Cheng Hoa Kiam 8
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 8
Kun Hong sudah amat memperhatikan kakek itu. Ketika suara ini terdengar, ia tidak celingukan lagi, melainkan memandang ke wajah kakek itu dengan seksama. Biarpun bibir kakek itu tidak bergerak, namun ada sedikit perubahan pada wajahnya, yaitu jenggotnya bergerak - gerak tanda bahwa di dalam leher atau perut tentu terjadi pergerakan - pergerakan oleh hawa mujijat. Ternyata benar kakek ini yang bicara, mempergunakan semacam coan-im-kang yang tinggi sekali!
Kun Hong boleh jadi buruk wataknya, akan tetapi dia cerdik. Melihat keadaan orang ini yang begitu aneh, ia segera dapat menduga bahwa kakek ini tentulah seorang sakti dan mungkin sekali dapat menyembuhkan luka di dadanya. Tanpa ragu - ragu lagi ia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kepala itu sambil membentur - benturkan jidatnya di atas tanah seperti seekor ayam makan beras.
"Huh, sikapmu tadi lebih jantan. Perlu apa bermuka - muka" Bilang saja kau ingin ditolong, hentikan segala tekuk lutut dan sembah itu !" kata kakek itu tanpa menggerakkan bibirnya.
Merah muka Kun Hong mendengar ucapan dengan nada mengejek ini. Keangkuhannya tersinggung. Ia segera berdiri dan berkata sambil lalu,
"Orang tua, aku datang kau yang panggil, apa kehendakmu " Kau bilang aku terluka oleh totokan Im-yang-lian-hoan, kalau bukan untuk memberi obat, apakah hanya untuk mengejek " "
Kakek itu tertawa tanpa membuka mulut, akan tetapi suaranya seperti orang gelak terbahak, membuat Kun Hong memandang dengan melongo. Banyak sudah ia melihat orang - orang aneh di dunianya orang - orang Mo-kauw. gurunya sendiri Thai Khek Sian adalah seorang manusia yang luar biasa sekali. Akan tetapi yang selucu kakek ini belum pernah ia melihatnya Masa ada orang bicara dan tertawa - tawa tanpa membuka mulut atau menggerakkan bibirnya !
"Ha-ha-ha" kalau aku mengobatimu bagaimana dan kalau aku hanya mengejek bagaimana ?"
"Kalau kau mengobatiku, tak mungkin, mana ada orang miring otak macam kau mampu mengobatiku " Kalau kau mengejek, itu hakmu karena kau berada di sini tentu ada hubungannya dengan Kun-lun-pai dan karenanya namamu akan kucatat di hatiku agar kelak kalau ada kesempatan akan kubalas hinaanmu bersama si tua bangka Pek Mau Sianjin !"
Tiba - tiba kakek itu menarik napas panjang, bibirnya tetap tertutup rapat akan tetapi dadanya yang gepeng itu beralun. "Hemm, benar - benar kau kotor ......! He, orang muda ketahuilah bahwa hanya karena kau ini anak pungut Kam Ceng Swi maka aku ambil perduli padamu. Ceng Swi orang baik. seorang jantan tulen maka aku tidak sayang menurunkan satu dua ilmu pukulan kepadanya. Dia jauh lebih baik dari pada semua tosu di Kun-lun. Dia sayang kepadamu, celakanya kau hidup di antara bangkai-bangkai yang berbau busuk. Akan tetapi emas tetap berharga biarpun terendam lumpur, bunga teratai tetap gemilang biarpun hidup di pecomberan. Hatimu kulihat tidak jahat."
"Stop ! Kakek tua bangka, aku kau panggil ini apakah hanya untuk mendengarkan pidatomu ?" Kun Hong mencela, mendongkol.
"Heh-heh-heh, kau sudah ketempatan watak Bu-ceng Tok-ong! Ketahuilah, pukulan Im-yang-lian-hoan adalah pukulan rahasia dari partai Kun-lun, biarpun orang - orang seperti Tian Te Cu atau Thai Khek Sian takkan mampu mengobati luka akibat pukulan Im-yang-lian-hoan ! Pinto orang Kun-lun-pai, tentu saja dapat mengetahui ini semua. Sayang pmgobatannya tak dapat dilakukan oleh pinto seorang. Pukulan Im-kang dapat kusembuhkan dan kau akan terbebas dari rasa sakit apa bila mempergunakan lweekangmu. Akan tetapi pengaruh desakan hawa thai-yang darimu sendiri hanya dapat disembuhkan oleh seorang ahli gwakang seperti temanku hwesio bermuka hitam. Setelah kuobati, tenaga lweekangmu pulih kembali akan tetapi celaka kalau kau berhadapan dengan ahli gwakang. Setelah diobati oleh temanku hwesio bermuka hitam, tenagamu luar dalam pulih semua, akan tetapi tetap saja bekas luka pada jantungmu membuat kau hanya dapat hidup paling banyak untuk dua tahun saja" Kakek itu berhenti bicara, agaknya menjadi lelah setelah bicara panjang lebar.
"Aku hidup bukan atas kehendakku, matipun bukan atas kehendakku. Kau orang tua mana bisa bicara tentang matiku " Jangan mengoceh !" kata, Kun Hong mencela lagi.
"Heh-heh-heh, bagus. Ucapan ini menyatakan kebesaran hatimu sehingga kau hidup dua tahun lagi juga tidak menyesal. Hanya kalau kau bisa mendapatkan batu kemala yang bernama Im-yang-giok-cu yang dimiliki oleh Kui-bo Thai-houw di Ban-mo-to maka kau akan dapat menyambung nyawamu."
Diam - diam Kun Hong kaget sekali. Gurunya, Thai Khek Sian pernah berpesan kepadanya bahwa di dunia ini hanya dua orang yang disegani gurunya yaitu pertama Thian Te Cu kakak seperguruan Thai Khek Sian sendiri dan Kui-bo Thai-houw di Ban-mo-to !
"Orang muda, jangan bengong saja. Maju dan berlututlah agar aku dapat menotokmu !"
Kun Hong berpikir bahwa ia telah mendapat luka hebat, hiduppun percuma kalau setiap kali mengerahkan tenaga lweekang ia merasa dadanya sakit sekali. Kalau kakek ini membohong dan sebagai orang Kun-lun-pai hendak membunuhnya, paling - paling ia hanya mati ! Lebih baik dari pada sekarang ini mati tidak hiduppun bukan ! Ia lalu maju dan berlutut di dekat kepala itu.
Kakek itu mengeluarkan tangan kanan kiri dari lubang, dua lengan dan tangan yang kurus tinggal tulang terbungkus kulit, mengerikan.
"Jangan bergerak !" kata kakek itu dan dua tangannya bergerak cepat bukan main. Andaikata Kun Hong belum terluka dan masih leluasa bergerak sekalipun, agaknya tidak mudah mengelak dari dua serangan yang dilakukan hampir berbareng itu. Tahu-tahu jari-jari tangan kiri kakek itu sudah menotok punggungnya. Seketika hawa yang panas sekali memasuki tubuhnya melalui punggung, membuat seluruh kulitnya merah dan peluh berkumpul di jidatnya. Kemudian dengan cepat sekali menyusul totokan di lambungnya yang mendatangkan hawa dingin seperti salju. Dua serangan ini gerakannya serupa benar dengan serangan Pek Mau Sianjin, maka diam-diam Kun Hong kaget sekali. Diserang satu kali saja oleh Pek Mau Sianjin ia terluka hebat, sekarang diserang dengan pukulan yang sama untuk kedua kalinya ! Akan tetapi ia sudah tak dapat bergerak lagi karena hawa panas dan dingin yang bercampur aduk itu membuat dia pusing dan ....... tiba - tiba ia muntahkan darah lalu terguling pingsan !
Kun Hong tidak tahu berapa lama ia jatuh pingsan, akan tetapi ketika ia siuman kembali, ia mendengar suara kera itu cecowetan dengan aneh. la menengok dan melihat kera itu bergulingan seperti anak kecil menangis di atas tanah dan ....... kepala kakek itu sudah terkulai miring, matanya meram dan sekarang mata itu sudah mati seperti anggauta tubuh yang lain. Kun Hong cepat mendekat dan meraba jidat kakek itu. Dingin ! Ternyata kakek itu benar sudah menghembuskan napas terakhir. Di atas tanah terdapat corat - coret tulisannya. Kun Hong segera membacanya, dan benar saja. tulisan itu memang sengaja ditulis oleh kakek aneh itu sebagai pesan terakhir untuknya.
"Hwesio muka hitam di puncak Kepala Harimau Pegunungan Bayangkara. Mintalah obat kepadanya, katakan bahwa kau diberi petunjuk oleh Liong Tosu di Kun-lun-san ! "
Tiba - tiba terdengar bentakan - bentakan nyaring, "Pemuda iblis, kau berani mengganggu Liong-couwsuhu !" Serombongan tosu Kun-lun-pai dikepalai oleh Pek Mau Sianjin sendiri, berlari - larian cepat sekali menuju ke tempat itu.
Kun Hong cepat menghapus tulisan di atas tanah itu. kemudian ia melompat berdiri lalu melarikan diri turun gunung. Tak mungkin aku dapat melawan mereka, pikirnya. Karena ingin lekas pergi ke Pegunungan Bayangkara dan khawatir kalau- kalau dikejar oleh para tosu Kun-lun-pai. ia berlari cepat, lupa bahwa kalau berlari cepat mengerahkan lweekang dadanya akan menjadi sakit sekali. Setelah ia berlari cepat sekali mengerahkan seluruh lweekangnya dan berada di kaki gunung jauh meninggalkan para tosu Kun-lun-pai baru ia teringat dengan kaget dan heran bahwa dadanya tidak terasa sakit sama sekali !
"Aah, lukaku sembuh sebagian. Kalau begitu tua bangka aneh itu tidak bicara bohong" katanya nyaring dengan hati girang sekali, ia lalu berlutut dan menjura ke atas langit. "Liong Tosu, terima kasih atas kebaikanmu. Semoga arwahmu menjadi dewa !" Pemuda ini sama sekali tidak tahu bahwa Liong Tosu telah mengorbankan nyawa sendiri untuk menolong menyembuhkan sebagian dari pada luka di dadanya. Untuk menyembuhkan luka hebat itu, Liong Tosu harus mengerahkan seluruh sinkangnya dan hal ini terlampau berat bagi jasmaninya yang sudah tua sekali sehingga begitu selesai mengobati pemuda itu ia lalu jatuh terkulai dan nyawanya melayang.
"Setelah ada bukti bahwa totokan Liong Tosu itu mendatangkan hasil baik dan dadaku tidak terasa sakit lagi. tentu bicaranya tentang hwesio muka hitam yang dapat menyembuhkan sama sekali luka di dadaku itu benar pula. Pegunungan Bayangkara tidak jauh dari sini, di sebelah timur. Aku harus ke sana, mencari puncak Kepala Harimau, minta tolong kepada hwesio muka hitam," pikir Kun Hong dengan hati gembira. Tadinya ia terluka parah dan bergerak sedikit saja dadanya sakit. Sekarang rasa sakit lenyap, akan tetapi menurut Liong Tosu penyakit itu baru sembuh sama sekali setelah ia diobati oleh hwesio muka hitam-Karena Bayangkara tidak jauh, hal itu kiranya tidak sukar dilakukan. Biarpun setelah disembuhkan, menurut tosu tua itu, ia hanya dapat hidup selama dua tahun saja, akan tetapi hal inipun ada obatnya, yaitu Im-yang-giok-cu di Ban-mo-to. Betapapun sukarnya, kalau obat untuk menyambung nyawa, tentu akan ia cari sampai dapat !
Kun Hong hanya tahu bahwa Pegunungan Bayangkara terletak di sebelah timur Kun-lun-san akan tetapi ia tidak tahu benar, malah hampir tidak mengenal jalan di daerah ini. Pada suatu hari. perjalanannya terhalang oleh sebuah sungai yang besar. Inilah Sungai Kun-sha-kiang yang merupakan sebuah dari pada sungai- sungai yang mengawali Sungai Yang ce-kiang.
Hari telah menjelang senja ketika ia tiba di tepi sungai itu. Di tempat yang sunyi ini hanya kelihatan sebuah perahu kecil, tergolek - golek di tepi sungai dan seorang nelayan setengah tua, agaknya pemiliknya, duduk melenggut di atas kepala perahu sambil memegangi sebatang pancing. Agaknya sudah terlalu lama ia memancing namun tidak ada ikan yang menyambar maka membuat ia mengantuk, apa lagi hawa di siang hari itu memang amat panasnya.
"Haai, kakek pemalas ! Hayo antar aku menyeberang sungai !" Kun Hong membentak.
Hampir saja kakek itu terguling dari perahunya saking kaget. Baru enak-enak tidur ayam dibentak sampai ia menjumbul dan tersentak kaget, matanya terbelalak.
"A ......... ada apa...... ikan besar......" "
Ia gagap - gugup lalu menarik - narik pancingnya. Akan tetapi tidak ada ikan yang menyangkut.
Kun Hong tertawa terbahak - bahak. "Mana ada ikan mau makan umpan tukang pancing yang malas" Paling - paling yuyu (kepiting sungai) yang mau menyapit. Ha-ha !"
Tukang pancing itu membuka capingnya yang lebar, lalu memandang kepada Kun Hong penuh perhatian, agak merengut.
"Eh, orang muda. Kau siapakah dan apa kehendakmu datang menggoda seorang nelayan tua yang kurang makan kurang tidur ?"
"Kakek, aku hendak menyeberang. Hayo kau seberangkan aku dengan perahumu ini."
Kakek itu mengamat - amati pemuda ini. "Kau mau bayar berapa " "
Kun Hong mengerutkan kening. Pemuda ini tak pernah membawa uang, tak pernah mengenal uang. Kebiasaan golongannya, yaitu golongan Mo-kauw. mau makan atau pakai ambil saja. Milik setiap orang milik mereka juga !
"Aku tidak punya uang. Aku butuh menyeberang, kau mempunyai perahu perlu apa uang " " katanya tak senang.
Kakek itu meludah ke dalam air. "Tak punya uang untuk bayar tak punya perah u sendiri untuk menyeberang, kalau mau menyeberang boleh berenang saja." Setelah berkata demikian kembali kakek itu memperhatikan pancingnya, sama sekali tidak mau perdulikan Kun Hong.
"Tua bangka busuk ! Cacingmu tidak ada ikan makan " Kau makanlah sendiri!" Kaki Kun Hong bergerak dan tubuh kakek itu terlempar ke dalam air sungai ! Air muncrat dan kakek itu gelagapan baiknya ia seorang nelayan yang pandai berenang, kalau tidak tentu ia akan mati tenggelam di air yang dalam itu-
Sambil tertawa - tawa Kun Hong mencabut pedang Cheng-hoa-kiam. "He, kakek tukang pancing lihat ini ! Lain kali pedangku akan membabat lehermu seperti ini. Baiknya sekarang aku sedang gembira maka kuampuni nyawamu !" Kun Hong menyabetkan pedangnya ke arah cabang pohon yang tumbuh di pinggir sungai. Sekali sabet saja putuslah cabang itu. Kakek nelayan makin ketakutan dan berenang menjauhi tempat itu, tidak memperdulikan perahunya lagi.
Kun Hong tertawa dan hendak menghampiri perahu. Akan tetapi tiba-tiba terdengar bentakan nyaring lembut, "Orang jahat kebetulan sekali aku bertemu denganmu di sini !" Dari atas pohon melayang turun sesosok bayangan yang bergerak cepat dan langsung menyerang Kun Hong dengan sebatang pedang tipis. Serangan ini berhabaya sekali, akan tetapi dengan mudah saja Kun Hong menangkis, terus menggunakan pedangnya menempel dan menindih pedang lawan. Ketika ia memandang, ia mengeluarkan seruan kaget dan melompat mundur. Orang itu bukan lain adalah Pui Eng Lan. gadis manis yang selama ini memenuhi ruangan hati Kun Hong dan setiap detik terbayang di depan matanya.
"Nona Pui Eng Lan ..........alangkah girang hatiku bertemu dengan kau di sini ...... eeehhh ....... anu ...... aku tadi hanya main - main saja dengan tukang perahu, harap kau jangan salah mengerti ........." katanya ketika ingat bahwa mungkin sekali nona pujaan hatinya ini marah melihat dia mempermainkan tukang perahu tadi. Heran benar, Kun Hong yang selama ini tidak perduli apa yang lain orang akan menganggap tentang sepak-terjangnya, sekarang di hadapan Eng Lan begitu gugup dan kikuk seperti pengantin baru di depan mertuanya !
Eng Lan merengut dan matanya berkilat - kilat. "Tak perlu mengobrol yang bukan - bukan ! Aku tidak mengenal segala tukang perahu! Kau girang bertemu dengan aku " Bagus ! Aku lebih girang lagi karena sekarang datang kesempatan bagiku untuk membalaskan sakit hati enci Siok Lan kepadamu !" Begitu kata - kata terakhir diucapkan, pedangnya meluncur cepat menusuk dada pemuda itu.
"Traangg ......... !" Kun Hong menahan pedang itu, cukup perlahan agar gadis itu tidak terkejut. "Sabar, nona manis ......... sabaaar......!"
"Apa sabar " Kau pengecut jahanam, kau mempermainkan enci Siok Lan ! Kau membikin sakit hatinya, merusak kebahagiaan hidupnya. Gara - gara kau yang mengacau, gara - gara kejahatan dan kecuranganmu, enci Siok Lan sampai diputus perjodohannya dengan calon suaminya!" Kembali Eng Lan menyerang, sekarang dengan bacokan keras. Kun Hong mengelak cepat, lalu menggerakkan pedangnya menindih pedang nona itu sebelum Eng Lan sempat menyerang lagi.
"Nanti dulu. kau menyerang aku ini apakah untuk membunuhku ?"
"Tentu saja ! Kau kira main-mainkah ini " " Eng Lan meronta hendak melepaskan pedangnya dari tindihan pedang pemuda itu, namun tidak berhasil.
"Sabar dulu, adikku yang manis. Percayalah kalau memang aku bersalah dan layak menerima hukuman mati. hanya pedang di tanganmu yang akan dapat mengantar nyawaku ke sorga. Aku rela seribu kali mati di tanganmu. Akan tetapi berilah kesempatan padaku untuk mendengar uraianmu sejelasnya. Kalau kau tidak percaya, lihat. kusimpan pedangku dan ini dadaku kalau kau nanti mau tusuk setelah aku mendengar penuturanmu dan merasa aku berdosa dan layak mati." Pemuda itu benar - benar menarik pedangnya dan menyimpannya di sarung pedang, membusungkan dadanya yang bidang.
"Kau ....... kau menantang ....... ?" Eng Lan menggerakkan pedangnya menusuk cepat dan kuat ke arah ulu hati pemuda itu. Ia menduga bahwa pemuda yang biasa mempermainkan orang berilmu tinggi ini tentu berpura - pura saja dan akan mengelak. Akan tetapi alangkah kagetnya ketika ia melihat pemuda itu sama sekali tidak bergerak, bahkan sepasang mata yang tajam seperti bintang itu sedikitpun tidak berkedip.
"Cesss........ " Pedang menembus baju mengenai kulit.
"Aduhhhh celaka ......... !"
Aneh, yang menjerit ini bukan Kun Hong yang tertusuk, melainkan Eng Lan sendiri. Gadis ini merasa kaget setengah mati melihat pedangnya menembus baju, cepat - cepat ia menarik pulang pedangnya akan tetapi ujung pedang sudah mengenai kulit dada. Darah merah membasahi baju pemuda itu yang tetap tersenyum dan berdiri tegak.
"Aku ........ aku tidak bermaksud membunuhmu secara begitu ......... aku tak sudi membunuh orang yang tak mau melawan ........." katanya gagap sambil memandang ke arah baju yang penuh darah itu.
"Kau belum membunuhku, baru menggores kulit. Mengapa tidak jadi" Kalau kau memang menghendaki nyawaku, ambillah. Nyawaku sudah bukan milikku lagi, adikku sayang. Nyawa dan badan ini sudah lama menjadi milik seorang gadis manis bernama Pui Eng Lan ........."
"Cih. tak tahu malu !!" Eng Lan menjadi merah sekali mukanya, hampir semerah baju Kun Hong yang terkena darah. "Aku menantangmu bertempur seperti layaknya orang - orang gagah. Salahmu sendiri mengapa tidak melawan " "
"Eng Lan, adikku yang manis, aku tidak main - main. Padamu aku tidak kuasa melawan, aku menyerah kalah, menurut hendak kau apakan juga. Akan tetapi coba kau ceritakan dulu apa kesalahanku. Seorang pesakitan yang diperiksa oleh pengadilan dan dijatuhi hukuman mati sekalipun akan lebih dulu diceritakan apa yang menjadi dosanya."
"Kau masih berpura - pura " Sudah kusebutkan tadi dosamu kepada enci Siok Lan sekeluarga."
"Aku tidak merasa berdosa kepada enci Siok Lan. Apakah kau maksudkan murid Pak-thian Koai-jin itu " Aku sama sekali tidak mengenalnya, bagaimana bisa berdosa kepadanya " Aku tidak berpura-pura, sungguh mati, aku tidak mengerti. Coba kau ceritakan."
Eng Lan menarik napas panjang dan memaki diri sendiri. Mengapa menghadapi pemuda ini yang sudah menyerah begitu saja, tinggal menusuk dadanya cuss dan beres mengapa mendadak ia menjadi lemah dan tidak tega " Ah, keterlaluan memang kalau dia membunuhnya begitu saja, membunuh orang yang tidak melakukan perlawanan, membunuh orang yang kelihatannya betul - betul belum tahu akan dosanya, seorang yang ......... yang ....... demikian mencintanya. Dulupun. ketika pemuda ini membebaskannya dari tawanan, ia sudah tahu akan cinta kasih hati pemuda ini kepadanya.
"Baik kuceritakan, supaya orang tidak menganggap aku keterlaluan, akan tetapi itu ......... lukamu itu obatilah dulu. Ini aku mernbekal obat. Tak. tahan aku melihat darah." kata gadis itu sambil mengeluarkan sebungkus obat bubuk untuk mengobati luka.
"Kau yang melukai, kau pula yang harus mengobati." kata Kun Hong tersenyum.
Makin merah muka gadis itu. "Jangan main gila ! Maksudku baik kau anggap yang bukan-bukan. Mau pakai obatku atau tidak " "
Melihat gadis itu marah-marah lagi dan bicaranya ketus, Kun Hong tertawa, menerima bungkusan itu dan mengobati luka kulit dadanya. Eng Lan miringkan kepalanya, jengah melihat pemuda itu membuka kancing baju, malu ia melihat kulit dada yang putih itu, yang sekarang kelihatan tergores ujung pedangnya. Setelah mengenakan obat, rasa perih hilang dan Kun Hong menutup lagi bajunya.
"Kau berceritalah, aku sudah siap mendengarkan." katanya sambil memandang muka gadis yang masih dipalingkan ke kiri.
Eng Lan lalu bercerita, Kun Hong mendengarkan. Mereka duduk di atas akar pohon yang menonjol keluar dari permukaan tanah. Keduanya kelihatan seakan- akan dua orang sahabat baik yang sedang mengobrol sambil makan angin. Padahal Eng Lan masih memegang pedangnya dan ia masih menganggap pemuda ini musuhnya seorang jahat yang layak ia bunuh !
Apakah yang diceritakan oleh Eng Lan kepada Kun Hong. Mari kita ikuti sendiri pengalaman gadis itu. Semenjak dibebaskan dari tawanan oleh Kun Hong di Peking, Eng Lan bersama Tung-hai Sian-li berhasil melarikan diri keluar dari kota raja.
Begitu mereka lolos keluar dari tembok kota, mereka bertemu Siok Lan dan See-thian Hoat-ong.
Tentu saja dua orang ini merasa girang sekali melihat mereka telah berhasil menyelamatkan diri. Tak lama selagi mereka maling bicara, datang pula Pak-thian Koai-jin dan Lam-san Sian-ong yang melompat keluar dari balik tembok kota.
"Kami melihat kalian berlari - lari. Merasa heran tidak ada yang mengejar, maka diam-diam kami hanya mengikuti, takut kalau - kalau ada musuh menyerang dari belakang." kata Pak - thian Koai-jin. Tadinya dia bersama Lam-san Sian-ong memasuki kota raja dengan maksud hendak menolong Tung hai Sian-li dan Pui Eng Lan. Akan tetapi selagi mereka mencari-cari pada tengah malam itu mereka melihat bayangan dua orang wanita itu berlari-lari cepat sambil berlompat- lompatan dari genteng ke genteng.
"Kami ditolong oleh pemuda yang bernama Kam Kun Hong itu. Lebih baik kita lekas pergi dari sini siapa tahu kalau-kalau musuh mengirim barisan mengejar," kata Tung-hai Sian-li. Tanpa banyak cakap mereka semua lalu berlari cepat ke selatan. Setelah malam terganti pagi baru mereka berhenti dan Tung-hai Sian-li menceritakan pengalamannya.
"Sungguh mati aku tidak nyana bahwa pemuda yang lihai sekali itu ternyata berhati baik, tidak seperti yang lain. Sukar dipercaya kalau dia itu murid Thai Khek Sian. Dia memasuki kamar tahanan, minta maaf atas kecurangan kawan-kawannya yang menangkap aku dan Eng Lan secara pengecut. Kemudian ia mematahkan belenggu dan minta supaya aku menjemput Eng Lan dan melarikan diri sambil memesan agar jangan aku melayani serangan kawan-kawannya. Aahh. sungguh berbahaya. Kalau tidak ada pemuda itu, aku dan Eng Lan mana kuat melawan keroyokan mereka" Cuma heranku, apakah yang menyebabkan pemuda itu berbalik pikir dan menolong kami ! "
Eng Lan seorang yang mengetahui sebabnya. Akan tetapi ia diam saja dan menundukkan kepala. Setelah Tung-hai Sian-li selesai bercerita. Siok Lan lalu menghampiri ibunya ini. Sikapnya lain dari pada ketika mereka saling bertemu untuk pertama kalinya. Gadis ini berlutut dan dengan suara gemetar ia berkata,
"Apakah kau masih menganggap aku anakmu ?"
Tung-hai Sian-li tercengang. Tak disangkanya gadis ini akan bersikap begini. Tadinya ia sudah putus harapan dan mengira bahwa selamanya gadis itu tentu akan membencinya. Akan tetapi dia tidak menyalahkan Siok Lan yang membela ayahnya. Melihat anaknya itu kini berlutut di depannya dan mengeluarkan pertanyaan itu. hatinya berdebar dan dengan mata basah ia memeluk Siok Lan.
"Anak bodoh, tentu saja kau anakku! Sampai matipun aku akan menganggap kau anakku."
"Kalau begitu, sebagai seorang ibu tentu akan suka memenuhi permintaan anaknya yang selamanya tak pernah minta apa-apa ! "
Tung-hai Sian-li terharu dan membelai kepala anaknya. "Sudah tentu saja, nyawaku kusediakan untuk memenuhi permintaanmu."
Kwa Siok Lan membalas pelukan ibunya. "Ibu, tidak begitu sukar permintaanku. Hanya satu, yalah ibu supaya ikut anak pulang ke Poan-kun."
Wajah yang masih cantik itu menjadi pucat seketika.
"Dan ....... dan ........ ayahmu ....... ?"
"Sudah bertahun - tahun ayah menanti kedatangan ibu seperti malam gelap menanti munculnya matahari. Kau tentu mau pulang bersamaku, bukan " Ibu. permintaanku hanya satu ini, kalau ibu tidak mau penuhi, kuanggap ibu tidak mencintaku dan tidak mau menganggap aku sebagai anakmu !"
Tiba - tiba Tung-hai Sain-li melepaskan pelukannya, bangkit berdiri dan melangkah mundur. Ia membanting kakinya dan membentak "Kau hendak memaksaku " "
Siok Lan juga melompat berdiri tegak, menjawab sama kerasnya, "Ibu terlalu kejam kepada ayah!"
Dua orang wanita ini berdiri tegak saling berhadapan. Sama cantik sama tinggi langsing, dan sama-sama keras kepala dan marah ! Dua pasang mata yang indah bening itu berkilat - kilat seperti mengeluarkan api. Mereka sama sekali bukan seperti ibu dan anak, lebih patut disebut dua orang lawan yang sedang saling berhadapan hendak bertempur. Seperti dua ekor singa betina !
See-thian Hoat-ong, adik seperguruan atau sute dari Kwa Cun Ek melihat keadaan ibu dan anak itu, mendehem dan berkata perlahan, berbeda dengan biasanya, "Siok Lan, jangan bersikap begitu terhadap ibumu ........." Terang bahwa kakek gagah perkasa ini merasa terharu. Ia menyaksikan persamaan yang tak dapat disangkal lagi antara ibu dan anak ini, bukan persamaan rupa, melainkan persamaan watak. Sama keras kepala, sama pemarah dan sama berani !
Pak-thian Koai-jin tertawa, suara ketawanya mengandung tenaga khikang membuyarkan suasana tegang itu. Memang kakek ini sengaja hendak mendinginkan suasana, maka ia tertawa lalu disambungnya dengan kata - kata "Nona Kwa memang betul. Mengajak ibu pulang agar supaya dapat berbakti terhadap ayah bunda. Cinta kasih yang suci tidak mementingkan perasaan sendiri. Ha-ha-ha."
Ucapan ini seperti air dingin diguyurkan ke atas kepala Tung-hai Sian-li. Terdengar ia mengisak ditahan, lalu ditubruknya tubuh anaknya dan ia berkata. "Aku menurut ....... apa saja yang kau minta, aku menurut......... " katanya
Siok Lan memeluk ibunya dan menangis, menangis saking girang hatinya.
Pui Eng Lan yang semenjak tadi diam saja menyaksikan adegan ini. sekarang ia tak dapat menahan keharuan hatinya. Ia menghampiri Siok Lan dan dengan air mata berlinang ia memegang tangan sahabatnya itu. Siok Lan menoleh dan tersenyum kepadanya, penuh perasaan kasihan. Siok Lan tahu betapa Eng Lan tertusuk hatinya menyaksikan ia dapat bertemu dan berbaik kembali dengan ibunya. Eng Lan sendiri seorang gadis yatim piatu, hanya hidup berdua dengan encinya. Akan tetapi encinya itu menjadi korban keganasan hartawan Liu si tua bangka mata keranjang sehingga enci Eng Lan sekeluarga binasa. Itulah yang menyebabkan Eng Lan pergi ke kota raja bersama suhunya untuk membalas dendam, membunuh kakek hartawan Liu.
