Pencarian

Antara Budi Dan Cinta 5

Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long Bagian 5


menghancurkan tulang tangannya.
Xiao Tie merasa sakit hingga air matanya menetes, tapi
dia tetap bertahan. Dia mengatupkan giginya setelah itu
baru dia berkata, "Aku sudah menjelaskan semuanya
kepadamu, mengapa kau masih menarikku?"
Tubuh Meng Xing-hun mulai gemetar, tiba-tiba dia
melayangkan tangannya dan menampar wajah Xiao Tie.
Hanya terdengar suara 'PLAK. Kemudian rumah itu
berubah menjadi sunyi seperti di kuburan.
Meng Xing-hun seperti sudah dikubur di dalam tanah.
Dia melepaskan tangan dan selangkah demi selangkah
mundur ke belakang.
Dengan gemaetar Xiao Tie berkata, "Kau sudah
memukulku. Kau bisa memukul seorang perempuan."
Xiao Tie membalikkan tubuh dan berlari keluar. Dia
bertekad tidak akan kembali lagi ke sini.
Baru saja dia berlari keluar dia mendengar suara tangis
Meng Xing-hun. Dia menangis seperti anak kecil. Dia
mengira dia hanya bisa meneteskan darah tidak akan
menangis. Walaupun harus menangis, harus bersembunyi
terlebih dahulu.
Langkah Xiao Tie langsung berhenti, seperti ditarik oleh
seutas tali. "Sewaktu aku menangis, hanya dia yang
menenangkanku."
Dan dia pun kembali ke rumah itu, mendekati Meng
Xing-hun. Dengan ringan membelai rambutnya.
Meng Xing-hun menahan tangisnya dan berkata,
"Seharusnya aku jangan memukulmu, aku pun tidak boleh
dengan sengaja menyakitimu, Apakah kau dengan sengaja
menyakitiku?"
Xiao Tie menghela nafas dan dengan lembut berkata,
"Apakah kau percaya bahwa aku sedang membohongimu"
Mengapa aku harus berbohong kepadamu?"
Meng Xing-hun berdiri dan memeluk Xiao Tie dengan
erat, dia kembali tertawa dan berkata, "Benar, mengapa kau
harus membohongiku" Buat apa aku harus berbohong
kepadamu" Aku benar-benar seperti binatang telah
memukul seorang perempuan."
"Benar, kau bukan orang," jawab Xiao Tie.
Ini adalah cinta.
Ada sedih, ada manis, ada suaru daya tarik yang tidak
dapat dijelaskan dan daya tarik ini sangat aneh.
Ada orang yang berjauhan dan mereka sama sekali tidak
ada hubungan apa-apa namun pada saat bertemu tiba-tiba
sudah menempel, ditarik pun tidak bisa.
Meng Xing-hun dan Xiao Tie seperti itu.
Ooo)dw(ooO BAB 9 Dini hari. Meng Xing-hun berdiri di sisi jalan kecil itu, melihat
sebuah rumah tembok yang kecil dengan dindingnya
berwarna merah hati dan atapnya berwarna abu.
Di luar adalah sebuah taman bunga yang kecil dan
ditanami oleh beberapa jenis bunga yang sedang mekar.
Entah itu bunga Mawar atau bunga Chrysan.
Tidak terdengar ada suara juga tidak terdengar ada
langkah orang. Dari luar tampak sebuah jendela yang
lampunya masih menyala.
Di dalam rumah itu pasti ada yang menunggu dari
kemarin malam dan dia menunggu hingga larut.
Xiao Tie terus memandang jendela itu, dengan pelan dia
berkata, "Itu adalah rumahku yang sekarang."
"Rumahmu yang sekarang" Apakah kau mempunyai
rumah yang lain?"
"Ya."
"Rumahmu banyak juga," Tanya Meng Xing-hun. Xiao
Tie hanya tertawa dan menjawab, "Sebenarnya hanya ada.
satu, tempat yang sekarang tidak bisa disebut rumah."
"Kenapa dengan rumah yang dulu?"
Xiao Tie menjawab dengan sedih, "Bukan aku tidak mau
tinggal di rumah itu, tapi rumah itu tidak mau menerimaku
lagi." Sepertinya Xiao Tie tidak ingin membicarakan masa
lalunya, dengan segera mengganti topik pembicaraan. Xiao
Tie berkata lagi, "Karena di sini bukan rumahku, oleh sebab
itu aku. selalu tidak mau diantar olehmu."
"Mengapa sekarang kau mau kuantar?"
"Sekarang aku sudah tidak peduli. Aku ingin
memperkenalkan...."
"Memperkenalkan siapa?"
Mata Xiao Tie berubah menjadi lembut dan dia berkata,
"Memperkenalkan seseorang, aku berharap kau bisa
menyayanginya sama seperti aku menyayangi dia."
Wajah Meng Xing-hun berubah, "Aku pikir sebaiknya
aku tidak usah bertemu dengannya dulu."
Xiao Tie memandang Meng Xing-hun dan berkata,
"Apakah kau kira aku akan memperkenalkanmu pada
orang itu?"
Meng Xing-hun balik bertanya, "Bukankah itu
maksudmu?"
"Aku tidak bermaksud seperti itu, aku yakin kau tidak
ingin bertemu dengannya."
"Apakah orang itu ada di sini?"
"Dia tidak ada di sini."
"Kalau begitu siapa yang akan kau perkenalkan
kepadaku?" Xiao Tie tidak langsung menjawabnya tapi
menarik tangan Meng Xing-hun masuk ke dalam rumah itu.
Jalan sangat sepi.
Dengan perlahan mereka berjalan di jalan yang penuh
dengan batu kerikil dan orang yang berada di dalam rumah
mendengar suara langkah mereka.
Ada yang berteriak, "Apakah ibu sudah pulang" Bao-bao
ingin melihat."
Pintu terbuka dan ada seorang gadis kecil dengan mata
mengantuk menuntun seorang anak kecil keluar.
Anak kecil itu kelihatan masih mengantuk, pada saat
melihat Xiao Tie dia segera tertawa dan berlari
menghampirinya.
Kemudian anak itu berteriak, "Ibu sudah pulang, Baobao
kangen Ibu, Ayo gendong Bao-bao!"
Xiao Tie pun berlari menghampiri anak itu dan berkata,
"Sini, ibu gendong dan cium."
Xiao Tie dengan erat menggendong anak itu, seperti
tidak ingin melepaskannya lagi.
Anak kecil itu terus memandangi Meng Xing-hun. Meng
Xing-hun membalikkan tubuhnya, hatinya sangat kacau,
entah apa yang dirasakannya, entah itu manis, pahit, atau
asam. Setelah lama Meng Xing-hun baru tahu bahwa Xiao Tie
sedang menggendong anak kecil itu dan sudah berdiri di
hadapannya dengan mata yang lembut memandangnya
kemudian berkata, "Ayo Bao-bao, panggil paman."
Anak itu tertawa seperti malaikat, kemudian dia segera
memanggil, "Paman......." Dan dia bertanya lagi, "Apakah
paman baik?"
Dengan lembut Xiao Tie berkata, "Paman ini sangat baik
seperti Bao-bao."
"Bila paman baik, Bao-bao ingin cium paman."
Dan anak iu berlari memeluk Meng Xing-hun.
Tiba-tiba Meng Xing-hun merasa dadanya panas, dia
hampir meneteskan ah mata. Dia menggendong dan
memeluknya dengan erat.
Ini adalah pertama kalinya dia menggendong anak, dia
berharap anak yang berada dalam gendongannya adalah
anak kandungnya sendiri. Hatinya mulai sedih lagi.
Xiao Tie memandang mereka, sorot matanya menjadi
lembut dan tidak terasa ah matanya menetes.
Dengan lembut dia berkata, "Di luar sangat dingin, lebih
baik Bao-bao ikut kakak masuk."
Wajah tawa anak itu segera menghilang dan hampir
menangis, kemudian berkata, "Apakah ibu mau pergi lagi?"
"Ibu tidak akan pergi. Ibu hanya ingin ngobrol dengan
paman setelah selesai akan menemani Bao-bao kembali."
"Apakah ibu tidak membohongi Bao-bao?"
"Bao-bao anak baik, ibu tidak akan membohongi Baobao."
Anak itu segera tertawa lagi dan turun dari gendongan
Meng Xing-hun, dengan tawa yang lucu anak itu berkata,
"Bao-bao anak baik, Bao-bao masuk dulu, ibu akan
senang." Segera dia berlari masuk, di ambang pintu dia
mengeluarkan kepalanya kemudian melambaikan tangan ke
arah Meng Xing-hun.
Meng Xing-hun pun membalas lambaian tangannya, dia
ingin tertawa namun wajahnya kaku.
Pada saat anak itu sudah masuk, Xiao Tie membalikkan
badan melihat Meng Xing-hun.
Meng Xing-hun tertawa dengan terpaksa dan berkata,
"Anak itu sangat manis dan lucu."
Xiao Tie mengangguk, dengan sedih dia berkata, "Dia
sangat manis, sangat lucu, tapi juga sangat kasihan."
Meng Xing-hun pun menarik nafas dan berkata, "Benar,
sungguh sangat kasihan."
Xiao Tie menundukkan kepalanya dan berkata,
"Sekarang kau sudah tahu mengapa aku harus pulang."
Meng Xing-hun mengangguk.
Dengan suara sedih Xiao Tie berkata, "Dia sudah tidak
punya ayah, sekarang dia tidak boleh tidak mempunyai
ibu." Meng Xing-hun menjawab, "Aku mengerti."
Meng Xing-hun pasti mengerti, di dunia ini tidak ada
orang yang lebih mengerti dari dia bahwa anak yang tidak
punya ayah dan ibu sangat menyedihkan.
Dia sendiri pun sering bangun tengah malam karena
bermimpi buruk. Pada saat dia terbangun wajahnya sudah
penuh dengan air mata.
Dengan sedih Xiao Tie berkata, "Walaupun orang tua
sudah melakukan kesalahan namun anak-anak tidak
bersalah. Aku tidak tega melihat dia bersedih seumur
hidupnya."
Meng Xing-hun lama terpaku kemudian dia berkata,
"Aku harus pergi, kau tidak perlu mengantarku."
"Kau mau pergi begitu saja?"
"Kau tidak tega, begitu pun denganku."
"Bila aku tinggal di sini, pasti akan merasa sedih tapi bila
pergi akan lebih sedih lagi."
Xiao Tie menariknya dan berkata, "Kau jangan pergi.
Masih banyak yang harus dibicarakan."
"Katakanlah, aku siap mendengar," kata Meng Xinghun.
"Sekarang kau sudah tahu anak ini adalah anak orang
itu." "Ya."
"Pada saat tahu aku hamil, aku sangat benci, sangat
membenci orang itu juga membenci diri sendiri dan juga
membenci anak itu. Aku bertekad bila anak ini sudah lahir
akan ditenggelamkan sampai mati."
Meng Xing-hun mendengar.
"Begitu anak ini lahir, pertama kali melihatnya, melihat
wajah kecil yang merah, kebencian di dalam hati berubah
menjadi cinta."
Suara Xiao Tie masih seperti mimpi, pelan dia
melanjutkan lagi, "Aku melihat dia tumbuh menjadi besar,
melihat dia semakin lucu. Saat menyusuinya pun aku
merasa daya hisapnya makin liari makin kuat. Aku merasa
waktu itulah aku baru dapat melupakan kesedihan dan
kegalauan."
Meng Xing-hun terbatuk, bila dia tidak batuk akan
meneteskan air mata lagi.
"Waktu itu aku baru tahu seumur hidup tidak akan bisa
meninggal kan dia. Dia butuh diriku, aku lebih
membutuhkan dia. Demi dia semua kesedihan bisa ditahan.
Aku juga memutuskan untuk bertahan hidup."
Dia menghela nafas dan melanjutkan, "Bila aku tidak
rela meninggalkan anak ini, pasti tidak bisa meninggalkan
orang itu. Orang itu tahu karena itu dia belum pernah
berpikir aku bisa berubah dan melawannya."
"Kau sudah berubah," kata Meng Xing-hun.
"Benar, aku sudah berubah, bila tidak ada dirimu
mungkin selamanya aku tidak akan berani. Tapi kau
memberiku keberanian, sekarang aku bertekad akan
meninggalkan dia."
Mata Meng Xing-hun tiba-tiba menjadi terang.
"Apakah benar kau bertekad seperti itu?"
Xiao Tie berhadapan dengannya dan bertanya,
"Sekarang aku hanya ingin bertanya kepadamu, apakah kau
mau menerima diriku dan anakku?"
Meng Xing-hun memeluknya erat dan dengan lembut
berkata, "Kau pernah berkata bahwa anak itu tidak berdosa.
Anakmu adalah anakku."
"Apakah benar seperti itu?"
"Ya, aku sungguh-sungguh."
"Kelak bila kita menemui banyak kesulitan, apakah kau
tidak akan menyesal?"
"Aku tidak akan menyesal, mati pun tidak akan
menyesal."
"Apakah benar mati pun tidak akan menyesal?"
"Asal sudah pernah hidup, mati pun tidak apa-apa. Bila
bersamamu, aku baru bisa hidup."
Mereka berdua berpelukan sepertinya dunia ini sudah
ada dalam pelukan mereka.
Angin berhembus pelan, kabut dengan perlahan mulai
menghilang. "Apakah kau suka kupu-kupu?" tanya Xiao Tie tiba-tiba.
"Ya," jawab Meng Xing-hun heran.
"Aku sangat senang kupu-kupu, karena aku merasa nasib
sebagian orang seperti kupu-kupu, terlebih untuk diriku."
"Kau?"
"Pada suatu hari aku melihat pelayanku memasukkan
kupu-kupu ke dalam lembaran buku, waktu itu aku sangat


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

marah namun pelayanku mengatakan sebuah pendapat dan
membuatku terharu."
"Apa yang dia katakan?" tanya Meng Xing-hun.
"Dia berkata bahwa kupu-kupu mati kerena dia, tapi dia
menjaga keindahan kupu-kupu itu, hidupnya sudah sangat
berharga. Walaupun dia tidak menangkap kupu-kupu itu,
kupu-kupu itu akhirnya akan mati juga, mungkin cara
matinya lebih menyedihkan."
Dan Xiao Tie tertawa berbareng sedih dan berkata,
"Oleh karena itu bila aku tiba-tiba meninggal, kau pun tidak
perlu bersedih karena akhirnya hidupku berharga juga. Aku
tahu ada kau akan selalu mengingatku."
"Mengapa kau bicara seperti itu" Kau kan tidak akan
meninggal."
Xiao Tie tidak bicara lagi dan diam dalam pelukan Meng
Xing-hun. Entah berapa lama dia baru berkata, "Kau
pulang dulu, dan tunggulah aku."
"Bagaimana dengan dirimu?"
"Aku harus membereskan barang, kemudian aku akan
membawa anakku mencarimu."
Meng Xing-hun menggelengkan kepalanya dan berkata,
"Lebih baik aku menunggu di sini."
"Mengapa?"
"Karena aku khawatir."
"Anak bodoh! Tidak perlu khawatir, aku tidak akan
membohongimu."
"Kau pasti tidak akan membohongiku tapi bila ada apaapa
bagaimana?" tanya Meng Xing-hun.
"Tidak akan terjadi apa-apa. Orang itu sementara ini
tidak akan datang. Aku akan membereskan semua barangbarang
di sini biar selamanya dia tidak akan bisa
mencariku."
Xiao Tie dengan lembut membelai wajah Meng Xinghun.
"Kau tidak perlu khawatir, aku akan mencarimu segera.
Aku sudah memutuskan untuk hidup bersamamu,
meskipun hanya satu hari, aku rela."
Bila kau pernah jatuh cinta, kau akan mengerti maksud
Xiao Tie dan kau pun akan menyetujuinya asalkan dapat
saling mencintai, sehari saja kau sudah merasa bahagia.
Dengan perlahan Meng Xing-hun menyusuli jalan
pulang, jalannya sangat sempit dan berliku-liku, tapi dia
terus berjalan.
Tiap orang harus terus melangkah, apa pun jalan yang
dia pilih. Meng Xing-hun sudah terbiasa hidup sendiri
namun sekarang ini dia merasa sendirian itu sangat
menyakitkan dan menyiksa.
Meng Xing-hun percaya bahwa Xiao Tie akan
mencarinya namun hatinya tidak tenang, dia merasa
sepertinya akan terjadi suatu hal yang buruk. Perasaan ini
membuatnya tidak nyaman.
Seekor anjing pemburu yang sudah terlatih namun bila
sedang birahi, gerakannya akan menjadi lambat.
Meng Xing-hun tidak merasa ada seseorang yang berada
di dalam kegelapan terus menguntitnya.
