Pencarian

Asmara Pedang Dan Golok 3

Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng Bagian 3


orang yang memang memiliki cinta atau benci yang amat
sangat. Tapi jika hal itu melebihi kapasitas kemampuan nya, dan
terlalu banyak lebihnya, saat itu walaupun cinta atau benci
yang amat sangat pun tidak bisa dilakukannya!
Tan Lo-hen sadar dia harus bisa melakukan serangan
golok yang amat dahsyat itu, baru bisa mem-balikan
kekalahannya menjadi kemenangan. Tapi serangan golok
sedahsyat ini hanya mudah diucapkan saja"
Diam-diam dia menghela nafas, dalam hatinya sama
sekali tidak ada dendam.
Kemampuan sendiri kalah oleh lawan, malah lawan
mengampuni dan tidak membunuh dia, lalu apa lagi yang
harus disesalkan"
Li Poh-hoan meloncat dua tombak lebih turun di sisinya,
saat kakinya baru saja menginjak tanah, dia segera
menggerakan tangannya menotok delapan jalan darah di
sekeliling lengannya yang terputus, darah segar segera
berhenti mengalir.
Tampang Hoyan Tiang-souw masih terlihat galak,
matanya melotot, dada dibusungkan.
Dia tidak menghalangi Li Poh-hoan menolong, juga
tidak bicara. Dia tidak bicara tapi Li Poh-hoan sudah bicara:
"Tan Lo-hen, kau adalah pesilat tinggi dalam bidang
ilmu golok, yang belajar Tay-hong-ciam (Memotong angin
besar) dari See-cui (perbatasan barat) yang tiada duanya di
dunia. Tapi apakah kau tidak tahu jurus pertama Hoyan
Tiang-souw adalah jurus golok perguruan Budha yang tiada
bandingannya" Kenapa dia menggunakan jurus golok yang
bukan untuk membunuh?"
Tan Lo-hen keheranan:
"Jurus golok perguruan Budha yang tiada bandingannya"
Tapi jurus golok itu amat lihay, bukan jurus golok yang bisa
membunuh orang."
"Aku hanya mengatakan bukan untuk membunuh orang,
sebab kau tidak bisa menembus pertahanannya, dan tidak
bisa diam berdiri saja, sehingga kau terpaksa mundur ke
belakang."
Tan Lo-hen berusaha menahan kesakitan akibat luka di
lengannya, dengan nada keheranan dan curiga berkata:
"Memang aku mundur, tapi apa salahnya kalau
mundur?" Jika dia bukan seorang pesilat tinggi yang sudah ^
berlatih tenaga dalam dan tenaga luar, luka parah atas putus
lengannya, mungkin sudah dari tadi pingsan dan roboh ke
tanah. Kata Li Poh-hoan:
"Mendorong mundur dirimu, maksudnya mem beri kau
satu kesempatan mendinginkan kepala, dan
bersamaan waktu itu kau juga mendapatkan cara untuk
berdamai atau sekalian saja melarikan diri.
Tapi kesempatan ini tidak kau gunakan, itu bisa
diketahui walaupun jurus golokmu sangat tinggi, tapi
latihan hatinya kurang cukup."
Wajah Tan Lo-hen semakin pucat, katanya: "Terima
kasih atas nasihat Pangcu, hamba sekarang sudah
mengerti!"
Dia membalikan tubuh dan langsung pergi, tidak ada
orang yang menghalangi dia.
Hoyan Tiang-souw bertanya: "Tadi kau menyebut Tayhong-
ciam dari See-cui, apakah yang ilmu goloknya sangat
ternama?" Li Poh-hoan menganggukan kepala: "Bukan saja
ternama, malah sangat ternama, beratus tahun di dunia
persilatan ada yang disebut tujuh golok besar ternama, Tayhong-
ciam adalah salah satunya!"
"Tapi jika aku tidak tahu, maka itu jadi tidak ternama.
Aku pernah membunuh seorang yang dijuluki Swat-hengkin-
leng (Es melintang di gunung Kin) Cin Hong, setelah
itu baru tahu dia adalah muridnya Ceng-kuncu Ku Jinhouw,
menurut kabar jurus golok mereka juga salah satu
dari tujuh golok besar ternama."
"Aku sudah tahu hal ini, jurus goloknya Ceng-kuncu Ku
Jin-houw di dunia disebut Ji-kian-ji-poan-su-hwan-to-hoat
(jurus golok dua licik dua khianat empat bagian), menurut
kabar, jika berhasil melatih Ta-kian-siau-kian-ta-poan-siaupoan
empat macam jurus golok ini, lalu bisa
menggabungkan dan menggunakannya, maka walaupun
pun terhadap seorang penjahat nomor satu dunia, ingin
memenggal kepalanya semudah mengambil benda di dalam
kantong!" Pembicaraan ini sebenarnya menarik sekali, apa lagi
Hoyan Tiang-souw sebagai orang dunia persilatan, Mo-to
dia walaupun lihay, tapi pengalamannya masih kurang.
Maka seharusnya lebih menarik bagi dia.
Tapi manusia adalah mahluk yang paling ruwet.
Hoyan Tiang-souw bukan saja tidak melanjut-kan
pertanyaannya, malah mengepal tangannya dan berkata:
"Terima kasih atas pemberitahuannya, sampai jumpa
lagi." Habis bicara dia pergi dengan langkah besar, setelah
melewati jembatan kuno, langsung masuk ke dalam kuil
Han-san. XoXoX Kamar tamunya cukup luas dan bersih, ranjang sprei dan
yang lainnya pun sangat bersih.
Orang yang sedang mengembara tentu saja tidak bisa
terlalu pilih-pilih.
Ada kamar semacam ini untuk menginap, mungkin
sedikit sekali orang yang merasa tidak puas.
Hari sudah mulai gelap, koridor di luar jendela^ dua
lentera telah dinyalakan, tapi di dalam kamar yang lebih
gelap, lampunya masih belum dinyalakan.
Di bawah jendela ada satu meja persegi, dan beberapa
kursi. Cui Lian-hoa duduk menghadap ke jendela yang terbuka
lebar, memandang pekarangan kecil yang gelap.
Wajah dia tampak kesepian, tapi tidak ketakutan.
Walaupun dia duduk sendirian di kegelapan, tapi dia
tahu ada sepasang mata yang mengawasi dia di sebelah
kamarnya. Jika bukan mata, maka pasti telinga yang sedang
mendengarkan gerakan dia.
Apa pun tidak dipikirnya di dalam hati dia, kadang
berkelebat kejadian masa lalu, dia juga cepat cepat berusaha
melupakannya. Jika bicara lebih dalam lagi, kejadian besar ini seumur
hidupnya yang paling menyakitkan, juga paling
menyedihkan, paling dirindukan, juga berusaha tidak
dimunculkan di d alam hatinya.
Apa lagi kejadian lalu yang hanya sekelebat, atau
kerinduan yang tawar"
Mata dan telinga di sebelah kamar adalah milik wanita
berbaju hijau yang menjadi murid perguruan Can-bian-tokkiam
dari Lam-kiang, sekarang penampil-an dia adalah
pelayannya 'tuan muda Cui' Lo-cia.
Sebenarnya dia bermarga Biauw namanya Cia-sa, di
namanya memang ada huruf Cia.
Nama ini walaupun aneh, tapi siapa yang tahu apakah
nama ini adalah terjemahan dari nama suku minoritas
Biauw" Biauw Cia-sa duduk di dalam kegelapan, satu tangannya
mengusap mempermainkan kancing ikat pinggangnya.
Jika bajunya dibuka, maka akan tampak ikat pinggang
ini hitam pekat, kurang lebih sebesar ibu jari.
Inilah Tok-kiam (Pedang beracun) yang dimiliki oleh
setiap murid Can-bian-tok-kiam-bun dari Lam-kiang yang
namanya menggetarkan dunia.
Cui Lian-hoa tidak tahu sebenarnya apa yang diinginkan
Biauw Cia-sa, hanya tahu dia pasti ada gunanya bagi dia.
Lentera di koridor mengeluarkan sinar kuning gelap,
sedikit bergoyang-goyang ditiup angin musim gugur.
Dengan perasaan hati yang mentertawakan dirinya, dia
malah menghujat, di sudut bibirnya tampak tersenyum
pahit, diam memikirkan sesuatu.
Sekarang dia lebih merasakan kesepian di musim gugur
dan pembunuhan di musim gugur, lentera yang bergoyanggoyang
itu, menambah rasa kesepian yang amat sangat.
Tapi jika di sisinya duduk seorang teman akrab,
walaupun situasinya sama, berani dipastikan keadaan hati
pasti tidak akan sama.
Hay, kehidupan manusia ini semuanya kosong, juga
menghilang dalam sekejap mata.
Tapi mimpi ini......hay, mimpi ini kapan bisa bangun"
Akhirnya terdengar suaranya Biauw Cia-sa dari kamar
sebelah, dia berkata:
"Adik kembarmu Cui Lian-gwat, apakah kau tahu
dimana dia sekarang berada" Apa yang sedang dia lakukan,
kau tahu tidak?"
Oh langit, benar-benar mengorek lagi pikiran yang di
pendam di dalam hati.
Orang yang sebisanya dilupakan, kenapa justru diungkit"
"Apapun aku tidak tahu, juga tidak ingin tahu." Dia
menjawab dengan nada yang amat sedih.
Biauw Cia-sa tidak terlihat datang meng-hampiri, dari
sebelah berkata lagi:
"Aku juga tidak ingin tahu, jujur saja terhadap laki-laki
mana pun aku tidak ada gairah.
Tapi aku pernah melihat Pek-jiu-cian-kiam (Tangan
seratus pedang seribu) To Sam-nio, dia adalah pesilat tinggi
yang lebih tua dan kelasnya lebih tinggi satu kelas dariku,
tentu saja aku sangat berhati-hati memperhatikan dia. Kau
juga tentu bisa mengerti, To Sam-nio tidak ada di Lamkiang,
ada urusan apa dia lari ke Kang-lam?"
Dalam hati Cui Lian-hoa tiba-tiba timbul bayangan
wajah Hoyan Tiang-souw yang muda yang pemberani yang
pemarah, juga sedikit mengandung rasa terkejut ketakutan
itu. Hari itu dia buru-buru pergi (melarikan diri demi
menghindar dari dia), dimana dia sekarang"
Apakah dia tahu, walaupun aku adalah orang dari
keluarga Cui di Hoa-goat-lou, tapi telah kehilang-an ilmu
silat, sama sekali tidak mampu melawan Biauw Cia-sa"
Jika dia tahu, akankah dia meninggalkan aku.
Pikiran yang tidak ada gunanya ini datangnya tidak pada
waktu yang tepat.
Demi ini dia diam-diam tertawa pahit.
Sekarang sebenarnya dia bisa saja memikirkan adiknya.
Jika bajunya dibuka, maka akan tampak ikat pinggang
ini hitam pekat, kurang lebih sebesar ibu jari.
Inilah Tok-kiam (Pedang beracun) yang dimiliki oleh
setiap murid Can-bian-tok-kiam-bun dari Lam-kiang yang
namanya menggetarkan dunia.
Cui Lian-hoa tidak tahu sebenarnya apa yang diinginkan
Biauw Cia-sa, hanya tahu dia pasti ada gunanya bagi dia.
Lentera di koridor mengeluarkan sinar kuning gelap,
sedikit bergoyang-goyang ditiup angin musim gugur.
Dengan perasaan hati yang mentertawakan dirinya, dia
malah menghujat, di sudut bibirnya tampak tersenyum
pahit, diam memikirkan sesuatu.
Sekarang dia lebih merasakan kesepian di musim gugur
dan pembunuhan di musim gugur, lentera yang bergoyanggoyang
itu, menambah rasa kesepian yang amat sangat.
Tapi jika di sisinya duduk seorang teman akrab,
walaupun situasinya sama, berani dipastikan keadaan hati
pasti tidak akan sama.
Hay, kehidupan manusia ini semuanya kosong, juga
menghilang dalam sekejap mata.
Tapi mimpi ini......hay, mimpi ini kapan bisa bangun"
Akhirnya terdengar suaranya Biauw Cia-sa dari kamar
sebelah, dia berkata:
"Adik kembarmu Cui Lian-gwat, apakah kau tahu
dimana dia sekarang berada" Apa yang sedang dia lakukan,
kau tahu tidak?"
Oh langit, benar-benar mengorek lagi pikiran yang di
pendam di dalam hati.
Orang yang sebisanya dilupakan, kenapa justru diungkit"
"Apapun aku tidak tahu, juga tidak ingin tahu." Dia
menjawab dengan nada yang amat sedih.
Biauw Cia-sa tidak terlihat datang meng-hampiri, dari
sebelah berkata lagi:
"Aku juga tidak ingin tahu, jujur saja terhadap laki-laki
mana pun aku tidak ada gairah.
Tapi aku pernah melihat Pek-jiu-cian-kiam (Tangan
seratus pedang seribu) To Sam-nio, dia adalah pesilat tinggi
yang lebih tua dan kelasnya lebih tinggi satu kelas dariku,
tentu saja aku sangat berhati-hati memperhatikan dia. Kau
juga tentu bisa mengerti, To Sam-nio tidak ada di Lamkiang,
ada urusan apa dia lari ke Kang-lam?"
Dalam hati Cui Lian-hoa tiba-tiba timbul bayangan
wajah Hoyan Tiang-souw yang muda yang pemberani yang
pemarah, juga sedikit mengandung rasa terkeju t ketakutan
itu. Hari itu dia buru-buru pergi (melarikan diri demi
menghindar dari dia), dimana dia sekarang"
Apakah dia tahu, walaupun aku adalah orang dari
keluarga Cui di Hoa-goat-lou, tapi telah kehilang-an ilmu
silat, sama sekali tidak mampu melawan Biauw Cia-sa"
Jika dia tahu, akankah dia meninggalkan aku.
Pikiran yang tidak ada gunanya ini datangnya tidak pada
waktu yang tepat.
Demi ini dia diam-diam tertawa pahit.
Sekarang sebenarnya dia bisa saja memikirkan adiknya.
Adik kembarnya Cui Lian-gwat yang wajah dan
tubuhnya persis sama, malah pikirannya juga bisa saling
kontak. A-Gwat (selama ini dia memanggil adiknya A-Gwat)
entah bagaimana bisa belajar ilmu sesat, sehingga
mendadak memutuskan kontak batin yang sudah ada sejak


Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka dilahirkan"
Tidak begitu saja, ilmu silatku juga semakin hari semakin
mundur, sehingga akhirnya hilang semua.
Dan sifat kami sejak lahir yang nakal suka jail, malah
kadang sedikit jahat, juga telah hilang semua.
Aku sadar sekarang ini aku seperti seekor anak kambing,
hatiku terasa lebih bersih dari pada bunga teratai, tapi
bagaimana dengan adik" Apakah dia juga sama dengan
aku"' Cui Lian-hoa tidak berani memikirkan hal ini dalam
beberapa tahun ini.
Dia menyembunyikan diri di rumah petani yang berada
di bawah pagoda Liu-ho di sisi sungai Kian-tang, seperti
burung onta menyembunyikan kepalanya di dalam
tumpukan pasir, apa pun tidak berani dipikirkannya lagi.
Tapi sekarang dia dipaksa harus memikirkan-nya.
Karena Biauw Cia-sa telah menyebut Cui Lian-gwat, lalu
kenapa menyebut dia"
"Bagaimana aku bisa tahu" Orang yang namanya To
Sam-nio, bagaimana sedikit pun tidak ada bayangan,
walaupun dia datang ke Kang-lam untuk mencarimu, aku
tetap saja sama sekali tidak tahu apa apa?"
