Pencarian

Antara Budi Dan Cinta 4

Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long Bagian 4


Lin Xiu membuka matanya. Betul saja Lu Xiang-chuan
tidak konsentrasi.
Segera Lin Xiu bertanya, "Apakah kau mau pergi?"
Lu Xiang-chuan tertawa kecil, istrinya sangat memahami
dia. Dengan lembut istrinya berkata, "Kau jangan khawatir,
aku akan menunggumu pulang."
Lu Xiang-chuan dengan lembut memeluknya. Dia
merasa salah meninggalkannya seorang diri.
Dengan lembut Lin Xiu. memandang suaminya. Dari
wajah Lu Xiang-chuan, Lin Xiu melihat bahwa tugas kali
ini pasti sangat berat dan membahayakan.
Biarpun dia merasa takut tapi dia tidak menanyakannya.
Biasanya suaminya akan menceritakannya sendiri.
Hanya di depan Lin Xiu, Lu Xiang-chuan akan
mengungkapkan rahasianya.
Tapi kali ini Lin Xiu menunggu lama Lu Xiang-chuan
baru berkata, "Apakah kau tahu penginapan Da Fang di
Hang-chou?"
Lin Xiu pasti mengingatnya. Di awal pernikahan,
mereka sering berjalan-jalan di daerah sana karena tidak
jauh dari penginapan ini adalah See-ouw yang
pemandangannya sangat indah.
Kata Lu Xiang-chuan, "Hari ini aku harus pergi ke sana
lagi untuk membunuh orang yang bernama Han Tang."
Lin Xiu mengerutkan dahi dan berkata, "Sepertinya
orang ini tidak begitu ternama, apakah harus kau sendiri
yang membunuhnya" Sebab aku belum pernah mendengar
nama orang ini."
"Dia tidak begitu ternama, orang yang menakutkan
belum tentu orang yang sudah mempunyai nama."
"Apakah orang itu yang sangat menakutkan?"
Lu Xiang-chuan menarik nafas, "Dia adalah orang yang
paling menakutkaa"
Lin Xiu melihat Lu Xiang-chuan begitu ketakutan begitu
dia mengatakan Han Tang. Lin Xiu tahu bahwa Lu Xiangchuan
tidak mau pergi tapi dia tidak akan melarangnya
pergi. Lin Xiu tahu perintah Lao-bo harus dilaksanakan.
Setelah lama Lin Xiu berkata, "Maukah kau minum
kuah ayam dulu baru pergi?"
"Aku tidak bisa minum dulu karena aku tidak bisa
minum kuah ayam baru pergi."
Begitu perkataannya habis, dia sudah melangkah keluar.
Dia tidak tega melihat mata istrinya.
Pandangan mata ini membuat laki-laki hilang
keberaniannya. Begitu Lu Xiang-chuan keluar, Lin Xiu berteriak,
"Apakah kau bisa pulang lusa karena hari itu adalah hari
ulang tahunku."
Lu Xiang-chuan tidak menjawab, dia membalikkan
tubuh dan memeluk istrinya dengan erat.
Pelukan ini sangat erat sepertinya ini adalah pelukan
terakhir. Hati Lin Xiu hancur karena pelukan ini, tapi dia
berusaha tabah supaya air matanya tidak tumpah di depan
suaminya. Setelah lama Lu Xiang-chuan baru melepaskannya, tibatiba
dia berkata, "Jangan lupa mengantarkan dua pasang
burung merpati untuk Feng Hao sebab dia sudah lama
memintanya."
Lin Xiu membawa sangkar burung merpati, air matanya
masih menetes. Burung merpati adalah binatang yang dia sukai, tapi dia
lebih cinta suaminya. Biarpun dia tidak rela memberikan
merpati yang dia besarkan dengan susah payah tetapi katakata
suaminyalah yang lebih kuat dari pada perintah Laobo.
Ooo)dw(ooO Feng Hao menerima merpati itu dengan sangat senang
dan berterima kasih.
Dia berkata, "Mengapa harus nyonya sendiri yang
mengantarkannya?"
Lin Xiu tertawa terpaksa dan berkata, "Sebelum Lu
Xiang-chuan pergi dia sudah berpesan kepadaku."
Tanya Feng Hao, "Sebelum nyonya pergi, apakah Tuan
Muda sudah pergi?"
"Dia baru pergi."
Feng Hao mengerutkan dahi dan berkata, "Aneh, kenapa
begitu tergesa-gesa?"
"Apakah kau ada perlu apa mencarinya?"
"Aku yang diperintah Tuan Muda untuk mencari orang,
seharusnya dia menunggu kabar dariku dulu, baru pergi,"
jawab Feng Hao ragu.
"Siapa orang yang dicarinya?" tanya Lin Xiu.
Dengan lama Feng Hao baru menjawab, "Marganya
Han." "Apakah namanya Han Tang?"
"Apakah nyonya mengenalnya?"
Lin Xiu menggelengkan kepalanya.
Dengan tertawa kecut Feng Hao berkata, "Waktu aku ke
sana, Han Tang sudah meninggal."
Sebenarnya tugas mereka sangat rahasia tapi karena
sudah lewat tugasnya membicarakannya juga sudah tidak
masalah. Apalagi Lin Xiu adalah istri Lu Xiang-chuan, tapi begitu
Lin Xiu mendengarkan ceritanya Feng Hao wajahnya
berubah dan tubuhnya pun gemetaran. Seperti kemasukan
roh. Dengan kaget Feng Hao bertanya, "Ada apa denganmu,
nyonya?" Lin Xiu sepertinya sudah tidak bisa mendengar lagi.
Dia hanya berbicara, "Han Tang sudah meninggal,
mengapa Lao-bo menyuruh Lu Xiang-chuan
membunuhnya.... mengapa?"
Tiba-tiba dia membalikkan badannya, seperti seekor
binatang yang sudah terkena panah.
Dengan terkejut Feng Hao memandangnya. Feng Hao
juga terpaku. Lao-bo sudah keluar dari semak-semak, waktu
ini adalah waktunya Lao-bo jalan-jalan santai.
Lao-bo melihat sangkar yang dipegang Feng Hao,
dengan tersenyum Lao-bo bertanya, "Apakah malam ini
kau akan memasak burung merpati ini sambil minum
arak?" Feng Hao cepat-cepat membungkukkan tubuhnya
dengan tersenyum dia berkata, "Sepasang burung merpati
ini tidak bisa dimakan"
"Mengapa tidak bisa dimakan?" tanya Lao-bo.
Dengan tersenyum Feng Hao berkata, "Karena ini
adalah burung merpati yang dipelihara oleh Liu nyonya.
Merpati ini adalah jenis merpati pos, jika aku memasaknya
Liu nyonya akan marah dan mungkin dia akan
membunuhku."
Mata Lao-bo mengecil tapi wajahnya tetap tidak ada
ekspresi. Dengan tersenyum Lao-bo bertanya, "Aku belum tahu
dia suka memelihara burung merpati."
"Hobi ini baru dia lakukan dan merpati pertama adalah
Tuan Lu Xiang-chuan yang membawanya dari utara."
Dari mata Lao-bo melihat dia sedang berpikir, dengan
pelan Lao-bo bertanya, "Hubungan suami istri itu apakah
baik?" Apakah hubungan suami istri sangat baik" Orang yang di
luar tidak akan mengerti.
Tapi pertanyaan Lao-bo harus dijawab.
"Sangat baik, seperti baru menikah," jawab Feng Hao.
"Suami istri jika hubungannya baik, apa pun akan
diceritakannya, apa ini betul?"
Feng Hao hanya bisa menjawab 'betul' karena dia belum
mempunyai istri.
Lao-bo tidak memperhatikan jawaban Feng Hao dan
Lao-bo bertanya lagi, "Menurutmu apakah Lu Xiang-chuan
akan. memberi tahu dia akan pergi ke mana kepada
isunya?" Kata-kata ini sudah bukan percakapan lagi. Jika salah
dijawab oleh Feng Hao akibatnya akan sangat fatal.
Dengan lama berpikir, Feng Hao baru menjawab, "Aku
pikir.... tidak akan diberitahu, karena Tuan Lu Xiang-chuan
tahu bahwa tugas kita sangat rahasia dan tidak akan
mengatakannya kepada siapa pun."
Lao-bo mengangguk, dia puas mendengar jawaban ini.
Dia juga bersiap mengakhiri percakapan ini.
Dengan tertawa Feng Hao berkata, "Walaupun Lu
Xiang-chuan sudah mengatakan kepada istrinya, itu juga
bukan yang sebenarnya. Nyonya kira kali ini Tuan Lu
Xiang-chuan pergi membunuh Han Tang."
Tiba-tiba Lao-bo merasa tubuhnya sangat dingin.
Sudah lama dia tidak mempunyai perasaan seperti ini
karena dia sudah lama tidak melakukan kesalahan.
Kesalahan kali ini kemungkinan adalah kesalahan yang
mematikan. Lao-bo sudah merasa telapaknya penuh dengan keringat
dingin dan dia langsung bertanya, "Dimana nyonya Lim
sekarang?"
"Dia pergi dengan tergesa-gesa sepertinya ingin pulang."
Tiba-tiba Lao-bo menggulungkan baju bagian lengan dan
meloncat keluar dengan suara rendah berkata, "Ikut aku!"
belum habis perkataannya, bayangannya sudah
menghilang. Feng Hao tidak segera mengikutinya karena dia sangat
terkejut. Pertama kali dia melihat kepandaiannya Lao-bo,
dia belum pernah melihat ada orang yang bisa meloncat
begitu tinggi. Kelihatannya sangat tidak mungkin, tapi ini adalah Laobo.
Dia sering melakukan hal yang tidak mungkin.
Ooo)dw(ooO BAB 6 Tempat tinggal Lu Xiang-chuan seperti bajunya, bersih,
sederhana dan tampak biasa.
Dia sangat tidak suka berlebihan. Dia tidak melakukan
hal yang aneh juga tidak mengeluarkan kata-kata yang
berlebihan karena dia menganggap berlebihan adalah suatu
pemborosan. Hanya orang bodoh baru melakukan
pemborosan. Orang yang bodoh pasti akan kalah akhirnya. Di rumah
Lu Xiang-chuan sangat sepi, tidak terlihat ada Lin Xiu,
hanya ada dua pembantu sedang menjahit baju.
Begitu melihat Lao-bo, mereka sangat terkejut. Lao-bo
seperti kilat langsung memasuki rumah, dengan berteriak
Lao-bo bertanya, "Di mana nyonya kalian?"
Dua pembantu itu dengan gemetar menjawab, "Di
kandang kuda."
Pesilat selalu senang kuda yang bagus tidak terkecuali
Lao-bo. Dia tidak suka menganggap kuda itu sebagai suatu
mainan, dia menganggap kuda adalah alat transportasi.
Lao-bo jarang mengatur kandang kudanya, dan penjaga
kandang kuda yang melakukankan tugas itu, oleh sebab itu
kuda-kudanya terpelihara dengan baik.
"Apakah istri Lu Xiang-chuan pernah kemari?"
"Nyonya baru saja keluar setelah membawa kuda lewat
pintu samping."
Wajah Lao-bo masih tidak menunjukkan suatu ekspresi.
Tiba-tiba Lao-bo berkata, "Feng Hao."
Biarpun Lao-bo tidak membalikkan tubuhnya, tetapi dia
tahu bahwa Feng Hao pasti ada di sisinya.
Betul saja, tidak lama Feng Hao menjawab panggilan itu,
"Ya."
"Kejar dia, bawa dia kembali!"
Feng Hao tidak bersuara, ternyata dia sudah ada di atas
kuda, tetapi kuda yang ditumpanginya belum dipasang
pelana. Kuda yang ditumpanginya melesat keluar dengan cepat.
Feng Hao sudah mengerti apa maksud Lao-bo, 'bawa dia
kembali'. Artinya hidup atau mati harus membawa dia
kembali. Ooo)dw(ooO Selembar kertas biasa, di atas kertas itu terdapat tulisan;
Lin Xiu: Orang Hang-chou, anak tanggal.
Ayah: Lin Zhong-yan, mempunyai satu adik laki-laki
yang bernama Lin Zhong-he. Menguasai kepandaian Shaolin,
senang berjudi, dan mempunyai istri muda.
Ibu: Li Qi. Sudah meninggal.
Dengan perlahan Lu Man-tian mengembalikan selembar
kertas itu kepada Lao-bo dan Lao-bo menyimpan kembali
kertas itu di dalam sebuah buku.
Buku-buku seperti itu banyak dimiliki olah Lao-bo. Lu
Man-tian tahu apabila seseorang belum meninggal pasti
Lao-bo mempunyai data-data orang tersebut.
Lao-bo kemudian mengeluarkan selembar kertas yang
berbeda. Lin Zhong-he: Orang tua sudah meninggal, mempunyai
seorang kakak laki-laki. Suka berjudi, menguasai
kepandaian Shao-lin, banyak hutang yang tiba-tiba
semuanya dapat dilunasi dalam waktu 2 tahun. Orang yang
melunasi hutang-hutangnya adalah Wan Peng-wang yang
diwakili oleh Jin-peng.
Tangan Lu Man-tian yang memegang kertas itu tiba-tiba
menjadi kaku, sepertinya dia sedang memegang sebongkah
es. Lao-bo terus memandanginya menunggu untuk
mengeluarkan pendapat.
Tanya Lu Man-tian, "Apakah istrinya adalah seorang
mata-mata?"
"Menggunakan burung merpati untuk memberitakan
kabar lebih baik dari pada dimasak untuk menemani
minum arak."
Lu Man-tian bertanya, "Apakah Lu Xiang-chuan
mengetahuinya?"
Lao-bo tidak segera menjawab pertanyaan ini, setelah
lama Lao-bo baru berkata, "Bila Lu Xiang-chuan menjadi
mata-mata dia tidak akan memberitahukan pada Lin Xiu."
"Kemanakah dia akan pergi" Perempuan yang serakah


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belum tentu adalah seorang perempuan yang pintar."
Lu Man-tian menarik nafas, "Kalau begitu, kita sudah
salah paham terhadap Lu Xiang-chuan. Ternyata dia bukan
orang semacam itu."
Lao-bo juga menarik nafas dan berkata, "Aku tidak
mengetahui bahwa dia bisa begitu percaya kepada seorang
perempuan."
Kata Lu Man-tian, "Beruntung dia masih bisa
mengalahkan Tie Peng."
"Kecuali Tie Peng masih banyak orang di penginapan itu
dan Wan Peng-wang juga sudah mempersiapkan umpan
untukku agar aku mengantarkan Lu Xiang-chuan ke
penginapan itu."
Wajah Lu Man-tian segera berubah, tiba-tiba dia
meloncat dan berkata pada Lao-bo, "Aku akan pergi, kita
tidak bisa membiarkannya mati."
"Kali ini aku yang berangkat."
Wajah Lu Man-tian berubah, "Anda akan pergi sendiri"
Mengapa Anda yang harus pergi sendiri menghadapi semua
bahaya ini?"
"Semua orang dapat melakukan hal ini, mengapa aku
tidak bisa?"
Kata Lu Man-tian, "Wan Peng-wang sudah memasang
umpan, mungkin umpan itu bukan ditujukan untuk Lu
Xiang-chuan melainkan kepadamu."
"Biarlah mereka berhadapan denganku, akan
kuperlihatkan bahwa seorang Sun Yu-bo tidak mudah
untuk dikalahkan."
Tubuh Lin Xiu menempel pada kuda seakan-akan dia
adalah bagian dari kuda itu.
Kuda yang ditunggangi oleh Lin Xiu adalah kuda yang
paling cepat diantara tiga ekor kuda yang paling bagus.
Mulai umur 5 tahun Lin Xiu sudah mahir menunggang
kuda. Waktu itu ayah dan pamannya sangat senang berjudi,
kadang-kadang mereka berjudi dan memenangkan banyak
uang, kehidupan Lin Xiu juga lumayan baik, sehingga dia
dapat membeli kuda.
Tetapi hal itu tidak lama, sebab berjudi seperti rawarawa,
setelah melangkah ke dalam sulit untuk kembali lagi.
Di dalam kandang sudah tidak ada seekor kuda pun,
maka dia tidak pernah merasa senang lagi.
Yang di wariskan ayahnya hanya hutang yang
menumpuk, dia menasihati ayahnya sampai lelah tetapi
tetap saja ayahnya berjudi. Demi mendapatkan uang
banyak maka itu dia menikahi Lu Xiang-chuan.
Namun Lin Xiu tidak pernah menyesali pernikahannya
dengan Lu Xiang-chuan, sebab dia adalah seorang suami
yang baik, teman yang terbaik dan kekasih yang paling
lembut. Lu Xiang-chuan sangat menyayangi istrinya, dan istrinya
membalas perasaannya.
