Bila Pedang Berbunga Dendam 12
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong Bagian 12
berada di lembah itu. Tetapi dia terkejut karena
pertanyaan orang itu memang tajam dan sukar di
bantah. Memang dia dapat saja menceritakan semua
pengalaman yang dideritanya di Ceng-te-kiong. Tetapi
hal itu tentu memakan waktu lama. Dia sangsi apakah
dia masih mampu bercerita sampai selesai dalam
keadaan seperti saat itu.
Namun dia berusaha untuk mengerahkan tenaga
dan menjawab, "Harap. . .jangan. . . menekan
bahuku. . . . dulu. . . biar aku. . . bercerita....
Rupanya orang batu itu dapat mengerti. Dia
mengangkat lengan bajunya yang terletak di bahu Pui
Tiok. Pemuda itu dapat bernapas longgar dan berdiri
tegak. 934 "Mana nona Kwan" Apakah dia belum menceriiakan
tentang pengalamannya?" tanyanya.
Orang itu kelap-kelipkan biji matanya yang bagian
putihnya lebih besar dari bagian bitam.
"Dia banya mengatakan sepatah kata kalau dia itu
cucu perempuan Ceng-te. Setelah itu dia tak dapat
berkata-kata lagi," katanya.
Mendengar itu kembali Pui Tiok gemetar keras
karena terkejut, "Apa artinya. . .dia tak dapat
melanjutkan kata-katanya itu?"
"Apa artinya," kata orang batu itu, "tak lain supaya
engkaulah yang bercerita semuanyal"
"Apakah dia telah engkau bunuh?" teriak Pui Tiok
dengan keras. Namun orang batu itu hanya picingkan mata dan
menyuruh, "Sudah, jangan bicara yang tak berguna."
Mendengar itu timbullah sepercik harapan dalam
hati Pui Tiok. Tetapi pada lain saat dia membantah
dugaannya dan seketika bangkitlah kemarahannya.
Dengan menjerit histeris dia terus menyerbu dan
lepaskan empat buah hantaman.
Sebenarnya lukanya masih belum sembuh betul.
Hantamannya itu menggunakan tenaga yang
dipaksakan, duk, duk, duk, duk .... hantaman
mengenai tubuh orang itu tetapi Pui Tiok sendiri
terhuyung hampir jatuh.
935 Orang aneh itu menunduk memeriksa baju-nya lalu
tertawa kering, "Bagus ! Bagus ! Hayo hantam lagi
empat kali !"
Jika orang itu seperti orang minum arak yang minta
tambah, adalah Pui Tiok malah berkunang-kunang
matanya. Bumi yang dipijaknya seolah berputar-putar.
"Engkau . . engkau . . , " dia tak dapat melanjutkan
teriaknya karena terus rubuh dan mau muntah darah
lagi". Dia sadar kalau sampai muntah darah lagi tentu
lukanya akan kambuh oleh karena itu maka dia
berusaha untuk menekannya.
Wajahnya berobah coklat kemudian pucat lalu
ungu. Tiga kali perobahan warna muka itu
menandakan kalau urat-urat nadinya mulai putus dan
matilah dia pasti.
"Hm, mahluk tak berguna," damprat orang aneh itu.
Dia berbangkit lalu ayunkan kakinya, plok . . .
ditendangnya punggung Pui Tiok hingga pemuda itu
terlempar beberapa meter jauh nya.
Tendangan orang aneh itu tepat mengenai jalan
darah Jeng-tay-hiat di punggung Pui Tiok. Seketika
dari punggung mengalir hawa dingin yang terus
mengembang ke seluruh jalan darah dan urat nadi.
Pui Tiok merasa seperti dicemplungkan dalam es,
Suatu siksa yang cukup hebat.
Tetapi siksaan itu malah berguna bagi Pui Tiok.
Setelah beberapa saat dicekam hawa sedingin es. dia
dapat menguap tiga kali dan terasa sebuah arus hawa
936 segar mengembang dalam tubuhnya Setelah hawa
segar itu lenyap, dia dapat bernapas seperti biasa lagi.
Pui Tiok berputar tubuh memandang orang aneh
itu. Orang itu masih tetap tegak ditempatnya
"terima kasih atas pertolongan anda. Tetapi ....
tetapi mengapa engkau mencelakai nona Kwan ?"
katanya. "Engkau melihat setan barangkali", orang itu
tertegun. "Bukankah tadi engkau bilang, setelah bicara
beberapa patah kata, nona Kwan terus tak dapat
bicara lagi?" seru Pui Tiok.
Orang aneh itu mendesuh tawa, "Baru saja dia
mengatakan kalau cucu perempuan Ceng-te, segera
kutamparnya pingsan lalu kusaluri tenaga-dalam
untuk menembus jalandarahnya. Agar dalam tujuh
hari, tenaga-dalamnya dapat bertambah berlipat
ganda. Siapa bilang kalau aku mencelakainya!"
Pui Tiok terkejut gembira, "Katanya.. . kiranya
apakah engkau bukan koh-cu (pemilik lembah)
sendiri?" Wajah beku seperti batu dari orang itu tiba-tiba
merekah tawa gembira, "Apakah aku ini layak sebagai
koh-cu" Menurut engkau, apakah aku ini seperti kohcu?"
Pui Tiok terkesiap, Bermula dia tak tahu apa
maksud orang aneh itu. Tetapi otaknya yang cerdas
segera mengerti perasaan orang. Setiap manusia
937 tentu senang dipuji. Maka apa salahnya dia
menyanjung puji saja agar orang aneh itu senang.
"Sudah tentu layak sekali," serunya, "kesaktian
anda tak dibawah Ceng-te."
Mendengar dirinya dipuji, orang aneh itu tertawa
senang. "Tetapi engkau keliru," katanya, "aku bukan koh cu.
Uh, engkau ini memang boleh juga. Biarlah aku yang
menanggung supaya engkau tinggal disini beberapa
hari, setelah itu baru nanti berunding lagi."
"Apakah engkau. . . engkau tidak mau membawaku
kepada nona Kwan. . . . dan koh-cu?"
"Tentu saja akan kubawamu. Tetapi tidak
sekarang., Nanti tiga empat hari lagi."
"Mengapa harus begitu lama?"
Orang aneh itu deliki mata, "Perlu apa engkau
banyak tanya" Toh engkau sudah dapat tinggal
disini" Kalau lapar, dalam telaga itu terdapat jenis
ikan yang disebut ciok thau-hi ikan berkepala batu.
Sedapnya bukan buatan, lihatlah!"
Sekali melesat orang itu sudah tiba di tepi telaga.
Sekali dia tusukkan jari, air muncrat keatas.
Muncratan air itu berisi dua tiga ekor ikan yang masih
bergeleparan. Ikan itu ditangkapi dengan
lengan baju. Setelah mundur beberapa langkah
baru orang itu lepaskan lengan bajunya dan tiga ekor ikan
sebesar kepal tangan berhamburan ke tanah.
938 Pui Tiok heran melihat bentuk ikan itu. Seperti
katak, jelek sekali.
"O, kiranya dalam telaga ini ada ikannya Mengapa
permukaan airnya begitu tenang ?" serunya.
"Ikan itu bersifat diam tak suka bergerak.
Sepanjang tahun mendekam saja seperti batu maka
disebut ciok-than-hi."
Diam-diam Pui Tiok geli. Bukankah orang aneh itu
juga serupa dengan ikan batu yang diam saja seperti
batu " Tetapi dia tak berani tertawa karena kuatir orang itu
marah. Dia terus makan ikan itu. Ternyata memang
enak sekali. Sejak hari itu sampai beberapa hari, Pui Tiok berada
di samping orang itu untuk melakukan semedhi
menyalurkan pernapasan.
Saat itu dia sudah tahu kalau Beng Cu berada
dengan Koh-cu. Sekalipun belum pernah bertemu kohcu,
tetapi kalau sekarang tokoh seperti Ceng-te saja
jeri kepadanya, tentulah koh-cu bukan
tokoh sembarangan. Hati Pui Tiok makin tenang dan latihan
pernapasannyapun lancar. Ditambah orang aneh itu
juga mau memberi saluran tenaga-mumi ketubuh-nya
maka banyak sekali Put Tiok memperoleh manfaat
yang besar. Dalam 7-8 hari itu, luka dalamnya sudah
hampir sembuh sama sekali.
939 Seiring dengan sembuhnya luka, Pui Tiok makin
keras keinginannya untuk segera bertemu dengan
Beng Cu. Tetapi dia tak berani menanyakan kepada
orang aneh itu. Diam-diam dia hanya memperhatikan
keadaan dalam lembah Itu dan coba-coba menduga
kemana dia harus mencari Beng Cu dan koh-cu.
Namun sampai beberapa hari belum juga dia
berhasil menemukan apakah ada lain tempat yang
dapat menjadi tempat koh-cu menyembunyikan Beng
Cu. Dua hari kemudian, Pui Tiok benar-benar tak dapat
menaban keinginannya lagi, "Apakah koh-cu-jin dan
Beng Cu tidak tinggal dalam lembah ini?"
"Tentu saja tinggal di lembah ini, sahut orang aneh
itu dingin. "Kalau benar tinggal di lembah ini, mengapa.
. . aku tak dapat melihat tempat persembunyian
mereka?" "Perlu apa engkau hendak mencari mereka?" tegur
orang aneh dengan wajah menggelap.
"Ah. . . tak apa-apa," cepat Pui Tiok menyahut,
hanya saja dengan dia. . nona Kwan sudah lama
aku tak bertemu. Aku benar-benar terkenang dan ingin
bertemu." Hm," dengus orang aneh itu, "waktu engkau
datang, aku kan sudah bilang kalau koh-cu sedang
menggodok nona Kwan. Ilmu kepandaian nona Kwan
akan dihapus lalu diganti dengan ilmu kepandaian
baru. Saat itu koh-cu sedang sibuk sekali. Kalau tibaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
940 tiba engkau muncul, bukankah berarti engkau hendak
mencelakai mereka ?"
Memang Pui Tiok pernah mendengar tentang ilmu
menghapus tenaga lama diganti dengan tenaga baru.
Tetapi berkat pengalamannya yang luas maka dia
dapat menduga bahwa kelak setelah berhasil, Beng Cu
tentu akan menjadi manusia baru. Koh-cu tentu akan
menyalurkan seluruh tenaganya kepada Beng Cu.
Pui Tiok tenang kembali.
JILID 19 Beberapa hari kemudian pada tengah hari, setelah
Pui Tiok selesai bersemedhi, begitu berdiri dia segera
mendengar suara tawa dingin.
Pui Tiok tertegun dan cepat berpaling. Dilihatnya
orang itu tengah memandang ke arah lembah dan
berkata, "Ada orang yang hendak mengantar kematian
kemari. . . .!"
Pui Tiok tak mengerti. Dan Orang itu kembali
berkata, "Kubilang, ada orang yang datang ke lembah
ini. Tolol, apakah engkau tak mendengar
langkah suara orang itu?"
Pui Tiok tak mendengar apa-apa. Apalagi lembah itu
sepanjang satu li. Kalau dapat mendengar langkah
orang dari jarak sejauh itu, orang itu benar2
luar biasa saktinya.
Baru orang itu berkata begitu, tiba-tiba terdengar
seorang wanita berseru, "Siapakah yang tinggal dalam
941 lembah ini yang begitu berani memasang piagam
begini ?" Menyusul terdengar dering senjata beradu. jelas
piagam dari Lembah Maut itu telah dihancurkan orang.
Mendengar suara wanita itu tergetarlah tubuh Pui
Tiok. Sebaliknya orang aneh itu bergemerutukan
giginya menahan kemarahan lalu berpaling kepada Pui
Tiok. "Ih, apa engkau tak enak badan ?" tegurnya
"Itu . . . Coh Hen Hong," kata Pui Tiok.
"Siapa Coh Hen Hong itu ?" orang aneh deliki mata.
Pui Tiok tertawa pahit, "Dia memiliki ilmu
kepandaian yang sangat tinggi. Sejak kecil dia ikut
pada Ceng-te. Dia adalah musuh besarku !"
Orang aneh itu terkesiap, "Ah, selama ini belum
pernah dengar kalau Ceng-te punya murid
perempuan, "Soal itu panjang sekali ceritanya baru Pui Tiok
berkata begitu, terdengar suitan panjang
dari Coh Hen Hong berkumandang ke seluruh lembah.
Suara Coh Hen Hong itu seperti angin cepatnya.
Baru Pui Tiok hendaj mengajak orang aneh itu lekas
bersembunyi, sesosok tubuh melesat dan tahu-tahu
gadis itu sudah muncul.
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pui Tiok tak dapat berkutik lagi. Dia berdiri tegak
seperti patung.
942 ?"Ha, ha, ha," Coh Hen Hong tertawa mengakak
ketika melihat pemuda itu, "bagus, bagus ternyata
engkau bersembunyi disini!"
Belum sempat Pui Tiok menjawab, orang aneh itu
sudah mendahuluhi, "Di depan lembah telah
dipasang piagam 'Barangsiapa berani sembarangan masuk,
tentu mati'. Apakah engkau melihatnya"
Saat itu baru Coh Hen Hong tahu kalau di samping
Pui Tiok terdapat pula seseorang. Dia menatap orang
itu lalu tertawa dingin, "Sudah tentu melihatnya.
Berani didaerah Ceng-te-kiong memasang plakat
begitu macam, sungguh bernyali besar sekali "
Sambil berkata Coh Hen Hong maju menghampiri
orang itu. Orang itu berkata dengan nada dingin, "Apa kah itu
Ceng-te-kiong segala" Kalau sudah melihat piagam itu
dan engkau tetap berani masuk, menandakan kalau
engkau sudah bosan hidup, bukan
begitu ?" Sejak mendapat seluruh kepandaian Ceng-te, Coh
Hen Hong menganggap dirinya tak ada yang dapat
menandingi lagi. Dia tak mau memandang mata pada
setiap orang lagi. Mendengar kata-kata orang aneh
itu, dia malah tertawa keras karena merasa gembira
bakal mendapat lawan.
Tiba-tiba orang aneh itu berdiri. Beqitu dia berdiri
tawa Coh Hen Hong pun sirap. Melihat itu Pui Tiok
buru-buru berseru kepada orang aneh itu, "Cianpwe,
harap suruh koh-cujin keluar saja. Engkau
bukan tandingannya !"
943 Orang aneh itu berpaling dan memandang Pui Tiok
dengan tatapan yang dingin. Pui Tiok mengkeret
nyalinya. Dia menyadari bahwa dalam saat seperti itu
tak seharusnya dia mengeluarkan kata-kata seperti
itu. Karena dengan berkata begitu
artinya dia memberi tanda kepada Coh Hen Hong bahwa
kepandaian orang aneh itu masih belum memadai.
Tetapi Pui Tiok tadi tak sadar. Terdorong oleh rasa
sayangnya kepada orang aneh itu. Pula karena
memikirkan keselamatan Beng Cu maka ia baru
berkata begitu. Ya, apa boleh buat, toh kata-kata
sudah terlanjur diucapkan.
Sebenarnya Pui Tiok juga belum tahu siapa dan
bagaimana kesaktian koh-cujin atau pemilik Lembah
Maut itu. Tetapi karena berani bermusuhan dengan
fihak Ceng-te-kiong, dia duga koh-cujin
itu tentu sakti sekali dan tak dibawah kepandaian
Coh Hen Hong. Tetapi dia lupa bahwa saat itu koh-cujin sedang
dalam keadaan genting karena sedang menyalurkan
seluruh tenaga dan kepandaian untuk menggodok
Beng Cu menjadi seorang manusia baru.
Dalam keadaan seperti itu sudah tentu koh-cujin tak boleh
diganggu. Kalau Coh Hen Hong mengetahui hal itu, jelas kohcujin
dan Beng Cu akan terancam jiwanya.
Maka waktu orang aneh itu memandang kepadanya
dengan mata mendelik, Pui Tiok benar-benar
menyadari kesalahannya dan ingin dia memukul
944 dirinya seudiri. Tetapi apa gunanya " Nasi toh sudah
menjadi bubur. "Heh, heh," benar juga Coh Hen Hong lantas
mengekeh gembira, "kiranya di gunung Tay-hong-san
sini masih ada ko-jiu yang bermusuhan dengan
Cengte- kiong. Sungguh menggembirakan sekali,
karena dengan begitu aku tak kesepian lagi. Lekas silakan dia
keluar !" Orang aneh Itu menyabut dingin, "Koh-cujin
sedang keluar mengembara. Aku dapat mewakili
beliau untuk mencabut nyawamu!"
Coh Hen Hong melirik Pui Tiok lalu tertawa
mengakak, "Apakah benar mengembara" Atau takut
berhadapan denganku" Soal itu tak mungkin dapat
mengelabuhi aku, bukankah begitu Pui toako?"
Pucat seketika wajah Pui Tiok disebut dengan
mesra oleh Coh Hen Hong.
"Sekalipun kalian tak bilang tetapi akupun tahu
Juga. Aku akan menghajar telur busuk ini lalu
aku akan menggeledah seluruh lembah ini. Masa takkan
menemukan koh-cujin. Hai, engkau bilang
mau mencabut nyawaku, mengapa tidak lekas-lekas turun
tangan?" Orang aneh itu pelahan-lahan mengangkat
tangannya keatas. Segulung angin keras yarg dingin
segera menghambur keempat penjuru.
Pui Tiok yang berada di sampingnya tak luput dari
hamburan angin dingin itu. Dia menggigil dan diluar
945 kehendaknya terdorong mundur sampai beberapa
langkah. Tetapi Coh Hen Hong malah justru maju
menghampiri. Sambil tertawa dia berseru, "Ha, ha,
kiranya engkau punya ilmu setan dapat mengeluarkan
kentut begini dingin, bagus !"
Tangan orang itu makin tinggi, gerakannya pelahan
sekali. Pada lain saat tiba-tiba dia ayunkan tangannya,
wut . . . menghantam kearah Coh Hen Hong.
Tahu bagaimana hebat pukulan orang itu maka Pui
Tiok buru-buru mundur lagi beberapa langkah
"Bagus, hantaman yang bagus !" seru Coh Hen
Hong gembira. Tetapi dia tak menghindar atau
menangkis melainkan diam saja.
Ketika pukulan hampir mengenai tubuh Coh Hen
Hong tiba-tiba orang aneh itu menghentikannya dan
membentak, "Mengapa engkau tak membalas?"
"Bertempur dengan seorang kerucuk semacam
engkau, kalau aku membalas, apakah aku masih ada
muka bertemu orang ?" .
Orang itu mengekeh tawa dan pelahan-lahan
telapak tangannya berobah hitam legam dan angin
yang dihamburkan pun makin dingin. Dia memukul
bahu Coh Hen Hong, plak . . .
Coh Hen Hong tergetar mundur selangkah.
946 Bahwa pukulan orang aneh itu dapat mementalkan
Coh Hen Hong selangkah ke belakang, benar-benar
pukulan itu luar biasa hebatnya.
Tetapi ternyata dia sendiri juga menderita, malah
lebih hebat dari Coh Hen Hong. Lebih dulu
tubuhnya berguncang-guncang, wajahnya berobah
kelabu. Lalu tangannya yang berwarna hitam tadi
berobah putih. Dan terakhir, wut. . . tubuhnyapun
mencelat sampai dua tiga meter dan jatuh ke tanah.
Tetapi dia tidak jatuh melainkan masih berdiri
tegak. Tetapi pada saat itu juga, Coh Hen Hong
membentaknya, "Hayo, mengapa tidak rebah saja!"
Aneh. Seperti menurut perintah Coh Hen Hong
tubuh orang itu berguncang-guncang lalu bluk.... dia
rubuh ke tanah.
"Cianpwe!" teriak Pui Tiok terkejut sekali.
"Sudah, jangan dipanggil. Sekalipun
tenggorokanmu kering meimanggilnya, toh dia tak
dapat mendengar lagi," Coh Hen Hong tertawa.
Pui Tiok tidak percaya, "Apakah dia. . . dia sudah
mati?" "Dia dapat memukul aku mundur selangkah,
matipun dia tentu sudah puas!" kata Coh Hen Hong
dingin. Pui Tiok ternganga tak dapat omong apa-apa. Dia
memandang orang aneh itu. Orang itu meregang
napas. 947 "Dia begitu tak berguna. Rupanya kepandaian kohcujin
juga terbatas. Keringat dingin Pui Tiok mulai bercucuran sehingga
tubuhnya basah kuyup. Setiup angin dari dalam
lembah menghembus membuat dia merasa dingin
sekali. Coh Hen Hong dingin2 memandang pemuda itu.
Tiba-tiba dia berteriak keras2, "Koh cujin, dimana
engkau" Seorang anakbuahmu telah kubunuh.
Mengapa engkau tak keluar melihatnya?"
Melihat itu Pui Tiok makin bingung. Dia rastakan
kedua kakinya lunglai dan akhirnya bluk. . . . dia
terus jatuh ngelumpruk di tanah.
Dia memang tak berhasil menemukan tempat
persembunyian koh-cujin dan Beng Cu tetapi dia
percaya kedua orang itu tentu masih berada dalam
lembah. Dengan begitu tentu mereka dapat
menangkap teriakan Coh Hen Hong. Pada hal mereka
telah melakukan penyaluran tenaga-dalam dan tak
boleh diganggu orang. Kalau mereka sampai
mendengar teriakan Coh Hen Hong itu. . , . .
Memikir sampai disitu Pui Tiok tak berani
melanjutkan renungannya lagi. Tetapi Coh Hen Hong
masih tetap berteriak saja. Suaranya makin lama
bahkan makin keras mengejutkan orang.
Pui Tiok yang menggeletak di tanah itu berusaha
untuk bertahan diri. Dia hendak berseru tetapi
tak mampu. 948 Entah berselang berapa lama dia berjuang Itu
akhirnya dapat juga dia berteriak, "Hentikan
teriakanmu !"
Tetapi suaranya lemah sekali bahkan ia sendiri tak
dapat mendengarnya. Untung pendengaran Coh Hen
Hong tajam sekali. Dia malah mendengar
seruan pemuda itu. Entah bagaimana dia menurut.
"Mengapa aku tak boleh berteriak " Apakah kohcujin
itu tuli ?" serunya.
Dengan terengah-engah Pui Tiok menyahut, "Tidak
. . . bukan."
"Baik," kata Coh Hen Hong, "kalau begitu bawalah
aku mencari koh-cujin."
"Aku tak tahu dimana tempat mereka," kata Pui
Tiok tanpa sadar.
"Mereka ?" cepat sekali Coh Hen Hong yang tajam
nalurinya menanggapi, "Mereka" Yang berada dengan
koh-cujin siapa lagi ?"
Kembali Pui Tiok seperti disengat lebah. Saat itu dia
baru menyadari kalau kelepasan omong. "Aku . . . aku
tak tahu".
Tetapi Coh Hen Hong menertawakannya. Tawanya
melengking tajam sehingga seperti menusuk-
nusuk hati Pui Tiok. Dia benar-benar mati kutu. Karena dari nada tawa
Coh Hen Hong itu dia sudah dapat menduga apa yang
sedang dipikirkan Coh Hen Hong.
949 Puas tertawa Coh Hen Hong berkata pula. "lh,
engkau benar tak tahu " Aku tahu".
Pui Tiok tak mau menjawab. Bahkan untuk beradu
pandang dengan gadis itu dia tak berani. Dia hanya
menunduk memandang tanah. Dia hendak bangun
tetapi tanah dirasakan seperti terguling. Dia terpaksa
merangkak dan memeluk segunduk batu besar.
"Dia adalah Kwan Beng Cumu, bukan ?" kembali
suara Coh Hen Hong menghambur di-samping Pui
Tiok. Karena hendak menghindari ejekan itu, Pui Tiok
nekad membenturkan kepalanya ke batu, duk... eh,
saat itu dia malah lebih sadar pikirannya. Dia tak
berani mengangkat kepala tetapi sekalipun menunduk
dia tetap dapat merasa bahwa saat itu Coh Hen Hong
tengah menghampirinya.
Pui Tiok tegang sekali. Kalau pada saat itu suara
Ceng-te tidak berkumandang secara tiba-tiba, Pui Tiok
benar-benar tak tahu berapa lamakah ia mampu
mempertahankan diri dari kecamuk ketegangan saat
itu. Mendengar suara Ceng-te, hati Pui Tiok tergetar
dan Coh Hen Hongpun hentikan langkahnya
Suara Ceng-te itu menghambur dari kejauhan tetapi
dalam telinga Pui Tiok terdengar amat jelas sekali.
"Beng Cu, Beng Cu, jangan sekali-kali masuk ke
lembah sempit itu !"
950 Dia mengulangi teriakannya sampai tiga empat kali,
Dan pada waktu teriakan yang terakhir Ceng-te pun
sudah dekat. Nadanya bergetar kecemasan.
"Beng Cu, kalau engkau sudah terlanjur melintasi
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lembah sempit itu, jangan sekali-kali bertempur
dengan orang, Jangan bertempur dengan orang yang
engkau jumpai."
Pui Tiok mengangkat muka memandang Coh Coh
Heng. Tampak gadis itu mengangkat bahu seperti
orang tak menggubris. Karena bukan saja telah
melintasi lembah sempit dan datang kelembah, pun
dia telah membunuh orang aneh tadi.
"Tunggu aku dulu Beng Cu, jangan berkelahi
dengan orang," kembali Ceng-te berseru pelahanlahan.
Pada saat kumandang suaranya masih bergemuruh
di lembah, sesosok tubuh melayang dari udara dan
berdiri tegak dihadapannya. itulah Ceng-te, maharaja
dunia persilatan.
"Engkau tab kena apa-apa " Ah, lekas pergi, lekas,
ai . , " seru Ceng-te kepada Coh Hen Hong
"Aku tak kurang suatu apa," sahut Coh Hen Hong,
"adalah seorang anakbuah lembah ini yang tak tahu
diri berani menantang aku. Waktu kupancarkan
tenaga-tolak, ia terus putus nyawanya"
"Apa ?" Ceng-te berseru kaget.
Coh Hen Hong cibirkan bibir, "Engkong, tadi aku
belum menerima perintahmu. Karena dia menyerang
951 terpaksa aku mengerahkan tenaga-tolak.
Masa aku disuruh tinggal diam saja " Aku terpaksa
menyuruhnya merasakan kelihayanku "
"Ai, biarkan dia memukulmu dua tiga kali masa
engkau takut " Mana dia ?" dan tanpa menunggu
jawaban Coh Hen Hong, Ceng-te memandang ke
sekeliiing. Segera dia melihat sesosok tubuh
menggeletak di tanah. Kemudian dia melihat juga Pui
Tiok. Ceng-te segera menghampiri ke mayat orang aneh
itu! Baru melangkah dua tindak, dia berseru kaget.
"Hah, Lo-jit !"
Coh Hen Hong heran tetapi dengan otaknya yang
tajam segera dapat mengetahui perobahan sikap
Ceng-te yang begitu tegang, lain dari biasa-nya. Tentu
serius sekali soal itu.
"Siapa Lo-jit itu ?" serunya cepat.
Ceng-te berpaling tubuh dan berseru, "Lekas
engkau tinggalkan tempat ini."
Tetapi Coh Hen Hong malah busungkan dada dan
menolak, "Tidak, aku tak mau pergi, Kalau
disekitar daerah Ceng-te-kiong aku tak bo!eh berkeliaran, apa
guua aku belajar silat ?"
"Ai, engkau tak tahu."
"Aku memang tak tahu, memang segala apa tak
tahu," bantah Coh Hen Hong, "tetapi mengapa engkau
tak mau memberitahu kepadaku ?"
952 Ceng-te gentak2kan kaki, "Akan kukasih tahu,
tetapi sekarang maukah engkau pergi dan kembali ke
Ceng-te-kiong dan jangan tinggalkan istana itu walau
setengah langkah saja !"
Pui Tiok gembira. Sejak keluar dari Ceng-te-kiong
dia memang mendongkol kepada Ceng-te maka waktu
melihat Ceng-te begitu ketakutan setengah
mati, dia gembira sekali.
"Tidak, aku tak mau pergi," bantah Coh Hen Hong,
"aku tak percaya kalau di jagad ini masih ada orang
yang mampu melawan kita berdua. Kalau masih ada
orang yang mampu melawan aku, apa guna aku
berjerih payah belajar selama bertahun-tuhun ini?"
"Engkau bilang apa itu?" seru Ceng-te, "diatas
gunung masih ada langit, orang yang sakti masih
ada yang lebih sakti. Siapa berani membanggakan diri
kalau di dunia ini tak ada yang mampu
menandinginya?"
"Aku!" teriak Coh Hen Hong dengan keras,
"kubilang, akulah yang paling sakti di dunia ini!"
Ceng-te memandangnya beberapa jenak lalu
berkata, "Bukan engkau yang paling nomor satu di
dunia ini. Paling tidak kepandaianku masih lebih
tinggi dari engkau!"
Coh Hen Hong tergetar. Saat Itu dia menyadari
kalau salah bicara. Sesaat tak tahu dia akan bicara
apa lagi. Sementara Pui Tiok yang masih menggeletak di
tanah segera menyelonong berseru, "itulah sebabnya
953 maka engkau Ceng-te, merupakan duri dalam
matanya. Cepat atau lambat, engkau pasti akan
dibunuhnya karena dia sudah mempunyai rencana
untuk melenyapkan engkau!"
Coh Hen Hong pucat. Cepat dia berseru, "Engkong,
maksudku tadi adalah, kecuali engkau, akulah yang
paling sakti. Bukankah kata-kata itu sama juga
artinya?" Ceng-te seperti tak menghiraukan peringatan Pui
Tiok. Dia malah membelai-belai kepala Coh Hen Hong
dengan penuh kasih sayang dan berkata lemah
lembut, "Kalau begitu, engkau harus mendengar katakataku.
Lekas kembali ke Ceng-te-kiong. Nanti setelah
aku pulang akan kuberitahu kepadamu tentang
persoalan ini."
Coh Hen Hong tidak cepat menjawab melainkan
diam menimang-nimang, apakah dia menurut perintah
Ceng-te ataukah akan menolak.
Dia mempertimbangkan. Kalau dia pergi, tentulah
Pui Tiok akan membeber semua rahasia tentang
dirinya kepada Ceng-te. Dalam keadaan seperti
itu terang dia tak dapat membantah. Dan ke mungkinan
besar Ceng-te tentu akan percaya pada keterangan
Pui Tiok. Tetapi kalau dia tetap tinggal disitu, tentu sukar
bagi Pui Tiok untuk menyerang. Tetapi dia Juga
merasa sukar untuk membantah apa yang dikatakan
Ceng-te itu. Akhirnya la memutuskan bahwa tak mungkin Cengte
akan percaya begitu saja kepada omongan Pui Tiok.
954 "Baiklah," akhinya dia berkata, "aku akan pulang
dulu tetapi engkau juga harus lekas pulang untuk
memberitahu hal itu dengan jelas."
"Ya, pergi lah lekas," kata Ceng-te.
Setelah Coh Hen Hong pergi, Ceng-te mondar
mandir sambil menggendong kedua tangan. Dia
adalah tokoh nomor satu dalam dunia persilatan.
Walaupun dia mondar mandir pelahan-lahan tetapi
hembusan tenaga dari gerakannya Itu cukup
mengejutkan orang.
Tetapi yang jelas jago nomor satu itu rupanya
tengah menghadapi kesulitan. Sementara Pui Tiok
hanya memandangnya dingin2 dan tak
mengganggunya. Dia hanya mengerahkan pernapasan
untuk mengembalikan tenaganya. Beberapa waktu
kemudian dia dapat merangkak, dengan menekan
pada batu dia dapat berdiri.
Pada saat itu Ceng-te tiba dihadapannya dan
memandangnya. Pui Tiok menyadari, jangan lagi saat
itu dia sedang menderita luka, sekalipun tidak terluka
tetap takkan dia mampu melawan Ceng-te. lbarat
anai-anai hendak membentur api.
Tetapi pada saat itu dia malah tak takut apa-apa
lagi. Dan bahkan memandang muka pada Ceng-te
yang tampaknya seperti orang kehilangan faham.
Karena walaupun Ceng-te itu sakti tetapi pikirannya
gelap tak dapat membedakan yang benar
dengan yang salah, hitam dengan putih.
955 Setetah saling berpandangan beberapa saat, Pui
Tiok tak dapat menahan isi hatinya dan tertawa
mengejek. "Apakah engkau pernah bertemu koh-cujin?" tibatiba
Ceng-te menegurnya.
Pui Tiok mengangkat kepala, menyahut, "Aku tak
tahu." Ceng-te banting2 kaki, "Omongan apa itu" Aku
bertanya kepadamu, apakah engkau sudah pernah
bertemu dengan koh-cujin" Dan lagi mengapa
hanya engkau seorang diri saja?"
"Itu kan tak menjadi soal," sahut Pui Tiok dengan
nada dingin, "bukankah engkau telah mengusir kami
dari Ceng-te-kiong?"
Tiba-tiba Ceng-te menghela napas, "Budak kecil,
engkau salah sekali. Apa engkau kira aku tak
menganalisa yang engkau katakan di Ceng-te-kiong
itu" Apa engkau kira bahwa nona yang engkau
bawa kehadapanku Itu baru cucuku yang sebenarnya" Hm.
engkau salah sangka!"
Pui Tiok mendengar jelas kata-kata Ceng-te itu.
Tetapi dia seperti mendengar halilintar berbunyi
di tengah hari, hampir dia tak percaya pada telinganya.
"Engkau . . engkau bilang apa ?" beberapa jenak
kemudian baru Pui Tiok menegas,
"Segala yang terjadi aku tahu semua. Kutahu
bahwa keteranganmu itu memang seratus persen
benar semua". kata Ccng-te.
956 "Kalau begitu mengapa engkau ..."
