Pencarian

Sampul Maut 3

Sampul Maut Karya Wen Wu Bagian 3


Tiada seorangpun dapat menjawab pertanyaan itu. Suasana
tambah sunyi, hanya terdengar suara ejekan yang diucapkan
dengan suara rendah oleh si tamu baju hijau.
Tiba-tiba terdengar Siauw Bie menyahut dengan suara yang
lantang. 155 "Saudara telah ajukan suatu pertanyaan yang baik sekali! Bagiku
pertanyaan itu tidak sukar. Air di dunia ini...... yang di dalam sungai,
di dalam kali, di dalam lautan, di dalam telaga, di dalam rawa,
bahkan yang di dalam sumur dan lain sebagainya......, semuanya
berasal dari air hujan yang jatuh dari langit!"
Jawaban yang tepat itu membikin semua orang jadi ternganga.
"Adikku telah menyawab betul," kata Siauw Cu Gie setelah dapat
mengumpulkan lagi semangatnya. "tetapi mengapa saudara
menanya demikian?"
"Hee, hee, hee! Jika kau telah mengetahui bahwa air di dunia ini
semuanya datang dari atas, mengapa kau masih ingin membentuk
suatu gabungan dan memilih seorang ketua untuk memimpin
semua partai-partai silat perairan?"
"Apa salahnya jika kita ingin berbuat demikian?"
"Kau adalah orang yang mencetuskan gagasan itu, mengapa kau
tidak mengundang aku, aku yang juga tergolong sebagai jago silat
perairan?"
"Siapakah gerangan nama saudara yang mulia dan dimanakah
saudara bertempat tinggal jika aku boleh bertanya?"
"Aku tinggal di atas puncak pegunungan Kun-lun-san, dan oleh
karena tiap-tiap hari di atas puncak itu turun hujan, maka bolehlah
dikatakan bahwa akupun tergolong sebagai jago silat perairan! Aku
harus turut serta dalam pertemuan ini!"
156 Jawaban si tamu baju hijau telah membikin Siauw Cu Gie tak dapat
tertawa bahkan menangis pun sukar baginya!
Benar, saja, seperti telah ia duga, seorang yang terlebih ganjil telah
datang untuk mengacau.
"Karena dia selalu kehujanan di atas puncak pegunungan Kun-lunsan," kata Siauw Cu Gie di dalam hati. "Maka iapun ingin tergolong
sebagai seorang jago silat perairan! Bukankah ini suatu lelucon
yang besar"!"
"Hee, hee, hee!" tamu itu tertawa lagi, "Aku bernama Thian-ji-sangjin (Orang sakti yang selalu kehujanan), dan aku bertapa di atas
puncak Thian-ji-hong!"
"Apakah orang yang mandi tiap-tiap hari harus dianggap sebagai
penduduk daerah perairan juga?" tanya Siauw Bie saking
mendongkolnya. Thian-hi-sang-jin
membentak. berbalik dan menatap si gadis seraya "Hei kau......"
"Cianpwee! Nanti dulu......!" kata Siauw Cu Gie sambil mencegah
adiknya berlaku kasar terhadap tamunya itu ia telah
membahasakan si tamu baju hijau dengan sebutan Cianpwee atau
paman. "Karena Cianpwee telah datang di sini dan mengaku
tergolong sebagai jago silat perairan juga, maka kitapun tak dapat
menolak. Tentu Cianpwee telah mengetahui bahwa untuk terpilih
menjadi seorang pemimpin, Cianpwee harus bertarung melawan
157 jago-jago silat lainnya dan membuktikan bahwa Cianpwee memiliki
kepandaian lebih tinggi dari kita semua!"
Thian-ji-sang-jin tertawa gelak-gelak dan melirik tajam ke arah To
Leng, Tong-kwee-sin-hi, Tang Ceng Hong dan Hee-tok-cui-kee.
"Sudah tentu aku rela bertempur melawan siapapun!" sahutnya
pendek. Ketika itu ia tengah berdiri di tengah-tengah Lui-tay, setelah
memberikan jawabannya itu, tampak tubuhnya segera bergerak.
Semua orang hanya melihat tubuhnya seolah-olah menjadi
gumpalan asap hijau, yang bergerak berputar-putar dari tengah ke
sepanjang empat pinggiran Lui-tay dengan pesat sekali, sesaat
kemudian terdengar suara "Blung! Bluung!" empat kali berturutturut!
Selama kejadian itu berlangsung, semua orang hanya melihat
bergeraknya suatu benda hijau yang mengurung ke empat
manusia ganjil tadi. Setelah beberapa saat saja di atas Lui-tay
hanya tampak Thian-ji-sang-jin seorang. Sedang To Leng, Tongkwee-sin-hi, Tan Ceng Hong dan Hee-tok-cui-kee, sudah
terapung-apung di atas permukaan air telaga! Mereka semua
setelah menaiki perahu masing-masing, segera meninggalkan
tempat itu tanpa mengucapkan sesuatu apapun!
Siauw Cu Gie menghela napas panjang dan berpikir. Keempat
manusia ganjil itu memiliki kepandaian yang lihay terutama To
Leng yang telah menggemparkan dunia Kang-ouw. Tetapi mereka
telah dibikin keok dalam satu gebrakan saja, tanpa dapat
kesempatan untuk melakukan perlawanan sama sekali.
158 Bagaimana nasib kita jika ia akhirnya terpilih menjadi pemimpin
kita" "Aku sudah mengetahui," kata Thian-ji-sang-jin," bahwa menurut
peraturan yang telah ditetapkan, barang siapa telah memenangkan
sepuluh pertarungan akan diberi sepuluh angka dan dengan
mutlak terpilih menjadi pemimpin. Tadi aku telah memperoleh
empat angka, dan aku yakin bahwa aku akan berhasil memperoleh
enam angka lagi terlebih dulu daripada kalian!"
Sebelum ke lima manusia ganjil hadir di situ, Siauw Cu Gie sudah
merasa yakin betul bahwa partainya akan menggondol piala
kemenangan. Kini dengan munculnya Thian-ji-sang-jin di situ ia
menjadi gelisah dan tak mempunyai pegangan lagi. Apakah adik
perempuannya Siauw Bie atau dia sendiri dapat merobohkan
Thian-ji-sang-jin" Ia berbalik dan melihat ke arah Siauw Bie yang
tengah berdiri dengan tenang dan tetap beriang gembira.
Lalu terdengar Siauw Bie berkata.
"Jago-jago silat di kolong langit banyak jumlahnya dan tiap-tiap
jago silat ingin merebut kedudukan serta nama harum. Apakah kau
kira, setelah memperoleh empat angka, kau tentu akan
memperoleh lagi enam angka dengan sama mudahnya?"
"Siocia tentu dari partai silat Tong-teng, bukankah" Apakah kau
tertidur waktu aku bertempur tadi sehingga kau berani pentang
bacot demikian besar?"
"Aku Siauw Bie, adik perempuan Siauw Cu Gie dari partai silat
Tong-teng! Dan aku tidak tertidur waktu kau bertempur barusan,
159 aku telah melihat dengan jelas tiap gerakanmu. Apakah kau
menantang aku bertempur......" Hei bung! Jangan kau menghina
kepada kaum hawa, karena belum tentu kau dapat
mengalahkanku!"
Thian-ji-sang-jin kelihatannya gusar sekali diejek oleh gadis itu,
dengan tiba-tiba ia mengebat lengan bajunya dan memukul ke arah
air telaga, dan dengan tiba-tiba pula tampak air di sekitar Liu-tay
terdampar keras, lalu melonjak ke atas untuk kemudian jatuh
kembali seperti turunnya air hujan dari langit!
Ilmu tenaga dalam yang demikian dahsyatnya itu membikin semua
orang menahan napas.
"Celaka!" pikir Siauw Cu Gie. "Adikku pasti menjadi lawan yang
ringan bagi dia itu!"
Siauw Bie pun terkejut melihat ilmu tenaga dalam yang luar biasa
itu, tetapi ia tetap bersikap tenang. Baru saja ia ingin meloncat ke
atas Lui-tay, ketika si pemuda baju hijau yang berada di
sampingnya menahan.
"Siauw siocia, kau seorang gadis yang cantik jelita dengan kulit
putih seperti batu pualam. Janganlah pergi ke Lui-tay dan
bertarung melawan dia yang lihay itu, aku merasa sayang jika
sampai kulit tubuhmu itu dilukai olehnya......"
Beberapa ratus pasang mata senantiasa mengikuti tiap gerak gerik
Siauw Bie yang telah menyatakan ingin melawan Thian-ji-sang-jin.
Gadis-gadis cantik, pelayan-pelayan Siauw Bie berbisik-bisik
berdoa agar datang atau terjadi suatu kemujizatan yang dapat
160 mencegah gadis majikan mereka itu pergi ke Lui-tay, karena
mereka khawatir air telaga kelak dibikin noda oleh merahnya darah
gadis itu! "Kau diundang untuk menonton bukan" Dari itu kau harus duduk
diam dan menonton saja!"
"Siauw siocia, perkenankanlah aku yang pergi ke atas Lui-tay untuk
bicara dengan dia, aku harap dapat membujuknya agar dia jangan
bertarung melawan Siauw-siocia."
Melihat cara dan sikapnya, orang akan mengambil kesimpulan
bahwa pemuda itu seolah-olah tidak mengerti peraturan Bu-lim.
Ketika itu ia sedang berhadapan dekat sekali dengan si gadis,
maka empat mata beradu sehingga dua jantung remaja jadi
berdebar-debar. Wajah Siauw Bie berubah merah ditatap
demikian, ia lekas-lekas tundukkan kepalanya dan berpikir.
"Ai! Aneh betul, dia ini. Ia tak gentar sedikitpun menyaksikan
pertempuran yang dahsyat!"
"Baiklah!" akhirnya si gadis menyahut. "Mungkin dia akan
mendengar dan menuruti nasehatmu!"
Siauw Cu Gie tidak mengerti akan tindakan adiknya itu, yang telah
meluluskan permintaan si pemuda, meskipun ia mengetahui resiko
besar yang harus dipikul oleh Siauw Bie yang seharusnya pergi ke
Lui-tay dan bertempur melawan Thian-ji-sang-jin. Tetapi ia sendiri
harus mentaati peraturan Bu-lim, ia ingin Siauw Bie yang pergi ke
Lui-tay! 161 "Dik, kau harus mempertimbangkan perbuatanmu itu!" tegurnya,
"kau sudah menantang, maka kaulah yang harus bertempur!"
"Koko," sahut Siauw Bie yang sudah menaruh simpati kepada si
pemuda yang berada di sampingnya itu. "Dia telah dengan baik hati
ingin membantu kita, masakah harus kita tolak?"
"Betul, betul, Siocia berpikiran luas!" kata si pemuda, lalu ia
berjalan di atas geladak haluan kapal sungai itu dengan kedua
tangannya digendong di belakang untuk turun ke dalam perahu lalu
pergi ke Lui-tay. Tetapi tiba-tiba tampak ia tergelincir dan jatuh ke
bawah! Meskipun suasana pada saat itu sangat tegang, tetapi semua
orang tertawa geli melihat lagak pemuda yang canggung itu!
Jarak dari atas haluan kapal sungai ke permukaan air telaga kirakira empat mater jauhnya. Suara tertawa belum lenyap, dan ketika
tubuh si pemuda hampir menyentuh permukaan air telaga,
sekonyong-konyong tampak dia meronta dan lekas-lekas berbalik
untuk kemudian berdiri tegak di atas permukaan air!
Suara gelak tertawa dengan tiba-tiba jadi terhenti. Barusan setelah
menyaksikan Thian-ji-sang-jin dapat berlari-lari di atas permukaan
air, mereka sudah sangat terpesona menyaksikan ilmu yang luar
biasa itu. Tetapi Thian-ji-sang-jin melakukan itu sambil berlari-lari
dengan mempergunakan ilmu Leng-po-hui-pu (Langkah sakti
menginjak ombak), yang terhitung sebagai ilmu meringankan
tubuh yang luar biasa. Sedangkan si pemuda dapat berdiri tegak
di atas air telaga! Ilmu apakah yang telah dipergunakan oleh
pemuda itu?"
162 Pemuda itu sama sekali tidak mirip orang yang mengerti ilmu silat.
Gerak-geriknya lemah-lembut, air mukanya putih bersih, nada
suaranya mendebarkan hati yang mendengarnya dan sikapnya
sopan santun. Dengan sifat-sifat yang tersebut di atas ditambah
dengan kepandaiannya yang mengagumkan itu, ia telah berhasil
merebut simpati para hadirin.
Siauw Bie yang pintar dan cerdik, baru saja mengenal pemuda itu
beberapa jam yang lalu, namun ia sudah dapat menduga bahwa
pemuda itu mengerti ilmu silat, hanya ia tidak mengetahui jika
pemuda itu memiliki ilmu yang demikian saktinya!
Keadaan di sekitar telaga itu sunyi senyap, semua perhatian
dicurahkan kepada pemuda itu. Thian-ji-sang-jin yang tadinya
congkak bukan main, kini jadi berdiri terpekur dengan mulut
ternganga! Kemudian, seolah-olah tidak terjadi apa-apa, dengan ilmu
meringankan tubuh yang sakti, si pemuda lalu berjalan di atas
permukaan air menuju ke Lui-tay sambil bernyanyi.
"Rumput hijau menutupi Sinar matahari menerangi Aku akan menyesal jika tak menunaikan
Untuk membalas dendam ibu dan ayah!"
lembah, dunia, sumpah. Dan ketika hampir tiba di Lui-tay, sambil mengangkat kedua tangan
ke atas, tampak tubuhnya mencelat seperti seekor rajawali
menerjang ke angkasa, sesaat kemudian ia sudah berdiri
berhadapan dengan Thian-ji-sang-jin.
163 Tak dapat disangkal lagi bahwa Thian-ji-sang-jin adalah seorang
yang berkepandaian sangat tinggi. Karena ia menyelubungi
mukanya dengan kain jarang yang hijau, maka orang tak dapat
melihat mukanya dan mengenal dia itu sebenarnya siapa, menurut
pengakuannya sendiri bahwa dia adalah Thian-ji-sang-jin dari
pegunungan Kun-lun-san.
Ia telah bertapa di tempat yang terpencil dan telah berlatih silat
beberapa puluh tahun lamanya untuk menyempurnakan ilmu
meringankan tubuh yang telah ia pamerkan tadi, yalah ilmu Lengpo-hui-pu. Mungkin juga ilmu tersebut hanya ia saja yang dapat
lancarkannya. Tetapi setelah melihat pemuda yang usianya baru kira-kira
duapuluh tahun dapat mempertunjukkan ilmu meringankan tubuh
yang jauh lebih hebat daripada ilmunya sendiri, ia menjadi cemas
sekali! Menurut pendapatnya ilmu meringankan tubuh yang lebih lihay
daripada ilmu Leng-po-hui-pu nya, baru dapat dimiliki oleh
seseorang setelah berlatih dengan tekun serta ulet selama
empatpuluh tahun. Tetapi ternyata pemuda itu baru berusia paling
banyak duapuluh tahun..... ia betul-betul tidak mengerti!
Ia terkenang akan suatu urusan pada masa yang lampau.
Tiga benda mujizat yang diwariskan oleh Thian-hiang-sian-cu.
Ketiga benda mujizat itu telah menjadi teka-teki di kalangan Bu-lim
selama dua tahun yang terakhir. Siapakah pemilik ketiga benda
mujizat tersebut?"