Mata orang itu memandang Meng Xing-hun penuh
kebencian dan cemburu. Bila sorotan mata itu bisa
membunuh orang, mungkin sekarang Meng Xing-hun akan
mati tergeletak di pinggir jalan.
Meng Xing-hun sudah menjauh, barulah orang itu keluar
dengan marah dia berkata, "Kalian akan menyesal,
walaupun aku tidak membunuh kalian tapi pada suatu hari
kalian akan menyesal mengapa tidak cepat-cepat mati."
Walaupun dia marah namun hatinya segera tenang
kembali. Seseorang yang sedang marah masih terlihat
tenang artinya dia akan melakukan apa yang sudah dia
ucapkan. Meng Xing-hun mendorong pintu dan dia baru
menyadari bahwa Gao Lao-da sudah ada di dalam rumah.
Dia sedang duduk di atas tempat tidur. Di bawah sinar
lampu dia terlihat begitu muda dan cantik. Kecantikannya
dapat membuat laki-laki menjadi sesak begitu pula dengan
Meng Xing-hun. Gao Lao-da menatap wajah terkejut Meng Xing-hun
dengan tersenyum dia berkata, "Kau tidak menyangka aku
ada di sini bukan" Kau kaget?"
Meng Xing-hun mengangguk.
Dengan marah Gao Lao-da berkata, "Dulu bila ada
orang yang berdiri dalam jarak beberapa puluh meter saja
kau dapat segera merasakannya, sekarang kau menjadi
lamban Apa yang membuatmu berubah?"
Meng Xing-hun menunduk karena dia tidak dapat
menjelaskan dan tidak mungkin menjelaskan kepada Gao
Lao-da. Dengan dingin Gao Lao-da berkata, "Bila rubah sedang
birahi, dia akan masuk ke dalam perangkap si pemburu,
bagaimana denganmu?"
"Aku adalah manusia bukan seekor rubah."
"Orang pun ada masa pubernya."
"Di sini tidak ada perangkap dan kau bukan pemburu."
"Kalau aku adalah pemburu, bagaimana?" tanya Gao
Lao-da. "Sekarang kau sudah mati."
Gao Lao-da memelototinya dengan lama akhirnya dia
tertawa dan berkata, "Kau masih seperti dulu, tidak
membuatku kecewa." Dan Gao Lao-da melanjutkan lagi,
"Apakah kau tahu, apa julukanmu?"
"Dijuluki apa pun tidak masalah bagiku."
Gao Lao-da tertawa dan berkata, "Kau dijuluki, sebagai
'paku' karena siapa pun yang bertemu denganmu kepalanya
pasti akan berlubang, begitu pula denganku."
"Kalau begitu, seharusnya kau tidak perlu kemari, tugas
yang kau berikan aku tidak pernah lupa," kata Meng Xinghun.
"Apakah aku tidak boleh menjengukmu" Jangan lupa
sewaktu kau kecil dulu, sehari pun kau tidak mau
kutinggal."
Meng Xing-hun menundukkan kepalanya setelah lama
bara dia berkata, "Aku tidak pernah akan lupa, selamanya
tidak akan lupa."
Dengan lembut Gao Lao-da berkata, "Ye Xiang sudah
memberitahuku mengenai dirimu. Aku tahu kau terluka,
maka aku ke sini untuk menjengukmu. Walaupun aku
sangat sibuk tapi aku menyempatkan diri untuk bertemu
denganmu."
Gao Lao-da tertawa manis dan berkata, "Dulu kau
pernah mencuri talas di sawah orang lain kemudian digigit
oleh anjing pemilik sawah itu selama beberapa hari kau
harus berbaring di tempat tidur tidak dapat berjalan."
"Ya, aku ingat, saat itu kau teras menjagaku sampai
sembuh." Meng Xing-hun bukan tipe orang yang kacang lupa akan
kulitnya. Namun setiap kali dia teringat kepada masa
lalunya, membuat dia merasa sedih.
"Kelihatannya lukamu sudah sembuh," kata Gao Laoda.
"Sudah lebih baik."
"Kalau begitu, kapan kau akan kembali melakukan
tugasmu" Bukan aku mendesakmu tapi sekarang adalah
kesempatan yang paling tepat."
"Kesempatan apa?"
"Diam-diam Lao-bo sedang bersiap-siap untuk bertarung
melawan dengan Wan Peng-wang. Bila orang sepertimu
menjadi anak buah Lao-bo, dia akan sangat senang."
"Lao-bo akan menyelidiki aku terlebih dahulu."
"Benar juga."
"Bila dia tahu aku berasal dari mana, dia akan
melakukan sesuatu terhadapku."
Namun di dunia persilatan tidak ada yang tahu Meng
Xing-hun adalah orang yang bagaimana, seolah-olah dia itu
datang dari langit.
"Lao-bo akan terus menyelidiki dirimu namun bila dia
masih tidak tahu identitasmu dia akan langsung
membunuhmu."
"Apakah aku yang akan membunuhnya atau
membiarkan dia membunuhku?" kata Meng Xing-hun.
Gao Lao-da tertawa dan berkata, "Kau bukan orang
yang tidak punya identitas, aku sudah mempersiapkan
identitas palsumu."
"Siapa identitasku?"
"Margamu Qing, bernama Tiong-thian, rumah di Ludong,
kau adalah keponakan Tuan Qing yang kedua, dari
kecil mengikuti pegawai Tuan Qing berdagang di luar
negeri, karena itu kau jarang ada di Tiongkok dan tidak ada
yang mengenalmu."
Gao Lao-da tertawa kemudian melanjutkan, "Kau tahu
bahwa Tuan Qing berhutang budi kepadaku bila aku
mengatakan kau adalah keponakannya, dia tidak akan
berani menolak."
"Apakah saudara-saudara Tuan Qing pun ingin
berteman dengan Lao-bo?" tanya Meng Xing-hun.
"Karena kau selalu ingin menjadi yang terbaik,
pertentangan antara Lao-bo dan Wan Peng-wang sudah
mengguncang dunia persilatan. Anak muda bila ingin
mencari nama dan ingin terkenal, tentunya ini adalah
kesempatan yang paling baik."
Meng Xing-hun terus menatap Gao Lao-da, dia sangat
mengagumi Gao Lao-da walaupun dia adalah seorang
perempuan dan masih muda, tapi rencana yang disusunnya
sangat sempurna. Mungkin seorang tetua dunia persilatan
pun akan kalah pintar dengannya. Gao Lao-da pun terus
memandangi Meng Xing-hun, sorot matanya sangat tenang,
melihat sorot mata Gao Lao-da seperti itu, Meng Xing-hun
merasa curiga, perempuan yang ada di hadapannya adalah
perempuan yang sangat kejam. Dia ragu apakah perempuan
ini yang pernah menolongnya waktu mereka kecil
kemudian membesarkan mereka" Dan demi mereka supaya
tidak kelaparan dia rela mengorbankan semuanya.
Kadang-kadang Meng Xing-hun merasa curiga
kepadanya, apakah karena rasa kasihan ataukah
mempunyai maksud lain maka perempuan ini menolong
mereka" Mungkin Gao Lao-da ingin menjadikan mereka
sebagai modalnya di masa yang akan datang, namun Meng
Xing-hun berusaha mengenyahkan pikiran seperti itu.
Meng Xing-hun tidak ingin menjadi orang yang tidak
tahu diri. Dari kantung pakaiannya, Gao Lao-da mengeluarkan
dua buah buku tulis dan dia berkata, "Ini adalah catatan
keluarga Qing. Keluarga Qing di Lu-dong adalah sebuah
keluarga besar, kau harus ingat ada yang bernama Qing
Xiong-tian, dia adalah ayahmu. Pada waktu usiamu 10
tahun dia sudah meninggal."
"Dia meninggal karena apa?" tanya Meng Xing-hun.
"Meninggal karena sakit."
Gao Lao-da berpikir sebentar lalu berkata, "Katanya
Qing Xiong-tian mati karena suatu penyakit yang
memalukan, lebih baik kau tidak menjawabnya, bila ada
yang menanyakannya."
"Buku yang satu lagi berisi apa?" tanya Meng Xing-hun.
"Ini adalah catatan pribadi Qing Xiong-tian sewaktu dia
berlayar. Di dalam buku ini pun tercatat mengenai
kehidupannya, dan juga orang-orang yang dikenalnya, juga
berisi tempat-tempat yang pernah disinggahinya, tempat
yang pernah dia tinggal. Kau harus mengingatnya."
"Bagaimana dengan pegawai Tuan Qing?"
"Mereka sudah ke luar negeri lagi, dalam waktu 2 hingga
3 tahun mereka tidak akan pulang. Kau tidak perlu
khawatir mereka tidak akan membocorkan rahasia ini."
"Aku hanya mengkhawatirkan satu hal."
"Apakah kau takut Lao-bo akan mencari Qing Xiongtian
yang asli."
"Benar."
"Kau tidak perlu khawatir, dia tidak akan bisa mencari
yang asli."
"Mengapa?"
Dia merasa aneh, dia tahu biasanya Gao Lao-da bila
ingin melenyapkan satu orang itu sangat mudah.
Gao Lao-da terus memandang Meng Xing-hun dan
bertanya, "Apa yang kau pikirkan lagi?"
"Tidak ada."
"Sekarang giliranku yang bertanya, apakah kau akan
pergi?" Meng Xing-hun menatap ke luar jendela.
Angin berhembus dari tempat yang jauh. Daun
berguguran dihembus oleh angin, dengan pelan Meng Xinghun
berkata, "Bila bukan kau yang mengasuhku aku tidak
akan bisa bertahan hidup hingga sekarang, kau tahu kapan
pun aku akan melakukannya demi dirimu."
Sorot mata Gao Lao-da berubah menjadi lembut, "Aku
tidak mau demi diriku kau harus mati, aku ingin demi
diriku kau harus terus hidup."
"Aku sudah tidak memiliki orang tua lagi juga saudarasaudara,
demi dirimu aku rela mati juga rela tetap hidup,
tapi sekarang...."
"Sekarang ini mengapa?"
Dengan erat Meng Xing-hun memegang daun jendela
lalu berkata, "Sekarang aku harus tetap hidup demi diriku
sendiri." Mata Gao Lao-da yang lembut tiba-tiba berubah menjadi
dingin dan bertanya, "Apakah kau ingin meninggalkanku?"
"Aku tidak bermaksud seperti itu, aku hanya ingin...."
Gao Lao-da memotong kata-katanya, "Apa yang ingin
kau sampaikan, aku sudah mengerti."
Sorot matanya sangat dingin tapi suaranya berubah
menjadi sangat lembut, "Apakah kau sudah mempunyai
kekasih?" Meng Xing-hun terdiam, diam artinya dia mengakuinya.
Kata Gao Lao-da lagi, "Kau tidak perlu berbohong, ini
adalah suatu kabar baik, aku pun senang mendengarnya
hanya saja...."
"Dia sangat baik."
Gao Lao-da tertawa namun tawanya sama sekali tidak
ada kehangatan, kemudian dia berkata, "Aku ingin tahu


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang yang sudah membuatmu jatuh cinta, pasti perempuan
itu sangat cantik."
"Apakah kau menyetujui hubunganku dengannya."
"Aku setuju saja, sudah waktunya bagimu untuk
berkeluarga. Bila kau sangat mencintainya aku pun akan
menyetujuinya."
Meng Xing-hun membalikkan badannya, matanya
bersorot penuh rasa terima kasih.
Gao Lao-da malah membalikkan badannya dan
bertanya, "Kalian akan pergi ke mana?"
"Sekarang ini masih belum tahu, tapi aku akan mencari
suatu tempat yang tenang."
"Kapan kalian akan pergi."
Meng Xing-hun mengambil dua buah buku yang
diletakkan di atas meja oleh Gao Lao-da dan berkata,
"Setelah aku menyelesaikan tugas ini."
Ini adalah tugas terakhir yang dilakukan Meng Xing-hun
untuk membalas budi kepada Gao Lao-da.
Gao Lao-da masih menatap Meng Xing-hun, sorot
matanya sangat lembut dan berkata, "Tugas kali ini sangat
berbahaya, bila kau tidak ingin melakukannya, aku tidak
akan menyalahkanmu."
Meng Xing-hun menjawab, "Aku tetap akan pergi,
karena aku sudah berjanji kepadamu."
"Apakah kau sanggup melakukannya?"
Dengan tersenyum Meng Xing-hun menjawab, "Kau
tidak perlu khawatir, orang yang harus merasa khawatir
adalah Sun Yu-bo."
Meng Xing-hun tidak pernah merasa sangat percaya diri
walaupun kali ini tugas yang diberikan sangat berbahaya
dia tetap akan menyelesaikan nya. Dia merasa dirinya
bertambah dewasa dan lebih pintar, apakah semua ini
disebabkan oleh cinta"
Cinta membuat orang lebih kuat, lebih berani, dan lebih
percaya diri. Cinta dapat membuat segalanya berubah tidak terkecuali
yang satu ini.... cinta mengubah dirimu tapi tidak dapat
mengubah orang lain.
Gao Lao-da dengan tersenyum kemudian melenggang
pergi. Di tempat yang agak jauh ada sebuah kereta kuda yang
mewah sedang menunggunya, dengan tersenyum Gao Laoda
masuk ke dalam, si kusir yang tadinya merasa tidak
sabar menunggu, sekarang tampak sangat riang dan
berkata, "Nyonya begitu gembira, pasti ada hal yang
membuat Anda begitu gembira."
Si kusir belum pernah melihat tawa Lao-pan-niangnya
yang begitu senang, riang, siapa pun yang melihatnya pasti
akan ikut merasa gembira.
Setiba di Kuai-huo-lin, hari belum begitu gelap. Gao
Lao-da menemani tamu-tamunya minum. Wajahnya selalu
tertawa manis hingga tamu-tamunya merasa heran dan
bertanya, "Lao-pan-niang, mengapa hari ini tampak begitu
gembira?" Setelah larut malam, Gao Lao-da pulang ke rumah,
pelayannya pun merasa aneh. Walaupun air untuk mandi
sudah dingin tapi dia tidak marah.
Dengan tersenyum dia menyuruh pelayannya tidur dan
menutup pintu kamar. Tiba-tiba dia membalikkan badan
dan menghancurkan semua barang yang ada di kamar.
Meng Xing-hun terus menunggu di depan pintu rumah.
Pada saat Xiao Tie datang dia langsung melihatnya.
"Betul saja dia datang, anaknya pun dibawa."
Seumur hidup Meng Xing-hun belum pernah merasa
begitu bahagia dan gembira. Dia merasa pada waktu
mempunyai perasaan yang tidak enak malah terdengar
lucu. Anak itu sedang tidur, dengan lembut Xiao Tie
membaringkannya di tempat tidur. Dia melihat anaknya
kemudian menatap Meng Xing-hun.
Sorot matanya penuh dengan kebahagiaan dan
kepuasan, lembut seperti air danau di bawah sinar matahari
senja. Meng Xing-hun merentangkan tangannya menyambut
Xiao Tie untuk masuk ke dalam pelukannya, dengan suara
puas dia berkata, "Sekarang aku adalah milikmu."
Dengan lembut Meng Xing-hun mengelus kulit yang
licin itu dan berkata, "Ya, sekarang kau adalah milikku."
Xiao Tie memejamkan mata dan bertanya, "Apakah kau
ingin memakanku?"
"Benar, pelan-pelan aku akan memakanmu."
Dan Meng Xing-hun dengan pelan menggigit telinga
Xiao Tie. Xiao Tie tertawa geli dan berkata, "Jangan, nanti anak
ini akan terbangun."
Anak kecil itu sudah duduk dengan sepasang matanya
yang besar memandang mereka berdua.
Xiao Tie mendorong Meng Xing-hun, walaupun di
depan anak kecil dia merasa malu.
Anak kecil itu tertawa dan berkata, "Ibu mencium
paman, pasti paman sangat baik."
Meng Xing-hun pun tertawa kemudian menggendongnya
dan berkata, "Bao-bao juga baik, paman ingin mencium
Bao-bao." "Aku sudah mengantuk, mari kita pulang, Bu."
Xiao Tie berkata dengan lembut, "Bao-bao tidurlah di
sini, sekarang rumah ini adalah rumah kita." Anak kecil itu
menggelengkan kepalanya dan berkata, "Bao-bao tidak mau
tinggal di rumah ini, rumah ini sangat kotor dan
berantakan. Bao-bao tidak bisa tidur."
Xiao Tie memandang Meng Xing-hun dengan terpaksa
dia berkata, "Bao-bao tidurlah dulu, nanti paman akan
membawa kita ke tempat yang lebih nyaman."