Suara Biauw Cia-sa di sebelah mengandung nada
beringas: "Aku ingin sekali menghajarmu, sebab To Sam-nio yang
mengikuti Cui Lian-gwat, tampaknya sudah menjadi
pelayan dia, melihatmu aku jadi seperti melihat Cui Liangwat,
maka aku jadi ingin marah."
Kata-kata orang ini tampaknya kurang aturan. Tapi'
kepalan ada di depan mata, sedangkan pejabat pemerintah
ada di tempat jauh, kadang tidak ada aturan juga jadi ada
aturan. Tentu saja Cui Lian-hoa tidak mau dipukul, maka buruburu
dia berkata: "Jika To Sam-nio benar-benar datang ke Tiong-goan
mencarimu, hal ini tidak mengherankan. Sebab kulihat kau
sudah menjadi pesilat tinggi Can-bian-tok-kiam, maka pasti
harus mengutus pesilat tinggi untuk menghadapi
pengkhianat ini, kenapa To Sam-nio jadi pelayannya
adikku" Apakah hubungan di antara mereka pun sama
seperti hubungan kami?"
"Tidak sama," Nada bicara Biauw Cia-sa sangat yakin,
lanjutnya, "Adikmu adalah majikannya To Sam-nio, dia
bisa memerintahkan To Sam-nio mengerjakan apa saja.
Menurut pandanganku, adikmu memiliki kekuatan gaib
yang sulit diduga, dia lebih menakutkan dari pada To Samnio!"
Cui Lian-hoa menundukan kepalanya berpikir.
Lentera di kolidor yang bergoyang-goyang sudah tidak
membangkitkan kerinduannya, mimpi misterius juga sudah
menjauh dari dia!
Tentu saja bayangannya Hoyan Tiang-souw pun
menghilang! Sebenarnya di dalam hati dia, bayangannya juga tidak
terlalu melekat.
"Sebenarnya apa maumu?" tanya Cui Lian-hoa.
"Aku bisa mencari akal mencari Cui Lian-gwat, kau
adalah kakaknya, dan dia adalah majikannya To Sam-nio,
masalahnya jadi lebih sederhana.
Aku akan membuat dia tahu, nyawamu dan
berhubungan dengan nyawaku, kukira di dalam hati dia,
nyawamu lebih penting dan lebih berharga dari pada
nyawaku, maka dia tidak akan segan memberi pesan pada
To Sam-nio."
"Tindakan begini mungkin tidak bisa men-jamin." Cui
Lian-hoa berkata dengan jujur.
Tapi dia juga tahu, Biauw Cia-sa pasti tidak percaya,
maka dia berkata lagi:
"Kemana kita pergi mencari mereka?"
"Bukan kita, tapi aku sendiri." Kata-kata Biauw Cia-sa
kedengaran dingin sekali, "jika aku tidak bisa hidup, kau
juga sama, walaupun kita tidak bersama sama, tapi aku bisa
menjamin akan hal ini."
((( dw ))) Li Poh-hoan masih bersandar di pagar jembat-an, baju
putihnya berkibar-kibar ditiup angin musim gugur.
Ambisi ingin menguasai dunia di dalam sorot matanya
semakin memudar.
Akhirnya dia menarik nafas panjang sekali, lalu
melangkah menuju kuil Han-san.
Sampai di depan jembatan, ada tujuh delapan belas
orang di sana mengawasi dia dengan sorot matanya. Tujuh
delapan belas orang itu tersebar dimana-mana, bukan di
satu tempat. Sorot mata Li Poh-hoan berhenti di atas seorang pemuda
yang berbaju sastrawan, lalu beralih kepada seorang lakilaki
besar yang bertubuh tegap yang keningnya lebar
hidungnya pesek.
Setelah dia menganggukan kepalanya sedikit, dua orang
itu segera lari menghampiri.
Mereka masih sangat muda, kira-kira berusia dua puluh
tiga empat tahun.
Kelihatannya Li Poh-hoan lebih tua tiga empat tahun
dari mereka. Yang memakai baju sastrawan adalah Oey Go-siang,
sedangkan laki-laki besar hidung pesek di panggil Pek Ieseng.
Mereka adalah murid atau anaknya anggota lama Thipian-
tan-pang, setelah dasar ilmu silatnya cukup bagus di
usia enam tujuh belas tahun, maka dipilih keluar
mengembara dan mencari pengalaman, supaya bisa lebih
maju lagi. Ini adalah salah satu cara Thi-pian-tan-pang membina
orang berbakat selama ratusan tahun.
Murid yang terpilih diijinkan keluar mengem-bara dan
memperdalam ilmu, setelah beberapa tahun ketika kembali
lagi pasti sudah menjadi seorang pesilat tinggi kelas satu.
Oey Go-siang dan Pek Ie-seng mengikuti Li Poh-hoan
dari belakang, melangkah masuk ke dalam kuil kuno Hansan.
Sepatah kata pun mereka tidak bertanya, atau bersuara,
tapi di dalam hati mereka tahu, kepergian ini sangat penting
sekali. Tangan kanan Oey Go-siang mencabut kipas lipat
bertulang baja sepanjang satu setengah kaki yang diselipkan
di punggungnya, dengan pelan dipukul-pukulkanke telapak
tangan kiri. Pek Ie-seng juga tidak tahan mengusap-usap tameng besi
seberat empat puluh sembilan kati yang disimpan di dalam
kantong kain. Li Poh-hoan melangkah melewati palang pintu gerbang
kuil kuno, setelah berhenti sejenak, dengan pelan berkata:
"Jangan menunjukan sikap seperti siap bertarung, belum
tentu kita akan bertarung."
Oey Go-siang dan Pek Ie-seng bersama-sama menjawab
dengan pelan: "Ya!"
Maka mereka meredam hawa membunuhnya,
menganggap dirinya sedang melancong dan datang untuk
sembahyang. Di dalam kuil Han-san ada pohon Hong yang sering
dilihat di luar, tumbuhnya sangat subur dan enak dilihat.
Ruang Lo-han di kedua sisi kiri dan kanan terlihat sepi dan
tidak ada orang.
Melihat ke dalam dari jalan batu, di ruangan besar
tampak tenang dan damai, rupanya juga tidak banyak
orang. , Maka Li Poh-hoan dengan santai berjalan ke pekarangan
sebelah kanan, melewati pintu bundar, belum lagi
menikmati kebun yang sangat indah, terlihat di dalam satu
ruangan di sebelah kanan lagi ada banyak orang.
Yang pertama muncul adalah Hoyan Tiang-souw.
Dia sedikit pun tidak memalingkan kepala, dengan
langkah besar keluar dari ruangan, segera sudah berada di
depan Li Poh-hoan.
Sepasang mata besarnya yang berkilat-kilat itu menatap
Li Poh-hoan, seperti sedang melihat mahluk aneh.
Sambil tersenyum Li Poh-hoan berkata: "Ada apa
dengan diriku, apakah mendadak berubah menjadi sangat
buruk dan aneh" Atau berubah menjadi sangat tampan?"
Hoyan Tiang-souw menggelengkan kepala: "Dia tidak
mempedulikan aku, seperti orang asing yang tidak pernah
bertemu." Orang ini biasanya bersuara seperti geledek, tapi karena
volume suaranya diatur, maka suara dia jadi terdengar
pelan juga tidak mengherankan.
Yang aneh adalah buat apa dia berbicara pelan" Hoyan
Tiang-souw berkata lagi: "Dia sudah berubah, dia bukan
yang dulu lagi, kita masih ada satu pertarungan, maka aku
peringatkan padamu, lebih baik kau jangan berpikiran anehaneh
pada nona Cui."
Senyum Li Poh-hoan sekarang berubah menjadi senyum
santai, dia balik bertanya:
"Jika kau bertemu dengan gadis yang sangat cocok,
apakah kau mau melewatkannya begitu saja?"
Hoyan Tiang-souw tertegun sejenak, berkata:
"Aku sudah melewatkannya!"
Li Poh-hoan mengangkat angkat bahu:
"Setiap orang berhak menentukan keinginan dirinya,
silahkan!"
Hoyan Tiang-souw berjalan keluar, tanpa melihat
kebelakanglagi.
O O O Tidak sedikit orang dalam ruangan yang luas ini, selain
Ji-hong hweesio yang sedang duduk bersila di atas kursi
sembahyang di sudut tembok, masih ada lima orang biasa
yang memakai baju hweesio, semua nya laki-laki.
Tapi jumlah wanitanya juga tidak sedikit.
Nona Cui, To Sam-nio dan dua orang pelayan mereka
saja sudah empat orang.
Mereka berempat dan lima orang laki-laki berbaju
hweesio semua duduk bersila di atas bantal duduk, mereka
terbagi dua baris menghadap Ji-hong hweesio, seperti
sedang mendengarkan penjelasan Ji-hong hweesio tentang
ajaran Budha. Tapi Ji-hong hweesio bukan saja tidak bersuara, malah
tubuhnya sedikit menyandar ke belakang.
Hanya orang yang ketakutan, tanpa sadar posisi
duduknya seperti ini.
Sebenarnya apa yang ditakutkan oleh Ji-hong hweesio"
Bukan saja Ji-hong hweesio ketakutan, sampai lima
orang umat yang berbaris di depan, empat orang wanita itu,
posisi duduknya juga tampak kaku dan tidak normal.
Siapa pun yang melihat, tahu semua ini di sebabkan oleh
'ketakutan'. Di pintu ruangan muncul bayangan putih tinggi
semampai, di pinggangnya ada sebilah pedang.
Orang ini wajahnya tampan sekali, matanya berkilatkilat,
menyapu sekali pada semua orang. Termasuk kepada
Ji-hong hweesio.
Saat sorot matanya menyapu Ji-hong hweesio, hatinya
jadi tergerak. Dia melihat hweesio itu mendadak mengangkat
tangannya memberi salam tanpa berkata, saat lengan-nya
diturunkan ke bawah, bahu sikut dan pergelangan
tangannya bergoyang-goyang.
Orang berbaju putih ini adalah Li Poh-hoan.
Di dalam hati dia seperti sadar akan sesuatu, tapi dia
sendiri tidak mengerti.
Maka setelah dia berpikir sebentar baru dia melangkah
masuk ke dalam ruangan dan dengan keras berkata:
"Aku Li Poh-hoan dari Siang-yang, mohon maaf telah
mengganggu ketenangan Lo-hweesio."
Ji-hong hweesio seperti terpaksa menaikkan
semangatnya, berkata:
"Li Poh-hoan Sicu" Bagus juga Sicu datang kemari,
bagaimana pun ketenanganku sudah terbiasa diganggu,
lebih satu orang juga tidak apa-apa!"
Suara Li Poh-hoan bulat dan merdu, berkata: "Tidak
hanya aku, masih ada dua orangku, yang satu adalah Oey
Go-siang, yang satunya lagi Pek Ie-seng."
"Nama mereka bagus-bagus, Oey Go-siang begitu
terdengar pasti seorang yang tegar, tidak mudah menyerah.
Dan Pek Ie-seng seorang yang membenci kejahatan dan
kebiasaan buruk, tapi satu orang dengan tiga orang sama
saja, silahkan kalian masuk dan duduk."
Dengan bersuara keras Li Poh-hoan berkata:
"Yang aku cari adalah nona Cui, aku sudah mengikuti
dia sejak dari Ho-hui sampai kemari."
Nona Cui sedikit pun tidak bergerak, sampai alisnya pun
tidak diangkat.
To Sam-nio malah berdiri sambil memalingkan kepala
dia berkata: "Li-pangcu ada petunjuk apa?"
"Maaf bukan ingin memberi petunjuk, aku hanya merasa
heran kenapa To Sam-nio yang jauh dari Thian-lam, yang
menggemparkan Thian-lam, bisa menjadi pelayan nona
Cui" Sebenarnya siapa nona Cui?"
Suara dia nyaring dan ramah, orangnya pun tampan
sekali. To Sam-nio melihat dia dengan tertegun.
Sambil bicara Li Poh-hoan menjulurkan tangan
merapihkan rambutnya yang melayang-layang, gerakannya
sangat tenang, tapi akibatnya sangat dahsyat.
Tiba-tiba kipas tulang besi hitam Oey Go-siang maju
menyerang, dia menggetarkan ujung kipasnya, dan
menjelma menjadi tujuh titik sinar hitam.
Di lain pihak Pek Ie-seng pun mengayunkan tameng besi
yang masih terbungkus kantong kain itu, dengan dahsyat
menghantam. Gerakan Li Poh-hoan yang membetulkan rambutnya
ternyata adalah perintah untuk menyerang.
Wajah To Sam-nio berubah dia membentak:


Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Keji benar kau!"
Setelah berkata, dia menggerakan pergelangan
tangannya, lima garis sinar hijau, segaris mengikuti segaris
terbang keluar.
Dia melepaskan sinar hijau yang seperti garis itu bukan
hanya diarahkan pada Oey Go-siang dan Pek Ie-seng saja,
tapi juga termasuk Li Poh-hoan.
Sedangkan Oey Go-siang dan Pek Ie-seng ini juga bukan
menyerang To Sam-nio atau nona Cui, mereka hanya
menyerang ke arah dua orang pelayan cantik yang duduk di
paling kiri dan paling kanan.
Sebenarnya semua orang tahu, dalam pertarung an yang
mempertaruhkan nyawa seperti ini, harus segera mengambil
sikap menyerang lawan harus menyerang kudanya,
menangkap bangsat harus menangkap rajanya dulu.
Maka tidak heran jika dua pesilat tinggi anak buah Li
Poh-hoan mendadak menyerang.
Yang mengherankan adalah, yang diserang mereka
bukan nona Cui, juga bukan To Sam-nio, hanya dua orang
pelayannya. Dua orang pelayan itu memutar tubuh dan meloncat ke
atas, laksana kapas melayang layang ditiup angin, selain
ringan juga cepat sekali.
Tangan mereka memegang pedang yang sudah
dicabutnya. Mata pedangnya bersinar menyilaukan mata, saat keluar
dari sarung, pedang sudah menyapu tiga putaran.
Tampaknya ilmu meringankan tubuh mereka sangat
tinggi, jurus pedangnya juga hebat dan aneh, pasti bisa
menangkis serangan mendadak dari Oey Go-siang dan Pek
Ie-seng. Siapa sangka Li Poh-hoan pun ternyata ikut dalam
serangan mendadak pada dua pelayan itu.
Dia bukan menyerang, tapi menyabetkan pedangnya,
membuat lima garis sinar hijau yang dilepaskan oleh To
Sam-nio, disentak dan terbang keluar.
Saat To Sam-nio melepaskan senjata rahasianya
walaupun sedikit lebih lambat dari pada serangan Oey Gosiang
dan Pek Ie-seng, tapi walaupun lebih belakang tibanya
ternyata lebih dulu, malah yang paling pertama mendapat
serangan adalah Li Poh-hoan.
Maka Li Poh-hoan menyabetkan pedangnya
membalikan senjata rahasia lawan, dua garis balik
menyerang pelayan di sebelah kiri, dan dua garis lainnya
menyerang pelayan di sebelah kanan.
Sisa satu lagi malah balik menyerang To Sam-nio.
Begitu dia menyabetkan pedangnya, bukan saja bisa
menangkis senjata gelap, malah masih bisa menggunakan
tiga macam tenaga yang berbeda, balik menyerang tiga
orang lawannya, ketajaman mata, jurus pedang dan tenaga
semacam ini, sungguh jarang ada di dunia.