Sebelum Pui Tiok menyelesaikan kata-katanya
Ceng-te sudah mengangkat tangan mencegahnya.
Tetapi dia sendiri menghela napas dan tak berkata
apa-apa. Karena menunggu sampai beberapa jenak tak juga
tokoh itu bicara maka Pui Tiok. lalu mendesaknya.
"Kalau tahu bahwa omonganku itu benar semua,
mengapa engkau masih membiarkan Coh Hen Hong
tinggal di Ceng-te-kiong " Mengapa engkau malah
mengusir kami berdua?"
Ceng-te tak menjawab tetapi berbalik tanya lagi,
"Pernahkah engkau bertemu koh-cujin ?"
Mengkal sekali Pui Tiok. Apa-apaan itu ! Dia
bertanya, bukan dijawab malah dibalas dengan
pertanyaan lagi. Jawablah pertanyaanku dulu,"
serunya geram Dengan tenang Ceng-te berkata, "Kalau koh cujin
setiap saat muncul, keterangan yang akan kuberikan
kepadamu tentu akan terputus setengah Jalan..!"
"Baik, aku akan memberitahu bahwa aku belum
pernah bertemu dengan koh-cujin." kata Pui Tiok,
"dan lagi aku tak tahu dia berada dimana. Silakan
engkau menerangkan saja, tak nanti dia akan muncul
disini." Wajah Ceng-te berobah tiba-tiba, "Kalau begitu,
dia. . . dia bersama dengan Kwan Beng Cu" kutahu,
957 dia tentu sedang menyalurkan tenaga-saktj kepada
Kwan Beng Cu!"
Mendengar Itu wajah Pui Tiok juga pucat. Dia
hendak membantah tetapi kerongkongannya terasa
terkunci sehingga tak dapat bicara apa 2.
Pelahan-lahan Ceng-te berputar tubuh. Rupa nya
dia tahu di mana tempat koh-cujin karena selekas
berputar tubuh dia terus lari ke muka sampai
10-an langkah dan berhenti di muka segunduk batu yang
berbentuk persegi.
Kemudian dia menekan batu Itu dengan kedua
tangannya. Sampai beberapa saat dia tak ber buat
apa-apa lainnya melainkan hanya berulang kali
menghela napas.
"Ceng te," teriak Pui Tiok yang berada di belakang,
"mengapa sudah tahu kalau nona yang ku-antarkan ke
Ceng-te-kiong itu adalah cucu perempuanmu yang
aseli, engkau malah mengusirnya?"
Ceng-te tetap diam dan tak mau berputar tubuh,
melainkan menjawab. "Selama ini aku belum pernah
melihat cucu perempuanku. Begitu Coh Hen Hong
datang kukira kalau dia adalah cucu perernpuanku.
Bertahun-tahun lamanya dia tinggal bersamaku. tibatiba
kutahu kalau dia bukan cucu perernpuanku
yang sesungguhnya. Selama berkumpul beberapa
tahun itu, telah saling tumbuh rasa sayang.. "
"Sungguh tak kira kalau engkau sebagai tokoh yang
begitu sakti, ternyata tak lebih dan tak kurang hanya
seorang manusia tolol," cepat Pui Tiok menukas.
958 Ceng-te tertawa mengekeh, "Engkau salah memaki
aku. Omonganku belum selesai!"
"Apakah engkau masih ada alasan lainnya?"
Tiba-tiba Ceng-te berbalik tubuh, "Memang ada
sebuah alasan yang pokok. Alasan itu hanya aku
seorang yang tahu. Bahkan Coh Hen Hong sendiri juga
tak tahu. Akan kuberi tahu kepadamu!"
Pui Tiok memperhatikan bagaimana wajah Ceng-te
tampak begitu gelap sekali, menandakan kalau soal
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang hendak dibicarakan itu tentu amat penting.
Maka diapun tak mau mengganggu dan mencurahkan
perhatiannya. Dengan tandas Ceng-te berkata, "Kepandaian
Coh Hen Hong sekarang sudah lebih unggul dari aku. Dia
memang jago nomor satu di dunia Aku sudah tak
mampu mengalahkannya !"
Kejut Pui Tiok bukan alang kepalang. Tiba-tiba dia
merasa dukanya panas dan ubun-ubun kepalanya
berdenyut-denyut keras sedang tubuhnya juga
gemetar seperti orang kedinginan.
Entah berselang berapa lama, barulah dia dapat
bicara. "Engkau bohong !"
Ceng-te tertawa getir, "Aku memang senang kalau
kata-kataku itu tidak benar."
Kembali Ceng te tertegun beberapa jenak baru
berkata pula. "Selama bertahun-tahun aku tidak
menyangsikan lagi kalau dia itu memang benar
cucuperempuanku.
Aku sudah tua, isteriku telah
959 meninggalkan aku. Anak perempuanku juga pergi.
Pada saat hidupku menjelang senja, tiba-tiba
datanglah cucu perempuanku. Coba engkau pikir,
betapa girang dan bahagia hatiku saat itu. Dalam
kegembiraan itu engkau tentu dapat membayangkan
dengan cara bagaimana kugembleng dia dengan
segala apa yang kumiliki." Kerongkongan Pui Tiok
mendahak. "Walaupun engkau tak bilang tetapi kutahu kalau
engkau tentu dapat memberi jawabannya. Bukan
saja telah kuberinya mjnum bermacam-macam leng-yok
dan pil dewa, pun pada waktu2 tertentu kuberikan
penyaluran tenaga-dalam kepadanya. Beberapa
tahun yang lalu, tenaga-dalamnya sudah seimbang
dengan aku."
Sejenak berhenti, Ceng-te melanjutkan pula, "Dan
lagi, akupun telah memberikan sepasang pedang
Leng-liong-kiam kepadanya. Dengan memiliki
sepasang pedang pusaka itu dia bagaikan harimau
tumbuh sayap. Aku sendiri terus terang gentar
terhadapnya. ilmu kepandaiannya sudah melebihi aku
tetapi dia tak tahu hal itu."
Ceng-te menghela napas panjang, "Untung dia tak
tahu hal itu maka dia tak berani berbuat
sembarangan. Tetapi kalau kupaksa dia dengan
kekerasan, aku paling tahu sifatnya. Dia tentu akan
menantang. Kalau hanya dengan mulut saja itu sih tak
apa, tetapi kalau dia turun tangan, dia tentu segera
tahu kalau ilmu kepandaiannya tak ada yang
menandingi lagi. Pada waktu. . . ."
"Jangan melanjutkan!" tiba-tiba Pui Tiok berteriak
tajam. 960 Ceng-te hentikan keterangannya. Pui Tiok
menganggap tak perlu Ceng-te meneruskan
keterangannya. Dia sudah tahu. Kalau Coh Hen Hong
sampai tahu hal itu dan dengan bekal sepasang
pedang Leng-hong-kiam, bagaimana kalau akibatnya
dia berontak terhadap Ceng-te, sudah dapat
dibayangkannya.
Pui Tiok dan Ceng-te sama-sama diam. Beberapa
saat kemudian baru Pui Tiok berkata, "Kalau begitu,
tak ada jalan lagi untuk menghadapi dia ?"
Ceng-te menunduk tak menjawab.
"Atau seperti yang engkau katakan tadi bahwa
karena sudah berkumpul beberapa tahun maka
diantara kalian berdua telah timbul ikatan kasih
sayang, sehingga engkau tak sampai hati menidaknya
?" desak Pui Tiok lebih lanjut.
"Terserah engkau mau mengatakan bagaimana
tetapi jelas kita tak dapat mendesaknya dengan
kekerasan dan tak boleh sekali-kali menempurnya"
Pui Tiok tertegun tak dapat berkata.
Dia benar-benar tak pernah menyangka bahwa
setelah memiliki pedang pusaka Leng-long-kiam. Coh
Hen Hong tak ada yang mampu melawannya lagi
sekalipun Ceng-te sendiri.
Hal itu bukan Pui Tiok saja, bahkan Coh Hen Hong
sendiri juga tak pernah menyangka.
961 Beberapa saat kemudian tiba-tiba Pui Tiok teringat,
katanya, "Ceng-te, kalau begitu ilmu kepandaian
pemilik Lembah Maut ini apakah tidak sakti sekali ?"
Wajah Ceng-te menampakkan kerut tak senang.
Rupanya ia tak menghendaki membicarakan soal itu.
ia seperti tak mendengar dan hanya bicara pada diri
sendiri lalu ayunkan langkah keluar.
"Hai, mengapa pergi " Cucu perempuanmu yaag
sebenarnya, apakah engkau tak menginginkan lagi ?"
seru Pui Tiok. Ceng-te berhenti Pui Tiok maju dua langkah dan
berseru, "Beng Cu berada dalam lembah ini!"
Ceng-te mengangguk, "Kutahu. Tetapi dia sudah
mendapatkan neneknya. Aku . . untuk sementara ini
tak ingin bertemu dengannya !"
Bukan kepalang kejut Pui Tiok mendengar
keterangan itu.
"Apa " Apa katamu " Apa itu pohpoh (nenek) diri
Beng Cu," teriaknya penuh ketegangan.
Tetapi pada saat Pui Tiok mengucapkan kata
terakhir ternyata Ceng-te sudah melesat pergi. Sekali
melesat dia sudah tiba di mulut lembah dan pada lain
saat melesat lenyap keluar.
Tinggal Pui Tiok seorang diri yang masih
terlongong2 seperti patung. Beberapa saat kemudian
agak tenang dan meraungkan kata-kata Cang-te tadi.
Kembali jantungnya berdetak keras. Nenek dari Beng-
Cu" Kalau begitu bukankah Ceng-te hendak
962 mengatakan bahwa pemilik dari Lembah Maut Ini
adalah nenek dari Beng Cu sendiri" Kalau
begitu kohcujin
itu tak lain adalah isteri dari Ceng-te!
Dalam dunia persilatan, Ceng-te seperti dinobatkan
sebagai maharaja. Tak ada seorang persilatan yang
tak takut kepadanya. Bahwa selama ini Ceng te agak
jeri terhadap pemilik Lembah Maut
tentulah ada sebabnya. Dan kalau ternyata pemilik
Lembah Maut itu adalah Isteri Ceng-te sendiri, memang bukan suatu
hal yang mustahil!
Setelah merenung beberapa saat, Pui Tiok ayunkan
langkah dan tak terasa telah tiba di hadapan batu
pesegi tempat Ceng-te berhenti tadi.
Tadi Ceng-te terus kembali tak melanjutkan
langkahnya. Tentulah karena jeri. Dan Pui Tiok duga
batu pesegi itu tentu ada apa-apanya. Dia pun lantas
menerkam batu itu.
Batu pesegi itu setinggi setengah badan orang,
sudah tentu berat sekali. Pui Tiok coba
mendorong, tentu tak berguna. Tetapi tidak. Begitu
tangannya baru mulai mendorong, batu itu ber gerak
sendiri. Sudah tentu Pui Tiok heran. Dia
mengendapkan diri dan mendorong sekuatnya.
Saat itu lukanya belum sembuh benar. Walau pun
dia menggunakan sepenuh tenaga tetapi tenaganya
juga tak berapa kuat. Pui Tiok tahu akan hal itu.
Tetapi diluar dugaannya. Bukan saja bergerak, pun
batu itu berputar ke kanan, bahkan Pui Tiok sendiri
juga ikut terseret ke kanan sampai beberapa
langkah. 963 Pui Tiok terkesiap. Karena takut akan menghadapi
hal-hal yang tak terduga maka diapun cepat-cepat
menyurut mundur.
Krek, krek, krek . . . seketika terdengar suara
berderak-derak dari bawah tanah. Kini Pui Tiok baru
mengerti apa yang terjadi. Dia menyadari mengapa
sampai beberapa hari tinggal di lembah itu dia tak
dapat menemukan tempat tinggal koh-cujin dan Beng
Cu. Ternyata koh-cujin dan Beng Cu tinggal di bawah
tanah. Satu pesegi itu merupakan jalan rahasia yang
menembus ke bawah tanah.
Beberapa saat kemudian, batu besar tersiak
oleh sebuah puncak tiang yang pelahan-lahan naik
keatas, dari bawah tanah. Setelah menjulang lebih
kurang setengah meter, baru berhenti.
Setelah batu menyungkit keatas, dibawahnya
terdapat sebuah lubang seluas setengah meter. Kalau
merangkak kedalam lubang itu tentu dapat menyusup
kedalam Untuk beberapa saat Pui Tiok masih ragu2. Kalau
dia masuk tentu akan mengganggu upaya koh cujin
yang tengah menyalurkan tenaga-saktj kepada Beng
Cu. Namun dia menyadari bahwa setiap saat Coh Hen
Hong akan kembali lagi. Pada saat itu dia tentu akan
ketangkap apabila tidak masuk kedalam lubang
dibawah tanah itu. Maka setelah mempertimbangkan
beberapa jenak akhirnya dia melorot turun ke dalam
lubang dan mulai merangkak ke muka.
Pada saat tubuhnya sudah masuk kedalam lubang
semua, kakinya seperti menginjak sesuatu dan
seketika terdengar bunyi berderak-derak. Batu besar
964 yang terangkat oleh tiang tadi kini mulai turun
ke bawah lagi. Sudah tentu Pui Tiok terkejut sekali dan
terus lepaskan pegangannya pada mulut lubang. Bluk
. . . walaupun tidak terluka karena jatuh itu, tetapi
dia tetap meringis juga karena kesakitan.
Karena batu besar menutup lubang maka ke adaan
dalam lubang itu gelap sekali. Pui Tiok berusaha
duduk. Celakanya dia tak membekal korek. Apa boleh
buat dia hanya meraba-raba kian kemari. Beberapa
waktu kemudian baru berhasil meraba dinding lubang.
Dinding lubang lembab dan dingin seperti es
Dengan memegang dinding itu dia berdiri. Karena
sudah beberapa waktu dalam kegelapan, kini dia
sudah terbiasa dan dapat melihat keadaan di tempat
itu. Dilihatnya pada ujung lubang terdapat sebuah
jalan terowongan. Bagian dalam dari terowongan itu
pada ujungnya seperti terdapat dua petik sinar. Pui
Tiok lalu menyusur maju.
Terowongan itu panjangnya sekitar dua tombak.
Ketika Pui Tiok tiba di tempat sinar penerangan itu,
begitu mengawasi dengan seksama, kejutnya bukan
kepalang. Ternyata penerangan itu berasal dari sepasang
mata dari seekor ular besar berkulit lima warna. Dan
saat itu ular tengah melingkar, mengangkat
kepalanya tinggi2, memandang Pui Tiok.
Dibelakang ular besar itu tampak sebuah pintu
batu. 965 Melihat lingkar tubuhnya, ular itu tak kurang dari 3-
4 tombak panjangnya. Jangan lagi saat
itu dia belum sembuh sama sekali, sekalipun dalam keadaan sehat
tetap dia tak mampu melawan ular itu. Diam-diam dia
bersyukur karena ular itu tidak
mengganasnya. Buru-buru Pui Tiok mundur beberapa langkah
tetapi kepala ular itu agak ditinggikan lagi.
Tiba-tiba dari belakang pintu batu terdengar suara
seorang nenek, "Apakah itu si Jelek " Lekas kemari,
lekas " Bukan saja gupup pun terdengar napas nenek
itu terengah-engah. Pui Tiok tak tahu siapa yang
dimaksud dengan
si Jelek itu. Tetapi karena suara itu
berasal dari belakang pintu batu, tentulah nenek itu
pemilik Lembah Maut. Dia duga yang dipanggl si
Jelek itu tentu orang aneh yang telah binasa di
tangan Coh Hen Hong. Dari nada nenek itu, tampaknya dia sedang dalam
kesulitan. Sudah tentu Pui Tiok senang sekali
kalau dapat membantu. Tetapi bagaimana dia dapat ke sana
kalau dihadang oleh seekor ular sebesar itu "
Dia ingin menerangkan kepada koh-cujin, kalau dia
bukan si jelek. Tetapi dia ragu. Kalau dia
menerangkan begitu apakah tidak mengakibatkan
pekerjaan koh-cujin akan kacau karena pikirannya
terganggu. "Si Jelek, apa engkau masih tak lekas masuk
kemari?" tiba-tiba nenek koh-cujin itu berseru pula.
966 Karena mengangap keadaannya gawat, Pui Tiok tak
sempat berpikir lebih panjang lagi dan terus
menyahut, "Cianpwe, aku bukan si Jelek."
Diluar dugaan nenek itu berseru dengan ter-engahengah,
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tak peduli engkau ini siapa, lekaslah masuk
kemari." "Tetapi. . . tetapi. . . dimuka pintu ada seekor
ular besar." "Jangan takut. Setelah mendengar suaraku, dia
pasti takkan mencelakai engkau. Lekas masuk." Pui
Tiok kokohkan nyali terus maju. Ketika lewat di
samping ular besar itu tak urung dia menggigil Tetapi
dia berhasil tiba dimuka pintu lalu mendorong dan
terbukalah pintu itu.
Didalam pintu itu merupakan sebuah ruangan batu
yang lebar. Tetapi tak ada apa-apanya kecuali hanya
sebuah dipan batu. Sesosok tubuh berbaring diatas
dipan batu itu. Dia tak lain adalah Kwan Beng Cu.
Tubuhnya dibungkus dengan kain hitam tetapi
kepalanya tersembul keluar. Karena
pakaiannya hitam, wajahnya tampak makin pucat seperti salju,
Dan kedua matanya tertutup rapat. Sepintas seperti
orang mati. Kejut Pui Tiok bukan kepalang karena keadaan itu
tidak seperti yang dibayangkannya.
Dia membayangkan dalam beberapa hari Ini Beng
Cu tengab menerima saluran tenaga-sakti sehingga
kepandaiannya kini sangat maju sekali.
967 Tetapi ternyata tidak demikian. Beng Cu seperti
mayat. Cepat dia lari menghampiri dan hendak
menjamahnya. "Jangan menyentuhnya," tiba-tiba nenek itu
berseru melarangnya. Pui Tiok terkejut dan sadar dan cepat hentikan
tangannya. Saat itu dia baru tahu bahwa pada lain
sudut terdapat sebuah tempat duduk batu diam
seorang nenek kurus berambut putih tengah duduk.
Tubuhnya menggigil keras.
Sebagai seorang murid dari guru ternama, dia tahu
apa artinya itu. Serentak kedua kakinya melentuk
lunglai dan terus ambruk.
Nenek itu memang berkepandaian sakti tetapi saat
itu tengah menderita kesulitan besar. Menilik
keadaannya nenek itu tengah mengalami bahaya
karena saluran tenaga-murninya menjurus kearah
jalan darah yang sesat. Adalah karena kepandaiannya
tinggi maka dia masih dapat bertahan.
Kalau saja Pui Tiok tidak terluka-dalam, dia tentu
segera membantunya. Tetapi keadaannya saat itu
belum mampu. Sedang si Jelek yang dimaksud nenek
itu dapat memberi bantuan, sudah binasa. Beng Cu
pingsan belum sadarkan diri. Lalu bagaimana"
Saking gugup tetapi tak dapat berbuat apa-apa. Pui
Tiok mengucurkan keringat dingin, "Engkau....engkau
suruh aku membantu bagaimana?"
"Kemarilah... engkau... kemarilah," kata nenek itu
tersendat-sendat.
968 Pui Tiok cepat menghampiri.
"Lekatkan dan tekan keras2 jalandarah Leng-tayhiap
pada punggungku," kata nenek itu.
Pui Tiok berputar ke belakang lalu melekatkan
tangannya Kepada punggung nenek itu. Tetapi saat itu
tenaga-murni si nenek tengah bergolak keras
sehingga menimbulkan getaran angin. Sebelum
tangan Pui Tiok dapat menjamah, sudah ditolak oleh
getaran tenaga itu sehingga tak dapat maju.
Pui Tiok tertawa getir, "Aku. .. terluka belum
sembuh betul sehingga tak mempunyai tenaga
melekatkan tanganku."
Nenek itu makin menggigil keras, serunya, "Kalau
begitu berdirilah bersandar pada dinding.... lalu
ulurkan tanganmu kearah punggungku, nanti aku
yang akan merapatkan punggungku ketanganmu."
Pui Tiok terkesiap. Bukankah dengan cara begitu
berarti dia akan menderita tekanan tenaga kuat dari
nenek itu"
Tetapi dia melihat bahwa keadaan nenek Itu
memang gawat sekali dan harus lekas-lekas ditolong.
Maka diapun segera maju dua langkah, bersandar
pada dinding lalu ulurkan tangannya mengarah pada
punggung si nenek.
Tiba-tiba tubuh nenek itu menggeliat ke atas dan
punggungnya terus merapat ke tangan Pui Tiok. Saat
itu Pui Tiok seperti tak dapat bernapas. Dan
lengannyapun mengerut ke belakang sehinga siku
969 lengannya membentur dinding. Walaupun sakit tetapi
karena terhalang dinding maka lengannya tak dapat di
surutkan ke belakang lagi. Padahal tekanan tenaga
dari gerakan tubuh nenek itu makin keras sehingga
dia rasakan tulang-tulang lengannya seperti
putus. Sakitnya bukan alang kepalang.
Tetapi saat itu tangannya tinggal terpisah tiga
dim dari punggung si nenek. Tiba-tiba Pui Tiok rasakan
terjadi suatu perobabahan aneh pada hamburan
tenaga nenek itu. Kalau tadi tenaga itu melanda dan
menekan tetapi sekarang berbalik ialah memancarkan
tenaga-sedot yang kuat, plak. . . . tangan Pui Tiok pun
segera melekat pada punggung
nenek itu. Begitu melekat segera dia rasakan jalandarah lokiong-
hiat pada telapak tangannya seperti ditusuki
ribuan jarum. Sakitnya bukan kepalang Dia menjerit
dan hendak menarik tangannya. Tetapi saat itu
tangannya seperti lengket dan tak dapat ditarik lagi.
Pui Tiok menjerit-njerit kesakitan. Dia tak merasakan
sakit lagi karena dia pingsan.
Sayup-sayup antara sadar dan tak sadar, dia
merasa tubuhnya seperti dirayapi oleh ribuan ular. Ih,
gatal sekali sehingga dia hendak berjingkrak-jingkrak.
Ketika membuka mata Pui Tiok rasakan derita gatal
yang tak terperikan itu, seperti benar-benar terjadi.
Badannya basah kuyup mandi keringat. Belum
pernah sepanjang hidupnya Pui Tiok merasa
menderita sakit yang sehebat itu. Dia benar-benar tak
berdaya sama sekali.
"Salurkan tenaga-murni menurut pelajaranmu, tiba"
nenek itu berseru.
970 Pui Tiok seperti disadarkan. Dia terus duduk.
Memang semula untuk duduk tenang saja rasanya
susah tetapi dia sadar bahwa kalau dia sampai tak
mampu akibatnya tentu berbahaya sekali. Akan
menyangkut urusan yang besar. Maka dia paksakan
diri untuk menyalurkan tenaga-murni.
Setelah satu kali melakukan penyaluran dan
tenaga-murni itu beredar ke seluruh tubuh, Pui Tiok
rasakan sakitnya berkurang sehingga dia dapat
menarik napas panjang.
Pui Tiok makin gairah. Dia terus menyalurkan
peredaran tenaga-murninya sampai berpuluh kali. Dan
makin lama dia makin merasa kalau tenaga-murninya
mencongklak keras seperti kuda liar. Tetapi dia dapat
menguasainya dengan sempurna.
Diam-diam Pui Tiok gembira sekali. Hal itu
menandakan kalau dalam waktu beberapa saat itu
tenaga-saktinya Juga bertambah hebat.
Juga telapak tangan yang dirasakan sakit seperti
ditusuki jarum itu juga hilang dan berganti dengan
daya sedot yang kuat. Bagaikan gelombang arus yang
melanda, dia menyedot suatu arus tenaga-
sakti kedalam-tubuhnya.
Pui Tiok tak sempat memikirkan apa-apa lagi. Dia
hanya tenangkan pikiran pusatkan Semangat untuk
menyedot tenaga-murni itu kedalam tubuhnya.
Beberapa saat kemudian dia telah mencapai tingkat
kehampaan yang bulat. Dia tak teringat dan tak
memikirkan segala apa lagi.
971 Entah berlangsung berapa lama, plak. . . tahu-tahu
dia seperti di tampar dan terjaga dari kehilangan diri.
Buru-buru dia memandang ke muka. Dia masih
duduk ditanah dan tangannyapun masih menjulur
tetapi nenek itu tudah tak tampak lagi.
"Oah....." sekonyong-konyong dia berteriak
kaget ketika melihat nenek itu masih berada di hadapannya
tetapi tidak duduk lagi, melainkan tidur melingkarkan
tubuh. Melihat itu dan teringat akan peristiwa yang
dialaminya tadi ketika dia menyedot tenaga murni
sakti kedalam tubuhnya, seketika tergetarlah hati-nya
Buru-buru dia membungkuk untuk memeriksa
keadaan nenek itu.
Mulut nenek Itu masih mengeluarkan napas tetapi
lemah sekali. Hati Pui Tiok makin sendu.
"Cianpwe hendak pesan apa lagi?" cepat dia
bertanya. Setiap orang yang belajar silat tentu tahu bahwa
kalau orang sudah dalam keadaan seperti koh-cujin
yalah menghembuskan napas panjang, tentulah orang
itu tengah meregang jiwa. Oleh karena itu maka Pui
Tiok cepat meugajukan pertanyaan.
Mendengar itu bibir koh-cujin tampak bergerakgerak
seperti hendak bicara. Tetapi rupanya tenagamurninya
telah habis. Ibarat lampu, dia sudah
kebabisan minyak.
972 Pui Tiok cepat tempelkan telinganya ke mulut kohcujin
untuk mendengar apa yang hendak
dikatakannya. Tetapi dia tak mendengar apa-apa lagi
kecuali hanya merasakan segelombang hawa hangat
menghambur dari mulutnya. Hawa terakhir yang
terhembus dari jasadnya.
Pui Tiok termangu-mangu beberapa jenak lalu
bangun. Koh-cujin telah meninggal dunia. Dia tentu hendak
meninggalkan pesan tetapi karena kehabisan tenaga
maka tak dapat mengutarakannya.
Kemudian Pui Tiok berpaling kearah Beng Cu.
Tampak wajah nona itu pucat lesi. Pui Tiok lalu
menghampiri. "Beng Cu, Beng Cu. . !" dia berulang memanggilnya
tetapi Beng Cu tetap diam tak bergerak.
Pui Tiok hendak meraba jidat nona itu tetapi
pada lain saat dia teringat bahwa tadi waktu dia hendak
menjamahnya telah dilarang oleh koh-cujin.
Tentu ada sebabnya maka koh-cujin melarang itu.
Lalu bagaimana, apakah dia membiarkan Beng Cu
begitu saja atau akan dirabanya untuk mengetahui
bagaimana keadaannya.
Dalam kebimbangan, pelahan-lahan tangannya
menjulur kemuka. Tetapi pada waktu terpisah satu
meter dari kepala nona itu, dia rasakan kepala Beng
Cu menghambur hawa dingin sehingga dia menggigil
kedinginan. 973 Kejut Pui Tiok bukan kepalang. Setelah habis
menyedot tenaga-murni dari koh-cujin tadi, walaupun
belum pernah mencoba sampai dimana tingkat
tenaga-saktinya sekarang tetapi dia tahu kalau
tenaga-dalamnya telah meningkat sampai pada
tataran yang tinggi sekali.
Bahwa dengan memiliki tenaga-dalam yang hebat
toh masih dapat digetar kedinginan oleh hamburan
hawa dari jidat Beng Cu, tentulah Beng Cu itu sudah
beku seperti es.
Memikir sampai disitu, tangan yang menjulur ke
muka tadipun melentuk lunglai. Keringat dingin
bercucuran dan mulut serasa terkancing. Dia hendak
memanggil tetapi tak dapat bersuara lagi. Ia tak
menyangka kalau Beng Cu sudah meninggal.
Dia nekad masuk kedalam terowongan dibawah
tanah untuk mencari Beng Cu dan dia membayangkan
kalau koh-cujin tentu sedang menyalurkan tenagasakti
ketubuh Beng Cu. Dengan begitu Beng Cu pasti
memiliki tenaga-dalam yang sakti.
Tetapi apa yang didapatinya benar-benar tidak
seperti yang dibayangkan. Koh-cujin telah meninggal
karena kehabisan tenaga-murni. Pemilik Lembah Maut
itu telah menyalurkan seluruh tenaga-murninya
kepadanya. Tetapi Beng Cu juga menderita. Dalam
keadaan tubuh membeku dingin seperti es itu,
kebanyakan, Beng Cu tentu sudah meninggal juga.
Entah berselang berapa lama Pui Tiok menggigil
gemetar itu, barulah ia tenangkan pikirannya. Setelah
tenang diapun dapat berpikir. Kalau benar Beng Cu
sudah meninggal, tentu setelah tangannya
974 menyentuhnya baru dia terasa kedinginan Tetapi tadi
jelas tidak demikian. Tangannya masih
kurang satu meter dan tubuh Beng Cu dan ia sudah dilanda hawa
yang amat dingin. Jelas hawa dingin itu tentu hawamurni
dari tubuh Beng Cu, yang sedang beredar
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengalir ke seluruh tubuh. Dengan begitu . . . jelas
Beng Cu masih hidup. Ya, Beng Cu tentu balum mati.
Seketika Pui Tiok teringat akan sebuah alat tong-kia
(kaca tembaga). Alat itu akan didekat-kan ke ujung
hidung Beng Cu untuk memeriksa apakah Beng Cu
masih bernapas atau tidak.
Dengan seksama dia memperbatikan hasil uji
cobanya itu. Ternyata tong kia itu pelahan-lahan
mengembang hawa air yang lama kelamaan beku
menjadi butir air.
Pui Tiok menyimpan tong-kia itu lagi dan tertawa
getir. Ternyata percobaannya itu gagal. Ia tak dapat
mengetahui pasti apakah Beng Cu masih hidup atau
sudah mati. Memang hidung Beng Cu mengeluarkan hawa
pertanda kalau masih hidup. Tetapi hawa itu dingin
sekali dan ketika membentur kaca lalu menguap
dan merekah menjadi air. Suatu hal yang tak mungkin
dihembuskan oleh orang yang masih hidup
Pui Tiok benar-benar kehilangan paham, tak tahu
bagaimana keadaan yang sebenarnya dan Beng Cu
saat itu. Satu-satunya hal yang dapat menghibur hati-nya
yalah walaupun wajah Beng Cu pucat seperti mayat
tetapi penampilannya begitu tenang sekali. Kalau
975 memang menderita kesakitan, tentulah wajahnya
akan menampakkan kerut2 menahan sakit,
Akhirnya Pui Tiok memutuskan untuk menjaga
disitu. Tetapi tiga empat jam kemudian, didapatinya
keadaan Beng Cu masih sama.
Pui Tiok menghela napas rawan. Dia tinggalkan
ruang di bawah tanah itu dan keluar Dia membuat
sebuah liang di tengah lembah. Lebih dulu dia
mengubur jenasah orang aneh yang disebut si Jelek.
Lalu kembali masuk ke bawah tanah dan mengangkut
jenasah koh-cujin untuk dikubur dengan baik.
Ketika dia kembali ke dalam gua di bawah tanah
lagi ternyata sudah tiga jam lamanya dia bekerja
untuk mengubur kedua jenasah itu.
Saat itu Pui Tiok makin yakin kalau dia bertambah
tinggi tenaga-dalamnya. Waktu dia menggali lubang
tadi dan mengubur kedua jenasah, dia mengangkat
batu seberat seribuan kati dengan mudah sekali.
Sekalipun begitu dia tak berani membayangkan bahwa
tenaga-dalamnya sekarang dapat menandingi Coh Hen
Hong. Setelah kembali masuk ke dalam ruang dibawah
tanah, dia menjaga lagi di muka dipan batu. Kwan
Beng Cu pun tetap tak bergerak. Karena letih dan
ngantuk, Pui Tiok lalu berbaring dan tidur
Entah berselang berapa lama, tahu-tahu dia merasa
dikejutkan mendengar suara Beng Cu mengerang. Dia
cepat mengangkat kepala. Tampak wajah Beng Cu
semakin pucat dan putih seperti salju. Matanya tetap
976 merapat tetapi bibirnya bergerak-gerak merintihrintih.
Pui Tiok hendak membuka mulut tetapi kalah dulu
dengan mulut Beng Cu yang merintih lemah, "Aku , . .
panas, aku . . panas sekali . . "
Pui Tiok terkejut sekali. Jelas tubuh Beng Cu
menghambur hawa sedingin es sehingga membuatnya
(Pui Tiok) menggigil kedinginan. Tetapj mengapa Beng
Cu bilang kalau kepanasan "
"Beng Cu, bagaimana engkau ini ?" cepat ia
berseru. Rupanva Beng Cu seperti tak mendengar kata-kata
Pui Tiok. Dia mulai terengah engah napasnya Pui Tiok
ulurkan tangan kemuka hidung. Hidung Beng Cu
mengeluarkaa hawa yang dingin sekali sehingga
tangan Pui Tiok seperti membeku.
Pui Tiok makin gugup. Tubuhnya begitu dingin
tetapi mengapa mengeluh kepanasan" Tentulah
karena hawa luar dan dalam tubuh tak sesuai
jalannya. Hal Itu berbahaya sekali. Dia harus lekaslekas
membantu untuk menormalkan hawa-murni
nona itu. Pui Tiok terus ulurkan tangan untuk memegang
leher Beng Cu dan hendak didudukannya. Setelah
itu baru dia akan menyalurkan tenaga-dalam ke
punggung nona Itu.
Tetapi ketika tangannya menjamah tengkuk Beng
Cu, segulung hawa dingin menerkam tangannya terus
977 menebar ke seluruh tubuh sehingga giginya
bergemerutukan dan tenaganya lunglai.
