Pencarian

Api Di Bukit Menoreh 10

14 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 10


Tetapi orang yang telah merasa dihinakan oleh Rara Wulan itu mendendam sampai ke ujung rambut. Karena itu, maka ia tetap berniat untuk melakukannya.
Bahkan iapun berbisik "Perhatikan laki-laki itu. Curi kesempatan. Dorong pula orang itu agar terjebur kedalam arus."
Sekali lagi kawanya memberi isyarat. Tetapi laki-laki yang kehilangan kerisnya itu justru mengancam "Siapa yang tidak likut, nasibnya akan sama dengan perempuan itu."
Rara Wulan yang berdiri ditepi rakit itu tidak menghiraukannya. Ia justru memperhatikan arus Kali Praga yang nampaknya bergejolak dibawah permukaan. Airnya yang coklat itu rasa-rasanya menjadi semakin keruh.
Diluar sadarnya, Rara Wulan memandang langit disisi Utara. Namun nampaknya langit bersih. Selembar awan tipis mengepung dilangit. Sekelompok burung pipil lerbang melintas di wajah awan yang tipis itu.
Pada saat itulah laki-laki yang telah dihinakannya itu merasa mendapat kesempatan. Pada saat perempuan muda itu nampak lengah.
Karena itu dengan serta-merta laki-laki itu bangkit berdiri. Dengan sisa tenaganya ia bergerak sambil menjulurkan tangannya mendorong Rara Wulan yang berdiri di tepi rakit.
Namun Glagah Pulih sempat berteriak " Rara. hati-hati."
Sekilas Rara Wulan melihat gerakan orang itu. Karena itu, dengan gerak naluriah, Rara Wulan itupun berjongkok.
Laki-laki itu memang bernasib buruk . Justru karena Rara Wulan berjongkok, maka orang itu telah terdorong oleh tenaganya sendiri karena tangannya tidak berhasil menyentuh tubuh Rara Wulan . Bahkan kakinyapun telah melanggar tubuh Rara Wulan yang berjongkok itu.
Tidak ada yang sempat mencegahnya ketika laki-laki itu terlempar masuk kedalam arus Kali Praga.
Terdengar orang itu berteriak nyaring. Tetapi sejenak kemudian tubuhnya telah terjebur kedalam air.
Kawan-kawannya terkejut serentak mereka bangkit . Namun rakitpun segera terguncang.
Tukang satang rakit itu terkejut. Dengan serta-merta iapun berteriak "Jangan berdiri. Jangan guncang rakit ini. Nanti terbalik."
Keempat orang itupun segera berjongkok pula. Merekapun hampir saja kehilangan keseimbangan mereka. Karena itu, mereka sama sekali tidak mendapat kesempatan untuk mendorong Glagah Putih yang dengan cepat berusaha menguasai keseimbangannya.
Sejenak kemudian, rakit itu tidak lagi terguncang. Namun Glagah Putih yang kemudian berkata " Ki Sanak. Kita coba menyusul orang tercebur kedalam air itu. Nampaknya ia memerlukan pertolongan."
Tukang setang itu nampak ragu-ragu. Sementara itu Rara Wulanpun berkata " Bukankah itu salahnya sendiri. Bahkan mungkin diantara kawan-kawannya ada pula yang ingin menyusul. "
" Sudahlah Rara. Kita akan mencoba menyelamatkan nyawa seseorang. "
Tukang satang itu masih saja nampak ragu. Sementara itu, orang yang tercebur kedalam air itupun telah hanyut beberapa puluh langkah.
" Orang itu tidak pandai berenang " desis seorang kawannya.
" Salah sendiri. Ia ingin mendorongku " sahut Rara Wulan.
" Cepat sedikit, Ki Sanak. Mungkin kita berhasil. " Tukang-tukang satang itupun mencoba mengarahkan rakitnya untuk menyusul orang yang tercebur kedalam air itu. Namun usa-hanya tidak segera berhasil. Meskipun rakit itu melaju mengikuti arus air, tetapi jaraknya tidak menjadi semakin dekat.
Beberapa orang yang sedang berada ditepian memandang laju rakit yang deras itu dengan berdebar-debar. Bahkan beberapa orang yang berdiri diatas tanggulpun menjadi tegang.
Namun akhirnya seorang diantara tukang satang itu berkata " Kami tidak berani meluncur terus sampai ke tikungan. "
" Kenapa" " bertanya Glagah Putih.
" Ada arus pusaran. Kami akan dapat diputar oleh arus itu dan bahkan mungkin kami tidak akan pernah dapat keluar lagi. Kami akan dapat menimpa tebing disisi Barat tikungan itu. "
" Jadi" " " Maaf Ki Sanak. Kami tidak berani meluncur terus. "
" Orang itu" "
" Di luar kemampuan kami. "
Sementara itu, para tukang satang itu sudah berusaha untuk memperlambat laju rakit mereka. Kemudian dengan sekuat tenaga mereka mengarahkan rakit mereka ketepian.
" Kita sudah berada agak jauh dari penyeberangan " berkata tukang satang itu.
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Ia masih melihat tubuh yang hanyut. Namun sejenak kemudian tubuh itu bagaikan ditelan air yang bergejolak di tikungan Kali Praga.
Glagah Putih tidak dapat berbuat apa apa. Sementara itu Rara Wulan bahkan duduk diatas rakit yang basah.
Betapa kemarahan membakar jantungnya, namun Rara Wulanpun berpaling. Ia tidak ingin melihat tubuh itu bagaikan dihisap oleh pusaran air di tikungan.
Sementara itu, perlahan-lahan rakit itu bergeser menepi. Para tukang satang bekerja keras untuk menahan agar rakit itu tidak meluncur ke tikungan.
Ketika rakit itu kemudian semakin menepi, maka dada para tukang satang itu rasa-rasanya menjadi lapang. Merekapun kemudian mengayuh rakit mereka menyusuri tepi Kali Praga, naik melawan arus menuju ke tempat penyeberangan.
Ketegangan masih mencekam orang-orang yang berada di tepian. Demikian mereka melihat rakit itu berhasil menepi dan menarik nafas panjang. Dada mereka yang terasa tertekan telah menjadi longgar kembali.
Namun ternyata beberapa orang yang justru tidak berada di tempat penyeberangan dan tidak akan menyeberang Kali Praga melihat orang yang hanyut itu hilang di tikungan, ikut dalam pusaran air dan tidak lagi nampak di permukaan.
Ketika rakit itu kemudian berhenti di penyeberangan, orang-orang yang berada di tepianpun bergerak mendekat. Tukang-tukang salang yang merasa telah terlepas dari bahaya yang akan dapat menyeret nyawa mereka itupun ikut turun pula ke tepian, menambatkan rakit mereka dan menjatuhkan tubuhnya, duduk di atas pasir.
Nafas merekapun tereng|ah-engah. Bukan saja oleh kelelahan, tetapi juga oleh ketegangan yang mencekam.
Empat orang yang dipaksa pergi ke Mataram itu berdiri termangu-mangu, sementara Rara Wulan mengawasi mereka. Sedangkan Glagah Putihpun duduk pula dihadapan para tukang satang yang seperti mandi karena keringat mereka yang terperas dari tubuh mereka.
" Ki Sanak " berkata Glagah Pulih " kami minta maaf atas peristiwa ini. Kamipun mengucapkan terima kasih alas kesediaan Ki Sanak membantu kami. Meskipun kita tidak berhasil menyelamatkan orang itu, tetapi Ki Sanak semuanya telah mencobanya."
Tukang satang itu mengangguk-angguk.
" Sekarang, kami akan membayar imbalan penyeberangan ini. Tentu saja tidak seperti biasanya, karena kami sudah mempersulit keadaan Ki Sanak semuanya."
Tukang salang itu tidak menjawab. Mereka hanya mengangguk saja.
Ketika Glagah Putih memberikan beberapa keping uang, para tukang satang itu terkejut Seorang diantara mereka bertanya " begitu banyak?"
"Aku masih akan minta tolong. Jika tubuh orang yang hanyut itu diketemukan, tolong rawat dengan baik. Pada satu saat, saudara-saudaranya ini akan mencarinya."
" Baik, baik. Ki Sanak"jawab seorang diantara mereka."
Demikianlah, Glagah Putih dan Rara Wulanpun meneruskan perjalanan mereka bersama keempat orang yang berjalan dengan letih. Namun ketika mereka menjauhi Kali Praga, maka Glagah Putihpun berbisik " Biarlah mereka pergi. Mereka hanya akan menjadi beban kita saja."
Rara Wulan mengerutkan keningnya, sementara Glagah Putih berkata selanjurnya " Apa keuntungan kita dengan membawa mereka ke Mataram, sementara pemimpin mereka sudah hanyut di kali Praga."
Rara Wulanpun akhirnya menyadari, bahwa tidak ada gunanya untuk membawa keempat orang itu ke Mataram. Kemarahannya yang terbesar ditujukan kepada orang yang telah menceburkan dirinya . sendiri ke Kali Praga
Karena itu, maka Rara Wulanpun kemudian berkata kepada keempat orang itu "Pergilah. Jangan berjalan bersama kami lagi. Kalian dapat pergi kemana saja kalian maui. Tetapi ingat Jangan kembali ke Kali Praga dan jangan kembali membuat onar, karena jika hal itu masih kalian lakukan, maka kami akan memburu kalian sampai ke kaki langit sekalipun."
Keempat orang itu termangu-mangu. Namun Rara Wulanpun berkata pula "jangan ikuti kami lagi."
Keempat orang itu berhenti. Mereka memandang Glagah Putih dan Rara Wulan yang berjalan terus. Justru Glagah Putih yang berpaling kearah mereka. Tetapi Rara Wulan tidak.
" Orang-orang aneh " desis salah seorang dari keempat laki-laki itu.
" Satu pengalaman yang pahit. Kita kehilangan seorang dari saudara-saudara kita."
" Aku memang tidak-sesuai dengan sikapnya."
" Sudahlah. Lupakan orang itu. Kita akan pulang."
Mereka sempat memandang Glagah Putih dan Rara Wulan yang berjalan semakin jauh.
" Batu sentuhan bagi kaki kita yang akan menempuh perjalanan jauh ini Rara."
Rara Wulan mengangguk. " Kita akan menjumpai banyak sekali batu sentuhan. Kita akan banyak sekali mengalami hambatan-hambatan dan bahkan kadang-kadang diluar dugaan."
Rara Wulan mengangguk lagi.
" Dalam keadaan yang demikian, maka kila harus tetap berpegang pada keseimbangan nalar dan perasaan."
" Ya, kakang " suara Rara Wulan hampir tidak terdengar.
" Selain itu, kita tidak boleh melupakan untuk memohon, agar perjalanan kita selalu mendapat tuntunan dari Yang Maha Agung."
Rara Wulan menarik nafas panjang. Sambil mengangguk kecil iapun menjawab pula"Ya, kakang. "
Untuk beberapa saat keduanyapun terdiam. Rara Wulan sempat mengingat apa yang baru saja terjadi. Iapun sempat membayangkan kembali apa yang sudah dilakukannya.
Namun ia merasa ngeri juga jika ia membayangkan, apa yang akan terjadi atas dirinya, jika laki-laki yang mendendamnya itu berhasil mendorongnya kedalam arus Kali Praga.
" Aku telah merendahkannya, menghinanya dan menghancurkan harga dirinya, sehingga ia mendendamku " berkata Rara Wulan itu didalam hatinya.
Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Perasaannya saat itu bagaikan terbakar oleh sikap laki-laki itu, ia juga telah menghinanya dan merendahkannya.
Rara Wulan menarik nafas panjang.
Sementara itu sinar matahari terasa semakin panas menyengat tubuh. Rara Wulan dan Glagah Putih berjalan menyusuri jalan panjang menuju ke Jati Anom. Mereka sengaja tidak akan singgah di Mataram.
" Kita tidak mempunyai kepentingan apa-apa di Mataram " berkata Glagah Putih kemudian.
Perjalanan mereka terasa menjadi sangat lamban. Berbeda sekali dengan perjalanan mereka diatas punggung kuda. Rasa-rasanya kecepatannya jauh berlipat ganda
Keringat telah mengalir membasahi pakaian Rara Wulan. Rara Wulan tidak mengeluh karena kelelahan. Tetapi rasa-rasanya ia tidak telaten berjalan setapak demi setapak menyusuri jalan yang sangat panjang. Rasa-rasanya ia ingin berlari sekenceng lari seekor kuda
" Apakah kita dapat berjalan lebih cepat " tiba-tiba saja Rara Wulan itupun berdesis.
Glagah Putih berpaling. Dipandanginya wajah Rara Wulan yang menjadi merah oleh sinar matahari.
"Kita tidak perlu tergesa-gesa "sahut Glagah Putih " kita tidak dibatasi oleh waktu. "
" Bukan tergesa-gesa, kakang. Tetapi aku tidak telaten berjalan terlalu lamban. "
" Apakah kita berjalan terlalu lamban " Bukankah kita berjalan secepat orang lain yang berjalan searah dengan kita " Lihat dua orang laki-laki yang berjalan beberapa langkah dihadapan kita. Sejak tadi jarak diantara kita dan orang ini tidak berubah. Demikian pula tiga. orang yang berjalan di belakang kita. "
Rara Wulan menarik nafas panjang.
Ketika matahari terasa menjadi semakin terik setelah melewati puncaknya, maka keringatpun menjadi semakin deras mengalir dari tubuh mereka.
Glagah Putih mengerutkan dahinya ketika ia melihat dua orang yang berjalan didepannya berhenti pada sebuah kedai dipinggir jalan. Hampir di luar sadarnya, Glagah Putihpun bertanya"Apakah kau haus."
Rara Wulan tidak segera menjawab. Tetapi iapun memandang parit yang mengalir di pinggir jalan. Parit yang airnya nampak bening. Jika saja ia berkuda, maka kudanya akan senang sekali jika diberi kesempatan untuk minum di parit itu.
" Didepan ada kedai " berkata Glagah Putih " kedua orang yang berjalan didepan itu juga singgah di kedai itu.
Rara Wulan memandang Glagah Putih sejenak. Rasa-rasanya memang agak segan untuk mengiakannya. Namun Glagah Putihpun bertanya sekali lagi " Bagaimana Rara " Apakah kita akan singgah untuk minum ?"
Rara Wulan akhirnya tersenyum sambil mengangguk " Baiklah, kakang."
" Mudah-mudahan tidak ada orang yang membuat persoalan di kedai itu. "
"Maksud kakang " "
" Di kedai itu singgah banyak orang dengan latar belakang kehidupan yang berbeda-beda. Karena itu, maka mungkin saja timbul sentuhan-sentuhan yang sebenarnya tidak berarti, tetapi dapat menjadi persoalan yang seolah-olah perrara yang besar."
Rara Wulan mengangguk kecil. Ia mengerti maksud Glagah Putih.
Demikianlah, maka keduanyapun telah singgah pula di kedai itu. Dua orang yang telah lebih dahulu singgah, duduk di tengah-tengah kedai itu, sementara Rara Wulan dan Glagah Putihpun mengambil tempat disudut Namun dari tempat duduknya, Glagah Putih dapat melihat seisi kedai itu.
Seorang pelayanpun kemudian telah mendekati dan bertanya, apakah yang akan mereka pesan.
Glagah Putih dan Rara Wulan pun kemudian telah memesan minum dan makan, karena mereka tidak sekedar haus, tetapi juga lapar.