Anak itu tertawa dan berkata, "Kalau paman berbohong,
ibu tidak akan mau mencium paman lagi."
Dia menarik tangan ibunya kemudian memejamkan
matanya lagi, dia berkata, "Paman akan membawa Bao-bao
ke tempat yang lebih nyaman, di sana banyak bunga dan
tempat tidurnya pun sangat nyaman."
Dia melihat tempat itu di dalam mimpinya dan segera
dia tertidur pulas.
Meng Xing-hun merasa hatinya sangat sakit, dia
memang akan mencari tempat yang lebih nyaman, dia ingin
kelak keluarganya hidup sehat.
Tiba-tiba dia merasa dia tidak sanggup memenuhi
permintaan Bao-bao.
Cinta tidak dapat mengubah segalanya, tidak dapat
menyulap rumah gubuk ini menjadi rumah yang hangat dan
tidak dapat menyulap rumput dan sinar matahari menjadi
makanan Bao-bao.
Xiao Tie melihat Meng Xing-hun, dia sudah mengetahui
isi hati Meng Xing-hun, dengan lembut Xiao Tie berkata,
"Kau jangan khawatir asal kita dapat berkumpul, hidup
susah pun tidak apa-apa."
Sebenarnya Xiao Tie memiliki beberapa perhiasaan
namun dia tidak membawanya.
Xiao Tie bertekad meninggalkan semua yang dia miliki.
Meng Xing-hun sangat berterima kasih kepada Xiao Tie,
dia tahu Xiao Tie akan meninggalkan semua miliknya tapi
anak itu.... Tiba-tiba Meng Xing-hun menggeleng-gelengkan
kepalanya dan berkata, "Walau bagaimanapun aku tidak
dapat membiarkan anak ini hidup susah."
Dia bertekad untuk segera membereskan tugasnya.
Saat tugasnya selesai, honor yang diterima dari Gao Laoda
pasti sangat besar.
"Apakah kau mau menungguku selama 10 hari di sini?"
"Paman tidak berbohong bukan?"
"Mengapa harus menunggu selama 10 hari?" tanya Xiao
Tie. "Aku masih ada pekerjaan, begitu selesai aku akan
mendapat honor yang lumayan dan hidup anak ini akan
lebih terjamin."
Xiao Tie berkata, "Namun kau harus meninggalkan
kami selama 10 hari."
"Hanya 10 hari, mungkin aku bisa pulang lebih cepat."
Xiao Tie menundukkan kepalanya, "Dulu aku merasa 10
hari itu sangat cepat namun sekarang sudah tidak sama lagi.
Walau sehari aku sangat sulit melewatinya."
Dengat erat Xiao Tie memeluk Meng Xing-hun dan
berkata, "Karena setiap saat aku selalu
mengkhawatirkanmu bila kau tidak berada di sisiku, aku
entah bagaimana?"
Dengan lembut Meng Xing-hun berkata, "Kau harus
bertahan, demi masa depan kita, masa depan, anak ini,
maka aku harus pergi."
"Bisakah kau memberitahuku ke mana kau akan pergi?"
Meng Xing-hun ragu untuk menjawabnya namun dia
berusaha tertawa dan berkata, "Kelak aku akan
memberitahumu, tapi sekarang ini aku tidak bisa."
Dengan sedih Xiao Tie berkata, "Apakah yang kau
lakukan sangat berbahaya maka itu kau tidak
memberitahuku karena kau takut aku khawatir."
"Kau tidak perlu merasa cemas, walaupun pekerjaan ini
berbahaya aku mampu mengatasinya."
"Apakah kau pasti akan pulang?"
"Ya, aku pasti pulang," jawab Meng Xing-hun dengan
pasti. Lalu dengan tertawa dia pun mencium Xiao Tie dan
berkata, "Walaupun kakiku dipatahkan orang, aku tetap
akan merangkak pulang."
Xiao Tie memandang sosok Meng Xing-hun sampai
menghilang di kejauhan, setelah itu dia menangis kembali.
Entah mengapa hatinya merasa tidak tenang, Xiao Tie
merasa akan terjadi sesuatu kepada Meng Xing-hun.
Apalagi saat mendengar kata-kata Meng Xing-hun yang
tidak enak, "Walaupun kakiku dipatahkan, aku tetap akan
pulang." Xiao Tie ingin selalu berada di sisinya tapi dia tidak
dapat melakukannya. Karena dia tahu untuk urusan lakilaki,
perempuan lebih baik jangan ikut campur dan Xiao Tie
pun tidak mau ikut campur, karena hal itulah akan
membuat Xiao Tie menyesal seumur hidup.
Namun bila Xiao Tie tahu bahwa apa yang akan
dilakukan oleh Meng Xing-hun tidak lain adalah
membunuh orang dan tahu siapa yang akan dibunuh, dia
tidak akan menyesal karena sudah ikut campur. Karena
yang dilakukan oleh Meng Xing-hun akan membuat mereka
berdua menyesal seumur hidup.
Gao Lao-da melihat keping-keping barang yang sudah
dilempar dan hancur karena dibanting olehnya. Sepasang
tangannya tampak gemetar.
Seumur hidupnya belum pernah dia merasa semarah itu.
Selama ini apa pun yang dia inginkan dengan cara apa pun
dia bisa dapatkan.
Begitu barang yang diinginkannya sudah diperoleh dia
tidak akan melepaskannya lagi, kecuali barang tersebut
sudah hilang nilainya.
Dia sudah membuang semua barang-barang yang tidak
berharga juga membuang orang-orang yang sudah tidak
berguna lagi. Seperti saat dia membuang ingusnya.
Sekarang ini Meng Xing-hun yang sudah dibesarkan
dengan susah payah akan meninggalkannya demi
perempuan lain, semua ini membuat dia tidak dapat
menerimanya. Kemarahannya seperti kobaran api membakar hati dan
juga pikirannya. Dan dia harus melampiaskannya.
Walaupun sudah banyak barang yang rusak, namun
kemarahannya belum berkurang.
Dia adalah seorang perempuan yang berusia 37 tahun.
Dia ingin melampiaskannya di tubuh seorang laki-laki.
Kulit yang baru saja dimandikan, di bawah sinar lampu
terlihat sangat putih dan mulus, seperti kulit wajah bayi.
Baju tidur yang terbuat dari sutra dilepaskannya, kaki yang
panjang dan mulus keluar dari baju yang teronggok.
Perutnya rata, tubuhnya masih langsing dan menarik.
Perempuan semacam dia masih banyak laki-laki yang
menginginkannya. Pada saat laki-laki memandangnya
seperti melihat sepotong daging empuk. Dia tidak salah
mengukur daya tariknya namun dia tidak ingin
melakukannya. Tubuh perempuan seperti umpan hanya bisa dilihat lakilaki
tapi tidak dapat diperoleh.
Baginya laki-laki itu sejenis ikan yang aneh. Pada saat
umpannya tertelan, dia tetap akan melarikan diri.
Istri muda lebih baik dari istri tua.
Pelacur lebih baik dari istri muda.
Diam-diam mencuri lebih baik dari pada pelacur.
Sudah lama Gao Lao-da mengetahui cara berpikir lakilaki,
sudah lama dia menaklukkan laki-laki dengan daya
tarik sex. Oleh karena itu pada suatu malam di tahun-tahun
yang lalu, pada saat musim panas yang sangat panas,
dengan tubuh telanjang dia mengguyur air dingin ke
tubuhnya, dia pun tahu ada beberapa pasang mata sedang
memandangi tubuh telanjangnya. Malam itu yang melihat
dia telanjang ternyata bukan Meng Xing-hun saja.
Dia tidak melarang mereka melihatnya, dia juga tidak
menutupi tubuh telanjangnya, sebaliknya dia dengan
perlahan membiarkan tubuh mulusnya dilihat dengan jelas
oleh anak-anak asuhnya.
Dia merasa senang dilihat oleh orang secara sembunyisembunyi.
Setiap kali pada saat ada yang mencuri pandang ke
arahnya, dia akan merasa senang.
Pada malam itu, dia sudah mengetahui dua hal. Anakanak
asuhnya sudah dewasa. Dalam hati mereka, dia bukan
hanya sebagai seorang ibu dan teman tapi juga seorang
perempuan. Dia mengetahui hal ini karena itu dia yakin
anak-anak asuhnya tidak akan mengkhianatinya.
Pertama kalinya dia gagal, adalah saat di rumah kayu
Meng Xing-hun. Gao Lao-da tidak menyangka bila Meng Xing-hun bisa


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menahan diri sejauh itu. Pada saat Meng Xing-hun berlari
keluar dari rumah kayu itu, Gao Lao-da sangat marah dia
ingin mencincang Meng Xing-hun menjadi daging cincang.
Seorang perempuan bila ditolak laki-laki dia akan merasa
malu dan marah, mungkin emosi seperti ini tidak dipahami
oleh laki-laki.
Saat itu Gao Lao-da menahan kemarahannya karena dia
tahu kesempatan lain akan datang.
Dia sungguh tidak menyangka Meng Xing-hun akan tega
meninggalkannya.
Dia membuka jendela, angin berhembus sangat dingin.
Nafsu birahinya seperti kobaran api, angin yang dingin
pun tidak dapat memadamkannya, malah kobaran itu
semaian besar. Xiao He sekarang sudah tidak berguna namun Gao Laoda
tahu di mana dia dapat mencari Ye Xiang.
Botol arak sudah kosong.
Botol arak yang dipegang Ye Xiang selalu kosong. Dia
tidur dengan posisi telungkup di tanah, dia menekan tanah
dengan sekuat tenaga, dia menganggap tanah itu adalah
jelmaan istrinya.
Walau hatinya sudah retak namun badannya tidak cacat.
Seperti seorang laki-laki normal yang berusia 30 tahun
setiap saat dia bisa melampiaskan nafsu birahinya. Apalagi
setelah minum arak, arak selalu membuat seorang laki-laki
menginginkan perempuan. Apalagi arak pun dapat
membuat seorang perempuan begitu menginginkan lakilaki.
Benar. Satu-satunya yang tidak sama adalah bila laki-laki sudah
mabuk yang dia pikirkan adalah banyak perempuan, tapi
bila perempuan yang mabuk dia hanya memikirkan seorang
laki-laki. Laki-laki yang dipikirkan oleh perempuan itu adalah
laki-laki yang sudah meninggalkannya.
Ye Xiang adalah seorang laki-laki, maka dia memikirkan
banyak perempuan, dari perempuan pertama yang
dikenalnya hingga perempuan terakhir, dia memiliki
banyak perempuan tapi kebanyakan adalah pelacur yang
dapat dibeli dengan uang. Namun perempuan yang pertama
untuknya sudah dijual oleh Ye Xiang seumur hidupnya.
Perempuan itu berbeda dengan perempuan lainnya.
Tiba-tiba terdengar ada yang tertawa, suaranya seperti
lonceng. Ye Xiang membalikkan badannya, dia melihat Gao Laoda
sudah berdiri di hadapannya. Dia menahan
kemarahannya, dengan dingin dia berkata, "Aku sudah
tahu kau ke sini untuk mencariku."
"Oh?"
"Kau seperti seekor anjing betina, bila tidak ada laki-laki,
anjing liar pun kau cari juga."
Gao Lao-da tertawa mendengar ucapan Ye Xiang.
"Dan kau adalah anjing liar yang kucari."
Dia sengaja membiarkan baju sutranya terbuka tertiup
angin, supaya tubuh yang biasa dilihat oleh Ye Xiang dapat
terlihat dengan jelas.
Tiba-tiba Ye Xiang menarik kaki Gao Lao-da, dan Gao
Lao-da terjatuh di tubuh Ye Xiang.
Angin masih berhembus.
Nafas Ye Xiang sudah mulai tenang.
Gao Lao-da sudah berdiri dengan pandangan dingin, dia
melihat Ye Xiang dan berkata, "Aku tahu kau sudah tidak
dapat melakukan tugas dengan baik, sekarang melakukan
hal. ini pun kau tidak sanggup."
Dengan dingin Ye Xiang tertawa, "Karena aku
menganggap kau adalah seekor anjing betina, kau tidak
pantas mendapatkan kenikmatan ini."
Karena sangat marah wajah Gao Lao-da menjadi sangat
merah dia mengetatkan giginya kemudian berkata, "Kau
jangan lupa, siapa yang mengijinkanmu bisa hidup sampai
sekarang. Aku bisa membuatmu tetap hidup atau
membuatmu mati."
"Aku tidak pernah akan lupa, aku selalu hormat dan
berterima kasih kepadamu, sampai aku tahu bahwa kau
tidak lebih dari seekor anjing betina. Kau pun menganggap
kami adalah anjing-anjing yang kau beri makan dan hanya
ingin kami menggigit orang demi dirimu."
Gao Lao-da memelototinya, tiba-tiba dia tertawa dan
berkata, "Kau selalu bicara seperti itu tapi aku tahu hatimu
selalu teringat padaku."
"Benar, aku selalu memikirkanmu. Bila aku mau
melampiaskan nasfuku aku selalu memikirkanmu tidak
pernah memikirkan perempuan itu, aku tidak berani
membayangkan dia."
"Dia siapa?" tanya Gao Lao-da.
Ye Xiang tertawa dan menjawab, "Dia seorang
perempuan."
"Apakah di hatimu ada perempuan lain?"
Ye Xiang kembali tertawa dan berkata, "Benar, hanya
ada dia seorang."
"Sebenarnya dia siapa?"
"Dia lebih cantik darimu dan lebih anggun darimu, dan
dia lebih baik darimu."
Setelah mendengar kata-kata Ye Xiang, Gao Lao-da
sangat marah, tiba-tiba Gao Lao-da. malah tertawa
terbahak-bahak dan bertanya, "Apakah kau tahu bahwa
Sun Yu-bo mempunyai seorang anak perempuan?"
Wajah Ye Xiang langsung membeku.
"Pergilah dan tanyakan kepada Sun Yu-bo, apakah dia
mengakui dia mempunyai seorang anak perempuan"
Karena anaknya sudah mencoreng wajah Sun Yu-bo,
sebelum menikah dia sudah hamil terlebih dahulu."
Karena sedih wajah Ye Xiang berubah, dia pun tahu
tidak ada rahasia yang tidak diketahui oleh Gao Lao-da.
Kata Gao Lao-da lagi, "Yang lucu adalah begitu anaknya
sudah lahir, masih belum diketahui siapa ayah anak itu."
Di mata Ye Xiang, sudah terbayang seorang perempuan
yang cantik dan suci sedang berdiri di bawah sinar matahari
senja melihat sepasang kupu-kupu yang sedang terbang.
Dia adalah dewi di dalam hatinya dan juga kekasih
dalam setiap mimpi Ye Xiang.
Ye Xiang meloncat dan berkata, "Tidak! Kau bohong!
Dia bukan perempuan seperti itu!"
"Apakah kau tahu sebenarnya dia perempuan yang
bagaimana" Apakah kau benar-benar mengenalnya?"
Ye Xiang tidak mau menjawabnya. Ini adalah
rahasianya yang paling dalam, dia ingin rahasia ini tetap
terkubur hingga dia mati.
Tapi dia pun tahu bila bukan karena perempuan ini, Sun
Yu-bo tidak akan menyuruh Han Tang mencarinya. Dan
dia pun tidak akan menjadi Ye Xiang yang sekarang ini.
Dengan tertawa Gao Lao-da tertawa, "Sebenarnya Sun
Yu-bo sangat ketat menjaga anak perempuannya, tidak
mengijinkan laki-laki mana pun mendekatinya. Begitu
melihat ada laki-laki yang mendekatinya orang ini akan
langsung lenyap."
Tawanya lebih kejam dari kata-kata Ye Xiang tadi.
Gao Lao-da berkata lagi, "Namun Sun Yu-bo lengah,
saat melihat perut putrinya membuncit dia merasa sangat
menyesal demi menjaga nama baik dan martabatnya, Sun
Yu-bo mengusir putrinya keluar dari rumahnya. Semenjak
itu Sun Yu-bo tidak mengakui dia sebagai putrinya lagi."
Dengan gemetar Ye Xiang berkata, "Semua
perkataanmu bohong, aku tidak percaya sedikit pun."
Gao Lao-da tertawa dan berkata, "Sebenarnya kau harus
percaya pada semua omonganku, kau sudah pernah
bertemu dengan putri Sun Yu-bo, kau pun sudah pernah
bertemu dengan anak yang sudah dilahirkannya bukan?"
Ye Xiang mundur beberapa langkah kemudian dia
terjatuh dan terduduk di tanah.
"Ada satu hal lagi, mungkin kau tidak akan percaya
karena aku pun seperti itu. Perempuan yang begitu genit
masih saja ada orang yang mencintainya."
