Pencarian

Cheng Hoa Kiam 3

Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 3


Kalau melihat tubuhnya yang gemuk sekali seperti arca Jilaihud sedang duduk buka baju, akan tetapi dapat berjalan bukan main cepatnya dan ringannya, menyusup di antara pohon dan semak bagaikan seekor harimau, melompati jurang-jurang seringan kijang, benar-benar amat mengherankan. Inilah Bhok Lo Cinjin, hwesio tua bertubuh gemuk yang selalu tersenyum-senyum. Akan tetapi kalau tahu bahwa hwesio yang gemuk ini adalah ketua Siauw-lim-pai, orang takkan merasa heran lagi akan kepandaiannya dalam ilmu ginkang ini.
Bhok Lo Cinjin turun dari puncak Kun-lun-san. hatinya kecewa dan penasaran sekali oleh pebuatan Bu-ceng Tok-ong yang telah menculik seorang bocah yang dicalonkan menjadi murid Siauw-lim-pai. Perbuatan seperti itu hanya boleh diartikan bahwa Bu-ceng Tok-ong sengaja hendak menantang fihak Sauw-lim-pai ! Bhok Lo Cinjin marah bukan main. Sebagai seorang hwesio tentu saja Bhok Lo Cinjin memiliki kesabaran besar akan tetapi sebagai orang Siauw-lim-pai, ia memiliki kekerasan hati dalam hal mempertahankan nama besar partai persilatannya. Apalagi dia adalah ketua dari Siauw-lim-pai, sekarang Bu-ceng Tok-ong melakukan penghinaan dilereng Kun-lun-san selagi dia berada di puncak mengadakan pertemuan dengan orang-orang gagah. Hal ini sama saja artinya dengan menghina di depan hidungnya !
"Hemm, Bu-ceng Tok-ong memperlihatkan kekurang-ajarannya, berarti fihak Mo-kauw sengaja hendak melakukan perang terbuka." Hwesio itu menggerutu sambil melangkah lebar untuk segera kembali ke Siauw-lim-si dan mempersiapkan saudara-saudara seperguruan dan anak-anak muridnya untuk mencari jejak Bu-ceng Tok-ong dan merampas kembali Thio Wi Liong yang diculik Raja Racun itu.
Tiba-tiba ia menahan langkahnya, berdiri tegak, seluruh urat syarafnya tegang karena ia mendengar sesuatu yang mencurigakan.
"Siiuuuutt !" Sinar kehijauan menyambar ke arah lima jalan darah terpenting di tubuhnya. Sinar ini adalah jarum-jarum halus yang menyambar demikian cepat hampir tak mengeluarkan suara, hanya dapat terdengar oleh telinga yang sudah terlatih baik saja.
"Omitohud, siapa orangnya begini keji ?" Dengan kebutan lengan baju sebelah kiri, ketua Siauw-lim-pai ini berhasil menyampok semua jarum halus. Akan tetapi alangkah kagetnya melihat jarum-jarum yang tersampok itu tidak runtuh ke bawah, melainkan terpental dan melayang kembali ke arah semula, seakan-akan hidup dan dapat terbang kembali kepada tuannya ! Tahulah dia bahwa penyerangnya bukan sembarang orang, melainkan seorang yang berilmu tinggi. Ketika ia melirik ke arah lengan bahunya yang putih bersih, ia melihat lima titik hitam seperti hangus terbakar api.
"Omitohud, kiranya Bu-ceng Tok-ong yang melakukan penyerangan gelap ! Benar memalukan, benar tak tahu aturan !" hwesio itu berkata lagi.
Dari balik semak-semak terdengar suara ketawa ngakak seperti ular raksasa, kemudian berkelebat bayangan dan Bu-ceng Tok-ong muncul di depan hwesio ketua Siauw-lim-pai.
"Muridku, kaubuka matamu baik-baik dan lihat bahwa gurumu lebih gagah dari pada babi gemuk ini. Hak-hak-hak-hak !" kata Bu-ceng Tok-ong kepada seorang anak laki-laki yang tadi ia gandeng dan sekarang anak yang bukan lain Thio Wi Liong itu berdiri tegak memandang kepada Bhok lo cinjin dengan matanya terbelalak bersinar-sinar. Wi Liong biarpun kecil memiliki perasaan yang tajam dan dalam perantauannya dengan pamannya, ia sudah mendapat pengetahuan untuk membedakan antara orang baik dan orang jahat. Begitu melihat Bhok Lo Cinjin, sekilas pandang saja tahulah Wi Liong bahwa ia berhadapan dengan seorang yang boleh ia percaya, seorang yang oleh pamannya pasti akan dihormati. Apa lagi karena menurut Tok-ong, orang ini adalah ketua Siauw-lim-pai yang akan dijadikan gurunya. Serta merta ia menjatuhkan diri berlutut sambil berkata.
"Losuhu, tolonglah teecu dari orang jahat ini ...."
Bu-ceng Tok-ong tertawa bergelak. "Nyalimu memang besar. Kau tunggu dulu di sana !" Kakinya bergerak menendang dan Wi Liong merasa tubuhnya melayang dan tahu-tahu ia telah terlempar ke atas pohon yang lebat daunnya. Saking takutnya ia meraih sekenanya dan berhasil memegang ranting pohon, memeluknya erat-erat dan duduk di atas cabang. Ketika ia menengok ke bawah, ternyata ia telah berada di puncak pohon yang amat tinggi ! Ia melihat Raja Racun itu masih tertawa-tawa di bawah menghadapi hwesio tua yang gendut itu.
"Bu-ceng Tok-ong," hwesio itu berkata dengan suaranya yang halus namun nyaring berpengaruh. "Sungguh pun Siauw-lim-si dan Mo-kauw mempunyai jalan hidup yang arahnya berlawanan, akan tetapi selama ini hanya bersimpang jalan tidak sling bentrok. Siauw-lim-pai selalu mengambil jalan kanan dan Mo-kauw jalan kiri. Apa maksudmu sekarang kau berani menghina pinceng" "
Bu-ceng Tok-ong tertawa terkekeh-kekeh sebelum menjawab. "Babi gundul, bagaimana kau bisa bilang bahwa aku menghinamu?"
Muka Bhok Lo Cinjin menjadi merah. Sebagai seorang ketua partai persilatan besar, belum pernah ada orang memakinya seperti yang dilakukan oleh Raja Racun ini. Jangankan orang-orang biasa, kaisar di selatan dan utara dahulu pun belum tentu berani memaki-makinya seperti ini.
"Bu-ceng Tok-ong, kata-katamu begitu kotor kau masih belum mengaku menghina pinceng ?" bentaknya marah.
Kembali Raja Racun itu tertawa bergelak, memang dia seorang yang tidak perduli tentang segala macam aturan, berlaku kurang ajar atau tidak menurut enaknya perutnya sendiri. Oleh karena itulah maka ia disebut Bu-ceng yang berarti Tidak Ada Aturan !
"Ha-ha-ha, kau memang babi gemuk mengapa tidak mau disebut babi gemuk " Lihat saja perutmu, bukankah seperti perut babi yang terlalu banyak makan dan tidur " Kerjamu hanya tidur dan bersamadhi di samping makan sayur-sayuran, apa bedanya dengan babi ?"
"Tok-ong, pinceng tidak sudi bicara tentang hal yang bukan-bukan. Kau sudah berani mendatangi Kun-lun-san dan membikin kacau di sana, kemudian kau menculik calon murid Siauw-lim-pai, ini berarti kau menghina pinceng, menghina Siauw-lim-pai. Sekarang kau datang-datang selain memaki-maki dengan mulutmu yang kotor, kau pun menyerang secara menggelap. Apa maksudmu sebenarnya?" betapapun juga ketua Siauw-lim-pai ini menahan diri, memang sebagai seorang ciangbujin (ketua) partai besar ia jarang sekali menurunkan tangan mempergunakan kepandaian.
"Bhok Lo Cinjin, bukankah kau seorang hwesio" "
"Betul, habis ada apakah " "
"Bukankah kau diajar berlaku welas asih, diajar berlaku mengalah dan berlaku sabar" "
"Betul, habis mengapa" "
"Nah, kalau begitu sebagai hwesio kau harus mengalah dan berlaku baik. Mengapa kau tidak mau mengalah saja kepadaku dan memberikan murid ini secara baik-baik, kemudian berterima kasih karena aku berkenan memberi pendidikan kepada bocah itu" Sekarang aku datang hendak menguji sampai di mana kepandaian ketua Siauw-lim-pai, selain untuk memuaskan hatiku juga untuk memberi hajaran kepada kau yang sudah bersikap sombong dan berani kepada Tok-ong ! Kecuali kalau kau mau berlutut, bilang bahwa dengan rela hati kau memberikan Thio Wi Liong kepadaku dan selanjutnya berjanji takkan kurang ajar terhadap aku golongan yang lebih tinggi tingkatnya, mana aku sudi membei ampun" "
Sudah terang ucapan-ucapan yang keluar dari mulut Bu-ceng Tok-ong sama sekali diputar balikkan dan amat bocengli (kurang ajar). Sesabar-sabarnya hati hwesio tua Siauw-lim-pai, Bhok Lo Cinjin tetap hanya seorang manusia biasa. Mana ia dapat bertahan mendengar ucapan yang benar-benar tidak karuan dan amat sombong tidak tahu aturan ini "
"Bu-ceng Tok-ong siluman sombong. kaukira pinceng jerih terhadapmu" Kau hendak mengadu ilmu, boleh kau maju dan keluarkan semua ilmumul Siapa sih yang takut ?"
Akan tetapi belum habis hwesio ini bicara, tanpa memberi peringatan lagi Bu-ceng Tok-ong sudah menyerang dengan pukulan dahsyat. Benar-benar seorang tokoh yang tidak tahu aturan. Jangankan tokoh yang sudah demikian tinggi tingkatnya, yang lebih rendah tingkat kepandaiannya sekalipun selalu memberi tahu sebelum melakukan serangan pertama, tidak sudi melakukan serangan secara tiba-tiba dan menggelap seperti yang dilakukan oleh Raja Racun ini !
Bhok Lo Cinjin yang maklum akan kelihaian lawannya, tidak berlaku lengah. memang sejak tadi ia sudah dapat menduga macam apa adanya Raja Racun ini maka selalu bersap waspada. Melihat datangnya pukulan yang amat dahsyat, dan mengandung hawa panas ini, ia cepat melompat ke samping sambil mengebutkan lengan bajunya. Pukulan meleset, membuat pohon di belakang hwesio itu yang terkena hawa pukulan bergoyang goyang dan daun-daunnya rontok seperti tertiup angin besar ! Dari sini saja dapat dibayangkan betapa hebat dan berbahayanya serangan dari Bu-ceng Tok-ong.
Akan tetapi Bhok Lo Cinjin adalah tokoh besar Siauw-lim-pai. Biarpun dia bukan termasuk orang terpandai di Siauw-lim-si, masih ada susiok dan supeknya, tokoh-tokoh tua yang ilmu kepandaiannya jauh lebih tinggi dari padanya, namun kalau dia sampai dipilih menjadi ketua, tentu dia telah memiliki kepandaian tinggi di samping sifat-sifat baik untuk menjadi pemimpin partai persilatan besar itu.
Pertempuran hebat segera terjadi. Seperti biasa kalau tokoh-tokoh besar bertempur, gerakan mereka lambat-lambat saja namun di sekeliling mereka, semak-semak belukar bergoyang-goyang pohon-pohon rontok daunnya seperti ada angin besar mengamuk !
Setelah lewat empat puluh jurus, rasa penasaran dalam hati Bhok Lo Cinjin tak tertahankan lagi. Biasanya, seorang ketua partai besar jarang turun tangan dan sekali turun tangan dalam sepuluh jurus harus sudah merobohkan lawan. Sekarang selama empat puluh jurus, jangankan merobohkan, bahkan mendesak saja tidak bisa, malah-malah dia yang terdesak oleh ilmu silat yang amat kacau balau dan aneh dari lawannya. Sebetulnya dalam hal ilmu silat kiranya Bhok Lo Cinjin tidak akan kalah oleh lawannya, karena ilmu silat Siauw-lim-pai adalah ilmu silat tinggi yang jarang tandingannya. Akan tetapi yang membuat Bu-ceng Tok-ong merupakan lawan lawan yang amat berat adalah kedua tangannya yang berbisa atau pukulan-pukulan yang mengandung hawa maut karena pukulan-pukulan ini bukan pukulan biasa melainkan pukulan dengan hawa beracun. Di samping ini juga Bu-ceng Tok-ong amat curang, memiliki banyak senjata rahasia berbisa yang bisa dilepas secara tiba-tiba dan tidak terduga-duga. Tentu saja semua ini takkan ada artinya kalau ilmu silatnay tidak tinggi. Ia memiliki banyak macam ilmu silat yang ia gabung menjadi ilmu silat aneh dan jahat karena memang golongan dia ini rata-rata memiliki ilmu silat yang selalu mempergunakan kecurangan tanpa memperdulikan tata susila persilatan.
Beberapa kali Bu-ceng Tok-ong mempergunakan akal yang amat curang.
"Hwesio, tahan dulu !" serunya dalam sebuah pergulatan seru di mana ia agak terdesak. Sebagai seorang gagah yang mematuhi peraturan bertempur mengadu kepandaian, tentu saja Bhok Lo Cinjin menahan gerakan-gerakannya dan pada saat itu tanpa malu-malu lagi Bu-ceng Tok-ong mengerahkan tenaga dan menyerangnya dengan dahsyat ! Serangan ini berbahaya sekali dan hanya berkat kewaspadaannya saja Bhok Lo Cinjin masih mampu menghindarkan diri sungguh pun pundak kirinya terlanggar hawa pukulan dan terasa amat panas.
Bu-ceng Tok-ong hanya tertawa-tawa puas melihat akalnya berhasil, dan hwesio itu tidak mau menegur karena maklum bahwa orang macam lawannya itu tidak punya malu lagi. Ia hanya berlaku hati-hati sekali dan membalas dengan serangan yang tak kalah hebatnya. Untuk melindungi diri dari serangan gelap, ia mainkan Ilmu Silat Lo-han-bian-kun, semacam ilmu silat yang mempergunakan lweekang lemas namun amat tangguh.
Tiba-tiba Bu-ceng Tok-ong menghentikan gerakan-gerakannya dan berseru sambil menengok ke arah Wi Liong. "Hee, hati-hati kau jangan sampai jatuh ..... !"
Bhok Lo Cinjin adalah seorang yang gagah sejati. Melihat lawannya berhenti dan menengok ke arah bocah itu menyuruhnya hati-hati, tentu saja ia tidak sudi mempergunakan kesempatan ini untuk menyerang selagi lawan tidak bersiap siaga. Otomatis iapun menghentikan serangannya dan menengok kuga ke atas pohon karena khawatir kalau bocah yang ditendang tadi benr-benar jatuh.
Saat inilah yang dipergunakan oleh Raja Racun yang curang itu untuk menyerang lawannya. Tanpa mengeluarkan suara apa-apa tiba-tiba saja ia menubruk, menyerang Bhok Lo Cinjin dengan pukulan bertubi-tubi dari kedua tangannya yang sudah berubah hitam, tanda bahwa ia melakukan pukulan berbisa yang mengandung hawa maut.