Tangannya sudah basah, air mata Lin Xiu terus mengalir
dan menetes pada tangannya. Dia sangat ketakutan, takut
ketika kuda yang ditungganginya roboh dan tidak bisa
bangun lagi. Tiba-tiba kuda yang ditungganginya roboh, seakan-akan
ada sebuah palu raksasa dari langit yang memukul kuda itu.
Lin Xiu terjatuh dari kuda dan dia merasa sangat pusing,
dia merasakan rasa asin di sudut mulutnya.
Apakah ini darah"
Lin Xiu berusaha untuk bangun tetapi seketika itu juga
dia menjerit, dia melihat kuda yang tadi dia tumpangi. Dia
mencuri seekor kuda berwarna putih tetapi kuda itu
sekarang berubah menjadi warna kehitam-hitaman. Darah
yang keluar dari mulut kuda itu pun berwarna merah
kehitaman. Pada tubuh kuda itu tidak ada luka, apakah
kuda itu keracunan"
Siapa yang meracuni kuda itu" Untuk apa kuda ini
diracuni hingga mati" Apakah semua ini termasuk rencana
mereka dan ada yang mengetahui bahwa dia akan
menunggang kuda ini"
Tubuh Lin Xiu tiba-tiba menjadi dingin, segera dia
berlari. Belum jauh berlari, dia sudah menabrak seeorang.
Tubuh orang ini sangat keras dia pun segera terjatuh,
dari bawah dia melihat ke arah orang ini. Tawa orang ini
sangat menyeramkan.
Di dalam hati Lin Xiu, Feng Hao adalah seorang teman
yang baik dan anak buah Lu Xiang-chuan yang paling setia
dia tidak menyangka bahwa Feng Hao bisa tertawa begitu
seram. Sekarang dia sudah mengerti bahwa semua ini adalah
bagian dari rencana busuknya. Yang meracuni kuda putih
itu pun pasti dia, namun dia tidak mengerti untuk apa Feng
Hao merencanakan hal ini"
Kebanyakan perempuan ditakdirkan untuk bisa menjadi
pemain sandiwara yang baik. Begitu pula dengan Lin Xiu,
dia berdiri. Wajahnya yang tadi ketakutan dan penuh
dengan kemarahan sudah tidak terlihat lagi, sebaliknya dia
kelihatan sangat senang dan ceria.
Sambil tertawa Lin Xiu berkata, "Aku tidak menyangka
akan bertemu denganmu di sini, ini pasti hari
keberuntunganku."
Feng Hao memandanginya pelan-pelan dan menggelenggelengkan
kepalanya, berkata, "Bukan, hari ini bukanlah
hari keberuntunganmu"
Lin Xiu menarik nafas dan mengatakan, "Seharusnya
aku tidak memilih kuda ini."
"Sebenarnya kuda yang di dalam kandang hanya kuda
inilah yang sudah dipasang pelana."
"Waktu itu aku merasa sangat beruntung, karena aku
tidak tahu bahwa kuda ini dapat berlari sangat cepat."
Lin Xiu melihat kuda yang ditunggangi oleh Feng Hao,
kuda itu belum dipasang pelana dan dia bertanya pada Feng
Hao, "Kuda yang kau tunggangi apakah kuda yang tercepat
pula?" "Kuda tercepat baru bisa mengejar kuda cepat lainnya."
"Apakah kau sengaja mengejarku?" tanya Lin Xiu purapura.
Feng Hao mengangguk.
"Mengapa?"
"Lao-bo menyuruhmu untuk pulang."
Lin Xiu tertawa, katanya, "Sebetulnya aku juga ingin
pulang tetapi dalam beberapa hari ini aku merasa sangat
bosan dan kesal, oleh sebab itu aku menunggang kuda ini
untuk berjalan-jalan. Apakah kau tahu bahwa aku selalu
menunggang kuda?"
Lin Xiu menepuk-nepuk tanah yang menempel di
bajunya dan bertanya, "Bagaimana kita pulang" Apakah
menunggang satu kuda berdua?"
"Sepertinya harus demikian."
Lin Xiu pelan-pelan mendekati Feng Hao dengan
tertawa dia berkata, "Sejak dulu aku menunggang kuda
hanya dengan Lu Xiang-chuan tidak pernah bersama orang
lain. Apakah kau ingin membuatnya cemburu?"
Tiba-tiba dia lari dari sisi Feng Hao dan berkata, "Lebih
baik aku pulang sendiri dengan menunggang kuda ini, dan
kau belakangan baru pulang."
Belum habis kata-kata ini dia sudah ada di punggung
kuda itu, siap untuk melarikan diri.
Tiba-tiba tangannya dipegang oleh seseorang.
Segera dia diseret turun dari kuda dan Lin Xiu terjatuh
ke tanah. Lin Xiu berteriak, "Mengapa kau tidak sopan
kepadaku"!"
Dengan dingin Feng Hao memandangnya dan berkata,
"Aku tidak mau melayani sandiwaramu."
"Sandiwara apa" Apa maksudmu?"
"Kau tentu tahu maksud kedatanganku kemari, dan aku
juga tahu kemana tujuanmu sebenarnya."
Tiba-tiba Lin Xiu mengangkat kepalanya dengan mata
yang penuh kesedihan dia berkata, "Mengapa kau tidak
membiarkanku pergi, Lu Xiang-chuan sudah berbaik hati
kepadamu. Aku hanya ingin memberitahumu untuk tidak
melakukan suatu kebodohan."
Dengan dingin Feng Hao berkata, "Hal yang
diperintahkan oleh Lao-bo bukanlah hal yang bodoh."
"Tapi.... tapi kali ini tidaklah sama, Han Tang
sebenarnya sudah meninggal tetapi dia masih tetap
memerintahkan Lu Xiang-chuan untuk membunuhnya."
"Aku hanya melakukan tugas yang diberikan Lao-bo
padaku tidak pernah menanyakan hal lainnya. Kali ini dia
memerintahkanku untuk membawamu pulang."
Lin Xiu menangis dan berkata, "Kau dapat mengatakan
pada Lao-bo bahwa kau tidak bertemu denganku."
Dengan dingin Feng Hao bertanya, "Mengapa aku harus
melakukan hal itu?"
Kata Lin Xiu dengan lirih, "Karena.... karena aku akan
membalas kebaikanmu."
"Dengan cara apakah kau akan membalas kebaikanku?"
Lin Xiu menegakkan dadanya dan berkata, "Asal aku
bisa bertemu dengan Lu Xiang-chuan, apa pun yang kau
minta akan kuberikan padamu."
Feng Hao segera tersenyum, senyuman ini mengandung
niat yang tidak baik.
Dia melihat tubuh Lin Xiu yang putih dan mulus dengan
sekata demi sekata dia berkata, "Apakah betul semua akan
kau berikan?"
Biarpun Lin Xiu sudah menikah lama tetapi tubuhnya
masih tetap bagus dan seksi.
Dia mengenal tubuhnya dengan baik dia selalu
membanggakan tubuhnya. Hal ini membuat suaminya
selalu bergairah padanya.
Tetapi dia belum pernah memikirkan laki-laki lain selain
suaminya. Di matanya hanya ada suaminya dia tidak ingin
laki-laki lain memegang tubuhnya.
Tetapi tawa Feng Hao membuatnya Lin Xiu berpikir
demikian. Bila seorang perempuan demi menolong suaminya dan
kehilangan kesuciannya apakah perbuatan itu masih dapat
dimaafkan"
Yang lebih penting apakah suaminya mengetahui
perbuatannya dan apakah suaminya dapat memaafkan
perbuatannya"
Feng Hao dengan diam memandanginya dan sedang
menunggu jawabannya.
Lin Xiu menggigit mulutnya sendiri, "Bila aku
memenuhi permintaanmu apakah kau akan
melepaskanku?"
Feng Hao mengangguk.
Luka dimulut Lin Xiu mulai mengeluarkan darah lagi
dan dia menelan kembali darah itu kemudian bertanya,
"Kapan kau mau melakukannya?"
"Sekarang."
Lin Xiu mengepalkan tangannya dengan perlahan
mengikuti Feng Hao.
Jalan ini menuju taman bunga milik Lao-bo, kecuali
tamu Lao-bo biasanya tidak ada orang lain yang akan lewat
jalan ini. Di sisi jalan itu adalah hutan yang lebat.
Feng Hao berdiri di bawah pohon yang besar dan dia
menunggu Lin Xiu.
Pelan-pelan Lin Xiu mendekati Feng Hao tetapi
wajahnya tidak menampakkan ekspresi apa-apa. Lin Xiu
menganggap orang ini adalah seekor anjing siapa pun juga
pasti bisa digigit anjing.
Nafas Feng Hao jadi berat dan kasar, dia berkata kepada
Lin Xiu, "Bagaimana bila disini" Aku jamin kau pasti
belum pernah menikmati hal seperti ini."
"Aku bukanlah seekor anjing."
"Lambat laun kau akan mengerti bahwa kadang-kadang
lebih baik menjadi anjing dari pada menjadi manusia."
Dengan kasar dia menarik Lin Xiu ke hadapannya.
Tubuh Lin Xiu kaku seperti sebuah kayu, dia menggigit
bibirnya dengan giginya sendiri dan berkata, "Cepat kau
selesaikan dan aku akan segera pergi."
Tangan Feng Hao sudah menyelip masuk dalam baju
Lin Xiu, dia meremas dada Lin Xiu yang hangat.
Jari-jari tangannya sudah memainkannya. Tangannya
kasar dan gemetar. Tubuh Lin Xiu pun gemetaran. Tadinya
dia menyangka bisa menahan penghinaan ini, tetapi
sekarang dia tidak sanggup menahannya lagi.
Tiba-tiba dia mendorong tubuh Feng Hao dan
menampar wajahnya.
Karena ditampar Feng Hao menjadi bengong.
Lin Xiu mendorongnya kuat-kuat dan dia sendiri
mundur sampai menabrak sebuah pohon yang besar,
sepasang tangannya menutup dadanya dan dia berkata,
"Lebih baik kau bawa aku menghadapi Lao-bo!"
Feng Hao hanya memandanginya dari matanya yang
makin lama memancar kemarahan. Tiba-tiba Feng Hao
tertawa dengan sinis, "Pulang" Apa kau masih mempunyai
kesempatan untuk pulang?"
"Kau ingin membunuhku?" tanya Lin Xiu terkejut.
"Kau Harus mati!"
"Mengapa harus begitu?"
"Karena kau harus menjadi kambing hitam."
Semua bagian tubuh Lin Xiu menjadi dingin, tetapi
wajahnya menjadi panas.
"Mengapa kau masih ingin aku melakukan hal itu?"
"Seorang laki-laki jika mempunyai kesempatan pasti
tidak akan melepaskannya begitu saja," jawab Feng Hao
tenang. Lin Xiu menjadi sangat marah, dia mendekati Feng Hao
ingin rasanya dia mencekik leher orang ini. Lin Xiu seorang
yang tidak sanggup memotong ayam tetapi sekarang dia
ingin membunuh orang yang ada di hadapannya.
Tetapi sayang, tangan Feng Hao lebih cepat dari
padanya, suatu benda yang seperti besi sudah mengenai
hidungnya. Sakit pun sudah tidak sempat dirasakannya lagi,
dia sudah roboh. Setelah lama dia baru merasakan sakit dan
kesedihan. Sekarang dia sudah tidak marah atau terhina, dia hanya


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terus menerus memanggil nama suaminya.
Hanya satu keinginannya yaitu kematian, lebih cepat
mati lebih baik.
Dia tetap tidak dapat melupakan suaminya.
Dia hanya ingin suaminya tahu bahwa dia sangat
mencintainya. Dan dia ingin tahu bahwa demi suaminya
dia bisa menahan semua penghinaan dan siksaan.
Apakah Lu Xiang-chuan akan mengetahuinya"
Lu Xiang-chuan melihat sepiring ayam yang masih
hangat, sebenarnya dia sangat menyukai hidangan itu.
Ayam yang dicampur dengan jamur, dia lebih suka lagi
dengan ayam bakar.
Dua macam sayur ini sering dimasak oleh istrinya.
Setiap kali Lu Xiang-chuan mengalami kesulitan dalam
pekerjaannya atau sedang menghadapi kejenuhan, istrinya
selalu menyiapkan kedua hidangan ini.
Sudah lama dan menjadi kebiasaan Lu Xiang-chuan
selalu menghabiskan hidangan-hidangan itu.
Hal ini hanya dia sendiri yang mengetahuinya.
Sepuluh tahun yang lalu dia ingin makan ayam pun
sangat sulit dan pada waktu itu bisa makan saja merupakan
suatu keberuntungan.
Semenjak kecil Lu Xiang-chuan tidak mempunyai orang
tua. Dia hanya tinggal bersama pamannya Lu Man-tian,
tetapi dalam satu tahun dia belum tentu bisa bertemu
dengan pamannya itu.
Dia selalu ingat jika pamannya pulang pasti dengan
tergesa-gesa kalau tidak pasti pulang dengan keadaan luka
parah. Dia tidak mengetahui pekerjaan pamannya yang
sebenarnya. Sampai pada 2 hingga 3 tahun lalu, Lu Man-tian
memberitahu pada Lao-bo untuk menjadikannya sebagai
pelayan, makin lama dia makin mengetahui jenis pekejaan
yang mereka lakukan. Dia ikut pula dalam perkumpulan
itu. Pekerjaan itu bukanlah kesenangannya, tetapi dia
percaya bahwa pekerjaannya akan membuatnya menjadi
terkenal oleh karena itu dia belajar dengan cepat dan rajin.
Sekarang setiap hari dia dapat makan ayam bakar, hal ini
sangat tidak mudah. Hal ini adalah hasil perjuangannya
dengan susah payah dan kerja keras.
Sekarang ayam bakar sudah terhidang di hadapannya
tetapi dia tidak menikmatinya. Apakah ini adalah sebuah
karma" Apakah dalam hatinya juga merasa ada sesuatu yang
akan terjadi" Atau dia merasa kedudukannya terancam"
Atau dia merasakan adanya bahaya yang mendekatinya"
Atau merasa susah untuk bertemu dengan istrinya lagi"
Hari menjelang sore Tie Peng dan Han Tang belum
muncul. Mengapa sampai sekarang mereka belum muncul"
Apakah rencana mereka berubah"
Apakah mereka mengetahui bahwa Lu Xiang-chuan
sedang menunggu di sini"
Lu Xiang-chuan percaya bahwa Han Tang tidak akan
bisa mengenalinya, karena dia sudah merubah mukanya
dengan menggunakan obat dan dia menambahkan dengan
kumis palsu. Dia terlihat 20 tahun lebih tua dari usia sebenarnya.
Waktu dia datang, tamu-tamu sudah memenuhi 2 meja,
sekarang sudah menjadi 4 meja.
Dari tempatnya dia dapat mengawasi orang yang datang
dan keluar. Lampu pintu besar sudah dinyalakan.
Lu Xiang-chuan sudah memesan arak lagi. Biarpun
harus menunggu lama dia harus tetap menunggu.
Dia tidak suka minum arak, dia meminta arak karena
terpaksa, bila seorang menunggu lama tidak minum arak itu
adalah hal yang aneh.
Dia juga sebenarnya tidak suka menunggu orang, tetapi
dia harus tetap melakukannya.
Ooo)dw(ooO Sebuah kereta kuda berjalan ringan dan kokoh.
Kuda yang menarik kereta itu adalah kuda pilihan.
Kusirnya pun seorang yang handal, kereta kuda itu berjalan
sangat cepat. Lu Man-tian sedang duduk miring di dalam kereta,
kelihatannya dia sangat santai. Tetapi lempeng besi yang
dipegangnya terus berbunyi.
Lao-bo memandanginya dan bertanya, "Kau sedang
memikirkan apa?"
Lao-bo mengetahui jika lempeng itu terus berbunyi maka
Lu Man-tian pasti sedang berpikir keras.
Lu Man-tian hanya tertawa tetapi dia tidak mengatakan
apa-apa. Tidak lama Lao-bo juga tertawa dan berkata, "Aku
tahu kau sedang memikirkan apa?"
"Oh."
"Apakah kau sedang teringat ketika kita dulu hidup
sangat sengsara?"
Lu Man-tian mengangguk.
Kata-kata Lao-bo tidak salah. Dulu kehidupan mereka
sangat tidak enak. Mereka pernah melakukan banyak hal.
Mata Lao-bo berkilau dan dia bertanya, "Apakah kau
ingat ketika kita menghadapi Yuan Lao-da?"
Lu Man-tian tentu saja ingat, sampai mati pun dia masih
ingat kejadian itu.
