Pencarian

Bila Pedang Berbunga Dendam 14

Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong Bagian 14


pembunuhan dalam hati Coh Hen Hong. Dia serentak
mencabut pedang Ceng-leng-kiam. Kemudian dia
ayun-ayunkan pedang itu siap hendak dilontarkan ke
tubuh Beng Cu. kalau terkena pedang itu, jelas Beng
Cu tentu akan binasa.
Pada saat itu Pui Tiokpun sudah siap hendak
mengadu jiwa. Kalau Coh Hen Hong benar-benar
hendak menimpuk dengan pedang, dia akan
menerjang. Tetapi untung Coh Hen Hong hanya
memain-mainkan pedang Ceng-leng-kiam itu dan tak
jadi menyabitkan.
Hal itu disebabkan karena Coh Hen Hong teringat
akan peristiwa yang dialaminya beberapa jenak yang
lalu. Begitu tangannya hampir menyentuh tubuh Beng
Cu, tiba-tiba membeku tak dapat digerakkan. Dia
kuatir lontaran pedang Ceng-leng-kiam itu akan
mengalami nasib begitu juga. Dia sudah kehilangan
pedang Kim-liong-kiam, tak mau dia kehilangan Cengleng-
kiam lagi. Maka diapun cepat merobah rencana
dan tiba-tiba acungkan ujung Ceng-leng-kiam ke arah
Pui Tiok dan membentak "Berikan kepadaku!"
Pui Tiok tertawa kecut, "Pedang itu sudah tak ada
padaku lagi !"
1083 "Apakah aku harus percaya ?" Coh Hen Hong
tertawa mengejek dan serentak benturkan tangkai
pedang ke bahu Pui Tiok.
Cepat sekali Coh Hen Hong bergerak. Karena
kesima, Pui Tiok tak dapat menghindar dan jalan
darah pada bahunya kena tertutuk.
Walaupun cepat tetapi Coh hen Hong tidak
menggunakan tenaga kuat. Oleh karena itu walau pun
jalan darah bahunya kena tertutuk sehingga tak dapat
bergerak, tetapi Pui Tiok masih dapat berteriak keras,
"Mau apa engkau menjerit begitu ?" Coh Hen Hong
menertawakannya.
"Perlu apa engKau menutuk jalan darahku ?"
"Sudah tentu ada gunanya," sahut Coh Hen Hong,
"agar, engkau takkan menghalangi apa yang akan
kulakukan nanti."
Pui Tiok terkejut sekali, "Engkau . . engkau akan
bertindak bagaimana ?"
Coh Hen Hong tertawa mengekeh, "Sebenarnya tak
apa-apa. Maksudku hanya menghendaki engkau
supaya mau menyerahkan pedang Kim-liong-kiam".
"Pedang itu telah kuberikan kepada orang", seru
Pui Tiok. Coh Hen Hong tertawa. "Kalau engkau tetap
berkata begitu, terpaksa aku harus mengeluarkan
sedikit tenaga ekstra. ikut aku keluar."
Sambil berkata dia menyambar tubuh Pui Tiok terus
dibawa lari keluar. Cepat sekali sudah tiba di luar
terowongan disitu sudah siap empat anakbuah Cengte-
kiong. Coh Hen Hong meletakkan Pui Tiok di tanah. Sambil
berkecak pinggang dia berkata, "Dengarkan, kalau
engkau tetap tak mau menyerahkan Kim-liong-kiam,
aku akan menindak kekasih-mu itu !"
1084 Wajah Pui Tiob pucat seperti kertas, "Aku.... aku
benar-benar telah memberikan pedang itu kepada
orang." Coh Hen Hong tertawa mendesuh dan tak mau
menghiraukan Pui Tiok lagi. Dia memberi perintah
kepada keempat anak buahnya, "Lekas kumpulkan
kayu kering dan lemparkan kedalam terowongan.
Makin banyak makin baik !" Setelah mengiakan
keempat anakbuah itu segera pergi.
"Untuk apa engkau hendak menimbuni gua dengan
kayu bakar ?" tanya Pui Tiok.
"Tentu saja akan kubakar." Coh Hen Hong tertawa
dingin. Seketika tubuh Pui Tiok gemetar sehingga sesaat
dia tak dapat berkata apa-apa. Melihat itu, Coh Hen
Hong malah tertawa girang.
"Tubuhnya dingin seperti es, tentu mengharap
orang untuk menghangatkan dengan api. Aku
sekarang hanya membantunya. Perlu apa engkau
begitu kuatir ?"
Hati Pui Tiok berdebar keras. Dia teringat akan
petunjuk dari orang aneh itu. Bukankah orang aneh itu
mengatakan kalau satu-satunya cara untuk menolong
Beng Cu adalah dengan jalan membakarnya.
Tetapi benarkah itu " Haruskah dia percaya pada
kata-kata itu " dan sekarang ternyata Coh Hen Hong
hedak membakar Beng Cu, ah ... .
Pui Tiok benar-benar seperti semut di atas kuali
panas. Dia kelabakan setengah mati. Dilihatnya
keempat anakbuah Ceng-te kiong Itu tak hentihentinya
melontarkan kayu kering kedalam gua.
Kalau nanti dibakar apakah benar Beng Cu akan
tertolong seperti yang dikataban orang aneh itu.
Ataukah akan mati hangus"
Saking tak tahannya, Pui Tiok berteriak, "Sudah,
sudah, jangan kalian teruskan melempar kayu kering"
1085 "Kalau begitu apakah engkau mau menyerahkan
pedang Kim-liong-kiam?" tanya Coh Hen Hong.
Napas Pui Tiok berangsur keras. Dia tak menjawab
pertanyaan Coh Hen Hong melainkan berseru, "Kalau
engkau bakar, itu akan menolong Beng Cu. Karena
menurut orang itu, memang begitulah satu-satunya
cara untuk menolongnya. Hawa dingin yang
menggempal dalam tubuhnya memang harus
dihancurkan dengan api!"
Mendengar itu Coh Hen Hong tertawa ngakak,
"Benarkah begitu?"
"Ya, memang benar,"sahut Pui Tiok, "itu petunjuk
dari seorang ko-jiu yang sakti kepadaku. Tak mungkin
keliru." "Bagus," seru Coh Hen Hong, "kalau begitu biarlah
aku berbuat kebaikan untuknya. Tetapi mengapa
engkau begitu gugup sekali ?"
Pui Tiok tak dapat menjawab. Hanya keringatnya
yang bercucuran seperti hujan.
Coh Hen Hong memberi isyarat dan keempat anak
buah Ceng-te-kiong itu melanjutkan lagi melontarkan
kayu kering kedalam gua. Lebih kurang sejam
kemudian gua itu sudah penuh dengan kayu bakar.
Mereka berempat tegak berjajar-jajar di belakang Coh
Hen Hong. "Nah, sekarang bagaimana ?" serunya kepada Pui
Tiok. Tubuh Pui Tiok basah kuyup mandi keringat,
sahutnya, "Jangan . . . dibakar. Aku akan berusaha
untuk mendapatkan pedang Kim-hong-kiam itu
kembali." "Aku tak percaya kalau engkau telah memberikan
pedang itu kepada orang. Hayo bilanglah terus terang
saja ! sambil berkata Coh Hen Hong sudah
mengeluarkan korek, cret . . korekpun menyala.
1086 "Kalau engkau bakar, berarti engkau
membantunya," seru Pui Tiok nyaring. Dia memang
bingung. Ia tak ingin Coh Hen Hong melepas api maka
ia berusaha agar Coh Hen Hong percaya kalau dengan
cara itu akan menguntungkan Beng Cu. Ia harap Coh
Hen Hong tak mau melanjutkan tindakannya
Coh Hen Hong tertawa mengakak. "Aku akan
bertanya sekali lagi kepadamu dan takkan bertanya
lagi." Sejenak berhenti, ia segera bertanya, "Mana
pedang Kim-liong-kiam itu ?"
"Telah . . telah kuberikan kepada orang !"
Ciuuttt . . . sekali tangan Coh Hen Hong melentik
maka korek api itupun segera melayang ke arah kayu
bakar. Serentak terdengar bunyi ber keretekan ketika
api memakan kayu kering dan serentak apipun
menyala besar. Melihat itu napas Pui Tiok terengahengah.
"Sebatang pedang ditukar dengan seorang kekasih,
masa engkau tak mau. Beng Cu tentu tahu bagaimana
sifatmu. Lekas bilang sejujurnya mumpung api masih
dapat diatasi."
"Lekas padamkan api. Lebas padamkan api. Lekas,
lekas" teriak Pui Tiok.
"Baik, lalu pedang Kim-liong-kiam,"
"Aku memang benar-benar telah memberikan
pedang. itu kepada orang," Pui Tiok mengertek gigi.
Coh Hen Hong kerutkan alis. Pikirnya, kalau dalam
situasi yang begitu gawat, Pui Tiok masih tetap
mengatakan begitu, mungkin saja memang sungguh
begitu. "Engkau kasihkan siapa?" tanyanya dingin.
Melihat api makin meranggas besar dan menyusup
masuk kedalam gua, akhirnya dia gopoh berseru,
"Sukar bagiku untuk melihat dia dengan jelas. Tak
1087 tahu pula siapa namanya. Apa yang kukatakan ini
memang sungguh-sungguh!"
"Kalau begitu, mengapa engkau kasihkan pedang
itu kepadanya ?"
"Karena . . . karena dia mengatakan tahu tentang
cara menolong Beng Cu. Dengan syarat kalau aku
mau menyerahkan pedang Kim-liong-kiam kepadanya.
Maka terpaksa kuserahkan pedang itu"
Coh Hen Hong tertawa dingin, "Kalau begitu,
engkau kena tipu ?"
"Aku . . aku . . ya katakanlah begitu. Tetapi
mungkin tidak. Dia memang telah memberi tahu
tentang caranya hanya aku sendiri yang tak berani
melakukannya."
"Bagaimana cara yang diajarkan itu ?" tanya Coh
Hen Hong makin ingin tahu.
Pui Tiok memperhatikan kalau api mulai menjilat ke
dalam gua. Asap yang mengepul tebal berhamburan
keluar. Pui Tiok menghela napas panjang.
"Kata orang aneh yang misterius itu, caranya
hanyalah dengan membakar Beng Cu," katanya sesaat
kemudian. Coh Hen Hong tertawa ngakak, "Bagus, engkau
memang cerdik sekali hendak menyelomoti aku agar
memadamkan api. Engkau ngimpi namanya! hayo,
kita pergi!" dia memberi isyarat kepada ke-empat
anakbuahnya dan terus melesat keluar. Ke-empat
orang itupun segera mengikuti.
Pui Tiok memang tak berkutik. Tetapi mata dan
pikirannya masih sadar. Dia tahu kalau Coh Hen Hong
keluar dari lembah karena pada saat itu dia
mendengar suara Coh Hen Hong menghambur dari
arah mulut lembah.
Coh Hen Hong tertawa aneh dan berseru, , "Jalan
darahmu, dalam dua jam lagi akan terbuka sendiri.
Tetapi pada saat itu kayu kering tentu sudah terbakar
1088 habis semua. Pada saat Itu engkau boleh
membersihkan abu dan masuk kedalam gua. Coba
lihat saja apakah kekasihmu itu tertolong atau tidak!"
Dalam beberapa kejab saja suara gadis itu sudah
lenyap jauh. Pui Tiok tahu apa tujuan Coh Hen Hong.
Gadis Itu memang sadis sekali. Karena tak mendapat
Kim-liong-kiam, dia tak mau memberi ampun Beng
Cu. Dia sengaja suruh. Pui Tiok menyaksikan
pembakaran itu agar dia tersiksa batinnya.
Dilihatnya api makin lama makin meranggas masuk
ke dalam gua dan tumpukan kayu keringpun makin
lama makin habis.
Pui Tiok melihat itu semua tetapi dia tak berdaya
sama sekali. Dia berusaha keras untuk menyalurkan
tenaga-murni untuk menjebol jalan-darahnya yang
tertutuk. Tetapi kepandaian Coh Hen Hong lebih
unggul dari dirinya. Tak mampu dia membuka
jalandarah yang ditutuk gadis itu.
Tak ada lain jalan bagi Pui Tiok kecuali pasrah.
Namun ia masih mempunyai setitik harapan, Mudah
mudahan cara yang diajarkan orang aneh itu benar.
Bahwa hanya api besar yang dapat menolong Beng
Cu. Kalau memang begitu maka tindakan Coh Hen Hong
untuk membakar hangus tubuh Beng Cu malah akan
merupakan pertolongan bagi Beng Cu.
Tetapi mungkinkah itu " Pui Tiok tak berani
menaruh kepercayaan karena kalau dia percaya, tentu
dia sudah melakukannya.
"Kalau orang aneh itu benar-benar telah
menunjukkan jalan ke Lembab Maut situ, tentu cara
yang dikatakan untuk menolong Beng Cu, juga tentu
sungguh. Demikian dia menghibur hatinya. Tetapi
sekalipun begitu tetap dia gelisah tak keruan Dia tak
merasakan bagaimana waktu dua jam itu akan tiba.
Tetapi yang jelas selama menanti dan menyaksikan
1089 pembakaran itu, ia terus menerus kerahkan tenagamurni.
Sejam kemudian ia rasakan tubuhnya longgar
dan itu berarti jalandarahnya yang tertutukpun sudah
bebas. Seharusnya dia berbangkit dan menerobos ke
dalam gua. Tetapi ternyata tidak. Dia masih tegak
terlongong-longong. Karena selama sejam itu, dia
melihat asap tebal yang berhamburan ke luar dari gua


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu makin lama makin tebal.
Entah selang berapa lama barulah asap tebal itu
mulai menipis dan akhirnya habis. Pembakaran telah
selesai bagaimana keadaan Beng Cu "
Tadi selama menyaksikan api berkobar, betapa
inginnya dia segera menerobos untuk menolong Beng
Cu. Tetapi sekarang setelah pembakaran itu selesai
dia malah tak berani melihat kedalam. Benar 2 dia tak
punya nyali untuk melihat keadaan Beng Cu. Dia
membayangkan Beng Cu tentu akan menjadi sesosok
arang. Entah berselang berapa lama, akhirnya dia
menghampiri mulut gua. Segulung hawa panas
berhembus keluar dan Pui Tiok kembali tertegun.
"Beng Cu!" Beng Cu!" akhirnya dia berteriak.
Bermula suaranya lemah tetapi makin lama makin
nyaring. Tetapi sampai beberapa saat tetap tiada
penyahutan. Tiba-tiba Pui Tiok rasakan kepalanya pusing dan
hampir jatuh kedalam mulut gua. Walaupun api
sudah padam tetapi dalam gua masih diliputi hawa
yang panas. Pui Tiok nekad. Dengan menutup pernapasan dia
terus menerobos masuk. Setiap maju selangkahf dia
rasakan semakin meningkat panasnya. Dinding gua
seperti wajan panas sehingga dia mandi keringat.
Waktu hampir tiba di pintu ruang batu, karena tak
tahan panas dia hendak mengangakan mulut untuk
1090 mengamhil napas. Setelah terengah-engah baru dia
paksakan diri untuk melangkah masuk.
Pintu masih seperti semula, setengah terbuka. Dia
hendak mendorong daun pintu tetapi belum sampai
menyentuh dia sudah menarik tangannya. Daun pintu
panasnya bukan kepalang.
Sejenak berpikir, Pui Tiok lalu ayunkan tangan
menampar. Tanpa menyentuh, pintu itu terbuka.
Segulung hawa panas menyembur keluar sehingga
membuatnya terhuyung mau jatuh. Ketika
memandang kedalam ruang, tubuhnya bergetar keras
dan jatuhlah dia ke lantai. Tetapi tanah juga panas
seperti bara maka begitu tangan menjamah tanah dia
menjerit kesakitan dan cepat melenting bangun.
Apa yang menyebabkan dia begitu menderita
goncangan hati yang dahsyat tak lain adalah karena
melihat keadaan Beng Cu. Tadi sepintas panjang dia
seperti melihat tubuh Beng Cu sudah menjadi arang.
Tetapi kini setelah dia memandang dengan seksama
dia terkejut. Memang Beng Cu masih tak berkutik
tetapi tidak menjadi arang.
Agak longgar hati Pui Tiok. Buru-buru dia
melangkah masuk. Ketika tiba di muka Beng Cu dia
rasakan hidung Beng Cu masih mengeluarkan napas
yang lemah. Pui Tiok ulurkan tangan memegang bahu Beng Cu
Kejutnya bukan kepalang. Karena bahu Beng Cu basah
seperti habis mandi. Aneh sekali. Bukankah tadi api
menyala begitu hebat sehingga seluruh gua menjadi
panas membara" Mengapa Beng Cu malah basah
kuyup" Pui Tiok dua kali memanggilnya tetapi Beng Cu
tetap tak menyahut. Tanpa berpikir panjang, Pui Tiok
terus memeluknya.