Bhok Lo Cinjin agak kaget. Biarpun ia dapat mengelak dan menangkis dengan kebutan lengan bajunya, namun kedudukannya menjadi terdesak dan posisi tubuhnya tidak menguntungkan. Dalam saat seperti ini menyambar jarum-jarum hitam dari bawah lengan Bu-ceng Tok-ong, senjata-senjata rahasia yang dilepas dengan diam-diam mempergunakan semacam alat yang dipasang di bawah lengan!
Kali ini Bhok Lo Cinjin benar-benar terkejut sekali. Ia mengeluarkan seruan keras dan tahu-tahu tubuhnya yang bundar gemuk itu mencelat ke atas seperti bola ditendang. Benar-benar hebat gerakannya dalam pengelakan ini sampai Bu-ceng Tok-ong berseru memuji, "Bagus sekali !"
Akan tetapi Raja Racun ini sudah menyusul lawan dengan pukulan-pukulan dan menghujankan jarum berbisanya. Dalam keadaan berjungkir balik di udara ini Bhok Lo cinjin masih berusaha menangkis semua pukulan dan serangan namun sebatang jarum hitam tak dapat dicegah lagi mengenai betisnya. Bhok Lo Cinjin menggigit bibir dan begitu ia turun ke atas tanah lagi, ia merasa kakinya tak dapat digerakkan. Namun ia tetap tidak mau menyerah dan berdiri tegak menanti datangnya lawan. Bu-ceng Tok-ong menyerang maju dengan kedua tangan mendorong ke arah dada. Bhok Lo Cinjin yang sebagai seorang gagah perkasa pantang mundur sebelum mati, menyambut dengan kedua tangannya pula sambil mengerahkan lweekangnya. Dua pasang tangan bertemu, bertumbuk keras dan akibatnya, Bu-ceng Tok-ong mencelat mundur sedangkan hwesio Siauw-lim-pai itu terjengkang roboh !
Bu-ceng Tok-ong tertawa bergelak melihat lawannya sudah tak berdaya lagi. Tadinya ia tidak tahu bahwa lawannya sudah terluka. Baru sekarang ia melihat betapa kaki kiri lawannya membengkak, tanda bahwa jarumnya mendapat korban.
Bhok Lo Cinjin memang tak dapat bangun lagi karena kaki kirinya tidak dapat digerakkan lagi, akan tetapi ia rebah tak bergerak sambil memandang kepada lawannya dengan mata melotot.
"Babi gemuk, bersiaplah kau untuk mampus. Ha-ha-ha !" Bu-ceng Tok-ong ketawa girang. "Aku masih memberi kesempatan kepadamu, lekas kau menyatakan takluk dan kalah, baru aku akan mengampunimu."
"Mau bunuh lekas bunuh, kau menang karena curang. Siapa takut mati" " bentak Bhok Lo Cinjin.
Kembali Raja Racun itu tertawa bergelak. "Heei, Wi Liong, buka lebar-lebar matamu dan lihatlah. Bukankah ini Bhok Lo Cinjin ketua Siauw-lim-pai sudah menggeletak tak berdaya di depan kakiku " Ha-ha-ha !"
Tentu saja Wi Liong tadi tak dapat mengikuti jalannya pertempuran dan ia sebetulnya tidak tahu bahwa Bhok Lo Cinjin dikalahkan dengan cara yang curang. Akan tetapi dengan lantang ia berkata,
"Tak tahu malu ! Kau menang karena curang ! "
"Bocah keparat, kau lebih percaya kepada omongan babi gemuk ini " Ha, kau lihat dia mampus !" Bu-ceng Tok-ong melangkah maju dan hendak memberikan pukulan terakhir untuk menewaskan Bhok lo Cinjin. Hwesio itu memandang dengan mata tak berkedip, sama sekali tidak takut.
"Bunuhlah jangan banyak cerewet !" serunya tenang.
"Jangan bunuh dia ..... !" tiba-tiba Wi Liong menjerit. Ia merasa bersalah dan bertanggung jawab kalau hwesio tua itu tewas. Bukankah tadi dia sengaja memanaskan hati Bu-ceng Tok-ong untuk mencegat hwesio tua ini dan sekarang kalau hwesio ini tewas, sama saja dengan dia yang menyuruhnya" Tadinya ia mengharapkan bahwa ketua Siauw-lim-pai yang dipuji-puji oleh pamannya itu akan dapat mengalahkan iblis ini, tidak tahunya sekarang nyawa ketua Siauw-lim-pai itu malah terancam. Tanpa pikir panjang lagi ia lalu .... melompat dari puncak pohon itu ke bawah ! Karena ia belum memiliki kepandaian tinggi, tentu saja tubuhnya lalu bergulingan dan ia tentu akan jatuh dengan tubuh remuk dan nyawa melayang kalau saja Bu-ceng Tok-ong tidak cepat menyambarnya.
"Ha-ha-ha, kau benar-benar bocah berani, patut menjadi muridku. Kau tidak ingin aku membunuh babi gemuk ini ?"
"Jangan bunuh dia. Dia sudah kalah, mengapa dibunuh lagi " Aku sudah percaya sekarang bahwa dia kalah olehmu."
"Ha - ha, jadi kau sudah percaya akan kelihaianku" Bagus, suruh dia minta ampun dan berlutut, nanti kuampuni dia."
Wi Liong menghampiri hwesio itu dan berkata dengan suara sedih. "Losuhu, aku yang membuat losuhu sampai menderita begini. Harap losuhu mengalah, minta ampun agar tidak dibunuh. "
Bhok Lo Cinjin membelalakkan mata dengan marah. "Bocah setan ! Siapa sudi minta ampun" Orang mau bunuh boleh bunuh, orang gagah tidak takut mati !"
Wi Liong kaget sekali sampai melompat mundur. Bu-ceng Tok-ong tertawa mengejek. "Dia ingin mampus, mengapa kau sayang nyawa babi ?" tergurnya kepada Wi Liong.
Bocah itu berdiri bingung. Matanya yang lebar menatap ke arah hwesio itu dan ia menjadi kasihan sekali. Bagaimana pun juga, ia harus lebih dulu berusaha menolong nyawa hwesio tua itu agar jangan dibunuh oleh siluman ini, baru kemudian ia mencari jalan untuk menolong diri sendiri. Berpikir demikian, tiba-tiba ia menjatuhkan diri berlutut di depan Bu-ceng Tok-ong sambil berkata.
"Biarlah aku yang mewakili hwesio itu, aku mintakan ampun untuk nyawanya."
"Bocah keparat ! Setan .....! Pinceng tidak sudi dimintakan ampun ! Heee, Bu-ceng Tok-ong, lekas kau bunuh pinceng, jangan dengarkan ocehan bocah gila itu !"
Bagi seorang gagah, nama dan kehormatan jauh lebih berharga dari pada nyawa. Bhok Lo Cinjin adalah seorang ciangbujin partai besar, setelah dia dikalahkan lawan, mana ia sudi minta ampun atau dimintakan ampun orang lain " Jauh lebih baik ia dibunuh dari pada dijadikan buah tertawaan di dunia kang-ouw !
Bu-ceng Tok-ong mengerti akan hal ini. Perangainya yang aneh dan jahat membuat ia tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, seorang ketua Siauw-lim-si minta-minta ampun, malah menyuruh anak kecil mintakan ampun untuk nyawanya. Ha-ha-ha, alangkah lucunya hal ini kalau terdengar oleh orang-orang di seluruh dunia. Baiklah Wi Liong, aku mau ampunkan babi gemuk itu karena kau yang mintakan ampun ....."
"Iblis bermulut jahat ! Kaubunuh aku, siapa takut mampus ?" Bhok Lo Cinjin menjadi kasar karena marahnya. Akan tetapi Bu-ceng Tok-ong sudah menarik lengan Wi Liong dan berlari pergi dari tempat itu, membiarkan Bhok Lo Cinjin memaki-maki tidak karuan.
Bu-ceng Tok-ong membawa Wi Liong kembali ke tempat di mana ia berpisah dengan Tok-sim Sian-li tadi untuk melihat apakah kawannya itu juga berhasil, mengalahkan Pak-thian Koai-jin. Kalau Tok-sim Sian-li tidak berhasil, ia mempunyai kesempatan untuk mengejek dan menyombongkan kemenangannya. Aka tetapi ia tidak melihat Tok-sim Sian-li dan terpaksa ia mengajak Wi Liong menunggu.
Mari kita ikuti Tok-sim Sian-li yang membawa Kun Hong untuk mencegat Pak-thian Koai-jin. Iblis wanita ini ingin sekali memamerkan kepandaiannya kepada Kun Hong, muridnya yang tidak pecaya bahwa ia mampu mengalahkan tokoh utara itu !
Pak-thian Koai-jin adalah suheng dari Hu Lek Siansu ketua Go-bi pai, maka dapat dibayangkan bahwa ilmu kepandaiannya tinggi sekali. Kalau melihat orangnya sih tidak seberapa, berpakaian pengemis bertubuh kecil pendek. Apalagi kalau sudah melihat dia berjalan terbungkuk-bungkuk seperti orang telah kehabisan tenaga atau kalau melihat betapa ia berjalan dengan tongkat di tangan kiri dan mangkok butut di tangan kanan, persis seperti orang kelaparan, tentu setiap bocah pun akan memandang rendah kepadanya. Akan tetapi orang akan kecele kalau mengira dia ini seorang pengemis lemah. Pak-thian Koai-jin atau Manusia Aneh dari Utara ini adalah seorang yang gembira dan nakal, kenakalan luar biasa yang membuat banyak tokoh penjahat menjadi gentar dan ngeri, kenakalan yang disertai kepandaian tinggi sekali. Orang akan melengak kaget dan tak percaya kalau mendengar betapa seorang diri, hanya dikawani tongkat butut dan mangkok retaknya, pengemis tua ini pernah membikin kocar-kacir seregu tentara Mongol terdiri dari enam puluh orang yang sedang merusak-binasakan sebuah dusun di mana kebetulan pengemis ini sedang mengaso. Lebih dari setengah jumlah tentara Mongol ini tewas oleh tongkatnya dan komandannya, seorang perwira Mongol yang terkenal gagah perkasa, mendapat benjol-benjol kepala oleh mangkok retak, dan tentu akan tewas kalau tidak lekas-lekas minggat mengaburkan kudanya !
Setelah turun dari puncak Kun-lun-san, Pak-thian Koai-jin berjalan perlahan. Tidak seperti yang lain, dia tidak tergesa-gesa. Untuk apa tergesa-gesa, pikirnya, lebih baik menikmati tamasya alam yang indah terbentang luas di depan kakinya. Selagi ia enak berjalan kaki menuruni tebing dan lereng, tiba-tiba ia melihat seorang wanita telah berdiri di depannya, menghadang dengan sikap galak, pedang bersinar hijau di tangan melintang dada, kaki terpentang sikap menantang. Di belakang wanita yang tebal bedaknya sampai mukanya seperti tembok baru dikapur ini terlihat seorang bocah yang dikenalnya sebagai anak yang pernah ia lihat dan goda di dekat puncak, bocah yang ternyata adalah anak Kam Ceng Swi. murid Kun-lun-pai. Memang ia suka kepada bocah ini dan ingin mengambil sebagai muridnya, bagaimana sekarang berada di sini bersama wanita ini " Berpikir sampai di sini diam-diam Pak thian Koai-jin kaget sekali. jadi inikah wanita siluman Mo-kauw yang disebut Tok-sim Sian-li Si Dewi Berhati Racun "
Melihat betapa tokoh yang terkenal kejam itu hanya seorang wanita yang belum begitu tua dan pesolek, cantik dan memiliki mata yang mengandung sifat cabul. Pak thian Koai-jin tidak berani memandang rendah. Akan tetapi dasar ia seorang yang berwatak nakal, suka sekali menggoda orang, maka ia segera tersenyum lebar, jalan terseok-seok menghampiri sambil menyodorkan mangkok bututnya kepada wanita itu.
"Toanio yang baik, kasihanilah seorang pengemis tua kelaparan. Kalau kau memberi hadiah, usiamu akan panjang rejekimu banyak dan kau akan menjadi makin cantik ..... "
Tok-sim Sian-li tersenyum manis sekali lalu berpaling kepada Kun Hong.
"Inikah orang yang kau maksudkan itu " "
Kun Hong mengangguk terheran-heran melihat siap kakek pengemis demikian merendah padahal ia masih ingat betul betapa kakek ini telah memperlihatkan kepandaian yang luar biasa.
Tok-sim Sian-li menghadapi pengemis itu, mengeluarkan sebuah uang emas dari saku bajunya sambil berkata.
"Pak-thian Koai-jin, aku sering mendengar orang bilang bahwa burung yang mau mati amat merdu suranya. Suaramu tadi juga merdu sampai-sampai tergerak hatiku memberi sedekah. Terimalah ini, sedikit hadiahku" Wanita itu melemparkan uang emas ke arah mangkok di tangan kanan Pak-thian Koai-jin.
Tokoh utara ini maklum bahwa orang sedang menguji tenaganya, cepat ia mengerahkan tenaga ke arah mangkok untuk menerima sambitan itu. Ia merasa betapa mangkoknya dihajar hebat dan tentu akan remuk kalau saja ia tidak cepat-cepat membuat gerakan memutar dan mengerahkan tenaga "menyedot" sehingga tenaga pukulan uang emas itu buyar. Akan tetapi alangkah kagetnya ketika ia melihat betapa uang emas itu tiba-tiba saja melejit dan terbang kembali ke tangan Tok-sim Sian-li yang tersenyum memandangnya.
"Ha, ternyata uangku tidak mau berada di mangkokmu tanda bahwa kau sedang sial. Agaknya kata-katamu yang baik dan merdu tadi menyerupai nyanyian burung yang menghadapi maut ..... "
Pak thian Koai-jin maklum bahwa wanita itu benar-benar memiliki tenaga lweekang yang luar biasa, akan tetapi ia tidak menjadi gentar dan menjawab sambil tertawa. "Aku pun pernah mendengar orang bilang bahwa di dunia ini yang paling aneh adalah hati wanita. Kalau baik tidak seperti hati wanita yang mengandung penuh madu, sebaliknya kalau busuk juga tidak seperti hati wanita yang mengandung racun berbahaya. Juga, hanya wanita saja yang pandai tersenyum manis bermuka ayu akan tetapi hatinya mengandung maksud buruk, seperti seorang dewi berhati racun. Entah betul tidak kiranya toanio sebagai seorang wanita lebih mengerti." Dalam kata-kata ini tentu saja merupakan sindiran karena berkali kali pengemis aneh itu meyebut hati beracun dan muka dewi yang menjadi julukan wanita ini yaitu Tok-sim Sian-li (Dewi Berhati Racun) merah padam!
Merasa kewalahan kalau harus berdebat dengan kakek pengemis yang selalu tertawa-tawa ini, Tok-sim sian-li berkata ketus. "Sudah tahu nonamu ini Tok-sim Sian-li, kau masih berani menjual lagak " "
"He-he, adakah tadi aku menawarkan lagak " Eh, Dewi Hati Beracun, apakah kau ingin membeli lagak?" kakek itu menggoda.
"Pengemis bau ! Hanya karena muridku ingin melihat betapa aku mengalahkanmu, aku sengaja datang di sini mencarimu. Akan tetapi sekarang melihat mukamu, aku belum puas kalau belum membunuhmu ! Kau manusia bosan hidup !" Tanpa memberi kesempatan kepada lawannya, Tok-sim Sian-li menggerakkan pedangnya dan sinar hijau yang panjang dan berhawa dingin menyambar ke arah leher pengemis itu.
