Pencarian

Cheng Hoa Kiam 9

Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 9


Benda itu ternyata adalah sebuah batu hitam yang sebesar gentong air, beratnya ratusan kati. Dapat melemparkan batu besar itu ke atas genteng. sungguh menyatakan bahwa yang melakukannya memiliki tenaga yang hebat sekali. Biarpun Eng Lan telah mewarisi ilmu silat tinggi dari Pak-thian Koai-jin. akan tetapi melihat sambaran batu besar ini ia menjadi ngeri juga dan tentu saja cepat melompat minggir supaya jangan diterjang batu. Karena Kun Hong berdiri di sebelah pinggir, maka sebelum menyerang Wi Liong, lebih dulu batu besar itu mengancam Kun Hong.
Pemuda ini tidak menjadi, gugup. Biarpun ia terluka hebat, namun ilmu kepandaiannya cukup tinggi untuk menghadapi serangan kasar ini saja. Kaki kirinya diangkat dan ujung sepatunya menyambut batu itu. Aneh sekali ! Batu besar itu begitu bertemu dengan ujung sepatu kaki Kun Hong, lalu berputar - putar cepat di atas kaki, kemudian sekali menggerakkan kakinya, Kun Hong telah melanjutkan atau mengoper batu besar itu ke arah Wi Liong ! Inilah semacam penyerangan untuk menguji kekuatan lawan.
"Bagus !" Wi Liong memuji dan karena ia memperhatikan datangnya batu besar, ia tidak melihat betapa mulut Kun Hong menyeringai sedikit menahan sakit ketika tadi ia mengerahkan sedikit tenaga untuk mempermainkan batu dengan tenaga lweekangnya. Karena tidak ingin menghadapi penyerangan gelap dari bawah, Kun Hong sudah membetot lengan Eng Lan diajak melompat ke bawah. Lebih baik menghadapi lawan berterang di bawah dari pada menghadapi lawan gelap di atas genteng.
Sementara itu, dengan tenang Wi Liong mengulur tangan kiri dengan jari - jari tangan terpentang. Dengan tangan ini ia menerima batu besar tadi. disangganya dan iapun melompat ke bawah dengan batu itu masih disangga tangan kirinya. Ini saja sudah membuktikan bahwa tenaga dalam dan ilmu ginkang dari pemuda murid Thian Te Cu ini sudah benar - benar hebat sekali.
Ketika melompat ke bawah. Wi Liong melihat dua orang tua, seorang gemuk dan seorang kurus, memegang pedang menyerbu Kun Hong sambil membentak. "Kau masih belum mampus ?"
Wi Liong marah sekali. Tadi ketika ia sedang menyuling, ia sudah melihat Kun Hong dikeroyok dua orang ini. Karena ia tahu bahwa Kun Hong cukup lihai, ia hanya membantu diam - diam dengan sambitan - sambitan pecahan genteng hanya dengan maksud mengusir dua orang itu. Kenapa mereka masih belum kapok dan berani datang lagi"
"Manusia - manusia tak tahu diri pergilah dari sini !" seru Wi Liong sambil melemparkan batu besar itu ke arah mereka !
Batu itu melayang cepat ke bawah, akan tetapi tiba - tiba entah dari mana datangnya sosok bayangan orang tinggi besar telah berkelebat dan melompat naik ke udara menyambut batu besar itu yang terus dihantamnya-
"Darrr !" Batu besar itu pecah berantakan ke sana ke mari seperti tertumbuk oleh sebuah palu raksasa !
Wi Liong terkejut bukan main. Ia maklum bahwa yang datang ini adalah seorang sakti luar biasa, maka cepat - cepat ia melompat dan menghadapi orang itu. Ternyata dia seorang kakek tua yang kepalanya botak, matanya besar - besar dan potongan serta pakaiannya seperti seorang sai-kong. Lengan tangannya berbulu dan ia nampak kuat bukan main, biarpun sudah sangat tua,
"Ha-ha-ha-ha, Thian Te Cu sudah begitu kecil nyalinya sampai melatih dua orang murid untuk menjaga diri. Ha-ha-ha ! Bocah, kepandaianmu tidak jelek, cukup berharga untuk melayani lohu bermain - main. Sambutlah !" Sambil berkata demikian, sai-kong tua iitu bergerak maju dan tangan kirinya menampar.
Wi Liong mendongkol sekali. Tak dapat disangkal pula bahwa kakek ini adalah seorang tokoh besar persilatan yang asing, namun kesaktiannya tinggi. Akan tetapi mengapa begini sombong " Karena orang itu tidak memberi kesempatan bicara kepadanya, iapun tidak mau banyak cakap lagi. Ia melihat Kun Hong sudah didesak dua orang berpedang itu, maka menghadapi tamparan tangan kiri yang dilakukan seolah - olah seorang dewasa menggertak anak kecil, Wi Liong mengerahkan tenaga di tangan kanan untuk menangkis. Akan tetapi alangkah terkejutnya ketika tiba-tiba angin pukulan menyambarnya bukan dari kiri melainkan dari kanan dan ternyata bukan tangan kiri yang menamparnya, melainkan tangan kanan ! Saking kagetnya Wi Liong sampai mencelat ke belakang untuk menghindarkan diri. Kakek itu terkekeh. "Heh-heh bagus kau dapat mengelak. Awas pukulan ini !" Dari jauh kakek itu memukul dengan tangan kanan Wi Liong bersiap - siap karena menduga bahwa lawan hendak menggunakan pukulan jarak jauh. Ia tidak gentar karena sinkang di tubuhnya cukup kuat dan ia bersiap menangkis. Akan tetapi ia makin terkejut ketika melihat tiba-tiba lengan tangan kakek itu menjadi "mulur" panjang sekali dan tahu-tahu sudah mencengkeram ke arah dadanya ! Cepat ia menyampok dengan tangan sambil miringkan tubuh dan memindahkan langkah, akan tetapi secara luar biasa sekali tahu - tahu tangan kedua kakek itu juga sudah mulur dan menyambar lehernya ! Hanya dengan membanting tubuh ke belakang dan berjumpalitan, baru Wi Liong terhindar dari bahaya serangan hebat itu.
Hebat, pikirnya. Tak disangkanya kakek ini demikian lihai dan ilmu memanjangkan anggauta tubuh ini belum pernah ia saksikan sehelumnya sungguhpun ia pernah mendengar suhunya bicara tentang itu. Akan tetapi Wi Liong tidak menjadi gentar dan ia tidak mau membiarkan dirinya menjadi sasaran serangan lawan terus - menerus. Cepat ia membalas dengan serangan pukulan-pukulan, kini tanpa ragu-ragu ia mempergunakan sulingnya karena maklum bahwa ia menghadapi lawan yang berat.
Kakek itu mengeluarkan suara aneh, seperti orang heran dan kagum, juga penasaran. Ia menarik kembali kedua tangannya menjadi biasa ukurannya, kemudian ia melawan Wi Liong dengan dua tangan kosong. Biarpun ia bertangan kosong akan tetapi Wi Liong harus menghadapi sepasang tangan ditambah sepasang ujung lengan baju yang tidak kalah ampuhnya oleh sepasang pedang ! Setelah beberapa gebrakan, barulah Wi Liong tahu bahwa lawannya benar - benar tangguh dan yang amat mengherankan hatinya, langkah-langkah yang dipergunakan kakek ini tidak banyak bedanya dengan langkah - langkah ilmu silatnya sendiri. Jelas dapat dilihat olehnya bahwa ilmu kepandaian mereka bersumber satu.
Wi Liong boleh merasa beruntung bahwa saat itu Kun Hong berada di situ. Menghadapi kakek botak ini saja ia mendapatkan lawan setanding. kalau dua orang kakek lain itu datang mengeroyok kiranya ia takkan kuat menahan karena dua kakek itupun lihai sekali ilmu silatnya. Dengan adanya Kun Hong. maka dua orang kakek itu tidak mendapat kesempatan membantu kawannya yang sedang bertanding melawan Wi Liong.
Kun Hong memang boleh dipuji. Dia telah terluka hebat, namun dengan semangat menggelora ia masih dapat membuat dua orang lawannya sukar untuk mengalahkannya. Pedang Cheng-hoa-kiam kali ini betul - betul memperlihatkan keampuhannya. Berkali - kali terdengar suara nyaring disusul oleh muncratnya bunga api. Dua orang kakek itu biarpun mulai mendesak namun hati mereka penasaran karena pedang mereka sudah mulai rusak dan gempil setelah berkali - kali beradu dengan Cheng-hoa-kiam.
Eng Lan melihat kekasihnya yang terluka itu dikeroyok tadinya segera mencabut pedang dan membantu. Akan tetapi baru beberapa belas jurus saja ia sudah terdesak mundur. Ia hendak nekat terus. akan tetapi Kun Hong berseru menyuruh ia mundur. Tak mau pemuda ini melihat kekasihnya terancam bahaya. Ia maklum bahwa betapapun tinggi Eng Lan mewarisi ilmu silat dari Pak-thian Koai-jin. dua orang ini masih terlalu berbahaya bagi gadis itu. Dua orang ini memiliki tingkat kepandaian yang mungkin tidak kalah oleh Pak-thian Koai-jin sendiri !
Sementara itu. kakek botak yang bertempur melawan Wi Liong, setelah berkali - kali mengeluarkan seruan aneh. harus mengakui bahwa gerakan senjata suling pemuda itu benar - benar sukar ditembusi. Kakek ini sudah mengerahkan tenaga, memusatkan semangat untuk mengalahkan Wi Liong, namun sia-sia. Pertahanan pemuda ini demikian kuat seperti benteng baja yang tak mungkin ditembusi atau dihancurkan.
"Bagus ! Murid Thian Te Cu lumayan juga. Biar lain kali kami minta tambahan pelajaran dari Thian Te Cu sendiri !" seru kakek botak ini yang disusul dengan suitan keras dan kata - kata terhadap dua orang lain yang mengeroyok Kun Hong, "Mundur ......... !"
Dua orang kakek itu masih penasaran. Sehelum mundur, yang tinggi cepat melakukan serangan dari bawah dengan babatan pedangnya. Kun Hong melompat ke atas dan pada saat itu yang gemuk pendek mengeluarkan seman keras, melepaskan pedangnya dan kedua tangannya bergerak, yang kiri merampas pedang yang kanan melakukan pukulan dorongan dengan tenaga gwakang sepenuhnya. Ia sudah maklum bahwa lawan muda itu tadi terluka oleh pukulan gwakangnya, maka sekarang dalam saat terakhir ia hendak, menggunakan lagi serangan seperti ini.
Kun Hong terkejut sekali. Maklumlah ta bahwa kalau ia menyambut serangan ini, nyawanya bisa melayang. Ia lebih sayang nyawa dari pada pedang maka terpaksa ia melempar tubuh ke belakang sambil menyambitkan Cheng-hoa-kiam ke arah penyerangnya. Kakek gemuk pendek itu tertawa lebar dan cepat ia menyambar pedang itu dengan mudah, lalu sambil teritawa - tawa dia berlari pergi dengan dua orang kawannya.
Wi Liong yang melihat mereka pergi cepat berseru, "Sam-wi siapakah agar kelak dapat aku melaporkan kepada suhu tentang kedatangan kalian !"
Tiga orang itu sudah tidak kelihatan lagi bayangannya dan keadaan di situ sudah menjadi amat sunyi. Tiba-tiba terdengar jawaban dari jauh sekali, terdengar lapat - lapat namun jelas.
"Im Yang Siang Cu dan Thai It Cinjin yang berkunjung ........ !"
Wi Liong menarik napas panjang. Gerakan tiga orang itu benar-benar cepat sekali sehingga dalam sekejap mata saja sudah tiba di tempat jauh.
"Lihai dan berbahaya sekali ........." katanya sambil menggunakan saputangan menghapus keringat di jidatnya.
Kalau Wi Liong memuji - muji tiga orang yang datang menyerbu Wuyi-san tadi, adalah Kun Hong yang memaki - maki dan membanting kaki. "Celaka, keparat - keparat itu telah merampas pedangku !" Ia lalu menghampiri Wi Liong dan berkata kasar. "Semua ini adalah karena gara-garamu. Sekarang setelah para pengganggu keparat itu pergi, hayo kita teruskan urusan kita. Kau mau atau tidak pergi ke Poan-kun memenuhi permintaanku tadi ! "
Wi Liong tersenyum. "Kau manusia aneh. Sudah kukatakan aku tidak ingin berjodoh dengan nona Kwa Siok Lan atau dengan siapapun menurut perantaraanmu. Habis kau mau apa " "
"Kalau begitu kau harus kuseret ke sana !" Setelah berkata demikian, Kun Hong menerjang dan menyerang Wi Liong dengan dahsyat.
Wi Liong cepat menangkis, akan tetapi begitu kedua lengan orang - orang muda itu saling bentur. Wi Liong melompat ke belakang dan berseru kaget, "Kau luka ......... !"
Dalam pertemuan kedua lengan tadi, terpaksa Kun Hong menggunakan tenaganya dan kembali ia muntah darah dan terhuyung-huyung. Eng Lan cepat memeluknya dan melihat keadaan kekasihnya gadis ini marah sekali. Ia menudingkan telunjuknya ke arah Wi Liong dan berkata keras,
"Manusia tidak berbudi ! Biarpun Kun Hong yang menjadi gara-gara sampai pamanmu memutuskan perjodohan, akan tetapi Kun Hong sudah mengakui kesalahannya. Mengingat bahwa enci Siok Lan tidak bersalah apa - apa .sudah sepatutnya kalau kau menyambung kembali ikatan itu. Akan tetapi kau tidak sudi mendengarkan malah kau sengaja menantang Kun Hong. Tak tahukah bahwa Kun Hong tadi terluka karena melayani dua orang musuh yang menyerbu Wuyi-san ?"
"Eng Lan, aku tidak minta pujian dari dia !"
Kun Hong berseru dan kembali ia muntahkan darah.
Eng Lan mengajaknya pergi sambil berkata. "Kun Hong, kita sudah melakukan kewajiban kita. Dia tidak mau bukanlah perkara kita. Sekarang lebih baik aku yang akan menerangkan semuanya kepada enci Siok Lan, bahwa bukan hanya karena mendengar kata-kata Kun Hong perjodohan itu dibatalkan, melainkan karena orangnya memang tidak suka !"
"Tidak, Eng Lan, kau ......... kau kembalilah kepada suhumu ......... biar aku yang membereskan urusan ini. Aku yang hendak ke Poan-kun ........ " kata Kun Hong lemah. Keduanya lalu pergi dari situ perlahan - lahan, dipandang oleh Wi Liong yang merasa merah dan bingung. Mengapa agaknya ada hubungan demikian akrab antara Kun Hong dan Eng Lan" Ia benar - benar tidak mengerti dan lebih heran lagi menyaksikan sikap Kun Hong. Dibandingkan dengan tempo hari, sikap pemuda itu benar - benar seperti seekor harimau berubah menjadi domba.