To Sam-nio mengangkat tangannya, menerima kembali
senjata rahasianya, itulah jarum kecil tiga inci berwarna
biru. Sisa empat jarum biru lainnya menancap pada sepasang
kaki ke dua pelayan itu.
Saat itu dua macam senjatanya Oey Go-siang dan Pek
Ie-seng ditangkis oleh gulungan pedang mereka, serangan
yang dilakukan oleh Oey Go-siang dan Pek Ie-seng Bai
adalah serangan keras.
Walaupun kedua pelayan itu bisa menangkis, tapi tidak
bisa memperhatikan yang lainnya.
Setelah sepasang kakinya terkena jarum baru mereka
sadar. Dua orang gadis cantik itu langsung menjadi kaku, lalu
bersama-sama roboh ke tanah.
Pertarungan pertama ini hanya dalam waktu sekejap
mata sudah selesai.
Oey Go-siang dan Pek Ie-seng juga hanya menyerang
satu jurus langsung mundur lagi, diam berdiri di samping Li
Poh-hoan. To Sam-nio mengeluarkan dua butir obat, masingmasing
dimasukan ke dalam mulut dua orang pelayannya.
Bersamaan mengusap sepasang kaki mereka di tempat yang
terkena jarum. Setelah kembali ke samping nona Cui, sambil tertawa
kaku berkata: "Nona Cui, Li Poh-hoan memang sulit di hadapi, A-sia
dan A-siu malah terluka jarumku, walau pun telah
diberikan obat penawarnya, tapi dalam dua tiga hari ini
tidak bisa bergerak seperti biasanya."
Nona Cui masih tetap duduk tidak bicara, pelan-pelan
memalingkan kepalanya, sepasang mata-nya yang seperti
intan menatap pada Li Poh-hoan, dan tersenyum padanya.
Senyumannya membuat orang serasa ditiup angin timur
yang lembut, ratusan bunga bermekaran.
Dia mengangkat wajahnya yang secantik bunga Tho,
rambut panjangnya yang hitam melayang-layang ke
belakang, ke cantikannya seperti dewi saja.
Dia menunjukan giginya yang putih rapih dalam
senyumnya, menambah kemanisannya.
Suaranya bulat merdu:
"Margaku Cui, orang lain menyebut aku Pu-couw-siancu
(Dewi tidak gelisah)."
Li Poh-hoan menarik nafas dalam-dalam, baru bisa
meredakan hatinya yang bergejolak, menganggukkan
kepala tanda menyapa dan berkata:
"Li Poh-hoan memberi hormat pada dewi!"
Pu-couw-siancu memutar matanya, wajahnya berubah
menjadi kurang senang.
Li Poh-hoan yang melihat, hatinya jadi tertekan.
Untung dia masih ingat sesuatu, buru-buru menekan
gejolak hatinya.
Dia tahu emosi setiap orang bisa bergejolak, tapi jika
terpengaruh oleh senyum atau gerakan wanita, maka itu
sangat tidak baik.
Pu-couw-siancu berkata:
"Ku dengar, di dunia persilatan, kau adalah laki-laki
sejati yang berjiwa ksatria. Tapi aku tidak mengira kau bisa
menyerang dengan tiba-tiba, malah menghina kedua
pelayanku."
"Aku sangat menyesal, tapi aku juga tahu mereka seperti
sayapnya dirimu, jika sekarang mereka masih bisa
bertarung, menambah rasa waspadaku berlipat ganda juga
mungkin masih tidak cukup."
Pu-couw-siancu tertawa dan berkata:
"Penglihatanmu tajam, orangnya juga gagah dan
tampan, jika suatu hari aku bisa menyukai laki-laki, aku
rasa sangat mungkin kau yang pertama ku pertimbangkan."
Dia sudah bukan gadis yang berusia lima enam belas
tahun, seharusnya sejak lama sudah merasakan daya
tariknya kaum laki-laki.
Tapi jika dia mengatakan, suatu hari nanti akan
menyukai laki-laki, itu sama dengan mengakui dirinya sama
sekali tidak suka laki-laki.
Li Poh-hoan tersenyum sambil sedikit mem-bungkukan
rubuh, menandakan terima kasih. Pu-couw-siancu berkata
lagi: "Tidak sedikit pesilat tinggi berada di Thi-pian-tanpang,
organisasinya juga kokoh, dan kau sendiri selain
pandai juga pemberani, penuh ambisi.
Ingin membuat organisasi yang bersifat daerah yang
terkurung di perairan Han-sui memperluasnya menjadi
organisasi terbesar di dunia persilatan, seseorang jika
mempunyai ambisi besar tentu saja bagus, tapi apakah
waktunya tepat atau tidak, itu mau tidak mau harus
membuka mata lebar-lebar melihatnya dengan jelas."
"Mohon Siancu memberitahukan organisasi apa yang
Siancu pimpin?"
Pu-couw-siancu dengan jujur berkata: "Aku hanya
seorang murid dari Tong-tee-see (Perkumpulan di wilayah
di timur)."
"Tong-tee-see...Tong-tee-see......" Li Poh-hoan berpikir
dalam hati, bolak-balik membacanya, otaknya berputar
terus, tapi sedikit pun tidak ada bayangan.
Tong-tee-see, pasti sebuah organisasi yang diam-diam di
dirikan akhir-akhir ini.
Tapi mungkin dia bohong.
Juga mungkin dia tidak bohong mengatakan nama
sebenarnya tapi jarang diketahui orang.
Di dalambotani banyak contoh seperti ini, saat kita
melihat nama ilmiahnya sama sekali tidak tahu benda apa
itu, tapi setelah melihatnya dengan mata kepala sendiri,
ternyata itu adalah pepohonan yang biasa kita lihat.
Makanya Li Poh-hoan sesaat tidak yakin dia ini bohong
atau tidak. Dan juga tidak berani meyakinkan dirinya sebagai
Pangcu Thi-pian-tan, berambisi menguasai seluruh dunia,
tapi malah tidak pernah mendengar sebutan lawan yang
sangat lihay ini.
Dia mengangkat kepala dan menghela nafas, berharap
dengan keluhan ini bisa menghilangkan perasaan lemah dan
menyayangkan dirinya di dalam hati.
Perasaan semacam ini muncul secara mendadak saat
pertama kali dia melihat Pu-couw-siancu.
Laki laki mana pun di dunia ini tidak peduli sepintar apa,
pengetahuannya setinggi apa.
Juga tidak peduli usahanya sesukses apa.
Begitu di hadapan wanita, laki-laki adalah laki laki,
hanya begitu saja.
Dia merasa dia sendiri sangat sulit bisa menganggap dia
adalah musuh terbesarnya.
Tapi 'merasa' hanyalah reaksi dari perasaan.
Akal sehatnya memberitahu dia harus tegas melihat dia
adalah musuh terbesarnya, menghadapi dia harus sangat
hati-hati, kejam dan tanpa perasaan.
Pertentangan memenuhi dadanya. Membuat sorot j
matanya meredup, tubuh serasa tidak begitu tegak, begitu
santai. Tawa manis Pu-couw-siancu sudah terdengar lagi, dia
melanjutkan perkataannya:
"Tidak usah bersusah payah memutar otak lagi, ku
dengar kau mempunyai sembilan anak buah setia yang
disebut Sam-kang-sam-goan-sam-pu-tong (Tiga keras, tiga
lemah lembut, tiga tidak sama), apakah mereka semuanya
sudah datang" Apakah Oey Go-siang dan Pek Ie-seng
adalah dua diantaranya?"
Mulut Oey Go-siang dan Pek Ie-siang seperti disumbat
oleh kaos kaki bau, sampai bibirnya sedikit pun tidak
bergerak. "Kali ini aku hanya membawa dua diantaranya, yaitu
Oey Go-siang dan Pek Ie-seng."
Pu-couw-siancu mendengus sekali: "Walaupun kau
hanya membawa dua orang, tapi aku tidak menganggap
kau memandang sebelah mata padaku, sebab kau sendiri
sudah datang."
Li Poh-hoan menganggukan kepala: "Benar, aku pun
tidak berani memandang sebelah mata kepadamu."
Pu-couw-siancu tersenyum manis: "Jika demikian, kita
tidak perlu menyuruh bawahan kita mempertaruhkan
nyawa mereka."
Tubuh dia mendadak terbang ke atas delapan sembilan
kaki, masih dalam posisi duduk memalingkan kepalanya ke
belakang. Orang-orang tidak bisa mengerti jika dia duduk tidak
bergerak, tapi kenapa bisa terbang naik ke atas"
Dalam sekejap mata, dewi yang sangat cantik ini
mendadak posisinya berubah menjadi tengkurap,
tampaknya dia bisa berbaring di atas udara, meluncur ke
arah Li Poh-hoan tanpa membuat debu bertebaran.
Setiap gerakan dia semuanya sangat menarik. Ketika
Oey Go-siang dan Pek Ie-seng sadar, dia sudah mendekat
dengan ketua perkumpulan dan melakukan penyerangan,
sekarang mereka bukan sedang menonton sandiwara, tentu
saja juga bukan sedang nonton orang sedang akrobatik, tapi
sedang dalam pertarungan nyawa.
Begitu sadar,, kedua orang itu menjadi sangat menyesal.
Tangan Li Poh-hoan sudah menekan pegangan
pedangnya. Kakinya memutar melangkah ke kiri dua
langkah, berputar ke kanan lima langkah, dalam sekejap
mata sudah berpindah delapan kali di tempat yang berbeda.
Tubuh Pu-couw-siancu yang tengkurap di udara, juga
bergerak meluncur berpindah-pindah tempat, akhirnya
menginjakan kakinya di tanah, seperti orang biasa berdiri di
tanah. 0 O 00 O 0 BAB 7 Dalam kaum hawa, penampilan Pu-couw-siancu
termasuk panjang semampai, bertubuh tinggi langsing.
Tapi dia masih harus mengangkat wajahnya, baru bisa
melihat mata Li Poh-hoan, apakah dalam hatinya sama
seperti di wajahnya mengagumi dia"
Sambil tersenyum dia berkata:
"Ilmu silatmu memang bagus, maka aku akan
menggunakan kemampuanku yai ig sebenarnya!"
"Apa maksudmu?" Tanya Li Poh-hoan heran.
Gerakan tadi, apakah tidak termasuk kemampu an
sebenarnya"
"Aku akan menggunakan jariku, cukup satu jurus saja,
tapi satu jurusku ini ada seratus perubah-annya, ada cepat
ada lambat ada kosong ada isi, jika kau tidak kalah
terhadap jurus jari ku, maka aku......"
Hati Li Poh-hoan menjadi hangat dan bertanya:
"Maka kau bagaimana?"
"Maka aku akan mentraktirmu minum arak, dan lain kali
aku akan menggunakan jari seribu perubahan
menghadapimu."
Li Poh-hoan sadar sungguh tidak masuk akal, hatinya
hangat. Tapi, minum arak bersama dia, tidak diragukan lagi pasti
sangat menggembirakan.


Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Maka dia menganggukan kepala:
"Baik, tapi bagaimana syaratnya?"
"Jika di bawah serangan jariku, kau masih bisa
meloloskan diri keluar pintu, maka boleh dihitung tidak
kalah." Kata Pu-couw-siancu
Dia berhenti sejenak lalu berkata lagi:
"Tentu saja jika kau terluka atau mati baru bisa keluar
pintu, maka itu tidak bisa dihitung tidak kalah, aku pun
hanya akan menggunakan satu jurus It-cie-pek-pian (Jari
seratus perubahan), pasti tidak ingkar janji."
"Baiklah!" Li Poh-hoan mengangkat bahunya
Pelan-pelan Pu-couw-siancu mulai mengangkat
tangannya, lengan bajunya melorot sampai sikunya, tampak
lengan depan yang seputih salju, dan telapak tangan yang
seperti giok putih.
Mendadak terlihat dia jadi semakin cantik.
Di saat ini laki-laki mana pun akan menatap padanya,
jari tangan dia sudah datang menotok.
Orang-orang yang berdiri agak jauh, melihat gerakan jari
Pu-couw-siancu yang sangat indah, serangannya seperti
tidak ada perubahan, hingga siapa pun bisa dengan mudah
menghind arinya.
Tapi perasaan Li Poh-hoan yang berhadapan dengan dia
sangat berbeda.
Dia tidak menyangkal gerakan Pu-couw-siancu sangat
indah. Tapi perasaan yang paling dirasakan adalah
'menyeramkan'. Sebabnya ada dua alasan:
Pertama, begitu dia menggerakan jarinya, gerakan tubuh
dan langkahnya bersatu dengan gerakan jarinya. Ini. artinya
tidak bisa melihat tubuhnya, tidak bisa melihat gerak
langkahnya, hanya bisa melihat jarinya.
Kedua, walaupun dia mengerahkan seluruh tenaga
dalamnya pada pedang, jelas tidak dapat menahan tenaga
jari yang menyerang dari kejauhan.
Kedua sebab yang disebutkan di atas walau pun hanya
perasaan saja, kenyataannya tekanan jari Pu-couw-siancu
pun belum bisa menembus hawa pedang, dan melukai jalan
darah pentingnya. Tapi perasaannya hal ini sudah cukup.
Jika menunggu perasaan dan rasa khawatirnya menjadi
kenyataan, saat itu mungkin dia tidak mati juga sudah
tergeletak di atas tanah.
Li Poh-hoan mengangkat tangan, pedang panjang di
tangannya menyorot sinar terang.
Ujung pedangnya menusuk ke arah ujung jari yang
mulus itu. Tapi hanya menggunakan pedang saja masih belum
cukup, dia masih harus meloncat menghindar dan mencari
celah untuk balas menyerang.
Hawa udara sedikit pun tidak panas, tapi ujung hidung
Li Poh-hoan sudah berkeringat sedikit.
Dia menyadari jari mulus yang cantik tapi menyeramkan
itu, selalu bisa mendahului dan pada posisi yang paling baik
mengancam delapan belas jalan darah pentingnya.
Selain itu ujung jarinya yang mengeluarkan angin keras,
jari itu bisa berbelok menyerang titik vital di belakang
tubuhnya. Dia berturut-turut sudah menggunakan Chun-cancu-hu
(Musim semi ulat sutra mengikat diri), Hi-yan-hoan-hwee
(Bara palsu menjadi bayangan api), Seng-hong-kui-ku
(Menunggang angin kembali pergi) tiga jurus dari dua puluh
empat jurus ilmu silat keluarganya, jurus bertahan Cap-jisin-
kiam (Dua belas jurus ilmu pedang).
Setiap jurus itu dipecah lagi menjadi tiga perubahan,
jumlahnya menjadi tujuh puluh dua perubahan.
Seketika tampak sinar menyilaukan mata berputar-putar
di sekeliling tubuh, laksana sebuah pohon api dengan bunga
perak. Tapi keringat di ujung hidungnya malah bertambah
bukannya berkurang, sebab dalam tujuh puluh dua jurus
pedangnya, paling sedikit ada enam kali hampir saja dia
tertembus oleh angin jari lawannya.
Walaupun Li Poh-hoan kelihatan kelabakan, namun Pucouw-
siancu juga tidak tampak senang, sebab jurus It-ciepek-
pian nya sudah digunakannya sebanyak tujuh puluh
dua perubahan tapi masih belum bisa melumpuhkan
lawannya, sedangkan lawan pun hanya bertahan saja belum
menyerang. Dia pernah mendengar jurus yang paling hebat dalam
ilmu pedang keluarga Li Poh-hoan adalah jurus
menyerangnya bukan jurus bertahan.