Tanya Gao Lao-da sambil tertawa, "Coba kau tebak,
siapa laki-laki itu?"
Ye Xiang mengetatkan giginya.
Gao Lao-da tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Kau
pasti tidak dapat menebaknya karena yang mencintai putri
Sun Yu-bo itu tidak lain adalah Meng Xing-hun."
Tubuh Ye Xiang dingin seperti es.
Gao Lao-da berkata lagi, "Yang lebih lucu lagi, putri Sun
Yu-bo juga mencintai Meng Xing-hun dan mereka bertekad
untuk kawin lari."
Dengan gemetar Ye Xiang berkata, "Aku tidak percaya,
jika benar apa yang kau katakan aku menduga kau pun
tidak tahu."
Dengan ringan Gao Lao-da berkata, "Siapa yang bilang
aku tidak tahu, aku lebih tahu banyak dari dirimu."
"Bila kau sudah tahu mengapa masih menyuruh Meng
Xing-hun membunuh ayahnya."
Dengan dingin Gao Lao-da berkata, "Ini adalah
tugasnya dan harus dilaksanakan, bagaimana pun Meng
Xing-hun tidak tahu siapa ayah perempuan ini."
Kalimat terakhir diucapkan dengan suara kecil oleh Gao
Lao-da, seakan-akan dia bicara kepada dirinya sendiri.
Ye Xiang tidak mendengarnya karena dia sudah tidak
ingin mendengar lagi.
"Apa yang sedang kau pikirkan" Apakah ingin
memberitahu Meng Xing-hun?"
Ye Xiang sambil tertawa berkata, "Aku mengira kau
sangat mengerti hati seorang laki-laki, sekarang aku
mengerti kecuali menjadi anjing betina tidak ada hal lain
yang kau ketahui."
Dengan marah Gao Lao-da berkata, "Bila kau mengerti
hati seorang laki-laki, kau pun harus tahu laki-laki pun
seperti perempuan, bisa cemburu bila sudah cemburu lebih
menakutkan dari perempuan."
Gao Lao-da tertawa melihat Ye Xiang, seorang laki-laki
yang tenang bisa menjadi gila. Bila sedang cemburu dia
akan melakukan hal yang tidak disangka olehnya sendiri.
Gao Lao-da tertawa dan berkata, "Benar, bila Sun Yu-bo
mengenal putrinya dan dia pun akan tahu siapa pembunuh
ayahnya, mungkin saat itu kau masih ada kesempatan."
Ye Xiang memejamkan matanya dan berkata, "Sekarang
aku hanya mengkhawatirkan satu hal."
"Kau mengkhawatirkan apa?"
"Aku khawatir Meng Xing-hun tidak akan sanggup
membunuh Sun Yu-bo."
Wajah Gao Lao-da berubah menjadi misterius dengan
pelan dia berkata, "Kau tidak perlu khawatir sebab dia
mempunyai kesempatan yang baik, sangat sangat baik."
Ye Xiang mengerutkan dahinya dan bertanya,
"Mengapa?"
"Kau pasti tidak menyangka, dan siapa pun tidak akan
menyangka."
Ye Xiang bertanya lagi, "Musuh Sun Yu-bo kan sangat
banyak?" "Yang menyuruhku untuk membunuh Sun Yu-bo bukan
musuhnya melainkan temannya sendiri."
Dan Gao Lao-da berkata lagi, "Kau harus ingat, musuh
tidak begitu menakutkan yang lebih menakutkan adalah
teman sendiri."
Dengan diam Ye Xiang termenung kemudian berkata,
"Aku tidak mempunyai teman."
"Meng Xing-hun adalah temanmu," kata Gao Lao-da.
Ada pepatah yang mengatakan, lebih baik percaya
kepada musuh dari pada teman. Banyak yang dikhianati
oleh teman, kau hanya waspada pada musuh tidak waspada
pada teman sendiri.
Gao Lao-da adalah perempuan yang pintar namun dia
sudah salah bicara, "Teman tidak menakutkan, yang lebih
menakutkan adalah kau tidak tahu yang mana teman dan
yang mana musuh."
Ooo)dw(ooO Meng Xing-hun menggali lubang di bawah sebuah
pohon, seorang Meng Xing-hun yang teliti tidak akan
meninggalkan jejak karena sedikit saja berbuat ceroboh
maka akan membuat nyawanya melayang.
Nama-nama yang tercantum di buku itu semua sudah
dihafalkan oleh Meng Xing-hun dan dia yakin dia akan
ingat semua nama itu. Dia akan mulai menjalankan
tugasnya. Tugas pertama biasanya dia jalankan dengan tidak
tenang namun selanjutnya dia akan terbiasa. Namun kali ini
hatinya tidak setenang biasanya. Apakah ini karena tugastugasnya
yang dulu hanya merupakan, balas budi kepada
Gao Lao-da" Sedangkan kali ini dia ingin menggapai tujuan
hidupnya" Meng Xing-hun mengakui kali ini dia membunuh orang
karena sangat berharap bisa mendapat honor yang besar.
Honor ini akan dia berikan kepada orang-orang yang dia
cintai. Dia pun tidak berani berpikir karena dia sendiri tahu
pikiran semacam ini sungguh memalukan.
"Sun Yu-bo harus dibunuh."
"Membunuh demi kebenaran adalah hal lain, ini semua
karena honor yang sangat aku butuhkan."
Hati Meng Xing-hun penuh dengan kesedihan, dia
sangat ingin lari dari semua ini. Dia berdiri dan menghela
nafas, berjalan menuju taman bunga milik Lao-bo,
walaupun sudah malam, dia tidak ingin menunggu lagi.
Hanya satu hal yang dia tahu, "Sudah tahu salah namun
masih ingin melakukan." Artinya walaupun membuatnya
sedih dia masih ingin melakukannya.
Taman bunga Lao-bo di bawah sinar bulan terlihat
sangat indah, tidak terlihat ada orang dan juga suara.
Hanya tercium wangi bunga yang dihembus oleh angin
malam. Tidak ada penjaga taman bunga, bahkan pintunya tidak
dikunci. Meng Xing-hun melangkah masuk. Dia berjalan
beberapa langkah, tiba-tiba terdengar bunyi lonceng dan 18
buah panah keluar dari semak-semak.


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Meng Xing-hun pun bergerak seperti panah, meloncat
dengan cepat dalam sekejap mata sudah berdiri di taman
bunga chrysan. Bunga terlihat begitu cantik. Taman ini
lebih aman, pikirnya.
Tapi di dalam bunga chrysan, golok sudah beterbangan.
Empat buah golok. Satu menusuk kaki, satu menusuk ke
arah pinggang dan satu lagi dalam posisi menunggu, entah
akan menusuk ke arah mana. Satu lagi jatuh dari atas
kepala, siap untuk memenggalnya.
Karena pohon bunga chrysan sangat pendek, dia tidak
dapat bersembunyi atau membantu meloncat ke tempat
yang lebih tinggi, terlihat Meng Xing-hun akan terkena
tusukan golok-golok itu.
Mungkin hanya satu kali tusukan atau bahkan empat
buah tusukan. Tapi Meng Xing-hun tidak terkena tusukan
itu, memang dia tidak bisa meloncat namun dia
menurunkan tubuhnya sejajar dengan pohon bunga
Chrysan. "Bila satu jalan sudah buntu, kau harus mencari jalan
yang lain."
Kepandaian Meng Xing-hun tidak semua didapat dari
gurunya, kepandaian gurunya tidak lincah tapi kepandaian
Meng Xing-hun sangat lincah, bila tidak lincah dari dulu
dia sudah mati.
Dia banyak belajar dari pengalamannya.
Tubuhnya sudah masuk ke dalam semak-semak bunga.
Begitu dia masuk dia langsung menginjak golok yang
mengarah ke kakinya dan mengayunkan tangan memukul
tangan yang memegang golok yang akan menusuk ke arah
pinggangnya. Karena badannya diturunkan, golok yang akan
memenggal kepalanya pun meleset dan golok yang satu lagi
ditendang olehnya.
Dia tidak menggunakan jurus yang aneh. Jurusnya biasabiasa
saja. Tapi gerakannya sangat tepat dan cepat.
Walaupun tangan Meng Xing-hun memegang golok
ternyata di balik semak-semak tampak lebih banyak golok
lagi. Tubuhnya belum turun sudah ada golok yang terbang
siap menyerangnya lagi.
Tiba-tiba ada suara yang berwibawa berkata, "Berhenti!"
Suara ini lebih ampuh dari mantra-mantra untuk
menghentikan setan.
Segera taman bunga itu menjadi sepi kembali seperti
semula, tidak ada penjaga, tidak ada suara dan tidak ada
orang, hanya tercium wangi bunga yang dihembus oleh
angin. Tapi Meng Xing-hun tahu bahwa Lao-bo sudah
datang. Hanya perintah Lao-bo yang dapat berpengaruh begitu
dasyat. Begitu dia turun dia sudah melihat Lao-bo.
Sebenarnya di tempat itu banyak orang namun Meng
Xing-hun hanya melihat Lao-bo seorang diri. Walaupun
saat itu Lao-bo berdiri di antara banyak orang namun yang
tetap terlihat adalah Lao-bo.
Dia memakai baju berwarna abu, terlihat sangat tenang,
sepasang matanya berkilau, dia memandang Meng Xinghun
dari atas ke bawah dan tertawa kemudian dia berkata,
"Sobat, kepandaian mu sangat bagus."
Meng Xing-hun tertawa dan dengan dingin berkata,
"Sebenarnya kepandaian ku disiapkan untuk
menghadapimu namun sekarang...."
"Sekarang bagaimana?" tanya Lao-bo.
"Sekarang aku jadi tahu bagaimana cara seorang Lao-bo
menghadapi teman, aku sangat kecewa."
Meng Xing-hun tertawa dengan dingin, dia ingin berlalu
dari tempat itu.
Lao-bo pun tertawa, "Kau menganggap tempat ini bisa
masuk dengan seenaknya keluar pun dengan seenaknya?"
Dengan marah Meng Xing-hun berkata, "Memangnya
aku sudah mencuri apa darimu?"
"Tidak ada."
"Apakah aku sudah membunuh anak buahmu?"
"Juga tidak."
"Lalu mengapa aku tidak boleh pergi?"
"Karena aku tidak tahu apa alasanmu datang ke sini?"
"Bukankah tadi sudah kukatakan," kata Meng Xing-hun.
"Bila kau ingin berteman denganku, ini bukan waktunya
karena orang yang datang malam-malam begini biasanya
adalah seorang pencuri atau perampok bukan seorang
teman." "Bila aku ingin berteman, tidak perlu memilih waktu bila
aku ingin membunuhmu aku pun tidak perlu memilih
waktu yang tepat."
"Apa sebabnya?"
Dengan dingin Meng Xing-hun menjawab, "Kapan pun
sama saja, hanya orang idiot yang menganggapmu selalu
tidak waspada kemudian bisa membunuhmu." Lao-bo
tertawa dan berkata, "Apakah orang ini seperti orang
idiot?" Di belakang Lao-bo berdiri Lu Xiang-chuan dan Lu
Man-tian. Kata Lu Xiang-chuan, "Tidak mirip."
Dengan dingin Meng Xing-hun berkata lagi, "Aku
adalah orang idiot, aku tidak menyangka hanya waktu siang
hari Lao-bo baru mau berteman."
Kata Lao-bo, "Siang hari pun kau pernah datang kemari,
mengapa kau tidak mau berteman denganku waktu itu?"
Meng Xing-hun terkejut, dia tidak menyangka bahwa
Lao-bo bisa mengenali wajahnya yang biasa di antara
sekian banyak orang.
Walaupun dia terkejut dia berusaha tetap tenang dengan
ringan dia berkata, "Waktu itu aku datang bukan untuk
berteman."
"Apakah waktu itu kau ke sini hanya untuk
mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku?"
"Tidak juga, aku hanya ingin melihat siapa yang bisa aku
kenal lebih dekat, Anda atau Wan Peng-wang?"
"Mengapa aku yang kau pilih?"
"Karena aku tidak pernah berteman dengan Wan Pengwang."
Lao-bo tertawa terbahak-bahak kemudian membalikkan
badannya dan bertanya, "Apakah kalian tahu orang ini
memiliki satu kebaikan?"
Lu Xiang-chuan tersenyum dan berkata, "Orang ini
sangat jujur."
"Aku rasa, kau pasti masih ingat namanya."
"Tadinya aku memang ingat, namun sekarang aku sudah
lupa." Lao-bo mengerutkan dahi dan berkata, "Mengapa kau
bisa lupa?"
"Waktu itu dia datang bukan untuk berteman, dan dia
tidak pernah menggunakan nama aslinya, untuk apa kita
masih mengingat namanya."
Lao-bo mengangguk dan berkata, "Apakah kau
mempercayai kata-katanya?"
"Kata-katanya tidak enak didengar namun biasanya
kata-kata yang tidak enak didengar adalah kata-kata yang
sebenarnya, kecuali orang idiot bila ada yang berbohong
pasti sangat enak didengar di telinga."
"Apakah dia seorang yang idiot?"
Lu Xiang-chuan melihat Meng Xing-hun dengan
tersenyum kemudian berkata, "Dia bukan orang idiot."
Meng Xing-hun pun melihat dia kemudian berkata,
"Paling sedikit aku berniat berteman denganmu."
Lao-bo tertawa terbahak-bahak, "Benar, kau bukan
seorang idiot dan kau baru saja mendapat seorang teman
baik." Lao-bo menepuk pundak Lu Xiang-chuan dan berkata,
"Bawalah dia masuk. Malam ini kau yang menjamu tamu."
Semenjak tadi Lu Man-tian terus memandang Meng
Xing-hun, sekarang dia baru berbicara, "Tunggu! Kita
belum tahu namanya."
Lao-bo tersenyum dan berkata, "Namanya mungkin
palsu tapi teman tidak ada yang palsu, dia adalah temanku,
tidak perlu menanyakan namanya lagi."
Meng Xing-hun melihat Lao-bo. Lao-bo adalah orang
yang bisa diajak berteman.
Walaupun dia hanya berpura-pura atau memang benarbenar
ingin berteman, pengaruhnya sangat besar.
Di depan orang seperti Lao-bo jarang ada orang yang
dapat berbohong.
Namun Meng Xing-hun dapat berbohong karena dia
memakai nama Qing Xiorig-tian.
Lu Man-tian bertanya, "Qing Xiong-tian, kau lahir di
mana?" "Lu-dong."
Mata Lu Man-tian seperti seekor elang, dia bertanya lagi,
"Kau siapanya Tuan Qing?"
"Keponakannya."
Lu Man-tian bertanya lagi, "Apakah kau pernah bertemu
dengannya beberapa waktu yang lalu?"
"Pernah."
"Apakah penyakit asmanya sudah membaik?"
"Dia tidak mempunyai penyakit asma," jawab Meng
Xing-hun. Jawaban Meng Xing-hun membuat dia puas.
Meng Xing-hun menganggap orang itu adalah 'si bodoh'
karena siapa pun. tahu bahwa Tuan Qing tidak mempunyai
penyakit asma. Menguji orang dengan cara seperti itu
sangat bodoh dan terlihat lucu.
Meng Xing-hun ingin tertawa, tapi begitu mendengar Lu
Man-tian memainkan lempengan besinya dia tahu bahwa
pertanyaan Lu Man-tian tadi tidak bodoh dan lucu.
Dia pun ingat dia pernah bertemu dengan Lu Man-tian
di Kuai Huo Lin, saat itu dia memegang lempengan besinya
melewati jembatan, semua orang sangat hormat kepadanya.
Waktu itu Meng Xing-hun merasa aneh dan sekarang dia
sudah mengerti.
Orang yang ingin membunuh Sun Yu-bo adalah dia, Lu
Man-tian. Waktu itu Lu Mao Tian datang ke Kuai Huo Lin untuk
menyewa anak buah Gao Lao-da untuk membunuh Sun
Yu-bo. Sekarang dia sedang menguji Meng Xing-hun hanya
untuk mendapat kepercayaan Lao-bo lebih dalam lagi.
Sebenarnya orang itu sudah tahu siapa Meng Xing-hun
sebenarnya. Orang itu tidak bodoh namun sangat menakutkan, golok
yang dipegang lebih menakutkan, walaupun Sun Yu-bo
teliti dia akan menjadi lengah.
Rumah Lu Xiang-chuan sangat rapi semua barangnya
pun tersusun rapi.
Karena rumah itu tidak ada nyonya rumah maka rumah
ini selalu tidak terlihat seperti rumah.
Lu Xiang-chuan membuka pintu kamar dan berkata
kepada Meng Xing-hun, "Kau bisa tidur di sini, selimut dan
seprai baru diganti."