"Aku sudah berjanji kepada nona tanpa nama itu untuk memutuskan sendiri pertunanganku dengan Kwa Siok Lan. Biarpun paman sudah mendahuluiku sekarang timbul perkara ini, kebetulan sekali. Aku harus pergi sendiri ke sana dan memberi penjelasan kepada orang tua she Kwa agar tidak ada ganjalan hati lagi." pikirnya lalu pemuda ini memasuki bangunan yang sunyi. Pada waktu itu ia memang tinggal seorang diri saja di situ. Pamannya dan gurunya turun gunung dan sedang menjelajah puncak - puncak lain seperti biasa. Sering kali pamannya yang buta itu diajak oleh Thian Te Cu mendaki puncak-puncak dan pergi sampai beberapa pekan.
"Kun Hong. kau terluka. kau pucat dan nampak lemah. Jangan kau pergi seorang diri, urusan enci Siok Lan biarlah kita tunda dulu. Lebih baik kau segera mencari obat untuk lukamu. Mari kuantar kau. Kun Hong. Tidak baik dalam keadaan seperti kau ini melakukan perjalanan seorang diri ........" Ucapan ini dikeluarkan oleh Eng Lan yang menjadi gelisah sekali melihat keadaan Kun Hong. Mereka telah turun dari Gunung Wuyi-san dan Eng Lan berkali - kali menolak ketika Kun Hong menyuruh gadis ini pergi saja meninggalkannya.
"Eng Lan kau harus mengerti bahwa yang menimbulkan gara-gara sehingga kau sendiri sampai repot, adalah aku seorang. Oleh karenanya, untuk menebus kesalahanku, harus aku pula yang membereskannya. Tentang pergi ke Gunung Bayangkara untuk mencarikan obat guna luka di dadaku, itupun akan segera kulakukan. Akan tetapi kau jangan turut, adikku sayang. Selama ini aku dapat menekan gelora hatiku akan tetapi ......... aku khawatir, aku takut, benar - benar aku takut kalau membayangkan betapa pada suatu saat mungkin aku akan lupa dan setan akan menguasai hatiku. Lebih baik kita berpisah sekarang. Kau kembalilah kepada suhumu dan aku bersumpah, setelah aku sembuh pasti aku akan mencarimu, akan kupinang kau dari tangan suhumu."
Untuk beberapa lama Eng Lan nampak ragu-ragu. Kemudian iapun teringat bahwa memang tidak pantas baginya kalau ia terus-menerus melakukan perjalanan berdua dengan Kun Hong. Dengan hati terharu ia lalu melepaskan pedangnya dan memberikan pedang itu kepada Kun Hong.
"Kau terimalah pedang ini dan kuharap takkan lama dapat melihat kau datang membawa pedang ini kembali kepadaku. Tempat tinggal suhu tak sukar dicari karena di mana-mana ia dikenal orang."
Kun Hong menerima pedang itu dan mendekap di dadanya. "Pedang ini jauh lebih berharga dari pada Cheng-hoa-kiam" katanya sungguh - sungguh. Memang ia tidak bicara main - main, biarpun pedang itu bukan pedang pusaka seperti Cheng-hoa-kiam, namun pedang itu pemberian kekasihnya, seakan-akan mewakili kekasihnya akan mengawani di ke manapun dia pergi.
"Kun Hong. kau hati-hatilah ....... dan pesanku ....... ingatlah selalu kepadaku dan ingat bahwa aku tidak suka melihat engkau ........ tersesat seperti dulu lagi ........." Setelah berkata demikian, sambil menghapus air matanya Eng Lan lalu berlari pergi meninggalkan Kun Hong yang berdiri mematung.
Setelah Eng Lan pergi, baru ia merasa betapa sebetulnya dadanya amat sakit dan tubuhnya amat lemah. Hampir saja ia merobohkan diri di atas tanah kalau saja ia tidak ingat bahwa tugasnya masih banyak dan terutama sekali bahwa di sana ada Eng Lan yang menanti - nantinya penuh harapan. Aku harus berhasil, pikirnya, berhasil dalam semua tugasku dan berhasil mencari obat penyembuh lukaku. Pikiran ini menguatkan hatinya dan pemuda ini menahan rasa sakit di dadanya lalu melanjutkan perjalanan dengan semangat, menuju ke Pegunungan Bayangkara. Ia tidak mungkin pergi ke Poan-kun lebih dulu sebelum lukanya terobati, maka ia lebih dulu mementingkan pengobatan lukanya agar dapat melakukan tugasnya dengan baik dan tidak terganggu oleh luka itu. Ia maklum bahwa sebelum luka di dadanya diobati, ia tidak bisa terlalu mengandalkan kepandaiannya dan sekali bertemu dengan lawan tangguh seperti malam tadi, nyawanya berada dalam bahaya.
Tepat pada keesokan harinya setelah Kun Hong dan Eng Lan turun gunung, dari lain jurusan kelihatan dua orang kakek mendaki Gunung Wuyi-san. Mereka ini bukan lain adalah Thian Te Cu sendiri bersama Kwee Sun Tek. Kakek sakti yang sudah mengasingkan diri dari dunia ramai ini sekarang kesenangannya hanya melihat-lihat tamasya alam yang indah di puncak puncak pegunungan sekitar Wuyi-san, memetik daun obat dan mengirup hawa segar. Kalau sedang menikmati keadaan puncak-puncak gunung kakek ini betah sekali sampai berhari - hari. Kwee Sun Tek yang sekarang mulai mempelajari ilmu batin, menemukan hiburan luar biasa dalam mengikuti Thian Te Cu. Matanya memang sudah buta sehingga ia tidak dapat lagi menikmati pemandangan indah, namun mata hatinya sudah mulai terbuka dan ia dapat memandang hal-hal yang lebih indah lagi dengan mata hatinya. Kepandaiannya juga meningkat secara luar biasa sehingga biarpun matanya tak dapat melihat, namun ia dapat mengikuti perjalanan kakek sakti itu melalui bukit-bukit dan tempat-tempat yang sukar dilalui orang yang waras matanya.
Ketika dua orang kakek ini tiba di puncak Thian Te Cu terus saja memasuki bangunan untuk beristirahat di kamarnya, sedangkan Kwee Sun Tek yang biasa duduk di atas batu besar depan bangunan, berjalan menuju ke tempat itu. Akan tetapi ketika tangannya menyentuh batu itu, keningnya berkerut dan ia tidak jadi duduk.
"Paman, kau sudah pulang ?" tiba - tiba Wi Liong menegur pamannya ketika pemuda ini keluar mendengar suara mereka.
"Wi Liong, ketika aku keluar, siapakah yang datang mengunjungimu ?" Kwee Sun Tek meraba batu tempat duduknya tadi dan berkata lagi, "Batu ini dipindahkan orang tentu bukan kau"
"Banyak orang datang malam tadi, paman. Pertama - tama datang Kun Hong si pencuri pedang itu bersama murid Pak-thian Koai-jin. Maksud kedatangannya untuk mengakui kesalahannya bahwa dulu ia pernah mempermainkan paman dengan pengakuan bahwa ia mempunyai hubungan dengan nona Kwa Siok Lan. Padahal sama sekali ia tidak kenal, dahulu hanya kelakar saja. Oleh karena itu ia hendak memaksaku ke Poan-kun untuk ......... untuk menyambung kembali pertunangan yang telah kau batalkan."
Kwee Sun Tek terduduk di atas batu itu. Pada saat itu mata hatinya terbuka dan ia melihat dengan jelas sekali akan kesalahan, dan kecerobohannya. Ia menarik napas panjang.
"Percuma saja Thaisu memimpin manusia seperti aku ! Aku tidak berobah sejak dulu, terburu nafsu dan keras hati. Ah, kalau begitu aku harus menemui Kwa Cun Ek untuk, minta maaf." Kemudian sikapnya berobah dan ia berkata lagi. "Kurang ajar setan cilik Kun Hong itu. Selain mencuri pedang ia malah mempermainkan aku sehingga terjadi perkara sulit ini. Habis, kau tentu merampas pedangnya dan memberi hajaran kepadanya ?"
"Tidak bisa, paman. Pada saat itu datang tiga orang aneh, yang begitu datang langsung menyerang aku dan Kun Hong sehingga Kun Hong terluka hebat di dalam dadanya. Mereka itulah yang melontarkan batu ini ke atas genteng ketika aku dan Kun Hong sedang bercakap-cakap di atas genteng."
"Siapa mereka ?" Sun Tek bertanya heran.
"Mereka mengaku bernama Tai It Cinjin dan dua orang lagi berjuluk Im Yang Siang Cu ........"
Kwee Sun Tek nampak tercengang. "Aahhh .......... mereka " Sungguh aneh. baru saja kemarin Thaisu bercerita kepadaku tentang mereka ......." Dia lalu menceritakan kepada Wi Liong tentang tiga orang kakek itu seperti yang ia dengar kemarin dari Thian Te Cu.
Tai It Cinjin itu sebetulnya adalah adik ipar dari Gan Yan Ki, seorang yang semenjak mudanya berwatak kasar dan buruk. Akan tetapi dia ini bukan orang sembarangan, melainkan seorang jago dari Bu-tong yang berilmu tinggi. Semenjak Gan Yan Ki masih hidup, Tai It Cinjin ini sudah ingin sekali mewarisi ilmu silat yang tinggi sekali dari Gan Yan Ki sebagai murid Kui Cinjin, seorang di antara tiga Wuyi Sam-lojin. Melihat muka isterinya, pendekar besar Gan Yan Ki memberi petunjuk ilmu silat kepada adik ipar ini maka tidak mengherankan apa bila Tai It Cinjin mempunyai dasar-dasar ilmu silat Wuyi-san. yaitu ilmu silat keturunan dari Wuyi Sam-lojin yang terjatuh kepada Thian Te Cu, Thai Khek Sian, dan Gan Yan Ki. Setelah Gan Yan Ki meninggal dunia dalam usia tiga puluh tahun Tai It Cinjin yang berwatak sombong hendak memperlihatkan jasa, meneruskan permusuhan atau persaingan antara murid - murid tiga kakek Wuyi-san dan ia mendatangi Thian Te Cu untuk mengadu kepandaian sebagai wakil dari Gan Yan Ki yang sudah tewas ! Akan tetapi ia kalah oleh Thian Te Cu- Betapapun juga. Tai It Cinjin tidak mau menerima kalah belajar lagi memperdalam kepandaiannya, bahkan kini ia belajar bersama dua orang sutenya dari Bu-tong-pai. yaitu Im-yang Siang-cu yang masing - masing memiliki sebutan tersendiri Im Thian Cu dan Yang Thian Cu.
"Sungguh tidak tersangka sama sekali tiga orang ini masih berani datang lagi. Biar belajar seratus tahun lagi mana mereka mampu menandingi Thaisu " Lalu bagaimana selanjutnya" Kau toh tidak kalah oleh mereka ?" Kwee Sun Tek mengakhiri penuturannya yang ringkas.
"Aku melawan Tai It Cinjin. Kakek itu memang lihai bukan main. gerakan-gerakannya mempunyai dasar yang sama dengan ilmu yang diajarkan oleh suhu. Baiknya aku dapat menjaga diri dan tidak sampai kalah. Di lain fihak Kun Hong dikeroyok oleh Im Thian Cu dan Yang Thian Cu. Dua orang itupun lihai bukan main dan Kun Hong sudah terluka parah maka pedang Cheng-hoa-kiam kena dirampas oleh mereka lalu dibawa pergi, bersama Tai lt Cinjin."
"Hemmm. mereka itu keterlaluan sekali. Thai-su terlalu sabar terhadap mereka, orang - orang yang tidak tahu diri dan sombong. Lalu ........ bagaimana dengan pemuda murid Thai Khek Sian itu " "
"Ia pergi dalam keadaan terluka parah. Paman, aku melihat sesuatu yang aneh dalam diri Kun Hong. Agaknya ia tidak seperti dulu lagi, malah ............ malah aku mulai merasa kasihan kepadanya. Ayah, Kun Hong dahulu terculik bukan atas kehendak sendiri, ia menjadi murid Thai Khek San juga bukan atas kehendak sendiri, maka hubungannya dengan orang-orang jahat membuat ia tersesat. Hal ini benar-benar tak dapat disalahkan kepadanya. Aku masih mengharapkan pada suatu hari dia insyaf dan mengambil jalan benar ............"
Dengan termenung Kwee Sun Tek berkata, "Jahat atau baiknya sesuatu tindakan dalam hidup sepenuhnya tergantung dari kotor bersihnya pikiran sendiri. Memang keadaan di sekeliling seseorang amat mempengaruhi keadaan pikirannya pula, akan tetapi biasanya, perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan, baik ia buruk maupun baik. lambat-laun menjadi watak dan amat sukar dirobahnya"
"Kecuali kalau perobahan itu juga dipaksakan dengan memberi pergaulan yang baik dan bersih, bukan begitu, paman " Seperti banyak contohnya betapa bekas - bekas orang jahat menjadi baik kembali setelah ia masuk menjadi hwesio ........."
"Memang ada yang tertolong. Akan tetapi juga banyak yang tidak berhasil sehingga mereka merupakan penjahat berselimut pendeta yang lebih berbahaya lagi, Semua ini. tentang merobah diri ke arah kebaikan, tergantung dari kuat lemahnya batin mereka. Harus ada sesuatu yang amat besar pengaruhnya terhadap dirinya baru orang itu mudah dituntun ke arah kebaikan."
Wi Liong mengangguk-angguk dan bibirnya tersenyum. Seakan-akan ada sinar terang membuka matanya. Terbayang wajah Eng Lan yang cantik manis dan sikap gadis itu terhadap Kun Hong. Bukankah sikap itu membayangkan cinta kasih yang besar " Dengan cinta kasih yang besar ini bukan tidak mungkin kalau Kun Hong kelak akan dituntun ke jalan kebenaran !
"Apa yang kau renungkan ?" tegur Kwee Sun Tek yang demikian 'tajam perasaannya sehingga kesunyian seakan-akan berbisik kepadanya.
Wi Liong terkejut. "Tidak apa-apa. paman. Hanya aku menjadi kasihan kalau teringat kepada Seng-goat-pian Kam Ceng Swi, tokoh besar Kun-lun-pai yang gagah perkasa itu. Alangkah akan bahagia hatinya kalau Kun Hong puteranya itu berobah menjadi seorang pendekar yang budiman."
"Kau betul. Kam Ceng Swi seorang gagah yang patut dihargai."
Hening sejenak, kemudian terdengar Kwee Sun Tek berkata, suaranya lemah mengandung kedukaan. "Aku harus pergi menemui Kwa Cun Ek dan minta maaf atas kecerobohanku. dan kalau mungkin menyambung lagi perjodohan itu ......."
"Tidak, paman ......... jangan !"
"Apa maksudmu ?"
"Kumaksudkan ......... eh. kiranya tidak perlu paman sendiri pergi ke Poan-kun. Biarlah aku yang akan pergi ke sana dan tentu saja aku akan minta maaf atas terjadinya hal itu. akan tetapi ........ tentang perjodohan itu ........ kurasa amat tidak baik kalau disambung lagi."
"Wi Liong, apa alasan ucapanmu ini ?" Wi Liong maklum bahwa andaikata pamannya itu masih dapat melihat, tentu sepasang mata itu akan menembusi hatinya dan tentu ia takkan dapat menyembunyikan perasaan hatinya lebih lama lagi dari pamannya !
