Pencarian

Antara Budi Dan Cinta 6

Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long Bagian 6


Sun Jian sudah meninggal.
Di dunia ini mengapa banyak orang tua yang belum
mati, yang mati malah Sun Jian"
Meng Xing-hun sudah berdiri di hadapan Lao-bo.
Tiba-tiba Lao-bo bertanya, "Apakah Lu Xiang-chuan
tidak memberitahumu bahwa sekarang adalah waktunya
makan malam?"
"Ya, aku sudah tahu."
Wajah Lao-bo terlihat marah dan berkata lagi, "Apakah
kau tahu mengapa aku memilih waktu seperti ini untuk
berjalan-jalan?"
"Karena kau tidak mau diganggu bukan?" jawab Meng
Xing-hun. "Seharusnya kau jangan kemari."
Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Jadi seharusnya
aku berada di mana" Mungkin tuan sendiri juga tidak
terpikir."
"Seharusnya kau ada di mana?"
"Seharusnya berada di sini."
Meng Xing-hun sambil berkata seperti itu dia mencabut
sebuah pohon bunga Chrysan dan tampak sebuah lubang,
Lao-bo meneliti lubang itu.
Setelah lama dia baru berkata, "Kau di sini ingin
melakukan apa?"
"Membunuhmu."
Lao-bo mengangkat kepalanya dan melihat Meng Xinghun
tapi wajahnya tidak menunjukkan ekspresi aneh. Dia
hanya memandang Meng Xing-hun dengan dingin.
Pandangan Lao-bo sepertinya dapat menembus hati Meng
Xing-hun. Kata Meng Xing-hun, "Sebenarnya tujuanku ke sini
adalah untuk membunuhmu."
Lao-bo terdiam, tiba-tiba dia tertawa dan berkata, "Kau
mengira aku tidak tahu?" Lanjut Lao-bo, "Kau bukan Qing
Xiong-tian."
"Mengapa kau bisa tahu?" tanya Meng Xing-hun.
Dengan ringan Lao-bo berkata, "Kau terlihat jarang
terjemur oleh matahari, kau bukan orang yang biasa hidup
di laut." Memang wajah Meng Xing-hun terlihat pucat, hal ini
pun sudah terasa oleh Meng Xing-hun.
Meng Xing-hun mengira rencana Gao Lao-da sangat
sempurna dan tidak ada celahnya, tapi dia tetap salah
perhitungan. Dia salah menilai Lao-bo.
Dari pandangan Meng Xing-hun terlihat dia sangat
mengagumi Lao-bo dan Meng Xing-hun bertanya, "Bila
kau sudah tahu bahwa aku datang untuk membunuhmu,
apa kau masih tetap menginginkanku tinggal di sini?"
Lao-bo mengangguk.
"Apakah kau tahu bahwa aku tidak sanggup
membunuhmu?"
Lao-bo tertawa dan berkata, "Kalau hanya itu alasanmu,
aku kira sekarang kau sudah mati."
"Apakah masih ada alasan lain?" tanya Meng Xing-hun.
"Karena aku membutuhkan orang seperti dirimu. Demi
permintaan orang lain kau mau membunuhku, demi aku
kau pun bisa membunuh orang lain."
Lao-bo tertawa dan berkata lagi, "Kau berani
membunuhku, siapa lagi yang tidak berani kau hadapi"
Membunuh orang membutuhkan keberanian dan orang
yang berani seperti itu tidak banyak."
"Apakah kau ingin membeliku?"
"Orang lain saja bisa, mengapa aku tidak bisa. Mungkin
harga yang kuberikan lebih tinggi dari orang lain."
"Apakah kau tahu siapa yang menyewaku untuk
membunuhmu?"
"Aku lebih banyak tahu dari yang kau kira."
Tanya Meng Xing-hun, "Bila kau sudah tahu, mengapa
masih membiarkan pengkhianat itu hidup?"
"Dia hidup lebih berguna dari pada dia mati."
Tanya Meng Xing-hun, "Apa untungnya" Dia sudah
mengkhianatimu."
"Dia bisa mengkhianatiku dia pun bisa mengkhianati
orang lain."
Di mata Meng Xing-hun, Lao-bo terlihat sangat kejam,
dengan lambat Lao-bo berkata lagi, "Tiap orang dapat
menggunakan kesempatan hanya saja apakah dapat
menggunakan kesempatannya atau tidak?"
"Kau menyuruh dia mengkhianati siapa?"
"Dia sendiri tidak berani melakukannya, tidak memiliki
kemampuan juga keberanian."
"Apakah kau masih menganggap dia sebagai teman?"
Lao-bo mengangguk.
"Kau ingin memaksa dia menceritakannya?" tanya Meng
Xing-hun. "Tidak perlu dia yang menceritakannya, aku sendiri pun
bisa melihatnya."
Meng Xing-hun melihat Lao-bo dan menghela nafas
kemudian dia berkata, "Akhirnya aku mengerti suatu hal."
"Hal apa?"
"Kedudukan yang kau miliki seperti sekarang, bukanlah
karena nasib kau lebih mujur bisa hidup sampai sekarang,
bukan karena nasib Anda lebih baik dari pada yang lain."
Dengan tersenyum Lao-bo berkata, "Karena itu kau
harus menjadi anak buahku dan kau tidak akan rugi, paling
sedikit kau bisa belajar banyak hal dan bisa hidup lebih
panjang lagi. Dan pilihanmu akan sangat tepat."
"Apakah Anda mengira aku akan mengikutimu?"
"Bukankah begitu?"
"Tidak."
Sekarang Lao-bo merasa aneh dan dia bertanya, "Kalau
begitu kau melakukannya demi apa?"
"Aku mohon, biarkan aku pergi."
Lao-bo tertawa dan berkata, "Pikiranmu terlalu naif, kau
mengira aku akan membiarkanmu pergi" Aku tidak dapat
memperalatmu mengapa membiarkan orang lain
memperalatmu?"
"Ini semua karena putrimu," jawab Meng Xing-hun.
Tawa Lao-bo tiba-tiba menjadi beku, matanya mulai
memancarkan kemarahan.
Dengan sinis Lao-bo berkata, "Aku tidak punya anak
perempuan"
"Aku tidak tahu mengapa Anda tidak mau mengakuinya
sebagai putrimu, tapi aku tahu walau bagaimanapun dia
tetap putrimu, karena darah-nya lebih kental dari air."
Meng Xing-hun memandang Lao-bo, walaupun wajah
Lao-bo sangat menakutkan, tapi Meng Xing-hun sedikit
pun tidak merasa takut, dia berkata lagi, "Kadang-kadang
kita tidak dapat mengubah keadaan, begitu pun
denganmu."
"Bagaimana hubungan kalian?" tanya Lao-bo marah.
"Aku ingin menjadi suaminya."
Tiba-tiba Lao-bo menarik baju Meng Xing-hun dan
berkata, "Kau harus mati demi XiaoTie."
"Aku tidak ingin mati, demi Xiao Tie aku harus terus
hidup dan aku pun ingin Xiao Tie tetap hidup demi diriku.
Bila kau membunuhku, Anda akan menyesal," kata Meng
Xing-hun. Lao-bo memelototi Meng Xing-hun, urat nadi Lao-bo
bertonjolan karena sangat marah dan dia berkata, "Aku
tidak pernah menyesal membunuh orang."
Meng Xing-hun tidak merasa takut sedikit pun dengan
sungguh-sungguh dia berkata, "Kau sudah tidak memiliki
anak laki-laki lagi dan Xiao Tie adalah satu-satunya darah
dagingmu yang masih hidup."
Lao-bo sangat marah dan berkata, "Mengapa kau bicara
seperti itu?"
"Karena aku tahu bahwa kau adalah orang yang bijak
dan karena itulah aku tidak mau membohongimu."
"Apakah kau sudah lama mengenal Xiao Tie?" tanya
Lao-bo. "Belum begitu lama."
"Apakah kau tahu bagaimana seorang Xiao Tie?"
"Xiao Tie seperti apa pun bagiku sama saja."
"Dulu dia...."
Meng Xing-hun memotong kata-katanya, "Dulu dia
sangat tersiksa, jadi aku akan lebih baik lagi
memperlakukannya, yang lalu biarlah berlalu, aku tidak
ingin tahu masa lalunya."
Tangan yang menarik baju Meng Xing-hun dilepaskan
dan matanya sudah kembali seperti semula.
Terlihat Lao-bo semakin tua dengan lamban dia berkata,
"Kau benar, aku sudah tidak mempunyai anak laki-laki lagi,
Xiao Tie adalah darah dagingku satu-satunya."
"Kau harus membiarkan Xiao Tie dan anaknya hidup
lebih lama."
Lao-bo mulai terlihat marah lagi dan berkata, "Apakah
kau tahu siapa ayah anak itu?"
"Aku tidak tahu, juga tidak peduli dengan semua itu."
"Apakah benar kau tidak peduli?"
"Aku hanya ingin menjadi suaminya dan menjadi ayali
anak itu."
Lalu Meng Xing-hun bertanya kepada Lao-bo, "Aku bisa
memaafkannya, mengapa kau tidak bisa?"
Lao-bo menundukan kepalanya dengan sedih dia
berkata, "Aku membencinya, sebab dia tidak memberitahu
siapa ayah anak itu."
"Setiap orang pasti memiliki hal-hal yang sulit
diungkapkan, apalagi masalah itu sangat menyakitkan hati.
Xiao Tie. Dia tidak ingin mengatakannya, Anda adalah
ayahnya mengapa harus memaksanya sampai seperti itu?"
Lao-bo terdiam lama, tiba-tiba dia bertanya, "Bagaimana
keadaan Xiao Tie?"
"Xiao Tie masih hidup dan dia adalah putrimu."
"Apakah kau akan berbuat baik kepadanya?"
"Tentu."
Lao-bo menarik nafas dan berkata, "Mungkin aku sudah
tua, orang yang sudah tua hatinya akan lemah."
Lao-bo melihat Meng Xing-hun, matanya menjadi
hangat. Lao-bo merasa Meng Xing-hun adalah pemuda
yang bisa dipercaya, apa pun yang dia ucapkan pasti akan
dilaksanakannya.
Dia melihat ada sedikit harapan dalam diri pemuda ini.
"Aku masih memiliki seorang anak perempuan, masih
ada penerusku...."
Tiba-tiba Lao-bo memegang tangan Meng Xing-hun
dengan erat dan dia berkata, "Bila kau benar-benar
mencintai dia, aku akan menitipkan dia kepadamu."
Meng Xing-hun hampir saja meneteskan air mata,
setelah lama dengan suara sendu dia berkata, "Aku tidak
akan membuatmu menyesal karena sudah menitipkan Xiao
Tie kepadaku."
"Kau masih ingin meminta apa?" tanya Lao-bo.
"Aku sudah memiliki Xiao Tie, itu sudah lebih dari
cukup." Mata Lao-bo penuh dengan kehangatan dan bertanya,
"Kemana kau akan membawanya?"
Meng Xing-hun diam tidak menjawab.
Kata Lao-bo lagi, "Aku berharap kau membawanya ke
tempat jauh, semakin jauh semakin baik."
Wajah Lao-bo tampak berubah lagi dan berkata,
"Keadaan di sini semakin berbahaya, aku tidak berharap
kalian akan tersangkut dengan masalah di sini."
Meng Xing-hun memandang orang tua ini, melihat
wajah yang penuh dengan keriput dan matanya penuh
dengan kekhawatiran. Hati Meng Xing-hun serba salah.
Lao-bo sudah tua dan sangat kesepian, tiba-tiba Meng
Xing-hun memiliki perasaan yang aneh terhadap orang tua
ini. Di antara mereka sepertinya ada hubungan yang erat
membuat mereka saling memperhatikan.
Karena Meng Xing-hun sudah dianggap menantu oleh
Lao-bo, Tanya Meng Xing-hun lagi, "Apakah kau sendiri
dapat menguasai keadaan ini?"
Lao-bo tertawa, "Kau tidak perlu khawatir, aku sudah
terbiasa dengan keadaan seperti ini dan bisa mengusai
keadaan dengan baik."
"Sekarang dan dulu tidak sama. Dulu kau mempunyai
teman, tapi sekarang...."
"Aku adalah penjudi, seorang penjudi yang ahli tidak
pernah kalah total. Waktu orang menganggap dia sudah
kalah sebenarnya dia masih mempunyai kesempatan dan
sedikit modal."
Dengan tersenyum Lao-bo berkata, "Karena dia ingin
bangkit kembali."
Meng Xing-hun pun ikut tertawa, "Asal tempat judi
masih ada terus, kesempatan untuk bangkit pun tetap ada."
Dengan pelan Lao-bo berkata, "Walaupun tempat judi
itu bubar, kalau dia seorang ahli penjudi, dia akan mencari
tempat lain untuk berjudi."
Dengan tersenyum Lao-bo menepuk pundak Meng Xinghun,
"Hanya sayang kau tidak dapat mengikutiku berjudi."
"Mengapa tidak bisa?"
Lao-bo tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Karena
kau adalah menantuku tidak ada orang yang ingin
mempertaruhkan menantunya."
Huruf menantu tertulis sangat indah, di dalamnya
tertuang perasaan yang sangat sayang.
Perubahan di dalam dunia ini sangat indah sekaligus
aneh. Apakah Meng Xing-hun pernah berpikir bahwa dia akan
menjadi menantu Lao-bo"
Malam sudah larut, angin berhembus lebih dingin lagi
tapi hati Meng Xing-hun penuh dengan kehangatan.
Kehidupan ini tidak seperti yang dia pikirkan yang selama
ini begitu kejam dan dingin.
"Apakah Xiao Tie sedang menunggumu?"
Meng Xing-hun mengangguk. Ada seseorang yang
sedang menunggunya, perasaannya menjadi lebih indah


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi. Perasaan ini membuat-nya tidak dapat bicara.
"Kalau begitu, mari aku antar kau keluar," Dan Lao-bo
melanjutkan lagi, "Walaupun kau nanti membawanya pergi
ke tempat yang tidak kuketahui, aku hanya berharap kau
mau berjanji kepadaku."
"Katakanlah...."
Lao-bo memegang erat tangan Meng Xing-hun.
"Begitu kau sudah punya anak, bawalah Xiao Tie
pulang." Jalan sangat panjang.
Lao-bo melihat punggung Meng Xing-hun dan teringat
kepada Xiao Tie, dia menghela nafas lagi, "Mereka benarbenar
harus menempuh jalan yang panjang."
Lao-bo berharap mereka jangan tersesat lagi.
Walaupun dalam hatinya masih dipenuhi oleh perasaan
yang sulit dilukiskan tapi dia tidak mau terlalu lama
memikirkannya karena Lao-bo sendiri pun masih harus
menempuh perjalanan yang panjang. Jalan yang lebih
berbahaya dan banyak kesulitan.
Pada saat membalikkan badan, dia sudah meloncat jauh.
Taman bunga Chrysan sudah ada lampu yang dinyalakan.
Dia melewati semak-semak dan jembatan.
Rumah Lu Man-tian juga sudah ada lampu dan jendela
rumahnya masih terbuka.
Dari jendela yang berwarna krem, terlihat bayangan
tubuh Lu Man-tian yang panjang. Lu Man-tian berdiri tegak
seperti sedang menunggu seseorang.
Lao-bo tidak mengetuk pintu.
Bila Lao-bo sudah membulatkan tekad, dia tidak perlu
menunggu selama 30 tahun. Dia belum pernah memberi
kesempatan kepada orang lain untuk menyerangnya dulu.
Lao-bo sangat mengerti kata-kata, "Lebih baik kita turun
tangan dulu, dari pada harus menunggu lama."
Lao-bo selalu berjalan di jalan yang lurus. Terdengar
suara jendela yang dipecahkan, Lao-bo sudah masuk ke
dalam rumah Lu Man-tian.
Lao-bo hanya bisa bengong.
Karena Lu Man-tian bukan sedang berdiri melainkan
sudah digantung. Dia tergantung di tiang rumah kursi yang
berada di bawah kakinya sudah ditendang jauh-jauh. Laobo
memegang dadanya, ternyata sudah dingin seperti
lempengan besinya.
Lempengan besi masih tergeletak di atas meja. Di bawah
lempengan besi diselipkan sehelai kertas dan tertulis, "Kau
tidak mati, aku yang harus mati."
Tidak ada pesan, hanya ada huruf-huruf yang sangat
sederhana. Akhirnya dia tidak jadi menjual orang lain, malah
menjual dirinya sendiri, rencananya sangat sempurna tapi
tetap saja mempunyai celah. Dia lupa memperhitungkan
perasaan orang.
Kebanyakan orang lupa memperhitungkannya. Perasaan
orang sangat sulit diperkirakan dan perasaan orang dapat
menentukan segalanya. Bisa mengubah semuanya dan
rencana yang busuk, mengakibatkan gagal.