"Hayaaa ..... benar dewi yang hatinya beracun, busuk dan galak !" seru Pak thian Koai-jin sambil cepat mengelak dengan lompatan jauh ke samping karena maklum akan keganasan serangan itu. "Sudah menculik calon muidku, datang-datang masih menghendaki kepalaku lagi. Apa boleh buat, terpaksa melawan !"
Karena ia maklum bahwa wanita ini tak boleh dipandang ringan dan tak boleh dibuat main-main, Pak-thian Koai-jin lalu memutar tongkatnya dan membalas serangan lawan. Sebentar saja pertempuran berjalan sengit dan seru sekali. Gerakan Tok-sim Sian-li amatcepat dan gesit, terpaksa Pak-thian Koai-jin mengimbanginya sehingga mata Kun Hong menjadi silau, tak dapat ia membedakan mana Tok-sim Sian-li mana Pak-thian Koai-jin !
Selama bertanding, Pak-thian Koai-jin tak pernah diam. terdenar ia berderu berkali-kali. "Aduh lihai amat ! " atau "Ganas .... ganas .... ! "
Memang ilmu pedang yang dimainkan oleh Tok-sim Sian-li adalah ilmu pedang yang amat ganas dan berbahaya. Tidak seperti kawannya Bu-ceng Tok-ong yang betul-betul merupakan Raja Racun yang selalu bermain-main dengan segala macam racun, Tok-sim Sian-li hanya mempergunaan racun hijau pada ujung pedangnya dan tangan kirinya memiliki semacam pukulan mengandung hawa beracun yang disebut Toat-sim-ciang (Pukulan Mencabut Hati). Dengan pukulan tangan kiri ini, lawan yang kurang tangguh akan terserang jantungnya dan tewas seketika tanpa dapat bersambat lagi ! Selain ini, Tok-sim Sian-li juga memiliki semacam kepandaian aneh. Ilmu ini boleh digolongkan dengan Ilmu Sai-cu Ho-kang (Auman Singa), yaitu semacam ilmu yang menggunakan suara untuk merobohkan lawan, suara yang mengandung tenaga khikang dan lweekang menjadi amat berpengaruh. Cuma bedanya, kalau Sai-cu ho-kang dilakukan dengan menggereng keras menggetarkan jantung lawan dan melumpuhkan urat syaraf, adalah ilmu yang dimiliki oleh Tok-sim Sian-li ini dilakukan dengan mengeluarkan suara .... nyanyian ! Ilmu ini selain merupakan sari khikang dan lweekang juga sudah termasuk golongan ilmu sihir untuk merampas dan menguasai semangat dan kemauan lawan.
Ilmu tongkat dari Pak-thian Koai-jin hebat bukan main. Ini tidak aneh karena Ilmu pedang Gobi KiamHoat dari Go bi pai sari atau dasarnya juga dari ilmu tongkat yang sekarang dimainkan oleh Pak-thian Koai-jin. Menghadapi ilmu tongkat selihai ini diam-diam Tok-sim Sian-li menjadi sibuk dan jengkel sekali. Pedangnya yang terkenal ganas seakan-akan bertemu dengan dinding yang tak tertembuskan, bahkan kadang-kadang ia menjadi kaget dan tercengang kalau sewaktu-waktu dari "dinding" itu menyelonong ujung tongkat yang tahu-tahu mengarah jalan darahnya ! Benar-benar lihai sekali pengemis dengan tongkat bututnya ini.
Dengan jengkel dan marah Tok-sim Sian-li lalu mengeluarkan imu pukulannya yang hanya ia keluarkan kalau ia menghadapi lawan tangguh, yaitu Toat sim ciang. Tangan kiri dengan jari-jari runcing mungil dikembangkan mulai menyodok-nyodok ke depan. Nampaknya pelahan dan tak bertenaga, akan tetapi Pak-thian Koai-jin segera merasakan akibatnya. Dadanya terguncang seperti ditumbuk oleh tenaga yang tidak kelihatan. Ia kaget sekali karena ia maklum bahwa pukulan macam ini kalau mengenai orang yang idak kuat satu kali saja, jantung orang itu akan terguncang dan pecah ! Cepat ia mengeluarkan mangkok retak yang tadi ia simpan dalam sakunya.
"Pukulan beracun jahat sekali !" serunya dan mulailah kakek pengemis lihai ini mempergunakan mangkok jimatnya ! Dengan mangkok di tangan kiri, ia selalu "menangkap" pukulan lawan dan pukulan itu seakan-akan ia "retour" kembali melalui mangkoknya yang cekung.
Tok-sim Sian-li terheran-heran dan bertambah marah. Jangankan hanya mangkok beling, biarpun mangkok besi kiranya akan pecah kalau berkali-kali terkena pukulannya. Akan tetapi mangkok di tangan kakek pengemis itu tidak pecah malah dapat membikin terpental setiap pukulan Toat-sim-ciang !
"Pak-thian Koa-jin, tidak percuma kau menjadi jago utara. Ternyata kau benar-benar lihai sekali !"
Pak-thian Koai-jin terkejut bukan main, juga merasa aneh mengapa wanita ini tiba-tiba mempunyai suara yang demikian merdu lemas dan halus, enak sekali didengarnya. Ia merasa seakan-akan dirayu oleh wanita cantik yang menjadi kekasihnya. Sebagai seorang yang berpengalaman luas, ia menjadi terkejut dan bersikap waspada.
Tiba-tiba Tok-sim Sian-li bersenandung dengan suara yang amat merdu, akan tetapi pedang dan tangan kirinya masih terus melakukan tekanan-tekanan terhadap kakk pengemis itu.
Pak-thian Koai-jin terheran-heran karena tidak mengerti apa maksud lawannya yang aneh ini. Tak tertahan lagi ia tertawa bergelak karena merasa amat lucu. Akan tetapi Tok-sim Sian-li tidak perduli dan terus menyerang, terus bernyanyi merdu. Mau tidak mau Pak-thian Koai-jin mendengarkan dan berusaha menangkap kata-kata nyanyian yang disenandungkan itu.
Anehnya, ia mulai terdesak. Mulai dirasakan betapa serangan-serangan wanita itu menjadi berat sekali, jauh lebih berat dari pada tadi sampai-sampai ia terdesak hebat dan hanya sanggup menangkis saja ! Pikirannya mulai kacau, dadanya berdebar dan perhatiannya tak dapat dicurahkan kepada pertempuran. Dalam sesaat yang amat berbahaya, hampir saja pundaknya menjadi korban
pedang Tok-sim Sian-li dan baiknya hanya bajunya saja yang robek, kulitnya tidak terluka. Akan tetapi ini sudah amat mengagetkan hati Pak-thian Koai-jin karena ia tahu bahwa terluka sedikit saja amat berbahaya.
Setelah ini baru ia benar-benar terkejut. Dicobanya untuk memulihkan ketenangannya, untuk mencurahkan perhatiannya kepada permainan silatnya, untuk menutup pendengarannya terhadap nyanyian itu. Akan tetapi sia-sia belaka, makin dilupakan suara itu makin merdu merayu, membuat semua tubuhnya lemah!
"Hebat, kau benar-benar siluman berbahaya !" seru Pak-thian Koai-jin dan kakek ini cepat melompat ke belakang menghindarkan serangkai serangan yang amat dahsyat, kemudin tanpa menoleh lagi ia menghilang di dalam hutan lebat !
Tok-sim Sian-li menghentikan nyanyiannya, menengok dan melihat Kun Hong.
"Kun Hong .... !" serunya kaget melihat bocah itu sudah menggeletak dengan wajah pucat dan tak bersemangat. Wanita ini lupa bahwa nyanyiannya tadi mempengaruhi siapa saja yang berada di dekatnya, tidak terkecuali Kun Hong. Mana kuat bocah itu menahan pengaruh nyanyian iblis ini " Semangat bocah itu seakan-akan terbetot meninggalkan raganya dan ia menjadi seperti seorang yang kena sihir.
Tok-sim Sian-li cepat memeluk dan mengangkatnya, mengurut sana-sini sambil memanggil namanya. "Kun Hong, aku lupa bahwa kau berada di belakangku .... ah, percuma saja, kau tidak melihat bagaimana aku telah mengusir Pak-thian Koai-jin. "
Begitu sadar kembali dari keadaannya seperti linglung tadi Kun Hong segera bertanya, "Mana kakek jembel itu " Siapa yang kalah ?"
Tok-sim Sian-li tersenyum manis. "Kalau aku kalah kau kira aku bisa berada dengan kau " Kakek pengecut itu sudah melarikan diri ! "
Kun Hong tertawa puas. "Aku pun tidak suka kalau harus menjadi muridnya, masa aku harus menjadi seorang pengemis cilik " Lebih baik menjadi muridmu, apalagi kau sudah dapat mengalahkan dia, bibi."
"Hush, jangan panggil bibi. "
"Habis, harus menyebut apa ?"
"Dulu orang menyebutku Pek-sim-Niocu (nona Berhati Putih), akan tetapi sekarang orang-orang jahat, yang tidak suka kepadaku memberi nama Tok-sim Sian-li. Aku lebih suka disebut "Pek-sim-Niocu" dan kau boleh sebut "niocu" kepadaku."
Kun Hong mengangguk. "Baiklah, niocu. Akan tetapi mengapa namamu hanya julukan-julukan saja, apakah niocu tidak mempunyai nama sendiri ?"
Tok-sim Sian-li tersenyum dan menggelengkan kepala, untuk sekilat sinar matanya mengandung kedukaan. "Tidak, nama sendiri sudah lupa lagi ......" akan tetapi sinar duka segera terganti sinar tajam seperti biasa dan ia berkata. "Mari kita kembali mencari Bu-ceng Tok-ong, hendak kulihat apakah dia juga berhasil mengalahkan ketua Siauw-lim-pai."
Setelah tiba di tempat tadi, Tok-sim Sian-li dan Kun Hong melihat bahwa si Raja Racun itu bersama Wi Liong sudah menanti di situ.
"Ha-ha-ha, lama benar kau mencegat Pak-thian Koai-jin !" Tok-ong mengejek sambil tertawa.
"Biarpun lama aku berhasil mengusir dan mengalahkannya," jawab Tok-sim cemberut, "Kau sendiri bagaimana" "
"Sedang kau repot bernyanyi-nyanyi di sana, aku sudah membereskan babi gemuk dari Siauw-lim-pai itu sampai menjerit-jerit minta ampun !" kata Tok-ong sambil tertawa-tawa girang dan saking gelinya menepuk-nepuk paha sendiri.
"Siapa percaya omongan busukmu ?" Tok-sim mencela. "Bhok Lo Cinjin mungkin kalah olehmu, akan tetapi minta-minta ampun " cih, kau sombong dan bohong ! Eh, Wi Liong, benarkah kata-katanya itu bahwa ketua Siauw-lim-pai sampai minta-minta ampun kepadanya " "
Wi Liong menggelengkan kepala. "Aku yang mintakan ampun untuk nyawa Bhok Lo Cinjin, orang tua itu malah minta dibunuh. "
Kun Hong segera melangkah maju dan mencela Wi Liong. "Bocah goblok, guru merobohkan musuh mengapa kau mintakan ampun untuk musuh " locianpwee, murid macam apakah yang begini ini " Lempar saja ke jurang, biar teecu yang melempar pengkhianat ini."
"Tutup mulutmu, Kun Hong ! Aku bukan murid Tok-ong dan aku bukan pengkhianat !" bentak Wi Liong marah karena ia dimaki pengkhianat.
Tok-sim Sian-li tertawa girang. "Lihat, bukankah muridku lebih ingat budi dan tak mengecewakan menjadi murid " "
"Ha-ha, apa sih ingat budi " Aku tak ingin punya murid yang ingat budi ! Laginya, si Wi Liong mintakan ampun untuk Bhok Lo Cinjin sama sekali bukan untuk menolongnya, malah membantu aku menghina babi gemuk itu. Kalau tidak dimintakan ampun, tentu sudah kubunuh dan berarti ketua Siauw-lim-pai itu terlepas dari pada ejekan dunia. ha-ha-ha, benar-benar muridku lebih cerdik dan tahu caranya menyiksa musuh ! "
Kaget bukan main hati Wi Liong mendengar ini. Ia sama sekali tak pernah mengira bahwa perbuatannya tadi, mintakan ampun untuk nyawa Bhok Lo Cinjin, malah merupakan penghinaan besar bagi diri ketua Siauw-lim-pai itu ! Pantas saja ketua Siauw-lim-pai itu tidak berterima kasih kepadanya bahkan malah memakinya, dan ia menjadi ngeri kalau memikirkan keadaan dua orang aneh ini, demikian kejam dan keji ! Ngeri ia memikirkan harus menjadi murid Tok-ong.
Mendadak Tok-ong dan Tok-sim nampak terkejut, sama-sama menengok ke atas, ke arah daun-daun pohon di sebelah kiri.
"Sian-li, apa kau tidak merasa sesuatu yang aneh ?" Tok-ong bertanya, suaranya beubah sungguh-sungguh.
Tok-sim Sian-li mengangguk. "Memang, apa yang menggerakkan daun-daun itu dan suara apa mendesis ini " "
Wi Liong dan Kun Hong memperhatikan. mereka sekarang juga melihat daun-daun pohon sebelah kiri bergoyang-goyang dan ada suara mendesis perlahan arah tempat itu, padahal tidak ada angin dan tidak nampak sesuatu.
"Ah, tempat ini keramat, ada setannya. Lebih baik aku pergi dari sini ! " kata Tok-sim Sian-li sambil memeluk tubuh Kun Hong hendak membawa pergi. Tiba-tiba ia bergidik karena pada saat itu angin meniup ke arah rambutnya dan terlepaslah sanggul wanita ini, membuat rambutnya menadi awut-awutan!
"Iblis menggangguku ....." Tok-sim Sian-li menggerutu dan mukanya berubah pucat ketika ia menyanggulkan kembali rambutnya.
Tok-ong tertawa bergelak untuk menyembunyikan rasa takutnya. Memang para tokoh Mo-kauw adalah orang-orang yang sujud dan takut kepada mahluk-mahluk halus, bahkan dalam bertapa untuk mengejar ilmu mereka selalu berusaha untuk menghubungi mahluk-mahluk halus dan menjadi iblis dan setan.
"Sian-li, kau takut apa sih " Di siang hari terang seperti ini mana ada setan dan ..... "
Ia menghentikan kata-katanya dengan tiba-tiba karena ada angin terasa olehnya berseliweran dan ia merasa punggungnya ada yang raba, ketika ia menggunakan tangan meraba pungungnya, ia menjadi pucat karena pedang Cheng hoa kiam yang ia rampas dari tangan Kwee Sun Tek di puncak Kun-lun-san tadi ternyata sekarang telah lenyap !
"Keparat pengecut kalau berani muncullah, kita boleh bertanding sampai sepuluh ribu jurus, jangan main sembunyi-sembunyi seperti setan dan iblis ! " Tok-ong memaki-maki marah sekali sambil memandang ke sekelilingnya. Tok-sim Sian-li yang juga melihat lenyapnya pedang rampasan dari punggung Tok-ong menjadi makin pucat, akan tetapi untuk menjaga diri, ia sudah mencabut pedangnya.
"Siluman keluarlah !" Tok-sim Sian-li juga ikut berteriak untuk memperlihatkan bahwa iapun tidak takut, atau setidaknya ia tidak mau "kalah muka" oleh Bu-ceng Tok-ong di depan muridnya.
