Pencarian

Cheng Hoa Kiam 10

Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 10


"Cappp ......... !" Wi Liong roboh terguling, darah mengucur deras dari luka di pahanya. Baiknya pemuda ini sudah menggembleng diri secara hebat sekali sehingga biarpun ia tidak mengerahkan lweekang atau tenaga untuk menahan sabetan, namun hawa sinkang di tubuhnya membuat urat-uratnya kuat dan dagingnya otomatis dapat menahan serangan dari luar sehingga ia hanya menderita luka di luar saja yang berdarah banyak. Lain orang tentu sudah putus pahanya disambar pedang gadis itu.
"Bunuh aku ....... kau bunuh saja aku ......! " kata Wi Liong dengan pucat ketika ia roboh terguling.
Melihat darah, Siok Lan menjadi makin kalap. Ia mengangkat pedangnya, siap ditusukkan ke arah leher pemuda yang pada saat itu amat dibencinya. Akan tetapi, pada saat ujung pedang sudah mendekati tenggorokan Wi Liong, pandang mata Siok Lan bentrok dengan sinar mata pemuda itu yang menatapnya penuh kedukaan dan cinta kasih. Naik sedu-sedan di kerongkongan Siok Lan membuat tangannya menggigil dan ujung pedang itu menurun, melukai kulit dada Wi Liong dan merobek bajunya. Pada saat itu. dari jauh sudah muncul Kwa Cun Ek yang berteriak nyaring,
"Siok Lan ......... !!"
Gadis itu kaget, membalikkan tubuh dan lari lagi secepatnya. Wi Liong melompat bangun, agak terpincang namun berkat ginkangnya yang luar biasa tingginya, sudah dapat berlari lagi cepat sekali walau terpincang - pincang. Darah menetes di atas tanah, di sepanjang jalan yang dilaluinya. Darah segar, sebagian besar dari paha kirinya dan sebagian dari dadanya. Kepalanya serasa dipukuli palu besar, berdenyut - denyut sakit. Ini adalah akibat pukulannya sendiri tadi, pukulan yang dilakukan dengan keras dan dalam keadaan menyesal, duka dan marah kepada diri sendiri. Pukulannya sendiri ini di luar kesadarannya telah melukainya sendiri, luka yang tidak seberapa akan tetapi karena mengguncang otak, menjadi hebat dan berbahaya !
Melihat pemuda itu sudah mengejar sampai ke dalam hutan di sebelah timur kota Poan-kun, Siok Lan menjadi bingung. Akhirnya, setelah Wi Liong sudah dapat terdengar napasnya yang terengah-engah di belakangnya, Siok Lan mengambil keputusan nekat lalu melompat ke dalam sebuah jurang !
"Bu-beng Siocia ...... !" Pekik yang dikeluarkan oleh Wi Liong ini hebat sekali, seperti raung seekor singa terluka. Dengan kecepatan yang sukar diikuti pandangan mata, pemuda ini melompat, melempar diri terjun ke.dalam jurang itu, kedua kakinya mengait akar pohon dan tangannya menangkap tubuh Siok Lan. Semua ini terjadi dalam beberapa detik saja dan apa yang dilakukan oleh Wi Liong ini kiranya hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah tak memperdulikan kematian lagi. Dalam keadaan sadar, kiranya takkan dapat dilakukan olehnya, sungguhpun kepandaiannya amat tinggi. Perbuatan yang dilakukan oleh Wi Liong ini biarpun mengandalkan kepandaian tinggi, namun terutama sekali berkat kenekatan yang luar biasa terdorong oleh putus asa. Melihat kekasihnya melempar diri ke dalam jurang. Wi Liong cepat menyusul dan melompat pula. Karena kepandaiannya tinggi, lompatannya demikian cepatnya sehingga ia dapat menyusul Siok Lan dan ketajaman perasaannya membuat ia ingat untuk mengaitkan kaki kepada apa saja yang dapat menahan tubuhnya, kemudian ia berhasil untuk menyambar pinggang Siok Lan pada saat itu juga !
"Lepaskan aku. keparat !" Siok Lan meronta-ronta. Gadis ini sudah mengambil keputusan nekat untuk mati saja. Ia menggunakan kedua tangan untuk memukul, dan kedua kakinya menendang-nendang. Sayang pedangnya sudah terlempar lenyap ketika ia melompat ke dalam jurang tadi, kalau tidak agaknya ia akan menggunakan pedangnya itu.
Betapapun tinggi kepandaian Wi Liong, dipukul dan ditendang oleh gadis yang berilmu tinggi juga itu, tak dapat ditahan lebih lama lagi. Lebih-lebih karena kaki kirinya terasa lumpuh, agaknya terlampau banyak darah keluar. Tubuhnya mulai gemetar menggigil dan sukar baginya untuk mempertahankan diri lagi. Akan tetapi ia tidak mau melepaskan tubuh kekasihnya.
"Jahanam, lepaskan aku !" teriak Siok Lan sambil memukul - mukul lagi sekenanya.
Pada saat itu. Kwa Cun Ek dan isterinya sudah tiba di pinggir jurang dengan muka pucat dan napas terengah - engah.
"Lan-ji ........... !" Kwa Cun Ek berseru kaget melihat keadaan puterinya, dipegang pinggangnya oleh kedua tangan Wi Liong yang menggantungkan kaki pada akar pohon di tebing jurang, kira - kira sepuluh kaki dalamnya dari atas. Kalau cekalan Wi Liong terlepas, atau kalau pemuda itu jatuh ke bawah ......... tentu akan celaka puterinya !
"Siok Lan.........jangan pukul dia .........!"
Tung-hai Sian-li juga memekik kaget dengan muka pucat. Kemudian wanita ini hampir pingsan menyembunyikan mukanya di dada suaminya, terisak. Mereka tak berdaya menolong.
Mendengar seruan - seruan mereka, pikiran Wi Liong yang sudah gelap dan tidak karuan itu seperti mendapat sinar terang. Cepat ia mencengkeram pinggang gadis itu dengan tangan kiri. melepaskan tangan kanan dan begitu tangan kanannya bergerak, ia sudah menotok jalan darah Siok Lan sehingga gadis ini tak dapat bergerak lagi.
"Kwa-lo-enghiong. awas, terimalah puterimu .........!" seru Wi Liong yang mengerahkan seluruh tenaga kepada dua lengannya, kemudian melemparkan tubuh Siok Lan ke atas sepenuh tenaga. Tubuh itu melayang ke atas melampaui mulut jurang. Kwa Cun Ek cepat menyambar tubuh puterinya yang lalu dipeluk dan ditangisi Tung-hai Sian-li. Akan tetapi ketika Kwa Cun Ek menengok ke bawah, ia meramkan matanya melihat betapa berbareng dengan terlemparnya tubuh Siok Lan ke atas, kaitan kaki Wi Liong pada akar itu terlepas dan tubuh pemuda itu meluncur ke bawah sampai lenyap dari pandangan mata !
Kwa Cun Ek menahan napas dan membuka lagi matanya yang menjadi basah. Ia tidak mengerti apakah sebetulnya yang sudah terjadi maka demikian aneh sikap Wi Liong dan Siok Lan. Betapapun juga, Wi Liong telah merenggut nyawa Siok Lan dari maut dengan pengorbanan nyawa sendiri, agaknya. Karena, bagaimana orang masih dapat hidup setelah terjatuh ke dalam jurang sedemikian dalamnya "
Akan tetapi ia tak dapat berbuat sesuatu, malah hendak menjaga agar Siok Lan jangan sampai tahu lebih dulu akan kengerian yang terjadi pada diri pemuda aneh itu. Ketika ia memandang puterinya, gadis itu sudah dibebaskan pengaruh totokannya oleh ibunya, akan tetapi Siok Lan telah roboh pingsan. Dengan hati tidak karuan rasa, suami isteri itu lalu membawa pulang Siok Lan, kemudian setelah gadis itu direbahkan di dalam kamarnya dan dirawat oleh ibunya. Kwa Cun Ek lalu pergi ke hutan itu, untuk mencari mayat Wi Liong agar ia dapat mengurus penguburannya secara baik - baik. Tung-hai Sian-li, biarpun biasanya berhati baja. kali ini menyetujui kehendak suaminya, malah mendesak suaminya berangkat cepat-cepat agar jenazah pemuda itu tidak menjadi korban binatang buas. Pesanan ini ia ucapkan dengan air mata berlinang.
Akan tetapi, menjelang senja, Kwa Cun Ek pulang dengan muka lesu dan tangan kosong.
Isterinya menyambut di ruangan depan. "Lan-ji sudah siuman, menangis saja lalu sekarang sudah tertidur. Bagaimana usahamu mencarinya ....... ?" berkata Tung-hai Sian-li perlahan.
Kwa Cun Ek menggeleng kepalanya dengan sedih."Agaknya kekhawatiranmu telah terbukti. Aku hanya melihat bekas - bekas darah ...... dan robekan - robekan pakaian ...... tapi tidak menemukan jenazahnya ....... agaknya ....... kutakut....... jenazahnya digondol binatang buas ............" Kwa Cun Ek tak dapat melanjutkan kata - katanya karena keharuan membuat kerongkongannya tersumbat.
Tung-hai Sian-li mendekap mulut sendiri agar jangan mengeluarkan suara tangisan. Akan tetapi dari celah - celah jari dan ujung lengan baju yang dipakai menutupi mulut dan mata. mengalir butiran - butiran air mata.
Keharuan suami isteri ini diakhiri dengan tidur karena lelah. Baru menjelang subuh mereka dapat tidur. Tekanan - tekanan batin membuat mereka lelah. Setelah mereka bangun, keharuan itu berganti dengan panik dan gelisah karena kamar Siok Lan telah kosong ! Gadis itu telah lenyap tanpa meninggalkan bekas !
"Siok Lan ......... !" Tung-haa Sian-li menjerit dan di lain saat wanita ini sudah berlari cepat meninggalkan rumahnya.
"Hui Goat ......... !!" Suaminya memanggil sambil mengejair keluar.
"Aku takkan pulang sebelum bertemu dengan Siok Lan !" kata Tung-hai Sian-li sambil mempercepat larinya. Kwa Cun Ek menarik napas panjang berkali-kali sambil berdiri mematung di depan rumahnya. Kemudian, beberapa orang tetangganya melihat orang gagah ini pergi meninggalkan rumahnya, menggendong sebuah bungkusan kuning terisi bekal perjalanan. Setelah Siok Lan dan Tung-hai Sian-li pergi, untuk apa dia tinggal di rumah " Ia harus menemukan mereka, kalau tidak, biar dia tak usah pulang, sampai mati ......... ! Memang, peruntungan manusia tidak tentu, terputar seperti roda, sebentar di atas sebentar di bawah. Ini mengingatkan orang agar jangan menjadi congkak sombong di waktu jaya dan jangan putus asa dan kecil hati di waktu menderita.
"Pak tua, tolong kau urus baik - baik kudaku ini. aku hendak mendaki ke puncak. Ini uang untuk biayanya, kalau nanti aku turun dan mendapatkan kudaku terawat baik - baik akan kuberi hadiah lagi. Dan sekalian aku titip sekantong uang ini, awas jangan hilang" Demikian pesan Kun Hong kepada seoramg petani miskin yang tinggal di kaki Bukit Wuyi-san
Tentu saja petani tua yang miskin itu girang menerima hadiah uang perak hanya untuk meiawat kuda beberapa hari saja. Akan tetapi kegirangannya menjadi ketakutan dan kekhawatiran ketika ia melihat sekantong uang perak dan emas itu dititipkan kepadanya. Selama ia hidup, sampai lima puluh tahun lebih, jangankan melihat, mimpipun belum pernah ia melihat uang sebanyak itu !
Setelah Kun Hong pergi, petani itu dengan badan menggigil menyimpan uang sekantong nu ke dalam biliknya di dalami pondok yang butut. Memang aneh orang begitu miskin dalam pondok begitu butut menyimpan uang emas dan perak yang kiranya kalau dibelikan pondok seperti itu. bisa dapat beberapa ratus buah berikut tanahnya! Padahal untuk makan setiap harinya saja kadang-kadang kakek ini dipaksa berpuasa karena tidak ada yang dimakan !
Kun Hong sengaja meninggalkan kudanya kepada petani itu. Ia tidak mau memaksa kuda yang haik itu kehabisan tenaga mendaki bukit Dengan jalan kaki, mempergunakan ginkangnya ia akan dapat mencapai puncak lebih cepat lagi Kuda itu merupakan binatang tunggangan yang amat baik, laginya ia merasa mempunyai kawan dalam perjalanan Juga uang itu ia tinggalkan, karena untuk apa sih membekal uang mendaki puncak Wuyi-san " Paling - paling hanya akan menimbulkan kecurigaan kepada Kwee Sun Tek atau Wi Liong, terutama sekali Thian Te Cu.
Dengan ginkangnya yang istimewa, cepat sekali Kun Hong sudah mendaki puncak Wuyi-san. Sambil berlari naik, ia mengatur siasat. Saat ini, tidak perlu ia bersikap kasar dan tidak perlu menantang Wi Liong. Kedatangannya ini terutama sekali hendak mencari keterangan perihal Beng Kun Cinjin yang menurut keterangan ayah angkatnya pada saat kematiannya adalah ayahnya sendiri yang telah membunuh ibunya ! Ia menjadi bingung kalau memikirkan hal ini. Ia harus dapat membuka rahasia ini dan harus mengetahui lebih dulu sedalam - dalamnya sebelum ia mengambil tindakan atas diri Beng Kun Cinjin. Kalau memang betul Beng Kun Cinjin membunuh ibunya, ia akan mencari hwesio itu dan akan membunuhnya biarpun ia itu ayahnya sendiri biarpun ia itu sudah mengobatinya !
Ketika ia tiba di puncak dan rumah tinggal Thian Te Cu sudah di depan mata, Kun Hong memperlambat larinya dan akhirnya ia memasuki halaman dengan amat hati - hati. Tiba - tiba ia berhenti dan memandang ke sebelah kiri bangunan batu kuno itu. Di atas sebuah batu yang bentuknya bundar, duduk Kwee Sun Tek yang buta. Orang tua ini duduk tak bergerak seolah - olah sudah berubah menjadi patung, pada wajahnya terbayang kekesalan hati. Kerut - merut di pinggir matanya mendatangkan keharuan dalam hati Kun Hong, perasaan yang dahulu tak pernah dialaminya. Entah mengapa, melihat orang tua buta yang duduk seorang diri di tempat sunyi, kelihatan sedih itu, menimbulkan, rasa kasihan di dalam hatinya. Akan tetapi hanya sebentar saja karena pada dasarnya watak Kun Hong amat periang.
Kun Hong menghampiri orang tua itu. menjura di depannya dan berkata,
"Kwee Sun Tek lo-enghiong, aku Kun Hong datang memberi hormat !"
Hanya kulit muka itu saja bergerak sedikit, tubuhnya tetap diam. Lalu terdengar Kwee Sun Tek menarik napas panjang.
"Murid Thai Khek Sian lihai, aku si buta takkan dapat melawanmu. Bocah kurang ajar, kau datang lagi apakah hendak menimbulkan lain keonaran " "
"Tidak, sekali saja sudah cukup. Aku bertobat takkan mempermainkanmu lagi karena akibatnya cukup memusingkan aku sendiri. Kwee-lo enghiong. aku sengaja datang ini untuk minta pertolonganmu."