164 Pemuda itu memiliki ilmu silat yang harus dipelajari selama paling
sedikit empatpuluh tahun. Apakah ia telah makan pil Cu-gan-tan"
Sehingga ia tetap muda belia! Tersiar kabar bahwa orang hanya
memerlukan makan tiga butir Cu-gan-tan, maka orang itu akan


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selalu muda! Jika pemuda itu telah beruntung memperoleh pil mujizat itu,
siapakah dia itu sebenarnya" Apakah ia juga mengetahui di mana
tersimpannya kedua benda mujizat yang lainnya" Demikianlah
tanya jawab yang berlangsung di dalam hati Thian-ji-sang-jin.
Kini ia menjadi cemas menghadapi si pemuda, ia sudah siap
menyerang dan membunuh lawannya itu.
Si pemuda mengangkat kedua tangannya menghaturkan hormat.
Tetapi gerak itu disalah artikan oleh Thian-ji-sang.jin yang mengira
si pemuda melancarkan suatu serangan, maka lekas-lekas ia
melangkah mundur beberapa tombak jauhnya.
Si pemuda hanya bersenyum melihat kegelisahan lawannya, lalu
dengan tenang ia berkata.
"Saudara telah mengatakan bahwa saudara datang dari atas
puncak Thian-ji-hong di pegunungan Kun-lun-san. Aku yakin tiada
satu orangpun di sini yang mengenal dimana letaknya puncak
tersebut yang pasti merupakan suatu sorga di dunia ini!!"
Perkataan itu diucapkan dengan lantang sekali dan telah membuka
mata para hadirin bahwa mereka tengah menghadapi suatu iblis
telengas! 165 "Tetapi......" terdengar si pemuda melanjutkan kata-katanya.
"Tetapi mengapa saudara berlaku begitu tolol untuk datang di sini
dan bermaksud dipilih menjadi pemimpin para jago silat perairan"
" Misalnya saudara bukan dari Thian-ji-hong, itu akan lain
soalnya!" Siauw Cu Gie yang merasa telah "mendapat angin" lalu
nambahkan. "Rupanya saudara datang ke sini dengan nama palsu dan telah
memberikan keterangan-keterangan palsu pula!" ia tidak lagi
membahasakan Thian-ji-sang-jin dengan Cianpwee!
Pemimpin partai silat Kao-yu pun turut berkata.
"Aku yakin saudara datang ke sini dengan maksud yang keji.! Jika
perlu, kita semua akan mengempurmu!"
Thian-ji-sang-jin tidak memprotes tuduhan-tuduhan itu, ia berbalik
dan menatap si pemuda.
"Aku juga ingin mengetahui saudara sebetulnya siapa?" tanyanya.
Dengan pertanyaan itu jelaslah terbukti bahwa Thian-ji-sang-jin
bukan seperti apa yang telah ia terangkan tentang dirinya. Dalam
dunia Kang-ouw tiap-tiap perbuatan yang nyeleweng di suatu
pertemuan harus diberi hukuman yang setimpal.
Maka Siauw Cu Gie segera memberi isyarat kepada orangorangnya dan dalam sekejapan saja, empatpuluh perahu telah
datang mengurung Lui-tay itu!
166 Si pemuda bersikap tenang sekali, seolah-olah tidak menghiraukan
segala kejadian di sekitarnya. Ia hanya menjawab pertanyaan
lawan. "Aku ini adalah seorang yang bebas berkelana ke mana-mana. Aku
tidak mempunyai nama dan tidak punya tempat tinggal yang tetap.
Saudara, jika kau sudi mendengar nasehatku, lebih baik kau
segera tinggalkan tempat ini dan kita dapat tetap menjadi sahabat!
Jika tidak...... akupun tidak bisa memaksa bukan?"
Si pemuda telah mengusir Thian-ji-sang-jin dengan cara yang
lunak, tetapi cara itu tidak dapat diterima oleh orang yang
bersangkutan. "Kau berani mengusir aku dari telaga Tong-teng ini?" bentaknya
gusar. "Aku ingin melihat apakah benar kau mampu berbuat
demikian"!"
"Jika kau masih juga ingin membangkang, aku terpaksa......"
Belum lagi selesai ucapan pemuda itu, sekonyong-konyong Thianjisang-jin yang sudah tidak dapat menahan amarahnya, telah
menyerang dengan kedua tinjunya.
Tetapi aneh Thian-ji-sang-jin tidak menyerang langsung kepada si
pemuda, ia menyerang ke arah telaga dan hembusan angin
serangan kedua tinjunya itu membikin air di sekitar Lui-tay bergolak
dahsyat dan melonjak ke atas lalu tumpah di atas lantai Lui-tay
berbareng menyerang si pemuda!
167 Tiba-tiba tampak air yang tengah menggulung-gulung itu
terdampar oleh suatu tenaga ajaib dan berbalik menyerang Thianji-sang-jin!
Thian-ji-san-jin mengegos ke samping sambil menyerang ke arah
telaga dan hembusan angin tinju yang dikerahkan dengan tenaga
dalam itu, lagi-lagi membikin air telaga melonjak lalu menyerang si
pemuda. Namun seperti terjadi tadi, air tersebut terdampar balik
untuk menggempur si penyerang!
Si pemuda pun tidak bersedia diserang terus menerus, ia bergerak
sambil melancarkan serangan dengan jurus Cin-thian-cian-jin-sinlit (Tenaga sakti menggetarkan bumi).
"Celaka!" kata Thian-ji-sang-jin di dalam hati sambil mengegos dari
hembusan angin tinju lawannya.
Tadinya, Thian-ji-sang-jin sudah merasa yakin betul bahwa ia
dapat mempecundangi semua jago-jago silat yang hadir di situ,
tetapi setelah menyaksikan ilmu meringankan tubuh dan sekarang
jurus Cin-thian-cian-jin-sin-lit yang baru dilancarkan oleh si
pemuda, ia merasa jalan yang terbaik untuk dirinya yalah, kabur!
"Hei! Aku tidak menduga bahwa jurus Tenaga sakti menggetarkan
bumi, yang pernah menggetarkan dunia Kang-ouw di jaman
lampau dapat aku saksikan lagi hari ini!" katanya sambil mundur
beberapa langkah. "Kau sebetulnya siapa" Pernah apakah kau
dengan orang yang dapat melancarkan jurus yang terkenal itu?"
Si pemuda yang senantiasa bersikap tenang dan acuh tak acuh,
menjadi gusar tatkala ditanya demikian.
168 "Bagus jika kau masih dapat mengenal jurusku itu. Sekarang
perkenalkanlah dirimu, karena akupun sependapat dengan
pemimpin Siauw bahwa kau telah memberikan keterangan palsu
kepada kita!"
Para hadirin mengikuti jalannya pertempuran dengan hati
berdebar-debar, mereka telah menyaksikan pertempuran dua jurus
yang betul-betul mempesonakan mereka.
"Orang yang mengetahui jurus Cin-thian-cian-jin-sin-lit tidak
banyak jumlahnya," pikir Thian-ji-sang-jin. Tetapi karena didesak ia
lalu menyahut. "Apakah kau kenal Ouw Lo Si, si Ahli nujum kipas baja?"
Ditanya demikian si pemuda jadi berpikir.
"Mungkin aku kenal siapa sebetulnya dia ini. Orang yang dapat
menahan atau mengegosi jurusku tadi hanya tiga orang saja, yalah
Ouw Lo Si, tetapi dia ini pasti bukan kakek itu, dan dua orang
lainnya adalah orang-orang yang membunuh ayahku!"
"Kaki yang pincang mungkin dapat disembuhkan oleh seorang
tabib yang pandai," sahutnya, "tetapi tiada satupun tabib yang
dapat menyembuhkan mata yang picek!"
"Darimana kau kenal si pincang itu?"
"Itu bukan urusanmu!"
"Tetapi aku harus mengetahui!".
169 "Jika aku tidak bersedia memberitahukan bagaimana"!"
"Kau harus menanggung sendiri akibat daripada keangkuhanmu
itu!" "Ha, ha, ha! Akibat diripada keangkuhanku! Sebetulnya kau harus
mengatakan akibat daripada ketololanmu sendiri!"
Tiba-tiba Thian-ji-sang-jin maju dua langkah sambil mengirim satu
jotosan dan segera tampak benda-benda kecil yang berkilau-kilau
menyemprot dari tinjunya yang menyerang kepala si pemuda!
"Celaka!" teriak Siauw Bie. "Iblis itu menggunakan senjata rahasia,
mungkin juga racun hebat!"
"Aai!" teriak para hadirin. "Itulah senjata beracun Hian-peng-tokbong Suto Eng Lok!"
Perlu dijelaskan di sini bahwa kedua iblis Soat-hay-siang-hiong
(yang pernah menggabungkan diri dengan Eu-yong Lo-koay dan
membunuh Wei Tan Wi) -- yang tua bernama Suto Eng Lok, dan
yang lebih muda bernama Hua Ceng Kin. Mereka memiliki
kepandaian sangat tinggi, tetapi berwatak sangat kejam, ganas
serta keji. Banyak korban telah mereka ganyang dan banyak pula
bencana yang mereka terbitkan, namun mereka masih mujur
belum menjumpai lawan yang setimpal sehingga mereka jadi besar
kepala dan mengganas terus!
Tatkala mengetahui bahwa Suto Eng Lok telah muncul di
daerahnya itu, sekonyong-konyong Siauw Cu Gie jadi gemetar dan
merasakan kedua lututnya lemas!
170 Untuk sesaat lamanya si pemuda pun agaknya terkejut mendengar
nama Suto Eng Lok disebut-sebut. Benda-benda kecil itu meluncur
pesat sekali. Para hadirin menahan napas menantikan akibatnya,
tetapi si pemuda tampak tenang-tenang saja bahkan sambil
mengulur tangannya ia lalu meraup benda-benda kecil yang
berbahaya itu lalu melemparkan ke dalam telaga!
Serangan Suto Eng Lok yang menyamar sebagai Thian-ji-sang-jin
telah digagalkan oleh si pemuda dengan mempergunakan sarung
tangan yang putih laksana salju. Para hadirin menjadi terperanjat
melihat sarung tangan tersebut dan berbareng girang melihat si
pemuda berhasil memunahkan senjata yang sangat beracun iblis
itu yang telah sengaja datang dari pegunungan Pek-thian hanya
untuk mengacau-balaukan pertemuan itu! Siauw Cu Gie menjadi
heran sarung tangan itu berada di tangan si pemuda baju hijau.
"Tidak salah lagi, itulah Ciam-hua-giok-siu yang dapat menghalau
api dan memunahkan senjata beracun!" katanya di dalam hati.
Waktu Kong-ya Coat mengadakan pertemuan Tan-kwi-piauwhiang-song-gwat-in-hwee, dua tahun yang lalu, Siauw Cu Gie pun
turut serta, tetapi kesudahan daripada pertemuan itu ia tidak
mengetahui sama sekali. Pertemuan telah menjadi suatu teka teki
atau suatu tanda tanya yang besar di kalangan Bu-lim. Tiada satu
orangpun yang mengetahui siapakah yang telah beruntung
memperoleh Ciam-hua-giok-siu pada waktu itu"
Tetapi...... sekarang sarung tangan ajaib itu berada di tangan
seorang pemuda tampan yang gerak-geriknya sama sekali tidak
menunjukkan bahwa dia itu mengerti ilmu silat!
171 Dalam suasana yang gaduh itu, tampak Suto Eng Lok berdiri
menjublek dengan muka pucat saking terkejutnya menyaksikan
senjata rahasianya yang sangat diandalkannya itu dapat
dipunahkan demikian mudah.
"Aku tidak menduga," katanya. "bahwa pusaka Thian-hiang-siancu telah jatuh ke dalam tanganmu!"
Setelah berkata begitu, seperti seekor kucing hutan yang terdesak,
ia meloncat menerkam lawannya yang masih sangat muda itu,
dengan lima jari tangannya kuku yang tajam seperti pisau baja.
Si pemuda sudah siap ketika lima jari si iblis hampir merampas
Ciam-hua-giok-siu yang berada di tangan kanannya, dengan tibatiba ia menggentak tangannya itu ke atas!
Suto Eng Lok lekas-lekas menarik kembali cengkeraman lima
jarinya dan sebagai gantinya ia mengirim tinju kirinya ke arah dada
si pemuda dengan jurus Tui-san-to-hay (Mendorong gunung
menterbalikkan lautan)!
Si pemuda melangkah mundur satu tindak mengelakan jotosan
maut itu seraya menggait serta membuka kain hijau yang
menyelubungi muka lawannya dengan cakaran sarung tangan
ajaibnya..... dan apa yang terlihat......"!
Dua baris alis yang tebal dan hitam, muka yang panjang dan tidak
normal yang seperti muka kuda dengan kedua mata yang juling. Ia
terkejut bukan main, karena itulah ciri-ciri yang dimiliki oleh musuhmusuh besarnya, yang pernah didengarnya dari mendiang
ayahnya. 172 "Jahanam!" bentaknya. "Tidak diduga bahwa aku tak usah pergi ke
pegunungan Pek-thian untuk mencabut nyawa iblismu!"
"Hah! Jangan bergirang dulu, kau telah kena tinju Hian-peng-sinciang ku atau Tinju maut! Kau pasti akan merasai akibatnya kelak!"
Ucapan itu membikin Siauw Bie terkejut, meskipun si pemuda tidak
menderita apapun setelah menerima serangan maut itu, namun ia
khawatir si pemuda dilukai juga oleh hembusan angin tinju jurus
Tinju maut yang termashur itu! Hatinya berdebar-debar memikiri
keselamatan si pemuda. Di kalangan Bu-lim telah lama tersiar
kabar bahwa barang siapa terkena hembusan angin Tinju Maut
tersebut hanya dapat bertahan hidup sampai duabelas jam saja!
Kemudian tampak si pemuda mengeluarkan dari dalam sakunya
sebuah cincin seraya berkata.
"Hei jahanam! Apakah kau masih mengenali benda pusaka ini?"
"Hah! Apakah kau......"
"Betul! Memang aku! Saatnya sudah tiba untuk kau bersenangsenang di...... neraka!"
Lalu dari tangan kirinya si pemuda mengacungkan sebilah pedang
baja yang tua sekali yang berwarna hitam.
Suto Eng Lok meloncat ke belakang tanpa menunggu diserang dan
berkata. 173 "Hei anak kemarin dulu! Lihat siapa yang berada di belakangmu
kini!" "Soat-hay-siang-hiong selalu berada berdua," pikir si pemuda.
"Apakah iblis yang lebih muda sudah berada di belakangku!"
Ia berbalik dengan cepat atas peringatan lawannya itu dan
menyabetkan Ciam-hua-giok-siu berbareng menusuk dengan
pedangnya ke depan!
Segera terdengar suara tertawa yang ganjil dan tampak seorang
wanita yang terurai rambutnya tengah memegang sebatang toya
yang telah dipergunakannya untuk menangkis sabetan si pemuda
tadi. "Hei kamu yang tak mengenal malu!" bentak Siauw Bie seraya
menghampiri ke Lui-tay dengan perahu kecil. "Masa dua orang
mengerubuti seorang"!"
Tetapi dengan tiba-tiba sebelum Siauw Bie tiba di Lui-tay, awan
hitam menggulung dan menutupi awan. Dan dengan tiba-tiba pula
lampu-lampu dan obor-obor menjadi padam seketika, sehingga
keadaan di telaga menjadi gelap gulita!
