat menyingkap tabir yang lebih dalam
lagi sebagaimana diinginkan oleh Ki Ajar itu.
Demikian maka Ki Wirayudapun segera meninggalkan rumah Ki Patih Mandaraka.
Seperti yang dikatakannya, ketika ia mendekati ruahnya, maka Ki Wirayudapun telah
mengamati keadaan dengan teliti. Baru kemudian setelah ternyata tidak ada orang yang
mencurigakan, maka Ki Wirayudapun telah masuk regol halaman rumahnya.
Kepada Sabungsari dan Glagah Putih Ki Wirayuda telah menyampaikan semua
pernyataan Ki Patih. Jika perlu Ki Patih tidak berkeberatan memberikan kesempatan
kepada Ki Ajar untuk sekali lagi mengorbankan sasaran perampokan asal tidak terjadi
korban jiwa. -- Baiklah Ki Wirayuda - sahut Sabungsari - jika demikian kamipun akan mohon diri. --
- Hati-halilah. Nampaknya kita sudah mendekati permainan terakhir. -- berkata
Wirayuda. Dengan hati-hati Sabungsari dan Glagah Putih telah meninggalkan rumah Ki Wirayuda.
Namun untuk itu, Ki Wirayuda lebih dahulu keluar dari regol rumahnya. Baru kemudian
Sabungsari dan Glagah Putih.
Malam itu, para anggauta kelompok Gajah Liwung telah menentukan sikapnya. Ki Ajar
ternyata telah membeli sebuah rumah yang kecil dan sedikit kotor. Beberapa peralatan tua
masih terdapat didalam rumah itu. Rumah yang memang sudah beberapa lama tidak
dihuni karena orang yang terakhir yang tinggal di rumah itu telah meninggal tanpa
meninggalkan anak dan isteri. Karena itu, maka rumah itu telah jaluh ke tangan
kemanakannya dan kemudian telah dijualnya kepada Ki Ajar.
Bersama dua muridnya Ki Ajarpun kemudian telah tinggal dirumah itu. Ia sengaja tidak
membersihkan halamannya selain sumur dan pakiwannya.
Tidak jauh dari rumah itu mengalir sebuah parit yang agak besar membelah
padukuhannya sehingga rumah Ki Ajar itu justru seakan-akan terpencil karena dipisahkan
oleh parit itu. Seperti yang dikatakan sebelumnya, maka dalam waktu sepekan setelah perampokan
itu terjadi, Ki Ajar dengan kedua orang muridnya telah pergi kerumah Ki Rangga
Ranawandawa. Ternyata Ki Ajar Gurawa yang dikenal dengan nama Kerta Dangsa itu
benar-benar telah mendapat kepercayaan dari Ki Rangga dan Dipacala. Kerja mereka yang
terakhir itu dinilai berhasil dengan baik meskipun beberapa orang yang terbiasa
melakukannya sedang tidak ada disarang mereka. Tetapi Kerta Dangsa telah mengambil
alih peran mereka sehingga segala sesuatunya berlangsung dengan cepat dan bersih
tanpa korban jiwa yang dapat membuat para petugas sandi menjadi semakin keras
bekerja untuk mengungkapkan kejahatan yang telah mereka lakukan.
Namun ternyata tidak ada rencana yang telah tersusun. Dipacala masih belum
mengatakan dengan pasti, apa yang akan mereka lakukan kemudian.
Namun Dipacala telah mempernalkan Kerta Dangsa dengan seorang yang sebelumnya
belum pernah dilihatnya. - Siapa orang pikun ini" " bertanya orang itu. Orang yang bertubuh sedang tanpa ada
tanda-tanda yang menarik perhatian terhadapnya.
Wajahnya justru nampak tenang sementara matanya memancarkan ketajaman
penggraitanya. - Kerta Dangsa " jawab Dipacala " orang, im telah menunjukkan kelebihannya dari
orang lain. - Kau ambil dari mana orang ini" - bertanya orang itu.
- Aku ambil orang itu dari pasar, la berkeliaran di tempat-tempat judi dan sabung ayam
- Jawab Dipacala. - Kau perlukan orang ini" Apakah kau yakin ia tidak berkhianat" - bertanya orang itu
langsung dihadapan Kerta Dangsa.