"Eng Lan kau berjanji hendak berkunjung ke rumahku. Lebih baik sekarang kau sekalian ikut bersama aku dan ibu ke Poan-kun. Bagaimana ?" kata Siok Lan. Eng Lan hanya menoleh kepada suhunya, orang aneh dari utara yang selama ini menjadi pengganti orang tuanya.
"Boleh, boleh ! Kau memang seharusnya menghibur dirimu. Pergilah ke Poan-kun tiga bulan kemudian aku menyusul ke sana." kata Pak-thian Koai-jin.
Maka berangkatlah Siok Lan dan Eng Lan bersama Tung-hai Sian-li dan juga See-thian Hoat-ong ke Poan-kun. Pak-thian Koai-jin pergi bersama Lam-san Sian-ong katanya mereka berdua hendak mancing ikan dan minum arak di Telaga See-ouw.
Hati Eng Lan agak terhibur ketika ia melakukan perjalanan dengan Siok Lan dan Tung-hai Sian-li. Adapun See-thian Hoat-ong adalah seorang gagah yang pendiam dan dengan adanya kakek tinggi besar seperti Kwan Kong ini di samping mereka, tiga orang wanita ini tidak mengalami kepusingan karena tidak ada orang berani mengganggu mereka. Jarang ada orang berani bersikap kurang ajar di depan orang seperti See-thian Hoat-ong.
Kepada Tung-hai Sian-li dan Eng Lan, Siok Lan menceritakan keadaan rumah tangganya. Karena perjalanan itu jauh dan memakan waktu lama. banyak yang sempat diceritakan oleh Siok Lan, malah ia bercerita juga tentang Ciok Kim Li. gadis yang menjadi korban keganasan Tok-sim Sian-li, sehingga kedua kakinya sampai dibuntungi oleh Kun Hong.
"Pemuda itu baik sekali kepandaiannya luar biasa tingginya. Sebagai murid Thai Khek Sian. memang pantas ia memiliki kepandaian demikian lihai. Sayangnya, ia berkawan dengan orang-orang Mo-kauw. Aku dan Eng Lan sudah berhutang budi kepadanya." Sambil berkata demikian, Tung-hai Sian-li melirik ke arah Eng Lan dengan pandang mata penuh arti. Wanita gagah ini sudah dapat menduga mengapa Kun Hong membebaskan dia dan Eng Lan".
Eng Lan menjadi merah mukanya. "Bibi mengapa harus disayangkan" Orang jahat bergaul dengan orang - orang jahat, itu sudah sejamaknya. Mana ada burung gagak bergaul dengan burung hong " "
"Eng Lan. kenapa kau bicara begitu " Dia sudah menolongmu, tahu " " Siok Lan menggoda. Gadis inipun mengerti akan jalan pikiran ibunya. Memang Siok Lan amat cerdik.
"Siok Lan, kenapa kau bicara begitu " Dia nolong ibumu, bukan aku !" bantah Eng Lan, akan tetapi Siok Lan dan ibunya hanya tertawa.
Ketika tiba di luar kota Poan-kun. tiba - tiba Tung-Hai Sian-li berhenti. Siok Lan memandang heran. Sudah semenjak makin dekat dengan Poan-kun. pendekar wanita ini nampak makin muram mukanya, berbeda dengan Siok Lan yang menjadi makin gembira.
"Ibu, kita sudah sampai di Poan-kun, kenapa berhenti ?" tanya Siok Lan sambil memandang wajah yang menjadi agak pucat itu.
"Kau pulanglah dulu beri tahu ayahmu. Aku menanti di sini." jawab Tung-hai Sian-li singkat.
Siok Lan seorang gadis cerdik luar biasa, akan tetapi ia berwatak keras seperti ibunya sehingga ia tidak mengerti akan sikap ini. Sebaliknya, Eng Lan lebih halus perasaannya maka Eng Lan lalu menggandeng tangannya dan berbisik.
"Enci Siok Lan, sudah sepantasnya kau pulang dulu memberitahukan ayahmu akan kedatangan ibumu." Sambil berkata demikian, ia mengerahkan tenaga menarik lengan sahabatnya itu melanjutkan perjalanan. Siok Lan memandang tak mengerti, akan tetapi Eng Lan berkedip memberi isyarat sehingga dia menurut saja memasuki kota Poan - kun.
"Enci Siok Lan. mengapa kau hendak memaksa ibumu masuk " Tentu aaja ayahmu harus keluar menyambut kedatangannya. Masa kau tidak dapat menyelami perasaannya ?"
Siok Lan mengangguk - anguk, akan tetapi di dalam hatinya ia merasa heran mengapa ibunya harus bersikap demikian. Namun kini timbul lagi kegirangan hatinya dan cepat - cepat ia mengajak Eng Lan menuju ke rumahnya.
Sunyi saja di rumah besar itu. Siok Lan terheran. Mengapa tidak kelihatan seorangpun di halaman depan " Ia bersama Eng Lan terus memasuki halaman dan kini terlihatlah ayahnya duduk di atas kursi, diam tak bergerak seperti patung dan Kim Li juga duduk di atas kursi pendek Gadis buntung kakinya ini memakai celana yang menutupi kedua kaki itu sehingga ia kelihatan berkaki pendek sekali tidak kelihatan buntung.
"Ayah ......... !" seru Siok Lan sambil berlari menghampiri ayahnya. Ketika ia pergi, ayahnya memang kurang enak badan, akan tetapi tidak sekurus ini dan juga tidak kelihatan begini sedih. "Ayah. aku membawa oleh-oleh yang amat indah dan akan menyenangkan hatimu ...... !" kata Siok Lan setelah tiba di depan ayahnya, lalu ia menjatuhkan diri berlutut daan memeluk lutut ayahnya.
Akan tetapi, alangkah kagetnya ketika tiba-tiba ayahnya menggerakkan tangan menamparnya.
"Plakk !!" Siok Lan menjerit dan terjengkang ke belakang. Pipi kirinya merah bengkak dan mulutnya berdarah !
"Anak setan, kau lebih baik mampus dari pada membikin malu orang tua !" terdengar Kwa Cun Ek memaki marah sambil bangkit berdiri. Kim Li biarpun kedua kakinya sudah buntung, namun semenjak memperdalam ilmu silatnya di bawah asuhan Kwa Cun Ek, gerakannya menjadi gesit. Cepat ia melompat dan menubruk Siok Lan. lalu menghalangi di depan Kwa Cun Ek sambil berkata.
"Suhu, ingat, jangan menuruti nafsu amarah ! Belum tentu nona Siok Lan bersalah dalam urusan itu ........!"
Kwa Cun Ek membanting kaki. "Kwee Sun Tek adalah seorang laki - laki sejati, mana dia bisa membohong" Anak ini biar minggat saja dan sini, biar aku hidup seorang diri menderita sampai mampus dari pada didekati anak yang hanya mencemarkan namaku !" Kembali ia hendak memukul akan tetapi pada saat itu terdengar bentakan nyaring.
"Kau berani memukul anakku ?" "
Kwa Cun Ek tersentak kaget, berdiri tegak seperti patung, matanya melotot dan mulutnya melongo. Tung-hai Sian-li telah berdiri di hadapannya, secantik dulu, segagah dulu, segalak dulu ! Di belakangnya nampak Eng Lan berdiri di pojok. Nona ini yang tadi cepat - cepat memberi tahu kepada Tung-hai Sian-li akan peristiwa di rumah itu. Mendengar anaknya dipukul oleh Kwa Cun Ek, bagaikan seekor harimau betina Tung-hai Sian-li berlari cepat sekali sampai - sampai Eng Lan sukar menyusulnya.
Tung-hai Sian-li memeluk puterinya. "Begini kau memperlakukan anakku ......?" Melihat Siok Lan menangis dengan pipi bengkak dan bibir berdarah. Tung-hai Sian-li mencabut pedangnya dan melompat berdiri. "Kau hendak membunuh dia ! Kau bunuh aku lebih dulu !" tantangnya.
Kwa Cun Ek yang tadinya marah-marah dan berdiri tegak kini merasa kakinya gemetar dan ia tentu akan roboh terguling kalau saja Kim Li tidak cepat- cepat membawa sebuah kursi di belakangnya. Kwa Cun Ek menjatuhkan diri di atas kursi dan menutupi mukanya.
"Kenapa baru sekarang kau datang ! Kalau siang - siang kau datang, takkan terjadi peristiwa ini. Hui Goat ........ Hui Goat ........" kata Kwa Cun Ek, suaranya terdengar menyedihkan sekali.
Hui Goat adalah nama Tung-hai Sian-li. Wanita ini menarik napas panjang lalu menyimpan kembali pedangnya. Sementara itu, Siok Lan sudah menubruk kaki ayahnya dan menangis sedih. Ia mengira akan menyaksikan pertemuan yang mesra antara ayah dan ibunya, tidak tahu datang-datang ia dipersen tamparan oleh ayahnya dan menyebabkan ayah dan ibunya hampir saja bertempur sendiri !
"Ada urusan dengan anak boleh dibicarakan, boleh dirunding, bukan datang- datang anak ditampar sampai begitu. Ayah macam apa begini ?" Tung-hai Sian-li mengomel dan semacam perasaan yang aneh menjalar di dada pendekar gagah Kwa Cun Ek. Ia merasa senang diomeli isterinya, alangkah nikmat perasaan ini !
"Semua salahku ......... Hui Goat, apakah kau mau kembali " Membantuku merawat dan mendidik Siok Lan ......... " Aku sudah tidak kuat lagi mendidiknya seorang diri ........"
Diam-diam Eng Lan melangkah keluar dari ruangan itu dan menangis seorang diri di halaman rumah. Ia merasa terharu dan teringat akan nasibnya sendiri. Ia tidak kuasa lagi menyaksikan pertemuan mereka, akan tetapi masih dapat mendengar pembicaraan mereka. Juga Kim Li diam-diam pergi ke belakang untuk mengambilkan minum dan persediaan lain bagi Tung-hai Sian-li dan Siok Lan. Anak ini memang mengenal kewajiban dengan baik.
"Kau kira aku datang mau apa " Kalau tidak Siok Lan yang memaksaku, untuk apa aku datang" Kau datang-datang memukul Siok Lan, apakah kesalahannya" Kau jelaskan, kalau tidak betul omonganmu, jangan kau menyesal kalau aku pergi lagi membawa serta anakku!" ancam Tung-hai Sian-li
Diam - diam besar sekali hati Kwa Cun Ek. Mendapatkan kembali Tung-hai Sianli hidup serumah dengan isterinya yang tercinta, ah seakan-akan ia memasuki hidup baru. Akan tetapi ia menekan perasaannya dan setelah berkali - kali menarik napas panjang ia bercerita.
"Telah Lama aku ingin mendapatkan seorang calon jodoh Siok Lan akan tetapi bocah ini selalu menolak. Akhirnya aku memutuskan sendiri ikatan jodohnya dengan keponakan Kwee Sun Tek yang bernama Thio Wi Liong. Pemuda itu adalah murid Thian Te Cu, seorang anak yatim piatu. Aku segera menerima ikatan jodoh ini karena selain mengingat bahwa pemuda itu murid Thian Te Cu, juga aku kagum melihat Kwee Sun Tek yang kukenal baik di waktu mudanya. Ketika aku memberi tahu hal ini kepada Siok Lan, dia tidak menyatakan apa-apa."
Tung-hai Sian-li memandang heran kepada anaknya. "Apa kau bilang " Thio Wi Liong ........?" Siok Lan, bukankah itu pemuda yang menolong kita dari kepungan pasukan Mongol ........ ?" Ketika Siok Lan tidak menjawab dan hanya menundukkan muka, Tung-hai Sian-li berteriak memanggil Eng Lan. Eng Lan cepat-cepat masuk setelah menghapus air matanya, dan menghadap nyonya pendekar itu. "Eng Lan bukankah pemuda lihai yang menolong kita di kelenteng Siauw-lim-si itu bernama Thio Wi Liong ?"
Eng Lan hanya mengangguk.
"Teruskan ceritamu, teruskan. Aku menjadi bingung ........." kata Tung-hai Sian-li. Tentu saja pendekar wanita ini bingung sekali teringat akan sikap Siok Lan terhadap Wi Liong yang ternyata adalah tunangannya sendiri.
"Sebelum aku mengikat jodoh anak kita dengan keponakan Kwee Sun Tek. pernah aku bertemu dengan seorang pemuda yang lihai, pemuda bekas murid Tok-sim Sian-li, akan tetapi dalam pertemuan itu kulihat dia gagah dan berhati baik, yang kemudian kuketahui bernama Kam Kun Hong."
Kembali Tung-hai Sian-li melengak, akan tetapi suaminya tidak memperdulikan ini dan melanjutkan ceritanya. "Dalam hati kecilku, aku kagum melihat pemuda itu dan kiranya akan suka bermantukan dia, akan tetapi karena dia sudah galang-gulung dengan orang-orang jahat, aku memilih murid Thian Te Cu. Kemudian terjadi hal yang tak kusangka-sangka." Pendekar ini nampak gemas sekali.
"Baru kemarin, Kwee Sun Tek datang ke sini dengan sikap marah-marah dan berkata bahwa Siok Lan diam-diam telah mempunyai pilihan sendiri, telah mempunyai seorang kekasih, malah kekasihnya itu datang ke Wuyi-san bersama Tok-sim Sian-li mencuri sebatang pedang pusaka, pedang Cheng-hoa-kiam. Dan pemuda itu menurut dugaan adalah Kam Kun Hong ! Bukankah itu memalukan sekali ! Tentu saja Kwee Sun Tek membatalkan ikatan jodoh dan menyatakan menyesal dan kecewanya."
"Bohong semua itu....... !!" Tiba - tiba Siok Lan melompat ke atas dan jeritannya demikian keras sampai mengagetkan orang-orang dan See-thian Hoat-ong yang tadinya merasa sungkan untuk masuk ke ruangan itu dan hanya menanti di luar tak berani mengganggu suhengnya yang sedang mengadakan pertemuan dengan anak isterinya, kini berjalan masuk. Melihat keadaan tegang, ia diam saja, hanya duduk di atas sebuah bangku di pojok, dekat Eng Lan yang juga tidak berani berkutik.
"Hemmm, dan kau percaya saja akan obrolan kosong manusia yang bernama Kwee Sun Tek itu?" tegur Tung-hai Sian-li kepada suaminya.
"Kwee Sun Tek adalah seorang laki-laki sejati, seorang jantan yang gagah perkasa, selama hidupnya tak pernah ia membohong biarpun kedua matanya sudah buta." jawab Kwa Cun Ek membela diri.
"Jadi kau lebih percaya kepada orang lain dari pada anak sendiri ?" isterinya mendesak, penuh kemarahan dan penyesalan. Kwa Cun Ek terdesak dan bingung.
Menghadapi serangan - serangan omongan isterinya yang kini berdiri galak di depannya dalam membantu Siok Lan, Kwa Cun Ek menjadi lemas. Timbul penyesalannya mengapa ia buru-buru marah kepada Siok Lan dan tidak menyelidiki lebih dulu. Biasanya pureri tunggalnya itu tak pernah mengecewakan hatinya, masa sekarang gadis itu benar-benar telah main gila dengan pemuda lain di luar tahunya " Agaknya tak masuk di akal mengingat bahwa Siok Lan tentu akan menolak kalau dahulu tidak suka dijodohkan dengan keponakan Kwee Sun Tek. Akan tetapi. Kwee Sun Tek adalah seorang gagah yang sangat boleh dipercaya !
"Tentu saja aku juga percaya kepada Siok Lan," akhirnya ia menjawab teguran isterinya. "Akan tetapi, tidak mungkin agaknya kalau Kwee Sun Tek membohongiku. Untuk apa dia berbohong " Apa keuntungannya baginya" Dia marah - marah dan sikapnya menunjukkan bahwa dia tidak membohong ketika dia mencelaku dan memutuskan pertunangan keponakannya dengan Siok Lan."
Tiba - tiba wajah Tung-hai Sian-li Lee Hui Goat berubah dan ia memandang kepada puterinya.
"Siok Lan coba katakan sekali lagi. Betulkah kau tidak ada hubungan dengan pemuda bernama Kam Kun Hong itu " "
Siok Lan membalas pandang mata selidik ibunya itu dengan berani ketika ia menjawab. "Ibu sendiri menjadi saksi bahwa selama hidupku baru kumelihat pemuda itu di kelenteng Siauw-lim-si dahulu Aku tidak kenal kepadanya sebelum atau sesudah itu, bagaimana orang berani memfitnahku yang bukan-bukan ?"
"Semua kata - katamu itu kupercaya penuh. Akan tetapi anakku, kalau kau sudah menjadi tunangan pemuda yang bernama Thio Wi Liong itu, mengapa kau bersikap aneh dan bermusuh kepadanya ketika kita berhadapan dengan dia" Apa artinya semua sikapmu itu" "
Merah wajah Siok Lan ditanya begini. Bagaimana ia harus menjawab" Akan tetapi dasar cerdik, ia dapat juga menjawab dengan suara mengandung penasaran.
"Ibu. biarpun aku dan dia bertunangan, namun selamanya kami tak pernah saling bertemu muka. Dia tidak mengenal aku. akupun tidak mengenal dia. Ketika dia muncul, sikapnya mencurigakan. Biarpun dia itu tunanganku akan tetapi kalau dia mencurigakan, masa aku harus membelanya " Laginya, dia tidak mengenalku, apakah aku harus memperkenalkan diri " Memalukan sikap demikian bagiku, ibu"
Tung-hai Sian-li mengangguk kemudian ia teringat bahwa memang anaknya ini sama sekali tidak pernah tampak ada hubungan dengan Kun Hong. malah beberapa kali bertanding dan selalu memperlihatkan sikap bermusuhan. Tidak ada tanda-tanda sedikitpun yang membayangkan bahwa anaknya mempunyai hubungan tidak bersih dengan pemuda murid Thai Khek Sian yang amat lihai itu.
Ia menoleh kepada suaminya dan berkata tetap. "Tak mungkin Lan-ji mempunyai hubungan dengan Kam Kun Hong. Kau telah dibohongi orang. Kwee Sun Tek itu bicara bohong, akan kucari dan kuberi hajaran ! Membatalkan pertunangan sih tidak apa - apa, di dunia ini bukan hanya Thio Wi Liong seorang yang patut menjadi jodoh anakku. Akan tetapi dia telah memburukkan nama baik Lan-ji dan hal ini aku tidak bisa mendiamkannya begitu saja."
Kwa Cun Ek terkejut sekali. Ia cukup maklum akan kekerasan hati isterinya dan sekali bicara, tentu akan dibuktikannya. Akan tetapi apa yang dapat ia perbuat" Baiknya pada saat itu. See-thian Hoat-ong yang sudah luas pengalamannya dan maklum pula bahwa orang seperti Kwee Sun Tek patut dipercaya, segera bertanya kepadanya,
"Suheng. sebetulnya tentang tuduhan Kwee Sun Tek itu terhadap Siok Lan, apakah yang menjadi dasar " Bagaimana dia bisa menyatakan tuduhan seperti itu?"
Kwa Cun Ek bernapas lega. Ada jalan baginya untuk menyabarkan hati isterinya, untuk membela Kwee Sun Tek yang dianggapnya tidak bersalah.
"Hal itupun sudah kutanyakan kepadanya karena mana aku bisa percaya begitu saja terhadap tuduhan itu" Dia bercerita bahwa seorang pemuda bersama Tok-sim Sian-li datang di Wuyi-san dan mencuri pedang Cheng-hoa-kiam. Dia telah bertempur dengan pemuda itu dan dengan Tok-sim Sian-li. Pemuda itulah yang mengaku menjadi tunangan tak resmi dari Lan-ji tanpa memperkenalkan diri sendiri. Akhirnya Kwee Sun Tek dapat mengetahui bahwa pemuda itu adalah Kam Kun Hong. Demikianlah, dia lalu datang ke sini untuk menegurku dan membatalkan ikatan jodoh."
Tung-hai Sian-li. Kwa Siok Lan, See-thian Hoat-ong. dan juga Pui Eng Lan teringat bahwa memang Kam Kun Hong memegang pedang pusaka Cheng-hoa-kiam. Mendengar penuturan itu, diam - diam Pui Eng Lan merasa panas sekali hatinya. Entah mengapa, mendengar Kun Hong mengaku-ngaku sebagai kekasih Siok Lan dan memburukkan nama sahabatnya itu, ia menjadi marah sekali.
"Kalau begitu pemuda keparat itulah yang salah !" bentaknya, membuat semua orang menjadi kaget dan memandang kepadanya. Setelah semua orang memandangnya, baru Eng Lan sadar bahwa ia tanpa disengaja telah menarik perhatiaa semua orang, wajahnya menjadi merah karenanya.
"Maafkan, Kwa-lo-enghiong, bukan maksudku mencampuri urusan ini. Akan tetapi aku berani bersumpah bahwa enci Siok Lan tidak bersalah apa -apa dan pemuda bernama Kam Kun Hong itulah agaknya yang sengaja hendak memburukkan nama enci Siok Lan. Biar aku mencari suhu dan melaporkan hal ini agar suhu membantu cari pemuda keparat itu !" Setelah berkata demikian, tanpa memberi kesempatan kepada Siok Lan dan yang lain-lain untuk mencegahnya, gadis itu sudah melompat pergi dan lari cepat meninggalkan rumah Kwa Cun Ek.
Fihak tuan rumah sekeluarga karena sedang menghadapi urusan yang menyangkut nama baik mereka dan berada dalam suasana tegang, tidak mempunyai kesempatan untuk mencegah gadis itu pergi. Akhirnya Kwa Cun Ek dan anak isterinya, ditengahi oleh See-thian Hoat-ong, dapat berbaik kembali dan sama - sama menduga bahwa yang menjadi biang keladi adalah Kam Kun Hong.
. "Pemuda itu aneh sekali," kata Tung-hai Sian-li akhirnya,, "kepandaiannya lihai bukan main, kadang - kadang wataknya nakal kurang ajar, akan tetapi ada kalanya ia berbudi baik seperti ketika membebaskan aku dan Eng Lan. Hemm. benar-benar sukar dijajaki hatinya, sukar diketahui wataknya."
"Sudah pantas dengan kedudukannya," kata See-thian Hoat-ong. "sebagai murid Thai Khek Sian, mana tidak aneh dan jahat ! Betapapun juga, kita harus selalu berhati - hati menghadapi orang seperti itu yang setiap waktu bisa menjadi lawan. Bangsa Mongol tetap merupakan ancaman besar bagi tanah air dan orang - orang bagaimana gagahpun kalau sudah dapat diperalat oleh Bangsa Mongol berarti mereka itu penghianat bangsa yang berjiwa rendah ! Pemuda itu sudah terang-terangan membela kepentingan bala tentara Mongol dan kaki tangannya, mana orang begitu bisa dipercaya ?"
"Kalau begitu, Kwee Sun Tek berarti dibohongi oleh pemuda itu. Aku harus mencari Kwee Sun Tek di Wuyi-san dan memberitahukan hal ini. Perjodohan yang sudah diikat erat mana bisa diputuskan hanya karena gangguan orang luar yang sengaja mengacau" Tanpa alasan yang kuat. tak boleh Kwee Sun Tek mengambil tindakan sefihak yang merugikan nama baik kita." kata Kwa Cun Ek penasaran.
Sementara itu. sejak tadi Kwa Siok Lan mengerutkan kening. Ketika bertemu dengan Wi Liong, ia sengaja hendak mercberi pelajaran kepada tunangannya itu untuk datang sendiri membatalkan pertunangannya dengan Siok Lan, tanpa mengetahui bahwa Kwa Siok Lan adalah gadis yang dicintanya! Akan tetapi, siapa kira ada terjadi perkara begini membingungkan. Sebelum pemuda itu tiba, kiranya sudah didahului oleh paman pemuda itu memutuskan pertunangan, dengan alasan yang bukan-bukan. Gadis ini menjadi bingung, sedih dan juga marah. Diam - diam ia harus akui bahwa ia telah jatuh cinta kepada pemuda tunangannya sendiri ! Kini mendengar kata - kata ayahnya, kekerasan hatinya tiba- tiba bangkit dan dia berkata. "Tidak ayah ! Untuk apa kita harus merendahkan diri merangkak-rangkak seperti orang mohon supaya perjodohan itu jangan diputuskan" Alangkah rendahnya kalau kita berbuat demikian. Mereka sudah memutuskan, sudahlah! Jangankan tidak menjadi jodoh manusia itu biar selamanya tidak kawin sekalipun aku takkan mati !" Selelah berkata demikian. Siok Lan lalu lari keluar rumah sambil menangis.
Kwa Cun Ek dan Tung-hai Sian-li memandang bengong lalu menarik napas panjang.
"Kau lihat, Hui Goat, setelah kau tinggalkan aku, keadaanku menjadi kacau-balau, hidupku tidak tenteram, bahkan anakmu sendiripun tidak bahagia. Apakah kau masih tega meninggalkan kami lagi .........?" Suara Kwa Cun Ek terdengar demikian mengenaskan sehingga di kedua mata nyonya itu nampak berlinang air mata. Tanpa mengeluarkan kata-kata lagi, suami isteri yang sudah berpisah belasan tahun lamanya itu saling pandang, penuh keharuan, penuh kerinduan penuh cinta kasih.
Demikianlah pengalaman Pui Eng Lan ketika ia ikut dengan Siok Lan ke Poan-kun menjadi saksi dari adegan pertemuan yang amat mengharukan. Gadis ini setelah lari pergi dari Poan-kun, tidak pergi mencari suhunya yang katanya hendak berpesiar di Telaga See-ouw, melainkan ia terus menuju ke Kun-lun-san untuk mengadukan tentang perbuatan Kam Kun Hong itu kepada Kam Ceng Swi. Dari gurunya ia mendapat tahu bahwa Kam Kun Hong dahulunya ikut dengan ayahnya. Seng-goat-pian Kam Ceng Swi di Kun-lun-san sebelum bocah itu terculik orang jahat dan kemudian jatuh di tangan Thai Khek Sian sebagai muridnya.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan. Pui Eng Lan kebetulan sekali bertemu dengan Kam Kun Hong ddan menyerang pemuda itu, melukai dadanya dan kemudian- sambil duduk berhadapan di bawah pohon, dua orang muda itu bercakap - cakap, Eng Lan menceritakan pengalamannya dan sebabnya mengapa ia menyerang Kun Hong.
"Begitulah." ia mengakhiri penuturannya, "kau dengan keji sekali telah merusak perjodohan antara enci Siok Lan dan tunangannya, telah membuat sekeluarga Kwa berduka-cita. Apa sekarang kau masih hendak katakan bahwa tidak sepatutnya kalau aku membunuhmu untuk dosa-dosamu ?" Setelah berkata demikian, kembali Eng Lan bangkit berdiri dan pedangnya sudah siap lagi di tangannya, siap untuk melakukan pertempuran mati-matian. "Hayo kau keluarkan pedangmu, pedang Cheng-hoa-kiam yang kau curi itu dan mari kita bertanding sampai seorang di antara kita mengeletak di sini tak bernyawa !"
Kam Kun Hong atau sekarang ia tidak mau mempergunakan she Kam lagi oleh karena telah tahu bahwa Kam Ceng Swi bukan ayahnya, tersenyum getir dan memandang wajah nona itu dengan hati tidak karuan rasa. Terbayang olehnya betapa tadinya dengan segala kebahagiaan ia naik ke Kun-lun-san untuk minta ayahnya pergi meminang gadis ini sebagai isterinya tidak tahu selain disambut dengan pukulan yang akhirnya membuat ia terluka hebat, juga ia dipukul batinnya dengan keterangan bahwa ia bukanlah anak Kam Ceng Swi, melainkan anak pungut yang tidak karuan siapa bapak ibunya dan yang hanya diketahui di mana ibunya yang tak terkenal itu dikuburkan !
"Eh kau mentertawai aku ?" tegur Eng Lan marah. "Aku tahu kau lihai dan aku takkan dapat mengalahkanmu, akan tetapi jangan kira aku takut padamu !"
"Eng Lan, nona manis aku percaya akan kegagahanmu. Kalau kau ingin benar membunuhku, bunuhlah. Apa bedanya bagiku " Tidak kau bunuh sekarang dua tahun lagi akupun akan mati konyol. Laginya biarpun tidak kusangkal bahwa aku telah mempermainkan si tua buta Kwee Sun Tek. akan tetapi salahnya sendiri mengapa begitu mudah dipermainkan orang !"
Mendengar ucapan ini, Eng Lan diam-diam kaget. "Apa artinya dua tahun lagi kau mati ?" tanyanya dengan penuh gairah yang tidak disadarinya. Melihat sikap ini. Kun Hong menjadi girang bukan main. Kalau ada seorang gadis mengkhawatirkan keselamatan seseorang, hal itu berarti bahwa si gadis tadi menaruh perhatian dan dapat diharapkan bahwa timbangannya dalam asmara tidak berat sebelah !