Kejadian tersebut sungguh aneh sekali. Jika awan hitam menutupi
bulan, itu wajar dan tidak mengherankan. Tetapi jika lampu-lampu
dan obor-obor mendadak padam, itu sungguh suatu kemujizatan
yang belum pernah terjadi! Orang-orang yang memegang lampu
dan obor hanya merasakan suatu hembusan angin santar, setelah
itu keadaan di sekitar telaga menjadi gelap gulita!
174 Suasana menjadi gaduh dan kacau, terdengar Siauw Cu Gie
berteriak-teriak memerintahkan orang-orangnya memasang
lampu-lampu dan obor-obor lagi
Beberapa menit telah lewat cepat sekali, kegaduhan mulai lenyap
ketika lampu-lampu dan obor-obor sudah dipasang lagi, awan
hitampun sudah berlalu dan suasana sudah pulih seperti
sediakala. Tetapi...... apakah yang telah terjadi selama dalam keadaan gelap
gulita itu?"
Lui-tay yang dibuat dengan mengikat erat-erat lima buah kapal
sungai telah lenyap entah ke mana! Di tempat bekas Lui-tay tadi
terapung tampak beberapa papan serta balok mengambang. Dan
tidak tampak si pemuda, Siauw Bie dan kedua iblis Soat-hay-sianghiong berada di situ!
Dengan melihat papan-papan dan balok-balok yang mengambang
di sekitar tempat bekas Lui-tay tadi terapung, dapat diambil
kesimpulan bahwa Lui-tay yang kokoh kuat itu telah dirombak
orang! Yang membikin semua orang tidak mengerti yalah usaha
perombakan itu telah dilakukan demikian cepatnya!


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siauw Cu Gie menggeleng-geleng kepalanya memikiri kejadian
tersebut, karena dialah orangnya yang telah mengawasi pekerjaan
pembuatan Lui-tay terapung itu, mana dapat ia percaya
perombakan itu dapat dilakukan dalam jangka waktu yang
demikian singkatnya. Ia menjadi tambah gelisah ketika mengingat
adik perempuannya, Siauw Bie telah menghilang tanpa
meninggalkan bekas!
175 "Lekas siapkan limapuluh perahu dan kerahkan seratus orang
untuk menyelam! Cari adik perempuanku dan jangan berhenti
mencari sebelum kalian berhasil!" serunya dengan wajah putus
asa. Perintah itu segera ditaati oleh orang-orang dari partai Tong-teng
yang sangat berdisiplin. Limapuluh perahu kecil dan seratus ahli
menyelam segera siap melakukan tugas masing-masing.
Mereka mencari...... mencari..... dan mencari sehingga keesokan
paginya, tetapi mereka tidak berhasil menemukan apa yang
mereka cari itu!
Mereka mencari juga di daratan sekitar telaga Tong-teng yang
sangat luas, di suatu tepi telaga mereka hanya menjumpai Heetok-cui-kee yang sedang tidur tertiarap dengan nyenyaknya.
Ketika Siauw Cu Gie diberitahukan hal ini, ia hanya dapat
menghela napas panjang menyatakan kekecewaan atas
kegagalan usahanya menyelenggarakan pertemuan tersebut.
Sungguh sayang maksudnya yang mulia itu telah menarik banyak
orang yang terkenal jahat dan kejam di kalangan Kang-ouw.
Ketika mengingat si pemuda baju hijau, ia tampaknya kagum
sekali. "Tetapi," katanya kepada dirinya sendiri, "Darimana ia memperoleh
sarung tangan ajaib itu" Apakah dia yang telah berhasil merebut
pusaka itu dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh Kong-ya
Coat dua tahun yang lalu?"
176 Peristiwa seram dan berbelit-belit itu, sekejappun tak dapat
dilupakan oleh para jago silat yang telah turut serta dalam
pertemuan di telaga Tong-teng itu.
SEMBILAN Beberapa hari kemudian setelah terjadinya peristiwa di atas, ketika
matahari baru muncul di sebelah timur dan memancarkan sinarnya
kepermukaan bumi ini, di telaga Tong-teng yang luas itu tampak
sebuah kapal sungai yang besar. Seorang yang mengenakan
pakaian indah dan berusia setengah abad, tengah duduk di buritan
kapal sambil menundukkan kepalanya.
Dialah Siauw Cu Gie, si Raja naga dari lima telaga, yang
bermaksud melaksanakan suatu perjalanan jauh. Karena
kehilangan adik perempuannya dan setelah menunggu lama tidak
juga dapat berita tentang adiknya itu, ia jadi terkenang akan
peristiwa di pertemuan yang diselenggarakan oleh Kong-ya Coat.
Justru perjalanannya itu adalah untuk menanyakan si orang she
Kong-ya tentang kesudahannya pertemuan itu.
"Meskipun bagaimana aku akan berusaha mengorek keterangan
dari Kong-ya Coat," terdengar ia berkata kepada dirinya sendiri.
"Karena adikku sendiri tidak percaya jika aku, sebagai orang yang
turut serta dalam pertemuan itu, tidak mengetahui apa yang telah
terjadi dalam pertemuan itu!"
Demikianlah Siauw Cu Gie telah mengambil keputusan sambil
berdiri di atas haluan kapal sungainya dan menggendong kedua
tangannya ke belakang.
177 Bagaimana mungkin sebagai orang yang telah turut serta dalam
pertemuan Kong-ya Coat, Siauw Cu Gie tidak mengetahui apa
yang terjadi dalam pertemuan itu?"
Marilah kita ikuti pengalamannya, yang akan diceritakan di bawah
ini. Hari itu adalah tanggal limabelas bulan delapan -- pertengahan
musim gugur. Orang-orang yang diundang dari berbagai tempat telah datang ke
Tan-kwi-san-cong -- markas Kong-ya Coat di pegunungan Hoasan, sehingga suasana di tempat tersebut jadi Ramai sekali.
Bahkan Ouw Lo Si, si Ahli nujum kipas baja pun sudah berada di
situ. Dari luar, mereka semua tampak lemah lembut, tetapi masingmasing telah datang di situ dengan suatu maksud yang hina dan
keji! Dan untuk menjagoi dalam pertemuan adu silat itu tidaklah
mudah, karena tiap-tiap orang harus bertempur melawan saingansaingan yang berkaliber berat!
Namun daya tarik Ciam-hua-giok-siu sangat besar, meskipun
mengetahui Resiko akan kehilangan nama serta kedudukan di
kalangan Kang-ouw besar sekali, sedangkan harapan untuk dapat
merebut pusaka tersebut sangat kecil, tetapi tokh tidak kurang dari
pada beberapa ratus orang telah rela hadir di situ!
Mereka hanya merasa heran mengapa Kong-ya Coat mau
memusingkan diri menyelenggarakan pertemuan itu dan rela
178 melepaskan sarung tangan ajaib itu" Apakah Kong-ya Coat
mempunyai maksud lain"
Tamu-tamu yang telah datang ditampung di Ruangan besar yang
khusus untuk menerima para tamu. Pertemuan akan dimulai pada
waktu bulan purnama mulai naik di sebelah timur kaki langit " yalah
kira-kira pada jam delapan malam. Tempatnya di atas lapangan
rumput yang luas, yang dilingkari oleh pohon-pohon Tan-kwi.
Lentera-lentera kertas yang beraneka warna menghias pohonpohon tersebut dan memeriahkan suasana pertemuan itu.
Karena masih jauh malam, maka Siauw Cu Gie lalu keluar dari
Ruangan tamu dan berjalan-jalan seorang diri di pegunungan Hoasan.
Pemandangan ketika itu sangat indah, karena asyiknya, Siauw Cu
Gie telah berjalan turun dari Pit-ka-hong dan tak terasa lagi ia
sudah berjalan di lereng gunung jauh dari Tan-kwi-san-cong.
Matahari yang sedang terbenam memancarkan sinar merah
kemerahan ke seluruh angkasa raya dan beberapa gumpalan
awan hitam melayang-layang tertiup angin senja.
Karena suasana makin lama makin gelap, maka Siauw Cu Gie
lekas-lekas berbalik dan mulai mendaki lereng gunung untuk balik
ke puncak Pit-ka-hong.
Baru saja ia bertindak beberapa langkah, ketika dengan tiba-tiba
mendengar suara orang bersenandung, suara itu keluar dari hutan
pohon-pohon yang berdekatan.
179 "Awan hitam terapung-apung Angin gunung meniup santar dan gaduh,
di Jika saudara menghadapi soal Tindakan apakah yang akan ditempuh"
yang Hujan lebat turun deras Membasahi permukaan dunia yang luas,
ke Hutang benda Hutang budi sukar dibalas!"
mudah langit, sulit, bumi, dihadapi, Siauw Cu Gie bukan saja seorang jago silat tetapi ternyata ia juga
seorang terpelajar tinggi tentang sastra kuno, ia mendengari
dengan penuh perhatian dan menanti sampai nyanyian itu selesai
seluruhnya. Lalu ia menoleh ke arah celah pohon-pohon yang
gelap dan berkata.
"Kawan dari manakah yang bernyanyi di tempat yang terpencil ini"
Apakah aku, Siauw Cu Gie, dapat belajar kenal?"
Tidak ada suara jawaban apapun dari dalam hutan itu, hanya
terdengar berkereseknya ranting-ranting pohon yang menunjukkan
bahwa orang yang ditanya itu terkejut dan berusaha lari
menjauhkan diri.
"Hei kawan! Apakah kau tidak ingin berkenalan dengan aku?"
Siauw Cu Gie menanya lagi sambil loncat masuk ke dalam hutan
dan mengejar ke arah suara berkereseknya ranting pohon tadi.
180 Keadaan di dalam hutan itu sunyi dan gelap, ia tidak melihat ada
orang di situ. Ia jadi merandek ketika dengan samar-samar dapat
melihat di batang dua pohon cemara tertera tanda telapak tangan
manusia! Tiba-tiba suara berkeresek ranting pohon terdengar lagi, ia
menengadah dan dapat melihat satu bayangan berkelebat
melarikan diri!
"Kawan berhenti dulu!" ia berseru dengan hati berdebar-debar.
Bayangan itu melayang dan turun di luar hutan.
"Kawan tunggu sebentar, aku ingin sekali berkenalan denganmu!"
Siauw Cu Gie berkata lagi sambil mengejar. Bayangan itu lari terus
dan agaknya bukan ingin menggelakkan diri dari kejaran si Raja
naga dari lima telaga, tetapi untuk suatu maksud tertentu!
Siauw Cu Gie jadi penasaran dan mempercepat larinya. Ia berhasil
mendekati bayangan itu dan berkata sambil tertawa.
"Kawan! Aku telah beberapa kali memanggil, mengapa tidak......."
Belum lagi selesai kata-kata itu diucapkan, ketika dengan tiba-tiba
bayangan itu berbalik dan menerkam!
Di suasana senja itu Siauw Cu Gie tidak dapat melihat tegas wajah
orang itu, meskipun ia hanya terpisah lebih kurang delapan meter
saja jauhnya. Ia hanya melihat orang itu tiba-tiba berbalik dan
mendorong kedua tinjunya. Seketika itu juga ia merasakan suatu
hembusan angin santer mendampar tubuhnya sehingga terdorong
181 ke belakang dan jatuh terlentang! Meskipun ia berusaha
menangkis hembusan angin itu dengan kedua tinjunya, namun
ternyata tangkisan yang dikerahkan dengan tenaga dalam itu tiada
artinya sedikitpun!
"Aai!" pikirnya. "hebat betul tenaga dalam orang itu! Jika aku tidak
keburu menangkis, mungkin tulang di dalam tubuhku akan remuk!"
Orang itu lari terus lalu membelok di suatu batu gunung yang
besar. Siauw Cu Gie tidak berani mengejar lebih jauh, ia berbangkit dan
mengawasi gerak-gerik orang itu dari kejauhan.
Tiba-tiba tampak orang itu melonjak ke atas batu gunung yang
besar tadi, lalu dengan kuku jarinya yang runcing ia menggores
batu tersebut. Tangan yang tengah menggores itu berwarna
merah, kuku kelima jari tangan itu kira-kira sepuluh centimeter
panjangnya dan runcing sekali. Bentuk keseluruhan tangan itu
mirip benar dengan bekas tanda telapak tangan yang tertera di
atas batang dua pohon cemara di dalam hutan.
"Sret! Sret! Sret!"
Begitulah terdengar orang itu menggores-gores batu gunung!
Tetapi berbareng dengan terdengarnya suara "Sret!" yang
keempat kali, Siauw Cu Gie menjadi terkejut sekali, karena dengan
tiba-tiba sebuah batu kecil pecahan batu gunung yang digores itu
telah meluncur ke arah jalan darah di pundaknya!
182 Baru saja ia berbangkit dari damparan angin tinju orang itu dan
pulih semangatnya, lagi-lagi ia telah diserang! Dan serangan batu
kecil itu demikian pesatnya sehingga ia tidak keburu mengelak, ia
hanya merasa dengan tiba-tiba seluruh tubuhnya menjadi panas
sekali! Siauw Cu Gie mengetahui bahwa ilmu silat orang itu lihay sekali -jauh lebih lihay daripada ilmu silatnya sendiri, tetapi ia tak pernah
menduga bahwa ia dapat ditotok demikian mudah dan cepatnya
oleh sambitan batu sekecil itu!
"Apakah aku akan mati konyol di lereng pegunungan Hoa-san ini?"
tanyanya yang sudah rebah terlentang dekat batu gunung.
Orang itu tampaknya yakin betul bahwa totokannya itu akan
mengambil korban, karena ia sama sekali tidak pergi memeriksa
akibat dari perbuatannya itu, malah secepat kilat ia meloncat turun
dari atas batu gunung dan meninggalkan tempat itu!
Tidaklah cuma-cuma Siauw Cu Gie memperoleh nama julukan si
Raja naga dari lima telaga, karena di samping memiliki ilmu silat
yang tinggi, iapun mengerti juga cara untuk membebaskan diri dari
totokan maut tadi. Sambil menahan napas dan memejamkan
matanya, ia mengerahkan tenaga dalamnya dengan maksud
mempercepat peredaran darah di seluruh tubuhnya. Namun jalan
darahnya yang tersumbat oleh totokan tadi baru bebas setelah ia
berusaha keras menolong jiwanya selama dua jam!
Setelah dapat berdiri lagi, dengan tindakan terhuyung ia
mengamati batu gunung bekas orang yang menotoknya tadi
berdiri. Di situ tampak empat lobang bekas congkelan jari orang itu,
183 dan dengan tiba-tiba bulu romanya berdiri tegak ketika
menggambarkan nasibnya barusan, jika orang itu menotok
jantungnya! Karena betapapun lihaynya seseorang, jika
jantungnya kena ditotok, orang itu pasti tak dapat ditolong oleh
orang sakti manapun!
Rembulan yang besar dan bundar sudah berada di tengah-tengah
langit ketika ia herhasil memunahkan totokan maut itu dan
memulihkan tenaga serta semangatnya. Ia masih terpisah jauh
sekali dari Tan-kwi-san-cong.
"Mungkin aku akan terlambat tiba di tempat pertemuan," pikirnya.
Maka dengan susah payah lekas-lekas menuju ke markas Kongya Coat dengan perasaan gelisah.
Benar saja, kegelisahannya itu beralasan! Ketika tiba di Tan-kwisan-cong, Siauw Cu Gie dibikin tercengang oleh pemandangan
yang dilihatnya!
