Cheng Hoa Kiam 11
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 11
Ia menjadi tercengang ketika memasuki ruang an besar di rumah itu. Luar biasa terangnya dan luar biasa mewahnya. Para gadis berpakaian seperti pelayan - pelayan keraton kaisar, cantik-cantik dan gesit-gesit melayani Thai-houw dengan amat hormat. Tempat tinggal suhunya di Pek-go-to juga mewah, juga selir-selir suhunya cantik - cantik, akan tetapi dibandingkan dengan keadaan di sini, masih kalah jauh,
Kui-bo Thai-houw membawanya ke dalam sebuah kamar besar yang indah dan mengambil tempat duduk di atas kasur yang ditilami sutera-sutera merah berkembang emas yang memenuhi sebagian kamar itu. Bantal - bantal sutera berkembang tersusun di situ. Ketika Thai-houw menjatuhkan diri duduk di atas kasur yang empuk, empat orang gadis berbaju kuning segera melayaninya, menyusun dua bantal di belakang punggungnya sehingga Thai-houw dapat duduk enak. Thai-houw lalu memangku sebuah bantal bundar dan berkata halus kepada Kun Hong yang masih berdiri membungkuk dengan hormat,
"Orang muda, kau duduklah."
Kun Hong bingung. Di mana ia harus duduk " Dengan canggung iapun lalu duduk di atas lantai dengan kedua kaki ditekuk ke belakang. Kui-bo Thai-houw mengeluarkan suara ketawa perlahan dan empat orang gadis cantik berbaju kuning itupun tersenyum-senyum.
"Lantai bukan tempat duduk. Pelayan Hijau, layani tamu !" kata nenek itu.
Bagaikan peri-peri kahyangan, muncul empat orang gadis lain yang berpakaian serba hijau, cantik - cantik manis seperti empat yang berbaju kuning itu. Mereka itu segera menghampiri Kun Hong. menariknya bangun dan menuntunnya duduk di atas kasur pula menghadapi Thai-houw. Dari tarikan tangan mereka yang halus-halus Kun Hong mendapat kenyataan bahwa mereka itu tidaklah sehalus orang kira, melainkan di balik kehalusan itu bersembunyi tenaga lweekang tingkat tinggi !
Lalu datang berganti-ganti pelayan-pelayan cantik menghidangkan makanan dan minuman serta, buah-buahan yang segar. Anehnya, mereka ini semua merupakan barisan dari empat orang. Setiap datang empat orang dan hanya warna pakaian mereka yang macam - macam, ada yang serba kuning, serba hijau, serba merah, serba putih. serba biru dan lain - lain. Benar - benar mendatangkan suasana yang riang gembira dan amat indah, seakan-akan mereka itu bunga-bunga memenuhi taman dan gerakan-gerakan mereka begitu halus dan indah seperti penari - penari ulung ! Kun Hong maklum bahwa mereka dapat bergerak demikian ringan hanya karena mereka memiliki ginkang yang tinggi maka ia menjadi makin kagum. Para wanita yang tinggal bersama Thai Khek Sian di Pek-go-to juga rata- rata memiliki kepandaian tinggi, akan tetapi agaknya masih kalah oleh pelayan - pelayan ini.
"Orang muda. sekarang kau ceritakan semua tentang dirimu dan tentang gurumu, mengapa kau bermusuhan dengan ayahmu Beng Kun Cinjin dan mengapa pula kau datang mencariku," kata, Kui-bo Thai-houw sambil menatap wajah di depannya yang tampan itu.
"Teecu bernama Kun Hong, semenjak kecil kehilangan ibu yang telah dibunuh oleh Beng Kun Cinjin ........."
"Aahhh. jadi kau anak Kiu Hui Niang ?" Thai-houw itu memotong.
Kun Hong merasa heran mengapa wanita ini tahu akan hal itu. "Betul kata-kata Thai-houw. teecu anaknya. Kemudian teecu diangkat anak atau dipelihara oleh Seng-goat-pian Kam Ceng Swi dari Kun-lun-pai. Akhirnya teecu bertemu dengan suhu Thai Khek Sian dan diambil murid sampai teecu dewasa. Karena inilah maka teecu dimusuhi oleh Kun-lun-pai dan pada suatu hari beberapa bulan yang lalu, dengan curang orang-orang Kun-lun-pai menangkap teecu dan melukai teecu dengan pukulan Im-yang-lian-hoan. Baiknya teecu sudah diobati oleh Liong Tosu dan oleh ......... Beng Kun Cinjin sendiri yang tadinya teecu tidak tahu bahwa dia ayahku sendiri. Teecu sudah sembuh dari luka pukulan itu., akan tetapi menurut Liong Tosu kalau teecu tidak diobati dengan Im-yang-giok-cu, umur teecu takkan panjang lagi. Oleh karena itu teecu mohon pertolongan Thai-houw untuk memberi obat Im-yang-giok-cu kepada teecu ........."
Kui-bo Thai-houw mengangguk - angguk mendengar penuturan singkat ini. Dia adalah bekas selir dari Kerajaan Sung Selatan, tentu saja ia tahu akan segala apa yang terjadi di kota raja. Biarpun ia sudah mengasingkan diri, namun ia masih selalu ingin tahu apa yang terjadi di utara dan selatan malah ia ingin tahu juga apa yang terjadi di kota raja utara di mana Kaisar Bangsa Mongol memegang kekuasaan. Oleh karena itu ia juga mendengar tentang Beng Kun Cinjin. seorang hwesio yang roboh oleh kecantikan Kiu Hui Niang dan kejadian kejadian selanjutnya ia ikuti dengan hati tertarik.
Dahulunya Kui-bo Thai-houw adalah selir Kaisar Sung Selatan yang terkasih. Akan tetapi setelah dijadikan kekasih nomor satu oleh kaisar, dia mempunyai hati murka, ingin merobohkan kedudukan thai-houw (permaisuri). Pelbagai jalan ia lakukan untuk merobohkan kedudukan permaisuri agar dia sendiri dapat diangkat menjadi permaisuri nomor satu ! Akan tetapi gagal malah kalau ia tidak berkepandaian tinggi tentu ia sudah tertangkap dan dihukum mati. Kegagalan ini membuat dia menjadi putus asa dan kecewa sekali, menyinggung batinnya mengganggu ingatannya. Semenjak itu, ia menghilang dan tahu - tahu di Pulau Ban mo-to muncul seorang wanita cantik berilmu tinggi yang memakai julukan Thai-houw (Permaisuri) ! Dengan kepandaiannya yang tinggi, Kui-bo Thai-houw ini mengumpulkan harta kekayaan dan benar - benar hidup seperti seorang permaisuri di pulau itu. Akan tetapi ia diam-diam selalu suka bermenung duka karena hidupnya "amat sunyi", tidak ada suami tidak ada anak !
Sekarang bertemu dengan Kun Hong tergerak hati nenek tua ini. Pemuda yang amat tampan ini menarik hatinya. Kalau saja ia bisa mempunyai kawan hidup seperti pemuda ini, tampan dan gagah, sebagai kekasih atau sebagai anak baginya sama saja ! Kun Hong sama sekali tidak tahu apa yang terkandung dalam kepala wanita itu dan apa yang tersembunyi di balik sinar matanya yang masih bening dan tajam.
Kui-bo Thai-houw tersenyum manis mendengar penuturan Kun Hong.
"Anak baik, jangan kau khawatir. Semua maksudmu akan tercapai ......... semua kataku, asalkan kau menuruti kehendakku. Jangan khawatir mengobati lukamu apa susahnya " Membunuh Beng Kun Cinjin apa sukarnya " Jangankan hanya mengalahkan Tai It Cinjin dan kesemuanya urusan - urusan tak berarti itu, biarpun kau ingin merebut tahta kelak akan tercapai kalau aku berada di sampingmu ........ " Wanita itu lalu tertawa merdu sekali tanpa membuka mulutnya. Kun Hong menjadi bingung dan meremang bulu tengkuknya. Kata-kata wanita ini seperti bukan ucapan orang waras !
Kui-bo Thai-houw menoleh kepada pelayan baju merah. "Ambil guci terisi Liong-hiat-ciu (Arak Darah Naga) dan cawan emas ! "
Empat orang gadis berpakaian merah bergerak cepat. Kaki mereka, seperti pelayan - pelayan lain, tidak kelihatan, tersembunyi di dalam baju yang panjang sampai terseret di atas lantai yang mengkilap bersih. Karena mereka tidak kelihatan menggerakkan kaki mereka itu meluncur maju seperti terbang saja !
Tak lama kemudian mereka sudah muncul lagi, seorang membawa sebuah guci berwarna hijau indah sekali dan seorang pula membawa sebuah menampan perak di mana terletak dua buah cawan merah berukirkan burung - burung sedang bercumbuan. Indah bukan main, merupakan barang berharga yang kiranya hanya dapat ditemui dalam istana kaisar atau rumah gedung bangsawan dan hartawan besar.
Dengan gerakan lemah gemulai empat orang nona baju merah itu menurunkan guci menaruh cawan - cawan itu di depan Kun Honjg dan Thai-houw. Kun. Hong duduk tak bergerak, kagum sekali dan hatinya berdebar. Ia mencium bau harum yang lain lagi dari nona nona baju kuning dan baju hijau. Agaknya tidak hanya warna pakaian dan tugas pekerjaan yang berbeda bahkan minyak wangi yang dipakaipun berbeda - beda !
Akan tetapi bau sedap yang keluar dan pakaian empat orang nona baju merah itu segera lenyap dan kalah oleh bau harum yang keluar dari arak ketika minuman berwarna merah darah itu dituangkan oleh jari - jari tangan halus itu ke dalam cawan emas. Kun Hong memandang ke arah cawan emas di depannya. Timbul rasa muak kalau dia melihat warna arak itu karena merah seperti darah betul.
Agaknya Kui-bo Thai-houw dapat membaca pikirannya, maka sambil tersenyum wanita itu berkata. "Jangan kau sembarang sangka. Arak ini disebut Liong-hiat-ciu karena memang betul-betul digunakan darah naga sebagai campuran. Akan tetapi biarpun darah naga, rasa arak ini tidak kalah oleh arak Nan-cang yang sudah disimpan ratusan tahun !"
Nenek itu lalu mengeluarkan sehelai kantong sutera kuning yang disulam sepasang naga berebut mustika, ia membuka kantong itu dan silau mata Kun Hong ketika melihat batu - batu kemala yang amat indah ada yang putih ada merah, biru. kuning dan kesemuanya merupakan kumpulan batu yang amat indah dan mahal. Kui-bo Thai-houw mengeluarkan sebutir batu kemala yang warnanya kehijauan. Dengan hati - hati ia memasukkan batu giok itu ke dalam cawan arak Kun Hong. lalu katanya perlahan.
"Kau lihat, arak ini bukan sembarang arak giok (batu kemala) inipun bukan giok sembarangan Bisa mencair di dalam arak Liong-hiat-ciu ini. Nah sekarang sudah mencair, hayo kita minum !" la mengangkat cawannya sendiri dan memberi isyarat supaya Kun Hong minum araknya yang sudah dicampuri batu kemala hijau yang mencair tadi.
Kun Hong tidak berani membantah. Ia maklum bahwa wanita ini jauh lebih tinggi ilmunya dari padanya dan apapun yang akan kita lakukan, ia sudah berada di tangan Kui-bo Thai-houw, tidak ada artinya membangkang. Lagi pula. bukankah dia datang untuk minta tolong " Orang sudah berlaku baik menerimanya dengan segala kehormatan. Tak mungkin dengan minuman arak dicampur kemala itu Kui-bo Thai-houw akan bermaksud jahat. Kalau memang hendak mencelakakan dia apa sukarnya bagi wanita ini " Apa perlunya mesti menggunakan minuman beracun seperti kelakuan penjahat - penjahat kecil yang rendah " Dengan pikiran ini. tanpa ragu - ragu lagi Kun Hong mengangkat cawan emasnya dan minum arak merah itu sekali tenggak. Terdengar suara ketawa tertahan dari seorang nona baju merah ketika ia minum arak itu ditenggak habis sekaligus.
Kui-bo Thai-houw juga mendengar suara ketawa ini karena tiba - tiba setelah menghabiskan araknya ia menoleh dan sepasang matanya memandang seorang di antara empat nona baju merah itu dengan pandang mata berapi !
Gadis baju merah itu tiba-tiba menggigil mukanya yang manis menjadi pucat dan ia menjatuhkan diri berlutut di depan Kui-bo Thai-houw sambil berkata lemah.
"Mohon ampun. Thai-houw ........."
Kui-bo Thai-houw mengeluarkan senyum mengejek, alisnya tetap berkerut dan ia berkata, halus akan tetapi mendesis seperti ular marah,
"Kau berani mentertawakan kami ya" Hayo keluarkan hatimu, hendak kulihat bagaimana besarnya maka kau seberani itu !"
Kun Hong setelah minum arak bercampur batu giok itu merasa tubuhnya ringan dan enak sekali. Ada sesuatu yang mendorongnya untuk tertawa - tawa dan bergembira seperti orang mabok. Ia mengerahkan tenaga melawan desakan ini dan tetap tinggal diam dan tenang. Akan tetapi melihat kejadian di depannya itu ia menjadi heran dan bingung. Ia tidak tahu apa artinya perintah terakhir itu dan hatinya berdebar, siap untuk menolong nona baju merah itu kalau hendak dicelakakan.
Ia melihat nona itu mengeluarkan isak tertahan mendengar perintah ini dan tiga orang nona baju merah yang lain berlutut dengan tubuh gemetar. Juga nona-nona rombongan baju berwarna lain yang berada di situ pada pucat mukanya namun tidak berani berkutik. Kemudian terjadi hal yang agaknya takkan dapat dilupakan oleh Kun Hong selama hidupnya.
Ia melihat nona baju merah itu tiba - tiba bangun berdiri dan mulai menanggalkan baju atasnya, dilepaskannya semua begitu saja di depan Thai-houw, berarti di depan matanya juga. Tak lama kemudian nona itu sudah berdiri dengan tubuh bagian atas telanjang sama sekali dan di tangan kanannya memegang sebilah pisau pendek yang berkilauan saking tajamnya. Kemudian, tanpa mengeluarkan kata - kata lagi, gadis itu menusukkan pisau ke dadanya yang berkulit putih itu. membelek dan tangan kirinya bergerak cepat dimasukkan ke dalam dada melalui luka lalu merenggut sebuah jantung yang masih berlumur darah ! Kemudian tubuh itu roboh tak bernapas lagi di depan Kui-bo Thai-houw dan Kun Hong !
Kui-bo Thai-houw memberi aba - aba keras dan seorang nona baju merah yang lain telah menyambar jantung yang berada di tangan kiri kawannya yang sudah mati itu, lalu memberikannya kepada Thai-houw. Tanpa banyak cakap nenek ini lalu merobek jantung menjadi dua dan memasukkannya ke dalam cawan araknya dan cawan arak Kun Hong. Nona baju kuning yang diberi perintah lalu memenuhi lagi cawan - cawan itu.
Kun Hong melompat berdiri, mukanya pucat sekali dan berpeluh. Ia berdiri memandang mayat nona baju merah yang setengah telanjang itu dengan mata terbelalak.
"Ini ......... ini ......... terlalu sekali........ keji ......... !" katanya gagap.
Tiba - tiba ia merasa tangannya ditarik ke bawah yang memaksanya duduk kembali dan terdengar suara lirih halus.
"Kun Hong kau duduklah kembali yang enak !"
Pemuda itu terduduk dan aneh sekali, kepalanya mulai berputar-putar rasanya dan semua yang nampak di situ berputaran. Akan tetapi ia tidak merasai sesuatu yang tidak enak malah tubuhnya terasa nyaman sekali. Ia masih dapat mendengar Thai-houw memberi perintah dan nona-nona dalam berbagai macam pakaian berwarna itu hilir - mudik dengan cepat membawa pergi mayat nona baju merah dan membersihkan lantai. Minyak wangi disiram di lantai mengusir bau darah yang amis.
"Kun Hong. Liong-hiat-ciu dan jantung anak dara merupakan obat yang amat mujarab guna memperoleh usia panjang. Minumlah" Dalam ucapan terakhir ini terkandung pengaruh begitu luar biasa kuatnya sehingga seperti dalam mimpi Kun Hong minum arak dari cawannya. Terasa sesuatu yang manis dan hangat-hangat. Kemudian ia teringat dan membelalakkan mata berusaha sekuat tenaga untuk menguasai pikirannya.
"Thai-houw. mana Im-yang-glok-cu " Yang kuminum tadi bukan Im-yang giok-cu karena menurut pendengaranku, Im-yang-giok-cu harus dimakan dengan ramuan obat ........" Biarpun ia berada di bawah pengaruh obat luar biasa, kecerdikan Kun Hong tidak menjadi lenyap, maka ia masih bisa menggunakan akal untuk memancing.
Kui-bo Thai-houw tertawa merdu. "Kau kira begitu mudah aku melepaskan Im-yang-giok-cu. biarpun itu untuk menyambung nyawamu" Harus kulihat dulu apakah nyawamu itu berguna bagiku atau tidak. Yang kau minum adalah Liong-hiat-ciu yang dapat melemahkan kemauanmu dan semenjak saat ini kau harus tunduk kepada segala kehendakku. Kalau kelak kau ternyata seorang anak baik, mudah saja mengobatimu dengan Im-yang-giok-cu. Pantas tidaknya kau tetap untuk hidup tergantung dari kau sendiri selama berada di sampingku Wanita itu tertawa lagi dan Kun Hong yang hendak melompat karena marah dan merasa tertipu itu tiba - tiba merasa tubuhnya kehilangan semua tenaga. Pandang matanya kabur dan tanpa ia sadari ia telah terguling dan kepalanya rebah di atas pangkuan Kui-bo Thai-houw.
Kun Hong bermimpi atau hidup seperti dalam mimpi. Ia seperti lupa akan segala, tidak mempunyai kemauan lagi. Tahunya bahwa ia harus tunduk, taat. dan setia kepada Thai-houw yang kadang - kadang bersikap sebagai kekasihnya, kadang - kadang pula sebagai ibunya ! Ia hidup dalam dunia yang aneh penuh keganjilan, penuh keseraman, penuh keindahan dan kesenangan. Ia disebut Thai-cu (pangeran) dan diperlakukan sebagai pangeran pula, semua gadis - gadis ayu berpakaian aneka warna itu menjadi hambanya, menjadi pelayannya ! Juga empat orang wanita kembar yang aneh dan lihai itu menjadi pelayannya ! Ia hanya tahu bahwa Thai-houw amat baik kepadanya, memberi pelajaran ilmu silat yang aneh sehingga kepandaiannya maju pesat, dan memberi obat Im-yang-giok-cu kepadanya beberapa bulan kemudian setelah ia betul - betul dianggap sebagai anak dan ....... sebagai kekasih !
Kita tinggalkan dulu Kun Hong yang hidup seperti di lain dunia dalam keadaan setengah sadar di bawah pengaruh obat perampas ingatan, hidup dalam keadaan mimpi di bawah kekuasaan Kui-bo Thai-houw, tokoh yang benar - benar hebat mengerikan dan luar biasa kejamnya itu.
Sudah lama kita meninggalkan Wi Liong. Seperti telah dituturkan di bagian depan, setelah berhasil merenggut nyawa Siok Lan dari bahaya maut ketika gadis itu hendak membunuh diri dan terjun ke dalam jurang, Wi Liong sendiri tak dapat menolong diri dan kaitan kakinya pada akar pohon terlepas membual tubuhnya melayang turun ke dasar jurang ! Sudah diceritakan pula betapa Kwa Cun Ek yang merasa berterima kasih kepada pemuda itu menuruni jurang dan mencari - cari. akan tetapi tidak menemukan tubuh pemuda itu, hanya melihat bekas darah dan robekan pakaian. Kwa Cun Ek pulang dengan hati duka mengira bahwa pemuda penolong puterinya itu tentu sudah tewas dan mayatnya digondol binatang buas. entah harimau entah ular besar.
Betul demikiankah keadaan Wi Liong, seperti yang dikirakan oleh Kwa Cun Ek " Betulkah Thio Wi Liong, pemuda perkasa dan berhati mulia itu sudah tewas dalam keadaan mengerikan " Memang kadang-kadang nasib mempermainkan manusia dan sering kali terjadi hal - hal yang dalam anggapan manusia dan menurut perhitungan manusia seperti tidak adil nampaknya. Banyak manusia berhati baik bernasib buruk dan sebaliknya orang-orang berhati buruk bernasib baik. Memang pekerjaan Thian penuh rahasia yang taik dapat ditembusi oleh akal budi manusia sebagian besarnya sehingga nampak janggal. Akan tetapi kali ini Thian betul - betul masih melindungi orang baik, dalam hal ini Thio Wi Liong.
Kalau dipandang sepintas lalu, memang tak masuk akal sekali kalau seorang manusia jatuh ke dalam jurang itu tidak kehilangan nyawanya. Jurang itu amat dalam lagi di bawahnya terdapat tetumbuhan liar dan batu - batu karang yang keras. Sekali tubuh manusia jatuh menimpa batu-batu itu pasti akan hancur lebur.
Akan tetapi apa yang terjadi dengan Wi Liong " Ketika tubuhnya melayang ke bawah, ia merasa sesak tak dapat bernapas dan ia menjadi pingsan karenanya. Tubuhnya tertumbuk-tumbuk akar dan batu, terlempar ke kanan kiri dan pakaiannya robek - robek. Justeru pakaian yang robek-robek inilah yang menolong nyawanya. Pakaian yang robek itu melambai-lambai ketika ia jatuh dan kebetulan sekali, kita hanya bisa memakai kata kebetulan karena kekuasaan Thian demikian anehnya sehingga kata-kata yang sesuai bagi manusia hanyalah "kebetulan", ujung pakaian itu mengait kayu pohon yang menonjol keluar di tebing jurang dekat dasar. Tubuh Wi Liong tersentak, terputar-putar akan tetapi justru ini membuat "ikatan" pakaiannya dengan kayu pohon itu menguat dan mencegah kejatuhannya ke bawah. Demikianlah, Wi Liong "tergantung" di kayu pohon itu dalam keadaan pingsan !
Aneh,, bukan " Tidak, tidak aneh setelah kita mengetahui sebab - sebabnya. Di situ ada kayu pohon menonjol, baju Wi Liong terbentur - bentur sampai robek - robek dan "kebetulan" menyangkut kayu itu. Tidak aneh, hanya kebetulan ! Dan kebetulan inipun tidak aneh karena selama hidupnya dia adalah seorang pemuda yang berhati baik dan berpikiran bersin.
Ketika ia siuman kembali, pertama-tama yang terasa oleh Wi Liong adalah tubuhnya yang sakit -sakit, ia mengerang perlahan dan menggerakkan tubuhnya. Akan tetapi sukar digerakkan dan ia merasa seakan-akan kedua tangannya terbelenggu. Ketika ia membuka mata dan kesadarannya sudah pulih betul, barulah ia tahu bahwa tubuhnya tergantung di udara pada ujung kayu pohon, bajunya dari bawah sampai leher tergulung ke belakang di kayu itu sehingga kedua tangannya seperti ditekuk ke belakang. Ia tergantung tak jauh dari dasar jurang hanya lima enam kaki lagi".
Wi Liong bergidik. Sekarang terbuka matanya dan tahulah ia bahwa nyawanya tertolong pada detik - detik terakhir. Kemudian ia teringat kepada Siok Lan. Wi Liong tersenyum ! Memang ada betulnya juga kalau orang bilang bahwa orang muda yang bercinta itu sudah miring otaknya ! Buktinya si Wi Liong ini. diri sendiri berada dalam keadaan seperti itu, lebih mati dari pada hidup kok masih bisa tersenyum begitu teringat kepada Siok Lan ! Ia tersenyum karena girang ketika teringat bahwa ia telah dapat menolong gadis itu dari bahaya maut. Akan tetapi tiba-tiba mukanya yang berseri itu berubah, malah dua titik air mata turun ke atas pipinya, bibirnya berbisik,
"Bu-beng Siocia ...... Sok Lan ...... ah, manusia tolol kau !"
Dengan gemas sekali Wi Liong menggerakkan kedua tangan memberontak, tangan kanan dipakai menampar kepalanya sendiri. Oleh gerakan ini bajunya yang menyangkut kayu menjadi robek dan ia jatuh ke bawah, baiknya tidak tinggi dan ia terguling ke atas rumput becek dan basah.
Gila tidak " Memang orang muda yang di-mabok cinta suka melakukan perbuatan - perbuatan yang gila, lucu, dan......... mengharukan. Betapa tidak " Lihat saja Wi Liong itu. Pemuda tampan ganteng, berkepandaian tinggi sebagai murid tunggal Thian Te Cu. Gagah perkasa dan berwatak budiman, sekarang seperti anak kecil atau seperti orang yang miring otaknya, bergulingan di atas rumput becek sambil menangis dan menyebut-nyebut nama Bu-beng Siocia dan Siok Lan !
"Aku harus mencari dia, aku harus minta ampun kepadanya ....... ah. Siok Lan ....... aku ......... aku menolakmu karena tidak tahu bahwa kaulah Bu-beng Siocia ......" Wi Liong bangun berdiri tapi terguling pula karena pahanya terasa sakit sekali. Ia meraba pahanya dan ternyata pahanya terluka berdarah.
Ia tersenyum ! Siok Lan yang melukainya dengan pedang. Dia tentu mau mengampuniku. dia sudah melukaiku. Tapi aku tak boleh sembrono, harus mencari perantara. Suhu ......... " Ah, suhu mana mau mencampuri urusan perjodohan " Paman Kwee " Ah, justeru paman Kwee yang sudah memutuskan pertunangan itu.
Demikianlah, sambil merawat lukanya Wi Liong melakukan perjalanan keluar dari tempat itu, memasuki hutan dan mengembara di dalam hutan seperti orang yang kehilangan ingatannya. Pakaiannya compang - camping, mukanya kurus kotor dan ia hanya makan buah - buah kalau perutnya sudah tak tertahankan lagi laparnya.
Ia mengembara terus sampai beberapa pekan tanpa tujuan tertentu karena ia selalu masih merasa bimbang. Hatinya ingin sekali ia mendatangi rumah Kwa Cun Ek di Poan-kun untuk menemui Siok Lan dan minta ampuni, akan tetapi ia bergidik kalau teringat betapa gadis itu akan menjadi marah - marah melihatnya. Bagaimana kalau Siok Lan mengambil keputusan pendek membunuh diri lagi kalau melihat ia datang "
Akhirnya ia menguatkan hatinya dan pergilah Wi Liong ke Poan-kun. Kakinya gemetar gelisah ketika ia berjalan memasuki pekarangan depan rumah kekasihnya itu. Mulut dan tenggorokannya terasa kering sehingga beberapa kali ia menelan ludah untuk menenangkan hatinya. Rumah itu sunyi saja. Ia naik anak tangga dan tiba di ruangan depan. Semua pintu dan jendela tertutup, ia makin heran dan maju ke pintu diketuknya pintu itu. Sunyi saja. Diketuknya lagi agak keras.
Terdengar tindakan kaki di sebelah dalam.
Wi Liong mundur tiga tindak dan jantungnya berdebar-debar keras. Siapakah yang akan keluar " Kwa Cun Ek, Tung-hai Sian-li, ataukah Siok Lan sendiri " Ia melirik; pakaiannya dan tiba - tiba merah mukanya, Bagaimana perasaan Siok Lan kalau melihat keadaannya seperti pengemis itu " Cepat- cepat secara otomatis ia membetulkan letak topinya yang selama ini miring di kepalanya tanpa diperdulikan.
Gesit - gesit suara pinlu dibuka dari dalam dan ....... seorang pelayan laki - laki sudah tua muncul, memandang kepada Wi Liong penuh selidik.
"Mencari siapa ?" tanyanya kurang hormat karena keadaan Wi Liong dengan pakaiannya yang tidak karuan itu memang tidak bisa memancing penghormatan orang.
Kembali lagi darah Wi Liong yang tadinya sudah meninggalkan mukanya dalam ketegangannya menanti siapa yang akan muncul di depannya. Kembali lagi ketenangannya yang tadi sudah terbang pergi entah ke mana.
"Lopek, aku mencari Kwa-lo-enghiong...... " katanya.
"Tidak ada orang ........ tidak ada orang sama sekali di rumah. Semua pergi, mula - mula siocia, lalu hujin lalu Kwa-loya sendiri ........ hanya ada aku yang menjaga rumah" jawab pelayan itu.
Kembali Wi Liong pucat mukanya, kini pucat karena gelisah. Ke mana mereka itu pergi dan kenapa pula pergi "
"Lopek. ke mana mereka pergi dan kenapa ?" Mulutnya meniru suara hatinya, dengan suara perlahan agak gemetar.
"Siapa tahu" Kwa-loya tidak menanggalkan apa-apa kecuali harus menjaga rumah baik-baik. Kau siapakah mau tahu segala urusan " "
Wi Liong menarik napas panjang, tidak tahu harus menjawab apa dan pelayan itu nampak marah karena diganggu, tanpa berkata apa-apa lagi lalu membanting daun pintu di depan hidungnya. Wi Liong berdiri seperti patung untuk beberapa lama. Kemudian ia melangkah keluar, menengok lagi lalu menyelinap ke pinggir rumah dan mengayun tubuhnya melompat naik ke atas genteng. Bagaimanapun juga. ia harus membuktikan sendiri bahwa rumah itu kosong bahwa Siok Lan tidak berada di situ.
Benar saja, ketika ia mengintai dari atas. rumah itu kosong, yang ada hanyalah pelayan tadi yang sibuk menjahit pakaiannya sendiri yang robek. Dengan hati kosong Wi Liong melompat turun dan langkah kakinya lemas ketika ia berjalan keluar dari pekarangan rumah itu.
