Bila Pedang Berbunga Dendam 11
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong Bagian 11
kemudian dengan pelahan dia berkata, "Apakah
gadis itu sudah engkau bunuh?"
Coh Hen Hong memandang kearah mayat ketiga
gin-wan dan Beng Cu yang berada dalam
842 kubangan darah. Diam-diam dia bersyukur dalam
hati. Kalau dia tak lekas-lekas turun tangan
melenyapkan mereka, tentulah urusan akan
menjadi runyam. Menilik Beng Cu tak berkutik
dalam genangan darah sampai beberapa waktu,
tentulah gadis itu sudah mati.
Diam-diam Coh Hen Hong menghela napas
longgar. Sambil cibirkan blbir, dia menjawab,
"Siapa yang tahu dia sudah mati atau belum.
Ketiga binatang itu ganas sekali menyerang aku.
Dulu aku pernah menderita dari mereka maka
kugunakan sepasang pedang Leng-liong-kiam dan
kugunakan tiga jurus ajaran engkong. Begitu
habis kesudahannya adalah begitu!"
Ceng-te mendesuh dan tertegun. Beberapa saat
kemudian baru dia berkata, "O, kiranya begitu.
Tetapi dia belum mati."
Mendengar itu Pui Tiok dan Coh Hen Hong
terbeliak kaget. Kalau Pui Tiok diluap kegembira
adalah Coh Hen Hong kaget setengah mati.
Dia memandang Beng Cu dan tiba menghela
napas dalam2, serunya, "Engkong, apa dia belum
mati seperti yang engkau katakan?"
"Apakah dia belum mati?" teriak Pui Tiok
serempak. Saat itu dia berada disamping Beng Cu. Karena
ditegur Ceng-te maka dia tak melanjutkan
843 maksudnya hendak memeriksa tubuh Beng Cu.
Kini setelah mendengar keterangan Ceng-te, dia
terus membungkuk dan mengangkat tubuh Beng
Cu dan berteriak memanggilnya, Beng Cu, beng
Cu!" Tetapi tubuh Beng Cu tampak lemas, kepala
lunglai seperti orang tak punya napas lagi.
Pui Tiok mengangkat muka memandang Ceng-te.
"Dia menderita kejut besar sehingga pingsan"
kata Ceng-te yang tahu arti pandang mata Pui
Tiok, "tekanlah ubun-ubun kepalanya lalu jalan
darah peh-hwe-hiat. Dia tentu siuman!"
Pui Tiok melakukan perintah, kemudian Ceng-te
berputar tubuh menghadap kearah Coh Hen
Hong. Coh Hen Hong menyadari bahwa kalau saat itu
dia tidak lekas-lekas mendahului berkata, situasi
tentu makin buruk. Maka dia paksakan tertawa,
serunya, "Syukur kalau dia tak apa-apa agar dia
dapat memberi keterangan yang jelas , . .
tetapi kurasa kedua orang itu tentu sudah saling
sepakat lebih dulu. Engkong, bukankah begitu?"
Tetapi Ceng-te hanya bergumam, tidak
mengiakan juga tidak menolak. Dia seperti
berkata seorang diri, "Dibawah serangan tiga
jurus pedang Leng-liong kiam, kalau dia tidak
844 mati bahkan sedikitpun tidak terluka, tentu
karena hanya ada satu kemungkinan.
Diam-diam Coh Hen Hong memang heran
mengapa dibawah serangan ilmu pedang yang
maha sakti itu, Beng Cu tidak mati melainkan
hanya pingsan saja.
"Engkong, kemungkinan bagaimanakah itu?"
tanya penuh keinginan tahu.
Ceng-te terdiam sejenak baru menjawab, "Kecuali
ketiga gin-wan itu memang mati-matian melindunginya.
Gerakan gin wan itu luar biasa cepat
nya. Mereka tentu gunakan tubuhnya untuk
menyongsong ketiga jurus serangan pedang!"
Tepat pada saat itu tampak Beng Cu membuka
mata. Begitu melihat Pui Tiok dia terus memeluk
erat2. "Pui toako, aku. . . masih hidup atau sudah mati?"
serunya terengah-engah. Nadanya sendu
bagaikan orang yang mati hidup dari kematian
kembali. Hampir Pui Tiok tak dapat menahan tangisnya.
Airmatanya bercucuran dan berkata, "Engkau tak
kurang suatu apa, Beng Cu. Engkau tak apa-apa.
Lihatlah, Ceng-te Juga sudah hadir disini."
Wajah gadis itu pelahan lahan bertebar warna
merah. Dengan bergeliatan dia berbangkit dan
845 memandang kian kemari sampai akhirnya
bertatap pandang kepada Ceng-te. Ceng te juga
memandangnya tak berkedip.
Beberapa saat kemudian adalah Beng Cu yang
buka suara lebih dulu, "Engkau... engkau... ini . . .
. apakah engkongku?"
Coh Hen Hong tegang sekali hatinya. Kalau saat
itu dia memaki Beng Cu, tentu akan ketahuan
belangnya. Tetapi kalau dia diam, apakah bukan
berarti dia mengakui apa yang diucapkan Beng Cu
itu benar"
Satu-satunya siasat yang digunakan yalah dia
tertawa dan berseru, "Engkong, lihatlah, apakah
dia tidak seperti mau menangis, engkong, apakah
dia tidak begitu kasihan sekali" Apakah tidak
lebih baik kita suruh dia tinggal di istana ini saja.
Sejenak memandang Beng Cu, Ceng-te lalu
beralih memandang Coh Hen Hong. Coh Hen
Hong tahu bahwa kalau saat itu dia tak
mengunjuk aksi tentu akan menimbulkan
kecurigaan Ceng-te.
Maka dia terus melengking, "Engkocg, aku bicara
padamu, mengapa engkau diam saja" Hm, apa
engkau percaya saja pada omongannya dan terus
hendak mengusir aku" engkau memang
menyangsikan aku, sudah lama kutahu!"
Habis berkata dia terus berputar tubuh dan
hendak melangkah keluar.
846 "Beng Cu,"cepat Ceng-te berseru.
Mendengar itu Coh Hen Hong dan Beng Cu
serempak menyahut, "Ya!"
Ceng-te tertegun dan terpaksa berkata, "Jangan
pergi dulu. Biar kutanya lebih lanjut kepada nona
ini." Mendengar Ceng-te menyebut Beng-Cu dengan
kata 'nona ini', agak legalah hati Coh Hen Hong.
Dia berhenti tetapi wajahnya masih
menampakkan sikap tak senang.
Ceng-te lalu bertanya kepada Beng Cu, "Engkau
bilang kalau anak dari putriku. Kalau begitu,
mamamu tentu pernah bercerita banyak tentang
keadaan istana Ceng-te kiong, bukan?"
Setelah siuman dan melihat Ceng-te begitu
angker, Beng Cu memang jeri. Sebenamya dia
begitu berambisi sekali untuk merebut kedudukan
sebagai cucu dari Ceng-te. Tapi dalam keadaan
seperti saat itu, dia terpaksa tak mau menyerah
kalah lagi. Karena kalau dia sampai kalah tentu
akan dibunuh Coh Hen Hong.
Maka dia mengangguk sebagai jawaban atas
pertanyaan Ceng-te itu, "Ya, memang sering
bercerita."
Mendengar itu hati Coh Hen Horg berdetak keras
sekali seperti mau copot. Habis. . . keluhnya
847 dalam hati. Pertanyaan itu pernah diajukan juga
oleh Ceng-te kepadanya tetapi dia selalu
mengelak dengan mengatakan bahwa karena
waktu itu dia masih kecil maka dia tak ingat apa
yang diceritakan mamanya dulu.
Sekarang Beng Cu menjawab lain. Dengan begitu
jelas dia tentu akan ketahuan boroknya. Saat itu
juga dia sudah berniat hendak melesat keluar dan
melarikan diri dari Istana Ceng-te-Kiong.
Tetapi pada lain kejab dia tersadar. Apabila dia
berusaha melarikan diri berarti dia mengakui
kalau bersalah memalsu sebagai cucu Ceng-te.
Namun kalau tidak lari dan tetap tinggal di situ,
nanti bagaimana jadinya?"
Karena bingung, Coh Hen Hong sampai tak tahu
bagaimana akan bertindak. Dia tetap tegak di
tempatnya. Ceng-te menghela napas, ujarnya, "Lalu
pernahkah mamamu mengatakan tentang suatu
hal kalau waktu masih kecil mamamu paling
sayang dengan bararg mainannya yaitu seekor . .
" Ceng-te tak melanjutkan kata. Rupanya ia
memang sengaja hendak memberi kesempatan
kepada Beng Cu untuk mengatakan barang itu.
dengan demikian kalau Beng Cu memang dapat
848 menerangkan dengan tepat tak ragu lagi dialah
anak dari puteri Ceng-te yang melarikan diri itu.
Rupanya ujian itu dapat di tanggapi Beng Cu yang
serentak melanjutkan "seekor mainan kucing
terbuat dari batu koral. Sepasang matanya
terbuat dari mata kucing aseli sehingga sepintas
mainan kucing kucingan itu menyerupai seekor
kucing hidup, bukankah begitu?"
Jawaban itu diberikan Beng Cu dengan lancar
sekali. Mendengar itu seketika wajah Ceng-te
berubah. Beng Cu juga tegang sekali. ia seperti
gemetar. Melihat itu Pui Tiok segera menghampiri
dan Beng Cu lalu menerkam tangan pemuda itu
sekencang-kencangnya hingga Pui Tiok hampir
menjerit kesakitan.
Pui Tiok juga tegang. Dia menyadari bahwa detik2
itu merupakan detik yang menentukan nasibnya.
Sedang Coh Hen Hong merasa telinganya seperti
disambar petir. Pertanyaan pernah diajukan
Ceng-te kepadanya dan waktu itu dia hanya
gelengkan kepala tak tahu. Tetapi sekarang Beng
Cu dapat menjawab dengan lancar sekali Dan
menilik sikap Ceng-te, jelas memberi kesan
bahwa jawaban Beng Cu itu memang tepat.
Saat itu Coh Hen Hong seperti semut diatas kuali
panas. Dia bukannya tak ingin melarikan diri
849 tetapi dia takut sekali sehingga dia lupa untuk
melaksanakan rencananya melarikan diri itu,
Apabila Ceng-te saat itu percaya penuh akan
keterangan Beng Cu dan terus menindak Coh Hen
Hong tentu selanjutnya tak ada cerita lagi. Tetapi
rupanya Ceng-te tak begitu mudah terus menelan
saja keterangan Beng Cu. Dia masih hendak
menguji lagi kedua nona itu untuk menentukan
siapa sesungguhnya cucu perempuannya yang
aseli Ceng-te melangkah maju ke muka Beng Cu dan
bertanya pula. "Waktu ... dia pergi dari istana ini.
Dia tidak membawa mainan kucing-koral itu. Dia
paling sayang dengan mainan itu. Waktu pergi
tanpa membawa benda itu, aku akan merawat
mainan itu sebagai kenangan apabila aku rindu
kepadanya. Tetapi . . . tetapi . . . benda itu tak
dapat kutemukan ..."Suara Ceng-te menjadi
sember. Beng Cu dengan tenang menjawab, "Kutahu.
Mama memang pernah mengatakan hal itu
kepadaku. Waktu dia pergi, dia sengaja
menyembunyikan mainan itu."
Ceng-te menghela napas dalam2, Dia . . . dia
menyembunyikan mainan itu dimana" Apakah
engkau tahu?"
"Tahu." jawab Beng Cu.
850 "Dimana?"
"Dibawah kolong termpat tidurnya."
Tiba-tiba Coh Hen Hong tertawa meringkik,
"Bohong Mama bilang kalau mainan itu
disembunyikan di dalam tiang besar!"
Ceng-te terkejut dan berpaling, "Bagaimana
engkau tahu?"
"Bagaimana aku tahu?" ulang Coh Hen Hong
dengan nada mengejek, "sudah tentu beliau yang
bilang. Tak percaya?"
Pui Tiok terkejut. Tetapi cepat dia dapat menduga
apa yang telah terjadi. Kemungkinan secara
kebetulan Coh Hen Hong telah dapat menemukan
mainan itu lalu disembunyikan dalam tiang kalau
tidak begitu bagaimana mungkin Coh Hen Hong
begitu yakin berani mengatakannya
"Ceng te," dengan memberanikan diri Pui Tiok
berkata, "soal mainan itu. memang sukar
dibuktikan tempat persembunyiannya. Misalnya,
memang puteri anda telah menanamnya dibawah
kolong tempat tidurnya. Siapa tahu . . . eh,
siapakah yang tidur di kamar itu?"
"Aku", seru Coh Hen Hong menantang. "apakah
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seorang anak tak berhak tidur di Kamar yang
bekas dipakai mamanya?"
851 Pui Tiok tak dapat membantah. Tetapi Beng Cu
yang membela, "Jelas mama mengatakan hal itu
kepadaku. Kalau sekarang benda itu tak berada di
sana, tentulah sudah diambil dan dipindah-kan
orang ke lain tempat."
"Engkong, apakah engkau percaya dengan
jawabannya yang ngawur itu?" seru Coh Hen
Hong Ceng-te diam. Hampir dia menaruh kepercayaan
peauh atas keterangan Beng Cu tadi. Tetapi
mengapa dalam hal tempat persembunyian
mainan kucing koral Coh Hen Hong lebih tahu"
Andaikata Ceng-te mau menganalisa kata-kata
Pui Tiok maupun Beng Cu tentang kemungkinan
diambilnya mainan itu dan dipindahkan kelain
tempat oleh dia seharusnya menaruh kecurigaan
terhadap Coh Hen Hong.
Namun entah bagaimana, kembalinya Coh Hen
Hong yang mengaku sebagai cucunya, telah
banyak mengobati rasa rindu dan kesepian Cengte
terhadap puterinya yang melarikan diri itu. Dan
ia telah berkumpul selama bertahun-tahun maka
rasa kasih Ceng-tepun telah tumbuh kepada Coh
Hen Hong. Walaupun Beng Cu telah memberi jawaban yang
mengejutlan hatinya, tetapi Ceng-te tak dapat
secepat itu menghapus segala kepercayaannya
terhadap Coh Hen Hong.
852 Setelah merenung beberapa saat barulah dia
mendapat piklran dan bahkan untuk menguji lagi
kepada kedua gadis itu.
"Engkau," katanya kepada Coh Han Hong, tentu
nya masih ingat kalau dibawah dagu mamamu
tumbuh sebuah tahi lalat merah. Coba engkau
katakan, bagaimana bentuk tahi lalat merah itu"
"Entah," sahut Coh Hen Hong dengan ewah, "aku
kan yang palsu, sudah tentu tak dapat mengatakan.
Perlu apa engkau tanya kepadaku?"
Ceng-le pelahan-lahan beralih memandang Beng
Cu. Melihat itu Beng Cupun serentak menjawab,
"Seperti seekor tupai, punya ekor. Waktu kecil,
mama sering mengangkat muka dan menakuti
aku tupai kecil datang, tupai kecil akan loncat
menggigitmu kalau engkau tidak lekas tidur. .
Mendengar keterangan itu Ceng-te menyurut
selangkah dan memegang dinding agar tubuhnya
yang terhuyung tak sampai rubuh.
Seorang yang berilmu tinggi seperti Ceng-te tak
mudah menderita getaran yang begitu hebat
Kalau toh dia begitu, jelas menunjukkan bahwa
dia sedang menderita goncangan batin yang
hebat sekali. Dia mengigau seorang diri, "O, begitu. Dia
mengatakan begitu. Dia sering bilang, yah, kalau
853 engkau tak mau menurut aku, akan kusuruh tupai
kecil loncat menggigitmu!"
Pui Tiok menghela napas, "Cianpwe, sekarang
segala apa telah Jelas. Dan aku masih hendak
memberi tahu kepadamu. Coh Hen Hong berhati
buas. Dia membawa racun yang paling ganas.
Maksudnya akan meracuni engkau. Karena hanya
setelah engkau meninggal barulah dia dapat
bersimaharajalela tak ada yang ditakuti lagi
Kalau, sampai sekarang belum melaksanakan
adalah karena belum mendapat kesempatan."
Mendengar itu Ceng-te gelap wajahnya. Sekali
bergerak dia menyambar lengan Coh Hen Hong
dan ditarik kedekatnya.
Tetapi saat itu Coh Hen Hong sudah siap. Maka ia
tenang-tenang saja. Pikirnya, asal dapat melalui
saat-saat yang berbahaya kali itu, dia tentu dapat
mengatasi segalanya.
Setelah mempunyai keputusan itu maka sikap nya
tenang-tenang dan berani menatap muka Cengte.
"Engkau, aku tak percaya kalau engkau akan
meracuni aku!" kata Ceng-te dengan pelahan.
Mendengar itu diam-diam Coh Hen Hong sudah
memperhitungkan bahwa kedudukannya di istana
Ceng-te-kiong sekarang sudah cukup kuat.
Bukankah Ceng-te mengatakan kalau tak percaya
854 dia (Coh Hen Hong) akan meracuninya" Dengan
begitu menandakan kalau Ceng-te tidak
seluruhnya percaya pada omongan Pui Tiok.
Coh Hen Hong miringkan kepala, berkata,
"Engkau percaya boleh, tidakpun boleh. Toh aku
sudah tak ada hubungan apa-apa dengan engkau.
Sekarang sekalipun menggunakan tambah
beberapa orang lagi untuk menahanku, akupun
tak mungkin dapat di tahan. Hm, tak kira kalau
seorang yang tak berguna begitu, dapat memiliki
ilmu kepandaian yang sakti!"
Wajah Ceng-te berobah, "Engkau mengatakan
siapa?" "Engkau," kata Coh Hen Hong dengan berani,
"setelah mendengar omongan orang lantas hendak
membuang cucu perempuannya sendiri.
Orang semacam itu apa gunanya?"
Kalau Coh Hen Hong mengunjuk rasa takut,
mungkin Ceng-te akan bertindak lain. Tetapi setelah
dia mengeluarkan kata-kata yang keras,
entah bagaimana Ceng-te malah lulus hatinya.
"Apakah aku mengatakan kalau tidak
menghendaki engkau?" katanya.
"Kalau begitu perlu apa engkau membiarban
kedua orang itu berada disini?" seru Coh Hen
Hong dengan nyaring.
855 Ceng-te lepaskan cekalannya dan Coh Hen Hong
pun mundur selangkah. Ceng-te tegak termangu.
Menilik dahinya mengerut, dia tentu tengah
memikirkan sesuatu.
Pui Tiok, Beng Cu dan Coh Hen Hong masingmasing
tegang sekali hatinya. Karena mereka
menyadari bahwa nasib mereka tergantung hasil
pemikiran Ceng-te itu.
Hampir setengah jam lamanya Ceng-te tegak
memandang tiang ruangan. Bagi ketiga
anakmuda itu, setengah jam dirasakan seperti
satu hari lamanya. Beberapa waktu kemudian
baru tampak Ceng-te mengangkat muka dan
memandang Pui Tiok dan Beng Cu.
"Kalian berdua," katanya pelahan-lahan, "tentu
mendengar sedikit tentang mamanya dari orang
Entah siapa dan di mana. Oleh karena itu kalian
datang kemari untuk mencari keuntungan!"
Waktu mengucap 'mamanya'. tangan Ceng-te
mengelus kepala Coh Hen Hong.
Pui Tiok dan Beng Cu seperti mendengar halilintar
berbunyi di siang bolong. Benar-benar mereka tak
pernah mengira bahwa situasi yang sudah begitu
menguntungkan mereka, dalam sekejab saja
sudah terbalik sembilan puluh derajat.
856 Pui Tiok dan Beng Cu pucat dan tak tahu apa
yang harus mereka katakan.
"Tetapi aku takkan menghukum kalian," kata
Ceng-te lebih lanjut, "kalian boleh lekas-lekas
tinggalkan istana ini dan jangan datang kemari
lagi. Jangan harap kalau kalian akan memperoleh
keuntungan!"
Habis berkata Ceng-te terus bertepuk tangan.
Dua orang lelaki setengah tua segera muncul,
memberi hormat.
Ceng-te menuding pada Pui Tiok dan Beng Cu,
katanya, "Antarkan kedua orang ini keluar dari
Ceng-te-kiong!"
Kedua lelaki itu mengiakan. Begitu mengulurkan
tangan Pui Tiok dan Beng Cu merasa segulung
tenaga kuat melanda mereka sehingga kedua-nya
terdorong mundur sampai 7-8 langkah.
"Ceng te, engkau...," belum tempat Pui Tiok
menyelesaikan kata-katanya, gelombang tenagakuat
yang kedua melanda lagi sehingga kedua
anakmuda itu hampir tak dapat bernapas. Sudah
tentu Pui Tiok tak dapat bicara apa-apa lagi.
Kedua anakbuah Ceng-te itu hebat sekali kepandaiannya.
Mereka berturut-turut melancarkan
hamburan gelombang tenaga-dahsyat. Walaupun
tidak melukai tetapi cukup untuk mendorong Pui
Tiok dan Beng Cu sampai terhuyung mau jatuh.
857 Pui Tiok dan Beng Cu seperti dua ekor anjing
yang dihalau keluar.
"Hanya, apa engkau masih marah?" cepat Cengte
berputar tubuh dan tertawa.
Peristiwa itu benar-benar dirasakan Coh Hen
Hong sebagai impian saja. Hampir dia tak percaya
kalau dia sadar dalam kenyataan. Setelah
mendengar pernyataan Ceng-te, baru dia seperti
sadar dari impian dan dengan gaya yang
kemanja-manjaan dia menggeliat, "Aku kan tak
bisa memberi jawaban semua pertanyaanmu.
Apakah engkau masih manganggap aku sebagai
cucu perempuanmu?"
Ceng-te tertawa, "Sudah jangan macam-macam
saja. Sekarang ceritakanlah bagaimana
pengalamanmu selama pesiar keluar. Apa engkau
senang" Ilmu yang kuajarkan kepadamu dan
namaku apakah masih berguna?"
Coh Hen Hong kicupkan mata, "Memang berguna
sih berguna. Sayang aku ini hanya seorang
pemalsu saja."
"Hm," dengus Ceng-te, "kalau engkau masih
bilang begitu, awas, kutampar mulutmu nanti !"
Girang Coh Hen Hong bukan kepalang. Mau tak
mau dia tertawa juga. Ceng-te pelan sekali
menampar kepala gadis itu, "Engkau boleh mainmain.,
aku hendak melanjutkan semedhiku.
858 paling tidak makan waktu tiga hari. Selama itu
jangan ganggu aku, mengerti?"
Mendengar itu Coh Hen Hong makin girang.
"Ya, aku kan bukan anak kecil," sahutnya.
Ceng-te tersenyum lalu pelahan-lahan melangkah
keluar. Setelah dia tak tampak. Coh Hen Hong
masih tegak termangu. Beberapa saat kemudian
baru meninggalkan tempat itu.
Mari kita ikuti Pui Tiok dan Beng Cu yang dihalau
oleh kedua jago istana Ceng-te-kiong. Setelah
keluar dari pintu gerbang, kedua jago itu berseru
dingin, "Kalian mau tinggalkan tempat ini sendiri
atau perlu kita harus turun tangan?"
Marah Pui Tiok bukan kepalang. Wajahnya pucat,
serunya, "Kami bisa pergi sendiri."
"Istana Ceng-te-kiong mempunyai peraturan,"
kata kedua jago itu, "barang siapa datang ke
istana ini, sekeluarnya dari sini tak boleh
menceritakan pada orang. Harap anda
memperhatikan hal ini!"
"Tahu!" seru Pui Tiok keras. Nadarya
menyeramkan sekali sehingga dia sendiri terkejut
mengapa dia dapat mengeluarkan suara begitu.
Dan setelah berteriak dia rasakan dadanya anyir.
Dia terkejut. Karena terlalu marah, darahnya
859 meluap dan dia tentu mau muntah darah. Dan
Kalau sampai begitu, Jelas dia tentu menderita
luka-dalam yang parah. Maka dia tak mau bicara
lagi dan diam-diam mengerahkan tenaga-murni
untuk menekan darah dalam dadanya.
Saat itu wajahnya pucat lesi dan tubuhnya
gemetar. Telinganya seperti mendenging-denging
mendengar suara teriakan Beng-Cu.
Pada hal saat itu Beng Cu berada disampingnya.
Suara Beng Cu itu seperti bergema di kejauhan.
Buru-buru dia hendak berpaling untuk melihat
Beng Cu. Tetapi dia merasa pandang matanya
gelap. Dia menyadari keadaan dirinya. Dia tak boleh
muntah darah. Dia harus bertahan. Tetapi dalam
beberapa hari ini, telah banyak dan besar
guncangan batin yang dideritanya.
Dan yang paling memberi hantaman keras pada
batinnya yalah ketika pada saat dia sudah yakin
tentu berhasil membuat Ceng-te mengaku Beng
Cu sebagai cucunya, tiba-tiba gagal total dan
diusir keluar. Setelah masuk dan keluar lagi dari istana Cengte,
resikonya lebih besar dari pada dia belum
masuk ke istana itu.
Tetapi betapapun dia berusaha untuk menekan,
darah yang meluap ke kerongkongannya itu tetap
860 binal dan tak kuat lagi menahannya lebih lanjut,
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
huakkk . . . dia memuntahkan segumpal darah
segar. Sehabis muntah darah dia rasakan dunia ini
berputar-putar dan dia seperti diayun-ayun naik
turun. Selanjutnya dia tak tahu lagi apa yang
terjadi. Entah berapa lama, dia baru pelahan-lahan
mendapat kembali kesadarannya. Pertama, dia
mendengar suara isak tangis, tangis seorang
wanita. Dan kemudian dia mengetahui suara
tangis itu suara Beng Gu.
Dia paksakan untuk membuka mata. Tetapi dia
tak dapat melihat suatu apa. Beberapa saat ke
mudian baru dia dapat melihat Beng Cu.
Beng Cu makin menangis gencar dan sedih Butjr2
air matanya berderai derai membasahi muka Pui
Tiok. Pui Tiok menghela napas dan berusaha untuk
membuka suara, "Engkau . . . mengapa menangis?"
Beng Cu tertawa, "Mengapa aku tak menangis"'
Aku . . aku . . begini rupa . . bagaimana tak
menangis?"
Pui Tiok hendak mengelus kepala nona itu tetapi
tangannya tak bertenaga sama sekali.
861 Beng Cu menangis pula, "Kalau Ceng-te tak mau
mengakui aku, biarlah. Asal kita berdua tetap
bersama, aku tetap gembira."
Pui Tiok menghela napas panjang, "Beng Cu,
mengapa engkau setolol itu" Pikirlah, apakah Coh
Hen Hong mau melepaskan kita" Sekarang .... kita
berada di mana ini" Apakah sudah jauh dari
Ceng-te-kiong?"
"Rasanya tak berapa jauh," sahut Beng Cu,
"setelah engkau pingsan kupondongmu terus melanjutkan
perjalanan. Kemudian . . . kurasakan
kedua kakiku lemas lunglai dan jatuh. Hampir aku
pingsan juga. Ya, disini ini !"
Pui Tiok terkejut, "Hayo, hayo kita lanjutkan
berjalan lagi. Kalau tidak lekas pergi, Coh Hen
Hong tentu dapat mengejar kemari !"
Sambil berkata dia terus paksakan diri
berbangkit. Tetapi bukan saja dia tak mampu
berdiri, bahkan begitu bergerak dia terus muntah
darah lagi. "Beng Cu." dia berusaha untuk meronta.
"papahlah aku. Kita harus menyingkir agak jauh
lagi. Kalau tidak. . . . kita cari saja tempat
persembunyian."
Air mata Beng Cu makin deras. Dia tak dapat
bicara lagi. Dia melakukan perintah Pui Tiok,
dipanggulnya tubuh pemuda itu dan terus lari.
862 Tetapi setengah li kemudian napasnya sudah
terengah-engah, "Pui toako. . . aku. . . aku tak
dapat berlari lagi."
Dia paksakan diri lari, beberapa meter untuk
mencari sandaran pada sebatang pohon.
"Beng Cu, engkau memiliki kepandaian yang
tinggi," kaa Pui Tiok, "jangan gugup, jangan
takut. Aku hanya menderita luka dalam. Nanti
setelah beristirahat beberapa hari tentu sembuh.
Kita baru berusaha untuk menyelamatkan diri.
Setelah beristirahat beberapa hari, aku tentu
sembuh lagi. Beng Cu, jangan cemas."
Memang dengan kepandaian yang dimilikinya,
sekalipun dengan memanggul orang, Beng Cu
masih dapat lari sampai tiga hari tiga malam. Mengapa
kakinya sampai lemas, adalah karena dia
gugup dan cemas. Maka Pui Tiok perlu
mengingatkan. Beng Cu tak menangis lagi. Setelah mengatur
napas beberapa saat dia berkata, "Ya, kutahu."
Suaranya sudah terang dan dia lalu melanjutkan
lari lagi. Jalanan di gunung berbahaya, ber keluk
dan berliku. Tak berapa lama tiba disebuah
cekung gunung yang menyerupai gua. Di dalam
cekung itu terdapat banyak sekali gua2.
863 "Beng Cu, rasanya tempat ini sesuai. Karena lukadalamku
terlalu parah, lebih baik sembunyi disini
dulu," kata Pui Tiok.
Sebenarnya Beng Cu seorang gadis yang cengeng
karena tak punya pendirian. Tetapi saat itu dia
berobah menjadi seorang yang memiliki
pendirian. Setelah memandang keempat penjuru,
dia menemukan sebuah gua yang mulutnya
sempit. Tiba di mulut gua, dia mendengar suara menderuderu,
menandakan kalau sebelah dalam gua ltu
cukup lebar. Bang Cu lalu membawa pemuda itu
masuk. Ternyata memang benar sebelah dalam
cukup lebar. Setelah menyusur maju, akhirnya
makin lama makin gelap.
"Pui toako, kita beristirahat disini,", akhimya Beng
Cu berkata. Kemudian dia menyalakan korek.
Dia terkejut sekali ketika melihat sekeliling
dinding gua itu bergemerlapan. Benar-benar
sebuah tempat yang indah sekali. "Sungguh
indah, Beng Cu berseru memuji
"Ya, bolehlah," kata pui Tiok, "tetapi waktu yang
kubutuhkan untuk beristirahat paling tidak tiga
bulan." Beng Cu kaget dan gugup. Dia ingin menangis
tetapi kuatir akan membuat Pui Tiok sedih, Maka
dia tahankan airmata.
864 "Pui toako," katanya, "taruh kata dalam tiga bulan
Ini lukamu sembuh, tetapi selama itu kita
tentu....."
"Kemarilah Beng Cu, engkau kemari sini," Kata
Pui Tiok. Beng Cu menghampiri kedekat Pui Tiok.
Keduanya saling berjabat tangan erat2.
"Beng Cu," kata Pui Tiok, "selama tiga bulan ini
hanya menggantungkan engkau seorang untuk
cari makanan. Tetapi hati-hatilah, Coh Hen Hong
tentu masih mencari kita. Ah, aku sungguh tak
berguna....."
Beng Cu cepat mendekap mulut sang kekasih,
"Sudahlah jangan berkata lagi. Aku rela
menderita susah payah. Kita baru saja tinggakan
istana Ceng-te-kiong, tak mungkin Coh Hen Hong
begitu cepat akan mencari kita. Lebih baik aku
keluar untuk cari makanan untuk persediaan dua
tiga hari ini."
"Baik sih baik, tetapi engkau harus hati-hati.
Lekas pulang jangan menyiksa pikiranku," kata
Pui Tiok. Beng Cu lalu meninggalkan gua itu. Kini Pui Tiok
seorang diri. Dia hendak bangun dan duduk untuk
mengambil pernapasan tetapi dadanya masih
terasa anyir. mau muntah darah. Dia lalu berusaha
untuk menjalankan pernapasan.
865 Memang luka dalam yang di deritanya cukup
parah. Sekujur tubuhnya seperti ditusuki jarum.
Tetapi setelah dua tiga kali melakukan peredaran
darah, rasa sakit itu mulai berkurang. Dadanya
juga mulai longgar.
Entah berjalan berapa lama. Setelah kesadaran
pikirannya mulai terang, tiba-tiba Pui Tiok
teringat akan Beng Cu. Ya, nona itu sudah lama
pergi mengapa belum kembali lagi.
Karena gelisah, napasnya terengah-engah lagi
dan darah mulai keras. Ah, celaka. Dia menyadari
kalau tak boleh terlalu gelisah agar luka dalamnya
jangan sampai kambuh lagi.
Tetapi bagaimanapun dia tak dapat melepaskan
pikirannya kepada Beng Cu, Dia paksakan diri
untuk berdiri. Waktu berjalan beberapa langkah,
dia terhuyung huyung. Dia memegang dinding
tembok dan pelahan-lahan melangkah ke pintu.
Tetapi sampai di pintu tetap dia tak melihat Beng
Cu Dan ketika melihat hari sudah hampir petang
dia terkejut dan hampir rubuh.
Dengan begitu sudah hampir sehari Beng Cu
pergi. Mengapa tak kunjung pulang" Bluk,
akhirnya Pui Tiok lemas dan jatuh di mulut gua.
Saat itu dia tak dapat berdiri lagi. Dia terpaksa
menggeletak tak berdava apa-apa.
Ketika beberapa saat lagi mengangkat muka,
ternyata hari sudah gelap. Ketika dia memandang
866 kemuka, tampak dari kejauhan tiga titik sinar
obor tengah berjalan mendatangi. Dalam
pikirannya yang setengah sadar itu dia kira kalau
yang datang itu adalah ketiga ekor gin-wan.