Lentera-lentera kertas yang tergantung di ranting-ranting pohon
Tan-kwi sudah dirusak orang. Meja yang berbentuk delapan
persegi yang diletakkan di tengah-tengah lapangan rumput telah
bolong bagian tengahnya, seolah-olah terpukul oleh palu yang
berat sekali! Semua orang yang berada di situ tengah berdiri tegak
dengan mata tidak berkesip! Diantara mereka itu tampak Ouw Lo
Si, si Ahli nujum kipas baja, yang pun tengah berdiri terlongonglongong sambil memegangi obor yang hampir padam apinya!
Mereka semua lebih mirip patung-patung batu dari pada orang
yang berkepandaian tinggi!
184 Siauw Cu Gie mengetahui bahwa suatu bencana besar telah
menimpa pertemuan itu, tetapi bencana apakah" Ia sendiri berdiri
terpaku menyaksikan akibat bencana itu!
Obor kecil di tangan Ouw Lo Si akhirnya padam juga. Maka hanya
sinar rembulan sajalah yang masih menerangi lapangan rumput,
lentera-lentera kertas yang sudah rusak dan wajah para jago silat
yang pucat pasi!
Suasana di sekitarnya sepi, sepi sekali, sepi seperti juga dunia ini
telah berhenti berputar dan mati......
Orang pertama yang memecahkan kesunyian itu adalah ketua


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertemuan itu sendiri, Kong-ya Coat.
"Ciam-hua-giok-siu sudah lenyap! Maka pertemuan Tan-kwipiauw-hiang-song-gwat-ta-hwee inipun berakhirlah sudah! Para
tamu yang terhormat diminta kembali ke kamar masing-masing
untuk bermalam. Besok pagi aku akan mengantar kalian
meninggalkan tempat yang telah membikin kalian penasaran ini!"
Siauw Cu Gie jadi makin bingung, karena hanya dia sendirilah yang
tidak mengetahui apa yang telah terjadi di pertemuan itu.
Tiba-tiba ia dibikin terkejut oleh suara nyanyian yang pernah
didengarnya di hutan. Suara itu hanya terdengar sayup-sayup dan
agaknya datang dari tempat yang jauh, namun ia bergidik dan
lekas-lekas berjalan ke ruang tamu. Ia menghampiri Kong-ya Coat
dan berniat menanyakan apa yang telah terjadi, tetapi baru saja ia
bertindak, Kong-ya Coat sudah berbalik dan berjalan dengan cepat
ke tempat kediamannya. Semua orang juga berturut-turut
185 meninggalkan ruangan itu dengan tergesa-gesa, sehingga
akhirnya tertinggal dia seorang!
Keesokan harinya Siauw Cu Gie bangun terlambat, semua tamutamu lain telah meninggalkan Tan-kwi-san-cong sejak pagi-pagi
sekali. Ia ingin minta diri sebelum berlalu, tetapi Kong-ya Coat tidak
keluar menjumpainya dengan alasan sakit!
Demikianlah peristiwa yang telah terjadi di Tan-kwi-san-cong pada
dua tahun yang lampau, sehingga Siauw Cu Gie tidak mengetahui
apa yang telah terjadi di pertemuan yang diselenggarakan oleh
Kong-ya Coat itu, meskipun ia telah turut serta dalam pertemuan
tersebut! "Y" Siauw Cu Gie berdiri di atas geladak haluan kapal sungainya
sampai matahari hampir berada di tengah angkasa sambil
mengenangkan peristiwa itu.
"Aku harus menemui Kong-ya Coat," pikirnya. "Karena pertemuan
di telaga Tong-teng juga telah menjadi berantakan, serupa benar
dengan pertemuan yang diselenggarakan olehnya itu. Apakah
kedua peristiwa ini ada hubungannya satu sama lain" Lagi pula
aku harus mencari adikku, aku yakin Kong-ya Coat dapat
membantu aku memecahkan teka-teki ini!"
Kapal sungainya berlayar dengan laju di sepanjang sungai Tiangkang, setelah lewat empat hari, pegunungan Hoa-san sudah mulai
kelihatan. 186 Penyair Li Pek yang termashur pernah menulis sajak tentang
sungai yang panjang itu.
"Sepanjang sungai yang panjangnya tigaribu lie (1=lie kira-kira
setengah kilometer) ini, dari hulu menjulur sampai ke muara,
banyak pemandangan indah yang dapat dinikmati!"
Namun pemandangan yang memang indah itu, tidak dihiraukan
sama sekali oleh Siauw Cu Gie yang sedang kalut pikirannya.
Berselang beberapa saat lamanya, dari kejauhan tampak sebuah
perahu kecil meluncur dan mengejar kapal sungai Siauw Cu Gie.
Di atas perahu kecil itu tampak seorang Tojin (pendeta) yang
tengah duduk di haluan perahu sambil memegangi satu guci arak.
Perahu Tojin itu berlayar pesat sekali, dalam waktu yang pendek
saja perahunya sudah melewati kapal sungai Siauw Cu Gie.
Si Tojin menoleh ke belakang seraya bernyanyi.
"Dengan dua tinju kita dapat Namun kita pun akan menderita.
Karena Tuhan dan manusia hanya Maka sungguh jika kita senantiasa bergelisah!"
yang dapat kuat, berkuasa. lambat-laun, berkuasa, berusaha, bodoh, 187 Mendengar sjair yang bagus itu orang dapat mengambil
kesimpulan bahwa Tojin itu adalah seorang yang selalu beriang
gembira dan nyanyiannya itu merayu sekali.
Siauw Cu Gie bersenyum mendengar nyanyian itu dan
memerintahkan anak buahnya untuk mengejar perahu si Tojin
yang telah meninggalkan kapal sungainya sejauh lebih kurang
empatpuluh meter. Ketika baru saja beberapa menit saling kejar
mengejar itu berlangsung, tiba-tiba di bagian depan tampak
sebuah kapal sungai lain, yang meluncur cepat sekali ke arah
perahu si Tojin. Di atas kapal itu berdiri seorang yang mengenakan
baju ungu, setelah berada cukup dekat terdengar ia berkata.
"Kong-ya Tay-hiap masih belum bersedia menerima tamu! Si
Locianpwee diminta dengan hormat agar kembali saja dari tempat
ini!" Nama depan yang disebut orang itu membikin Siauw Cu Gie
mengingat sesuatu.
"Ai! Aku hampir lupa. Tojin itu adalah si pemabok Si Lam. Ia ingin
menjumpai Kong-ya Coat dengan maksud apa?" pikirnya.
Ketika itu kapal sungainya pun sudah mendekati perahu Si Lam
Tojin. "Sun Jie-ya, jangan khawatir," kata si pemabok sambil tertawa.
"Aku ini hanya memperhatikan arak, lain tidak. Jika tiap-tiap hari
aku dapat arak, aku sudah merasa puas sekali. Persetan dengan
ketiga benda ajaib Thian-hiang-sian-cu! Aku datang di sini bukan
ingin menjumpai Kong-ya Tay-hiap, kau salah duga! Ha, ha, ha!"
188 Setelah berkata ia menoleh ke belakang, seolah-olah jawabannya
itu dimaksudkan juga untuk Siauw Cu Gie.
Kini ketiga kendaraan air itu sudah berendengan. Siauw Cu Gie
mengenali bahwa orang yang mengenakan baju ungu itu adalah
Sun Ceng, yang pada dua tahun yang lampau ditugaskan
menyambut para tamu ke pertemuan Tan-kwi-piauw-hiangsong.gwat-ta-hwee.
"Saudara Sun! Apakah Kong-ya Tay-hiap berada di Tan-kwi-sancong?" tanyanya.
Sun Ceng yang sedang sibuk melayani Si Lam Tojin bicara jadi
terkejut mendengar suara teguran itu, ia menoleh dan
membungkukkan tubuhnya setelah mengenali, seraya berkata.
"Siauw Tay-hiap pun sudah datang di sini" -- Tetapi sayang sekali
guruku belum bersedia menerima tamu!"
Siauw Cu Gie jadi melotot mendengar jawaban itu, karena ia sudah
mengambil ketetapan, walaupun bagaimana ia harus menjumpai
Kong-ya Coat! Maka jawaban tersebut tak dapat diterimanya
begitu saja. "Kong-ya Tay-hiap mungkin sungkan menerima tamu lain, tetapi
pasti ia sudi menerima aku, Siauw Cu Gie!" katanya dengan suara
keras. "Tetapi...... tetapi...... Kong-ya Tay-hiap bilang bahwa dia takkan
menerima siapapun!"
189 "Ha, ha, ha! Tidak sekalipun orang yang akan memberitahukan
kepadanya tentang Ciam-hua-giok-siu"!"
"Harap Siauw Tay-hiap sudi memberi maaf kepadaku, aku hanya
mentaati perintah guruku!"
"Saudara Sun! Apakah Kong-ya Tay-hiap sudi menerima aku atau
tidak, itu tidak penting dan bukan urusanmu! Tugasmu sekarang
yalah pergi melaporkan bahwa aku, Siauw Cu Gie dari telaga
Tong-teng, telah datang untuk menemui Kong-ya Tay-hiap, dan tak
bisa kau banyak rewel lagi!"
"Tetapi......"
"Masih bilang "tetapi". Ha, ha, ha!"
"Tetapi Kong-ya Tay-hiap telah bilang siapa saja yang berani
mengajak tamu menemui dia, akan dihukum mati! Maka aku harap
Siauw Tay-hiap tidak terlalu mendesak.
"Jika kau takut menanggung segala akibat kedatanganku di sana,
aku akan menjumpainya sendiri!"
"Jika demikian halnya...... adalah kewajibanku untuk mencegah
dan menahan!!"
"Cobalah! Cobalah tahan aku!"
Dengan cepat Sun Ceng telah menerkam, tetapi ia menjadi kaget
dan penasaran sekali, karena ia telah menerkam angin berbareng
merasakan tengkuknya ditepuk orang! Ia lekas-lekas berbalik dan
190 hendak menyerang lagi, tetapi Siauw Cu Gie telah mengirim
jotosan ke arah dadanya. Sodokan itu ditangkis dengan lengan kiri
dan tampak jelas sekali bahwa Sun Ceng bukan tandingan Siauw
Cu Gie yang sepadan, karena tangkisannya itu membikin dia
sendiri terpental ke belakang dan ketika Siauw Cu Gie mengirim
tinju kiri ke atas pundaknya, tanpa ampun lagi ia jadi terlempar dan
jatuh di atas geladak kapalnya!
Demikian sengit perasaan Siauw Cu Gie sehingga ia ingin
menerkam lawannya itu, tetapi tiba-tiba ia terhuyung karena
terdampar oleh suatu hembusan angin pukulan yang entah dari
mana datangnya!
Melihat lawannya terhuyung-huyung, Sun Ceng lekas-lekas
berbangkit dan menoleh ke arah dalam kapal sungainya.
"Hei orang yang berada di dalam kapal!" bentak Siauw Cu Gie.
"Mengapa begitu lancang mencegah aku pergi menjumpai Kongya Tayhiap?"
"Saudara Siauw!" terdengar sahutan dari dalam. "Saudara telah
datang dari tempat yang jauh, aku sebetulnya harus keluar
menyambut. Tetapi sayang sekali aku sudah mengambil
keputusan untuk tidak menjumpai siapapun juga! Oleh karena itu,
aku minta agar saudara Siauw pulang saja......"
Suara itu tidak salah lagi adalah suara Kong-ya Coat!
SEPULUH 191 "Kong-ya Tay-hiap!" kata Siauw Cu Gie. "Aku datang untuk
memberitahukan tentang Ciam-hua-giok-siu kepadamu!"
Ucapan itu tidak lantas dijawab, rupanya Kong-ya Coat tengah
mempertimbangkan. Beberapa saat kemudian terdengar ia
menyahut. "Aku sudah tidak lagi mau memusingkan urusan Bu-lim, saudara
Siauw tidak perlu banyak bicara!"
Siauw Cu Gie jadi heran dengan sikap Kong-ya Coat itu yang
mendadak berubah demikian kasarnya, disamping itu ia tidak
dapat menerima alasan yang demikian sederhananya. Tiba-tiba ia
mencelat melalui kepala Sun Ceng dan menerobos masuk ke
dalam kapal. Ia menyingkap kere bambu yang menutupi satu
ruangan kecil di dalam kapal itu dan alangkah terkejutnya ketika
melihat wajah maupun bentuk tubuh Kong-ya Coat yang sudah
banyak berubah, meskipun di saat itu Kong-ya Coat mengenakan
jubah dari kain yang tebal dan membungkus kepalanya dengan
kain sutera biru.
Wajahnya pucat pasi, kedua matanya tidak lagi bersinar
sebagaimana biasa. Dia kelihatannya jauh lebih tua dari pada
umurnya yang sejati! Di belakang kursi di mana ia duduk, tampak
seorang yang ganjil rupa dan bentuknya, yang mengenakan jubah
kuning, bertubuh jangkung kurus dengan rambut yang panjang
menutupi kedua bahunya, mukanya beringas dan sinar matanya
yang tajam senantiasa di arahkan kepada Siauw Cu Gie!
Untuk beberapa saat lamanya Siauw Cu Gie jadi terbengong,
melihat keadaan Kong-ya Coat yang tidak keruan dan orang ganjil
192 yang sedang berdiri di belakangnya itu. Ia jadi terkejut bukan main
ketika melihat bahwa orang ganjil itu memegang satu gaitan baja
yang ditempelkan di leher Kong-ya Coat.
"Tidak heran jika Kong-ya Coat bersikap demikian kasarnya
terhadapku tadi!" pikir Siauw Cu Gie. "Karena jika ia membangkang
terhadap perintah orang ganjil itu, gaitan baja itu akan pasti
membikin batok kepalanya tergelincir meninggalkan lehernya!"
Siauw Cu Gie tidak mengerti mengapa Kong-ya Coat yang
berkepandaian sangat tinggi itu dapat dibikin tidak berkutik
demikian mudahnya. Iapun segera mengeluarkan senjata yang
agak aneh kelihatannya, karena senjata itu terdiri dari sembilan
potong baja -- empat potong panjang dan lima potong lainnya
pendek-pendek -- tersambung menjadi satu dengan rantai baja.
Panjang keseluruhannya kira-kira tujuh kaki (lebih kurang dua
meter), di kedua ujung rantai tersebut terdapat potongan baja yang
tajam sekali. Senjata itulah yang bernama Kauw-ciat-kun, yang telah membikin
Siauw Cu Gie terkenal sebagai si Raja naga dari lima telaga, yang
dapat dipergunakan sebagai pecut, tali lasso, pentungan, pedang,
belati dan lain sebagainya.
Tanpa banyak bicara pula Siauw Cu Gie secepat kilat telah
menyerang orang itu dengan maksud menusuk jalan darah di
bagian leher! "Hee, hee, hee!" orang itu tertawa sambil mengulur tangannya
untuk merampas ujung rantai yang tajam itu, yang telah
dilancarkan dengan jurus Sam-kuk-hoan-ciu (Tiga totokan maut).
193 Siauw Cu Gie kaget sekali melihat senjatanya yang sangat
diandalkan dan selalu berhasil mengambil korban itu, berani
"dijumput" oleh orang itu. Jurus silat yang diperlihatkan oleh
lawannya membikin ia teringat akan satu iblis yang ilmu silatnya
hebat sekali, dan tanpa terasa ia berseru.
"Eu-yong Lo-koay......!"
"Hee, hee, hee! Kau masih kenal kepadaku" Aku merasa girang
dan bangga sekali!"