Pui Tiok berjuang keras menghimpun tenaga-dalam
untuk mengangkat tubuh Beng Cu. Ketika berhasil dia
malah terkejut bukan kepalang. Ternyata Beng Cu tak
dapat bergerak karena telah membeku seperti es. Dan
ketika dibedirikan, Beng Cu tak ubah seperti sebuah
mumi atau mayat yang dibalsem
Pui Tiok makin ketakutan. Kalau dia akan tetap
mengangkat tubuh Beng Cu, jelas nona itu tentu akan
menderita bahaya. Dan kalau mau memberdirikan
tubuh nona ini berarti dia akan memegang tubuhnya.
Bukankah tadi kohcujin telah melarangnya menjamah
tubuh nona itu"
Teringat akan hal itu Pui Tiok pelahan-lahan
meletakkan tubuh Beng Cu lagi. Dia duga tentulah
koh-cujin telah memberi minum obat mujijad kepada
Beng Cu. Atau mungkin menyalurkan tenaga aneh
kedalam tubuh Beng Cu. Sudah tentu tujuan koh-cujin
hendak menempa Beng Cu menjadi se-orang manusia
baru yang sakti. Tetapi kalau rencana itu tidak
menurut seperti yang diharapkan, tentulah Beng Cu
akan. . . . Berpikir sampai disitu Pui Tiok tak berani
melanjutkan lagi. Setelah pikirannya melayang-layang
kian kemari tiba-tiba dia teringat sesuatu. Ya,
mengapa dia tidak meminta bantuan Ceng-te Tak
mungkin Ceng-te tak tahu akan keadaan Beng Cu.
Serentak timbul niatnya mencari Ceng-te karena
hanya tokoh itulah yang akan dapat menolong
keadaan Beng Cu.
978 Memang kalau mencari Ceng-te, kemungkinan
besar dia tentu akan bertemu dengan Coh Hen Hong.
Tetapi dia sudah membulatkan tekad. Asal dapat
bertemu Ceng-te dan memberitahukan tentang
keadaan Beng Cu, biarlah dia akan menderita bahaya
apa saja dia tak menghiraukan.
Begitulah dia lalu keluar dari ruang dibawah tanah
itu dan menuju ke lembah. Dengan berlarian dia
melintasi lembah sempit. Tetapi baru keluar
dari situ tiba-tiba di samping sebatang pohon tampak melihat
sesosok bayangan. Orang itupun berhenti.
Rasanya Pui Tiok sudah kenal dengan orang itu.
Salah seorang anakbuah istana Ceng-te-kiong. Waktu
dia hendak berseru menegurnya ternyata orang itu
sudah tertawa gelak-gelak.
"Bagus budak kecil, engkau juga lolos keluar
" Apa engkau masih tak mau ikut aku kembali ke Ceng-tekiong
untuk menerima keputusan siau-cujin ?"
serunya. Segera Pui Tiok tahu kalau orang itu adalah orang
kepercayaan Coh Hen Hong yang diperintah untuk
mencarinya. Habis berkata orang itu terus loncat maju dan
menerkarn Pui Tiok.
"Tak perlu dipaksa," seru Pui Tiok seraya memberi
isyarat tangan, "aku dapat berjalan sendiri. Memang
kutahu kalau tak dapat lolos."
"Ho, ternyata engkau kenal selatan," seru orang itu.
979 Pui Tiok tak mau menjawab melainkan tertawa
dingin. "Hayo, engkau jalan di muka," seru orang itu pula.
Marah sebenarnya Pui Tiok atas perlakuan orang
yang sekasar itu. Tetapi karena dia perlu harus dapat
tiba di Ceng-te-kiong maka diapun diam saja.
Orang yang berjalan di belakangnya, tak hentihentinya
membentak-bentak, sebentar memberi
perintah biluk ke kanan sebentar ke kiri. Beberapa jam
setelah melintasi tikung dan ketuk dipegunungan baru
melintasi sebuah lembah sempit yang panjang dan
biluk ke sebuah air-terjun kemudian tiba di sebuah
lembah. Tiba disitu hati Pui Tiok berdebar keras karena
dia sudah melihat bangunan Ceng-te-kiong.
Pintu gerbang istana itu tertutup rapat,
memancarkan warna yang berkilau-kilauan kuning
emas. Begitu tiba di muka pintu gerbang, orang itu terus
memegang bahu Pui Tiok. Ibu jarinya ditekankan pada
jalan darah bian-keng-hiat pemuda itu
Diam-diam Pui Tiok menimang. Sekalipun jalan
darahnya dikuasai tetapi dia percaya tenaga-dalam
nya saat itu mampu menolak jari orang. Dia biarkan
saja dirinya didorong ke muka pintu gerbang dan
pada lain saat pintu dibuka orang.
980 "Hai, engkau dapat menemukannya?" seru penjaga
pintu. Orang tadi m nglakan.
"Bagus, sudah lama kongcu menunggu. Kali ini kita
berdua tentu bakal mendapat ganjaran besar,"
seru penjaga pintu pula.
"Ho, aku yang mendapatkan, apa hubungannya
dengan engkau," seru orang yang menggiring Pui Tiok.
Karena berebut Jasa, kedua anakbuah Ceng-tekiong
itu bertengkar. Diam-diam Pui Tiok menimang.
Kedatangannya ke situ adalah hendak menemui Cengte
tetapi rupanya anakbuah Ceng-te-kiong itu hendak
mengantarkan dia kepada Coh Hen Hong. Kalau sudah
bertemu Coh Hen Hong, mana dia mendapat
kesempatan bertemu Ceng-te lagi"
"Tunggu dulu," serunya, "aku perlu menghadap
Ceng-te." "Hm, kalau berada di Ceng-te-kiong, mana engkau
boleh menurut sesuka baumu," penjaga menggeram.
"Aku perlu bertemu Ceng-te karena ada urusan
penting sekali. Lekas bawa aku kepadanya." seru Pui
Tiok dengan nada sarat.
"Kentut!" teriak penjaga itu terus menampar muka
Pui Tiok. Bukan Pui Tiok tak mau bersabar tetapi dia
menyadari kalau dia terus menerus menurut saja,
981 malah akan mengabaikan urusanya yang penting
dengan Ceng-te.
Maka begitu tangan orang mengayun diapun dia
terus menerkam pergelangan tangan orang. Orang itu
terkejut. Bukan saja melihat Pui Tiok berani melawan
pun karena gerakan anakmuda itu luar biasa
cepatnya. Baru dia tertegun atau pergelangan
tangannya sudah kena dicengkeram Pui Tiok.
Orang itu sebenarnya termasuk salah seorang Jago
sakti dari istana Ceng-te-kiong. Walaupun tangan
kanan kena dicengkeram, tetapi tangan kirinya masih
dapat bergerak. Wut. . . . dia terus manghantam Pui
Tiok. Pui Tiok miringkan tubuh. Selain dapat menghindar,
pun dia dapat menyeret orang itu terhuyung dua
langkah ke muka.
Karena diseret, pukulannya berbalik mengarah pada
lain sasaran yaitu kepada orang yang berada di
belakang Pui Tiok.
Krak. . . . orang di belakang Pui Tiok terkejut
karena tak menyangka akan mendapat serangan
begitu. Cepat dia menangkis.
Tepat pada saat kedua anakbuah Ceng-te-kiong
beradu pukulan sendiri, Pui Tiokpun cepat
melontarkan penjaga pintu yang dicengkeram
tangannya itu ke pintu. Karena dikuasai pergelangan tangannya, tenaga
penjaga itu lenyap dan dia seperti bola yang dilempar
ke pintu, bruk . . .
982 "Bagus, budak, engkau punya modal juga," seru
orang yang menggiring Pui Tiok tadi. "tetapi kalau
mau unjuk kepandaian di Ceng-te-kiong, ho jangan
mimpi !" Sambil berseru Itu diapun segera maju dan
menyerang dengan kedua tangannya. Tetapi setelah
melemparkan penjaga tadi ke pintu, Pui Tiok terus
loncat dan menerobos lari ke pintu gerbang.
Wut . . . dalam sekejab saja dia sudah dapat
menaiki sepuluhan batu titian dan tiba dimuba pintu
istana. Bum . . . dia menghantam pintu itu.
Orang tadi karena menghantam tempat kosong
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terus lari mengejar keatas. Tetapi tiba di bawah
titian, dia berhenti. Dan penjaga yang dilempar Pui
Tiok tadi juga merangkak turun kebawah titian lalu
berdiri seperti patung.
Pui Tiok terkesiap ketika mendengar pintu tembaga
mendengung dahsyat. Cepat dia berputar ke belakang.
Ternyata pintu gerbang istana sudah terbuka dan
tampak delapan busu atau pengawal istana yang
bertubuh tinggi besar dengan senjata tombak, tegak
berjajar-jajar di sebelah dalam. Pada
lain saat tampak Ceng-te muncul dan berjalan pelahan-lahan.
Melihat Ceng-te, girang Pui Tiok bukan alangkepalang.
Dia cepat menyongsong. Tetapi baru
melangkah setindak dia melihat suatu gelagat yang
mengejutkan. Ternyata dibelakang Ceng-te Juga
muncul Coh Hen Hong dalam pakaian yang indah
dengan diiring oleh dua orang dayang yang membawa
983 kipas. Sepintas Coh Hen Hong seperti seorang puteri
keraton saja. Tetapi Pui Tiok tetap lanjutkan langkah dan setelah
berhadapan dengan Ceng-te. dia berseru, "Ceng-te,
aku hendak menyampaikan berita penting pada acda,"
"Katakanlah," sahut Ceng-te dengan datar.
Pui Tiok menuding Coh Hen Hong, "Apa yang
kukatakan tak boleh didengarnya. Harap suruh dia
menyingkir dulu."
Wajah Ceng-te berobah dan memberi isyarat
kepada Coh Hen Hong, "menyingkirlah agak jauh."
Coh Hen Hong tak senang hati dan cibirkan bibir,
"Tidak, aku tak mau menyingkir, aku malah ingin
mendengar apa yang akan dikatakan."
"Turutlah perintah," kata Ceng-te dengan suara
sarat. Coh Hen Hong marah. Dia mendengus tawa dingin
lalu membawa kedua bujangnya pergi. Setelah
dia pergi, cepat Pui Tiok berkata, "Cianpwe, Beng Cu
celaka. Aku tak tahu bagaimana harus menolongnya,
silakan engkau kesana."
"Tetapi bagaimana aku dapat kesana?" Ceng-te
kerutkan alis. Mendengar itu Pui Tiok bingung dan marah.
Sungguh tak pernah disangkanya bahwa Ceng-te yang
disohorkan begitu hebat ternyata begitu ketakutan.
984 Dengan memiliki kepandaian sakti tetap tak berani
bertindak tegas,
"Harap pergi saja karena koh-cujin sudah
meninggal ," kata Pui Tiok.
Mendengar itu gemetarlah Ceng-te. Dia menekan
bahu Pui Tiok tetapi tak jadi, "Engkau, ilmu
kepandaianmu maju pesat sekali. Dia. . . bagaimana
meninggalnya?"
Pui Tiok gelengkan kepala "Aku juga tak tahu. Telah
kutanam dengan baik jenasah beliau.
Tetapi sampai saat ini Beng Cu. . . ."
"Jangan bersuara," tukas Pui Tiok.
Tetapi Pui Tiok tak tahan lagi dan malah berseru
keras, "Tetapi dia akan mati, mengapa aku tak boleh
buka suara?"
"Tidak dapat menahan urusan kecil berarti akan
mengacaukan rencana besar," bentak Ceng te dengan
marah, "orang semacam engkau tahu apa. Kalau mau
berkaok-kaok sampai pecah mulutmu, keluar saja.
Kalau di istana sini engkau mau apa?"
saking marahnya Pui Tiok hampir pingsan. Dia
berusaha untuk menekan kemarahannya.
Kedatangannya ke istana adalah untuk menemui
dan minta Ceng-te menolong Beng-Cu, bukan hendak
mengajak bertengkar.
Setelah menelan ludah, dia berkata pula, "Beng Cu
segera akan mati. Tak peduli engkau mengakuinya
985 atau tidak, tetapi dia itu tetap cucu perempuanmu.
Anak dari puterimu. Apakah engkau
sampai hati tak
menolongnya?"
Kembali tubuh Ceng-te gemetar keras. Diam-diam
Pui Tiok gembira karena mengira dapat menggugah
perasaan Ceng te. Tetapi tiba-tiba Ceng-te berkata
dengan dingin, "Kalau dia benar akan mati, aku pun
tak dapat berbuat apa-apa untuk menolongnya."
Mendengar Itu bukan kepalang marah Pui Tiok.
ingin dia menampar mulut Ceng-te. Dan memang
saat itu tangannya memang sudah diangkat. Tetapi
pada lain saat tangannya diturunkan pula. Kalau tak
memukul, pun dia hendak menyerang dengan katakata
yang tajam kepada Ceng te.
Tetapi baru dia hendak membuka mulut, tiba-tiba
dia berpikir Dia memang dapat melepaskan
kemarahannya kepada Ceng-te tetapi apakah gunanya
hal itu kepada Beng Cu" Apakah dengan begitu Beng
Cu akan dapat terolong jiwanya"
Karena jeri terhadap Coh Hen Hong, Ceng-te tak
berani mengakui Beng Cu sebagai cucunya yang aseli.
Dan sekarang Beng Cu dalam bahaya, pun Ceng-te tak
berani menolong. Kalau dia memaki-maki Ceng-te,
bukankah Ceng-te tentu segera
akan mengusirnya
dari situ"
Maka dengan menahan kesabaran dia berkata pula,
"Ceng-te, andaikata engkau tak mau pergi
menolongnya, pun sukalah memberitahu kepada ku,
dalam keadaan seperti itu apakah Beng Cu terancam
jiwanya atau tidak?"
986 Ceng-te tertegun sejenak lalu balas bertanya,
"Bagaimana keadaannya?"
"Dja rebah tertidur di dipan batu, badannya mandi
keringat dingin. Begitu menyentuh tubuhnya,
hawa dingin itu terus menyerang aku. Napas yang
dihembuskanpun menguap jadi air tetapi dia belum
meninggal "
Mendengar keterangan itu wajah Ceng-te menjadi
gelap sekali. Setelah Pui Tiok selesai memberi
keterangan baru Ceng-te tertawa getir dan gelengkan
kepala. Melihat itu Pui Tiok seperti dicekik setan dan
suaranyapun bergemetar, tanyanya. "Bagaimana
" Bagaimana keadaannya ?"
Ceng-te tetap tertawa kering dan tak menjawab.
"Dia bagaimana !" karena tak sabar lagi maka Pui
Tiok membentaknya. Dia benar-benar marah dan
muak terhadap Ceng-te yang begitu tak bernyali untuk
menolong Beng Cu.
Ceng-te memandang Pui Tiok dengan pandang tidak
marah melainkan hanya tertawa hambar Lalu berkata,
"Dipan batu itu terbuat dari han-giok batu zamrud
dingin laut Pak-hay."
Pui Tiok terkejut. Jamrud dingin dari laut Pak-hay "
Dia memang pernah mendengar cerita orang bahwa
han-giok itu dapat memancarkan hawa im-han (dingin
negatip). Berasal dari hawa dingin yang setelah
mengalami proses penguapan selama ribuan tahun
lalu menjadi kristal membatu. Dan ternyata dipan
987 tempat tidur itu terbuat dari mustika han-giok, dapat
dibayangkan betapa nilai-nya !
Tapi pada lain saat dia merasa belum tentu
keterangan Ceng-te itu benar maka dia gelengban
kepala. "Tidak. Kabarnya han-giok dari laut Pak hay
itu dingin sekali. Kalau disentuh seperti menyentuh es.
Tetapi aku pernah berbaring di atas dipan itu,
mengapa tak merasa kedinginan sama sekali ?"
"Tentu saja." sahut Ceng-te, "karena inti dingin dari
jamrud itu telah disalurkan kedalam tubuh
Beng Cu. Oleh karena itu . . . "
Baru Ceng-te berkata sampai disitu tiba-tiba dari
balik sebatang tiang yang tak jauh dari situ terdengar
bunyi berdesir-desir seperti pakaian dari orang yang
tubuhnya gemetar keras.
Ceng-te cepat hentikan kata-katanya dan berpaling.
Pun Pui Tiok juga ikut memandang ke arah itu.
"Siapa, lekas keluar !" bentak Ceng-te. Setelah
mengulang beberapa kali baru dari balik tiang itu
muncul seseorang. Siapa lagi kalau bukan Coh Hen
Hong. Seketika wajah Ceng-te berubah, serunya "Engkau.
engkau apa sembunyi disitu " Apakah engkau terus
sembunyi disitu untuk mencuri dengar pembicaraanku
" Wajah Coh Hen Hong tampak pucat. Dia
mengangguk, sikapnya kaku. Dia memang diam-diam
menyelinap dan sembunyi di belakang tiang untuk
mendengarkan pembicaraan Ceng te dengan Pui Tiok
988 Dia memang cerdik sekali. Dari pembicaraan itu
baru tahu kalau Beng Cu sedang dalam bahaya maka
Pui Tiok hendak mengundang Ceng-te supaya
menolong. Semula Coh Hen Hong menertawakan Pui Tiok.
Bukankah Ceng-te tak mau mengakui Beng Cu dan
mengusir keduanya dari istana Ceng te-kiong "
Mengapa Pui Tiok masih nekad hendak minta
pertolongan Ceng-te "
Tetapi waktu dia sedang kegirangan tiba-tiba la
mendengar ucapan Ceng-te yang mengatakan bahwa
'itu suatu proses penyaluran tenaga-sakti' ke dalam
tubuh Beng Cu. Mendengar itu Coh Hen Hong kaget seperti
disambar petir sehingga dia gemetar. Itulah sebabnya
pakaiannya sampai berkemeresekan. Dan Ketika
Ceng-te mengucap panggilan 'Beng Cu', Coh Hen
Hong yang cerdas segera dapat menduga bahwa
sebenarnya Ceng-te sudah tahu kalau Beng Cu yang
datang itu adalah Beng Cu yang aseli dan dia adalah
Beng Cu palsu. Sudah tentu Coh Hen Hong dilanda kejut yang tak
terhingga. Walaupun dia teringat dan heran mengapa
kalau sudah tahu begitu, Ceng-te tetap mengakuinya
(Coh Hen Hong) sebagai cucunya dan lalu mengusir
Beng Cu - Pui Tiok. Tetapi hal Itu menjadi kabur
karena hatinya saat itu kacau balau. Dia hanya
membayangkan tindakan selanjutnya. Seharusnya dia
keluar dan mengakui semua kesalahannya kepada
Ceng-te. 989 Memang dia sampai saat itu belum tahu apa
sebabnya kalau toh sudah tahu, Ceng-te tak mau
menindaknya tetapi malah mengusir Beng Cu dan Pui
Tiok. Oleh karena Itu dia tetap takut kalau2 Ceng-te
nanti akan marah dan akan menindaknya. Pada hal
Ceng-te sendiri juga kebat kebit hatinya karena
kuatir Coh Hen Hong akan ngamuk.
Dari sikap Coh Hen Hong, Ceng-te menduga
tentulah Coh Hen Hong sudah tahu kalau rahasia nya
terbuka. Padahal Ceng-te berusaha agar rahasia itu
untuk sementara jangan sampai diketahui Coh Hen
Hong. Kalau sampai tahu ia kuatir gadis itu akan
memberontak dan tahu bahwa kepandaiannya
sebenarnya sudah lebih tinggi dari Ceng-te. Maka
Ceng-te dan Coh Hen Hong karena saling tak tahu,
masing-masing mempunyai rasa jeri terhadap satu
sama lain. Waktu Coh Hen Hong mengangguk,
beberapa jenak kemudian tak bicara apa-apa.
Pui Tiok juga tegang sekali. Ia kuatir Ceng-te akan
bersikap lemah dan kalau begitu tentu ber bahaya.
Kalau Ceng-te bersikap lemah, Coh Hen Hong yang
cerdik tentu segera tahu.
Maka melihat Ceng-te diam saja, Pui Tiok cepat
hendak menegur Coh Hen Hong. Tetapi sebelum ia
sempat membuka mulut, Ceng te sudah mengangkat
tangan mencegahnya, "Engkau tahu semua,
bukan " Coh Hen Hong mengangguk dan menunduk. "Ya,
aku sudah tahu"
990 Ceng-te menarik napas. Situasi saat itu Ceng-te lah
yang menang angin. Tetapi Pui Tiok tahu bahwa
sebenarnya Ceng-te lebih gentar daripada Coh Hen
Hong. Tiba-tiba Coh Hen Hong bertekuk lutut di hadapan
Ceng-te dan berseru, "Engkong !"
Melihat itu Ceng-te melonjak kaget.
Tetapi saat itu Coh Hen Hong hanya mencurahkan
perhatian bagaimana dia akan mendapat
pengampunan dari Ceng-te dan tak memperhatikan
tingkah Ceng-te yang melonjak kaget itu.
Setelah berlutut CohtHen Hong menangis,
"Sekalipun aku bukan. . . . cucumu yang aseli, tetapi
.... aku telah merawat engkau selama bertahun-tahun
maka ijinkan.... aku tinggal di istana ini."
Wajah Cang-te menampil kerut kejut2 gem-bira.
Maka waktu dia bicara nadanyapun gemetar. Tetapi
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam pendengaran Coh Hen Hong, Ceng-te sedang
diluap kemarahan.
Sambil meratap-ratap, Coh Hen Hong malah
menangis tersedu-sedu, "Pui toako, engkau tentu
mau memaafkan aku. Tetapi aku. . .aku. . . . sungguh.
. . . malu. . . ."
Pui Tiok menyentuh tangan Ceng-te untuk memberi
isyarat. Rupanya Ceng-te dapat menanggapi.
"Kalau engkau sudah tahu kesalahanmu, sudah
tentu aku tak sampai hati untuk memberi hukuman
tetapi sepasang pedang Leng-liong-klam yang engkau
991 pakai itu, adalah pusaka dari Ceng-te-kiong, Lekas
berikan kepadaku."
Memang begitulah maksud Pui Tjok memberi
Isyarat tadi, Dia ingat kata-kata Ceng-te tadi, bahwa
dengan memiliki sepasang pedang Leng-liong-kiam
itu, Coh Hen Hong ibarat harimau yang tumbuh sayap,
tak ada orang yang mampu menandingi lagi.
Kalau pedang itu sudah diminta kembali, tentu lain
keadaannya. Dengan airmata bercucuran, Coh Hen Hong
berbangkit dan melepaskan sepasang pedang yang
terikat dipinggangnya.
"Ini memang pusaka dari Ceng-te-kiong, sudah
tentu aku tak berani memilikinya," katanya sambil
mengangkat kepala.
Sebenarnya dia memang bermaksud hendak
menyerahkan pedang itu tetapi ketika memandang
kemuka tampak wajah Ceng-te dan Pui Tiok lain sekali
dari biasanya. Bukan karena secara tiba-tiba Coh Hen Hong
merasa bahwa dengan memiliki sepasang pedang itu
tak ada orang yang dapat menandinginya. Tetapi
adalah dalam sesaat itu tiba-tiba timbul pikirannya.
Apabila dia menyerahkan pedang itu, tentu Ceng-te
akan memberikan kepada Pui Tiok atau Beng Cu. Itu
berarti bahwa segala jerih payahnya selama akan
lenyap semua. Teringat hal itu dia pedih sekali. Dia memang
sayang tak rela kehilangan kedua pedang itu. Dengan
keberanian yang luar biasa dia telah dapat
992 mengelabuhi Ceng-te dan bertahun-tahun menikmati
kehidupan sebagai cucu Ceng-te, apabila dalam
sehari saja kesemuanya itu akan hilang, betapalah
pedihnya. Pada saat pikirannya tercengkam oleh rasa sayang
untuk kehilangan pedang pusaka, tiba-tiba timbullah
nafsu jahatnya. Dan hal itu memang sudah lama
direncanakannya. Bunuh Ceng-te!
Walaupun selama ini dia belum memperoleh
kesempatan untuk melaksanakannya tetapi sekarang
dia harus melakukannya atau gagal untuk selamalamanya.
Ya, sekarang juga dia harus membunuh Ceng te
yang dianggapnya sebagai duri dalam mata.
JILID 20 Sesaat teringat akan peristiwa ketika berhadapan
dengan ketiga ekor gin-wan. Dengan sepasang pedang
pusaka itu dapatlah dia membabat ketiga ekor
binatang sakti itu.
Ha, kalau dia menyerang secara tiba-tiba dan tak
terduga duga, mampukah Ceng-te menghindari"
Apabila dia berhasil memang dia akan merajalela di
dunia persilatan. Takkan ada tokoh persilatan yang
mampu menandinginya lagi. Tetapi kalau.....
Berpikir sampai disini, makin pucatlah wajah Coh
Hen Hong. Tetapi wajah Ceng-te dan Pui Tiok saat itu
Juga tak banyak berbeda dengan Coh Hen Hong.
Waktu Coh Hen Hong menurut kata dan melepaskan
Leng-liong-kiam, wajah Ceng-te dan Pui Tiok berseri
gembira. 993 Adalah karena kedua pedang itu maka Ceng Ce tak
mampu menundukkan Coh Hen Hong tanpa pedang itu
Coh Hen Hong akan menjadi macan tanpa gigi.
Tetapi sesaat mencekal pedang, meragulah Coh
Hen Hong. Pui Tiok dan Ceng-te diam-diam terkejut.
Jelas gadis itu sedang memikirkan sesuatu. Apakah
sesuatu itu, mereka tak tahu dan tak berani terlalu
mendesak. Karena kalau mendesak tentu akan
ketahuan Coh Hen Hong.
Memang baik Ceng-te maupun Pui Tiok faham sekali
akan perangai gadis itu dan mereka mengagumi
kecerdasan otaknya.
Lebih kurang dua sepeminum teh baru terdengar
Coh Hen Hong berseru. "Engkong . . . ke marilah, aku
hendak berkata sepatah kepadamu."
Coh Hen Hong sudah menentukan siasat. Begitu
Ceng-te menghampiri dekat, baru dia hendak turun
tangan. Ceng-te tergetar. Pui Tiok juga menarik baju Cengte,
mencegahnya jangan mendekat untuk menjaga
segala kemungkinan yang akan dilakukan gadis itu.
Coh Hen Hong memang cerdik sekali. Agar
menghapus kecurigaannya, waktu Ceng-te
menghampiri dia harus menggunakan omongan untuk
mengacaukan konsentrasi pikirannya.
"Engkong . . " katanya, "sebenarnya. aku tak
berhak memanggilmu . . engkong."
Sambil berkata diapun maju setengah langkah.
"Kelak kalau tinggal di istana ini, entah bagaimana
aku harus , . . menyebutmu ?"
Memang Coh Hen Hong pintar sekali. Dia tahu
selama berkumpul bertahun-tahun, Ceng-te telah
menumpahkan rasa kasih sayang yang besar
kepadanya. Tentu tak mungkin Ceng-te akan
memutus begitu saja secara serentak, maka diapun
baru berani mengucapkan kata-kata begitu.
994 Memang setelah mendengar kata-kata Coh Hen
Hong, tersentuhlah hati Ceng-te, dia menghela napas
panjang. Dan tepat pada saat itu Coh Hen Hongpun
maju setengah langkah lagi.
Melihat jarak keduanya makin dekat, Pui Tiok
terkejut sekali dan gopoh berseru, "Ceng-te. . !
Dia hendak memperingatkan Ceng-te supaya berhati-
hati tapi sayang rupanya Ccng-te tak menaruh
perhatian. Dia sedang tenggelam dalam kenangan
kasih sayang kepada gadis itu.
Bertahun-tahun dia menganggap Coh Hen Hong
sebagai cucunya sendiri dan memperlakukannya
dengan segala kemanjaan. Dan karena Coh Hen Hong
pandai sekali mengambil hati maka Ceng-te semakin
terjerat kasih sayang. Itulah sebabnya saat itu dia
seperti tercekam dalam kenangan lampau.
Memang ilmu kepandaian Ceng-te sakti sekali tetapi
wataknya memang kukuh. Kalau dia menganggap
benar, tak peduli siapapun, dia tetap kukuh pada
pendiriannya. Itulah sebabnya maka isteri dan anak
perempuannya sampai tak tahan dan minggat
meninggalkannya.
Tetapi seorang yang berwatak keras sebenarnya
dalam hatinya penuh dengan kontradiksi
(pertentangan). Watak Ceng-te keras tetapi hatinya
lemah lembut dan selalu bimbang dalam mengambil
putusan Seperti saat itu dimana dia sudah tahu kalau Coh
Hen Hong itu berani memalsu sebagai Beng Cu. Tahu
pula bahwa Coh Hen Hong, itu berbahaya. Tetapi toh
dalam detik2 yang gawat, dia tak menghiraukan lagi
bagaimana dia harus menjaga keselamatan dirinya
dan bagaimana agar Coh Hen Hong mau menyerahkan
kedua pedang pusaka itu.
Yang dipikirkan malah Kenangan lama soal masa
berkumpul dengan Coh Hen Hong. Dia
995 memperlakukan begitu baik kepada gadis itu, masa
akan sampai hati mencelakainya. Walaupun gadis itu
ternyata bersalah tetapi mengingat hubungan selama
itu, dapatlah dia memaafkannya.
Itulah sebabnya bukan saja dia tak mengacuhkan
peringatan Pui Tiok, pun malah maju lagi selangkah.
Coh Hen Hong yang cerdlk memang tahu betul
watak dan ketenangan Ceng-te. Dia sudah faham akan
gerak mimik wajah Ceng-te. Bahkan setiap Ceng-Te
mengunjukan kerut wajah ataukan mengerut alis. dia
sudah dapat menduga isi hatinya. Adalah karena
pandainya Coh Hen Hong dalam membaca isi hati dan
mengambil hati Ceng-te maka Ceng-tepun sangat
menyayanginya. Melihat Ceng-te maju selangkah lagi, Coh Hen Hong
terkejut gembira. Dia gembira karena pada jarak
sedekat itu apabila dia melancarkan serangan kilat
yang tak terduga-duga, kebanyakan tentu berhasil.
Tetapi karena dia masih mengira kalau
kepandaiannya masih kalah dengan Ceng te maka
diapun masjh kuatir kalau sekali gagal, tentu celaka.
Namun dia sudah membulatkan tekad. Kalau tidak
saat itu turun tangan, kapan lagi dia akan mendapat
kesempatan sebagus itu. Maka dengan tenangkan
hati, pelahan-lahan ia melangkah maju.
Saat itu Ceng-te dan Coh Hen Hong hanya terpisah
satu meter jaraknya. Melihat itu Pui Tiok tegang
sekali. Kembali dia berteriak. "Ceng-te hati-hati,
kulihat dia tak bermaksud baik."
Dalam menghadapi soal yang menentukan
kehidupannya walau sudah berusaha untuk bersikap
tenang tetapi tak urung mata Coh Hen Hong tetap
memancarkan sinar pembunuhan. Dan sinar matanya
itu tak dapat rnengelabuhi Pui Tiok.
996 Namun Ceng-te tetap seperti orang limbung. Dia
malah mengangkat tangan dan memberi isyarat
kepada Pui Tiok supaya tak usah kuatir.
Melihat itu Pui Tiok merasa lega. Dia kira Ceng-te
tentu sudah tahu dan suruh dia diam. Oleh karena itu
diapun tak mau bicara lagi dan hanya menumpahkan
seluruh perhatian pada gerak gerik Coh Hen Hong.
Sebenarnya waktu mendengar peringatan Pui Tiok,
diam-diam Coh Hen Hong sudah mengucurkan
keringat dan tertegun. Dia mengira setelah
mendengar peringatan Pui Tiok, Ceng-te tentu
akan turun tangan mencelakainya.
Sekalipun tegang tetapi Coh Hen Hong, berusaha
untuk menenangkan diri. Dia memandang Ceng-te dan
terkejut. Jelas sikap dan mimik wajah Ceng-te masih
selembut tadi. Nyali Coh Hen Hong melonjak lagi. Setelah menelan
ludah untuk membasahi kerongkongannya yang
kering, dia segera berseru, "Engkong . . engkau apa
masih mengijinkan kalau kupanggil begitu " Atau . .
harus ganti sebutan ?"
Mendengar itu hati Ceng-te makin tersentuh cepat
dia menyahut, "Boleh, boleh, tentu saja boleh."
Melihat sambil berkata Ceng-te merentangkan
kedua lengannya, girang Coh Hen Hong bukan
kepalang. Ceng te hendak memeluknya.
"Engkong . . , " sambil berteriak Coh Hen Hong
enjot tubuh loncat menyongsong.
Jarak yang begitu dekat dan Coh Hen Kong pun
bergerak cepat sekali. Ceng-te segera hendak
memeluknya seraya berseru, "Satan cilik , . "
Memang demikian adat kebiasaan mereka, Setiap
kali Coh Hen Hong mengambek ia tentu terus jatuhkan
diri ke dada Ceng-te. Dan Ceng-te selalu
memanggilnya 'setan cilik.' dengan penuh kasih
sayang. 997 Tetapi kali ini baru dia menyebut 'setan cilik',
sepasang lengan Coh Hen Hong tiba-tiba terpentang
dan memancarkan sinar emas serta sinar biru.
Peristiwa itu benar-benar terlalu mendadak dan di
luar persangkaan sama sekali. Pada saat Coh Hen
Hong menyebut 'engkong' dan terus menubruk dada
Ceng-te, Pui Tiok kerutkan alis. Dia tak tahu apa yang
akan terjadi. Tetapi sebelum dia sempat berpikir,
ternyata peristiwa itu telah terjadi.