Kalau saja Kwee Sun Tek tidak buta, tentu ia akan membuka matanya lebar-lebar saking herannya. Pemuda murid Thai Khek Sian ini memang aneh sekali. Aneh, lihai dan jahat seperti iblis, seperti juga gurunya, Thai Khek Sian yang menjadi benggolan atau datuk kaum sesat
"Bocah setan, kau berjanji takkan mempermainkan orang, akan tetapi kata-katamu ini bukankah sudah merupakan main-main " Jangan keterlaluan, pengakuanku bahwa aku takkan menang melawanmu bukan berarti bahwa Kwee Sun Tek takut padamu !"
Kun Hong menghela napas. Sikap orang buta ini gagah, mengingatkan ia akan ayah angkatnya yang juga gagah perkasa.
"Tidak, Kwee-lo-enghiong. Sungguh mati aku tidak main - main dan aku datang betul - betul mengharapkan bantuanmu."
Suara pemuda ini terdengar sungguh - sungguh membuat hati Kwee Sun Tek menjadi bimbang.
"Orang muda yang aneh bantuan apa yang dapat diberikan seorang buta kepadamu ?"
"Hanya sedikit keterangan tentang seorang bernama Beng Kun Cinjin ........."
"Prakkk ....... !!"' Kwee Sun Tek menghantamkan tangan kanan yang dimiringkan ke arah batu karang yang didudukinya sehingga pinggir batu karang itu hancur ! Orang tua buta ini tak dapat menahan kemarahannya ketika mendengar nama musuh besarnya yang dibencinya itu.
Kini giliran Kun Hong yang memandang penuh keheranan. Ia teringat akan pesan ayah angkatnya supaya bertanya kepada Kwee Sun Tek. Ternyata betul, tentu ada apa-apa di antara orang tua buta ini dengan Beng Kun Cinjin.
"Kwee-lo-enghiong. kenapa kau menjadi marah - marah mendengar nama Beng Kun Cinjin ?" tanyanya penuh ingin tahu.
"Orang muda, kau ada hubungan apa dengan Beng Kun Cinjin maka kau menanyakan dia ?"
"Dia ......... dia itu .........musuhku." jawab Kun Hong, tidak berani ia mengakui Beng Kun Cinjin sebagai ayahnya.
"Musuhmu ............ ?" Kali ini Kwee Sun Tek benar - benar kelihatan kaget dan heran sekali. Memang jawaban ini sama sekali tidak pernah disangkanya.
"Dia ...... dia telah membunuh ayah ......."
"Kam Ceng Swi dibunuhnya pula " Keparat jahanam ! Orang muda, kau melihat di manakah " Hayo katakan, di mana adanya jahanam Beng Kun Cinjin sekarang ?"
Diberondongi pertanyaan - pertanyaan ini Kun Hong menjawab tenang "Di Pegunungan Bayangkari, akan tetapi sekarang ia telah melarikan diri, entah ke mana. Kwee-lo-enghiong, sebelum ayah meninggal, dia berpesan supaya aku datang kepadamu untuk bertanya tentang Beng Kun Cinjin. Ternyata kaupun agaknya sakit hati kepadanya. "
"Sakit hati " Ah. orang muda dendamku bertumpuk - tumpuk dan aku tidak mau mati sebelum melihat dia terbunuh !" Kwee Sun Tek nampak bernafsu sekali, kemudian ia dapat meredakan pikirannya dan berkata lagi, "Ayahmu betul. Hanya aku yang dapat menceritakan kepadamu tentang iblis itu. Kau duduklah dan dengarkan ceritaku."
Kun Hong mengambil tempat duduk di atas sebuah batu hitam di depan Kwee Sun Tek. mendengarkan dengan penuh perhatian dan dada berdebar. Ia tahu bahwa sekarang ia hendak mendengar pembukaan rahasia orang yang mengaku sebagai ayahnya itu, orang yang telah membunuh ibunya !
"Kau sebagai murid Thai Khek Sian, apakah kau tidak tahu bahwa dia itu terhitung saudara seperguruanmu sendiri karena dia adalah putera susiokmu Gan Yan Ki " "
"Hal itu sudah pernah kudengar." Kun Hong mengaku lalu menutup mulut karena ingin mendengar kelanjutan cerita orang tua itu.
"Beng Kun Cinjin bernama Gan Tui, dahulunya seorang tokoh kang-ouw yang besar namanya dan dapat disebut seorang gagah perkasa. Akan tetapi, biarpun ia sudah menjadi hwesio, ternyata ia lemah menghadapi godaan wanita. Ketika pada suatu malam ia menyerbu istana Kaisar Mongol, ia terpikat oleh seorang selir kasiar bernama Kiu Hui Niang Puteri Harum dan rela menjadi anjing Kaisar Mongol karena ia diberi hadiah puteri itu! Batinnya menjadi rusak dan ia menjadi seorang hina karena pengaruh wanita rendah itu."
Kun Hong menggigit bibirnya, hatinya sakit bukan main mendengar Kiu Hui Niang yang dinyatakan sebagai ibunya itu, kini dimaki - maki orang di depannya. Akan tetapi dia diam saja dan mendengarkan terus, siap untuk mendengar yang sehebat-hebatnya dari mulut orang buta ini.
"Dia mempunyai tiga orang murid. Thio Houw dan isterinya. Kwee Goat dan adik iparnya Kwee Sun Tek ........."
Kun Hong menatap wajah onang buta itu dan hatinya berdebar. Jadi Kwee Sun Tek ini dahulunya murid Beng Kun Cinjin "
"Tiga orang murid itu tidak rela melihat guru mereka menjadi anjing Kaisar Mongol, lalu menyerbu ke kota raja untuk memberi peringatan kepada guru mereka. Akan tetapi, Beng Kun Cinjin Gan Tui yang sudah berubah menjadi anjing hina itu, tidak mendengarkan nasihat murid - muridnya, malah dengan keji menyuruh para pengawal mengeroyok sehingga Thio Houw dan isterinya tewas di tangan para pengawal !"
"Keji benar !!" Kun Hong berseru merah.
"Aku sempat melarikan diri, membawa anak enciku yang masih kecil dan pedang Cheng-hoa-kiam milik enciku pemberian guru kami. Akan tetapi manusia iblis itu mengejarku dan biarpun ia tidak membunuhku, dia telah mengorek keluar kedua mataku, membikin aku buta ........."
"Setan jahanam benar !" kembali Kun Hong memaki. "Kalau begitu, Thio Wi Liong keponakanmu itu ....... dia tentulah anak Thio Houw dan isterinya yang terbunuh oleh Beng Kun Cinjin."
"Betul begitu. Nah, itulah yang kuketahui tentang Beng Kun Cinjin ........."
"Akan tetapi, selanjutnya bagaimana. Kwee-lo-enghiong " Apa yang terjadi dengan Beng Kun Cinjin kemudian ?"
Kwee Sun Tek menarik napas panjang. "Aku hanya mendengar kabar angin saja. Katanya ia telah kena bencana. Manusia jahat selalu dikutuk Thian. Aku mendengar isterinya, perempuan rendah Kiu Hui Niang itu, melahirkan seorang anak laki - laki. Akan tetapi Beng Kun Cinjin mendapatkan isterinya main gila dengan orang lain. Orang itu dibunuhnya dan dia bersama anak isterinya telah menghilang, tidak diketahui lagi bagaimana keadaannya dan sampai saat ini belum pernah aku berhasil mencari tempat sembunyinya."
Sekarang semua jelas bagi Kun Hong. Tak salah lagi. Tentu Beng Kun Cinjin yang marah itu telah membunuh isterinya di dalam hutan dan ....... dan dia ditolong oleh Kam Ceng Swi. diaku anak. Tentu jenazah ibunya ditemukan oleh Kam Ceng Swi dan gelang itu ......... gelang itu ......... tentu saja Beng Kun Cinjin mengenal gelang anaknya !
"Aku tidak tahu entah apa yang terjadi dengan isteri dan anaknya ........."
"Isterinya telah dia bunuh dengan kejam di dalam hutan ........ !" kata Kun Hong di luar kesadarannya, suaranya keras menggigil.
"Dan anaknya ......... ?" tanya Kwee Sun Tek.
"Anaknya ......... ?" Kun Hong melompat dan lari pergi dari situ, turun gunung. Masih terdengar ia memekik, "Akan kubunuh dia ! Kubunuh dia ......... !!"
Kwee Sun Tek tersentak kaget dan berdiri dari batu itu.
"Kau ......... kau anaknya .........!" Teringat ia bahwa sepanjang pengetahuannya. Kam Ceng Swi tidak pernah punya isteri atau punya anak. Tentu Kam Ceng Swi yang menolong bocah itu dan memeliharanya, mengakunya sebagai anak sendiri. Dan sekarang Kam Ceng Swi terbunuh pula oleh Beng Kun Cinjin. Sekarang Kun Hong, bocah itu mencarinya untuk membalas dendam atas kematian ibunya, atas kematian ayah pungutnya !
Kwee Sun Tek tertawa bergelak, menengadah ke langit. "Ha-ha-ha, enci Goat dan cihu, kalian lihatlah. Bukankah Thian telah menghukum manusia macam dia" Ha-ha-ha, tidak saja anak kalian yang mencari - carinya untuk membalas dendam, malah anaknya sendiri juga mencarinya untuk membunuh ! Ha-ha ha. mendengar ini saja, sudah terobat hatiku ......... !" Kwee Sun Tek tertawa - tawa, kemudian menjatuhkan diri duduk di atas batu lagi dan menjadi tenang.
Sambil berlari-lari turun Gunung Wuyi-san, Kun Hong berkali-kali mengeluarkan suara menyeramikan, "Akan kubunuh dia ....... akan kubunuh dia ......... !"
Di samping kemarahannya dan kebenciannya terhadap ayahnya sendiri, Beng Kun Cinjin Gan Tui yang telah membunuh ibunya, yang telah melakukan perbuatan terkutuk, juga timbul semacam perasaan gundah dan nestapa di dalam dada pemuda ini. Ayahnya seorang yang rendah wataknya dan ibunya ......... ibunya telah melakukan perbuatan serong, ibunya juga seorang wanita yang tidak tahu malu, seorang berbudi rendah. Kenyataan-kenyataan pahit ini seperti membuka matanya untuk dihadapkan pada duri - duri tajam yang menusuk - nusuk hatinya. Ia keturunan orang rendah budi, keturunan orang - orang jahat ! Terbayang wajah Wi Liong, pemuda yang ternyata adalah keturunan orang - orang gagah, murid - murid yang berjiwa patriotik, yang terbunuh oleh gurunya yang sesat, terbunuh oleh ......... ayahnya !
Bermunculan wajah - wajah orang gagah yang selama ini memusuhinya, dan yang terakhir dan paling mengesankan adalah bayangan wajah...... Eng Lan ! Dia keturunan hina dan rendah ini, anak orang-orang jahat, mana boleh dibandingkan dengan Eng Lan, pendekar wanita yang hidup di lingkungan orang - orang gagah "
Kun Hong berlari terus ke bawah gunung, hatinya tidak karuan, wajahnya pucat. Teringat ia akan nasibnya yang buruk teringat akan usianya yang tinggal setahun lebih atau dua tahun kurang lagi. Ia telah menderita luka akibat pukulan Im-yang-lian-hoan dari Kun-lun-pai. biarpun pengaruh beracun dari Hawa Im-kang dan Thai-yang di tubuhnya sudah disembuhkan oleh Liong Tosu dan oleh Beng Kun Cinjin, namun jantungnya sudah terluka dan ia hanya akan hidup dua tahun lagi kalau tidak mendapat obat dari Ban-mo-to. Bagaimana kalau aku selama dua tahun tak dapat mengejar Beng Kun Cinjin " Demikian pikir Kun Hong cemas. Lebih baik aku berobat dulu, setelah sehat betul baru mencari jahanam itu sampai dapat.
Setelah mengambil ketetapan ini. Kun Hong lalu menuju ke rumah petani yang ia titipi kudanya, ia memberi banyak hadiah sehingga petani tua itu menjadi girang sekali, buru - buru mengeluarkan kuda yang selama pemuda itu pergi ia rawat baik - baik dan beri makan sampai kenyang.
Kun Hong cemplak kudanya dan melarikan kudanya ke timur. Karena batinnya menderita setelah mendengar penuturan Kwee Sun Tek tentang ayah bundanya, ia seperti orang linglung, lupa bahwa sudah hampir dua hari perutnya belum diisi dan ia sedang menderita lapar. Kudanya yang sudah beristirahat dan makan kenyang, dapat lari cepat sekali. Melalui jalan yang sunyi itu pikiran Kun Hong makin melayang - layang sehingga ia tidak tahu bahwa di tempat yang sunyi itu. jauh di depan dekat gunung kecil batu karang, terdapat tiga orang yang berdiri menantikannya.
"Berhenti !" Bentakan yang nyaring dan tiba - tiba ini menarik kembali Kun Hong dari dunia lamunannya dan barulah ia melihat bahwa ada orang-orang menghadangnya. Cepat ia menarik kendali kudanya dan berhenti di depan orang yang membentaknya tadi. Orang itu adakah seorang pemuda yang luar biasa gagahnya, berpakaian sebagai seorang panglima perang, bentuk tubuhnya tegap mukanya tampan dan amat gagah. Begitu melihatnya, timbul rasa suka di hati Kun Hong. Seorang pemuda seperti itu sudah tentu memiliki kegagahan yang mengagumkan.
Akan tetapi tidak demikian dengan pemuda gagah itu. Dia berdiri dengan kaki dipentang dan sikapnya membayangkan kemarahan. Ketika Kun Hong melirik ke belakang pemuda gagah itu, ia terkejut karena mengenal dua orang gadis manis yang pernah ia jumpai, yaitu dua orang gadis yang telah membunuh perampok tunggal Thiat-thouw-sai Tan Kak dan merampas uang kemudian ia rampas kembali dan ia kalahkan. Hatinya menjadi tidak enak karena tentu dua orang gadis itu hendak membalas kekalahan mereka.
"Saudara ini siapakah dan ada keperluan apa menyuruh aku berhenti ?" tanyanya dengan ramah sambil turun dari kudanya. Menghadapi seorang dengan sikap demikian angker dan gagah seperti pemuda itu, benar - benar membuat ia tidak enak kalau bicara sambil duduk di atas kuda. Dengan tenang Kun Hong menambatkan kendali kudanya pada batang pohon di pingigir jalan lalu ia menghadapi pemuda gagah itu dengan sikap tenang.
Pemuda gagah itu melirik ke arah kuda dan kantong kain terisi uang emas dan perak, dua kantong yang dirampas oleh Kun Hong dari tangan dua orang gadis itu. Kemudian pandang matanya dialihkan kepada Kun Hong, melirik ke arah pedang yang tergantung di pinggang pemuda itu.
"Aku Kong Bu dan kalau kau seorang dari jalan hitam yang biasa beroperasi di selatan, tentu kaupun tahu bahwa See-thian Hoat~ong Kong Lek In adalah ayahku." Agaknya dengan perkenalan namanya dan nama ayahnya ini, Kong Cu pemuda gagah itu hendak membikin kedar hati penjahat di depannya.