Hening sejenak dan dua orang anak, Kun Hong dan Wi Liong, sudah memperlihatkan bahwa memang mereka adalah anak-anak yang mempunyai ketabahan besar. Biarpun mereka tidak tahu kepada siapa dua orang tokoh sakti itu bicara, namun dari sikap dua orang sakti itu mereka dapat menduga bahwa tentu ada orang yang berkepandaian tinggi atau mungkin benar-benar ada siluman. Anak-anak biasa tentu akan menjadi ngeri atau ketakutan, akan tetapi tidak demikian dengan dua orang anak itu.
"Akan ada pertempuran lagi. benar-benar menggembirakan !" kata Kun Hong yang segera duduk di dekat Wi Liong yang sudah duduk di atas akar pohon besar yang menonjol keluar dari tanah seperti ular besar, Dua orang anak ini duduk menongkrong seperti orang hendak menonton pertunjukan yang menarik hati.
"Mudah-mudahan muncul orang gagah yang akan membebaskan kita." kata Wi Liong penuh harap.
"Bodoh kau ! Hanya mengharapkan kebebasan. lebih enak menjadi muris mereka yang begitu gagah dan sakti. kalupun muncul orang gagah yang membebaskan kita, belum tentu mau mengambil murid kepada kita, dan di Kun-lun-san semua orang tidak ada artinya kalau dibandingkan dengan guru-guru kiat." cela Kun Hong.
"Mereka jahat, aku tidak sudi menjadi murid orang-orang jahat." kata Wi Liong.
"Kau tahu apa tentang jahat dan baik " Kita menjadi murid mereka untuk belajar ilmu silatnya, bukan untuk belajar jahat atau baiknya !" bantah Kun Hong. "Laginya ..... guruku begitu cantik dan halus, siapa bilang jahat" Kau memang bocah banyak lagak dan ....."
Tiba-tiba saja Kun Hong menghentikan kata-katanya karena pada saat itu, entah dari mana datangnya tahu-tahu muncul seorang kakek di depan mereka. Kakek ini usianya kurang lebih enam puluh tahun, mukanya seperti topeng atau seperti muka mayat ! Tidak nampak kulit muka itu bergerak sedikitpun seperti kulit mati, lagi pula pucat kehijauan. Sepasang matanya bersinar lembut dan bibirnya yang kering pucat itu seperti selalu tersenyum mengejek. Tangan kirinya membawa kipas terbuat dari pada daun, dan ditangan kanannya kelihatan sebuah hudtim atau kebutan pertapa dengan bulu kebutannya panjang berwarna putih.
Bagi Wi Liong atau Kun Hong kakek ini tidak mendatangkan kesan aneh, akan tetapi Bu-ceng Tok-ong dan Tok-sim Sian-li berubah air mukanya ketika melirik ke arah kakek itu dan melihat pedang Cheng Hoa-kiam yang tadi lenyap secara gaib dari punggung Bu-ceng Tok-ong, kini telah berada di punggung kakek itu !
Bu-ceng Tok-ong marah bukan main melihat orang yang telah mencuri pedangnya, akan tetapi oleh karena maklum bahwa orang ini tak boleh dipandang rendah, ia tidak berlaku sembrono. Hanya untuk menjaga muka dan nama ia harus memperlihatkan kemarahannya. Dia seorang tokoh besar dan belum pernah ada orang berani menghinanya, apa lagi mempermainkannya. Dan orang yang telah mencuri pedang dari punggungnya ini sama sekali belum dikenalnya !
"Kau ini siapakah, datang-datang mengajak aku main-main" Agaknya kau belum tahu bahwa aku adalah Bu-ceng Tok-ong ....." kata si Raja Racun yang menahan ucapannya dengan perasaan mendongkol sekali karena orang yang mukanya seperti kedok mayat itu sedikitpun tidak perduli kepadanya, malah kini menghampiri Wi Liong dan Kun Hong yang duduk berdampingan di atas akar pohon. Sepasang mata yang bersinar lembut itu menatap ke arah dua orang anak itu dan tiba-tiba sinar mata itu tajam sekali, membuat Wi Liong dan Kun Hong merasa dingin pada tengkuknya.
"Kalian berdua ..... ikut aku ..... mau?" keluar pertanyaan singkat terputus-putus dari mulut kakek aneh ini. Agaknya kakek ini sukar bicara atau memang hemat dengan kata-kata.
Wi Liong dan Kun Hong keduanya cerdik dan berbakat. Mungkin Kun Hong lebih cerdik dan nakal, akan tetapi agaknya perasaan Wi Liong lebih halus. Melihat kakek aneh yang wajahnya mengerikan seperti kedok mayat itu, Kun Hong merasa ngeri dan tidak suka, akan tetapi Wi Liong segera dapat merasa bahwa kakek ini bukanlah orang sembarangan dan bukan termasuk orang jahat seperti Bu-ceng Tok-ong. Oleh karena perasaan inilah maka seketika ia berdiri dan berkata kepada kakek itu.
"Aku suka ikut !"
Sebaliknya karena merasa ngeri melihat pandang mata kakek itu, Kun Hong berdiri dan berlari ke dekat Tok-sim Sian-li sambil berkata, "Aku tidak sudi ikut setan kuburan ! "
Kakek aneh itu mendongak ke angkasa dan terdengar ia berkata pula tanpa menggerakkan bibir seperti juga tadi. Agaknya ia memang memakai kedok, karena kalau ia bicara, bibirnya tidak bergerak!
"Begitulah kehendak Thian ..... sudah kuperhitungkan ..... tidak meleset." Setelah berkata demikian, ia menghampiri Wi Liong dan menggandeng tangan bocah ini diajak pergi dari situ tanpa menoleh sedikitpun ke arah Bu-ceng Tok-ong atau Tok-sim Sian-li !
Datang-datang mencuri pedang dan hendak menyerobot murid begitu saja di depan hidungnya, lalu hendak pergi tanpa pamit datang tanpa permisi, benar-benar selama hidupnya belum pernah Bu-ceng Tok-ong bertemu dengan orang yang begini bocengli (tak tahu aturan) ! Dia sendiri terkenal sebagai seorang yang tidak mengenal aturan, sekarang ia benar-benar ketemu batunya. Kemarahannya tak dapat ditahan lagi.
"Setan jahanam benar-benar bosan hidup kau !" bentaknya dan kedua tangannya bergerak secara bergantian. Selosin jarum-jarum hitam yang halus menyambar ke arah jalan-jalan darah di tubuh belakang kakek aneh itu !
Kakek itu menengok pun tidak, tetap berjalan menggandeng tangan Wi Liong seperti tadi, hanya kipasnya dipakai mengebuti badannya seperti orang kegerahan. Hebatnya, sinar-sinar hitam itu runtuh kembali sebelum mengenai tubuh orang, seakan-akan tubuh kakek itu dilindungi oleh semacam perisai yang tidak kelihatan. Demikianlah menurut pandangan orang lain, akan tetapi Tok-ong dan Tok-sim sebagai orang-orang pandai dan sakti, maklum bahwa kebutan kipas itulah yang meruntuhkan semua jarum.
Tok-ong menjadi makin panas hatinya, memberi isyarat kepada Tok-sim untuk menyerang bersama. Ia menggereng dan bergerak maju, juga Tok-sim Sian-li mencabut pedang dan menyerbu dari belakang orang itu.
Tiba-tiba kakek itu menoleh dan mengebutkan kipasnya ke arah Tok-ong dan Tok-sim sambil berkata.
"Heran ..... mengapa Thai khek Sian ..... mempunyai orang-orang begini .....?"
Luar biasa sekali tenaga kebutan kipas ini. Seperti dua ekor burung terbang tertiup angin besar, Tok-ong dan Tok-sim merasa betapa keseimbangan badan mereka rusak dan mereka menjadi limbung, hampir saja terjengkang ke belakang kalau mereka tidak cepat-cepat menghentikan gerakan menyerbu tadi dan memasang kuda-kuda yang kuat !
Biarpun demikian, mereka itu bukan tokoh-tokoh besar dari Mo-kauw kalau gentar untuk melawan lagi, hanya disebutnya nama Thai Khek Sian membuat mereka bengong dan ragu-ragu untuk maju lagi. Sementara itu, kakek aneh tadi melanjutkan perjalanannya, menggandeng tangan Wi Liong, terus menuju barat.
"Siapakah dia yang sudah mengenal Sian-su .....?" kata Tok-ong masih belum hilng kagetnya.
"Tentu orang yang sudah tinggi tingkat kepandaiannya, lebih baik kita segera melapor kepada Sian-su," kata Tok-sim sambil menarik tangan Kun Hong.
"Hemm, selain melapor, juga kau sudah amat rindu kepada Sian-su, bukan?"
Muka Tok-sim Sian-li menjadi merah. "Kau perduli apakah " Kalau kau cemburu atau tidak suka, boleh kau memprotes Sian-su dan ..... "
"Hushh, aku cuma bicara main-main mengapa kau bersungguh-sungguh " Siapa orangnya yang tidak suka dan menghormat Sian-su" Semua perempuan di dunia ini siapa yang tidak suka menjadi kekasihnya" Tentu saja boleh kau mendekati Sian-su, asal jangan kau lupa kepadaku. "
"Hah, manusia macammu ! Mempertahankan murid saja tidak becus !" Sambil berkata demikian, Tok-sim Sian-li memeluk kepala Kun Hong dan berkata. "Anak baik, untung kau tidak ikut setan kuburan tadi." Wanita ini merasa girang sekali bahwa kakek tadi tidak membawa pergi muridnya yang tersayang. Kalau andaikata Kun Hong dibawa, apa yang akan dapat ia perbuat " Dari kebutan kipas tadi saja ia sudah maklum sepenuhnya bahwa ia bukanlah lawan kakek tadi.
Sebaliknya, Bu-ceng Tok-ong merasa kecewa sekali kehilangan muridnya.
"Benar pilihanmu, Wi Liong bukanlah murid baik. Belum apa-apa ia sudah mengecewakan hatiku. Awas dia, kalau bertemu kelak, akan kupatahkan batang lehernya. Sian-li, biarlah aku membantumu melatih muridmu si Kun Hong ini."
"Apa-apaan kau ini " Aku sendiri sanggup melatihnya menjadi seorang pemuda yang gagah perkasa. Bukan begitu, Kun Hong?" katanya sambil memeluk dan mencium pipi muridnya.
Kun Hong tersenyum girang dan mengangguk-angguk kepalanya. Diam-diam ia masih mengherani cara kakek tadi mengalahkan Tok-sim Sian-li dan Bu-ceng Tok-ong, ataukah belum kalah " Ia tidak menyaksikan sesuatu pertempuran, mengapa dua orang sakti ini tidak mengejar terus "
"Sian-li kau keliru. Apa kau ingin melihat Kun Hong kelak kalah oleh Wi Liong " Kalau kita berdua yang melatihnya, apa lagi kalau Sian-su berkenan menurunkan satu dua macam kepandaian, hatimu boleh puas kelak melihat muridmu ini mengalahkan Wi Liong."
Tok-sim Sian-li nampak bengong, kemudian ia berkata. "Kita harus bertanya kepada Siansu siapa adanya mayat hidup tadi. Tentang kau hendak menurunkan kepandaianmu yang buruk kepada muridku, tidak ada salahnya kalau Kun Hong mau menerimanya. "
"Mengapa tidak" Hem Kun Hong anak baik, apa kau tidak ingin mempunyai kepandaian seperti aku, sekali pukul bikin hangus isi perut orang tangguh dan sekali sebar jarum sanggup merobohkan lima puluh orang lawan" "
Kun Hong seorang bocah yang amat cerdik. Dari percakapan tadi, iapun dapat menduga bahwa Wi Liong tentu akan menjadi murid kakek aneh tadi. Diam-diam ia merasa khawatir kalau kelak benar-benar ia sampai kalah oleh Wi Liong, maka tanpa ragu-ragu ia lalu mengangguk.
"Tentu saja teecu suka menerima ajaran-ajaran dari Tok-ong, apa lagi ajaran dari locianpwee yang kalian sebut Siansu. "
Dua orang tokoh Mo-kauw itu saling pandang, kemudian Tok-sim Sian-li mengangkat tubuh muridnya, dilempar-lemparkan ke atas diterima lagi, dilempar lagi dengan wajah girang. Kun Hong juga mengeraskan hati agar jangan merasa takut diperlakukan seperti ini oleh gurunya.
"Anak baik, bocah ganteng muridku sayang. Kau benar-benar kelak akan menjadi pemuda yang menyenangkan hatiku !" Tok-sim Sian-li memuji-muji muridnya.
"Sudahlah, mari kita segera berangkat." kata Bu-ceng Tok-ong yang di dalam hatinya amat cinta kepada Tok-sim Sian-li maka selalu merasa sebal kalau melihat wanita itu memperlihatkan kasih sayang kepada lain pria, biar pun pria yang masih bocah seperti Kun Hong ! Pendeknya, ia merasa cemburu. hal ini tidak mengherankan karena laki-laki manakah di dunia ini yang tidak memiliki hati cemburu" Kalau tidak cemburu berarti tidak cinta, sungguhpun cinta sejati amat membutuhkan kepercayaan.
Berangkatlah dua orang tokoh Mo-kauw ini turun dari Kun-lun-san, membawa Kun Hong yang menjadi girang sekali karena mendapatkan guru-guru pandai. Ada juga ia teringat kepada Kam Ceng Swi yang ia anggap dan sangka adalah ayahnya sendiri. Akan tetapi ia malah girang kalau membayangkan betapa kelak ia akan kembali kepada ayahnya setelah memiliki kepandaian tinggi yang dapat ia banggakan kepada ayahnya itu.
Setengah orang bilang bahwa waktu berjalan amat cepat melebihi cepatnya anak panah terlepas dari busurnya. Ada pula yang menyatakan bahwa waktu itu amat lambat, merayap-rayap seperti keong.
Pendapat-pendapat ini keduanya memang ada betulnya. Waktu dapat berjalan cepat sekali atau lambat tergantung dari keadaan. Kalu kita mengenangkan waktu kita masih kanak-kanak seakan-akan baru kemarin saja dan terbayanglah betapa cepatnya jalannya sang waktu. Akan tetapi, kalau kita menanti datangnya sesuatu yang amat kita harapkan, waktu satu jam saja rasanya seperti sebulan. Coba kalau kita sedang terburu-buru lalu menanti datangnya kawan atau kendaraan yang kita harap-harapkan, aduh bukan main lamanya. Bukan demikiankah"
Begitu pula cerita ini tahu-tahu sudah maju dua belas tahun kemudian semenjak apa yang telah dituturkan di bagian depan ! Dua belas tahun lewat begitu saja dengan amat cepatnya. Keadaan di dalam negeri tidak banyak perobahan karena bala tentara Mongol masih sedang sibuk melakukan penyerbuan ke barat sampai menggegerkan seluruh Eropa. Selama sejarah berkembang baru pertama kali itulah dunia barat dibikin geger dan ketakuan oleh kekuatan yang datang dari timur.
Itu baru kekuatan dari negara timur yang kecil saja, kekuatan bala tentara Mongol, sekelompok bangsa yang tidak bisa dibilang besar. Semua ini berkat keberanian dan keuletan yang luar biasa dari bangsa timur.