" He " tiba-tiba orang yang duduk di tengah itu membentak " aku masuk lebih dahulu. Kenapa kau layani mereka lebih dahulu dari aku" "
" O " pelayan itu termangu sejenak " bukankah aku sudah datang kepada Ki Sanak berdua " "
"Tetapi pesananku belum kau bawa kemari. "
" Pesanan itu baru disiapkan, Ki Sanak. Sementara itu, aku menanyakan kepada kedua orang itu, apakah yang mereka pesan. "
" Kau harus menyelesaikan dahulu pesananku. Baru kau mengurus orang lain. Mengerti. "
Pelayan itu menarik nafas panjang. Tetapi ia tidak menjawab.
Rara Wulan bergeser setapak. Namun Glagah Putihpun segera menggamitnya.
" Biarlah mereka minta dilayani lebih dahulu. Bukankah mereka memang masuk lebih dahulu dari kita"-
" Mereka juga sudah ditanya, apakah yang mereka pesan. Sementara menunggu pesanan mereka disiapkan, pelayan itu bertanya kepada kita, apa salahnya?"
" Sudahlah. Jika persoalan-persoalan seperti ini kita tanggapi, maka tiga hari kita baru sampai di Jati Anom. Kecuali jika persoalannya langsung menyentuh kita Tubuh kita atau batin kita-
Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam.
Sementara itu, pelayan kedai itupun telah menghidangkan pesanan kedua orang yang duduk ditengah itu. Dengan wajah yang buram, keduanya menerima pesanan mereka. Tetapi keduanya tidak berkata apa-apa.
Baru kemudian, pelayan itu menghidangkan pesanan Glagah Putih dan Rara Wulan.
Beberapa saat kemudian perhatian Glagah Putih dan Rara Wulan tertuju kepada minuman dan makanan dihadapan mereka. Setelah menunggu sejenak, merekapun mulai menghirup minuman mereka. Kemudian merekapun telah makan pula dengan lahapnya.
Keduanya melihat kedua orang yang duduk ditengah itu menambah pesanannya, Dengan nada berat seorang diantara mereka berkata "Selesaikan pesanan kami dahulu, baru kau urusi orang lain,"
" Baik, Ki Sanak " jawab pelayan itu.
Ternyata orang-orang yang berada di kedai itu tidak ada yang dengan sengaja membuat persoalan. Orang yang datang kemudianpun dengan sabar menunggu pelayan kedai itu selesai melayani mereka.
Beberapa saat kemudian, Glagah Putih dan Rara Wulanpun telah selesai. Karena itu, maka merekapun lelah keluar dari kedai itu setelah membayar harga minum dan makan yang telah mereka pesan.
Demikian mereka berada di luar kedai, Glagah Putih menarik nafas panjang. Rasa-rasanya ia dapat melepaskan ketegangan yang menyesakan didadanya.
- Ada apa" - bertanya Rara Wulan.
- He" - Glagah Putih terkejut. Ia tidak mengira bahwa Rara Wulan akan bertanya.
- Kenapa kakang menghela nafas panjang"-
- Udara terasa segar diluar - jawab Glagah Putih.
- Tidak " - He" Kenapa tidak"--
- Kau tentu merasa bebas dari kemungkinan aku membuat onar didalam kedai itu.-
Glagah Putih memandang Rara Wulan dengan kerut didahi. Namun kemudian iapun tertawa sambil berdesis - Ya. Aku memang merasa lega, bahwa tidak terjadi keributan dikedai ini."
Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Namun iapun kemudian tertawa pula sambil berkata - Aku belajar untuk tidak berbuat apa-apa. "
Namun Rara Wulan itupun terkejut. Kedua orang yang duduk di tengah kedai dan yang minta dilayani lebih dahulu itu lewat disebelah Rara Wuian. Seorang dari mereka bahkan telah menyentuh Rara Wulan sehingga Rara Wulan terdorong selangkah kesamping.
Wajah Rara Wulan menegang. Tetapi ketika ia memandang Glagah Putih yang sama sekali tidak menunjukkan tanggapan apa-apa, menarik nafar dalam-dalam.
-"Nampaknya keduanya tergesa-gesa. Ia tidak sengaja ketika lengannya menyentuh bahumu."'
Rara Wulan menarik naf s panjang. Namun iapun kemudian bertanya - Kenapa kalimatmu Tidak kau selesaikan"--
- Aku sudah selesai - Glagah Putih justru menjadi heran.
- Belum kakang. Masih ada terusnya. Bukankah kau akan berkata bahwa karena orang itu tidak sengaja, sebaiknya aku diarn.--
Glagah Putih tertawa. Rara Wulan mengerutkan dahinya. Namun iapun akhirnya tertawa pula.
Sejenak kemudian, keduanyapun melanjutkan perjalanan mereka. Jarak mereka dengan orang yang berjalan lebih dahulu itu, seakan-akan telah diatur; sejauh jarak sebelum mereka berhenti dikedai itu.
Sebenarnyalah Rara Wulan memang tidak telaten berjalan yang menurut pendapatnya terlalu lambat. Tetapi Glagah Putih lalu berkata "Jangan mendahului orang-orang 'itu. Nanti mereka tersinggung. Agaknya kedua orang itu sedang tergesa-gesa atau memang orang-orang yang mudah tersinggung.
Rara Wulan memandang Glagah Pulih sekilas sambil berkata "Kau mendapat alasan yang tepat untuk tetap.berjalan lamban seperti siput."
Glagah Putih hanya tersenyum saja. Tetapi kakinya melangkah terus.
Rara Wulan yang berjalan disebelah Glagah Putih sempat memperhatikan sawah yang. terbentang luas. Ia sudah pernah melewati jalan itu.
Jalan yang langsung ke Jati Anom tanpa singgah di Mataram. Tetapi rasa-rasanya ia masih harus mengenali batang-batang pohon turi yang berderet dipinggir jalan. Jika ia melalui jalan itu sebelumnya, maka ia duduk diatas punggung kuda yang sedang berlari, sehingga ia tidak banyak mendapat kesempatan untuk memperhatikan pepohonan ditepi jalan.
Perjalanan ke Jati Anom ini terasa sangat jauh oleh Rara Wulan. Ketika matahari menjadi semakin rendah, serta langit menjadi buram, mereka masih belum sampai ke tujuan.
Sementara itu, kedua orang yang semula berjalan didepan mereka sudah tidak nampak lagi. Mereka telah mengambil jalan simpang demikian mereka melewati Kali Opak.
" Kita akan kemalaman di jalan " berkata Rara Wulan.
" Tidak apa-apa. Udarapun menjadi sejuk. Kaki kita tidak lagi merasa panas menginjak jalan yang dibakar terik matahari. Udarapun akan menjadi semakin segar."
Rara Wulan tidak menjawab. Agaknya perkelahian di tepian Kali Praga telah menelan banyak waktu, sehingga mereka tidak dapat sampai ke Jati Anom sebelum gelap.
Keduanya mendekati padepokan kecil yang kemudian dipimpin oleh Ki Widura setelah mendekati wayah Sepi Bocah. Kedatangan mereka berdua memang agak mengejutkan.
" Silahkan naik ke pendapa Aku akan memberitahu Ki Widura " seorang cantrik mempersilahkan mereka naik.
Sejenak kemudian, Ki Widura telah menemui Glagah Putih dan Rara Wulan di pringgitan.
Setelah mengucapkan selamat atas kedatangan anak dan menantunya itu, serta mempertanyakan keselamatan keluarga yang ditinggalkan di Tanah Perdikan Menoreh, maka Ki Widurapun bertanya " Apakah kalian sudah akan mulai dengan perjalanan kalian" " -
" Ya, ayah " jawab Glagah Putih " kami sudah mulai dengan pengembangan kami. "
Ki Widura tersenyum. Katanya " Kalian akan menempuh satu perjalanan yang berat. Karena itu, kalian harus berhati-hati. "
" Ya ayah " jawab Glagah Putih.
" Bukankah kalian besok masih akan bertemu dengan kakangmu Untara" "
" Ya. Kami akan menemui kakang Untara. Kami akan bertemu dengan satu dua orang pengikut Ki Saba Lintang yang tertangkap dalam pertempuran di Lembah Cengkar. Mungkin kami akan mendapat sedikit petunjuk, darimana kami harus mulai. "
Ki Widura mengangguk-angguk. Katanya " Ya. Mungkin kau akan mendapat petunjuk. Tetapi sampai kapan kau akan mencari tongkat baja putih itu" Apakah Pangeran Adipati Anom atau Ki Patih Mandaraka memberikan batasan waktu" "
" Tidak, ayah. Kami tidak dibatasi oleh waktu. Bahkan menurut Ki Patih Mandaraka, perintah ini bukan perinlah yang mengikat. Maksudku, Pangeran Adipati Anom serta Ki Patih Mandaraka tidak memerintahkan kepada kami agar kami tidak kembali sebelum kami mendapatkan tongkat baja putih itu. "
Ki Widura menarik nafas panjang. Namun kemudian iapun berkata " Tetapi perintah yang lunak itu jangan mengendorkan tekadmu. Bahkan seandainya kau tidak mendapat perinlah sekalipun, jika jiwamu menyala, maka kau akan melakukannya dengan sungguh-sungguh. Kau sendirilah yang melengkapi perintah pangeran Adipati Anom dan Ki Patih Mandaraka itu. "
" Ya, ayah. Kami memang sudah bertekad untuk menemukan tongkat baja putih itu. "
Pembicaraan merekapun terhenti ketika seorang cantrik menghidangkan minuman hangat serta beberapa potong makanan.
" Makanannya sudah dingin " berkata Ki Widura.
" Tidak apa Terima kasih " sahut Glagah Putih.
Setelah minum beberapa teguk serta makan sepotong ketela rambat yang direbus, maka Ki Widurapun berkata"Nah, sekarang kalian dapat mandi dahulu. Biarlah kalian dibawa kebilik yang disediakan bagi kalian. Nanti, setelah mandidan membenahi pakaian kalian, maka kalian akan dipersilahkan makan. "
Demikianlah, setelah keduanya mandi, maka seperti yang dikatakan oleh Ki Widura maka keduanyapun dipersilahkan makan.
" Aku baru saja makan " berkata Ki Widura " makan sajalah kalian berdua. "
Glagah Putih dan Rara Wulan memang lapar. Karena itu, maka ke-duanyapun makan dengan lahapnya.
Ki Widura yang tahu, bahwa keduanya tentu merasa letih setelah berjalan sehari penuh, maka dipersilahkannya keduanya beristirahat.
" Tidurlah dengan nyenyak. Kalian tentu letih. "
" Kami tidak letih, ayah " sahut Rara Wulan " kami berjalan lambat seperti siput. "
Ki Widura tersenyum. Katanya " Meskipun kalian berjalan lambat seperti siput, tetapi terik matahari membuat kalian letih, karena keringat kalian terperas dari tubuh. "
Rara Wulan mengangguk. Meskipun keduanya segera masuk kedalam bilik yang sudah disediakan bagi mereka, namun keduanya tidak segera dapat tidur. Meskipun mereka letih, tetapi mereka telah berangan-angan tentang tugas yang harus mereka lakukan.
Baru setelah lewat lengah malam, keduanya benar-benar telah tertidur lelap.
Pagi-pagi mereka telah bangun. Mereka segera bersiap-siap untuk pergi menemui Untara. Jika Untara mengijinkan, mereka akan berbicara dengan satu dua orang pengikut Ki Saba Lintang yang berhasil ditawan.
" Mereka tentu masih ada di Jati Anom " berkata Glagah Putih.
Ki Widura mengangguk. Katanya " Ya. Agaknya mereka memang tidak dibawa kemana-mana. Mataram sedang sibuk sejak sebelum wafatnya Panembahan Senapau' sampai nanti saatnya Pangeran Adipati Anom dinobatkan. "
Setelah makan pagi, Glagah Putih dan Rara Wulanpun segera minta diri untuk menemui Untara.
Glagah Putih diterima oleh Untara dengan senang hati. Dengan ramah dipersilahkannya Glagah Putih dan Rara Wulan naik ke pendapa rumahnya, duduk di pringgitan.
Bukan hanya Untara saja yang menemuinya, tetapi isteri Untarapun ikut menemuinya pula.
" Pantas, kemarin burung prenjak seharian berkicau di pohon soka di depan rumah " berkata Nyi Untara " ternyata hari ini sepasang pengantin baru datang berkunjung. "
" Ah, mbokayu " desis Rara Wulan " bukan pengantin baru. Tetapi dua orang pengembara yang singgah di rumah mbokayu. "
" Memang sepasang pengembara. Tetapi yang mengembara itu adalah sepasang pengantin baru. "
Rara Wulan tersenyum sambil menundukkan kepalanya.. Sementara Glagah Putih tertawa pendek.
Beberapa saat mereka berbincang di pringgitan. Nyi Untara telah menanyakan keselamatan keluarga di Tanah Perdikan Menoreh serta perkembangan kesejahteraan rakyatnya.
Baru setelah dihidangkan minuman dan makanan, Glagah Putih telah menyampaikan maksudnya.
" Jadi tugas itu benar-benar dibebankan kepadamu" " bertanya Untara.
" Ya, kak:" " Tugas yang sangat berat. Apakah sebaiknya Rara Wulan tidak tinggal di Tanah Perdikan saja" "
" Mereka menikah secepatnya, justru karena Rara Wulan ingin ikut mengembara " sahut Nyi Untara.
"Mungkin Rara Wulan bersedia membuat pertimbangan baru. "
" Aku ingin melihat luasnya cakrawala kakang " jawab Rara Wuian.
" Tetapi berhati-hatilah. Aku tidak ingin menakut-nakuti kalian. Tetapi sebenarnyalah bahwa tugas ini adalah tugas yang berbahaya "
" Aku mengerti, kakang " desis Rara Wulan.
" Baiklah, jika kalian ingin berbicara dengan satu dua orang tawanan. Tetapi pada umumnya mereka tidak tahu, kenapa mereka terlibat dalam gerakan Ki Saba Lintang itu selain memburu harapan yang mustahil akan dapat diwujudkan. "
" Aku memang sudah menduga, kakang. Sementara mereka yang tahu lebih banyak, tidak akan bersedia berbicara "
Untara tersenyum. Katanya"Ya. Ternyata kau sadari sepenuhnya
langkah yang kau lakukan sekarang ini. " Glagah Putihpun tersenvum pula *
"Baiklah. Nanti, setelah matahari naik, kau akan dijemput oleh seorang prajurit Sekarang, duduk sajalah disini bersama mbokayumu. Aku akan pergi ke barak yang dibangun disebelah." ,
" Silahkan, kakang. "
Sepeninggalan Untara, maka Nyi Untara sendirilah yang menemui Glagah Putih dan Rara Wulan. Ketika mereka baru berbincang tentang keluarga Agung Sedayu di Tanah Perdikan, mereka dikejutkan oleh kehadiran seorang anak yang berlari dari halaman langsung meloncat ke pendapa.
" Kemarilah " panggil Nyi Untara. Anak itu adalah anak Untara yang tumbuh dengan suburnya
" Ini paman dan bibi " Ny' Untara memperkenalkan. Perlahan-lahan anak itu melangkah mendekat. Ketika Glagah Putih mengulurkan tangannya, maka tangan itupun disambutnya. Demikian pula tangan Rara Wulan.
" Duduklah " desis Nyi Umara
Anak itu memandang Glagah Putih dan Rara Wulan sejenak. Namun tiba-tiba saja iapun berlari menghambur turun dari pendapa melintasi halaman.
" Anak itu tidak dapal diam."