"Karena aku ...... eh. kurasa bahwa mereka tentu sakit hati sekali atas pemutusan ikatan itu dan ......... dan ......... belum tentu mereka mau .....
Halaman 67s/d70 hilang ! ....... membaca sajak. Cepat ia menuju ke pinggir lorong dan dilihatnya dari jauh mendatangi seorang laki-laki tua menunggang keledai. Binatang keledai itu berjalan seenaknya, perlahan saja namun tetap menimbulkan debu mengebul di belakangnya karena hari itu memang panas dan tanah menjadi berdebu. Orang itu menunggang keledai sambil memegangi sebuah kitab dan membaca dengan suara nyaring, jelas dan lambat seakan-akan huruf-huruf di dalam buku itu harus diingatnya benar. Kun Hong menjadi geli dan ingin tahu apa gerangan yang dibaca oleh orang itu. la mendengarkan penuh perhatian.
"Hi no ai lok ci bi hoat, wi ci tiong.
Hoat ji hai tiong ciat, wi ci hoo.
Tiong ya cia. thian he ci tai pun ya.
Hoo ya cia, thian he ci tat too ya."
Setelah membaca kata - kata bersajak ini dengan nada sungguh - sungguh dan terdengar amat lucu dan aneh di tempat sunyi itu, orang tadi mengerutkan kening dan bibirnya berkemak - kemik, terdengar ia mengulangi satu demi satu semua kata - kata yang tadi ia baca, kemudian ia mencoba menguraikan arti setiap kalimat dengan kata-kata yang keras. Sajak atau ujar-ujar di atas artinya begini :
"Sebelum timbul rasa SENANG. MARAH. DUKA dan GEMBIRA, maka disebut TIONG (Lurus / lempang / tegak).
Dapat mengendalikan perasaan- perasaan yang timbui itu. maka disebut HOO (Akur / selaras / sesuai).
TIONG itulah merupakan pokok terbesar pari pada dunia.
HOO adalah jalan utama dari pada dunia."
Selama hidupnya belum pernah Kun Hong mendengar ini dan entah mengapa, ia merasa amat tertarik. Orang tua itupun kini sudah lewat di depannya dan menengok, lalu mengangguk - angguk tersenyum ramah kepadanya.
"Orang muda. kau menanti siapa " Ataukah kau seorang diri dan hendak ke mana " " tanyanya, suaranya ramah-tamah sekali membuat Kun Hong menjadi makin tertarik.
"Lopek, aku hanya sendiri dan memang sedang melakukan perjalanan," jawabnya menyimpang. "Akan tetapi sajakmu tadi benar- benar amat menarik hati. Sayangnya amat sukar dimengerti. Apakah itu TIONG dan apa itu HOO, mengapa disebut pokok terbesar dari pada dunia dan jalan utama dari pada dunia ?"
"Aha, anak muda yang sedang menderita. Bagus sekali kau bertemu dengan aku. Tunggulah kuobati penderitaanmu itu dengan ujar - ujar agung dari kitab Tiong Yong." Sambil berkata demikian, kakek itu merosot turun dari atas punggung keledai dan ia ternyata pendek saja, tubuhnya agak bengkok di bagian punggungnya seperti penderita penyakit encok. Lalu ia menuntun keledainya, diikatkannya kendali binatang itu pada batang pohon lalu ia menghampiri Kun Hong dengan langkah perlahan.
Kun Hong tercengang. "Lopek, bagaimana kau bisa bilang bahwa aku seorang yang sedang menderita ?"
"Hemm, apa sukarnya " Seorang penderita lapar baru dapat menikmati makanan seorang penderita dahaga baru dapat menikmati minuman, seorang penderita penyakit baru dapat menikmati kesehatan. Dan hanya orang yang menderita batinnya saja dapat menikmati ujar - ujar dalam kitab Tiong Yong."
Kun Hong makin tertarik. Suara orang ini amat menarik perhatiannya dan kata - kata yang keluar dari mulutnya aneh - aneh belaka sungguhpun ia masih kurang mengerti, namun agaknya ia dapat menangkap kebenaran - kebenaran yang tersembunyi dalam ucapan - ucapan itu
"Lopek, coba kaujelaskan arti sajak tadi. Kalau memang cocok dan baik, biar aku mengaso sambil mendengarkan."
Orang itu terkekeh, lalu duduk di atas sebuah batu yang halus permukaannya. Juga Kun Hong lalu duduk di atas batu, menghadapi kakek aneh itu.
"Ujar - ujar itu ada hubungannya erat sekali dengan watak dan tabiat manusia, " kakek itu mulai dengan uraiannya, "Pada hakikatnya sifat manusia yang masih belum terganggu perasaan-perasaan sesuatu, adalah sama dengan air yang diam, tenteram, diam rasa, pokoknya lurus dan tidak berat sebelah. Inilah yang disebut TIONG atau tengah - tengah, ibarat orang sedang tidur nyenyak tanpa diganggu mimipi apa - apa, begitu tenteram dan damai, bersih dan adil Akan tetapi, sekali datang perasaan - perasaan senang, marah, duka, gembira dan sebagainya, ketenangan itu terguncang dan pertimbangannya lalu menjadi miring, dan hal ini dapat membuat manusia menyeleweng dan meninggalkan jalan kebenaran."
Kun Hong mengerutkan kening, penasaran. "Akan tetapi, lopek. Manusia mana yang tidak akan diganggu oleh perasaan - perasaan hatinya " Hanya orang yang sudah mati, atau orang yang hidupnya tidak ada artinya lagi, baru kiranya tidak akan perduli akan perasaan hatinya."
Kakek itu mengangguk-angguk. "Pelajaran dalam kitab Tiong Yong mengakui akan kenyataan bahwa manusia tidak terluput dari pada gangguan-gangguan yang timbul dari pada panca inderanya, mengalami gocangan- goncangan yang menerjang ketenteraman hatinya seperti sebuah perahu di laut teduh sewaktu-waktu tentu menerima serangan ombak dan badai. Akan tetapi, kalau kita dapat menerima serangan itu dengan penuh kebijaksanaan, dapat mengendalikan perasaan seperti seorang tukang perahu yang pandai mengemudikan perahunya dalam terjangan ombak dan badai, itulah yang baik sekali dan disebut HOO."
"Aku mulai mengerti, lopek. Bagus sekali ujar-ujar itu. Akan tetapi, bagaimana orang bisa berlaku demikian " Mengalami kenikmatan siapa yang tidak senang, menghadapi hal yang tidak menyenangkan siapa yang tidak berduka, dan menghadapi tindasan siapa yang tidak akan marah !"
"Itulah yang dimaksudkan supaya kita mengendalikan perasaan. Orang yang dapat mengendalikan perasaan sendiri, selalu akan bersikap tenang dan waspada. Dari ketenangan dan kewaspadaan ini timbul kebijaksanaan dan tindakan yang sudah dipertimbangkan masak - masak berdasar keadilan. Inilah sifatnya orang bijaksana. Ia bisa berduka, ia bisa marah menghadapi hal-hal iitu. akan tetapi perasaan duka dan marah itu dapat ia kendalikan sehingga ia tidak menjadi mata gelap, tidak akan melakukan perbuatan yang terdorong oleh nafsu - nafsu itu. Bisa jadi ia akan girang dan senang menghadapi sesuatu yang menguntungkan dan menyenangkan, akan tetapi perasaan girang dan senang itu dapat ia kendalikan sehingga ia tidak akan menjadi sombong, angkuh, serakah, dan sebagainya."
Kun Hong mengangguk-angguk. Sekarang isi ujar-ujar itu menjadi gamblang baginya dan ia makin tertarik. Ia segera berdiri dan menjura dengan hormat.
"Bolehkah aku yang bodoh mengetahui nama lopek yang mulia " Dan kalau sekiranya lopek tidak keberatan, aku mohon bimbingan lebih lanjut untuk mempelajari ujar-ujar yang bagus itu."
Kakek itu menutup kitabnya dan memandang kepada Kun Hong. Keningnya dikeruitkan ketika ia berkata, "Orang muda, kau seorang muda yang gagah, membawa - bawa pedang, tentu seorang ahli silai. Mengapa ingin mempelajari segala ujar-ujar ini " "
"Lopek, seperti lopek katakan tadi. hatiku gelisah dan aku terluka hebat. Aku sedang mencari hwesio muka hitam untuk mohon kepadanya mengobati lukaku ini. Karena selama ini hatiku gelisah dan tidak mendapat ketenteraman, tadi mendengar uraian lopek sebagian besar kegelisahanku berkurang, maka mohon lopek yang budiman sudi memberi petunjuk."
Kakek itu nampak terperanjat. "Kau mencari hwesio muka hitam " Hemmm, bagaimana kau bisa tahu di sini ada seorang hwesio muka hitam ?" Pertanyaan ini diajukan dengan tiba - tiba dan sepasang mata kakek itu memandang penuh selidik.
Terhadap orang ini Kun Hong tidak berani main-main. "Aku mendapat petunjuk dari mendiang Liong Tosu dari Kun-lun-san yang mengatakan bahwa hanya hwesio muka hitam dari Pegunungan Bayangkari yang akan dapat mengobati lukaku dan menghilangkan rasa sakit di dadaku."
Kakek itu menarik napas panjang. "Dia tentu akan marah setengah mati kalau kau datang sendiri. Kalau aku yang membawamu, dia bisa memaafkan aku. Kau orang muda menderita lahir batin, aku kasihan kepadamu. Kalau kau mencari hwesio muka hitam, kiranya hanya aku Miang Sinshe seorang di dunia ini yang akan dapat mengantarmu. Mari kau ikut aku."
Setelah berkata demikian, kakek itu kembali menaiki keledainya dan menjalankan keledai itu perlahan - lahan. Bukan, main girangnya hati Kun Hong. Dicari susah-susah, sekarang ada seorang perantara yang akan membawanya kepada hwesio muka hitam. Akan tetapi tiba - tiba ia teringat akan ujar - ujar tadi dan menggunakan kekuatan batinnya untuk mengendalikan perasaan girang ini !
"Terima kasih, lopek. Kau baik hati sekali," katanya sederhana lalu mengikuti kakek itu dari belakang. Kakek itu tidak menjawab, melainkan membuka kitabnya dan membaca ujar - ujar lain dengan suara keras. Kun Hong mendengarkan dari belakang dan betul - betul ia mendapatkan banyak pelajaran batin dari isi kitab Tiong Yong itu. Banyak hal - hal yang membuka matanya dan membuat ia insyaf betapa penghidupannya yang dulu - dulu ketika ia masih bercampur - gaul dengan Bu-ceng Tok-ong dan Tok-sim Sian-li, benar benar telah meninggalkan jalan kebenaran. Diam-diam ia memperhatikan pelajaran - pelajaran itu sambil terus mengikuti jalannya keledai yang amat lambat.
Agaknya kakek yang naik keledai itu sudah hafal benar akan jalan naik ke puncak, buktinya ia tidak pernah mencari jalan lagi. Malah - malah keledainya seperti yang audah mengenal jalan sehingga biarpun kakek itu terus - menerus membaca kitab tanpa mengendalinya, binatang itu bisa memilih jalan sendiri. Setelah mendaki setengah hari lamanya, akhirnya mereka tiba di puncak dan keledai itu berhenti di depan sebuah pondok yang amat sederhana, (terbuat dari pada tumpukan batu dan balok - balok kayu kasar).
"Phang Sinshe, kau sudah datang " Siapa kawanmu itu ?" terdengar suara dari dalam pondok, suara yang parau akan tetapi mengandung pengaruh besar.
Kakek itu tertawa dan merosot turun dari keledainya sambil menutup kitabnya.
"Seorang murid baru," katanya. "Losuhu, kau keluarlah, orang muda ini sengaja datang untuk mencarimu."
Tidak terdengar jawaban dari dalam pondok, keadaan menjadi sunyi sekali. Kun Hong melihat betapa pondok itu bersandar pada sebaris pohon-pohon yang besar sekali, pohon - pohon raksasa yang usianya sudah ratusan, mungkin ribuan tahun. Sungguh tempat yang sunyi dan tersembunyi, ia ingin sekali melihat bagaimana macamnya orang yang menyembunyikan diri di situ. yang oleh Liong Tosu disebut hwesio muka hitam yang akan dapat mengobatinya.
"Losuhu. harap kau jangan marah kepadaku. Akulah yang berlaku lancang mengajaknya ke sini, karena kulihat dia betul - betul patut ditolong, dia menderita luka lahir batin. Mungkin aku dapat mengobati luka batinnya, akan tetapi luka jasmaninya, hanya kau seorang yang dapat mengobati, demikian kata pemuda ini menurut petunjuk Liong Tosu dari Kun-lun-san."
Kembali sampai lama tidak terdengar jawaban. Kun Hong diam - diam mendongkol sekali melihat sikap orang yang agaknya "amat jual mahal" itu. Tiba - tiba terdengar suara itu lagi. "Phang Sinshe orang macam pinceng (aku) yang mengasingkan diri, tidak mempunyai kepandaian apa-apa, bagaimana bisa mengobati orang sakit " Orang muda itu percuma saja membuang waktu datang ke sini. Suruh ia pergi lagi saja,"
Kun Hong adalah seorang muda yang berwatak keras. Mendengar ucapan ini ia lalu berkata kepada Phang Sinshe dengan suara nyaring. "Phang Sinshe. kalau aku tahu bahwa hwesio muka hitam yang ditunjuk oleh mendiang Liong Tosu supaya aku minta pengobatan hanya seorang yang tidak berbudi, kasar, dan macam ini sikapnya menyambut tamu, aku lebih suka mati karena lukaku. Aku benar menyesal sudah menyusahkan Phang Sinshe dan mendaki bukit ini. Lebih baik aku pergi saja, Phang Sinshe." Setelah berkata demikian, Kun Hong memutar tubuh lalu pergi dari situ.
Tiba - tiba dari dalam pondok itu berkelebat bayangan orang dan seorang kakek bertubuh tinggi besar dengan kepala gundul melompat bagaikan seekor burung garuda terbang melampaui kepala Kun Hong dan turun di depan pemuda itu sambil bertolak pinggang.
"Orang muda. berhenti dulu !" bentaknya.
Kun Hong mengangkat muka dan melihat betapa muka hwesio itu hitam sekali, akan tetapi anehnya, kulit tubuh yang lain tidak, hanya muka itu yang hitam sehingga sukar dilihat tarikan mukanya. Hwesio ini bertubuh tinggi besar, kelihatan kuat sekali dan di lehernya tergantung seuntai tasbeh. Sinar matanya keras akan tetapi membayangkan penderitaan batin yang besar.
''Orang muda, kau tadi bilang mendiang Liong Tosu! Benarkah Liong Tosu dari Kun-lun-san sudah tewas ?"
Menghadapi sikap keren dan bersungguh-sungguh dari hwesio muka hitam ini. Kun Hong tidak mau main-main. Ia mengangguk dan menjawab singkat. "Betul. Liong Tosu dari Kun-lun-san sudah tewas."