"Heh-heh-heh, orang muda, kau kecewa " Aku juga kecewa mendapatkan rumah itu kosong, hanya dijaga pelayan galak !"
Wi Liong sadar dari keadaannya seperti melamun itu dan memandang. Ia melihat seorang kakek gemuk pendek berpakaian seperti pengemis akan tetapi kain baju tambal - tambalan ini semuanya baru dan bersih. Lengan kiri kakek ini buntung sebatas siku dan tangan kanannya memegang sebatang tongkat bambu butut. Sepatunya mengkilap hitam, baru ! Kakek itu sedang duduk di atas rumput dan karena tubuhnya memang pendek sekali ketika ia duduk tadi ia tidak begitu kelihatan.
Mula - mula Wi Liong tidak mengenalnya dan mengira ia berhadapan dengan seorang pengemis. Akan tetapi ketika pikirannya sudah terang benar, ia terkejut karena mengenal kakek ini yang bukan lain adalah Lam-san Sian-ong tokoh selatan yang amat terkenal di dunia kang-ouw ini. Tentu saja pertemuan ini menggirangkan hatinya karena Lam-san Sian-ong juga hadir ketika dulu mereka semua diserang oleh Kun Hong dan kawan-kawannya di Kelenteng Siauw-lim-si, di mana selain Lam-san Sian-ong juga hadir Tung-hai Sian-li See-thian Hoat-ong, Pak.thian Koai-jin. Eng Lan dan Siok Lan. Kakek ini sahabat baik keluarga Siok Lan, tentu ia tahu di mana adanya mereka. Cepat ia memberi hormat, menjura dan berkata.
''Kiranya lodanpwe Lam-san Sian-ong yang berada di sini. Maafkan aku berlaku kurang hormat, karena tidak mengenal locianpwe"
Kakek buntung itu tertawa aneh. "Orang muda seperti kau mana bisa mengenal aku " Kalau kau orang lainpun tentu takkan mengenal aku. Hanya orang tolol saja yang tidak mengenal orang yang buntung tangannya !" Memang kakek ini kalau bicara seenak perutnya sendiri. Wi Liong kembali memberi hormat dan berkata merendah. "Harap locianpwe sudi memberi maaf. "
"Aku tidak punya maaf mana bisa diberi-berikan orang ?" Ia memandang lebih teliti kemudian berkata dengan suara keras seperti berteriak, "Aha, kiranya kaukah ini " Ah. aku mendengar kau murid Thian Te Cu, hebat ...... hebat ......! Tapi kenapa kau sekarang begini kurus " Pakaianmu compang - camping. Apa sekarang kau menjadi pengemis " "
Wi Liong sudah tahu akan keanehan kakek ini maka ia tidak menjadi marah mendengar kata. kata yang tidak karuan itu.
"Aku datang hendak mencari ..... Kwa-lo-enghiong." Tentu saja sebetulnya ia mencari Sok Lan, akan tetapi mana bisa ia mengaku di depan setiap orang "
"Haa......... mana bisa. Orang she Kwa itu selamanya seperti orang gila. Sekarangpun ia sudah pergi, katanya menyusul anak dan isterinya yang juga pergi. Tahu aku jauh - jauh datang hendak memberi selamat atas berkumpulnya suami isteri itu kembali, kenapa malah pergi ?" Ia lalu menarik napas panjang, menggeleng - geleng kepala dan memukul mukulkan tongkatnya di atas tanah. "Apa mereka marah kepadaku " Apa orang she Kwa cemburu kepadaku " Ha-ha. agaknya tak mungkin. Biarpun Lee Hui Goat menolak pinanganku dan kembali kepada suaminya, aku tidak iri hati. malah girang ......... ha-ha. orang dua itu memang gila berkumpul kembali mencari kepusingan !" Ia lalu tertawa tawa dan Wi Liong mendengarkan dengan heran. Biarpun ia tidak tahu nama Tung-hai Sian Li akan tetapi dapat menduga bahwa yang disebut Lee Hui Goat itu tentulah Tung-hai Saan-li. Tiba tiba ia merasa kasihan kepada kakek buntung ini. Orang seperti dia ini meminang Tung-hai Sian-li " Benar - benar lucu. lucu dan tak tahu diri. juga...... kasihan sekali. Apakah orang buruk rupa dan orang bercacad tidak berhak mencinta " Cinta kasih tidak memilih orang,, yang dirangsang hatinya, bukan-tubuhnya. Lam-san Sian-ong mencinta Tung-hai Sian-li ! Agaknya Wi Liong akan tertawa dan tidak percaya kalau tidak mendengar omongan kakek buntung ini sendiri.
"Kalau begitu locianpwe juga tidak tahu ke mana perginya Kwa lo-enghiong dan anak isterinya ?"
"Kwa Cun Ek tak pernah bepergian, sekali pergi tentu sukar dicari tempatnya. Puterinya itu gadis berandalan, ke mana perginyapun siapa yang tahu " Kalau Tung-hai Sian-li, mudah saja mencarinya. Eh. orang muda. kau bernama apa" Kabarnya kau keponakan Kwee Sun Tek, betulkah " "
"Namaku Thio Wi Liong dan memang Kwee Sun Tek adalah pamanku ......."
"Eh, kau datang ke sini mencari mereka ada apakah " Kau kelihatan seperti orang sakit, sakit badan sakit pikiran. Hee ........ sampai lupa aku, bukankah Kwa Cun Ek akan berbesan dengan Kwee Sun Tek. Jadi ....... kau ini ....... kau calon mantunya Tung.hai Sian-li ?"
Mendengar ini, tergerak hati Wi Liong. Tentu kakek ini yang akan dapat menolongnya sebagai perantara untuk penyambungan kembali perjodohannya yang telah ia patahkan sendiri. Serta-merta ia menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu sambil menitikkan air mata, "Locianpwe, tolonglah saya ......."
Kakek itu melengak keheranan. Diketuknya kepala Wi Liong dengan tongkat bututnya sambil berkata, "Orang muda. apa ingatanmu sudah berubah" Apa kau tidak gila" Kalau tidak, coba ceritakan yang jelas."
Wi Liong lalu menuturkan semua pengalamannya, tentang pertunangannya dengan Kwa Siok Lan yang dibatalkan mula-mula oleh pamannya kemudian diperkuat olehnya sendiri, tentang Bu-beng Siocia yang ternyata adalah Kwa Siok Lan tunangannya sendiri dan tentang peristiwa akhir-akhir ini. Ia ceritakan semua, tidak ada yang disembunyikan karena ia mengharapkan pertolongan kakek ini.
Setelah mendengar penuturan ini, Lam-san Sian-ong terkekeh-kekeh seperti mendengar sebuah cerita yang amat lucu. "Salahmu sendiri, mengapa kau tolong dia dan tidak mati saja bersama di dasar jurang" Bukankah lebih enak mati bersama dari pada hidup terpisah merana " Ha-ha-ha. memang hidup itu sengsara, tak perlu dihadapi dengan air mata.
"Saya yang muda dan bodoh masih mengharapkan hidup bahagia di samping Siok Lan, kalau locianpwe sudi menolong tentu akan berhasil menyambung kembali tali perjodohan." kata Wi Liong memohon.
"Bodoh ! Ayahnya keras kepala mana anaknya tidak keras kepala pula " Ibunya mudah tersinggung tentu anaknya mudah marah. Tolong sih bisa. akan tetapi berhasil atau tidak entah. Paling perlu menemui Tung-hai Sian-li. bicara dengan dia aku lebih senang. Tentu dia sedang menghibur diri di sepanjang mulut Sungai Yang-ce yang masuk ke laut seperti biasa kalau dia berduka selalu menghibur diri dengan burung - burung di sana ....... akan tetapi enak saja kau minta tolong. Kau sendiri bisa tolong apa padaku !"
"Locianpwe boleh menyuruh apa saja. akan saya penuhi untuk membalas budi locianpwe yang besar ini," kata Wi Liong girang.
Kakek itu memandang tajam, mengerutkan kening berpikir-pikir. Kemudian ia mengangguk-angguk dan berkata, "Kau harus menjadi auak angkatku, karenanya aku bisa menjadi walimu. Dan sebagai anak angkat, kau harus berganti pakaian yang baik dan patut. Pula, sebagai anak angkat, kau harus membantu aku membalaskan perbuatan Bu-ceng Tok-ong terhadapku ini !" Ia mengacungkan lengan kirinya yang buntung.
Wi Liong berpikir sejenak. Tidak ada keberatannya menjadi anaik angkat orang aneh ini dan berpakaian pantas, tentang membalaskan Bu ceng Tok-ong, tokoh itu memang orang jahat, patut kalau diberi hukuman. Ia lalu mengangguk angguk dan berjanji mentaati semua kehendak ayah angkatnya". Semenjak itu ia menyebut gi-hu (ayah angkat) kepada kakek itu yang menjadi girang sekali.
Dataran rendah di lembah Sungai Yang-ce amatlah indah pemandangannya. Apa lagi kalau datang musim semi, segala macam tetumbuhan menjadi, seribu macam bunga berkembang. Sungai Yang-ce yang amat panjang itu mengakhiri aliran airnya di Laut Kuning, melalui sebelah selatan Propinsi Kiang-su, atau boleh juga dibilang bahwa alirannya memasuki perbatasan antara Laut Kuning dan Laut Timur.
Di sepanjang lembah sungai yang mendekati laut ini amat indah pemandangannya. Airnya tenang sungai di bagian ini sudah melebar dan alirannya tidak deras lagi. Banyak juga ikan di perairan ini, akan tetapi tidak ada yang mencari ikan di sini karena pera nelayan tentunya lebih suka mencari ikan di laut yang lebih banyak menghasilkan ikan - ikan besar. Maka tempat ini pun sunyi saja.
Pada suaitu hari, pagi - pagi ketika matahari mulai naik dari ufuk timur sebuah perahu kecil meluncur dari arah timur ke barat. Perahu ini didayung oleh seorang wanita dan melihat perahu yang amat cepatnya melawan arus sungai sedangkan pendayungmya hanya seorang wanita, dapat diduga bahwa wanita ini bukanlah orang sembarangan. Ia sudah berusia empat puluhan lebih-namun masih kelihatan cantik, pakaiannya sederhana namun rapi, sikapnya keren dan di punggungnya terselip sebatang pedang. Rambutnya digelung ke atas dan pada wajah yang masih berkulit putih halus dan cantik itu terbayang kedukaan yang mendalam sehingga muka itu kelihatan agak kurus.
Ketika tiba di tempat yang indah di mana burung-burung belibis putih beterbangan riang gembira, wajah itu menjadi berseri sedikit dan pipinya menjadi agak merah, bibirnya tersenyum. Dengan gerakan ringan ia mendayung perahunya ke pinggjr, lalu melompat ke darat sambil memegang ujung sebuah tambang perahunya. Gerakannya lincah seperti burung - burung yang beterbangan itu. Cepat ia mengikatkan ujung tambang pada sebatang pohon untuk mencegah perahunya hanyut, kemudian ia berjalan mendekati burung-burung yang beterbangan.
Dengan wajah gembira wanita itu meruncingkan mulutnya dan mengeluarkan bunyi mencicit yang tinggi nyaring. Aneh sekali burung-burung belibis yang beterbangan di udara itu tiba-tiba menukik ke bawah menghampirinya, malah burung - burung yang tadinya menyambari ikan-ikan kecil di permukaan air, juga terbang menghampiri ketika mendengar "panggilan" istimewa itu. Tak lama kemudian, ketika wanita itu mengembangkan kedua lengan, beberapa ekor burung hinggap di atas lengannya seperti burung-burung peliharaan yang jinak, sedangkan yang lain beterbangan di atas kepalanya,
"Anak-anak yang baik ......." terdengar wanita itu berkata perlahan dan mesra, "anak-anak yang baik, sudah kenyangkah kalian ?" Kedua tangannya mengelus - elus kepala dua ekor burung yang hinggap di kedua lengannya. Amat mengharukan perhubungan mesra antara seorang manusia dengan burung - burung liar di tempat yang sunyi itu. Memang demikianlah kiranya yang dikehendaki oleh alam, hubungan baik bukan saja antara makhluk sebangsa, melainkan antara sesama hidup. Alangkah harmonis dan menyedapkan pandangan mata keadaan itu, tempat sunyi, air mengalir perlahan dan tenang, menampung bayangan batu karang, pohon, dan bukit - bukit kecil. Angin bersilir lembut membelai daun - daun pohon. Dan wanita yang tidak muda lagi akan tetapi masih cantik itu bermain - main dengan burung-burung belibis putih yang sebetulnya adalah burung-burung liar. Enak dipandang !
Tiba-tiba burung-burung yang beterbangan di atas kepala wanita itu terbang pergi sambil mengeluarkan suara mencicit keras seperti kaget dan ketakutan. Hanya dua ekor burung yang hmggap di lengannya itu yang masih belum terbang. Wanita itu kaget lalu menoleh. Kiranya yang mengagetkan burung - burung itu adalah seorang kakek pendek berlengan buntung sebelah dan seorang pemuda tampan.
"Di dunia penuh orang - orang yang akan suka menjadi sahabatmu, akan tetapi kau memilih burung - burung menjadi kawan ! Banyak sudah kujumpai wanita aneh, akan tetapi tidak ada yang seperti kau, Tung-hai Sian-li !" kata kakek itu menyeringai dan mengetuk-ngetukkan tongkat bambunya di atas tanah, membuat dua ekor burung yang tadinya masih hinggap di atas kedua lengan wanita itu kini terbang pergi saking kagetnya. Sementara itu, melihat ibu Siok Lan. dengan muka merah Wi Liong cepat mengangkat kedua tangan ke dada memberi hormat.
Tung-hai Sian-li membalikkan tubuh menghadap mereka. Keningnya berkerut ketika ia melihat Wi Liong dan pandang matanya melembue ketika ia melihat kakek itu yang bukan lain adalah Lam-san Sian-ong, seorang sahabatnya yang amat baik seorang laki - laki yang mendatangkan rasa kasihan di dalam hatinya, tidak saja karena lengan buntung, akan tetapi juga karena pernah jatuh cinta kepadanya tanpa ia dapat membalas.
"Memang dunia penuh orang, akan tetapi orang orang macam apa, Sian-ong" Kebanyakan orang - orang dengan hati palsu, orang-orang yang tidak setia dan orang - orang yang suka menyusahkan orang lain saja. Bagiku lebih baik memilih hewan - hewan yang tidak sekotor manusia !" Sambil berkata demikian, sepasang mata yang bening tajam itu menyambar ke arah Wi Liong yang menjadi makin merah mukanya. Ia merasa disindir oleh orang yang sedianya akan menjadi ibu mertuanya ini.
Lam-san Sian-ong tertawa terkekeh. "Heh-heh-heh aku tahu maksudmu. Sian-li, kau tentu menujukan omonganmu kepada mantumu ini keponakan Kwee Sun Tek. ha-ha-ha."
"Aku tidak punya mantu macam dia, aku tidak berbesan dengan manusia bernama Kwee Sun Tek !"
"Ho-ho, perlahan dulu, dewi ! Kau takkan berbesan dengan dia lagi melainkan dengan aku dan kau akan bermenantukan anak angkatku, bukankah ini pengikat hubungan yang baik sekali " "
Tung-hai Sian-li tertegun dan heran. "Apa ....... apa maksudmu ?"
"Mari kita duduk, tak enak bicara sambil berdiri seperti ini." kata kakek buntung itu sambil mengajak Tung-hai Sian-li dan Wi Liong duduk di atas batu-batu di pinggir sungai. Anehnya terhadap kakek buntung ini. Tung-hai Sian-li yang biasanya berhati keras itu, kelihatan menurut tanpa banyak cakap.
"Ceritakanlah kehendakmu, ringkas saja. Aku tak banyak waktu,'' kata wanita itu, sikapnya masih keren dan tegas.
"Baik. baik ......" Kakek buntung itu mengangguk - angquk. kemudian ia menceritakan persoalan yang dialami oleh Wi Liong secara singkat, tentang pertemuan yang aneb antara Wi Liong dan Bu-beng Siocia sehingga antara mereka terikat semacam cinta kasih, sehingga pemuda itu rela memutuskan pertunangannya dengan Kwa Siok Lan tanpa mengetahui bahwa Bu-beng Siocia yang dicintanya itu bukan lain adalah Siok Lan sendiri. Semua ia tuturkan dengan ringkas namun cukup jelas dan Tung-hai Sian-li agaknya amat tertarik sehingga ia sama sekali tidak mengganggu penuturan itu dan kadang-kadang melirik ke arah Wi Liong yang selalu menundukkan muka dengan terharu
"Nah, sekarang kau tahu persoalannya." Lam-san Sian-ong menutup penuturannya. "Memang Wi Liong bodoh, akan tetapi puterimu juga keterlaluan mempermainkan tunangannya sendiri sehingga terjadi salah pengertian yang mengakibatkan korban perpecahan. Sekarang bocah ini menjadi anak angkatku dan aku berhak membicarakan urusan perjodohannya dengan kau. Aku menghendaki supaya tali perjodohan antara anakmu dan anak angkatku ini disambung lagi Tung-hai Sian-li." Mendengar kata-kata ini, tahulah Wi Liong bahwa kalau biasanya kakek buntung ini bicara tidak karuan itulah bukan wataknya, hanya menurutkan kebiasaannya yang aneh. Buktinya sekarang ia bisa bicara begitu jelas dan baik.
Akan tetapi mendengar penuturan itu. Tunghai Sian-li kelihatan berduka sekali lalu menggeleng -gelengkan kepalanya. "Mencari dia saja belum bisa bertemu bagaimana mau bicara tentang perjodohannya ?" Ia menarik napas panjang. Kemudian sambil melirik ke arah Wi Liong ia berkata.
"Kalau pemuda ini bisa mendapatkan kembali anakku yang hilang, baru aku mau bicara tentang perjodohan."
Mendengar ini, Wi Liong berdiri lalu berkata dengan tegas. "Aku akan mencari Lan-moi sampai dapat !" Setelah berkata demikian, ia memberi hormat kepada Lam-san Sian-ong dan berkelebat pergi dari tempat itu.
Dengan cepat sekali Wi Liong berlari kembali ke Poan-kun. Sepanjang jalan ia berpikir - pikir. Sekarang ternyata olehnya bahwa gadis itu sudah pergi berpisah dengan ibu dan ayahnya. Entah ke mana perginya kekasihnya yang berwatak aneh dan keras itu. Ia harus menerima sampai dapat, harus dapat membujuknya pulang dan mengampuninya.
Dengan sabar dan teliti Wi Liong menyelidiki sekeliling Poan-kun, bertanya - tanya tentang diri Siok Lan. Gadis ini terkenal di daerah itu. maka akhirnya usahanya berhasil Ada seorang anak kecil yang melihat gadis itu berlari cepat keluar dari Poan-kun menuju ke barat. Berdasarkan petunjuk inilah Wi Liong mulai dengan perjalanannya mencari jejak Siok Lan. Berbulan - bulan ia melakukan perjalanan, menurutkan petunjuk setiap kabar mengenai diri Siok Lan yang makin tidak jelas lagi jejaknya. Namun Wi Liong tak pernah berputus asa mencari dengan penuh harapan.
Beberapa bulan kemudian, ia tiba di tepi Sungai Wu-kiang. yaitu sungai yang memuntahkan airnya di sungai besar Yangce-kiang. Jejak Siok Lan, atau kabar yang ia dengar dari orang - orang tentang gadis itu, lenyap sebulan yang lalu di Telaga Tung-ting sehingga ia merana terus ke barat sampai di tepi Sungai Wu-kiang itu, dalam sebuah hutan yang liar dan sudah sepekan lebih ia tidak bertemu dusun tak bertemu manusia.
Agak gembira juga, hatinya ketika ia melihat beberapa orang nelayan sedang menangkap ikan dengan jala dari perahu - perahu mereka. Pada saat Wi Liong hendak mendekati mereka, tiba-tiba ia mendengar suara banyak orang di sebelah kanan dan kagetlah ia ketika ia mengenal orang, orang yang sedang berduyun - duyun memasuki perahu besar di tepi sungai iitu. Mereka adalah orang - orang kang-ouw dan di antara mereka ia melihat beberapa orang panglima yang dulu bersama Bu-ceng Tok-ong dan Kun Hong pernah mengeroyok dia dan orang - orang gagah di Kuil Siauw-lim-si. Dari gerak - gerik mereka ketika melompat ke perahu, dari senjata - senjata yang mereka bawa, tahulaih ia bahwa mereka adalah orang - orang kang-ouw yang berilmu tinggi. Semua ada tujuh orang yang beramai naik perahu itu menyeberang sungai.
Setelah mereka itu menyeberang, baru Wi Liong muncul. Ia melilhat dua orang nelayan yang tadinya mencari ikan kini bercakap - cakap sambil menuding ke arah seberang sungai, agaknya mempercakapkan orang - orang yang menyeberangi sungai tadi. Melihat munculnya seorang pemuda, mereka segera menghentikan percakapan.
"Ji-wi toako. kulihat tadi banyak orang menyeberang. Ada keramaian apakah di sana ?" tanya Wi Liong yang berlagak seorang pelancong, dan yang haus aikan tontonan.
Akan tetapi dua orang nelayan itu malah memperlihatkan muka heran mendengar pertanyaan ini. Memang di tempat ini'tak pernah didatangi pelancong, tentu saja mereka merasa heran melihat seorang pelancong berjalan kaki muncul di hutan tepi sungai itu. Masih mending kalau pelancong ini datangnya berperahu.
"Setahu kami tidak ada keramaian apa - apa kecuali pesta perkawinan di rumah Chi-loya. Mungkin sekalil tuam - tuan tadi adalah tamu- tamu yang hendak mengunjungi pernikahan Chi- loya!" jawab seorang di antara mereka.
Wi Liong memang tadinya tertarik melihat orang - orang kang-ouw itu. Di tempat seperti ini. di selatan pula. muncul orang - orang yang membantu bala tentara Mongol, benar - benar amat mencurigakan dan aneh. Hal ini harus ia selidiki, pikirnya. Akan tetapi ia berpura - pura tidak begitu mengacuhkan orang - orang tadi dan sebaliknya kelihatan tertarik mendengar pesta perkawinan.
"Ada pesta, tentu ramai ! Siapakah Chi-loya itu dan di mana ia tinggal ?"
Dua orang nelayan itu saling pandang, terheran - heran mendengar ada orang belum mengenal Chi-loya. Padahal semua orang yang tinggal di sepanjang lembah sungai, tahu belaka siapa itu Chi-loya.
"Aku datang dari jauh, sengaja melancong mencari pemandangan bagus, tentu saja tidak mengenal Chi-loya," kata pula Wi Liong melihat keheranan mereka Dua orang nelayan itu mengangguk - angguk dan kini malah dengan penuh kegairahan mereka menceritakan siapa adanya Chi-loya itu.
"Tanah yang tuan injak ini milik Chi-loya. juga tanah di seberang sana dan di sepanjang lembah sungai ini sampai berpuluh li jauhnya." nelayan itu memberi penjelasan dan kemudian ia menuturkan bahwa Chi-loya adalah seorang hartawan besar yang boleh dibilang merajai daerah itu, pengaruh kekayaannya sampai meliputi beberapa buah desa di sektar situ. Juga selain kaya raya. Chi-loya amat dermawan dan tak seorangpun penduduk di sepanjang Sungai Wu-kiang yang tidak mengenalnya dan mentaatinya. Ia disegani dan ditakuti bukan saja karena hartanya dan dermawannya. akan tetapi juga karena kepandaian ilmu silatnya yang tinggi. Di daerah itu Chi-loya malah mendapat sebutan Wu-kiang Siauw-ong (Raja Muda Sungai Wu-kiang) !
Wi Liong mengangguk - angguk dan tahulah sekarang ia mengapa ia melihat orang-orang kang-ouw di situ. Tentu untuk mengunjungi orang she Chi yang ternyata juga seorang berkepandaian tinggi itu. Akan tetapi mengapa panglima-panglima dari utara !
"Apakah Chi-loya hendak mengawinkan anaknya ?" tanyanya karena orang yang dipanggil loya (tuan tua) tentulah sudah tua dan kalau merayakan perkawinan tentu perkawinan anaknya atau cucunya.
Dua orang nelayan itu menggeleng kepala. "Bukan, untuk merayakan pernikahan Chi-loya sendiri dengan seorang gadis perkasa yang cantik jelita."
"Ah......, apakah Chi-loya itu masih muda ?"
"Sudah putih rambutnya, bagaimana dibilang muda " Sedikitnya ada lima puluh tahun ........."
"Aahh ....... begitu ......." Baru sekarang beristeri" "
Nelayan - nelayan itu kelihatan tidak senang. "Baiknya pertanyaan-pertanyaan tuan ini ditujukan kepada kami, kalau kepada orang lain mungkin tuan akan mendapat banyak susah. Segala yang dilakukan Chi-loya adalah baik. Isterinya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. apa salahnya kawin lagi " Kami sedang hendak mencari ikan segemuk-gemuknya untuk disumbangkan, kalau tuan mengajak kami bicara saja. mana kami bisa dapat ikan gemuk " " Dengan sikap uring - uringan karena menganggap Wi Liong terlampau cerewet, dua orang nelayan itu lalu menengahkan perahunya dan mulai menjala ikan lagi.
"He, tunggu ji-wi twako. akupun hendak menyeberang. Tolong seberangkan aku !" teriak Wi Liong,. Akan tetapi dua orang nelayan itu menggeleng kepala. "Tidak ada waktu lagi." kata mereka dan selanjutnya tidak perdulikan Wi Liong lagi.
Tentu saja untuk menyeberangi sungai sebesar Wu-kiang, bukanlah merupakan hal sulit bagi seorang pemuda sakti seperti Wi Liong. Ia segera mencari beberapa batang pohon bambu dan sebentar kemudaan ia sudah kelihatan menyeberangi sungai itu hanya dengan pertolongan beberapa batang bambu. Kedua kakinya menginjak bambu-bambu itu dan dengan sebatang gala bambu ia mendayung dan ......... perahu istimewa ini meluncur menyeberangi sungai.
Dua orang nelayan yang melihat hal ini menjadi bengong dan barulah mereka tahu bahwa orang muda itu ternyata adalah orang pandai yang dapat dijajarkan dengan orang - orang aneh yang sering kali datang mengunjungi Chi-loya. Mereka menjadi menyesal atas sikap mereka tadi, juga agak takut. Siapa tahu kalau - kalau pemuda itu sahabat Chi-loya dan kelak akan mengadu !
Akan tetapi Wi Liong tidak perdulikan mereka. Setelah tiba di seberang ia lalu melompat ke darat dan melanjutkan perjalanan. Tidak seperti di sebelah timur sungai, ternyata di sebelah baratnya terdapat lorong yang bersih dan Wi Liong lalu mengambil jalan melalui lorong ini. Dari jejak - jejak sepatu yang kelihatan di atas tanah yang agak membasah tahulah ia bahwa rombongan orang tadi juga lewat melalui lorong ini. Ia ingin mengetahui siapakah sebetulnya Chi-loya yang berpengaruh itu dan apa pula hubungannya dengan para kaki tangan Mongol.
Pemandangan di kanan kiri jalan juga berbeda dengan di sebelah timur sungai. Kalau di sebelah timur penuh hutan melulu, di bagian ini nampak subur dengan sawah ladang yang kehijauan. Makin ke barat makin banyak sawah ladang dan mulailah Wi Liong melihat petani - petani menggarap sawah. Dari keadaan tubuh mereka yang segar dan pakaian mereka yang lumayan Wi Liong mulai percaya akan cerita nelayan - nelayan tadi bahwa Chi-loya yang kaya raya memang baik sikapnya terhadap buruh - buruhnya.
Kemudian Wi Liong melihat orang - orang berdatangan melalui jalan itu juga, ada yang datang dari kanan ada yang muncul dari kiri pada jalan perempatan. Melihat keadaan mereka mudah diduga bahwa mereka tentulah orang - orang kang.ouw yang hendak mengunjungi pesta pernikahan itu. Hal ini menguntungkan baginya karena kini iapun merupakan seorang di antara tamu-tamu yang tidak dicurigai. Orang - orang lain tentu saja mengira diapun seorang tamu yang hen dak mendatangi pesta itu pula. Diam - diam Wi Liong menjadi geli hatinya akan tetapi jalan satu-satunya untuk mengenal siapa Chi-loya hanyalah ikut para tamu ini mengunjungi rumah hartawan itu. Pula, iapun perlu mendapatkan hiburan dan perubahan setelah merana berbulan-bulan dengan sengsara.
Rombongan tamu itu ternyata menuju ke sebuah rumah besar yang aneh sekali didirikan di antara sawah ladang, jauh dari tetangga dan sama sekali tak boleh dibilang kampung. Rumah besar ini menyendiri, akan tetapi megah dan besar sekali, juga amat mewah. Rumah ini dihias dengan indah dan nampak banyak orang sibuk melayani para tamu yang biarpun hanya beberapa puluh orang jumlahnya, namun suara mereka memenuhi tempat itu. Sebagian besar para tamu itu terdiri dari orang - orang kasar dan hampir semua membawa senjata dan menunjukkan sikap orang - orang berkepandaian silat.