Lao-bo mengangkat kepalanya, melihat wajah Lu Mantian
yang sangat seram, padahal Lao-bo masih ingin
bertanya sesuatu kepada Lu Man-tian Lidahnya terjulur
sangat panjang, dia sudah tidak dapat berbicara apa pun.
Lu Xiang-chuan sudah berada di depan jendela, kapan
dia tiba di sana, tidak ada yang tahu. Wajahnya terlihat
sangat terkejut. Pada saat terdengar suara jendela yang
pecah dia bergegas ke tempat Lu Man-tian.
Di taman itu bila terjadi sesuatu, dia akan segera datang.
Lao-bo tidak perlu membalikkan badannya, dia tahu yang
datang adalah Lu Xiang-chuan.
Tiba-tiba Lao-bo bertanya, "Apa yang kau pikirkan?"
"Aku pikir Lu Man-tian bukan tipe orang yang mudah
bunuh diri."
"Apa lagi?"
"Dia pun bukan seorang pengkhianat."
"Dia adalah pengkhianat, tapi bukan dia yang
menggantung diri-nya," kata Lao-bo.
Lao-bo selalu menanyakan pendapat orang lain
kemudian dia sendiri yang akan menjelaskannya.
Penjelasannya jarang salah.
"Lalu siapa yang membunuhnya?" tanya Lu Xiangchuan.
Lao-bo tidak langsung menjawab, dengan pelan dia
berkata, "Pada waktu aku menyuruhnya mencari Yi-qianlong,
aku tahu dia telah mengkhianatiku."
Lu Xiang-chuan tidak berani bertanya, dia hanya
mendengar kata-kata Lao-bo, "Yi-qian-long tiba-tiba
menghilang, sebenarnya kabar ini tidak boleh disebarkan,
tapi anehnya Wan Peng-wang lebih tahu dari pada aku."
Kata Lu Xiang-chuan, "Sepertinya dunia persilatan pun
sudah tahu."
"Karena dia yang membocorkan kabar ini pada Wan
Peng-wang, dan semua orang tahu bahwa aku sekarang
tidak mempunyai dukungan dari siapa pun."
Lao-bo tertawa dingin dan berkata lagi, "Namun Lu
Man-tian hanya membantu si dalang, belum tentu dia yang
menjadi dalangnya."
"Karena itulah dia dibunuh oleh si dalang untuk tutup
mulut." Lao-bo mengangguk.
"Orang itu dapat membuat Lu Man-tian bunuh diri,
orang seperti itu tidak banyak, apakah Wan Peng-wang...."
Lao-bo memotong kata-katanya, "Segera siapkan
upacara pemakaman, semakin meriah semakin baik."
Lu Xiang-chuan merasa terkejut, "Untuk seorang
pengkhianat, mengapa upacara pemakamannya harus
diadakan dengan meriah?" kata Lu Xiang-chuan terkejut.
Lao-bo membalikkan tubuhnya dan berkata, "Karena dia
adalah temanku...."
Dan karena itulah orang persilatan pun mempercayai hal
ini. Lao-bo mempunyai banyak teman, semua temannya
setia kepadanya, tidak ada yang berani mengkhianati dia.
Hari sudah terang.
Walaupun malam begitu panjang, terang pasti akan
datang. Matahari pagi, terasa segar seperti buah strawberi
yang baru saja dipetik.
Hembusan angin membuat orang merasa malas seperti
halnya pada waktu musim semi.
Meng Xing-hun duduk sama sekali tidak bergerak.
Hatinya terasa tenang, dia merasa segar seperti matahari
yang baru terbit, bebas seperti angin.
Dia memegang tangan Xiao Tie sambil berteriak,
"Sekarang kita bisa pergi kemana pun."
Rencana, kelelahan dan kesulitan sudah terlewati,
sekarang matahari sudah berada di atas kepalanya. Xiao Tie
berada di sisinya, anak kecil itu tertidur di sisi ibunya.
Dunia ini seperti milik mereka.
"Kau ingin pergi ke mana" Kita dapat segera berangkat."
Tiba-tiba Xiao Tie berkata, "Aku belum pernah
memberitahumu, aku tidak bisa pergi ke tempat di mana
aku ingin pergi."
"Mengapa?"
Xiao Tie memandang ke tempat jauh, pikirannya pun
ikut menjauh, dengan perlahan dia berkata, "Karena.... bila
mengajakku, kau tidak akan menyangka siapa ayahku."
"Oh?"
"Aku belum memberitahu kepadamu siapa ayahku, dan
kau pun belum pernah menanyakannya."
Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Yang aku cintai
adalah kau bukan ayahmu, siapa pun dia aku tidak peduli.
Tidak masalah bagiku."
"Tapi dia tidak sama, bila dia sudah menemukan kita,
kita tidak akan dapat hidup dengan tenang," kata Xiao Tie.
Meng Xing-hun tersenum dan berkata, "Bila aku
mengatakan bahwa dia sudah menyetujui hubungan kita,
apakah kau percaya?"
Dengan wajah terkejut bercampur senang Xiao Tie
berkata, "Ayahku setuju, tapi ada orang yang tidak setuju."
"Siapa orang itu?"
Xiao Tie malah menunduk dan menggigit bibirnya.
Meng Xing-hun sudah tahu siapa yang dimaksud Xiao
Tie, setelah lama Meng Xing-hun berkata, "Aku sudah
bertemu dengan ayahmu."
"Apakah benar kau sudah bertemu dengan ayahku?"
"Dia bukan orang yang menakutkan, dia juga bukan
orang yang tidak punya perasaan, hanya...."
Dengan marah Xiao Tie berkata, "Tapi dia sudah
mengusir anak kandungnya sendiri karena anaknya dihina
orang dan melahirkan seorang anak tanpa tahu siapa
ayahnya." Air mata Xiao Tie mulai menetes.
Meng Xing-hun tidak tega memaksa Xiao Tie untuk
bercerita, tapi Meng Xing-hun pun seorang laki-laki, dia
ingin tahu dan bertanya, "Mengapa kau tidak mengatakan
kepada ayahmu siapa yang sudah menghinamu dan
mengatakan siapa ayah dari anak itu?"
Xiao Tie menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku
tidak boleh dan tidak dapat menceritakannya, selamanya
tidak boleh."
"Mengapa?"
Dengan menangis Xiao Tie menjawab, "Kau jangan
memaksaku untuk mengatakannya, seperti ayah yang
memaksaku...."
Meng Xing-hun mengepalkan tangannya kemudian
melepaskannya lagi, dengan tertawa terpaksa dia berkata
lagi, "Aku tidak akan memaksamu, tapi apakah orang itu
akan melepaskanmu?"
Xiao Tie mengangguk dan dia menangis lagi, kemudian
sambil tersedu-sedu dia berkata, "Seharusnya aku jangan
berhubungan denganmu, dia tidak akan melepaskanku juga
kau." "Kalau begitu jangan sampai kita ditemukan olehnya."
"Apakah kau mau melakukannya" Demi diriku kita pergi
ke tempat jauh supaya tidak ditemukan olehnya," kata Xiao
Tie. Xiao Tie tahu bahwa bersembunyi dan melarikan diri
bagi laki-laki adalah hal yang sangat menyedihkan apalagi
untuk seorang seperti Meng Xing-hun. Xiao Tie tidak
percaya demi dirinya Meng Xing-hun akan melakukannya.
Meng Xing-hun memeluk Xiao Tie dengan erat
kemudian tersenyum, "Mengapa aku tidak mau" Bila sudah
melihat ada orang gila yang datang tentu dia akan segera
lari." "Tapi...."
"Tidak ada tapi-tapian lagi, bila dia menemukan kita
pada saat itu kita tidak dapat melawannya walaupun harus
mati aku rela, tapi.... kau ingat kau pernah mengatakan
sebuah kalimat."
"Apakah itu tentang.... kupu-kupu?"
Meng Xing-hun mengangguk dan berkata, "Hidup
seekor kupu-kupu sangat lemah tapi kau ingin menjadi
kupu-kupu bukan" Atau kau ingin menjadi seekor kura-kura
yang berumur panjang?"
Xiao Tie tertawa dan jatuh di pelukan Meng Xing-hun.
Angin berhembus, meniup dedaunan, sekarang adalah
musim gugur, tapi sepertinya mereka melihat seekor kupukupu
yang sedang terbang. Begitu bebas begitu indah,
sepertinya daun yang gugur pun ikut senang.
Ooo)dw(ooO BAB 13 Pedang sudah dikeluarkan dari sarungnya, pedang itu
sangat pendek. Pedang seperti seekor ular kobra, semakin
pendek semakin berbahaya serangannya.
Lao-bo meraba pedang yang tajam itu. Permukaan
pedang terasa dingin tapi hati dan perasaan Lao-bo semakin
panas. Sudah lama dia tidak memegang pedang itu. sudah lama
dia tidak membunuh orang menggunakan pedang itu.
Sebenarnya dalam hatinya Lao-bo berharap seumur
hidupnya tidak perlu menggunakan pedang itu lagi untuk
membunuh orang.
"Pedang hanya cocok untuk anak muda, dan untuk
orang tua hanya cocok dengan tongkat."
Bila orang tua tidak tahu hal ini, pedang akan menjadi
lonceng kematian baginya. Dan Lao-bo mengetahui hal ini.
tapi kali ini dengan terpaksa dia harus menggunakannya
kembali. Han Tang sudah meninggal setahun yang lalu. Dalam
waktu satu tahun Lao-bo tidak bertindak atau melakukan
hal apa pun, dia seperti orang buta dan tuli.
Orang-orang yang mempunyai hubungan dengan Lao-bo
hampir semua dibunuh oleh anak buah Wan Peng-wang.
Tapi Lao-bo tidak mau melihat maupun mendengar.
Perusahaan yang ada hubungan dengan Lao-bo diambil
alih oleh anak buah Wan Peng-wang.
Dulu bila ada yang bertanya tentang Lao-bo, orang itu
pasti berkata, "Aku adalah teman Lao-bo."
Namun sekarang walaupun dia teman Lao-bo dia tidak
akan mengakuinya.
"Lao-bo" Siapa itu" Lao-bo itu siapa?"
Ada yang menjuluki Lao-bo sebagai 'si pengecut'.
Pengecut adalah orang yang tidak berani atau penakut.
Tapi Lao-bo mengacuhkannya, sekalipun kau menunjuk
ke hidungnya dan memakinya, dia tidak akan bereaksi.
Wan Peng-wang sudah mengantar surat tantangan untuk
bertarung dengan Lao-bo.
Dua belas pucuk surat tantangan, setiap bulan dikirim
sepucuk surat. Makin ke sini isi suratnya semakin penuh
penghinaan, semua kata-kata penghinaan yang ada dapat
dibaca dalam surat Wan Peng-wang. Namun Lao-bo tidak
mau melihat. Hanya ada satu hal yang belum pernah
dilakukan oleh Wan Peng-wang.
Dia belum pernah menerobos taman bunga Lao-bo
karena dia tidak tahu keadaan di dalam taman bunga itu.
Tidak ada yang tahu di dalam taman itu sudah dipasang


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beberapa macam perangkap.
Apalagi Wan Peng-wang sekarang posisinya sudah
berada di atas angin, dia tidak ingin melakukan hal yang
gegabah. Setiap orang tahu bahwa Lao-bo sudah kalah telak oleh
Wan Peng-wang dan Lao-bo tidak dapat membalasnya
sehingga Lao-bo tidak dapat mengangkat kepalanya lagi.
Wan Peng-wang membiarkan situasi seperti itu dan
membiarkan Lao-bo bersembunyi atau bahkan mati di
kandangnya sendiri.
Dia menganggap orang tua ini sudah tidak berbahaya
dan sudah tidak berguna lagi. Semua ini memang kemauan
Lao-bo, dia berharap Wan Peng-wang pun mempunyai
pikiran yang sama.
Dalam waktu satu tahun ini Lao-bo hanya melakukan
satu hal, yaitu membiarkan Wan Peng-wang menganggap
dirinya hebat dan menjadi sombong.
"Dari kesombongan akan timbul celah, sekecil apa pun
celahnya akan menjadi celah yang mematikan."
Sekarang adalah waktu bagi Lao-bo untuk balas
menyerang. Pedang dimasukkan ke dalam sarungnya, dia
mendekati meja dan dari lapisan rahasia yang berada di
bawah meja, Lao-bo mengeluarkan dua buah peta yang
sangat besar. Peta pertama berisi 12 provinsi, tiap provinsi digaris oleh
kuas berwarna merah.
Garis itu menggambarkan cabang perkumpulan. Wan
Peng-wang. Peta kedua adalah markas pusat Wan Peng-wang yang
bernama 'Fei-feng-bao'.
Lao-bo dengan teliti menggambar tiap pintu masuk dan
pintu keluar, juga menggambarkan keadaan di dalam Feifeng-
bao. Dengan mata ditutup pun Lao-bo masih bisa
menggambar kembali peta itu.
Sekarang dia memeriksa kembali dengan teliti.
Pertarungan ini adalah pertarungan terakhir, siapa pun
yang kalah atau menang tak peduli, ini adalah pertarungan
terakhirnya. Lao-bo tidak ingin melakukan kecerobohan. Dia sudah
lama menyiapkan pertarungan ini, dia harus menang tidak
boleh kalah. Dia menutup peta itu kemudian menindihnya dengan
pedang pendek itu. Kemudian dia menarik sebuah lonceng
yang berada di sudut tembok. Lao-bo memanggil Lu Xiangchuan.
Dalam setahun ini Lu Xiang-chuan tidak berubah
banyak, hanya lebih pendiam dan lebih tenang.
Dia masih muda, tapi dia sudah sadar usianya semakin
bertambah. Menahan semua penghinaan yang berat membuat orang
menjadi cepat tua.
Lu Xiang-chuan tahu bahwa Lao-bo begitu diam pasti
mempunyai rencana yang sangat rahasia dan menakutkan
namun dia belum pernah bertanya kepada Lao-bo.
Lao-bo memiliki ruang rahasia dan Lu Xiang-chuan
belum pernah masuk. Selain Lao-bo tidak ada orang kedua
yang pernah masuk.
Sekarang Lao-bo memanggilnya dan masuk ke ruangan
itu. Dia tahu bahwa rencana Lao-bo sudah matang dan
sudah waktunya untuk bergerak. Kali ini serangannya lebih
dahsyat dari pada dulu.
Lu Xiang-chuan merasa tegang, dia masuk ke ruang
rahasia Lao-bo, dia merasa dapat mendengar degup
jantungnya. Semua informasi terakhir sudah masuk, Lao-bo
bersumpah kali ini gerakannya untuk menang tidak boleh
kalah. Lao-bo mengambil sepucuk surat dan berkata, "Ini
adalah surat Wan Peng-wang, dan ini adalah surat ancaman
yang terakhir yang dia kirim."
Lao-bo melihat Lu Xiang-chuan dengan tenang dan
berkata, "Coba kau tebak, dia ingin aku melakukan apa?"
Lu Xiang-chuan menggelengkan kepalanya.
Kata Lao-bo lagi, "Dia ingin aku menjadi ketua cabang,
menggantikan Rang Gong yang sudah meninggal."
Wajah Lu Xiang-chuan berubah terlihat dia sangat
marah. Ini adalah penghinaan terhadap Lao-bo, penghinaan
yang paling besar.
Lao-bo malah tertawa dan berkata, "Wan Peng-wang
memberikan fasilitas yang sangat menarik, syarat-syaratnya
pun cukup menggiurkan dan dia pun berjanji tidak peduli
dengan masa laluku, mengijinkanku tetap memiliki taman
bunga ini. Dia pun berjanji bahwa kau akan tetap menjadi
asistenku."
Lu Xiang-chuan mengepalkan tangannya, dengan dingin
dia berkata, "Dia hanya bisa membuatnya dalam mimpi."
"Dia tidak bermimpi, dia sudah tahu karena mengangap
semua jalanku sudah buntu, bila masih ingin hidup aku
harus mendengarkan semua kata-katanya. Baginya ini
adalah keadaan yang sangat menguntungkan dan bukan
penghinaan."
"Apakah dia sedang menunggu jawaban dari kita?"
"Dia memberi batas waktu sebelum hari Ziong-yang
(bulan 9 tanggal 9) bila tidak dia akan meratakan taman
bunga ini dan dia telah menyiapkan semua kekuatan yang
ada." Kata Lu Xiang-chuan lagi, "Aku sangat berharap dia
akan datang ke sini."
"Aku tidak mengharapkannya karena itu aku
menyuruhmu ke sini untuk membalas suratnya."
"Bagaimana isi surat balasannya?"
"Kita setuju," jawab Lao-bo.