"Terima kasih."
"Kau pasti lapar."
"Sangat lapar dan lelah, tidak makan pun dapat dengan
cepat terlelap."
"Lebih baik kau makan dulu baru tidur," kata Lu Xiangchuan.
Lu Xiang-chuan membawa lampu dan berkata,
"Ikutilah aku!"
Mereka berjalan menuju pintu lain, begitu membuka
pintu itu di dalamnya adalah dapur."
Lu Xiang-chuan memasang lampu, dia sudah siap untuk
memasak, dengan tersenyum dia bertanya, "Kau suka
makanan manis atau asin?"
"Aku tidak suka makanan yang manis."
"Aku pun begitu, di sini ada sosis dan ayam. Aku rasa
memasak nasi goreng saja sudah cukup."
"Itu pun sudah cukup."
Meng Xing-hun merasa aneh orang seperti Lu Xiangchuan
masih mau masuk dapur dan memasak sendiri.
Lu Xiang-chuan tahu bahwa Meng Xing-hun akan
merasa aneh melihatnya seperti itu, dengan tersenyum dia
berkata, "Semenjak Lin Xiu pergi, aku sering terbangun
tengah malam dan memasak, mungkin dengan memasaklah
aku baru merasa senang."
Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Aku belum pernah
masuk dapur untuk memasak."
Lu Xiang-chuan mengambil 3 butir telur dari dalam
lemari, tiba-tiba dia bertanya, "Mengapa kau tidak bertanya
siapa itu Lin Xiu?"
"Apakah aku boleh bertanya?"
Sepertinya Lu Xiang-chuan tidak mendengar kata-kata
Meng Xing-hun, setelah lama dia baru berbicara, "Lin Xiu
adalah istriku."
"Dimana dia sekarang?"
Setelah lama dia baru menjawab, "Dia sudah mati."
Lu Xiang-chuan memecahkan 3 butir telur itu, dia
merasa sedih tapi tangan yang mengocok telur terlihat
mantap. Meng Xing-hun merasa Lu Xiang-chuan seperti dirinya
sangat kesepian sulit mendapatkan teman untuk mengobrol.
Dengan pelan Lu Xiang-chuan mengocok telur itu, tibatiba
dia tertawa dan berkata, "Orang seperti diriku walau
sudah mempunyai kedudukan yang tinggi malah tidak
mempunyai teman."
"Ya, aku mengerti."
"Mari kita makan, sepertinya kita bisa menjadi teman
atau mungkin dapat berubah lagi."
Lu Xiang-chuan melanjutkan lagi, "Mungkin kau akan
jadi anak buahku atau malah akan bersaing ketat denganku,
mungkin waktu itu kita tidak bisa menjadi teman lagi."
"Namun ada satu hal yang tidak bisa berubah."
"Hal apa?"
Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Seperti nasi
goreng dimasak dengan telur, terbuat dari nasi dan telur,
tidak mungkin menjadi nasi dimasak daging."
Lu Xiang-chuan ikut tertawa dan berkata, "Semenjak
pertama kali melihatmu, aku sudah tahu kau bisa menjadi


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

temanku dan aku berharap persahabatan kita akan seperti
nasi dimasak dengan telur."
Nasi goreng telur itu sangat enak, masakan sosis dengan
ayam pun tidak kalah lezatnya.
Pada waktu nasi diisi ke dalam mangkuk, Lu Xiangchuan
mengeluarkan seguci arak dan bertanya, "Kita
minum dulu baru makan atau kau lebih suka makan dulu
baru minum?"
"Aku tidak minum arak."
"Apakah kau takut bila sedang mabuk kau akan
mengatakan hal yang sebenarnya?"
"Ada orang walaupun sudah mabuk tidak akan
mengatakan hal yang sebenarnya," kata Meng Xing-hun
tertawa. Dia mulai makan.
Lu Xiang-chuan terus menatapnya dan berkata,
"Kelihatannya bila kau sudah menentukan sesuatu orang
lain akan kesulitan mengubahnya."
"Memang aku seperti itu."
"Mengapa kau memutuskan ke sini?" kata Lu Xiangchuan
tertawa. Meng Xing-hun tidak menjawabnya, sepertinya dia
memang tidak ingin menjawabnya.
"Bukankah kau tahu, nasib kita belakangan ini sedang
tidak mujur," kata Lu Xiang-chuan.
"Nasibku baik-baik saja."
"Apakah kau percaya kepada nasib?" tanya Lu Xiangchuan.
"Aku seorang penjudi, biasanya penjudi selalu
percaya kepada nasib."
"Penjudi, itu dapat dibagi ke dalam beberapa jenis, kau
jenis yang mana?" tanya Lu Xiang-chuan.
"Penjudi hanya ada dua macam, yang menang dan yang
kalah." "Artinya kau tipe penjudi yang menang." Tanya Lu
Xiang-chuan. "Sebab aku selalu teliti dan selalu memasang taruhan
dengan tepat," kata Meng Xing-hun dengan tersenyum.
"Aku berharap kali ini kau pun jangan kalah."
Dia tidak minum arak, hanya makan nasi.
Meng Xing-hun dengan tertawa berkata, "Aku belum
pernah makan nasi begini lezat, bila kau berganti profesi,
kau pasti akan menjadi koki yang terkenal."
"Bila aku berganti profesi menjadi penjudi, bagaimana?"
"Sekarang pun kau sudah menjadi seorang penjudi
sepertinya kau pun akan selalu menang," jawab Meng
Xing-hun. Lu Xiang-chuan tertawa terbahak-bahak dan berkata,
"Tidak ada orang yang mau kalah, kecuali bila nasibnya
tiba-tiba menjadi buruk."
Meng Xing-hun menghela nafas dan berkata,
"Sayangnya semua orang pasti akan mengalami nasib yang
kurang mujur, mungkin ini adalah masalah seorang
penjudi." "Karena itu, bila kita sedang mujur, kita harus
mendapatkan keuntungan yang banyak. Bila sedang sial,
kalah bukan berasal dari uang kita," kata. Lu Xiang-chuan.
Lu Xiang-chuan berdiri dan menepuk-nepuk pundak
Meng Xing-hun, dengan tertawa dia bertanya, "Kau masih
menginginkan apa?"
"Sekarang aku ingin sebuah tempat tidur," jawab Meng
Xing-hun. "Laki-laki sepertimu pada saat memikirkan tempat tidur,
pasti juga sedang memikirkan hal yang lain."
"Apa itu?"
"Perempuan."
Dia membuka pintu dan setelah itu berkata, "Bila kau
menginginkan seorang perempuan, bukalah pintu ini."
Meng Xing-hun menggelengkan kepalanya. "Kau tidak
perlu sungkan dan tidak perlu malu, ini adalah hal yang
wajar seperti bila kau sedang lapar kemudian makan nasi."
Meng Xing-hun menggelengkan kepalanya lagi. Lu Xiangchuan
agak terkejut dan bertanya, "Apakah kau tidak suka
perempuan?"
"Aku suka perempuan, tapi aku lebih suka kalau
perempuan itu adalah perempuanku," jawab Meng Xinghun.
Mata Lu Xiang-chuan terlihat menyorot dengan tidak
enak kemudian dia bertanya, "Apakah kau sudah
memilikinya?"
Meng Xing-hun mengangguk dan tersenyum.
"Apakah kau setia kepadanya?"
Meng Xing-hun mengangguk tegas.
"Apakah dia pantas untukmu?"
"Dalam hatiku di dunia ini tidak ada perempuan yang
lebih baik dari dirinya."
Sebenarnya Meng Xing-hun tidak ingin mengatakan halhal
yang sangat pribadi. Namun kali ini dia sangat
membanggakannya, biasanya laki-laki akan mengatakan hal
seperti ini kepada teman-temannya. Seperti seorang
perempuan tidak akan menyimpan bajunya di dalam lemari
paling bawah dia akan memakai dan memamerkannya.
Wajah Lu Xiang-chuan berubah seperti ada orang yang
menusuk ke dalam hatinya.
Apakah dia pernah dibohongi oleh seorang perempuan"
Setelah agak lama dia baru berkata, "Di dunia ini jarang
ada orang yang mau berkorban demi seorang perempuan,
apalagi seorang penjudi yang begitu mempercayai
perempuan, dia akan kalah"
Tiba-tiba dia tertawa dan menepuk-nepuk pundak Meng
Xing-hun, "Kali ini aku berharap kau tidak salah bertaruh."
Di luar hampir terang.
Ooo)dw(ooO BAB 10 Meng Xing-hun belum tidur, dia merasa senang sekaligus
takut. Dia merasa Lao-bo bukan orang yang susah untuk
didekati dan Lao-bo bukan orang yang pintar menurut
perkiraan Meng Xing-hun.
Lao-bo adalah orang bukan dewa yang tidak dapat
dikalahkan. Seumur hidup Lao-bo yang dia banggakan adalah
caranya bersahabat. Sekarang temannya sendiri yang
mengkhianati Lao-bo. Meng Xing-hun merasa kasihan
kepada Lao-bo. Lu Xiang-chuan pun orang yang aneh. Bila dilihat dari
penampilan luar dia sangat kejam dan dingin, mempunyai
banyak kesedihan dan rahasia yang tidak dapat dibicarakan
kepada orang lain.
Yang paling aneh dia menganggap Meng Xing-hun
adalah temannya, dia tidak mengintrogasi Meng Xing-hun,
malah membicarakan masalah pribadi dengannya.
Hal ini malah membuat Meng Xing-hun merasa sedih.
Dia tidak ingin mengkhianati orang yang menganggap dia
sebagai teman namun sekarang dia harus melakukannya.
Dia teringat kepada Xiao Tie hatinya menjadi hangat
dan rasa bahagia menyelimuti dirinya.
Apa yang sedang dilakukan Xiao Tie sekarang" Apakah
sedang memeluk anaknya dan tidur, atau sedang
merindukan dirinya"
Teringat Xiao Tie hanya seorang diri, diam di sebuah
rumah yang kecil dan kotor, dan sedang menunggu
kepulangannya, merindukan dia, hati Meng Xing-hun
merasa sakit dan risau.
Meng Xing-hun bersumpah, bila tugasnya selesai dia
akan segera pulang dan kembali ke sisi Xiao Tie. Dia pun
bersumpah akan setia kepada Xiao Tie, tidak akan
meninggalkan Xiao Tie demi perempuan lain.
Meng Xing-hun teringat kata-kata Lu Xiang-chuan.
Di dunia ini jarang ada perempuan yang bisa mengubah
seorang laki-laki.
Tapi Meng Xing-hun tidak beranggapan seperti itu,
karena Lu Xiang-chuan tidak mengerti pribadi Xiao Tie,
bila dia mengenal Xiao Tie, dia akan setuju dengan semua
perbuatan Meng Xing-hun.
Sayangnya Lu Xiang-chuan tidak akan pernah mengenal
Xiao Tie. Meng Xing-hun menghela nafas dan hatinya sudah
tenang, karena dia memiliki orang yang setia kepadanya
dan Meng Xing-hun pun percaya Xiao Tie tidak akan
mengkhianatinya.
Bila seorang lelaki memiliki seorang perempuan yang
begitu setia, ini adalah hal yang sangat baik.
Tiba-tiba dari luar jendela terdengar suara yang sangat
ringan. Meng Xing-hun langsung loncat seperti seekor
kucing dan melihat ke luar jendela.
Dia membuka jendela, di dalam kabut pagi ada seorang
yang melambaikan tangan kepadanya, dia adalah Lu Mantian.
Akhirnya Lu Man-tian muncul juga Meng Xing-hun
memasuki taman bunga Chrysan dengan bertelanjang kaki
berdiri di atas tanah yang kering, embun yang berada di atas
bunga terasa dingin. Sorot mata Lu Man-tian tampak lebih
dingin dari embun pagi. Lu Man-tian memelototi Meng
Xing-hun dengan suara berat dia berkata, "Sekarang apa
kau tahu siapa aku?"
Meng Xing-hun mengangguk.
"Siapa kau?" tanya Lu Man-tian.
"Seharusnya kau tahu siapa aku," Tanggap Meng Xinghun.
Lu Man-tian terus melihatnya, akhirnya berkata,
"Mengapa kau baru datang sekarang" Seharusnya setengah
bulan yang lalu kau sudah ada di sini."
"Kalau aku datang lebih awal, aku pasti sudah ada di
dalam peti. mati sekarang."
Lu Man-tian tertawa, "Kau sangat hati-hati."
"Aku bukan orang yang gegabah karena itu sekarang aku
masih dapat hidup."
"Seharusnya kau tidak perlu begitu hati-hati karena aku
ada di sini, kau tidak perlu takut," kata Lu Man-tian.
Wajah Lu Man-tian di dalam kabut seperti orang yang
sudah mati, bila dia tertawa wajahnya tampak lebih jelek
lagi. Dalam liati Meng Xing-hun tiba-tiba muncul kebencian
yang amat sangat, dengan dingin dia berkata, "Kau adalah
sahabat Lao-bo, aku tidak menyangka kau tega
mengkhianatinya."
Lu Man-tian tidak marah dengan ringan dia berkata,
"Banyak hal yang tidak kau pahami. Ini adalah kehidupan.
Bila seseorang ingin mencapai kedudukan yang lebih tinggi
dia harus menginjak kepala orang supaya bisa naik."
Meng Xing-hun berbicara, "Aku tidak mengerti dan
tidak ingin mengerti."
"Apakah Gao Lao-da belum memberitahu sesuatu
kepadamu?"
Meng Xing-hun menggelengkan kepalanya.
Tanya Lu Man-tian lagi, "Apakah kau tahu kau datang
ke sini dengan tujuan apa?"
Meng Xing-hun mengangguk. "Baiklah, kapan kau akan
mulai bekerja."
"Begitu ada kesempatan."
"Tidak akan ada kesempatan, Lao-bo selalu tidak
memberi kesempatan, menunggu 10 tahun lagi pun belum
tentu ada kesempatan."
Lu Man-tian tertawa dan berkata lagi, "Kau harus bisa
membuat keputusan."
"Karena itu...."
"Karena itu kau sama sekali tidak perlu menunggu, kau
dapat membuat kesempatan kapan saja," Potong Lu Mantian.
"Kapan aku mulai bergerak?" tanya Meng Xing-hun.
"Hari ini, sore hari."
Lu Man-tian membalikkan badannya pelan-pelan dan
berkata, "Kadang-kadang kita harus bergerak dengan cepat,
semakin cepat semakin baik, jangan memberinya
kesempatan untuk bertahan."
Sejak tadi Meng Xing-hun hanya mendengar.
Kata Lu Man-tian lagi, "Lao-bo sangat menyukai bunga,
setiap sore dia pasti akan jalan-jalan di taman bunga sambil
melihat-lihat bunganya. Ini adalah kebiasaan yang dia
lakukan selama berpuluh-puluh tahun dan tidak pernah
berubah." "Apakah dia berjalan-jalan hanya seorang diri?"
"Dia tidak mau ditemani, karena pada waktu sore dia
gunakan untuk berpikir, banyak hal yang penting yang dia
putuskan pada saat berjalan-jalan."
"Mungkin di dalam taman bunga banyak perangkap."
Lu Man-tian mengangguk dan tiba-tiba dia berhenti di
sebuah pohon bunga chrysan, tiap hari Lao-bo pasti
berhenti di sini.
"Apakah di sini ada perangkap?" tanya Meng Xing-hun.
"Ada, tapi aku bisa membuat perangkap ini tidak
berfungsi."
Tiba-tiba dia jongkok dan mencabut sebuah pohon bunga
Chrysan. Karena pohon itu masih hidup, bila dicabut akarnya pun
akan ikut tercabut.
Di bawah pohon Chrysan terdapat sebuah lubang.
"Turun dan lihatlah," kata Lu Man-tian.
"Tidak perlu."
"Baiklah, hari ini di sore hari kau bisa bersembunyi di
sini dan jangan lupa membawa senjatamu."
Tiba-tiba dia bertanya lagi, "Kau memakai senjata apa?"
"Tergantung," jawab Meng Xing-hun.
"Bila keadaannya seperti ini, bagaimana?" tanya Lu
Man-tian. "Aku memakai senjata rahasia."
"Senjata macam apa?"
"Senjata yang cepat dan tepat."
Dia merasa puas dan berkata lagi, "Baiklah, biasanya
Lao-bo melihat bunga dengan teliti, karena ini wilayahnya,
dia tidak akan menyangka akan ada orang yang mau
membunuhnya."
Tanya Meng Xing-hun, "Berapa persen kesempatan
untuk membunuh?"


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"70%, kecuali...."