Yuan Lao-da adalah ketua perkumpulan, dia menguasai
pedagang-pedagang kaya sepanjang Chang-jiang.
Ilmu silat yang digunakan Yuan Lao-da adalah ilmu
setan pengisap darah.
Mengenai kepandaian, jenis ini banyak cerita di dalam
dunia persilatan, gerakannya sangat misterius dan sangat
menakutkan. Banyak orang menganggap bahwa ini bukan
suatu ilmu kepandaian melainkan suatu ilmu gaib.
Tidak ada orang yang berani melawan ilmu gaib tetapi
Lao-bo mencobanya.
Lao-bo dan Yuan Lao-da mengadakan perjanjian untuk
bertemu disuatu tempat. Lao-bo membuat Yuan Lao-da
percaya bahwa mereka menunggu di tempat yang
disepakati tetapi Lao-bo dan anak buahnya menggerebek
tempat tinggal Yuan Lao-da, menarik dia keluar dari
selimut yang hangat. Lao-bo memakunya di pintu besar
rumahnya sendiri.
Yuan Lao-da mati dia hanya mengucapkan satu kata,
"Kalian sangat cepat datang."
Cepat, dengan kecepatan akan membuat orang tidak
mempunyai persiapan dan tidak bisa melawan.
Itu adalah salah satu rahasia Lao-bo dalam memimpin.
'Cepat' kata ini mudah diucapkan tetapi seumur hidup
Lu Man-tian hanya seorang yang dapat melakukannya,
orang itu adalah Lao-bo.
Tetapi kejadian itu sudah berlangsung beberapa tahun
yang lalu, apakah Lao-bo masih tetap seperti dulu"
Mata Lu Man-tian sangat tegang.
Lao-bo hanya tersenyum dalam senyum dia berkata,
"Memang hari-hari seperti dulu tidaklah enak tetapi sangat
menyenangkan."
Tiba-tiba Lu Man-tian bertanya, "Apakah kau masih
ingat ketika kita menghadapi si Jenggot Couw?"
Kali itu gerakan mereka juga sangat cepat, dengan cepat
mereka masuk dalam wilayah si Jenggot Chou, mereka
berangkat dengan 13 orang tetapi yang tersisa hanya 2
orang. Setelah pulang Lu Man-tian harus beristirahat di tempat
tidur 2 bulan setelah itu dia baru bisa duduk untuk makan.
Dengan perlahan Lao-bo berkata, "Aku masih ingat,
semenjak itu aku tidak akan melakukan kesalahan yang
sama lagi."
Lu Man-tian bertanya, "Bagaimana kali ini?"
Lao-bo tetap tertawa, tetapi mukanya terlihat sedikit
kaku. Ooo)dw(ooO BAB 7 Lu Xiang-chuan tidak mengenal Rang Gong, karena dia
belum pernah bertemu dengannya.
Tapi begitu masuk ke penginapan Tai-hong, Lu Xiangchuan
langsung mengenalnya.
Fang Gang adalah Tie Peng, orang ini benar-benar
seperti terbuat dari besi.
Baju yang dia pakai berwarna putih tapi bagian tubuh
yang tidak tertutup baju, hitam seperti besi. Di bawah sinar
lampu, tubuh ini berkilauan dan tampak berminyak.
Pandangannya begitu tajam, mulutnya selalu
dikatupkan. Langkah berjalannya pun sangat aneh setiap
dia melangkah sepertinya mengeluarkan tenaga yang besar
sehingga rumah terasa ada gempa kecil.
Lu Xiang-chuan belum pernah bertemu dengan orang
yang begitu sehat dan kokoh seperti ini selain Sun Jian. Saat
Fang Gang memasuki penginapan, semua orang menahan
nafas karena tiba-tiba napas mereka merasa sesak.
Masih ada orang yang berjalan di depannya, tidak perlu
ditanyakan lagi, mereka tentunya adalah pengawal Fang
Gang yang merupakan pengawal pilihan.
Kemana pun dia pergi, dia selalu menjadi sorotan mata
orang-orang. Fang Gang segera duduk setelah menemukan tempat
yang strategis, secara otomatis para pengawalnya berdiri di
belakangnya. Biasanya pada saat dia duduk semua orang
harus berdiri, karena orang-orang tidak mau duduk
berbarengan dengannya.
Lu Xiang-chuan merasa lega.
Lu Xiang-chuan teringat kepada kata-kata Sun Jian,
"Bila Fang Gang minum dia akan selalu mengangkat
kepalanya dan pada saat itu pula matanya akan melihat
keadaan di sekelilingnya."
Tapi pada saat Lu Xiang-chuan minum kepalanya selalu
ditundukkan, sepertinya yang menarik bagi dia adalah arak.
Orang pertama yang dilihat olehnya adalah Lin Zhong-he.
Orang yang belajar kepandaian Shao Lin selalu terlihat
berotot. Lin Zhong-he pun seperti itu, Namun beberapa
tahun belakangan ini hidupnya membaik karena hutangnya
sudah lunas maka perutnya lebih maju dari pada dadanya.
Begitu dia memasuki penginapan dia segera menghadap
Fang Gang, dia membungkukkan badannya memberi
hormat kepada Fang Gang.
"Apakah kau yang bermarga Lin?" tanya Fang Gang.
"Betul, aku adalah Lin Zhong-he."
Fang Gang mengangkat gelasnya dan bertanya lagi,
"Apakah kau jago minum?"
"Aku masih bisa minum 2 gelas arak lagi," jawab Lin
Zhong-he tertawa.
Lin Zhong-he memindahkan kursi mendekati Fang Gang
kemudian menuangkan arak ke dalam gelas.
Tiba-tiba Fang Gang menyiramkan arak itu ke wajah Lin
Zhong-he kemudian dengan sinis dia bertanya, "Kau ini
siapa"! Apa kau merasa pantas minum arak bersamaku!"
Lin Zhong-he terpaku dan wajahnya menjadi merah.
Sun Jian terlihat lebih kuat dari Fang Gang, mungkin itu
yang menyebabkan Sun Jian mati lebih awal.
Tapi bagaimana dengan Han Tang"
Lu Xiang-chuan dengan perlahan menghirup araknya,
Fang Gang pun terlihat sedang minum arak hanya dengan
satu kali teguk saja araknya sudah memasuki
tenggorokannya.
Di kota Hang Zhou walaupun Lin bukan orang yang
terkenal, pada saat dia masih memiliki banyak hutang, dia
belum pernah dihina orang sampai separah itu.
Fang Gang dengan suara yang bernada kasar berkata,
"Keluar kau! Keluar!"
Lin Zhong-he tiba-tiba menggebrak meja kemudian
meloncat dengan marah sambil berkata, "Siapa kau! Berani
menyuruhku pergi!"
Kata-kata Lin Zhong-he belum habis perutnya sudah
kena kepalan tangan Fang Gang.
Kepalan tangannya keras seperti besi dan perut Lin
Zhong-he sangat lembek, karena itu Lin Zhong-he merasa
sangat kesakitan hingga membungkukkan badannya.
Fang Gang membalikkan meja makan yang berada di
hadapannya dan meja itu mengenai kepala Lin Zhong-he,
kuah panas telah menyirami kepalanya.
Melihat keadaan Lin Zhong-he seperti itu malah
membuat para pengawal Fang Gang tertawa terbahakbahak.
Lu Xiang-chuan mulai merasa marah, karena bagaimana
pun Lin Zhong-he adalah paman Lin Xiu, istrinya.
"Bawalah orang ini keluar! Tinggalkan dia di hutan,
sebelum hari terang jangan biarkan dia pulang!" kata Fang
Gang dingin. Segera 2 orang pengawal menyeret Lin Zhong-he keluar
dari penginapan.
Lin Zhong-he mulai memberontak, walaupun perutnya
lembek namun tangannya masih memiliki tenaga, dia
pernah belajar kepandaian Shao Lin. Meskipun orang-orang
yang menyeretnya sangat kuat namun pada saat dia
memberontak tangannya bisa terlepas dari cengkraman
orang-orang itu bahkan ada yang terjatuh.
Lin Zhong-he membalikkan tubuhnya dan memukul
pengawal yang satunya lagi.
Tiba-tiba dia mendekati Lu Xiang-chuan dengan
terengah-engah dia berkata, "Pergi! Cepatlah pergi! Mereka
datang ke sini hanya untuk membunuhmu!"
Keluarga adalah keluarga, Lin Zhong-he masih bisa
mengenali Lu Xiang-chuan.
Lu Xiang-chuan merasa sangat terkejut namun dia
berusalia untuk menutupinya, "Aku tidak mengenalmu."
Lin Zhong-he dengan marah berkata, "Kau tidak perlu
membohongiku lagi, saat kau tiba di tempat ini, mereka
sudah tahu...."
Kalimat ini belum habis dikatakan.
Orang yang didorong olehnya tadi sudah
menghampirinya. Seorang menarik leher bajunya, yang satu


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi mengangkat kursi kemudian dipukulkan ke arah Lin
Zhong-he. Fang Gang memukulnya dengan keras dengan sinis dia
berkata, "Hei, kau yang bermarga Lu, keluarlah untuk
bertarung denganku!"
Mulut masih berbicara namun orang tersebut sudah
seperti seekor macan siap mencakar Lu Xiang-chuan.
Perubahan ini sungguh tidak disangka-sangka, sangat
mengejutkan semua orang.
Sepertinya Lu Xiang-chuan belum siap menerima
pembahan yang mendadak. Dia masih duduk di kursi
bahkan bergerak pun dia belum sempat.
Tetapi pada saat Fang Gang mendekatinya tiba-tiba
tubuhnya sudah meluncur ke bawah, seperti seekor ikan
yang meluncur melewati meja. Tangannya sudah
memegangi kaki orang yang berada di dekatnya.
Orang ini baru saja memukul kursi ke pinggang Lin
Zhong-he, tiba-tiba ada sepasang kaki yang mengenai
pinggang orang itu dan dalam sekejap orang itu sudah
melayang terbang jauh.
Ternyata Lu Xiang-chuan yang melempar orang itu dan
kaki sebelah kanan menendang pengawal yang lain.
Orang ini terlihat sangat kesakitan, sepasang kalanya
tidak bisa berdiri lagi, air mata dan keringat dingin samasama
mengalir keluar. Dan dia pun tahu bahwa seumur
hidupnya dia tidak akan bisa berdiri lagi.
Lu Xiang-chuan menarik Lin Zhong-he yang terjatuh
kemudian berkata, "Cepat carilah Lao-bo!"
Lin Zhong-he mengangguk mengerti dia segera berlari
keluar tapi di depan dia sudah dihadang oleh 3 orang
pengawal. Golok yang dipegang oleh mereka tampak
berkilauan. Lin Zhong-he selangkah demi selangkah mundur, dia
melihat ada cahaya hitam yang melewati tangannya, dan
tiba-tiba saja 2 orang pengawal yang berada di hadapannya
sudah roboh. Lin Zhong-he pun tahu bahwa Lu Xiang-chuan sudah
mengeluarkan senjata rahasianya.
Tiba-tiba Fang Gang berteriak, "Awas dengan senjata
rahasianya!"
Fang Gang mengangkat kursi yang berada di
hadapannya kursi ini dijadikan perisai olehnya dan dia
berusaha mendekati Lu Xiang-chuan sekali lagi.
Lu Xiang-chuan berdiri sambil terus menunggu Fang
Gang. Dia mendekati Fang Gang seperti seekor
kalajengking. Saat dia diam dia seperti orang yang sopan
dan terpelajar.
Wajahnya selalu tersenyum, saat melihat Fang Gang dia
berkata, "Kau sendiri pun harus hati-hati dengan senjata
rahasiaku."
Fang Gang terlihat sangat marah dan dia meloncat.
Tiga buah kilauan benda mendekati bagian bawah
tubuhnya. Namun pada saat itu dia belum melihat Lu
Xiang-chuan mengeluarkan senjata rahasianya sepertinya
cahaya ini keluar dari bawah tanah, mungkin bila dia tidak
sempat menghindar dia tidak akan bisa bangun lagi.
Dengan tersenyum Lu Xiang-chuan berkata, "Aku sudah
memberitahumu, hati-hati dengan senjata rahasiaku."
Lu Xiang-chuan terlihat sangat tenang karena dia tahu
dia yang akan menang.
Tubuh Fang Gang masih melayang di udara, tubuhnya
sangat besar dan menjadi sasaran empuk senjata rahasia Lu
Xiang-chuan. Lu Xiang-chuan selalu membawa 4 jenis senjata rahasia.
Setiap jenis terdapat tiga buah benda semuanya dilontarkan
pada saat yang bersamaan.
Saat itu senyum Lu Xiang-chuan tiba-tiba menjadi kaku.
Dia merasa ada sepasang tangan yang memeluk
pinggang dan tangan ini sepertinya mempunyai tenaga yang
sangat besar. Lu Xiang-chuan tahu bahwa dia tidak akan
bisa melepaskan cengkraman tangan ini.
Bila saja dia tadi bersikap hati-hati, tidak akan ada orang
yang bisa memeluk pinggangnya dari belakang dan tidak
ada orang yang dapat membokong dirinya.
Tubuh Lu Xiang-chuan sudah dibanting oleh Lin Zhonghe,
tubuh Fang Gang berputar kemudian mendarat di
hadapan Lu Xiang-chuan. Satu kaki menginjak dadanya
dan kaki yang lain menginjak perutnya. Seperti seorang
pemburu yang sedang menginjak seekor kambing hutan
yang sudah terkena panah. Wajah yang hitam sudah
tertawa dengan penuh kemenangan.
Dengan tertawa terbahak-bahak dia berkata, "Hei, kau
yang bermarga Lu, orang-orang sering berkata bahwa kau
adalah seorang yang banyak akal, namun dengan cara
seperti ini saja kau sudah tertipu mentah-mentah."
Mata Lu Xiang-chuan terlihat keras seperti batu hitam
yang dingin, kemudian dia berkata, "Sebenarnya kau yang
harus berterima kasih kepadaku."
"Mengapa aku harus berterima kasih kepadamu?" tanya
Fang Gang. "Bila bukan karena saudaraku yang membantu, apakah
kau bisa memang?"
"Benar. Kau mempunyai saudara yang baik, seharusnya
pada saat kau menikah kau sudah harus berhati-hati," kata
Fang Gang tertawa.
Lin Zhong-he mulai berdiri, dari sorotan mata yang
dilihat oleh Lu Xiang-chuan terlihat ada penyesalan,
kemudian dengan perlahan dia berkata, "Jangan salahkan
aku, karena aku bekerja untuk orang lain."
Lu Xiang-chuan dengan ringan berkata, "Bila aku jadi
dirimu aku juga akan berbuat hal yang sama."
Kemudian Lu Xiang-chuan bertanya, "Hanya ada satu
hal yang tidak kumengerti...."
"Mengenai apa?" tanya Lin Zhong-he.
"Di dalam perkumpulan Wan Peng-wang banyak orang
yang kuat, mengapa kau memilih keledai bodoh ini menjadi
temanmu dan membiarkan dia menghina dirimu?"
"Siapa yang kau maksud?" kata Fang Gang marah.
"Kecuali dirimu tidak ada keledai bodoh yang kedua."
Kaki Fang Gang masih menginjak dada Lu Xiang-chuan
dengan marah Fang Gang kembali menjejakan kakinya
keras-keras ke tubuh Lu Xiang-chuan.
Tubuh Lu Xiang-chuan gemetar karena menahan sakit
namun dia tetap mengatupkan mulutnya erat-erat supaya
suaranya tidak keluar.
"Bagaimana rasanya sekarang?" tanya Fang Gang.
Lu Xiang-chuan hanya diam memandangnya dengan
perlahan dia tertawa, dan berkata, "Kau terlihat sangat
pintar, tapi bila sedang bertarung kau seperti seorang
perempuan."
Fang Gang benar-benar sangat marah kemudian dia
meloncat, dia langsung menendang tulang rusuk Lu Xiangchuan.
Sekali pun Lu Xiang-chuan memejamkan matanya
karena menahan sakit, Fang Gang tetap tidak berhenti. Dan
Lu Xiang-chuan tetap tidak mengeluh mau pun mengelak.
Lin Zhong-he membalikkan tubuhnya, dia tidak tega
melihatnya. Tiba-tiba tendangan Fang Gang berhenti dengan tertawa
dia berkata, "Sekarang aku sudah mengerti maksudmu."
Lu Xiang-chuan menggentakkan giginya dan berusaha
berbicara, "Apakah seekor keledai bodoh bisa mengerti
maksud orang?"