Jika sekarang dia tiba-tiba membalas menye-rang, tentu
keadaannya akan menjadi...."
Maka dia sedikit pun tidak merasa senang, atau pun
puas. Tiba-tiba serangan jarinya sedikit melambat, wajahnya
yang cantik itu tampak senyuman yang ( menyilaukan
mata. Entah kenapa Li Poh-hoan tidak bisa melihat ujung
jarinya, dia hanya melihat wajah yang cantik yang bisa
membuat orang mabuk.
Di saat bersamaan terdengar suara rayuan di dalam
angin musim semi, membujuk dia tidak menyianyiakan
waktu yang indah ini, tidak menyia-nyiakan asmara yang
manis ini. Hati dia sejenak menjadi bimbang, dan titik kematian di
dada kirinya menampakan celah yang sulit ditambal.
Melihat ini Pu-couw-siancu tersenyum, lalu jarinya
menusuk, sisa dua puluh delapan perubahan jurusnya sekali
gus menyerang. Dia sudah memperhitungkan dengan tepat, walaupun Li
Poh-hoan mampu menutup celah di dada kirinya, tapi di
tempat lainnya pasti akan ada yang bocor, makanya dia
harus mengeluarkan seluruh jurus membunuhnya baru bisa
memenangkan pertarungan ini.
Dia tersenyum dengan manisnya, apa lagi melihat
keringat di ujung hidung Li Poh-hoan.
Seorang pesilat tinggi kelas satu seperti dia yang baru
saja muncul dan bersinar terang, sudah kalah begitu saja,
malah lenyap dari peredaran, sungguh satu hal yang
menggembirakan.
Tiba-tiba gerakan pedang Li Poh-hoan berubah, dari atas
pedangnya menyabet ke bawah.
Ujung pedangnya berbunyi tiga kali "Weng weng weng!"
sabetannya pun tidak kaku lagi, tapi muncul tiga buah
bunga sinar hujan.
Sabetan pedang dia ini baik indah atau lihay kita
tinggalkan sejenak.
Yang terpenting adalah jalannya pedang dia yang
mendadak berubah besar, seperti dari laki-laki buruk rupa
mendadak berubah menjadi wanita cantik, atau
kebalikannya dari wanita cantik mendadak berubah
menjadi laki-laki buruk rupa juga sama saja.
Tentu saja siapapun bisa merasakan kehebatannya,
malah bayangannya sangat sulit dilihat.
Dua puluh delapan perubahan jari mulus Pu-couwsiancu,
bukan saja dihadang habis-habisan oleh nya, dia
juga harus buru-buru menarik kembali serangannya, selain
itu masih harus mundur ke belakang beberapa tombak!
Dengan demikian, pintu untuk keluar menjadi terbuka
lebar. Li Poh-hoan sedikit membungkukan tubuhnya:
"Terima kasih atas kemurahan Siancu."
Pu-couw-siancu melirik sambil tersenyum dan berkata:
"Jurus pedang hebat, malam ini dimana kita minum
arak" Song-ho-lou baik tidak?"
Li Poh-hoan dengan senang berkata:
"Baik." Dia memalingkan kepala melihat pada Ji-hong
hweesio, tampak dia sedikit menutup matanya laksana
sebatang kayu mati, segala sesuatu hal di dunia ini seperti
tidak bisa membangkitkan gairahnya.
Dari kejauhan Li Poh-hoan membungkukkan rubuhnya
menghormat, dengan keras berkata:
"Harap Lo-hweesio memaafkan kecerobohan cayhe,
mohon pamit. .A"
Kulit mata hweesio itu tidak bergerak sedikit pun),
sampai Li Poh-hoan sudah keluar masih tetap seperti itu.
Pu-couw-siancu masih berdiri di tempatnya, senyum di
wajahnya yang secantik bunga musim semi sudah tidak
tampak lagi, digantikan dengan wajah dingin, dan berpikir
keras. Di dalam ruangan sedikit pun tidak ada suara.
Setelah lewat beberapa saat, Pu-couw-siancu batuk
beberapa kali, lalu menggunakan saputangan yang putih
bersih menutupi mulutnya.
Setelah batuknya berhenti dia lalu membuka sapu
tangannya, tampak di atas sapu tangannya penuh dengan
darah segar. To Sam-nio menghampiri dan melihatnya, dengan pelan
berkata: "Kau kenapa" Apa terluka dalam?"
Pu-couw-siancu menggelengkan kepala dengan lesu
berkata: "Satu jurus pun dia tidak menyerang, bagai-mana aku
bisa terluka?"
Di dalam mata To Sam-nio menyorot sinar aneh, dengan
penuh perhatian bertanya:
"Tapi kau telah memuntahkan darah, apa sebabnya?"
Muntah darah sangat melukai tubuh, apa lagi terhadap
tenaga dalam, lebih merusak lagi.
Pu-couw-siancu pelan mengeluh:
"Jurus pedangnya yang terakhir, setelah ku pikir-pikir
dengan seksama, bukan saja It-cie-pek-pian tidak bisa
menembusnya, It-cie-cian-pian pun tetap tidak akan bisa,
setiap perubahannya sudah aku pikirkan, tapi masih saja
tidak bisa memecahkannya!"
Ternyata dia berpikir keras untuk bisa mengatasi jurus
pedang itu dengan jurus jarinya, dia sudah berpikir seribu
seratus macam perubahan, sehingga karena terlalu berpikir
keras maka dia jadi muntah darah.
Tapi dia masih belum menyerah, sorot matanya yang
redup melihat pada wajah To Sam-nio.
Dia berkata lagi:
"Julukanmu adalah Pek-jiu-cian-kiam, seorang ahli
pedang besar, menurut pandanganmu apakah jurus pedang
Li Poh-hoan tadi ada celahnya?"
To Sam-nio adalah pesilat tinggi murid dari perguruan
Can-bian-tok-kiam, nama besar Can-bian-tok-kiam tidak
lemah selama ratusan tahun, sampai nama besar Hiat-kiam
juga tidak bisa menekannya. (Hiat-kiam adalah Hiat-kiamyan-
pak.). Maka To Sam-nio adalah seorang ahli pedang besar,
kata-kata Pu-couw-siancu tidak terlalu mengangkat dia.
To Sam-nio berpikir sejenak, lalu berkata:
"Aku perlu waktu memikirkannya, tapi saat terpikir
mungkin kau sudah mendapatkan jawabannya terlebih
dulu." Saat dia berpikir matanya pernah menyorot sekali,
rupanya sudah ada kesadaran lain juga sudah ada rencana
lain. Pu-couw-siancu mengerutkan alisnya yang panjang tipis
itu dan berkata:
"Karakter dan gaya jurus pedang dia, berbeda sekali
dengan jurus pedang keluarganya, juga sama sekali bukan
gaya lima besar perguruan pedang di Tiong......"
Sesaat kembali dia berpikir keras.
Lima orang laki-laki berpakaian hweesio yang selama ini
diam duduk di depan, mendadak meloncat terbang dari
tempat duduknya, di udara lima orang itu bersama-sama
mencabut senjatanya masing-masing.
Sekejab sinar golok, bayangan kapak, suara hantaman
palu dan desisan pecut memenuhi ruangan.
Dari lima orang itu ada tiga orang menerjang ke arah Pucouw-
siancu. Dua orang lagi gerakannya lebih lambat, sepasang golok
dan sebuah pecut menyerang ke arah To Sam-nio.
Karena mereka lebih lambat. Maka To Sam-nio masih
keburu melirik ke arah Pu-couw-siancu.
Tampak tubuh tiga laki-laki besar itu bergerak sangat
cepat seperti peluru menerjang Pu-couw-siancu, dengan
golok panjang, kapak mas dan telapak dewa.
Sudut serangan mereka masing-masing tidak sama, tinggi
rendahnya juga tidak sama, tapi kerja sama mereka seperti
serangan seorang yang berilmu tinggi dan mempunyai tiga
kepala enam lengan.
Hanya dengan hawa membunuh dan tekanan-nya saja,
bagi pesilat biasa di dunia persilatan yang menyaksikan
sudah bisa mati ketakutan. Jari Pu-couw-siancu menotok.
Di wajah cantiknya masih tertinggal sisa warna
kebingungan dan kelelahan.
Sasaran serangan ketiga orang itu adalah dia, tentu saja
dia tidak mungkin tidak bisa melihat wajah dan gerakan
lawannya. Sedangkan tiga orang itu mungkin dalam sepanjang
hidupnya baru sekarang mengetahui satu hal, yaitu mimik
wajah seorang wanita cantik yang mengerutkan kening dan
alis kesusahan yang kadang kala lebih menarik orang dari
pada senyum manisnya.
Persoalan seperti ini, hanya terjadi pada perasaan ke tiga
orang baju hitam saja.
Karena perasaan ini ke tiga orang itu merasa tenaga
mereka telah berkurang setengahnya.
Bahkan perasaan lain sudah datang menyusul, yaitu
kenapa jarinya Pu-couw-siancu dengan tepat sudah
mengenai jalan darah penting di dada dan perut mereka
masing-masing"
Tiga macam senjata sekelebat lewat memotong rambut
hitam panjang Pu-couw-siancu.
Baju di bahu kanannya robek, tampak yang terlihat
bukan kulit yang putih bersih tapi darah segar.


Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Golok panjang juga telah membacok masuk ke dalam iga
kanan dia. Tapi ke tiga laki-laki besar berbaju hitam itu pun
bersama-sama jatuh ke atas tanah, tidak satu pun yang
bergerak lagi. Pu-couw-siancu berturut-turut mundur tujuh delapan
langkah, setelah tubuhnya menyentuh dinding baru bisa
berhenti. Di dalam lengan baju kiri To Sam-nio keluar satu kilatan
sinar pedang "Traang traang.'" berturut turut dia menangkis
serangan bertubi-tubi dua belas tebasan golok dan delapan
pecutan dari dua orang laki-laki besar berbaju hitam itu.
Dia lalu meloncat laksana bunga terbang, dengan
ringannya turun di sisi Pu-couw-siancu, sekali mengebutkan
lengan baju kirinya, sinar pedang ber- ( kelebatan
menangkis sepasang golok yang datang \ pertama.
Buru-buru dia bertanya:
"Siancu, bagaimana keadaanmu?"
Perkataannya belum selesai, pedang di lengan baju
kanannya juga sudah menangkis serangan pecut.
Pu-couw-siancu melihat-lihat golok panjang yang masih
menancap di tulang iganya, berkata:
"Siapa mereka ini" Kenapa mau membunuh aku?" nada
suaranya masih mengandung kebingung-an yang amat
kental. Saat ini orang berbaju hitam yang memegang sepasang
golok mendadak meninggalkan To Sam-nio, lalu
menyerang Pu-couw-siancu, sepasang golok dia bukan saja
kecepatannya meningkat, hawa dingin goloknya juga
bertambah kuat.
Jelas saat menghadapi To Sam-nio tadi dia tidak
mengerahkan seluruh tenaganya.
Dengan kata lain dia tadi menyembunyikan kemampuan
sesungguhnya. Tapi kenapa dia harus melakukan ini" Sinar pedang yang
keluar dari lengan baju kiri To Sam-nio bukan hanya satu
sinar pedang tapi ada tiga sinar pedang, dengan cepat
menghadang orang ini.
Dari dalam lengan baju lainnya malah mengeluarkan
tujuh delapan sinar pedang, sehingga bisa menghalau lakilaki
besar berbaju hitam yang menggunakan pecut.
Tapi tiga sinar pedang dari lengan baju kirinya, bukan
saja tidak bisa menghadang sepasang golok, juga tidak
menghadang jari tangan Pu-couw-siancu.
Satu jari dua bayangan dari Pu-couw-siancu, tepat
mengenai sepasang golok.
Dua golok itu segera terpental ke udara, "Tak., tak!"
menancap diatas tiang.
Jarinya yang mulus itu kembali mengeluarkan suara
"Ssst ssst!" berturut-turut lima kali.
Tubuh laki-laki berbaju hitam itu terhentak terbang ke
belakang, laksana terpukul berturut-turut lima kali oleh
benda berat, saat jatuh di atas tanah sejauh dua tombak
lebih, tulang di seluruh tubuhnya sudah tidak ada satu pun
yang utuh. Wajah To Sam-nio berubah, di dalam lengan baju
kanannya kembali terbang keluar tujuh delapan sinar
pedang, secepat kilat berputar ke arah tangan dari laki-laki
berbaju hitam yang menggunakan pecut, dan tangan lakilaki
berbaju hitam itupun hancur lebur di papasnya.
Selain itu diatas wajah dan dada dia juga tampak ada
tujuh lubang berdarah, "Buuk!" tubuhnya melayang jatuh
sejauh satu tombak lebih.
Di dalam ruangan malang melintang mayat mayat, bau
amis darah menusuk hidung.
Ji-hong hweesio yang menjadi satu-satunya orang hidup
selain empat wanita itu, di atas ranjang pendek dia
membuka matanya, dengan wajah sedih mengeluarkan
keluhan beberapa kali.
To Sam-nio dengan dingin berkata:
"Kami tidak membunuhmu, karena tidak perlu
membunuhmu, kenapa kau sedih dan mengeluh?"
Seraknya suara Ji-hong hweesio seperti orang yang tidak
bisa minum di atas gurun pasir. Dia berkata:
"Pinceng sudah banyak menyaksikan orang mati, tapi
tidak pernah ada pengalaman menguburkan mayat. Dalam
sekejap kalian meninggalkan begitu banyak mayat di sini,
bagaimana aku harus berbuat?"
Dia bukan saja tidak berterima kasih karena mereka
tidak membunuhnya, dalam nada bicaranya malah sedikit
menyalahkan. Sesaat To Sam-nio jadi serba salah, terpaksa dia berteriak
memaki: "Tutup mulut, ini masalahmu, bukan masalah ku."
Dengan tangannya, Pu-couw-siancu melepas-kan golok
yang menancap di iganya, bajunya segera menjadi merah
oleh daran yang mengucur.
Tapi tubuh dia sepertinya masih tegap, malah masih bisa
membantu membopong dua gadis pelayan berjalan keluar. "
^^oodwoo^^ Malam hari, di dalam kota Soh-ciu sudah terang
benderang oleh lampu, di atas jalanan ramai sekali.
Tubuh Pu-couw-siancu benar-benar masih kuat,
walaupun bahu dan iganya terluka, malah masih bisa
mempersiapkan makanan di rumah makan Song-ho
menjamu tamunya!
Semua makanan laut segar bisa dimakan disini, araknya
juga sangat bagus, produk khas dari Sauw-sing arak Ni-jiang,
di hawa dingin musim gugur minum arak bagus yang
sudah dipanaskan, sungguh satu kenikmatan hidup.
Tapi bagi pandangan Li Poh-hoan, makanan enak dan
arak bagus masih tetap tidak bisa dibanding-kan dengan
senyuman Pu-couw-siancu.
Dia berusaha menenangkan diri dan berpikir sejenak,
baru minum arak berturut-turut tiga gelas dan berkata:
"Setelah aku pikir-pikir dengan tenang, wanita cantik
yang pernah kulihat sepanjang hidupku, tidak ada satu pun
yang secantik dirimu."
Dia mengatakannya dengan serius, tapi hanya seperti
sebuah pendapat setelah melihat lukisan bagus.
Sedikit pun tidak ada rasa tidak hormat.
Pu-couw-siancu tersenyum tawar dan berkata:
"Aku mengundangmu minum arak, tentu saja kau harus
menghormati aku."