Tetapi pada lain saat dia teringat kalau ketiga
binatang itu sudah mati.
Pui Tiok mengempos semangat dan terus
menggelinding diri ke luar. Tetapi karena tenaganya
masih lemas, dia tak dapat menggelinding jauh,
melainkan hanya sampai ke dalam gerumbul
rumput saja. Dia terkejut dan berusaha hendak bangun tetapi
tak mampu lagi, Dan ketiga titik sinar itu makin
lama makin dekat bahkan dia sudah mendengar
suara langkah mereka. Dia buru-buru mendekam
tak berani bergerak. Karena kalau dia bergerak
tentu akan ketahuan.
Tak berapa lama dia melihat tiga lelaki, masingmasing
membawa obor muncul. Pui Tiok segera
mendapat kesan kalau ketiga orang itu tentu
tokoh persilatan.
"Cekung gunung ini pelik sekali, kemungkinan
sepasang muda mudi itu tentu berada didalam
nya," salah seorang berkata.
Kawannya mengiakan dan mengajak untuk
menyelidiki. Diam-diam Pui Tiok beryukur. Kalau
tadi ia tidak nekad menggelinding keluar, tentulah
akan tertangkap.
867 Menilik pambicaraan mereka, rupanya mereka
belum menemukan Beng Cu. Diam-diam Pui Tiok
longgar perasaannya.
tak berapa lama ketiga orang itu ke luar. Tanpa
berkata apa-apa, mereka terus lari. Beberapa
tombak jauhnya, baru salah seorang berkata,
"Kalau disini tak ada, kedua muda mudi itu tentu
lari ke sana !'
"Ya, tampaknya memang begitu," sahut kawannya,
tetapi apakah sudah pasti" Yang pasti,
lebih baik kita melapor saja kalau tak dapat
menemukan. Cujin (majikan) pernah bilang
lentang tempat itu tetapi tak boleh dikatakan
kepada kong-cu!"
"Sudahlah, jangan ribut saja". kata kawannya
yang satu lagi. "kita lekas mencari mereka agar
nanti kita dapat memberi laporan kalau sudah
berusaha mencari kemana-mana."
Pada lain saat ketiga anakbuah Ceng-te-kiong itu
sudah jauh sehingga tak terdengar lagi apa yang
mereka bicarakan.
Mendengar percakapan mereka, Pui Tiok heran
sekali. Dia pernah mendengar kata orang bahwa
di gunung Tay-hong-san terdapat sebuah puncak
yang berhadapan dengan Ceng-te-kiong. Tempat
itulah yang disebut 'sebelah sana' oleh ketiga
anakbuah Ceng-te-kiong tadi.
868 Timbul kesimpulan dalam hati Pui Tiok. Apabila
dia dan Beng Cu dapat mencapai 'disana'.
tentulah anakbuah Ceng-te-kiong tak dapat berbuat
apa-apa terhadap dirinya.
Tetapi apakah sesungguhnya tempat yang disebut
'disana' itu " Mengapa Ceng-te memberi perintah
kepada orang nya agar tempat itu dirahasiakan
dan tak boleh dikatakan kepada Coh Hen Hong "
Pui Tiok makin tertarik. Hal itu benar-benar sukar
dimengerti dan selama ini tak pernah dia
mendengar tokoh persilatan menceritakan
tentang hal itu.
Saat itu Pui Tiok bimbang. Bahkan dia
menyangsikan apakah luka-dalam yang
dideritanya itu benar-benar parah. Apakah
pembicaraan yang didengarnya itu hanya suatu
lamunan belaka " Tetapi kalau lamunan mengapa
begitu jelas "
Juga dia dapat menarik kesimpulan bahwa tidak
kembalinya Beng Cu itu bukan karena ditangkap
anakbuah Ceng-te-kiong. Bukan mustahil kalau
Beng Cu telah menuju ketempat 'disana' itu.
Namun Pui Tiok tidak berhenti sampai disitu saja.
Dia bertanya kepada dirinya sendiri. Mengapa
Beng Cu tidak kembali " Apakah Beng Cu hanya
memikirkan keselamatan dirinya sendiri " ah,
tidak, tidak mungkin. Beng Cu bukan orang
semacam itu. Lalu bagaimana "
869
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun sampai beberapa saat tetap Pui Tiok tak
dapat menarik kesimpulan. Namun dari
kedatangan ketiga anakbuah Ceng-te-kiong tadi,
dia menyadari bahwa gua itu bukan suatu tempat
persembunyian yang aman.
Setiap anakbuah Ceng-te-kiong yang datang
tentu hanya memperhatikan dan menyelidiki gua
dan tidak menaruh kecurigaan pada gerumbul
rumput disitu. Maka diapun tak mau kembali ke
gua lagi. Dia beringsut mundur untuk masuk ke
bagian tengah dari gerumbul rumput itu.
Diapun sudah menarik kesimpulan, Beng Cu
selamat tak kurang suatu. Hanya karena satu dan
lain sebab maka Beng Cu tak memberi tahu
kepadanya. Lebih baik dia beristirahat
menyembuhkan lukanya. Setelah sembuh dia
dapat menyusul ke tempat 'disana'.
Setelah menetapkan keputusan, hatinyapun
tenang. Dia lalu duduk bersila melakukan
pernapasan, menyalurkan tenaga-murni.
Selanjutnya beberapa hari kemudian, Pui Tiok
melewatkannya seperti seekor ular. Kalau tidak
sembunyi di tengah gerumbul rumput, tentu dia
mencari tempat persembunyian yang gelap. Dia
tak mau menyulut korek dan hanya makan
buah2an yang terdapat disitu Demikianlah hal itu
berlangsung selama 10 hari. Sekarang dia sudah
dapat berdiri dan berjalan. Dia berkeliaran
berpindah-pindah tempat persembunyian.
870 Memang selama itu dia pernah memergoki
anakbuah Ceng-te-kiong yang mencarinya. Dari
pembicaraan mereka dia tahu kalau Coh Hen
Hong tetap memerintahkan supaya pencarian
terus Dengan begitu Beng Cu belum tertangkap
mereka. Dalam pembicaraan hampir setiap anakbuah
Ceng-te-kiong memastikan bahwa Pui Tiok dan
Beng Cu tentu lari ke tempat 'disana'. Setiap kali
mendengar pembicaraan itu, hampir saja Pui Tiok
akan menerobos keluar dari tempat
persembunyiannya untuk bertanya kepada
mereka, apakah yang disebut tempat 'disana' itu.
Namun dia menyadari tindakan itu hanya seperti
anjing cari gebuk saja. Lebih baik dia nanti
berusaha mencari sendiri. Tetapi gunung Tayhong
san itu luasnya ratusan li, penuh dengan
puncak, hutan lebat dan gua. Lalu bagaimana dia
hendak mencari "
Pada hari itu Pui Tiok berbaring di balik se gunduk
batu besar. Dia melihat dua orang bertubuh
pendek, sambil bercakap cakap sambil berjalan
mendatangi. Sudah beberapa kali Pui Tiok memergoki orang
tetapi entah bagaimana saat itu tiba-tiba saja
timbul keinginannya untuk bertanya.
"Kurasa," kata salah seorang, "kalau terus
menerus melakukan pencarian begini, tentu
871 takkan berhasil. Lebih baik kita coba-coba kesana
saja. Kalau kedua muda mudi itu memang benar
berada 'disana' lebih baik kita laporkan pada
kongcu. Dengan begitu kita tiap hari tak dimakimaki
saja," "Apa engkau berani ke 'sana' ?" seru kawannya.
"Kurasa tak apa," sahut orang tadi, "Ceng-te
melarang kita pergi ke 'sana' karena Ceng-te
bermusuhan dengan orang 'disana'. Kita toh hanya
anakbuah Ceng-te-kiong, kurasa orang itu
juga takan turun tangan terhadap kita."
Rupanya kawannya terpengaruh, "Ya, engkau
benar. Mari kita ke 'sana'."
Kedua lelaki pendek itu terus menuju kesana
Saat itu Pui Tiok tegang sekali. Kini dia sudah
makin mendapat pengetahuan bahwa orang
'disana' itu musuh bebuyutan Ceng-te.
Kalau seorang tokoh sakti seperti Ceng-te, masih
ada yang dapat menjadi musuhnya. tentulah
orang itu luar biasa hebatnya. Dan lagi kalau
orang itu tinggal di gunung Tay-hong-san, Cengte
tak dapat berbuat apa-apa. jelas orang itu
tentu seimbang kepandaiannya dengan Ceng te.
Sekarang kedua orang itu hendak menuju kesana.
Mengapa dia tak menggunakan kesempatan
sebaik itu untuk menguntit mereka " Bukankah
872 dengan begitu mudah sekali dia dapat
mengetahui tempat itu "
Pui Tiok sudah mendapat kesan bahwa sekalipun
kedua orang itu bertubuh pendek tetapi
kepandaian mereka tinggi sekali. Sedang dia
belum sembuh betul dari lukanya. Untuk
mengikuti mereka secara diam-diam dan tidak
diketahui. memang tak mungkin. Tetapi kalau dia
tak berani, mana ada kesempatan sebagus itu lagi
" Dengan hati-hati Pui Tiok segera bergerak. Begitu
kedua orang pendek itu sudah melangkah dua
tombak jauhnya, barulah dia mulai mengikuti.
Mereka berjalan lurus dan tak berapa lama tiba
dimulut sebuah lembah yang sempit tetapi
panjang. Panjang jalanan lembah itu mencapai satu li
tetapi sempit sekali, hanya lebih kurang setengah
meter lebarnya. Kedua dinding lembah. curam
dan naik turun sehingga keadaannya gelap sekali.
Hanya pada ujung lembah, tampak seberkas
sinar. Waktu kedua orang pendek itu tiba dimulut
lembah, diam-diam Pai Tiok mengeluh. Kalau
harus menyusur lembah sempit dan panjang
itu baru dapat mencapai tempat disana terang
sukar bagi nya untuk mengikuti.
873 Pui Tiok bersembunyi dibalik sebatang pohon
sambil mengepalkan kedua tangannya. Pada saat
kedua orang pendek itu hendak memasuki mulut
lembah, salah seorang tiba-tiba berseru, "Lihatlah
!" Kawannya juga terbeliak, demikian Pui Tiok.
Menurut arah yang ditunjuk orang pendek tadi,
pada batu karang disebelah kiri, tergantung sebuah
kim-pay (lencana emas) yang berkilau-kilauan
cahayanya. Pui Tiok hanya melihat begitu menyaksikan kimpay,
kedua orang pendek itu lerus mundur ke
belakang tiga langkah. Wajahnya kaget sekali.
"Lekas lari," setelah keluar dari mulut lembah
kedua orang pendek serempak berseru. Dan
mereka berputar tubuh terus lari. Dalam
beberapa kejab saja sudah tak tampak
bayangannya. Pui Tiok heran. Mengapa mereka lari" Apakah
kim-pay itu mempunyai pengaruh besar sehingga
kedua jago sakti dari Ceng-te-kiong terbirit-birit
melarikan diri "
Sampai beberapa waktu Pui Tiok tak melihat
kedua orang pendek itu muncul kembali. Pui Tiok
itu menghampiri kemulut gua dan memandang ke
muka. 874 Dilihatnya pada kim-pay itu terdapat empat huruf.
Setelah berada di mulut lembah, dia dapat
membaca jelas keempat huruf itu berbunyi
'Barang siapa berani gegabah masuk tentu mati'.
Pui Tiok menghela napas Dia hampir memastikan
bahwa lembah itu akan mencapai apa yang di
kata 'tempat disana' oleh kedua lelaki pendek
tadi. Tokoh sakti yang diam di 'sana', tentu seorang
tokoh yang sakti. Oleh karenanya kedua
anakbuah Ceng-te-kiong tadi lari pontang panting
waktu melihat kim-pay.
Keempat tulisan pada kim-pay itu jelas memberi
peringatan supaya orang jangan sembarangan
masuk. Kalau nekad pasti akan mati.
Setelah beberapa saat menimbang akhirnya Pui
Tiok tiba pada suatu keputusan. Kalau mati toh
sama saja tentu mati di tangan Coh Hen Hong
Dan lagi Beng Cu kemungkinan tentu sudah berada
di 'sana'. Kalau dia nekad masuk asal dapat
bertemu Beng Cu, sekalipun hanya satu kali, tetapi
dia sudah merasa bahagia sekali.
Dia lalu ayunkan langkah. Baru melangkah
masuk, dia menggigil Setiup angin dingin yang
seram melandanya. Dia makin menggigil.
Setelah menenangkan diri, dia berada di luar
lembah tetapi malah merasa tak takut. Dia
875 busungkan dada dan melangkah masuk dengan
langkah lebar. Mulut lembah itu sempit dan memanjang jauh ke
dalam. Tiba di tengah perjalanan, Pui Tiok makin
terasa akan hawa seram yang menyerang
tubuhnya. Cuacanya gelap sebingga hampir tak
tardapat matahari.
Jika tidak bertekat untuk mencari Beng Cu, tentu
Pui Tok akan balik dan meninggalkan tempat yang
penuh misteri yang seram itu. Tetapi Pui Tiok
tidak takut. Dia hanya berjalan pelahan lahan
saja. Lebih kurang satu li menyusup ke dalam, lembah
makin lebar dan tak berapa jauh dari mulut
lembah disebelah dalam, terdapat penerangan.
Makin dekat makin dapat melihat keadaan diluar
mulut lembah itu.
Ternyata setelah selesai menyusur habis lembah
sempit itu, terdapat sebuah lembah yang lebih
besar. Separoh dari lembah itu merupakan
sebuah telaga yang airnya jernih kebiru-biruan.
Airnya tenang sekali, tiada gelombang sama
sekali sehingga sepintas menyerupai sebuah
danau zamrud yang indah tak terperikan.
Sekeluar dari lembah sempit itu, barulah pui Tiok
dapat melihat jelas seluruh lembah besar. Kecuali
danau indah itu, lain2nya merupakan karang
curam dan batu2 kerucut yang aneh. Rupanya
876 selain dari lembah sempit tadi tak ada lain jalan
keluar dan masuk ke lembah besar itu.
Suasana dalam lembah itu sunyi senyap. Tak
kelihatan seorang manusiapun juga. Juga tak ada
sebuah pondok atau rumah.
Pula setelah menghampiri maju ke tengah
lembah, tetap keadaan sunyi sekali sehingga
suara kakinya sendiri yang terdengar.
Memandang ke telaga, dilihatnya seekor ikan
melenting ke permukaan air, menimbulkan
gemercik kecil.
Pui Tiok tak tahan. Sunyi senyap merupakan siksa
juga. Dia memungut sebutir kerikil lalu
dilontarkan kepermukaan telaga, plung. . . .
Suaranya menimbulkan gema yang
berkumandang memenuhi lembah.
"Apakah disini tak ada orang ?" setelah gema
lontaran batu itu sirap, baru Pui Tiok berseru. Dia
hanya berseru beberapa patah tetapi lembah Itu
segera tercekam gema suara yang gemuruh
kumandangnya, Jika di lembah itu memang dihuni
orang, orang itu tentu akan mendengarnya.
Pui Tiok mengulangi lagi seruannya. Tetapi baru
dia hendak membuka mulut, tiba-tiba di depan
terdengar sebuah suara kering kerontang
menegur-nya, "Sudah tentu ada orangnya.
Engkau kan tidak buta, bukan?"
877 Pui Tiok terbeliak. Dari mana orang itu" Bukankah
lembah itu sunyi dan kosong melompong" Ketika
mengangkat muka dan memandang ke muka dia
makin kaget lagi. Karena disebelah muka tak ada
orang. Yang ada hanya berpuluh ribu batu2 yang
aneh bentuknya. Pui Tiok menduga orang itu
tentu berada di belakang deretan gunduk batu
aneh itu. Dia tertawa pahit, "Aku kemari untuk mencari
seseorang. Harap anda. . . . jangan salah faham,"
serunya. "Siapa yang engkau cari?" kembali suara itu
melengking. Sesaat suara itu menyusup ke telinga Pui Tiok,
dia menggigil dan sepasang kakinya terasa lunglai
hampir tak kuat berdiri.
Yang membuat hati Pui Tiok tergetar keras, bukan
karena kata-kata orang itu atau nadanya yang
mendenging di telinga. Melainkan dia tahu jelas
bahwa suara itu bukan berasal dari belakang batu
aneh, tetapi dari segunduk batu aneh yang tak
aneh disebelah depan.
Bahwa batu aneh dapat mengeluarkan suara,
itulah yang membuatnya terkejut sekali.
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah menenangkan perasaannya dan
memperhatikan dengan seksama barulah dia tahu
878 bahwa gunduk batu aneh yang disebelah muka itu
bukan batu tetapi seorang manusia.
Orang itu duduk bersila di tanah. Bajunya
berwarna kelabu mirip dengan warna batu. Seri
wajah dan rambutnya juga kelabu seperti warna
batu. Dia duduk seperti patung. Oleh karena itu
kalau tak bersuara tentu dikira sebuah, sebuah
batu diantara gunduk2 batu disitu.
Pui Tiok menghela napas longgar, serunya,
"Apakah anda ini... pemilik lembah ini?"
"Aku bertanya kepadamu hendak mencari siapa?"
orang itu balas bertanya.
Pui Tiok tertegun. Menilik nadanya yang begitu
dingin, tentulah orang itu berhati dingin dan tak
suka didekati orang. Tetapi baru dia berpikir
begitu, tiba-tiba dia menertawakan dirinya
sendiri. Bukankah dia sudah membekal tekad berani mati
waktu hendak mencari lembah itu" Mengapa dia
harus kicup nyalinya hanya karena mendengar
nada orang yang begitu dingin saja"
"Aku hendak mencari seorang nona she Kwan,"
sahutnya. Wajah orang itu membeku seperti batu dan
berkata dengan dingin, "Apa hubunganmu dengan
nona Kwan?"
879 Pui Tiok terkesiap, sahutnya, "Dia adalah
isteriku."
Mendengar itu tetap saja orang itu membatu
Suaranya, "Isterimu" Kalau begitu engkau ini baru
saja melarikan diri dari Ceng-te-kiong?"
Girang Pui Tiok bukan Kepalang, "Benar. Aku
memang baru saja melarikan diri dari sana,"
Dia menduga mengapa orang itu tahu kalau dia
baru sa|a lolos dari Ceng-te-kiong, tentulah Beng
Cu yang memberi tahu. Dengan begitu dia makin
yakin Beng Cu tentu berada di lembah situ.
Tetapi kegirangan Pui Tiok itu telah dilanda
dengan suara dingin sekali dari orang itu.
"Selama Ceng-te-kiong tak ada hubungan dengan
Si-koh (Lembah Maut). Apakah sekarang Ceng-te
hendak melanggar perjanjian?" serunya.
Kembali Pui Tiok tertegun. Dia tak tahu bagaimana
harus menjawab. Dia tak tahu apa yang
dimaksud orang itu kecuali keterangannya bahwa
lembah iiu disebut lembah maut.
Tetapi sebagai seorang yang cerdik, Pui Tiok
dapat menduga bahwa pemilik Lembah maut itu
bermusuhan dengan Ceng-te-kiong. Suatu hal
yang menambah kegembiraannya.
880 "Harap anda jangan salah faham," katanya,
"meskipun aku baru lolos dari Ceng-te-kiong tetapi
aku bukan anakbuah Ceng-te-kiong. Aku diusir
oleh Ceng-te kiong."
Biji mata orang itu berkeliaran sejenak lalu
tertawa dingin, "Aku paling benci kepada orang
yang tak mau bicara terus tetang. Apakah
omonganmu itu sungguh-sungguh" Atau hendak
menipu?" "Aku mengatakan secara jujur, bukan omong
kosong," sahut Pui Tiok.
Orang itu tertawa mengekeh, "Kuanggap engkau
itu bernyali besar!" tiba-tiba dia mengangkat
tangannya. Waktu lengan bajunya terangkat
keatas, segulung angin yang dingin sekali
melanda Pui Tiok sehingga pemuda itu menggigil
dan tubuhnya lantas mengerut.
Orang itu menurunkan lengan bajunya ke bahu
Pui Tiok. Seketika Pui Tiok rasakan bahunya
seperti dibenam sumber air yang dingin seperti
es. Karena dinginnya gigi pui Tiok sampai
bergemerutukan.
"Apakah engkau tidak bohong?" kembali orang itu
bertanya. Sambil berkutetan untuk menahan kedinginan,
Pui Tiok menyahut, "Setiap.... patah. .. katakataku.
. . . memang sesungguhnya. . . ."
881 Orang itu tertawa aneh, "Nona Kwan yang hendak
engkau cari itu adalah cucu perempuan dari
Ceng-te. Dan engkau mengaku sebagai suaminya
Tetapi engkau berani mati mengatakan kalau tak
ada hubungan dengan Ceng-te-kiong."
Mendengar itu Pui Tiok terkejut gembira. Dia
gembira karena jelas Beng Cu masih selamat dan
berada di lembah itu. Tetapi dia terkejut karena
pertanyaan orang itu memang tajam dan sukar di
bantah. Memang dia dapat saja menceritakan semua
pengalaman yang dideritanya di Ceng-te-kiong.
Tetapi hal itu tentu memakan waktu lama. Dia
sangsi apakah dia masih mampu bercerita
sampai selesai dalam keadaan seperti saat itu.
Namun dia berusaha untuk mengerahkan tenaga
dan menjawab, "Harap. . .jangan. . . menekan
bahuku. . . . dulu. . . biar aku. . . bercerita....
Rupanya orang batu itu dapat mengerti. Dia
mengangkat lengan bajunya yang terletak di bahu
Pui Tiok. Pemuda itu dapat bernapas longgar dan
berdiri tegak. "Mana nona Kwan" Apakah dia belum
menceriiakan tentang pengalamannya?"
tanyanya. Orang itu kelap-kelipkan biji matanya yang
bagian putihnya lebih besar dari bagian bitam.
882 "Dia banya mengatakan sepatah kata kalau dia itu
cucu perempuan Ceng-te. Setelah itu dia tak
dapat berkata-kata lagi," katanya.
Mendengar itu kembali Pui Tiok gemetar keras
karena terkejut, "Apa artinya. . .dia tak dapat
melanjutkan kata-katanya itu?"
"Apa artinya," kata orang batu itu, "tak lain
supaya engkaulah yang bercerita semuanyal"
"Apakah dia telah engkau bunuh?" teriak Pui Tiok
dengan keras. Namun orang batu itu hanya picingkan mata dan
menyuruh, "Sudah, jangan bicara yang tak
berguna." Mendengar itu timbullah sepercik harapan dalam
hati Pui Tiok. Tetapi pada lain saat dia
membantah dugaannya dan seketika bangkitlah
kemarahannya. Dengan menjerit histeris dia terus
menyerbu dan lepaskan empat buah hantaman.
Sebenarnya lukanya masih belum sembuh betul.
Hantamannya itu menggunakan tenaga yang
dipaksakan, duk, duk, duk, duk .... hantaman
mengenai tubuh orang itu tetapi Pui Tiok sendiri
terhuyung hampir jatuh.
Orang aneh itu menunduk memeriksa baju-nya
lalu tertawa kering, "Bagus ! Bagus ! Hayo
hantam lagi empat kali !"
883 Jika orang itu seperti orang minum arak yang
minta tambah, adalah Pui Tiok malah berkunangkunang
matanya. Bumi yang dipijaknya seolah
berputar-putar.
"Engkau . . engkau . . , " dia tak dapat
melanjutkan teriaknya karena terus rubuh dan
mau muntah darah lagi".
Dia sadar kalau sampai muntah darah lagi tentu
lukanya akan kambuh oleh karena itu maka dia
berusaha untuk menekannya.
Wajahnya berobah coklat kemudian pucat lalu
ungu. Tiga kali perobahan warna muka itu
menandakan kalau urat-urat nadinya mulai putus
dan matilah dia pasti.
"Hm, mahluk tak berguna," damprat orang aneh
itu. Dia berbangkit lalu ayunkan kakinya, plok . . .
ditendangnya punggung Pui Tiok hingga pemuda
itu terlempar beberapa meter jauh nya.
Tendangan orang aneh itu tepat mengenai jalan
darah Jeng-tay-hiat di punggung Pui Tiok.
Seketika dari punggung mengalir hawa dingin
yang terus mengembang ke seluruh jalan darah
dan urat nadi. Pui Tiok merasa seperti
dicemplungkan dalam es, Suatu siksa yang cukup
hebat. Tetapi siksaan itu malah berguna bagi Pui Tiok.
Setelah beberapa saat dicekam hawa sedingin es.
884 dia dapat menguap tiga kali dan terasa sebuah
arus hawa segar mengembang dalam tubuhnya
Setelah hawa segar itu lenyap, dia dapat
bernapas seperti biasa lagi.
Pui Tiok berputar tubuh memandang orang aneh
itu. Orang itu masih tetap tegak ditempatnya
"terima kasih atas pertolongan anda. Tetapi ....
tetapi mengapa engkau mencelakai nona Kwan ?"
katanya. "Engkau melihat setan barangkali", orang itu
tertegun. "Bukankah tadi engkau bilang, setelah bicara
beberapa patah kata, nona Kwan terus tak dapat
bicara lagi?" seru Pui Tiok.
Orang aneh itu mendesuh tawa, "Baru saja dia
mengatakan kalau cucu perempuan Ceng-te,
segera kutamparnya pingsan lalu kusaluri tenagadalam
untuk menembus jalandarahnya. Agar
dalam tujuh hari, tenaga-dalamnya dapat
bertambah berlipat ganda. Siapa bilang kalau aku
mencelakainya!"
Pui Tiok terkejut gembira, "Katanya.. . kiranya
apakah engkau bukan koh-cu (pemilik lembah)
sendiri?" Wajah beku seperti batu dari orang itu tiba-tiba
merekah tawa gembira, "Apakah aku ini layak
885 sebagai koh-cu" Menurut engkau, apakah aku ini
seperti koh-cu?"
Pui Tiok terkesiap, Bermula dia tak tahu apa
maksud orang aneh itu. Tetapi otaknya yang
cerdas segera mengerti perasaan orang. Setiap
manusia tentu senang dipuji. Maka apa salahnya
dia menyanjung puji saja agar orang aneh itu
senang. "Sudah tentu layak sekali," serunya, "kesaktian
anda tak dibawah Ceng-te."
Mendengar dirinya dipuji, orang aneh itu tertawa
senang. "Tetapi engkau keliru," katanya, "aku bukan koh
cu. Uh, engkau ini memang boleh juga. Biarlah
aku yang menanggung supaya engkau tinggal
disini beberapa hari, setelah itu baru nanti
berunding lagi."
"Apakah engkau. . . engkau tidak mau
membawaku kepada nona Kwan. . . . dan kohcu?"
"Tentu saja akan kubawamu. Tetapi tidak
sekarang., Nanti tiga empat hari lagi."
"Mengapa harus begitu lama?"
Orang aneh itu deliki mata, "Perlu apa engkau
banyak tanya" Toh engkau sudah dapat tinggal
886 disini" Kalau lapar, dalam telaga itu terdapat jenis
ikan yang disebut ciok thau-hi ikan berkepala batu.
Sedapnya bukan buatan, lihatlah!"
Sekali melesat orang itu sudah tiba di tepi telaga.
Sekali dia tusukkan jari, air muncrat keatas.
Muncratan air itu berisi dua tiga ekor ikan yang
masih bergeleparan. Ikan itu ditangkapi dengan
lengan baju. Setelah mundur beberapa langkah
baru orang itu lepaskan lengan bajunya dan tiga
ekor ikan sebesar kepal tangan berhamburan ke
tanah. Pui Tiok heran melihat bentuk ikan itu. Seperti
katak, jelek sekali.
"O, kiranya dalam telaga ini ada ikannya Mengapa
permukaan airnya begitu tenang ?" serunya.
"Ikan itu bersifat diam tak suka bergerak.
Sepanjang tahun mendekam saja seperti batu
maka disebut ciok-than-hi."
Diam-diam Pui Tiok geli. Bukankah orang aneh itu
juga serupa dengan ikan batu yang diam saja
seperti batu "
Tetapi dia tak berani tertawa karena kuatir orang
itu marah. Dia terus makan ikan itu. Ternyata
memang enak sekali.
887 Sejak hari itu sampai beberapa hari, Pui Tiok
berada di samping orang itu untuk melakukan
semedhi menyalurkan pernapasan.
Saat itu dia sudah tahu kalau Beng Cu berada
dengan Koh-cu. Sekalipun belum pernah bertemu
koh-cu, tetapi kalau sekarang tokoh seperti Cengte
saja jeri kepadanya, tentulah koh-cu bukan
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tokoh sembarangan.
Hati Pui Tiok makin tenang dan latihan
pernapasannyapun lancar. Ditambah orang aneh
itu juga mau memberi saluran tenaga-mumi
ketubuh-nya maka banyak sekali Put Tiok
memperoleh manfaat yang besar. Dalam 7-8 hari
itu, luka dalamnya sudah hampir sembuh sama
sekali. Seiring dengan sembuhnya luka, Pui Tiok makin
keras keinginannya untuk segera bertemu dengan
Beng Cu. Tetapi dia tak berani menanyakan kepada
orang aneh itu. Diam-diam dia hanya
memperhatikan keadaan dalam lembah Itu dan
coba-coba menduga kemana dia harus mencari
Beng Cu dan koh-cu.
Namun sampai beberapa hari belum juga dia
berhasil menemukan apakah ada lain tempat
yang dapat menjadi tempat koh-cu
menyembunyikan Beng Cu.
888 Dua hari kemudian, Pui Tiok benar-benar tak dapat
menaban keinginannya lagi, "Apakah koh-cujin
dan Beng Cu tidak tinggal dalam lembah ini?"
"Tentu saja tinggal di lembah ini, sahut orang
aneh itu dingin.
"Kalau benar tinggal di lembah ini, mengapa. . .
aku tak dapat melihat tempat persembunyian
mereka?" "Perlu apa engkau hendak mencari mereka?"
tegur orang aneh dengan wajah menggelap.
"Ah. . . tak apa-apa," cepat Pui Tiok menyahut,
hanya saja dengan dia. . nona Kwan sudah lama
aku tak bertemu. Aku benar-benar terkenang dan
ingin bertemu."
Hm," dengus orang aneh itu, "waktu engkau
datang, aku kan sudah bilang kalau koh-cu
sedang menggodok nona Kwan. Ilmu kepandaian
nona Kwan akan dihapus lalu diganti dengan ilmu
kepandaian baru. Saat itu koh-cu sedang sibuk
sekali. Kalau tiba-tiba engkau muncul, bukankah
berarti engkau hendak mencelakai mereka ?"
Memang Pui Tiok pernah mendengar tentang ilmu
menghapus tenaga lama diganti dengan tenaga
baru. Tetapi berkat pengalamannya yang luas
maka dia dapat menduga bahwa kelak setelah
berhasil, Beng Cu tentu akan menjadi manusia
889 baru. Koh-cu tentu akan menyalurkan seluruh
tenaganya kepada Beng Cu.
Pui Tiok tenang kembali.
JILID 18 Melihat Coh Hen Hong menghunus sepasang
pedang pusaka Leng-liong-kiam dan wajahnya
mengembangkan hawa pembunuhan, Pui Tiok
menyadari bahwa melainkan ketiga gin-wan itu yang
terancam maut, pun juga dirinya dan Beng Cu pasti
akan celaka juga.
"Engkau. . . ," baru dia hendak berteriak mencegah
Coh Hen Hong, ketiga gin-wan itu sudah memekik
aneh. Nadanya luar biasa kerasnya dan memanjang
tak henti-hentinya. Seperti seorang tokoh sakti yang
tengah menghamburkan pekik tenaga-dalam yang
hebat. Tetapi pada saat itu juga Coh Hen Hongpun tertawa
liar dan terus menyerang.
Sepasang pedang Leng-liong-kiam, merupakan
pusaka kuno yang jarang terdapat tandingannya.
Ditambah pula dengan ajaran ilmu pedang ciptaan
Ceng-te dan tenaga-dalam Coh Hen Hong yang tinggi
maka dia dapat mempermainkan pedang
itu menurut sekehendak hatinya.
Ketika pedang berhamburan memancarkan
perbawanya, ruang Istana koral itupun seolah berubah
warnanya menjadi kuning emas dan biru.
890 Menimbulkan pemandangan yang mempesonakan
sekali. Sebenarnya kepandaian Pui Tiok dan Beng Ci cukup
tinggi. Tetapi ketika menyaksikan Coh Hen Hong
memainkan pedangnya, mereka tak dapat melibat
apa-apa lagi termasuk tubuh Coh Hen Hong, kecuali
hanya segulung sinar emas dan segulung sinar biru.
Hanya beberapa saat. Coh Hen Hong berulang kali
melengking dan gin-wan memekik ngeri, bercampur
dengan hancurnya beberapa barang dalam ruang itu.
Lalu sepasang sinar itu tiba-tiba lenyap
.... Coh Hen Hong tegak ditempat semula dengan
memegang sepasang pedang Leng-liong-kiam Sedang
dada ketiga gin-wan itu menghambur darah segar.
Tetapi tubuh mereka masih tetap menelungkupi tubuh
Beng Cu. Dari dada mereka mengalir deras darah
sehingga lantai istana yang terbuat daripada batu
koral itu berobah merah warnanya Sekujur tubuh
Beng Cu mandi darah dan nona itu menggeletak di
lantai tak berkutik lagi.
Dari keadaan itu memang sukar untuk menduga
apakah Beng Cu masih hidup atau sudah mati. Juga
tak dapat memeriksa apakah dia terluka dan kalau
terluka, terluka dibagian mana.