" Anak laki-laki sudah sepantasnya banyak bergerak " jawab Glagah Putih.
Beberapa saat kemudian, seorang prajurit telah datang untuk menjemput Glagah Putih dan Rara Wulan. Mereka dipersilahkan untuk pergi ke barak.
Keduanyapun kemudian minta diri kepada Nyi Untara untuk pergi menemui pengikut Ki Saba Lintang yang tertawan itu.
"Bukankah nanti kalian akan singgah lagi kemari" "
" Ya, mbokayu. Tentu " jawab Glagah Putih. Demikianlah maka mereka berduapun telah pergi ke barak. Mereka menemui Untara di sebuah ruangan yang khusus.
" Duduklah " berkata Untara"aku sudah memerintahkan untuk memanggil orang yang kau anggap mengenal Ki Saba Lintang lebih banyak dari kawan-kawannya. "
"Terima kasih, kakang. "
"Kalian dapat mempergunakan bilik khususku ini. " Glagah Putih dan Rara Wulanpun kemudian duduk di sebuah amben yang agak panjang untuk menunggu orang yang dimaksudkan oleh Untara.
Sejenak kemudian, empat orang prajurit bersenjata telah mengantar seseorang memasuki ruang khusus itu. Seorang yang berwajah garang, bertubuh tinggi tegap dan berdada bidang.
Demikian orang itu berdiri didepan pintu, maka Untarapun melangkah keluar sambil berkata "kau dapat berbicara dengan orang itu."
" Terima kasih, kakang"jawab Glagah Putih.
Sejenak kemudian, maka pintupun telah ditutup. Para prajurit yang membawa orang itu kedalam ruangan khusus itupun berada di luar pula, sehingga yang ada didalam ruangan ini hanyalah Glagah Putih, Rara Wulan dan orang yang garang itu.
Sejenak mereka saling berpandangan. Orang yang bertubuh, tinggi, tegap dan berdada bidang itu termangu-mangu. Di dalam bilik khusus itu hanya ada dua orang, laki-laki muda dan perempuan muda.
Tiba-tiba saja orang itu melangkah maju sambil tersenyum. Dipandanginya Rara Wulan dengan tajamnya. Adalah diluar dugaan jika orang itu kemudian berkata "Kau cantik sekali, nduk. "
Jantung Rara Wulan bagaikan disengat ujung duri kemarung. Hampir diluar sadarnya, tangannya telah terayun menampar mulut orang itu. Demikian kerasnya sehingga orang itu terhuyung-huyung surut dan bahkan tersandar dinding. Dari mulutnya mengalir darah. Ternyata tangan Rara Wulan telah memecahkan bibirnya
" Sekali lagi kau berbuat gila, jari-jariku akan menusuk melubangi perutmu " geram Rara Wulan.
Orang itu menyeringai menahan sakit. Tetapi sentuhan tangan Rara Wulan telah memperingatkan orang itu, bahwa perempuan itu memiliki tenaga yang sangat kuat
Sejenak kemudian, orang itu sudah berdiri tegak. Kemarahan telah memancar dj sorot matanya. Tetapi mata Rara Wulanpun bagaikan menyala.
Tiba-tiba saja tangan Glagah Pulih telah mencengkam bahu orang itu. Orang itupun menyeringai menahan sakit Namun terasa tubuh orang itu menjadi semakin lemah, sehingga iapun kemudian dibimbing oleh Glagah Putih dan didudukkannya di amben kayu yang ada di dalam bilik itu.
Orang itu duduk bersandar dinding. Rasa-rasanya ia tidak mempunyai kekuatan apapun untuk menyangga tubuhnya sendiri.
" Apa yang kalian lakukan" " bertanya orang itu.
" Membunuhmu perlahan-lahan "jawab Glagah Putih. '
" Kenapa hal ini kau lakukan, anak muda"
" Kau telah meremehkan isteriku. "
" Aku mohon ampun, anak muda. Jangan bunuh aku dengan cara ini. Cabut pedangmu, bunuh aku dengan menusuk jantungku."
" Tidak. Aku tidak akan membunuhmu dengan cara yang bodoh itu, "
" Jangan biarkan aku seperti ini. "
" Sesali sikapmu yang tidak mengenal sungguh-sungguh itu. "
Betapapun kemarahan menyala didadanya, namun orang itupun berkata " Sudah aku katakan, aku mohon ampun. Aku sesali sikapku itu."
" Aku akan menilai sikapmu kemudian. Jika sikapmu baik, maka aku akan membiarkan kau pergi dari bilik ini."
" Aku menyesal sekali. "
" Bukan saja soal sikapmu itu. Tetapi aku ingin mendengar jawaban-jawaban alas beberapa pertanyaanku. "-
" Pertanyaan apa anak muda" ?"
" Dimanakah sarang utama Ki Saba Lintang" "
Wajah orang itu menjadi merah. Tetapi ia masih saja duduk tersandar dinding. Rasa-rasanya ia tidak mempunyai kekuatan sama sekali, bahkan untuk menggerakkan tangan dan kakinya.
"Jawab pertanyaanku " geram Glagah Putih.
" Ki Sanak " berkata orang itu " aku adalah orang di lapisan terendah dalam jaringan kekuatan Ki Saba Lintang. Karena itu, tidak banyak yang aku ketahui tentang orang itu. Aku adalah salah seorang yang ternyata kemudian dikorbankan oleh Ki Saba Lintang. "
" Aku sudah mengira.bahwa kau akan menjawab seperti itu. Baiklah. Aku akan berkata kepada kakang Untara bahwa kau harus dibiarkan dalam keadaan seperti itu sampai saat matimu. Kau akan dicerca dan diumpati oleh kawan-kawanmu didalam bilik tawananmu, karena kau tidak mampu bangun dan pergi ke pakiwan jika tidak ditolong oleh seseorang. "
"Jangan. Jangan biarkan aku dalam keadaan .seperti ini. "
" Dimana sarang utama Ki Saba Lintang" "
" Aku benar-benar tidak tahu, anak muda. Aku adalah salah seorang dari penghuni padepokan Rancak. Pada saat itu, kami, hampir semua orang di padepokan Rancak telah pergi ke hutan Lemah Cengkar untuk bergabung dengan pasukan Ki Saba Lintang. "
" Siapakah pemimpin padepokan Rancak" "
" Ki Ajar Rancak. Tetapi ia melarikan diri dan berlindung di-belakang nyawa cantrik-cantriknya. "
" Apakah pemimpinmu tidak pernah bercerita tentang Ki Saba Lintang" "
" Aku hanya mendengar bahwa Ki Saba Lantang berasal dari sebelah Utara Gunung Kendeng. Hanya itu. "
" Sebelah Utara Gunung Kendeng itu terlalu luas. "
" Tetapi itulah yang aku dengar, "
" Kau bohong. Agaknya kau memang ingin tetap dalam keadaan seperti itu. "


14 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Tidak, Ki Sanak. Jangan biarkan aku dalam keadaan seperti ini. Jika saja aku tahu, aku akan memberitahukan kepada Ki Sanak."
Glagah Putih memandang orang itu dengan tajamnya Dengan nada berat iapun bertanya "Jika demikian, katakan kepadaku, siapakah diantara kalian yang tertawan, yang dapat memberikan petunjuk kepada kami serba sedikit tentang Ki Saba Lintang."
Orang itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun menjawab "Aku tidak tahu Ki Sanak. Seperti yang aku katakan, aku datang dari sebuah padepokan. Sebelum kami berada di Lemah Cengkar, kami tidak saling mengenal, kecuali kami yang bersama-sama datang dari Padepokan Rancak. "
Glagah Putih menarik nafas panjang. Katanya " Baiklah. Aku percaya kepadamu. Tetapi belum berarti bahwa kita tidak akan pernah bertemu lagi. "
Orang itu termangu-mangu sejenak. Namun ia tidak bertanya sesuatu kepada Glagah Putih.
Glagah Putihpun kemudian telah menekan bagian belakang bahu orang itu. Terasa seakan-akan ada sesuatu yang mengalir didalam tubuhnya, menelusuri arus darahnya.
Terasa bahwa tenaga orang itu telah berangsur pulih kembali. "Kembalilah kedalam bilik tahananmu. Mungkin besok atau lusa, aku memerlukan bertemu dengan kau lagi. "
Orang itupun kemudian melangkah ke pintu. Glagah Putihlah yang membuka pintu itu dari dalam.
Ampat orang prajurit masih berdiri tegak di luar pintu.
Demikian pintu itu terbuka, maka keempat orang itupun telah siap menerima tawanan itu dan kemudian membawanya kembali ke dalam bilik tahanannya.
Baru sejenak kemudian Untarapun telah datang dan memasuki bilik itu pula *
"Bagaimana?"bertanya Umara
" Orang itu tidak tahu apa-apa tentang Ki Saba Lintang, kakang. Ia mengaku berasal dari padepokan Rancak yang dipimpin oleh Ki Ajar Rancak. Ia baru mengenal Ki Saba Lintang dan para pengikutnya yang lain setelah orang itu berada di hutan Lemah Cengkar. "
"Tentu saja ia ingkar " berkata Untara dengan nada tinggi.
"Tetapi aku melihat kesungguhan di matanya "
" Orang lainpun akan memberikan jawaban yang sama pula "
"Aku akan mencobanya kakang. Aku akan berbicara dengan seorang yang lain."
"Baiklah. Biarlah para prajurit membawa orang lain ke dalam bilik ini. Aku minta diri untuk menyelesaikan pekerjaanku. "
" Silahkan, kakang. Silahkan. "
Untarapun kemudian telah keluar lagi dari dalam biliknya. Diperintahkannya prajuritnya untuk membawa seorang yang lain kedalam bilik khusus bagi Untara itu.
Orang yang kedua ini adalah orang yang bertubuh sedang. . Tetapi nampaknya otot-otot yang kuat menjelujur di permukaan kulitnya.
Ketika ia memasuki bilik khusus itu, bajunya terbuka dibagian dadanya, sehingga bulu-bulu didadanya yang lebat itupun nampak jelas.
Dengan mata liar dipandanginya Glagah Putih dan Rara Wulan berganti-ganti.
" Tutup bajumu " berkata Glagah Putih " kemudian duduklah."
Orang itu masih saja memandangi Glagah Putih dan Rara Wulan. Baginya seorang laki-laki dan seorang perempuan muda itu tidak memberikan kesan apa-apa. Karena itu, ia seakan-akan tidak mendengar perintah Glagah Putih.
Namun sekali lagi Glagah Putih berkata " Tutup bajumu dan duduklah yang baik. "
Orang itu mengatupkan giginya sambil menggeram " Kau mau apa, he" "
"Tutup bajumu, kau dengar. Kemudian duduk yang baik. "
" Terserah kepadaku, apakah aku akan membuka bajuku sama sekali atau tidak. "
Glagah Putih menggapai baju orang itu dan kemudian di guncangnya "Kau dengar perintahku?"
Orang itu terkejut. Tubuhnya benar-benar terguncang. Rasa-rasanya ia sama sekali tidak mempunyai tenaga untuk bertahan.
Ketika Glagah Putih melepaskan tangannya, orang itu terdorong dengan kerasnya. Tubuhnya yang kokoh itu membentur tiang. Orang itu menyeringai menahan sakit pada punggungnya "Gila kau anak muda"geram orang itu"kau berani menyakiti aku."
Sebelum orang itu berhenti berbicara, maka tangan Glagah Putih telah mengenai mulutnya, sehingga sekali lagi orang itu terdorong beberapa langkah surut. Bahkan kemudian orang itupun telah jatuh terlentang.
Dengan sigapnya orang itu meloncat bangkit Namun dua jari-jari Glagah Putih dengan kuatnya menyentuh bagian bawah dada orang itu.
Orang itu mengaduh kesakitan. Namun kemudian iapun terduduk dilaniai sambil memegangi bagian bawah dadanya yang disentuh oleh jari-jari Glagah Putih.
" Apakah kau akan menantangku" " bertanya Glagah Putih.
" Tidak, anak muda Tidak. "
" Kita akan berada dalam kedudukan yang sama. Kau akan mendapat kebebasan untuk sementara, selama kita bertempur. Jika kau menang, kau akan benar-benar dibebaskan. Tetapi jika kau kalah, kau akan mati ditengah-tengah arena"
Dengan suara yang bergetar orang itupun menyahut " Tidak, tidak anak muda. Aku minta maaf."
" Aku pulihkan kekuatanmu dan aku minta kau dibebaskan."
" Tidak. Aku akan berbuat apa saja yang kau inginkan."
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Kemudian dengan nada berat iapun berkata "Baiklah. Jika demikian aku minta kau menjawab pertanyaanku."
" Apa yang ingin kau ketahui anak muda ?"
" Aku ingin tahu, dimanakah sarang utama Ki Saba Lintang. Jika ia tidak sedang melakukan tugasnya dimana ia tinggal ?"
Wajah orang itu menjadi tegang. Dipandanginya Glagah Putih dengan tatapan mata yang gelisah.
" Kau tentu akan menjawab, bahwa kau tidak tahu. Kau tentu akan berkata bahkwa kau kenal Ki Saba Lintang setelah kau berada di hutan Lemah Cengkar, Atau mungkin jawaban-jawaban lain yang tidak masuk akal."
Orang itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Sepengetahuanku, anak muda. Tempat tinggal Ki Saba Lintang adalah disisi Utara lereng pegunungan Kendeng."
" Aku sudah tahu bahwa Ki Saba Lintang tinggal disebelah Utara Gunung Kendeng. Tetapi di mana " Sebelah Utara Gunung Kendeng itu membentang daerah yang luas."
" Kedudukan Ki Saba Lintang sangat dirahasiakan, anak muda. Yang pernah aku dengar, Ki Saba Lintang sering berada di tepian Kali Gandhu."
" Di tepian Kali Gandhu " Apakah itu berarti bahwa Ki Saba Lintang tinggal disekitar atau disepanjang Kali Gandhu ?"
" Aku tidak dapat mengambil kesimpulan, anak muda. Tetapi hanya itulah yang pernah aku dengar."
" Menurut pendapatmu, setelah kekalahan Ki Saba Lintang di sisi Utara Hutan Lemah Cengkar itu, apakah ia kembali ke tempat tinggalnya?"
" Mungkin sekali, anak muda. Tetapi jika Ki Saba Lintang menentukan sikap yang lain, aku tidak tahu."
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Ia sadar, bahwa orang itu tentu tidak dapat mengetahui terlalu banyak tentang kehidupan Ki Saba Lintang. Karena itu, maka menurut pendapat Glagah Putih, sejauh-jauh keterangan yang akan dapat digalinya, tidak akan lebih jauh dari keterangan orang itu, bahwa Ki Saba Lintang sering berada di tepian Kali Gandhu.
Karena itu maka Glagah Putihpun kemudian berkata " Baiklah. Aku kira cukup untuk kali ini. Mungkin besok atau lusa aku akan berbicara dengan kau lagi."
" Tetapi aku tidak akan dapat memberikan keterangan lebih banyak lagi tentang Ki Saba Lintang anak muda."
Glagah Putih mengerutkan dahinya, namun kemudian katanya " kembalilah ke dalam bilik tahananmu"
Tertatih-tatih orang itu berusaha untuk bangkit. Sementara itu, Glagah Putihpun telah membantunya sehingga orang itu berdiri diatas kedua kakinya Namun rasa-rasanya ada sesuatu yang tidak wajar pada tubuhnya.