Alangkah kejutnya ketika mendapatkan tubuh Beng
Cu kurus kering tinggal tulang terbungkus kulit saja.
1091 Dia pelahan-lahan meletakkan tubuh Beng Cu di atas
dipan lalu menarik kedua kakinya. Hampir saja Pui
Tiok tak dapat mengenali wajah Beng Cu yang begitu
perok seperti tengkorak.
Tetapi bagaimanapun perasaan Pui Tiok agak
longgar karena mengetahui bahwa Beng Cu masih
bernapas "Tak apa, Beng Cu, engkau tak kena apa-apa," tak
henti hentinya dia berkata gembira.
Keesokan harinya Pui Tiok mulai cemas. Sampai
saat itu Beng Cu tetap belum sadar. Bahkan sampai
hari ketiga juga masih belum bangun.
Berulang kali dipanggil tetap nona itu tak
menjawab. Pui Tiok sungguh gelisah sekali. Dia lalu
memondong tubuh kurus nona itu dan dibawa ke luar.
Saat itu matahari hampir silam, memancarkan sinar
yang merah lembayung. Wajah Beng Cu makin
tampak menyeramkan. Pui Tiok menghela napas dan
dengan hati-hati meletakkannya diatas rumput yang
halus. Ia sendiri lalu berlutut dihadapan nona itu.
Sebenarnya Beng Cu masih bernapas walaupun lemah
sekali Tetapi keadaan fisiknya yang begitu
mengenaskan telah membuat Pui Tiok putus harapan.
Karena kalau selama tiga hari ini dia tidak menunggu
di sampingnya, tentulah dia takkan mengenali lagi
kalau tubuh yang hanya merupakan seperangkat
tulang terbungkus kulit itu adalah Kwan Beng Cu.
Pui Tiok diam. Dia tak bicara tidak berteriak karena
tadi dia telah menghamburkan teriakan sepuaspuasnya.
Yang menangis dan menjerit adalah hatinya.
Tak tahu entah berselang berapa lama, dia. rasakan
cuaca sudah gelap dan djapun menghela napas
pelahan-lahan. "Hebat, hebat. benar-benar seorang kekasih yang
sangat setia. Sungguh sukar didapat," tiba-tiba
terdengar suara tawa dingin.
1092 Pui Tiok mengangkat kepala dan melihat Coh Hen
Hong tengah duduk di atas segunduk batu besar yang
tak jauh disebelah muka. Melihat itu Pui Tiok cepat
berpaling muka. Dia tahu kalau bukan tandingan Coh
Hen Hong. Dia benci sekali dan diapun tak mau bicara
lagi kepada nona itu. Dia tertawa dingin. Tawa yang
memandang hina kepada Coh Hen Hong. Kemudian ia
membungkuk tubuh hendak memeluk Beng Cu.
Tetapi baru ia membungkuk, segulung angin kuat
telah melandanya. Dia tahu kalau Coh Hen Hong
sudah tiba di mukanya. Saat itu karena merasa Beng
Cu sudah tiada harapan hidup, karena putus asa Pui
Tiok tak peduli segala apa lagi. Dia mundur selangkah
dan berdiri. "Apa " Apakah itu ... dia ?" Pui Tiok tak menyahut.
"Dia . . . menjadi begitu rupa ?" kembali Coh Hen
Hong berseru. Pui Tiok tertawa dingin, "Itulah hasil dari hadiahmu
!" Coh Hen Hong mendesuh, "Hm, aku takkan berbuat
kepalang tanggung. Kalau dengan api dia tak mati,
berarti peruntungannya kurang. Kalau mati beberapa
hari hidup dalam dosa, tentu takkan lolos dari
pukulanku !" "Jangan menyentuhnya," seru Pui Tiok.
Coh Hen Hong tertawa memanjang. "Mau
menyentuh atau tidak, siapa yang dapat melarangku"
Habis berkata ia terus menghantam ke arah Pui
Tiok. Karena marah, Pui Tiok nekad menyongsong
dengan hantaman, plak. .. dua buah pukulan keras
saling beradu. Pui Tiok tak dapat menguasai tubuhnya yang
terdorong mundur sampai tiga langkah, baru dia dapat
berdiri tegak. Coh Hen Hong sendiri juga tergetar. Dengan
mengertak gigi dia hantamkan tangan kiri ke arah
Beng Cu. 1093 Betapa hebatnya pukulan itu dapat diketahui dari
anginnya yang menderu keras. Melihat itu Pui Tiok
nekad hendak menerjang tetapi pukulan tangan kanan
Coh Hen Hong menghalanginya.
Pui Tiok menjerit keras dan melayang turun ke
tanah, sementara pukulan Coh Hen Hong sudah
melanda tubuh Beng Cu. Tubuh Beng Cu melesak
kedalam tanah. Melihat itu hati Pui Tiok seperti hancur. Dia lunglai
dan jatuh tertunduk di tanah.
"Akhirnya engkau harus mati juga di tanganku, ha,
ha , ha," Coh Hen Hong tertawa nyaring.
Pui Tiok tetap lunglai dan tak dapat menjawab.
"Engkau tak usah seperti sebuah tengkorak yang
menyeramkan," seru Coh Hen Hong.
Sekonyong konyong terjadi suatu keajaiban. Tubuh
Beng Cu bergetar dan tahu-tahu tangannya dapat
bergerak meraba wajahnya. Sudah tentu yang diraba
itu hanya tulang terbungkus kulit. Serentak dia
berseru gemetar, "Pui toako, aku ini bagaimana ?"
Pui Tiok cepat menghampiri, "Beng Cu, engkau
seperti kembali dari akhirat. Sudah tentu agak kurus.
Nanti beberapa hari lagi engkau tentu sudah pulih
seperti sediakala. Jangan sedih."
"Uh, apakah masih ada beberapa hari lagi Engkau
benar-benar tolol sekali," ejek Coh Hen Hong.
Suasana hening lelap. Beng Cu pun berbangkit
duduk dan memandang ke sekeliling penjuru, Tingkah
lakunya aneh sekali. Sepasang matanya memancarkan
sinar yang aneh juga. Setelah berpaling sejenak dia
menggeliat berdiri. Tadi kalau dia bisa duduk, sudah
mengejutkan orang. Apalagi sekarang dia berdiri.
Bahkan Pui Tiok sendiri juga menggigil.
Karena tubuhnya begitu kurus sehingga pakaiannya
melekat ketat. Sepintas menyerupai sesosok mummi.
1094 Tapi jelas ia bukan mummi karena matanya masih
dapat berkeliaran memandang kian kemari.
Ia berpaling pelaban-lahan. Pertama, memandang
Pui Tiok lalu beralih pada Coh Hen Hong.
Saat itu Coh Hen Hong mundur beberapa langkah.
Jaraknya hampir dua tombak dari Beng Cu. Beng Cu
tentu melihat kedua anakmuda itu tetapi entah
bagaimana sikapnya seperti tak kenal dengan mereka
lagi. Setelah berdiri beberapa saat, dia mulai pelahanlahan
maju selangkah. Melihat itu Coh Hea Hong tak
tahan lagi. Dia membentak keras, "Engkau ini setan
atau manusia ?". Rupanya bentakan yang dahsyat itu
telah mengejutkan dan mengembalikan kesadaran
pikiran Beng Cu. Dia terlempar keatas dan selekas
turun ke tanah terus berseru, "Pui Toako !"
Suaranya juga aneh menyeramkan sehingga Pui
Tiok mengkirik. Dia tak lekas menyahut melainkan
menghela napas. Sambil memanggil Pui Tiok, Beng Cu
terus loncat menghampiri. Tetapi gerakan itu bukan
loncatan biasa melainkan seperti terbang diatas kepala
Pui Tiok. Waktu melayang diatas kembali dia berseru
memanggil, "Pui toako !"
Ai . . . terdengar dia menjerit kaget. Pui Ti ok cepat
berputar tubuh. Ternyata Beng Cu sudah berada tiga
empat tombak jaraknya. Gerak loncatnya tadi telah
mengantar dia melayang keatas sampai satu setengah
tombak dan mencapai jarak lima enam tombak
jauhnya. Rupanya dia sendiri juga kaget sehingga
menjerit heran.
Selekas turun ke tanah cepat dia berpaling, dan
berseru, "Pui toako, aku ini bagaimana?"
"Engkau.. .engkau telah pingsan selama 10 an hari
dan sekarang sudah sadar. Ilmu kepandaianmu tentu
maju hebat," jawab Pui Tiok.
1095 "Benar?" Beng Cu menegas gembira. Dia
melangkah maju. Tetapi baru mengayunkan langkah
dan menunduk, dia melihat betapa kurus kedua
lengannya, "Pui toako, aku. . . mengapa begini kurus
sekali?" Pui Tiok tak tahu bagaimana harus menjawab.
"Engkau memang seperti tengkorak hidup yang
menyeramkan," Coh Hen Hong melengking.
Pui Tiok maju menghampiri, "Beng Cu, engkau
seperti orang mati yang hidup kembali, sudah tentu
kurus. Tetapi tak apa, nanti beberapa hari engkau
tentu akan pulih kembali."
"Uh, adakah masih beberapa hari itu?" Coh Hen
Hong mengejek. Lalu tertawa keras dan menimbulkan
kumandang dahsyat. Seketika mata Pui Tiok serasa
gelap dan semangatnyapun terbang.
Coh Hen Hong tetap menghambur tawa. Tetapi
dalam pada itu Pui Tiok sempat memperhatikan kalau
saat itu Beng Cu bergerak duduk. Saat itu malam
makin kelam sehingga menambah seram suasana.
Beng Cu benar-benar sesosok tengkorak yang bangkit
dari liang. Walaupun dihantam Coh Hen Hong, dia
tetap tak kena apa-apa. Bahkan malah duduk.
Pui Tiok yang sudah berkunang-kunang pandang
matanya, saat itu serentak sadar lagi. Jelas bahwa
matanya tak keliru, Beng Cu memang duduk.
"Beng Cu!" teriaknya. Teriakan itu membuat Coh
Hen Hong tundukkan kepala dan diapun segera
melihat bahwa Beng Cu telah duduk. Walaupun dia
memiliki kepandaian yang sakti tetapi menyaksikan
pemandangan seperti itu mau tak mau dia
terlongong-longong juga.
"Coh Hen Hong," seru Pui Tok, "berulang kali
engkau gagal menganiayanya. Jelas kalau hal itu
karena Tuhan tak mengijinkan. Sekarang engkau
masih mau apa lagi?"
1096 Coh Hen Hong tertawa dingin, "Aku tak takut segala
apa dan tak percaya pada takdir Tuhan. Aku tetap


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hendak membunuhnya agar engkau dapat
membuktikan apakah takdir yang benar, atau aku
yang benar"
Pui Tiok maju selangkah untuk melindungi di depan
Beng Cu, "Tidak mudah kalau engkau hendak
membunuhnya karena paling tidak engkau harus
dapat membunuh aku dulu!"
Coh Hen Hong tertawa mengekeh, "Lucu sekali
omonganmu itu. Apakah aku takut kepadamu! Apakah
engkau mampu melindungi dia" Apakah waktu
membunuhmu, tanganku akan lemas lunglai"'
Ketiga pertanyaan itu tak dapat dijawab Pui Tiok.
Sebenarnya dia masih mempunyai setitik harapan
dalam ucapannya tadi. Dja mengharap Coh Hen Hong
masih mempunyai setitik perasaan dan takkan turun
tangan. Tetapi sekarang harapan itu telah hapus sama
sekali. Dari kata-katanya itu jelas kalau Coh Hen Hong
sudah putus asa kepadanya dan sekarang berbalik
membencinya sekali. Cinta memang begitu. Kalau tak
berhasil mendapatkan tentu akan berbalik menjadi
dendam kebencian yang membara.
Saat itu Coh Hen Hong seperti seekor serigala yang
buas yang menguasai seekor anak kambing Pui Tiok
mengharap belas kasihan tetapi ternyata serigala itu
tak mau ditawar lagi kebuasannya. Setelah berkata
Coh Hen Hong tertawa mengekeh. Pui Tiok menghela
napas dan berpaling, serunya, "Beng Cu, engkau baru
sembuh, menyingkirlah biar aku yang
menghadapinya."
"Engkau. . . . engkau akan melawannya?" Beng Cu
gemetar suaranya.
1097 Coh Hen Hong tertawa makin keras, "Kalian boleh
berunding pelahan-lahan, siapa yang lebih dulu
menunggu di pintu akhirat."
"Aku!" tiba-tiba Beng Cu membentak. Dan
menyusul dengan itu, diluar dugaan Pui Tiok, saat itu
telah terjadi peristiwa yang mengejutkan. Tubuh Beng
Cu mencelat keudara.
"Jangan," seru Pui Tiok seraya menyambarnya
dengan cepat. Tetapi Beng Cu lebih cepat lagi. Tangan
Pui Tiok hanya menyambar angin karena Beng Cu
sudah menerjang Coh Hen Hong. Waktu Pui Tiok
masih tertegun kaget, terdengarlah deru angin
pukulan Coh Hen Hong yang disongsongkan ke dada
Beng Cu. Tadi Beng Cu telah loncat melampaui kepala Pui
Tiok. Dan selagi dia melayang turun telah dihantam
dadanya oleh Coh Hen Hong. Pui Tiok ngeri
membayangkan apa yang akan terjadi kalau tubuh
Beng Cu yang tinggal tulang terbungkus kulit itu
termakan pukulan Coh Hen Hong. Tanpa disadari dia
menjerit sakeras-kerasnya.
Tampak tubuh Beng Cu yang kurus kering itu
bergoncang-goncang kian kemari tetapi anehnya
pukulan Coh Hen Hong itu tak mampu
melemparkannya ke belakang. Beng Cu tetap dapat
melayang turun ketanah.
Dan diluar dugaan, Pui Tiok melihat bukan Beng Cu
yang mencelat sebaliknya malah Coh Hen Hong yang
terdorong mundur sampai tiga langkah. Wajah gadis
itu tampak ketakutan sekali.
Serentak Pui Tiok berhenti menjerit. Saat itu tubuh
Beng Cu sudah berdiri tegak di tanah dan Coh Hen
Hong pun sudah melolos pedang Ceng-leng-kiam.
Dari adegan itu dapatlah Pui Tiok menarik
kesimpulan bahwa pukulan Coh Hen Hong itu tak
1098 dapat menghancurkan Beng Cu sebaliknya dia sendiri
yang menderita kerugian
Pui Tiok benar tak mengerti hal itu. Tetapi dari
sikap dan wajah Coh Hen Hong yang terus melolos
pedang Ceng-leng-kiam dan tampak ketakutan itu, Pui
Tiok percaya bahwa penilaiannya tentu benar.
"Ho, tak perlu engkau melawannya mati2an Ilmu
kepandaiannya sekarang jauh lebih tinggi dari engkau.
Apakah engkau belum merasakan hal itu pada
pukulanmu tadi ?" seru Pui Tiok kepada Coh Hen
Hong. Sebenarnya Pui Tiok cemas ketika Coh Hen Hong
mencabut pedang Ceng-leng-kiam. Maka sengaja dia
gunakan kata-kata untuk menggertak Coh Hen Hong.
Siapa tahu gertakan itu ternyata termakan di hati Coh
Hen Hong. Coh Hen Hong benci sekali kepada Pui Tiok karena
pemuda itu telah menipu cintanya dan ternyata lebih
mencintai Beng Cu. Dia hendak menyiksa Beng Cu di
depan mata Pui Tiok agar Pui Tiok menderita batinnya.
Oleh karena itu dalam menyongsong terjangan Beng
Cu tadi, dia telah gunakan delapan dari tengasaktinya.
Menurut keyakinannya, pukulan itu tentu
akan dapat merontokkan tulang belulang Beng Cu dan
akan hancur berkeping keping. Bukankah itu suatu
kematian yang mengerikan ". Pukulan maut tadi telah
dilancarkan dengan cepat sekali dan tepat mengenai
dada Beng Cu. Tapi baru tangannya menyentuh tubuh
Beng Cu, segera ia rasakan sebuah lautan tenagasedot
yang hebat. Dia berusaha untuk menahan tetapi
tak mampu mempertahankan tenaganya yang
tersedot lenyap.
Itulah sebabnya dia ketakutan setengah mati
mundur tiga langkah terus mencabut pedang Ceng
leng kiam. 1099 Ilmu kepandaian dan pengetahuan serta
pengalaman Coh Hen Hong memang tinggi dan luas.
Tetapi mengapa dan kemana lenyapnya tenagapukulannya
yang tersedot tubuh Beng Cu tadi, benarbenar
dia tak tahu. Dan waktu Pui Tiok
menggertaknya, dia makin kelabakan kagetnya.
Tetapi dia seorang gadis yang keras kepala.
Bagaimanapun juga dia tak mau meninggalkan tempat
itu. Dia masih hendak mencoba lagi dengan pedang
Ceng leng-kiam. Apabila tetap gagal, toh dia masih
mampu melarikan diri.
