Pencarian

Bila Pedang Berbunga Dendam 9

Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong Bagian 9


kesadarannya mulai pulih dan ingat peristiwa sebelum
ia pingsan. Mengapa kedua betisnya patah adalah karena dia
tak mau bertekuk lutut dihadapan Coh Hen Hong.
Tiba-tiba dia menekan ke tanah hendak menggeliat
duduk. Dia teringat bahwa kedua betisnya patah,
mungkin dia akan cacat.
Tetapi baru dia menekan tanah, belum lagi duduk
tiba-tiba dadanya ditekan sebuah tangan sehingga dia
terpaksa terlentang lagi. Ternyata dia sedang rebah
diatas ranjang kayu. Disamping ranjang itu duduk
seorang tua kurus. Orang itulah yang menekan kan
tangannya ke dada Pui Tiok.
Pui Tiok tak kenal siapa orang tua itu. Diapun heran
mengapa kedua betisnya saat itu tidak terasa sakit
sama sekali dan tidak terasa seperti mati-rasa.
673 Tengah dia tertegun, orang tua itu berkata. "Aku
orang she Han nama Sian Seng. Rebah saja dengan
tenang, jangan sembarangan bergerak."
"Ah, kiranya Han lo-sianseng, ahli menyam-bung
tulang yang termasyhur di dunia," seru Pui Tiok.
Orang tua itu memang seorang tokoh sesepuh dari
aliran mistik di wilayah Oulam. Perkumpulan mistik
atau Pay-kau memang merupakan sebuah organisasi
rahasia di daerah tersebut.
Menurut ceritanya, perkumpulan Itu mempunyai
banyak kwat su atau ahli ilmu gaib. Tetapi hal itu tidak
benar. Yang nyata kaum itu memiliki tokoh-tokoh
yang berbakat dan berkepandaian tinggi. Seperti Han
Siang Seng, bukan saja dapat menyambung tulang
yang patah, pun andaikata tulang remuk diapun dapat
memulihkan kembali.
Maka ketika Pui Tiok tahu siapa tokoh yang
dihadapannya, diam-diam dia merasa heran. Kalau
tabib itu tidak disuruh Coh Hen Hong, tak nanti tabib
itu berani datang untuk mengobatinya Terus tetapi
mengapa Coh Hen Hong tidak membunuh dia ketika
dia pingsan bahkan malah suruh Han Siang Seng
untuk mengobatinya"
Ah, mungkin Coh Hen Hong benci setengah mati
kepadanya sehingga ia tak menghendaki dia mati
dengan cepat tetapi supaya Jangan sampai mati dulu
karena hendak dibuat permainan seperti kucing
mempermainkan tikus yang ditangkapnya"
674 Merenungkan hal itu dan teringat akau kekejaman
Coh Hen Hong mau tak mau menggigillah hati Pui
Tiok. Dahi tabib itu penuh dengan lipat kerut. Kedua
tangannya pelahan-lahan mengurut dada Pui Tiok.
Juga terutama pada kedua betisnya. Ketika Pui Tiok
memandang ke bawah, baru dia tahu kalau kedua
betisnya telah dibalut dengan kain putih.
Setelah mengurut beberapa saat baru Han Siang
Seng berdiri dan berkata,"Rebah dan jangan bergerak
dan dua hari kemudian tentu sembuh.
"Han lo-sianseng," seru Pui Tiok," siapakah yang
menyuruh engkau mengobati aku ini" Aku sekarang
berada di mana?"
Han Siang Seng tak menjawab kecuali memandang
dingin lalu berputar tubuh dan melangkah keluar.
Memang nama tabib itu sangat terkenal sekali di
dunia persilatan. Bahwa tabib itu tak mau
menggubrisnya, Pui Tik pun tidak heran.
Sebenarnya Pui Tiok masih akan bertanya dimana
Beng Cu. saat itu. Tetapi karena tabib itu sudah ngacir
pergi, terpaksa Pui Tiok hanya dapat menghela napas
dan lalu rebah diranjang sesuai dengan perintah tabib
tadi. Lewat beberapa waktu tiba-tiba terdengar suara
langkah kaki orang mendatangi dan seseorang
mendorong pintu dengan membawa piring,
menghampiri ke ranjang Pui Tiok. Orang itu bertubuh
675 kekar. Makanan yang dibawanya terdiri dari makanan
dan arak yang istimewa.
"Tolong tanya kepada anda, apakah tahu... " baru
Pui Tiok membuka mulut hendak mencari keterangan,
orang itu sudah gelengkan kepala dan menukas," Tak
usah bertanya. Aku tak tahu apa-apa Tanya toh sia-sia
saja. lebih baik diam saja."
Pui Tiok tersenyum getir. Karena ketemu batu,
perlu apa harus banyak omong lagi. Setelah
menyerahkan makanan yang diletakkan di sebelah
ranjang, orang itupun terus keluar.
Pikir Pui Tiok, toh bagaimana juga dia tetap terliput
bahaya yang tak mungkin dapat di hindarinya, lebih
baik dia isi perut sekenyang-kenyang-nya dulu baru
nanti pikir lagi. Maka tanpa sungkan lagi dia melalap
hidangan itu dengan lahap.
"Hai, mana orangnya!" teriaknya selesai makan.
Sebenarnya dia hanya coba-coba saja. Diluar dugaan
ternyata orang tadi menyahut dan terus masuk!.
"Lekas bawa pergi, jangan ganggu aku lagi," teriak
Pui Tiok sambil menuding pada sisa makanan. Orang
itu memandang Pui Tiok dengan heran.
Tetapi dia tak bicara apa-apa. Setelah mengiakan
lalu membenahi piring dan cawan terus dibawa keluar.
Setelah tinggal seorang diri, perasaan Pui Tiok
mulai gundah. Dia terluka dan paling sedikit harus
berbaring di ranjang selama dua hari. Selama itu
sudah tentu dia tak dapat mencari berita tentang Beng
Cu. Dan selama Itu dia hanya berhadapan dengan dua
676 orang yalah tabib Han Siang Seng dan pelayan tadi.
kedua orang itu tetap menutup mulut rapat2 tak mau
menjawab pertanyaan Pui Tiok.