Glagah Putihpun kemudian telah menyentuh bagian bawah dadanya dengan kedua jari-jari tangannya yang merapat
Ternyata orang itupun kemudian dapat berdiri tegak. Ditariknya nafas dalam-dalam sambil menengadahkan dadanya..
" Terima kasih anak muda"desisnya.
" Kembalilah ke dalam bilikmu " berkata Glagah Putih kemudian.
Glagah Putihpun kemudian telah melangkah ke pintu. Sementara orang itupun berkata " Aku minta maaf, bahwa aku tidak dapat memberikan keterangan lebih banyak."
" Kau mempunyai waktu untuk mengingat-ingat, apa saja yang pernah kau lihat atau kau dengar tentang Ki Saba Lintang. Mungkin ada sesuatu yang baru."
Orang itu menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak menjawab.
Ketika kemudian pintu dibuka, maka para prajurit yang membawa orang itu kedalam bilik khusus, masih tetap menunggu.
Sejenak kemudian, maka yang tinggal didalam bilik itu adalah Glagah Pulih dan Rara Wulan.
" Apakah kita masih akan minta seorang lagi, kakang ?" bertanya Rara Wulan.
Glagah Putih menggeleng. Katanya " Tidak sekarang, Rara. Jawaban mereka tidak akan jauh berbeda. Tetapi orang yang kedua ini dapat memberikan sedikil ancar-ancar. Setidak-tidaknya membatasi lingraran pencaharian, meskipun kila tidak dapal yakin, apakah .yang dikatakan itu benar."
Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Katanya"Jadi kita hentikan sampai disini ?"
" Kita akan minta pertimbangan kakang Untara nanti."
Rara Wulan mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun bertanya"Lalu, apa yang kita lakukan sekarang ?"
" Kita minta diri. Besok kita kembali lagi." Keduanyapun kemudian keluar dari dalam bilik khusus itu menemui dua orang yang bertugas di ruang dalam.
" Kami akan minta diri"berkata Glagah Putih.
Seorang diantara keduanya menyahut " Silahkan, Ki Sanak. Ki Tumenggung sudah berpesan, jika Ki Sanak akan meninggalkan bilik itu, dipersilahkan. Ki Tumenggung masih sedang bertugas."
Glagah Putih dan Rara Wulan kemudian telah meninggalkan barak itu. Mereka masih singgah sebentar untuk menemui Nyi Tumenggung. Namun kemudian keduanyapun segera minta diri untuk kembali ke padepokan.
" Apakah kalian tidak menunggu kakang Untara?"
" Nanti malam kami akan menemuinya lagi " jawab Glagah Putih.
" Baiklah. Nanti aku sampaikan kepada kakang Untara, bahwa kalian akan datang menemuinya nanti malam."
Di padepokan, Glagah Putihk dan Rara Wulanpun telah menceritakan pertemuan mereka dengan dua orang pengikut Ki Saba Lintang yang tertawan. Tidak ada keterangan yang jelas tentang sarang utama Ki Saba Lintang dan para pengikutnya Namun salah seorang dari keduanya telah menyebut bahwa Ki Saba Lintang sering berada di tepian Kali Gandhu.
" Kalian kemudian mengambil kesimpulan bahwa tempat tinggal Ki Saba Lintang ada di sepanjang Gandhu."
" Ya, ayah." " Jadi kalian harus menyusuri Kali Gandhu dari ujungnya sampai ke tempuran."
" Agaknya memang begitu, ayah " jawab Glagah Putih " kecuali jika kami mendapatkan keterangan yang lain."
Widura mengangguk-angguk. Namun iapun bertanya lagi " Apakah kau tidak ingin meyakinkan sekali lagi " Maksudkku, menemui seorang lagi diantara mereka Mungkin orang itu akan dapat menguatkan keterangan tentang tempat tinggal Ki Saba Lintang itu."
" Aku juga berpikir, demikian, ayah. Namun aku masih akan bertemu dan berbicara lagi dengan kakang Untara nanti malam."
" Ya. Mungkin kakangmu Untara dapat memberikan beberapa petunjuk kepadamu."
Sebenarnyalah, ketika malam turun, keduanya telah berada di rumah Untara. Mereka minta petunjuk kepada Untara, apa yang sebaiknya mereka lakukan."
Seperti Widura, Untarapun menganjurkan untuk berbicara lagi dengan satu atau dua orang yang mungkin dapat semakin membatasi ruang yang harus mereka jelajahi.
" Besok pagi aku akan kembali ke barak, kakang."
" Datanglah esok. Aku akan menunggumu di barak."
Ketika di keesokan harinya Glagah Putih dan Rara Wulan datang lagi ke barak dan menemui dua orang pengikut Ki Saba Lintang. Namun seorang diantara mereka juga menyebut, bahwa Ki Saba Lintang memang pernah bercerita, ia sering mengail di Kali Gandhu.
Dengan demikian, maka Glagah Putih dan Rara Wulan mengambil kesimpulan, bahwa orang-orang yang tertawan itu tidak akan dapat memberikan keterangan lebih banyak lagi tentang diri Ki Saba Lintang.
Karena itu, maka Glagah Putih dan Rara Wulan memutuskan untuk tidak lagi berbicara dengan tawanan.
" Aku rasa sudah cukup, kakang"berkata Glagah Putih.
" Baiklah, Glagah Putih. Tetapi jika pada kesempatan lain, kau ingin datang lagi, maka aku tidak berkeberatan."
" Baiklah, kakang. Mungkin pada kesempatan lain aku akan datang menemui kakang lagi."
Demikianlah, Glagah Putih dan Rara Wulanpun telah minta diri. Mereka bukan saja akan kembali ke padepokan, tetapi mereka minta diri untuk selanjutnya menempuh perjalanan untuk mencari tongkat baja putih itu.
" Hati-hatilah, Glagah Pulih dan kau Rara Wulan. Perjalanan yang kalian tempuh adalah perjalanan yang berbahaya. Kalian mengemban tugas yang sangat berat- Kalian tidak tahu, di mana kalian dapat menemukan benda yang kalian cari. Sementara itu kalian sadari, bahwa orang yang membawa benda yang kau cari adalah seorang yang berilmu tinggi yang dipagari oleh dinding yang sangat rapat tanpa kalian ketahui letaknya."
" Ya, kakang." " Namun aku akan selalu siap membatumu jika kau perlukan. Maksudku, jika kau ketahui sarang Ki Saba Likntang, sedangkan kau perlu kekuatan untuk menembusnya maka aku akan menyediakannya meskipun harus bergerak sampai ke sebelah Utara Gunung Kendeng. Namun atas nama pemerintahan di Mataram, maka aku akan dapat melaksanakan tugas itu."
" Terima kasih, kakang. Jika perlu aku akan menghubungi kakang di sini."
Demikianlah, maka Glagah Putih dan Rara Wulanpun meninggalkan. Untara dan isterinya melepas mereka dengan hati yang berat, justru karena mereka tahu, betapa beratnya tugas yang diemban oleh kedua orang suami isteri yang masih muda itu.
Tetapi Glagah Putih dan Rara Wulan tidak akan segera meninggalkan padepokan. Mereka masih akan mengunjungi Sangkal Putung. Mungkin ada keterangan yang berarti bagi perjalanan mereka berdua.
Di hari berikutnya, Glagah Putih dan Rara Wulan minta diri kepada Ki Widura, untuk pergi ke Sangkal Putung. Namun mereka masih akan kembali ke padepokan itu. Keduanya berniat untuk berangkat menempuh sebuah perjalanan yang berat dari padepokan kecil yang dipimpin oleh Ki Widura
" Salamku buat angger Swandaru, angger Pandan Wangi dan keluarga di Sangkal Putung seluruhnya."
Glagah Putih mengangguk sambil menyahut " Baik, ayah. Salam ayah akan aku sampaikan kepada kakang Swandaru, mbokayu Pandan Wangi dan keluarga di Sangkal Putung."
Pagi itu, dengan kuda yang dipinjamnya dari padepokan kecil yang dipimpin oleh Ki Widura, Glagah Putih dan Rara Wulan pergi ke Sangkal Putung untuk menemui terutama Swandaru dan Pandan Wangi.
Kedatangan Glagah Putih dan Rara Wulan disambut dengan ramah dan akrab oleh Swandaru. Ia telah melupakan tantangan anak muda yang menyadari, bahwa pada saat itu, Swandaru dan keluarga di Tanah Perdikan Menoreh sedang diliputi oleh gejolak perasaan yang hampir tidak terkendali.
"Marilah, silahkan naik, adi Glagah Putih dan adi Rara Wulan" Swandaru mempersilakan.
Sejenak kemudian, maka Glagah Putih dan Rara Wulanpun telah duduk di pringgitan, ditemui oleh Swandaru dan Pandan Wangi.
"Bau pengantin memang sangat sedap"berkata Pandan Wangi sambil tersenyum.
Glagah Putih mengangguk sambil menyahut - Baik, ayah. Salam ayah akan aku sampaikan kepada kakang Swandaru, mbokayu Pandan Wangi dan keluarga di Sangkal Putung.-
" Ah, mbokayu " desis Rara Wulan sambil menundukkan wajahnya yang kemerah-merahan.
Swandarupun kemudian telah menanyakan keselamatan keluarga di Tanah Perdikan Menoreh serta perjalanan Glagah Putih dan Rara Wulan itu sendiri.
" Semuanya dalam keadaan baik, kakang " jawab Glagah Putih " bahkan aku telah sempat bertemu dengan kakang dan mbokayu Untara di Jati Anom, serta ayah Widura di padepokan. Mereka juga dalam keadaan baik."
" Tentu tamasya yang menyenangkan bagi sepasang pengantin baru"berkata Pandan Wangi.
Glagah. Putih tersenyum. Katanya " Bukankah perjalanan kami bukan perjalanan tamasya."
"Tetapi bukankah kalian dapat bertamasya lebih dahulu, sebelum mengemban tugas yang dibebankan kepada kalian ?" Glagah Putih dan Rara Wulan tertawa
Dalam pada itu Swandarupun bertanya " Jadi kalian benar-benar harus melaksanakan tugas yang sangat berat itu ?""
"Ya kakang. Kami berdua akan menempuh perjalanan panjang. Kami tidak tahu, sampai dimana dan sampai kapan."
" Apakah kalian mendapat perintah mutlak untuk membawa tongkat itu dan menyerahkan kepada Pangeran Adipati Anom?"
" Tidak, kakang. Perintah Pangeran Adipati Anom dan Ki Patih Mandaraka cukup longgar. Aku boleh pulang kapan saja meskipun aku tidak membawa tongkat baja putih itu. Tetapi apakah pantas jika aku pulang sekedar menyembah dan pasrah karena aku telah gagal ?"
Swandaru tersenyum. Katanya " Aku mengerti: Tetapi kaupun tidak boleh mengingkari kenyataan. Kau harus berusaha dengan bersungguh-sungguh. Tetapi jika kau gagal, kau harus berani menyampaikannya kepada Ki Patih Mandaraka. Jika kau tidak melaporkan kegagalanmu, maka Ki Patih tidak akan mengambil langkah-langkah baru karena Ki Patih masih saja menganggap bahwa kau akan berhasil "
Glagah Putih dan Rara Wulan mengangguk-angguk kecil.
"Tetapi itu bukan berarti bahwa kau dapat melakukan tugas itu tanpa tanggung jawab."
Glagah Putih dan Rara Wulan masih saja mengangguk-angguk.
Namun dalam pada itu, Glagah Putihpun kemudian berkata " kakang, Kedatangan kami berdua selain mengunjungi kakang dan mbokayu, melihat keadaan dan keselamatan keluarga di Sangkal Putung, serta menyampaikan salam dari kakang Untara berdua serta ayah Widura, kami juga mempunyai sedikit keperluan."
"Keperluan apa adi Glagah Putih."
"Aku ingin menanyakan, apakah ada bekal petunjuk untuk dapat menemukan tempat tinggal yang utama dari Ki Saba Lintang."
Swandaru menarik nafas panjang. Katanya " Adi Glagah Putih. Semua tawanan yang dapat kami tangkap, telah kami serahkan kepada kakang Untara."
" Kami sudah menemui kakang Untara. Kakang Untarapun telah memberikan kesempatan kepadaku untuk bertemu dengan ampat orang tawanan. Namun kami masih belum mendapat keterangan yang dapat memberikan petunjuk bagi kami, darimana kami harus mulai untuk dapat menemukan Ki Saba Lintang."
Swandaru menarik nafas dalam-dalam. Namun sementara itu. Pandan Wangipun berkata "Sebenarnya kami mempunyai seorang tawanan khusus. Seorang gadis yang ikut dalam pertempuran di sisi Utara hutan Lemah Cengkar. Tetapi sayang, gadis itu hilang dari bilik tawanannya"
"Hilang ?" ulang Glagah Putih.
" Ya Gadis itu adalah seorang pemimpin padepokan yang berilmu tinggi. Menurut perhitungan kami, tentu ayahnyalah yang telah berhasil melepaskan anak gadisnya dari bilik tawanannya. Bahkan bilik itu dijaga dengan baik. Namun sirep yang sangat tajam telah membuat para penjaga itu tertidur."
"Sayang sekali"desis Glagah Putih.
" Apakah gadis itu seorang pengikut dekat dengan Ki Saba Lintang ?" bertanya Rara Wulan.
"Memang agak kurang jelas. Tetapi gadis itu akan dapat menjadi rambatan untuk sampai kepada Ki Saba Lintang. Sayang sekali, bahwa gadis itu telah hilang. Kami semula memang tidak akan menyerahkannya bersama para tawanan yang lain."
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Tetapi bagaimanapun juga, gadis itu telah hilang.
Ternyata Swandaru dan Pandan Wangi juga tidak dapat memberikan petunjuk yang dapat mereka manfaatkan sebagai pancadan untuk mencari orang yang bernama Saba Lintang.
" Kami minta maaf adi Glagah Putih, bahwa kami tidak dapat membantu sama sekali."
" Tidak apa, kakang. Bahkan kakang Untarapun tidak dapat memberikan bahan apapun yang dapat memberikan petunjuk kepada kami. Sedangkan orang yang pernah mempunyai ikatan khusus dengan Ki Saba Lintangpun, tidak tahu, dimana sarang utama dari Ki Saba Lintang itu."
" Siapakah orang yang pernah mempunyai ikatan khusus itu ?" bertanya Swandaru dengan jantung yang berdebaran.
" Nyi Dwani "jawab Glagah Putih.
Swandaru menarik nafas panjang.
"Meskipun kakang dan mbokayu tidak dapat memberikan petunjuk yang dapat kami pergunakan untuk alas usaha kami kami mencari Ki Saba Lintang, namun kami berdua mohon doa restu, semoga kami dapat berhasil."
" Ya, ya, adi Glagah Putih. Kami akan selalu berdoa bagi keselamatan adi Glagah Putih berdua."
Beberapa saat lamanya, Glagah Putih dan Rara Wulan berada di Sangkal Putung. Kemudian mereka berduapun mohon restu pula kepada Ki Demang ketika mereka minta diri.
Kuda mereka berlari tidak terlalu cepat ke'tika keduanya kembali dari Sangkal Putung ke padepokan kecil peninggalan Kiai Gringsing.
Ketika mereka keluar dari Kademangan Sangkal Putung, maka Rara Wulanpun berkata"Gadis yang hilang itu tentu gadis yang telah dikalahkan oleh mbokayu Sekar Mirah di hutan Lemah Cengkar itu."
" Agaknya memang demikian. Sayang sekali. Jika saja gadis itu tidak terlepas."