Para tamu disambut oleh beberapa orang yang agaknya menjadi panitia yang mewakili tuan rumah dan semua barang sumbangan diterima. dicatat dan ditumpuk di atas meja besar yang sudah disediakan di situ. Wi Liong yang tidak membawa apa - apa hanya ikut saja duduk di ruang tamu sambil memperhatikan keadaan di situ. Ruang tamu itu sebetulnya merupakan sebuah taman bunga besar di pekarangan depan gedung itu dan di tengah - tengah taman bunga ini terdapat sebuah ruangan luas yang berlantai licin dan bersih. Agaknya tempat yang dikelilingi bunga - bunga ini merupakan tempat berlatih silat atau mencari hawa sejuk dengan pemandangan indah di sekelilingnya. Memang dapat dibayangkan betapa nikmatnya untuk duduk - duduk di sini di waktu semua bunga mekar sambil minum arak atau membaca kitab. Tempat - tempat tamu diatur sedemikian rupa sehingga merupakan setengah lingkaran menghadap gedung, di mana pintunya masih tertutup dan hanya di ambang pintu dihias indah dengan kain - kain merah. Dengan pengaturan tempat duduk seperti itu, maka di tengah - tengah para tamu terdapat tempat kosong yang lega, dengan garis tengah sepuluh meteran
Para pelayan yang berpakaian bersih putih-putih setrip merah melayani tamu dengan hormat. Hidangan dan arak yang dikeluarkan benar-benar membuktikan bahwa tuan rumah adalah seorang yang beruang banyak. Serba enak serba mahal. Tanpa disengaja pandang mata Wi Liong menyapu bagian di mana berkumpul tamu - tamu wanita dan hatinya berdebar ketika ia mengenal seorang wanita setengah tua yang cantik sekali. Tak salah lagi, pikirnya. Itulah Tok-sim Sianli ! Akan tetapi wanita itu agaknya tidak mengenalnya, atau sudah lupa barangkali. Siapa sih yang memperhatikan seorang pemuda kurus di antara tamu-tamu kang-ouw yang gagah itu "
Setelah arak dibagikan beberapa putaran dan para tamu mulai jengkel karena tuan rumah dan pengantinnya belam juga muncul, tiba - tiba pintu gedung terbuka dan seorang pelayan yang berpakaian mewah berseru,
"Chi-loya dan Chi-hujin keluar menyambut para tamu !"
Seruan ini lucu karena buktinya bukan dua orang tuan dan nyonya rumah itu yang menyambut tamu. melainkan para tamu yang berdiri dan menyambut mereka! Karena tempat duduk Wi Liong agak di belakang, ketika semua orang berdiri dan iapun berdiri, ia tidak bisa melihat jelas. Hanya melihat sepintas tadi pengantin wanitanya masih dikerudungi mukanya, juga potongan tubuhnya tidak terlihat jelas karena pakaian pengantin yang kebesaran itu menyembunyikan potongan tubuh. Adapun yang dipanggil Chi-loya adalah seorang pria tinggi gemuk, berusia limapuluhan akan tetapi masih nampak kuat dan sehat, nampak kuat sekali dan wajahnya terang peramah dengan sepasang mata bercahaya.
Chi-loya mengangkat kedua tangan dan menjura kepada para tamu lalu mempersilahkan para tamu duduk kembali. Ia sendiri bersama isterinya lalu menghampiri tempat duduk yang memang sudah disediakan di situ, yaitu sepasang kursi perak yang dihias indah. Pengantin wanita duduk di samping kiri suaminya, diam tak bergerak bagaikan patung. Muka itu tertutup oleh hiasan kepala yang bergantungan di depan mukai hanya kadang - kadang kalau hiasan - hiasan itu bergerak, nampak kulit dagu yang putih kemerahan. Orang - orang, terutama sekali tamu - tamu pria yang masih muda menjulurkan leher memasang mata baik - baik untuk tidak menyia - nyiakan kesempatan mencuri pandang kepada muka pengantin itu setiap kali hiasan itu tersingkap. Akan tetapi sayang, wanita yang menjadi pengantin itu agaknya malu - malu dan menundukkan mukanya saja sehingga biarpun ada kalanya hiasan itu tersingkap, tidak nampak sesuatu kecuali bayangan hidung yang kecil mancung !
Setelah semua tamu duduk. Wi Liong dapat melihat tuan rumah dengan jelas. Ia menjadi kagum. Laki - laki itu memang jantan sekali sikapnya. Wajahnya yang gagah, matanya yang tajam, mulutnya yang tersenyum ramah dagunya yang mengeras, sikap duduknya, semua membayangkan kejantanan yang menggugah rasa kagum dalam hatinya. Orang she Chi ini tidak patut menjadi seorang hartawan, lebih patut menjadi seorang pendekar atau seorang tokoh yang amat disegani di dunia kang-ouw. Di samping tubuhnya yang besar dan kuat itu, pengantin wanita nampak kecil tak berarti, lemah dan tidak sesuai duduk di sampingnya. Diam - diam Wi Liong jadi ingin sekali melihat wajah gadis yang beruntung itu. Ya. memang boleh dibilang beruntung menjadi isteri seorang segagah Chi-loya, biarpun usia laki - laki itu jauh lebih tua.
Sementara itu. dengan sinar matanya yang ramah, Chi-loya menyapu ruang tamu sambil mendengarkan seorang petugas membacakan catatan dari para tamu yang memberi sumbangan. Juga para tamu mendengarkan sehingga keadaan ruangan itu sunyi, hanya terdengar suara petugas itu yang bernada tinggi dan suara sana sini mengirup arak.
Mendengar petugas iitu menyebut nama orang, orang gagah sambil menyebutkan macam barang sumbangannya, biarpun membosankan namun ada juga menariknya. Wi Liong melihat tuan rumah selalu mengangguk dan tersenyum kepada tamu yang disebut namanya, tentu saja yang dikenalnya. Banyak juga yang ia tidak kenal sehingga tuan rumah itu hanya mengangguk - angguk kepada para tamu, tidak tahu kepada siapa.
"Sebuah cawan perak berukir liong dari Thio Ki Sun kauwsu (guru silat) di Heng-yang ! Suara petugas itu menyambung terus daftar nama-nama dan Chi-loya mengangguk ke arah seorang kate yang duduk tak jauh dari Wi Liong.
"Sebatang tusuk konde emas permata untuk pengantin wanita, dari Tok-sim Sian-li di Wi-san !"
Chi-loya mengerutkan alis dan menoleh ke arah Tok-sim Sianli di ruang wanita, lalu terdengar suaranya yang ternyata amat nyaring dan jelas. "Sungguhpun tidak ada hubungan dengan saudara - saudara dari Mo.kauw. namun hari ini menerima sumbangan dari Sian-li. Terima kasih ....... terima kasih ......... !" Baru kali ini tuan rumah memberi komentar atas sumbangan seorang tamu. Dari sini saja dapat diketahui bahwa Tok-sim Sianli tergolong seorang tamu yang agung.
Pandang mata Wi Liong yang tajam dapat melihat betapa pengantin wanita bergerak di atas kursinya mendengar disebutnya nama Tok-sim Sianli, kedua lengan yang terbungkus pakaian pengantin itu tergetar seakan - akan mengeluarkan tenaga.
"Sebatang akar jimat penambah usia untuk Chi-loya dan sepasang merpati kemala untuk Chi- hujin (nyonya Chi) dari Sin-chio Lo Thung Khak dan kawan - kawannya dari utara !" Semua orang ikut memandang ketika tuan rumah mengangguk ke arah orang yang bernama Lo Thung Khak dan bergelar Sin-chio (Tombak Sakti) ini. Bukan karena gelarnya melainkan karena pemberiannya yang amat berharga. Sepasang merpati kemala masih mudah didapatkan asal kita memiliki uang, akan tetapi akar jimat penambah usia adalah sebuah benda yang amat langka, sebuah akar obat yang luar biasa dan termasuk satu di antara obat- obat dewa. Tak mudah mencari akar ini yang kekuningan seperti kulit daging manusia, malah bentuknya juga seperti manusia kecil, berkaki bertangan ! Khasiatnya besar sekali untuk menambah kekuatan badan dan dikabarkan orang dapait menambah panjang usia !
Akan tetapi, kalau orang - orang di situ mengharapkan senyum manis dan ucapan terima kasih dari Chi-loya. mereka ini kecele. Malah Chi-loya nampaknya tidak senang, pandang matanya ke arah Sin-chio Lo Thung Khak yang berusia lima puluh tahunan itu penuh selidik dan curiga. Si Tombak Sakti agaknya juga merasa akan pandang mata tuan rumah, maka ia buru - buru berdiri dan menjura sambil berkata.
"Chi-loya yang baik kami bertujuh datang dari utara tidak membawa apa- apa yang berharga. Selain akar jimat dan merpati kemala, juga kami membawa salam hangat dari Raja Sekalian Raja dengan harapan mudah mudahan Chi-loya panjang umur dan kelak dapat membantu Raja Sekalian Raja !"
Ucapan ini bagi sebagian besar orang yang hadir di situ merupakan rahasia yang sukar dimengerti dan kini mereka memandang lebih penuh perhatian kepada pembicara. Lo Thung Khak berusia lima puluh tahun lebih dan enam orang kawannya kini juga berdiri menjura, terdiri dari tiga orang berpakaian gagah dua orang seperti sasterawan - sasterawan dan seorang seperti seorang pertapa yang memelihara rambut juga. Wi Liong berdebar hatinya, maklum bahwa tujuh orang ini adalah kaki tangan Bangsa Mongol dan yang dimaksud dengan Raja Sekalian Raja tentulah Kaisar Mongol. Ogotai yang menggantikan Jengis Khan, ayahnya. Wi Liong sudah mendengar bahwa di bawah pimpinan kaisar baru ini, banyak sekali orang Han yang pandai menjadi kaki tangan Mongol, malah orang - orang pandai di selatan juga banyak yang sudah tergerak hatinya untuk kelak membantu apabila gelombang Bangsa Mongol menyerbu ke selatan. Maka tahulah Wi Liong apa tugas tujuh orang ini, tentu menghubungi orang - orang pandai di selatan dan membagi-bagi hadiah untuk mengambil simpati mereka. Tiba - tiba saja hati Wi Liong menjadi panas dan bencilah ia kepada tujuh orang utusan itu.
Sementara itu, ketika Chi-loya mendengar ucapan Sin-chio Lo Thung Khak tadi, tiba - tiba wajahnya menjadi merah. Ia juga bangkit berdiri dan matanya mengeluarkan cahaya ketika ia balas menjura kepada tujuh orang tamunya itu. Terdengar suaranya menggeledek.
"Sin-chio Lo Thung Khak ! Kalau kau dan saudara - saudara ini datang seperti Tok-sim Sian- li, datang demi persahabatan dan perkenalan, aku orang she Chi selamanya tidak pernah memilih orang dan membedakan tamu. Akan tetapi kalian bertujuh datang membawa pesan raja yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kau, malah boleh dibilang musuh dalam hatiku. Oleh karena itu, kaubawa kembali sumbangan - sumbang darimu dan aku tidak bisa menerima kunjungan utusan-utusan raja !"
Inilah kata-kata keras yang sama sekali tak pernah disangka oleh Lo Thung Khak sehingga mukanya menjadi pucat. Dia dan kawan - kawannya yang selalu diterima dengan sikap dua macam oleh orang-orang gagah, yaitu kalau tidak dengan ramah-tamah tentu dengan segan - segan dan takut - takut, sekarang dihina begitu saja oleh orang she Chi ini !
Seorang yang masih muda dan yang berdiri di kanannya, dengan cambang bauk yang kaku berdiri melangkah maju dan mukanya merah sekali ketika ia berkata,
"Orang she Chi alangkah sombongnya kau ! Kau mengandalkan apamu sih begitu kepala besar berani menghina kami bertujuh " Kabarnya kau memiliki sedikit kepandaian, apakah itu yang kau sombongkan " Lihat, aku orang she Lu tidak bisa terima begitu saja penghinaanmu !"
Chi-loya tersenyum mengejek. "Habis kau mau apa " "
Orang she Lu itu adalah seorang panglima yang membantu gerakan bala tentara Mongol. Adapun Sin-chio Lo Thung Khak pernah kita kenal ketika pada awal cerita ini ia ikut pula menyerbu untuk menangkap Beng Kun Cinjin. Orang she Lu ini adalah tangan kanannya.
"Mau apa " Mau paksa kau berlutut minta ampun atas hinaanmu tadi !" Setelah berkata de-mikian, orang itu melompat maju ke depan Chi- loya yang masih berdiri dengan tenang.
Tiba - tiba pengantin wanita bergerak. berdiri dan kedua tangannya bergerak ke depan. Terdengar pekik mengerikan dan ........ panglima she Lu itu roboh, matanya yang kiri mengucurkan darah dan menjadi buta. Ternyata mata itu telah tertimpuk oleh sebutir batu giok yang tadinya merupakan sebuah di antara batu-batu giok yang bergantungan menghias kepala pengantin wanita ! Tentu saja semua tamu menjadi kaget bukan main dan juga kagum, karena tak seorangpun mengira bahwa pengantin wanita itu ternyata memiliki kepandaian yang lihai sekali. Orang jadi ingin sekali melihat wajahnya yang masih tertutup.
Chi-loya tidak kelihaian heran, malah tertawa bangga. "Cuwi sekalian yang hadir harap maafkan bahwa isteriku terpaksa turun tangan karena tidak sabar melihat tamu kurang ajar ini. Sin-chio Lo Thung Khak harap kaubawa temanmu itu keluar sebelum isteriku timbul lagi kemarahannya."
Tentu saja LoThung Khak marah bukan main. Penghinaan ini sekaligus akan menghancurkan namanya di dunia kang.ouw kalau ia tidak bertindak. Ia menyuruh seorang kawan merawat orang she Lu itu, kemudian ia memberi isyarat. Seorang kawannya yang berpakaian seperiti pendeta memelihara rambut itu maju ke depan dan meranglkapkan kedua tangannya ke arah Chi-loya.
"Hujin telah memperlihatkan kepandaian, benar - benar membuat kami merasa kagum sekali dan juga memuji pilihan Chi-loya yang tepat. Karena sudah sampai di sini, sebelum memenuhi pengusiran Chi-loya, aku Tak Pouw Taisu meng.. harapkan sedikit petunjuk dalam ilmu silat dari Chi-loya dan Chi-hujin."
Mendengar namanya dan melihat mukanya serta dari irama suaranya, dapat diduga bahwa saikong ini adalah seoramg dari utara yang tinggal di luar daerah perbatasan, mungkin peranakan Mongol atau Mancu. Chi-loya segera melompat ke depan, mengikatkan ikat pinggangnya yang terlampau panjang.
"Kalian ini hendak mengunjungi pernikahanku ataukah hendak mengacau " Tak Pouw Taisu, kalau memang sengaja kau hendak mengacau. majulah dan jangan kira aku orang she Chi takut pada gertakanmu. Marilah, biar aku hitung-hitung menggembirakan hati para tamuku karena kebetulan tidak diadakan pertunjukan apa - apa. Tak Pouw Taisu, di sini tempatnya lega !" Ia melompat ke tengah ruangan itu dan biarpun tubuh orang she Chi ini tinggi besar, namun gerakannya amatlah ringan,, membuat Wi Liong yang menonton menjadi kagum.
Sambil mengeluarkan seruan keras. Tak Pouw Taisu juga melompat ke tempat itu dan tahu - tahu tangannya sudah memegang sebatang cambuk hitam yang panjangnya ada empat kaki.
"Ha-ha, kau menggunakan senjata " Terang datangmu dengan kawan-kawanmu memang bermaksud mengacau. Tidak apa majulah !" seru Chi-loya tanpa mengeluarkan senjata karena dari gerakan calon lawan ini ia tahu bahwa "isi" lawannya tidak berapa berat.
"Biarlah aku menghajarmu dengan cambuk ini membalas penghinaanmu !" kata Tak Pouw Taisu yang cepat menyerang dengan sabetan cambuknya ke arah leher tuan rumah.
Chi-loya tidak mengelak, melainkan mengangkat tangan kiri, diulur untuk merampas cambuk itu. Dengan tepat sekali ia dapat menangkap cambuk dan sudah merasa geli mengapa dalam segebrakan saja lawannya, ini sudah begitu tolol untuk membiarkan senjatanya dirampas, akan tetapi tiba - tiba ia kaget sekali karena ujung cambuk itu masih bergerak dan memukul ke arah kepalanya dari belakang ! Kini tahulah Chi-loya bahwa permainan cambuk lawan memang hebat, Kalau ditangkis atau dipegang, ujung cambuk masih menyerang terus ! Terpaksa ia melepaskan pegangannya dan melompat ke belakang. Kini Chi-loya tidak berani main - main lagi. Dengan lincahnya ia mengelak dari serbuan lawan yang memainkan serangkaian serangan cambuk bertubi-tubi sehingga terdengar bunyi "tar-tar-tar" susul menyusul. Namun sampai belasan jurus cambuk itu menyambar - nyambar, jangankan mengenai kulit tubuh Chi-loya, menjamah ujung bajupun tidak pernah ! Memang hebat tuan rumah ini, gerakan kakinya begitu rapi dan setiap serangan cambuk cukup dikelit dengan tubuh miring sedikit saja. Melihat gerakan kakinya, Wi Liong yang menonton dengan gembira mengenal bahwa tuan rumah ini menggunakan gerakan kaki Sha-kak-pouw dari Sha-kak kun-hoat (Ilmu Silat Segi Tiga) yang cukup lihai dan sukar dipelajari. Diam, diam ia kagum dan gembira. Tuan rumah ini ilmunya lumayan pengantin wanita juga hebat, kiranya tidak kalah oleh suaminya. Benar - benar pasangan yang amat serasi, sayang pengantin prianya sudah agak tua. Tidak tahu bagaimana wajah pengantin wanitanya.
Pada jurus ke dua puluh lebih, ketika menghindarkan diri dari sambaran cambuk tiba - tiba Chi-loya melompat ke belakang tubuhnya merendah kedua lengannya bergerak maju.
"Pergi !" seru tuan rumah itu dan di lain saat, cambuk sudah terampas dan tubuh saikong itu sudah terlempar lima meter lebih ! Sambil meringis kesakitan saikong itu merayap bangun dibantu oleh seorang kawannya.
Terdengar seruan keras dan sinar berkilau. Tahu - tahu Sin-chio Lo Thung Khak sendiri telah maju dan menyerang Chi-loya dengan sebatang tombak perak yang putih gemerlapan cahayanya. Gulungan sinar tombaknya bergelombang dan ujungnya terpecah menjadi tujuh. Hebat sekali ilmu tombak orang she Lo ini sehingga itidak mengherankan kalau ia dijuluki Sin-chio Si Tom-bak Sakti. Dahulu ia pernah memegang jabatan sebagai komandan Kim-wi ( pasukan pengawal baju sulam) kelas dua, maka dapat dibayangkan bahwa ilmunya memang sudah tinggi dan lihai.
Akan tetapi Chi-loya sudah siap sedia. Diloloskannya sebatang rantai baja dari pinggangnya. Iapun memutar senjatanya dan di lain saat dua orang jago itu sudah bertanding hebat. Mereka seimbang kekuatannya dan agaknya pertandingan ini .akan berlangsung lama kalau saja tidak ada perobahan mendadak yang hebat. Pengantin perempuan yang semenjak tadi duduk diam seperti patung setelah membikin buta sebelah mata orang she Lu tadi dengan sebutir mutiara, sekarang tiba-tiba melompat dan tangan kanannya sudah memegang pedang. Gerakan pedangnya cepat, kuat dan ganas sekali. Tiga kali saja ia menggerakkan pedangnya menyerang dan tusukan yang ke tiga kalinya menembus dada Lo Thung Khak!
Ngeri sekali pemandangan di situ ketika pengantin wanita mencabut pedangnya, darah mengucur dari dada Lo Thung Khak yang roboh tak berkutik lagi. Para tamu menjadi pucat dan sebagian besar memandang dengan mulut melongo.
"Suami isteri she Chi terlalu sekali !" tiba-tiba terdengar seruan nyaring ketika dengan tenang pengantin wanita kembali duduk di kursinya dan pedangnya sudah sembunyi lagi di balik baju.
Yang berseru nyaring ini adalah seorang wanita dan dengan gerakan ringan sekali tahu - tahu Tok.sim Sian-li sudah berada di tengah ruangan itu. Mukanya sebentar merah sebentar pucat menandakan kemarahan hatinya. Melihat wanita ini maju dengan marah. Chi-loya cepat menjura dengan hormat.
"Sianli harap maafkan kami terpaksa turun tangan terhadap orang - orang jahat yang sengaja datang hendak mengacau."
"Kau ini tuan rumah macam apa " Kau hanya mengandalkan kebiasaanmu dan juga hendak menyombongkan kepandaian isterimu ! Apa kaukirim undangan kepada semua orang gagah hanya untuk menyaksikan kehebatan isterimu" Cih. kepandaian begitu saja apa sih anehnya " Coba suruh dia menusuk padaku jangan tiga kali, biar tiga ratus kali, hendak kulihat sampai di mana kelihaiannya!" Tok-sim Sian-li marah sekali dan hal ini memang mudah dimengerti. Lo Thung Khak adalah kaki tangan Mongol dan dia sendiri bersama Bu-ceng Tok-ong, Hek-mo Sai-ong dan yang lain - lain juga menghambakan diri kepada orang-orang Mongol. Sekarang biarpun dia tidak datang bersama Lo Thung Khak akan tetapi melinat orang - orang yang sudah ia kenal itu mengalami bencana di rumah keluarga Chi-loya, tentu saja ia tidak mau tinggal diam.
"Sianli kenapa marah - marah " Bukankah sudah jelas bahwa orang she Lo dan kawan - kawannya itu yang sengaja datang hendak membikin ribut " Mereka pura - pura datang hendak memberi sumbangan dan mengucapkan selamat, akan tetapi diam - diam mengandung niatan untuk membujuk aku menjadi anjing Mongol, bukankah itu hinaan luar biasa besarnya ?"
"Cih, pandai bicara ! Apapun kesalahan orang, kalau dia itu tamu harus dihormati oleh tuan rumah. Kau berhak menyalahkan siapa saja dan sebagai tuan rumah kau berhak mengusir, akan tetapi kau membunuhnya dengan jalan mengeroyok ! Kegagahan macam apakah ini" Hayo kau dan binimu itu maju keroyok aku, hendak kulihat !" kata Tok-sim Sianli sambil mencabut pedangnya.
Keadaan menjadi tegang dan semua orang memandang dengan hati berdebar. Chi-loya marah sekali sedangkan kawan - kawan Lo Thung Khak mengurus jenazah orang she Lo itu, mengundurkan diri. Chi-loya sudah cukup mengenal kehebatan nama dan kepandaian Tok-sim Sian-li dan ia tahu bahwa dia, bahkan dibantu isterinya, bukanlah lawan iblis wanita ini. Akan tetapi sebagai tuan rumah yang dihina, tentu saja ia tidak akan mundur selangkah. Dengan muka agak pucat ia bertanya,
"Tok-sim Sian-li. benar - benar kau hendak menantangku " "
Tok-sim Sian-li sudah "naik darah". Ia membusungkan dadanya dan menjawab. "Benar, aku menantangmu dan siapa saja yang akan membelamu di sini! "
"Chi-loya, serahkan perempuan galak ini padaku untuk menghajarnya !" terdengar seruan marah dan seorang laki - laki tinggi besar bermuka hitam melompat maju sambil menyeret sebatang toya besi.
Orang ini adalah seorang jagoan dari kota Cun-yi tak jauh dari situ, seorang ahli silat yang kerjanya sebagai pengawal barang - barang berharga yang dikirim orang, jadi semacam piauwsu. Akan tetapi ia melakukan pekerjaan ini seorang diri saja, jadi tidak seperti perusahaan - perusahaan piauwkiok umumnya. Tenaganya besar, ilmu silatnya lumayan dan karena mukanya hitam dan sikapnya keras kasar, ia diberi julukan Hek-bin-houw (Macan Muka Hitam). Melihat Hek-bin-houw maju, Chi-loya terpaksa mundur dan duduk lagi di kursinya. Ia maklum bahwa si kasar ini bukan musuh Tok-sim Sian-li, akan tetapi ia juga sudah mengenal Hek-bin-houw yang tak mungkin dilarang,. Setidaknya ini merupakan selingan yang memberi kesempatan padanya untuk berpikir bagaimana nanti menghadapi Tok-sim Sian-li yang ia tahu amat lihai dan berbahaya itu.
"Silaman betina itu mencari keributan, dia lihai bukan main, bagaimana baiknya ?" bisiknya perlahan sekali kepada pengantin wanita di sebelah kirinya.
Isterinya mengangguk perlahan lalu berbisik kembali. "Dia memang lihai akan tetapi kita tak boleh takut Majulah, aku akan membantu, kita keroyok dia !"
Mendengar jawaban isterinya, Chi-loya bernapas lega, bersenyum kembali dan memandang ke arah Tok-sim Sian-li yang kini sudah berhadapan dengan Hek-bin-houw. Chi-loya kini tak takut lagi. Andaikata ia akan kalah dan mati, kalau di samping isterinya, ia akan rela !
Sementara itu, Hek-bin-houw yang telah berhadapan dengan Tok-sim Sian-li, setelah dekat baru ia melihat bahwa wanita itu sebetulnya sudah tua biarpun dari jauh masih nampak cantik sekali.
"Hemm. kau sombong dan centil, kiranya nenek - nenek keriputan. !" ia memaki dan dua jari kiri, telunjuk dan jari tengah, ia tudingkan ke arah hidung Tok-sim Sian-li. "Sikapmu menjemukan sekali seakan-akan di daerah Kwi-cu ini tidak ada orang pandai. Hayo kau boleh menari pedang, tuan besarmu hendak melihat. Kalau jelek kau boleh minggat dari si ........."
Belum habis ucapan Hek-bin-houw, tahu-tahu sinar pedang yang menyilaukan berkelebat ke arah leher orang kasar itu. Hek-bin-houw terkejut bukan main karena tahu bahwa sinar pedang itu luar biasa hebatnya. Ia cepat membuang tubuh ke belakang dan berjumpalitan, kemudian secara membabi-buta menghantamkan toyanya ke depan untuk melindungi diri.
Namun, dia memang bukan lawan Tok-sim Sian-li. Begitu pedang di tangan wanita itu bergerak menyambut toya, senjata toya itu putus menjadi dua ! Hek-bin-houw kaget hendak melompat ke pinggir, akan tetapi tangan kiri Tok-sim Sian-li bergerak memukul dengan gerakan berputar. Angin pukulan hebat menyambar dada Hek-bin-houw menjerit, terpental, muntahkan darah segar dan roboh tak bernapas lagi. Jantungnya telah pecah oleh pukulan Toat-sim-ciang (Tangan Pencabut Jantung) yang jahatnya bukan main !
Keadaan menjadi makin tegang dan para tamu mulai marah melihat pesta itu terganggu. Dua orang tamu, kakak beradik she Kwee yang sudah sering mendapat pertolongan Chi-loya yang mengangkat mereka dari keadaan yang amat miskin hampir kelaparan, melompat berdiri dan menyerang Tok-sim Sian-li dengan golok. Dua orang ini adalah murid - murid Min-kiang Lojin seorang kakek sakti yang hidup di lembah Sungai Min-kiang.. Ilmu golok mereka cukup kuat karena Min-kiang Lojin sebetulnya masih anak murid Bu-tong-pai.
Chi-loya kaget sekali dan hendak mencegah, akan tetapi terlambat. Terdengar suara ketawa Tok-sim Sian-li, suara ketawa yang merdu dan nyaring, akan tetapi suara ketawa ini mengandung tenaga khikang yang luar biasa. Memang selain ilmu pedangnya yang hebat. Tok-sim Sian-li masih memiliki ilmu pukulan Toat-sim-ciang dan di samping ini masih sering kali menggunakan ilmunya yang aneh, yaitu menyanyi atau tertawa yang kedengarannya merdu akan tetapi mengandung tenaga khikang dan lweekang yang dapat membuat lawan roboh atau kacau permainan silatnya ! Dua orang saudara Kwee itu begitu mendengar suara ketawa ini menjadi lemas kaki mereka dan sebelum mereika tahu apa yang terjadi, leher mereka sudah terbabat putus oleh pedang di tangan Tok-sim Sian-li ! Memang wanita ini sekali turun tangan, tentu menjatuhkan korban. Inilah sebuah di antara sebab - sebab mengapa ia dijuluki Tok-sim (Si Hati Beracun) !
"Tok-sim Sian-li iblis jahat, kau benar-benar terlalu sekali !" Chi-loya membentak marah, tubuhnya berkelebat dan rantai bajanya sudah menyambar tubuh Tok-sim Sian-li.
"Hi-hi-hi, orang she Chi. Hari ini aku akan merobah hari kawinmu menjadi hari matimu !" Tok-sim Sian-li tertawa - tawa mengejek dan dengan cepat ia mengelak sambil balas menyerang dengan pedangnya.
Tiba - tiba tampak berkelebatnya sinar pedang dan terdengar suara berkerincingan. Itulah sinar pedang di tangan pengantin wanita dan yang berbunyi adalah hiasan kepalanya yang bergerak-gerak sehingga batu - batu mutiara itu saling bertemu, suaranya nyaring bening.
Kembali Tok-sim Sian-li tertawa mengejek sambil menangkis pedang pengantin wanita itu.
"Bagus sekali, pengantin setia biarpun suaminya tua ! Kau mau mengantar suamimu ke neraka " Boleh, boleh sekali !" Pedang di tangan Tok-sim Sian-li bergerak cepat sekali dan di lain saat ia telah dikeroyok dua oleh sepasang pengantin itu ! Semua tamu baru sekarang melihat bahwa pengantin wanita itu malah lebih hebat kepandaiannya dari pada Chi-loya ! Dialah yang menandingi Tok-sim Sian-li bermain pedang, cepat dan hebat gerak - geriknya membuat para tamu melongo dan kagum. Namun, betapapun juga suami isteri itu masih belum mampu mendesak Tok-sim Sian-li yang memang lebih tinggi tingkat kepandaiannya.