Memang Kun Hong sudah mengenal See-thian Hoat-ong, maka ia cepat-cepat menjura dan tersenyum ramah, berkata.
"Ah. kiranya kau adalah putera See-thian Hoat-ong. Pantas saja begini gagah perkasa. Sungguh menyenangkan sekali dapat bertemu dan berkenalan dengan kau. Aku bernaima Kun Hong dan she-ku ......... she Gan !" Agak ragu - ragu ia menyebutkan she Gan ini, akan tetapi setelah jelas asal - usulnya, tentu saja ia tidak lagi berhak memakai she Kam. Biarpun ia benci kepada ayahnya sendiri, akan tetapi kalau ayahnya she Gan, habis ia harus pakai she apa "
"Bagus kalau kau sudah mengenal nama ayahku," kata Kong Bu menarik napas lega. "Perlu juga kiranya kau ketahui bahwa aku adalah panglima perang Kerajaan Sung Selatan yang bertugas menjaga keamanan di sekitar pantai timur. Gan Kun Hong, apakah kau sudah mengakui dosa - dosamu ?"
Kun Hong tersenyum. Harus ia akui bahwa pemuda: di depannya itu gagah sekali, akan tetapi sikapnya masih hijau, masih mentah dan kekanak-kanakan, la tahu bahwa pemuda yang menjadi panglima perang ini tentu maksudkan perbuatannya terhadap dua orang gadis manis itu, akan tetapi ia pura-pura bodoh dan bertanya,
"Kong-ciangkun (komandan Kong), kita baru kali ini saling bertemu, bagaimana aku bisa berbuat dosa kepadamu ?"
"Jangan kau pura - pura !" Kong Bu membentak sambil meraba gagang goloknya yang besar seperti golok ayahnya. "Kau lihat, apakah kau tidak mengenal dua orang nona ini " "
Kun Hong menoleh dan memandang kepada dua orang gadis itu sambil tersenyum. Ia lihat gadis yang muda, yang rambutnya digelung dan dibungkus sutera di kanan kiri, gadis yang bernama Hui Sian itu dulu ia pegang kedua lengannya, berdiri sambil bertolak pinggang. Encinya, Hui Nio berdiri di sebelahnya dan dua orang gadis ini memandang kepadanya dengan penasaran. Diam-diam Kun Hong menjadi merah mukanya, jengah karena tentu ia disangka perampok oleh pemuda gagah itu. Akan tetapi ia tetap tersenyum dan diam - diam ia menduga duga siapa adanya dua orang gadis lihai itu, yang memiliki ilmu cengkeraman seperti yang pernah ia pelajari dan yang sekarang tahu - tahu telah berkawan dengan seorang pemuda gagah putera See-thian Hoat-ong !
Mari kita berkenalan sebentar dengan tiga orang muda itu Pemuda itu adalah putera tunggal See-thian Hoat-ong yang bernama Kong Lek In dan bekas raja muda di Sin-kang. Ibunya sudah meninggal dunia, tewas ketika daerah itu diserbu oleh bala tentara Mongol. Seperti juga ayahnya, pemuda itu yang bernama Kong Bu, memiliki kegagahan. Malah pemuda ini lalu menghambakan diri pada Kerajaan Sung Selatan untuk memerangi bala tentara Mongol, dan ia mendapat kepercayaan menjaga keamanan di sekitar pantai timur. Tentu saja sebagai putera See-thian Hoat-ong, Kong Bu telah mewarisi ilmu silat dan ilmu golok ayahnya.
Ketika ia mulai memegang jabatannya dan melakukan tugasnya di pantai timur, ia bertemu dengan dua orang gadis enci adik itu yang bernama Liok Hui Nio dan Liok Hui Sian. Ternyata bahwa dua orang gadis ini bukanlah orang orang sembarangan, melainkan murid - murid dari Tai it Cinjin, seorang tokoh besar di dunia kang-ouw sebagai orang sakti Bu-rong-pai ! Di samping Tai it Cinjin, masih ada lagi lm Yang Siangcu. dua orang sutenya yang juga merupakan jago - jago Bu-tong-pai yang sakti. Tentu saja pertemuan dengan orang - orang gagah ini menggirangkan hati Kong Bu. Tai It Cinjin juga suka sekali melihat pemuda ganteng putera See thian Hoat-ong ini, maka ia lalu mengusulkan perjodohan antara Kong Bu dan murid perempuannya yang pertama, Liok Hui Nio. Kong Bu sendiri tertarik dan suka kepada Hui Nio yang pendiam, cantik jelita dan tinggi ilmu silatnya. Akan, tetapi pertunangan itu belum diresmikan karena Kong Bu menanti kesempatan berjumpa dengan ayahnya untuk minta persetujuan orang tua itu.
Seperti telah dituturkan di bagian depan secara kebetulan sekali Liok Hui Nio dan adiknya Hui Sian, ketika sedang merampas harta curian perampok tunggal Tan Kak, dua orang kakak beradik ini bertemu dengan Kun Hong dan dikalahkan Mereka menjadi terheran - heran akan kelihaian pemuda itu, akan tetapi juga penasaran sekali. Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan Kong Bu dan melaporkan tentang pengalaman mereka. Kong Bu marah sekali siapa orangnya yang tidak marah kalau tunangannya dikalahkan orang " Ia mencegah enci adik itu mencari guru mereka
"Urusan dengan seorang maling cilik saja perlu apa harus mencapaikan guru kalian " Mari kita bereskan sendiri, hendak kulihat sampai di mana kekurangajaran maling itu !"
Bersama dua orang gadis itu ia lalu pergi hendak mencari Kun Hong, akan tetapi kebetulan sekali sebelum pergi jauh tahu - tahu Kun Hong yang dicari - cari sudah datang
Demikianlah perkenalan singkat dengan Kong Bu dan dua orang gadis cantik itu yang marah-marah kepada Kun Hong. Sebetulnya kalau mau dibilang marah, yang marah dan penasaran adalah Hui Nio. Akan tetapi Hui Sian, gadis manis jenaka yang rambutnya diikat kain sutera di kanan kiri, diam - diam memandang ke arah Kun Hong dengan mata bersinar - sinar aneh. Biarpun tangannya bertolak pinggang dan sikapnya seperti seorang musuh, namun sinar matanya lembut menyapu wajah Kun Hong yang taunpan. Diam - diam gadis remaja ini amat kagum kepada Kun Hong yang selain tampan, juga amat tinggi ilmu silatnya.
Seperti telah dituturkan di atas, Kong Bu membentak kepada Kun Hong yang sikapnya masih tenang jenaka. "Jangan kau pura - pura, kau lihat, apakah kau tidak mengenal dua orang nona itu ?"
Kun Hong yang sudah turun dari kudanya menjura kepada Hui Nio dan Hui Sian. Hui Nio tidak perduli, akan tetapi Hui Sian dengan muka merah balas menjura !
"Siauwte memang sudah mendapat kehormatan, berjumpa dengan ji-wi lihiap (dua nona pendekar) ini, hanya sayang sekali tidak dalam keadaan yang menyenangkan ......." katanya tersenyum.
"Maling kecil !" Hui Nio melangkah maju, memaki sambil menudingkan telunjuknya yang runcing ke arah hidung Kun Hong. "Kau sudah merampas barang- barang kami dan menghina kami. Hari ini aku tentu akan mengadu nyawa denganmu!" Setelah berkata demikian, Hui Nio mencabut pedangnya. Dahulu ketika bertemu dengan Kun Hong. dia dan adiknya menghadapi Kun Hong dengan tangan kosong, sekarang ia mencabut pedangnya karena ia memang ingin sekali menebus kekalahannya yang lalu.
Melihat cara gadis itu mencabut pedang, Kun Hong kagum dan iapun ingin sekali mencoba ilmu pedang gadis - gadis yang mempunyai ilmu cengkeraman yang hampir sama dengan ilmunya sendiri itu. Akan tetapi Kun Hong sekarang jauh sekali bedanya dengan Kun Hong dahulu. Ketika ia masih merasa menjadi seorang dari golongan gurunya, ia tidak perdulian dan mungkin sekali timbul maksud kotor melihat dua orang enci adik yang cantik jelita dan tinggi ilmunya itu. Akan tetapi nafsu - nafsu buruk dalam dirinya sudah tersapu bersih oleh kerling mata dan senyum Pui Eng Lan kekasih hatinya, yang membuat hatinya menjadi tawar melihat dan menghadapi wanita - wanita lain. Dahulu, ia lebih mbocengli (tidak tahu aturan) dari pada bekas gurunya Bu-ceng Tok-ong dan selalu mempergunakan aturan - aturannya sendiri seenaknya. Akan tetapi, semenjak bertemu dengan Eng Lan dan terutama sekali setelah ia mengetahui asal-usulnya, mendengar tentang ayah bundanya yang sama sekali tak patut ia banggakan, pemuda ini menjadi prihatin sekali. Ia harus menebus semua kesesatan ayah bundanya, ia harus memupuk kebaikan untuk menebus dosa keluarganya ! Malah-malah ia merasa menyesal sekali atas segala kesesatan yang pernah ia lakukan.
"Sabar nona. Ada perkara bisa diurus dengan baik - baik. ada persoalan bisa dirundingkan dan diselesaikan tanpa mencabut pedang," katanya. Sikapnya ketika mengucapkan kata - kata ini keren dan sungguh - sungguh sehingga membuat Hui Nio ragu - ragu dan Kong Bu juga memberi isyarat kepada tunangannya untuk bersabar. Kemudian Kong Bu bertanya kepada Kun Hong.
"Kalau semua tuduhan tadi betul, apa lagi yang harus dirundingkan ?"
"Kong-ciangkun, memang aku pernah bertempur dengan dua orang nona ini. Akan tetapi aku sama sekali bukan bermaksud merampas atau menghina ......... aku sebetulnya ........."
"Masih mau menyangkal lagi ?" Tiba tiba Hui Sian yang melompat maju dengan marah-marah. "Kuda siapa yang kau naiki tadi " Dua kantung itu bukankah berisi uang emas dan perak " Dan kau ......... kau sudah memegang kedua tanganku ......... kau sudah kurang ajar dan menghinaku ......... !"
Kun Hong menarik napas panjang dan memang harus ia akui bahwa pada malam hari itu, ketika menghadapi Hui Sian yang cantik dan galak, ia hampir lupa kepada Eng Lan ! Kini ia teringat dan merasa menyesal bukan main.
"Harap Kong-ciangkun suka mempertimbangkan. Malam hari itu aku melihat dua orang nona ini membunuh orang dan merampas uangnya. Biarpun yang dibunuh dan dirampas itu seorang penjahat, akan tetapi hatiku tidak rela melihat dua orang nona yang ...... can ...... eh, yang lihai ini menjadi perampok-perampok."
Merah wajah Kong Bu. Memang ia sudah tahu akan sepak terjang tunangannya, akan tetapi karena memang sudah menjadi pekerjaan Tai it Cinjin sejak dahulu, yaitu membasmi penjahat dan pembesar atau hartawan jahat, merampasi uang mereka untuk dipakai menolong rakyat yang sengsara, maka iapun tidak bisa apa-apa.
"Dua orang nona ini adalah murid Tai It Cinjin, sudah menjadi tugas mereka membasmi penjahat dan merampas hartanya untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan pertolongan. Kau mencela orang akan tetapi kau sendiri ......... tahu-tahu kau malah mencuri uang itu dan kuda !"
Diam - diam Kun Hong terkejut. Pantas saja dua orang nona itu lihai sekali, tidak tahunya mereka murid Tai It Cinjin yang pernah ia temui di puncak Wuyi-san bersama dua orang lain bernama Im-yang Siang-cu yang lihai juga dan yang berhasil merampas pedangnya, Cheng-hoa-kiam !
"Ah, kiranya ji-wi lihiap ini murid Tai It Cinjin" Kalau begitu aku telah berlaku kurang hormat. Pernah aku bertemu dengan beliau, juga dengan dua, orang tua yang disebut Im-yang Siang-cu. Tidak tahu apakah masih ada hubungan pula dengan ji-wi lihiap ?"
"Im-yang Siang-cu adalah susiok (paman guru) mereka !" kata Kong Bu yang mengira bahwa pemuda ini adalah kenalan orang tua itu."Apakah kau kenal baik dengan mereka ?"
Kun Hong tersenyum. Pedangnya dirampas, bagaimana bisa disebut kenal baik " Ia menggeleng kepala lalu berkata, "Tidak, hanya pernah bertemu saja. Tentang uang dan kuda, sebetulnya bukan kebiasaanku untuk memakai barang orang lain. Akan tetapi ketika itu pemiliknya sudah tewas, dari pada kuda dan uang menggeletak di sana, maka kubawa. Tentu aku tidak keberatan untuk memberikan kepada siapa saja asal ......... "
"Asal bagaimana " Hayo katakan !" bentak Hui Nio
"Benda-benda ini sudah tidak ada pemiliknya lagi. Kalau sekarang diperebutkan, mudah saja. Di antara orang gagah ada pepatah yang berbunyi bahwa kalau tidak bertempur tidak saling mengenal dan dalam memperebutkan sesuatu siapa yang lebih kuat dia yang berhak dan menang !"
"Kau menantang ?" seru Kong Bu yang menjadi panas juga hatinya "Mari maju dan kau cobalah golokku !" Dengan gerakan yang kuat dan gagah pemuda ini sudah mencabut golok besarnya yang berkilauan saking tajamnya.
Kun Hong menjura dan mencabut pedangnya perlahan. "Aku mendapat kehormatan besar sekali menerima pelajaran Kong ciangkun." Lalu ia siap-siap menghadapi pemuda ini yang kelihatan amat kuat.
"Bagus, Gan Kun Hong. Lihat golokku !" Seruan ini keras sekali dan tiba-tiba mata Kun Hong menjadi silau melihat sinar golok yang seperti kilat menyambar datangnya.
Kun Hong terkejut dan cepat mengelak, maklum akan kekuatan dan kecepatan lawan ini. Benar saja, serangan pertama yang dapat ia elakkan itu disusul serangan ke dua ke tiga dengan amat cepatnya sehingga Kun Hong harus mengeluarkan kepandaiannya untuk menangkis dan mengelak. Diam-diam ia kagum sekali karena ternyata olehnya bahwa kepandaian pemuda ini tidak kalah oleh See-thian Hoat-ong, ayah pemuda itu ! Memang demikianlah halnya, Kong Bu sudah semenjak pertunangannya dengan Hui Nio, mendapat banyak petunjuk dari Tai It Cinjin sehingga ia mendapatkan kemajuan pesat sekali.
Akan tetapi segera ternyata bahwa betapapun lihainya ilmu golok yang dimainkan pemuda gagah itu, Kong Bu bukanlah lawan Kun Hong yang mendapat gemblengan dari Thai Khek Sian. Kalau Kun Hong menghendaki, sebentar saja ia sudah pasti dapat merobohkan lawannya. Akan tetapi aneh sekali, watak Kun Hong sudah banyak berubah. Ia tidak haus akan kemenangan, kalau tadi ia ingin bertempur, itu hanya untuk mencoba kepandaian orang-orang yang menarik, hatinya itu. Ia malah merasa suka dan sayang kepada Kong Bu maka dalam pertempuran inipun ia banyak mengalah.
