Memanah Burung Rajawali 17
Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong Bagian 17
Oey Yok Su pun berpikir melihat sepak terjangnya Kwee Ceng itu, yang selama di
Kwie-in-chung pernah ia saksikan ilmu kepandaiannya. Katanya dalam hatinya: "Ini
bocah tidak tahu tingginya langit tebalnya bumi, dia berani melayani Auwyang
Hong, tidak memandang aku, tidakkah urat-urat dan tulang-tulangnya bakal putus
dan remuk?" Ia mengatakan demikian karena tidak tahu, Kwee Ceng yang sekarang
bukan lagi Kwee Ceng yang sama di Kwie-in-chung itu. Ia ketahui, barusan adalah
Kwee Ceng yang sudah menolong putrinya, maka tanpa merasa kesannya yang kurang
baik untuk pemuda itu menjadi berkurang tujuh atau delapan bagian. Bukankah
bocah itu sudah berani berkorban untuk Oey Yong" Diakhirnya ia berpikir: "Bocah
ini jujur dan baik hatinya, walaupun tidak dapat aku nikahkan anakku kepadanya,
mesti menghadiahkan sesuatu kepadanya."
Selagi Tong Shia berpikir demikian, ia mendapat dengar suaranya Ang Cit Kong.
"Makhluk beracun bangkotan, sungguh kau hebat!" demikian Pak Kay, si Pengemis
dari Utara. "Kita berdua belum ada yang kalah dan menang, mari kita bertempur
pula!" "Baik, bersedia aku melayani seorang budiman!" menjawab See Tok, si racun dari
Barat. Ang Cit Kong tertawa. "Aku bukannya seorang budiman, aku hanyalah pengemis!"
Dengan hanya sekali berlompot, raja pengemis ini sudah berada dalam gelanggang.
Auwyang Hong juga hendak masuk ke dalam gelanggang itu tatkala Oey Yok Su
mencegahnya seraya Tong Shia melonjorkan tangannya yang kiri.
"Tunggu dulu, saudara Cit dan saudara Hong!" katanya. "Kamu berdua sudah
bertarung lebih daripada seribu jurus, kamu tetap belum memutuskan menang atau
kalah, karena hari ini kamu berdua adalah tetamu-tetamu terhormat dari Tho Hoa
To, lebih baik kamu berdua duduk minum beberapa cawan arak pilihan yang aku
nanti menyediakannya. Saatnya merundingkan pedang di Hoa San akan tiba di depan
mata, maka itu wkatu bukan cuma kamu berdua yang bakal mengadu kepandaian pula,
juga aku dan Toan Hong Ya akan bersama turun tangan! Bagaimana jikalau
pertempuran ini hari disudahi sampai disini?"
"Baiklah!" menyahut Auwyang Hong tertawa, "Kalau kita bertempur pula, pastilah
aku bakal kalah!" Ang Cit Kong menarik pulang dirinya. Ia pun tertawa.
"Si makhluk berbisa bangkotan dari Wilayah Barat lain mulutnya lain hatinya!"
berkata dia. "Kau memang sudah sangat tersohor! Kau membilang bakal kalah, itu
artinya kau bakal menang! Tidak, aku si pengemis tua tidak dapat
mempercayainya!" "Jikalau begitu, hendak aku mencoba pula kepandaianmu, saudara Cit!" Auwyang
Hong menantang. "Tidak ada yang terlebih baik daripada itu!" Ang Cit Kong menyambut. Dan ia pun
bersiap pula. "Sudahlah!" berkata Oey Yok Su tertawa, melihat orang hendak bertempur lagi.
"Nyatalah kamu berdua hari ini datang ke Thoa Hoa To untuk mempertunjukkan
kepandaian kamu!" Ang Cit Kong tertawa lebar.
"Pantas kau mengur aku, saudara Yok!" katanya. "Sebenarnya kami datang kemari
untuk mengajukan lamaranku, bukannya untuk mengadu kepandaian."
"Bukankah aku telah mengatakan hendak aku mengajukan tiga syarat untuk menguji
kedua sieheng?" berkata pula Oey Yok Su. "Siapa yang lulus, dialah yang aku akan
ambil sebagai menantuku, dan siapa yang jatuh, dia pun tidak bakal aku
membuatnya pulang kecewa."
Cit Kong agaknya heran. "Apa"! Apakah kau masih mempunyai lain putri lagi?" tanyanya.
"Sekarang ini belum!" sahut Oey Yok Su tertawa. "Umpama kata aku lekas-lekas
menikah pula dan mendapatkan satu anak perempuan, sekarang ini sudah tidak
keburu lagi! Aku ini mengerti juga kasar-kasar tentang ilmu pengobatan dan
meramalkan, maka itu sieheng yang mana yang tidak lulus, jikalau ia tidak
mencelanya dan sudi mempelajari dia boleh memilih pelajaran yang mana ia penuju,
nanti aku mengajarinya dengan sungguh-sungguh."
Ang Cit Kong memang tahu Oey Yok Su banyak pengetahuannya, ia anggap lumayan
juga andaikata orang tak dapat menjadi menantunya tetapi dapat semacam
kepandaian daripadanya untuk kepentingan seumur hidupnya.
Bab 38. Memilih Baba Mantu.
Auwyang Hong melihat Cit Kong tidak segera menjawab, ia mendahului: "Baiklah
begini keputusan kita! Sebenarnya saudara Yok sudah menerima naik keponakanku
tetapi karena memandang mukanya saudara Cit, biarlah kedua bocah itu diuji pula!
Aku lihat cara ini tidak sampai merenggangkan kerukunan." Ia lantas berpaling
kepada keponakannya, akan membilang: "Sebentar, apabila kau tidak sanggup
melawan Kwee Sieheng, itu tandanya kau sendiri yang tidak punya guna, kau tidak
dapat menyesalkan lain orang, kita semua mesti dengan gembira meminum arak
kegirangannya Kwee Sieheng itu! Jikalau kau memikir lainnya, hingga timbul lain
kesulitan, bukan saja kedua locianpwee bakal tidak menerima kau, aku sendiri pun
tidak gampang-gampang memberi ampun padamu!"
Ang Cit Kong tertawa berlenggak.
"Makhluk berbisa bangkotan, teranglah sudah kau merasa sangat pasti untuk
kemenangan pihakmu ini!" ia berkata. "Kata-katamu ini sengaja kau perdengarkan
untuk kami mendengarnya, supaya kami tidak usah mengadu kepandaian lagi dan
lantas saja menyerah kalah!"
Auwyang Hong tertawa pula.
"Jikalau kau ketahui itu, bagus! Saudara Yok, silahkan kau menyebutkan syarat
atau cara ujianmu itu!"
Oey Yok Su sudah berkeputusan akan menyerahkan gadisnya kepada Auwyang Kongcu,
ia telah mengambil putusan akan mengajukan tiga soal yang mesti dapat
dimenangkan calon baba mantunya. Tetapi, sedang ia memikir untuk membuka
mulutnya, Ang Cit Kong dului ia.
"Main ujian" Itu pun baik!" kata Pak Kay. "Kita ada bangsa memainkan pukulan dan
tendangan, maka itu saudara Yok, jikalau kau mengajukan syarat, mestilah itu
mengenai ilmu silat. Umpama kata kau mengajukan urusan syair dan nyanyian, atau
soal mantera dan melukis gambar dan lainnya, maka kami berdua terang-terang akan
mengaku kalah saja, kami akan menepuk-nepuk kempolan kami dan mengangkat kaki,
tak usah lagi mempertontonkan keburukan kami di depan kamu!"
"Itulah pasti!" Oey Yok Su memberikan kepastiannya. "Yang pertama-tama ialah
mengadu silat..." "Itulah tak dapat!" Auwyang Hong menyelak. "Sekarang ini keponakanku tengah
terluka." "Inilah aku ketahui," kata Oey Yok Su tertawa. "Aku juga tidak nanti membiarkan
kedua sieheng mengadu kepandaian si Tho Hoa To ini, sebab itu dapat
merenggangkan kerukunan kedua pihak."
"Jadi bukannya mereka berdua mengadu silat?" Auwyang Hong menegaskan.
"Tidak salah!" sahut Oey Yok Su.
Auwyang Hong girang, ia tertawa.
"Benar!" katanya. "Apakah kepala penguji hendak memperlihatkan beberapa jurus
untuk setiap orang mencoba-coba jurus itu?"
"Itu juga bukan," Oey Yok Su menggeleng kepalanya. "Dengan cara itu sudah
dipertanggungjawabkan yang aku nanti tidak berlaku berat sebelah. Bukankah
diwaktu menggeraki tangan dapat orang membikin enteng atau berat sesuka hati"
Saudara Hong, kepandaianmu dan sudara Cit sudah sampai dipuncaknya kemahiran dan
barusan pun, sampai seribu jurus lebih, kamu masih sama tangguhnya. Sekarang
baiklah kau mencoba Kwee Sieheng dan saudara Cit mencoba Auwyang Sieheng."
Mendengar itu Ang Cit Kong tertawa.
"Cara ini tidak jelek!" bilangnya. "Mari, mari kita coba-coba!" sembari berkata,
ia terus menggapaikan Auwyang Kongcu.
"Tunggu dulu!" berkata Oey Yok Su cepat. "Kita harus mengadakan aturannya.
Pertama-tama; Auwyang Sieheng lagi terluka, tidak dapat ia mengempos semangatnya
dan berkeras menggunkana tenaganya, dari itu kita harus menguji kepandaiannya
tetapi bukan tenaganya. Kedua; kamu berempat harus bertempur di atas bambu,
siapa yang terlebih dulu jatuh ke tanah, dialah yang kalah. Dan yang ketiga;
Siapa yang melukai pihak anak muda, dialah yang kalah."
Ang Cit Kong heran. "Melukai anak muda dihitung kalah?" dia bertanya.
"Demikian selayaknya!" menjawab Oey Yok Su. "Kamu berdua sangat lihay, jikalau
tidak diadakan aturan semacam ini, sekali kamu turun tangan, apakah kedua
sieheng masih ada nyawanya" Saudara Cit, asal kau membikin lecet saja kulitnya
Auwyang Sieheng, kau teranggap kalah! Demikian juga dengan saudara Hong!"
Pak Kay menggaruk-garuk kepalanya. Tapi ia tertawa.
"Oey Lao Shia si Sesat bangkotan benar-benar sangat ajaib bin aneh, bukan
percuma namanya disohorkan!" katanya. "Pikir saja, siapa yang melukai musuh dia
justru yang kalah! Aturan ini adalah aturan paling aneh sejak jaman purbakala!
Tapi baiklah, mari kita bertindak menurut aturan ini!"
Oey Yok Su memberi tanda dengan kipasan tangannya, keempat orang itu sudah
lantas berlompat naik ke atas pohon, merupakan dua rombongan; Ang Cit Kong
bersama Auwyang Kongcu di kanan, dan Auwyang Hong bersama Kwee Ceng di kiri.
Oey Yok Su masgul. Ia ketahui baik, Auwyang Kongcu terlebih llihay daripada Kwee
Ceng, benar pemuda itu terluka tetapi dengan mengadu ringan tubuh, dia masih
terlebih unggul. Oey Yok Su sudha lantas berseru; "Asal aku menghitung habis satu, dua dan tiga,
kamu semua boleh mulai bertempur! Auwyang Sieheng dan Kwee Sieheng, siapa saja
di antara kamu yang jatuh lebih dulu, dialah yang kalah!"
Mendengar begitu, Oey Yong berpikir keras, memikirkan daya untuk membantu Kwee
Ceng. Ia bingung, Auwyang Hong sangat lihay, bagaimanaia dapat menyelak di
antara mereka itu" Segera Oey Yok Su menghitung: "Satu! Dua...! Tiga!"
Maka bergeraklah keempat orang di atas tiang bambu itu, bergerak-gerak bagaikan
bayangan. Oey Yong mengkhawatirkan Kwee Ceng, ia memasang mata. Ia melihat, cepat sekali
sudah lewat belasan jurus. Ia menjadi heran, tidak kecuali Oey Yok Su, yang
tidak menyangka pemuda itu demikian pesat kemajuannya.
"Aneh, mengapa dia masih belum kalah?" pikir Tong Sia si Sesat dari Timur.
Auwyang Hong sendiri berduka sangat, ia menjadi bergelisah sendirinya, dengan
sendirinya ia mulai gunai tenaganya, untuk mendesak. Ia heran untuk lihaynya si
bocah. Dipihak lain, tidak dapat ia melukakan si bocah itu. Tapi ia berpikir
keras, maka lekas juga ia mendapat jalan. Dengan tiba-tiba saja ia menyapu
dengan kedua kakinya untuk membikin lawannya roboh, begitu lekas serangan
pertama gagal, ia mengulanginya saling susul, bertubi-tubi.
Diserang secara hebat berantai begitu, Kwee Ceng membuat perlawanan dengan Hang
Liong Sip-pat Ciang jurus "Naga Terbang di Langit", tubuhnya beruulang-ulang
berlompat, membal ke atas, sedang kedua tangannya, yang dibuka dan nampaknya
tajam seperti golok atau gunting, senantiasa dipakai membabat ke arah kaki
lawannya yang lihay itu. Ia jadi selalu berkelit sambil menyerang.
Hatinya Oey Yong berdebaran menyaksikan pertempuran dahsyat itu. Ketika ia
melirik kepada Ang Cit Kong dan Auwyang Kongcu, ia mendapatkan cara mereka
bertempur pun beda. Auwyang Kongcu memperlihatkan kepandaian enteng tubuhnya, ia berlari-lari ke
Timur dan Barat, sama sekali ia tidak sudi berhadapan sama Ang Cit Kong untuk
bertempur sekalipun satu jurus. Kalau Ang Cit Kong merangsak, ia lekas-lekas
menyingkir. "Binatang ini main menyingkir saja, ia memperlambat tempo," pikir Cit Kong.
"Kwee Ceng sebaliknya tolol, dia melayani Auwyang Hong emngadu tenaga dan
kepandaian, pasti dia bakal jatuh lebih dulu..."
Pengemis dari Utara ini segera berpikir. "Hm!" ia perdengarkan suara di
hitungnya, lalu tiba-tiba saja ia lompat mencela tinggi, menubruk kepada si anak
muda, kedua tangannya diulur dengan sembilan jarinya dibuka merupakan
cengkeraman ceker baja. Menampak demikian, Auwyang Kongcu terkejut. Segera ia menjejak dengan kaki
kirinya, berkelit berlompat ke kanan.
Ang Cit Kong menubruk tempat kosong tetapi ia sudah dapat menduga orang bakal
menyingkir ke kanan itu, maka juga dengan menjumpalitkan tubuhnya, ia mendahului
lompat ke kanan, di sana segera ia bersiap dengan kedua tangan sambil ia
berseru: "Biarlah aku kalah asal kau mampus lebih dulu!"
Auwyang Kongcu kaget bukan main, kaget karena gerakan orang yang sebat, yang
seperti memegat jalannya, dan kaget untuk ancaman. Tidak berani ia menangkis
serangan itu untuk membela dirinya. Di luar keinginannya, belum sempat ia
memikirkan daya, kakinya sudah menginjak tempat kosong, maka terus saja ia
jatuh. Ia telah memikir, kalahkah ia dalam pertandingan ini" Hanya ketika itu,
Kwee Ceng pun jatuh di sampingnya!
Auwyang Hong telah berpikir keras karena sudah sekian lama ia tidak dapat
merobohkan bocah lawannya. Kejadian ini membuatnya bergelisah. ia telah
berpikir: "Jikalau aku mesti melayani dia sampai lebih daripada limapuluh jurus,
ke mana perginya pamornya See Tok?" Karena ini ia mendesak, bagaikan kilat
tangan kirinya menyambar ke belakang lehernya Kwee Ceng. Ia pun berseru: "Kau
turunlah!" Pemuda itu berkelit sambil mendak, tangan kirinya diulur, niatnya untuk
menangkis, disaat mana, mendadak Auwyang Hong mengerahkan tenaganya. Ia menjadi
kaget hingga ia menegur; "Kau...kau...." Ia hendak menanya: "Kenapa kau tidak
menaati peraturan?" dan ia mengerahkan tenaganya. Atau mendadak Auwyang Hong
tertawa dan menanya: "Aku kenapa?" Dengan mendadak juga ia membatalkan
pengerahan tenaganya itu.
Kwee Ceng mengatur tenaganya, untuk melawan. Ia berkhawatir jago tua itu nanti
menggunai kuntauw kodoknya, ia takut nanti terluka di dalam. Siapa sangka tengah
ia berkuat-kuat, tiba-tiba saja penyerangnya itu lenyap dari hadapannya. Di
dalam latihan dan pengalaman, sudha tentu ia kalah jauh dibandingkan dengan See
Tok, maka syukur untuknya, dari Ciu Pek Thong ia telah memperoleh ilmu silat
"Kong Beng Kun" yang terdiri dari tujuhpuluh dua jurus itu, yang sifatnya dalam
"keras ada kelembekannya", kalau tidak pastilah akan terjadi seperti di Kwie-in-
chung tempo melayani Oey Yok Su, tangannya salah urat. Meski demikian, ia toh
terjerumuk, kakinya limbung, tidak ampun lagi ia jatuh kepala di bawah, kaki di
atas! Kalau Auwyang Kongcu jatuh lurus, berdiri, Kwee Ceng menjadi terbalik. Keduanya
jatuh berbareng. Tubuh mereka pun berada berdekatan. Auwyang Kongcu melihat
tegas saingannya itu, mendadak saja timbul pikirannya yang sesat. Mendadak ia
majukan kedua tangannya, untuk menekan kedua kakinya Kwee Ceng itu, berbareng
dengan mana, meminjam kaki orang, ia apungi tubuhnya naik. Dengan demikian,
selagi ia mumbul, Kwee Ceng sendiri turun semakin cepat.
Oey Yong kaget tidak terkira. Itulah artinya Kwee Ceng pemuda pujaannya bakal
kalah. Tanpa merasa, ia menjerit; "Ayo!"
Hampir berbareng dengan jeritan itu, terlebihlah tubuh Kwee Ceng berbalik
mencelat ke atas, di lain pihak, tubuhnya Auwyang Kongcu turun pula, bahkan
terus jatuh ke tanah. Di lain pihak lagi, Kwee Ceng telah tiba di atas pohon,
berdiri di sebatang cabang, lalu dengan meminjam tenaga cabang itu ia mendekam!
Menyaksikan kejadian itu dari kaget bukan main, Oey Yong menjadi girang bukan
kepalang. Sungguh-sungguh ia tidak mengerti kenapa bisa terjadi demikian rupa
sedang pada Kwee Ceng ia tidak nampak sesuatu aksi. Bukankah pemuda itu terpisah
hanya lagi beberapa kaki dari tanah"
Auwyang Hong dan Ang Cit Kong pun sudah sama-sama berlompat turun, Ang Cit Kong
tertawa terbahak-bahak, berulang-ulang ia berseru: "Sungguh indah! Bagus!"
Parasnya See Tok, sebaliknya muram.
"Saudara Cit, muridmu yang lihay ini campur aduk sekali ilmu kepandaiannya!" ia
berkata, "Dia pun sampai dapat mempelajari ilmu gulat dari bangsa Mongolia!"
Ang Cit Kong tertawa. "Tetapi aku sendiri tidak becus ilmu gulat itu!" katanya, mengaku terus-terang.
"Bukanlah aku yang mengajarkan dia, maka itu janganlah kau main gila denganku!"
Sebenarnya Kwee Ceng kaget sekali yang Auwyang Kongcu sudah menekan kakinya itu
berbareng si kongcu sendiri mengapungkan diri. Dia mengerti, hebat kalau dia
jatuh, sedang si kongcu itu bakal berada di atasannya. Itulah artinya ia kalah
dan bercelaka. Disaat segenting itu, ia tidak menjadi gugup. Ia melihat kaki
orang di depan mukanya, hebat luar biasa, ia menyambar dengan kedua tangannya,
menarik dengan keras seraya tubuhnya pun diapungkan ke atas. Memang itulah ilmu
gulat orang Mongolia, supaya sesudah roboh dapat berlompat. Itulah ilmu gulat
yang tak ada bandingannya turun temurun. Kwee Ceng menjadi besar di gurun pasir,
sebelum ia berguru dengan Kanglam Cit Koay, ia sudah bergaul erat dengan Tuli
dan lainnya bocah bangsa Mongolia itu, dengan sendirinya sering mereka adu
gulat. Sekarang ia menghadapi bahaya, hampir tanpa berpikir, ia menggunai ilmu
kepandaiannya itu. Ia pun meminjam tenaga lawan sama seperti Auwyang Kongcu
meminjam tenaganya. Dan ia memperoleh kemenangan!
"Kali ini Kwee Sieheng yang menang!" Oey Yok Su sudah lantas mengasih dengar
putusannya. "Kau jangan bersusah hati, saudara Hong, jangan panas. Auwyang
Sieheng lebih lihay, siapa tahu pertandingan kedua dan ketiga dia nanti yang
menang?" "Kalau begitu, silahkan saudara Yok menyebutkan acara pertandingan yang kedua
Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu," meminta Auwyang Hong.
"Pertandingan yang nomor dua dan nomor tiga ini adalah pertandingan sacara bun,"
berkata Oey Yok Su. Cara "bun" ialah cara halus, tanpa kekerasan.
Mendengar ayahnya itu, Oey Yong menjerit.
"Ayah, terang-terangan kau berat sebelah!" katanya. "Kenapa kau menggunai cara
bun" Ah, engko Ceng, sudahlah kau jangan mau bertanding pula!"
"Kau tahu apa"!" berkata sang ayah. "Dalam ilmu silat, kalau telah dicapai
puncaknya kemahiran, apa orang akan terus main keras-kerasan saja" Acaraku yang
kedua ini, kau tahu, adalah untuk meminta kedua sieheng mengenal sebuah lagu
serulingku...." Girang Auwyang Kongcu mendengar halnya acara itu. Katanya dalam hatinya: "Si
tolol ini, apakah tahunya tentang ilmu tetabuhan" Kali ini pastilah aku ynag
bakal menang..." Auwyang Hong tapinya berkata; "Anak-anak muda masih lemah sekali latihannya
bersemedhi menenangkan hati, aku khawatir tidak dapat mereka bertahan dari
lagumu, saudara Yok."
"Laguku lagu biasa saja, saudara Hong, jangan kau khawatir," Oey Yok Su
menghibur. Lalu ia menghadapai Auwyang Kongcu dan Kwee Ceng, untuk berkata:
"Kedua sieheng, silahkan kau masing-masing mematahkan secabang pohon, kapan
nanti kamu mendengar suara laguku, lantas kamu menimpali dengan mengetok-ngetok
batang pohon itu. Siapa yang dapat menimpali paling tepat, paling bagus, dialah
yang menang." Kwee Ceng maju menghampirkan tuan rumah, ia menjura.
"Oey tocu," katanya hormat. "Teecu ini sangat tolol, tentang ilmu tetabuhan
teecu tidak vtahu satu nol puntul, maka itu dalam pertandingan yang kedua ini
teecu menyerah kalah saja...."
"Jangan kesusu, jangan kesusu!" Ang Cit Kong mencegah. "Biar bakal kalah, apakah
halangannya untuk mencoba dulu" Apakah kau khawatir nanti ditertawakan orang"
Jangan takut!" Mendengar perkataan gutu itu, pikiran Kwee Ceng berubah. Ia pun melihat Auwyang
Kongcu sudah lantas mematahkan sebatang cabang, maka ia lantas mencari secabang
yang lain. Oey Yok Su tertawa, ia berkata, "Saudara Cit berada disini, sungguh siauwtee
membuatnya kau nanti menertawainya!"
Pemilik Tho Hoa To ini sudah lantas membawa seruling ke bibirnya, maka
sedetiknya kemudian, ia sudah mulai meniup.
Auwyang Kongcu memasang kuping mendengar irama, cuma sebentar, ia lantas menabuh
cabang pohonnya itu, memperdengarkan suara seperti timpalan kecrek. Ia mengerti
lagu, dapat ia menimpali dengan baik.
Sebaliknya Kwee Ceng agaknya bingung, ia angkat bambunya tetapi ia tidak
mengetok itu, maka juga ketika serulingnya Oey Yok Su sudah berbunyi lamanya
sehirupan teh, ia masih belum menimpali sekali juga....
Melihat itu Auwyang Hong dan keponakannya menjadi girang sekali. Mereka merasa
pasti, kali ini mereka bakal menang. Bukankah acara yang ketiga pun acara bun"
Mereka percaya, mereka pun bakal menangi acara yang ketiga itu....
Oey Yong adalah sebaliknya dari itu paman dan keponakan. Ia bergelisah sangat.
Ia berkhawatir sekali Kwee Ceng kalah. Maka dengan jari tangannya yang kanan, ia
menepuk-nepuk lengannya yang kiri. Ia mengharap-harapi si anak muda melihatnya
dan nanti menelad caranya itu. Untuk kecelenya, ia mendapat Kwee Ceng dongak
mengawasi langit, berdiam saja, tak ia melihat pertandaannya itu....
Oey Yok Su masih meniup terus lagunya.
Sejenak kemudian, mendadak Kwee Ceng menepuk batang bambunya itu. Ia menepuk di
tengah-tengah antara bagian dua tepukan.
Auwyang Kongcu tertawa terkekeh.
"Baru mengetok, dia sudah kalah!" pikirnya pemuda ini.
Kwee Ceng kembali menepuk pula, kembali di bagian tengah seperti tadi. Ketika ia
mengulangi sampai empat kali, semuanya itu tidak tepat.
Oey Yong menggeleng-geleng kepala.
"Aku punya engko tolol ini tidak mengerti ilmu tetabuhan, tidak selayaknya ayah
justru menguji ia dengan lagu!" katanya dalam hatinya. Sembari berpikir begitu,
ia menoleh kepada ayahnya. Untuk herannya, ia menampak air muka ayahnya yang
berubah. Ayah itu agaknya merasa aneh.
Kwee Ceng masih memperdengarkan pula kecrek bambunya itu, atas mana lau
terdengar irama seruling seperti rancu, hanya sebentar kemudian, irama itu balik
kembali dengan rapi menuruti lagunya.
Masih saja Kwee Ceng menepuk, tetap ia sama caranya itu, di tengah-tengah di
antara dua bagian kecrekan, hanya caranya sebentar cepat sebentar perlahan,
sebentar mendahului, sebentar ketinggalan. Cara ini hampir-hampir mengacaukan
lagunya Oey Yok Su. Kejadian ini bukan cuma mengherankan pemilik pulau Tho Hoa To itu, yang
perhatiannya menjadi tertarik sekali, juga Auwyang Hong dan Ang Cit Kong tidak
mengerti. Mereka turut menjadi heran.
Tadi Kwee Ceng telah mendengarnya suara pertempuran di antara seruling, ceng dan
siulan, tanpa merasa ia menginsyafinya irama pertempuran istimewa itu, sekarang
mendengar lagunya Oey Yok Su, mulanya ia memasang kuping dengan melongo, lalu
akhirnya ia mengasih dengar suara bambunya untuk mengacau itu. Ia mengetok
dengan keras, suaranya "Bung! Bung! Bung!"
Tidak peduli telah mahir ilmu menetapkan atau menenangkan hati dari Oey Yok Su,
ia pun tergempur suara bambu orang itu, beberapa kali hampir ia membuatnya
lagunya berbalik mengikuti ini suara kecrek istimewa dari Kwee Ceng: "Bung!
Bung!" Lantas Oey Yok Su mengasih bangun semangatnya.
"Hebat kau, bocah!" pikirnya. Ia meniup pula serulingnya, sekarang dengan irama
perlahan tetapi banyak perubahannya, selalu berganti tekukannya.
Auwyang Kongcu memasang kupingnya, untuk menangkap lagu itu, baru sesaat, tanpa
merasa ia mengangkat bambunya, sendirinya terus ia bergerak-gerak menari!
Auwyang Hong terkejut, ia menghela napas. Segera ia maju, untuk mencekal lengan
keponakannya itu, menekan nadinya. Menyusuli itu, ia mengelarkan sapu tangan
sutera, untuk menyumbat kuping orang, supaya Auwyang Kongcu tidak dapat
mendengar lagu itu. Ketika kemudian si keponakan mulai tetap hatinya, baru ia
lepaskan cekalan dan tekanannya itu.
Oey Yong sendiri tidak terganggu seruling ayahnya itu. Seperti sang ayah, ia
sudah biasa mendengar itu lagu "Thia Mo Bu" atau "Tarian Hantu Langit". Ia hanya
berkhawatir untuk Kwee Ceng, takut si anak muda tak dapat menenangi diri,
menetapi hati, untuk mempertahankan diri..............
Kwee Ceng sudah lantas duduk bersila di tanah, ia menenangkan diri dengan
latihan tenaga dalam Coan Cin Kauw, dengan begitu ia menentang rayuan atau
bujukannya irama seruling yang menggoncangkan hati itu. Berbareng dengan itu,
tak hentinya ia memperdengarkan kecrek bambunya, untuk mengacau lagu itu.
Tadi Oey Yok Su bertiga Ang Cit Kong dan Auwyang Hong, dengan lagu-lagu mereka
telah mengadu irama, mereka dapat saling menyerang, saling membela diri, mereka
tidak saja tak kena terbujuk atau terserang, sebaliknya mereka dapat menyerang.
Sekarang Kwee Ceng kalah latihan tenaga dalam, ia tidak dapat menyerang, ia cuma
bisa membela diri, malah rapat penjagaannya itu. Benar ia tidak bisa melakukan
penyerangan membalas tetapi juga benar oey Yok Su tidak dapat menaklukinya.
Selang sesaat kemudian, suara seruling semakin lama jadi makin perlahan dan
halus, sampai sukar terdengarnya. mendengar itu, Kwee Ceng berhenti dengan
ketokan bambunya, ia memasang kupingnya.
Justru inilah lihaynya Oek Yok Su. Makin perlahan suara serulingnya, makin besar
tenaga menariknya. Begitu Kwee Ceng diam mendengari, bekerjalah pengaruh menarik
itu. Irama seruling dan irama bambu bergabung menjadi satu, mestinya pemusatan
pikiran si anak muda kena terbetot.
Tetapi Kwee Ceng bukannya lain orang. Coba lain orang, mestinya ia sudah runtuh,
tak dapat ia meloloskan diri. Ia pernah menyakinkan ilmu saling serang dengan
tangan sendiri, sebagimana ia telah lama berlatih dengan Ciu Pek Thong, maka
itu, hatinya satu tetapi ia dapat memecahnya menjadi dua. Maka begitu ia
mendengar suara aneh itu, yang membetot keras hatinya, ia memecah hatinya
menjadi dua. Ia insyaf akan bahaya yang mengancam. Dengan demikian, sambil
menetapi hati, menenangi diri, ia memperdengarkan pula suara sebatang bambunya
yang ia pegang dengan tangan kirinya, maka mendengung pulalah suara bung-bung.
Oey Yok Su menjadi terperanjat saking herannya.
"Bocah ini mempunyai kepandaian luar biasa, tidak dapat ia dipandang enteng,"
pikirnya. Tapi ia penasaran, ia mencoba pula. Tidak lagi ia berdiri diam, dengan
mengangkat kakinya, ia bertindak dalam penjuru patkwa, delapan persegi, sembari
jalan ia meniup terus serulingnya.
Kwee Ceng masih menepuk terus, kedua tangannya mengasih dengar tepukan yang
berbeda, dengan begitu ia bagaikan dua orang yang menentang Oey Yok Su satu
orang. Tenaganya pun bertambha sendirinya.