Lu Xiang-chuan sangat kaget, "Tuan setuju" Setuju
untuk menjadi anak buahnya?"
Lao-bo mengangguk dan berkata, "Sekalian tanyakan
kapan kita bisa bertemu dengannya?"
Bibir Lu Xiang-chuan menjadi sangat pucat dan dia
bertanya, "Apakah tuan sudah siap ke sana?"
"Bila aku sudah mengatakan akan pergi, maka aku harus
pergi." Tiba-tiba Lao-bo tertawa dan berkata, "Dia belum
menentukan waktunya, pada saat dia menerima surat itu
aku sudah berada di sana."
Lu Xiang-chuan. sudah mengerti maksud Lao-bo.
Matanya mulai bercahaya.
Lao-bo siap menyerang. Lao-bo menyerang pada saat
musuh sedang lengah.
Wan Peng-wang pasti tidak menyangka bahwa Lao-bo
akan menyerang Fei-feng-bao. Tempat itu seperti tembok
besi, burung pun tidak berani lewat sana, siapa pun tidak
berani mendekat.
Lao-bo ingin membuat Wan Peng-wang tidak
menyangka dengan semua tindakannya.
Wajah Lu Xiang-chuan yang pucat mulai bersemu
merah, kemudian dia bertanya, "Kapan kita akan
berangkat?"
"Kau tinggal di sini," kata Lao-bo.
"Mengapa...." tanya Lu Xiang-chuan terkejut.
"Ada orang yang cocok untuk menyerang, ada orang
yang cocok untuk berjaga. Bila masih ada. Sun Jian aku
akan menyuruh dia pergi untuk mewakiliku, namun
sayang...."
Suara Lao-bo mulai serak kemudian dia terbatuk, Lao-bo
berkata, "Kau tidak sama dengan Sun Jian, kau lebih
tenang karena itu bila aku pergi kaulah yang menjaga di
sini. Aku lebih merasa tenang bila aku pergi."
Kata Lu Xiang-chuan, "Aku belum pernah membantah
perintah tuan, tapi kali ini kali ini adalah pertarungan
terakhir, aku tidak mau hanya bersembunyi di sini dan
melihat orang lain bertarung, demi tuan aku rela mati."
Lu Xiang-chuan tahu bahwa Lao-bo tidak akan
melakukan sesuatu yang dia tidak yakin tidak akan menang.
Lu Xiang-chuan menghela nafas dan bertanya, "Tuan
akan membawa berapa orang ke sana?"
Lao-bo mengeluarkan catatannya dan menjawab, "Ini
adalah daftar nama-nama mereka. Setelah 7 hari kau bawa
mereka ke sana."
"Baiklah!" jawab Lu Xiang-chuan.
Dia melihat daftar nama itu, dan langsung mengerutkan
dahi, lalu bertanya, "Apakah hanya 70 orang?"
"70 orang ini adalah orang-orang terbaik, kadang satu
orang bisa berbanding melawan 100 orang."
Lu Xiang-chuan mengangguk.
Sejak Lu Man-tian meninggal, di tempat itu tidak ada
pengkhianat lagi.
70 orang masih tidak cukup untuk melakukan serangan,
walaupun mereka kuat tapi tetap tidak dapat menyerang
Fei-feng-bao. Apalagi 70 orang orang itu tidak ada satu pun
yang menjadi pesilat tangguh dan di antara mereka tidak
ada yang mampu mengalahkan ketua cabang dari
perkumpulan Wan Peng-wang.
Kata-kata ini tidak berani dilontarkan oleh Lu Xiangchuan
namun dari ekspresi wajahnya semua sudah terlihat
jelas. Dengan tersenyum Lao-bo berkata, "70 orang memang
masih kurang, bila nasib kita mujur itu sudah cukup. Aku
cukup yakin karena nasibku selalu mujur."
Lu Xiang-chuan tahu bahwa selama ini Lao-bo tidak
percaya kepada nasib tapi kali ini sepertinya dia sangat
yakin. Tapi Lao-bo sudah bicara seperti itu dan Lu Xiang-chuan
berusaha untuk mempercayainya.
Tiba-tiba Lao-bo menarik nafas dan berkata, "Nasib
tidak selalu dapat dipercaya karena itu bila aku pergi dan
tidak kembali lagi masih ada satu hal yang harus kau
lakukan." "Ya."
"Bila aku tidak kembali, kau bagikan hartaku kepada
mereka yang sudah lama mengikutiku. Aku tidak mau
membiarkan mereka hidup sengsara."
"Ya."
"Aku pun memiliki sesuatu untukmu."
Lu Xiang-chuan menundukkan kepalanya dan berkata,
"Tuan tidak perlu memberikan sesuatu kepadaku."
Lao-bo menjadi marah dn berkata, "Apakah kau ingin
mati?" Kepala Lu Xiang-chuan menunduk lebih dalam lagi.
"Kau tidak boleh mati, karena kau harus menunggu
kesempatan. Kesempatan untuk membalas dendam, aku
sudah tidak punya anak laki-laki dan kau adalah anak lakilakiku."
"Ya," jawab Lu Xiang-chuan.
Dengan tersenyum Lao-bo berkata, "Harta kekayaanku
boleh kau atur sendiri, hanya ada beberapa bagian yang
merupakan pengecualian."
Wajah Lao-bo terlihat aneh dan dia melanjutkan, "Itu
adalah bagian Xiao Tie."
Lu Xiang-chuan terdiam, dia hanya bisa menarik nafas
dan berkata, "Aku mengerti, aku akan menyerahkan
bagiannya."
"Apakah kau masih ingat kepada seorang pemuda yang
bernama Ceng Tiong-thian?"
"Orang seperti itu tidak dapat kulupakan," jawab Lu
Xiang-chuan. "Pemuda itu sangat baik, bila kau bisa berteman
dengannya, dia akan bisa membantumu."
"Orang itu sangat misterius, dia tiba-tiba menghilang,
aku sudah mencarinya, sepertinya dia hilang ditelan bumi."
"Dia masih ada, bila kau bisa mencari Xiao Tie, kau
akan menemukannya juga."
Lu Xiang-chuan merasa aneh tapi dia segera ikut tertawa
dan berkata, "Bila aku bertemu dengannya, aku akan
berteman dengannya karena sebelumnya kami memang
sudah berteman."
Lao-bo sambil tertawa lalu berkata, "Baiklah aku tahu
kau selalu mempunyai pandangan yang tidak pernah
meleset...."
Tiba-tiba senyum Lao-bo menghilang dan berkata,
"Kecuali pesan-pesan tadi yang telah kusampaikan, masih
ada satu hal lagi."
Mata Lao-bo terlihat sangat marah dan berkata, "Kau
harus mencari tahu. siapa ayah dari anak Xiao Tie. Bila kau
sudah tahu, langsung bunuh dia!"
"Ya, aku akan mencari tahu."
"Baiklah, baiklah."
Lao-bo menghela nafas, wajahnya kembali tersenyum
dan berkata, "Aku mengatakan semua ini hanya untuk
berjaga-jaga, tapi aku akan membawa pulang kepala Wan
Peng-wang."
Lu Xiang-chuan ikut senang dan berkata, "Bila tuan
membawa kepala Wan Peng-wang pulang, aku akan mulai
minum lagi sambil memakai kepala Wan Peng-wang
sebagai guci araknya."
"Sejak kapan kau berhenti minum?" tanya Lao-bo.
Lu Xiang-chuan menghela nafas dan berkata, "Semenjak
aku tahu Wu Lao-dao dibunuh."
Lu Xiang-chuan menundukkan kepalanya dan berkata,
"Hari itu bila bukan karena minum terlalu banyak, aku
akan tahu rencana busuk Wan Peng-wang. Ayah dan anak
Wu Lao-dao pun tidak akan mati, semenjak itu aku
berhenti minum-minum karena aku tahu siapa pun bila
sudah mabuk akan berbuat kesalahan."
Lao-bo mengangguk kemudian dia bertanya,
"Bagaimana dengan perempuan" Semenjak Lin Xiu
meninggal, apakah kau belum mempunyai kekasih?"
Lu Xiang-chuan merasa kaget, dia tidak menyangka Laobo
akan menanyakan hal ini, karena ini adalah masalah
yang sangat pribadi, Lao-bo jarang menanyakan masalah
pribadi orang lain.
Tapi Lao-bo sudah menanyakannya.
Karena itu Lu Xiang-chuan harus menjawab, dia


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Badanmu begitu sehat, apakah kau tidak suka
perempuan?"
Lu Xiang-chuan tertawa kecut dan berkata, "Kadangkadang
itu terlintas dalam pikiranku, tapi mencari
perempuan harus mempunyai waktu dan juga harus
bersabar. Sedangkan saat ini aku tidak mempunyai keduaduanya."
Lao-bo tersenyum dan berkata, "Kau salah, sewaktu aku
masih muda, aku pun tidak memiliki waktu dan lebih tidak
sabaran tapi aku punya banyak perempuan dan mereka
adalah perempuan yang sangat baik." Dia melihat Lu
Xiang-chuan dan berkata lagi, "Beberapa tahun ini kau
sudah mempunyai banyak uang bila kau sudah mempunyai
uang kau akan mendapat perempuan yang baik, apakah kau
tidak tahu aturan ini?"
"Aku tahu, tapi aku tidak suka memakai uang untuk
membeli perempuan," jawab Lu Xiang-chuan.
"Kau salah dengan cara apa pun kau mendapatkan
perempuan itu tidak menjadi masalah, yang penting adalah
apakah kau bisa mendapatkannya?"
"Itu tidak mudah," jawab Lu Xiang-chuan.
"Apakah kau tahu di mana kau bisa mendapat
perempuan yang baik?"
"Katanya ada suatu tempat tapi aku belum pernah ke
sana." Lao-bo mengerjapkan matanya dan berkata, "Apakah
tempat itu bernama Kuai-huo-lin?"
Lu Xiang-chuan sangat terkejut dan berkata, "Tuan tahu
tempat itu?"
Tawa Lao-bo sangat misterius dan menjawab, "Apakah
kau tahu tanah Kuai-huo-lin milik siapa?"
Kata Lu Xiang-chuan, "Ada yang mengatakan
pemiliknya bernama Gao Lao-da, dia adalah seorang
perempuan. Seorang perempuan bila dipanggil dengan
nama 'Lao-da' (yang paling besar), dia sudah tidak muda
lagi." "Benar, dia memang seorang perempuan yang pintar, dia
pintar memilih tempat yang bagus kemudian membangun
rumah di sana membuka usaha yang berkembang pesat.
Tapi tempat itu bukan miliknya, dia hanya menyewa
tanahnya saja."
Tanya Lu Xiang-chuan, "Mengapa dia tidak
membelinya?"
"Karena pemilik tanah itu tidak akan menjual tanahnya
walaupun ditawar dengan harga yang tinggi."
Tawa Lao-bo sangat senang dan misterius.
Lu Xiang-chuan ingin tahu dan dia kembali bertanya,
"Apakah tuan tahu siapa pemilik tanah itu?"
"Aku pasti tahu, hanya aku seorang saja yang tahu."
Dia tersenyum dan berkata lagi, "Karena tanah itu
adalah milikku."
Lu Xiang-chuan pun ikut tertawa, "Bila dia tahu, dia
tidak akan memilih tanah itu."
"Dia tidak tahu dan tidak ada yang tahu dan hal ini pun
tidak disangka oleh orang lain. Mereka menganggap bila
aku membuka usaha pastilah rumah makan, tempat judi
atau pelacuran, dia tidak menyangka bahwa hartaku adalah
tanah itu."
Dengan dingin Lao-bo berkata, "Hal ini pun tidak
disangka oleh Wan Peng-wang, dia bisa menghancurkan
tempat judiku dan rumah bordilku, tapi dia tidak dapat
menghancurkan tanahku."
Lu Xiang-chuan pun ikut menghela nafas dan berkata,
"Apakah dia memang tidak dapat menghancurkan tempat
tuan?" "Benar, karena tanah tidak dapat dihancurkan, bila kau
sudah mencapai usiaku, siapa pun akan tahu, tanah adalah
harta yang paling menjamin masa depan kita."
Cara berpikir Lao-bo sangat benar, namun dia
melupakan satu hal.
Walaupun kau mempunyai tanah luas dan ibaratnya
semua tanah di dunia adalah milikmu tapi pada saat kau
sudah meninggal, sama seperti orang lain kuburannya
hanya beberapa meter tidak lebih besar dari milik orang
lain. Mungkin Lao-bo sudah tahu hanya saja dia tidak
mengatakannya, mungkin ini adalah kesedihan yang
dialami oleh setiap orang tua.
Mengapa orang selalu membohongi dirinya sendiri" Juga
selalu menutupi segala sesuatu mengenai dirinya"
Apakah mereka menggunakan cara-cara seperti ini
supaya dapat hidup lebih menyenangkan"
"Aku selalu menganggap kau adalah anak laki-lakiku,
sejak Sun Jian meninggal kau sudah kuanggap sebagai
anakku, aku berharap kau jangan mengecewakanku," kata
Lao-bo sambil menghela nafas.
"Sun Jian tidak mengecewakan tuan, dia melakukan
segala sesuatu lebih baik dari orang lain," kata Lu Xiangchuan.
"Tapi dia tidak mempunyai anak, paling sedikit dia
harus meninggalkan seorang cucu untukku," kata Lao-bo
lagi, "Cepatlah kau mencari istri, melahirkan seorang cucu
untukku." Mata Lao-bo terlihat sedih dia juga terlihat sangat
kesepian. Dengan perlahan dia berkata, "Lama-lama kau
akan tahu bila seseorang sudah tua tidak mempunyai
penerus, kesepian itu tidak dapat digantikan oleh apa pun."
Dengan pelan Lu Xiang-chuan berkata, "Anak Xiao Tie
adalah penerus keturunan tuan."
Kesedihan Lao-bo berubah menjadi kemarahan dan
berkata, "Aku tidak mau memiliki penerus seperti itu
walaupun aku tidak mempunyai keturunan lagi aku tidak
mau mengakui anak haram itu. Oleh karena itu kau harus
mencari tahu siapa ayah anak itu. Siapa pun dia, aku tidak
akan membiarkan dia hidup, apakah kau mengerti?"
Lu Xiang-chuan menarik nafas panjang dan berkata,
"Aku mengerti." Lu Xiang-chuan pasti mengerti.
Lao-bo sangat membenci orang itu, karena orang itu
sudah menyakiti dia dan putrinya juga menginjak harga diri
Lao-bo. Lao-bo tidak dapat menahan penghinaan seperti ini.
"Apakah Tuan sudah mendengar kabar dari mereka?"
Mereka adalah Xiao Tie dan Meng Xing-hun.
"Mereka sudah pergi jauh. Semakin jauh mereka pergi
semakin baik untuk mereka," kata Lao-bo sambil
menggelengkan kepala.
"Kemana mereka pergi?" tanya Lu Xiang-chuan.
"Aku tidak tahu, dan tidak ingin tahu."
"Seharusnya Tuan tahu, mungkin sekarang ini mereka
sudah mempunyai anak," kata Liu Hiang Coan dengan
perlahan. Wajah Lao-bo mulai berubah, berubah menjadi sangat
aneh. Lu Xiang-chuan terus melihatnya dan berkata, "Bila
kita bisa menemukan mereka, mungkin anak itu bisa kita
bawa pulang."
Lao-bo memandang ke tempat jauh, dengan pelan dia
berkata, "Dari kecil Xiao Tie sangat ingin melihat laut tapi
aku tidak mempunyai waktu membawanya ke sana.
Sekarang dia sudah memiliki kesempatan...."
Mata Lao-bo bercahaya, dengan pelan dia berkata,
"Katanya anak yang lahir di pantai, biasanya lebih sehat...."
Mata Lu Xiang-chuan ikut terang dengan pelan dia
berkata, "Baiklah, kita ke pantai mencarinya, bila aku
menjadi mereka, aku juga akan ke pantai.... Mengapa dulu
tidak pernah terpikir olehku?"
Kita pergi ke pantai.
Apakah kau pernah melihat laut"
Tidak, aku hanya melihatnya di dalam mimpi.
Dalam mimpimu laut itu seperti apa"
Langit berwarna biru, awan putih, air laut berwarna
hijau di bawah langit biru dan awah putih yang berkilau.
Laut sebenarnya mungkin lebih indah dari laut yang dilihat
dalam mimpi. Laut lebih biru dari langit, gelombang lebih
putih dari awan, pada saat matahari terbit, di atas laut
seperti tertutup oleh pecahan perak. Sewaktu pecahan perak
menjadi garis yang berwarna warni, bila kau pernah melihat
laut kau akan tahu bahwa di dunia ini tidak ada tempat
yang selalu berubah seperti halnya laut.