"Kenapa dia berada di sini?" tanya Siauw Cu Gie di dalam hati.
"Aku datang untuk memberitahukan Kong-ya Coat tentang Ciamhua-giok-siu dan menanyakan apa yang telah terjadi di pertemuan
Tan-kwi-piauw-hiang-song-gwat-ta-hwee. Iblis ini tidak boleh turut
campur urusanku itu!" Ia segera hendak berlalu dari ruangan itu,
ketika Eu-yong Lo-koay berkata.
"Duduk dulu saudara Siauw! Mengapa ingin lekas-lekas berlalu
setelah kau berhasil menjumpai saudara Kong-ya!"
"Jika aku sekarang berlalu bagaimana?"
"Kau akan menjumpai ajalmu di telaga Tong-teng!"
"Apa perlunya kau menahan aku, aku yang tidak berurusan
denganmu?"
"Hee, hee, hee! Mungkin kau sudah linglung saudara Siauw!
Bukankah barusan kau sendiri yang mengatakan bahwa kau ingin
memberitahukan saudara Kong-ya tentang Ciam-hua-giok-siu?"
194 "Apakah dengan kata-kataku itu aku harus berurusan denganmu?"
"Betul! Seperti dapat kau lihat sekarang ini bahwa saudara Kongya telah menjadi orang tawananku, maka jika kau ingin
memberikan keterangan kepada saudara Kong-ya, pertama-tama


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau harus memberikan keterangan itu kepadaku!"
Siauw Cu Gie tidak dapat berbuat lain dari pada menuruti perintah
Eu-yong Lo-koay. Ia jadi teringat akan pembunuhan besar-besaran
di markas Kiu It, yang menurut kabar menyatakan bahwa Eu-yong
Lo-koay pun turut campur tangan dalam pembunuhan itu.
"Mungkin iblis ini akan menunaikan ancamannya jika aku
membangkang perintahnya itu!" pikirnya.
Maka ia segera selipkan kembali senjata Kauw-ciat-kun
pinggangnya, lalu mengambil tempat duduk yang terpisah kira-kira
empat meter dari Eu-yong Lo-koay.
"Saudara Kong-ya," kata si iblis. "Kita telah bicara sampai dimana
tadi?" Kong-ya Coat agaknya penasaran sekali, tetapi di bawah ancaman
gaitan Kauw-tok-kou yang jika menggores kulit lehernya sedikit
saja, maka dalam jangka waktu tiga jam, jika tidak makan daun
obat Cian-soat-som, ia pasti akan menjadi mayat!
"Kita tengah membicarakan soal pertemuan yang aku telah
selenggarakan," sahutnya.
"Hee, hee, hee! Betul! Teruskanlah kisah itu!"
195 "Ketika bulan purnama bersembul di angkasa tinggi, para jago silat
sudah berkumpul di sekitar lapangan rumput, tetapi tidak nampak
Ngo-ouw-liong-ong (si Raja naga dari lima telaga) Siauw Cu Gie
berada di situ!"
Eu-yong Lo-koay menoleh kepada Siauw Cu Gie dan bersenyum.
"Saudara Siauw, apakah betul pada waktu itu kau tidak berada di
tempat pertemuan?" tanyanya.
"..................."
"Saudara Kong-ya, persilahkan kau lanjutkan kisah yang sangat
menarik itu!"
"Ketika itu tiada satu orangpun mengusulkan untuk menantikan
saudara Siauw, maka aku segera keluarkan Ciam-hua-giok-siu
dan taruh benda itu di atas meja delapan persegi yang diletakkan
di tengah-tengah lapangan rumput. Tetapi para hadirin terus
menerus memuji-muji kelihayan sarung tangan ajaib itu, maka
selama lebih kurang satu jam tiada satupun jago silat yang tampil
ke muka untuk mulai mengadu ilmu silat!"
"Apakah para jago silat ingin menahan harga?" tanya Eu-yong Lokoay.
"Tidak!"
"Apakah mereka merasa takut?"
196 "Betul! Mereka telah dapat menduga bahwa sesuatu yang tidak
diinginkan akan terjadi dalam pertemuan itu! Jika kau berada di situ
pada waktu itu, aku yakin kau pun pasti tidak dapat tampil ke muka
untuk mulai mengadu silat!"
"Ha, ha, ha! Aku tidak berani mulai" Apakah kau baru mengenal
aku" Dengan senjata Kauw-tok-kou ini, aku pasti dapat
mengalahkan semua jago-jago silat yang hadir di lapangan rumput
itu dan merebut Ciam-hua-giok-siu!"
"Hm! Aku betul-betul merasa ragu jika pada waktu itu kau dapat
merebut benda mujizat itu!"
"Hah! Apakah dalam pertemuan itu di samping kau sendiri masih
jago silat lain yang terlatih lihay?"
"Betul! Jika kau pun hadir pada waktu itu, belum tentu kau dapat
mengalahkan semua orang yang hadir, tetapi sekalipun kau
berhasil mengalahkan mereka semua, kau pun pasti tidak dapat
merebut Ciam-hua-giok-siu!"
"O...... kalau begitu kau menyelenggarakan pertemuan itu hanya
untuk menipu dan mempermainkan orang-orang gagah yang telah
kau undang itu, kau mempunyai maksud tertentu maksud yang
keji!" Tiba-tiba dari luar ruangan kapal sungai itu terdengar orang ketiga
turut berkata. "Apakah yang tengah dirundingkan dengan demikian gaduh" Aku
ingin mendengar juga!"
197 "Apakah itu bukan suara seorang Tojin yang terkenal sebagai si
pemabuk?" tanya Eu-yong Lo-koay.
"Betul," sahut orang itu sambil menyingkap kere bambu dan
melangkah masuk ke dalam ruangan itu.
Kong-ya Coat dan dua tamunya mengawasi orang yang baru
datang itu, yang menyebarkan bau arak.
."Aha!" seru orang itu yang ternyata memang Si Lam Tojin adanya,
"Eu-yong Lo-koay yang termashur dari pegunungan Kun-lun-san
kiranya sudah mengganti pekerjaan sebagai pembegal?"
"Hei pemabuk yang tidak tahu diri! Jangan sembarangan kau
menfitnah orang!"
"Menurut pahamku, tiap-tiap pembegal mengancam dengan
senjata ditempelkan di leher korbannya, tepat sebagaimana
tengah kau lakukan sekarang! Bukankah perbuatanmu itu serupa
benar dengan perbuatan satu pembegal ulung?"
"Aku telah minta saudara Kong-ya menceritakan peristiwa di
pertemuannya pada tahun yang lampau, tetapi dia menolak, maka
aku terpaksa mengancamnya dengan cara ini!"
"Akupun ingin mengetahui kesudahan pertemuan itu! Karena......
meskipun aku turut serta dalam pertemuan itu, aku tidak
mengetahui apa yang telah terjadi!"
"Kau tentunya telah minum terlalu banyak arak sehingga menjadi
mabuk dan tidak mengetahui apa yang terjadi?"
198 "Ya! -- Tetapi ayolah simpan senjatamu itu, aku tidak sudi melihat
kau mengancam korbanmu terus menerus!"
"Oho! Tanpa senjata ini berada dekat leher saudara Kong-ya kau
tidak akan mendengar kisah pertemuan itu."
"Hari ini ada arak, hari ini kita minum sampai mabuk! Persetan
dengan hari esok!"
Setelah berkata begitu, Si Lam Tojin lalu mengangkat guci arak
dan menenggak isinya, tetapi dengan tiba-tiba ia menyemprotkan
arak yang berada di mulutnya ke arah muka Eu-yong Lo-koay.
Eu-yong Lo-koay mundur dua langkah sambil menyerang dengan
tinjunya dan terdengarlah suatu ledakan hebat akibat daripada
pertemuan kedua serangan tenaga dalam itu, dan tampak arak itu
terdampar kembali dan muncrat di ruangan dalam kapal itu.
Dengan serangannya Si Lam Tojin hendak membebaskan Kongya Coat berbareng membikin buta kedua mata Eu-yong Lo-koay.
Dua orang yang berkepandaian tinggi telah bertemu, yang satu
ingin membasmi seorang iblis, sedangkan yang lainnya memang
terkenal kejam dan keji!
Dengan mundurnya Eu-yong Lo-koay menggelakkan serangan Si
Lam Tojin, maka terbebaslah Kong-ya Coat dari ancaman iblis dari
pegunungan Kun-lun-san itu.
Mengapa Kong-ya Coat dapat demikian mudah dibikin tidak
berkutik oleh Eu-yong Lo-koay"
199 Eu-yong Lo-koay yang keranjingan ketiga mustika Thian-hiangsian-cu, telah dengar bahwa Ciam-hua-giok-siu berada di tangan
Kong-ya Coat. Maka dengan tekad bulat merampas mustika itu ia
telah berangkat dari pegunungan Kun-lun-san dengan perahu.
Pada suatu hari ketika perahunya hampir tiba di tempat Kong-ya
Coat, ia telah menjumpai sebuah kapal sungai yang menarik
perhatiannya, maka dengan ilmu Ceng-teng-tok-cui (Capung
menotok air), ia telah berhasil naik ke atas buritan kapal itu tanpa
menarik perhatian orang. Kebetulan sekali di atas kapal itu ia telah
mendengar orang menarik napas di dalam kamar, ia terkejut dan
akhirnya bergirang ketika mengenali bahwa suara itu adalah
helaan napas Kong-ya Coat yang memang sedang ia cari.
Dengan tindakan enteng ia segera menghampiri pintu kamar
tersebut, lalu sambil menghunus gaitan beracunnya dengan tibatiba ia menolak daun pintu yang ternyata tidak dikunci. Di dalam
Kong-ya Coat yang sedang rebahan jadi terkejut bukan main dan
segera hendak berbangkit, tetapi Eu-yong Lo-koay sudah berada
di belakang sambil mengancam lehernya dengan gaitan beracun
Kauw-tok-kou! Sebetulnya, Eu-yong Lo-koay sudah datang di tempat Kong-ya
Coat beberapa waktu yang lalu, bahkan ia telah datang sehingga
tujuh kali berturut-turut, tetapi ia tidak menjumpai orang yang
dicarinya itu. Karena semenjak kegagalannya menyelenggarakan
pertemuan Tan-kwi-piauw-hiang-song-gwat-ta-hwee, Kong-ya
Coat menjadi masgul sekali senantiasa didatangi banyak orang
yang ingin menanyakan kesudahan pertemuan itu, maka ia telah
mengambil keputusan untuk pergi meninggalkan tempat
200 kediamannya, dan hidup lebih tenteram di dalam sebuah kapal
sungai. Oleh karena itu tidak heran Eu-yong Lo-koay selalu gagal
menjumpainya. Tetapi dengan sangat kebetulan si iblis dari
pegunungan Kun-lun-san telah membuka rahasianya!
"Hei Lo-koay! Jika kau menganggap di dalam kamar kapal
sungaiku ini tidak cukup luas tempatnya, bagaimana jika kita keluar
dan bertarung di atas geladak?" tanya Kong-ya Coat.
"Silahkan!" sahut Eu-yong Lo-koay sambil mendahului melangkah
keluar dari ruangan itu.
Kong-ya Coat sudah siap dengan pedangnya, setelah berada di
atas geladak, ia segera putar-putar pedang itu sehingga seluruh
tubuhnya diselubungi oleh sinar pedang yang berkilau-kilau.
"Ai! llmu silat pedang yang dahsyat sekali!" Eu-yong Lo-koay diamdiam memuji dalam hati, tetapi tanpa banyak bicara lagi ia segera
menyerang dengan gaitan bajanya!
Kedua orang ini adalah jago-jago silat berkaliber berat, maka
begitu mereka bergebrak segera tampak keluar biasaan ilmu silat
masing-masing, sinar pedang dan gaitan berseliweran hebat
sekali! Setelah pertempuran berlangsung lebih kurang sepuluh
jurus lamanya, tiba-tiba tampak kedua orang itu mundur beberapa
langkah! Kong-ya Coat telah melancarkan jurus Tai-soat-hun-hui (Salju
turun berhamburan), yalah jurus yang ia telah pertunjukkan di
pegunungan Tiang-pek-san dengan membabat empat lilin menjadi
201 4 x 7 atau sama dengan duapuluh delapan potong. Tetapi ia tidak
berhasil melukai lawannya!
Sedangkan Eu-yong Lo-koay telah melawan jurus yang dahsyat itu
dengan melancarkan jurus Thian-yao-tee-tong (Menggoyahkan
langit menggoncangkan bumi), tetapi iapun tidak berhasil
melepaskan pedang yang dipegang oleh lawannya!
Selama pertempuran sepuluh jurus itu berlangsung, Siauw Cu Gie
dan Si Lam Tojin jadi terpaku menyaksikan jurus-jurus yang
dilancarkan oleh kedua orang itu. Mendesingnya senjata-senjata
itu yang diiringi oleh suara "Ting Tang Ting Tang" dan beradunya
senjata-senjata tersebut telah menciptakan suatu irama musik
yang pasti tidak merdu bagi telinga!
Untuk sekian lamanya kedua orang yang sedang bertempur itu
mengawasi masing-masing harus waspada dan pandai mencari
kesempatan terbaik untuk melancarkan suatu pukulan yang
menentukan! "Hei saudara Kong-ya! Semua ini adalah salahmu sendiri!" tiba-tiba
terdengar Si Lam Tojin berkata dengan suara lantang.
"Kesalahanku" Mengapa Tay-su mengatakan demikian?"
"Tadi gaitan beracun mengancam lehermu, aku telah membantu
sehingga kau terbebas dari ancaman tersebut! Tetapi.... maksud
daripada perbuatanku tadi adalah agar kau dapat lebih leluasa
menceritakan kesudahan pertemuan yang kau selenggarakan dua
tahun yang lalu dan aku tidak bermaksud agar kamu berdua
bertempur di atas geladak ini. Jika maksudku tidak kau hiraukan,
202 maka aku terpaksa harus minta saudara Eu-yong menempelkan
lagi gaitan beracunnya di lehermu!"
"Hei pemabuk! Kehadiranmu di sini telah membikin saudara Kongya berhenti bercerita. Umpama tadi kau mendengarkan saja dari
luar, bukankah kisah itu telah selesai diceritakan"!" kata Eu-yong
Lo-koay. "Hei iblis! Jika kau tidak senang dengan kehadiranku di sini,
akupun sudah siap melayanimu!"
"Saudara-saudara sabar dulu!" kata Kong-ya Coat. "Jika kalian
ingin juga mendengar kisah itu, aku akan menceritakan! Tetapi
sebelumnya aku berpesan wanti-wanti agar setelah mengetahui
kisah itu kalian tidak menyesali aku......"
"Lanjutkanlah kisahmu itu," sahut Si Lam Tojin. "Dan setelah kau
selesai menceritakan, "Kau dapat menyerang lagi saudara Euyong, aku tentu akan memuji yang menang! Ha, ha, ha!"
Meskipun si pemabuk bertepuk-tepuk tangan dan tertawa, tetapi
sebetulnya ia sedang bermain sandiwara. Karena Kong-ya Coat
maupun Eu-yong Lo-koay adalah saingan-saingan beratnya di
kalangan Bu-lim maka dengan ucapannya itu ia bermaksud
mengadu dombakan kedua orang itu dengan harapan kedua orang
itu saling bunuh.
Kong-ya Coat dan Eu-yong Lo-koay pun telah mengetahui akan
akal bulus si pemabuk, tetapi mereka tak dapat berbuat lain dari
pada bertempur dan berusaha mengalahkan lawan.
