Pencarian

Api Di Bukit Menoreh 17

13 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 17


Rara Wulan sendiri tidak tahu, kenapa Empu Wisanata menjadi sangat berbaik hati. Rara Wulan mengira bahwa karena dalam perang tanding yang sudah terjadi antara Nyi Dwani dan Sekar Mirah, Nyi Dwani tidak dibunuh. Demikian pula Empu Wisanata telah mendapat kesempatan untuk menyingkir dari medan.
Dengan sangat menyesal Nyi Dwanipun kemudian berkata " Aku juga akan mencari anak itu. "
"Tidak. Kau tidak perlu pergi Dwani"cegah Ki Saba Lintang. Tetapi Nyi Dwanipun berkata " Mari ayah. Kita harus menemukan gadis itu. "
" Sudah aku katakan. Kau tidak perlu pergi. Sebentar lagi, Kita harus sudah meninggalkan tempat ini."
"Kenapa" "
"Jika Rara Wulan berhasil keluar dari lingkungan ini sampai ke pedukuhan terdekat, maka para pengawal Tanah Perdikan akan segera bersiap. Mereka akar segera datang ke tempat ini."
"- Mereka udak akan berani datang tanpa perintah dari Ki Gede atau orang-orang berilmu tinggi. Rara Wulan tentu dapat mengatakan, bahwa disini ada orang berilmu tinggi."
"Tanah Perdikanpun mempunyai beberapa orang berilmu tinggi pula."
"Mereka memerlukan waktu. Mereka harus pergi ke pedukuhan induk. Baru kemudian orang-orang di padukuhan induk itu bergerak kemari."
" Sebelum mereka sampai ke tempat ini, kita harus sudah pergi.-
Nyi Dwani termangu-mangu sejenak. Namun ia tidak boleh terseret oleh arus perasaannya lagi. la harus mempergunakan penalarannya Ia tahu benar bahwa Agung Sedayu berada di sekitar tempat itu bersama beberapa orang berilmu tinggi
" Apakah orang orang berilmu tinggi di padukuhan ini cukup memadai " Sementara itu, bersama Agung Sedayu telah hadir pula Ki Wijil dan isterinya. Bahkan anak laki-lakinya yang temyata juga berilmu tinggi- "
" Mereka sudah berjanji tidak akan menghancurkan kakang Saba Lintang"berkata Nyi Dwani didalam hatinya
Dalam kebimbangan yang sangat, keringat ditubuh Nyi Dwani bagaikan terperas. Pakaiannya menjadi basah kuyup seperti baru saja kehujanan.
Ki Saba Lintang melihat kadaan Nyi Dwani. Sementara itu Nyi Dwanipun menggeram"Aku memerlukan tongkat baja putih itu. "
" Kita tidak boleh tenggelem dalam kegagalan ini. Kita harus berusaha dengan cara yang lain."
"Jadi apa yang akan kita lakukan?"
" Kita menunggu beberapa saat sehingga orang-orang yagn mencari Rara Wulan itu kembali. Kemudian, kita akan meninggalkan tempat ini."
Dalam pada itu, didini hari Rara Wulan yang dibebaskan oleh Empu Wisanata berhasil keluar dari lingkungan sarang Ki Saba Lintang. Dengan bekal kemampuan yang ada padanya Rara Wulan telah berhasil meloncati pagar. Meskipun ia mengenakan pakaian sehari-hari, namun didorong deh kemauan yang tinggi Rara Wulan mampu memanjat pagar bambu. Di malam hari, Rara Wulan tidak menghiraukan pakaiannya. Apalagi ia yakin tidak seorangpun yang melihatnya. Jika seorang melihatnya ia tentu sudah diburu dan ditangkap kembali
.Demikian Rara Wulan sampai diluar dinding bambu, maka iapun segera mengendap-endap. Empu Wisanata sudah memberikan ancar-ancar kemana ia harus pergi.
Tetapi Empu Wisanata lupa untuk memberitahukan, bahwa ada beberapa orang yang bertugas mengamati jalan keluar dari sarang itu.
Karena itulah, maka ketika Rara Wulan dengan tergesa-gesa meluncur keluar dari lingkungan sarang Ki Saba lintang, maka tiba-tiba saja berapa orang telah menghentikannya
Jantung Rara Wulan menjadi berdebar debar. Tetapi gelap malam akan dapat dimanfaatkanya Meskipun semburat merah telah nampak di-langit sebelah Timur, tetapi fajar masih belum akan segera menerangi lereng perbukitan.
Namun beberapa orang telah mengepungnya
Rara Wulan tidak mempunyai pilihan lain. Ia harus bertempur melawan orang-orang itu. Bahkan Rara Wulan sudah bertekad lebih baik mati daripada ia harus kembali lagi ke sarang Saba Lintang. Jika ia mati, maka Sekar Mirah tidak akan ragu-ragu untuk mengambil langkah, mempertahankan tongkat baja putihnya Sementara itu sarang Ki Saba Lintang itu tentu akan menjadi neraka baginya Ia tidak yakin, seandainya Sekar Mirah menyerahkan tongkat baja putihnya ia benar-benar akan dilepaskan.
Dalam pada itu., sorang yang menghentikannya itu bertanya dengar kasar".He, kau akan kemana" "
Rara Wulan tidak menjawab pertanyaan itu, tetapi iapun membentak " Minggir. Aku akan lewat -"
Orang-orang yang mengepungnya itu tertawa Seorang diantara mereka berkata " Agaknya kau berhasil lari dari bilikmu. Tetapi kau tidak akan mampu melewati penjagaan kami. Kami akan menangkapmu dan menyerahkan kau kepada Ki Saba Lintang. Kami tentu akan mendapat pujian dan hadiah yang besar. "
Rara Wulan tidak menunggu lagi. Tidak ingin langit menjadi semakin terang sebelum ia berusaha untuk melarikan diri.
Karena itu, maka tiba-tiba saja Rara Wulan telah menyerang orang yang berdiri disisinya
Serangan itu memang mengejutkan. Orang itu terdorong surut Namun dengan cepat ia berusaha memperbaiki keseimbangannya sementara kawannyapun dengan cepat meloncat sambil mengacaukan senjata"Kau tidak akan dapat lari."
Rara Wulan tidak menghiraukannya Dengan tangkasnya ia melenting dan menyerang dengan cepat
Tetapi orang-orang yang mengepungnya itu sudah bersiap. Hampir berbareng dua orang meloncat menyerang. Tetapi mereka tidak mempergunakan senjatanya Mereka tahu pasti, bahwa gadis itu adalah gadis tawanan yang akan dipertukarkan dengan tongkat baja putih Nyi Lurah Agung Sedayu. Karena itu, mereka harus berhati-hati. Mereka tahu pasti, bahwa gadis itu adalah gadis tawanan yang akan dipertukarkan dengan tongkat baja putih Nyi Lurah Agung Sedayu. Karena itu, mereka harus berhati-hati. Mereka harus menangkap gadis itu hidup-hidup. Jika mungkin tanpa menggores kulitnya dengan senjata.
Karena itu, meskipun orang-orang itu bersenjata, namun senjata mereka tidak mereka pergunakan.
Ternyata bahwa Rara Wulan menyadari akan hal itu. Karena itu, maka Rara Wulan menjadi semakin garang. Gadis itu berloncatan menyerang lawan-lawannya
Namun bagaimanapun juga akhirnya Rara Wulan menjadi semakin terdesak. Kesempatan untuk melarikan diripun rasa-rasanya menjadi semakin sempit
Beberapa kali serangan-serangan orang yang mengepungnya itu mengenai tubuhnya Bukan ujung senjata mereka, tetapi kaki dan tangan mereka, tetapi kaki dan tangan mereka, sehingga sekali-sekali Rara Wulan terdorong dan bahkan kehilangan keseimbangannya sehingga jatuh terguling.
" Sudahlah, anak manis. Sebaiknya kau menyerah. Bukankah kau diperlakukan dengan baik di barak kami " Tidak seorangpun yang mengusikmu. Seorang yang mencoba mengganggumu telah dibunuh langsung deh Ki Saba Lintang sendiri. "
Tetapi Rara Wulan tidak mau menyerah. Bahkan gadis itu berkata lantang " Aku lebih baik mati daripada harus kembari ke barak, sarang Saba Lintang."
"Jangan berkata begitu. Sayang sekali jika kulitmu itu harus tergores senjata."
Tetapi Rara Wulan tidak menghiraukannya
Dalam pada itu, ketika Rawa Wulan benar-benar berada dalam keadaan yang sulit, tiba-tiba saja dua sosok tubuh meloncat dari balik gerumbul perdu. Seorang diantara mereka tertawa sambil berkata"Jadi inikah kerja kalian " Apakah kalian tidak mempunyai harga diri sama sekali, sehingga harus bertempur melawan seorang perempuan bersama-sama."
Semua orang berpaling kearah dua sosok yang tiba-tiba muncul itu. Dalam kerem angan dini hari menjelang fajar, Rara Wulan dengan cepat mengenali seorang diantara mereka"Kakang Glagah Putih. "
Glagah Putih dan Sabungsaripun melangkah mendekat. Dengan nada tinggi Sabungsaripun berkata"Lepaskan gadis itu."
" Persetan kau. Siapakah kalian berdua " Agaknya kalian ingin membunuh diri. "
"Namaku sudah disebut oleh gadis itu"jawab Glagah Putih" kawanku ini bernama Sabungsari. Kami datang untuk menjemput Rara Wulan akan mengalami hambatan seperti ini. "
" Persetan " geram salah seorang dari mereka yang berusaha menangkap kembali Rara Wulan itu "kami akan membunuh kalian lebih dahulu sebelum menangkap gadis itu. "
Glagah Putih dan Sabungari tidak menjawab. Tetapi merekapun segera bersiap menghadapi orang-orang itu.
Dalam pada itu, orang yang agaknya memimpin kawan-kawannya yang bertugas itupun berkata kepada seorang kawannya"Jaga gadis itu agar tidak melarikan diri. Kami akan menyelesaikan kedua tikus tanah yang datang untuk membunuh diri ini "
Glagah Putih dan Sabungsari tidak beranjak dari tempatnya Ketika orang-orang itu datang menyerang, maka keduanyapun segera berloncatan.
Namun Glagah Putih dan Sabungsari itu sadar, bahwa mereka harus dengan cepat menghentikan perlawanan orang-orang itu dan membawa Rara Wulan pergi Orang-orang di sarang Saba Lintang tentu tidak akan membiarkan Rara Wulan terlepas dari tangan mereka.
Sejenak kemudian, Glagah Putih dan Sabungsari itupun telah bertempur melawan para petugas yang berjaga-jaga di lorong keluar dan masuk sarang Ki Saba Lintang itu.
Namun pertempuran itu tidak berlangsung lama. Dalam waktu yang singkat, orang-orang itu telah terkapar di tanah yang lembab oleh embun di pagi hari. Bahkan orang yang bertugas mengawasi Rara Wulan itupun menjadi tidak berdaya Ketika perhatiannya sekejap tertarik pada kesulitan yang dialami oleh kawan-kawannya maka Rara Wulan telah mempergunakan kesempatan itu sebaik-baiknya Serangan Rara Wulan telah mempergunakan kesempatan itu sebaik-baiknya Serangan Rara Wulan yang tiba-tiba telah mengejutkan itu. Kaki Rara Wulan dengan cepat menyambar senjatanya sehingga terlepas dari tangannya
Ketika orang itu mencoba untuk meraih senjatanya yang terlepas, maka serangan kaki Rara Wulan mengenai keningnya, sehingga orang itu jatuh terlentang. Ketika orang itu melenting berdiri, senjatanya justru telah berada di tangan Rara Wulan.
Orang itu tidak sempat melarikan diri. Demikian ia tegak, maka ujung senjata Rara Wulan itu telah mematuk dadanya, langsung tembus ke jantung.
Rara Wulan sendiri terkejut Ketegangan yang mencekam jantungnya di saat-saat ia melarikan diri, telah membuatnya kehilangan kendali.
Rara Wulanpun kemudian berdiri dengan tegang memandangi tubuh yang terbaring diam itu. Ia melihat darah mengalir dari luka yang menganga di dadanya
Rara Wulan itu memalingkan wajahnya. Jantungnya berdegup keras ketika ia sadar, bahwa senjata lawannya yang bergelimang darah itu masih ditangannya
Dengan serta-merta Rara Wulan itu telah melemparkan senjatanya Rara Wulan terkejut ketika ia mendengar suara lirih di belakangnya -Rara
Ketika Rara Wulan berpaling, dilihatnya Glagah Putih berdiri di belakangnya
Sejenak Rara Wulan memandang Glagah Putih dengan tajamnya. Hampir saja ia meloncat memeluknya Tetapi dengan cepat Rara Wulan menyadari bahwa masih harus ada jarak antara .dirinya dan Glagah Putih. Apalagi dihadapan seorang yang berdiri termangu-mangu beberapa langkah dari mereka.
Namun Rara Wulan tidak dapat menahan rasa harunya, sehingga kedua tangannya kemudian telah menutup wajahnya ketika Rara Wulan itu kemudian menangis.
- Sudahlah, Rara- desis Glagah Putih - marilah kita tinggalkan tempat ini. Yang Maha Agung masih melindungimu.-
Rara Wulan mengangguk kecil. Sementara itu Glagah Putihpun berkata selanjutnya - Kakang Agung Sedayu dan mbokayu Sekar Mirah sedang menunggu.-
- Mbokayu Sekar Mirah ada di sini" - bertanya Rara Wulan yang wajahnya menjadi berbinar.
-Ya. Ia berada di dekat tempat ini.-
Rara Wulan tidak menjawab lagi Bertiga mereka meninggalkan tempat itu. Beberapa orang yang terbaring diam mereka tinggalkan dalam sepinya fajar.
Tubuh-tubuh yang terbaring itulah yang kemudian diketemukan oleh kawan-kawannya yang akan menggantikan tugas mereka yang kemudian telah dilaporkan kepada Ki Saba Lintang.
Dalam pada itu, salah seorang kepercayaan Saba Lintang yang telah menyebar mencari Rara Wulan, dengan tergesa-gesa kembali ke barak. Dengan suara bergetar oleh gejolak di dalam dadanya orang itu berkata-Aku lihat sekelompok orang berada tidak jauh dari bukit ini. -
- Siapa dan berapa orang"- bertanya Ki Saba Lintang dengan tegang.
- Aku tidak mengenal mereka. Jumlahnya tidak lebih dari delapan atau sembilan orang.-
Ki Saba Lintang menjadi tegang. Sementara orang itu berkata - Mereka datang berkuda. -
- Berapa jumlah kita semuanya" - bertanya Saba Linudig.
- Lebih dari sepuluh orang berilmu tinggi Lebih dari limabelas orang pengikut Ki Saba Lintang yang setia.
- Beberapa orang telah terbunuh. -
- Masih ditambah dengan Empu Wisanata dan Nyi Dwani.
- Kita kepung mereka - berkata Ki Saba Lintang - tentu merekalah yang telah membebaskan Rara Wulan. Agaknya mereka telah mengikuti
Empu Wisanata dan Nyi Dwani tanpa mereka sadari.
