Pencarian

Bila Pedang Berbunga Dendam 15

Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong Bagian 15


Wajah orang yang dingin tiba-tiba memancar seri
tawa, "Ah, bagus. Kalau aku dan engkau bersatu
untuk membasminya, setelah berhasil istana ini akan
menjadi milikku dan engkau jangan mengandung
pikiran yang tidak baik, maukah engkau?"
Memang Beng Cu tak punya keinginan memiliki
Ceng-te-kiong. Dia sudah tak menginginkan lagi
lelakon yang lampau dimana Coh Hen Hong selalu
hendak mencelakainya saja. Dia menginginkan
1151 kehidupan yang tenang dan bahagia disamping Pui
Tiok, Maka diapun cepat mengangguk, "Tentu, jangan
kuatir. Tetapi apakah engkau mempunyai daya untuk
melaksanakan rencana itu?"
"Lebih dulu engkau harus mengangkat sumpah
berat," kata orang itu, "ah, tetapi apa guna sumpah
itu" Toh Coh Hen Hong yang sudah bersumpah begitu
berat, akhirnya setelah mendapatkan pedang Kimliong-
kiam juga melanggar sumpah dan hendak
membunuh aku....."
Kata-kata terakhir orang itu seperti suatu keluhan.
Mendengar itu Beng Cu tertawa mengejek, "itu
salahmu sendiri. Siapa suruh engkau menyerahkan
pedang Kim-liong-kiam kepadanya" Kalau engkau
berikan pedang itu kepadaku, mungkin aku tak takut
kepadanya!"
Orang itu deliki mata, "Mana kutahu kalau dia
manusia macam begitu" Hai, dan bagaimana kutahu
kalau engkau bukan manusia macam begitu?"
Beng Cu terkesiap, "Memang benar. Siapakah yang
tahu isi hati orang" Dalam laut dapat diduga, tetapi
hati orang siapa tahu. Tetapi engkau harus percaya
kepadaku. Kalau tidak lalu apa lagi dayamu
sekarang?"
Waktu mendengar Beng Cu berkata, orang itu
hanya tertawa meringis. Setelah Beng Cu selesai
bicara baru dia berkata, "Apabila dapat melenyapkan
dan engkau benar tak menginginkan Ceng-te-kiong
aku dapat memberi petunjuk kepadamu.
Beng Cu tertawa hambar, "Tadi aku kan sudah
mengatakan. Di dunia ini sebenarnya tak ada orang
yang dapat dipercaya. Engkau tak perlu percaya.
Tetapi kalau engkau mau bicara, katakan saja
bagaimana!"
1152 Kata-kata Beng Cu membuat orang itu tertegun
beberapa jenak. Kemudian dia membuka mulut, "Ah
terpaksa harus begitu, bukan ?"
"Mengapa engkau tanya kepadaku ?"
Kembali orang itu terkesiap. Tiba-tiba dia berseru,
"Mari, ikut aku !"
Sambil berseru dia terus menyambar tangan Beng
Cu. Dia bergerak cepat sekali tetapi ternyata Beng Cu
lebih cepat lagi. Dia menarik tangan orang itu hanya
menyambar angin. Orang itu tertegun tetapi pada lain
saat tertawa, "Bagus, kita sama-sama tidak saling
mempercayai !"
"Ya," sahut Beng Cu, "tetapi engkau harus kasih
tahu tentang cara itu kepadaku. Rasanya di dunia ini
hanya aku seorang yang memiliki kemungkinan dapat
menundukkan Coh Hen Hong. Betul tidak ?"
Dengan rasa segan orang itu menghela napas
gumamnya. "Ya, memang, Sekarang ikutlah aku Habis
berkata dia terus melesat dan melayang turun ke
samping. Walaupun tubuhnya tinggi besar tetapi
ternyata gerak layangnya seringan daun kering gugur
ke tanah. Sedikitpun tak bersuara. Dan bukan saja
meluncur lurus tetapi dapat membilukkan arah ke
samping sampai lima enam tombak iauhnya.
Melihat itu diam-diam Beng Cu memuji. Iapun
segera menyusul.
Diam-diam Beng Cu menimang-nimang. Menilik
ilmu gin-kang orang itu begitu sakti, tentulah ilmusilatnya
juga hebat. Hal itu dapat dibuktikan
Bagaimana tadi dia mampu meloloskan diri dari
serangan sepasang pedang Leng-liong-kiam.
Tetapi mengapa orang itu tidak mau menghadapi
Coh Hen Hong sendiri dan hanya memberitahu
caranya kepadanya (Beng Cu). Sambil merenungkan
hal itu Beng Cupun sudah tiba di bawah dan terus
melesat mengikuti orang itu.
1153 Tampaknya orang itu faham sekali dengan keadaan
dalam istana Ceng-te-kiong Tak berapa lama, tibalah
keduanya di sebuah ruangan yang ternyata sebuah
ruangan tidur. Indahnya bukan buatan. Sebuah
ranjang mewah yang keempat kakinya terbuat dari
gading yang diukir indah sekali pada langit-langit
ranjang penuh ditabur dengan ratna mutu manikam
warna warni. Orang itu berhenti dan berkata, "Inilah kamar tidur
kakandaku semasa hidupnya. Setelah membunuh
kakandaku, rupanya Coh Hen Hong ketakutan dan tak
berani datang kemari."
Sejenak berhenti dia melanjutkan lagi "Pertama
melihat wajahku, dia kaget sekali. Ai, sayang sekali
ilmu pedangku tak becus sehingga itu tak dapat
menusuknya mati. Tetapi tak apa. Bagaimanapun aku
telah dapat menusuk pipinya, ha ha, yang mampu
menusuknya rasanya dalam dunia ini hanya aku
seorang saja, ha, ha, ha. . . . Mendengar itu Beng Cu
terkejut. Ih, apa katamu?"
Orang itu terkesiap. Wajahnya agak gugup "Ah,
tidak apa.. . apa. Aku hanya mengatakan untuk
menusuknya rasanya di dunia ini sukar dicari orang
yang mampu melakukan."
Tetapi Beng Cu tak mau melepaskan dan
mendesak, "Tidak, engkau tadi mengatakan kalau di
dunia ini hanya engkau Seorang yang mampu
menusuknya."
Orang itu goyang2kan tangan dan berkata dengan
kurang senang, "Ya, memang aku mengatakan begitu,
lalu bagaimana.....
Tiba-tiba dia melesat ke muka dan menekan pintu,
Serentak terdengar bunyi bergedebuk. Orang itu cepat
membuka pintu, sesosok tubuh melesat pada daun
pintu. Dia berkeroncalan meronta-ronta hendak
melepaskan punggungnya yang melekat pada pintu
1154 tetapi tak dapat.
Tentulah tadi ada orang yang kebetulan lewat di
muka kamar itu. Adik Ceng-te terus melekatkan
satu tangannya ke pintu. Setiup tenaga-dalam
menghembus ke luar dan menyedot tubuh orang itu.
Sungguh hebat ! Demikian Beng Cu memuji dalam
hati. Dia tak tahu ilmu apakah yang sedemikian
anehnya itu. Dia belum pernah mendengar kalau
orang menceritakan bahwa dalam dunia persilatan
memang terdapat ilmu seaneh dan sehebat itu.
Adik Ceng-te menarik tubuh orang itu kedalam
kamar dan plak . . . sekali tampar orang itu terus
lunglai dan ngelumpruk ke lantai.
Adik Ceng-te lalu melongok ke luar kamar. Setelah
melihat tak ada orang lagi baru dia menutup pintu dan
melanjutkan kata-katanya, "Aku memang mengatakan
begitu lalu apakah engkau merasa ada sesuatu yang
tak menyenangkan hatimu ?"
Berkata Beug Cu dengan dingin2, "Kalau menurut
omonganmu itu lalu aku juga tak mampu melukai Coh
Hen Hong, bukan " Kalau begitu bagaimana aku dapat
membasminya ?"
Adik Ceng-te tertawa mengekeh, "Omong kosong .
Apakah engkau tak mampu menghabisinya dengan
pukulan tangan kosong " Orang ini." katanya sambil
menunjuk pada mayat yang menggeletak di lantai,
"apakah aku tadi menggunakan pedang " Kan hanya
memakai pukulan saja."
Sesaat Beng Cu tak dapat menjawab. Tetapi dia
tahu bahwa orang itu hanya ingin menang dalam
perbantahan saja maka Beng Cu pun tak mau banyak
bicara lagi tetapi diam-diam dia mendapat kesan
bahwa tak seharusnya dia percaya kepada orang.
1155 Beberapa saat kemudian baru dia berkata, "Baik,
bilanglah bagaimana aku baru dapat mengalahkannya
?" Adik Ceng-te berbisik-bisik, "Tahukah engkau
bahwa sekarang ini engkau sudah memiliki apa yang
disebut Ban-kip-put-hoay ?"
"Aku tak tahu," sahut Beng Cu.
"Dengarkan," kata adik Ceng-te lalu menceritakan
tentang hal ilmu Ban kip-put-hoay yang telah
diperoleh Beng Cu setelah mengalami penempaan
yang penuh derita.
Mendengar itu girang Beng Cu bukan kepalang,
serunya, "Tetapi engkau belum mengatakan cara itu
kepadaku !"
Tiba-tiba orang itu membalikkan tangan dan
memutar sebatang kaki ranjang. Dari situ ia
mengambil sebuah buku kecil yang terbungkus
dengan sutera. Dibukanya bungkusan sutra itu dan ternyata buku
itu penuh berisi dengan berbagai macam gambar.
Buku itu diberi judul tulisan "Thian-he-te-kin-nahwat
atau Ilmu-merebut-senjata-nomor satu di dunia.
'Nah, sudah melihat atau belum" Apabila engkau
dapat menguasai ke 13 jurus ilmu Kim-na-hwat dalam
buku ini, engkau tentu mampu merebut sepasang
pedang Leng-liong-kiam dari tangan Coh Hen Hong!"
Beng Cu girang sekali dan terus hendak mengambil
buku kecil itu tetapi orang itu cepat menarik buku itu,
"Tetapi sekarang masih belum waktunya. Tenagasaktimu
masih belum cukup tinggi, jangankan tiga
belas, sedang satupun engkau nanti tak mampu
menguasainya."
Kalau begitu apakah engkau tidak omong kosong
saja?" Beng Cu terkejut.
'Sudah tentu aku tak membual," sahut adik Cengte,
"setelah engkau memiliki ilmu Ban-kip-put hoay
1156 setiap engkau membunuh seorang lawan, kepandaian
orang itu akan masuk ke dalam tubuhmu. Anak buah
istana Ceng-te kiong semua rata2 adalah jago-jago
kelas satu. Menurut rencanaku, kalau dalam dua
puluh hari engkau mampu membunuh 16 jago saja,
tenaga-saktimu tentu takkan ada yang menandingi
lagi. Untuk mempelajari ke 13 jurus ilmu Kin-na-hwat
itu tentu mudah dan engkau pasti dapat
mengalahkan Coh Hen Hong !"