Dalam keadaan seperti itu rasanya tiada berguna
untuk bingung lagi. Mau tak mau dia harus menunggu
dua hari lagi setelah lukanya sembuh.
Pada hari ketiga Han Siang Seng muncul. Dia
membuka kain pembalut kaki Pui Tiok lalu menepuknepuk
kedua kaki Pui Tiok. Pelahan-lahan Pui Tiok
dapat merasakan ketukan itu, berarti kakinya sudah
tidak mati-rasa lagi. Hampir setengah jam Han Siang
Seng melakukan pengobatan lalu tanpa bicara apaapa
terus keluar. Setelah seorang diri, Pui Tiok masih tak percaya
kalau betisnya sudah sembuh. Dia lalu beranjak turun
dari ranjang dan berdiri. Memang dia masih merasa
kedua kakinya belum pulih seperti sediakala. Tetapi
berselang beberapa jenak perasaan kaku pada kakinya
itupun hilang. Dia melangkah ke muka, menendang
beberapa kali. Kalau dia tidak mengalami sendiri beberapa hari
yang lalu kedua kakinya serasa mati rasa tentu saat
itu dia takkan percaya kalau kedua kakinya itu pernah
patah. Tetapi dia ingat jelas kalau kedua kakinya itu
patah akibat dia tak mau berlutut di hadapan Coh Hen
Hong. Setelah tenangkan diri pelahan-lahan dia membuka
pintu dan melongok keluar. Dilihatnya dua orang lelaki
dengan golok dipinggang, menjaga dimuka pintu.
Jelas mereka menjaga agar Pui Tiok jangan sampai
677 melarikan diri. Dan jelas pula mereka tentulah
anakbuah Cap-it-pang yang berkepandaian tinggi.
Melihat itu Pui Tiok segera menyurut mundur.
Bukan karena takut kepada mereka. Jika memang dia
hendak lolos tentulah dia akan menerjang kedua
penjaga itu, tak peduli betapapun sakti mereka.
Tetapi saat itu dia belum punya pikiran untuk
meloloskan diri. Kalau lolos dia harus membawa Beng
Cu lari. Dan untuk maksud itu lebih dulu dia harus
tahu dimana saat itu Beng Cu berada.
Setelah kembali kedalam ruangannya dia merenung
beberapa saat lalu menghampiri jendela. Dia membuat
lubang pada jendela yang terbuat dari kertas,
mengintai keluar. Kalau di luar jendela tak ada orang
dia hendak melarikan diri dari jendela itu.
Tetapi alangkah terkejutnya ketika melihat diluar
jendela terdapat seorang nenek. Nenek itu duduk
tidak duduk, jongkok bukan jongkok. Tangannya
memegang sebatang tongkat warna merah darah.
Sedang pada bahu kirinya dihinggapi seekor burung
yang aneh. Mirip dengan burung hantu tetapi bulunya
berwarna merah. Bahkan biji matanya juga berwarna
merah. Pui Tiok heran sekali. Pengalamannya dalam dunia
persilatan, tidak terhitung sedikit. Tetapi melihat
nenek tua itu dia benar-benar heran. Dia duga nenek
itu bukan orang sembarangan. Tetapi dia sendiri tak
kenal siapakah perempuan tua itu.
678 Melihat gelagatnya, tak mungkin dia dapat
meloloskan diri melalui jendela. Rasanya nenek2 itu
jauh sukar dihadapi dari kedua penjaga di muka pintu.
Setelah mengasah otak beberapa saat, Pui Tiok
mendapat akal. Sengaja dia lemparkan batu dan
berteriak, "Hai, Apakah tidak ada orang " "
Baru dia akan naik ke ranjang pintu sudah terbuka,
dan seorang penjaga segera muncul. Sambil
memegang tangkai golok, penjaga itu menegur, "Hai,
perlu apa engkau ribut-ribut saja?"
Dengan mengerutkan wajah seperti orang bersedih,
Pui Tiok menjawab, "Aku .... karena tulang kakiku
patah tak dapat berjalan dengan leluasa. Tolong
engkau papah aku !"
"Orang she Pui," orang itu tertawa mengejek,
"jangan engkau jual pura-pura. memfitnah orang.
Memang tulang kakimu patah tetapi Han lo-sianseng
kan sudah menyambung tulang kakimu" Bukankah
engkau sudah dapat berjalan seperti biasa?"
Tanpa menunggu Pui Tiok menanggapi, orang Itu
terus melangkah ke luar, bum, dia gabrukkan daun
pintu sekeras-kerasnya.
Sebenarnya Pui Tiok mempunyai rencana, begitu
orang itu mendekat hendak dikuasai. Setelah itu dia
akan cari akal lagi untuk menundukkan penjaga yang
di luar. Tetapi diluar dugaan ternyata rencana itu dapat
diduga orang. Pui Tiok. hanya dapat meringis seperti
monyet kepedasan saja. Setelah orang tahu tentang
679 rencananya. tentulah akan lebih berhati-hati menjaga
diri. Pui Tiok bingung. Setelah mondar mandir beberapa
saat tiba-tiba ia mendengar suara langkah kaki orang
berhenti di muka pintu. Pui Tiok buru-buru kembali
rebah di ranjang lagi.
Sejenak berhenti, pintu terbuka dan orang itupun
melangkah masuk. Pui Tiok tegang sekali. Dia buruburu
pejamkan mata pura-pura tidur. Tetapi dia
melirik kecil. Bukan alang kepalang kejutnya ketika mengetahui
yang masuk itu ternyata seorang dara. Dara itu
membawa penampan warna merah berisi hidangan
dan arak. Setelah meletakkan di meja, dara itu
berkata, "Pui-ya, silakan dahar."
Melihat yang datang hanya seorang dara Pui Tiok
segera menggeliat bangun dan berseru, dengan
bisik2," Cici, akan hendak bertanya kepadamu, harap
engkau suka menjawab."
Dara itu tertawa, "Tetapi majikanku pesan, aku tak
boleh banyak bicara dengan engkau."