Oey Yocu bukan sembarang orang, makin ditentang ia jadi makin gagah, lalu nada
serulingnya menjadi tinggi dan rendah, makin luar biasa terdengarnya iramanya
itu. Kwee Ceng terus melawan, tetap ia mempertahankan diri, sampai mendadak ia dapat
merasakan dari suara seruling itu seperti ada hawa dingin yang menyambar
kepadanya, bagaikan hawa dingin dari es membungkus dirinya. Tanpa merasa, ia
mengigil. Biasanya suara seruling halus dan lemah mengalun, panjang kali ini perubahannya
ialah menjadi keras, bagaikan penyerangan dahsyat, maka itu Kwee Ceng merasakan
hawa dingin meresap ke tulang-tulangnya. lekas-lekas ia memusatkan pikirannya
lagi, ia memecah dua pula. Ia mengingat kepada matahari panas terik tergnatung
di udara, di waktu musim panas memukul besi, atau dengan tangan memegang obor
besar memasuki dapur ynag apinya marong dan panas sekali. Pemusatan perumpamaan
ini berhasil mengurangi serangannya hawa dingin itu.
Kembali Oey Yok Su menjadi heran. Ia melihatnya ditubuh sebelah kiri Kwee Ceng
ada sifat dingin, sebaliknya di tubuh sebelah kanan tertampak keringat keluar
tanda dari hawa panas. Ia lantas merubha pula irama lagunya. Ia melenyapkan hawa
dinginnya, ia mengganti itu dengan hawa panas dari musim panas.
Kwee Ceng terkejut karena perubahan itu, disaat ia hendak menentang lagi, suara
batang bambunya sudah menjadi kacau sendirinya.
Oey Yok Su menyaksikan itu, katanya dalam hatinya: "Kalau ia memaksa melawan, ia
masih dapat bertahan sekian lama, hanya kalau ia tetap terserang terus hawa
panas dan dingin bergantian, kesudahannya ia bakal dapat sakit berat." Karena
memikir demikian, ia berhenti meniup serulingnya, maka sedetik saja, iramanya
seperti lenyap di rimba. Maka berhentilah lagu seruling itu.
Kwee Ceng segera mengerti orang telah mengalah terhadapnya, ia lantas berlompat
bangun, untuk memberi hormat kepada Oey Yok Su seraya menghanturkan terima kasih
untuk kebaikan hati orang, yang ia bahsakan "Oey Tocu."
Oey Yok Su heran hingga ia mau menduga; "Bocah ini masih sangat muda usianya,
siapa tahu ilmu dalamnya begini bagus. Mustahilkah sengaja ia memperlihatkan
sikap ketolol-tololan sedang sebenarnya ia cerdas luar biasa" Jikalau tapat
dugaanku ini, anakku mesti dijodohkan dengannya. Baiklah aku mencoba pula!"
Begitulah ia tersenyum. "Kau baik sekali!" katanya manis. "Kau masih memanggil Oey Tocu kepadaku?"
Dengan pertanyaannya itu Oey Yok Su hendak memberi tanda, "Dari tiga ujian, kau
sudah lulus yang dua, karenanya sudah boleh kau mengubah panggilan menjadi gakhu
tayjin." Arti "gakhu tayjin" ialah ayah mertua yang terhormat.
Kwee Ceng ada seorang yang jujur dan polos, ia tidak mengerti yang kata-kata
orang mengandung dua maksud, maka ia menjadi gugup.
"Aku...aku..." katanya, lalu ia tak dapat meneruskannya. Lalu matanya mengawasi
kepada Oey Yong, untuk memohon bantuan dari si nona.....
Oey Yong girang bukan main. Ia lantas menekuk-nekuk jempol kanannya. Itu berarti
anjuran untuk Kwee Ceng bertekuk lutut kepada Oey Yok Su.
Kebetulan Kwee Ceng mengerti tanda itu, tanpa bersangsi lagi ia menjatuhkan diri
di depan tuan rumah sambil mengangguk sampai empat kali. Meski ia memberi hormat
secara begitu, tetapi mulutnya tetap bungkam.
"Kau memberi hormat kepadaku, kenapa?" tanya Oey Yok Su tertawa.
"Yong-jie yang menyuruh aku," sahut si tolol.
"Ah, dasar tolol, tetap tolol!" pikir Oey Yok Su. Ia lantas mengulur tangannya
kepada Auwyang Kongcu, guna menyingkirkan sumbatan di kuping anak muda itu
sembari ia berkata; "Bicara dari hal tenaga dalam, Kwee Sieheng yang terlebih
mahir, akan tetapi ketika aku menguji dengan lagu, kaulah, Auwyang Sieheng, ynag
lebih mengerti....Begini saja, acara nomor dua ini aku anggap seri. Sekarang
hendak aku memulai dengan acara yang ketiga, supaya dengan ini didapat keputusan
siapa di antara kedua sieheng, siapa yang menang dan siapa yang kalah."
"Aku, akur!" Auwyang Hong cepat-cepat memberi persetujuannya. Ia tahu
keponakannya sudah kalah, ia tidak menyangka yang Oey Yok Su si juru pemisah
sudah berbuat berat sebelah.
Ang Cit Kong menyaksikan itu semua, ia cuma tersenyum, tidak ia memperdengarkan
suaranya. Melainkan di dalam hatinya ia bilang: "Si Sesat bangkotan, anak ialah
anakmu, jikalau kau suka menikahkan dia sama pemuda doyang berfoya-foya, lain
orang tidak dapat mencampur tahu! Tetapi aku si pengemis tua, aku ingin sekali
menempur padamu. Sekarang aku berada bersendirian saja, dua tanganku tidak nanti
sanggup melayani empat buah tangan, biarlah, nanti aku mencari dulu Toan Hongya,
untuk ia membantu aku. Sampai itu waktu nanti jelaslah segala apa!"
Itu wkatu Oey Yok Su sudah merogoh sakunya untuk mengeluarkan sejilid buku yang
bagian mukanya dilapisi cita merah, sembari berbuat begitu, ia berkata: "Bersama
istriku aku mempunyai cuma ini seorang anak perempuan, tidak beruntung istriku
itu, ia menutup mata habis melahirkan anaknya ini, sekarang aku merasa beruntung
yang saudara Cit dan saudara Hong memandang mata kepadaku, bersama-sama kamu
melamar gadisku ini. Jikalau istriku masih hidup, tentu ia girang sekali..........."
Merah matanya Oey Yong mendengar ayahnya menyebut-nyebut almarhum ibunya.
"Buku ini ialah buku yang ditulis sendiri oleh istriku semasa hidupnya istriku
itu," Oey Yok Su berkata pula. "Jadi inilah warisan dari hati dan darahnya...
Sekarang aku minta kedua sieheng membaca buku ini, setelah selesai kau mesti
membaca pula di luar kepala, siapa yang dapat menghapalnya lebih banyak kali dan
tidak bersalah, akan aku serahkan anakku ini kepadanya..."
Ia berhenti sebentar. Ia menoleh kepada Ang Cit Kong, ia mendapatkan Pak Kay
tersenyum. Lalu ia meneruskan; "Menurut aturan, Kwee Sieheng sudah menang satu
pertandingan, tetapi kitab ini ada sangkut pautnya dengan kehidupanku, dan
istriku pun meninggal dunia karena kitab ini, maka itu sekarang hendak aku
memuji di dalam hatiku supaya ialah sendiri yang nanti memilih baba mantunya,
biar ia memayungi salah satu sieheng ini."
Sampai di situ habis sudah sabarnya Ang Cit Kong. Tadi ia masih dapat menguasai
diri, dia hanya bersenyum. Sekarang tidak.
"Oey si bangkotan sesat!" ia berkata nyaring. "Siapa kesudian mendengari obrolan
setanmu panjang-panjang" Terang kau mengetahui muridku tolol, dia tidak mengerti
ilmu surat dan syair, sekarang kau suruh ia membaca dan menghapalnya di luar
kepala, lalu kau menggertak dengan istrimu ynag sudha mati! Sungguh kau tidak
tahu malu!" Habis berkata, si pengemis mengibas tangannya, terus ia memutar tubuhnya untuk
bertindak pergi. Oey Yok Su tertawa dingin.
"Saudara Cit!" ia berkata, "Jikalau kau datang ke Tho hoa To ini untuk banyak
tingkah, mestinya kau belajar pula ilmu silatmu untuk lagi beberapa tahun!"
Ang Cit Kong membalik pula tubuhnya, sepasang alisnya berbangkit.
"Apa"!" tanyanya bengis.
"Kau tidak mengerti ilmu Kie-bun Ngo-heng, jikalau kau tidak dapat perkenan dari
aku, jangan kau harap nanti dapat keluar dari pulau ini!" menjawab si tuan
rumah. "Akan aku melepaskan api membakar ludas semua bunga dan pohonmu ynag bau!" Cit
Kong berkata keras. "Jikalau kau ada mempunyai kepandaianmu, cobalah kau bakar!" Oey Yok Su
menentang. Melihat kedua orang tua itu hendak berkelahi, Kwee Ceng maju sama tengah.
"Oey Tocu! Ang Locianpwee!" ia berkata. "Biarlah nanti teecu mencoba bersama
Auwyang toako membaca buku itu dan menghapalnya di luar kepala. Teecu memang
bebal, umpama teecu kalah, itulah sudah selayaknya..."
Oey Yok Su mendelik kepada si anak muda.
"Kau memanggil apa kepada gurumu"!" ia menegur.
"Teecu baru saja mengangkat guru, oleh karena teecu masih belum memberitahukan
itu kepada enam guruku, sekarang ini belum berani teecu merubah panggilan," Kwee
Ceng memberi keterangan. "Hah! Di mana sih ada sekian banyak kerewelan!" katanya Tong Shia sebal.
Luas pengetahuannya Oey Yok Su tetapi sepak terjangnya biasa menyalahi aturan
atau kebiasaan, maka itu tidaklah ia puas mendapatkan pemuda itu demikian
menjunjung ada peradatan.
"Bagus!" berseru Ang Cit Kong. "Aku masih belum terhitung gurumu! Kau sudi
mendapat malu, terserah padamu! Silahkan, silahkan!"
Oey Yok Su tidak membilang suatu apa, hanya berpaling kepada anaknya.
"Kau duduklah baik-baik, jangan kau main gila!" katanya. Ia memesan demikian,
Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karena ia khawatir anak itu membantu pula Kwee Ceng.
Oey Yong tersenyum, ia tidak menyahuti. Tapi ia berdiam dengan hatinya bekerja.
Ia tahu kali ini pastilah Kwee Ceng bakal kalah, maka ia mengasah otaknya
mencari jalan keluar untuk nanti buron bersama-sama pemuda itu....
Oey Yok Su lantas menitahkan Kwee Ceng dan Auwyang Kongcu duduk berendeng di
sebuah batu besar, ia berdiri di depan mereka, ia memegangi kitabnya, yang ia
ansurkan untuk mereka itu melihatnya, sebab mereka mesti membaca dengan
berbareng. Judul kitab ada "Kiu Im Cin-keng" Bagian Bawah, model hurufnya model Toan-jie.
Begitu melihat itu, Auwyang Kongcu girang luar biasa. Ia berkata dalam hatinya:
"Dengan segala macam akal aku memaksa Bwee Tiauw Hong menyerahkan kitab ini,
siapa tahu sekarang mertuaku ini hendak berbuat baik kepadaku, ia membiarkan aku
membaca kitab luar biasa ini!"
Kwee Ceng melihat enam huruf itu, tak sehuruf juga yang ia kenal. Ia berpikir:
"Dia sengaja hendak membikin susah padaku! Surat yang berlugat-legot bagaikan
cacing ini mana aku kenal" Biarlah, aku menyerah kalah..."
Ketika itu Oey Yok Su sudah mulai membalik kulitnya buku itu. Nyata huruf-huruf
di dalamnya mermodel huruf Kay-jie, ialah huruf biasa dan huruf-hurufnya
tertulis bagus sekali. Teranglah itu tulisannya seorang wanita. Ketika ia sudah
membaca baris pertama, hatinya goncang. Baris itu berbunyi: "Aturan dari langit,
rusak itu berlebihan, tambalan tak kecukupan, maka itu kosong lebih menang
daripada luber, tak cukup menang menang.... Semuanya itu sudah pernah ia
mendengarnya dari Ciu Pek Thong, yang pernah ia sudah menghapalnya. Maka ia
lantas melihat lebih jauh. Untuk kegirangannya, semua itu adalah huruf-huruf
yang ia sudah hapal benar.
Oey Yok Su menunggu sampai ia merasa orang sudah membaca habis, ia membalik pula
halaman lainnya. Hal ini dilakukan terus selang sesaat. Hanya huruf-huruf itu
makin lama makin tak lengkap susunannya, di bagian belakang menjadi kacau,
sedang tulisannya sendiri makin lemah, seperti ditulis dengan kehabisan tenaga.
Terkesiap hati Kwee Ceng, karena sekarang ia ingat keterangannya Ciu Pek Thong
halnya Oey Hujin, yaitu istrinya Oey Yok Su, yang sudah menuliskan isi kitab
secara dipaksakan, kerana tubuhnya menjadi lemah, hingga diwaktu melahirkan Oey
Yong, tenaganya habis dan menjadi meninggal dunia. Inilah kitab yang ditulis
disaat-saat kematiannya nyonya itu.
"Mungkinkah yang Ciu Toako menitahkan aku menghapalkannya adalah isi kitab ini?"
Kwee Ceng berpikir pula. "Adakah ini Kiu Im Cin-keng" Tidak, tidak bisa jadi!
Kitab itu bagian bawahnya sudah dibikin lenyap oleh Bwee Tiauw Hong, bagaimana
sekarang bisa berada di tangannya Oey Yok Su ini?"
Oey Yok Su melihat orang bengong, ia menduga mestinya kepala pemuda ini sudah
pusing. Ia tidak mengambil mumat, ia terus membalik-balik pelbagai halaman
setelah temponya, ia merasa, orang sudah membaca habis.
Mulanya Auwyang Kongcu dapat membaca dengan baik, kemudian toba kepada
penjelasan cara melatihnya ilmu silat itu, ia bingung karena kata-katanya
seperti terputar balik. Kemudian lagi, hatinya mencelos akan mendapatkan ada
huruf-huruf yang berlompatan, hingga karangan tak lagi lancar. Di dalam hatinya
ia menghela napas dan berkata: "Kiranya dia masih tidak hendak memperlihatkan
kitab yang tulen..." Tapi ia dapat memikir sebaliknya; "Benar aku tidak dapat
melihat isi kitab yang lengkap, tetapi toh aku jauh lebih banyak dapat
mengingatnya daripada si tolol ini, mak adalam ujian ini pastilah aku yang bakal
menang. Oh, si nona yang sangat cantik manis yang bagaikan putri kayangan ini,
akhirnya toh bakal menjadi orangku juga...!"
Kwee Ceng juga melihat dan membaca setiap halaman yang dibalik terus oleh Oey
Yok Su itu, ia mendapat kenyataan semua isinya itu sama seperti yang ia
diajarkan Ciu Pek Thong, cuma bagian-bagian yang lompat saja yang tak terbaca
tetapi ia ketahui itu, sebab ia masih hapal semua ajaran kakak angkatnya si
orang tua yang jenaka dan berandalan itu. Ia mengangkat kepalanya, memandang ke
arah pohon, ia tidak dapat menduga apa hubungannya ajaran Ciu Pek Thong itu
dengan kitab ini. Tidak lama, setelah membalik halaman terakhir, Oey Yok Su emngawasi kedua pemuda
itu. "Nah, siapa yang hendak membaca terlebih dulu di luar kepala?" dia menanya.
Sebelum menjawab, Auwyang Kongcu sudah berpikir untuk jawaban itu. Pikirnya:
"Isi kitab kacau sekali, sangat sukar untuk dihapalkannya, maka baiklah aku
menggunakan ketika aku baru saja habis membaca akan menghapalnya, dengan begitu
pastilah aku akan dapat membaca lebih banyak..." Ia mau mengartikan, kesalahannya
apstilah lebih sedikit. Karenanya, segera ia menyahuti: "Aku yang menghapal
lebih dulu!" Oey Yok Su mengangguk. "Kau pergi ke ujung rimba ini, jangan kau mendengari dia lagi menghapal," ia
menitahkan Kwee Ceng kepada siapa ia berpalinng.
Kwee Ceng menurut, ia pergi jauhnya beberapa puluh tindak.
Oey Yong menjadi girang sekali. Ia pikir inilah ketikanya yang paling baik.
Bukankah dengan begitu ia bisa mengajak si anak muda kabur bersama" Maka ia
lantas angkat kakinya, hendak ia bertindak perlahan-lahan menghampirkan pemuda
itu. Atau mendadak: "Yong-jie, mari!" memanggil Oey Yok Su. "Kau juga mendengarinya mereka membaca
diluar kepala, supaya kau jangan nanti mengatakannya aku berat sebelah!"
Mencelos hatinya si nona. Katanya ayah itu adil, tetapi kenyataannya sangat
berat sebelah untuknya. Bukankah ia jadinya dicegah mendekati Kwee Ceng" maka
itu ia berkata: "Ayah yang berat sebelah, tak usah ayah menyebutkannya orang
lain!" Oey Yok Su tidak gusar, bahkan ia tertawa.
"Tidak tahu aturan! Mari!" dia memanggil pula.
"Aku tidak mau datang!" sahut si anak, membelar. Di mulut ia mengucap demikian,
tapi kakinya bertindak menghampirkan. Ia cerdik sekali, ia pun tahu tabiat
ayahnya itu, kalau si ayah berjaga-jaga, sulit untuk ia kabur pula. Maka juga ia
hendak memikir perlaha-lahan, untuk mencari akal. Ketika ia sudah datang dekat,
ia memandang Auwyang Kongcu sambil tertawa manis.
"Auwyang Toako, ada apakah sih bagusnya aku?" ia bertanya. "Kenapa kau begini
sangat menyukai aku?"
Bukan main girangnya Auwyang Kongcu. Manis sekali si nona. Hingga hatinya
berdenyutan. Inilah ia tidak sangka.
"Adik, kau...." katanya kegirangan sangat, hingga ia seperti lupa ingatan, hingga
tak dapat ia meneruskan kata-katanya.
"Toako, janganlah kau terburu-buru hendak pulang ke See Hek," berkata pula Oey
Yong, tetap dengan manis budi. "Kau diamlah di Tho Hoa To ini untuk beberapa
hari lagi. Di See Hek itu sangat dingin, bukankah?"
"See Hek itu luas sekali wilayahnya," menyahut Auwyang Kongcu. "Memang di sana
ada banyak daerahnya yang dingin tetapi pun ada yang hangat dan nyaman seperri
Kanglam." "Ah, aku tidak percaya!" berkata lagi si nona, yang membawa aksinya yang
menggiurkan. Ia tertawa. "Kau memang paling suka memperdayakan orang!"
Auwyang Kongcu masih hendak melayani bicara, untuk membantah si nona itu, atau
segera ia dihalangi oleh Auwyang Hong. See Tok sudah lantas dapat membade maksud
Oey Yong si cerdik ini, bahwa sikap manisnya itu adalah daya belaka untuk
mengacau otaknya Auwyang Kongcu, supaya pikirannya disesatkan ke lain soal, si
keponakan jadi lupa kepada isinya kitab Kiu Im Cin-keng.
"Eh, anak!" demikian menegurnya. "Omongan yang tak perlunya baiklah kau
bicarakan perlahan-lahan nanti, mari belum kasep. Sekarang lekas kau membaca di
luar kepala!" Auwyang Kongcu terkejut. Memang, karena perhatiannya ditarik Oey Yong, ia dapat
melupakan apa yang barusan dihapalnya. Dan benar-benar ada yang ia lupa. Maka
lekas-lekas ia memusatkan pikirannya. Sesudah itu, barulah dengan perlahan-lahan
ia mulai membaca. Ia berhasil membaca permulaannya, ia lantas melanjuti. Tentu
saja ia lupa di bagian-bagian yang penjelasan ilmu silatnya sulit, seperti Oey
Hujin sendiri tidak ingat seanteronya.
Oey Yok Su tertawa kapan pemuda yang dipenujunya itu selesai membaca.
"Kau telah mendapat membaca banyak, bagus!" katanya. "Kwee sieheng, mari,
sekarang giliranmu!"
Kwee Ceng bertindak menghampirkan. Ia melihat Auwyang Kongcu kegirangan, ia
kagum, di dalam hatinya ia kata:" Anak ini benar-benar lihay, sekali membaca
saja ia sudah dapat menghapal di luar kepala sedang tulisan itu kacau balau.
Benar-benar aku tidak sanggup, maka sekarang baiklah aku emngahapal seperti yang
Ciu Toako ajari aku."
Ang Cit Kong melihat sikap muridnya itu, ia tertawa.
"Anak tolol, mereka itu sengaja hendak membikin kita bagus ditonton!" Ia
berkata. "Baiklah kita mengaku kalah saja!"
"Memang aku pun sebenarnya tak dapat melawan Auwyang Toako," Kwee Ceng
membilang. Mendadak Oey Yong berlompat ke ke atas payon paseban, yang telah roboh sebagian,
di sana ia berdiri seraya menghunus pisau belati, yang ia letaki di depan
dadanya. Ia berseru; "Ayah! Jikalau kau memaksa aku ikut si manusia busuk itu
pergi ke See Hek, hari ini anakmu akan binasa untuk kau lihat!"
Oey Yok Su kenal baik tabiat anaknya itu.
"Letaki senjatamu!" ia berkata, "Kita dapat berbicara dengan perlahan-lahan."
Sementara Auwyang Hong telah bekerja. Mendadak ia menekan tongkatnya ke tanah,
segera terdengar satu suara aneh, terus dari tongkat itu melesat serupa senjata
gelap yang luar biasa, menyambar ke arah Oey Yong.
Hebat melesatnya senjata rahasia ini, belum Oey Yong menginsyafinya, pisau
belati di tangannya sudah kena terhajar hingga terlepas dan jatuh ke tanah.
Dilain pihak tubuh Oey Yok Su pun berkelebat, sedetik saja ia sudah sampai di
atas pesaben, dimana ia mengulur tangan merangkul pinggang putrinya.
"Benar-benarkah kau tidak sudi menikah?" katanya, perlahan. "Baiklah! Mari kau
berdiam di Tho Hoa To menemani ayahmu seumur hidupmu!"
Oey Yong meronta-ronta, ia menangis.
"Ayah, kau tidak sayang Yong-jie, kau tidak sayang Yong-jie...!" katanya.
Menyaksikan itu, Ang Cit Kong tertawa berkakak. Ia tidak nyana Oey Yok Su, yang
hatinya keras dan telangas, kewalahan melayani putrinya itu.
Selagi Ang Cit Kong berkpikir begitu, Auwyang Hong berpikir lain. Ia ini kata di
dalam hatinya; "Baik aku menanti hingga sudah ada keputusan ujian ini, setelah
itu hendak aku membikin habis pengemis tua serta si bocah she Kwee ini. Urusan
lainnya pasti gampang diurus belakangan. Anak itu manja sekali, apa aku peduli?"
Karena ini, ia berkata: "Kwee Sieheng lihay sekali, kau sungguh satu pemuda
gagah, maka itu di dalam ilmu surat kau tentu pandai juga. Saudara Yok, silahkan
minta Kwee Sieheng mulai menghapal!"
Itulah kata-kata baik tetapi itu sebenarnya adalah desakan.
"Baiklah," menyahut Oey Yok Su. "Yong-jie, kalau kau mengacau lagi, nanti kacau
juga pikirannya Kwee Sieheng."
Mendengar itu, benar-benar Oey Yong lantas menutup mulutnya.
Auwyang Hong ingin sekali si anak muda mendapat malu, ia mendesak; "Kwee
Sieheng, silahkan mulai! Kami ramai-ramai akan mendengar dengan perhatian
pembacaanmu di luar kepala."
Mukanya Kwee Ceng merah seluruhnya.
"Mana dapat aku menghapal?" pikirnya pula. "Baik aku membaca ajarannya Ciu
Toako..." Dan lantas ia membaca. Sebenarnya sudah beratus kali ia menghapal "Kiu
Im Cin-keng", karena Ciu Pek Tong tak bosannya mengajari ia, dari itu, ia masih
ingat dengan baik itu semua. Demikian kali ini, mulai dengan perlahan, ia
menghapal terus, makin lama makin lancar, selama itu tak sepatah kata yang salah
atau berlompatan. Orang semua tercengang. Bukankah bocah ini baru melihat hanya satu kali kitab
yang dijadikan ujian itu" Maka kesannya ialah: "Bocah ini cerdas sekali tetapi
ia nampaknya tolol. Kiranya dia sebenarnya berotak sangat terang!"
Oey Yok Su heran, apa pula setelah Kwee ceng sudah habis menghapal halaman
keempat. Ia dapat kenyataan, kata-katanya si anak muda lebih rapi daripada
kitabnya, seperti ditambahkan sepuluh lipat. Dan itulah memang bunyinya atau isi
aslinya "Kiu Im Cin-keng" itu. Karena ini, tanpa merasa ia mengeluarkan peluh
dingin. "Mustahilkah istriku yang telah menutup mata itu demikian cerdas hingga di alam
baka dia dapat mengingat kitab yang asli dan dia telah mengajarinya semuanya
kepada pemuda ini?" ia bertanya dalam hatinya. Selagi ia berpikir, kupingnya
mendengar terus suara yang lancar dan terang dari Kwee Ceng, yang menghapal
terus-terusan. Maka ia mau percaya benar-benar istrinya sudah mewariskannya
kepada si anak muda. Ia lantas mengangkat kepalanya, mendongak ke langit, dari
mulutnya terdengar suara tak tedas: "A Heng, A Heng, sungguh kau sangat mencinta
kepadaku, hingga kau pinjam mulutnya pemuda ini untuk mengajari aku Kiu Im Cin-
keng...... Kenapa kau membiarkan aku tak dapat melihat pula wajahmu barang satu kali
lagi" Setiap malam aku meniup serulingku, kau dengarkah itu?"
"A Heng" itu ialah nama kecil dari Oey Hujin, istri yang Oey Yok Su sangat
mencintainya. Nama itu, sekalipun Oey Yong gadisnya, tidak mendapat tahu.
Orang banyak heran melihat sikapnya tocu dari Tho Hoa To ini, air mukanya
berubah, air matanya mengembang, dan entah apa yang diucapkannya itu.
Cuma sebentar Oey Yok Su berada dalam keadaan yang luar biasa itu, mendadak ia
kembali pada dirinya sendiri. Sekarang ia seperti bermuram durja. Ia mengibaskan
tangannya, terus ia menanya Kwee Ceng dengan suara keras, sikapnya bengis:
"Apakah kitab Kiu Im Cin-keng yang lenyap di tangannya Bwee Taiuw Hong terjatuh
ke dalam tanganmu"!"
Kwee Ceng terkejut, hatinya pun ciut.
"Tee...teecu tidak mengetahui kitabnya Bwee Cianpwee itu terlenyap di mana...."
sahutnya guup, suaranya tak lancar. "Jikalau aku mendapat tahu, pasti sekali aku
suka membantu mencarinya, untuk dibayar pulang kepada tocu..."
Oey Yok Su mengawasi wajah orang dengan tajam, pada itu ia tidak nampak
kepalsuan, maka itu maulah ia percaya orang tidak berdusta. Karenanya ia jadi
mau percaya juga yang istrinya, dari dalam alam baka, sudah mewariskannya kepada
pemuda ini. "Baiklah, saudara Cit dan saudara Hong!" katanya kemudian, suaranya terang,
"Inilah baba mantu pilihannya istriku almarhum, maka itu sekarang aku tidak
dapat membilang apa-apa lagi. Anak, aku menjodohkan Yong-jie kepadamu, kau
haruslah memperlakukan dia baik-baik. Yonng-jie telah termanjakan olehku, dari
itu haruslah kau suka mengalah tiga bagian...."
Oey Yong girang bukan kepalang. Ia lantas saja tertawa. Sama sekali ia tidak
menjadi likat karena keputusan itu.
"Ayah, bukankah aku satu anak baik?" ia berkata. "Siapa yang bilang aku telah
termanjakan olehmu?"
Kwee Ceng benar tolol tetapi kali ini, tanpa menanti tanda pengajaran dari Oey
Yong, sudah lantas ia menekuk lutut di hadapannya Oey Yok Su, untuk paykui empat
kali seraya ia memanggil: "Gakhu Tayjin!" Tapi, belum sempat ia berbangkit,
tiba-tiba Auwyang Kongcu membentak: "Tahan dulu!"
Ang Cit Kong girang bukan main, ia sampai ternganga, tetapi ketika ia mendengar
suaranya Auwyang Kongcu, ia dapat berbicara.
"Apa"!" dia tanya. "Apakah kau belum juga menyerah?"
"Apa yang dibacakan saudara Kwee barusan jauh terlebih banyak daripada isinya
kitab ini," berkata Auwyang Kongcu. Ia pun rupanya menginsyafi itu. "Mestinya ia
telah mendapatkan Kiu Im Cin-keng yang asli! Aku yang muda hendak membesarkan
nyali, hendak aku menggeledah tubuhnya!"
"Oey Tocu sudah selesai menjodohkan putrinya, perlu apa kau menimbulkan
kerewelan baru"!" Ang Cit Kong menegur. "Kau dengar apa kata pamanmu barusan?"
Matanya Auwyang Hong terbalik.
"Aku Auwyang Hong, mana dapat aku diakali orang?" dia berkata dengan nyaring. Ia
mau percaya tuduhan keponakannya dan merasa pasti di tubuhnya Kwee Ceng ada
kitab "Kiu Im Cin-keng" yang asli, bahkan sekejap itu ingin ia merampas kitab
itu, hingga ia melupakan yang Oey Yok Su sudah memutuskan pilihan baba mantunya
itu. Kwee Ceng tidak takut digeledah, mana dia lantas meloloskan ikat pinggangnya.
"Auwyang Cianpwee, silahkan kau periksa!" ia menantang, ia berserah diri. Ia pun
terus mengasih keluar segala isi sakunya, yang mana ia letaki di atas batu.
Auwyang Hong mellihat semua barang itu adalah uang perak, sapu tangan, batu api
dan lainnya, tidak ada kitab, maka ia mengulurkan tangannya ke tubuh si anak
muda. Oey Yok Su kenal baik si See Tok yang sangat licik dan telangas, yang di dalam
murkanya yang sangat dapat menurunkan tangan jahat. Kalau si Bisa dari Barat ini
keburu menurunkan tangan, walaupun ia lihay, tidak nanti ia dapat mengobati
menantunya itu. Maka hendak ia mencegah. Sambil batuk-batuk ia lonjorkan
tangannya yang kiri, diletaki di tulang punggung Auwyang Kongcu. Itulah tulang
paling penting pada tubuh manusia, asal Tong Shia menurunkan tangannya yang
lihay, habis sudah tulang itu, terbinasalah Auwyang Kongcu di situ juga.
Ang Cit Kong dapat melihat sepak terjangnya Oey Yok Su, ia dapat menduga maksud
orang, ia tertawa di dalam hatinya. Pikirnya: "Oey Lao Shia benar-benar sangat
memihak! Sekarang ia menyayangi baba mantunya, dia lantas melindungi muridku
yang tolol ini...." Sebenarnya juga Auwyang Hong berniat menggunai pukulan kodoknya akan menghajar
Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan meraba perutnya Kwee Ceng. Asal ia dapat menekan perut itu, selang tiga
tahun, Kwee Ceng bakal dapat sakit dan akan mati karenanya. Tapi ia bermata
awas, ia dapat melihat penjagaannya Oey Yok Su itu, lantas ia membatalkan
niatnya itu. Ia menggeledah tubuh Kwee Ceng, ia tidak mendapatkan lainnya
barang. Ia berdiam sesaat. Ia tidak mempercayai almarhum Oey Hujin benar-benar
mewariskan kitab itu dari alam baka, untuk memilih menantunya. Setelah itu, ia
dapat memikir lainnya lagi.
"Anak ini tolol, memang tak mungkin ia mendusta. Kalau aku menanya padany,
mungkin sekali ia akan memberikan keterangannya yang sebenarnya..."
Maka ia gerakilah tongkat ularnya, hingga gelang emasnya berbunyi berkontrang,
hingga dua ekor ularnya melilit-lilit.