"Aku tidak membesar-besarkan, kenyataannya ada
banyak orang yang ingin mengundang aku minum arak tapi
tidak kulayani, maka aku tidak akan memuji-mu hanya
karena masakan dan minuman bagus ini."
"Kalau begitu kau ini orang yang bagaimana?" dia sedikit
membelalakan matanya dan bertanya lagi, "Kau memiliki
ambisi sendiri, kau adalah orang yang tidak mau
dikendalikan orang lain?"
Sambil tersenyum Li Poh-hoan menganggukan kepala:
"Aku memang orang semacam itu."
"Ancaman tidak perlu disebutkan lagi, kau pasti orang
yang pemberani. Tapi aku mau bertanya, bagaimana
dengan kekayaan dan wanita cantik" Bisa tidak membuat
orang mengalah?"
Li Poh-hoan berpikir sejenak, baru berkata:
"Dulu., tanpa berpikir aku bisa menjawab pertanyaan
seperti ini, tapi sekarang setelah aku melihat kau dengan
mata kepala sendiri, dalam hati aku malah ^' menjadi raguragu.
Tadi aku berkali-kali tanya pada diriku sendiri, bisa tidak
aku mengalah pada orang yang secantik dirimu"
Jawabannya kau pasti sudah tahu, makanya aku tidak perlu
mengatakannya lagi!"
Pu-couw-siancu menggelengkan kepala tanda tidak mau
tahu dan berkata:
"Tidak, aku ingin kau mengatakannya sendiri."
"Demi kau, banyak hal aku bisa mengalah."
Pu-couw-siancu dengan gembira mengangkat gelas,
minum setengahnya, dan memberikan sisa setengahnya
pada dia, dengan pelan berkata:
"Kau habiskan setengah gelas arak ini."
Di pinggir gelas samar-samar tertinggal wangi lipstiknya.
Li Poh-hoan pelan-pelan meminumnya, sesaat hatinya
jadi melayang-layang.
Apakah dia selalu bebas begini" Atau hanya khusus
padaku" Dia tidak mungkin tidak tahu, inilah tandanya sayang
bukan" Tidak peduli dia seberapa pelan minumnya, setengah
gelas arak tetap saja dengan cepat habis.
Pu-couw-siancu mengambil kembali gelas arak di
tangannya, jari mulus dia yang seperti bawang giok itu
menyentuh tangan dia, sentuhan yang pelan ini membuat
Li Poh-hoan seperti terkena setrum.
Dia mengisi kembali gelas arak, pelan-pelan minum dua
teguk, lalu sambil tersenyum memberikan pada dia.
Menunggu dia habis meminumnya, lalu dia
mengambilnya kembali dan mengisinya.
Dengan demikian gelas arak itu bolak-balik berpindahpindah
sampai delapan kali dan sambil tersenyum
menunggu dia habis meminumnya.
Sepertinya mereka sangat sayang pada gelas arak itu.
Dan sepertinya di rumah makan yang sangat terkenal ini
hanya ada satu gelas itu saja.
Melihat cara mereka minum arak seperti ini, mungkin
minum sampai pagi juga tidak akan habis dua kati.
Bagi peminum arak, pasti tidak akan bertahan, tapi bagi
pemabuk yang tujuannya bukan pada arak, malah tidak
diragukan, merasa sangat puas sekali.
Tiba-tiba Pu-couw-siancu merenung sambil memegang
gelas arak, lalu dengan pelan berkata:
"Kau dari Siang-yang sengaja datang kesini, apa hanya
ingin menghadapi aku saja?"
Li Poh-hoan menganggukan kepala mengakuinya.
"Akhirnya kita pun bertarung, aku sungguh mengagumi
jurus pedangmu, tapi apakah kau kira bisa mengalahkan
aku?" "Hari ini, saat bertemu tidak bisa mengalahkan mu,
lewat dua hari lagi pun tidak akan bisa mengalah-kan mu."
Sorot mata Li Poh-hoan sangat jujur dan juga sangat tajam,
"tapi sekarang bisa mengalahkan kau."
"Kau sudah tahu?" Pu-couw-siancu
"Benar, di tubuhmu ada dua luka, rambut juga seperti
telah terpotong, bisa dibayangkan, saat itu kau sangat tidak
beruntung. Tapi luka luar tidak penting, aku menemukan-mu
kadang-kadang saluran pernafasanmu tidak lancar dari
nafasnya kacau, itu hal penting, jika aku ingin
membunuhmu, pasti tidak akan melewatkan kesempat-an
ini." Pu-couw-siancu kembali tertawa pahit, berkata:
"Penglihatamu sangat tepat, apakah kau selalu memandang
orang dengan tepat seperti ini, baru menyerang orang?"
Li Poh-hoan menganggukan kepala: "Walaupun aku
telah mempelajari berbagai macam jurus pedang. Tapi yang
paling penting tetap adalah jurus pedang keluargaku, itulah
jurus pedang pembunuh, diutamakan membunuh dalam
satu jurus, lalu pergi."
Pu-couw-siancu pelan-pelan mengulurkan tangan
mulusnya. . Li Poh-hoan memandangi tangan mulusnya, sampai dia
dengan sendirinya meletakan tangannya di atas telapak
tangan dia, seperti seorang gadis menyandarkan dirinya
dipelukan laki laki. Baru tersenyum dengan tenang, dia lalu
mengangkat kepala memandangnya.
Pu-couw-siancu dengan pelan berkata:
"Walaupun kau sangat memperhatikan tangan ku, tapi
sebenarnya ketika berjarak lima inci, tidak peduli kau
waspada seperti apa, aku tetap saja bisa menguasaimu."
Jurus jari It-cie-pek-pian dia yang sangat lihay, dia
pernah menyaksikannya. Menurut kata-katanya malah
masih ada It-cie-cian-pian, itu tentu jurus yang lebih lihay
lagi. Makanya Li Poh-hoan mempercayai dia tidak
berbohong. Kata Li Poh-hoan:
"Lalu kenapa kau tidak mengambil kesempatan ini
menyerangku?"
Pu-couw-siancu balas bertanya:
"Kenapa kau sendiri tidak mengambil kesempatan ini
mencabut pedang dan membunuh aku?"
Li Poh-hoan mengangkat-angkat bahu
Pu-couw-siancu berkata lagi:
"Kau sudah mengaku mau mengalah padaku, dan jurus
pedangmu begitu hebat, kenapa aku tidak menambah satu
teman yang tampan dan kuat, malah membuat permusuhan
dengannya?"
Tangan dia bergerak lembut di dalam telapak tangannya,
perasaan seperti tersengat listrik Li Poh-hoan menjadi
semakin kuat, tapi dilain pihak dia juga ada perasaan raguragu.
Bagaimana ini mungkin"
Tangan mulus dia sudah di dalam genggaman tanganku.
Apakah benar dia ada perasaan khusus pada ku"
Apakah benar di dalam hati dia ada aku"
Arak yang diminum mereka tidak banyak, tapi kata-kata
yang dikatakan mereka tidak sedikit.
Dan tangan mulus licin dia terus ditaruh di dalam
telapak tangan dia......
Z - Z - Z Di atas permukaan sungai di pagi hari, dan di antara
hutan Hong di sisi sungai, lapisan embun masih belum
hilang, menambah keindahan yang samar-samar.
Li Poh-hoan memakai baju putih, dia tetap membawa
pedangnya, penampilannya sangat tampan dan gagah.
Pu-couw-siancu memakai baju kuning, cantik sekali.
Tidak peduli dipandang dari jauh atau dekat, tampak
seperti dewi di dalam lukisan.
Mereka berdua berhenti saling berhadapan di bawah


Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

daun Hong yang merah.
Tidak jauh dari sisi mereka air sungai mengalir dengan
tenangnya. Pu-couw-siancu yang pertama sambil ter-senyum
berkata: "Aku bertanya pada diriku sendiri, kenapa pagi-pagi
sekali berlari kemari" Kemarin malam kita pun tidak ada
janji terlebih dulu.
Kenapa aku tidak sengaja tidak datang saja, bukankah
akan lebih baik untuk mempertahankan gengsi" Kau tahu
kami perempuan suka menggunakan cara ini, dan menurut
kabar cara ini sangat berguna sekali pada ribuan tahun yang
lalu!" Li Poh-hoan melihat-lihat ke sekeliling sawah datar yang
luas di bawah sinar mentari pagi, dalam pemandangan
musim gugur, mendadak kepercayaan dirinya meningkat
berlipat ganda, semangatnya tiba-tiba lebih bergelora dari
pada dulu. Dunia begitu megah, wanita begitu cantik, siapa yang
mau melewatkan kesempatan ini"
Siapa yang mau melewatkan keremajaan" Sorot mata dia
laksana tingginya langit dalam-nya lautan, menatap pada
Pu-couw-siancu dengan lembut berkata:
"Jika kau mau membantuku, aku pasti bisa
melaksanakan ambisi besarku. Generasi-generasi yang akan
datang pasti tidak akan melupakan kesuksesan diriku!"
Gelombang mata Pu-couw-siancu lebih lembut dari air di
musim semi, wajahnya lebih cantik dari pada bunga
bintang. Suara dia juga laksana suara musik dari khayangan,
dengan lembut berkata:
"Aku pasti membantumu, aku pasti membantumu......
Li Poh-hoan tidak bicara lagi, dengan lembut
memeluknya, dengan lembut mencium bibirnya yang
merah...... Seluruh alam semesta mendadak jadi berubah.
Yang tadinya buruk jadi cantik, yang dangkal berubah
jadi dalam, yang tidak berarti jadi berarti......
Tapi Li Poh-hoan tetap masih bisa memperhatikan Pucouw-
siancu jadi semakin kaku, dan warna wajahnya juga
jadi semakin pucat.
Apakah asmara yang bisa menghidupkan alam semesta
ini, malah menjadi buruk buat dia.
Pu-couw-siancu terengah-engah, dengan nada yang tidak
jelas berkata: "Mendadak aku teringat seseorang, orang yang paling
dekat denganku. Hay, aku sudah beberapa tahun tidak
mengingat dia lagi!"
Hati Li Poh-hoan mendadak sakit seperti di tusuk
pedang dan mengalir darah. Tapi dengan sekuat tenaga dia
berusaha tenang seperti tidak jadi apa-apa dan berkata:
"Orang ini pasti orang yang paling bahagia di dunia ini."
Pu-couw-siancu menggeleng-gelengkan kepala:
"Tidak, malah sebaliknya, dia mungkin orang yang
paling sengsara."
Dia memberontak melepaskan dari pelukannya, lalu
berjalan mengitari pohon Hong satu putaran, wajahnya
baru kembali jadi tenang.
Dia tersenyum. Walau masih tetap cantik menyilaukan, tapi Ia Poh-hoan
sudah berubah, seperti ada yang mengganjal. Dia mengeluh
dalam. Dia tahu kenapa dirinya mengeluh" Itu karena asmara
yang menyatukankan hati dan tubuh ini, dalam sekejap
mata telah menghilang.
Di dalam kehidupan ini, apakah masih ada saat saat
sekejap yang mengharukan ini"
Semua hal jika sudah mencapai puncaknya, perasaanpun
tidak akan bisa tinggal terlalu lama.
Tidak peduli itu amarah besar, sedih, bahagia sekali,
pokoknya setelah sampai di puncaknya, tidak lama akan
menurun, atau disebut mendingin.
Tapi manusia sejak dahulu semuanya berharap
puncaknya suatu perasaan bisa bertahan abadi, apa lagi
asmara. Semua pasangan yang jatuh cinta berusaha keras
mempertahankan cinta abadinya supaya tidak berubah
selamanya. Jika orang luar memandang dengan tenang
menelitinya, maka akan tahu jawabannya adalah sangat
tidak beruntung sangat menyedihkan.
Terharu juga demikian, tidak peduli kau terharu karena
apa, selalu dengan cepatnya sampai ke puncaknya dan
segera meluncur ke bawah.
Saat sekejap ini kau bisa mengalirkan darah demi itu,
boleh mati demi itu, tapi saat sekejap ini pasti tidak abadi.
Sastrawan besar yang menggemparkan dunia dari negri
matahari Kai-coan-lang-cie-cia, selalu ingin menangkap
kecantikan yang dalam sekejap mata lalu menghilang,
selalu mengira bisa melihat keabadian dalam saat sekejap,
atau mendapatkan keabadian.
Tentu saja ini hal yang tidak mungkin.
Karena abadi sendiri mengandung singkatan, makanya
abadi hanyalah pikiran yang palsu, dan singkat juga sama
palsu, tidak nyata.
Kai-coan-lang-cie-cia mati bunuh diri di usia tiga puluh
lima tahun, hasil karya dia seperti Lok-seng-bun bersinar
menyilaukan mata, dan kehidupan dia di dalam arus hidup
mati di alam semesta ini, juga sangat singkat dan bersinar
menyilaukan mata.
Embun di antara hutan Hong dan di atas sungai hilang di
bawah sinar mentari, seperti yang tidak pernah terjadi.
Tapi embun pagi benar-benar telah terjadi, keindahan
yang samar-samar itu tetap masih tertinggal di dalam hati
Li Poh-hoan. Dia sangat membenci dirinya kenapa mau meninggalkan
keindahan yang tiada taranya ini, malah menggunakan
untung rugi pikiran yang buruk dan kampungan itu, untuk
mempertimbangkan masalah Pu-couw-siancu.
Tapi dia juga tahu bagaimana pun dia harus
mempertimbangkan dari sudut pandang ini.
Karena di dalam lubuk hati dia samar-samar merasakan,
masalahnya tidak sebagus yang ada di permukaan, juga
tidak sesederhana itu, malah timbul perasaan buruknya
yang entah dari mana datangnya.
Bayangan punggung langsing Pu-couw-siancu walaupun
sudah menghilang di hutan dan bukit di sana, sudah di luar
jangkauan pandangan dia.
Tapi dia tahu sebenarnya dia belum lepas dari
pandangannya, hanya saja sekarang dia melihatnya bukan
dengan mata tapi melihat dengan hati, tidak peduli dia pergi
kemana, dia juga bisa melihat dia.
o O o O o BAB 8 Karena di musim semi, walaupun matahari panas tapi
tidak terasa terik.
Di belakang kuil Han-san ada hutan yang tenang, Jihong
hweesio memakai jubah hweesio merah yang
bersulamkan benang emas, berdiri di depan sebuah plakat
papan. Plakat papan ini berruliskan "Makam lima orang tidak
dikenal" tanggal, hari dan lain-lainnya, mungkin tidak lama
lagi akan digantikan dengan nisan batu yang kecil.
Di dalam tanah dikuburkan lima orang baju hitam yang
kemarin mati di ruang sembahyang, Ji-hong hweesio hanya
bisa menggunakan tikar mem-bungkus mayat, dengan
sederhana menguburkannya di sini.
Masalah ini sudah menghabiskan banyak waktunya.
Juga telah memaksa dia menghadapi beberapa masalah
sulit. Tapi bagaimana pun juga sekarang sudah tenang seperti
hari-hari biasa, makam baru ini berada di dalam hutan yang
tenang, mungkin selamanya tidak akan ada orang yang
menemukan dan memperhatikan.
Setelah Ji-hong hweesio selesai mendoakan ayat terakhir
Ong-seng (Menuju kehidupan), maka dengan, santai dia
membuka kancing di bahunya, melepaskan jubah
sembahyang, lalu melipatnya dengan rapih dan di taruh di
atas tangannya.