Dua buah kursi koral hancur menjadi beberapa
keping Telah menjadi sasaran dari amukan sepasang
pedang Leng-liong kiam yang mengganas tadi.
Pada saat Pui Tiok sudah mendapat ketenangan
kembali dan melihat apa yang terjadi dalam ruang itu,
sudah tentu dia terkejut sekali sehingga mulut
891 ternganga tetapi tak dapat mengucap sepatah katapun
juga. Demikian halnya dengan beberapa ko-jiu yang
berada disitu. Tak seorangpun yang membuka suara.
Bahkan Coh Hen Hong sendiri juga diam, kedua
lengannya masih gemetar. Suasana dalam ruang
istana itu seperti membeku.
Tepat pada saat itu terdengar langkah kaki orang
berjalan mendatangi. Ringan sekali laksana daun
kering langkah itu tetapi orang-orang yang berada
dalam ruang itu dapat menangkapnya.
Cepat sekali orang itu sudah tiba di muka pintu.
Dan Pui Tiok benar-benar bingung dan tegang sekali.
Baru tiga langkah didengarnya atau orang itu sudah
berada di muka pintu. Luar biasa cepatnya, pikirnya.
Karena tercurah pada langkah orang itu maka Pui
Tiok tak sempat memperhatikan bagaimana
perobahan muka Coh Hen Hong saat itu.
Suasana makin lelap dan tegang. Orang itu tidak
cepat membuka pintu melainkan diam. Beberapa saat
kemudian baru terdengar batuk-batuk.
Krek . . . pintu lalu terdorong. Pui Tiok paksakan diri
untuk memandang ke arah pintu.
Seorang lelaki bertubuh tinggi kurus, mengenakan
pakaian warna biru sepasang matanya memancarkan
sinar penuh kewibawaan seperti seorang
dewa. Bukan hanya setahun dua tahun Pui Tiok berkelana
dalam dunia persilatan. Tidak sedikit tokoh-tokoh yang
892 dijumpainya selama itu. Tetapi selama ini belum
pernah dia bertemu dengan seorang tokoh yang
memiliki kewibawaan luar biasa
seperti lelaki tua itu.
Dan seketika berserulah Pui Tiok dengan penuh
ketegangan, "Ceng-te . . . !"
Memang orang itu tak lain adalah Ceng-te, pemilik
istana Ceng-te-kiong yang dianggap sebagai maha
raja dunia persilatan masa itu. Ceng-te mengangkat
muka dan memandang Pui Tiok lalu Coh Hen Hong.
Waktu melihat beberapa
ko-jiu Ceng-te-kiong
berjajar di belakang Coh Hen Hong dan sikap Coh Hen
Hong seperti habis bertempur, Ceng-te kerutkan alis.
Tetapi ketika melihat ketiga ekor gin wan yang
menggeletak dilantai dalam kubangan darah, alis
Ceng-te makin menjungkat tinggi.
Dia tetap berdiri di ambang pintu tak lekas masuk.
Beberapa saat kemudian baru kedengaran dia
menegur dengan suara sarat, "Apa yang terjadi
disini?" Coh Hen Hong gemetar tetapi tak menjawab "Apa
yang telah terjadi?" kembali Ceng-te mengulang
pertanyaannya. Saat itu Coh Hen Hong baru berputar tubuh dengan
nada penuh kemanjaan dia berseru, "Engkong, ketiga
gin-wan itu berani membawa orang masuk kemari.
Kutegur mereka berbuat begitu tetapi mereka malah
mengganas. Terpaksa kubunuh mereka dengan
pedang . , . "
Ceng-te kerutkan dahi, "Kalau begitu halnya
mengapa harus terjadi di ruang ini?"
893 Memang waktu mendengar langkah kaki tadi, Coh
Hen Hong sudah menduga siapa yang datang. Tetapi
dia memang cerdas sekali, Cepat sekali dia sudah
menemukan cara untuk memberi pertanggungan
jawab nanti. Maka pertanyaan Ceng-te itu, diapun sudah jawab.
Sambil jebirkan bibir dia berkata, "Kurasa ketiga ginwan
itu memiliki kecerdasan tinggi. Karena dia
membawa orang kemari, mungkin dia merasa kalau
orang itu mempunyai hubungan dengan
Ceng-tekiong Oleh karena itu akupun sebelumnya bertanya
kepada mereka. Siapa tahu, waktu aku sedang
meminta keterangan kepada ke dua orang itu, ketiga
gin-wan sudah menerobos masuk dan mengganas.
Engkong, coba katakan, menjengkelkan atau tidak
tingkah ketiga gin-wan itu !"
Tetapi kali ini tampaknya Ceng-te tak begitu
lantas percaya keterangan Coh Hen Hong. Tetapi
dia belum dapat menemukan kejanggalan dalam kata-kata gadis
itu. Diantara orang-orang yang tegang pada saat itu
adalah Pui Tiok yang paling tegang sendiri. Begitu
melihat Ceng-te muncul. Girang Pui Tiok bukan alang
kepalang. Karena hanya kepada Ceng-te nanti segala
isi hati dan segala pengaduannya akan dicurahkan.
Seluruh harapannya akan tertumpah pada peristiwa
itu. Tetapi setelah mendengar percakapan antara Cengte
dengan Coh Hen Hong, hati Pui Tiok mengkeret
seperti bunga puteri malu tersentuh tangan. Jelas
894 keterangan Coh Hen Hong memutar balikkan semua
fakta. Pui Tiok menilai bahwa keberanian Coh Hen Hong
untuk membohongi Ceng-te tentu karena tahu kalau
Beng Cu tentu sudah mati. Dan kalau benar Beng Cu
sudah mati, Pui Tiokpun sia-sia harapannya.
Teringat hal itu runtuhlah nyali Pui Tiok. Dia
melesat ke tempat Beng Cu. Tetapi darah ketiga ginwan
sedemikian banyak. Maka waktu tiba pada
langkah terakhir, ternyata genangan darah amat tebal
sekali. Ketika tiba di dekat Beng Cu dan hendak
membungkuk, tiba-tiba Ceng-te berseru, "Kemarilah
engkau" Pui Tiok terkejut. tertegun dan berputar tubuh.
Dia berhadapan muka dengan Ceng-te. Saat itu dia malah
tak dapat melihat jelas wajah Ceng-te karena tersilau
oleh pancaran sinar mata raja persilatan yang begitu
menerkam. Walaupun berhadapan dengan Ceng-te tapi Pui Tiok
tetap tegak berdiri. Wajahnya pucat sekali tetapi
semangatnya masih kokoh. "Siapa engkau?" beberapa
saat kemudian Ceng-te menegur.
Pui Tiok menghela napas, sahutnya, "Ceng-te, siapa
diriku ini rasanya tidak begitu penting. Tetapi nona
yang menggeletak dikubangan darah dalam keadaan
mengerikan, entah mati entah hidup itu adalah cucu
perempuanmu sendiri!" "Apa?" Ceng-te terkejut.
895 "Dia adalah cucu perempuanmu. Satu2nya puteri
dari puterimu tunggal yang karena bertengkar mulut
dengan engkau lalu meninggalkan istana Ceng-tekiong
ini!" seru Pui Tiok dengan lantang.
Ceng-te tertawa mengekeh, "Heh, heh, aku tak
mengerti engkau sedang mengoceh apa?"
"Engkong," tiba-tiba Coh Hen Hong terus berteriak,
"rasanya orang itu tidak waras pikirannya Kalau tidak
mana dia mengoceh begitu ?"
Saat itu Pui Tiok mengira kalau Beng Cu tentu
sudah mengalami nasib seperti ketiga gin-wan. Karena
kalau tidak begitu, Coh Hen Hong tentu tak berani
begitu lantang menantang.
Pui Tiok sedih sekali. Tiba-tiba dia tertawa nyaring.
Nadanya penuh kesedihan, penasaran dan kemarahan
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sehingga orang-orang yang berada disitu tergetar
hatinya. "Ceng te," serunya kemudian, "kalau engkau tak
ingin ditipu orang selama-lamanya, ijinkanlah aku
bicara !" Sebelum Ceng-te menjawab, Coh Hen Hong sudah
mendahului. "Engkong. jangan dicegah, biarkan dia
bicara. Coba saja kita dengar dia hendak merangkai
khayalan apa saja !"
Mendengar itu tegang sekali hati Pui Tiok. Dia tahu
betapa licin Coh Hen Hong itu dan betapa
pula ganasnya. Kini setelah dapat menghadap Ceng-te, dia
masih belum mempunyai harapan apakah usahanya
896 untuk menyadarkan Ceng-te itu bermanfaat atau
tidak. buktinya bagaimana keyakinan Coh Hen Hong itu
yalah begitu Pui Tiok mengajukan permintaan untuk
bicara, dengan cepat Coh Hen Hong sudah
menanggapi, bukan saja tidak menghalangi bahkan
minta kepada Ceng-te supaya membiarkan Pui Tiok
melanjutkan ceritanya. Dengan demikian Ceng-te
tentu mendapat kesan bahwa Coh Hen Hong memang
tak tahu menahu tentang soal yang akan di katakan
Pui Tiok. "Baik, bicaralah!" seru Ceng-te.
Sejenak merenung maka Pui Tiokpun mulai bicara,
"Setelah meninggalkan istana Ceng-te-kiong ini,
puterimu bersembunyi dimana dan bagaimana
keadaannya, tak ada seorangpun yang tahu. Tetapi
yang Jelas kemudian dia menikah dengan Kwan Pek
Hong dan melahirkan seorang anak perempuan yang
diberi nama Kwan Beng Cu."
Mendergar sampai disitu, Ceng-te lalu memandang
Coh Hen Hong dan dengan sikap manja Coh Hen
Hongpun lalu mendekat rapat kepadanya Ceng-te
mengelus-elus kepala gadis itu.
Melihat demontrasi itu, bercekatlah hati Pui, Tiok.
Dia hambir putus asa, apakah mampu mempengaruhi
Ceng-te nanti. Tetapi dia tetap teguhkan hati dan melanjutkan
kata-katanya, "Tetapi Kwan Pek Hong itu juga
mempunyai hubungan gelap dengan seorang gadis
Biau, orang she Coh. Hubungan gelap ini tak di
ketahuj Kwan hujin."
897 "Juga dengan wanita Biau she Coh itu, Kwan Pek
Hong mempunyai seorang puteri. Karena sudah lama
keluar maka Kwan Pek Hong lalu meninggalkan wanita
itu dan pulang kembali kepada Kwan hujin. Wanita
Biau she Coh itu marah karena dihjanati Kwan Pek
Hong. Dia memberi she Coh kepada anak
perempuannya dan namanya diberi Hen Hong yang
berarti membenci kepada (Pek) Hong.
Wajah Ceng-te tetap tenang.
Kemudian Puj Tiok melanjutkan. Dia menceritakan
bagaimana wanita Biau she Coh itu telah mencuri
kitab Ih-su-keng milik perkumpulan Peh-hoa-kau dan
melarikan diri ke daerah Biau,
Tetapi dunia persilatan tersiar desas desus bahwa
kitab pusaka itu telah jatuh ke tangan Kwan Pek Hong.
Ayah Pui Tiok yakni Peh Hoi lokoay memerintahkan Pui
Tiok untuk menculik Kwan Beng Cu agar Pek Hong
menebus puteri-nya itu dengan kitab pusaka Ih-sukeng.
Dalam usaha untuk melakukan penculikan itulah Pui
Tiok mengetahui bahwa Kwan hujin itu sebenarnya
puteri dari Ceng-te. Demikian dengan urut dan terurai
Pui Tiok panjang lebar bercerita tentang keluarga
Kwan Pek Hong. Hampir sejam lamanya Pui Tiok bercerita Terakhir
dengan mengempos semangat dan menguatkan hati,
tiba-tiba Pui Tiok menuding Coh Hen Hong.
"Dialah Coh Hen Hong itu, dia bukan cucu
perempuanmu!" serunya dengan lantang tandas.
898 Mendengar itu serempak jago-jago istana Ceng-tekiong
berbangkit dan siap. Tetapi mereka tak berani
bicara maupun bertindak sebelum mendapat perintah
dari Ceng-te. Hening beberapa saat. Adalah Coh Hen Hong yang
mulai buka suara, "Engkong, bacaralah mengapa
engkau diam saja?"
Tetapi Ceng-te tetap diam. wajahnya gelap, sukar
diduga apa yang sedang dipikirkan. Dia berdiri tegak
seperti patung.
walaupun menang angin, tetapi karena berbuat
salah maka mau tak mau Coh Hen Hong gelisah juga,
Namun dia menyadari, bahwa situasi itu memang
benar-benar gawat sekali. Maka diapun menahan diri
untuk tidak mengunjukkan rasa kaget dan cemas.
Memang pintar benar Coh Hen Hong menjalankan
perannya. Dia tersenyurn simpul saja mendengar
semua itu walaupun dirinya tersangkut dan di tuding
langsung oleh Pui Tiok. Mendengar teguran Coh Hen
Hong, Ceng-te tampak terhenyak kemudian dengan
pelahan dia berkata, "Apakah gadis itu sudah engkau
bunuh?" Coh Hen Hong memandang kearah mayat ketiga
gin-wan dan Beng Cu yang berada dalam kubangan
darah. Diam-diam dia bersyukur dalam hati. Kalau dia
tak lekas-lekas turun tangan melenyapkan mereka,
tentulah urusan akan menjadi runyam. Menilik Beng
Cu tak berkutik dalam genangan darah sampai
beberapa waktu, tentulah gadis itu sudah mati.
899 Diam-diam Coh Hen Hong menghela napas longgar.
Sambil cibirkan blbir, dia menjawab, "Siapa yang tahu
dia sudah mati atau belum. Ketiga binatang itu ganas
sekali menyerang aku. Dulu aku pernah menderita
dari mereka maka kugunakan sepasang pedang Lengliong-
kiam dan kugunakan tiga jurus ajaran engkong.
Begitu habis kesudahannya adalah begitu!"
Ceng-te mendesuh dan tertegun. Beberapa saat
kemudian baru dia berkata, "O, kiranya begitu.
Tetapi dia belum mati."
Mendengar itu Pui Tiok dan Coh Hen Hong terbeliak
kaget. Kalau Pui Tiok diluap kegembira adalah Coh
Hen Hong kaget setengah mati.
Dia memandang Beng Cu dan tiba menghela napas
dalam2, serunya, "Engkong, apa dia belum mati
seperti yang engkau katakan?"
"Apakah dia belum mati?" teriak Pui Tiok serempak.
Saat itu dia berada disamping Beng Cu. Karena
ditegur Ceng-te maka dia tak melanjutkan maksudnya
hendak memeriksa tubuh Beng Cu. Kini setelah
mendengar keterangan Ceng-te, dia terus
membungkuk dan mengangkat tubuh Beng Cu dan
berteriak memanggilnya, Beng Cu, beng Cu!"
Tetapi tubuh Beng Cu tampak lemas, kepala lunglai
seperti orang tak punya napas lagi.
Pui Tiok mengangkat muka memandang Ceng-te.
"Dia menderita kejut besar sehingga pingsan" kata
Ceng-te yang tahu arti pandang mata Pui Tiok,
900 "tekanlah ubun-ubun kepalanya lalu jalan darah pehhwe-
hiat. Dia tentu siuman!"
Pui Tiok melakukan perintah, kemudian Ceng-te
berputar tubuh menghadap kearah Coh Hen Hong.
Coh Hen Hong menyadari bahwa kalau saat itu dia
tidak lekas-lekas mendahului berkata, situasi tentu
makin buruk. Maka dia paksakan tertawa, serunya,
"Syukur kalau dia tak apa-apa agar dia dapat
memberi keterangan yang jelas , . . tetapi kurasa
kedua orang itu tentu sudah saling sepakat lebih dulu.
Engkong, bukankah begitu?"
Tetapi Ceng-te hanya bergumam, tidak mengiakan
juga tidak menolak. Dia seperti berkata seorang diri,
"Dibawah serangan tiga jurus pedang Leng-liong kiam,
kalau dia tidak mati bahkan sedikitpun tidak terluka,
tentu karena hanya ada satu kemungkinan.
Diam-diam Coh Hen Hong memang heran mengapa
dibawah serangan ilmu pedang yang maha sakti itu,
Beng Cu tidak mati melainkan hanya pingsan saja.
"Engkong, kemungkinan bagaimanakah itu?" tanya
penuh keinginan tahu.
Ceng-te terdiam sejenak baru menjawab, "Kecuali
ketiga gin-wan itu memang mati-matian melindunginya.
Gerakan gin wan itu luar biasa cepat nya.
Mereka tentu gunakan tubuhnya untuk menyongsong
ketiga jurus serangan pedang!"
Tepat pada saat itu tampak Beng Cu membuka
mata. Begitu melihat Pui Tiok dia terus memeluk
erat2. 901 "Pui toako, aku. . . masih hidup atau sudah mati?"
serunya terengah-engah. Nadanya sendu bagaikan
orang yang mati hidup dari kematian kembali.
Hampir Pui Tiok tak dapat menahan tangisnya.
Airmatanya bercucuran dan berkata, "Engkau tak
kurang suatu apa, Beng Cu. Engkau tak apa-apa.
Lihatlah, Ceng-te Juga sudah hadir disini."
Wajah gadis itu pelahan lahan bertebar warna
merah. Dengan bergeliatan dia berbangkit dan
memandang kian kemari sampai akhirnya bertatap
pandang kepada Ceng-te. Ceng te juga
memandangnya tak berkedip.
Beberapa saat kemudian adalah Beng Cu yang buka
suara lebih dulu, "Engkau... engkau... ini . . . . apakah
engkongku?"
Coh Hen Hong tegang sekali hatinya. Kalau saat itu
dia memaki Beng Cu, tentu akan ketahuan belangnya.
Tetapi kalau dia diam, apakah bukan berarti dia
mengakui apa yang diucapkan Beng Cu itu benar"
Satu-satunya siasat yang digunakan yalah dia
tertawa dan berseru, "Engkong, lihatlah, apakah dia
tidak seperti mau menangis, engkong, apakah dia
tidak begitu kasihan sekali" Apakah tidak lebih baik
kita suruh dia tinggal di istana ini saja. Sejenak
memandang Beng Cu, Ceng-te lalu beralih
memandang Coh Hen Hong. Coh Hen Hong tahu
bahwa kalau saat itu dia tak mengunjuk aksi tentu
akan menimbulkan kecurigaan Ceng-te.
902 Maka dia terus melengking, "Engkocg, aku bicara
padamu, mengapa engkau diam saja" Hm, apa
engkau percaya saja pada omongannya dan terus
hendak mengusir aku" engkau memang menyangsikan
aku, sudah lama kutahu!"
Habis berkata dia terus berputar tubuh dan hendak
melangkah keluar.
"Beng Cu,"cepat Ceng-te berseru.
Mendengar itu Coh Hen Hong dan Beng Cu
serempak menyahut, "Ya!"
Ceng-te tertegun dan terpaksa berkata, "Jangan
pergi dulu. Biar kutanya lebih lanjut kepada nona ini."
Mendengar Ceng-te menyebut Beng-Cu dengan
kata 'nona ini', agak legalah hati Coh Hen Hong. Dia
berhenti tetapi wajahnya masih menampakkan sikap
tak senang. Ceng-te lalu bertanya kepada Beng Cu, "Engkau
bilang kalau anak dari putriku. Kalau begitu, mamamu
tentu pernah bercerita banyak tentang keadaan istana
Ceng-te kiong, bukan?"
Setelah siuman dan melihat Ceng-te begitu angker,
Beng Cu memang jeri. Sebenamya dia begitu
berambisi sekali untuk merebut kedudukan sebagai
cucu dari Ceng-te. Tapi dalam keadaan seperti saat
itu, dia terpaksa tak mau menyerah kalah lagi. Karena
kalau dia sampai kalah tentu akan dibunuh Coh Hen
Hong. 903 Maka dia mengangguk sebagai jawaban atas
pertanyaan Ceng-te itu, "Ya, memang sering
bercerita."
Mendengar itu hati Coh Hen Horg berdetak keras
sekali seperti mau copot. Habis. . . keluhnya dalam
hati. Pertanyaan itu pernah diajukan juga oleh Ceng-te
kepadanya tetapi dia selalu mengelak dengan
mengatakan bahwa karena waktu itu dia masih kecil
maka dia tak ingat apa yang diceritakan mamanya
dulu. Sekarang Beng Cu menjawab lain. Dengan begitu
jelas dia tentu akan ketahuan boroknya. Saat itu juga
dia sudah berniat hendak melesat keluar dan
melarikan diri dari Istana Ceng-te-Kiong.
Tetapi pada lain kejab dia tersadar. Apabila dia
berusaha melarikan diri berarti dia mengakui kalau
bersalah memalsu sebagai cucu Ceng-te.
Namun kalau tidak lari dan tetap tinggal di situ,
nanti bagaimana jadinya?"
Karena bingung, Coh Hen Hong sampai tak tahu
bagaimana akan bertindak. Dia tetap tegak di
tempatnya. Ceng-te menghela napas, ujarnya, "Lalu pernahkah
mamamu mengatakan tentang suatu hal kalau waktu
masih kecil mamamu paling sayang dengan bararg
mainannya yaitu seekor . . "
Ceng-te tak melanjutkan kata. Rupanya ia memang
sengaja hendak memberi kesempatan kepada
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Beng Cu untuk mengatakan barang itu. dengan demikian
904 kalau Beng Cu memang dapat menerangkan dengan
tepat tak ragu lagi dialah anak dari puteri Ceng-te
yang melarikan diri itu.
Rupanya ujian itu dapat di tanggapi Beng Cu yang
serentak melanjutkan "seekor mainan kucing terbuat
dari batu koral. Sepasang matanya terbuat dari mata
kucing aseli sehingga sepintas mainan kucing kucingan
itu menyerupai seekor kucing hidup, bukankah
begitu?" Jawaban itu diberikan Beng Cu dengan lancar
sekali. Mendengar itu seketika wajah Ceng-te
berubah. Beng Cu juga tegang sekali. ia seperti
gemetar. Melihat itu Pui Tiok segera menghampiri dan
Beng Cu lalu menerkam tangan pemuda itu
sekencang-kencangnya hingga Pui Tiok hampir
menjerit kesakitan.
Pui Tiok juga tegang. Dia menyadari bahwa detik2
itu merupakan detik yang menentukan nasibnya.
Sedang Coh Hen Hong merasa telinganya seperti
disambar petir. Pertanyaan pernah diajukan Ceng-te
kepadanya dan waktu itu dia hanya gelengkan kepala
tak tahu. Tetapi sekarang Beng Cu dapat menjawab
dengan lancar sekali Dan menilik sikap Ceng-te, jelas
memberi kesan bahwa jawaban Beng Cu itu memang
tepat. Saat itu Coh Hen Hong seperti semut diatas kuali
panas. Dia bukannya tak ingin melarikan diri tetapi dia
takut sekali sehingga dia lupa untuk
melaksanakan rencananya melarikan diri itu,
905 Apabila Ceng-te saat itu percaya penuh akan
keterangan Beng Cu dan terus menindak Coh Hen
Hong tentu selanjutnya tak ada cerita lagi. Tetapi
rupanya Ceng-te tak begitu mudah terus menelan saja
keterangan Beng Cu. Dia masih hendak menguji lagi
kedua nona itu untuk menentukan siapa
sesungguhnya cucu perempuannya yang aseli
Ceng-te melangkah maju ke muka Beng Cu dan
bertanya pula. "Waktu ... dia pergi dari istana ini. Dia
tidak membawa mainan kucing-koral itu. Dia paling
sayang dengan mainan itu. Waktu pergi tanpa
membawa benda itu, aku akan merawat mainan itu
sebagai kenangan apabila aku rindu kepadanya. Tetapi
. . . tetapi . . . benda itu tak dapat kutemukan
..."Suara Ceng-te menjadi sember.
Beng Cu dengan tenang menjawab, "Kutahu. Mama
memang pernah mengatakan hal itu kepadaku. Waktu
dia pergi, dia sengaja menyembunyikan mainan itu."
Ceng-te menghela napas dalam2, Dia . . . dia
menyembunyikan mainan itu dimana" Apakah engkau
tahu?" "Tahu." jawab Beng Cu.
"Dimana?"
"Dibawah kolong termpat tidurnya."
Tiba-tiba Coh Hen Hong tertawa meringkik, "Bohong
Mama bilang kalau mainan itu disembunyikan di dalam
tiang besar!"
906 Ceng-te terkejut dan berpaling, "Bagaimana engkau
tahu?" "Bagaimana aku tahu?" ulang Coh Hen Hong
dengan nada mengejek, "sudah tentu beliau yang
bilang. Tak percaya?"
Pui Tiok terkejut. Tetapi cepat dia dapat menduga
apa yang telah terjadi. Kemungkinan secara kebetulan
Coh Hen Hong telah dapat menemukan mainan itu lalu
disembunyikan dalam tiang kalau tidak begitu
bagaimana mungkin Coh Hen Hong begitu yakin
berani mengatakannya
"Ceng te," dengan memberanikan diri Pui Tiok
berkata, "soal mainan itu. memang sukar dibuktikan
tempat persembunyiannya. Misalnya, memang
puteri anda telah menanamnya dibawah kolong tempat
tidurnya. Siapa tahu . . . eh, siapakah yang tidur di
kamar itu?"
"Aku", seru Coh Hen Hong menantang. "apakah
seorang anak tak berhak tidur di Kamar yang bekas
dipakai mamanya?"
Pui Tiok tak dapat membantah. Tetapi Beng Cu
yang membela, "Jelas mama mengatakan hal itu
kepadaku. Kalau sekarang benda itu tak berada
di sana, tentulah sudah diambil dan dipindah-kan orang
ke lain tempat."
"Engkong, apakah engkau percaya dengan
jawabannya yang ngawur itu?" seru Coh Hen Hong
907 Ceng-te diam. Hampir dia menaruh kepercayaan
peauh atas keterangan Beng Cu tadi. Tetapi mengapa
dalam hal tempat persembunyian mainan kucing koral
Coh Hen Hong lebih tahu"
Andaikata Ceng-te mau menganalisa kata-kata Pui
Tiok maupun Beng Cu tentang kemungkinan
diambilnya mainan itu dan dipindahkan kelain tempat
oleh dia seharusnya menaruh kecurigaan terhadap
Coh Hen Hong. Namun entah bagaimana, kembalinya Coh Hen
Hong yang mengaku sebagai cucunya, telah banyak
mengobati rasa rindu dan kesepian Ceng-te terhadap
puterinya yang melarikan diri itu. Dan ia telah
berkumpul selama bertahun-tahun maka rasa kasih
Ceng-tepun telah tumbuh kepada Coh Hen Hong.
Walaupun Beng Cu telah memberi jawaban yang
mengejutlan hatinya, tetapi Ceng-te tak dapat
secepat itu menghapus segala kepercayaannya
terhadap Coh Hen Hong.
Setelah merenung beberapa saat barulah dia
mendapat piklran dan bahkan untuk menguji lagi
kepada kedua gadis itu.
"Engkau," katanya kepada Coh Han Hong, tentu nya
masih ingat kalau dibawah dagu mamamu tumbuh
sebuah tahi lalat merah. Coba engkau katakan,
bagaimana bentuk tahi lalat merah itu"
"Entah," sahut Coh Hen Hong dengan ewah, "aku
kan yang palsu, sudah tentu tak dapat mengatakan.
Perlu apa engkau tanya kepadaku?"
908 Ceng-le pelahan-lahan beralih memandang Beng
Cu. Melihat itu Beng Cupun serentak menjawab,
"Seperti seekor tupai, punya ekor. Waktu kecil, mama
sering mengangkat muka dan menakuti aku tupai kecil
datang, tupai kecil akan loncat menggigitmu kalau
engkau tidak lekas tidur. .
Mendengar keterangan itu Ceng-te menyurut
selangkah dan memegang dinding agar tubuhnya yang
terhuyung tak sampai rubuh.
Seorang yang berilmu tinggi seperti Ceng-te tak
mudah menderita getaran yang begitu hebat Kalau toh
dia begitu, jelas menunjukkan bahwa dia sedang
menderita goncangan batin yang hebat sekali.
Dia mengigau seorang diri, "O, begitu. Dia
mengatakan begitu. Dia sering bilang, yah, kalau
engkau tak mau menurut aku, akan kusuruh tupai
kecil loncat menggigitmu!"
Pui Tiok menghela napas, "Cianpwe, sekarang
segala apa telah Jelas. Dan aku masih hendak
memberi tahu kepadamu. Coh Hen Hong berhati buas.
Dia membawa racun yang paling ganas. Maksudnya
akan meracuni engkau. Karena hanya setelah engkau
meninggal barulah dia dapat bersimaharajalela tak
ada yang ditakuti lagi Kalau, sampai sekarang belum
melaksanakan adalah karena
belum mendapat kesempatan."
Mendengar itu Ceng-te gelap wajahnya. Sekali
bergerak dia menyambar lengan Coh Hen Hong dan
ditarik kedekatnya.
909 Tetapi saat itu Coh Hen Hong sudah siap. Maka ia
tenang-tenang saja. Pikirnya, asal dapat melalui saatsaat
yang berbahaya kali itu, dia tentu dapat
mengatasi segalanya.
Setelah mempunyai keputusan itu maka sikap nya
tenang-tenang dan berani menatap muka Ceng-te.
"Engkau, aku tak percaya kalau engkau akan
meracuni aku!" kata Ceng-te dengan pelahan.
Mendengar itu diam-diam Coh Hen Hong sudah
memperhitungkan bahwa kedudukannya di istana
Ceng-te-kiong sekarang sudah cukup kuat. Bukankah
Ceng-te mengatakan kalau tak percaya dia (Coh Hen
Hong) akan meracuninya" Dengan begitu menandakan
kalau Ceng-te tidak seluruhnya percaya pada
omongan Pui Tiok.
Coh Hen Hong miringkan kepala, berkata, "Engkau
percaya boleh, tidakpun boleh. Toh aku sudah tak ada
hubungan apa-apa dengan engkau. Sekarang
sekalipun menggunakan tambah beberapa orang lagi
untuk menahanku, akupun tak mungkin dapat di
tahan. Hm, tak kira kalau seorang yang tak berguna
begitu, dapat memiliki ilmu kepandaian yang sakti!"
Wajah Ceng-te berobah, "Engkau mengatakan
siapa?" "Engkau," kata Coh Hen Hong dengan berani,
"setelah mendengar omongan orang lantas hendak
membuang cucu perempuannya sendiri. Orang
semacam itu apa gunanya?"
910 Kalau Coh Hen Hong mengunjuk rasa takut,
mungkin Ceng-te akan bertindak lain. Tetapi setelah
dia mengeluarkan kata-kata yang keras, entah
bagaimana Ceng-te malah lulus hatinya.
"Apakah aku mengatakan kalau tidak menghendaki
engkau?" katanya.
"Kalau begitu perlu apa engkau membiarban kedua
orang itu berada disini?" seru Coh Hen Hong dengan
nyaring. Ceng-te lepaskan cekalannya dan Coh Hen Hong
pun mundur selangkah. Ceng-te tegak termangu.
Menilik dahinya mengerut, dia tentu tengah
memikirkan sesuatu.
Pui Tiok, Beng Cu dan Coh Hen Hong masingmasing
tegang sekali hatinya. Karena mereka
menyadari bahwa nasib mereka tergantung hasil
pemikiran Ceng-te itu.
Hampir setengah jam lamanya Ceng-te tegak
memandang tiang ruangan. Bagi ketiga anakmuda itu,
setengah jam dirasakan seperti satu hari lamanya.
Beberapa waktu kemudian baru tampak Ceng-te
mengangkat muka dan memandang Pui Tiok dan Beng
Cu. "Kalian berdua," katanya pelahan-lahan, "tentu
mendengar sedikit tentang mamanya dari orang Entah
siapa dan di mana. Oleh karena itu kalian datang
kemari untuk mencari keuntungan!"
911 Waktu mengucap 'mamanya'. tangan Ceng-te
mengelus kepala Coh Hen Hong.
Pui Tiok dan Beng Cu seperti mendengar halilintar
berbunyi di siang bolong. Benar-benar mereka tak
pernah mengira bahwa situasi yang sudah begitu
menguntungkan mereka, dalam sekejab saja sudah
terbalik sembilan puluh derajat.
Pui Tiok dan Beng Cu pucat dan tak tahu apa yang
harus mereka katakan.
"Tetapi aku takkan menghukum kalian," kata Cengte
lebih lanjut, "kalian boleh lekas-lekas tinggalkan
istana ini dan jangan datang kemari lagi. Jangan harap
kalau kalian akan memperoleh keuntungan!"
Habis berkata Ceng-te terus bertepuk tangan. Dua
orang lelaki setengah tua segera muncul, memberi
hormat. Ceng-te menuding pada Pui Tiok dan Beng Cu,
katanya, "Antarkan kedua orang ini keluar dari Cengte-
kiong!" Kedua lelaki itu mengiakan. Begitu mengulurkan
tangan Pui Tiok dan Beng Cu merasa segulung
tenaga kuat melanda mereka sehingga kedua-nya terdorong
mundur sampai 7-8 langkah.
"Ceng te, engkau...," belum tempat Pui Tiok
menyelesaikan kata-katanya, gelombang tenaga-kuat
yang kedua melanda lagi sehingga kedua anakmuda
itu hampir tak dapat bernapas. Sudah tentu Pui Tiok
tak dapat bicara apa-apa lagi.