Bagi seorang ahli silat yang sudah tinggi kepandaiannya seperti Kong Bu, tentu saja tahu bahwa lawannya banyak mengalah, dan tahu pula bahwa lawannya ini benar - benar lihai luar biasa dan memiliki ilmu pedang yang aneh sekali. Akan tetapi tentu saja ia tidak mau menerima begitu saja, apa lagi di depan tunangannya. Malang baginya, tingkat kepandaian tunangannya, Hui Nio atau adiknya, Hui Sian. sebetulnya masih lebih tinggi dari padanya, maka tentu saja Hui Nio dan Hui Sian juga tahu bahwa Kong Bu bukanlah lawan Kun Hong dan bahwa pemuda aneh itu memang sengaja mengalah.
"Bu-ko, mundurlah biarkan kami yang mencoba ilmu pedangnya !" teriak Hui Nio sambil melompat dan menyerang dengan pedang ke arah tenggorokan Kun Hong, mewakili tunangannya. Melihat ini, sebagai seorang gagah, Kong Bu cepat- cepat mundur dan berkata,
"Orang she Gan benar - benar hebat kepandaianmu !"
Hui Sian tidak tinggal diam. Melihat encinya sudah bertarung, iapun lalu menerjang dengan pedangnya. Pedang enci dan adik ini memang hebat sekali, berkelebatan dan sinarnya bergulung-gulung bagaikan dua ekor naga yang bermain-main di antara mega.
Kun Hong gembira sekali. Kini sepenuhnya ia menghadapi ilmu pedang Bu-tong-pai yang terkenal kuat dan indah. Akan tetapi kembali ia terheran heran karena lagi-lagi ia melihat gerakan gerakan seperti ilmu silatnya sendiri tercampur dalam ilmu pedang Bu-tong-pai itu. Kembali ia merasa menghadapi teka - teki. Kalau gerakan-gerakan Wi Liong yang hampir menyerupai ilmu silatnya sendiri, dia tidak usah heran karena guru Wi Liong adalah Thian Te Cu yang masih terhitung suheng dari gurunya sendiri. Thai Khek Sian. Juga ilmu silat ayahnya, Beng Kun Cinjin: tentu saja mempunyai persamaan dengan ilmu silatnya, karena Beng Kun Cinjin adalah putera Gan Yan Ki yang terhitung masih sute dari gurunya. Akan tetapi mengapa dua orang nona ini mempunyai gerak - gerik yang bersumber sama dengan ilmu silatnya" Apakah mereka ini mewarisi ilmu dari sumber Thian Te Cu, ataukah dari Beng Kun Cinjin "
Di lain lihak, dua orang nona itu, sekali lagi menghadapi kenyataan pahit yang amat mengherankan hati mereka. Dahulu, ketika mengeroyok Kun Hong dengan tangan kosong, mereka sudah merasa aneh mengapa ilmu mereka yang mereka warisi dari Thai It Cinjin. menjadi melempem dan tidak berguna terhadap pemuda ini. Mereka sekarang mengira bahwa dengan pedang yanig menjadi senjata yang paling diandalkan oleh golongan Bu-tong-pai, mereka tentu akan dapat membalas kekalahan tempo hari. Akan tetapi mereka kecele. Juga kali ini pemuda itu dapat menghadapi ilmu pedang mereka dengan ilmu pedang yang amat aneh, kelihatan rancu dan tidak seberapa, akan letapi anehnya selalu dapat menindih sinar pedang mereka dan dapat mengurung mereka dengan gulungan yang aneh, yang membuat enci adik itu merasa dirinya terkurung !
Kalau menurut hasrat hatinya, Kun Hong ingin membikin kapok dua orang gadis yang tak mau terima kalah ini, ingin ia membikin mereka tidak berdaya atau setidaknya melepaskan pedang mereka. Akan tetapi ia segera terimgat kepada Eng Lan dan merasa bahwa tentu Eng Lan tidak suka melihat dia berlaku demikian. maka kembali kali ini ia banyak mengalah. Pedangnya bergerak cepat bukan main, diputar - putar sehingga dua orang gadis itu terpaksa mengikuti gerakan ini karena pedang mereka seakan - akan sudah berakar menempel pada pedang pemuda itu. Pandangan mata mereka menjadi kabur, kepala pening dan tangan kanan pegal-pegal dan tergetar sehingiga hampir saja mereka melepaskan gagang pedang. Bukan main terkejut hati mereka dan kali ini betui-betul mereka harus mengakui bahwa mereka telah berhadapan dengan seorang pemuda yang berkepandaian tinggi ! Sama sekali mereka tak mimpi bahwa pemuda ini malah pernah dikeroyok dua oleh susiok mereka yang hanya bisa mendesak setelah mengeroyok dua, malah baru bisa mendesak karena pemuda ini pada saat itu tidak kuat menghadapi serangan tenaga gwakang.
Tiba - tiba mereka berdua merasa lega karena gulungan sinar pedang yang aneh dan membuat mereka tak berdaya itu tiba - tiba lenyap disusul melompatnya Kun Hong ke belakang sambil berkata.
"Ji-wi lihiap benar - benar lihai sekali ilmu pedangnya. Siauwte mengaku kalah dan biarlah uang dan kuda siauwte lepaskan"
Hui Nio boleh jadi berhati keras dan tak kenal takut, akan tetapi dia memiliki semangat gagah dan watak jujur. Melihat sikap Kun Hong. ia lalu berkata.
"Kami sudah kalah, bagaimana kau bisa bilang begitu ?" Berkata demikian sambil menyimpan pedangnya. Juga Hui Sian menyimpan pedangnya dan pandang matanya kepada Kun Hong makin kagum.
Kong Bu melangkah maju, wajahnya girang. "Saudara Gan Kun Hong benar-benar hebat! Kau murid siapakah " Baru kali ini aku bertemu dengan orang yang selihai ini ilmu silatnya."
Kun Hong menggeleng kepalanya. Dia sekarang mulai terbuka matanya betapa berbeda sikap dan jalan hidup orang-orang seperti Thai Khek $ian, Buceng Tok-ong, Tok-sim Sian-li dan yang lain - lain. Betapa tidak baik watak mereka. Maka ia merasa malu untuk mengaku bahwa dia murid Thai Khek Sian yang menjadi datuk atau tokoh nomor satu dari Mo-kauw.
"Ah. aku hanya belajar silat sedikit, sedikit dari sana-sini, mana ada harganya untuk dipamerkan " Kong-ciangkun barulah benar - benar gagah perkasa dan ji-wi lihiap inipun mengagumkan sekali."
Sikap merendah ini mendatangkan simpati di hati Kong Bu, juga dua orang gadis itu sekarang dapat menduga bahwa Kun Hong bukanlah "maling kecil" seperti yang tadinya mereka duga.
"Saudara Gan Kun Hong harap jangan merendah. Kami bertiga merasa tunduk sekali dan alangkah akan senangnya hatiku kalau kau suka menerima uluran tanganku untuk menjadi sahabat."
Bukan main girangnya hati Kun Hong. Alangkah bedanya sikap orang-orang ini dengan sikap orang-orang di dunianya yang selalu hidup menurut aturan dan seenaknya sendiri, tanpa sopan-santun hidup yang menjadi penghias indah dari kehidupan penuh kepahitan ini. Dengan serta merta dan gembira sekali Kun Hong mengulurkan kedua tangan dan di lain saat ia sudah berpegang lengan dengan Kong Bu.
"Kong-ciangkun, terima kasih ......... terima kasih bahwa kalian yang budiman sudi menganggap aku yang rendah sebagai sahabat".
Pernyataan dan sikap penuh nafsu kegembiraan ini mengherankan Kong Bu dan dua orang nona itu, akan tetapi juga menggirangkan hati mereka.
"Ah, kau selalu merendahkan diri. Kau sudah mendengar tadi bahwa aku bernama Kong Bu putera See-thian Hoat-ong. Dan dua orang nona ini, dia ini bernama Liok Hui Nio ........."
"Calon isterinya !" Hui Sian menyambung dengan jenaka dan genit.
"Hushh ......... kendalikan mulutmu !" Hui Nio. encinya. membentak-
Kong Bu tersenyum. "Terhadap seorang sahabat baik seperti saudara Gan, kiranya tak perlu ada rahasia apa-apa. Betul, saudara Gan, Liok Hui Nio ini adalah tunanganku dan dia itu adalah adiknya, Liok Hui Sian ........"
"Masih belum ada tunangan ......... !" kembali Hui Sian memotong sambil melirik dengan wajah merah.
Kali ini terpaksa Hui Nio tersenyum dan Kong Bu terbahak. "Betul, dia masih belum ada tunangan karena setiap orang ditolaknya ! Dan mereka berdua ini adalah murid - murid Thai It Cinjin."
Kun Hong mengangguk - angguk. "Aku mendapat kehormatan besar sekali dengan perkenalan ini. Dan harap ji-wi lihiap sudi memaafkan aku bahwa tempo hari aku telah berlaku lancang. Aku sama sekali tidak tahu bahwa ji-wi (kalian) adalah orang - orang gagah yang melakukan tugas sebagai gi-to (maling budiman) Biarlah uang dua kantong dan kuda kukembalikan kepada ji-wi disertai maaf sebesarnya."
Wajahnya dua orang nona itu menjadi merah "Sudahlah, saudara Kun Hong mengapa hal itu diributkan lagi" Kau sedang melakukan perjalanan, tentu membutuhkan kuda itu dan uang untuk bekal. Uang yang didapat dari perampok hina macam Tan Kak itu, boleh saja dipakai," kata Hui Nio.
Kong Bu membenarkan ucapan tunangannya ini dan ikut memaksa sehingga Kun Hong tidak dapat lagi membantah.
"Terima kasih atas kebaikan sam-wi. Biarlah lain kali aku memerlukan datang berkunjung. Tidak tahu di manakah tempat tinggal sam-wi ?"
"Pada waktu ini aku ditugaskan menjaga keamanan pantai dan tinggal di kota Wen-couw. Adapun dua orang nona ini tinggal bersama guru mereka di dusun Kim-lee-san di pantai laut. Harap saudara Gan sudi mampir kedua tempat itu apa bila kebetulan lewat."
"Tentu, tentu ............ biarlah lain kali kita berjumpa kembali". Setelah memberi hormat kepada tiga orang itu. Kun Hong cemplak kudanya dan melarikan kudanya ke jurusan timur dengan cepat.
Kong Bu dan dua orang nona itu memandang sampai lama, kemudian Kong Bu menarik napas panjang. "Dia lihai sekali, entah murid siapa. Kalau orang seperti dia itu mau membantu perjuangan menentang musuh, tentu akan lebih kuat pertahanan kita."
Dua orang gadis itu tidak berkata apa - apa mendengar pernyataan pemuda yang berpikir seperti seorang pejuang tulen itu, akan tegapi di dalam hati mereka terdapat perasaan yang berlainan. Hui Nio diam - diam merasa curiga dan masih belum percaya betul kepada Kun Hong. sebaliknya Hui Sian diam - diam telah jatuh hati kepada pemuda yang ganteng, gagah dan berilmu tinggi itu.
Perjalanan Kun Hong melalui daerah yang berbukit, daerah yang bukit- bukitnya terdiri dari batu-batu karang yang tinggi dan runcing, sukar untuk dilalui. Memang, di antara daerah datar dan rendah di Tiongkok tenggara. Propinsi-propinsi Hok-kian dan Cekiang merupakan daerah yang agak tinggi dengan bukit - bukit Wuyi-san, Tai-goan-san dan Tien-mu-san. Kaki bukit-bukit ini terus sampai ke laut.
Terpaksa Kun Hong tak dapat melakukan perjalanan cepat. Untung baginya kuda. yang ia rampas dari perampok Thiat-thouw-sai Tan Kak itu adalah seekor kuda yang baik keturunan barat. Kalau hanya kuda biasa saja kiranya sudah tidak kuat dipakai mendaki menurun bukit - bukit yang terjal dan berbatu karang itu. Dari keterangan penduduk dusun ia mendapat keterangan bahwa di laut timur memang banyak terdapat pulau-pulau kecil, pulau-pulau kosong yang jarang didatangi orang, atau malah tak pernah didatangi orang kecuali para nelayan sewaktu mendarat di pulau-pulau kosong untuk beristirahat atau menyelamatkan diri dari serangan taufan.
"Entah apa nama pulau-pulau itu." demikian keterangan seorang dusun yang, sudah tua dan dahulunya juga menjadi nelayan di pantai. "Para nelayan memberi nama yang seram - seram, kadang-kadang memberi nama menurut bentuk pulau- pulau itu sendiri maka timbul nama-nama seperti Kim-ke to (Pulau Ayam Emas), Hek-hi-to (Pulau Ikan Hitam) dan lain - lain. Entah di sana ada pulau namanya Ban-mo-to atau tidak, aku tidak tahu."
Kun Hong tidak menjadi kecil hati mendengar ini. Kalau perlu; ia akan mengelilingi kepulauan kecil itu dengan sebuah perahu sampai ia dapat mencari Bari-mo-to, menemui Kui-bo Thai-houw pemilik mustika Im-yang-giok-cu untuk mengobati luka di jantungnya.
Tiga hari kemudian, setelah melakukan perjalanan yang melelahkan dan sukar sehingga kudanya sudah hampir tidak kuat lagi, Kun Hong tiba di atas bukit karang yang menjulang tinggi di tepi pantai. Ia turun dari kudanya, mendekati tepi batu karang dan menjenguk ke bawah. Laut kebiruan terbentang luas di depannya. Air itu dari tempat tinggi kelihatan tenang tak bergerak seperti kain sutera biru dibentangkan, berkeriput sedikit di sana-sini dengan busa, keputihan.
"Aku sudah sampai di tepi laut", pikirnya. "Akan tetapi bagaimana harus berlayar mencari Pulau Ban-mo-to?" Terlihat jauh di tengah laut pulau-pulau kecil yang hanya merupakan titik-titik hitam besar kecil. Yang manakah di antara pulau-pulau itu letaknya Ban-mo-to " Pemuda ini sama sekali tidak tahu bahwa sejak tadi, dua pasang mata memandanginya dengan penuh keheranan. Dua pasang mata dua orang kakek yang duduk berlindung dari panasnya matahari di balik sebuah batu karang. Ia tidak tahu bahwa ia telah berada di dekat dusun Kim-lee-san, tempat tinggal Tai It Cinjin dan Im-yang Siang-cu! Tidak tahu bahwa pada saat itu. Im-yang Siang-cu malah sudah melihatnya ketika dua orang kakek ini sedang berada di tempat itu.
Im-yang Siang-cu yang tadinya merasa heran melihat datangnya seorang pemuda di tempat sunyi itu ketika mengenal Kun Hong sebagai pemuda di Wuyi-san yang bertempur dengan mereka, tiba-tiba tertawa - tawa.
"Ha-ha-ha, kiranya murid Thian Te Cu yang datang !" kata lm Thian Cu kakek yang tinggi kurus dengan suara mengejek.