Pada suatu hari. di kala matahari sedang panas-panasnya karena waktu itu menjelang tengah hari, dari jurusan barat terdengar derap kaki kuda yang dilarikan kencang, memasuki hutan kecil di sebelah timur kota Poan kun. Penunggangnya adalah seorang pemuda tegap yang bermuka ganteng sekali. Tidak saja pemuda itu amat ganteng, juga pakaiannya terbuat dari pada sutera nomor satu, potongannya indah sekali. Tubuhnya tegap dan sedang, nampak sehat kuat wajahnya berkulit putih kemerahan dengan rambut hitam mengkilat dibungkus di atas dengan sutera. Sepasang matanya berkilat kilat menandakan bahwa dia amat cerdik dan tangkas lagi pemberani. Alis dan bulu matanya tebal. Mulutnya membayangkan watak yang gembira, sayang sekali ujung bibir dan dagunya membayangkan watak keras hati dan kejam. Tentu saja hal ini hanya dapat terlihat oleh orang yang sudah ahli dalam ilmu membaca watak dari muka orang. Akan tetapi watak buruk itu hampir tidak kelihatan, tertutup oleh potongan muka yang betul-betul ganteng ini. Pendeknya, seorang pemuda remaja, berusia delapan belas tahun, yang ganteng dan tampan sekali.
Melihat caranya menunggang kuda, mudah diketahui bahwa pemuda tampan ini juga memiliki kepandaian menunggang kuda yang mengagumkan. Biarpun kuda itu besar dan berlari cepat sekali, ia kelihatan duduk tegak dan enak-enak di atas punggung kudanya, tangan kiri memegang kendali, tangan kanan menepuk-nepuk leher kuda.
"Cepat, Hek-liongma, cepat sedikit lagi ! Kalau Niocu dapat mengejar kita, bisa repot !" kata pemuda itu kepada kuda hitam besar yang ternyata bernama Hekliong-ma (Kuda Naga Hitam).
Kuda itu seperti tahu saja akan arti ucapan penunggangnya, buktinya ia segera membalap lebih cepat lagi sampai seolah-olah keempat kakinya tidak menginjak tanah. Kuda dan penunggangnya melesat cepat melalui hutan kecil itu.
Tiba - tiba terdengar bentakan nyaring disusul bunyi pecut memecah udara.
"Heei, penunggang kuda berhenti dulu !"
Suara itu adalah suara wanta dan pecutnya berbunyi "tar ! tar !" keras sekali. Kuda dan penunggangnya menjadi kaget. Memang kuda paling takut akan suara pecut, dan pemuda itu memang sedang melarikan diri dari gurunya, seorang wanita. Maka mendengar seruan ini, bukannya, berhenti ia malah menepuk leher kudanya,
"Hek-liong-ma, jangan berhenti lari lebih cepat!"
Kuda itu benar-benar membalap sampai rambut pada lehernya berkibar-kibar. Sebentar saja kuda dan penunggangnya sudah hampir keluar dari hutan itu. Akan tetapi, terdengar pula suara yang menegur tadi,
"Anak-anak, buruan lari ke barat. Tahan ..... ! Serang ..... !"
Pemuda itu tidak tahu apa artinya seruan ini akan tetapi kudanya rupanya lebih tahu. atau mungkin karena alat penciumnya lebih tajam. Hek liong-ma nampak gelisah sekali dan tak lama kemudian terdengar bunyi salak dan gonggong anjing. Dari semak - semak belukar berloncatan keluar sembilan ekor anjing yang kelihatannya galak-galak seperti srigala Sambil menggonggong binatang-binatang ini menyerbu Hek-liong ma, bahkan ada pula beberapa di antaranya yang menerjang pemuda itu dengan mulut terpentang memperlihatkan gigi dan taring !
Siapakah pemuda tampan yang naik Hek liong ma ini " Mungkin ada yang sudah dapat menduga. Dia ini bukan lain adalah Kun Hong putera Kam Ceng Swi, atau lebih tepat lagi sebetulnya Gan Kun Hong putera Gan Tui dan Hui Niang !
Setelah lewat duabelas tahun lamanya. Kun Hong berubah menjadi seorang pemuda yang amat tampan dan ganteng, cocok benar dengan dugaan Tok-sim Sian-li. Seperti telah diceritakan di bagian depan, setelah dikalahkan oleh seorang kakek aneh yang merampas Wi Liong dari tangan mereka. Tok-sim Sian-li dan Bu-ceng Tok-ong cepat pergi kepada Thai Khek Sian, yaitu tokoh nomor satu dari golongan Mo-kauw.
Mendengar keterangan mereka tentang kakek itu, Thai Khek Sian mencegah mereka mencari penyakit dan minta supaya mereka membiarkan saja Wi Liong diculik.
"Dia itu Thian Te Cu atau dulu terkenal disebut Mayat Hidup yang menjadi penunggu Gunung Wuyi-san." Demikian antara lain keterangan dari Thai Khek Sian yang dalam golongan Mo-kauw seakan-akan menjadi rajanya. Tentu saja melihat Tok-sim Sian-li. Thai Khek Sian menjadi girang dan tidak memperkenankan wanita ini pergi sebelum tinggal di situ selama sebulan lebih. Bu-ceng Tok-ong mendongkol bukan main, akan tetapi apakah dayanya terhadap Thai Khek Sian yang masih terhitung susioknya (paman gurunya) itu " Kepandaian Thai Khek Sian luar biasa tingginya, ini ia tahu betul, maka ia hanya mengurut-urut dada.
Akan tetapi ia terhibur setelah mereka diperkenankan pergi dari tempat tinggal Thai Khek Sian, yaitu di Pulau Pek-go-to (Pulau Buaya Putih), sebuah pulau kecil kosong di antara Kepulauan Cou-san-to di sebelah timur pantai Tiongkok, Thai Khek Sian sudah melihat Kun Hong dan berkata kepada Tok-sim Sian-li dan Bu-ceng Tok-ong,
"Bocah ini boleh menjadi murid kita. Kalian ajarlah baik-baik selama sepuluh tahun, baru suruh dia ke sini untuk menerima pelajaran dariku. Kelak dia boleh diharapkan untuk memperbesar nama kita."
Tentu saja Bu-ceng Tok-ong menjadi girang sekali karena hal ini berarti bahwa ia akan berdekatan selalu dengan Tok-sim! Setelah bersepakat, mereka berdua membawa Kun Hong ke puncak Wi-san tempat tinggal Tok-sim Sian-li, karena Bu-ceng Tok-ong sendiri adalah seorang perantau yang tidak karuan tempa! tinggalnya. Di Wi-san inilah Kun Hong digembleng oleh sepasang manusia siluman itu. Selama itu perhatian Tok-sim Sian-li dicurahkan untuk mendidik Kun Hong maka untuk beberapa tahun ia tidak menurutkan nafsu hatinya yang kotor.
Biasanya seringkali ia menculik pemuda - pemuda tampan dibawa ke puncak Wi-san ini. Akan tetapi selama ia tinggal bersama Tok-ong dan Kun Hong, ia tidak pernah melakukan hal ini. Ia malah mau melayani cinta kasih Bu-ceng Tok-ong yang sudah bertahun-tahun mengaguminya. Akan tetapi di antara dua orang tokoh ini memang terdapat perbedaan watak. Sering kali mereka cekcok, bahkan pernah mereka bertempur mati-matian. Tentu seorang di antara mereka akan roboh terluka kalau saja di situ tidak ada Kun Hong yang melerai dan menjadi juru pendamai, Anehnya, ini hari bertempur mati-matian, besok hari sudah bersendau-gurau lagi. Memang watak dan cara hidup orang-orang Mo-kauw amat aneh sekali.
Kun Hong yang dibesarkan dekat dua orang dengan watak seperti ini. dapat dibayangkan bahwa sedikit banyak iapun tentu terkena "penyakit" ini. Pemuda ini makin besar menjadi makin aneh wataknya, tidak jauh dari watak dua orang itu. Suka melucu dan menggoda orang seperti Bu-ceng Tok-ong. pesolek dan cabul seperti Tok-sim Sian-li. Akan tetapi, kepandaiannya makin tahun makin meningkat hebat dan dalam usia enam belas tahun saja ia sudah menjadi tandingan berat bagi kedua orang gurunya ! Mulailah Kun Hong memperlihatkan watak gilanya dan ia mulai tidak tunduk lagi terhadap dua orang gurunya, terutama sekali terhadap Bu-ceng Tok-ong ! Pernah ketika ia sedang diberi petunjuk, ia membantah dan rewel sampai akhirnya guru dan murid ini saling serang dengan pukulan-pukulan maut!
Tok-sim Sian-li datang bukan untuk melerai, melainkan ia membantu Kun Hong menyerang Tok-ong ! Tentu saja Tok-ong kewalahan, akhirnya melarikan diri turun dari Gunung Wi-san untuk memuaskan hatinya yang sudah haus akan perantauan lagi. Anehnya, di antara tiga orang ini sedikitpun tidak ada dendam !
Setelah tinggal di puncak hanya berdua dengan Kun Hong yang sementara itu sudah berusia delapan belas tahun timbullah cinta kasih dalam hati Tok-sim Sian li yang memang sejak dulu ada terhadap muridnya yang tampan ini. Dia mulai menggoda Kun Hong dengan segala macam daya. Akan tetapi Kun Hong tidak sudi melayani, bahkan pada suatu malam ia lari minggat turun gunung membawa kuda kesayangan Tok-sim Sian-li. yaitu Hek-liong-ma.
Bukan hal yang mudah untuk melarikan diri dari Wi-san. Sebelum ia dapat mencuri kuda Hek-liong-ma yang oleh Tok-sim Sian-li dititipkan di dalam dusun di bawah gunung, Kun Hong harus lebih dulu menuruni puncak mengambil jalan belakang pondok gurunya. Jalan ini amat sukar, ia harus merayap menuruni tebing-tebing yang amat curam dan melompati jurang-jurang yang lebar. Namun, Kun Hong yang memiliki ketabahan besar itu tidak takut melalui jalan yang tidak patut dilalui manusia melainkan lebih tepat kalau dilalui binatang seperti kera yang pandai merayap dari dahan ke dahan dan dari batu ke batu. Semalam suntuk, dari tengah malam sampai pagi Kun Hong menuruni puncak Wi-san dan akhirnya dengan mudah ia mencuri Hek-liong-ma dan mengaburkan kuda itu menuju ke barat. Tujuan utamanya adalah Wuyi-san, tempat tinggal Thian Te Cu karena ia sudah mendengar penuturan dua orang gurunya bahwa Wi Liong dibawa oleh Thian Te Cu ke bukit itu. Ia hendak mencari Wi Liong yang di waktu kecil pernah mengalahkannya dan ia selain hendak merobohkan Wi Liong, juga hendak merampas kembali pedang Cheng-hoa-kiam yang dulu oleh Thian Te Cu dirampas dari tangan gurunya. !
Akan tetapi oleh karena baru sekali itu turun gunung, saking takut kalau terkejar oleh Tok-sim Sian-li dan belum tahu jalan Kun Hong keliru mengambil jalan. Seharusnya jalan menuju ke Wuyi-san adalah ke selatan, akan tetapi ia telah mengambil jalan ke barat !
Demikianlah, pada hari ke dua ia bertemu dengan seorang wanita di dalam hutan yang memerintah anjing - anjing pemburu menyerang dia dan kudanya !
Hek-liong-ma bukanlah kuda yang pandai berkelahi, melainkan kuda balap yang hanya pandai lari cepat. Menghadapi serangan segerombolan anjing yang galak - galak ini, Hek-liong-ma menjadi kaget dan ketakutan, meringkik - ringkik dan mengangkat dua kaki depannya. Seekor anjing telah melompat dan menyerang hendak menggigit leher kuda itu, sedangkan yang lain-lain telah siap pula menggigit. Empat ekor yang menyerbu dari kanan melompat hendak menyergap Kun Hong !
Tadinya Kun Hong membalapkan kudanya bukan sekali-kali karena ia takut bertemu orang atau takut bertempur, melainkan karena ia yakin bahwa Tok-sim Sian-li tentu mengejarnya dan ia enggan ribut dan bertengkar dengan gurunya wanita ini. Dengan Tok-ong ia tidak ragu-ragu untuk cekcok bertempur, akan tetapi dengan Tok-sim Sian-li. ia merasa malu kepada diri sendiri, juga diam-diam ia kasihan melihat wanita yang selain menjadi guru, juga amat cinta kepadanya itu, baik cinta seorang ibu maupun cinta seorang kekasih.
Sekarang melihat orang mempergunakan segerombolan anjing buas untuk menyerangnya, ia menjadi marah.
"Anjing-anjing pemakan bangkai, hari ini kalian mampus !" Tanpa turun dari kudanya, Kun Hong menggerakkan tangan kanan ke arah anjing yang sudah menggigit leher kudanya.
"Kuiikk !" Biarpun kepalan tangan Kun Hong tidak mengenai anjing itu, akan tetapi binatang ini mengeluarkan suara satu kali dan terlempar dalam keadaan tak bernyawa lagi, dari hidung dan mulutnya mengalir darah ! Kun Hong tidak membuang banyak waktu lagi. Ia turun dari atas kudanya dan kedua tangannya digerakkan ke kanan kiri. Dalam waktu beberapa detik saja, setelah menguik- nguik beberapa kali, semua anjing yang mengeroyok tadi sudah menggeletak bertumpuk-tumpuk semua mati dengan mata dan hidung mengalirkan darah, bahkan yang paling parah luka di kepalanya, ada darah mengalir keluar dari mata dan hidung. Bukan main hebatnya pukulan-pukulan jarak jauh yang dilontarkan oleh Kun Hong !
"Aduhai para iblis hutan yang perkasa ! Dari mana datangnya seorang pemuda begini gagah dan ganteng ?" Terdengar seruan kagum.
Kun Hong mendengar suara ini seperti suara wanita yang tadi menyuruhnya berhenti kemudian yang memberi perintah kepada anjing - anjing yang mengeroyoknya. Ia cepat menoleh dan memandang. Ia menjadi tertegun ketika melihat bahwa wanita itu ternyata adalah seorang perempuan muda remaja yang berdiri memandang kepadanya dengan mata kagum dan mata terbelalak. Perempuan ini tidak bisa disebut cantik, tidak secantik Tok-sim Sian-li, hanya perempuan dusun yang pakaiannya terbuat dari kain kasar berpotongan sederhana. Akan tetapi ia masih muda dan bentuk tubuhnya menarik kulitnyapun bersih. Luluh kemarahan hati Kun Hong. Kalau perempuan ini tua sedikit saja. atau tidak memiliki bentuk tubuh demikian menggiurkan tentu sudah sejak tadi Kun Hong melakukan pukulan mautnya pula terhadap pemilik anjing-anjing itu.
"Salahmu sendiri, terpaksa membunuh anjing-anjingmu." akhirnya ia berkata sambil menoleh ke arah bangkai anjing yang bertumpukan.
"Tidak apa, malah terima kasih kau sudah membunuh mereka. Tidak susah-susah lagi aku harus menyembelih mereka", jawab gadis dusun itu.
"Menyembelih mereka " Untuk apakah " Apa mau ada pesta " " tanya Kun Hong.
Gadis itu mengangguk. "Ayah pulang dari kota dan kami kedatangan tamu agung, patut dijamu dengan masak daging anjing yang lezat."
"Tamu agung " Siapa ?"
"Kau sendiri !" Gadis itu tertawa ngikik dan Kun Hong ikut tersenyum.
"Kau siapakah dan kenapa kau berada di dalam hutan seorang diri bersama anjing-anjingmu yang galak ?"