912 Kedua anakbuah Ceng-te itu hebat sekali kepandaiannya.
Mereka berturut-turut melancarkan
hamburan gelombang tenaga-dahsyat. Walaupun tidak
melukai tetapi cukup untuk mendorong Pui Tiok dan
Beng Cu sampai terhuyung mau jatuh. Pui Tiok dan
Beng Cu seperti dua ekor anjing yang dihalau keluar.
"Hanya, apa engkau masih marah?" cepat Ceng-te
berputar tubuh dan tertawa.
Peristiwa itu benar-benar dirasakan Coh Hen Hong
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebagai impian saja. Hampir dia tak percaya kalau dia
sadar dalam kenyataan. Setelah mendengar
pernyataan Ceng-te, baru dia seperti sadar dari impian
dan dengan gaya yang kemanja-manjaan dia
menggeliat, "Aku kan tak bisa memberi jawaban
semua pertanyaanmu. Apakah engkau masih
manganggap aku sebagai cucu perempuanmu?"
Ceng-te tertawa, "Sudah jangan macam-macam
saja. Sekarang ceritakanlah bagaimana
pengalamanmu selama pesiar keluar. Apa engkau
senang" Ilmu yang kuajarkan kepadamu dan namaku
apakah masih berguna?"
Coh Hen Hong kicupkan mata, "Memang berguna
sih berguna. Sayang aku ini hanya seorang
pemalsu saja." "Hm," dengus Ceng-te, "kalau engkau masih bilang
begitu, awas, kutampar mulutmu nanti !"
Girang Coh Hen Hong bukan kepalang. Mau tak mau
dia tertawa juga. Ceng-te pelan sekali menampar
kepala gadis itu, "Engkau boleh main-main., aku
hendak melanjutkan semedhiku. paling tidak makan
913 waktu tiga hari. Selama itu jangan ganggu aku,
mengerti?"
Mendengar itu Coh Hen Hong makin girang.
"Ya, aku kan bukan anak kecil," sahutnya.
Ceng-te tersenyum lalu pelahan-lahan melangkah
keluar. Setelah dia tak tampak. Coh Hen Hong masih
tegak termangu. Beberapa saat kemudian
baru meninggalkan tempat itu.
Mari kita ikuti Pui Tiok dan Beng Cu yang dihalau
oleh kedua jago istana Ceng-te-kiong. Setelah keluar
dari pintu gerbang, kedua jago itu berseru
dingin, "Kalian mau tinggalkan tempat ini sendiri atau perlu
kita harus turun tangan?"
Marah Pui Tiok bukan kepalang. Wajahnya pucat,
serunya, "Kami bisa pergi sendiri."
"Istana Ceng-te-kiong mempunyai peraturan," kata
kedua jago itu, "barang siapa datang ke istana ini,
sekeluarnya dari sini tak boleh menceritakan pada
orang. Harap anda memperhatikan hal ini!"
"Tahu!" seru Pui Tiok keras. Nadarya menyeramkan
sekali sehingga dia sendiri terkejut mengapa dia dapat
mengeluarkan suara begitu.
Dan setelah berteriak dia rasakan dadanya anyir.
Dia terkejut. Karena terlalu marah, darahnya meluap
dan dia tentu mau muntah darah. Dan Kalau sampai
begitu, Jelas dia tentu menderita luka-dalam yang
parah. Maka dia tak mau bicara lagi dan diam-diam
914 mengerahkan tenaga-murni untuk menekan darah
dalam dadanya. Saat itu wajahnya pucat lesi dan tubuhnya gemetar.
Telinganya seperti mendenging-denging mendengar
suara teriakan Beng-Cu.
Pada hal saat itu Beng Cu berada disampingnya.
Suara Beng Cu itu seperti bergema di kejauhan. Buruburu
dia hendak berpaling untuk melihat Beng Cu.
Tetapi dia merasa pandang matanya gelap.
Dia menyadari keadaan dirinya. Dia tak boleh
muntah darah. Dia harus bertahan. Tetapi dalam
beberapa hari ini, telah banyak dan besar guncangan
batin yang dideritanya.
Dan yang paling memberi hantaman keras pada
batinnya yalah ketika pada saat dia sudah yakin tentu
berhasil membuat Ceng-te mengaku Beng Cu sebagai
cucunya, tiba-tiba gagal total dan diusir keluar.
Setelah masuk dan keluar lagi dari istana Ceng-te,
resikonya lebih besar dari pada dia belum masuk ke
istana itu. Tetapi betapapun dia berusaha untuk menekan,
darah yang meluap ke kerongkongannya itu tetap
binal dan tak kuat lagi menahannya lebih lanjut,
huakkk . . . dia memuntahkan segumpal darah segar.
Sehabis muntah darah dia rasakan dunia ini
berputar-putar dan dia seperti diayun-ayun naik turun.
Selanjutnya dia tak tahu lagi apa yang terjadi.
915 Entah berapa lama, dia baru pelahan-lahan
mendapat kembali kesadarannya. Pertama, dia
mendengar suara isak tangis, tangis seorang wanita.
Dan kemudian dia mengetahui suara tangis itu suara
Beng Gu. Dia paksakan untuk membuka mata. Tetapi dia tak
dapat melihat suatu apa. Beberapa saat ke mudian
baru dia dapat melihat Beng Cu.
Beng Cu makin menangis gencar dan sedih Butjr2
air matanya berderai derai membasahi muka
Pui Tiok. Pui Tiok menghela napas dan berusaha untuk
membuka suara, "Engkau . . . mengapa menangis?"
Beng Cu tertawa, "Mengapa aku tak menangis"' Aku
. . aku . . begini rupa . . bagaimana tak menangis?"
Pui Tiok hendak mengelus kepala nona itu tetapi
tangannya tak bertenaga sama sekali.
Beng Cu menangis pula, "Kalau Ceng-te tak mau
mengakui aku, biarlah. Asal kita berdua tetap
bersama, aku tetap gembira."
Pui Tiok menghela napas panjang, "Beng Cu,
mengapa engkau setolol itu" Pikirlah, apakah Coh Hen
Hong mau melepaskan kita" Sekarang .... kita berada
di mana ini" Apakah sudah jauh dari
Ceng-te-kiong?"
"Rasanya tak berapa jauh," sahut Beng Cu, "setelah
engkau pingsan kupondongmu terus melanjutkan
perjalanan. Kemudian . . . kurasakan kedua kakiku
916 lemas lunglai dan jatuh. Hampir aku pingsan juga. Ya,
disini ini !"
Pui Tiok terkejut, "Hayo, hayo kita lanjutkan
berjalan lagi. Kalau tidak lekas pergi, Coh Hen Hong
tentu dapat mengejar kemari !"
Sambil berkata dia terus paksakan diri berbangkit.
Tetapi bukan saja dia tak mampu berdiri, bahkan
begitu bergerak dia terus muntah darah
lagi. "Beng Cu." dia berusaha untuk meronta. "papahlah
aku. Kita harus menyingkir agak jauh lagi. Kalau tidak.
. . . kita cari saja tempat persembunyian."
Air mata Beng Cu makin deras. Dia tak dapat
bicara lagi. Dia melakukan perintah Pui Tiok,
dipanggulnya tubuh pemuda itu dan terus lari.
Tetapi setengah li kemudian napasnya sudah
terengah-engah, "Pui toako. . . aku. . . aku tak dapat
berlari lagi."
Dia paksakan diri lari, beberapa meter untuk
mencari sandaran pada sebatang pohon.
"Beng Cu, engkau memiliki kepandaian yang
tinggi," kaa Pui Tiok, "jangan gugup, jangan takut.
Aku hanya menderita luka dalam. Nanti setelah
beristirahat beberapa hari tentu sembuh. Kita baru
berusaha untuk menyelamatkan diri. Setelah
beristirahat beberapa hari, aku tentu sembuh lagi.
Beng Cu, jangan cemas."
Memang dengan kepandaian yang dimilikinya,
sekalipun dengan memanggul orang, Beng Cu masih
917 dapat lari sampai tiga hari tiga malam. Mengapa
kakinya sampai lemas, adalah karena dia gugup
dan cemas. Maka Pui Tiok perlu mengingatkan.
Beng Cu tak menangis lagi. Setelah mengatur napas
beberapa saat dia berkata, "Ya, kutahu."
Suaranya sudah terang dan dia lalu melanjutkan
lari lagi. Jalanan di gunung berbahaya, ber keluk dan
berliku. Tak berapa lama tiba disebuah cekung gunung
yang menyerupai gua. Di dalam cekung itu terdapat
banyak sekali gua2.
"Beng Cu, rasanya tempat ini sesuai. Karena lukadalamku
terlalu parah, lebih baik sembunyi disini
dulu," kata Pui Tiok.
Sebenarnya Beng Cu seorang gadis yang cengeng
karena tak punya pendirian. Tetapi saat itu dia
berobah menjadi seorang yang memiliki pendirian.
Setelah memandang keempat penjuru, dia
menemukan sebuah gua yang mulutnya sempit.
Tiba di mulut gua, dia mendengar suara menderuderu,
menandakan kalau sebelah dalam gua ltu cukup
lebar. Bang Cu lalu membawa pemuda
itu masuk. Ternyata memang benar sebelah dalam cukup lebar.
Setelah menyusur maju, akhirnya makin lama makin
gelap. "Pui toako, kita beristirahat disini,", akhimya Beng
Cu berkata. Kemudian dia menyalakan korek.
Dia terkejut sekali ketika melihat sekeliling dinding
gua itu bergemerlapan. Benar-benar sebuah tempat
918 yang indah sekali. "Sungguh indah, Beng Cu berseru
memuji "Ya, bolehlah," kata pui Tiok, "tetapi waktu yang
kubutuhkan untuk beristirahat paling tidak tiga
bulan." Beng Cu kaget dan gugup. Dia ingin menangis
tetapi kuatir akan membuat Pui Tiok sedih, Maka dia
tahankan airmata.
"Pui toako," katanya, "taruh kata dalam tiga bulan
Ini lukamu sembuh, tetapi selama itu kita tentu....."
"Kemarilah Beng Cu, engkau kemari sini," Kata Pui
Tiok. Beng Cu menghampiri kedekat Pui Tiok. Keduanya
saling berjabat tangan erat2.
"Beng Cu," kata Pui Tiok, "selama tiga bulan ini
hanya menggantungkan engkau seorang untuk cari
makanan. Tetapi hati-hatilah, Coh Hen Hong tentu
masih mencari kita. Ah, aku sungguh tak berguna....."
Beng Cu cepat mendekap mulut sang kekasih,
"Sudahlah jangan berkata lagi. Aku rela menderita
susah payah. Kita baru saja tinggakan istana Ceng-tekiong,
tak mungkin Coh Hen Hong begitu
cepat akan mencari kita. Lebih baik aku keluar
untuk cari makanan untuk persediaan dua tiga hari ini."
"Baik sih baik, tetapi engkau harus hati-hati. Lekas
pulang jangan menyiksa pikiranku," kata Pui Tiok.
919 Beng Cu lalu meninggalkan gua itu. Kini Pui Tiok
seorang diri. Dia hendak bangun dan duduk untuk
mengambil pernapasan tetapi dadanya masih terasa
anyir. mau muntah darah. Dia lalu berusaha
untuk menjalankan pernapasan.
Memang luka dalam yang di deritanya cukup parah.
Sekujur tubuhnya seperti ditusuki jarum. Tetapi
setelah dua tiga kali melakukan peredaran darah, rasa
sakit itu mulai berkurang. Dadanya juga mulai
longgar. Entah berjalan berapa lama. Setelah kesadaran
pikirannya mulai terang, tiba-tiba Pui Tiok teringat
akan Beng Cu. Ya, nona itu sudah lama pergi
mengapa belum kembali lagi.
Karena gelisah, napasnya terengah-engah lagi
dan darah mulai keras. Ah, celaka. Dia menyadari kalau
tak boleh terlalu gelisah agar luka dalamnya jangan
sampai kambuh lagi.
Tetapi bagaimanapun dia tak dapat melepaskan
pikirannya kepada Beng Cu, Dia paksakan diri
untuk berdiri. Waktu berjalan beberapa langkah, dia
terhuyung huyung. Dia memegang dinding tembok
dan pelahan-lahan melangkah ke pintu. Tetapi
sampai di pintu tetap dia tak melihat Beng Cu Dan
ketika melihat hari sudah hampir petang dia terkejut
dan hampir rubuh.
Dengan begitu sudah hampir sehari Beng Cu pergi.
Mengapa tak kunjung pulang" Bluk, akhirnya Pui Tiok
lemas dan jatuh di mulut gua. Saat itu dia tak dapat
berdiri lagi. Dia terpaksa menggeletak tak berdava
apa-apa. 920 Ketika beberapa saat lagi mengangkat muka,
ternyata hari sudah gelap. Ketika dia memandang
kemuka, tampak dari kejauhan tiga titik sinar obor
tengah berjalan mendatangi. Dalam pikirannya yang
setengah sadar itu dia kira kalau yang datang itu
adalah ketiga ekor gin-wan. Tetapi pada
lain saat dia teringat kalau ketiga binatang itu sudah mati.
Pui Tiok mengempos semangat dan terus
menggelinding diri ke luar. Tetapi karena tenaga-nya
masih lemas, dia tak dapat menggelinding jauh,
melainkan hanya sampai ke dalam gerumbul rumput
saja.
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia terkejut dan berusaha hendak bangun tetapi tak
mampu lagi, Dan ketiga titik sinar itu makin lama
makin dekat bahkan dia sudah mendengar suara
langkah mereka. Dia buru-buru mendekam tak berani
bergerak. Karena kalau dia bergerak tentu akan
ketahuan. Tak berapa lama dia melihat tiga lelaki, masingmasing
membawa obor muncul. Pui Tiok segera
mendapat kesan kalau ketiga orang itu tentu tokoh
persilatan. "Cekung gunung ini pelik sekali, kemungkinan
sepasang muda mudi itu tentu berada didalam nya,"
salah seorang berkata.
Kawannya mengiakan dan mengajak untuk
menyelidiki. Diam-diam Pui Tiok beryukur. Kalau tadi
ia tidak nekad menggelinding keluar, tentulah akan
tertangkap. 921 Menilik pambicaraan mereka, rupanya mereka
belum menemukan Beng Cu. Diam-diam Pui Tiok
longgar perasaannya.
tak berapa lama ketiga orang itu ke luar. Tanpa
berkata apa-apa, mereka terus lari. Beberapa tombak
jauhnya, baru salah seorang berkata, "Kalau
disini tak ada, kedua muda mudi itu tentu lari
ke sana !' "Ya, tampaknya memang begitu," sahut kawannya,
tetapi apakah sudah pasti" Yang pasti, lebih baik kita
melapor saja kalau tak dapat menemukan. Cujin
(majikan) pernah bilang lentang tempat itu tetapi tak
boleh dikatakan kepada kong-cu!"
"Sudahlah, jangan ribut saja". kata kawannya yang
satu lagi. "kita lekas mencari mereka agar nanti kita
dapat memberi laporan kalau sudah
berusaha mencari kemana-mana."
Pada lain saat ketiga anakbuah Ceng-te-kiong
itu sudah jauh sehingga tak terdengar lagi apa yang
mereka bicarakan.
Mendengar percakapan mereka, Pui Tiok heran
sekali. Dia pernah mendengar kata orang bahwa
di gunung Tay-hong-san terdapat sebuah puncak yang
berhadapan dengan Ceng-te-kiong. Tempat itulah
yang disebut 'sebelah sana' oleh ketiga anakbuah
Ceng-te-kiong tadi.
Timbul kesimpulan dalam hati Pui Tiok. Apabila dia
dan Beng Cu dapat mencapai 'disana'. tentulah
anakbuah Ceng-te-kiong tak dapat ber-buat apa-apa
terhadap dirinya.
922 Tetapi apakah sesungguhnya tempat yang disebut
'disana' itu " Mengapa Ceng-te memberi perintah
kepada orang nya agar tempat itu dirahasiakan dan
tak boleh dikatakan kepada Coh Hen Hong "
Pui Tiok makin tertarik. Hal itu benar-benar sukar
dimengerti dan selama ini tak pernah dia mendengar
tokoh persilatan menceritakan tentang hal itu.
Saat itu Pui Tiok bimbang. Bahkan dia
menyangsikan apakah luka-dalam yang dideritanya itu
benar-benar parah. Apakah pembicaraan yang
didengarnya itu hanya suatu lamunan belaka " Tetapi
kalau lamunan mengapa begitu jelas "
Juga dia dapat menarik kesimpulan bahwa tidak
kembalinya Beng Cu itu bukan karena ditangkap
anakbuah Ceng-te-kiong. Bukan mustahil kalau Beng
Cu telah menuju ketempat 'disana' itu.
Namun Pui Tiok tidak berhenti sampai disitu saja.
Dia bertanya kepada dirinya sendiri. Mengapa Beng Cu
tidak kembali " Apakah Beng Cu hanya memikirkan
keselamatan dirinya sendiri " ah, tidak, tidak mungkin.
Beng Cu bukan orang semacam itu. Lalu bagaimana "
Namun sampai beberapa saat tetap Pui Tiok tak
dapat menarik kesimpulan. Namun dari kedatangan
ketiga anakbuah Ceng-te-kiong tadi, dia menyadari
bahwa gua itu bukan suatu tempat persembunyian
yang aman. Setiap anakbuah Ceng-te-kiong yang datang tentu
hanya memperhatikan dan menyelidiki gua dan tidak
menaruh kecurigaan pada gerumbul rumput disitu.
Maka diapun tak mau kembali ke gua lagi. Dia
923 beringsut mundur untuk masuk ke bagian tengah dari
gerumbul rumput itu.
Diapun sudah menarik kesimpulan, Beng Cu
selamat tak kurang suatu. Hanya karena satu dan lain
sebab maka Beng Cu tak memberi tahu kepadanya.
Lebih baik dia beristirahat menyembuhkan lukanya.
Setelah sembuh dia dapat menyusul ke tempat
'disana'. Setelah menetapkan keputusan, hatinyapun tenang.
Dia lalu duduk bersila melakukan pernapasan,
menyalurkan tenaga-murni. Selanjutnya beberapa
hari kemudian, Pui Tiok melewatkannya seperti seekor
ular. Kalau tidak sembunyi di tengah gerumbul
rumput, tentu dia mencari tempat persembunyian
yang gelap. Dia tak mau menyulut korek dan hanya
makan buah2an yang terdapat disitu Demikianlah hal
itu berlangsung selama 10 hari. Sekarang dia sudah
dapat berdiri dan berjalan. Dia berkeliaran berpindahpindah
tempat persembunyian.
Memang selama itu dia pernah memergoki
anakbuah Ceng-te-kiong yang mencarinya. Dari
pembicaraan mereka dia tahu kalau Coh Hen Hong
tetap memerintahkan supaya pencarian terus Dengan
begitu Beng Cu belum tertangkap mereka.
Dalam pembicaraan hampir setiap anakbuah Cengte-
kiong memastikan bahwa Pui Tiok dan Beng Cu
tentu lari ke tempat 'disana'. Setiap kali mendengar
pembicaraan itu, hampir saja Pui Tiok akan menerobos
keluar dari tempat persembunyiannya untuk bertanya
kepada mereka, apakah yang disebut tempat 'disana'
itu. 924 Namun dia menyadari tindakan itu hanya seperti
anjing cari gebuk saja. Lebih baik dia nanti berusaha
mencari sendiri. Tetapi gunung Tay-hong san itu
luasnya ratusan li, penuh dengan puncak, hutan lebat
dan gua. Lalu bagaimana dia hendak mencari "
Pada hari itu Pui Tiok berbaring di balik se gunduk
batu besar. Dia melihat dua orang bertubuh pendek,
sambil bercakap cakap sambil berjalan
mendatangi. Sudah beberapa kali Pui Tiok memergoki orang
tetapi entah bagaimana saat itu tiba-tiba saja timbul
keinginannya untuk bertanya.
"Kurasa," kata salah seorang, "kalau terus menerus
melakukan pencarian begini, tentu takkan berhasil.
Lebih baik kita coba-coba kesana saja. Kalau kedua
muda mudi itu memang benar berada 'disana' lebih
baik kita laporkan pada kongcu. Dengan begitu kita
tiap hari tak dimaki-maki saja,"
"Apa engkau berani ke 'sana' ?" seru kawannya.
"Kurasa tak apa," sahut orang tadi, "Ceng-te
melarang kita pergi ke 'sana' karena Ceng-te
bermusuhan dengan orang 'disana'. Kita toh hanya
anakbuah Ceng-te-kiong, kurasa orang itu juga takan
turun tangan terhadap kita."
Rupanya kawannya terpengaruh, "Ya, engkau
benar. Mari kita ke 'sana'."
Kedua lelaki pendek itu terus menuju kesana
925 Saat itu Pui Tiok tegang sekali. Kini dia sudah
makin mendapat pengetahuan bahwa orang 'disana'
itu musuh bebuyutan Ceng-te.
Kalau seorang tokoh sakti seperti Ceng-te, masih
ada yang dapat menjadi musuhnya. tentulah orang itu
luar biasa hebatnya. Dan lagi kalau orang itu tinggal di
gunung Tay-hong-san, Ceng-te tak dapat berbuat apaapa.
jelas orang itu tentu seimbang kepandaiannya
dengan Ceng te.
Sekarang kedua orang itu hendak menuju kesana.
Mengapa dia tak menggunakan kesempatan sebaik itu
untuk menguntit mereka " Bukankah dengan begitu
mudah sekali dia dapat mengetahui tempat itu "
Pui Tiok sudah mendapat kesan bahwa sekalipun
kedua orang itu bertubuh pendek tetapi kepandaian
mereka tinggi sekali. Sedang dia belum sembuh betul
dari lukanya. Untuk mengikuti mereka secara diamdiam
dan tidak diketahui. memang tak mungkin.
Tetapi kalau dia tak berani, mana ada kesempatan
sebagus itu lagi "
Dengan hati-hati Pui Tiok segera bergerak. Begitu
kedua orang pendek itu sudah melangkah dua tombak
jauhnya, barulah dia mulai mengikuti. Mereka
berjalan lurus dan tak berapa lama tiba dimulut
sebuah lembah yang sempit tetapi panjang.
Panjang jalanan lembah itu mencapai satu li tetapi
sempit sekali, hanya lebih kurang setengah meter
lebarnya. Kedua dinding lembah. curam dan naik
turun sehingga keadaannya gelap sekali. Hanya
pada ujung lembah, tampak seberkas sinar.
926 Waktu kedua orang pendek itu tiba dimulut lembah,
diam-diam Pai Tiok mengeluh. Kalau harus menyusur
lembah sempit dan panjang itu baru dapat
mencapai tempat disana terang sukar bagi nya untuk
mengikuti. Pui Tiok bersembunyi dibalik sebatang pohon sambil
mengepalkan kedua tangannya. Pada saat kedua
orang pendek itu hendak memasuki mulut lembah,
salah seorang tiba-tiba berseru, "Lihatlah !"
Kawannya juga terbeliak, demikian Pui Tiok.
Menurut arah yang ditunjuk orang pendek tadi, pada
batu karang disebelah kiri, tergantung sebuah
kimpay (lencana emas) yang berkilau-kilauan cahayanya.
Pui Tiok hanya melihat begitu menyaksikan kimpay,
kedua orang pendek itu lerus mundur ke
belakang tiga langkah. Wajahnya kaget sekali.
"Lekas lari," setelah keluar dari mulut lembah
kedua orang pendek serempak berseru. Dan mereka
berputar tubuh terus lari. Dalam beberapa kejab saja
sudah tak tampak bayangannya.
Pui Tiok heran. Mengapa mereka lari" Apakah
kimpay itu mempunyai pengaruh besar sehingga kedua
jago sakti dari Ceng-te-kiong terbirit-birit melarikan
diri " Sampai beberapa waktu Pui Tiok tak melihat kedua
orang pendek itu muncul kembali. Pui Tiok itu
menghampiri kemulut gua dan memandang ke muka.
Dilihatnya pada kim-pay itu terdapat empat huruf.
Setelah berada di mulut lembah, dia dapat membaca
927 jelas keempat huruf itu berbunyi 'Barang siapa berani
gegabah masuk tentu mati'.
Pui Tiok menghela napas Dia hampir memastikan
bahwa lembah itu akan mencapai apa yang di kata
'tempat disana' oleh kedua lelaki pendek tadi.
Tokoh sakti yang diam di 'sana', tentu seorang
tokoh yang sakti. Oleh karenanya kedua anakbuah
Ceng-te-kiong tadi lari pontang panting waktu melihat
kim-pay. Keempat tulisan pada kim-pay itu jelas memberi
peringatan supaya orang jangan sembarangan masuk.
Kalau nekad pasti akan mati.
Setelah beberapa saat menimbang akhirnya Pui
Tiok tiba pada suatu keputusan. Kalau mati toh sama
saja tentu mati di tangan Coh Hen Hong Dan lagi Beng
Cu kemungkinan tentu sudah berada
di 'sana'. Kalau
dia nekad masuk asal dapat bertemu Beng Cu,
sekalipun hanya satu kali, tetapi
dia sudah merasa
bahagia sekali.
Dia lalu ayunkan langkah. Baru melangkah masuk,
dia menggigil Setiup angin dingin yang seram
melandanya. Dia makin menggigil.
Setelah menenangkan diri, dia berada di luar
lembah tetapi malah merasa tak takut. Dia busungkan
dada dan melangkah masuk dengan langkah lebar.
Mulut lembah itu sempit dan memanjang jauh
ke dalam. Tiba di tengah perjalanan, Pui Tiok makin
terasa akan hawa seram yang menyerang tubuhnya.
928 Cuacanya gelap sebingga hampir tak tardapat
matahari. Jika tidak bertekat untuk mencari Beng Cu, tentu
Pui Tok akan balik dan meninggalkan tempat
yang penuh misteri yang seram itu. Tetapi Pui Tiok tidak
takut. Dia hanya berjalan pelahan lahan saja.
Lebih kurang satu li menyusup ke dalam, lembah
makin lebar dan tak berapa jauh dari mulut lembah
disebelah dalam, terdapat penerangan. Makin
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dekat makin dapat melihat keadaan diluar mulut
lembah itu. Ternyata setelah selesai menyusur habis lembah
sempit itu, terdapat sebuah lembah yang lebih besar.
Separoh dari lembah itu merupakan sebuah telaga
yang airnya jernih kebiru-biruan. Airnya tenang sekali,
tiada gelombang sama sekali sehingga
sepintas menyerupai sebuah danau zamrud yang indah tak
terperikan. Sekeluar dari lembah sempit itu, barulah pui Tiok
dapat melihat jelas seluruh lembah besar. Kecuali
danau indah itu, lain2nya merupakan karang curam
dan batu2 kerucut yang aneh. Rupanya selain dari
lembah sempit tadi tak ada lain jalan keluar dan
masuk ke lembah besar itu.
Suasana dalam lembah itu sunyi senyap. Tak
kelihatan seorang manusiapun juga. Juga tak ada
sebuah pondok atau rumah.
Pula setelah menghampiri maju ke tengah lembah,
tetap keadaan sunyi sekali sehingga suara kakinya
sendiri yang terdengar.
929 Memandang ke telaga, dilihatnya seekor ikan
melenting ke permukaan air, menimbulkan gemercik
kecil. Pui Tiok tak tahan. Sunyi senyap merupakan siksa
juga. Dia memungut sebutir kerikil lalu dilontarkan
kepermukaan telaga, plung. . . . Suaranya
menimbulkan gema yang berkumandang memenuhi
lembah. "Apakah disini tak ada orang ?" setelah gema
lontaran batu itu sirap, baru Pui Tiok berseru. Dia
hanya berseru beberapa patah tetapi lembah
Itu segera tercekam gema suara yang gemuruh
kumandangnya, Jika di lembah itu memang dihuni
orang, orang itu tentu akan mendengarnya.
Pui Tiok mengulangi lagi seruannya. Tetapi baru dia
hendak membuka mulut, tiba-tiba di depan terdengar
sebuah suara kering kerontang menegur-nya, "Sudah
tentu ada orangnya. Engkau kan tidak
buta, bukan?"
Pui Tiok terbeliak. Dari mana orang itu" Bukankah
lembah itu sunyi dan kosong melompong" Ketika
mengangkat muka dan memandang ke muka
dia makin kaget lagi. Karena disebelah muka tak ada
orang. Yang ada hanya berpuluh ribu batu2 yang aneh
bentuknya. Pui Tiok menduga orang itu tentu berada
di belakang deretan gunduk batu aneh itu.
Dia tertawa pahit, "Aku kemari untuk mencari
seseorang. Harap anda. . . . jangan salah faham,"
serunya. 930 "Siapa yang engkau cari?" kembali suara itu
melengking. Sesaat suara itu menyusup ke telinga Pui Tiok,
dia menggigil dan sepasang kakinya terasa lunglai hampir
tak kuat berdiri.
Yang membuat hati Pui Tiok tergetar keras, bukan
karena kata-kata orang itu atau nadanya yang
mendenging di telinga. Melainkan dia tahu jelas bahwa
suara itu bukan berasal dari belakang batu aneh,
tetapi dari segunduk batu aneh yang tak aneh
disebelah depan.
Bahwa batu aneh dapat mengeluarkan suara, itulah
yang membuatnya terkejut sekali.
Setelah menenangkan perasaannya dan
memperhatikan dengan seksama barulah dia tahu
bahwa gunduk batu aneh yang disebelah muka itu
bukan batu tetapi seorang manusia.
Orang itu duduk bersila di tanah. Bajunya berwarna
kelabu mirip dengan warna batu. Seri wajah dan
rambutnya juga kelabu seperti warna batu. Dia duduk
seperti patung. Oleh karena itu kalau tak bersuara
tentu dikira sebuah, sebuah batu
diantara gunduk2
batu disitu. Pui Tiok menghela napas longgar, serunya, "Apakah
anda ini... pemilik lembah ini?"
"Aku bertanya kepadamu hendak mencari siapa?"
orang itu balas bertanya.
931 Pui Tiok tertegun. Menilik nadanya yang begitu
dingin, tentulah orang itu berhati dingin dan tak suka
didekati orang. Tetapi baru dia berpikir begitu, tibatiba
dia menertawakan dirinya sendiri.
Bukankah dia sudah membekal tekad berani mati
waktu hendak mencari lembah itu" Mengapa dia harus
kicup nyalinya hanya karena mendengar nada orang
yang begitu dingin saja"
"Aku hendak mencari seorang nona she Kwan,"
sahutnya. Wajah orang itu membeku seperti batu dan berkata
dengan dingin, "Apa hubunganmu dengan nona
Kwan?" Pui Tiok terkesiap, sahutnya, "Dia adalah isteriku."
Mendengar itu tetap saja orang itu membatu
Suaranya, "Isterimu" Kalau begitu engkau ini baru
saja melarikan diri dari Ceng-te-kiong?"
Girang Pui Tiok bukan Kepalang, "Benar. Aku
memang baru saja melarikan diri dari sana,"
Dia menduga mengapa orang itu tahu kalau dia
baru sa|a lolos dari Ceng-te-kiong, tentulah Beng Cu
yang memberi tahu. Dengan begitu dia makin yakin
Beng Cu tentu berada di lembah situ.
Tetapi kegirangan Pui Tiok itu telah dilanda dengan
suara dingin sekali dari orang itu.
932 "Selama Ceng-te-kiong tak ada hubungan dengan
Si-koh (Lembah Maut). Apakah sekarang Ceng-te
hendak melanggar perjanjian?" serunya.
Kembali Pui Tiok tertegun. Dia tak tahu bagaimana
harus menjawab. Dia tak tahu apa yang dimaksud
orang itu kecuali keterangannya bahwa lembah iiu
disebut lembah maut.
Tetapi sebagai seorang yang cerdik, Pui Tiok dapat
menduga bahwa pemilik Lembah maut itu bermusuhan
dengan Ceng-te-kiong. Suatu hal yang menambah
kegembiraannya.
"Harap anda jangan salah faham," katanya,
"meskipun aku baru lolos dari Ceng-te-kiong tetapi
aku bukan anakbuah Ceng-te-kiong. Aku diusir oleh
Ceng-te kiong."
Biji mata orang itu berkeliaran sejenak lalu tertawa
dingin, "Aku paling benci kepada orang yang tak mau
bicara terus tetang. Apakah omonganmu itu sungguhsungguh"
Atau hendak menipu?"
"Aku mengatakan secara jujur, bukan omong
kosong," sahut Pui Tiok.
Orang itu tertawa mengekeh, "Kuanggap engkau itu
bernyali besar!" tiba-tiba dia mengangkat tangannya.
Waktu lengan bajunya terangkat keatas, segulung
angin yang dingin sekali melanda Pui Tiok sehingga
pemuda itu menggigil dan tubuhnya lantas mengerut.
Orang itu menurunkan lengan bajunya ke bahu Pui
Tiok. Seketika Pui Tiok rasakan bahunya seperti
933 dibenam sumber air yang dingin seperti es. Karena
dinginnya gigi pui Tiok sampai bergemerutukan.
"Apakah engkau tidak bohong?" kembali orang itu
bertanya. Sambil berkutetan untuk menahan kedinginan, Pui
Tiok menyahut, "Setiap.... patah. .. kata-kataku. . . .
memang sesungguhnya. . . ."
Orang itu tertawa aneh, "Nona Kwan yang hendak
engkau cari itu adalah cucu perempuan dari Ceng-te.
Dan engkau mengaku sebagai suaminya Tetapi
engkau berani mati mengatakan kalau tak ada
hubungan dengan Ceng-te-kiong."
Mendengar itu Pui Tiok terkejut gembira. Dia
gembira karena jelas Beng Cu masih selamat dan
Kisah Si Bangau Putih 12 Mayat Kesurupan Roh Karya Khu Lung Badai Di Laut Arafuru 2
kemudian dengan pelahan dia berkata, "Apakah
gadis itu sudah engkau bunuh?"