Hwesio ini menepuk dadanya dan mengomel, "Benar juga, akhirnya kau mendahului aku sahabatku ........" lalu ia menarik napas panjang dan berkata perlahan, "alangkah baiknya nasibmu, cepat terbebas dari pada derita hidup........."
Kun Hong melongo. Pengalaman - pengalaman yang ia jumpai akhir - akhir ini benar membuat ia sering kali terheran. Ia bertemu dengan orang - orang yang selalu mengutamakan kebaikan, selalu menolong orang dan membasmi kejahatan, orang - orang yang bertindak sebagai pendekar seperti kekasihnya Eng Lan Kemudian ia bertemu dengan Phang Sinshe yang mempelajari hal - hal tersembunyi dalam hidup, yang tidak memandang hidup asal hidup saja melainkan hendak mengupasnya dan melihat isinya. Kemudian ia melihat hwesio muka hitam yang menganggap kematian sebagai kebebasain dan mengatakan orang mati sebagai bernasib baik ! Benar - benar membuat Kun Hong tak mengerti.
"Orang muda, kalau betul Liong Tosu yang menyuruhmu datang, coba ceritakan bagaimana ia tewas dan bagaimana pula ia bisa menyuruh kau datang kepada pinceng."
"Aku terluka oleh pukulan Im-yang-lian-hoan dari ketua Kun-lun-pai dalam sebuah pertempuran,." Kun Hong bercerita, sengaja tidak mau menceritakan kecurangan orang - orang Kun-lun karena ia teringat akan ajaran - ajaran Eng Lan bahwa tidak selayaknya menceritakan keburukan orang lain kepada orang lain pula. "Secara kebetulan aku bertemu dengan Liong Tosu yang mengobati luka di dadaku, akibat pukulan itu, Liong Tosu menyatakan bahwa biarpun ia sudah mengobati luka Im-kang di dadaku, akan tetapi luka akibat Thai-yang hanya dapat diobati oleh losuhu. Setelah mengobatiku. Liong Tosu meninggal dunia di luar tahuku karena setelah ditotok punggungku, aku roboh pingsan. Ketika siuman kembali, dia telah tewas."
Hwesio itu membelalakkan matanya. "Dia mengorbankan nyawanya untuk menolongmu " Hebat.........hebat............kau pernah apanyakah?"
"Aku bukan apa - apanya, juga aku sama sekali tidak tahu bahwa ia mengorbankan nyawa untukku," jawab Kun Hong tak senang.
"Liong Tosu menolong orang memang tidak kepalang tangung. Orang muda. kau memang terluka hebat oleh Im-yang-lian-hoan, dan hawa Thai-yang yang memukul isi dadamu benar-benar hebat sekali. Agaknya kau baru - baru ini telah terpukul pula oleh seorang ahli gwakang, maka lukamu makin parah, membuat mukamu pucat dan lehermu merah. Kalau pinceng tidak mengobatimu, tentu Liong. Tosu di alam baka akan mentertawakan pinceng, memaki pinceng terlalu pelit. Orang muda, biarpun kepandaianku kalau dibandingkan dengan Liong Tosu bukan apa - apa, akan tetapi di dunia ini yang dapat memulihkan luka bekas pukulan Yang-kang dari Kun-lun-pai, kiranya hanya beberapa orang saja. Kau duduk bersilalah ! "
Biarpun hatinya mendongkol melihat sikap yang terlalu kasar ini, namun karena maklum bahwa orang hendak mengobatinya. Kun Hong tidak membantah. Ia melepaskan pedang pemberian Eng Lan, lalu duduk bersila di atas tanah. Hwesio itu lalu menghampirinya dan meraba pundaknya. Seketika hwesio itu menarik kembali tangannya dan bertanya cepat,
"Hebat sinkangmu ! Kau murid siapa ?"
Kun Hong orangnya cerdik. Ia sekarang sudah maklum bahwa di dunia kang-ouw, nama gurunya, Thai Khek Sian, bukanlah nama yang harum dan disuka. Orang ini hendak mengobatinya, maka kiranya tidak baik kalau ia memperkenalkan diri sebagai murid Thai Khek Sian.
"Murid Seng-got-pian Kam Ceng Swi," katanya, tidak membohong besar karena memang pertama - tama ia mendapat latihan dari ayah pungutnya itu.
"Heran sekali ! Seng-goat-pian bisa mempunyai murid dengan hawa sinkang begini tinggi " Dan sebagai cucu murid Kun-lun bagaimana sampai terpukul Im-yang-lian-hoan " Akan tetapi sudahlah bukan urusan pinceng. Phang Sinshe, harap kau suka duduk dulu di dalam sebentar pinceng menyusul setelah selesai mengobati orang, muda ini."
Phang Sinshe yang sejak tadi sudah membaca lagi kitabnya, mendengar permintaan ini lalu mengangguk dan memasuki pondok membiarkan dua orang itu yang berada di luar pondok-
"Kau harus tutup saluran hawa sinkangmu, jangan sekali - kali melakukan perlawanan atas desakan hawa Thai-yang dariku. Biarpun tubuhmu akan serasa terbakar, bahkan biarpun kau hampir mampus juga. jangan sekali - kali melakukan perlawanan. Ingat ini semua demi kesembuhanmu sendiri. Janji ?""
"Janji !" jawab Kun Hong singkat lalu ia menutup matanya dan bersiap menghadapi pengobatan aneh itu. Tiba - tiba ia merasa dua telapak tangan yang lebar dan kasar menghantam punggungmya dengan keras sekali sampai tubuhnya terguncang. Akan tetapi dua telapak tangan itu menempel di punggungnya, terus melekat dan dari kedua tangan itu mengalir keluar hawa panasnya seperti api ! Ia tidak melihat betapa hwesio itu dengan pasangan kuda - kuda, kedua kaki ditekuk ke bawah dan kedua tangan menempel punggungnya, sedang mengerahkan tenaga dan "mengirim" hawa panas dari Thai-yang di tubuhnya untuk menyembuhkan Kun Hong. Semacam penyetruman agaknya.
Mula - mula Kun Hong masih dapat menahan mengalirnya hawa panas ke dalam punggungnya. Akan tetapi lama-kelamaan hawa itu menjadi makin panas berputar - putar di seluruh tubuhnya lalu berkumpul di dadanya, membuat dadanya serasa hendak meledak. Ia terengah - engah, kepalanya pening, ketika membuka mata, matanya berkunang. Peluh mengucur deras, tubuhnya seperti dibakar di atas api unggun. Kun Hong merobek bajunya agar angin gunung mengurangi panasnya, akan tetapi makin panas saja. Kalau saja ia tidak ingat janjinya, mau rasanya ia melawan hawa ini dengan lweekangnya, atau melompat pergi, dari situ. Akan tetapi ia sudah berjanji dan kata Eng Lan, seorang pendekar atau seorang jantan lebih baik mati dari pada melanggar janjinya ! Oleh karena ini, Kun Hong mempertahankan terus sambil menggigit bibirnya sampai terluka dan berdarah.
Ia tidak tahu lagi apa yang terjadi di sekelilingnya dan beberapa menit kemudian Kun Hong pingsan sambil masih duduk bersila, la tidak tahu bahwa keadaan kakek gundul itupun tidak menyenangkan. Keringat sebesar kacang hijau memenuhi kepala yang gundul itu. Muka yang hitam itu nampak mengerikan dan hwesio tua ini menyeringai sambil terus menekan punggung. Tubuhnya makin lama makin menggigil keras, akhirnya ia melepaskan kedua tangannya dan jatuh terduduk di samping Kun Hong. Dengan ujung jubahnya ia menyusuti peluhnya lalu mengatur pemapasannya. Setelah itu, ia lalu berdiri lagi dan menotok tujuh-belas persimpangan jalan darah di tubuh Kun Hong. Semua totokan ini ia lakukan dengan jari telunjuk, termasuk gerakan menotok dari Ilmu Silat Pai-in-ciang. Baru setelah beres ia nampak lega, lalu duduk di atas batu depan Kun Hong sambil menatap wajah pemuda itu
"Tampan dan menarik," demikian kesan pertama dalam hatinya ketika hwesio muka hitam itu mulai memperhatikan wajah Kun Hong. Ada sesuatu pada wajah pemuda ini yang membuat ia memandang makin penuh perhatian. Ada sesuatu pada wajah itu yang serasa telah dikenalnya baik-baik. Akan tetapi, betapapun ia memeras otak, tak diingatnya bila dan di mana ia pernah melihat pemuda ini.
Tiba - tiba ia melihat sebuah benda kecil mengkilap di atas tanah dekat kaki pemuda itu. Hwesio itu menjadi tertarik sekali dan mengambilnya. Itulah sebuah gelang emas kecil. Tiba - tiba mata itu terbelalak dan tangan yang memegang benda perhiasan itu menggigil.
"Kun ...... Hong ......." ia berbisik sambil menatap dua buah huruf yang terukir di gelang itu, dua buah huruf, yang berbunyi Kun dan Hong. Itulah gelang kecil yang diberikan oleh Kam Ceng Swi kepada Kun Hong ketika pemuda itu hendak meninggalkan Kun-lun-san. sebuah benda yang menjadi saksi tunggal dari keadaan Kun Hong, akan tetapi karena benda itu tak dapat bicara maka sebegitu jauh Kun Hong maupun Kam Ceng Swi tidak dapat menyingkap tabir yang menutupi rahasia sekitar diri Kun Hong.
"Mungkinkah ini ......... " " Hwesio muka hitam itu berkata lagi perlahan dan ia menatap wajah Kun Hong. Teringatlah ia kini bahwa memang wajah pemuda ini sudah sering kali dilihatnya, malah sudah terukir di lubuk hatinya, merupakan wajah seorang wanita yang cantik jelita, wanilta yang dulu terkenal sebagai Puteri Harum, bekas selir Kaisar Mongol Jengis Khan puteri cantik jelita yang bernama Kiu Hui Niang yang kemudian menjadi isterinya yang terkasih dan kemudian dia bunuh ! Menggigil seluruh tubah hwesio itu kini, karena ia bukan lain adalah Beng Kun Cinjin Gan Tui !
Karena mukanya yang sehitam arang sukar sekali dilihat apa yang sedang ia rasakan pada detik itu. Akan tetapi di dalam hatinya terjadi perang tanding yang hebat Bermacam - macam pikiran memasuki kepalanya dan akhirnya matanya menjadi beringas ketika ia memandang kepada Kun Hong. Beringas yang timbul dari rasa takut. Ia lalu melompat berdiri dan mengguncang - guncang pundak Kun Hong.
Baru saja pemuda itu siuman, dari pingsannya dan ia masih meramkan mata karena ia merasa tubuhnya amat ringan dan enak. Rasa sakit yang tadinya membuat ia menderita sudah lenyap sama sekali, akan tetapi perubahan itu membuat ia merasa tubuhnya seringan kapas dan kepalanya menjadi pusing. Perubahan yang tiba-tiba ini benar benar membingungkannya. Ia membuka mata dan masih bingung dan heran ketika melihat penolongnya mengguncang - guncang pundaknya, la masih ingat betul bahwa hwesio muka hitam ini yang tadi menolongnya.
Melihat pemuda itu sudah membuka matanya, hwesio itu membentak keras dalam pertanyaannya, "Lekas bilang, apakah kau bernama Kun Hong ?"
Dengan mata masih berkunang karena pusing dan bingung mengalami perubahan keadaan tubuh yang mendadak itu. Kun Hong mengangguk. "Namaku memang Kun Hong ...... " ia berkata perlahan sekali.
"Kau anak siapa " Hayo lekas kau mengaku !" hwesio itu mendesak.
Seperti diketahui Kun Hong sendiri tidak tahu siapa ayah bundanya, maka dalam keadaan pusing itu menghadapi pertanyaan ini ia menjadi makin bingung dan tak tahu harus menjawab apa. Akhirnya dengan gagap ia menjawab juga.
"Aku ....... aku tidak punya ayah dan ibu ....... ibuku sudah mati ....... dibunuh orang dihutan ........ ayahku entah siapa ....... ! "
Tubuh Beng Kun Cinjin menggigil makin keras. "Gelang ini ....... kau lihat ini ........ apakah gelang ini milikmu ........ ?"
Kun Hong berada dalam keadaan bingung dan pening. Kalau tidak tentu ia akan merasa curiga sekali melihat keadaan orang. Akan tetapi ia lebih banyak menutup mata dari pada membukanya.
Kalau ia membuka matanya, ia melihat pohon-pohon di sekelilingnya seperti berputaran. Ia hanya membuka mata sebentar untuk melihat gelang itu, lalu ia mengangguk lagi. "Gelang itu ......... ditemukan oleh ......... ayah pungutku ketika ia menolongku ........."
Beng Kun Cinjin melompat berdiri. Ia bimbang. Telah belasan tahun setiap hari ia menyesali perbuatannya, menyesali kesesatannya sehingga ia mengorbankan nyawa murid - muridnya yang terkasih, murid - muridnya yang ia tahu adalah pendekar-pendekar gagah perkasa. Thio Houw dan Kwee Goat binasa ketika dua murid itu hendak mengingatkannya dari pada kesesatannya. Malah ia telah membikin buta mata muridnya yang ke tiga. Kwee Sun Tek Dan semua itu ia lakukan karena ia tergila-gila kepada Kiu Hui Niang, Puteri Harum yang kemudian ternyata hanyalah seorang perempuan rendah yang berwatak hina yang tidak setia dan mengadakan perhubungan gelap dengan laki - laki lain. Biarpun ia sudah agak terhibur karena sudah membunuh perempuan itu, namun ia masih selalu gelisah jika mengingat akan perbuatan - perbuatannya terhadap murid - muridnya. Oleh karena inilah ia lalu menyembunyikan diri di Bayangkari, membuang namanya, malah melumuri mukanya dengan obat sehingga muka itu menjadi hitam dan sukar dikenal lagi. Belasan tahun ia menyesali perbuatannya secara diam-diam dan selain Liong Tosu dan Kun-lun-pai yang menjadi kenalannya hanyalah Phang Sinshe karena ia suka mendengar Phang Sinshe menguraikan tentang ilmu - ilmu kebatinan untuk pengobat hatinya yang terluka.
Siapa kira, tiba - tiba sekarang ia berhadapan dengan Kun Hong ! Bocah yang ketika masih bayinya ia timang - timang, ia sayang sepenuh jiwa karena bocah ini adalah anaknya sendiri. Akan tetapi yang kemudian ia benci karena ternyata kemudian bahwa bocah itu bukan anaknya seperti yang ia dengar dari percakapan antara Kiu Hui Niang dan Liu-kbngcu. Tiba - tiba saja ia menjadi benci melihat Kun Hong. pemuda putera Kiu Hui Niang itu.
"Anak haram ! Keparat kau pergilah menyusul ibumu yang kotor !" Tiba - tiba hwesio itu menendang tubuh pemuda yang masih duduk bersila di atas tanah.