"Jadi dia belum mampus terkena pukulanku " Ha-ha, orang muda, apa kau hendak mencari Cheng-hoa-kiam" Pedangmu itu di sini, lihatlah," ejek Yang Thian Cu, kakek yang pendek gemuk, ahli gwakang yang pernah melukai Kun Hong dengan hebat di puncak Wuyi-san.
Tadinya Kun Hong tercengang mendengar suara ketawa dua orang itu, akan tetapi setelah dia menengok dan mengenal siapa adanya dua orang yang mentertawakannya. mukanya berubah merah dan timbullah kemarahannya.
"Kalian benar. Aku datang hendak merampas kembali pedangku Cheng-hoa-kiam." katanya tenang, sedikitpun tidak takut. Dengan sigap ia menghampiri tempat dua orang musuh lamanya itu berdiri.
Im-yang Siang-cu tertawa-tawa, akan tetapi diam - diam mereka kagum juga akan keberanian pemuda itu.
"Orang muda, memang kami akui bahwa kepandaianmu lumayan, akan tetapi menghadapi kami berdua kau sudah kalah. Mengapa sekarang kau berani mati hendak minta kembali pokiam (pedang pusaka) " Apa kau betul-betul sudah bosan hidup ?" kata Yang Thian Cu yang maklum bahwa kelemahan pemuda itu adalah menghadapi penyerangan dengan tenaga gwakang.
"Aku tidak bosan hidup dan pasti aku dapat merampas kembali pedangku asal saja kalian dua orang tua tidak bersikap pengecut."
Im-yang Siang-cu adalah jago - jago Bu-tong pai yang berkepandaian tinggi sekali dan kedudukan mereka di dunia kang-ouw memang sudah terkenal, tentu saja mereka marah bukan main mendengar pemuda ini berani menuduh mereka bersikap pengecut.
"Bocah sombong, baru menjadi murid Thian Te Cu saja kau sudah begitu sombong ! Kami merampas pedangmu bukan karena inginkan Cheng-hoa-kiam, akan tetapi untuk memberi hajaran dan tahu rasa kepada Thian Te Cu bahwa di dunia ini bukan dia saja yang pandai. Kalau kau memang mempunyai kepandaian, boleh kau kalahkan kami dan ambil kembali pedang itu! kata Im Thian Cu marah.
''Pedangku sudah kalian rampas, tentu saja dengan pedang biasa ini aku tak dapat melawan pedang kalian yang lebih kuat. Coba Cheng-hoa-kiam berada di tanganku, dalam beberapa jurus saja aku akan mampu mengalahkan kalian orang tua kepala besar !"
Yang Thian Cu tertawa lebar. ''Benar-benar bermulut besar! Dalam pertempuran di Wuyi-san kau sudah kalah, terluka oleh pukulanku dan pedangmu sampai terampas. Kalau sekarang kau kalah lagi, jangan salahkan kami kalau jiwamu melayang/
"Kesinikan pedangku dan aku akan memperlihatkan kalian bagaimana caranya orang bermain pedang !" Kun Hong sengaja bicara besar untuk memanaskan hati kedua orang jago pedang Bu-tong-pai itu.
Karena percaya bahwa mereka berdua takkan kalah oleh pemuda bekas pecundang ini. Yang Thian Cu melemparkan pedang Cheng-hoa-kiam yang dulu dirampasnya itu kepada Kun Hong. Pemuda itu dengan amat girangnya menyambut Cheng-hoa-kiam dan mengelus - elus pedang pusakanya itu. Dengan pedang ini di tangan ia tidak kakut melawan dua orang kakek ini. Dahulu ia kalah oleh karena ia masih belum sembuh dari pengaruh pukulan Im-yang-lian-hoan bagian Thai-yang sehingga ia memang pantang menerima pukulan gwakang. Akan tetapi sekarang lukanya akibat pukulan Thai-yang itu sudah disembuhkan oleh Beng Kun Cinjin dan sekarang ia berani menghadapi lweekang maupun gwakang dari dua orang kakek ini !
Kun Hong sengaja tidak membantah ketika dua orang kakek itu menyangka ia murid Thian Te Cu, karena entah bagaimana sekarang ia merasa malu dan sungkan untuk mengaku menjadi murid Thai Khek Sian si raja orang jahat ! Ia menjura kepada Im-yang Siang-cu dan berkata,
"Terima kasih atas pemberian kembali pedang ini. Hendaknya ji-wi suka memperkenalkan diri, karena kalau sampai aku tewas biar aku tahu siapa yang merobohkan aku."
Dua orang kakek itu saling pandang, agaknya heran menyaksikan perubahan sikap yang sekarang sopan ini.
"Orang muda. belum tentu kami akan membunuhmu. Sebagai murid Thian Te Cu memang kau sudah cukup berharga untuk mengenal kami. Kami adalah Im-yang Siang-cu dari Bu-tong-pai, dia ini suteku disebut Yang Thian Cu dan aku sendiri Im Thian Cu." kata Im Thian Cu sambil mencabut pedangnya diturut oleh sutenya.
Baru sekarang Kun Hong tahu bahwa dua orang kakek lihai yang disebut Im-yang Siang-cu ini kiranya jago - jago terkenal dari Bu-tong-pai. Ia tidak berniat mencelakakan dua orang ini, pertama - tama karena memang ia tidak bermusuhan dengan mereka dan bentrokannya dengan mereka di Wuyi-san adalah karena kebeitulan saja. Tentu mereka ini memusuhinya di waktu itu karena menyangka ia murid Thian Te Cu. Pedang sekarang sudah dikembalikan dan lebih lagi. mereka ini masih susiok (paman guru) dari dua orang dara jelita Hui Nio dan Hui Sian. Bagaimana ia bisa memusuhi mereka " Asal aku dapat mengalahkan mereka, cukuplah. pikirnya sambil bersiap dan berkata,
"Ji-wi. silahkan bergerak !"
Im-yang Siang-cu sudah cukup maklum akan kelihaian ilmu pedang pemuda ini. yang sudah mereka rasai di puncak Wuyi-san. maka tanpa membuang banyak waktu dan tanpa seji (sungkan) lagi mereka lalu menggerakkan pedang melakukan gerakan menyerang.
Kun Hong berkelebat mengelak, memutar pedang dan balas menyerang. Di lain saat tiga orang itu sudah bertanding seru, saling mengerahkan kepandaian dan tenaga untuk mencoba menindih gerakan lawan. Im-yang Siang-cu yang terkenal sebagai jago - jago pedang dari Bu-tong-pai, masih merasa penasaran bahwa dulu mereka tak dapat mengambil kemenangan dengan ilmu pedang, maka kali ini mereka memusatkan perhatian dan mengeluarikan jurus dan gerak tipu yang paling lihai dari Ilmu Pedang Bu-tong Kiam-hoat.
Namun sebenarnya, baik dalam ilmu pedang maupun tenaga dalam dan luar. Kun Hong yang sudah mendapat gemblengan dari Thai Khek Sian itu masih menang setingkat. Sumber ilmu silat yang dipelajari oleh pemuda itu lebih matang, dan lebih tinggi tingkatnya sehingga ketika Cheng-hoa-kiam ia putar cepat, dua orang lawannya menjadi kewalahan. Kalau dulu di waktu mereka mengeroyok Kun Hong di Wuyi-san. mereka masih terhibur oleh kenyataan bahwa kekalahan mereka disebabkan oleh pedang pusaka yang dipergunakan pemuda itu, sekarang alasan ini tak dapat diajukan lagi. Mereka sekarang sengaja menggunakan dua batang pedang yang baik pula, yang tidak mudah terusak oleh Cheng-hoa-kiam seperti dulu lagi. Akan tetapi hebatnya, mereka malah terdesak dengan cepat sekali, jauh lebih cepat dari pada dahulu dalam pertempuran pertama.
Dua orang kakek ini tidak tahu bahwa dahulu adanya mereka dapat bertahan lama malah akhirnya dapat merampas pedang, adalah karena Kun Hong terluka hebat dan kemudian tidak kuat menghadapi pukulan - pukulan gwakang. Sekarang pemuda ini boleh dibilang sudah tidak menderira rasa sakit sama sekali, kepandaian dan tenaganya sudah pulih semua. Dilihat begitu saja, ia seperti sudah sembuh sama sekali dan hanya dia sendiri yang tahu bahwa di dalam dadanya, jantungnya mengalami luka yang akan membawanya ke lobang kubur tak lama lagi kalau tidak mendapat pengobatan.
Karena sinar pedang Cheng-hoa-kiam yang bergulung-gulung itu sudah mulai menindih dua sinar pedang mereka, malah setiap saat mengancam keselamatan mereka. Im-yang Siang su mulai merasa khawatir. Yang Thian Cu mengeluarkan seruan keras dan mulailah tangan kirinya mengirim pukulan- pukulan yang sepenuhnya mengandung tenaga gwakang ! Juga ayunan pedangnya mengandung tenaga gwakang. sedangkan di lain fihak. Im Thian Cu mempergunakan tenaga lweekang-nya. Dengan demikian, dua orang kakek ini sudah mengeluarkan kepandaian simpanan mereka yang membuat mereka terkenal dengan sebutan Im-yang Siang-cu karena dengan maju bersama mereka merupakan dua tenaga Im dan Yang untuk menggempur lawan. Inilah semacam ilmu seperti Im-yang-lian-hoan dari Kunlun-pai. hanya saja dilakukan oleh dua orang !
Sebelum mereka bergerak, Kun Hong sudah tahu lebih dulu dari pengalamannya yang lalu. Ia menjadi gemas juga karena teringat betapa dahulu ia menderita luka parah oleh pukulan-pukulan gwakang dari Yang Thian Cu. pukulan yang sungguhpun tidak sehebat pukulan Thai-yang dari Kun-lun Lojin ketua Kun-lun-pai. akan tetapi cukup mengerikan kalau mengenai orang yang tidak kuat menerimanya.
Pemuda ini sengaja menerima pukulan - pukulan itu dengan tangkisan tangan kirinya sambil mengerahkan tenaga sesuai dengan sifat tenaga penyerangnya. Mula-mula Yang Thian Cu yang lebih dulu berbentur lengan dengannya. Yang Thian Cu sudah merasa girang karena pemuda itu sudah berani menangkis pukulannya yang berarti pemuda itu akan terluka dan roboh. Akan tetapi begitu dua lengan bertemu. Yang Thian Cu berseru kaget dan keras sekali, kemudian tubuhnya yang gemuk pendek itu terlempar ke belakang sampai bergulingan seperti binatang trenggiling ! Di dettik selanjutnya, Im Thian Cu yang beradu lengan dengan pemuda itu, terhuyung mundur tiga langkah lalu berdiri dengan muka pucat dan kaki menggigil. Iapun telah terkena pukulan dari hawa lweekangnya sendiri sehingga menderita luka yang biarpun tidak parah cukup menyakitkan di dalam dadanya.
Pada saat itu, tak jauh dari situ datang berlari seorang berkepala gundul yang bertubuh tinggi besar. Akan tetapi ketika tiba di dekat tempat pertempuran, hwesio ini berhenti berlari, mukanya berubah dan ia lalu memutar tubuh melarikan diri !
"Iblis jahanam, aku sudah mengenalmu, jangan lari kau,!" Kun Hong berseru seperti orang gila ketika ia mengenal muka hwesio itu. Itulah Beng Kun Cinjin, ayahnya dan musuh besarnya, orang yang harus dibunuhnya ! Dengan langkah lebar ia mengejar, tanpa memperdulikan lagi kepada Im-yang Siang-cu yang masih terheran menghadapi kekalahan mereka tadi. Dengan pedang Cheng-hoa-kiam di tangan. Kun Hong mengejar terus. Hatinya girang karena tidak dinyana-nyana ia berjumpa dengan musuh besar itu di sini. Ia mengerahkan seluruh ginkangnya untuk menyusul Beng Kun Cincin yang juga memiliki ilmu lari cepat istimewa.
Beng Kun Cinjin menjadi gelisah sekali. Ia sama sekali tak pernah menduga akan bertemu dengan pemuda itu di sana. Ketika dahulu ia dikejar-kojar oleh Kun Hong, ia memang melarikan diri ke tempat tinggal pamanny yaitu Tai It Cinjin yang bukan lain adalah ipar dari ayahnya sendiri. Di tempat ini ia boleh merasa aman, selain tempatnya tersembunyi, juga di situ terdapat pamannya yang berilmu tinggi. Siapa kira, belum lama ia berada di situ, pada hari itu ia mendengar suara orang bertempur. Ia tahu bahwa sute-sute dari pamannya, Im-yang Siang-cu sedang bertempur dengan orang maka ia hendak membantu mereka. Tidak tahunya yang bertempur melawan dua orang kakek itu, malah yang sudah mengalahkan Im yang Siang-cu, adalah bocah yang ia takuti, anaknya sendiri !
Ilmu lari Beng Kun Cinjin amat cepat, akan tetapi ia harus mengakui kehebatan ginkang dari bocah itu. Sebentar saja ia sudah hampir tersusul. Ah, alangkah akan bangganya kalau bocah yang sebetulnya anaknya itu tidak memusuhinya ! Beng Kun Cinjin mulai menyesal mengapa dulu ia terburu nafsu membunuh Kiu Hui Niang. lebih menyesal lagi mengapa ia dulu tidak sekalian saja membunuh bocah itu ketika ia menewaskan isterinya. Akan tetapi, semua penyesalan tiada gunanya, bocah itu sudah mengejar dan malah sudah menyusulnya.
"Iblis jahanam, jangan lari !" Kun Hong membentak dari belakang, siap melakukan serangan maut.
Tiba - tiba ia melihat berkelebatnya sinar putih menghantamnya dari depan, diikuti oleh angin pukulan tangan kiri yang amat hebat. Itulah penyerangan yang dilakukan secara tiba - tiba oleh Beng Kun Cinjin. Melihat ia telah tersusul, Beng Kun Cinjin tadi menanti saat baik, lalu tiba-tiba membalikkan tubuh sambil menyerang dengan tasbehnya disusul pukulan tangan kiri yang menggunakan tenaga Lui-kong-jiu, yakni pukulan jarak jauh yang akan merobohkan setiap orang lawan yang kurang kuat, biarpun pukulan ini tidak menyentuh tubuh lawan.
Akan tetapi Kun Hong yang sudah maklum akan kelihaian hwesio itu. tidak berlaku lambat. Cepat ia miringkan tubuh dan melompat ke kiri. pedang Cheng-hoa-kiam berkelebat dan ia sudah membalas dengan serangan kilat yang tak kalah hebatnya. Pedang dan tasbeh bertemu, keduanya menggunakan tenaga yang demikian besarnya sehingga mereka terhuyung mundur dua langkah. Kini keduanya saling berhadapan seperti dua ekor ayam jago berlagak, maju lagi saling pandang penuh kebencian. Napas mereka agak memburu karena habis berkejaran tadi.
"Bedebah, jangan harap bisa melarikan diri dari tanganku l" Kun Hong berkata dengan bibir terkatup saking bencinya.
"Bocah edan ....... aku sudah mengobatimu, menolong nyawamu ........." Beng Kun Cinjin yang agak serem melihat sikap pemuda itu, mengingatkan.