Coh Hen Hong memandang kearah mayat ketiga
gin-wan dan Beng Cu yang berada dalam
842 kubangan darah. Diam-diam dia bersyukur dalam
hati. Kalau dia tak lekas-lekas turun tangan
melenyapkan mereka, tentulah urusan akan
menjadi runyam. Menilik Beng Cu tak berkutik
dalam genangan darah sampai beberapa waktu,
tentulah gadis itu sudah mati.
Diam-diam Coh Hen Hong menghela napas
longgar. Sambil cibirkan blbir, dia menjawab,
"Siapa yang tahu dia sudah mati atau belum.
Ketiga binatang itu ganas sekali menyerang aku.
Dulu aku pernah menderita dari mereka maka
kugunakan sepasang pedang Leng-liong-kiam dan
kugunakan tiga jurus ajaran engkong. Begitu
habis kesudahannya adalah begitu!"
Ceng-te mendesuh dan tertegun. Beberapa saat
kemudian baru dia berkata, "O, kiranya begitu.
Tetapi dia belum mati."
Mendengar itu Pui Tiok dan Coh Hen Hong
terbeliak kaget. Kalau Pui Tiok diluap kegembira
adalah Coh Hen Hong kaget setengah mati.
Dia memandang Beng Cu dan tiba menghela
napas dalam2, serunya, "Engkong, apa dia belum
mati seperti yang engkau katakan?"
"Apakah dia belum mati?" teriak Pui Tiok
serempak. Saat itu dia berada disamping Beng Cu. Karena
ditegur Ceng-te maka dia tak melanjutkan
843 maksudnya hendak memeriksa tubuh Beng Cu.
Kini setelah mendengar keterangan Ceng-te, dia
terus membungkuk dan mengangkat tubuh Beng
Cu dan berteriak memanggilnya, Beng Cu, beng
Cu!" Tetapi tubuh Beng Cu tampak lemas, kepala
lunglai seperti orang tak punya napas lagi.
Pui Tiok mengangkat muka memandang Ceng-te.
"Dia menderita kejut besar sehingga pingsan"
kata Ceng-te yang tahu arti pandang mata Pui
Tiok, "tekanlah ubun-ubun kepalanya lalu jalan
darah peh-hwe-hiat. Dia tentu siuman!"
Pui Tiok melakukan perintah, kemudian Ceng-te
berputar tubuh menghadap kearah Coh Hen
Hong. Coh Hen Hong menyadari bahwa kalau saat itu
dia tidak lekas-lekas mendahului berkata, situasi
tentu makin buruk. Maka dia paksakan tertawa,
serunya, "Syukur kalau dia tak apa-apa agar dia
dapat memberi keterangan yang jelas , . .
tetapi kurasa kedua orang itu tentu sudah saling
sepakat lebih dulu. Engkong, bukankah begitu?"
Tetapi Ceng-te hanya bergumam, tidak
mengiakan juga tidak menolak. Dia seperti
berkata seorang diri, "Dibawah serangan tiga
jurus pedang Leng-liong kiam, kalau dia tidak
844 mati bahkan sedikitpun tidak terluka, tentu
karena hanya ada satu kemungkinan.
Diam-diam Coh Hen Hong memang heran
mengapa dibawah serangan ilmu pedang yang
maha sakti itu, Beng Cu tidak mati melainkan
hanya pingsan saja.
"Engkong, kemungkinan bagaimanakah itu?"
tanya penuh keinginan tahu.
Ceng-te terdiam sejenak baru menjawab, "Kecuali
ketiga gin-wan itu memang mati-matian melindunginya.
Gerakan gin wan itu luar biasa cepat
nya. Mereka tentu gunakan tubuhnya untuk
menyongsong ketiga jurus serangan pedang!"
Tepat pada saat itu tampak Beng Cu membuka
mata. Begitu melihat Pui Tiok dia terus memeluk
erat2. "Pui toako, aku. . . masih hidup atau sudah mati?"
serunya terengah-engah. Nadanya sendu
bagaikan orang yang mati hidup dari kematian
kembali. Hampir Pui Tiok tak dapat menahan tangisnya.
Airmatanya bercucuran dan berkata, "Engkau tak
kurang suatu apa, Beng Cu. Engkau tak apa-apa.
Lihatlah, Ceng-te Juga sudah hadir disini."
Wajah gadis itu pelahan lahan bertebar warna
merah. Dengan bergeliatan dia berbangkit dan
845 memandang kian kemari sampai akhirnya
bertatap pandang kepada Ceng-te. Ceng te juga
memandangnya tak berkedip.
Beberapa saat kemudian adalah Beng Cu yang
buka suara lebih dulu, "Engkau... engkau... ini . . .
. apakah engkongku?"
Coh Hen Hong tegang sekali hatinya. Kalau saat
itu dia memaki Beng Cu, tentu akan ketahuan
belangnya. Tetapi kalau dia diam, apakah bukan
berarti dia mengakui apa yang diucapkan Beng Cu
itu benar"
Satu-satunya siasat yang digunakan yalah dia
tertawa dan berseru, "Engkong, lihatlah, apakah
dia tidak seperti mau menangis, engkong, apakah
dia tidak begitu kasihan sekali" Apakah tidak
lebih baik kita suruh dia tinggal di istana ini saja.
Sejenak memandang Beng Cu, Ceng-te lalu
beralih memandang Coh Hen Hong. Coh Hen
Hong tahu bahwa kalau saat itu dia tak
mengunjuk aksi tentu akan menimbulkan
kecurigaan Ceng-te.
Maka dia terus melengking, "Engkocg, aku bicara
padamu, mengapa engkau diam saja" Hm, apa
engkau percaya saja pada omongannya dan terus
hendak mengusir aku" engkau memang
menyangsikan aku, sudah lama kutahu!"
Habis berkata dia terus berputar tubuh dan
hendak melangkah keluar.
846 "Beng Cu,"cepat Ceng-te berseru.
Mendengar itu Coh Hen Hong dan Beng Cu
serempak menyahut, "Ya!"
Ceng-te tertegun dan terpaksa berkata, "Jangan
pergi dulu. Biar kutanya lebih lanjut kepada nona
ini." Mendengar Ceng-te menyebut Beng-Cu dengan
kata 'nona ini', agak legalah hati Coh Hen Hong.
Dia berhenti tetapi wajahnya masih
menampakkan sikap tak senang.
Ceng-te lalu bertanya kepada Beng Cu, "Engkau
bilang kalau anak dari putriku. Kalau begitu,
mamamu tentu pernah bercerita banyak tentang
keadaan istana Ceng-te kiong, bukan?"
Setelah siuman dan melihat Ceng-te begitu
angker, Beng Cu memang jeri. Sebenamya dia
begitu berambisi sekali untuk merebut kedudukan
sebagai cucu dari Ceng-te. Tapi dalam keadaan
seperti saat itu, dia terpaksa tak mau menyerah
kalah lagi. Karena kalau dia sampai kalah tentu
akan dibunuh Coh Hen Hong.
Maka dia mengangguk sebagai jawaban atas
pertanyaan Ceng-te itu, "Ya, memang sering
bercerita."
Mendengar itu hati Coh Hen Horg berdetak keras
sekali seperti mau copot. Habis. . . keluhnya
847 dalam hati. Pertanyaan itu pernah diajukan juga
oleh Ceng-te kepadanya tetapi dia selalu
mengelak dengan mengatakan bahwa karena
waktu itu dia masih kecil maka dia tak ingat apa
yang diceritakan mamanya dulu.
Sekarang Beng Cu menjawab lain. Dengan begitu
jelas dia tentu akan ketahuan boroknya. Saat itu
juga dia sudah berniat hendak melesat keluar dan
melarikan diri dari Istana Ceng-te-Kiong.
Tetapi pada lain kejab dia tersadar. Apabila dia
berusaha melarikan diri berarti dia mengakui
kalau bersalah memalsu sebagai cucu Ceng-te.
Namun kalau tidak lari dan tetap tinggal di situ,
nanti bagaimana jadinya?"
Karena bingung, Coh Hen Hong sampai tak tahu
bagaimana akan bertindak. Dia tetap tegak di
tempatnya. Ceng-te menghela napas, ujarnya, "Lalu
pernahkah mamamu mengatakan tentang suatu
hal kalau waktu masih kecil mamamu paling
sayang dengan bararg mainannya yaitu seekor . .
" Ceng-te tak melanjutkan kata. Rupanya ia
memang sengaja hendak memberi kesempatan
kepada Beng Cu untuk mengatakan barang itu.
dengan demikian kalau Beng Cu memang dapat
848 menerangkan dengan tepat tak ragu lagi dialah
anak dari puteri Ceng-te yang melarikan diri itu.
Rupanya ujian itu dapat di tanggapi Beng Cu yang
serentak melanjutkan "seekor mainan kucing
terbuat dari batu koral. Sepasang matanya
terbuat dari mata kucing aseli sehingga sepintas
mainan kucing kucingan itu menyerupai seekor
kucing hidup, bukankah begitu?"
Jawaban itu diberikan Beng Cu dengan lancar
sekali. Mendengar itu seketika wajah Ceng-te
berubah. Beng Cu juga tegang sekali. ia seperti
gemetar. Melihat itu Pui Tiok segera menghampiri
dan Beng Cu lalu menerkam tangan pemuda itu
sekencang-kencangnya hingga Pui Tiok hampir
menjerit kesakitan.
Pui Tiok juga tegang. Dia menyadari bahwa detik2
itu merupakan detik yang menentukan nasibnya.
Sedang Coh Hen Hong merasa telinganya seperti
disambar petir. Pertanyaan pernah diajukan
Ceng-te kepadanya dan waktu itu dia hanya
gelengkan kepala tak tahu. Tetapi sekarang Beng
Cu dapat menjawab dengan lancar sekali Dan
menilik sikap Ceng-te, jelas memberi kesan
bahwa jawaban Beng Cu itu memang tepat.
Saat itu Coh Hen Hong seperti semut diatas kuali
panas. Dia bukannya tak ingin melarikan diri
849 tetapi dia takut sekali sehingga dia lupa untuk
melaksanakan rencananya melarikan diri itu,
Apabila Ceng-te saat itu percaya penuh akan
keterangan Beng Cu dan terus menindak Coh Hen
Hong tentu selanjutnya tak ada cerita lagi. Tetapi
rupanya Ceng-te tak begitu mudah terus menelan
saja keterangan Beng Cu. Dia masih hendak
menguji lagi kedua nona itu untuk menentukan
siapa sesungguhnya cucu perempuannya yang
aseli Ceng-te melangkah maju ke muka Beng Cu dan
bertanya pula. "Waktu ... dia pergi dari istana ini.
Dia tidak membawa mainan kucing-koral itu. Dia
paling sayang dengan mainan itu. Waktu pergi
tanpa membawa benda itu, aku akan merawat
mainan itu sebagai kenangan apabila aku rindu
kepadanya. Tetapi . . . tetapi . . . benda itu tak
dapat kutemukan ..."Suara Ceng-te menjadi
sember. Beng Cu dengan tenang menjawab, "Kutahu.
Mama memang pernah mengatakan hal itu
kepadaku. Waktu dia pergi, dia sengaja
menyembunyikan mainan itu."
Ceng-te menghela napas dalam2, Dia . . . dia
menyembunyikan mainan itu dimana" Apakah
engkau tahu?"
"Tahu." jawab Beng Cu.
850 "Dimana?"
"Dibawah kolong termpat tidurnya."
Tiba-tiba Coh Hen Hong tertawa meringkik,
"Bohong Mama bilang kalau mainan itu
disembunyikan di dalam tiang besar!"
Ceng-te terkejut dan berpaling, "Bagaimana
engkau tahu?"
"Bagaimana aku tahu?" ulang Coh Hen Hong
dengan nada mengejek, "sudah tentu beliau yang
bilang. Tak percaya?"
Pui Tiok terkejut. Tetapi cepat dia dapat menduga
apa yang telah terjadi. Kemungkinan secara
kebetulan Coh Hen Hong telah dapat menemukan
mainan itu lalu disembunyikan dalam tiang kalau
tidak begitu bagaimana mungkin Coh Hen Hong
begitu yakin berani mengatakannya
"Ceng te," dengan memberanikan diri Pui Tiok
berkata, "soal mainan itu. memang sukar
dibuktikan tempat persembunyiannya. Misalnya,
memang puteri anda telah menanamnya dibawah
kolong tempat tidurnya. Siapa tahu . . . eh,
siapakah yang tidur di kamar itu?"
"Aku", seru Coh Hen Hong menantang. "apakah
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seorang anak tak berhak tidur di Kamar yang
bekas dipakai mamanya?"
851 Pui Tiok tak dapat membantah. Tetapi Beng Cu
yang membela, "Jelas mama mengatakan hal itu
kepadaku. Kalau sekarang benda itu tak berada di
sana, tentulah sudah diambil dan dipindah-kan
orang ke lain tempat."
"Engkong, apakah engkau percaya dengan
jawabannya yang ngawur itu?" seru Coh Hen
Hong Ceng-te diam. Hampir dia menaruh kepercayaan
peauh atas keterangan Beng Cu tadi. Tetapi
mengapa dalam hal tempat persembunyian
mainan kucing koral Coh Hen Hong lebih tahu"
Andaikata Ceng-te mau menganalisa kata-kata
Pui Tiok maupun Beng Cu tentang kemungkinan
diambilnya mainan itu dan dipindahkan kelain
tempat oleh dia seharusnya menaruh kecurigaan
terhadap Coh Hen Hong.
Namun entah bagaimana, kembalinya Coh Hen
Hong yang mengaku sebagai cucunya, telah
banyak mengobati rasa rindu dan kesepian Cengte
terhadap puterinya yang melarikan diri itu. Dan
ia telah berkumpul selama bertahun-tahun maka
rasa kasih Ceng-tepun telah tumbuh kepada Coh
Hen Hong. Walaupun Beng Cu telah memberi jawaban yang
mengejutlan hatinya, tetapi Ceng-te tak dapat
secepat itu menghapus segala kepercayaannya
terhadap Coh Hen Hong.
852 Setelah merenung beberapa saat barulah dia
mendapat piklran dan bahkan untuk menguji lagi
kepada kedua gadis itu.
"Engkau," katanya kepada Coh Han Hong, tentu
nya masih ingat kalau dibawah dagu mamamu
tumbuh sebuah tahi lalat merah. Coba engkau
katakan, bagaimana bentuk tahi lalat merah itu"
"Entah," sahut Coh Hen Hong dengan ewah, "aku
kan yang palsu, sudah tentu tak dapat mengatakan.
Perlu apa engkau tanya kepadaku?"
Ceng-le pelahan-lahan beralih memandang Beng
Cu. Melihat itu Beng Cupun serentak menjawab,
"Seperti seekor tupai, punya ekor. Waktu kecil,
mama sering mengangkat muka dan menakuti
aku tupai kecil datang, tupai kecil akan loncat
menggigitmu kalau engkau tidak lekas tidur. .
Mendengar keterangan itu Ceng-te menyurut
selangkah dan memegang dinding agar tubuhnya
yang terhuyung tak sampai rubuh.
Seorang yang berilmu tinggi seperti Ceng-te tak
mudah menderita getaran yang begitu hebat
Kalau toh dia begitu, jelas menunjukkan bahwa
dia sedang menderita goncangan batin yang
hebat sekali. Dia mengigau seorang diri, "O, begitu. Dia
mengatakan begitu. Dia sering bilang, yah, kalau
853 engkau tak mau menurut aku, akan kusuruh tupai
kecil loncat menggigitmu!"
Pui Tiok menghela napas, "Cianpwe, sekarang
segala apa telah Jelas. Dan aku masih hendak
memberi tahu kepadamu. Coh Hen Hong berhati
buas. Dia membawa racun yang paling ganas.
Maksudnya akan meracuni engkau. Karena hanya
setelah engkau meninggal barulah dia dapat
bersimaharajalela tak ada yang ditakuti lagi
Kalau, sampai sekarang belum melaksanakan
adalah karena belum mendapat kesempatan."
Mendengar itu Ceng-te gelap wajahnya. Sekali
bergerak dia menyambar lengan Coh Hen Hong
dan ditarik kedekatnya.
Tetapi saat itu Coh Hen Hong sudah siap. Maka ia
tenang-tenang saja. Pikirnya, asal dapat melalui
saat-saat yang berbahaya kali itu, dia tentu dapat
mengatasi segalanya.
Setelah mempunyai keputusan itu maka sikap nya
tenang-tenang dan berani menatap muka Cengte.
"Engkau, aku tak percaya kalau engkau akan
meracuni aku!" kata Ceng-te dengan pelahan.
Mendengar itu diam-diam Coh Hen Hong sudah
memperhitungkan bahwa kedudukannya di istana
Ceng-te-kiong sekarang sudah cukup kuat.
Bukankah Ceng-te mengatakan kalau tak percaya
854 dia (Coh Hen Hong) akan meracuninya" Dengan
begitu menandakan kalau Ceng-te tidak
seluruhnya percaya pada omongan Pui Tiok.
Coh Hen Hong miringkan kepala, berkata,
"Engkau percaya boleh, tidakpun boleh. Toh aku
sudah tak ada hubungan apa-apa dengan engkau.
Sekarang sekalipun menggunakan tambah
beberapa orang lagi untuk menahanku, akupun
tak mungkin dapat di tahan. Hm, tak kira kalau
seorang yang tak berguna begitu, dapat memiliki
ilmu kepandaian yang sakti!"
Wajah Ceng-te berobah, "Engkau mengatakan
siapa?" "Engkau," kata Coh Hen Hong dengan berani,
"setelah mendengar omongan orang lantas hendak
membuang cucu perempuannya sendiri.
Orang semacam itu apa gunanya?"
Kalau Coh Hen Hong mengunjuk rasa takut,
mungkin Ceng-te akan bertindak lain. Tetapi setelah
dia mengeluarkan kata-kata yang keras,
entah bagaimana Ceng-te malah lulus hatinya.
"Apakah aku mengatakan kalau tidak
menghendaki engkau?" katanya.
"Kalau begitu perlu apa engkau membiarban
kedua orang itu berada disini?" seru Coh Hen
Hong dengan nyaring.
855 Ceng-te lepaskan cekalannya dan Coh Hen Hong
pun mundur selangkah. Ceng-te tegak termangu.
Menilik dahinya mengerut, dia tentu tengah
memikirkan sesuatu.
Pui Tiok, Beng Cu dan Coh Hen Hong masingmasing
tegang sekali hatinya. Karena mereka
menyadari bahwa nasib mereka tergantung hasil
pemikiran Ceng-te itu.
Hampir setengah jam lamanya Ceng-te tegak
memandang tiang ruangan. Bagi ketiga
anakmuda itu, setengah jam dirasakan seperti
satu hari lamanya. Beberapa waktu kemudian
baru tampak Ceng-te mengangkat muka dan
memandang Pui Tiok dan Beng Cu.
"Kalian berdua," katanya pelahan-lahan, "tentu
mendengar sedikit tentang mamanya dari orang
Entah siapa dan di mana. Oleh karena itu kalian
datang kemari untuk mencari keuntungan!"
Waktu mengucap 'mamanya'. tangan Ceng-te
mengelus kepala Coh Hen Hong.
Pui Tiok dan Beng Cu seperti mendengar halilintar
berbunyi di siang bolong. Benar-benar mereka tak
pernah mengira bahwa situasi yang sudah begitu
menguntungkan mereka, dalam sekejab saja
sudah terbalik sembilan puluh derajat.
856 Pui Tiok dan Beng Cu pucat dan tak tahu apa
yang harus mereka katakan.
"Tetapi aku takkan menghukum kalian," kata
Ceng-te lebih lanjut, "kalian boleh lekas-lekas
tinggalkan istana ini dan jangan datang kemari
lagi. Jangan harap kalau kalian akan memperoleh
keuntungan!"
Habis berkata Ceng-te terus bertepuk tangan.
Dua orang lelaki setengah tua segera muncul,
memberi hormat.
Ceng-te menuding pada Pui Tiok dan Beng Cu,
katanya, "Antarkan kedua orang ini keluar dari
Ceng-te-kiong!"
Kedua lelaki itu mengiakan. Begitu mengulurkan
tangan Pui Tiok dan Beng Cu merasa segulung
tenaga kuat melanda mereka sehingga kedua-nya
terdorong mundur sampai 7-8 langkah.
"Ceng te, engkau...," belum tempat Pui Tiok
menyelesaikan kata-katanya, gelombang tenagakuat
yang kedua melanda lagi sehingga kedua
anakmuda itu hampir tak dapat bernapas. Sudah
tentu Pui Tiok tak dapat bicara apa-apa lagi.
Kedua anakbuah Ceng-te itu hebat sekali kepandaiannya.
Mereka berturut-turut melancarkan
hamburan gelombang tenaga-dahsyat. Walaupun
tidak melukai tetapi cukup untuk mendorong Pui
Tiok dan Beng Cu sampai terhuyung mau jatuh.
857 Pui Tiok dan Beng Cu seperti dua ekor anjing
yang dihalau keluar.
"Hanya, apa engkau masih marah?" cepat Cengte
berputar tubuh dan tertawa.
Peristiwa itu benar-benar dirasakan Coh Hen
Hong sebagai impian saja. Hampir dia tak percaya
kalau dia sadar dalam kenyataan. Setelah
mendengar pernyataan Ceng-te, baru dia seperti
sadar dari impian dan dengan gaya yang
kemanja-manjaan dia menggeliat, "Aku kan tak
bisa memberi jawaban semua pertanyaanmu.
Apakah engkau masih manganggap aku sebagai
cucu perempuanmu?"
Ceng-te tertawa, "Sudah jangan macam-macam
saja. Sekarang ceritakanlah bagaimana
pengalamanmu selama pesiar keluar. Apa engkau
senang" Ilmu yang kuajarkan kepadamu dan
namaku apakah masih berguna?"
Coh Hen Hong kicupkan mata, "Memang berguna
sih berguna. Sayang aku ini hanya seorang
pemalsu saja."
"Hm," dengus Ceng-te, "kalau engkau masih
bilang begitu, awas, kutampar mulutmu nanti !"
Girang Coh Hen Hong bukan kepalang. Mau tak
mau dia tertawa juga. Ceng-te pelan sekali
menampar kepala gadis itu, "Engkau boleh mainmain.,
aku hendak melanjutkan semedhiku.
858 paling tidak makan waktu tiga hari. Selama itu
jangan ganggu aku, mengerti?"
Mendengar itu Coh Hen Hong makin girang.
"Ya, aku kan bukan anak kecil," sahutnya.
Ceng-te tersenyum lalu pelahan-lahan melangkah
keluar. Setelah dia tak tampak. Coh Hen Hong
masih tegak termangu. Beberapa saat kemudian
baru meninggalkan tempat itu.
Mari kita ikuti Pui Tiok dan Beng Cu yang dihalau
oleh kedua jago istana Ceng-te-kiong. Setelah
keluar dari pintu gerbang, kedua jago itu berseru
dingin, "Kalian mau tinggalkan tempat ini sendiri
atau perlu kita harus turun tangan?"
Marah Pui Tiok bukan kepalang. Wajahnya pucat,
serunya, "Kami bisa pergi sendiri."
"Istana Ceng-te-kiong mempunyai peraturan,"
kata kedua jago itu, "barang siapa datang ke
istana ini, sekeluarnya dari sini tak boleh
menceritakan pada orang. Harap anda
memperhatikan hal ini!"
"Tahu!" seru Pui Tiok keras. Nadarya
menyeramkan sekali sehingga dia sendiri terkejut
mengapa dia dapat mengeluarkan suara begitu.
Dan setelah berteriak dia rasakan dadanya anyir.
Dia terkejut. Karena terlalu marah, darahnya
859 meluap dan dia tentu mau muntah darah. Dan
Kalau sampai begitu, Jelas dia tentu menderita
luka-dalam yang parah. Maka dia tak mau bicara
lagi dan diam-diam mengerahkan tenaga-murni
untuk menekan darah dalam dadanya.
Saat itu wajahnya pucat lesi dan tubuhnya
gemetar. Telinganya seperti mendenging-denging
mendengar suara teriakan Beng-Cu.
Pada hal saat itu Beng Cu berada disampingnya.
Suara Beng Cu itu seperti bergema di kejauhan.
Buru-buru dia hendak berpaling untuk melihat
Beng Cu. Tetapi dia merasa pandang matanya
gelap. Dia menyadari keadaan dirinya. Dia tak boleh
muntah darah. Dia harus bertahan. Tetapi dalam
beberapa hari ini, telah banyak dan besar
guncangan batin yang dideritanya.
Dan yang paling memberi hantaman keras pada
batinnya yalah ketika pada saat dia sudah yakin
tentu berhasil membuat Ceng-te mengaku Beng
Cu sebagai cucunya, tiba-tiba gagal total dan
diusir keluar. Setelah masuk dan keluar lagi dari istana Cengte,
resikonya lebih besar dari pada dia belum
masuk ke istana itu.
Tetapi betapapun dia berusaha untuk menekan,
darah yang meluap ke kerongkongannya itu tetap
860 binal dan tak kuat lagi menahannya lebih lanjut,
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
huakkk . . . dia memuntahkan segumpal darah
segar. Sehabis muntah darah dia rasakan dunia ini
berputar-putar dan dia seperti diayun-ayun naik
turun. Selanjutnya dia tak tahu lagi apa yang
terjadi. Entah berapa lama, dia baru pelahan-lahan
mendapat kembali kesadarannya. Pertama, dia
mendengar suara isak tangis, tangis seorang
wanita. Dan kemudian dia mengetahui suara
tangis itu suara Beng Gu.
Dia paksakan untuk membuka mata. Tetapi dia
tak dapat melihat suatu apa. Beberapa saat ke
mudian baru dia dapat melihat Beng Cu.
Beng Cu makin menangis gencar dan sedih Butjr2
air matanya berderai derai membasahi muka Pui
Tiok. Pui Tiok menghela napas dan berusaha untuk
membuka suara, "Engkau . . . mengapa menangis?"
Beng Cu tertawa, "Mengapa aku tak menangis"'
Aku . . aku . . begini rupa . . bagaimana tak
menangis?"
Pui Tiok hendak mengelus kepala nona itu tetapi
tangannya tak bertenaga sama sekali.
861 Beng Cu menangis pula, "Kalau Ceng-te tak mau
mengakui aku, biarlah. Asal kita berdua tetap
bersama, aku tetap gembira."
Pui Tiok menghela napas panjang, "Beng Cu,
mengapa engkau setolol itu" Pikirlah, apakah Coh
Hen Hong mau melepaskan kita" Sekarang .... kita
berada di mana ini" Apakah sudah jauh dari
Ceng-te-kiong?"
"Rasanya tak berapa jauh," sahut Beng Cu,
"setelah engkau pingsan kupondongmu terus melanjutkan
perjalanan. Kemudian . . . kurasakan
kedua kakiku lemas lunglai dan jatuh. Hampir aku
pingsan juga. Ya, disini ini !"
Pui Tiok terkejut, "Hayo, hayo kita lanjutkan
berjalan lagi. Kalau tidak lekas pergi, Coh Hen
Hong tentu dapat mengejar kemari !"
Sambil berkata dia terus paksakan diri
berbangkit. Tetapi bukan saja dia tak mampu
berdiri, bahkan begitu bergerak dia terus muntah
darah lagi. "Beng Cu." dia berusaha untuk meronta.
"papahlah aku. Kita harus menyingkir agak jauh
lagi. Kalau tidak. . . . kita cari saja tempat
persembunyian."
Air mata Beng Cu makin deras. Dia tak dapat
bicara lagi. Dia melakukan perintah Pui Tiok,
dipanggulnya tubuh pemuda itu dan terus lari.
862 Tetapi setengah li kemudian napasnya sudah
terengah-engah, "Pui toako. . . aku. . . aku tak
dapat berlari lagi."
Dia paksakan diri lari, beberapa meter untuk
mencari sandaran pada sebatang pohon.
"Beng Cu, engkau memiliki kepandaian yang
tinggi," kaa Pui Tiok, "jangan gugup, jangan
takut. Aku hanya menderita luka dalam. Nanti
setelah beristirahat beberapa hari tentu sembuh.
Kita baru berusaha untuk menyelamatkan diri.
Setelah beristirahat beberapa hari, aku tentu
sembuh lagi. Beng Cu, jangan cemas."
Memang dengan kepandaian yang dimilikinya,
sekalipun dengan memanggul orang, Beng Cu
masih dapat lari sampai tiga hari tiga malam. Mengapa
kakinya sampai lemas, adalah karena dia
gugup dan cemas. Maka Pui Tiok perlu
mengingatkan. Beng Cu tak menangis lagi. Setelah mengatur
napas beberapa saat dia berkata, "Ya, kutahu."
Suaranya sudah terang dan dia lalu melanjutkan
lari lagi. Jalanan di gunung berbahaya, ber keluk
dan berliku. Tak berapa lama tiba disebuah
cekung gunung yang menyerupai gua. Di dalam
cekung itu terdapat banyak sekali gua2.
863 "Beng Cu, rasanya tempat ini sesuai. Karena lukadalamku
terlalu parah, lebih baik sembunyi disini
dulu," kata Pui Tiok.
Sebenarnya Beng Cu seorang gadis yang cengeng
karena tak punya pendirian. Tetapi saat itu dia
berobah menjadi seorang yang memiliki
pendirian. Setelah memandang keempat penjuru,
dia menemukan sebuah gua yang mulutnya
sempit. Tiba di mulut gua, dia mendengar suara menderuderu,
menandakan kalau sebelah dalam gua ltu
cukup lebar. Bang Cu lalu membawa pemuda itu
masuk. Ternyata memang benar sebelah dalam
cukup lebar. Setelah menyusur maju, akhirnya
makin lama makin gelap.
"Pui toako, kita beristirahat disini,", akhimya Beng
Cu berkata. Kemudian dia menyalakan korek.
Dia terkejut sekali ketika melihat sekeliling
dinding gua itu bergemerlapan. Benar-benar
sebuah tempat yang indah sekali. "Sungguh
indah, Beng Cu berseru memuji
"Ya, bolehlah," kata pui Tiok, "tetapi waktu yang
kubutuhkan untuk beristirahat paling tidak tiga
bulan." Beng Cu kaget dan gugup. Dia ingin menangis
tetapi kuatir akan membuat Pui Tiok sedih, Maka
dia tahankan airmata.
864 "Pui toako," katanya, "taruh kata dalam tiga bulan
Ini lukamu sembuh, tetapi selama itu kita
tentu....."
"Kemarilah Beng Cu, engkau kemari sini," Kata
Pui Tiok. Beng Cu menghampiri kedekat Pui Tiok.
Keduanya saling berjabat tangan erat2.
"Beng Cu," kata Pui Tiok, "selama tiga bulan ini
hanya menggantungkan engkau seorang untuk
cari makanan. Tetapi hati-hatilah, Coh Hen Hong
tentu masih mencari kita. Ah, aku sungguh tak
berguna....."
Beng Cu cepat mendekap mulut sang kekasih,
"Sudahlah jangan berkata lagi. Aku rela
menderita susah payah. Kita baru saja tinggakan
istana Ceng-te-kiong, tak mungkin Coh Hen Hong
begitu cepat akan mencari kita. Lebih baik aku
keluar untuk cari makanan untuk persediaan dua
tiga hari ini."
"Baik sih baik, tetapi engkau harus hati-hati.
Lekas pulang jangan menyiksa pikiranku," kata
Pui Tiok. Beng Cu lalu meninggalkan gua itu. Kini Pui Tiok
seorang diri. Dia hendak bangun dan duduk untuk
mengambil pernapasan tetapi dadanya masih
terasa anyir. mau muntah darah. Dia lalu berusaha
untuk menjalankan pernapasan.
865 Memang luka dalam yang di deritanya cukup
parah. Sekujur tubuhnya seperti ditusuki jarum.
Tetapi setelah dua tiga kali melakukan peredaran
darah, rasa sakit itu mulai berkurang. Dadanya
juga mulai longgar.
Entah berjalan berapa lama. Setelah kesadaran
pikirannya mulai terang, tiba-tiba Pui Tiok
teringat akan Beng Cu. Ya, nona itu sudah lama
pergi mengapa belum kembali lagi.
Karena gelisah, napasnya terengah-engah lagi
dan darah mulai keras. Ah, celaka. Dia menyadari
kalau tak boleh terlalu gelisah agar luka dalamnya
jangan sampai kambuh lagi.
Tetapi bagaimanapun dia tak dapat melepaskan
pikirannya kepada Beng Cu, Dia paksakan diri
untuk berdiri. Waktu berjalan beberapa langkah,
dia terhuyung huyung. Dia memegang dinding
tembok dan pelahan-lahan melangkah ke pintu.
Tetapi sampai di pintu tetap dia tak melihat Beng
Cu Dan ketika melihat hari sudah hampir petang
dia terkejut dan hampir rubuh.
Dengan begitu sudah hampir sehari Beng Cu
pergi. Mengapa tak kunjung pulang" Bluk,
akhirnya Pui Tiok lemas dan jatuh di mulut gua.
Saat itu dia tak dapat berdiri lagi. Dia terpaksa
menggeletak tak berdava apa-apa.
Ketika beberapa saat lagi mengangkat muka,
ternyata hari sudah gelap. Ketika dia memandang
866 kemuka, tampak dari kejauhan tiga titik sinar
obor tengah berjalan mendatangi. Dalam
pikirannya yang setengah sadar itu dia kira kalau
yang datang itu adalah ketiga ekor gin-wan.