Memang Beng Cu benci setengah mati kepada Coh
Hen Hong tetapi dia sendiri sebenarnya bukan seorang
nona yang berhati ganas.
Mendengar adik Ceng-te mengatakan kalau dalam
waktu duapuluh hari dia harus membunuh enambelas
orang baru tenaga saktinya bertambah sakti dan
takkan ada manusia yang mampu menandinginya lagi,
namun naluri kewanitaannya menggigil ngeri juga.
"Mengapa harus begitu ?" serunya tergetar,
"Mengapa tidak harus begitu ?" balas adik Ceng-te.
"jago-jago itu adalah anak buah Ceng-te-kiong semua.
Kalau mereka mati, yang rugi Ceng te-kiong. Aku
sebagai pemilik Ceng-te-kiong mengatakan hal itu tak
apa-apa, mengapa engkau mengatakan hal itu tentu
ada apa-apa ?"
Beng Cu gelengkan kepala, "Tetapi aku tak
bermusuhan dengan mereka mengapa aku harus
bertindak begitu ganas ?"
"Fui," desuh adik Ceng-te. "mengapa engkau masih
mengatakan tak bemusuhan". Mereka mendapat
perintah Coh Hen Hong untuk mencarimu, begitu
ketemu, apakah mereka mau melepaskan engkau"
Apabila kepandaian mereka lebih tinggi dari kamu",
apakah kamu dapat lolos dari tangan mereka"
Memang nalar juga kata-kata adik Ceng-te itu.
Tetapi sifat seseorang tak mungkin dapat dirobah
hanya dengan beberapa patah kata saja.
1157 Beng Cu tertegun beberapa Jenak lalu berkata,
"Suruh aku menjadi seorang sakti dengan cara
membunuh manusia, tak mungkin aku mau!"
Adik CENG-Te marah. Dia mondar mandir sembari
menggendong kedua tangannya.
"Baik, baik, engkau tak mau membunuh orang
tetapi mereka akan membunuhmu. Apakah engkau
mandah begitu?"
Beng Cu tak jelas akan maksud adik Ceng-te.
"Mereka akan membunuh aku" Lalu aku.. . aku
bagaimana?" serunya.
Adik Ceng-te tertawa, "Engkau telah memiliki ilmu
Ban-kip-put-hoay. Apabila bertemu orang dan orang
itu hendak membunuhmu, asal engkau salurkan
tenaga murni dalam tubuhmu, begitu pukulan orang
mengenai tubuhmu, sebelum tenaga-murni mereka
habis kering, tentu tak dapat terlepas dari tubuhmu.
Apakah itu tidak sama?"
"Tetapi orang itu tentu mati," bantah Beng Cu.
"Ingat orang itu hendak membunuhmu lebih dulu,
apakah hal itu bagimu masih belum engkau anggap


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebagai suatu dendam permusuhan?" adik Ceng-te
dengan marah. Beng Cu terlongong-longong menatap
adik Ceng-te tanpa berkata apa-apa.
Rupanya adik Ceng-te makin marah, "Belum pernah
aku bertemu dengan manusia yang tak berguna
seperti engkau. Orang mau membunuhmu engkau
masih merasa kasihan kepadanya. Apa-apaan itu !"
Beng Cu menghela napas.
"Engkau keliru", katanya, "kalau memang ada
orang yang hendak membunuh aku, sudah tentu aku
tak kasihan kepadanya. Tetapi aku masih heran. Kalau
toh memukul aku akan mati sendiri, apakah orang itu
masih berani memukul aku ?"
"Ngaco belo !" bentak adik Ceng-te yang habis
kesabarannya. 1158 Beng Cu terkesiap, katanya, "Selain dengan cara itu
apakah tak ada lain cara lagi ?"
"Tidak ada," adik Ceng-te melengking, "kecuali Coh
Hen Hong akan kesompokan dengan kamu dan terus
akan mencincangmu dengan sepasang pedang Lengliong-
kiam, baru soal ini selesai"
Kembali Beng Cu menghela napas rawan lalu
berkata. "Kalau begitu, baiklah !"
"Bagus", seru adik Ceng-te gembira, "cukup kamu
tunggu saja disini. Aku akan memikat mereka
satu demi satu datang kemari. Tetapi ingat, pada
saat itu jangan sekali-kali hatimu menjadi lemah !"
"Ya, kutahu," Beng Cu mengertek gigi. Tetapi orang
itu masih tak yakin maka dia menandaskan pesan
lagi, "Kalau hatimu sampai lemah, lebih baik engkau
lekas kabur saja jauh2. Atau kalau tidak engkau,
akulah yang akan kabur dari sini agar jangan sampai
karena mengurus engkau diriku menjadi korban !"
"Pergilah memikat mereka kemari, "Beng Cu
memberi isyarat tangan, "kalau mereka memang
hendak menyerang aku, aku . . aku perlu apa harus
sungkan kepada mereka ?"
Adik Ceng-te girang dan terus melesat pergi
Seorang diri Beng Cu mondar mandir didalam kamar
tidur Ceng-te. Tak berselang beberapa lama, dari gang
diluar kamar terdengar derap langkah orang.
Hati Beng Cu menggigil Dia serentak berbalik tubuh.
Brak . . . pintu terbuka dan dua orang terus
menerjang masuk.
Kedua orang itu berhenti, menatap Beng Cu tajam2,
kemudian mereka tertawa ngakak.
"Ha, ha, kiranya benar berada di sini. Ini sunguh
rejeki besar bagi kita!"
Bang Cu menatap mereka dengan lekat. Kedua
anakbuah Ceng-te-kiong itu serempak melangkah
maju menghampiri. Begitu tiba dihadapan Beng Cu
1159 salah seorang terus ulurkan tangan menerkam bahu
Beng Cu. "Tunggu dulu!" seru Beng Cu.
Orang itu hentikan tangannya dan berseru,
"Mengapa?"
"Kalau engkau hendak menangkap aku, aku tentu
akan mati ditangannya (Coh Hen Hong). Dengan
mencelakai aku itu apakah keuntungan yang kalian
akan peroleh nanti?"
Orang itu tertawa dingin, "Tengkorak busuk mahluk
seperti engkau apa bedanya mati dengan hidup?"
Beng Cu terbeliak.
JILID 23 - T A M A T
Ucapan anakbuah Ceng-te-kiong terlalu menusuk
perasaan Beng Cu. Bagaimanapun dia adalah seorang
nona muda. Dapat dimaklumi bagaimana perasaan
hati seorang wanita apabila disebut seperti sebuah
tengkorak hidup. Demikianpun Beng Cu sekalipun dia
tahu bahwa dirinya memang kurus kering.
'Engkau mengatakan aku apa?" serunya menegas.
"Engkau seorang tengkorak hidup!" seru orang
dengan nada sinis.
Sedang kawannya yang seorang tertawa mengejek,
"Itu masih mending kalau jadi tengkorak hidup
mungkin lebih tepat sebuah setan kelaparan...."
"Jahanam!" tukas Beng Cu terus ayunkan kedua
tangannya. "Bagus," seru orang itu. Keduanya merubuhkan
tubuh ke belakang lalu balas menghantam.
Plak, plak . . . terdengar suara telapak tangan
beradu keras dan seketika wajah kedua anak buah
Ceng-te-kiong itu berobah. Semula mereka tersenyum
sinis penuh sikap mengejek tetapi begitu membentur
1160 tangan Beng Cu seketika mereka tegak seperti
patung. Senyum tawa yang menghias wajah merekapun
lenyap berganti dengan kerut ketakutan yang hebat.
Wajah mereka pucat lesi dan bibirnya biru. Dahi
mereka mulai bercucuran keringat deras.
Beberapa saat kemudian terdengar mereka
meratap, "Sian-kho . . ampunilah jiwa kami . . "
Wajah Beng Cu membeku seperti es, ia ber kata
dengan nada dingin, "Karena kalian tak mau memberi
ampun kepadaku mengapa aku harus mengampuni
kalian ?" Kedua anakbuah Ceng-te-kiong itu tak henti-henti
nya meratap dan minta belas kasihan. Tangan mereka
tetap melekat pada tangan Beng Cu dan tak dapat
mereka tarik. Tenaga-murni dalam tubuh merekapun
terus berhamburan mengalir keluar.
Makin lama suara rintihan mereka makin lemah dan
tubuh merekapun mulai terkulai rubuh.
Pada akhirnya kepala merekapun melentuk Ke
bawah. Beng Cu segera menyurut mundur. Bluk.. bluk
, . kedua anakbuah Ceng-te-kiong itupun rubuh ke
lantai. Mereka tak bernyawa lagi karena tenaga-murni
dalam tubuh mereka telah mengalir ke luar dan masuk
ke dalam tubuh Beng Cu.
Selekas mundur Beng Cu terus melakukan
pernapasan untuk menyalurkan tenaga-murni
keseluruh tubuhnya.
Kedua korban itu termasuk jago-jago kelas satu
pada jajaran anakbuah Ceng-te-kiong. Dengan
mendapat tambahan tenaga-dalam mereka, dalam
waktu kurang dan sepeminum teh saja, Beng Cu
rasakan semangatnya bertambah segar dan
tenaganya bertambah penuh.
Setelah itu dia menyeret mayat itu ke samping dan
mulai menunggu lagi. Tak berapa lama ternyata
1161 datang lagi anakbuah Ceng-te-kiong yang lain. Dan
orang itupun mengalami nasib serupa dengan kedua
kawannya yang tadi.
Demikian silih berganti datanglah beberapa
anakbuah Ceag-te-kiong untuk mengantar jiwa.
Mereka datang karena dipikat oleh adik Ceng-te.
Tak sampai sehari saja, ruang tidur Ceng-te telah
berisi lebih dari duapuluh mayat anakbuah Ceng-tekiong.
Adik Ceng-te juga sesekali menjenguk. Dia girang
sekali atas hasil yang diperoleh Beng Cu. Dia selalu
meminta keterangan bagaimana rasanya tenaga
dalam yang dimiliki Beng Cu saat itu.
Dengan terus terang Beng Cu mengatakan apa
adanya. Dia memang merasa tenaga-dalamnya
memang makin bertambah kuat.
Demikian tak terasa hal itu telah berlangsung
beberapa hari. Selama beberapa hari itu banyak sekali
jago-jago Ceng-te-kiong yang lenyap tak kelihatan.
Sudah tentu hal itu menimbulkan cemas dan
kegelisahan besar dikalangan mereka.
Coh Hen Hong juga mendapat laporan dan tahu
akan peristiwa aneh itu. Usahanya untuk mencari
orang yang dikehendaki masih belum berhasil tetapi
dia mempunyai pegangan bahwa orang itu tentu
masih berada di Ceng-te-kiong.
Saat itu Ceng-te-kiong benar-benar merupakan
dunia yang menyeramkan. Setiap kali angin
berhembus menggoyang batang rumput, anakbuah
Ceng-te-kiong serentak mencabut senjata.