Serempak dengan memancarnya kedua sinar biru
dan emas, terdengarlah teriakan yang aneh. Nadanya
menggemparkan dan kumandangnya bagai rintihan
setan. Walaupun kepandaian Pui Tiok saat itu sudah
bertambah maju sekali toh tak urung telinganya
terngiang-ngiang dan terpaksa mundur beberapa
langkah. Sambil menyurut mundur, Pui Tiok melihat bahwa
berkembangnya sinar biru dan emas itu telah disusul
dengan semburan darah merah. Dan pada lain saat
kedua sinar itupun terpencar lagi. Sinar biru menyurut
mundur dan sinar emas melesat ke sampjng dengan
cepat sekali. Perobahan itu berlangsung cepat luar
biasa; Sepasang pedang Leng-liong-kiam dan Kim-liongkiam
itu berkelebat dengan cepat sekali, ibarat seperti
kilat menyambar dan hilang. Itulah sebabnya maka
Pui Tiok tak dapat melihat apa yang sebenarnya telah
terjadi antara Ceng-te dengan Coh Hen Hong.
Dia memang melihat darah menyembur tetapi
darah siapa, juga tak diketahuinya.
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah kedua pedang tercerai, barulah dia
tertegun. Tetapi dia belum sempat melihat apa yang
telah terjadi atau tiba-tiba sinar emas telah menerjang
ke arahnya sehingga dia seperti disambar petir
kejutnya. 998 Untung dia mempunyai gerak reflek yang cukup
tangkas. Dengan menggerung keras dia menghindar
seraya balas menghantam.
Tetapi baru dia hendak menghantam, sinar emas itu
sudah tiba di hadapannya dan . . . lenyap. Saat itu
baru Pui Tiok tahu kalau sinar emas itu pedang pusaka
yang saat itu berada ditangan Ceng-te. Ya, memang
yang melesat tiba dihadapannya itu adalah Ceng-te.
Pui Tiok terkejut dan cepat menghentikan gerak
pukulannya. Saat itu dia berada disamping Ceng-te
dan melihat bahwa Ceng-te sedang mencekal
pedang kim-liong-kiam, berdiri dengan tegak
Srmentara diapun melihat Coh Hen Hong telah
melesat keambang pintu. Gadis itu masih mencekal
pedang Ceng-liong-kiam. Wajahnya pucat seperti
mayat. Dan tubuhnya juga berlepotan darah. Tetapi
jelas darah itu bukan berasal dari dirinya.
Pui Tiok tertegun. Dia mengharap mudah2an darah
menyembur yang dilihatnya tadi, tak pernah terjadi
dan karena berasal dari pandang matanya yang kabur.
Tetapi ketika dia memandang ketempat dimana Cengte
dan Coh Hen Hong berdiri berhadapan tadi,
matanya seperti gelap dan kepalanya berdenyutdenyut.
Cepat dia berpaling ke samping. Ceng-te masih
tetap berdiri tegak dengan mencekal pedang kim-liong
kiam. "Ceng . , " dia hendak berseru tetapi tak jadi karena
saat itu dia melihat darah mengalir deras, berasal dari
kaki Ceng-te. dan jubah tokoh itu juga mengembang
warna merah dan mengucurkan darah.
Saat itu Pui Tiok tak perlu bertanya sudah tahu apa
yang telah terjadi.
Jelas ketika dengan sikap seperti hendak menubruk
dada Cesg-te tadi, ternyata Coh Hen Hong telah
999 menyerang dengan sepasang pedang Ceng-liongkiam.
Karena tak menyangka dan tak bersiap-siap, Ceng
te telah menderita luka berat. Darah yang mengalir
deras itu berasal dari tubuh Ceng-te.
Tetapi Bagaimanapun Ceng-te itu seorang tokoh
sakti. Meskipun menderita luka berat dia tetap masih
dapat merebut pedang Kim liong-kiam dari tangan Coh
Hen Hong. Dan tampaknya Coh Hen Hong terkejut
ketakutan atas peristiwa itu.
Ternyata apa yang dibayangkan Pui Tiok tidaklah
sehebat dengan peristiwa yang telah berlangsung.
Pada saat Coh Hen Hong menebarkan kedua
tangannya dia terus melancarkan serangan 3 jurus
ilmu pedang ajaran Ceng-te.
Ilmupedang itu bukan olah olah saktinya. Setiap
jurus mengandung perobahan yang sukar diduga dan
penuh dengan variasi yang mengejutkan. Sekaligus
Coh Hen Hong telah melancarkan ketiga jurus itu
sehingga tubuhnya seolah-olah lenyap ditelan sinar
kedua pedangnya.
Memang walaupun mengakui bahwa dengan
memiliki sepasang pedang pusaka itu Coh Hen Hong
ibarat harimau yang tumbuh sayap, memang Ceng-te
rasa tak dapat mengalahkan. Tetapi kalau hanya
menyelamatkan diri saja, masih Ceng-te dapat
melakukannya. Tetapi karena dia tak menyangka dan sedang dalam
keadaan iba hati dalam hubungannya dengan Coh Hen
Hong, maka dia lengah dan harus membayar mahal.
Baru pada saat melihat Coh Hen Hong mengangkat
sepasang pedang, Ceng-te terkejut dan cepat
menghantam. Dengan hancaman itu dia bermaksud
agar Coh Hen Hong terpental ke belakang.
Tetapi dia telah menyadari kalau senjata makan
tuan, Selama bertahun-tahun dengan tekun dia
1000 memberi pelajaran pada Coh Hen Hong, berkat latihan
yang keras dan sungguh-sungguh Coh Hen Hong
dapat mendapat tataran ilmu kepandaian sakti yang
seimbang dengannya.
Kedua kalinya, sepasang pedang Leng-liong-kiam
itu laksana petir yang tak mungkin dapat dibendung.
Apalagi hanya ditolak dengan pukulan.
Begitu hantaman, dadanya terasa dingin2 nyeri
karena ujung pedang Kim-hong kiam telah menyusup
masuk. Dan yang sadis, begitu masuk kedada Cengte,
pedang itu disayatkan ke bawah sehingga
menimbulkan luka yang dalam dan memanjang. Darah
menyembur bagaikan pancuran air.
Melihat dadanya terluka, cepat tangan kiri Ceng-te
menerkam dan tangan kanan menyentil pergelangan
tangan Coh Hen Hong, menghantamnya dan merebut
pedang kim- liong-kiam lalu menamparkan lengan
jubahnya. Coh Hen Hong memang menyarang mati-matian.
Baginya , sekarang atau tidak untuk selama-lamanya.
Maka dia harus berhasil dan tak boleh gagal. Begitu
melihat darah menyembur dari dada Ceng-te, dia
gembira sekali. Tetapi bukan kepalang kejutnya ketika
pedang kim-liong-kiam dapat direbut Ceng-te. Oleh
karena itu dia tak sempat menghindar dari kebutan
lengan jubah Ceng-te sehingga terpental ke belakang
sampai satu tombak jauhnya.
Serempak menamparkan tangan jubah, Ceng-te
pun menyurut mundur.
Saat2 itulah dalam pandang mata Pui Tiok, pedang
Kim-liong-kiam dan Ceng-leng-kiam salting bercerai
berai. Pui Tiok juga tertegun menyaksikan peristiwa yang
tak pernah diduganya itu. Apabila tenaga sakti yang
dikebutkan lengan jubah Cang-te itu telah
1001 menghamburkan tekanan tenaga yang menyesakkan
dada Pui Tiok. Tiba-tiba pada lain saat tubuh Ceng-te miring dan
rubuh ke arah Pui Tiok, bum . . dia rubuh ke lantai.
Waktu jatuh tangannya masih menjulur
menyongsongkan pedang kim-liong-kiam kepada Pui
Tiok. Pui Tiok terkejut dan cepat menyambuti pedang itu.
Terdengar Ceng-te menghambur helaan napas yang
panjang dan setelah itu tak kedengaran suaranya lagi.
Plak . . . tangannya yang menjulur tadi, pun
melentuk lunglai ke bawah.
Hati Pui Tiok seperti disayat-sayat. Dia memang tak
berkesan baik terhadap Ceng-te, bahkan malah
mendongkol. Tetapi bagaimanapun halnya Ceng-te
adalah tokoh utama yang diagungkan sebagai
maharaja dunia persilatan. Bahwa seorang tokoh
cemerlang begitu sampai harus menderita kematian
yang begitu mengenaskan, tiap orang persilatan yang
benar-benar mempunyai darah ksatrya, tentu akan
merasa berduka.
Sambil mencekal pedang Kim-liong-kiam, ia
memandang kemuka. Tampak wajah Coh Hen Hong
mulai merekah merah dan pada lain saat gadis itu
tertawa melengking nyaring. Makin lama makin
gembira dan pada akhirnya berhenti tiba-tiba Coh Hen
Hong memandang Pui Tiok lalu berseru, "Engkau lihat
tidak " Engkau lihat atau tidak ?"
"Tentu saja melihat," sahut Pui Tiok.
"ha, ha, ha," kembali Coh Hen Hong tertawa
ngakak, "aku telah membunuh Ceng-te, aku telah
membunuhnya !"
Dengan nada sarat berkatalah Pui Tiok, "aku telah
melihat seorang manusia yang paling sadis yang telah
membunuh seorang tua yang telah memberi banyak
budi kebaikan kepadanya!"
1002 Wajah Coh Hen Hong menggelap, tetapi pada lain
saat dia tertawa kembali, "Tak peduli engkau berkata
bagaimana, Pui toako, tetapi aku telah membunuh
Ceng-te. Sekarang di dunia ini tak ada manusia yang
dapat melawan aku lagi !"
Menggigil hati Pui Tiok mendengar sumbar Coh Hen
Hong. Memang kalau Ceng-te saja tak mampu
melawannya lalu siapa lagi yang dapat menandingi
kesaktian gadis itu ?"
Mau tak mau gemetarlah hati Pui Tiok.
"Pui toako", Coh Hen Hong tertawa, " engkau tahu
tentang hal itu, bukan " Tiada orang yang dapat
menandingi aku. Aku adalah jago nomor satu di dunia
!" Dengan tandas Pui Tiok menjawab, "Belum tentu.
Taruh kata sekarang tak ada, tetapi kelak pasti ada
orang yang dapat menandingi engkau !"
"Pui toako, engkau ini pandai," kata Coh Hen Hong,
"mengapa engkau berkata setolol begitu " Coba
engkau pikir saja. Kalau sekarang tak ada orang yang
mampu menandingi aku, apakah aku akan
membiarkan saja orang-orang yang engkau katakan
kelak akan dapat menandingi aku itu". Memelihara
macan berarti menanam bahaya. Apakah itu takkan
menyusahkan aku ?"
Pui Tiok tak dapat membantah lagi. Dalam keadaan
seperti saat itu dia memang tak dapat berkata apaapa.
Pelahan-lahan Coh Hen Hong maju menghampiri
dan Pui Tiok pun setapak demi setapak melangkah
mundur. Tetapi akhirnya dia tiba di dinding tembok,
tak mungkin dapat mundur lagi.
Coh Hen Hong tetap maju menghampiri dan
berhenti 6-7 langkah di depan Pui Tiok.
"Kasihkan kepadaku !" serunya.
"Apa yang engkau minta ?"
1003 Coh Hen Hong tertawa dingin, "Jangan berlagak
tolol. Sudah tentu pedang kim-liong-kiam yang berada
padamu !" Pui Tiok mengertek gigi dan hendak mengangkat
tangan untuk melontarkan pedang Kim-liong-kiam
kepada gadis itu. Tetapi tiba-tiba terlintas sesuatu
dalam benaknya. Kalau toh pada saat ajalnya Ceng-te
masih berusaha untuk merebut pedang itu dan pada
saat rubuh di tanah dia menjulurkan tangan
memberjkan pedang itu kepadanya-Tentulah Ceng-te
mempunyai maksud. Sudah tentu dia tak boleh
mengembalikan pedang itu kepada Coh Hen Hong lagi.
Maka dia menarik tangannya lagi. Sambil
melintangkan tangan kiri melindungi dada tangan
kanan mencekal pedang itu. Ia tegak dengan tenang
Coh Hen Hong tertawa, "Pui toako, didunia ini
mengapa masih ada manusia yang tak tahu diri
seperti engkau " Lihatlah, yang menggeletak di tanah
itu siapa " Dia adalah Ceng-te. Kalau dia saja harus
mati dibawah pedangku, apakah engkau masih mau
unjuk kegagahan " Kali ini tak ada obatnya lagi kalau
tulang kakimu patah." Keringat Pui Tiok bercucuran
deras. "Tanpa pedang Kim-liong-kiam, engkau merasa tak
sakti, bukan ?"
Coh Hen Hong tertawa ngakak , "O, engkau kira
begitu" Kalau begitu silahkan saja menguji aku!"
Sambil barkata dia mengangkat tangan kanan dan
menjulurkan ujung pedang Ceng-leng-kiam ke arah
Pui Tiok seraya maju pelahan-lahan.
Melihat itu Pui Tiok mengempos semangat dan
mengangkat pedang Kim-liong-kiam.
Pada saat terpisah setengah meter, barulah Coh
Hen Hong berhenti dan sekonyong-konyong bergerak
cepat menerjang.
1004 Pui Tiok sudah menduga akan hal itu maka diapun
lalu cepat-cepat gerakkan pedang kim-liong-kjam.
Tring . . . terdengar dering yang tajam dari kedua
pedang pusaka yang saling beradu.
Pada saat beradu pedang, Pui Tiok rasakan
segulung tenaga yang dahsyat melandanya dan tak
terasa tangan kanannya terangkat ke atas, jarinya
membentang dan wut . . . pedangnyapun melayang ke
udara. Sudah tentu kejut Pui Tiok bukan alang kepalang.
Cepat dia enjot kakinya melambung lurus ke udara.
Sejak mendapat penyaluran tenaga-sakti dari kohcujin,
tenaga Pui Tiok maju pesat sekali.
Sekali loncat ke udara, dia sendiri sampai terkejut
dan tak mengira kalau mampu mencapai dua tombak
tingginya. Untung bangunan istana Ceng-te-kiong itu
tinggi sekali, kalau tidak tentulah kepalanya akan
terbentur dengan langit-langit ruangan.
Pada waktu melambung. dia ulurkan tangan dan
berhasil menyambar pedang Kim-liong-kiam Karena
gembira, semangatnyapun menyala. Dia rentangkan
kedua lengan dan hantamkan tangan kiri kebawah.
Meminjam tenaga hantaman itu tubuhnya melambung
naik lagi lalu ia memutar pedang Kim liong kiam
membentuk sebuah lingkaran sinar emas
Bum . . . terdengar bunyi dahsyat ketika wuwungan
rumah ambrol menurut lingkar sinar emas. Atap
berhamburan jatuh ke bawah menimpa Pui Tiok.
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tetapi tubuh Pui Tiok bukan meluncur turun,
sebalikannya malah melambung ke atas lagi, bruk . . .
dia menerobos lubang wuwungan.
Tiga kali tadi dia melakukan gerak melambung dan
berhasil menerobos keluar dari wuwungan rumah,
Itulah yang disebut Ciat-ciat-seng-thian atau Tahapdemi-
tahap-melambung-keudara. Suatu gaya yang
1005 hebat dari ilmu ginkang atau Meringankan-tubuh yang
sakti. Sebenarnya Pui Tiok belum pernah mempelajari
gerak itu. Tetapi karena ilmu ginkang dan lwekang itu
mempunyai kaitan maka pada waktu tenaga dalam Pui
Tiok bertambah maju, ilmu ginkangnyapun makin
meningkat hebat juga. Itulah sebabnya tanpa
disengaja dia telah mampu melakukan gerak ilmu
ginkang yang hebat.
Sesaat berdiri diatas atap kaca, ia masih belum
percaya mengapa dia mampu menerobos keatas
wuwungan itu. Pada saat dia tertegun, terdengarlah sebuah suitan
panjang yang dahsyat dari bawah. Suitan itu berasal
dari hamburan tenaga-dalam Coh Hen Hong.
Dan menyusul dengan gema suitan yang
berkumandang sampai jauh itu, berpuluh sosok
bayangan telah berhamburan tiba. Dari gerakan
mereka yang begitu gesit. jelas mereka tentulah jagojago
sakti dari istana Ceng-te-kiong.
Suitan Coh Hen Hong makin melengking tinggi.
Menyadari akan gelagat yang berbahaya, Pui Tiok
cepat meluncur turun.
Tetapi baru dia tiba di tanah, dilihatnya Coh Hen
Hong juga sudah menerobos dari bobolan wuwungan
tadi. Dan ketika itu mendapatkan Pui Tiok berada
disitu, Coh Hen Hong rentangkan kedua lengan.
Bagaikan seekor burung elang, dia terus melayang
turun dari ketinggian tiga tombak. Dia turun di tanah,
hanya setombak dari hadapan Pui Tiok.
Serempak dengan itu dari empat penjuru, lebih
kurang empat sampai lima puluh anak buah Ceng-tekiong
juga muncul. Mereka lalu membentuk lingkaran
untuk mengepung Pui Tiok.
Rombongan jago-jago Ccng-te-kiong itu, memang
Pui Tiok ada yang pernah melihat tetapi ada juga yang
1006 belum pernah dilihatnya. Tetapi sepintas
memperhatikan mereka, ia mendapat kesan bahwa
mereka tentulah jago-jago berkepandaian tinggi.
Pui Tiok masih tak tahu apakah dia mampu lolos
dari kepungan sekian banyak anak buah Ceng tekiong.
Apalagi masih ada Coh Hen Hong. Seketika
berdebar keraslah hati Pui Tiok. Ia lintangkan pedang
Kim liong-kiam untuk melindungi dada, tegak tenang
siap menunggu apa yang akan terjadi.
Coh Hen Hong kembali bersuit panjang lalu berseru,
"Saudara2, engkongku telah binasa !"
Mendengar itu terkejutlah sekalian jago-jago itu.
Coh Hen Hong menuding Pui Tiok dengan ujung
Ceng-leng-kiam lalu berseru tajam, "Tak terduga dia
telah merebut pedang Kim-liong-kiam dan membunuh
Ceng-te. Jangan sekali-kali ia sampai dapat lolos dari
Ceng-te-kiong !"
Mendengar kata-kata Coh Hen Hong yang memutarbalikkan
fakta, marah Pui Tiok bukan alang kepalang.
"Ngaco !" bentaknya, "yang membunuh Ceng te tadi
adalah engkau sendiri, siluman perempuan yang amat
sadis !' "Hm, siapa yang mau percaya omonganmu itu ?"
Coh Hen Hong mengejek.
Tadi berpuluh jago Ceng-te-kiong mengepung Pui
Tiok. Dan setelah mendengar perintah Coh Hen Hong
supaya jangan sampai Pui Tiok dapat lolos.
seharusnya mereka akan maju merapatkan kepungan
dan menangkap Pui Tiok. Kalau melawan akan
dicincangnya. Tetapi suatu keanehan telah terjadi. Berpuluh jago
itu sebagian besar bukan maju tetapi malah mundur
selangkah ke belakang. Dengan begitu kepungan Pui
Tiok menjadi agak longgar.
Memang ada dasarnya mengapa para ko jiu istana
Ceng-te-kiong berbuat begitu. Sebenarnya mereka
1007 adalah jago-jago kelas satu dalam dunia persilatan.
Karena menghindari permusuhan atau karena ditekan
Ceng-te, mereka terpaksa bernaung menjadi anak
buah Ceng-te-kiong.
Bukan sehari dua hari, sebulan duabulan mereka
tinggal di Ceng-te-kiong. Mereka sudah ber-tahuntahun
tinggal dl istana itu sehingga mereka faham
sekali sampai dimana kesaktian Ceng-te.
Begitu mendengar keterangan Coh Hen Hong bahwa
Pui Tiok telah dapat merebut pedang Kim-liong-kiam
lalu dapat membunuh Ceng-te, sudah tentu mereka
terkejut sekali. Jika benar begitu. bukankah
kepandaian Pui Tiok itu telah mencapai tataran yang
tak dapat dibayangkan lagi"
Memang Coh Hen Hong dalam keterangannya tadi
mengatakan kalau peristiwa ini terjadi secara tak
disangka-sangka. Tetapi dengan kesaktian Ceng-te
yang mereka ketahui jelas dan Pui Tiok dapat
membunuhnya, walaupun dilakukan secara tak
terduga duga tetapi jelas kepandaian Pui Tiok
seimbang dengan Ceng-te.
Membayangkan hal itu mau tak mau gentarlah hati
mereka sehingga tanpa ajak-ajakan mereka serempak
mundur. Pui Tiok menyadari kalau dia berada dalam situasi
yang genting sekali. Dia tak tahu kalau bukan dia
sendiri yang gentar tetapi rombongan jago-jago Cengte
itu juga takut kepadanya. Apabila pada saat mereka
mundur, Pui Tiok terus menerjang saja; tentu tak ada
orang yang berani menghadangnya dan kamungkinan
besar Pui Tiok tentu dapat meloloskan diri.
Sayang Pui Tiok tak dapat mengetahui situasi yang
menguntungkan seperti saat itu. Ia hanya terangsang
oleh kemarahannya untuk memaki Coh Hen Hong
yang memutar balikkan fakta, memfitnah dirinya.
1008 Adalah Coh Hen Hong yang marah sekali melihat
kawanan jago-jago Ceng-te-kiong itu mundur Sambil
bersuit nyaring dia sendiri terus maju menghampiri Pui
Tiok, Memang tindakan Coh Hen Hong itu tepat sekali.
Andaikata ia tak maju, tentulah jago-jago Ceng te
kiong itu akan mundur ke belakang lagi. Adalah
karena melihat Coh Hen Hong mendesak maju.
mereka berhenti. Ada kira2 sepuluh jago yang maju
untuk mengepung Pui Tiok lagi.
Saat itu segera terdengar dering senjata dicabut.
Sebenarnya sebagaj jago-jago kelas satu, mereka
jarang sekali menggunakan senjata. Tetapi karena
mereka menduga Pui Tiok itu luar biasa saktinya maka
merekapun serentak melolos senjatanya. Saat itu Coa
Hen Hong tiba dihadapan Pui Tiok.
"Lekas serahkan Kim-liong-kiam dan bunuh dirimu
sendiri, mungkin mayatmu masih kubiarkan utuh.
Kalau tidak, coba lihatlah, betapa banyak jago-jago
yang berada disini, mampukah engkau melarikan diri
?" serunya tajam.
Dengan wajah pucat Pui Tiok menyahut tandas,
"Engkau telah membunuh Ceng-te yang telah
bertahun-tahun memberi budi kebaikan kepadamu
tetapi engkau masih secara licik hendak memutarbalikkan
fakta memfitnah aku. Apakah orang masih
mau percaya pada ocehanmu ?"
Coh Hen Hong bersuit nyaring, Ceng-te-kiam
ditaburkan melingkar-lingkar ke arah dada Pu Tiok.
Pemuda itu menyurut mundur tiga langkah. Pedang
masih tetap dilintangkan di dada.
Coh Hen Hong, engkau telah memalsu Kwan Beng
Cu dan menyelundup ke istana Ceng-te-kiong. Setelah
perbuatanmu itu terungkap ..."
Menyadari bahwa walaupun sekarang
kepandaiannya sudah bertambah maju sekali jika
1009 harus melawan sekian banyak jago-jago kelas satu,
tentulah masih kalah. Oleh karena itu Pui Tiok tetap
menahan diri tak mau bertempur dulu. la hendak
gunakan kata-kata untuk membuka kejahatan Coh
Hen Hong agar jago-jago istana Ceng te-kiong itu
tahu duduk perkara yang sebenarnya.
Tetapi Coh Hen Hong tahu akan maksud Pui Tiok.
Tahu pula kalau dia saat itu menang angin. Tak
mungkin anak buah Ceng-te-kiong mau percaya
omongan Pui Tiok. Tetapi lebih baik memberantas
ocehan pemuda itu dari pada nanti timbul
kemungkinan yang tak diduga dimana sebagian dari
jago-jago Ceng-te-kiong itu mungkin tergerak hatinya
dan berbalik percaya pada Pui Tiok.
Sebelum Pui Tiok sempat melanjutkan kata-kata
nya Coh Hen Hong sudah cepat menabasnya. Dalam
keadaan seperti itu terpaksa Pui Tiok menangkis.
Tetapi baru dia gerakkan pedang, Coh Hen Hong
sudah miringkan tubuh dan ujung pedang dibabatkan
pada lengan pemuda itu.
Jika kena tentu lengan Pui Tiok akan kutung
Pemuda itu tak berani melanjutkan menyerang dan
cepat-cepat menarik tangannya.
Tring.....pedang Coh Hen Hong yang membabat
lengan berobah menjadi membabat pedang Pui Tiok
dan terjadilah, benturan senjata yang nyaring sekali.
Pui Tiok diam-diam kerahkan tenaga murni kearah
batang pedangnya. Tetapi arus tenaga dalam yang
melanda kelawan itu seperti membentur benda
keras yang membal sehingga arus lenaga-dalam Pui
Tiok tertolak sehingga menyebabkan pemuda itu
terdorong mundur sampai lima enam langkah.
Tetapi diluar dugaan Coh Hen Hong juga terpental
dua langkah ke belakang. Melihat itu girang Pui Tiok
bukan kepalang.
1010 Dia gembira bukan karena tahu kulau tenagadalamnya
sekarang maju sekali. Karena kalau dia
terpental mundur enam langkah dan Coh Hen Hong
terdorong ke belakang dua langkah, berarti tenagadalamnya
masih kalah jauh dengan gadis itu.
Bukan, bukan karena itu. Dan bukan karena dia
menyadari bahwa sekarang asal dia mau bersungguh-
sungguh menghadapi tentu dia akan mampu
bertahan sampai berapa jurus. Bahkan untuk mencari
kesempatan meloloskan diri juga bukan suatu hal
yang tak mungkin baginya.
Tetapi sekarang dia tahu bahwa dengan hanya
menggunakan sebatang pedang pusaka Ceng-lengkiam
ternyata perbawanya Jauh lebih berkurang dari
pada kalau mengunakan sepasang pedang pusaka.
Dan saat itu dia baru menyadari mengapa waktu
hendak menghembuskan napas terakhir, Ceng-te
masih berusaha untuk merebut pedang Kim-liongkiam
dan menyerahkan kepadanya. Dan sekarang
dia mengerti dan akan melaksanakan pesan Ceng-te
yang tak diucapkan itu bahwa bagaimnapun juga dia
tak boleh menyerahkan Kim-liong-kiam itu kepada
Coh Hen Hong. Setelah mengambil napas, Pui Tiok tertawa ngakak,
"Coh Hen Hong, lekas engkau berlutut kepada para
ko-jiu itu dan mengakui dosamu!"
Coh Hen Hong tertawa dingin, "Engkau masih
bermimpi apa lagi?"
Dia memberi isyarat tangan dan cepat sekali 7-8
orang jago maju menghampiri.
Waktu beradu pedang dengan Coh Hen Hong tadi,
telah terjadi situasi yang tak menguntungkan Pui Tiok.
Saat itu kawanan jago-jago Ceng-te-kiong baru tahu
bahwa kepandaian Pui Tiok itu masih kalah sakti
dengan Coh Hen Hong.
1011 Tetapi dalam segi yang tak menguntungkan itu juga
terjadi titik terang bagi Pui Tiok. Jago-jago Ceng-tekiong
itu cepat berpikir, kalau kepandaian Pui Tiok itu
kalah sakti dengan Coh Hen Hong, bagaimana
mungkin pemuda itu dapat merebut pedang dari
tangan Coh Hen Hong. Dan bagaimana mungkin pula
pemuda itu mampu membunuh Ceng-te"
Tetapi sayang. Walaupun telah timbul pikiran
semacam itu pada mereka, tetapi dalam keadaan dan
saat seperti Itu, mereka hanya curiga saja tetapi tak
mau melanjutkan berpikir lebih lanjut. Dan rombongan
ko-jiu Ceng-te-kiong yang tadi sama mundur sekarang
malah sama-sama maju lagi, mengepung Pui Tiok.
Melihat perobahan itu tergetarlah hati Pui Tiok.
Seorang Coh Hen Hong saja sudah sukar dilawan
apalagi masih ditambah dengan berpuluh-puluh jago
kelas satu. Satu satunya jalan yang dapat ditempuh dia harus
berusaha untuk dapat mempengaruhi mereka dengan
cara membuka kejahatan Coh Hen Hong sampai
keakar-akarnya.
"Saudara2," cepat dia berseru nyaring, "dia bukan
cucu dari Ceng-te. Dia memalsu jadi cucu Ceng-te.
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan Ceng-te mati dibunuhnya. Kalian telah ikut pada
Ceng-te selama bertahun-tahun, seharusnya
menuntutkan balas atas kematian Ceng-te!"
Saat itu Coh Hen Hong tak mau segera menyerang
Pui Tiok. Karena dia merasa bahwa jago-jago Ceng-tekiong
itu tak mungkin sudi mendengar keterangan
pemuda itu. Tadi dia menyerang Pui Tiok, sudah cukup
membuka mata jago-jago Ceng-te-kiong itu bahwa
kepandaian Pui Tiok tidak begitu sakti seperti yang
mereka bayangkan. Dan setelah Pui Tiok menyadari
itu tentulah nyali pemuda itu akan berantakan. Pada
1012 saat itulah barulah dia dapat turun tangan untuk
menghancurkannya.
Selesai berkata, Pui Tiok memandang sekeliling.
Tetapi jago-jago Ceng-te-kiong itu hanya
memandangnya dengan dingin. Tak seorangpun yang
memberi reaksi bertanya.
"Apa kalian tak percaya?" seru Pui Tiok pula, coba
kalian tanya kepadanya. Apakah dia itu benar cucu
Ceng-te atau bukan" Dia jelas bukan, dia jelas
mamalsu Jadi cucu Ceng-te. Dialah yang membunuh
Ceng te!" Tetapi wajah jago-jago Ceng-te-kiong itu malah
makin tampak membeku dingin.
"Kalian....." tiba-tiba Pui Tiok tak mau melanjutkan
kata-katanya. Karena dia menyadari, sekalipun
berkaok-kaok sampai kerongkongannya pecah, pun
tak berguna. Tak seorangpun dari Jago-jago Ceng-tekiong
itu yang mau percaya kepadanya.
Dengan terengah engah pelaban-lahan dia berpaling
dan menatap Coh Hen Hong.
"Bagus, engkau menang!" serunya dengan
menggertakkan geraham.
Mendengar pernyataan Pui Tiok, Coh Hen Hong
tertawa ngakak. Dia gembira sekali.
Tetapi sekonyong-konyong dari atas udara
terdengar suara bunyi yang aneh. Seketika kawanan
jago Ceng-te-kiong itu rasakan kepalanya seperti
ditelungkupi warna hitam, seperti segulung awan
hitam. Sret, sret. . . angin menyambar keras hingga
pakaian mereka berkerebetan.
Jago-jago yang mengepung Pui Tiok, pun serempak
menyurut mundur. Hukkk, terdengar bunyi menguak
keras dan seekor burung rajawali besar melayang
turun dari udara.
Begitu tiba ditanah dan mengangkat kepalanya
tubuh rajawali itu lebih tinggi dari seekor kuda. Dan
1013 pada lain saat menyusul pula 7 ekor rajawali yang
berturut-turut melayang turun ke tanah. Mereka tegak
berjajar-jajar melingkari Pui Tiok dan Coh Hen Hong.
Kawanan jago Ceng-te kiong berada diluar lingkaran
burung itu. Ternyata burung rajawali raksasa itu adalah burung
piaraan Ceng-te yang sudah bertahun-tabun ikut
Ceng-te. Waktu dahulu Ceng-te masih berkelana
dalam dunia persilatan, begitu berangkat dari satu ke
lain tempat, tentu dipelopori dengan barisan delapan
ekor rajawali raksasa itu sehingga menambah
keseraman wibawanya.
Karena sudah bertahun-tahun tinggal di Ceng tekiong,
sudah tentu Coh Hen Hong juga kenal baik
dengan kedelapan rajawali raksasa itu. Tetapi entah
bagaimana pada saat itu dia tergetar hatinya ketika
melihat kedelapan rajawali raksasa melayang turun ke
tanah. Tiga atau empat puluh tahun lamanya kedelapan
rajawali raksasa itu berhamba pada Ceng-te. Mereka
tergolong burung yang cerdas nalurinya. Di antaranya
ada lima atau enam ekor yang bulunya sudah putih.
Begitu melihat Ceng-te menjadi mayat, mereka
tentu tahu apa yang telah terjadi. Peristiwa
pembunuhan Ceng-te memang dapat mengelabuhi
kawanan jago-jago Ceng-te-kiong tetapi tak mungkin
dapat mengelabuhi kedelapan rajawali raksasa itu Coh
Hen Hong benar-benar kelabakan juga.
"Engkongku telah binasa, kalian tentu tahu." cepat
Coh Hen Hong mendahului berseru. Mendengar katakata
Coh Hen Hong salah seekor rajawali raksasa itu
melayang naik ke udara dan hinggap dipuncak
wuwungan istana.
Wuwungan istana itu telah bobol maka begitu
didarati rajawali raksasa, sebagian besar wuwungan
itu segera rontok berguguran.
1014 Rajawali raksasa itu mengerutkan sayap dan
menerobos masuk ke bawah dan tak lama terbang
keluar lagi keatas wuwungan. Sepasang cakarnya
mencengkeram tubuh Ceng te yang berlumuran
darah. Begitu melihat rajawali raksasa itu muncul lagi,
tujuh rajawali raksasa yang lain serempak kibaskan
sayap dan siap hendak terbang. Sepasang sayap dari
seekor rajawali raksasa itu parjangnya hampir satu
setengah tombak. Dan ketika ketujuh rajawali raksasa
Tiga Naga Sakti 2 Iblis Dan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Dosa Yang Tersembunyi 3
berada di lembah itu. Tetapi dia terkejut karena
pertanyaan orang itu memang tajam dan sukar di
bantah. Memang dia dapat saja menceritakan semua
pengalaman yang dideritanya di Ceng-te-kiong. Tetapi
hal itu tentu memakan waktu lama. Dia sangsi apakah
dia masih mampu bercerita sampai selesai dalam
keadaan seperti saat itu.