Tetapi pada lain saat dia teringat kalau ketiga
binatang itu sudah mati.
Pui Tiok mengempos semangat dan terus
menggelinding diri ke luar. Tetapi karena tenaganya
masih lemas, dia tak dapat menggelinding jauh,
melainkan hanya sampai ke dalam gerumbul
rumput saja. Dia terkejut dan berusaha hendak bangun tetapi
tak mampu lagi, Dan ketiga titik sinar itu makin
lama makin dekat bahkan dia sudah mendengar
suara langkah mereka. Dia buru-buru mendekam
tak berani bergerak. Karena kalau dia bergerak
tentu akan ketahuan.
Tak berapa lama dia melihat tiga lelaki, masingmasing
membawa obor muncul. Pui Tiok segera
mendapat kesan kalau ketiga orang itu tentu
tokoh persilatan.
"Cekung gunung ini pelik sekali, kemungkinan
sepasang muda mudi itu tentu berada didalam
nya," salah seorang berkata.
Kawannya mengiakan dan mengajak untuk
menyelidiki. Diam-diam Pui Tiok beryukur. Kalau
tadi ia tidak nekad menggelinding keluar, tentulah
akan tertangkap.
867 Menilik pambicaraan mereka, rupanya mereka
belum menemukan Beng Cu. Diam-diam Pui Tiok
longgar perasaannya.
tak berapa lama ketiga orang itu ke luar. Tanpa
berkata apa-apa, mereka terus lari. Beberapa
tombak jauhnya, baru salah seorang berkata,
"Kalau disini tak ada, kedua muda mudi itu tentu
lari ke sana !'
"Ya, tampaknya memang begitu," sahut kawannya,
tetapi apakah sudah pasti" Yang pasti,
lebih baik kita melapor saja kalau tak dapat
menemukan. Cujin (majikan) pernah bilang
lentang tempat itu tetapi tak boleh dikatakan
kepada kong-cu!"
"Sudahlah, jangan ribut saja". kata kawannya
yang satu lagi. "kita lekas mencari mereka agar
nanti kita dapat memberi laporan kalau sudah
berusaha mencari kemana-mana."
Pada lain saat ketiga anakbuah Ceng-te-kiong itu
sudah jauh sehingga tak terdengar lagi apa yang
mereka bicarakan.
Mendengar percakapan mereka, Pui Tiok heran
sekali. Dia pernah mendengar kata orang bahwa
di gunung Tay-hong-san terdapat sebuah puncak
yang berhadapan dengan Ceng-te-kiong. Tempat
itulah yang disebut 'sebelah sana' oleh ketiga
anakbuah Ceng-te-kiong tadi.
868 Timbul kesimpulan dalam hati Pui Tiok. Apabila
dia dan Beng Cu dapat mencapai 'disana'.
tentulah anakbuah Ceng-te-kiong tak dapat berbuat
apa-apa terhadap dirinya.
Tetapi apakah sesungguhnya tempat yang disebut
'disana' itu " Mengapa Ceng-te memberi perintah
kepada orang nya agar tempat itu dirahasiakan
dan tak boleh dikatakan kepada Coh Hen Hong "
Pui Tiok makin tertarik. Hal itu benar-benar sukar
dimengerti dan selama ini tak pernah dia
mendengar tokoh persilatan menceritakan
tentang hal itu.
Saat itu Pui Tiok bimbang. Bahkan dia
menyangsikan apakah luka-dalam yang
dideritanya itu benar-benar parah. Apakah
pembicaraan yang didengarnya itu hanya suatu
lamunan belaka " Tetapi kalau lamunan mengapa
begitu jelas "
Juga dia dapat menarik kesimpulan bahwa tidak
kembalinya Beng Cu itu bukan karena ditangkap
anakbuah Ceng-te-kiong. Bukan mustahil kalau
Beng Cu telah menuju ketempat 'disana' itu.
Namun Pui Tiok tidak berhenti sampai disitu saja.
Dia bertanya kepada dirinya sendiri. Mengapa
Beng Cu tidak kembali " Apakah Beng Cu hanya
memikirkan keselamatan dirinya sendiri " ah,
tidak, tidak mungkin. Beng Cu bukan orang
semacam itu. Lalu bagaimana "
869
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun sampai beberapa saat tetap Pui Tiok tak
dapat menarik kesimpulan. Namun dari
kedatangan ketiga anakbuah Ceng-te-kiong tadi,
dia menyadari bahwa gua itu bukan suatu tempat
persembunyian yang aman.
Setiap anakbuah Ceng-te-kiong yang datang
tentu hanya memperhatikan dan menyelidiki gua
dan tidak menaruh kecurigaan pada gerumbul
rumput disitu. Maka diapun tak mau kembali ke
gua lagi. Dia beringsut mundur untuk masuk ke
bagian tengah dari gerumbul rumput itu.
Diapun sudah menarik kesimpulan, Beng Cu
selamat tak kurang suatu. Hanya karena satu dan
lain sebab maka Beng Cu tak memberi tahu
kepadanya. Lebih baik dia beristirahat
menyembuhkan lukanya. Setelah sembuh dia
dapat menyusul ke tempat 'disana'.
Setelah menetapkan keputusan, hatinyapun
tenang. Dia lalu duduk bersila melakukan
pernapasan, menyalurkan tenaga-murni.
Selanjutnya beberapa hari kemudian, Pui Tiok
melewatkannya seperti seekor ular. Kalau tidak
sembunyi di tengah gerumbul rumput, tentu dia
mencari tempat persembunyian yang gelap. Dia
tak mau menyulut korek dan hanya makan
buah2an yang terdapat disitu Demikianlah hal itu
berlangsung selama 10 hari. Sekarang dia sudah
dapat berdiri dan berjalan. Dia berkeliaran
berpindah-pindah tempat persembunyian.
870 Memang selama itu dia pernah memergoki
anakbuah Ceng-te-kiong yang mencarinya. Dari
pembicaraan mereka dia tahu kalau Coh Hen
Hong tetap memerintahkan supaya pencarian
terus Dengan begitu Beng Cu belum tertangkap
mereka. Dalam pembicaraan hampir setiap anakbuah
Ceng-te-kiong memastikan bahwa Pui Tiok dan
Beng Cu tentu lari ke tempat 'disana'. Setiap kali
mendengar pembicaraan itu, hampir saja Pui Tiok
akan menerobos keluar dari tempat
persembunyiannya untuk bertanya kepada
mereka, apakah yang disebut tempat 'disana' itu.
Namun dia menyadari tindakan itu hanya seperti
anjing cari gebuk saja. Lebih baik dia nanti
berusaha mencari sendiri. Tetapi gunung Tayhong
san itu luasnya ratusan li, penuh dengan
puncak, hutan lebat dan gua. Lalu bagaimana dia
hendak mencari "
Pada hari itu Pui Tiok berbaring di balik se gunduk
batu besar. Dia melihat dua orang bertubuh
pendek, sambil bercakap cakap sambil berjalan
mendatangi. Sudah beberapa kali Pui Tiok memergoki orang
tetapi entah bagaimana saat itu tiba-tiba saja
timbul keinginannya untuk bertanya.
"Kurasa," kata salah seorang, "kalau terus
menerus melakukan pencarian begini, tentu
871 takkan berhasil. Lebih baik kita coba-coba kesana
saja. Kalau kedua muda mudi itu memang benar
berada 'disana' lebih baik kita laporkan pada
kongcu. Dengan begitu kita tiap hari tak dimakimaki
saja," "Apa engkau berani ke 'sana' ?" seru kawannya.
"Kurasa tak apa," sahut orang tadi, "Ceng-te
melarang kita pergi ke 'sana' karena Ceng-te
bermusuhan dengan orang 'disana'. Kita toh hanya
anakbuah Ceng-te-kiong, kurasa orang itu
juga takan turun tangan terhadap kita."
Rupanya kawannya terpengaruh, "Ya, engkau
benar. Mari kita ke 'sana'."
Kedua lelaki pendek itu terus menuju kesana
Saat itu Pui Tiok tegang sekali. Kini dia sudah
makin mendapat pengetahuan bahwa orang
'disana' itu musuh bebuyutan Ceng-te.
Kalau seorang tokoh sakti seperti Ceng-te, masih
ada yang dapat menjadi musuhnya. tentulah
orang itu luar biasa hebatnya. Dan lagi kalau
orang itu tinggal di gunung Tay-hong-san, Cengte
tak dapat berbuat apa-apa. jelas orang itu
tentu seimbang kepandaiannya dengan Ceng te.
Sekarang kedua orang itu hendak menuju kesana.
Mengapa dia tak menggunakan kesempatan
sebaik itu untuk menguntit mereka " Bukankah
872 dengan begitu mudah sekali dia dapat
mengetahui tempat itu "
Pui Tiok sudah mendapat kesan bahwa sekalipun
kedua orang itu bertubuh pendek tetapi
kepandaian mereka tinggi sekali. Sedang dia
belum sembuh betul dari lukanya. Untuk
mengikuti mereka secara diam-diam dan tidak
diketahui. memang tak mungkin. Tetapi kalau dia
tak berani, mana ada kesempatan sebagus itu lagi
" Dengan hati-hati Pui Tiok segera bergerak. Begitu
kedua orang pendek itu sudah melangkah dua
tombak jauhnya, barulah dia mulai mengikuti.
Mereka berjalan lurus dan tak berapa lama tiba
dimulut sebuah lembah yang sempit tetapi
panjang. Panjang jalanan lembah itu mencapai satu li
tetapi sempit sekali, hanya lebih kurang setengah
meter lebarnya. Kedua dinding lembah. curam
dan naik turun sehingga keadaannya gelap sekali.
Hanya pada ujung lembah, tampak seberkas
sinar. Waktu kedua orang pendek itu tiba dimulut
lembah, diam-diam Pai Tiok mengeluh. Kalau
harus menyusur lembah sempit dan panjang
itu baru dapat mencapai tempat disana terang
sukar bagi nya untuk mengikuti.
873 Pui Tiok bersembunyi dibalik sebatang pohon
sambil mengepalkan kedua tangannya. Pada saat
kedua orang pendek itu hendak memasuki mulut
lembah, salah seorang tiba-tiba berseru, "Lihatlah
!" Kawannya juga terbeliak, demikian Pui Tiok.
Menurut arah yang ditunjuk orang pendek tadi,
pada batu karang disebelah kiri, tergantung sebuah
kim-pay (lencana emas) yang berkilau-kilauan
cahayanya. Pui Tiok hanya melihat begitu menyaksikan kimpay,
kedua orang pendek itu lerus mundur ke
belakang tiga langkah. Wajahnya kaget sekali.
"Lekas lari," setelah keluar dari mulut lembah
kedua orang pendek serempak berseru. Dan
mereka berputar tubuh terus lari. Dalam
beberapa kejab saja sudah tak tampak
bayangannya. Pui Tiok heran. Mengapa mereka lari" Apakah
kim-pay itu mempunyai pengaruh besar sehingga
kedua jago sakti dari Ceng-te-kiong terbirit-birit
melarikan diri "
Sampai beberapa waktu Pui Tiok tak melihat
kedua orang pendek itu muncul kembali. Pui Tiok
itu menghampiri kemulut gua dan memandang ke
muka. 874 Dilihatnya pada kim-pay itu terdapat empat huruf.
Setelah berada di mulut lembah, dia dapat
membaca jelas keempat huruf itu berbunyi
'Barang siapa berani gegabah masuk tentu mati'.
Pui Tiok menghela napas Dia hampir memastikan
bahwa lembah itu akan mencapai apa yang di
kata 'tempat disana' oleh kedua lelaki pendek
tadi. Tokoh sakti yang diam di 'sana', tentu seorang
tokoh yang sakti. Oleh karenanya kedua
anakbuah Ceng-te-kiong tadi lari pontang panting
waktu melihat kim-pay.
Keempat tulisan pada kim-pay itu jelas memberi
peringatan supaya orang jangan sembarangan
masuk. Kalau nekad pasti akan mati.
Setelah beberapa saat menimbang akhirnya Pui
Tiok tiba pada suatu keputusan. Kalau mati toh
sama saja tentu mati di tangan Coh Hen Hong
Dan lagi Beng Cu kemungkinan tentu sudah berada
di 'sana'. Kalau dia nekad masuk asal dapat
bertemu Beng Cu, sekalipun hanya satu kali, tetapi
dia sudah merasa bahagia sekali.
Dia lalu ayunkan langkah. Baru melangkah
masuk, dia menggigil Setiup angin dingin yang
seram melandanya. Dia makin menggigil.
Setelah menenangkan diri, dia berada di luar
lembah tetapi malah merasa tak takut. Dia
875 busungkan dada dan melangkah masuk dengan
langkah lebar. Mulut lembah itu sempit dan memanjang jauh ke
dalam. Tiba di tengah perjalanan, Pui Tiok makin
terasa akan hawa seram yang menyerang
tubuhnya. Cuacanya gelap sebingga hampir tak
tardapat matahari.
Jika tidak bertekat untuk mencari Beng Cu, tentu
Pui Tok akan balik dan meninggalkan tempat yang
penuh misteri yang seram itu. Tetapi Pui Tiok
tidak takut. Dia hanya berjalan pelahan lahan
saja. Lebih kurang satu li menyusup ke dalam, lembah
makin lebar dan tak berapa jauh dari mulut
lembah disebelah dalam, terdapat penerangan.
Makin dekat makin dapat melihat keadaan diluar
mulut lembah itu.
Ternyata setelah selesai menyusur habis lembah
sempit itu, terdapat sebuah lembah yang lebih
besar. Separoh dari lembah itu merupakan
sebuah telaga yang airnya jernih kebiru-biruan.
Airnya tenang sekali, tiada gelombang sama
sekali sehingga sepintas menyerupai sebuah
danau zamrud yang indah tak terperikan.
Sekeluar dari lembah sempit itu, barulah pui Tiok
dapat melihat jelas seluruh lembah besar. Kecuali
danau indah itu, lain2nya merupakan karang
curam dan batu2 kerucut yang aneh. Rupanya
876 selain dari lembah sempit tadi tak ada lain jalan
keluar dan masuk ke lembah besar itu.
Suasana dalam lembah itu sunyi senyap. Tak
kelihatan seorang manusiapun juga. Juga tak ada
sebuah pondok atau rumah.
Pula setelah menghampiri maju ke tengah
lembah, tetap keadaan sunyi sekali sehingga
suara kakinya sendiri yang terdengar.
Memandang ke telaga, dilihatnya seekor ikan
melenting ke permukaan air, menimbulkan
gemercik kecil.
Pui Tiok tak tahan. Sunyi senyap merupakan siksa
juga. Dia memungut sebutir kerikil lalu
dilontarkan kepermukaan telaga, plung. . . .
Suaranya menimbulkan gema yang
berkumandang memenuhi lembah.
"Apakah disini tak ada orang ?" setelah gema
lontaran batu itu sirap, baru Pui Tiok berseru. Dia
hanya berseru beberapa patah tetapi lembah Itu
segera tercekam gema suara yang gemuruh
kumandangnya, Jika di lembah itu memang dihuni
orang, orang itu tentu akan mendengarnya.
Pui Tiok mengulangi lagi seruannya. Tetapi baru
dia hendak membuka mulut, tiba-tiba di depan
terdengar sebuah suara kering kerontang
menegur-nya, "Sudah tentu ada orangnya.
Engkau kan tidak buta, bukan?"
877 Pui Tiok terbeliak. Dari mana orang itu" Bukankah
lembah itu sunyi dan kosong melompong" Ketika
mengangkat muka dan memandang ke muka dia
makin kaget lagi. Karena disebelah muka tak ada
orang. Yang ada hanya berpuluh ribu batu2 yang
aneh bentuknya. Pui Tiok menduga orang itu
tentu berada di belakang deretan gunduk batu
aneh itu. Dia tertawa pahit, "Aku kemari untuk mencari
seseorang. Harap anda. . . . jangan salah faham,"
serunya. "Siapa yang engkau cari?" kembali suara itu
melengking. Sesaat suara itu menyusup ke telinga Pui Tiok,
dia menggigil dan sepasang kakinya terasa lunglai
hampir tak kuat berdiri.
Yang membuat hati Pui Tiok tergetar keras, bukan
karena kata-kata orang itu atau nadanya yang
mendenging di telinga. Melainkan dia tahu jelas
bahwa suara itu bukan berasal dari belakang batu
aneh, tetapi dari segunduk batu aneh yang tak
aneh disebelah depan.
Bahwa batu aneh dapat mengeluarkan suara,
itulah yang membuatnya terkejut sekali.
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah menenangkan perasaannya dan
memperhatikan dengan seksama barulah dia tahu
878 bahwa gunduk batu aneh yang disebelah muka itu
bukan batu tetapi seorang manusia.
Orang itu duduk bersila di tanah. Bajunya
berwarna kelabu mirip dengan warna batu. Seri
wajah dan rambutnya juga kelabu seperti warna
batu. Dia duduk seperti patung. Oleh karena itu
kalau tak bersuara tentu dikira sebuah, sebuah
batu diantara gunduk2 batu disitu.
Pui Tiok menghela napas longgar, serunya,
"Apakah anda ini... pemilik lembah ini?"
"Aku bertanya kepadamu hendak mencari siapa?"
orang itu balas bertanya.
Pui Tiok tertegun. Menilik nadanya yang begitu
dingin, tentulah orang itu berhati dingin dan tak
suka didekati orang. Tetapi baru dia berpikir
begitu, tiba-tiba dia menertawakan dirinya
sendiri. Bukankah dia sudah membekal tekad berani mati
waktu hendak mencari lembah itu" Mengapa dia
harus kicup nyalinya hanya karena mendengar
nada orang yang begitu dingin saja"
"Aku hendak mencari seorang nona she Kwan,"
sahutnya. Wajah orang itu membeku seperti batu dan
berkata dengan dingin, "Apa hubunganmu dengan
nona Kwan?"
879 Pui Tiok terkesiap, sahutnya, "Dia adalah
isteriku."
Mendengar itu tetap saja orang itu membatu
Suaranya, "Isterimu" Kalau begitu engkau ini baru
saja melarikan diri dari Ceng-te-kiong?"
Girang Pui Tiok bukan Kepalang, "Benar. Aku
memang baru saja melarikan diri dari sana,"
Dia menduga mengapa orang itu tahu kalau dia
baru sa|a lolos dari Ceng-te-kiong, tentulah Beng
Cu yang memberi tahu. Dengan begitu dia makin
yakin Beng Cu tentu berada di lembah situ.
Tetapi kegirangan Pui Tiok itu telah dilanda
dengan suara dingin sekali dari orang itu.
"Selama Ceng-te-kiong tak ada hubungan dengan
Si-koh (Lembah Maut). Apakah sekarang Ceng-te
hendak melanggar perjanjian?" serunya.
Kembali Pui Tiok tertegun. Dia tak tahu bagaimana
harus menjawab. Dia tak tahu apa yang
dimaksud orang itu kecuali keterangannya bahwa
lembah iiu disebut lembah maut.
Tetapi sebagai seorang yang cerdik, Pui Tiok
dapat menduga bahwa pemilik Lembah maut itu
bermusuhan dengan Ceng-te-kiong. Suatu hal
yang menambah kegembiraannya.
880 "Harap anda jangan salah faham," katanya,
"meskipun aku baru lolos dari Ceng-te-kiong tetapi
aku bukan anakbuah Ceng-te-kiong. Aku diusir
oleh Ceng-te kiong."
Biji mata orang itu berkeliaran sejenak lalu
tertawa dingin, "Aku paling benci kepada orang
yang tak mau bicara terus tetang. Apakah
omonganmu itu sungguh-sungguh" Atau hendak
menipu?" "Aku mengatakan secara jujur, bukan omong
kosong," sahut Pui Tiok.
Orang itu tertawa mengekeh, "Kuanggap engkau
itu bernyali besar!" tiba-tiba dia mengangkat
tangannya. Waktu lengan bajunya terangkat
keatas, segulung angin yang dingin sekali
melanda Pui Tiok sehingga pemuda itu menggigil
dan tubuhnya lantas mengerut.
Orang itu menurunkan lengan bajunya ke bahu
Pui Tiok. Seketika Pui Tiok rasakan bahunya
seperti dibenam sumber air yang dingin seperti
es. Karena dinginnya gigi pui Tiok sampai
bergemerutukan.
"Apakah engkau tidak bohong?" kembali orang itu
bertanya. Sambil berkutetan untuk menahan kedinginan,
Pui Tiok menyahut, "Setiap.... patah. .. katakataku.
. . . memang sesungguhnya. . . ."
881 Orang itu tertawa aneh, "Nona Kwan yang hendak
engkau cari itu adalah cucu perempuan dari
Ceng-te. Dan engkau mengaku sebagai suaminya
Tetapi engkau berani mati mengatakan kalau tak
ada hubungan dengan Ceng-te-kiong."
Mendengar itu Pui Tiok terkejut gembira. Dia
gembira karena jelas Beng Cu masih selamat dan
berada di lembah itu. Tetapi dia terkejut karena
pertanyaan orang itu memang tajam dan sukar di
bantah. Memang dia dapat saja menceritakan semua
pengalaman yang dideritanya di Ceng-te-kiong.
Tetapi hal itu tentu memakan waktu lama. Dia
sangsi apakah dia masih mampu bercerita
sampai selesai dalam keadaan seperti saat itu.
Namun dia berusaha untuk mengerahkan tenaga
dan menjawab, "Harap. . .jangan. . . menekan
bahuku. . . . dulu. . . biar aku. . . bercerita....
Rupanya orang batu itu dapat mengerti. Dia
mengangkat lengan bajunya yang terletak di bahu
Pui Tiok. Pemuda itu dapat bernapas longgar dan
berdiri tegak. "Mana nona Kwan" Apakah dia belum
menceriiakan tentang pengalamannya?"
tanyanya. Orang itu kelap-kelipkan biji matanya yang
bagian putihnya lebih besar dari bagian bitam.
882 "Dia banya mengatakan sepatah kata kalau dia itu
cucu perempuan Ceng-te. Setelah itu dia tak
dapat berkata-kata lagi," katanya.
Mendengar itu kembali Pui Tiok gemetar keras
karena terkejut, "Apa artinya. . .dia tak dapat
melanjutkan kata-katanya itu?"
"Apa artinya," kata orang batu itu, "tak lain
supaya engkaulah yang bercerita semuanyal"
"Apakah dia telah engkau bunuh?" teriak Pui Tiok
dengan keras. Namun orang batu itu hanya picingkan mata dan
menyuruh, "Sudah, jangan bicara yang tak
berguna." Mendengar itu timbullah sepercik harapan dalam
hati Pui Tiok. Tetapi pada lain saat dia
membantah dugaannya dan seketika bangkitlah
kemarahannya. Dengan menjerit histeris dia terus
menyerbu dan lepaskan empat buah hantaman.
Sebenarnya lukanya masih belum sembuh betul.
Hantamannya itu menggunakan tenaga yang
dipaksakan, duk, duk, duk, duk .... hantaman
mengenai tubuh orang itu tetapi Pui Tiok sendiri
terhuyung hampir jatuh.
Orang aneh itu menunduk memeriksa baju-nya
lalu tertawa kering, "Bagus ! Bagus ! Hayo
hantam lagi empat kali !"
883 Jika orang itu seperti orang minum arak yang
minta tambah, adalah Pui Tiok malah berkunangkunang
matanya. Bumi yang dipijaknya seolah
berputar-putar.
"Engkau . . engkau . . , " dia tak dapat
melanjutkan teriaknya karena terus rubuh dan
mau muntah darah lagi".
Dia sadar kalau sampai muntah darah lagi tentu
lukanya akan kambuh oleh karena itu maka dia
berusaha untuk menekannya.
Wajahnya berobah coklat kemudian pucat lalu
ungu. Tiga kali perobahan warna muka itu
menandakan kalau urat-urat nadinya mulai putus
dan matilah dia pasti.
"Hm, mahluk tak berguna," damprat orang aneh
itu. Dia berbangkit lalu ayunkan kakinya, plok . . .
ditendangnya punggung Pui Tiok hingga pemuda
itu terlempar beberapa meter jauh nya.
Tendangan orang aneh itu tepat mengenai jalan
darah Jeng-tay-hiat di punggung Pui Tiok.
Seketika dari punggung mengalir hawa dingin
yang terus mengembang ke seluruh jalan darah
dan urat nadi. Pui Tiok merasa seperti
dicemplungkan dalam es, Suatu siksa yang cukup
hebat. Tetapi siksaan itu malah berguna bagi Pui Tiok.
Setelah beberapa saat dicekam hawa sedingin es.
884 dia dapat menguap tiga kali dan terasa sebuah
arus hawa segar mengembang dalam tubuhnya
Setelah hawa segar itu lenyap, dia dapat
bernapas seperti biasa lagi.
Pui Tiok berputar tubuh memandang orang aneh
itu. Orang itu masih tetap tegak ditempatnya
"terima kasih atas pertolongan anda. Tetapi ....
tetapi mengapa engkau mencelakai nona Kwan ?"
katanya. "Engkau melihat setan barangkali", orang itu
tertegun. "Bukankah tadi engkau bilang, setelah bicara
beberapa patah kata, nona Kwan terus tak dapat
bicara lagi?" seru Pui Tiok.
Orang aneh itu mendesuh tawa, "Baru saja dia
mengatakan kalau cucu perempuan Ceng-te,
segera kutamparnya pingsan lalu kusaluri tenagadalam
untuk menembus jalandarahnya. Agar
dalam tujuh hari, tenaga-dalamnya dapat
bertambah berlipat ganda. Siapa bilang kalau aku
mencelakainya!"
Pui Tiok terkejut gembira, "Katanya.. . kiranya
apakah engkau bukan koh-cu (pemilik lembah)
sendiri?" Wajah beku seperti batu dari orang itu tiba-tiba
merekah tawa gembira, "Apakah aku ini layak
885 sebagai koh-cu" Menurut engkau, apakah aku ini
seperti koh-cu?"
Pui Tiok terkesiap, Bermula dia tak tahu apa
maksud orang aneh itu. Tetapi otaknya yang
cerdas segera mengerti perasaan orang. Setiap
manusia tentu senang dipuji. Maka apa salahnya
dia menyanjung puji saja agar orang aneh itu
senang. "Sudah tentu layak sekali," serunya, "kesaktian
anda tak dibawah Ceng-te."
Mendengar dirinya dipuji, orang aneh itu tertawa
senang. "Tetapi engkau keliru," katanya, "aku bukan koh
cu. Uh, engkau ini memang boleh juga. Biarlah
aku yang menanggung supaya engkau tinggal
disini beberapa hari, setelah itu baru nanti
berunding lagi."
"Apakah engkau. . . engkau tidak mau
membawaku kepada nona Kwan. . . . dan kohcu?"
"Tentu saja akan kubawamu. Tetapi tidak
sekarang., Nanti tiga empat hari lagi."
"Mengapa harus begitu lama?"
Orang aneh itu deliki mata, "Perlu apa engkau
banyak tanya" Toh engkau sudah dapat tinggal
886 disini" Kalau lapar, dalam telaga itu terdapat jenis
ikan yang disebut ciok thau-hi ikan berkepala batu.
Sedapnya bukan buatan, lihatlah!"
Sekali melesat orang itu sudah tiba di tepi telaga.
Sekali dia tusukkan jari, air muncrat keatas.
Muncratan air itu berisi dua tiga ekor ikan yang
masih bergeleparan. Ikan itu ditangkapi dengan
lengan baju. Setelah mundur beberapa langkah
baru orang itu lepaskan lengan bajunya dan tiga
ekor ikan sebesar kepal tangan berhamburan ke
tanah. Pui Tiok heran melihat bentuk ikan itu. Seperti
katak, jelek sekali.
"O, kiranya dalam telaga ini ada ikannya Mengapa
permukaan airnya begitu tenang ?" serunya.
"Ikan itu bersifat diam tak suka bergerak.
Sepanjang tahun mendekam saja seperti batu
maka disebut ciok-than-hi."
Diam-diam Pui Tiok geli. Bukankah orang aneh itu
juga serupa dengan ikan batu yang diam saja
seperti batu "
Tetapi dia tak berani tertawa karena kuatir orang
itu marah. Dia terus makan ikan itu. Ternyata
memang enak sekali.
887 Sejak hari itu sampai beberapa hari, Pui Tiok
berada di samping orang itu untuk melakukan
semedhi menyalurkan pernapasan.
Saat itu dia sudah tahu kalau Beng Cu berada
dengan Koh-cu. Sekalipun belum pernah bertemu
koh-cu, tetapi kalau sekarang tokoh seperti Cengte
saja jeri kepadanya, tentulah koh-cu bukan
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tokoh sembarangan.
Hati Pui Tiok makin tenang dan latihan
pernapasannyapun lancar. Ditambah orang aneh
itu juga mau memberi saluran tenaga-mumi
ketubuh-nya maka banyak sekali Put Tiok
memperoleh manfaat yang besar. Dalam 7-8 hari
itu, luka dalamnya sudah hampir sembuh sama
sekali. Seiring dengan sembuhnya luka, Pui Tiok makin
keras keinginannya untuk segera bertemu dengan
Beng Cu. Tetapi dia tak berani menanyakan kepada
orang aneh itu. Diam-diam dia hanya
memperhatikan keadaan dalam lembah Itu dan
coba-coba menduga kemana dia harus mencari
Beng Cu dan koh-cu.
Namun sampai beberapa hari belum juga dia
berhasil menemukan apakah ada lain tempat
yang dapat menjadi tempat koh-cu
menyembunyikan Beng Cu.
888 Dua hari kemudian, Pui Tiok benar-benar tak dapat
menaban keinginannya lagi, "Apakah koh-cujin
dan Beng Cu tidak tinggal dalam lembah ini?"
"Tentu saja tinggal di lembah ini, sahut orang
aneh itu dingin.
"Kalau benar tinggal di lembah ini, mengapa. . .
aku tak dapat melihat tempat persembunyian
mereka?" "Perlu apa engkau hendak mencari mereka?"
tegur orang aneh dengan wajah menggelap.
"Ah. . . tak apa-apa," cepat Pui Tiok menyahut,
hanya saja dengan dia. . nona Kwan sudah lama
aku tak bertemu. Aku benar-benar terkenang dan
ingin bertemu."
Hm," dengus orang aneh itu, "waktu engkau
datang, aku kan sudah bilang kalau koh-cu
sedang menggodok nona Kwan. Ilmu kepandaian
nona Kwan akan dihapus lalu diganti dengan ilmu
kepandaian baru. Saat itu koh-cu sedang sibuk
sekali. Kalau tiba-tiba engkau muncul, bukankah
berarti engkau hendak mencelakai mereka ?"
Memang Pui Tiok pernah mendengar tentang ilmu
menghapus tenaga lama diganti dengan tenaga
baru. Tetapi berkat pengalamannya yang luas
maka dia dapat menduga bahwa kelak setelah
berhasil, Beng Cu tentu akan menjadi manusia
889 baru. Koh-cu tentu akan menyalurkan seluruh
tenaganya kepada Beng Cu.
Pui Tiok tenang kembali.
JILID 18 Melihat Coh Hen Hong menghunus sepasang
pedang pusaka Leng-liong-kiam dan wajahnya
mengembangkan hawa pembunuhan, Pui Tiok
menyadari bahwa melainkan ketiga gin-wan itu yang
terancam maut, pun juga dirinya dan Beng Cu pasti
akan celaka juga.
"Engkau. . . ," baru dia hendak berteriak mencegah
Coh Hen Hong, ketiga gin-wan itu sudah memekik
aneh. Nadanya luar biasa kerasnya dan memanjang
tak henti-hentinya. Seperti seorang tokoh sakti yang
tengah menghamburkan pekik tenaga-dalam yang
hebat. Tetapi pada saat itu juga Coh Hen Hongpun tertawa
liar dan terus menyerang.
Sepasang pedang Leng-liong-kiam, merupakan
pusaka kuno yang jarang terdapat tandingannya.
Ditambah pula dengan ajaran ilmu pedang ciptaan
Ceng-te dan tenaga-dalam Coh Hen Hong yang tinggi
maka dia dapat mempermainkan pedang
itu menurut sekehendak hatinya.
Ketika pedang berhamburan memancarkan
perbawanya, ruang Istana koral itupun seolah berubah
warnanya menjadi kuning emas dan biru.
890 Menimbulkan pemandangan yang mempesonakan
sekali. Sebenarnya kepandaian Pui Tiok dan Beng Ci cukup
tinggi. Tetapi ketika menyaksikan Coh Hen Hong
memainkan pedangnya, mereka tak dapat melibat
apa-apa lagi termasuk tubuh Coh Hen Hong, kecuali
hanya segulung sinar emas dan segulung sinar biru.
Hanya beberapa saat. Coh Hen Hong berulang kali
melengking dan gin-wan memekik ngeri, bercampur
dengan hancurnya beberapa barang dalam ruang itu.
Lalu sepasang sinar itu tiba-tiba lenyap
.... Coh Hen Hong tegak ditempat semula dengan
memegang sepasang pedang Leng-liong-kiam Sedang
dada ketiga gin-wan itu menghambur darah segar.
Tetapi tubuh mereka masih tetap menelungkupi tubuh
Beng Cu. Dari dada mereka mengalir deras darah
sehingga lantai istana yang terbuat daripada batu
koral itu berobah merah warnanya Sekujur tubuh
Beng Cu mandi darah dan nona itu menggeletak di
lantai tak berkutik lagi.
Dari keadaan itu memang sukar untuk menduga
apakah Beng Cu masih hidup atau sudah mati. Juga
tak dapat memeriksa apakah dia terluka dan kalau
terluka, terluka dibagian mana.