Meng Xing-hun memotong kata-katanya, "70% sudah
cukup, biasanya 50% saja aku sudah bisa membunuh."
"Dengar-dengar kau belum pernah gagal," kata Lu Mantian.
Dengan tersenyum Meng Xing-hun berkata,
"Masalahnya bukan terletak pada berapa persen
kesempatan itu datang melainkan apakah kau dapat
memanfaatkan kesempatan itu." Dengan tersenyum Lu
Man-tian berkata, "Kelihatannya aku tidak salah mencari
orang." "Benar."
"Apakah kau masih ada pertanyaan yang lain?"
"Kapan aku harus ke sini" Apakah akan ada orang yang
tahu kalau aku ke sini?" tanya Meng Xing-hun.
"Pertanyaan yang bagus!"
Lu Man-tian menanam kembali pohon itu baru dia
berkata, "Di sini waktu makan malam lebih awal, pada
waktu makan biasanya ditandai dengan suara lonceng,
waktu itu walaupun kau berada di mana pun kau harus
segera datang ke sini."
"Segera?"
"Benar, segera. Hanya pada saat itulah aku dapat
menjamin tidak akan ada orang yang melihatmu." Dan dia
melanjutkan lagi, "Bila kau salah melangkah, kau akan
mati." Meng Xing-hun membersihkan kakinya yang penuh
tanah dia kembali ke tempat tidurnya.
Sekarang persiapannya sudah matang, hanya menunggu
waktu yang tepat. Seperti menggambar seekor liong yang
hampir selesai tinggal menggambar titik matanya saja.
Semua berjalan dengan lancar. Tidak seperti yang
disangkanya pada waktu awal, seharusnya dia merasa puas.
Namun dia tidak tahu mengapa dia masih merasa ada
kesalahan yang tidak nampak" Dia sendiri pun tidak
mengerti. Rencananya begitu sempurna, sedikit dipermudah karena
dibantu oleh orang lain.
Biasanya Meng Xing-hun selalu menyusun rencananya
sendiri. Meng Xing-hun tidak mau nasibnya bergantung
kepada orang lain, sekarang ini pun dia tidak terlalu percaya
kepada Lu Man-tian.
Lu Man-tian adalah dalang pembunuhan ini. Dia ingin
membunuh Lao-bo dan juga dia. Tidak ada alasan
mencurigai Lu Man-tian karena Meng Xing-hun yakin Lu
Man-tian tidak akan mengkhianati dia.
Meng Xing-hun berusaha membuat hatinya tenang. Dia
tidak mempunyai kegiatan lain, hanya menunggu sore tiba.
Siang hari. Bila Lao-bo sedang makan siang, biasanya dia senang
mengobrol, dia menganggap dengan mengobrol bisa
mengumpulkan banyak informasi.
Orang yang bisa bercakap-cakap dengan Lao-bo adalah
teman yang dapat dipercaya dan juga teman dekatnya.
Namun hari ini Lao-bo tidak seperti itu. Karena Meng
Xing-hun diundang makan siang bersama Lao-bo.
Dengan tersenyum Lao-bo berkata, "Biasanya anak
muda senang makan daging, bisa menambah tenaga, bila 2
hari tidak makan daging aku akan merasa lesu."
Meng Xing-hun tidak sungkan lagi, dia mulai makan
daging itu, dengan tertawa Lao-bo berkata, "Dulu kau
sering berlayar, apakah makanannya enak?"
"Lumayan."
"Kokinya pasti berasal dari bagian selatan, apakah
benar?" "Koki di kapal kami ada 3 orang, hanya ada satu orang
yang berasal dari selatan, yang lain adalah orang utara,
karena itu makanan kami ada yang berasal dari utara dan
selatan." Wajah Meng Xing-hun tetap tenang, namun hatinya
mulai takut. Meng Xing-hun yakin dalam waktu setengah hari Lao-bo
sudah tahu siapa itu Qing Xiong-tian. Kalau bukan karena
catatan dari Gao Lao-da yang sempurna, Meng Xing-hun
pasti sudah kalang kabut.
Pertanyaan Lao-bo sangat biasa namun bila Meng Xinghun
tidak menjawab dengan hati-hati, makan siang ini tidak
akan selesai dimakannya.
Untung saja jawaban Meng Xing-hun tidak ada yang
salah. Makan siang seperti ini tidak nyaman untuk Meng
Xing-hun, dia pun tidak tahu sejak tadi dia sudah makan
sayur apa saja. Dia hanya merasa celananya sudah basah
oleh keringat dingin yang terus menerus keluar.
Lu Xiang-chuan yang duduk di sisinya tidak banyak
bicara, begitu selesai makan dia langsung keluar menuju
taman bunga Chrysan, dia baru berkata dan tersenyum,
"Tadi Lao-bo menyuruhku untuk membawamu berkeliling
melihat-lihat taman bunganya, apakah kau mengerti
maksudnya?"
Meng Xing-hun menggelengkan kepalanya, sekarang dia
berpura-pura menjadi orang bodoh.
Kata Lu Xiang-chuan lagi, "Maksud Lao-bo adalah kau
sudah hampir menjadi orang kami, artinya kau hampir
diterima menjadi anak buah Lao-bo."
"Hampir menjadi anak buah Lao-bo?"
"Ya, hampir."
"Mengapa hampir" Apakah ada yang kurang?"
"Yang kurang adalah kau belum pernah membunuh
seseorang demi dia."
Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata lagi, "Kau tidak
perlu tergesa-gesa, kesempatan akan datang dengan
sendirinya."
Meng Xing-hun pun ikut tertawa dan berkata,
"Kesempatan apa" Membunuh orang" Atau dibunuh?"
Lu Xiang-chuan diam dengan lama baru dia berkata,
"Bila kita tidak membunuh pasti akan dibunuh. Ada orang
yang mengira dia tidak akan mati, dia baru sadar pada saat
dia hampir dibunuh dan kesempatan membunuh pun
seperti itu."
"Apakah kau juga tidak menyangka bahwa Sun Jian
akan terbunuh?"
Wajah Lu Xiang-chuan langsung berubah dan bertanya,
"Apakah kau kenal dengannya?"
"Terbunuhnya Sun Jian sudah bukan rahasia di dunia
persilatan."
Lu Xiang-chuan tertawa kecut, "Benar, ini adalah
kemenangan Wan Peng-wang, mereka menjebaknya."
Meng Xing-hun bertanya lagi, "Yi-qian-long
mengkhianati Lao-bo juga sudah bukan rahasia lagi."
Lu Xiang-chuan terdiam lama kemudian dengan dingin
dia berkata, "Dia bukan pengkhianat."
"Apakah itu benar?"
Lu Xiang-chuan dengan dingin berkata, "Dia belum
pantas disebut pengkhianat karena menjadi seorang
pengkhianat harus berani namun dia adalah seorang
pengecut."
"Mengapa dia disebut pengecut?" tanya Meng Xing-hun.
"Sebenarnya dia adalah teman baik Lao-bo tapi pada
saat dia tahu Lao-bo dalam bahaya, dia langsung melarikan
diri dan dia membawa semua harta benda Lao-bo."
"Mengapa kalian tidak mencarinya?"
"Kami sudah mencarinya namun tidak pernah
menemukannya, katanya dia sudah ada di suatu pulau di
negeri Jepang karena istrinya adalah orang Jepang."
ooo)dw(ooo BAB 11 "Kalau begitu Lao-bo tidak mempunyai musuh," kata
Meng Xing-hun. Dengan ringan Lu Xiang-chuan berkata, "Apakah kau
merasa taruhannya tidak tepat?"
Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Teman juga
diperhitungkan apakah banyak atau sedikit, yang harus
diperhitungkan adalah apakah dia adalah teman yang
sesungguhnya."
Meng Xing-hun memandang ke tempat yang jauh
kemudian berkata, "Teman itu kadang -kadang harus
kurang dari satu atau lebih dari satu."
Meng Xing-hun melihat Lu Man-tian yang sedang
berjalan di. jembatan kecil. Lu Xiang-chuan tidak
melihatnya. Sekarang sudah lewat tengah liari dan sore akan segera
tiba. Awan hitam menutup langit, liari mulai gelap. Angin
mulai berhembus dingin.
Seseorang mengenakan baju hijau sedang melewati
jembatan, di ujung jembatan adalah menuju kebun bambu.
Jendela terbuka dan Lu Man-tian duduk di depan
jendela, dia sedang memegang kuas tapi dia tidak menulis,
hanya termenung sambil menatap ke luar jendela.
Seseorang yang memakai baju abu masuk ke dalam
kamar Lu Man-tian dan jendela segera ditutupnya.
Begitu jendela ditutup, si baju abu baru mengangkat
kepalanya, terlihat wajahnya yang biasa.
Hanya wajah yang biasa-biasa saja, orang-orang tidak
akan menyangka bahwa dia adalah seorang pengkhianat.
Karena itu tidak ada yang tahu bahwa Feng Hao adalah
seorang pengkhianat, Lu Man-tian berkata kepada Feng
Hao, "Semua rencana sudah diatur, dia sudah putus asa.
Sore ini akan mulai bergerak."
Wajah Feng Hao terlihat sangat puas namun dia masih
bertanya, "Apakah dia akan mengubah keputusannya?"
"Tidak mungkin karena perintah Gao Lao-da belum
pernah dibantah olehnya, apalagi...."
Feng Hao tertawa dengan kejam dan berkata, "Dia tidak
begitu pandai kelihatannya."
Feng Hao tertawa dan berkata lagi, "Pada dasarnya
rencana ini dia tidak tahu, siapa pun tidak akan ada yang
tahu." Hari sudah sore.
Udara sangat dingin tapi taman bunga Chrysan tetap
tenang seperti biasanya.
Meng Xing-hun dan Lu Xiang-chuan bersiap-siap untuk
pulang. Sejak tadi mereka terus berjalan berkeliling, hampir
semua sudut taman sudah dijelajahi. Sekarang Meng Xinghun
merasa dia tidak melihat sesuatu yang istimewa di
taman bunga itu.
Yang dilihatnya hanya bunga dan pohon, dia sudah
menyelidiki kalau-kalau ada hal yang terlewat dari
pandangan matanya dan taman bunga itu seperti tamantaman
yang lain, biasa-biasa saja.
Yang Meng Xing-hun tidak tahu adalah di tempat itu ada
berapa orang tinggal, dan perangkapnya di pasang di mana
saja" Kapan mereka bergantian menjaga rumah Lao-bo"
Kekuatan Lao-bo sudah sampai sejauh mana"
Hanya kata-kata Lu Man-tian yang dia ingat: 'Lao-bo
tidak akan memberi kesempatan kepada orang lain untuk
membunuhnya.' Bila bukan Lu Man-tian yang mengkhianati Lao-bo,
Meng Xing-hun pun tidak mempunyai kesempatan untuk
membunuh Lao-bo.
Tidak ada yang mengetahui bagaimana pola pikir Lao-bo
dan tidak ada yang tahu sampai di mana kekuatan Lao-bo
yang sesungguhnya.
Meng Xing-hun berpikir, 'apakah bila dia sudah menjadi
teman Lao-bo hatinya akan lebih senang'"
Lao-bo adalah sosok yang sangat menakutkan tapi dia
tidak menyebalkan. Kadang-kadang bisa dikatakan sangat
lucu, di dunia masih banyak orang yang lebih jahat dari
Lao-bo. Dan Lu Man-tian adalah salah satunya, orang seperti ini
harus dibunuh. Meng Xing-hun merasa bila dia disuruh
untuk membunuh Lu Man-tian, dengan senang hati dia
akan melakukannya dan hatinya pun akan lebih tenang.
Di dalam taman bunga sangat sepi, tidak ada orang
maupun suara. Apakah Lao-bo tahu akan ada orang yang
membunuhnya"
Sebenarnya Meng Xing-hun tidak ingin membunuh Laobo,
dia dan Lao-bo sama sekali tidak ada permusuhan dan
juga kebencian.
Biasanya bila ingin membunuh seseorang alasannya
adalah benci kepada orang itu atau sangat marah. Hati
Meng Xing-hun sudah tenang begitu pula dengan
wajahnya. Tiba-tiba Lao-bo tertawa dan berkata, "Kau belum tahu
mengenai hal ini tapi bila sudah bertahun-tahun kau akan
bisa mendengar dan merasakan bila ada seseorang yang
akan membunuhmu."
Lao-bo melanjutkan, "Bila mendengar sesuatu harus
menggunakan telinga dan juga pengalaman. Pengalaman
berasal dari saat kita menghadapi bahaya dan kesedihan.
Dan itu adalah pengalaman yang sangat berharga.
Pengalaman membuat orang menjadi lebih pintar dan
hidupnya lebih panjang."
Meng Xing-hun menatap wajah Lao-bo yang penuh
dengan guratan pengalaman dan kesedihan.
Meng Xing-hun diam-diam menghormati Lao-bo,
dengan tulus dia berkata, "Kata-kata Anda tadi, akan
kuingat selalu."
Tawa Lao-bo sangat hangat, dengan tersenyum dia
berkata, "Aku selalu menganggap Lu Xiang-chuan sebagai
anakku sendiri. Sekarang aku pun berharap demikian
kepadamu."
Meng Xing-hun menundukkan kepalanya, dia tidak
berani menatap wajah Lao-bo.
Meng Xing-hun merasa Lao-bo sudah berdiri di
hadapannya seperti seorang raksasa dan dia adalah orang
kerdil. Dia pun merasa bahwa dia adalah orang yang sangat
licik. Saat itu Lu Xiang-chuan sudah kembali dan ada orang
yang memakai baju abu-abu berdiri di belakangnya, orang


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu menggendong kotak obat dan tangannya memegang
sebuah lonceng.
Tiba-tiba tubuh Meng Xing-hun menjadi kaku. Dia tidak
menyangka si penjual obat itu adalah Ye Xiang.
Sudah lama tidak melihat Ye Xiang yang begitu
bersemangat. Dia terlihat bersemangat dan tenang, sewaktu
melihat Meng Xing-hun, dia tidak melihat dengan
sembunyi-sembunyi dan wajahnya tidak menampakkan
ekspresi apa pun.
Ye Xiang seperti tidak mengenali Meng Xing-hun.
Setelah lama Meng Xing-hun baru dapat tenang kembali,
pertama kalinya dia merasa dirinya lebih bodoh dari Ye
Xiang. Dan dia tidak tahu maksud Ye Xiang datang ke sini.
Sepertinya Lao-bo pun tidak tahu, dengan tersenyum
Lao-bo bertanya, "Kau datang tepat pada waktunya, karena
kami saat ini membutuhkan seorang tabib."
Dengan tertawa Ye Xiang bertanya, "Apakah di sini ada
yang sakit?"
"Tidak ada, hanya ada orang yang terluka dan mati."
"Orang yang mati" Aku tidak bisa menolong orang
mati." "Kalau orang yang terluka, kau punya obatnya bukan?"
tanya Lao-bo. "Aku tidak mempunyai obat itu juga."
"Jadi kau bisa mengobati penyakit apa saja?"
"Aku tidak dapat mengobati semua penyakit."
"Kalau begitu, kau menjual obat apa?"
"Aku pun tidak menjual obat, di dalam kotak obat ini
hanya ada sebilah golok dan sebuah guci arak."
Wajah Ye Xiang sama sekali tidak ada ekspresi, dengan
ringan dia melanjutkan kembali, "Aku tidak dapat
mengobati orang sakit hanya bisa meminta nyawa orang."
Begitu kalimat ini diucapkan dan mulut Ye Xiang, hati
Meng Xing-hun hampir meloncat keluar.
Lao-bo malah tertawa dan berkata, "Kau kemari untuk
membunuh orang. Baiklah, di sini banyak orang, kau ingin
membunuh yang mana?"
"Bila aku ke sini untuk membunuh, orang, orang yang
akan kubunuh adalah kau, namun sekarang ini aku tidak
ingin membunuhmu "
"Oh?"
Kata Ye Xiang lagi, "Aku belum pernah memilih orang
sebelum membunuh syaratnya kalau cocok, siapa pun akan
kubunuh kecuali kau."
"Mengapa?" tanya Lao-bo.
Wajah Lao-bo seperti tertawa, sepertinya dia tertarik
dengan kata-kata Ye Xiang.
"Aku tidak mau membunuhmu karena aku tahu aku
tidak akan sanggup membunuhmu." Dengan tertawa Ye
Xiang berkata lagi, "Di dunia ini, bila masih ingin hidup dia
tidak akan mau membunuhmu. Orang yang ingin
membunuhmu adalah orang gila. Sedangkan aku bukan
orang gila."
Lao-bo tertawa terbahak-bahak, "Kau bukan orang gila,
tapi kau terlalu tinggi menilaiku."