Menampak itu, Kwee Ceng dan Oey Yong mundur bersama.
"Kwee Sieheng," Auwyang Hong menanya, suaranya tajam, "Dari manakah kau
mempelajarinya isi kitab Kiu Im Cin-keng ini?"
"Aku ketahui tentang sejilid kitab Kiu Im Cin-keng akan tetapi belum pernah aku
melihatnya," menyahut Kwee Ceng, jujur. "Kitab bagian atas ada pada Toako Ciu
Pek Thong..." Ang Cit Kong heran hingga ia menyelak.
"Eh, eh, mengapa kau panggil toako kepada Pek Thong?" ia menanya.
"Ciu Toako telah mengangkat saudara dengan teecu," Kwee Ceng menyahut, kembali
dengan sejujurnya. "Yang satu tua bangka, yang lain muda belia, sungguh edan!" tertawa Ang Cit
Kong. "Kacaulah aturan peradatan!"
"Kitab bagian bawah?" Auwyang Hong tanya pula.
"Kitab itu telah dibikin lenyap di telaga Thay Ouw, oleh Suci Bwee Tiauw Hong,"
Kwee Ceng menyahut pula. "Sekarang Bwee Suci sedang dititahkan gakhu untuk
mencari kitab itu. Aku telah memikir, setelah memberitahukan kepada gakhu, ingin
aku pergi untuk membantu mencari."
Dengan keponakannya, Auwyang Hong saling memandang.
"Kau belum pernah melihat Kiu Im Cin-keng, cara bagaimana kau dapat membacanya
di luar kepala?" tanya pula Auwyang Hong, kali ini dengan bengis.
"Apakah yang aku baca barusan itu Kiu Im Cin-keng?" Kwee Ceng balik menanya.
"Tidak, tidak bisa jadi! Itulah Ciu Toako yang mengajari aku menghapalnya!"
Diam-diam Oey Yok Su menghela napas, kelihatannya ia putus asa.
"Inilah seperti bicaranya hantu atau malaikat, sungguh sangat samar," pikirnya.
"Rupanya benar anakku berjodoh dengan bocah ini, maka segala-galanya terjadi
secara kebetulan sekali."
Selagi Tong Shia heran, Auwyang Hong menlanjuti pertanyaannya.
"Sekarang ini di mana adanya Ciu Pek Thong?" demikian tanyanya.
Kwee Ceng hendak memberikan penyahutannya, ketika mertuanya memotong: "Anak
Ceng, tidak usah kau banyak omong." Kemudian si Sesat dari Timur ini berpaling
kepada Auwyang Hong untuk mengatakan "Inilah urusan tidak berarti, buat apa
dibicarakan panjang-panjang" Saudara Hong, saudara Cit, kita sudah duapuluh
tahun tidak bertemu, marilah di pulauku ini kita minum puas-puas selama tiga
hari!" Oey Yong pun segera berkata: "Cit Kong-kong, nanti aku memasaki kau beberapa
rupa sayuran! Bunga teratai di sini bagus sekali, jikalau lembaran bunga itu
dimasak ayam tim campur lengkak segar dan daun teratai, pastilah rasanya lezat
sekali! Dan kau tentulah akan sangat menyukainya!"
Ang Cit Kong tertawa lebar.
"Sekarang telah tercapailah maksud hatimu!" katanya. "Lihat, bagaimana
girangmu!" Digoda begitu, Oey Yong tertawa.
"Cit Kong-kong, Auwyang Pepe, dan kau Auwyang Sieheng, silahkan!" ia lantas
mengundang. Ia membawa sikap manis terhadap mereka semua, tak terkecuali Auwyang
Kongcu. Auwyang Hong menjura terhadap Oey Yok Su.
"Saudara Yok, aku menerima baik kebaikan hati kau ini," ia berkata. "Saudara, di
sini saja kita berpisahan...."
"Saudara Hong," menyahut si tuan rumah, "Kau datang dari tempat yang jauh dan
aku belum lagi melakukan kewajibanku sebagai sahabat, mana bisa enak hatiku?"
Sama sekali tidak ada niatnya Auwyang Hong, berdiam lebih lama lagi, karena ia
telah putus asa. Sebenarnya ia datang bukan melulu untuk jodoh keponakannya itu,
lebih daripada itu, hendak ia sesudah pernikahannya sang keponakan, bekerja sama
Oey Yok Su mencari Kiu Im Cin-keng, kitab ajaib itu. Tidak demikian, sebagai
ketua suatu partai, mana sudi ia sembarang menaruh kaki di Tionggoan" Pernikahan
sudah gagal, ia pun lenyap harapannya, ia menjadi sangat tawar hatinya. Tetapi
Auwyang Kongcu, si keponakan berpikir lain.
"Paman," katanya Auwyang Kongcu, "Keponakanmu tidak punya guna, ia membikin kau
malu, tetapi Oey Peehu telah menjanjikannya hendak mengajari keponakanmu semacam
ilmu kepandaian...."
Auwyang Hong mengasih dengar suara "Hm!" Ia ketahui dengan baik belumlah padam
cintanya si keponakan ini terhadap Oey Yong, maka juga si keponakan masih hendak
mencari ketika untuk bisa terus berdekatan dengan nona itu. Alasan belajar ini
adalah alasan yang paling baik. Si keponakan menjadi mungkin mendapat ketika
akan merayu-rayu hati Oey Yong hingga si nona akhirnya terjatuh juga ke dalam
pelukannya...." Oey Yok Su dilain pihak jug atidak puas hatinya. Ia telah memberikan janjinya
itu karena ia percaya pasti Auwyang Kongcu bakal lulus, maka hendak ia
menurunkan semacam pelajaran kepada Kwee Ceng, siapa tahu kesudahannya adalah
kebalikannya dugaannya itu, ialah Auwyang Kongcu yang jatuh.
"Auwyang Sieheng," ia lantas berkata, "Kepandaian pamanmu adalah yang terlihay
di kolong langit ini, tidak ada lain orang yang dapat menandanginya, karena ini
adalah warisan keluargamu sebenarnya tak usah kau mencari dari lain kaum. Hanya
apa yang dinamakan Co-to Pang-bun, yaitu ilmu golongan kiri atau sampingan, aku
si tua masih juga mempunyakannya sedikit, maka jikalau sieheng tidak mencelanya,
yang mana saja yang aku mengerti, suka aku mengajarkannya padamu."
Auwyang Kongcu sudah lantas berpikir; "Hendak aku memilih yang paling lama
dipelajarinya, yang paling meminta waktu. Tocu ini kabarnya mengerti ilmu Ngo-
heng Ki-bun, baiklah aku minta ilmu itu yang tak keduanya dikolong langit ini,
yang tentunya tak habis dipelajari dalam sehari semalam...." Maka ia lantas
menjura dan berkata: "Keponakanmu mengagumi ilmu Ngo-heng Ki-bun dari peehu,
maka itu aku mohon kebaikan budi peehu untuk mengajari saja aku ilmu itu."
Oey Yok Su berdiam, tidak lantas ia menjawab. Ia merasa sulit. Ngo-heng Ki-bun
itulah kepandaiannya yang paling utama, sekalipun kepada putrinya belum ia
mewariskannya, maka itu cara bagaimana dapat ia menurunkannya kepada orang luar"
Tetapia ia sudah mengeluarkan kata-katanya, tak dapat ia menyesal atau menarik
pulang. Maka kemudian menyahutlah ia: "Ilmu Ki-bun itu menggenggam banyak
sekali, kau hendak mempelajari yang mana satu?"
Auwyang Kongcu cuma mengutamakan dapat tinggal selama mungkin di pulau Tho Hoa
To ini, maka itu ia menjawab; "Keponakanmu melihat jalanan di Tho Hoa To ini
sangat berliku-liku, pepohonannya pun lebat sekali, aku menjadi sangat
menganguminya, maka itu aku mohon peehu sukalah memperkenankan aku tinggal di sini untuk beberapa bulan. Dengan begitu maka keponakanmu jadi dapat
ketika untuk belajar dengan sabar."
Mendengar itu, air mukanya Oey Yok Su berubah. Ia segera melirik kepada Auwyang
Hong. Di dalam hatinya, ia berpikir; "Jadinya kau hendak menyelidiki rahasianya
pulauku ini! Sebenarnya, apakah maksud kamu?"
Auwyang Hong sangat cerdik, mengertilah ia sudah akan keragu-raguannya tuan
rumah itu. Maka lantas ia menegur keponakannya: "Kau sungguh tidak tahu
tingginya langit dan tebalnya bumi! Tho Hoa To ini tercipta setelah peehumu
menghabiskan hati dan darahnya, pulau ini teratur begini sempurna, bahwa orang
luar tidak berani menyerbunya semua mengandal kepada lihaynya ini, dari itu mana
dapat peehumu membebernya kepada kau?"
Oey Yok Su tahu orang menyindir, dengan dingin ia berkata: "Walaupun Tho Hoa To
ada hanya sebuah bukit yang gundul, orang di kolong langit ini belum tentu ada
yang sanggup mendatanginya untuk membikin celaka pada aku Oey Yok Su!"
Auwyang Hong tertawa. "Aku kesalahan omong, saudara Yok, maaf!" ia memohon.
"Hai, saudara Racun, saudara Racun!" Ang Cit Kong tertawa dan turut berbicara.
"Akalmu ini akal memancing kemarahan orang, kau menggunainya dengan caramu yang
kurang jujur!" Oey Yok Su seperti habis akal, ia selipkan seruling kumalanya di leher bajunya.
"Tuan-tuan, silahkan turut aku!" ia mengundang.
Maka itu berhentulah pembicaraan mereka.
Auwyang Kongcu ketahui tuan rumah murka, ia melirik kepada pamannya.
Auwyang Hong mengangguk, lalu ia bertindak mengikuti tuan rumah. Yang lain-
lainnya pun turut mengikutinya.
Jalanan berliku-liku, sekeluarnya dari rimba bambu itu, di depannya mereka
terlihat sebuah pengempang teratai yang besar, yang bunga teratainya sedang
mekar banyak, hingga di situ tersebarlah bau harum semerbak yang halus dari
bunga yang indah dan bersih itu. Daun-daun teratai pun terampas luas dan lebar.
Di tengah-tengah pengempang ada sebuah jalanan yang memotong untuk tiba di lain
tepi, hingga dengan begitu pengempang itu menjadi terbelah dua.
Oey Yok Su berjalan di jalanan di tengah pengempang itu, ia memimpinnya orang
banyak ke sebuah rumah yang nampak terawat rapi sekali, yang tiang-tiangnya
terbuat dari batang-batang atau bongkol pohon cemara yang tak dibuangi
babakannya hingga nampak jadi wajar. Di luar itu pun merambat pohon-pohon rotan
yang beroyot. ketika itu ada di musim panas tetapi berada di dalam rumah itu,
semua orang mersakan adem.
Oey Yok Su mempersilahkan lebih jauh keempat tetamunya masuk ke dalam kamar
tulis dimana bujangnya yang gagu segera menyuguhkan the, yang airnya berwarna
hijau, tetapi setelah dihirup, teh itu dingin bagaikan salju, meresap hingga ke
ulu hati. Ang Cit Kong tertawa, ia berkata: "Orang bilang, sesudah tiga tahun menjadi
pengemis, berpangkat pun dia tak sudi, tetapi, saudara Yok, jikalau aku dapat
tinggal tiga tahun di dalam duniamu yang begini adem nyaman, menjadi pengemis
pun tak sudilah aku!"
"Saudara Cit," menyahut Oey Yok Su, "Jikalau benar kau sudi tinggal untuk suatu
waktu denganku di sini, supaya kita kakak beradik dapat minum arak dan
mengobrol, itulah sungguh hal yang aku memintanya pun tidak dapat."
Ketarik hatinya Ang Cit Kong mendengar suara orang yang sungguh-sungguh itu.
Tetapi Auwyang Hong segera berkata; "Kamu kedua tuan, jikalau kau sampai tidak
berkelahi, tak usah sampai dua bulan lamanya, pastilah kau berhasil menciptakan
semacam ilmu pedang yang luar biasa gaib!"
"Ha, kau mengiri?" tanya Ang Cit Kong tertawa.
"Tapi aku bicara dari hal yang benar!" menyahut Auwyang Hong.
Kembali Ang Cit Kong tertawa.
"Ini pun kata-katamu yang di hati lain di mulut lain!" bilangnya.
Dua orang ini tidak bermusuh besar tetapi mereka saling mendendam, di antaranya
Auwyang Hong yang memikir dalam dan licik serta licik. Ang Cit Kong yang polos
dan mulutnya terbuka, kalau Cit Kong tidak memikir sesuatu, See Tok sebaliknya
menyimpan maksud, sebelum Ang Cit Kong mampus di tangannya, tak mau ia sudah.
Hanya ia, karena liciknya, wajahnya ia tidak kentarakan sesuatu. Demikian kali
ini, apapun yang Cit Kong bilang, ia mengganda tertawa.
Oey Yok Su sudah menekan pada suatu bagian dari mejanya itu, lalu terlihat di
tembok sebelah barat ada sebuah gambar san-sui atau panorama gunung dan air yang
bergerak naik sendirinya, setelah mana di situ lalu tertampak sebuah pintu
rahasia. Ia mengulurkan tangannya ke dalam pintu itu, untuk menarik keluar
segulung kertas. Ia mengusap-usap itu beberapa kali, kemudian ia memandang
Auwyang Kongcu seraya berkata: "Inilah peta lengkap dari Tho Hoa To. Di pulau
ini ada jalanan rahasia, jalan keder menuruti jurus patkwa, dan semua itu
tercatat di dalam peta ini, sekarang kau ambillah ini, untuk kau mempelajarinya
dengan seksama." Mendenagr itu, pemuda itu hilang harapannya. Yang ia harap adalah dapat tinggal
lebih lama di Tho Hoa To, siapa tahu ia hanya diberikan sehelai peta pular. Ia
merasa bahwa ia gagal, tetapi meski demikian, ia menjura untuk menyambuti peta
itu. Oey Yok Su tidak segera menyerahkan petanya itu.
"Tunggu dulu!" katanya.
Auwyang Kongcu melengak, ia menarik pulang tangannya yang sudah diulur itu.
"Setelah kau mendapatkan peta ini," berkata Oey Yok Su, "Kau mesti pergi ke Lim-
an, dimana kau mesti cari sebuah rumah penginapan atau kelenteng dimana kau
dapat tinggal menumpang. Selang tiga bulan, aku nanti perintah orang untuk
mengambil pulang. Peta ini cuma diingat dalam hati, aku larang kau membuat
salinannya!" Mendengar itu, di dalam hatinya, si pemuda berkata: "Kau tidak mengijinkan aku
tinggal di pulaumu ini, siapa sudi memperdulikan segala ilmu sesatmu itu"
Bagaimana dalam tempo tiga bulan aku dapat menolongi kau menjagai kitabmu itu"
Jikalau ada kerusakan atau kehilangan, siapa yang dapat bertanggungjawab. Lebih
baik aku tidak mengerjalannya!" Hampir ia menampik, ketika mendadak sebuah
pikiran lain masuk ke dalam otaknya: "Dia kata hendak memerintah orang datang
mengambilnya nantin, tentulah ia bakal mengutus gadisnya ini. Ini pun ada suatu
ketika baik untuk berada dekat si nona...." Maka ia lantas mengubah pula
pikirannya, terus ia mengulur pula tangannya, menyambuti peta itu, yang ia
masuki ke dalam sakunya. Auwyang Hong segera mengangkat kedua tangannya, untuk pamitan.
Oey Yok Su tidak menahan lagi, malah ia segera mengantarkannya hingga di muka
pintu. "Saudara Berbisa," berkata Ang Cit Kong. "Lain tahun di akhir tahun kembali tiba
saatnya perundingan ilmu pedang di gunung Hoa San, maka itu baik-baik saja kau
memelihara dirimu, supaya nanti kita dapat bertempur secara hebat!"
Auwyang Hong menyahuti dengan tawar. Katanya: "Menurut aku baiklah kita tidak
usah saling berebut lagi! Sekarang ini pun sudah ada ketentuannya siapa yang
bakal menjadi orang yang ilmu silatnya paling lihay di kolong langit ini!"
Bab 39. Perahu yang indah
Bab ke-39 cersil Memanah Burung Rajawali.
"Eh, sudah ada orangnya?" menanya Ang Cit Kong heran. "Mungkinkah kau, saudara
Beracun, sudah berhasil menciptakan semacam ilmu silat baru yang tak ada
bandingannya lagi?" Auwyang Hong tersenyum. "Apa sih kebisaan dan kebijakasaannya Auwyang Hong hingga dapat memperoleh
gelaran orang yang ilmu silatnya nomor satu di kolong langit ini?" ia berkata,
"Yang aku maksudkan ialah orang yang telah memberi pelajaran kepada Kwee Sieheng
ini." Mendengar itu, Ang Cit Kong tertawa.
"Adakah kau maksudkan aku si pengemis bangkotan" Kalau benar, aku mesti memikir-
mikirnya dulu! Kepandaian saudara Yok bertambah sekian hari, kau sendiri,
saudara Berbisa, kau juga makin gagah dan panjang umur, sedang Toan Hongya itu
aku percaya dia juga tidak akan mensia-siakan kepandaiannya, maka aku rasa,
tinggallah aku si pengemis yang terbelakang."
"Tetapi, saudara Cit," berkata Auwyang Hong pula, "Di antara orang-orang yang
pernah memberi pelajaran kepada Kwee Sieheng belum pasti kaulah yang
terlihay....." "Apa"!" menegaskan Ang Cit Kong. Ia baru mengucap sepatah itu, atau Oey Yok Su
sudah memotong; "Ah, apakah kau maksudkan Loo Boan Tong Ciu Pek Thong si Bocah
Bangkotan yang nakal?"
Pertanyaan ini diajukan kepada Auwyang Hong.
"Benar!" menyahut See Tok cepat. "Karena Loo Boan Tong sudah pandai ilmu Kiu Im
Cin-keng, maka kita si Tong Shia, See Tok, Lam Tee dan Pak Kay, kita semua bukan
lagi tandingan dia!"
"Hal itu belumlah pasti," berkata Tong Shia, "Kitab itu mati, ilmu silat itu
hidup!" Senang See Tok mendengar perkataan tuan rumah. Mulanya ia tidak puas, ialah
ketika Tong Shia mencoba menyimpangi pertanyaannya kepada Kwee Ceng tentang di
mana adanya Ciu Pek Thong. Sekarang muncullah pula soalnya Ciu Pek Thong itu.
Karena ia pandai bersandiwara, ia tidak menyatakan sesuatu pada wajahnya, bahkan
sengaja dengan tawar ia kata; "Ilmu silat Coan Cin Pay lihay sekali, kita semua
pernah belajar kenal dengannya, maka kalau Loo oan Tong ditambah dengan Kiu Im
Cin-keng, umpama kata Ong Tiong Yang hidup pula, belum tentu ia sanggup
menandingi adik seperguruannya ini, jangan kata pula kita si segala tua bangka!"
"Mungkin Loo Boan Tong lihay melebihkan aku tetapi tidak nanti melebihkan kau,
saudara Hong," berkata Oey Yok Su. Ia tidak mau menyebutnya "Saudara Beracun"
seperti Ang Cit Kkong. "Inilah aku tahu pasti."
"Jangan kau merendah, saudara Yok," berkata See Tok. "Kita berdua adalah
setengah kati sama dengan delapan tail. Kalau kau membilang seperti katamu
barusan, maka teranglah ilmu silatnya Ciu Pek Thong tak dapat melampaui kau!
Ini, aku khawatir....."
Ia lantas berhenti, kepalanya digelengka berulang-ulang.
Oey Yok Su bersenyum. "Lihat saja di Hoa San lain tahun!" katanya. "Di sana saudara Hong akan
Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengetahuinya sendiri!"
Auwyang Hong mengawasi, ia mengasih lihat roman sungguh-sungguh.
"Saudara Yok, ilmu silatmu telah lama aku mengaguminya," katanya, "Akan tetapi
jikalau kau bilang kau dapat mengalahkan Ciu Pek Thong, sungguh aku sangsi.
Jangan kau memandang enteng kepada si tua bangka berandalan itu..."
Biar bagaimana, Oey Yok Su kena dipancing panas hatinya oleh See Tok.
"Kau tahu, Loo Boan Tong berada di pulau Tho Hoa To ini!" katanya nyaring.
"Sudah lima belas tahun lamanya aku mengurung dia!"
Mendengar itu, dua-dua Auwyang Hong dan Ang Cit Kong terperanjat. Hanya si Bisa
dari Barat sudah lantas tertawa bergelak.
"Saudara Yok gemar sekali bergurau," katanya.
"Mari!" berkata Oey Yok Su yang tidak sudi berbicara lebih banyak lagi,
tangannya pun menunjuk, bahkan dia berjalan di depan, dengan tindakan yang
cepat, hingga bagaikan terbang dia jalan molos di rimba bambu.
Ang Cit Kong mengikuti, sebelah tangannya menuntun Kwee ceng, sebelah yang lain
Oey Yong. Auwyang Hong pun menarik tangan keponakannya.
Semua mereka menggunai ilmu mereka meringankan tubuh.
Hanya sebentar, mereka sudah sampai di muka gua di mana Ciu Pek Thong dikurung,
hanya setibanya dis itu, Oey Yok Su menperdengarkan suara kaget. ia telah
mendapat lihat rusaknya kawat-kawat kurungan di muka gua. Dengan satu enjotannya
ia lompat, ke muka gua sekali, yang segalanya sunyi dan tak nampak sekalipun
bayangannya si bocah bangkotan yang lucu itu.
Dengan kaki kirinya, Tong Shia menginjak tanah, atau tiba-tiba ia terperanjat.
Ia merasakan kakinya itu seperti menginjak barang lembek dan tanah kosong. Tapi
ia telah sempurna ilmunya enteng tubuh, maka lekas menyusullah kaki kanannya,
hingga ia dapat berlompat, masuk ke dalam gua.
Sekarang ia melihat dengan tegas kosongnya gua itu. Tapi yang hebat adalah
kakinya kembali menginjak tanah lembek dan kosong seperti tadi. Tentu sekali,
tidak dapat ia menaruh kakinya. Maka ia lantas mengasih keluar serulingnya,
menggunai itu untuk menekan dan menolak tembok gua, dengan begitu tubuhnya pun
melesat keluar. Ang Cit Kong dan Auwyang Hong bersorak memuji menyaksikan indahnya tubuh yang
ringan dari si Sesat dari Timur ini. Tapi ketika Oey Yok Su menaruh kakinya di
luar gua, kakinya itu memperdengarkan satu suara, sebab kaki itu melesak masuk
ke dalam sebuah liang. Kaget Tong Shia. Ia merasakan kakinya basah atau demak. Kembali ia mencelat
naik. Diwaktu itu ia melihat Cit Kong dan Auwyang Hong beramai telah tiba di
muka mulut gua di mana mereka itu menginjak tanah tanpa kurang suatu apa, karena
itu ia lantas turun di samping putrinya. Hampir di itu waktu, ia mendapat cium
bau busuk. Ia menunduk untuk melihat. Untuk mendongkolnya, ia mendapatkan kedua
kakinya penuh dengan kotoran manusia.
Semua orang menjadi heran, kenapa Oey Yok Su kena orang akali.
Dalam murkanya Oey Yok Su menyambar sebatang cabang pohon, dengan itu ia
menyerang tanah ke barat dan ke timur, akan mencari tahu tanah kosong semua atau
tidak. Habisnya kecuali tiga tempat yang ia injak tadi, lainnya tanah berisi dan
keras. Maka tahulah ia sekarang, ketika Ciu pek Thong meloloskan diri, dia sudah
menginjak tanah dengan hebat, membuat tiga liang itu, habis mana, semua ketiga
liang dipakai jongkok untuk membuang kotoran dari dalam perutnya....
Dengan penasaran, Oey Yok Su bertindak masuk pula ke dalam gua. Tidak ada barang
lainnya di situ kecuali beberapa botol dan mangkok. Hanya di tembok terlihat
huruf-huruf yang samar-samar.
Auwyang Hong tertawa di dalam hati menyaksikan Tong Shia "terjebak" itu, tetapi
sekarang, melihat orang memperhatikan tembok, ia heran, maka ia bertindak
mendekati hingga dekat sekali. Di tembok gua itu tertampak ukiran huruf-huruf
yang berbunyi: "Oey Lao Shia! Kau telah menghajar patah kedua kakiku, kau sudah mengurung aku limabelas tahun
di dalam gua ini, sebenarnya aku pun mesti menghajar patah juga kedua kakimu,
baru aku puas, tetapi kemudian, setelah aku memikir masak-masak, sukalah aku
memberi ampun padamu, dan urusan kita boleh disudahi saja. Hanya dengan ini aku
menyuguhkan kau tumpukan-tumpukan besar dari kotoran serta beberapa botol air
kencing. Silahkan kau memakainya. Silahkan....!"
Di bawah itu ada diletaki daun, hingga empat huruf ukiran itu menjadi ketutupan.
Oey Yok Su ingin tahu, ia pegang daun itu, untuk diangkat. Dibawah daun itu ada
sehelai benang, karena daun diangkat, benang itu kena terpegang dan ketarik.
Mendadak saja terdengar suara di atasan kepala mereka. Oey Yok Su sadar, segera
ia berlompat menyingkir ke kiri.
Auwyang Hong, si licik sudah lantas turut melompat, ke kanan. Hanya berbareng
dengan itu, terdengarlah suara nyaring di atasan kepala mereka, dari sana jatuh
beberapa botol yang mengeluarkan air, maka juga mereka lantas kena tersiram,
hingga kepala mereka basah dan bau air kencing.
Menyaksikan itu Ang Cit Kong tertawa berkakakan.
"Sungguh harum! Sungguh harum!" katanya.
Oey Yok Su murka dan mendongkol sekali sehingga ia tidak dapat tidak mememtang
mulutnya untuk mencaci. See Tok juga sangat mendongkol tetapi ia pandai bersandiwara, ia tidak
mengutarakan kemurkaannya pada parasnya, sebaliknya ia tertawa, seperti juga ia
pandang itulah lelucon. Oey Yong sudah lantas lari pulang, untuk mengambil pakaian untuk ayahnya menukar
pakaiannya yang basah dan bau itu. Ia pun membawa sepotong baju lain, baju
ayahnya juga, yang mana ia serahkan pada Auwyang Hong.
Selesai dandan, kembali Oey Yok Su masuk ke dalam gua. Ia memeriksa dengan
teliti. Sekarang tidak ada laigi lain jebakan. Ia periksa pula huruf-huruf tadi,
di bagian yang ditutupi daun, di situ ia melihat dua baris huruf-huruf yang
halus, bunyinya: Daun ini jangan sekali-kali diangkat atau ditarik, sebab di atas ini ada air
kencing yang bau yang dapat mengalir turun. Hati-hatilah, hati-hati, jangan
menganggap bahwa kau telah tidak diberi ingat terlebih dulu!"
Oey Yok Su mendongkol berbareng geli di hati. Sebab ia telah menjadi korban dari
keteledorannya sendiri. Tapi sekarang ini ia ingat suatu apa, ia seperti baru
sadar. Ia ingat, diwaktu ia kena kesiram, ia merasakan air kencing itu masih
rada hangat. Itu artinya orang pergi belum lama. Maka ia lantas lari keluar
seraya berkata: "Loo Boan Tong pergi belum jauh, mari kita susul padanya!"
Kwee Ceng terkejut. Ia ketahui dengan baik, apabila mereka bertemu, pasti mereka
bertempur. Hendak ia mencegah mertuanya. Tapi sudah kasep, Oey Yok Su sudah
kabur ke timur. Orang semua tahu jalanan di pulau ini luar biasa, mereka menyusul dengan lari
sekeras-kerasnya. Kalau mereka ketinggalan jauh, mereka bisa mendapat susah.
Mereka berlari-lari tidak lama atau mereka tampak Ciu Pek Thong di sebelah depan
mereka, jalannya perlahan-lahan.
Oey Yok Su menjejak tanah, tubuhnya lantas mencelat pesat dan jauh. Maka di lain
saat ia sudah tiba di belakangnya orang kurungannya itu, sebelah tangannya
dipakai untuk menyambar ke arah leher.
Ciu Pek Thong rupanya ketahui datangnya serangan, ia berkelit ke kiri seraya
membalik tubuhnya, sembari memandang penyerangnya itu dan berkata: "Oh Oey Lao
Shia yang harum semerbak!"
Sambarannya Oey Yok Su ini adalah sambaran yang ia telah latih selama beberapa
puluh tahun, sebatnya luar biasa, akan tetapi Ciu Pek Thong dapat mengegosnya
secara demikian sederhana, hatinya menjadi terkesiap. Ia tidak menyerang
terlebih jauh, hanya ia mengawasi orang. Ia lantas menjadi heran. Ternyata kedua
tangannya Ciu pek Thong terikat di depan dadanya, akan tetapi muka orang
tersungging senyuman, sikapnya menyatakan orang bergembira sekali, saking
puasnya hati. Kwee Ceng sudah lantas maju setindak.
"Toako!" ia memanggil. "Sekarang ini tocu telah menjadi mertuaku, maka kita pun
menjadi orang sendiri!"
Pek Thong menghela napas.
"Ah, mengapakah kau tidak dengar kataku?" katanya menyesal. "Oey Loa Shia ini
sangat licik dan aneh, maka itu bisakah anak perempuannya satu anak yang boleh
dibuat sahabat olehmu" Nanti, seumur hidupmu, akan kau merasakan kepahitan...."
Oey Yong maju mendekati, ia tertawa.
"Ciu Toako, lihat itu di belakangmu, siapa yang datang?" ia berkata.
Pek Thong segera menoleh, ia tidak melihat siapa juga.
Justru itu tangannya si nona melayang, menimpuk dengan baju bau dari ayahnya
yang ia telah gumpal, mengarah punggung orang.
Loo Boan Tong benar-benar lihay. Ia mendengar suara angin, segera ia berkelit.
Maka bungkusan itu jatuh ke tanah.
Melihat itu Pek Thong tertawa berlenggak-lenggak.
"Oey Lao Shia," ia berkata, "Sudah kau kurung aku lamanya limabelas tahun, sudah
kau siksa aku limabelas tahun juga, tetapi aku cuma membikin kau menginjak
kotoran dua kali dan membajur kepalamu satu kali, kalau sekarang kita
menyudahinya, apakah itu tidak pantas?"
Oey Yok Su tidak menjawab, ia hanya menanya; "Kau telah merusak kawat-kawat
kurunganmu, kenapa sekarang kau mengikat kedua tanganmu?"
Inilah hal yang membikin ia tidak mengerti.
Pek Thong tertawa pula. "Dalam hal ini aku mempunyai alasanku sendiri," sahutnya singkat.
Ketika Ciu pek Thong baru-baru dikurung di dalam gua, beberapa kali hendak ia
menerjang keluar untuk mengadu jiwa dengan Oey Yok Su, ia seperti sudah tidak
dapat menahan sabar, hanya kemudian, ia mendapat satu pikiran baru. Ia pun
sangsi akan dapat mengalahkan tocu dari Tho Hoa To itu. Lantas ia mencari kawat
dengan apa ia membuat pagar di depan guanya, untuk dengan itu mengurung dirinya
sendiri, kawat itu rapat seperti sarang laba-laba. Ia pun mengendalikan dirinya
supaya ia jangan menuruti saja hatinya yang panas. Ia anggap beradat berangasan
dapat merugikan diri sendiri. Sampai itu hari ia bertemu dengan Kwee Ceng dena
mendengar perkataannya ini anak muda, yang ia angkat jadi saudaranya, ia
mendapat ilham. Maka ia lantas menciptkan ilmu silatnya itu berkelahi seorang
diri, kemudian bersama Kwee Ceng, ia bertempur dengan menggunai empat tangan
mereka tetapi mereka memecah hati, hingga mereka jadi seperti empat orang... Maka
juga sekarang, walaupun Oey Yok Su sangat lihay, tidak dapat ia melawan Pek
Thong, yang bertubuh satu tetapi seperti terdiri dari dua Pek Thong. Setelah
itu, Pek Thong memikirkan daya untuk membalas sakit hati pada Oey Lao Shia, yang
sudah menyiksa padanya. Seperginya Kwee Ceng, ia duduk bersila di dalam guanya
itu, dengan berdiam diri secara begitu, ia lantas teringat pada pengalamannya
puluhan tahun, pengalaman senang dan susah, budi dan permusuhan, cinta dan
benci. Ia tengah melayangkan pikirannya itu tatkala mendengar suara seruling
serta suara ceng dicampur sama siulan panjang. Mendadak semangatnya menjadi
terbangun hampir tak dapat ia menguasai diri. Ia menjadi murang-maring. Tapi pun
ia lantas ingat pula sesuatu.