Malah terjadi lelucon yang mengerikan Jago-jago itu
mencabut senjata, ada kalanya mereka tak melihat
apa-apa. Tetapi ada kalanya mereka melihat
bayangan orang muncul. Tanpa banyak bertanya
1162 untuk mengecek lagi, mereka terus menyerang
dengan ganas. Aduhhh. . . . ahhh. . . . Sering terdengar jeritan
ngeri dan kemudian disusul oleh pekik kaget apabila
ternyata yang mati diserang itu adalah kawannya
sendiri. Mereka tergolong jago yang lebih rendah
kepandaiannya sehingga karena tak menduga bakal
diserang oleh kawannya sendiri dan kedua memang
kepandaiannya kalah tinggi, akhirnya mereka harus
mati diujung senjata kawannya sendiri.
Dan jeritan kaget itu berasal dari mulut jago-jago
yang karena ketakutan lagi menyerang secara
membabi buta itu.
Ceng-te-kiong benar-benar kacau balau seperti
suasana dalam neraka. Siang malam orang hanya
dicengkam rasa takut dan gelisah.
Melihat keadaan itu akhirnya Coh Hen Hong
mengeluarkan perintah: "Bakar Ceng-te-kiong!"
Mendengar perintah ini gemparlah sekalian
anakbuah Ceng-te kiong yang masih hidup. Ada yang
kasak kusuk merundingkan hal itu dengan kawan. Ada
pula yang menyambut dengan pekik teriakan yang
keras. Mereka terkejut, heran dan tak menyangka Coh
Hen Hong akan memberi perintah begitu.
Istana Ceng-te-kiong dengan susah payah dibangun
dan memakan waktu ber-tahun2 lamanya. Selain
bangunannya yang megah dan mewah juga seluruh
alat2 perabot dalam istana itu terdiri dari barang2
yang tak ternilai harganya dan sukar dicari.
Terutama benda pusaka koleksi Ceng-te, semua
merupakan benda yang jarang terdapat di dunia.
Setiap kali mendengar di mana terdapat benda pusaka
yang langka maka Ceng-te lalu mengirim
anakbuahnya untuk menugaskan suatu tokoh
persilatan, entah dia seorang ketua perkumpulan silat
1163 ataukah seorang tokoh silat ternama, untuk
mengusahakan benda pusaka itu sampai dapat dan
harus diserahkan tepat pada waktunya.
Jika orang yang menerima surat perintah dari Ceng
te-kiong tak mau melaksanakan, dia tentu takkan
berumur panjang. Beberapa jago sakti Ceng te-kiong
akan datang untuk membereskannya.
Peristiwa itu telah berlangsung puluhan tahun
sehingga Ceng-te-kiong dipandang sebagai momok
sekaligus sebuah kerajaan dunia persilatan. Ceng-tekiong
menjadi pusat perhatian dan pemujaan dari
kaum persilatan.
Siapa tahu dan siapa yang dapat menduga bahwa
Ceng-te-kiong harus mengalami hari akhir yang
demikian mengenaskan.
Tiba-tiba muncul seorang gadis bernama Coh hen
Hong yang mengaku sebagai cucu dari Ceng te.
Setelah diterima dan digembleng dengan ilmu
kepandaian sakti dan diberi minum dengan berbagai
tanaman obat dan buah ajaib, akhirnya gadis itu telah
membunuh Ceng-te sendiri.
Dan kini dari mulut gadis itu juga keluarkan
perintah untuk membumi hanguskan istana Ceng-tekiong.
Banyak jiwa telah melayang di tangan Ceng-tekiong.
Selama Ceng-te berkuasa, dunia persilatan
selalu dicekam dengan rasa ketakutan dan
kegelisahan. Tak ada seorang persilatan terutama
tokoh ternama, yang dapat tidur dengan nyenyak,
mereka selalu cemas akan menerima surat perintah
dari ketua Ceng-te-kiong.
Adakah Thian telah mengirim seorang gadis seperti
Coh Hen Hong untuk menghancur leburkan kejahatan
Ceng-te-kiong " Entahlah. Atau mungkin Coh Hen
Hong itu memang seorang gadis liar yang tak tahu
1164 membalas budi, kejam dan ganas sehingga sampai
hati untuk membunuh Ceng-te.
Sekalian anakbuah Ceng-te-kiong terlongong
longong sampai tak dapat bicara.
Mendengar perintah Coh Hen Hong yang juga dapat
ditangkap oleh Beng Cu, maka Beng Cu bertanya
kepada adik Ceng-te, "Bagaimana sekarang"'
"Dia hanya pura-pura hendak membakar Ceng tekiong.
Yang terutama dia hendak menggertak kita
supaya keluar dari tempat persembunyian," jawab
adik Ceng-te. Beng Cu gelengkan kepala, "Terhadap manusia
seperti Coh Hen Hong engkau kurang mengetahui
secara mendalam. Apa saja yang dia tak berani
melakukan?"
Adik Ceng-te terbeliak, katanya, "Itu tergantung
padamu. Tenaga-dalammu sudah bertambah kuat
sudah tak ada yang menandingi, tetapi entah
bagaimana dengan latihan dalam ke tiga belas ilmu
Kim-na-hwat itu."
"Ya, rasanya sudah cukup," kata Beng Cu.
Adik Ceng-te menepuk meja, "Kalau memang sudah


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cukup, tunggu kapan lagi kalau sekarang tidak turun
tangan?" Memang Beng Cu sudah terlanjur membenci
setengah mati terhadap Coh Hen Hong. Dia sudah tak
dapat bersabar lagi. Dan lagi dia tak mau terlalu
banyak membunuh jiwa manusia.
"Benar, engkau memang benar" akhirnya Beng Cu
menyatakan siap.
"Kalau begitu engkau boleh menantangnya untuk
bertemu di muka istana," kata adik Ceng-te.
Beng Cu mengempos semangat, "Engkau tak perlu
membakar istana. Tunggu saja aku di muka Istana !"
1165 Kedengarannya hanya pelahan saja Beng Cu
berseru tetapi ternyata kumandangnya berhamburan
sampai jauh. Dan lagi tenaga dalam yang dimilikinya
itu memang aneh oleh karena itu suaranya pun
mengiang-ngiang di telinga orang dengan jernih dan
jelas sekali. Tetapi sukar diketahui dari arah mana.
Seruan Beng Cu itu tersebar dan didengar oleh
seluruh anakbuah Ceng-te-kiong. Sudah tentu Coh
Hen Hong juga mendengarnya.
Coh Hen Hong terkejut girang. Dia girang karena
Beng Cu tentu akan unjuk diri dengan begitu ia akan
mendapat kesempatan mengadu jiwa.
Tetapi diam-diam dia tergetar juga karena ia
menyadari bahwa kepandaian Beng Cu ternyata telah
meningkat sedemikian tinggi, lebih unggul dari dia
satu-satunya pegangan baginya untuk memenangkan
pertempuran itu yalah pada sepasang pedang pusaka
Leng-liong-kiam.
Diam-diam Coh Hen Hong menimang. Jelas selama
beberapa hari ini Beng Cu bersembunyi diistana Cengte-
kiong. Entah melakukan apa saja. Tetapi karena
Beng Cu berani menantangnya kemungkinan tentu
sudah punya pegangan untuk memenangkan
pertempuran itu.
Hati Coh Hen Hong masih kebat kebit sehingga
setelah tertegun beberapa jenak baru dia berseru
keras menjawab, "Baik, akan kutunggu engkau diluar
istana!" Coh Hen Hong lalu melesat ke luar istana. Dia
menunggu di lapangan muka istana.
Lapangan itu tertutup dengan batu hijau. Sunyi
senyap tiada seorangpun yang tampak. Tetapi begitu
Coh Hen Hong tiba, dia segera merasa kalau diatas
pohon, di balik batu yang berada di sekeliling
lapangan itu bersembunyi orang. Mereka adalah jagoTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1166 jago istana Ceng-te-kiong yang mendengar tantangan
bertempur antara Beng Cu lawan Coh Hen Hong.
Sebenarnya Coh Hen Hong hendak berseru
memerintahkan mereka keluar tetapi pada lain saat
dia batalkan rencana itu. Dia hendak memegang
gengsi. Kalau suruh mereka keluar berarti dia akan
mendapat dukungan moril dari mereka. Andaikata
memang, pun kemenangan itu kurang gemilang. Ma
ka dia membiarkan Saja mereka bersembunyi.
Coh Hen Hong berdiri tegak. Kedua tangannya
melekat pada tangkai pedang. Dia tegang sekali. Tak
berapa lama sesosok bayangan melesat. Bagaikan
segulung asap, Beng Cu sudah melayang tiba.
Coh Hen Hong tertawa ngakak, "Ho, akhirnya
engkau muncul juga !"
Sambil berkata dia melangkah maju dan mencabut
sepasang pedang Leng-liong-kiam. Dua buah sinar
biru dan emas memancar, menyilaukan mata. Sekali
bergerak, dia terus melancarkan serangan yang
dahsyat sekali.
Beng Cu baru saja berdiri atau tahu-tahu dia sudah
diserang sehingga dia seperti terkurung dalam sinar
pedang. Sebenarnya Beng Cu sudah mempelajari ilmu Kin
na-hwat yang sakti. Tetapi serangan pedang Coh Hen
Hong ternyata begitu dahsyat sekali sehingga sukar
diketahui mana tangan Coh Hen Hong mana
pedangnya. Sudah tentu Beng Cu sukar untuk
menggunakan Kin na-hwat merebut senjata lawan.
Kalau saja saat itu Beng Cu tetap membabi buta
menggunakan Kin-na-hwat, tentu dia akan celaka.
Untung Beng Cu cukup cerdas dan cepat dapat
menyesuaikan keadaan. Menghadapi serangan itu,
tiba-tiba dia mengendap dan terus rebahkan diri ke
tanah lalu ayunkan diri keluar dari lingkaran sinar
pedang. 1167 Pada saat Beng Cu merebah ketanah, cepat Coh
Hen Hong merobah gerakannya hendak menabas
tetapi saat itu tubuh Beng Cu sudah mencelat sampai
7-8 tombak jauhnya.
Cring, cring . . sepasang pedang Leng-liong kiam
hanya membacok tanah. Keping batu muncrat
berhamburan ke mana2.
Serangan kedua luput, Coh Hen Hong serentak
melambung ke udara. Dia melihat juga bagaimana
permukaan lapangan yang terbuat dari batu hijau
telah tergurat berpuluh bacokan pedang. Terlambat
sedikit saja Beng Cu menghindar tubuhnya pasti
tercincang beberapa potong.
Pada saat Coh Hen Hong melayang ke atas Beng Cu
juga melenting ke udara. Keduanya terpisah setombak
jauhnya dan sama-sama melayang turun,
Waktu berada di udara, Coh Hen Hong melancarkan
beberapa tabasan tetapi karena jaraknya jauh
serangan itu tiada yang mengenai Beng Cu.