- Tidak - sahut Empu Wisanata - aku tentu tahu, jika seseorang mengamati perjalananku. Apalagi sampai delapan atau sembilan orang. -
Jantung Nyi Dwani terasa berdentang keras sekali. Ia tahu benar, siapa yang berada di bawah bukit itu dan kenapa mereka berada di tempat itu.
- Sudahlah - berkata seorang yang berjanggut lebat - kita panggil kawan-kawan kita dengan isyarat, sementara kita akan mendahului turun mengepung orang-orang itu.
Demikianlah, maka Ki Saba Lintangpun telah mempersiapkan orang-orangnya. Diperintahkannya ampat orang tetap tinggal di barak itu. Mereka harus melepaskan anak panah sendaren, menunggu orang-orang yang berpencar datang kembali serta mengantar mereka ke tempat yang disebut oleh seorang yang telah melihat mereka.
- Marilah, kita akan mendahului - berkata Ki Saba Lintang.
Ki Saba Lintangpun kemudian bersama dengan orang-orangnya segera meninggalkan sarangnya Ia sudah berpesan kepada pengikutnya yang harus melepaskan anak panah, agar memberinya waktu'beberapa lama.
- Panah sendaren itu itu jangan menjadi isyarat bagi mereka untuk melarikan diri - berkata Ki Saba Lintang.
Karena itu, maka Ki Saba Lintangpun harus dengan cepat mengepung orang-orang yang telah dilihat oleh salah seorang diantara para pendukungnya
Beberapa orang berilmu tinggi termasuk Empu Wisanata dan Nyi Dwani telah ikut bersama Ki Saba Lintang disamping para pengikutnya yang jumlahnya cukup banyak.
Beberapa saat sebelum mereka sampai di tempat yang disebutkan oleh salah seorang pendukungnya yang telah melihat sekelompok orang berkuda dibawah bukit, maka beberapa buah panah sendaren telah terbang ke langit
- Kita akan mengepung tempat itu. Kita akan berusaha mengulur waktu sampai kawan-kawan kita yang berpencar itu menyusul kita - berkata Ki Saba Lintang.
Dalam pada itu, jantung Nyi Dwani terasa berdetak semakin cepat Ia tahu benar, siapakah yang berada dibawah bukit Ia tahu benar bahwa Rara Wulan telah meninggalkan barak yang" dipergunakan sebagai sarang sementara Ki Saba Lintang selama di Tanah Perdikan Menoreh. Tetapi ia tidak dapat mengatakannya.
Sementara itu, dibawah bukit, Agung Sedayu serta beberapa orang yang datang bersamanya untuk membebaskan Rara Wulan telah bersiap untuk meninggalkan tempat itu. Merekapun menyadari, bahwa Ki Saba Lintang dan orang-orangnya tentu akan mencari Rara Wulan yang telah hilang dari sarang Ki Saba Lintang dan pengikutnya.
Namun agaknya Agung Sedayu justru menjadi ragu-ragu. Dari Rara Wulan, Agung Sedayu mengetahui kekuatan yang ada di dalam sarang Ki Saba Lintang itu.
- Apakah tidak sebaiknya kita justru menunggu" - bertanya Agung Sedayu kepada orang-orang yang sudah siap untuk meninggalkan tempat itu.
- Aku tidak keberatan - berkata Ki Jayaraga - tetapi mereka membawa banyak pengikut yang dapat mengganggu pemusatan perhatian kita terhadap orang-orang berilmu tinggi diantara mereka.
-Bukankah kita berada tidak terlalu jauh dari Klajor"-
- Maksud kakang" - bertanya Glagah Putih.
- Pergilah ke Klajor. Bawa pengawal seberapa pun yang ada. Jangan membunyikan isyarat yang dapat meresahkan penghuni padukuhan Klajor dan bahkan padukuhan lain yang mungkin mendengar isyarat itu -
-Baik-berkata Glagah Putih-aku akan pergi ke Klajor.
Glagah Putih tidak berbicara lebih panjang. Ia sadar, bahwa waktunya terlalu sempit Apalagi ketika mereka mendengar anak panah sendaren yang melintas di langit
Sejenak kemudian, maka Glagah Putih itupun telah melarikan kudanya. Ia tahu jalan manakah yang harus ditempuh untuk menghindar agar tidak bertemu dengan Ki Saba Lintang dan pengikutnya, jika mereka turun untuk mencari Rara Wulan.
- Jika mereka mencari Rara Wulan, tentu hanya sebagian saja dari mereka - berkata Ki Jayaraga - bahkan mungkin hanya satu dua orang saja.-
-Tetapi panah sendaren itu"-
Ki Jayaraga termangu-mangu sejenak. Katanya - Kecuali jika ada diantara mereka yang melihat kehadiran kita disini. -
- Aku akan mengawasi keadaan - berkata Sabungsari kemudian. Namun Sayogapun menyahut - Aku ikut bersamamu. -
Berdua mereka meninggalkan tempat itu. Tetapi mereka tidak membawa kuda mereka
Dengan tangkas keduanyapun berloncatan diatas batu-batu padas. Sejenak kemudian, maka keduanya telah hilang dari tatapan mata mereka yang ditinggalkan.
Dalam pada itu, sekelompok kecil orang-orang yang berada dibawah bukit itupun segera mempersiapkan diri. Mereka sadar, bahwa jika orang-orang di sarang Ki Saba Lintang itu mengetahui kehadiran mereka di tempat itu, maka mereka akan menghadapi kekuatan yang cukup besar.
Sementara itu, Glagah Putihpun telah memacu kudanya menuju ke padukuhan Klajor. Padukuhan itu memang tidak terlalu jauh. Tetapi jalan yang menanjak telah membuat perjalanan Glagah Putih menjadi agak rumit
Ketika Glagah Putih sampai ke padukuhan Klajor, maka didapatinya orang-orang Klajor sudah siap pergi ke sawah mereka Bahwa satu dua orang telah melangkah keluar dari regol padukuhannya.
Ketika Glagah Putih bertemu dengan seorang anak muda yang termasuk seorang pengawal padukuhan, maka Glagah Putihpun menghentikannya.
- Ada apa" - bertanya anak muda itu.
- Kumpulkan kawan-kawanmu. Ada sesuatu yang penting harus kita selesaikan.-
Anak muda itu melihat kesungguhan di wajah Glagah Putih. Karena itu, maka iapun berkata - Aku akan membunyikan isyarat-
- Tidak perlu - sahut Glagah Putih - kita temui mereka seorang seorang.-
- Kita memerlukan waktu lama. - jawab anak muda itu.
Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berkata - Kita akan menyampaikan kabar ini beranting - Kita akan berkumpul di banjar secepatnya.-
- Berapa orang yang kau perlukan" - bertanya anak muda itu.
- Berapa saja yang ada. Lirna-belas atau duapuluh orang.
- Baiklah.- - Waktuku hanya sedikit - Senjata dan kesediaan untuk bertempur. Karena itu, bawa para pengawal saja meskipun jumlahnya tidak mencapai lima belas orang.
- Mumpung mereka belum berangkat ke sawah. Seandainya sudah berangkat, kami akan menyusulnya
- Aku akan menunggu di banjar. Nanti akan aku jelaskan, apa yang harus kalian lakukan.
Sejenak kemudian, anak muda itupun segera belari. Ia langsung pergi kerumah seorang kawannya yang jugaa seorang pengawal.
Kawannya itu memang sudah bersiap untuk pergi ke sawah. Na mun ketika ia mendengar perintah yang disampaikan oleh Glagah Putih yang dikenalnya dengan baik, maka iapun mengurungkan niatnya pergi ke sawah.
Seperti dikatakan oleh Glagah Putih, maka merekapun kemudian beranting menyampaikan perintah untuk berkumpul di banjar.
Ternyata dalam waktu yang terhitung singkat telah berkumpul sekitar delapan belas orang.. Memang tidak semuanya terdiri para pengawal. Tetapi ada di antara mereka yang justru bekas pengawal yang karena kemudian mereka sudah hidup berkeluarga maka mereka udak lagi terlibat dalam kegiatan langsung sebagai pengawal. Tetapi dalam keadaan yang nampaknya gawat itu, maka iapun telah bergabung bersama dengan para pengawal yang kebanyakan terdiri dari anak-anak muda
- Hanya ini yang dapat kami kumpulkan - berkata pemimpin kelompok dari padukuhan Klajor. Namun katanya kemudian - Tetapi jika kemudian ada lagi yang bersedia maka mereka akan segera menyusul.
- Tenma kasih - sahut Glagah Putih yang kemudian memberikan penjelasan dengan singkat, apa yang harus mereka lakukan,
- Kita harus cepat-cepat berangkat - berkata Glagah Putih kemudian - mudah-mudahan kita tidak terlambat.
- Seorang diantara kita akan tinggal di sini. Ia akan membawa kawan-kawan kita yang datang kemudian.
- Tetapi mereka harus berhati-hati. Jangan sampai mereka masuk kedalam Jebakan lawan yang cerdik dan licik.
- Baik - pemimpin pengawal itupun mengangguk-angguk.
Demikianlah, sekelompok pengawal itupun segera berangkat meninggalkan banjar padukuhan Klajor. Seorang diantara mereka tinggal di banjar menunggu kawan-kawannya yang akan datang kemudian.
Demikianlah, maka Glagah Putihpun telah membawa para pengawal itu pergi ke bawah bukit. Kuda Glagah Putih ditinggalkannya di banjar padukuhan itu.
Para pengawal dari padukuhan Klajor itupun kemudian telah berlari-lari meninggalkan padukuhan mereka menuju ke bawah bukit untuk melibatkan diri dalam pertempuran yang akan atau bahkan mungkin sudah terjadi.
Namun Glagah Putih tidak tergesa-gesa membawa iring-iringan itu. Ketika mereka berada dibalik gumuk kecil, maka Glagah Putih minta mereka menunggu.
- Aku akan melihat, apa yang terjadi.
Dengan sangat berhati-hati Glagah Putihpun merangkak dibelakang semak-semak. Perlahan-lahan ia mendekati tempat Agung Sedayu menunggu.
Tetapi Glagah Putih belum melihat pertempuran terjadi dibawah gumuk kecil itu. Namun justru karena itu, ia menjadi semakin berhati-hati.
Glagah Putih menjadi berdebar-debar ketika ia melihat sekelompok orang yang mengepung Agung Sedayu dan orang-orang yang bersamanya dibawah bukit
- Kenapa mereka belum mulai" - bertanya Glagah Putih kepada diri sendiri
Ternyata Ki Saba Lintang dan orang-orangnya masih menunggu beberapa orang yang berilmu tinggi, yang masih belum datang. Namun agaknya mereka tidak harus menunggu lebih lama lagi. Beberapa saat kemudian, empat orang berilmu tinggi bersama empat orang pengikutnya telah datang ke tempat itu pula. Meskipun Glagah Putih tidak mendengar, tetapi ia dapat melihat dari kejauhan, bahwa delapan orang itupun segera berpencar pula melingkari orang-orang yang berada di bawah bukit.
Beberapa saat Glagah Putih masih menunggu dalam ketegangan. Tetapi agaknya Agung Sedayu dan yang lainpun telah bersiap pula menghadapi segala kemungkinan. '
Namun dalam pada itu, Glagah Putih masih mendengar Ki Saba Lintang berteriak - Kami hanya ingin Rara Wulan atau tongkat baja putih yang tentu dibawa oleh Nyi Agung Sedayu. Tetapi agaknya lebih baik kalian serahkan saja tongkat baja putih itu. Dengan demikian persoalan kita sudah selesai. "
Yang menjawab, adalah Agung Sedayu - Ki Saba Lintang. Kau sudah tahu jawabku. Sebenarnya kau tidak perlu mengatakannya, karena tidak akan ada artinya apa-apa.
- Aku minta Ki Lurah mempertimbangkannya.
Sejenak menjadi hening. Yang terdengar adalah gemerisik angin yang berhembus di lereng pebukitan. Dedaunan bergerak-gerak seolah-olah sedang melambai.
Namun kemudian terdengar Agung Sedaayu menjawab lantang Ki Saba Lintang. Kau tidak akan mendapatkan tongkat baja putih itu, apapun yang kau lakukan. Kau juga tidak akan mendapatkan Rara Wulan. Karena itu, sebaiknya kau tinggalkan Tanah Perdikan dan jangan mencoba kembali lagi. Jika kau ingin membangun kembali perguruan yang telah lama tenggelam itu, lakukanlah. Jangan berharap bahwa Sekar Mirah akan bergabung untuk memimpin perguruan yang sudah tidak mumi lagi itu. Aku tahu, bahwa orang orang yang mendukung usaha membangkitkan kembali perguruanmu itu justru bukan orang orang dari perguruan KedungJati.
- Apa yang kau tahu tentang perguruan Kedung Jati.-
- Apakah kau lupa, bahwa isteriku adalah salah seorang pemegang tongkat kepemimpinan perguruan Kedung Jati
- Tetapi ia bukan murid perguruan Kedung Jati. Ia adalah murid Sumangkar yang justru berkhianat terhadap induk perguruannya dan memberikan tongkat baja putih itu kepada Nyi Lurah.
Ternyata Agung Sedayu memang mengulur waktu. Ia berharap bahwa Glagah Putih telah mendekati tempat itu beserta para pengawal dari padukuhan Klajor berapapun jumlahnya.
Dengan lantang Agung Sedayupun menjawab - Ki Saba Lintang. Berbahagialah isteriku, bahwa ia memperoleh tongkat baja putih itu dari Ki Sumangkar yang berkhianat terhadap perguruan Kedung Jati, karena perguruan Kedung Jati pada saat itu berada di tangan orang-orang yang tidak bertanggungjawab serta sudah menyimpang dari kemurnian tujuan perguruan itu sendiri.
- Ki Lurah. Jika kau tidak tahu menahu tentang sesuatu hal, jangan memberikan penilaian, karena penilaianmu itu sama sekali tidak berharga
- Baiklah aku tidak akan berbicara tentang sesuatu hal yang aku tidak mengerti. Aku tidak akan berbicara tentang perguruan Kedung Jati. Tetapi aku akan berbicara tentang tongkat baja putih yang berada di tangan isteriku. Tongkat baja putih itu sudah menjadi senjata yang paling sesuai dengan landasan ilmu isteriku. Karena itu, ia tidak akan menyerahkan kepada siapanun juga Lepas dari ajaran dan tujuan perguruannya menurut sisi pandangan golonganmu.-
- Cukup Ki Lurah. Kau sudah terlalu banyak berbicara Sekarang, bersiaplah. Kami akan datang untuk mengambil tongkat baja putih itu.
- Kami sudah siap sejak kami berada disini, Ki Saba Lintang: Jika kalian mau datang, dalanglah. Sahut Agung Sedayu.
Ki Saba Lintangpun kemudian telah memberikan isyarat kepada orang-orangnya yang sudah mengepung sekelompok orang yang berada dibawah bukit
Sementara itu, Agung Sedayu dan sekelompok orang yang bersamanya telah mempersiapkan diri pula Menurut perhitungan Agung Sedayu, Glagah Putih tentu sudah mendekati tempat itu, sehingga jika terjadi pertempuran, maka dalam waktu yang singkat, para pengawal akan dapat menghisap para pengikut Ki Saba Lintang dalam pertempuran tersendiri sehingga tidak memecah pemusatan perhatian mereka yang harus berhadapan dengan orang orang berilmu tinggi yang datang bersama Ki Saba Lintang.