"Namaku Kim Li, bersama ayah tinggal di tengah hutan, bekerja sebagai pemburu. Telah seminggu lamanya ayah pergi ke kota menjual kulit binatang, hari ini pasti pulang. Tadi aku melihat kau lewat dengan kudamu yang bagus kukira makanan empuk, tidak tahunya tulang keras ! Anjing - anjingku sudah mati, daging bertumpuk-tumpuk, sayang kalau dibuang begitu saja. Aku suka padamu, kau gagah dan tampan, mari ikut dengan aku ke rumah. Kubuatkan masak daging anjing yang lezat sambil menanti datangnya ayah. Mau, bukan ?"
Memang Kun Hong sedang merasa lapar sekali. Perutnya minta diisi. Ia pandang lagi gadis di depannya itu penuh perhatian. Lumayan, manis juga kalau tersenyum. Akan tetapi ia teringat akan gurunya yang mungkin mengejarnya, maka ia menoleh ke belakang, ragu-ragu.
"Kau seperti orang melarikan diri, siapa sih yang mengejar dan mengancammu " Jangan khawatir, kalau ada musuh mengejar, aku membantumu melawan dia. Kau begini muda dan gagah perlkasa. mengapa hatimu kecil" Perlu banyak makan hati anjing kalau begitu."
Kun Hong tertawa lalu melompat mendekati gadis itu sambil menuntun kudanya. "Kau anak baik. mari aku ikut kau ke rumahmu."
Kim Li girang sekali. Tanpa ragu-ragu lagi ia menyambar lengan Kun Hong. digandengnya sambil berkata, "Kau tidak keberatan membantuku membawa bangkai-bangkai anjing itu, bukan ?"
Kun Hong menggelengkan kepalanya dan kedua orang muda itu lalu mengambili bangkai-bangkai anjing, ditumpuk di punggung Hek-liong-ma yang sudah tenang kembali. Sambil tertawa-tawa dan bergandengan tangan mereka lalu memasuki hutan itu menuju ke rumah Kim Li.
Kim Li adalah seorang gadis yang semenjak kecil sudah ikut ayahnya bekerja di dalam hutan-hutan sebagai pemburu binatang-binatang buas. Ia tidak beribu lagi, hanya hidup berdua ayahnya yang bernama Ciok Sam, seorang pemburu binatang yang kasar dan memiliki kepandaian ilmu silat yang tinggi juga. Oleh karena selalu keluyuran dari hutan ke hutan. Kim Li menjadi seorang gadis yang kasar pula, liar dan tidak malu-malu seperti gadis-gadis kota. Ayahnya seorang kasar yang jujur, selalu menyatakan apa yang terasa dalam hati dan pikiran. Demikian pula Kim Li tak pernah menyembunyikan perasaannya. Kalau orang lain yang membunuh anjing-anjingnya, tentu ia akan menjadi marah dan menyerangnya mati-matian. Akan tetapi begitu melihat Kun Hong, hati gadis hutan sederhana ini sekaligus terpikat dan tunduk !
Yang disebut rumah oleh Kim Li ternyata hanyalah sebuah pondok kecil sederhana saja. tempat berteduh di waktu hujan. Dengan wajah berseri dan hati girang sekali Kim Li menyuruh Kun Hong menunggu sedangkan dia sendiri sibuk memasak daging anjing. Ternyata gadis ini mempunyai persediaan bumbu yang cukup banyak dan lengkap.
"Ayah seorang yang suka makan enak, maka tiap kali datang dari kota ia tentu membawa bumbu-bumbu dan aku dipaksa belajar masak enak. " kata Kim Li sambil sibuk memasak untuk tamunya.
Kun Hong yang merasa lelah, tanpa sungkan-sungkan lagi lalu melonjorkan tubuh rebah di atas tanah yang ditimbuni daun-daun kering, lalu tidur dengan enaknya. Kim Li hanya tertawa saja melihat tamunya tidur, melanjutkan masak dengan asyik, membuat beberapa macam masakan memanggang daging menanak nasi, semua ini dilakukannya dengan hati gembira. Kadang-kadang ia menengok memandang wajah Kun Hong dan ia begitu terpikat sampai beberapa kali ia kaget mendapatkan diri sendiri berdiri bengong menatap wajah yang membuat hatinya tidak karuan itu Kemudian mukanya menjadi merah ia tersenyum-senyum malu dan melanjutkan pekerjaannya.
Kun Hong bermimpi dikejar dan tersusul oleh Tok-sim Sian-li yang memegang lengannya dan menarik-nariknya. mengajaknya kembali ke Wi-san. Ketika ia membuka mata dan sadar dari tidurnya, ternvata yang menarik - narik lengannya ladalah Kim Li. Gadis ini membangunkannya, menarik-narik lengan sambil berkata dengan suara merdu.
"Bangunlah, kanda, bangun. Makanan telah tersedia, mari kita makan !"
Kun Hong melompat bangun, hatinya lega bahwa yang menariknya bukan Tok-sim Sian-li, melainkan gadis hutan ini. Tercium bau yang amat sedap, membuat perutnya menjadi makin lapar.
"Aduh enaknya bau masakanmu .... ! " ia memuji sambil tersenyum.
Merah wajah Kim Li. matanya bersinar-sinar girang. "Kau tidur saja tidak mau membantu orang yang sibuk masak. Hayo kita makan selagi masakan masih panas."
Kun Hong mengikuti gadis itu ke dalam dan ternyata nasi dan masakan telah tersedia di atas tanah yang telah ditilami kulit. Uap mengebul dari beberapa mangkok. membuat Kun Hong segera menyerbu. Di lain saat dua orang muda itu telah duduk berhadapan sambil makan dengan lahap dan sedapnya.
"Masakanmu enak sekali !" Kun Hong memuji sambil menghirup arak. Ia merasa puas dan timbul keinginan hati untuk melanjutkan perjalanannya.
Kim Li nampak girang dengan pujian ini. matanya mengerling bibirnya tersenyum lebar. "Betulkah" Kalau kau mau. setiap hari aku bisa membuat masakan yang enak-enak seperti itu untukmu. Eh. kau sudah tahu namaku, akan tetapi aku sendiri belum mengenal kau ini siapa."
"Namaku Kun Hong, Kam Kun Hong," jawab pemuda itu sembarangan.
"Kau datang dari mana dan hendak ke manakah ?" tanya Kim Li
Mendengar pertanyaan ini, baru Kun Hong ingat bahwa ia belum tahu ke mana sebetulnya jurusan menuju ke Wuyi-san.
"Aku hendak pergi ke Wuyi-san. Tahukah kau di mana gunung itu ?"
Kiin Li tertawa. "Ke Wuyi-san mengapa menuju ke barat " Ayah pernah membawa aku ke kaki bukit Wuyi-san, akan tetapi tempatnya jauh sekali di selatan, ribuan li jauhnya dari sini. Kam-koko, kau mau apa sih pergi ke tempat sejauh itu " Lebih baik tinggal saja di sini bersama aku. senang kan ?"
Girang hati Kun Hong mendengar bahwa Gunung Wuyi-san yang dicarinya itu berada di selatan. Baiknya ia bertemu dengan gadis ini, kalau tidak ia bisa terus ke barat ! Ucapan terakhir dari Kim Li yang mengandung penuh maksud itu tak diacuhkannya sama sekali.
Pada saat itu terdengar suara tindakan kaki yang berat dari luar pondok.
"Heei. alangkah sedap baunya. Kim Li. kau masak apakah begini enak ?" suara seorang laki-laki yang kasar parau memasuki pondok.
Pintu pondok dibuka dari luar dan masuklah seorang laki-laki setengah tua yang bertubuh tinggi besar bermuka licin kemerahan. Ia memanggul bangkai seekor macan yang besar dan gemuk.
Pantas saja tindakan kakinya demikian berat. Orang ini melepaskan bangkai macan dari pundaknya, menghapus keringat di jidatnya sambil berkata.
"Dalam perjalanan pulang bertemu dengan si loreng ini. Kebetulan sekali kupecahkan kepalanya dengan ruyungku. Aku sudah mengilar makan dagingnya, eh, tahu-tahu sampai di sini sudah ada masakan yang lebih sedap !" Orang itu mendengus-dengus dan menggerak-gerakkan lubang hidungnya.
"Eh, seperti daging anjing sedapnya !"
"Memang daging anjing ayah." jawab Kim Li. "Aku sengaja masak untuk menyambut kau datang dan kebetulan sekali ada seorang tamu. Kam-koko ini." jawaban ini diterima biasa saja oleh Ciok Sam, pemburu tinggi besar itu.
"Orang she Kam " Bagus, bagus ! Kau panggil Kam-koko, he " Hemm, bagus......... memang dia tampan dan ganteng. Ha-ha-ha-ha !"
Kun Hong merasa tak enak sekali melihat sikap yang kasar ini, akan tetapi ia diam saja hanya memandang dengan kerling matanya.
Ciok Sam tanpa banyak upacara lagi lalu menjatuhkan diri duduk di dekat hidangan yang masih banyak itu, lalu sekali sambar ia telah mempergunakan sumpit yang tadi dipakai Kun Hong untuk menyumpit sepotong besar daging anjing, dimasukkan ke dalam mulut dan dikunyah dengan lahap dan enaknya. Ia tidak sabar menanti sampai daging itu cukup lembut dikunyah, melainkan terus saja ditelan, sampai mengeluarkan bunyi ketika melalui kerongkongnya.
"Enak ............ enak........." la menyumpit lagi. "Anjing yang mana yang kau potong ini, Kim Li " Melihat begini gemuk menggajih. agaknya si belang.. akan tetapi melihat empuknya, tentu si putih yang muda." Kemudian, sebelum memasukkan lagi daging ke mulutnya, ia menoleh ke kanan kiri dan bertanya.
"Eh, anjing-anjing lainnya ke mana perginya " Jangan biarkan mereka berkeliaran di hutan sendiri, kalau berjumpa loreng sebesar yang kubunuh tadi kan bisa celaka !"


Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Anjing - anjing sudah habis semua ayah. Semua kumasak dagingnya ......."
Daging yang sudah dibawa ke depan mulut itu terlepas dari sumpit, menggelinding di atas tanah. Sepasang mata yang lebar terpentang melotot ketika ayah ini memandang puterinya.
"Kau ....... kau gila ...... " Kau bilang sembilan ekor anjing itu kau sembelih semua dan kaumasak dagingnya ?"
Kim Li mengangguk tenang. "Terpaksa, ayah. Dari pada daging sebanyak itu membusuk kan lebih baik dimasak dan dimakan " "
"Membusuk bagaimana maksudmu " "
"Karena sembilan ekor anjing itu sudah mati semua........... "
"Mati semua ...... ?"" Ciok Sam kini bangun berdiri, tubuhnya yang tinggi itu hampir sampai ke atap. "Sembilan ekor itu bukan hadiah dari Kwa lo-enghiong melainkan kutukar dengan empatpuluh lima lembar kulit harimau dan serigala. Belinya tidak murah. Bagaimana bisa mati sekaligus sembilan ekor " Hayo bilang, kenapa ?"
Kun Hong yang melihat Kim Li didesak menjadi tidak tega dan menjawab tenang, "Aku yang membunuh sembilan ekor anjingmu itu."
Mendengar ini. Ciok Sam menjadi merah mukanya, matanya menjadi beringas ! "Kau yang membunuhnya, ya " Kau ......... " "
"Ayah, aku yang menyuruh anjing - anjing kita menyerangnya ! Kusangka tadinya Kam-koko adalah daging lunak, tidak tahunya tulang keras dan akibatnya anjing - anjing kita mati semua," kata Kim Li yang melihat ayahnya marah.
Kun Hong yang sudah lama sekali hidup bersama orang - orang macam Tok-sim Sian-li dan Bu-ceng Tok-ong, tentu saja maklum akan arti "daging lunak" dan "tulang keras " ini, yaitu istilah yang digunakan oleh para anggauta liok-lim untuk menerangkan keadaan calon korban yang hendak dirampok. Oleh karena ia sejak tadi maklum bahwa Kim Li dan ayahnya selain menjadi pemburu binatang juga pemburu manusia untuk dirampok, ia bersikap dingin saja.
Mendengar ucapan anaknya, Ciok Sam tidak menjadi senang, malah makin marah.
"Keparat ini lawan yang membunuh anjing-anjing pemburu kita dan kau malah menjamunya " Benar-benar gila kau ! He, orang muda. kau telah membikin rugi besar padaku. Harga sembilan ekor anjing itu lima puluh tail lebih. Kau harus menggantinya !"
"Aku tidak punya uang " jawab Kun Hong tenang.
"Kulihat kudamu di luar. Kau harus meninggalkan kuda itu sebagai penggantinya !" kata Ciok Sam marah.
Kun Hong bangkit berdiri, mulai hilang kesabarannya. "Anjing-anjing itu milikmu, sekarang masih ada. Bangkai-bangkainya boleh kau makan habis. Aku datang ke rumah ini atas undangan anakmu, kalau tidak, siapa sudi makan daging anjingmu" Kuda itu milikku, tak boleh kau mengganggunya.''
"Kau tidak mau menyerahkan kuda itu " "
"Tidak, dan aku mau pergi sekarang juga." Dengan marah Kun Hong melangkah keluar dari kamar itu.
"Keparat, kalau begitu nyawamu harus kautinggalkan !"
Mendengar seruan ini. Kun Hong tidak menoleh. Juga ia tidak menoleh ketika mendengar angin menyambarnya dibarengi pekik Kim Li yang merasa kaget melihat ayahnya menyerang Kun Hong dengan ruyungnya.
"Ayah, jangan bunuh dia ......... !"
Akan tetapi Ciok Sam tidak perduhkan seruan anaknya, ruyungnya menyambar dengan cepat dan kuat sekali. Ia hendak memecahkan kepala Kun Hong dengan sekali pukul seperti yang ia lakukan terhadap harimau besar tadi.
Akan tetapi ia kecele. Nampaknya ruyung itu akan mengenai sasaran karena Kun Hong diam saja, namun setelah dekat kepala pemuda itu, sedikit gerakan tubuh saja membuat ruyung itu menghantam angin
"Kau menjemukan !" terdengar Kun Hong berseru, tangan kanannya bergerak dari samping.
"Auukkk !" Ciok Sam melepaskan ruyungnya, terhuyung - huyung lalu roboh terlentang. mulutnya mengeluarkan darah. Keadaannya persis seperti anjing-anjing yang terpukul oleh Kun Hong itadi. Ternyata pemuda yang berilmu tinggi ini telah mempergunakan pukulan maut Toat-sim-ciang yang ia pelajari dari Tok-sim Sian-li ! Pukulan tadi sekaligus telah mengguncangkan jantung Ciok Sam dan membuatnya muntah darah.
Ciok Sam memandang ke arah anaknya dengan mata mendelik, seakan - akan ia menegur mengapa puterinya tidak membantunya menggempur Kun Hong. Kim Li agaknya mengerti pandang mata ayahnya itu, maka ia berkata terisak.
"Ayah, aku......aku cinta padanya ......"
Ciok Sam menarik napas panjang, mengangguk-angguk lalu mengeluh panjang, dan di lain saat nyawanya telah meninggalkan badan. Kim Li menubruk ayahnya sambil menangis tersedu-sedu.
"Menyesal aku terpaksa membunuh ayahmu yang galak," kata Kun Hong dengan hati tidak enak, kemudian pemuda ini bertindak keluar hendak meninggalkan tempat itu.