"Kau sudi mendengarkan nona " Biarlah kuceritakan kepadamu. Hanya kepadamu seorang aku mau bercerita. Aku telah naik ke Kun-lun-san dengan maksud mencari ayahku. Kam Ceng Swi untuk minta dia ....... dia ....... ah, tak perlu kuceritakan apa perluku mencarinya. Akan tetapi ......... setelah tiba di puncak Kun-lun-san. secara curang sekali aku dikeroyok oleh orang - orang Kun-lun-pai dan ditawan secara licik, lalu aku dipukul sampai terluka hebat dan membuat aku hanya akan hidup dua tahun lagi kecuali jika mendapatkan obat tertentu yang amat sukar dicarinya, melebihi sukarnya masuk sorga ! Ini semua belum seberapa ........." Kun Hong menarik napas panjang dan nampak sedih sekali, mukanya menjadi pucat dan jelas kelihatan ia menahan air matanya, "yang hebat ........ aku mendengar kenyataan pahit bahwa ayahku itu ........ Kam Ceng Swi yang semula kuanggap ayahku, ternyata bukan ayahku ........ dan ....... dan aku tidak diketahui anak siapa, tidak tahu siapa ayahku, ibuku sudah meninggal dan ....... dan ....... "
Kun Hong tak dapat melanjutkan ceritanya. Entah mengapa di depan gadis ini ia mencurahkan isi hatinya dan seluruh perasaannya sehingga ia menjadi berduka bukan main, padahal tadinya ia tidak begitu perduli akan nasib dirinya. Di depan Eng Lan ia merasa dirinya begitu penting dan menghadapi kenyataan tentang dirinya yang tidak berayah ibu ia menjadi terharu bukan main. Ia menyembunyikan muka di antara kedua lututnya dan diam-diam menghapus dua titik air mara yang tak tertahankan lagi keluar dari kedua matanya. Baru ini kali Kun Hong menitikkan air mata, air mata yang keluar dari lubuk hatinya karena merasa betapa percakapan dengan Eng Lan ini demikian sungguh-sungguh menembus ke dalam sanubari.
Sebuah tangan yang halus menyentuh pundaknya, demikian mesra sentuhan itu sampai Kun Hong merasa betapa tubuhnya menggigil. Sudah banyak ia mendekati wanita sudah banyak wanita mencintanya, akan tetapi belum pernah sentuhan jari tangan wanita dapat membuat ia menggigil seluruh tubuhnya. Ketika perlahan ia mengangkat mukanya dan menengadah, ia melihat Eng Lan menunduk dan memandang kepadanya dengan air mata bercucuran !
"Kun Hong ........" suaranya lirih halus, menggetar penuh perasaan terharu, "jangan berduka, bukan hanya kau anak yatim piatu akupun tiada ayah bunda."
Memang Eng Lan tak dapat lagi menahan perasaannya. Semenjak ia bertemu dergan pemuda itu di lubuk hatinya sudah dipenuhi rasa kagum. Hanya karena pemuda itu dianggap fihak musuh maka ia mengeraskan hati dan rasa kagumnya menjadi kebencian maka membuat ia menyerang pemuda itu di Kelenteng Siauw-lim dahulu. Akan tetapi biarpun pada umumnya Kun Hong memperlihatkan sikap jahat dan nakal, terhadap dia pemuda ini memperlihatkan kebaikan budi. Malah tanpa tedeng aling - aling lagi pemuda itu menyatakan cinta kasihnya. Diam-diam, di luar kesadarannya sendiri bahkan di luar kehendaknya yang diperkuat oleh wataknya sebagai seorang pendekar yang patriotik, gadis ini ternyata telah jatuh cinta kepada Kun Hong.
Tadinya ia masih dapat mengeraskan hati, masih dapat membantah hasrat hatinya sendiri, akan tetapi ketika melihat pemuda itu berduka, mendengar kata - kata yang mengharukan dan mendengar kenyataan bahwa pemuda inipun seorang yatim piatu seperti jmja dia, patahlah semua pertahanan di hati Eng Lan dan tanpa daya lagi gadis itu memperlihatkan kelunakan dan kelemahannya.
"Eng Lan ........." Dengan hati tak karuan rasa, bahagia duka terharu bercampur aduk menjadi satu. Kun Hong lalu memeluk kedua kaki gadis itu Eng Lan berdongak ke atas dengan kedua mata dimeramkan. air matanya menetes turun di sepanjang pipinya dan tangan kirinya menekan dada sedangkan tangan kanannya membelai rambut pemuda itu.
Kemudian gadis itu limbung dan ia tentu roboh terguling kalau tidak cepat - cepat Kun Hong memeluknya. Eng Lan merasa dirinya aman sentausa dalam pelukan Kun Hong, menemukan kembali kasih sayang ayah bunda dan kasih sayang sanak saudara yang kini tidak pernah dirasainya. semua itu bercampur dengan kasih sayang seorang pemuda yang dicintanya di luar kehendaknya ! Dalam keadaan hampir pingsan karena bergeloranya perasaan. Eng Lan menyembunyikan mukanya di dada Kun Hong.
Di lain fihak. Kun Hong mendapatkan sesuatu yang amat mengherankan hatinya sendiri. Ia merasa bangga dan bahagia sekali pada saat itu, akan tetapi anehnya, tidak seperti biasanya dengan wanita lain. terhadap Eng Lan hatinya bersih dari pada segala kekotoran nafsu. Kasih sayangnya terhadap Eng Lan mendalam dan sedikitpun tidak pernah timbul dalam pikirannya untuk menguasai gadis ini berdasarkan nafsu. Ia mencinta Eng Lan dan mengharapkan cinta imbalan. Maka ia berlaku hati - hati sekali, hanya tangannya mengelus-elus rambut yang hitam halus dan harum itu.
Akhirnya Kun Hong dapat juga menekan perasaan yang bergelombang, yang tadi membuat ia menjadi gagu. Ia berbisik di dekat telinga Eng Lan.
"Eng Lan. dewi pujaan ........ terima kasih ......... terima kasih bahwa di dunia ini, di mana semua orang baik - baik memusuhiku. membenciku, masih ada kau seorang dewi yang sudi memperdulikan orang seperti aku ......... terima kasih Eng Lan dan aku bersumpah, takkan mencinta orang lain kecuali engkau. Kelak .......... kalau Thian mengijinkan aku hidup lebih lama, kalau aku bisa mendapatkan obat untuk menyambung nyawa ........ kelak aku akan mencari gurumu, akan mengajukan pinangan dengan hormat untukmu ........."
"Kun Hong ........." Eng Lan membalas bisikan dengan lirih, hampir tidak kedengaran, "kau tidak jahat ......... kau orang baik ......... ooohhh, betapa inginku meneriakkan di telinga mereka bahwa kau bukan orang jahat. Tidak, kau tidak jahat !"
Kun Hong bersenyum pahit. "Aku memang jahat, Eng Lan. Kau tidak dapat membayangkan betapa jahatnya aku ! Pikiranku kotor, hatiku selalu ingin melihat orang menderita, tergoda. Setiap melihat wanita cantik aku tergila-gila ........ ah, betapa jahatnya aku. Akan tetapi sekarang, demi engkau ......... aku akan membuang semua itu jauh-jauh ......... !"
Tiba - tiba Eng Lan seakan - akan orang baru sadar dari tidur dan mimpi. Ia tersentak kaget, melihat dirinya berpelukan dengan Kun Hong ia merenggut tubuhnya, mengeluarkan jerit lirih, melompat berdiri sambil menyambar pedangnya lalu ......... menyabetkan pedang itu ke lehernya !
"Eng Lan ............ !!!" Secepat kilat Kun Hong bergerak menyambar tangan gadis itu dan merampas pedang lalu membuang pedang itu jauh-jauh. Eng Lan mengeluarkan isak tertahan, lalu berlari pergi sambil menangis tersedu-sedu.
"Aku ......... aku gadis hina-dina .......... aku lebih baik mati .........!!" keluhnya di antara tangis sambil berlari terhuyung-huyung, dengan saputangan menutupi mukanya yang banjir air mata.
"Eng Lan .......... tunggu aku ......... ! Kau hendak ke mana ......... " Ah. Eng Lan kekasihku, kau kenapakah ?" teriak Kun Hong sambil lari mengejar.
Karena ilmu lari cepat Kun Hong memang jauh lebih cepat, sebentar saja ia dapat menyusul dan ia memegang lengan gadis itu. Eng Lan merontas-rontas dan berteriak-teriak.
"Lepaskan aku ! Jangan sentuh aku .......... Kun Hong, kau bunuhlah aku, jangan seret aku ke jurang kehinaan. Ah. suhu. ampunkan teecu yang telah menjadi seorang berbatin hina ........" Gadis itu menangis makin sedih ketika tak berdaya melepaskan diri dari pegangan Kun Hong.
Kun Hong kembali menjatuhkan diri berlutut di depan Eng Lan.
"Eng Lan akulah orangnya yang siap sedia kau kutuk siap sedia kau maki atau kau bunuh sekalipun kalau aku yang membikin kau bersedih. Eng Lan, apakah karena aku hanya tinggal hidup dua tahun lagi maka kau tiba-tiba mengubah sikapmu " Apakah karena aku seorang penjahat yang sudah mengakui kejahatannya maka kau menjadi benci dan jijik kepadaku ?"
"Tidak ....... tidak ........ Kun Hong kau tidak tahu. Aku tadinya datang untuk membalaskan penghinaan yang kau jatuhkan atas diri enci Siok Lan dan keluarganya. Akan tetapi ....... apa yang kulakukan di sini ........ ah,. benar-benar tak patut aku ......."
Kun Hong bangkit berdiri dan tersenyum, menggunakan tangan mengangkat muka gadis itu dengan memegang dagunya. "Anak manis ! Anak nakal ! Begitu saja kau hendak memenggal lehermu yang indah itu " Hai. nanti dulu, manis ! Aku mencintamu dengan segenap jiwaku, ini kau sudah yakin, bukan " Dan kaupun mencintaku, aku percaya penuh akan hal ini. Apa salahnya dalam hal ini" Bukankah cinta kasih kita suci dan bersih" Mengapa harus malu " Kecuali kalau kau merasa bahwa kau jauh lebih tinggi, lebih bersih dan lebih mulia dari pada aku, tidak ada yang harus dibuat malu !"
Eng Lan menghapus matanya dengan saputangan, lalu menatap wajah yang tampan dan nampak sungguh - sungguh itu. Ia melihat sinar terang pada wajah itu dan kembali cinta kasihnya bangkit. Ia tersenyum dan mengangguk !
"Naaahh, begitu baru anak manis yang kusayang. Eng Lan. sekali lagi aku menyatakan kepadamu, demi kehormatanku sebagai laki - laki, aku sama sekali tidak ada niat atau kesengajaan untuk menghina keluarga Kwa. Hanya kebetulan saja aku mendengar tentang Kwa Cun Ek, malah aku sama sekali tidak tahu apakah Kwa Cun Ek itu mempunyai anak gadis ketika aku membohong dan mempermainkan Kwee Sun Tek." Lalu dengan singkat ia menceritakan pertemuannya dengan Kwee Sun Tek ketika ia mencuri pedang Cheng-hoa-kiam.
Setelah mendengar penuturan Kun Hong, Eng Lan pura-pura marah, cemberut dan menegur. "Kau memang nakal. Untuk apa kau mencuri pedang orang " "
Wajah Kun Hong menjadi merah. Heran, pikirnya dalam hati, ditegur begini saja hatinya berdebar seperti anak kecil mencuri kueh ditegur ibunya !
"Aku hanya ....... ingin memiliki pedang pusaka ampuh dan di samping itu, sejak kecil aku memang sudah ada keinginan menguji kepandaian Wi Liong. Selain itu," ia menyambung cepat-cepat, "pedang Cheng-hoa-kiam ini memang dahulunya bukan milik supek Thian Te Cu, melainkan milik susiok Gan Yan Ki. Entah bagaimana bisa berada di Wuyi-san. Oleh karena memang nenek moyang guru-guru kami selalu bermusuhan dan bersaing, maka aku sengaja hendak memperlihatkan bahwa perguruan kami tidak kalah oleh mereka. Sebagai bukti. Cheng-hoa-kiam sekarang berada di tanganku."
Eng Lan menggeleng-geleng kepalanya. "Aku tidak tahu dan tidak perduli akan itu semua, pokoknya aku percaya bahwa kau tidak jahat, Kun Hong."
"Terima kasih, kau seperti dewi kahyangan yang turun ke bumi untuk mengangkat aku dari lembah kesengsaraan." seru Kun Hong girang sambil memegang lengan gadis itu.
"Nanti dulu, aku takkan berjanji apa-apa kepadamu sebelum kau penuhi permintaanku." kata Eng Lan sungguh-sungguh.
Kun Hong melebarkan mata dan mengangkat alis. "Permintaan apa ....... ?"
"Jawablah dengan sejujurnya apakah kau betul - betul tidak mencinta enci Siok Lan ?"
Kun Hong benar-benar terkejut dan heran mendengar pertanyaan ini, juga ia merasa penasaran mengapa gadis ini masih saja menyangsikan hatinya.
"Kalau mencinta bagaimana dan kalau tidak bagaimana ?" tanyanya sambil tersenyum menggoda.
"Kalau kau mencintanya, sekarang juga kau bersama aku harus pergi ke Poan-kun untuk minta maaf dan sekalian mengajukan pinangan secara sah. Kalau kau tidak mencintanya, sekarang juga kau bersama aku harus pergi ke Wuyi-san untuk mengakui kesalahanmu di depan Thio Wi Liong, kemudian membujuk atau memaksa pemuda itu untuk menyambung ikatan jodohnya dengan enci Siok Lan yang sudah diputuskan oleh pamannya."
Sampai lama Kun Hong menatap wajah kekasihnya itu dengan mata mengandung keheranan dan kekaguman besar.
"Eng Lan ....... Eng Lan ....... begini anehkah watak semua gadis secantik engkau " Yang kau bicarakan itu adalah urusan Siok Lan dan Wi Liong mengapa kau mau bersusah payah karenanya dan mengajak aku serta pula" Suhu sering berkata bahwa tidak perlu kira mencampuri urusan orang lain yang tidak ada sangkut-pautnya dengan kita. yang tidak menguntungkan kita !"
Eng Lan membanting - banting kakinya dengan gemas- "Itulah celakanya ! Kau sudah diracuni oleh ajaran - ajaran busuk ! Selalu berpikir untuk keuntungan diri sendiri. Kun Hong, kau tidak tahu bahwa di luar dunia golonganmu kita manusia tidak selalu memikirkan kepentingan sendiri, malah selalu mencari kesempatan untuk memikirkan dan menolong orang lain. Tentang enci Siok Lan dan perjodohannya, tak dapat dipungkiri lagi kaulah biang keladinya sampai perjodohan itu diputuskan. Oleh karena itu, kau pula orangnya yang harus menyambungnya kembali."
Ucapan ini terdengar baru bagi telinga Kun Hong. Selama ia berkumpul dengan Thai Khek Sian, para selirnya. Tok-sim Sian-li, Bu-ceng Tok-ong, dan lain-lain tokoh golongan mereka selalu orang mengutamakan kepentingan sendiri. Ia mengangguk - angguk dengan kening berkerut lalu bertanya lagi,
"Kalau aku biang keladinya mengapa kau juga bersusah - payah, malah tadi kau siap mempertaruhkan nyawa membela Siok Lan ?"
Eng Lan menggigit bibir dengan gemas. "Anak bodoh ! Kalau bukan kau yang menjadi biang keladinya, aku takkan susah-susah seperti ini. Hayo jawab, kau pilih yang mana. Mengawini Siok Lan atau menyambung kembali ikatan jodoh antara dia dan Wi Liong " "
Kun Hong benar-benar tak mengerti. Akan tetapi mendengar desakan pertanyaan tadi, terpaksa ia menjawab. "Tentu saja aku tidak akan mengawini Siok Lan karena aku tidak mencintanya."
"Kalau begitu kita harus ke Wuyi-san sekarang juga." kata Eng Lan.
Di dalam hatinya. Kun Hong merasa gentar untuk pergi ke Wuyi-san. Ia tidak takut berhadapan dengan Kwee Sun Tek orang tua buta itu. juga menghadapi Wi Liong sekalipun ia tidak takut. Akan tetapi yang membuat hatinya gentar adalah Thian Te Cu, kakek yang sebetulnya masih terhitung supek-nya (uwa guru) sendiri. Andaikata supeknya turun tangan, ia dapat berdaya apakah " Betapapun juga. melihat sepasang mata bintang gadis itu menatap wajahnya penuh selidik, Kun Hong mengertak gigi dan berkata gagah.
"Baik, kupenuhi permintaanmu. Mari kita mencari Wi Liong dan kalau perlu akan kupaksa dia pergi ke Poan-kun menyambung tali perjodohannya dengan Kwa Siok Lan."
Eng Lan tersenyum girang dan dengan mesra memegang tangannya. "Kalau begitu mari kita lekas berangkat !" Ia menarik tangan Kun Hong dan pemuda ini sambil tertawa terpaksa mengikuti gadis itu berlari cepat.
"'Eng Lan, nanti dulu ! Kau mengajakku ke Wuyi-san mengapa lari ke sana " Kita harus menyeberang sungai ini !"
Eng Lan berhenti, tercengang lalu tertawa. Sambil bergandengan tangan mereka lalu masuk ke dalam perahu yang telah ditinggal pergi oleh pemiliknya tadi, dan Kun Hong mendayung perahu itu ke seberang. Diam - diam ia tersenyum geli melihat kini gadis itu sama sekali tidak perduli lagi bahwa mereka telah memakai perahu orang lain. Anehnya bagi Kun Hong. setelah tiba di seberang, ia terdorong oleh semacam perasaan yang, membuat ia turun tangan mengikat perahu itu pada sebarang akar pohon agar perahu itu jangan hilang dan hanyut. Heran sekali baru kali ini ia melakukan sesuatu demi kepentingan lain orang, dalam hal ini demi kepentingan si tukang perahu agar jangan kehilangan perahunya. Dan ia tahu dengan penuh keyakinan bahwa perasaan ini timbul karena Eng Lan.!
Eng Lan nampak gembira sekali. Memang. dia gembira karena akhirnya ia toh akan dapat berjasa dalam membela Siok Lan. Kalau saja ia berhasil menghubungkan kembali perjodohan Siok Lan dan tunangannya ! Dengan Kun Hong di sampingnya, ia berbesar hati dan pasti usahanya akan berhasil. Melihat wajah pemuda ini saja sudah mendatangkan keyakinan baginya bahwa bersama Kun Hong. ia akan sanggup melakukan hal-hal besar.
"Eng Lan, aku masih tidak mengerti mengapa, justeru karena aku biang keladinya, maka kau mau bersusah-payah ?" di tengah perjalanan Kun Hong bertanya.
Eng Lan memandang kepadanya dengan senyum simpul. "Kelak kau akan tahu sebabnya dan sekarang tak usah kau sebut-sebut hal itu."
Kun Hong melengak. Alangkah besarnya cinta kasih di dalam hatinya terhadap gadis ini. Dengan Eng Lan di sampingnya, seakan-akan hidup ini baru baginya Ia merasa tenang, tenteram, penuh kebahagiaan.
Di lain fihak. Eng Lan yang sudah menyerahkan kasihnya kepada Kun Hong, diam - diam mempergunakan perjalanan jauh ini sebagai ujian terhadap kekasihnya. Di lubuk hatinya ia sudah percaya bahwa kekasihnya ini pada hakekatnya adalah seorang yang baik. akan tetapi kalau belum terbukti, kelak hanya akan menjadi gangguan batin baginya. Maka ia sengaja tidak menjauhkan diri. dan hendak menyaksikan bagaimana watak aseli dari Kun Hong
Akibatnya hebat bagi Kun Hong. Sering kali di waktu malam, apa bila terpaksa mereka bermalam di dalam hutan karena jauh dari kampung, melihat Eng Lan tidur di bawah pohon tidur pulas dan penuh kepercayaan kepadanya, pemuda ini duduk menjauh, bersandar pohon dan semalam suntuk tak dapat memejamkan matanya. Pelbagai rangsangan hawa nafsu yang digerakkan oleh setan yang tak pernah menjauhi manusia, membuat ia panas dingin. Akan tetapi setiap kali ia menatap wajah gadis itu, hatinya melembut dan semua rangsangan itu dapat ia tekan. Tidak, pikirnya, Eng Lan bukan seperti wanita lain. Ia mencinta gadis ini dengan murni, penuh kelembutan dan kehormatan. Ia hanya membuka jubahnya untuk diselimutkan kepada tubuh gadis itu dan seekor nyamuk kecil saja yang berani mengganggu Eng Lan. akan mampus oleh sambaran tangannya.
Demikianlah, berpekan-pekan hubungan mereka makin erat dan makin yakinlah hati Eng Lan bahwa pilihannya tidak keliru. Kun Hong benar-benar seorang laki - laki yang boleh dipercaya. Belum pernah ia diganggu di sepanjang perjalanan. Hanya beberapa kali, apa bila mereka sedang duduk berhadapan menghadapi api unggun di dalam hutan untuk mengusir dingin, pemuda itu berkata.
"Eng Lan, setelah selesai tugasku menemui Wi Liong, kau harus kembali kepada suhumu. Aku akan mencari obat dan ...... dan hanya kalau kelak aku sudah terhindar dari bahaya maut yang mengeram di dalam tubuhku, aku akan mencarimu, akan meminangmu dari tangan suhumu. Sementara itu kita ......... kita tak boleh berkumpul seperti ini ........."
"Kenapa, Kun Hong ......... " "
"Tidak baik. Eng Lan. Dan ....... dan merupakan siksaan bagiku ......... semua itu bukan apa - apa kalau dibandingkan dengan besarnya kekhawatiranku kalau- kalau aku ......... tak dapat menahan gelora hatiku ......... aku khawatir sekali ........."
Eng Lan tersenyum apa bila mendengar keluhan ini, senyum bangga dan girang. Ia tahu akan perjuangan batin kekasihnya, tahu bahwa pengaruh kehidupan lama yang kotor sedang diperanginya sendiri di dalam batinnya. Dan ia senang sekali melihat Kun Hong berada di fihak yang menang. Ia mencinta pemuda ini, mencinta sepenuh jiwanya. Kepada Kun Hong seorang ia menggantungkan harapannya. Baik Kun Hong menjadi sadar maupun tetap jahat, ia tetap mencintanya. Oleh karena itu gadis ini tidak gentar menghadapi bahaya, karena ia yakin betul bahwa melakukan perjalanan bersama seorang pemuda seperti Kun Hong, merupakan bahaya besar bagi seorang gadis. Sungguhpun ia berkepandaian, namun apa dayanya terhadap Kun Hong" Kalau pemuda itu runtuh pertahanan batinnya, ia akan menjadi korban Dan andaikata terjadi hal demikian, ia akan mengundurkan diri dari Kun Hong. akan mengundurkan diri dari dunia karena idam-idaman dan cita - citanya berarti sudah hancur. Akan tetapi sebaliknya kalau pemuda itu lulus dalam "ujian" ini, ia benar-benar akan menemui kebahagiaan sejati.
Demikianlah, setelah melakukan perjalanan cukup lama. dua orang muda-mudl ini akhirnya sainpai di Wuyi-san. Karena Kun Hong sudah pernah mendatangi tempat itu, maka mudah ia mencari jalan mendaki bukit itu. Hari telah mulai gelap ketika mereka akhirnya tiba di puncak, di mana tempat tinggal Thian Te Cu. sudah kelihatan. Rumah besar dari batu bertumpuk yang kokoh, kuat itu membuat jantung Kun Hong berdebar lebih keras dari biasanya.
"'Kita berhenti di sini dulu." katanya sambit berhenti dan duduk di atas sebuah batu.
"Kenapa berhenti " Bukankah lebih baik terus langsung menemui Thio Wi Liong ?" tanya Eng Lan.
"Tidak. Aku tidak mau mendatangkan keributan. Kalau si tua buta mendengar akan kedatanganku, pasti dia akan marah-marah dan membikin ribut. Lebih baik kita menanti dan sedapat mungkin aku hendak menjumpai Wi Liong sendiri saja."
Ucapan ini memang sesungguhnya, hanya harus ditambah sedikit bahwa sebetulnya selain alasan di atas, juga Kun Hong jerih sekali kalau sampai kedatangannya diketahui oleh Thian Te Cu dan membuat marah orang tua itu. Melihat gadis itu memandang heran dan ragu-ragu, ia melanjutkan.
"Eng Lan, kaupun tahu malam ini terang bulan purnama. Kiranya takkan sukar mencari Wi Liong. Dengan pemuda itu mungkin kita bisa bicara secara baik-baik, akan tetapi tidak demikian dengan pamannya yang keras hati."
Karena Eng Lan sendiri belum pernah bertemu dengan Kwee Sun Tek. dan iapun merasa jerih melihat bangunan yang megah dan kokoh itu, ia menurut saja akan kehendak Kun Hong. Menantilah dua orang muda-mudi ini agak jauh dari bangunan tempat tinggal Thian Te Cu itu, duduk di atas batu-batu hitam.
Tiba - tiba Eng Lan memandang wajah Kun Hong ketika ia mendengar suara yang keluar dari perut yang lapar. Ia teringat bahwa sehari itu Kun Hong belum makan sesuatu. Sudah dua hari dua malam tak pernah bertemu dengan dusun sehingga mereka hanya makan buah - buahan di hutan. Celakanya, sehari tadi mereka hanya mendapatkan sedikit buah - buah yang masak dan Kun Hong menyuruhnya makan semua sedangkan pemuda itu sendiri hanya minum air gunung dengan alasan ia belum lapar.
convert txt : http://www.mardias.mywapblog.com
Kun Hong juga merasa betapa perutnya yang perih tadi mengeluarkan bunyi perlahan. Wajahnya memerah dan ia tersenyum sambil berkata kepada Eng Lan yang memandangnya dengan kasihan. "Perut tak tahu diri, sering dimanja menjadi tak tahu malu ! Padahal dahulu sudah sering kali aku mengalami tak makan sampai berhari - hari."
Eng Lan menarik napas panjang. Alangkah sengsara kehidupan pemuda ini, sunyi dan kosong hidupnya.
"Kau tentu lapar sekali. Kun Hong."
"Ah. tidak apa. Sudah jamak sekali - kali mengurangi makan. Seorang gagah menganggap makan soal ke dua. Kalau kita sudah berumah tangga, tentu takkan terjadi hal seperti ini kelaparan di atas gunung." kelakarnya sambil tertawa.
Berdebar jantung Eng Lan mendengar ucapan ini. "Pulang ke rumah ........." katanya perlahan tanpa memandang pemuda itu. sebaliknya menatap wajah bulan purnama yang mulai timbul dari timur. Kata - kata ini amat besar pengaruhnya, amat sedap didengar dan amat indah artinya. Pulang ke rumah, rumah dia dan Kun Hong, suaminya. Rumah yang bahagia, di mana mereka hidup aman tenteram., kasih - mengasihi, dilengkapi pula oleh suara tawa anak - anak ! Belum pernah dia merasai kebahagiaan rumah tangga, seperti juga Kun Hong !
Bukan main indahnya pemandangan di puncak itu ketika bulan purnama bersinar - sinar di angkasa raya yang bersih dan cerah Semua nampak mandi cahaya keemasan, redup hening, sejuk bersih. Memandang ke bawah nampak puncak-puncak pohon hitam kekuningan, kadang - kadang bergerak tertiup angin, berombak - ombak membuat dua orang muda itu merasa duduk di atas sebuah perahu besar yang terapung di samudera luas. Menengok ke puncak bukit, kelihatan bangunan dengan genteng - gentengnya yang hitam merah bermandikan cahaya kuning, mengkilat seperti habis dicuci.
"Eng Lan, kau telah kuceritakan tentang riwayatku semenjak kecil. Sekarang sambil menanti bulan naik tinggi, kau berceritalah tentang dirimu. Selama ini yang kuketahui tentang kau hanya bahwa kau seorang gadis bernama Pui Eng Lan murid Pak-thian Koai-jin."
Eng Lan menjawab lirih. "Apa sih yang menarik tertang riwayatku " Semenjak kecil mengalami kesengsaraan belaka."
"Dewiku, kesengsaraan hidup di waktu kecil tak patut disesalkan, malah mereka yang belum pernah merasai kesengsaraan hidup harus dikasihani karena jiwa mereka menjadi lemah. Kesengsaraan hidup di waktu kecil merupakan gemblengan hidup, membuat orang menjadi tabah dan berpengalaman. Bukankah pengalaman - pengalaman yang pahit dan berbahaya itu justeru dapat menjadi kenangan yang tak mudah dilupa dan nikmat dibicarakan " "
Eng Lan menatap wajah kekasihnya di bawah sinar bulan purnama dengan pandang mata berseri akan tetapi ia juga terharu. Benar sekali dugaannya, kekasihnya ini bukan pada dasarnya jahat, melainkan telah terkena noda hitam karena dahulunya selalu berdekatan dengan pergaulan kotor.
"Riwayatku singkat dan tidak menarik." ia mulai menuturkan keadaan dirinya. "Entah masih ada berapa banyak gadis yang seperti aku riwayatnya, yang hingga kini masih tenis-menerus berulang, riwayat anak - anak malang para petani dusun."
Kun Hong mendengarkan dengan penuh perhatian, sepasang matanya yang tajam luar biasa itu menatap wajah Eng Lan penuh perasaan cinta kasih dan iba hati.
"Ayah bundaku petani - petani dusun yang miskin Sampai sekarangpun aku masih bertanya-tanya dalam hati mengapa para petani yang mengerjakan sawah ladang, yang memeras keringat bercocok tanam kadang - kadang malah tidak dapat makan, banyak malah yarg mati kelaparan. Tak mengerti aku mengapa di kota- kotalah tempat beras dan sayur berlimpah - limpah sedangkan di dusun, di tempat tumbuh dan dikerjakannya semua bahan pangan itu orang-orang sampai kekurangan dan kelaparan. Tentu saja aku mengerti kemudian bahwa inilah gara- gara para tuan tanah, gara-gara para pengisap darah rakyat petani yang diperlakukan lebih buruk dari pada kerbau - kerbau atau anjing - anjing. Demikian payah kehidupan para petani, tidak saja banyak di antara mereka yang mati kelaparan bahkan banyak yang terpaksa menjual anak-anak mereka, yang wanita untuk dijadikan permainan para tuan tanah dan pembesar setempat, yang laki-laki untuk dijadikan budak, dijadikan kerbau kaki dua !"
Kun Hong memandang heran. Baru kali ini ia mendengar hal-hal seperti itu dan sukar baginya untuk mempercaya. Semenjak dahulu, dia tidak pernah dihadapkan dengan hal-hal seperti itu. Dunianya yang dulu hanyalah mempergunakan kepandaian untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan sandang - pangan maupun kebutuhan lain, tanpa memperdulikan bagaimana caranya mendapatkan itu. Baik dengan merampok maupun mencuri, asalkan terpenuhi hasrat hati dan kebutuhan.