Selekas keduanya turun ke tanah, Coh Hen Hong
memekik keras dan terus melancarkan serangan yang
ketiga. Sepasang mata Beng Cu memandang lekat2 lawan.
Begitu bahu Ceh Hen Hong bergetar, Beng Cu sudah
cepat maju ke muka dan menusukkan jari ke bahu
Coh Hen Hong. Coh Hen Hong tak menghiraukan, Dia tahu kalau
pedangnya hebat sekali. Dia takut kalau Beng Cu akan
menghindar mundur. Kini Beng Cu berani maju
menyerang, dia gembira sekali. Cepat dia mainkan
pedangnya makin gila sehingga Beng Cu seperti
terlibat dalam lingkaran sinar pedang.
Tetapi pada saat itu pula, jari Beng Cu yang hendak
mengancam bahu Coh Hen Hong tiba-tiba
dijungkatkan keatas. Gerakan jari itu menghamburkan
angin yang kuat dan berhasil membentur batang
1168 pedang Kim-liong-kiam. Karena dilanda tenaga-sakti
dari jari Beng Cu, batang pedangpun menjungkat.
Dalam keadaan seperti itu orang tentu akan
keberatan kalau pedangnya sampai hilang. Coh Hen
Hong juga demikian.
Coh Hen Hong terkejut dan menarik pulang pedang.
Kim-liong-kiam. Tetapi tujuan Beng Cu memang lain.
Dia memang menyelentikkan jarinya kearah pedang
Kim-liong kiam tetapi sebenarnya tujuannya adalah
untuk merebut pedang Ceng-leng-kiam.
Pada saat Coh Hen Hong menarik pedangnya, Beng
Cupun cepat bergerak.
Tubuh Bing Cu tiba-tiba miring dan terus
membentur lengan kiri Coh Hen Hong sehingga tubuh
Coh Hen Hong ikut miring. Dapat situasi seperti itu
Beng Cu menyelentik pergelangan tangan kanan Coh
Hen Hong. Coh Hen Hong mencurahkan seluruh perhatian
untuk menjaga jangan sampai pedang Kim-liong-kiam
dapat direbut lawan. Dia tak menyangka sama sekali
kalau pergelangan tangan kanannya tiba-tiba
kesemutan. Karena kesemutan dan lunglai maka pedang Cengleng
kiampun mencelat ke udara. Sudah tentu Coh
Hen Hong kaget sekali. Dia menyadari kalau pedang
Ceng-leng-kiam itu sampai jatuh ketangan Beng Cu
tentu berarti dia akan kalah.
Diapun tahu kalau ilmu Meringankan tubuh kalah
dengan Beng Cu. Kalau saat itu dia berebut pedang
dengan Beng Cu, jelas dia tentu kalah.
Satu satunya jalan untuk merintangi agar Beng Cu
jangan sampai merebut Ceng leng-kiam hanyalah
dengan melancarkan serangan yang dahsyat sehingga
Beng Cu tak ada kesempatan untuk loncat keudara
menyambar pedang itu.
1169 Cepat Coh Hen Hong melaksanakan rencananya.
Dia memainkan Kim-liong-kiam sederas hujan
mencacah, menyerang Beng Cu mati-matian.
Sebenarnya Beng Cu gembira sekali ketika melihat
dia berhasil menyelentik pedang Ceng-leng-kiam
mencelat ke udara. Dia terus hendak melambung ke
udara untuk menyambarnya. Tetapi pedang Coh Hen
Hong telah menyerangnya begitu gencar sehingga
sesaat dia sukar untuk loncat ke udara.
Beng Cu agak gelisah. Sambil bergeliat menghindari
serangan dia tetap melekatkan pandang matanya
pada Ceng-leng kiam yang melayang di udara. Cengleng-
kiam melayang sampai dua tombak tingginya.
Setelah berhenti lalu meluncur turun.
Tiba-tiba Beng Cu mengendapkan tubuh dan terus
hendak mencelat kearah jatuhnya pedang,
Tetapi ternyata bukan hanya Beng Cu, pun Coh Hen
Hong yang mencurah perhatian kepada pedang Cengleng-
kiam. Sring, sring.. . dia mendalui untuk
menghadang jalan Beng Cu.
Memang dengan memakai sebatang pedang, sukar
bagi Coh Hen Hong mengalahkan Beng Cu. tetapi
kalau hanya menghalanginya agar jangan sampai
sempat menyambar pedang Ceng-leng-kiam, memang
Coh Hen Hong cukup mampu. Dan pada saat Beng Cu
terhalang serangan Coh Hen Hong, pedang Ceng-lengkiampun
sudah jatuh ke tanah.
Pedang itu jatuh menukik sehingga ujungnya
menyusup pada batu dan menancap tegak. Letaknya
lebih kurang setengah meter dari tempat Beng Cu.
Beng Cu girang sekali Dia mengendapkan tubuh
menghindari tusukan Coh Hen Hong dan terus
menggelincir ke samping.
Tetapi Coh Hen Hong juga tak mau memberi
kesempatan begitu tusukannya luput, dia terus
1170 menyelinap maju dan sret, sret, sret, sekaligus dia
menabas sampai enam tujuh kali.
Tabasan itu susul menyusul, cepatnya seperti kilat
menyambar. Kalau saja Beng Cu tetap nekad hendak
mengambil pedang, tubuhnya tentu akan kutung.
Sudah tentu Beng Cu tak mau mengambil resiko
yang begitu berbahaya. Dia kebutkan lengan baju dan
orangnya masih merebah ke tanah. Kebutan lengan
bajunya itu telah menghamburkan tenaga yang kuat
untuk menghalang gerakan pedang Coh Hen Hong.
Sambil mengebut lengan baju, Beng Cu
menggelinding beberapa langkah ke samping sehingga
kembali pedang Coh Hen Hong hanya memperoleh
sasaran batu. Sekali lagi lapangan yang terbuat dari batu hijau itu
harus mengalami luka yang cukup parah karena
ketujuh tabasan pedang Kim-liong-kiam itu telah
menghancurkannya.
Setelah menggelundung ke samping, cepat Beng Cu
melenting bangun dan terus ayunkan ke dua
tangannya. Saat itu tenaga dalam Beng Cu bukan
olah2 saktinya. Apabila Coh Hen Hong masih
memainkan sepasang pedang, dengan mengandalkan
ketajaman pedang pusaka itu dia masih dapat
menyongsong pukulan Beng Cu. Tetapi saat itu dia
hanya mencekal sebatang pedang. Sudah tentu dia
tak mampu bertahan.
Seketika Coh Hen Hong rasakan segelombang
tenaga kuat melandanya. Buru-buru dia mengempos
semangat dan maju selangkah. Dia maju, tenaga
tekanan yang melandanya juga makin berlipat ganda
kuatnya. Pedang Ceng-leng-kiam berada di tengah ke
dua orang itu. Asal siapa yang membungkuk kebawah
dan ulurkan tangan tentu dapat mengambilnya.
Tetapi dalam keadaan seperti saat itu, kedua nya
tak sempat untuk menyambar pedangnya itu.
1171 Coh Hen Hong bertahan untuk berdiri tegak. Tangan
kiri mendorong kemuka untuk menyongsong
tenaga pukulan Beng Cu. Dia bingung. Kalau terus
menerus begitu, jelas dia tentu kalah angin. Tetapi
kecuali harus bartahan begitu dia tak ada daya lain
lagi. Beberapa saat kemudian tiba-tiba dia teringat. Di
sekeliling tempat itu terdapat banyak sekali jago-jago
anakbuah Ceng-te-kiong yang menyaksikan
pertempuran. Mereka tak berani unjuk diri melainkan
bersembunyi diatas pohon dan dibelakang batu.
Mengapa dia tak memerintahkan mereka supaya
mengambil pedang Ceng-leng-kiam dan menyerahkan
kepadanya"
Begitu teringat hal itu, diam-diam dia girang sekali.
Cepat dia berseru, "Hai, siapa yang dapat mengambil
pedang Ceng-leng-kiam dan menyerahkan kepadaku,


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan. . . . aku beri sebuah Jit-sik-leng ci !"
Janji Coh Hen Hong itu menimbulkan daya rangsang
besar sekali. Sekalian jago-jago itu tahu bahwa istana
Ceng-te-kiong mempunyai simpanan obat dan kitab
pusaka yang jarang terdapat di dunia. Jit-sik-leng-ci
atau bunga Leng-ci tujuh warna merupakan obat
mujijat yang membuat ngiler setiap kaum persilatan.
Siapakah yang tak tergerak hatinya akan mendapat
obat pusaka itu"
Maka begitu mendengar tawaran itu, dua orang
serempak menerobos keluar dari tempat
persembunyiannya. Menilik gerakan mereka, mereka
tentu memiliki kepandaian yang tinggi.
Tetapi baru mereka mendekati tempat pedang itu
terdengar mereka menjerit ngeri dan tubuh mereka
bagaikan layang2, mencelat ke udara. Ketika
melayang di udara, mulut mereka muntah darah.
1172 Menyusul tubuh mereka melayang jatuh ke tanah dan
tak bernyawa lagi.
Aneh. Padahal pada waktu kedua jago itu menyerbu
maju hendak mengambil pedang, Beng Cu sama sekali
tak bertindak apa-apa. Tetapi mengapa kedua orang
itu mencelat dan mati sendiri"
Ternyata pada waktu Beng Cu dan Coh Hen Hong
sedang mengadu tenaga-sakti, tenaga yang
menghambur itu memang luar biasa hebatnya. Kedua
orang itu membentur gelombang tenaga-sakti dan
akibatnya mereka harus mengalami nasib yang
mengerikan. Melihat peristiwa itu, sekalipun anak buah Ceng-tekiong
terkejut. Walaupun mereka ngiler sekali akan
tawaran Coh Hen Hong tetapi mereka ngeri juga
membayangkan akibat yang diderita oleh kedua
kawannya itu. Melihat itu diam-diam menggigillah hati
Coh Hen Hong. Tanpa disadari, Coh Hen Hong mundur
setengah langkah.
Dia mundur, Beng Cu maju setengah langkah
Dengan begitu bagi Beng Cu lebih dekat pada pedang
Ceng-leng-kiam. Melihat itu Coh Hen Hong makin
gugup. Dengan menggerung keras dia tusukkan
pedang Kim-liong kiam. Maksudnya untuk memaksa
Bang Cu mundur.
Tetapi dia tak pernah menduga bahwa saat itu Beng
Cu telah memiliki tenaga dalam yang aneh dan luar
biasa hebatnya.
Beng Cu maju, Coh Hen Hong menusuk. Sudah
tentu tusukan itu terhambat oleh gerakan Beng Cu
yang menghambur tenaga-sakti.
Begitu melihat pedang Coh Hen Hong agak lambat,
diam-diam Beng Cu girang sekali. Begitu pedang
menusuk, dia menghadapkan tubuh, berputar-putar
dan plak. . . . dia balikkan tangan menampar Coh Hen
Hong. 1173 Pada waktu Beng Cu berputar tubuh, Coh Hen Hong
girang sekali dan terus melangkah maju dua tindak.