"Adik angkatku itu kalah ilmunya dengan aku tetapi kenapa ia tidak dapat etrgoda
bujukannya seruling Oey Lao Shia?" demikian ia berpikir. Tadinya ia belum
mengetahuinya sifatnya Kwee Ceng, setelah pergaulannya sekian lama, ia bagaikan
sadar. "Ya,ya!" mengertilah ia. "Dia sangat jujur dan polos, dia tidak punya pikiran
sesat, tetapi aku, yang sudah berusia tinggi, masih aku berkutat memikir daya
upaya untuk membalas dendaman! Kenapa aku menjadi begini cupat pikiran" Sungguh
lucu!" Pek Thong bukan penganut Coan Cin Kauw tetapi ia toh mengenal baik tujuan partai
itu, yang bersikap tenang dan "tak berbuat sesuatu" (bu-wi), maka itu ia gampang
sadar, pikirannya gampang terbuka. Begitulah sambil tertawa lama, ia berbangkit
bangun. Ia melihat cuaca terang, mega putih memain di atas langit, dengan begitu
hatinya pun menjadi terabg. Hanya sekejap itu, hilang ingatannya yang Oey Lao
Shia sudah menyiksa ia selama limabelas tahun, ia pandang itu urusan tetek
bengek. Tetapi dasar ia berandalan dan jenaka, ia toh berpikir: "Kali ini aku
pergi, tidak nanti aku datang pula ke pulau Tho Hoa To ini, jikalau aku tidak
meninggalkan sesuatu untuk Oey Lao Shia, si tua bnagka sesat itu, cara bagaimana
nanti dia dapat mengingat hari kemudiannya?"
Segera setelah itu ia mendapat pikiran untuk mempermainkan pemilik Tho Hoa To
itu. Dengan gembira ia membuat liang, ia menyetor kotoran perutnya di situ. Ia
pun mengisikan beberapa botol dengan air kencingnya, yang ia gantung dengan
sehelai benang, ia membuat pesawat rahasianya. Dengan mengungkit batu, ia
meninggalkan surat peringatan itu. Habis itu baru ia pergi keluar dari gua. Baru
jalan beberapa tindak, kembali ia ingat apa-apa.
"Jalanan di Tho Hoa To ini sangat aneh," demikian pikirannya, "Kalau nanti Oey
Lao Shia ketahui siang-siang buronku, dia dapat menyusul aku. Haha, Oey Lao
Shia, jikalau kau hendak berkelahi, tidak nanti kau sanggup melawan aku....
Gembira orang tua ini, mendadak ia mengibas tangannya ke arah sebuah pohon kecil
di sampingnya, lalu terdengar suara ambruk keras, ialah suara robohnya pohon itu
yang terpapas kutung. Ia menjadi kaget sendirinya.
"Ah, bagaimana aku maju begini pesat?" ia tanya dirinya sendiri. Ia menjadi
berdiam. Tidak lama, ia menyerang pula pohon di sampingnya, sampai beberapa
pohon dan semua itu tertebas kutung, tanpa ia menggunai senjata tajam. Ia heran
bukan main, hingga ia berseru: "Bukankah ini ilmu Kiu Im Cin-keng" Kapannkah aku
melatihnya?" Pek Thong menaati pesan Ong Tiong Yang, kakak seperguruannya itu, ia tidak
berani mempelajari bunyinya kitab Kiu Im Cin-keng, akan tetapi untuk mengajari
Kwee Ceng, tanpa merasa ia seperti berlatih sendirinya. Diluar dugaannya ia
telah berhasil. Saking kaget, ia berteriak-teriak seorang diri: "Celaka! Celaka!
Ini dia yang dibilang setan masuk ke dalam tubuh, yang tak dapat di usir lagi!"
Maka ia lantas mengambil beberapa lembar babakan pohon yang ulet, ia membuatnya
itu menjadi tambang, lalu dengan bantuan mulutnya, ia mengikat sendiri kedua
tangannya. Di dalam hatinya ia berjanji: "Semenjak ini hari, jikalau aku tidak
dapat melupakan bunyinya kitab itu, seumurku tidak akan aku berkelahi sama siapa
juga! Biarnya Oey Lao Shia dapat menyandak aku, aku tidak bakal membalas, supaya
aku tidak melanggar pesan suheng...!"
Sudah tentu Oey Yok Su tidak ketahui janjinya Pek Thong kepada dirinya sendiri
itu, ia menyangka si tua bangka jenaka ini lagi bergurau. Maka itu ia berkata,
memperkenalkan: "Loo Boan Tong! Inilah saudara Auwyang, yang kau telah
kenal....dan ini...."
Belum lagi habis Oey Lao Shia berbicara, Ciu Pek Thong sudah jalan mengitari
mereka, ia mencium pada tubuh setiap orang, kemudian ia berkata sambil tertawa:
"Inilah tentunya si pengemis tua Ang Cit Kong, inilah aku dapat menerkanya!
Sungguh Thian maha adil, maka juga air kencing cuma membajur Tong Shia serta See
Tok berdua saja! Saudara Auwyang, tahun dulu itu pernah kau menghajar aku dengan
tanganmu, sekarang aku membalasnya dengan banjuran air kencingku, dengan begitu
impaslah kita, tidak ada salah satu yang rugi!"
Auwyang Hong tersenyum, ia tidak menjawab, hanya ia berbisik kepada Oey Yok Su:
"Saudara Yok, orang ini sangat lincah, terang sudah kepandaiannya berada di
atasan kita, maka itu lebih baik kita jangan ganggu dia."
Oey Yok Su tapinya berpikir; "Kita sudah tidak bertemu lamanya duapuluh tahun,
mana kau ketahui kemajuanku tidak dapat melayani dia?" Maka terus ia berkata
kepada Ciu Pek Thong: "Pek Thong, telah aku bilang padamu, asal kau mengajari
aku Kiu Im Cin-keng, habis aku menyembahyangi istriku almarhum, akan aku
merdekakan kau. Sekarang kau hendak pergi ke mana?"
"Sudah bosan aku berdiam di pulau ini, hendak aku pergi pesiar," menyahut Pek
Thong. Oey Yok Su mengulurkan tangannya.
"Mana kitab itu?" dia minta.
"Toh sudah dari siang-siang aku memberikannya pada kau," sahut Pek Thong.
"Kau ngaco belo! Kapan kau memberikannya?"
Pek Thong tertawa. "Kwee Ceng khan baba mantumu, bukan?" dia balik menanya. "Apa yang menjadi
kepunyaannya, bukankah menjadi kepunyaanmu juga" Aku telah ajari dia Kiu Im Cin-
keng dari kepala sampai buntut, apa itu bukan sama saja seperti aku mengajari
sendiri?" Kwee Ceng terkejut. "Toako!" tanyanya. "Benarkah itu Kiu Im Cin-keng?"
Ciu Pek Thong tertawa berkakakan.
"Mustahilkah yang palsu?" ia membaliki.
Oey Yok Su tetap heran. "Kitab bagian atas memang ada pada kau," ia berkata, "Habis darimana kau
dapatinya yang bagian bawah?"
Lagi-lagi Pek Thong tertawa.
"Bukankah itu telah diberikan kepadaku oleh tangannya baba mantumu sendiri?" ia
menanya pula. Panas hatinya Tong Shia, ia lantas berpaling kepada Kwee Ceng, matanya tajam. Ia
telah kata dalam hatinya: "Kwee Ceng bocah cilik, kau telah mempermainkan aku!
Bukankah Bwee Tiauw Hong, si buta sampai sekarang masih berkutat mencari kitab
itu?" Tapi lekas ia menoleh pula pada Pek Thong seraya berkata: "Aku menghendaki
Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kitab yang tulen!" Pek Thong tidak menyahuti, ia hanya menghadapi Kwee Ceng.
"Saudara, coba kau keluarkan kitab di dalam sakuku ini," ia berkata kepada adik
angkatnya itu. Kwee Ceng menuruti, ia merogoh ke sakunya kakak angkat itu. Ia mengeluarkan
sejilid buku tebal kira-kira setengah dim.
Pek Thong mengulur tangannya menyambuti kitab itu. Sekarang ia berpaling kepada
Oey Yok Su. "Inilah kitab Kiu Im Cin-keng yang tulen bagian atas," ia berkata. "Kitab bagian
bawahnya pun terselip di dalam ini. Jikalau kau ada mempunyai kepandaian, nah
kau ambillah!" "Kepandaian apa aku harus gunai?" tanya Oey Yok Su.
Pek Thong menjepit buku dengan kedua tangannya, lalu ia memiringkan kepalanya.
"Nanti aku pikir dulu!" sahutnya. Ia terus berdiam sekian lama. Kemudian ia
tertawa dan berkata: "Kepandaiannya si tukang tempel!"
"Apa"!" Oey Yok Su menegaskan, heran.
Pek Thong tidak menyahuti, ia hanya angkat kedua tangannya ke atas kepalanya,
atas mana maka berterbanganlah banyak hancuran kertas, bagaikan kupu-kupu
berselibaran, mengikuti tiupan angin, berhamburan ke empat penjuru, maka hanya
sekejap habis semuanya buyar, entah kemana parannya....
Oey Yok Su murka berbareng kaget. Ia tidak menyangka begini hebat tenaga dalam
dari Pek Thong, yang sanggup menjepit hancur kitab itu secara demikian hebat.
"Hai, bocah bangkotan yang nakal, kau mempermainkan aku!" dia membentak. "Hari
ini jangan kau harap dapat berlalu dari pulauku ini!" Dan ia berlompat maju
dengan serangannya. Tubuhnya Pek Thong berkelit, lalu terhuyung ke kiri dan kanan, dengan begitu
lewatlah serangannya Oey Yok Su di samping tubuhnya itu.
Tong Shia heran yang orang tidak melakukan pembalasan. Ia pun heran untuk
caranya orang mengegos tubuh itu. Dilain pihak, ia pun sadar. Maka bertanyalah
ia kepada dirinya sendiri. "Aku Oey Yok Su, apakah dapat aku melayani seorang
yang kedua tangannya diikat?" Maka segera ia berlompat mundur tiga tindak.
"Loo Boan Tong, kakimu sudah sembuh atau belum?" ia menanya nyaring. "Aku
terpaksa mesti berbuat tak pantas terhadapmu! Lekas kau putuskan ikatan pada
kedua tanganmu itu, hendak aku belajar kenal dengan kau punya Kiu Im Cin-keng!"
Pek Thong berlaku sabar ketika ia menyahuti: "Tidak hendak aku mendustai kau.
Aku ada mempunyai kesulitanku sendiri yang sukar untuk aku memberitahukannya.
Ikatan pada tanganku ini, biar bagaimana juga, tidak dapat aku meloloskannya."
"Biarlah aku yang memutuskannya!" kata Oey Yok Su. Dia maju, dia ulur tangannya.
Mendadak saja Pek Thong menjerit-jerit: "Tolong! Tolong!" Tapi di mulut ia
berkoakan, tubuhnya sendiri lompat berjumpalitan, jatuh ke tanah, terus
menggelinding beberapa gulingan.
Kwee Ceng kaget. "Gakhu!" ia memanggil mertuanya. Ia pun maju, niatnya untuk mencegah.
Ang Cit Kong menarik tangan pemuda itu.
"Jangan berlaku tolol!" katanya perlahan.
Kwee Ceng berdiam, matanya mengawasi Ciu Pek Thong.
Si tua bangka jenaka dan berandalan itu bergulingan terus, bukan main lincahnya
gerakannya itu. Oey Yok Su maju terus, dia memukul, dia menendang, tetapi tidak
pernah dia mengenai sasarannya.
"Perhatikan gerak-geriknya!" Ang Cit Kong berbisik pula kepada muridnya.
Kwee Ceng terus memandang pula, segera ia menginsyafi kepandaian bergulingan
dari Ciu Pek Thong itu. Itulah dia tipu silat yang di dalam kitab disebutnya
"Coa heng lie hoan" atau "Ular menggeleser, rase jumpalitan". Maka ia memasang
matanya terus, ia memperhatikannya. Kapan ia menyaksikan di bagian yang indah,
tanpa merasa ia berseru: "Bagus!"
Oey Yok Su menjadi penasaran sekali yang pelbagai serangannya itu menemui
kegagalan, hatinya semakin panas, maka itu ia menyerang makin hebat. Dan
hebatlah kesudahannya. Tubuh Ciu Pek Thong tidak terkena pukulan tetapi bajunya saban-saban robek
sepotong dengan sepotong, bahkan rambut dan kumisnya juga ada yang terputuskan
serangan dahsyat tocu dari Tho Hoa To. Lama-lama ia pun menginsyafi bahaya yang
mengancamnya. Salah sedikit saja, ia bisa celaka, tidak mati tentu terluka
parah. Maka diakhirnya ia mengerahkan tenaganya, ia membuat ikatannya puus,
habis mana dengan tangan kiri ia menangkis serangan, dengan tangan kanan ia
meraba ke punggungnya, akan menangkap seekor tuma, yang ia terus memasuki ke
dalam mulutnya untuk digigit, menyusul mana ia berteriak-teriak: "Aduh! Aduh!
Gatal sekali!" Oey Yok Su terkejut juga disaat sangat terancam itu Pek Thong masih sanggup
menangkap tuma dan terus bergurau, tetapi karena ia sangat penasaran, ia tidak
menghentikan penyerangan, bahkan tiga kali beruntun ia menggunai pukulan-pukulan
lawan. Segera terdengarlah suara Ciu Pek Thong: "Dengan sebelah tanganku tidak dapat
aku menangkis, mesti aku pakai dua-dua tanganku berbareng!" kata-kata ini
disusuli sama gerakan dari kedua tangannya; Tangan kanan dipakai menangkis,
tangan kiri menyambar kopiah lawan!
Didalam halnya tenaga dalam, sebenarnya Ciu Pek Thong kalah dari Oey Yok Su,
maka juga tempo Tong Shia menangkis tangan kanan itu, dia lantas saja terhuyung,
dia roboh setelah beberapa tindak. Tapi ia pun sebat, tangan kirinya sudah
berhasil menyambar kopiahnya pemilik dari Tho Hoa To itu!
Oey Yok Su berlompat maju, dalam murkanya ia menyerang dengan kedua tangannya.
"Gunai dua-dua tanganmu!" dia berseru. "Sebelah tangan saja tak cukup!"
"Tidak bisa!" Pek Thong pun berseru. "Cukup dengan satu tangan!"
Oey Yok Su bertambah gusar.
"Baiklah!" serunya sengit. "Kau coba saja!" Ia melanjuti menyerang dengan dua
tangannya itu, menghajar sebelah tangan lawan, yang dipakai menangkis.
Begitu kedua tangan bentrok, ebgitu terdengar suara keras. Begitu lekas juga Ciu
Pek Thong jatuh terduduk, kedua matanya ditutup rapat.
Melihat begitu, Oey Yok Su tidak menyerang pula.
Cuma lewat sedetik, Ciu Pek Thong mengasih dengar satu suara, dari mulutnya
muncrat darah hidup, mukanya pun menjadi pucat paci.
Semua orang heran dan tercengang. Mungkin Pek Thong tidak menang, tetapi belum
tentu dia kalah. Maka, kenapa dia tidak hendak menggunai dua-dua tangannya"
Habis muntah darah, Pek Thong berbangkit dengan perlahan-lahan.
"Aku mempelajari Kiu Im Cin-keng diluar tahuku, tetapi meskipun demikian aku
telah melanggar juga pesan kakak seperguruanku. Jikalau aku menggunai kedua-dua
tanganku, Oey Lao Shia, pasti tidak nanti kau sanggup melawan aku."
Oey Yok Su percaya kata-kata itu, ia membungkam. Ia pun merasa tidak enak
sendirinya. Bukankah tanpa sebab ia sudah mengurung orang limabelas tahun
dipulaunya itu dan sekarang ia melukakannya" Maka itu ia merogoh sakunya
mengeluarkan satu kotak kumala, dari dalam situ ia mengambil tiga butir obat
pulung warna merah, yang mana terus ia angsurkan kepada lawannya itu. Ia
berkata: "Pek Thong, obat luka di kolong langit ini tidak ada yang melebihkan
ini pil Siauw-hun-tan dari Tho Hoa To. Kau makan ini setiap tujuh hari sekali,
lukamu bakal tidak mendatangkan bahaya. Sekarang, mari aku antar kau keluar dari
pulauku ini." Pek Thong mengangguk. Ia sambuti pil itu, satu di antaranya ia lantas telan.
Habis itu ia meluruskan napasnya.
Kwee Ceng sudah lantas berjongkok di samping toako ini, untuk menggendongnya,
setelah mana ia berjalan mengikuti mertuanya hingga di tepi laut. Di muara
tertampak enam atau tujuh buah perahu, besar dan kecil.
Auwyang Hong, yang mengikuti berkata kepada Oey Yok Su: "Saudara Yok, tidak usah
kau menggunai lain perahu untuk mengantarkan Ciu Toako keluar dari pulau ini,
aku minta dia suka naik perahuku saja."
"Dengan begitu aku membikin kau berabe, saudara Hong", menyahut Oey Yok Su
menerima tawaran. Ia lantas memberi tanda kepada bujang gagu, maka bujang itu
pergi masuk ke dalam sebuah perahu besar darimana dia membawa keluar sebuah
penampan yang berisikan uang goanpo emas.
"Pek Thong, sedikit emas ini pergilah kau bawa untuk kau pakai," berkata Oey Yok
Su pada Loo Boan Tong. "Kau benar terlebih lihay dari Oey Lao Shia, aku takluk
padamu!" Pek Thong meram sejak tadi, perlahan-lahan ia membuka matanya. Kembali ia
perlihatkan kenakalannya. Ia melihat ke perahunya Auwyang Hong, di kepala perahu
itu dipancar bendera putih di mana ada di sulam dua ekor ular-ularan.
Menyaksikan itu ia tidak senang.
Auwyang Hong menepuk tangannya, terus ia mengeluarkan seruling kayu yang ia tiup
beberapa kali. Tidak lama dari situ, dari dalam rimba terdengar suara berisik
sekali. Lalu terlihat dua bujang gagu memimpin beberapa pria berpakaian putih
keluar dari rimba, mereka itu menggiring rombangan ularnya. Dengan menggeleser
di beberapa lembar papan, yang dipasang di antara perahu dan pinggiran, semua
binatang berlegot itu naik ke dalam perahu, berkumpul di dasarnya.
"Aku tidak mau duduk di perahunya See Tok!" berkata Pek Thong. "Aku takut ular!"
Oey Yok Su tersenyum. "Kalau begitu, kau naiklah perahu itu!" ia kata, menunjuk ke sebuah perahu kecil
di samping. Ciu Pek Thong menggeleng kepala.
"Aku tidak sudi duduk di perahu kecil, aku menghendaki yang besar!" katanya
sambil tangannya menunjuk.
Oey Yok Su agaknya terkejut.
"Pek Thong, perahu itu sudah rusak, belum dibetulin!" ia memberitahu. "Tidak
dapat perahu itu dipakai."
Orang semua lihat perahu itu besar dan indah, buntuntya tinggi, catnya yang
kuning emas berkilauan. Terang itu ada sebuah perahu baru, tidak ada tanda-
tandanya rusak. Pek Thong sudah lantas membawa tingkahnya si bocah cilik.
"Tidak, tidak dapat aku tidak menaiki perahu itu!" katanya bersikeras. "Oey Lao
Shia, mengapa kau begini pelit?"
"Perahu itu perahu sialan," Oey Yok Su berkata, "Siapa menduduki itu, dia mesti
celaka, kalau tidak sakit tentu dapat halangah, maka itu sudah lama dibiarkan
saja tidak dipakai. Siapa bilang aku pelit" Jikalau kau tidak percaya, sekarang
aku nanti bakar untuk kau lihat!"
Ia benar-benar memberi tanda kepada orang-orangnya, maka keempat bujang gagu
lantas menyalakan api bersiap membakar perahu yang indah itu.
Mendadak Ciu Pek Thong menjatuhkan diri duduk di tanah, sambil mencabuti
kumisnya ia menangis menggerung-gerung.
Melihat itu, orang semua terbengong. Cuma Kwee Ceng yang kenal tabiat orang, di
dalam hatinya ia tertawa.
Habis menarik-narik kumisnya, Pek Thong terus bergulingan. Masih ia menangis.
"Aku hendak duduk perahu baru itu! Aku hendak duduk perahu baru itu!" teriaknya
berulang-ulang. Oey Yong lantas lari ke tepi laut, untuk mencegah si gagu mebakar perahu.
Ang Cit Kong tertawa, dia berkata: "Saudara Yok, aku si pengemis tua seumurnya
sial dangkalan, biarlah aku temani Loo Boan Tong menaik itu perahu yang angker.
Biarlah kita lawan jahat dengan jahat, biarlah kita coba bergulat, lihat saja,
aku si pengemis tua yang apes atau perahumu yang angker itu yang benar-benar
keramat!" "Saudara Cit," berkata Oey Yok Su. "Baiklah kau berdiam lagi beberapa hari di
sini. Kenapa mesti buru-buru pergi?"
"Pengemis-pengemis besar, yang sedang, yang cilik, semuanya yang ada di kolong
langit ini," menyahuti Ang Cit Kong, "Tak berapa hari lagi bakal berapat di
Gakyang di Ouwlam, untuk mendengari putusanku si pengemis tua yang hendak
memilih ahli waris dari Kay Pang. Coba pikir kalau ada aral melintang terhadap
aku si pengemis tua dan karenanya aku pulang ke langit, apabila tidak siang-
siang aku memilih gantiku, bukankah semua pengemis menjadi tidak ada
pemimpinnya" Maka itu si pengemis tua perlu lekas-lekas berangkat."
Oey Yok Su menghela napas.
"Saudara Cit, kau sungguh baik!" ia berkata. "Seumur hidupmu, kau senantiasa
bekerja untuk lain orang, kau bekerja tidak hentinya seperti kuda berlari-lari."
Ang Cit Kong tertawa. "Aku si pengemis tua tidak menunggang kuda, kakiku ini tidak terpisah dari
tindakannya," katanya. "Kau keliru! Nyata kau berputar-putar mendamprat orang!
Kalau kakiku adalah kaki kuda, bukankah aku menjadi binatang?"
Oey Yong tertawa, dia campur bicara.
"Suhu, itulah kau sendiri yang mengatakannya, bukan ayahku!" bilangnya.
"Benar, guru tak sebagai ayah!" berkata Ang Cit Kong. "Biarlah besok aku menikah
dengan seorang pengemis perempuan, agar lain tahun aku mendapat anak perempuan
untuk kau lihat!" Oey Yong bertepuk tangan, bersorak.
"Tak ada yang terlebih baik daripada itu!" serunya.
Auwyang Kongcu melirik kepada nona itu, di antara sinar matahari ia tampak satu
paras yang cantik sekali, kulit yang putih dadu bagaikan bunga dimusim semi,
atau sebagai sinar matahari indah diwaktu fajar. Mau atau tidak ia menjadi
berdiri menjublak. Ang Cit Kong sudah lantas mempepayang pada Ciu Pek Thong.
"Pek Thong," katany. "Mari aku menemani kau menaiki itu perahu baru! Oey Lao
Shia ada sangat aneh, maka itu kita berdua jangan kita kasih diri kita
diiperdayakan!" Ciu Pek Thong menjadi sangat girang.
"Pengemis tua, kau seorang baik!" katanya gembir. "Baiklah kita mengangkat
saudara!" Belum lagi Cit Kong menjawab, Kwee Ceng sudah datang sama tengah.
"Ciu Toako!" katanya. "Kau sudah angkat saudara denganku, bagaimana sekarang kau
juga hendak mengangkat saudara dengan guruku?"
"Ada apakah halangannya?" Pek Thong tertawa. "Jikalau mertuamu mengijinkan aku
naik perahunya yang baru, hatiku akan menjadi girang sekali, dengan dia pun suka
aku mengangkat saudara!"
Sementara itu Cit Kong telah mencurigai Oey Yok Su. Ia berlaku jenaka tetapi
hatinya berpikir. Kenapa Tong Shia menghalangi orang memakai perahunya yang
besar dan indah itu" Bukankah di situ mesti ada terselip rahasia" Sebaliknya Ciu
Pek Thong berkeras hendak menaiki perahu itu, apabila ada bahaya, seorang diri
tidak nanti Pek Thong dapat membela dirinya. Bukankah Pek Thong tengah terluka
di dalam badan" Maka itu ia anggap perlulah ia menemani untuk membantu apabila
perlu. "Hm!" Oey Yok Su memperdengarkan suara di hidung. "Kamu berdua lihay, aku pikir
umpama kamu menghadapi bahaya, kamu bisa menyelamatkan diri, maka itu aku Oey
Yok Su berkhawatir berlebih-lebihan. Kwee Sieheng, kau pun boleh ikut pergi
bersama!" Kwee Ceng terkejut saking herannya. Bukankah aneh mertua itu" Ia suka diakui
sebagai mantu, ia sudah panggil "Ceng-jie" anak Ceng, tetapi sekarang panggilan
itu diubah pula menjadi "sieheng" yang asing. Ia memandang mertuanya itu.
"Gakhu..." katanya.
"Bocah cilik yang termaha!" membentak Oey Yok Su. "Siapakah gakhumu"! Sejak hari
ini, jikalau kau menginjak pula Tho Hoa To setindak, jangan kau sesalkan aku Oey
Yok Su keterlaluan!"
Mendadak ia menyambar punggungnya satu bujang gagu di sampingnya seraya ia
menambahkan: "Inilah contahnya!"
Bujang gagu itu sudah dipotong lidahnya, maka itu waktu ia menjerit, suaranya
tidak keruan. Sampokan itu membuat tubuhnya terpelanting seperti terbang,
terlempar ke laut di dalam mana ia lantas hilang tenggelam. Lebih dulu daripada
itu semua anggota di dalam tubuhnya itu sudah hancur luluh.
Semua bujang lainnya menjadi akget dan ketakutan, mereka lantas pada berlutut.
Semua bujang yang ada di Tho Hoa To ini ada bangsa jahat dan tidak mengenal
budi, tentang mereka itu, Oey Yok Su sudah mencari tahu jelas sekali, maka ia
tawan mereka dan dibawa ke pulau, lidah mereka semua dikutungi dan kupingnya
ditusuk hingga menjadi tuli, setelah itu ia wajibkan mereka melayani padanya. Ia
sendiri pernah berkata: "Aku Oey Yok Su, aku bukannya seorang kuncu. Kaum
kangouw menyebut aku Tong Shia, si Sesat dari Timur, maka dengan sendirinya tak
dapat aku bergaul sama bangsa budiman. Bujang-bujang, semakin ia jahat, semakin
tepat untukku." Orang menghela napas menyaksikan ketelengasan tocu dari Tho Hoa To ini.
Kwee Ceng kaget dan heran, ia lantas menekuk lutut.
"Apakah dari dia yang tak mempuaskanmu?" Ang Cit Kong tanya Tong Shia.
Oey Yok Su tidak menjawab, hanya ia memandang Kwee Ceng dan menanya dengan
bengis: "Bagian bawah dari Kiu Im Cin-keng itu, bukankah kau yang memberikannya
kepada Ciu Pek Thong"!"
"Ada sehelai barang yang aku berikan pada Ciu Toako, aku tidak tahu barang apa
itu," menyahut Kwee Ceng. "Jikalau aku tahu...."
Bagaikan orang yang tak tahu salatan, yang tak mengenal berat dan entengnya
urusan , Ciu Pek Thong memotong kata-kata adik angkatnya itu. Hebat kegemarannya
bergurau. "Kenapa kau membilangnya tak tahu?" demikian selaknya. "Bukankah kau telah
Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merampasnya itu dari Bwee Tiauw Hong dengan tanganmu sendiri" Syukur Oey Yok Su
si tua bangka itu tidak mendapat tahu! Mestinya kau pun telah membilangnya kau
telah paham kitab itu, bahwa selanjutnya di kolong langit ini tidak ada
tandinganmu!" Kwee Ceng kaget bukan main.
"Toako!" serunya. "Aku...aku kapannya pernah mengatakannya demikian?"
Ciu Pek Thong mendelik. "Memangnya kau telah mengatakan demikian!" ia memastikan.
Kwee Ceng membaca Kiu Im Cin-keng tanpa mengetahui kitab itulah kitab ajaib itu,
hal itu memang membuatnya orang tak percaya, maka sekarang dengan Ciu Pek Thong
membebernya, Oey Yok Su menjadi seperti kalap, hingga ia tak ingat lagi si tua
bangka berandalan itu lagi bergurau atau bukan, ia sebaliknya menganggap orang
telah lenyap sikap kekanak-kanakannya dan tengah berbicara dengan sebenar-
benarnya. Ia lantas saja memberi hormat kepada Pek Thong, Ang Cit Kong dan
Auwyang Hong: "Persilahkan!" katanya. Habis itu dengan menarik tangan Oey Yong,
ia memutar tubuh untuk mengeloyor pergi.
Oey Yong hendak berbicara dengan Kwee Ceng, baru ia memanggil: "Engko Ceng!" ia
sudah ditarik ayahnya beberapa tombak jauhnya, terus dengan cepat masuk dibawa
ke dalam rimba. Ciu Pek Thong tertawa bergelak, tapi mendadak ia merasakan dadanya sakit, ia
berhenti dengan tiba-tiba. Ia cuma berhenti sebentar, lantas ia tertawa pula. Ia
kata: "Oey Lao Shia telah kena aku jual! Aku bergurau, dia kira itulah benar-
benar!" Cit Kong menjdai heran. "Jadi benar tadinya Ceng-jie tidak ketahui halnya kitab itu?" ia tegaskan.
"Memang ia tidak tahu!" Pek Thong tertawa. "Dia hanya mengira itu latihan napas
saja. Jikalau dia mengetahuinya lebih dulu, mana dia sudi belajar padaku"
Adikku, kau sekarang telah ingat baik-baik isi kitab, bukan" Bukankah kau bakal
tidak akan melupakannya pula?"
Setelah berkata demikian, Pek Thong tertawa pula, tetapi segera ia berjengkit
kesakitan, wajahnya menyeringai. Lucunya sembari jalan ia tertawa dengan saban-
saban manahan sakitnya...!
"Ah, Loo Boan Tong!" Ang Cit Kong membanting kakinya. "Bagaimana kau masih
berguyon saja! Nanti aku bicara sama saudara Yok!"
Ia lari ke dalam rimba ke arah tadi Oey Yok Su berlalu dengan putrinya. Begitu
ia memasuki, ia kehilangan itu ayah dan anak daranya. ia pun melihat jalan
melintang tidak karuan, hingga tak tahu ia mesti mengambil jurusan yang mana.
Semua bujang gagu pun bubar setelah berlalunya majikan mereka. Maka dengan
terpaksa Ang Cit Kong kembali. Mendadak ia ingat Auwyang Kongcu ada mempunyakan
peta Tho Hoa To. "Auwyang Sieheng," katanya lantas. "Aku minta sukalah kau memberi pinjam petamu
sebentar." Pemuda itu menggeleng kepala.