Melihat Coh Hen Hong tak mempan digertak Pui
Tiok sendiri yang kelabakan. Cepat ia maju selangkah
kesamping Beng Cu dan berseru, "Beng Cu, engkau . .
biarkan aku yang menghadapinya"
Tetapi Beng Cu gelengkan kepala, "Engkau saja
yang menyisih ke samping. Aku tak takut kepadanya.
Pukulannya tadi, rasanya . . aku masih dapat
menerima. Aku tak takut padanya." '
Sebenarnya Beng Cu sendiri tak mengerti apa
sebabnya ia dapat menerima pukulan itu. Hanya
waktu pukulan yang dahsyat itu mengenai tubuhnya,
segelombang tenaga-kuat meresap ke dalam
tubuhnya lalu beredar ke seluruh jalan darah dan
menyatu dengan tenaganya sendiri, menimbulkan
rangsang semangat yang nyaman sekali.
Mendengar pernyataan Beng Cu, Pui Tiok tertegun.
Dia tak mengerti apa yang dimaksudkan Beng Cu.
"Beng Cu," serunya berbisik. "pedang Ceng-lengkiamnya
itu tak boleh dibuat main-main "
"Jangan kuatir," sahut Beng Cu, "aku dapat
menghindari. Malah engkau saja supaya lekas
menyingkir kesamping, jangan sampai nanti
melukaimu."
Sebenarnya Pui Tiok enggan tetapi tiba-tiba Beng
Cu mendorongnya. Bermula dorongan itu tak
1100 bertenaga tetapi entah bagaimana tahu-tahu Pui Tiok
terdorong mundur sampai 7-8 langkah.
Ilmu kepandaian Pui Tiok saat itu sebenarnya sudah
cukup hebat. Jauh lebih maju dari dulu. Tetapi
mengapa dia sampai terdorong begitu jauh, dia sendiri
tak habis herannya karena ia sama sekali tak merasa
kalau dorongan Beng Cu itu mengandung tenaga.
Sesaat Pui Tiok tertegun tak tahu apa yang akan
dilakukan. Sementara itu Beng Cu tampak pelahan
lahan maju ke tempat Coh Hen Hong seraya tertawa,
"Hayo seranglah dengan pedangmu. Mengapa engkau
diam saja". Engkau kira kami tak kan mampu
menandingimu" Ho, jangan melamun!''
Tubuh Beng Cu yang kurus kering seperti sebatang
tonggak, bergoyang-goyang maju menghampiri.
Sepintas menyerupai sesosok setan yang mengerikan.
Melihat Beng Cu tak takut dan malah menantang, hati
Coh Hen Hong makin menggigil.
Ujung pedang Ceng-leng-kiam sudah ditujukan
pada jalan darah maut di tubuh Beng Cu. Tetapi tanpa
disadari kakinya selangkah demi selangkah mundur ke
belakang. Beng Cu maju selangkah, dia mundur
selangkah. Beng Cu sendiri belum yakin apakah dia mampu
melawan Coh Hen Hong. Tetapi saat itu pikirannya
memang masih belum sadar seluruhnya sehingga dia
tak dapat memikirkan hal itu. Baginya hanya merasa
bahwa pukulan Coh Hen Hong tadi malah
menumbuhkan rasa nyaman pada semangatnya. Dan
bahwa Coh Hen Hong saat itu tampak ketakutan dan
mundur ke belakang.
Selama beberapa tahun ini, sudah cukup banyak
hinaan dan siksaan yang dideritanya dari Coh Hen
Hong, Karena Coh Hen Hong lebih sakti maka selama
itu dia tak dapat membalas. Bahkan setiap kali
1101 melihatnya tentu akan lari, setiap kali bertemu tentu
menderita hinaan.
Tetapi sekarang situasinya berobah. Dia maju Coh
Hen Hong ketakutan mundur. Walaupun dia belum
yakin dapat mengalahkan tetapi hal itu saja sudah
memberi kemenangan moril yang menggembirakan
hati Beng Cu. Sejak Coh Hen Hong merebut pedang Ceng leng
kiam dari tangannya, tiada sesaatpun Beng Cu
berhenti mengharap akan tibanya saat seperti saat
sekarang ini. Dan akhirnya harapan itu menjadi
kenyataan. Selangkah demi selangkah dia menghampiri maju
sembari tak henti-hentinya berseru, "Hayo, seranglah
dengan pedangmu. Mengapa engkau tak berani
menyerang ?"
Sebenarnya ujung pedang Ceng-leng-kiam sudah
ditujukan ke dada Beng Cu. Andaikata saat itu Coh
Hen Hong masih memiliki pedang Kim-liong-kiam. dia
tentu tak ragu lagi untuk menyerang. Tetapi sekarang
dia hanya membawa Ceng-leng-kiam saja Apakah
sekali serang dapat berhasil, dia benar-benar masih
sangsi. Oleh karena itu ia harus berhati hati dan
terpaksa menekan nafsu-nya.
Karena terus menerus mundur, akhirnya tibalah
Coh Hen Hong dimuka segunduk batu besar. Dia tak
mungkin dapat mundur lagi. Dan disitu dia lalu berdiri
tegak. Sepasang matanya berapi-api memancarkan hawa
kemarahan yang menyala. Hatinyapun gusar sekali
Belum pernah selama ini, dia harus mundur sampai
beberapa langkah. Tetapi kali ini dia harus mundur
terus menerus sampai dua tiga puluh langkah.
Setelah berdiri tegak dia berkata sarat, "Engkau
tentu melihat bahwa yang kupegang ini adalah pedang
Ceng-leng-kiam."
1102 "Tentu saja aku melihatnya," sahut Beng Cu dengan
nada hambar. "pedang Ceng-leng-kiam itu sebetulnya
adalah milikku."
Coh Hen Hong menjerit keras dan Ceng-lengkiampun
segera bergerak melingkar memancarkan
cahaya biru yang menyilaukan mata. Tetapi dia hanya
mengayun-ayunkan saja dan belum menyerang. Dia
memang hendak menguji apakah Beng Cu takut atau
tidak. Tetapi diluar dugaan, bukan saja Beng Cu takut,
pun sebaliknya dia malah maju lagi setengah langkah.
Dalam keadaan seperti tiada lain jalan bagi Coh Hen
Hong kecuali loncat ke belakang batu dan
melarikan diri. Tatapi hal itu dia tak menginginkan.
Maka pada waktu Beng Cu maju setengah langkah,
pedang Ceng-leng-kiam yang masih ber-putar
melingkar itu terus ditaburkan makin deras dan
diantar dengan jerit pekik yang aneh, pedang itu terus
menusuk dada Beng Cu.
Pedang berkelebat laksana kilat cepatnya dan jarak
keduanya amat dekat. Tak mungkin Beng Cu dapat
menghindar. Maka pada saat itu juga Pui Tiok remuk
seperti dipalu hatinya. Dia membayangkan apa yang
akan terjadi nanti.
Tetapi kembali suatu peristiwa yang menakjubkan
terjadi pada saat itu. Pada saat pedang Ceng-lengkiam
menusuk, tiba-tiba tubuh Beng Cu melambung
ke atas sampai hampir satu meter dan sepintas dia
seperti berdiri diatas sinar biru pedang Ceng-lengkiam.
Tusukannya luput, Coh Hen Hong kaget setengah
mati. Dia cepat mundur selangkah. Tetapi tepat pada
saat itu juga, pandang matanya berkunang dan setiup
hawa dingin telah meniup diatas kepalanya. Tahutahu
Beng Cu telah hilang.
1103

Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kejut Coh Hen Hong makin hebat. Kalau Beng Cu
lenyap jelas tentu melayang diatas kepalanya dan
berada di belakangnya.
Coh Hen Hong dapat mengadakan perobahan
secepatnya menurut situasi yang dihadapinya. Tanpa
berpaling kepala lagi, dia sabatkan pedang ke
belakang, sret, sret . . .
Tabasan pedang itu mengenai batu besar sehingga
batu rompal dan keping2nya berhamburan ke empat
penjuru. Dan tanpa berpaling, Coh Hen Hong terus
mengempos semangat lalu menerjang kepada Pui
Tiok. Dia memang mempunyai rencana yang jahat. Kalau
dia tak mampu mengalahkan Beng Cu, dia masih
dapat mengalahkan Pui Tiok. Kalau dia dapat
menguasai pemuda itu, mudahlah dia nanti akan
memerintahkan Beng Cu.
Tetapi baru saja tubuhnya melayang, tiba-tiba dari
belakang terdengar Beng Cu membentaknya, "Hai,
apakah engkau hendak mencelakai Pui toako lagi?"
Bukan kepalang kejut Coh Hen Hong ketika
mendengar seruan itu. Bukan karena dia takut kalau
rahasia dirinya akan ditelanjangi Beng Cu, melainkan
karena ia rasakan suara Beng Gu itu seperti malaekat
di belakangnya. Bahkan ia rasakan tengkuknya seperti
tertiup angin dingin.
Beng Cu dianggap sebagai musuh bebuyutan atau
orang yang tak beleh hidup dibawah satu kolong langit
dengan dia. Kalau sekarang orang itu berada lekat di
belakangnya, bagaimana dia tak kaget setengah mati"
Rasa kaget telah meruntuhkan semangat dan
berhamburanlah tenaga murninya sehingga dia
meluncur turun ke bawah. Secepat berdiri di tanah dia
terus lancarkan tiga buah serangan pedang yang
dahsyat. 1104 Dua dari tiga jurus serangan itu merupakan
serangan membalik ke belakang. Dan jurus yang
terakhir untuk melindungi tubuhnya. Tetapi dia
melihat Beng Cu bagaikan sesosok bayangan yang
menyelinap disampingnya.
Ketiga jurus serangan pedang itu cepat dan dahsyat
sekali. Tetapi ayunan tubuh Beng Cu lebih cepat lagi
sehingga pedang tak dapat menyentuh sekalipun
hanya ujung bajunya saja.
Mengkal dan marah Coh Hen Hong bukan kepalang
karena harus menderita hinaan sedemikian
memalukan. Jelas dia melihat tubuh Beng Cu
menyelinap di sampingnya, andaikata dia mempunyai
pedang Kim-liong-kiam tentulah tak mungkin Beng Cu
semudah itu dapat meloloskan diri.
Kelemahan itu telah menyadarkannya bahwa hanya
dengan sebatang pedang Ceng-leng-kiam tak mungkin
dia dapat mengalahkan Beng Cu. Bahban dialah yang
akan menderita kekalahan nanti.
Menyadari hal itu mengapa dia tak lari saja"
Seketika timbullah pikiran dalam benaknya. Maka
begitu Beng Cu mundur, Coh Hen Hong juga melesat
ke arah yang berlawanan dan terus melarikan diri.
Pui Tiok tak percaya melihat kejadian itu Coh Hen
Hong melarikan diri " Ah . . . karena terkesima Pui
Tiok tertegun. "Hai, jangan lari engkau !" teriak Beng Cu, terus
loncat mengejar.
Ilmu ginkang Coh Hen Hong luar biasa hebatnya.
Dalam sekejab saja dia sudah mencapai puluhan
tombak. Tetapi ternyata gerakan tubuh Beng Cu tak
kalah pesatnya. Dalam waktu singkat jarak keduanya
makin dekat. Kalau dilanjutkan jelas Beng Cu tentu dapat
menyergap Coh Hen Hong tetapi tiba-tiba Pui Tiok
berteriak memanggilnya, "Beng Cu, lekas kembali !"
1105 Sebenarnya tubuh Beng Cu seperti anak panah
yang tengah melayang, tetapi ketika mendengar
seruan Pui Tiok, Beng Cu tiba-tiba berhenti dan sesaat
kemudian melayang balik ke tempat Pui Tiok lagi.
Walaupun pengalaman Pui Tiok cukup banyak tapi
menghadapi ilmu aneh yang dimiliki Beng Cu yaitu
seperti dapat 'terbang dan berhenti' diudara baru
pertama kali itu dia melihatnya.
Dengan begitu, jelas bahwa tenaga-dalam atau
lwekang yang dimiliki Beng Cu saat ini, memang telah
mencapai tataran yang luar biasa tingginya. Kalau
tidak, ia tentu tak dapat menguasai gerak gerik
tubuhnya menurut kehendak hatinya.
Merenungkan hal itu bukan kepalang gembira Pui
Tiok Selekas Beng Cu tiba di tanah, dia terus
berteriak, "Beng Cu . . "
Beng Cu cepat berpaling. Tetapi begitu berhadapan
dengan Beng Cu, hati Pui Tiob seperti disayat sembilu.
Sedemikian kurus tubuh Beng Cu sehingga benarbenar
mirip dengan sesosok tengkorak hidup.
Selekas berpaling ke arah Pui Tiok, Beng Cu
menghadap ke muka lagi. Tampak Coh Hen Hong
sudah tak tampak bayangannya.
Beng Cu menghampiri Pui Tiok, "Pui toako mengapa
engkau mencegah aku ?"
"Ia mempunyai pedang. Kutakut kalau engkau
sampai termakan tangan ganasnya. Beng Cu, ilmu ke
pandaianmu begitu tinggi. Lambat atau cepat kita
pasti dapat mengalahkannya. Bagaimana rasanya
sekarang?"
Sebenarnya Beng Cu hendak tertawa tetapi karena
kedua pipinya kempot tak berdaging maka tampaknya
dia seperti menyeringai tak sedap dipandang.
"Kurasa.... aneh sekali. Sepertinya aku sudah tak
hidup dalam dunia lagi," katanya.
Pui Tiok terkejut, "Apa maksudmu?"
1106 "Mungkin itu karena aku terlalu kurus begini
Kurasakan tubuhnya ringan seperti angin yang dapat
berhembus kemanapun saja. Lihatlah, aku toh tidak
menggunakan tenaga sama sekali, tetapi tubuhku
sudah dapat melayang ke atas," habis berkata dia
bergoyang-gayang dan tubuhnya terus melambung
keatas. Hampir satu setengah tombak tingginya dia
melambung ke udara kemudian melayang turun.
Selama ini belum pernah Pui Tiok menyaksikan orang
yang memiliki ginkang sedemikian, yaitu dapat
melayang turun naik. Dia kesima dan ter-longong2.
"Aku hanya teringat ketika tiba di tengah lembah,
seorang nenek tua menanyakan asal usul diriku lalu
memeluk aku dan menangis tersedu. . .
"Beng Cu, tahukah engkau siapa wanita tua itu ?"
celetuk Pui Tiok.
"Entah," Beng Cu gelengkan kepala.
Pui Tiok menghela napas. "Ai, itu adalah emakmu
(nenekmu) sendiri . . . dulu beliau bertengkar dengan
Ceng-te lalu berpisah dan hidup seorang diri di
Lembah Maut. Beliau sekarang sudah wafat."
Beng Cu tertegun. Berita itu benar-benar
mengagetkan sekali baginya. Secara tiba-tiba ia
dikatakan mempunyai seorang nenek. Tetapi pada
saat dia mengetahui hal itu lalu disusul dengan
keterangan bahwa neneknya itu sudah meninggal
dunia. Bagaimana dia tak terkesima "
Beberapa saat kemudian baru dia dapat berkata,
"Dia . . bagaimana meninggalnya ?"
Pui Tiok kerutkan alis, "Aku juga tak jelas. Waktu
aku bertemu, tampaknya la memang sudah payah
keadaannya. Begitu melihat aku, ia lalu menyalurkan
sisa tenaga-saktinya kedalam tubuhku setelah itu baru
meninggal. Dan akupun menerima manfaat yang
besar sekali. Menurut . . . menurut kata seorang tokoh
1107 yang sakti, nenekmu telah menyalurkan hawa dingin
dari dipan han-giok kedalam tubuhmu sehingga
engkau tidak sadarkan diri sampai berhari hari
lamanya. . . ."
Lalu Pui Tiok menceritakan tentang keadaan Beng
Cu selama itu. Karena bingung dia pernah menghadap
Ceng-te tetapi ternyata Ceng-te lengah dan dapat
dibunuh Coh Hen Hong. Dan bagaimana dengan susah
payah akhirnya dia lolos dari istana Ceng-te-kiong dan
dapat kembali ke Lembah Maut Coh Hen Hong tetap
mengejarnya lalu membakar gua. Ketika Beng Cu
belum mati, Coh Hen Hong lalu menghantamnya.
Tetapi hantaman itu malah menyebabkan Beng Cu
dapat bergerak, dan lain2 dengan jelas.
Setelah mendengar penuturan itu, Beng Cu tertawa
hambar, "Kalau begitu aku ini benar-benar seperti
baru dilahirkan kembali ke dunia!"
Pui Tiok mengangguk rawan. Tampak Beng Cu
meraba pipinya. Ah, hanya tinggal tulang tanpa daging
sama sekali. "Pui toako," katanya pelahan-lahan, "kasih tahu
padaku. Walaupun aku tidak mati dan kepandaianku
bertambah hebat tetapi wajahku bukankah
mengerikan sekali?"