Mendengar keterangan itu, diam-diam Pui Tiok
girang. Dengan memberi keterangan sejujurnya itup
tentulah dara itu mau diajaknya bicara. "Maukah cici
menolong aku?" buru-buru Pui Tiok bertanya.
Kembali dara itu tertawa, "Bagaimana aku dapat
menolongmu?"
680 Pui Tiok melangkah maju dua tindak, katanya,
"Tolong, cici kasih tahu, nona yang datang bersamaku
itu, sekarang berada di mana?"
Dara itu celingukan kian kemari. Wajahnya seperti
orang yang tegang sekali.
JILID 15 Mendengar nona itu diajak bicara, diam-diam Pui
Tiok gembira. Dia maju menghampiri lagi ke samping
nona itu. Diam-diam diapun sudah siap. Begitu pelayan itu
sudah menerangkan dimana tempat Beng Cu ditawan,
dia akan segera turun tangan menutuk jalandarah
pelayan itu. Setelah itu dia akan meminjam
pakaiannya dan menyaru sebagai pelayan.
"Nona yang datang bersama engkau itu, dia
berada....." mendadak pelayan itu dengan kontan
hendak menerangkan. Sudah tentu karena begitu
mendadak, Pui Tiok sampai melongo. Tetapi alangkah
kejutnya ketika tiba-tiba pelayan itu ulurkan tangan
mencengkeram pergelangan tangan Pui Tiok,
Kepandaian Pui Tiok tidak sembarangan. Tetapi
karena dia tak menyangka pelayan itu akan
menerkam pergelangan tangannya. Pui Tiok tertegun
sehingga pergelangan tangannya kena dicengkeram.
Setelah pergelangan tangannya dikuasai, sekalipun
Pui Tiok memiliki kepandaian yang lebih tinggi lagi,


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

681 juga tak dapat berbuat apa-apa. "Engkau, engkau
mau apa?" teriak Pui Tiok.
Pelayan itu tertawa, "Lebih dulu tanya kepada
dirimu sendiri. Saat ini engkau sedang merencanakan
apa?" Pui Tiok terkesiap. Diam-diam dia mengeluh.
Katanya, "Aku, aku tidak merencanakan apa-apa."
Pelayan itu tertawa mengikik. "Pui kongcu,
keteranganmu itu merupakan penyangkalan. Apa yang
engkau rencanakan dalam hatimu, tak lain yalah
dengan cara bagaimana engkau dapat menguasal aku,
bukankah begitu?"
Merah muka Pui Tiok. Saat itu dia benar-benar tak
dapat berkata lagi. Memang dia benar seperti yang
dikatakan pelayan itu, sedang merencanakan hendak
menguasai pelayan itu. Tetapi kalah dulu.
"Engkau tak dapat membantah lagi," pela yan itu
tertawa, Tiba-tiba dilepaskan cengkeramannya dan
menyurut mundur , melesat keluar, Diluar pintu dia
kembali tertawa, "Beberapa Jam lagi aku akan datang
kemari. Pui kongcu pada waktu itu kuharap engkau
jangan punya angan2 yang tidak baik kepadaku."
Habis berkata dia terus mengatupkan daun pintu.
Sebenarnya Pui Tiok dapat mengejarnya tetapi dia
tahu kalau di muka pintu terdapat dua orang penjaga.
Jelas kedua penjaga itu bukan jago sembarangan.
Setelah merenung beberapa saat, Pui Tiok kembali
duduk. Dia benar-benar tak pernah menduga kalau
bakal jatuh di tangan searang gadis pelayan saja.
682 Dia membayangkan peristiwa tadi. Menilik
gerakannya, tentulah gadis pelayan itu memiliki
kepandaian silat yang hebat. Kemungkinan tentu
orang persilatan. Akhirnya Pui Tiot menarik
kesimpulan, kalah dan menang itu sudah lumrah. Tak
perlu dipikirkan lagi.
Dia resah sekali. Sebentar duduk sebentar berdiri,
mondar mandir di dalam kamar. Beberapa saat
kemudian dia terkejut lagi. Bahkan kali ini kejutnya
bukan kepalang besarnya.
Pada saat itu dia baru menyadari kalau selama
mondar mandir tadi dia hampir saja membentur
seseorang. Aneh, betul-betul aneh sekali. Jelas yang
berada dalam kamar itu hanya dia seorang diri tetapi
mengapa sekarang telah bertambah dengan seorang
lain lagi tanpa dia tahu"
Dia mengangkat kepala dan tak ragu2 lagi. Dia
melihat jelas bahwa di sebelah muka terdapat seorang
yang tengah tegak berdiri. Mungkin tadi karena dia
berjalan mondar mandir dengan tundukkan kepala, dia
sampai tak mengetahui akan kedatangan orang itu.
Pui Tiok terkesiap. Dia memandang dengan
seksama siapa orang itu. Serentak jantungnya
mendebur keras dan tubuhnya menjadi kaku.
Ternyata yang berdiri dihadapannya itu seorang
gadis yang cantik jelita. Dia bukan lain adalah Coh
Hen Hong sendiri.
Coh Hen Hong tertawa dingin, "Apakah luka pada
kakimu sudah baik?"
683 Mendengar suara itu seketika pulihlah kesadaran
Pui Tiok. Perasaan dendam kebencian serempak
meluap lagi. Secepat kilat digunakan dua buah jarinya
untuk menutuk dada gadis itu dengan jurus Hong jiphoa-
lui atau kumbang-menyusup-kuntum-bunga.
Jurus itu memang khusus untuk menyerang pada
jarak dekat. Waktu menyerang tangan menjulur lurus
tetapi siku lengan ditekuk sehingga kalau perlu mudah
ditarik. Dan lagi Pui Tiok bergerak dengan cepat
sekali. Menilik jaraknya terpisah setengah meter, dia
percaya tentu akan berhasil.
Dan memang dia berhasil. CohHen Hong terkesiap
melihat serangan tak terduga itu. Tetapi gadis itu
tidak membuat suatu reaksi apa-apa dan seolah
membiarkan dadanya ditutuk.