Tiba - tiba terdengar seruan tertahan. Yang berseru ini adalah Wi Liong. Pemuda ini sejak tadi duduk menonton dan amat tertarik, sekarang ia menjadi pucat sekali. Gerak - gerik pedang di tangan nona pengantin itu !! Ia seperti sudah mengenalnya !
"Tok-sim Sian-li jangan menyebar maut. Akulah lawanmu !" Wi Liong yang berkhawatir kalau-kalau suami isteri itu celaka di tangan Tok-sim Sian-li. sekarang melompat maju dengan suling di tangannya.
"Takkk ....... !" Sekali sulingnya membentur pedang Tok-sim Sian-li wanita itu terhuyung mundur dan memandang kepada Wi Liong dengan mata terbelalak dan muka yang cantik itu tiba-tiba pucat. Setelah pemuda ini memegang sulingnya, barulah ia ingat kembali kepada pemuda ini yang pernah membikin dia sekawan dahulu kocar - kacir.
"Kau ......... ?" serunya gagap sambil mundur.
Akan tetapi seruannya ini lenyap ditelan suara seruan lain yang nyaring.
"Kau ......... masih hidup ......... " !" Dan hiasan kepala itu disingkapkan, terlihatlah muka yang cantik jelita, mata yang jernih akan tetapi pada saat itu dibuka selebar-lebarnya, muka seorang gadis muda yang memandang kepada Wi Liong dengan kaget dan heran. Muka itu menjadi pucat sekali dan iapun terhuyung akan roboh.
"Siok Lan...... !!" Wi Liong menjerit dan cepat memeluk tubuh yang terguling itu. Siok Lan pingsan dalam pelukan Wi Liong yang juga berdiri tidak tetap karena kedua kakinya menggigil saking tegangnya hatinya. Cepat ia mengurut punggung gadis itu dan seketika Siok Lan siuman kembali lalu menangis di atas dada Wi Liong !
Tentu saja keadaan ini menggegerkan para tamu. mereka kaget heran dan akhirnya menjadi bingung tidak tahu harus berbuat apa. Demikian pula Chi-loya, orang tua ini benar patut dikasihani karena ia hanya berdiri bengong memandang isterinya dengan bingung.
Sementara itu, Tok-sim Sian-li yang tadi marah sekali karena tangkisan suling membuat ia terhuyung - huyung, kini melihat Wi Liong memeluk Siok Lan yang menangis, cepat mengirim tusukan yang kalau mengenai tentu akan menembus tubuh Wi Liong dan Siok Lan.
"Takk ...... !" Tanpa menoleh, masih mendekap kepala Siok Lan di dadanya dengan mata dimeramkan. Wi Liong mengangkat tangan kiri yang memegang suling dan berhasil menangkis serangan pedang ini" !
"Siok Lan ....... !" kembali pemuda itu berbisik di dekat telinganya.
"Wi Liong, kau ....... kau yang terjungkal dalam jurang ....... kau masih hidup ........." Betul - betulkah ini, tidak mimpikah ......... ?" Siok Lan balas berbisik.
"Tidak Siok Lan, aku tidak mati. Thian masih melindungi aku, masih memperpanjang hidupku agar aku dapat mencarimu, dapat bertemu kembali dengan kau."
Chi-loya melangkah maju, suaranya menggeledek akan tetapi agak gemetar saking gelisahnya hatinya. "Siok Lan .......... ingat kau sekarang sudah menjadi isteriku, kita sudah ......... sudah bersembahyang di depan meja leluhur ........."
Mendengar ini, bagaikan baru sadar dari mimpi, Siok Lan merenggutkan kepala dan tubuhnya dari pelukan Wi Liong, lalu sambil terisak ia berkata.
"Wi Liong, apa yang ia katakan itu betul. Kau ........ kau pergilah ........."
Wi Liong yang menjadi pucat dan sepasang matanya basah air mata. memegang tangan gadis itu berkata memohon, "Siok Lan, masa kau begitu kejam " Bagaimana kau bisa sampai menjadi isterinya di luar tahu orang tuamu ....... ?"
Siok Lan menjatuhkan diri duduk di atas lantai sambil terisak - isak, hatinya bingung dan sedih bukan main. Wi Liong juga ikut duduk bersila di atas tanah sambil memegangi tangan kiri Siok Lan dengan tangan kanannya.
"Ceritakanlah Siok Lan. Ceritakan agar aku tidak mati penasaran ........."
Dengan terisak - isak Siok Lan mulai menuturkan pengalamannya, "Aku ........ aku dahulu melihat kau terjerumus ke dalam jurang, aku merasa berdosa dan aku ......... aku menyesal dan berduka-sekali ........."
Kembali angin serangan datang;, dan pedang Tok-sim Sian-li mencari kesempatan selaga dua orang itu mengobrol, mengirim bacokan ke arah kepala Wi Liong.
"Takkkk......... !" Seperti juga tadi, tanpa melihat sedikitpun ke belakang Wi Liong telah berhasil menangkis pedang itu dengan sulingnya membuat pedang terpental keras !
Baik Wi Liong sendiri maupun Siok Lan terus bersikap tak acuh terhadap keadaan di sekelilingnya, bercakap-cakap dan tidak menghiraukan serangan-serangan yang dilakukan oleh Tok-sim Sian-li terhadap Wi Liong.
"Thian tidak menghendaki kematianku, Lan-moi. Aku selamat dan aku mencarimu, berbulan-bulan lamanya. Siapa kira akan berjumpa di sini dan kau ......... kau tahu-tahu sedang melangsungkan ......... pernikahan ........."
Siok Lan menarik napas panjang, dan dua titik air matanya berhenti di atas sepasang pipinya yang pucat. Ia memandang Wi Liong, pemuda itu memandangnya dan dua pasang mata bertemu. mengeluarkan sinar mesra, menumpahkan perasaan hati dalam seribu bahasa tanpa kata-kata. Hanya tangan mereka yang berpegangan itu saling menggetarkan gelora hati masing-masing. melalui jari-jari tangan mereka.
"Aku menyesal sekali. Wi Liong koko aku menyesal sekali ........ akan tetapi apa hendak dikata" Aku tidak sengaja ........ semua salah nasibku yang buruk ........"
Kembali pedang Tok-sim Sian-li menyambar kali ini pedangnya menyambar dengan dahsyat dibarengi pukulan Toat-sim-ciang ke arah dada Wi Liong. Ia pikir inilah kesempatan baik sekali selagi pemuda itu seperti gila bercakap-cakap dengan Siok Lan, kalau bisa ia hendak membunuh pemuda ini yang amat berbahaya kelak, baik bagi dia maupun bagi kawan-kawannya.
Wi Liong sedang menumpahkan seluruh perhatiannya kepada Siok Lan, maka ketika ia merasa ada sambaran pedang, dengan jengkel karena terganggu, sulingnya ditangkiskan dengan tenaga dikerahkan, sedangkan dada yang menghadapi angin pukulan Toat-sim-ciang itu ia biarkan saja, hanya mengerahkan sinkang untuk menolaknya.
Akibatnya hebat. Tidak saja pedang di tangan Tok-sim Sian-li terpental, juga wanita itu terjengkang karena hawa pukulannya sendiri yang membalik, membuat dia hampir saja roboh
convert txt : http://www.mardias.mywapblog.com
kalau tidak cepat - cepat berjungkir balik sampai tiga kali ! Para tamu menjadi makin kagum akan kehebatan pemuda itu, sedangkan Chi-loya yang juga terpengaruh sekali oleh pertemuan aneh mengharukan itu, mencela keras.
"Tok-sim Sian-li, mengapa kau berlaku begitu curang " Kalau mau berkelahi kau tunggu sampai mereka habis bicara !"
Tok-sim Sian-li mendongkol, malu dan marah bukan main. "Heh-heh, orang she Chi kambing bandot tolol ! Isterimu dipermainkan orang, kau dihina habis- habisan dan aku membantumu membunuh dia, kau malah menghalangiku" Benar tolol !"
Muka Chi-loya sebentar pucat sebentar merah. Malunya bukan main melihat isterinya dipeluk-peluk dan saling berpegang tangan, bercakap - cakap dengan pemuda itu penuh kemesraan. Memang itu merupakan penghinaan yang luar biasa. Rantai baja di tangannya menggigil, siap hendak dipukulkan ke arah kepala Wi Liong. Akan tetapi Chi-loya adalah seorang yang mengutamakan kegagahan, tidak sudi ia menyerang orang yang tidak bersiaga.
"Aku tidak butuh bantuanmu. Ini urusanku sendiri, kau boleh pergi !"
"Manusia tak kenal budi, kalau begitu lebih baik kau mampus dari pada hidup terhina oleh isteri sendiri di depan umum !" Sambil berkata demikian, kini pedang di tangan Tok-sim Sian li menyerang hebat kepada Chi-loya !
Siok Lan yang sedang bercakap cakap dengan Wi Liong, melihat suaminya diserang, cepat melompat dan menangkis pedang Tok-sim Sian-li lalu balas menyerang. Wi Liong juga berdiri.
"Siok Lan, apakah dia mengganggumu " "
"Usir dia, membikin ribut saja mengganggu percakapan kita." jawab Siok Lan.
Wi Liong menggerakkan sulingnya dan sekaligus senjata istimewa ini melakukan tiga macam serangan yang amat sulit. Tok-sim Sian-li sibuk mengelak dan menangkis, akan tetapi serangan ketiga tidak dapat dicegah lagi mengenai pundaknya, perlahan saja akan tetapi cukup membuat lengan kanannya lumpuh dan ia tak dapat menggerakkan pedangnya lagi. Ia memang jerih terhadap Wi Liong, sekarang ia tahu bahwa melanjutkan pertempuran takkan mencuci mukanya. Ia melompat pergi sambil berseru.
"Bocah setan, akan datang saatnya aku membalas semua ini !"
Akan tetapi Wi Liong sudah menarik tangan Siok Lan dan diajak duduk lagi.
"Siok Lan apakah kau mencinta suamimu, Chi-loya itu ?" tanya Wi Liong, teringat betapa tadi Siok Lan membantu Chi-loya ketika diserang oleh Tok-sim Sian-Ii.
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siok Lan tidak menjawab, juga tidak memandang ke arah suaminya, akan tetapi ia mengangguk.
"Jadi kau tidak cinta padaku ?" pertanyaan itti terdengar sedih.
"Kau tahu aku mencinta padamu, dahulu, sekarang, kelak ......... selama-lamanya ......... "
"Kalau begitu hayo kita pergi dari sini berdua ....... selamanya ........."
Siok Lan menggeleng kepala. "Namamu akan rusak karenanya ........."
"Perduli apa " Orang - orang ini ........." ia mengembangkan kedua lengannya ke sekeliling, "atau orang - orang sedunia boleh mencelaku, boleh merusak namaku asalkan kau selalu berada di sampingku."
"Tidak bisa. Liong ko. tidak mungkin. Aku sudah menjadi isteri orang dan aku mencinta suamiku. Kau pergilah dari sini dan lupakan aku." Setelah berkata demikian. Siok Lan menangis lagi terisak - isak.
"Siok Lan, kau kejam .........setidaknya ceritakan bagaimana kau bisa menjadi isteri orang lain ......... betapa kejam kau, betapa mudah melupakan aku dan mencari pengganti ........."
"Jangan kau menyangka begitu, Liong ko. jangan. Sungguh mati, tadinya kuanggap kau sudah meninggal ketika terjerumus ke dalam jurang. Aku seperti gila, hidup kosong bagiku. Aku pergi tanpa tujuan sampai berbulan - bulan dan akhirnya aku tiba di daerah ini dalam keadaan jasmani lemah dan sakit - sakit sedangkan ingatanku juga bingung tidak karuan, lebih gila dari pada waras, lebih mati dari pada hidup karena aku lupa makan lupa tidur ........."
"Kasihan kau ........."
"Aku tentu akan menjadi korban orang-orang jahat atau binatang - binatang buas di dalam hutan sepanjang sungai di sebelah timur, kalau saja tidak muncul dia itu ......... "
"Chi-loya ............ " "
Siok Lan mengangguk. "Dia menolongku, merawatku penuh kesabaran, penuh kasihan dan cinta, ia sopan, hormat, mencinta dan aku merasa seperti hidup kembali dari kematian. Aku merasa berhutang budi kepadanya. Kuanggap hidupku sudah tamat semenjak kau ........ kukira mati, dan ada orang yang menghidupkan aku, menanam budi, sekarang aku hanya ingin membalas budinya selagi masih hidup ......... Liong-ko kau harus mengerti keadaanku ........." Siok Lan nampak sedih sekali.
Akan tetapi Wi Liong bangkit berdiri dengan marah. Ia menoleh ke arah Chi loya dan membentak keras,
"Bandot tua ! Sungguh tak bermalu ! Kau pura - pura menolongnya, berlaku baik padanya hanya untuk membujuknya menjadi isterimu. Jadi kau menolong untuk menanam budi agar ia terpaksa mau menjadi isterimu " Keparat ......... !"
"Wi Liong, jangan kau bilang begitu ! Dia betul - betul orang baik tidak seperti yang kau-sangka !" Siok Lan menjerit akan tetapi Wi Liong tidak perdulikan dia. Pemuda ini saking sedih dan kecewanya, menjadi mata gelap dan ia lalu menyerang maju hendak memukul Chi-loya.
Chi-loya sendiri hatinya sudah panas karena dibakar oleh Tok-sim Sian-li tadi. Kalau saja, ia tidak mendengar percakapan dua orang muda itu dan tahu bahwa di sini terdapat kesalah-fahaman tentu ia sudah menyerang Wi Liong. Ia tahu bahwa nasib buruk telah memisahkan dua orang muda yang saling mencinta itu dan hatinya tergerak. Ia hendak membiarkan persoalan itu dalam tangan Siok Lan. Biarlah gadis itu memilih jalannya sendiri. Andaikata Siok Lan memilih Wi Liong dan meninggalkannya, iapun tidak akan menghalanginya. Akan tetapi ternyata Siok Lan memilih dia dan sekarang pemuda itu marah-marah hendak menyerangnya. Tentu saja iapun lalu menggerakkan rantai bajanya menyambut serangan ini.
Berbareng pada saat itu. belasan orang gagah yang menjadi tamu Chi-loya, serentak maju mengeroyok Wi Liong. Dalam pandangan mereka Wi Liong terlalu kurang ajar. Selain menodai kehormatan keluarga Chi dengan sikap kurang ajar terhadap pengantin wanita, sekarang malah hendak membunuh Chi loya.
"Pemuda jahat jangan kurang ajar !" teriak mereka dan sebentar saja Wi Liong yang hendak menyerang Chi-loya sudah dikepung. Pertempuran hebat terjadi di ruangan itu.
Wi Liong mengamuk. Sebentar saja empat orang sudah roboh terkena totokan sulingnya. Dua orang lagi roboh terkena tendangan kakinya. Sungguh amat hebat sepak terjang pemuda ini. Biarpun ia sudah mata gelap karena marah, kecewa dan duka, namun watak dan sifatnya yang baik dan penuh welas asih itu masih menahannya, melarangnya membunuh orang secara sembarangan saja. Oleh karena itu, mereka yang ia robohkan tidak sampai tewas. Dengan muka merah Wi Liong mendesak maju terus dengan maksud merobohkan Chi-loya yang mungkin akan ia tewaskan karena hatinya penuh cemburu dan marah I
Para tamu yang maklum akan maksud pemuda itu membunuh Chi-loya. serentak maju membantu tuan rumah sehingga tidak mudah bagi Wi Liong untuk mendekati Chi-loya yang sudah siap berdiri tegak dengan rantai baja di tangannya. Dengan gemas Wi Liong kembali bergerak cepat sekali dan belasan orang roboh malang - melintang. Dengan lompatan jauh akhirnya ia berhadapan dengan Chi-loya !
"Bandot tua, kau hendak lari ke mana ?" bentaknya.
"Siapa yang akan lari" Pemuda hijau, hamba nafsu !" Chi-loya balas memaki dengan senyum sindir sambil memutar rantai untuk menjaga diri.
Wi Liong menggerakkan sulingnya dan menyerang maju. Dua orang tamu bertubuh kurus kering menyerangnya dari kanan kiri, akan tetapi segebrakan saja dua orang itu terpental ke kanan kiri. Mereka bangun dengan mulut melongo saking herannya. Mereka ini adalah sepasang saudara yang berjuluk Hong-pek (Malaikat Angin) dan Lui-kong (Malaikat Guntur) dan nama mereka sudah amat terkenal di daerah selatan. Akan tetapi begitu keserempet hawa pukulan pemuda ini, mereka terjengkang ! Siapa orangnya tidak menjadi terheran - heran "
Chi-loya bukannya orang lemah. Rantai bajanya merupakan senjata berat yang amat kuat dan sukar dilawan. Maklum bahwa pemuda ini memiliki kesaktian tinggi, ia memutar rantainya sambil mengerahkan segenap tenaga lweekangnya. Melihat suling kecil itu meluncur maju ia menyabet dengan rantainya, dengan gerakan sedemikian rupa sehingga ujung rantai dapat membelit senjata lawan.
Di luar sangkaannya, pemuda itu membiarkan saja ujung sulingnya terbelit rantai lawan. Chi-loya sudah menjadi girang sekali. Inilah sebuah di antara keistimewaannya, membelit senjata dengan rantai lalu mengerahkan tenaga sekuatnya untuk membetot dan merampas senjata lawan. Demikianlah, sambil memasang kuda kuda-kuat sekali ia berseru sambil menarik rantainya dengan gerakan mendadak.
Akan tetapi Wi Liong bukanlah orang yang dengan mudah begitu saja dapat dirampas senjatanya. Ilmu silatnya sudah terlalu tinggi kalau dibandingkan dengan Chi-loya, beberapa tingkat lebih tinggi. Maka. dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Chi-loya ketika tiba - tiba ada tenaga dahsyat sekali membuat ia melepaskan gagang rantainya ! Benar - benar sukar dimengerti dan aneh kalau dibicarakan Chi-loya yang menggunakan rantainya membelit suling dan dia yang mengerahkan tenaga membetot, eh. tahu-tahu malah rantainya sendiri yang terlepas dan terampas lawan! Sebelum ia dapat mengelak kakinya sudah diserampang oleh kaki Wi Liong sehingga tubuhnya terlempar dan roboh telentang.
"Bandot tua. bersiaplah kau untuk menghadap Giam-kun (Malaikat Akhirat)!" kata Wi Liong dan ia melangkah maju.
Tiba - tiba terdengar jerit mengerikan dan Wi Liong menahan langkah kakinya malah ia lalu mundur ketika melihat Siok Lan yang menangis tersedu- sedu itu sudah menubruk Chi-loya dan kini gadis itu menghadapinya dengan pedang di tangan dan air mata di pipi.
"Mau bunuh dia ......... " Mau bunuh suamiku ......... " Bunuhlah aku lebih dulu !"
Wi Liong menjadi pucat mukanya. Pukulan ini hebat sekali baginya. Siok Lan telah dihadapkan dua pilihan dan ternyata gadis itu memilih suaminya yang tua, malah sekarang hendak melawannya !
"Siok Lan ......... kau ......... kau lebih cinta padanya ......... ?"
"Tentu ! Bagaimana seorang isteri tidak mencinta suaminya" Thio Wi Liong, jangan harap kau akan dapat menjamah tubuh suamiku sebelum melalui mayatku ! "
Kedua kaki Wi Liong menggigil. Tadi ia masih ragu - ragu, masih mengira bahwa gadis itu mencintanya dan hanya karena kesusilaan belaka maka terpaksa tidak mau mengikutinya meninggalkan Chi-loya. Sekarang terbukalah matanya, jelas baginya bahwa cinta gadis ini terhadapnya hanya di bibir saja dan sekarang ternyata bahwa gadis itu lebih mencinta Chi-loya, malah bersedia mengorbankan nyawa untuk suaminya, rela menghadapinya sebagai lawan ! Ini terlampau hebat baginya dan tiba - tiba Wi Liong melihat keadaan sekelilingnya menjadi gelap menghitam, bumi yang diinjaknya serasa terputar - putar dan di lain saat ia sudah roboh pingsan !
Dengan tangan kanan memegang pedang terhunus dan air mata bercucuran di atas pipinya. Siok Lan menyuruh suaminya dengan suara lirih.
"Ikat kaki tangannya dan bubarkan para tamu !"
Melihat keadaan sudah begitu. Chi-loya tidak ada lain jalan kecuali menuruti kehendak isterinya. Ia memohon maaf kepada semua tamu dan minta mereka meninggalkan rumahnya, kemudian dengan ragu - ragu akan tetapi tidak berani membantah ia mengikat kaki tangan Wi Liong dan menyuruh pelayan - pelayannya mengangkat tubuh pemuda Itu ke dalam rumah. Setelah itu ia bersama isterinya memasuki rumah dengan hati tidak karuan.
Para pelayan hanya dapat saling pandang dengan bengong, lalu mengangkat pundak. Baiknya mayat kawanan kaki tangan pemerintah Mongol tadi sudah dibawa pergi kawan - kawan sendiri dan yang terluka juga sudah dibawa pulang oleh kawan - kawan mereka, maka para pelayan kini hanya tinggal membersihkan ruangan itu dan mencuci lantai yang terkena darah.
Wi Liong masih pingsan dan ia dibaringkan di atas dipan di ruangan tengah. Siok Lan dan Chi-loya duduk di atas kursi dekat dipan itu. Keduanya tidak bicara sejak tadi dan Chi-loya memandang kepaida isterinya dengan hati bingung, ia maklum bahwa isterinya amat mencinta pemuda sakti ini dan agaknya ia akan rela kalau isterinya mau pergi bersama Wi Liong. Akan tetapi, hatinya tidak mengijimkan. Ia sendiri amat mencinta isterimya dan terbayanglah semua, pengalamannya semenjak ia belum bertemu dengan Siok Lan sampai saat pernikahannya yang menjadi geger tidak karuan itu.
Dahulu pernah Chi loya yang sebetulnya bernama Chi Kian mempunyai seorang isteri akan tetapi isterinya meninggal dunia tanpa meninggalkan seorangpun keturunan. Telah banyak wanita yang dilihatnya, banyak pula yang mengharapkan menjadi isteri hartawan yang terkenal dermawan dan gagah perkasa ini sehingga dijuluki orang Wu-kiang Siauw-ong. Akan tetapi belum pernah ia menemui seorang wanita yang cukup berharga untuk dijadikan pengganti isterinya yang telah meninggal dunia.
Pada suatu hari, sebulan lebih yang lalu, ia menerima laporan dari penduduk sebelah timur sungai bahwa di dalam sebuah hutan yang lebat muncul rombongan perampok yang suka mengganggu penduduk. Mendengar laporan ini, Chi-loya yang berjiwa gagah cepat membawa rantai bajanya menyeberangi sungai menuju tempat itu. Ia memasuiki hutan seorang diri saja karena tidak mau membahayakan keselamatan pembantu - pembantunya yang tidak memiliki ilmu silat tinggi.
Dan apa yang ia dapatkan di dalam hutan liar yang masih termasuk wilayahnya ini " Seorang gadis cantik jelita yang gagah perkasa yang dengan sebilah pedang telah menewaskan tiga ekor harimau yang agaknya mengganggunya di tengah perjalanan, dan ketika ia tiba di situ sedang dikeroyok oleh belasan orang perampok ! Ia kagum bukan main menyaksikan ilmu pedang gadis itu dan sekali pandang saja ia maklum bahwa gadis itu memiliki ilmu silat yang tinggi, yang tidak kalah olehnya sendiri. Akan tetapi gadis itu pucat wajahnya dan gerak-geriknya lemah seperti orang sakit sehingga biarpun ia berhasil merobohkan beberapa orang perampok ia sendiri sudah amat lemah dan hampir roboh. Chi-loya lalu turun tangan membantu dan mengusir para perampok pada saat gadis itu roboh pingsan saking lelah dan lemahnya. Kemudian tanpa ragu-ragu lagi setelah melihat gadis itu benar benar menderita sakit deman hebat, ia memondong tubuh gadis itu dibawa pulang dan dirawat.
Gadis itu bukan lain adalah Siok Lan. Sampai hampir satu bulan Siok Lan menderita sakit hebat, terserang demam panas yang hampir saja membawa pergi nyawanya kalau saja Chi-loya tidak berusaha sekuat tenaga untuk menolongnya. Siang malam Chi-loya melayani dan merawat sendiri gadis yang sekaligus telah merampas hatinya itu. Ia memasak sendiri obat-obat untuk Siok Lan setelah mendatangkan sinshe (tukang obat) terpandai dari kota terdekat, menjaga dan merawat dengan kedua tangannya sendiri dengan penuh perhatian dan penuh kesabaran.
Siok Lan amat terharu menerima budi kebaikan yang luar biasa ini. Ia anggap dirinya sudah mati, setidaknya semangatnya untuk hidup sudah terbawa pergi oleh Wi Liong yang terjerumus di dalam jurang. Baginya, tidak ada yang lebih dinantikan selain kematian, kematian yang memungkinkan ia menyusul Wi Liong pemuda yang dikasihinya itu. Akan tetapi kini ia terikat lagi oleh dunia, terikat dengan budi yang amat besar yang dilimpahkan oleh Chi-loya kepadanya. Cinta kasih yang besar, yang suci dan tidak terdorong naf su semata dari hartawan itu mengharukan hatinya, membuat ta tidak tega untuk menolak ketika Chi-loya menyatakan perasaannya, meminangnya. Maka untuk sekedar membalas budi, ia menerima pinangan Chi-loya !
Semua ini terbayang di depan mata Chi-loya, juga terbayang di dalam benak Siok Lan ketika keduanya menjaga Wi Liong yang masih pingsan di atas dipan.
Setelah malam tiba dan keadaan menjadi sunyi, Siok Lan berkata kepada suaminya,
"Bawa dia ke sungai dan bunuh saja di sana, hanyutkan tubuhnya di sungai yang deras."
Chi-loya terkejut sekali mendengar ini, wajahnya sampai menjadi pucat.
"Siok Lan, apa artinya ucapanmu ini ?"
"Artinya, aku baru bisa menjadi isterimu kalau dia sudah tidak ada lagi di dunia ini seperti yang tadinya kukira" jawab Siok Lan tenang.
"Siok Lan, kau tahu bahwa aku mencintamu dengan seluruh jiwa ragaku. Akan tetapi biarpun tidak ada apapun di dunia ini yang ingin kumiliki seperti dirimu, aku lebih suka melihat kau bahagia biarpun harus kubeli dengan nyawaku. Kalau kau mencinta pemuda ini. kau boleh tinggalkan aku dan ikutlah dengan dia kalau memang itu yang kau kehendaki kalau memang itu yang akan membikin kau bahagia. Aku rela........."
"Tidak !" kata Siok Lan terharu. "Dengan berbuat begitu aku akan merusak penghidupan dua orang, dia yang akan cemar namanya dan kau yang akan menjadi berduka. Sudahlah, kaubawa dia dan kaubunuh dia, barulah keadaanku biasa kembali seperti kemarin sebelum dia muncul ! Kalau kau tidak mau melakukan ini, aku sendiri akan membunuhnya kemudian aku akan tinggalkan kau !"
Mendengar ketidaksabaran dan kejengkelan di dalam suara isterinya; Chi-loya tahu bahwa tidak ada pilihan lain baginya. Ia sudah cukup mengenal watak Siok Lan yang amat keras.
"Baiklah, kalau demikian kehendakmu." katanya kemudian menarik napas panjang. lalu mengenakan jubah panjang dan mengikatkan rantai baja di pinggangnya.
Siok Lan menghampiri tubuh Wi Liong yang masih telentang pucat di atas dipan, membungkuk dan memberi ciuman tanpa malu - malu lagi penuh keharuan pada kening pemuda itu
"Bawalah, bunuhlah ........." katanya perlahan dan air matanya bercucuran turun ketika ia memandang suaminya yang tinggi besar itu, yang sudah melangkah keluar dengan cepatnya sambil memondong tubuh Wi Liong.
Siok Lan berdiri terus di ambang pintu, pucat seperti mayat, tidak bergerak seperti patung. Hanya air matanya yang bergerak, seperti batu-batu giok berjatuhan di atas pipinya tanpa dirasa dan diusapnya. Seakan-akan, semangatnya terbang mengikuti tubuh Wi Liong yang dipondong pergi oleh suaminya,. Ia yakin betul bahwa Chi-loya pasti akan memenuhi permintaannya, pasti akan membunuh Wi Liong sebagaimana yang dipintanya. Ia tahu betapa besar cinta kasih orang tua itu kepadanya.
Setelah semalaman gadis itu berdiri di pintu. Menjelang pagi, sesosok bayangan berkelebat dan masuklah Chi-loya berkerudung baju panjangnya karena pagi itu dingin sekali. Wajahnya nampak gembira akan tetapi menjadi terkejut dan cemas melihat isterlnya berdiri di ambang pintu.
Dipeluknya Siok Lan. dirangkul dan ditanya penuh kasih sayang, "Mengapa kau masih di sini dan belum tidur ?"
Siok Lan menatap wajahnya, mencari - cari dengan pandang mata untuk menjenguk isi hati suaminya, berkata lirih, "Sudah........." "
Chi-loya hanya mengangguk, menarik lengan gadis itu memasuki rumah, menutup pintu. "Kau seharusnya sudah tidur, berdiri di luar bisa masuk angin." kata Chi-loya sambil merangkulnya.
Siok Lan diam saja, malah merebahkan kepala di dada suaminya sambil menangis terisak - isak. Chi-loya menggeleng-gelengkan kepala, menarik napas dan mengelus - elus rambut yang halus hitam itu untuk menghibur hati isteri yang amat dicinta itu.