Tetapi siapa tahu tiba-tiba jari tengah Beng Cu
menusuk iga Coh Hen Hong.
Hebat dan cepat sekali tusukan jari Beng Cu itu.
Sebelum mengenai, sudah mengeluarkan desus angin
yang membuat tubuh Coh Hen Hong Tergetar. Secepat
kilat pula tahu-tahu tangan Beng Cu sudah merampas
pedang Kim-liong-kiam dari tangan Coh Hen Hong.
Jika lain orang, kalau pedangnya kena direbut tentu
sudah pecah nyalinya. Tetapi tidak demikian dengan
Coh Hen Hong. Walaupun dia juga kaget setengah
mati tetapi dia cepat membungkuk dan mencabut
pedang Ceng-leng-kiam yang tertancap di tanah lalu
menggeliat mundur ke belakang.
Tadi keduanya saling berebut pedang Ceng-lengkiam.
Tetapi sekarang berbalik. Kalau tadi Ceng-lengkiam
terlepas dari tangan Coh Hen Hong girang
pedang itu kembali kepadanya. Sebaliknya pedang
Kim-liong-kiam yang dipertahankan mati matian
sekarang malah dapat direbut Beng Cu. Sekalian jagojago
Ceng te-kiong yang bersembunyi disekeliling
lapangan itu sama menahan napas tak berani buka
suara. Mereka terbelalak menyaksikan pertempuran
bermutu tinggi itu.
Kini tampak wajah Coh Hen Hong pucat lesi dari
ujung hidungnya bercucuran keringat. Tetapi Beng Cu
tenang-tenang saja. Walaupun wajahnya yang begitu
kurus tak tampak perobahan apa-apa, tetapi dari sinar
matanya yang berapi-api jelas menunjukkan kalau
hatinya girang sekali. Dia menghambur suitan panjang
yang nyaring sekali.
"Ho, Coh Hen Hong, akhirnya engkau juga harus
mengalami saat seperti hari ini !" serunya.
Coh Hen Hong masih menyeringai, sahutnya "Kita
masing-masing memegang sebatang pedang. Siapa
1174 kalah siapa menang masih belum diketahui. mengapa
engkau sudah begitu kegirangan ?"
Beng Cu tertawa memanjang yang keras dan
nyaring. Nadanya berkumandang laksana ombak
mendampar. Dia melangkah maju.
"Sepasang pedang berada di tanganmu, aku dapat
merebutnya. Apalagi sekarang kita sama-sama
mempunyai pedang. Hm, apakah engkau masih berani
mengatakan kalau siapa yang menang dan kalah
belum dapat diketahui ?" serunya.
Selain ujung hidung, kening Coh Hen Hong juga
bercucuran keringat. Dengan mencekal pedang Kimliong-
kiam Beng Cu melangkah maju, sebaliknya Coh
Hen Hong setapak demi setapak melangkah mundur.
"Coh Hen Hong, sejak engkau melarikan pedang
Ceng-leng-kiam dari tanganku dan kemudian memalsu
sebagai diriku masuk Ceng-te-kiong, sampai sekarang
sudah berapa tahun ?" seru Beng Cu sambil
melangkah maju.
Coh Hen Hong cibirkan bibir tak menyahut. Kembali
Beng Cu menghambur tawa yang menggetarkan
sukma, serunya, "Selama beberapa tahun ini, engkau
telah menikmati puncak keberuntungan manusia
hidup, bukan " Tetapi apabila kejahatan itu sudah
penuh tentu akhirnya akan datang pembalasan !"
Diam-diam Coh Hen Hong terkejut dan bingung
ketika mendengar kata-kata Beng Cu akhirnya tentu
akan datang pembalasan, keringat pada dahinya
makin mengucur deras. Dia mengertek gigi dan tetap
tak menyahut, Lagi-lagi Beng Cu menghambur tawa panjang,
rupanya sudah ber-tahun2 dia tak pernah tertawa
sepuas itu. Sekarang dia hendak menumpahkan derita
batin yang selama ini menyiksa. Sambil tertawta, tibatiba
dia tusukkan pedang Kim-liong-kiam.
1175 Tusukan itu luar biasa cepatnya. Coh Hen Hong
yang sedang kebingungan dengan gugup terus
menangkis. Ceng-leng-kiam dan Kim-liong-kiam merupakan
pedang yang pandak. Kalau mau menusuk tentu harus
maju mendekat. Karena Coh Hen Hong menangkis
maka diapun mengisar maju sehingga jarak keduanya
bertambah dekat.
Sinar emas dan sinar biru berkelebat maju dan tring
. . kedua pedang itu saling beradu keras.
Bunyi benturan itu berkumandang nyaring dan
memanjang sampai jauh. Dan pada saat beradu
pedang Coh Hen Hong rasakan seperti dilanda oleh
gelombang tenaga yang dahsyat. Telapak tangannya
kesemutan sehingga hampir saja dia tak kuasa
mencekal pedang Ceng leng-kiam.
Sesaat kemudian terjadi perobahan yang lebih
mengejutkan hati Coh Hen Hong. Gelombang tenaga
dahsyat itu tiba-tiba berobah menjadi tenaga-sedot
yang amat kuat, menyedot pedang Ceng-leng-kiam
dari tangannya.
Selama merajalela didunia persilatan belum pernah
dia mengalami peristiwa seperti saat itu. Bahkan dari
Ceng-te sendiri, dia juga tak pernah merasakan
tenaga-sedot yang begitu kuatnya.
Coh Hen Hong cepat menyalurkan tenaga-murni
dan dengan susah payah dapat mempertahankan
pedangnya tetapi mau tak mau tubuhnya jaga
terpental ke belakang.
Beng Cu tertawa terbahak-bahak dan maju lagi.
Rupanya Coh Hen Hong tak berani adu pedang dan
terus menerus mundur.
Melihat itu diam-diam Beng Cu menimang. Seorang
gadis yang berilmu tinggi tetapi berhati ganas seperti
Coh Hen Hong sama halnya melepas seekor harimau
1176 buas atau ular berbisa. Kelak tentu menimbulkan
bahaya. Setelah merenungkan hal itu Beng Cu bersuit
nyaring, enjot tubuh ke udara dan melayang turun
dibelakang Coh Hen Hong.
Coh Hen Hong terkejut ketika melihat Beng Cu
lenyap dari pandang matanya. Dia kuatir kalau lawan
akan menyerangnya dari belakang. Tetapi sebelum dia
sempat berputar tubuh, tiba-tiba dari belakang
terdengar Beng Cu membentaknya, "Lihat pedangku!"
Dengan kepandaian yang sakti Coh Hen Hong tahu
bahwa suara bentakan itu diserempaki dengan kesiur
angin tajam yang mengarah dirinya.
Kalau Coh Hen Hong berputar tubuh dan
menangkis, tentu tak keburu lagi. Dan kalau dia
loncat ke muka untuk menghindari, Beng Cu tentu
masih akan membayanginya. Dengan begitu dia tetap
akan dikuasai lawan.
Jalan satu-satunya yang dapat dilakukan hanyalah
mengayunkan pedang ke belakang untuk menangkis
serangan lawan.
serangan pedang sedemikian cepat, tak
menyempatkan lagi baginya untuk banyak berpikir
lagi. Maka tanpa sempat berpikir lagi, ia terus ayunkan
pedang ke belakang, tringng . . kembali ke dua
pedang itu saling berbentur keras.
Dalam mengayunkan pedang kebelakang itu, Coh
Hen Hong sudah mempunyai rencana, Asal pedang
Beng Cu terhenti sedetik saja, dia terus hendak loncat
ke muka dan akan berbalik tubuh agar dapat
menghadapinya. Tetapi kali ini Coh Hen Hong kecele. Dia telah salah
hitung. Begitu kedua pedang berbentur dia terus
hendak enjot kaki melesat ke muka. Tetapi alangkah
1177 kejutnya ketika ia tak sempat mampu melakukan hal
itu. Pada saat itu dia rasakan suatu gelombang tenagasedot
yang keras menyalur dari pedang lawan kearah
batang pedangnya. Tenaga-sedot itu membuatnya
terpaku tak dapat berkisar walaupun setengah langkah
saja. Sudah tentu Coh Hen Hong terkejut bukan
kepalang. Dia terus mengendapkan tubuh tetapi
tenaga-sedot itu bukan saja menghalangi tindakan
nya hendak mengendap ke bawah, pun menyedot juga
tenaga dalamnya keluar.
Dalam keadaan seperti itu kalau ia tak mau
melepaskan pedangnya, ia tentu akan menderita lebih
parah lagi, bahkan nanti untuk melepaskan pelangnya
saja dia takkan mampu.
Tetapi Coh Hen Hong telah kehilangan pedang Kimliong-
kiam. Sudah tentu kali ini dia tak mau
kehilangan pedang Ceng-leng-kiam lagi.
Tetapi pada saat itu bukan soal mau atau tak mau
melepaskan Ceng leng-kiam lagi. Melainkan
bagaimana dia dapat terhindar dari bahaya maut.
Hanya ada dua pilihan baginya, melepaskan pedang
atau melepaskan jiwanya.
Geram dan marah berkecamuk hebat dalam hati
Coh Hen Hong. Dia menghamburkan pekik histeris,
lepaskah pedang dan terus melesat ke muka.
Tetapi pada saat itu juga dia mendengar suara tawa
Beng Cu mengikutinya. Dan kesiur angin yang
mendesir dari belakang, makin lama makin dekat.
Betapapun Coh Hen Hong mempercepat larinya desir
angin dari belakang itu tetap membayanginya. Dan
terakhir, setiup angin berkelebat di sampingnya dan
tahu-tahu Beng Cu sudah menghadang dimukanya.
Coh Hen Hong terkejut dan berhenti. Beng Cu
dengan mencekal sepasang pedang pusaka LengTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1178 liong-kiam tengah memandangnya dengan tajam.
Melihat itu wajah Coh Hen Hong pucat seperti mayat.
"Coh Hen Hong," seru Beng Cu dengan nada sarat,
"dengan segala akal bulus engkau dapat merampok
sepasang pedang Leng-liong-kiam ini. Walaupun untuk
sementara waktu dapat engkau miliki tetapi itu bukan
milikmu. Memiliki hanya untuk sementara waktu, apa
gunanya ?"
Coh Hen Hong menggigil gemetar, "Ini ini . .
sekarang . . pedang telah berada di tanganmu. Apa
yang dapat kukatakan lagi . .
Sambil berkata dia mundur ke belakang. Tetapi


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Beng Cu tetap membayanginya. Demikian adegan
yang satu mundur yang lain maju, ada kalanya
pelahan ada kalanya cepat, berlangsung sampai
beberapa putaran di halaman yang terletak di
belakang istana Ceng-te-kiong.
Beng Cu memperdengarkan suara tawa dingin, "Coh
Hen Hong, telah kukatakan kepadamu Hai
pembalasanmu telah tiba. Tak mungkin engkau dapat
melarikan diri lagi!"