Pui Tiok terkejut girang. Dia tak menyangka kalau
begitu mudah dia akan dapat menguasai Coh Hen
Hong. Sekali Coh HenHong dapat dikuasai, tentu dia
dan Beng cu akan dapat lepas dari tempat itu.
Tetapi Pui Tiok terlalu dini bergembira. Cret....!
ketika kedua jarinya menusuk dada Coh Hen Hong, dia
rasakan seperti membentur gumpalan kapas yang
lunak dan tak bertenaga sama sekali. Tenaga-dalam
yang dipusatkan pada ujung jarinya itu sama sekali
tak dapat memancar. Bahkan malah rasanya seperti
balik kembali. Pui Tiok kaget sekali. kalau tenaga dalam pada
ujung jarinya itu sampai mengalir balik ke lengannya
lagi, itu berbahaya sekali. Kalau tldak mengalami
nasib Co-hwe-jip-mo (aliran darah tersesat), tentu
akan menderita luka dalam yang parah.
684 Pui Tiok bingung sekali. Dia menarik napasdan
cepat menarik mundur lengannya. Sungguh masih
untung dia cepat-cepat dapat mengetahui bahaya dan
menarik tangannya.
"Apakah sekarang engkau sudah tahu?" Coh Hen
Hong tertawa dingin
Pui Tiok tak menjawab melainkan mengertek gigi.
"Seharusnya engkau tahu," kata Coh Hen Hong
pula, "kalau dibanding dengan aku, kepandaianmu itu
masih terlalu jauh. Para ciangbun dan pangcu dunia
persilatan, begitu melihat aku tentu gopoh berlutut
memberi hormat, mengapa engkau malah berani
menyerang aku?"
Saat itu kejut Pui Tiok sukar
dilukiskan.Serangannya tadi ditujukan pada jalan
darah hoa-kay-hiat. Sebuah jalan darah yang fatal.
Pada umumnya. Sekalipun tokoh yang berke
pandaian tinggi tetap sukar untuk melindungi ketiga
jalan darah fatal, termasuk jalandarah Hoa-kay-hiat
itu. Tetapi tadi Pui Tiok terang telah menutuk jalan
darah Hoa-kay-hiat di dada Coh Hen Hong, tetapi toh
hasilnya bukan saja nihil, pun malah dada Coh Hen
Hong dapat mengalirkan tenaga tolakan yang dapat
mengembalikan tenaga-dalam pada ujung jari Pui
Tiok. Dari peristiwa itu dapat ditarik kesimpulan
bahwa kepandaian Coh Hen Hong saat ini memang
bukan olah-olah hebatnya.
685 Apabila rasa kejut Pui Tiok mencapai puncak, pun
dendam kebenciannya terhadap nona itu Juga meluap
sampai ke puncak juga. Mata pemuda itu seperti
memancar api. Dia tertawa dingin.
"Kepandaianmu semakin tinggi, ibarat kalajengking
berbisa yang ditambah dengan ekor beracun. Makin
membuat orang muak," serunya.
Wajah Coh Hen Hong agak berobah tetapi dia tetap
berusaha untuk berserl wajah, tegurnya. "Aku hendak
bertanya sepatah lagi kepadamu. Engkau mau atau
tidak berlutut dihadapanku, lekas bilang!"
Mendengar Coh Hen Hong mengulanq hal itu lagi,
jantung Pui Tiok berdebar keras. Bebera pa hari yang
lalu adalah karena menolak berlutut dihadapan Coh
Hen Hong maka dia sampai menderita tulang kakinya
patah. sekarang walaupun sudah sembuh tetapi baru tiga
hari. Dia masih ingat rasanya derita sakit dari kedua
kakinya yang patah itu. Kalau dia harus menderita,
seperti itu lagi, ah rasanya dia tentu tak tahan.
Lalu bagaimana" Apakah dia harus turut perintah
Coh Hen Hong untuk berlutut"
"Engkau mau berlutut atautidak" tiba-tiba Coh Hen
Hong berseru lagi dengan seram.
Pui Tiok tetap berdiri tegak. tadi dia memang masih
menimang nimang bagaimana akan menghadapi
tekanan itu. Tetapi ketika Coh Hen Hong mengulang
pertanyaannya lagi entah bagaimana karena
menyadari bahwa bahaya sudah mengancam didepan
686 mata, Pui Tiok malah tidak memikir apa-apa lagi. Dia
berdiri tegak, memandang terus ke muka.
Coh Hen Hong tertawa dingin. Setiap gelombang
tawanya seperti palu godam yang menghantam hati
Pui Tiok sehingga tubuh pemuda itu berguncangguncang.
"Engkau takut, bukan" Asal engkau mau ber lutut,
akupun takkan menyusahkan engkau.
Kata-kata Coh Hen Hong itu sudah bernada lunak.
Dan walaupun hatinya kacau tetapi Pui Tiok dapat
mendengarnya. Sudah tentu Pui Tiok tak percaya bahwa asal dia
mau berlutut, Coh Hen Hong lalu akan
menghimpaskan semua ganjelan dan dendam yang
lampau. Dia hanya menduga bahwa Coh Hen Hong
untuk sementara waktu takkan mengganggunya.
Justeru disinilah letak persoalannya. Sekarang
memang takkan mengganggu, tetapi di kemudian hari
bagaimana"
Tindakan menyerah pada Coh Hen Hong, tak boleh
mulai dilakukan. Begitu mulai menyerah, kelak tentu
tak mungkin dapat melawannya. Jika menyerah, lama
kelamaan tentu menjadi kebiasaan akibatnya dia akan
krhilangan rasa malu.
Membayangkan hal itu tubuh Pui Tiok menggigil
tetapi bukan karena ketakutan melainkan karena
terkejut tiba pada kesimpulan tadi. Dia tidak takut
kepada Coh Hen Hong melainkan takut karena
memiliki pikiran hendak menyerah tadi.