Kalau begitu tunggu apa lagi, mari kita pergi ke laut.
Baiklah, kita pergi sekarang juga.
Ooo)dw(ooO BAB 14 Laut. Pasir begitu putih dan lembut, berkilau di bawah sinar
matahari, seperti emas pada senja hari.
Seorang anak berlari-lari di pantai, meninggalkan jejak
kaki yang tidak teratur.
Xiao Tie pun tidak memakai sepatu, kakinya begitu kecil
dan indah. Sekarang dia sedang duduk di pantai, membiarkan
matahari menjemur kakinya yang berada di dalam air laut.
Matahari senja bersinar lembut seperti sorot mata Xiao
Tie sekarang. Anak kecil berteriak dan bermain-main dengan
gelombang laut, wajahnya yang pucat karena berjemur
matahari berubah menjadi kuning langsat.
Dalam setahun, anak itu sudah bertambah besar dan
lebih kuat. Xiao Tie menghela nafas dan berkata, "Anak yang
tumbuh di pantai tampaknya lebih sehat."
Meng Xing-hun pun ikut tersenyum dan berkata,
"Walaupun tidak lebih kuat tapi aku yakin dia akan
mempunyai jiwa lapang dada yang lebih luas."
Wajah Meng Xing-hun semakin merah tubuh dan
hatinya pun lebih sehat dari pada dulu.
Sekarang bila ada yang bertanya kepadanya, "Apakah
sekarang kau mempunyai kehidupan?" Dia akan menjawab
'ya' dengan mantap.
Sewaktu Xiao Tie melihatnya, sorot matanya menjadi
lembut, Xiao Tie memegang tangan Meng Xing-hun
dengan, erat, dan dengan lembut dia berkata, "Setahun ini,
aku dan anakku hidup dengan senang tapi kadang-kadang
aku masih khawatir."
"Apa yang kau khawatirkan?"
"Khawatir kau akan menyesal."
Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Mengapa harus
menyesal?"
"Karena kau adalah seorang laki-laki dan masih muda,
masih banyak hal yang dapat kau lakukan, kehidupan di
sini terlalu biasa dan membosankan."
Dengan lambat Meng Xing-hun berkata, "Aku belum
pernah merasa seperti itu, aku bahagia. Bila bisa hidup
seperti ini, apa lagi yang dapat aku inginkan?"
Meng Xing-hun mengerjap-ngerjapkan matanya, tibatiba
dia tertawa, "Mungkin masih ada satu hal yang harus
kulakukan."
"Apa itu?"
Meng Xing-hun berbisik di telinganya, "Lahirkanlah
seorang anak untukku."
Walaupun Xiao Tie tertawa, tapi tawanya terlihat beku,
hal inilah yang paling dia takutkan.
Meng Xing-hun sangat menyayangi anaknya, tapi di
antara mereka masih ada celah.
Karena dia tetap bukan ayahnya, kenyataan ini tidak
dapat diubah. Hanya di dunia mimpi semua tampak indah, di dunia
nyata pasti ada kekurangan dan banyak celah yang tidak
dapat ditambal. Semakin hari semakin besar celah yang
ada. Xiao Tie menundukkan kepalanya dan berkata, "Ada
satu hal yang tidak dapat kukatakan kepadamu, tapi aku
pun tidak tega membohongimu."
"Mengenai apa?" tanya Meng Xing-hun.
"Aku tidak akan bisa mempunyai anak lagi."
Tawa Meng Xing-hun tiba-tiba menjadi beku, setelah
lama baru dia bertanya, "Siapa yang mengatakan bahwa
kau tidak akan bisa punya anak lagi?"
Xiao Tie dengan sedih menjawab, "Bidan yang
mengatakannya, dulu dia adalah bidan di istana, dia dapat
membantu melahirkan, dia pun dapat membuat seorang
perempuan tidak dapat melahirkan lagi."
Di dalam istana banyak hal yang kotor dan kejam, orang
luar pun dapat membayangkannya.
Karena ingin menjaga kedudukan di istana sang
permaisuri sering menggunakan cara-cara yang kejam,
membuat para selir tidak dapat mempunyai anak.
Bibir Meng Xing-hun terlihat pucat dan dia bertanya,
"Apakah bidan itu yang membuatmu tidak bisa mempunyai
anak?" Xiao Tie mengangguk.
"Apakah kau sendiri yang memintanya?"
Xiao Tie tidak menjawab, matanya sarat dengan
kesedihan. Meng Xing-hun tiba-tiba mengerti.
Bidan itu pasti dicari oleh ayah anak itu, dia tidak ingin
orang lain mengetahui hubungannya dengan Xiao Tie dan
dia pun tidak ingin Xiao Tie mempunyai anak lagi, dia
sudah menghancurkan kehidupan Xiao Tie, 'Siapa
sebenarnya orang itu" Mengapa Xiao Tie tidak mau
menceritakannya"'
Meng Xing-hun mengira dia tidak akan bersedih karena
hal ini, dia pikir dia akan rela melakukannya, demi Xiao
Tie dia rela mengorbankan segalanya.
Namun sekarang dia baru tahu bahwa ada kesedihan
yang tidak tertahankan, melupakannya pun tidak bisa.
Dengan sedih Xiao Tie berkata, "Aku tahu kau pasti
tidak akan bisa memaafkanku, mengapa aku tidak mau
menceritakan siapa dia" Dia sudah mencelakaiku juga
mencelakaimu, tapi kau tetap tidak akan bisa mencarinya,
malah harus bersembunyi dari dia."
Meng Xing-hun terbatuk dan dia berkata, "Aku tidak


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyalahkanmu."
Kata Xiao Tie lagi, "Di mulut kau bicara seperti itu tapi
di dalam hati kau sangat sedih melarikan diri adalah hal
yang sangat menyedihkan apalagi kau tidak tahu kau lari
dari orang macam apa."
Meng Xing-hun menghela nafas dan berkata, "Tapi aku
tahu, kau dan dia mempunyai anak, kau pasti masih punya
perasaan terhadapnya."
Air mata Xiao Tie menetes lagi, sambil menangis dia
berkata, "Kau mengira aku tidak menceritakan siapa dia
karena aku membelanya" Kau salah besar!"
Meng Xing-hun mengepalkan tangannya dan berkata,
"Bukankah seperti itu" Kau tidak ingin menceritakan siapa
dia, tapi setidaknya kau bisa memberitahu Lao-bo."
"Apakah kau mengira aku tidak memberitahu Lao-bo
karena takut dia membunuhnya?"
Meng Xing-hun menolak menjawab.
Masih dengan menangis Xiao Tie berkata lagi, "Kau
salah! Bila aku mampu membunuhnya, dari dulu sudah
kubunuh orang itu. Aku tidak dapat memberitahumu juga
kepada Lao-bo, karena.... karena...."
Dia tetap tidak dapat menceritakan sebab-sebabnya
karena dia terus menerus menangis.
Meng Xing-hun menatap Xiao Tie, matanya yang
menyorot marah berubah menjadi kasihan, dengan pelan
dia membelai rambut Xiao Tie dan dengan lembut dia
berkata, "Seharusnya aku tahu diri. Aku sudah mempunyai
anak yang pintar dan sehat, siapa pun yang melihat anak ini
pasti akan senang." Meng Xing-hun melanjutkan lagi,
"Beberapa hari lagi adalah ulang tahun Lao-bo, apakah kau
ingat?" "Mengapa kau bisa tahu?"
Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Tahun kemarin
aku datang ke pesta ulang tahunnya bila tahun ini kita
membawa anak itu pulang, Lao-bo pasti senang."
Xiao Tie menggigit bibirnya dan berkata, "Kau salah,
Lao-bo sangat membenciku juga membenci anak ini karena
dia merasa kami sudah mempermalukan dia. Bila kami ada
di sana, ini adalah penghinaan untuknya karena itu dia
mengusir kami dan dia pun pernah berkata, bila dia masih
hidup dia tidak ingin kami pulang."
Meng Xing-hun menarik nafas dan berkata, "Kali ini
yang bersalah bukan aku tapi kau. Kau salah
memandangnya seperti itu, sebenarnya dia harus
membunuhku tapi dia malah melepaskanku apakah kau
tidak tahu apa sebabnya?"
Xiao Tie menggelengkan kepalanya. Dia tidak pernah
menanyakan hal ini dan tidak pernah membicarakan soal
Lao-bo. "Dia tidak membunuhku semuanya karena dirimu."
"Karena aku?"
"Karena aku memberitahu padanya bahwa aku akan
membuatmu terus hidup, maka dia membiarkan aku pergi
dan masih hidup sampai sekarang ini."
Xiao Tie menundukkan kepalanya dan terdiam. Setelah
lama dia baru berkata, "Mengapa dia harus
membunuhmu?"
"Karena aku sudah ke sana dengan tujuan untuk
membunuhnya." Xiao Tie mengangkat kepalanya, dia
sangat terkejut dan bertanya, "Benar, banyak orang yang
ingin membunuhnya, tapi kau.... demi apa kau ingin
melakukannya?"
Meng Xing-hun tertawa kecut, "Karena ada orang yang
menyewaku untuk membunuhnya."
"Siapa?"
"Lu Man-tian."
Xiao Tie lebih terkejut lagi, "Lu Man-tian adalah teman
ayali yang paling dekat."
"Teman yang paling dekat belum tentu teman yang
setia." "Apakah Lao-bo mengetahuinya?" tanya Xiao Tie.
"Lao-bo lebih banyak tahu dari siapa pun, karena itu aku
pikir walau Lu Man-tian masih hidup, dia tidak akan bisa
hidup dengan tentram."
Xiao Tie terdiam lagi kemudian berkata lagi,
"Menurutmu apakah sekarang Lao-bo mempunyai, teman
yang setia?"
"Ada satu orang."
"Siapa?"
"Lu Xiang-chuan," jawab Meng Xing-hun.
"Apakah kau pernah bertemu dengannya?"
Meng Xing-bun tertawa dan berkata, "Aku pernah
bertemu dengannya dan makan nasi goreng yang dimasak
sendiri olehnya."
Xiao Tie tidak bicara lagi.
Meng Xing-hun melanjutkan, "Aku berteman dengannya
tidak begitu lama, tapi aku sudah tahu orang ini sangat
istimewa, membuat orang yang pertama bertemu
dengannya langsung percaya. Dia juga bisa mengatasi
masalah apa pun."
Xiao Tie tetap tidak bicara.
"Mengapa kau jadi pendiam?"
Xiao Tie menundukkan kepalanya kemudian berkata,
"Apa yang harus kukatakan kepadamu?"
"Katanya sejak kecil Lu Xiang-chuan sudah ada di
rumah kalian, kau pasti mengenalnya."
"Aku memang mengenalnya."
"Kau sendiri merasa dia orangnya bagaimana?"
Tiba-tiba Xiao Tie berdiri dan berjalan ke tepi laut.
Anaknya dengan senang menyambut ibunya dan
berkata, "Ibu, cepat ke sini, aku menemukan sebuah keong
yang bagus."
Xiao Tie memeluk anaknya dengan erat dan
menciuminya tiba-tiba dia berkata, "Ibu, mengapa ibu
menangis?"
Xiao Tie mengusap air matanya dan berkata, "Ibu tidak
menangis, mata ibu hanya kemasukan pasir, di sini angin
sangat besar, mari kita pulang."
Dia memeluk anaknya lebih erat lagi.
Meng Xing-hun memandang mereka, dia tidak bicara
apa pun. Matahari senja sudah terbenam, malam akan segera tiba.
Meng Xing-hun ditelan oleh kegelapan.
Tujuh puluh orang merupakan tentara yang paling kuat.
Melihat 70 orang itu, kau tidak akan meragukan kata-kata
Lao-bo. Di antara ketujuh puluh orang ini ada yang pendek,
tinggi, yang tua, juga yang muda. Dilihat dari pakaian
mereka terlihat mereka datang dari tempat yang berlainan.
Tapi mereka memiliki satu persamaan. Mereka terlihat
sangat tenang. Matahari musim gugur masih terasa panas, mereka
sudah berdiri selama 2 jam di bawah terik matahari. Setiap
orang berdiri dengan tegak, bahkan jari-jari pun tidak
bergerak. Lao-bo menyuruh mereka berdiri. Mereka menurut,
walaupun ada api di depan, mereka tidak akan mundur.
Lu Xiang-chuan duduk melihat mereka, dia tidak tega
melihat mereka seperti itu dan bertanya, "Bukankah sudah
waktunya untuk makan?"
Lao-bo menggelengkan kepalanya.
"Apakah tuan akan menyuruh mereka berdiri terus?"
Dengan ringan Lao-bo berkata, "Bila mereka berdiri saja
tidak bisa, bagaimana bisa melakukan pekerjaan yang lebih
besar." Awan hitam menutupi langit.
"Lebih baik lagi kalau sekarang turun hujan," kata Laobo.
Terdengar suara petir, hujan mulai turun.
Ketujuh puluh orang itu masih berdiri di sana. Hujan
turun sebesar kacang kedelai dan segera membasahi baju
mereka. Tapi mereka tetap berdiri tegak, bergerak pun tidak.
Tiba-tiba Lao-bo berteriak, "Mengapa kau tidak menyuruh
mereka masuk dan berteduh?"
Lu Xiang-chuan terlihat ragu, "Apakah mereka akan
mendengar kata-kataku?"
"Mengapa kau tidak mencobanya?"
Lu Xiang-chuan mengeluarkan kepalanya dan berkata,
"Hujan terlalu deras, masuklah kalian ke ruang makan!"
Segera ada seseorang yang menutupi kepalanya dengan
tangan dan keluar dari barisan. Tapi keenam puluh
sembilan orang itu tetap berdiri dan tidak bergerak.
Orang yang berlari tadi hanya berlari beberapa langkah,
dia membalikkan badan untuk melihat. Wajahnya langsung
berubah dengan pelan dia mundur ke belakang.
Tapi Lao-bo dengan suara tegas berteriak, "Yu-ming,
kemarilah!"
Yu-ming menundukkan kepalanya berjalan menghampiri
Lao-bo. Lao-bo melihatnya, kemudian dengan tersenyum
dia berkata, "Bahan baju ini sangat bagus, penjahitnya pasti
lumayan bagus juga."
Yu-ming mengenakan setelan baju sutra berwarna biru
dengan kualitas yang sangat tinggi.
"Bajumu begitu bagus, sangat sayang bila terkena hujan.
Pantas kau. langsung berlari, mencari tempat berteduh."
Wajah Yu-ming sudah pucat dengan pelari dia berkata,
"Aku tidak bermaksud seperti itu."
"Kalau tidak bermaksud seperti itu, apakah kau lari
karena takut kehujanan?" tanya Lao-bo.
Yu-ming menundukkan kepalanya, tidak berani bicara
lagi. Lao-bo menghela nafas dan berkata, "Bila kepala
terkena hujan, bisa membuat kita menjadi sakit. Sekarang
hidupmu sudah lebih baik, benar-benar harus menjaga
kesehatan."
Lao-bo melambaikan tangannya dan berkata, "Cepatlah
pulang mandi air panas kemudian minum beberapa gelas
arak dan tidurlah."
Yu-ming merasa sangat takut, tiba-tiba dia berlutut
dengan suara gemetar dia berkata, "Aku tidak akan pulang,
aku akan mengorbankan jiwa dan raga di medan tempur."
"Medan tempur tidak cocok untuk orang sepertimu.
Nyawamu terlalu mahal," kata Lao-bo tertawa.
Tiba-tiba Lao-bo bergerak dengan wajah masih
tersenyum, tampak ada sekelebat sinar. Kepala Yu-ming
sudah lepas dari tubuhnya.
"Jagalah dengan baik-baik, kepalamu jangan sampai
kehujanan." Tidak ada yang berani bicara, hingga ada yang
tidak berani bernafas.
Lu Xiang-chuan pun mengeluarkan keringat dingin. Laobo
melihatnya dan berkata, "Ini adalah pertarungan antara
hidup dan mati, kali ini orang yang kubawa harus
mendengar perintahku sendiri. Apakah kau mengerti?"
Terlihat ekspresi mengagumi dari wajah Lu Xiangchuan,
dia menjawab, "Aku mengerti."
Sekarang 70 orang tersisa 69 orang. "19 orang di depan,
maju!" kata Lao-bo.
Di meja ada peta. Peta Fei-feng-bao.
Lao-bo menunjuk peta itu, "Ini adalah sungai yang
melindungi Fei-feng-bao, di atas sungai ada jembatan
gantung. Jembatan ini sangat jarang diturunkan, tugas
kalian adalah menguasai jembatan gantung ini. Apakah
kalian mengerti?"
Ke 19 orang itu berbarengan mengangguk.