"Ya, untuk kau bunuh kalau saja tidak datang ayah angkatku ..... kau ...... iblis jahat, kau sudah membunuh dia, orang berbudi itu ........ kau sudah membunuh ibuku ........" Kun Hong menusuk dengan pedangnya, akan tetapi dapat ditangkis oleh Beng Kun Cinjin dengan tasbehnya sambil melompat mundur. Kun Hong maju lagi, perlahan-lahan, sikapnya penuh ancaman maut.
"Ibumu ....... perempuan durhaka itu menipuku ......... bermain gila dengan orang lain ....... kau sendiri mungkin bukan anakku ......... aku masih kasihan dan tidak membunuhmu di waktu kecil dulu ........."
"Keparat, kau hwesio jahanam tak tahu malu! Kau ......... kau mendatangkan cemar dan kehinaan kepada aku yang malang sekali menjadi anak isterimu! Aku harus membunuhmu, membersihkan dunia ini dari mianusia palsu macam kau!"
"Anak durhaka !" Beng Kun Cinjin tiba-tiba menyerang dengan tasbehnya sambil mengerahkan tenaganya. Hebat sekali serangan ini sehingga Kun Hong tidak berani berlaku sembrono menangkisnya. Cepat ia mengelak dan tasbeh itu menghantam batu besar di belakangnya sampai hancur ! Pecahan - pecahan batu ini bagaikan peluru terbang ke sana ke mari. ada yang menuju ke tubuh Kun Hong. Terpaksa pemuda ini memutar pedangnya untuk menangkis peluru - peluru batu ini,
Beng Kun Cinjin yang banyak pengalaman bertempur kembali mendapat kenyataan bahwa ia berhadapan dengan lawan yang amat tangguh dan menakutkan. Ia dapat menduga bahwa bocah ini tentu sudah menerima warisan ilmu dari Thian Te Cu atau Thai Khek Sian, maka diam-diam ia bergidik dan pada saat Kun Hong sibuk menangkis hujan pecahan batu itu. Beng Kun Cinjin mendapat kesempatan baik lalu lari cepat-cepat !
"Berhenti kau, pengecut !" Kun Hong berteriak mengejar.
Beng Kun Cinjin berlaku cerdik. Ia sengaja membawa pengejarnya ke dusun Kim-Ie-san di mana tinggal pamannya. Tai It Cinjin. Ketika ia sudah tiba di luar dusun, ia berseru keras mengerahkan khikangnya;
"Paman, tolonglah pinceng ......... !"
Kun Hong menjadi gemas dan juga terheran. Siapakah paman hwesio itu " Ia mengejar terus dan tiba-tiba dari dalam dusun itu berlari keluar seorang kakek tinggi besar yang berkepala botak, bermata lebar dan kedua lengan tangannya berbulu dilindungi lengan baju yang lebar. Inilah Tai It Cinjin, kakek yang pernah menyerbu Wuyi-san bersama Im-yang Siang-cu ! Kun Hong segera mengenalnya dan diam - diam pemuda ini kecewa. Kembali ia harus menghadapi lawan tangguh dan lawan ini selain menjadi paman ayahnya, ternyata adalah guru dari dua orang nona she Liok yang telah menjadi sahabatnya ! Akan tetapi ia sedang menghadapi urusan penting, maka ia cepat berseru.
"Tai It Cinjin harap jangan mencampuri urusan kami berdua !"
Akan tetapi, sambil mengeluarkan suara ketawa aneh, Tai It Cinjin berkata. "Murid Thian Te Cu benar - benar keterlaluan. Masa urusan keponakanku tak boleh aku mencampurinya ! Kau berhentilah !"
Sambil berkata demikian, sepasang tangannya bergerak ke depan dan hampir saja Kun Hong berteriak kaget karena tahu-tahu tangan kanan kakek itu mulur panjang mencengkeram ke arah tangannya yang memegang pedang sedangkan tangan kiri kakek itu mengebutkan ujung lengan baju ke arah jalan darah di pundaknya. Hebat bukan main serangan ini dan kalau bukan Kun Hong yang diserang, agaknya tak mungkin dapat melepaskan diri. Kun Hong cepat membuang tubuh ke belakang, berjumpalitan dan setelah dua kali berpoksai (berjungkir balik) barulah ia dapat berdiri dengan selamat,
"Paman, jangan lepaskan dia. bocah ini jahat bukan main !" seru Beng Kun Cinjin yang kini maju menyerang dengan tasbehnya, "mendapat hati"' setelah pamannya datang membantu. Kun Hong menangkis dengan pedangnya dan kembali bunga api berpijar dari pertemuan dua senjata itu yang digerakkan dengan tenaga besar,
Tai It Cinjin kagum sekali. Ia tahu bahwa kepandaian Beng Kun Cinjin sudah hebat, tidak kalah oleh Im Thian Cu atau Yang Thian Cu, akan tetapi keponakannya ini sampai melarikan diri dari bocah ini, benar - benar hebat. Juga ia merasa heran mengapa pedang Cheng-hoa-kiam bisa berada di tangan bocah itu. Akan tetapi, betapapun juga ia tidak mau kalau murid Thian Te Cu sampai tewas di tangannya. Tai It Cinjin memang seorang yang tidak mau kalah dalam hal ilmu silat sehingga beberapa kali ia mencari Thian Te Cu untuk diajak mengadu kepandaian. Juga ia tidak senang kepada Thian Te Cu, ikut-ikutan dalam persaingan yang ada antara tiga orang kakek Wuyi dahulu. Padahal dia hanya ipar dari Gan Yan Ki dan tidak mempunyai sangkut-paut dengan urusan persaingan turun - temurun itu. Akan tetapi ketidak-senangannya terhadap Thian Te Cu hanya berdasar kekalahannya yang berkali-kali saja jadi lebih bersifat iri hati bukan benci. Oleh karena itulah ia tidak menghendaki terbunuhnya pemuda yang ia sangka murid Thian Te Cu ini.
"Minggirlah !" katanya kepada Beng Kun Cinjin. "Biar kulihat sampai di mana kelihaian murid Thian Te Cu yang satu ini !" Memang semenjak ia bertempur melawan Wi Liong di puncak Wuyi-san, Tai It Cinjin menjadi makin penasaran.
Telah bertahun - tahun ia melatih diri dan memajukan kepandaiannya, akan tetapi kenapa menghadapi murid Thian Te Cu yang memegang suling itu saja ia tidak mampu mengalahkannya " Sekarang muncul murid Thian Te Cu yang lain, maka tentu saja ia ingin sekali mencoba lagi, apakah ia pun takkan mampu mengalahkan yang ini. Memang demikianlah sifat orang aneh ini, selalu ingin menjajal kepandaian orang dan tidak mau kalah !
Beng Kun Cinjin tidak berani membantah perintah pamannya, dan ia melompat ke pinggir dengan napas lega karena kali ini bocah iblis itu tentu akan tewas di tangan pamannya, demikian pikirnya.
Kun Hong yang mengerti bahwa tak mungkin ia minta kakek ini mundur karena kakek ini paman Beng Kun Cinjin, kini menjadi marah. Tidak mungkin baginya untuk mengaku begitu saja bahwa ia berurusan dengan ayahnya sendiri. Malu ia untuk mengaku sebagai aruak Beng Kun Cinjin. Melihat bahwa tidak ada jalan lain baginya, diputarnya pedangnya sambil berseru,
"Orang tua usilan. kalau kau ingin bertempur denganku, majulah !" Pedangnya diputar menjadi segulumg sinar yang menyambar-nyambar ke arah Tai It Cinjin.
"Bagus, keluarkanlah kepandaianmu, orang muda!" seru Tai It Cinjin yang menyambut serangan itu dengan gembira sekali. Segera terjadi pertandingan yang amat hebat dan menarik, membuat Beng Kun Cinjin yang memiliki kepandaian tinggi dan seringkali bertempur menghadapi orang-orang pandai itu menjadi bengong saking kagumnya. Belum pernah ia melihat pedang dimainkan sedemikian indah dan kuatnya seperti permainan Kun Hong, juga ia mengenal gerakan-gerakan yang serasi dengan ilmu silat yang ia pelajari dari ayahnya dulu. Di dalam gerakan Kun Hong terselip banyak sekali yariasi dan gaya yang amat berbahaya, curang, dan ganas sekali, sampai-sampai ia mengeluarkan seruan heran dan kaget.
Tentu saja Tai It Cinjin juga melihat ini dan tiba-tiba kakek ini mengebutkan ujung lengan bajunya untuk menangkis ujung pedang Kun Hong sambil berseru kaget. "Kau murid Thai Khek Sian ......... !"
Kun Hong tidak menjawab, hanya tertawa mengejek. "Kau boleh terka sendiri aku murid siapa, pendeknya kau tidak berhak mencampuri urusanku dengan keparat kepala gundul itu !"
Akan tetapi tiba - tiba sikap Tai It Cinjin berubah, perubahan yang amat merugikan dan membahayakan keselamatan Kun Hong. Kakek itu tiba tiba memandang dengan matanya yang lebar menjadi merah dan ia kelihatan marah sekali.
"Kau murid Thai Khek Sian si iblis laknat" Bagus sekali, tak dapat membasmi gurunya, lumayan juga bisa membasmi muridnya !!" Setelah berkata demikian, kakek itu bergerak maju, bergantian ia mengulur lengan sampai panjang melakukan serangan - serangan maut. Kali ini Kun Hong menjadi sibuk juga dan harus ia akui bahwa kakek ini benar- benar luar biasa lihainya. Memang, kalau diukur tentang kepandaian, kakek ini masih menang satu dua tingkat dari Kun Hong. Kalau dulu ia tidak mampu mengalahkan Wi Liong, adalah karena ia memang tidak mau mencelakakan pemuda murid Thian Te Cu. Akan tetapi sekarang ia tahu bahwa Kun Hong murid Thai Khek Sian maka ia menyerang untuk membunuh!
Tai lt Cinjin biarpun tak boleh dibilang seorang yang menjadi hamba kebajikan, namun ia selalu menjaga nama agar jangan terjerumus ke dalam jurang kejahatan. Malah ia amat membenci kejahatan, maka iapun benci sekali kepada Thai Khek Sian. Terhadap Thian Te Cu ia hanya tidak suka saja, akan tetapi karena Thian Te Cu adalah seorang budiman yang sakti ia tidak membencinya. Sebaliknya, terhadap Thai Khek Sian ia amat benci, dan kalau sekiranya kepandaiannya mengijinkan, tentu ia sudah mencari raja penjahat itu untuk membunuhnya !
Menyaksikan perubahan ini. Beng Kun Cinjin menjadi girang sekali. Terbukalah kesempatan untuk membunuh musuhnya ini, ya musuh anak, yang mendurhaka dan hendak membunuhnya itu. pikirnya. Tanpa banyak cakap lagi ia lalu menyerbu dan membantu pamannya menyerang Kun Hong. Sekarang Tai It Cinjin tidak melarangnya karena kakek ini menganggap pemuda itu musuhnya pula !
Melawan Tai It Cinjin seorang saja sudah amat berat bagi Kun Hong karena memang ia masih kalah pandai, apa lagi kakek itu sekarang di bantu oleh Beng Kun Cinjin. Ia terdesak hebat, gulungan sinar pedangnya makin lama makin menyempit Kesempatan ini dipergunakan oleh Beng Kun Cinjin yang dengan gerakan cepat melibatkan tasbehnya pada pedang Kun Hong, sehingga pemuda itu tidak dapat menggerakkan senjatanya lagi. Selagi ia berkutetan untuk melepaskan pedangnya. Tai It Cinjin sudah menyerang dengan totokan bertubi-tubi ke arah jalan darahnya. Kun Hong masih dapat mengelak dua tiga kali, akan tatapi totokan ke empat dan ke lima membuat ia roboh lemas tak berdaya lagi !
Beng Kun Cinjin girang sekali, akan tetapi ketika ia mengangkat tasbeh hendak dihantamkan ke arah kepala pemuda itu, seperti juga dulu ketika Kun Hong masih bayi tiba - tiba tangannya menjadi lemas dan ia tidak kuasa melakukan pembunuhan terhadap diri anaknya sendiri ini ! Akan tetapi ia betul-betul menghendaki dibunuhnya pemuda yang akan membahayakan dirinya kalau tidak dibunuh, maka katanya.
"Bocah setan murid Thai Khek Sian ini kalau tidak dibunuh, kelak hanya akan mengacaukan dunia saja." Ia berkata demikian untuk mendesak pamannya membunuh Kun Hong.
"Ha-ha. Gan Tui. kau agaknya menuruni watak mendiang ayahmu, tidak tega membunuh seorang muda biarpun dia itu jahat. Kau lihat, biar aku yang mengirim nyawanya kembali ke asalnya dengan pedang ini !" Disambarnya Cheng-hoa-kiam dan diangkatnya pedang itu untuk diayun memenggal leher Kun Hong Pemuda itu hanya tersenyum, sedikitpun tidak gentar menghadapi maut yang sudah berada di depan matanya.
Mata pedang Cheng-hoa-kiam tertimpa sinar matahari berkilauan, lalu merupakan sinar terang terayun ke arah leher Kun Hong dan...... "Suhu, tahan dulu ....... !" terdengar jerit melengking tinggi.
Pedang itu sudah hampir menyentuh kulit leher Kun Hong. Baiknya Tai It Cinjin memang seorang ahli pedang Bu-tong-pai yang tinggi ilmunya, maka biarpun pedang itu sudah diayunnya, serentak ia dapat menahan dan menariknya kembali ketika ia mendengar suara yang amat dikenalnya ini. Ia -menoleh dan Liok Hui Sian berlari-lari lalu dengan berani ia merampas pedang Cheng-hoa-kiam dari tangan suhunya yang melongo saja. Dengan manja gadis ini berkata.
"Suhu tidak boleh membunuhnya ! Gan Kun Hong ini adalah sahabat baik teecu !"
Makin terheranlah Tai It Cinjin dan ia hanya bisa menoleh kepada Hui Nio yang juga sudah datang berlari-lari.
"Betul. suhu. Dia sudah bertemu dengan teecu berdua dan sudah menjadi sahabat. Mengapa suhu hendak membunuhnya ?" kata Hui Nio sambil memandang dengan heran. Sementara itu. Hui Sian sudah membuka jalan darah Kun Hong yang tertotok oleh suhunya tadi, malah ia mengembalikan pedang Cheng-hoa-kiam setelah Kun Hong dapat bergerak kembali. Pemuda ini menjadi malu sekali karena kekalahannya, akan tetapi diam diam ia berterima kasih kepada Hui Sian yang sudah menolong nyawanya.
"Dia murid Thai Khek Sian. orang jahat harus dibunuh. Bagaimana kalian bisa menjadi sahabatnya ?" tanya Tai It Cincin yang masih belum hilang herannya. Kakek ini memang amat mencinta dua orang muridnya terutama sekali Hui Sian amat disayang dan dimanjanya. Oleh karena itu maka Hui Sian tadi berani mencegah suhunya membunuh Kun Hong.