"Karena aku ingin selamat," kata Ye Xiang.
"Orang hidup mungkin akan dibunuh, dan aku masih
hidup." "Kaupun akan dibunuh orang hanya saja waktunya
belum tiba."
"Kapan?" tanya Lao-bo.
"Bila kau sudah tua."
"Apakah sekarang aku sudah tua?"
"Sekarang kau belum tua, masih lincah dan masih teguh
memegang prinsip, tidak seperti orang tua yang lain yang
memiliki pikiran sempit." Dengan dingin Ye Xiang berkata
lagi, "Tapi aku yakin suatu hari nanti juga akan mati, begitu
juga dengan semua orang."
Lao-bo tertawa lagi tapi sorot matanya sudah berubah
dan dia berkata, "Kau datang kemari bukan untuk
membunuh lalu kau ke sini untuk apa?"
"Apakah aku harus mengatakan yang sebenarnya."
Dengan tersenyum Lao-bo berkata, "Kau jangan
berbohong walau hanya satu kata."
Akhirnya Ye Xiang mengaku, "Aku kemari untuk
mencari putrimu."
Tiba-tiba wajah Lao-bo berubah, dengan sinis dia
berkata, "Aku tidak mempunyai anak perempuan."
"Kalau begitu aku mencari orang lain yang bernama Sun
Tie." "Aku tidak mengenalnya."
"Aku tahu kau tidak akan mengakui dia sebagai putrimu
karena aku ke sini untuk membawanya pergi," kata Ye
Xiang lagi. "Membawa dia pergi?" tanya Lao-bo heran.
"Kau tidak menginginkannya, tapi aku masih mau."
"Kemana kau akan membawanya?" tanya Lao-bo galak.
"Kau sudah membuang dia, biar aku saja yang
membawanya pergi ke tempat yang dia inginkan."
Mata Lao-bo menyorot tajam dan tampak lebih merah,
rambutnya pun sudah berdiri sehelai demi sehelai.
Tapi Lao-bo masih mencoba menahan diri, dia terus
melihat Ye Xiang dan bertanya lagi, "Sepertinya aku kenal
denganmu."
"Memang kau pernah bertemu denganku," kata Ye
Xiang. "Beberapa tahun yang lalu aku pernah bertemu
denganmu dan...."
Ye Xiang memotong kata-katanya, "Dan menyuruh Han
Tang mengusirku, mengusirku ke tempat yang aku sendiri
pun tidak tahu ke tempat mana."
"Kau tidak mati?"
Ye Xiang hanya tertawa, sebelum sempat dijawab Laobo
sudah berdiri di hadapannya, menarik baju dan
mengangkat tubuh Ye Xiang.
Dengan nada galak Lao-bo bertanya, "Apakah anak
Xiao Tie adalah anakmu?"
Ye Xiang tidak menjawab.
"Bicara! Ayo bicara!" kata Lao-bo dengan sangat marah.
Lao-bo mengguncang-guncangkan tubuh Ye Xiang,
sepertinya tulang-tulang tubuh Ye Xiang hampir lepas
semua. Wajah Ye Xiang tidak berubah sedikit pun, dengan
ringan dia berkata, "Kalau kau terus menarik bajuku, aku
tidak dapat bicara."
Mata Lao-bo terus melihat Ye Xiang, bola matanya
seperti akan keluar, urat nadi di dahinya pun sudah
bertonjolan. Lu Xiang-chuan sangat terkejut dia belmu
pernah melihat Lao-bo begitu murka dan belum pernah
melihat Lao-bo tidak dapat menahan emosinya.
Meng Xing-hun sangat terkejut, mendengar nama Sun
Tie, dia lebih terkejut lagi. Mimpi pun dia tidak menyangka
orang yang akan dibunuhnya adalah ayali dari kekasihnya.
Sekarang dia sudah tahu apa tujuan Ye Xiang ke sini,
tidak lain adalah memberitahu hal ini, jangan membuat
kesalahan yang akan membuat kau menyesal seumur
hidupmu. Demi Meng Xing-hun dan Sun Tie, Ye Xiang rela
mengorbankan segalanya, termasuk nyawanya. Sekarang
Meng Xing-hun beru mengerti orang yang dicintai oleh Ye
Xiang adalah Sun Tie, demi Xiao Tie dia rela mati.
"Mengapa" Mengapa?"
"Apakah ayali anak Xiao Tie adalah Ye Xiang?"
Meng Xing-hun merasa bumi dan langit berputar sangat
kencang, semua hancur di depan matanya.
Dia pun merasa sudah hancur, tidak sanggup menahan
beban yang begitu berat, dia yakin sebentar lagi dia akan
roboh. Lao-bo tampak gemetaran dan masih berdiri di hadapan
Ye Xiang, seluruh tubuhnya gemetaran.
Akhirnya dengan suara gemetaran Lao-bo bertanya,
"Baiklah! Sekarang katakan siapa ayah anak itu, apakah
kau?" "Bukan," jawab Ye Xiang.
Ye Xiang menghela nafas dan berkata, "Tapi aku
berharap aku adalah ayah anak itu, demi Xiao Tie aku rela
berkorban untuk menjadi ayah anak itu."
"Binatang! Anak haram itu...." Lao-bo berteriak.
Ye Xiang memotong, "Mengapa kau harus membenci
anak itu" Anak itu tidak bersalah dia tidak mempunyai
ayah, itu sudah cukup menyedihkan baginya. Seharusnya
kau yang jadi kakek harus lebih sayang kepadanya."
"Siapa kakeknya?" tanya Lao-bo.
"Kau adalah kakeknya."
Ye Xiang pun menaikkan nadanya dan berkata lagi,
"Mau tidak mau kau harus mengakuinya, anak itu adalah
darah dagingmu juga."
Kata-kata Ye Xiang belum selesai dan Lao-bo sudah
mengayunkan tangannya ke wajah Ye Xiang.
Ye Xiang tidak mengelak karena dia tahu dia tidak akan
bisa mengelak, pukulan Lao-bo seperti petir dan juga seperti
seekor ular, lebih cepat dari petir dan lebih ganas dari ular.
Ye Xiang tidak dapat melihat arah kepalan tangan Laobo,
dia hanya tahu di depan wajahnya sudah menjadi gelap,
bumi dan langit sepertinya terbelah menjadi dua.
Dia belum pingsan, kepalan tangan Lao-bo sudah
mendarat di perutnya.
Sekarang rasa sakit malah membuatnya sadar, dia
membungkukkan tubuh dan muntah.
Darah bercampur dengan air empedu yang palit, semua
keluar dari mulutnya. Dia hanya merasa mulutnya pahit,
asam, dan amis. Perasaan Meng Xing-hun hancur
berantakan. Dia tidak bisa bertahan dan sudah tidak tahan lagi.
Hampir saja dia membantu Ye Xiang. Tapi Meng Xing-hun
bisa menahan diri, bila tidak dia juga akan mati.
Ye Xiang sudah mengorbankan nyawanya untuk dia,
apakah semua ini tidak berharga" Dia mati pun tidak bisa
menutup mata begitu saja.
Meng Xing-hun tidak tega membiarkan Ye Xiang
diperlakukan seperti itu.
Ye Xiang masih terus muntah. Kepalan tangan Lao-bo
seperti hukuman yang paling kejam membuat Ye Xiang
merasa kesakitan.
Lao-bo melihat Ye Xiang, kemarahannya sudah
dilampiaskan dan Lao-bo sudah tenang kembali, dia hanya
terlihat sedikit kelelahan.
Tiba-tiba Ye Xiang yang sedang muntah meloncat.
Seuntai lonceng yang dipegangnya memuntahkan puluhan
bintang terang, titik-titik terang ini lebih cepat gerakannya
dari terang bintang meteor.
Tangan kanannya memegang pedang pendek, tubuhnya
seperti sudah menyatu dengan pedang.
Kilauan pedang terus melayang dalam muntahan
bintang-bintang yang terang. Cahaya titik-titik itu dan kilau
pedang menutupi jalan Lao-bo untuk maju bahkan mundur.
Serangan yang mendadak dan sangat dahsyat tidak ada
yang bisa bertalian atau mengelak.
Meng Xing-hun tahu Ye Xiang adalah seorang
pembunuh yang sangat menakutkan, tapi Meng Xing-hun
belum pernah melihat aksi Ye Xiang dengan mata
kepalanya sendiri.
Dan sekarang dia benar-benar sudah menyaksikan. Dulu
dia sempat sangsi apakah benar Ye Xiang sudah
membunuh banyak orang.
Sekarang Meng Xing-hun percaya.
Pukulan Ye Xiang sangat tepat waktunya dan membuat
orang lain tidak percaya. Kesempatan yang diperoleh dan
tidak direncanakan adalah waktu yang tepat.
Hanya sekali serangan tidak memberi kesempatan
kepada musuh untuk mundur. Kejam, tepat, dan cepat. Ini
adalah syarat untuk bisa membunuh orang, dan ini adalah
bagian yang paling penting.
Tiga syarat ditambah satu artinya adalah 'mati'.
Orang yang pernah bertemu dengan Ye Xiang dalam
waktu dekat ini tidak akan percaya bahwa dia masih bisa
menyerang seperti itu. Sepertinya dia sudah, kembali
menjadi Ye Xiang yang dulu.
Persahabatannya dengan Meng Xing-hun dan rasa
cintanya kepada Sun Ti yang membuatnya seperti itu.
Ini adalah serangan terakhir.
Tidak ada yang bisa mengelak.
Tidak ada yang bisa mengelak kecuali Lao-bo.
Pedang pendek sudah terbang, saat jatuh pedang itu
sudah terbelah menjadi dua.
Tubuh Ye Xiang masih terbang, tangan kanannya sudah
putus. Lao-bo masih berdiri di sana seperti seorang dewa.
Walaupun dia sudah mengelak dari titik-titik bintang itu
tapi Meng Xing-hun melihat banyak titik-titik bintang
mengenai dada Lao-bo, paling sedikit ada empat hingga
lima titik. Meng Xing-hun melihatnya dengan jelas.
Meng Xing-hun tahu bagaimana dahsyatnya senjata
rahasia ini karena senjata itu yang disiapkannya untuk
membunuh Lao-bo.
Siapa pun yang sudah terkena senjata itu, dia akan segera
roboh dan meninggal. Tapi Lao-bo tidak roboh dan juga
tidak mati. Senjata rahasia sudah mengenai tubuh Lao-bo,
titik-titik itu seperti mengenai besi, terdengar suara 'TING',
itu suara senjata rahasia yang terjatuh.
Lao-bo adalah seorang raksasa dan seorang yang sangat
hebat. Namun, bagaimana pun dia bukan orang yang
terbuat dari besi.
Akhirnya Meng Xing-hun tahu di bawah baju Lao-bo
yang kumuh ada selapis baju yang tidak biasa. Meng Xinghun
tidak tahu apakah baju itu terbuat dari sutra namun dia
tahu baju itu bisa menahan senjata rahasia.
Bila Meng Xing-hun memakai senjata ini untuk


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membunuh Lao-bo, tidak akan berhasil mungkin dia yang
akan mati. Hal ini sudah membuatnya mengerti. Pengertian ini
datangnya bukan dari pengalaman melainkan dari
pengorbanan nyawa Ye Xiang.
Ye Xiang berusaha untuk berdiri tapi dia terjatuh lagi.
Dia berada di dalam posisi telungkup seperti seekor anjing.
Tiba-tiba dia tertawa terbahak-bahak, "Aku tidak salah,
benar-benar tidak salah."
Tawanya seperti orang gila dan dengan sedih dia berkata,
"Aku benar-benar tidak sanggup membunuhmu, tidak akan
ada, orang yang sanggup membunuhmu."
"Banyak orang yang bisa membunuhmu," kata Lao-bo.
Setelah mengatakan kalimat ini, Lao-bo membalikkan
tubuh dan pergi.
Dia tidak melihat Ye Xiang tapi melihat Lu Xiangchuan.
Lu Xiang-chuan sudah mengerti maksud Lao-bo.
Lao-bo ingin orang ini mati tapi dia tidak ingin
membunuh orang yang sudah terluka parah.
Bila Lao-bo tidak ingin melakukannya, Lu Xiang-chuan
yang harus melakukannya.
Dengan dingin Lu Xiang-chuan memandang Ye Xiang
yang masih berusaha berdiri, Lu Xiang-chuan bertanya
kepada Meng Xing-hun, "Mana golokmu?"
"Aku tidak mempunyai golok," jawab Meng Xing-hun.
"Apakah kau membunuh orang tidak menggunakan
golok?" "Aku memakainya tapi aku menggunakan golok orang
lain, semua senjata aku mahir menggunakannya," jawab
Meng Xing-hun. Meng Xing-hun sudah mulai tenang dan bisa menjawab
pertanyaan Lu Xiang-chuan.
Lu Xiang-chuan melihat Meng Xing-hun dengan puas,
tiba-tiba dia mengambil pedang pendek milik Ye Xiang dan
bertanya, "Apakah kau bisa menggunakan pedang ini untuk
membunuh orang?"
"Bisa."
Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Kau belum
pernah membunuh orang demi Lao-bo dan ini adalah
kesempatan yang baik."
Tawa Lu Xiang-chuan mulai aneh, dengan pelan dia
berkata lagi, "Pernah kukatakan, kau tidak perlu tergesagesa
kesempatan akan datang dengan sendirinya. Apakah
kau percaya pada kata-kataku?"
Meng Xing-hun sama sekali tidak mendengar kata-kata
Lu Xiang-chuan.
Pedang sudah pendek, sekarang pedang sudah terbelah
menjadi dua, bentuknya jelek dan tidak pantas.
Meng Xing-hun menerima pedang itu dari tangan Lu
Xiang-chuan dan berjalan menghampiri Ye Xiang. Meng
Xing-hun tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
Di telinganya dia hanya mendengar suara 'WENG'.
Bumi dan langit sedang berputar, apa pun tidak dapat dia
dengar dan apa pun tidak dapat dilihat lagi.
Namun dia tahu maksud Ye Xiang, berpura-pura tidak
tahu dapat dia lakukan.
Untuk kesempatan seperti ini Ye Xiang sudah lama
mempersiapkan dirinya, dia pun sudah lama menunggu
datangnya kesempatan ini.
Dia sudah siap untuk tidak pulang bila sudah datang ke
sini. Hidupnya pun sudah tidak berarti lagi. Ye Xiang
berharap Meng Xing-hun dapat bertahan hidup demi
dirinya. Ye Xiang menganggap Meng Xing-hun adalah
bayangannya, dia menyerahkan cinta dan hidupnya di
tangan Meng Xing-hun.
Meng Xing-hun adalah penerus hidup Ye Xiang jarang
ada orang yang dapat mengerti perasaan seperti ini. Tapi
Meng Xing-hun mengerti, dia tahu Ye Xiang rela mati di
tangannya, tapi Meng Xing-hun tidak tega dan tidak
sanggup. Dia mati pun tidak tega melakukannya.
Pegangan pedang diikat dengan kain sutra, dan pegangan
itu sudah basah karena tangan Meng Xing-hun terus
mengeluarkan keringat dingin.
Meng Xing-hun melempar pedang itu dan berkata, "Aku
tidak mau membunuh orang ini."
Lu Xiang-chuan terus melihat Meng Xing-hun dan
bertanya, "Apakah dia adalah temanmu?"
"Aku bisa membunuh teman, tapi tidak membunuh
orang yang sudah terluka parah."
"Apakah demi Lao-bo pun kau tidak sanggup?"
Lu Xiang-chuan terus menatap Meng Xing-hun, dia
tidak marah atau kaget, tidak ada ancaman atau pun
paksaan. Lu Xiang-chuan tidak bicara separah kata pun, dia
membiarkan Meng Xing-hun beranjak dari sisinya.
Meng Xing-hunpun tidak membalikkan badannya.
Tidak jauh dia berjalan, dia mendengar suara Ye Xiang
yang dibunuh. Meng Xing-hun tidak membalikkan tubuh juga tidak
meneteskan air mata. Air mata Meng Xing-hun baru keluar
setelah malam larut dan di sekelilingnya tidak ada orang.
"Xiao Tie adalah putrinya Lao-bo."
"Kau tidak sanggup membunuh Lao-bo."
Ye Xiang mengorbankan nyawanya, hanya ingin
memberitahu dua hal itu kepada Meng Xing-hun.
Dan hal itu tidak dapat dilakukan oleh Ye Xiang.
"Apakah aku sanggup?"
Meng Xing-hun bersumpah dia harus bisa. Dia
berhutang banyak kepada Gao Lao-da, namun dia akan
memakai cara lain untuk membalasnya.