- Ia telah mengalami pendadaran. Ia cukup setia. Tetapi ia memang agak mahal. -
jawab Dipacala. Orang itu mengangguk-angguk, sementara Dipacala menyebut namanya - Ki Truna
Patrap. " - Orang baru" " bertanya Kerta Dangsa.
- Gila orang ini - geram Ki Truna Patrap - seharusnya ia mendapat kesan bahwa aku
bukan orang baru. ~ Kerta Dangsa tertawa. Katanya " Asal saja aku bertanya. Aku tidak tahu, aku harus
berkata apa saja. - - Orang ini perlu mendapat perhatian khusus " berkata Ki Truna Patrap.
- Ia baik. " jawab Ki Dipacala.
~ Dimana rumahnya" " bertanya Truna Palrap. _ Ki Dipacala termangu-mangu
sejenak. Namun kemudian iapun bertanya - Dimana rumahmu" ~
- Baru sekarang kau bertanya" - desis Kerta Dangsa.
- Kau memang dungu Dipacala - berkata Truna Patrap yang nampaknya kedudukannya
tidak kalah dari Dipacala.
- Kita akan melihatnya besok " berkata Dipacala.
- Baru besok" Bagaimana jika sejak kemarin ia melarikan diri setelah berkhianat" "
bertanya Truna Patrap. Lalu katanya - Sementara kita tidak tahu dimana rumahnya. -
-- Tetapi ia tidak berkhianat. Pekerjaan kita dapat kita selesaikan dengan baik. Sampai
sekarang juga tidak ada usaha penangkapan atas kita . Jika ia berkhianat, maka kita tentu
sudah ditangkap, jawab Dipacala.
- Sampai sekarang tidak. Tetapi siapa tahu. "
Namun ternyata Kerta Dangsa itu menyahut " Kau mencurigai aku" "
- Semua orang aku curigai - jawab Truna Patrap.
- Aku sudah pernah berkata, aku akan meninggalkan gerombolan ini. Aku akan mencari
kawan untuk menyusun gerombolan sendiri. - berkata Kerta Dangsa.
- Sudahlah - cegah Dipacala - sampai sekarang aku tidak mencurigaimu. "
- Tetapi orang baru ini tiba-tiba saja mencurigai aku " jawab Kerta Dangsa.
- Aku bukan orang baru, setan - jawab Ki Truna Patrap " aku justru orang penting
disini sepertti Dipacala. Aku juga sudah dipercaya untuk memimpin perampokan
sebagaimana dilakukan oleh Dipacala sepekan yang lalu. ~
- Nah, jika demikian kenapa kau bersikap seperti itu, sedangkan Ki Dipacala yang
mengambil aku dan lingkaran sabung ayam tidak mencurigai" Ki Rangga Ranawandawa
tidak mencurigai dan Ki Rangga Reksapraja juga tidak. " jawab Kerta Dangsa.
- Apakah orang ini sudah mengenal Ki Rangga Reksapraja" - bertanya Truna Patrap.
- Ya. Ia mendapat pendadaran cukup berat. Membunuh Ki Rangga Reksapraja. - jawab
Dipacala. - Ia menjadi begitu sombong - desis Ki Truna Patrap.
- Sudahlah. " berkata Ki Dipacala -- kita akan menunggu keterangan Ki Rangga. Apa
yang akan kita lakukan selanjutnya dan kapan. "
- Besok kau harus pergi kerumah iblis itu - geram Truna Patrap.
~ Aku mempunyai rumah seperti kebanyakan orang. He, apakah kau mempunyai
rumah atau kau hanya menumpang dibarak" " sahut Kerta Dangsa.
- Cukup. ~ bentak Ki Truna Patrap. " Aku koyak mulutmu. -
- Lakukan jika kau mampu " Kerta Dangsapun menjadi garang. Matanya bagaikan
akan meloncat dari pelupuknya, sementara nafasnya justru menderu dengan cepat. Tidak
lewat hidungnya, tetapi lewat mulutnya.
Wajah Truna Patrap menjadi bertambah tegang. Hampir diluar sadarnya ia berkata
kepada Ki Dipacala - Orangmu telah berani menghina aku. "
-- Karena itu, biarkan orang-orangku. Aku justru berharap bahwa kita akan bekerja
bersama. Tugas kita akan menjadi semakin berat. " berkata Dipacala.