My Name Red 12 Goosebumps - 2000 15 Sekolah Jerit Suka Suka Cinta 2
Ia menjadi tercengang ketika memasuki ruang an besar di rumah itu. Luar biasa terangnya dan luar biasa mewahnya. Para gadis berpakaian seperti pelayan - pelayan keraton kaisar, cantik-cantik dan gesit-gesit melayani Thai-houw dengan amat hormat. Tempat tinggal suhunya di Pek-go-to juga mewah, juga selir-selir suhunya cantik - cantik, akan tetapi dibandingkan dengan keadaan di sini, masih kalah jauh,
Kui-bo Thai-houw membawanya ke dalam sebuah kamar besar yang indah dan mengambil tempat duduk di atas kasur yang ditilami sutera-sutera merah berkembang emas yang memenuhi sebagian kamar itu. Bantal - bantal sutera berkembang tersusun di situ. Ketika Thai-houw menjatuhkan diri duduk di atas kasur yang empuk, empat orang gadis berbaju kuning segera melayaninya, menyusun dua bantal di belakang punggungnya sehingga Thai-houw dapat duduk enak. Thai-houw lalu memangku sebuah bantal bundar dan berkata halus kepada Kun Hong yang masih berdiri membungkuk dengan hormat,
"Orang muda, kau duduklah."
Kun Hong bingung. Di mana ia harus duduk " Dengan canggung iapun lalu duduk di atas lantai dengan kedua kaki ditekuk ke belakang. Kui-bo Thai-houw mengeluarkan suara ketawa perlahan dan empat orang gadis cantik berbaju kuning itupun tersenyum-senyum.
"Lantai bukan tempat duduk. Pelayan Hijau, layani tamu !" kata nenek itu.
Bagaikan peri-peri kahyangan, muncul empat orang gadis lain yang berpakaian serba hijau, cantik - cantik manis seperti empat yang berbaju kuning itu. Mereka itu segera menghampiri Kun Hong. menariknya bangun dan menuntunnya duduk di atas kasur pula menghadapi Thai-houw. Dari tarikan tangan mereka yang halus-halus Kun Hong mendapat kenyataan bahwa mereka itu tidaklah sehalus orang kira, melainkan di balik kehalusan itu bersembunyi tenaga lweekang tingkat tinggi !
Lalu datang berganti-ganti pelayan-pelayan cantik menghidangkan makanan dan minuman serta, buah-buahan yang segar. Anehnya, mereka ini semua merupakan barisan dari empat orang. Setiap datang empat orang dan hanya warna pakaian mereka yang macam - macam, ada yang serba kuning, serba hijau, serba merah, serba putih. serba biru dan lain - lain. Benar - benar mendatangkan suasana yang riang gembira dan amat indah, seakan-akan mereka itu bunga-bunga memenuhi taman dan gerakan-gerakan mereka begitu halus dan indah seperti penari - penari ulung ! Kun Hong maklum bahwa mereka dapat bergerak demikian ringan hanya karena mereka memiliki ginkang yang tinggi maka ia menjadi makin kagum. Para wanita yang tinggal bersama Thai Khek Sian di Pek-go-to juga rata- rata memiliki kepandaian tinggi, akan tetapi agaknya masih kalah oleh pelayan - pelayan ini.
"Orang muda. sekarang kau ceritakan semua tentang dirimu dan tentang gurumu, mengapa kau bermusuhan dengan ayahmu Beng Kun Cinjin dan mengapa pula kau datang mencariku," kata, Kui-bo Thai-houw sambil menatap wajah di depannya yang tampan itu.
"Teecu bernama Kun Hong, semenjak kecil kehilangan ibu yang telah dibunuh oleh Beng Kun Cinjin ........."
"Aahhh. jadi kau anak Kiu Hui Niang ?" Thai-houw itu memotong.
Kun Hong merasa heran mengapa wanita ini tahu akan hal itu. "Betul kata-kata Thai-houw. teecu anaknya. Kemudian teecu diangkat anak atau dipelihara oleh Seng-goat-pian Kam Ceng Swi dari Kun-lun-pai. Akhirnya teecu bertemu dengan suhu Thai Khek Sian dan diambil murid sampai teecu dewasa. Karena inilah maka teecu dimusuhi oleh Kun-lun-pai dan pada suatu hari beberapa bulan yang lalu, dengan curang orang-orang Kun-lun-pai menangkap teecu dan melukai teecu dengan pukulan Im-yang-lian-hoan. Baiknya teecu sudah diobati oleh Liong Tosu dan oleh ......... Beng Kun Cinjin sendiri yang tadinya teecu tidak tahu bahwa dia ayahku sendiri. Teecu sudah sembuh dari luka pukulan itu., akan tetapi menurut Liong Tosu kalau teecu tidak diobati dengan Im-yang-giok-cu, umur teecu takkan panjang lagi. Oleh karena itu teecu mohon pertolongan Thai-houw untuk memberi obat Im-yang-giok-cu kepada teecu ........."
Kui-bo Thai-houw mengangguk - angguk mendengar penuturan singkat ini. Dia adalah bekas selir dari Kerajaan Sung Selatan, tentu saja ia tahu akan segala apa yang terjadi di kota raja. Biarpun ia sudah mengasingkan diri, namun ia masih selalu ingin tahu apa yang terjadi di utara dan selatan malah ia ingin tahu juga apa yang terjadi di kota raja utara di mana Kaisar Bangsa Mongol memegang kekuasaan. Oleh karena itu ia juga mendengar tentang Beng Kun Cinjin. seorang hwesio yang roboh oleh kecantikan Kiu Hui Niang dan kejadian kejadian selanjutnya ia ikuti dengan hati tertarik.
Dahulunya Kui-bo Thai-houw adalah selir Kaisar Sung Selatan yang terkasih. Akan tetapi setelah dijadikan kekasih nomor satu oleh kaisar, dia mempunyai hati murka, ingin merobohkan kedudukan thai-houw (permaisuri). Pelbagai jalan ia lakukan untuk merobohkan kedudukan permaisuri agar dia sendiri dapat diangkat menjadi permaisuri nomor satu ! Akan tetapi gagal malah kalau ia tidak berkepandaian tinggi tentu ia sudah tertangkap dan dihukum mati. Kegagalan ini membuat dia menjadi putus asa dan kecewa sekali, menyinggung batinnya mengganggu ingatannya. Semenjak itu, ia menghilang dan tahu - tahu di Pulau Ban mo-to muncul seorang wanita cantik berilmu tinggi yang memakai julukan Thai-houw (Permaisuri) ! Dengan kepandaiannya yang tinggi, Kui-bo Thai-houw ini mengumpulkan harta kekayaan dan benar - benar hidup seperti seorang permaisuri di pulau itu. Akan tetapi ia diam-diam selalu suka bermenung duka karena hidupnya "amat sunyi", tidak ada suami tidak ada anak !
Sekarang bertemu dengan Kun Hong tergerak hati nenek tua ini. Pemuda yang amat tampan ini menarik hatinya. Kalau saja ia bisa mempunyai kawan hidup seperti pemuda ini, tampan dan gagah, sebagai kekasih atau sebagai anak baginya sama saja ! Kun Hong sama sekali tidak tahu apa yang terkandung dalam kepala wanita itu dan apa yang tersembunyi di balik sinar matanya yang masih bening dan tajam.
Kui-bo Thai-houw tersenyum manis mendengar penuturan Kun Hong.
"Anak baik, jangan kau khawatir. Semua maksudmu akan tercapai ......... semua kataku, asalkan kau menuruti kehendakku. Jangan khawatir mengobati lukamu apa susahnya " Membunuh Beng Kun Cinjin apa sukarnya " Jangankan hanya mengalahkan Tai It Cinjin dan kesemuanya urusan - urusan tak berarti itu, biarpun kau ingin merebut tahta kelak akan tercapai kalau aku berada di sampingmu ........ " Wanita itu lalu tertawa merdu sekali tanpa membuka mulutnya. Kun Hong menjadi bingung dan meremang bulu tengkuknya. Kata-kata wanita ini seperti bukan ucapan orang waras !
Kui-bo Thai-houw menoleh kepada pelayan baju merah. "Ambil guci terisi Liong-hiat-ciu (Arak Darah Naga) dan cawan emas ! "
Empat orang gadis berpakaian merah bergerak cepat. Kaki mereka, seperti pelayan - pelayan lain, tidak kelihatan, tersembunyi di dalam baju yang panjang sampai terseret di atas lantai yang mengkilap bersih. Karena mereka tidak kelihatan menggerakkan kaki mereka itu meluncur maju seperti terbang saja !
Tak lama kemudian mereka sudah muncul lagi, seorang membawa sebuah guci berwarna hijau indah sekali dan seorang pula membawa sebuah menampan perak di mana terletak dua buah cawan merah berukirkan burung - burung sedang bercumbuan. Indah bukan main, merupakan barang berharga yang kiranya hanya dapat ditemui dalam istana kaisar atau rumah gedung bangsawan dan hartawan besar.
Dengan gerakan lemah gemulai empat orang nona baju merah itu menurunkan guci menaruh cawan - cawan itu di depan Kun Honjg dan Thai-houw. Kun. Hong duduk tak bergerak, kagum sekali dan hatinya berdebar. Ia mencium bau harum yang lain lagi dari nona nona baju kuning dan baju hijau. Agaknya tidak hanya warna pakaian dan tugas pekerjaan yang berbeda bahkan minyak wangi yang dipakaipun berbeda - beda !
Akan tetapi bau sedap yang keluar dan pakaian empat orang nona baju merah itu segera lenyap dan kalah oleh bau harum yang keluar dari arak ketika minuman berwarna merah darah itu dituangkan oleh jari - jari tangan halus itu ke dalam cawan emas. Kun Hong memandang ke arah cawan emas di depannya. Timbul rasa muak kalau dia melihat warna arak itu karena merah seperti darah betul.
Agaknya Kui-bo Thai-houw dapat membaca pikirannya, maka sambil tersenyum wanita itu berkata. "Jangan kau sembarang sangka. Arak ini disebut Liong-hiat-ciu karena memang betul-betul digunakan darah naga sebagai campuran. Akan tetapi biarpun darah naga, rasa arak ini tidak kalah oleh arak Nan-cang yang sudah disimpan ratusan tahun !"
Nenek itu lalu mengeluarkan sehelai kantong sutera kuning yang disulam sepasang naga berebut mustika, ia membuka kantong itu dan silau mata Kun Hong ketika melihat batu - batu kemala yang amat indah ada yang putih ada merah, biru. kuning dan kesemuanya merupakan kumpulan batu yang amat indah dan mahal. Kui-bo Thai-houw mengeluarkan sebutir batu kemala yang warnanya kehijauan. Dengan hati - hati ia memasukkan batu giok itu ke dalam cawan arak Kun Hong. lalu katanya perlahan.
"Kau lihat, arak ini bukan sembarang arak giok (batu kemala) inipun bukan giok sembarangan Bisa mencair di dalam arak Liong-hiat-ciu ini. Nah sekarang sudah mencair, hayo kita minum !" la mengangkat cawannya sendiri dan memberi isyarat supaya Kun Hong minum araknya yang sudah dicampuri batu kemala hijau yang mencair tadi.
Kun Hong tidak berani membantah. Ia maklum bahwa wanita ini jauh lebih tinggi ilmunya dari padanya dan apapun yang akan kita lakukan, ia sudah berada di tangan Kui-bo Thai-houw, tidak ada artinya membangkang. Lagi pula. bukankah dia datang untuk minta tolong " Orang sudah berlaku baik menerimanya dengan segala kehormatan. Tak mungkin dengan minuman arak dicampur kemala itu Kui-bo Thai-houw akan bermaksud jahat. Kalau memang hendak mencelakakan dia apa sukarnya bagi wanita ini " Apa perlunya mesti menggunakan minuman beracun seperti kelakuan penjahat - penjahat kecil yang rendah " Dengan pikiran ini. tanpa ragu - ragu lagi Kun Hong mengangkat cawan emasnya dan minum arak merah itu sekali tenggak. Terdengar suara ketawa tertahan dari seorang nona baju merah ketika ia minum arak itu ditenggak habis sekaligus.
Kui-bo Thai-houw juga mendengar suara ketawa ini karena tiba - tiba setelah menghabiskan araknya ia menoleh dan sepasang matanya memandang seorang di antara empat nona baju merah itu dengan pandang mata berapi !
Gadis baju merah itu tiba-tiba menggigil mukanya yang manis menjadi pucat dan ia menjatuhkan diri berlutut di depan Kui-bo Thai-houw sambil berkata lemah.
"Mohon ampun. Thai-houw ........."
Kui-bo Thai-houw mengeluarkan senyum mengejek, alisnya tetap berkerut dan ia berkata, halus akan tetapi mendesis seperti ular marah,
"Kau berani mentertawakan kami ya" Hayo keluarkan hatimu, hendak kulihat bagaimana besarnya maka kau seberani itu !"
Kun Hong setelah minum arak bercampur batu giok itu merasa tubuhnya ringan dan enak sekali. Ada sesuatu yang mendorongnya untuk tertawa - tawa dan bergembira seperti orang mabok. Ia mengerahkan tenaga melawan desakan ini dan tetap tinggal diam dan tenang. Akan tetapi melihat kejadian di depannya itu ia menjadi heran dan bingung. Ia tidak tahu apa artinya perintah terakhir itu dan hatinya berdebar, siap untuk menolong nona baju merah itu kalau hendak dicelakakan.
Ia melihat nona itu mengeluarkan isak tertahan mendengar perintah ini dan tiga orang nona baju merah yang lain berlutut dengan tubuh gemetar. Juga nona-nona rombongan baju berwarna lain yang berada di situ pada pucat mukanya namun tidak berani berkutik. Kemudian terjadi hal yang agaknya takkan dapat dilupakan oleh Kun Hong selama hidupnya.
Ia melihat nona baju merah itu tiba - tiba bangun berdiri dan mulai menanggalkan baju atasnya, dilepaskannya semua begitu saja di depan Thai-houw, berarti di depan matanya juga. Tak lama kemudian nona itu sudah berdiri dengan tubuh bagian atas telanjang sama sekali dan di tangan kanannya memegang sebilah pisau pendek yang berkilauan saking tajamnya. Kemudian, tanpa mengeluarkan kata - kata lagi, gadis itu menusukkan pisau ke dadanya yang berkulit putih itu. membelek dan tangan kirinya bergerak cepat dimasukkan ke dalam dada melalui luka lalu merenggut sebuah jantung yang masih berlumur darah ! Kemudian tubuh itu roboh tak bernapas lagi di depan Kui-bo Thai-houw dan Kun Hong !
Kui-bo Thai-houw memberi aba - aba keras dan seorang nona baju merah yang lain telah menyambar jantung yang berada di tangan kiri kawannya yang sudah mati itu, lalu memberikannya kepada Thai-houw. Tanpa banyak cakap nenek ini lalu merobek jantung menjadi dua dan memasukkannya ke dalam cawan araknya dan cawan arak Kun Hong. Nona baju kuning yang diberi perintah lalu memenuhi lagi cawan - cawan itu.
Kun Hong melompat berdiri, mukanya pucat sekali dan berpeluh. Ia berdiri memandang mayat nona baju merah yang setengah telanjang itu dengan mata terbelalak.
"Ini ......... ini ......... terlalu sekali........ keji ......... !" katanya gagap.
Tiba - tiba ia merasa tangannya ditarik ke bawah yang memaksanya duduk kembali dan terdengar suara lirih halus.
"Kun Hong kau duduklah kembali yang enak !"
Pemuda itu terduduk dan aneh sekali, kepalanya mulai berputar-putar rasanya dan semua yang nampak di situ berputaran. Akan tetapi ia tidak merasai sesuatu yang tidak enak malah tubuhnya terasa nyaman sekali. Ia masih dapat mendengar Thai-houw memberi perintah dan nona-nona dalam berbagai macam pakaian berwarna itu hilir - mudik dengan cepat membawa pergi mayat nona baju merah dan membersihkan lantai. Minyak wangi disiram di lantai mengusir bau darah yang amis.
"Kun Hong. Liong-hiat-ciu dan jantung anak dara merupakan obat yang amat mujarab guna memperoleh usia panjang. Minumlah" Dalam ucapan terakhir ini terkandung pengaruh begitu luar biasa kuatnya sehingga seperti dalam mimpi Kun Hong minum arak dari cawannya. Terasa sesuatu yang manis dan hangat-hangat. Kemudian ia teringat dan membelalakkan mata berusaha sekuat tenaga untuk menguasai pikirannya.
"Thai-houw. mana Im-yang-glok-cu " Yang kuminum tadi bukan Im-yang giok-cu karena menurut pendengaranku, Im-yang-giok-cu harus dimakan dengan ramuan obat ........" Biarpun ia berada di bawah pengaruh obat luar biasa, kecerdikan Kun Hong tidak menjadi lenyap, maka ia masih bisa menggunakan akal untuk memancing.
Kui-bo Thai-houw tertawa merdu. "Kau kira begitu mudah aku melepaskan Im-yang-giok-cu. biarpun itu untuk menyambung nyawamu" Harus kulihat dulu apakah nyawamu itu berguna bagiku atau tidak. Yang kau minum adalah Liong-hiat-ciu yang dapat melemahkan kemauanmu dan semenjak saat ini kau harus tunduk kepada segala kehendakku. Kalau kelak kau ternyata seorang anak baik, mudah saja mengobatimu dengan Im-yang-giok-cu. Pantas tidaknya kau tetap untuk hidup tergantung dari kau sendiri selama berada di sampingku Wanita itu tertawa lagi dan Kun Hong yang hendak melompat karena marah dan merasa tertipu itu tiba - tiba merasa tubuhnya kehilangan semua tenaga. Pandang matanya kabur dan tanpa ia sadari ia telah terguling dan kepalanya rebah di atas pangkuan Kui-bo Thai-houw.
Kun Hong bermimpi atau hidup seperti dalam mimpi. Ia seperti lupa akan segala, tidak mempunyai kemauan lagi. Tahunya bahwa ia harus tunduk, taat. dan setia kepada Thai-houw yang kadang - kadang bersikap sebagai kekasihnya, kadang - kadang pula sebagai ibunya ! Ia hidup dalam dunia yang aneh penuh keganjilan, penuh keseraman, penuh keindahan dan kesenangan. Ia disebut Thai-cu (pangeran) dan diperlakukan sebagai pangeran pula, semua gadis - gadis ayu berpakaian aneka warna itu menjadi hambanya, menjadi pelayannya ! Juga empat orang wanita kembar yang aneh dan lihai itu menjadi pelayannya ! Ia hanya tahu bahwa Thai-houw amat baik kepadanya, memberi pelajaran ilmu silat yang aneh sehingga kepandaiannya maju pesat, dan memberi obat Im-yang-giok-cu kepadanya beberapa bulan kemudian setelah ia betul - betul dianggap sebagai anak dan ....... sebagai kekasih !
Kita tinggalkan dulu Kun Hong yang hidup seperti di lain dunia dalam keadaan setengah sadar di bawah pengaruh obat perampas ingatan, hidup dalam keadaan mimpi di bawah kekuasaan Kui-bo Thai-houw, tokoh yang benar - benar hebat mengerikan dan luar biasa kejamnya itu.
Sudah lama kita meninggalkan Wi Liong. Seperti telah dituturkan di bagian depan, setelah berhasil merenggut nyawa Siok Lan dari bahaya maut ketika gadis itu hendak membunuh diri dan terjun ke dalam jurang, Wi Liong sendiri tak dapat menolong diri dan kaitan kakinya pada akar pohon terlepas membual tubuhnya melayang turun ke dasar jurang ! Sudah diceritakan pula betapa Kwa Cun Ek yang merasa berterima kasih kepada pemuda itu menuruni jurang dan mencari - cari. akan tetapi tidak menemukan tubuh pemuda itu, hanya melihat bekas darah dan robekan pakaian. Kwa Cun Ek pulang dengan hati duka mengira bahwa pemuda penolong puterinya itu tentu sudah tewas dan mayatnya digondol binatang buas. entah harimau entah ular besar.
Betul demikiankah keadaan Wi Liong, seperti yang dikirakan oleh Kwa Cun Ek " Betulkah Thio Wi Liong, pemuda perkasa dan berhati mulia itu sudah tewas dalam keadaan mengerikan " Memang kadang-kadang nasib mempermainkan manusia dan sering kali terjadi hal - hal yang dalam anggapan manusia dan menurut perhitungan manusia seperti tidak adil nampaknya. Banyak manusia berhati baik bernasib buruk dan sebaliknya orang-orang berhati buruk bernasib baik. Memang pekerjaan Thian penuh rahasia yang taik dapat ditembusi oleh akal budi manusia sebagian besarnya sehingga nampak janggal. Akan tetapi kali ini Thian betul - betul masih melindungi orang baik, dalam hal ini Thio Wi Liong.
Kalau dipandang sepintas lalu, memang tak masuk akal sekali kalau seorang manusia jatuh ke dalam jurang itu tidak kehilangan nyawanya. Jurang itu amat dalam lagi di bawahnya terdapat tetumbuhan liar dan batu - batu karang yang keras. Sekali tubuh manusia jatuh menimpa batu-batu itu pasti akan hancur lebur.
Akan tetapi apa yang terjadi dengan Wi Liong " Ketika tubuhnya melayang ke bawah, ia merasa sesak tak dapat bernapas dan ia menjadi pingsan karenanya. Tubuhnya tertumbuk-tumbuk akar dan batu, terlempar ke kanan kiri dan pakaiannya robek - robek. Justeru pakaian yang robek-robek inilah yang menolong nyawanya. Pakaian yang robek itu melambai-lambai ketika ia jatuh dan kebetulan sekali, kita hanya bisa memakai kata kebetulan karena kekuasaan Thian demikian anehnya sehingga kata-kata yang sesuai bagi manusia hanyalah "kebetulan", ujung pakaian itu mengait kayu pohon yang menonjol keluar di tebing jurang dekat dasar. Tubuh Wi Liong tersentak, terputar-putar akan tetapi justru ini membuat "ikatan" pakaiannya dengan kayu pohon itu menguat dan mencegah kejatuhannya ke bawah. Demikianlah, Wi Liong "tergantung" di kayu pohon itu dalam keadaan pingsan !
Aneh,, bukan " Tidak, tidak aneh setelah kita mengetahui sebab - sebabnya. Di situ ada kayu pohon menonjol, baju Wi Liong terbentur - bentur sampai robek - robek dan "kebetulan" menyangkut kayu itu. Tidak aneh, hanya kebetulan ! Dan kebetulan inipun tidak aneh karena selama hidupnya dia adalah seorang pemuda yang berhati baik dan berpikiran bersin.
Ketika ia siuman kembali, pertama-tama yang terasa oleh Wi Liong adalah tubuhnya yang sakit -sakit, ia mengerang perlahan dan menggerakkan tubuhnya. Akan tetapi sukar digerakkan dan ia merasa seakan-akan kedua tangannya terbelenggu. Ketika ia membuka mata dan kesadarannya sudah pulih betul, barulah ia tahu bahwa tubuhnya tergantung di udara pada ujung kayu pohon, bajunya dari bawah sampai leher tergulung ke belakang di kayu itu sehingga kedua tangannya seperti ditekuk ke belakang. Ia tergantung tak jauh dari dasar jurang hanya lima enam kaki lagi".
Wi Liong bergidik. Sekarang terbuka matanya dan tahulah ia bahwa nyawanya tertolong pada detik - detik terakhir. Kemudian ia teringat kepada Siok Lan. Wi Liong tersenyum ! Memang ada betulnya juga kalau orang bilang bahwa orang muda yang bercinta itu sudah miring otaknya ! Buktinya si Wi Liong ini. diri sendiri berada dalam keadaan seperti itu, lebih mati dari pada hidup kok masih bisa tersenyum begitu teringat kepada Siok Lan ! Ia tersenyum karena girang ketika teringat bahwa ia telah dapat menolong gadis itu dari bahaya maut. Akan tetapi tiba-tiba mukanya yang berseri itu berubah, malah dua titik air mata turun ke atas pipinya, bibirnya berbisik,
"Bu-beng Siocia ...... Sok Lan ...... ah, manusia tolol kau !"
Dengan gemas sekali Wi Liong menggerakkan kedua tangan memberontak, tangan kanan dipakai menampar kepalanya sendiri. Oleh gerakan ini bajunya yang menyangkut kayu menjadi robek dan ia jatuh ke bawah, baiknya tidak tinggi dan ia terguling ke atas rumput becek dan basah.
Gila tidak " Memang orang muda yang di-mabok cinta suka melakukan perbuatan - perbuatan yang gila, lucu, dan......... mengharukan. Betapa tidak " Lihat saja Wi Liong itu. Pemuda tampan ganteng, berkepandaian tinggi sebagai murid tunggal Thian Te Cu. Gagah perkasa dan berwatak budiman, sekarang seperti anak kecil atau seperti orang yang miring otaknya, bergulingan di atas rumput becek sambil menangis dan menyebut-nyebut nama Bu-beng Siocia dan Siok Lan !
"Aku harus mencari dia, aku harus minta ampun kepadanya ....... ah. Siok Lan ....... aku ......... aku menolakmu karena tidak tahu bahwa kaulah Bu-beng Siocia ......" Wi Liong bangun berdiri tapi terguling pula karena pahanya terasa sakit sekali. Ia meraba pahanya dan ternyata pahanya terluka berdarah.
Ia tersenyum ! Siok Lan yang melukainya dengan pedang. Dia tentu mau mengampuniku. dia sudah melukaiku. Tapi aku tak boleh sembrono, harus mencari perantara. Suhu ......... " Ah, suhu mana mau mencampuri urusan perjodohan " Paman Kwee " Ah, justeru paman Kwee yang sudah memutuskan pertunangan itu.
Demikianlah, sambil merawat lukanya Wi Liong melakukan perjalanan keluar dari tempat itu, memasuki hutan dan mengembara di dalam hutan seperti orang yang kehilangan ingatannya. Pakaiannya compang - camping, mukanya kurus kotor dan ia hanya makan buah - buah kalau perutnya sudah tak tertahankan lagi laparnya.
Ia mengembara terus sampai beberapa pekan tanpa tujuan tertentu karena ia selalu masih merasa bimbang. Hatinya ingin sekali ia mendatangi rumah Kwa Cun Ek di Poan-kun untuk menemui Siok Lan dan minta ampuni, akan tetapi ia bergidik kalau teringat betapa gadis itu akan menjadi marah - marah melihatnya. Bagaimana kalau Siok Lan mengambil keputusan pendek membunuh diri lagi kalau melihat ia datang "
Akhirnya ia menguatkan hatinya dan pergilah Wi Liong ke Poan-kun. Kakinya gemetar gelisah ketika ia berjalan memasuki pekarangan depan rumah kekasihnya itu. Mulut dan tenggorokannya terasa kering sehingga beberapa kali ia menelan ludah untuk menenangkan hatinya. Rumah itu sunyi saja. Ia naik anak tangga dan tiba di ruangan depan. Semua pintu dan jendela tertutup, ia makin heran dan maju ke pintu diketuknya pintu itu. Sunyi saja. Diketuknya lagi agak keras.
Terdengar tindakan kaki di sebelah dalam.
Wi Liong mundur tiga tindak dan jantungnya berdebar-debar keras. Siapakah yang akan keluar " Kwa Cun Ek, Tung-hai Sian-li, ataukah Siok Lan sendiri " Ia melirik; pakaiannya dan tiba - tiba merah mukanya, Bagaimana perasaan Siok Lan kalau melihat keadaannya seperti pengemis itu " Cepat- cepat secara otomatis ia membetulkan letak topinya yang selama ini miring di kepalanya tanpa diperdulikan.
Gesit - gesit suara pinlu dibuka dari dalam dan ....... seorang pelayan laki - laki sudah tua muncul, memandang kepada Wi Liong penuh selidik.
"Mencari siapa ?" tanyanya kurang hormat karena keadaan Wi Liong dengan pakaiannya yang tidak karuan itu memang tidak bisa memancing penghormatan orang.
Kembali lagi darah Wi Liong yang tadinya sudah meninggalkan mukanya dalam ketegangannya menanti siapa yang akan muncul di depannya. Kembali lagi ketenangannya yang tadi sudah terbang pergi entah ke mana.
"Lopek, aku mencari Kwa-lo-enghiong...... " katanya.
"Tidak ada orang ........ tidak ada orang sama sekali di rumah. Semua pergi, mula - mula siocia, lalu hujin lalu Kwa-loya sendiri ........ hanya ada aku yang menjaga rumah" jawab pelayan itu.
Kembali Wi Liong pucat mukanya, kini pucat karena gelisah. Ke mana mereka itu pergi dan kenapa pula pergi "
"Lopek. ke mana mereka pergi dan kenapa ?" Mulutnya meniru suara hatinya, dengan suara perlahan agak gemetar.
"Siapa tahu" Kwa-loya tidak menanggalkan apa-apa kecuali harus menjaga rumah baik-baik. Kau siapakah mau tahu segala urusan " "
Wi Liong menarik napas panjang, tidak tahu harus menjawab apa dan pelayan itu nampak marah karena diganggu, tanpa berkata apa-apa lagi lalu membanting daun pintu di depan hidungnya. Wi Liong berdiri seperti patung untuk beberapa lama. Kemudian ia melangkah keluar, menengok lagi lalu menyelinap ke pinggir rumah dan mengayun tubuhnya melompat naik ke atas genteng. Bagaimanapun juga. ia harus membuktikan sendiri bahwa rumah itu kosong bahwa Siok Lan tidak berada di situ.
Benar saja, ketika ia mengintai dari atas. rumah itu kosong, yang ada hanyalah pelayan tadi yang sibuk menjahit pakaiannya sendiri yang robek. Dengan hati kosong Wi Liong melompat turun dan langkah kakinya lemas ketika ia berjalan keluar dari pekarangan rumah itu.