Batu Kematian 2 Roro Centil 07 Siluman Kera Putih Manusia Yang Bisa Menghilang 3
Oey Yok Su pun berpikir melihat sepak terjangnya Kwee Ceng itu, yang selama di
Kwie-in-chung pernah ia saksikan ilmu kepandaiannya. Katanya dalam hatinya: "Ini
bocah tidak tahu tingginya langit tebalnya bumi, dia berani melayani Auwyang
Hong, tidak memandang aku, tidakkah urat-urat dan tulang-tulangnya bakal putus
dan remuk?" Ia mengatakan demikian karena tidak tahu, Kwee Ceng yang sekarang
bukan lagi Kwee Ceng yang sama di Kwie-in-chung itu. Ia ketahui, barusan adalah
Kwee Ceng yang sudah menolong putrinya, maka tanpa merasa kesannya yang kurang
baik untuk pemuda itu menjadi berkurang tujuh atau delapan bagian. Bukankah
bocah itu sudah berani berkorban untuk Oey Yong" Diakhirnya ia berpikir: "Bocah
ini jujur dan baik hatinya, walaupun tidak dapat aku nikahkan anakku kepadanya,
mesti menghadiahkan sesuatu kepadanya."
Selagi Tong Shia berpikir demikian, ia mendapat dengar suaranya Ang Cit Kong.
"Makhluk beracun bangkotan, sungguh kau hebat!" demikian Pak Kay, si Pengemis
dari Utara. "Kita berdua belum ada yang kalah dan menang, mari kita bertempur
pula!" "Baik, bersedia aku melayani seorang budiman!" menjawab See Tok, si racun dari
Barat. Ang Cit Kong tertawa. "Aku bukannya seorang budiman, aku hanyalah pengemis!"
Dengan hanya sekali berlompot, raja pengemis ini sudah berada dalam gelanggang.
Auwyang Hong juga hendak masuk ke dalam gelanggang itu tatkala Oey Yok Su
mencegahnya seraya Tong Shia melonjorkan tangannya yang kiri.
"Tunggu dulu, saudara Cit dan saudara Hong!" katanya. "Kamu berdua sudah
bertarung lebih daripada seribu jurus, kamu tetap belum memutuskan menang atau
kalah, karena hari ini kamu berdua adalah tetamu-tetamu terhormat dari Tho Hoa
To, lebih baik kamu berdua duduk minum beberapa cawan arak pilihan yang aku
nanti menyediakannya. Saatnya merundingkan pedang di Hoa San akan tiba di depan
mata, maka itu wkatu bukan cuma kamu berdua yang bakal mengadu kepandaian pula,
juga aku dan Toan Hong Ya akan bersama turun tangan! Bagaimana jikalau
pertempuran ini hari disudahi sampai disini?"
"Baiklah!" menyahut Auwyang Hong tertawa, "Kalau kita bertempur pula, pastilah
aku bakal kalah!" Ang Cit Kong menarik pulang dirinya. Ia pun tertawa.
"Si makhluk berbisa bangkotan dari Wilayah Barat lain mulutnya lain hatinya!"
berkata dia. "Kau memang sudah sangat tersohor! Kau membilang bakal kalah, itu
artinya kau bakal menang! Tidak, aku si pengemis tua tidak dapat
mempercayainya!" "Jikalau begitu, hendak aku mencoba pula kepandaianmu, saudara Cit!" Auwyang
Hong menantang. "Tidak ada yang terlebih baik daripada itu!" Ang Cit Kong menyambut. Dan ia pun
bersiap pula. "Sudahlah!" berkata Oey Yok Su tertawa, melihat orang hendak bertempur lagi.
"Nyatalah kamu berdua hari ini datang ke Thoa Hoa To untuk mempertunjukkan
kepandaian kamu!" Ang Cit Kong tertawa lebar.
"Pantas kau mengur aku, saudara Yok!" katanya. "Sebenarnya kami datang kemari
untuk mengajukan lamaranku, bukannya untuk mengadu kepandaian."
"Bukankah aku telah mengatakan hendak aku mengajukan tiga syarat untuk menguji
kedua sieheng?" berkata pula Oey Yok Su. "Siapa yang lulus, dialah yang aku akan
ambil sebagai menantuku, dan siapa yang jatuh, dia pun tidak bakal aku
membuatnya pulang kecewa."
Cit Kong agaknya heran. "Apa"! Apakah kau masih mempunyai lain putri lagi?" tanyanya.
"Sekarang ini belum!" sahut Oey Yok Su tertawa. "Umpama kata aku lekas-lekas
menikah pula dan mendapatkan satu anak perempuan, sekarang ini sudah tidak
keburu lagi! Aku ini mengerti juga kasar-kasar tentang ilmu pengobatan dan
meramalkan, maka itu sieheng yang mana yang tidak lulus, jikalau ia tidak
mencelanya dan sudi mempelajari dia boleh memilih pelajaran yang mana ia penuju,
nanti aku mengajarinya dengan sungguh-sungguh."
Ang Cit Kong memang tahu Oey Yok Su banyak pengetahuannya, ia anggap lumayan
juga andaikata orang tak dapat menjadi menantunya tetapi dapat semacam
kepandaian daripadanya untuk kepentingan seumur hidupnya.
Bab 38. Memilih Baba Mantu.
Auwyang Hong melihat Cit Kong tidak segera menjawab, ia mendahului: "Baiklah
begini keputusan kita! Sebenarnya saudara Yok sudah menerima naik keponakanku
tetapi karena memandang mukanya saudara Cit, biarlah kedua bocah itu diuji pula!
Aku lihat cara ini tidak sampai merenggangkan kerukunan." Ia lantas berpaling
kepada keponakannya, akan membilang: "Sebentar, apabila kau tidak sanggup
melawan Kwee Sieheng, itu tandanya kau sendiri yang tidak punya guna, kau tidak
dapat menyesalkan lain orang, kita semua mesti dengan gembira meminum arak
kegirangannya Kwee Sieheng itu! Jikalau kau memikir lainnya, hingga timbul lain
kesulitan, bukan saja kedua locianpwee bakal tidak menerima kau, aku sendiri pun
tidak gampang-gampang memberi ampun padamu!"
Ang Cit Kong tertawa berlenggak.
"Makhluk berbisa bangkotan, teranglah sudah kau merasa sangat pasti untuk
kemenangan pihakmu ini!" ia berkata. "Kata-katamu ini sengaja kau perdengarkan
untuk kami mendengarnya, supaya kami tidak usah mengadu kepandaian lagi dan
lantas saja menyerah kalah!"
Auwyang Hong tertawa pula.
"Jikalau kau ketahui itu, bagus! Saudara Yok, silahkan kau menyebutkan syarat
atau cara ujianmu itu!"
Oey Yok Su sudah berkeputusan akan menyerahkan gadisnya kepada Auwyang Kongcu,
ia telah mengambil putusan akan mengajukan tiga soal yang mesti dapat
dimenangkan calon baba mantunya. Tetapi, sedang ia memikir untuk membuka
mulutnya, Ang Cit Kong dului ia.
"Main ujian" Itu pun baik!" kata Pak Kay. "Kita ada bangsa memainkan pukulan dan
tendangan, maka itu saudara Yok, jikalau kau mengajukan syarat, mestilah itu
mengenai ilmu silat. Umpama kata kau mengajukan urusan syair dan nyanyian, atau
soal mantera dan melukis gambar dan lainnya, maka kami berdua terang-terang akan
mengaku kalah saja, kami akan menepuk-nepuk kempolan kami dan mengangkat kaki,
tak usah lagi mempertontonkan keburukan kami di depan kamu!"
"Itulah pasti!" Oey Yok Su memberikan kepastiannya. "Yang pertama-tama ialah
mengadu silat..." "Itulah tak dapat!" Auwyang Hong menyelak. "Sekarang ini keponakanku tengah
terluka." "Inilah aku ketahui," kata Oey Yok Su tertawa. "Aku juga tidak nanti membiarkan
kedua sieheng mengadu kepandaian si Tho Hoa To ini, sebab itu dapat
merenggangkan kerukunan kedua pihak."
"Jadi bukannya mereka berdua mengadu silat?" Auwyang Hong menegaskan.
"Tidak salah!" sahut Oey Yok Su.
Auwyang Hong girang, ia tertawa.
"Benar!" katanya. "Apakah kepala penguji hendak memperlihatkan beberapa jurus
untuk setiap orang mencoba-coba jurus itu?"
"Itu juga bukan," Oey Yok Su menggeleng kepalanya. "Dengan cara itu sudah
dipertanggungjawabkan yang aku nanti tidak berlaku berat sebelah. Bukankah
diwaktu menggeraki tangan dapat orang membikin enteng atau berat sesuka hati"
Saudara Hong, kepandaianmu dan sudara Cit sudah sampai dipuncaknya kemahiran dan
barusan pun, sampai seribu jurus lebih, kamu masih sama tangguhnya. Sekarang
baiklah kau mencoba Kwee Sieheng dan saudara Cit mencoba Auwyang Sieheng."
Mendengar itu Ang Cit Kong tertawa.
"Cara ini tidak jelek!" bilangnya. "Mari, mari kita coba-coba!" sembari berkata,
ia terus menggapaikan Auwyang Kongcu.
"Tunggu dulu!" berkata Oey Yok Su cepat. "Kita harus mengadakan aturannya.
Pertama-tama; Auwyang Sieheng lagi terluka, tidak dapat ia mengempos semangatnya
dan berkeras menggunkana tenaganya, dari itu kita harus menguji kepandaiannya
tetapi bukan tenaganya. Kedua; kamu berempat harus bertempur di atas bambu,
siapa yang terlebih dulu jatuh ke tanah, dialah yang kalah. Dan yang ketiga;
Siapa yang melukai pihak anak muda, dialah yang kalah."
Ang Cit Kong heran. "Melukai anak muda dihitung kalah?" dia bertanya.
"Demikian selayaknya!" menjawab Oey Yok Su. "Kamu berdua sangat lihay, jikalau
tidak diadakan aturan semacam ini, sekali kamu turun tangan, apakah kedua
sieheng masih ada nyawanya" Saudara Cit, asal kau membikin lecet saja kulitnya
Auwyang Sieheng, kau teranggap kalah! Demikian juga dengan saudara Hong!"
Pak Kay menggaruk-garuk kepalanya. Tapi ia tertawa.
"Oey Lao Shia si Sesat bangkotan benar-benar sangat ajaib bin aneh, bukan
percuma namanya disohorkan!" katanya. "Pikir saja, siapa yang melukai musuh dia
justru yang kalah! Aturan ini adalah aturan paling aneh sejak jaman purbakala!
Tapi baiklah, mari kita bertindak menurut aturan ini!"
Oey Yok Su memberi tanda dengan kipasan tangannya, keempat orang itu sudah
lantas berlompat naik ke atas pohon, merupakan dua rombongan; Ang Cit Kong
bersama Auwyang Kongcu di kanan, dan Auwyang Hong bersama Kwee Ceng di kiri.
Oey Yok Su masgul. Ia ketahui baik, Auwyang Kongcu terlebih llihay daripada Kwee
Ceng, benar pemuda itu terluka tetapi dengan mengadu ringan tubuh, dia masih
terlebih unggul. Oey Yok Su sudha lantas berseru; "Asal aku menghitung habis satu, dua dan tiga,
kamu semua boleh mulai bertempur! Auwyang Sieheng dan Kwee Sieheng, siapa saja
di antara kamu yang jatuh lebih dulu, dialah yang kalah!"
Mendengar begitu, Oey Yong berpikir keras, memikirkan daya untuk membantu Kwee
Ceng. Ia bingung, Auwyang Hong sangat lihay, bagaimanaia dapat menyelak di
antara mereka itu" Segera Oey Yok Su menghitung: "Satu! Dua...! Tiga!"
Maka bergeraklah keempat orang di atas tiang bambu itu, bergerak-gerak bagaikan
bayangan. Oey Yong mengkhawatirkan Kwee Ceng, ia memasang mata. Ia melihat, cepat sekali
sudah lewat belasan jurus. Ia menjadi heran, tidak kecuali Oey Yok Su, yang
tidak menyangka pemuda itu demikian pesat kemajuannya.
"Aneh, mengapa dia masih belum kalah?" pikir Tong Sia si Sesat dari Timur.
Auwyang Hong sendiri berduka sangat, ia menjadi bergelisah sendirinya, dengan
sendirinya ia mulai gunai tenaganya, untuk mendesak. Ia heran untuk lihaynya si
bocah. Dipihak lain, tidak dapat ia melukakan si bocah itu. Tapi ia berpikir
keras, maka lekas juga ia mendapat jalan. Dengan tiba-tiba saja ia menyapu
dengan kedua kakinya untuk membikin lawannya roboh, begitu lekas serangan
pertama gagal, ia mengulanginya saling susul, bertubi-tubi.
Diserang secara hebat berantai begitu, Kwee Ceng membuat perlawanan dengan Hang
Liong Sip-pat Ciang jurus "Naga Terbang di Langit", tubuhnya beruulang-ulang
berlompat, membal ke atas, sedang kedua tangannya, yang dibuka dan nampaknya
tajam seperti golok atau gunting, senantiasa dipakai membabat ke arah kaki
lawannya yang lihay itu. Ia jadi selalu berkelit sambil menyerang.
Hatinya Oey Yong berdebaran menyaksikan pertempuran dahsyat itu. Ketika ia
melirik kepada Ang Cit Kong dan Auwyang Kongcu, ia mendapatkan cara mereka
bertempur pun beda. Auwyang Kongcu memperlihatkan kepandaian enteng tubuhnya, ia berlari-lari ke
Timur dan Barat, sama sekali ia tidak sudi berhadapan sama Ang Cit Kong untuk
bertempur sekalipun satu jurus. Kalau Ang Cit Kong merangsak, ia lekas-lekas
menyingkir. "Binatang ini main menyingkir saja, ia memperlambat tempo," pikir Cit Kong.
"Kwee Ceng sebaliknya tolol, dia melayani Auwyang Hong emngadu tenaga dan
kepandaian, pasti dia bakal jatuh lebih dulu..."
Pengemis dari Utara ini segera berpikir. "Hm!" ia perdengarkan suara di
hitungnya, lalu tiba-tiba saja ia lompat mencela tinggi, menubruk kepada si anak
muda, kedua tangannya diulur dengan sembilan jarinya dibuka merupakan
cengkeraman ceker baja. Menampak demikian, Auwyang Kongcu terkejut. Segera ia menjejak dengan kaki
kirinya, berkelit berlompat ke kanan.
Ang Cit Kong menubruk tempat kosong tetapi ia sudah dapat menduga orang bakal
menyingkir ke kanan itu, maka juga dengan menjumpalitkan tubuhnya, ia mendahului
lompat ke kanan, di sana segera ia bersiap dengan kedua tangan sambil ia
berseru: "Biarlah aku kalah asal kau mampus lebih dulu!"
Auwyang Kongcu kaget bukan main, kaget karena gerakan orang yang sebat, yang
seperti memegat jalannya, dan kaget untuk ancaman. Tidak berani ia menangkis
serangan itu untuk membela dirinya. Di luar keinginannya, belum sempat ia
memikirkan daya, kakinya sudah menginjak tempat kosong, maka terus saja ia
jatuh. Ia telah memikir, kalahkah ia dalam pertandingan ini" Hanya ketika itu,
Kwee Ceng pun jatuh di sampingnya!
Auwyang Hong telah berpikir keras karena sudah sekian lama ia tidak dapat
merobohkan bocah lawannya. Kejadian ini membuatnya bergelisah. ia telah
berpikir: "Jikalau aku mesti melayani dia sampai lebih daripada limapuluh jurus,
ke mana perginya pamornya See Tok?" Karena ini ia mendesak, bagaikan kilat
tangan kirinya menyambar ke belakang lehernya Kwee Ceng. Ia pun berseru: "Kau
turunlah!" Pemuda itu berkelit sambil mendak, tangan kirinya diulur, niatnya untuk
menangkis, disaat mana, mendadak Auwyang Hong mengerahkan tenaganya. Ia menjadi
kaget hingga ia menegur; "Kau...kau...." Ia hendak menanya: "Kenapa kau tidak
menaati peraturan?" dan ia mengerahkan tenaganya. Atau mendadak Auwyang Hong
tertawa dan menanya: "Aku kenapa?" Dengan mendadak juga ia membatalkan
pengerahan tenaganya itu.
Kwee Ceng mengatur tenaganya, untuk melawan. Ia berkhawatir jago tua itu nanti
menggunai kuntauw kodoknya, ia takut nanti terluka di dalam. Siapa sangka tengah
ia berkuat-kuat, tiba-tiba saja penyerangnya itu lenyap dari hadapannya. Di
dalam latihan dan pengalaman, sudha tentu ia kalah jauh dibandingkan dengan See
Tok, maka syukur untuknya, dari Ciu Pek Thong ia telah memperoleh ilmu silat
"Kong Beng Kun" yang terdiri dari tujuhpuluh dua jurus itu, yang sifatnya dalam
"keras ada kelembekannya", kalau tidak pastilah akan terjadi seperti di Kwie-in-
chung tempo melayani Oey Yok Su, tangannya salah urat. Meski demikian, ia toh
terjerumuk, kakinya limbung, tidak ampun lagi ia jatuh kepala di bawah, kaki di
atas! Kalau Auwyang Kongcu jatuh lurus, berdiri, Kwee Ceng menjadi terbalik. Keduanya
jatuh berbareng. Tubuh mereka pun berada berdekatan. Auwyang Kongcu melihat
tegas saingannya itu, mendadak saja timbul pikirannya yang sesat. Mendadak ia
majukan kedua tangannya, untuk menekan kedua kakinya Kwee Ceng itu, berbareng
dengan mana, meminjam kaki orang, ia apungi tubuhnya naik. Dengan demikian,
selagi ia mumbul, Kwee Ceng sendiri turun semakin cepat.
Oey Yong kaget tidak terkira. Itulah artinya Kwee Ceng pemuda pujaannya bakal
kalah. Tanpa merasa, ia menjerit; "Ayo!"
Hampir berbareng dengan jeritan itu, terlebihlah tubuh Kwee Ceng berbalik
mencelat ke atas, di lain pihak, tubuhnya Auwyang Kongcu turun pula, bahkan
terus jatuh ke tanah. Di lain pihak lagi, Kwee Ceng telah tiba di atas pohon,
berdiri di sebatang cabang, lalu dengan meminjam tenaga cabang itu ia mendekam!
Menyaksikan kejadian itu dari kaget bukan main, Oey Yong menjadi girang bukan
kepalang. Sungguh-sungguh ia tidak mengerti kenapa bisa terjadi demikian rupa
sedang pada Kwee Ceng ia tidak nampak sesuatu aksi. Bukankah pemuda itu terpisah
hanya lagi beberapa kaki dari tanah"
Auwyang Hong dan Ang Cit Kong pun sudah sama-sama berlompat turun, Ang Cit Kong
tertawa terbahak-bahak, berulang-ulang ia berseru: "Sungguh indah! Bagus!"
Parasnya See Tok, sebaliknya muram.
"Saudara Cit, muridmu yang lihay ini campur aduk sekali ilmu kepandaiannya!" ia
berkata, "Dia pun sampai dapat mempelajari ilmu gulat dari bangsa Mongolia!"
Ang Cit Kong tertawa. "Tetapi aku sendiri tidak becus ilmu gulat itu!" katanya, mengaku terus-terang.
"Bukanlah aku yang mengajarkan dia, maka itu janganlah kau main gila denganku!"
Sebenarnya Kwee Ceng kaget sekali yang Auwyang Kongcu sudah menekan kakinya itu
berbareng si kongcu sendiri mengapungkan diri. Dia mengerti, hebat kalau dia
jatuh, sedang si kongcu itu bakal berada di atasannya. Itulah artinya ia kalah
dan bercelaka. Disaat segenting itu, ia tidak menjadi gugup. Ia melihat kaki
orang di depan mukanya, hebat luar biasa, ia menyambar dengan kedua tangannya,
menarik dengan keras seraya tubuhnya pun diapungkan ke atas. Memang itulah ilmu
gulat orang Mongolia, supaya sesudah roboh dapat berlompat. Itulah ilmu gulat
yang tak ada bandingannya turun temurun. Kwee Ceng menjadi besar di gurun pasir,
sebelum ia berguru dengan Kanglam Cit Koay, ia sudah bergaul erat dengan Tuli
dan lainnya bocah bangsa Mongolia itu, dengan sendirinya sering mereka adu
gulat. Sekarang ia menghadapi bahaya, hampir tanpa berpikir, ia menggunai ilmu
kepandaiannya itu. Ia pun meminjam tenaga lawan sama seperti Auwyang Kongcu
meminjam tenaganya. Dan ia memperoleh kemenangan!
"Kali ini Kwee Sieheng yang menang!" Oey Yok Su sudah lantas mengasih dengar
putusannya. "Kau jangan bersusah hati, saudara Hong, jangan panas. Auwyang
Sieheng lebih lihay, siapa tahu pertandingan kedua dan ketiga dia nanti yang
menang?" "Kalau begitu, silahkan saudara Yok menyebutkan acara pertandingan yang kedua
Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu," meminta Auwyang Hong.
"Pertandingan yang nomor dua dan nomor tiga ini adalah pertandingan sacara bun,"
berkata Oey Yok Su. Cara "bun" ialah cara halus, tanpa kekerasan.
Mendengar ayahnya itu, Oey Yong menjerit.
"Ayah, terang-terangan kau berat sebelah!" katanya. "Kenapa kau menggunai cara
bun" Ah, engko Ceng, sudahlah kau jangan mau bertanding pula!"
"Kau tahu apa"!" berkata sang ayah. "Dalam ilmu silat, kalau telah dicapai
puncaknya kemahiran, apa orang akan terus main keras-kerasan saja" Acaraku yang
kedua ini, kau tahu, adalah untuk meminta kedua sieheng mengenal sebuah lagu
serulingku...." Girang Auwyang Kongcu mendengar halnya acara itu. Katanya dalam hatinya: "Si
tolol ini, apakah tahunya tentang ilmu tetabuhan" Kali ini pastilah aku ynag
bakal menang..." Auwyang Hong tapinya berkata; "Anak-anak muda masih lemah sekali latihannya
bersemedhi menenangkan hati, aku khawatir tidak dapat mereka bertahan dari
lagumu, saudara Yok."
"Laguku lagu biasa saja, saudara Hong, jangan kau khawatir," Oey Yok Su
menghibur. Lalu ia menghadapai Auwyang Kongcu dan Kwee Ceng, untuk berkata:
"Kedua sieheng, silahkan kau masing-masing mematahkan secabang pohon, kapan
nanti kamu mendengar suara laguku, lantas kamu menimpali dengan mengetok-ngetok
batang pohon itu. Siapa yang dapat menimpali paling tepat, paling bagus, dialah
yang menang." Kwee Ceng maju menghampirkan tuan rumah, ia menjura.
"Oey tocu," katanya hormat. "Teecu ini sangat tolol, tentang ilmu tetabuhan
teecu tidak vtahu satu nol puntul, maka itu dalam pertandingan yang kedua ini
teecu menyerah kalah saja...."
"Jangan kesusu, jangan kesusu!" Ang Cit Kong mencegah. "Biar bakal kalah, apakah
halangannya untuk mencoba dulu" Apakah kau khawatir nanti ditertawakan orang"
Jangan takut!" Mendengar perkataan gutu itu, pikiran Kwee Ceng berubah. Ia pun melihat Auwyang
Kongcu sudah lantas mematahkan sebatang cabang, maka ia lantas mencari secabang
yang lain. Oey Yok Su tertawa, ia berkata, "Saudara Cit berada disini, sungguh siauwtee
membuatnya kau nanti menertawainya!"
Pemilik Tho Hoa To ini sudah lantas membawa seruling ke bibirnya, maka
sedetiknya kemudian, ia sudah mulai meniup.
Auwyang Kongcu memasang kuping mendengar irama, cuma sebentar, ia lantas menabuh
cabang pohonnya itu, memperdengarkan suara seperti timpalan kecrek. Ia mengerti
lagu, dapat ia menimpali dengan baik.
Sebaliknya Kwee Ceng agaknya bingung, ia angkat bambunya tetapi ia tidak
mengetok itu, maka juga ketika serulingnya Oey Yok Su sudah berbunyi lamanya
sehirupan teh, ia masih belum menimpali sekali juga....
Melihat itu Auwyang Hong dan keponakannya menjadi girang sekali. Mereka merasa
pasti, kali ini mereka bakal menang. Bukankah acara yang ketiga pun acara bun"
Mereka percaya, mereka pun bakal menangi acara yang ketiga itu....
Oey Yong adalah sebaliknya dari itu paman dan keponakan. Ia bergelisah sangat.
Ia berkhawatir sekali Kwee Ceng kalah. Maka dengan jari tangannya yang kanan, ia
menepuk-nepuk lengannya yang kiri. Ia mengharap-harapi si anak muda melihatnya
dan nanti menelad caranya itu. Untuk kecelenya, ia mendapat Kwee Ceng dongak
mengawasi langit, berdiam saja, tak ia melihat pertandaannya itu....
Oey Yok Su masih meniup terus lagunya.
Sejenak kemudian, mendadak Kwee Ceng menepuk batang bambunya itu. Ia menepuk di
tengah-tengah antara bagian dua tepukan.
Auwyang Kongcu tertawa terkekeh.
"Baru mengetok, dia sudah kalah!" pikirnya pemuda ini.
Kwee Ceng kembali menepuk pula, kembali di bagian tengah seperti tadi. Ketika ia
mengulangi sampai empat kali, semuanya itu tidak tepat.
Oey Yong menggeleng-geleng kepala.
"Aku punya engko tolol ini tidak mengerti ilmu tetabuhan, tidak selayaknya ayah
justru menguji ia dengan lagu!" katanya dalam hatinya. Sembari berpikir begitu,
ia menoleh kepada ayahnya. Untuk herannya, ia menampak air muka ayahnya yang
berubah. Ayah itu agaknya merasa aneh.
Kwee Ceng masih memperdengarkan pula kecrek bambunya itu, atas mana lau
terdengar irama seruling seperti rancu, hanya sebentar kemudian, irama itu balik
kembali dengan rapi menuruti lagunya.
Masih saja Kwee Ceng menepuk, tetap ia sama caranya itu, di tengah-tengah di
antara dua bagian kecrekan, hanya caranya sebentar cepat sebentar perlahan,
sebentar mendahului, sebentar ketinggalan. Cara ini hampir-hampir mengacaukan
lagunya Oey Yok Su. Kejadian ini bukan cuma mengherankan pemilik pulau Tho Hoa To itu, yang
perhatiannya menjadi tertarik sekali, juga Auwyang Hong dan Ang Cit Kong tidak
mengerti. Mereka turut menjadi heran.
Tadi Kwee Ceng telah mendengarnya suara pertempuran di antara seruling, ceng dan
siulan, tanpa merasa ia menginsyafinya irama pertempuran istimewa itu, sekarang
mendengar lagunya Oey Yok Su, mulanya ia memasang kuping dengan melongo, lalu
akhirnya ia mengasih dengar suara bambunya untuk mengacau itu. Ia mengetok
dengan keras, suaranya "Bung! Bung! Bung!"
Tidak peduli telah mahir ilmu menetapkan atau menenangkan hati dari Oey Yok Su,
ia pun tergempur suara bambu orang itu, beberapa kali hampir ia membuatnya
lagunya berbalik mengikuti ini suara kecrek istimewa dari Kwee Ceng: "Bung!
Bung!" Lantas Oey Yok Su mengasih bangun semangatnya.
"Hebat kau, bocah!" pikirnya. Ia meniup pula serulingnya, sekarang dengan irama
perlahan tetapi banyak perubahannya, selalu berganti tekukannya.
Auwyang Kongcu memasang kupingnya, untuk menangkap lagu itu, baru sesaat, tanpa
merasa ia mengangkat bambunya, sendirinya terus ia bergerak-gerak menari!
Auwyang Hong terkejut, ia menghela napas. Segera ia maju, untuk mencekal lengan
keponakannya itu, menekan nadinya. Menyusuli itu, ia mengelarkan sapu tangan
sutera, untuk menyumbat kuping orang, supaya Auwyang Kongcu tidak dapat
mendengar lagu itu. Ketika kemudian si keponakan mulai tetap hatinya, baru ia
lepaskan cekalan dan tekanannya itu.
Oey Yong sendiri tidak terganggu seruling ayahnya itu. Seperti sang ayah, ia
sudah biasa mendengar itu lagu "Thia Mo Bu" atau "Tarian Hantu Langit". Ia hanya
berkhawatir untuk Kwee Ceng, takut si anak muda tak dapat menenangi diri,
menetapi hati, untuk mempertahankan diri..............
Kwee Ceng sudah lantas duduk bersila di tanah, ia menenangkan diri dengan
latihan tenaga dalam Coan Cin Kauw, dengan begitu ia menentang rayuan atau
bujukannya irama seruling yang menggoncangkan hati itu. Berbareng dengan itu,
tak hentinya ia memperdengarkan kecrek bambunya, untuk mengacau lagu itu.
Tadi Oey Yok Su bertiga Ang Cit Kong dan Auwyang Hong, dengan lagu-lagu mereka
telah mengadu irama, mereka dapat saling menyerang, saling membela diri, mereka
tidak saja tak kena terbujuk atau terserang, sebaliknya mereka dapat menyerang.
Sekarang Kwee Ceng kalah latihan tenaga dalam, ia tidak dapat menyerang, ia cuma
bisa membela diri, malah rapat penjagaannya itu. Benar ia tidak bisa melakukan
penyerangan membalas tetapi juga benar oey Yok Su tidak dapat menaklukinya.
Selang sesaat kemudian, suara seruling semakin lama jadi makin perlahan dan
halus, sampai sukar terdengarnya. mendengar itu, Kwee Ceng berhenti dengan
ketokan bambunya, ia memasang kupingnya.
Justru inilah lihaynya Oek Yok Su. Makin perlahan suara serulingnya, makin besar
tenaga menariknya. Begitu Kwee Ceng diam mendengari, bekerjalah pengaruh menarik
itu. Irama seruling dan irama bambu bergabung menjadi satu, mestinya pemusatan
pikiran si anak muda kena terbetot.
Tetapi Kwee Ceng bukannya lain orang. Coba lain orang, mestinya ia sudah runtuh,
tak dapat ia meloloskan diri. Ia pernah menyakinkan ilmu saling serang dengan
tangan sendiri, sebagimana ia telah lama berlatih dengan Ciu Pek Thong, maka
itu, hatinya satu tetapi ia dapat memecahnya menjadi dua. Maka begitu ia
mendengar suara aneh itu, yang membetot keras hatinya, ia memecah hatinya
menjadi dua. Ia insyaf akan bahaya yang mengancam. Dengan demikian, sambil
menetapi hati, menenangi diri, ia memperdengarkan pula suara sebatang bambunya
yang ia pegang dengan tangan kirinya, maka mendengung pulalah suara bung-bung.
Oey Yok Su menjadi terperanjat saking herannya.
"Bocah ini mempunyai kepandaian luar biasa, tidak dapat ia dipandang enteng,"
pikirnya. Tapi ia penasaran, ia mencoba pula. Tidak lagi ia berdiri diam, dengan
mengangkat kakinya, ia bertindak dalam penjuru patkwa, delapan persegi, sembari
jalan ia meniup terus serulingnya.
Kwee Ceng masih menepuk terus, kedua tangannya mengasih dengar tepukan yang
berbeda, dengan begitu ia bagaikan dua orang yang menentang Oey Yok Su satu
orang. Tenaganya pun bertambha sendirinya.