Wajah Fang Gang berubah lagi tapi dia berusaha untuk
tertawa kemudian dia berkata, "Kau ingin mati lebih cepat
bukan?" Lu Xiang-chuan mengatupkan mulutnya lebih erat lagi,
"Tenanglah, kau tidak akan mati semudah itu, aku akan
membuatmu menyesal karena pernah hidup."
"Bila kau terus membiarkan aku hidup, kau akan
menyesal."
"Apakah kau menunggu seseorang yang akan
menolongmu?"
Dengan dingin dia berkata lagi, "Aku berharap akan ada
orang yang menolongmu. Siapa pun yang datang, aku akan
menjadikannya seekor landak."
Dia melirik ke arah dinding kiri dan kanan dari sudut
matanya dia memandang orang-orang yang dia bawa.
Delapan orang pengawal hanya tersisa empat orang, dan
keempat wajah orang ini tidak menunjukkan ekspresi apa
pun. Jantung Lu Xiang-chuan berdetak lebih kencang lagi.
Dia mengenal sorot mata keempat pengawal itu, sangat
berbeda dengan orang biasa dan istimewa, orang seperti
mereka tidak akan menjadi pengawal orang lain.
Lu Xiang-chuan pun tahu keempat orang ini sangat sulit
dihadapi oleh dirinya sendiri. Mereka berjaga-jaga di dekat
dinding, menjaga bila ada seseorang yang akan menolong
Lu Xiang-chuan.
Lu Xiang-chuan berharap Lao-bo jangan datang untuk
menolongnya. Fang Gang duduk dengan santai di kursi dan
berkata, "Aku harus menunggu 2 jam lagi untuk melihat...."
Dia tidak perlu menunggu lama lagi Tiba-tiba datang
sebuah kereta kuda yang ditarik oleh sepasamg kuda hitam,
berlari masuk. Kusir sedang memecut kuda-kuda itu.
Kereta kuda sudah memasuki ruang makan.
"Sudah datang!" Teriak Fang Gang.
Dalam suara teriakan itu terdengar suara 'HUNG'.
Dinding kiri dan kanan secara serentak keluar lubang,
kurang lebih ada 20 hingga 30 lubang, tiap lubang terpasang
satu busur. Dan panah-panah melesat dari lubang itu.
Dada si kusir sudah terkena panah dan dia pun jatuh dari
kereta. Tubuh kuda-kuda itu pun penuh dengan darah, tapi
kuda-kuda itu tetap meringkik dan menabrak dinding,
barulah kereta kuda terguling karena kuda-kuda itu sudah,
roboh. Fang Gang mengayunkan tangannya. Panah sudah tidak
terhitung lagi jumlahnya, semuanya menancap di kereta
dan membakar kereta kuda itu.
Kobaran api dengan cepat menjalar hanya dalam sekejap
saja semua sudah terbakar, bila orang yang berada di dalam
tidak segera keluar, mereka akan ikut terbakar bersama
kereta kuda itu. Tapi bila mereka keluar maka panah-panah
akan segera dilontarkan menyambut mereka. Walaupun
mereka adalah pesilat tangguh sekalipun pasti tidak akan
bisa lolos dari hujan panah itu.
Fang Gang tertawa dan berkata, "Sun Yu-bo, kali ini kau
tidak akan kemana-mana!"
Tapi tawa Fang Gang tidak lama. Tiba-tiba dinding
terbelah menjadi dua dan terdengar suara orang yang
dibunuh, busur-busur dilempar keluar disusul oleh orangorang
yang bertugas memanah di balik dinding itu.
Sekarang Lu Xiang-chuan baru mengetahui bahwa kedua
dinding itu ruangan kosong dan semenjak tadi orang-orang
Fang Gang sudah menunggu, di sana.
Tapi mengapa mereka tiba-tiba terlempar keluar dan
mengapa mereka pada roboh"
Wajah Fang Gang berubah dia menarik salah seorang
pengawal yang wajahnya sudah menjadi hitam dan
mulutnya mengeluarkan darah, nafas orang itu sudah
berhenti. Fang Gang melihat tubuh orang itu, sama sekali tidak
terdapat luka, orang ini pasti dipukul oleh orang yang
mempunyai ilmu yang sangat tinggi, dalam sekali pukul
saja sudah mati.
Di balik tembok itu sebenarnya ada 48 orang pemanah.
Sekarang 39 orang lebih sudah roboh dan sisanya melarikan
diri. Fang Gang mengangkat sebuah meja kemudian
melemparkannya ke dalam kobaran api. Meja itu langsung
hancur namun ternyata di dalam kereta kuda tidak ada
orang. Fang Gang sudah mengerti, ternyata dia sudah tertipu,
kemudian dia berteriak, "Hei, Sun Yu-bo! Bila kau sudah
datang, mengapa tidak berani keluar?"
Di balik dinding yang hancur ada suara orang yang
tertawa dingin, Fang Gang mendekati dinding itu tapi tidak
terlihat ada orang, hanya terdengar suara lempengan besi
yang saling beradu.
Hati Lu Xiang-chuan terkejut, 'Ini pasti lempengan besi
milik Lu Man-tian.'
Lempengan besi masih dipegang oleh Lu Man-tian,
dengan tenang dia masuk dari pintu besar, dia tampak
begitu tenang seperti seorang tamu yang masuk ke rumah
makan yang biasa di singgahi.
Fang Gang bertanya dengan nada galak, "Siapa kau?"
Dengan tersenyum Lu Man-tian membuka telapak
tangannya di tengah lempengan besi itu keluar asap yang
berkilauan. "Apakah kau Lu Man-tian?" tanya Fang Gang.
Lu Man-tian malah balik bertanya, "Apakah kau
mengenalku?"
"Dimana Sun Yu-bo?"
"Apakah kau ingin bertemu dengannya?"
"Dari dulu aku selalu ingin bertemu dengannya."
"Apakah kau tidak takut kepadanya?"
Dengan marah Fang Gang berkata, "Apa yang perlu
kutakuti?"
Dengan tenang Lu Man-tian berkata, "Kalau begitu
balikkan kepalamu dan kau akan melihatnya."
Fang Gang terkejut dengan segera dia membalikkan
tubuhnya dan terlihat seseorang yang terdiam berdiri di
puing-puing dinding yang hancur, wajahnya sama sekali
tidak ada ekspresi.
Dilihat dari pakaiannya, dia seperti seorang desa yang
lugu tapi dari sorot matanya memancarkan sinar yang
sangat berwibawa.
Tanpa sadar Fang Gang mundur beberapa langkah dan
bertanya, "Kau Sun Yu-bo?"


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lao-bo mengangguk.
Fang Gang tiba-tiba mendekati Lu Xiang-chuan dan
berteriak, "Apakah kalian masih ingin dia hidup?"
"Tentu saja!" jawab Lao-bo.
Fang Gang berteriak lagi, "Bila ingin dia hidup, kalian
jangan berbuat macam-mcam!"
"Bila kau berani melukai sehelai rambutnya saja, aku
akan meminta nyawamu!" kata Lao-bo.
Fang Gang tertawa sinis, "Mengapa aku tidak berani
melukainya?"
Fang Gang masih ingin menendang Lu Xiang-chuan tapi
tanpa terasa secepat kilat Lao-bo sudah berada di
hadapannya. Seumur hidupnya belum pernah dia melihat orang yang
dapat bergerak begitu cepat.
Dengan dingin Fang Gang bertanya, "Apakah kau masih
berani bertarung satu lawan satu denganku?"
Lao-bo tidak menjawab, dengan perlahan dia berjalan
mendekati Fang Gang.
Orang yang mengambil kursi untuk memukul Lin
Zhong-he tiba-tiba berdiri dan menunjuk mereka berempat
dan berkata, "Hati-hati dengan mereka! Mereka adalah
orang yang harus diawasi."
Begitu kata-kata dilontarkan semua menjadi terkejut.
Walaupun Lu Xiang-chuan sudah tahu bahwa salah satu
di antara 8 orang yang dibawa Fang Gang, diantaranya
pasti ada orang Lao-bo, dia sempat terkejut juga. Sebab
ternyata Lao-bo selalu mengetahui gerak-gerik Fang Gang.
Orang itu adalah orang Lao-bo, Lu Xiang-chuan
sungguh tidak menyangkanya tapi Fang Gang lebih terkejut
lagi, dengan marah dia berkata, "Ternyata kau adalah matamata!"
Empat orang yang berada di sisi Fang Gang segera
mengeluarkan senjata.
Empat senjata itu ada yang sangat pendek bahkan ada
yang sangat panjang. Senjata yang pendek sangat berbahaya
sedangkan yang sangat panjang sangat keras.
Walau panjang atau pendek semua itu adalah senjata
yang sulit dikuasai.
Melihat senjata mereka, bisa di nilai bahwa kepandaian
mereka sebanding dengan Fang Gang.
Walaupun senjata mereka dikeluarkan tapi tidak
mempunyai kesempatan untuk digunakan.
Lao-bo tiba-tiba bergerak. Walaupun orang itu
mengeluarkan pecut namun tangan Lao-bo lebih cepat
menotok ke arah tenggorokan Fang Gang, dengan seketika
juga dia roboh. Tidak ada kesulitan, ketiga orang yang
lainnya pun mengalami nasib yang sama.
Itu adalah keistimewaan kepandaian Lao-bo dan Lu
Man-tian. Tidak ada huruf apa pun yang dapat menggambarkan
kepandaian mereka.
Hanya ada satu huruf yang tepat yaitu 'cepat'.
Cepat hingga tidak dapat diuraikan dengan kata-kata,
cepat hingga tidak dapat ditahan, cepat hingga orang-orang
tidak dapat melihat perubahan kepandaian mereka. Lu
Man-tian cepat, Lao-bo lebih cepat lagi.
Sejak awal hingga akhir hanya terdengar satu suara
teriakan saja. Suara teriakan itu berasal dari Fang Gang yang terjatuh
ke arah kereta yang sedang terbakar. Begitu dia terjatuh dia
bisa tidak keluar lagi. Artinya orang sudah hilang dari
dunia. "Kau mau membakar mati aku, aku akan membalas
membakarmu." Ini adalah kata-kata Lao-bo, ini yang
disebut 'memakai darah untuk membayar darah'.
Lu Xiang-chuan beristirahat selama 3 hari di tempat
tidur baru dapat berjalan kembali.
Dia segera menemui Lao-bo. Dia berlutut.
Pertama kali dia berlutut kepada Lao-bo sudah terjadi 17
tahun yang lalu, sekarang ini adalah untuk kedua kalinya.
Karena Lao-bo tidak suka orang lain berlutut kepadanya.
Lao-bo menganggap berlutut adalah malah membuat
anak buahnya terlihat tidak berwibawa, dia tidak mau anak
buahnya hilang wibawa di hadapannya.
Di depan Lao-bo hanya orang bersalahlah yang berlutut.
Lao-bo mengangkatnya berdiri. Dari mata Lao-bo
terpancar sorot bijaksana dengan lembut dia berkata, "Kau
tidak bersalah."
Lu Xiang-chuan menundukkan kepalanya dan berkata,
"Aku terlalu ceroboh, karena itu telah membuat Han Tang
masuk ke dalam perangkap."
Lao-bo tertawa dan berkata, "Han Tang sudah mati."
Walaupun Lu Xiang-chuan terkejut tapi dia berusaha
menahan diri untuk tidak bertanya.
Lao-bo juga tidak menceritakannya, segera dia berkata,
"Walaupun kali ini kau terbuka namun kita juga
mendapatkan hasilnya."
"Ya," kata Lu Xiang-chuan.
"Sekarang Wan Peng-wang dan anak buahnya hanya
tersisa 7 cabang perkumpulan dari jumlah keseluruhan 12
cabang." Dengan terkejut Lu Xiang-chuan bertanya, "Apakah
keempat orang itu juga anak buah Wan Peng-wang?"
Lao-bo mengangguk.
Dari matanya terlihat bahwa Lu Xiang-chuan sangat
mengagumi Lao-bo karena anak buah Wan Peng-wang
adalah para pesilat tangguh namun di depan Lao-bo mereka
sama sekali tidak ada apa-apanya.
Kata Lao-bo, "Paling sedikit kita sudah memberi
pelajaran kepada Wan Peng-wang. Mulai saat ini dia tidak
akan berani berbuat macam-macam lagi."
Lu Xiang-chuan terdiam setelah lama dia bertanya,
"Bagaimana dengan kita?"
Lao-bo berdiri dengan lambat dia berkata, "Sementara
ini kita tidak perlu bergerak dulu."
Mengapa sudah berada di atas angin, tidak
menuntaskannya, malah tidak bergerak" Ini bukan
kebiasaan Lao-bo.
Lu Xiang-chuan walaupun tidak bertanya namun dari
wajahnya tampak ada kecurigaan.
Kata Lao-bo, "Karena kerugian yang kita alami pun
sangat besar, sekarang adalah waktunya untuk memulihkan
diri." Lu Xiang-chuan mengangkat kepalanya dan memandang
Lao-bo, dari kata-kata yang dikeluarkan Lao-bo dia tahu
bahwa Lao-bo menutupi sesuatu.
Lao-bo membalikkan kepalanya memandang pohon
yang berada di luar.
Tiba-tiba Lao-bo menarik nafas dengan perlahan dia
berkata, "Musim gugur akan berakhir dan musim dingin
akan segera tiba."
Lu Xiang-chuan bertanya, "Mengapa hingga saat ini Yiqian-
long belum datang?"
Dengan perlahan Lao-bo menjawabnya, "Dia tidak akan
datang." Pertama kalinya wajah Lu Xiang-chuan tampak
ketakutan, dia tahu bahwa kedudukan dan posisi Yi-qianlong
dalam perkumpulan Lao-bo sangat penting. Bila Yiqian-
long keluar dari perkumpulan Lao-bo seperti sebuah
rumah besar yang salah satu tiang penyangganya dibongkar.
Lao-bo dengan perlahan berkata, "Sekarang aku sudah
menyuruh pamanmu menanyakan kepada dia, mengapa dia
tidak datang kemari. Aku percaya dia mempunyai alasan
yang tepat."
Lu Xiang-chuan agak sedikit curiga dan bertanya, "Bila
dia tidak mau mengatakannya, bagaimana?"
Lao-bo membalikkan kepalanya, karena itu Lu Xiangchuan
tidak dapat melihat wajah Lao-bo hanya melihat
tangan Lao-bo yang dikepal.
Setelah lama kepalan tangan Lao-bo dibuka dan berkata,
"Lukamu belum sembuh, beristirahatlah dahulu, bila tidak
ada penting tidak perlu bertemu denganku."
"Ya!"
"Tugasmu yang sekarang adalah hanya beristirahat
karena tugas yang akan datang akan semakin banyak."
Kalimat ini menggambarkan bahwa kedudukan Lu
Xiang-chuan semakin penting dalam perkumpulan juga
menggambarkan kepercayaan Lao-bo kepadanya makin
kuat. Lu Xiang-chuan sangat berterima kasih dan berkata,
"Aku bisa menjaga diri. Tuan...."
Tiba-tiba Lao-bo membalikkan kepalanya dan tertawa,
"Siapa yang tadi mengatakan aku sudah tua" Kau
melihatku pada saat menghadapi Fang Gang apakah seperti
orang yang sudah tua?"
Lu Xiang-chuan ikut tertawa, "Ada sebagian orang tua,
selamanya dia tidak akan bisa tua. Mungkin mereka akan
meninggal tapi mereka tidak akan bisa tua."
Lao-bo adalah orang macam itu. Kata Lu Xiang-chuan
lagi, "Aku juga berharap Yi-qian-long memiliki alasan yang
tepat bila tidak...."
"Bila tidak, bagaimana?" tanya Lao-bo.
Lu Xiang-chuan menarik nafas dan berkata, "Dulu dia
sangat baik terhadapku, aku juga akan mengurus semua
pemakamannya bila dia meninggal."
Lao-bo tertawa, tawanya terlihat sedih, setelah lama dia
berkata, "Kau istirahatlah!"
"Baik!"
Dia membalikkan badan untuk segera keluar dari
ruangan itu, tiba-tiba Lao-bo berkata, "Tunggu sebentar!"
Lu Xiang-chuan berhenti melangkah.
Lao-bo kembali bertanya, "Sepertinya kau masih ingin
bertanya satu hal kepadaku?"
Lu Xiang-chuan menundukkan kepalanya, "Aku tidak
mempunyai pertanyaan."
"Apakah kau tidak ingin tahu kemana perginya Lin
Xiu?" Lu Xiang-chuan terdiam kemudian dia berkata, "Aku
tidak ingin tahu dia pergi kemana, namun bila dia pergi dia
pasti mempunyai alasan yang tepat."
Lao-bo memandang Lu Xiang-chuan dengan tertawa dia
berkata, "Akhirnya kau menjadi seorang laki-laki sejati.