"Oleh karena keadaan hidup yang tercekik, bagi kaum tani, menikah berarti menambah beban hidup yang luar biasa, permulaan dari pada semua kesengsaraan karena sudah hampir lajim menjadi kenyataan bahwa mempunyai anak berarti sebuah malapetaka besar. Banyak sekali kandungan digugurkan, malah tidak jarang orang terpaksa mencekik mati bayi yang baru lahir, apa lagi kalau bayinya perempuan ......."
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Setan ......... !!" Kun Hong memaki kaget. "Bagaimana manusia bisa sekeji itu " Banyak sudah kumelihat perbuatan kejam, akan tetapi belum pernah yang sekeji itu !"
"Siapa itu yang kau katakan kejam dan keji "'
"Siapa lagi kalau bukan setan - setan yang mencekik mati bayi sendiri yang baru terlahir " "
"Kau keliru. Mereka itu lebih patut dikasihani dari pada dimaki sungguhpun aku sendiri pribadi tidak dapat menyetujui perbuatan itu," kata Eng Lan sambil menarik napas panjang
"Lebih patut dikasihani ?" Kun Hong tiba-tiba tertawa bergelak. "Eng Lan kau kadang-kadang membuat aku bingung. Dengan kau di dekatku, aku mulai belajar membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, akan tetapi pertanyaanmu bahwa orang - orang yang mencekik mati bayinya sendiri yang baru terlahir kausebut patut dikasihani dari pada dimaki, benar - benar membuat aku bingung.'
"Itulah kalau kau hanya melihat sesuatu peristiwa dari sudut terakhir saja tanpa menjenguk awalnya atau itidak mencari tahu akan sebab-sebabnya. Kau tahu Kun Hong, mereka yang terpaksa membunuh bayi sendiri itu melakukannya dengan mata tertutup dan air mata bercucuran, malah tanpa terlihat darah bercucuran di dalam hatinya. Mereka melakukannya karena terpaksa, karena maklum bahwa kalau anak itu dibiarkan hidup, apa lagi kalau perempuan kelak hanya akan mengalami kesengsaraan hidup yang tiada taranya. Baru membesarkannya saja sudah setengah mati, ayah bunda sudah kekurangan makan mana bisa ditambah mulut seorang anak lagi, apa lagi kalau perempuan" Setelah anak itu besar, akhirnya hanya akan digelandang pergi oleh tuan-tuan tanah, ya yang muda, ya yang kakek - kakek, semua mereka itu bandot - bandot belaka. Untuk mencegah hal ini kelak terjadi, malapetaka hebat yang tidak saja akan menimpa anak perempuannya akan tetapi mungkin menyeret sekeluarga, jalan satu-satunya hanya membunuh anak itu sebelum menimbulkan rasa kasih sayang yang besar. "
Kun Hong melompat berdiri dan membanting-banting kakinya. Wajahnya merah dan ia kelihatan marah sekali. Dicabutnya pedang Cheng-hoa-kiam lalu diputar-putarnya pedang itu cepat bagaikan kilat menyambar - nyambar, mulutnya mengeluarkan geraman - geraman perlahan yang menggetarkan hati Eng Lan.
"Kun Hong ...... ! Kau kenapa ....... " " gadis itu menegur, heran dan khawatir.
Mendengar suara gadis ini. Kun Hong sadar kembali dan menghentikan amukannya pada udara kosong. Akan tetapi ia masih marah dan membanting- banting kakinya. "Keliru ......... ! Keliru besar manusia - manusia tolol itu ! Itu hanya perbuatan manusia - manusia bodoh yang lemah, tiada bedanya dengan anjing - anjing dipentung berlari sambil berkuikan. Ditindas dari atas malah membunuh anak sendiri ! Untuk apa manusia-manusia demikian hidup " "
Karena dia sendiri anak seorang petani dusun, mendengar maki-makian ini Eng Lan menjadi panas hatinya. "Kalau menurut kau, harus bagaimana " "
"Lawan saja para penindas itu! Andaikata benar yang membuat hidup mereka demikian celaka adalah tuan - tuan tanah., para hartawan dan bangsawan di dusun, andaikata benar tuan - tuan tanah itu memeras keringat dan darah mereka, mengapa tidak serentak bangkit melakukan perlawanan " Hancurkan saja lintah - lintah darat itu, ganyang habis penindas-penindas itu, dan aku siap mengorbankan nyawa untuk membantu!" Pemuda itu berdiri tegak penuh semangat, seperti seorang patriot yang menyatakan hendak membela tanah air dari serangan musuh negara.
Eng Lan berseri kembali wajahnya, ia bangga terhadap kekasihnya. "Kalau saja banyak orang gagah seperti kau, dan kalau saja sejak dulu kau bersikap seperti ini, alangkah banyaknya orang dusun yang, tertolong hidupnya. Kun Hong. kau tidak tahu bahwa para petani miskin itu amat lemah kedudukannya. Apakah daya mereka" Aku lebih tahu karena dahulu akupun anak petani di dusun. Berapa banyaknya petani yang sudah nekat dan memberontak, akan tetapi dalam beberapa hari saja habis dibasmi oleh kaki tangan hartawan dan bangsawan di dusun yang rata - rata terdiri dari tukang - tukang pukul yang kuat dan berkepandaian." Sungguh celaka keadaan mereka, tidak melawan mati kelaparan atau sedikitnya hidup seperti binatang, kalau melawan tewas semua dengan sia - sia. Kalau tidak orang - orang seperti kita yang turun tangan membantu biar seratus tahun lagi mereka akan tetap tertindas dan terhisap."
"Aku akan membela mereka !" teriak Kun Hong bersemangat.
Eng Lan memegang tangan pemuda itu dan matanya berlinang. "Terima kasih, Kun Hong. Bagus sekali kau bersikap seperti ini. Jangan kau kembali seperti dulu. membantu penjajah Mongol yang menambah beban rakyat karena para tuan tanah dan bangsawan itu rata-rata juga telah menjadi kaki tangan penjajah itu."
"Apa .........?" Kun Hong menjadi pucat.
"Kau bilang bahwa dulu aku malah membantu mereka yang membikin celaka rakyat jelata " "
"Tidak salah. Dengarlah ceritaku selanjutnya agar kau tahu manusia macam apa itu bangsawan Liu yang hendak kau bela di kota raja, hartawan yang putus lehernya oleh pedangku."
Kun Hong ditarik lengannya dan duduk kembali di atas batu siap mendengarkan cerita gadis yang sudah dapat membuat ia terpengaruh lahir batin itu.
"Seperti kuceritakan tadi. ayah bundaku petani - petani miskin sekali yang penghasilannya hanya mengerjakan sawah tuan tanah sebagai buruh tani. Berpuluh tahun keringat dari darah ayah bundaku diperas untuk menggarap sawah dan memenuhi gudang tuan tanah sedangkan ayah ibu hanya menerima sekedar tidak kelaparan. Ayah ibu hanya punya dua orang anak perempuan, enciku dan aku. Enci sudah menikah dengan seorang pemuda tani juga dan pindah ke dusun dekat kota tempat tinggal hartawan Liu untuk mengerjakan sawah hartawan itu. Aku tinggal bersama ayah bundaku. Kemudian malapetaka menimpa keluarga kami ketika aku berusia limabelas tahun. Tuan tanah yang dikerjakan sawahnya oleh ayah, mempunyai niat jahat terhadap diriku. Ayah dan ibu biarpun miskin, namun tidak sudi menuruti permintaannya. Bermacam usaha dan jalan dilakukan oleh tuan tanah jahanam itu, sampai akhirnya ayah ibu mereka tahan dengan tuduhan menggelapkan hasil panen dan aku yang ditinggal seorang diri diculik oleh kaki tangannya."
"Keparat jahanam! Katakan siapa dan di mana tuan tanah itu, akan kuhancurkan kepalanya !" Kun Hong membentak dan mengenal tinjunya.
"Sabar dan dengarkan saja sampai habis," Eng Lan menghibur sambil menangkap dan menggenggam tangan kekasihnya itu.
"Baiknya pada waktu itu muncul suhu di dusun itu. Suhu menolongku dan membunuh tuan tanah keparat. Ketika suhu hendak menolong ayah bundaku, ternyata ayah ibu telah ...... mati di dalam kamar tahanan, membunuh diri dengan ......... membenturkan kepala pada dinding......"
Sampai di sini Eng Lan menangis sedih. Kun Hong memeluk dan mendekap kepalanya, mengelus - elus rambut gadis itu dengan menahan air matanya sendiri.
"Kasihan sekali kau ......... dewiku ........."
Tak lama kemudian Eng Lan sudah dapat menguasai dirinya dan dia melanjutkan ceritanya.
"Karena aku tiada sanak kadang lagi, dan karena suhu kasihan melihatku semenjak saat itu aku menjadi muridnya. Suhu menjadi pengganti orang tuaku dan aku berlatih ilmu dengan giat karena aku menjadi yakin bahwa hanya dengan memperkuat diri dan bersatu dengan rakyat jelata maka kelak kita akan dapat mengubah keadaan rakyat, yang demikian sengsaranya. Kemudian dapat kaubayangkan betapa sakit hatiku ketika mendengar bahwa enciku sekeluarga juga dibunuh habis oleh kaki tangan bangsawan Liu karena hartawan itu tergila-gila melihat kecantikan enciku. Aku mendengar bahwa keparat itu sudah pindah ke Peking. Aku mohon pertolongan suhu dan akhirnya seperti kau ketahui, aku berhasil membalas sakit hati enciku dan membunuh keparat she Liu tua bangka mata keranjang itu. Kebetulan sekali aku mendapat bantuan enci Siok Lan dan susioknya (paman gurunya) maka segala sesuatu berjalan lancar."
Pada saat Eng Lan mengakhiri ceritanya, bulan sudah naik tinggi dan keadaan malam itu menjadi makin terang dan makin sejuk. Tiba-tiba terdengar suara tiupan suling yang amat indah. Lagu yang ditiup dari suling itu adalah lagu yang terkenal yaitu lagu "Penggembala Merindukan Puteri" sebuah lagu percintaan yang dipetik dari sebuah dongeng tentang penggembala yang melihat puteri raja dan jatuh hati kepadanya. Penggembala itu setiap hari menumpahkan rasa rindunya melalui suling. Demikian pandai ia menyuling, demikian indah suara sulingnya sampai-sampai ia menjadi terkenal dan diundang ke istana untuk bermain suling di depan keluarga raja termasuk ...... sang puteri itu ! Saking bagusnya ia menyuling dan saking kagumnya keluarga raja mendengar tiupan suling penuh perasaan ini, raja lalu menjanjikan hadiah dan menyuruh penggembala itu memilih sendiri hadiahnya. Tanpa ragu - ragu lagi penggembala itu menunjuk pilihannya, yaitu ...... sang puteri itulah ! Raja dan orang - orang lain di situ kaget sekali. Raja marah, menyuruh tangkap penggembala itu dan menyuruh algojo memenggal batang lehernya di saat itu juga ! Melihat ini. sang puteri jatuh sakit sampai matinya.
Demikianlah dongeng itu yang tersusun dalam sebuah lagu yang kini dimainkan orang denngan suling di tengah kesunyian malam bulan purnama itu. Untuk sejenak Eng Lan dan Kun Hong saling pandang dengan heran, mendengarkan dengan kagum karena suling itu ditiup dengan penuh perasaan pula dan mendengar suara suling melengking begitu halus dan nyaring, diam-diam Kun Hong terkejut karena maklum bahwa peniupnya tentulah seorang ahli khikang yang pandai.
"Mari, sudah waktunya kita mencari Wi Liong," bisiknya. Dengan pedang Cheng-hoa-kiam di tangan. Kun Hong berjalan menuju ke bangunan itu, diikuti oleh Eng Lan.
Akan tetapi, seluruh bangunan kelihatan gelap dan sunyi saja. Yang ada hanya suara suling ditiup makin asyik, mendatangkan suasana romantis dan juga agak ganjil. Ketika mereka sudah mendekati bangunan kuno itu ternyata bahwa suara suling terdengar dari belakang bangunan, akan tetapi dari atas datangnya !
"Agaknya orang sudah menanti kunjungan kita dan sengaja menyambut dengan suara suling di atas genteng" kata Kun Hong yang mengenal watak yang aneh - aneh dari orang - orang kang-ouw. Apa lagi di tempat kediaman Thian Te Cu hal seperti itu bukan aneh namanya.
"Ssttt......... !" Eng Lan menyentuh tangan Kun Hong dari belakang. Pemuda ini menengok dan ia melihat dua bayangan orang berkelebat, menyusul dari belakang. Kun Hong cepat bersiap-siap, akan tetapi oleh karena mengira bahwa dua orang itu tentu fihak tuan rumah, tidak baik kalau ia memegang pedang terhunus. Cepat ia menyimpan pedangnya di balik baju. Siapa kira dalam saat itu juga, dua orang itu serta - merta tanpa banyak cakap lagi sudah melompat maju dengan kecepatan kilat, menyambar dan menyerang dia dan Eng Lan ! Kun Hong terkejut sekali melihat serangan ini yang mengandung hawa pukulan kuat sekali. Ia tahu bahwa Eng Lan takkan mungkin dapat menahan serangan sehebat ini. maka cepat sekali ia mendorong tubuh kekasihnya sampai Eng Lan mencelat dan bergulingan jauh !
Akan tetapi pada saat itu, serangan dua orang itu sudah sampai, malah yang tadinya hendak menyerang Eng Lan, melihat gadis itu didorong pergi lalu membalik dan mengalihkan penyerangannya kepada Kun Hong. Dengan demikian secara bercubi - tubi Kun Hong menghadapi dua serangan dahsyat.
Pemuda ini cepat menggerakkan kaki dan kedua tangannya menyampok serangan - serangan itu.
"Plak ! Plak !!" Cepat sekali dua tangannya berhasil menyampok dua kepalan tangan, akan tetapi betapa kagetnya ketika ia merasa kedua tangannya sakit ketika bertemu dengan dua buah tangan yang keras laksana besi baja ! Namun Kun Hong adalah murid Thai Khek Sian, ilmu silatnya aneh dan luar biasa sekali, gerakannya cepat tak terduga. Dalam keadaan terserang tadi, begitu menangkis ia sudah dapat menyusul dengan dua macam serangan ke arah dua orang, lawan yang belum ia lihat betul keadaan orangnya. Lawan yang agak tinggi bingung menghadapi pukulan Kun Hong. hendak menangkis namun kurang cepat sehingga pundaknya kena diserempet, membuat ia mengaduh dan terhuyung ke belakang. Akan tetapi lawan ke dua yang bertubuh gemuk pendek, menghadapi pukulan Kun Hong dengan kedua tangan didorong ke depan. Kun Hong terkejut dan maklum bahwa lawan hendak mengadu tenaga. Ia hendak menarik tangannya sudah tidak keburu.
"Dukkk ............ ! !" kepalan tangan Kun Hong membentur telapak tangan si gemuk pendek itu. Kun Hong merasa seperti menghantam dinding baja. Rasa panas yang aneh menjalar cepat dari kepalan tangan, menikam jantungnya.
"Huakk ............ ! ' Tak dapat ditahan lagi Kun Hong muntahkan darah segar yang seakan-akan menyembur keluar dari dalam dadanya. Sementara itu, si gemuk pendek terjengkang lalu bergulingan dan melompat berdiri lagi.
"Kun Hong ............" Eng Lan menjerit dan gadis ini sudah mencabut pedangnya untuk bersiap membantu kekasihnya. Namun Kun Hong memberi isyarat supaya ia mundur dan kini pemuda ini tanpa mengeluarkan kata - kata lagi sudah mencabut Cheng-hoa-kiam dan menghadapi dia orang itu yang juga sudah mencabut pedang masing - masing. Kun Hong tidak berani mengeluarkan kata- kata karena ia maklum bahwa isi dadanya terluka hebat. Ia teringat akan pesan Liong Tosu, guru besar yang aneh dari Kun-lun-pai itu bahwa biarpun ia sudah diobati oleh Liong Tosu. namun kalau ia berhadapan dengan ahli gwakang ia akan celaka, kecuali kalau ia sudah mendapat pengobatan dari hwesio hitam yang tinggal di puncak Houw-thouw (Kepala Harimau) di Pegunungan Bayangkara. Sekarang ia telah terluka karena tadi ia mengadu tenaga dengan si gemuk pendek yang ternyata adalah seorang ahli gwakang !
"Ha-ha-ha. apakah kau murid Thian Te Cu " Kepandaianmu boleh juga, akan tetapi kau sudah terluka hebat. Lebih baik kau panggil Thian Te Cu keluar agar tua bangka itu dapat merasai kelihaian, kami Im-yang Siang-cu !" kata si gemuk pendek-
Kun Hong diam - diam merasa geli. Biarpun dua orang ini cukup lihai, akan tetapi mana bisa melawan Thian Te Cu " Akan tetapi karena tak berani mengeluarkan suara ia hanya menjawab pertanyaan itu dengan serangan pedang Cheng-hoa-kiam di tangannya. Pedang pusaka ini berkelebat bagaikan kilat menyambar, cepat dan tidak terduga gerakan-gerakannya. Dua orang itu melihat pedang Cheng-hoa-kiam menjadi bersemangat.
"Cheng-hoa-kiam di tanganmu, tentu kau murid Thian Te Cu !" kata yang gemuk pendek sambil memutar pedangnya, disusul oleh orang kedua. Akan tetapi segera mereka melompat mundur karena sinar pedang Cheng-hoa-kiam yang dimainkan secara istimewa oleh Kun Hong membuat pandangan mata mereka menjadi silau dan bingung.
"Ini ilmu pedang apa "'" bentak si gemuk pendek, heran dan juga kagum. "Apa kau bukan murid Thian Te Cu " "
Mana Kun Hong mau mengobrol panjang lebar " Pemuda ini sudah terluka parah, kepalanya pening dadanya panas sekali. Pedangnya menjawab pertanyaan orang dengan serangan kilat lagi. Si gemuk pendek menangkis dengan pedangnya yang ternyata juga pedang pusaka. Terdengar suara nyaring, bunga api berhamburan dan si gemuk itu memekik keras. Kun Hong telah mempergunakan ilmu pedang warisan gurunya yang luar biasa, yaitu ketika kedua pedang bertemu, pedang Cheng-hoa-kiam menggeser turun di sepanjang pedang lawan untuk menyerang tangan atau jari yang memegang pedang itu. Inilah siasat licik dan curang yang memang merupakan kelihaian ilmu silat Thai Khek Sian. Si gemuk itu sama sekali tidak pernah menyangka maka dalam segebrakan itu sebuah jari tangannya, yang tengah, terbabat putus setengahnya.
Kawannya menjadi marah dan hendak menyerbu, akan tetapi tiba - tiba iapun berseru kaget ketika lehernya disambar benda kecil keras sekali sampai terasa sakit dan membuat matanya berkunang. Cepat tangan kirinya menyambar benda itu, dan ternyata itu adalah sepotong pecahan genteng ! Si gemuk yang jari tengah tangan kanannya putus, juga tiba-tiba tertimpuk dadanya.
"Thian Te Cu curang ......... !" teriak mereka lalu kabur, melarikan diri sipat kuping ke bawah gunung.
Kun Hong maklum bahwa dia dibantu orang, akan tetapi ia sudah terlalu pening untuk dapat melihat siapa pembantunya dan iapun tidak ada tenaga untuk mengejar dua orang itu. Eng Lan segera menghampirinya dan memegang lengannya.
"Kun Hong ........ kau ........ kau tidak apa - apa ......... ?"
Dengan pedang Cheng-hoa-kiam di tangan kanan Kun Hong menggunakan lengan kirinya mengusap bibirnya untuk membersihkan darah, lalu menatap wajah Eng Lan sambil tersenyum dan menggeleng kepala.
"Akan tetapi ......... kau tadi ........ muntah darah ........." gadis itu berkata lagi penuh kegelisahan. "Kun Hong, kau terluka parah ......... "
Kun Hong sudah dapat mengatur pernapasannya dan kepeningannya tadi lenyap, hanya di bagian dada masih terasa sakit dan panas. Akan tetapi ia memaksa diri berkata sambil tersenyum. "Lukaku yang kemarin ini akibat pukulan totokan Im-yang-lian-hoan Kun-Iun-pai, tidak apa-apa ........... " Ia memeluk pundak nona itu dengan lengan kirinya. "Eng Lan, hayo kita mencari Wi Liong ....... "
Suara suling tadi berhenti sebentar ketika Kun Hong bertempur, akan tetapi sekarang sudah berbunyi lagi. Tentu saja dua orang muda - mudi itu tadi tidak memperhatikan hal ini dan baru sekarang suara suling yang memecah kesunyian malam itu menarik perhatian mereka lagi. Tiba - tiba Kun Hong teringat akan sesuatu dan ia tertawa.
"Alangkah bodohku. Yang menyuling itu siapa lagi kalau bukan Wi Liong " Hayo kita naik ke sana !" Ia menuding ke atas. ke arah genteng bangunan kuno itu.
Eng Lan juga teringat bahwa dahulu Wi Liong bersenjata sebuah suling. Memang amat boleh jadi pemuda itulah yang menyuling di saat itu. Diam - diam ia berdebar dan mukanya menjadi merah kalau teringat betapa dahulu suhunya hendak menjodohkan dia dengan Thio Wi Liong. Baiknya sinar bulan tidak cukup terang untuk dapat menyinari perubahan air mukanya maka Kun Hong tidak melihat perubahan muka Eng Lan yang memerah itu. Ia lalu menggandeng tangan Eng Lan. diajak melompat ke atas genteng. Kemudian Kun Hong berjalan di depan dengan pedang Cheng-hoa-kiam di tangan sedangkan Eng Lan berjalan di belakangnya. Mereka berjalan di sepanjang wuwungan rumah menuju ke arah suara suling yang keluar dari sebelah belakang bangunan itu.
Setelah mereka tiba di atas bangunan belakang ternyata bahwa dugaan mereka betul. Di atas wuwungan rumah, di bawah sinar bulan purnama, duduklah Wi Liong menyandarkan tubuh pada dinding loteng. Ia asyik menyuling dengan kedua mata meram, begitu asyik seakan-akan ia tidak berada di dunia ini. Ia hanyut oleh ayunan suara sulingnya yang menggetar-getar, tanda bahwa peniupnya menyuling dengan penuh perasaan.
Kun Hong berhenti dan menatap Wi Liong dengan mata berseri. Sekaranglah tiba saatnya ia berhadapan muka dengan musuh bessr sejak kecilnya. Sekarang ia mendapat kesempatan untuk menantang Wi Liong berpibu, mengadakan pertandingan sampai seribu jurus sampai seorang di antara mereka mengakui keunggulan lawan ! Ingin ia membentak Wi Liong dan menantangnya, akan tetapi tiba - tiba Eng Lan dari belakang menyentuh tangannya dan memberi isyarat supaya Kun Hong jangan mengganggu orang yang sedang begitu asyiknya menyuling. Terpaksa Kun Hong menunda niatnya dan ikut mendengarkan. Ia melihat Eng Lan ikut terharu dan tertarik sekali akan lagu itu. Memang, Eng Lan mengenal baik lagu baru yang ditiup oleh Wi Liong melalui sulingnya, yaitu lagu "Bulanku Jangan Lari" yang kata-katanya ia kenal seperti berikut
"Bulan ....... dewi malam juita
Kau terbang tinggi, hendak ke mana "
Berkejaran dengan barisan mega
Kau hendak mencari siapa "
Bulan, sinarmu menerangi hatiku
Mengisi dada ini penuh rindu
Bulan, bulanku, jangan kau lari
Tunggulah daku, wahai dewi ........"
Wi Liong berhenti meniup. Suara suling melenyap dan di dalam suasana hening itu mulai terdengar lagi suara binatang - binatang kecil yang tadi seakan- akan menghentikan suara mereka untuk menikmati suara suling itu. Pemuda ini untuk sejenak bengong menatap ke angkasa raya seperti mencari - cari sesuatu, kemudian tiba - tiba ia menoleh dan memandang kepada Kun Hong dan Eng Lan.
"Kun Hong, apakah kau datang hendak mengembalikan pedang dan minta maaf kepada suhu " Pedang boleh kau kembalikan kepadaku, akan tetapi suhu tak dapat diganggu."
Sejak disentuh tangannya oleh Eng Lan tadi. Kun Hong teringat lagi bahwa maksud kedatangannya bukan sekali-kali untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk menantang pibu kepada pemuda saingannya ini, melainkan untuk memenuhi tugasnya membujuk Wi Liong menyambung kembali perjodohannya dengan Kwa Siok Lan ! Kini mendengar kata - kata Wi Liong yang sudah berdiri di depannya, ia tersenyum mengejek dan berkata.
"Wi Liong, jangan kau sombong. Pedang ini dahulu milik Wuyi Sam-lojin. dan kemudian menjadi perebutan dan menjadi lambang kejayaan. Siapa dapat memilikinya berarti ia unggul dalam hal kepandaian. Kalau kau sanggup, boleh kau merampasnya dari tanganku. Tentang minta maaf kepada suhumu Thian Te Cu si orang tua, tiada perlunya karena aku tidak ada urusan dengan dia Kedatanganku malam - malam di sini kali ini bukan untuk menguji kepandaian, melainkan untuk memberi peringatan kepadamu tentang perbuatanmu yang sewenang - wenang terhadap nona Kwa Siok Lan puteri Kwa Cun Ek lo-enghiong di Poan-kun !"
Wi Liong mengangkat alisnya, memandang kepada Kun Hong dengan heran dan tertarik. Kemudian ia tersenyum lebar. Kali ini ia mengalihkan pandang matanya kepada Pui Eng Lan yang sejak tadi menundukkan muka saja dan bersembunyi di balik tubuh Kun Hong yang bidang, agaknya mencoba berusaha supaya Wi Liong tidak mengenal mukanya.
"Kun Hong kau benar - benar orang aneh yang mengherankan dan sukar diketahui hatinya. Patut benar kau menjadi murid Thai Khek Sian. Kau dahulu mencuri pedang Cheng-hoa-kiam di sini, lalu mengaku kepada paman Kwee Sun Tek bahwa kau melakukan perhubungan gelap dengan nona Kwa Siok Lan yang ditunangkan dengan aku di luar kehendakku itu. Karena aku memang tidak setuju ditunangkan secara begitu saja tanpa mengenal bagaimana watak tunanganku, aku berterus terang kepada paman. Paman lalu memutuskan pertunangan itu. Kenapa kau sekarang datang-datang menuduh aku berlaku sewenang-wenang ?"
"Pamanmu terlalu bodoh sehingga percaya saja kepada kelakarku. Nona Kwa Siok Lan tidak kenal padaku dan kau harus menyambung kembali ikatan jodoh itu agar tidak menodai nama baik keluarga Kwa!"
Wi Liong tertawa keras dan memandang ke arah bulan. "Benar - benar orang aneh ! Kau yang menimbulkan gara-gara dan sekarang kau berlaku sebagai comblang hendak menjodohkan aku kembali dengan nona Kwa " Anehnya, kau datang bersama ......... kalau tidak salah nona Pui murid dari Pak-thian Koai-jin. Apa artinya ini" Ada keperluan apakah nona Pui datang ke Wuyi-san. kalau sekiranya aku boleh bertanya ?"
Dengan muka kemerahan Eng Lan menjawab.
"Aku sebagai sahabat baik enci Siok Lan, sengaja mencari saudara Kun Hong dan mengajaknya ke sini untuk merundingkan hal ini denganmu. Enci Siok Lan tidak berdosa apa-apa, sungguh tidak semestinya pertunangan itu diputuskan."
Wi Liong merasa tersinggung kehormatannya. Ia salah duga. Ia pikir tentu nona Pui ini mengandung dendam kepadanya karena dahulu ia pernah menolak usul guru nona itu supaya ia berjodoh dengan Pui Eng Lan. Dan siapa tahu kalau-kalau mereka berdua ini bersekongkol. Baginya baik Kwa Siok Lan mempunyai hubungan dengan Kun Hong atau tidak, sama saja. Ia tidak mungkin bisa menikah dengan orang yang tidak dicintanya, malah yang belum pernah dilihatnya. Pamannya sudah membatalkan pertunangan itu, mana ada keputusan seorang gagah dirobah atau dicabut kembali "
"Apa maksud kalian begitu baik hati memikirkan tentang perjodohanku, benar - benar merupakan teka-teki sulit bagiku," katanya mengejek. "Kun Hong, aku tahu benar bahwa tentu bukan karena hatimu terlalu baik kepadaku maka kau pianhoa (beralih rupa) menjadi comblang ini. Akan tetapi ketahuilah bahwa sekali pertunangan itu diputuskan, tetap sudah putus tak dapat disambung lagi !"
"Wi Liong !" Kun Hong membentak keras. "Sudah kukatakan nona itu tidak bersalah, hanya aku yang mengeluarkan ucapan main - main kepada pamanmu yang goblok itu. Kau harus menyambung kembali ikatan jodohmu dengan nona Kwa."
"Dia bersalah atau tidak, tetap aku tidak suka berjodoh dengan orang yang belum pernah kulihatnya. Kau ini mengharuskan dan hendak memaksa padaku berdasarkan alasan apa dan kau hendak mengandalkan apakah ?"
"Mengandalkan ini !" kata Kun Hong melonjorkan pedangnya. "Mau atau tidak, kau harus menyatakan kesanggupanmu untuk mengikat kembali pertunangan itu,"
Wi Liong naik darah. "Bagus kiranya ke situ jurusannya " Kun Hong. kalau kau hendak menantangku, mengapa mesti menggunakan alasan yang bukan- bukan tentang perjodohan " Mau memamerkan kepandaianmu yang kaudapat dari raja siluman Thai Khek Sian " Boleh, kau majulah !"
Pada saat itu, dari bawah terdengar bentakan keras dan sebuah benda hitam besar sekali melayang naik ke arah tiga orang muda itu. Dari sambaran angin yang datang meniup, dapat diketahui bahwa benda itu luar biasa beratnya, dilempar dengan tenaga dahsyat pula. Setelah benda itu menyambar dekat. Eng Lan melompat ke samping dan berseru kepada Kun Hong. "Awas !"