" Seandainya gadis itu ada, belum tentu gadis itu dapat memberikan keterangan yang berarti. Seperti orang lain, gadis itu tentu tidak banyak tahu tentang Ki Saba Lintang. Bahkan seandainya ia tahu, maka ia tidak akan berkata'apapun juga."
Glagah Putihpun mengangguk-angguk. Katanya" Ya Dengan demikian, kita harus bersandar kepada keberhasilan kita sendiri. Kita tidak dapat mengharapkan apa-apa dari orang lain. Apalagi jika orang lain itu justru para pengikut langsung atau Tidak langsung dari Ki Saba Lintang sendiri."
Rara Wulan menarik napas dalam-dalam. Ditatapnya jalan yang panjang yang terbentang dihadapannya Panjang sekali.
Rara Wulanpun membayangkan, bahwa tugas yang disandangnya-pun rasa-rasanya akan ditempuh dalam waktu yang panjang sekali. Tetapi Rara Wulan sudah membulatkan tekadnya bahwa ia akan ikut sampai dimanapun dan sampai kapanpun juga.
Jarak antara Sangkal Putung dan padepokan yang dipimpin oleh Ki Widura itu tidak terlalu jauh. Setelah berkuda beberapa lama melintasi bulak-bulak panjang serta beberapa padukuhan, maka merekapun menjadi semakin dekat.
Ketika mereka melewati Dukuh Pakuwon, Glagah Putihpun berdesis " Disinilah perjalanan panjang kakang Agung Sedayu dimulai."
" Maksudmu.?" " Dalam keadaan yang sangat gawat, Kakang Untara telah memaksa kakang Agung Sedayu yang sangat penakut, menuju ke Sangkal Putung untuk menyampaikan berita rencana serangan yang akan dilakukan oleh orang yang disebut Macan Kepatihan."
" Macan Kepatihan ?"
" Ya Namanya Tohpati. Tohpati yang bergelar Macan Kepatihan itulah yang seakan-akan memperkenalkan tongkat baja putih itu."
Rara Wulan mengangguk-angguk.
Sementara Glagah Putihpun berceritera terus "Karena itulah, maka tongkat baja putih itu selain dihubungkan dengan Jipang. Rasa-rasanya tongkat baja putih itu menjadi lebih lekat dengan Jipang daripada dengan perguruan Kedung Jati itu sendiri."
" Ya"Rara Wulan mengangguk-angguk.
" Oleh sebab itu, maka Pangeran Adipati Anom menghendaki, agar tongkat baja putih itu diserahkan ke Mataram."
"Jalan menuju ke tongkat baja putih itulah yang kusut"
" Ya." " Kenapa Kangjeng Pangeran Adipati Anom tidak mempersoalkan tongkat baja putih yang berada di tangan mbokayu Sekar Mirah ?"
" Pangeran Adipati Anom dan Ki Patih Mandaraka yakin bahwa tongkat ditangan mbokayu Sekar Mirah itu tidak akan menimbulkan persoalan. Sebenarnyalah bahwa yang penting bagi Pangeran Adipati Anom bukan tongkat bajanya itu sendiri. Tetapi tongkat itu sendiri akan dapat menjadi satu lambang kekuatan yang dapat mengganggu Mataram."
Rara Wulanpun mengangguk-angguk. Katanya " Ya. Aku mengerti, kakang."
Keduanyapun berhenti sejenak. Mereka telah menjadi semakin dekat. Kuda-kuda merekapun di luar sadar, berlari semakin cepat.
Beberapa saat kemmudian, maka keduanya telah sampai di padepokan.
Setelah menyerahkan kuda yang mereka pakai, serta mencuci kaki di pakiwan, keduanyapun duduk di pendapa bersama Ki Widura.
" Apakah kalian mendapatkan bahan yang berarti ?"
Glagah Putih menggeleng. Dengan nada berat iapun berkata " Tidak, ayah. Kami tidak mendapat petunjuk apapun dari kakang Swandaru. Seperti juga kakang Agung Sedayu, Empu Wisanata dan Nyi Dwani, kakang Untara, semuanya tidak dapat memberikan petunjuk apa-apa. Meskipun kakang Agung Sedayu dapat menyebut ujung Kali Ke-duwang atau beberapa tempat, namun semuanya tidak meyakinkan bahwa tempat-tempat itu adalah tempat tinggal utama Ki Saba Lintang."
Ki Widura mengangguk-angguk. Dengan nada berat iapun berkata " Jika demikian, kau harus mulai dari permulaan. Yang kau ketahui haralah, ada orang bernama Ki Saba Lintang yang mempunyai tongkat baja putih. Tongkat baja putih itu semula adalah lambang kebesaran perguruan Kedung Jati."
" Ya, ayah. Namun, yang kemudian dimanfaatkan oleh Ki Saba Lintang dengan alas kekuasaan yang seharusnya mengalir ke Jipang. Bahkan Ki Saba Lintang mampu menarik perhatian beberapa kelompok dan perguruan untuk berpihak kepadanya. Meskipun kelompok-kelompok dan perguruan-perguruan itu mempunyai pamrih mereka masing-masing."
" Ya Agaknya memang demikian."
" Baiklah ayah. Besok aku ingin berangkat menempuh perjalanan yang panjang itu."
" Bukankah kau tidak tergesa-gesa" Kau dapat berangkat pekan depan atau kapanpun setelah kau cukup beristirahat disini. Bukankah tidak akan banyak bedanya ?"
" Ya ayah. Tetapi rasa-rasanya lebih cepat kami berangkat, akan lebih baik."
" Sama saja Glagah Putih. Selisih sepekan tidak akan banyak berpengaruh." .
Glagah Putih tersenyum. Katanya " Baiklah ayah. Aku menunda keberangkat sehari. Bagaimana pendapatmu, Rara ?"
"Aku menurut saja, kakang."
"Bagus. Kau dapat beristirahat sehari penuh disini esok. Kau dapat melihat-lihat sanggar, para cantrik yang berlatih atau mengail di belumbang."
"Baik, ayah." "Selama di padepokan ini kau dapat melepaskan segala ketegangan. Kau dapat meletakkan bebanmu meskipun hanya untuk satu dua hari."
Demikianlah, seperti yang dikatakan oleh Ki Widura, selama di padepokan itu Glagah Putih dan Rara Wulan dapat melupakan tugas yang diembannya Glagah Putih sempat melihat-lihat halaman dan kebun belakang padepokan kecil itu. Bahkan melihat sawah yang terbentang sampai kebatas ladang perdu di pinggir hutan.
Rara Wulanpun nampak menjadi gembira. Padepokan kecil itu memberikan suasana yang lain dari suasana di rumah Agung Sedayu di Tanah Perdikan.
Ketika keduanya masuk ke dalam sanggar untuk menyaksikan para cantrik yang berlatih, Glagah Putih dan Rara Wulanpun sempat menjadi kagum melihat para cantrik yang sudah sampai ketatarah ilmu yang ungui-
Namun yang nampak pada Glagah Putih, ilmu yang dimiliki oleh para cantrik adalah ilmu yang diturunkan oleh Ki Gringsing yang sudah dilengkapi dengan ilmu yang diturunkan oleh Ki Sadewa Senyawa dari dua jalur raksasa ilmu kanuragan itu, menjadikan para cantrik di padepokan Orang Bercambuk itu menjadi orang-orang yang berilmu yang memiliki unsur-unsur gerak yang lebih lengkap.
Glagah Putih dapat mengenali ilmu Ki Sadewa karena ia sendiri mempunyai bekal ilmu yang diturunkan lewat Agung Sedayu sebagaimana bekal ilmunya yang bersumber dari Orang Bercambuk. Namun di samping keduanya, ternyata bahwa sadar atau tidak sadar, sesuatu yang baru telah disadapnya dari Agung Sedayu.
Namun di dalam Glagah Putih itu juga terselip pengaruh yang besar dari seorang anak nakal yang bernama Raden Rangga.
Sebenarnyalah meskipun Widura sudah menjadi semakin tua, tetapi ketekunannya mempelajari sifat dan watak ilmu yang dikenalnya, telah membuatnya menjadi seorang.yang berilmu tinggi. Widura tidak saja sekedar memperdalam ilmu yang telah disadapnya dari berbagai jalur, tetapi Widura sendiri telah menjadikan ilmunya semakin lengkap. Di sanggar Widura bekerja dengan tekun dan bersungguh-sungguh, sehingga lahirlah unsur-unsur gerak yang sulit dapat diimbangi.
Dalam pada itu, Glagah Putih dan Rara Wulan telah bermalam dua malam di padepokan kecil itu. Karena itu, maka Glagah Putih pun telah menyatakan kepada ayahnya, bahwa setelah malam berikutnya ia benar-benar akan berangkat menempuh satu pengembaraan yang panjang.
Ayahnya tidak menahannya lagi. Dengan nada berat iapun berkata " Baiklah, Glagah Putih. Aku. tidak dapat menghambat perjalananmu. Namun malam nanti, kau masih mempunyai kesempatan untuk bertemu dengan para cantrik yang tentu akan mengucapkan selamat jalan kepadamu dan kepada angger Rara Wulan."
"Terima kasih ayah. Aku akan memenuhi keinginan para cantrik' itu dengan senang hati. Aku akan dapat minta diri.serta minta agar rnereka selalu mendoakan agar perjalananku berhasil."
Seperti yang dikatakan oleh Widura, maka setelah malam mulai turun, maka para cantrikpun telah berkumpul di pendapa bangunan Utama padepokan kecil itu.
Pertemuan itu cukup mengesankan bagi Glagah Putih dan Rara Wulan. Para cantrik bersikap ramah dan akrab. Apalagi ketika para cantrik itu tahu, bahwa Glagah Putih adalah salah seorang murid utama perguruan Orang Bercambuk.
Namun Glagah Putih dan Rara Wulan tidak mengatakan dengan terbuka, tugas apa yang diembannya. Hanya Ki Widura sajalah yang tahu dengan pasti, apa yang harus dilakukan oleh Glagah Putih dan Rara Wulan. Meskipun barangkali para murid dari perguruan bercambuk itu tidak ada yang berniat dengan sengaja membocorkannya, namun mungkin saja semakin banyak orang yang tahu, tugas apakah yang sedang dipikul oleh sepsang suami istri itu.
Jika hal itu sampai ketelinga salah seorang pengikut Ki Saba Lintang, maka tugas Glagah Pulih dan Rara Wulan akan menjadi semakin berat. Selain keselamatan mereka terancam, maka Ki Saba Lintang mempunyai kesempatan untuk menyingkir atau menyingkirkan tongkat baja putihnya
Menjelang tengah malam, maka Ki Widura telah menutup pertemuan yang meriah itu. Para cantrikpun kemudian telah menuju ke bilik mereka masing-masing. Sementara Widura masih berbincang beberapa saat dengan Glagah Pulih dan Rara Wulan. Widurapun telah memberikan pesan-pesan terakhirnya
Baru sejenak kemudian, Glagah Putih dan Rara Wulanpun telah berada di dalam biliknya pula.
" Kakang " berkata Rara Wulan " bukankah yang dimaksud paman tadi, jika diperlukan kami dapat mengajak dua atau tiga orang bersama kami?"
"Kita dapat mengartikannya seperti itu, Rara Tetapi kita juga dapat mengartikannya, bahwa jika kita memerlukan bantuan setiap saat, para cantrik padepokan ini siap untuk melakukan."
Rara Wulan mengangguk-angguk. Namun iapun bertanya"Jika kita terada di tempat yang jauh dari padepokan ini ?"
" Sudah tentu bahwa kita tidak akan dapat minta.bantuan mereka. -
Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam.
Disisa malam itu, ternyata Glagah Putih dan Rara Wulan dapat tidur dengan nyenyak.
Menjelang fajar keduanya sudah terbangun. Merekapun segera berbenah diri. Mereka akan berangkat pagi-pagi sebelum matahari terbit
Namun ternyata para cantrik sempat menyiapkan makan pagi bagi mereka berdua.
Demikianlah, sesaat sebelum matahari terbit, maka keduanyapun lelah siap untuk berangkat meninggalkan padepokan kecil itu. Mereka tidak tahu, kapan mereka akan kembali.
Ki Widura dan para cantrik melepas Glagah Putih dan Rara Wulan itu di luarregol halaman.
" Doa dan restu ayah yang kami mohon " berkata Glagah Putih.
"Aku akan berdoa bagi kalian berdua"sahut Ki Widura. Mereka berjalan semakin lama semakin jauh. Mereka sempat berpaling dan melambaikan tangan mereka sebagaimana para cantrikpun melambaikan tangan mereka pula.
Beberapa saat kemudian, maka Glagah Putih dan Rara Wulan yang berjalan semakin jauh itu telah hilang ditikungan. Bagaimanapun juga, ada semakin kecemasan yang mengusik perasaan Ki Widura. Glagah Putih adalah anaknya. Sementara itu ia tahu, betapa berat beban yang diletakkan di pundak anaknya itu.
Meskipun perintah Kangjeng Pangeran Adipati Anom dan Ki Patih Mandaraka itu terhitung perintah yang lunak, namun Glagah Putih tentu akan melaksanakannya dengan penuh tanggung-jawab.
Sementara itu Glagah Putih dan Rara Wulanpun berjalan menyusuri jalan bulak yang panjang. Mereka masih berada di antara batang padi yang ditanam oleh para cantrik di sebelah menyebelah jalan.
"Tanah yang subur, kakang"desis Rara Wulan.
" Ya. Selain subur, agaknya para cantrik memelihara tanaman mereka dengan baik.
" Agaknya Ki Widura juga seorang yang mengerti tentang ilmu bercocok tanam. Mungkin juga perbintangan untuk menandai saat-saat menanam berbagai jenis tanaman serta mengenali watak musim."
" Ayah memang belajar sedikit tentang ilmu bercocok tanam, mengenali musim dan pertanda alam. Selain itu ayah juga seorang yang tekun membaca kitab-kitab yang berhubungan dengan adat dan kidung yang menyangkut tentang peristiwa dan sisi kehidupan."
Rara Wulan mengangguk-angguk.
" Dahulu ayah adalah seorang prajurit Tetapi ketika ayah merasa menjadi tua, maka iapun tidak lagi berada di lingkungan keprajuritan."
" Nampaknya Ki Widura merasa tenang berada di padepokan."
" Ya. Aku juga berpendapat demikian."
Rara Wulan mengerutkan dahinya. Namun kemudian ia pun bertanya"Kita akan pergi kemana kakang ?"
" Kita akan menempuh perjalanan panjang. Kita akan pergi ke sebelah Utara pegunungan Kendeng."
" Kakang pernah pergi ke sana ?"
" Hanya lewat Tetapi aku belum pernah menjelajahi daerah itu, sehingga aku belum mengenal lingkungan itu dengan baik.
Rara Wulan mengangguk-angguk. Tetapi ia sadar, bahwa berdua mereka harus menjelajahi satu lingkungan yang tidak mereka kenal benar-benar. Mungkin lingkungan yang akan mereka jelajahi adalah lingkungan yang ramah. Tetapi mungkin sebaliknya. Mereka akan merftasuki satu lingkunggan yang keras. Bahkan sangat keras.
Tetapi Rara Wulan sama sekali tidak menyesal. Bahkan perjalanan itu membuat wajahnya menjadi cerah. Ia banyak melihat apa yang belum pernah dilihatnya
Namun kemudian kita bertanya"Pertama-tama, manakah tujuan kita kakang " Bukankah kita memerlukan waktu dari hari ke hari bahkan mungkin dari pekan ke pekan ?"