"Setiap siang pasti terdengar bunyi terompet, itu tanda
mereka mengganti shift dan waktunya makan. Begitu
terdengar bunyi terompet segera berangkat, tidak boleh
terlalu awal juga tidak boleh terlalu lambat."
Ke 19 orang itu berbarengan menjawab, "Siap!"
Kata Lao-bo lagi, "Waktu kita menyerang adalah tanggal
7 siang karena itu lusa kalian akan sampai di sana dan
mencari tempat untuk bersembunyi."
Lao-bo menjelaskan lagi, "Aku sudah menyiapkan
pakaian kalian. Bila di tengah jalan harus berpisah tidak
apa-apa. Yang penting orang yang berada di depan dan di
belakang harus berhati-hati, jangan sampai tersesat, lebihlebih
jangan membuat orang terlalu memperhatikan kalian.
Bila ada yang minum arak hingga membuat keributan atau
berjudi dan mencari pelacur, kalian akan dipenggal."
Ke 19 orang itu berbarengan menjawab, "Kami tidak
berani!" "Sekarang kalian bersiap-siap, sesudah makan kalian
langsung berangkat," Lao-bo mengangguk.
Lao-bo melambaikan tangannya lagi dan berkata,
"Sekarang grup elang yang terdiri dari 22 orang, silahkan
masuk!" Kesembilan belas orang sudah keluar, Lu Xiang-chuan
baru berkata, "Apakah tanggal 7 nanti akan mulai
menyerang?"
"Ya!"
"Tanggal 7 nanti adalah hari ulang tahun tuan."
"Aku tahu."
Kata Lu Xiang-chuan, "Tahun ini tuan tidak membuat
pesta ulang tahun, tapi aku pikir teman-teman lama tuan
tetap akan ke sini untuk mengucapkan selamat, karena itu
aku sudah menyiapkan sayur dan arak, mempersiapkan
tempat untuk menginap kurang lebih dapat menampung
300 orang."
Lu Xiang-chuan tertawa, "Tahun ini ku kira yang datang
tidak sebanyak tahun kemarin, tapi aku memperkirakan
akan ada tamu yang datang kurang lebih 300 orang."
Dengan ringan Lao-bo berkata, "Bila ada yang datang,
kau saja yang melayani mereka. Dan katakan kepada
mereka bahwa aku sedang bertempur dengan Wan Pengwang."
"Mengapa Tuan memilih waktu menyerang pada hari
ulang tahunmu?" tanya Lu Xiang-chuan.
"Kau sendiri tidak menyangka aku akan memilih tanggal
itu, begitu pun dengan Wan Peng-wang."
"Bila hari itu aku bertarung dan meninggal, hari lahir
dan hari kematianku akan sama, bila kalian ingin
bersembahyang akan lebih mudah."


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lu Xiang-chuan tidak bicara lagi, karena grup elang
sudah masuk. Tugas mereka adalah merebut markas besar
Wan Peng-wang, pada saat jembatan diturunkan, mereka
harus langsung menyerang. Grup elang rata-rata
mempunyai kepandaian lebih unggul dari 19 orang
sebelumnya, ilmu meringankan tubuhnya pun lumayan.
Meskipun ke 22 orang itu menyerang sekaligus terlalu
beresiko. Masih ada grup ketiga yang terdiri ada 20 orang.
Kedua puluh orang ini memiliki ilmu meringankan
tubuh paling tinggi. Mereka semua menguasai senjata
rahasia, tugas mereka adalah membantu grup elang
menyerang, menaiki tembok dan menggunakan senjata
rahasia menyerang para penjaga.
Sisa 8 orang lagi, mereka adalah pengawal Lao-bo.
Lu Xiang-chuan merasa aneh dan bertanya, "Kali ini
semua menyerang dari tengah, mengapa tidak ada yang
menyerang dari belakang?"
Lu Xiang-chuan menunjuk peta Fei-feng-bao dan
berkata, "Fei-feng-bao berada di atas gunung, di belakang
Fei-feng-bao adalah tanah terjal, bila menyerang dari
belakang membuat pertahanan mereka kacau, bukankah itu
lebih baik?"
Lao-bo dengan marah berkata, "Gerakan kali ini aku
yang atur" Atau kau yang atur?"
Lu Xiang-chuan tidak berani bicara lagi. Tapi hatinya
masih menaruh curiga.
Gerakan kali ini terlalu berbahaya. Boleh dikatakan
malah mengantar nyawa.
Karena dengan serangan seperti itu malah
menguntungkan Wan Peng-wang, orang-orangnya pun
lebih banyak. Menurut kebiasaan Lao-bo, dia tidak akan memilih
rencana dan strategi seperti ini.
Apakah Lao-bo masih memiliki rencana lain" Karena dia
terlihat sangat yakin dapat menjadi pemenang pertarungan
ini. Lu Xiang-chuan tetap curiga tapi tidak berani bertanya.
Bila Lao-bo tidak ingin mengatakannya, tidak ada orang
yang berani bertanya.
Lu Xiang-chuan. membalikkan kepalanya melihat ke
luar jendela dan berkata, "Hujan sangat deras."
Tiba-tiba Lao-bo tertawa dan berkata, "Hujan biasanya
membuat tamu menjadi tidak pulang, sebenarnya malam ini
aku harus pergi, tapi kelihatannya aku harus menunggu
sampai besok."
Dia juga menoleh melihat hujan di luar jendela. Dengan
pelan dia berkata, "Semua sudah siap, sudah lama kita
jarang santai seperti hari ini."
Hujan sangat deras, angin pun berhembus sangat
kencang. Titik-titik hujan tidak teratur seperti orang gila
yang sedang kencing.
Lao-bo melihat titik-titik hujan, sepertinya dia sedang
menikmati hujan. Kecuali bunga, Lao-bo jarang melihat
barang lain karena dia merasa di dunia ini kecuali bunga
tidak ada hal yang menarik dinikmati.
Bila dia terus melihat barang yang lain artinya dia sedang
berpikir. Apakah dia sedang berpikir bagaimana menggunakan
waktu yang santai ini"
Apakah dia sudah mempunyai perhitungan" Lu Xiangchuan
menjadi serba salah, apakah dia harus bertanya
kepada Lao-bo"
Lao-bo sudah membalikkan kepalanya, dengan
tersenyum dia bertanya, "Apakah kau tahu bagaimana
menggunakan hari yang santai ini?"
Senyum Lao-bo sangat menarik. Hanya pada saat dia
senang, senyum Lao-bo terlihat begitu menarik, biasanya
senyum Lao-bo membuat orang takut.
Lu Xiang-chuan mengerjapkan matanya dan bertanya,
"Tuan ingin melakukan apa?"
"Bila sedang stress, pasti ada cara untuk mengatasinya.
Caraku adalah mencari perempuan, aku jamin cara ini
sangat jitu."
"Aku tahu" kata Lu Xiang-chuan.
"Bila sudah tahu untuk apa menunggu lagi, ayo pergi!"
"Pergi ke mana?" tanya Lu Xiang-chuan.
"Tentu saja kita akan ke Kuai-huo-lin, apakah kau
mengira aku akan mencari perempuan kelas bawah?"
"Bila kau mencari perempuan yang baik dan bagus, tidak
perlu jauh-jauh ke Kuai-huo-lin."
"Mengapa?"
Tawa Lu Xiang-chuan terlihat misterius dengan santai
dia berkata, "Karena aku sudah memanggil perempuan
tercantik yang berada di Kuai-huo-lin untuk datang
kemari." Sebuah tandu rotan digotong masuk, di dalamnya ada
seorang perempuan yang sedang tertidur, dia tertidur sangat
pulas. Dia masih sangat muda dan sangat cantik. Pada saat dia
tertidur pun masih terlihat cantik. Bulu matanya yang
panjang menutupi kelopak matanya, di wajahnya masih
terlihat lesung pipitnya.
Lao-bo melihat dia seperti melihat sekuntum bunga.
"Marganya Gao bernama Feng-feng, dia adalah anak
angkat Gao Lao-da," kata Lu Xiang-chuan.
"Apakah Gao Lao-da tahu ke mana pergi anak
angkatnya?"
"Dia tidak tahu. Dia sendiri pun tidak tahu berada di
mana, aku membuatnya tidur dulu."
"Kalau begitu, baiklah!"
"Ayahnya adalah orang yang berpendidikan, karena itu
dia senang baca buku," kata Lu Xiang-chuan.
Lao-bo tersenyum, "Yang aku cari adalah perempuan,
bukan seorang guru."
Kata Lu Xiang-chuan lagi, "Ibunya adalah ibu rumah
tangga yang baik, bila bukan karena krisis ekonomi, Fengfeng
tidak akan seperti ini."
Lao-bo berkata, "Aku tidak ingin menyelidiki latar
belakang keluarganya."
Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Aku hanya ingin
memberitahu tuan bahwa keluarganya sangat baik, sifatnya
pun baik. Bila mempunyai anak, dia akan menjadi ibu yang
baik." Wajah Lao-bo berubah, dia hanya melihat dan
menunggu. Tiba-tiba Lao-bo memegang tangan Lu Xiang-chuan dan
berkata, "Apakah aku bisa mempunyai anak laki-laki lagi?"
Lu Xiang-chuan tersenyum dan berkata, "Ada orang
yang sudah berumur 80 tahun tapi masih bisa mempunyai
anak." Dengan pelan Lao-bo berjalan ke dekat jendela, matanya
memandang ke tempat yang sangat jauh. Agak lama dia
baru berkata, "Kau bilang ayahnya adalah seorang yang
berpendidikan?"
"Mereka sekeluarga adalah orang-orang yang
berpendidikan."
"Di mana ayahnya?" tanya Lao-bo.
"Dia sudah mati begitu pula dengan ibunya."
"Keluarganya tinggal berapa?"
"Bila masih ada keluarga dia tidak akan seperti ini, tidak
akan berada di Kuai-huo-lin," jawab Lu Xiang-chuan.
Lu Xiang-chuan melanjutkan lagi, "Bila bukan karena
Gao Lao-da yang kebetulan datang ke tempatnya untuk
mencari pelayan di Kuai-huo-lin, sekarang ini kita pun tidak
akan melihat dia."
"Apakah dia datang dari tempat yang jauh?"
"Dia sebenarnya lahir di gunung Chang-bai di sebuah
desa yang bernama Kao."
Wajah Lao-bo tampak memerah dan bercahaya, siapa
pun tahu bahwa Lao-bo tertarik kepada Feng-feng.
Tanya Lu Xiang-chuan, "Apakah Tuan akan menyuruh
dia tinggal di sini?"
Lao-bo menjawab dengan keras, "Ya, suruh dia tinggal
di sini. Kalau aku pergi biarkan dia tinggal di sini dan
carilah beberapa orang pelayan untuk melayani dia."
Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Sudah
kucarikan."
Lao-bo melihat Lu Xiang-chuan, dengan tersenyum dia
menepuk pundak Lu Xiang-chuan.
"Kadang-kadang aku merasa kau sangat lucu, kadang
aku merasa kau sangat menakutkan. Mengapa kau begitu
pintar, dapat menebak pikiran orang lain."
Bagi seseorang yang sudah tua namun mempunyai
banyak kekayaan dan kesepian kecuali melahirkan seorang
anak, hal apa lagi yang dapat membuatnya senang"
Feng-feng sangat cantik tapi terlihat sangat lemah.
Cantik seperti sekuntum bunga yang baru mekar.
Lao-bo membaringkan dia, badannya penuh dengan
keringat. Pada saat seperti ini, dia tidak tahu bahwa bahaya
sedang mendekati dan kematian sedang menunggu.
Saat itu juga pintu didobrak hingga hancur, sesosok
bayangan masuk ke dalam ruangan.
Tujuh titik cahava, secepat kilat sudah menusuk
pinggang Lao-bo.
Ooo)dw(ooO BAB 15 Dinding terbuat dari batu, di atas dinding sedang dijemur
sebuah jala. Xiao Tie memegang tangan Meng Xing-hun, jari-jari
Meng Xing-hun sangat keras karena sering menangkap
ikan. Xiao Tie menaruh tangan Meng Xing-hun yang keras ke
wajahnya. Di langit banyak bintang, anak itu tertidur
dengan nyenyak di dalam rumah. Sekarang adalah waktu
yang paling tenang dan waktu untuk mereka berdua.
Setiap hari pada saat seperti ini mereka akan saling
berpelukan mendengar detak jantung masing-masing,
melihat bintang di langit dan melihat laut.
Kemudian mereka akan saling memberitahu kepada diri
mereka sendiri.
"Aku pernah hidup."
Hidup mereka lebih berharga dan lebih berarti.
Sinar bintang malam ini sama seperti hari-hari lainnya.
Namun bagaimana dengan manusianya"
Tiba-tiba Xiao Tie menangis.
"Mengapa kau menangis," Tanya Meng Xing-hun.
Xiao Tie menundukkan kepalanya dengan ringan dia
berkata, "Tadi sewaktu aku keluar dari dapur aku
melihatmu sedang membereskan baju."
Wajah Meng Xing-hun menjadi pucat, akhirnya dengan
pelan dia mengangguk dan berkata, "Aku memang
membereskan baju."
"Apakah kau akan pergi?"
Tangan Meng Xing-hun sangat dingin dan dia berkata,
"Tadinya aku akan memberitahumu besok."
"Aku tahu kau tidak akan bisa hidup seperti ini. Bila kau
mau pergi aku tidak akan melarangmu, tapi aku.... aku...."
Air mata Xiao Tie menetes ke tangan Meng Xing-hun.
"Apakah kau mengira aku akan meninggalkan kalian"
Kau mengira begitu aku pergi, aku tidak akan kembali?"
kata Meng Xing-hun.
"Aku tidak tahu, aku tidak berani memikirkannya."
"Aku akan memberitahumu, aku tetap akan pulang,
walau ada masalah apa pun atau siapa pun tidak dapat
melarangku untuk pulang."
Sambil menangis Xiao Tie berkata, "Kalau begitu
mengapa kau harus pergi?"
Meng Xing-hun menghela nafas, memandang ke arah
laut yang gelap kemudian berkata, "Aku ingin mencari
seseorang."
"Siapa yang kau cari?"
Meng Xing-hun tidak menjawab, setelah lama dia baru
berkata, "Dua hari yang lalu aku pernah membicarakan
seseorang, apakah kau ingat?"
"Kau akan mencari dia?" Tubuh Xiao Tie menjadi kaku.
"Aku lihat begitu membicarakan orang itu, kau segera
berubah suaramu pun berubah. Malam itu kau bermimpi,
kau seperti mimpi dicekik orang."
Meng Xing-hun menghela nafas dan berkata, "Terpikir
olehku saat itu, orang yang menghina, menyiksa dan
menghancurkan hidupmu adalah Lu Xiang-chuan."
Tubuh Xiao Tie gemetar, lalu dengan suara gemetar dia
bertanya, "Siapa yang mengatakannya kepadamu" Siapa
yang memberitahu?"
"Tidak ada yang memberitahu, seharusnya aku sudah
tahu karena dia paling banyak mempunyai kesempatan
untuk mendekatimu dan itu membuatmu tidak waspada,
hanya dia yang mempunyai kesempatan untuk
menghinamu."
Tubuh Xiao Tie langsung menjadi lemas, dia sudah tidak
tahan. Meng Xing-hun menarik sebuah kursi untuk Xiao Tie
supaya dia dapat duduk.
Tapi Meng Xing-hun tetap bertanya, "Yang tidak
kumengerti, mengapa kau tidak memberitahu Lao-bo?"
Xiao Tie terduduk lemas di kursi, tubuhnya masih
gemetaran, dan dia menangis.
Akhirnya Xiao Tie bertanya, "Apakah kau tahu
bagaimana hubungan antara Lao-bo dengan Lu Xiangchuan?"
"Aku hanya tahu sedikit."
"Dia tahu semua rahasia Lao-bo, semua gerakan Lao-bo
dia yang merencanakannya. Lao-bo sangat percaya
padanya seperti aku mempercayai mu."
Gigi Meng Xing-hun gemeretak.
"Memang dia dapat membuat orang percaya
kepadanya."
"Waktu itu umurku masih kecil, aku tidak mengerti apaapa,
malah aku menganggap dia kakakku."
Air matanya terus mengalir, sepertinya dia sudah tidak


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahan lagi. "Dia sangat baik kepadaku, hingga pada suatu hari aku
baru sadar, siapa yang pernah melihatku orang itu akan
segera menghilang."
"Aku pun bara sadar, semua orang itu mati di
tangannya. Kemudian aku bertanya kepadanya, mengapa
berbuat seperti itu?"
"Dia menjawab dia melakukan semua ini demi diriku,
dia bilang orang-orang yang melihatku adalah orang yang
jahat." "Walaupun aku curiga tapi aku masih sedikit percaya
kepadanya. Hingga pada suatu hari, dia mengajakku
minum dan aku menemaninya karena dulu pun aku sering
menemaninya minum, Lao-bo tidak melarang kami minumminum."