"Bukk !' Tubuh Kun Hong terlempar sampai beberapa meter jauhnya dan anehnya. Kun Hong jatuh ke atas tanah kembali dalam keadaan masih tetap bersila! Hal ini tidak aneh Tenaga lwee-kang dan hawa sinkang di tubuh Kun Hong sudah mencapai tingkat tinggi sekali. Tadi berkat pengobatan Beng Kun Cinjin yang benar - benar manjur luka di dadanya sudah hilang rasa sakitnya dan telah memulihkan semua tenaganya, maka tendangan itu tidak membuat ia terluka. Akan tetapi oleh karena ia masih pening dan bingung, tubuhnya terasa masih ringan dan aneh, ia seperti tidak ambil perduli perbuatan hwesio itu kepadanya dan masih tetap duduk bersila seperti tadi.
Untuk sejenak Beng Kun Cm jin terkejut bukan main. Tidak salahkah matanya memandang" Pemuda itu terkena tendangan kilatnya tidak apa-apa, hanya mencelat tapi seperti tidak merasa sesuatu ! la menjadi penasaran, dilolosnya senjatanya yang hebat, yaitu tasbeh yang dikalungkan di lehernya. Sambil memutar tasbehnya, ia memaki.
"Bocah keparat kau tidak patut hidup di dunia ini. Bawalah pergi nama buruk perempuan yang melahirkanmu, pergilah menyusul roh Kiu Hui Niang di neraka !" Dengan cepat Beng Kun Cinjin melompat dan tasbehnya diputar di atas kepala, menyambar ke arah kepala Kun Hong. Pemuda ini masih seperti orang mabok dan agaknya biarpun ia berkepandaian tinggi, pukulan tasbeh ini tentu akan meremukkan kepalanya.
"Tar........ ' Tar......... !"
Suara menyetar ini dibarengi berkelebatnya dua benda berbentuk bintang dan bulan yang menangkis tasbeh di tangan Beng Kun Cinjin dan disusul suara bentakan keras,
"Beng Kun Cinjin jadi kaukah yang membunuh ibu anak ini " Kau yang membunuh ........ isterimu sendiri" Benar-benar manusia tidak tahu malu, pengecut tak berani memikul akibat perbuatan sendiri ! Setelah membunuh murid - murid gagah, kau malah sekarang hendak membunuh anak sendiri ........"
"Tutup mulut ! Kau tentu Seng-goat-pian Kam Ceng Swi " Bagus, kau sudah mengetahui persoalanku, mampuslah kau !" Beng Kun Cinjin yang merasa malu dan gelisah sekali ada orang mengenalnya, cepat mengirim serangan dengan tasbehnya. Kam Ceng Swi mengelak, sambil membalas dengan serangan yang tak kalah hebatnya. Di lain saat, dua orang tokoh besar itu sudah bertempur dengan ramai sekali.
Seng-goat-pian Kam Ceng Swi adalah seorang tokoh Kun-lun-pai yang berkepandaian tinggi dan pengalamannya luas, apa lagi senjatanya merupakan senjata yang aneh dan sukar diduga gerakannya. Malah tokoh Kun-lun ini pernah mendapat petunjuk - petunjuk dari Liong Tosu, maka ia lihai sekali.
Akan tetapi, sekarang ia berhadapan dengan Beng Kun Cinjin Gan Tui. Seperti telah diketahui, Beng Kun Gnjin atau Gan Tui ini adalah putera tunggal dari pendekar besar Gan Yan Ki, murid seorang di antara Wuyi Sam-lojin. Selain mewarisi kepandaian ayahnya yang mati muda biarpun yang diwarisinya itu hanya sebagian saja, namun selain kepandaian keluarga ini ia pernah mendapat petunjuk - petunjuk dari Thian Te Cu yang merasa kasihan kepadanya. Di samping ini. juga di waktu mudanya Gan Tui telah mempelajari banyak ilmu silat tinggi dari cabang persilatan lain sehingga kepandaiannya makin meningkat saja. Dibandingkan dengan Seng-goat-pian Kam Ceng Swi, ilmu kepandaian Beng Kun Cinjin masih menang banyak.
Biarpun sepasang senjata bulan sisir dan bintang di ujung tali itu menyambar- nyambar dengan dahsyat dan berbahaya, namun selalu dapat dikeltt dan ditangkis oleh Beng Kun Cinjin. Setiap kali senjata di tangan Kam Ceng Swi bertemu dengan tasbeh, senjata itu terpental ke belakang dan tasbeh terus menyambar langsung, merupakan serangan balasan yang hebat sekali. Diam - diam Kam Ceng Swi terkejut dan maklum bahwa lawannya ini memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi dari pada kepandaiannya sendiri Akan tetapi, untuk membela anak pungutnya yang ia sayang seperti putera sendiri, pendekar ini tidak takut mati. Diam - diam ia menduga - duga mengapa hwesio tinggi besar ini hendak membunuh Kun Hong " Bukankah Kun Hong itu puteranya sendiri " Hwesio ini menyatakan bahwa Kun Hong putera Kiu Hui Niang, padahal Kiu Hui Niang itu adalah puteri yang dihadiahkan kepada Beng Kun Cinjin ketika hwesio itu menjadi koksu dari pemerintahan Mongol.
Akan tetapi Kam Ceng Swi tidak mendapat banyak kesempatan untuk memikirkan hal ini karena sekarang ia mulai terdesak hebat. Gulungan sinar senjatanya makin menyempit, gerakan bintang dan bulan sisir di kedua ujung talinya makin lambat. Sekarang ia lebih banyaik menangkis serangan lawan dari pada menyerang. Ia sudah mulai mundur - mundur dan matanya silau karena tasbeh itu menyambar - nyambar seperti kilat putih, bergulung - gulung sukar diduga ke mana gerakannya. Kam Ceng Swi harus mengeluarkan seluruh tenaga untuk menjaga diri, namun tetap saja ia terdesak terus.
Setelah pertempuran berlangsung limapuluh jurus lebih, tiba - tiba Kam Ceng Swi mengeluarkan bentakan nyaring dan ia melakukan serangan dengan geralk tipu yang paling ia andalkan, yaitu gerakan Seng-goat-kan-in (Bintang; dan Bulan Mengejar Awan). Ujung cambuk yang berbentuk bintang itu meluncur cepat seperti bintang jaituh mengarah lambung lawan sedangkan ujung yang berbentuk bulan sisir melayang ke arah kepala Beng Kun Cinjin yang gundul licin !
"Bagus............ !" Beng Kun Cinjin mengeluarkan seruan pula, kagum dan juga kaget, akan tetapi sebagai seorang ahli dia dapat berlaku tenang. Malah- malah ia terus berpura-pura kaget dan melompat ke belakang dengan gerakan limbung untuk mengelabui lawan. Benar saja. Kam Ceng Swi yang berpengalaman itu menjadi girang karena mengira bahwa kali ini lawannya terdesak oleh gerakannya Seng-goat-kan-in, maka dengan besar hati ia terus mendesak. Tidak tahunya, secara tiba - tiba sekali Beng Kun Cinjin memindahkan tasbeh di tangan kiri lalu tangan kanannya melakukan pukulan jarak jauh sambil menggereng seperti seekor singa!. Inilah Lui-kong-jiu atau Pukulan Geledek yang dilakukan dari jarak jauh. sebuah di antara banyak ilmu yang diandalkan oleh Beng Kun Cinjin.
Seng-goat-pian Kam Ceng Swi sadar setelah terlambat. Ia masih mencoba untuk mengelak, namun tetap saja hawa pukulan yang dahsyat itu menghantam dadanya dan membuat ia terjengkang ke belakang. Ia masih dapat mengatur kakinya sehingga tidak roboh melainkan terhuyung-huyung akan tetapi pada saat itu, tasbeh di tangan Beng Kun Cinjin sudah menyusul tanpa mengenal ampun lagi. Kam Ceng Swi mengelak sambil miringkan kepala, akan tetapi kurang cepat, pinggir kepalanya pada pangkal telinga kena hantaman tasbeh.
"Prakk......... !" Tubuh Kam Ceng Swi terguling, pecut yang merupakan senjatanya istimewa itu di luar kesadarannya menggubat - gubat tubuh sendiri dan ia roboh tak dapat bergerak lagi.
Pada saat itu. terdengar bentakan nyaring, "Keparat jahanam ! !" Tahu - tahu Kun Hong yang tadi duduk bersila sambil meramkan mata, kini sudah menerjang Beng Kun Cinjin dengan hebat. Gerakannya ringan bagaikan burung walet, pukulannya mengandung angin pukulan yang membuat Beng Kun Cinjin terkejut bukan main. Ia cepat mengelak, dan menyabetkan tasbehnya. Akan tetapi pemuda itu berkelebat cepat dan tahu - tahu sudah berada di samping dan menyerang lagi lebih hebat dari pada tadi. Makin terkejutlah Beng Kun Cinjin. Tak disangkanya sama sekali bahwa pemuda ini demikian lihai. .
"Kau murid siapa ......... !" tanyanya sekali lagi ketika ia melirik dan melihat betapa dasar gerakan - gerakan ilmu silat pemuda ini amat dikenalnya.
"Siluman gundul, kau berani membunuh ayah pungutku ...... ?" Kun Hong berseru lagi tanpa menjawab pertanyaan lawan sambil terus mendesak secara bertubi - tubi malah sekarang pedang yang tadinya ia taruh di tanah telah ia ambil untuk melakukan penyerangan mematikan.
Beng Kun Cinjin memutar tasbehnya. Ia memang merasa menyesal karena terpaksa harus menewaskan Kam Ceng Swi untuk menutup rahasianya, malah ia harus membunuh anak Kiu Hui Niang yang dibencinya ini. Sekarang sudah kepalang ia harus berdaya membunuh Kun Hong. Ia mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya, menyerang pemuda itu kalang - kabut.
Tadi Kun Hong berada dalam keadaan setengah pingsan. Ia masih mabok oleh perubahan keadaan tubuhnya yang tiba - tiba menjadi enak dan ringan hilang rasa sakit pada dadanya. Ketika Kam Ceng Swi bertempur melawan Beng Kun Cinjin pemuda ini hanya tahu samar - samar saja seperti orang mimpi. Pada saat Kam Ceng Swi berseru keras melancarkan serangan, baru ia sadar dan siuman kembali. Ia membuka mata dan secara perlahan kesadarannya pulih kembali. Maka dapat dibayangkan betapa terkejutnya menyaksikan ayah angkatnya dipukul roboh oleh hwesio muka hitam yang tadi menolongnya.
Betapapun juga. karena semenjak, kecil dipelihara penuh kasih sayang oleh Kam Ceng Swi di lubuk hati Kun Hong terdapat rasa cinta dan bakti seorang anak terhadap ayahnya bagi Kam Ceng Swi. Sekarang melihat ayah angkatnya dibunuh orang tentu saja ia marah bukan main. Memang betul hwesio muka hitam itu tadi telah mengobatinya, akan tetapi hal itu bukan menjadi alasan bahwa ia harus mendiamkan saja orang membunuh ayah angkatnya yang ia sayang dan hormati Oleh karena itu dengan kemarahan yang meluap - luap ia menyerang Beng Kun Cinjin.
Setelah menghadapi permainan pedang Kun Hong. Beng Kun Cinjin tidak kuat lagi ia menjadi makin yakin sekarang bahwa ilmu silat pemuda ini sesumber dengan ilmu silat ayahnya.
"Apa kau murid Thian Te Cu ?" tanyanya.
Kun Hong hanya menjawab dengan tusukan pedangnya yang demikian dahsyat sehingga biarpun sudah ditangkis tasbeh dan dielakkan, tetap saja sebagian besar ujung lengan baju hwesio itu terbabat putus !
"Ataukah murid Thai Khek Sian ?" tanya pula Beng Kun Cinjin penasaran.
Akan tetapi kembali jawabannya hanya babatan pedang yang nyaris memutuskan lehernya kalau tidak cepat - cepat Beng Kun Cinjin membuang ke belakang, menggelundung dan terus melarikan diri secepatnya !
Kun Hong hendak mengejar, akan tetapi tiba tiba ia menghentikan langkahnya ketika mendengar suara lemah memanggilnya, "Kun Hong ......."
Pemuda itu cepat melompat menghampiri Kam Ceng Swi yang tadi memanggilnya itu. Ia melihat ayah angkatnya itu membuka mata dan menggerakkan bibir. Kun Hong mengangkat kepala orang tua itu dan dipangkunya. Darah dari kepala membasahi bajunya.
"Ayah .......... bagaimana dengan lukamu ?" tanyanya sambil memeriksa luka di pangkal telinga itu. Hebat luka ini dan ada tanda - tanda kepala itu retak.
"......... Kun Hong ....... aku tahu sekarang ......... hwesio itu ......... Beng Kun Cinjin ........ dialah pembunuh ibumu ......... dia itu ......... ayahmu sendiri ......... kau ......... kau tanyalah ......... Kwee Sun Tek ........." Sampai di sini Kam Ceng Swi tak dapat melanjutkan kata - katanya matanya meram dan napasnya terhenti.
"Ayaaahh ......... !!" Kun Hong memanggil namun nyawa yang sudah melayang pergi meninggalkan badan tak dapat ditahan lagi.
Keterangan ayah angkatnya ini seperti halilintar menyambar kepalanya, membuat Kun Hong untuk sekian lamanya duduk di atas tanah dengan jenazah ayah angkatnya masih dipangkunya. Wajahnya pucat sekali dan dua butir air mata menitik turun tanpa diusapnya. Jalan pikirannya berputar tidak karuan, bingung ia memikirkan betapa hwesio muka hitam yang mengobatinya dan kemudian membunuh ayah angkatnya itu adalah ayahnya sendiri !
Jadi hwesio itu adalah Beng Kun Cinjin. pikirnya. Pantas saja gerakan- gerakan ilmu silatnya mirip dengan ilmu silatnya sendiri, tidak tahunya hwesio muka hitam itu putera tunggal Gan Yan Ki. Tapi bagaimana bisa jadi hwesio itu ayahnya sendiri " Sayang ayah angkatnya tak dapat memberi keterangan yang jelas dan keburu tewas karena lukanya. Akan tetapi ia akan mencari Kwee Sun Tek. orang tua buta itu untuk ditanyai keterangan. Hatinya berdebar. Bagaimana bisa terdapat keanehan yang demikian kebetulan " Mengapa justeru kepada Kwee Sun Tek ia harus mencari keterangan " Justeru kepada orang tua buta yang pernah ia permainkan sehingga terjadi kehebohan dalam tali perjodohan Wi Liong
Dengan hati berduka Kun Hong lalu mengubur jenazah ayah angkatnya, dibantu oleh Phang Sinshe. Orang she Phang ini tadinya bersembunyi di dalam pondok saja karena takut mendengar suara ribut - ribut, kemudian setelah Kun Hong memanggilnya keluar, ia bergemetar melihat di situ ada jenazah seorang yang tidak dikenalnya.
"Sobatmu muka hitam itu sudah melarikan diri, dan ini ayah angkatku terbinasa. Phang Sinshe, apa kau tahu ke mana kiranya Beng Kun Cinjin pergi ?"
"Beng Kun Cinjin itu siapa " Aku tidak mengenalnya," jawab Phang Sinshe sejujurnya.