Menurut perhitungan Agung Sedayu, Ki Saba Lintang tentu menempatkan kekuatan yang besar di tanah perdikan ini, karena Ki Saba Lintang tentu menganggap perjuangannya untuk mendapatkan tongkat baja putih itu sebagai satu perjuangan yang berat
Seandainya Nyi Lurah Agung Sedayu bersedia menukar Rara Wulan dengan tongkat baja putih itu, maka selanjurnya tongkat itu harus dipertahankannya seandainya Ki Lurah berusaha untuk merebut kembali dengan kekerasan.
Karena itulah, maka sesuai dengan keterangan Rara Wulan, bahwa di barak yang dipergunakannya sebagai sarang Ki Saba Lintang untuk sementara itu, terdapat orang-orang berilmu tinggi.
Sebenarnyalah, Glagah Putihpun kemudian telah kembali kepada para pengawal. Ia membawa para pengawal turun. Melingkari sebuah gumuk kecil, sehingga mereka berada tidak terlalu jauh dari lingkaran kepungan para pengikut Ki Saba Lintang.
Para saat yang menjadi semakin tegang, ketika Ki Saba Lintang memberi isyarat kepada orang-orangnya untuk bergerak, maka Glagah Putihpun sengaja berteriak untuk memecah perhatian para pengikut Ki Saba Lintang - Kakang. Aku disini.-
Agung Sedayu, Sekar Mirah dan yang lain mendengar teriakan Glagah Putih. Sabungsari dan Sayoga yang sudah berada kembali dikelompoknya saling berpandangan sejenak. Dengan nada berat Sabungsari bertanya kepada Agung Sedayu - Apakah aku boleh pergi menemui Glagah Putih"
- Kau harus menembus kepungan itu.-
- Ya. Jika pertempuran sudah mulai, aku akan menembus kepungan dan bergabung dengan Glagah Putih. Mungkin beberapa orang berilmu diantara para pengikut Ki Saba Lintang akan berbalik untuk menghadapi Glagah Putih. Jika ia sendiri, maka ia akan dapat mengalami kesulitan meskipun ia datang bersama para pengawal dari Klajor. Tetapi kita belum tahu, berapa orang yang datang bersamanya. Mungkin lima, enam atau tujuh saja.
Agung Sedayu mengangguk kecil. Katanya - Baiklah. Tetapi kalian harus melihat pertempuran ini keseluruhan.
Dalam pada itu, suara Glagah Putih memang menarik perhatian Ki Saba Lintang dan orang-orangnya yang mengepung Agung Sedayu. Karena itu, maka Ki Saba Lintang kemudian berkata kepada orang yang bertubuh pendek - Perhatikan orang itu. Apakah orang itu berbahaya atau tidak.
Orang bertubuh pendek itu mengangguk. Sementara kawan-kawannya bergerak merapatkan kepungan, maka orang bertubuh pendek itu justru bergerak ke arah lain.
Pada saat itulah Glagah Putih memberi isyarat kepada para pengawal untuk berpencar.
- Tetapi berhati-hatilah. Kalian tidak usah membuat lingkaran. Kita akan menghadapi mereka pada satu sisi. Ingat, orang-orang yang akan berhadapan dengan kita adalah orang-orang berilmu tinggi. Karena itu, kalian harus berusaha untuk menghadapi mereka berpasangan. Bahkan jika perlu tiga atau empat orang dalam satu kelompok.
Para pengawal itu mengangguk-angguk. Mereka adalah pengawal yang terlatih dan mempunyai pengalaman yang cukup. Demikian pula para bekas pengawal yang ikut bersamanya.
Dalam pada itu, orang bertubuh pendek itupun segera kembali menemui Ki Saba Iintang, sementara kepungan mereka menjadi semakin sempit Dengan sungguh-sungguh orang itu berkata - Mereka terdiri dari sekelompok orang.
-Maksudmu" - Ya sekelompok orang yang siap untuk menyerang kita.
- Ya, aku dengar. Sekelompok. Tetapi beberapa orang. Seratus, lima ratus"
Orang bertubuh pendek itu menggeleng. Katanya - Aku tidak tahu berapa jumlahnya. Tetapi tidak terlalu banyak.
Ki Saba Lintangpun kemudian berkata - Siapkan beberapa orang untuk menghadapi mereka. Kita masih menunggu satu dua orang yang masih akan datang setelah isyarat panah senderan itu.
Orang bertubuh pendek itu mengangguk.
Sejenak kemudian, maka bersama dengan beberapa pengikut Ki Saba Lintang, orang bertubuh pendek itu justru menuju kearah yang berbeda dengan para pengikut Ki Saba Lintang yang lain.
Dalam pada itu, memang masih ada satu dua orang pengikut Ki Saba Lintang yang datang menyusul kawan-kawannya. Mereka adalah orang-orang yang bertugas mengawasi keadaan disekitar barak, tetapi juga mereka yang memencar mencari Rara Wulan.
Semakin lama kepungan itu memang menjadi semakin sempit Ki Saba Lintang yang berada di lingkaran kepungan itupun menjadi semakin dekat dengan Agung Sedayu. Ia sadar, bahwa Agung Sedayu adalah orang yang berilmu tinggi. Demikian pula Ki Jayaraga dan bahkan Sekar Mirah yang mampu mengalahkan Nyi Dwani dalam perang tanding. Sedangkan anak muda yang bernama Glagah Putih sama sekali tidak dapat diabaikan.
Karena itu, maka iapun segera memperingatkan kepada orang-orang yang ada di sebelah menyebelahnya, bahwa mereka akan berhadapan dengan orang berilmu tinggi.
- Kenapa kau merasa perlu untuk memberi peringatan kepada kami" - bertanya seorang yang bertubuh raksasa dan bersenjata sebuah bin-di yang bergerigi.
- Mereka benar-benar orang berilmu tinggi.
- Kau ragukan kemampuan kami" bertanya orang bertubuh raksasa itu.
- Kau kenal tataran ilmu Empu Wisanata dan Nyi Dwani"
- Ya - sahut raksasa itu.
- Mereka tidak mampu mengalahkan orang-orang yang sedang kita kepung sekarang ini dalam pertempuran seorang melawan seorang.
- Kau masih saja bergurau - desis orang bertubuh raksasa itu.
- Kami tidak bergurau - jawab Ki Saba Lintang. Tetapi Ki Saba Lintang sendiri tidak mengatakan bahwa dirinyapun tidak mampu mengimbangi kemampuan Agung Sedayu seorang diri. Karena itu, ia sudah berpesan kepada seorang diri. Karena itu, ia sudah berpesan kepada seorang anak muda yang dianggapnya memiliki ilmu yang tinggi, ketangkasan gerak serta kekuatan yang besar untuk bersama-sama menghadapi Agung Sedayu itu.
Menurut perhitungan Ki Saba Lintang, jika ia sudah dapat mengalahkan Ki Lurah Agung Sedayu, maka secara jiwani, ia sudah mengalahkan semua orang yang ada di dalam kelompok Agung Sedayu itu. Sehingga dengan demikian, maka secara kewadangan, mereka aka dengan cepat pula diselesaikan. Tongkat baja putih itu tentu ada di tangan Sekar Mirah, sehingga tongkat itu tentu akan segera jatuh ke tangannya pula.
Demikianlah, beberapa saat kemudian, Ki Saba Lintangpun telah memberikan isyarat, agar orang-orangnya membuat ancang-ancang. Beberapa saat kemudian, maka Ki Saba Lintangpun telah meneriakkan aba-aba bagi orang-orangnya. Demikian aba-aba itu menggetarkan udara, maka berloncatan orang-orang yang telah merayap-rayap mempersempit kepungan mereka.
Namun pada saat yang bersamaan, Glagah Putihpun telah menjatuhkan perintah bahwa para pengawal untuk segera melibatkan diri. Namun beberapa orang diantara mereka bersama-sama dengan Glagah Putih telah bersiap menghadapi orang yang bertubuh pendek dengan beberapa orang pengikut Ki Saba Lintang.
Ki Saba Lintang harus memperhitungkan para pengawal yang berlari-lari, berloncatan diantara batu-batu padas dan gerumbul-gerumbul perdu itu.
Agung Sedayu dan sekelompok orang yang bersamanya para melihat pengawal yang berlari-lari itu. Mereka juga melihat Glagah Putih yang meloncat ke atas sebongkah batu padas. Beberapa orang pengawal masih tetap bersamanya.
Sabungsarilah yang bergumam - Ternyata Glagah Putih berhasil membawa pengawal cukup banyak.
- Ya Cukup banyak - desis Agung Sedayu
- Kami berdua akan menembus kepungan.
- Nampaknya tidak banyak pengikut Saba Lintang yang akan menghadapi Glagah Putih dan para pengawal - Sahut Agung Sedayu.
Sabungsari mengangguk. Katanya - Baiklah aku menunggu. Jika perlu saja aku akan menembus kepungan. Nampaknya kekuatan mereka memang dipusatkan untuk menyelesaikan kita.
Agung Sedayu tidak sempat menjawab. Para pengikut Ki Saba Lintang lelah berloncatan menyerang dengan garangnya.
Seperti yang direncanakan, maka Ki Saba Lintang bersama seorang anak muda yang bertubuh kekar telah siap menghadapi Agung Sedayu. Ki Saba Lintang memperhitungkan, bahwa segala-galanya akan tergantung kepada Agung Sedayu. Karena itu, maka Ki Saba Lintang telah membuat perhitungan khusus untuk menghancurkan Agung Sedayu. Sementara itu, orang-orang berilmu tinggi yang ada di sarang Ki Saba Lintang itupun telah menghambur mencari lawan masing-masing.
Nyi Dwani yang telah dikalahkan oleh Sekar Mirah itu ternyata telah menyerangnya. Sekar Mirah yang telah bersiap menghadapi segala kemungkinan, bergeser beberapa langkah surut untuk mendapatkan tempat yang lebih baik.
- Kenapa kau berbohong, Nyi Lurah" - geram Nyi Dwani sambil menyerang dengan garangnya
- Apa yang aku katakan " - Sekar Mirah justru bertanya
- Jangan berpura-pura Nyi Lurah. Meskipun aku pernah kau kalahkan, tetapi kali ini aku akan bertempur habis-habisan. Kau tidak saja berbohong, tetapi kau sudah mempermainkan perasaanku dan menganggap aku tidak berharga sama sekali.
- Katakan, apakah aku berbohong"
- Kau dan Ki Lurah telah menuduh Ki Saba Lintang mengambil Rara Wulan karena Ki Saba Lintang tertarik kepada gadis itu.
- Ya. Itulah yang terjadi, - jawab Sekar Mirah.
- Tidak - jawab Nyi Dwani.
- Bagaimana kau dapat berkata tidak. Bukankah Rara Wulan ada didalam sarang Ki Saba Lintang itu "
- Tetapi bukan karena Ki Saba Lintang menginginkannya.
- Jadi untuk apa Ki Saba Lintang membawa Rara Wulan ke sarangnya"
- Itulah yang sangat menyakitkan. Kau pura-pura tidak mengetahuinya. Dengan sengaja kau menyesatkan perasaanku. Sekarang kau menikmati keuntungan dari kebohonganmu itu. Tetapi kali ini kau dan kawan-kawanmu akan mengalami bencana. Meskipun disini tidak ada orang yang memiliki kemampuan setingkat dengan Empu Tunggul Pawaka, tetapi kemampuan kami hampir setingkat. Jumlah kami disini lebih banyak dari jumlah orang-orang kami yang berada di padepokan Ki Ajar Trikaya. Ki Saba Lintang dan kepercayaannya, Putut Sendawa akan dapat melindas Ki Lurah sampai lebur.
- Nampaknya kau benar-benar marah, Nyi Dwani. Tetapi katakan, untuk apa Ki Saba Lintang membawa Rara Wulan ke sarangnya yang terpencil ini "
- Jika kau berpura-pura dungu, baiklah. Ki Saba Lintang ingin menukarkan Rara Wulan dengan tongkat baja putihmu.
Sekar Mirah tiba-tiba nampak terkejut. Dengan tangkas ia meloncat mengambil jarak. Dengan wajah yang tegang Sekar Mirah itu berkata - Jadi itukah maksudnya " Jika demikian, maka Ki Saba Lintang benar-benar telah menyinggung harga diri kami sekeluarga. Ki Saba Lintang dengan licik telah mengguncang ketenangan hidup keluarga kami. Karena itu, maka aku dan kakang Agung Sedayu akan mencabut pernyataan kami, bahwa kami tidak akan menghancurkan kelompok Ki Saba Lintang. Jika Ki Saba Lintang mengambil Rara Wulan karena ia tertarik kepada gadis itu, kami masih dapat memaafkannya Tetapi dengan licik Ki Saba Lintang telah menantang kami, karena tongkat baja putih itu adalah lambang harga diriku. Harga diriku adalah harga diri kakang Agung Sedayu dan itu berarti harga diri kami sekeluarga.
Wajah Nyi Dwani menjadi tegang. Ia melihat sorot mata Sekar Mirah bagaikan menyala. Bahkan kemudian Sekar Mirahpun berkata dengan nada berat menekan - Nyi Dwani, bersiaplah. Aku setuju dengan kata-katamu. Kita akan bertempur habis-habisan. Aku tidak lagi dapat berbaik bati melepaskan kau dari maut 'Tanpa bulan di langit, kau bukan apa-apa bagiku. Dan ini tentu kau ketahui.-
Bagaimanapun juga, ancaman Sekar Mirah itu telah mengguncang jantung Nyi Dwani, ia harus mengakui kelebihan Sekar Mirah. Dibawah bulan bulat yang dapat mempengaruhi kemampuannya, ia tidak dapat mengalahkan Sekar Mirah. Apalagi disaat tidak ada bulan di langit.
Tetapi Nyi Dwanipun mempunyai harga diri sebagai seorang yang berilmu tinggi. Karena itu, maka iapun segera mempersiapkan diri. Sementara Sekar Mirahpun berkata - Bersiaplah. Kemauanmu akan mempengaruhi ketahanan jiwani Ki Saba Lintang. Putut yang kau sebut itu tidak akan berarti apa-apa bagi kakang Agung Sedayu.-
Wajah Nyi Dwani menjadi bertambah tegang. Namun Nyi Lurah itu sudah memutar tongkatnya.
Nyi Dwani yang telah bersiap itupun bergeser setapak. Namun pedangnya telah terlanjur. Bahkan ketika Sekar Mirah melangkah maju, Nyi Dwani itu menjulurkan pedangnya kearah dada
Tetapi Nyi Dwani terkejut Sekar Mirah tidak berusaha menghindar, tetapi tongkat baja putihnya dengan keras membentur pedang Nyi Dwani. Demikian kerasnya sehingga hampir saja pedang itu terlepas dari tangannya
Nyi Dwani bergeser surut. Telapak tangannya terasa pedih. Namun sejenak kemudian, Nyi Dwani telah menguasai pedangnya dengan baik.
Namun jantungnya menjadi berdebaran ketika ia melihat Sekar Mirah maju selangkah demi selangkah.
Sikap Sekar Mirah benar-benar mempengaruhi ketahanan jiwani Nyi Dwani. Diluar sadarnya iapun bergeser surut lagi meskipun pedangnya masih tetap terjulur kedepan.