"Heh-heh-heh, orang muda, kau kecewa " Aku juga kecewa mendapatkan rumah itu kosong, hanya dijaga pelayan galak !"
Wi Liong sadar dari keadaannya seperti melamun itu dan memandang. Ia melihat seorang kakek gemuk pendek berpakaian seperti pengemis akan tetapi kain baju tambal - tambalan ini semuanya baru dan bersih. Lengan kiri kakek ini buntung sebatas siku dan tangan kanannya memegang sebatang tongkat bambu butut. Sepatunya mengkilap hitam, baru ! Kakek itu sedang duduk di atas rumput dan karena tubuhnya memang pendek sekali ketika ia duduk tadi ia tidak begitu kelihatan.
Mula - mula Wi Liong tidak mengenalnya dan mengira ia berhadapan dengan seorang pengemis. Akan tetapi ketika pikirannya sudah terang benar, ia terkejut karena mengenal kakek ini yang bukan lain adalah Lam-san Sian-ong tokoh selatan yang amat terkenal di dunia kang-ouw ini. Tentu saja pertemuan ini menggirangkan hatinya karena Lam-san Sian-ong juga hadir ketika dulu mereka semua diserang oleh Kun Hong dan kawan-kawannya di Kelenteng Siauw-lim-si, di mana selain Lam-san Sian-ong juga hadir Tung-hai Sian-li See-thian Hoat-ong, Pak.thian Koai-jin. Eng Lan dan Siok Lan. Kakek ini sahabat baik keluarga Siok Lan, tentu ia tahu di mana adanya mereka. Cepat ia memberi hormat, menjura dan berkata.
''Kiranya lodanpwe Lam-san Sian-ong yang berada di sini. Maafkan aku berlaku kurang hormat, karena tidak mengenal locianpwe"
Kakek buntung itu tertawa aneh. "Orang muda seperti kau mana bisa mengenal aku " Kalau kau orang lainpun tentu takkan mengenal aku. Hanya orang tolol saja yang tidak mengenal orang yang buntung tangannya !" Memang kakek ini kalau bicara seenak perutnya sendiri. Wi Liong kembali memberi hormat dan berkata merendah. "Harap locianpwe sudi memberi maaf. "
"Aku tidak punya maaf mana bisa diberi-berikan orang ?" Ia memandang lebih teliti kemudian berkata dengan suara keras seperti berteriak, "Aha, kiranya kaukah ini " Ah. aku mendengar kau murid Thian Te Cu, hebat ...... hebat ......! Tapi kenapa kau sekarang begini kurus " Pakaianmu compang - camping. Apa sekarang kau menjadi pengemis " "
Wi Liong sudah tahu akan keanehan kakek ini maka ia tidak menjadi marah mendengar kata. kata yang tidak karuan itu.
"Aku datang hendak mencari ..... Kwa-lo-enghiong." Tentu saja sebetulnya ia mencari Sok Lan, akan tetapi mana bisa ia mengaku di depan setiap orang "
"Haa......... mana bisa. Orang she Kwa itu selamanya seperti orang gila. Sekarangpun ia sudah pergi, katanya menyusul anak dan isterinya yang juga pergi. Tahu aku jauh - jauh datang hendak memberi selamat atas berkumpulnya suami isteri itu kembali, kenapa malah pergi ?" Ia lalu menarik napas panjang, menggeleng - geleng kepala dan memukul mukulkan tongkatnya di atas tanah. "Apa mereka marah kepadaku " Apa orang she Kwa cemburu kepadaku " Ha-ha. agaknya tak mungkin. Biarpun Lee Hui Goat menolak pinanganku dan kembali kepada suaminya, aku tidak iri hati. malah girang ......... ha-ha. orang dua itu memang gila berkumpul kembali mencari kepusingan !" Ia lalu tertawa tawa dan Wi Liong mendengarkan dengan heran. Biarpun ia tidak tahu nama Tung-hai Sian Li akan tetapi dapat menduga bahwa yang disebut Lee Hui Goat itu tentulah Tung-hai Saan-li. Tiba tiba ia merasa kasihan kepada kakek buntung ini. Orang seperti dia ini meminang Tung-hai Sian-li " Benar - benar lucu. lucu dan tak tahu diri. juga...... kasihan sekali. Apakah orang buruk rupa dan orang bercacad tidak berhak mencinta " Cinta kasih tidak memilih orang,, yang dirangsang hatinya, bukan-tubuhnya. Lam-san Sian-ong mencinta Tung-hai Sian-li ! Agaknya Wi Liong akan tertawa dan tidak percaya kalau tidak mendengar omongan kakek buntung ini sendiri.
"Kalau begitu locianpwe juga tidak tahu ke mana perginya Kwa lo-enghiong dan anak isterinya ?"
"Kwa Cun Ek tak pernah bepergian, sekali pergi tentu sukar dicari tempatnya. Puterinya itu gadis berandalan, ke mana perginyapun siapa yang tahu " Kalau Tung-hai Sian-li, mudah saja mencarinya. Eh. orang muda. kau bernama apa" Kabarnya kau keponakan Kwee Sun Tek, betulkah " "
"Namaku Thio Wi Liong dan memang Kwee Sun Tek adalah pamanku ......."
"Eh, kau datang ke sini mencari mereka ada apakah " Kau kelihatan seperti orang sakit, sakit badan sakit pikiran. Hee ........ sampai lupa aku, bukankah Kwa Cun Ek akan berbesan dengan Kwee Sun Tek. Jadi ....... kau ini ....... kau calon mantunya Tung.hai Sian-li ?"
Mendengar ini, tergerak hati Wi Liong. Tentu kakek ini yang akan dapat menolongnya sebagai perantara untuk penyambungan kembali perjodohannya yang telah ia patahkan sendiri. Serta-merta ia menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu sambil menitikkan air mata, "Locianpwe, tolonglah saya ......."
Kakek itu melengak keheranan. Diketuknya kepala Wi Liong dengan tongkat bututnya sambil berkata, "Orang muda. apa ingatanmu sudah berubah" Apa kau tidak gila" Kalau tidak, coba ceritakan yang jelas."
Wi Liong lalu menuturkan semua pengalamannya, tentang pertunangannya dengan Kwa Siok Lan yang dibatalkan mula-mula oleh pamannya kemudian diperkuat olehnya sendiri, tentang Bu-beng Siocia yang ternyata adalah Kwa Siok Lan tunangannya sendiri dan tentang peristiwa akhir-akhir ini. Ia ceritakan semua, tidak ada yang disembunyikan karena ia mengharapkan pertolongan kakek ini.
Setelah mendengar penuturan ini, Lam-san Sian-ong terkekeh-kekeh seperti mendengar sebuah cerita yang amat lucu. "Salahmu sendiri, mengapa kau tolong dia dan tidak mati saja bersama di dasar jurang" Bukankah lebih enak mati bersama dari pada hidup terpisah merana " Ha-ha-ha. memang hidup itu sengsara, tak perlu dihadapi dengan air mata.
"Saya yang muda dan bodoh masih mengharapkan hidup bahagia di samping Siok Lan, kalau locianpwe sudi menolong tentu akan berhasil menyambung kembali tali perjodohan." kata Wi Liong memohon.
"Bodoh ! Ayahnya keras kepala mana anaknya tidak keras kepala pula " Ibunya mudah tersinggung tentu anaknya mudah marah. Tolong sih bisa. akan tetapi berhasil atau tidak entah. Paling perlu menemui Tung-hai Sian-li. bicara dengan dia aku lebih senang. Tentu dia sedang menghibur diri di sepanjang mulut Sungai Yang-ce yang masuk ke laut seperti biasa kalau dia berduka selalu menghibur diri dengan burung - burung di sana ....... akan tetapi enak saja kau minta tolong. Kau sendiri bisa tolong apa padaku !"
"Locianpwe boleh menyuruh apa saja. akan saya penuhi untuk membalas budi locianpwe yang besar ini," kata Wi Liong girang.
Kakek itu memandang tajam, mengerutkan kening berpikir-pikir. Kemudian ia mengangguk-angguk dan berkata, "Kau harus menjadi auak angkatku, karenanya aku bisa menjadi walimu. Dan sebagai anak angkat, kau harus berganti pakaian yang baik dan patut. Pula, sebagai anak angkat, kau harus membantu aku membalaskan perbuatan Bu-ceng Tok-ong terhadapku ini !" Ia mengacungkan lengan kirinya yang buntung.
Wi Liong berpikir sejenak. Tidak ada keberatannya menjadi anaik angkat orang aneh ini dan berpakaian pantas, tentang membalaskan Bu ceng Tok-ong, tokoh itu memang orang jahat, patut kalau diberi hukuman. Ia lalu mengangguk angguk dan berjanji mentaati semua kehendak ayah angkatnya". Semenjak itu ia menyebut gi-hu (ayah angkat) kepada kakek itu yang menjadi girang sekali.
Dataran rendah di lembah Sungai Yang-ce amatlah indah pemandangannya. Apa lagi kalau datang musim semi, segala macam tetumbuhan menjadi, seribu macam bunga berkembang. Sungai Yang-ce yang amat panjang itu mengakhiri aliran airnya di Laut Kuning, melalui sebelah selatan Propinsi Kiang-su, atau boleh juga dibilang bahwa alirannya memasuki perbatasan antara Laut Kuning dan Laut Timur.
Di sepanjang lembah sungai yang mendekati laut ini amat indah pemandangannya. Airnya tenang sungai di bagian ini sudah melebar dan alirannya tidak deras lagi. Banyak juga ikan di perairan ini, akan tetapi tidak ada yang mencari ikan di sini karena pera nelayan tentunya lebih suka mencari ikan di laut yang lebih banyak menghasilkan ikan - ikan besar. Maka tempat ini pun sunyi saja.
Pada suaitu hari, pagi - pagi ketika matahari mulai naik dari ufuk timur sebuah perahu kecil meluncur dari arah timur ke barat. Perahu ini didayung oleh seorang wanita dan melihat perahu yang amat cepatnya melawan arus sungai sedangkan pendayungmya hanya seorang wanita, dapat diduga bahwa wanita ini bukanlah orang sembarangan. Ia sudah berusia empat puluhan lebih-namun masih kelihatan cantik, pakaiannya sederhana namun rapi, sikapnya keren dan di punggungnya terselip sebatang pedang. Rambutnya digelung ke atas dan pada wajah yang masih berkulit putih halus dan cantik itu terbayang kedukaan yang mendalam sehingga muka itu kelihatan agak kurus.
Ketika tiba di tempat yang indah di mana burung-burung belibis putih beterbangan riang gembira, wajah itu menjadi berseri sedikit dan pipinya menjadi agak merah, bibirnya tersenyum. Dengan gerakan ringan ia mendayung perahunya ke pinggjr, lalu melompat ke darat sambil memegang ujung sebuah tambang perahunya. Gerakannya lincah seperti burung - burung yang beterbangan itu. Cepat ia mengikatkan ujung tambang pada sebatang pohon untuk mencegah perahunya hanyut, kemudian ia berjalan mendekati burung-burung yang beterbangan.
Dengan wajah gembira wanita itu meruncingkan mulutnya dan mengeluarkan bunyi mencicit yang tinggi nyaring. Aneh sekali burung-burung belibis yang beterbangan di udara itu tiba-tiba menukik ke bawah menghampirinya, malah burung - burung yang tadinya menyambari ikan-ikan kecil di permukaan air, juga terbang menghampiri ketika mendengar "panggilan" istimewa itu. Tak lama kemudian, ketika wanita itu mengembangkan kedua lengan, beberapa ekor burung hinggap di atas lengannya seperti burung-burung peliharaan yang jinak, sedangkan yang lain beterbangan di atas kepalanya,
"Anak-anak yang baik ......." terdengar wanita itu berkata perlahan dan mesra, "anak-anak yang baik, sudah kenyangkah kalian ?" Kedua tangannya mengelus - elus kepala dua ekor burung yang hinggap di kedua lengannya. Amat mengharukan perhubungan mesra antara seorang manusia dengan burung - burung liar di tempat yang sunyi itu. Memang demikianlah kiranya yang dikehendaki oleh alam, hubungan baik bukan saja antara makhluk sebangsa, melainkan antara sesama hidup. Alangkah harmonis dan menyedapkan pandangan mata keadaan itu, tempat sunyi, air mengalir perlahan dan tenang, menampung bayangan batu karang, pohon, dan bukit - bukit kecil. Angin bersilir lembut membelai daun - daun pohon. Dan wanita yang tidak muda lagi akan tetapi masih cantik itu bermain - main dengan burung-burung belibis putih yang sebetulnya adalah burung-burung liar. Enak dipandang !
Tiba-tiba burung-burung yang beterbangan di atas kepala wanita itu terbang pergi sambil mengeluarkan suara mencicit keras seperti kaget dan ketakutan. Hanya dua ekor burung yang hmggap di lengannya itu yang masih belum terbang. Wanita itu kaget lalu menoleh. Kiranya yang mengagetkan burung - burung itu adalah seorang kakek pendek berlengan buntung sebelah dan seorang pemuda tampan.
"Di dunia penuh orang - orang yang akan suka menjadi sahabatmu, akan tetapi kau memilih burung - burung menjadi kawan ! Banyak sudah kujumpai wanita aneh, akan tetapi tidak ada yang seperti kau, Tung-hai Sian-li !" kata kakek itu menyeringai dan mengetuk-ngetukkan tongkat bambunya di atas tanah, membuat dua ekor burung yang tadinya masih hinggap di atas kedua lengan wanita itu kini terbang pergi saking kagetnya. Sementara itu, melihat ibu Siok Lan. dengan muka merah Wi Liong cepat mengangkat kedua tangan ke dada memberi hormat.
Tung-hai Sian-li membalikkan tubuh menghadap mereka. Keningnya berkerut ketika ia melihat Wi Liong dan pandang matanya melembue ketika ia melihat kakek itu yang bukan lain adalah Lam-san Sian-ong, seorang sahabatnya yang amat baik seorang laki - laki yang mendatangkan rasa kasihan di dalam hatinya, tidak saja karena lengan buntung, akan tetapi juga karena pernah jatuh cinta kepadanya tanpa ia dapat membalas.
"Memang dunia penuh orang, akan tetapi orang orang macam apa, Sian-ong" Kebanyakan orang - orang dengan hati palsu, orang-orang yang tidak setia dan orang - orang yang suka menyusahkan orang lain saja. Bagiku lebih baik memilih hewan - hewan yang tidak sekotor manusia !" Sambil berkata demikian, sepasang mata yang bening tajam itu menyambar ke arah Wi Liong yang menjadi makin merah mukanya. Ia merasa disindir oleh orang yang sedianya akan menjadi ibu mertuanya ini.
Lam-san Sian-ong tertawa terkekeh. "Heh-heh-heh aku tahu maksudmu. Sian-li, kau tentu menujukan omonganmu kepada mantumu ini keponakan Kwee Sun Tek. ha-ha-ha."
"Aku tidak punya mantu macam dia, aku tidak berbesan dengan manusia bernama Kwee Sun Tek !"
"Ho-ho, perlahan dulu, dewi ! Kau takkan berbesan dengan dia lagi melainkan dengan aku dan kau akan bermenantukan anak angkatku, bukankah ini pengikat hubungan yang baik sekali " "
Tung-hai Sian-li tertegun dan heran. "Apa ....... apa maksudmu ?"
"Mari kita duduk, tak enak bicara sambil berdiri seperti ini." kata kakek buntung itu sambil mengajak Tung-hai Sian-li dan Wi Liong duduk di atas batu-batu di pinggir sungai. Anehnya terhadap kakek buntung ini. Tung-hai Sian-li yang biasanya berhati keras itu, kelihatan menurut tanpa banyak cakap.
"Ceritakanlah kehendakmu, ringkas saja. Aku tak banyak waktu,'' kata wanita itu, sikapnya masih keren dan tegas.
"Baik. baik ......" Kakek buntung itu mengangguk - angquk. kemudian ia menceritakan persoalan yang dialami oleh Wi Liong secara singkat, tentang pertemuan yang aneb antara Wi Liong dan Bu-beng Siocia sehingga antara mereka terikat semacam cinta kasih, sehingga pemuda itu rela memutuskan pertunangannya dengan Kwa Siok Lan tanpa mengetahui bahwa Bu-beng Siocia yang dicintanya itu bukan lain adalah Siok Lan sendiri. Semua ia tuturkan dengan ringkas namun cukup jelas dan Tung-hai Sian-li agaknya amat tertarik sehingga ia sama sekali tidak mengganggu penuturan itu dan kadang-kadang melirik ke arah Wi Liong yang selalu menundukkan muka dengan terharu
"Nah, sekarang kau tahu persoalannya." Lam-san Sian-ong menutup penuturannya. "Memang Wi Liong bodoh, akan tetapi puterimu juga keterlaluan mempermainkan tunangannya sendiri sehingga terjadi salah pengertian yang mengakibatkan korban perpecahan. Sekarang bocah ini menjadi anak angkatku dan aku berhak membicarakan urusan perjodohannya dengan kau. Aku menghendaki supaya tali perjodohan antara anakmu dan anak angkatku ini disambung lagi Tung-hai Sian-li." Mendengar kata-kata ini, tahulah Wi Liong bahwa kalau biasanya kakek buntung ini bicara tidak karuan itulah bukan wataknya, hanya menurutkan kebiasaannya yang aneh. Buktinya sekarang ia bisa bicara begitu jelas dan baik.
Akan tetapi mendengar penuturan itu. Tunghai Sian-li kelihatan berduka sekali lalu menggeleng -gelengkan kepalanya. "Mencari dia saja belum bisa bertemu bagaimana mau bicara tentang perjodohannya ?" Ia menarik napas panjang. Kemudian sambil melirik ke arah Wi Liong ia berkata.
"Kalau pemuda ini bisa mendapatkan kembali anakku yang hilang, baru aku mau bicara tentang perjodohan."
Mendengar ini, Wi Liong berdiri lalu berkata dengan tegas. "Aku akan mencari Lan-moi sampai dapat !" Setelah berkata demikian, ia memberi hormat kepada Lam-san Sian-ong dan berkelebat pergi dari tempat itu.
Dengan cepat sekali Wi Liong berlari kembali ke Poan-kun. Sepanjang jalan ia berpikir - pikir. Sekarang ternyata olehnya bahwa gadis itu sudah pergi berpisah dengan ibu dan ayahnya. Entah ke mana perginya kekasihnya yang berwatak aneh dan keras itu. Ia harus menerima sampai dapat, harus dapat membujuknya pulang dan mengampuninya.
Dengan sabar dan teliti Wi Liong menyelidiki sekeliling Poan-kun, bertanya - tanya tentang diri Siok Lan. Gadis ini terkenal di daerah itu. maka akhirnya usahanya berhasil Ada seorang anak kecil yang melihat gadis itu berlari cepat keluar dari Poan-kun menuju ke barat. Berdasarkan petunjuk inilah Wi Liong mulai dengan perjalanannya mencari jejak Siok Lan. Berbulan - bulan ia melakukan perjalanan, menurutkan petunjuk setiap kabar mengenai diri Siok Lan yang makin tidak jelas lagi jejaknya. Namun Wi Liong tak pernah berputus asa mencari dengan penuh harapan.
Beberapa bulan kemudian, ia tiba di tepi Sungai Wu-kiang. yaitu sungai yang memuntahkan airnya di sungai besar Yangce-kiang. Jejak Siok Lan, atau kabar yang ia dengar dari orang - orang tentang gadis itu, lenyap sebulan yang lalu di Telaga Tung-ting sehingga ia merana terus ke barat sampai di tepi Sungai Wu-kiang itu, dalam sebuah hutan yang liar dan sudah sepekan lebih ia tidak bertemu dusun tak bertemu manusia.
Agak gembira juga, hatinya ketika ia melihat beberapa orang nelayan sedang menangkap ikan dengan jala dari perahu - perahu mereka. Pada saat Wi Liong hendak mendekati mereka, tiba-tiba ia mendengar suara banyak orang di sebelah kanan dan kagetlah ia ketika ia mengenal orang, orang yang sedang berduyun - duyun memasuki perahu besar di tepi sungai iitu. Mereka adalah orang - orang kang-ouw dan di antara mereka ia melihat beberapa orang panglima yang dulu bersama Bu-ceng Tok-ong dan Kun Hong pernah mengeroyok dia dan orang - orang gagah di Kuil Siauw-lim-si. Dari gerak - gerik mereka ketika melompat ke perahu, dari senjata - senjata yang mereka bawa, tahulaih ia bahwa mereka adalah orang - orang kang-ouw yang berilmu tinggi. Semua ada tujuh orang yang beramai naik perahu itu menyeberang sungai.
Setelah mereka itu menyeberang, baru Wi Liong muncul. Ia melilhat dua orang nelayan yang tadinya mencari ikan kini bercakap - cakap sambil menuding ke arah seberang sungai, agaknya mempercakapkan orang - orang yang menyeberangi sungai tadi. Melihat munculnya seorang pemuda, mereka segera menghentikan percakapan.
"Ji-wi toako. kulihat tadi banyak orang menyeberang. Ada keramaian apakah di sana ?" tanya Wi Liong yang berlagak seorang pelancong, dan yang haus aikan tontonan.
Akan tetapi dua orang nelayan itu malah memperlihatkan muka heran mendengar pertanyaan ini. Memang di tempat ini'tak pernah didatangi pelancong, tentu saja mereka merasa heran melihat seorang pelancong berjalan kaki muncul di hutan tepi sungai itu. Masih mending kalau pelancong ini datangnya berperahu.
"Setahu kami tidak ada keramaian apa - apa kecuali pesta perkawinan di rumah Chi-loya. Mungkin sekalil tuam - tuan tadi adalah tamu- tamu yang hendak mengunjungi pernikahan Chi- loya!" jawab seorang di antara mereka.
Wi Liong memang tadinya tertarik melihat orang - orang kang-ouw itu. Di tempat seperti ini. di selatan pula. muncul orang - orang yang membantu bala tentara Mongol, benar - benar amat mencurigakan dan aneh. Hal ini harus ia selidiki, pikirnya. Akan tetapi ia berpura - pura tidak begitu mengacuhkan orang - orang tadi dan sebaliknya kelihatan tertarik mendengar pesta perkawinan.
"Ada pesta, tentu ramai ! Siapakah Chi-loya itu dan di mana ia tinggal ?"
Dua orang nelayan itu saling pandang, terheran - heran mendengar ada orang belum mengenal Chi-loya. Padahal semua orang yang tinggal di sepanjang lembah sungai, tahu belaka siapa itu Chi-loya.
"Aku datang dari jauh, sengaja melancong mencari pemandangan bagus, tentu saja tidak mengenal Chi-loya," kata pula Wi Liong melihat keheranan mereka Dua orang nelayan itu mengangguk - angguk dan kini malah dengan penuh kegairahan mereka menceritakan siapa adanya Chi-loya itu.
"Tanah yang tuan injak ini milik Chi-loya. juga tanah di seberang sana dan di sepanjang lembah sungai ini sampai berpuluh li jauhnya." nelayan itu memberi penjelasan dan kemudian ia menuturkan bahwa Chi-loya adalah seorang hartawan besar yang boleh dibilang merajai daerah itu, pengaruh kekayaannya sampai meliputi beberapa buah desa di sektar situ. Juga selain kaya raya. Chi-loya amat dermawan dan tak seorangpun penduduk di sepanjang Sungai Wu-kiang yang tidak mengenalnya dan mentaatinya. Ia disegani dan ditakuti bukan saja karena hartanya dan dermawannya. akan tetapi juga karena kepandaian ilmu silatnya yang tinggi. Di daerah itu Chi-loya malah mendapat sebutan Wu-kiang Siauw-ong (Raja Muda Sungai Wu-kiang) !
Wi Liong mengangguk - angguk dan tahulah sekarang ia mengapa ia melihat orang-orang kang-ouw di situ. Tentu untuk mengunjungi orang she Chi yang ternyata juga seorang berkepandaian tinggi itu. Akan tetapi mengapa panglima-panglima dari utara !
"Apakah Chi-loya hendak mengawinkan anaknya ?" tanyanya karena orang yang dipanggil loya (tuan tua) tentulah sudah tua dan kalau merayakan perkawinan tentu perkawinan anaknya atau cucunya.
Dua orang nelayan itu menggeleng kepala. "Bukan, untuk merayakan pernikahan Chi-loya sendiri dengan seorang gadis perkasa yang cantik jelita."
"Ah......, apakah Chi-loya itu masih muda ?"
"Sudah putih rambutnya, bagaimana dibilang muda " Sedikitnya ada lima puluh tahun ........."
"Aahh ....... begitu ......." Baru sekarang beristeri" "
Nelayan - nelayan itu kelihatan tidak senang. "Baiknya pertanyaan-pertanyaan tuan ini ditujukan kepada kami, kalau kepada orang lain mungkin tuan akan mendapat banyak susah. Segala yang dilakukan Chi-loya adalah baik. Isterinya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. apa salahnya kawin lagi " Kami sedang hendak mencari ikan segemuk-gemuknya untuk disumbangkan, kalau tuan mengajak kami bicara saja. mana kami bisa dapat ikan gemuk " " Dengan sikap uring - uringan karena menganggap Wi Liong terlampau cerewet, dua orang nelayan itu lalu menengahkan perahunya dan mulai menjala ikan lagi.
"He, tunggu ji-wi twako. akupun hendak menyeberang. Tolong seberangkan aku !" teriak Wi Liong,. Akan tetapi dua orang nelayan itu menggeleng kepala. "Tidak ada waktu lagi." kata mereka dan selanjutnya tidak perdulikan Wi Liong lagi.
Tentu saja untuk menyeberangi sungai sebesar Wu-kiang, bukanlah merupakan hal sulit bagi seorang pemuda sakti seperti Wi Liong. Ia segera mencari beberapa batang pohon bambu dan sebentar kemudaan ia sudah kelihatan menyeberangi sungai itu hanya dengan pertolongan beberapa batang bambu. Kedua kakinya menginjak bambu-bambu itu dan dengan sebatang gala bambu ia mendayung dan ......... perahu istimewa ini meluncur menyeberangi sungai.
Dua orang nelayan yang melihat hal ini menjadi bengong dan barulah mereka tahu bahwa orang muda itu ternyata adalah orang pandai yang dapat dijajarkan dengan orang - orang aneh yang sering kali datang mengunjungi Chi-loya. Mereka menjadi menyesal atas sikap mereka tadi, juga agak takut. Siapa tahu kalau - kalau pemuda itu sahabat Chi-loya dan kelak akan mengadu !
Akan tetapi Wi Liong tidak perdulikan mereka. Setelah tiba di seberang ia lalu melompat ke darat dan melanjutkan perjalanan. Tidak seperti di sebelah timur sungai, ternyata di sebelah baratnya terdapat lorong yang bersih dan Wi Liong lalu mengambil jalan melalui lorong ini. Dari jejak - jejak sepatu yang kelihatan di atas tanah yang agak membasah tahulah ia bahwa rombongan orang tadi juga lewat melalui lorong ini. Ia ingin mengetahui siapakah sebetulnya Chi-loya yang berpengaruh itu dan apa pula hubungannya dengan para kaki tangan Mongol.
Pemandangan di kanan kiri jalan juga berbeda dengan di sebelah timur sungai. Kalau di sebelah timur penuh hutan melulu, di bagian ini nampak subur dengan sawah ladang yang kehijauan. Makin ke barat makin banyak sawah ladang dan mulailah Wi Liong melihat petani - petani menggarap sawah. Dari keadaan tubuh mereka yang segar dan pakaian mereka yang lumayan Wi Liong mulai percaya akan cerita nelayan - nelayan tadi bahwa Chi-loya yang kaya raya memang baik sikapnya terhadap buruh - buruhnya.
Kemudian Wi Liong melihat orang - orang berdatangan melalui jalan itu juga, ada yang datang dari kanan ada yang muncul dari kiri pada jalan perempatan. Melihat keadaan mereka mudah diduga bahwa mereka tentulah orang - orang kang.ouw yang hendak mengunjungi pesta pernikahan itu. Hal ini menguntungkan baginya karena kini iapun merupakan seorang di antara tamu-tamu yang tidak dicurigai. Orang - orang lain tentu saja mengira diapun seorang tamu yang hen dak mendatangi pesta itu pula. Diam - diam Wi Liong menjadi geli hatinya akan tetapi jalan satu-satunya untuk mengenal siapa Chi-loya hanyalah ikut para tamu ini mengunjungi rumah hartawan itu. Pula, iapun perlu mendapatkan hiburan dan perubahan setelah merana berbulan-bulan dengan sengsara.
Rombongan tamu itu ternyata menuju ke sebuah rumah besar yang aneh sekali didirikan di antara sawah ladang, jauh dari tetangga dan sama sekali tak boleh dibilang kampung. Rumah besar ini menyendiri, akan tetapi megah dan besar sekali, juga amat mewah. Rumah ini dihias dengan indah dan nampak banyak orang sibuk melayani para tamu yang biarpun hanya beberapa puluh orang jumlahnya, namun suara mereka memenuhi tempat itu. Sebagian besar para tamu itu terdiri dari orang - orang kasar dan hampir semua membawa senjata dan menunjukkan sikap orang - orang berkepandaian silat.