"Begitu aku sadar, aku baru tahu.... baru tahu...."
Bicara sampai di sini, Xiao Tie tidak dapat melanjutkan.
Meng Xing-hun mengepalkan tangannya dan bertanya,
"Mengapa kau tidak memberitahu Lao-bo?"
"Dia mengancamku bila aku memberitahu Lao-bo dia
akan membunuhku dan dia akan mengkhianati Lao-bo dan
memberitahu semua rahasia Lao-bo kepada musuhmusuhnya."
"Karena itu kau menjadi takut?"
"Aku takut, karena bila dia mengkhianati Lao-bo tidak
akan terbayang bagaimana akibatnya. Senjata rahasianya
sangat beracun dan sangat jitu. Lao-bo sering berkata
bahwa Lu Xiang-chuan adalah ahli senjata rahasia. Dia bisa
membunuh juga mempunyai kesempatan untuk membunuh
Lao-bo." "Apakah dengan kau menutupi hal ini bisa menjamin dia
tetap akan setia kepada Lao-bo?" tanya Meng Xing-hun.
"Dia bilang dia sungguh-sungguh mencintai aku.
Asalkan aku baik kepadanya, dia tetap akan setia kepada
Lao-bo." "Kau percaya kepadanya?"
"Waktu itu aku benar-benar percaya kepadanya karena
aku belum tahu siapa dia. Aku masih menganggap dia
orang, siapa yang tahu dia adalah seekor binatang."
Tubuh Xiao Tie mulai gemetar, dia menangis dan
berkata, "Lao-bo sering berkata bila Lu Xiang-chuan
minum arak tahu batas. Hanya aku saja yang tahu, dia
sering minum sampai mabuk. Begitu mabuk dia memukuli
aku menyiksaku, tapi aku terlambat mengetahuinya, karena
aku sudah mengandung anaknya."
Suara Xiao Tie menjadi serak, setelah sekian lama dia
baru bisa menjelaskannya.
Begitu habis bicara dia sudah lemah dan terduduk di
kursi. Hati Meng Xing-hun hancur lebur.
Tiba-tiba Xiao Tie meloncat dan berdiri, dia menarik
tangan Meng Xing-hun dan berkata, "Kalau bisa jangan
mencari dia. Sekarang kita sudah hidup bahagia, orang
semacam dia biar Tuhan yang menghukumnya."
"Tidak bisa. Aku akan mencari dia."
"Mengapa...." Mengapa harus mencarinya....?" Teriak
Xiao Tie. "Jika aku tidak mencari dia, seumur hidup kita hanya
bisa berada di bawah bayangannya saja, selamanya akan
seperti dicekik oleh dia."
Xiao Tie menutup wajahnya dan berkata, "Tapi kau...."
Meng Xing-hun memotong kata-katanya, "Demi kita,
aku harus mencari dia. Demi Lao-bo, aku juga harus
mencari dia."
"Mengapa?"
"Sebab kau adalah putri Lao-bo. Lao-bo pernah
melepaskan aku satu kali, aku harus membalas budi
kepadanya."
"Apa kau kira mereka akan membunuh Lao-bo?" Teriak
Xiao Tie. "Aku ingat, Lao-bo pernah mengatakan satu kalimat."
"Apa yang dia katakan?"
"Lao-bo berkata, kalau hanya Lu Man-tian sendiri dia
tidak akan berani mengkhianatinya, di belakangnya pasti
ada dalangnya."
"Apakah dalang ini adalah Lu Xiang-chuan?" tanya
Xiao Tie. Dengan marah Meng Xing-hun berkata, "Dia bisa
melakukan hal ini kepadamu, hal apa lagi yang tidak bisa
dia lakukan?"
"Tapi.... tapi kesempatan mendekati Lao-bo sangat
banyak. Senjata rahasianya setiap saat bisa melukai Lao-bo,
mengapa dia tidak menyerang Lao-bo?"
Kata Meng Xing-hun, "Mungkin dia sedang menunggu
kesempatan, dia tidak tergesa-gesa. Dia tahu teman Lao-bo
sangat banyak dan juga sangat setia, dia juga takut orang
lain akan membalas dendam."
Meng Xing-hun berpikir sebentar lalu berkata lagi, "Hal
yang paling penting adalah dia mengkhianati Lao-bo adalah
demi kedudukan dan kekayaan karena itu dia harus
menunggu Lao-bo menyerahkan semuanya baru dia
bergerak. Karena itu dengan segala cara dia membuat Laobo
semakin hari semakin mempercayainya."
Air mata Xiao Tie berhenti, kesedihannya berubah
menjadi terkejut dan takut.
Meng Xing-hun menarik nafas panjang dan berkata,
"Aku berharap aku masih sempat menolongnya."
"Tapi kau harus hati-hati, senjata rahasianya sangat
menakutkan."
Ooo)dw(ooO Kalau senjata rahasianya sudah mengenai lawannya,
maka kehidupan tiba-tiba berubah menjadi kematian. tidak
ada orang yang bisa membayangkan hal seperti itu.
Demikian juga dengan Lao-bo. dia sudah merasakannya.
Pinggangnya sudah terkena senjata rahasianya.
Seperti jatuh dari atap rumah yang tinggi, dari terang
jatuh ke dalam kegelapan. Sekarang keadaan Lao-bo lebih
menakutkan dari itu.
Karena Lao-bo sudah melihat orang yang berdiri di
depan tempat tidur adalah Lu Xiang-chuan.
Orang yang dia paling percayai, temannya, juga
anaknya. Wajah Lu Xiang-chuan sama sekali tidak ada ekspresi.
Dengan dingin dia berkata, "Senjata yang aku pakai adalah
Qi-xing-zhen (Jarum tujuh bintang)."
Lao-bo menahan rasa sakitnya, tapi ujung jarinya sudah
mulai dingin. Lu Xiang-chuan berkata, "Kau selalu berkata Qi-xingzhen
milikku adalah senjata yang paling dahsyat. Racun
pasir dan racun rotan pun kalah sebab dua racun itu ada
penawarnya, sedangkan Qi-xing-zhen tidak ada."
Lu Xiang-chuan berkata lagi, "Aku berharap katakatamu
tidak salah."
Tiba-tiba Lao-bo tertawa dan berkata, "Kapan kau
pernah mendengarku salah bicara?"
"Kesempatan ini jarang terjadi, aku tidak mau begitu saja
melewatkannya."
Nafas Lao-bo sudah mulai sesak dan dia berkata, "Apa
salahku?" "Tidak ada."
"Mengapa kau begitu benci kepadaku?"
"Aku tidak benci kepadamu, aku hanya ingin kau mati.
Banyak orang yang tidak bersalah kepadamu, bukankah
mereka juga mati di tanganmu?"
Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Aku belajar
semua ini darimu, kau mengajariku dengan sangat baik
karena itu aku belum pernah melupakan satu kalimatmu,
tapi kau yang melupakannya."
"Apa yang aku lupakan?"
"Kau selalu bilang, jangan percaya kepada perempuan,
mengapa sekarang kau melupakannya?"
Lao-bo menundukkan kepala.
Feng-feng masih berada di tempat tidur Lao-bo, wajah
yang cantik berubah menjadi pucat karena ketakutan. Mata
Lao-bo serasa ingin membunuh.
"Aku juga pernah bilang, hanya perempuan yang sudah
mati baru dapat dipercaya."
"Racun Qi-xing-zhen belum menyebar. Aku tahu kau
masih punya tenaga untuk membunuhnya, tapi lebih baik
kau jangan melakukannya."
"Mengapa?"
Tawa Lu Xiang-chuan menjadi menjijikkan, dia berkata,
"Karena mungkin di perutnya dia sudah mengandung
anakmu." Tubuh Lao-bo seperti dipukul, dan dia roboh.
"Lebih baik kau berbaring dengan tenang, dengan begitu
racun akan lebih lambat menyebar," kata Lu Xiang-chuan.
Dan Lu Xiang-chuan berkata lagi, "Bisa hidup lebih
lama lima menit akan lebih baik dari pada langsung mati,
mungkin mujizat akan terjadi. Ini juga yang pernah kau
katakan." "Betul."
"Kali ini kau salah tidak akan ada mujizat lagi."
"Benarkah?"
"Benar. Tidak ada orang yang tahu kau ada di sini
makanya tidak ada orang yang akan menolongmu, apa lagi
kau sendiri tidak akan bisa menolong diri sendiri."
Tiba-tiba Lao-bo tertawa dan berkata, "Jangan lupa, aku
masih pernah berkata, di dunia ini tidak ada yang 'tidak
mungkin'."
"Tapi kali ini pengecualian."
"Oh."
"Biarpun kau bisa melarikan diri tapi Qi-xing-zhen tidak
ada penawarnya, bagaimanapun kau tidak bisa lolos."
"Apakah tidak ada jalan lain?" tanya Lao-bo.
"Sama sekali tidak ada."
Lao-bo terdiam kemudian berkata, "Kalau begitu apakah
kau dapat memberitahuku beberapa hal?"
"Mengenai apa?" tanya Liu Hiang-oan.
"Apakah kau sudah bersekongkol dengan Wan Pengwang"
Dan pertarungan antara aku dan dia, apakah kau
yang merencanakannya?"
"Hanya karena musuh sekuat Wan Peng-wang bisa
membuatmu kalang kabut, dan melihat teman-temanmu
satu per satu gugur hingga membuatmu lebih
mengandalkan aku. Dan lambat laun kau akan
memberitahu semua rahasiamu. Begitu sudah kuketahui
semua rahasiamu, saat itulah aku akan menggantikan
posisimu."
"Kau tidak takut Wan Peng-wang akan merebut harta
kekayaaku dari tanganmu?" tanya Lao-bo.
"Kau tidak perlu khawatir, aku sudah mempunyai
rencana." Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Tidak lama lagi
kau akan bertemu dia di dalam tanah, waktu itu mungkin
kau dan dia akan menjadi teman baik."
Lao-bo menghela nafas dan berkata, "Waktu aku
menyuruhmu ke penginapan Da-feng-lou untuk membunuh
Han Tang, pada saat itu apakah kau sudah tahu bahwa Han
Tang sudah meninggal?"
Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Mengapa aku bisa
tidak tahu" Bila tidak ada aku, Tu Da-peng tidak akan tahu
bahwa Han Tang adalah teman baikmu. Dari mana mereka
bisa tahu tempat Han Tang?"
"Kalau begitu Feng Hao sudah mengkhianatiku juga?"
Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Harga Feng Hao
tidak tinggi."
"Bagaimana dengan istrimu?"
"Dia kujadikan kambing hitam, sengaja kusuruh dia
memelihara burung merpati dan sengaja menyuruh Feng
Hao memperlihatkan merpati itu kepadamu supaya kau
menjadi curiga kepadanya."
Lao-bo terdiam kemudian bertanya, "Apakah kematian
Sun Jian juga adalah rencanamu?"
Dengan ringan Lu Xiang-chuan menjawab, "Kata-kata
ini seharusnya jangan kau tanyakan."
Lao-bo mengeratkan giginya kemudian bertanya,
"Bagaimana dengan Lu Man-tian?"
"Dalam rencanaku sebenarnya dia tidak perlu mati, tapi
dia terlalu meremehkan Meng Xing-hun."
Lu Xiang-chuan tertawa lagi dan berkata, "Jangan
meremehkan musuh, kalimat ini pun kau yang mengajarkan
kepadaku, tapi Lu Man-tian lalai karena itu dia harus
mati." Tiba-tiba Lao-bo tertawa dan berkata, "Sepertinya kau
pun melupakan suatu kalimat."
"Oh?"
"Aku pernah berkata, di dunia ini tidak ada yang tidak
mungkin, tapi kau terus mengatakan aku tidak dapat lolos
lagi." Wajah Lu Xiang-chuan berubah, "Kau masih memiliki
apa?" "Aku harap kau percaya pada satu hal yaitu kata-kataku
tidak pernah salah," kata Lao-bo sambil tersenyum.
Tiba-tiba wajah Lao-bo menjadi sangat marah, mata Lu
Xiang-chuan mengecil dengan dingin dia berkata,
"Mungkin sekarang aku akan membunuhmu."
Dengan tersenyum Lao-bo berkata, "Sudah terlambat!"
Tiba-tiba Lao-bo sudah melorot ke bawah dan
menghilang. Feng-feng pun ikut terjatuh dan menghilang.
Terdengar suara senjata rahasia yang dilepaskan ke arah
tempat tidur. Tapi di tempat tidur sudah tidak ada orang.
"Jangan memberitahu semua rahasiamu, bila dia sudah
tahu semua mungkin dia akan balik menyerang. Paling
sedikit sisakanlah sedikit rahasia."
"Hal ini bisa menolongmu."
Ini adalah kata-kata Lao-bo, Lu Xiang-chuan pun tidak
pernah lupa. Kata-kata ini selalu bersemayam dalam
hatinya karena kata-kata ini berasal dari pengalaman yang
pahit. Sayangnya Lao-bo tetap mempunyai rahasia terakhir
yang tidak dia beritahukan kepada Lu Xiang-chuan.


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lu Xiang-chuan orangnya sangat hati-hati dan cara
berpikirnya pun sangat sempurna. Sudah lama dia
merencanakan semua ini. Sampai dia menganggap
rencananya sudah matang baru dia berani bergerak. Sudah
beberapa tahun ini dia selalu berpikir dan berpikir. Apakah
masih ada kekurangan"
Sebelumnya dia pernah masuk ke kamar tidur Lao-bo,
dia pun pernah memeriksa barang-barang yang berada di
kamar itu, apalagi tempat tidur itu.
"Di tempat tidur bunuh Lao-bo."
Itu adalah rencananya yang paling penting karena dia
tahu hanya pada waktu tidur Lao-bo tidak memakai baju
dan tangannya tidak memegang senjata, baru rencana ini
akan berhasil. Dua hari yang lalu dia masih memeriksa
tempat tidur itu.
Orang utara mempunyai kebiasaan tidur tidak memakai
kasur, Lao-bo pun seperti itu. Oleh karena itu alas tempat
tidur itu adalah papan yang sangat keras.
Di tempat tidur itu tidak ada tombol rahasia.
Pernah terpikir oleh Lu Xiang-chuan, Lao-bo akan kabur
melalui tempat tidur itu.
Walaupun Lao-bo sudah terkena serangan senjatanya,
dia masih merasa tegang, dia selalu memperhatikan gerak
gerik Lao-bo. Lao-bo sama sekali tidak bergerak.
Di tempat tidur tidak ada tombol rahasia, Lao-bo juga
tidak bergerak, mengapa dia bisa lolos"
Lu Xiang-chuan tidak mengerti. Dia terkejut dan marah,
kemarahannya membuat dia gemetar.
Dia marah kepada dirinya sendiri, mengapa bisa terjadi
hal seperti itu" Mengapa dia begitu bodoh" Begitu ceroboh"
Selimut tipis ikut menghilang, alas papan tempat tidur
sangat tebal dan kokoh seperti pintu di kamar itu.
Lu Xiang-chuan pernah meneliti papan itu. Dia pernah
menggunakan beberapa jenis papan untuk dijadikan pintu.
Dia juga berlatih bagaimana cara menghancurkannya.
Setelah lama dia lancar memecahkan papan baru dia
berhenti berlatih.
Melihat tempat tidur itu terlihat sangat biasa. Lu Xiangchuan
tetap tidak menemukan tombol apa pun. Namun
Lao-bo sudah melarikan diri.
Lu Xiang-chuan mengepalkan tangannya, tiba-tiba dia
memecahkan tempat tidur Lao-bo.
Akhirnya dia menemukan jalan rahasia itu di bawah
tempat tidur Lao-bo.
Hampir dia meloncat masuk. Walaupun dia tegang dan
kaget, namun dia masih sadar untuk hati-hati sebelum
mengetahui keadaan, dia tidak akan bergerak.
Dia sudah ceroboh satu kali, dia tidak akan melakukan
kesalahan untuk kedua kalinya.
Jalan di bawah sangat gelap. Apa pun tidak dapat dilihat,
namun Lu Xiang-chuan mendengar suara aneh. Suara itu
adalah suara air mengalir. Di bawah kamar tidur Lao-bo
ternyata ada sebuah sungai.
Lu Xiang-chuan memindahkan lampunya supaya dapat
melihat dengan jelas. Sungai itu kecil dan berliku-liku tapi
tidak tahu berapa dalam sungai itu, dan juga tidak tahu
sungai itu mengalir ke mana.