Namun ia tidak dapat bergeser mundur terus-menerus. Ketika kemudian Sekar Mirah menyerangnya maka iapun telah siap untuk melawannya sehingga sejenak kemudian, telah terjadi pertempuran yang sengit diantara keduanya
Sementara itu, seorang yang bertubuh tinggi kekurus-kurusan, yang kumisnya sudah memutih, berdiri berhadapan dengan Nyi Wijil. Dengan saksama ia mengamati pakaian Nyi Wijil. Bahkan mulurnya yang bergerak-gerak itupun mengucapkan kata-kata - Ciri-ciri ini pernah aku kenal.
Nyi Wijil tersenyum. Katanya - Sebutkan ciri-ciri yang kau kenal itu, ' apakah aku juga pernah mengenalnya
- Srigunting Kuning.- Nyi Wijil tertawa Katanya - Demikian terkenalkah nama Srigunting Kuning itu sehingga itu sehingga kau sebut ciri-ciri yang aku kenakan ini sebagai Srigunting Kuning "
- Nama yang ditakuti. Namun yang kemudian hilang dari dunia olah kanuragan. Ketika nama itu terdengar lagi, maka watak dan sifatnya sudah jauh berbeda, bahkan berkebalikan. Nah, sekarang sebutkan, apakah kau Srigunting Kuning yang hitam atau Srigunting Kuning yang putih.
Nyi Wijil tertawa pula. Katanya - Kata-katamu membingungkan. Apakah ada kuning yang hitam dan kuning yang putih"
- Kau tahu maksudku.- Nyi Wijil masih tertawa Katanya - Jika aku Srigunting Kuning yang hitam, maka aku tentu berdiri dipihakmu.
- Bagus. Jadi kau Srigunting Kuning yang hadir kemudian. Baiklah. Sebelumnya aku baru mendengar bahwa Srigunting Kuning adalah seorang yang berilmu tinggi. Sekarang aku berhadapan dengan Srigunting Kuning, meskipun bukan Srigunting Kuning yang aku maksudkan.
- Kau tidak usah memanggilku dengan Srigunting Kuning meskipun kau beri keterangan yang kemudian. Panggil saja namaku, Nyi Wijil, karena suamiku bernama Ki Wijil.
- Baiklah Aku akan memanggilmu Nyi Wijil. Tetapi karena kita berhadapan di medan seperti ini, maka sebutan Nyi Wijil itu akan segera berakhir.
- Kenapa kau memakai kata-kata yang berbelit " Katakan saja bahwa kau ingin membunuhku.-
-Ya. - Tetapi kau harus ingat, bahwa akupun akan membunuhmu.-
Orang itu mengerutkan dahinya. Katanya - Ya. Aku akan selalu mengingatnya Karena itu, maka aku akan bertempur. .-
Namun tiba-tiba Nyi Wijil itu bertanya - Kau sudah tahu maka. Aku ternyata juga ingin tahu namamu.-
Orang itu tertawa Katanya - Baiklah. Tetapi kau tentu belum mengenal namaku, karena aku tidak terlalu sering melibatkan diri dalam pertentangan-pertentangan yang terjadi.
- Kau belum menyebutkannya-
- Namaku Carang Werit.-

13 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

- O. Jadi kaulah yang bernama Carang Werit"-
- Kau pernah mendengarnya-
- Tentu. Kau terlalu merendah. Namamu sudah tersebar dari sudut sampai ke sudut bumi. Tetapi baru kali ini aku bertemu dengan Carang Werit-
- Kau membual- - Tidak. Adalah mengherankan jika kau belum pernah bertemu dengan Srigunting Kuning, aku yakin bahwa kau telah bertemu dan bahkan mungkin bekerja bersama Srigunting Kuning. Pertanyaan-pertanyaanmu tentang Srigunting Kuning tadi tentu sekedar penjajagan.
Orang yang mengaku bernama Carang Werit itu tertawa. Katanya -Sudahlah. Kita sekarang berhadapan di medan. Ternyata bahwa kau bukan Srigunting Kuning yang bersedia berdiri dipihakku. Dengan demikian, kita akan bertempur sampai tuntas.-
- Baik. Sudah saatnya aku menghentikan kegiatan'Carang Werit yang ditakuti banyak orang itu. Apalagi karena kau telah melibatkan diri dalam usaha membangunkan kembali sebuah perguruan yang sudah porak poranda Bukan saja susunannya tetapi juga tujuan serta landasannya-
- Justru itulah yang menarik. Justru karena perguruan itu porak poranda tujuan dan landasannya Jika perguruan itu nanti tersusun, maka perguruan yang baru' itu akan berdiri di atas landasan dan tujuan yang baru.-
Nyi Wijil tersenyum. Katanya - Mimpimu akan berakhir disini, Carang Werit-
Tetapi Carang Werit itu menjawab. Kita sudah sama-sama ubanan, Nyi. Kita bukan sama-sama memiliki pengalaman yang luas. Sudah berapa nyawa yang kita pisahkan dari tubuhnya Jika hari ini sendiri akan mati, aku atau kau, bukankah itu akibat yang harus sudah kita perhitungkan, bahwa pada suatu hari nyawa kita yang akan dipisahkan dari tubuh.-
Nyi Wijil tidak senang mendengar kata-kata itu. Karena itu, maka iapun berkata - Membunuh bukan merupakan kesenanganku, Ki Carang Werit Bukan pula satu kebanggaan. Tetapi dilandasi satu keyakinan bahwa kematian itu sebagai satu usaha untuk mencegah kematian-kematian-
Carang Werit tertawa. Katanya - Alangkah mulia hatimu, Nyi. Kau akan membunuhmu agar kau tidak dapat lagi membunuh orang lain di kemudian hari. Kau pertaruhkan hidupmu untuk satu pengabdian bagi banyak orang. He, apakah benar yang kau lakukan ini satu pengabdian "-
- Aku tidak mengatakan demikian, Ki Carang Werit. Aku tidak tahu, apakah orang lain akan menganggapnya sebagai satu pengabdian, atau sekedar mencari pujian. Tetapi bagiku, yang aku lakukan ini adalah panggilan nuraniku.-
' - Baiklah - berkata Ki Carang Werit - bersiaplah. Aku akan membunuhmu tanpa tujuan apa-apa. Asal lawanku mati begitu saja.-
- Bukankah dengan demikian kau akan mendapatkan satu kepuasan " Keputusan yang barangkali sangat tinggi.-
Ki Carang Werit mengangguk. Katanya - Ya. Apalagi jika aku dapat membunuh Srigunting Kuning. Justru Srigunting Kuning yang putih.-
Nyi Wijilpun segera mempersiapkan diri. Pertempuran sudah berlangsung di sekitarnya. Sepasang pedang sudah berada di tangannya
Sejenak kemudian, maka Nyi Wijilpun telah memutar sepasang pedangnya. Sementara Ki Carang Werit telah meloncat dengan garangnya menyerang Nyi Wijil. Tetapi Nyi Wijil yang sudah siap menghadapi segala kemungkinan, meloncat menghindar dengan tangkasnya
Meskipun Nyi Wijil sudah beberapa lama tidak terlibat dalam pertempuran yang sebenarnya tetapi hampir setiap hari ia selalu berada di sanggar. Kadang-kadang sendiri, tetapi kadang-kadang bersama Ki Wijil. Bahkan Nyi Wijil telah berkesempatan untuk mengisi beberapa kekurangan bagi ilmu yang diwarisinya, bersama dengan suaminya, karena keduanya menyadap dari sumber ilmu yang berbeda
Dengan demikian, maka kemampuan Nyi Wijil sama sekali tidak menjadi susul Ketika ia benar-benar harus terjun ke arena pertempuran, perempuan yang sudah ubanan itu masih tetap garang.
Dalam pada itu, Ki Wijil sendiri sudah terlibat dalam pertempuran pula Seorang yang berjanggut putih yang jarang dan tidak lebih panjang dari duri daun salak, menyerangnaya sejadi-jadinya. Tetapi dengan tenang Ki Wijil menghadapinya.
Yang dengan tergesa-gesa berusaha berhadapan dengan Ki Jayaraga adalah Empu Wisanata. Seperti Ny Dwani, maka Empu Wisanatapun menyesalkan sikap Agung Sedayu dan Sekar Mirah.
- Aku tidak mengira bahwa Ki Lurah'dan Nyi Lurah dapat berlaku licik pula.-
- Apa yang kau maksud, Empu " - bertanya Ki Jayaraga
- Tipuan yang berhasil. Ki Lurah dan Nyi Lurah berhasil membakar perasaan Dwani sebagai seorang pertempuran. Mereka dapat mengungkit perasaan cemburu Dwani, sehingga tidak dengan sengaja Dwani telah menuntun kalian kemari. Bahkan telah menyesatkan aku pula karena akulah yang telah membuka bilik tahanan Rara Wulan.-
Ki Jayaraga tersenyum. Katanya - Apakah perbuatannya itu dapat disebut licik atau tidak, sebenarnya tergantung dari sisi penilaian itu sendiri.-
Empu Wisanata mengangguk-angguk. Katanya - Aku mengerti. Dari sisi lain, orang akan mengatakan, bahwa Ki Lurah dan Nyi Lurah cukup cerdik untuk mencari jalan menuju kebebasan Rara Wulan.
- Ki Lurah tidak mempunyai jalan lain. Namun seandainya cara itu disebut licik, siapakah yang telah memulainya"-
Empu Wisanata menganguk-angguk lagi Katanya - aku mengerti, Ki Jayaraga-
- Kehadiran Empu Wisanata dan Nyi Dwani dilingkungan orang-orang yang berniat untuk membangunkan kembali perguruan Kedung Jati itu tentu juga karena Ki Saba Lintang berhasil mengungkit perasaan Nyi Dwani sebagai seorang perempuan.-
-Maksudmu"- - Nyi Dwani telah terjerat oleh perasaan cintanya kepada Ki Saba Lintang.-
Empu Wisanatapun mengangguk. Katanya - Aku sudah mencoba mencegahnya sejak semula
- Tetapi Empu tidak berhasil"
Empu Wisanata menggeleng. Katanya - Dwani memang bukan anak-anak lagi Ia bukan lagi seorang gadis remaja yang jatuh cinta Baik Dwani maupun Saba Lintang sebelumnya sudah pernah berkeluarga. Karena itu, hakku untuk mencegah Dwani sudah menjadi sangat tipis. Sehingga dengan demikian, aku justru memilih mengikutinya dan melindunginya jika aku mampu.-
- Tetapi bukankah Empu ayahnya "-
Empu Wisanata termangu-mangu sejenak. Namun iapun kemudian mulai bergeser. Katanya"Kita akan bertempur. "
" Apakah Empu belum merasa jenuh bertempur melawan aku ?"bertanya Ki Jayaraga
" Jangan begitu, Ki Jayaraga Aku memang menyadari bahwa kemanapun Ki Jayaraga selapis lebih tinggi dari kemampuanku. Tetapi bukan berarti bahwa aku tidak mempunyai kesempatan sama sekali. "
"Bukan maksudku, Empu. Aku sama sekali tidak merasa bahwa kemampuanku lebih tinggi dari kemampuan Empu. Tetapi bukanlah kita akan lebih merasa bebas untuk bertempur melawan orang lain setelah kita dua kali bertemu di pertempuran?"
" Tidak, Ki Jayaraga Aku lebih senang bertempur melawan Ki Jayaraga Nampaknya Ki Jayaraga dapat mengerti persoalanku. Jika aku harus mati dipertempuran, maka oirang yang membunuhku adalah orang yang mengerti tentang diriku dan persoalan pribadiku. "
Ki Jayaraga menarik nafas dalam-dalam. Namun ia melihat Empu Wisanata benar-benar sudah mulai meloncat menyerangnya
Ki Jayaraga bergeser untuk mengeluarkan serangan itu. Bahkan Ki Jayaragapun telah membalas menyerang. Tetapi rasanya Ki Jayaraga tidak akan dapat mengerahkan kemampuannya Apalagi berusaha membunuh Empu Wisanata Kecuali jika ia benar-benar terancam jiwanya
Tetapi Empu Wisanata tidak bertempur dengan seluruh kekuatan dan ilmunya Meskipun ia nampak sibuk, tetapi Ki Jayaraga merasakan, betapa serangan-serangan Empu Wisanata itu terasa hambar.
Meskipun demikian, keduanya nampak berloncatan semakin cepat saling menyerang dan menghindari. Bahkan sekali-sekali telah terjadi benturan-benturan yang keras.
Namun dalam pada itu, Empu Wisanata masih berkata - Ki Jayaraga Aku tidak tahu, apakah sebenarnya yang telah membuat anakku menjadi begitu lekat pada Ki Saba Lintang. Bukan karena Dwani anakku, tetapi menurut pendapatku Dwani cukup cantik untuk mencari seorang suami yang lebih mapan daripada Ki Saba Lintang.-
Ki Jayaraga meloncat surut. Tetapi ia bertanya - Dimana suaminya yang pertama"-
" Terbunuh. Itulah yang membuatnya mendendam. Kecewa, menyesal, serta berbagai perasaan yang saling mendesak, membuat Dwani menjadi seorang perempuan yang garang. Aku yakin, seandainya ia memenangkan perang tanding melawan Nyi Lurah di Tanah Perdikan, Dwani benar-benar akan membunuhnya. Namun aku harus bersokur, bahwa Dwani dapat dikalahkan oleh Nyi Lurah, sementara Nyi Lurah tetap memberinya kesempatan hidup. "
" Siapa yang membunuh suaminya itu " "
Empu Wisanata meloncat dengan garangnya Namun ia masih juga mempertingatkan"Awas Ki Jayaraga "
Ki Jayaraga bergeser menghindari serangan itu. Namun dengan cepat Ki Jayaraga telah menyerang Empu Wisanata Namun iapun berkata "Jangan kau biarkan jantungmu rontok. "
Kaki Ki jayaraga terjulur dengan cepatnya mengarah ke dada. Tetapi serangan itu datang tanpa tenaga. Karena itu, maka Empu Wisanata tidak menghindarinya. Kedua tangannyapun kemudian disilangkan didcpan dadanya
Empu Wisanata terdorong selangkah surut. Tetapi serangan itu sama sekali udak membekas di dadanya
" Kau belum menjawab, Empu. Siapakah yang telah membunuh suami Nyi Dwani " "
" Sahabatnya sendiri. Seorang laki-laki yang mempunyai pamrih atas Dwani. "
"Lalu" " "Laki-laki itu telah dibunuh oleh Ki Saba Lintang. "
"Itulah sebabnya"desis Ki Jayaraga
" Mula-mula memang demikian. Tetapi k emudian Dwani benar-benar terikat pada laki-laki itu. Bukan sekedar karena berterima-kasih. Tetapi Dwani menjadi seperti orang gila "
"Guna-guna ?"bertanya Ki Jayaraga
Empu Wisanata meloncat mengambil jarak. Namun kemudian iapun tertawa. Katanya " Apapun yang dilakukan, ternyata bahwa Dwani tidak lagi dapat melepaskan Ki Saba Lintang. Karena itu, cara yang dipergunakan oleh Ki Lurah dan Nyi Lurah untuk melacak Rara Wulan adalah tepat sekali."