Para tamu disambut oleh beberapa orang yang agaknya menjadi panitia yang mewakili tuan rumah dan semua barang sumbangan diterima. dicatat dan ditumpuk di atas meja besar yang sudah disediakan di situ. Wi Liong yang tidak membawa apa - apa hanya ikut saja duduk di ruang tamu sambil memperhatikan keadaan di situ. Ruang tamu itu sebetulnya merupakan sebuah taman bunga besar di pekarangan depan gedung itu dan di tengah - tengah taman bunga ini terdapat sebuah ruangan luas yang berlantai licin dan bersih. Agaknya tempat yang dikelilingi bunga - bunga ini merupakan tempat berlatih silat atau mencari hawa sejuk dengan pemandangan indah di sekelilingnya. Memang dapat dibayangkan betapa nikmatnya untuk duduk - duduk di sini di waktu semua bunga mekar sambil minum arak atau membaca kitab. Tempat - tempat tamu diatur sedemikian rupa sehingga merupakan setengah lingkaran menghadap gedung, di mana pintunya masih tertutup dan hanya di ambang pintu dihias indah dengan kain - kain merah. Dengan pengaturan tempat duduk seperti itu, maka di tengah - tengah para tamu terdapat tempat kosong yang lega, dengan garis tengah sepuluh meteran
Para pelayan yang berpakaian bersih putih-putih setrip merah melayani tamu dengan hormat. Hidangan dan arak yang dikeluarkan benar-benar membuktikan bahwa tuan rumah adalah seorang yang beruang banyak. Serba enak serba mahal. Tanpa disengaja pandang mata Wi Liong menyapu bagian di mana berkumpul tamu - tamu wanita dan hatinya berdebar ketika ia mengenal seorang wanita setengah tua yang cantik sekali. Tak salah lagi, pikirnya. Itulah Tok-sim Sianli ! Akan tetapi wanita itu agaknya tidak mengenalnya, atau sudah lupa barangkali. Siapa sih yang memperhatikan seorang pemuda kurus di antara tamu-tamu kang-ouw yang gagah itu "
Setelah arak dibagikan beberapa putaran dan para tamu mulai jengkel karena tuan rumah dan pengantinnya belam juga muncul, tiba - tiba pintu gedung terbuka dan seorang pelayan yang berpakaian mewah berseru,
"Chi-loya dan Chi-hujin keluar menyambut para tamu !"
Seruan ini lucu karena buktinya bukan dua orang tuan dan nyonya rumah itu yang menyambut tamu. melainkan para tamu yang berdiri dan menyambut mereka! Karena tempat duduk Wi Liong agak di belakang, ketika semua orang berdiri dan iapun berdiri, ia tidak bisa melihat jelas. Hanya melihat sepintas tadi pengantin wanitanya masih dikerudungi mukanya, juga potongan tubuhnya tidak terlihat jelas karena pakaian pengantin yang kebesaran itu menyembunyikan potongan tubuh. Adapun yang dipanggil Chi-loya adalah seorang pria tinggi gemuk, berusia limapuluhan akan tetapi masih nampak kuat dan sehat, nampak kuat sekali dan wajahnya terang peramah dengan sepasang mata bercahaya.
Chi-loya mengangkat kedua tangan dan menjura kepada para tamu lalu mempersilahkan para tamu duduk kembali. Ia sendiri bersama isterinya lalu menghampiri tempat duduk yang memang sudah disediakan di situ, yaitu sepasang kursi perak yang dihias indah. Pengantin wanita duduk di samping kiri suaminya, diam tak bergerak bagaikan patung. Muka itu tertutup oleh hiasan kepala yang bergantungan di depan mukai hanya kadang - kadang kalau hiasan - hiasan itu bergerak, nampak kulit dagu yang putih kemerahan. Orang - orang, terutama sekali tamu - tamu pria yang masih muda menjulurkan leher memasang mata baik - baik untuk tidak menyia - nyiakan kesempatan mencuri pandang kepada muka pengantin itu setiap kali hiasan itu tersingkap. Akan tetapi sayang, wanita yang menjadi pengantin itu agaknya malu - malu dan menundukkan mukanya saja sehingga biarpun ada kalanya hiasan itu tersingkap, tidak nampak sesuatu kecuali bayangan hidung yang kecil mancung !
Setelah semua tamu duduk. Wi Liong dapat melihat tuan rumah dengan jelas. Ia menjadi kagum. Laki - laki itu memang jantan sekali sikapnya. Wajahnya yang gagah, matanya yang tajam, mulutnya yang tersenyum ramah dagunya yang mengeras, sikap duduknya, semua membayangkan kejantanan yang menggugah rasa kagum dalam hatinya. Orang she Chi ini tidak patut menjadi seorang hartawan, lebih patut menjadi seorang pendekar atau seorang tokoh yang amat disegani di dunia kang-ouw. Di samping tubuhnya yang besar dan kuat itu, pengantin wanita nampak kecil tak berarti, lemah dan tidak sesuai duduk di sampingnya. Diam - diam Wi Liong jadi ingin sekali melihat wajah gadis yang beruntung itu. Ya. memang boleh dibilang beruntung menjadi isteri seorang segagah Chi-loya, biarpun usia laki - laki itu jauh lebih tua.
Sementara itu. dengan sinar matanya yang ramah, Chi-loya menyapu ruang tamu sambil mendengarkan seorang petugas membacakan catatan dari para tamu yang memberi sumbangan. Juga para tamu mendengarkan sehingga keadaan ruangan itu sunyi, hanya terdengar suara petugas itu yang bernada tinggi dan suara sana sini mengirup arak.
Mendengar petugas iitu menyebut nama orang, orang gagah sambil menyebutkan macam barang sumbangannya, biarpun membosankan namun ada juga menariknya. Wi Liong melihat tuan rumah selalu mengangguk dan tersenyum kepada tamu yang disebut namanya, tentu saja yang dikenalnya. Banyak juga yang ia tidak kenal sehingga tuan rumah itu hanya mengangguk - angguk kepada para tamu, tidak tahu kepada siapa.
"Sebuah cawan perak berukir liong dari Thio Ki Sun kauwsu (guru silat) di Heng-yang ! Suara petugas itu menyambung terus daftar nama-nama dan Chi-loya mengangguk ke arah seorang kate yang duduk tak jauh dari Wi Liong.
"Sebatang tusuk konde emas permata untuk pengantin wanita, dari Tok-sim Sian-li di Wi-san !"
Chi-loya mengerutkan alis dan menoleh ke arah Tok-sim Sianli di ruang wanita, lalu terdengar suaranya yang ternyata amat nyaring dan jelas. "Sungguhpun tidak ada hubungan dengan saudara - saudara dari Mo.kauw. namun hari ini menerima sumbangan dari Sian-li. Terima kasih ....... terima kasih ......... !" Baru kali ini tuan rumah memberi komentar atas sumbangan seorang tamu. Dari sini saja dapat diketahui bahwa Tok-sim Sianli tergolong seorang tamu yang agung.
Pandang mata Wi Liong yang tajam dapat melihat betapa pengantin wanita bergerak di atas kursinya mendengar disebutnya nama Tok-sim Sianli, kedua lengan yang terbungkus pakaian pengantin itu tergetar seakan - akan mengeluarkan tenaga.
"Sebatang akar jimat penambah usia untuk Chi-loya dan sepasang merpati kemala untuk Chi- hujin (nyonya Chi) dari Sin-chio Lo Thung Khak dan kawan - kawannya dari utara !" Semua orang ikut memandang ketika tuan rumah mengangguk ke arah orang yang bernama Lo Thung Khak dan bergelar Sin-chio (Tombak Sakti) ini. Bukan karena gelarnya melainkan karena pemberiannya yang amat berharga. Sepasang merpati kemala masih mudah didapatkan asal kita memiliki uang, akan tetapi akar jimat penambah usia adalah sebuah benda yang amat langka, sebuah akar obat yang luar biasa dan termasuk satu di antara obat- obat dewa. Tak mudah mencari akar ini yang kekuningan seperti kulit daging manusia, malah bentuknya juga seperti manusia kecil, berkaki bertangan ! Khasiatnya besar sekali untuk menambah kekuatan badan dan dikabarkan orang dapait menambah panjang usia !
Akan tetapi, kalau orang - orang di situ mengharapkan senyum manis dan ucapan terima kasih dari Chi-loya. mereka ini kecele. Malah Chi-loya nampaknya tidak senang, pandang matanya ke arah Sin-chio Lo Thung Khak yang berusia lima puluh tahunan itu penuh selidik dan curiga. Si Tombak Sakti agaknya juga merasa akan pandang mata tuan rumah, maka ia buru - buru berdiri dan menjura sambil berkata.
"Chi-loya yang baik kami bertujuh datang dari utara tidak membawa apa- apa yang berharga. Selain akar jimat dan merpati kemala, juga kami membawa salam hangat dari Raja Sekalian Raja dengan harapan mudah mudahan Chi-loya panjang umur dan kelak dapat membantu Raja Sekalian Raja !"
Ucapan ini bagi sebagian besar orang yang hadir di situ merupakan rahasia yang sukar dimengerti dan kini mereka memandang lebih penuh perhatian kepada pembicara. Lo Thung Khak berusia lima puluh tahun lebih dan enam orang kawannya kini juga berdiri menjura, terdiri dari tiga orang berpakaian gagah dua orang seperti sasterawan - sasterawan dan seorang seperti seorang pertapa yang memelihara rambut juga. Wi Liong berdebar hatinya, maklum bahwa tujuh orang ini adalah kaki tangan Bangsa Mongol dan yang dimaksud dengan Raja Sekalian Raja tentulah Kaisar Mongol. Ogotai yang menggantikan Jengis Khan, ayahnya. Wi Liong sudah mendengar bahwa di bawah pimpinan kaisar baru ini, banyak sekali orang Han yang pandai menjadi kaki tangan Mongol, malah orang - orang pandai di selatan juga banyak yang sudah tergerak hatinya untuk kelak membantu apabila gelombang Bangsa Mongol menyerbu ke selatan. Maka tahulah Wi Liong apa tugas tujuh orang ini, tentu menghubungi orang - orang pandai di selatan dan membagi-bagi hadiah untuk mengambil simpati mereka. Tiba - tiba saja hati Wi Liong menjadi panas dan bencilah ia kepada tujuh orang utusan itu.
Sementara itu, ketika Chi-loya mendengar ucapan Sin-chio Lo Thung Khak tadi, tiba - tiba wajahnya menjadi merah. Ia juga bangkit berdiri dan matanya mengeluarkan cahaya ketika ia balas menjura kepada tujuh orang tamunya itu. Terdengar suaranya menggeledek.
"Sin-chio Lo Thung Khak ! Kalau kau dan saudara - saudara ini datang seperti Tok-sim Sian- li, datang demi persahabatan dan perkenalan, aku orang she Chi selamanya tidak pernah memilih orang dan membedakan tamu. Akan tetapi kalian bertujuh datang membawa pesan raja yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kau, malah boleh dibilang musuh dalam hatiku. Oleh karena itu, kaubawa kembali sumbangan - sumbang darimu dan aku tidak bisa menerima kunjungan utusan-utusan raja !"
Inilah kata-kata keras yang sama sekali tak pernah disangka oleh Lo Thung Khak sehingga mukanya menjadi pucat. Dia dan kawan - kawannya yang selalu diterima dengan sikap dua macam oleh orang-orang gagah, yaitu kalau tidak dengan ramah-tamah tentu dengan segan - segan dan takut - takut, sekarang dihina begitu saja oleh orang she Chi ini !
Seorang yang masih muda dan yang berdiri di kanannya, dengan cambang bauk yang kaku berdiri melangkah maju dan mukanya merah sekali ketika ia berkata,
"Orang she Chi alangkah sombongnya kau ! Kau mengandalkan apamu sih begitu kepala besar berani menghina kami bertujuh " Kabarnya kau memiliki sedikit kepandaian, apakah itu yang kau sombongkan " Lihat, aku orang she Lu tidak bisa terima begitu saja penghinaanmu !"
Chi-loya tersenyum mengejek. "Habis kau mau apa " "
Orang she Lu itu adalah seorang panglima yang membantu gerakan bala tentara Mongol. Adapun Sin-chio Lo Thung Khak pernah kita kenal ketika pada awal cerita ini ia ikut pula menyerbu untuk menangkap Beng Kun Cinjin. Orang she Lu ini adalah tangan kanannya.
"Mau apa " Mau paksa kau berlutut minta ampun atas hinaanmu tadi !" Setelah berkata de-mikian, orang itu melompat maju ke depan Chi- loya yang masih berdiri dengan tenang.
Tiba - tiba pengantin wanita bergerak. berdiri dan kedua tangannya bergerak ke depan. Terdengar pekik mengerikan dan ........ panglima she Lu itu roboh, matanya yang kiri mengucurkan darah dan menjadi buta. Ternyata mata itu telah tertimpuk oleh sebutir batu giok yang tadinya merupakan sebuah di antara batu-batu giok yang bergantungan menghias kepala pengantin wanita ! Tentu saja semua tamu menjadi kaget bukan main dan juga kagum, karena tak seorangpun mengira bahwa pengantin wanita itu ternyata memiliki kepandaian yang lihai sekali. Orang jadi ingin sekali melihat wajahnya yang masih tertutup.
Chi-loya tidak kelihaian heran, malah tertawa bangga. "Cuwi sekalian yang hadir harap maafkan bahwa isteriku terpaksa turun tangan karena tidak sabar melihat tamu kurang ajar ini. Sin-chio Lo Thung Khak harap kaubawa temanmu itu keluar sebelum isteriku timbul lagi kemarahannya."
Tentu saja LoThung Khak marah bukan main. Penghinaan ini sekaligus akan menghancurkan namanya di dunia kang.ouw kalau ia tidak bertindak. Ia menyuruh seorang kawan merawat orang she Lu itu, kemudian ia memberi isyarat. Seorang kawannya yang berpakaian seperiti pendeta memelihara rambut itu maju ke depan dan meranglkapkan kedua tangannya ke arah Chi-loya.
"Hujin telah memperlihatkan kepandaian, benar - benar membuat kami merasa kagum sekali dan juga memuji pilihan Chi-loya yang tepat. Karena sudah sampai di sini, sebelum memenuhi pengusiran Chi-loya, aku Tak Pouw Taisu meng.. harapkan sedikit petunjuk dalam ilmu silat dari Chi-loya dan Chi-hujin."
Mendengar namanya dan melihat mukanya serta dari irama suaranya, dapat diduga bahwa saikong ini adalah seoramg dari utara yang tinggal di luar daerah perbatasan, mungkin peranakan Mongol atau Mancu. Chi-loya segera melompat ke depan, mengikatkan ikat pinggangnya yang terlampau panjang.
"Kalian ini hendak mengunjungi pernikahanku ataukah hendak mengacau " Tak Pouw Taisu, kalau memang sengaja kau hendak mengacau. majulah dan jangan kira aku orang she Chi takut pada gertakanmu. Marilah, biar aku hitung-hitung menggembirakan hati para tamuku karena kebetulan tidak diadakan pertunjukan apa - apa. Tak Pouw Taisu, di sini tempatnya lega !" Ia melompat ke tengah ruangan itu dan biarpun tubuh orang she Chi ini tinggi besar, namun gerakannya amatlah ringan,, membuat Wi Liong yang menonton menjadi kagum.
Sambil mengeluarkan seruan keras. Tak Pouw Taisu juga melompat ke tempat itu dan tahu - tahu tangannya sudah memegang sebatang cambuk hitam yang panjangnya ada empat kaki.
"Ha-ha, kau menggunakan senjata " Terang datangmu dengan kawan-kawanmu memang bermaksud mengacau. Tidak apa majulah !" seru Chi-loya tanpa mengeluarkan senjata karena dari gerakan calon lawan ini ia tahu bahwa "isi" lawannya tidak berapa berat.
"Biarlah aku menghajarmu dengan cambuk ini membalas penghinaanmu !" kata Tak Pouw Taisu yang cepat menyerang dengan sabetan cambuknya ke arah leher tuan rumah.
Chi-loya tidak mengelak, melainkan mengangkat tangan kiri, diulur untuk merampas cambuk itu. Dengan tepat sekali ia dapat menangkap cambuk dan sudah merasa geli mengapa dalam segebrakan saja lawannya, ini sudah begitu tolol untuk membiarkan senjatanya dirampas, akan tetapi tiba - tiba ia kaget sekali karena ujung cambuk itu masih bergerak dan memukul ke arah kepalanya dari belakang ! Kini tahulah Chi-loya bahwa permainan cambuk lawan memang hebat, Kalau ditangkis atau dipegang, ujung cambuk masih menyerang terus ! Terpaksa ia melepaskan pegangannya dan melompat ke belakang. Kini Chi-loya tidak berani main - main lagi. Dengan lincahnya ia mengelak dari serbuan lawan yang memainkan serangkaian serangan cambuk bertubi-tubi sehingga terdengar bunyi "tar-tar-tar" susul menyusul. Namun sampai belasan jurus cambuk itu menyambar - nyambar, jangankan mengenai kulit tubuh Chi-loya, menjamah ujung bajupun tidak pernah ! Memang hebat tuan rumah ini, gerakan kakinya begitu rapi dan setiap serangan cambuk cukup dikelit dengan tubuh miring sedikit saja. Melihat gerakan kakinya, Wi Liong yang menonton dengan gembira mengenal bahwa tuan rumah ini menggunakan gerakan kaki Sha-kak-pouw dari Sha-kak kun-hoat (Ilmu Silat Segi Tiga) yang cukup lihai dan sukar dipelajari. Diam, diam ia kagum dan gembira. Tuan rumah ini ilmunya lumayan pengantin wanita juga hebat, kiranya tidak kalah oleh suaminya. Benar - benar pasangan yang amat serasi, sayang pengantin prianya sudah agak tua. Tidak tahu bagaimana wajah pengantin wanitanya.
Pada jurus ke dua puluh lebih, ketika menghindarkan diri dari sambaran cambuk tiba - tiba Chi-loya melompat ke belakang tubuhnya merendah kedua lengannya bergerak maju.
"Pergi !" seru tuan rumah itu dan di lain saat, cambuk sudah terampas dan tubuh saikong itu sudah terlempar lima meter lebih ! Sambil meringis kesakitan saikong itu merayap bangun dibantu oleh seorang kawannya.
Terdengar seruan keras dan sinar berkilau. Tahu - tahu Sin-chio Lo Thung Khak sendiri telah maju dan menyerang Chi-loya dengan sebatang tombak perak yang putih gemerlapan cahayanya. Gulungan sinar tombaknya bergelombang dan ujungnya terpecah menjadi tujuh. Hebat sekali ilmu tombak orang she Lo ini sehingga itidak mengherankan kalau ia dijuluki Sin-chio Si Tom-bak Sakti. Dahulu ia pernah memegang jabatan sebagai komandan Kim-wi ( pasukan pengawal baju sulam) kelas dua, maka dapat dibayangkan bahwa ilmunya memang sudah tinggi dan lihai.
Akan tetapi Chi-loya sudah siap sedia. Diloloskannya sebatang rantai baja dari pinggangnya. Iapun memutar senjatanya dan di lain saat dua orang jago itu sudah bertanding hebat. Mereka seimbang kekuatannya dan agaknya pertandingan ini .akan berlangsung lama kalau saja tidak ada perobahan mendadak yang hebat. Pengantin perempuan yang semenjak tadi duduk diam seperti patung setelah membikin buta sebelah mata orang she Lu tadi dengan sebutir mutiara, sekarang tiba-tiba melompat dan tangan kanannya sudah memegang pedang. Gerakan pedangnya cepat, kuat dan ganas sekali. Tiga kali saja ia menggerakkan pedangnya menyerang dan tusukan yang ke tiga kalinya menembus dada Lo Thung Khak!
Ngeri sekali pemandangan di situ ketika pengantin wanita mencabut pedangnya, darah mengucur dari dada Lo Thung Khak yang roboh tak berkutik lagi. Para tamu menjadi pucat dan sebagian besar memandang dengan mulut melongo.
"Suami isteri she Chi terlalu sekali !" tiba-tiba terdengar seruan nyaring ketika dengan tenang pengantin wanita kembali duduk di kursinya dan pedangnya sudah sembunyi lagi di balik baju.
Yang berseru nyaring ini adalah seorang wanita dan dengan gerakan ringan sekali tahu - tahu Tok.sim Sian-li sudah berada di tengah ruangan itu. Mukanya sebentar merah sebentar pucat menandakan kemarahan hatinya. Melihat wanita ini maju dengan marah. Chi-loya cepat menjura dengan hormat.
"Sianli harap maafkan kami terpaksa turun tangan terhadap orang - orang jahat yang sengaja datang hendak mengacau."
"Kau ini tuan rumah macam apa " Kau hanya mengandalkan kebiasaanmu dan juga hendak menyombongkan kepandaian isterimu ! Apa kaukirim undangan kepada semua orang gagah hanya untuk menyaksikan kehebatan isterimu" Cih. kepandaian begitu saja apa sih anehnya " Coba suruh dia menusuk padaku jangan tiga kali, biar tiga ratus kali, hendak kulihat sampai di mana kelihaiannya!" Tok-sim Sian-li marah sekali dan hal ini memang mudah dimengerti. Lo Thung Khak adalah kaki tangan Mongol dan dia sendiri bersama Bu-ceng Tok-ong, Hek-mo Sai-ong dan yang lain - lain juga menghambakan diri kepada orang-orang Mongol. Sekarang biarpun dia tidak datang bersama Lo Thung Khak akan tetapi melinat orang - orang yang sudah ia kenal itu mengalami bencana di rumah keluarga Chi-loya, tentu saja ia tidak mau tinggal diam.
"Sianli kenapa marah - marah " Bukankah sudah jelas bahwa orang she Lo dan kawan - kawannya itu yang sengaja datang hendak membikin ribut " Mereka pura - pura datang hendak memberi sumbangan dan mengucapkan selamat, akan tetapi diam - diam mengandung niatan untuk membujuk aku menjadi anjing Mongol, bukankah itu hinaan luar biasa besarnya ?"
"Cih, pandai bicara ! Apapun kesalahan orang, kalau dia itu tamu harus dihormati oleh tuan rumah. Kau berhak menyalahkan siapa saja dan sebagai tuan rumah kau berhak mengusir, akan tetapi kau membunuhnya dengan jalan mengeroyok ! Kegagahan macam apakah ini" Hayo kau dan binimu itu maju keroyok aku, hendak kulihat !" kata Tok-sim Sianli sambil mencabut pedangnya.
Keadaan menjadi tegang dan semua orang memandang dengan hati berdebar. Chi-loya marah sekali sedangkan kawan - kawan Lo Thung Khak mengurus jenazah orang she Lo itu, mengundurkan diri. Chi-loya sudah cukup mengenal kehebatan nama dan kepandaian Tok-sim Sian-li dan ia tahu bahwa dia, bahkan dibantu isterinya, bukanlah lawan iblis wanita ini. Akan tetapi sebagai tuan rumah yang dihina, tentu saja ia tidak akan mundur selangkah. Dengan muka agak pucat ia bertanya,
"Tok-sim Sian-li. benar - benar kau hendak menantangku " "
Tok-sim Sian-li sudah "naik darah". Ia membusungkan dadanya dan menjawab. "Benar, aku menantangmu dan siapa saja yang akan membelamu di sini! "
"Chi-loya, serahkan perempuan galak ini padaku untuk menghajarnya !" terdengar seruan marah dan seorang laki - laki tinggi besar bermuka hitam melompat maju sambil menyeret sebatang toya besi.
Orang ini adalah seorang jagoan dari kota Cun-yi tak jauh dari situ, seorang ahli silat yang kerjanya sebagai pengawal barang - barang berharga yang dikirim orang, jadi semacam piauwsu. Akan tetapi ia melakukan pekerjaan ini seorang diri saja, jadi tidak seperti perusahaan - perusahaan piauwkiok umumnya. Tenaganya besar, ilmu silatnya lumayan dan karena mukanya hitam dan sikapnya keras kasar, ia diberi julukan Hek-bin-houw (Macan Muka Hitam). Melihat Hek-bin-houw maju, Chi-loya terpaksa mundur dan duduk lagi di kursinya. Ia maklum bahwa si kasar ini bukan musuh Tok-sim Sian-li, akan tetapi ia juga sudah mengenal Hek-bin-houw yang tak mungkin dilarang,. Setidaknya ini merupakan selingan yang memberi kesempatan padanya untuk berpikir bagaimana nanti menghadapi Tok-sim Sian-li yang ia tahu amat lihai dan berbahaya itu.
"Silaman betina itu mencari keributan, dia lihai bukan main, bagaimana baiknya ?" bisiknya perlahan sekali kepada pengantin wanita di sebelah kirinya.
Isterinya mengangguk perlahan lalu berbisik kembali. "Dia memang lihai akan tetapi kita tak boleh takut Majulah, aku akan membantu, kita keroyok dia !"
Mendengar jawaban isterinya, Chi-loya bernapas lega, bersenyum kembali dan memandang ke arah Tok-sim Sian-li yang kini sudah berhadapan dengan Hek-bin-houw. Chi-loya kini tak takut lagi. Andaikata ia akan kalah dan mati, kalau di samping isterinya, ia akan rela !
Sementara itu, Hek-bin-houw yang telah berhadapan dengan Tok-sim Sian-li, setelah dekat baru ia melihat bahwa wanita itu sebetulnya sudah tua biarpun dari jauh masih nampak cantik sekali.
"Hemm. kau sombong dan centil, kiranya nenek - nenek keriputan. !" ia memaki dan dua jari kiri, telunjuk dan jari tengah, ia tudingkan ke arah hidung Tok-sim Sian-li. "Sikapmu menjemukan sekali seakan-akan di daerah Kwi-cu ini tidak ada orang pandai. Hayo kau boleh menari pedang, tuan besarmu hendak melihat. Kalau jelek kau boleh minggat dari si ........."
Belum habis ucapan Hek-bin-houw, tahu-tahu sinar pedang yang menyilaukan berkelebat ke arah leher orang kasar itu. Hek-bin-houw terkejut bukan main karena tahu bahwa sinar pedang itu luar biasa hebatnya. Ia cepat membuang tubuh ke belakang dan berjumpalitan, kemudian secara membabi-buta menghantamkan toyanya ke depan untuk melindungi diri.
Namun, dia memang bukan lawan Tok-sim Sian-li. Begitu pedang di tangan wanita itu bergerak menyambut toya, senjata toya itu putus menjadi dua ! Hek-bin-houw kaget hendak melompat ke pinggir, akan tetapi tangan kiri Tok-sim Sian-li bergerak memukul dengan gerakan berputar. Angin pukulan hebat menyambar dada Hek-bin-houw menjerit, terpental, muntahkan darah segar dan roboh tak bernapas lagi. Jantungnya telah pecah oleh pukulan Toat-sim-ciang (Tangan Pencabut Jantung) yang jahatnya bukan main !
Keadaan menjadi makin tegang dan para tamu mulai marah melihat pesta itu terganggu. Dua orang tamu, kakak beradik she Kwee yang sudah sering mendapat pertolongan Chi-loya yang mengangkat mereka dari keadaan yang amat miskin hampir kelaparan, melompat berdiri dan menyerang Tok-sim Sian-li dengan golok. Dua orang ini adalah murid - murid Min-kiang Lojin seorang kakek sakti yang hidup di lembah Sungai Min-kiang.. Ilmu golok mereka cukup kuat karena Min-kiang Lojin sebetulnya masih anak murid Bu-tong-pai.
Chi-loya kaget sekali dan hendak mencegah, akan tetapi terlambat. Terdengar suara ketawa Tok-sim Sian-li, suara ketawa yang merdu dan nyaring, akan tetapi suara ketawa ini mengandung tenaga khikang yang luar biasa. Memang selain ilmu pedangnya yang hebat. Tok-sim Sian-li masih memiliki ilmu pukulan Toat-sim-ciang dan di samping ini masih sering kali menggunakan ilmunya yang aneh, yaitu menyanyi atau tertawa yang kedengarannya merdu akan tetapi mengandung tenaga khikang dan lweekang yang dapat membuat lawan roboh atau kacau permainan silatnya ! Dua orang saudara Kwee itu begitu mendengar suara ketawa ini menjadi lemas kaki mereka dan sebelum mereika tahu apa yang terjadi, leher mereka sudah terbabat putus oleh pedang di tangan Tok-sim Sian-li ! Memang wanita ini sekali turun tangan, tentu menjatuhkan korban. Inilah sebuah di antara sebab - sebab mengapa ia dijuluki Tok-sim (Si Hati Beracun) !
"Tok-sim Sian-li iblis jahat, kau benar-benar terlalu sekali !" Chi-loya membentak marah, tubuhnya berkelebat dan rantai bajanya sudah menyambar tubuh Tok-sim Sian-li.
"Hi-hi-hi, orang she Chi. Hari ini aku akan merobah hari kawinmu menjadi hari matimu !" Tok-sim Sian-li tertawa - tawa mengejek dan dengan cepat ia mengelak sambil balas menyerang dengan pedangnya.
Tiba - tiba tampak berkelebatnya sinar pedang dan terdengar suara berkerincingan. Itulah sinar pedang di tangan pengantin wanita dan yang berbunyi adalah hiasan kepalanya yang bergerak-gerak sehingga batu - batu mutiara itu saling bertemu, suaranya nyaring bening.
Kembali Tok-sim Sian-li tertawa mengejek sambil menangkis pedang pengantin wanita itu.
"Bagus sekali, pengantin setia biarpun suaminya tua ! Kau mau mengantar suamimu ke neraka " Boleh, boleh sekali !" Pedang di tangan Tok-sim Sian-li bergerak cepat sekali dan di lain saat ia telah dikeroyok dua oleh sepasang pengantin itu ! Semua tamu baru sekarang melihat bahwa pengantin wanita itu malah lebih hebat kepandaiannya dari pada Chi-loya ! Dialah yang menandingi Tok-sim Sian-li bermain pedang, cepat dan hebat gerak - geriknya membuat para tamu melongo dan kagum. Namun, betapapun juga suami isteri itu masih belum mampu mendesak Tok-sim Sian-li yang memang lebih tinggi tingkat kepandaiannya.