Pui Tiok terkesiap dan gopoh goyangkan tangan
"Bukan, bukan mengerikan melainkan hanya tampak
kurus sekali. . . sehingga kalau aku tak menjagamu
selama ini, aku tentu takkan mengenalimu lagi"
Beng Cu tak bicara, dia menyingkap lengan
bajunya. Melihat lengan nona itu, Pui Tiok makin tak
tahan melihatnya. Bukan seperti lengan manusia
tetapi hanya tulang berkulit saja.
Beng Cu sendiri juga terkejut dan menutup
lengannya lagi, "Bukankah. . . aku ini menjadi sebuah
tengkorak" Mengapa engkau bilang tak menyeramkan
orang?" 1108 "Uh, kurusan sedikit tak jadi apa. Kalau tiap hari
makan banyak, maka dalam beberapa hari saja
engkau akan pulih seperti semula!" Pui Tiok
menghibur. Beng Cu tersenyum rawan, "Mudah-mudahan
begitu. Tetapi rasanya kemungkinan itu sukar. Aku....
Pui toako, kalau engkau tak suka menemani aku...
"Beng Cu!" berkata Pui Tiok dengan nada yang
sendu. Kerongkongannya serasa lekat sehingga
suaranya sukar keluar. Beberapa saat kemudian baru
dia dapat berkata, "Beng Cu, ucapanmu itu aku hanya
mau mendengar satu kali saja. Lain kali janganlah
engkau mempunyai pikiran begitu."
"Pui toako. . .," dengan berlinang-linang air-mata
Beng Cu terus menubruk pemuda itu. Dia rebahkan
diri kepelukan Pui Tiok tetapi Pui Tiok hanya merasa
kalau sedang memeluk seperangkat pakaian saja.
Dipeluknya Beng Cu dengan lemah lembut seraya
menghiburnya, "Jangan menangis, sekarang
semuanya akan beres, perlu apa menangis ?"
Tetapi Beng Cu tetap menangis sepuas-puasnya
sehingga bahu Pui Tiok sampai basah, "Ya, benar,
segala apa telah selesai, Pui toako, apakah kita akan
ke Ceng-te-kiong ?"
"Tidak," Pui Tiok gelengkan kepala.
Beng Cu mundur selangkah, "Kalau tak ke Ceng-tekiong
lalu hendak ke mana " Apakah tak mencari Coh
Hen Hong lagi ?"
"Tentu saja mencarinya," kata Pui Tiok, "tetapi ia
masih punya pedang Ceng-leng-kiam. Walaupun dia
tak mampu melukaimu tetapi engkau pun sukar untuk
mengalahkannya. Kalau mau mengalahkan dia, kita
harus mencari pedang Kim-liong-kiam dulu."
Beng Cu diam mendengarkan.
"Kurasa ilmu kepandaianmu sekarang ini luar biasa
anehnya. Coh Hen Hong sudah kalah sakti dengan
1109 engkau. Kalau engkau mendapatkan Kim-liong kiam,
walaupun dia punya Ceng-leng-kiam, juga takkan
menang dengan engkau !"
Teringat akan pertempurannya dengan Coh Hen
Hong tadi, Beng Cu mengangguk.
Pui Tiok menghela napas. Dan lagi, kita harus
berusaha mencegah jangan sampai pedang Kim liongkiam
jatuh ke tangannya. Kalau dia sampai menguasai
sepasang pedang pusaka itu tentu ber-bahaya bagi
kita !" Sejenak tertegun Beng Cu berkata, "Kalau begitu,
pedang Kim-liong-kiam sekarang masih berada
ditangan orang misterius yang engkau ceritakan itu ?"
"Benar." sahut Pui Tiok, "belum pernah selama ini
aku melihat seorang manusia seaneh itu. Dia
mengatakan kalau selama ini memang tak pernah ada
orang yang melihatnya. Dan setiap apa yang
dikatakannya, tampaknya memang benar semua. Dia
bilang mau menunjukkan jalan ke Lembah Maut,
akhirnya memang benar. Dan lagi dia juga bilang,
satu-satunya cara untuk menolong engkau hanyalah
dengan membakar tubuhmu."
"Kalau begitu mari kita lekas mencarinya", seru
Beng Cu. "Tak semudah itu", kata Pui Tiok, "waktu ia
menunjukkan jalan ke Lembah Maut, ia hanya ber
suara dan aku tak tahu ia berada dimana. Tapi tak
apa, daripada tidak berusaha lebih baik berusaha
mencarinya. Siapa tahu kita beruntung dapat


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menemukannya."
"Kita harus mencarinya sampai ketemu!" kata Beng
Cu dengan manja. Dan Pui Tiok mengangguk setuju.
Dia masih ingat arah tempat itu maka berangkatlah
keduanya menuju ke sana.
Sekarang kita tinggalkan dulu Pui Tiok dan Beng Cu.
Kita ikuti Coh Hen Hong yang melarikan diri.
1110 Setelah lari lima enam li, dia berpaling dan tak
melihat Beng Cu mengejar, barulah dia berhenti. Saat
itu dia dilanda rasa kejut dan marah. Dia mengamuk
untuk menumpahkan perasaannya itu. Dia mainkan
pedang Ceng leng-kiam dan membabat pohon2 dan
segala apa yang terdapat di sekeliling tempat itu.
Gemuruh bunyi pohon2 yang bertumbangan kerena
amukan Coh Hen Hong yang berlangsung hampir
setengah jam lamanya itu.
Baru dia hentikan amukannya tiba-tiba dari
belakang terdengar suara orang mendengus, "Huh,
apa gunanya begitu" Sekalipun engkau tambah ganas
lagi beberapa derajat, tapi tetap takkan mampu
mengalahkan Ban-kip put hoay!"
Ban-kip-put-hoay artinya Tak-hancur dicincangribuan-
kali, atau kebal senjata apapun juga.
Coh Hen Hong terkejut dan cepat berpaling
kebelakang tetapi dia tak melihat barang seorangpun
juga. Coh Hen Hong makin miris. Orang yang sedang
menderita sial, segala apa yang tak terduga dapat
menimpanya. Dia harus hati-hati.
"Siapa engkau?" katanya dengan waspada. Suara
itu tertawa seram, "Sudah tentu aku ini ya aku. Aku
bertanya kepadamu, apakah engkau sudah tahu
kelihaian dari tubuh yang sudah mencapai Ban-kinput-
hoay Itu?"
"Apakah manusia Ban-kip-put-hoay itu?" seru Coh
Hen Hong. Kembali suara itu tertawa mengikik. Nadanya
seperti batu yang dibenturkan. Sudah tentu Coh Hen
Hong marah karena merasa ditertawakan. Kalau saja
tadi dia tidak menderita kekalahan dari Beng Cu dan
tak menyadari bahwa orang yang sakti masih ada
yang lebih sakti, tentu saat itu dia akan menerjang
kearah suara itu.
1111 "Apa yang disebut manusia Ban-kip-put-hoay itu!"
bentaknya, "Siapa engkau" Mengapa tak berani unjuk
diri dan main sembunyi seperti setan?"
Tawa orang itu agak enak didengar nadanya,
"Bukannya aku tak unjuk diri tetapi memang selama
ini tak ada manusia yang pernah melihat aku. Engkau
juga tak terkecuali. Pokok, asal aku dapat melihatmu,
itu sudah cukup !"
Mendengar itu mau tak mau tergetarlah hati Coh
Hen Hong. Pikirnya, apakah orang itu bukan bangsa
manusia " Jika manusia, mengapa tak pernah dilihat
orang " "Aneh." katanya sejenak kemudian, "kalau engkau
tak mau dilihat orang, perlu apa engkau bicara dengan
aku ?" "Pertanyaan yang baik," seru orang itu. "ada sedikit
jual beli yang hendak kutawarkan. Engkau tentu akan
menerima dengan gembira sekali."
Makin heran Coh Hen Hong mendengar kata-kata
itu. Mulai timbul kecurigaannya dan serentak diapun
lantas berseru. "Jual beli apa saja ?"
"Jual beli apa, untuk sementara tak perlu di
persoalkan dulu," kata orang itu, "engkau sudah tahu
bagaimana kelihayan dari manusia Ban kip-put-hoay
itu. Apakah engkau mempunyai cara untuk
menghadapinya ?"
Sejak tadi Coh Hen Hong sudah menekan
kemarahannya. Kini serta mendengar ocehan orang
itu tentang ilmu Ban-kip-put-hoay, serentak ia tak
dapat menahan kemarahannya lagi dan terus
menyerbu. Terjangan itu hebatnya bukan alang kepalang. Wut
. . . gerakan dari tubuhnya telah menumbangkan
sebatang pohon kecil dan menyusul dia terus lepaskan
empat kali hantaman ke empat penjuru. Pohon2 dan
batu karang hancur berantakan, muncrat dan rubuh
1112 berhamburan menimbulkan bunyi yang bergemuruh
sekali seolah-olah hutan itu telah diterjang oleh
ratusan gajah mengamuk.
Tetapi dia tetap tak dapat melihat di sekeliling
tempat itu terdapat barang seorang manusia Dan
ketika dia melayang turun ke bumi lagi, tetap dia tak
mendengar suara gerakan apa-apa. Diam-diam dia
menduga orang misterius tadi tentulah sudah mampus
terkena hantamannya.
Tetapi baru dia berpikir begitu atau dari depan
menghambur lagi suara itu. Sudah tentu Coh Hen
Hong kaget setengah mati.
Suara itu terpisah dua tombak jauhnya dari tadi
dengan begitu orangnyapun sudah menyingkir sejauh
itu juga. Coh Hen Hong memandang dengan seksama ke
muka. Tak mungkin ia tak tahu kalau benar-benar di
muka terdapat gerak yang betapapun kecilnya. Tetapi
nyatanya dia tak melihat apa-apa.
Suara misterius itu tertawa mengekeh, "Pukulanmu
memang cukup hebat, mengapa tidak menggunakan
pedang saja" Tadi engkau menggunakan pedang
terhadap Kwan Beng Cu tetapi toh tak ada gunanya,
bukan" Seharusnya engkau mencari akal!"
Kini tergeraklah hati Coh Hen Hong mendengar
kata-kata itu, "Apakah ada caranya?"
Suara itu tertawa, "Engkau tak boleh tak bersabar.
Lebih dulu harus bicara tentang ilmu Ban-kip-put-hoay
itu." Coh Hen Hong memang seorang gadis yang cerdas.
Dia menyadari bahwa ucapan suara misterius itu
memang mengandung sesuatu. Kalau dia sebelum
bertanya jelas terus membabi buta menyerang
kemungkinan malah akan merusak pembicaraan.
1113 Menyadari hal itu kemarahannyapun mereda. Lalu
dia berkata dengan nada tenang, "Baiklah, lalu apakah
yang disebut ilmu Ban-kip-put-hoay itu?"
Sudah tiga kali dia bertanya hal itu, baru sekarang
mendapat jawaban, "Ilmu kesaktian yang tertinggi,
kecuali ilmu Kim-kong-put-hoay dari kalangan
persilatan kaum agama, yang masih ada sebuah Bankip-
put hoay dari lain aliran."
Coh Hen Hong terkejut dan berdebar-debar.
Memang setiap orang persilatan sudah tahu apa yang
disebut ilmu kebal Kim-kong-put-hoay dari aliran
kaum vihara. Tetapi selama ini dia belum pernah
mendengar orang mengatakan tentang ilmu Ban-kipput-
hoay. Kalau Ban-kip-put-hoay itu setingkat
dengan Kim-kong-put-hoay, tentulah dahsyat sekali.
Dengan nada gemetar berserulah Coh Hen Hong
"Engkau... apa engkau tahu dewasa ini ada orang
yang faham akan ilmu Ban-kip-put-hoay itu"
Kembali suara itu tertawa, "Jangan pura-pura tak
tahu karena sebenarnya engkau harus tahu siapa yang
memiliki ilmu sakti itu. Dia tak lain adalah musuhmu
sendiri Kwan Beng Cu!"
Mendengar itu Coa Hen Hong terlongong-longong
seperti kehilangan semangat.
"ladi waktu engkau bertempur dengan Kwan Beng
Cu, tentu mengetahui kalau omonganku itu tidak
bohong. Tubuh Beng Cu dapat bergerak laksana asap.
Dapat bergerak kemana saja menurut sekehendak
hatinya. Biarpun engkau menggunakan pedang tetap
tak mampu mengenai tubuhnya!"
Teringat akan pertempuran tadi Coh Hen Hong
tertawa getir. "Dan masih ada yang lebih lagi," terdengar suara
itu berseru lagi, "yalah apabila engkau
menghantamnya, tenaga pukulanmu akan sirna
lenyap seketika, masuk kedalam tubuhnya dan malah
1114 akan menambah tenaganya makin hebat, sedang
engkau akan kehilangan sekelumit tenaga-saktimu"
Serentak teringatlah Coh Hen Hong akan peristiwa
yang dialaminya ketika menghantam dada Kwan Beng
Cu. Seketika wajahnya pucat dan mulut terkancing
rapat. "Uh, sebenarnya tak perlu engkau bersedih," kata
suara itu pula, "itu semua karena engkau sendiri yang
salah. Kalau engkau tak ada, hawa Han im dalam
tubuhnya akan memancar dan menembus jalan darah
Jim dan Tok sehingga dia dapat memiliki kesaktian
yang tiada tara hebatnya."
Dengan susah payah barulah Coh Hen Hong dapat
bicara, "Apa hubungan kesaktiannya dengan aku ?"
Suara itu tertawa pula, "Boleh dikata engkaulah
yang menjadikannya. Oleh seseorang yang meng
gunakan tenaga-dalam sakti, tubuhnya telah dimasuki
hawa dingin dari dipan Han-giok. Dia segera menjadi
beku seperti es. Kalau tidak dibakar, walaupun dia
tidak mati tetapi dia tak ubah seperti orang mati.
Tetapi engkau malah menyulut api membakar gua,
akibatnya hawa im-han dalam jalan darahnya telah
lenyap !" Coh Hen Hong mendesah, "Ah, apakah engkau telah
memberitahukan cara itu kepada Pui tiok ?"
"Ya," sahut suara itu, "tetapi Pui Tiok tidak percaya.
Dia mengira kalau dibakar, Beng Cu tentu mati.
Sebenarnya kalau tidak dibakar, lewat 7 kali 7 hari
atau empat puluh sembilan hari, Kwan beng Cu tentu
tak dapat ditolong lagi. Tetapi tak terduga sebatang
nyala obormu, telah menolongnya dari kematian."
Lewat beberapa jenak kemudian kembali suara itu
terdengar, "Tahukah engkau apa sebabnya?"
Walaupun ilmu kepandaiannya tinggi tetapi karena
usianya masih muda, pengalaman dan pengetahuan
1115 Coh Hen Hong masih kurang luas. Mendengar
pertanyaan itu, ia gelengkan kepala, "Aku tak tahu."
"Setelah tubuh Kwan Beng Cu disaluri dengan hawa
dingin lm han yang luar biasa, tulang dan lubuhnya
membeku kaku seperti sebuah mummi. Tetapi setelah
dibakar, hawa dingin lm-han itu akan penyusup
kedalam delapan urat nadi dan sejak saat itu hawa
dingin itu akan beredar menurutkan perbedaan
tenaga-murni. Setiap kali beredar tenaga-saktinya
akan bertambah sekelumit. Tetapi orangnya menjadi
makin kurus sehingga mirip sebuah tengkorak."
"Lalu bagaimana?" Coh Hen Hong makin tegang
suara itu tertawa, "Lalu bagaimana" Apalagi kalau
bukan engkau yang menolongnya!"
"Kentut anjing!" karena kaget Coh Hen Hong
marah. Suara itu tidak marah melainkan tertawa sinis, "Tak
perlu engkau ketakutan. Dengarkan saja aku bicara
sampai selesai. Ketahuilah, walaupun setelah
menderita pembakaran itu tenaga-saktinya makin
bertambah tetapi urat nadinya tetap beku tak hidup.
Dan harus menggunakan tenaga besar agar dapat
menghidupkan fungsi urat nadinya itu.'
"Hai, engkau hendak mengatakan kalau. . aku
yang menolongnya lagi dengan pukulan yang
kulancarkan kepadanya itu?"
"Benar," sahut suara itu, "pukulanmu itu dahsyat
sekali. Im mengandung Yang, Yangpun mengandung
hawa Im. Pada saat hawa Im bertemu Yang bukan
melainkan uratnadinya akan berfungsi lagi pun bahkan
kedua jalan darah Jim dan Tok dalam tubuhnya
menjadi tertembus buka. Rasanya di kolong jagad ini
kecuali engkau seorang rasanya tak ada lain orang
yang begitu baik hati menolongnya!"
Mendengar itu Coh Hen Hong tegak seperti patuug.
Siapa mau menolong Beng Cu yang dibencinya
1116 setengah mati itu. Dia hendak menghancurkan dengan
pukulan dahsyat. Memang tak perlu dikatakan suara
itu, Coh Hen Hong sendiri sudah menyadari bahwa
setelah Ceng-te meninggal, tokoh yang mampu
melepaskan hantaman tenaga dahsyat, kecuali dirinya
sendiri tak ada orang kedua lagi. Tetapi ah, celaka.. .
ternyata pukulan itu malah memberi keuntungan
besar bagi Beng Cu.