Di pinggiran sungai adalah sebuah baru yang sangat
terjal. Di sisi kiri masih terpasang bulatan besi yang sangat
besar dan. juga tergantung rantai yang kasar, batu-batu itu
sudah berlumut dan bulatan besi itu pun sudah berkarat.
Ketahuilah bahwa sebelum Lao-bo membangun rumah itu
sebelumnya dia sudah menggali sungai ini.
Di sungai itu tidak ada perahu dan juga sangat gelap.
Tapi Lu Xiang-chuan tahu bahwa di. sungai itu sebenarnya
ada perahu dan juga ada orang.
Selalu ada orang, tiap hari selalu ada orang, setiap waktu
ada orang. Orang itu selalu menjaga dan menunggu kabar
dari Lao-bo. Di antara mereka pasti ada cara yang sangat rahasia dan
istimewa untuk berkomunikasi.
Mungkin Lao-bo tidak memberi kabar dan mungkin dia
tidak melewati jalan rahasia ini. Tapi orang ini harus siap
sedia, dia harus selalu siap sedia dalam keadaan seperti apa"
"Tiap orang harus menyiapkan jalan untuk mundur,
mungkin kau tidak akan melewati jalan itu tapi kau tetap
harus menyiapkannya."
"Kau tidak akan tahu kapan baru bisa berjalan dan
melewatinya. Keadaan ini seperti waktu kita mengalami
kram kaki, kapan pun bisa terjadi."
Lu Xiang-chuan teringat kata-kata Lao-bo, dia menggigit
bibirnya hingga mengeluarkan darah.
Ooo)dw(ooO BAB 16 Lu Xiang-chuan membenci dirinya sendiri, mengapa
selalu tidak dapat lepas dari Lao-bo" Dia merasa seperti
pohon rotan walaupun sangat tinggi dan tumbuh sangat
cepat tapi tetap harus merambat dan bergantung pada
pohon besar dan selalu hidup di bawah bayangan pohon
itu. Tempat tidur itu tidak ada tombol, ternyata tombol
dipasang di bawah tempat tidur.
Orang yang menjaga di bawah tempat tidur, begitu
mendengar isyarat dari Lao-bo, dia akan langsung
memencet tombol itu.
Kemudian papan tempat tidur terbuka tampak sebuah
pintu, segera Lao-bo terjatuh ke bawah, dan langsung
terjatuh ke sebuah perahu.
Perahu langsung didayung dengan kecepatan penuh,
meninggalkan tempat itu.
Orang yang mendayung perahu sudah hafal jalan sungai
itu. Kecuali ikan, apa yang dapat lebih cepat dari perahu"
Lu Xiang-chuan tahu, siapa pun tidak dapat mengejar
perahu itu dan dia tidak akan melakukan lagi suatu
kebodohan. Lu Xiang-chuan pelan-pelan membalikkan tubuh
membawa lampu dan berjalan keluar.
Di luar adalah ruang tamu pribadi Lao-bo.
Lu Xiang-chuan keluar lalu menutup pintunya, tidak
lupa dia menguncinya. Dia berharap tidak ada yang masuk
ke sana. Yang terjadi hari ini lebih baik tidak ada yang
mengetahui. Malam belum larut, namun taman bunga sangat sepi. Lu
Xiang-chuan keluar kemudian berdiri di depan pohon
bunga chrysan, menarik nafas dalam dalam. Angin
membawa harum bunga chrysan, harumnya membuat hati
orang menjadi tenang.
"Sekarang aku harus bagaimana?"
Lu Xiang-chuan hanya berharap racun Qi-xing-zhen
akan segera menyebar walaupun membutuhkan waktu yang
lama racun ini tidak ada penawarnya, siapa pun yang
terkena racun itu dia akan mati.
Dari jalan kecil terdengar langkah orang yang ringan dan
tergesa-gesa. Lu Xiang-chuan membalikkan badan, dia melihat Feng
Hao sudah berada di hadapannya.
Dalam kegelapan dia tidak dapat melihat dengan jelas
wajah Feng Hao, hanya terlihat matanya yang tegang
bercampur dengan kegembiraan.
Namun wajah Lu Xiang-chuan tetap datar dengan suara
yang tidak bersemangat dia bertanya, "Apakah mereka
sudah makan?"
Feng Hao mengangguk.
Mulutnya terasa kering dan pahit, setelah lama dia baru
bisa bicara dengan suara serak.
"Mereka makan dengan lahap seperti sudah, tahu bahwa
ini adalah makan malam mereka yang terakhir."
Lu Xiang-chuan mengangguk.
Mereka adalah kedelapan orang yang tersisa yang siap
untuk menjadi pengawal Lao-bo.
Orang yang menjadi pengawal Lao-bo biasanya sangat
teliti dan hati-hati.
Tapi sampai mereka mati pun tidak akan tahu bahwa di
dalam sayur sudah dibubuhi racun.
"Mereka sudah berada di ruang makan Peti. mati yang
ada di gudang hanya tinggal lima," kata Feng Hao.
"Jangan menggunakan peti mati."
"Tidak menggunakan peti mati" Bagaimana cara
mengubur mereka?" tanya Feng Hao "Bakar saja."
Dibakar tidak akan meninggalkan jejak. Feng Hao
tertawa dan berkata, "Aku sudah menyuruh orang
memberitahu kepada keluarga mereka masing-masing,
mereka meninggal karena sakit."
Dengan marah Lu Xiang-chuan berkata, "Mana
mungkin mereka 8 orang mati karena sakit?"
Feng Hao menundukkan kepalanya dan berkata,
"Mereka mati dibunuh oleh Wan Peng-wang, bukan sakit."
Lu Xiang-chuan baru mengangguk.
Kata Feng Hao, "Ketika Lao-bo masih ada, bila ada
prajurit meninggal, keluarganya mendapat santunan
sebanyak 1000 tail."
"Uang bukan milikmu, kau tidak perlu pelit
mengeluarkannya."
Feng Hao menunduk dan mengiyakan.
Kata Lu Xiang-chuan, "Bila ingin untung banyak kau
harus bisa menggunakan uang. Orang yang bisa memakai
uang baru bisa mencari uang, apakah kau tahu aturan ini?"
Lu Xiang-chuan merasa ini juga adalah kata-kata dari
Lao-bo. Feng Hao merasa Lu Xiang-chuan berubah
menjadi lebih berwibawa dan mirip Lao-bo.
Tapi Feng Hao tahu selamanya Lu Xiang-chuan tidak
akan pernah bisa menjadi Lao-bo yang kedua.
Mungkin dia lebih tenang dari Lao-bo, lebih kejam dari
Lao-bo, tapi banyak hal dia tidak mirip dengan Lao-bo,
bagaimana pun dia belajar seperti Lao-bo tetap tidak akan
bisa. Tidak sengaja Feng Hao menghela nafas.
Tiba-tiba Lu Xiang-chuan berkata, "Apakah kau
menyesal" Menyesal telah mengikutiku?"
Segera Feng Hao tertawa dan menjawab, "Aku tidak
bermaksud seperti itu. Aku hanya berpikir orang-orang yang
pergi dalam 3 kelompok itu, mereka adalah teman-teman
Lao-bo." Kata Lu Xiang-chuan, "Kau tidak perlu khawatir, aku
sudah menyuruh orang untuk mengurus mereka, mereka
akan diurus dengan baik."
Dengan ragu-ragu Feng Hao bertanya, "Apakah Lao-bo
sakit?" "Ya, dia sakit rematik yang sangat parah."
"Ya, aku tahu."
Sementara tidak memberitahu tentang kematian Lao-bo,
adalah termasuk dalam rencananya.
"Sekarang aku akan membereskan mayat yang berada di
ruang makan," kata Feng Hao.
"Kau tidak perlu ke sana."
Tiba-tiba wajah Lu Xiang-chuan terlihat ramah dan dia
berkata lagi, "Selama 2 tahun ini demi diriku kau sudah
melakukan banyak hal, sekarang adalah waktunya untuk
beristirahat dan menikmati istirahatmu."
Feng Hao tertawa dan berkata, "Sebenarnya pekerjaanku
tidak terlalu berat."
"Apakah pada saat membunuh Lin Xiu pun tidak berat?"
Tawa Feng Hao langsung membeku. Lu Xiang-chuan
menatapnya dengan tajam seperti sebilah pisau.
Wajah Lu Xiang-chuan masih tersenyum dan berkata,
"Aku tahu kepandaian Lin Xiu tidak tinggi, pasti pada saat
membunuhnya bukan pekerjaan yang berat."
Feng Hao menundukkan kepalanya dan berkata,
"Sebenarnya aku tidak berani membunuhnya, tapi kau...."
Dengan ringan Lu Xiang-chuan berkata, "Kau tidak
perlu mengingatkanku, aku masih ingat akulah yang
menyuruhmu membunuh Lin Xiu untuk tutup mulut."
Feng Hao tidak berani bicara lagi.
Dengan marah Lu Xiang-chuan bertanya, "Kau
memperkosa Lin Xiu, apakah itu juga perintahku?"
Wajah Feng Hao berubah menjadi sangat pucat dan
menjawab, "Aku tidak.... tidak...."
Lu Xiang-chuan tertawa dengan dingin, "Apakah kau
mengira aku tidak tahu?"
Tawa Lu Xiang-chuan lebih menakutkan dari Lao-bo
dengan pelan dia berkata, "Kau adalah laki-laki, Lin Xiu
adalah perempuan yang lumayan cantik, kau melakukan
hal ini aku tidak menyalahkanmu. Tapi ada satu hal yang
tidak boleh kau lakukan"
"Apa?" tanya Feng Hao.
"Mayatnya seharusnya tidak kau kuburkan, anggap saja
sudah selesai, kau berani melakukannya, seharusnya kau
hilangkan jejaknya. Dan kesalahan ini tidak dapat
dimaafkan."
Feng Hao meloncat melarikan diri, namun begitu
meloncat dia sudah terjatuh, dia memegang perutnya dan
tampak kesakitan.
Dia tidak melihat Lu Xiang-chuan menggerakkan
senjatanya, tidak terlihat kilauan senjata, dia hanya merasa
perutnya sakit seperti digigit.
Siapa pun tidak akan bisa menahan rasa sakit seperti ini.
Sekarang Feng Hao sudah sadar bahwa dia sudah
melakukan kesalahan yang fatal.
Seharusnya dia jangan percaya kepada Lu Xiang-chuan,
seseorang yang tega membunuh istrinya sendiri, hal apa lagi
yang tidak tega dia lakukan"
Lu Xiang-chuan melihat Feng Hao yang berguling-guling
karena kesakitan dan terus menatap dia yang pelan-pelan
sedang menuju kematian. Sorot mata Lu Xiang-chuan
berubah menjadi tenang.
"Seseorang bila sedang marah atau stress, dengan cara
apakah supaya dia dapat melampiaskannya?"
Senjata rahasia tidak terlihat oleh siapa pun. Orang
seperti itulah orang yang sangat menakutkan.


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ooo)dw(ooO Malam sudah larut. Di luar taman bunga kira-kira
puluhan kilometer dari sana, ada sebuah kedai arak.
Malam sudah gelap, kedai arak pun pasti sudah tutup. Di
jalan ada seorang yang menunggang kuda.
Dia menunggang kuda dengan mahir, kuda berlari
dengan cepat. Kuda perlahan berhenti, dia mengatur
langkah kaki kuda seperti mengatur kakinya sendiri.
Kuda berhenti di depan kedai arak. Orang itu pun turun.
Begitu turun dari kuda, pintu segera terbuka untuknya.
Lampu menyoroti wajah orang itu. Wajahnya pucat tapi
dia sangat tampan, tenang terlihat sedikit lemah.
Matanya menyorot tegas dan sedikit kejam. Tidak
seimbang dengan wajahnya, matanya seperti bukan
miliknya.... dia adalah Lu Xiang-chuan.
Malam sudah larut, mengapa dia datang ke sana"
Seharusnya dia mengejar Lao-bo, dia masih banyak
pekerjaan mengapa dia datang ke sana"
Yang membuka pintu adalah seorang pemuda yang
berumur kurang lebih 20 tahunan. Bajunya pendek penuh
dengan bercak minyak. Dari bajunya dapat ditebak bahwa
orang itu adalah pelayan kedai arak.
Hanya dari baju dia terlihat seperti itu, yang lainnya
tidak. Tangan yang memegang lampu terlihat sangat kokoh
seperti batu Bila mengayunkan golok untuk membunuh
sepertinya juga sangat mantap.
Wajahnya berbentuk persegi terlihat tidak begitu pintar.
Tapi penuh rasa percaya diri dan gerak geriknya sangat
tenag. Mulutnya selalu terkatup rapat, tidak pernah
mengatakan hal yang tidak perlu dikatakan. Tidak pernah
bertanya hal yang tidak perlu ditanyakan. Tidak ada orang
yang berhasil mengorek keterangan dari mulutnya.
Dia bernama Xia-qing, dia adalah orang kepercayaan Lu
Xiang-chuan. Orang ini dipercaya Lu Xiang-chuan karena dua hal.
Pertama, dia adalah teman lama pada saat Lu Xiang-chuan
masih miskin, pada waktu kecil mereka bersama-sama
mencuri dan merampok, sama-sama sering kelaparan. Pada
waktu cuaca sangat dingin mereka tidur sambil berpelukan
supaya badan terasa hangat.
Hal pertama tidak penting, sebab hal yang kedua lebih
penting. Sejak dahulu dia tidak dapat menandingi Lu
Xiang-chuan dia tidak sehebat Lu Xiang-chuan. Bila
mereka berdua mencuri barang yang tertangkap adalah dia.
Yang dipukul pun dia. Pada saat dia dibebaskan, uang hasil
curiannya sudah habis digunakan oleh Lu Xiang-chuan.
Tapi dia tidak pernah marah.
Lu Xiang-chuan menyuruhnya membuka sebuah kedai
arak di sana, dia pun tidak marah sebaliknya dia sangat
berterima kasih, bila bukan karena Lu Xiang-chuan dia
sudah menjadi pengemis.
Sayur disajikan bukan sayur yang biasa disajikan untuk
orang lain. Sayur ini dimasak sendiri oleh Xia-qing. Arak
pun dibuat khusus untuk Lu Xiang-chuan.
Sebenarnya Xia-qing masih mempunyai satu koki, tapi
masakan Xia-qing lebih lezat.
Lu Xiang-chuan belum duduk tapi dia sudah minum
arak. "Lu Xiang-chuan adalah seorang jago minum, dia tidak
gampang mabuk."
Tapi melihat keadaanya yang sekarang, pasti akan
merasa aneh Xia-qing sudah terbiasa melihatnya.
Dia sering melihat Lu Xiang-chuan minum sampai
mabuk. Lu Xiang-chuan selalu datang larut malam dan pulang
pada waktu dini hari.
Setelah minum segelas, Lu Xiang-chuan baru duduk dan
berkata, "Hari ini temani aku minum."
"Tidak baik."
"Apa yang tidak baik?" tanya Lu Xiang-chuan.
"Tidak baik bila dilihat orang."
"Sudah malam begini, siapa yang akan melihat?"
"Bagaimana bila ada yang melihat?"
Lu Xiang-chuan mengangguk, dia terlihat sangat puas.
Ini adalah kejujuran Xia-qing, dia selalu jujur dan hati-hati
dalam setiap kesempatan dan tidak pernah berubah.
Pada saat minum gelas kedua, Lu Xiang-chuan tiba-tiba
tertawa dan berkata, "Apakah kau ingat pada waktu kecil
aku pernah berjanji kepadamu bila aku sudah punya banyak
uang aku akan memberikan istri yang cantik?"
"Ya, aku ingat."
"Kau segera akan punya istri, mau berapapun kau boleh
meminta." "Satu saja sudah cukup."
"Apakah cukup hanya satu?" tanya Lu Xiang-chuan.
"Orang sepertiku harus tahu diri."
"Bagaimana dengan diriku?"
"Kalau kau tidak cukup satu."
"Mengapa?"
"Bila kau merasa tidak cukup kau akan mencari lebih
banyak uang atau pun istri. Bila aku merasa tidak cukup
mungkin satu istal pun tidak ada."
Lu Xiang-chuan tertawa, "Dari dulu kau menganggap
diriku bisa memanjat lebih tinggi tapi kau tidak tahu
sekarang aku sudah memanjat begitu tinggi, pasti kau tidak
percaya." Terdengar suara kaki kuda dari kejauhan yang mendekati
tempat itu. Mata Lu Xiang-chuan tampak lebih bercahaya
dan dia berpesan.
"Cepat, siapkan piring dan mangkuk, ada tamu yang
datang." Xia-qing tidak bertanya siapa yang datang. Lu Xiangchuan
datang untuk minum, di sini tidak pernah ada tamu
kedua yang datang.
Orang itu hanya datang dua kali. Setiap kali datang
wajahnya pasti ditutup dengan kain hitam. Pada saat
minum pun tidak dilepaskan.