" Kita akan menuju ke Ponggok, Rara. Kemudian menyusuri hutan beberapa lama Kita akan menjauhi hutan dan memasuki kedeman-gan Tlawong yang sedang tumbuh. Meskipun kademangan itu masih terhitung sepi, tetapi nampaknya mempunyai masa depan yang terang."
" Kakang banyak tahu tentang kademangan Tlawong ?"
" Ayah memberikah beberapa ancar-ancar. Mungkin kita akan iK-rhenti dan bermalam di Tlawong atau Pengging yang agaknya justru tidak berkembang lagi."
" Apakah kita akan .sampai di Tlawong atau Pengging setelah malam turun ?"
"Jalan memang agak rumit, Rara. Kita tidak dapat berjalan terlalu cepat. Apalagi disepanjang jalan setapak di pinggir hutan. Mungkin kita akan sering beristirahat karena kaki kita menjadi pedih atau karena terik matahari yang membakar tubuh. Tetapi juga karena jalan turun naik yang licin.
Rara Wulan menarik nafas panjang. Perjalanan yang ditempuhnya ternyata memang perjalanan yang berat. Jalan-jalan yang dilaluinya tidak serata jalan dari Tanah Perdikan Menoreh sampai ke Mataram atau sampai ke Sangkal Putung dan Jati Anom. Jalan yang harus dilaluinya adalah jalan-jalan sebagaimana jalan-jalan di padukuhan-padukuhan terpencil di Tanah Perdikan Menoreh yang berbukit-bukit.
Untunglah bahwa Rara Wulanpun kadang-kadang ikut mengunjungi lingkungan-lingkungan terpencil yang dipisahkan oleh jalan berlumpur. Jika hujan, tanahnya menjadi licin dan melekat di telapak sampai ke pergelangan kaki.
Sebenarnyalah setelah matahari sepenggalah, mereka mulai memasuki jalan yang lebih kecil. Glagah Putih yang mempunyai pengalaman mengembara mampu mengenali jalan yang harus dilaluinya berdasarkan atas ancar-ancar yang diberikan oleh ayahnya. Tetapi ancar-ancar yang dapat diberikan oleh Ki Widurapun tidak lebih jauh dari Tlawong, Pengging, Ngaru-aru, Banyudana dan kemudian Ngendo, Glagah Putih dan rara Wulan kemudian akan menyusuri Kali Pepe untuk seterusnya mencari jalannya sendiri sampai di seberang Pegunungan Kendeng.
Ponggok sebenarnya tidak begitu jauh dari Jati Anom. Tetapi jalan yang nimit membuat perjalanan mereka menjadi lambat
Tetapi ketika mereka mendekati kademangan Ponggok, maka jalan mulai nampak menjadi lebih baik. Nampaknya ada usaha penghuni kademangan Ponggok untuk membuat jalan utama di kademangan mereka rata. Mereka menaburkan batu dan kerikil di jalan utama di kademangan mereka.
Panggok memang tidak terlalu ramai. Tetapi nampaknya Ponggok adalah kademangan yang hidup. Para penghuninya bekerja dengan tekun untuk membuat kademangan mereka menjadi lebih baik.
Sementara itu, matahari sudah semakin tinggi menggapai puncaknya Ketika mereka melewati sebuah pasar yang tidak begitu besar, merekapun berhenti.
Adalah kebetulan bahwa hari itu adalah hari pasaran, sehingga di pasar kecil itulah nampak masih cukup banyak dikunjungi orang.
" Kita berhenti sejenak, kakang"berkata Rara Wulan.
" Kau merasa letih ?"
"Tidak. Aku tidak letih, tidak haus dan tidak lapar. Aku hanya ingin melihat pasar ini."
Glagah Putih tersenyum. Ia dapat mengerti, kenapa Rara Wulan ingin melihat pasar di Ponggok itu. Beberapa orang yang berjualan di pasar itu seperti anak-anak yang sedang bermain pasaran. Hanya ada beberapa orang saja dagangannya nampak agak lengkap dengan jumlah yang agak banyak.


14 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rara Wulan dan Glagah Putih lelah masuk ke dalam pasar itu untuk melihat-lihat Mereka menyusuri pasar itu dari sudut sampai ke sudut Di pasar itu terdapat satu-satunya pande besi yang membuat alat-alat pertanian meskipun masih agak kasar.
Ketika mereka melihat seorang penjual dawet legen, maka Glagah Putihlah yang berdesis"Aku haus."
" Dimana-mana kakang jika melihat dawet legen selalu merasa haus. Bahkan meskipun kakang baru saja minum semangkuk penuh."
Glagah Putih tersenyum. Mereka herduapun segera duduk di atas sesobek tikar yang sudah lusuh.
" Kami berdua merasa haus Ki Sanak. Kami kembeli dua mangkuk dawet legen."
Penjual dawet itu segera meramu dua mangkuk dawet legen dan diserahkannya kepada Glagah Putih dan Rara Wulan.
Namun ketika penjual dawet itu memandang Rara Wulan sekilas, dahinyapun berkerut Perempuan muda itu mengenakan pakaian yang iif.uk asing. Bahkan di lambungnya tergantung sebilah pedang.
Tetapi penjual dawet itu tidak bertanya tentang pakaian yangdike-nukan oleh Rara Wulan serta pedang dilambung. Yang ditanyakan adalah Ki Sanak berdua. Nampaknya Ki Sanak berdua jarang sekali pergi ke l"asar ini. Ataukah bahkan belum pernah sebelumnya.
Glagah Putihlah yang menjawab " Kami memang jarang sekali datang ke pasar ini. Ki Sanak."
"O. Aku belum pernah melihat kalian berdua. Di manakah kalian berdua tinggal ?"
" Kami tinggal di Sendang Gabus."
" Sendang Gabus di sebelah Jati Anom ?"
" Ya, Ki Sanak. Ki Sanak pernah pergi ke Sendang Gabus ?"
" Pernah. Aku pernah lewat Sendang Gabus ketika aku pergi ke Macanan menengok saudaraku yang merantau dan tinggal disana."
" Hanya lewat?"
" Ya. Hanya lewat. Sekarang kalian berdua akan pergi kemana ?"
" Kami akan pergi keseberang Kali Pepe, Ki Sanak."
" Seberang Kali Pepe ?"
" Ya Ki Sanak."
" Satu perjalanan jauh. Kalian, akan melalui jalan yang kadang-kadang tidak rata dan rumpil. Namun kadang-kadang kalian akan melalui lalan yang lebar dan rata. Di seberang Kali Pepe padukuhan manakah yang kalian tuju ?"
Dengan serta-merta saja Glagah Putih menjawab " Warupitu, Ki Sanak."
" Warupitu " " Aku belum pernah mendengar nama padukuhan itu."
"Padukuhan kecil. Dekat hutan." Orang itu mengangguk-angguk.
Ketika keduanya sudah selesai minum, maka Glagah Putihpun kemudian telah membayar harga dawet itu. Namun ketika mereka akan kingkit berdiri, mereka melihat kegelisahan yang mengusik orang-orang di pasar itu. Mula-mula orang yang berdiri di dekat regol pasar. Namun kemudian kegelisahan itu merambat semakin ke dalam.
" Ada apa Ki Sanak ?" bertanya Glagah Putih kepada penjual dawet itu.
" Pergilah ke tempat yang masih banyak orangnya itu, Ki Sanak berusahalah berada di dalam lingkungan yang agak berdesakkan."
" Kenapa ?" "Orang itu." " Kenapa dengan orang itu. Orang yang mana ?":
" Tentu Ki Lurah Gana Wereng. Sudah agak lama ia tidak muncul di pasar ini. Tiba-tiba saja sekarang ia datang."
Lalu katanya pula " Pergilah ke tempat yang ramai itu dahulu. Nanti, jika ada waktu, aku ceriterakan siapa orang itu, dan kenapa ia ditakuti di sini."
Glagah Putih dan Rara Wulan tidak menjawab. Merekapun segera bergeser pergi ke tempat orang-orang berjualan kain. Tempat itu masih cukup ramai. Beberapa orang perempuan masih melihat-lihat berbagai macam kain lurik yang masih digelar.
Kegelisahan itu akhirnya sampai juga ke tempat orang-orang berrjualan kain. Seorang diantara mereka berkata"Marilah kita pergi."
" Pergi kemana ?" Terlambat. Orang itu tentu sudah berada di dalam pasar. Karena itu, kita di sini saja berlindung di antara banyak orang."
Rara Wulanpun bertanya kepada seorang perempuan gemuk yang berdiri di sebelahnya"Siapa orang itu ?"
" Ki Lurah Gana Wereng."
" Siapa orang itu ?" '
" Sst" Rara Wulan terdiam.
Pasar itupun kemudian dicengkam oleh ketegangan. Tiba-tiba1 saja seorang perempuan yang sudah separo baya berdesis " Nampaknya bukan Ki Lurah Gana Wereng."
Tidak ada yang menyahut Namun tiba-tiba saja terdengar suara menggelegar di tengah-tengah pasar itu " Dimana Ki Lurah Gana Wereng, he" Siapa yang melihat " Atau kalian semua menyembunyikan Ki Lurah Gana Wereng " Bukankah ia terbiasa pergi ke pasar ini."
Tidak ada yang menyahut. Namun sekali lagi terdengar suara itu "Dimana Ki Gana Wereng, he?"
Glagah Putih dan Rara Wulanpun kemudian melihat orang yang berteriak itu. Seorang laki-laki yang masih belum separo baya. Nampaknya ia baru sampai sepertiga abad Wajahnya nampak keras. Namun pakaiannya kelihatan rapi dan bersih. Dua orang laki-laki yang bertubuh kokoh berdiri di sebelah menyebelah.
" Tidak ada yang mempunyai mulut, he ?"
Akhirnya seorang penjual barang-barang anyaman bambu yang kebetulan berjualan tidak jauh dihadapan orang itupun memberanikan diri menjawab " Kami Tidak tahu, Ki Sanak. Sudah beberapa Kali pasaran ini, Ki Lurah Gana Wereng tidak datang ke pasar."
" Bohong. Orang-orangku melihat, setiap hari pasaran ia datang untuk minta uang kepada kalian. Kelakuannya itu tidak dapat dibenarkan. Aku datang untuk menangkapnya Karena itu, kalian harus membantu aku."
" Ki Lurah Gana Wereng akan ditangkap ?"
"Ya Karena itu, tunjukkan kepadaku, dimana ia sekarang ?"
" Kami gembira bahwa Ki Gana Wereng akan ditangkap. Tetapi sayang, kami tidak dapat menunjukkan orang itu berada di mana saat ini."
" Baiklah. Jika kalian tidak mau membantu."
Penjual barang-barang anyaman bambu itupun terdiam. Orang-orang yang lainpun terdiam.
Tiba-tiba saja orang itu menarik kerisnya sambil menggeram " Aku akan bertanya kepada kalian seorang demi seorang. Siapa yang menolak untuk memberitahukan dimana Ki Lurah Gana Wereng berada, maka kerisku akan menembus dadanya."
Orang-orang mendengar ancaman itu terkejut. Wajah-wajahpun menjadi pucat. Seorang perempuan yang ketakutan menjadi gemetar dan bahkan kakinya rasa-rasanya tidak lagi dapat dipakainya untuk berdiri.
" Ki Sanak " berkata orang yang berjualan barang-barang anyaman " Sebenarnya kedatangan Ki Sanak untuk menangkap Ki Lurah Gana Wereng memberikan pengharapan kepada kami seisi pasar ini untuk dapat berjualan dengan tenang. Ki Lurah Gana Wereng memang sering datang ke pasar ini untuk memungut uang tanpa ada kejelasan, untuk apa uang yang dipungutnya itu. Menurut dugaan kami, uang itu tentu digunakannya sendiri. Namun jika Ki Sanak melaksanakan ancaman Ki Sanak, yang terjadi justru sebaliknya Kedatangan Ki Sanak yang seharusnya memberikan pengharapan itu, justru akan menjadi malapetaka."
" Diam " teriak orang itu " aku tidak mau mendengar alasan-alasan apapun. Pokoknya aku memerlukan Ki Lurah Gana Wereng. Ki Iurah tentu ada di sini sekarang. Tetapi kalian telah menyembunyikannya karena kalian tahu aku datang kemari."
" Sungguh, Ki Sanak"berkata penjual barang-barang anyaman itu " kami akan merasa bersukur jika Ki Sanak dapat menangkap orang yang bernama Gana Wereng itu."
" Cukup. Aku tidak memerlukan sesorahmu itu. Yang penting bagiku, dimana Ki Lurah Gana Wereng. Jika kalian takut menunjukkan lempat persembunyiannya, aku harus membuat kalian lebih ketakutan lagi agar kalian bersedia menunjukkan lemparnya bersembunyi. Aku akan membunuh seorang demi seorang, sehingga ada seorang diantara kalian yang mau menunjukkan dimana Ki Lurah Gana Wereng itu bersembunyi."
"Jika ancaman itu Ki sanak laksanakan, maka kematian demi ke-matian itu akan sia-sia, karena Ki Sanak Tidak akan menemukannya sekarang."
" Tutup mulutmu. Jika kau tidak mau menutup mulutmu, maka kau adalah orang pertama yang akan mati."
Orang itu terdiam. Sementara itu, pasar itu bagaikan menjadi beku. Semua orang terdiam. Jantungpun menjadi berdebaran. Semua orang sudah dicengkam oleh ketakutan.
Glagah Putih dan Rara Wulanpun ikut mematung. Ketika Rara Wulan yang gelisah itu memandang Glagah Putih, maka Glagah Putih-pun memberi isyarat, agar Rara Wulan tidak berbuat apa-apa lebih dahulu.
Dalam ketegangan itu, tiba-tiba saja orang yang berwajah keras dan berpakaian rapi itu menunjuk seorang laki-laki kurus yang berjongkok di belakang dagangannya, seonggok jagung muda yang baru sebagian laku.
" Kau kemari." Wajah orang ini menjadi sangat pucat Tubuhnya menjadi gemetar sehingga laki-laki kurus itu justru tidak dapat bangkit berdiri.
" Kau kemari " bentak laki-laki yang berwajah keras itu.
" Tetapi, tetapi... "laki-laki itu tidak dapat berkata apa-apa lagi. Mulurnya bagaikan tersumbat
" Kemari, kau dengar ?"
Karena laki-laki itu sama sekali tidak beringsut, maka orang itupun telah memberi isyarat kepada pengawalnya.
Pengawalnya itupun melangkah mendekati laki-laki kurus itu. Di tangan orang itu terdapat sebuah cemeti yang berjuntai pendek.
" Suruh orang itu kemari " berkata laki-laki berwajah keras itu.
" Mendekatlah " geram orang yang memegang cemeti itu.
Laki-laki yang ketakutan itu sama sekali tidak mampu menggerakkan kaki dan tangannya. Bahkan iapun telah terduduk di tanah. Tubuhnya yang gemetar menjadi semakin gemetar.
Karena laki-laki itu tidak mendekat maka sungguh di luar dugaan, orang yang memegang cemeti itu telah mencambuk laki-laki kurus yang menjual jagung muda itu.
" Bangkit dan mendekat."
Laki-laki itu tidak dapat bangkit. Bahkan iapun tiba-tiba menangis melolong-lolong.
" Diam, diam " teriak laki-laki yang membawa cemeti itu. Cemeti itupun telah terayun lagi mengenai punggung laki-laki itu.
" Aku bunuh kau " teriak orang berwajah keras yang memegang keris di tangannya.