687 Dan setelah diguncang kesadaran yang
mengejutkan itu, tubuhnya serentak meregang tegak
Hatinya tidak takut lagi. Dia berseru dingin,
"Engkau yang mulai lunak" Tetapi ketahuilah, kalau
hendak suruh aku berlutut dihadapanmu, jangan
engkau mimpi!' Dengan tegas dan tandas, Pui Tiok mengucapkan
sepatah demi sepatah pernyataan itu. Wajah Coh Hen
Hong tampak berobah-robah. Sebentar merah
sebentar pucat. Beberapa saat kemudian baru
pelahan-lahan tenang kembali.
"Apa begitu," serunya. "Ya," Pui Tiok menarik
napas. "Baik," kata Coh Hen Hong," anggap saja
engkau ini memang keras kepala. Tetapi betapapun
keras tulang kepalamu dikuatirkan takkan mampu
menerima hantamanku."
Hati Pui Tiok mengeluh tetapi dia tetap mengatup
bibir erat dan tak mau menyahut. Dia tahu kalau kali
ini Coh Hen Hong hendak turun tangan tentu akan
dengan cara yang sadis sekali. Tetapi Pui Tiok sudah
membulatkan tekad. Dia tak mau menghindar dan tak
mau balas menyerang. Dia tahu diri. Kepandaiannya
sekarang kalah jauh sekali dengan Coh Hen Hong.
Percuma saja dia melawan atau mau melarikan diri.
Akibatnya malah akan menambah penderitaan belaka.
Maka diapun tetap tegak berdiri seperti patung.
Tiba-tiba Coh Hen Hong menyurut mundur
selangkah dan terus ayunkan kaki kanannya ke betis
Pui Tiok. Tendangan itu terlampau cepat sekali
688 sehingga Pui Tiok tak sempat menghindar lagi,
bukk....... Tulang betis yang baru saja sembuh, patah lagi,
makanya sungguh tak terperikan sekali. Dan Pui Tiok
pun tak sanggup berdiri lagi. Dia jatuh Ketanah.
Keringat bercucuran dari dahinya. mengangkat
kemuka, dilihatnya Coh Hen Hong tengah tertawa
mengejeknya. tiba-tiba Pui Tiok tertawa gelak-gelak.
Nadanya rawan sekali. Setelah tertawa, dia berseru,
"Engkau hendak memaksa aku berlutut, hm, itu hanya
mimpi saja, hanya ber......"
Belum sampai dia menyelesaikan kata-katanya, Coh
Hen Hong sudah menginjak betis Pui Tiok. Krek, krek,
krek.... kaki Coh Hen Hong digerak gerakkan untuk
mengilas sehingga tulang betis pemuda itu seperti
berantakan. Pui Tiok tak dapat mengatakan dengan
kata-kata betapa derita kesakitan yang dialaminya
saat itu. "Bagaimana rasanya?" Coh Hen Hong tertawa
keras. Tetapi Pui Tiok tak dapat menjawab. Dia rasakan
pandang matanya gelap dan tubuh terasa melayang.
Pada lain saat dia pingsan.
Entah berselang berapa lama dia baru pelahanlahan
memiliki perasaan. Pertama yang dirasakan,
kedua betisnya seperti digorok oleh gergaji yang
tajam sekali. Bahkan dia seperti mendengar bunyi
tulang betisnya yang tengah digergaji itu. Begitu keras
rasa sakit itu sehingga dia hampir pingsan lagi. Dia
hendak menggeliat bangun tetapi tak mampu. Bahkan
689 hendak membuka mata saja rasanya sukar karena apa
yang dihadapannya hanya gelap semua.
Dia pernah mendengar cerita orang tentang siksaan
yang diadakan di neraka. Adakah keadaannya saat itu
tidak seperti dineraka saja"
Berselang beberapa waktu kemudian dia baru dapat
menangkap pembicaraan orang. Pertama yang
didengarnya yalah suara seorang tua. Bicaranya amat


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tegang menandakan kalau sedang marah.
"Siancu"' katanya," baru saja tulang betisnya
kusambung mengapa engkau patahkan lagi?"
"Benar," terdengar suara Coh Hen Hong," Engkau
sambung lagi saja."
Saat itu baru Pui Tiok tahu kalau orang tua itu
adalah tabib Han Siang Seng. Dan tahu pula ia lebih
jelas betapa ganasnya Coh Hen Hong itu.
"Siancu," kata Han Siang Seng," kali ini aku mau
melakukan tetapi lain kali, tidak."
"Engkau berani membangkang perintahku?" teriak
Coh Hen Hong marah.
"Ah, mana aku si tua ini berani membangkang?"
kata Han Siang Seng," tetapi kalau tulang betisnya
patah untuk yang ketiga kalinya lagi, sekalipun Tay Lo
sin-sian turun ke bumi, tak mungkin juga dapat
menyambungnya lagi. Siancu, ini bukan berarti aku
berani membangkang perintah."
690 Coh Hen Hong tertawa mengikik, "Ah tak apa.
Engkau sambung dulu tulangnya, nanti aku dapat
memikirkan sendiri."
Mendengar keterangan Han Siang Seng tadi, Pui
Tiok juga terkejut. Dia hendak berteriak tetapi tak
dapat bersuara Lewat sepeminum teh lamanya, dia
rasakan kedua betisnya nyaman rasanya, rasa sakit
hilang seketika.
Tetapi hilangnya sakit di betis bukan berarti
hilangnya sakit dalam hati Pui Tiok. Dia menyadari
sekalipun sembuh tetapi kemungkinan besar tentu
masih akan terancam lagi. Begitu kakinya sembuh,
Coh Hen Hong tentu akan datang lagi untuk
menyuruhnya berlutut.
Pada waktu itu hanya ada dua pilihan. Kalau dia
mau berlutut, dia akan bebas dari siksa Tetapi kalau
dia menolak, tentulah betisnya akan diremuk lagi. Dan
kalau sampai diremuk lagi, kali itu tak mungkin dapat
disambung lagi. Diapasti akan cacat seumur hidup.
Membayangkan hal itu mengigillah Pui Tiok. Tibatiba
saat itu dia rasakan ada orang menampar
dadanya agak keras sehinga dia hampir melonjak
bangun. Tetapi cepat tubuhnya ditekan orang itu,
sehingga dia tak dapat berkutik.