Kau pun tidak mengecewakanku."
'Laki-laki sejati' ini adalah pujian Lao-bo, pujian terbesar
dari Lao-bo terhadap orang.
Lu Xiang-chuan mengetahuinya karena itu pada saat dia
keluar dari pintu, dia bisa tersenyum.
Pada saa dia keluar tampak Feng Hao yang sedang
menunggu. Karena mereka sudah berjanji akan minum arak
bersama-sama malam ini.
Mereka memasak burung merpati untuk dijadikan teman
minum arak. Ooo)dw(ooO BAB 8 Permukaan tanah tampak rata tidak ada kuburan. Lao-bo
menyuruh orang memindahkan bunga Chrysan ke tempat
itu. Dia sendiri yang menanam pohon yang pertama.
Dia tahu bunga Chrysan yang tumbuh di tanah ini akan
mekar lebih cerah dari pada di tempat lain karena tanah di
sini sangat subur.
Pada saat bunga Chrysan ditanam wajah Lao-bo masih
tersenyum namun di dalam hatinya dia merasa sakit.
Anak laki satu-satunya dan teman-temannya yang paling
setia, dikubur di dalam tanah ini. Walaupun mayat mereka
membusuk namun roh dan jiwa mereka selamanya akan
tenang di tempat itu.
Lao-bo tidak ingin orang lain mengganggu mereka,
karena itu dia tidak ingin orang tahu di mana mereka
dikubur. Kelak pada saat bunga Chrysan mekar pasti akan banyak
orang yang memuji bunga ini. Tapi tidak akan ada orang
yang tahu dan selamanya tidak akan tahu, kekuatan apakah
yang membuat bunga ini berwarna lebih cerah.
Selamanya tidak akan ada orang yang tahu, hanya Laobo
saja, hanya dia sendiri yang tahu. Dia sudah
menyatukan roh anaknya dengan tanah ini.
Hari mulai gelap, orang yang menanam bunga sudah
pulang. Hingga saat ini air mata masih Lao-bo bercucuran.
Sun Jian, Han Tang, Wen Hu, Wen Bao, Wu Lao-dao,
dan masih banyak lagi orang yang setia kepadanya, orangorang
ini adalah anak buahnya dan juga teman-temannya.
Mereka semua sudah meninggal, sekarang Lao-bo baru
tahu bahwa dia sangat kesepian dan juga tahu bahwa
dirinya semakin tua.
Kecuali dia sendiri, dia tidak akan membiarkan orang
lain tahu perasaannya, selamanya tidak akan.
Ooo)dw(ooO Sewaktu meteor melewati kegelapan langit, Meng Xinghun
berada di bawah sinar bintang, dia melihat bintangbintang
berkilauan, juga melihat meteor yang menghilang.
Dia bertanya kepadanya dirinya sendiri, "Apakah nyawa
orang seperti meteor itu?"
Kupu-kupu selalu hidup selalu di musim semi.
Musim semi akan lewat, namun akan segera datang lagi.
Asal kau masih hidup, akan ada musim semi berikutnya.
Kupu-kupu ini sudah mati, paling sedikit ada 3 bulan
namun warna sayapnya masih seperti saat dia hidup, begitu
cerah. Kupu-kupu diselipkan di sebuah buku puisi, sayap yang
indah itu diselipkan menjadi tipis hingga menjadi tembus
pandang. Tubuhnya masih sempurna karena itu terlihat
bahwa kupu-kupu itu masih seperti hidup, sepertinya kapan
waktu pun dia bisa terbang.
Begitu dia membuka buku puisi itu, dia melihat kupukupu
itu, karena di lembaran buku. yang berisi puisi itu
yang paling dia sukai.
Bila bunga sudah layu pasti akan mekar kembali. Musim
semi bila sudah lewat pasti akan datang kembali lagi.
Namun bagaimana dengan kupu-kupu itu"


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Puisi itu indah seperti kupu-kupu.
Namun bagaimana dengan orang yang membuat puisi
ini" Orang yang membuat puisi ini apakah nyawanya
seperti kupu-kupu itu"
Bila orang terlalu berperasaan apakah dia akan seperti
seekor kupu-kupu"
Orang yang perasa lebih mudah disiksa oleh orang lain.
Orang perasa kesedihannya pun lebih banyak dari orang
biasa. Orang perasa nyawanya lebih lemah dan pendek.
"Nona, air sudah disiapkan."
Pelayannya yang bernama Lan-lan dengan tergesa-gesa
masuk. Melihat kupu-kupu yang dipegang oleh nonanya,
wajah yang seperti apel, tersenyum dia berkata, "Nona,
apakah kupu-kupu ini sangat indah?"
Dia mengangkat kepalanya dan bertanya, "Apakah
kupu-kupu ini kau yang menangkapnya?"
Lan-lan menjawab, "Aku sudah lama menangkapnya
dan dengan susah payah pula, untung saja sayapnya tidak
rusak." Dia menarik nafas dengan pelan berkata, "Walaupun
kau tidak mematahkan sayapnya namun sudah membuat
kupu-kupu ini mati, apakah hatimu tidak sedih?"
Lan-lan tertawa dan menjawab, "Biasanya memang
kupu-kupu lebih cepat mati," Dan dia berkata lagi,
"Manusia pun akan cepat mati, bukankah begitu?"
"Tapi.... tapi...."
Dia mengerutkan dahinya dan berkata, "Tapi
bagaimana" Apakah kupu-kupu ini melukaimu?"
"Tidak."
Dia bertanya lagi, "Apakah kupu-kupu ini pernah
melukai orang lain?"
"Tidak."
Dia menarik nafas lagi dan berkata, "Kalau begitu
mengapa kau melukai kupu-kupu ini?"
Dia selalu tidak mengerti mengapa orang selalu
bertindak kejam terhadap kupu-kupu"
Orang membunuh binatang karena binatang melukai
orang. Orang membunuh kambing dan sapi karena binatang itu
dipelihara oleh manusia.
Namun kupu-kupu, dia begitu jujur, begitu tidak bersalah
dan selalu membantu penyerbukan bunga, memberi
keindahan kepada dunia ini. Dia juga tidak minta imbalan.
Mengapa orang begitu kejam terhadap kupu-kupu"
Lan-lan menggigit bibirnya dan berpikir, setelah lama dia
berkata, "Aku menangkapnya karena dia sangat indah."
"Apakah keindahan itu adalah suatu dosa?"
"Mengapa nyawa yang semakin cantik, akan lebih
mudah dilukai?"
"Sebenarnya aku tidak ingin melukainya," jawab Lanlan.
Kemudian dia menyambung lagi, "Kau tidak ingin
melukainya tapi dia sudah mati di tanganmu."
"Namun sekarang dia masih secantik pada waktu dia
hidup, bila aku tidak menangkapnya kemungkinan dia
sudah mati di dalam parit atau dimakan oleh laba-laba,"
jawab Lan-lan. Si nona terpaku dan tidak dapat bicara.
Dia harus mengakui bahwa kata-kata Lan-lan masuk
akal. Walaupun kupu-kupu itu sudah mati namun
keindahannya tetap abadi dan dapat dinikmati oleh orangorang.
Nyawanya masih berharga. Begitu dengan kupu-kupu
begitu pula dengan orang.
Orang hidup atau mati tidak penting, yang terpenting
adalah apakah kehidupan ini berharga"
Mati ada yang ringan seperti bulu juga ada yang seberat
gunung. Apakah artinya pun seperti itu"
Kata Lan-lan, "Nona, air sudah mulai dingin, cepatlah
mandi!" Dia mengangguk. Dengan perlahan dia meletakkan
kembali kupu-kupu itu ke dalam lembaran buku.
Orang yang menciptakan puisi sudah meninggal tapi
puisi-puisinya tetap abadi, karena itu namanya pun tetap
abadi. Walaupun dia sudah meninggal namun dia lebih
berharga dari pada orang yang masih hidup.
Dia mati pun tidak menjadi masalah.
Air belum dingin namun malam sudah tiba.
Waktu yang dijanjikan sudah lewat.
Dia tidak terburu-buru, dia masih dengan santai
berendam di dalam air hangat, dia tahu orang yang berjanji
dengannya pasti akan menunggu. Apalagi dia akan
menunggu atau tidak, itu tidak menjadi masalah.
Dia muda dan tampan, membuat banyak perempuan
mabuk kepayang. Dia pun sangat sayang kepadanya. Selalu
menganggapnya sebagai seorang dewi. Dengan segala cara
memikatnya. Namun nona itu sama sekali tidak peduli. Semua, orang
pun tidak dipedulikan olehnya.
Kadang-kadang dia sendiri pun merasa dirinya sangat
menakutkan. Kadang-kadang karena dia tidak peduli
dengan pemuda itu membuat laki-laki itu penasaran
memburunya. Bila dia benar-benar mencintai laki-laki itu dan
menikahinya kemungkinan laki-laki itu malah jadi tidak
peduli kepadanya.
Manusia adalah binatang yang sangat aneh. Barang yang
sudah didapatkan olehnya dia tidak akan menyayanginya.
Tapi pada saat kehilangan dia akan merasa sedih dan
menyesal. Mengapa manusia senang menyiksa dirinya sendiri"
Nona ini jarang memikirkan hal seperti itu karena itu dia
sangat bosan terhadap semua hal seperti itu. Seharusnya
pada saat dia masih muda jangan mempunyai pikiran
seperti itu. Yang mengelilinginya pasti lebih tua dari dia namun
mereka sangat senang terhadap semuanya. Bahkan kadangkadang
masalah kecil saja dapat membuat mereka tertawa.
Kadang-kadang nona ini merasa mereka terlalu
menganggur dan sangat tidak dewasa.
Melihat air yang jernih, tiba-tiba dia teringat kepada
pemuda yang pernah ditemuinya di tepi sungai.
Mata pemuda itu penuh dengan kesedihan dan kelihatan
gelisah Pemuda itu masih sangat muda namun kelihatannya
dia bosan terhadap kehidupan ini.
Mengapa" Nona itu menarik nafas dan berkata, "Sebenarnya aku
harus membiarkan dia mati, karena aku tidak dapat
memberi dia kesempatan."
Lan-lan menundukkan kepalanya pada saat masuk,
kemudian memberi nona itu sehelai saputangan sutra yang
bersih. Dengan tertawa Lan-lan berkata, "Apakah Nona sudah
mencuci muka" Tuan Muda sedang menunggu."
Dengan ringan nona itu berkata, "Biarkan dia
menunggu."
"Nona, apakah kau tidak menyukainya walau sedikit
pun?" Nona ini menggelengkan kepalanya.
"Mengapa Nona mau mengikutinya pergi main?" tanya
Lan-lan. Nona ini memandang air dan berkata, "Kemungkinan
tidak ada orang lain lagi yang mengajakku."
Tuan muda Hua sedang menunggu di bawah pohon.
Malam sudah larut.
"Mengapa Nona belum sampai juga?"
Benar saja Tuan muda Hua sedang menunggu, dia ingin
segera masuk ke rumah perempuan muda ini dan
menanyakannya. Namun dia tidak berani.
Dia tidak berani melakukan hal yang membuat nona itu
tidak suka. Kadang-kadang Tuan muda Hua pun sering marah
kepada dirinya sendiri karena selalu mau dipermainkan
oleh nona itu. Dia pun sering berjanji kepada dirinya sendiri tidak akan
pernah mencari nona itu lagi.... .Namun dia tidak bisa.
Dia seperti diikat oleh seutas tali yang menariknya untuk
terus mencari nona ini.
Pada saat melihat nona itu kemarahannya langsung
hilang dan hatinya dipenuhi oleh rasa cinta.
Tiba-tiba dalam kegelapan muncul sesosok bayangan
orang. Tuan muda Hua merasa gemetar dan berbisik, "Dia
sudah datang."
Ternyata bukan.... Yang datang ternyata adalah seorang
pemabuk, cara berjalannya sempoyongan, topi di kepalanya
pun miring, dari jauh sudah tercium bau arak.
Tuan muda Hua mengerutkan dahinya, bila dia sedang
tidak minum dia benci orang yang mabuk. Bila dia sedang
mabuk, dia menganggap dirinya menjadi lucu dan jantan.
Tuan muda Hua berharap si pemabuk itu cepat lewat.
Namun si pemabuk itu malah sengaja mendekatinya, tibatiba
dia bertanya, "Apakah kau sedang menunggu
seseorang?"
Tuan muda Hua mengangkat kepalanya tidak sudi untuk
menjawab pertanyaan si pemabuk.
Si pemabuk itu terus bicara sendiri.
"Aku juga sedang menunggu orang. Aku menunggu
orang yang memang pantas untuk ditunggu. Bagaimana
denganmu?"
Dengan dingin Tuan muda Hua menjawab, "Jangan
banyak tanya!"
Si pemabuk itu tertawa, "Aku tidak akan bertanya
namun bila orang yang kau tunggu adalah pelacur itu,
sungguh sangat tidak adil."
Tuan muda Hua sangat marah dan berkata, "Kau bilang
apa!" "Bila kau bukan menunggu si pelacur apakah kau
menunggu seorang ratu?"
"Kalau memang benar, memangnya kau mau apa?"
"Mungkin bagimu dia adalah seorang ratu, tapi bagi
diriku dia adalah seorang pelacur."
Tuan muda Hua sangat marah dan memukul wajah si
pemabuk ini. Tiba-tiba dia melihat sepasang mata si
pemabuk bersinar tajam seperti sebilah pisau dan tidak
terlihat lagi wajah mabuk.
Si pemabuk dengan dingin melihatnya, mata yang tajam
itu sepertinya masih mengandung ejekan kepada Tuan
muda Hua. Tuan muda Hua merasa kaget dan bertanya, "Apakah
kau tahu aku sedang menunggu siapa?"
"Kau menunggu Xiao Tie, bukan?"
"Apakah kau mengenalnya?" tanya Tuan muda Hua
lagi. Si pemabuk itu mengangguk dan berkata, "Aku sangat
mengenalnya, kau menganggap dia ratu, tapi aku
menganggapnya pelacur."
Kemarahan Tuan muda Hua tidak bisa dibendung lagi,
kepalan tangan diayunkan. Pada saat kepalan itu mendekati
wajah si pemabuk, dia merasa perutnya jadi sakit, dia
merasa sebatang jarum telah menusuk perutnya.
Dia kesakitan hingga membungkukkan badannya dan
lutut si pemabuk sudah memukul wajah Tuan muda Hua.
Ketika itu juga Tuan muda Hua roboh dan darah keluar
dari hidung, sangat banyak.
Si pemabuk melihat Tuan muda Hua dan berkata pada
dirinya sendiri, "Aneh, walaupun hidungnya sudah
bengkok tapi dia tidak terlihat jelek."
Tuan muda Hua ingin berdiri.
Namun kaki si pemabuk sudah diayunkan, dia hanya
merasa pinggangnya sangat sakit dan wajahnya sudah
babak belur. Si pemabuk dengan pelan mengangguk kemudian
berkata, "Lebih baik begitu, aku akan mengubahmu
menjadi lebih bagus lagi."
Tuan muda Hua tidak marah lagi sekarang dia tampak
ketakutan, dengan gemetar dia bertanya, "Mengapa kau
memukulku?"
Si pemabuk dengan ringan berkata, "Karena dia adalah
pelacurku, dia hanya milikku seorang, bukan milikmu."
Xiao Tie berdiri di sana, menghadap ke arah kegelapan.
Baju yang dipakainya terlihat berubah warna menjadi ungu.
Warna ungu ini seperti warna darah beku. Permukaan
tanah tampak berantakan, membuat Xiao Tie ingin muntah.
Sekarang dia tidak ingin muntah lagi, dia pun tidak
marah dan tidak takut. Namun dia harus berpikir tapi bila
berpikir dia akan sedih.
Tuan muda Hua masih sangat muda, dia sudah
melakukan kesalahan apa"
Seorang pemuda yang sehat dan mencintai seorang
perempuan yang cantik, siapa yang berkata bahwa dia
salah" Sekarang dia seperti seekor anjing liar, digantung di atas
pohon, seperti seekor anjing liar yang sudah dipukul mati.
Apa kesalahannya" Kesalahannya adalah mencintai
seseorang yang tidak boleh dicintai.
"Dari dulu aku sudah memberitahunya, aku bukan
kekasih yang baik. Dari dulu aku tahu pasti akan terjadi hal
seperti ini."
Xiao Tie memejamkan mata, tiba-tiba dia teringat pada
kejadian beberapa tahun yang lalu.
Waktu itu dia masih anak-anak, dari anak-anak berubah
menjadi, seorang perempuan, menghadapi kehidupan dan
percintaan dengan sangat indah.