Coh Hen Hong berhenti dan berkata dengan napas
ter-engah2, "Nona Kwan, sepasang pedang telah
kembali kepada pemiliknya. Aku dan engkau . .
sebenarnya . . tak punya dendam permusuhan . .
engkau . . . engkau mengapa harus bertindak begini
?" "Engkau bilang apa ?" seru Beng Cu. "Aku . . aku
sebenarnya tak ada kesalahan . . kepadamu . . istana
Ceng-te-kiong adalah kepunyaanmu, kalau tiada aku,
engkau tentu tak kenal dengan Pui toako."
Dan sekarang ..." kata Coh Hen Hong dengan nada
meratap, "aku sudah tak punya apa-apa lagi, Mengapa
. . engkau mendesak aku ?"
1179 Mendengar itu Beng Cu tertawa ngakak. Nadanya
berkumandang laksana guruh bergemuruh
memekakkan telinga. Makin lama makin nyaring.
Istana Ceng-te-kiong terletak ditengah lembah
gunung besar. Hamburan tawa Beng Cu
berkumandang memenuhi lembah dan lereng gunung,
membahana gema yang bergelora laksana ombak
berkejar-kejaran mendampar ke pantai.
Coh Hen Hong gemetar, katanya, "Apakah .. .
bukan begitu ?"
Beng Cu hentikan tawa dengan serentak dan
dengan tandas menyahut, "Tidak !"
Seketika Coh Hen Hong rasakan kepalanya seperti
disadari hawa dingin yang menurun kebawah.
Sebenarnya ia memang tak banyak mengharap kalau
Beng Cu mau memberi ampun padanya. Tapi toh pada
saat ia dengar keputusan Beng Cu tak dapat ditawar
lagi, dia seperti dicekik setan rasanya.
Sesaat kemudian dengan napas terengah-engah dia
berseru, "Baik, kalau engkau tak mau melepaskan
aku, akupun tak dapat berkata apa-apa lagi. Siapa
suruh aku dulu bertindak begini. Tetapi aku masih
hendak mengajukan sebuah permintaan kepadamu.
"Soal apa?" Beng Cu agak kaget.
"Aku tak menghendaki engkau turun tangan tetapi
biarkan aku sendiri yang menghabisi nyawaku!" seru
Coh Hen Hong. Beng Cu tertegun. Sebelum dia menjawab tiba-tiba
dari jauh terdengar suara teriakan Pui Tiok "Beng Cu,
lekas bereskan dia. Jangan sampai dia menyiasati
engkau lagi."
Selama itu Pui Tiok mondar mandir di daerah
gunung situ untuk mencari Beng Cu. Dia juga tak
mendengar suitan dan tawa keras dari Beng Cu tadi.
Belum lama dia datang disitu. Karena di lapangan
itu hanya Beng Cu dan Coh Hen Hong yang bertanding
1180 dan tak mengijinkan lain orang ikut campur maka
diapun lalu menyembunyikan diri. Dia kuatir kalau
sampai buka suara memanggil Beng Cu, perhatian
Beng Cu akan terpecah belah dan akan menderita
sesuatu yang tak diinginkan. Pada saat dia mendengar
Coh Hen Hong menyatakan hendak bunuh diri dan
melihat jangan2 nanti Beng Cu akan lemah hatinya
dan meluluskan maka dia buru-buru berteriak
memberi peringatan kepada Beng Cu.
Waktu mendengar suara Pui Tiok, Beng Cu girang
sekali. Karena 10 hari ini dia tak pernah memikirkan
keselamatan Pui Tiok. Dia tak sempat mencari karena
harus membayangi jejak Coh Hen Hong.
Maka begitu mendengar suara Pui Tiok, dia terus
mengangkat kepala. Tetapi justru pada detik ia
mengangkat kepala itu, Coh Hen Hong yang tajam
matanya, cepat bergerak. Dengan cepat dia enjot
tubuh melesat ke belakang.
Beng Cu berteriak aneh dan loncat menyusul seraya
mengayunkan kedua pedangnya. Tetapi pada saat dia
hampir dapat mengejar, ternyata sudah terlambat.
Coh Hen Hong telah mendapat hasil. Dia putar tubuh
dan lepaskan pukulan ke arah Pui Tiok. Pui Tiok
menjerit kaget dan sorongkan kedua
tangannya ke muka, wut, wut.....
Dia hanya mengharap dorongan tangannya itu akan
mampu menghentikan terjangan Coh HEN Hong dan
pada saat itu Beng Cu tentu sudah tiba. Memang
perhitungannya itu bagus tetapi dia lupa kepandaian
Coh Hen Hong. Kepandaian gadis itu jauh lebih tinggi
dari dia. Dia mendorong dengan kedua tangan
walaupun mengeluarkan tenaga yang kuat tetapi tak
mampu menghentikan Coh Hen Hong.
Kebalikannya pukulan itu terpental kembali oleh
tenaga Coh Hen Hong sehingga Pui Tiok tersurut
mundur selangkah. Dan pada saat itu juga tangan Coh
1181 Hen Hong pun sudah menerkam dadanya, terus
digelandang kemuka dan tangan Coh Hen Hong dilekat
pada ubun-ubun pemuda itu.
Perobahan itu sungguh tak terduga-duga dan
berlangsung dengan amat cepat sekali. Pui Tiok mati
kutu. Sebenarnya Beng Cu juga sudah menerjang. Tetapi
pada saat dia masih kurang setengah meter dari Coh
Hen Hong ternyata Coh Hen Hong sudah lebih dulu
menguasai Pui Tiok.
Beng Cu tertegun. Wajahnya yang pucat
menampilkan kemarahan yang menyala.
"Lepaskan dia !" serunya.
Setelah dapat menguasai Pui Tiok, longgar lah
perasaan Coh Hen Hong. Dengan menjadikan Pui Tiok
sebagai sandera, dia yakin tentu akan dapat memaksa
beng Cu menuruti permintaannya. Dengan begitu dia
pasti dapat lolos.
Memang harus diakui bahwa Coh Hen Hong itu
seorang gadis yang cerdik sekali. Sayang dia
dilahirkan sebagai anak dari ibu yang dikuasai dendam
kesumat lelaki yang telah menghianati cintanya. Dan
darah berbara dendam sang ibu telah menjadikan jiwa
Coh Hen Hong seorang yang dendam, ganas dan
dingin. Mendengar permintaan Beng Cu dia tertawa
ngakak, "Ha, ha, kalau menghendaki supaya
kulepaskan Pui toako-mu, mudah saja. Tetapi ada
syaratnya !' Tubuh Beng Cu bergetar dan terus hendak
melangkah maju.
"Jangan bergerak !" bentak Coh Hen Hong serentak,
"lekas mundur. Kalau tak mau menurut perintahku,
sekali kusaluri tenaga, Pui toako-mu pasti akan hancur
lebur benaknya. Heh, heh, aku toh sudah tak punya
apa-apa lagi, mengapa takut melakukan hal itu ?"
1182 Mendengar itu Beng Cu tertegun dan terpaksa
mundur dua langkah. Pada saat itu yang paling
menderita siksa batin adalah Pui Tiok. Wajahnya
menyeringai. Dia seorang jantan tapi pada saat itu
tak dapat berkutik dalam kekuasaan Coh Hen Hong.
Dan yang paling menyakiti hatinya, adalah karena dia,
Beng Cu pun harus tunduk pada perintah Coh Hen
Hong. Ubun-ubun kepala Pui Tiok dilekati telapak tangan
Coh Hen Hong. Asal dia bergerak, tentu Coh Hen Hong
akan menyaluri tenaga-dalam untuk menekannya.
Sungguh suatu siksa lahir batin yang tiada taranya
bagi seorang lelaki. Namun apa daya kecuali hanya
dapat tertawa meringis. . . .
Melihat Beng Cu mau menurut perintahnya, girang
Coh Hen Hong bukan kepalang. Dia yakin kalau bisa
mendapat jalan hidup.
Setelah menghirup napas, dia berkata, "Baik,
taruhlah sepasang pedang Leng-liong-kiam ditanah!"
Mendengar itu Beng Cu terbeliak. "Meletakkan
sepasang pedang di tanah?" ulangnya menegas.
Coh Hen Hong berkata dingin, "Ya. Kalau engkau
tak mau meletakkan sepasang pedang itu ditanah,
Pui Tiok tentu tak terjamin jiwanya."
Beng Cu mengertek gigi menahan kemarahan, lalu
berkata, "Setelah meletakkan lalu bagaimana?"
Coh Hen Hong tertawa gembira, serunya, "Setelah
meletakkannya baru nanti kita bicara lagi. Lalu
bagaimana, terserah bagaimana nanti menurut apa
yang kusenangi!"
Tubuh Beng Cu tampak gemetar. Kemudian la
tertawa dingin lalu berkata, "Hm, jangan kira setelah
sepasang pedang Leng-liong-kiam itu kembali
kepadamu engkau dapat berbuat sesuka-suka seperti
yang engkau inginkan. . . ."
1183 "Bukankah tadi sepasang pedang pusaka itu juga
berada ditanganmu tetapi toh dapat direbut?" sejenak
berhenti Beng Cu menyelesaikan kata-katanya.
Mendengar itu hati Coh Hen Hong tergetar juga.
Memang diapun sudah membayangkan hal itu. Tak
mungkin dia dapat mengalahkan Beng Cu walau nanti
mendapatkan sepasang pedang kembali.
Tetapi bagaimanapun juga, baginya mendapatkan
kembali sepasang pedang pusaka itu merupakan
langkah penting yang pertama. Setelah itu nanti
bagaimana, toh dia masih mempunyai Pui Tiok sebagai
sandera, mudah saja untuk mengatur langkah lebih
lanjut. Sudah jangan bicara yang tak berguna," serunya
keras, "engkau mau atau tidak meletakkan sepasang
pedang itu" Akan kuhitung sampai tiga kali. Kalau
engkau tak mau meletakkan, hm, jangan sesalkan
kalau aku bertindak tanpa sungkan lagi!"
Selesai berkata, dia terus berteriak, "Satu!"
Tring, tring . . Beng Cu membuka kedua tangannya
dan melepaskan sepasang pedang Leng-liong kiam itu
ke tanah. "Bagus," seru Coh Hen Hong makin bersemangat,
"lekas mundur sampai 10 langkah."
Beng Cupun cepat melesat sampai tiga tombak
jauhnya. Melihat itu Coh Hen Hong lalu menggusur Pui
Tiok maju ke muka. Setelah tiba didepan sepasang
Leng liong-kiam, dia membungkuk dan mengambilnya.
"Nah, pedang telah engkau ambil, sekarang
lepaskan dia !" seru Beng Cu.
Coh Hen Hong tertawa, "Kalau sekarang kulepaskan
dia bukankah aku ini menjadi seorang tolol ?"
Beng Cu terkejut. "Lalu bagaimana maksudmu?"
teriaknya marah.