Teringat hal itu Coh Hen Hong gemas sekali kepada
dirinya sendiri.
"Setelah kedua jalan darah Jim dan Tok di tubuh
Beng Cu tertembus-buka, dia terus berhasil memiliki
ilmu Ban-kip-put-hoay. Sekalipun engkau
menghantamnya dengan sepenuh tenaga-saktimu,
tenaga-saktimu akan dihisapnya dan akan menambah
hebat tenaganya. Heh, heh, jelas engkau bukan
tandingannya lagi!"
Kata-kata yang terakhir itu bagai ujung pedang
yang menusuk ulu hati Coh Hen Hong.
Sekonyong-konyong Coh Hen Hong memekik
dahsyat, "Aku bukan tandingannya" Apa yang
membuat engkau begitu gembira " Apa hubunganmu
dengan Beng Cu ?"


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suara itu tertawa, "Aku ini apanya " Heh, heh, Aku
bukan apa-apanya. Aku adalah aku. Selamanya aku
tetap seorang aku sendiri. Percuma saja
pertanyaanmu itu !"
Sebenarnya Coh Hen Hong merencanakan hendak
mengamuk dan memaksa orang itu muncul lalu
hendak dibunuhnya agar ia dapat melampiaskan
kemarahannya. Tetapi tadi dia telah mencobanya. Ternyata ilmu
Meringankan tubuh orang itu luar biasa saktinya. Dia
kuatir rencananya takkan berhasil. Akhirnya terpaksa
dia menahan diri.
1117 JILID 22 Memang Coh Hen Hong pandai sekali menyesuai
diri. Dalam hal itu dia sudah berlatih sempuna selama
tinggal di istana Ceng-te-kiong. Menghadapi kata-kata
dari suara misterius itu dia terpaksa menahan diri.
Bahkan dia lalu berusaha untuk menggali keterangan
lebih lanjut. "Apakah yang hendak engkau katakan itu sudah
selesai semua?" tanyanya.
"Tentu saja belum," sahut suara itu, "kata-kata
yang penting belum kukeluarkan."
Tergerak hati Coh Hen Hong, "Bukankah tadi
engkau mengatakan bahwa memang ada satu cara
untuk mengalahkan Beng Cu?"
"Engkau memang cerdik," seru suara itu, "tadi
engkau sudah bertempur dengan dia. Kurasa engkau
tentu sudah tahu cara bagaimana dapat
mengalahkannya, bukankah begitu?"
Mendengar perkataan itu cepat Coh Hen Hong
membayangkan lagi pada waktu dia bertempur
dengan Beng Cu. Dan secepat itu pula dia sudah
berseru dengan nada sarat, "Engkau hendak
mengatakan, Jika aku mempunyai sepasang pedang
Leng-Liong kiam, aku tentu dapat mengalahkannya?"
"Kata-katamu itu benar, tetapi hanya separoh,"
seru suara itu.
"Bagaimana yang engkau maksudkan separoh saja
Itu?" Coh Hen Hong terkejut girang.
"Dalam waktu satu bulan, kalau engkau dapat
memiliki sepasang pedang Leng-liong-kiam, engkau
tentu dapat mengalahkannya. Tetapi setelah lewat
satu bulan, tenaga-saktinya tentu makin menghebat.
Pada waktu itu, di dunia Ini tak ada yang dapat
1118 melawannya. Sekalipun engkau punya Leng-liongkiam
juga percuma."
"Maksudmu dalam satu bulan ini aku dapat
memperoleh sepasang Leng-liong-kiam, bukankah
begitu?" Coh Hen Hong menegas.
Sejenak diam, ia bertanya pula, "Pedang Kim liongkiam
itu bukankah berada padamu?"
Suara itu tertawa, "Benar. Itulah yang
kumaksudkan dengan jual-beli. Akan kujual Kim-liongkiam
itu kepadamu."
"Berapa harganya ?" tepat Coh Hen Hong
menanggapi. "Seluruh istana Ceng-te-kiong."
Coh Hen Hong terbeliak, "Apa katamu ?"
Suara itu bicara dengan pelahan dan tandas.
"Seluruh istana Ceng-te-kiong, termasuk pohon dan
tiap batang rumput. Pendek kata seluruh isinya. Kalau
engkau setuju dengan jual-beli ini, aku lantas menjadi
pemilik Ceng te-kiong dan sejak saat itu engkau tak
boleh masuk ke Ceng-te-kiong !"
Coh Hen Hong tertawa mengekeh, "Apakah
sebatang pedang saja layak ditukar dengan nilai istana
Ceng-te-kiong ?"
"Sudah tentu layak," sahut suara itu, "karena
dengan mempunyai pedang itu engkau tentu dapat
mengalahkan Kwan Beng Cu."
Diam-diam Coh Hen Hong menimang. Suara itu
sangat misterius. Dan menurut keterangan Pui Tiok
pedang Kim liong-kiam memang benar diserahkan
kepada orang itu. Tentulah orang aneh ini. Haruskah
dia menerima perbarteran itu atau tidak "
Seluruh istana Ceng-te-kiong dan semua isinya, uh,
sungguh tak ternilai harganya.
Tetapi setelah memperoleh pedang Kim-liong kiam,
apakah ia begitu bodoh menuruti perjanjian"
1119 Merenungkan hal itu, Coh Hen Hong gembira sekali.
Setelah memiliki sepasang pedang Ceng liong kiam,
kalau Kwan Beng Cu saja akan kalah apalagi orang
aneh itu. Bukankah dengan mudah dia dapat
mengusirnya dari istana Ceng-te-kiong"'
"Baiklah, akan kuserahkan Ceng-te-kiong padamu
semua," serunya.
"Hanya berkata dengan tiada buktinya. Engkau
harus mengucapkan sumpah berdarah !"
Serentak Coh Hen Hong pun bersumpah "Kalau aku
melanggar janji dan dikemudian hari menyesal atas
perjanjian itu, biarlah aku mati di bawah pedang Kimliong-
kiam !" Sumpah itu memang ganas sekali. Sumpah yang
haus darah. Tetapi walaupun mulut mengucap begitu,
diam-diam dalam hati Coh Hen Hon tertawa.
Satelah pedang Kim-liong-kiam diperolehnya
siapakah yang mampu menandinginya " Dan kalau tak
ada manusia yang dapat merebut Kim-liong kiam dari
tangannya, mungkinkah dia akan mati di bawah
tebasan pedang pusaka tersebut "
Tampaknya suara aneh itu puas mendengar
sumpah yang diucapkan Coh Hen Hong, "Baiklah
engkau harus ingat. Sejak saat ini, engkau tak boleh
setengah langkahpun masuk ke Ceng-te-kiong"
"Bukankah aku sudah mengangkat sumpah yang
begitu berat " Lalu pedang Kim-liong-kiam, mengapa
tak lekas engkau berikan kepadaku ?" seru Coh Hen
Hong. "Tentu, tentu, tetapi ..."
Rupanya Coh Hen Hong tak sabar lagi. Andaikata
saat itu dia masih memegang Kim-liong-kiam,
tentulah dia sudah mengamuk.
"Masih ada apa lagi ?" tukasnya.
"Meskipun engkau telah mengangkat sumpah
berat." kata suara itu, "tetapi seluruh anakbuah dan
1120 penghuni Ceng-te-kiong belum tahu hal itu.
Kembalilah ke Ceng-te-kiong, kumpulkan segenap
penghuninya dan umumkan bahwa sejak sekarang
akulah yang menjadi yang dipertuan dari Ceng-te
kiong. Mereka harus mendengar perintahku. Dan
engkau sudah bukan pemilik istana itu lagi. Setelah itu
selesai barulah dagang barter kita ini kuanggap
selesai!" Coh Hen Hong tertegun, "Hm, kalau begitu engkau
yang untung. Setelah kuumumkan bahwa engkau
yang menjadi pemilik Ceng-te-kiong, kalau sampai
engkau tak memberikan pedang itu kepadaku, aku
dapat berbuat apa ?"
"Jangan kuatir," seru suara itu.
"Tetapi aku harus kuatir," bantah Coh Hen Hong,
"dan lagi apakah pedang Kjm-liong kiam itu berada di
tanganmu atau tidak, aku kan belum melihat sendiri
dan belum membuktikan palsu atau tidak. Maka
bagaimana engkau suruh aku tidak kuatir ?"
"Omonganmu nalar juga. Baik akan kuperlihatkan
kepadamu," kata suara itu.
Begitu bicara serentak berkelebatlah sepercik sinar
merah emas di atas sebatang pohon yang tak jauh di
samping Coh Hen Hong.
Sinar kemilau itu bagi Coh Hen Hong memang tak
asing lagi. Begitu melihat, dia terus merasa yakin
kalau itu memang berasal dari sinar pedang Kimliong-
kiam. Serentak dia menghambur teriakan aneh dan tanpa
banyak pikir lagi dia enjot tubuhnya keudara untuk
merebutnya. Tetapi serentak pada saat itu juga,
terdengar suara menderu yang meluncur ke dalam
semak sejauh dua tombak.
Diatas udara Coh Hen Hong berbalik tubuh terus
melayang kearah semak itu. Begitu tiba ditanah dia
1121 mendengar suara berkeresekan seperti berasal dari
sesosok tubuh yang secepat kilat menyelinap pergi.
Hal itu dapat dilihatnya ketika dia masih meluncur
turun dan pada saat kakinya menginjak tanah, dia
sudah tak melihat apa-apa lagi.
Coh Hen Hong kaget dan marah lalu menggembor
keras dan menghantam dengan kedua tangannya.
Seluas dua tiga tombak jauhnya, pohon dan rumput
tinggi tercabut keluar sampai keakarnya akibat
Kedahsyatan tenaga pukulan itu.
Tetapi tetap dia tak melihat apa-apa. Dengan begitu
jelas pedang Kim-liong-kiam yang melayang ke dalam
semak tadi telah disambar lagi oleh suara aneh itu.
Dan lagi waktu melemparkan Kim-liongp-kiam, orang
itu tentu menggunakan ilmu lemparan yang tepat
sehingga dapat memperhitungkan pedang itu akan
jatuh di mana. Dengan begitu, dapat dibayangkan
betapa tinggi kepandaian orang yang tak mau dilihat
orang itu. Sejenak menenangkan diri, waktu Coh Hen Hong
hendak bicara, terdengar suara itu tertawa mengekeh,
"Heh, heh, baru saja mengangkat sumpah berat,
engkau sudah begitu cepat melupakan. Awas dengan
sumpahmu, engkau pasti mati dibawah pedang Kimliong-
kiam!" Dada Coh Hen Hong serasa pecah dilanda
kemarahan sehingga dia tak dapat bicara.
"Bagaimana, engkau telah melihat Kim liong kiam,
bukan ?" Coh Hen Hong tak dapat menghindar, sahutnya,
"Baik, aku akan menurut permintaanmu akan
kukumpulkan semua anakbuah Ceng te-kiong dan
mengumumkan tentang pemiliknya yang baru
Keluarlah dan mari kita bersama-sama ke sana
"Tak perlu," sahut suara itu, "engkau pulang lebih
dulu. Jalanan ke Ceng-te-kiong, aku sudah tahu."
1122 "Kalau engkau tak mau unjuk diri bagaimana nanti
anak buah Ceng-te-kiong tahu bahwa engkaulah
pemilik yang baru ?"
"Soal itu engkau tak perlu hiraukan," sahut suara
itu, "aku mempunyai cara sendiri untuk memberi tahu
mereka. Cukup engkau umumkan pada mereka bahwa
sekarang engkau bukan pemiliknya lagi. Dan setelah
menerima Kim-liong-kiam harus terus angkat kaki dan
sejak saat itu tak boleh menginjak Ceng-te-kiong lagi
!" Dengan menekan kemarahan Coh Hen Hong
berseru, "Baik, nanti setelah tiba di Ceng te-kiong
terus akan kuhimpun segenap anakbuah. Kalau
engkau tak datang, jangan marah kepadaku.
Suara itu tertawa aneh, "Dalam lain2 kepandaian
mungkin aku kalah dengan engkau tapi dalam ilmu
ginkang, jangan ditanya lagi. Engkau belum datang,
mungkin aku sudah di sana !" .
Kembali Coh Hen Hong tersengat kemarahannya.
Dia benar-benar tak pernah menyangka bahwa di
sekeliling daerah gunung Tay-hong-san situ kecuali
Ceng-te ternyata masih ada pemilik Lembah Maut dan
masih ada seorang tokoh aneh yang tidak dapat
dilihat. Diam-diam Coh Hen Hong mendapat kesan
bahwa ternyata dalam kolong langit itu terdapat
banyak sekali tokoh-tokoh sakti yang
menyembunyikan diri.
"Baik," akhirnya Coh Hen Hong berseru dan terus
melesat. Dalam empat lima loncatan saja dia sudah
mencapai jarak 50-an tombak. Sambil berlalu itu dia
selalu memperhatikan sekeliling untuk
mengangkapkan pandang matanya kepada orang
misterius itu. Tetapi tetap tak ada perobahan Suatu
apa. Empat penjuru keliling tetap sunyi senyap.
Sejak kecil Coh Hen Hong ikut dengan mamanya
yang kurang waras pikirannya. Selama berkelana
1123 didunia persilatan entah berapa banyak dia telah
menderita hinaan orang. Dalam hal itu sebenarnya ia
sudah kronis (biasa). Tetapi sejak ia memalsu jadi
Kwan Beng Cu dan hidup di Ceng-te-kiong, berubahlah
perangainya. Dan setelah mendapat ilmu kesaktian
lalu mengembara di dunia dan tak ada yang dapat
melawannya, hatinya semakin tinggi dan congkak.
Kalau saat itu dia menderita hinaan, terang dia tak
dapat menerima nya.
Setelah lari sampai 5-6 li melintasi lembah lalu air
terjun tibalah dia di lembab tempat Istana Ceng-tekiong.
Setiba disitu dia rasakan ada sesuatu yang tak
wajar. Walaupun Istana Ceng te kiong itu masih tetap
berdiri dengan megah tetapi biasanya tentu tak sepi
dari para anakbuah yang selalu mengadakan
perondaan keamanan. Dan setiap kali ada orang yang
masuk ke lembah istana Ceng-te-kiong, tentu segera
akan diketahui mereka. Tetapi ternyata saat itu
seorangpun tak ada yang muncul menyambut


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kadatangannya. Coh Hen Hong tertegun. Apakah hari itu telah
terjadi sesuatu lagi di istana Ceng-te-kiong"
Cepat dia lari masuk dan ketika melihat pintu
gerbang istana itu, barulah dia terbeliak. Ternyata di
batu titian yang berada dibawah pintu gerbang istana
itu, penuh berkumpul seluruh anak-buah Ceng-tekiong.
Pada hal pertemuan besar semacam itu takkan
terjadi bilamana tak ada tanda dari bunyi genta yang
memanggil mereka. Pada hal Coh Hen Hong baru
hendak membunyikan genta untuk mengumpulkan
mereka. Mengapa mereka sudah berkumpul lebih
dulu" "Hai, apa-apaan ini" Siapa suruh kalian berkumpul
disini?" serunya menegur.
1124 Jago-jago dari istana Ceng-te-kiong itu saling
bertukar pandang satu sama lain. Salah seorang jago
tua berkata, "Genta istana telah bertalu, kami kira
Cujin yang memanggil maka kamipun berkumpul disini
semua. . . . atau apakah ada orang. . . I "Sudah,
jangan bicara!" cepat Coh Hen Hong melarang, "aku
memang hendak menyampaikan pesan. Sekali pun
orang tak berani berkata apa-apa lagi , Coh Hen Hong
tahu kalau bel itu tentu perbuatan orang misterius
tadi. Diam-diam dia mengakui bahwa orang itu
memang sakti sekali ilmu ginkangnya. Bukan saja
telah lebih dulu tiba di Ceng-te-Kiong , pun bahkan
telah membunyikan genta mengumpulkan sekalian
anak buah Ceng-te-kiong. Dengan begitu paling
sedikit orang itu telah mendahuluinya dua peminuman
teh lamanya. Setelah naik keatas titian yang teratas, berkatalah
Coh Hen Hong dengan nada sarat, "kalian semua
dengarkanlah. Sejak hari ini aku hendak pergi jauh
meninggalkan istana Ceng Te Kiong. Sekarang Cengte-
kiong mempunyai junjungan yang baru lagi !"
Singkat sekali ucapan itu tetapi bagi pendengaran
sekalian jago-jago Ceng-te-kiong, hal itu tak ubah
seperti halilintar berbunyi ditengah hari bolong.