Ki Jayaraga mengangk-angguk. Ia tidak memburu Ki Jayaraga yang kemudian bersiap sambil bergeser mendekat.
" Jika saja aku mempunyai cara untuk menjauhkan anakku dari Ki Saba Lintang. "
"Mungkin janji Ki Saba Lintang untuk memberikan tongkat baja putih Nyi Lurah itu salah satu sebab, kenapa Nyi Dwani tidak mau meninggalkan Ki Saba Lintang. "
" Mungkin. Dwani juga seorang perempuan yang tamak. Mungkin ia mengira bahwa tongkat baja putih itu akan membahagiakan hidupnya "
" Apakah yang dimaksud kebahagiaan bagi Nyi Dwani ?"
" Ada darah petualang mengalir ditubuhnya Darahku. Kebahagiaan bagi seorang petualang adalah luasnya daerah jelajahnya serta seberapa kondang namanya Dengan tongkat baja putih, maka Dwani mengira bahwa kemampuannya akan jauh meningkat serta namanyapun aka semakin banyak dikenal. "
"Itulah yang diimpikannya "
" Sudah aku katakan, Dwani memang seorang yang tamak. " Ki Jayaraga menarik nafas dalam-dalam. Ia melihat kepedihan dimata Empu Wisanata Agaknya Nyi Dwani seorang yang dimanjakannya sejak kanak-kanak. Namun yang kemudian Empu Wisanata mengalami kesulitan untuk mengendalikannya
" Dan Sekarang ?"bertanya Ki Jayaraga kemudian.
" Bagaimanapun juga Dwani adalah anakku. Aku akan melindungi sejauh dapat aku lakukan. Jika Nyi Lurah Agung Sedayu benar-benar akan membunuhnya, aku harus mencegahnya kecuali jika Ki Jayaraga lebih dahulu membunuhku. "
" Apakah Empu menduga bahwa aku akan membunuh Empu "-
" Aku Tidak tahu,"jawab Empu Wisanata.
Ki Jayaraga termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya "Kita akan bertempur terus."
Empu Wisanatapun kemudian telah bersiap pula Keduanyapun telah terlibat bagi dalam pertempuran. Namun seperti sebelumnya, keduanya tidak dapat mengerahkan kemampuan mereka sampai ke puncak.
Dalam pada itu, pertempuran dibawah bukit itupun berlangsung semakin sengit. Para pengawal yang menebar telah bertempur melawan para pengikut Ki Saba Lintang. Semula para pengikut Ki Saba Lintang itu menduga, bahwa orang-orang dari Tanah Perdikan itu Udak akan mampu . bertahan terlalu lama Para pengikut Ki Saba Lintang yang merasa memiliki pengalaman yang sangat luas itu menganggap bahwa orang-orang padukuhan itu tidak akan mampu bertahan sepenginang.
Tetapi yang terjadi kemudian adalah diluar dugaan mereka. Orang-orang padukuhan itu ternyata mampu mengimbangi kemampuan para pengikut Ki Saba Lintang yang sudah menempuh petualangan yang panjang.
Ternyata para pengawal itupun memiliki pengalaman yang cukup pula Diantara mereka telah pernah ikut terjun dalam perang yang besar dengan bekal yang memadai. Latihan-latihan yang berat, baik dalam perang gelar, maupun secara pribadi telah membentuk mereka menjadi orang-orang yang tangguh dipertempuran yang bagaimanapun bentuknya
Karena itu, maka para pengikut Ki Saba Lintang yang hanya mengandalkan pengalaman tanpa bekal ilmu yang memadai, justru anyak mengalami kesulitan menghadapi para pengawal.
Pertempuranpun berkobar semakin sengit Sementara itu, orang yang bertubuh pendek bersama beberapa orang pengikutnya telah berhadapan dengan Glagah Putih serta beberapa orang pengawal yang datang bersamanya
" Kau bawa orang-orang itu darimana " " bertanya orang bertubuh pendek.
" Mereka orang-orang Klajor"jawab Glagah Putih.
Orang bertubuh pendek itu tertawa. Katanya " Buat apa kau bawa orang-orang padukuhan itu kemari " Mereka akan segera dibantai disini. Kaulah yang nanti harus bertanggung-jawab, karena kau yang membawa mereka kemari. "
"Bagaimana jika yang terjadi sebaliknya " "
"Maksudmu" "
" Bukan orang-orang Klajor yang dibantai, tetapi justru orang-orangmu. "
Orang itu tertawa semakin keras, katanya"Kau pemimpin yang baik. Kau kira siapa kami inihe" " Kami adalah petualang yang selama ini menjelajahi lembah dan ngarai. Menghitung pintu-pintu rumah dan menerima upeti dari para Demang dan Bekel. Sayang, bahwa kami belum pernah menjamah padukuhan Klajor. Tetapi padukuhan itu akan selalu kami ingat Suatu saat kami akan datang mengambil upeti dan pajak.
Tetapi Glagah Putih tetap menguasai perasaannya. Katanya " Kami akan menerima kedatangan kalian dengan senang hati. Ada beberapa ekor lembu dan kerbau di padukuhan kami. Ada puluhan kambing dan ratusan ekor ayam di Klajor. Apakah itu cukup untuk kami upetikan kepada kalian. " "
Orang itu memandang Glagah Putih dengan tajamnya. Namun suara tertawanya terdengar lagi. Katanya " Ternyata kau adalah anak muda yang senang berkelakar. Agaknya kau akan dapat menjadi kawan bergurau yang baik. Tetapi kau harus mengerti cara kami bergurau. "
" Maksudmu " "
"Jika kami bergurau, maka satu dua orang akan dapat terbunuh. Kemauan dari orang-orang dungu yang sombong memang dapat menimbulkan tawa Dan aku senang membunuh orang-orang dungu seperti itu.
"Apakah benar begitu" "
" Ya " "Jika demikian, aku akan mencoba "
" Mencoba apa?"
" Membunuh orang dungu yang sombong. Bukan lucu sekali "
" Siapakah yang kau maksud " "
" Kau dan orang-orangmu. "
Orang itu menggeram. Katanya " Kelakarmu sudah keterlaluan. Dan itu akan berakibat buruk bagimu. "
"Kau mulai marah. " "
" Ya " " Marahlah. Aku senang berkelahi melawan orang yang marah.-
Orang itu tidak menjawab. Tetapi iapun segera meloncat menyerang Glagah Putih.
Tetapi Glagah Putih telah bersiap sepenuhnya. Karena itu, demikian tangan lawannya terjulur, Glagah Putihpun segera meloncat menghindar.
Namun jantung Glagah Putih berdesir. Meskipun tangan itu tidak menyentuh tubuhnya tetapi desir anginnya terasa menusuk kulitnya
- Orang ini telah memamerkan ilmunya - berkata Glagah Putih kepada diri sendiri - namun harus diakui, orang ini berilmu tinggi. Aku harus sangat berhati-hati. -
Serangan-serangan orang bertubuh pendek itupun kemudian datang beruntun. Seperti gelombang dipantai, susul menyusul.
Namun Glagah Putih yang sudah bersiap itupun menghadapinya dengan tegar. Sekali-sekali Glagah Putih meloncat menghindar, namun untuk menjajagi kekuatan lawannya Glagah Putihpun kadang-kadang telah membentur serangan itu pula
Ketika benturan itu terjadi, Glagah Putihpun telah meloncat surut Ia tidak ingin benar-benar beradu tenaga. Karena itu benturan yang ter-jadipun bukan benturan yang keras. Namun kemudian Glagah Putih telah menghentakkan tenaganya mendorong orang bertubuh pendek itu.
Orang itu terkejut Semula ia mengira, bahwa tenaga Glagah Putih tidak terlalu besar, sehingga terdorong surut Namun ketika tiba-tiba tenaga itu menghentaknya maka orang bertubuh pendek itu benar-benar telah terdorong beberapa langkah.
Terdengar orang itu mengumpat kasar. Kemudian melangkah maju mendekati Glagah Putih sambil mengambil ancang-ancang untuk menyerang-
Namun ternyata orang itu sempat bertanya-Siapa namamu, anak muda-
-Apakah aku tadi belum menyebut namaku"-
Orang bertubuh pendek itu menggeram. Sementara Glagah Putih kemudian berkata - Namaku Glagah Putih. -
- Hem, nama yang baik. Tetapi nama yang baik itu sajalah yang akan tinggi Tubuhmu nanti akan dikubur di kuburan tua itu. Dalam beberapa hari saja, tubuhmu sudah akan hancur diremas tanah.-
Glagan Putih berdiri tegak memandang orang bertubuh pendek itu. Kemudian iapun bertanya - siapa namamu"-
- Wengkon. namaku Wengkon. -
- Wengkon - Glagah Putih mengulang.
- Ya Wengkon. Nama yang tentu sudah banyak dikenal. -
- Sayang, aku belum pernah mendengar nama itu. Baru sekarang. Wengkon memandangnya dengan tajam. Namun kemudian iapun mengangguk-angguk sambil berkata - Mungkin. Mungkin kau belum mengenal namaku. Tetapi orang disekitar Gunung Kendeng tentu tahu, siapakah Wengkon itu -
- Aku pernah mengelilingi Gunung Kendeng - berkata Glagah Putih.
- Padukuhan mana sajalah yang pernah kau rambah" - bertanya Wengkon.
- Aku sudah lupa - jawab Glagah Putih.
Wengkon tertawa. Katanya - Kau tidak usah membual. Bersiaplah untuk mati. -
Glagah Putih tidak menjawab. Tetapi iapun segera bersiap menghadapi lawannya yang berilmu tinggi itu
Namun ia sempat melihat apa yang terjadi di sekitarnya Ia melihat para pengawal tidak mengalami kesulitan mempertahankan diri. Bahkan satu dua diantara mereka berhasil mendesak lawannya meskipun lawannya bertempur dengan keras dan kasar.
Sejenak kemudian, keduanya telah terlibat lagi dalam pertempuran yang sengit. Serangan Wengkon menyambar-nyambar dengan cepatnya Getaran anginnyapun menampar tubuh Glagah Putih sehingga terasa , pedih.
Tetapi Glagah Putihpun cukup tangkas untuk menghindari serangan-serangan Wengkon. Bahkan Glagah Putihpun kadang-kadang harus menagkis serangan-serangan itu jika ia tidak sempat menghindar. Meskipun getar udara yang menampar tubuhnya terasa pedih Jetapi Wengkon pun harus berpikir ulang jika harus membentur tenaga Glagah Putih setiap kali, karena tenaga Glagah Putih jauh lebih besar dari yang diduganya
Dalam pada itu, beberapa orang pengawal Klajor yang bertempur bersama Glagah Putih ternyata tidak mengecewakan. Meskipun mereka adalah orang-orang padukuhan kebanyakan, yang setiap hari bekerja di sawah dan pategalan, namun mereka adalah orang-orang yang terlatih dan memiliki pengalaman yang luas. Karena itu, maka mereka tidak tergetar ketika mereka harus bertempur melawan para pengikut Ki Saba Lintang.
Betapa keras dan kasarnya para pengikut Ki Saba Lintang, namun mereka harus mengakui kenyataan, bahwa mereka berhadapan dengan orang-orang yang trampil mempermainkan senjata mereka Bahkan para pengikut Ki Saba Lintang itu harus melihat, bahwa senjata orang-orang Klajor itu tidak seperti senjata orang-orang padukuhan yang pernah dijelajahinya Senjata orang-orang Klajor adalah senjata-senjata yang mapan. Tidak sekedar parang atau linggis atau sepotong besi dan bahkan selumbat kelapa Merekapun memiliki kemampuan bertempur yang mengherankan bagi para pengikut Ki Saba Lintang.
Orang yang bertubuh pendek, yang bertempur melawan Glagah Putih itupun merasa heran, bahwa para pengikut Ki Saba Lintang yang 'menyertainya, tidak segera dapat menghancurkan orang-orang padukuhan Klajor. Mereka yang terbiasa bertualang dan menjelajahi padukuhan demi padukuhan, tidak pernah mendapat perlawanan yang demikian sengitnya
Bahkan orang bertubuh pendek itu sempat curiga - Apabila mereka para prajurit Mataram dari pasukan khusus yang berada di Tanah Perdikan yang menyamar sebagai orang-orang padukuhan" -
Tetapi nampaknya hal itu tidak mungkin terjadi. Kecuali jika para petugas sandi dari barak Pasukan Khusus itu sudah mengetahui bahwa Ki Saba Lintang dan berapa orang pengikutnya berada di Tanah Perdikan.
Namun hal itupun agaknya mustahil. Ki Saba Lintang dan para pengikutnya itu menempatkan diri ditempat yang terpencil serta dijaga dengan rapat, agar tidak diketahui oleh siapapun.
Apapun yang terjadi, orang bertubuh pendek itu bersama beberapa orang yang menyertainya, harus bertempur dengan mengerahkan segenap kemampuan mereka.
Dalam pada itu Sabungsari dan Sayoga yang masih tetap berada didalam lingkaran pertempuran bersama Agung Sedayu, telah menghadapi lawan mereka masing-masing. Seorang yang bertubuh raksasa dan bersenjata bindi yang bergerigi, akhirnya telah berhadapan dengan Sabungsari setelah beberapa kali ia berganti lawan. Sabungsari yang melihat orang itu bertempur menghadapi tiga orang pengawal dari Klajor telati mengambil alih. Agaknya para pengawal itu masih juga mengalami kesulitan. Orang bertubuh raksasa itu mempunyai kekuatan yang sangat besar.
Namun demikian ia berhadapan dengan Sabungsari, maka ia merasa mendapat lawan yang seimbang.
Dalam pada itu, pertempuran antara Nyi Dwani melawan Sekar Mirah menjadi semakin sengit Tetapi sebagaimana pernah terjadi, maka Ny Dwanipun telah mengalami kesulitan. Tongkat baja putih Sekar Mirah berputaran dan terayun-ayun dengan cepatnya. Menyambar-nyambar mendebarkan jantung.
Namun seperti yang pernah terjadi, Sekar Mirah memang tidak ingin benar-benar membunuh Nyi Dwani Ketika Sekar Mirah meyakini kelebihannya, sehingga Ny Dwani tidak akan mempunyai kesempatan untuk mengenainya, Sekar Mirahpun telah membatasi diri. Meskipun sekali-sekali ujung tongkamya menyentuh tubuh Nyi Dwani, namun Sekar Mirah masih selalu mengendalikan dirinya
Dalam pada itu, Nyi Dwani yang bersenjata pedang rangkap itupun merasa semakin terdesak. Betapapun ia mengerahkan kemampuannya, namun ujung pedangnya tidak pernah sekalipun berhasil menyentuh tubuh Sekar Mirah. Sementara itu, sentuhan-sentuhan ujung tongkat baja putih Sekar Mirah menjadi semakin sering mengenainya Tulang-tulang Ny Dwani mulai terasa sakit. Meskipun sentuhan-sentuhan itu tidak terlapi keras, tetapi sakitnya terasa menusuk sampai ke sungsum.
Namun Ny Dwani yang menyadari bahwa Sekar Mirah memang, tidak ingin membunuhnya itupun berkata dengan nada tinggi " Kau tunggu apa lagi, Nyi Lurah" -
-Apa maksudmu"-bertanya Sekar Mirah.