Oey Yocu bukan sembarang orang, makin ditentang ia jadi makin gagah, lalu nada
serulingnya menjadi tinggi dan rendah, makin luar biasa terdengarnya iramanya
itu. Kwee Ceng terus melawan, tetap ia mempertahankan diri, sampai mendadak ia dapat
merasakan dari suara seruling itu seperti ada hawa dingin yang menyambar
kepadanya, bagaikan hawa dingin dari es membungkus dirinya. Tanpa merasa, ia
mengigil. Biasanya suara seruling halus dan lemah mengalun, panjang kali ini perubahannya
ialah menjadi keras, bagaikan penyerangan dahsyat, maka itu Kwee Ceng merasakan
hawa dingin meresap ke tulang-tulangnya. lekas-lekas ia memusatkan pikirannya
lagi, ia memecah dua pula. Ia mengingat kepada matahari panas terik tergnatung
di udara, di waktu musim panas memukul besi, atau dengan tangan memegang obor
besar memasuki dapur ynag apinya marong dan panas sekali. Pemusatan perumpamaan
ini berhasil mengurangi serangannya hawa dingin itu.
Kembali Oey Yok Su menjadi heran. Ia melihatnya ditubuh sebelah kiri Kwee Ceng
ada sifat dingin, sebaliknya di tubuh sebelah kanan tertampak keringat keluar
tanda dari hawa panas. Ia lantas merubha pula irama lagunya. Ia melenyapkan hawa
dinginnya, ia mengganti itu dengan hawa panas dari musim panas.
Kwee Ceng terkejut karena perubahan itu, disaat ia hendak menentang lagi, suara
batang bambunya sudah menjadi kacau sendirinya.
Oey Yok Su menyaksikan itu, katanya dalam hatinya: "Kalau ia memaksa melawan, ia
masih dapat bertahan sekian lama, hanya kalau ia tetap terserang terus hawa
panas dan dingin bergantian, kesudahannya ia bakal dapat sakit berat." Karena
memikir demikian, ia berhenti meniup serulingnya, maka sedetik saja, iramanya
seperti lenyap di rimba. Maka berhentilah lagu seruling itu.
Kwee Ceng segera mengerti orang telah mengalah terhadapnya, ia lantas berlompat
bangun, untuk memberi hormat kepada Oey Yok Su seraya menghanturkan terima kasih
untuk kebaikan hati orang, yang ia bahsakan "Oey Tocu."
Oey Yok Su heran hingga ia mau menduga; "Bocah ini masih sangat muda usianya,
siapa tahu ilmu dalamnya begini bagus. Mustahilkah sengaja ia memperlihatkan
sikap ketolol-tololan sedang sebenarnya ia cerdas luar biasa" Jikalau tapat
dugaanku ini, anakku mesti dijodohkan dengannya. Baiklah aku mencoba pula!"
Begitulah ia tersenyum. "Kau baik sekali!" katanya manis. "Kau masih memanggil Oey Tocu kepadaku?"
Dengan pertanyaannya itu Oey Yok Su hendak memberi tanda, "Dari tiga ujian, kau
sudah lulus yang dua, karenanya sudah boleh kau mengubah panggilan menjadi gakhu
tayjin." Arti "gakhu tayjin" ialah ayah mertua yang terhormat.
Kwee Ceng ada seorang yang jujur dan polos, ia tidak mengerti yang kata-kata
orang mengandung dua maksud, maka ia menjadi gugup.
"Aku...aku..." katanya, lalu ia tak dapat meneruskannya. Lalu matanya mengawasi
kepada Oey Yong, untuk memohon bantuan dari si nona.....
Oey Yong girang bukan main. Ia lantas menekuk-nekuk jempol kanannya. Itu berarti
anjuran untuk Kwee Ceng bertekuk lutut kepada Oey Yok Su.
Kebetulan Kwee Ceng mengerti tanda itu, tanpa bersangsi lagi ia menjatuhkan diri
di depan tuan rumah sambil mengangguk sampai empat kali. Meski ia memberi hormat
secara begitu, tetapi mulutnya tetap bungkam.
"Kau memberi hormat kepadaku, kenapa?" tanya Oey Yok Su tertawa.
"Yong-jie yang menyuruh aku," sahut si tolol.
"Ah, dasar tolol, tetap tolol!" pikir Oey Yok Su. Ia lantas mengulur tangannya
kepada Auwyang Kongcu, guna menyingkirkan sumbatan di kuping anak muda itu
sembari ia berkata; "Bicara dari hal tenaga dalam, Kwee Sieheng yang terlebih
mahir, akan tetapi ketika aku menguji dengan lagu, kaulah, Auwyang Sieheng, ynag
lebih mengerti....Begini saja, acara nomor dua ini aku anggap seri. Sekarang
hendak aku memulai dengan acara yang ketiga, supaya dengan ini didapat keputusan
siapa di antara kedua sieheng, siapa yang menang dan siapa yang kalah."
"Aku, akur!" Auwyang Hong cepat-cepat memberi persetujuannya. Ia tahu
keponakannya sudah kalah, ia tidak menyangka yang Oey Yok Su si juru pemisah
sudah berbuat berat sebelah.
Ang Cit Kong menyaksikan itu semua, ia cuma tersenyum, tidak ia memperdengarkan
suaranya. Melainkan di dalam hatinya ia bilang: "Si Sesat bangkotan, anak ialah
anakmu, jikalau kau suka menikahkan dia sama pemuda doyang berfoya-foya, lain
orang tidak dapat mencampur tahu! Tetapi aku si pengemis tua, aku ingin sekali
menempur padamu. Sekarang aku berada bersendirian saja, dua tanganku tidak nanti
sanggup melayani empat buah tangan, biarlah, nanti aku mencari dulu Toan Hongya,
untuk ia membantu aku. Sampai itu waktu nanti jelaslah segala apa!"
Itu wkatu Oey Yok Su sudah merogoh sakunya untuk mengeluarkan sejilid buku yang
bagian mukanya dilapisi cita merah, sembari berbuat begitu, ia berkata: "Bersama
istriku aku mempunyai cuma ini seorang anak perempuan, tidak beruntung istriku
itu, ia menutup mata habis melahirkan anaknya ini, sekarang aku merasa beruntung
yang saudara Cit dan saudara Hong memandang mata kepadaku, bersama-sama kamu
melamar gadisku ini. Jikalau istriku masih hidup, tentu ia girang sekali..........."
Merah matanya Oey Yong mendengar ayahnya menyebut-nyebut almarhum ibunya.
"Buku ini ialah buku yang ditulis sendiri oleh istriku semasa hidupnya istriku
itu," Oey Yok Su berkata pula. "Jadi inilah warisan dari hati dan darahnya...
Sekarang aku minta kedua sieheng membaca buku ini, setelah selesai kau mesti
membaca pula di luar kepala, siapa yang dapat menghapalnya lebih banyak kali dan
tidak bersalah, akan aku serahkan anakku ini kepadanya..."
Ia berhenti sebentar. Ia menoleh kepada Ang Cit Kong, ia mendapatkan Pak Kay
tersenyum. Lalu ia meneruskan; "Menurut aturan, Kwee Sieheng sudah menang satu
pertandingan, tetapi kitab ini ada sangkut pautnya dengan kehidupanku, dan
istriku pun meninggal dunia karena kitab ini, maka itu sekarang hendak aku
memuji di dalam hatiku supaya ialah sendiri yang nanti memilih baba mantunya,
biar ia memayungi salah satu sieheng ini."
Sampai di situ habis sudah sabarnya Ang Cit Kong. Tadi ia masih dapat menguasai
diri, dia hanya bersenyum. Sekarang tidak.
"Oey si bangkotan sesat!" ia berkata nyaring. "Siapa kesudian mendengari obrolan
setanmu panjang-panjang" Terang kau mengetahui muridku tolol, dia tidak mengerti
ilmu surat dan syair, sekarang kau suruh ia membaca dan menghapalnya di luar
kepala, lalu kau menggertak dengan istrimu ynag sudha mati! Sungguh kau tidak
tahu malu!" Habis berkata, si pengemis mengibas tangannya, terus ia memutar tubuhnya untuk
bertindak pergi. Oey Yok Su tertawa dingin.
"Saudara Cit!" ia berkata, "Jikalau kau datang ke Tho hoa To ini untuk banyak
tingkah, mestinya kau belajar pula ilmu silatmu untuk lagi beberapa tahun!"
Ang Cit Kong membalik pula tubuhnya, sepasang alisnya berbangkit.
"Apa"!" tanyanya bengis.
"Kau tidak mengerti ilmu Kie-bun Ngo-heng, jikalau kau tidak dapat perkenan dari
aku, jangan kau harap nanti dapat keluar dari pulau ini!" menjawab si tuan
rumah. "Akan aku melepaskan api membakar ludas semua bunga dan pohonmu ynag bau!" Cit
Kong berkata keras. "Jikalau kau ada mempunyai kepandaianmu, cobalah kau bakar!" Oey Yok Su
menentang. Melihat kedua orang tua itu hendak berkelahi, Kwee Ceng maju sama tengah.
"Oey Tocu! Ang Locianpwee!" ia berkata. "Biarlah nanti teecu mencoba bersama
Auwyang toako membaca buku itu dan menghapalnya di luar kepala. Teecu memang
bebal, umpama teecu kalah, itulah sudah selayaknya..."
Oey Yok Su mendelik kepada si anak muda.
"Kau memanggil apa kepada gurumu"!" ia menegur.
"Teecu baru saja mengangkat guru, oleh karena teecu masih belum memberitahukan
itu kepada enam guruku, sekarang ini belum berani teecu merubah panggilan," Kwee
Ceng memberi keterangan. "Hah! Di mana sih ada sekian banyak kerewelan!" katanya Tong Shia sebal.
Luas pengetahuannya Oey Yok Su tetapi sepak terjangnya biasa menyalahi aturan
atau kebiasaan, maka itu tidaklah ia puas mendapatkan pemuda itu demikian
menjunjung ada peradatan.
"Bagus!" berseru Ang Cit Kong. "Aku masih belum terhitung gurumu! Kau sudi
mendapat malu, terserah padamu! Silahkan, silahkan!"
Oey Yok Su tidak membilang suatu apa, hanya berpaling kepada anaknya.
"Kau duduklah baik-baik, jangan kau main gila!" katanya. Ia memesan demikian,
Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karena ia khawatir anak itu membantu pula Kwee Ceng.
Oey Yong tersenyum, ia tidak menyahuti. Tapi ia berdiam dengan hatinya bekerja.
Ia tahu kali ini pastilah Kwee Ceng bakal kalah, maka ia mengasah otaknya
mencari jalan keluar untuk nanti buron bersama-sama pemuda itu....
Oey Yok Su lantas menitahkan Kwee Ceng dan Auwyang Kongcu duduk berendeng di
sebuah batu besar, ia berdiri di depan mereka, ia memegangi kitabnya, yang ia
ansurkan untuk mereka itu melihatnya, sebab mereka mesti membaca dengan
berbareng. Judul kitab ada "Kiu Im Cin-keng" Bagian Bawah, model hurufnya model Toan-jie.
Begitu melihat itu, Auwyang Kongcu girang luar biasa. Ia berkata dalam hatinya:
"Dengan segala macam akal aku memaksa Bwee Tiauw Hong menyerahkan kitab ini,
siapa tahu sekarang mertuaku ini hendak berbuat baik kepadaku, ia membiarkan aku
membaca kitab luar biasa ini!"
Kwee Ceng melihat enam huruf itu, tak sehuruf juga yang ia kenal. Ia berpikir:
"Dia sengaja hendak membikin susah padaku! Surat yang berlugat-legot bagaikan
cacing ini mana aku kenal" Biarlah, aku menyerah kalah..."
Ketika itu Oey Yok Su sudah mulai membalik kulitnya buku itu. Nyata huruf-huruf
di dalamnya mermodel huruf Kay-jie, ialah huruf biasa dan huruf-hurufnya
tertulis bagus sekali. Teranglah itu tulisannya seorang wanita. Ketika ia sudah
membaca baris pertama, hatinya goncang. Baris itu berbunyi: "Aturan dari langit,
rusak itu berlebihan, tambalan tak kecukupan, maka itu kosong lebih menang
daripada luber, tak cukup menang menang.... Semuanya itu sudah pernah ia
mendengarnya dari Ciu Pek Thong, yang pernah ia sudah menghapalnya. Maka ia
lantas melihat lebih jauh. Untuk kegirangannya, semua itu adalah huruf-huruf
yang ia sudah hapal benar.
Oey Yok Su menunggu sampai ia merasa orang sudah membaca habis, ia membalik pula
halaman lainnya. Hal ini dilakukan terus selang sesaat. Hanya huruf-huruf itu
makin lama makin tak lengkap susunannya, di bagian belakang menjadi kacau,
sedang tulisannya sendiri makin lemah, seperti ditulis dengan kehabisan tenaga.
Terkesiap hati Kwee Ceng, karena sekarang ia ingat keterangannya Ciu Pek Thong
halnya Oey Hujin, yaitu istrinya Oey Yok Su, yang sudah menuliskan isi kitab
secara dipaksakan, kerana tubuhnya menjadi lemah, hingga diwaktu melahirkan Oey
Yong, tenaganya habis dan menjadi meninggal dunia. Inilah kitab yang ditulis
disaat-saat kematiannya nyonya itu.
"Mungkinkah yang Ciu Toako menitahkan aku menghapalkannya adalah isi kitab ini?"
Kwee Ceng berpikir pula. "Adakah ini Kiu Im Cin-keng" Tidak, tidak bisa jadi!
Kitab itu bagian bawahnya sudah dibikin lenyap oleh Bwee Tiauw Hong, bagaimana
sekarang bisa berada di tangannya Oey Yok Su ini?"
Oey Yok Su melihat orang bengong, ia menduga mestinya kepala pemuda ini sudah
pusing. Ia tidak mengambil mumat, ia terus membalik-balik pelbagai halaman
setelah temponya, ia merasa, orang sudah membaca habis.
Mulanya Auwyang Kongcu dapat membaca dengan baik, kemudian toba kepada
penjelasan cara melatihnya ilmu silat itu, ia bingung karena kata-katanya
seperti terputar balik. Kemudian lagi, hatinya mencelos akan mendapatkan ada
huruf-huruf yang berlompatan, hingga karangan tak lagi lancar. Di dalam hatinya
ia menghela napas dan berkata: "Kiranya dia masih tidak hendak memperlihatkan
kitab yang tulen..." Tapi ia dapat memikir sebaliknya; "Benar aku tidak dapat
melihat isi kitab yang lengkap, tetapi toh aku jauh lebih banyak dapat
mengingatnya daripada si tolol ini, mak adalam ujian ini pastilah aku yang bakal
menang. Oh, si nona yang sangat cantik manis yang bagaikan putri kayangan ini,
akhirnya toh bakal menjadi orangku juga...!"
Kwee Ceng juga melihat dan membaca setiap halaman yang dibalik terus oleh Oey
Yok Su itu, ia mendapat kenyataan semua isinya itu sama seperti yang ia
diajarkan Ciu Pek Thong, cuma bagian-bagian yang lompat saja yang tak terbaca
tetapi ia ketahui itu, sebab ia masih hapal semua ajaran kakak angkatnya si
orang tua yang jenaka dan berandalan itu. Ia mengangkat kepalanya, memandang ke
arah pohon, ia tidak dapat menduga apa hubungannya ajaran Ciu Pek Thong itu
dengan kitab ini. Tidak lama, setelah membalik halaman terakhir, Oey Yok Su emngawasi kedua pemuda
itu. "Nah, siapa yang hendak membaca terlebih dulu di luar kepala?" dia menanya.
Sebelum menjawab, Auwyang Kongcu sudah berpikir untuk jawaban itu. Pikirnya:
"Isi kitab kacau sekali, sangat sukar untuk dihapalkannya, maka baiklah aku
menggunakan ketika aku baru saja habis membaca akan menghapalnya, dengan begitu
pastilah aku akan dapat membaca lebih banyak..." Ia mau mengartikan, kesalahannya
apstilah lebih sedikit. Karenanya, segera ia menyahuti: "Aku yang menghapal
lebih dulu!" Oey Yok Su mengangguk. "Kau pergi ke ujung rimba ini, jangan kau mendengari dia lagi menghapal," ia
menitahkan Kwee Ceng kepada siapa ia berpalinng.
Kwee Ceng menurut, ia pergi jauhnya beberapa puluh tindak.
Oey Yong menjadi girang sekali. Ia pikir inilah ketikanya yang paling baik.
Bukankah dengan begitu ia bisa mengajak si anak muda kabur bersama" Maka ia
lantas angkat kakinya, hendak ia bertindak perlahan-lahan menghampirkan pemuda
itu. Atau mendadak: "Yong-jie, mari!" memanggil Oey Yok Su. "Kau juga mendengarinya mereka membaca
diluar kepala, supaya kau jangan nanti mengatakannya aku berat sebelah!"
Mencelos hatinya si nona. Katanya ayah itu adil, tetapi kenyataannya sangat
berat sebelah untuknya. Bukankah ia jadinya dicegah mendekati Kwee Ceng" maka
itu ia berkata: "Ayah yang berat sebelah, tak usah ayah menyebutkannya orang
lain!" Oey Yok Su tidak gusar, bahkan ia tertawa.
"Tidak tahu aturan! Mari!" dia memanggil pula.
"Aku tidak mau datang!" sahut si anak, membelar. Di mulut ia mengucap demikian,
tapi kakinya bertindak menghampirkan. Ia cerdik sekali, ia pun tahu tabiat
ayahnya itu, kalau si ayah berjaga-jaga, sulit untuk ia kabur pula. Maka juga ia
hendak memikir perlaha-lahan, untuk mencari akal. Ketika ia sudah datang dekat,
ia memandang Auwyang Kongcu sambil tertawa manis.
"Auwyang Toako, ada apakah sih bagusnya aku?" ia bertanya. "Kenapa kau begini
sangat menyukai aku?"
Bukan main girangnya Auwyang Kongcu. Manis sekali si nona. Hingga hatinya
berdenyutan. Inilah ia tidak sangka.
"Adik, kau...." katanya kegirangan sangat, hingga ia seperti lupa ingatan, hingga
tak dapat ia meneruskan kata-katanya.
"Toako, janganlah kau terburu-buru hendak pulang ke See Hek," berkata pula Oey
Yong, tetap dengan manis budi. "Kau diamlah di Tho Hoa To ini untuk beberapa
hari lagi. Di See Hek itu sangat dingin, bukankah?"
"See Hek itu luas sekali wilayahnya," menyahut Auwyang Kongcu. "Memang di sana
ada banyak daerahnya yang dingin tetapi pun ada yang hangat dan nyaman seperri
Kanglam." "Ah, aku tidak percaya!" berkata lagi si nona, yang membawa aksinya yang
menggiurkan. Ia tertawa. "Kau memang paling suka memperdayakan orang!"
Auwyang Kongcu masih hendak melayani bicara, untuk membantah si nona itu, atau
segera ia dihalangi oleh Auwyang Hong. See Tok sudah lantas dapat membade maksud
Oey Yong si cerdik ini, bahwa sikap manisnya itu adalah daya belaka untuk
mengacau otaknya Auwyang Kongcu, supaya pikirannya disesatkan ke lain soal, si
keponakan jadi lupa kepada isinya kitab Kiu Im Cin-keng.
"Eh, anak!" demikian menegurnya. "Omongan yang tak perlunya baiklah kau
bicarakan perlahan-lahan nanti, mari belum kasep. Sekarang lekas kau membaca di
luar kepala!" Auwyang Kongcu terkejut. Memang, karena perhatiannya ditarik Oey Yong, ia dapat
melupakan apa yang barusan dihapalnya. Dan benar-benar ada yang ia lupa. Maka
lekas-lekas ia memusatkan pikirannya. Sesudah itu, barulah dengan perlahan-lahan
ia mulai membaca. Ia berhasil membaca permulaannya, ia lantas melanjuti. Tentu
saja ia lupa di bagian-bagian yang penjelasan ilmu silatnya sulit, seperti Oey
Hujin sendiri tidak ingat seanteronya.
Oey Yok Su tertawa kapan pemuda yang dipenujunya itu selesai membaca.
"Kau telah mendapat membaca banyak, bagus!" katanya. "Kwee sieheng, mari,
sekarang giliranmu!"
Kwee Ceng bertindak menghampirkan. Ia melihat Auwyang Kongcu kegirangan, ia
kagum, di dalam hatinya ia kata:" Anak ini benar-benar lihay, sekali membaca
saja ia sudah dapat menghapal di luar kepala sedang tulisan itu kacau balau.
Benar-benar aku tidak sanggup, maka sekarang baiklah aku emngahapal seperti yang
Ciu Toako ajari aku."
Ang Cit Kong melihat sikap muridnya itu, ia tertawa.
"Anak tolol, mereka itu sengaja hendak membikin kita bagus ditonton!" Ia
berkata. "Baiklah kita mengaku kalah saja!"
"Memang aku pun sebenarnya tak dapat melawan Auwyang Toako," Kwee Ceng
membilang. Mendadak Oey Yong berlompat ke ke atas payon paseban, yang telah roboh sebagian,
di sana ia berdiri seraya menghunus pisau belati, yang ia letaki di depan
dadanya. Ia berseru; "Ayah! Jikalau kau memaksa aku ikut si manusia busuk itu
pergi ke See Hek, hari ini anakmu akan binasa untuk kau lihat!"
Oey Yok Su kenal baik tabiat anaknya itu.
"Letaki senjatamu!" ia berkata, "Kita dapat berbicara dengan perlahan-lahan."
Sementara Auwyang Hong telah bekerja. Mendadak ia menekan tongkatnya ke tanah,
segera terdengar satu suara aneh, terus dari tongkat itu melesat serupa senjata
gelap yang luar biasa, menyambar ke arah Oey Yong.
Hebat melesatnya senjata rahasia ini, belum Oey Yong menginsyafinya, pisau
belati di tangannya sudah kena terhajar hingga terlepas dan jatuh ke tanah.
Dilain pihak tubuh Oey Yok Su pun berkelebat, sedetik saja ia sudah sampai di
atas pesaben, dimana ia mengulur tangan merangkul pinggang putrinya.
"Benar-benarkah kau tidak sudi menikah?" katanya, perlahan. "Baiklah! Mari kau
berdiam di Tho Hoa To menemani ayahmu seumur hidupmu!"
Oey Yong meronta-ronta, ia menangis.
"Ayah, kau tidak sayang Yong-jie, kau tidak sayang Yong-jie...!" katanya.
Menyaksikan itu, Ang Cit Kong tertawa berkakak. Ia tidak nyana Oey Yok Su, yang
hatinya keras dan telangas, kewalahan melayani putrinya itu.
Selagi Ang Cit Kong berkpikir begitu, Auwyang Hong berpikir lain. Ia ini kata di
dalam hatinya; "Baik aku menanti hingga sudah ada keputusan ujian ini, setelah
itu hendak aku membikin habis pengemis tua serta si bocah she Kwee ini. Urusan
lainnya pasti gampang diurus belakangan. Anak itu manja sekali, apa aku peduli?"
Karena ini, ia berkata: "Kwee Sieheng lihay sekali, kau sungguh satu pemuda
gagah, maka itu di dalam ilmu surat kau tentu pandai juga. Saudara Yok, silahkan
minta Kwee Sieheng mulai menghapal!"
Itulah kata-kata baik tetapi itu sebenarnya adalah desakan.
"Baiklah," menyahut Oey Yok Su. "Yong-jie, kalau kau mengacau lagi, nanti kacau
juga pikirannya Kwee Sieheng."
Mendengar itu, benar-benar Oey Yong lantas menutup mulutnya.
Auwyang Hong ingin sekali si anak muda mendapat malu, ia mendesak; "Kwee
Sieheng, silahkan mulai! Kami ramai-ramai akan mendengar dengan perhatian
pembacaanmu di luar kepala."
Mukanya Kwee Ceng merah seluruhnya.
"Mana dapat aku menghapal?" pikirnya pula. "Baik aku membaca ajarannya Ciu
Toako..." Dan lantas ia membaca. Sebenarnya sudah beratus kali ia menghapal "Kiu
Im Cin-keng", karena Ciu Pek Tong tak bosannya mengajari ia, dari itu, ia masih
ingat dengan baik itu semua. Demikian kali ini, mulai dengan perlahan, ia
menghapal terus, makin lama makin lancar, selama itu tak sepatah kata yang salah
atau berlompatan. Orang semua tercengang. Bukankah bocah ini baru melihat hanya satu kali kitab
yang dijadikan ujian itu" Maka kesannya ialah: "Bocah ini cerdas sekali tetapi
ia nampaknya tolol. Kiranya dia sebenarnya berotak sangat terang!"
Oey Yok Su heran, apa pula setelah Kwee ceng sudah habis menghapal halaman
keempat. Ia dapat kenyataan, kata-katanya si anak muda lebih rapi daripada
kitabnya, seperti ditambahkan sepuluh lipat. Dan itulah memang bunyinya atau isi
aslinya "Kiu Im Cin-keng" itu. Karena ini, tanpa merasa ia mengeluarkan peluh
dingin. "Mustahilkah istriku yang telah menutup mata itu demikian cerdas hingga di alam
baka dia dapat mengingat kitab yang asli dan dia telah mengajarinya semuanya
kepada pemuda ini?" ia bertanya dalam hatinya. Selagi ia berpikir, kupingnya
mendengar terus suara yang lancar dan terang dari Kwee Ceng, yang menghapal
terus-terusan. Maka ia mau percaya benar-benar istrinya sudah mewariskannya
kepada si anak muda. Ia lantas mengangkat kepalanya, mendongak ke langit, dari
mulutnya terdengar suara tak tedas: "A Heng, A Heng, sungguh kau sangat mencinta
kepadaku, hingga kau pinjam mulutnya pemuda ini untuk mengajari aku Kiu Im Cin-
keng...... Kenapa kau membiarkan aku tak dapat melihat pula wajahmu barang satu kali
lagi" Setiap malam aku meniup serulingku, kau dengarkah itu?"
"A Heng" itu ialah nama kecil dari Oey Hujin, istri yang Oey Yok Su sangat
mencintainya. Nama itu, sekalipun Oey Yong gadisnya, tidak mendapat tahu.
Orang banyak heran melihat sikapnya tocu dari Tho Hoa To ini, air mukanya
berubah, air matanya mengembang, dan entah apa yang diucapkannya itu.
Cuma sebentar Oey Yok Su berada dalam keadaan yang luar biasa itu, mendadak ia
kembali pada dirinya sendiri. Sekarang ia seperti bermuram durja. Ia mengibaskan
tangannya, terus ia menanya Kwee Ceng dengan suara keras, sikapnya bengis:
"Apakah kitab Kiu Im Cin-keng yang lenyap di tangannya Bwee Taiuw Hong terjatuh
ke dalam tanganmu"!"
Kwee Ceng terkejut, hatinya pun ciut.
"Tee...teecu tidak mengetahui kitabnya Bwee Cianpwee itu terlenyap di mana...."
sahutnya guup, suaranya tak lancar. "Jikalau aku mendapat tahu, pasti sekali aku
suka membantu mencarinya, untuk dibayar pulang kepada tocu..."
Oey Yok Su mengawasi wajah orang dengan tajam, pada itu ia tidak nampak
kepalsuan, maka itu maulah ia percaya orang tidak berdusta. Karenanya ia jadi
mau percaya juga yang istrinya, dari dalam alam baka, sudah mewariskannya kepada
pemuda ini. "Baiklah, saudara Cit dan saudara Hong!" katanya kemudian, suaranya terang,
"Inilah baba mantu pilihannya istriku almarhum, maka itu sekarang aku tidak
dapat membilang apa-apa lagi. Anak, aku menjodohkan Yong-jie kepadamu, kau
haruslah memperlakukan dia baik-baik. Yonng-jie telah termanjakan olehku, dari
itu haruslah kau suka mengalah tiga bagian...."
Oey Yong girang bukan kepalang. Ia lantas saja tertawa. Sama sekali ia tidak
menjadi likat karena keputusan itu.
"Ayah, bukankah aku satu anak baik?" ia berkata. "Siapa yang bilang aku telah
termanjakan olehmu?"
Kwee Ceng benar tolol tetapi kali ini, tanpa menanti tanda pengajaran dari Oey
Yong, sudah lantas ia menekuk lutut di hadapannya Oey Yok Su, untuk paykui empat
kali seraya ia memanggil: "Gakhu Tayjin!" Tapi, belum sempat ia berbangkit,
tiba-tiba Auwyang Kongcu membentak: "Tahan dulu!"
Ang Cit Kong girang bukan main, ia sampai ternganga, tetapi ketika ia mendengar
suaranya Auwyang Kongcu, ia dapat berbicara.
"Apa"!" dia tanya. "Apakah kau belum juga menyerah?"
"Apa yang dibacakan saudara Kwee barusan jauh terlebih banyak daripada isinya
kitab ini," berkata Auwyang Kongcu. Ia pun rupanya menginsyafi itu. "Mestinya ia
telah mendapatkan Kiu Im Cin-keng yang asli! Aku yang muda hendak membesarkan
nyali, hendak aku menggeledah tubuhnya!"
"Oey Tocu sudah selesai menjodohkan putrinya, perlu apa kau menimbulkan
kerewelan baru"!" Ang Cit Kong menegur. "Kau dengar apa kata pamanmu barusan?"
Matanya Auwyang Hong terbalik.
"Aku Auwyang Hong, mana dapat aku diakali orang?" dia berkata dengan nyaring. Ia
mau percaya tuduhan keponakannya dan merasa pasti di tubuhnya Kwee Ceng ada
kitab "Kiu Im Cin-keng" yang asli, bahkan sekejap itu ingin ia merampas kitab
itu, hingga ia melupakan yang Oey Yok Su sudah memutuskan pilihan baba mantunya
itu. Kwee Ceng tidak takut digeledah, mana dia lantas meloloskan ikat pinggangnya.
"Auwyang Cianpwee, silahkan kau periksa!" ia menantang, ia berserah diri. Ia pun
terus mengasih keluar segala isi sakunya, yang mana ia letaki di atas batu.
Auwyang Hong mellihat semua barang itu adalah uang perak, sapu tangan, batu api
dan lainnya, tidak ada kitab, maka ia mengulurkan tangannya ke tubuh si anak
muda. Oey Yok Su kenal baik si See Tok yang sangat licik dan telangas, yang di dalam
murkanya yang sangat dapat menurunkan tangan jahat. Kalau si Bisa dari Barat ini
keburu menurunkan tangan, walaupun ia lihay, tidak nanti ia dapat mengobati
menantunya itu. Maka hendak ia mencegah. Sambil batuk-batuk ia lonjorkan
tangannya yang kiri, diletaki di tulang punggung Auwyang Kongcu. Itulah tulang
paling penting pada tubuh manusia, asal Tong Shia menurunkan tangannya yang
lihay, habis sudah tulang itu, terbinasalah Auwyang Kongcu di situ juga.
Ang Cit Kong dapat melihat sepak terjangnya Oey Yok Su, ia dapat menduga maksud
orang, ia tertawa di dalam hatinya. Pikirnya: "Oey Lao Shia benar-benar sangat
memihak! Sekarang ia menyayangi baba mantunya, dia lantas melindungi muridku
yang tolol ini...." Sebenarnya juga Auwyang Hong berniat menggunai pukulan kodoknya akan menghajar
Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan meraba perutnya Kwee Ceng. Asal ia dapat menekan perut itu, selang tiga
tahun, Kwee Ceng bakal dapat sakit dan akan mati karenanya. Tapi ia bermata
awas, ia dapat melihat penjagaannya Oey Yok Su itu, lantas ia membatalkan
niatnya itu. Ia menggeledah tubuh Kwee Ceng, ia tidak mendapatkan lainnya
barang. Ia berdiam sesaat. Ia tidak mempercayai almarhum Oey Hujin benar-benar
mewariskan kitab itu dari alam baka, untuk memilih menantunya. Setelah itu, ia
dapat memikir lainnya lagi.
"Anak ini tolol, memang tak mungkin ia mendusta. Kalau aku menanya padany,
mungkin sekali ia akan memberikan keterangannya yang sebenarnya..."
Maka ia gerakilah tongkat ularnya, hingga gelang emasnya berbunyi berkontrang,
hingga dua ekor ularnya melilit-lilit.
Menampak itu, Kwee Ceng dan Oey Yong mundur bersama.