Rara Wulan sudah tidak tahan lagi melihat kebengisan orang itu. Namun sekali lagi Glagah Putih menggamit.
" Lihat, apa yang terjadi " berkata Rara Wulan tanpa menghiraukan apa-apa lagi.
" Aku yang akan mencegahnya"jawab Glagah Putih.
Pembicaraan singkat itu telah menarik perhatian. Orang yang membawa keris itupun berpaling. Sementara itu Glagah Putih dan Rara Wulan melangkah menyibak orang-orang yang berdiri di hadapan mereka
Yang kemudian melangkah mendekati orang yang berwajah keras dan berpakaian rapi sambil membawa keris itu adalah seorang laki-laki muda dan seorang perempuan yang masih muda pula dengan mengenakan pakaian yang khusus.
Laki-laki berwajah keras itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian orang itupun bertanya " He, kau anak muda dan perempuan muda. Siapakah kalian dan kalian mau apa" "
" Siapa kami itu tidak penting bagimu. Yang penting, kami tidak senang melihat kelakuanmu. Jika kau mencari seseorang yang dianggap melakukan pelanggaran atas paugeran yang berlaku, maka kau adalah semang yang diharapkan untuk menjadi pelindung yang baik. Tetapi jika dirimu mencari orang yang dianggap bersalah itu justru memberikan kesan yang buruk, maka antara kau dan orang yang kau cari itu tidak ada bedanya"
" Persetan dengan igauanmu itu. Lalu kau mau apa ?"
" Aku ingin mencegah tingkah lakumu. Kau atau orang-orangmu tidak pantas melecut penjual jagung muda ini. Lihat, apa yang dijualnya di pasar ini. Jagung muda. Jika ia menjual jagungnya yang masih muda, tentu karena orang itu sangat membutuhkan uang. Mungkin anaknya atau iaennyasakit. Mungkin keperluan-keperluan lain yang mendesak.Di sini orang yang nampak kesrakat itu justru kau aniaya, sementara anak dan isterinya menunggu-nunggu dirumah dengan was-was. Apalagi jika kau benar benar akan membunuhnya."
" Aku memang akan membunuhnya jika ia tidak mau menunjukkan persembunyian Gana Wereng."
"Bukankah kau mempunyai otak yang masih dapat bekerja den-Hini wajar. Jika kau menangkap Gana Wereng, orang-orang sepasar ini ifiiin akan membantumu. Kau tidak usah memaksa. Apalagi membunuh."
Mereka merasa takut untuk menunjukkan dimana Gana Wereng bersembunyi. Karena itu, aku harus dapat menimbulkan ketakutan yang lebih besar lagi:"
" Tanpa berperikemanusiaan."
" Perikemanusiaan itu hanya berlaku bagi orang-orang cengeng. Sedangkan aku bukan orang cengeng. Aku bukan orang yang dikendalikan oleh perasaan. Tetapi aku mempergunakan penalaran."
" Tidak. Nalarmu tidak dapat kau pergunakan. Nalarmu buntu. Kau tidak dapat menilai kebencian orang-orang pasar ini kepada Gana Wereng, sehingga jika mereka mengetahui, setiap orang akan dengan suka rela memberitahukan kepadamu."
" Cukup " bentak orang itu " sekarang kaulah orang pertama harus menjawab, dimana Gana Wereng bersembunyi. Jika kau tidak mau menjawab, maka kau benar-benar akan aku bunuh menggantikan orang kurus penjual jagung muda itu."
Tetapi jawab Glagah Putih telah mengejutkan bukan saja orang yang sedang mencari Gana Wereng. Tetapi orang-orang yang berada di sekitar tempat itupun menjadi tegang pula karenanya
" Aku tidak mau menunjukkan dimana Gana Wereng bersembunyi meskipun aku tahu."
Wajah orang yang berpakaian rapi dan menggenggam keris itu menjadi marah. Dengan lantang iapun berkata " Kau sengaja menantang aku,he ?"
" Ya. aku sengaja menantangmu karena tingkah lakumu. Sebenarnya aku tidak ingin berselisih dengan siapapun juga Tetapi kelakuanmu sangat keterlaluan."
" Bagus, bersiaplah."
Glagah Putihpun segera mempersiapkan diri. Sementara itu, orang-orangpun segera menyibak. Orang yang berjualan barang-barang anyaman bambu itupun telah membantu penjual jagung itu untuk bangkit dan membawanya menjauh.
Rara Wulan tidak beranjak dari tempatnya Diamatinya kedua pengawal dari orang yang mencari Gana Wereng itu.
Namun tiba-tiba saja orang yang mencari Gana Wereng itu bertanya"Kalian tidak bertanya, siapakah aku ini ?"
" Katakan." " Aku adalah seorang putut dari perguruan Ngawu-awu "
" Aku belum pernah mendengar perguruan Ngawu-awu."
" Pengetahuanmu terlalu picik. Perguruan Ngawu-awu dipimpin oleh Ki Ajar Mandaya Luwih. Seorang yang mampu manjing ajar-ajer. kesaktiannya tanpa tanding sehingga Ki Ajar Mandaya Luwih mampu menjaring angin."
" Luar biasa " desis Glagah Putih ?" jika demikian, apakah kau juga mampu menjaring angin " Atau bahkan prahara ?"
" Persetan dengan kau anak ingusan. Kau akan menyesali kesombonganmu."
" Tetapi karena seorang putut dari perguruan yang dipimpin oleh seorang yang mampu menjaring angin justru menjadi seorang Gana Wereng?"
" Gana Wereng telah membunuh seorang cantrik perguruanku, cantrik yang baru kurang dari sepuluh pekan berada di padepokan Ngawu-awu."
" Kenapa cantrik itu dibunuh ?"
" Itulah yang ingin aku tanyakan kepada Gana Wereng sebelum aku membunuhnya."
" Mungkin kau keliru. Mungkin bukan Gana Wereng yang membunuhnya" tiba-tiba orang yang menjual barang-barang anyaman bambu itu menyahut.
" Diam kau " bentak orang yang mencari Gana Wereng itu " Apapun alasannya, tetapi pembunuhan itu tidak dapat dibenarkan."
Glagah Putihpun dengan serta-merta menyahut " Ternyata kau menghargai nyawa orang juga. Sayangnya, bahwa yang kau hargai hanyalah nyawa saudara seperguruanmu. Kenapa kau tidak dapat menghargai nyawa orang lain. Penjual jagung itu misalnya."
" Persetan dengan orang lain. Aku akan membunuh sepuluh orang untuk menukar nyawa saudara seperguruanku."
" Apakah jika kau membunuh sepuluh orang, saudara seperguruanmu yang mati akan hidup lagi "
" Cukup " bentak putut dari Ngawu-awu itu " sekarang, aku nkun membunuhmu jika kau benar-benar tidak mau menunjukkan tempat persembunyian Gana Wereng."
" Bagus. Kita akan bertempur. Jika aku mati di sini, maka padepokan Ngawu-awu tentu akan benar-benar menjadi abu. Seperti kau yang tidak rela saudara seperguruanmu mati, maka saudara-saudara seperguruankupun tidak akan merelakan aku mati."
" Kau datang dari perguruan mana ?"
" Aku murid perguruan Kedung Jati." '
" He " " wajah orang itu menjadi tegang. Sementara itu Glagah Putihpun mengulanginya " Aku dari perguruan Kedung Jati, kau dengar."
" Bohong"geram orang itu.
" Untuk apa aku berbohong " Kami berdua adalah murid dari perguruan Kedung Jati yang sekarang tumbuh dan mekar kembali. Sebentar lagi sepasang pertanda kebesaran perguruan Kedung Jati akan menjadi satu lagi. Tongkat baja putih."
Orang itu termangu-mangu sejenak. Dipandanginya Glagah Putih dari ujung kaki sampai keujung rambutnya. Demikian pula Rara Wulan."
Namun kemudian orang itu berkata meskipun agak ragu " Kau mencoba membohongiku. Jika kau benar-benar murid perguruan Kedung Jati, siapakah nama pemimpinmu."
" Ketika masih hidup, pemimpinku adalah Patih Mantahun. Aku masih terlalu muda untuk ikut serta dalam perang melawan Pajang. Kemudian sepeninggal Patih Mantahun, pimpinan perguruan Kedung Jati dipegang oleh Tohpati yang bergelar Macan Kepatihan. Sekarang, perguruan Kedung Jati dipimpin oleh Ki Saba Lintang."
Orang itu menjadi tegang. Namun kemudian katanya"Aku tidak yakin bahwa kau adalah orang perguruan Kedung Jati. Perguruan itu sudah lama tidak terdengar namanya. Akhir-akhir ini banyak orang yang membicarakannya lagi. Tetapi tentu murid-muridnya tidak seperti kau. Murid-murid perguruan Kedung Jati adalah orang-orang yang sudah matang dan mempunyai ilmu yang tinggi."
" Kau akan membuktikannya ?"bertanya Glagah Putih. Orang itu termangu-mangu sejenak. Katanya kemudian " Aku tidak membayangkan orang-orang perguruan Kedung Jati seperti kau. Ketika Ki Saba Lintang datang ke padepokanku, orang-orang yang mengawalnya adalah orang-orang yang garang. Berilmu tinggi kekar dan berdada bidang. Bukan pula kanak-kanak ingusan seperti kau dan bukan pula perempuan.
" Kau belum pernah mengetahui isi dari perguruan Kedung Jati. Segala ujud manusia ada disana Yang tinggi besar berdada bidang seperti raksasa Yang tinggi kurus, yang pendek gemuk. Apalagi."
" Persetan dengan ocehanmu. Jika kau benar murid perguruan Kedung Jati yang mulai bangkit, maka kau adalah murid yang baru beberapa bulan berguru. Kau tentu masih belum mengenal olah kanuragan yang sebenarnya. Apalagi kedalaman ilmu yang tinggi."
" Ya. Aku memang baru beberapa bulan berguru. Tetapi itu bukan berarti bahwa aku harus membiarkan kau berbuat sewenang-wenang. Membunuh orang seperti menginjak kecoak."
" Aku memang akan membunuhmu seperti menginjak kecoak. Meskipun kau mengaku murid perguruan Kedung Jati, tetapi aku masih harus meyakinkannya."
" Bagus. Tetapi jika kau mati, itu bukan salahku."
Orang yang mencari Gana Wareng itu tidak bertanya lagi. Iapun negera bersiap, sementara Glagah Putihpun telah mempersiapkan diri pula.
Sejenak kemudian, maka putut dari Ngawu-awu itupun telah meloncat menyerang. Namun Glagah Putih yang telah bersiap itupun dengan kuigkasnya meloncat menghindar. Meskipun putut itu memburunya dan serangan-serangannya datang beruntun, namun serangan-serangan itu sama sekali tidak menyentuh tubuh Glagah Putih!
Dalam pada itu, Glagah Putihpun tidak hanya sekedar berloncatan menghindar. Justru ketika putut Ngawu-awu menyerangnya semakin garang, maka Glagah Putihpun telah membalas menyerang pula
Dengan demikian, maka perkelahian itupun menjadi semakin sengit Keduanya berloncatan semakin cepat, sementara serangan-serangan merekapun menjadi garang.
Namun perkelahian itu tidak berlangsung lama Putut dari Ngawu-awu itu segera mulai terdesak. Ilmu Glagah Putih ternyata berada jauh dari jangkauannya.
Meskipun putut itu berusaha menyerang Glagah Putih dengan hentakkan-hentakkan ilmunya, namun ia sama sekali tidak mampu menyentuh tubuh Glagah Putih. Bahkan serangan-serangan Glagah Putihlah yang mulai mengenai tubuhnya
Putut itu tidak mampu memberikan perlawanan cukup lama. Serangan-serangan Glagah Putih seakan-akan telah membuat tulang-tulangnya menjadi retak.
Karena itu, maka tiba-tiba saja putut itu berteriak " Tangkap perempuan itu. Ia dapat memaksa anak muda ini menyerah."
Kedua kawan putut dari Ngawu-awu itupun segera meloncat kearah Rara Wulan. Jika mereka menangkap Rara Wulan, maka Glagah Putih tentu akan menghentikan perlawanannya karena Rara Wulan akan menjadi taruhan.
Tetapi kedua orang yang akan menangkap Rara Wulan itu terkejut Tiba-tiba saja Rara Wulan telah meloncat menyongsong mereka dengan serangan kaki. Seorang dari kedua orang itu terpental beberapa langkah surut ketika kaki Rara Wulan menghantam dadanya, sementara itu, dengan memutar tubuhnya kakinya terayun menghantam kening yang seorang lagi.
Kedua orang itu tidak mampu mempertahankan keseimbangan mereka sehingga keduanyapun terjatuh berguling di tanah.
Putut dari Ngawu-awu itu terkejut Namun bersamaan dengan itu, tangan Glagah Putih terjulur menghantam perutnya, sehingga putut itupun terbongkok kesakitan. Pada kesempatan itu, maka tangan Glagah Putih yang lain terayun tepat mengenai leher dibawah telinga putut itu.
Putut itupun terlempar dan jatuh berguling di tanah berbatu-batu.
Putut itu masih berusaha untuk bangun. Demikian pula kedua orang kawannya. Namun Rara Wulan tidak memberi kesempatan. Dengan cepat ia meloncat maju. Dengan keras tangannya terjulur ke arah dada seorang di antara mereka
Namun Rara Wulan mengurungkah serangan tangannya Kakinyalah yang terjulur menghantam lambung, sehingga orang itu terdorong surut sambil menyeringai kesakitan.
Sementara itu seorang yang lain dengan cepat menerkam Rara Wulan dari samping. Kedua tangannya terjulur lurus mengarah ke leher. Namun Rara Wulan dengan cepat merendah.
Sebelum orang itu sempat menarik kedua tangannya, maka Rara Wnlnn yang berlutut pada sebelah lututnya itupun menghantam perut lawannya dengan kedua tangannya berganti-ganti.
Orang itu mengaduh kesakitan. Sekali lagi ia terlempar jatuh mruelentang. Namun kemudian iapun menggeliat sambil mengaduh kesakitan.
Dalam pada itu, putut dari Ngawu-awu itu sendiri sudah tidak mampu memberikan perlawanan yang berarti. Meskipun ia masih juga bangkit berdiri, tetapi putut itu sudah tidak dapat berdiri tegak.
" Kau akui bahwa aku adalah seorang murid perguruan Kedung Jati " " bertanya Glagah Putih.
" Ya" nafas putut itupun menjadi terengah-engah. Perasaan sakit bagaikan menjalar di seluruh tubuhnya Perutnya bahkan terasa menjadi mual. Nafasnya menjadi sesak.
" Nah, dengarlah. Orang-orang di pasar ini berada di bawah perlindungan perguruan Kedung Jati, termasuk penjual jagung muda itu. Jika kau melakukan kekerasan terhadap orang-orang yang berada di pasar ini, meskipun mereka nanti berada di jalan pulang, maka kau akan berhadapan dengan aku. Jika perguruan Ngawu-awu tidak menerima perlakuan atasmu dan mendendam kepadaku, maka perguruan Ngawu-awu akan berhadapan dengan perguruan Kedung Jati."
Putut dari Ngawu-awu itu tidak menjawab sama sekali. Wajahnya nampak pucat. Keringat dingin mengalir di seluruh tubuhnya. Putut itu mengerahkan daya tahannya untuk menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya serta mual-mual di perutnya
" Kau dengar ?" bertanya Glagah Putih.
" Aku dengar"jawab putut itu.