Dua buah kursi koral hancur menjadi beberapa
keping Telah menjadi sasaran dari amukan sepasang
pedang Leng-liong kiam yang mengganas tadi.
Pada saat Pui Tiok sudah mendapat ketenangan
kembali dan melihat apa yang terjadi dalam ruang itu,
sudah tentu dia terkejut sekali sehingga mulut
891 ternganga tetapi tak dapat mengucap sepatah katapun
juga. Demikian halnya dengan beberapa ko-jiu yang
berada disitu. Tak seorangpun yang membuka suara.
Bahkan Coh Hen Hong sendiri juga diam, kedua
lengannya masih gemetar. Suasana dalam ruang
istana itu seperti membeku.
Tepat pada saat itu terdengar langkah kaki orang
berjalan mendatangi. Ringan sekali laksana daun
kering langkah itu tetapi orang-orang yang berada
dalam ruang itu dapat menangkapnya.
Cepat sekali orang itu sudah tiba di muka pintu.
Dan Pui Tiok benar-benar bingung dan tegang sekali.
Baru tiga langkah didengarnya atau orang itu sudah
berada di muka pintu. Luar biasa cepatnya, pikirnya.
Karena tercurah pada langkah orang itu maka Pui
Tiok tak sempat memperhatikan bagaimana
perobahan muka Coh Hen Hong saat itu.
Suasana makin lelap dan tegang. Orang itu tidak
cepat membuka pintu melainkan diam. Beberapa saat
kemudian baru terdengar batuk-batuk.
Krek . . . pintu lalu terdorong. Pui Tiok paksakan diri
untuk memandang ke arah pintu.
Seorang lelaki bertubuh tinggi kurus, mengenakan
pakaian warna biru sepasang matanya memancarkan
sinar penuh kewibawaan seperti seorang
dewa. Bukan hanya setahun dua tahun Pui Tiok berkelana
dalam dunia persilatan. Tidak sedikit tokoh-tokoh yang
892 dijumpainya selama itu. Tetapi selama ini belum
pernah dia bertemu dengan seorang tokoh yang
memiliki kewibawaan luar biasa
seperti lelaki tua itu.
Dan seketika berserulah Pui Tiok dengan penuh
ketegangan, "Ceng-te . . . !"
Memang orang itu tak lain adalah Ceng-te, pemilik
istana Ceng-te-kiong yang dianggap sebagai maha
raja dunia persilatan masa itu. Ceng-te mengangkat
muka dan memandang Pui Tiok lalu Coh Hen Hong.
Waktu melihat beberapa
ko-jiu Ceng-te-kiong
berjajar di belakang Coh Hen Hong dan sikap Coh Hen
Hong seperti habis bertempur, Ceng-te kerutkan alis.
Tetapi ketika melihat ketiga ekor gin wan yang
menggeletak dilantai dalam kubangan darah, alis
Ceng-te makin menjungkat tinggi.
Dia tetap berdiri di ambang pintu tak lekas masuk.
Beberapa saat kemudian baru kedengaran dia
menegur dengan suara sarat, "Apa yang terjadi
disini?" Coh Hen Hong gemetar tetapi tak menjawab "Apa
yang telah terjadi?" kembali Ceng-te mengulang
pertanyaannya. Saat itu Coh Hen Hong baru berputar tubuh dengan
nada penuh kemanjaan dia berseru, "Engkong, ketiga
gin-wan itu berani membawa orang masuk kemari.
Kutegur mereka berbuat begitu tetapi mereka malah
mengganas. Terpaksa kubunuh mereka dengan
pedang . , . "
Ceng-te kerutkan dahi, "Kalau begitu halnya
mengapa harus terjadi di ruang ini?"
893 Memang waktu mendengar langkah kaki tadi, Coh
Hen Hong sudah menduga siapa yang datang. Tetapi
dia memang cerdas sekali, Cepat sekali dia sudah
menemukan cara untuk memberi pertanggungan
jawab nanti. Maka pertanyaan Ceng-te itu, diapun sudah jawab.
Sambil jebirkan bibir dia berkata, "Kurasa ketiga ginwan
itu memiliki kecerdasan tinggi. Karena dia
membawa orang kemari, mungkin dia merasa kalau
orang itu mempunyai hubungan dengan
Ceng-tekiong Oleh karena itu akupun sebelumnya bertanya
kepada mereka. Siapa tahu, waktu aku sedang
meminta keterangan kepada ke dua orang itu, ketiga
gin-wan sudah menerobos masuk dan mengganas.
Engkong, coba katakan, menjengkelkan atau tidak
tingkah ketiga gin-wan itu !"
Tetapi kali ini tampaknya Ceng-te tak begitu
lantas percaya keterangan Coh Hen Hong. Tetapi
dia belum dapat menemukan kejanggalan dalam kata-kata gadis
itu. Diantara orang-orang yang tegang pada saat itu
adalah Pui Tiok yang paling tegang sendiri. Begitu
melihat Ceng-te muncul. Girang Pui Tiok bukan alang
kepalang. Karena hanya kepada Ceng-te nanti segala
isi hati dan segala pengaduannya akan dicurahkan.
Seluruh harapannya akan tertumpah pada peristiwa
itu. Tetapi setelah mendengar percakapan antara Cengte
dengan Coh Hen Hong, hati Pui Tiok mengkeret
seperti bunga puteri malu tersentuh tangan. Jelas
894 keterangan Coh Hen Hong memutar balikkan semua
fakta. Pui Tiok menilai bahwa keberanian Coh Hen Hong
untuk membohongi Ceng-te tentu karena tahu kalau
Beng Cu tentu sudah mati. Dan kalau benar Beng Cu
sudah mati, Pui Tiokpun sia-sia harapannya.
Teringat hal itu runtuhlah nyali Pui Tiok. Dia
melesat ke tempat Beng Cu. Tetapi darah ketiga ginwan
sedemikian banyak. Maka waktu tiba pada
langkah terakhir, ternyata genangan darah amat tebal
sekali. Ketika tiba di dekat Beng Cu dan hendak
membungkuk, tiba-tiba Ceng-te berseru, "Kemarilah
engkau" Pui Tiok terkejut. tertegun dan berputar tubuh.
Dia berhadapan muka dengan Ceng-te. Saat itu dia malah
tak dapat melihat jelas wajah Ceng-te karena tersilau
oleh pancaran sinar mata raja persilatan yang begitu
menerkam. Walaupun berhadapan dengan Ceng-te tapi Pui Tiok
tetap tegak berdiri. Wajahnya pucat sekali tetapi
semangatnya masih kokoh. "Siapa engkau?" beberapa
saat kemudian Ceng-te menegur.
Pui Tiok menghela napas, sahutnya, "Ceng-te, siapa
diriku ini rasanya tidak begitu penting. Tetapi nona
yang menggeletak dikubangan darah dalam keadaan
mengerikan, entah mati entah hidup itu adalah cucu
perempuanmu sendiri!" "Apa?" Ceng-te terkejut.
895 "Dia adalah cucu perempuanmu. Satu2nya puteri
dari puterimu tunggal yang karena bertengkar mulut
dengan engkau lalu meninggalkan istana Ceng-tekiong
ini!" seru Pui Tiok dengan lantang.
Ceng-te tertawa mengekeh, "Heh, heh, aku tak
mengerti engkau sedang mengoceh apa?"
"Engkong," tiba-tiba Coh Hen Hong terus berteriak,
"rasanya orang itu tidak waras pikirannya Kalau tidak
mana dia mengoceh begitu ?"
Saat itu Pui Tiok mengira kalau Beng Cu tentu
sudah mengalami nasib seperti ketiga gin-wan. Karena
kalau tidak begitu, Coh Hen Hong tentu tak berani
begitu lantang menantang.
Pui Tiok sedih sekali. Tiba-tiba dia tertawa nyaring.
Nadanya penuh kesedihan, penasaran dan kemarahan
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sehingga orang-orang yang berada disitu tergetar
hatinya. "Ceng te," serunya kemudian, "kalau engkau tak
ingin ditipu orang selama-lamanya, ijinkanlah aku
bicara !" Sebelum Ceng-te menjawab, Coh Hen Hong sudah
mendahului. "Engkong. jangan dicegah, biarkan dia
bicara. Coba saja kita dengar dia hendak merangkai
khayalan apa saja !"
Mendengar itu tegang sekali hati Pui Tiok. Dia tahu
betapa licin Coh Hen Hong itu dan betapa
pula ganasnya. Kini setelah dapat menghadap Ceng-te, dia
masih belum mempunyai harapan apakah usahanya
896 untuk menyadarkan Ceng-te itu bermanfaat atau
tidak. buktinya bagaimana keyakinan Coh Hen Hong itu
yalah begitu Pui Tiok mengajukan permintaan untuk
bicara, dengan cepat Coh Hen Hong sudah
menanggapi, bukan saja tidak menghalangi bahkan
minta kepada Ceng-te supaya membiarkan Pui Tiok
melanjutkan ceritanya. Dengan demikian Ceng-te
tentu mendapat kesan bahwa Coh Hen Hong memang
tak tahu menahu tentang soal yang akan di katakan
Pui Tiok. "Baik, bicaralah!" seru Ceng-te.
Sejenak merenung maka Pui Tiokpun mulai bicara,
"Setelah meninggalkan istana Ceng-te-kiong ini,
puterimu bersembunyi dimana dan bagaimana
keadaannya, tak ada seorangpun yang tahu. Tetapi
yang Jelas kemudian dia menikah dengan Kwan Pek
Hong dan melahirkan seorang anak perempuan yang
diberi nama Kwan Beng Cu."
Mendergar sampai disitu, Ceng-te lalu memandang
Coh Hen Hong dan dengan sikap manja Coh Hen
Hongpun lalu mendekat rapat kepadanya Ceng-te
mengelus-elus kepala gadis itu.
Melihat demontrasi itu, bercekatlah hati Pui, Tiok.
Dia hambir putus asa, apakah mampu mempengaruhi
Ceng-te nanti. Tetapi dia tetap teguhkan hati dan melanjutkan
kata-katanya, "Tetapi Kwan Pek Hong itu juga
mempunyai hubungan gelap dengan seorang gadis
Biau, orang she Coh. Hubungan gelap ini tak di
ketahuj Kwan hujin."
897 "Juga dengan wanita Biau she Coh itu, Kwan Pek
Hong mempunyai seorang puteri. Karena sudah lama
keluar maka Kwan Pek Hong lalu meninggalkan wanita
itu dan pulang kembali kepada Kwan hujin. Wanita
Biau she Coh itu marah karena dihjanati Kwan Pek
Hong. Dia memberi she Coh kepada anak
perempuannya dan namanya diberi Hen Hong yang
berarti membenci kepada (Pek) Hong.
Wajah Ceng-te tetap tenang.
Kemudian Puj Tiok melanjutkan. Dia menceritakan
bagaimana wanita Biau she Coh itu telah mencuri
kitab Ih-su-keng milik perkumpulan Peh-hoa-kau dan
melarikan diri ke daerah Biau,
Tetapi dunia persilatan tersiar desas desus bahwa
kitab pusaka itu telah jatuh ke tangan Kwan Pek Hong.
Ayah Pui Tiok yakni Peh Hoi lokoay memerintahkan Pui
Tiok untuk menculik Kwan Beng Cu agar Pek Hong
menebus puteri-nya itu dengan kitab pusaka Ih-sukeng.
Dalam usaha untuk melakukan penculikan itulah Pui
Tiok mengetahui bahwa Kwan hujin itu sebenarnya
puteri dari Ceng-te. Demikian dengan urut dan terurai
Pui Tiok panjang lebar bercerita tentang keluarga
Kwan Pek Hong. Hampir sejam lamanya Pui Tiok bercerita Terakhir
dengan mengempos semangat dan menguatkan hati,
tiba-tiba Pui Tiok menuding Coh Hen Hong.
"Dialah Coh Hen Hong itu, dia bukan cucu
perempuanmu!" serunya dengan lantang tandas.
898 Mendengar itu serempak jago-jago istana Ceng-tekiong
berbangkit dan siap. Tetapi mereka tak berani
bicara maupun bertindak sebelum mendapat perintah
dari Ceng-te. Hening beberapa saat. Adalah Coh Hen Hong yang
mulai buka suara, "Engkong, bacaralah mengapa
engkau diam saja?"
Tetapi Ceng-te tetap diam. wajahnya gelap, sukar
diduga apa yang sedang dipikirkan. Dia berdiri tegak
seperti patung.
walaupun menang angin, tetapi karena berbuat
salah maka mau tak mau Coh Hen Hong gelisah juga,
Namun dia menyadari, bahwa situasi itu memang
benar-benar gawat sekali. Maka diapun menahan diri
untuk tidak mengunjukkan rasa kaget dan cemas.
Memang pintar benar Coh Hen Hong menjalankan
perannya. Dia tersenyurn simpul saja mendengar
semua itu walaupun dirinya tersangkut dan di tuding
langsung oleh Pui Tiok. Mendengar teguran Coh Hen
Hong, Ceng-te tampak terhenyak kemudian dengan
pelahan dia berkata, "Apakah gadis itu sudah engkau
bunuh?" Coh Hen Hong memandang kearah mayat ketiga
gin-wan dan Beng Cu yang berada dalam kubangan
darah. Diam-diam dia bersyukur dalam hati. Kalau dia
tak lekas-lekas turun tangan melenyapkan mereka,
tentulah urusan akan menjadi runyam. Menilik Beng
Cu tak berkutik dalam genangan darah sampai
beberapa waktu, tentulah gadis itu sudah mati.
899 Diam-diam Coh Hen Hong menghela napas longgar.
Sambil cibirkan blbir, dia menjawab, "Siapa yang tahu
dia sudah mati atau belum. Ketiga binatang itu ganas
sekali menyerang aku. Dulu aku pernah menderita
dari mereka maka kugunakan sepasang pedang Lengliong-
kiam dan kugunakan tiga jurus ajaran engkong.
Begitu habis kesudahannya adalah begitu!"
Ceng-te mendesuh dan tertegun. Beberapa saat
kemudian baru dia berkata, "O, kiranya begitu.
Tetapi dia belum mati."
Mendengar itu Pui Tiok dan Coh Hen Hong terbeliak
kaget. Kalau Pui Tiok diluap kegembira adalah Coh
Hen Hong kaget setengah mati.
Dia memandang Beng Cu dan tiba menghela napas
dalam2, serunya, "Engkong, apa dia belum mati
seperti yang engkau katakan?"
"Apakah dia belum mati?" teriak Pui Tiok serempak.
Saat itu dia berada disamping Beng Cu. Karena
ditegur Ceng-te maka dia tak melanjutkan maksudnya
hendak memeriksa tubuh Beng Cu. Kini setelah
mendengar keterangan Ceng-te, dia terus
membungkuk dan mengangkat tubuh Beng Cu dan
berteriak memanggilnya, Beng Cu, beng Cu!"
Tetapi tubuh Beng Cu tampak lemas, kepala lunglai
seperti orang tak punya napas lagi.
Pui Tiok mengangkat muka memandang Ceng-te.
"Dia menderita kejut besar sehingga pingsan" kata
Ceng-te yang tahu arti pandang mata Pui Tiok,
900 "tekanlah ubun-ubun kepalanya lalu jalan darah pehhwe-
hiat. Dia tentu siuman!"
Pui Tiok melakukan perintah, kemudian Ceng-te
berputar tubuh menghadap kearah Coh Hen Hong.
Coh Hen Hong menyadari bahwa kalau saat itu dia
tidak lekas-lekas mendahului berkata, situasi tentu
makin buruk. Maka dia paksakan tertawa, serunya,
"Syukur kalau dia tak apa-apa agar dia dapat
memberi keterangan yang jelas , . . tetapi kurasa
kedua orang itu tentu sudah saling sepakat lebih dulu.
Engkong, bukankah begitu?"
Tetapi Ceng-te hanya bergumam, tidak mengiakan
juga tidak menolak. Dia seperti berkata seorang diri,
"Dibawah serangan tiga jurus pedang Leng-liong kiam,
kalau dia tidak mati bahkan sedikitpun tidak terluka,
tentu karena hanya ada satu kemungkinan.
Diam-diam Coh Hen Hong memang heran mengapa
dibawah serangan ilmu pedang yang maha sakti itu,
Beng Cu tidak mati melainkan hanya pingsan saja.
"Engkong, kemungkinan bagaimanakah itu?" tanya
penuh keinginan tahu.
Ceng-te terdiam sejenak baru menjawab, "Kecuali
ketiga gin-wan itu memang mati-matian melindunginya.
Gerakan gin wan itu luar biasa cepat nya.
Mereka tentu gunakan tubuhnya untuk menyongsong
ketiga jurus serangan pedang!"
Tepat pada saat itu tampak Beng Cu membuka
mata. Begitu melihat Pui Tiok dia terus memeluk
erat2. 901 "Pui toako, aku. . . masih hidup atau sudah mati?"
serunya terengah-engah. Nadanya sendu bagaikan
orang yang mati hidup dari kematian kembali.
Hampir Pui Tiok tak dapat menahan tangisnya.
Airmatanya bercucuran dan berkata, "Engkau tak
kurang suatu apa, Beng Cu. Engkau tak apa-apa.
Lihatlah, Ceng-te Juga sudah hadir disini."
Wajah gadis itu pelahan lahan bertebar warna
merah. Dengan bergeliatan dia berbangkit dan
memandang kian kemari sampai akhirnya bertatap
pandang kepada Ceng-te. Ceng te juga
memandangnya tak berkedip.
Beberapa saat kemudian adalah Beng Cu yang buka
suara lebih dulu, "Engkau... engkau... ini . . . . apakah
engkongku?"
Coh Hen Hong tegang sekali hatinya. Kalau saat itu
dia memaki Beng Cu, tentu akan ketahuan belangnya.
Tetapi kalau dia diam, apakah bukan berarti dia
mengakui apa yang diucapkan Beng Cu itu benar"
Satu-satunya siasat yang digunakan yalah dia
tertawa dan berseru, "Engkong, lihatlah, apakah dia
tidak seperti mau menangis, engkong, apakah dia
tidak begitu kasihan sekali" Apakah tidak lebih baik
kita suruh dia tinggal di istana ini saja. Sejenak
memandang Beng Cu, Ceng-te lalu beralih
memandang Coh Hen Hong. Coh Hen Hong tahu
bahwa kalau saat itu dia tak mengunjuk aksi tentu
akan menimbulkan kecurigaan Ceng-te.
902 Maka dia terus melengking, "Engkocg, aku bicara
padamu, mengapa engkau diam saja" Hm, apa
engkau percaya saja pada omongannya dan terus
hendak mengusir aku" engkau memang menyangsikan
aku, sudah lama kutahu!"
Habis berkata dia terus berputar tubuh dan hendak
melangkah keluar.
"Beng Cu,"cepat Ceng-te berseru.
Mendengar itu Coh Hen Hong dan Beng Cu
serempak menyahut, "Ya!"
Ceng-te tertegun dan terpaksa berkata, "Jangan
pergi dulu. Biar kutanya lebih lanjut kepada nona ini."
Mendengar Ceng-te menyebut Beng-Cu dengan
kata 'nona ini', agak legalah hati Coh Hen Hong. Dia
berhenti tetapi wajahnya masih menampakkan sikap
tak senang. Ceng-te lalu bertanya kepada Beng Cu, "Engkau
bilang kalau anak dari putriku. Kalau begitu, mamamu
tentu pernah bercerita banyak tentang keadaan istana
Ceng-te kiong, bukan?"
Setelah siuman dan melihat Ceng-te begitu angker,
Beng Cu memang jeri. Sebenamya dia begitu
berambisi sekali untuk merebut kedudukan sebagai
cucu dari Ceng-te. Tapi dalam keadaan seperti saat
itu, dia terpaksa tak mau menyerah kalah lagi. Karena
kalau dia sampai kalah tentu akan dibunuh Coh Hen
Hong. 903 Maka dia mengangguk sebagai jawaban atas
pertanyaan Ceng-te itu, "Ya, memang sering
bercerita."
Mendengar itu hati Coh Hen Horg berdetak keras
sekali seperti mau copot. Habis. . . keluhnya dalam
hati. Pertanyaan itu pernah diajukan juga oleh Ceng-te
kepadanya tetapi dia selalu mengelak dengan
mengatakan bahwa karena waktu itu dia masih kecil
maka dia tak ingat apa yang diceritakan mamanya
dulu. Sekarang Beng Cu menjawab lain. Dengan begitu
jelas dia tentu akan ketahuan boroknya. Saat itu juga
dia sudah berniat hendak melesat keluar dan
melarikan diri dari Istana Ceng-te-Kiong.
Tetapi pada lain kejab dia tersadar. Apabila dia
berusaha melarikan diri berarti dia mengakui kalau
bersalah memalsu sebagai cucu Ceng-te.
Namun kalau tidak lari dan tetap tinggal di situ,
nanti bagaimana jadinya?"
Karena bingung, Coh Hen Hong sampai tak tahu
bagaimana akan bertindak. Dia tetap tegak di
tempatnya. Ceng-te menghela napas, ujarnya, "Lalu pernahkah
mamamu mengatakan tentang suatu hal kalau waktu
masih kecil mamamu paling sayang dengan bararg
mainannya yaitu seekor . . "
Ceng-te tak melanjutkan kata. Rupanya ia memang
sengaja hendak memberi kesempatan kepada
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Beng Cu untuk mengatakan barang itu. dengan demikian
904 kalau Beng Cu memang dapat menerangkan dengan
tepat tak ragu lagi dialah anak dari puteri Ceng-te
yang melarikan diri itu.
Rupanya ujian itu dapat di tanggapi Beng Cu yang
serentak melanjutkan "seekor mainan kucing terbuat
dari batu koral. Sepasang matanya terbuat dari mata
kucing aseli sehingga sepintas mainan kucing kucingan
itu menyerupai seekor kucing hidup, bukankah
begitu?" Jawaban itu diberikan Beng Cu dengan lancar
sekali. Mendengar itu seketika wajah Ceng-te
berubah. Beng Cu juga tegang sekali. ia seperti
gemetar. Melihat itu Pui Tiok segera menghampiri dan
Beng Cu lalu menerkam tangan pemuda itu
sekencang-kencangnya hingga Pui Tiok hampir
menjerit kesakitan.
Pui Tiok juga tegang. Dia menyadari bahwa detik2
itu merupakan detik yang menentukan nasibnya.
Sedang Coh Hen Hong merasa telinganya seperti
disambar petir. Pertanyaan pernah diajukan Ceng-te
kepadanya dan waktu itu dia hanya gelengkan kepala
tak tahu. Tetapi sekarang Beng Cu dapat menjawab
dengan lancar sekali Dan menilik sikap Ceng-te, jelas
memberi kesan bahwa jawaban Beng Cu itu memang
tepat. Saat itu Coh Hen Hong seperti semut diatas kuali
panas. Dia bukannya tak ingin melarikan diri tetapi dia
takut sekali sehingga dia lupa untuk
melaksanakan rencananya melarikan diri itu,
905 Apabila Ceng-te saat itu percaya penuh akan
keterangan Beng Cu dan terus menindak Coh Hen
Hong tentu selanjutnya tak ada cerita lagi. Tetapi
rupanya Ceng-te tak begitu mudah terus menelan saja
keterangan Beng Cu. Dia masih hendak menguji lagi
kedua nona itu untuk menentukan siapa
sesungguhnya cucu perempuannya yang aseli
Ceng-te melangkah maju ke muka Beng Cu dan
bertanya pula. "Waktu ... dia pergi dari istana ini. Dia
tidak membawa mainan kucing-koral itu. Dia paling
sayang dengan mainan itu. Waktu pergi tanpa
membawa benda itu, aku akan merawat mainan itu
sebagai kenangan apabila aku rindu kepadanya. Tetapi
. . . tetapi . . . benda itu tak dapat kutemukan
..."Suara Ceng-te menjadi sember.
Beng Cu dengan tenang menjawab, "Kutahu. Mama
memang pernah mengatakan hal itu kepadaku. Waktu
dia pergi, dia sengaja menyembunyikan mainan itu."
Ceng-te menghela napas dalam2, Dia . . . dia
menyembunyikan mainan itu dimana" Apakah engkau
tahu?" "Tahu." jawab Beng Cu.
"Dimana?"
"Dibawah kolong termpat tidurnya."
Tiba-tiba Coh Hen Hong tertawa meringkik, "Bohong
Mama bilang kalau mainan itu disembunyikan di dalam
tiang besar!"
906 Ceng-te terkejut dan berpaling, "Bagaimana engkau
tahu?" "Bagaimana aku tahu?" ulang Coh Hen Hong
dengan nada mengejek, "sudah tentu beliau yang
bilang. Tak percaya?"
Pui Tiok terkejut. Tetapi cepat dia dapat menduga
apa yang telah terjadi. Kemungkinan secara kebetulan
Coh Hen Hong telah dapat menemukan mainan itu lalu
disembunyikan dalam tiang kalau tidak begitu
bagaimana mungkin Coh Hen Hong begitu yakin
berani mengatakannya
"Ceng te," dengan memberanikan diri Pui Tiok
berkata, "soal mainan itu. memang sukar dibuktikan
tempat persembunyiannya. Misalnya, memang
puteri anda telah menanamnya dibawah kolong tempat
tidurnya. Siapa tahu . . . eh, siapakah yang tidur di
kamar itu?"
"Aku", seru Coh Hen Hong menantang. "apakah
seorang anak tak berhak tidur di Kamar yang bekas
dipakai mamanya?"
Pui Tiok tak dapat membantah. Tetapi Beng Cu
yang membela, "Jelas mama mengatakan hal itu
kepadaku. Kalau sekarang benda itu tak berada
di sana, tentulah sudah diambil dan dipindah-kan orang
ke lain tempat."
"Engkong, apakah engkau percaya dengan
jawabannya yang ngawur itu?" seru Coh Hen Hong
907 Ceng-te diam. Hampir dia menaruh kepercayaan
peauh atas keterangan Beng Cu tadi. Tetapi mengapa
dalam hal tempat persembunyian mainan kucing koral
Coh Hen Hong lebih tahu"
Andaikata Ceng-te mau menganalisa kata-kata Pui
Tiok maupun Beng Cu tentang kemungkinan
diambilnya mainan itu dan dipindahkan kelain tempat
oleh dia seharusnya menaruh kecurigaan terhadap
Coh Hen Hong. Namun entah bagaimana, kembalinya Coh Hen
Hong yang mengaku sebagai cucunya, telah banyak
mengobati rasa rindu dan kesepian Ceng-te terhadap
puterinya yang melarikan diri itu. Dan ia telah
berkumpul selama bertahun-tahun maka rasa kasih
Ceng-tepun telah tumbuh kepada Coh Hen Hong.
Walaupun Beng Cu telah memberi jawaban yang
mengejutlan hatinya, tetapi Ceng-te tak dapat
secepat itu menghapus segala kepercayaannya
terhadap Coh Hen Hong.
Setelah merenung beberapa saat barulah dia
mendapat piklran dan bahkan untuk menguji lagi
kepada kedua gadis itu.
"Engkau," katanya kepada Coh Han Hong, tentu nya
masih ingat kalau dibawah dagu mamamu tumbuh
sebuah tahi lalat merah. Coba engkau katakan,
bagaimana bentuk tahi lalat merah itu"
"Entah," sahut Coh Hen Hong dengan ewah, "aku
kan yang palsu, sudah tentu tak dapat mengatakan.
Perlu apa engkau tanya kepadaku?"
908 Ceng-le pelahan-lahan beralih memandang Beng
Cu. Melihat itu Beng Cupun serentak menjawab,
"Seperti seekor tupai, punya ekor. Waktu kecil, mama
sering mengangkat muka dan menakuti aku tupai kecil
datang, tupai kecil akan loncat menggigitmu kalau
engkau tidak lekas tidur. .
Mendengar keterangan itu Ceng-te menyurut
selangkah dan memegang dinding agar tubuhnya yang
terhuyung tak sampai rubuh.
Seorang yang berilmu tinggi seperti Ceng-te tak
mudah menderita getaran yang begitu hebat Kalau toh
dia begitu, jelas menunjukkan bahwa dia sedang
menderita goncangan batin yang hebat sekali.
Dia mengigau seorang diri, "O, begitu. Dia
mengatakan begitu. Dia sering bilang, yah, kalau
engkau tak mau menurut aku, akan kusuruh tupai
kecil loncat menggigitmu!"
Pui Tiok menghela napas, "Cianpwe, sekarang
segala apa telah Jelas. Dan aku masih hendak
memberi tahu kepadamu. Coh Hen Hong berhati buas.
Dia membawa racun yang paling ganas. Maksudnya
akan meracuni engkau. Karena hanya setelah engkau
meninggal barulah dia dapat bersimaharajalela tak
ada yang ditakuti lagi Kalau, sampai sekarang belum
melaksanakan adalah karena
belum mendapat kesempatan."
Mendengar itu Ceng-te gelap wajahnya. Sekali
bergerak dia menyambar lengan Coh Hen Hong dan
ditarik kedekatnya.
909 Tetapi saat itu Coh Hen Hong sudah siap. Maka ia
tenang-tenang saja. Pikirnya, asal dapat melalui saatsaat
yang berbahaya kali itu, dia tentu dapat
mengatasi segalanya.
Setelah mempunyai keputusan itu maka sikap nya
tenang-tenang dan berani menatap muka Ceng-te.
"Engkau, aku tak percaya kalau engkau akan
meracuni aku!" kata Ceng-te dengan pelahan.
Mendengar itu diam-diam Coh Hen Hong sudah
memperhitungkan bahwa kedudukannya di istana
Ceng-te-kiong sekarang sudah cukup kuat. Bukankah
Ceng-te mengatakan kalau tak percaya dia (Coh Hen
Hong) akan meracuninya" Dengan begitu menandakan
kalau Ceng-te tidak seluruhnya percaya pada
omongan Pui Tiok.
Coh Hen Hong miringkan kepala, berkata, "Engkau
percaya boleh, tidakpun boleh. Toh aku sudah tak ada
hubungan apa-apa dengan engkau. Sekarang
sekalipun menggunakan tambah beberapa orang lagi
untuk menahanku, akupun tak mungkin dapat di
tahan. Hm, tak kira kalau seorang yang tak berguna
begitu, dapat memiliki ilmu kepandaian yang sakti!"
Wajah Ceng-te berobah, "Engkau mengatakan
siapa?" "Engkau," kata Coh Hen Hong dengan berani,
"setelah mendengar omongan orang lantas hendak
membuang cucu perempuannya sendiri. Orang
semacam itu apa gunanya?"
910 Kalau Coh Hen Hong mengunjuk rasa takut,
mungkin Ceng-te akan bertindak lain. Tetapi setelah
dia mengeluarkan kata-kata yang keras, entah
bagaimana Ceng-te malah lulus hatinya.
"Apakah aku mengatakan kalau tidak menghendaki
engkau?" katanya.
"Kalau begitu perlu apa engkau membiarban kedua
orang itu berada disini?" seru Coh Hen Hong dengan
nyaring. Ceng-te lepaskan cekalannya dan Coh Hen Hong
pun mundur selangkah. Ceng-te tegak termangu.
Menilik dahinya mengerut, dia tentu tengah
memikirkan sesuatu.
Pui Tiok, Beng Cu dan Coh Hen Hong masingmasing
tegang sekali hatinya. Karena mereka
menyadari bahwa nasib mereka tergantung hasil
pemikiran Ceng-te itu.
Hampir setengah jam lamanya Ceng-te tegak
memandang tiang ruangan. Bagi ketiga anakmuda itu,
setengah jam dirasakan seperti satu hari lamanya.
Beberapa waktu kemudian baru tampak Ceng-te
mengangkat muka dan memandang Pui Tiok dan Beng
Cu. "Kalian berdua," katanya pelahan-lahan, "tentu
mendengar sedikit tentang mamanya dari orang Entah
siapa dan di mana. Oleh karena itu kalian datang
kemari untuk mencari keuntungan!"
911 Waktu mengucap 'mamanya'. tangan Ceng-te
mengelus kepala Coh Hen Hong.
Pui Tiok dan Beng Cu seperti mendengar halilintar
berbunyi di siang bolong. Benar-benar mereka tak
pernah mengira bahwa situasi yang sudah begitu
menguntungkan mereka, dalam sekejab saja sudah
terbalik sembilan puluh derajat.
Pui Tiok dan Beng Cu pucat dan tak tahu apa yang
harus mereka katakan.
"Tetapi aku takkan menghukum kalian," kata Cengte
lebih lanjut, "kalian boleh lekas-lekas tinggalkan
istana ini dan jangan datang kemari lagi. Jangan harap
kalau kalian akan memperoleh keuntungan!"
Habis berkata Ceng-te terus bertepuk tangan. Dua
orang lelaki setengah tua segera muncul, memberi
hormat. Ceng-te menuding pada Pui Tiok dan Beng Cu,
katanya, "Antarkan kedua orang ini keluar dari Cengte-
kiong!" Kedua lelaki itu mengiakan. Begitu mengulurkan
tangan Pui Tiok dan Beng Cu merasa segulung
tenaga kuat melanda mereka sehingga kedua-nya terdorong
mundur sampai 7-8 langkah.
"Ceng te, engkau...," belum tempat Pui Tiok
menyelesaikan kata-katanya, gelombang tenaga-kuat
yang kedua melanda lagi sehingga kedua anakmuda
itu hampir tak dapat bernapas. Sudah tentu Pui Tiok
tak dapat bicara apa-apa lagi.
912 Kedua anakbuah Ceng-te itu hebat sekali kepandaiannya.
Mereka berturut-turut melancarkan
hamburan gelombang tenaga-dahsyat. Walaupun tidak
melukai tetapi cukup untuk mendorong Pui Tiok dan
Beng Cu sampai terhuyung mau jatuh. Pui Tiok dan
Beng Cu seperti dua ekor anjing yang dihalau keluar.