"Kwee Sieheng," Auwyang Hong menanya, suaranya tajam, "Dari manakah kau
mempelajarinya isi kitab Kiu Im Cin-keng ini?"
"Aku ketahui tentang sejilid kitab Kiu Im Cin-keng akan tetapi belum pernah aku
melihatnya," menyahut Kwee Ceng, jujur. "Kitab bagian atas ada pada Toako Ciu
Pek Thong..." Ang Cit Kong heran hingga ia menyelak.
"Eh, eh, mengapa kau panggil toako kepada Pek Thong?" ia menanya.
"Ciu Toako telah mengangkat saudara dengan teecu," Kwee Ceng menyahut, kembali
dengan sejujurnya. "Yang satu tua bangka, yang lain muda belia, sungguh edan!" tertawa Ang Cit
Kong. "Kacaulah aturan peradatan!"
"Kitab bagian bawah?" Auwyang Hong tanya pula.
"Kitab itu telah dibikin lenyap di telaga Thay Ouw, oleh Suci Bwee Tiauw Hong,"
Kwee Ceng menyahut pula. "Sekarang Bwee Suci sedang dititahkan gakhu untuk
mencari kitab itu. Aku telah memikir, setelah memberitahukan kepada gakhu, ingin
aku pergi untuk membantu mencari."
Dengan keponakannya, Auwyang Hong saling memandang.
"Kau belum pernah melihat Kiu Im Cin-keng, cara bagaimana kau dapat membacanya
di luar kepala?" tanya pula Auwyang Hong, kali ini dengan bengis.
"Apakah yang aku baca barusan itu Kiu Im Cin-keng?" Kwee Ceng balik menanya.
"Tidak, tidak bisa jadi! Itulah Ciu Toako yang mengajari aku menghapalnya!"
Diam-diam Oey Yok Su menghela napas, kelihatannya ia putus asa.
"Inilah seperti bicaranya hantu atau malaikat, sungguh sangat samar," pikirnya.
"Rupanya benar anakku berjodoh dengan bocah ini, maka segala-galanya terjadi
secara kebetulan sekali."
Selagi Tong Shia heran, Auwyang Hong menlanjuti pertanyaannya.
"Sekarang ini di mana adanya Ciu Pek Thong?" demikian tanyanya.
Kwee Ceng hendak memberikan penyahutannya, ketika mertuanya memotong: "Anak
Ceng, tidak usah kau banyak omong." Kemudian si Sesat dari Timur ini berpaling
kepada Auwyang Hong untuk mengatakan "Inilah urusan tidak berarti, buat apa
dibicarakan panjang-panjang" Saudara Hong, saudara Cit, kita sudah duapuluh
tahun tidak bertemu, marilah di pulauku ini kita minum puas-puas selama tiga
hari!" Oey Yong pun segera berkata: "Cit Kong-kong, nanti aku memasaki kau beberapa
rupa sayuran! Bunga teratai di sini bagus sekali, jikalau lembaran bunga itu
dimasak ayam tim campur lengkak segar dan daun teratai, pastilah rasanya lezat
sekali! Dan kau tentulah akan sangat menyukainya!"
Ang Cit Kong tertawa lebar.
"Sekarang telah tercapailah maksud hatimu!" katanya. "Lihat, bagaimana
girangmu!" Digoda begitu, Oey Yong tertawa.
"Cit Kong-kong, Auwyang Pepe, dan kau Auwyang Sieheng, silahkan!" ia lantas
mengundang. Ia membawa sikap manis terhadap mereka semua, tak terkecuali Auwyang
Kongcu. Auwyang Hong menjura terhadap Oey Yok Su.
"Saudara Yok, aku menerima baik kebaikan hati kau ini," ia berkata. "Saudara, di
sini saja kita berpisahan...."
"Saudara Hong," menyahut si tuan rumah, "Kau datang dari tempat yang jauh dan
aku belum lagi melakukan kewajibanku sebagai sahabat, mana bisa enak hatiku?"
Sama sekali tidak ada niatnya Auwyang Hong, berdiam lebih lama lagi, karena ia
telah putus asa. Sebenarnya ia datang bukan melulu untuk jodoh keponakannya itu,
lebih daripada itu, hendak ia sesudah pernikahannya sang keponakan, bekerja sama
Oey Yok Su mencari Kiu Im Cin-keng, kitab ajaib itu. Tidak demikian, sebagai
ketua suatu partai, mana sudi ia sembarang menaruh kaki di Tionggoan" Pernikahan
sudah gagal, ia pun lenyap harapannya, ia menjadi sangat tawar hatinya. Tetapi
Auwyang Kongcu, si keponakan berpikir lain.
"Paman," katanya Auwyang Kongcu, "Keponakanmu tidak punya guna, ia membikin kau
malu, tetapi Oey Peehu telah menjanjikannya hendak mengajari keponakanmu semacam
ilmu kepandaian...."
Auwyang Hong mengasih dengar suara "Hm!" Ia ketahui dengan baik belumlah padam
cintanya si keponakan ini terhadap Oey Yong, maka juga si keponakan masih hendak
mencari ketika untuk bisa terus berdekatan dengan nona itu. Alasan belajar ini
adalah alasan yang paling baik. Si keponakan menjadi mungkin mendapat ketika
akan merayu-rayu hati Oey Yong hingga si nona akhirnya terjatuh juga ke dalam
pelukannya...." Oey Yok Su dilain pihak jug atidak puas hatinya. Ia telah memberikan janjinya
itu karena ia percaya pasti Auwyang Kongcu bakal lulus, maka hendak ia
menurunkan semacam pelajaran kepada Kwee Ceng, siapa tahu kesudahannya adalah
kebalikannya dugaannya itu, ialah Auwyang Kongcu yang jatuh.
"Auwyang Sieheng," ia lantas berkata, "Kepandaian pamanmu adalah yang terlihay
di kolong langit ini, tidak ada lain orang yang dapat menandanginya, karena ini
adalah warisan keluargamu sebenarnya tak usah kau mencari dari lain kaum. Hanya
apa yang dinamakan Co-to Pang-bun, yaitu ilmu golongan kiri atau sampingan, aku
si tua masih juga mempunyakannya sedikit, maka jikalau sieheng tidak mencelanya,
yang mana saja yang aku mengerti, suka aku mengajarkannya padamu."
Auwyang Kongcu sudah lantas berpikir; "Hendak aku memilih yang paling lama
dipelajarinya, yang paling meminta waktu. Tocu ini kabarnya mengerti ilmu Ngo-
heng Ki-bun, baiklah aku minta ilmu itu yang tak keduanya dikolong langit ini,
yang tentunya tak habis dipelajari dalam sehari semalam...." Maka ia lantas
menjura dan berkata: "Keponakanmu mengagumi ilmu Ngo-heng Ki-bun dari peehu,
maka itu aku mohon kebaikan budi peehu untuk mengajari saja aku ilmu itu."
Oey Yok Su berdiam, tidak lantas ia menjawab. Ia merasa sulit. Ngo-heng Ki-bun
itulah kepandaiannya yang paling utama, sekalipun kepada putrinya belum ia
mewariskannya, maka itu cara bagaimana dapat ia menurunkannya kepada orang luar"
Tetapia ia sudah mengeluarkan kata-katanya, tak dapat ia menyesal atau menarik
pulang. Maka kemudian menyahutlah ia: "Ilmu Ki-bun itu menggenggam banyak
sekali, kau hendak mempelajari yang mana satu?"
Auwyang Kongcu cuma mengutamakan dapat tinggal selama mungkin di pulau Tho Hoa
To ini, maka itu ia menjawab; "Keponakanmu melihat jalanan di Tho Hoa To ini
sangat berliku-liku, pepohonannya pun lebat sekali, aku menjadi sangat
menganguminya, maka itu aku mohon peehu sukalah memperkenankan aku tinggal di sini untuk beberapa bulan. Dengan begitu maka keponakanmu jadi dapat
ketika untuk belajar dengan sabar."
Mendengar itu, air mukanya Oey Yok Su berubah. Ia segera melirik kepada Auwyang
Hong. Di dalam hatinya, ia berpikir; "Jadinya kau hendak menyelidiki rahasianya
pulauku ini! Sebenarnya, apakah maksud kamu?"
Auwyang Hong sangat cerdik, mengertilah ia sudah akan keragu-raguannya tuan
rumah itu. Maka lantas ia menegur keponakannya: "Kau sungguh tidak tahu
tingginya langit dan tebalnya bumi! Tho Hoa To ini tercipta setelah peehumu
menghabiskan hati dan darahnya, pulau ini teratur begini sempurna, bahwa orang
luar tidak berani menyerbunya semua mengandal kepada lihaynya ini, dari itu mana
dapat peehumu membebernya kepada kau?"
Oey Yok Su tahu orang menyindir, dengan dingin ia berkata: "Walaupun Tho Hoa To
ada hanya sebuah bukit yang gundul, orang di kolong langit ini belum tentu ada
yang sanggup mendatanginya untuk membikin celaka pada aku Oey Yok Su!"
Auwyang Hong tertawa. "Aku kesalahan omong, saudara Yok, maaf!" ia memohon.
"Hai, saudara Racun, saudara Racun!" Ang Cit Kong tertawa dan turut berbicara.
"Akalmu ini akal memancing kemarahan orang, kau menggunainya dengan caramu yang
kurang jujur!" Oey Yok Su seperti habis akal, ia selipkan seruling kumalanya di leher bajunya.
"Tuan-tuan, silahkan turut aku!" ia mengundang.
Maka itu berhentulah pembicaraan mereka.
Auwyang Kongcu ketahui tuan rumah murka, ia melirik kepada pamannya.
Auwyang Hong mengangguk, lalu ia bertindak mengikuti tuan rumah. Yang lain-
lainnya pun turut mengikutinya.
Jalanan berliku-liku, sekeluarnya dari rimba bambu itu, di depannya mereka
terlihat sebuah pengempang teratai yang besar, yang bunga teratainya sedang
mekar banyak, hingga di situ tersebarlah bau harum semerbak yang halus dari
bunga yang indah dan bersih itu. Daun-daun teratai pun terampas luas dan lebar.
Di tengah-tengah pengempang ada sebuah jalanan yang memotong untuk tiba di lain
tepi, hingga dengan begitu pengempang itu menjadi terbelah dua.
Oey Yok Su berjalan di jalanan di tengah pengempang itu, ia memimpinnya orang
banyak ke sebuah rumah yang nampak terawat rapi sekali, yang tiang-tiangnya
terbuat dari batang-batang atau bongkol pohon cemara yang tak dibuangi
babakannya hingga nampak jadi wajar. Di luar itu pun merambat pohon-pohon rotan
yang beroyot. ketika itu ada di musim panas tetapi berada di dalam rumah itu,
semua orang mersakan adem.
Oey Yok Su mempersilahkan lebih jauh keempat tetamunya masuk ke dalam kamar
tulis dimana bujangnya yang gagu segera menyuguhkan the, yang airnya berwarna
hijau, tetapi setelah dihirup, teh itu dingin bagaikan salju, meresap hingga ke
ulu hati. Ang Cit Kong tertawa, ia berkata: "Orang bilang, sesudah tiga tahun menjadi
pengemis, berpangkat pun dia tak sudi, tetapi, saudara Yok, jikalau aku dapat
tinggal tiga tahun di dalam duniamu yang begini adem nyaman, menjadi pengemis
pun tak sudilah aku!"
"Saudara Cit," menyahut Oey Yok Su, "Jikalau benar kau sudi tinggal untuk suatu
waktu denganku di sini, supaya kita kakak beradik dapat minum arak dan
mengobrol, itulah sungguh hal yang aku memintanya pun tidak dapat."
Ketarik hatinya Ang Cit Kong mendengar suara orang yang sungguh-sungguh itu.
Tetapi Auwyang Hong segera berkata; "Kamu kedua tuan, jikalau kau sampai tidak
berkelahi, tak usah sampai dua bulan lamanya, pastilah kau berhasil menciptakan
semacam ilmu pedang yang luar biasa gaib!"
"Ha, kau mengiri?" tanya Ang Cit Kong tertawa.
"Tapi aku bicara dari hal yang benar!" menyahut Auwyang Hong.
Kembali Ang Cit Kong tertawa.
"Ini pun kata-katamu yang di hati lain di mulut lain!" bilangnya.
Dua orang ini tidak bermusuh besar tetapi mereka saling mendendam, di antaranya
Auwyang Hong yang memikir dalam dan licik serta licik. Ang Cit Kong yang polos
dan mulutnya terbuka, kalau Cit Kong tidak memikir sesuatu, See Tok sebaliknya
menyimpan maksud, sebelum Ang Cit Kong mampus di tangannya, tak mau ia sudah.
Hanya ia, karena liciknya, wajahnya ia tidak kentarakan sesuatu. Demikian kali
ini, apapun yang Cit Kong bilang, ia mengganda tertawa.
Oey Yok Su sudah menekan pada suatu bagian dari mejanya itu, lalu terlihat di
tembok sebelah barat ada sebuah gambar san-sui atau panorama gunung dan air yang
bergerak naik sendirinya, setelah mana di situ lalu tertampak sebuah pintu
rahasia. Ia mengulurkan tangannya ke dalam pintu itu, untuk menarik keluar
segulung kertas. Ia mengusap-usap itu beberapa kali, kemudian ia memandang
Auwyang Kongcu seraya berkata: "Inilah peta lengkap dari Tho Hoa To. Di pulau
ini ada jalanan rahasia, jalan keder menuruti jurus patkwa, dan semua itu
tercatat di dalam peta ini, sekarang kau ambillah ini, untuk kau mempelajarinya
dengan seksama." Mendenagr itu, pemuda itu hilang harapannya. Yang ia harap adalah dapat tinggal
lebih lama di Tho Hoa To, siapa tahu ia hanya diberikan sehelai peta pular. Ia
merasa bahwa ia gagal, tetapi meski demikian, ia menjura untuk menyambuti peta
itu. Oey Yok Su tidak segera menyerahkan petanya itu.
"Tunggu dulu!" katanya.
Auwyang Kongcu melengak, ia menarik pulang tangannya yang sudah diulur itu.
"Setelah kau mendapatkan peta ini," berkata Oey Yok Su, "Kau mesti pergi ke Lim-
an, dimana kau mesti cari sebuah rumah penginapan atau kelenteng dimana kau
dapat tinggal menumpang. Selang tiga bulan, aku nanti perintah orang untuk
mengambil pulang. Peta ini cuma diingat dalam hati, aku larang kau membuat
salinannya!" Mendengar itu, di dalam hatinya, si pemuda berkata: "Kau tidak mengijinkan aku
tinggal di pulaumu ini, siapa sudi memperdulikan segala ilmu sesatmu itu"
Bagaimana dalam tempo tiga bulan aku dapat menolongi kau menjagai kitabmu itu"
Jikalau ada kerusakan atau kehilangan, siapa yang dapat bertanggungjawab. Lebih
baik aku tidak mengerjalannya!" Hampir ia menampik, ketika mendadak sebuah
pikiran lain masuk ke dalam otaknya: "Dia kata hendak memerintah orang datang
mengambilnya nantin, tentulah ia bakal mengutus gadisnya ini. Ini pun ada suatu
ketika baik untuk berada dekat si nona...." Maka ia lantas mengubah pula
pikirannya, terus ia mengulur pula tangannya, menyambuti peta itu, yang ia
masuki ke dalam sakunya. Auwyang Hong segera mengangkat kedua tangannya, untuk pamitan.
Oey Yok Su tidak menahan lagi, malah ia segera mengantarkannya hingga di muka
pintu. "Saudara Berbisa," berkata Ang Cit Kong. "Lain tahun di akhir tahun kembali tiba
saatnya perundingan ilmu pedang di gunung Hoa San, maka itu baik-baik saja kau
memelihara dirimu, supaya nanti kita dapat bertempur secara hebat!"
Auwyang Hong menyahuti dengan tawar. Katanya: "Menurut aku baiklah kita tidak
usah saling berebut lagi! Sekarang ini pun sudah ada ketentuannya siapa yang
bakal menjadi orang yang ilmu silatnya paling lihay di kolong langit ini!"
Bab 39. Perahu yang indah
Bab ke-39 cersil Memanah Burung Rajawali.
"Eh, sudah ada orangnya?" menanya Ang Cit Kong heran. "Mungkinkah kau, saudara
Beracun, sudah berhasil menciptakan semacam ilmu silat baru yang tak ada
bandingannya lagi?" Auwyang Hong tersenyum. "Apa sih kebisaan dan kebijakasaannya Auwyang Hong hingga dapat memperoleh
gelaran orang yang ilmu silatnya nomor satu di kolong langit ini?" ia berkata,
"Yang aku maksudkan ialah orang yang telah memberi pelajaran kepada Kwee Sieheng
ini." Mendengar itu, Ang Cit Kong tertawa.
"Adakah kau maksudkan aku si pengemis bangkotan" Kalau benar, aku mesti memikir-
mikirnya dulu! Kepandaian saudara Yok bertambah sekian hari, kau sendiri,
saudara Berbisa, kau juga makin gagah dan panjang umur, sedang Toan Hongya itu
aku percaya dia juga tidak akan mensia-siakan kepandaiannya, maka aku rasa,
tinggallah aku si pengemis yang terbelakang."
"Tetapi, saudara Cit," berkata Auwyang Hong pula, "Di antara orang-orang yang
pernah memberi pelajaran kepada Kwee Sieheng belum pasti kaulah yang
terlihay....." "Apa"!" menegaskan Ang Cit Kong. Ia baru mengucap sepatah itu, atau Oey Yok Su
sudah memotong; "Ah, apakah kau maksudkan Loo Boan Tong Ciu Pek Thong si Bocah
Bangkotan yang nakal?"
Pertanyaan ini diajukan kepada Auwyang Hong.
"Benar!" menyahut See Tok cepat. "Karena Loo Boan Tong sudah pandai ilmu Kiu Im
Cin-keng, maka kita si Tong Shia, See Tok, Lam Tee dan Pak Kay, kita semua bukan
lagi tandingan dia!"
"Hal itu belumlah pasti," berkata Tong Shia, "Kitab itu mati, ilmu silat itu
hidup!" Senang See Tok mendengar perkataan tuan rumah. Mulanya ia tidak puas, ialah
ketika Tong Shia mencoba menyimpangi pertanyaannya kepada Kwee Ceng tentang di
mana adanya Ciu Pek Thong. Sekarang muncullah pula soalnya Ciu Pek Thong itu.
Karena ia pandai bersandiwara, ia tidak menyatakan sesuatu pada wajahnya, bahkan
sengaja dengan tawar ia kata; "Ilmu silat Coan Cin Pay lihay sekali, kita semua
pernah belajar kenal dengannya, maka kalau Loo oan Tong ditambah dengan Kiu Im
Cin-keng, umpama kata Ong Tiong Yang hidup pula, belum tentu ia sanggup
menandingi adik seperguruannya ini, jangan kata pula kita si segala tua bangka!"
"Mungkin Loo Boan Tong lihay melebihkan aku tetapi tidak nanti melebihkan kau,
saudara Hong," berkata Oey Yok Su. Ia tidak mau menyebutnya "Saudara Beracun"
seperti Ang Cit Kkong. "Inilah aku tahu pasti."
"Jangan kau merendah, saudara Yok," berkata See Tok. "Kita berdua adalah
setengah kati sama dengan delapan tail. Kalau kau membilang seperti katamu
barusan, maka teranglah ilmu silatnya Ciu Pek Thong tak dapat melampaui kau!
Ini, aku khawatir....."
Ia lantas berhenti, kepalanya digelengka berulang-ulang.
Oey Yok Su bersenyum. "Lihat saja di Hoa San lain tahun!" katanya. "Di sana saudara Hong akan
Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengetahuinya sendiri!"
Auwyang Hong mengawasi, ia mengasih lihat roman sungguh-sungguh.
"Saudara Yok, ilmu silatmu telah lama aku mengaguminya," katanya, "Akan tetapi
jikalau kau bilang kau dapat mengalahkan Ciu Pek Thong, sungguh aku sangsi.
Jangan kau memandang enteng kepada si tua bangka berandalan itu..."
Biar bagaimana, Oey Yok Su kena dipancing panas hatinya oleh See Tok.
"Kau tahu, Loo Boan Tong berada di pulau Tho Hoa To ini!" katanya nyaring.
"Sudah lima belas tahun lamanya aku mengurung dia!"
Mendengar itu, dua-dua Auwyang Hong dan Ang Cit Kong terperanjat. Hanya si Bisa
dari Barat sudah lantas tertawa bergelak.
"Saudara Yok gemar sekali bergurau," katanya.
"Mari!" berkata Oey Yok Su yang tidak sudi berbicara lebih banyak lagi,
tangannya pun menunjuk, bahkan dia berjalan di depan, dengan tindakan yang
cepat, hingga bagaikan terbang dia jalan molos di rimba bambu.
Ang Cit Kong mengikuti, sebelah tangannya menuntun Kwee ceng, sebelah yang lain
Oey Yong. Auwyang Hong pun menarik tangan keponakannya.
Semua mereka menggunai ilmu mereka meringankan tubuh.
Hanya sebentar, mereka sudah sampai di muka gua di mana Ciu Pek Thong dikurung,
hanya setibanya dis itu, Oey Yok Su menperdengarkan suara kaget. ia telah
mendapat lihat rusaknya kawat-kawat kurungan di muka gua. Dengan satu enjotannya
ia lompat, ke muka gua sekali, yang segalanya sunyi dan tak nampak sekalipun
bayangannya si bocah bangkotan yang lucu itu.
Dengan kaki kirinya, Tong Shia menginjak tanah, atau tiba-tiba ia terperanjat.
Ia merasakan kakinya itu seperti menginjak barang lembek dan tanah kosong. Tapi
ia telah sempurna ilmunya enteng tubuh, maka lekas menyusullah kaki kanannya,
hingga ia dapat berlompat, masuk ke dalam gua.
Sekarang ia melihat dengan tegas kosongnya gua itu. Tapi yang hebat adalah
kakinya kembali menginjak tanah lembek dan kosong seperti tadi. Tentu sekali,
tidak dapat ia menaruh kakinya. Maka ia lantas mengasih keluar serulingnya,
menggunai itu untuk menekan dan menolak tembok gua, dengan begitu tubuhnya pun
melesat keluar. Ang Cit Kong dan Auwyang Hong bersorak memuji menyaksikan indahnya tubuh yang
ringan dari si Sesat dari Timur ini. Tapi ketika Oey Yok Su menaruh kakinya di
luar gua, kakinya itu memperdengarkan satu suara, sebab kaki itu melesak masuk
ke dalam sebuah liang. Kaget Tong Shia. Ia merasakan kakinya basah atau demak. Kembali ia mencelat
naik. Diwaktu itu ia melihat Cit Kong dan Auwyang Hong beramai telah tiba di
muka mulut gua di mana mereka itu menginjak tanah tanpa kurang suatu apa, karena
itu ia lantas turun di samping putrinya. Hampir di itu waktu, ia mendapat cium
bau busuk. Ia menunduk untuk melihat. Untuk mendongkolnya, ia mendapatkan kedua
kakinya penuh dengan kotoran manusia.
Semua orang menjadi heran, kenapa Oey Yok Su kena orang akali.
Dalam murkanya Oey Yok Su menyambar sebatang cabang pohon, dengan itu ia
menyerang tanah ke barat dan ke timur, akan mencari tahu tanah kosong semua atau
tidak. Habisnya kecuali tiga tempat yang ia injak tadi, lainnya tanah berisi dan
keras. Maka tahulah ia sekarang, ketika Ciu pek Thong meloloskan diri, dia sudah
menginjak tanah dengan hebat, membuat tiga liang itu, habis mana, semua ketiga
liang dipakai jongkok untuk membuang kotoran dari dalam perutnya....
Dengan penasaran, Oey Yok Su bertindak masuk pula ke dalam gua. Tidak ada barang
lainnya di situ kecuali beberapa botol dan mangkok. Hanya di tembok terlihat
huruf-huruf yang samar-samar.
Auwyang Hong tertawa di dalam hati menyaksikan Tong Shia "terjebak" itu, tetapi
sekarang, melihat orang memperhatikan tembok, ia heran, maka ia bertindak
mendekati hingga dekat sekali. Di tembok gua itu tertampak ukiran huruf-huruf
yang berbunyi: "Oey Lao Shia! Kau telah menghajar patah kedua kakiku, kau sudah mengurung aku limabelas tahun
di dalam gua ini, sebenarnya aku pun mesti menghajar patah juga kedua kakimu,
baru aku puas, tetapi kemudian, setelah aku memikir masak-masak, sukalah aku
memberi ampun padamu, dan urusan kita boleh disudahi saja. Hanya dengan ini aku
menyuguhkan kau tumpukan-tumpukan besar dari kotoran serta beberapa botol air
kencing. Silahkan kau memakainya. Silahkan....!"
Di bawah itu ada diletaki daun, hingga empat huruf ukiran itu menjadi ketutupan.
Oey Yok Su ingin tahu, ia pegang daun itu, untuk diangkat. Dibawah daun itu ada
sehelai benang, karena daun diangkat, benang itu kena terpegang dan ketarik.
Mendadak saja terdengar suara di atasan kepala mereka. Oey Yok Su sadar, segera
ia berlompat menyingkir ke kiri.
Auwyang Hong, si licik sudah lantas turut melompat, ke kanan. Hanya berbareng
dengan itu, terdengarlah suara nyaring di atasan kepala mereka, dari sana jatuh
beberapa botol yang mengeluarkan air, maka juga mereka lantas kena tersiram,
hingga kepala mereka basah dan bau air kencing.
Menyaksikan itu Ang Cit Kong tertawa berkakakan.
"Sungguh harum! Sungguh harum!" katanya.
Oey Yok Su murka dan mendongkol sekali sehingga ia tidak dapat tidak mememtang
mulutnya untuk mencaci. See Tok juga sangat mendongkol tetapi ia pandai bersandiwara, ia tidak
mengutarakan kemurkaannya pada parasnya, sebaliknya ia tertawa, seperti juga ia
pandang itulah lelucon. Oey Yong sudah lantas lari pulang, untuk mengambil pakaian untuk ayahnya menukar
pakaiannya yang basah dan bau itu. Ia pun membawa sepotong baju lain, baju
ayahnya juga, yang mana ia serahkan pada Auwyang Hong.
Selesai dandan, kembali Oey Yok Su masuk ke dalam gua. Ia memeriksa dengan
teliti. Sekarang tidak ada laigi lain jebakan. Ia periksa pula huruf-huruf tadi,
di bagian yang ditutupi daun, di situ ia melihat dua baris huruf-huruf yang
halus, bunyinya: Daun ini jangan sekali-kali diangkat atau ditarik, sebab di atas ini ada air
kencing yang bau yang dapat mengalir turun. Hati-hatilah, hati-hati, jangan
menganggap bahwa kau telah tidak diberi ingat terlebih dulu!"
Oey Yok Su mendongkol berbareng geli di hati. Sebab ia telah menjadi korban dari
keteledorannya sendiri. Tapi sekarang ini ia ingat suatu apa, ia seperti baru
sadar. Ia ingat, diwaktu ia kena kesiram, ia merasakan air kencing itu masih
rada hangat. Itu artinya orang pergi belum lama. Maka ia lantas lari keluar
seraya berkata: "Loo Boan Tong pergi belum jauh, mari kita susul padanya!"
Kwee Ceng terkejut. Ia ketahui dengan baik, apabila mereka bertemu, pasti mereka
bertempur. Hendak ia mencegah mertuanya. Tapi sudah kasep, Oey Yok Su sudah
kabur ke timur. Orang semua tahu jalanan di pulau ini luar biasa, mereka menyusul dengan lari
sekeras-kerasnya. Kalau mereka ketinggalan jauh, mereka bisa mendapat susah.
Mereka berlari-lari tidak lama atau mereka tampak Ciu Pek Thong di sebelah depan
mereka, jalannya perlahan-lahan.
Oey Yok Su menjejak tanah, tubuhnya lantas mencelat pesat dan jauh. Maka di lain
saat ia sudah tiba di belakangnya orang kurungannya itu, sebelah tangannya
dipakai untuk menyambar ke arah leher.
Ciu Pek Thong rupanya ketahui datangnya serangan, ia berkelit ke kiri seraya
membalik tubuhnya, sembari memandang penyerangnya itu dan berkata: "Oh Oey Lao
Shia yang harum semerbak!"
Sambarannya Oey Yok Su ini adalah sambaran yang ia telah latih selama beberapa
puluh tahun, sebatnya luar biasa, akan tetapi Ciu Pek Thong dapat mengegosnya
secara demikian sederhana, hatinya menjadi terkesiap. Ia tidak menyerang
terlebih jauh, hanya ia mengawasi orang. Ia lantas menjadi heran. Ternyata kedua
tangannya Ciu pek Thong terikat di depan dadanya, akan tetapi muka orang
tersungging senyuman, sikapnya menyatakan orang bergembira sekali, saking
puasnya hati. Kwee Ceng sudah lantas maju setindak.
"Toako!" ia memanggil. "Sekarang ini tocu telah menjadi mertuaku, maka kita pun
menjadi orang sendiri!"
Pek Thong menghela napas.
"Ah, mengapakah kau tidak dengar kataku?" katanya menyesal. "Oey Loa Shia ini
sangat licik dan aneh, maka itu bisakah anak perempuannya satu anak yang boleh
dibuat sahabat olehmu" Nanti, seumur hidupmu, akan kau merasakan kepahitan...."
Oey Yong maju mendekati, ia tertawa.
"Ciu Toako, lihat itu di belakangmu, siapa yang datang?" ia berkata.
Pek Thong segera menoleh, ia tidak melihat siapa juga.
Justru itu tangannya si nona melayang, menimpuk dengan baju bau dari ayahnya
yang ia telah gumpal, mengarah punggung orang.
Loo Boan Tong benar-benar lihay. Ia mendengar suara angin, segera ia berkelit.
Maka bungkusan itu jatuh ke tanah.
Melihat itu Pek Thong tertawa berlenggak-lenggak.
"Oey Lao Shia," ia berkata, "Sudah kau kurung aku lamanya limabelas tahun, sudah
kau siksa aku limabelas tahun juga, tetapi aku cuma membikin kau menginjak
kotoran dua kali dan membajur kepalamu satu kali, kalau sekarang kita
menyudahinya, apakah itu tidak pantas?"
Oey Yok Su tidak menjawab, ia hanya menanya; "Kau telah merusak kawat-kawat
kurunganmu, kenapa sekarang kau mengikat kedua tanganmu?"
Inilah hal yang membikin ia tidak mengerti.
Pek Thong tertawa pula. "Dalam hal ini aku mempunyai alasanku sendiri," sahutnya singkat.
Ketika Ciu pek Thong baru-baru dikurung di dalam gua, beberapa kali hendak ia
menerjang keluar untuk mengadu jiwa dengan Oey Yok Su, ia seperti sudah tidak
dapat menahan sabar, hanya kemudian, ia mendapat satu pikiran baru. Ia pun
sangsi akan dapat mengalahkan tocu dari Tho Hoa To itu. Lantas ia mencari kawat
dengan apa ia membuat pagar di depan guanya, untuk dengan itu mengurung dirinya
sendiri, kawat itu rapat seperti sarang laba-laba. Ia pun mengendalikan dirinya
supaya ia jangan menuruti saja hatinya yang panas. Ia anggap beradat berangasan
dapat merugikan diri sendiri. Sampai itu hari ia bertemu dengan Kwee Ceng dena
mendengar perkataannya ini anak muda, yang ia angkat jadi saudaranya, ia
mendapat ilham. Maka ia lantas menciptkan ilmu silatnya itu berkelahi seorang
diri, kemudian bersama Kwee Ceng, ia bertempur dengan menggunai empat tangan
mereka tetapi mereka memecah hati, hingga mereka jadi seperti empat orang... Maka
juga sekarang, walaupun Oey Yok Su sangat lihay, tidak dapat ia melawan Pek
Thong, yang bertubuh satu tetapi seperti terdiri dari dua Pek Thong. Setelah
itu, Pek Thong memikirkan daya untuk membalas sakit hati pada Oey Lao Shia, yang
sudah menyiksa padanya. Seperginya Kwee Ceng, ia duduk bersila di dalam guanya
itu, dengan berdiam diri secara begitu, ia lantas teringat pada pengalamannya
puluhan tahun, pengalaman senang dan susah, budi dan permusuhan, cinta dan
benci. Ia tengah melayangkan pikirannya itu tatkala mendengar suara seruling
serta suara ceng dicampur sama siulan panjang. Mendadak semangatnya menjadi
terbangun hampir tak dapat ia menguasai diri. Ia menjadi murang-maring. Tapi pun
ia lantas ingat pula sesuatu.