- Kenapa kau tidak segera memukul kepalaku dengan tongkatmu itu" Aku yakin kau mampu melakukannya Akupun yakin bahwa tulang kepalaku akan pecah.-
- Kenapa kau ingin cepat mati" - bertanya Sekar Mirah.
- Tidak seorangpun yang berharap cepat mati. Tetapi aku tidak ingin tersiksa oleh sikapmu ini. -
- Kenapa kau merasa teriksa - bertanya Sekar Mirah. .
- Kau sengaja memperlambat kematianku.-
- Seharusnya kau tidak berprasangka seburuk itu. -
- Habis, apa yang kau lakukan sekarang ini" -
- Ny Dwani, apakah kau benar-benar marah kepadaku" -
- Kau telah memperbodoh aku. Kau peralat aku untuk membebaskan Rara Wulan. Aku memang bodoh, Nyi Lurah. Tetapi aku benar-benar tidak mengira bahwa kau sangat licik. -
- Nyi Dwani. Sebenarnyalah bahwa aku ingin minta maaf kepadamu. Tetapi aku memang tidak mempunyai cara lain untuk membebaskan Rara Wulan. Cara itupun timbul demikian tiba-tiba ketika kami melihat seorang Putut yang bernama Jaka Dwara Saat gagasan itu timbul pada kakang Agung Sedayu, kami belum yakin bahwa gagasan itu akan berhasil. Adalah kebetulan aku tanggap akan gagasan kakang Agung Sedaya sehingga kami berhasil membebaskan Rara Wulan.
- Aku akan menebus kebodohanku dengan kematian. -
- Apakah itu perlu" - bertanya Sekar Mirah.
Nyi Dwani tidak menjawab. Tetapi ia benar-benar menghentakan kemampuannya Sepasang pedangnya berputaran dengan cepatnya Sambil berloncatan Nyi Dwani berusaha menembus pertahanan tongkat baja Sekar Mirah.
Tetapi setiap kali, pedang Nyi Dwani telah membentur tongkat baja Mirah. Betapapun ia berusaha namun Nyi Dwani tidak pernah berhasil.
Ternyata bukan saja kemampuannya memang berada selapis dibawan kemampuan Sekar Mirah, namun bahwa Nyi Dwani sendiri selalu dibayangi oleh pengakuannya, bahwa ia tidak akan dapat mengalahkan Sekar Mirah, maka keadaan Nyi Dwani justru menjadi semakin rumit.
Tetapi Sekar Mirah memang tidak ingin membunuh Nyi Dwani. Karena itu, maka Sekar Mirah justru lebih banyak bertahan, memancing tenaga Nyi Dwani, sehingga Sekar Mirah berharap bahwa Nyi Dwani, sehingga Sekar Mirah berharap bahwa Nyi Dwani akan kehabisan tenaga.
Sementara itu Nyi Dwani telah menghentakkan segenap kemampuannya Dengan garangnya Nyi Dwani menyerang seperti banjir bandang. Pedangnya menyambar-nyambar. Sementara itu, Sekar Mirah justru lebih banyak bergeser surut. Tetapi sekali ia meloncat maju, maka tongkat baja putihnya telah menyentuh tubuh Nyi Dwani.
Ketika Nyi Dwani berdesis menahan sakit, maka Sekar Mirah itupun berkata - Nyi Dwani, apakah tongkat baja putih ini demikian berharga bagimu, sehingga harus kau rebutkan dengan segala cara, bahkan mengorbankan nyawamu"
- Aku tidak berbicara lagi tentang tongkat baja itu. Tetapi aku bertempur demi kehormatan namaku.-
- Jangan terlalu garang Nyi Dwani. Aku masih ingin tahu. Manakah yang lebih berharga bagimu, Tongkat baja putih ini atau Ki Saba Lintang.-
- Cukup. Cukup - teriak Nyi Dwani sambil menyerang sejadi-jadinya Bahkan Nyi Dwani itupun menantang - Bunuh aku, Nyi Lurah.-
-Bunuh aku.- - Tenanglah, Nyi. Kau tidak perlu kehilangan akan seperti itu.-
- Diamlah, diam kau.- Serangan Nyi Dwani semakin cepat dan keras. Tetapi sejalan kegelisahan, kemarahan dan kegoncangan perasaannya, maka Dwani tidak lagi mampu bertempur daengan cermat Serangan-serangannya tidak lagi terarah, sedangkan unsur gerakanya semakin kabur. Ciri-ciri perguruan Kedung Jati yang sering nampak sebelumnya, menjadi larut sama sekali.
Sekar Mirah masih melayaninya Sekali-sekali Sekar Mirah memang nampak garang. Namun kemudian ia lebih banyak bertahan jika serangan Nyi Dwani menjadi keras.
Dalam pada itu, Ki Saba Lintang yang bertempur bersama seorang kepercayaannya melawan Agung Sedayu telah mengerahkan kemampuannya pula. Ia berusaha untuk daengan cepat menghabisi lawannya sebelum Nyi Dwani dikalahkan oleh Nyi Lurah, karena Ki Saba Lintang menyadari bahwa kemampuan Nyi Lurah memang lebih tinggi dari ilmu Nyi Dwani.
Namun ternyata Ki Saba Lintang, meskipun berdua, tidak mudah mengalahkan Lurah prajurit dan Pasukan Khusus itu. Sekali-sekali Ki Saba Lintang memang mampu mendesak lawannya tetapi sejenak kemudian Ki Lurah itupun telah mampu melepaskan diri dari kesulitannya Bahkan sekali-sekali Agung Sedayu itu sempat membingungkan kedua lawannya
Meskipun demikian, menghadapi dua orang berilmu tinggi, Agung Sedayupun harus mengerahkan ilmunya pula. Kedua orang lawannya itu kadang-kadang keduanya dengan sengaja berpencar dan menyerang Agung Sedayu dari arah yang berbeda
Apalagi ketika keadaan menjadai semakin gawat, maka Ki Saba Lintang itupun telah menarik tongkat baja putihnya yang terselip di punggungnya, sedangkan kepercayaannya yang bertempur bersamanya, ternyata bersenjata sebatang tongkat baja yang berwaarna putih. Tetapi tongkat itu bukan tongkat kepemimpinan dari perguruan Kedung Jati.
Menghadapi kedua lawannya yang bersenjata maka Agung Sedayupun telah mengurai cambuknya pula. Sekali terdengar ledakan yang memekakan telinga Namun Ki Saba Lintang menyadari, bahwa kemampuan Agung Sedayu jauh lebih tinggi dari sekedar cambuknya itu terdengar lunak, maka ilmunya yang tinggi mulai tersalur lewat juntai cambuknyaitu.
Dalam pada itu, maka para pengikut Ki Saba Lintang sudah harus mengalami tekanan yang'berat dari para pengawal padukuhan Klajor. Meskipun satu dua orang pengikut Ki Saba lintang masih berdatangan, tetapi demikian dua orang pula orang-orang Klajor. Satu dua dari mereka masih juga datang menyusul kawan-kawannya yang sudah mendahului mereka
Sementara itu, ternyata orang bertubuh pendek yang bertempur melawan Glagah Putih itupun telah mengalami kesulitan. Para pengikut Ki Saba Lintang yang lain tidak dapat membantunya, karena mereka harus berhadapan daengan para pengawal padukuhan Klajor.
Karena itu, maka orang bertubuh pendek yang telah kenyang bertualang itu, telah meningkatkan kemampuannya sampai ke puncak ilmunya.
Glagah Putih yang menyadari, bahwa lawannya berilmu tinggi, harus hati-hati. Sambaran angin serangannya tidak saja terasa pedih, tetapi kemudian telah berubah menjadi panas.
Glagah Putih telah pernah menjumpai ilmu seperti ilmu orang bertubuh pendek itu. Pada puncaknya ilmu itu akan menjadi ilmu yang sangat berbahaya sebagaimana Aji Alas Kobar.
Sebenarnyalah serangan-serangan orang itupun menjadi semakin berbahaya Udara panas setiap kali melanda tubuh Glagah Putih, sehingga sekali-sekali Glagah Putih harus berloncatan menghindar. Sementara itu, orang bertubuh pendek itu melibatnya dengan garangnya Ketika Glagah Putih menangkis serangan lawannya sehingga terjadi benturan, maka kulitnya serasa menyentuh bara
Glagah Putihpun kemudian tidak ingin lagi membenturkan tubuhnya dengan tubuh orang pendek itu. Karena itu, maka Glagah Putihpun segera mengurai ikat pinggang kulitnya
Dengan ikat pinggang kulit itu, Glagah Putih menjadi semakin garang. Ia masih mampu mengatasi udara panas diseputar lawannya Daya tahan tubuhnya telah ditingkatkannya sampai ke puncak.
Orang bertubuh pendek itulah yang kemudian menjadi semakin terdesak. Ketika ikat pinggang Glagah Putih itu sempat menyentuh tubuhnya maka segores lukapun telah menganga
-Gila - geram orang bertubuh pendek itu. Dengan serta-merta iapun telah mencabut senjatanya Sebuah luwuk yang tidak terlalu panjang. Namun luwuk itu bagaikan memancarkan cahaya yang kemerahan - kau telah mempercepat saat kematianmu. Justru karena kau bersenjata maka . senjataku yang satu ini akan segera menghabisimu.-
Glagah Putih tidak menjawab. Tetapi ia memutara ikat pinggangnya semakin cepat.
Namun orang bertubuh pendek itu benar-benar telah mengerahkan ilmunya Apalagi ketika ia melihat para pengikut Ki Saba Lintang yang bersamanya itu menjadi semakin terdesak. Karena itu, maka iapun harus bertempur semakin keras untuk segera mengalahkan dan bahkan membunuh anak muda itu.
Ternyata ilmu orang itu benar-benar menggetarkan jantung. Luwuknya yang seakan-akan bercahaya kemerah-merahan itu seakan-akan menjadi semakin membara Udarapun menjadi semakin panas sehingga rasa-rasanya Glagah Putih itu tengah bertempur di atas api.
Betapapun Glagah Putih meningkatkan daya tahannya sampai ke puncak, namun udara yang panas itu tidak dapat ditawarkannya.
Keringat Glagah Putih seakan-akan telah terperas habis dari tubuhnya. Pakaiannya menjadi basah bagaikan diguyur hujan lebat sepekan. Kulit Glagah Putihpun serasa telah terbakar.
Semakin lama Glagah Putihpun menjadi semakin terdesak. Bahkan Glagah Putih tidak mampu lagi memusatkan perhatiannya terhadap serangan-serangan kewadangan lawannya karena panas yang menyengat seluruh tubuhnya itu.
Glagah Putih terkejut ketika terasa segores luka di bahunya Ternyata luwuk lawannya itu telah mampu menyusup di sela-sela putaran ikat pinggangnya.
Glagah Putih telah meloncat beberapa langkah surut untuk mengambil jarak. Ia tidak mempunyai pilihan lain, sementara pertempuran masih menyala di bawah bukit Glagah Putih tidak tahu pasti, apakah mereka yang berada di bawah bukit mampu mengatasi lawan-lawan mereka. Meskipun Glagah Putih sempat memperhatikan pertempuran itu sekilas-sekilas, tetapi ia tidak dapat melihat dengan jelas apa yang sebenarnya telah terjadi.
Karena itu, maka Glagah Putih yang terdesak dan bahkan mulai tersentuh senjata lawannya itu, tidak mau membiarkan dirinya dalam kesulitan.
Ketika tubuhnya semakin kering dipanggang dalam apinya ilmu lawannya, serta kegelisahannya menyaksikan pertempuran di bawah bukit, maka Glagah Putihpun telah memutuskan untuk mempergunakan ilmu puncaknya
- Apapun yang akan terjadi - berkata Glagah Putih didalam hatinya -jika orang itu memiliki ilmu yang lebih tinggi, maka akulah yang akan binasa.-
Namun Glagah Putih sudah mengambil keputusan.
Karena itu, maka ketika lawannya itu meloncat menyerang sambil mengacungkan luwuknya yang membara, maka Glagah Putihpun telah menghentakkan tangannya dengan kedua telapak tangannya menghadap kearah lawannya
Orang bertubuh pendek itu terkejut Sekali lagi ia salah menilai lawan-nya Ia sama sekali tidak menduga bahwa lawannya yang masih muda itu mampu melontarkan ilmu yang jarang ada duanya
Orang bertubuh pendek itu memang mencoba untuk meloncat mengelak ketika ia melihat seleret sinar memancar dari telapak tangan anak muda itu. Tetapi selerat sinar itu seakan-akan telah memburunya Ketika sinar itu membentur tubuhnya maka rasa-rasanya tubuhnyalah yang telah meledak.
Orang itu telah terlempar dua langkah surut Ia tidak berhasil melepaskan diri dari garis serangan Glagah Putih. Sinar yang meluncur dari telapak tangan itu ternyata lebih cepat dari usahanya untuk menghindar. Apalagi orang bertubuh pendek yang tidak menduga terlambat mengelak.
Karena itu, maka demikian ia terbanting jatuh, maka orang bertubuh pendek itu tidak mampu lagi untuk bangkit berdiri.
Glagah Putih melangkah mendekatinya. Luwuk orang itu telah terlepas dari tangannya
Sejenak Glagah Putih memandangi orang itu. Orang itu masih bernafas. Bahkan ia sempat mengumpat kasar.
- Mudah-mudahan kau dapat bertahan hidup - berkata Glagah Putih -sayang aku tidak membantumu sekarang. Aku harus terjun ke gelanggang.-
Orang itu masih saja mengumpat Sementara Glagah Putih berteriak kepada para pengawal Klajor yang bertempur bersamanya - Kuasai mereka yang menyerah. Yang tidak mau menyerah, apa boleh buat.-
Para Pengawal dari Klajor itupun bagaikan dihentakkan. Mereka-pun segera mengerahkan kemampuan mereka Seorang yang tertua diantara merekapun berteriak nyaring"Menyerahlah. Kalian tidak mempunyai pilihan lain. "
Tetapi para pengikut Ki Saba Lintang itu tidak menghiraukan perintah itu. Ketika mereka mengetahui bahwa orang yang bertubuh pendek itu tidak berdaya lagi, maka merekapun telah memilih cara untuk menyelamatkan diri.
Dalam pada itu, tanpa menghiraukan pertempuran yang terpisah itu lagi, Glagah Putih meloncat berlari ke arena pertempuran di bawah bukit Jaraknya tidak terlalu jauh. Karena itu, maka Glagah Putih hanya memerlukan waktu beberapa saat saja
Sementara itu, para pengikut Ki Saba Lintang yang bertempur terpisah itu, ketika mendengar isyarat dari salah seorang diantara mereka, telah menghambur berlari dan bergabung dengan kawan-kawannya yang lain.
Tetapi para pengawal dari Klajor itupun tidak melepaskan mereka. Dengan serta-merta merekapun telah berloncatan berlari mengejar orang-orang yang sedang melarikan diri itu.
Namun kedua arena pertempuran itu ternyata telah bergabung. Para pengikut Ki Saba Lintang itupun telah menyatu dengan kawan-kawan mereka Namun para pengawal Klajorpun telah tergabung pula dengan para pengawal yang lebih dahulu telah bertempur di arena pertempuran dibawah bukit itu.