Kun Hong dapat menduga bahwa kutu buku ini tidak tahu apa - apa dan tidak berdosa. "Bagaimana kau bisa menjadi sobat hwesio muka hitam itu dan bagaimana pula agaknya kau mengenal Liong Tosu ?" tanya Kun Hong sambil memandang tajam.
Kakek itu menarik napas panjang. "Aku hanya mengenal hwesio itu sebagai seorang hwesio yang menderita batinnya, yang selalu kelihatan susah dan berduka. Ia tertarik akan pengetahuanku tentang kitab - kitab kuno, maka kami sering kali bercakap - cakap tentang ilmu kebatinan. Anaknya percakapan - percakapan kami itu dapat sedikit menghibur hatinya maka sering kali aku datang mengunjunginya. Karena perkenalanku dengan dia itulah aku mengenal Liong Tosu yang pernah pula mengunjunginya."
Penguburan jenazah Kam Ceng Swi dilakukan dengan amat sederhana. Kun Hong menaruh sebuah batu besar di depan makam dan mengikatkan senjata Seng-goat-pian erat - erat pada batu itu. Batu nisan yang istimewa itu kelihatan angker dan menjadi tanda yang mudah dikenal. Setelah menghaturkan terima kasih kepada Phang Sinshe. Kun Hong lalu turun gunung, di dalam hati ia berjanji untuk mencari Beng Kun Cinjin dan biarpun hwesio itu dikatakan oleh Kam Ceng Swi adalah ayahnya, namun ia benci kepada "ayah" itu yang telah membunuh ibunya dan membunuh ayah angkatnya yang terkasih. Apa lagi kalau diingat bahwa matinya Kam Ceng Swi .adalah untuk membelanya. Biarpun ia tadi masih dalam keadaan pusing namun setelah ditendang oleh hwesio muka hitam itu, ia ingat samar - samar bagaimana hwesio itu hendak memukulnya dengan tasbeh akan tetapi lalu tiba - tiba saja bertempur dengan Kam Ceng Swi.
Tadinya Kun Hong berniat hendak langsung mencari Im-yang-giok-cu yaitu batu giok Im-yang yang dapat menjadi obat baginya. Menurut pesan Liong Tosu biarpun kini rasa sakit sudah lenyap setelah ia menerima pengobatan Liong Tosu dan hwesio muka hitam, namun tetap saja akibat pukulan Im-yang-lian-hoan itu akan membuat ia hanya dapat hidup selama dua tahun kecuali kalau ia mendapatkan obat Im-yang-giok-cu yang dimiliki oleh Kui-bo Thai-houw di Ban-mo-to. Memang tadinya ia hendak mencari obat ini lebih dulu sebelum mengurus hal - hal lain. akan tetapi semenjak mendengar pesan terakhir dari Kam Ceng Swi sekarang ia ingin cepat-cepat mencari Kwee Sun Tek guna minta penjelasan tentang keadaan Beng Kun Cinjin yang dikatakan sebagai ayahnya itu. Oleh karena itu, kini setelah turun dari Bayangkari ia langsung menuju ke Wuyi-san lagi untuk mencari Kwee Sun Tek. Kalau perlu ia hendak minta keterangan dari Wi Liong, yaitu apa bila Kwee Sun Tek tidak berada di sana.
Kun Hong sedang berbaring di atas tempat tidur dalam kamar hotelnya. Ia telah melakukan perjalanan jauh terus - menerus sehingga tubuhnya terasa lelah sekali. Siang hari tadi ia tiba di kota Kong-siang ini dan langsung mencari hotel, lalu setengah hari lamanya ia bersamadhi untuk memulihkan kesegaran tubuhnya. Kemudian ia makan sore dan membaringkan diri di dalam kamar. Malam ini ia hendak mengaso sampai puas baru besok pagi - pagi melanjutkan perjalanan.
Ia berbaring sambil melamun. Alangkah banyaknya persoalan yang dihadapinya. Menyelidiki tentang Beng Kun Cinjin kemudian mencarinya. Pergi ke Ban-mo-to untuk mencari Im-yang-giok-cu yang baginya merupakan obat penyambung nyawa. Belum lagi mencari Thai It Cinjin dan kedua sutenya. Im Thian Cu dan Yang Thian Cu, yang telah merampas pedang Cheng-hoa-kiam. Semua itu masih ditambah urusan tentang perjodohan Kwa Siok Lan dengan Wi Liong yang harus ia sambung kembali memenuhi permintaan Eng Lan dan hal ini biarpun sama sekali tidak mengenai dirinyn sendiri, malah mendapatkan kedudukan pertama dalam perhatiannya karena Eng Lan yang menyuruhnya. Eng Lan ......... mengenangkan gadis itu, tersenyum bibir Kun Hong dan wajahnya berseri. Apapun akan jadinya, betapapun berat tugas - tugas yang dihadapinya, asal kelak dapat mempersunting bunga hatinya itu ia tetap gembira dan tidak akan mundur setapak menghadapi rintangan - rintangan maha berat.
"Eng Lan .......... kau di mana sekarang dan sedang apa saat ini ......... ?" bibirnya bergerak membisikkan kata - kata ini sambil menekan kerinduan yang timbul di dalam hatinya.
Tiba - tiba ia mendengar suara kaki di atas genteng, gerakan kaki yang amat ringan dan sukar terdengar oleh telinga biasa. Kun Hong cepat meniup padam api lilin di atas meja, menyambar pedangnya, membuka jendela kamar perlahan-lahan lalu melayang keluar dari jendela itu. Tanpa terasa olehnya, malam telah merayap jauh dan pada saat ia melangkah keluar ke belakang hotel, baru kelihatan bahwa malam itu amat terang, gemilang oleh sinar bulan. Ia melihat keadaan sekeliling sunyi saja, lalu ia mengenjot kakinya melompat ke atas genteng. Sambil berlindung di balik wuwungan ia mengintai dan melihat dua sosok bayangan bergerak - gerak di atas genteng hotel. Ketika ia menghampiri dengan hati-hati sambil bersembunyi, terlihat olehnya bahwa dua orang itu adalah dua orang wanita muda yang gerak- geriknya amat lincah dan ringan. Mereka sedang menjenguk dari lubang yang mereka buat di antara genteng - genteng, dan terdengar mereka tertawa terkekeh ditahan dan tangan mereka bergantian menyambitkan sesuatu ke bawah
"Aduh, setan kurang ajar !" terdengar seruan - seruan dari bawah, suara laki- laki yang parau dan dua orang wanita itu terkikik lagi.
Kun Hong terkejut, ia ingat bahwa kamar yang diganggu oleh dua orang wanita itu adalah kamar seorang laki - laki tinggi besar yang dari golok yang tergantung di pinggang serta gerak-geriknya saja sudah dapat diketahui bahwa orang itu adalah seorang kang-ouw yang memiliki ilmu silat dan bukan seorang yang mudah diganggu begitu saja. Dari mana datangnya dua orang wanita yang ternyata adalah gadis - gadis muda ini dani mengapa mereka mengganggu laki-laki tinggi besar itu "
"Enci, kau bilang dia itu yang berjuluk Tiat-thouw-sai (Singa Kepala Besi)?"
"Betul dialah Tiat-thouw-sai Tan Kak." jawab gadis ke dua.
"Julukannya hebat, mengapa kepalanya tidak sekuat besi ?" gadis pertama yang rambutnya diikat pita di kanan kiri bertanya lagi. Keduanya lalu tertawa- tawa lagi sambil mengincar ke bawah genteng.
Kun Hong menjadi ingin tahu dan ikut pula mengintai ke dalam melalui genteng di balik wuwungan. Dan ia menahan ketawanya. Benar-benar dua orang gadis itu nakal sekali. Di dalam kamar itu kelihatan si Tiat-thouw-sai itu sedang mencak-mencak dan mengelus - elus kepalanya. Kain pembungkus kepalanya sudah lubang - lubang dan kepalanya benjol - benjol. Tiap kali ia hendak lari ke pintu, sebuah benda kecil menyambar kepalanya membuat ia mengurungkan niatnya dan tiap kali ia hendak melompat dan menyerbu ke atas melalui jendela sebuah benda malah kadang - kadang dua buah membuat ia roboh kembali !
Akhirnya Tiat-thouw-sai Tan Kak insyaf bahwa di atas genteng terdapat orang pandai, maka ia lalu menjatuhkan diri berlutut di atas lantai sambil mengeluh.
"Enghiong dari mana dan siapakah yang di atas dan mengapa mempermainkan siauwte (aku) " Jika ada salah, harap sudi memberi maaf. "
Kini dua orang enci adik itu tertawa cekikikan tanpa menahan suara ketawanya sehingga Tiat-thouw-sai Tan Kak yang mendengar bahwa yang di atas genteng adalah wanita - wanita, menjadi terbelalak heran.
"Tiat-thouw-sai Tan Kak. kau telah mengacau kota Kong-siang dan mencuri banyak emas permata, masih pura - pura tanya kesalahan !" kata gadis yang tertua, yang bertubuh tinggi langsing, suaranya merdu akan tetapi keren sekali.
"Seorang perantau kehabisan bekal, mengambil sedikit harta para hartawan yang kikir, apakah itu dianggap kesalahan ?" kata Tan Kak. mengeluarkan aturan para perantau kang-ouw dan liok-lim, yaitu tidak ada salahnya bagi mereka untuk menyatroni para hartawan jahat.
"Siapa tidak kenal alasanmu yang kosong" Kau mencuri bukan sekedar kekurangan bekal perjalanan. Masa untuk bekal perjalanan kau mengambil uang beratus tael emas" Dan kau telah mengganggu pula gedung hartawan Bun yang terkenal dermawan dan sosiawan, benar - benar dosamu tak boleh diampuni !"
Karena mendapat kenyataan bahwa yang mengganggunya hanyalah dua orang wanita, semangat Tiat-thouw-sai Tan Kak timbul kembali.
Dengan gerakan tiba - tiba ia memukul ke arah lilin sehingga api lilin di kamarnya padam dan keadaan menjadi gelap sekali. Cepat ia mencabut goloknya dan melompat keluar dari pintu, terus ke belakang dan melompat naik ke atas genteng.
"Siluman wanita dari mana berani main-main dengan Tiat-thouw-sai ?" bentaknya setelah ia melompat ke dekat dua orang gadis itu ia segera disambut oleh gadis ke dua yang rambutnya diikat pita di kanan kiri dengan bentakan nyaring.
"Singa Kepala Besi (Tiat-thouw-sai), hendak kulihat sampai di mana kerasnya kepalamu !"
Tan Kak marah sekali dan goloknya menyambar. Melihat bahwa dua orang wanita itu hanya dua orang gadis muda, ia makin memandang rendah lagi. Inilah kesalahan seorang yang sombong. Setiap ahli silat paling hati - hati apa bila menghadap tiga macam orang. Laki - laki sasterawan yang kelihatan lemah, orang-orang bercacad yang nampaknya tak berdaya, dan wanita-wanita yang lemah-lembut. Mereka tiga macam orang ini pada umumnya memang lemah akan tetapi kalau mereka berani beraksi di dunia kang-ouw, itu tandanya bahwa mereka sudah memiliki kepandaian yang tinggi. Kalau Tan Kak tidak sombong mengandalkan julukannya dan tidak memandang rendah kepada dua orang gadis itu, tentu baginya lebih selamat kalau ia tadi melarikan diri aja di dalam kegelapan.
Menghadapi sambaran golok di tangan Tan Kak, gadis muda itu tertawa mengejek. Ia bertangan kosong saja dan sedikit gerakan tubuhnya yang langsing itu telah membikin golok lawan menyambar angin. Tan Kak menjadi penasaran dan menyerang terus, akan tetapi lawannya bergerak seperti seekor burung walet cepatnya, setiap sabetan golok dapat dihindarkan tanpa banyak mengeluarkan tenaga.
Sementara itu gadis ke dua yang berambut panjang dan di bagian depan menutupi jidatnya telah melompat ke bawah menuju ke kamar Tan Kak. Tak lama kemudian ia sudah keluar lagi membawa dua buah kantong yang berat ! Melihat adiknya masih terus mempermainkan Tan Kak bergerak ke sana ke mari sambil tertawa-tawa di antara berkelebatnya sinar golok, ia berseru,
"Hui Sian, tidak lekas bereskan dia mau tunggu sampai kapan ?"
Hui Sian atau gadis yang rambutnya diikal dan diikat pita di kanan kiri tertawa merdu lalu membentak "Kau gantilah julukan menjadi singa kepala remuk!'' Sebuah tendangan kilat menyambar tepat menghantam lutut pencuri itu. Tan Kak berseru kesakitan tubuhnya terpental dan ia terguling di atas genteng. Tendangan ke dua menyusul membuat Tan Kak terlempar ke bawah dan suara keras menyatakan bahwa ketika jatuh ke bawah kepalanya tentu terbentur benda keras.
Kun Hong masih bersembunyi ketika semua ini terjadi. Di dalam hatinya ia memuji kepandaian dua orang nona itu, akan tetapi ketika melihat dua orang gadis itu hendak lari membawa dua buah kantong yang tak salah lagi isinya tentulah uang yang menjadi hasil curian Tan Kak, hati Kun Hong penasaran dan tidak senang. "Masa nona - nona itu menyerang Tan Kak hanya untuk merampas barang curian " Kalau begitu sama saja tidak ada perbedaan antara Tan Kak dan dua orang nona ini. Sayang kalau gadis - gadis-muda cantik seperti itu menjadi perampok- perampok rendah", pikir Kun Hong.
Ketika dua orang gadis itu hendak melarikan diri, mereka terkejut sekali karena tiba-tiba terdengar bentakan halus. "Gadis - gadis cantik tidak patut menjadi perampok!"
Berbareng dengan bentakan itu, tahu - tahu dua buah kantong yang dibawa gadis pertama tadi telah lenyap ! Gadis itu mengeluarkan teriakan kaget. Ia hanya merasa betapa kantong - kantong itu direnggut orang. Cepat ia dan adiknya memutar tubuh dan ............ mereka melihat seorang pemuda ganteng berdiri di depan mereka dengan gagah dan angker !
"Gadis - gadis muda dan cantik tidak patut menjadi perampok - perampok !" Kun Hong mengulangi kata - katanya sambil melemparkan dua buah kantong itu ke atas genteng. Terdengar suara nyaring yang menandakan bahwa kantong - kantong itu terisi emas dan perak.
"Bangsat rendah ! Kau siapa berani mencampuri urusan kami ?" Gadis ke dua yang bernama Hui Sian tadi membentak sambil melangkah maju, siap menyerang.
Kun Hong tetap tersenyum tenang. "Perlu sekalikah kau mengetahui namaku" Tidak malu kau menanyakan nama seorang pemuda !" Ia menggoda.
"Cih. pemuda ceriwis !" bentak gadis pertama marah.
"Penjahat macam ini bereskan saja, enci Hui Nio !" bentak Hui Sian sambil menyerang dengan pukulan tangan kanannya. Pukulannya mantap dan cepat datangnya, tanda bahwa dia bukanlah orang sembarangan.