1184 Dengan nada dingin Coh Hen Hong menyahut, "Aku
hendak membawa Pui toako pesiar, engkau jangan
menentang !" Beng Cu makin terkejut dan serentak
berteriak keras, "Tidak !" Coh Hen Hong tertawa riang
gembira. "Aku hanya memberi tahu bukan meminta
persetujuanmu. Saat ini engkau tak berhak
mengatakan apa-apa, apalagi mau mengatakan setuju
atau tidak setuju," katanya.
Beng Cu makin gemetar keras. Melihat itu Pui Tiok
tak tahan dan berteriak, "Beng Cu . . !"
"Pui toako, jangan pergi dengan dia, jangan pergi
dengan dia . . , " Beng Cu menjerit lalu tiba-tiba
berhenti. Adalah karena ditegang rasa emosi yang meluap dia
baru menjerit sedemikian kerasnya. Dan setelah dua
kali menjerit dia baru teringat bahwa hal itu bukan
atas kemauan Pui Tiok melainkan karena Pui Tiok
terjepit dalam keadaan yang terpaksa.
"Beng Cu, jangan kuatir, aku . . aku . . dapat
menjaga diri," Pui Tiok menghiburnya.
Dia berpaling memandang Coh Hen Hong. Ia
menggigil ketika melihat mata Coh Hen Hong
memancar sinar berapi-api dari bara dendam yang
berkobar-kobar.
Pui Tiok menghela napas dalam hati. Ia tak punya
pegangan, apakah nanti dia dapat selamat atau tidak
ditangan gadis yang sudah buas itu.
"Baik," seru Coh Hen Hong, "kuijinkan kalian
dihadapanku untuk melakukan perpisahan yang
mesra. Beng Cu, ingat, kalau kuketahui kau berani
membayangi aku, Pui Tiok tentu segera kubunuh!"
Beng Cu menggeram dendam tetapi dia tahu
gelagat dan tak berani bertindak. Bum. . . tiba-tiba dia
menghantam batu permukaan lapangan. Kepingan
batu berhamburan keempat penjuru dan lapangan itu
1185 telah bertambah dengan sebuah lubang besar,
Rupanya Beng Cu telah menumpahkan kemarahannya.
Dan ternyata tenaga-sakti yang dimilikinya saat itu,
memang bukan olah olah hebatnya.
Coh Hen Hong tertawa ngakak. "Bagus, hantam
terus lapangan itu agar hawa kemarahanmu mencurah
keluar. Tetapi ingat, Jangan sekali-kali engkau
mengikuti aku!" sambil berseru dia terus


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencengkeram Pui Tiok dan dibawa melesat lari.
Dalam beberapa jenak saja, Dia sudah mencapai
jarak sepuluhan tombak. Dia tancap ke arah belakang
maka walaupun sudah terpisah sepuluhan tombak dia
masih dapat melihat BengCu. Ternyata Beng Cu
memang masih tegak terlongong-longong
ditempatnya. Beng Cu tak berani mengikuti. Hal itu membuat Coh
Hen Hong gembira. Dia terus menerus bersuit dan
beberapa saat kemudian setelah membiluk tikungan
gunung, diapun lenyap.
Yang tegak terlongong seperti patung di muka
istana Ceng-te-kiong hanya Beng Cu seorang diri.
Kawanan jago-jago Ceng-te-kiong yang
menyaksikan pertempuran tadi sama terkejut atas
kesudahan yang tak terduga-duga itu. Bermula
mereka mengira kalau Coh Hen Hong sudah kalah
tetapi diluar dugaan muncul seorang pemuda yang
terus diringkus dan dijadikan sandera. Dengan
memperoleh sandera itu Coh Hen Hong telah dapat
'memenangkan' pertempuran. Secara fisik atau adu
kepandaian, dia kalah. Tetapi secara siasat, dia
menang. Beng Cu tak berdaya dan terpaksa
melepaskan sepasang pedang yang telah direbutnya
dan membiarkan Coh Hen Hong pergi membawa si
pemuda. Jago-jago Ceng-te-kiong itu tak dapat berbuat apaapa
kecuali diam-diam, lantas tinggalkan tempat
1186 persembunyian mereka. entah berselang berapa lama
Beng Cu tegak seorang diri itu, tiba-tiba dari belakang
terdengar suara orang memakinya.
"Tolol, manusia tak berguna! Perlu apa berdiri
seperti patung disitu saja?"
Tergetar perasaan Beng Cu disibak rasa kejut ketika
mendengar suara itu. Tanpa berpaling ke belakang dia
sudah tahu kalau yang datang itu adalah adik Ceng-te.
Adik Ceng-te masih melanjutkan dampratannya.
"Kecewa sekali aku bersusah payah begitu rupa.
Memikat datang sekian puluh orang untuk
mengantarkan jiwa kepadamu agar tenaga-saktimu
bertambah. Hm, dengan susah payah engkau merebut
sepasang pedang Leng-liong-kiam tetapi akhirnya
dengan begitu mudah saja engkau berikan kembali
kepadanya. Seumur hidup aku belum pernah bertemu
dengan orang yang begitu tolol seperti engkau !"
Sebenarnya Beng Cu sudah tersiksa batinnya
dengan rasa marah, bingung dan gelisah. Kata-kata
adik Ceng-te itu bagaikan sembilu yang menyayatnyayat
hatinya. Saking tak tahan lagi dia serentak
berputar tubuh.
" Tetapi Pui toako didalam kekuasaannya, engkau
melihat atau tidak " Pui toako berada dalam
genggamannya !" dia berteriak sekuat-kuatnya.
Dendam kemarahan yang tertumpah keluar melalui
teriakan itu sedemikian hebat dan memilukan
sehingga menghamburkan nada suara yang dahsyat.
Adik Ceng-te tersentak kaget dan sampai mundur tiga
langkah. "Fui !" adik Ceng-te mendesuh marah, "apa guna
engkau me-lengking2 kepadaku " Tadi mengapa
engkau tidak segarang itu " Mengapa tadi engkau
seperti tikus melihat kucing " Tiba-tiba Beng Cu
menangis. "Pui toako berada di tangannya, Pui toako
berada di tangannya ..." dia meratap sedih.
1187 Adik Ceng-te geleng2 kepala. Dia menyadari bahwa
betapapun saktinya namun Beng Cu itu seorang gadis
yang berhati lemah lembut. Apalagi sedang dirundung
asmara terhadap Pui Tiok. Maka dia sampai tak berani
berbuat apa-apa ketika Coh Hen Hong mengancam
hendak membunuh Pui Tiok "Engkau mencintai Pui
Tiok, kan ?" tanya adik Ceng-te. Beng Cu
mengangguk. "Oleh karena itu engkau tak berani turun tangan,
bukan ?" Beng Cu mengangguk.
"Engkau menganggap kalau engkau menurut
perintah Coh Hen Hong, Pui Tiok tentu selamat, ya
atau tidak ?" Beng Cu mengangguk.
Adik Ceng-te tertawa hambar. "Benarkah itu" Beng
Cu terkesiap dan berhenti menangis. Ada sesuatu
yang dirasakannya dalam pertanyaan adik Ceng-te itu.
"Engkau tolol," seru adik Ceng-te, "walaupun
engkau menuruti perintah gadis liar itu, Pui Tiok tetap
akan dibunuhnya. Dan lagi dengan menyerah kan
pedang Leng-liong-kiam dan membiarkan dia pergi,
berarti engkau melepaskan seekor harimau ganas di
dunia. Untuk mencarinya, tidak semudah yang engkau
perkirakan."
Beng Cu tertegun kemudian gelengkan kepala
"Tidak, tidak, Pui toako tak mungkin mati."
Adik Ceng-te kepalkan kadua tangannya kencangkencang
lalu berkata, "Mengapa tak mungkin bisa
mati" Adakah iblis seperti Coh Hen Hong itu akan tibatiba
berobah menjadi seorang Dewi welas asih?"
"Tidak, tak mungkin dia berobah menjadi seorang
dewi. Dia adalah iblis yang menjelma di dunia," kata
Beng Cu, "tetapi kutahu kalau dia juga jatuh hati
kepada Pui toako seperti halnya aku."
Mendengar itu adik Ceng-te terbeliak. Rupanya dia
terkejut dan tak menduga akan mendengar
1188 keterangan semacam itu. Sesaat dia tak dapat berkata
apa-apa. Suasana di tengah halaman depan Ceng-tekiongpun
sunyi senyap. Adik Ceng-te dan Beng Cu
terbenam dalam renungan masing-masing.
Sekarang mari kita tinggalkan mereka dan
mengikuti perjalanan Coh Hen Hong dengan Pui Tiok.
Dalam beberapa kejab saja Coh Hen Hong telah
mencapai 20 li dan masuk ke dalam sebuah cekung
gua. Disitu dia berhenti.
Setelah melihat di sekeliling tak ada orang barulah
Coh Hen Hong lepaskan tangannya. Saat itu wajah Pui
Tiok tampak tak sedap dipandang. Walaupun Coh Hen
Hong telah melepaskan cengkeramannya tetapi dia
tahu kalau tak mungkin dapat meloloskan diri.
"Hendak engkau apakan aku ?" katanya.
Coh Hen Hong memandang pemuda itu beberapa
saat, tiba-tiba ia menghela napas. Pui Tiok
memandangnya dengan heran.
"Engkau tentu heran mengapa aku menghela
napas, bukan ?" tanya Coh Hen Hong.
"Siapa tahu isi hatimu ?" sahut Pui Tiok.
"Aku sedang memikirkan apakah sebenarnya hidup
ini dan apakah tujuan hidup itu ?" tiba-tiba Coh Hen
Hong mengeluarkan pertanyaan aneh.
Walaupun segan tetapi Pui Tiok terpaksa harus
melayani gadis itu bicara. Dia hendak mengulur waktu
Mudah2-an saja Beng Cu akan menyusul dan
menemukannya. "Hidup itu satu, tapi tujuan orang bermacammacam.
Setiap orang mempunyai tujuan hidup
sendiri2," katanya menanggapi pertanyaan Coh Hen
Hong. "Apa yang engkau maksudkan dengan kata-kata
'hidup itu satu"'.
1189 "Hidup itu merupakan proses perjalanan menuju
kematian. Lahir untuk mati dan mati untuk lahir."
Coh Hen Hong terkesiap, "Lahir untuk mati dan mati
untuk lahir. Apa maksudnya?"
"Lahir dan mati adalah dua hal yang satu. Lahir itu
tak lain adalah pertumbuhan dan mati ada lah hasil
daripada pertumbuhan itu. Jika dalam
pertumbuhannya subur dan memberi buah yang lezat,
tentu buah itu akan dipetik orang dan dimakannya.
Habis. Tetapi kalau pertumbuhannya jelek, akan
menghasilkan buah yang jelek. Buah itu akan gugur
ditanah dan akan tumbuh lagi."