Akan tetapi Kim Li segera melompat berdiri dan menubruk memeluknya.
"Kam-koko. jangan kau tinggalkan aku ..... masa kau begitu kejam " Setelah ayah meninggal, hidupku seorang diri ..... bawalah aku bersamamu ......"
Kun Hong menjadi serba salah. Setelah sejak kecil hidup bersama Tok-sim Sian-li ia paling lemah menghadapi wanita, sungguhpun hatinya sudah mengeras dan kejam seperti hati Bu-ceng Tok ong ! Dengan lemah-lembut ia mengusap- usap rambut Kim Li sambil berkata.
"Aku tidak bisa membawamu Kim Li. Ayahmu mati karena salahnya sendiri kepadamu aku tidak benci. Akan tetapi sungguh tak mungkin aku membawamu bersama dalam perjalananku yang jauh."
"Akan tetapi, setidaknya jangan tinggalkan aku sekarang, koko. Tidak kasihankah kau kepadaku " Aku bisa mati kalau kau tinggalkan sekarang ....."
Kun Hong menarik napas panjang. "Biarlah, aku mengawanimu sampai kau selesai mengubur ayahmu."
Demikianlah, Kun Hong yang tak dapat bersikap keras terhadap wanita itu. mengawani Kim Li bahkan bantu mengurus penguburan Ciok Sam. Tentu saja Kim Li menjadi terhibur hatinya dan cepat melupakan kesedihan hatinya ditinggal mati oleh ayahnya. Akan tetapi, hanya tiga hari Kun Hong mau menemaninya. Pada hari ke tiga, pagi-pagi sekali Kun Hong sudah melompat ke atas punggung Hek-liong-ma. Dengan air mata bercucuran Kim Li mencoba untuk menahan Kun Hong, akan tetapi pemuda itu dengan tegas berkata.
"Kim Li. hanya karena sayang dan kasihan kepadamu aku sampai menunda perjalananku selama tiga hari. Sekarang, bagaimanapun juga aku harus pergi"
"Kam-koko aku ikut ..... jangan tinggalkan aku seorang diri ....... "
"Tidak mungkin. Kau tak boleh ikut. Selamat tinggal, mudah - mudahan lain waktu kita dapat saling berjumpa pula."
Tanpa perdulikan lagi tangis dan keluhan Kim Li. Kun Hong membalapkan kudanya pergi dari situ.
"Kam-koko ...... aku ikut ....... aku cinta padamu ....... !" Kim Li menjerit- jerit sambil lari mengejar sekuat tenaga. Wanita ini juga memiliki kepandaian, larinya cepat. Akan tetapi mana mungkin ia dapat menyusul Hek-liong-ma "
"Kam-koko ......... aduuhhh ......... !'"
Tadinya Kun Hong tidak mengambil perduli sama sekali, akan tetapi mendengar gadis itu menjerit kesakitan, ia menengok juga. Kagetlah hatinya melihat Kim Li roboh terguling,, nampaknya terluka hebat karena ia melihat darah. Kun Hong memutar kudanya dan menghampiri gadis itu, ingin tahu apa yang telah terjadi.
Dari atas kudanya ia melihat gadis itu berkelojotan, pada kedua betis kakinya terdapat luka yang mengeluarkan darah, nampaknya seperti luka biasa saja. Akan tetapi tidak demikian dalam pandangan Kun Hong yang memandang dengan mata terbelalak. Ia melompat turun, memeriksa luka-luka itu yang mengandung warna kehijauan.
"Celaka ......... !" katanya perlahan. Tanpa ragu-ragu lagi ia lalu menotok jalan darah kedua kaki gadis itu di bagian belakang dan lutut, kemudian ia mencabut pedang pendek yang masih terselip di punggung Kim Li dan ....... mengayun pedang itu membabat putus kedua kaki Kim Li sebatas lutut ! Kim Li menjerit ngeri dan roboh pingsan. Akan tetapi dari kedua kaki yang buntung itu tidak keluar banyak darah. Ini adalah karena jalan darahnya telah dihentikan oleh totokan Kun Hong.
Pemuda itu melemparkan pedang pendek ke bawah, lalu ia celingukan ke kanan kiri.
"Niocu marah kepadaku mengapa menyerang gadis ini ?" ia berseru
Terdengar suara ketawa dan muncullah Tok-sim Sian-li ! Wanita ini masih kelihatan muda dan genit biarpun sekarang usianya sudah bertambah dua belas tahun lagi Pandang matanya masih segalak dulu. juga suaranya masih nyaring merdu ketika ia berkata sambil memandang ke arah Kim Li sambil tertawa-tawa.
"Alangkah lucunya ! Kau meninggalkan aku untuk main gila dengan seorang wanita macam dia ini. Manusia macam dia ini mana ada harga untuk berdekatan dengan kau, Kun Hong " Lihat betapa buruknya, apa lagi setelah kedua kakinya menjadi buntung. Masih maukah kau bermain gila dengan dia " "
"Niocu, aku pergi dari Wi-san bukan untuk main gila dengan siapapun juga. Hanya kebetulan saja aku bertemu dengan dia. Kau tentu sudah dapat menduga bahwa kepergianku ini untuk merampas kembali Cheng-hoa-kiam dari tangan Thian Te Cu dan sekalian membalas kekalahanku dahulu dari Wi Liong !"
Tok-sim Sian-li mainkan mata dan bibirnya. "Betulkah itu Kun Hong. apakah kau belum melupakan aku dan masih cinta padaku ?"
Diam - diam Kun Hong menarik napas panjang, akan tetapi ia tersenyum ketika menjawab, "Tentu saja. Niocu. Kau sudah begitu baik kepadaku selama belasan tahun ini, bagaimana aku tidak cinta padamu?"
"Cinta sebagai murid terhadap guru atau sebagai laki-laki terhadap kekasihnya ?" Tok-sim Sian-li mendesak, matanya memandang tajam penuh selidik.
Kun Hong cukup cerdik untuk tidak memancing pertikaian dengan gurunya ini, maka ia menjawab dengan suara sungguh - sungguh "Sebagai kedua-duanya !"
Tok-sim Sian-li menubruk dan memeluknya sambil berkata dengan suara penuh perasaaan. "Kun Hong ..... Kun Hong. betapa aku mencintamu ..... tak mungkin lagi aku dapat hidup jauh darimu ......"
Kun Hong membiarkan saja wanita itu memeluk dan membelainya, kadang-kadang seperti sikap seorang ibu kepada anaknya, ada kalanya juga seperti seorang wanita terhadap kekasihnya.
"Kun Hong. kau anak baik ....... kau laki-laki tampan dan ganteng, sudah kuketahui sejak dahulu bahwa kau akan menjadi seorang pemuda yang paling baik dan gagah di seluruh dunia ini."
Kun Hong hanya tersenyum saja kemudian dengan halus ia melepaskan pelukan gurunya. "Niocu. sekarang aku hendak melanjutkan perjalananku ke Wu-yi-san."
"Kau seorang diri ke Wuyi-san " Kun Hong. jangan kau main-main. Thian Te Cu bukanlah orang yang boleh dipandang rendah. Orang-orang lain tidak kukhawatirkan dan tidak kutakuti, akan tetapi Thian Te Cu ..... dia benar-benar lihai."
"Aku tidak takut." jawab 'Kun Hong tabah.
"Kau boleh tak takut, akan tetapi aku tidak rela melihat kau pergi ke sarangnya di Wu-yi-san. Ketahuilah, Kun Hong. Aku sendiri dan gurumu Bu-ceng Tok-ong juga tidak sanggup menghadapi Thian Te Cu. Orang satu-satunya yang sanggup kiranya hanya Thai Khek Sian susiok dari Tok-ong. Dahulu Thai Khek Sian sudah berjanji hendak menurunkan kepandaian kepadamu. Lebih baik kau lebih dulu pergi ke Pek-go-to memperdalam ilmu kepandaian, mari kuantarkan."
"Tidak. Niocu. Aku akan mencoba-coba pergi ke Wuyi-san lebih dulu," kata pemuda yang keras hati ini. "Kalau aku tidak dapat merampas kembali Cheng-hoa-kiam dan tidak sanggup mengalahkan Thian Te Cu, tidak apa, hal itu dapat ditunda dulu. Akan tetapi setidaknya aku harus dapat mencoba kepandaian Wi Liong."
"Kalau begitu aku ikut. Tak sampai hatiku membiarkan kau seorang diri pergi ke Wuyi-san ..... "
"Jangan. Niocu. Aku ingin pergi sendiri !" Setelah berkata demikian, Kun Hong melompat ke atas punggung kuda Hek-liong-ma dan hendak membalapkan kudanya itu. Akan tetapi terdengar suara ketawa dan tahu-tahu tubuh Tok-sim Sian-li juga sudah melayang dan duduk di atas punggung kuda. tepat di belakang Kun Hong.
"Mana kau bisa tinggalkan aku, anak manis ?" Tok-sim Sian-li berkata menggoda.
"Kau tak boleh ikut dan harus turun, Niocu yang baik." kata Kun Hong tak kalah manisnya, akan tetapi tiba - tiba tubuhnya membalik dan dengan kedua tangannya murid yang "manis" ini melakukan pukulan dorongan yang hebat !
Tok-sim Sian-li terkejut sekali karena maklum bahwa tenaga dorongan pemuda itu sudah amat kuat dan berbahaya. Ia mencoba untuk menangkis dengan kedua tangannya, akan tetapi tetap saja ia terguling dari atas punggung kuda. Baiknya ia sudah memiliki ginkang yang tinggi sehingga sekali menggerakkan pinggang ia dapat mengatur jatuhnya sehingga dapat tiba di atas tanah dalam keadaan berdiri.
Tok-sim Sian-li tersenyum manis sekali dan matanya memancarkan cahaya kilat. Kedua tangannya diayun ke depan bergantian dan sinar hijau menyambar-nyambar.
Kun Hong kaget bukan main. cepat mencoba untuk mengeprak kudanya supaya melompat tinggi ke depan, namun terlambat. Kuda itu mengeluarkan ringkikan keras dan roboh terjengkang karena kedua kaki belakangnya telah rusak oleh jarum-jarum beracun yang dilepas Tok-sim Sian-li.
Kun Hong melompat pada saat kuda itu terjungkal, berdiri bertolak pinggang memandangi kuda yang sudah empas-empis mau mampus itu. Pemuda ini maklum bahwa kuda itu tak dapat tertolong lagi paling-paling untuk menolongnya hanya harus kedua kaki belakangnya dipotong. Akan tetapi apa artinya " Ia meludah ke arah kuda, lalu memandang kepada gurunya sambil tersenyum.
"Jarum - jarummu masih lihai, Niocu. Benar-benar kau nekat sekali hendak ikut dengan aku sampai-sampai kau tidak segan dan sayang mengorbankan kudamu Hek-liong-ma. Akan tetapi makin nekat kau hendak ikut. makin nekat pula aku hendak pergi seorang diri. Ha-ha-ha! Kejarlah kalau kau sanggup !" Setelah berkata demikian. Kun Hong lari dengan cepat sekali keluar hutan, mengerahkan seluruh kepandaiannya karena maklum betapa hebat ginkang dan ilmu lari cepat dari Tok-sim Sian-li.
Tok-sim Sian-li marah di dalam hatinya ia menoleh dan melihat tubuh Kim Li masih meringkuk dengan kedua kaki buntung di atas tanah, kemarahannya tertimpa kepada gadis yang bernasib malang ini. Ia mencabut pedang hijaunya dan berkata perlahan, "Jangankan hanya seekor kuda. Kun Hong biar berkorban nyawa aku rela untuk dapat hidup berdekatan selalu dengan kau. Gadis ini berani mati mencintamu, ia harus mampus !" Pedangnya berkelebat menusuk dada gadis itu.
Traangg ......... ! Sebuah batu karang sebesar kepala orang hancur lebur terpukul pada pedang itu, akan tetapi pedang di tangan Tok-sim Sian-li tertahan dan tidak terus menusuk dada Kim Li.
Tok-sim Sian-li cepat melompat ke belakang sambil membalikkan tubuh, gerakannya cepat sekali, mulutnya masih tersenyum akan tetapi alisnya berdiri matanya berkilat-kilat tanda bahwa dia marah bukan main. Siapakah yang begitu berani mati menangkis pedangnya dengan lemparan batu " Ia melihat seorang laki-laki pendek gemuk bermuka toapan. Muka itu berkulit putih bersih dengan kumis terpelihara baik-baik dan jenggotnya lebat, hitam dan terpelihara pula. Rambutnya yang pendek dan jarang itu digelung ke atas, kecil saja terbungkus kain kuning. Laki-laki itu tertawa lebar, sikapnya tenang gagah dan berdiri dengan kedua kaki terpentang dan kedua lengannya yang kuat dan berbulu itu disilangkan di depan dada.
"Tok-sim Sian-li benar - benar makin tua makin gila, tak tahu malu sudah berusia tua masih tergila-gila kepada seorang pemuda. Juga hatimu yang beracun itu makin jahat saja. sudah melukai kedua kaki gadis ini sampai buntung kedua kakinya, sekarang masih mau dibunuh lagi karena cemburu."
Tok-sim Sian-li melengak. Kalau orang ini dapat mengetahui apa yang telah terjadi tadi, itu tandanya orang ini memiliki kepandaian tinggi. Dan selain itu. nampaknya orang ini sudah mengenalnya baik - baik. Dengan penuh selidik Tok-sim Sian-li memandang wajah orang itu. Serasa pernah ia melihatnya, muka ini benar-benar tidak asing baginya, malah muka yang amat dikenalnya, akan tetapi ia lupa lagi siapa gerangan dia.
"Manusia bermulut lancang, siapa kau ?" Akhirnya ia membentak. Ini sebetulnya amat aneh bagi yang sudah mengenal watak Tok-sim Sian-li. Wanita ini biasanya menggerakkan tangan lebih dulu dari pada menggerakkan mulutnya. Sekarang ia menanyakan nama orang dan belum menggerakkan tangannya ini benar luar biasa dan hal ini hanya dapat terjadi karena ia merasa sangsi melihat muka yang amat dikenalnya tapi lupa lagi siapa itu.
Laki - laki itu tertawa bergelak dan ternyata giginya yang rata masih baik dan putih bersih. Ketika ia tertawa kelihatan bahwa ia mempunyai garis - garis muka yang tampan dan mudah diduga bahwa ketika masih muda ia seorang yang ganteng.
"Ha-ha-ha. terlalu banyak kau mengenal pria sampai-sampai kau lupa kepada aku orang she Kwa !"
"Siang-jiu Lo-thian (Sepasang Kepalan Mengacau Langit) ! Kau Kwa Cun Ek ?" tanya Tok-sim Sian-li tercengang dan baru sekarang ia ingat muka laki - laki yang sebetulnya tidak asing baginya ini, kira - kira duapuluh tahun yang lalu ! Orang ini adalah Siang-jiu Lo-thian Kwa Cun Ek, seorang jago silat kenamaan di dunia selatan.
Begitu teringat bahwa orang di depannya ini Kwa Cun Ek Tok-sim Sian-li lalu mengeluarkan seruan marah dan langsung menyerang dengan pedangnya ! Kwa Cun Ek yang mempunyai julukan Sepasang Kepalan Mengacau Langit tentu saja dapat mengelak dengan mudah.
"Kau masih seperti dulu." katanya tertawa, ''genit, galak dan ....... tetap cantik."