"Jangan bergerak!" terdengar suara Han siang seng,
"kalau bergerak tulangmu tentu bengkok. Kalau
sekarang ketakutan mengapa semula mengunjuk
kegagahan" Hendak memamerkan gengsi" berapakah
harganya gengsi itu satu katinya?"
691 Pui Tiok paksakan diri untuk membuka mata.
Tampak kedua tangan, Han Siang Seng sedang
mengelus-elus kedua betisnya yang membengkak
besar. Melihat itu ngeri sendiri Pui Tiok.
Tiba-tiba dia teringat dahulu pada waktu Peh hoakau
merayakan hari-jadi yang ke tiga, Han Siang Seng
pernah ke Peh-hoa-nia. Kalau sekarang dia minta
tolong kepadanya, rasanya orang tentu takkan
menampik. Baru dia hendak membuka mulut tiba-tiba dia
teringat akan sesuatu. Bahwa suasana dalam dunia
persilatan masa itu sudah banyak berobah. Ting Tay
Ging salah seorang contoh. Dia adalah sahabat baik
dari ayahnya tetapi toh tega hendak menjual dirinya
kepada Coh Hen Hong. Tidakkah bukan mustahil kalau
Han Siang Seng juga akan bersikap begitu kepadanya
nanti" Tetapi setelah direnungkan bolak balik, kalau tidak
kepada Han Siang rasanya tiada lain, orang lagi yang
dapat membantu kesulitannya saat itu Karena tiada
lain pilihan, akhirnya, ia memberanikan diri untuk
berkata, "Han lo cianpwe tolonglah aku!"
"Bukankah aku sedang menolongmu?" sahut tabib
itu dengan nada dingin.
Pui Tiok tersenyum getir. "Bukan begitu yang
kumaksudkan. Aku hendak mohon bantuan locianpwe
untuk meloloskan diri dari tempat ini.
Han Siang Seng mendengus dan wajahnya berobah
tak sedap dipandang. Dia tak menyahut, bahkan tak
mau memandang pemuda itu.
692 Pui Tiok tahu bahwa untuk meminta pertolongan
Han Siang Seng memang tak banyak harapannya.
Tetapi karena tiada lain jalan lagi, apa boleh buat dia
terpaksa membuka mulut juga. Sikap dan sambutan
Han Siang Seng benar-benar membuatnya terhina.
Penderitaan batin dan rasa kesakitan luar biasa
pada kedua betisnya telah menyebabkan dia rubuh
dan pjngsan. Waktu yang kedua kalinya dia tersadar,
ternyata suasana dalam ruang itu sunyi senyap tiada
barang seorangpun jua. Ketika membuka mata ia
melihat kedua betisnya yang bengkak besar sudah
hilang dan rasa sakitnyapun hilang. Tetapi tepat pada
saat dia hendak memejamkan mata tiba-tiba dia
melihat di permukaan meja terdapat sebuah lukisan
kepala anak panah.
Kepala anak panah itu digurat dengan kuku tidak
berapa dalam. Tetapi dapat menggunakan kuku untuk
menggurat lukisan pada meja. jelas menandakan
kalau kepandaian orang itu bukan main hebatnya.
Ujung kepala anak panah itu lurus mengarah
kepada satu satunya jendela yang berada dalam
kamar itu. Tadi ketika melongok dari jendela itu Pui
Tiok mendapatkan bahwa diluar jendela dijaga oleh
seorang perempuan tua yang aneh.
Melihat tanda lukisan anak panah Itu, timbul dua
buah pertanyaan dalam benak Pui Tiok. Pertama,
siapakah yang membuat lukisan itu" Kedua apa arti
lukisan anakpanah itu"
Pertanyaan pertama agaknya tak sukar dijawab
Sejak Han Siang Seng keluar dari kamar itu tak ada
693 lain orang lagi yang masuk. Dengan begitu jelas kalau
Han Siang Seng yang membuatnya. Pertanyaan
kedua, lebih sukar dijawab. Ujung lukisan anak panah
itu menuju kearah jendela apa artinya" Apakah Han
Siang Seng memberi isyarat agar dia melarikan diri
dari jendela itu"
Tetapi ah, tak mungkin. Seharusnya Han Siang
Seng tahu kalau diluar jendela dijaga seorang nenek
aneh. Lalu apa maksudnya gambar itu"
Sampai lama Pui Tiok memeras otak untuk
memecahkan teka teki itu tetapi tak dapat
menemukan jejaknya. Pikirannya ruwet tak keruan
dan karena lelah, hampir saja terlena tidur. Tetapi
tiba-tiba dia mendengar suara Han Siang Seng dari
luar jendela. Seketika bangunlah semangatnya. Buruburu
dia mencurahkan perhatian.
"Pik lo-pohcu, sudah lama tak berjumpa. Apa
tubuhmu masih kokoh?" seru Han Siang Seng.
Pertanyaan itu jelas ditujukan pada si nenek.
Terdengar nenek itu menjawab dengan nada yang
aneh, "Masih lumayan. Tulang belulangku. masih
belum lapuk, tak perlu merepotkan engkau.
Han Siang Seng berkata kering, "Pik lo pohcu,
beberapa tahun yang lalu kudengar engkau berkeliling
ke empat penjuru untuk mencari murid pewaris.
Apakah sampai sekarang engkau masih belum
mendapatkan orang yang sesuai dengan pilihanmu?"
Mendengar itu Pui Tiok berdebar keras. Saat itu
sudah tahu siapakah nenek itu. Diam-diam dia
bersyukur karena tadi tidak gegabah loncat keluar dari
694 jendela, Ternyata nenek yang jaga diluar jendela itu
adalah Ang-ciu-poh (Nenek-bangau-merah) Pikun.
Di daerah Biau terdapat tiga tokoh sakti Kim Kong
siancau yang tinggal di puncak gunung Kim-ting-san di
Kwi-ciu. Kedua, Bwe-hoa-cong. Dan ketiga adalah
nenek Ang-ciu-poh.
Ketiga toKoh itu masing-masing mempunyai kepan
daian istimewa sendiri. Ilmu silat mereka alirannya
dengan ilmu silat di Tiong-goan.