Tugas membunuh Lao-bo harus dilepaskan, sekarang dia
harus segera meninggalkan tempat ini.
Apakah dia bisa pergi"
Di luar taman banyak kuburan, di dalam kuburan itu
adalah teman-teman Lao-bo.
"Siapa pun yang sudah masuk dalam perkumpulan kami
tidak akan bisa keluar dari perkumpulan ini, hidup atau
mati sama saja."
"Bila mati, kau harus mati di sini."
"Meski hidup atau mati, Lao-bo akan mengurusmu
dengan baik."
Kata-kata ini diucapkan oleh Lu Xiang-chuan kepada
Meng Xing-hun sewaktu mereka melewati kuburan.
Sewaktu Lu Xiang-chuan mengatakan hal itu, hatinya
merasa tidak enak.
Meng Xing-hun tidak tahu apakah maksud Lu Xiangchuan
adalah untuk memperingatinya atau pada waktu itu
hatinya sedang tidak enak.
Meng Xing-hun merasa sikap Lu Xiang-chuan
kepadanya sangat aneh, apalagi tadi, sepertinya dia sudah
tahu hubungan antara dia dan Ye Xiang, dan sepertinya dia
pun tahu rahasia Meng Xing-hun.
Lu Xiang-chuan tidak memaksa Meng Xing-hun
melakukan sesuatu yang tidak ingin dilakukan.
"Mungkin Lu Xiang-chuan akan melepaskanku, tapi
bagaimana dengan Lu Man-tian?"
Begitu pikiran Meng Xing-hun mulai tenang, banyak hal
yang bisa dipikirkan.
"Ye Xiang saja tahu Lao-bo tidak akan bisa mati tapi
mengapa Lu Man-tian tidak tahu?"
Hubungan Lu Man-tian dengan Lao-bo sangat erat,
mereka saling mengerti lebih dari siapa pun.
"Dia sudah tahu aku tidak sanggup membunuh Lao-bo
tapi masih menyuruhku melakukannya."
Air mata Meng Xing-hun sudah mengering, telapak
tangannya penuh dengan keringat dingin, tiba-tiba Meng
Xing-hun mengetahui rencana Lu Man-tian. Lu Man-tian
lebih jahat dari yang disangkanya.
Yang paling penting adalah Lu Man-tian bukan
menyuruhnya membunuh Lao-bo melainkan menjadikan
Meng Xing-hun sebagai tangga dan Lu Man-tian menginjak
tangga ini untuk sampai ke posisi yang lebih tinggi.
Meng Xing-hun menghapus sisa air matanya, lalu duduk
dan menunggu. Dia menunggu Lu Man-tian. Dia
mengetahui bahwa Lu Man-tian tidak akan membiarkan dia
pergi, pasti dia akan datang ke sini untuk mencarinya.
Lu Man-tian datang lebih awal dari perkiraannya. Lu
Xiang-chuan belum pulang dan di rumah itu tidak ada siapa
pun. Begitu Lu Man-tian membuka pintu, Meng Xing-hun
sudah mendengar suaranya.
Langkahnya sangat berat dan pelan, seperti pulang ke
rumahnya sendiri dan dia sangat percaya diri.
Terlihat dia sangat tenang, siapa pun tidak akan tahu
bahwa dia adalah seorang pengkhianat.
Siapa pun yang mengkhianati Lao-bo, hatinya tidak akan
tenang tapi Lu Man-tian adalah pengecualian.
Wajahnya selalu tersenyum, seperti menganggap orang
lain itu bodoh dan idiot.
Meng Xing-hun menahan amarahnya dengan dingin dia
bertanya, "Mau apa kau ke sini?"
Dengan tersenyum Lu Man-tian balik bertanya, "Aku ke
sini hanya melihat apakah kau sudah siap, karena waktunya
sudah tiba."
"Aku belum siap," jawab Meng Xing-hun.
Lu Man-tian mengerutkan dahi dan berkata, "Mengapa
belum siap" Walaupun kau sudah berpengalaman tetap
harus ada persiapan."
"Aku belum siap untuk membunuh orang."
Dengan marah Lu Man-tian berkata, "Kau tetap harus
membunuh dia."
Meng Xing-hun tertawa dingin dan berkata, "Bila aku
harus membunuh, orang yang kubunuh bukan Lao-bo tapi
kau." Lu Man-tian sangat terkejut dan bertanya, "Mengapa
aku?" "Karena aku tidak suka kepalaku diinjak-injak orang dan
aku tidak mau menjadi tanggamu."
"Tangga" Apa maksudmu dengan tangga?" tanya Lu
Man-tian. "Kau menyuruhku kemari bukan untuk membunuh Laobo
karena kau pun tahu aku tidak akan sanggup membunuh
Lao-bo." Wajah Lu Man-tian tetap datar, tapi matanya mulai
mengecil dan dia berkata, "Kalau begitu, mengapa kau
menyuruhku datang ke sini?"
"Mungkin kau mempunyai rencana membunuh Lao-bo
dan kau yakin kau akan berhasil."
"Kalau begitu seharusnya kau tidak perlu datang
kemari." "Kau hanya tidak mau bertanggung jawab terhadap
'pembunuh' karena kau takut ada yang akan membalaskan
dendam Lao-bo dan kau lebih takut orang lain tidak akan
setuju kau menggantikan posisi Lao-bo. Oleh karena itu kau
menyuruhku menjadi kambing hitam dan menanggung
nama si 'pembunuh' ini."
Ucap Lu Man-tian, "Teruskan ucapanmu!"
Meng Xing-hun melanjutkan lagi, "Kau menyuruhku
menunggu di lubang bunga Chrysan untuk membunuh Laobo
dan kau tahu aku tidak akan memiliki kesempatan untuk
bertarung dan pada waktu itu kau akan menangkapku
terlebih dahulu."
"Lalu bagaimana?" tanya Lu Man-tian.
"Sejak awal kau sudah tidak percaya kepadaku dan Laobo
pun tidak percaya bahwa semua rencana ini disusun
olehmu dan kau sudah menangkap seorang pembunuh.
Tentu saja Lao-bo akan lebih percaya lagi kepadamu."
"Kemudian bagaimana?"
"Dan kau menunggu kesempatan yang tepat untuk
membunuh Lao-bo."
"Apakah aku sanggup membunuh Lao-bo?"
Dengan dingin Meng Xing-hun menjawab, "Karena kau
adalah teman lama dan teman baik Lao-bo, kau tahu
kekurangannya, apalagi kau sudah merencanakan semua ini
dengan sempurna dan Lao-bo tidak akan siap dengan
seranganmu."
"Oleh karena itu kau menganggap akulah yang memiliki
kesempatan paling besar membunuh Lao-bo," kata Lu
Man-tian. "Di dunia hanya ada satu orang yang sanggup
membunuh Lao-bo dan orang itu adalah kau."
Tiba-tiba Lu Man-tian tertawa, tawanya sangat aneh dan
dia berkata, "Terima kasih. Tapi sepertinya kau terlalu,
tinggi menilaiku."
Kata Meng Xing-hun, "Bila kau sudah membunuh Laobo,
kau akan menegumumkan bahwa kau sudah
menangkap si pembunuh dan dendam Lao-bo sudah
dibalaskan. Orang-orang tidak akan curiga dan pada saat itu
kau akan menggantikan posisi Lao-bo."
Meng Xing-hun melanjutkan lagi, "Semua ini adalah
rencanamu, kau bukan saja mengkhianati Lao-bo, kau juga
mengkhianatiku."
"Kau mempunyai mulut, kau bisa saja bicara."
"Siapa yang akan percaya kepada kata-kataku" Apalagi
kau tidak akan memberi kesempatan kepadaku untuk
bicara." Lu Man-tian menatap Meng Xing-hun, wajahnya tetap
datar, setelah lama dia baru bicara, "Tidak kusangka,
ternyata kau pintar juga, untuk seorang pembunuh
seharusnya kau tidak begitu pintar."
Dengan tersenyum, Lu Man-tian membantu Meng Xinghun
memberikan penjelasan.
"Membunuh adalah pekerjaan yang sangat berbahaya
dan suatu hal yang bodoh. Membunuh demi orang lain
adalah tindakan yang lebih bodoh lagi. Bila ada orang yang
pintar dia tidak akan mau melakukannya."
Meng Xing-hun merasa sedih karena semua kata-kata Lu
Man-tian tidak salah.
Kata-katanya sangat menusuk hatinya.


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lu Man-tian menikmati kesedihan Meng Xing-hun dan
dari sorot matanya dia terlihat sangat puas. Dengan
santainya dia berkata, "Orang yang pintar biasanya ada satu
penyakit, mereka sangat takut pada kematian."
Tanggap Meng Xing-hun, "Orang yang takut mati tidak
akan mau menjadi seorang pembunuh."
Kata Lu Man-tian, "Kau dulu tidak begitu pintar,
sekarang kau sudah tahu bahwa hidup ini sangat
menyenangkan, hidup lebih baik dari pada mati."
Lu Man-tian tertawa lagi dan berkata, "Apakah kau tahu
orang tadi bernama Ye Xiang?"
Meng Xing-hun mengatupkan mulutnya.
Lu Man-tian menjelaskan, "Pasti kau sudah tahu, karena
dia adalah teman baikmu, tapi kau membiarkan dia mati di
depan matamu. Sedikit pun kau tidak memiliki perasaan,
semua itu karena apa?"
Dengan tersenyum Lu Man-tian menjawab sendiri,
"Karena kau sudah lebih pintar, kau tidak mau mati
bersamanya walaupun kau memiliki alasan lain, semua ini
hanya membohongi dirimu sendiri."
Hati Meng Xing-hun terasa sakit.
Dia melihat Ye Xiang mati di depan matanya, dia selalu
meng-anggap dia mampu bertahan. Kematian Ye Xiang
harus dibalaskan dan demi Ye Xiang dia harus bertahan
hidup. Namun kata-kata Lu Man-tian seperti sebuah jarum.
Tiba-tiba Meng Xing-hun merasa semua tindakannya bukan
tindakan mulia, dia melakukan semua itu mungkin hanya
karena dia takut mati.
Sekarang dia benar-benar tidak ingin mati.
Dengan pelan dia berkata, "Kau tidak salah, sampai
sekarang belum ada yang mencurigaiku tapi aku akan
menceritakan kepada orang-orang siapa kau sebenarnya dan
kapan waktu pun aku bisa mengantarkanmu kepada
kematian."
Dia melihat Meng Xing-hun, seperti seekor kucing yang
mengincar tikus dan sudah menangkapnya.
Dengan tersenyum Lu Man-tian berkata lagi, "Kalau kau
mau terus bertahan hidup, kau harus mendengar semua
kata-kataku, karena kau sudah tidak mempunyai pilihan
lagi." Dengan marah Meng Xing-hun berkata, "Bila aku
membunuh artinya aku juga harus mati."
"Bila kau melakukannya dengan baik, aku akan terus
membiarkanmu hidup. Aku dapat mencari orang lain yang
dapat, menggantikan kematianmu. Aku akan
menghancurkan wajah orang itu dan berkata kepada orangorang
bahwa itu adalah kau. Kalau sudah begitu kau dapat
pergi ke tempat di mana orang-orang tidak mengenalmu.
Bila kau tidak mencari-cari masalah denganku, tidak ada
orang yang bakal mencari-cari masalah kepadamu."
Dengan tersenyum dia berkata lagi, "Aku akan
memberikan honor yang tinggi, kau dapat hidup dengan
makmur. Bila orang dapat hidup makmur, nama baik tidak
perlu dipedulikan."
Ooo)dw(ooO BAB 12 Senyum Lu Man-tian sangat menarik, demikian juga
dengan tawaran yang dia berikan.
Meng Xing-hun ragu-ragu. dan berkata, "Apakah katakatamu
dapat dipercaya?"
"Kau harus percaya, sebab ini adalah kesempatanmu
satu-satunya, kau tidak ada pilihan lain."
Lu Man-tian pergi dengan rasa percaya diri yang tinggi,
"Kau jangan berbuat macam-macam, kau tahu kau tidak
punya pilihan lain."
Meng Xing-hun ibarat ikan yang sudah berada di dalam
jala Lu Man-tian.
"Apakah tidak ada jalan lain?"
"Walaupun tidak ada jalan lain, aku tetap tidak akan
membunuh Lao-bo."
Apalagi Meng Xing-hun tahu bahwa kata-kata Lu Mantian
tidak dapat dipercaya.
Walau bagaimanapun Lu Man-tian pasti akan tetap
membunuhnya, 'Lao-bo adalah ayah Xiao Tie, aku tidak
mau membunuhnya.'
Dia tahu Lu Man-tian akan membunuhnya, 'Apakah aku
hanya bisa pasrah terima mati"'
Kadang-kadang kematian adalah menuju suatu
kebebasan. Dulu Meng Xing-hun pernah ingin melakukan dengan
cara ini, membebaskan dirinya.
Dia merasa jenuh, kematian untuk seorang Meng Xinghun
tidak sulit dicapai dan tidak perlu merasakan
kesedihan. Tapi sekarang ini bagaimana"
Musim gugur, sore datang lebih awal.
Walaupun bunga chrysan mulai layu tapi dalam udara
sore itu masih terlihat begitu indah.
Bunga Chrysan sama dengan kupu-kupu, pada saat
mekar sangat indah begitu pun pada saat layu.
Tiba-tiba Meng Xing-hun teringat kepada kata-kata Xiao
Tie. Nyawa kupu-kupu sama dengan hidup bunga Chrysan
begitu lemah dan pendek. Tapi mereka membawa
keharuman dan hidup mereka sangat indah. Nyawa mereka
sangat berharga walaupun mereka sudah mati tapi mereka
tidak mati dengan begitu menyedihkan.
Apakah nyawa orang akan seperti itu"
Berapa lama hidup seseorang" tidak menjadi masalah,
yang paling penting adalah bagaimana dia bisa hidup" Dan
apakah hidupnya itu menjadi berharga"
Dalam hembusan angin malam terdengar suara lonceng.
Hati Meng Xing-hun tiba-tiba menjadi ciut. Dia berdiri
kemudian melangkah keluar.
"Aku tidak boleh mati."
Selama ini. dia belum pernah merasa hidup, jadi dia
tidak boleh mati begitu saja. Tapi bagaimana cara supaya
dia dapat tetap hidup" Bunga chrysan pun bila sudah
waktunya akan menjadi layu.
Barisan bunga mekar lebih awal, paling indah di antara
bunga-bunga yang lain namun mereka pun layu lebih cepat.
Biarpun jari-jarinya masih seperti pada waktu dia muda
dulu, kuat dan tenang namun hatinya sudah tidak seperti
waktu dia muda dulu.
Waktu muda dulu dia tidak peduli apapun.
"Bila bunga Chrysan sudah layu, masih ada bunga mei
dan bunga Tao, aku dapat menikmati bunga-bunga lain
setahun penuh, untuk apa aku merasa sedih karena bungabunga
itu sudah layu, apalagi menangisi layunya bunga
Chrysan." Bila bunga sudah layu, dia sudah kering lagi. Apakah
orang pun seperti itu"
Lao-bo belum pernah merasa kasihan kepada orang lain
dan juga tidak pernah merasa sedih dengan kematian orang,
karena orang sudah mati tidak berharga lagi. Lao-bo belum
pernah mengingat barang-barang yang sudah tidak berharga
dan yang sudah dibuangnya.
Tapi pikiran seperti itu sekarang sudah mulai berubah.
Dia merasa seseorang sudah mengingatkannya kepada
sosok yang selalu dia rindukan. Apakah dia masih hidup
atau sudah mati" Bukan pikiran seperti itu yang dia pikirkan
melainkan perasaan di antara mereka berdua. Sekarang
Lao-bo lebih mementingkan perasaan.
"Apakah ini adalah perasaan orang yang sudah, tua"
Apakah aku sudah mulai tua?"
Lao-bo menghela nafas dan mengangkat kepala melihat
Meng Xing-hun yang sedang berjalan ke arahnya.
Walaupun wajah Meng Xing-hun terlihat tersenyum,
langkahnya begitu cepat dan ringan, dalam kegelapan mata
Meng Xing-hun terlihat berkilau, kulit tubuhnya begitu
kencang, tubuhnya begitu padat, begitu lurus.
Dia masih muda.
Lao-bo melihat pemuda itu, hatinya tergiur melihat
kemudaan Meng Xing-hun. Mungkin lebih tepat dikatakan
iri dari pada tergiur.
Sebenarnya Sun Jian adalah satu-satunya penghibur Laobo
dan satu-satunya alasan dia tetap hidup, namun sekarang
Gerbang Siluman 1 Pendekar Rajawali Sakti 109 Darah Di Bukit Serigala Misteri Mayat Darah 1
^