Suara berisik berdengung-dengung menggemuruh
suasana tempat itu. Beberapa jago serempak berseru,
"Mengapa kongcu tidak memegang kekuasaan lagi "
Pemilik yang baru itu siapa saja, kami belum tentu
taat." "Kurasa junjungan yang baru itu tentu mempunyai
daya untuk membuat kalian tunduk," seru Coh Hen
Hong dengan nada hambar.
"Lalu dia berada dimana sekarang?" terdengar lain
suara berseru. Serentak Coh Hen Hong menanggapi dengan
berseru nyaring2 dingin. "Hai, engkau dimana ?"
1125 Tiba-tiba dari pintu tong-bun (tembaga) di belakang
Coh Hen Hong terdengar suara berderit derit karena
daun pintunya terbuka.
Coh Hen Hong terkejut karena tak disangka nya
kalau orang misterius itu diam-diam sudah berada
dalam istana. Tetapi dilain pihak, Coh Hen Hong pun
bergelora semangatnya karena jelas orang itu tentu
akan menampakkan diri. Hal itu memang sangat
diharapkannya sekali.
Pun seluruh jago-jago anakbuah Ceng-te-kiong
serempak menumpahkan perhatian ke arah daun pintu
yang terbuka pelahan-lahan itu.
Lewat beberapa saat kemudian tampaklah seorang
bertubuh tinggi pelahan-lahan melangkah keluar . . .
Orang itu mengenakan jubah warna hitam yang
memanjang sampai ke tanah menutupi kedua kakinya.
Sedang wajahnya ditutup dengan sebuah topeng dari
tembaga warna biru yang bentuknya seperti binatang.
Dengan begitu sepintas pandang muka orang itu
seperti binatang bukan binatang, manusia bukan
manusia. Coh Hen Hong terbeliak. Orang itu sudah muncul
tetapi dia tetap tak tahu siapakah dia dan bagaimana
wajahnya yang aseli.
Selekas muncul ke luar orang itu terus berseru
garang, "Akulah pemilik baru dari istana Ceng-tekiong
!" Nada suara orang itu Coh Hen Hong dapat
mengenali memang betul seperti suara misterius itu.
Tanpa menunggu reaksi sekalian jago-jago Ceng-tekiong,
Coh Hen Hong. cepat berseru, "Mana pedang
Kim Liong Kiam itu"
Coh Hen Hong sudah mengatur rencana licik. Begitu
menerima Kim-liong-kiam dia terus akan membunuh
orang itu. Tetapi tampaknya orang itu tak
1126 mengacuhkan Coh Hen Hong dan pelahan-lahan maju
dua langkah lagi kemuka titian.
"Aku inilah junjungan baru dari Ceng-te-kiong yang
sekarang!" serunya dengan nada sarat.
Suasana hening seketika. Beberapa saat kemudian
baru terdengar seorang jago berseru keras, "Siapa
engkau!" Orang itu mengisar wajah-topengnya pelahan-lahan
kearah orang itu dan berseru, "Apa engkau tuli" Aku
sudah mengatakan, sekarang ini akulah junjungan
baru dari istana Ceng-te-kiong!"
Jago Ceng-te kiong itu juga berbangkit. Ternyata
dia seorang tua bermuka merah. Semua jago jago
sakti di Ceng-te-kiong kenal siapa dia sebagai jago
kelas satu dari istana.
Berseru jago tua muka merah dan berbaju juga
merah itu dengan nada garang, "Mau menjadi yang
dipertuan dari istana Ceng-te kiong, tidak begitu
mudah." "Lalu bagaimana baru bisa lancar," seru orang
bertopeng dengan nada dingin.
"Pertama sudah tentu harus memiliki kepandaian
yang sakti yang membuat orang tunduk," seru jago
tua berwajah merah.
Topeng misterius itu tertawa memanjang, "Ho,
kiranya begitu. Kan itu bukan soal yang sukar.
Rasanya anda tentu tak mau tunduk kepadaku
junjungan baru dari Ceng-te-kiong. Kalau begitu,
silahkan maju menguji!"
Wajah jago bermuka merah itu berobah tetapi
secepat itu diapun tenang kembali dan berseru, "Baik,
aku hendak mohon pelajaran!"
Kata-kata yang terakhir diserempaki dengan
tubuhnya melambung dan tahu-tahu sesosok
bayangan merah sudah tiba di depan pintu gerbang,
terpisah hanya satu meter dari pemilik baru itu.
1127 Lebih dulu dia memberi hormat kepada Coh Hen
Hong, "Maafkan hamba berlaku kurang hormat."
Soal jago tua bermuka merah hendak mengadu
kepandaian dengan si topeng misterius, bagi Coh Hen
Hong tak ada manfaatnya. Yang penting, dia harus
lekas-lekas mendapatkan pedang Kim-liong-kiam.
Maka cepat dia mencegah pertempuran, "Tunggu!"
Kemudian dia berpaling kepada orang misterjus itu
dan meminta lagi, 'Mana pedangku Kim-liong kiam"
"Tadi aku bilang apa " Engkau harus tunggu dulu
sampai aku benar-benar diakui sebagai pemilik Cengte-
kiong. Toh pada waktu itu masih belum terlambat
bagimu untuk mendapatkan pedang Kim-liong-kiam
itu," sahut si Topeng tembaga.
Coh Hen Hong marah lagi tetapi karena Kim liongkiam
masih berada di tangan orang itu, terpaksa ia
harus menahan diri dan tak mau membantah lagi.
Topeng Tembaga berdiri tegak dan berseru kepada
jago tua berwajah merah. "Anda boleh memukul tiga
kali. Terserah mau memukul bagian mana saja. Tetapi
jangan sekali-kali memukul bagian kepalaku, mungkin
akan berakibat tak baik bagi anda!" Mendengar itu
gemparlah seluruh hadirin.
Jago tua muka merah dari istana Ceng-te kiong itu
bukan berasal dari daerah Tiong-goan melainkan dari
Segak (Tibet). Ilmu kepandaiannya memang luar
biasa anehnya. Yang paling lihay adalah pukulan
Thian-lui-sam-ciang atau Tiga-pukulan-geledek.
Ilmu pukulan Thian-lui-sam-ciang itu mengandung
tenaga-dalam keras dan lunak. Semula bergerak
lemah tetapi begitu menyentuh tubuh orang lantas
memancarkan dengung seperti halilintar meledak
Waktu Ceng-te masih hidup, juga pernah memuji
akan kehebatan dari tenaga pukulan Thian-lui itu.
Peristiwa itu semua anakbuah Ceng-te-kiong tahu.
Tetapi Topeng Tembaga tentu tak tahu hal itu. Atau
1128 mungkin dia sudah tahu namun dia masih tetap
sengaja hendak menantangnya.
Kegemparan hadirin hanya berlangsung singkat.
Menyusul sudah tenang kembali. Dan jago tua dari
Segak itu tampak terbeliak mendengar ucapan calon
pemilik baru dari Ceng-te-kiong.
"Memang aku hanya mempunyai keistimewaan
dalam ilmu pukulan. Apakah engkau benar-benar tak
menyesal?" serunya, "apakah engkau takkan balas
memukul?" Topeng Tembaga tertawa panjang, "Lebih baik
engkau lekas turun tangan, perlu banyak bertanya
lagi?" Jago dari Se-gak itu menggembor keras,
"Baik............." Habis berkata dia terus ayunkan
tangan menghantam. Gerak pukulannya memang
tampak lemah2 saja seperti tak bertenaga. Tetapi
sesaat kemudian telinga sekalian hadirin seperti
mendengar gemuruh letusan halilintar berkumandang
menusuk telinga. Dan tepat Sekali pukulan Tiga
geledek itu mengenai tubuh orang itu, tepatnya pada
bahu kanannya. Peristiwa aneh terjadi. Begitu mengenai tubuh si
Topeng Tembaga, gemuruh halilintar tadi sirap
Seketika. Sedikitpun tak menimbulkan bunyi apa-apa.
Sejenak melekat pada bahu kanan orang, jago
Segak itu terus cepat menarik tangannya. Tubuh
Topeng Tembaga agak tergetar tetapi wajah jago
segak pucat lesi dan secepat itu terus melayangkan
lagi pukulan kedua. Pukulan yang kedua itu diarahkan
ke dada Topeng Tembaga. Kali ini pukulan itu lebih
dahsyat gemuruh suaranya. Apabila tidak pada siang
hari yang terang tentu orang akan mengira tentu ada
halilintar meletus di langit.
Tetapi anehnya begitu pukulan itu mendarat di dada
orang, terus lenyap bunyinya. Yang terdengar hanya
1129 suara plek yang lemah seperti tamparan seorang anak
kecil. Mendengar suara itu kejut Coh Hen Hong bukan
kepalang. Dari bunyi itu dia dapat menarik kesimpulan
bahwa Topeng Tembaga tak terasa apa-apa. Memang
benar. Tubuh Topeng Tembaga hanya bergetar sedikit
dan setelah menarik pulang tinjunya, jago segak itu
tampak makin pucat. Dia mundur selangkah.
"Dua kali!" seru Topeng Tembaga.
"Ya," sahut jago muka merah dari Segak.
Tepat pada saat beseru tubuhnya sudah melenting
dan pukulan ketiga segera dilepaskan dengan cepat.
Dan pukulan itu tepat ditujukan pada topeng tembaga
yang dikenakan pada kepala orang aneh itu.
Hadirin terkejut dan tak mengira kalau pukulan jago
Segak itu akan menghantam kepala orang. Tadi
mereka sudah mendengar jelas peringatan dari
Topeng Tembaga bahwa si jago tua Segak boleh
memukul mana saja yang dikehendaki asal jangan
bagian kepalanya. Kalau sampai dilanggar tentu akan
membahayakan jago Segak itu.
Tring.. . terdengar dering tajam ketika pukulan
mengenakan topeng dan menyusul jago muka merah
dari Segak itu serentak mundur tiga langkah.
Wajahnya tampak pucat lesi dan mulut membiru.
"Tadi telah kuperingatkan kepada anda, kalau anda
memukul topengku tentu akan berbahaya. Tetapi
kalau engkau kira peringatanku itu karena hendak
menutupi bagian tubuhku yang lemah. Engkau salah
besar!" "Jago tua muka merah itu berdiri seperti patung.
Dan setelah Topeng Tembaga habis bicara tampak
tubuh jago Segak itu bergetar dan bluk . . tiba-tiba dia
jatuh ke tanah. Begitu jatuh terus bergelundungan ke
bawah titian. 1130 Memang di atas titian itu penuh dengan jago-jago
Ceng-te-kiong tetapi mereka tak berani berbuat apaapa
untuk menolong si muka merah kecuali hanya
menyingkir memberi jalan pada tubuhnya yang
bergelundungan kebawah itu.
Setelah bergelundungan menuruni hampir empat
puluh titian barulah tubuh si muka merah itu tiba di
bawah dan tak berkutik. Entah dia mati atau masih
hidup. "Hayo kawan-kawan, angkutlah dia pergi dan kubur
di mulut lembah istana Ceng-te-kiong sebagai
peringatan bagi mereka yang tak mau menurut
perintahku !"
Mendengar itu sekalian jago tahu kalau muka


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merah tentu sudah mati. Tetapi masih saja beberapa
orang yang tak percaya dan mengira kalau si muka
merah yang berkepandaian sakti hanya dengan begitu
mudah saja terus mati.
Sembilan jago tampil dan mengangkut si muka
merah rupanya mereka juga mempunyai pikiran
sama. Walaupun menurut perintah tetapi diam-diam
mereka hendak memeriksa apakah si muka merah itu
benar-benar sudah mati.
Baru setelah mengangkat tubuh si muka merah,
mereka tahu kalau dia memang benar-benar sudah
mati. Maka merekapun lalu mengangkutnya keluar.
Suasana hening lelap, tiada ada yang buka suara.
Bahkan Coh Hen Hong sendiri diam-diam juga terkejut
heran. Diapun tak tahu mengapa dan bagaimana si muka
merah mati secara begitu. Pukulan ketiga dari jago
Segak itu menghantam muka yang ditutupi topeng.
Kalau orang itu menggunakan tenaga-dalam sakti
untuk melontarkan tenaga-tolak pun seharusnya
seketika itu si muka merah menjerit dan rubuh. Tetapi
1131 mengapa si muka merah hanya mundur ke belakang,
berdiri mematung baru kemudian jatuh dan mati.
Mungkin saja topeng itu mengandung sesuatu yang
aneh tatapi Coh Hen Hong tak mengetahui dan
meragukan. Mengapa Coh Hen Hong memperhatikan sekali atas
kematian si muka merah karena dia sendri diam-diam
sudah merencanakan bahwa lambat atau cepat dia
tentu akan membuat perhitungan maut dengan orang
bertopeng itu. Coh Hen Hong tak rela menyerahkan Ceng-te-kiong
begitu saja karena istana itu memiliki istana dan harta
pusaka yang tak ternilai harganya. Boleh dikata
merupakan simpanan harta pusaka yang jarang
tandingannya dalam dunia. Adalah karena terpaksa
untuk mendapatkan pedang Kim-liong kiam maka dia
pura-pura mau menyerahkan istana Ceng-te-kiong.
Begitu Kim-liong-kiam sudah di perolehnya, dia tentu
akan bertindak lagi.
Topeng Tembaga tertawa mengekeh, "Aku adalah
junjungan baru dari Ceng-te-kiong, siapa yang tak
mau taat lagi ?"
Sekalian hadirin yang berkumpul memenuhi titian
tak ada yang buka suara.
Orang itu tertawa gembira, "Setelah menjadi
pemilik baru dari Ceng-te-kiong, yang kusetujui akan
kulepas keluar mengembara ke dunia persilatan untuk
mengangkat nama dan melakukan pekerjaan mulia.
Kalian harus menjaga nama baik-baik."
Mendengar pernyataan itu sekalian hadirin terkejut.
Sekalian anakbuah Ceng-te kiong itu sebagian besar
adalah ketua perguruan silat, ketua perkumpulan silat
dan tokoh-tokoh persilatan yang berkepandaian tinggi.
Mengapa mereka mau masuk ke dalam Ceng-te kiong
adalah karena dengan bernaung dibawah nama Cengte-
kiong akan dapat mempunyai pengaruh didunia
1132 persilatan. Tapi tak terduga, peraturan Ceng-te-kiong
amat keras. Kalau tak mendapat ijin tak boleh
sembarangan meninggalkan Ceng-te-kiong. Sudah
tentu hal itu bertentangan dengan tujuan mereka.
Tetapi sekarang pemilik baru telah mengumumkan
peraturan baru. Ceng-te kiong akan mengadakan
perobahan dalam tata peraturannya. Sudah tentu
mereka menyambut dengan gembira sekali.
Topeng Tembaga memberi isyarat mereka diam lalu
berkata lagi, "Cukup. Kalian boleh bubaran dan
kembali ke tempat masing-masing. Nanti bila tiba
saatnya tentu akan kupanggil."
Sekalian hadirin yang berada di titian segera
berbondong-bondong membubarkan diri dan orang
itupun pelahan lahan berputar tubuh.
"Nah, sekarang secara resmi engkau sudah menjadi
pemilik baru dari Ceng-te-kiong. Lalu mana Kim-liongkiam
itu " Tak seharusnya engkau mengulur waktu
lagi." Rupanya Coh Hen Hong sudah menekan
perasaannya dan mengucap dengan kata-kata yang
penuh kesungkanan.
Orang itu tertawa ngakak, "Selama aku tak pernah
ingkar. Dimana pedang Kim-liong-kiam itu kusimpan,
sekarang akan kuberitahu kepadamu"
"Apakah tidak ada padamu?" teriak Coh Hen Hong
marah. "Tentu saja tidak," sahut orang itu, "Kalau ada
padaku, begitu kuberikan kepadamu, engkau tentu
segera membunuh aku, bukankah begitu"
Coh Hen Hong makin marah, "Bagaimana
maksudmu?"
"Jangan marah," sahut orang itu, "aku tak pernah
menipu orang. Karena sudah mengadakan tukar
menukar dengan engkau, mengapa aku harus ingkar"
Curiga memang tidak baik tetapi berhati hati harus
1133 jangan ditinggalkan. Oleh karena itu aku...........",
Marah Coh Hen Hong bukan kepalang, dia serentak
memaki, "Apa perlunya engkau ngoceh tak karuan
seperti orang berkentut" Mana Kim-liong kiam"
"Pedang itu kutaruh dibawah segunduk batu
berbentuk segitiga runcing, dibawah sebatang pohon
siong tua dalam sebuah lembab yang terletak 7 li di
sebelah timur Ceng-te-kiong. Apabila engkau
mendorong batu besar itu tentu akan mendapat kan
pedang Kim-liong-kiam."
"Aku harus percaya keteranganmu?"
"Engkau harus percaya, karena pedang itu memang
disitu," kata Topeng Tembaga dengan tandas.