Namun dia berusaha untuk mengerahkan tenaga
dan menjawab, "Harap. . .jangan. . . menekan
bahuku. . . . dulu. . . biar aku. . . bercerita....
Rupanya orang batu itu dapat mengerti. Dia
mengangkat lengan bajunya yang terletak di bahu Pui
Tiok. Pemuda itu dapat bernapas longgar dan berdiri
tegak. 934 "Mana nona Kwan" Apakah dia belum menceriiakan
tentang pengalamannya?" tanyanya.
Orang itu kelap-kelipkan biji matanya yang bagian
putihnya lebih besar dari bagian bitam.
"Dia banya mengatakan sepatah kata kalau dia itu
cucu perempuan Ceng-te. Setelah itu dia tak dapat
berkata-kata lagi," katanya.
Mendengar itu kembali Pui Tiok gemetar keras
karena terkejut, "Apa artinya. . .dia tak dapat
melanjutkan kata-katanya itu?"
"Apa artinya," kata orang batu itu, "tak lain supaya
engkaulah yang bercerita semuanyal"
"Apakah dia telah engkau bunuh?" teriak Pui Tiok
dengan keras. Namun orang batu itu hanya picingkan mata dan
menyuruh, "Sudah, jangan bicara yang tak berguna."
Mendengar itu timbullah sepercik harapan dalam
hati Pui Tiok. Tetapi pada lain saat dia membantah
dugaannya dan seketika bangkitlah kemarahannya.
Dengan menjerit histeris dia terus menyerbu dan
lepaskan empat buah hantaman.
Sebenarnya lukanya masih belum sembuh betul.
Hantamannya itu menggunakan tenaga yang
dipaksakan, duk, duk, duk, duk .... hantaman
mengenai tubuh orang itu tetapi Pui Tiok sendiri
terhuyung hampir jatuh.
935 Orang aneh itu menunduk memeriksa baju-nya lalu
tertawa kering, "Bagus ! Bagus ! Hayo hantam lagi
empat kali !"
Jika orang itu seperti orang minum arak yang minta
tambah, adalah Pui Tiok malah berkunang-kunang
matanya. Bumi yang dipijaknya seolah berputar-putar.
"Engkau . . engkau . . , " dia tak dapat melanjutkan
teriaknya karena terus rubuh dan mau muntah darah
lagi". Dia sadar kalau sampai muntah darah lagi tentu
lukanya akan kambuh oleh karena itu maka dia
berusaha untuk menekannya.
Wajahnya berobah coklat kemudian pucat lalu
ungu. Tiga kali perobahan warna muka itu
menandakan kalau urat-urat nadinya mulai putus dan
matilah dia pasti.
"Hm, mahluk tak berguna," damprat orang aneh itu.
Dia berbangkit lalu ayunkan kakinya, plok . . .
ditendangnya punggung Pui Tiok hingga pemuda itu
terlempar beberapa meter jauh nya.
Tendangan orang aneh itu tepat mengenai jalan
darah Jeng-tay-hiat di punggung Pui Tiok. Seketika
dari punggung mengalir hawa dingin yang terus
mengembang ke seluruh jalan darah dan urat nadi.
Pui Tiok merasa seperti dicemplungkan dalam es,
Suatu siksa yang cukup hebat.
Tetapi siksaan itu malah berguna bagi Pui Tiok.
Setelah beberapa saat dicekam hawa sedingin es. dia
dapat menguap tiga kali dan terasa sebuah arus hawa
936 segar mengembang dalam tubuhnya Setelah hawa
segar itu lenyap, dia dapat bernapas seperti biasa lagi.
Pui Tiok berputar tubuh memandang orang aneh
itu. Orang itu masih tetap tegak ditempatnya
"terima kasih atas pertolongan anda. Tetapi ....
tetapi mengapa engkau mencelakai nona Kwan ?"
katanya. "Engkau melihat setan barangkali", orang itu
tertegun. "Bukankah tadi engkau bilang, setelah bicara
beberapa patah kata, nona Kwan terus tak dapat
bicara lagi?" seru Pui Tiok.
Orang aneh itu mendesuh tawa, "Baru saja dia
mengatakan kalau cucu perempuan Ceng-te, segera
kutamparnya pingsan lalu kusaluri tenaga-dalam
untuk menembus jalandarahnya. Agar dalam tujuh
hari, tenaga-dalamnya dapat bertambah berlipat
ganda. Siapa bilang kalau aku mencelakainya!"
Pui Tiok terkejut gembira, "Katanya.. . kiranya
apakah engkau bukan koh-cu (pemilik lembah)
sendiri?" Wajah beku seperti batu dari orang itu tiba-tiba
merekah tawa gembira, "Apakah aku ini layak sebagai
koh-cu" Menurut engkau, apakah aku ini seperti kohcu?"
Pui Tiok terkesiap, Bermula dia tak tahu apa
maksud orang aneh itu. Tetapi otaknya yang cerdas
segera mengerti perasaan orang. Setiap manusia
937 tentu senang dipuji. Maka apa salahnya dia
menyanjung puji saja agar orang aneh itu senang.
"Sudah tentu layak sekali," serunya, "kesaktian
anda tak dibawah Ceng-te."
Mendengar dirinya dipuji, orang aneh itu tertawa
senang. "Tetapi engkau keliru," katanya, "aku bukan koh cu.
Uh, engkau ini memang boleh juga. Biarlah aku yang
menanggung supaya engkau tinggal disini beberapa
hari, setelah itu baru nanti berunding lagi."
"Apakah engkau. . . engkau tidak mau membawaku
kepada nona Kwan. . . . dan koh-cu?"
"Tentu saja akan kubawamu. Tetapi tidak
sekarang., Nanti tiga empat hari lagi."
"Mengapa harus begitu lama?"
Orang aneh itu deliki mata, "Perlu apa engkau
banyak tanya" Toh engkau sudah dapat tinggal
disini" Kalau lapar, dalam telaga itu terdapat jenis
ikan yang disebut ciok thau-hi ikan berkepala batu.
Sedapnya bukan buatan, lihatlah!"
Sekali melesat orang itu sudah tiba di tepi telaga.
Sekali dia tusukkan jari, air muncrat keatas.
Muncratan air itu berisi dua tiga ekor ikan yang masih
bergeleparan. Ikan itu ditangkapi dengan
lengan baju. Setelah mundur beberapa langkah
baru orang itu lepaskan lengan bajunya dan tiga ekor ikan
sebesar kepal tangan berhamburan ke tanah.
938 Pui Tiok heran melihat bentuk ikan itu. Seperti
katak, jelek sekali.
"O, kiranya dalam telaga ini ada ikannya Mengapa
permukaan airnya begitu tenang ?" serunya.
"Ikan itu bersifat diam tak suka bergerak.
Sepanjang tahun mendekam saja seperti batu maka
disebut ciok-than-hi."
Diam-diam Pui Tiok geli. Bukankah orang aneh itu
juga serupa dengan ikan batu yang diam saja seperti
batu " Tetapi dia tak berani tertawa karena kuatir orang itu
marah. Dia terus makan ikan itu. Ternyata memang
enak sekali. Sejak hari itu sampai beberapa hari, Pui Tiok berada
di samping orang itu untuk melakukan semedhi
menyalurkan pernapasan.
Saat itu dia sudah tahu kalau Beng Cu berada
dengan Koh-cu. Sekalipun belum pernah bertemu kohcu,
tetapi kalau sekarang tokoh seperti Ceng-te saja
jeri kepadanya, tentulah koh-cu bukan
tokoh sembarangan. Hati Pui Tiok makin tenang dan latihan
pernapasannyapun lancar. Ditambah orang aneh itu
juga mau memberi saluran tenaga-mumi ketubuh-nya
maka banyak sekali Put Tiok memperoleh manfaat
yang besar. Dalam 7-8 hari itu, luka dalamnya sudah
hampir sembuh sama sekali.
939 Seiring dengan sembuhnya luka, Pui Tiok makin
keras keinginannya untuk segera bertemu dengan
Beng Cu. Tetapi dia tak berani menanyakan kepada
orang aneh itu. Diam-diam dia hanya memperhatikan
keadaan dalam lembah Itu dan coba-coba menduga
kemana dia harus mencari Beng Cu dan koh-cu.
Namun sampai beberapa hari belum juga dia
berhasil menemukan apakah ada lain tempat yang
dapat menjadi tempat koh-cu menyembunyikan Beng
Cu. Dua hari kemudian, Pui Tiok benar-benar tak dapat
menaban keinginannya lagi, "Apakah koh-cu-jin dan
Beng Cu tidak tinggal dalam lembah ini?"
"Tentu saja tinggal di lembah ini, sahut orang aneh
itu dingin. "Kalau benar tinggal di lembah ini, mengapa.
. . aku tak dapat melihat tempat persembunyian
mereka?" "Perlu apa engkau hendak mencari mereka?" tegur
orang aneh dengan wajah menggelap.
"Ah. . . tak apa-apa," cepat Pui Tiok menyahut,
hanya saja dengan dia. . nona Kwan sudah lama
aku tak bertemu. Aku benar-benar terkenang dan ingin
bertemu." Hm," dengus orang aneh itu, "waktu engkau
datang, aku kan sudah bilang kalau koh-cu sedang
menggodok nona Kwan. Ilmu kepandaian nona Kwan
akan dihapus lalu diganti dengan ilmu kepandaian
baru. Saat itu koh-cu sedang sibuk sekali. Kalau tibaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
940 tiba engkau muncul, bukankah berarti engkau hendak
mencelakai mereka ?"
Memang Pui Tiok pernah mendengar tentang ilmu
menghapus tenaga lama diganti dengan tenaga baru.
Tetapi berkat pengalamannya yang luas maka dia
dapat menduga bahwa kelak setelah berhasil, Beng Cu
tentu akan menjadi manusia baru. Koh-cu tentu akan
menyalurkan seluruh tenaganya kepada Beng Cu.
Pui Tiok tenang kembali.
JILID 19 Beberapa hari kemudian pada tengah hari, setelah
Pui Tiok selesai bersemedhi, begitu berdiri dia segera
mendengar suara tawa dingin.
Pui Tiok tertegun dan cepat berpaling. Dilihatnya
orang itu tengah memandang ke arah lembah dan
berkata, "Ada orang yang hendak mengantar kematian
kemari. . . .!"
Pui Tiok tak mengerti. Dan Orang itu kembali
berkata, "Kubilang, ada orang yang datang ke lembah
ini. Tolol, apakah engkau tak mendengar
langkah suara orang itu?"
Pui Tiok tak mendengar apa-apa. Apalagi lembah itu
sepanjang satu li. Kalau dapat mendengar langkah
orang dari jarak sejauh itu, orang itu benar2
luar biasa saktinya.
Baru orang itu berkata begitu, tiba-tiba terdengar
seorang wanita berseru, "Siapakah yang tinggal dalam
941 lembah ini yang begitu berani memasang piagam
begini ?" Menyusul terdengar dering senjata beradu. jelas
piagam dari Lembah Maut itu telah dihancurkan orang.
Mendengar suara wanita itu tergetarlah tubuh Pui
Tiok. Sebaliknya orang aneh itu bergemerutukan
giginya menahan kemarahan lalu berpaling kepada Pui
Tiok. "Ih, apa engkau tak enak badan ?" tegurnya
"Itu . . . Coh Hen Hong," kata Pui Tiok.
"Siapa Coh Hen Hong itu ?" orang aneh deliki mata.
Pui Tiok tertawa pahit, "Dia memiliki ilmu
kepandaian yang sangat tinggi. Sejak kecil dia ikut
pada Ceng-te. Dia adalah musuh besarku !"
Orang aneh itu terkesiap, "Ah, selama ini belum
pernah dengar kalau Ceng-te punya murid
perempuan, "Soal itu panjang sekali ceritanya baru Pui Tiok
berkata begitu, terdengar suitan panjang
dari Coh Hen Hong berkumandang ke seluruh lembah.
Suara Coh Hen Hong itu seperti angin cepatnya.
Baru Pui Tiok hendaj mengajak orang aneh itu lekas
bersembunyi, sesosok tubuh melesat dan tahu-tahu
gadis itu sudah muncul.
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pui Tiok tak dapat berkutik lagi. Dia berdiri tegak
seperti patung.
942 ?"Ha, ha, ha," Coh Hen Hong tertawa mengakak
ketika melihat pemuda itu, "bagus, bagus ternyata
engkau bersembunyi disini!"
Belum sempat Pui Tiok menjawab, orang aneh itu
sudah mendahuluhi, "Di depan lembah telah
dipasang piagam 'Barangsiapa berani sembarangan masuk,
tentu mati'. Apakah engkau melihatnya"
Saat itu baru Coh Hen Hong tahu kalau di samping
Pui Tiok terdapat pula seseorang. Dia menatap orang
itu lalu tertawa dingin, "Sudah tentu melihatnya.
Berani didaerah Ceng-te-kiong memasang plakat
begitu macam, sungguh bernyali besar sekali "
Sambil berkata Coh Hen Hong maju menghampiri
orang itu. Orang itu berkata dengan nada dingin, "Apa kah itu
Ceng-te-kiong segala" Kalau sudah melihat piagam itu
dan engkau tetap berani masuk, menandakan kalau
engkau sudah bosan hidup, bukan
begitu ?" Sejak mendapat seluruh kepandaian Ceng-te, Coh
Hen Hong menganggap dirinya tak ada yang dapat
menandingi lagi. Dia tak mau memandang mata pada
setiap orang lagi. Mendengar kata-kata orang aneh
itu, dia malah tertawa keras karena merasa gembira
bakal mendapat lawan.
Tiba-tiba orang aneh itu berdiri. Beqitu dia berdiri
tawa Coh Hen Hong pun sirap. Melihat itu Pui Tiok
buru-buru berseru kepada orang aneh itu, "Cianpwe,
harap suruh koh-cujin keluar saja. Engkau
bukan tandingannya !"
943 Orang aneh itu berpaling dan memandang Pui Tiok
dengan tatapan yang dingin. Pui Tiok mengkeret
nyalinya. Dia menyadari bahwa dalam saat seperti itu
tak seharusnya dia mengeluarkan kata-kata seperti
itu. Karena dengan berkata begitu
artinya dia memberi tanda kepada Coh Hen Hong bahwa
kepandaian orang aneh itu masih belum memadai.
Tetapi Pui Tiok tadi tak sadar. Terdorong oleh rasa
sayangnya kepada orang aneh itu. Pula karena
memikirkan keselamatan Beng Cu maka ia baru
berkata begitu. Ya, apa boleh buat, toh kata-kata
sudah terlanjur diucapkan.
Sebenarnya Pui Tiok juga belum tahu siapa dan
bagaimana kesaktian koh-cujin atau pemilik Lembah
Maut itu. Tetapi karena berani bermusuhan dengan
fihak Ceng-te-kiong, dia duga koh-cujin
itu tentu sakti sekali dan tak dibawah kepandaian
Coh Hen Hong. Tetapi dia lupa bahwa saat itu koh-cujin sedang
dalam keadaan genting karena sedang menyalurkan
seluruh tenaga dan kepandaian untuk menggodok
Beng Cu menjadi seorang manusia baru.
Dalam keadaan seperti itu sudah tentu koh-cujin tak boleh
diganggu. Kalau Coh Hen Hong mengetahui hal itu, jelas kohcujin
dan Beng Cu akan terancam jiwanya.
Maka waktu orang aneh itu memandang kepadanya
dengan mata mendelik, Pui Tiok benar-benar
menyadari kesalahannya dan ingin dia memukul
944 dirinya seudiri. Tetapi apa gunanya " Nasi toh sudah
menjadi bubur. "Heh, heh," benar juga Coh Hen Hong lantas
mengekeh gembira, "kiranya di gunung Tay-hong-san
sini masih ada ko-jiu yang bermusuhan dengan
Cengte- kiong. Sungguh menggembirakan sekali,
karena dengan begitu aku tak kesepian lagi. Lekas silakan dia
keluar !" Orang aneh Itu menyabut dingin, "Koh-cujin
sedang keluar mengembara. Aku dapat mewakili
beliau untuk mencabut nyawamu!"
Coh Hen Hong melirik Pui Tiok lalu tertawa
mengakak, "Apakah benar mengembara" Atau takut
berhadapan denganku" Soal itu tak mungkin dapat
mengelabuhi aku, bukankah begitu Pui toako?"
Pucat seketika wajah Pui Tiok disebut dengan
mesra oleh Coh Hen Hong.
"Sekalipun kalian tak bilang tetapi akupun tahu
Juga. Aku akan menghajar telur busuk ini lalu
aku akan menggeledah seluruh lembah ini. Masa takkan
menemukan koh-cujin. Hai, engkau bilang
mau mencabut nyawaku, mengapa tidak lekas-lekas turun
tangan?" Orang aneh itu pelahan-lahan mengangkat
tangannya keatas. Segulung angin keras yarg dingin
segera menghambur keempat penjuru.
Pui Tiok yang berada di sampingnya tak luput dari
hamburan angin dingin itu. Dia menggigil dan diluar
945 kehendaknya terdorong mundur sampai beberapa
langkah. Tetapi Coh Hen Hong malah justru maju
menghampiri. Sambil tertawa dia berseru, "Ha, ha,
kiranya engkau punya ilmu setan dapat mengeluarkan
kentut begini dingin, bagus !"
Tangan orang itu makin tinggi, gerakannya pelahan
sekali. Pada lain saat tiba-tiba dia ayunkan tangannya,
wut . . . menghantam kearah Coh Hen Hong.
Tahu bagaimana hebat pukulan orang itu maka Pui
Tiok buru-buru mundur lagi beberapa langkah
"Bagus, hantaman yang bagus !" seru Coh Hen
Hong gembira. Tetapi dia tak menghindar atau
menangkis melainkan diam saja.
Ketika pukulan hampir mengenai tubuh Coh Hen
Hong tiba-tiba orang aneh itu menghentikannya dan
membentak, "Mengapa engkau tak membalas?"
"Bertempur dengan seorang kerucuk semacam
engkau, kalau aku membalas, apakah aku masih ada
muka bertemu orang ?" .
Orang itu mengekeh tawa dan pelahan-lahan
telapak tangannya berobah hitam legam dan angin
yang dihamburkan pun makin dingin. Dia memukul
bahu Coh Hen Hong, plak . . .
Coh Hen Hong tergetar mundur selangkah.
946 Bahwa pukulan orang aneh itu dapat mementalkan
Coh Hen Hong selangkah ke belakang, benar-benar
pukulan itu luar biasa hebatnya.
Tetapi ternyata dia sendiri juga menderita, malah
lebih hebat dari Coh Hen Hong. Lebih dulu
tubuhnya berguncang-guncang, wajahnya berobah
kelabu. Lalu tangannya yang berwarna hitam tadi
berobah putih. Dan terakhir, wut. . . tubuhnyapun
mencelat sampai dua tiga meter dan jatuh ke tanah.
Tetapi dia tidak jatuh melainkan masih berdiri
tegak. Tetapi pada saat itu juga, Coh Hen Hong
membentaknya, "Hayo, mengapa tidak rebah saja!"
Aneh. Seperti menurut perintah Coh Hen Hong
tubuh orang itu berguncang-guncang lalu bluk.... dia
rubuh ke tanah.
"Cianpwe!" teriak Pui Tiok terkejut sekali.
"Sudah, jangan dipanggil. Sekalipun
tenggorokanmu kering meimanggilnya, toh dia tak
dapat mendengar lagi," Coh Hen Hong tertawa.
Pui Tiok tidak percaya, "Apakah dia. . . dia sudah
mati?" "Dia dapat memukul aku mundur selangkah,
matipun dia tentu sudah puas!" kata Coh Hen Hong
dingin. Pui Tiok ternganga tak dapat omong apa-apa. Dia
memandang orang aneh itu. Orang itu meregang
napas. 947 "Dia begitu tak berguna. Rupanya kepandaian kohcujin
juga terbatas. Keringat dingin Pui Tiok mulai bercucuran sehingga
tubuhnya basah kuyup. Setiup angin dari dalam
lembah menghembus membuat dia merasa dingin
sekali. Coh Hen Hong dingin2 memandang pemuda itu.
Tiba-tiba dia berteriak keras2, "Koh cujin, dimana
engkau" Seorang anakbuahmu telah kubunuh.
Mengapa engkau tak keluar melihatnya?"
Melihat itu Pui Tiok makin bingung. Dia rastakan
kedua kakinya lunglai dan akhirnya bluk. . . . dia
terus jatuh ngelumpruk di tanah.
Dia memang tak berhasil menemukan tempat
persembunyian koh-cujin dan Beng Cu tetapi dia
percaya kedua orang itu tentu masih berada dalam
lembah. Dengan begitu tentu mereka dapat
menangkap teriakan Coh Hen Hong. Pada hal mereka
telah melakukan penyaluran tenaga-dalam dan tak
boleh diganggu orang. Kalau mereka sampai
mendengar teriakan Coh Hen Hong itu. . , . .
Memikir sampai disitu Pui Tiok tak berani
melanjutkan renungannya lagi. Tetapi Coh Hen Hong
masih tetap berteriak saja. Suaranya makin lama
bahkan makin keras mengejutkan orang.
Pui Tiok yang menggeletak di tanah itu berusaha
untuk bertahan diri. Dia hendak berseru tetapi
tak mampu. 948 Entah berselang berapa lama dia berjuang Itu
akhirnya dapat juga dia berteriak, "Hentikan
teriakanmu !"
Tetapi suaranya lemah sekali bahkan ia sendiri tak
dapat mendengarnya. Untung pendengaran Coh Hen
Hong tajam sekali. Dia malah mendengar
seruan pemuda itu. Entah bagaimana dia menurut.
"Mengapa aku tak boleh berteriak " Apakah kohcujin
itu tuli ?" serunya.
Dengan terengah-engah Pui Tiok menyahut, "Tidak
. . . bukan."
"Baik," kata Coh Hen Hong, "kalau begitu bawalah
aku mencari koh-cujin."
"Aku tak tahu dimana tempat mereka," kata Pui
Tiok tanpa sadar.
"Mereka ?" cepat sekali Coh Hen Hong yang tajam
nalurinya menanggapi, "Mereka" Yang berada dengan
koh-cujin siapa lagi ?"
Kembali Pui Tiok seperti disengat lebah. Saat itu dia
baru menyadari kalau kelepasan omong. "Aku . . . aku
tak tahu".
Tetapi Coh Hen Hong menertawakannya. Tawanya
melengking tajam sehingga seperti menusuk-
nusuk hati Pui Tiok. Dia benar-benar mati kutu. Karena dari nada tawa
Coh Hen Hong itu dia sudah dapat menduga apa yang
sedang dipikirkan Coh Hen Hong.
949 Puas tertawa Coh Hen Hong berkata pula. "lh,
engkau benar tak tahu " Aku tahu".
Pui Tiok tak mau menjawab. Bahkan untuk beradu
pandang dengan gadis itu dia tak berani. Dia hanya
menunduk memandang tanah. Dia hendak bangun
tetapi tanah dirasakan seperti terguling. Dia terpaksa
merangkak dan memeluk segunduk batu besar.
"Dia adalah Kwan Beng Cumu, bukan ?" kembali
suara Coh Hen Hong menghambur di-samping Pui
Tiok. Karena hendak menghindari ejekan itu, Pui Tiok
nekad membenturkan kepalanya ke batu, duk... eh,
saat itu dia malah lebih sadar pikirannya. Dia tak
berani mengangkat kepala tetapi sekalipun menunduk
dia tetap dapat merasa bahwa saat itu Coh Hen Hong
tengah menghampirinya.
Pui Tiok tegang sekali. Kalau pada saat itu suara
Ceng-te tidak berkumandang secara tiba-tiba, Pui Tiok
benar-benar tak tahu berapa lamakah ia mampu
mempertahankan diri dari kecamuk ketegangan saat
itu. Mendengar suara Ceng-te, hati Pui Tiok tergetar
dan Coh Hen Hongpun hentikan langkahnya
Suara Ceng-te itu menghambur dari kejauhan tetapi
dalam telinga Pui Tiok terdengar amat jelas sekali.
"Beng Cu, Beng Cu, jangan sekali-kali masuk ke
lembah sempit itu !"
950 Dia mengulangi teriakannya sampai tiga empat kali,
Dan pada waktu teriakan yang terakhir Ceng-te pun
sudah dekat. Nadanya bergetar kecemasan.
"Beng Cu, kalau engkau sudah terlanjur melintasi
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lembah sempit itu, jangan sekali-kali bertempur
dengan orang, Jangan bertempur dengan orang yang
engkau jumpai."
Pui Tiok mengangkat muka memandang Coh Coh
Heng. Tampak gadis itu mengangkat bahu seperti
orang tak menggubris. Karena bukan saja telah
melintasi lembah sempit dan datang kelembah, pun
dia telah membunuh orang aneh tadi.
"Tunggu aku dulu Beng Cu, jangan berkelahi
dengan orang," kembali Ceng-te berseru pelahanlahan.
Pada saat kumandang suaranya masih bergemuruh
di lembah, sesosok tubuh melayang dari udara dan
berdiri tegak dihadapannya. itulah Ceng-te, maharaja
dunia persilatan.
"Engkau tab kena apa-apa " Ah, lekas pergi, lekas,
ai . , " seru Ceng-te kepada Coh Hen Hong
"Aku tak kurang suatu apa," sahut Coh Hen Hong,
"adalah seorang anakbuah lembah ini yang tak tahu
diri berani menantang aku. Waktu kupancarkan
tenaga-tolak, ia terus putus nyawanya"
"Apa ?" Ceng-te berseru kaget.
Coh Hen Hong cibirkan bibir, "Engkong, tadi aku
belum menerima perintahmu. Karena dia menyerang
951 terpaksa aku mengerahkan tenaga-tolak.
Masa aku disuruh tinggal diam saja " Aku terpaksa
menyuruhnya merasakan kelihayanku "
"Ai, biarkan dia memukulmu dua tiga kali masa
engkau takut " Mana dia ?" dan tanpa menunggu
jawaban Coh Hen Hong, Ceng-te memandang ke
sekeliiing. Segera dia melihat sesosok tubuh
menggeletak di tanah. Kemudian dia melihat juga Pui
Tiok. Ceng-te segera menghampiri ke mayat orang aneh
itu! Baru melangkah dua tindak, dia berseru kaget.
"Hah, Lo-jit !"
Coh Hen Hong heran tetapi dengan otaknya yang
tajam segera dapat mengetahui perobahan sikap
Ceng-te yang begitu tegang, lain dari biasa-nya. Tentu
serius sekali soal itu.
"Siapa Lo-jit itu ?" serunya cepat.
Ceng-te berpaling tubuh dan berseru, "Lekas
engkau tinggalkan tempat ini."
Tetapi Coh Hen Hong malah busungkan dada dan
menolak, "Tidak, aku tak mau pergi, Kalau
disekitar daerah Ceng-te-kiong aku tak bo!eh berkeliaran, apa
guua aku belajar silat ?"
"Ai, engkau tak tahu."
"Aku memang tak tahu, memang segala apa tak
tahu," bantah Coh Hen Hong, "tetapi mengapa engkau
tak mau memberitahu kepadaku ?"
952 Ceng-te gentak2kan kaki, "Akan kukasih tahu,
tetapi sekarang maukah engkau pergi dan kembali ke
Ceng-te-kiong dan jangan tinggalkan istana itu walau
setengah langkah saja !"
Pui Tiok gembira. Sejak keluar dari Ceng-te-kiong
dia memang mendongkol kepada Ceng-te maka waktu
melihat Ceng-te begitu ketakutan setengah
mati, dia gembira sekali.
"Tidak, aku tak mau pergi," bantah Coh Hen Hong,
"aku tak percaya kalau di jagad ini masih ada orang
yang mampu melawan kita berdua. Kalau masih ada
orang yang mampu melawan aku, apa guna aku
berjerih payah belajar selama bertahun-tuhun ini?"
"Engkau bilang apa itu?" seru Ceng-te, "diatas
gunung masih ada langit, orang yang sakti masih
ada yang lebih sakti. Siapa berani membanggakan diri
kalau di dunia ini tak ada yang mampu
menandinginya?"
"Aku!" teriak Coh Hen Hong dengan keras,
"kubilang, akulah yang paling sakti di dunia ini!"
Ceng-te memandangnya beberapa jenak lalu
berkata, "Bukan engkau yang paling nomor satu di
dunia ini. Paling tidak kepandaianku masih lebih
tinggi dari engkau!"
Coh Hen Hong tergetar. Saat Itu dia menyadari
kalau salah bicara. Sesaat tak tahu dia akan bicara
apa lagi. Sementara Pui Tiok yang masih menggeletak di
tanah segera menyelonong berseru, "itulah sebabnya
953 maka engkau Ceng-te, merupakan duri dalam
matanya. Cepat atau lambat, engkau pasti akan
dibunuhnya karena dia sudah mempunyai rencana
untuk melenyapkan engkau!"
Coh Hen Hong pucat. Cepat dia berseru, "Engkong,
maksudku tadi adalah, kecuali engkau, akulah yang
paling sakti. Bukankah kata-kata itu sama juga
artinya?" Ceng-te seperti tak menghiraukan peringatan Pui
Tiok. Dia malah membelai-belai kepala Coh Hen Hong
dengan penuh kasih sayang dan berkata lemah
lembut, "Kalau begitu, engkau harus mendengar katakataku.
Lekas kembali ke Ceng-te-kiong. Nanti setelah
aku pulang akan kuberitahu kepadamu tentang
persoalan ini."
Coh Hen Hong tidak cepat menjawab melainkan
diam menimang-nimang, apakah dia menurut perintah
Ceng-te ataukah akan menolak.
Dia mempertimbangkan. Kalau dia pergi, tentulah
Pui Tiok akan membeber semua rahasia tentang
dirinya kepada Ceng-te. Dalam keadaan seperti
itu terang dia tak dapat membantah. Dan ke mungkinan
besar Ceng-te tentu akan percaya pada keterangan
Pui Tiok. Tetapi kalau dia tetap tinggal disitu, tentu sukar
bagi Pui Tiok untuk menyerang. Tetapi dia Juga
merasa sukar untuk membantah apa yang dikatakan
Ceng-te itu. Akhirnya la memutuskan bahwa tak mungkin Cengte
akan percaya begitu saja kepada omongan Pui Tiok.
954 "Baiklah," akhinya dia berkata, "aku akan pulang
dulu tetapi engkau juga harus lekas pulang untuk
memberitahu hal itu dengan jelas."
"Ya, pergi lah lekas," kata Ceng-te.
Setelah Coh Hen Hong pergi, Ceng-te mondar
mandir sambil menggendong kedua tangan. Dia
adalah tokoh nomor satu dalam dunia persilatan.
Walaupun dia mondar mandir pelahan-lahan tetapi
hembusan tenaga dari gerakannya Itu cukup
mengejutkan orang.
Tetapi yang jelas jago nomor satu itu rupanya
tengah menghadapi kesulitan. Sementara Pui Tiok
hanya memandangnya dingin2 dan tak
mengganggunya. Dia hanya mengerahkan pernapasan
untuk mengembalikan tenaganya. Beberapa waktu
kemudian dia dapat merangkak, dengan menekan
pada batu dia dapat berdiri.
Pada saat itu Ceng-te tiba dihadapannya dan
memandangnya. Pui Tiok menyadari, jangan lagi saat
itu dia sedang menderita luka, sekalipun tidak terluka
tetap takkan dia mampu melawan Ceng-te. lbarat
anai-anai hendak membentur api.
Tetapi pada saat itu dia malah tak takut apa-apa
lagi. Dan bahkan memandang muka pada Ceng-te
yang tampaknya seperti orang kehilangan faham.
Karena walaupun Ceng-te itu sakti tetapi pikirannya
gelap tak dapat membedakan yang benar
dengan yang salah, hitam dengan putih.
955 Setetah saling berpandangan beberapa saat, Pui
Tiok tak dapat menahan isi hatinya dan tertawa
mengejek. "Apakah engkau pernah bertemu koh-cujin?" tibatiba
Ceng-te menegurnya.
Pui Tiok mengangkat kepala, menyahut, "Aku tak
tahu." Ceng-te banting2 kaki, "Omongan apa itu" Aku
bertanya kepadamu, apakah engkau sudah pernah
bertemu dengan koh-cujin" Dan lagi mengapa
hanya engkau seorang diri saja?"
"Itu kan tak menjadi soal," sahut Pui Tiok dengan
nada dingin, "bukankah engkau telah mengusir kami
dari Ceng-te-kiong?"
Tiba-tiba Ceng-te menghela napas, "Budak kecil,
engkau salah sekali. Apa engkau kira aku tak
menganalisa yang engkau katakan di Ceng-te-kiong
itu" Apa engkau kira bahwa nona yang engkau
bawa kehadapanku Itu baru cucuku yang sebenarnya" Hm.
engkau salah sangka!"
Pui Tiok mendengar jelas kata-kata Ceng-te itu.
Tetapi dia seperti mendengar halilintar berbunyi
di tengah hari, hampir dia tak percaya pada telinganya.
"Engkau . . engkau bilang apa ?" beberapa jenak
kemudian baru Pui Tiok menegas,
"Segala yang terjadi aku tahu semua. Kutahu
bahwa keteranganmu itu memang seratus persen
benar semua". kata Ccng-te.
956 "Kalau begitu mengapa engkau ..."