"Suhu. Kong-twako sendiripun sudah menjadi sahabatnya. Teecu dan enci Hui Nio tadinya berebutan milik seorang penjahat, akan tetapi teecu berdua kalah olehnya, malah Kong Bu twako juga kalah. Setelah bertempur teecu bertiga menjadi sahabatnya. Masa sekarang suhu hendak membunuhnya ?" kata Hui Sian cemberut sambil mengerling ke arah Kun Hong.
Tiba - tiba Tai It Cinjin tertawa terbahak-bahak. Kakek ini tentu saja sekilas pandang maklum akan isi hati muridnya. Sudah banyak sekali pemuda - pemuda yang gagah dan baik ia carikan untuk Hui Sian, akan tetapi gadis itu selalu menolaknya. Selalu Hui Sian menyatakan bahwa ia baru mau kalau dijodohkan dengan pemuda yang lebih gagah dan lebih baik dari pada Kang Bu calon kakak iparnya. Tentu saja hal ini bukan soal mudah saja. Jarang di dunia ini ada pemuda segagah Kong Bu. Eh, tidak tahunya sekarang ada pemuda ini dan agaknya muridnya jatuh hati kepadanya.
"Ha-ha-ha, kau suka pada murid Thai Khek Sian ini " Boleh, boleh ! Asal bocah ini suka berjanji tidak akan meniru kelakuan yang jahat dari suhunya. Ha-ha-ha bagus sekali !"
"Tidak bisa terjadi !" tiba - tiba Beng Kun Cinjin berseru keras, membuat semua orang menjadi kaget.
"Eh, Gan Tui. apa maksudmu ?" tanya Tai It Cinjin.
"Karena ......... karena iblis cilik ini adalah ......... adalah anakku sendiri, anak durhaka yang hendak membunuhku ! Iblis ini tak boleh dibiarkan hidup, dia terlalu jahat !" Setelah berkata demikian Beng Kun Cinjin menggerakkan tasbehnya menyerang Kun Hong yang masih agak lemas.
Kun Hong mengangkat pedangnya menangkis, akan tetapi karena jalan darahnya belum pulih betul, ia terhuyung ke belakang dan sebuah tendangan kilat dari Beng Kun Cinjin tepat mengenai pahanya membuat dia terguling. Beng Kun Cinjin berseru girang, memburu dan mengayun tasbehnya.
"Traangg............J" Pedang di tangan Hui Sian mencelat ketika ia menangkis tasbeh itu dalam usahanya menolong nyawa Kun Hong. "Jangan bunuh dia ......... aahhh ......jangan bunuh dia ......... !" Gadis itu menangis.
"Hui Sian !" gurunya membentak. "Kalau dia anak Gan Tui, kita tidak boleh campur tangan !"
Hui Sian juga maklum akan hal ini maka gadis ini hanya bisa berlutut sambil menangis terisak-isak, dipeluk encinya. Adapun Beng Kun Cinjin yang merasa penasaran dan marah karena serangannya tadi ditangkis Hui Sian, kini maju lagi" dan mengayun tasbehnya.
Tiba - tiba bertiup amgin dingin dan di antara tiupan angin ini terdengar suara ketawa yang amat merdu, akan tetapi yang membuat para pendengarnya menjadi lemas dan dingin-dingin punggungnya ! Anehnya, tasbeh yang sudah diangkat oleh Beng Kun Cinjin dan digerakkan menimpa kepala Kun Hong itu seperti terkena sambaran angin, membuat tasbeh itu terpental ke belakang dan tubuh Beng Kun Cinjin juga terjengkang dan hampir saja roboh kalau hwesio itu tidak cepat-cepat melompat ke samping !
Pada saat itu, entah dari mana datangnya, tahu - tahu telah muncul seorang wanita yang sudah tua akan tetapi amat cantik dan keren sikapnya, pakaiannya gilang - gemilang penuh perhiasan emas permata serba indah. Ia berdiri dengan tegak, angkuh dan keren tiada ubahnya seorang ratu. Ketika ia sedang berdiri seperti itu, tak jauh dari situ terdengar suara banyak orang perempuan berbisik-bisik dan berdencingnya senjata - senjata tajam. Wanita itu menoleh ke arah suara tadi dan sekejap suara itu yang tadinya berisik namun tak kelihatan orangnya seperti sekumpulan siluman, menjadi berhenti dan keadaan menjadi sunyi. Dalam kesunyian ini tiba - tiba terdengar wanita itu berkata, suaranya halus dan kata - katanya teratur, akan tetapi entah mengapa mengandung sesuatu yang membikin serem para pendengarnya seakan-akan di dalam suara itu mengandung ancaman maut bagi setiap penentangnya,
"Kalau ada anak tersesat, hukumlah ayahnya ! Seorang ayah tidak menyalahkan diri sendiri malah hendak membunuh anaknya. Benar-benar tak tahu malu ! Kau patut diberi hukuman !" Setelah ucapan halus ini dikeluarkan, wanita itu menggerakkan tangan kirinya ke arah Beng Kun Cinjin. Hwesio ini merasa datangnya sambaran hawa dingin, maka cepat ia mengangkat tasbehnya.


Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Terdengar suara keras dan tasbeh itu menjadi putus, berarakan terlepas dari untaiannya dan Beng Kun Cinjin cepat - cepat menarik tangannya yang sudah terluka berdarah seperti digurat pedang telapak tangannya. Hanya terlihat tadi sinar putih keperakan menyambar dan kiranya wanita tadi telah menyerangnya dengan sehelai tali kecil yang melibat pinggangnya seperti tali sutera. Dengan senjata macam begini bisa memutuskan untaian tasbeh dan melukai tangan Beng Kun Cinjin dengan sekali pukul, dapat dibayangkan betapa hebatnya kepandaian wanita ini !
Wanita tua itu lalu berpaling kepada Kun Hong yang masih bengong saking kagum dan herannya, lalu membentak, "Tidak lekas pergi dari sini menanti apa lagi ?"
Kun Hong maklum bahwa orang telah menolongnya dan menyuruh ia pergi, maka ia lalu memungut Cheng-hoa kiam dan pergi dari tempat itu. Sekilas pandang ia melihat Hui Sian menoleh kepadanya dan melempar pandang yang amat menusuk perasaannya. Ia seakan-akan melihat mata Eng Lan yang memandangnya dan tahulah ia bahwa gadis ini mencintanya, mencinta dengan sepenuh hati seperti cinta kasih Eng Lan pula. Dan ia menjadi terharu !
Sementara itu!, ia mendengar suara Tai It Cinjin, "Kami telah mendapat kehormatan besar dengan kunjungan Thai houw (permaisuri) dari Ban-mo-to, biarlah lain kali aku yang rendah mengadakan kunjungan balasan !"
"Aku tidak ada urusan dengan segala orang Bu-tong-pai !" wanita itu menjawab dan tubuhnya sudah melesat pergi.
Kun Hong yang memperhatikan melihat wanita itu sudah berjalan jauh dan tiba - tiba dari kanan kiri muncul belasan orang wanita yang pakaiannya indah - indah, tanpa bicara apa - apa para wanita ini berjalan di belakang wanita aneh itu. menuju ke pantai ! Sampai lama Kun Hong berdiri. Jadi dia itukah Kui-bo Thai houw dari Ban-moto" Ia bergidik. Tidak aneh gurunya dulu pernah memperingatkan supaya jangan sembarangan bentrok dengan Thian Te Cu dan Kui-bo Thai-houw. Thian Te Cu sudah ia duga kehebatannya karena kakek itu terhitung suheng dari suhunya. Akan tetapi baru sekarang ia menyaksikan kehebatan Kui-bo Thai-houw. Ia menghela napas panjang. Dia harus mendapatkan Im - yang-giok-cu dan wanita itu ! Bagaimana mungkin. Orangnya selain sakti luar biasa, juga aneh dan agaknya luar biasa angkuhnya. Betapapun juga, pikir Kun Hong, aku sudah melihat orangnya dan ternyata aku tidak salah jalan. Aku harus pergi ke Ban-mo-to biarpun untuk perbuatan itu aku harus berkorban nyawa.
Dengan mengambil jalan ke mana wanita-wanita tadi pergi, akhirnya Kun Hong sampai di pantai laut yang berpasir dan rendah. Ketika ia tiba di pantai, ia melihat sebuah perahu besar berkepala naga berlayar pergi dan samar samar ia melihat wanita - wanita tadi berada di perahu itu.
Kun Hong cepat mencari-cari dan melihat beberapa orang nelayan membetulkan jala di tepi pantai, ia lalu menghampiri. Para nelayan itu memandang heran karena pantai di situ memang jarang sekali didatangi pelancong. Baiknya biarpun kantong - kantong uang tertinggal di tempat di mana ia bertempur melawan Im Yang Thian Cu, Kun Hong masih menyimpan banyak di saku bajunya untuk bekal dan keperluan di jalan. Setelah mengeluarkan beberapa buah uang emas, akhirnya ia dapait menyewa sebuah perahu layar yang dikemudikan oleh seorang nelayan muda.
Perahu diluncurkan ke tengah didayung lalu layar dipasang.
"Pemandangan di sini tidak begitu indah, akan tetapi banyak sekali ikanya !" Nelayan itu bercerita mengira bahwa pemuda itu menyewa perahunya untuk berlayar menikmati pemandangan alam.
"Kauikuti perahu besar itu !" tiba-tiba Kun Hong berkata dengan suara keren.
Nelayan itu menjadi pucat. "Ti ....... tidak ....... ! Tuan jangan main-main ....... mendekatpun aku tidak berani ....... berarti mengantar nyawa !"
"Bagus, jadi kau sudah mengenal mereka pula " Siapa mereka itu dan di mana mereka tinggal "'
Nelayan itu menjadi marah karena mengira pemuda itu hanya seorang biasa saja. "Aku tak dapat mengantar tuan. Kita kembali saja dan ini uangmu kukembalikan !"
Kun Hong menggerakkan tangannya dan nelayan itu merintih tubuhnya lemas dan sakit sakit karena jalan darahnya kena ditowel pemuda itu. Kun Hong lalu memulihkan jalan darahnya dan mencabut pedangnya. "Kau takut mereka, apakah kau tidak takut padaku " Membunuhmu di sini, apa sih sukarnya " Hayo bilang terus terang, mereka itu siapa dan di mana tinggalnya !'"
"Ampuni, taihiap ........ ampunkan aku seorang nelayan biasa yang tidak bersalah apa-apa. Mereka itu ........ mereka itu adalah para pengikut Thai-houw yang tinggal di Ban-mo-to. Jangankan mengikuti mereka, mendekat di pulau merekapun tak seorang berani. Mereka iitu tidak apa-apa asal tidak diganggu, akan tetapi sekali orang bersalah ......... mereka lebih ganas dari pada angin taufan dan gelombang membadai. Lebih baik kita pergi ke lain tempat saja ......... "
"Tidak hayo antar .aku ke Ban-mo-to. Kau jangan khawatir semua tanggung jawab aku yang memikul."
Akhirnya nelayan itu terpaksa menuruti kehendak Kun Hong biarpun di sepanjang pelayaran ia menjadi pucat dan makin ketakutan setelah mereka mendekati Pulau Ban-mo-to. Dari jauh pulau ini sudah menyeramkan, kelihatan hijau kebiruan dan angker sekali. Kalau tadi banyak perahu nelayan di dekat pulau-pulau lain di pulau yang cukup besar itu sunyi sekali, seakan-akan ikanpun takut mendekatinya. Di ujung pulau yang merupapakan teluk kelihatan perahu besar berkepala naga tadi.
"Daratkan aku di pulau itu dan kau boleh pergi kalau kau takut !" kata Kun Hong dengan suara tetap, akan tetapi tidak urung hatinya berdebar kalau ia teringat akan kelihaian Kui-bo Thai-houw.
Tukang perahu itu menjadi agak tenang karena sementara itu senja telah mendatang. Perahunya mendekati pulau dari kiri, agak jauh dari teluk itu. Setelah mepet dengan daratan. Kun Hong melompat ke darat. Nelayan itu cepat-cepat mendayung perahunya ke tengah lagi. Tiba-tiba terdengar suara melengking dari daratan dan dua batang anak panah menyambar, sebatang ke arahnya dan sebatang lagi ke arah perahu. Ia cepat menyelinap ke dalam rumput-rumput tinggi, akan tetapi anak panah yang ke dua mengenai sasaran.
Tukang perahu menjerit dan tubuhnya terjungkal ke dalam laut. Perahunya yang kosong berputaran dan bergerak-gerak terbawa ombak !
Kun Hong bersembunyi di dalam rumput tinggi, tak berani bergerak. Karena tahu bahwa penghuni pulau itu terdiri dari orang-orang pandai, ia harus berlaku hati-hati dan tidak memancing pertempuran terbuka. Ia mendengar suara dua orang wanita berbisik-bisik lalu terdengar langkah mereka meninggalkan tempat itu. Lapat lapat terdengar suara ketawa yang amat halus dan merdu.
Kun Hong menanti sampai senja terganti malam dan keadaan menjadi gelap. Baru ia muncul dari tempat sembunyinya dan membersihkan pakaiannya yang kotor dan agak basah. Dicabutnya pedang Cheng hoa-kiam, dipegang erat-erat. kemudian ia berjalan menuju ke tengah pulau, ia masih bingung bagaimana ia harus mendapatkan obat Im-yang-giok-cu dari tangan Kui-bo Thai houw. Minta berterang " Mencuri " Terang kalau merampas takkan berhasil. Mana ia bisa menangkan wanita itu yang agaknya ditakuti oleh Tai It Cinjin " Untuk mencuri juga sukar, karena ia tidak itahu di mana adanya benda itu dan tidak tahu pula bagaimana macamnya.
Dengan memanjat sebatang pohon besar ia dapat melihat cahaya penerangan di tengah pulau yang menunjukkan bahwa di tempat itu ditinggali orang. Ia lalu berjalan dengan hati - hati. Sejam kemudaan sampailah ia di tempat itu dan ia melihat beberapa bangunan rumah besar-besar di tengah pulau ! Ia tertegun karena melihat persamaan dengan Pulau Pek-go-to tempat tinggal Thai Khek Sian. gurunya. Juga Thai Khek Sian tinggal di tengah Pulau Pek-go-to seperti ini !
Ada tujuh bangunan rumah di situ, yang enam mengitari sebuah yang besar. Mudah saja diduga bahwa di tengah yang besar itu pasti tempat tinggal Kui-bo Thai houw. Sampai lama Kun Hong menanti dan melihat keadaan. Di situ sunyi saja seakan-akan kelompok bangunan itu tidak ditinggali orang. Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara tetabuhan yangkim indah sekali disusul nyanyian seorang wanita yang tidak kalah indahnya. Bangun bulu tengkuk Kun Hong. Benar-benar keadaan yang amat ganjil. Di tempat yang begitu sunyi, begitu serem, tiba-tiba terdengar tetabuhan dan nyanyian tingkat tinggi yang indah ! Benar-benar menggambarkan keganjilan Kui bo Thai-houw sendiri, seorang wanita yang kelihatannya lemah - lembut, halus tutur sapanya, akan tetapi menyeramkan dan mengerikan sepak terjangnya ! Serem-serem indah, inilah sifat Kui-bo Thai-houw dan sekelilingnya.