Justru Glagah Putihlah yang berdiri termangu-mangu. Ia mencoba mengamati pertempuran dalam keseluruhan. Ketika ia melihat seorang berkulit hitam, bertempur melawan tiga orang pengawal yang bertempur dalam satu kelompok, Glagah Putih tertarik karenanya nampaknya orang itu memiliki ilmu yang tinggi. Orang itu agaknya sempat mempermainkan ketiga orang lawannya, sebelum akhirnya tentu akan dibinasakan seorang demi seorang.
Ketika Glagah Putih memasuki arena pertempuran itu, dua orang diantara para pengawal itu telah terluka. Sementara itu, serangan-serangan orang bertubuh hitam itu lebih banyak tertuju kepada pengawal yang masih belum terluka. Agaknya orang bertubuh hitam itu berniat untuk melukai ketiga lawannya. Memeras darahnya dan kemudian membinasakannya
Sementara itu, dua orang pengawal yang terluka itu masih memaksa diri untuk membantu kawannya yang menjadi sasaran orang bertubuh hitam ita
Namun tiba-tiba saja Glagah Putih telah menggabungkan diri dengan ketiga orang pengawal itu. Kepada kedua orang yang terluka, Glagah Putih berkata " Jangan memaksa diri. Darahmu akan terlalu banyak mengalir. "
Kedua orang pengawal itu menyadari akan keadaannya Karena , itu, maka mereka tidak lagi mengerahkan segenap tenaga dan kemampuan mereka Mereka percaya bahwa Glagah Putih akan dapat menyelesaikan lawan mereka
Orang berkulit hitam itu ternyata belum mengenal Glagah Putih. Iapun tidak sempat melihat apa yang telah dilakukan ketika Glagah Putih bertempur terpisah dengan jelas.
Karena itu ketika Glagah Putih bergabung dengan ketiga orang pengawal itu, orang berkulit hitam itu tidak begitu menghiraukannya. Apalagi setelah kedua diantara lawannya itu terluka
Tetapi demikian senjatanya menyentuh ikat pinggang Glagah Putih orang itu terkejut Sentuhan itu membuat telapak tangannya menjadi pedih.
"Anak iblis"geram orang itu"siapa kau he" "
"Salah seorang pengawal dari Klajor"jawab Glagah Putih.
Orang itu menggeram. Diayunkannya parangnya yang kehitam-hitamaan. Punggungnya bergerigi seperti duri pandan.
Ternyata kehadiran Glagah Putih telah membuat orang itu harus meningkatkan kemampuannya Meskipun demikian, ia masih saja menganggap bahwa meskipun ilmunya agak lebih mapan, tetapi anak muda itu tidak akan dapat berbuat banyak.
Tetapi orang itu tersentak ketika ikat pinggang Glagah Putih bukan saja membentur parangnya, tetapi menyentuh kulitnya Selagi ia belum berhasil melukai lawannya yang seorang lagi, serta anak muda yang baru datang itu, maka kulitnya sendirilah yang telah tergores. Luka-pun telah menganga dan darah telah mengalir dari lukanya itu.
Orang berkulit hitam itu terkejut bukan kepalang. Ia tidak mengira serta menitikkan darahnya
Orang itu menjadi sangat marah. Terdengar orang berkulit hitam itu berteriak nyaring. Suaranya telah menggetarkan udara, merambat menusuk telinga dan mengguncang isi dada "
" Ternyata kawan-kawan Saba Lintang memiliki bekal ilmu yang menggetarkan " berkata Glagah Putih di dalam hatinya"Untunglah bahwa mereka tidak sempat mematangkan ilmunya "
Glagah Putih membiarkan lawannya puas berteriak. Dengan nada berat Glagah Putih itupun berkata"Kau masih harus menjalani laku sepuluh kali selapan. Ilmu Gelap Ngamparmu masih mentah seperti ilmu Alas Kobar kawanmu yang pendek itu.
" Anak iblis"geram orang itu demikian teriaknya berhenti " kau terlalu sombong. "
"Lakukan apa yang ingin kau lakukan. Muntahkan Aji Gelap Ngamparmu sepuas-puas hatimu.
Orang berkulit hitam itu menjadi sangat marah. Tiba-tiba saja ia berteriak nyaring sambil meloncat menyerang Glagah Putih dengan pedangnya.
Glagah Putih tersentak. Teriakan orang itu terdengar demikian kerasnya, seakan-akan mengoyak selaput telinganya. Namun lebih dari itu, jantungnya terasa tergoncang. Bahkan dadanyapun kemudian menjadi sesak.
Glagah Putih mengerahkan daya tahan tubuhnya Namun teriakan itu mampu mempengaruhi pertanyaannya, sehingga Glagah Putih itupun terdorong beberapa langkah surut
Pengawal yang bertempur bersamanya, sama sekali tidak mampu lagi mengayunkan senjatanya Jantungnya bahkan bagaikan berhenti berdenyut
Glagah Putih menggeram. Ilmu Gelap Ngampar orang itu ternyata lebih tinggi dari yang diduganya Bahkan ilmu itu berpengaruh juga bagi para pengawal yang bertempur disekitarnya. Namun agaknya jarakpun ikut menentukan besarnya pengaruh Aji Gelap Ngampar itu. Sehingga karena itu, maka pengaruhnya terhadap mereka yang bertempur di sekitarnya tidak terlalu besar.
Ketika pengaruh didada Glagah Putih telah berkurang, maka perlawanan Glagah Putih menjadi semakin meningkat Ikat pinggangnya terayun-ayun mengerikan. Orang berkulit hitam itu kembali terdesak. Bahkan ikat pinggang Glagah Putih telah berhasil menyusup pertahanan orang berkulit hitam itu pula .sehingga sekali lagi tubuh orang berkulit hitam itu tergores luka
Kemarahan semakin menyala didada orang itu. Karena itu, maka sekali lagi ia menyerang sambil berteriak nyaring.
Sekali lagi jantung Glagah Putih tergetar. Sekali lagi Glagah Putihpun telah terdesak. Ujung pedang orang itu bagaikan memburunya kulit Glagah Putihlah yang kemudian tergores oleh luka
Darah telah menilik dari tubuh Glagah Putih. Karena itu, maka kemarahannyapun telah membara didalam dadanya
Namun dalam pada itu, lawannya tidak lagi mau melepaskannya Setiap kali terdengar ia berteriak nyaring sambil melihat Glagah Putih dengan serangan-serangan yang gerang.
Glagah Putih seakan-akan tidak sempat mengambil jarak. Karena itu untuk beberapa saat Glagah Putih mengalami kesulitan, la tidak dapat meloncat mengambil jarak untuk melepaskan ilmunya dari telapak tangannya
Namun dengan demikian, maka Glagah Putih telah memutuskan untuk mempergunakan ilmunya yang lain. Betapa jantungnya menggelepar, namun Glagah Putih masih mampu memusatkan nalar budinya Glagah Putihpun kemudian lelah memanfaatkan waktu sekejap untuk mengetrapkan ilmunya Sigar Bumi.
Ketika orang berkulit hitam itu meloncat sekali lagi menyerangnya sambil berteriak nyaring. Glagah Putih bertekad untuk membentuk serangan itu. Betapa jantungnya tersengat oleh rasa sakit dan pedih, namun Glagah Putih justru telah meloncat mendekat.
Ketika parang lawannya terjulur kearah dadanya, Glagah Putih sambil menahan sakit didadanya, telah mengelak. Namun sekaligus Glagah Putih telah mengayunkan ikat pinggangnya dilandasi dengan kekuatan Aji Sigar Bumi.
Akibatnya memang sangat mencekam. Ternyata Glagah Putih tidak sepenuhnya terlepas dari serangan parang orang berkulit hitam itu. Meskipun ujung parang itu tidak menghujam kejantungnya tetapi ujung parang itu sempat menggores-bahunya
Namun dalam pada itu, ikat pinggang Glagah Putih telah mengenai lambung lawannya Seperti tajamnya pedang, ikat pinggang yang diayunkan dengan landasan Aji Sigar Bumi itu telah mengoyak lambung lawannya
Orang berkulit hitam itu berteriak nyaring. Pelepasan Aji Gelap ' Ngampar yang terakhir. Gelar udara disekitamya masih terasa manerpa tubuh Glagah Putih. Namun kemudian teriakan itupun terputus. Getar udara yang menusuk sampai ke jantungpun telah mereda dan hilang sama sekail
Glagah Putih berdiri termangu-mangu. Dipandangiya orang berkulit hitam itu tergolek ditanah.
Sementara itu, pertempuran berlangsung dengan sengitnya di-mana-mana. Orang-orang yang berilmu tinggi telah mulai merambah ilmu mereka. Agung Sedayu yang bertempur menghadapi kedua orang lawannya, harus mengerahkan ilmunya pula. Untuk mengatasi serangan-serangan yang cepat dari kedua orang lawannya yang berilmu tinggi. Agung Sedayu telah mengecapkan kemampuan ilmunya meringankan tubuh. Dengan demikian, maka Agung Sedayu berusaha mengatasi serangan-serangan yang cepat dari kedua orang lawan yang kadang-kadang berdiri diarah yang berseberangan.
Sementara itu, untuk melindungi tulang-tulangnya agar tidak menjadi retak dan pecah karena tongkat-tongkat baja lawannya, maka Agung Sedayu telah mengetrapkan ilmu kebalnya pula.
Dengan perlindungan itu, maka Agung Sedayu berusaha untuk mengimbangi kedua orang lawannya yang berilmu tinggi itu.


13 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam pada itu. Nyi Dwani masih bertempur melawan Sekar Mirah. Betapapun ia mengerahkan kemampuannya, tetapi Nyi Dwani merasa tidak akan mampu mengalahkan lawannya. Nyi Lurah Agung Sedayu terlalu tangkas bagi Nyi Dwani. Apalagi dengan tongkat baja putih dita-ngannya.
Sementara itu, tenaga Nyi Dwanipun semakin lama menjadi semakin menyusut
Tetapi Nyi Lurah Agung Sedayu masih belum mengayunkan tongkat baja putihnya untuk mengakhiri bukan saja perlawanannya, tetapi hidupnya.
Sekar Mirah masih tetap pada sikapnya. Ia tidak ingin membunuh Nyi Dwani meskipun beberapa kali Nyi Dwani menantang untuk membunuhnya.
- Lebih baik kau segera membunuhku daripada kau menghinakan aku seperti ini-
- Jangan kehabisan akal. Nyi Dwani. Kenapa kau harus mati, jika kau masih mempunyai kesempatan untuk hidup - jawab Sekar Mirah.
- Buat apa aku hidup dalam kehinaan. Kau dan Ki Lurah tentu akan selalu mentertawakan kebodohanku.-
- Sama sekali tidak, Nyi. Tetapi kekhilafan itu dapat terjadi pada siapa saja. Juga pada Nyi Dwani. Padaku dan pada kakang Agung Sedayu.-
- Kau permainkan aku seperti orang yang paling dungu di dunia.-
- Kau selalu berprasangka buruk.-
Nyi Dwani tidak menyahut lagi. Tetapi dihentakkannya sisa tenaganya Pedangnya terayun derasnya menyambar kearah leher Sekar Mirah. Namun dengan tangkasnya Sekar Mirah bergeser surut; Pedang itu sama sekali tidak menyentuhnya Bahkan hampir saja Sekar Mirah memukul pedang ita Tetapi niatnya diurungkan. Jika pedang itu terlepas dari tangan Nyi Dwani, maka ia akan menjadi semakin merasa kecil. Bahkan mungkin Nyi Dwani itu akan membunuh dirinya sendiri.
. Namun, meskipun Sekar Mirah tidak memukul senjata Nyi Dwani, tetapi ternyata bahwa Nyi Dwani menjadi terhuyung-huyung oleh tarikan tenaganya sendiri. Ia sudah mengerahkan segenap tenaganya yang tersisa. Tetapi pedangnya bagaikan menebas bayangan.
Nyi Dwani itu terhuyung-huyung. Hampir saja jatuh tertelungkup. Namun Sekar Mirah sempat menahannya dengan satu tangannya, sehingga Nyi Dwani tidak terjerembab di tanah.
Tetapi pertolongan Sekar Mirah membuat kemarahannya semakin membara didadanya. Dihentakkan dirinya dan diayunkannya pula pedangnya dengan tenaga yang masih ada Tetapi ayunan pedang itu tidak be-rarati apa-apa. Tenaganya sudah tidak cukup kuat untuk menggapai tubuh Sekar Mirah yang bergeser selangkah surut.
Nyi Dwani itulah yang kemudian jatuh pada kedua lututnya. Tiba-tiba saja pedangnyapun terjatuh di tanah tanpa disentuh oleh tongkat baja Sekar Mirah. Kedua tangannyapun menutup wajahnya ketika Nyi Dwani itu menangis.
- Bunuh aku Nyi Lurah. Jangan hinakan aku seperti ini.-
- Nyi Dwani - Sekar Mirah justru mendekatinya Sambil berjongkok disisinya Sekar Mirah itu merangkul sambil berkata - Jangan sesali diri sendiri. Kau harus menimbang persoalan yang kau hadapi dengan hati yang bening.
Nyi Dwani tidak menjawab. Tetapi isaknya telah membuat dadanya menjadi sakit
Dalam pada itu, Ki Saba Lintang yang bertempur melawan Agung Sedayu, sempat melihat apa yang terjadi atas Nyi Dwani. la tidak pasti, apa yang dilakukan oleh Sekar Mirah. Yang dilihatnya adalah, Sekar Mirah itu telah berjongkok disisi Nyi Dwani.
Dengan gelisah Ki Saba Lintang maasih bertempur melawan-Agung Sedayu. Namun akhirnya ia tidak dapat menahan diri. Tiba-tiba saja ia lelah berkata kepada kepercayaannya yang bersamanya bertempur melawan Agung Sedayu - Tahan orang ini. Aku akan melihat, apa yang telah terjadi dengan Nyi Dwani.
Ki Saba Lintang tidak menunggu jawaban. Iapun dengan serta merta telah meloncat meninggalkan Agung Sedayu. Sambil mengacu-acukan tongkat baja putihnya ia berlari ke arah Nyi Dwani dan Sekar Mirah.
Sekar Mirah tidak menduga, bahwa Ki Saba Lintang berlari kear-ahnya Ia terkejut ketika ia mendengar suara Agung Sedayu yang berteriak - Mirah. Hati-hati.-
Sekar Mirahpun segera bangkit Tetapi Ki Saba Lintang telah menjadi terlalu dekat Bahkan Ki Saba Lintang telah mengayunkan tongkat baja putihnya
Dengan tangkasnya Sekar Mirah menangkis serangan itu. Tetapi justru karena tergesa-gesa sementara Ki Saba Lintang mengayunkan tongkat baja putihnya dengan ancang-ancang yang cukup serta dilambati dengan segenap kekuatannya maka ketika benturan terjadi, tongkat baja putih Sekar Mirah telah terlepas dari tangannya
Sekar Mirah terkejut Ia harus berbuat sesuatu. Ia tidak mungkin melawan Ki Saba Lintang tanpa senjata
Karena itu, maka dengan serta-merta Sekar Mirah telah memungut pedang Nyi Dwani.