Pendekar Panji Sakti 17 Protokol Keempat Karya Frederick Forsyth Seruling Samber Nyawa 9
Kun Hong sudah amat memperhatikan kakek itu. Ketika suara ini terdengar, ia tidak celingukan lagi, melainkan memandang ke wajah kakek itu dengan seksama. Biarpun bibir kakek itu tidak bergerak, namun ada sedikit perubahan pada wajahnya, yaitu jenggotnya bergerak - gerak tanda bahwa di dalam leher atau perut tentu terjadi pergerakan - pergerakan oleh hawa mujijat. Ternyata benar kakek ini yang bicara, mempergunakan semacam coan-im-kang yang tinggi sekali!
Kun Hong boleh jadi buruk wataknya, akan tetapi dia cerdik. Melihat keadaan orang ini yang begitu aneh, ia segera dapat menduga bahwa kakek ini tentulah seorang sakti dan mungkin sekali dapat menyembuhkan luka di dadanya. Tanpa ragu - ragu lagi ia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kepala itu sambil membentur - benturkan jidatnya di atas tanah seperti seekor ayam makan beras.
"Huh, sikapmu tadi lebih jantan. Perlu apa bermuka - muka" Bilang saja kau ingin ditolong, hentikan segala tekuk lutut dan sembah itu !" kata kakek itu tanpa menggerakkan bibirnya.
Merah muka Kun Hong mendengar ucapan dengan nada mengejek ini. Keangkuhannya tersinggung. Ia segera berdiri dan berkata sambil lalu,
"Orang tua, aku datang kau yang panggil, apa kehendakmu " Kau bilang aku terluka oleh totokan Im-yang-lian-hoan, kalau bukan untuk memberi obat, apakah hanya untuk mengejek " "
Kakek itu tertawa tanpa membuka mulut, akan tetapi suaranya seperti orang gelak terbahak, membuat Kun Hong memandang dengan melongo. Banyak sudah ia melihat orang - orang aneh di dunianya orang - orang Mo-kauw. gurunya sendiri Thai Khek Sian adalah seorang manusia yang luar biasa sekali. Akan tetapi yang selucu kakek ini belum pernah ia melihatnya Masa ada orang bicara dan tertawa - tawa tanpa membuka mulut atau menggerakkan bibirnya !
"Ha-ha-ha" kalau aku mengobatimu bagaimana dan kalau aku hanya mengejek bagaimana ?"
"Kalau kau mengobatiku, tak mungkin, mana ada orang miring otak macam kau mampu mengobatiku " Kalau kau mengejek, itu hakmu karena kau berada di sini tentu ada hubungannya dengan Kun-lun-pai dan karenanya namamu akan kucatat di hatiku agar kelak kalau ada kesempatan akan kubalas hinaanmu bersama si tua bangka Pek Mau Sianjin !"
Tiba - tiba kakek itu menarik napas panjang, bibirnya tetap tertutup rapat akan tetapi dadanya yang gepeng itu beralun. "Hemm, benar - benar kau kotor ......! He, orang muda ketahuilah bahwa hanya karena kau ini anak pungut Kam Ceng Swi maka aku ambil perduli padamu. Ceng Swi orang baik. seorang jantan tulen maka aku tidak sayang menurunkan satu dua ilmu pukulan kepadanya. Dia jauh lebih baik dari pada semua tosu di Kun-lun. Dia sayang kepadamu, celakanya kau hidup di antara bangkai-bangkai yang berbau busuk. Akan tetapi emas tetap berharga biarpun terendam lumpur, bunga teratai tetap gemilang biarpun hidup di pecomberan. Hatimu kulihat tidak jahat."
"Stop ! Kakek tua bangka, aku kau panggil ini apakah hanya untuk mendengarkan pidatomu ?" Kun Hong mencela, mendongkol.
"Heh-heh-heh, kau sudah ketempatan watak Bu-ceng Tok-ong! Ketahuilah, pukulan Im-yang-lian-hoan adalah pukulan rahasia dari partai Kun-lun, biarpun orang - orang seperti Tian Te Cu atau Thai Khek Sian takkan mampu mengobati luka akibat pukulan Im-yang-lian-hoan ! Pinto orang Kun-lun-pai, tentu saja dapat mengetahui ini semua. Sayang pmgobatannya tak dapat dilakukan oleh pinto seorang. Pukulan Im-kang dapat kusembuhkan dan kau akan terbebas dari rasa sakit apa bila mempergunakan lweekangmu. Akan tetapi pengaruh desakan hawa thai-yang darimu sendiri hanya dapat disembuhkan oleh seorang ahli gwakang seperti temanku hwesio bermuka hitam. Setelah kuobati, tenaga lweekangmu pulih kembali akan tetapi celaka kalau kau berhadapan dengan ahli gwakang. Setelah diobati oleh temanku hwesio bermuka hitam, tenagamu luar dalam pulih semua, akan tetapi tetap saja bekas luka pada jantungmu membuat kau hanya dapat hidup paling banyak untuk dua tahun saja" Kakek itu berhenti bicara, agaknya menjadi lelah setelah bicara panjang lebar.
"Aku hidup bukan atas kehendakku, matipun bukan atas kehendakku. Kau orang tua mana bisa bicara tentang matiku " Jangan mengoceh !" kata, Kun Hong mencela lagi.
"Heh-heh-heh, bagus. Ucapan ini menyatakan kebesaran hatimu sehingga kau hidup dua tahun lagi juga tidak menyesal. Hanya kalau kau bisa mendapatkan batu kemala yang bernama Im-yang-giok-cu yang dimiliki oleh Kui-bo Thai-houw di Ban-mo-to maka kau akan dapat menyambung nyawamu."
Diam - diam Kun Hong kaget sekali. Gurunya, Thai Khek Sian pernah berpesan kepadanya bahwa di dunia ini hanya dua orang yang disegani gurunya yaitu pertama Thian Te Cu kakak seperguruan Thai Khek Sian sendiri dan Kui-bo Thai-houw di Ban-mo-to !
"Orang muda, jangan bengong saja. Maju dan berlututlah agar aku dapat menotokmu !"
Kun Hong berpikir bahwa ia telah mendapat luka hebat, hiduppun percuma kalau setiap kali mengerahkan tenaga lweekang ia merasa dadanya sakit sekali. Kalau kakek ini membohong dan sebagai orang Kun-lun-pai hendak membunuhnya, paling - paling ia hanya mati ! Lebih baik dari pada sekarang ini mati tidak hiduppun bukan ! Ia lalu maju dan berlutut di dekat kepala itu.
Kakek itu mengeluarkan tangan kanan kiri dari lubang, dua lengan dan tangan yang kurus tinggal tulang terbungkus kulit, mengerikan.
"Jangan bergerak !" kata kakek itu dan dua tangannya bergerak cepat bukan main. Andaikata Kun Hong belum terluka dan masih leluasa bergerak sekalipun, agaknya tidak mudah mengelak dari dua serangan yang dilakukan hampir berbareng itu. Tahu-tahu jari-jari tangan kiri kakek itu sudah menotok punggungnya. Seketika hawa yang panas sekali memasuki tubuhnya melalui punggung, membuat seluruh kulitnya merah dan peluh berkumpul di jidatnya. Kemudian dengan cepat sekali menyusul totokan di lambungnya yang mendatangkan hawa dingin seperti salju. Dua serangan ini gerakannya serupa benar dengan serangan Pek Mau Sianjin, maka diam-diam Kun Hong kaget sekali. Diserang satu kali saja oleh Pek Mau Sianjin ia terluka hebat, sekarang diserang dengan pukulan yang sama untuk kedua kalinya ! Akan tetapi ia sudah tak dapat bergerak lagi karena hawa panas dan dingin yang bercampur aduk itu membuat dia pusing dan ....... tiba - tiba ia muntahkan darah lalu terguling pingsan !
Kun Hong tidak tahu berapa lama ia jatuh pingsan, akan tetapi ketika ia siuman kembali, ia mendengar suara kera itu cecowetan dengan aneh. la menengok dan melihat kera itu bergulingan seperti anak kecil menangis di atas tanah dan ....... kepala kakek itu sudah terkulai miring, matanya meram dan sekarang mata itu sudah mati seperti anggauta tubuh yang lain. Kun Hong cepat mendekat dan meraba jidat kakek itu. Dingin ! Ternyata kakek itu benar sudah menghembuskan napas terakhir. Di atas tanah terdapat corat - coret tulisannya. Kun Hong segera membacanya, dan benar saja. tulisan itu memang sengaja ditulis oleh kakek aneh itu sebagai pesan terakhir untuknya.
"Hwesio muka hitam di puncak Kepala Harimau Pegunungan Bayangkara. Mintalah obat kepadanya, katakan bahwa kau diberi petunjuk oleh Liong Tosu di Kun-lun-san ! "
Tiba - tiba terdengar bentakan - bentakan nyaring, "Pemuda iblis, kau berani mengganggu Liong-couwsuhu !" Serombongan tosu Kun-lun-pai dikepalai oleh Pek Mau Sianjin sendiri, berlari - larian cepat sekali menuju ke tempat itu.
Kun Hong cepat menghapus tulisan di atas tanah itu. kemudian ia melompat berdiri lalu melarikan diri turun gunung. Tak mungkin aku dapat melawan mereka, pikirnya. Karena ingin lekas pergi ke Pegunungan Bayangkara dan khawatir kalau- kalau dikejar oleh para tosu Kun-lun-pai. ia berlari cepat, lupa bahwa kalau berlari cepat mengerahkan lweekang dadanya akan menjadi sakit sekali. Setelah ia berlari cepat sekali mengerahkan seluruh lweekangnya dan berada di kaki gunung jauh meninggalkan para tosu Kun-lun-pai baru ia teringat dengan kaget dan heran bahwa dadanya tidak terasa sakit sama sekali !
"Aah, lukaku sembuh sebagian. Kalau begitu tua bangka aneh itu tidak bicara bohong" katanya nyaring dengan hati girang sekali, ia lalu berlutut dan menjura ke atas langit. "Liong Tosu, terima kasih atas kebaikanmu. Semoga arwahmu menjadi dewa !" Pemuda ini sama sekali tidak tahu bahwa Liong Tosu telah mengorbankan nyawa sendiri untuk menolong menyembuhkan sebagian dari pada luka di dadanya. Untuk menyembuhkan luka hebat itu, Liong Tosu harus mengerahkan seluruh sinkangnya dan hal ini terlampau berat bagi jasmaninya yang sudah tua sekali sehingga begitu selesai mengobati pemuda itu ia lalu jatuh terkulai dan nyawanya melayang.
"Setelah ada bukti bahwa totokan Liong Tosu itu mendatangkan hasil baik dan dadaku tidak terasa sakit lagi. tentu bicaranya tentang hwesio muka hitam yang dapat menyembuhkan sama sekali luka di dadaku itu benar pula. Pegunungan Bayangkara tidak jauh dari sini, di sebelah timur. Aku harus ke sana, mencari puncak Kepala Harimau, minta tolong kepada hwesio muka hitam," pikir Kun Hong dengan hati gembira. Tadinya ia terluka parah dan bergerak sedikit saja dadanya sakit. Sekarang rasa sakit lenyap, akan tetapi menurut Liong Tosu penyakit itu baru sembuh sama sekali setelah ia diobati oleh hwesio muka hitam-Karena Bayangkara tidak jauh, hal itu kiranya tidak sukar dilakukan. Biarpun setelah disembuhkan, menurut tosu tua itu, ia hanya dapat hidup selama dua tahun saja, akan tetapi hal inipun ada obatnya, yaitu Im-yang-giok-cu di Ban-mo-to. Betapapun sukarnya, kalau obat untuk menyambung nyawa, tentu akan ia cari sampai dapat !
Kun Hong hanya tahu bahwa Pegunungan Bayangkara terletak di sebelah timur Kun-lun-san akan tetapi ia tidak tahu benar, malah hampir tidak mengenal jalan di daerah ini. Pada suatu hari. perjalanannya terhalang oleh sebuah sungai yang besar. Inilah Sungai Kun-sha-kiang yang merupakan sebuah dari pada sungai- sungai yang mengawali Sungai Yang ce-kiang.
Hari telah menjelang senja ketika ia tiba di tepi sungai itu. Di tempat yang sunyi ini hanya kelihatan sebuah perahu kecil, tergolek - golek di tepi sungai dan seorang nelayan setengah tua, agaknya pemiliknya, duduk melenggut di atas kepala perahu sambil memegangi sebatang pancing. Agaknya sudah terlalu lama ia memancing namun tidak ada ikan yang menyambar maka membuat ia mengantuk, apa lagi hawa di siang hari itu memang amat panasnya.
"Haai, kakek pemalas ! Hayo antar aku menyeberang sungai !" Kun Hong membentak.
Hampir saja kakek itu terguling dari perahunya saking kaget. Baru enak-enak tidur ayam dibentak sampai ia menjumbul dan tersentak kaget, matanya terbelalak.
"A ......... ada apa...... ikan besar......" "
Ia gagap - gugup lalu menarik - narik pancingnya. Akan tetapi tidak ada ikan yang menyangkut.
Kun Hong tertawa terbahak - bahak. "Mana ada ikan mau makan umpan tukang pancing yang malas" Paling - paling yuyu (kepiting sungai) yang mau menyapit. Ha-ha !"
Tukang pancing itu membuka capingnya yang lebar, lalu memandang kepada Kun Hong penuh perhatian, agak merengut.
"Eh, orang muda. Kau siapakah dan apa kehendakmu datang menggoda seorang nelayan tua yang kurang makan kurang tidur ?"
"Kakek, aku hendak menyeberang. Hayo kau seberangkan aku dengan perahumu ini."
Kakek itu mengamat - amati pemuda ini. "Kau mau bayar berapa " "
Kun Hong mengerutkan kening. Pemuda ini tak pernah membawa uang, tak pernah mengenal uang. Kebiasaan golongannya, yaitu golongan Mo-kauw. mau makan atau pakai ambil saja. Milik setiap orang milik mereka juga !
"Aku tidak punya uang. Aku butuh menyeberang, kau mempunyai perahu perlu apa uang " " katanya tak senang.
Kakek itu meludah ke dalam air. "Tak punya uang untuk bayar tak punya perah u sendiri untuk menyeberang, kalau mau menyeberang boleh berenang saja." Setelah berkata demikian kembali kakek itu memperhatikan pancingnya, sama sekali tidak mau perdulikan Kun Hong.
"Tua bangka busuk ! Cacingmu tidak ada ikan makan " Kau makanlah sendiri!" Kaki Kun Hong bergerak dan tubuh kakek itu terlempar ke dalam air sungai ! Air muncrat dan kakek itu gelagapan baiknya ia seorang nelayan yang pandai berenang, kalau tidak tentu ia akan mati tenggelam di air yang dalam itu-
Sambil tertawa - tawa Kun Hong mencabut pedang Cheng-hoa-kiam. "He, kakek tukang pancing lihat ini ! Lain kali pedangku akan membabat lehermu seperti ini. Baiknya sekarang aku sedang gembira maka kuampuni nyawamu !" Kun Hong menyabetkan pedangnya ke arah cabang pohon yang tumbuh di pinggir sungai. Sekali sabet saja putuslah cabang itu. Kakek nelayan makin ketakutan dan berenang menjauhi tempat itu, tidak memperdulikan perahunya lagi.
Kun Hong tertawa dan hendak menghampiri perahu. Akan tetapi tiba-tiba terdengar bentakan nyaring lembut, "Orang jahat kebetulan sekali aku bertemu denganmu di sini !" Dari atas pohon melayang turun sesosok bayangan yang bergerak cepat dan langsung menyerang Kun Hong dengan sebatang pedang tipis. Serangan ini berhabaya sekali, akan tetapi dengan mudah saja Kun Hong menangkis, terus menggunakan pedangnya menempel dan menindih pedang lawan. Ketika ia memandang, ia mengeluarkan seruan kaget dan melompat mundur. Orang itu bukan lain adalah Pui Eng Lan. gadis manis yang selama ini memenuhi ruangan hati Kun Hong dan setiap detik terbayang di depan matanya.
"Nona Pui Eng Lan ..........alangkah girang hatiku bertemu dengan kau di sini ...... eeehhh ....... anu ...... aku tadi hanya main - main saja dengan tukang perahu, harap kau jangan salah mengerti ........." katanya ketika ingat bahwa mungkin sekali nona pujaan hatinya ini marah melihat dia mempermainkan tukang perahu tadi. Heran benar, Kun Hong yang selama ini tidak perduli apa yang lain orang akan menganggap tentang sepak-terjangnya, sekarang di hadapan Eng Lan begitu gugup dan kikuk seperti pengantin baru di depan mertuanya !
Eng Lan merengut dan matanya berkilat - kilat. "Tak perlu mengobrol yang bukan - bukan ! Aku tidak mengenal segala tukang perahu! Kau girang bertemu dengan aku " Bagus ! Aku lebih girang lagi karena sekarang datang kesempatan bagiku untuk membalaskan sakit hati enci Siok Lan kepadamu !" Begitu kata - kata terakhir diucapkan, pedangnya meluncur cepat menusuk dada pemuda itu.
"Traangg ......... !" Kun Hong menahan pedang itu, cukup perlahan agar gadis itu tidak terkejut. "Sabar, nona manis ......... sabaaar......!"
"Apa sabar " Kau pengecut jahanam, kau mempermainkan enci Siok Lan ! Kau membikin sakit hatinya, merusak kebahagiaan hidupnya. Gara - gara kau yang mengacau, gara - gara kejahatan dan kecuranganmu, enci Siok Lan sampai diputus perjodohannya dengan calon suaminya!" Kembali Eng Lan menyerang, sekarang dengan bacokan keras. Kun Hong mengelak cepat, lalu menggerakkan pedangnya menindih pedang nona itu sebelum Eng Lan sempat menyerang lagi.
"Nanti dulu. kau menyerang aku ini apakah untuk membunuhku ?"
"Tentu saja ! Kau kira main-mainkah ini " " Eng Lan meronta hendak melepaskan pedangnya dari tindihan pedang pemuda itu, namun tidak berhasil.
"Sabar dulu, adikku yang manis. Percayalah kalau memang aku bersalah dan layak menerima hukuman mati. hanya pedang di tanganmu yang akan dapat mengantar nyawaku ke sorga. Aku rela seribu kali mati di tanganmu. Akan tetapi berilah kesempatan padaku untuk mendengar uraianmu sejelasnya. Kalau kau tidak percaya, lihat. kusimpan pedangku dan ini dadaku kalau kau nanti mau tusuk setelah aku mendengar penuturanmu dan merasa aku berdosa dan layak mati." Pemuda itu benar - benar menarik pedangnya dan menyimpannya di sarung pedang, membusungkan dadanya yang bidang.
"Kau ....... kau menantang ....... ?" Eng Lan menggerakkan pedangnya menusuk cepat dan kuat ke arah ulu hati pemuda itu. Ia menduga bahwa pemuda yang biasa mempermainkan orang berilmu tinggi ini tentu berpura - pura saja dan akan mengelak. Akan tetapi alangkah kagetnya ketika ia melihat pemuda itu sama sekali tidak bergerak, bahkan sepasang mata yang tajam seperti bintang itu sedikitpun tidak berkedip.
"Cesss........ " Pedang menembus baju mengenai kulit.
"Aduhhhh celaka ......... !"
Aneh, yang menjerit ini bukan Kun Hong yang tertusuk, melainkan Eng Lan sendiri. Gadis ini merasa kaget setengah mati melihat pedangnya menembus baju, cepat - cepat ia menarik pulang pedangnya akan tetapi ujung pedang sudah mengenai kulit dada. Darah merah membasahi baju pemuda itu yang tetap tersenyum dan berdiri tegak.
"Aku ........ aku tidak bermaksud membunuhmu secara begitu ......... aku tak sudi membunuh orang yang tak mau melawan ........." katanya gagap sambil memandang ke arah baju yang penuh darah itu.
"Kau belum membunuhku, baru menggores kulit. Mengapa tidak jadi" Kalau kau memang menghendaki nyawaku, ambillah. Nyawaku sudah bukan milikku lagi, adikku sayang. Nyawa dan badan ini sudah lama menjadi milik seorang gadis manis bernama Pui Eng Lan ........."
"Cih. tak tahu malu !!" Eng Lan menjadi merah sekali mukanya, hampir semerah baju Kun Hong yang terkena darah. "Aku menantangmu bertempur seperti layaknya orang - orang gagah. Salahmu sendiri mengapa tidak melawan " "
"Eng Lan, adikku yang manis, aku tidak main - main. Padamu aku tidak kuasa melawan, aku menyerah kalah, menurut hendak kau apakan juga. Akan tetapi coba kau ceritakan dulu apa kesalahanku. Seorang pesakitan yang diperiksa oleh pengadilan dan dijatuhi hukuman mati sekalipun akan lebih dulu diceritakan apa yang menjadi dosanya."
"Kau masih berpura - pura " Sudah kusebutkan tadi dosamu kepada enci Siok Lan sekeluarga."
"Aku tidak merasa berdosa kepada enci Siok Lan. Apakah kau maksudkan murid Pak-thian Koai-jin itu " Aku sama sekali tidak mengenalnya, bagaimana bisa berdosa kepadanya " Aku tidak berpura-pura, sungguh mati, aku tidak mengerti. Coba kau ceritakan."
Eng Lan menarik napas panjang dan memaki diri sendiri. Mengapa menghadapi pemuda ini yang sudah menyerah begitu saja, tinggal menusuk dadanya cuss dan beres mengapa mendadak ia menjadi lemah dan tidak tega " Ah, keterlaluan memang kalau dia membunuhnya begitu saja, membunuh orang yang tidak melakukan perlawanan, membunuh orang yang kelihatannya betul - betul belum tahu akan dosanya, seorang yang ......... yang ....... demikian mencintanya. Dulupun. ketika pemuda ini membebaskannya dari tawanan, ia sudah tahu akan cinta kasih hati pemuda ini kepadanya.
"Baik kuceritakan, supaya orang tidak menganggap aku keterlaluan, akan tetapi itu ......... lukamu itu obatilah dulu. Ini aku mernbekal obat. Tak. tahan aku melihat darah." kata gadis itu sambil mengeluarkan sebungkus obat bubuk untuk mengobati luka.
"Kau yang melukai, kau pula yang harus mengobati." kata Kun Hong tersenyum.
Makin merah muka gadis itu. "Jangan main gila ! Maksudku baik kau anggap yang bukan-bukan. Mau pakai obatku atau tidak " "
Melihat gadis itu marah-marah lagi dan bicaranya ketus, Kun Hong tertawa, menerima bungkusan itu dan mengobati luka kulit dadanya. Eng Lan miringkan kepalanya, jengah melihat pemuda itu membuka kancing baju, malu ia melihat kulit dada yang putih itu, yang sekarang kelihatan tergores ujung pedangnya. Setelah mengenakan obat, rasa perih hilang dan Kun Hong menutup lagi bajunya.
"Kau berceritalah, aku sudah siap mendengarkan." katanya sambil memandang muka gadis yang masih dipalingkan ke kiri.
Eng Lan lalu bercerita, Kun Hong mendengarkan. Mereka duduk di atas akar pohon yang menonjol keluar dari permukaan tanah. Keduanya kelihatan seakan- akan dua orang sahabat baik yang sedang mengobrol sambil makan angin. Padahal Eng Lan masih memegang pedangnya dan ia masih menganggap pemuda ini musuhnya seorang jahat yang layak ia bunuh !
Apakah yang diceritakan oleh Eng Lan kepada Kun Hong. Mari kita ikuti sendiri pengalaman gadis itu. Semenjak dibebaskan dari tawanan oleh Kun Hong di Peking, Eng Lan bersama Tung-hai Sian-li berhasil melarikan diri keluar dari kota raja.
Begitu mereka lolos keluar dari tembok kota, mereka bertemu Siok Lan dan See-thian Hoat-ong.
Tentu saja dua orang ini merasa girang sekali melihat mereka telah berhasil menyelamatkan diri. Tak lama selagi mereka maling bicara, datang pula Pak-thian Koai-jin dan Lam-san Sian-ong yang melompat keluar dari balik tembok kota.
"Kami melihat kalian berlari - lari. Merasa heran tidak ada yang mengejar, maka diam-diam kami hanya mengikuti, takut kalau - kalau ada musuh menyerang dari belakang." kata Pak - thian Koai-jin. Tadinya dia bersama Lam-san Sian-ong memasuki kota raja dengan maksud hendak menolong Tung hai Sian-li dan Pui Eng Lan. Akan tetapi selagi mereka mencari-cari pada tengah malam itu mereka melihat bayangan dua orang wanita itu berlari-lari cepat sambil berlompat- lompatan dari genteng ke genteng.
"Kami ditolong oleh pemuda yang bernama Kam Kun Hong itu. Lebih baik kita lekas pergi dari sini siapa tahu kalau-kalau musuh mengirim barisan mengejar," kata Tung-hai Sian-li. Tanpa banyak cakap mereka semua lalu berlari cepat ke selatan. Setelah malam terganti pagi baru mereka berhenti dan Tung-hai Sian-li menceritakan pengalamannya.
"Sungguh mati aku tidak nyana bahwa pemuda yang lihai sekali itu ternyata berhati baik, tidak seperti yang lain. Sukar dipercaya kalau dia itu murid Thai Khek Sian. Dia memasuki kamar tahanan, minta maaf atas kecurangan kawan-kawannya yang menangkap aku dan Eng Lan secara pengecut. Kemudian ia mematahkan belenggu dan minta supaya aku menjemput Eng Lan dan melarikan diri sambil memesan agar jangan aku melayani serangan kawan-kawannya. Aahh. sungguh berbahaya. Kalau tidak ada pemuda itu, aku dan Eng Lan mana kuat melawan keroyokan mereka" Cuma heranku, apakah yang menyebabkan pemuda itu berbalik pikir dan menolong kami ! "
Eng Lan seorang yang mengetahui sebabnya. Akan tetapi ia diam saja dan menundukkan kepala. Setelah Tung-hai Sian-li selesai bercerita. Siok Lan lalu menghampiri ibunya ini. Sikapnya lain dari pada ketika mereka saling bertemu untuk pertama kalinya. Gadis ini berlutut dan dengan suara gemetar ia berkata,
"Apakah kau masih menganggap aku anakmu ?"
Tung-hai Sian-li tercengang. Tak disangkanya gadis ini akan bersikap begini. Tadinya ia sudah putus harapan dan mengira bahwa selamanya gadis itu tentu akan membencinya. Akan tetapi dia tidak menyalahkan Siok Lan yang membela ayahnya. Melihat anaknya itu kini berlutut di depannya dan mengeluarkan pertanyaan itu. hatinya berdebar dan dengan mata basah ia memeluk Siok Lan.
"Anak bodoh, tentu saja kau anakku! Sampai matipun aku akan menganggap kau anakku."
"Kalau begitu, sebagai seorang ibu tentu akan suka memenuhi permintaan anaknya yang selamanya tak pernah minta apa-apa ! "
Tung-hai Sian-li terharu dan membelai kepala anaknya. "Sudah tentu saja, nyawaku kusediakan untuk memenuhi permintaanmu."
Kwa Siok Lan membalas pelukan ibunya. "Ibu, tidak begitu sukar permintaanku. Hanya satu, yalah ibu supaya ikut anak pulang ke Poan-kun."
Wajah yang masih cantik itu menjadi pucat seketika.
"Dan ....... dan ........ ayahmu ....... ?"
"Sudah bertahun - tahun ayah menanti kedatangan ibu seperti malam gelap menanti munculnya matahari. Kau tentu mau pulang bersamaku, bukan " Ibu. permintaanku hanya satu ini, kalau ibu tidak mau penuhi, kuanggap ibu tidak mencintaku dan tidak mau menganggap aku sebagai anakmu !"
Tiba - tiba Tung-hai Sain-li melepaskan pelukannya, bangkit berdiri dan melangkah mundur. Ia membanting kakinya dan membentak "Kau hendak memaksaku " "
Siok Lan juga melompat berdiri tegak, menjawab sama kerasnya, "Ibu terlalu kejam kepada ayah!"
Dua orang wanita ini berdiri tegak saling berhadapan. Sama cantik sama tinggi langsing, dan sama-sama keras kepala dan marah ! Dua pasang mata yang indah bening itu berkilat - kilat seperti mengeluarkan api. Mereka sama sekali bukan seperti ibu dan anak, lebih patut disebut dua orang lawan yang sedang saling berhadapan hendak bertempur. Seperti dua ekor singa betina !
See-thian Hoat-ong, adik seperguruan atau sute dari Kwa Cun Ek melihat keadaan ibu dan anak itu, mendehem dan berkata perlahan, berbeda dengan biasanya, "Siok Lan, jangan bersikap begitu terhadap ibumu ........." Terang bahwa kakek gagah perkasa ini merasa terharu. Ia menyaksikan persamaan yang tak dapat disangkal lagi antara ibu dan anak ini, bukan persamaan rupa, melainkan persamaan watak. Sama keras kepala, sama pemarah dan sama berani !
Pak-thian Koai-jin tertawa, suara ketawanya mengandung tenaga khikang membuyarkan suasana tegang itu. Memang kakek ini sengaja hendak mendinginkan suasana, maka ia tertawa lalu disambungnya dengan kata - kata "Nona Kwa memang betul. Mengajak ibu pulang agar supaya dapat berbakti terhadap ayah bunda. Cinta kasih yang suci tidak mementingkan perasaan sendiri. Ha-ha-ha."
Ucapan ini seperti air dingin diguyurkan ke atas kepala Tung-hai Sian-li. Terdengar ia mengisak ditahan, lalu ditubruknya tubuh anaknya dan ia berkata. "Aku menurut ....... apa saja yang kau minta, aku menurut......... " katanya
Siok Lan memeluk ibunya dan menangis, menangis saking girang hatinya.
Pui Eng Lan yang semenjak tadi diam saja menyaksikan adegan ini. sekarang ia tak dapat menahan keharuan hatinya. Ia menghampiri Siok Lan dan dengan air mata berlinang ia memegang tangan sahabatnya itu. Siok Lan menoleh dan tersenyum kepadanya, penuh perasaan kasihan. Siok Lan tahu betapa Eng Lan tertusuk hatinya menyaksikan ia dapat bertemu dan berbaik kembali dengan ibunya. Eng Lan sendiri seorang gadis yatim piatu, hanya hidup berdua dengan encinya. Akan tetapi encinya itu menjadi korban keganasan hartawan Liu si tua bangka mata keranjang sehingga enci Eng Lan sekeluarga binasa. Itulah yang menyebabkan Eng Lan pergi ke kota raja bersama suhunya untuk membalas dendam, membunuh kakek hartawan Liu.