Waktu itu adalah musim semi. Bunga mekar di manamana.
Dia seperti sekuntum bunga, dihembus oleh angin
musim semi, terlihat cerah dan harum.
Bunga yang mekar pasti akan ada kupu-kupu. yang
mendekatinya. Perempuan seperti bunga"
Tiba-tiba dia merasa ada seorang pemuda sedang


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memperhatikan dia, dia merasa sepasang mata pemuda
yang terang itu mengikuti ke mana pun dia pergi.
Pemuda itu terlihat sangat pendiam, mungkin juga dia
pemalu. Namun dari sepasang matanya mengandung
kobaran api. Dari wajahnya dapat terlihat apa yang ingin
disampaikan tanpa harus mengeluarkan kata-kata.
Dia menyukai pemuda itu dan ingin mendekatinya.
Asalkan memberi mereka kesempatan, mereka akan
saling mengenal dan akan saling menyayangi. Namun
kesempatan itu tidak pernah datang.
Begitu mereka baru mengenal tiba-tiba pemuda itu
menghilang. Sejak saat itu Xiao Tie tidak pernah
melihatnya lagi.
Tadinya Xiao Tie merasa aneh, tidak dapat menebak
alasan mengapa tiba-tiba pemuda itu menghilang" Setelah
lama dia baru mengerti sedikit demi sedikit, siapa pun yang
mencintai dia, orang ini dengan segera menghilang.
Xiao Tie mengetahui siapa yang melakukan semua ini.
Orang ini sudah mengikrarkan Xiao Tie menjadi
miliknya, dia tidak akan mengijinkan orang lain menyentuh
Xiao Tie walaupun hanya menyentuh ujung jarinya.
Awalnya Xiao Tie merasa kaget dan marah. Dia marah
hingga ingin membunuh orang itu. Namun Xiao Tie tidak
sanggup. Dia tidak memiliki tenaga dan keberanian.
Saat dia mengikrarkan dirinya menjadi milik orang itu,
Xiao Tie sama sekali tidak dapat melawan. Semenjak itu
dia hanya bisa menahan dirinya dan terus bertahan.
Pada saat bertahan hampir membuatnya gila, dia akan
mencari laki-laki lain.
Tapi Xiao Tie hanya membawa kesialan kepada orang
lain. Akhirnya selalu sama, seperti sekarang ini. Nasib Tuan
muda Hua sangat tragis namun nasib Xiao Tie 10 kali lipat
lebih menyedihkan.
Tuan muda Hua tidak bersih Xiao Tie pun tidak bersih.
Xiao Tie tidak mempunyai kesalahan.
Kesalahan dia satu-satunya adalah dia tidak mencintai
orang itu dan orang itu terus menerus mengancam dia.
Xiao Tie tidak dapat melarikan diri, sembunyi pun tidak
bisa. Xiao Tie dengan pelan berjalan ke depan menghadapi
kegelapan. Dia tidak menolehkan kepala lagi melihat Tuan
muda Hua yang digantung, namun air matanya mulai
menetes. Kemungkinan air matanya bukan untuk orang lain
melainkan untuk dirinya sendiri.
Xiao Tie tidak menyelusuri jalan menuju rumahnya, dia
tidak ingin pulang karena dia tahu orang itu sedang
menunggunya, dan merentangkan tangannya menunggu dia
masuk pelukannya.
Sepasang tangan yang sudah membunuh orang pasti
sudah dicuci hingga bersih namun bau darah di tangan
orang itu selamanya tidak akan bisa hilang.
Setiap kali pada saat sepasang tangan ini memeluknya,
dia merasa ingin mati saja. Namun Xiao Tie tidak dapat
mati. Dia memiliki sebab dan alasan mengapa dia tidak dapat
mati. Hanya ada satu alasan, alasan ini tidak dapat diterima
oleh perempuan mana pun.
Xiao Tie tidak dapat menerima pelukannya, menerima
mulutnya yang bau arak yang menciumi wajahnya. Ini
membuat Xiao Tie makin membencinya.
Orang ini bila sudah mabuk akan mencari Xiao Tie atau
bila ada keperluan dengannya, dia baru akan mencarinya.
Dia mencari Xiao Tie hanya demi satu hal, ini yang
membuat Xiao Tie ingin muntah.
Xiao Tie tidak mampu menolak dan tidak berani
menunjukkan ekspresi enggan karena orang ini selalu
memberi peringatan kepada Xiao Tie.
"Bila kau tidak mencintaiku dan berani meninggalkanku,
aku akan membunuhmu."
Xiao Tie berjalan sudah sangat lama namun, tempat
yang berada di depan dan di belakangnya sama, begitu
gelap. Semakin dia berjalan kemungkinan akan lebih gelap lagi.
Dia tidak tahu, harus berjalan ke arah mana" Dan akan
menuju ke mana"
Di dunia tidak ada tempatnya untuk bersembunyi.
Walaupun dia tahu orang itu ada di rumahnya dia tidak
ingin pulang. Bila teringat sepasang tangan itu, rasanya ingin muntah
saja. Di hadapannya terdengar suara air yang mengalir.
Dengan berjalan perlahan dia menuju ke arah itu. Di
bawah cahaya bulan, air sungai tampak tenang seperti
seutas tali putih yang mengikat bumi yang luas dan sunyi.
Dia pun menunduk. Melihat embun yang bermuculan
dari air sungai, begitu lembut begitu cantik.
Tapi dengan segera embun itu menghilang. Dia ingin
besama mengikuti embun itu. Seolah-olah semua kesusahan
dan kerisauannya akan cepat menghilang bersama embunembun
itu. Dia sangat ingin melompat.
Saat itu dia mendengar ada suara seseorang, "Apakah
kau ingin mati?"
Suara, itu sepertinya datang dari tempat yang sangat
jauh, sepertinya juga datang dari kegelapan dan
menanyakan rahasianya.
Dia hanya mengangguk.
Suara itu bertanya lagi, "Apakah kau ingin punya
kehidupan lain?"
Dia membalikkan badan dan mencari suara itu dan dia
menemukan sepasang mata.
Matanya tampak terang dan dingin, namun dalam sorot
mata yang dingin masih ada sedikit api.
Xiao Tie hampir menganggap dia adalah salah satu lakilaki
yang pernah hilang.
Hanya saja pemuda itu lebih muda dan mulutnya sedang
tersenyum dan bicara kepadanya, "Kau ingat, kau pernah
menanyakan kalimat ini kepadaku?"
Xiao Tie ingat kepadanya walau pertemuannya hanya
satu kali. Dan orang itu pun ingat kepadanya.
Meng Xing-hun adalah orang itu.
Xiao Tie memandangnya dan bertanya, "Kau belum
mati?" Mulut Meng Xing-hun tersenyum lebih lebar lagi dan
berkata, "Orang yang belum pernah menikmati hidup,
apakah dia rela mati?"
Tanpa terasa Xiao Tie ikut tertawa dan berkata, "Kapan
kau kemari?"
"Bila ingin kemari ya datang," jawab Meng Xing-hun.
"Kapankah itu?" tanya Xiao Tie.
"Aku merasa aku masih berhutang kepadamu karena itu
aku...." Kata Xiao Tie lagi, "Apakah kau menganggap aku sudah
menolongmu karena itu kau pun harus menolongku?"
Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Jujur saja, aku
tidak menyangka orang seperti dirimu mempunyai
keinginan untuk mati."
Xiao Tie menundukkan kepalanya kemudian
mengangkat kepala lagi dan berkata, "Apakah kau selalu
bicara dengan cara seperti itu?"
"Aku berkata yang sejujurnya."
"Kata-kata yang jujur kadang-kadang bisa melukai
orang." "Kata-kata bohong tidak bisa melukai orang, namun bisa
melukai hati orang," kata Meng Xing-hun.
Xiao Tie memandangnya, matanya bertambah terang
dan berkata, "Bila hari itu aku tidak datang, apakah benar
kau akan bunuh diri?"
Meng Xing-hun terdiam dengan pelan dia berkata, "Aku
hanya ingin mati, tapi apakah aku bisa mati, itu adalah dua
hal yang berbeda."
"Mengapa dua hal yang berbeda?"
"Banyak orang ingin mati, banyak pula orang yang tidak
bisa mati."
Xiao Tie tertawa dan berkata, "Karena itu artinya aku
tidak pernah menolongmu, kau pun tidak pernah
menolongku."
"Bila orang benar-benar ingin mati, tidak ada yang dapat
menolongnya," kata Meng Xing-hun.
Dengan pelan Xiao Tie mengangguk dan berkata, "Oleh
karena itu kau tidak berhutang kepadaku, dan aku pun tidak
berhutang kepadamu."
Meng Xing-hun berkata lagi, "Tapi aku berhutang
kepadamu."
"Kau berhutang apa kepadaku?"
Mata Meng Xing-hun tampak seperti ada embun
kemudian dia memandang Xiao Tie dan berkata, "Sekarang
aku jadi tidak ingin mati."
"Kalau begitu aku berhutang kepadamu," kata Xiao Tie
tertawa. "Kau berhutang apa?" tanya Meng Xing-hun.
"Aku tidak menyangka malam ini aku bisa tertawa."
"Kau suka tertawa?"
"Suka atau tidak suka tertawa. Dan tertawa atau tidak
ingin tertawa, itu adalah dua hal yang berbeda."
Tanya Meng Xing-hun, "Apakah karena kau melihatku
baru tertawa?"
"Ya."
"Apakah kau menganggapku lucu?"
"Bukan lucu, tapi menyenangkan," kata Xiao Tie.
"Kalau begitu, mengapa kau tidak mau menemaniku
minum?" Xiao Tie mengerjapkan mata dan berkata, "Siapa bilang
aku tidak mau minum?"
Arak tidak begitu bagus.
Malam begitu larut tidak dapat mencari arak yang bagus.
Arak tidak bagus itu tidak jadi masalah, ada orang yang
datang bukan untuk minum arak tapi mencari teman atau
hal yang lain Meng Xing-hun mengangkat gelas dan
berkata, "Aku tidak akan bersulang untuk orang lain."
Xiao Tie pun bicara, "Aku pun tidak suka orang lain
bersulang untukku."
"Aku lebih tidak suka orang lain minum terlalu sedikit."
Xiao Tie tertawa dan berkata, "Orang yang senang
minum biasanya memiliki penyakit semacam ini, selalu
berharap orang lain mabuk dahulu. Walaupun dia sendiri
ingin mabuk tapi dia juga berharap orang lain mabuk
terlebih dahulu."
"Kau sangat mengerti hati seorang pemabuk," kata
Meng Xing-hun. "Sebab aku adalah salah satunya."
Dengan tersenyum Meng Xing-hun berkata, "Sepertinya
kau pun tidak suka berbohong."
Dengan tersenyum Xiao Tie menjawab, "Karena aku
tidak perlu berbohong kepadamu."
"Kalau memang perlu berbohong, bagaimana?"
Xiao Tie dengan pelan mengangkat gelas arak dan
melihat arak di dalam gelas.
Dengan pelan dia berkata, "Bila perlu aku juga sering
berbohong, namun bila telah berbohong diri sendiri pun
tidak akan mempercayainya."
"Harus bagaimana termasuk perlu?"
"Keadaan seperti itu sangat banyak," jawab Xiao Tie.
"Seperti apa?"
"Seperti bila kau terus menatapku dan tertangkap basah
olehku bahwa kau menyukaiku...."
Dia tertawa dan menghabiskan sisa arak di dalam gelas
dan berkata, "Itu tidak mungkin."
Meng Xing-hun dengan pelan mengangkat gelasnya
namun dia tidak memandang arak di dalam gelas.
Matanya terus memandang Xiao Tie dengan pelan dia
berkata, "Mengapa tidak mungkin?"
"Karena kita tidak saling mengerti, boleh dibilang kita
tidak saling kenal."
"Bukankah sekarang kita sudah saling kenal?"
Dengan cepat dia menenggak habis sisa araknya dan
menambah kemudian menenggak lagi. Lalu dia berkata,
"Mengerti adalah persoalan yang lain. Suka atau tidak
adalah hal yang lain lagi. Aku percaya orang yang mengerti
dirimu tidak banyak tapi orang yang menyukaimu pasti
banyak." Xiao Tie tersenyum dan berkata, "Kau ini kau sedang
memujiku atau sedang menertawakanku?"
Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Aku hanya bicara
apa yang ada di dalam hati ini."
"Apakah kau selalu mengatakan isi hatimu kepada orang
lain?" "Aku tidak pernah mengatakannya."
"Tapi hari ini kau...."
"Hari ini merupakan pengecualian."
"Mengapa?"
Setelah terdiam lama dia menarik nafas dan berkata,
"Aku pun tidak tahu."
Xiao Tie pun terdiam.
Xiao Tie merasa dia pun memiliki perasaan yang sama,
merasa bisa mengungkapkan isi hatinya di hadapan orang
ini tanpa rasa khawatir. Mengapa bisa seperti itu"
Xiao Tie sendiri pun tidak tahu. Dia hanya tertawa dan
berkata, "Penyakitmu adalah terlalu banyak bicara dan
minum arak terlalu sedikit."
"Aku sedang menunggumu."
"Menungguku?" tanya Xiao Tie.
"Karena kau lebih sedikit minum dibandingkan diriku."
"Apakah kau ingin aku minum sama banyak dengan
dirimu?" Meng Xing-hun menjawab dengan tegas, "Ya!"
"Apakah kau ingin mencekokku hingga mabuk?"
"Ya, aku mempunyai maksud seperti itu."


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau berani" Ingin mencekokiku hingga mabuk itu hal
yang tidak mudah?" kata Xiao Tie tertawa.
"Karena tidak mudah itulah maka sangat
menyenangkan."
Ooo)dw(ooO Meng Xing-hun sangat menyukai rumah kayu Han
Tang. Mungkin dia dan Han Tang ada kemiripan.
Rumah kayu itu tidak nyaman namun sangat sepi.
Setelah Han Tang meninggal, rumah kayu tidak ada
yang mendatangi karena arti Han Tang adalah sepasang
tangannya, bila dia meninggal semua sudah tidak berharga
lagi. Meng Xing-hun menganggap rumah kayu itu menjadi
miliknya. Waktu mereka minum arak adalah di luar rumah kayu
itu. Sekarang malam sudah larut.
Arak di dalam guci pun hampir habis.
Kata Meng Xing-hun, "Tiba-tiba aku merasa bila aku
bersamamu kata-kataku lebih banyak keluar dan arak pun
lebih banyak kuminum."
"Seseorang hanya dengan teman lama baru bisa seperti
itu, apakah benar?" tanya Xiao Tie.
"Ya!" jawab Meng Xing-hun.
"Tapi kita bukan teman lama."
"Memang benar kita bukan teman lama."
Xiao Tie menatap Meng Xing-hun, matanya tampak
lebih terang lagi, lebih terang dari bintang di langit.
"Katanya bila kau minum arak makin banyak, matamu
bertambah terang. Apakah itu benar?"
Xiao Tie tertawa dan berbicara, "Kau tahu mengenai
diriku cukup banyak."
"Aku tahu kau jago minum, juga tahu bahwa orangorang
memanggilmu Xiao Tie."
"Apakah masih ada yang lain?" tanya Xiao Tie.
"Tidak ada."
"Hingga saat ini aku belum tahu namamu."
"Margaku Meng...."
Xiao Tie memotong kata-katanya dan berbicara, "Aku
tidak tahu namamu karena di antara kita tidak ada
hubungan. Dulu tidak ada, sekarang pun lebih-lebih tidak
ada." Meng Xing-hun merasa hatinya semakin tenggelam dan
dia bertanya, "Mengapa?"
"Karena aku tidak suka," jawab Xiao Tie tegas.
Tiba-tiba dia berdiri dan berjalan keluar.
"Apakah kau akan pergi?" tanya Meng Xing-hun.
"Dari tadi aku memang harus pergi."
"Aku akan mengantarmu."
"Tidak perlu, tidak perlu, tidak perlu."
Dia tidak melihat ke arah Meng Xing-hun dan berkata,
"Aku mempunyai kaki, kakiku belum putus."
"Bagaimana dengan nanti?"
"Nanti" Kita tidak punya nanti. Nanti kau pun tidak
akan mengenaliku lagi, begitu pun dengan diriku."
Orang ini tiba-tiba dalam waktu yang singkat sudah
berubah Berubah menjadi dingin dan kejam.
Tidak ada orang yang dapat menebak mengapa tiba-tiba
dia berubah. Hati perempuan memang tidak ada yang bisa
mengerti. Hati Meng Xing-hun seperti ada rasa sakit seperti ada
sebatang jarum menusuk dadanya. Dia tidak bicara lagi,
dengan diam melihat kepergian Xiao Tie. Dia tidak suka
memaksa orang apalagi memaksa seorang perempuan.