Sepasang biji mata Coh Hen Hong tampak berkikat
kilat memancar api, menatap orang itu. Tetapi orang
itu tetap tenang-tenang, katanya, Engkau tak boleh
menyalahkan aku. Engkau telah mengucap sumpah
laknat mengatakan setelah aku menjadi pemilik Cengte-
kiong, kalau engkau masih berani selangkah saja
masuk ke Ceng-te-kiong tentu engkau akan mati di
bawah pedang Kim-liong-kiam. Sekarang kalau
kuberikan pedang itu kepadamu dan engkau terus
membunuh aku, itu tidak menyalahi sumpahmu.
Tetapi kalau engkau sudah tinggalkan Ceng-te-kiong
dan datang hendak membunuh aku, engkau harus
berpikir dua belas kali dulu !"
Amarah Coh Hen Hong pelahan-lahan reda. Dia
menimang-nimang dan merasa tindakan orang
itu memang masuk akal.
"O, ternyata engkau takut kepadaku," ia tertawa
mengejek. Topeng Tembaga tertawa sinis, "Setelah engkau
memperoleh lagi sepasang pedang Ceng-liong kiam,
dalam waktu sebulan engkau tentu tiada yang
menandingi. Bagaimana aku tak takut kepadamu?"
1134 Mendengar kata-kata 'dalam waktu sebulan', Coh
Hen Hong terkejut. Karena dalam waktu satu bulan,
ilmu kepandaian Kwan Beng Cu tentu lebih maju.
Sekalipun ia memiliki sepasang pedang Kim liong-kiam
juga tak berguna.
Maka dia serentak berseru, "Baik, kalau pedang itu
tak dapat kuketemukan, aku tetap akan mencari
engkau !" "Jangan kuatir", Kata orang itu, "aku tak suka
melihatmu lagi."
Tanpa banyak bicara lagi, Coh Hen Hong terus
melesat keluar dan dalam beberapa kejab sudah
lenyap. Dia lari ke arah yang ditunjuk orang aneh di Sekira
7 li di sebelah timur Ceng te-kiong benar juga ia tiba
disebuah lembah kecil. Memang banyak sekali pohon2
yang tumbuh disitu tetapi pohon siong hanya
sebatang. Dan memang betul pula bahwa dibawah
pohon siong itu terdapat segunduk batu besar yang
berbentuk segitiga runcing.
Coh Hen Hong tegang sekali. Selekas tiba dimuka
batu besar itu dia terus mendorong. Begitu batu
terbalik, tampak seberkas sinar emas memancar.
Melihat benda yang memancarkan sinar emas yang
menyilaukan, girang Coh Hen Hong bukan kepalang.
Itulah pedang Kim liong-kiam !
Kuatir kalau dalam saat2 yang menentukan itu akan
terjadi sesuatu yang tak terduga2, cepat Coh Hen
Kong memijak pedang itu lebih dulu setelah itu baru
membungkuk ulurkan tangan memungutnya.
Sebuah suitan panjang yang nyaring segera
menghambur dari mulutnya. Suitan yang
menghamburkan luapan rasa gembira dalam hatinya.
Sambil bersuit dia mencabut pedang Ceng-lengkam
lalu dengan sepasang pedang pusaka itu dia
memainkannya. Sesaat tampak dua buah warna biru
1135 dan kuning emas bergermelapan memancarkan
cahaya yang berkilau-kilauan menyolok pandang
mata. Memang ilmu kepandaian Coh Hen Hong amat sakti.
Apalagi saat itu dia habis menelan kemarahan. Untuk
melampiaskan kesesakan dadanya dia
menghamburkan suitan yang luar biasa nyaringnya
sehingga kumandangnya entah sampai berapa jauh.
Saat itu Pui Tiok yang tengah lari bersama Beng
Cupun mendengar dan serentak berhenti.
"Beng Cu, engkau dengar tidak. Rupanya suitan
dahsyat itu barasal dari Coh Hen Hong," kata Pui Tiok.
Beng Cu mengangguk, "Benar, memang dia. Tetapi
aneh, kalau menilik nada suitan itu rupanya dia
gembira sekali. Ada apakah yang membuatnya
sedemikian gembira itu ?"
Pui Tiok tak tahu apa yang telah terjadi dengan Coh
Hen Hong maka dia menjawab, "Mari kita lihat
mengapa dia begitu gembira !"
Beng Cu mengangguk seraya ayunkan tubuh
melesat ke muka. Pui Tiok gelagapan dan cepat
menyusul. Tetapi saat itu kepandaian Beng Cu jauh
lebih tinggi daripada Pui Tiok. Betapapun Pui Tiok
berusaha hendak mengejar, namun meskipun bermula
hanya ketinggalan dua tiga li tetapi lama kelamaan
Beng Cu makin meninggalkannya.
"Beng Cu, tunggu aku dulu, "akhirnya ia terpaksa
berteriak. Beng Cu berhenti. "Mari kutarikmu supaya dapat
lari bersama-sama !"
Merah muka Pui Tiok. Tetapi teringat bahwa dia
adalah calon suami Beng Cu maka tak apalah kalau
Beng Cu hendak menariknya.
Rupanva Beng Cu tahu akan perasaan Pui Tiok.
Baru dia hendak memberi penjelasan Pui Tiok sudah
1136 ulurkan tangan nya, "Ya, kita lari ber sama-sama
Tetapi tentu akan merepotkan kamu saja.'
Beng Cu menghela napas. "Pui toako, sekarang ini
tubuhku kan tidak menyerupai manusia wajar lagi.
Akulah yang merepotkan engkau !"
"Sudahlah, jangan bicara lagi" teriak Pui Tiok
Beng Cu tertawa lalu menarik tangan Pui Tiok terus
diajak lari. Pui Tiok juga bukan pemuda yang tak
punya pengalaman sama sekali. Tetapi ia benar-benar
tak pernah mengira kalau Beng Cu dapat memiliki ilmu
gin-kang yang sedemikian saktinya.
Tak berapa lama kemudian suitan Coh Hen Hong itu
makin dekat dan setelah melintasi sebuah gunung
mereka melongok ke bawah dan melihat dua buah
cahaya biru dan kuning emas sedang berkelebatan
seperti sepasang bianglala.
Pui Tiok dan Beng Cu serempak berhenti. Untuk
beberapa saat mereka tegak ter-longong2 Mereka
memastikan bahwa sepasang pedang Leng-liong-kiam
dan yang memainkannya itu tentulah Coh Hen Hong
sendiri. Semula Pui Tiok dan Beng Cu hendak mencari suara
yang misterius untuk meminta kembali pedang Kim
liong-kiam. Tetapi kini setelah mengetahui kalau
sepasang pedang itu telah jatuh k e m bali ke tangan
Coh Hen Hong, keduanya seperti dihantam palu
gondam rasanya.
Sepasang pedang Leng-liong-kiam itu makin lama
makin gencar. Pohon2 dalam lembah susul-menyusul
terbabat tumbang, menimbulkan suara gemuruh
dalam lembah. Setengah jam Kemudian barulah Coh hen Hong
hentikan permainannya dan berteriak, "Akulah yang
dipertuan dalam dunia ini!"
Rupanya dia mabuk dalam kegirangan
melantangkan teriakan itu sampai berulang kali.
1137 "Beng Cu, dia mendapat angin," kata Pui Tiok
dengan nada getir.
Beng Cu menghela napas, "Ya, tetapi apa setelah
mendapatkan kedua pedang itu dia . . tentu dapat
mengalahkan aku ?"
"Ya, dia tentu dapat mengalahkan engkau kata Pui
Tiok dalam hati tetapi dia tak mau mengatakan hal itu.
Pui Tiok tahu akan kesaktian sepasang pedang


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Leng-liong-kiam. Bahkan seorang tokoh nomor satu
dalam dunia persilatan seperti Ceng-te juga tak urung
binasa di bawah tabasan sepasang pedang pusaka itu.
Apakah Beng Cu mampu menghadapinya "
"Beng Cu, dalam hal itu berbahaya sekali kalau
hendak mengetahui dengan membuktikan dalam
pertempuran," akhirnya Pui Tiok menghindar.
Saat itu Coh Hen Hong keluar dari lembah dan sekonyong2
Beng Cu berkata, "Pui toako sekarang ginkangku
hebat sekali. Kalau kuikuti dari belakang tentu
dia tak mungkin tahu . . "
Pui Tiok terkejut, "Beng Cu, Jangan. Kalau dia
sampai tahu. . . ."
"Kalau engkau hendak mengetahui apakah setelah
mempunyai sepasang pedang, dia dapat mengalahkan
aku atau tidak, kan harus diuji kebenarannya, cepat
Beng Cu menukas, "tunggulah disini, aku dapat
berhati-hati. . . ."
Sambil berkata Beng Cu terus melesat. Pui Tiok
gopoh hendak menyambar tangannya tetapi sudah
terlambat. Karena tahu kalau tak mungkin dapat mengejar, Pui
Tiok hanya berteriak, "Beng Cu lekas kembali!"
Tetapi Beng Cu tak mau berhenti dan melainkan
berseru, "Tunggulah aku disini, jangan kemana mana
Aku tentu kembali lagi. Jangan kuatir!"
1138 Dan Beng Cu sudah jauh sekali. Ketika Pui Tiok
melongok ke bawah, dilihatnya di belakang Coh Hen
Hong bertambah sesosok bayangan.
Coh Hen Hong sedang muncul dari lembab kecil dan
Pui Tiok melongok dari tempat yang tinggi di sebelah
atas maka dia dapat melihat jelas. Waktu bayangan
itu muncul mengikuti di belakang Coh Hen Hong
ternyata jaraknya hanya satu meter. Dan ternyata Coh
Hen Hong seperti tak merasa.
Pui Tiok mengawasi adegan itu dengan tegang.
Setelah kedua orang itu lenyap barulah Pui Tiok
terpaksa duduk lagi. Tetapi baru duduk dia berdiri lagi.
Tindakan Beng Cu yang begitu berani membuatnya
duduk berdiri serba gelisah.
Beberapa saat kemudian dia banting2 kaki dan
terus hendak menyusul. Tetapi pada lain saat dia
kuatir kalau Beng Cu datang dan tak
mendapatkannya. Maka dia lalu gunakan pedang
menggurat beberapa tulisan pada batu besar,
menerangkan kalau dia juga menyusul. Setelah itu
baru dia lari turun gunung.
Memang saat itu Beng Cu tengah membayangi di
belakang Coh Hen Hong. Gerakan lubuhnya benarbenar
seperti asap yang tak menimbulkan suara sama
sekali Betapapun tinggi kepandaian Coh Hen Hong
tetapi tak merasa kalau dirinya dibayangi.
Memang saat itu Coh Hen Hong sedang kegirangan
setengah mati. Tak henti-hentinya ia bersuit. Beng Cu
pun memberanikan diri untuk lebih mendekat. Dia
hanya terpisah setengah meter dibelakang tetapi Coh
Hen Hong tetap tak merasa.
Waktu berada begitu dekat di belakang Beng Cu
juga tegang. Berulang kali dia hendak menghantam
tetapi ia kuatir kalau bergerak tentu akan
menimbulkan kesiur angin dan suara.
1139 Di samping itu walaupun dia bermusuhan dengan
Coh Hen Hong tetapi menyerang dari belakang itu
suatu perbuatan hina yang tak disukainya
Demikianlah dengan melayang-layang laksana
bayangan Beng Cu tetap membayangi dibelakang Coh
Hen Hong. Lebih kurang berlari 5-6 li Coh Hen Hong
menyarungkan pula sepasang pedangnya.
Sepasang pedang pandak itu diselipkan pada
pinggang dan Beng Cu melihat tangkainya
berguncang-guncang seperti melonjak-lonjak ke atas.
Diam-diam Beng Cu berpikir kalau dia dapat melesat
dekat di belakangnya maka nanti pada saat yang tak
tarduga-duga dia akan mencabut tangkai pedang itu.
Membayangkan rencana itu teganglah hati Beng Cu.
Dia lalu mengempos semangat dan menghimpun
napas agar tubuhnya jangan meninggalkan suara,
setelah itu dia mulai pelahan-lahan maju mendekati.
Jarak makin dekat, Beng Cu makin tegang. Dan
ketika hanya terpisah sejengkal jari tangan dari tubuh
Coh Hen Hong sehingga kalau pakaian Coh Hen Hong
berkibar tertiup angin tentu dapat menampar
kepadanya maka Beng Cu siap2 akan turun tangan.
Pelahan lahan dia ulurkan tangan hendak
menyentuh tangkai. Pada saat tangan humpir
membentur tangkai tiba-tiba Coh Hen Hong juga
memegang tangkai pedangnya.
Bukan karena Coh Hen Hong tahu kalau Beng Cu
hendak 'mencopet' pedangnya melainkan karena dia
tak mau kehilangan pedang pusaka itu lagi maka
setiap saat dia tentu merabanya, apa kah masih tetap
di pinggang atau hilang. Dan saat itu dia memang
hendak mencabut pedang itu hendak dimainkan lagi.
Adegan yang lucu terjadi. Ketika meraba tangkai,
ternyata tangan Beng Cu lebih dulu masuk, Coh Hen
Hong bukan meraba tangkai melainkan merasa telah
1140 menyentuh sebuah benda yang dingin seperti tangan
orang mati. Coh Hen Hong serasa terbang semangatnya.
Dengan memekik seperti setan kesiangan dia terus
ayunkan tubuh ke samping, bum. . . . karena
gopohnya melesat ke samping dia telah membentur
sebatang pohon siong yang batangnya sebesar lengan
orang. Kalau orang lain tentu akan remuk atau paling tidak
kelenger karena menabrak pohon sekeras2nya. Tetapi
tenaga dalam Coh Hen Hong memang sakti sekali.
Bukan dia yang remuk tetapi pohon itu yang tumbang.
Dan menabrak itu tidak menyebabkan tubuh Coh Hen
Hong berhenti tetapi tetap melaju sampai dua tiga
tombak baru berhenti.
Secepat berhenti secepat itu dia segera mencabut
sepasang pedang. Tetapi dia tidak serentak mencabut
melainkan lebih dulu menyelentik agar apabila tangan
dingin tadi masih melekat pada tangkai pedangnya
tentu akan termakan.
Tring, tring. . . . ternyata selentikannya itu hanya
mengenai batang pedang. Dan karena tenaga
selentikan itu hebat sekali maka tangkai pedang itu
sampai melonjak keatas dan memperdengarkan
bunyi yang nyaring melengking. Setelah tahu kalau
tangan dingin tadi tak ada barulah lega hati Coh Hen
Hong. Cring, cring ........ serentak dia mencabut
sepasang pedangnya dan berputar tubuh sambil
membentak, "Siapa !" Tetapi yang tampak hanya
gunduk2 batu kerucut yang berjajar-jajar di sebelah
sana. Tak ada bayangan orang sama sekali.
Dia menghela napas longgar. Dia yakin bahwa tadi
dia memang meraba tangan dingin. Kalau tangan
dingin itu lenyap tentulah orangnya sudah melesat
menyembunyikan diri.
1141 Dia terus melesat setombak kemuka dinding karang
lalu berputar tubuh dan menempelkan punggung
kebatu karang dan memandang ke sekeliling Dia tak
henti-hentinya berpikir, siapakah orang yang
bertangan seperti es tadi. Orang itu luar biasa ilmu
ginkangnya. Membayangi dibelakangnya begitu dekat
tetapi dia tak merasa sama sekali.
Apakah dia . . . berpikir sampai disitu Coh Hen Hong
terbeliak dan marah. Ternyata dugaan nya tidak jatuh
pada Beng Cu melainkan pada orang misterius atau
Topeng Tembaga yang sekarang menjadi pemilik
istana Ceng-te-kiong.
"Hmt hebat sekali ginkangmu. ya " Tetap sayang
perbuatanmu seperti setan yang main sembunyi"
geramnya. Memang saat itu Beng Cu sudah sembunyi diatas
pohon yang rindang, tak jauh dari tempat Coh Hen
Hong. Sekalipun Coh Hen Hong memandang ke atas
juga tak mudah untuk melihatnya
Adegan tadi bukan saja Coh Hen Hong sendiri yang
kaget, melainpun Beng Cupun juga terkejut sekali,
ketika tangannya dijamah tangan Coh Hen Hong.
Begitu Coh Hen Hong melesat kemuka, Beng Cupun
melambung ke atas pohon, dua tiga tombak diatas
tempat Coh Hen Hong.
Dia dapat mendengar desah desuh Coh Hen Hong.
Dia terkesiap. Apakah Coh Hen Hong tahu kalau
dirinya dibayangi dari belakang "
Tengah dia menimang-nimang tiba-tiba terdengar
Coh Hen Hong berkata pula, "Jangan engkau berhati
hitam, setelah mengambil Kim-liong-kiam dan kutukar
istana Ceng-te-kiong terus hendak bertindak licik mau
mencuri pedang Kim-liong-kiam lagi !"
Sudah tentu Beng Cu terkejut mendengar ocehan
itu, pikirnya, "Jelas itu bukan ditujukan kepadaku. Dia
1142 tentu tak tahu siapa yang membayangi dibelakangnya
tadi." Setelah dua kali Coh Hen Hong mengoceh tak ada
yang menyahut, dia makin yakin kalau yang berbuat
tadi tentulah si orang misterius atau Topeng Tembaga.