Sebelum Pui Tiok menyelesaikan kata-katanya
Ceng-te sudah mengangkat tangan mencegahnya.
Tetapi dia sendiri menghela napas dan tak berkata
apa-apa. Karena menunggu sampai beberapa jenak tak juga
tokoh itu bicara maka Pui Tiok. lalu mendesaknya.
"Kalau tahu bahwa omonganku itu benar semua,
mengapa engkau masih membiarkan Coh Hen Hong
tinggal di Ceng-te-kiong " Mengapa engkau malah
mengusir kami berdua?"
Ceng-te tak menjawab tetapi berbalik tanya lagi,
"Pernahkah engkau bertemu koh-cujin ?"
Mengkal sekali Pui Tiok. Apa-apaan itu ! Dia
bertanya, bukan dijawab malah dibalas dengan
pertanyaan lagi. Jawablah pertanyaanku dulu,"
serunya geram Dengan tenang Ceng-te berkata, "Kalau koh cujin
setiap saat muncul, keterangan yang akan kuberikan
kepadamu tentu akan terputus setengah Jalan..!"
"Baik, aku akan memberitahu bahwa aku belum
pernah bertemu dengan koh-cujin." kata Pui Tiok,
"dan lagi aku tak tahu dia berada dimana. Silakan
engkau menerangkan saja, tak nanti dia akan muncul
disini." Wajah Ceng-te berobah tiba-tiba, "Kalau begitu,
dia. . . dia bersama dengan Kwan Beng Cu" kutahu,
957 dia tentu sedang menyalurkan tenaga-saktj kepada
Kwan Beng Cu!"
Mendengar Itu wajah Pui Tiok juga pucat. Dia
hendak membantah tetapi kerongkongannya terasa
terkunci sehingga tak dapat bicara apa 2.
Pelahan-lahan Ceng-te berputar tubuh. Rupa nya
dia tahu di mana tempat koh-cujin karena selekas
berputar tubuh dia terus lari ke muka sampai
10-an langkah dan berhenti di muka segunduk batu yang
berbentuk persegi.
Kemudian dia menekan batu Itu dengan kedua
tangannya. Sampai beberapa saat dia tak ber buat
apa-apa lainnya melainkan hanya berulang kali
menghela napas.
"Ceng te," teriak Pui Tiok yang berada di belakang,
"mengapa sudah tahu kalau nona yang ku-antarkan ke
Ceng-te-kiong itu adalah cucu perempuanmu yang
aseli, engkau malah mengusirnya?"
Ceng-te tetap diam dan tak mau berputar tubuh,
melainkan menjawab. "Selama ini aku belum pernah
melihat cucu perempuanku. Begitu Coh Hen Hong
datang kukira kalau dia adalah cucu perernpuanku.
Bertahun-tahun lamanya dia tinggal bersamaku. tibatiba
kutahu kalau dia bukan cucu perernpuanku
yang sesungguhnya. Selama berkumpul beberapa
tahun itu, telah saling tumbuh rasa sayang.. "
"Sungguh tak kira kalau engkau sebagai tokoh yang
begitu sakti, ternyata tak lebih dan tak kurang hanya
seorang manusia tolol," cepat Pui Tiok menukas.
958 Ceng-te tertawa mengekeh, "Engkau salah memaki
aku. Omonganku belum selesai!"
"Apakah engkau masih ada alasan lainnya?"
Tiba-tiba Ceng-te berbalik tubuh, "Memang ada
sebuah alasan yang pokok. Alasan itu hanya aku
seorang yang tahu. Bahkan Coh Hen Hong sendiri juga
tak tahu. Akan kuberi tahu kepadamu!"
Pui Tiok memperhatikan bagaimana wajah Ceng-te
tampak begitu gelap sekali, menandakan kalau soal
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang hendak dibicarakan itu tentu amat penting.
Maka diapun tak mau mengganggu dan mencurahkan
perhatiannya. Dengan tandas Ceng-te berkata, "Kepandaian
Coh Hen Hong sekarang sudah lebih unggul dari aku. Dia
memang jago nomor satu di dunia Aku sudah tak
mampu mengalahkannya !"
Kejut Pui Tiok bukan alang kepalang. Tiba-tiba dia
merasa dukanya panas dan ubun-ubun kepalanya
berdenyut-denyut keras sedang tubuhnya juga
gemetar seperti orang kedinginan.
Entah berselang berapa lama, barulah dia dapat
bicara. "Engkau bohong !"
Ceng-te tertawa getir, "Aku memang senang kalau
kata-kataku itu tidak benar."
Kembali Ceng te tertegun beberapa jenak baru
berkata pula. "Selama bertahun-tahun aku tidak
menyangsikan lagi kalau dia itu memang benar
cucuperempuanku.
Aku sudah tua, isteriku telah
959 meninggalkan aku. Anak perempuanku juga pergi.
Pada saat hidupku menjelang senja, tiba-tiba
datanglah cucu perempuanku. Coba engkau pikir,
betapa girang dan bahagia hatiku saat itu. Dalam
kegembiraan itu engkau tentu dapat membayangkan
dengan cara bagaimana kugembleng dia dengan
segala apa yang kumiliki." Kerongkongan Pui Tiok
mendahak. "Walaupun engkau tak bilang tetapi kutahu kalau
engkau tentu dapat memberi jawabannya. Bukan
saja telah kuberinya mjnum bermacam-macam leng-yok
dan pil dewa, pun pada waktu2 tertentu kuberikan
penyaluran tenaga-dalam kepadanya. Beberapa
tahun yang lalu, tenaga-dalamnya sudah seimbang
dengan aku."
Sejenak berhenti, Ceng-te melanjutkan pula, "Dan
lagi, akupun telah memberikan sepasang pedang
Leng-liong-kiam kepadanya. Dengan memiliki
sepasang pedang pusaka itu dia bagaikan harimau
tumbuh sayap. Aku sendiri terus terang gentar
terhadapnya. ilmu kepandaiannya sudah melebihi aku
tetapi dia tak tahu hal itu."
Ceng-te menghela napas panjang, "Untung dia tak
tahu hal itu maka dia tak berani berbuat
sembarangan. Tetapi kalau kupaksa dia dengan
kekerasan, aku paling tahu sifatnya. Dia tentu akan
menantang. Kalau hanya dengan mulut saja itu sih tak
apa, tetapi kalau dia turun tangan, dia tentu segera
tahu kalau ilmu kepandaiannya tak ada yang
menandingi lagi. Pada waktu. . . ."
"Jangan melanjutkan!" tiba-tiba Pui Tiok berteriak
tajam. 960 Ceng-te hentikan keterangannya. Pui Tiok
menganggap tak perlu Ceng-te meneruskan
keterangannya. Dia sudah tahu. Kalau Coh Hen Hong
sampai tahu hal itu dan dengan bekal sepasang
pedang Leng-hong-kiam, bagaimana kalau akibatnya
dia berontak terhadap Ceng-te, sudah dapat
dibayangkannya.
Pui Tiok dan Ceng-te sama-sama diam. Beberapa
saat kemudian baru Pui Tiok berkata, "Kalau begitu,
tak ada jalan lagi untuk menghadapi dia ?"
Ceng-te menunduk tak menjawab.
"Atau seperti yang engkau katakan tadi bahwa
karena sudah berkumpul beberapa tahun maka
diantara kalian berdua telah timbul ikatan kasih
sayang, sehingga engkau tak sampai hati menidaknya
?" desak Pui Tiok lebih lanjut.
"Terserah engkau mau mengatakan bagaimana
tetapi jelas kita tak dapat mendesaknya dengan
kekerasan dan tak boleh sekali-kali menempurnya"
Pui Tiok tertegun tak dapat berkata.
Dia benar-benar tak pernah menyangka bahwa
setelah memiliki pedang pusaka Leng-long-kiam. Coh
Hen Hong tak ada yang mampu melawannya lagi
sekalipun Ceng-te sendiri.
Hal itu bukan Pui Tiok saja, bahkan Coh Hen Hong
sendiri juga tak pernah menyangka.
961 Beberapa saat kemudian tiba-tiba Pui Tiok teringat,
katanya, "Ceng-te, kalau begitu ilmu kepandaian
pemilik Lembah Maut ini apakah tidak sakti sekali ?"
Wajah Ceng-te menampakkan kerut tak senang.
Rupanya ia tak menghendaki membicarakan soal itu.
ia seperti tak mendengar dan hanya bicara pada diri
sendiri lalu ayunkan langkah keluar.
"Hai, mengapa pergi " Cucu perempuanmu yaag
sebenarnya, apakah engkau tak menginginkan lagi ?"
seru Pui Tiok. Ceng-te berhenti Pui Tiok maju dua langkah dan
berseru, "Beng Cu berada dalam lembah ini!"
Ceng-te mengangguk, "Kutahu. Tetapi dia sudah
mendapatkan neneknya. Aku . . untuk sementara ini
tak ingin bertemu dengannya !"
Bukan kepalang kejut Pui Tiok mendengar
keterangan itu.
"Apa " Apa katamu " Apa itu pohpoh (nenek) diri
Beng Cu," teriaknya penuh ketegangan.
Tetapi pada saat Pui Tiok mengucapkan kata
terakhir ternyata Ceng-te sudah melesat pergi. Sekali
melesat dia sudah tiba di mulut lembah dan pada lain
saat melesat lenyap keluar.
Tinggal Pui Tiok seorang diri yang masih
terlongong2 seperti patung. Beberapa saat kemudian
agak tenang dan meraungkan kata-kata Cang-te tadi.
Kembali jantungnya berdetak keras. Nenek dari Beng-
Cu" Kalau begitu bukankah Ceng-te hendak
962 mengatakan bahwa pemilik dari Lembah Maut Ini
adalah nenek dari Beng Cu sendiri" Kalau
begitu kohcujin
itu tak lain adalah isteri dari Ceng-te!
Dalam dunia persilatan, Ceng-te seperti dinobatkan
sebagai maharaja. Tak ada seorang persilatan yang
tak takut kepadanya. Bahwa selama ini Ceng te agak
jeri terhadap pemilik Lembah Maut
tentulah ada sebabnya. Dan kalau ternyata pemilik
Lembah Maut itu adalah Isteri Ceng-te sendiri, memang bukan suatu
hal yang mustahil!
Setelah merenung beberapa saat, Pui Tiok ayunkan
langkah dan tak terasa telah tiba di hadapan batu
pesegi tempat Ceng-te berhenti tadi.
Tadi Ceng-te terus kembali tak melanjutkan
langkahnya. Tentulah karena jeri. Dan Pui Tiok duga
batu pesegi itu tentu ada apa-apanya. Dia pun lantas
menerkam batu itu.
Batu pesegi itu setinggi setengah badan orang,
sudah tentu berat sekali. Pui Tiok coba
mendorong, tentu tak berguna. Tetapi tidak. Begitu
tangannya baru mulai mendorong, batu itu ber gerak
sendiri. Sudah tentu Pui Tiok heran. Dia
mengendapkan diri dan mendorong sekuatnya.
Saat itu lukanya belum sembuh benar. Walau pun
dia menggunakan sepenuh tenaga tetapi tenaganya
juga tak berapa kuat. Pui Tiok tahu akan hal itu.
Tetapi diluar dugaannya. Bukan saja bergerak, pun
batu itu berputar ke kanan, bahkan Pui Tiok sendiri
juga ikut terseret ke kanan sampai beberapa
langkah. 963 Pui Tiok terkesiap. Karena takut akan menghadapi
hal-hal yang tak terduga maka diapun cepat-cepat
menyurut mundur.
Krek, krek, krek . . . seketika terdengar suara
berderak-derak dari bawah tanah. Kini Pui Tiok baru
mengerti apa yang terjadi. Dia menyadari mengapa
sampai beberapa hari tinggal di lembah itu dia tak
dapat menemukan tempat tinggal koh-cujin dan Beng
Cu. Ternyata koh-cujin dan Beng Cu tinggal di bawah
tanah. Satu pesegi itu merupakan jalan rahasia yang
menembus ke bawah tanah.
Beberapa saat kemudian, batu besar tersiak
oleh sebuah puncak tiang yang pelahan-lahan naik
keatas, dari bawah tanah. Setelah menjulang lebih
kurang setengah meter, baru berhenti.
Setelah batu menyungkit keatas, dibawahnya
terdapat sebuah lubang seluas setengah meter. Kalau
merangkak kedalam lubang itu tentu dapat menyusup
kedalam Untuk beberapa saat Pui Tiok masih ragu2. Kalau
dia masuk tentu akan mengganggu upaya koh cujin
yang tengah menyalurkan tenaga-saktj kepada Beng
Cu. Namun dia menyadari bahwa setiap saat Coh Hen
Hong akan kembali lagi. Pada saat itu dia tentu akan
ketangkap apabila tidak masuk kedalam lubang
dibawah tanah itu. Maka setelah mempertimbangkan
beberapa jenak akhirnya dia melorot turun ke dalam
lubang dan mulai merangkak ke muka.
Pada saat tubuhnya sudah masuk kedalam lubang
semua, kakinya seperti menginjak sesuatu dan
seketika terdengar bunyi berderak-derak. Batu besar
964 yang terangkat oleh tiang tadi kini mulai turun
ke bawah lagi. Sudah tentu Pui Tiok terkejut sekali dan
terus lepaskan pegangannya pada mulut lubang. Bluk
. . . walaupun tidak terluka karena jatuh itu, tetapi
dia tetap meringis juga karena kesakitan.
Karena batu besar menutup lubang maka ke adaan
dalam lubang itu gelap sekali. Pui Tiok berusaha
duduk. Celakanya dia tak membekal korek. Apa boleh
buat dia hanya meraba-raba kian kemari. Beberapa
waktu kemudian baru berhasil meraba dinding lubang.
Dinding lubang lembab dan dingin seperti es
Dengan memegang dinding itu dia berdiri. Karena
sudah beberapa waktu dalam kegelapan, kini dia
sudah terbiasa dan dapat melihat keadaan di tempat
itu. Dilihatnya pada ujung lubang terdapat sebuah
jalan terowongan. Bagian dalam dari terowongan itu
pada ujungnya seperti terdapat dua petik sinar. Pui
Tiok lalu menyusur maju.
Terowongan itu panjangnya sekitar dua tombak.
Ketika Pui Tiok tiba di tempat sinar penerangan itu,
begitu mengawasi dengan seksama, kejutnya bukan
kepalang. Ternyata penerangan itu berasal dari sepasang
mata dari seekor ular besar berkulit lima warna. Dan
saat itu ular tengah melingkar, mengangkat
kepalanya tinggi2, memandang Pui Tiok.
Dibelakang ular besar itu tampak sebuah pintu
batu. 965 Melihat lingkar tubuhnya, ular itu tak kurang dari 3-
4 tombak panjangnya. Jangan lagi saat
itu dia belum sembuh sama sekali, sekalipun dalam keadaan sehat
tetap dia tak mampu melawan ular itu. Diam-diam dia
bersyukur karena ular itu tidak
mengganasnya. Buru-buru Pui Tiok mundur beberapa langkah
tetapi kepala ular itu agak ditinggikan lagi.
Tiba-tiba dari belakang pintu batu terdengar suara
seorang nenek, "Apakah itu si Jelek " Lekas kemari,
lekas " Bukan saja gupup pun terdengar napas nenek
itu terengah-engah. Pui Tiok tak tahu siapa yang
dimaksud dengan
si Jelek itu. Tetapi karena suara itu
berasal dari belakang pintu batu, tentulah nenek itu
pemilik Lembah Maut. Dia duga yang dipanggl si
Jelek itu tentu orang aneh yang telah binasa di
tangan Coh Hen Hong. Dari nada nenek itu, tampaknya dia sedang dalam
kesulitan. Sudah tentu Pui Tiok senang sekali
kalau dapat membantu. Tetapi bagaimana dia dapat ke sana
kalau dihadang oleh seekor ular sebesar itu "
Dia ingin menerangkan kepada koh-cujin, kalau dia
bukan si jelek. Tetapi dia ragu. Kalau dia
menerangkan begitu apakah tidak mengakibatkan
pekerjaan koh-cujin akan kacau karena pikirannya
terganggu. "Si Jelek, apa engkau masih tak lekas masuk
kemari?" tiba-tiba nenek koh-cujin itu berseru pula.
966 Karena mengangap keadaannya gawat, Pui Tiok tak
sempat berpikir lebih panjang lagi dan terus
menyahut, "Cianpwe, aku bukan si Jelek."
Diluar dugaan nenek itu berseru dengan ter-engahengah,
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tak peduli engkau ini siapa, lekaslah masuk
kemari." "Tetapi. . . tetapi. . . dimuka pintu ada seekor
ular besar." "Jangan takut. Setelah mendengar suaraku, dia
pasti takkan mencelakai engkau. Lekas masuk." Pui
Tiok kokohkan nyali terus maju. Ketika lewat di
samping ular besar itu tak urung dia menggigil Tetapi
dia berhasil tiba dimuka pintu lalu mendorong dan
terbukalah pintu itu.
Didalam pintu itu merupakan sebuah ruangan batu
yang lebar. Tetapi tak ada apa-apanya kecuali hanya
sebuah dipan batu. Sesosok tubuh berbaring diatas
dipan batu itu. Dia tak lain adalah Kwan Beng Cu.
Tubuhnya dibungkus dengan kain hitam tetapi
kepalanya tersembul keluar. Karena
pakaiannya hitam, wajahnya tampak makin pucat seperti salju,
Dan kedua matanya tertutup rapat. Sepintas seperti
orang mati. Kejut Pui Tiok bukan kepalang karena keadaan itu
tidak seperti yang dibayangkannya.
Dia membayangkan dalam beberapa hari Ini Beng
Cu tengab menerima saluran tenaga-sakti sehingga
kepandaiannya kini sangat maju sekali.
967 Tetapi ternyata tidak demikian. Beng Cu seperti
mayat. Cepat dia lari menghampiri dan hendak
menjamahnya. "Jangan menyentuhnya," tiba-tiba nenek itu
berseru melarangnya. Pui Tiok terkejut dan sadar dan cepat hentikan
tangannya. Saat itu dia baru tahu bahwa pada lain
sudut terdapat sebuah tempat duduk batu diam
seorang nenek kurus berambut putih tengah duduk.
Tubuhnya menggigil keras.
Sebagai seorang murid dari guru ternama, dia tahu
apa artinya itu. Serentak kedua kakinya melentuk
lunglai dan terus ambruk.
Nenek itu memang berkepandaian sakti tetapi saat
itu tengah menderita kesulitan besar. Menilik
keadaannya nenek itu tengah mengalami bahaya
karena saluran tenaga-murninya menjurus kearah
jalan darah yang sesat. Adalah karena kepandaiannya
tinggi maka dia masih dapat bertahan.
Kalau saja Pui Tiok tidak terluka-dalam, dia tentu
segera membantunya. Tetapi keadaannya saat itu
belum mampu. Sedang si Jelek yang dimaksud nenek
itu dapat memberi bantuan, sudah binasa. Beng Cu
pingsan belum sadarkan diri. Lalu bagaimana"
Saking gugup tetapi tak dapat berbuat apa-apa. Pui
Tiok mengucurkan keringat dingin, "Engkau....engkau
suruh aku membantu bagaimana?"
"Kemarilah... engkau... kemarilah," kata nenek itu
tersendat-sendat.
968 Pui Tiok cepat menghampiri.
"Lekatkan dan tekan keras2 jalandarah Leng-tayhiap
pada punggungku," kata nenek itu.
Pui Tiok berputar ke belakang lalu melekatkan
tangannya Kepada punggung nenek itu. Tetapi saat itu
tenaga-murni si nenek tengah bergolak keras
sehingga menimbulkan getaran angin. Sebelum
tangan Pui Tiok dapat menjamah, sudah ditolak oleh
getaran tenaga itu sehingga tak dapat maju.
Pui Tiok tertawa getir, "Aku. .. terluka belum
sembuh betul sehingga tak mempunyai tenaga
melekatkan tanganku."
Nenek itu makin menggigil keras, serunya, "Kalau
begitu berdirilah bersandar pada dinding.... lalu
ulurkan tanganmu kearah punggungku, nanti aku
yang akan merapatkan punggungku ketanganmu."
Pui Tiok terkesiap. Bukankah dengan cara begitu
berarti dia akan menderita tekanan tenaga kuat dari
nenek itu"
Tetapi dia melihat bahwa keadaan nenek Itu
memang gawat sekali dan harus lekas-lekas ditolong.
Maka diapun segera maju dua langkah, bersandar
pada dinding lalu ulurkan tangannya mengarah pada
punggung si nenek.
Tiba-tiba tubuh nenek itu menggeliat ke atas dan
punggungnya terus merapat ke tangan Pui Tiok. Saat
itu Pui Tiok seperti tak dapat bernapas. Dan
lengannyapun mengerut ke belakang sehinga siku
969 lengannya membentur dinding. Walaupun sakit tetapi
karena terhalang dinding maka lengannya tak dapat di
surutkan ke belakang lagi. Padahal tekanan tenaga
dari gerakan tubuh nenek itu makin keras sehingga
dia rasakan tulang-tulang lengannya seperti
putus. Sakitnya bukan alang kepalang.
Tetapi saat itu tangannya tinggal terpisah tiga
dim dari punggung si nenek. Tiba-tiba Pui Tiok rasakan
terjadi suatu perobabahan aneh pada hamburan
tenaga nenek itu. Kalau tadi tenaga itu melanda dan
menekan tetapi sekarang berbalik ialah memancarkan
tenaga-sedot yang kuat, plak. . . . tangan Pui Tiok pun
segera melekat pada punggung
nenek itu. Begitu melekat segera dia rasakan jalandarah lokiong-
hiat pada telapak tangannya seperti ditusuki
ribuan jarum. Sakitnya bukan kepalang Dia menjerit
dan hendak menarik tangannya. Tetapi saat itu
tangannya seperti lengket dan tak dapat ditarik lagi.
Pui Tiok menjerit-njerit kesakitan. Dia tak merasakan
sakit lagi karena dia pingsan.
Sayup-sayup antara sadar dan tak sadar, dia
merasa tubuhnya seperti dirayapi oleh ribuan ular. Ih,
gatal sekali sehingga dia hendak berjingkrak-jingkrak.
Ketika membuka mata Pui Tiok rasakan derita gatal
yang tak terperikan itu, seperti benar-benar terjadi.
Badannya basah kuyup mandi keringat. Belum
pernah sepanjang hidupnya Pui Tiok merasa
menderita sakit yang sehebat itu. Dia benar-benar tak
berdaya sama sekali.
"Salurkan tenaga-murni menurut pelajaranmu, tiba"
nenek itu berseru.
970 Pui Tiok seperti disadarkan. Dia terus duduk.
Memang semula untuk duduk tenang saja rasanya
susah tetapi dia sadar bahwa kalau dia sampai tak
mampu akibatnya tentu berbahaya sekali. Akan
menyangkut urusan yang besar. Maka dia paksakan
diri untuk menyalurkan tenaga-murni.
Setelah satu kali melakukan penyaluran dan
tenaga-murni itu beredar ke seluruh tubuh, Pui Tiok
rasakan sakitnya berkurang sehingga dia dapat
menarik napas panjang.
Pui Tiok makin gairah. Dia terus menyalurkan
peredaran tenaga-murninya sampai berpuluh kali. Dan
makin lama dia makin merasa kalau tenaga-murninya
mencongklak keras seperti kuda liar. Tetapi dia dapat
menguasainya dengan sempurna.
Diam-diam Pui Tiok gembira sekali. Hal itu
menandakan kalau dalam waktu beberapa saat itu
tenaga-saktinya Juga bertambah hebat.
Juga telapak tangan yang dirasakan sakit seperti
ditusuki jarum itu juga hilang dan berganti dengan
daya sedot yang kuat. Bagaikan gelombang arus yang
melanda, dia menyedot suatu arus tenaga-
sakti kedalam-tubuhnya.
Pui Tiok tak sempat memikirkan apa-apa lagi. Dia
hanya tenangkan pikiran pusatkan Semangat untuk
menyedot tenaga-murni itu kedalam tubuhnya.
Beberapa saat kemudian dia telah mencapai tingkat
kehampaan yang bulat. Dia tak teringat dan tak
memikirkan segala apa lagi.
971 Entah berlangsung berapa lama, plak. . . tahu-tahu
dia seperti di tampar dan terjaga dari kehilangan diri.
Buru-buru dia memandang ke muka. Dia masih
duduk ditanah dan tangannyapun masih menjulur
tetapi nenek itu tudah tak tampak lagi.
"Oah....." sekonyong-konyong dia berteriak
kaget ketika melihat nenek itu masih berada di hadapannya
tetapi tidak duduk lagi, melainkan tidur melingkarkan
tubuh. Melihat itu dan teringat akan peristiwa yang
dialaminya tadi ketika dia menyedot tenaga murni
sakti kedalam tubuhnya, seketika tergetarlah hati-nya
Buru-buru dia membungkuk untuk memeriksa
keadaan nenek itu.
Mulut nenek Itu masih mengeluarkan napas tetapi
lemah sekali. Hati Pui Tiok makin sendu.
"Cianpwe hendak pesan apa lagi?" cepat dia
bertanya. Setiap orang yang belajar silat tentu tahu bahwa
kalau orang sudah dalam keadaan seperti koh-cujin
yalah menghembuskan napas panjang, tentulah orang
itu tengah meregang jiwa. Oleh karena itu maka Pui
Tiok cepat meugajukan pertanyaan.
Mendengar itu bibir koh-cujin tampak bergerakgerak
seperti hendak bicara. Tetapi rupanya tenagamurninya
telah habis. Ibarat lampu, dia sudah
kebabisan minyak.
972 Pui Tiok cepat tempelkan telinganya ke mulut kohcujin
untuk mendengar apa yang hendak
dikatakannya. Tetapi dia tak mendengar apa-apa lagi
kecuali hanya merasakan segelombang hawa hangat
menghambur dari mulutnya. Hawa terakhir yang
terhembus dari jasadnya.
Pui Tiok termangu-mangu beberapa jenak lalu
bangun. Koh-cujin telah meninggal dunia. Dia tentu hendak
meninggalkan pesan tetapi karena kehabisan tenaga
maka tak dapat mengutarakannya.
Kemudian Pui Tiok berpaling kearah Beng Cu.
Tampak wajah nona itu pucat lesi. Pui Tiok lalu
menghampiri. "Beng Cu, Beng Cu. . !" dia berulang memanggilnya
tetapi Beng Cu tetap diam tak bergerak.
Pui Tiok hendak meraba jidat nona itu tetapi
pada lain saat dia teringat bahwa tadi waktu dia hendak
menjamahnya telah dilarang oleh koh-cujin.
Tentu ada sebabnya maka koh-cujin melarang itu.
Lalu bagaimana, apakah dia membiarkan Beng Cu
begitu saja atau akan dirabanya untuk mengetahui
bagaimana keadaannya.
Dalam kebimbangan, pelahan-lahan tangannya
menjulur kemuka. Tetapi pada waktu terpisah satu
meter dari kepala nona itu, dia rasakan kepala Beng
Cu menghambur hawa dingin sehingga dia menggigil
kedinginan. 973 Kejut Pui Tiok bukan kepalang. Setelah habis
menyedot tenaga-murni dari koh-cujin tadi, walaupun
belum pernah mencoba sampai dimana tingkat
tenaga-saktinya sekarang tetapi dia tahu kalau
tenaga-dalamnya telah meningkat sampai pada
tataran yang tinggi sekali.
Bahwa dengan memiliki tenaga-dalam yang hebat
toh masih dapat digetar kedinginan oleh hamburan
hawa dari jidat Beng Cu, tentulah Beng Cu itu sudah
beku seperti es.
Memikir sampai disitu, tangan yang menjulur ke
muka tadipun melentuk lunglai. Keringat dingin
bercucuran dan mulut serasa terkancing. Dia hendak
memanggil tetapi tak dapat bersuara lagi. Ia tak
menyangka kalau Beng Cu sudah meninggal.
Dia nekad masuk kedalam terowongan dibawah
tanah untuk mencari Beng Cu dan dia membayangkan
kalau koh-cujin tentu sedang menyalurkan tenagasakti
ketubuh Beng Cu. Dengan begitu Beng Cu pasti
memiliki tenaga-dalam yang sakti.
Tetapi apa yang didapatinya benar-benar tidak
seperti yang dibayangkan. Koh-cujin telah meninggal
karena kehabisan tenaga-murni. Pemilik Lembah Maut
itu telah menyalurkan seluruh tenaga-murninya
kepadanya. Tetapi Beng Cu juga menderita. Dalam
keadaan tubuh membeku dingin seperti es itu,
kebanyakan, Beng Cu tentu sudah meninggal juga.
Entah berselang berapa lama Pui Tiok menggigil
gemetar itu, barulah ia tenangkan pikirannya. Setelah
tenang diapun dapat berpikir. Kalau benar Beng Cu
sudah meninggal, tentu setelah tangannya
974 menyentuhnya baru dia terasa kedinginan Tetapi tadi
jelas tidak demikian. Tangannya masih
kurang satu meter dan tubuh Beng Cu dan ia sudah dilanda hawa
yang amat dingin. Jelas hawa dingin itu tentu hawamurni
dari tubuh Beng Cu, yang sedang beredar
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengalir ke seluruh tubuh. Dengan begitu . . . jelas
Beng Cu masih hidup. Ya, Beng Cu tentu balum mati.
Seketika Pui Tiok teringat akan sebuah alat tong-kia
(kaca tembaga). Alat itu akan didekat-kan ke ujung
hidung Beng Cu untuk memeriksa apakah Beng Cu
masih bernapas atau tidak.
Dengan seksama dia memperbatikan hasil uji
cobanya itu. Ternyata tong kia itu pelahan-lahan
mengembang hawa air yang lama kelamaan beku
menjadi butir air.
Pui Tiok menyimpan tong-kia itu lagi dan tertawa
getir. Ternyata percobaannya itu gagal. Ia tak dapat
mengetahui pasti apakah Beng Cu masih hidup atau
sudah mati. Memang hidung Beng Cu mengeluarkan hawa
pertanda kalau masih hidup. Tetapi hawa itu dingin
sekali dan ketika membentur kaca lalu menguap
dan merekah menjadi air. Suatu hal yang tak mungkin
dihembuskan oleh orang yang masih hidup
Pui Tiok benar-benar kehilangan paham, tak tahu
bagaimana keadaan yang sebenarnya dan Beng Cu
saat itu. Satu-satunya hal yang dapat menghibur hati-nya
yalah walaupun wajah Beng Cu pucat seperti mayat
tetapi penampilannya begitu tenang sekali. Kalau
975 memang menderita kesakitan, tentulah wajahnya
akan menampakkan kerut2 menahan sakit,
Akhirnya Pui Tiok memutuskan untuk menjaga
disitu. Tetapi tiga empat jam kemudian, didapatinya
keadaan Beng Cu masih sama.
Pui Tiok menghela napas rawan. Dia tinggalkan
ruang di bawah tanah itu dan keluar Dia membuat
sebuah liang di tengah lembah. Lebih dulu dia
mengubur jenasah orang aneh yang disebut si Jelek.
Lalu kembali masuk ke bawah tanah dan mengangkut
jenasah koh-cujin untuk dikubur dengan baik.
Ketika dia kembali ke dalam gua di bawah tanah
lagi ternyata sudah tiga jam lamanya dia bekerja
untuk mengubur kedua jenasah itu.
Saat itu Pui Tiok makin yakin kalau dia bertambah
tinggi tenaga-dalamnya. Waktu dia menggali lubang
tadi dan mengubur kedua jenasah, dia mengangkat
batu seberat seribuan kati dengan mudah sekali.
Sekalipun begitu dia tak berani membayangkan bahwa
tenaga-dalamnya sekarang dapat menandingi Coh Hen
Hong. Setelah kembali masuk ke dalam ruang dibawah
tanah, dia menjaga lagi di muka dipan batu. Kwan
Beng Cu pun tetap tak bergerak. Karena letih dan
ngantuk, Pui Tiok lalu berbaring dan tidur
Entah berselang berapa lama, tahu-tahu dia merasa
dikejutkan mendengar suara Beng Cu mengerang. Dia
cepat mengangkat kepala. Tampak wajah Beng Cu
semakin pucat dan putih seperti salju. Matanya tetap
976 merapat tetapi bibirnya bergerak-gerak merintihrintih.
Pui Tiok hendak membuka mulut tetapi kalah dulu
dengan mulut Beng Cu yang merintih lemah, "Aku , . .
panas, aku . . panas sekali . . "
Pui Tiok terkejut sekali. Jelas tubuh Beng Cu
menghambur hawa sedingin es sehingga membuatnya
(Pui Tiok) menggigil kedinginan. Tetapj mengapa Beng
Cu bilang kalau kepanasan "
"Beng Cu, bagaimana engkau ini ?" cepat ia
berseru. Rupanva Beng Cu seperti tak mendengar kata-kata
Pui Tiok. Dia mulai terengah engah napasnya Pui Tiok
ulurkan tangan kemuka hidung. Hidung Beng Cu
mengeluarkaa hawa yang dingin sekali sehingga
tangan Pui Tiok seperti membeku.
Pui Tiok makin gugup. Tubuhnya begitu dingin
tetapi mengapa mengeluh kepanasan" Tentulah
karena hawa luar dan dalam tubuh tak sesuai
jalannya. Hal Itu berbahaya sekali. Dia harus lekaslekas
membantu untuk menormalkan hawa-murni
nona itu. Pui Tiok terus ulurkan tangan untuk memegang
leher Beng Cu dan hendak didudukannya. Setelah
itu baru dia akan menyalurkan tenaga-dalam ke
punggung nona Itu.
Tetapi ketika tangannya menjamah tengkuk Beng
Cu, segulung hawa dingin menerkam tangannya terus
977 menebar ke seluruh tubuh sehingga giginya
bergemerutukan dan tenaganya lunglai.