Tiba-tiba Xiao Tie menolehkan kepalanya dan berkata,
"Kau membiarkanku pergi begitu saja?"
"Apa yang dapat kulakukan?"
"Kau tidak menahanku" Kalau orang lain pasti
menggunakan segala cara untuk menahanku."
"Aku bukan orang lain, aku adalah aku," kata Meng
Xing-hun. Xiao Tie memelototinya dan tertawa kemudian berkata,
"Kau orang yang sangat menyenangkan."
Tiba-tiba Xiao Tie kembali lagi, dia ingin minum lagi
namun semua gelasnya sudah kosong.
Dia mengangkat guci arak dan menuang isi guci itu ke
dalam mulutnya.
"Kau sudah mabuk," kata Meng Xing-hun.
Xiao Tie tertawa dan berkata, "Kau tidak suka aku
mabuk" Bila perempuan sedang mabuk, laki-laki
mempunyai kesempatan mengambil keuntungan."
Terdengar suara 'PING', guci yang dipegang oleh Xiao
Tie terjatuh dan hancur.
Tiba-tiba Xiao Tie terduduk di bawah, dia menangis
sekerasnya dan berkata, "Aku tidak mau pulang. Tidak mau
pulang!" Xiao Tie tidak pulang, begitu dia sadai-, dia terbaring di
sebuah tempat tidur yang kecil dan keras.
Baju yang di tubuhnya masih rapi seperti kemarin
malam, sepatu pun masih ada di kakinya.
Pemuda she Bong itu duduk di hadapannya. Sepertinya
dari kemarin dia seudah duduk di sana, bahkan tidak
bergerak sama sekali.
Xiao Tie memandang dia dengan pandangan berterima
kasih. Dengan tersenyum Xiao Tie bertanya, "Kemarin
malam apakah aku mabuk?"
Meng Xing-hun balas tersenyum dan berkata, "Setiap
orang pasti ada saatnya mabuk."
Wajah Xiao Tie memerah dan berkata, "Biasanya aku
tidak cepat mabuk."
Kata Meng Xing-hun, "Aku tahu kemarin malam kau
sedang tidak enak liati."
"Kau tahu aku sedang tidak enak hati?"
"Bila orang sedang enak hatinya, dia tidak akan
sendirian berada di tepi sungai dan berniat untuk meloncat
ke sungai."
Xiao Tie menundukkan kepalanya setelah lama dia baru
berkata, "Setelah aku mabuk, aku sudah mengatakan apa
saja?" "Kau bilang kau tidak ingin pulang," jawab Meng Xinghun.
"Kemudian aku masih mengatakan apa lagi?"
"Kemudian kau tidak pulang."
"Apakah aku tidak membicarakan hal yang lain?"
Meng Xing-hun malah balik bertanya, "Kau kira kau
akan mengatakan apa?"
Xiao Tie tidak menjawabnya, dia malah berdiri dengan
tersenyum dia berkata, "Sekarang aku harus pulang."
"Aku tahu."
"Kau tidak perlu mengantarku," kata Xiao Tie.
"Aku tahu."
Tiba-tiba Xiao Tie mengangkat kepalanya dan berkata,
"Mengapa semenjak tadi kau memelototi diriku?"
"Karena aku takut," jawab Meng Xing-hun.
"Takut" Kau takut apa?"
"Takut kelak tidak dapat bertemu denganmu lagi."
Hati Xiao Tie tiba-tiba bergetar seperti pohon putri malu
yang ditiup oleh angin musim semi. Xiao Tie melihat mata
Meng Xing-hun penuh dengan kesedihan.
Meng Xing-hun dengan pelan berkata, "Aku berharap
kita akan bertemu lagi."
"Jangan!" Teriak Xiao Tie.
Suaranya besar hingga dia sendiri pun kaget karena itu
dia berhenti bicara setelah lama dia baru melanjutkan, "Bila
kau mencariku, kau akan menyesal."
"Mengapa bisa menyesal?"
"Aku tidak berguna untukmu, aku pun tidak berguna
untuk semua orang. Siapa pun yang bertemu dan mengenal
diriku, dia akan sial."
Kata Meng Xing-hun, "Itu adalah masalahku, sekarang
aku ingin bertanya kepadamu, apakah kau mau aku
mencarimu?"
"Kau tidak boleh mencariku."
Xiao Tie menundukkan kepalanya, dia merasa hatinya
mulai melemah dengan lembut dia berkata, "Kelak
mungkin aku yang akan mencarimu."
Xiao Tie sudah pergi.
Meng Xing-hun tetap duduk dalam diam. Hatinya terasa
sakit tapi juga merasa ada sedikit rasa manis, ada rasa
kecewa juga terasa ada kehangatan.
Meng Xing-hun sudah merasa bahwa dalam hati Xiao
Tie banyak rahasia yang tidak dapat diungkapkan. Dia
sendiri pun seperti itu. Keadaan mereka sangat mirip karena
itu mereka sama-sama merasa sedih.
Bila seseorang sudah mempunyai perasaan maka akan
mengalami kesedihan. Karena kata-kata itulah dia merasa
sedih. Apakah benar dia akan datang mencarinya"
Meng Xing-hun menghela nafas dan berdiri namun dia
memutuskan berbaring kembali.
Dia masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan,
namun sekarang ini apa pun dia enggan melakukannya.
Bantal masih tersisa harum rambut Xiao Tie, Meng
Xing-hun meciumi bau harum itu.
Dia sudah bertekad. Bila Xiao Tie tidak datang dia akan
segera melupakan Xiao Tie.
Walaupun Meng Xing-.hun sudah bertekad, apakah dia
mampu untuk melakukannya"
Xiao Tie pasti akan dengan cepat melupakannya.
Bantal sudah menjadi dingin namun harumnya masih
tercium. Meng Xing-hun ingin melempar keluar bantal ini.
Tiba-tiba pintu terbuka.
Meng Xing-hun mendengar pintu yang terbuka, dia
mengangkat kepalanya dan dia melihat Xiao Tie datang.
Xiao Tie berdiri di ambang pintu, wajahnya sangat segar,
sama sekali tidak ada sisa mabuk kemarin malam. Terlihat
begitu segar dan cantik seperti sekuntum bunga yang baru
mekar. Meng Xing-hun merasa senang hingga ingin meloncatloncat.
Seumur hidupnya belum pernah dia merasa begitu
gembira. Xiao Tie sedang tertawa, tawanya lebih ceria dari bunga
dan Xiao Tie sedang memandang Meng Xing-hun
kemudian berkata, "Kau tebak, aku datang membawa apa?"
Sengaja Meng Xing-hun menggelengkan kepalanya.
"Kemarin kau mentraktirku, kali ini aku yang
mentraktirmu."
Dia mengangkat tangannya kemudian memperlihatkan
makanan yang tampak memenuhi keranjang.
Dengan tertawa Xiao Tie bertanya, "Apakah kau lapar?"
Meng Xing-hun akhirnya meloncat berdiri, dengan
tertawa dia berkata, "Aku sudah lapar dan mampu menelan
seekor kuda."
Mereka berlarian masuk ke dalam hutan.
Di dalam hutan, rumput sangat hijau sepertinya angin
musim gugur belum berhembus sampai ke tempat itu.
Kemudian mereka berbaring di, padang rumput dan
menikmati harumnya rerumputan.
Setelah lewat beberapa lama Xiao Tie menghela nafas
dan berkata, "Sudah lama aku tidak berbaring di padang
rumput seperti ini, bagaimana denganmu?"
"Aku sering berbaring di padang rumput, namun hari ini
perasaanku tidak sama," jawab Meng Xing-hun.
Tanya Xiao Tie merasa aneh, "Apa yang tidak sama?"
"Rumput hari ini sepertinya sangat hijau."
Xiao Tie tertawa, tawanya begitu lembut dan berkata,
"Kau sangat pandai bicara dan sangat enak didengar."
Meng Xing-hun melanjutkan, "Kata-kata yang jujur
kadang kala tidak enak didengar dan kata-kata bohong
kadang kala lebih enak didengar."
Xiao Tie menggigit bibirnya, setelah lama dia baru
bicara, "Apakah kau pernah berpikir?"
"Mengenai hal apa?"
"Apakah pernah terpikir olehmu bahwa aku tidak akan
pernah kemari lagi?"
"Benar, namun kau datang begitu cepat, tidak
kusangka."
"Tahukah kau mengapa, aku lebih cepat datang kemari?"
"Aku tidak tahu, yang aku tahu pada saat kau pergi aku
merasa begitu kesepian."
Xiao Tie tidak bicara lagi, apakah kata-kata Meng Xinghun
sudah mewakilinya menceritakan apa yang ada di
dalam benaknya" Kesepian" Kesepian yang begitu
menakutkan"
Namun kegembiraan sangat sulit didapat.
Kadang kala kau dikelilingi oleh banyak orang namun
kau malah merasa kesepian.
Dengan pelan Meng Xing-hun berkata, "Mungkin kita
bukan teman tapi entah mengapa bila bersamamu aku tidak
merasa kesepian?"
Hanya orang yang sering merasa kesepian baru dapat
merasakan bahwa tidak kesepian lagi adalah hal yang
sangat membahagiakan.
Mata Xiao Tie makin basah. Dia pun ingin berkata 'aku
pun sama'. Namun dia tidak bicara. Dia adalah perempuan,
perempuan tidak ingin mengungkapkan kata hatinya.
Tiba-tiba Xiao Tie meloncat dan tertawa, "Walau
bagaimanapun aku sudah datang, kau harus menemaniku
main seharian."
"Aku akan menemanimu, walau kau melakukan hal apa
pun aku akan menemanimu," kata Meng Xing-hun.
Xiao Tie mengerjapkan mata dan berkata, "Kita
menggali harta karun, bagaimana?"
"Menggali harta karun?" tanya Meng Xmg-hun.
"Di suatu tempat di dalam hutan ada harta karun."
Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Di dalam hutan
ada harta karun, pasti juga ada dewa dan dewi. Ada yang
senang mengubah orang menjadi keledai, kau harus hatihati."
"Apakah kau tidak mempercayai kata-kataku?" kata
Xiao Tie.

Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Apakah kau juga
tidak mempercayai kata-kataku?"
"Bila kau tidak percaya aku akan membawamu untuk
mencarinya. Bila sudah menemukannya kau akan percaya."
Meng Xing-hun hanya tertawa.
Xiao Tie menghirup nafas, "Aku sudah mencium
baunya." "Kau menghirup bau apa?" tanya Meng Xing-hun.
"Aku mencium bau harta karun."
"Di mana?"
"Harta karun ada di sini, ada di bawah tempat kau
berbaring tadi."
Meng Xing-hun berdiri dan bertanya, "Apakah di bawah
sana ada harta karun?"
"Kau masih tidak percaya?"
Meng Xing-hun tertawa dan Xiao Tie berkata lagi,
"Bagaimana bila aku menggalinya keluar?"
"Bila kau dapat menggalinya, kau dapat mencari seorang
dewa dan menyuruhnya menyulapku menjadi keledai."
"Baiklah! Ucapan seorang laki-laki sejati tidak boleh
dilanggar."
Segera Xiao Tie mencari sepotong kayu dan mulai
menggali. Meng Xing-hun pun membantunya.
Mereka menggali, tidak lama kayu Meng Xing-hun
sudah menyentuh suatu benda yang keras. Benda itu
berbentuk seperti peti.
Xiao Tie tertawa kemudian melihat Meng Xing-hun,
"Sepertinya ada seseorang yang akan berubah menjadi
keledai." Meng Xing-hun terpaku kemudian dia tertawa terbahakbahak.
Harta karun sudah diangkat dari dalam tanah. Ternyata
benda itu adalah guci arak.
Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Aku sudah masuk
perangkap. Seguci arak ini pasti tadi kau yang
menguburnya."
"Aku tidak mau tahu, aku hanya ingin bertanya
kepadamu apakah ini adalah harta karun?"
"Ya, ini adalah harta karun," kata Meng Xing-hun
tertawa. Xiao Tie dengan tenang berkata, "Harta karun sudah
ada, bagaimana dengan keledai?"
"Keledai ada di hadapanmu, apakah kau tidak
melihatnya?"
Xiao Tie tertawa sambil membungkukkan tubuhnya dan
berkata, "Keledai ini sepertinya hanya memiliki 2 kaki."
"Keledai berkaki 2 lebih baik dari pada keledai berkaki
4." "Apanya yang lebih baik?"
"Keledai berkaki 2 bisa minum arak."
Mata Xiao Tie tampak lebih bercahaya lagi. Itu artinya
arak di dalam guci. sudah hampir habis.
Di dalam hembusan angin tidak ada harum rumput
hanya ada wangi arak.
Bila seseorang perutnya sudah terisi oleh setengah guci
arak, kecuali wanginya arak apakah dia masih dapat
menghirup wangi yang lain"
Xiao Tie berbaring di hamparan rumput, dia pun tidak
bicara. Namun dalam benaknya banyak hal yang dia
pikirkan. Biasanya banyak hal yang tidak ingin dan tidak berani
dipikirkan, sekarang semua melintas dalam pikirannya.
Siapa bilang arak dapat menghilangkan stress"
Meng Xmg-hun pun tidak bicara, apa pun tidak dia
pikirkan, dia hanya terdiam menikmati suasana sepi di
antara mereka. Kata-kata dapat membuat orang gembira
namun bila seseorang tidak dapat menikmati suasana diam
seperti ini, dia bukan orang yang benar-benar bisa bicara.
Bahasa yang membuat orang gembira hanya orang yang
mengerti arti 'diam' itu sendiri.
Meng Xing-hun mengira Xiao Tie sedang menikmati
suasana diam ini.
Hubungan antara orang harus bisa saling mengerti, lebihlebih
harus mengerti hati seorang perempuan bila tidak kau
akan menyesal. Malam kembali sudah larut.
Xiao Tie tiba-tiba duduk dan berkata, "Aku mau
pulang." Dia mengatakan kalimat ini terlalu cepat seperti tidak
ingin didengar orang lain.
Kemungkinan kalimat ini tidak ingin diucapkan olehnya.
Meng Xing-hun hanya mendengar kata 'aku', dia bertanya,
"Kau mau apa?"
Xiao Tie melotot ke arahnya, "Kau sengaja dan purapura
tidak mendengar kata-kataku."
Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Mengapa aku
harus pura-pura tidak mendengar?"
Xiao Tie tiba-tiba berteriak dan berkata, "Yang tadi
kukatakan adalah aku mau pulang."
Karena Xiao Tie terlalu keras bicara hingga dirinya pun
ikut terkejut, setelah lama Xiao Tie baru berkata, "Apakah
kali ini kau mendengar?"
Meng Xing-hun terpaku dan dia menjawab, "Ya, aku
sudah mendengarnya."
Xiao Tie bertanya lagi, "Hal apa yang masih ingin kau
bicarakan?"
"Tidak ada."
"Mengapa kau tidak bertanya mengapa aku tiba-tiba
ingin pulang?"
"Kau pasti mempunyai alasan yang tepat bukan?"
"Memang ada, tapi mengapa kau tidak memikirkan cara
menahanku untuk tidak pulang?" tanya Xiao Tie.
"Apa aku dapat menahanmu?"
"Memang tidak dapat, kau kira kau itu siapa?"
"Aku tidak akan memaksamu pulang."
Xiao Tie menjadi kebingungan, akhirnya dia berkata,
"Kau tidak mempunyai maksud untuk menahanku karena
itu aku harus pergi dari sini."
"Aku tidak bermaksud seperti itu."
"Apakah kau itu batu"! Dan bukan orang"! Mengapa
selalu bicara seperti itu?"
Meng Xing-hun tidak bicara lagi.
Tiba-tiba dia merasa Xiao Tie mulai berubah menjadi
sangat galak dan marah-marah tanpa alasan.
"Benar bukan" Kau tidak bisa bicara apa-apa lagi," kata
Xiao Tie. Meng Xing-hun tertawa kecut, dia tidak dapat bicara
lagi. "Baiklah, bicara pun sudah tidak mau. Aku pergi pun
tidak apa-apa bagimu," kata Xiao Tie.
Dia bangkit dari duduknya kemudian berlari, dan
berteriak, "Selamanya aku tidak mau bertemu denganmu
lagi. Bila kau berani mencariku, aku akan membunuhmu."
Meng Xing-hun tercengang, apakah dia harus merasa
sedih atau dia harus marah"
Dia merasa hatinya sangat sakit, dia pun hampir
berteriak, "Kelak aku pun tidak mau bertemu denganmu
lagi, jangan cari ke tempat ini!"
Kemungkinan ini adalah cinta.