Mendengar kata - kata yang bersifat setengah memuji kecantikannya ini, Tok-sim Sian-li menunda pedangnya, menudingkan pedang ke arah muka laki - laki itu sambil memaki.
"Orang she Kwa ! Kau meninggalkan aku lari kepada siluman lautan timur itu, benar-benar penghinaan besar namanya. Karena itu. kali ini kau harus mampus di tanganku ! " Kembali ia menyerang hebat, akan tetapi lagi - lagi Kwa Cun Ek dapat mengelak tanpa balas menyerang,
"Kau benar - benar tak tahu diri dan mau menang sendiri saja !" Kwa Cun Ek menegur, suaranya sungguh - sungguh menyatakan penyesalan hatinya. "Karena kau isteriku lari meninggalkan aku dan seorang anak. Perbuatanmu yang keji itu masih hendak kau tutup dengan menyalahkan semua kepadaku " Benar - benar kau wanita dengan hati beracun !"
Tiba-tiba sikap Tok-sim Sian-li berubah mendengar ini. Senyumnya melebar dan kembali pedangnya ditahannya. "Dia meninggalkan kau " Hi-hi, lucunya ! Dia minggat dari kau karena cemburu kepadaku " Bagus, baru kau puas. Siapa sih wanita yang sudi lama - lama bersamamu. Lihat jenggotmu panjang, kepalamu mulai botak dan perutnya mulai gendut. Hi-hi, puas hatiku mendengar kau ditinggal sia - sia oleh isterimu ! '
Kwa Cun Ek sekarang yang nampak marah. Sebagai jawaban dua tangannya memukul ke depan secara bergantian dan hebatnya, begitu ia menggerakkan tangan, batang - batang pohon di belakang Tok-sim Sian-li bergoyang - goyang seperti ada gempa bumi ! Inilah kehebatan tenaga pukulan Kwa Cun Ek Si Sepasang Tangan Mengacau Langit ! Akan tetapi Tok-sim Sian-li dengan ringannya melompat dan pukulan - pukulan itu sama sekali tidak menyusahkannya.
"Tentu saja aku tidak menarik lagi karena sudah tua. Dulu kau tergila - gila kepadaku, ketika aku masih seganteng pemuda yang kaukejar-kejar tadi. Akan tetapi kaupun sudah tua ...... "
Kwa Cun Ek terpaksa menghentikan kata-katanya karena begitu mendengar tentang "pemuda tadi" segera Tok-sim Sian-li teringat akan Kun Hong dan tanpa mengeluarkan kata-kata lagi berkelebat pergi dari situ mengejar pemuda yang dikasihinya itu.
Kwa Cun Ek menarik napas panjang berkali-kali. "Dia masih hebat baik aksi maupun kepandaiannya. Aku belum tentu bisa mengalahkan dia ......" Kemudian ia menoleh kepada Kim Li, menggeleng - geleng kepala dan menggerutu. "Kasihan sekali bocah ini mati tidak hiduppun bercacad, hilang kedua kakinya sebatas lutut. Hemm, harus kuapakan dia " Biar kubawa pulang. bagaimana keputusan Siok Lan saja ......... " ia lalu menghampiri Kim Li yang masih pingsan, membungkuk lalu memondongnya, dibawa pergi keluar hutan dengan langkah lebar.
Siapakah Kwa Cun Ek dan bagaimana ia dapat kenal Tok-sim Sian-li " Dia dahulu memang benar seorang pemuda ganteng dan tampan di selatan, seorang jago muda yang banyak digilai wanita - wanita, terutama wanita - wanita kangouw yang tentu saja mengharapkan jodoh - jodoh yang gagah perkasa. Di antara semua wanita gagah dan cantik, hanya seorang pendekar wanita gagah perkasa yang menarik hatinya. Pendekar wanita ini adalah seorang tokoh muda yang disegani, yang telah membuat nama besar di sepanjang laut timur dengan pedangnya dan ilmu pukulan Sin-na-hwat yang lihai sekali. Saking hebatnya sepak terjang pendekar wanita ini, dunia kang-ouw memberi julukan kepadanya Tung-hai Sian-li (Dewi Lautan Timur). Tentu pembaca masih ingat akan tokoh ini, yaitu seorang di antara tokoh - tokoh yang mengadakan pertemuan di puncak Kun-lun-san.
Begitu berjumpa, terjalin cinta kasih antara Kwa Cun Ek dan Tung-hai Sian-li sampai terjadi pernikahan di antara mereka. Akan tetapi sebelum bertemu dengan Tung-hai Sian-li Kwa Cun Ek pernah tergila - gila kepada seorang tokoh wanita hek-to (jalan hitam), yaitu Tok-sim Sian-li yang ketika itu masih muda. cantik jelita, genit dan cabul !
Setelah Tok-sim Sian-li yang kembali bertemu dengan Kwa Cun Ek mendengar bahwa bekas kekasihnya ini telah menikah dengan Tung-hai Sian-li, ia menjadi marah sekali dan datang menyerbu rumah bekas kekasihnya ini dengan maksud membunuh Tung-hai Sian-li. Akan tetapi di luar dugaannya, Tung-hai Sian-li adalah seorang wanita muda yang gagah perkasa sehingga ia mendapat perlawanan setimpal. Selain itu, Kwa Cun Ek juga dengan sendirinya membantu isterinya. Dikeroyok dua. Tok-sim Sian-li tidak kuat melawan dan melarikan diri. Akan tetapi, semenjak itu, penghidupan Kwa Cun Ek tidak bahagia lagi karena Tok-sim Sian-li belum mau puas sebelum Tung-hai Sian-li mendengar akan hubungan "antara suaminya dan iblis wanita itu. Perhubungan suami isteri menjadi renggang, padahal tadinya amat penuh kebahagiaan, apa lagi karena Tung-hai Sian-li sudah mengandung.
Tung-hai Sian-li adalah seorang wanita yang berhati keras laksana baja. Ia keren, sungguh-sungguh, jujur dan galak pula. Sakit hatinya karena hubungan suaminya dengan perempuan cabul itu tak dapat dihibur dan setelah ia melahirkan seorang anak perempuan, ia lalu lari minggat meninggalkan Kwa Cun Ek dengan anaknya yang baru berusia satu tahun !
Demikianlah riwayat singkat Kwa Cun Ek ketika masih muda. Sekarang anaknya telah berusia delapanbeias tahun cantik jelita dan selain ilmu silatnya tinggi, juga mempunyai kecerdikan luar biasa. Karena cerdiknya, hampir dalam segala hal Kwa Cun Ek menyerahkan kepada puterinya itu. Bahkan perdagangannya, yaitu perdagangan kulit, boleh dibilang berada di tangan Kwa Siok Lan, puterinya itu. Maka tidak mengherankan apabila menghadapi nasib Kim Li, Kwa Cun Ek yang kebingungan akhirnya mengambil keputusan membawa gadis yang malang itu pulang untuk menanyakan nasihat Siok Lan ! Dengan Kim Li ia sudah kenal sejak lama karena Ciok Sam ayah Kim Li adalah langganannya dalam pembelian kulit binatang.
Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Kwa Siok Lan ketika melihat ayahnya pulang memondong tubuh Kim Li yang sudah buntung kedua kakinya. Siok Lan tentu saja kenal baik dengan Kim Li yang sering kali datang ke kota mengantarkan kulit, bahkan sering kali Kim Li minta petunjuk tentang ilmu silat dari Siok Lan yang memiliki kepandaian tinggi. Melihat keadaan Kim Li dan mendengar penuturan ayahnya, Siok Lan mengerutkan alisnya yang bagus sambil berkata,
"Bagaimana Kim Li sampai bertemu dengan iblis wanita itu dan di mana pula paman Ciok Sam. ayahnya " "
"Aku sendiri tidak tahu apa yang tadinya terjadi. Ciok Sam tidak kelihatan. Ketika aku memasuki hutan untuk mencari Ciok Sam yang sudah beberapa hari tidak muncul, kumelihat Kim Li mengejar seorang pemuda dan tahu - tahu muncul Tok-sim Sian-li yang melukai Kim Li dengan jarum - jarum hijaunya. Pemuda itu nampaknya lihai juga, segera menolong Kim Li dan terpaksa membuntungi kedua kaki gadis ini untuk menyelamatkan nyawanya. Pemuda itu bahkan berani melawan dan dapat melarikan diri dari Tok-sim Sian-li."
"Hemm. Kim Li seorang gadis hutan yang sederhana, mudah sekali tertipu orang. Kurasa orang muda itupun bukan orang baik - baik. ayah."
"Aku tidak mengenalnya, akan tetapi ia lihai dan nampaknya gagah." Diam - diam di dalam hatinya, Kwa Cun Ek melihat seorang calon mantu yang amat baik. dalam diri Kun Hong. Sudah lama pendekar tua ini membujuk puterinya untuk segera memilih seorang calon suami, menerima seorang di antara banyak peminang akan tetapi selalu Siok Lan menolak, menyatakan belum ingin menikah dan akhirnya menyatakan belum ada pemuda yang ia penujui. Sekarang melihat Kun Hong yang gagah, ganteng dan lihai sekali. Kwa Cun Ek amat tertarik. Seorang pemuda yang cocok benar untuk menjadi jodoh anakku pikirnya.
Setelah siuman dari pingsannya dan mendapatkan kedua kakinya sudah buntung. Kim Li menangis tersedu-sedu dalam pelukan Siok Lan yang menghiburnya. Juga Siok Lan sudah mengobati dan membalut kedua kaki itu, membaringkan Kim Li di atas pembaringan.
Dengan sabar Siok Lan menanyakan pengalaman Kim Li dan apa yang telah terjadi dengan ayahnya. Kim Li orangnya jujur, dan diapun amat menghormat Siok Lan. Tanpa malu - malu lagi lalu menceriterakan semua pengalamannya semenjak ia bertemu dengan Kun Hong sampai pertemuannya dengan Tok-sim Sian-li iblis wanita itu.
Siok Lan mengepal tinjunya. "Sudah kuduga pemuda itu bukan orang baik - baik !"
"Ah. tidak nona. Dia bukan orang jahat. Kam Kun Hong koko seorang yang amat baik, gagah perkasa dan mulia. Semua adalah salahku sendiri. Aku yang tergila - gila kepadanya dan aku pula yang menjadi sebab kematian ayah." Dia lalu secara terus terang lagi menceritakan betapa ia menyuruh anjing - anjingnya menyerang Kun Hong sehingga binatang - binatang itu tewas semua dan ayahnya menjadi marah, terjadi pertempuran antara ayahnya dan Kun Hong yang mengakibatkan tewasnya Ciok Sam. Juga ia menceritakan pula bahwa Kun Hong tinggal bersama dia selama tiga hari itu hanya untuk membantu mengurus penguburan jenazah ayahnya dan unituk menghiburnya.
"Dia tidak bersalah apa - apa, nona Siok Lan. Dia seorang yang berhati mulia dan aku.......aku cinta padanya ..... "
Merah wajah Siok Lan, ia merasa jengah mendengar ucapan yang jujur dari Kim Li. Timbul kasihan dalam hatinya.
"Kau bodoh Kim Li. Kau mengapa mencinta orang yang tidak membalas perasaanmu itu. kau hendak menyiksa diri sendiri."
"Apa dayaku nona " Aku tergila-gila kepada Kun Hong, dia pemuda terbaik di dunia ini. biarpun hanya cinta sefihak, aku tidak penasaran. Aku sudah puas hidup bersama Kam Kun Hong. biarpun hanya untuk tiga hari tiga malam lamanya!" Kim Li lalu menangis lagi terisak-isak. Siok Lan hanya menggeleng kepala, di dalam hatinya memaki Kim Li sebagai seorang gadis yang bodoh, mudah saja menjadi permainan cinta !
"Mulai sekarang kau tinggallah saja di sini. Kim Li. Biar ayah melatihmu dengan ilmu silat yang lebih tinggi. Aku percaya kalau kau sudah matang ilmu silatmu, kakimu yang cacad itu tidak akan terlalu mengganggumu lagi."
Kim Li menjadi terharu dan hanya mengangguk-angguk dengan mata berlinang air mata. Demikianlah, semenjak saat itu. gadis yang bernasib malang ini menjadi murid Siang-jiu Lo-thian Kwa Cun Ek menerima pelajaran ilmu silat tinggi.
Kota Ningpo di Propinsi Cekiang adalah kota yang cukup besar dan ramai, terletak di dekat pantai Laut Tung-hai. Kota ini boleh dibilang terletak di bagian paling pinggir sebelah timur Tiongkok dan karena berada di tepi laut dan dekat dengan kota besar Syanghai, maka menjadi pusat perdagangan dan penduduknya padat. Toko - toko, rumah - rumah makan dan losmen - losmen besar menjadi bukti kemajuan kota ini.
Di antara rumah - rumah makan yang terdapat di kota Ningpo. kiranya rumah makan Tung-thian terkenal sebagai rumah makan yang paling besar dan paling lengkap. Rumah makan ini di ruang bawah saja memiliki duapuluh lima pasang meja kursi, belum yang di ruang atas yaitu di loteng, di siitu terdapat lima pasang meja kursi. Setiap hari tentu ada tamu yang makan di situ. belum pernah kelihatan kosong, biarpun hanya tiga empat orang tentu ada yang bersantap. Hanya di loteng jarang terisi tamu oleh karena tamu - tamu biasa lebih suka makan di bawah. Di loteng ini hanya disediakan untuk tamu - tamu pembesar yang tidak suka makan dalam satu ruangan dengan orang - orang biasa, atau disediakan untuk keperluan khusus, misalnya ada serombongan keluarga yang hendak merayakan sesuatu.
Pada suatu senja, ruangan bawah rumah makan Tung-thian sudah penuh tamu yang makan minum sambil bersendau-gurau di antara teman dengan gembira. Tidak mengherankan apa bila keadaan pada hari itu amat ramai, karena selain malam hari itu bulan muncul sore - sore, juga saat itu adalah saat panen ikan. Para nelayan membanjiri kota dengan hasil - hasil ikan laut mereka dan inilah saatnya para penduduk mengeduk keuntungan besar, membeli dan memborong ikan-ikan itu dari para nelayan untuk kemudian dijual dan dikirim ke lain kota dengan harga berlipat ganda.
Hanya seorang pemuda yang duduk seorang diri di pojok ruangan bawah rumah makan itu yang tidak dapat bergembira seperti yang lain-lain, karena ia makan minum seorang diri tiada kawan. Akan tetapi kegembiraan orang-orang di situ menarik hatinya dan memancing senyum di bibirnya dan seri pada matanya. Agaknya pemuda ini seorang asing, buktinya tidak ada seorangpun penduduk Ningpo mengenalnya.
Serombongan orang terdiri dari delapan orang muda memasuki restoran itu minta tempat. Pengurus rumah makan menyambut mereka dan dengan muka ramah minta mereka bersabar menanti meja kosong karena semua tempat sudah penuh.
"Bukankah di loteng masih kosong ?" tanya seorang di antara pemuda - pemuda itu sambil menunjuk ke atas.
"Sekarang masih kosong, akan tetapi telah dipesan oleh tuan - tuan dari Hai-liong-pang yang akan mengadakan pertemuan di loteng dan tidak mau diganggu oleh orang - orang lain." kata pengurus rumah makan.
Asmara Mumi Tua 2 Pendekar Pulau Neraka 43 Setan Seribu Nyawa One Money 1
^