"Takut basah takkan dapat memperoleh ikan !" Kun Hong berkata kepada diri sendiri untuk menghibur hatinya yang agak berdebar menghadapi semua bahaya yang mengancam dirinya. Ia segera mengayun tubuh mengenjotkan kaki. Tubuhnya melayang naik ke atas genteng dengan ringan sekali. Tanpa mengeluarkan bunyi kedua kakinya berlari di atas genteng. Ia berlaku hati-hati sekali, selalu memandang ke empat penjuru sebelum melanjutkan langkahnya.
Baiknya malam itu gelap sekali, pikirnya. Hanya beribu bintang di angkasa yang menerangi alam, tidak kelihatan bulan yang masih bersembunyi di balik bumi. Ia sudah melalui rumah - rumah samping dan mendekati rumah besar dari mana terdengar tetabuhan dan nyanyian.
Tiba - tiba saja, amat mengejutkan sampai-sampai Kun Hong menjadi pucat, terdengar suara ketawa cekikikan dari kanan k'iri dan atas genteng itu menjadi terang oleh lampu - lampu penerangan yang entah kapan tahu-tahu telah digantung-gantungkan orang di sekeliling tempat itu. Ia telah terkurung lampu- lampu penerangan di atas genteng yang agak rata. Kemudian muncullah empat orang yang membuat Kun Hong merasa punggungnya dingin dan tengkuknya tebal!
Empat orang itu tubuhnya gemuk-gemuk montok, keempatnya tertawa- tawa, sama sekali tidak merdu karena terkekeh - kekeh dan cekikikan seperti empat kuntianak. Yang mengerikan, muka mereka serupa, juga pakaian mereka sama. Orang kembar empatkah gerangan " Kulit muka mereka penuh bekas luka koreng melepuh- membuat mereka nampak menggelikan tapi tidak menjijikkan, usia mereka sedikitnya ada empatpuluh tahun. Hebatnya, empat orang setengah nenek ini berpakaian indah dan baru, di leher mereka tergantung kalung yang indah dan mahal, dan sepatu mereka mengkilap, sepatu pria yang menunjukkan betapa besar- besar kaki mereka ! Benar-benar empat orang wanita yang kalau muncul di tengah kota tentu menjadi tontonan orang.
Yang membingungkan hati Kun Hong, empat orang ini benar - benar sukar dibedakan satu dari yang lain, dan hebatnya, suara ketawa mereka juga sama benar! Karena empat orang wanita buruk ini hanya terkekeh dan cekikikan genit, sama sekali tidak menyerangnya maupun bertanya. Kun Hong menjadi tidak enak kalau diam saja.
"Kalian ini siapakah " "
Memang janggal sekali. Dia yang malam-malam datang ke rumah orang tanpa permisi, sekarang malah dia yang bertanya siapa mereka ! Kun Hong menjadi merah mukanya ketika mendengar suara ketawa mereka makin menjadi- jadi. lapun merasa betapa janggalnya pertanyaannya tadi.
"Hi-hi-hi, orang muda lucu ...... lucu sekali ......" kata seorang di depannya.
"Kau yang datang malah bertanya! Apa ingin sekali berkenalan dengan kami ....... ?" sambung yang ke dua.
"Biarlah kalau kau ingin sekali tahu, kami ini empat orang gadis ........" sambung yang ke tiga
"Aku Tung Hwa Siocia (Nona Bunga Timur) ........" kata yang ke empat.
"Aku Si Hwa Siocia (Nona Bunga Barat) ....... " sambung yang pertama.
"Aku Nam Hwa Siocia (Nona Bunga Selatan) ........" sambung yang ke dua.
"Aku Pai Hwa Siocia (Nona Bunga Utara) ........." sambung yang ke tiga.
Kon Hong menjadi geli, juga terheran-heran. Masa orang - orang macam begituan kok namanya indah indah sekali" Mengaku-aku masih gadis lagi! Namanya pakai nona-nona segala. Yang membingungkan mereka bicara sambung-menyambung secara otomatis seperti sudah diatur sebelumnya.
"Orang muda yang lucu ......." kata yang ke empat.
"Kau sudah mengenal kami" yang pertama menyambar.
"Sekarang kau bilanglah siapa namamu ........!" kata yang ke dua.
"Jangan bohong supaya tak usah kami menggunakan kekerasan !" tutup yang ke tiga.
Kun Hong siap siaga dengan pedangnya, lalu menjawab, suaranya ia bikin tenang dan gagah, "Aku datang untuk menemui Kuibo Thai-houw, untuk minta ......."
Tiba -tiba saja empat orang "nona" itu marah sekali.
"Kurang ajar........" memaki yang pertama.
"Berani kau memaki Thai-houw......." kata yang ke dua.
"Kami harus seret kau ke depan Thai-houw ........." kata yang ke tiga.
"'Untuk menerima hukuman !" sambung yang ke empat.
Kun Hong kaget sekali. Baru ia teringat bahwa Tai It Cinjin sendiripun tidak menyebut Kui-bo Thai-houw akan tetapi hanya Thai-houw (Permaisuri) dengan menghilangkan sebutan Kui bo (Biang Iblis)! Kini tahulah ia bahwa sebutan Kui-bo adalah sebutan di luaran, di dunia kang-ouw unltujc menggambarkan betapa hebat dan ganas seperti biang iblis adanya nyonya cantik seperti permaisuri kaisar itu I Akan tetapi, ucapan itu sudah dikeluarkan, tak mungkin bisa ditarik kembali. Ia memasang kuda-kuda dan siap menghadapi keroyokan empat orang perawan tua itu dengan tenang.
Mulailah mereka maju. yang pertama mencengkeram hendak menangkap tangannya. Sebelum gerakan serangan ini selesai, dilanjutkan oleh yang ke dua yang berada di sebelah kanannya, kemudian disusul pula oleh gerakan yang ke tiga dan akhirnya yang ke empat yang menyempurnakan gerakan itu.
Kun Hong kaget bukan main. Inilah hebat, pikirnya. Empat orang wanita ini bukan saja rupa dan pakaian maupun bicaranya yang sambung-menyambung dan kembar, bahkan ilmu silatnya juga merupakan rangkaian ilmu silat yang satu macam akan tetapi dimainkan oleh empat orang ! Dengan demikian, ia seakan- akan menghadapi seorang lawan dengan delapan tangan dan empat kepala !
Cepat ia mengelak, akan tetapi hampir saja ia terkena cengkeraman mereka. Ia maklum bahwa ia tidak mungkin mengandalkan kegesitannya untuk mengelak. Dari angin cengkeraman itu maklumlah ia bahwa mereka rata-rata memiliki tenaga lweekang yang hebat dan ia tentu akan terluka parah kalau sampai terkena serangan mereka. Apa boleh buat, perkara sudah menjadi begini, pikirnya. Diputarnya pedangnya untuk melakukan perlawanan. Ia tidak berani berlaku sungkan-sungkan lagi, setiap serangan ia tangkis dengan pedang unituk membabat taugan lawan dan ia malah balas menyerang tak kalah hebatnya. Pemuda ini sudah menjadi nekat.
Benar benar mengerikan sekali empat orang "nona manis" itu. Selain gerakan mereka mengandung lweekang tinggi dan amat cepat serta teratur sambung - menyambung, juga mereka sekarang mulai tertawa-tawa lagi, cekikikan dan inilah yang benar-benar membingungkan hati Kun Hong. Akan itetapi ia masih ragu - ragu untuk melukai mereka (karena ia masih ingat bahwa kedatangannya ini adalah untuk minta obat, artinya minta pertolongan. Bagaimana ia bisa melukai anggauta keluarga orang yang dimintai tolong "
"Kalian berempat janganlah terlalu mendesak !" bentaknya sambil memutar pedang melindungi tubuhnya. "Biarkan aku menghadap Thai-houw ......... !"
Tiba-tiba empat orang itu berhenti bergerak, membuat hati Kun Hong girang sekali, ia tersenyum ramah dan mengangguk-angguk "Kalian memang orang-orang baik !"
Akan teltapi. empat orang nona itu masih berdiri mengurung.
"Kami mau memberi laporan baik........."
"Kepada Thai-houw. asal saja........ "
"Kau mau berjanji ......... "
"Mengawini kami berempat ......... !" Demikian ucapan yang mereka keluarkan secara sambung-menyambung dan empat orang nona manis itu membalas senyuman Kun Hong tadi sambil mengerling-ngerling dengan lagak bintang-bintang film !
Seketika itu juga senyum di bibir Kun Hong lenyap, dan bibirnya sampai pucat saking kagetnya ia mendengar ocehan mereka.
"Kau seranglah aku kau bunuhlah ......... !" bentaknya marah sekali dan kembali pedangnya diputar cepat.
Empat orang itupun tanpa banyak cakap lagi menerjangnya sambil cekikikan. Mereka menggunakan tangan kaki, menerjang mencakar menendang akan tetapi yang paling berbahaya adalah tali tali sutera yang diikat di pinggang mereka. Ikat pinggang tali sutera ini merupakan senjata yang ampuh merupakan dua helai senjata lemas yang berbahaya karena selain dapat melukai tubuh lawan juga dapat merampas senjata ! Ternyata mereka telah mendapat ilmu ini dari Thai-houw dan ini mudah diduga karena Kun Hong teringat betapa dengan tali seperti itu pula Kui-bo Thai-houw sekali serang telah mengalahkan Beng Kun Cinjin !
Namun kini Kun Hong benar-benar sudah mengamuk hebat Ia mengeluarkan seluruh kepandaian yang ia pelajari dari Thai Khek Sian dan benar saja, empat orang wanita itu tidak mampu melawannya.
Makin lama empat orang wanita itu makin kacau gerakannya, napas mereka terengah - engah dan sinar pedang Cheng-hoa-kiam yang bergulung-gulung telah mengurung mereka dari kanan kiri.
"'Pemuda lucu ........."
"Gagah sekali........."
"Terlalu lihai........."
"Kami tidak kuat melawan ........."
Tiba - tiba empat orang wanita aneh itu mengebutkan ujung tali pinggang sutera mereka dan berhamburanlah empat macam warna seperti asap tipis. Kun Hong mencium bau harum yang amat aneh. Ia kaget dan maklum bahwa lawan mengeluarkan senjata rahasia berbahaya. Tidak percuma ia pernah menjadi murid Bu-ceng Tok-ong Si Raja Racun. Ia cepat mengerahkan lweekang, menahan napas dan menggunakan tangan kiri untuk memukul ke sekelilingnya, mendatangkan angin pukulan yang mengusir semua asap itu.
Ketika ia melihat lagi empat orang wanita itu sudah tidak ada dan sebagai gantinya di situ berdiri wanita tua yang cantik dan berpakaian mewah. Kui-bo Thai-houw sendiri sudah berdiri di depannya dengan sikap yang amat agung, namun sepasang alis yang panjang kecil bekas cukuran itu dikerutkan tanda bahwa hatinya tidak senang.
Kun Hong seorang yang amat cerdik. Ia datang untuk minta tolong dan ia maklum pula bahwa kepandaiannya masih jauh di bawah tokoh ini sehingga takkan ada gunanya kalau menggunakan kekerasan. Maka begitu melihat munculnya "Ratu" ini ia serta - merta menyimpan pedang Cheng-hoa-kiam dan menjatuhkan diri berlutut !
"Mohon pengampunan dari Thai-houw bahwa teecu Gan Kun Hong berani berlaku lancang menghadap tanpa dipanggil." katanya dengan sikap hormat.
Wanita itu yang memang betul Kui-bo Thai-houw sendiri adanya, mengeluarkan seruan heran. Tercengang ia melihat perobahan sikap pemuda tampan ini dan ia menarik napas panjang. Memang sudah menjadi kelemahannya selalu menjadi lunak kalau berhadapan dengan pemuda, apa lagi setampan ini ! Akan tetapi, ia masih belum percaya betul kepada Kun Hong dan setiap saat ia masih sanggup menjatuhkan tangan maut.
"Apakah Thai Khek Sian yang menyuruhmu datang ke sini ?"
Kun Hong terkejut. Kiranya nenek ini sudah pula mengetahui bahwa ia murid Thai Khek Sian. Tentu dari gerakan ilmu silatnya. Nenek ini terlalu lihai sehingga sekilat pandang saja sudah dapat mengenal ilmu silatnya. Celaka kalau dia memusuhi suhu, pikirnya. Karena takut menggunakan nama suhunya yang ia tahu banyak dibenci orang di luaran, ia menggeleng kepala.
"Tidak, teecu datang atas kehendak sendiri."
Nenek yang dulunya tentu seorang wanita cantik jelita ini menarik napas panjang lalu terdengar suara ketawanya, halus merdu namun di dalamnya terkandung keluhan batin yang amat aneh kedengarannya.
"Haaahhh, manusia tak ingat budi itu mana masih ingat kepadaku........."
Biarpun masih muda, dalam kehidupannya dulu di Pulau Pek-go-to. Kun Hong sudah mengenal banyak wanita. Ia dijadikan kekasih para selir gurunya dan banyak sudah ia mengenal wanita dan dapat menangkap isyarat-isyarat atau tanda-tanda perasaan yang terpancar keluar dari batin wanita melalui gerak-gerik mereka. Melihat dan mendengar sikap dan kata - kata Kui-bo Thai-houw, hatinya berdebar. Tak salah lagi, wanita ini pernah "ada apa - apa" dengan gurunya, sedikitnya pernah ada hubungan akrab. Cepat-cepat ia berkata
"Akan tetapi suhu pernah pesan kepada teecu bahwa kalau teecu ada rejeki bertemu dengan Thai-houw, teecu diperintah menyampaikan salam hormatnya dan semoga Thai-houw panjang usia dan hidup bahagia."
Meledak suara ketawa Kui-bo Thai-houw. Anehnya, bibirnya hanya bergerak tapi muluknya tidak terbuka, bagaimana bisa mengeluarkan suara ketawa yang merdu dan halus itu " Sekarang suara ketawanya tidak mengejek seperti tadi melainkan geli dan sepasang mata yang masih bening itu bersinar-sinar.
"Anak nakal, kau kira aku tidak kenal bagaimana watak suhumu" Menarik dan binal, tapi tidak pandai mengambil hati seperti kau ! Kau tanpa diutus suhumu datang mencariku, tentu ada keperluan penting soal mati hidup. Kau berani melawan Tai It Cinjin, cukup memperlihatkan ketabahanmu. Kau memusuhi ayah dan hendak membunuh ayah sendiri, luar biasa puthauwnya (tidak berbaktinya) dan tentu terselip hal-hal yang aneh. Kau cukup menarik hati dan mengherankan, mari masuk dan ceritakan apa keperluanmu !"
Setelah berkata demikian Kui-bo Thai-houw memberi isyarat dengan tangannya. Dari kanan kiri genteng muncullah banyak gadis-gadis cantik yang membawa lampu. Kemudian ia melambaikan tangan menyuruh Kun Hong. mengikutinya. Pemuda itu tidak berani membantah, dengan kepala tunduk ia pun mengikuti ratu itu turun dari atas genteng melalui sebuah anak tangga, terus memasuki bangunan besar di tengah kelompok bangunan rumah itu
Pedang Keadilan 20 Sherlock Holmes - Petualangan Biarawan Tak Berkepala Kiamat Di Goa Sewu 2
^