Tiba - tiba terdengar seruan tertahan. Yang berseru ini adalah Wi Liong. Pemuda ini sejak tadi duduk menonton dan amat tertarik, sekarang ia menjadi pucat sekali. Gerak - gerik pedang di tangan nona pengantin itu !! Ia seperti sudah mengenalnya !
"Tok-sim Sian-li jangan menyebar maut. Akulah lawanmu !" Wi Liong yang berkhawatir kalau-kalau suami isteri itu celaka di tangan Tok-sim Sian-li. sekarang melompat maju dengan suling di tangannya.
"Takkk ....... !" Sekali sulingnya membentur pedang Tok-sim Sian-li wanita itu terhuyung mundur dan memandang kepada Wi Liong dengan mata terbelalak dan muka yang cantik itu tiba-tiba pucat. Setelah pemuda ini memegang sulingnya, barulah ia ingat kembali kepada pemuda ini yang pernah membikin dia sekawan dahulu kocar - kacir.
"Kau ......... ?" serunya gagap sambil mundur.
Akan tetapi seruannya ini lenyap ditelan suara seruan lain yang nyaring.
"Kau ......... masih hidup ......... " !" Dan hiasan kepala itu disingkapkan, terlihatlah muka yang cantik jelita, mata yang jernih akan tetapi pada saat itu dibuka selebar-lebarnya, muka seorang gadis muda yang memandang kepada Wi Liong dengan kaget dan heran. Muka itu menjadi pucat sekali dan iapun terhuyung akan roboh.
"Siok Lan...... !!" Wi Liong menjerit dan cepat memeluk tubuh yang terguling itu. Siok Lan pingsan dalam pelukan Wi Liong yang juga berdiri tidak tetap karena kedua kakinya menggigil saking tegangnya hatinya. Cepat ia mengurut punggung gadis itu dan seketika Siok Lan siuman kembali lalu menangis di atas dada Wi Liong !
Tentu saja keadaan ini menggegerkan para tamu. mereka kaget heran dan akhirnya menjadi bingung tidak tahu harus berbuat apa. Demikian pula Chi-loya, orang tua ini benar patut dikasihani karena ia hanya berdiri bengong memandang isterinya dengan bingung.
Sementara itu, Tok-sim Sian-li yang tadi marah sekali karena tangkisan suling membuat ia terhuyung - huyung, kini melihat Wi Liong memeluk Siok Lan yang menangis, cepat mengirim tusukan yang kalau mengenai tentu akan menembus tubuh Wi Liong dan Siok Lan.
"Takk ...... !" Tanpa menoleh, masih mendekap kepala Siok Lan di dadanya dengan mata dimeramkan. Wi Liong mengangkat tangan kiri yang memegang suling dan berhasil menangkis serangan pedang ini" !
"Siok Lan ....... !" kembali pemuda itu berbisik di dekat telinganya.
"Wi Liong, kau ....... kau yang terjungkal dalam jurang ....... kau masih hidup ........." Betul - betulkah ini, tidak mimpikah ......... ?" Siok Lan balas berbisik.
"Tidak Siok Lan, aku tidak mati. Thian masih melindungi aku, masih memperpanjang hidupku agar aku dapat mencarimu, dapat bertemu kembali dengan kau."
Chi-loya melangkah maju, suaranya menggeledek akan tetapi agak gemetar saking gelisahnya hatinya. "Siok Lan .......... ingat kau sekarang sudah menjadi isteriku, kita sudah ......... sudah bersembahyang di depan meja leluhur ........."
Mendengar ini, bagaikan baru sadar dari mimpi, Siok Lan merenggutkan kepala dan tubuhnya dari pelukan Wi Liong, lalu sambil terisak ia berkata.
"Wi Liong, apa yang ia katakan itu betul. Kau ........ kau pergilah ........."
Wi Liong yang menjadi pucat dan sepasang matanya basah air mata. memegang tangan gadis itu berkata memohon, "Siok Lan, masa kau begitu kejam " Bagaimana kau bisa sampai menjadi isterinya di luar tahu orang tuamu ....... ?"
Siok Lan menjatuhkan diri duduk di atas lantai sambil terisak - isak, hatinya bingung dan sedih bukan main. Wi Liong juga ikut duduk bersila di atas tanah sambil memegangi tangan kiri Siok Lan dengan tangan kanannya.
"Ceritakanlah Siok Lan. Ceritakan agar aku tidak mati penasaran ........."
Dengan terisak - isak Siok Lan mulai menuturkan pengalamannya, "Aku ........ aku dahulu melihat kau terjerumus ke dalam jurang, aku merasa berdosa dan aku ......... aku menyesal dan berduka-sekali ........."
Kembali angin serangan datang;, dan pedang Tok-sim Sian-li mencari kesempatan selaga dua orang itu mengobrol, mengirim bacokan ke arah kepala Wi Liong.
"Takkkk......... !" Seperti juga tadi, tanpa melihat sedikitpun ke belakang Wi Liong telah berhasil menangkis pedang itu dengan sulingnya membuat pedang terpental keras !
Baik Wi Liong sendiri maupun Siok Lan terus bersikap tak acuh terhadap keadaan di sekelilingnya, bercakap-cakap dan tidak menghiraukan serangan-serangan yang dilakukan oleh Tok-sim Sian-li terhadap Wi Liong.
"Thian tidak menghendaki kematianku, Lan-moi. Aku selamat dan aku mencarimu, berbulan-bulan lamanya. Siapa kira akan berjumpa di sini dan kau ......... kau tahu-tahu sedang melangsungkan ......... pernikahan ........."
Siok Lan menarik napas panjang, dan dua titik air matanya berhenti di atas sepasang pipinya yang pucat. Ia memandang Wi Liong, pemuda itu memandangnya dan dua pasang mata bertemu. mengeluarkan sinar mesra, menumpahkan perasaan hati dalam seribu bahasa tanpa kata-kata. Hanya tangan mereka yang berpegangan itu saling menggetarkan gelora hati masing-masing. melalui jari-jari tangan mereka.
"Aku menyesal sekali. Wi Liong koko aku menyesal sekali ........ akan tetapi apa hendak dikata" Aku tidak sengaja ........ semua salah nasibku yang buruk ........"
Kembali pedang Tok-sim Sian-li menyambar kali ini pedangnya menyambar dengan dahsyat dibarengi pukulan Toat-sim-ciang ke arah dada Wi Liong. Ia pikir inilah kesempatan baik sekali selagi pemuda itu seperti gila bercakap-cakap dengan Siok Lan, kalau bisa ia hendak membunuh pemuda ini yang amat berbahaya kelak, baik bagi dia maupun bagi kawan-kawannya.
Wi Liong sedang menumpahkan seluruh perhatiannya kepada Siok Lan, maka ketika ia merasa ada sambaran pedang, dengan jengkel karena terganggu, sulingnya ditangkiskan dengan tenaga dikerahkan, sedangkan dada yang menghadapi angin pukulan Toat-sim-ciang itu ia biarkan saja, hanya mengerahkan sinkang untuk menolaknya.
Akibatnya hebat. Tidak saja pedang di tangan Tok-sim Sian-li terpental, juga wanita itu terjengkang karena hawa pukulannya sendiri yang membalik, membuat dia hampir saja roboh
convert txt : http://www.mardias.mywapblog.com
kalau tidak cepat - cepat berjungkir balik sampai tiga kali ! Para tamu menjadi makin kagum akan kehebatan pemuda itu, sedangkan Chi-loya yang juga terpengaruh sekali oleh pertemuan aneh mengharukan itu, mencela keras.
"Tok-sim Sian-li, mengapa kau berlaku begitu curang " Kalau mau berkelahi kau tunggu sampai mereka habis bicara !"
Tok-sim Sian-li mendongkol, malu dan marah bukan main. "Heh-heh, orang she Chi kambing bandot tolol ! Isterimu dipermainkan orang, kau dihina habis- habisan dan aku membantumu membunuh dia, kau malah menghalangiku" Benar tolol !"
Muka Chi-loya sebentar pucat sebentar merah. Malunya bukan main melihat isterinya dipeluk-peluk dan saling berpegang tangan, bercakap - cakap dengan pemuda itu penuh kemesraan. Memang itu merupakan penghinaan yang luar biasa. Rantai baja di tangannya menggigil, siap hendak dipukulkan ke arah kepala Wi Liong. Akan tetapi Chi-loya adalah seorang yang mengutamakan kegagahan, tidak sudi ia menyerang orang yang tidak bersiaga.
"Aku tidak butuh bantuanmu. Ini urusanku sendiri, kau boleh pergi !"
"Manusia tak kenal budi, kalau begitu lebih baik kau mampus dari pada hidup terhina oleh isteri sendiri di depan umum !" Sambil berkata demikian, kini pedang di tangan Tok-sim Sian li menyerang hebat kepada Chi-loya !
Siok Lan yang sedang bercakap cakap dengan Wi Liong, melihat suaminya diserang, cepat melompat dan menangkis pedang Tok-sim Sian-li lalu balas menyerang. Wi Liong juga berdiri.
"Siok Lan, apakah dia mengganggumu " "
"Usir dia, membikin ribut saja mengganggu percakapan kita." jawab Siok Lan.
Wi Liong menggerakkan sulingnya dan sekaligus senjata istimewa ini melakukan tiga macam serangan yang amat sulit. Tok-sim Sian-li sibuk mengelak dan menangkis, akan tetapi serangan ketiga tidak dapat dicegah lagi mengenai pundaknya, perlahan saja akan tetapi cukup membuat lengan kanannya lumpuh dan ia tak dapat menggerakkan pedangnya lagi. Ia memang jerih terhadap Wi Liong, sekarang ia tahu bahwa melanjutkan pertempuran takkan mencuci mukanya. Ia melompat pergi sambil berseru.
"Bocah setan, akan datang saatnya aku membalas semua ini !"
Akan tetapi Wi Liong sudah menarik tangan Siok Lan dan diajak duduk lagi.
"Siok Lan apakah kau mencinta suamimu, Chi-loya itu ?" tanya Wi Liong, teringat betapa tadi Siok Lan membantu Chi-loya ketika diserang oleh Tok-sim Sian-Ii.
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siok Lan tidak menjawab, juga tidak memandang ke arah suaminya, akan tetapi ia mengangguk.
"Jadi kau tidak cinta padaku ?" pertanyaan itti terdengar sedih.
"Kau tahu aku mencinta padamu, dahulu, sekarang, kelak ......... selama-lamanya ......... "
"Kalau begitu hayo kita pergi dari sini berdua ....... selamanya ........."
Siok Lan menggeleng kepala. "Namamu akan rusak karenanya ........."
"Perduli apa " Orang - orang ini ........." ia mengembangkan kedua lengannya ke sekeliling, "atau orang - orang sedunia boleh mencelaku, boleh merusak namaku asalkan kau selalu berada di sampingku."
"Tidak bisa. Liong ko. tidak mungkin. Aku sudah menjadi isteri orang dan aku mencinta suamiku. Kau pergilah dari sini dan lupakan aku." Setelah berkata demikian. Siok Lan menangis lagi terisak - isak.
"Siok Lan, kau kejam .........setidaknya ceritakan bagaimana kau bisa menjadi isteri orang lain ......... betapa kejam kau, betapa mudah melupakan aku dan mencari pengganti ........."
"Jangan kau menyangka begitu, Liong ko. jangan. Sungguh mati, tadinya kuanggap kau sudah meninggal ketika terjerumus ke dalam jurang. Aku seperti gila, hidup kosong bagiku. Aku pergi tanpa tujuan sampai berbulan - bulan dan akhirnya aku tiba di daerah ini dalam keadaan jasmani lemah dan sakit - sakit sedangkan ingatanku juga bingung tidak karuan, lebih gila dari pada waras, lebih mati dari pada hidup karena aku lupa makan lupa tidur ........."
"Kasihan kau ........."
"Aku tentu akan menjadi korban orang-orang jahat atau binatang - binatang buas di dalam hutan sepanjang sungai di sebelah timur, kalau saja tidak muncul dia itu ......... "
"Chi-loya ............ " "
Siok Lan mengangguk. "Dia menolongku, merawatku penuh kesabaran, penuh kasihan dan cinta, ia sopan, hormat, mencinta dan aku merasa seperti hidup kembali dari kematian. Aku merasa berhutang budi kepadanya. Kuanggap hidupku sudah tamat semenjak kau ........ kukira mati, dan ada orang yang menghidupkan aku, menanam budi, sekarang aku hanya ingin membalas budinya selagi masih hidup ......... Liong-ko kau harus mengerti keadaanku ........." Siok Lan nampak sedih sekali.
Akan tetapi Wi Liong bangkit berdiri dengan marah. Ia menoleh ke arah Chi loya dan membentak keras,
"Bandot tua ! Sungguh tak bermalu ! Kau pura - pura menolongnya, berlaku baik padanya hanya untuk membujuknya menjadi isterimu. Jadi kau menolong untuk menanam budi agar ia terpaksa mau menjadi isterimu " Keparat ......... !"
"Wi Liong, jangan kau bilang begitu ! Dia betul - betul orang baik tidak seperti yang kau-sangka !" Siok Lan menjerit akan tetapi Wi Liong tidak perdulikan dia. Pemuda ini saking sedih dan kecewanya, menjadi mata gelap dan ia lalu menyerang maju hendak memukul Chi-loya.
Chi-loya sendiri hatinya sudah panas karena dibakar oleh Tok-sim Sian-li tadi. Kalau saja, ia tidak mendengar percakapan dua orang muda itu dan tahu bahwa di sini terdapat kesalah-fahaman tentu ia sudah menyerang Wi Liong. Ia tahu bahwa nasib buruk telah memisahkan dua orang muda yang saling mencinta itu dan hatinya tergerak. Ia hendak membiarkan persoalan itu dalam tangan Siok Lan. Biarlah gadis itu memilih jalannya sendiri. Andaikata Siok Lan memilih Wi Liong dan meninggalkannya, iapun tidak akan menghalanginya. Akan tetapi ternyata Siok Lan memilih dia dan sekarang pemuda itu marah-marah hendak menyerangnya. Tentu saja iapun lalu menggerakkan rantai bajanya menyambut serangan ini.
Berbareng pada saat itu. belasan orang gagah yang menjadi tamu Chi-loya, serentak maju mengeroyok Wi Liong. Dalam pandangan mereka Wi Liong terlalu kurang ajar. Selain menodai kehormatan keluarga Chi dengan sikap kurang ajar terhadap pengantin wanita, sekarang malah hendak membunuh Chi loya.
"Pemuda jahat jangan kurang ajar !" teriak mereka dan sebentar saja Wi Liong yang hendak menyerang Chi-loya sudah dikepung. Pertempuran hebat terjadi di ruangan itu.
Wi Liong mengamuk. Sebentar saja empat orang sudah roboh terkena totokan sulingnya. Dua orang lagi roboh terkena tendangan kakinya. Sungguh amat hebat sepak terjang pemuda ini. Biarpun ia sudah mata gelap karena marah, kecewa dan duka, namun watak dan sifatnya yang baik dan penuh welas asih itu masih menahannya, melarangnya membunuh orang secara sembarangan saja. Oleh karena itu, mereka yang ia robohkan tidak sampai tewas. Dengan muka merah Wi Liong mendesak maju terus dengan maksud merobohkan Chi-loya yang mungkin akan ia tewaskan karena hatinya penuh cemburu dan marah I
Para tamu yang maklum akan maksud pemuda itu membunuh Chi-loya. serentak maju membantu tuan rumah sehingga tidak mudah bagi Wi Liong untuk mendekati Chi-loya yang sudah siap berdiri tegak dengan rantai baja di tangannya. Dengan gemas Wi Liong kembali bergerak cepat sekali dan belasan orang roboh malang - melintang. Dengan lompatan jauh akhirnya ia berhadapan dengan Chi-loya !
"Bandot tua, kau hendak lari ke mana ?" bentaknya.
"Siapa yang akan lari" Pemuda hijau, hamba nafsu !" Chi-loya balas memaki dengan senyum sindir sambil memutar rantai untuk menjaga diri.
Wi Liong menggerakkan sulingnya dan menyerang maju. Dua orang tamu bertubuh kurus kering menyerangnya dari kanan kiri, akan tetapi segebrakan saja dua orang itu terpental ke kanan kiri. Mereka bangun dengan mulut melongo saking herannya. Mereka ini adalah sepasang saudara yang berjuluk Hong-pek (Malaikat Angin) dan Lui-kong (Malaikat Guntur) dan nama mereka sudah amat terkenal di daerah selatan. Akan tetapi begitu keserempet hawa pukulan pemuda ini, mereka terjengkang ! Siapa orangnya tidak menjadi terheran - heran "
Chi-loya bukannya orang lemah. Rantai bajanya merupakan senjata berat yang amat kuat dan sukar dilawan. Maklum bahwa pemuda ini memiliki kesaktian tinggi, ia memutar rantainya sambil mengerahkan segenap tenaga lweekangnya. Melihat suling kecil itu meluncur maju ia menyabet dengan rantainya, dengan gerakan sedemikian rupa sehingga ujung rantai dapat membelit senjata lawan.
Di luar sangkaannya, pemuda itu membiarkan saja ujung sulingnya terbelit rantai lawan. Chi-loya sudah menjadi girang sekali. Inilah sebuah di antara keistimewaannya, membelit senjata dengan rantai lalu mengerahkan tenaga sekuatnya untuk membetot dan merampas senjata lawan. Demikianlah, sambil memasang kuda kuda-kuat sekali ia berseru sambil menarik rantainya dengan gerakan mendadak.
Akan tetapi Wi Liong bukanlah orang yang dengan mudah begitu saja dapat dirampas senjatanya. Ilmu silatnya sudah terlalu tinggi kalau dibandingkan dengan Chi-loya, beberapa tingkat lebih tinggi. Maka. dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Chi-loya ketika tiba - tiba ada tenaga dahsyat sekali membuat ia melepaskan gagang rantainya ! Benar - benar sukar dimengerti dan aneh kalau dibicarakan Chi-loya yang menggunakan rantainya membelit suling dan dia yang mengerahkan tenaga membetot, eh. tahu-tahu malah rantainya sendiri yang terlepas dan terampas lawan! Sebelum ia dapat mengelak kakinya sudah diserampang oleh kaki Wi Liong sehingga tubuhnya terlempar dan roboh telentang.
"Bandot tua. bersiaplah kau untuk menghadap Giam-kun (Malaikat Akhirat)!" kata Wi Liong dan ia melangkah maju.
Tiba - tiba terdengar jerit mengerikan dan Wi Liong menahan langkah kakinya malah ia lalu mundur ketika melihat Siok Lan yang menangis tersedu- sedu itu sudah menubruk Chi-loya dan kini gadis itu menghadapinya dengan pedang di tangan dan air mata di pipi.
"Mau bunuh dia ......... " Mau bunuh suamiku ......... " Bunuhlah aku lebih dulu !"
Wi Liong menjadi pucat mukanya. Pukulan ini hebat sekali baginya. Siok Lan telah dihadapkan dua pilihan dan ternyata gadis itu memilih suaminya yang tua, malah sekarang hendak melawannya !
"Siok Lan ......... kau ......... kau lebih cinta padanya ......... ?"
"Tentu ! Bagaimana seorang isteri tidak mencinta suaminya" Thio Wi Liong, jangan harap kau akan dapat menjamah tubuh suamiku sebelum melalui mayatku ! "
Kedua kaki Wi Liong menggigil. Tadi ia masih ragu - ragu, masih mengira bahwa gadis itu mencintanya dan hanya karena kesusilaan belaka maka terpaksa tidak mau mengikutinya meninggalkan Chi-loya. Sekarang terbukalah matanya, jelas baginya bahwa cinta gadis ini terhadapnya hanya di bibir saja dan sekarang ternyata bahwa gadis itu lebih mencinta Chi-loya, malah bersedia mengorbankan nyawa untuk suaminya, rela menghadapinya sebagai lawan ! Ini terlampau hebat baginya dan tiba - tiba Wi Liong melihat keadaan sekelilingnya menjadi gelap menghitam, bumi yang diinjaknya serasa terputar - putar dan di lain saat ia sudah roboh pingsan !
Dengan tangan kanan memegang pedang terhunus dan air mata bercucuran di atas pipinya. Siok Lan menyuruh suaminya dengan suara lirih.
"Ikat kaki tangannya dan bubarkan para tamu !"
Melihat keadaan sudah begitu. Chi-loya tidak ada lain jalan kecuali menuruti kehendak isterinya. Ia memohon maaf kepada semua tamu dan minta mereka meninggalkan rumahnya, kemudian dengan ragu - ragu akan tetapi tidak berani membantah ia mengikat kaki tangan Wi Liong dan menyuruh pelayan - pelayannya mengangkat tubuh pemuda Itu ke dalam rumah. Setelah itu ia bersama isterinya memasuki rumah dengan hati tidak karuan.
Para pelayan hanya dapat saling pandang dengan bengong, lalu mengangkat pundak. Baiknya mayat kawanan kaki tangan pemerintah Mongol tadi sudah dibawa pergi kawan - kawan sendiri dan yang terluka juga sudah dibawa pulang oleh kawan - kawan mereka, maka para pelayan kini hanya tinggal membersihkan ruangan itu dan mencuci lantai yang terkena darah.
Wi Liong masih pingsan dan ia dibaringkan di atas dipan di ruangan tengah. Siok Lan dan Chi-loya duduk di atas kursi dekat dipan itu. Keduanya tidak bicara sejak tadi dan Chi-loya memandang kepaida isterinya dengan hati bingung, ia maklum bahwa isterinya amat mencinta pemuda sakti ini dan agaknya ia akan rela kalau isterinya mau pergi bersama Wi Liong. Akan tetapi, hatinya tidak mengijimkan. Ia sendiri amat mencinta isterimya dan terbayanglah semua, pengalamannya semenjak ia belum bertemu dengan Siok Lan sampai saat pernikahannya yang menjadi geger tidak karuan itu.
Dahulu pernah Chi loya yang sebetulnya bernama Chi Kian mempunyai seorang isteri akan tetapi isterinya meninggal dunia tanpa meninggalkan seorangpun keturunan. Telah banyak wanita yang dilihatnya, banyak pula yang mengharapkan menjadi isteri hartawan yang terkenal dermawan dan gagah perkasa ini sehingga dijuluki orang Wu-kiang Siauw-ong. Akan tetapi belum pernah ia menemui seorang wanita yang cukup berharga untuk dijadikan pengganti isterinya yang telah meninggal dunia.
Pada suatu hari, sebulan lebih yang lalu, ia menerima laporan dari penduduk sebelah timur sungai bahwa di dalam sebuah hutan yang lebat muncul rombongan perampok yang suka mengganggu penduduk. Mendengar laporan ini, Chi-loya yang berjiwa gagah cepat membawa rantai bajanya menyeberangi sungai menuju tempat itu. Ia memasuiki hutan seorang diri saja karena tidak mau membahayakan keselamatan pembantu - pembantunya yang tidak memiliki ilmu silat tinggi.
Dan apa yang ia dapatkan di dalam hutan liar yang masih termasuk wilayahnya ini " Seorang gadis cantik jelita yang gagah perkasa yang dengan sebilah pedang telah menewaskan tiga ekor harimau yang agaknya mengganggunya di tengah perjalanan, dan ketika ia tiba di situ sedang dikeroyok oleh belasan orang perampok ! Ia kagum bukan main menyaksikan ilmu pedang gadis itu dan sekali pandang saja ia maklum bahwa gadis itu memiliki ilmu silat yang tinggi, yang tidak kalah olehnya sendiri. Akan tetapi gadis itu pucat wajahnya dan gerak-geriknya lemah seperti orang sakit sehingga biarpun ia berhasil merobohkan beberapa orang perampok ia sendiri sudah amat lemah dan hampir roboh. Chi-loya lalu turun tangan membantu dan mengusir para perampok pada saat gadis itu roboh pingsan saking lelah dan lemahnya. Kemudian tanpa ragu-ragu lagi setelah melihat gadis itu benar benar menderita sakit deman hebat, ia memondong tubuh gadis itu dibawa pulang dan dirawat.
Gadis itu bukan lain adalah Siok Lan. Sampai hampir satu bulan Siok Lan menderita sakit hebat, terserang demam panas yang hampir saja membawa pergi nyawanya kalau saja Chi-loya tidak berusaha sekuat tenaga untuk menolongnya. Siang malam Chi-loya melayani dan merawat sendiri gadis yang sekaligus telah merampas hatinya itu. Ia memasak sendiri obat-obat untuk Siok Lan setelah mendatangkan sinshe (tukang obat) terpandai dari kota terdekat, menjaga dan merawat dengan kedua tangannya sendiri dengan penuh perhatian dan penuh kesabaran.
Siok Lan amat terharu menerima budi kebaikan yang luar biasa ini. Ia anggap dirinya sudah mati, setidaknya semangatnya untuk hidup sudah terbawa pergi oleh Wi Liong yang terjerumus di dalam jurang. Baginya, tidak ada yang lebih dinantikan selain kematian, kematian yang memungkinkan ia menyusul Wi Liong pemuda yang dikasihinya itu. Akan tetapi kini ia terikat lagi oleh dunia, terikat dengan budi yang amat besar yang dilimpahkan oleh Chi-loya kepadanya. Cinta kasih yang besar, yang suci dan tidak terdorong naf su semata dari hartawan itu mengharukan hatinya, membuat ta tidak tega untuk menolak ketika Chi-loya menyatakan perasaannya, meminangnya. Maka untuk sekedar membalas budi, ia menerima pinangan Chi-loya !
Semua ini terbayang di depan mata Chi-loya, juga terbayang di dalam benak Siok Lan ketika keduanya menjaga Wi Liong yang masih pingsan di atas dipan.
Setelah malam tiba dan keadaan menjadi sunyi, Siok Lan berkata kepada suaminya,
"Bawa dia ke sungai dan bunuh saja di sana, hanyutkan tubuhnya di sungai yang deras."
Chi-loya terkejut sekali mendengar ini, wajahnya sampai menjadi pucat.
"Siok Lan, apa artinya ucapanmu ini ?"
"Artinya, aku baru bisa menjadi isterimu kalau dia sudah tidak ada lagi di dunia ini seperti yang tadinya kukira" jawab Siok Lan tenang.
"Siok Lan, kau tahu bahwa aku mencintamu dengan seluruh jiwa ragaku. Akan tetapi biarpun tidak ada apapun di dunia ini yang ingin kumiliki seperti dirimu, aku lebih suka melihat kau bahagia biarpun harus kubeli dengan nyawaku. Kalau kau mencinta pemuda ini. kau boleh tinggalkan aku dan ikutlah dengan dia kalau memang itu yang kau kehendaki kalau memang itu yang akan membikin kau bahagia. Aku rela........."
"Tidak !" kata Siok Lan terharu. "Dengan berbuat begitu aku akan merusak penghidupan dua orang, dia yang akan cemar namanya dan kau yang akan menjadi berduka. Sudahlah, kaubawa dia dan kaubunuh dia, barulah keadaanku biasa kembali seperti kemarin sebelum dia muncul ! Kalau kau tidak mau melakukan ini, aku sendiri akan membunuhnya kemudian aku akan tinggalkan kau !"
Mendengar ketidaksabaran dan kejengkelan di dalam suara isterinya; Chi-loya tahu bahwa tidak ada pilihan lain baginya. Ia sudah cukup mengenal watak Siok Lan yang amat keras.
"Baiklah, kalau demikian kehendakmu." katanya kemudian menarik napas panjang. lalu mengenakan jubah panjang dan mengikatkan rantai baja di pinggangnya.
Siok Lan menghampiri tubuh Wi Liong yang masih telentang pucat di atas dipan, membungkuk dan memberi ciuman tanpa malu - malu lagi penuh keharuan pada kening pemuda itu
"Bawalah, bunuhlah ........." katanya perlahan dan air matanya bercucuran turun ketika ia memandang suaminya yang tinggi besar itu, yang sudah melangkah keluar dengan cepatnya sambil memondong tubuh Wi Liong.
Siok Lan berdiri terus di ambang pintu, pucat seperti mayat, tidak bergerak seperti patung. Hanya air matanya yang bergerak, seperti batu-batu giok berjatuhan di atas pipinya tanpa dirasa dan diusapnya. Seakan-akan, semangatnya terbang mengikuti tubuh Wi Liong yang dipondong pergi oleh suaminya,. Ia yakin betul bahwa Chi-loya pasti akan memenuhi permintaannya, pasti akan membunuh Wi Liong sebagaimana yang dipintanya. Ia tahu betapa besar cinta kasih orang tua itu kepadanya.
Setelah semalaman gadis itu berdiri di pintu. Menjelang pagi, sesosok bayangan berkelebat dan masuklah Chi-loya berkerudung baju panjangnya karena pagi itu dingin sekali. Wajahnya nampak gembira akan tetapi menjadi terkejut dan cemas melihat isterlnya berdiri di ambang pintu.
Dipeluknya Siok Lan. dirangkul dan ditanya penuh kasih sayang, "Mengapa kau masih di sini dan belum tidur ?"
Siok Lan menatap wajahnya, mencari - cari dengan pandang mata untuk menjenguk isi hati suaminya, berkata lirih, "Sudah........." "
Chi-loya hanya mengangguk, menarik lengan gadis itu memasuki rumah, menutup pintu. "Kau seharusnya sudah tidur, berdiri di luar bisa masuk angin." kata Chi-loya sambil merangkulnya.
Siok Lan diam saja, malah merebahkan kepala di dada suaminya sambil menangis terisak - isak. Chi-loya menggeleng-gelengkan kepala, menarik napas dan mengelus - elus rambut yang halus hitam itu untuk menghibur hati isteri yang amat dicinta itu.
My Name Red 12 Goosebumps - 2000 15 Sekolah Jerit Suka Suka Cinta 2