Lalu dengan tenang dia melihat ke sekeliling. Dia
memandang karena ada maksudnya, sebab saat ini di
belakang pohon keluar seorang gadis cantik, alis dan
matanya laksana lukisan, memakai baju kuning melayanglayang
ditiup angin. Dia melenggok melangkah di atas rerumpul.ni, laksana
dewi melangkah di atas gelombang.
Dia berjalan mendekati hweesio tua, sepasang matanya
yang hitam cantik memperhatikan hweesio tua dari atas
sampai ke bawah, lalu dengan teliti melihat tulisan di atas
plakat papan itu.
Jangan disangka dia akan berbicara atau bertanya, dia
malah dengan hikmat berdoa.
Setelah beberapa saat, akhirnya hweesio tua merasa tidak
tahan, dia memalingkan kepala melihat wajahnya, juga
tidak tahan menduga-duga doanya ini akan memakan
waktu berapa lama"
Tapi saat ini dia sudah membuka suara, suara-nya
nyaring enak didengar:
"Aku sudah datang beberapa saat, aku terus mendugaduga
apakah kau kenal dengan lima orang mati di dalam
tanah ini?"
Hweesio tua itu mengeluarkan jurus lihay dari
agamanya: "Kenal atau tidak kenal sama saja, siapa pun setelah mati
tidak ada bedanya, padahal sebenarnya semasa hidupnya
pun tidak ada bedanya."
Wanita cantik baju kuning itu adalah Pu-couw-siancu,
dia menggelengkan kepala tanda tidak setuju dan berkata:
"Buatmu boleh saja tidak ada bedanya, tapi buat aku
tidak sama. Karena kemarin yang ingin mereka bunuh adalah aku
bukannya kau, apa lagi diatas tubuhku ada dua luka yang
ditinggalkan mereka!"
"Mungkin Sicu benar." Jawab hweesio tua.
Kerutan di wajahnya menandakan usia dan pengalaman
dia. Tapi suaranya yang nyaring dan sorot matanya yang
tajam, kembali menandakan dia tidak tunduk pada usia.
Hweesio tua itu kembali berkata:
"Pinceng menduga Sicu pasti ingin menanya-kan
mereka, tapi orang mati selamanya tidak bisa men-jawab,
makanya kenapa tidak membiarkan mereka terbaring di
sana dengan tenang?"
"Aku tidak akan membongkar kuburan mereka, masalah
ini anda boleh tidak usah pikirkan."
Hweesio tua itu dengan tegas menggelengkan kepala:
"Pinceng masih tidak bisa tenang, jika Sicu datang kesini
bukan ingin membuka kuburan untuk memeriksanya, lalu
buat apa Sicu datang kesini?" Pu-couw-siancu tersenyum
dan berkata: "Anggap saja aku mau membongkar kuburan,
apa pengaruhnya pada orang mati itu" Mereka sudah tidak
merasakan apa-apa, juga tidak akan memprotes. Buat apa
kita berdebat tentang masalah yang tidak ada gunanya ini?"
Hweesio tua tidak sependapat dan berkata:
"Tidak ada gunanya" Masalah ini dalam pandanganku
sama sekali bukan tidak ada gunanya, malah sangat
berarti!" Pu-couw-siancu sedikit tercengang dan berkata: "Kau
sepertinya sangat melindungi mereka"
Sampai terhadap mayatnya juga masih merasa kasihan!"
Sebenarnya orang mau melihat mayal ilu bukankah tidak
halangan" Hweesio tua berkata:
"Tentu saja tidak apa-apa, tapi setelah menggali keluar
mayat-mayat ini, lalu siapa yang akan menguburkan
mereka kembali" Heng, tidak perlu disebutkan pasti Pinceng
hweesio tua ini akan kembali direpotkan. Kalian setelah
membunuh orang langsung pergi meninggalkan, apakah
setelah menggali kuburannya mau menguburkannya
kembali?" Alasan ini walaupun sedikit lucu, tapi juga bukan sama
sekali tidak masuk akal, dan malah Ji-hong hweesio
kemarin juga sudah mengeluhkan soal siapa yang
menguburkan mayat-mayat itu.
Kelihatannya hweesio tua ini sangat tidak senang dan
bersikukuh terhadap masalah ini.
Mendadak Pu-couw-siancu merubah bahan pembicaraan
dan berkata: "Siapa sebenarnya Lo-hweesio" Kau berpura pura
menjadi hweesio yang jujur, tapi sebenarnya kau tidak
jujur?" Ji-hong hweesio sangat tidak senang dan balik bertanya:
"Aku berpura-pura" Pura-pura pada siapa" Sicu belum
pernah bicara dengan Pinceng, kapan Pinceng telah
membohongi Sicu?"
Pu-couw-siancu tidak bisa membantahnya, terpaksa
berkata: "Kalau begitu sekarang kau beri tahu aku, siapa kau
sebenarnya" dan siapa saja orang orang yang mati ini"
"Pinceng benar-benar seorang hweesio asli, sama sekali
bukan hweesio palsu, hanya saja Pinceng menggunakan
sebutan hweesio yang tidak diketahui orang, masalah ini
tidak penting bagimu, yang Sicu rasakan penting adalah
asal usul lima orang mati ini, benar tidak?"
Pu-couw-siancu menganggukan kepala: "Benar, tapi aku
juga ingin tahu sebutan Lo-hweesioyang diketahui orang
itu." Ji-hong hweesio berkata:
"Sebenarnya sebutan lainnya tidak banyak orang yang
tahu, sebab waktu dengan cepat berlalu, jika dihitunghitung
sudah empat puluh tahun yang lalu.
Walaupun empat puluh tahun dengan cepat berlalu, tapi


Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

juga sudah terjadi lebih banyak peristiwa, makanya tidak
akan ada orang yang tahu sebutan hweesio yang Pinceng
gunakan dahulu."
Pu-couw-siancu sepertinya lebih bersikukuh sepuluh kali
lipat dari pada dia dan berkata:
"Tidak peduli, aku masih tetap ingin mendengarnya."
Ji-hong hweesio tidak terlihat merasa kesulitan:
"Tiga puluh tahun dari empat puluh tahun yang lalu,
sebutan Pinceng adalah Tong-leng." .
Pu-couw-siancu mengerutkan alis berpikir, sejenak,
wajah cantiknya mendadak penuh dengan keheranan. Suara
dia juga sedikit serak dan berkata:
"Kau ini Tong-leng-siang-jin salah satu dari Ngo-tai,
orang suci yang berada di bawah pimpinan mantan ketua
perguruan Siauw-lim-si, Goan-seng Tai-cuncia?"
Ji-hong hweesio menganggukan kepala: "Benar itu
Pinceng, tapi Pinceng tidak tahu apa yang membuat Sicu
keheranan?"
Pu-couw-siancu dengan gugup berkata:
"Kalau begitu Taysu pasti sudah tahu asal-usulku?"
Sekarang nama Ji-hong hweesio kita ganti jadi Tongleng-
siang-jin. Dia berkata:
"Tentu saja Pinceng tahu, apa Sicu takut nanti Pinceng
menyebar luaskan berita ini" Atau tidak takut Pinceng
mencari akal menghadapimu" Hay, tapi Sicu tenang saja,
Pinceng sudah empat puluh tahun tidak terjun ke dunia
ramai, mungkinkah Pinceng mau mengurusi masalahmu"
Pu-couw-siancu tetap masih gugup berkata: "Tapi aku
tidak sependapat, kau pasti tahu aku berbeda dengan orang
lain." Tong-leng-siang-jin menghela nafas sekali: "Sicu sungguh
berbeda dengan orang lain, tapi jika Sicu masih tetap
memaksa Pinceng terlibat dalam pergolakan, maka Pinceng
tidak perlu mengurusnya, juga tidak bisa mengurusnya."
Pu-couw-siancu menenangkan diri, baru ber-kata lagi:,.
"Baik, kau harus beritahu aku, lima orang yang mati itu
siapa sebenarnya" Kenapa mereka menyerang ku" Dan
kenapa dengan kemampuanku, sampai sekarang masih
belum bisa menyelidiki jati diri dan tujuan mereka?"
Tong-leng-siang-jin berkata:
"Karena Sicu telah bertanya pada Pinceng, maka
Pinceng akan menjawabnya. Pertama, nama lima orang ini
Pinceng tidak tahu, tapi melihat jurus silat mereka,
mungkin mereka adalah orang-orang dari perumahan di
gunung Bu-ih (Tidak ada yang jahat) dari daerah Tian-lam
(selatan provinsi Hun-lam). perumahan di gunung Bu-ih
Sicu pasti pernah mendengarnya, sebenarnya itu artinya
tiada kejahatan yang tidak dilakukan. Kedua, lima orang ini
pikirannya sudah di kendalikan, makanya apa yang mereka
lakukan mereka sendiri juga tidak tahu, sehingga tidak bisa
diketahui kenapa mereka mau menyerang Sicu."
Perkataan hweesio tua itu terhenti sejenak lalu berkata
lagi: "Mengenai kenapa kau tidak bisa menyelidiki jati diri
mereka, inilah sebuah petunjuk, Sicu pikir-pikir sendiri,
mungkin akan mendapat jawabannya."
Pu-couw-siancu melototkan matanya, diam-diam
berpikir. Orang cantik selalu ada nilai tambahnya, walau pun
melotokan matanya, tapi tetap saja kecantikannya memikat
orang. Dia pelan-pelan berkata:
"Jika para pembunuh ini benar dari perumahan di ^ Buih-
san, sebenarnya tidak sulit menyelidiki jati diri mereka,
tapi kenapa tidak boleh diselidiki?"
Tong-leng-siang-jin dengan pelan berkata:
"Jika air danau sangat keruh, kau tentu tahu disana
banyak ikannya, tapi pasti tidak bisa melihat ikannya."
Pu-couw-siancu sambil bergumam
"Benar, benar, air yang keruh menghalangi penglihatan,
tampaknya aku pun begitu."
Dengan serius dia memberi hormat pada hweesio tua itu.
Pu-couw-siancu kembali berkata:
"Banyak terima kasih pada Lo-hweesio, aku permisi,
tidak peduli apa yang terjadi, aku pasti tidak akan
menyebutkan nama besar anda."
Tong-leng-siang-jin berkata:
"Begitu bagus sekali, tapi walaupun disebutkan juga tidak
apa-apa, aku hanya khawatir para murid-murid itu datang
kesini, itu akan membuat keadaan menjadi tidak pernah
tenang." Di dalam hutan dengan cepat kembali menjadi hening
dan tenang, sebab hweesio tua dan seorang gadis yang
sangat cantik sama-sama ti dak bicara, mereka berdiri
seperti patung kayu.
Kenapa Pu-couw-siancu setelah berkata pamit, masih
belum pergi"
Jawabannya segera terlihat.
Di dalam hutan tiba-tiba terdengar suara yang amat
kecil, jelas ada orang yang bergerak.
Namun di saat begini dan di tempat begini, siapa yang
mau datang kesini"
Jika benar ada orang yang datang, apa tujuan dia"
Hweesio tua itu memejamkan matanya sambil bersandar
ke pohon, kelihatannya mungkin bisa terus di posisi begitu
tiga hari tiga malam sedikit pun tidak bergerak.
Wajah Pu-couw-siancu sangat dingin, juga sedikit
memejamkan mata memperhatikan suara kecil yang hampir
tidak terdengar itu.
Setelah beberapa saat, seorang tua yang loyo berambut
putih keluar dari dalam hutan.
Walaupun dia tampak tua dan loyo, tapi sinar matanya
sangat tajam, jelas tidak loyo karena usianya sudah tua.
Setelah melihat dengan hati-hati pada hweesio tua dan
Pu-couw-siancu, orang tua loyo itu baru berkata:
"Pu-couw-siancu, hamba Lo-hiat memberi hormat."
Pu-couw-siancu menganggukan kepalanya. Lo-hiat
kembali berkata:
"Kenapa Lo-hweesio ini masih berdiri disini" Kenapa dia
tidak kembali ke kuilnya?"
Pu-couw-siancu melihat sekali pada hweesio tua itu,
setelah mengetahui dia tidak akan bicara lagi, maka dia
berkata: "Dia sudah sangat tua, juga seorang hweesio, jangan
pedulikan dia, katakan saja padaku, apa tujuan-mu datang
kemari." Lo-hiat menganggukan kepala:
"Aku datang untuk minta pertolongan Siancu."
"Lihatlah, apakah aku orang yang khusus j
menyelamatkan orang?" kata Pu-couw-siancu heran.
Lo-hiat tertawa terkekeh-kekeh, tiba-tiba timbul maksud
tidak baiknya. Dia berkata:
"Kau mau menolong atau tidak aku tidak peduli, tapi
atas nama Cui Lian-hoa, maukah kau menolong dan
melindungi aku."
Wajah Pu-couw-siancu tidak berubah, tapi tidak bisa
disangkal hatinya memang tergetar.
Nama Cui Lian-hoa, sudah lama dia tidak mendengar,
juga sudah lama sekali dia tidak memikirkannya, tapi pagi
hari ini mendadak dia teringatnya.
Itu terjadi ketika dia bertemu dengan Li Poh-hoan di
bawah pohon Hong di pinggir sungai.
Sekarang setelah di ingat kembali, mendadak dia jadi
teringat kakaknya Cui Lian-hoa, apa sebabnya" apakah
karena harinya dipenuhi oleh cinta asmara, sehingga
beberapa orang yang dulu sangat akrab sekali dengannya
menjadi teringat kembali olehnya"
Sorot mata Lo-hiat dalam tidak bisa diukur, dia kembali
berkata: "Jika aku mati, dia pun tidak akan bisa hidup, apakah
kau mengerti apa maksud perkataanku ini?"
Wajah Pu-couw-siancu terlihat cerah, sambil tersenyum
berkata: "Tentu saja aku mengerti, tapi aku tidak pernah berniat
membunuhmu, maka kata-katamu mungkin tidak ada
gunanya, kau dari perkumpulan atau organisasi apa?"
"Aku orang Can-bian-tok-kiam-bun dari Lam-kang,"
Kata Lo-hiat singkat.
Pu-couw-siancu tetap dengan tertawa berkata: "Kau tahu
tidak Pek-jiu-cian-kiam To Sam-nio ada disini" Dia adalah
pesilat tingginya Can-bian-tok-kiam-bun, masalahmu
mungkin dia bisa memutus-kannya untukmu."
Tiba-tiba Lo-hiat menyela:
"Sekarang Cui Lian-hoa tidak bisa bersilat sedikit pun,
brandalan biasa pun bisa memperkosa dia.
Tapi mengenai ini kau tenang saja, aku tidak akan
membiarkan dia mendapat penghinaan ini."
"Kalau begitu aku berterima kasih padamu."
Lo-hiat menggelengkan kepala:
"Tidak perlu, tidak perlu, walaupun dia tidak khawatir
mendapat penghinaan, tapi nyawanya terancam, jadi jika
aku tidak selamat, dia juga harus menemani aku ke
akhirat." Kata Pu-couw-siancu:
"Aku mengerti sekarang, sebenarnya yang kau takutkan
bukan aku, tapi To Sam-nio, tentu saja aku bisa
memerintahkan To Sam-nio jangan mencari gara-gara dan
bertarung denganmu, apa yang kau harapkan dari aku
adalah supaya aku melakukan hal ini, bukan?"
Lo-hiat tidak tertawa sedikit pun, dia hanya
menganggukan kepala:
"Betul, kau sungguh orang yang sangat pintar."