Konon kabarnya nenek Ang-ciu-poh itu berwatak
angkuh sombong. Mengapa nenek itu berada disitu
dan mau diperintah Coh Hen Hong untuk menjaga
diluar jendela, Pui Tiok heran.
"Apa engkau kira mudah jadi pewarisku" seru
nenek Ang-ciu-poh," hm, hm, harus bernyali besar,
harus berani. Bernyali besar memang mudah tetapi
berani itu yang susah."
Han Siang Seng tertawa, "Benar nyali entah berapa
harganya satu kati. Rasanya sudah lama orang
membuangnya."
Suara tabib itu makin lama makin jauh. Jelas tentu
sambil berkata itu dia sudah meninggalkan tempat itu.
Tetapi tergugahlah hati Pui Tiok ketika mendengar
kata-kata Han Siang Seng yang aneh tadi. Tiba-tiba
dia membuka pikirannya.
Lukisan anakpanah di meja adalah Han Siang Seng
yang membuat. Dan kata-kata Han Siang Seng tadi
tentu bukan tak ada maksudnya. Han Siang Seng
hendak menunjukkan Sebuah jalan. Dia hendak
695 memberi tahu bahwa hanya apabila Pui Tiok mau
menjadi murid nenek Ang-ciu-poh, barulah ada
harapan dapat lolos dari tempat situ.
Walaupun sudah dapat menebak apa maksud Han
Siang Sing tetapi hati Pui Tiok masih berdebar2.
Mungkinkah petunjuk Han Siang Seng dapat
terlaksana dengan berhasil.
Pertama dia adalah putera dari Peh-hoa-lo-koay.
Kemasyuran nama ayahnya tak kalah dengan nenek
Ang-ciu-Poh. Kalau memang ayahnya yang
memerintahkan supaya dia berguru pada Ang-ciu-poh,
sudah tentu lain persoalannya. Tetapi sekarang bukan
begitu. Adalah karena dalam bahaya dan memerlukan
pertolongan maka dia akan berguru pada Ang ciu poh.
Apakah hal itu tidak akan menjatuhkan nama harum
dari ayahnya"
Kedua, taruh kata dia mau menjadi murid Ang-ciupoh
tetapi apaakah nenek itu mau menerimanya"
Kembali pikiran Pui Tiok kalut. Beberapa saat
kemudian dia tertidur. Ketika bangun, saat itu tepat
tiba waktunya Han Siang Seng akan memeriksa
lukanya lagi. Tetapi walaupun Pui Tiok menatap dengan pandang
terima kasih, tabib itu tetap tak mengacuhkannya.
Habis mengobati, terus ngeloyor pergi.
Waktu hendak keluar, dia sengaja mengusap
permukaan meja Waktu Pui Tiok memandang ke meja,
ternyata lukisan anak panah itu sudah lenyap.
696 Pui Tiok seorang cerdik. Sudah tentu dia tahu kalau
Han Siang Seng takut hal itu diketahui orang. Apabila
hal itu sampai diketahui Coh Hen Hong, Han Siang
Seng dapat menyangkal kalau dia yang memberi
petunjuk. Dan hal itu memang suatu kenyataan. Tak
pernah tabib itu mengucap sepatah kata untuk
memberi petunjuk pada Pui Tiok agar berguru pada
Ang-ciu-poh. Demikian dua hari kemudian, tiap hari Han Siang
Seng datang memeriksa dan mengobati sampai dua
kali. Waktu tibai pada hari kedua saat petang hari, Pui
Tiok rasakan kedua betisnya sudah sembuh sama
sekali. Tetapi Han Siang Seng tetap membalut dengan
kain putih. Setelah Han Siang Seng pergi, Pui Tiok lalu
membuka kain pembalut itu. Dia lalu coba berdiri.
Ternyata dia sudah sembuh betul. Dia berjalan dua
langkah dan melonjak-lonjak ternyata tidak merasa
sakit. Pui Tiok menyadari bahwa tindakan Han Siang Seng
untuk tetap membalut betisnya yang sudah sembuh.
Jelas Han Siang Seng itu memang sengaja berbuat
begitu, agar Pui Tiok mempunyai kesempatan pada
malam itu berbicara dengan nenek Ang ciu poh. Dan
pada malam itu nenek Ang-ciu-poh dapat
membawanya lari.
Coh Hen Hong tidak bodoh. Esok pagi dia datang
akan bertanya kepada Han Siang Seng bagaimana
luka Pui Tiok. Pada waktu itu Han Siang Seng akan
menjawab kalau Pui Tiok masih sakit dan dia bebas
dari tanggung jawab atas larinya Pui Tiok,
697 Merenungkan hal itu Pui Tiok tak mau bersangsi
lagi. Dia akan mencobanya. Maka dia maju kemuka
jendela dan membukanya. Nenek Ang-ciu-poh berada
empat lima meter di luar jendela. Jelas nenek itu tentu
mendengar kalau jendela dibuka tetapi nyatanya
nenek itu masih tetap duduk membelakangi jendela,
diam tak bergerak. Hanya burung aneh yang
kepalanya berwarna merah darah dan hingga pada
bahunya, berpaling kepala dan mengeluarkan bunyi
mengukuk yang seram kepada Pui Tiok.
Berapa kali Pui Tiok hendah membuka mulut
menyapa nenek itu tetapi rasanya sukar mulut
diperintah bersuara.
Memang seorang anak muda seperti dia dapat
dimaklumi kalau gengsinya terlalu besar. Sejak kecil
sebagai putera dari Peh Hoa lokoay. dia hidup
ditengah2 puluhan jago-jago sakti yang bernaung


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam perkumpulan Peh-hoa-kau. Tak seorangpun
yang berani membantah perintahnya. Dia biasa
memberi perintah. Maka sekarang dalam saat yang
yang berbahaya seperti saat itu, suruh dia membuka
mulut minta tolong orang, memang berat baginya.
Karena gagal untuk membuka suara, akhirnya dia
menghela napas. Tiba-tiba terdengar nenek Ang-ciupoh
berseru dingin, "Mau melarikan diri dari tempat
penjagaanku, jangan harap mampu. Jangan cari
penyakit kalau masih ingin hidup."