Ternyata Nyi Dwani tidak menghambatnya. Bahkan seakan-akan ia menyerahkan pedangnya itu kepada Sekar Mirah.
Ki Saba Lintanglah yang kemudian menyerang Sekar Mirah. Diulurkannya tongkatnya kearah dada. Sementara Sekar Mirah menangkis serangan itu, Ki Saba Lintangpun berteriak kepada Nyi Dwani - Ambil Tongkat baja putih itu. Cepat.-
Tetapi Nyi Dwani tidak segera bangkit Sehingga sekali lagi Ki Saba Lintang berteriak - Nyi Dwani, cepat, Kita kuasai Nyi Lurah untuk memaksa Ki Lurah menghentikan perlawanan.-
Tetapi tiba-tiba saja terdengar suara - Tongkat inikah yang kau maksud"-
Jantung Ki Saba Lintang berdenyut semakin cepat Ketika ia berpaling, maka dilihatnya Glagah Putih berdiri tegak sambil memegang tongkat baja putih itu di tangan kanannya dan ikat pinggang kulit di tangan kirinya
Ki Saba Lintang berdiri termangu-mangu sejenak, la sadar, bahwa Glagah Putih itupun berilmu sangat tinggi. Apalagi di hadapannya berdiri Sekar Mirah , sementap Ny Dwani seakan-akan sudah tidak berdaya sama sekali.
Sejenak Ki Saba Lintang termangu-mangu. Di sekitarnya pertempuran masih berlangsung. Empu Wisanata setiap kali harus bertempur masih berlangsung. Empu Wisanata setiap kali harus berloncatan mundur untuk mengambil jarak dari lawannya, sedangkan Carang Werit nampaknya juga mengalami kesulitan menghadapi lawannya. Seorang perempuan yang oleh Carang Werit disebut dengan Srigunting Kuning yang putih.
Orang yang bertubuh tinggi besar dan bersenjata bindi yang bergerigi yang kemudian telah bertempur melawan Sabungsari harus mengerahkan ilmunya pula. Tenaganya yang sangat besar, ternyata tidak mampu dengan cepat menundukkan lawannya. Bindinya yang besar dan bergerigi itu terayun-ayun mengerikan. Tetapi Bindi itu sama sekali tidak mampu menyentuh subuh Sabungsari. Dengan tangkasnya Sabungsari menghindar dan menangkis serangan itu. Meskipun Sabungsari tidak dengan serta-merta membenturkan senjatanya, tetapi setiap kali jika Sabungsari tidak sempat menghindar, maka ia menepis bindi yang bergerigi itu menyamping.
Betapapun besar kekuatan orang bertubuh raksasa itu, namun semakin lama tenaganya mulai menyusut
Hal itu disadari oleh orang bertubuh raksasa itu. Karena itu,selagi tenaganya masih terhitung utuh, iapun telah menghentakkan kekuatannya Bindinya berputar dengan cepat, terayun-ayun mengerikan. Kemudian terjulur ke arah perut
Sabungsari terkejut mendapat serangan yang demikian derasnya. Betapapun ia berusaha untuk menangkis dan menghindar, namun putaran bindi yang bergerigi itu serasa selalu memburunya, sehingga beberapa kali Sabungsari meloncat surut
Sabungsari menjadi gelisah. Ia tidak mendapat kesempatan sama sekali untuk menembus putaran bindi itu. Bahkan jika ia menangkis ayunan bindi yang sangat kuat itu, telapak tangannya terasa menjadi sakit Sementara itu, kesempatan menghindar pun menjadi semakin sempit
Sabuhgasari pun mengerahkan tenaga dalamnya Kekuatannya-pun menjadi seakan-akan berlipat Namun orang bertubuh raksasa itu pun memiliki kekuatan tenaga dalam yang terlalu besar pula Sehingga stiap kali Sabungsari mengalami kesulitan.
Ketika Sabungsari mencoba menggapai dada lawannya dengan senjatanya, maka justru putaran bindi orang bertubuh raksasa itu melibatnya Dengan cepat ia meloncat surut Sementara itu, orang bertubuh raksasa itu telah memburunya. Bindinya terjulur lurus mengarah ke lambung Sabungsari.
Dengan tangkasnya Sabungsari menghindar. Tetapi sentuhan yang tipis saja, ternyata telah' mengoyak kulit Sabungsari.
Sabungsari menggeram, namun ia tidak sempat berbuat banyak. Bindi orang bertubuh raksasa itu telah terayun dengan derasnya menyambar ke arah keningnya
Tidak ada kesempatan untuk menghindar. Karena itu, maka Sabungsari pun telah menangkis serangan itu dengan senjatanya.
Namun ternyata kekuatan orang itu demikian besarnya, sehingga benturan yang terjadi telah menghanyutkan senjata Sabungsari yang tidak mampu dipertahankannya Senjata Sabungsari itu terpelanting jatuh di tanah.
Beberapa orang yang melihat bahwa senjata Sabungsari itu terpelanting jatuh di tanah.
Sabungsari sendiri terkejut ketika tangannya bagaikan menyentuh bara. Dengan serta-merta Sabungsari meloncat mengambil jarak.
Beberapa orang yang melihat bahwa senjata Sabungsari terlepas menjadi berdebar-debar. Tetapi masing-masing masih terikat dengan lawan mereka sehingga mereka tidak dapat membantu Sabungsari yang kehilangan senjatanya.
Agung Sedayu dan Glagah Putih juga melihat bahwa senjata Sabungsari terlepas. Namun ketika mereka melihat Sabungsari sempat meloncat mengambil jarak, maka mereka tidak lagi menjadi sangat tegang.
Dalam pada itu, orang bertubuh raksasa itu tertegun sejenak. Namun kemudian orang itu pun tertawa berkepanjangan. Seperti seekor kucing yang melihat seekor tikus yang tidak berdaya orang itu bergeser selangkah maju. Kemudian di sela-sela suara tertawanya orang itu berkala "
-Berjongkoklah dan tempatkan dirimu sebaik-baiknya Pilihlah cara yang terbaik untuk mati. Apakah aku harus meremukkan kepalamu, atau menghancurkan tulang belakangmu atau mematahkan tengkukmu. Bindiku yang besar ini bergerigi sehingga bekas sentuhannya dapat kau bayangkan sendiri. Tetapi justru karena itu, maka kau akan segera mati.-
Sabungsari memandang orang itu dengan tenang. Ketika orang itu selangkah maju, maka Sabungsari pun melangkah surut selangkah pula
" Jangan menyesali nasibmu yang buruk. Jika kau sudah membayangkan akibat yang paling buruk yang dapat kau alami. hadapi saat-saat terakhir dari pertempurannya melawan orang bertubuh raksasa itu.-
Orang bertubuh raksasa itu masih saja tertawa. Beberapa orang berilmu tinggi yang bertempur dalam arena pertempuran itu ikut tersenyum melihat Sabungsari yang melangkah surut beberapa langkah jika orang bertubuh raksasa itu bergeser maju.
" Kau tidak akan dapat lari. Bayangkan bahwa kepalamu akan aku remukkan dengan bindi ini. Kemudian aku akan melakukan hal yang sama kepada kawan-kawanmu sehingga orang yang terakhir.-
Sabungsari tidak menjawab. Dipandanginya wajah bengis orang bertubuh raksasa itu. Diamatinya dengan saksama setiap lekuk dan garis di wajah itu. Namun kemudian tatapan mata Sabungsari turun kedadanya. - Bajunya yang terbuka memamerkan dadanya yang bidang dengan bulu-bulu yang lebat.
Ketika orang itu tertawa, maka Sabungsaripun menggerakkan giginya
" Tunduklah pada nasib buruk yang akan menimpamu " geram orang bertubuh raksasa itu. Bindinyapun kemudian terangkat tinggi-tinggi. Kakinyapun terayun lebar setengah meloncat kearah Sabungsari yang masih berdiri tegak.
Sabungsari masih memandang dada bidang orang bertubuh raksasa itu. Beberapa orang memang menjadi cemas, bahwa Sabungsari justru tidak berbuat apa-apa. Sabungsari seakan-akan hanya terpancang pada kekagumannya melihat tubuh kekar lawannya itu.
Namun orang yang berdada bidang itu terkejut. Demikian ia meloncat, maka dari mata Sabungsari yang memandangi dadanya seakan-akan meluncur seleret cahaya yang menyambar dadanya
Orang bertubuh raksasa itu dengan cepat menyadari kesalahannya Tetapi ia tidak mempunyai waktu sama sekali untuk memperbaikinya. Ketika seleret sinar itu menjamah dadanya, maka rasanya dadanya itupun meledak.
Orang bertubuh raksasa yang sedang mengayunkan bindinya yang mengerikan itu terlempar beberapa langkah surut Terdengar teriakannya yang nyaring seakan-akan mengguncang bukit.
Tubuh orang itupun terbanting jatuh. Dadanya menjadi hangus. Isi dadanyapun seakan-akan telah terbakar menjadi bara, yang kemudian menjalar lewat urat-urat nadinya keseluruh tubuhnya.
Namun suaranya itu kemudian terputus. Tubuh yang terpelanting itupun kemudian, terbaring diam ditanah.
Sabungsari masih berdiri tegak. Jantung orang-orang yang bertempur itupun tergetar. Bukan saja Ki Saba Lintang dan para pengikutnya. Tetapi para pengawal dari Klajorpun termangu-mangu menyaksikannya.
Pertempuran di bawah bukit itu seakan-akan telah berhenti sesaat Namun beberapa saat kemudian, senjatapun segera terayun kembali. Benturan-benturan telah terjadi lagi.
Pertempuran segera menyala kembali.
Sejenak Sabungsari berdiri termangu-mangu. Dipandanginya tubuh orang bertubuh raksasa yang terbaring diam itu. Luka di lambung Sabungsari terasa betapa pedihnya.
Selangkah-selangkah Sabungsaripun bergeser maju. Ternyata belum ada seorangpun yang menyerangnya Para pengikut Ki Saba Lintang masih merasa ngeri melihat apa yang baru saja terjadi. Orang yang bertubuh raksasa dan bersenjata bindi yang mengerikan itu berilmu tinggi. Namun seperti sebatang pisang yang ditebas, ia jatuh berguling dan tidak mampu untuk bangkit kembali.
Sabungsaripun kemudian telah memungut pedangnya kembali. Ketika kemudian ia memandang berkeliling, maka dilihatnya Glagah Putihpun masih berdiri tegak sambil menjinjing ikat pinggangnya Sementara itu, di-tangan kanannya ia menggenggam tongkat baja putih Sekar Mirah yang terpelanting jatuh.
Dalam pada itu, dalam ketegangan yang semakin memuncak, serta pertempuran yang sengit, seorang yang berkumis lebat, bermata sempit, telah meloncat berlari langsung menuju ke tempat Rara Wulan bertempur melawan pengikut Ki Saba Lintang. Dalam keadaan letih, Rara Wulan masih mampu mempertahankan dirinya menghadapi lawannya
Namun orang berkumis lebat dan bermata sempit itu nampaknya seorang yang sangat berbahaya. Di tangannya tergenggam sebilah pedang yang tidak terlalu panjang.
Glagah Putih terkejut melihat orang yang berlari itu. Iapun segera menyadari, bahwa orang itu ingin menguasai Rara Wulan dan mempergunakannya sebagai perisai untuk memaksa orang-orang yang berusaha membebaskan Rara Wulan itu menghentikan pertempuran.
Glagah Putihpun dengan segera berlari pula. Ia belum sempat menyerahkan tongkat baja putihnya kepada Sekar Mirah.
Tetapi jaraknya terlalu jauh. Glagah Putih akan terlambat jika ia harus mencegat orang itu. Karena itu, maka sambil berlari Glagah Putih telah menyelipkan tongkat itu dipunggungnya, kemudian mengalungkan ikat pinggangnya di lehernya.
Glagah Putih hanya mempunyai waktu sangat pendek. Karena itu, maka tiba-tiba saja ia justru berhenti. Diacukannya tangannya dengan telapak tangannya menghadap kearah orang yang sedang berlari sambil mengayun-ayunkan pedangnya.
Sekali lagi terdengar teriakan yang menggetarkan udara Tanah Perdikan Menoreh.
Seleret sinar meluncur dari telapak tangan Glagah Putih menyambar orang yang sedang berlari sambil mengacu-acukan pedangnya itu sehingga orang itupun terlempar dan terbanting jatuh di tanah yang berbatu padas.
Sekali lagi pertempuran di bawah bukit itu seakan-akan terhenti. Orang-orang yang terlibat berpaling, memandang ke arah orang yang terlempar dan terpelanting sambil berteriak tinggi itu.
Rara Wulanpun terkejut Ia pun sempat berpaling dan menyaksikan orang itu bagaikan terbakar, terkapar diam di tanah.
Ki Saba Lintang menyaksikan hal itu dengan darah yang bagaikan mendidih. Tetapi ia sadar sepenuhnya, jika pertempuran itu diteruskan, maka akibatnya sangat pahit baginya.
Karena itu, maka Ki Saba Lintang yang menyadari akan kenyataan yang terjadi itu pun segera membunyikan isyarat isyarat yang kemudian disahut oleh beberapa orang pengikutnya.
Dalam pada itu, Agung Sedayu dan sekelompok orang yang bersamanya bertempur di bawah bukit itu pun mendengar isyarat yang saling menyahut itu: Mereka sudah menduga apa yang telah terjadi.
Namun ternyata para pengikut Ki Saba Lintang telah melakukan gerakan yang mampu mengacaukan medan. Merekapun serentak bergerak dengan tanpa irama Bukan saja orang-orang yang berilmu tinggi, tetapi semua orang yang berada di arena pertempuran itu.
Para pengawal dari Klajor memang menjadi anak bingung. Bahkan yang lain pun telah disibukkan dengan gerakan-gerakan yang membingungkan. Mereka berlari-lari bersilang, saling berpapasan. Sekali-sekali sambil mengayunkan senjata mereka sementara yang lain berteriak-teriak.
Sementara itu, Ki Saba Lintang berusaha mempergunakan kesempatan itu sebaik-baiknya Ditariknya lengan Nyi Dwani sambil berdesis -Kesempatan bagi kita Marilah kita menyingkir dari medan ini.-
Nyi Dwani yang lemah itu memang berusaha bangkit berdiri. Tetapi ia tidak mampu melangkah dengan tangkas, sehingga Ki Saba Lintang pun harus membimbingnya
Sekar Mirah yang berdiri beberapa langkah dari mereka memang berusaha untuk mencegahnya. Tetapi ia tidak membawa tongkat baja putihnya Ketika Sekar Mirah itu berusaha menyerang Ki.Saba Lintang dengan pedang milik Nyi Dwani yang dipunggutnya, maka serangannya itu tidak banyak berarti. Bahkan ketika Sekar Mirah mengayunkan pedang itu dengan sekuat tenaganya sementara Ki Saba Lintang juga membenturnya dengan sekuat tenaga maka pedang itu pun telah menjadi patah. Dua kekuatan yang dilambari dengan tenaga dalam itu sangat besar, serta benturan yang keras dan langsung, telah menimbulkan beban yang tidak terpikul oleh pedang Nyi Dwani yang berada di tangan Sekar Mirah.
Pendekar Lembah Naga 23 Ketika Elang Mencintai Dara Karya Putu Kurniawati Kampung Setan 5
^