Akan tetapi kali ini ia menghadapi Kun Hong, pemuda yang memiliki tingkat kepandaian jauh lebih tinggi dari padanya. Sekali menggeser kaki dan menggerakkan tangan, Kun Hong berhasil menangkap pergelangan tangan gadis itu dengan tangan kirinya, membuat Hui Sian tak dapat bergerak untuk melepaskan diri ! Melihat ini. Hui Nio menghantam dari samping ke arah lambung Kun Hong. Akan tetapi, dengan jalan menarik tangan Hui Sian sehingga gadis ini menggantikan tempatnya membuat Hui Nio cepat-cepat menarik kembali tangannya karena tidak mau memukul adik sendiri. Sebelum ia tahu apa yang terjadi, tahu - tahu pergelangan tangannya tertangkap pula oleh tangan kanan Kun Hong !
"Lepaskan aku !" bentaknya dan mukanya menjadi merah sekali.
"Kurang ajar, hayo lepaskan tanganku !" Hui Sian juga berseru marah sambil meronta - ronta tanpa hasil.
"Tidak akan kulepaskan sebelum kalian berjanji takkan merampok lagi," kata Kun Hong tersenyum. Dalam keadaan seperti itu, timbul kembali sifatnya yang suka menggoda orang. Timbul kembali sukanya untuk mempermainkan wanita cantik seperti sebelum bertemu dengan Eng Lan. Ia mendapat kenyataan betapa dua orang gadis ini cantik - cantik sekali.
Tiba-tiba Hui Nio melakukan serangan dengan tangan kanannya mencengkeram ke arah lehernya sedangkan Hui Sian dengan tangan kiri melakukan gerakan dalam saat itu juga, mencengkeram ke arah kepalanya! Gerakan kedua orang gadis ini hebat sekali, tapi yang amat mengejutkan hati Kun Hong, ia mengenal gerakan-gerakan ini sebagai gerakan Hek-jiauw-kang. semacam ilmu mencengkeram yang ia pelajari dari Thai Khek Sian ! Kagetnya bukan main dan ia melepaskan pegangannya lalu melompat ke belakang untuk menghindarkan diri dari cengkeraman - cengkeraman maut itu.
"Kalian murid siapa ?" tanyanya akan tetapi dua orang gadis yang sudah menjadi marah sekali itu tidak memperdulikan pertanyaan ini, sebaliknya malah menghujani serangan dengan gerak tipu Hek-jiauw-kang yang lihai.
Keheranan Kun Hong makin besar melihat gerakan - gerakan mereka itu biarpun pada dasarnya sama dengan Hek-jiauw-kang yang dimilikinya, namun variasi atau perkembangannya berbeda dan tidak begitu berbahaya lagi, tidak sejahat dan seganas Hek-jiauw-kang. Tentu saja dengan enak dan mudah ia dapat menghindarkan semua serangan itu.
Hui Nio dan Hui Sian kaget setengah mati. Baru kali ini ada orang dapat melawan mereka dan dapat menghadapi ilmu cengkeraman mereka secara begitu mudah. Mereka maklum bahwa lawan ini lihai sekali, membuat mereka diam- diam menjadi kagum akan tetapi juga penasaran dan khawatir.
Pada saat itu terdengar hiruk - pikuk di bawah rumah penginapan dan obor dinyalakan orang. Banyak orang berkumpul di bawah dan keadaan menjadi ramai. Ternyata suara ribut - ribut itu membangunkan para tamu dan mayat Tan Kak yang menggeletak di bawah sudah menarik perhatian dan menimbulkan kepanikan. Melihat ini, dua orang gadis itu cepat membalikkan tubuh dan melarikan diri, berlompatan dengan cepat dan ringan di atas wuwungan rumah.
"Berhenti dulu !" seru Kun Hong sambil mengejar. Tadi ia tidak melayani mereka dengan sungguh - sungguh, hanya main - main karena memang ia tidak mempunyai permusuhan dengan mereka dan tidak ada mau untuk merobohkan mereka. Akan tetapi ia masih penasaran karena melihat ilmu silat mereka ada persamaannya dengan ilmu silatnya maka ia mengejar.
Akan tetapi dua orang gadis itu sudah berlari cepat. Beberapa kali Hui Sian menoleh dan melempar senyum kepada pemuda ganteng dan lihai itu, akan tetapi tidak memperlambat larinya. Tiba-tiba bulan yang tadinya terang benderang, tertutup awan hitam, membuat keadaan menjadi gelap dan Kun Hong kehilangan jejak, dua orang gadis cantik yang dapat berlari amat cepat itu. Ia terpaksa membatalkan niatnya mengejar dan kembali ke tempat tadi. Melihat keributan orang, ia tidak mau terlibat dalam persoalan itu, maka cepat ia mengambil dua kantong uang emas dan perak di atas genteng, lalu melompat turun tanpa diketahui oleh siapapun juga. Ia menuju ke kandang kuda, lalu melarikan diri malam- malam, menunggang kuda berbulu abu - abu yang besar dan kuat, kuda milik Tiat-thouw-sai Tan Kak !
Dengan kuda ini Kun Hong melanjutkan perjalanannya ke Wuyi-san. Benar saja. setelah melakukan perjalanan dengan kuda yang baik dan kuat itu. ia tidak begitu lelah dan perjalanan dapat dilakukan lebih cepat. Apa lagi kini ia telah membawa bekal dua kantong yang ternyata berisi potongan-potongan emas dan perak yang amat banyak jumlahnya ! Kun Hong yang biasanya tak pernah memegang uang, selalu mengambil punya siapa saja apa bila memerlukan, sekarang ia hidup sebagai seorang putera hartawan, menghamburkan uang seperti membuang pasir saja ! Ia mengambil uang itu dan mempergunakannya untuk menyesuaikan hidupnya dengan yang dikehendaki Eng Lan, tidak mau lagi ia mengambil milik orang apa bila membutuhkan makan pakai. Sama sekali ia tidak sadar bahwa kalau Eng Lan melihat cara ia menghamburkan uang yang ia rampas dari dua orang gadis itu. Eng Lan tentu akan mengerutkan dahinya yang halus, akan memarahinya.
Kun Hong sekarang muncul sebagai seorang pemuda yang tampan dan pakaiannya indah dan mahal. Seorang pemuda pesolek yang membuat tiap orang wanita mengerlingkan mata penuh arti kepadanya. Malah banyak orang mengira dia seorang putera pangeran yang melakukan pelancongan !
Kita tinggalkan dulu Kun Hong yang sedang melakukan perjalanan menuju Wuyi-san dan mari kita ikuti perjalanan Wi Liong, pemuda yang tertimpa kemalangan dalam urusan perjodohannya karena gara - gara Kun Hong ! Ataukah hal itu harus dipersalahkan kepada Kun Hong " Seperti kita telah mengetahui, bukan saja karena kenakalan Kun Hong maka perjodohan itu mengalami keributan, malah juga karena sikap Wi Liong sendiri ! Sikap pemuda ini ketika berhadapan muka dengan Kwa Siok Lan, gadis tunangannya sendiri kepada siapa ia jatuh cinta! Memang nasib pemuda ini sial sekali. Ia bertemu dengan Siok Lan tanpa mengetahui bahwa gadis ini tunangannya, ia malah menyatakan cinta kepada Siok Lan dan menyatakan hendak membatalkan perjodohannya dengan tunangannya ! Dasar nasibnya buruk, tidak tahu bahwa yang dicinta adalah tunangannya sendiri dan tunangan yang dibenci adalah gadis yarg membikin dia tergila-gila itu juga.
Dengan kawannya yang setia, suling itu yang sekaligus merupakan senjatanya juga Wi Liong melakukan perjalanan cepat menuju ke Poan-kun. Biarpun dia sudah menenteramkan hati, tidak urung berdebar juga dadanya. Debar - debur jantungnya menghantam kulit dada ketika ia memasuki pintu gerbang kota Poan-kun. Bagaimana macamnya gadis yang menjadi tunangannya itu" Bagaimana nanti sikap bekas calon mertuanya.
Kwa Cun Ek yang kabarnya adalah seorang jagoan tua yang gagah perkasa "
Untuk menghilangkan kegelisahannya yang timbul. Wi Liong lalu mampir di sebuah warung memesan minuman. Ia mengaso minum teh wangi sambil berpikir - pikir, menghafalkan kata - kata yang harus ia ucapkan di depan bekas calon mertuanya nanti. Bibirnya berkemak - kemik matanya merenung.
"Lo-enghiong," ia seharusnya menyebut gak-hu (ayah mertua) akan tetapi karena pamannya sudah membatalkan ikatan jodoh, lebih baik menyebut lo-enghiong (orang tua gagah perkasa), "harap sudi memaafkan bahwa saya berani berlaku lancang menghadap lo-enghiong. Saya datang membawa pesan paman Kwee untuk menyatakan penyesalan dan maafnya kepada lo-enghiong bahwa paman telah berlaku khilaf, telah berani berlaku kasar dan memutuskan ikatan jodoh hanya karena dapat dibodohi dan dipermainkan orang jahat. Sekarang paman telah mengetahui sejelasnya, bahwa ...... Kwa-siocia tidak bersalah dan selanjutnya paman dan saya menyerah kepada lo-eng-hiong, mengakui kesalahan kami dan akan menerima segala hukuman yang akan dijatuhkan kepada paman dan saya........."
Kata - kata ini ia hafalkan di luar kepala, la tidak perlu menyinggung-nyinggung tentang disambungnya kembali ikatan jodoh, ia malah mengharapkan kemarahan orang tua she Kwa itu dan ia sudah bersiap sedia menerima penghinaan, bahkan sanggup pula menerima pukulan dari kakek itu, asal saja urusan beres sampai di situ saja dari perjodohan jangan disambung lagi !
Setelah debar jantungnya mereda kembali. Wi Liong membayar uang teh lalu bertanya di mana rumah keluarga Kwa. Tukang warung memandang kepadanya dengan mata dibuka lebar, agaknya terheran. Wi Liong maklum akan keheranan orang, dapat menduga bahwa tentu mengherankan orang Poan-kun bahwa ada orang yang tidak mengetahui tempat tinggal seorang ternama seperti Kwa Cun Ek.
"Siauwte bukan penduduk sini maka belum tahu di mana rumah Kwa-lo-enghiong." katanya menerangkan. Tukang warung mengangguk - angguk, lalu memberi petunjuk di mana letak rumah keluarga Kwa itu. Wi Liong menghaturkan terima kasih lalu menuju ke rumah itu.
Hatinya kembali dag-dig-dug setelah ia memasuki halaman rumah Kwa Cun Ek. Ia memang menghadapi urusan yang amat tidak menyenangkan. Ketika melihat seorang laki - laiki setengah tua yang bertubuh gemuk dan bermuka ramah sekali, tersenyum terus berdiri di ruangan depan memandangnya, Wi Liong menjadi makin sibuk hatipya. Kalau bekas calon mertua itu orang galak dan sombong, ia malah dapat menghadapinya dengan seenaknya. Akan tetapi kalau seramah itu mukanya, ia menjadi makin tidak enak ! Cepat-cepat ia membungkuk dan mengangkat tangan memberi hormat.


Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dapat dibayangkan betapa kaget dan malunya ketika ia mendengar orang itu berkata. "Kongcu mencari siapa " Apakah mencari Kwa-loya (tuan besar Kwa) " "
Ketika Wi Liong mengangkat muka, ia melihat mulut yang tadi tersenyum-senyum, kini tertawa lebar nampaknya girang sekali. Mendengar orang ini menyebut Kwa-loya. baru ia sadar bahwa kiranya orang yang ia sangka tuan rumah ini hanya seorang pelayan saja ! Mukanya menjadi merah ketika ia menjawab,
"Benar, aku mohon bertemu dengan Kwa-lo-enghiong. harap twako suka memberi tahu ke dalam."
Pelayan itu tertawa lebar lalu membungkuk-bungkuk sambil berkata. "Kongcu baik sekali begitu menghormat kepada seorang pelayan, tidak seperti kongcu-kongcu lain ........."
Untuk menyembunyikan malunya karena tadi salah duga. Wi Liong berkata,
"Bagiku pelayan atau majikan sama saja sama - sama manusia, apa sih bedanya " "
Pelayan itu menjadi makin senang dan heran lalu ia membungkuk - bungkuk lagi dan mundur ke dalam rumah untuk melaporkan kedatangan seorang kongeu (tuan muda) yang ganteng, halus tutur sapanya dan suka menghormati seorang pelayan ! Saking girangnya mendapat penghormatan dari tamu muda itu, pelayan gemuk itu sampai lupa menanyakan nama tamunya sehingga ketika melapor kepada Kwa Cun Ek, ia hanya berkata bahwa di luar ada seorang tuan muda mohon berjumpa dengan Kwa Cun Ek, dan bahwa tamu muda itu tampan dan sopan santun sekali.
Kwa Cun Ek segera keluar diiringkan oleh isterinya. Ketika tiba di ruangan depan, Kwa Cun Ek hanya melihat seorang pemuda yang tampan dan kelihatan seperti seorang terpelajar lemah. Akan tetapi di sampingnya, Tung-hai Sian-li mengeluarkan seruan kaget ketika melihat Wi Liong.
Di lain fihak, Wi Liong juga menjadi kikuk sekali ketika melihat Tung-hai Sian-li yang segera dikenalnya berada di samping orang tua yang tinggi besar, gagah perkasa dan berjenggot panjang bagus terpelihara itu. la segera dapat menduga bahwa tentu dia inilah yang bernama Kwa Cun Ek, memang patut sekali menjadi seorang tokoh yang gagah. Akan tetapi mengapa Tung-hai Sian-li berada di situ pula " Betapapun juga, ia segera maju dan menjura dengan hormat sekali sehingga menimbulkan rasa suka pada perasaan Kwa Cun Ek.
Kwa Cun Ek dengan senyum ramah membalas penghormatan tamu. Sama sekali dia tidak melihat bagaimana Tung-hai Sian-li di sampingnya memandang pemuda itu dengan muka merah dan mata bernyala - nyala penuh kemarahan.
"Hiantit, silahkan duduk. Ada angin baik manakah yang membawa kau datang ke sini " Kepentingan apa gerangan yang kaubawa ?" Memang semenjak isterinya kembali berada di sampingnya, Kwa Cun Ek telah menjadi seorang manusia yang jauh berbeda dari pada kemarin - kemarin. Kini tidak saja ia nampak segar, sehat dan pakaiannya rapi, akan tetapi juga ia menjadi seorang yang peraman, manis budi dan kelihatan bahagia sekali. Ia amat mencinta isterinya, apa lagi sekarang, setelah isterinya itu meninggalkannya selama belasan tahun, !
Memang Wi Liong paling takut menghadapi keramahan bekas calon mertua ini. Kembali ia berdebar - debar ketika ia melangkah maju, memberi hormat lagi lalu mengucapkan hafalannya,
"Lo-enghiong. harap sudi memaafkan bahwa saya berani berlaku lancang menghadap lo-enghiong. Saya datang ........."
"Nanti dulu, hiantit." Kwa Cun Ek memotong sambil tertawa lebar sehingga di balik jenggot panjang itu kelihatan deretan gigi yang kuat. "Kau bernama siapakah dan dari mana ?"
Gangguan ini mengacaukan hafalan Wi Liong yang menjadi gugup - gugup.