"Aku belum mencari, engkau sendiri sudah cari
penyakit, heh, heh, engkau telah menghina suatu
rumah perguruan !" dia tertawa dingin. Beng Cu diam
tak bersuara. "Karena engkau tidak jujur, jangan
sesalkan aku kalau tidak mentaati perjanjian. Aku
hendak merebut kembali Ceng-te-kiong !"
Beng Cu makin tak mengerti. Tetapi dia tahu kalau
Coh Hen Hong salah sangka. Coh Hen Hong
menyangka kalau lain orang yang membayangi
dibelakangnya. Karena tak mendapat jawaban, Coh Hen Hong
berkata lagi, "Engkaulah yang lebih dulu cari perkara
kepadaku. Sumpah yang kuikrarkanpun batal. Kalau
sekarang engkau tak mau unjuk diri, juga tak apa.
Tunggu nanti setelah aku datang ke Ceng te-kiong
masa engkau tak mau unjuk diri"
Memang setelah mendapat Kim-liong-kiam,
pertama kali yang direncanakan Coh Hen Hong yalah
hendak merebut kembali Ceng-te-kiong. Tetapi dia
masih gentar akan sumpah berdarahnya. Sekarang dia
mempunyai alasan kuat untuk merobek-robek sumpah
itu dan akan langsung menuju ke Ceng-te-kiong.
Sudah tentu dia gembira sekali. Sambil lari dia
melantangkan suitan yang nyaring.
Kali ini dia sangat berhati-hati. Sambil berlari tak
henti-hentinya dia berpaling ke belakang. Dalam
keadaan seperti itu betapapun sakti ginkang Beng Cu
tetapi juga tak berdaya lagi untuk membayangi di
belakangnya. Terpaksa Beng Cu tak melanjutkan tindakannya
membayangi Coh Hen Hong. Itu bukan berarti dia
1143 melepaskan Coh Hen Hong melainkan karena dia baru
tahu bahwa Coh Hen Hong telah menukar pedang
Kim-liong-kiam dengan istana Ceng-te-kiong.
Sekarang Coh Hen Hong hendak kembali ke Ceng-te
kiong untuk merebutnya kembali.
Dengan begitu Beng Cu tak perlu membayanginya
lagi. Asal dia juga menuju ke Ceng-te-kiong tentulah
dia dapat bertemu Coh-Hen-Hong. Dan juga dia ingin
tahu siapa yang telah menjadi pemilik baru dari
Ceng-te-kiong yang sekarang ini.
Setelah Coh Hen Hong lenyap, diapun lalu melayang
turun ke bawah dan menuju ke lembah tempat istana
Ceng-te-kiong didirikan.
Sebelum memasuki lembah dia sudah mendengar
suara lantang dari Coh Hen Hong yang memaki maki,
"Kentut! Pemilik baru apa" Akulah pemilik istana dan
yang dipertuan disini!"
Dan menyusul tampak sinar pedang memancar.
Dua buah jeritan ngeri terdengar. Jelas tentu ada dua
anak buah Ceng-te-kiong yang telah mati diganas
sepasang pedang Leng-liong-kiam.
Beng Cu sejenak berhenti. Setelah sinar pedang
lenyap baru dia lanjutkan langkah lari melintasi
lembah. Tampak di luar lembah sempit yang panjang itu
berlutut enam orang, menghadap Coh Hen Hong.
Coh Hen Hong dengan ganas membentak, "Apakah
kalian tak kenal lagi dengan aku ?"
Ada salah seorang yang bernyali besar,
memberanikan diri barkata, "Harap jangan
menyalahkan kami. Adalah engkau sendiri yang
mengatakan babwa engkau tak menjadi pemilik Cengte-
kiong lagi ..."
Sebelum orang itu selesai bicara, Coh Hen Hong
cepat ayunkan kaki menendangnya. Rupanya orang
itu tahu gelagat jelek terus lari. Tetapi Sambil lari dia
1144 berani melepaskan beberapa batang hui-to ke arah
Coh Hen Hong. Kalau dia hanya lari dan tidak menaburkan hui-to
mungkin dia masih hidup. Tetapi begitu ia melepaskan
hui-to, Coh Hen Hong tertawa ngakak sekali kebutkan


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lengan baju, segulung tenaga dahsyat mendampar
dan kelima batang hui-to itu melayang balik, cret,
cret, cret . . orang yang sedang melayang diudara tadi
tak dapat berdaya ketika kelima batang hui-tonya
sendiri memakan tubuhnya, bum . . . dia meluncur
jatuh ke tanah dan tak berkutik untuk selama
lamanya. "Kongcu, kami tak ikut campur", beberapa orang itu
pucat dan gemetar.
"Benar, memang kalian tak tersangkut. Dia
sekarang dimana ?" seru Coh Hen Hong.
"Kami juga tak tahu. Dia . . dia . . "
Sebelum mereka menyelesaikan kata-katanya.
Tiba-tiba dari pintu besar terdengar suara yang seram,
aku disini. Ternyata engkau datang lagi, apa tak takut
pada sumpahmu ?"
Coh Hen Hong mengangkat kepala. Tampak pintu
besar, pelahan-lahan terbuka dan laksana daun kering
melayanglah sebuah tubuh tinggi besar, mengenakan
jubah biru. Kepalanya tetap mengenakan topeng
tembaga. Mendengar begitu mengucap orang itu
mengingatkan tentang sumpahnya, tergetarlah hati
Coh hen Hong. Tetapi ia lantas kencangkan nyali dan
berseru, "Hm, jangan salahkan aku. Siapa suruh
engkau berbuat licik kepadaku ?"
"Engkau melihat setan barangkali", seru orang itu,
"selangkahpun aku tak meninggalkan istana ini.
Bagaimana engkau menuduh aku hendak mencelakai
engkau secara diam-diam ?"
1145 "Apa engkau masih menyangkal?" seru Coh he
Hong dengan sarat, "ditengah jalan kedua tanganmu
menjamah pedangku. Yang hendak mencuri
pedangku, bukankah engkau?"
"Pergi! Lekas engkau enyah dari sini," teriak orang
itu dengan keras, "jangan sampai engkau terkutuk
dengan sumpahmu. Kalau aku hendak mencuri
sepasang pedangmu, perlu apa harus rnemberitahu
tempat dimana Kim-liong-kiam tersimpan. Engkau
benar-benar melihat hantu!"
Kata-kata orang itu membuat Coh Hen Hong
tergetar. Tetapi dengan mengertek gigi dia kokohkan
tekatnya. Kalau toh sudah datang kesitu, mengapa dia
takut gertakan orang tentang sumpah itu"
Coh Hen Hong tertawa panjang dan aneh "Engkau
berikan pedang Kim-liong kiam kepadaku merupakan
kesalahan besar!"
Dan pada saat ia mengucap kata "kesalahan besar,"
tubuhnya sudah melesat menerjang. Sepasang sinar
biru dan emaspun berhamburan laksana gelombang
mendampar. Tetapi orang itu juga tangkas sekali. Pada saat
tubuh Coh Hen Hong bergerak, orang itupun sudah
loncat ke belakang dan bum. . . pintupun tertutup.
Tetapi Coh Hen Hong sudah seperti orang
kerasukan setan. Dia enjot tubuh keatas, melampaui
tembok pintu dan melayang turun masuk.
"Hai, hendak lari kemana engkau !" teriak Coh Hen
Hong ketika melihat orang itu masih belum dapat
keluar dari ruang itu. Sekali enjot tubuh lagi dia
segera membabat dengan sepasang pedang nya.
Sret . . . ujung lengan baju orang itu terpapas
tetapi orangnya masih dapat menghindar.
Tabasan pertama luput, Coh Hen Hong cepat
menahas lagi. Kali ini untuk menghindar, orang itu
1146 membuang tubuhnya bergelundungan dilantai lalu
melenting bangun.
Brak . . . karena dia gugup sekali membuang tubuh,
topengnya sampai jatuh.
Walaupun dua kali tabasannya luput tetapi Coh Hen
Hong sudah mendapat angin. Semangatnya menyala
dan setelah menghimpun tenaga-murni dia terus
hendak menyergap lagi. Tetapi pada saat itu lawan
sudah melenting dan sudah loncat keluar.
Pada saat itu Coh Hen Hong yang siap menerjang,
sedang memandang lawan. Begitu melihat wajah
orang yang sudah tak mengenakan topeng, dia seperti
disambar geledek kejutnya sehingga ia tertegun dan
tak bergerak menyerang. Mengapa"
Coh Hen Hong hampir tak percaya pada pandang
matanya sendiri. Orang itu tak lain adalah Ceng-te
sendiri. Benar-benar suatu hal yang tak mungkin dapat
dipercaya. Ceng-te sudah mati dibawah tebasan
sepasang pedang Leng-liong-kiam. Tetapi mengapa
kini yang loncat dimuka Coh Hen Hong itu Ceng-te
sendiri. Sesaat Coh Hen Hong tegak seperti patung, Pedang
yang sudah diangkat tak diayunkan. Tetapi ketika
orang itu loncat, tiba-tiba dia balikkan tangan dan
menusuk dengan pedangnya ke tenggorokan Coh Hen
Hong. Serangan itu luar biasa cepatnya. Pada saat mata
Con Hen Hong silau dengan sinar pedang dan hendak
menangkis ternyata sudah tak keburu lagi. Dalam
kesempatan yang terdesak, dia mengangkat pedang
seraya mengendapkan tubuhnya ke bawah.
Cret.. . ujung pedang yang hendak menusuk
tenggorokan terpaksa mendapat lain sasaran.
Seketika Coh Hen Hong rasakan pipinya telah
tertembus ujung pedang. Dia tak sempat meraba
1147 lukanya karena dengan cepat sekali dia sudah
tebaskan sepasang pedangnya ke pedang lawan,
trinng g. . . pedang o-rang itupun tertebas kuntung
jadi tiga. Tangan orang itu hanya mencekal sisa kuntungan
pedang. Cepat dia taburkan kutungan pedang kearah
Coh Hen Hong, terus loncat melampaui kepala Coh
Hen Hong. Waktu berhasil membabat kutung pedang lawan
dan orang itu hendak menaburkan kutungan
pedangnya, Coh Hen Hong mengira orang itu tentu
akan mundur. Siapa tahu perhitungannya keliru Lawan
bukan mundur kebalikannya malah loncat maju.
Dengan begitu tusukan sepasang pedangnya pun
menemui tempat kosong.
Coh Hen Hong cepat menarik kembali pedangnya
dan berputar diri. Tetapi orang itu sudah melayang
beberapa tombak jauhnya. Coh Hen Hong
menggerung dan terus mengejar.
Tetapi tiba di ruang dalam istana, mengejar ke
seluruh lorong yang berliku-liku, ternyata orang itu
sudah lenyap. Coh Hen Hong berhenti dan meraba pipinya.
Ternyata pipinya berdarah dan terluka cukup dalam.
Dia marah sekali dan memekik sekeras-kerasnya
seperti singa betina kehilangan anak. Dia mengharap
orang itu muncul tetapi sampai kerongkongannya
serasa kering, orang itu tetap tak muncul lagi.
Coh Hen Hong tenangkan diri. Teringat kalau orang
itu mirip dengan Ceng-te mau tak mau dia termangu
mangu juga. Siapakah dia" Benarkah dia itu Ceng-te
yang masih hidup "
Dia merasa kalau kepandaiannya lebih sakti dari
orang itu tetapi mau tak mau dia terpengaruh juga
dengan kejadian itu. Untuk beberapa saat dia tegak
1148 seperti patung dan tak tahu apa yang harus
dilakukannya. Kalau Coh Hen Hong termangu, adalah Beng Cu
yang bersembunyi diatas tiang penglari gedung telah
menyaksikan kejadian itu semua. Diam-diam dia
tergetar juga menyaksikan ilmu pedang Leng-hong
kiam yang begitu dahsyat.
Dia menimang sendiri. Kalau dia bertempur dengan
Coh Hen Hong dan mampu meloloskan diri seperti
orang tadi, dia merasa sukar juga.
Tadi dia begitu terpesona menyaksikan permainan
sepasang pedang Leng-liong-kiam sehingga dia tak
sempat memikirkan siapakah orang yang wajahnya
begitu mirip dengan Ceng-te itu.
Beberapa saat kemudian dia mendengar Coh Hen
Hong menghela napas panjang, setelah itu lalu bersuit
panjang dan terus melesat keluar.
Saat itu perasaan Beng Cu berat sekali karena
merasa kalau tak dapat mengalahkan Coh Hen Hong
Waktu Coh Hen Hong pergi, dia masih tetap
mendekam diatas penglari, mencari akal untuk
mengatur rencana,
Tak berapa lama terdengar genta bertalu tanda
berkumpul. Dan beberapa saat kemudian terdengar
suara Coh Hen Hong melantang nyaring.
"Hai, kalian lekas pecah diri menjadi dua
rombongan. Rombongan kesatu menggeledah istana
untuk mencari orang bertopeng itu. Orang itu
wajahnya mirip dengan almarhum Ceng-te. Sedang
rombongan kedua pergi ke gunung untuk mencari
seorang nona yang mirip tengkorak. Dia kebanyakan
selalu bersama dengan Pui Tiok. Begitu menemukan
mereka, lekas kirim pertandaan. Kalian yang berada di
istana kalau ketemu dengan orang bertopeng itu,
jangan turun tangan tetapi harus kirim pertandaan"
1149 Suara menggelegar bergemuruh menyambut
perintah Coh Hen Hong.
Beng Cu hanya dapat menghela napas menyaksikan
kesemua itu. Dia merasa tak dapat mengalahkan Coh
Hen Hong sehingga dia seperti lunglai tak
bersemangat lagi.
Kecuali mencuri pedang Leng-liong-kiam, Beng Cu
merasa tak dapat melawan Coh Hen Hong. Tapi
kepandaian Coh Hen Hong memang hebat. Siapa yang
dapat merebut pedangnya"
Tengah Beng Cu masih termangu-mangu
mencari akal tiba-tiba dari arah tak berapa jauh
terdengar suara orang berkata, "Apakah yang engkau
lamunkan" Dia memang menginginkan kita
kelabakan tak berdaya. Engkau dengar tidak?"
Cepat Beng Cu berpaling kearah suara itu. Tampak
sesosok bayangan berkelebat dihadapannya dan tahutahu
sesosok manusia hinggap diatas tiang penglari
memandang lekat pada Beng Cu.
Beng Cu tercengang Sesaat dia melihat Ceng te
hidup kembali. Tetapi cepat dia tenangkan diri. Dia
teringat orang itu tentulah orang yang dikatakan Coh
Hen Hong tadi. "Engkau. . . engkau siapa?" tegurnya pelahan.
"Aku adalah pemilik Ceng-te-kiong," sahut Orang
itu. Teringat bagaimana tadi dia pontang-panting
menghindari dari sergapan pandang mata Coh Hen
Hong dia tertawa sendiri.
"Engkau mengaku sebagai pemilik Ceng-te-kiong,
lalu apa gunanya?" katanya Sesaat kemudian.
"Aku memang pemilik Ceng-te kiong," sahut orang
itu dengan tandas, "hanya aku yang berhak menjadi
pemilik istana ini. Aku adalah adik lelaki Ceng-te.
Setelah Ceng-re meninggal, bukankah selayaknya
kalau istana ini jatuh kepadaku?"
1150 Beng Cu terkesiap. Kalau orang itu adik lelaki Cengte,
berarti masih cek-kong atau paman kakeknya.
Seharusnya dia memanggil dengan sebutan cek-kong.
Tetapi untuk sementara dia tak mau menyebut
begitu. "Kepandaianmu kalah dengan dia, bagaimana
engkau mampu menjadi pemilik Ceng-te-kiong?"
tanyanya. Orang itu tertawa pelahan, "Kepandaianmu juga
kalah dengan dia. Engkaupun tak mungkin dapat
menjadi pemilik Ceng-te-kiong."
Beng Cu menghela napas panjang, "Engkau keliru!
Akupun memang tak pernah mengandung Keinginan
untuk menjadi pemilik Ceng-te-kiong. Aku hanya
hendak menuntut balas atas Kematian engkongku.
Dan supaya dia jangan sampai mampu mencelakai
kita." "Benarkah itu?" mata orang itu berkilat-kilat
menatap Beng Cu. "SUngguh!"
Tetapi rupanya orang itu masih belum percaya
katanya pula, "Engkau hanya menginginkan hendak
melenyapkannya" Setelah dia lenyap lalu engkau
hendak ke mana?"
Beng Cu tertawa getir, "Dunia begini luas, manakah
yang tak kita tinggali. Tetapi tempat tinggal Pui toako
di Peh-hoa-nia, sekalipun tak semewah Ceng-te-kiong,
juga merupakan sebuah indraloka dalam dunia!"
Rahasia Pesan Serigala 1 Pendekar Slebor 34 Bunga Neraka Pukulan Naga Sakti 6
^