Bila kau mau menikmati manisnya cinta, kau harus
menahan pahitnya dan permasalahan yang timbul karena
cinta. Xiao Tie sudah pergi, sosoknya sudah tidak terlihat.
Hutan terlihat sangat gelap. Kegelapan seperti ini
membuat orang mudah putus asa.
Meng Xing-hun berdiri tapi dia kembali duduk, dia ingin
mencari arak namun malas bergerak.
Dia hanya ingin menyendiri dan duduk dalam
kegelapan. Namun duduk pun dia merasa sedih, berdiri pun masih
merasa sedih. Pada waktu sadar sedih, mabuk pun sedih.
Walau melakukan hal apa pun tetap merasa sedih.
Kadang kala dia merasa sangat bosan, kadang-kadang
juga dia merasa sangat hampa dan juga merasa khawatir
namun dia belum pernah merasa sangat sedih.
Apakah dulu dia tidak pernah merasa gembira" Tiba-tiba
dari kegelapan terdengar suara orang menangis. Walaupun
Meng Xing-hun pura-pura tidak mendengar tapi suara itu
tetap terdengar.
Dia berdiri dan mendekati, suara itu.
Xiao Tie ada di balik pohon sedang menangis seperti
seorang anak kecil yang menangis tersedu-sedu.
Mengapa Xiao Tie menangis" Hal apa yang membuatnya
sangat sedih"
Dengan perlahan Meng Xing-hun mendekatinya.
Rambut Xiao Tie tergerai sangat lembut dan mengkilat.
Hati Meng Xing-hun sudah tidak marah dan bingung
lagi. Sekarang dia dipenuhi oleh rasa sayang dan kasihan
kepada Xiao Tie. Dia berharap dia bisa mengucapkan
beberapa kata yang dapat menghibur Xiao Tie namun entah
harus memulai dari mana.
Dengan lembut dia membelai rambut Xiao Tie.
Tiba-tiba Xiao Tie menarik tangannya. Matanya yang
bersimbah air mata di bawah cahaya bulan seperti bunga Li
yang ditetesi oleh embun pagi.
Xiao Tie menangis sambil berteriak, "Aku tidak mau
pulang! Kau jangan mengusirku. Aku benar-benar tidak
ingin pulang!"
Meng Xing-hun berlutut, dengan erat memeluknya. Air
matanya pun ikut mengalir dan berkata, "Tidak ada yang
mengusirmu juga tidak akan ada orang yang dapat
mengusirmu untuk pulang."
Benar memang tidak ada orang yang ingin mengusirnya
pulang. Dia sendiri yang mengusir dirinya untuk pulang. Karena
dalam hatinya ada sebuah pecut.
Xiao Tie tidak pulang.
Pada saat dia bangun dia terbaring di tempat tidur yang
keras dan dingin.
Meng Xing-hun sedang duduk di bawah, kepalanya
dekat dengan kaki Xiao Tie. Dia tidur sangat nyenyak
seperti seorang anak yang tertidur di sisi ibunya.
Di mata kekasih walaupun kau melakukan hal apa pun
terlihat seperti seorang anak kecil, tertawa seperti anak
kecil, menangis pun seperti anak kecil. Orang selalu merasa
bahwa orang yang dicintai olehnya selalu terlihat tidak
dewasa. Dengan lembut Xiao Tie membelai rambutnya.
Xiao Tie melihatnya, dalam hatinya dipenuhi oleh rasa
cinta. Pada saat Xiao Tie membelainya seperti seorang ibu
sedang membelai anaknya yang tercinta.
Saat itu pun Xiao Tie sudah melupakan semua rasa
bingung dan kesedihannya.
Nafas Meng Xing-hun tiba-tiba menjadi ringan.
Segera Xiao Tie menarik tangannya. Wajah yang pucat
menjadi merah. Dengan suara gemetar dia berkata, "Kau
sudah bangun."
Meng Xing-hun tidak bergerak juga tidak bersuara,
setelah lama dia baru mengangkat kepalanya dan
memandang Xiao Tie.
Kepala Xiao Tie ditundukkan dan berkata, "Apakah
kemarin malam aku kembali mabuk?"
"Benar."
Wajah Xiao Tie menjadi merah dan berkata, "Setelah
aku mabuk pasti berubah menjadi galak dan pasti kata-kata
yang keluar dari mulutku membuatmu marah."
"Aku tidak marah karena aku sudah tahu."
"Tahu apa?"
Dengan lembut Meng Xing-hun berkata, "Tiap orang di
dalam hatinya pasti ada kebingungan dan kesedihan. Dia
harus mencari tempat untuk menumpahkannya."
Xiao Tie terdiam lama kemudian bertanya, "Apakah kau
pun memiliki kesedihan?"
"Tadinya tidak ada," jawab Meng Xing-hun.
"Apakah setelah kau mengenalku baru merasa arti
sedih?" tanya Xiao Tie.
"Ya."
Xiao Tie menggigit bibirnya dan berkata, "Kau pasti
menyesal telah mengenalku."
"Aku tidak menyesal, aku malah gembira."
Xiao Tie bertanya karena aneh, "Senang" Aku
membuatmu bisa sedih tapi kau bilang senang?"
Kata Meng Xing-hun, "Bila tidak ada sedih pasti tidak
ada kegembiraan yang sesungguhnya. Hanya bersamamu
aku baru merasakan gembira."
Kata-kata ini bila didengar orang lain pasti akan
terdengar gombal namun di antara kekasih bila mendengar
hal ini terasa lembut seperti angin di musim semi dan indah
seperti lagu. Memang kata-kata di antara kekasih bukan untuk
didengar oleh orang lain.
Setelah lama Xiao Tie baru berkata, "Aku pun sama."
Begitu dia mendengar kalimat ini, dia tidak berani
menatap Meng Xing-hun dan berkata, "Sekarang aku
benar-benar akan pulang."
"Aku tahu," kata Meng Xing-hun.
"Kau tidak perlu mengantarku pulang."
"Aku tidak akan mengantarmu."
"Kalau begitu aku pergi sekarang."
"Aku tidak akan membiarkanmu pergi," kata Meng
Xing-hun. Xiao Tie membalikkan tubuhnya dengan mata
melotot dia bertanya, "Kau tidak mengijinkanku pergi?"
Meng Xing-hun mengulang sekari lagi, bahasanya lebih
tegas, "Aku tidak mengijinkanmu pergi!" Dengan cepat dia
berkata lagi, "Karena aku tahu sebenarnya kau tidak ingin
pulang." Mata Xiao Tie dari ekspresi terkejut menjadi sedih, air
matanya kembali mengalir dan berkata, "Benar, kadangkadang
aku ingin lari, lari ke tempat yang sangat jauh
namun aku tetap harus pulang."
"Mengapa?"
Tiba-tiba Xiao Tie berubah menjadi marah, "Mengapa"


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Apakah seumur hidup aku harus tidur di sini?"
"Mengapa tidak?"
"Tidak! Tidak bisa!" Teriak Xiao Tie.
Dia membalikkan tubuh tapi Meng Xing-hun. menarik
tangannya. Tiba-tiba sebelah tangan Xiao Tie menampar
wajah Meng Xing-hun.
Setelah ditampar Meng Xing-hun malah menjadi
bengong. Xiao Tie pun ikut bengong. Setelah lama dengan dingin
dia berkata, "Lepaskan tanganku! Lebih baik lepaskan!"
"Tidak!" Tiba-tiba Meng Xing-hun menarik dan
memeluknya. Tubuh Xiao Tie dingin dan kaku, seperti sebatang kayu,
selempengan besi, atau sepotong es.
Meng Xing-hun merasa hatinya menjadi dingin
kemudian dia melepaskan Xiao Tie. Meng Xing-hun
merasa lambungnya dengan cepat berkerut, karena
menahan sakit tubuhnya menjadi gemetar.
Xiao Tie berdiri tidak bergerak dan dengan dingin
memandangnya. Meng Xing-hun masih gemetaran, berdiri pun tidak
sanggup. Sambil terus gemetar dia mundur hingga ke dekat
dinding kemudian membalikkan tubuhnya, dan air mata
pun menetes, dan dia berkata, "Baiklah! Pergi kau! Pergi!"
Saat dia mengucapkan kata-kata itu dia sudah roboh.
Xiao Tie tidak pergi. Xiao Tie mendekati Meng Xinghun
dan memeluknya dengan erat. Es sudah mencair, besi
sudah terbakar, tubuh Xiao Tie berubah menjadi lembut
dan panas seperti api. Air matanya sudah memenuhi
seluruh wajahnya.
Tubuh Xiao Tie menempel di tubuh Meng Xing-hun.
Gemetar tubuh Meng Xmg-hun semakin mereda, dia
menggigit bibirnya dan berkata, "Kau tidak perlu berbuat
seperti ini."
"Memang tidak perlu, namun aku rela. Asal kau tidak
menyesal aku rela memberikan semuanya untukmu."
Xiao Tie memeluk Meng Xing-hun lebih erat lagi.
Dengan meneteskan air mata dia berkata, "Apakah kau
menyesal" Tapi aku tidak menyesal walaupun kelak kau
akan menjadi apa, sekarang aku adalah milikmu."
Setiap kata yang dikeluarkan oleh Xiao Tie adalah katakata
yang keluar dari lubuk hatinya. Dia sudah bertekad
akan menyerahkan dirinya kepada orang asing ini, ini
pertama kalinya dia rela memberikan dirinya kepada orang
lain. Karena dia tahu bahwa dia sudah sepenuh hati mencintai
laki-laki ini. Walaupun dia tidak begitu mengerti Meng
Xing-hun, dia sudah jatuh cinta kepadanya.
Perasaan ini datang terlalu cepat, terlalu dahsyat,
membuat dirinya tidak percaya. Namun perasaan ini begitu
nyata memaksa dia untuk percaya.
Cinta adalah perasaan yang sangat aneh tidak ada orang
yang dapat mengerti, tidak ada orang yang dapat
menguasainya. Dia tidak seperti persahabatan Persahabatan
itu dikumpulkan secara lambat laun akan menjadi tebal.
Tapi cinta itu datang dengan tiba-tiba.
Tidak ada yang memaksa, semuanya terjadi secara
alamiah dan mereka duduk berdua.
Xiao Tie berbaring di sisi Meng Xing-hun.
Nafas Meng Xing-hun sangat ringan seperti angin musim
semi. Bumi dan langit begitu damai serta tenang.
Setelah lama Xiao Tie mulai, menangis kembali. Dia
membalikkan tubuh memunggungi Meng Xing-hun dan
berkata, "Sekarang kau harus tahu, aku pernah dimiliki oleh
laki-laki lain."
Wajah Meng Xing-hun tampak lembut dan damai,
dengan lembut dia berkata, "Aku sudah tahu."
"Apakah kau tidak menyesal" Atau kau tidak peduli
sedikit pun?"
Suara Meng Xing-hun terdengar lebih lembut lagi, dia
berkata, "Hal yang sudah terjadi, mengapa aku harus
peduli?" Tiba-tiba Xiao Tie membalikkan tubuhnya lagi dengan
erat dia memeluk Meng Xing-hun. Air mata Xiao Tie
membasahi wajah Meng Xing-hun.
Sambil meneteskan air mata dia berkata, "Walaupun kau
percaya atau tidak, aku tetap akan memberita.hu, dulu aku
pernah dimiliki oleh laki-laki lain, ini terjadi pertama kali
dalam hidupku."
"Aku mengerti."
Ada kekuatan yang tidak bisa ditahan oleh orang, karena
itu apakah seseorang yang sudah, diperkosa di matanya
sudah tidak begitu penting yang penting adalah hatinya.
Asalkan perempuan itu benar-benar mencintainya dan
asalkan hati perempuan itu bersih dan suci. Walaupun dia
perempuan atau pelacur sama sekali tidak menganggu
kehormatan dan rasa cintanya.
Dengan erat Xiao Tie memeluknya, air matanya terus
bercucuran. Ini adalah air mata kebahagiaan dan air mata
terima kasih. Tidak ada orang yang dapat menggambarkan
kegembiraan Xiao Tie.
"Siapa orang itu?" tanya Meng Xing-hun.
"Bila kau tidak peduli, mengapa masih bertanya?"
"Karena dia terus mengancammu."
"Apakah kau ingin membunuhnya?"
Kalimat ini sebenarnya tidak perlu dijawab karena semua
pun tahu bagaimana kemarahan yang timbul dari mata
Meng Xing-hun, karena dia adalah seorang laki-laki.
Perasaan seperti ini tidak dapat ditahan begitu saja.
Xiao Tie menggigit bibirnya dengan pelan dia berkata,
"Aku pun dari dulu ingin membunuhnya!"
"Kalau begitu kau harus memberitahu kepadaku siapa
orang itu."
"Aku tidak dapat memberitahumu."
"Mengapa?"
"Karena aku tidak ingin demi diriku kau membunuh
orang. Lebih-lebih tidak mau kau menempuh bahaya demi
diriku." "Bahaya apa?" tanya Meng Xing-hun tiba-tiba.
"Dia orang yang sangat menakutkan, kau.... kau...."
Meng Xing-hun tertawa dingin dan berkata, "Kau
menganggapnya lebih kuat dari diriku, dan kau mengira
aku bukan lawannya?"
Xiao Tie memegang tangannya dengan erat, "Aku tidak
bermaksud seperti itu, hanya...."
"Hanya apa?"
Xiao Tie menggelengkan kepalanya.
Kata Meng Xing-hun, "Mengapa kau tidak melanjutkan
kata-katamu?"
Xiao Tie terus menangis sambil berkata, "Kau harus
mengerti maksudku, mengapa aku membicarakan masalah
ini." Setelah terdiam lama Meng Xing-hun menjawab, "Ya.
Aku sudah mengerti."
Dia benar-benar mengerti, namun dia tidak bisa tidak
cemburu. Hanya ada cinta baru timbul rasa cemburu.
Mungkin ada yang berkata bahwa cinta adalah
pengabdian bukan untuk dimiliki, bila mengabdi tidak harus
ada rasa cemburu.
Orang yang berkata seperti itu pasti adalah orang yang
terlalu muluk kata-katanya. Orang seperti itu tidak akan
pernah bisa benar-benar mencintai seseorang.
Meng Xing-hun bukan orang seperti itu. Dia mengerti
namun dia merasa cemburu, marah dan sedih.
Xiao Tie terus menatap mata Meng Xing-hun dan.
dengan pelan melepaskan pegangannya kemudian dia
berkata, "Aku hanya ingin kau tahu, di dalam hatiku hanya
ada dirimu. Orang itu tidak usah digubris."
Meng Xing-hun tiba-tiba berdiri dan berteriak, "Kau
tidak perlu bicara lagi. Aku sudah tahu semua!"
Dia berjalan ke meja menuang segelas arak dan langsung
meneguk habis. Meng Xmg-hun tidak mengenakan alas
kaki, dia berdiri di tempat basah. Dia tidak membalikkan
kepalanya memandang Xiao Tie.
Xiao Tie memandangnya, dia merasa hatinya hancur.
"Apakah aku sudah melakukan kesalahan lagi?"
"Bila melakukan kesalahan, dia tidak akan begitu sedih."
"Aku membuat orang lain sedih dan juga membuat
sendiri sedih."
"Aku sudah tahu hal ini tidak mungkin, mengapa masih
terus memaksa?"
Diam-diam Xiao Tie berdiri dan pelan-pelan
mengenakan bajunya.
Tiba-tiba Meng Xing-hun berteriak, "Apa yang ingin kau
lakukan"!"
Xiao Tie menundukkan kepala dan melihat jari kakinya
dan dia berkata, "Aku sudah. 2, 3 hari tidak pulang."
"Apakah kau ingin pulang?" tanya Meng Xing-hun.
"Benar."
Meng Xing-hun memelototi dia dan berkata, "Kau selalu
ingin pulang dan tidak mengijinkanku mengantarmu,
apakah orang itu sedang menunggumu?"
Hati Xiao Tie menciut.
"Kau bilang di dalam hatimu hanya ada aku namun
mengapa kau tidak mau menemaniku di sini" Bila benar di
hatimu hanya ada aku, kau harus melupakan orang itu."
Meng Xing-hun tertawa dingin dan berkata, "Kecuali
kau berbohong kepadaku."
Xiao Tie mengangkat kepalanya dan berteriak, "Tidak
salah, aku memang berbohong kepadamu. Aku masih
merindukan dia."
Meng Xing-hun berlari menghampiri Xiao Tie dan
memegang dia dengan sekuat tenaga, seperti ingin
Pendekar Wanita Penyebar Bunga 4 Pendekar Gagak Rimang 2 Genta Perebutan Kekuasaan Pendekar Jembel 13
^