"Eng Lan kau berjanji hendak berkunjung ke rumahku. Lebih baik sekarang kau sekalian ikut bersama aku dan ibu ke Poan-kun. Bagaimana ?" kata Siok Lan. Eng Lan hanya menoleh kepada suhunya, orang aneh dari utara yang selama ini menjadi pengganti orang tuanya.
"Boleh, boleh ! Kau memang seharusnya menghibur dirimu. Pergilah ke Poan-kun tiga bulan kemudian aku menyusul ke sana." kata Pak-thian Koai-jin.
Maka berangkatlah Siok Lan dan Eng Lan bersama Tung-hai Sian-li dan juga See-thian Hoat-ong ke Poan-kun. Pak-thian Koai-jin pergi bersama Lam-san Sian-ong katanya mereka berdua hendak mancing ikan dan minum arak di Telaga See-ouw.
Hati Eng Lan agak terhibur ketika ia melakukan perjalanan dengan Siok Lan dan Tung-hai Sian-li. Adapun See-thian Hoat-ong adalah seorang gagah yang pendiam dan dengan adanya kakek tinggi besar seperti Kwan Kong ini di samping mereka, tiga orang wanita ini tidak mengalami kepusingan karena tidak ada orang berani mengganggu mereka. Jarang ada orang berani bersikap kurang ajar di depan orang seperti See-thian Hoat-ong.
Kepada Tung-hai Sian-li dan Eng Lan, Siok Lan menceritakan keadaan rumah tangganya. Karena perjalanan itu jauh dan memakan waktu lama. banyak yang sempat diceritakan oleh Siok Lan, malah ia bercerita juga tentang Ciok Kim Li. gadis yang menjadi korban keganasan Tok-sim Sian-li, sehingga kedua kakinya sampai dibuntungi oleh Kun Hong.
"Pemuda itu baik sekali kepandaiannya luar biasa tingginya. Sebagai murid Thai Khek Sian. memang pantas ia memiliki kepandaian demikian lihai. Sayangnya, ia berkawan dengan orang-orang Mo-kauw. Aku dan Eng Lan sudah berhutang budi kepadanya." Sambil berkata demikian, Tung-hai Sian-li melirik ke arah Eng Lan dengan pandang mata penuh arti. Wanita gagah ini sudah dapat menduga mengapa Kun Hong membebaskan dia dan Eng Lan".
Eng Lan menjadi merah mukanya. "Bibi mengapa harus disayangkan" Orang jahat bergaul dengan orang - orang jahat, itu sudah sejamaknya. Mana ada burung gagak bergaul dengan burung hong " "
"Eng Lan. kenapa kau bicara begitu " Dia sudah menolongmu, tahu " " Siok Lan menggoda. Gadis inipun mengerti akan jalan pikiran ibunya. Memang Siok Lan amat cerdik.
"Siok Lan, kenapa kau bicara begitu " Dia nolong ibumu, bukan aku !" bantah Eng Lan, akan tetapi Siok Lan dan ibunya hanya tertawa.
Ketika tiba di luar kota Poan-kun. tiba - tiba Tung-Hai Sian-li berhenti. Siok Lan memandang heran. Sudah semenjak makin dekat dengan Poan-kun. pendekar wanita ini nampak makin muram mukanya, berbeda dengan Siok Lan yang menjadi makin gembira.
"Ibu, kita sudah sampai di Poan-kun, kenapa berhenti ?" tanya Siok Lan sambil memandang wajah yang menjadi agak pucat itu.
"Kau pulanglah dulu beri tahu ayahmu. Aku menanti di sini." jawab Tung-hai Sian-li singkat.
Siok Lan seorang gadis cerdik luar biasa, akan tetapi ia berwatak keras seperti ibunya sehingga ia tidak mengerti akan sikap ini. Sebaliknya, Eng Lan lebih halus perasaannya maka Eng Lan lalu menggandeng tangannya dan berbisik.
"Enci Siok Lan, sudah sepantasnya kau pulang dulu memberitahukan ayahmu akan kedatangan ibumu." Sambil berkata demikian, ia mengerahkan tenaga menarik lengan sahabatnya itu melanjutkan perjalanan. Siok Lan memandang tak mengerti, akan tetapi Eng Lan berkedip memberi isyarat sehingga dia menurut saja memasuki kota Poan - kun.
"Enci Siok Lan. mengapa kau hendak memaksa ibumu masuk " Tentu aaja ayahmu harus keluar menyambut kedatangannya. Masa kau tidak dapat menyelami perasaannya ?"
Siok Lan mengangguk - anguk, akan tetapi di dalam hatinya ia merasa heran mengapa ibunya harus bersikap demikian. Namun kini timbul lagi kegirangan hatinya dan cepat - cepat ia mengajak Eng Lan menuju ke rumahnya.
Sunyi saja di rumah besar itu. Siok Lan terheran. Mengapa tidak kelihatan seorangpun di halaman depan " Ia bersama Eng Lan terus memasuki halaman dan kini terlihatlah ayahnya duduk di atas kursi, diam tak bergerak seperti patung dan Kim Li juga duduk di atas kursi pendek Gadis buntung kakinya ini memakai celana yang menutupi kedua kaki itu sehingga ia kelihatan berkaki pendek sekali tidak kelihatan buntung.
"Ayah ......... !" seru Siok Lan sambil berlari menghampiri ayahnya. Ketika ia pergi, ayahnya memang kurang enak badan, akan tetapi tidak sekurus ini dan juga tidak kelihatan begini sedih. "Ayah. aku membawa oleh-oleh yang amat indah dan akan menyenangkan hatimu ...... !" kata Siok Lan setelah tiba di depan ayahnya, lalu ia menjatuhkan diri berlutut daan memeluk lutut ayahnya.
Akan tetapi, alangkah kagetnya ketika tiba-tiba ayahnya menggerakkan tangan menamparnya.
"Plakk !!" Siok Lan menjerit dan terjengkang ke belakang. Pipi kirinya merah bengkak dan mulutnya berdarah !
"Anak setan, kau lebih baik mampus dari pada membikin malu orang tua !" terdengar Kwa Cun Ek memaki marah sambil bangkit berdiri. Kim Li biarpun kedua kakinya sudah buntung, namun semenjak memperdalam ilmu silatnya di bawah asuhan Kwa Cun Ek, gerakannya menjadi gesit. Cepat ia melompat dan menubruk Siok Lan. lalu menghalangi di depan Kwa Cun Ek sambil berkata.
"Suhu, ingat, jangan menuruti nafsu amarah ! Belum tentu nona Siok Lan bersalah dalam urusan itu ........!"
Kwa Cun Ek membanting kaki. "Kwee Sun Tek adalah seorang laki - laki sejati, mana dia bisa membohong" Anak ini biar minggat saja dan sini, biar aku hidup seorang diri menderita sampai mampus dari pada didekati anak yang hanya mencemarkan namaku !" Kembali ia hendak memukul akan tetapi pada saat itu terdengar bentakan nyaring.
"Kau berani memukul anakku ?" "
Kwa Cun Ek tersentak kaget, berdiri tegak seperti patung, matanya melotot dan mulutnya melongo. Tung-hai Sian-li telah berdiri di hadapannya, secantik dulu, segagah dulu, segalak dulu ! Di belakangnya nampak Eng Lan berdiri di pojok. Nona ini yang tadi cepat - cepat memberi tahu kepada Tung-hai Sian-li akan peristiwa di rumah itu. Mendengar anaknya dipukul oleh Kwa Cun Ek, bagaikan seekor harimau betina Tung-hai Sian-li berlari cepat sekali sampai - sampai Eng Lan sukar menyusulnya.
Tung-hai Sian-li memeluk puterinya. "Begini kau memperlakukan anakku ......?" Melihat Siok Lan menangis dengan pipi bengkak dan bibir berdarah. Tung-hai Sian-li mencabut pedangnya dan melompat berdiri. "Kau hendak membunuh dia ! Kau bunuh aku lebih dulu !" tantangnya.
Kwa Cun Ek yang tadinya marah-marah dan berdiri tegak kini merasa kakinya gemetar dan ia tentu akan roboh terguling kalau saja Kim Li tidak cepat- cepat membawa sebuah kursi di belakangnya. Kwa Cun Ek menjatuhkan diri di atas kursi dan menutupi mukanya.
"Kenapa baru sekarang kau datang ! Kalau siang - siang kau datang, takkan terjadi peristiwa ini. Hui Goat ........ Hui Goat ........" kata Kwa Cun Ek, suaranya terdengar menyedihkan sekali.
Hui Goat adalah nama Tung-hai Sian-li. Wanita ini menarik napas panjang lalu menyimpan kembali pedangnya. Sementara itu, Siok Lan sudah menubruk kaki ayahnya dan menangis sedih. Ia mengira akan menyaksikan pertemuan yang mesra antara ayah dan ibunya, tidak tahu datang-datang ia dipersen tamparan oleh ayahnya dan menyebabkan ayah dan ibunya hampir saja bertempur sendiri !
"Ada urusan dengan anak boleh dibicarakan, boleh dirunding, bukan datang- datang anak ditampar sampai begitu. Ayah macam apa begini ?" Tung-hai Sian-li mengomel dan semacam perasaan yang aneh menjalar di dada pendekar gagah Kwa Cun Ek. Ia merasa senang diomeli isterinya, alangkah nikmat perasaan ini !
"Semua salahku ......... Hui Goat, apakah kau mau kembali " Membantuku merawat dan mendidik Siok Lan ......... " Aku sudah tidak kuat lagi mendidiknya seorang diri ........"
Diam-diam Eng Lan melangkah keluar dari ruangan itu dan menangis seorang diri di halaman rumah. Ia merasa terharu dan teringat akan nasibnya sendiri. Ia tidak kuasa lagi menyaksikan pertemuan mereka, akan tetapi masih dapat mendengar pembicaraan mereka. Juga Kim Li diam-diam pergi ke belakang untuk mengambilkan minum dan persediaan lain bagi Tung-hai Sian-li dan Siok Lan. Anak ini memang mengenal kewajiban dengan baik.
"Kau kira aku datang mau apa " Kalau tidak Siok Lan yang memaksaku, untuk apa aku datang" Kau datang-datang memukul Siok Lan, apakah kesalahannya" Kau jelaskan, kalau tidak betul omonganmu, jangan kau menyesal kalau aku pergi lagi membawa serta anakku!" ancam Tung-hai Sian-li
Diam - diam besar sekali hati Kwa Cun Ek. Mendapatkan kembali Tung-hai Sianli hidup serumah dengan isterinya yang tercinta, ah seakan-akan ia memasuki hidup baru. Akan tetapi ia menekan perasaannya dan setelah berkali - kali menarik napas panjang ia bercerita.
"Telah Lama aku ingin mendapatkan seorang calon jodoh Siok Lan akan tetapi bocah ini selalu menolak. Akhirnya aku memutuskan sendiri ikatan jodohnya dengan keponakan Kwee Sun Tek yang bernama Thio Wi Liong. Pemuda itu adalah murid Thian Te Cu, seorang anak yatim piatu. Aku segera menerima ikatan jodoh ini karena selain mengingat bahwa pemuda itu murid Thian Te Cu, juga aku kagum melihat Kwee Sun Tek yang kukenal baik di waktu mudanya. Ketika aku memberi tahu hal ini kepada Siok Lan, dia tidak menyatakan apa-apa."
Tung-hai Sian-li memandang heran kepada anaknya. "Apa kau bilang " Thio Wi Liong ........?" Siok Lan, bukankah itu pemuda yang menolong kita dari kepungan pasukan Mongol ........ ?" Ketika Siok Lan tidak menjawab dan hanya menundukkan muka, Tung-hai Sian-li berteriak memanggil Eng Lan. Eng Lan cepat-cepat masuk setelah menghapus air matanya, dan menghadap nyonya pendekar itu. "Eng Lan bukankah pemuda lihai yang menolong kita di kelenteng Siauw-lim-si itu bernama Thio Wi Liong ?"
Eng Lan hanya mengangguk.
"Teruskan ceritamu, teruskan. Aku menjadi bingung ........." kata Tung-hai Sian-li. Tentu saja pendekar wanita ini bingung sekali teringat akan sikap Siok Lan terhadap Wi Liong yang ternyata adalah tunangannya sendiri.
"Sebelum aku mengikat jodoh anak kita dengan keponakan Kwee Sun Tek. pernah aku bertemu dengan seorang pemuda yang lihai, pemuda bekas murid Tok-sim Sian-li, akan tetapi dalam pertemuan itu kulihat dia gagah dan berhati baik, yang kemudian kuketahui bernama Kam Kun Hong."
Kembali Tung-hai Sian-li melengak, akan tetapi suaminya tidak memperdulikan ini dan melanjutkan ceritanya. "Dalam hati kecilku, aku kagum melihat pemuda itu dan kiranya akan suka bermantukan dia, akan tetapi karena dia sudah galang-gulung dengan orang-orang jahat, aku memilih murid Thian Te Cu. Kemudian terjadi hal yang tak kusangka-sangka." Pendekar ini nampak gemas sekali.
"Baru kemarin, Kwee Sun Tek datang ke sini dengan sikap marah-marah dan berkata bahwa Siok Lan diam-diam telah mempunyai pilihan sendiri, telah mempunyai seorang kekasih, malah kekasihnya itu datang ke Wuyi-san bersama Tok-sim Sian-li mencuri sebatang pedang pusaka, pedang Cheng-hoa-kiam. Dan pemuda itu menurut dugaan adalah Kam Kun Hong ! Bukankah itu memalukan sekali ! Tentu saja Kwee Sun Tek membatalkan ikatan jodoh dan menyatakan menyesal dan kecewanya."
"Bohong semua itu....... !!" Tiba - tiba Siok Lan melompat ke atas dan jeritannya demikian keras sampai mengagetkan orang-orang dan See-thian Hoat-ong yang tadinya merasa sungkan untuk masuk ke ruangan itu dan hanya menanti di luar tak berani mengganggu suhengnya yang sedang mengadakan pertemuan dengan anak isterinya, kini berjalan masuk. Melihat keadaan tegang, ia diam saja, hanya duduk di atas sebuah bangku di pojok, dekat Eng Lan yang juga tidak berani berkutik.
"Hemmm, dan kau percaya saja akan obrolan kosong manusia yang bernama Kwee Sun Tek itu?" tegur Tung-hai Sian-li kepada suaminya.
"Kwee Sun Tek adalah seorang laki-laki sejati, seorang jantan yang gagah perkasa, selama hidupnya tak pernah ia membohong biarpun kedua matanya sudah buta." jawab Kwa Cun Ek membela diri.
"Jadi kau lebih percaya kepada orang lain dari pada anak sendiri ?" isterinya mendesak, penuh kemarahan dan penyesalan. Kwa Cun Ek terdesak dan bingung.
Menghadapi serangan - serangan omongan isterinya yang kini berdiri galak di depannya dalam membantu Siok Lan, Kwa Cun Ek menjadi lemas. Timbul penyesalannya mengapa ia buru-buru marah kepada Siok Lan dan tidak menyelidiki lebih dulu. Biasanya pureri tunggalnya itu tak pernah mengecewakan hatinya, masa sekarang gadis itu benar-benar telah main gila dengan pemuda lain di luar tahunya " Agaknya tak masuk di akal mengingat bahwa Siok Lan tentu akan menolak kalau dahulu tidak suka dijodohkan dengan keponakan Kwee Sun Tek. Akan tetapi. Kwee Sun Tek adalah seorang gagah yang sangat boleh dipercaya !
"Tentu saja aku juga percaya kepada Siok Lan," akhirnya ia menjawab teguran isterinya. "Akan tetapi, tidak mungkin agaknya kalau Kwee Sun Tek membohongiku. Untuk apa dia berbohong " Apa keuntungannya baginya" Dia marah - marah dan sikapnya menunjukkan bahwa dia tidak membohong ketika dia mencelaku dan memutuskan pertunangan keponakannya dengan Siok Lan."
Tiba - tiba wajah Tung-hai Sian-li Lee Hui Goat berubah dan ia memandang kepada puterinya.
"Siok Lan coba katakan sekali lagi. Betulkah kau tidak ada hubungan dengan pemuda bernama Kam Kun Hong itu " "
Siok Lan membalas pandang mata selidik ibunya itu dengan berani ketika ia menjawab. "Ibu sendiri menjadi saksi bahwa selama hidupku baru kumelihat pemuda itu di kelenteng Siauw-lim-si dahulu Aku tidak kenal kepadanya sebelum atau sesudah itu, bagaimana orang berani memfitnahku yang bukan-bukan ?"
"Semua kata - katamu itu kupercaya penuh. Akan tetapi anakku, kalau kau sudah menjadi tunangan pemuda yang bernama Thio Wi Liong itu, mengapa kau bersikap aneh dan bermusuh kepadanya ketika kita berhadapan dengan dia" Apa artinya semua sikapmu itu" "
Merah wajah Siok Lan ditanya begini. Bagaimana ia harus menjawab" Akan tetapi dasar cerdik, ia dapat juga menjawab dengan suara mengandung penasaran.
"Ibu. biarpun aku dan dia bertunangan, namun selamanya kami tak pernah saling bertemu muka. Dia tidak mengenal aku. akupun tidak mengenal dia. Ketika dia muncul, sikapnya mencurigakan. Biarpun dia itu tunanganku akan tetapi kalau dia mencurigakan, masa aku harus membelanya " Laginya, dia tidak mengenalku, apakah aku harus memperkenalkan diri " Memalukan sikap demikian bagiku, ibu"
Tung-hai Sian-li mengangguk kemudian ia teringat bahwa memang anaknya ini sama sekali tidak pernah tampak ada hubungan dengan Kun Hong. malah beberapa kali bertanding dan selalu memperlihatkan sikap bermusuhan. Tidak ada tanda-tanda sedikitpun yang membayangkan bahwa anaknya mempunyai hubungan tidak bersih dengan pemuda murid Thai Khek Sian yang amat lihai itu.
Ia menoleh kepada suaminya dan berkata tetap. "Tak mungkin Lan-ji mempunyai hubungan dengan Kam Kun Hong. Kau telah dibohongi orang. Kwee Sun Tek itu bicara bohong, akan kucari dan kuberi hajaran ! Membatalkan pertunangan sih tidak apa - apa, di dunia ini bukan hanya Thio Wi Liong seorang yang patut menjadi jodoh anakku. Akan tetapi dia telah memburukkan nama baik Lan-ji dan hal ini aku tidak bisa mendiamkannya begitu saja."
Kwa Cun Ek terkejut sekali. Ia cukup maklum akan kekerasan hati isterinya dan sekali bicara, tentu akan dibuktikannya. Akan tetapi apa yang dapat ia perbuat" Baiknya pada saat itu. See-thian Hoat-ong yang sudah luas pengalamannya dan maklum pula bahwa orang seperti Kwee Sun Tek patut dipercaya, segera bertanya kepadanya,
"Suheng. sebetulnya tentang tuduhan Kwee Sun Tek itu terhadap Siok Lan, apakah yang menjadi dasar " Bagaimana dia bisa menyatakan tuduhan seperti itu?"
Kwa Cun Ek bernapas lega. Ada jalan baginya untuk menyabarkan hati isterinya, untuk membela Kwee Sun Tek yang dianggapnya tidak bersalah.
"Hal itupun sudah kutanyakan kepadanya karena mana aku bisa percaya begitu saja terhadap tuduhan itu" Dia bercerita bahwa seorang pemuda bersama Tok-sim Sian-li datang di Wuyi-san dan mencuri pedang Cheng-hoa-kiam. Dia telah bertempur dengan pemuda itu dan dengan Tok-sim Sian-li. Pemuda itulah yang mengaku menjadi tunangan tak resmi dari Lan-ji tanpa memperkenalkan diri sendiri. Akhirnya Kwee Sun Tek dapat mengetahui bahwa pemuda itu adalah Kam Kun Hong. Demikianlah, dia lalu datang ke sini untuk menegurku dan membatalkan ikatan jodoh."
Tung-hai Sian-li. Kwa Siok Lan, See-thian Hoat-ong. dan juga Pui Eng Lan teringat bahwa memang Kam Kun Hong memegang pedang pusaka Cheng-hoa-kiam. Mendengar penuturan itu, diam - diam Pui Eng Lan merasa panas sekali hatinya. Entah mengapa, mendengar Kun Hong mengaku-ngaku sebagai kekasih Siok Lan dan memburukkan nama sahabatnya itu, ia menjadi marah sekali.
"Kalau begitu pemuda keparat itulah yang salah !" bentaknya, membuat semua orang menjadi kaget dan memandang kepadanya. Setelah semua orang memandangnya, baru Eng Lan sadar bahwa ia tanpa disengaja telah menarik perhatiaa semua orang, wajahnya menjadi merah karenanya.
"Maafkan, Kwa-lo-enghiong, bukan maksudku mencampuri urusan ini. Akan tetapi aku berani bersumpah bahwa enci Siok Lan tidak bersalah apa -apa dan pemuda bernama Kam Kun Hong itulah agaknya yang sengaja hendak memburukkan nama enci Siok Lan. Biar aku mencari suhu dan melaporkan hal ini agar suhu membantu cari pemuda keparat itu !" Setelah berkata demikian, tanpa memberi kesempatan kepada Siok Lan dan yang lain-lain untuk mencegahnya, gadis itu sudah melompat pergi dan lari cepat meninggalkan rumah Kwa Cun Ek.
Fihak tuan rumah sekeluarga karena sedang menghadapi urusan yang menyangkut nama baik mereka dan berada dalam suasana tegang, tidak mempunyai kesempatan untuk mencegah gadis itu pergi. Akhirnya Kwa Cun Ek dan anak isterinya, ditengahi oleh See-thian Hoat-ong, dapat berbaik kembali dan sama - sama menduga bahwa yang menjadi biang keladi adalah Kam Kun Hong.
. "Pemuda itu aneh sekali," kata Tung-hai Sian-li akhirnya,, "kepandaiannya lihai bukan main, kadang - kadang wataknya nakal kurang ajar, akan tetapi ada kalanya ia berbudi baik seperti ketika membebaskan aku dan Eng Lan. Hemm. benar-benar sukar dijajaki hatinya, sukar diketahui wataknya."
"Sudah pantas dengan kedudukannya," kata See-thian Hoat-ong. "sebagai murid Thai Khek Sian, mana tidak aneh dan jahat ! Betapapun juga, kita harus selalu berhati - hati menghadapi orang seperti itu yang setiap waktu bisa menjadi lawan. Bangsa Mongol tetap merupakan ancaman besar bagi tanah air dan orang - orang bagaimana gagahpun kalau sudah dapat diperalat oleh Bangsa Mongol berarti mereka itu penghianat bangsa yang berjiwa rendah ! Pemuda itu sudah terang-terangan membela kepentingan bala tentara Mongol dan kaki tangannya, mana orang begitu bisa dipercaya ?"
"Kalau begitu, Kwee Sun Tek berarti dibohongi oleh pemuda itu. Aku harus mencari Kwee Sun Tek di Wuyi-san dan memberitahukan hal ini. Perjodohan yang sudah diikat erat mana bisa diputuskan hanya karena gangguan orang luar yang sengaja mengacau" Tanpa alasan yang kuat. tak boleh Kwee Sun Tek mengambil tindakan sefihak yang merugikan nama baik kita." kata Kwa Cun Ek penasaran.
Sementara itu. sejak tadi Kwa Siok Lan mengerutkan kening. Ketika bertemu dengan Wi Liong, ia sengaja hendak mercberi pelajaran kepada tunangannya itu untuk datang sendiri membatalkan pertunangannya dengan Siok Lan, tanpa mengetahui bahwa Kwa Siok Lan adalah gadis yang dicintanya! Akan tetapi, siapa kira ada terjadi perkara begini membingungkan. Sebelum pemuda itu tiba, kiranya sudah didahului oleh paman pemuda itu memutuskan pertunangan, dengan alasan yang bukan-bukan. Gadis ini menjadi bingung, sedih dan juga marah. Diam - diam ia harus akui bahwa ia telah jatuh cinta kepada pemuda tunangannya sendiri ! Kini mendengar kata - kata ayahnya, kekerasan hatinya tiba- tiba bangkit dan dia berkata. "Tidak ayah ! Untuk apa kita harus merendahkan diri merangkak-rangkak seperti orang mohon supaya perjodohan itu jangan diputuskan" Alangkah rendahnya kalau kita berbuat demikian. Mereka sudah memutuskan, sudahlah! Jangankan tidak menjadi jodoh manusia itu biar selamanya tidak kawin sekalipun aku takkan mati !" Selelah berkata demikian. Siok Lan lalu lari keluar rumah sambil menangis.
Kwa Cun Ek dan Tung-hai Sian-li memandang bengong lalu menarik napas panjang.
"Kau lihat, Hui Goat, setelah kau tinggalkan aku, keadaanku menjadi kacau-balau, hidupku tidak tenteram, bahkan anakmu sendiripun tidak bahagia. Apakah kau masih tega meninggalkan kami lagi .........?" Suara Kwa Cun Ek terdengar demikian mengenaskan sehingga di kedua mata nyonya itu nampak berlinang air mata. Tanpa mengeluarkan kata-kata lagi, suami isteri yang sudah berpisah belasan tahun lamanya itu saling pandang, penuh keharuan, penuh kerinduan penuh cinta kasih.
Demikianlah pengalaman Pui Eng Lan ketika ia ikut dengan Siok Lan ke Poan-kun menjadi saksi dari adegan pertemuan yang amat mengharukan. Gadis ini setelah lari pergi dari Poan-kun, tidak pergi mencari suhunya yang katanya hendak berpesiar di Telaga See-ouw, melainkan ia terus menuju ke Kun-lun-san untuk mengadukan tentang perbuatan Kam Kun Hong itu kepada Kam Ceng Swi. Dari gurunya ia mendapat tahu bahwa Kam Kun Hong dahulunya ikut dengan ayahnya. Seng-goat-pian Kam Ceng Swi di Kun-lun-san sebelum bocah itu terculik orang jahat dan kemudian jatuh di tangan Thai Khek Sian sebagai muridnya.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan. Pui Eng Lan kebetulan sekali bertemu dengan Kam Kun Hong ddan menyerang pemuda itu, melukai dadanya dan kemudian- sambil duduk berhadapan di bawah pohon, dua orang muda itu bercakap - cakap, Eng Lan menceritakan pengalamannya dan sebabnya mengapa ia menyerang Kun Hong.
"Begitulah." ia mengakhiri penuturannya, "kau dengan keji sekali telah merusak perjodohan antara enci Siok Lan dan tunangannya, telah membuat sekeluarga Kwa berduka-cita. Apa sekarang kau masih hendak katakan bahwa tidak sepatutnya kalau aku membunuhmu untuk dosa-dosamu ?" Setelah berkata demikian, kembali Eng Lan bangkit berdiri dan pedangnya sudah siap lagi di tangannya, siap untuk melakukan pertempuran mati-matian. "Hayo kau keluarkan pedangmu, pedang Cheng-hoa-kiam yang kau curi itu dan mari kita bertanding sampai seorang di antara kita mengeletak di sini tak bernyawa !"
Kam Kun Hong atau sekarang ia tidak mau mempergunakan she Kam lagi oleh karena telah tahu bahwa Kam Ceng Swi bukan ayahnya, tersenyum getir dan memandang wajah nona itu dengan hati tidak karuan rasa. Terbayang olehnya betapa tadinya dengan segala kebahagiaan ia naik ke Kun-lun-san untuk minta ayahnya pergi meminang gadis ini sebagai isterinya tidak tahu selain disambut dengan pukulan yang akhirnya membuat ia terluka hebat, juga ia dipukul batinnya dengan keterangan bahwa ia bukanlah anak Kam Ceng Swi, melainkan anak pungut yang tidak karuan siapa bapak ibunya dan yang hanya diketahui di mana ibunya yang tak terkenal itu dikuburkan !
"Eh kau mentertawai aku ?" tegur Eng Lan marah. "Aku tahu kau lihai dan aku takkan dapat mengalahkanmu, akan tetapi jangan kira aku takut padamu !"
"Eng Lan, nona manis aku percaya akan kegagahanmu. Kalau kau ingin benar membunuhku, bunuhlah. Apa bedanya bagiku " Tidak kau bunuh sekarang dua tahun lagi akupun akan mati konyol. Laginya biarpun tidak kusangkal bahwa aku telah mempermainkan si tua buta Kwee Sun Tek. akan tetapi salahnya sendiri mengapa begitu mudah dipermainkan orang !"
Mendengar ucapan ini, Eng Lan diam-diam kaget. "Apa artinya dua tahun lagi kau mati ?" tanyanya dengan penuh gairah yang tidak disadarinya. Melihat sikap ini. Kun Hong menjadi girang bukan main. Kalau ada seorang gadis mengkhawatirkan keselamatan seseorang, hal itu berarti bahwa si gadis tadi menaruh perhatian dan dapat diharapkan bahwa timbangannya dalam asmara tidak berat sebelah !