Tiba-tiba Pu-couw-siancu berkata sendiri:
"To Sam-nio bisa kuperintah, tapi jika tanpa alasan yang
tepat melarang dia mencari gara gara pada orang,
sepertinya itu tidak pantas dan tidak adil......"
Lo-hiat dengan tertawa dingin, katanya:
"Cui Lian-hoa adalah alasannya." Dia berhenti sejenak
lalu melanjutkan, "Namamu Cui Lian-gwat, dia Cui Lianhoa,
apakah alasan ini masih tidak cukup?"
"Sepertinya tidak cukup, sebab sekarang aku sudah
bukan Cui Lian-gwat lagi, aku adalah Pu-couw-siancu, kau
ingat baik-baik ini."
Lo-hiat tertawa dingin beberapa kali, berkata:
"Nyawa Cui Lian-hoa, pasti tidak lebih murah dari pada
nyawaku, jika kau berkata demikian, maka kita lihat saja
nanti." Pu-couw-siancu dengan dingin menatap Iaw.m-nya,
matanya yang hitam menyiratkan maksud yang sulil
diduga. Lo-hiat mundur ke arah hutan, dalam sekejap
menghilang. Pu-couw-siancu sedikit memperkeras suaranya:
"Lo-hiat, bagaimana pun juga kau pasti mati di tangan
To Sam-nio atau di tangan orang lain, kenapa aku tidak
turun tangan sendiri saja membunuhmu" Dengan demikian
aku telah membalaskan kekesalan Cui Lian-hoa,
menurutmu betul tidak?"
Di dalam hutan terdengar beberapa suara senjata beradu.
Setelah beberapa saat, bayangan Lo-hiat muncul
kembali. Pu-couw-siancu tersenyum berkata:
"Walaupun anak buahku tidak bisa membunuh mu, tapi
mereka berjumlah banyak, mungkin tidak menjadi soal jika
hanya menghadangmu, apa lagi diantaranya masih ada
beberapa yang ahli senjata rahasia, jika kau ingin
menerobos keluar, mungkin sulit sekali."
Wajah Lo-hiat terlihat sedikit kewalahan, dengan
marahberkata: "Kau ini siapa sebenarnya" Cui Lian-hoa adalah kakak
kembarmu, apakah kau sungguh-sungguh tidak
mempedulikan hidup matinya?"
"Aku hanya tidak senang diancam orang. Dan juga aku
tidak percaya pengakuanmu yang mengira nyawamu lebih
hina dari pada nyawanya, jika kau tidak mengaku dan juga
tidak memohon padaku, aku sekarang juga akan
membunuhmu."
Wanita yang secantik dan semanis Pu-couw-siancu, katakatanya
ternyata sadis dan tidak berperasaan, sungguh
membuat orang merasa tidak percaya.
Mata Lo-hiat melotot tidak bisa bicara, menatap dia
beberapa saat, baru berkata lagi:
"Baiklah, aku mohon padamu, aku tahu To Sam-nio
tidak akan melepaskan aku, tapi dia menurut perintahmu,
kau tolonglah aku?"
Pu-couw-siancu tidak menjawab malah balik bertanya:
"Dimana Cui Lian-hoa sekarang berada" Kau sudah
apakan dia?"
Lo-hiat (sebenarnya adalah nyonya baju hijau Biauw
Cia-sa) berkata:
"Ilmu silatnya sudah musnah, aku hanya menggunakan
tusukan Tok-kiam menotok tiga jalan darah-nya,
sebenarnya aku tidak perlu melakukannya."
Biauw Cia-sa hanya menjawab setengah pertanyaannya,
jelas dia tidak mau membocorkan keberadaan Cui Lianhoa.
Pu-couw-siancu berpikir beberapa saat, tiba-tiba
bertanya: "Apakah kau bisa menguburkan mayat?" Biauw Cia-sa
terpaku sebentar, lalu berkata:
"Mengapa tidak bisa?"
"Bagus, pertama, galilah keluar lima mayat dalam
kuburan baru ini, setelah diselidiki, kau ber-tanggung jawab
menguburkannya kembali."
Dia melihat lihat pada Tong-leng-siang-jin dan berkata
lagi: "Apakah kau mau menghalangi pekerjaan ini?"
Tong-leng-siang-jin mengangkat bahu, tanda tidak
menentang. Walaupun Biauw Cia-sa bukan orang yang biasa
mengerjakan pekerjaan menggali, tapi ilmu silat dia sangat


Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tinggi dan pandai menggunakan tenaga.
Maka walaupun menggunakan sebuah papan (yaitu
papan yang bertuliskan makam lima orang tanpa nama),
sudah berlipat ganda penggunaannya dari pada orang lain
yang menggunakan pacul, dalam sekejap dia sudah
menggali sebuah lobang.
Di dalam lobang ada lima mayat yang di bungkus tikar,
dengan tenang terbaring di atas tanah.
Biauw Cia-sa mencium-ciumnya beberapa kali dan
berkata: "Aneh ada bau semacam obat, bau obat untuk
mengawetkan mayat."
Pu-couw-siancu melihat pada Tong-leng-siang-jin dan
berkata: "Kau yang melakukannya" untuk apa melaku-kan ini?"
Dari keadaan seperti patung Tong-leng-siang-jin kembali
berubah menjadi manusia hidup dan menjawabnya:
"Jika tidak begini, bukankah sekarang baunya sudah
menyengat hidung"
Mayat kadang-kadang dalam sehari sudah banyak
membusuk, jika kurang sempurna, Sicu pasti tidak akan
merasa puas, menurutmu betul tidak?"
Pu-couw-siancu terpaksa berkata:
"Baik, anggap saja aku puas dengan pekerjaanmu, apa
yang dilakukan kau semua demi aku, perkataanku ini
apakah memuaskan anda?"
"Biasa-biasa saja! Sebenarnya Pinceng melaku-kan ini
demi satu orang sahabat lainnya."
Pu-couw-siancu keheranan sekali, tanyanya: "Siapa?"
"Sicu tidak perlu tahu, pokoknya seorang yang pasti akan
memperhatikan dirimu, Pinceng tahu dia pasti
memperhatikan, maka Pinceng melakukannya."
Mendengar ini Pu-couw-siancu tahu hweesio tua ini pasti
tidak akan mengatakan siapa orang itu.
Dia segera merubah arah pembicaraan:
"Kalau begitu, kemarin malam jika aku sampai kalah,
anda pun tidak akan tinggal diam?"
Biauw Cia-sa yang berada di dalam lubang saat ini baru
merasa terkejut, dia melihatpada hweesio tua.
Coba saja pikir, Pu-couw-siancu Cui Lian-gwat yang
sampai Pek-jiu-cian-kiam To Sam-nio juga harus runduk
mendengar perintahnya, di dunia ini apa lagi yang harus
ditakutinya"
Tapi dalam nada bicaranya ini menandakan dia masih
harus minta perlindungan hweesio tua ini, siapa hweesio
tua ini sebenarnya"
Tong-leng-siang-jin berkata:
"Pinceng mungkin tidak sampai tidak ada perasaan
duduk diam tanpa mempedulikan, tapi jika Sicu hanya
terluka di wajah, atau hanya putus tangan, kaki, \ sedang
nyawa tidak terancam, saat itu mungkin Pinceng tidak akan
mempedulikan!"
Wanita cantik adalah mala petaka sejak zaman dulu
begitu. Maka maksud dalam kata-katanya hweesio tua, di luar
seperti menutup-nutupi tapi sebenarnya sangat jelas.
Pu-couw-siancu menganggukan kepala, sorot matanya
berpaling pada lima mayat yang dibungkus tikar di dalam
lubang itu dan berkata:
"Buka dan lihat."
Tikar segera dibuka.
Lima mayat itu masih utuh.
Usia mereka diantara dua puluh lima sampai tiga puluh
dua, semuanya masih muda.
Hal ini memang membuat orang sedikit merasa sayang!
Hal lainnya yang menjadi perhatian adalah ke lima
orang mati itu semua sepasang matanya melototbesar.
Walaupun semua matanya sudah berubah jadi putih,
sedikit pun tidak ada cahaya, tapi bagaimana pun membuat
orang heran dan ketakutan.
Pu-couw-siancu terdiam melihat-lihat beberapa saat baru
berkata: "Kubur kembali mereka."
Pekerjaan ini Biauw Cia-sa bisa mengerjakan lebih cepat
dari pada pekerjaan menggali.
Melihat kejadian yang sudah berlangsung dia merasa
keheranan, heran kenapa dia mendadak menjadi seperti
pegawainya Pu-couw-siancu Cui Lian-gwat"
Pu-couw-siancu bertanya pada dia:
"Lo-hiat, kau juga sudah melihat ke lima mayat itu, coba
beritahu aku, apa yang kau telah lihat?"
Biauw Cia-sa berpikir paling sedikit puluhan kali baru
menjawab: "Aku memang telah melihat beberapa hal!"
"Ku pikir kau pasti bisa melihatnya." Pu-couw-siancu
tersenyum, tapi senyumnya terasa dalam, sulit diduga,
"Kalau begitu, kau beritahu, sebab aku tidak suka mendugaduga,
dan juga paling baik kau ingat satu hal, yaitu jika aku
berumur panjang, baru bisa membantumu supaya Cui Lianhoa
tidak mati, jika Cui Lian-hoa bisa hidup dengan baik,
mungkin kau juga sama."
Biauw Cia-sa seperti prajurit melewati sungai di dalam
permainan catur, sekali melewati sungai hanya bisa maju
tidak bisa mundur lagi, saat itu dengan gagap dia berkata:
"Mereka telah terkena racun serangga, terkena racun
sebelum mati."
Pu-couw-siancu tertawa, sepertinya dia tidak terkejut dan
berkata: "Racun serangga macam ini mungkin racun yang bisa
mengendalikan pikiran mereka yang terkena racun bukan?"
"Betul!"
Pu-couw-siancu berpikir-pikir, alisnya semakin lama
semakin mengerut. Dia berguman:
"Tapi kenapa dua diantaranya bergerak lebih lambat, dan
juga tidak bekerja sama menyerang aku" Kenapa?"
Biauw Cia-sa bengong tidak bisa menjawab. ^
Tapi hweesio tua sambil tertawa malah berkata:
"Pernahkah Pinceng mengatakan Pinceng pasti duduk diam
tidak mempedulikan, pasti tumpang tangan menonton di
pinggir?" Pu-couw-siancu Cui Lian-gwat mengeluh:
"Hay! Aku seharusnya sudah terpikirkan sejak dulu!"
Biauw Cia-sa menggosok-gosok dan memukul-mukul
membersihkan tanah di tangannya dan di tubuhnya.
Tapi dia juga merasakan sorot mata Pu-couw-siancu
seperti golok mengawasi dirinya.
Kenapa dia menggunakan sorot mata setajam ini melihat
orang" Aku telah bekerja tanpa bayaran, dan juga selalu
menjawab pertanyaannya, apakah dia masih belum puas"
Ada beberapa hal yang sangat mudah, tapi buat orang
berilmu tinggi yang mempunyai banyak musuh, tidak
mudah berubah. Biauw Cia-sa mengangkat kepala melihat sorot mata Pucouw-
siancu yang hitam dan terang laksana bintang malam,
dengan rendahnya berkata:
"Apakah masih ada pekerjaan untukku?"
Pu-couw-siancu dengan dingin berkata:
"Di depan Lo-hweesio aku tidak bisa semba-rangan
membunuh orang, tapi mematahkan kaki, tangan atau
mencongkel satu mata mungkin masih boleh. Kau percaya
tidak dalam satu jurus aku bisa mematahkan satu kaki dan
satu tanganmu" Atau men-congkel satu mata, kau percaya
tidak?" Biauw Cia-sa terkejut sekali katanya:
"Kapan aku telah berbuat dosa padamu?"
"Keberadaan Cui Lian-hoa belum kau katakan, hal ini
membuat aku sangat tidak puas."
"Jika aku mengatakannya, lalu kau menyuruh anak
buahmu menolongnya terlebih dulu, saat itu aku
bagaimana?"
"Itu masalahmu, aku sama sekali tidak percaya setelah
kau kehilangan saru kaki, saru tangan dan satu mata lalu
tidak ingin hidup lagi, saat itu kau masih harus
memberitahukannya padaku, betul tidak?"
Biauw Cia-sa merasa kepalanya sangat sakit dan pusing,
juga terpaksa mengakui Lian-gwat adalah orang yang paling
dingin, paling keji, paling menakut-kan yang pernah dia
temui selama hidupnya.
Tidak salah, setelah satu kaki, satu tangan dan satu
matanya hilang, Pu-couw-siancu baru menyang-gupi segala
syaratnya, apakah dia masih mau melanjut-kan hidupnya"
Jika mau melanjutkan hidup, bukankah tetap harus
memberitahukan tempat ditawannya Cui Lian-hoa"
Pokoknya, walaupun di tangannya ada seorang
sandaranya, tapi dia yang jadi penjual, sedikit pun tidak
sanggup mengajukan penawaran, malah dia yang di
kendalikan oleh lawan.
Dia melihat-lihat pada hweesio tua yang aneh itu, di
dalam hati berpikir dua kali.
Pu-couw-siancu berkata:
"Lo-hweesio itu benar-benar seorang hweesio, tentang
ilmu silat dan kepintaran beliau, di depan dia kita seperti
anak kecil yang tidak berpakaian, kau tidak perlu
mengkhawatirkannya."
Biauw Cia-sa memutuskan dan mengatakan satu alamat.
Dia sungguh pintar, juga seorang yang tegas. Dalam
sekejap mata dia sudah berhasil memperhitungkan untung
ruginya. Misalnya jika dia tidak berpihak pada Pu-couw siancu,
maka Pek-jiu-cian-kiamg To Sam-nio segera ak.m menjadi
bayangannya. Itulah, walaupun dia membunuh sandaranya terlebih
dulu lalu pergi bersembunyi, itu pun tidak akan bisa dia
lakukan. Pokoknya, keadaan dia sudah menjadi walau pun
berusaha apa pun dia tetap akan mati.
Tidak peduli Cui Lian-hoa hidup atau mati, keadaannya
sama saja buat dia.
Dari pada begitu, lebih baik dia berpihak saja pada Pucouw-
siancu. Di luar dugaan, Pu-couw-siancu Cui Lian-gwat malah
tidak segera menyuruh anak buahnya pergi melepaskan Cui
Lian-hoa. Dia hanya pelan-pelan membalikan tubuh, bersujud pada
hweesio tua, sambil menundukan kepala berkata:
"Tolong Lo-hweesio memberi petunjuk."
Tong-leng-siang-jin berpikir sejenak katanya:
"Pinceng juga sangat berharap dengan tulus, Sicu
meminta saran padaku, sayang ini hal yang sangat tidak
mungkin, karena Sicu adalah orang Tong-to-bun
(Perkumpulan di wilayah timur).".
Pu-couw-siancu keheranan melihat pada dia dan
bertanya: "Kenapa" Apakah setiap orang yang bergabung dengan
Tong-to-bun, pasti menjadi tidak berperasaan tidak
mengenal saudara dan tidakbisa ditolong lagi?"
Wajah Budha hweesio tua terlihat serius dan berwibawa,
sepertinya sudah berubah dari orang biasa rnenjadi Budha
agung yang telah sadar akan segala hal, tapi senyumnya
yang ramah dan lembut, malah mem-buat orang ingat dia
masih berada di dunia.
Masih ada saru hal lagi yang berbeda dengan orang lain
yaitu sepasang tangannya menggerakan satu tanda yang
jarang sekali dilihat.