Xia-qing tidak tahu wajahnya seperti apa. Hanya tahu
dia adalah laki-laki, umurnya sudah tidak muda, tapi
suaranya sangat berwibawa, tubuhnya tinggi dan besar tapi
gerakannya sangat lincah.
Dia selalu menunggang kuda paling bagus tapi kudanya
sekarang terlihat akan roboh. Terlihat dia datang dari
tempat jauh dan sangat tergesa-gesa.
Bila sudah sampai di sana hanya bicara beberapa kalimat
dan minum beberapa cangkir arak kemudian pergi lagi.
Ketika datang untuk kedua kalinya, kudanya sudah
diganti. Xia-qing menganggap kuda yang dulu dibawanya sudah
mati karena kelelahan. Anehnya kali ini dia tidak datang
sendiri. Dari bunyi langkah kuda terdengar paling sedikit
ada 3 orang yang datang.
Yang pertama masuk adalah orang yang dulu datang,
wajahnya tetap ditutup oleh secarik kain hitam, hanya
terlihat sepasang matanya.
Bila kau melihat sepasang mata seperti itu pasti segera
tahu bahwa dia mempunyai posisi yang tinggi dan senang
memberi perintah tapi kenyataannya memang tidak pernah
memerintah orang lain.
Sebenarnya orang dengan posisi seperti dia tidak perlu
menyembunyikan pekerjaannya. Dia ke sini bertemu
dengan Lu Xiang-chuan untuk minum arak.
Xia-qing tidak ingin tahu urusan orang lain. Yang dia
tahu antara orang itu dan Lu Xiang-chuan ada hubungan
yang sangat rahasia. Karena itu Xia-qing lebih suka
menyingkar ke rumah kecilnya.
Kali ini pun sama, Xia-qing tahu diri.
Dia keluar dan melihat ada dua orang masuk, wajah
mereka pun ditutup oleh kain hitam. Gerakan mereka
sangat cepat. Setiap orang membawa bungkusan yang
besar. Apa isi bungkusan itu"
Walaupun Xia-qing merasa aneh dia tetap keluar dan
pintu ditutup kembali.
"Bila kau tahu banyak, masalahmu pun semakin
banyak." Ini adalah kata-kata Lu Xiang-chuan, dia selalu ingat
kata-kata Lu Xiang-chuan seperti Lu Xiang-chuan yang
selalu ingat kata-kata Lao-bo.
Bungkusan diletakkan di bawah dengan pelan. Orang
yang membawa bungkusan sudah kembali keluar. Ruangan
itu tinggal 2 orang. Mereka berdiri tapi tidak bicara apa
pun. Mata mereka berekspresi sangat aneh, seperti ekspresi
menunggu dan gembira.
Setelah lama orang yang ditutup oleh kain hitam
bertanya, "Pihakmu bagaimana?"
Dia bertanya sangat hati-hati takut jawabannya akan
mengecewakan. "Sangat baik."
Kedua orang itu langsung menghilang, tapi dia tetap
khawatir karena itu dia bertanya lagi, "Sampai di mana
baiknya itu?"
"Lebih baik dari yang kau bayangkan."
Orang itu baru menarik nafas dan berkata, "Tidak
disangka orang yang susah dihadapi bisa jadi seperti itu."
"Sudah kuduga," kata Lu Xiang-chuan tertawa.
Orang itu mengangguk dan tertawa, "Rencanamu benarbenar
sangat sempurna."
"Bagaimana dengan pihakmu?" tanya Lu Xiang-chuan.
Orang itu tidak menjawab, dia membuka 4 buah
bungkusan itu, di dalam bungkusan hanya ada baju, tapi
tiap baju ada bercak darah.
Lu Xiang-chuan tahu baju-baju ini adalah baju yang dia
siapkan untuk orang-orang Lao-bo yang dikirim untuk
menyerang Wan Peng-wang.
Ketegangan Lu Xiang-chuan langsung menghilang tapi
dia masih tetap khawatir, dia bertanya lagi, "Ada berapa
stel baju?"
"Jumlahnya ada 61 stel."
Enam puluh satu stel baju, artinya orang yang dipilih
oleh Lao-bo untuk menyerang Wan Peng-wang semua
sudah mati. "Orang-orang itu mudah dihadapi," kata Lu Xiangchuan
tertawa. "Benar."
"Kau sudah mengeluarkan berapa banyak biaya?"
"Seratus ribu tail perak dan 94 jiwa orang."
Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Uang masih dapat
kita cari, nyawa adalah milik orang, harga ini tidak begitu
tinggi." "Benar," jawab orang itu tertawa. "Apakah ada yang
tertinggal?"
"Tidak ada, semua sudah menjadi abu, abu sudah
dibuang ke sungai. Sejak saat ini 61 orang sudah
menghilang dari dunia ini."
"Seperti mereka belum pernah lahir ke dunia ini," kata
Lu Xiang-chuan.
"Benar, memang seperti itu."
"Aku tidak salah memilih teman."
"Aku pun sama," jawab orang itu. "Silahkan duduk."
Orang itu duduk dan berkata, "Di dunia ini sepertinya
tidak ada yang menyangka bahwa kita adalah teman."
"Wan Peng-wang pun tidak menyangka," kata Lu
Xiang-chuan. "Lao-bo juga."
Mereka berdua tertawa terbahak-bahak dan bersulang.
"Lao-bo sudah meninggal sekarang dunia ini milikmu.
Apakah aku di sini, takut orang lain tahu?"
"Tidak perlu takut," jawab Lu Xiang-chuan.
Orang itu tertawa dan membuka tutup wajahnya dan
munculan wajah Tu Da-peng.
Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Bila Lao-bo ada
di sini, dia pasti akan terkejut sampai mati, dia masih
mengira aku bekerja sama dengan Wan Peng-wang."
"Kita pantas bersulang."
"Kapan kau akan mengundangku ke Fei-feng-bao untuk
minum-minum?"
"Segera," kata Tu Da-peng tertawa.
"Dalam satu tahun ini sepertinya Wan Peng-wang
semakin percaya kepadamu."
"Semua berkatmu," kaya Tu Da-peng tertawa.
Yang dia katakan adalah kata-kata yang jujur.
Lu Xiang-chuan sudah membocorkan semua rahasia
Lao-bo kepadanya. Bila dia mau menyerang dia pasti akan
menang. Sun Jian, Han Tang, dua orang anak buah Lao-bo yang
paling ditakuti mati di tangannya.
Wan Peng-wang memukul Lao-bo dengan telak hingga
Lao-bo tidak dapat membalasnya, semua ini berkat Tu Dapeng.
Dan Wan Peng-wang lebih percaya lagi kepadanya.
Wan Peng-wang pun tidak tahu rencana Tu Da-peng yang
sebenarnya. Makin percaya kepadanya kesempatan untuk membunuh
Wan Peng-wang pun semakin besar.
Lu Xiang-chuan bekerja sama dengan Tu Da-peng untuk
memukul Wan Peng-wang, agar Lao-bo lebih mempercayai
dia dan dia baru mempunyai kesempatan untuk membunuh
Lao-bo. Dan Tu Da-peng bekerja sama dengan Lu Xiang-chuan
untuk memukul Lao-bo agar Wan Peng-wang lebih percaya
kepadanya dan dia mempunyai kesempatan untuk
membunuh Wan Peng-wang.
Keadaan mereka berdua berbeda tapi mempunyai tujuan
yang sama. Rencana Lu Xiang-chuan sangat sempurna,
orang-orang tidak akan percaya.
Dia sengaja membuat Wan Peng-wang marah
membiarkan Wan Peng-wang bertarung dengan Lao-bo,
tapi dari awal dia sudah tahu siapa yang akan menang dan
siapa yang akan kalah.
Yang menang bukan Lao-bo maupun Wan Peng-wang
tapi Lu Xiang-chuan.


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan tersenyum Lu Xiang-chuan berkata, "Sampai
mati pun Wan Peng-wang tidak akan tahu peran apa yang
dilakonkan olehnya."
"Mungkin pada saat dia akan mati, aku akan
memberitahunya bahwa dia bukan pahlawan yang gagah
melainkan hanya sebuah boneka yang dimainkan orang
lain." "Kapan kau akan mulai bergerak?" tanya Lu Xiangchuan.
"Sekarang Lao-bo sudah mati, boneka pun sudah tidak
berguna, kapan waktu pun aku bisa bergerak, mungkin
besok." "Jangan besok, tunggu hingga tanggal 8."
"Mengapa?" tanya Tu Da-peng.
"Sebab tanggal 7 adalah hari ulang tahun Lao-bo, pada
hari itu dia akan menyerang Fei-feng-bao."
"Aku tahu."
"Apakah kau tahu berapa banyak orang yang akan
menyerang?"
"Sepertinya akan sama, 70 orang," kata Tu Da-peng.
"Apakah kau tidak merasa aneh?"
"Aku hanya merasa dia terlalu meremehkan musuh."
"Salah satu kelebihan Lao-bo adalah dia tidak pernah
meremehkan musuh," kata Lu Xiang chuan.
"Kalau begitu dia terlalu tinggi menilai dirinya."
Tu Da-peng tertawa dan berkata lagi, "Dengan 70 orang
ingin menyerang Fei-feng-bao, ini hanya mengantarkan
nyawa saja."
Ooo)dw(ooO BAB 17 Kata Lu Xiang-chuan, "Walaupun Lao-bo tidak
memperhatikan nyawa orang lain tapi dia tidak akan
membiarkan anak buahnya mati dengan sia-sia."
Tanya Tu Da-peng, "Apakah kau menganggap Lao-bo
yakin dengan rencananya?"
"Lao-bo tidak akan melakukan hal yang tidak diyakini
olehnya." "Kalau begitu, menurutmu...."
"Menurut pendapatku, kecuali ke 70 orang ini, dia pasti
sudah menyiapkan orang lain. Dan orang-orang inilah yang
akan membantu menyerang ke sana," jawab Lu Xiangchuan.
"Lalu ke 70 orang ini untuk apa?" tanya Tu Da-peng.
"Ke 70 orang ini hanya di korbankan saja, tapi mereka
tidak berkorban dengan sia-sia, dia juga menyuruh orangorangnya
yang lain menyerang dari tengah dengan tujuan
menarik perhatian Wan Peng-wang dan sekelompok orangorang
lain lagi yang dipimpin langsung olehnya akan
menyerang dari belakang. Jadi Wan Peng-wang diserang
dari depan dan belakang."
"Apakah kau menggunakan siasat suara terdengar di
Timur tapi menyerang di Barat?" tanya Tu Da-peng.
"Memang itu cara yang sering dipakai oleh Lao-bo."
"Apa mungkin dia sedang tergesa-gesa merencanakan
sesuatu dan hanya mencoba-coba rencana itu berhasil atau
tidak." Lu Xiang-chuan berkata, "Tidak ada orang yang lebih
mengerti Lao-bo selain diriku, pendapatku tidak pernah
salah. Apalagi dia masih mempunyai barang taruhan, dia
masih mempunyai barang taruhan yang banyak, lebih
banyak dari yang kita bayangkan."
"Apakah kau tahu kelompok itu berada di mana?"
"Aku tidak tahu, kerena itu kita harus menunggu hingga
tanggal 8," kata Lu Xiang-chuan.
"Aku masih tidak mengerti," kataTu Da-peng.
Lu Xiang-chuan menerangkan, "Lao-bo sudah
memerintahkan anak buahnya untuk memulai serangan
pada tanggal 7 siang hari."
"Itu pasti."
Lu Xiang-chuan berkata lagi, "Mereka tidak tahu telah
terjadi perubahan disini. Jadi pada tanggal 7 nanti, mereka
tetap akan menyerang."
Mata Tu Da-peng semakin bercahaya dan berkata,
"Benar."
"Pada waktu mereka menyerang dari belakang, mereka
tidak tahu bahwa di depan sudah tidak ada bantuan, seperti
seekor burung yang sengaja meloncat ke dalam kuali yang
penuh dengan minyak goreng."
Tu Da-peng tertawa terbahak-bahak, "Mereka
mengantarkan nyawa."
"Orang-orang ini adalah kekuatan Lao-bo yang terakhir.
Begitu mereka mati, kekuatan Lao-bo benar-benar sudah
habis." "Bila mereka sudah mati semua, maka kau baru bisa
tidur dengan nyenyak," kata Tu Da-peng.
Lu Xiang-chuan tertawa, "Mungkin bagimu hal ini pun
ada gunanya."
"Karena mereka adalah prajurit terakhir maka mereka
pasti kuat-kuat," kata Tu Da-peng.
"Wan Peng-wang pasti bisa memusnahkan mereka, saat
itu pun dia pasti sudah kelelahan."
"Lukanya pun tidak ringan."
Kata Lu Xiang-chuan, "Yang berjaga di Fei-feng-bao
adalah prajurit tertangguh yang dimiliki Wan Peng-wang,
bila mereka sudah terluka parah, itu adalah waktu yang
tepat bagi kita untuk menyerang."
"Sekarang aku baru tahu, bila kau mengerjakan sesuatu
tidak saja memikirkan keuntungan untuk dirimu sendiri.
Istilahnya adalah bila kau punya daging aku pun dapat ikut
menikmatinya."
"Seseorang bila hanya makan sendiri, akhirnya tulang
pun tidak bisa dia dapatkan," Tanggap Lu Xiang-chuan.
Tu Da-peng berkata lagi, "Hari ini adalah tanggal 5,
masih tersisa 3 hari lagi."
"3 hari itu bukan waktu yang panjang," kata Lu Xiangchuan.
"Sudah 3 tahun kulewatkan, apakah untuk 3 hari
saja tidak bisa menunggu?"
Bintang mulai menghilang dari langit, hari sudah mulai
terang, Lu Xiang-chuan menunggang kuda, memandang
jalan lurus yang terbentang di depannya. Jalan itu sangat
panjang tapi diapun sudah hampir tiba di tempat tujuan.
Tanah di depannya luas dan subur, dari sana sudah
tercium wangi bunga. Berjalan yang begitu panjang
sungguh tidak mudah.
Lu Xiang-chuan menghela nafas, "Seseorang yang sudah
menang, mengapa masih menarik nafas?"
Tiba-tiba dia melihat sebuah kereta kuda keluar dari
hutan dan berhenti di tengah-tengah jalan.
Dari jendela kereta keluar sepasang tangan. Sepasang
tangan yang indah dengan jari-jarinya yang lentik. Segera
Lu Xiang-chuan menghentikan kudanya, dengan tenang
melihat sepasang tangan itu. Wajahnya tetap datar.
Dia mengenali tangan itu.
Bila tangan itu sudah dikeluarkan, tangannya jarang
kosong pada saat dikepalkan.
"Kemarikan barangnya."
Dua kata ini sangat tidak enak didengar, tidak ada yang
suka dengan kata-kata seperti ini, tapi suaranya terdengar
lembut. "Apa yang kau inginkan?" tanya Lu Xiang-chuan. "Kau
tahu aku menginginkan apa?"
"Seharusnya kau tidak perlu kemari."
Orang itu berkata, "Aku menunggu kabar darimu tapi
kau tidak memberi kabar."
"Sebab kau harus sabar."
Kata orang itu lagi, "Biasanya bila kau. tidak memberi
kabar pastinya ada kabar yang lebih baik."
Lu Xiang-chuan tertawa dan dia pun turun dari kuda.
Kemudian masuk ke dalam kereta.
Di dalam kereta ada seseorang yang matanya terang,
pinggangnya sangat ramping. Tidak dapat ditebak berapa
usianya. Dalam cahaya remang-remang dia terlihat begitu
cantik hingga membuat nafas orang berhenti pada waktu
melihatnya. Gao Lao-da. Sudah satu tahun tidak bertemu, dia terlihat lebih cantik
dan tampak awet muda.
Lu Xiang-chuan melihat mata yang terang itu dan
dengan tersenyum dia berkata, "Kau minum lagi."
"Kau anggap bila aku sudah minum baru berani
kemari?" "Biasanya arak dapat membuat orang menjadi lebih
berani." "Tidak minum pun aku tetap akan ke sini, siapa pun
yang sudah berjanji kepadaku harus ditepati," kata Gao
Lao-da. "Aku telah menjanjikan apa?" tanya Lu Xiang-chuan.
"Kau bilang, begitu Lao-bo mati kau akan menyerahkan
surat rumah Kuai-huo-lin kepadaku"
Tanya Lu Xiang-chuan lagi, "Apakah kau sangat
menginginkan sekali surat itu?"
"Tentu saja, kalau tidak aku tidak mau menukar pohon
Iblis Iblis Kota Hantu 2 Pendekar Bloon 2 Bayang Bayang Kematian Jejak Di Balik Kabut 16
^