"Kau sudi mendengarkan nona " Biarlah kuceritakan kepadamu. Hanya kepadamu seorang aku mau bercerita. Aku telah naik ke Kun-lun-san dengan maksud mencari ayahku. Kam Ceng Swi untuk minta dia ....... dia ....... ah, tak perlu kuceritakan apa perluku mencarinya. Akan tetapi ......... setelah tiba di puncak Kun-lun-san. secara curang sekali aku dikeroyok oleh orang - orang Kun-lun-pai dan ditawan secara licik, lalu aku dipukul sampai terluka hebat dan membuat aku hanya akan hidup dua tahun lagi kecuali jika mendapatkan obat tertentu yang amat sukar dicarinya, melebihi sukarnya masuk sorga ! Ini semua belum seberapa ........." Kun Hong menarik napas panjang dan nampak sedih sekali, mukanya menjadi pucat dan jelas kelihatan ia menahan air matanya, "yang hebat ........ aku mendengar kenyataan pahit bahwa ayahku itu ........ Kam Ceng Swi yang semula kuanggap ayahku, ternyata bukan ayahku ........ dan ....... dan aku tidak diketahui anak siapa, tidak tahu siapa ayahku, ibuku sudah meninggal dan ....... dan ....... "
Kun Hong tak dapat melanjutkan ceritanya. Entah mengapa di depan gadis ini ia mencurahkan isi hatinya dan seluruh perasaannya sehingga ia menjadi berduka bukan main, padahal tadinya ia tidak begitu perduli akan nasib dirinya. Di depan Eng Lan ia merasa dirinya begitu penting dan menghadapi kenyataan tentang dirinya yang tidak berayah ibu ia menjadi terharu bukan main. Ia menyembunyikan muka di antara kedua lututnya dan diam-diam menghapus dua titik air mara yang tak tertahankan lagi keluar dari kedua matanya. Baru ini kali Kun Hong menitikkan air mata, air mata yang keluar dari lubuk hatinya karena merasa betapa percakapan dengan Eng Lan ini demikian sungguh-sungguh menembus ke dalam sanubari.
Sebuah tangan yang halus menyentuh pundaknya, demikian mesra sentuhan itu sampai Kun Hong merasa betapa tubuhnya menggigil. Sudah banyak ia mendekati wanita sudah banyak wanita mencintanya, akan tetapi belum pernah sentuhan jari tangan wanita dapat membuat ia menggigil seluruh tubuhnya. Ketika perlahan ia mengangkat mukanya dan menengadah, ia melihat Eng Lan menunduk dan memandang kepadanya dengan air mata bercucuran !
"Kun Hong ........" suaranya lirih halus, menggetar penuh perasaan terharu, "jangan berduka, bukan hanya kau anak yatim piatu akupun tiada ayah bunda."
Memang Eng Lan tak dapat lagi menahan perasaannya. Semenjak ia bertemu dergan pemuda itu di lubuk hatinya sudah dipenuhi rasa kagum. Hanya karena pemuda itu dianggap fihak musuh maka ia mengeraskan hati dan rasa kagumnya menjadi kebencian maka membuat ia menyerang pemuda itu di Kelenteng Siauw-lim dahulu. Akan tetapi biarpun pada umumnya Kun Hong memperlihatkan sikap jahat dan nakal, terhadap dia pemuda ini memperlihatkan kebaikan budi. Malah tanpa tedeng aling - aling lagi pemuda itu menyatakan cinta kasihnya. Diam-diam, di luar kesadarannya sendiri bahkan di luar kehendaknya yang diperkuat oleh wataknya sebagai seorang pendekar yang patriotik, gadis ini ternyata telah jatuh cinta kepada Kun Hong.
Tadinya ia masih dapat mengeraskan hati, masih dapat membantah hasrat hatinya sendiri, akan tetapi ketika melihat pemuda itu berduka, mendengar kata - kata yang mengharukan dan mendengar kenyataan bahwa pemuda inipun seorang yatim piatu seperti jmja dia, patahlah semua pertahanan di hati Eng Lan dan tanpa daya lagi gadis itu memperlihatkan kelunakan dan kelemahannya.
"Eng Lan ........." Dengan hati tak karuan rasa, bahagia duka terharu bercampur aduk menjadi satu. Kun Hong lalu memeluk kedua kaki gadis itu Eng Lan berdongak ke atas dengan kedua mata dimeramkan. air matanya menetes turun di sepanjang pipinya dan tangan kirinya menekan dada sedangkan tangan kanannya membelai rambut pemuda itu.
Kemudian gadis itu limbung dan ia tentu roboh terguling kalau tidak cepat - cepat Kun Hong memeluknya. Eng Lan merasa dirinya aman sentausa dalam pelukan Kun Hong, menemukan kembali kasih sayang ayah bunda dan kasih sayang sanak saudara yang kini tidak pernah dirasainya. semua itu bercampur dengan kasih sayang seorang pemuda yang dicintanya di luar kehendaknya ! Dalam keadaan hampir pingsan karena bergeloranya perasaan. Eng Lan menyembunyikan mukanya di dada Kun Hong.
Di lain fihak. Kun Hong mendapatkan sesuatu yang amat mengherankan hatinya sendiri. Ia merasa bangga dan bahagia sekali pada saat itu, akan tetapi anehnya, tidak seperti biasanya dengan wanita lain. terhadap Eng Lan hatinya bersih dari pada segala kekotoran nafsu. Kasih sayangnya terhadap Eng Lan mendalam dan sedikitpun tidak pernah timbul dalam pikirannya untuk menguasai gadis ini berdasarkan nafsu. Ia mencinta Eng Lan dan mengharapkan cinta imbalan. Maka ia berlaku hati - hati sekali, hanya tangannya mengelus-elus rambut yang hitam halus dan harum itu.
Akhirnya Kun Hong dapat juga menekan perasaan yang bergelombang, yang tadi membuat ia menjadi gagu. Ia berbisik di dekat telinga Eng Lan.
"Eng Lan. dewi pujaan ........ terima kasih ......... terima kasih bahwa di dunia ini, di mana semua orang baik - baik memusuhiku. membenciku, masih ada kau seorang dewi yang sudi memperdulikan orang seperti aku ......... terima kasih Eng Lan dan aku bersumpah, takkan mencinta orang lain kecuali engkau. Kelak .......... kalau Thian mengijinkan aku hidup lebih lama, kalau aku bisa mendapatkan obat untuk menyambung nyawa ........ kelak aku akan mencari gurumu, akan mengajukan pinangan dengan hormat untukmu ........."
"Kun Hong ........." Eng Lan membalas bisikan dengan lirih, hampir tidak kedengaran, "kau tidak jahat ......... kau orang baik ......... ooohhh, betapa inginku meneriakkan di telinga mereka bahwa kau bukan orang jahat. Tidak, kau tidak jahat !"
Kun Hong bersenyum pahit. "Aku memang jahat, Eng Lan. Kau tidak dapat membayangkan betapa jahatnya aku ! Pikiranku kotor, hatiku selalu ingin melihat orang menderita, tergoda. Setiap melihat wanita cantik aku tergila-gila ........ ah, betapa jahatnya aku. Akan tetapi sekarang, demi engkau ......... aku akan membuang semua itu jauh-jauh ......... !"
Tiba - tiba Eng Lan seakan - akan orang baru sadar dari tidur dan mimpi. Ia tersentak kaget, melihat dirinya berpelukan dengan Kun Hong ia merenggut tubuhnya, mengeluarkan jerit lirih, melompat berdiri sambil menyambar pedangnya lalu ......... menyabetkan pedang itu ke lehernya !
"Eng Lan ............ !!!" Secepat kilat Kun Hong bergerak menyambar tangan gadis itu dan merampas pedang lalu membuang pedang itu jauh-jauh. Eng Lan mengeluarkan isak tertahan, lalu berlari pergi sambil menangis tersedu-sedu.
"Aku ......... aku gadis hina-dina .......... aku lebih baik mati .........!!" keluhnya di antara tangis sambil berlari terhuyung-huyung, dengan saputangan menutupi mukanya yang banjir air mata.
"Eng Lan .......... tunggu aku ......... ! Kau hendak ke mana ......... " Ah. Eng Lan kekasihku, kau kenapakah ?" teriak Kun Hong sambil lari mengejar.
Karena ilmu lari cepat Kun Hong memang jauh lebih cepat, sebentar saja ia dapat menyusul dan ia memegang lengan gadis itu. Eng Lan merontas-rontas dan berteriak-teriak.
"Lepaskan aku ! Jangan sentuh aku .......... Kun Hong, kau bunuhlah aku, jangan seret aku ke jurang kehinaan. Ah. suhu. ampunkan teecu yang telah menjadi seorang berbatin hina ........" Gadis itu menangis makin sedih ketika tak berdaya melepaskan diri dari pegangan Kun Hong.
Kun Hong kembali menjatuhkan diri berlutut di depan Eng Lan.
"Eng Lan akulah orangnya yang siap sedia kau kutuk siap sedia kau maki atau kau bunuh sekalipun kalau aku yang membikin kau bersedih. Eng Lan, apakah karena aku hanya tinggal hidup dua tahun lagi maka kau tiba-tiba mengubah sikapmu " Apakah karena aku seorang penjahat yang sudah mengakui kejahatannya maka kau menjadi benci dan jijik kepadaku ?"
"Tidak ....... tidak ........ Kun Hong kau tidak tahu. Aku tadinya datang untuk membalaskan penghinaan yang kau jatuhkan atas diri enci Siok Lan dan keluarganya. Akan tetapi ....... apa yang kulakukan di sini ........ ah,. benar-benar tak patut aku ......."
Kun Hong bangkit berdiri dan tersenyum, menggunakan tangan mengangkat muka gadis itu dengan memegang dagunya. "Anak manis ! Anak nakal ! Begitu saja kau hendak memenggal lehermu yang indah itu " Hai. nanti dulu, manis ! Aku mencintamu dengan segenap jiwaku, ini kau sudah yakin, bukan " Dan kaupun mencintaku, aku percaya penuh akan hal ini. Apa salahnya dalam hal ini" Bukankah cinta kasih kita suci dan bersih" Mengapa harus malu " Kecuali kalau kau merasa bahwa kau jauh lebih tinggi, lebih bersih dan lebih mulia dari pada aku, tidak ada yang harus dibuat malu !"
Eng Lan menghapus matanya dengan saputangan, lalu menatap wajah yang tampan dan nampak sungguh - sungguh itu. Ia melihat sinar terang pada wajah itu dan kembali cinta kasihnya bangkit. Ia tersenyum dan mengangguk !
"Naaahh, begitu baru anak manis yang kusayang. Eng Lan. sekali lagi aku menyatakan kepadamu, demi kehormatanku sebagai laki - laki, aku sama sekali tidak ada niat atau kesengajaan untuk menghina keluarga Kwa. Hanya kebetulan saja aku mendengar tentang Kwa Cun Ek, malah aku sama sekali tidak tahu apakah Kwa Cun Ek itu mempunyai anak gadis ketika aku membohong dan mempermainkan Kwee Sun Tek." Lalu dengan singkat ia menceritakan pertemuannya dengan Kwee Sun Tek ketika ia mencuri pedang Cheng-hoa-kiam.
Setelah mendengar penuturan Kun Hong, Eng Lan pura-pura marah, cemberut dan menegur. "Kau memang nakal. Untuk apa kau mencuri pedang orang " "
Wajah Kun Hong menjadi merah. Heran, pikirnya dalam hati, ditegur begini saja hatinya berdebar seperti anak kecil mencuri kueh ditegur ibunya !
"Aku hanya ....... ingin memiliki pedang pusaka ampuh dan di samping itu, sejak kecil aku memang sudah ada keinginan menguji kepandaian Wi Liong. Selain itu," ia menyambung cepat-cepat, "pedang Cheng-hoa-kiam ini memang dahulunya bukan milik supek Thian Te Cu, melainkan milik susiok Gan Yan Ki. Entah bagaimana bisa berada di Wuyi-san. Oleh karena memang nenek moyang guru-guru kami selalu bermusuhan dan bersaing, maka aku sengaja hendak memperlihatkan bahwa perguruan kami tidak kalah oleh mereka. Sebagai bukti. Cheng-hoa-kiam sekarang berada di tanganku."
Eng Lan menggeleng-geleng kepalanya. "Aku tidak tahu dan tidak perduli akan itu semua, pokoknya aku percaya bahwa kau tidak jahat, Kun Hong."
"Terima kasih, kau seperti dewi kahyangan yang turun ke bumi untuk mengangkat aku dari lembah kesengsaraan." seru Kun Hong girang sambil memegang lengan gadis itu.
"Nanti dulu, aku takkan berjanji apa-apa kepadamu sebelum kau penuhi permintaanku." kata Eng Lan sungguh-sungguh.
Kun Hong melebarkan mata dan mengangkat alis. "Permintaan apa ....... ?"
"Jawablah dengan sejujurnya apakah kau betul - betul tidak mencinta enci Siok Lan ?"
Kun Hong benar-benar terkejut dan heran mendengar pertanyaan ini, juga ia merasa penasaran mengapa gadis ini masih saja menyangsikan hatinya.
"Kalau mencinta bagaimana dan kalau tidak bagaimana ?" tanyanya sambil tersenyum menggoda.
"Kalau kau mencintanya, sekarang juga kau bersama aku harus pergi ke Poan-kun untuk minta maaf dan sekalian mengajukan pinangan secara sah. Kalau kau tidak mencintanya, sekarang juga kau bersama aku harus pergi ke Wuyi-san untuk mengakui kesalahanmu di depan Thio Wi Liong, kemudian membujuk atau memaksa pemuda itu untuk menyambung ikatan jodohnya dengan enci Siok Lan yang sudah diputuskan oleh pamannya."
Sampai lama Kun Hong menatap wajah kekasihnya itu dengan mata mengandung keheranan dan kekaguman besar.
"Eng Lan ....... Eng Lan ....... begini anehkah watak semua gadis secantik engkau " Yang kau bicarakan itu adalah urusan Siok Lan dan Wi Liong mengapa kau mau bersusah payah karenanya dan mengajak aku serta pula" Suhu sering berkata bahwa tidak perlu kira mencampuri urusan orang lain yang tidak ada sangkut-pautnya dengan kita. yang tidak menguntungkan kita !"
Eng Lan membanting - banting kakinya dengan gemas- "Itulah celakanya ! Kau sudah diracuni oleh ajaran - ajaran busuk ! Selalu berpikir untuk keuntungan diri sendiri. Kun Hong, kau tidak tahu bahwa di luar dunia golonganmu kita manusia tidak selalu memikirkan kepentingan sendiri, malah selalu mencari kesempatan untuk memikirkan dan menolong orang lain. Tentang enci Siok Lan dan perjodohannya, tak dapat dipungkiri lagi kaulah biang keladinya sampai perjodohan itu diputuskan. Oleh karena itu, kau pula orangnya yang harus menyambungnya kembali."
Ucapan ini terdengar baru bagi telinga Kun Hong. Selama ia berkumpul dengan Thai Khek Sian, para selirnya. Tok-sim Sian-li, Bu-ceng Tok-ong, dan lain-lain tokoh golongan mereka selalu orang mengutamakan kepentingan sendiri. Ia mengangguk - angguk dengan kening berkerut lalu bertanya lagi,
"Kalau aku biang keladinya mengapa kau juga bersusah - payah, malah tadi kau siap mempertaruhkan nyawa membela Siok Lan ?"
Eng Lan menggigit bibir dengan gemas. "Anak bodoh ! Kalau bukan kau yang menjadi biang keladinya, aku takkan susah-susah seperti ini. Hayo jawab, kau pilih yang mana. Mengawini Siok Lan atau menyambung kembali ikatan jodoh antara dia dan Wi Liong " "
Kun Hong benar-benar tak mengerti. Akan tetapi mendengar desakan pertanyaan tadi, terpaksa ia menjawab. "Tentu saja aku tidak akan mengawini Siok Lan karena aku tidak mencintanya."
"Kalau begitu kita harus ke Wuyi-san sekarang juga." kata Eng Lan.
Di dalam hatinya. Kun Hong merasa gentar untuk pergi ke Wuyi-san. Ia tidak takut berhadapan dengan Kwee Sun Tek orang tua buta itu. juga menghadapi Wi Liong sekalipun ia tidak takut. Akan tetapi yang membuat hatinya gentar adalah Thian Te Cu, kakek yang sebetulnya masih terhitung supek-nya (uwa guru) sendiri. Andaikata supeknya turun tangan, ia dapat berdaya apakah " Betapapun juga. melihat sepasang mata bintang gadis itu menatap wajahnya penuh selidik, Kun Hong mengertak gigi dan berkata gagah.
"Baik, kupenuhi permintaanmu. Mari kita mencari Wi Liong dan kalau perlu akan kupaksa dia pergi ke Poan-kun menyambung tali perjodohannya dengan Kwa Siok Lan."
Eng Lan tersenyum girang dan dengan mesra memegang tangannya. "Kalau begitu mari kita lekas berangkat !" Ia menarik tangan Kun Hong dan pemuda ini sambil tertawa terpaksa mengikuti gadis itu berlari cepat.
"'Eng Lan, nanti dulu ! Kau mengajakku ke Wuyi-san mengapa lari ke sana " Kita harus menyeberang sungai ini !"
Eng Lan berhenti, tercengang lalu tertawa. Sambil bergandengan tangan mereka lalu masuk ke dalam perahu yang telah ditinggal pergi oleh pemiliknya tadi, dan Kun Hong mendayung perahu itu ke seberang. Diam - diam ia tersenyum geli melihat kini gadis itu sama sekali tidak perduli lagi bahwa mereka telah memakai perahu orang lain. Anehnya bagi Kun Hong. setelah tiba di seberang, ia terdorong oleh semacam perasaan yang, membuat ia turun tangan mengikat perahu itu pada sebarang akar pohon agar perahu itu jangan hilang dan hanyut. Heran sekali baru kali ini ia melakukan sesuatu demi kepentingan lain orang, dalam hal ini demi kepentingan si tukang perahu agar jangan kehilangan perahunya. Dan ia tahu dengan penuh keyakinan bahwa perasaan ini timbul karena Eng Lan.!
Eng Lan nampak gembira sekali. Memang. dia gembira karena akhirnya ia toh akan dapat berjasa dalam membela Siok Lan. Kalau saja ia berhasil menghubungkan kembali perjodohan Siok Lan dan tunangannya ! Dengan Kun Hong di sampingnya, ia berbesar hati dan pasti usahanya akan berhasil. Melihat wajah pemuda ini saja sudah mendatangkan keyakinan baginya bahwa bersama Kun Hong. ia akan sanggup melakukan hal-hal besar.
"Eng Lan, aku masih tidak mengerti mengapa, justeru karena aku biang keladinya, maka kau mau bersusah-payah ?" di tengah perjalanan Kun Hong bertanya.
Eng Lan memandang kepadanya dengan senyum simpul. "Kelak kau akan tahu sebabnya dan sekarang tak usah kau sebut-sebut hal itu."
Kun Hong melengak. Alangkah besarnya cinta kasih di dalam hatinya terhadap gadis ini. Dengan Eng Lan di sampingnya, seakan-akan hidup ini baru baginya Ia merasa tenang, tenteram, penuh kebahagiaan.
Di lain fihak. Eng Lan yang sudah menyerahkan kasihnya kepada Kun Hong, diam - diam mempergunakan perjalanan jauh ini sebagai ujian terhadap kekasihnya. Di lubuk hatinya ia sudah percaya bahwa kekasihnya ini pada hakekatnya adalah seorang yang baik. akan tetapi kalau belum terbukti, kelak hanya akan menjadi gangguan batin baginya. Maka ia sengaja tidak menjauhkan diri. dan hendak menyaksikan bagaimana watak aseli dari Kun Hong
Akibatnya hebat bagi Kun Hong. Sering kali di waktu malam, apa bila terpaksa mereka bermalam di dalam hutan karena jauh dari kampung, melihat Eng Lan tidur di bawah pohon tidur pulas dan penuh kepercayaan kepadanya, pemuda ini duduk menjauh, bersandar pohon dan semalam suntuk tak dapat memejamkan matanya. Pelbagai rangsangan hawa nafsu yang digerakkan oleh setan yang tak pernah menjauhi manusia, membuat ia panas dingin. Akan tetapi setiap kali ia menatap wajah gadis itu, hatinya melembut dan semua rangsangan itu dapat ia tekan. Tidak, pikirnya, Eng Lan bukan seperti wanita lain. Ia mencinta gadis ini dengan murni, penuh kelembutan dan kehormatan. Ia hanya membuka jubahnya untuk diselimutkan kepada tubuh gadis itu dan seekor nyamuk kecil saja yang berani mengganggu Eng Lan. akan mampus oleh sambaran tangannya.
Demikianlah, berpekan-pekan hubungan mereka makin erat dan makin yakinlah hati Eng Lan bahwa pilihannya tidak keliru. Kun Hong benar-benar seorang laki - laki yang boleh dipercaya. Belum pernah ia diganggu di sepanjang perjalanan. Hanya beberapa kali, apa bila mereka sedang duduk berhadapan menghadapi api unggun di dalam hutan untuk mengusir dingin, pemuda itu berkata.
"Eng Lan, setelah selesai tugasku menemui Wi Liong, kau harus kembali kepada suhumu. Aku akan mencari obat dan ...... dan hanya kalau kelak aku sudah terhindar dari bahaya maut yang mengeram di dalam tubuhku, aku akan mencarimu, akan meminangmu dari tangan suhumu. Sementara itu kita ......... kita tak boleh berkumpul seperti ini ........."
"Kenapa, Kun Hong ......... " "
"Tidak baik. Eng Lan. Dan ....... dan merupakan siksaan bagiku ......... semua itu bukan apa - apa kalau dibandingkan dengan besarnya kekhawatiranku kalau- kalau aku ......... tak dapat menahan gelora hatiku ......... aku khawatir sekali ........."
Eng Lan tersenyum apa bila mendengar keluhan ini, senyum bangga dan girang. Ia tahu akan perjuangan batin kekasihnya, tahu bahwa pengaruh kehidupan lama yang kotor sedang diperanginya sendiri di dalam batinnya. Dan ia senang sekali melihat Kun Hong berada di fihak yang menang. Ia mencinta pemuda ini, mencinta sepenuh jiwanya. Kepada Kun Hong seorang ia menggantungkan harapannya. Baik Kun Hong menjadi sadar maupun tetap jahat, ia tetap mencintanya. Oleh karena itu gadis ini tidak gentar menghadapi bahaya, karena ia yakin betul bahwa melakukan perjalanan bersama seorang pemuda seperti Kun Hong, merupakan bahaya besar bagi seorang gadis. Sungguhpun ia berkepandaian, namun apa dayanya terhadap Kun Hong" Kalau pemuda itu runtuh pertahanan batinnya, ia akan menjadi korban Dan andaikata terjadi hal demikian, ia akan mengundurkan diri dari Kun Hong. akan mengundurkan diri dari dunia karena idam-idaman dan cita - citanya berarti sudah hancur. Akan tetapi sebaliknya kalau pemuda itu lulus dalam "ujian" ini, ia benar-benar akan menemui kebahagiaan sejati.
Demikianlah, setelah melakukan perjalanan cukup lama. dua orang muda-mudl ini akhirnya sainpai di Wuyi-san. Karena Kun Hong sudah pernah mendatangi tempat itu, maka mudah ia mencari jalan mendaki bukit itu. Hari telah mulai gelap ketika mereka akhirnya tiba di puncak, di mana tempat tinggal Thian Te Cu. sudah kelihatan. Rumah besar dari batu bertumpuk yang kokoh, kuat itu membuat jantung Kun Hong berdebar lebih keras dari biasanya.
"'Kita berhenti di sini dulu." katanya sambit berhenti dan duduk di atas sebuah batu.
"Kenapa berhenti " Bukankah lebih baik terus langsung menemui Thio Wi Liong ?" tanya Eng Lan.
"Tidak. Aku tidak mau mendatangkan keributan. Kalau si tua buta mendengar akan kedatanganku, pasti dia akan marah-marah dan membikin ribut. Lebih baik kita menanti dan sedapat mungkin aku hendak menjumpai Wi Liong sendiri saja."
Ucapan ini memang sesungguhnya, hanya harus ditambah sedikit bahwa sebetulnya selain alasan di atas, juga Kun Hong jerih sekali kalau sampai kedatangannya diketahui oleh Thian Te Cu dan membuat marah orang tua itu. Melihat gadis itu memandang heran dan ragu-ragu, ia melanjutkan.
"Eng Lan, kaupun tahu malam ini terang bulan purnama. Kiranya takkan sukar mencari Wi Liong. Dengan pemuda itu mungkin kita bisa bicara secara baik-baik, akan tetapi tidak demikian dengan pamannya yang keras hati."
Karena Eng Lan sendiri belum pernah bertemu dengan Kwee Sun Tek. dan iapun merasa jerih melihat bangunan yang megah dan kokoh itu, ia menurut saja akan kehendak Kun Hong. Menantilah dua orang muda-mudi ini agak jauh dari bangunan tempat tinggal Thian Te Cu itu, duduk di atas batu-batu hitam.
Tiba - tiba Eng Lan memandang wajah Kun Hong ketika ia mendengar suara yang keluar dari perut yang lapar. Ia teringat bahwa sehari itu Kun Hong belum makan sesuatu. Sudah dua hari dua malam tak pernah bertemu dengan dusun sehingga mereka hanya makan buah - buahan di hutan. Celakanya, sehari tadi mereka hanya mendapatkan sedikit buah - buah yang masak dan Kun Hong menyuruhnya makan semua sedangkan pemuda itu sendiri hanya minum air gunung dengan alasan ia belum lapar.
convert txt : http://www.mardias.mywapblog.com
Kun Hong juga merasa betapa perutnya yang perih tadi mengeluarkan bunyi perlahan. Wajahnya memerah dan ia tersenyum sambil berkata kepada Eng Lan yang memandangnya dengan kasihan. "Perut tak tahu diri, sering dimanja menjadi tak tahu malu ! Padahal dahulu sudah sering kali aku mengalami tak makan sampai berhari - hari."
Eng Lan menarik napas panjang. Alangkah sengsara kehidupan pemuda ini, sunyi dan kosong hidupnya.
"Kau tentu lapar sekali. Kun Hong."
"Ah. tidak apa. Sudah jamak sekali - kali mengurangi makan. Seorang gagah menganggap makan soal ke dua. Kalau kita sudah berumah tangga, tentu takkan terjadi hal seperti ini kelaparan di atas gunung." kelakarnya sambil tertawa.
Berdebar jantung Eng Lan mendengar ucapan ini. "Pulang ke rumah ........." katanya perlahan tanpa memandang pemuda itu. sebaliknya menatap wajah bulan purnama yang mulai timbul dari timur. Kata - kata ini amat besar pengaruhnya, amat sedap didengar dan amat indah artinya. Pulang ke rumah, rumah dia dan Kun Hong, suaminya. Rumah yang bahagia, di mana mereka hidup aman tenteram., kasih - mengasihi, dilengkapi pula oleh suara tawa anak - anak ! Belum pernah dia merasai kebahagiaan rumah tangga, seperti juga Kun Hong !
Bukan main indahnya pemandangan di puncak itu ketika bulan purnama bersinar - sinar di angkasa raya yang bersih dan cerah Semua nampak mandi cahaya keemasan, redup hening, sejuk bersih. Memandang ke bawah nampak puncak-puncak pohon hitam kekuningan, kadang - kadang bergerak tertiup angin, berombak - ombak membuat dua orang muda itu merasa duduk di atas sebuah perahu besar yang terapung di samudera luas. Menengok ke puncak bukit, kelihatan bangunan dengan genteng - gentengnya yang hitam merah bermandikan cahaya kuning, mengkilat seperti habis dicuci.
"Eng Lan, kau telah kuceritakan tentang riwayatku semenjak kecil. Sekarang sambil menanti bulan naik tinggi, kau berceritalah tentang dirimu. Selama ini yang kuketahui tentang kau hanya bahwa kau seorang gadis bernama Pui Eng Lan murid Pak-thian Koai-jin."
Eng Lan menjawab lirih. "Apa sih yang menarik tertang riwayatku " Semenjak kecil mengalami kesengsaraan belaka."
"Dewiku, kesengsaraan hidup di waktu kecil tak patut disesalkan, malah mereka yang belum pernah merasai kesengsaraan hidup harus dikasihani karena jiwa mereka menjadi lemah. Kesengsaraan hidup di waktu kecil merupakan gemblengan hidup, membuat orang menjadi tabah dan berpengalaman. Bukankah pengalaman - pengalaman yang pahit dan berbahaya itu justeru dapat menjadi kenangan yang tak mudah dilupa dan nikmat dibicarakan " "
Eng Lan menatap wajah kekasihnya di bawah sinar bulan purnama dengan pandang mata berseri akan tetapi ia juga terharu. Benar sekali dugaannya, kekasihnya ini bukan pada dasarnya jahat, melainkan telah terkena noda hitam karena dahulunya selalu berdekatan dengan pergaulan kotor.
"Riwayatku singkat dan tidak menarik." ia mulai menuturkan keadaan dirinya. "Entah masih ada berapa banyak gadis yang seperti aku riwayatnya, yang hingga kini masih tenis-menerus berulang, riwayat anak - anak malang para petani dusun."
Kun Hong mendengarkan dengan penuh perhatian, sepasang matanya yang tajam luar biasa itu menatap wajah Eng Lan penuh perasaan cinta kasih dan iba hati.
"Ayah bundaku petani - petani dusun yang miskin Sampai sekarangpun aku masih bertanya-tanya dalam hati mengapa para petani yang mengerjakan sawah ladang, yang memeras keringat bercocok tanam kadang - kadang malah tidak dapat makan, banyak malah yarg mati kelaparan. Tak mengerti aku mengapa di kota- kotalah tempat beras dan sayur berlimpah - limpah sedangkan di dusun, di tempat tumbuh dan dikerjakannya semua bahan pangan itu orang-orang sampai kekurangan dan kelaparan. Tentu saja aku mengerti kemudian bahwa inilah gara- gara para tuan tanah, gara-gara para pengisap darah rakyat petani yang diperlakukan lebih buruk dari pada kerbau - kerbau atau anjing - anjing. Demikian payah kehidupan para petani, tidak saja banyak di antara mereka yang mati kelaparan bahkan banyak yang terpaksa menjual anak-anak mereka, yang wanita untuk dijadikan permainan para tuan tanah dan pembesar setempat, yang laki-laki untuk dijadikan budak, dijadikan kerbau kaki dua !"
Kun Hong memandang heran. Baru kali ini ia mendengar hal-hal seperti itu dan sukar baginya untuk mempercaya. Semenjak dahulu, dia tidak pernah dihadapkan dengan hal-hal seperti itu. Dunianya yang dulu hanyalah mempergunakan kepandaian untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan sandang - pangan maupun kebutuhan lain, tanpa memperdulikan bagaimana caranya mendapatkan itu. Baik dengan merampok maupun mencuri, asalkan terpenuhi hasrat hati dan kebutuhan.