Pui Tiok berjuang keras menghimpun tenaga-dalam
untuk mengangkat tubuh Beng Cu. Ketika berhasil dia
malah terkejut bukan kepalang. Ternyata Beng Cu tak
dapat bergerak karena telah membeku seperti es. Dan
ketika dibedirikan, Beng Cu tak ubah seperti sebuah
mumi atau mayat yang dibalsem
Pui Tiok makin ketakutan. Kalau dia akan tetap
mengangkat tubuh Beng Cu, jelas nona itu tentu akan
menderita bahaya. Dan kalau mau memberdirikan
tubuh nona ini berarti dia akan memegang tubuhnya.
Bukankah tadi kohcujin telah melarangnya menjamah
tubuh nona itu"
Teringat akan hal itu Pui Tiok pelahan-lahan
meletakkan tubuh Beng Cu lagi. Dia duga tentulah
koh-cujin telah memberi minum obat mujijad kepada
Beng Cu. Atau mungkin menyalurkan tenaga aneh
kedalam tubuh Beng Cu. Sudah tentu tujuan koh-cujin
hendak menempa Beng Cu menjadi se-orang manusia
baru yang sakti. Tetapi kalau rencana itu tidak
menurut seperti yang diharapkan, tentulah Beng Cu
akan. . . . Berpikir sampai disitu Pui Tiok tak berani
melanjutkan lagi. Setelah pikirannya melayang-layang
kian kemari tiba-tiba dia teringat sesuatu. Ya,
mengapa dia tidak meminta bantuan Ceng-te Tak
mungkin Ceng-te tak tahu akan keadaan Beng Cu.
Serentak timbul niatnya mencari Ceng-te karena
hanya tokoh itulah yang akan dapat menolong
keadaan Beng Cu.
978 Memang kalau mencari Ceng-te, kemungkinan
besar dia tentu akan bertemu dengan Coh Hen Hong.
Tetapi dia sudah membulatkan tekad. Asal dapat
bertemu Ceng-te dan memberitahukan tentang
keadaan Beng Cu, biarlah dia akan menderita bahaya
apa saja dia tak menghiraukan.
Begitulah dia lalu keluar dari ruang dibawah tanah
itu dan menuju ke lembah. Dengan berlarian dia
melintasi lembah sempit. Tetapi baru keluar
dari situ tiba-tiba di samping sebatang pohon tampak melihat
sesosok bayangan. Orang itupun berhenti.
Rasanya Pui Tiok sudah kenal dengan orang itu.
Salah seorang anakbuah istana Ceng-te-kiong. Waktu
dia hendak berseru menegurnya ternyata orang itu
sudah tertawa gelak-gelak.
"Bagus budak kecil, engkau juga lolos keluar
" Apa engkau masih tak mau ikut aku kembali ke Ceng-tekiong
untuk menerima keputusan siau-cujin ?"
serunya. Segera Pui Tiok tahu kalau orang itu adalah orang
kepercayaan Coh Hen Hong yang diperintah untuk
mencarinya. Habis berkata orang itu terus loncat maju dan
menerkarn Pui Tiok.
"Tak perlu dipaksa," seru Pui Tiok seraya memberi
isyarat tangan, "aku dapat berjalan sendiri. Memang
kutahu kalau tak dapat lolos."
"Ho, ternyata engkau kenal selatan," seru orang itu.
979 Pui Tiok tak mau menjawab melainkan tertawa
dingin. "Hayo, engkau jalan di muka," seru orang itu pula.
Marah sebenarnya Pui Tiok atas perlakuan orang
yang sekasar itu. Tetapi karena dia perlu harus dapat
tiba di Ceng-te-kiong maka diapun diam saja.
Orang yang berjalan di belakangnya, tak hentihentinya
membentak-bentak, sebentar memberi
perintah biluk ke kanan sebentar ke kiri. Beberapa jam
setelah melintasi tikung dan ketuk dipegunungan baru
melintasi sebuah lembah sempit yang panjang dan
biluk ke sebuah air-terjun kemudian tiba di sebuah
lembah. Tiba disitu hati Pui Tiok berdebar keras karena
dia sudah melihat bangunan Ceng-te-kiong.
Pintu gerbang istana itu tertutup rapat,
memancarkan warna yang berkilau-kilauan kuning
emas. Begitu tiba di muka pintu gerbang, orang itu terus
memegang bahu Pui Tiok. Ibu jarinya ditekankan pada
jalan darah bian-keng-hiat pemuda itu
Diam-diam Pui Tiok menimang. Sekalipun jalan
darahnya dikuasai tetapi dia percaya tenaga-dalam
nya saat itu mampu menolak jari orang. Dia biarkan
saja dirinya didorong ke muka pintu gerbang dan
pada lain saat pintu dibuka orang.
980 "Hai, engkau dapat menemukannya?" seru penjaga
pintu. Orang tadi m nglakan.
"Bagus, sudah lama kongcu menunggu. Kali ini kita
berdua tentu bakal mendapat ganjaran besar,"
seru penjaga pintu pula.
"Ho, aku yang mendapatkan, apa hubungannya
dengan engkau," seru orang yang menggiring Pui Tiok.
Karena berebut Jasa, kedua anakbuah Ceng-tekiong
itu bertengkar. Diam-diam Pui Tiok menimang.
Kedatangannya ke situ adalah hendak menemui Cengte
tetapi rupanya anakbuah Ceng-te-kiong itu hendak
mengantarkan dia kepada Coh Hen Hong. Kalau sudah
bertemu Coh Hen Hong, mana dia mendapat
kesempatan bertemu Ceng-te lagi"
"Tunggu dulu," serunya, "aku perlu menghadap
Ceng-te." "Hm, kalau berada di Ceng-te-kiong, mana engkau
boleh menurut sesuka baumu," penjaga menggeram.
"Aku perlu bertemu Ceng-te karena ada urusan
penting sekali. Lekas bawa aku kepadanya." seru Pui
Tiok dengan nada sarat.
"Kentut!" teriak penjaga itu terus menampar muka
Pui Tiok. Bukan Pui Tiok tak mau bersabar tetapi dia
menyadari kalau dia terus menerus menurut saja,
981 malah akan mengabaikan urusanya yang penting
dengan Ceng-te.
Maka begitu tangan orang mengayun diapun dia
terus menerkam pergelangan tangan orang. Orang itu
terkejut. Bukan saja melihat Pui Tiok berani melawan
pun karena gerakan anakmuda itu luar biasa
cepatnya. Baru dia tertegun atau pergelangan
tangannya sudah kena dicengkeram Pui Tiok.
Orang itu sebenarnya termasuk salah seorang Jago
sakti dari istana Ceng-te-kiong. Walaupun tangan
kanan kena dicengkeram, tetapi tangan kirinya masih
dapat bergerak. Wut. . . . dia terus manghantam Pui
Tiok. Pui Tiok miringkan tubuh. Selain dapat menghindar,
pun dia dapat menyeret orang itu terhuyung dua
langkah ke muka.
Karena diseret, pukulannya berbalik mengarah pada
lain sasaran yaitu kepada orang yang berada di
belakang Pui Tiok.
Krak. . . . orang di belakang Pui Tiok terkejut
karena tak menyangka akan mendapat serangan
begitu. Cepat dia menangkis.
Tepat pada saat kedua anakbuah Ceng-te-kiong
beradu pukulan sendiri, Pui Tiokpun cepat
melontarkan penjaga pintu yang dicengkeram
tangannya itu ke pintu. Karena dikuasai pergelangan tangannya, tenaga
penjaga itu lenyap dan dia seperti bola yang dilempar
ke pintu, bruk . . .
982 "Bagus, budak, engkau punya modal juga," seru
orang yang menggiring Pui Tiok tadi. "tetapi kalau
mau unjuk kepandaian di Ceng-te-kiong, ho jangan
mimpi !" Sambil berseru Itu diapun segera maju dan
menyerang dengan kedua tangannya. Tetapi setelah
melemparkan penjaga tadi ke pintu, Pui Tiok terus
loncat dan menerobos lari ke pintu gerbang.
Wut . . . dalam sekejab saja dia sudah dapat
menaiki sepuluhan batu titian dan tiba dimuba pintu
istana. Bum . . . dia menghantam pintu itu.
Orang tadi karena menghantam tempat kosong
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terus lari mengejar keatas. Tetapi tiba di bawah
titian, dia berhenti. Dan penjaga yang dilempar Pui
Tiok tadi juga merangkak turun kebawah titian lalu
berdiri seperti patung.
Pui Tiok terkesiap ketika mendengar pintu tembaga
mendengung dahsyat. Cepat dia berputar ke belakang.
Ternyata pintu gerbang istana sudah terbuka dan
tampak delapan busu atau pengawal istana yang
bertubuh tinggi besar dengan senjata tombak, tegak
berjajar-jajar di sebelah dalam. Pada
lain saat tampak Ceng-te muncul dan berjalan pelahan-lahan.
Melihat Ceng-te, girang Pui Tiok bukan alangkepalang.
Dia cepat menyongsong. Tetapi baru
melangkah setindak dia melihat suatu gelagat yang
mengejutkan. Ternyata dibelakang Ceng-te Juga
muncul Coh Hen Hong dalam pakaian yang indah
dengan diiring oleh dua orang dayang yang membawa
983 kipas. Sepintas Coh Hen Hong seperti seorang puteri
keraton saja. Tetapi Pui Tiok tetap lanjutkan langkah dan setelah
berhadapan dengan Ceng-te. dia berseru, "Ceng-te,
aku hendak menyampaikan berita penting pada acda,"
"Katakanlah," sahut Ceng-te dengan datar.
Pui Tiok menuding Coh Hen Hong, "Apa yang
kukatakan tak boleh didengarnya. Harap suruh dia
menyingkir dulu."
Wajah Ceng-te berobah dan memberi isyarat
kepada Coh Hen Hong, "menyingkirlah agak jauh."
Coh Hen Hong tak senang hati dan cibirkan bibir,
"Tidak, aku tak mau menyingkir, aku malah ingin
mendengar apa yang akan dikatakan."
"Turutlah perintah," kata Ceng-te dengan suara
sarat. Coh Hen Hong marah. Dia mendengus tawa dingin
lalu membawa kedua bujangnya pergi. Setelah
dia pergi, cepat Pui Tiok berkata, "Cianpwe, Beng Cu
celaka. Aku tak tahu bagaimana harus menolongnya,
silakan engkau kesana."
"Tetapi bagaimana aku dapat kesana?" Ceng-te
kerutkan alis. Mendengar itu Pui Tiok bingung dan marah.
Sungguh tak pernah disangkanya bahwa Ceng-te yang
disohorkan begitu hebat ternyata begitu ketakutan.
984 Dengan memiliki kepandaian sakti tetap tak berani
bertindak tegas,
"Harap pergi saja karena koh-cujin sudah
meninggal ," kata Pui Tiok.
Mendengar itu gemetarlah Ceng-te. Dia menekan
bahu Pui Tiok tetapi tak jadi, "Engkau, ilmu
kepandaianmu maju pesat sekali. Dia. . . bagaimana
meninggalnya?"
Pui Tiok gelengkan kepala "Aku juga tak tahu. Telah
kutanam dengan baik jenasah beliau.
Tetapi sampai saat ini Beng Cu. . . ."
"Jangan bersuara," tukas Pui Tiok.
Tetapi Pui Tiok tak tahan lagi dan malah berseru
keras, "Tetapi dia akan mati, mengapa aku tak boleh
buka suara?"
"Tidak dapat menahan urusan kecil berarti akan
mengacaukan rencana besar," bentak Ceng te dengan
marah, "orang semacam engkau tahu apa. Kalau mau
berkaok-kaok sampai pecah mulutmu, keluar saja.
Kalau di istana sini engkau mau apa?"
saking marahnya Pui Tiok hampir pingsan. Dia
berusaha untuk menekan kemarahannya.
Kedatangannya ke istana adalah untuk menemui
dan minta Ceng-te menolong Beng-Cu, bukan hendak
mengajak bertengkar.
Setelah menelan ludah, dia berkata pula, "Beng Cu
segera akan mati. Tak peduli engkau mengakuinya
985 atau tidak, tetapi dia itu tetap cucu perempuanmu.
Anak dari puterimu. Apakah engkau
sampai hati tak
menolongnya?"
Kembali tubuh Ceng-te gemetar keras. Diam-diam
Pui Tiok gembira karena mengira dapat menggugah
perasaan Ceng te. Tetapi tiba-tiba Ceng-te berkata
dengan dingin, "Kalau dia benar akan mati, aku pun
tak dapat berbuat apa-apa untuk menolongnya."
Mendengar Itu bukan kepalang marah Pui Tiok.
ingin dia menampar mulut Ceng-te. Dan memang
saat itu tangannya memang sudah diangkat. Tetapi
pada lain saat tangannya diturunkan pula. Kalau tak
memukul, pun dia hendak menyerang dengan katakata
yang tajam kepada Ceng te.
Tetapi baru dia hendak membuka mulut, tiba-tiba
dia berpikir Dia memang dapat melepaskan
kemarahannya kepada Ceng-te tetapi apakah gunanya
hal itu kepada Beng Cu" Apakah dengan begitu Beng
Cu akan dapat terolong jiwanya"
Karena jeri terhadap Coh Hen Hong, Ceng-te tak
berani mengakui Beng Cu sebagai cucunya yang aseli.
Dan sekarang Beng Cu dalam bahaya, pun Ceng-te tak
berani menolong. Kalau dia memaki-maki Ceng-te,
bukankah Ceng-te tentu segera
akan mengusirnya
dari situ"
Maka dengan menahan kesabaran dia berkata pula,
"Ceng-te, andaikata engkau tak mau pergi
menolongnya, pun sukalah memberitahu kepada ku,
dalam keadaan seperti itu apakah Beng Cu terancam
jiwanya atau tidak?"
986 Ceng-te tertegun sejenak lalu balas bertanya,
"Bagaimana keadaannya?"
"Dja rebah tertidur di dipan batu, badannya mandi
keringat dingin. Begitu menyentuh tubuhnya,
hawa dingin itu terus menyerang aku. Napas yang
dihembuskanpun menguap jadi air tetapi dia belum
meninggal "
Mendengar keterangan itu wajah Ceng-te menjadi
gelap sekali. Setelah Pui Tiok selesai memberi
keterangan baru Ceng-te tertawa getir dan gelengkan
kepala. Melihat itu Pui Tiok seperti dicekik setan dan
suaranyapun bergemetar, tanyanya. "Bagaimana
" Bagaimana keadaannya ?"
Ceng-te tetap tertawa kering dan tak menjawab.
"Dia bagaimana !" karena tak sabar lagi maka Pui
Tiok membentaknya. Dia benar-benar marah dan
muak terhadap Ceng-te yang begitu tak bernyali untuk
menolong Beng Cu.
Ceng-te memandang Pui Tiok dengan pandang tidak
marah melainkan hanya tertawa hambar Lalu berkata,
"Dipan batu itu terbuat dari han-giok batu zamrud
dingin laut Pak-hay."
Pui Tiok terkejut. Jamrud dingin dari laut Pak-hay "
Dia memang pernah mendengar cerita orang bahwa
han-giok itu dapat memancarkan hawa im-han (dingin
negatip). Berasal dari hawa dingin yang setelah
mengalami proses penguapan selama ribuan tahun
lalu menjadi kristal membatu. Dan ternyata dipan
987 tempat tidur itu terbuat dari mustika han-giok, dapat
dibayangkan betapa nilai-nya !
Tapi pada lain saat dia merasa belum tentu
keterangan Ceng-te itu benar maka dia gelengban
kepala. "Tidak. Kabarnya han-giok dari laut Pak hay
itu dingin sekali. Kalau disentuh seperti menyentuh es.
Tetapi aku pernah berbaring di atas dipan itu,
mengapa tak merasa kedinginan sama sekali ?"
"Tentu saja." sahut Ceng-te, "karena inti dingin dari
jamrud itu telah disalurkan kedalam tubuh
Beng Cu. Oleh karena itu . . . "
Baru Ceng-te berkata sampai disitu tiba-tiba dari
balik sebatang tiang yang tak jauh dari situ terdengar
bunyi berdesir-desir seperti pakaian dari orang yang
tubuhnya gemetar keras.
Ceng-te cepat hentikan kata-katanya dan berpaling.
Pun Pui Tiok juga ikut memandang ke arah itu.
"Siapa, lekas keluar !" bentak Ceng-te. Setelah
mengulang beberapa kali baru dari balik tiang itu
muncul seseorang. Siapa lagi kalau bukan Coh Hen
Hong. Seketika wajah Ceng-te berubah, serunya "Engkau.
engkau apa sembunyi disitu " Apakah engkau terus
sembunyi disitu untuk mencuri dengar pembicaraanku
" Wajah Coh Hen Hong tampak pucat. Dia
mengangguk, sikapnya kaku. Dia memang diam-diam
menyelinap dan sembunyi di belakang tiang untuk
mendengarkan pembicaraan Ceng te dengan Pui Tiok
988 Dia memang cerdik sekali. Dari pembicaraan itu
baru tahu kalau Beng Cu sedang dalam bahaya maka
Pui Tiok hendak mengundang Ceng-te supaya
menolong. Semula Coh Hen Hong menertawakan Pui Tiok.
Bukankah Ceng-te tak mau mengakui Beng Cu dan
mengusir keduanya dari istana Ceng te-kiong "
Mengapa Pui Tiok masih nekad hendak minta
pertolongan Ceng-te "
Tetapi waktu dia sedang kegirangan tiba-tiba la
mendengar ucapan Ceng-te yang mengatakan bahwa
'itu suatu proses penyaluran tenaga-sakti' ke dalam
tubuh Beng Cu. Mendengar itu Coh Hen Hong kaget seperti
disambar petir sehingga dia gemetar. Itulah sebabnya
pakaiannya sampai berkemeresekan. Dan Ketika
Ceng-te mengucap panggilan 'Beng Cu', Coh Hen
Hong yang cerdas segera dapat menduga bahwa
sebenarnya Ceng-te sudah tahu kalau Beng Cu yang
datang itu adalah Beng Cu yang aseli dan dia adalah
Beng Cu palsu. Sudah tentu Coh Hen Hong dilanda kejut yang tak
terhingga. Walaupun dia teringat dan heran mengapa
kalau sudah tahu begitu, Ceng-te tetap mengakuinya
(Coh Hen Hong) sebagai cucunya dan lalu mengusir
Beng Cu - Pui Tiok. Tetapi hal Itu menjadi kabur
karena hatinya saat itu kacau balau. Dia hanya
membayangkan tindakan selanjutnya. Seharusnya dia
keluar dan mengakui semua kesalahannya kepada
Ceng-te. 989 Memang dia sampai saat itu belum tahu apa
sebabnya kalau toh sudah tahu, Ceng-te tak mau
menindaknya tetapi malah mengusir Beng Cu dan Pui
Tiok. Oleh karena Itu dia tetap takut kalau2 Ceng-te
nanti akan marah dan akan menindaknya. Pada hal
Ceng-te sendiri juga kebat kebit hatinya karena
kuatir Coh Hen Hong akan ngamuk.
Dari sikap Coh Hen Hong, Ceng-te menduga
tentulah Coh Hen Hong sudah tahu kalau rahasia nya
terbuka. Padahal Ceng-te berusaha agar rahasia itu
untuk sementara jangan sampai diketahui Coh Hen
Hong. Kalau sampai tahu ia kuatir gadis itu akan
memberontak dan tahu bahwa kepandaiannya
sebenarnya sudah lebih tinggi dari Ceng-te. Maka
Ceng-te dan Coh Hen Hong karena saling tak tahu,
masing-masing mempunyai rasa jeri terhadap satu
sama lain. Waktu Coh Hen Hong mengangguk,
beberapa jenak kemudian tak bicara apa-apa.
Pui Tiok juga tegang sekali. Ia kuatir Ceng-te akan
bersikap lemah dan kalau begitu tentu ber bahaya.
Kalau Ceng-te bersikap lemah, Coh Hen Hong yang
cerdik tentu segera tahu.
Maka melihat Ceng-te diam saja, Pui Tiok cepat
hendak menegur Coh Hen Hong. Tetapi sebelum ia
sempat membuka mulut, Ceng te sudah mengangkat
tangan mencegahnya, "Engkau tahu semua,
bukan " Coh Hen Hong mengangguk dan menunduk. "Ya,
aku sudah tahu"
990 Ceng-te menarik napas. Situasi saat itu Ceng-te lah
yang menang angin. Tetapi Pui Tiok tahu bahwa
sebenarnya Ceng-te lebih gentar daripada Coh Hen
Hong. Tiba-tiba Coh Hen Hong bertekuk lutut di hadapan
Ceng-te dan berseru, "Engkong !"
Melihat itu Ceng-te melonjak kaget.
Tetapi saat itu Coh Hen Hong hanya mencurahkan
perhatian bagaimana dia akan mendapat
pengampunan dari Ceng-te dan tak memperhatikan
tingkah Ceng-te yang melonjak kaget itu.
Setelah berlutut CohtHen Hong menangis,
"Sekalipun aku bukan. . . . cucumu yang aseli, tetapi
.... aku telah merawat engkau selama bertahun-tahun
maka ijinkan.... aku tinggal di istana ini."
Wajah Cang-te menampil kerut kejut2 gem-bira.
Maka waktu dia bicara nadanyapun gemetar. Tetapi
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam pendengaran Coh Hen Hong, Ceng-te sedang
diluap kemarahan.
Sambil meratap-ratap, Coh Hen Hong malah
menangis tersedu-sedu, "Pui toako, engkau tentu
mau memaafkan aku. Tetapi aku. . .aku. . . . sungguh.
. . . malu. . . ."
Pui Tiok menyentuh tangan Ceng-te untuk memberi
isyarat. Rupanya Ceng-te dapat menanggapi.
"Kalau engkau sudah tahu kesalahanmu, sudah
tentu aku tak sampai hati untuk memberi hukuman
tetapi sepasang pedang Leng-liong-klam yang engkau
991 pakai itu, adalah pusaka dari Ceng-te-kiong, Lekas
berikan kepadaku."
Memang begitulah maksud Pui Tjok memberi
Isyarat tadi, Dia ingat kata-kata Ceng-te tadi, bahwa
dengan memiliki sepasang pedang Leng-liong-kiam
itu, Coh Hen Hong ibarat harimau yang tumbuh sayap,
tak ada orang yang mampu menandingi lagi.
Kalau pedang itu sudah diminta kembali, tentu lain
keadaannya. Dengan airmata bercucuran, Coh Hen Hong
berbangkit dan melepaskan sepasang pedang yang
terikat dipinggangnya.
"Ini memang pusaka dari Ceng-te-kiong, sudah
tentu aku tak berani memilikinya," katanya sambil
mengangkat kepala.
Sebenarnya dia memang bermaksud hendak
menyerahkan pedang itu tetapi ketika memandang
kemuka tampak wajah Ceng-te dan Pui Tiok lain sekali
dari biasanya. Bukan karena secara tiba-tiba Coh Hen Hong
merasa bahwa dengan memiliki sepasang pedang itu
tak ada orang yang dapat menandinginya. Tetapi
adalah dalam sesaat itu tiba-tiba timbul pikirannya.
Apabila dia menyerahkan pedang itu, tentu Ceng-te
akan memberikan kepada Pui Tiok atau Beng Cu. Itu
berarti bahwa segala jerih payahnya selama akan
lenyap semua. Teringat hal itu dia pedih sekali. Dia memang
sayang tak rela kehilangan kedua pedang itu. Dengan
keberanian yang luar biasa dia telah dapat
992 mengelabuhi Ceng-te dan bertahun-tahun menikmati
kehidupan sebagai cucu Ceng-te, apabila dalam
sehari saja kesemuanya itu akan hilang, betapalah
pedihnya. Pada saat pikirannya tercengkam oleh rasa sayang
untuk kehilangan pedang pusaka, tiba-tiba timbullah
nafsu jahatnya. Dan hal itu memang sudah lama
direncanakannya. Bunuh Ceng-te!
Walaupun selama ini dia belum memperoleh
kesempatan untuk melaksanakannya tetapi sekarang
dia harus melakukannya atau gagal untuk selamalamanya.
Ya, sekarang juga dia harus membunuh Ceng te
yang dianggapnya sebagai duri dalam mata.
JILID 20 Sesaat teringat akan peristiwa ketika berhadapan
dengan ketiga ekor gin-wan. Dengan sepasang pedang
pusaka itu dapatlah dia membabat ketiga ekor
binatang sakti itu.
Ha, kalau dia menyerang secara tiba-tiba dan tak
terduga duga, mampukah Ceng-te menghindari"
Apabila dia berhasil memang dia akan merajalela di
dunia persilatan. Takkan ada tokoh persilatan yang
mampu menandinginya lagi. Tetapi kalau.....
Berpikir sampai disini, makin pucatlah wajah Coh
Hen Hong. Tetapi wajah Ceng-te dan Pui Tiok saat itu
Juga tak banyak berbeda dengan Coh Hen Hong.
Waktu Coh Hen Hong menurut kata dan melepaskan
Leng-liong-kiam, wajah Ceng-te dan Pui Tiok berseri
gembira. 993 Adalah karena kedua pedang itu maka Ceng Ce tak
mampu menundukkan Coh Hen Hong tanpa pedang itu
Coh Hen Hong akan menjadi macan tanpa gigi.
Tetapi sesaat mencekal pedang, meragulah Coh
Hen Hong. Pui Tiok dan Ceng-te diam-diam terkejut.
Jelas gadis itu sedang memikirkan sesuatu. Apakah
sesuatu itu, mereka tak tahu dan tak berani terlalu
mendesak. Karena kalau mendesak tentu akan
ketahuan Coh Hen Hong.
Memang baik Ceng-te maupun Pui Tiok faham sekali
akan perangai gadis itu dan mereka mengagumi
kecerdasan otaknya.
Lebih kurang dua sepeminum teh baru terdengar
Coh Hen Hong berseru. "Engkong . . . ke marilah, aku
hendak berkata sepatah kepadamu."
Coh Hen Hong sudah menentukan siasat. Begitu
Ceng-te menghampiri dekat, baru dia hendak turun
tangan. Ceng-te tergetar. Pui Tiok juga menarik baju Cengte,
mencegahnya jangan mendekat untuk menjaga
segala kemungkinan yang akan dilakukan gadis itu.
Coh Hen Hong memang cerdik sekali. Agar
menghapus kecurigaannya, waktu Ceng-te
menghampiri dia harus menggunakan omongan untuk
mengacaukan konsentrasi pikirannya.
"Engkong . . " katanya, "sebenarnya. aku tak
berhak memanggilmu . . engkong."
Sambil berkata diapun maju setengah langkah.
"Kelak kalau tinggal di istana ini, entah bagaimana
aku harus , . . menyebutmu ?"
Memang Coh Hen Hong pintar sekali. Dia tahu
selama berkumpul bertahun-tahun, Ceng-te telah
menumpahkan rasa kasih sayang yang besar
kepadanya. Tentu tak mungkin Ceng-te akan
memutus begitu saja secara serentak, maka diapun
baru berani mengucapkan kata-kata begitu.
994 Memang setelah mendengar kata-kata Coh Hen
Hong, tersentuhlah hati Ceng-te, dia menghela napas
panjang. Dan tepat pada saat itu Coh Hen Hongpun
maju setengah langkah lagi.
Melihat jarak keduanya makin dekat, Pui Tiok
terkejut sekali dan gopoh berseru, "Ceng-te. . !
Dia hendak memperingatkan Ceng-te supaya berhati-
hati tapi sayang rupanya Ccng-te tak menaruh
perhatian. Dia sedang tenggelam dalam kenangan
kasih sayang kepada gadis itu.
Bertahun-tahun dia menganggap Coh Hen Hong
sebagai cucunya sendiri dan memperlakukannya
dengan segala kemanjaan. Dan karena Coh Hen Hong
pandai sekali mengambil hati maka Ceng-te semakin
terjerat kasih sayang. Itulah sebabnya saat itu dia
seperti tercekam dalam kenangan lampau.
Memang ilmu kepandaian Ceng-te sakti sekali tetapi
wataknya memang kukuh. Kalau dia menganggap
benar, tak peduli siapapun, dia tetap kukuh pada
pendiriannya. Itulah sebabnya maka isteri dan anak
perempuannya sampai tak tahan dan minggat
meninggalkannya.
Tetapi seorang yang berwatak keras sebenarnya
dalam hatinya penuh dengan kontradiksi
(pertentangan). Watak Ceng-te keras tetapi hatinya
lemah lembut dan selalu bimbang dalam mengambil
putusan Seperti saat itu dimana dia sudah tahu kalau Coh
Hen Hong itu berani memalsu sebagai Beng Cu. Tahu
pula bahwa Coh Hen Hong, itu berbahaya. Tetapi toh
dalam detik2 yang gawat, dia tak menghiraukan lagi
bagaimana dia harus menjaga keselamatan dirinya
dan bagaimana agar Coh Hen Hong mau menyerahkan
kedua pedang pusaka itu.
Yang dipikirkan malah Kenangan lama soal masa
berkumpul dengan Coh Hen Hong. Dia
995 memperlakukan begitu baik kepada gadis itu, masa
akan sampai hati mencelakainya. Walaupun gadis itu
ternyata bersalah tetapi mengingat hubungan selama
itu, dapatlah dia memaafkannya.
Itulah sebabnya bukan saja dia tak mengacuhkan
peringatan Pui Tiok, pun malah maju lagi selangkah.
Coh Hen Hong yang cerdlk memang tahu betul
watak dan ketenangan Ceng-te. Dia sudah faham akan
gerak mimik wajah Ceng-te. Bahkan setiap Ceng-Te
mengunjukan kerut wajah ataukan mengerut alis. dia
sudah dapat menduga isi hatinya. Adalah karena
pandainya Coh Hen Hong dalam membaca isi hati dan
mengambil hati Ceng-te maka Ceng-tepun sangat
menyayanginya. Melihat Ceng-te maju selangkah lagi, Coh Hen Hong
terkejut gembira. Dia gembira karena pada jarak
sedekat itu apabila dia melancarkan serangan kilat
yang tak terduga-duga, kebanyakan tentu berhasil.
Tetapi karena dia masih mengira kalau
kepandaiannya masih kalah dengan Ceng te maka
diapun masjh kuatir kalau sekali gagal, tentu celaka.
Namun dia sudah membulatkan tekad. Kalau tidak
saat itu turun tangan, kapan lagi dia akan mendapat
kesempatan sebagus itu. Maka dengan tenangkan
hati, pelahan-lahan ia melangkah maju.
Saat itu Ceng-te dan Coh Hen Hong hanya terpisah
satu meter jaraknya. Melihat itu Pui Tiok tegang
sekali. Kembali dia berteriak. "Ceng-te hati-hati,
kulihat dia tak bermaksud baik."
Dalam menghadapi soal yang menentukan
kehidupannya walau sudah berusaha untuk bersikap
tenang tetapi tak urung mata Coh Hen Hong tetap
memancarkan sinar pembunuhan. Dan sinar matanya
itu tak dapat rnengelabuhi Pui Tiok.
996 Namun Ceng-te tetap seperti orang limbung. Dia
malah mengangkat tangan dan memberi isyarat
kepada Pui Tiok supaya tak usah kuatir.
Melihat itu Pui Tiok merasa lega. Dia kira Ceng-te
tentu sudah tahu dan suruh dia diam. Oleh karena itu
diapun tak mau bicara lagi dan hanya menumpahkan
seluruh perhatian pada gerak gerik Coh Hen Hong.
Sebenarnya waktu mendengar peringatan Pui Tiok,
diam-diam Coh Hen Hong sudah mengucurkan
keringat dan tertegun. Dia mengira setelah
mendengar peringatan Pui Tiok, Ceng-te tentu
akan turun tangan mencelakainya.
Sekalipun tegang tetapi Coh Hen Hong, berusaha
untuk menenangkan diri. Dia memandang Ceng-te dan
terkejut. Jelas sikap dan mimik wajah Ceng-te masih
selembut tadi. Nyali Coh Hen Hong melonjak lagi. Setelah menelan
ludah untuk membasahi kerongkongannya yang
kering, dia segera berseru, "Engkong . . engkau apa
masih mengijinkan kalau kupanggil begitu " Atau . .
harus ganti sebutan ?"
Mendengar itu hati Ceng-te makin tersentuh cepat
dia menyahut, "Boleh, boleh, tentu saja boleh."
Melihat sambil berkata Ceng-te merentangkan
kedua lengannya, girang Coh Hen Hong bukan
kepalang. Ceng te hendak memeluknya.
"Engkong . . , " sambil berteriak Coh Hen Hong
enjot tubuh loncat menyongsong.
Jarak yang begitu dekat dan Coh Hen Kong pun
bergerak cepat sekali. Ceng-te segera hendak
memeluknya seraya berseru, "Satan cilik , . "
Memang demikian adat kebiasaan mereka, Setiap
kali Coh Hen Hong mengambek ia tentu terus jatuhkan
diri ke dada Ceng-te. Dan Ceng-te selalu
memanggilnya 'setan cilik.' dengan penuh kasih
sayang. 997 Tetapi kali ini baru dia menyebut 'setan cilik',
sepasang lengan Coh Hen Hong tiba-tiba terpentang
dan memancarkan sinar emas serta sinar biru.
Peristiwa itu benar-benar terlalu mendadak dan di
luar persangkaan sama sekali. Pada saat Coh Hen
Hong menyebut 'engkong' dan terus menubruk dada
Ceng-te, Pui Tiok kerutkan alis. Dia tak tahu apa yang
akan terjadi. Tetapi sebelum dia sempat berpikir,
ternyata peristiwa itu telah terjadi.