"Adik angkatku itu kalah ilmunya dengan aku tetapi kenapa ia tidak dapat etrgoda
bujukannya seruling Oey Lao Shia?" demikian ia berpikir. Tadinya ia belum
mengetahuinya sifatnya Kwee Ceng, setelah pergaulannya sekian lama, ia bagaikan
sadar. "Ya,ya!" mengertilah ia. "Dia sangat jujur dan polos, dia tidak punya pikiran
sesat, tetapi aku, yang sudah berusia tinggi, masih aku berkutat memikir daya
upaya untuk membalas dendaman! Kenapa aku menjadi begini cupat pikiran" Sungguh
lucu!" Pek Thong bukan penganut Coan Cin Kauw tetapi ia toh mengenal baik tujuan partai
itu, yang bersikap tenang dan "tak berbuat sesuatu" (bu-wi), maka itu ia gampang
sadar, pikirannya gampang terbuka. Begitulah sambil tertawa lama, ia berbangkit
bangun. Ia melihat cuaca terang, mega putih memain di atas langit, dengan begitu
hatinya pun menjadi terabg. Hanya sekejap itu, hilang ingatannya yang Oey Lao
Shia sudah menyiksa ia selama limabelas tahun, ia pandang itu urusan tetek
bengek. Tetapi dasar ia berandalan dan jenaka, ia toh berpikir: "Kali ini aku
pergi, tidak nanti aku datang pula ke pulau Tho Hoa To ini, jikalau aku tidak
meninggalkan sesuatu untuk Oey Lao Shia, si tua bnagka sesat itu, cara bagaimana
nanti dia dapat mengingat hari kemudiannya?"
Segera setelah itu ia mendapat pikiran untuk mempermainkan pemilik Tho Hoa To
itu. Dengan gembira ia membuat liang, ia menyetor kotoran perutnya di situ. Ia
pun mengisikan beberapa botol dengan air kencingnya, yang ia gantung dengan
sehelai benang, ia membuat pesawat rahasianya. Dengan mengungkit batu, ia
meninggalkan surat peringatan itu. Habis itu baru ia pergi keluar dari gua. Baru
jalan beberapa tindak, kembali ia ingat apa-apa.
"Jalanan di Tho Hoa To ini sangat aneh," demikian pikirannya, "Kalau nanti Oey
Lao Shia ketahui siang-siang buronku, dia dapat menyusul aku. Haha, Oey Lao
Shia, jikalau kau hendak berkelahi, tidak nanti kau sanggup melawan aku....
Gembira orang tua ini, mendadak ia mengibas tangannya ke arah sebuah pohon kecil
di sampingnya, lalu terdengar suara ambruk keras, ialah suara robohnya pohon itu
yang terpapas kutung. Ia menjadi kaget sendirinya.
"Ah, bagaimana aku maju begini pesat?" ia tanya dirinya sendiri. Ia menjadi
berdiam. Tidak lama, ia menyerang pula pohon di sampingnya, sampai beberapa
pohon dan semua itu tertebas kutung, tanpa ia menggunai senjata tajam. Ia heran
bukan main, hingga ia berseru: "Bukankah ini ilmu Kiu Im Cin-keng" Kapannkah aku
melatihnya?" Pek Thong menaati pesan Ong Tiong Yang, kakak seperguruannya itu, ia tidak
berani mempelajari bunyinya kitab Kiu Im Cin-keng, akan tetapi untuk mengajari
Kwee Ceng, tanpa merasa ia seperti berlatih sendirinya. Diluar dugaannya ia
telah berhasil. Saking kaget, ia berteriak-teriak seorang diri: "Celaka! Celaka!
Ini dia yang dibilang setan masuk ke dalam tubuh, yang tak dapat di usir lagi!"
Maka ia lantas mengambil beberapa lembar babakan pohon yang ulet, ia membuatnya
itu menjadi tambang, lalu dengan bantuan mulutnya, ia mengikat sendiri kedua
tangannya. Di dalam hatinya ia berjanji: "Semenjak ini hari, jikalau aku tidak
dapat melupakan bunyinya kitab itu, seumurku tidak akan aku berkelahi sama siapa
juga! Biarnya Oey Lao Shia dapat menyandak aku, aku tidak bakal membalas, supaya
aku tidak melanggar pesan suheng...!"
Sudah tentu Oey Yok Su tidak ketahui janjinya Pek Thong kepada dirinya sendiri
itu, ia menyangka si tua bangka jenaka ini lagi bergurau. Maka itu ia berkata,
memperkenalkan: "Loo Boan Tong! Inilah saudara Auwyang, yang kau telah
kenal....dan ini...."
Belum lagi habis Oey Lao Shia berbicara, Ciu Pek Thong sudah jalan mengitari
mereka, ia mencium pada tubuh setiap orang, kemudian ia berkata sambil tertawa:
"Inilah tentunya si pengemis tua Ang Cit Kong, inilah aku dapat menerkanya!
Sungguh Thian maha adil, maka juga air kencing cuma membajur Tong Shia serta See
Tok berdua saja! Saudara Auwyang, tahun dulu itu pernah kau menghajar aku dengan
tanganmu, sekarang aku membalasnya dengan banjuran air kencingku, dengan begitu
impaslah kita, tidak ada salah satu yang rugi!"
Auwyang Hong tersenyum, ia tidak menjawab, hanya ia berbisik kepada Oey Yok Su:
"Saudara Yok, orang ini sangat lincah, terang sudah kepandaiannya berada di
atasan kita, maka itu lebih baik kita jangan ganggu dia."
Oey Yok Su tapinya berpikir; "Kita sudah tidak bertemu lamanya duapuluh tahun,
mana kau ketahui kemajuanku tidak dapat melayani dia?" Maka terus ia berkata
kepada Ciu Pek Thong: "Pek Thong, telah aku bilang padamu, asal kau mengajari
aku Kiu Im Cin-keng, habis aku menyembahyangi istriku almarhum, akan aku
merdekakan kau. Sekarang kau hendak pergi ke mana?"
"Sudah bosan aku berdiam di pulau ini, hendak aku pergi pesiar," menyahut Pek
Thong. Oey Yok Su mengulurkan tangannya.
"Mana kitab itu?" dia minta.
"Toh sudah dari siang-siang aku memberikannya pada kau," sahut Pek Thong.
"Kau ngaco belo! Kapan kau memberikannya?"
Pek Thong tertawa. "Kwee Ceng khan baba mantumu, bukan?" dia balik menanya. "Apa yang menjadi
kepunyaannya, bukankah menjadi kepunyaanmu juga" Aku telah ajari dia Kiu Im Cin-
keng dari kepala sampai buntut, apa itu bukan sama saja seperti aku mengajari
sendiri?" Kwee Ceng terkejut. "Toako!" tanyanya. "Benarkah itu Kiu Im Cin-keng?"
Ciu Pek Thong tertawa berkakakan.
"Mustahilkah yang palsu?" ia membaliki.
Oey Yok Su tetap heran. "Kitab bagian atas memang ada pada kau," ia berkata, "Habis darimana kau
dapatinya yang bagian bawah?"
Lagi-lagi Pek Thong tertawa.
"Bukankah itu telah diberikan kepadaku oleh tangannya baba mantumu sendiri?" ia
menanya pula. Panas hatinya Tong Shia, ia lantas berpaling kepada Kwee Ceng, matanya tajam. Ia
telah kata dalam hatinya: "Kwee Ceng bocah cilik, kau telah mempermainkan aku!
Bukankah Bwee Tiauw Hong, si buta sampai sekarang masih berkutat mencari kitab
itu?" Tapi lekas ia menoleh pula pada Pek Thong seraya berkata: "Aku menghendaki
Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kitab yang tulen!" Pek Thong tidak menyahuti, ia hanya menghadapi Kwee Ceng.
"Saudara, coba kau keluarkan kitab di dalam sakuku ini," ia berkata kepada adik
angkatnya itu. Kwee Ceng menuruti, ia merogoh ke sakunya kakak angkat itu. Ia mengeluarkan
sejilid buku tebal kira-kira setengah dim.
Pek Thong mengulur tangannya menyambuti kitab itu. Sekarang ia berpaling kepada
Oey Yok Su. "Inilah kitab Kiu Im Cin-keng yang tulen bagian atas," ia berkata. "Kitab bagian
bawahnya pun terselip di dalam ini. Jikalau kau ada mempunyai kepandaian, nah
kau ambillah!" "Kepandaian apa aku harus gunai?" tanya Oey Yok Su.
Pek Thong menjepit buku dengan kedua tangannya, lalu ia memiringkan kepalanya.
"Nanti aku pikir dulu!" sahutnya. Ia terus berdiam sekian lama. Kemudian ia
tertawa dan berkata: "Kepandaiannya si tukang tempel!"
"Apa"!" Oey Yok Su menegaskan, heran.
Pek Thong tidak menyahuti, ia hanya angkat kedua tangannya ke atas kepalanya,
atas mana maka berterbanganlah banyak hancuran kertas, bagaikan kupu-kupu
berselibaran, mengikuti tiupan angin, berhamburan ke empat penjuru, maka hanya
sekejap habis semuanya buyar, entah kemana parannya....
Oey Yok Su murka berbareng kaget. Ia tidak menyangka begini hebat tenaga dalam
dari Pek Thong, yang sanggup menjepit hancur kitab itu secara demikian hebat.
"Hai, bocah bangkotan yang nakal, kau mempermainkan aku!" dia membentak. "Hari
ini jangan kau harap dapat berlalu dari pulauku ini!" Dan ia berlompat maju
dengan serangannya. Tubuhnya Pek Thong berkelit, lalu terhuyung ke kiri dan kanan, dengan begitu
lewatlah serangannya Oey Yok Su di samping tubuhnya itu.
Tong Shia heran yang orang tidak melakukan pembalasan. Ia pun heran untuk
caranya orang mengegos tubuh itu. Dilain pihak, ia pun sadar. Maka bertanyalah
ia kepada dirinya sendiri. "Aku Oey Yok Su, apakah dapat aku melayani seorang
yang kedua tangannya diikat?" Maka segera ia berlompat mundur tiga tindak.
"Loo Boan Tong, kakimu sudah sembuh atau belum?" ia menanya nyaring. "Aku
terpaksa mesti berbuat tak pantas terhadapmu! Lekas kau putuskan ikatan pada
kedua tanganmu itu, hendak aku belajar kenal dengan kau punya Kiu Im Cin-keng!"
Pek Thong berlaku sabar ketika ia menyahuti: "Tidak hendak aku mendustai kau.
Aku ada mempunyai kesulitanku sendiri yang sukar untuk aku memberitahukannya.
Ikatan pada tanganku ini, biar bagaimana juga, tidak dapat aku meloloskannya."
"Biarlah aku yang memutuskannya!" kata Oey Yok Su. Dia maju, dia ulur tangannya.
Mendadak saja Pek Thong menjerit-jerit: "Tolong! Tolong!" Tapi di mulut ia
berkoakan, tubuhnya sendiri lompat berjumpalitan, jatuh ke tanah, terus
menggelinding beberapa gulingan.
Kwee Ceng kaget. "Gakhu!" ia memanggil mertuanya. Ia pun maju, niatnya untuk mencegah.
Ang Cit Kong menarik tangan pemuda itu.
"Jangan berlaku tolol!" katanya perlahan.
Kwee Ceng berdiam, matanya mengawasi Ciu Pek Thong.
Si tua bangka jenaka dan berandalan itu bergulingan terus, bukan main lincahnya
gerakannya itu. Oey Yok Su maju terus, dia memukul, dia menendang, tetapi tidak
pernah dia mengenai sasarannya.
"Perhatikan gerak-geriknya!" Ang Cit Kong berbisik pula kepada muridnya.
Kwee Ceng terus memandang pula, segera ia menginsyafi kepandaian bergulingan
dari Ciu Pek Thong itu. Itulah dia tipu silat yang di dalam kitab disebutnya
"Coa heng lie hoan" atau "Ular menggeleser, rase jumpalitan". Maka ia memasang
matanya terus, ia memperhatikannya. Kapan ia menyaksikan di bagian yang indah,
tanpa merasa ia berseru: "Bagus!"
Oey Yok Su menjadi penasaran sekali yang pelbagai serangannya itu menemui
kegagalan, hatinya semakin panas, maka itu ia menyerang makin hebat. Dan
hebatlah kesudahannya. Tubuh Ciu Pek Thong tidak terkena pukulan tetapi bajunya saban-saban robek
sepotong dengan sepotong, bahkan rambut dan kumisnya juga ada yang terputuskan
serangan dahsyat tocu dari Tho Hoa To. Lama-lama ia pun menginsyafi bahaya yang
mengancamnya. Salah sedikit saja, ia bisa celaka, tidak mati tentu terluka
parah. Maka diakhirnya ia mengerahkan tenaganya, ia membuat ikatannya puus,
habis mana dengan tangan kiri ia menangkis serangan, dengan tangan kanan ia
meraba ke punggungnya, akan menangkap seekor tuma, yang ia terus memasuki ke
dalam mulutnya untuk digigit, menyusul mana ia berteriak-teriak: "Aduh! Aduh!
Gatal sekali!" Oey Yok Su terkejut juga disaat sangat terancam itu Pek Thong masih sanggup
menangkap tuma dan terus bergurau, tetapi karena ia sangat penasaran, ia tidak
menghentikan penyerangan, bahkan tiga kali beruntun ia menggunai pukulan-pukulan
lawan. Segera terdengarlah suara Ciu Pek Thong: "Dengan sebelah tanganku tidak dapat
aku menangkis, mesti aku pakai dua-dua tanganku berbareng!" kata-kata ini
disusuli sama gerakan dari kedua tangannya; Tangan kanan dipakai menangkis,
tangan kiri menyambar kopiah lawan!
Didalam halnya tenaga dalam, sebenarnya Ciu Pek Thong kalah dari Oey Yok Su,
maka juga tempo Tong Shia menangkis tangan kanan itu, dia lantas saja terhuyung,
dia roboh setelah beberapa tindak. Tapi ia pun sebat, tangan kirinya sudah
berhasil menyambar kopiahnya pemilik dari Tho Hoa To itu!
Oey Yok Su berlompat maju, dalam murkanya ia menyerang dengan kedua tangannya.
"Gunai dua-dua tanganmu!" dia berseru. "Sebelah tangan saja tak cukup!"
"Tidak bisa!" Pek Thong pun berseru. "Cukup dengan satu tangan!"
Oey Yok Su bertambah gusar.
"Baiklah!" serunya sengit. "Kau coba saja!" Ia melanjuti menyerang dengan dua
tangannya itu, menghajar sebelah tangan lawan, yang dipakai menangkis.
Begitu kedua tangan bentrok, ebgitu terdengar suara keras. Begitu lekas juga Ciu
Pek Thong jatuh terduduk, kedua matanya ditutup rapat.
Melihat begitu, Oey Yok Su tidak menyerang pula.
Cuma lewat sedetik, Ciu Pek Thong mengasih dengar satu suara, dari mulutnya
muncrat darah hidup, mukanya pun menjadi pucat paci.
Semua orang heran dan tercengang. Mungkin Pek Thong tidak menang, tetapi belum
tentu dia kalah. Maka, kenapa dia tidak hendak menggunai dua-dua tangannya"
Habis muntah darah, Pek Thong berbangkit dengan perlahan-lahan.
"Aku mempelajari Kiu Im Cin-keng diluar tahuku, tetapi meskipun demikian aku
telah melanggar juga pesan kakak seperguruanku. Jikalau aku menggunai kedua-dua
tanganku, Oey Lao Shia, pasti tidak nanti kau sanggup melawan aku."
Oey Yok Su percaya kata-kata itu, ia membungkam. Ia pun merasa tidak enak
sendirinya. Bukankah tanpa sebab ia sudah mengurung orang limabelas tahun
dipulaunya itu dan sekarang ia melukakannya" Maka itu ia merogoh sakunya
mengeluarkan satu kotak kumala, dari dalam situ ia mengambil tiga butir obat
pulung warna merah, yang mana terus ia angsurkan kepada lawannya itu. Ia
berkata: "Pek Thong, obat luka di kolong langit ini tidak ada yang melebihkan
ini pil Siauw-hun-tan dari Tho Hoa To. Kau makan ini setiap tujuh hari sekali,
lukamu bakal tidak mendatangkan bahaya. Sekarang, mari aku antar kau keluar dari
pulauku ini." Pek Thong mengangguk. Ia sambuti pil itu, satu di antaranya ia lantas telan.
Habis itu ia meluruskan napasnya.
Kwee Ceng sudah lantas berjongkok di samping toako ini, untuk menggendongnya,
setelah mana ia berjalan mengikuti mertuanya hingga di tepi laut. Di muara
tertampak enam atau tujuh buah perahu, besar dan kecil.
Auwyang Hong, yang mengikuti berkata kepada Oey Yok Su: "Saudara Yok, tidak usah
kau menggunai lain perahu untuk mengantarkan Ciu Toako keluar dari pulau ini,
aku minta dia suka naik perahuku saja."
"Dengan begitu aku membikin kau berabe, saudara Hong", menyahut Oey Yok Su
menerima tawaran. Ia lantas memberi tanda kepada bujang gagu, maka bujang itu
pergi masuk ke dalam sebuah perahu besar darimana dia membawa keluar sebuah
penampan yang berisikan uang goanpo emas.
"Pek Thong, sedikit emas ini pergilah kau bawa untuk kau pakai," berkata Oey Yok
Su pada Loo Boan Tong. "Kau benar terlebih lihay dari Oey Lao Shia, aku takluk
padamu!" Pek Thong meram sejak tadi, perlahan-lahan ia membuka matanya. Kembali ia
perlihatkan kenakalannya. Ia melihat ke perahunya Auwyang Hong, di kepala perahu
itu dipancar bendera putih di mana ada di sulam dua ekor ular-ularan.
Menyaksikan itu ia tidak senang.
Auwyang Hong menepuk tangannya, terus ia mengeluarkan seruling kayu yang ia tiup
beberapa kali. Tidak lama dari situ, dari dalam rimba terdengar suara berisik
sekali. Lalu terlihat dua bujang gagu memimpin beberapa pria berpakaian putih
keluar dari rimba, mereka itu menggiring rombangan ularnya. Dengan menggeleser
di beberapa lembar papan, yang dipasang di antara perahu dan pinggiran, semua
binatang berlegot itu naik ke dalam perahu, berkumpul di dasarnya.
"Aku tidak mau duduk di perahunya See Tok!" berkata Pek Thong. "Aku takut ular!"
Oey Yok Su tersenyum. "Kalau begitu, kau naiklah perahu itu!" ia kata, menunjuk ke sebuah perahu kecil
di samping. Ciu Pek Thong menggeleng kepala.
"Aku tidak sudi duduk di perahu kecil, aku menghendaki yang besar!" katanya
sambil tangannya menunjuk.
Oey Yok Su agaknya terkejut.
"Pek Thong, perahu itu sudah rusak, belum dibetulin!" ia memberitahu. "Tidak
dapat perahu itu dipakai."
Orang semua lihat perahu itu besar dan indah, buntuntya tinggi, catnya yang
kuning emas berkilauan. Terang itu ada sebuah perahu baru, tidak ada tanda-
tandanya rusak. Pek Thong sudah lantas membawa tingkahnya si bocah cilik.
"Tidak, tidak dapat aku tidak menaiki perahu itu!" katanya bersikeras. "Oey Lao
Shia, mengapa kau begini pelit?"
"Perahu itu perahu sialan," Oey Yok Su berkata, "Siapa menduduki itu, dia mesti
celaka, kalau tidak sakit tentu dapat halangah, maka itu sudah lama dibiarkan
saja tidak dipakai. Siapa bilang aku pelit" Jikalau kau tidak percaya, sekarang
aku nanti bakar untuk kau lihat!"
Ia benar-benar memberi tanda kepada orang-orangnya, maka keempat bujang gagu
lantas menyalakan api bersiap membakar perahu yang indah itu.
Mendadak Ciu Pek Thong menjatuhkan diri duduk di tanah, sambil mencabuti
kumisnya ia menangis menggerung-gerung.
Melihat itu, orang semua terbengong. Cuma Kwee Ceng yang kenal tabiat orang, di
dalam hatinya ia tertawa.
Habis menarik-narik kumisnya, Pek Thong terus bergulingan. Masih ia menangis.
"Aku hendak duduk perahu baru itu! Aku hendak duduk perahu baru itu!" teriaknya
berulang-ulang. Oey Yong lantas lari ke tepi laut, untuk mencegah si gagu mebakar perahu.
Ang Cit Kong tertawa, dia berkata: "Saudara Yok, aku si pengemis tua seumurnya
sial dangkalan, biarlah aku temani Loo Boan Tong menaik itu perahu yang angker.
Biarlah kita lawan jahat dengan jahat, biarlah kita coba bergulat, lihat saja,
aku si pengemis tua yang apes atau perahumu yang angker itu yang benar-benar
keramat!" "Saudara Cit," berkata Oey Yok Su. "Baiklah kau berdiam lagi beberapa hari di
sini. Kenapa mesti buru-buru pergi?"
"Pengemis-pengemis besar, yang sedang, yang cilik, semuanya yang ada di kolong
langit ini," menyahuti Ang Cit Kong, "Tak berapa hari lagi bakal berapat di
Gakyang di Ouwlam, untuk mendengari putusanku si pengemis tua yang hendak
memilih ahli waris dari Kay Pang. Coba pikir kalau ada aral melintang terhadap
aku si pengemis tua dan karenanya aku pulang ke langit, apabila tidak siang-
siang aku memilih gantiku, bukankah semua pengemis menjadi tidak ada
pemimpinnya" Maka itu si pengemis tua perlu lekas-lekas berangkat."
Oey Yok Su menghela napas.
"Saudara Cit, kau sungguh baik!" ia berkata. "Seumur hidupmu, kau senantiasa
bekerja untuk lain orang, kau bekerja tidak hentinya seperti kuda berlari-lari."
Ang Cit Kong tertawa. "Aku si pengemis tua tidak menunggang kuda, kakiku ini tidak terpisah dari
tindakannya," katanya. "Kau keliru! Nyata kau berputar-putar mendamprat orang!
Kalau kakiku adalah kaki kuda, bukankah aku menjadi binatang?"
Oey Yong tertawa, dia campur bicara.
"Suhu, itulah kau sendiri yang mengatakannya, bukan ayahku!" bilangnya.
"Benar, guru tak sebagai ayah!" berkata Ang Cit Kong. "Biarlah besok aku menikah
dengan seorang pengemis perempuan, agar lain tahun aku mendapat anak perempuan
untuk kau lihat!" Oey Yong bertepuk tangan, bersorak.
"Tak ada yang terlebih baik daripada itu!" serunya.
Auwyang Kongcu melirik kepada nona itu, di antara sinar matahari ia tampak satu
paras yang cantik sekali, kulit yang putih dadu bagaikan bunga dimusim semi,
atau sebagai sinar matahari indah diwaktu fajar. Mau atau tidak ia menjadi
berdiri menjublak. Ang Cit Kong sudah lantas mempepayang pada Ciu Pek Thong.
"Pek Thong," katany. "Mari aku menemani kau menaiki itu perahu baru! Oey Lao
Shia ada sangat aneh, maka itu kita berdua jangan kita kasih diri kita
diiperdayakan!" Ciu Pek Thong menjadi sangat girang.
"Pengemis tua, kau seorang baik!" katanya gembir. "Baiklah kita mengangkat
saudara!" Belum lagi Cit Kong menjawab, Kwee Ceng sudah datang sama tengah.
"Ciu Toako!" katanya. "Kau sudah angkat saudara denganku, bagaimana sekarang kau
juga hendak mengangkat saudara dengan guruku?"
"Ada apakah halangannya?" Pek Thong tertawa. "Jikalau mertuamu mengijinkan aku
naik perahunya yang baru, hatiku akan menjadi girang sekali, dengan dia pun suka
aku mengangkat saudara!"
Sementara itu Cit Kong telah mencurigai Oey Yok Su. Ia berlaku jenaka tetapi
hatinya berpikir. Kenapa Tong Shia menghalangi orang memakai perahunya yang
besar dan indah itu" Bukankah di situ mesti ada terselip rahasia" Sebaliknya Ciu
Pek Thong berkeras hendak menaiki perahu itu, apabila ada bahaya, seorang diri
tidak nanti Pek Thong dapat membela dirinya. Bukankah Pek Thong tengah terluka
di dalam badan" Maka itu ia anggap perlulah ia menemani untuk membantu apabila
perlu. "Hm!" Oey Yok Su memperdengarkan suara di hidung. "Kamu berdua lihay, aku pikir
umpama kamu menghadapi bahaya, kamu bisa menyelamatkan diri, maka itu aku Oey
Yok Su berkhawatir berlebih-lebihan. Kwee Sieheng, kau pun boleh ikut pergi
bersama!" Kwee Ceng terkejut saking herannya. Bukankah aneh mertua itu" Ia suka diakui
sebagai mantu, ia sudah panggil "Ceng-jie" anak Ceng, tetapi sekarang panggilan
itu diubah pula menjadi "sieheng" yang asing. Ia memandang mertuanya itu.
"Gakhu..." katanya.
"Bocah cilik yang termaha!" membentak Oey Yok Su. "Siapakah gakhumu"! Sejak hari
ini, jikalau kau menginjak pula Tho Hoa To setindak, jangan kau sesalkan aku Oey
Yok Su keterlaluan!"
Mendadak ia menyambar punggungnya satu bujang gagu di sampingnya seraya ia
menambahkan: "Inilah contahnya!"
Bujang gagu itu sudah dipotong lidahnya, maka itu waktu ia menjerit, suaranya
tidak keruan. Sampokan itu membuat tubuhnya terpelanting seperti terbang,
terlempar ke laut di dalam mana ia lantas hilang tenggelam. Lebih dulu daripada
itu semua anggota di dalam tubuhnya itu sudah hancur luluh.
Semua bujang lainnya menjadi akget dan ketakutan, mereka lantas pada berlutut.
Semua bujang yang ada di Tho Hoa To ini ada bangsa jahat dan tidak mengenal
budi, tentang mereka itu, Oey Yok Su sudah mencari tahu jelas sekali, maka ia
tawan mereka dan dibawa ke pulau, lidah mereka semua dikutungi dan kupingnya
ditusuk hingga menjadi tuli, setelah itu ia wajibkan mereka melayani padanya. Ia
sendiri pernah berkata: "Aku Oey Yok Su, aku bukannya seorang kuncu. Kaum
kangouw menyebut aku Tong Shia, si Sesat dari Timur, maka dengan sendirinya tak
dapat aku bergaul sama bangsa budiman. Bujang-bujang, semakin ia jahat, semakin
tepat untukku." Orang menghela napas menyaksikan ketelengasan tocu dari Tho Hoa To ini.
Kwee Ceng kaget dan heran, ia lantas menekuk lutut.
"Apakah dari dia yang tak mempuaskanmu?" Ang Cit Kong tanya Tong Shia.
Oey Yok Su tidak menjawab, hanya ia memandang Kwee Ceng dan menanya dengan
bengis: "Bagian bawah dari Kiu Im Cin-keng itu, bukankah kau yang memberikannya
kepada Ciu Pek Thong"!"
"Ada sehelai barang yang aku berikan pada Ciu Toako, aku tidak tahu barang apa
itu," menyahut Kwee Ceng. "Jikalau aku tahu...."
Bagaikan orang yang tak tahu salatan, yang tak mengenal berat dan entengnya
urusan , Ciu Pek Thong memotong kata-kata adik angkatnya itu. Hebat kegemarannya
bergurau. "Kenapa kau membilangnya tak tahu?" demikian selaknya. "Bukankah kau telah
Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merampasnya itu dari Bwee Tiauw Hong dengan tanganmu sendiri" Syukur Oey Yok Su
si tua bangka itu tidak mendapat tahu! Mestinya kau pun telah membilangnya kau
telah paham kitab itu, bahwa selanjutnya di kolong langit ini tidak ada
tandinganmu!" Kwee Ceng kaget bukan main.
"Toako!" serunya. "Aku...aku kapannya pernah mengatakannya demikian?"
Ciu Pek Thong mendelik. "Memangnya kau telah mengatakan demikian!" ia memastikan.
Kwee Ceng membaca Kiu Im Cin-keng tanpa mengetahui kitab itulah kitab ajaib itu,
hal itu memang membuatnya orang tak percaya, maka sekarang dengan Ciu Pek Thong
membebernya, Oey Yok Su menjadi seperti kalap, hingga ia tak ingat lagi si tua
bangka berandalan itu lagi bergurau atau bukan, ia sebaliknya menganggap orang
telah lenyap sikap kekanak-kanakannya dan tengah berbicara dengan sebenar-
benarnya. Ia lantas saja memberi hormat kepada Pek Thong, Ang Cit Kong dan
Auwyang Hong: "Persilahkan!" katanya. Habis itu dengan menarik tangan Oey Yong,
ia memutar tubuh untuk mengeloyor pergi.
Oey Yong hendak berbicara dengan Kwee Ceng, baru ia memanggil: "Engko Ceng!" ia
sudah ditarik ayahnya beberapa tombak jauhnya, terus dengan cepat masuk dibawa
ke dalam rimba. Ciu Pek Thong tertawa bergelak, tapi mendadak ia merasakan dadanya sakit, ia
berhenti dengan tiba-tiba. Ia cuma berhenti sebentar, lantas ia tertawa pula. Ia
kata: "Oey Lao Shia telah kena aku jual! Aku bergurau, dia kira itulah benar-
benar!" Cit Kong menjdai heran. "Jadi benar tadinya Ceng-jie tidak ketahui halnya kitab itu?" ia tegaskan.
"Memang ia tidak tahu!" Pek Thong tertawa. "Dia hanya mengira itu latihan napas
saja. Jikalau dia mengetahuinya lebih dulu, mana dia sudi belajar padaku"
Adikku, kau sekarang telah ingat baik-baik isi kitab, bukan" Bukankah kau bakal
tidak akan melupakannya pula?"
Setelah berkata demikian, Pek Thong tertawa pula, tetapi segera ia berjengkit
kesakitan, wajahnya menyeringai. Lucunya sembari jalan ia tertawa dengan saban-
saban manahan sakitnya...!
"Ah, Loo Boan Tong!" Ang Cit Kong membanting kakinya. "Bagaimana kau masih
berguyon saja! Nanti aku bicara sama saudara Yok!"
Ia lari ke dalam rimba ke arah tadi Oey Yok Su berlalu dengan putrinya. Begitu
ia memasuki, ia kehilangan itu ayah dan anak daranya. ia pun melihat jalan
melintang tidak karuan, hingga tak tahu ia mesti mengambil jurusan yang mana.
Semua bujang gagu pun bubar setelah berlalunya majikan mereka. Maka dengan
terpaksa Ang Cit Kong kembali. Mendadak ia ingat Auwyang Kongcu ada mempunyakan
peta Tho Hoa To. "Auwyang Sieheng," katanya lantas. "Aku minta sukalah kau memberi pinjam petamu
sebentar." Pemuda itu menggeleng kepala.
Batu Kematian 2 Roro Centil 07 Siluman Kera Putih Manusia Yang Bisa Menghilang 3