- Tetapi jangan hinakan aku seperti itu ~ berkata Truna Patrap.
- Kau jangan mulai dengan sikapmu yang angkuh - jawab Dipacala yang menjadi tidak
sabar. - Kau bela orang pikun itu" - bertanya Truna Patrap.
- Aku dan Ki Rangga Ranawandawa telah mengambilnya -berkata Ki Dipacala " Aku
tidak melihat cacat-cacat seperti yang kau katakan. --
- Baiklah " berkata Truna Patrap. Lalu katanya kepada Kerta Dangsa - Menjadi
kebiasaan kami untuk sekali-sekali menguji kemampuan. Dengan demikian kita akan
dapat saling menghormati.
Tataran kemampuan kita menjadi jelas. Seperti aku dan Dipacala dianggap mempunyai
tataran kemampuan yang setingkat. Bukan saja kemampuan dalam olah kanuragan, tetapi
juga kemampuan berpikir dan menentukan sikap. "
~ Bagus " berkata Kerta Dangsa " itu lebih baik. Aku akan berterima kasih jika kau
sempat menguji kemampuanku, meskipun aku pernah mengalami pendadaran. -
- Kita akan mempergunakan sanggar terbuka dibelakang rumah Ki Rangga ini. --
berkata Truna Patrap " tetapi jika karena itu kau terlanjur mati, itu bukan salahku. -
- Terima kasih atas penjelasan itu - berkata Kerta Dangsa -karena akupun akan
mendapat hak yang sama. Jika terlanjur aku membunuhmu, itu bukan salahku. -
- Diam - bentak Truna Patrap - kita akan melihatnya. --Tetapi Dipacala mengingatkan --
Sanggar terbuka itu milik Ki Rangga. Jika kalian ingin mempergunakan, kalian harus minta
ijin-nya. - - Baik - berkata Truna Patrap - aku akan minta jinnya. -Ternyata Truna Patrap benarbenar
mencari Ki Rangga yang masih ada didalam. Dengan wajah gelap Ki Rangga
menemuinya. - Kau tidak sabar menunggu aku, he" bertanya Ki Rangga
- Bukan, Ki Rangga " jawab Trunaa Patrap " aku akan menimbang kemampuanku
dengan orang baru yang gila itu. "
- Kerta Dangsa" - bertanya Ki Rangga yang tanggap.
- Ya. Ia terlalu sombong. - sahut Truna Pairap.
Namun diluar dugaan Ki Rangga berkata ~ Lakukan. Katakan kepada Dipacala untuk
menjadi saksi. Bawa dua orang yang lain. Mungkin Wirog atau siapa lagi. ~
Truna Patrap justru termangu-mangu. Tetapi- kemudian katanya - Baik Ki Rangga. Aku
akan membawa mereka ke sanggar terbuka di halaman belakang. -
Demikianlah, beberapa orang telah berada di sanggar. Dipacala memang menjadi saksi,
tetapi yang lain, iapun melihat apa yang terjadi di Sanggar itu.
Ketika kemudian Truna-Patrap telah berdiri berhadapan dengan Kerta Dangsa, maka
beberapa orang telah mencemaskan nasib orang yang telah dipungut dari lingkaran
perjudian itu. Dihadapan Truna Patrap yang berwibawa di kalangan orang-orang itu, Kerta
Dangsa nampak sudah terlalu tua. Dan ketuaan itu telah menimbulkan perasaan iba dari
antara mereka. Kedua murid Ki Ajar Gurawa itupun menjadi tegang melihat sikap Truna Patrap yang
nampak meyakinkan sekali. Namun kedua murid Ki Ajar itupun yakin akan kemampuan
gurunya. Sementara itu, didalam sanggar itu telah terdapat beberapa orang yang sebelumnya
memang belum pernah dilihat oleh Ki Ajar dan kedua muridnya. Wirog yang pernah
ditundukkan oleh murid Ki Ajar yang tua itu ternyata tidak mendendamnya. Ia justru
bergeser mendekati kedua murid Ki Ajar itu sambil berdesis ~ Aku agak mencemaskan
Kerta Dangsa. - - Kenapa" " bertanya murid Ki Ajar yang tua.