Serempak dengan memancarnya kedua sinar biru
dan emas, terdengarlah teriakan yang aneh. Nadanya
menggemparkan dan kumandangnya bagai rintihan
setan. Walaupun kepandaian Pui Tiok saat itu sudah
bertambah maju sekali toh tak urung telinganya
terngiang-ngiang dan terpaksa mundur beberapa
langkah. Sambil menyurut mundur, Pui Tiok melihat bahwa
berkembangnya sinar biru dan emas itu telah disusul
dengan semburan darah merah. Dan pada lain saat
kedua sinar itupun terpencar lagi. Sinar biru menyurut
mundur dan sinar emas melesat ke sampjng dengan
cepat sekali. Perobahan itu berlangsung cepat luar
biasa; Sepasang pedang Leng-liong-kiam dan Kim-liongkiam
itu berkelebat dengan cepat sekali, ibarat seperti
kilat menyambar dan hilang. Itulah sebabnya maka
Pui Tiok tak dapat melihat apa yang sebenarnya telah
terjadi antara Ceng-te dengan Coh Hen Hong.
Dia memang melihat darah menyembur tetapi
darah siapa, juga tak diketahuinya.
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah kedua pedang tercerai, barulah dia
tertegun. Tetapi dia belum sempat melihat apa yang
telah terjadi atau tiba-tiba sinar emas telah menerjang
ke arahnya sehingga dia seperti disambar petir
kejutnya. 998 Untung dia mempunyai gerak reflek yang cukup
tangkas. Dengan menggerung keras dia menghindar
seraya balas menghantam.
Tetapi baru dia hendak menghantam, sinar emas itu
sudah tiba di hadapannya dan . . . lenyap. Saat itu
baru Pui Tiok tahu kalau sinar emas itu pedang pusaka
yang saat itu berada ditangan Ceng-te. Ya, memang
yang melesat tiba dihadapannya itu adalah Ceng-te.
Pui Tiok terkejut dan cepat menghentikan gerak
pukulannya. Saat itu dia berada disamping Ceng-te
dan melihat bahwa Ceng-te sedang mencekal
pedang kim-liong-kiam, berdiri dengan tegak
Srmentara diapun melihat Coh Hen Hong telah
melesat keambang pintu. Gadis itu masih mencekal
pedang Ceng-liong-kiam. Wajahnya pucat seperti
mayat. Dan tubuhnya juga berlepotan darah. Tetapi
jelas darah itu bukan berasal dari dirinya.
Pui Tiok tertegun. Dia mengharap mudah2an darah
menyembur yang dilihatnya tadi, tak pernah terjadi
dan karena berasal dari pandang matanya yang kabur.
Tetapi ketika dia memandang ketempat dimana Cengte
dan Coh Hen Hong berdiri berhadapan tadi,
matanya seperti gelap dan kepalanya berdenyutdenyut.
Cepat dia berpaling ke samping. Ceng-te masih
tetap berdiri tegak dengan mencekal pedang kim-liong
kiam. "Ceng . , " dia hendak berseru tetapi tak jadi karena
saat itu dia melihat darah mengalir deras, berasal dari
kaki Ceng-te. dan jubah tokoh itu juga mengembang
warna merah dan mengucurkan darah.
Saat itu Pui Tiok tak perlu bertanya sudah tahu apa
yang telah terjadi.
Jelas ketika dengan sikap seperti hendak menubruk
dada Cesg-te tadi, ternyata Coh Hen Hong telah
999 menyerang dengan sepasang pedang Ceng-liongkiam.
Karena tak menyangka dan tak bersiap-siap, Ceng
te telah menderita luka berat. Darah yang mengalir
deras itu berasal dari tubuh Ceng-te.
Tetapi Bagaimanapun Ceng-te itu seorang tokoh
sakti. Meskipun menderita luka berat dia tetap masih
dapat merebut pedang Kim liong-kiam dari tangan Coh
Hen Hong. Dan tampaknya Coh Hen Hong terkejut
ketakutan atas peristiwa itu.
Ternyata apa yang dibayangkan Pui Tiok tidaklah
sehebat dengan peristiwa yang telah berlangsung.
Pada saat Coh Hen Hong menebarkan kedua
tangannya dia terus melancarkan serangan 3 jurus
ilmu pedang ajaran Ceng-te.
Ilmupedang itu bukan olah olah saktinya. Setiap
jurus mengandung perobahan yang sukar diduga dan
penuh dengan variasi yang mengejutkan. Sekaligus
Coh Hen Hong telah melancarkan ketiga jurus itu
sehingga tubuhnya seolah-olah lenyap ditelan sinar
kedua pedangnya.
Memang walaupun mengakui bahwa dengan
memiliki sepasang pedang pusaka itu Coh Hen Hong
ibarat harimau yang tumbuh sayap, memang Ceng-te
rasa tak dapat mengalahkan. Tetapi kalau hanya
menyelamatkan diri saja, masih Ceng-te dapat
melakukannya. Tetapi karena dia tak menyangka dan sedang dalam
keadaan iba hati dalam hubungannya dengan Coh Hen
Hong, maka dia lengah dan harus membayar mahal.
Baru pada saat melihat Coh Hen Hong mengangkat
sepasang pedang, Ceng-te terkejut dan cepat
menghantam. Dengan hancaman itu dia bermaksud
agar Coh Hen Hong terpental ke belakang.
Tetapi dia telah menyadari kalau senjata makan
tuan, Selama bertahun-tahun dengan tekun dia
1000 memberi pelajaran pada Coh Hen Hong, berkat latihan
yang keras dan sungguh-sungguh Coh Hen Hong
dapat mendapat tataran ilmu kepandaian sakti yang
seimbang dengannya.
Kedua kalinya, sepasang pedang Leng-liong-kiam
itu laksana petir yang tak mungkin dapat dibendung.
Apalagi hanya ditolak dengan pukulan.
Begitu hantaman, dadanya terasa dingin2 nyeri
karena ujung pedang Kim-hong kiam telah menyusup
masuk. Dan yang sadis, begitu masuk kedada Cengte,
pedang itu disayatkan ke bawah sehingga
menimbulkan luka yang dalam dan memanjang. Darah
menyembur bagaikan pancuran air.
Melihat dadanya terluka, cepat tangan kiri Ceng-te
menerkam dan tangan kanan menyentil pergelangan
tangan Coh Hen Hong, menghantamnya dan merebut
pedang kim- liong-kiam lalu menamparkan lengan
jubahnya. Coh Hen Hong memang menyarang mati-matian.
Baginya , sekarang atau tidak untuk selama-lamanya.
Maka dia harus berhasil dan tak boleh gagal. Begitu
melihat darah menyembur dari dada Ceng-te, dia
gembira sekali. Tetapi bukan kepalang kejutnya ketika
pedang kim-liong-kiam dapat direbut Ceng-te. Oleh
karena itu dia tak sempat menghindar dari kebutan
lengan jubah Ceng-te sehingga terpental ke belakang
sampai satu tombak jauhnya.
Serempak menamparkan tangan jubah, Ceng-te
pun menyurut mundur.
Saat2 itulah dalam pandang mata Pui Tiok, pedang
Kim-liong-kiam dan Ceng-leng-kiam salting bercerai
berai. Pui Tiok juga tertegun menyaksikan peristiwa yang
tak pernah diduganya itu. Apabila tenaga sakti yang
dikebutkan lengan jubah Cang-te itu telah
1001 menghamburkan tekanan tenaga yang menyesakkan
dada Pui Tiok. Tiba-tiba pada lain saat tubuh Ceng-te miring dan
rubuh ke arah Pui Tiok, bum . . dia rubuh ke lantai.
Waktu jatuh tangannya masih menjulur
menyongsongkan pedang kim-liong-kiam kepada Pui
Tiok. Pui Tiok terkejut dan cepat menyambuti pedang itu.
Terdengar Ceng-te menghambur helaan napas yang
panjang dan setelah itu tak kedengaran suaranya lagi.
Plak . . . tangannya yang menjulur tadi, pun
melentuk lunglai ke bawah.
Hati Pui Tiok seperti disayat-sayat. Dia memang tak
berkesan baik terhadap Ceng-te, bahkan malah
mendongkol. Tetapi bagaimanapun halnya Ceng-te
adalah tokoh utama yang diagungkan sebagai
maharaja dunia persilatan. Bahwa seorang tokoh
cemerlang begitu sampai harus menderita kematian
yang begitu mengenaskan, tiap orang persilatan yang
benar-benar mempunyai darah ksatrya, tentu akan
merasa berduka.
Sambil mencekal pedang Kim-liong-kiam, ia
memandang kemuka. Tampak wajah Coh Hen Hong
mulai merekah merah dan pada lain saat gadis itu
tertawa melengking nyaring. Makin lama makin
gembira dan pada akhirnya berhenti tiba-tiba Coh Hen
Hong memandang Pui Tiok lalu berseru, "Engkau lihat
tidak " Engkau lihat atau tidak ?"
"Tentu saja melihat," sahut Pui Tiok.
"ha, ha, ha," kembali Coh Hen Hong tertawa
ngakak, "aku telah membunuh Ceng-te, aku telah
membunuhnya !"
Dengan nada sarat berkatalah Pui Tiok, "aku telah
melihat seorang manusia yang paling sadis yang telah
membunuh seorang tua yang telah memberi banyak
budi kebaikan kepadanya!"
1002 Wajah Coh Hen Hong menggelap, tetapi pada lain
saat dia tertawa kembali, "Tak peduli engkau berkata
bagaimana, Pui toako, tetapi aku telah membunuh
Ceng-te. Sekarang di dunia ini tak ada manusia yang
dapat melawan aku lagi !"
Menggigil hati Pui Tiok mendengar sumbar Coh Hen
Hong. Memang kalau Ceng-te saja tak mampu
melawannya lalu siapa lagi yang dapat menandingi
kesaktian gadis itu ?"
Mau tak mau gemetarlah hati Pui Tiok.
"Pui toako", Coh Hen Hong tertawa, " engkau tahu
tentang hal itu, bukan " Tiada orang yang dapat
menandingi aku. Aku adalah jago nomor satu di dunia
!" Dengan tandas Pui Tiok menjawab, "Belum tentu.
Taruh kata sekarang tak ada, tetapi kelak pasti ada
orang yang dapat menandingi engkau !"
"Pui toako, engkau ini pandai," kata Coh Hen Hong,
"mengapa engkau berkata setolol begitu " Coba
engkau pikir saja. Kalau sekarang tak ada orang yang
mampu menandingi aku, apakah aku akan
membiarkan saja orang-orang yang engkau katakan
kelak akan dapat menandingi aku itu". Memelihara
macan berarti menanam bahaya. Apakah itu takkan
menyusahkan aku ?"
Pui Tiok tak dapat membantah lagi. Dalam keadaan
seperti saat itu dia memang tak dapat berkata apaapa.
Pelahan-lahan Coh Hen Hong maju menghampiri
dan Pui Tiok pun setapak demi setapak melangkah
mundur. Tetapi akhirnya dia tiba di dinding tembok,
tak mungkin dapat mundur lagi.
Coh Hen Hong tetap maju menghampiri dan
berhenti 6-7 langkah di depan Pui Tiok.
"Kasihkan kepadaku !" serunya.
"Apa yang engkau minta ?"
1003 Coh Hen Hong tertawa dingin, "Jangan berlagak
tolol. Sudah tentu pedang kim-liong-kiam yang berada
padamu !" Pui Tiok mengertek gigi dan hendak mengangkat
tangan untuk melontarkan pedang Kim-liong-kiam
kepada gadis itu. Tetapi tiba-tiba terlintas sesuatu
dalam benaknya. Kalau toh pada saat ajalnya Ceng-te
masih berusaha untuk merebut pedang itu dan pada
saat rubuh di tanah dia menjulurkan tangan
memberjkan pedang itu kepadanya-Tentulah Ceng-te
mempunyai maksud. Sudah tentu dia tak boleh
mengembalikan pedang itu kepada Coh Hen Hong lagi.
Maka dia menarik tangannya lagi. Sambil
melintangkan tangan kiri melindungi dada tangan
kanan mencekal pedang itu. Ia tegak dengan tenang
Coh Hen Hong tertawa, "Pui toako, didunia ini
mengapa masih ada manusia yang tak tahu diri
seperti engkau " Lihatlah, yang menggeletak di tanah
itu siapa " Dia adalah Ceng-te. Kalau dia saja harus
mati dibawah pedangku, apakah engkau masih mau
unjuk kegagahan " Kali ini tak ada obatnya lagi kalau
tulang kakimu patah." Keringat Pui Tiok bercucuran
deras. "Tanpa pedang Kim-liong-kiam, engkau merasa tak
sakti, bukan ?"
Coh Hen Hong tertawa ngakak , "O, engkau kira
begitu" Kalau begitu silahkan saja menguji aku!"
Sambil barkata dia mengangkat tangan kanan dan
menjulurkan ujung pedang Ceng-leng-kiam ke arah
Pui Tiok seraya maju pelahan-lahan.
Melihat itu Pui Tiok mengempos semangat dan
mengangkat pedang Kim-liong-kiam.
Pada saat terpisah setengah meter, barulah Coh
Hen Hong berhenti dan sekonyong-konyong bergerak
cepat menerjang.
1004 Pui Tiok sudah menduga akan hal itu maka diapun
lalu cepat-cepat gerakkan pedang kim-liong-kjam.
Tring . . . terdengar dering yang tajam dari kedua
pedang pusaka yang saling beradu.
Pada saat beradu pedang, Pui Tiok rasakan
segulung tenaga yang dahsyat melandanya dan tak
terasa tangan kanannya terangkat ke atas, jarinya
membentang dan wut . . . pedangnyapun melayang ke
udara. Sudah tentu kejut Pui Tiok bukan alang kepalang.
Cepat dia enjot kakinya melambung lurus ke udara.
Sejak mendapat penyaluran tenaga-sakti dari kohcujin,
tenaga Pui Tiok maju pesat sekali.
Sekali loncat ke udara, dia sendiri sampai terkejut
dan tak mengira kalau mampu mencapai dua tombak
tingginya. Untung bangunan istana Ceng-te-kiong itu
tinggi sekali, kalau tidak tentulah kepalanya akan
terbentur dengan langit-langit ruangan.
Pada waktu melambung. dia ulurkan tangan dan
berhasil menyambar pedang Kim-liong-kiam Karena
gembira, semangatnyapun menyala. Dia rentangkan
kedua lengan dan hantamkan tangan kiri kebawah.
Meminjam tenaga hantaman itu tubuhnya melambung
naik lagi lalu ia memutar pedang Kim liong kiam
membentuk sebuah lingkaran sinar emas
Bum . . . terdengar bunyi dahsyat ketika wuwungan
rumah ambrol menurut lingkar sinar emas. Atap
berhamburan jatuh ke bawah menimpa Pui Tiok.
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tetapi tubuh Pui Tiok bukan meluncur turun,
sebalikannya malah melambung ke atas lagi, bruk . . .
dia menerobos lubang wuwungan.
Tiga kali tadi dia melakukan gerak melambung dan
berhasil menerobos keluar dari wuwungan rumah,
Itulah yang disebut Ciat-ciat-seng-thian atau Tahapdemi-
tahap-melambung-keudara. Suatu gaya yang
1005 hebat dari ilmu ginkang atau Meringankan-tubuh yang
sakti. Sebenarnya Pui Tiok belum pernah mempelajari
gerak itu. Tetapi karena ilmu ginkang dan lwekang itu
mempunyai kaitan maka pada waktu tenaga dalam Pui
Tiok bertambah maju, ilmu ginkangnyapun makin
meningkat hebat juga. Itulah sebabnya tanpa
disengaja dia telah mampu melakukan gerak ilmu
ginkang yang hebat.
Sesaat berdiri diatas atap kaca, ia masih belum
percaya mengapa dia mampu menerobos keatas
wuwungan itu. Pada saat dia tertegun, terdengarlah sebuah suitan
panjang yang dahsyat dari bawah. Suitan itu berasal
dari hamburan tenaga-dalam Coh Hen Hong.
Dan menyusul dengan gema suitan yang
berkumandang sampai jauh itu, berpuluh sosok
bayangan telah berhamburan tiba. Dari gerakan
mereka yang begitu gesit. jelas mereka tentulah jagojago
sakti dari istana Ceng-te-kiong.
Suitan Coh Hen Hong makin melengking tinggi.
Menyadari akan gelagat yang berbahaya, Pui Tiok
cepat meluncur turun.
Tetapi baru dia tiba di tanah, dilihatnya Coh Hen
Hong juga sudah menerobos dari bobolan wuwungan
tadi. Dan ketika itu mendapatkan Pui Tiok berada
disitu, Coh Hen Hong rentangkan kedua lengan.
Bagaikan seekor burung elang, dia terus melayang
turun dari ketinggian tiga tombak. Dia turun di tanah,
hanya setombak dari hadapan Pui Tiok.
Serempak dengan itu dari empat penjuru, lebih
kurang empat sampai lima puluh anak buah Ceng-tekiong
juga muncul. Mereka lalu membentuk lingkaran
untuk mengepung Pui Tiok.
Rombongan jago-jago Ccng-te-kiong itu, memang
Pui Tiok ada yang pernah melihat tetapi ada juga yang
1006 belum pernah dilihatnya. Tetapi sepintas
memperhatikan mereka, ia mendapat kesan bahwa
mereka tentulah jago-jago berkepandaian tinggi.
Pui Tiok masih tak tahu apakah dia mampu lolos
dari kepungan sekian banyak anak buah Ceng tekiong.
Apalagi masih ada Coh Hen Hong. Seketika
berdebar keraslah hati Pui Tiok. Ia lintangkan pedang
Kim liong-kiam untuk melindungi dada, tegak tenang
siap menunggu apa yang akan terjadi.
Coh Hen Hong kembali bersuit panjang lalu berseru,
"Saudara2, engkongku telah binasa !"
Mendengar itu terkejutlah sekalian jago-jago itu.
Coh Hen Hong menuding Pui Tiok dengan ujung
Ceng-leng-kiam lalu berseru tajam, "Tak terduga dia
telah merebut pedang Kim-liong-kiam dan membunuh
Ceng-te. Jangan sekali-kali ia sampai dapat lolos dari
Ceng-te-kiong !"
Mendengar kata-kata Coh Hen Hong yang memutarbalikkan
fakta, marah Pui Tiok bukan alang kepalang.
"Ngaco !" bentaknya, "yang membunuh Ceng te tadi
adalah engkau sendiri, siluman perempuan yang amat
sadis !' "Hm, siapa yang mau percaya omonganmu itu ?"
Coh Hen Hong mengejek.
Tadi berpuluh jago Ceng-te-kiong mengepung Pui
Tiok. Dan setelah mendengar perintah Coh Hen Hong
supaya jangan sampai Pui Tiok dapat lolos.
seharusnya mereka akan maju merapatkan kepungan
dan menangkap Pui Tiok. Kalau melawan akan
dicincangnya. Tetapi suatu keanehan telah terjadi. Berpuluh jago
itu sebagian besar bukan maju tetapi malah mundur
selangkah ke belakang. Dengan begitu kepungan Pui
Tiok menjadi agak longgar.
Memang ada dasarnya mengapa para ko jiu istana
Ceng-te-kiong berbuat begitu. Sebenarnya mereka
1007 adalah jago-jago kelas satu dalam dunia persilatan.
Karena menghindari permusuhan atau karena ditekan
Ceng-te, mereka terpaksa bernaung menjadi anak
buah Ceng-te-kiong.
Bukan sehari dua hari, sebulan duabulan mereka
tinggal di Ceng-te-kiong. Mereka sudah ber-tahuntahun
tinggal dl istana itu sehingga mereka faham
sekali sampai dimana kesaktian Ceng-te.
Begitu mendengar keterangan Coh Hen Hong bahwa
Pui Tiok telah dapat merebut pedang Kim-liong-kiam
lalu dapat membunuh Ceng-te, sudah tentu mereka
terkejut sekali. Jika benar begitu. bukankah
kepandaian Pui Tiok itu telah mencapai tataran yang
tak dapat dibayangkan lagi"
Memang Coh Hen Hong dalam keterangannya tadi
mengatakan kalau peristiwa ini terjadi secara tak
disangka-sangka. Tetapi dengan kesaktian Ceng-te
yang mereka ketahui jelas dan Pui Tiok dapat
membunuhnya, walaupun dilakukan secara tak
terduga duga tetapi jelas kepandaian Pui Tiok
seimbang dengan Ceng-te.
Membayangkan hal itu mau tak mau gentarlah hati
mereka sehingga tanpa ajak-ajakan mereka serempak
mundur. Pui Tiok menyadari kalau dia berada dalam situasi
yang genting sekali. Dia tak tahu kalau bukan dia
sendiri yang gentar tetapi rombongan jago-jago Cengte
itu juga takut kepadanya. Apabila pada saat mereka
mundur, Pui Tiok terus menerjang saja; tentu tak ada
orang yang berani menghadangnya dan kamungkinan
besar Pui Tiok tentu dapat meloloskan diri.
Sayang Pui Tiok tak dapat mengetahui situasi yang
menguntungkan seperti saat itu. Ia hanya terangsang
oleh kemarahannya untuk memaki Coh Hen Hong
yang memutar balikkan fakta, memfitnah dirinya.
1008 Adalah Coh Hen Hong yang marah sekali melihat
kawanan jago-jago Ceng-te-kiong itu mundur Sambil
bersuit nyaring dia sendiri terus maju menghampiri Pui
Tiok, Memang tindakan Coh Hen Hong itu tepat sekali.
Andaikata ia tak maju, tentulah jago-jago Ceng te
kiong itu akan mundur ke belakang lagi. Adalah
karena melihat Coh Hen Hong mendesak maju.
mereka berhenti. Ada kira2 sepuluh jago yang maju
untuk mengepung Pui Tiok lagi.
Saat itu segera terdengar dering senjata dicabut.
Sebenarnya sebagaj jago-jago kelas satu, mereka
jarang sekali menggunakan senjata. Tetapi karena
mereka menduga Pui Tiok itu luar biasa saktinya maka
merekapun serentak melolos senjatanya. Saat itu Coa
Hen Hong tiba dihadapan Pui Tiok.
"Lekas serahkan Kim-liong-kiam dan bunuh dirimu
sendiri, mungkin mayatmu masih kubiarkan utuh.
Kalau tidak, coba lihatlah, betapa banyak jago-jago
yang berada disini, mampukah engkau melarikan diri
?" serunya tajam.
Dengan wajah pucat Pui Tiok menyahut tandas,
"Engkau telah membunuh Ceng-te yang telah
bertahun-tahun memberi budi kebaikan kepadamu
tetapi engkau masih secara licik hendak memutarbalikkan
fakta memfitnah aku. Apakah orang masih
mau percaya pada ocehanmu ?"
Coh Hen Hong bersuit nyaring, Ceng-te-kiam
ditaburkan melingkar-lingkar ke arah dada Pu Tiok.
Pemuda itu menyurut mundur tiga langkah. Pedang
masih tetap dilintangkan di dada.
Coh Hen Hong, engkau telah memalsu Kwan Beng
Cu dan menyelundup ke istana Ceng-te-kiong. Setelah
perbuatanmu itu terungkap ..."
Menyadari bahwa walaupun sekarang
kepandaiannya sudah bertambah maju sekali jika
1009 harus melawan sekian banyak jago-jago kelas satu,
tentulah masih kalah. Oleh karena itu Pui Tiok tetap
menahan diri tak mau bertempur dulu. la hendak
gunakan kata-kata untuk membuka kejahatan Coh
Hen Hong agar jago-jago istana Ceng te-kiong itu
tahu duduk perkara yang sebenarnya.
Tetapi Coh Hen Hong tahu akan maksud Pui Tiok.
Tahu pula kalau dia saat itu menang angin. Tak
mungkin anak buah Ceng-te-kiong mau percaya
omongan Pui Tiok. Tetapi lebih baik memberantas
ocehan pemuda itu dari pada nanti timbul
kemungkinan yang tak diduga dimana sebagian dari
jago-jago Ceng-te-kiong itu mungkin tergerak hatinya
dan berbalik percaya pada Pui Tiok.
Sebelum Pui Tiok sempat melanjutkan kata-kata
nya Coh Hen Hong sudah cepat menabasnya. Dalam
keadaan seperti itu terpaksa Pui Tiok menangkis.
Tetapi baru dia gerakkan pedang, Coh Hen Hong
sudah miringkan tubuh dan ujung pedang dibabatkan
pada lengan pemuda itu.
Jika kena tentu lengan Pui Tiok akan kutung
Pemuda itu tak berani melanjutkan menyerang dan
cepat-cepat menarik tangannya.
Tring.....pedang Coh Hen Hong yang membabat
lengan berobah menjadi membabat pedang Pui Tiok
dan terjadilah, benturan senjata yang nyaring sekali.
Pui Tiok diam-diam kerahkan tenaga murni kearah
batang pedangnya. Tetapi arus tenaga dalam yang
melanda kelawan itu seperti membentur benda
keras yang membal sehingga arus lenaga-dalam Pui
Tiok tertolak sehingga menyebabkan pemuda itu
terdorong mundur sampai lima enam langkah.
Tetapi diluar dugaan Coh Hen Hong juga terpental
dua langkah ke belakang. Melihat itu girang Pui Tiok
bukan kepalang.
1010 Dia gembira bukan karena tahu kulau tenagadalamnya
sekarang maju sekali. Karena kalau dia
terpental mundur enam langkah dan Coh Hen Hong
terdorong ke belakang dua langkah, berarti tenagadalamnya
masih kalah jauh dengan gadis itu.
Bukan, bukan karena itu. Dan bukan karena dia
menyadari bahwa sekarang asal dia mau bersungguh-
sungguh menghadapi tentu dia akan mampu
bertahan sampai berapa jurus. Bahkan untuk mencari
kesempatan meloloskan diri juga bukan suatu hal
yang tak mungkin baginya.
Tetapi sekarang dia tahu bahwa dengan hanya
menggunakan sebatang pedang pusaka Ceng-lengkiam
ternyata perbawanya Jauh lebih berkurang dari
pada kalau mengunakan sepasang pedang pusaka.
Dan saat itu dia baru menyadari mengapa waktu
hendak menghembuskan napas terakhir, Ceng-te
masih berusaha untuk merebut pedang Kim-liongkiam
dan menyerahkan kepadanya. Dan sekarang
dia mengerti dan akan melaksanakan pesan Ceng-te
yang tak diucapkan itu bahwa bagaimnapun juga dia
tak boleh menyerahkan Kim-liong-kiam itu kepada
Coh Hen Hong. Setelah mengambil napas, Pui Tiok tertawa ngakak,
"Coh Hen Hong, lekas engkau berlutut kepada para
ko-jiu itu dan mengakui dosamu!"
Coh Hen Hong tertawa dingin, "Engkau masih
bermimpi apa lagi?"
Dia memberi isyarat tangan dan cepat sekali 7-8
orang jago maju menghampiri.
Waktu beradu pedang dengan Coh Hen Hong tadi,
telah terjadi situasi yang tak menguntungkan Pui Tiok.
Saat itu kawanan jago-jago Ceng-te-kiong baru tahu
bahwa kepandaian Pui Tiok itu masih kalah sakti
dengan Coh Hen Hong.
1011 Tetapi dalam segi yang tak menguntungkan itu juga
terjadi titik terang bagi Pui Tiok. Jago-jago Ceng-tekiong
itu cepat berpikir, kalau kepandaian Pui Tiok itu
kalah sakti dengan Coh Hen Hong, bagaimana
mungkin pemuda itu dapat merebut pedang dari
tangan Coh Hen Hong. Dan bagaimana mungkin pula
pemuda itu mampu membunuh Ceng-te"
Tetapi sayang. Walaupun telah timbul pikiran
semacam itu pada mereka, tetapi dalam keadaan dan
saat seperti Itu, mereka hanya curiga saja tetapi tak
mau melanjutkan berpikir lebih lanjut. Dan rombongan
ko-jiu Ceng-te-kiong yang tadi sama mundur sekarang
malah sama-sama maju lagi, mengepung Pui Tiok.
Melihat perobahan itu tergetarlah hati Pui Tiok.
Seorang Coh Hen Hong saja sudah sukar dilawan
apalagi masih ditambah dengan berpuluh-puluh jago
kelas satu. Satu satunya jalan yang dapat ditempuh dia harus
berusaha untuk dapat mempengaruhi mereka dengan
cara membuka kejahatan Coh Hen Hong sampai
keakar-akarnya.
"Saudara2," cepat dia berseru nyaring, "dia bukan
cucu dari Ceng-te. Dia memalsu jadi cucu Ceng-te.
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan Ceng-te mati dibunuhnya. Kalian telah ikut pada
Ceng-te selama bertahun-tahun, seharusnya
menuntutkan balas atas kematian Ceng-te!"
Saat itu Coh Hen Hong tak mau segera menyerang
Pui Tiok. Karena dia merasa bahwa jago-jago Ceng-tekiong
itu tak mungkin sudi mendengar keterangan
pemuda itu. Tadi dia menyerang Pui Tiok, sudah cukup
membuka mata jago-jago Ceng-te-kiong itu bahwa
kepandaian Pui Tiok tidak begitu sakti seperti yang
mereka bayangkan. Dan setelah Pui Tiok menyadari
itu tentulah nyali pemuda itu akan berantakan. Pada
1012 saat itulah barulah dia dapat turun tangan untuk
menghancurkannya.
Selesai berkata, Pui Tiok memandang sekeliling.
Tetapi jago-jago Ceng-te-kiong itu hanya
memandangnya dengan dingin. Tak seorangpun yang
memberi reaksi bertanya.
"Apa kalian tak percaya?" seru Pui Tiok pula, coba
kalian tanya kepadanya. Apakah dia itu benar cucu
Ceng-te atau bukan" Dia jelas bukan, dia jelas
mamalsu Jadi cucu Ceng-te. Dialah yang membunuh
Ceng te!" Tetapi wajah jago-jago Ceng-te-kiong itu malah
makin tampak membeku dingin.
"Kalian....." tiba-tiba Pui Tiok tak mau melanjutkan
kata-katanya. Karena dia menyadari, sekalipun
berkaok-kaok sampai kerongkongannya pecah, pun
tak berguna. Tak seorangpun dari Jago-jago Ceng-tekiong
itu yang mau percaya kepadanya.
Dengan terengah engah pelaban-lahan dia berpaling
dan menatap Coh Hen Hong.
"Bagus, engkau menang!" serunya dengan
menggertakkan geraham.
Mendengar pernyataan Pui Tiok, Coh Hen Hong
tertawa ngakak. Dia gembira sekali.
Tetapi sekonyong-konyong dari atas udara
terdengar suara bunyi yang aneh. Seketika kawanan
jago Ceng-te-kiong itu rasakan kepalanya seperti
ditelungkupi warna hitam, seperti segulung awan
hitam. Sret, sret. . . angin menyambar keras hingga
pakaian mereka berkerebetan.
Jago-jago yang mengepung Pui Tiok, pun serempak
menyurut mundur. Hukkk, terdengar bunyi menguak
keras dan seekor burung rajawali besar melayang
turun dari udara.
Begitu tiba ditanah dan mengangkat kepalanya
tubuh rajawali itu lebih tinggi dari seekor kuda. Dan
1013 pada lain saat menyusul pula 7 ekor rajawali yang
berturut-turut melayang turun ke tanah. Mereka tegak
berjajar-jajar melingkari Pui Tiok dan Coh Hen Hong.
Kawanan jago Ceng-te kiong berada diluar lingkaran
burung itu. Ternyata burung rajawali raksasa itu adalah burung
piaraan Ceng-te yang sudah bertahun-tabun ikut
Ceng-te. Waktu dahulu Ceng-te masih berkelana
dalam dunia persilatan, begitu berangkat dari satu ke
lain tempat, tentu dipelopori dengan barisan delapan
ekor rajawali raksasa itu sehingga menambah
keseraman wibawanya.
Karena sudah bertahun-tahun tinggal di Ceng tekiong,
sudah tentu Coh Hen Hong juga kenal baik
dengan kedelapan rajawali raksasa itu. Tetapi entah
bagaimana pada saat itu dia tergetar hatinya ketika
melihat kedelapan rajawali raksasa melayang turun ke
tanah. Tiga atau empat puluh tahun lamanya kedelapan
rajawali raksasa itu berhamba pada Ceng-te. Mereka
tergolong burung yang cerdas nalurinya. Di antaranya
ada lima atau enam ekor yang bulunya sudah putih.
Begitu melihat Ceng-te menjadi mayat, mereka
tentu tahu apa yang telah terjadi. Peristiwa
pembunuhan Ceng-te memang dapat mengelabuhi
kawanan jago-jago Ceng-te-kiong tetapi tak mungkin
dapat mengelabuhi kedelapan rajawali raksasa itu Coh
Hen Hong benar-benar kelabakan juga.
"Engkongku telah binasa, kalian tentu tahu." cepat
Coh Hen Hong mendahului berseru. Mendengar katakata
Coh Hen Hong salah seekor rajawali raksasa itu
melayang naik ke udara dan hinggap dipuncak
wuwungan istana.
Wuwungan istana itu telah bobol maka begitu
didarati rajawali raksasa, sebagian besar wuwungan
itu segera rontok berguguran.
1014 Rajawali raksasa itu mengerutkan sayap dan
menerobos masuk ke bawah dan tak lama terbang
keluar lagi keatas wuwungan. Sepasang cakarnya
mencengkeram tubuh Ceng te yang berlumuran
darah. Begitu melihat rajawali raksasa itu muncul lagi,
tujuh rajawali raksasa yang lain serempak kibaskan
sayap dan siap hendak terbang. Sepasang sayap dari
seekor rajawali raksasa itu parjangnya hampir satu
setengah tombak. Dan ketika ketujuh rajawali raksasa
Tiga Naga Sakti 2 Iblis Dan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Dosa Yang Tersembunyi 3