"Oleh karena keadaan hidup yang tercekik, bagi kaum tani, menikah berarti menambah beban hidup yang luar biasa, permulaan dari pada semua kesengsaraan karena sudah hampir lajim menjadi kenyataan bahwa mempunyai anak berarti sebuah malapetaka besar. Banyak sekali kandungan digugurkan, malah tidak jarang orang terpaksa mencekik mati bayi yang baru lahir, apa lagi kalau bayinya perempuan ......."
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Setan ......... !!" Kun Hong memaki kaget. "Bagaimana manusia bisa sekeji itu " Banyak sudah kumelihat perbuatan kejam, akan tetapi belum pernah yang sekeji itu !"
"Siapa itu yang kau katakan kejam dan keji "'
"Siapa lagi kalau bukan setan - setan yang mencekik mati bayi sendiri yang baru terlahir " "
"Kau keliru. Mereka itu lebih patut dikasihani dari pada dimaki sungguhpun aku sendiri pribadi tidak dapat menyetujui perbuatan itu," kata Eng Lan sambil menarik napas panjang
"Lebih patut dikasihani ?" Kun Hong tiba-tiba tertawa bergelak. "Eng Lan kau kadang-kadang membuat aku bingung. Dengan kau di dekatku, aku mulai belajar membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, akan tetapi pertanyaanmu bahwa orang - orang yang mencekik mati bayinya sendiri yang baru terlahir kausebut patut dikasihani dari pada dimaki, benar - benar membuat aku bingung.'
"Itulah kalau kau hanya melihat sesuatu peristiwa dari sudut terakhir saja tanpa menjenguk awalnya atau itidak mencari tahu akan sebab-sebabnya. Kau tahu Kun Hong, mereka yang terpaksa membunuh bayi sendiri itu melakukannya dengan mata tertutup dan air mata bercucuran, malah tanpa terlihat darah bercucuran di dalam hatinya. Mereka melakukannya karena terpaksa, karena maklum bahwa kalau anak itu dibiarkan hidup, apa lagi kalau perempuan kelak hanya akan mengalami kesengsaraan hidup yang tiada taranya. Baru membesarkannya saja sudah setengah mati, ayah bunda sudah kekurangan makan mana bisa ditambah mulut seorang anak lagi, apa lagi kalau perempuan" Setelah anak itu besar, akhirnya hanya akan digelandang pergi oleh tuan-tuan tanah, ya yang muda, ya yang kakek - kakek, semua mereka itu bandot - bandot belaka. Untuk mencegah hal ini kelak terjadi, malapetaka hebat yang tidak saja akan menimpa anak perempuannya akan tetapi mungkin menyeret sekeluarga, jalan satu-satunya hanya membunuh anak itu sebelum menimbulkan rasa kasih sayang yang besar. "
Kun Hong melompat berdiri dan membanting-banting kakinya. Wajahnya merah dan ia kelihatan marah sekali. Dicabutnya pedang Cheng-hoa-kiam lalu diputar-putarnya pedang itu cepat bagaikan kilat menyambar - nyambar, mulutnya mengeluarkan geraman - geraman perlahan yang menggetarkan hati Eng Lan.
"Kun Hong ...... ! Kau kenapa ....... " " gadis itu menegur, heran dan khawatir.
Mendengar suara gadis ini. Kun Hong sadar kembali dan menghentikan amukannya pada udara kosong. Akan tetapi ia masih marah dan membanting- banting kakinya. "Keliru ......... ! Keliru besar manusia - manusia tolol itu ! Itu hanya perbuatan manusia - manusia bodoh yang lemah, tiada bedanya dengan anjing - anjing dipentung berlari sambil berkuikan. Ditindas dari atas malah membunuh anak sendiri ! Untuk apa manusia-manusia demikian hidup " "
Karena dia sendiri anak seorang petani dusun, mendengar maki-makian ini Eng Lan menjadi panas hatinya. "Kalau menurut kau, harus bagaimana " "
"Lawan saja para penindas itu! Andaikata benar yang membuat hidup mereka demikian celaka adalah tuan - tuan tanah., para hartawan dan bangsawan di dusun, andaikata benar tuan - tuan tanah itu memeras keringat dan darah mereka, mengapa tidak serentak bangkit melakukan perlawanan " Hancurkan saja lintah - lintah darat itu, ganyang habis penindas-penindas itu, dan aku siap mengorbankan nyawa untuk membantu!" Pemuda itu berdiri tegak penuh semangat, seperti seorang patriot yang menyatakan hendak membela tanah air dari serangan musuh negara.
Eng Lan berseri kembali wajahnya, ia bangga terhadap kekasihnya. "Kalau saja banyak orang gagah seperti kau, dan kalau saja sejak dulu kau bersikap seperti ini, alangkah banyaknya orang dusun yang, tertolong hidupnya. Kun Hong. kau tidak tahu bahwa para petani miskin itu amat lemah kedudukannya. Apakah daya mereka" Aku lebih tahu karena dahulu akupun anak petani di dusun. Berapa banyaknya petani yang sudah nekat dan memberontak, akan tetapi dalam beberapa hari saja habis dibasmi oleh kaki tangan hartawan dan bangsawan di dusun yang rata - rata terdiri dari tukang - tukang pukul yang kuat dan berkepandaian." Sungguh celaka keadaan mereka, tidak melawan mati kelaparan atau sedikitnya hidup seperti binatang, kalau melawan tewas semua dengan sia - sia. Kalau tidak orang - orang seperti kita yang turun tangan membantu biar seratus tahun lagi mereka akan tetap tertindas dan terhisap."
"Aku akan membela mereka !" teriak Kun Hong bersemangat.
Eng Lan memegang tangan pemuda itu dan matanya berlinang. "Terima kasih, Kun Hong. Bagus sekali kau bersikap seperti ini. Jangan kau kembali seperti dulu. membantu penjajah Mongol yang menambah beban rakyat karena para tuan tanah dan bangsawan itu rata-rata juga telah menjadi kaki tangan penjajah itu."
"Apa .........?" Kun Hong menjadi pucat.
"Kau bilang bahwa dulu aku malah membantu mereka yang membikin celaka rakyat jelata " "
"Tidak salah. Dengarlah ceritaku selanjutnya agar kau tahu manusia macam apa itu bangsawan Liu yang hendak kau bela di kota raja, hartawan yang putus lehernya oleh pedangku."
Kun Hong ditarik lengannya dan duduk kembali di atas batu siap mendengarkan cerita gadis yang sudah dapat membuat ia terpengaruh lahir batin itu.
"Seperti kuceritakan tadi. ayah bundaku petani - petani miskin sekali yang penghasilannya hanya mengerjakan sawah tuan tanah sebagai buruh tani. Berpuluh tahun keringat dari darah ayah bundaku diperas untuk menggarap sawah dan memenuhi gudang tuan tanah sedangkan ayah ibu hanya menerima sekedar tidak kelaparan. Ayah ibu hanya punya dua orang anak perempuan, enciku dan aku. Enci sudah menikah dengan seorang pemuda tani juga dan pindah ke dusun dekat kota tempat tinggal hartawan Liu untuk mengerjakan sawah hartawan itu. Aku tinggal bersama ayah bundaku. Kemudian malapetaka menimpa keluarga kami ketika aku berusia limabelas tahun. Tuan tanah yang dikerjakan sawahnya oleh ayah, mempunyai niat jahat terhadap diriku. Ayah dan ibu biarpun miskin, namun tidak sudi menuruti permintaannya. Bermacam usaha dan jalan dilakukan oleh tuan tanah jahanam itu, sampai akhirnya ayah ibu mereka tahan dengan tuduhan menggelapkan hasil panen dan aku yang ditinggal seorang diri diculik oleh kaki tangannya."
"Keparat jahanam! Katakan siapa dan di mana tuan tanah itu, akan kuhancurkan kepalanya !" Kun Hong membentak dan mengenal tinjunya.
"Sabar dan dengarkan saja sampai habis," Eng Lan menghibur sambil menangkap dan menggenggam tangan kekasihnya itu.
"Baiknya pada waktu itu muncul suhu di dusun itu. Suhu menolongku dan membunuh tuan tanah keparat. Ketika suhu hendak menolong ayah bundaku, ternyata ayah ibu telah ...... mati di dalam kamar tahanan, membunuh diri dengan ......... membenturkan kepala pada dinding......"
Sampai di sini Eng Lan menangis sedih. Kun Hong memeluk dan mendekap kepalanya, mengelus - elus rambut gadis itu dengan menahan air matanya sendiri.
"Kasihan sekali kau ......... dewiku ........."
Tak lama kemudian Eng Lan sudah dapat menguasai dirinya dan dia melanjutkan ceritanya.
"Karena aku tiada sanak kadang lagi, dan karena suhu kasihan melihatku semenjak saat itu aku menjadi muridnya. Suhu menjadi pengganti orang tuaku dan aku berlatih ilmu dengan giat karena aku menjadi yakin bahwa hanya dengan memperkuat diri dan bersatu dengan rakyat jelata maka kelak kita akan dapat mengubah keadaan rakyat, yang demikian sengsaranya. Kemudian dapat kaubayangkan betapa sakit hatiku ketika mendengar bahwa enciku sekeluarga juga dibunuh habis oleh kaki tangan bangsawan Liu karena hartawan itu tergila-gila melihat kecantikan enciku. Aku mendengar bahwa keparat itu sudah pindah ke Peking. Aku mohon pertolongan suhu dan akhirnya seperti kau ketahui, aku berhasil membalas sakit hati enciku dan membunuh keparat she Liu tua bangka mata keranjang itu. Kebetulan sekali aku mendapat bantuan enci Siok Lan dan susioknya (paman gurunya) maka segala sesuatu berjalan lancar."
Pada saat Eng Lan mengakhiri ceritanya, bulan sudah naik tinggi dan keadaan malam itu menjadi makin terang dan makin sejuk. Tiba-tiba terdengar suara tiupan suling yang amat indah. Lagu yang ditiup dari suling itu adalah lagu yang terkenal yaitu lagu "Penggembala Merindukan Puteri" sebuah lagu percintaan yang dipetik dari sebuah dongeng tentang penggembala yang melihat puteri raja dan jatuh hati kepadanya. Penggembala itu setiap hari menumpahkan rasa rindunya melalui suling. Demikian pandai ia menyuling, demikian indah suara sulingnya sampai-sampai ia menjadi terkenal dan diundang ke istana untuk bermain suling di depan keluarga raja termasuk ...... sang puteri itu ! Saking bagusnya ia menyuling dan saking kagumnya keluarga raja mendengar tiupan suling penuh perasaan ini, raja lalu menjanjikan hadiah dan menyuruh penggembala itu memilih sendiri hadiahnya. Tanpa ragu - ragu lagi penggembala itu menunjuk pilihannya, yaitu ...... sang puteri itulah ! Raja dan orang - orang lain di situ kaget sekali. Raja marah, menyuruh tangkap penggembala itu dan menyuruh algojo memenggal batang lehernya di saat itu juga ! Melihat ini. sang puteri jatuh sakit sampai matinya.
Demikianlah dongeng itu yang tersusun dalam sebuah lagu yang kini dimainkan orang denngan suling di tengah kesunyian malam bulan purnama itu. Untuk sejenak Eng Lan dan Kun Hong saling pandang dengan heran, mendengarkan dengan kagum karena suling itu ditiup dengan penuh perasaan pula dan mendengar suara suling melengking begitu halus dan nyaring, diam-diam Kun Hong terkejut karena maklum bahwa peniupnya tentulah seorang ahli khikang yang pandai.
"Mari, sudah waktunya kita mencari Wi Liong," bisiknya. Dengan pedang Cheng-hoa-kiam di tangan. Kun Hong berjalan menuju ke bangunan itu, diikuti oleh Eng Lan.
Akan tetapi, seluruh bangunan kelihatan gelap dan sunyi saja. Yang ada hanya suara suling ditiup makin asyik, mendatangkan suasana romantis dan juga agak ganjil. Ketika mereka sudah mendekati bangunan kuno itu ternyata bahwa suara suling terdengar dari belakang bangunan, akan tetapi dari atas datangnya !
"Agaknya orang sudah menanti kunjungan kita dan sengaja menyambut dengan suara suling di atas genteng" kata Kun Hong yang mengenal watak yang aneh - aneh dari orang - orang kang-ouw. Apa lagi di tempat kediaman Thian Te Cu hal seperti itu bukan aneh namanya.
"Ssttt......... !" Eng Lan menyentuh tangan Kun Hong dari belakang. Pemuda ini menengok dan ia melihat dua bayangan orang berkelebat, menyusul dari belakang. Kun Hong cepat bersiap-siap, akan tetapi oleh karena mengira bahwa dua orang itu tentu fihak tuan rumah, tidak baik kalau ia memegang pedang terhunus. Cepat ia menyimpan pedangnya di balik baju. Siapa kira dalam saat itu juga, dua orang itu serta - merta tanpa banyak cakap lagi sudah melompat maju dengan kecepatan kilat, menyambar dan menyerang dia dan Eng Lan ! Kun Hong terkejut sekali melihat serangan ini yang mengandung hawa pukulan kuat sekali. Ia tahu bahwa Eng Lan takkan mungkin dapat menahan serangan sehebat ini. maka cepat sekali ia mendorong tubuh kekasihnya sampai Eng Lan mencelat dan bergulingan jauh !
Akan tetapi pada saat itu, serangan dua orang itu sudah sampai, malah yang tadinya hendak menyerang Eng Lan, melihat gadis itu didorong pergi lalu membalik dan mengalihkan penyerangannya kepada Kun Hong. Dengan demikian secara bercubi - tubi Kun Hong menghadapi dua serangan dahsyat.
Pemuda ini cepat menggerakkan kaki dan kedua tangannya menyampok serangan - serangan itu.
"Plak ! Plak !!" Cepat sekali dua tangannya berhasil menyampok dua kepalan tangan, akan tetapi betapa kagetnya ketika ia merasa kedua tangannya sakit ketika bertemu dengan dua buah tangan yang keras laksana besi baja ! Namun Kun Hong adalah murid Thai Khek Sian, ilmu silatnya aneh dan luar biasa sekali, gerakannya cepat tak terduga. Dalam keadaan terserang tadi, begitu menangkis ia sudah dapat menyusul dengan dua macam serangan ke arah dua orang, lawan yang belum ia lihat betul keadaan orangnya. Lawan yang agak tinggi bingung menghadapi pukulan Kun Hong. hendak menangkis namun kurang cepat sehingga pundaknya kena diserempet, membuat ia mengaduh dan terhuyung ke belakang. Akan tetapi lawan ke dua yang bertubuh gemuk pendek, menghadapi pukulan Kun Hong dengan kedua tangan didorong ke depan. Kun Hong terkejut dan maklum bahwa lawan hendak mengadu tenaga. Ia hendak menarik tangannya sudah tidak keburu.
"Dukkk ............ ! !" kepalan tangan Kun Hong membentur telapak tangan si gemuk pendek itu. Kun Hong merasa seperti menghantam dinding baja. Rasa panas yang aneh menjalar cepat dari kepalan tangan, menikam jantungnya.
"Huakk ............ ! ' Tak dapat ditahan lagi Kun Hong muntahkan darah segar yang seakan-akan menyembur keluar dari dalam dadanya. Sementara itu, si gemuk pendek terjengkang lalu bergulingan dan melompat berdiri lagi.
"Kun Hong ............" Eng Lan menjerit dan gadis ini sudah mencabut pedangnya untuk bersiap membantu kekasihnya. Namun Kun Hong memberi isyarat supaya ia mundur dan kini pemuda ini tanpa mengeluarkan kata - kata lagi sudah mencabut Cheng-hoa-kiam dan menghadapi dia orang itu yang juga sudah mencabut pedang masing - masing. Kun Hong tidak berani mengeluarkan kata- kata karena ia maklum bahwa isi dadanya terluka hebat. Ia teringat akan pesan Liong Tosu, guru besar yang aneh dari Kun-lun-pai itu bahwa biarpun ia sudah diobati oleh Liong Tosu. namun kalau ia berhadapan dengan ahli gwakang ia akan celaka, kecuali kalau ia sudah mendapat pengobatan dari hwesio hitam yang tinggal di puncak Houw-thouw (Kepala Harimau) di Pegunungan Bayangkara. Sekarang ia telah terluka karena tadi ia mengadu tenaga dengan si gemuk pendek yang ternyata adalah seorang ahli gwakang !
"Ha-ha-ha. apakah kau murid Thian Te Cu " Kepandaianmu boleh juga, akan tetapi kau sudah terluka hebat. Lebih baik kau panggil Thian Te Cu keluar agar tua bangka itu dapat merasai kelihaian, kami Im-yang Siang-cu !" kata si gemuk pendek-
Kun Hong diam - diam merasa geli. Biarpun dua orang ini cukup lihai, akan tetapi mana bisa melawan Thian Te Cu " Akan tetapi karena tak berani mengeluarkan suara ia hanya menjawab pertanyaan itu dengan serangan pedang Cheng-hoa-kiam di tangannya. Pedang pusaka ini berkelebat bagaikan kilat menyambar, cepat dan tidak terduga gerakan-gerakannya. Dua orang itu melihat pedang Cheng-hoa-kiam menjadi bersemangat.
"Cheng-hoa-kiam di tanganmu, tentu kau murid Thian Te Cu !" kata yang gemuk pendek sambil memutar pedangnya, disusul oleh orang kedua. Akan tetapi segera mereka melompat mundur karena sinar pedang Cheng-hoa-kiam yang dimainkan secara istimewa oleh Kun Hong membuat pandangan mata mereka menjadi silau dan bingung.
"Ini ilmu pedang apa "'" bentak si gemuk pendek, heran dan juga kagum. "Apa kau bukan murid Thian Te Cu " "
Mana Kun Hong mau mengobrol panjang lebar " Pemuda ini sudah terluka parah, kepalanya pening dadanya panas sekali. Pedangnya menjawab pertanyaan orang dengan serangan kilat lagi. Si gemuk pendek menangkis dengan pedangnya yang ternyata juga pedang pusaka. Terdengar suara nyaring, bunga api berhamburan dan si gemuk itu memekik keras. Kun Hong telah mempergunakan ilmu pedang warisan gurunya yang luar biasa, yaitu ketika kedua pedang bertemu, pedang Cheng-hoa-kiam menggeser turun di sepanjang pedang lawan untuk menyerang tangan atau jari yang memegang pedang itu. Inilah siasat licik dan curang yang memang merupakan kelihaian ilmu silat Thai Khek Sian. Si gemuk itu sama sekali tidak pernah menyangka maka dalam segebrakan itu sebuah jari tangannya, yang tengah, terbabat putus setengahnya.
Kawannya menjadi marah dan hendak menyerbu, akan tetapi tiba - tiba iapun berseru kaget ketika lehernya disambar benda kecil keras sekali sampai terasa sakit dan membuat matanya berkunang. Cepat tangan kirinya menyambar benda itu, dan ternyata itu adalah sepotong pecahan genteng ! Si gemuk yang jari tengah tangan kanannya putus, juga tiba-tiba tertimpuk dadanya.
"Thian Te Cu curang ......... !" teriak mereka lalu kabur, melarikan diri sipat kuping ke bawah gunung.
Kun Hong maklum bahwa dia dibantu orang, akan tetapi ia sudah terlalu pening untuk dapat melihat siapa pembantunya dan iapun tidak ada tenaga untuk mengejar dua orang itu. Eng Lan segera menghampirinya dan memegang lengannya.
"Kun Hong ........ kau ........ kau tidak apa - apa ......... ?"
Dengan pedang Cheng-hoa-kiam di tangan kanan Kun Hong menggunakan lengan kirinya mengusap bibirnya untuk membersihkan darah, lalu menatap wajah Eng Lan sambil tersenyum dan menggeleng kepala.
"Akan tetapi ......... kau tadi ........ muntah darah ........." gadis itu berkata lagi penuh kegelisahan. "Kun Hong, kau terluka parah ......... "
Kun Hong sudah dapat mengatur pernapasannya dan kepeningannya tadi lenyap, hanya di bagian dada masih terasa sakit dan panas. Akan tetapi ia memaksa diri berkata sambil tersenyum. "Lukaku yang kemarin ini akibat pukulan totokan Im-yang-lian-hoan Kun-Iun-pai, tidak apa-apa ........... " Ia memeluk pundak nona itu dengan lengan kirinya. "Eng Lan, hayo kita mencari Wi Liong ....... "
Suara suling tadi berhenti sebentar ketika Kun Hong bertempur, akan tetapi sekarang sudah berbunyi lagi. Tentu saja dua orang muda - mudi itu tadi tidak memperhatikan hal ini dan baru sekarang suara suling yang memecah kesunyian malam itu menarik perhatian mereka lagi. Tiba - tiba Kun Hong teringat akan sesuatu dan ia tertawa.
"Alangkah bodohku. Yang menyuling itu siapa lagi kalau bukan Wi Liong " Hayo kita naik ke sana !" Ia menuding ke atas. ke arah genteng bangunan kuno itu.
Eng Lan juga teringat bahwa dahulu Wi Liong bersenjata sebuah suling. Memang amat boleh jadi pemuda itulah yang menyuling di saat itu. Diam - diam ia berdebar dan mukanya menjadi merah kalau teringat betapa dahulu suhunya hendak menjodohkan dia dengan Thio Wi Liong. Baiknya sinar bulan tidak cukup terang untuk dapat menyinari perubahan air mukanya maka Kun Hong tidak melihat perubahan muka Eng Lan yang memerah itu. Ia lalu menggandeng tangan Eng Lan. diajak melompat ke atas genteng. Kemudian Kun Hong berjalan di depan dengan pedang Cheng-hoa-kiam di tangan sedangkan Eng Lan berjalan di belakangnya. Mereka berjalan di sepanjang wuwungan rumah menuju ke arah suara suling yang keluar dari sebelah belakang bangunan itu.
Setelah mereka tiba di atas bangunan belakang ternyata bahwa dugaan mereka betul. Di atas wuwungan rumah, di bawah sinar bulan purnama, duduklah Wi Liong menyandarkan tubuh pada dinding loteng. Ia asyik menyuling dengan kedua mata meram, begitu asyik seakan-akan ia tidak berada di dunia ini. Ia hanyut oleh ayunan suara sulingnya yang menggetar-getar, tanda bahwa peniupnya menyuling dengan penuh perasaan.
Kun Hong berhenti dan menatap Wi Liong dengan mata berseri. Sekaranglah tiba saatnya ia berhadapan muka dengan musuh bessr sejak kecilnya. Sekarang ia mendapat kesempatan untuk menantang Wi Liong berpibu, mengadakan pertandingan sampai seribu jurus sampai seorang di antara mereka mengakui keunggulan lawan ! Ingin ia membentak Wi Liong dan menantangnya, akan tetapi tiba - tiba Eng Lan dari belakang menyentuh tangannya dan memberi isyarat supaya Kun Hong jangan mengganggu orang yang sedang begitu asyiknya menyuling. Terpaksa Kun Hong menunda niatnya dan ikut mendengarkan. Ia melihat Eng Lan ikut terharu dan tertarik sekali akan lagu itu. Memang, Eng Lan mengenal baik lagu baru yang ditiup oleh Wi Liong melalui sulingnya, yaitu lagu "Bulanku Jangan Lari" yang kata-katanya ia kenal seperti berikut
"Bulan ....... dewi malam juita
Kau terbang tinggi, hendak ke mana "
Berkejaran dengan barisan mega
Kau hendak mencari siapa "
Bulan, sinarmu menerangi hatiku
Mengisi dada ini penuh rindu
Bulan, bulanku, jangan kau lari
Tunggulah daku, wahai dewi ........"
Wi Liong berhenti meniup. Suara suling melenyap dan di dalam suasana hening itu mulai terdengar lagi suara binatang - binatang kecil yang tadi seakan- akan menghentikan suara mereka untuk menikmati suara suling itu. Pemuda ini untuk sejenak bengong menatap ke angkasa raya seperti mencari - cari sesuatu, kemudian tiba - tiba ia menoleh dan memandang kepada Kun Hong dan Eng Lan.
"Kun Hong, apakah kau datang hendak mengembalikan pedang dan minta maaf kepada suhu " Pedang boleh kau kembalikan kepadaku, akan tetapi suhu tak dapat diganggu."
Sejak disentuh tangannya oleh Eng Lan tadi. Kun Hong teringat lagi bahwa maksud kedatangannya bukan sekali-kali untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk menantang pibu kepada pemuda saingannya ini, melainkan untuk memenuhi tugasnya membujuk Wi Liong menyambung kembali perjodohannya dengan Kwa Siok Lan ! Kini mendengar kata - kata Wi Liong yang sudah berdiri di depannya, ia tersenyum mengejek dan berkata.
"Wi Liong, jangan kau sombong. Pedang ini dahulu milik Wuyi Sam-lojin. dan kemudian menjadi perebutan dan menjadi lambang kejayaan. Siapa dapat memilikinya berarti ia unggul dalam hal kepandaian. Kalau kau sanggup, boleh kau merampasnya dari tanganku. Tentang minta maaf kepada suhumu Thian Te Cu si orang tua, tiada perlunya karena aku tidak ada urusan dengan dia Kedatanganku malam - malam di sini kali ini bukan untuk menguji kepandaian, melainkan untuk memberi peringatan kepadamu tentang perbuatanmu yang sewenang - wenang terhadap nona Kwa Siok Lan puteri Kwa Cun Ek lo-enghiong di Poan-kun !"
Wi Liong mengangkat alisnya, memandang kepada Kun Hong dengan heran dan tertarik. Kemudian ia tersenyum lebar. Kali ini ia mengalihkan pandang matanya kepada Pui Eng Lan yang sejak tadi menundukkan muka saja dan bersembunyi di balik tubuh Kun Hong yang bidang, agaknya mencoba berusaha supaya Wi Liong tidak mengenal mukanya.
"Kun Hong kau benar - benar orang aneh yang mengherankan dan sukar diketahui hatinya. Patut benar kau menjadi murid Thai Khek Sian. Kau dahulu mencuri pedang Cheng-hoa-kiam di sini, lalu mengaku kepada paman Kwee Sun Tek bahwa kau melakukan perhubungan gelap dengan nona Kwa Siok Lan yang ditunangkan dengan aku di luar kehendakku itu. Karena aku memang tidak setuju ditunangkan secara begitu saja tanpa mengenal bagaimana watak tunanganku, aku berterus terang kepada paman. Paman lalu memutuskan pertunangan itu. Kenapa kau sekarang datang-datang menuduh aku berlaku sewenang-wenang ?"
"Pamanmu terlalu bodoh sehingga percaya saja kepada kelakarku. Nona Kwa Siok Lan tidak kenal padaku dan kau harus menyambung kembali ikatan jodoh itu agar tidak menodai nama baik keluarga Kwa!"
Wi Liong tertawa keras dan memandang ke arah bulan. "Benar - benar orang aneh ! Kau yang menimbulkan gara-gara dan sekarang kau berlaku sebagai comblang hendak menjodohkan aku kembali dengan nona Kwa " Anehnya, kau datang bersama ......... kalau tidak salah nona Pui murid dari Pak-thian Koai-jin. Apa artinya ini" Ada keperluan apakah nona Pui datang ke Wuyi-san. kalau sekiranya aku boleh bertanya ?"
Dengan muka kemerahan Eng Lan menjawab.
"Aku sebagai sahabat baik enci Siok Lan, sengaja mencari saudara Kun Hong dan mengajaknya ke sini untuk merundingkan hal ini denganmu. Enci Siok Lan tidak berdosa apa-apa, sungguh tidak semestinya pertunangan itu diputuskan."
Wi Liong merasa tersinggung kehormatannya. Ia salah duga. Ia pikir tentu nona Pui ini mengandung dendam kepadanya karena dahulu ia pernah menolak usul guru nona itu supaya ia berjodoh dengan Pui Eng Lan. Dan siapa tahu kalau-kalau mereka berdua ini bersekongkol. Baginya baik Kwa Siok Lan mempunyai hubungan dengan Kun Hong atau tidak, sama saja. Ia tidak mungkin bisa menikah dengan orang yang tidak dicintanya, malah yang belum pernah dilihatnya. Pamannya sudah membatalkan pertunangan itu, mana ada keputusan seorang gagah dirobah atau dicabut kembali "
"Apa maksud kalian begitu baik hati memikirkan tentang perjodohanku, benar - benar merupakan teka-teki sulit bagiku," katanya mengejek. "Kun Hong, aku tahu benar bahwa tentu bukan karena hatimu terlalu baik kepadaku maka kau pianhoa (beralih rupa) menjadi comblang ini. Akan tetapi ketahuilah bahwa sekali pertunangan itu diputuskan, tetap sudah putus tak dapat disambung lagi !"
"Wi Liong !" Kun Hong membentak keras. "Sudah kukatakan nona itu tidak bersalah, hanya aku yang mengeluarkan ucapan main - main kepada pamanmu yang goblok itu. Kau harus menyambung kembali ikatan jodohmu dengan nona Kwa."
"Dia bersalah atau tidak, tetap aku tidak suka berjodoh dengan orang yang belum pernah kulihatnya. Kau ini mengharuskan dan hendak memaksa padaku berdasarkan alasan apa dan kau hendak mengandalkan apakah ?"
"Mengandalkan ini !" kata Kun Hong melonjorkan pedangnya. "Mau atau tidak, kau harus menyatakan kesanggupanmu untuk mengikat kembali pertunangan itu,"
Wi Liong naik darah. "Bagus kiranya ke situ jurusannya " Kun Hong. kalau kau hendak menantangku, mengapa mesti menggunakan alasan yang bukan- bukan tentang perjodohan " Mau memamerkan kepandaianmu yang kaudapat dari raja siluman Thai Khek Sian " Boleh, kau majulah !"
Pada saat itu, dari bawah terdengar bentakan keras dan sebuah benda hitam besar sekali melayang naik ke arah tiga orang muda itu. Dari sambaran angin yang datang meniup, dapat diketahui bahwa benda itu luar biasa beratnya, dilempar dengan tenaga dahsyat pula. Setelah benda itu menyambar dekat. Eng Lan melompat ke samping dan berseru kepada Kun Hong. "Awas !"
Pendekar Panji Sakti 17 Protokol Keempat Karya Frederick Forsyth Seruling Samber Nyawa 9