"Begitu pula dengan lahir. Jika kelahiran itu
bertumbuh dengan perjalanan hidup yang baik, tentu
akan membuahkan buah yang lezat. Tetapi kalau
pertumbuhannya penuh digerogoti dengan nafsu
kejahatan, tentu buahnya akan mengerikan."
"Hm. ternyata engkau pandai juga ber falsafah.
Sayang aku tak mengerti hal itu. Bagiku hidup itu
untuk bergerak mencari sesuatu yang diinginkan.
Dan untuk mencapai apa yang kita inginkan, kita
harus berjuang keras. Kalau perlu, jiwapun harus kita
korbankan."
Diam-diam Pui Tiok terkejut atas pernyataan itu.
Adakah karena mengandung cita2 hidup begitu maka
Coh Hen Hong menjadi manusia yang sedemikian
ambisius dan melupakan segala apa untuk mencapai
cita2nya itu"
Bukankah dia berani merampok pedang Ceng lengkiam
dari tangan Beng Cu" Bukankah dia berani
menyaru sebagai cucu Ceng-te" Bukankah pada
akhirnya dia berani membunuh Ceng-te yang telah
melepas budi begitu besar kepadanya"
Mau tak mau ngeri juga Pui Tiok membayangkan
dalam pikiran gadis itu.
1190 "Bukankah engkau telah mencapai apa yang engkau
idam-idamkan selama ini?" Pui Tiok coba-coba untuk
memancing pertanyaan.
Diluar dugaan Coh Hen Hong gelengkan kepala, "Ya,
tetapi gagal. . . ."
Pui Tiok terkejut, "Mengapa?"
"Karena aku telah kehilangan keduanya."
"Apa yang engkau maksudkan?" Pui Tiok makin tak
mengerti. "Tujuanku ke Ceng-te-kiong adalah untuk menuntut
ilmu silat yang sakti, bertahun-tahun aku harus
menyiksa diri untuk berlatih silat yang diajarkan Cengte
kepadaku ..."
Ia berhenti dan merenung seolah seperti terbayang
kembali penghidupannya selama di istana Ceng-tekiong
dulu. "Aku telah merasakan betapa penderitaan seorang
gadis yang miskin. Setiap orang menghina Bahkan
engkaupun tak menganggap aku ini sebagai seorang
gadis. Engkau lebih memperhatikan Beng Cu yang
berwajah cantik dan berpakaian indah"
Pui Tiok terkejut. Dia hendak berkata tetapi tak
jadi. Ah, apa guna dia membantah hal itu Bukankah
memang begitu kenyataannya " Bukankah sekarang
segalanya sudah jelas. Dia tak suka padanya dan
mencintai Beng Cu.
"Maka sejak saat itu timbullah tekadku untuk
merobah diriku menjadi seorang manusia yang sakti
dan cantik, agar orang terutama engkau tak
memandang rendah lagi", kata Coh Hen Hong pula.
"Setelah selesai belajar silat dari Ceng-te
mengijinkan aku mengembara keluar, ternyata Cengte
memang tidak bohong. Tak ada seorang jago dalam
dunia persilatan yang mampu menandingi aku.
1191 "Ceng-te kubunuh karena selama masih hidup, aku
hanya jago nomor dua saja. Setelah dia mati, kukira
akulah jago nomor satu dalam dunia. Tetapi ternyata
muncul lagi Kwan Beng Cu... ."
Berhenti sejenak dia melanjut pula, "Selama ini aku
disanjung dan dipuja sebagai jago nomor 1. Memang
nomor satu atau nomor dua itu hanya gelar kosong.
Aku tetap dapat hidup. Tetapi bagiku hidup itu suatu
tujuan dan tujuanku adalah menjadi jago yang
dipertuan dalam dunia persilatan. Kalau sebagai Jago
nomor dua aku harus tunduk pada orang yang lebih
unggul dari aku, apa gunanya aku hidup" Lebih baik
aku mati saja!"
"Hm, manusia yang dapat menguasai nafsu akan
hidup bahagia dan sejahtera. Tetapi kalau nafsu yang
menguasai manusia, maka celakalah manusia itu. Dia
takkan tenang hidupnya."
"Setiap orang mempunyai tujuan hidup Sendiri,"
sanggah Coh Hen Hong.
Pui Tiok terkesiap. "Kalau begitu, tindakanmu
merebut pedang Ceng leng-kiam dan menyelundup ke
Ceng-te-kiong, tak lain hanya menuju ke jalan
kematian saja, bukan?"
"Ya, segala sesuatu memang hanya dua, berhasil
atau gagal. Tetapi bagi orang yang belajar
ilmusilat. siapakah yang tak ingin menjadi jago
nomor satu di dunia. Padahal sebenarnya orang itu
hanya menuju ke jalan kematian belaka !"
Habis berkata dia terus membenturkan sepasang
pedang Leng-liong-kiam lalu menyanyi. Mengalunkan
lagu yang sedih, diiringi dengan dering sepasang
pedang pusaka yang mendering laksana hantu
merintih. Mendengar itu mau tak mau Pui Tiok tersentuh juga
hatinya. Saat itu dia memandang Coh Hen Hong
bukan Coh Hen Plong si gadis ganas yang haus darah.
1192 Gadis yang telah merenggut entah berapa puluh tokoh
persilatan termasuk Ceng-te, kaisar kerajaan
persilatan. Tetapi dalam pandang mata Pui Tiok, saat itu Coh


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hen Hong seorang gadis cantik yang tengah
menyanyikan lagu2 kenangan hidupnya yang sudah
sebatang kara. Gadis sebatang kara yang harus
menempuh perjalanan hidup penuh derita.....
Selesai menyanyi barulah dia berkata pula, "Pui
toako, hal kedua yang tak dapat kucapai dalam
hidupku kecuali menjadi jago nomor satu di-dunia,
adalah pasangan hidup yang kuinginkan. Akupun tak
berhasil mendapatkannya ..."
Pui Tiok terbeliak. Dia tahu siapa yang dimaksud
Coh Hen Hong. Tetapi bagaimana lagi. Menurut dia, cinta itu bukan
benda yang mudah ditukarkan atau diperjual belikan,
Dia kasihan terhadap Coh Hen Hong tetapi diapun
ngeri teringat akan keganasan dan sifat2 Coh Hen
Hong yang liar. Ah, tidak. Bagaimanapun dia tak mau
memberi harapan lagi kepada gadis itu. Segala akibat
adalah karena perbuatannya sendiri yang tak kenal
budi dan perikemanusiaan.
"Pui toako, setelah kubunuh engkau, akupun akan
bunuh diri. Dengan begitu kita berdua akan mati
bersama-sama !"
Pui Tiok terkejut mendengar pernyataan Coh Hen
Hong. Apalagi ketika dilihatnya mata gadis itu
memancar sinar berapi-api.
"Tunggu dulu !' cepat dia berteriak menghentikan,
sembari sorongkan kedua tangannya, wut . . karena
pada saat itu, Coh Hen Hongpun sudah mengangkat
sepasang pedang dan hendak diayunkan ke arahnya.
Setelah menyorongkan kedua tangan Pui Tiok pun
terus berjumpalitan melayang ke belakang.
1193 Tetapi ketika tubuhnya masih melayang diudara
sesosok bayangan yang membawa dua macam
sinar juga melambung ke udara dan pada lain kejab
terdengar suara Coh Hen Hong berseru pelahan, "Pui
toako, engkau tak dapat lolos seperti akupun juga
begitu. . . Tetapi sebelum selesai dia berkata, sesosok tubuh
melayang keudara. Gerakannya lebih cepat lagi dan
terus menerkam punggung Coh Hen Hong,
Rupanya Coh Hen Hong tahu di belakangnya
terdapat sesosok tubuh yang mengejar dan
menerkamnya. Dalam gugup, tanpa berpaling lagi dia
terus menusuk ke belakang.
Ternyata orang yang berada di belakangnya itu
bukan lain adalah Kwan Beng Cu. Ternyata Kwan Beng
Cu setelah mendengar uraian dan anjuran adik Cengte,
terus mengejar jejak Hen Hong,
Beruntung pada saat yang berbahaya bagi Pui Tiok,
Beng Cu keburu datang dan terus melayang untuk
menerkam Coh Hen Hong yang hendak membacok Pui
Tiok. Beng Cu memiliki tenaga-sakti dan gin-kang yang
luar biasa. Begitu Coh Hen Hong menusuk, dia terus
bergeliatan ke atas lagi dan lalu menyelentik
pergelangan tangan Coh Hen Hong.
Karena tangannya kesemutan, Coh Hen Hong tak
kuasa memegang pedang Ceng-leng-kiam dan tahutahu
pedang Ceng-leng-kiam terus pindah ke tangan
Beng Cu. Beng Cupun cepat menusuk punggung lawan cret . .
. Tetapi walaupun punggungnya tertusuk pedang, Coh
Hen Hong masih tak mau menyerah ia kerahkan
segenap sisa tenaganya untuk melambung keatas lagi.
Beng C u terpaksa melepaskan pedangnya yang
masih menancap dipunggung Coh Hen Hong untuk
1194 kemudian melayang turun ke tempat Pui Tiok yang
ternyata sudah turun di tanah.
Ternyata usaha Coh Hen Hong itu membawa akibat
lain. Dia memang dapat menghindarKAN diri dari Beng
Cu tetapi dia tak menyangka bahwa dia telah
melayang makin ke tengah, jauh dari karang.
Setelah berada sejenak di udara, tubuh Coh Hen
Hongpun meluncur turun tetapi tidak di atas karang
melainkan terus meluncur ke dalam jurang yang tak
kelihatan dasarnya.
Beng Cu dan Pui Tiok saling 'berpelukan. Kemudian
mereka melongok ke bawah tetapi tak kelihatan apaapa.
Dasar jurang itu ratusan tombak dalamnya.
"Ah," Beng Cu menghela napas. Pui Tiok
mengangguk, "Ya, memang sudah selayaknya dia
mendapat ganjaran begitu. Tetapi ah", dia juga
menghela napas, "bagaimanapun juga sebenarnya dia
adalah saudaramu tunggal ayah lain mama ....
"Ya, sebenarnya akupun tak punya perasaan apaapa
kepadanya, tetapi entah bagaimana dia
menganggap aku ini musuh besarnya," kata Beng Cu.
Dia memandang Pui Tiok.
Rupanya pemuda itu tahu yang dimaksudkan itu.
Adalah karena gara-gara dirinya memilih Beng Cu,
maka Coh Hen Hong sampai tega kepada Beng Cu.
Keesokan harinya mereka turun ke bawah jurang
tetapi tak berhasil menemukan mayat Coh Hen Hong.
Dengan demikian sepasang pedang pusaka Leng-liong
kiam itupun turut lenyap untuk selama-lamanya.
Beng Cu tak mau kembali ke Ceng te-kiong
melainkan terus bersama Pui Tiok pulang ke gunung
Peh-hoa-nia. TAMAT Tasbih Emas Bidadari 1 Raja Petir 09 Kematian Eyang Legar Siluman Teluk Gonggo 2
^