203 Setelah semua pihak setuju, maka ketiga orang itu lalu mengambil
tempat duduk untuk mendengari kisah Kong-ya Coat lebih lanjut.
Lalu dengan wajah yang seram Kong-ya Coat melanjutkan seperti
dikisahkan di bawah ini.
Pada waktu melihat tiada satu orangpun bersedia tampil ke muka
untuk mulai bertarung, Kong-ya Coat lalu berkata.
"Ciam-hua-giok-siu adalah benda mujizat Thian-hiang-sian-cu
almarhum, isteri kesayangan Yu Leng yang kini tinggal di lembah
Yu-leng-kok di pegunungan Tay-piet-san. Aku telah memperoleh
benda mujizat itu dari partai Tiang-pek-kiam, tetapi setelah
mempertimbangkan dalam-dalam, aku berpendapat bahwa benda
itu harus dan pantas dimiliki oleh seorang yang betul-betul sakti
kepandaiannya. Untuk mewujudkan cita-citaku itu, maka aku telah
mengundang kalian ke tempatku ini. Tetapi kalian rupanya saling
mengalah sehingga maksud semula daripada pertemuan ini sukar
terpenuhi..... maka aku ter......"
Penjelasan itu belum selesai, ketika tiba-tiba terdengar suara
meraung. "Ooooooogh.....! Ooooooohhhh .....!"
Sekejapan saja suara yang menegakkan bulu roma itu sudah dekat
sekali terdengarnya. Berbareng dengan terdengarnya suara itu,
segumulan awan hitam di langit yang tinggi, mendadak menutupi
bulan. Sejenak kemudian tampak sesosok bayangan hitam berlarilari mengitari lapangan rumput di mana para jago silat berkumpul.
204 Dan aneh sekali semua lampu yang menerangi lapangan tersebut
menjadi padam dengan mendadak!
Siauw Cu Gie bergidik mendengar penjelasan itu, karena
mengingat suara yang dilukiskan oleh Kong-ya Coat itu sama
benar dengan suara yang didengarnya di lereng gunung Hoa-san,
ketika ia berjalan-jalan di pegunungan tersebut dua tahun yang
lalu! Kong-ya Coat menatap ketiga tamunya dengan tajam. Kemudia ia
melanjutkan. Setelah lampu-lampu padam, bayangan itu tertawa berkakakan
seperti orang yang kurang waras ingatannya. Lalu tampak ia
menghampiri meja dimana Ciam-hua-giok-siu diletakkan. Dalam
suasana yang remang-remang masih dapat dilihat bahwa orang itu
bertubuh kurus jangkung, rambutnya panjang menutupi bahunya


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan jari-jari kedua tangannya panjang sekali. Dengan tiba-tiba
tampak ia menjambret Ciam-hua-giok-siu berbareng dengan itu
tampak tiga atau empat bayangan lain menerkam orang itu. Tetapi
dengan tiba-tiba pula tampak ketiga bayangan itu terpental balik
sejauh empat meter!
"Aku kira yang menerkam hanya tiga orang," kata Si Lam Tojin.
"Karena mereka itu adalah tiga saudara Tie, jago-jago silat
kenamaan dari daerah sebelah selatan sungai Tiang-kang! Mereka
semua tewas setelah kembali dari pertemuan itu. Kemungkinan
besar bahwa mereka telah kena serangan tenaga sakti Lui-kakong-kie (Tenaga sakti) orang itu!"
205 "Betul! Itulah ketiga saudara Tie yang telah menerkam, mereka
semua tewas setelah kembali dari Tan-kwi-san-cong! Mereka
mengira dengan ilmu silat tangan kosong yang disebut Thian-teejin (Menggempur langit, bumi dan manusia), mereka pasti berhasil
merebut Ciam-hua-giok-siu dari tangan orang itu, tetapi
ternyata......"
"Saudara Kong-ya, siapakah gerangan orang yang memiliki ilmu
Lui-ka-kong-kie itu?" tanya Eu-yong Lo-koay.
"Lui-ka-kong-kie bukan saja telah menewaskan ketiga saudara
Tie," kata Kong-ya Coat tanpa menghiraukan pertanyaan Eu-yong
Lo-koay. "Tetapi kita semua pun merasakan hembusan angin
pukulan yang dahsyat itu, meskipun kita telah berpegangan
kepada meja atau kursi, tidak urung kita semua terdorong ke
belakang dan jatuh di tanah!"
"Ai!" seru Si Lam Tojin, "ilmu silat yang begitu tidak ada taranya di
dunia!" "Orang itu tentunya suami Thian-hiang-sian-cu, bukankah?" tanya
Siauw Cu Gie. "Betul! Dialah Yu Leng dari lembah Yu-leng-kok!" sahut Kong-ya
Coat. "Tetapi mengapa dia yang sudah lama bertapa dalam
lembah, tiba-tiba muncul di Tan-kwi-san-cong?"
Setelah menyatakan
melanjutkan. keheranannya Kong-ya Coat lalu Dengan suara lantang orang itu berkata seram.
206 "Ciam-hua-giok-siu adalah mustika warisan. Apakah kalian kira
mustika ini dapat dibuat perebutan?"
"Aku tidak bermaksud merebut mustika itu," sahut Kong-ya Coat.
"Sekarang Tay-hiap sudah datang, aku rela mengembalikannya."
"Masih ada dua mustika lagi, Cu-gan-tan dan Tok-beng-oey-hong,
dimana mustika-mustika itu sekarang?" tanya Yu Leng.
Meskipun suasana agak gelap, namun semua orang bergidik
melihat sinar mata Yu Leng yang seolah-olah menyala! Mereka
berdiri ketakutan dan tidak berani menyahut. Tiba-tiba tampak Yu
Leng mengangkat tangannya, sejenak kemudian terdengar satu
suara yang keras sekali dan meja di mana Ciam-hua-giok-siu tadi
diletakkan telah bolong di bagian tengahnya!
"Hari ini!" tiba-tiba Yu Leng berkata dengan suara keras, "hari ini
aku baru memperoleh kembali satu, di antara tiga mustika isteriku,
oleh karena kedua mustika yang lainnya tidak berada di sini, maka
aku akan meninggalkan tempat ini tanpa mengganggu kalian pula.
Tetapi......, barang siapa berani menceritakan atau mendengar apa
yang yang telah terjadi di tempat ini...... akan mati dari cakaran
Tay-yang-sin-jiauw ku!"
Bercerita sampai di sini, Kong-ya Coat berhenti dan bersenyum
seram kepada ketiga tamunya itu.
Eu-yong Lo-koay, Si Lam Tojin dan Siauw Cu Gie, meskipun
mereka bertiga berkepandaian tinggi, tetapi setelah "mendengar"
kisah Kong-ya Coat yang seram itu, mereka jadi bergidik memikiri
nasib mereka, karena mereka tidak menduga sama sekali bahwa
207 hanya dengan mendengari kisah pertemuan Tan-kwi-piauw-hiangsong-gwat-ta-tee, mereka kini sudah menjadi musuh-musuh besar
Yu Leng! Bagaimana dengan nasib Kong-ya Coat sendiri yang telah dipaksa
untuk menceritakan kisahnya itu"
"Setelah Yu Leng mengancam," katanya lagi. "Dengan satu gerak
yang mempesonakan sekali ia telah menghilang entah ke mana!"
"Kalau saja aku tidak datang ke sini......" kata Siauw Cu Gie sambil
bersenyum getir.
"Saudara Siauw!!" kata Kong-ya Coat. "Aku telah berpesan wantiwanti barusan......"
"Kita akan menanggung sendiri akibat itu......" sahut Eu-yong Lokoay.
"Aku sudah melanggar perintahnya, maka kita berempat kini
bernasib serupa, yalah akan mati dari cakaran Tay-yang-sinjiauw!"
"Saudara Kong-ya, mungkin ada kesalahan paham dalam soal ini!"
"Kesalahan paham"! -- Kesalahan paham
persilahkan saudara Siauw menjelaskan!!
apakah" Aku "Aku telah mendengar kabar bahwa semenjak isteri yang sangat
dicintainya meninggal dunia, Yu Leng lalu hidup terpencil di
pegunungan Tay-piet-san. Jika ia pada suatu hari berhasil
208 mewariskan ilmu silatnya yang maha tinggi itu, ia akan menyusul
isterinya di alam baka. Ia telah berjanji takkan keluar lagi dari
lembah Yu-leng-kok. Jika kau katakan ia telah datang di Tan-kwisan-cong, aku betul-betul tidak mengerti......"
"Jadi saudara Siauw menganggap orang yang datang itu bukan Yu
Leng sendiri?"
"Ya!"
"Tetapi siapakah di kolong langit ini yang memiliki ilmu Tay-yangsin-jiauw?"
Pertanyaan itu membikin Siauw Cu Gie membungkam. Apalagi
waktu mengingat akan peristiwa totokan di pundaknya oleh
sambitan batu pada dua tahun yang lalu, tangan yang merah,
telapak tangan yang tertera di atas batang pohon cemara, ia jadi
bergidik. "Aku tidak tahu!" sahutnya pendek.
Kong-ya Coat tertawa melihat ketiga pendengarnya menjadi pucat
seolah-olah dikejar hantu jahat
"Hei Lo-koay!" katanya sambil mengejek. "Apakah kau masih ingin
merebut Ciam-hua-giok-siu?"
Eu-yong Lo-koay hanya menundukan kepalanya dan menggeram.
"Hm......!"
209 "Saudara Siauw, bukankah kau ingin menceritakan tentang Ciamhua-giok-siu?" tanya Kong-ya Coat.
"Ya," sahut Si Lam Tojin. "akupun ingin mendengar cerita itu."
"Kesudahan dari pertemuan yang aku selenggarakan itu," sahut
Siauw Cu Gie. "Sama benar dengan kesudahan dari pertemuan di
Tan-kwi-san-cong!"
"Bagaimana" Aku tidak mengerti!" kata Kong-ya Coat.
"Awan hitam tiba-tiba menggulung dan menutupi Rembulan!" sahut
Siauw Cu Gie. "Dan dengan tiba-tiba pula lampu-lampu dan oborobor padam!"
"Apakah kau mendengar ada orang mengatakan sesuatu?" tanya
Kong-ya Coat. "Tidak! Tetapi sebelum itu, aku dibikin terkejut oleh munculnya
seorang pemuda yang membawa-bawa Ciam-hua-giok-siu!" kata
lagi Siauw Cu Gie.
"Tentu pemuda itu murid Yu Leng," Si Lam Tojin ikut bicara.
"Jika Yu Leng telah mewariskan ilmunya yang maha tinggi itu," kata
Kong-ya Coat. "Dia tentu sudah membunuh diri dan aku yang telah
melanggar perintahnya, tak usah khawatirkan lagi Tay-yang-sinjiauw!"
210 "Jika Yu Leng telah membunuh diri, siapakah yang mampu
memadamkan semua lampu dan obor demikian cepatnya!" tanya
Eu-yong Lo-koay.
"Apa boleh buat!" kata Siauw Cu Gie. "Aku tidak ingin
memusingkan apakah Yu Leng masih hidup atau sudah mati! Yang
penting yalah cara bagaimana aku dapat menghindarkan diri dari
cakaran Tay-yang-sin-jiauw!"
Setelah berkata begitu ia segera berbangkit dan meninggalkan
kapal sungai itu tanpa menoleh lagi kepada Kong-ya Coat.
Eu-yong Lo-koay juga sudah tawar perasaannya dan tak lagi ingin
melanjutkan pertempurannya melawan Kong-ya Coat, tanpa pamit
lagi iapun berlalu dengan tergesa-gesa!
Hanya si pemabuk yang kelihatannya agak tenang dan masih
dapat tertawa gelak-gelak.
"Mati atau hidup itu semua berada di tangan Tuhan.
Aku hanya khawatir tak dapat minum arak! Jika kita menderita dan tak dapat bertahan. Janganlah bermuram durja, tetapi bersorak!"
Demikianlah Si Lam Tojin bernyanyi, lalu dengan satu gerakan
lincah ia berloncat dari kapal sungai itu ke dalam perahunya yang
kemudian di dayungnya dengan tenang pula!
SEBELAS 211 Waktu pesat sekali jalannya, tanpa terasa musim dingin telah
datang lagi. Di atas sungai Tiang-kang, yang letaknya dekat daerah kota Buouw, di propinsi Kang-su, tampak sebuah perahu tengah berlayar
dengan tenang. Di dalam perahu tampak duduk dua orang, yang satu seorang lakilaki yang berperawakan tegap dan berusia kira-kira setengah
abad. Sedangkan orang yang kedua adalah seorang kakek yang
matanya picak satu dan kakinya pincang sebelah.
Laki-laki yang berperawakan tegap lalu berkata setelah menarik
napas panjang. "Ouw Si-ko, selama dua tahun ini kita telah lari ke timur, ngiprit ke
barat menyembunyikan diri dari kejaran yang tak kunjung datang,
boleh dikatakan tiada satu tempatpun yang kita tidak jelajahi, dan
selama jangka waktu itu kita tidak mendengar berita tentang
munculnya Yu Leng di kalangan Kang-ouw!"
"Hiantee," sahut si Ahli nujum kipas baja. "Yu Leng sedang mencari
Cu-gan-tan dan Tok-beng-oey-hong, dia tidak mengetahui bahwa
kedua mustika itu berada di dalam tanganku! Ha, ha, ha!"
Setelah tertawa berkakakan, sekonyong-konyong ia berhenti
dengan rupa kaget sambil menyapukan matanya yang tinggal
sebelah itu ke kanan dan ke kiri.
"Ha, ha, ha!" kata Khouw Kong Hu, "kita berada di atas perahu,
masa takut ada yang dengar kata-kata Ouw Si-ko itu?"
212 "Memang Hiantee, jika kau membawa-bawa barang yang berharga
apalagi barang-barang berharga itu kau peroleh secara tidak halal
kau tentu akan menjadi gelisah!"
"Ouw Si-ko, siapa namanya si pemuda yang pernah kau tolong
masuk ke dalam lembah Yu-leng-kok?"
"Ai! Akupun baru ingat kepada pemuda itu, dia bernama Wei Beng
Yan. Menurut perhitunganku, Yu Leng telah mewariskan ilmu
silatnya kepada pemuda itu dan telah membunuh dirinya sendiri,
tetapi...... katanya ia sudah muncul lagi di kalangan Kang-ouw!"
"Aku selalu berada di samping Ouw Si-ko selama dua tahun ini,
mengapa aku tidak mengetahui bahwa Yu Leng telah muncul lagi
di kalangan Kang-ouw?"
"Apakah kau masih ingat pada setengah bulan yang lalu, ketika kita
berada di telaga Kao-yu, beberapa nelayan telah menceritakan
tentang pertemuan di telaga Tong-teng?"
"Aku masih ingat."
"Kesudahan daripada pertemuan tersebut, seperti Hiantee telah
dengar sendiri, adalah sama misteriusnya seperti pertemuan yang
diadakan oleh Kong-ya Coat!"
"Apakah menurut hemat Ouw Si-ko orang yang memadamkan
lampu-lampu dan obor-obor bahkan merombak Lui-tay, adalah Yu
Leng juga?"
213 "Menurut pendapatku memang demikian, tetapi masih ada soal
yang ganjil berkenaan dengan sepak terjangnya sehingga aku tak
berani mengatakan dengan pasti."