"Saya datang ......... eh. saya yang rendah bernama Thio Wi Liong ......... dan......... dan saya datang membawa pesan paman Kwee ......."
Berubah wajah Kwa Cun Ek seketika. Saking kaget, heran, menyesal dan marah ia sampai tidak bisa berkata apa-apa lagi ! Tung-hai Sian-li yang maju ke muka dan suara wanita ini lantang nyaring ketika ia berkata.
"Pamanmu si buta itu sudah datang menghina kami dengan tuduhan-tuduhannya yang keji dan kotor. Apakah sekarang kau datang hendak menghina kami dengan mengandalkan kepandaianmu " Kalau begitu, orang muda jangan kira kami takut !"
Setelah berkata demikian tangan Tung-hai Sian-li bergerak dan ...... "sratt!" pedangnya telah dicabutnya !
Karuan saja Wi Liong menjadi makin bingung dan gugup. Akan tetapi pemuda ini memang aneh. Begitu menghadapi kekasaran atau kesombongan, semangatnya tiba - tiba bangkit kembali maka ia berkata dengan suara dingin,
"Tung-hai Sian-li, kau ikut - ikutan mencampuri urusan kami ada sangkut-paut apakah " Kuharap kau suka meninggalkan kami dulu karena aku ada urusan penting untuk dibicarakan dengan Kwa-lo-enghiong. Nanti kalau sudah selesai urusan kami boleh kalau kau hendak bicara denganku."
Tung-hai Sian-h bagaikan dibakar isi dadanya. Mukanya makin merah dan matanya yang bagus jeli itu berapi - api. "Setan kurang ajar! Kau dan pamanmu telah menghina Siok Lan anakku ! Kau hendak bicara dengan suamiku sama saja bicara dengan aku!"
Kalau saat itu lantai yang diinjaknya tiba-tiba amblas, kiranya Wi Liong tidak akan sekaget ketika mendengar brondongan kata - kata yang sama sekali tak diduga-duganya ini ! Celaka tiga belas setengah ! Dia yang bertugas menjadi duta perdamaian, yang diharapkan akan dapat meredakan kemarahan fihak keluarga Kwa yang tersinggung kehormatannya karena kejalaian pamannya, bukannya meredakan kemarahan malah sebaliknya memperbesar nyala api. Dia telah bersikap kurang ajar kepada nyonya rumah, ibu Siok Lan atau isteri Kwa Cun Ek yang dianggapnya orang lain yang usil mulut ! Tanpa terasa, matanya terbelalak mulutnya ternganga dan otomatis tangannya bergerak ke belakang menggaruk- garuk kepala di belakang telinga yang sebetulnya tidak gatal.
"A ...... a ......pa ........ ba ...... gaimana ......... ?" Dia bertanya ap-ap-ep-ep tidak karuan saking gagapnya.
Sementara itu, Kwa Cun Ek sudah dapat meredakan guncangan hatinya ketika ia mendengar bahwa pemuda ganteng lemah-lembut yang berdiri di depannya ini bukan lain adalah bekas calon mantunya. Ia menyentuh lengan isterinya untuk menyabarkan hati isterinya itu, melangkah maju setindak dan berkata, suaranya sekarang kaku dan sikapnya angkuh.
"Thio Wi Liong, kau datang mencari aku sebetulnya mau apakah ?"
Wi Liong mengerutkan kening, mengerahkan seluluh tenaga otaknya untuk mengingat-ingat hafalannya. Akan tetapi entah mengapa, tiba-tiba saja ia kehilangan semua itu. Kata - kata yang sudah dirangkai dan dihafalkan di luar kepala di warung teh tadi, kini lenyap sama sekali. Otaknya tiba - tiba menjadi tumpul. Ia memeras otak sampai keringat sebesar kacang - kacang hijau berkumpul di dahinya, namun tetap tak dapat ia mengingat rangkaian kata - kata itu. Akhirnya ia berkata sekenanya,
"Saya diutus oleh paman Kwee untuk meminta maaf atas kekhilafan paman karena paman telah mendengar omongan orang jahat. Paman Kwee menyesal sekali telah ........ telah memutuskan perjodohan ......... dan ......... dan ......... ya sudah cukup begitulah ......... !" Wi Liong menghapus keringatnya dari muka dengan ujung bajunya. Agaknya terlalu keras ia menghapus sehingga kulit mukanya menjadi merah sekali ketika ia menurunkan tangan yang menggosok muka.
"Hemmm ...... pamanmu benar - benar telah melakukan hal yang amat ceroboh. Betapapun juga, aku masih dapat memaklumi mengingat bahwa dia telah buta sehingga tak dapat membedakan antara kebohongan dan sungguh - sungguh. Akan tetapi selain minta maaf. apakah tidak ada pesan lain tentang ikatan yang sudah ia putuskan ?"
"Ti ........ tidak ......... !" Wi Liong membohong dengan suara perlahan sehingga untuk menguatkan pernyataannya, ia menggeleng kepalanya keras- keras. Terpaksa ia membohong. Sebenarnya pamannya masih amat ingin berbesan dengan kakek gagah ini, masih ingin menyambung kembali ikatan jodoh yang telah diputuskan oleh pamannya. Akan tetapi bagaimana ia dapat menerima penyambungan kembali kalau seluruh jiwa dan hatinya sudah terikat oleh Bu-beng Siocia (Nona Tak Bernama) " Sekarang sudah terlanjur, kebetulan ada kesempatan baik ini, setelah ikatan terputus oleh pamannya, biarlah tinggal terputus sehingga leluasa baginya untuk mencari Nona Tak Bernama !
Jawabannya yang kelihatan dipaksakan ketika mengatakan "tidak" tadi. tidak lepas dan pandang mata Tung-hai Sian-li yang amat tajam. Bagi nyonya gagah ini. lebih suka ia bermantukan Kun Hong dari pada Wi Liong yang biarpun sudah ia saksikan kelihaiannya, namun sikapnya terlalu lemah - lembut, kurang gagah. Apa lagi terutama sekali karena Kun Hong sudah pernah menolongnya maka hati nyonya ini lebih condong kepada Kun Hong. Ia melangkah maju dan berkata kepada Wi Liong, suaranya keras menuntut kepastian.
"Orang muda katakan sejelasnya. Pamanmu itu mengharapkan disambungnya kembali tali perjodohan antara kau dan anakku atau tidak" Jawab yang betul, tak perlu ragu - ragu dan sungkan-sungkan !" Kwa Cun Ek mengangguk-angguk menyetujui ucapan isterinya. biarpun ia anggap hal itu terlalu kasar.
Terjadi perang dalam kepala Wi Liong, perang antara kebaktian terhadap pamannya yang menjadi pengganti orang tuanya dan cinta kasih yang mendalam terhadap Nona Tak Bernama. Seperti biasa dan sering kali terjadi dalam hati para muda, cinta kasihlah yang menang. Pemuda yang selama hidupnya diajar jangan membohong dan yang memang belum pernah membohong itu, kali ini terpaksa membohong karena beratnya desakan cinta kasih yang membara di dalam hatinya. Ia menggeleng sebagai pengganti jawaban "tidak" !
Berubah wajah Kwa Cun Ek, Ia merasa tersinggung dan penasaran, juga amat marah. Kwee Sun Tek yang selama ini dianggapnya sahabat sejati, seorang gagah perkasa yang amat ia hormati, ternyata sekarang malah menjadi satu- satunya orang di dunia yang berani menghinanva secara luar batas. Mula - mula melontarkan fitnahan keji dan kotor terhadap puterinya, lalu membatalkan pertunangan dan sekarang biarpun minta maaf, namun pada hakekatnya masih tetap menghinanya buktinya tidak mau menyambung kembali ikatan yang telah dipatahkannya secara paksa dan kasar !
"Dan sekarang, orang muda." Tung-hai Sian-li melanjutkan kata-katanya, senyum di bibirnya yang manis itu penuh ejekan, "bagaimana dengan pendapatmu sendiri " Apakah kau tidak mempunyai niat untuk menyambung kembali ikatan jodohmu yang diputus karena kebodohan pamanmu ?"
Dapat dibayangkan betapa sukarnya mulut Wi Liong menjawab pertanyaan yang bagaikan ujung pedang runcing ditodongkan di depan ulu hatinya ini. Akan tetapi wajah Nona Tak Bernama terbayang di depan matanya, maka sambil meramkan matanya ia menjawab pasti. "Yang putus biar putus, aku menurut kehendak paman."
Terdengar isak makin keras lalu disambung Cepat Kwa Cun Ek dan Tung-hai Sian-li menengok, juga Wi Liong memandang ke dalam dengan hati tak enak. Sejak tadi ia sudah khawatir .kalau-kalau akan mendengar bekas tunangannya menangis atau melihat munculnya tunangan itu. Betapapun juga. diam-diam ia merasa kasihan kepada tunangannya yang belum pernah dilihatnya itu gadis yang sama sekali tidak berdosa akan tetapi secara tak berdaya telah "diikatkan" kepadanya !
"Siok Lan ......... ! Ke sinilah kau dan lihat macam apa manusia yang pernah menjadi tunanganmu !" teriak Tung-hai Sian-li yang sudah marah sekali kepada Wi Liong dan Kwee Sun Tek.
Terdengar isak makin keras lalu disambung suara campur sedu-sedan, "Ti ...... tidak, ibu ........ aku tak sudi lagi melihat mukanya ...... !"
"Bu Beng Siocia ......... !" Suara Wi Liong bukan seperti suara orang ketika ia mengeluarkan sebutan ini. Dan pada saat itu berkelebat bayangan orang di dalam rumah orang yang melarikan diri ke belakang dengan cepat sekali. Wi Liong yang mendengar suara itu sudah mengenal gadis pujaannya, sekarang melihat bayangan tubuh langsing tinggi dengan rambut dibungkus sutera di bagian atas, tidak ragu- ragu lagi. Seketika ia menjadi limbung, semangatnya seperti meninggalkan tubuhnya dan mukanya berobah pucat seperti kertas putih.
"Bu Beng Siocia ....... ! Aahhhh ........ apa yang telah kulakukan ......... ?" Dua kali ia memukul kepalanya sendiri dengan kedua tangannya sampai pipinya menjadi bengkak - bengkak dan darah mengalir dari mulutnya. Kemudian seperti orang gila ia menubruk maju, lari pesat sekali memasuki rumah dan mengejar ke belakang sambil berteriak-teriak.
"Bu Beng Siocia ........ ! Bu Beng Siocia ...... !!"
Tung-hai Sian-li dan suaminya saling pandang dengan muka pucat, kemudian mereka juga lari cepat mengejar. Akan tetapi mereka tertinggal jauh sekali oleh Wi Liong yang sudah mengejar laksana kilat menyambar cepatnya.
"Bu Beng Siocia ......... !" Wi Liong berteriak lagi setelah ia dapat mengejar dekat.
"Jangan kejar aku .......... ! Tak sudi aku melihat mukamu .......... !!" Siok Lan berkata dengan isak tangisnya menyesakkan dada. Gadis ini mengerahkan seluruh ginkangnya untuk lari secepat mungkin dari tempat dan orang yang amat dibencinya karena orang yang amat dicintanya ini telah menghinanya sehebat- hebatnya.
"Tunggu......... Siok Lan......... tungguuu ......... siapa sangka kau Siok Lan?"" terengah-engah Wi Liong berkata karena pukulan batin yang diderita pada saat itu melebihi tenaga yang ada padanya. Setelah dapat menyusul, ia menyambar tangan gadis itu dan sekali sentakan saja gadis itu telab didekapnya.
"Bu-beng Siocia ...... Siok Lan ....... kau tunanganku sendiri ....... kau ....... kau ampunkan aku, Siok Lan ........."
Untuk beberapa detik Siok Lan menangis tersedu - sedan di atas dada orang yang paling dicintanya dan juga paling dibencinya itu. Kemudian ia merenggutkan tubuhnya dari pelukan Wi Liong. "Keparat jahanam tak tahu malu! Jangan kau sentuh aku ! Siapa sudi padamu ......... " Minggir !" Siok Lan menendang keras sekali dan tepat mengenai perut Wi Liong yang tidak mau mengelak atau menangkis. Tubuh pemuda itu terlempar dan membentur batu karang yang berada di belakangnya, roboh terguling -guling. Mukanya yang sudah bengkak itu lecet- lecet, akan tetapi dia bangun kembali. Melihat Siok Lan sudah lari lagi cepat iapun melompat dan mengejar.
"Siok Lan ......... pujaanku ......... Siok Lan ......... !" Ia mengejar terus.
Sambil menangis Siok Lan terus berlari. Gadis ini hancur hatinya. Dahulu ketika ia bertemu dengan pemuda yang menjatuhkan hatinya ini, pemuda yang sebenarnya adalah tunangannya sendiri akan tetapi begitu bodoh sehingga tidak mengenalnya, ia sengaja mempermainkan Wi Liong, ia sudah bersiap - siap untuk mempermainkan tunangannya dan pada saat Wi Liong datang ke Poan-kun untuk membatalkan pertunangannya seperti telah dijanjikan pemuda itu kepadanya, ia akan muncul, tidak saja mencegah pemuda itu membatalkan, juga .akan mentertawakannya dan ia sudah membayangkan betapa akan lucu kemudian mesra pertemuan itu Akan tetapi, celaka sekali, paman pemuda itu telah mendahuluinya, telah merusak rencananya dengan pembatalan ikatan jodoh! Kalau paman pemuda itu yang membatalkan hal itu bukan main - main lagi dan merupakan penghinaan besar. Apa lagi kini Wi Liong muncul bukan untuk memenuhi janjinya dulu, bukan merupakan pemuda yang hendak membatalkan perjodohan karena cinta kepadanya Akan tetapi sebagai pemuda utusan pamannya yang biarpun sudah mengakui kesalahannya, namun tetap tidak ada niatan untuk menyambung kembali ikatan jodoh. Alangkah hebat penghinaan ini dan betapapun besar cinta kasihnya kepada Wi Liong, tak mungkin ia dapat melanjutkan perjodohan itu. Menyambung kembali berarti mencemarkan kehormatan dan nama orang tuanya, berarti menjatuhkan penghinaan yang sebesar-besarnya di atas kepala ayah bundanya yang terkenal sebagai jago-jago di dunia kang-ouw !
"Tidak .......... minggat kau. Aku benci kepadamu, benciiii ......... tak dengarkah engkau ...?"
Akan tetapi Wi Liong terus mengejar. Siok Lan adalah seorang gadis yang keras hati, lebih keras dari ibunya. Melihat bahwa tak mungkin ia dapat lari dari Wi Liong yang memiliki kepandaian jauh lebih tinggi dari padanya, ia menjadi nekat. Dengan gerakan tiba - tiba ia mencabut pedangnya dan membalikkan tubuh lalu sambil memekik. "Mati kau ........ !" ia menyabetkan pedangnya membuta ke arah Wi Liong. Pemuda ini dalam keadaan setengah sadar karena hebatnya tekanan batin yang dideritanya, tidak mengelak sehingga dengan tepat pedang itu membacok paha kirinya.
Interograsi Maut 4 Fear Street - Salah Sambung The Wrong Number Pendekar Penyebar Maut 21
^