" Gana Werengpun akan berhadapan dengan aku jika pada suatu saat ia datang lagi ke pasar ini dan memeras orang-orang di dalamnya Aku akan menangkapnya dan menyeret kepadepokan. Kaupun tidak akan dapat mencegahnya meskipun Gana Wereng menjadi sasaran dendam perguruanmu. Jika aku kehilangan Gana Wereng karena kau menangkapnya serta akan menjadi sasaran dendammu, maka kau akan berhadapan dengan aku pula."
Putut yang kesakitan itu tidak menjawab.
" Nah, sekarang pergilah. Tidak seorangpun dapat melawan kuasa tongkat baja putih.yang menjadi perlambang wahyu keraton di tanah ini "
Pernyataan Glagah Putih itu agaknya sangat menarik perhatian putut itu. Namun Glagah Putihpun membentak " Kenapa " Kau tertarik kepada tongkat baja putih itu " Cobalah merebutnya dari tangan Ki Saba Lintang jika kau atau bahkan gurumu ingin membunuh diri."
Putut itu tidak menyahut " Pergilah" bentak Glagah Putih kemudian "ajak kedua orang kawan-kawanmu yang hanya membuat mataku gatal."
Putut itupun segera mengajak kedua kawannya untuk pergi. Namun bertiga mereka masih belum dapat berjalan lurus. Mereka berjalan tertatih-tatih sambil menahan sakit
Glagah Putih memperhatikan ketiga orang yang menuju ke pintu regol pasar. Nampaknya mereka benar-benar akan pergi. Yang dilakukan Glagah Putih memang dapat meyakinkan mereka, bahwa Glagah Putih mempunyai landasan ilmu yang jauh lebih tinggi dari landasan ilmu putut itu. .
Sepeninggal ketiga orang itu, maka penjual barang-barang anyaman bambu itupun mendekatinya sambil berkata " Terima Kasih, Ki Sanak. Kau telah membebaskan seisi pasar ini dari kesewenang-wenangan."
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Adalah menjadi kewajiban kita untuk saling membantu. Kami tidak dapat tinggal diam melihat kekejian Orang yang mengaku dari perguruan Ngawu-awu itu,"
" Agaknya orang itu memang benar dari perguruan Ngawu-awu."
"Ki Sanak pernah mendengar nama perguruan Ngawu-awu?"
" Rasa-rasanya aku pernah mendengar nama itu. Mudah-mudahan aku tidak salah dengar. Jangan-jangan kau dengar nama itu dari sebuah dongeng."
Glagah Putih mengangguk-angguk. Sementara itu, laki-laki kurus penjual jagung muda itu bahkan menyembahnya. Dengan suara yang bergetar laki-laki kurus itu berkata " Kalian berdua sudah menyelamatkan nyawaku. Aku sangat berterima kasih kepada kalian berdua."
" Itu sudah menjadi kewajiban kami, paman:"
" Aku akan senang sekali jika kalian berdua bersedia singgah di rumahku."
" Dimana rumah paman ?"
" Tidak terlalu jauh, ngger. Hanya berjarak tiga bulak dari pasar ini."
" Terima kasih, paman. Mungkin lain kali kami akan singgah."
" Sebentar saja, ngger. Isteri dan anak-anakku akan dapat bertemu dengan dua orang yang telah menyelamatkan nyawaku. Meskipun kami orang-orang miskin, tetapi kami dapat menghargai budi seseorang yang tidak akan dapat kami hargai dengan apapun juga."
Glagah Putih dan Rara Wulan saling berpandangan sejenak. Sementara laki-laki itu berkata"Aku dan keluargaku akan menjadi sangat kecewa jika angger berdua tidak bersedia untuk singgah meskipun hanya sekejap."
" Baiklah, paman. Aku akan singgah."
" Marilah. Aku akan pulang sekarang."
" Tetapi jagung paman ini masih tersisa."
" Aku akan membawanya pulang. Sebagian dari jagung yang aku bawa tadi sudah laku."
Glagah Putih dan Rara Wulan Tidak sampai hati membuat laki-laki itu menjadi sangat kecewa Karena itu, maka keduanyapun telah menyatakan kesediaan mereka untuk singgah di rumahnya
Namun sebelum mereka beranjak pergi, penjual barang-barang anyaman bambu itu bertanya "Maaf, ngger. Tadi aku mendengar angger berdua menyebut tentang tongkat baja putih. Apakah hubungannya tongkat baja putih itu dengan angger berdua ?"
Pertanyaan itu sangat menarik perhatian Glagah Putih dan Rara
Wulan. Namun keduanya berusaha menyembunyikan perhatian mereka terhadap pertanyaan itu. Karena itu, Glagah Putih menjawab " Sudah aku katakan, bahwa aku adalah murid dari perguruan Kedung Jati. Sementara itu, tongkat baja putih itu adalah lambang kebesaran perguruanku. Bukan saja lambang kebesaran perguruan Kedung Jati,, tetapi tongkat baja putih itu adalah sarang wahyu kraton, sehingga siapa yang memiliki tongkat baja putih itu, akan kuat menerima wahyu kraton yang seharusnya berada di kadipaten Jipang."
" Tetapi ketika tongkat baja putih itu berada di Kepatihan Jipang, Pangeran Harya Penangsang justru terbunuh."
Glagah Putih mengerutkan dahinya. Ia harus berhati-hati berhadapan dengan penjual barang-barang anyaman bambu. Sejak ia melihat sikap orang itu pada saat putut dari Ngawu-awu itu hadir di pasar itu, Glagah Putih sudah melihat kelebihan orang itu dari orang-orang lain yang berada di pasar itu.
Jilid 334 DENGAN nada rendah Glagah Putihpun berkata " Itulah rahasia yang tersimpan Kadipaten Jipang. Pangeran Harya Pcnangsang sebagai pribadi yang seharusnya menerima wahyu keraton, ternyata tidak sejalan dengan orang yang memiliki sarang wahyu keraton itu."
" Bukankah Ki Patih Mantahun orang yang sangat setia kepada pepundennya ?"
" Aku masih terlalu muda waktu itu, Ki Sanak. Aku hanya mendengar dari orang-orang yang sudah lebih tua. Bahkan di Jipang ada beberapa nama disamping Ki Patih Mantahun. Ada Macan Kepatihan dan Sumangkar dan ada saudara laki-laki Pangeran Harya Penangsang lain ibu yang bernama Pangeran Harya Mataram. "
" Kenapa dengan mereka ?"
" Kau tahu yang aku maksudkan " jawab Glagah Putih. Namun kemudian Glagah Putihpun bertanya " Kau berada di jalur yang .mana Ki Sanak ?"
" Tidak. Aku tidak berada di mana-mana. Aku hanya seorang yang senang mendengarkan ceritera-ceritera yang menyangkut perjalanan wahyu keraton di tanah ini. Aku selalu bertanya kepada mereka yang aku anggap mengetahuinya. Tetapi semuanya itu sekedar sebagai pengetahuan semata-mata."
Glagah Putih tersenyum. Katanya " Kau tahu bahwa akupun hanya mendengar kata orang karena umurku."
" Ya, anak muda."
"Nah, sekarang kami akan minta diri. Kami akan memenuhi undangan paman penjual jagung muda ini "
" Sekali lagi atas nama orang-orang yang berada di pasar ini kami mengucapkan terima kasih, angger berdua "
Demikianlah, maka Glagah Putih dan Rara Wulanpun meninggalkan pasar itu bersama laki laki kurus penjual jagung muda itu. Dengan nada dalam orang itu berdesis " Rumahku tidak jauh."
Demikianlah mereka bertiga berjalan menjauhi pasar yang menjadi semakin sepi. Apalagi setelah pulut dari Ngawu-awu itu menimbulkan keributan. Orang-orang yang biasanya masih berada di pasar, telah bergegas mengumpulkan dagangannya untuk dibawa pulang.
Seperti yang dikatakan oleh orang kurus itu, maka rumahnya memang tidak terlalu jauh. Mereka melintasi tiga buah bulak yang luas. Kemudian mereka memasuki sebuah padukulian.
- Di padukuhan inikah paman tinggal " -
Laki-laki kurus itupun menggeleng. Katanya - Aku minta maaf angger berdua. Aku telah berbohong. Aku tidak tinggal di padukuhan ini.
- Dimana paman tinggal " -
- Diseberang hutan perdu di belakang padukuhan ini. "
Glagah Putih dan Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Namun merekapun mulai sadar, bahwa laki-laki itu tentu menyimpan rahasia di-dalam dirinya.
Beberapa saat kemudian, ketika mereka keluar dari padukuhan, maka laki-laki itupun berkata
- Kalian lihat bulak itu " -
- Ya, paman. - - Dibelakangnya ada hutan perdu. -
- Ya, paman. - - Kemudian sebuah hutan yang memanjang. -
- Ya, paman. - - Aku tinggal dibelakang hutan itu. -
Glagah Putihpun kemudian menggamit Rara Wulan, sehingga keduanya berhenti.
- Apa maksud paman sebenarnya " -
- Jangan salah paham, ngger. Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya ingin memperkenalkan diriku. -
Glagah Pulih termangu-mangu sejenak. Namun sikap laki-laki kurus itu memang sudah berubah. Ia tidak lagi nampak pucat dan ketakutan. Tetapi wajahnya nampak tenang dan dalam.
- Aku masih tetap mempersilahkan angger berdua untuk singgah barang sebentar. -
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian iapun berkata kepada Rara Wulan - Marilah, Rara. -
Rara Wulan memang agak ragu. Tetapi karena Glagah Pulih mengajaknya, maka Rara Wulanpun melangkah juga bersama laki-laki kurus itu.
Ketiganyapun kemudian telah memasuki jalan sempit diantara kolak-kotak sawah. Bahkan kemudian jalan setapak menuju ke padang perdu.
- Kadang-kadang memang ada orang mencari rumput di padang perdu ini. Terutama dimusim kering. Tetapi jarang-jarang sekali. Orang-orang padukuhan ini tahu, bahwa di hutan itu masih terdapat binatang-binatang buas yang berbahaya..-
- Paman tinggal di hutan yang dihuni binatang-binatang buas itu "
- Tidak dihutan itu. Aku tinggal disebuah pategalan yang sejak tiga bulan .yang lalu, aku kerjakan. Ketika aku datang di padukuhan dise-belah hutan dalam keadaan yang nampaknya sangat buruk, maka seseo-tang telah memberikan pekerjaan kepadaku. Menggarap pategalannya. Itulah sebabnya aku mempunyai jagung muda yang dapat aku jual di-pasar.-
- Siapakah paman sebenarnya " - bertanya Glagah Putih kemudian.
Orang itu menarik nafas dalam"dalam. Mereka bertiga telah melintasi padang perdu. Kemudian memasuki pinggiran hutan yang memanjang. Mereka melewati jalan yang sempit dan licin karena udara Iembab di hutan itu.
Dengan hati-hati mereka berjalan sepanjang jalan yang basah itu. Sinar matahari rasa-rasanya tidak terlalu banyak yang sempal menggapai tanah oleh rimbunnya dedaunan.
Beberapa saat lamanya mereka menyusuri jalan sempit itu. Kemudian jalur jalan itu mulai menyimpang dari pinggir hutan dan memasuki padang perdu disisi yang lain. Diseberang padang perdu itu, terdapat sebuah palegalan yang terhitung luas.
- Rumahku ada di pategalan itu. -
- Sendiri " - bertanya Rara Wulan.
- Ya. Sendiri. Aku berbohong dengan menyebut anak dan isteri yang tinggal bersamaku. -
- Apa maksud paman sebenarnya " -
- Tidak apa-apa, ngger. Sungguh tidak apa-apa selain memperkenalkan diri. -
- Kila dapat berkenalan di mana saja. -
- Tentu saja kita dapat memilih tempat yang terbaik. Selain memperkenalkan diri, aku mempunyai sebuah dongeng yang barangkali menarik. -
- Dongeng " - - Ya, dongeng. - Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu, disebelahnya Glagah Pulih termangu-mangu.
Namun mereka bertiga itupun berjalan terus menuju sebuah gubug yang berada di pategalan yang ditanami jagung diantara beberapa batang pohon buah-buahan.
- Inilah gubugku, ngger. Marilah masuklah. -
Tetapi Glagah Pulih dan Rara Wulanpun kemudian duduk disebuah lincak panjang di emperan rumah itu. Katanya - Terima kasih, paman. Kami duduk disini saja -
Laki-laki kurus itu mengerutkan dahinya. Dengan nada tinggi iapun berkata - Aku persilahkan kalian duduk didalam.-
Telapi Glagah Putih dan Rara Wulan tidak beranjak dari tempatnya.
- Terima kasih, paman. Aku duduk disini saja-
Laki-laki kurus itu tidak memaksa. Iapun kemudian duduk pula disebelah Glagah Pulih sambil berdesis - Aku sudah beberapa bulan tinggal di gubug ini atas ijin pemiliknya. Aku diserahi untuk menggarap beberpa kotak pategalan yang kurang subur ini. Tetapi ternyata tanamanku jagung dapat memberikan hasil yang cukup baik. Sebagian, atas ijin pemilik pategalan ini, aku petik selagi jagungnya masih muda. Aku jual di pasar karena aku membutuhkan beberapa keping uang untuk membeli kebutuhan hidupku sehari-hari, terutama garam.-
Glagah Putih dan Rara Wulan mengangguk-angguk.
- Gula kelapa aku tidak perlu membeli. Setiap hari aku juga menyadap legen enam batang kelapa di pategalan ini. Semuanya aku serahkan kepada pemiliknya Aku hanya mendapat bagian gula kelapa yang sudah jadi. Karena kebutuhanku tidak terlalu banyak, maka sebagian ditukar dengan bahan-bahan lain yang aku perlukan bagi hidupku sehari-hari.-
- Itukah dongeng yang ingin paman sampaikan "-


14 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

- Tidak. Bukan itu. Itu adalah bagian dari kenyataan tentang diriku. Bukankah aku ingin memperkenalkan diri "-
- O - Glagah Putih mengangguk-angguk.
- Orang memanggilku Carang Blabar. -
- Bukankah Ki Carang Blabar akan menceriterakan sebuah dongeng yang barangkali menarik "-
- Ya Aku memang akan menceriterakan sebuah dongeng. Tetapi siapakah nama angger berdua "-
- Namaku Warigalit. Adikku ini namanya Wara Sasi.-
- Nama yang baik.- - Paman. Rasa-rasanya aku segera ingin mendengar dongeng yang paman Carang Blabar sanggupkan - berkata Rara Wulan yang disebut bernama Wara Sasi.
Laki-laki kurus itu tersenyum. Katanya - Biarlah cepat malam. Tetapi aku tidak tahu, apakah dongengku menarik atau tidak bagi kalian.
- Tentu menarik paman - desis Rara Wulan.
- Bahwa kalian telah menolong aku, benar-benar telah menyentuh perasaanku. Kalian tidak menghiraukan keselamatan kalian sendiri, karena kalian tidak tahu tataran kemampuan lawan kalian ketika kalian mencegah mereka. Aku tahu, bahwa yang tumbuh dihati kalian pada waktu itu, adalah menyelamatkan aku tanpa menghiraukan diri kalian sendiri. Jika saja orang yang mengaku pulut dari Ngawu-awu itu memiliki ilmu yang lebih tinggi dari kalian, maka kalian akan mengalami kesulitan .-
Tangan Geledek 6 Dewa Linglung 17 Munculnya Keris Kiyai Jaran Goyang Memanah Burung Rajawali 17
^