- Truna Patrap adalah orang yang memiliki ilmu yang tinggi, yang tidak kalah dari Ki
Dipacala sendiri - berkata Wirog.
- Pamanku adalah seorang perampok yang ditakuti dimasa mudanya. Namun ia
kehabisan kawan yang dapat dianggap setia sehingga ia menghentikan kegiatannya untuk
beberapa lama. karena itu, aku tidak mencemaskannya --.jawab muridnya yang tua.
- Tetapi kau belum pernah melihat kemampuan Truna Patrap. - berkata Wirog.
- Tetapi Ki Dipacala sudah. - jawab murid Ki Ajar itu.
- Belum - sahut Wirog " dirumah saudagar kaya itu, Ki Dipacala tidak berbuat apa-apa.
- Murid Ki Ajar itupun terdiam, la memang belum pernah melihat kemampuan Ki
Dipacala, apalagi pada puncak ilmunya. Sehingga dengan demikian maka iapun tidak
dapat mengukur kemampuan Truna Patrap itu.
Meskipun demikian, kedua murid Ki Ajar itu yakin, bahwa gurunya tidak akan
mengalami kesulitan yang parah.
Namun dalam pada itu, sebelum keduanya mulai, Ki Rangga Ranawandawa sendiri
telah memasuki sanggar itu. Dengan lantang ia berkata -- Aku akan menjadi saksi. -
Semua orang memandang kepadanya. Truna Patrap memang menjadi berdebar-debar.
Dengan kehadiran Ki Rangga, maka harus benar-benar bersih menghadapi Kerta Dangsa.
Namun Kerta Dangsapun harus berkelahi dengan bersih dan jujur.
- Namun dengan tanganku, aku akan sanggup membunuhnya - berkata Truna Patrap
didalam hatinya - jika itu terjadi, Ki Rangga tidak akan dapat marah kepadaku, karena hal
itu terjadi di-luar kemauanku. Orang tua itu terlalu lemah sehingga sentuhan tanganku
yang tidak terlalu keras dan tanpa dilambari ilmu puncakku, ia sudah mati. "
Ki Rangga itupun kemudian justru melangkah ke arena dan berkata kepada Ki Dipacala,
yang sudah ada di arena pula - Kita akan menjadi saksi. "
- Ya Ki Rangga " jawab Dipacala " kita akan melihat siapakah yang lebih kuat
diantara mereka. ~ Dalam pada itu, Truna Patrap itupun kemudian berkata lantang - Beri isyarat, agar aku
dapat mulai. Tanpa isyarat nanti aku akan dituduh curang. "
Ki Dipacala tersenyum. Katanya - Aku yakin bahwa Ki Truna Patrap tidak akan curang.
" Hampir saja Truna Patrap itu mengumpat. Tetapi diurungkannya karena ia segera
sadar, bahwa Ki Rangga ada disanggar terbuka itu pula. Meskipun Ki Rangga sudah sering
mendengar ia mengumpat, namun dalam keadaan yang benar-benar pantas untuk
mengumpat. Demikianlah, maka Ki Ranggalah yang kemudian memberikan isyarat agar kedua orang
yang akan saling menjajagi kemampuannya itu segera mulai.
Ki Truna Patrap yang terlalu yakin akan kekuatannya tidak segera membuka serangan.
Bahkan karena lawannya yang nampaknya sudah mendekati usia tuanya itu, Truna Patrap
ingin membuat lawannya itu kehilangan kendali dan memeras tenaganya hingga Kerta
Dangsa itu pingsan karena kelelahan. Tetapi jika ternyata Kerta Dangsa itu mampu
memberikan perlawanan yang berarti, maka umurnya akan dihabisinya dengan caranya
yang direncanakan agar dianggap tidak sengaja.
Beberapa kali Truna Patrap sengaja membuka pertahanannya. Ia mengharap Kerta
Dangsa itu menyerang. Untuk beberapa saat Kerta Dangsapun belum berbuat apa apa. Orang yang
dianggapnya sudah terlalu tua itu hanya mengimbangi gerak Truna Patrap.
Katak Hendak Jadi Lembu 1 Husband Karya Phoebe Maryand Suramnya Bayang Bayang 32