"Rupanya peristiwa itu telah membikin si Ahli nujum kipas baja
menjadi pusing juga, ya" Ha, ha, ha!"
"Betapa tidak! Dua tahun yang lalu Yu Leng telah merebut Ciamhua-giok-siu, mengapa sekarang mustika itu berada di tangan si
pemuda baju hijau" Dan..... siapakah gerangan pemuda itu?"
"Pemuda itu tentu saja putera Wei Tan Wi, siapa lagi?"
"Baik! pemuda itu Wei Beng Yan. Tetapi setelah Yu Leng
mewariskan ilmu silatnya, mengapa dia sendiri tidak membunuh
diri" Dan mengapa ketika Wei Beng Yan ingin menempur kedua
iblis Soat-hay-siang-hiong tiba-tiba suasana jadi gelap dan mereka
yang sudah bersiap-siap bertempur akhirnya lenyap tanpa
bekas"!"
". . . . . . . . . . .?""
Tak lama kemudian perahu mereka sudah tiba di kota Bu-ouw,
sebuah kota besar yang terletak di sebelah selatan sungai Tiangkang. Setelah mendarat mereka segera menuju ke suatu gedung
yang besar dan indah, yang tiang-tiangnya terukir seekor naga
besar. Pekarangan depan gedung tersebut sangat kotor, pintupintu dan jendela-jendela penuh dengan debu dan tertutup rapat.
Rupanya gedung itu sudah lama diterbengkalaikan.
214 Setelah meneliti gedung itu sekian lamanya, terdengar Khouw
Kong Hu berkata dengan suara rendah.
"Ouw Si-ko, kota ini rupanya pusat perdagangan yang ramai sekali,
jika kita terus menerus mundar-mandir di depan gedung ini,
mungkin kita akan dicurigai ingin berbuat sesuatu yang tidak
baik......"
"Jangan gelisah Khouw Hiantee, aku datang ke sini tentu dengan
rencana yang cermat, dan aku berani memastikan bahwa nanti
malam gedung ini kita dapat menyaksikan suatu pertunjukan.
Maka sebelum masuk, kita harus menyelidiki betul keadaan di
sekitarnya!"
Setelah itu Ouw Lo Si segera mengajak Khouw Kong Hu menuju
ke suatu rumah penginapan. Begitu melangkah masuk, mereka
jadi terperanjat, karena berpapasan dengan seorang gadis yang
cantik jelita, muda belia yang mengenakan pakaian merah muda.
"Apakah gadis cantik berbaju merah muda, yang barusan saja
keluar, ingin menyewa kamar di sini?" tanya Ouw Lo Si kepada
pengurus hotel.
Si pengurus hotel menoleh dan sambil bersenyum ia menyahut.
"Ya, bukan saja ia berparas cantik, tetapi iapun sangat murah hati
telah sudi membayar terlebih dulu uang sewa kamarnya," sambil
menunjukkan sepotong mas murni di tangannya dan meneruskan.
"Tetapi aneh, setelah ia melemparkan sepotong mas ini, tanpa
menunggu aku menjawab ia segera berjalan keluar."


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

215 Ouw Lo Si bukan tertarik oleh kecantikan wanita itu, tetapi
pakaiannya yang merah mudalah yang telah membikin ia
terperanjat, karena dari cerita yang didengarnya tentang
pertemuan di telaga Tong-teng, orang yang menceritakan telah
berulang-ulang menyebut, gadis yang mengenakan pakaian merah
muda, kapal sungai merah muda yang digantungi lentera kertas
merah muda juga.
"Apakah mungkin gadis inilah yang dimaksud oleh orang itu?"
tanyanya di dalam hati.
"Kita berdua pun ingin menyewa kamar," kata Khouw Kong Hu.
"Baiklah," kata si pengurus hotel. "Hei Lo-sam, tujukki kedua
Locianpwee ini kamar yang di samping pekarangan tengah!"
Setelah berada di dalam kamar Ouw Lo Si segera menutup pintu.
Tiba-tiba mereka mendengar suara si pengurus hotel di luar.
"Kamar di sebelah dua tamu kita ini adalah untuk seorang gadis,
dan kau harus melayaninya dengan baik!"
"Ah!" kata Ouw Lo Si dengan suara rendah. "Kebetulan sekali kita
dapat kamar ini!"
"Agar kita dapat mendengar gerak gerik gadis baju merah muda,
bukankah?" tanya Khouw Kong Hu.
"Betul!" sahut Ouw Lo Si sambil bersenyum girang. "Ouw Si-ko, kau
tiba-tiba jadi gembira sekali tampaknya?"
216 "Apakah kau ketahui siapa pemilik rumah gedung besar yang kita
selidiki tadi?"
"Tidak. Mengapa memang?"
"Rumah gedung itu milik ketiga saudara Tie yang telah ditewaskan
oleh serangan Lui-ka-kong-kie Yu Leng!"
"O........!"
"Apakah kau masih ingat apa yang dikatakan oleh ketiga saudara
Tie itu, setelah mereka dilukai oleh Yu Leng?"
"Ya! Saudara Tie yang paling tua menantang kepada Yu Leng.
Nanti sesudah lewat dua tahun lima bulan, apakah kau berani
datang ke kota Bu-ouw?"
"Betul! Dan mereka pun mengetahui bahwa mereka bakal mati!"
"Jika demikian, mengapa mereka masih menantang Yu Leng?"
"Aku mengenal ketiga saudara Tie cukup lama, dan aku
mengetahui juga bahwa pada tiap-tiap tiga tahun sekali Ceng Sim
Lo-ni turun dari Go-bi-san untuk menjenguk ketiga saudara Tie,
entahlah ada hubungan apa antara si biarawati dengan ketiga
saudara Tie itu."
"Jika begitu, ketiga saudara Tie tentu bermaksud agar Ceng Sim
Lo-ni membalaskan kematian mereka itu."
217 "Aku kira begitu, menurut perhitunganku, malam ini tepat dua tahun
lima bulan semenjak ketiga saudara Tie digempur oleh Yu Leng!"
"Apakah Yu Leng akan memenuhi janjinya" Apakah Yu Leng
mengetahui bahwa ia akan berjumpa dengan Ceng Sim Lo-ni di
sini?" "Entahlah. Yang pasti yalah Ceng Sim Lo-ni akan berkunjung ke
sini." "Tetapi kini kau telah salah bertindak Ouw Si-ko!"
"Salah bertindak?"
"Bukankah jika Yu Leng muncul di sini berarti kita mengantarkan
jiwa kita secara tolol"!"
"Hiantee jangan keliru, dahulu kita lari sini lari sana
menyembunyikan diri karena takut...... takut mustika yang berada
di dalam tanganku diketahui oleh Yu Leng. Tetapi setelah Ciamhua-giok-siu muncul lagi di kalangan Kang-ouw, kita tidak usah
bersembunyi lagi!"
"Meskipun demikian, ada baiknya jika Yu Leng tidak melihat kita!"
Ouw Lo Si mendongkol. menggeleng-geleng
kepalanya dengan paras
"Khouw Hiantee," katanya, "apakah kau lupa akan janji kita untuk
membalas dendam Kiu Ji-tee"! Mungkin juga yang melakukan
218 pembunuhan itu erat sekali hubungannya dengan tindak tanduk Yu
Leng ini!"
Khouw Kong Hu menjadi merah mukanya mendengar kata-kata
Ouw Lo Si yang agak keras itu.
"Kita belum mengetahui musuh Kiu Ji-tee, namun aku yakin bahwa
musuhnya itu lihay sekali, mungkin kita berdua tidak sanggup
melawannya, tetapi tiada salahnya jika kita mengetahui betul
musuh itu sebelum kita coba membikin pembalasan," kata Ouw Lo
Si. Setelah itu ia tepuk dadanya seraya berkata lagi.
"Kita telah memiliki kedua mustika Thian-hiang-sian-cu dan
dengan Tok-beng-oey-hong kita akan menuntut balas!"
"Tetapi, apakah Ouw Si-ko mengetahui caranya menggunakan
benda mujizat itu?" tanya Khouw Kong Hu. "Cu-gan-tan tidak
penting bagi kita, karena kita sudah tua, tetapi bagaimanakah
menggunakan Tok-beng-oey-hong, yang dikatakan belum pernah
gagal mengambil korban?"
"Justru itulah maksud kedatangan kita di sini," kata Ouw Lo Si. "Jika
perhitunganku tidak salah, aku mengharap dapat mengetahui cara
menggunakannya benda mujizat itu dari Yu Leng!"
Berkata sampai di situ tiba-tiba si kakek merandek dan
mengeluarkan suara.
"Ssst......!"
219 Kemudian terdengar suara orang bicara di luar kamar.
"Inilah kamar siocia, aku harap siocia menyukai hotelku yang
sederhana ini!"
"Terima kasih!" sahut yang diajak bicara.
Ouw Lo Si menghampiri tembok kamar sambil mengangkat tangan
kanannya, lalu dengan mengerahkan tenaga ke ujung jari
tengahnya, ia menusuk tembok kamar itu dan "Cep!" jari tengahnya
itu menembusi tembok tanpa orang yang berada di sebelah
menyadari! Itulah ilmu Kim-kang-cit (Jari tangan baja), yang hanya dimiliki oleh
beberapa gelintir jago-jago silat saja, karena sukarnya untuk
dipelajari, dan tusukan dengan jari tangan yang digerakkan dengan
lambat itu dapat menembusi baja.......!
Sejenak kemudian Ouw l.o Si mencabut jari tengahnya itu dengan
tenang sekali, dan tampaklah satu lobang di tembok yang
memisahkan kamarnya dengan kamar si gadis baju merah muda
itu! DUABELAS Bila ada lobang kecil di tembok kamar di suatu rumah penginapan,
biasanya lobang kecil demikian dianggap biasa dan takkan
diperhatikan. Dengan melalui lobang kecil itulah Ouw Lo Si dapat
mengintip ke dalam kamar di sebelah.
220 Ia melihat gadis yang mengenakan baju merah muda masuk ke
dalam kamar, lalu mengeluarkan sehelai bendera merah, di atas
permukaan bendera tersebut tertera tiga huruf .
"Tong-teng Siauw (Keluarga Siauw dari telaga Tong-teng)!"
Ouw Lo Si mendekati mulutnya dekat telinga Khouw Kong Hu dan
berbisik. "Hiantee, geser meja itu dan letakkan secangkir teh di atasnya."
Khouw Kong Hu tidak mengerti maksud si kakek, tetapi ia jalankan
juga perintahnya itu.
Ouw Lo Si lalu mengintip lagi, sesaat kemudian, tanpa
mengalihkan matanya dari lobang di tembok, ia menyelupkan jari
telunjuknya ke dalam secangkir teh yang berada di atas meja, dan
menulis di atas papan meja memberitahukan apa yang telah terjadi
di kamar yang sedang diintipnya itu!
"Si gadis adalah adik perempuan Siauw Cu Gie! Kita dapat
menyaksikan sandiwara."
Demikian si kakek telah menulis. Tetapi kemudian ia jadi merandek
ketika melihat bibir si gadis bergerak-gerak, seolah-olah sedang
berbicara dengan seseorang. Ia tidak dapat mendengar
percakapannya itu.
"Apakah dikamarnya itu sudah ada orang?" demikian pikirnya.
"Jika betul...... celaka duabelas, tentu pembicaraanku tadi telah
dapat didengar oleh orang itu......!"
221 Ia mengintip terus, tetapi karena lobang di tembok itu kecil sekali,
maka ia hanya dapat melihat si gadis yang kini sedang bersenyum
manis sambil berbicara dan bergerak-gerak.
"Tidak salah lagi ia tengah berbicara dengan seseorang!" kata si
kakek didalam hatinya. Saking penasarannya, ia lalu
menempelkan telinganya ke lobang itu dan dapat mendengar.
"Apakah kau sudah lama tiba di kota ini" Kota Bu-ouw ini betulbetul ramai. Coba lihat bendera ini, aku telah menyuruh orang
menyulam huruf-huruf di atasnya."
Tiba-tiba si kakek berbalik sambil menarik tangan Khouw Kong Hu
ke suatu tempat yang agak jauh dari lobang di tembok itu.
"Celaka!" bisiknya, "kita harus lekas-lekas berlalu dari sini!"
"Si-ko! Apa yang kau telah lihat"!"
"Barusan aku tidak memeriksa lagi kalau-kalau di sebelah ada
orang. Jika percakapan kita tadi didengar olehnya, kita pasti akan
dikejar oleh semua orang untuk merebut kedua mustika yang kini
berada di tanganku. Aku tidak takut dikejar, tetapi lebih baik kita
berjaga-jaga......!"
Si kakek segera melangkah untuk meninggalkan kamarnya itu,
tetapi ketika tiba di pintu kamar ia merandek. Lalu sambil
mengertak gigi ia berkata dengan nada yang rendah sekali.
"Hiantee, jika percakapan kita tadi telah didengar oleh orang yang
berada di kamar sebelah, mungkin sekarang kitapun tak dapat
222 melarikan diri lagi! Aku kira dia tidak mendengar. Lebih baik kita
jangan melepaskan kesempatan yang baik ini untuk mencari tahu,
cara menggunakan Tok-beng-oey-hong!"
Setelah ia telah mengeluarlan senjatanya, yalah Cit-kauw-tie-san
(Kipas baja dengan tujuh keajaiban), yang telah menggemparkan
dunia Kang-ouw beberapa puluh tahun yang silam!
Khouw Kong Hu pun menghunus gaitan bajanya yang bergagang
panjang, dan ujungnya merupakan sebilah arit yang tajam sekali.
"Hiantee, kau jaga pintu dan jangan kau bersangsi untuk segera
turun tangan bila ada yang bergerak mencurigakan!" pesan si
kakek. Khouw Kong Hu mengangguk sambil mengawasi ke arah pintu.
Lalu si kakek pergi mengintip lagi. Ia melihat bahwa gadis itu masih
terus berbicara, tetapi ia tetap tidak melihat orang yang sedang
berbicara dengan gadis itu. Ia melihat si gadis mengulur tangannya
untuk menerima sesuatu dari orang yang tidak kelihatan itu. Si
kakek mencurahkan seluruh perhatiannya, meskipun ia seorang
yang cerdik dan cerdas serta banyak pengalamannya, tetapi ketika
dapat mengenali barang yang baru saja diterima oleh gadis itu,
tiba-tiba dan tanpa terasa ia jadi berseru kaget.
"Astaga......!"
Dan suaranya itu telah mengejutkan si gadis!
223 Gesit seperti monyet si kakek melompat mundur ke belakang
beberapa langkah sambil mengeluarkan suara.
"Phiss......!" kepada Khouw Kong Hu.
Setelah itu, cepat bukan main si kakek telah mencelat melalui
jendela untuk keluar ke pekarangan hotel, diikuti oleh Khouw Kong
Hu. Lala terdengar pintu kamar mereka terbuka oleh suatu dorongan
keras, dan terdengar seorang laki-laki berbicara.
"Hm! Bie moay, tadi kau bilang di kamar ini ada orang. Coba lihat,
kamar ini kosong!"
"Aku yakin betul tidak salah dengar," sahut si gadis. "Orang itu pasti
dari kalangan Kang-ouw, karena ia dapat bersembunyi demikian
cepatnya!"
"Apakah dia mengintai-intai Ciam-hua-giok-siu" Betul-betul dia itu
seorang yang bodoh menghendaki benda yang sukar diperoleh!"