Dan dibawah gerakan tangannya itu, kepala Pu-couwsiancu
semakin menunduk ke bawah, tubuh-nya juga sedikit
membungkuk, seperti sedang memikul benda yang sangat
berat. Tong-leng Siang-jin berkata nyaring:
"Orang dari Tong-to-bun, tidak merasa ber-dosa terhadap
kekejian, tanpa perasaan, maka walau-pun Sicu melakukan
hal yang di luar kemanusiaan, di dalam hatimu juga tidak
akan ada rasa menyesal dan berdosa, hal inilah yang
Pinceng tahu dari Tong-to-bun, O-mi-to-hud, harap Pinceng
tidak salah memahaminya, harap Pinceng tidak salah
menilai orang-orang Tong-to-bun!"
Senyum Tong-leng-siang-jin yang bertumpuk di atas
kerutannya, malah dirasakan lebih ramah.
Dia berkata lagi:
"Pinceng terpaksa membicarakan ketua kuil Siauw-lim
Goan-seng Tai-cun-cia dua masa sebelum-nya, dia adalah
guruku, dia sering berkata, walaupun hal prinsip juga
kadang ada kekecualian, tapi itu sangat-sangat sedikit
sekali. Kalian jangan terbohongi karena v kemungkinan
semacam ini, kekecualian tidak bisa diharapkan, begitulah
keadaan dunia ini.
Kemungkinan dan kekecualian membuat banyak orang
mengharap berlebihan, mereka berharap kejadian aneh ini
bisa terjadi, akibatnya setelah harapan nya tidak terjadi,
baru sadar kekecualian itu sangat sangat sedikit sekali.
Argumen yang Pinceng katakan ini mungkin kalian
mengira sangat dalam sekali, tapi itu demi kebaikan kalian,
karena kalian berharap terlalu besar, sekali putus asa,
pukulannya akan terasa sangat berat, Pinceng pernah
melihat tidak sedikit orang mendapat pukulan ini,
penderitaannya sangat dalam, malah seumur hidupnya
seperti memikul hukuman.
Prinsip yang kalian katakan itu, Pinceng juga tahu, tapi
kekecualian bagaimana pun bukan cara yang biasa, hanya
bisa sesekali tidak bisa dipaksakan, berharap yang bukanbukan
itu tidak boleh.
'Kekecualian' hanyalah gabungan dari semua kejadian,
hanya jodohnya lebih banyak sedikit atau kurang sedikit
saja, keadaan begini siapa yang bisa meramalkan"
Jika sampai untuk mengetahuinya saja tidak mungkin,
apakah mungkin mengharapkannya" Terima kasih Sicu
telah mengatakannya, tapi maaf Pinceng tidak bisa
menerimanya."
Suara Pu-couw-siancu mendadak kecil seperti berbisik:
"Tapi paling sedikit di dalam hatiku masih ada sedikit


Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pikiran jujur, maka aku mau minta tolong pada Taysu,
bukankah kemarin anda tidak akan tinggal diam menonton
aku mengalami kesulitan, tapi mengapa hari ini malah akan
tinggal diam?"
Tong-leng-siang-jin menghela nafas dan menggelenggelengkan
kepala. Setelah beberapa saat, baru dia berkata lagi:
"Pinceng sudah tahu sebelumnya Pinceng tidak mungkin
bisa menolong permohonan Sicu, sebab bukan saja Sicu
masih ada Cui Lian-hoa.
Nama kalian Pinceng sudah beberapa kali mendengar
dari Cin Sen-tong, makanya sejak awal kita sudah ada
jodoh, tapi terhadap Sicu, sepertinya Pinceng juga tidak bisa
memikirkan sebuah cara.
Sicu tahu tidak Tong-to-bun tidak semudah seperti aliran
sesat Persia" Sebenarnya perkumpulan ini setengahnya
aliran hitam dari daerah India dan Tibet" Tapi masalah
kakak Sicu itu Pinceng bisa tidak harus mempedulikan,
mengenai Sicu, setiap kali pikiran Sicu mendadak sadar,
terjerumusnya pun semakin dalam satu tingkat."
Di dalam mata Pu-couw-siancu tampak warna
kebingungan dan berpikir.
Tong-leng-siang-jin kembali berkata:
"Bukankah gurumu bernama Sen Hai-kun" Kau tentu
sudah berhasil mempelajari ilmu hebatnya, Coan-sen-piancie
(Dewa berubah jari berputar), Yang-yan-hoan-sin-kang
(Ilmu sakti matahari membara), dan Sen-ie-tay-hoat (Ilmu
bayangan gaib)?"
Mendadak tubuh Biauw Cia-sa melesat pergi laksana
anak panah. Arah yang dia tuju untuk melarikan diri dari hutan yang
berbeda dari arah datangnya.
^oodwoo^ BAB 9 Biauw Cia-sa mengira tadi dia telah dihadang oleh anak
buahnya Pu-couw-siancu, tapi dari arah melarikan diri yang
di tuju kali ini tentu tidak ada yang menghalanginya, apa
lagi keadaan Pu-couw-siancu tampak sedang bengong
memikirkan sesuatu, jadi mungkin tidak sempat
mengeluarkan perintah.
Walaupun dia kembali dihadang, juga tidak menjadi
masalah. Bagaimana pun dia tidak akan menemui ajal-nya, jadi
tidak salah mencobanya.
Jika dia berhasil melarikan diri, bukankah dia kembali
menjadi bebas. Selain itu Pu-couw-siancu Cui Lian-gwat yang sudah
tahu Cui Lian-hoa berada di dalam genggaman nya, maka
dia tidak akan berani berbuat macam-macam terhadap dia!
Tubuh dia yang melayang kurang lebih dua tombak, tibatiba
seperti batu yang berat jatuh ke atas tanah, untungnya
tulang dia kuat, bukan saja tulangnya tidak patah, malah
masih bisa langsung berdiri.
Dengan ganas dan ketakutan dia menatap hweesio tua
itu dan berkata:
"Kenapa kau hanya membantu dia tidak mau membantu
aku" Apakah karena dia cantik?"
Tadi hweesio tua hanya sedikit mengibaskan lengan
bajunya, menjentikan jari di dalam lengan bajunya.
Satu hawa dingin sudah melesat ke arah Biauw Cia-sa
yang sedang berlari cepat.
Jurus ini adalah salah satu jurus hebat Siauw-lim-si yang
telah menggemparkan dunia ratusan tahun tapi jarang
dilihat orang, jurus ini disebut Ban-ji-to-go-cie (Jari Budha
menembus kesulitan).
Hweesio tua itu sambil tersenyum berkata:
"Jangan khawatir, Sicu tidak akan mati, tapi di kemudian
hari Pinceng tidak berani menjamin."
Lalu hweesio tua menggoyangkan tangannya tanda
menyuruh dia pergi dan berkata lagi:
"Pergilah ke depan kuil, dan tunggu disana,
Pincengmasih ada pesan untukmu."
Diam-diam Biauw Cia-sa mengerahkan tenaga
dalamnya, terasa di dalam tubuhnya paling sedikit ada tiga
puluh enam jalan darah selain kesemutan juga terasa sakit,
dia jadi sangat terkejut.
Dia tidak berani bicara lagi, lalu pergi keluar hutan.
Mata Pu-couw-siancu jernih dan jelas hitam dan
putihnya, dia menjadi sadar. Dia berkata:
"Lo-hweesio, apakah kau tidak lupa masih ada seorang
Pek-jiu-cian-kiam To Sam-nio yang bisa membunuh dia?"
Tong-leng-siang-jin tidak menjawab, dia hanya berkata:
"Sicu juga silahkan pergi, Pinceng masih ada tamu lain."
Pu-couw-siancu berpikir sejenak baru berkata: "Apakah
Ban-ji-to-go-cie dari Siauw-lim-si lebih
lihay dari pada Coan-sen-pian-cie dari perguruan kami"'"
Akhirnya pertanyaannya tepat ditanyakan pada orang yang
tepat, sebab jika membicarakan tinggi rendah dan
kehebatan ilmu silat yang tiada duanya di dunia ini, tidak
ada yang lebih pantas dari pada Tong-leng-siang-jin yang
menjadi salah satu dari Ngo-tai-siang-jin di Siauw-lim-si"
Kata Hweesio tua itu:
"Tidak, Coan-sen-pian-cie dan Ban-ji-to-go-cie tujuan
dan kegunaannya sangat berbeda, yang satu untuk
membunuh orang, yang satu lagi menghapus kejahatan
yaitu menolong orang, jadi tidak bisa disama ratakan.
Kedua jurus jari ini masing-masing mempunyai
kelebihan, keadaannya berimbang, siapa pun tidak bisa
mengalahkan siapa, jika Ban-ji-to-go-cie mampu menga
lahkan Coan-sen-pian-cie, maka Sen Hai-kun pasti memberi
tahu padamu, dan sangat mungkin tidak akan diajarkan
padamu, dia adalah orang yang sangat percaya diri dan
ingin menang sendiri, betul tidak?"
Mendadak Pu-couw-siancu menyadari, hweesio tua ini
ternyata sangat mengenal Sen Hai-kun yang sangat
misterius dan jarang diketahui orang.
Malah bisa ditafsirkan mereka adalah teman lama, kalau
tidak bagaimana dia bisa tahu begitu banyak"
Apakah di sisi Sen Hai-kun ada pengkhianat"
Hingga telah membocorkan tidak sedikit rahasia dia"
Tong-leng-siang-jin kembali berkata: "Nanti kalau
bertemu dengan Sen Hai-kun, tolong beritahu dia, Pinceng
sudah terlalu tua, sudah tidak sanggup lagi, tapi Pinceng
ada seorang generasi penerus.
Walaupun masih seorang hweesio kecil, tapi sangat
angkuh dan tidak mau kalah, dia berharap bisa bertarung
dengan Sen Hai-kun, itu adalah harapan dia seumur
hidupnya!"
Pu-couw-siancu sambil mengerutkan alis berkata:
"Hweesio kecil ini siapa namanya?"
"Nama preman dia tidak perlu disebutkan! Sebutan
hweesio dia adalah Wie-it (hanya satu satunya)."
Dia seperti teringat pada hal yang lucu, malah
mengangkat kepala, tertawa terbahak-bahak, berkata lagi:
"Dia baru berusia dua puluh tahun" Mmm, mungkin
juga dua puluh satu tahun. Tapi dia mempunyai banyak
harapan yang cerah. Misalnya di bidang ilmu silat, orang
yang saru satunya dia ingin kalahkan adalah Sen Hai-kun,
di bidang agama Budha, satu-satunya harapan dia adalah
hati terang dan tahu masalah, menuju kesempurnaan, di
bidang wanita, dia juga memiliki harapan satu-satunya......"
Pu-couw-siancu melihat dia terhenti sejenak, jadi tidak
tahan bertanya:
"Dia berharap apa?"
"Dia berharap sepanjang hidupnya tidak akan bertemu
dengan wanita yang bisa menggetarkan hati-nya, dia sadar
ini satu ujian yang sangat berbahaya, tentu saja Pinceng
juga sangat setuju dengan maksud-nya." Pu-couw-siancu
tersenyum dan berkata: "Boleh tidak aku bertemu dengan
dia?" "Tidak bisa," hweesio tua dengan jujur menolak, dan
melanjutkan perkataannya:
"Karena Sicu adalah wanita yang satu-satunya tidak dia
harapkan bertemu."
Pu-couw-siancu pelan mengangkat bahunya, lalu
mengangkat tangan merapihkan rambut panjang-nya. Tidak
banyak bicara lagi, meninggalkan tempat itu sambil
tersenyum. ((oodwoo)) Di dalam hutan pohon Hong keadaan tenang dan
hening, hweesio tua yang berdiri tidak bergerak, tiba-tiba di
hadapannya muncul satu orang.
Hweesio tua itu membuka mata melihatnya, sedikit pun
dia tidak merasa heran, berkata:
"Akhirnya Sicu datang juga?"
Orang itu memakai baju putih melayang-layang ditiup
angin, muda dan tampan.
Tapi dalam ketenangannya tampak kekuasaan, d i dalam
sorot matanya tampak ambisi menguasai dunia.
Dia membungkuk hormat katanya:
"Aku tidak tahu hweesio tua menunggu aku, maka
datang terlambat."
"Pinceng tidak sengaja menunggumu, Pinceng hanya
saja tahu Sicu mungkin akan mencari Pinceng, maka
Pinceng melakuan dengan sambilan saja! Jika Sicu sudah
datang, itu bagus sekali."
Orang berbaju putih adalah ketua perkumpulan Thi-piantan,
Li Poh-hoan yang berambisi menguasai dunia
persilatan. Dia berkata:
"Mohon penjelasan maksud kata 'bagus' itu?"
"Guruku adalah Goan-seng Tai-cun-cia, dia adalah ketua
Siauw-lim dua masa sebelumnya, yang menggantikan
kedudukannya adalah Thi-kau-siang-jin, dia adalah adik
seperguruan almarhum guruku."
Li Poh-hoan dengan hormat berkata:
"Para Siang-jin dari kuil Siauw-lim-si aku sudah
mendengarnya, di dalam hatiku sangat salut dan
menghormati mereka. Tapi kenapa Lo-hweesio
menceritakan hal yang sudah lama lewat ini"
Walaupun para ketua Siauw-lim-si dahulu
menggemparkan dunia dan dihormati, lalu apa
hubungannya dengan sekarang?"
Tong-leng-siang-jin pelan berkata:
"Susiok Pinceng pernah berpesan, jika bertemu dengan
keturunan Leng-hiat Li Cap-pwee, yang jadi sahabat
lamanya, Pinceng harus melindunginya."
Li Poh-hoan terpaku sesaat lalu berkata:
"Ah! Begitu, kiranya begitu!"
Tidak heran begitu dia bertemu dengan Siang-jin yang
sudah amat tua ini, langsung dia diajarkan satu jurus
pedang yang sangat hebat.
Tentu saja saru jurus pedang ini amat berguna sekali
buatnya. Terhadap jurus It-cie-pek-pian Pu-couw-siancu" itu, dia
akan kewalahan menghadapinya, dia tentu terpaksa sekuat
tenaga menggunakan jurus pedang pembunuh. Jadi sangat
mungkin kedua belah pihak akan sama sama terluka. Malah
mungkin kedua belah pihak akan kehabisan tenaga dan
tidak bisa bangkit berdiri.
Maka satu jurus pedang yang diajarkan hweesio tua itu,
akan menghindarkan mala petaka, dan sekarang dia baru
mengerti alasannya kenapa hweesio tua ini mengajarkan
jurusnya. Dia menghela nafas dalam sekali, lalu mengangkat
kepala bersiul panjang, melampiaskan semangat yang
bergelora di dalam dadanya melalui siulan panjang ini.
Dada segera merasa lebih nyaman. Dengan terharu dia
berkata: "Kebiasaan para Lo-cianpwee yang sangat berperasaan,
bisa dilihat dari sini, bisa dilihat dari sini......"
Tong-leng-siang-jin menatap dia sejenak, tidak tahan
berkata: "Sementara ini kembalilah Sicu ke Siang-yang,
berpikirlah beberapa hari, sebab Pinceng melihat masih ada
satu mala petaka yang akan terjadi."
Semangat Li Poh-hoan jadi terbangkit, dengan
tersenyum tenang berkata:
"Terima kasih banyak atas petunjuk Siang-jin, aku tahu
harus bagaimana berbuat. Terima kasih banyak dan mohon
Geger Di Selat Bantai 2 Kuda Putih Karya Okt Geger Di Lembah Tengkorak 2
^