"Hanya, apa engkau masih marah?" cepat Ceng-te
berputar tubuh dan tertawa.
Peristiwa itu benar-benar dirasakan Coh Hen Hong
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebagai impian saja. Hampir dia tak percaya kalau dia
sadar dalam kenyataan. Setelah mendengar
pernyataan Ceng-te, baru dia seperti sadar dari impian
dan dengan gaya yang kemanja-manjaan dia
menggeliat, "Aku kan tak bisa memberi jawaban
semua pertanyaanmu. Apakah engkau masih
manganggap aku sebagai cucu perempuanmu?"
Ceng-te tertawa, "Sudah jangan macam-macam
saja. Sekarang ceritakanlah bagaimana
pengalamanmu selama pesiar keluar. Apa engkau
senang" Ilmu yang kuajarkan kepadamu dan namaku
apakah masih berguna?"
Coh Hen Hong kicupkan mata, "Memang berguna
sih berguna. Sayang aku ini hanya seorang
pemalsu saja." "Hm," dengus Ceng-te, "kalau engkau masih bilang
begitu, awas, kutampar mulutmu nanti !"
Girang Coh Hen Hong bukan kepalang. Mau tak mau
dia tertawa juga. Ceng-te pelan sekali menampar
kepala gadis itu, "Engkau boleh main-main., aku
hendak melanjutkan semedhiku. paling tidak makan
913 waktu tiga hari. Selama itu jangan ganggu aku,
mengerti?"
Mendengar itu Coh Hen Hong makin girang.
"Ya, aku kan bukan anak kecil," sahutnya.
Ceng-te tersenyum lalu pelahan-lahan melangkah
keluar. Setelah dia tak tampak. Coh Hen Hong masih
tegak termangu. Beberapa saat kemudian
baru meninggalkan tempat itu.
Mari kita ikuti Pui Tiok dan Beng Cu yang dihalau
oleh kedua jago istana Ceng-te-kiong. Setelah keluar
dari pintu gerbang, kedua jago itu berseru
dingin, "Kalian mau tinggalkan tempat ini sendiri atau perlu
kita harus turun tangan?"
Marah Pui Tiok bukan kepalang. Wajahnya pucat,
serunya, "Kami bisa pergi sendiri."
"Istana Ceng-te-kiong mempunyai peraturan," kata
kedua jago itu, "barang siapa datang ke istana ini,
sekeluarnya dari sini tak boleh menceritakan pada
orang. Harap anda memperhatikan hal ini!"
"Tahu!" seru Pui Tiok keras. Nadarya menyeramkan
sekali sehingga dia sendiri terkejut mengapa dia dapat
mengeluarkan suara begitu.
Dan setelah berteriak dia rasakan dadanya anyir.
Dia terkejut. Karena terlalu marah, darahnya meluap
dan dia tentu mau muntah darah. Dan Kalau sampai
begitu, Jelas dia tentu menderita luka-dalam yang
parah. Maka dia tak mau bicara lagi dan diam-diam
914 mengerahkan tenaga-murni untuk menekan darah
dalam dadanya. Saat itu wajahnya pucat lesi dan tubuhnya gemetar.
Telinganya seperti mendenging-denging mendengar
suara teriakan Beng-Cu.
Pada hal saat itu Beng Cu berada disampingnya.
Suara Beng Cu itu seperti bergema di kejauhan. Buruburu
dia hendak berpaling untuk melihat Beng Cu.
Tetapi dia merasa pandang matanya gelap.
Dia menyadari keadaan dirinya. Dia tak boleh
muntah darah. Dia harus bertahan. Tetapi dalam
beberapa hari ini, telah banyak dan besar guncangan
batin yang dideritanya.
Dan yang paling memberi hantaman keras pada
batinnya yalah ketika pada saat dia sudah yakin tentu
berhasil membuat Ceng-te mengaku Beng Cu sebagai
cucunya, tiba-tiba gagal total dan diusir keluar.
Setelah masuk dan keluar lagi dari istana Ceng-te,
resikonya lebih besar dari pada dia belum masuk ke
istana itu. Tetapi betapapun dia berusaha untuk menekan,
darah yang meluap ke kerongkongannya itu tetap
binal dan tak kuat lagi menahannya lebih lanjut,
huakkk . . . dia memuntahkan segumpal darah segar.
Sehabis muntah darah dia rasakan dunia ini
berputar-putar dan dia seperti diayun-ayun naik turun.
Selanjutnya dia tak tahu lagi apa yang terjadi.
915 Entah berapa lama, dia baru pelahan-lahan
mendapat kembali kesadarannya. Pertama, dia
mendengar suara isak tangis, tangis seorang wanita.
Dan kemudian dia mengetahui suara tangis itu suara
Beng Gu. Dia paksakan untuk membuka mata. Tetapi dia tak
dapat melihat suatu apa. Beberapa saat ke mudian
baru dia dapat melihat Beng Cu.
Beng Cu makin menangis gencar dan sedih Butjr2
air matanya berderai derai membasahi muka
Pui Tiok. Pui Tiok menghela napas dan berusaha untuk
membuka suara, "Engkau . . . mengapa menangis?"
Beng Cu tertawa, "Mengapa aku tak menangis"' Aku
. . aku . . begini rupa . . bagaimana tak menangis?"
Pui Tiok hendak mengelus kepala nona itu tetapi
tangannya tak bertenaga sama sekali.
Beng Cu menangis pula, "Kalau Ceng-te tak mau
mengakui aku, biarlah. Asal kita berdua tetap
bersama, aku tetap gembira."
Pui Tiok menghela napas panjang, "Beng Cu,
mengapa engkau setolol itu" Pikirlah, apakah Coh Hen
Hong mau melepaskan kita" Sekarang .... kita berada
di mana ini" Apakah sudah jauh dari
Ceng-te-kiong?"
"Rasanya tak berapa jauh," sahut Beng Cu, "setelah
engkau pingsan kupondongmu terus melanjutkan
perjalanan. Kemudian . . . kurasakan kedua kakiku
916 lemas lunglai dan jatuh. Hampir aku pingsan juga. Ya,
disini ini !"
Pui Tiok terkejut, "Hayo, hayo kita lanjutkan
berjalan lagi. Kalau tidak lekas pergi, Coh Hen Hong
tentu dapat mengejar kemari !"
Sambil berkata dia terus paksakan diri berbangkit.
Tetapi bukan saja dia tak mampu berdiri, bahkan
begitu bergerak dia terus muntah darah
lagi. "Beng Cu." dia berusaha untuk meronta. "papahlah
aku. Kita harus menyingkir agak jauh lagi. Kalau tidak.
. . . kita cari saja tempat persembunyian."
Air mata Beng Cu makin deras. Dia tak dapat
bicara lagi. Dia melakukan perintah Pui Tiok,
dipanggulnya tubuh pemuda itu dan terus lari.
Tetapi setengah li kemudian napasnya sudah
terengah-engah, "Pui toako. . . aku. . . aku tak dapat
berlari lagi."
Dia paksakan diri lari, beberapa meter untuk
mencari sandaran pada sebatang pohon.
"Beng Cu, engkau memiliki kepandaian yang
tinggi," kaa Pui Tiok, "jangan gugup, jangan takut.
Aku hanya menderita luka dalam. Nanti setelah
beristirahat beberapa hari tentu sembuh. Kita baru
berusaha untuk menyelamatkan diri. Setelah
beristirahat beberapa hari, aku tentu sembuh lagi.
Beng Cu, jangan cemas."
Memang dengan kepandaian yang dimilikinya,
sekalipun dengan memanggul orang, Beng Cu masih
917 dapat lari sampai tiga hari tiga malam. Mengapa
kakinya sampai lemas, adalah karena dia gugup
dan cemas. Maka Pui Tiok perlu mengingatkan.
Beng Cu tak menangis lagi. Setelah mengatur napas
beberapa saat dia berkata, "Ya, kutahu."
Suaranya sudah terang dan dia lalu melanjutkan
lari lagi. Jalanan di gunung berbahaya, ber keluk dan
berliku. Tak berapa lama tiba disebuah cekung gunung
yang menyerupai gua. Di dalam cekung itu terdapat
banyak sekali gua2.
"Beng Cu, rasanya tempat ini sesuai. Karena lukadalamku
terlalu parah, lebih baik sembunyi disini
dulu," kata Pui Tiok.
Sebenarnya Beng Cu seorang gadis yang cengeng
karena tak punya pendirian. Tetapi saat itu dia
berobah menjadi seorang yang memiliki pendirian.
Setelah memandang keempat penjuru, dia
menemukan sebuah gua yang mulutnya sempit.
Tiba di mulut gua, dia mendengar suara menderuderu,
menandakan kalau sebelah dalam gua ltu cukup
lebar. Bang Cu lalu membawa pemuda
itu masuk. Ternyata memang benar sebelah dalam cukup lebar.
Setelah menyusur maju, akhirnya makin lama makin
gelap. "Pui toako, kita beristirahat disini,", akhimya Beng
Cu berkata. Kemudian dia menyalakan korek.
Dia terkejut sekali ketika melihat sekeliling dinding
gua itu bergemerlapan. Benar-benar sebuah tempat
918 yang indah sekali. "Sungguh indah, Beng Cu berseru
memuji "Ya, bolehlah," kata pui Tiok, "tetapi waktu yang
kubutuhkan untuk beristirahat paling tidak tiga
bulan." Beng Cu kaget dan gugup. Dia ingin menangis
tetapi kuatir akan membuat Pui Tiok sedih, Maka dia
tahankan airmata.
"Pui toako," katanya, "taruh kata dalam tiga bulan
Ini lukamu sembuh, tetapi selama itu kita tentu....."
"Kemarilah Beng Cu, engkau kemari sini," Kata Pui
Tiok. Beng Cu menghampiri kedekat Pui Tiok. Keduanya
saling berjabat tangan erat2.
"Beng Cu," kata Pui Tiok, "selama tiga bulan ini
hanya menggantungkan engkau seorang untuk cari
makanan. Tetapi hati-hatilah, Coh Hen Hong tentu
masih mencari kita. Ah, aku sungguh tak berguna....."
Beng Cu cepat mendekap mulut sang kekasih,
"Sudahlah jangan berkata lagi. Aku rela menderita
susah payah. Kita baru saja tinggakan istana Ceng-tekiong,
tak mungkin Coh Hen Hong begitu
cepat akan mencari kita. Lebih baik aku keluar
untuk cari makanan untuk persediaan dua tiga hari ini."
"Baik sih baik, tetapi engkau harus hati-hati. Lekas
pulang jangan menyiksa pikiranku," kata Pui Tiok.
919 Beng Cu lalu meninggalkan gua itu. Kini Pui Tiok
seorang diri. Dia hendak bangun dan duduk untuk
mengambil pernapasan tetapi dadanya masih terasa
anyir. mau muntah darah. Dia lalu berusaha
untuk menjalankan pernapasan.
Memang luka dalam yang di deritanya cukup parah.
Sekujur tubuhnya seperti ditusuki jarum. Tetapi
setelah dua tiga kali melakukan peredaran darah, rasa
sakit itu mulai berkurang. Dadanya juga mulai
longgar. Entah berjalan berapa lama. Setelah kesadaran
pikirannya mulai terang, tiba-tiba Pui Tiok teringat
akan Beng Cu. Ya, nona itu sudah lama pergi
mengapa belum kembali lagi.
Karena gelisah, napasnya terengah-engah lagi
dan darah mulai keras. Ah, celaka. Dia menyadari kalau
tak boleh terlalu gelisah agar luka dalamnya jangan
sampai kambuh lagi.
Tetapi bagaimanapun dia tak dapat melepaskan
pikirannya kepada Beng Cu, Dia paksakan diri
untuk berdiri. Waktu berjalan beberapa langkah, dia
terhuyung huyung. Dia memegang dinding tembok
dan pelahan-lahan melangkah ke pintu. Tetapi
sampai di pintu tetap dia tak melihat Beng Cu Dan
ketika melihat hari sudah hampir petang dia terkejut
dan hampir rubuh.
Dengan begitu sudah hampir sehari Beng Cu pergi.
Mengapa tak kunjung pulang" Bluk, akhirnya Pui Tiok
lemas dan jatuh di mulut gua. Saat itu dia tak dapat
berdiri lagi. Dia terpaksa menggeletak tak berdava
apa-apa. 920 Ketika beberapa saat lagi mengangkat muka,
ternyata hari sudah gelap. Ketika dia memandang
kemuka, tampak dari kejauhan tiga titik sinar obor
tengah berjalan mendatangi. Dalam pikirannya yang
setengah sadar itu dia kira kalau yang datang itu
adalah ketiga ekor gin-wan. Tetapi pada
lain saat dia teringat kalau ketiga binatang itu sudah mati.
Pui Tiok mengempos semangat dan terus
menggelinding diri ke luar. Tetapi karena tenaga-nya
masih lemas, dia tak dapat menggelinding jauh,
melainkan hanya sampai ke dalam gerumbul rumput
saja.
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia terkejut dan berusaha hendak bangun tetapi tak
mampu lagi, Dan ketiga titik sinar itu makin lama
makin dekat bahkan dia sudah mendengar suara
langkah mereka. Dia buru-buru mendekam tak berani
bergerak. Karena kalau dia bergerak tentu akan
ketahuan. Tak berapa lama dia melihat tiga lelaki, masingmasing
membawa obor muncul. Pui Tiok segera
mendapat kesan kalau ketiga orang itu tentu tokoh
persilatan. "Cekung gunung ini pelik sekali, kemungkinan
sepasang muda mudi itu tentu berada didalam nya,"
salah seorang berkata.
Kawannya mengiakan dan mengajak untuk
menyelidiki. Diam-diam Pui Tiok beryukur. Kalau tadi
ia tidak nekad menggelinding keluar, tentulah akan
tertangkap. 921 Menilik pambicaraan mereka, rupanya mereka
belum menemukan Beng Cu. Diam-diam Pui Tiok
longgar perasaannya.
tak berapa lama ketiga orang itu ke luar. Tanpa
berkata apa-apa, mereka terus lari. Beberapa tombak
jauhnya, baru salah seorang berkata, "Kalau
disini tak ada, kedua muda mudi itu tentu lari
ke sana !' "Ya, tampaknya memang begitu," sahut kawannya,
tetapi apakah sudah pasti" Yang pasti, lebih baik kita
melapor saja kalau tak dapat menemukan. Cujin
(majikan) pernah bilang lentang tempat itu tetapi tak
boleh dikatakan kepada kong-cu!"
"Sudahlah, jangan ribut saja". kata kawannya yang
satu lagi. "kita lekas mencari mereka agar nanti kita
dapat memberi laporan kalau sudah
berusaha mencari kemana-mana."
Pada lain saat ketiga anakbuah Ceng-te-kiong
itu sudah jauh sehingga tak terdengar lagi apa yang
mereka bicarakan.
Mendengar percakapan mereka, Pui Tiok heran
sekali. Dia pernah mendengar kata orang bahwa
di gunung Tay-hong-san terdapat sebuah puncak yang
berhadapan dengan Ceng-te-kiong. Tempat itulah
yang disebut 'sebelah sana' oleh ketiga anakbuah
Ceng-te-kiong tadi.
Timbul kesimpulan dalam hati Pui Tiok. Apabila dia
dan Beng Cu dapat mencapai 'disana'. tentulah
anakbuah Ceng-te-kiong tak dapat ber-buat apa-apa
terhadap dirinya.
922 Tetapi apakah sesungguhnya tempat yang disebut
'disana' itu " Mengapa Ceng-te memberi perintah
kepada orang nya agar tempat itu dirahasiakan dan
tak boleh dikatakan kepada Coh Hen Hong "
Pui Tiok makin tertarik. Hal itu benar-benar sukar
dimengerti dan selama ini tak pernah dia mendengar
tokoh persilatan menceritakan tentang hal itu.
Saat itu Pui Tiok bimbang. Bahkan dia
menyangsikan apakah luka-dalam yang dideritanya itu
benar-benar parah. Apakah pembicaraan yang
didengarnya itu hanya suatu lamunan belaka " Tetapi
kalau lamunan mengapa begitu jelas "
Juga dia dapat menarik kesimpulan bahwa tidak
kembalinya Beng Cu itu bukan karena ditangkap
anakbuah Ceng-te-kiong. Bukan mustahil kalau Beng
Cu telah menuju ketempat 'disana' itu.
Namun Pui Tiok tidak berhenti sampai disitu saja.
Dia bertanya kepada dirinya sendiri. Mengapa Beng Cu
tidak kembali " Apakah Beng Cu hanya memikirkan
keselamatan dirinya sendiri " ah, tidak, tidak mungkin.
Beng Cu bukan orang semacam itu. Lalu bagaimana "
Namun sampai beberapa saat tetap Pui Tiok tak
dapat menarik kesimpulan. Namun dari kedatangan
ketiga anakbuah Ceng-te-kiong tadi, dia menyadari
bahwa gua itu bukan suatu tempat persembunyian
yang aman. Setiap anakbuah Ceng-te-kiong yang datang tentu
hanya memperhatikan dan menyelidiki gua dan tidak
menaruh kecurigaan pada gerumbul rumput disitu.
Maka diapun tak mau kembali ke gua lagi. Dia
923 beringsut mundur untuk masuk ke bagian tengah dari
gerumbul rumput itu.
Diapun sudah menarik kesimpulan, Beng Cu
selamat tak kurang suatu. Hanya karena satu dan lain
sebab maka Beng Cu tak memberi tahu kepadanya.
Lebih baik dia beristirahat menyembuhkan lukanya.
Setelah sembuh dia dapat menyusul ke tempat
'disana'. Setelah menetapkan keputusan, hatinyapun tenang.
Dia lalu duduk bersila melakukan pernapasan,
menyalurkan tenaga-murni. Selanjutnya beberapa
hari kemudian, Pui Tiok melewatkannya seperti seekor
ular. Kalau tidak sembunyi di tengah gerumbul
rumput, tentu dia mencari tempat persembunyian
yang gelap. Dia tak mau menyulut korek dan hanya
makan buah2an yang terdapat disitu Demikianlah hal
itu berlangsung selama 10 hari. Sekarang dia sudah
dapat berdiri dan berjalan. Dia berkeliaran berpindahpindah
tempat persembunyian.
Memang selama itu dia pernah memergoki
anakbuah Ceng-te-kiong yang mencarinya. Dari
pembicaraan mereka dia tahu kalau Coh Hen Hong
tetap memerintahkan supaya pencarian terus Dengan
begitu Beng Cu belum tertangkap mereka.
Dalam pembicaraan hampir setiap anakbuah Cengte-
kiong memastikan bahwa Pui Tiok dan Beng Cu
tentu lari ke tempat 'disana'. Setiap kali mendengar
pembicaraan itu, hampir saja Pui Tiok akan menerobos
keluar dari tempat persembunyiannya untuk bertanya
kepada mereka, apakah yang disebut tempat 'disana'
itu. 924 Namun dia menyadari tindakan itu hanya seperti
anjing cari gebuk saja. Lebih baik dia nanti berusaha
mencari sendiri. Tetapi gunung Tay-hong san itu
luasnya ratusan li, penuh dengan puncak, hutan lebat
dan gua. Lalu bagaimana dia hendak mencari "
Pada hari itu Pui Tiok berbaring di balik se gunduk
batu besar. Dia melihat dua orang bertubuh pendek,
sambil bercakap cakap sambil berjalan
mendatangi. Sudah beberapa kali Pui Tiok memergoki orang
tetapi entah bagaimana saat itu tiba-tiba saja timbul
keinginannya untuk bertanya.
"Kurasa," kata salah seorang, "kalau terus menerus
melakukan pencarian begini, tentu takkan berhasil.
Lebih baik kita coba-coba kesana saja. Kalau kedua
muda mudi itu memang benar berada 'disana' lebih
baik kita laporkan pada kongcu. Dengan begitu kita
tiap hari tak dimaki-maki saja,"
"Apa engkau berani ke 'sana' ?" seru kawannya.
"Kurasa tak apa," sahut orang tadi, "Ceng-te
melarang kita pergi ke 'sana' karena Ceng-te
bermusuhan dengan orang 'disana'. Kita toh hanya
anakbuah Ceng-te-kiong, kurasa orang itu juga takan
turun tangan terhadap kita."
Rupanya kawannya terpengaruh, "Ya, engkau
benar. Mari kita ke 'sana'."
Kedua lelaki pendek itu terus menuju kesana
925 Saat itu Pui Tiok tegang sekali. Kini dia sudah
makin mendapat pengetahuan bahwa orang 'disana'
itu musuh bebuyutan Ceng-te.
Kalau seorang tokoh sakti seperti Ceng-te, masih
ada yang dapat menjadi musuhnya. tentulah orang itu
luar biasa hebatnya. Dan lagi kalau orang itu tinggal di
gunung Tay-hong-san, Ceng-te tak dapat berbuat apaapa.
jelas orang itu tentu seimbang kepandaiannya
dengan Ceng te.
Sekarang kedua orang itu hendak menuju kesana.
Mengapa dia tak menggunakan kesempatan sebaik itu
untuk menguntit mereka " Bukankah dengan begitu
mudah sekali dia dapat mengetahui tempat itu "
Pui Tiok sudah mendapat kesan bahwa sekalipun
kedua orang itu bertubuh pendek tetapi kepandaian
mereka tinggi sekali. Sedang dia belum sembuh betul
dari lukanya. Untuk mengikuti mereka secara diamdiam
dan tidak diketahui. memang tak mungkin.
Tetapi kalau dia tak berani, mana ada kesempatan
sebagus itu lagi "
Dengan hati-hati Pui Tiok segera bergerak. Begitu
kedua orang pendek itu sudah melangkah dua tombak
jauhnya, barulah dia mulai mengikuti. Mereka
berjalan lurus dan tak berapa lama tiba dimulut
sebuah lembah yang sempit tetapi panjang.
Panjang jalanan lembah itu mencapai satu li tetapi
sempit sekali, hanya lebih kurang setengah meter
lebarnya. Kedua dinding lembah. curam dan naik
turun sehingga keadaannya gelap sekali. Hanya
pada ujung lembah, tampak seberkas sinar.
926 Waktu kedua orang pendek itu tiba dimulut lembah,
diam-diam Pai Tiok mengeluh. Kalau harus menyusur
lembah sempit dan panjang itu baru dapat
mencapai tempat disana terang sukar bagi nya untuk
mengikuti. Pui Tiok bersembunyi dibalik sebatang pohon sambil
mengepalkan kedua tangannya. Pada saat kedua
orang pendek itu hendak memasuki mulut lembah,
salah seorang tiba-tiba berseru, "Lihatlah !"
Kawannya juga terbeliak, demikian Pui Tiok.
Menurut arah yang ditunjuk orang pendek tadi, pada
batu karang disebelah kiri, tergantung sebuah
kimpay (lencana emas) yang berkilau-kilauan cahayanya.
Pui Tiok hanya melihat begitu menyaksikan kimpay,
kedua orang pendek itu lerus mundur ke
belakang tiga langkah. Wajahnya kaget sekali.
"Lekas lari," setelah keluar dari mulut lembah
kedua orang pendek serempak berseru. Dan mereka
berputar tubuh terus lari. Dalam beberapa kejab saja
sudah tak tampak bayangannya.
Pui Tiok heran. Mengapa mereka lari" Apakah
kimpay itu mempunyai pengaruh besar sehingga kedua
jago sakti dari Ceng-te-kiong terbirit-birit melarikan
diri " Sampai beberapa waktu Pui Tiok tak melihat kedua
orang pendek itu muncul kembali. Pui Tiok itu
menghampiri kemulut gua dan memandang ke muka.
Dilihatnya pada kim-pay itu terdapat empat huruf.
Setelah berada di mulut lembah, dia dapat membaca
927 jelas keempat huruf itu berbunyi 'Barang siapa berani
gegabah masuk tentu mati'.
Pui Tiok menghela napas Dia hampir memastikan
bahwa lembah itu akan mencapai apa yang di kata
'tempat disana' oleh kedua lelaki pendek tadi.
Tokoh sakti yang diam di 'sana', tentu seorang
tokoh yang sakti. Oleh karenanya kedua anakbuah
Ceng-te-kiong tadi lari pontang panting waktu melihat
kim-pay. Keempat tulisan pada kim-pay itu jelas memberi
peringatan supaya orang jangan sembarangan masuk.
Kalau nekad pasti akan mati.
Setelah beberapa saat menimbang akhirnya Pui
Tiok tiba pada suatu keputusan. Kalau mati toh sama
saja tentu mati di tangan Coh Hen Hong Dan lagi Beng
Cu kemungkinan tentu sudah berada
di 'sana'. Kalau
dia nekad masuk asal dapat bertemu Beng Cu,
sekalipun hanya satu kali, tetapi
dia sudah merasa
bahagia sekali.
Dia lalu ayunkan langkah. Baru melangkah masuk,
dia menggigil Setiup angin dingin yang seram
melandanya. Dia makin menggigil.
Setelah menenangkan diri, dia berada di luar
lembah tetapi malah merasa tak takut. Dia busungkan
dada dan melangkah masuk dengan langkah lebar.
Mulut lembah itu sempit dan memanjang jauh
ke dalam. Tiba di tengah perjalanan, Pui Tiok makin
terasa akan hawa seram yang menyerang tubuhnya.
928 Cuacanya gelap sebingga hampir tak tardapat
matahari. Jika tidak bertekat untuk mencari Beng Cu, tentu
Pui Tok akan balik dan meninggalkan tempat
yang penuh misteri yang seram itu. Tetapi Pui Tiok tidak
takut. Dia hanya berjalan pelahan lahan saja.
Lebih kurang satu li menyusup ke dalam, lembah
makin lebar dan tak berapa jauh dari mulut lembah
disebelah dalam, terdapat penerangan. Makin
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dekat makin dapat melihat keadaan diluar mulut
lembah itu. Ternyata setelah selesai menyusur habis lembah
sempit itu, terdapat sebuah lembah yang lebih besar.
Separoh dari lembah itu merupakan sebuah telaga
yang airnya jernih kebiru-biruan. Airnya tenang sekali,
tiada gelombang sama sekali sehingga
sepintas menyerupai sebuah danau zamrud yang indah tak
terperikan. Sekeluar dari lembah sempit itu, barulah pui Tiok
dapat melihat jelas seluruh lembah besar. Kecuali
danau indah itu, lain2nya merupakan karang curam
dan batu2 kerucut yang aneh. Rupanya selain dari
lembah sempit tadi tak ada lain jalan keluar dan
masuk ke lembah besar itu.
Suasana dalam lembah itu sunyi senyap. Tak
kelihatan seorang manusiapun juga. Juga tak ada
sebuah pondok atau rumah.
Pula setelah menghampiri maju ke tengah lembah,
tetap keadaan sunyi sekali sehingga suara kakinya
sendiri yang terdengar.
929 Memandang ke telaga, dilihatnya seekor ikan
melenting ke permukaan air, menimbulkan gemercik
kecil. Pui Tiok tak tahan. Sunyi senyap merupakan siksa
juga. Dia memungut sebutir kerikil lalu dilontarkan
kepermukaan telaga, plung. . . . Suaranya
menimbulkan gema yang berkumandang memenuhi
lembah. "Apakah disini tak ada orang ?" setelah gema
lontaran batu itu sirap, baru Pui Tiok berseru. Dia
hanya berseru beberapa patah tetapi lembah
Itu segera tercekam gema suara yang gemuruh
kumandangnya, Jika di lembah itu memang dihuni
orang, orang itu tentu akan mendengarnya.
Pui Tiok mengulangi lagi seruannya. Tetapi baru dia
hendak membuka mulut, tiba-tiba di depan terdengar
sebuah suara kering kerontang menegur-nya, "Sudah
tentu ada orangnya. Engkau kan tidak
buta, bukan?"
Pui Tiok terbeliak. Dari mana orang itu" Bukankah
lembah itu sunyi dan kosong melompong" Ketika
mengangkat muka dan memandang ke muka
dia makin kaget lagi. Karena disebelah muka tak ada
orang. Yang ada hanya berpuluh ribu batu2 yang aneh
bentuknya. Pui Tiok menduga orang itu tentu berada
di belakang deretan gunduk batu aneh itu.
Dia tertawa pahit, "Aku kemari untuk mencari
seseorang. Harap anda. . . . jangan salah faham,"
serunya. 930 "Siapa yang engkau cari?" kembali suara itu
melengking. Sesaat suara itu menyusup ke telinga Pui Tiok,
dia menggigil dan sepasang kakinya terasa lunglai hampir
tak kuat berdiri.
Yang membuat hati Pui Tiok tergetar keras, bukan
karena kata-kata orang itu atau nadanya yang
mendenging di telinga. Melainkan dia tahu jelas bahwa
suara itu bukan berasal dari belakang batu aneh,
tetapi dari segunduk batu aneh yang tak aneh
disebelah depan.
Bahwa batu aneh dapat mengeluarkan suara, itulah
yang membuatnya terkejut sekali.
Setelah menenangkan perasaannya dan
memperhatikan dengan seksama barulah dia tahu
bahwa gunduk batu aneh yang disebelah muka itu
bukan batu tetapi seorang manusia.
Orang itu duduk bersila di tanah. Bajunya berwarna
kelabu mirip dengan warna batu. Seri wajah dan
rambutnya juga kelabu seperti warna batu. Dia duduk
seperti patung. Oleh karena itu kalau tak bersuara
tentu dikira sebuah, sebuah batu
diantara gunduk2
batu disitu. Pui Tiok menghela napas longgar, serunya, "Apakah
anda ini... pemilik lembah ini?"
"Aku bertanya kepadamu hendak mencari siapa?"
orang itu balas bertanya.
931 Pui Tiok tertegun. Menilik nadanya yang begitu
dingin, tentulah orang itu berhati dingin dan tak suka
didekati orang. Tetapi baru dia berpikir begitu, tibatiba
dia menertawakan dirinya sendiri.
Bukankah dia sudah membekal tekad berani mati
waktu hendak mencari lembah itu" Mengapa dia harus
kicup nyalinya hanya karena mendengar nada orang
yang begitu dingin saja"
"Aku hendak mencari seorang nona she Kwan,"
sahutnya. Wajah orang itu membeku seperti batu dan berkata
dengan dingin, "Apa hubunganmu dengan nona
Kwan?" Pui Tiok terkesiap, sahutnya, "Dia adalah isteriku."
Mendengar itu tetap saja orang itu membatu
Suaranya, "Isterimu" Kalau begitu engkau ini baru
saja melarikan diri dari Ceng-te-kiong?"
Girang Pui Tiok bukan Kepalang, "Benar. Aku
memang baru saja melarikan diri dari sana,"
Dia menduga mengapa orang itu tahu kalau dia
baru sa|a lolos dari Ceng-te-kiong, tentulah Beng Cu
yang memberi tahu. Dengan begitu dia makin yakin
Beng Cu tentu berada di lembah situ.
Tetapi kegirangan Pui Tiok itu telah dilanda dengan
suara dingin sekali dari orang itu.
932 "Selama Ceng-te-kiong tak ada hubungan dengan
Si-koh (Lembah Maut). Apakah sekarang Ceng-te
hendak melanggar perjanjian?" serunya.
Kembali Pui Tiok tertegun. Dia tak tahu bagaimana
harus menjawab. Dia tak tahu apa yang dimaksud
orang itu kecuali keterangannya bahwa lembah iiu
disebut lembah maut.
Tetapi sebagai seorang yang cerdik, Pui Tiok dapat
menduga bahwa pemilik Lembah maut itu bermusuhan
dengan Ceng-te-kiong. Suatu hal yang menambah
kegembiraannya.
"Harap anda jangan salah faham," katanya,
"meskipun aku baru lolos dari Ceng-te-kiong tetapi
aku bukan anakbuah Ceng-te-kiong. Aku diusir oleh
Ceng-te kiong."
Biji mata orang itu berkeliaran sejenak lalu tertawa
dingin, "Aku paling benci kepada orang yang tak mau
bicara terus tetang. Apakah omonganmu itu sungguhsungguh"
Atau hendak menipu?"
"Aku mengatakan secara jujur, bukan omong
kosong," sahut Pui Tiok.
Orang itu tertawa mengekeh, "Kuanggap engkau itu
bernyali besar!" tiba-tiba dia mengangkat tangannya.
Waktu lengan bajunya terangkat keatas, segulung
angin yang dingin sekali melanda Pui Tiok sehingga
pemuda itu menggigil dan tubuhnya lantas mengerut.
Orang itu menurunkan lengan bajunya ke bahu Pui
Tiok. Seketika Pui Tiok rasakan bahunya seperti
933 dibenam sumber air yang dingin seperti es. Karena
dinginnya gigi pui Tiok sampai bergemerutukan.
"Apakah engkau tidak bohong?" kembali orang itu
bertanya. Sambil berkutetan untuk menahan kedinginan, Pui
Tiok menyahut, "Setiap.... patah. .. kata-kataku. . . .
memang sesungguhnya. . . ."
Orang itu tertawa aneh, "Nona Kwan yang hendak
engkau cari itu adalah cucu perempuan dari Ceng-te.
Dan engkau mengaku sebagai suaminya Tetapi
engkau berani mati mengatakan kalau tak ada
hubungan dengan Ceng-te-kiong."
Mendengar itu Pui Tiok terkejut gembira. Dia
gembira karena jelas Beng Cu masih selamat dan
Kisah Si Bangau Putih 12 Mayat Kesurupan Roh Karya Khu Lung Badai Di Laut Arafuru 2