Memang waktu mengintip tadi Ouw Lo Si telah melihat sarung
tangan ajaib itu, namun ia bukan terkejut disebabkan telah melihat
benda itu, ia terkejut karena telah melihat beberapa benda yang
justru melekat di telapak tangan sarung tangan tersebut, yalah tiga
buah jarum Yan-bie-tin -- jarum beracun yang ampuh kepunyaan
saudara angkatnya, Khouw Kong Hu!
224 Sambil sembunyi di bawah jendela Ouw Lo Si dapat mengenal
suara orang laki-laki itu, yalah suara seorang pemuda yang pernah
ia tolong dua tahun lebih yang lalu, Wei Beng Yan!
"Hiantee," katanya-berbisik. "Simpan senjatamu dan janganlah
bertindak tanpa dapat petunjuk dari aku!"
Khouw Kong Hu menjadi heran, tetapi ia menuruti saja apa yang
diperintahkan oleh si kakek.
"Ikuti aku!" berbisik lagi si kakek sambil merangkak untuk
menjauhkan diri dari jendela kamar hotel. Setelah cukup jauh, si
kakek lalu berdiri dan berjalan menghampiri jendela kamarnya tadi,
diikuti oleh Khouw Kong Hu!
"Aai, Wei Lotee!" serunya sambil berdiri di depan jendela kamarnya
tadi. "Semenjak kita berpisah di pegunungan Tay-piet-san dua
tahun yang lalu, apakah kau baik-baik saja?"
Kedua muda mudi itu menoleh ketika mendengar teguran itu. Dan
ternyata betul saja si pemuda yang berbaju hijau itu Wei Beng Yan
adanya! Melihat si kakek penolong itu, si pemuda menjadi girang sekali.
"O...... kiranya Ouw Locianpwee!" katanya.
Si kakek menyikut pelahan ke belakang, sikutnya itu tepat
mengenai bahu Khouw Kong Hu, sebagai peringatan agar saudara
angkatnya itu tidak bertindak sembarangan!
225 "Wei lotee," kata lagi si kakek, "sudah dua tahun lebih kita tidak
berjumpa, aku telah menjadi tambah tua dan reyot, tetapi agaknya
kau jadi semakin gagah dan tampan lagi! Apakah maksudmu
sudah tercapai?"
Khouw Kong Hu tiba-tiba jadi pucat wajahnya ketika dapat melihat
ketiga jarum Yan-bie-tin nya masih melekat di telapak tangan
Ciam-hua-giok-siu yang sedang dipegang oleh Wei Beng Yan,
tetapi pada saat itu ia terpaksa harus bersandiwara dan
memaksakan diri untuk bersenyum seolah-olah sedang menjumpai
seorang kawan lama!
"Terima kasih Ouw Locianpwee, aku baik-baik saja!" sahut Wei
Beng Yan. "tetapi...... aku merasa sangat menyesal belum dapat
menunaikan tugas suciku itu!"
"Tidak usah gelisah Wei Lotee," kata si kakek, "lambat atau cepat
pasti kau berhasil membalas sakit hati mu itu! -- Wei Lotee, aku
ingin memperkenalkanmu kepada saudara angkatku ini, ia
bernama Yo Go!"
Khouw Kong Hu makin heran mendengar si kakek
memperkenalkan namanya sebagai Yo Go. tetapi ia lekas-lekas
menyahut.

Sampul Maut Karya Wen Wu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Wei Lotee, aku telah mendengar banyak tentang kau dari kakak
angkatku ini......"
"Aku merasa girang sekali dapat berkenalan dengan Locianpwee,"
sahut Wei Beng Yan sambil memberi hormat. "Aku kira siapa yang
berada di dalam kamar ini......"
226 "Kita menyewa, kamar ini karena ada urusan dagang......" kata si
kakek, "barusan kita keluar untuk melihat apakah orang yang kita
nantikan itu sudah datang......"
"Ouw Locianpwee, nasib manusia tidak dapat ditentukan oleh
siapapun," kata Wei Beng Yan. "betul kita dapat berusaha sekeras
mungkin, namun Tuhanlah yang berkuasa! Budi Ouw Locianpwee
aku takkan lupakan."
"Apakah yang berada di tangan Lotee itu benda yang terkenal
sebagai Ciauw-hua-giok-siu?"
"Betul!"
"Bolehkah aku melihatnya......?"
"Dengan segala senang hati! Ha, ha, ha!"
Ouw Lo Si mengulur tangannya untuk menerima mustika yang
disodorkan itu. Ia meneliti dengan hati berdebar-debar.
"Jika aku dapat merebut mustika ini," kata si kakek di dalam hati.
"Aku akan merajai dunia Kang-ouw! Kedua muda mudi ini betul
muda usia, tetapi mereka tidak dapat dipandang remeh, terutama
si pemuda yang telah mewarisi ilmu Tay-yang-sin-jiauw!"
"Tiga jarum yang melekat di telapak tangan ini apakah artinya?"
akhirnya si kakek berlagak menanya.
227 "Ouw Locianpwee mungkin telah mengetahui bahwa jarum ini
adalah jarum beracun Yan-bie-tin, milik Khouw Kong Hu, si gaitan
baja tinju besi!"
"O........" sahut si kakek sambil berlagak kaget. "Khouw Kong Hu
adalah nama yang aku pernah dengar...... apakah Wei Lotee
mempunyai urusan dengan dia?"
"Betul aku tidak mengetahui bagaimana bentuk serta rupa Khouw
Kong Hu ini, tetapi aku harus mengambil nyawanya!"
Khouw Kong Hu jadi terpaku dengan mulut menganga dan kedua
mata melotot mendengar Wei Beng Yan harus membunuh orang
yang bernama Khouw Kong Hu, dirinya sendiri!
"Tetapi mengapa Wei Lotee harus membunuh si gaitan baja tinju
besi?" tanya Ouw Lo Si. "Menurut pengetahuanku, Khouw Kong Hu
adalah jago silat yang selalu berbuat kebaikan di kalangan Kangouw. Apakah barangkali ia telah berbuat sesuatu yang hina
terhadap Wei Lotee?"
"Akupun telah menyelidiki, dari banyak kawan aku mendapat
kesan bahwa Khouw Kong Hu pantas mendapat gelar Tay-hiap
(pendekar)!"
"Tentu Wei Lotee merasa sungkan untuk membunuh seorang Tayhiap, bukankah?"
"Tetapi aku tidak dapat membangkang terhadap perintah guruku,
Ai! Suhu, suhu! Dia melarang aku membunuh Soat-hay-siang228
hiong, tetapi mengapa justru menyuruh aku membunuh seorang
Tay-hiap......?"
"Dari manakah Wei Lotee dapati ketiga jarum itu?" tanya lagi Ouw
Lo Si. "Dua tahun lebih yang lalu, ketika aku memasuki lembah Yu-lengkok di waktu hujan rintik-rintik aku telah menjumpai suhu," We
Beng Yan menyahut. "Suhu lalu menyalakan tiga lentera kertas
dan menggantungnya di pintu lembah tersebut sebagai tanda
bahwa lembah tersebut sudah tertutup dan siapapun di larang
masuk. Tetapi tiba-tiba ketiga lentera kertas itu menjadi padam
diterjang ketiga jarum Yan-bie-tin
"Jarum Yan-bie-tin pasti tidak bisa gagal memadamkan lenteralentera itu," kata Ouw Lo Si dan tanpa merasa ia melirik ke arah
Khouw Kong Hu yang sudah khawatir sekali Rahasianya
terbongkar. "Tetapi mengapa Yu Leng yang berjiwa besar
memerintahkan Wei Lotee membunuh Khow Kong Hu yang hanya
memadamkan lilin lentera" Bukankah itu hanya soal kecil saja?"
"Akupun tidak mengerti tindakan Suhu ini!" sahut Wei Beng Yan.
"Yan koko," kata Siauw Bie dengan suara menghibur. "Sudahlah,
kita masih ada urusan lain yang harus dibereskan!"
"O......," kata Ouw Lo Si, "Wei Lotee sedang tidak sempat, kita
minta maaf telah mengganggu......"
229 "Ouw dan Yo Locianpwee," kata Wei Beng Yan sambil
membungkukkan tubuhnya, "Kita baru saja berjumpa tetapi sudah
harus berpisah lagi!"
"Lain waktu, kita masih dapat berkumpul lagi," sahut Ouw Lo Si,
"maka uruslah urusan Wei Lotee itu baik-baik!"
Setelah memberi hormatnya kedua muda mudi itu segera
meninggalkan Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu. Si kakek pun lalu
mengajak saudara angkatnya untuk menuju ke sebuah rumah
makan. "Hiantee," kata si kakek sambil makan. "setelah mendengar
keterangan Wei Beng Yan aku jadi yakin bahwa kecurigaanku
berdasar yalah orang yang telah memadamkan lampu di
pertemuan Tan-kwi-san-cong dan di telaga Tong-teng, bukan Yu
Leng!" Khouw Kong Hu yang baru saja reda ketegangan jiwanya hanya
mengangguk. "Mengapa Si-ko bisa berkesimpulan demikian?" tanyanya.
"Kesatu,?" si kakek melanjutkan. "Yu Leng telah mewariskan ilmu
silatnya kepada Wei Beng Yan tetapi ia tidak membunuh diri.
Kedua, Yu Leng yang berjiwa besar tidak mungkin ingin mengambil
pusing soal ketiga jarum Yan-bie-tin mu!"
"Aku kira Si-ko telah berkesimpulan keliru tentang Yu Leng.
Sebelum lembah Yu-leng-kok tertutup, banyak orang telah menjadi
230 korban keganasan, rupanya Yu Leng tidak pandang bulu, barang
siapa yang menimbulkan amarahnya, ia bunuh!"
"Kita akan membuktikan pendapatku itu nanti malam di gedung
saudara Tie!"
Setelah selesai makan minum hari sudah menjadi magrib, maka
mereka lekas-lekas membayar untuk segera menuju ke rumah
keluarga Tie. Dari kejauhan rumah gedung tersebut kelihatannya
gelap dan seram sekali. Mereka berjalan ke belakang rumah
gedung itu. Lalu dengan ilmu meringankan tubuh, mereka
meloncat ke atas tembok yang mengelilingi rumah besar itu.
Baru saja mereka berada di atas tembok, tiba-tiba lentera-lentera
kertas merah yang tergantung di atas kong-liong ruangan belakang
menyala. Mereka lekas-lekas menjatuhkan diri di atas tembok lalu
sambil bertiarap mereka menyelidiki keadaan. dalam ruangan
belakang rumah gedung itu.
Ruangan belakang itu besar dan cahaya merah yang dipancarkan
oleh lentera-lentera kertas membikin mereka teringat akan
peristiwa di tempat pembunuhan Kiu It!
Sekejap kemudian lentera kertas yang berada di ruangan dalam
menyala dan berbareng dengan menyalanya lentera itu, tiba-tiba
terdengar suara meraung -- serupa yang Ouw Lo Si biasa dengar
dari lembah Yu-leng-kok, ketika kakek itu menyembunyikan diri di
kaki pegunungan Tay-piet-san.
Mereka berusaha meneliti siapa yang telah meraung itu, tetapi
karena sinar ketujuh lentera kertas merah tersebut, yang
231 tergoyang-goyang tertiup angin malam, tidak demikian kuat
sinarnya sehingga keadaan ruangan itu agak gelap, dan mereka
tidak dapat melihat.
Suara meraung itu makin lama makin nyaring terdengarnya, lalu
dari ruangan dalam berkelebat bayangan orang!
Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu terus tertiarap dan tidak berani
bergerak, khawatir pengintaian mereka dipergoki. Sejenak
kemudian mereka melihat sesosok bayangan mencelat melalui
tembok yang mengelilingi Rumah itu. Mereka dapat melihat
dengan samar-samar, seorang yang berambut panjang,
berperawakan kurus jangkung melayang melewati tembok yang
menjulur ke arah mereka sedang tertiarap.
Mereka terperanjat menyaksikan ilmu meringankan tubuh orang itu
yang demikian hebatnya, berbareng dengan itu mereka dapat
mendengar suara "Ting!" yang agak aneh.
Setelah orang itu berlalu, Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu
memberanikan diri turun dari tembok dan menghampiri ruangan
belakang untuk bersembunyi di bawah jendela. Ouw Lo Si coba
melongok ke dalam, ia dapat melihat Wei Beng Yan dan Siauw Bie
sedang duduk dan bercakap-cakap.
"Y" "Bie moay," terdengar Wei Beng Yan berkata kepada Siauw Bie. .
"Suhu baru saja keluar, rupanya ia sedang menantikan kedatangan
seseorang, entahlah siapa."
"Yan Koko, apakah kau merasa kecewa terhadap Suhumu?"
232 Wei Beng Yan tidak menyahut, rupanya pertanyaan gadis itu
membikin ia sedih.
"Apakah kau tidak merasa puas dengan tindak tanduk Suhumu?"
tanya lagi si gadis.
"Bie moay, lebih baik kita tidak memperbincangkan lagi soal itu......"
Dengan jawaban itu, Siauw Bie segera mengetahui bahwa Wei
Beng Yan merasa kecewa terhadap Yu Leng. Lalu sambil
memegang tangan pemuda itu ia menghibur.
"Yan Koko, kita datang dari tempat yang berlainan, namun nasib
telah membikin kita saling mengenal. Ketika di telaga Tong-teng
kau pernah berkata bahwa umur manusia tidak panjang tetapi jika
dalam jangka usia kita yang pendek itu, kita mempunyai kawan
yang mengenal isi hati kita, kita harus merasa beruntung,
bukankah?"
"Betul! Jika aku mempunyai kawan serupa itu, matipun aku merasa
puas......"
"Bukankah aku, kawanmu yang demikian" Mengapa kau masih
merasa ragu untuk memberitahukan isi hatimu kepadaku?"
"Bie moay! Di sini bukan tempat yang baik untuk menuang isi hati
kita masing-masing! Aku akan memberitahukan kepadamu jika ada
kesempatan terluang."
"Percayalah, bahwa aku rela mengikutimu, atau dengan lain katakata aku rela sehidup semati bersama-samamu! Kau telah
233 beruntung dapat mewarisi ilmu silat Yu Leng, bolehkah aku
mengetahui kisahmu sewaktu masih berada di dalam lembah yang
seram itu?"
Wei Beng Yan yang sudah ditembusi panah asmara menarik napas
panjang, ia mendongak menatap lentera-lentera kertas dan mulai
dengan kisahnya.
"Lebih dari dua tahun yang lalu, aku telah bertekad membunuh
kedua iblis Soat-hay-siang-hiong dan Eu-yong Lo-koay yang telah
membunuh ayahku, tetapi ketiga musuhku itu demikian hebat ilmu
silatnya sehingga aku harus pergi ke lembah Yu-leng-kok untuk
menambah kepandaianku. Setelah tiba di depan lembah, aku
harus menunggu sampai tiga hari, dan selama tiga hari itu, tiaptiap hari aku melihat mayat manusia dilemparkan keluar dari mulut
lembah itu sehingga aku menjadi cemas sekali dan khawatir aku
akan gagal dalam usahaku menuntut balas, tetapi bintang
penolongku ternyata tidak berada di tempat yang jauh, dia yalah
Ouw Locianpwee yang rumahnya aku tumpangi selama tiga hari
itu....." "Ada hubungan apakah antara kau dan si orang she Ouw itu?"
tanya Siauw Bie.
"Hanya sebagai seorang sahabat......"
Sang Ratu Tawon 1 Raja Naga 09 Hantu Bersayap Si Pemanah Gadis 1
^