Bingung, marah ditambah mendongkol
menyebabkan Pui Tiok tegakkan kepala, bulatkan
tekad. "Tak dapat melarikan diri tak apa, toh hanya
mati tetapi asal mati dengan gembira!" sahutnya.
698 Begitu selesai mengucap, Pui Tiok merasa
menyesal. Dia bermaksud hendak berguru pada nenek
Ang-ciu-poh, mengapa dia berani membantah katakata
nenek itu. Tetapi cepat dia menghapus rasa sesalnya itu.
Dalam hati kecilnya dia benar-benar tak dapat
melakukan tindakan untuk meminta tolong pada
nenek itu. Dia merasa hina. Kalau toh sama-sama
menderita hina, mengapa dia tak mau berlutut
didepan Coh Hen Hong saja" Bukankah dengan
berbuat begitu dia akan bebas dari siksaan"
Tengah dia termenung, tiba-tiba nenek itu
berbangkit dan berputar tubuh. Sepasang matanya
berkilat-kilat tajam memandangnya dan kemudian
berkata dengan nada sedingin es, "Engkau. engkau
tidak takut mati" Benar tidak takut atau hanya jual
kegarangan saja"
Pui Tiok tertawa mengekeh, "Aku ini manusia. Tak
ada manusia yang tak takut mati. Tetapi takut
matipun akhirnya juga akan mati. Karena itu mengapa
harus takut mati?"
Sinar mata nenek itu makin mencorong.
Sekonyong-konyong Pui Tiok melihat segulung
bayangan merah melayang ke pintu dengan
mengaburkan gelombang tenaga yang amat kuat
sehingga Pui Tiok yang berada di jendela terlanda
tenaga kuat itu dan terpental mundur sampai tiga
empat langkah, Pui Tiok tak sempat menduga apa yang dilakukan
nenek itu karena gerakannya terlampau cepat. Dan
sebelum Pui Tiok sempat membuka mulut, nenek AngTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
699 ciu-poh sudah tiba dimuka pintu. Dia mendengar pintu
ditarik dan tampak tangan nenek Ang-ciu-poh
menutuk ke kanan dan ke kiri. Wut, wut.... terdengar
dua buah suara mendesing ke sebelah kanan dan kiri
dan pada lain saat tubuh nenek itu melesat keluar lalu
masuk lagi, dengan menyeret tubuh kedua penjaga
pintu. Ketika Pui Tiok memandang kearah kedua penjaga
itu, kejutnya bukan main. Biji mata dari kedua
penjaga itu berlepotan darah karena pecah ditutuk jari
nenek Ang-ciu Poh.
Pada saat Pui Tiok tertegun, terdengar nenek itu
berseru kepadanya. Nadanya parau seperti suara
orang tua, "Lekas engkau ganti mengenakan pakaian
mereka dan bawa lencana kim-pay mereka untuk
keluar dari sini. Hati-hati, begitu sudah berada di luar,
larilah ke sebelah selatan sampai tujuh li. Disana nanti
engkau tunggu aku sampai datang, jangan pergi!"
Waktu memberi peringatan agar Pui Tiok lari kearah
selatan ternyata tangan nenek itu menggurat huruf
,utara, di meja.
Pui Tiok mengangguk. Dia tahu apa maksud nenek
itu, katanya, "Baik, terima kasih atas pertolongan
Ceng-te locianpwe."
sambil berkata dia sudah melucuti pakaian salah
seorang penjaga. Sementara itu nenek Ang-ciu-poh
pun sudah melesat keluar dan menutup pintu lagi.
Pui Tiok merasa tegang akan tindakan nenek Angciu-
poh dalam usahanya untuk menolong dirinya.
Kedua penjaga telah dihancurkan biji matanya agar
700 jangan tahu siapa yang menolong Pui Tiok. Mengapa
nenek Ang ciu-poh tidak membunuh saja kedua
penjaga itu adalah agar mereka nanti dapat menjadi
saksi hidup yang akan menerangkan kepada Coh Hen
Kong bahwa yang me-nolong Pui Tiok itu seorang
kakek tua dan bukan nenek Ang-ciu-poh.
Nenek Ang-ciu-poh memang sengaja merobah
suaranya seperti suara seorang kakek tua. Dan Pui
Tiokpun dapat menanggapi dengan menyebutnya
sebagai Ceng-te locianpwe. Dengan membawa nama
Ceng-te, Pui Tiok memang sengaja hendak
menggertak Coh Hen Hong. Kalau Coh Hen Hong tahu
yang turun tangan itu Ceng-te, tentulah Coh Hen Hong
akan ketakutan dan kemungkinan tentu dia segera
bergerak. Beberapa saat dia tiba di halaman besar di
tengah gedung itu. Di tengah halaman Itu didirikan
tujuh belas tugu marmar. Setiap tugu terdapat ukiran
huruf yang besar. Ternyata tugu2 itu merupakan tugu
nama dari ketujuh-belas perkumpulan di perairan
Hong-ho. Segera saja Pui Tiok tahu bahwa tempat itu
merupakan pusat dari Cap-jit-pang. Karena
ketujuhbelas perkumpulan itu sama-sama berpusat
ditempat itu maka anak buah merekapun dapat bebas
masuk keluar disitu. Karena ketujuhbelas
perkumpulan itu tersebar diseluruh perairan bengawan
Hong-ho, ada yang diwilayah Kamsiok di wilayah
ceng-hay, ada pula yang di Shoa-tang dan lain2 yang
satu sama lain terpisah jauh sampai ribuan li, maka
mereka tak saling kenal mengenal.
Dengan hati lapang, Pui Tiok lanjutkan langkah
keluar. Sekalipun sudah menganalisa situasinya aman
karena tak mungkin orang akan dapat mengenalnya
701 namun la masih jeri membayangkan bagaimana
akibatnya kalau sampai kepergok dan ketahuan.
Setelah keluar dari markas Cap-jit pang, dia baru
dapat menghela napas longgar. Dia membiluk sebuah
tikungan dan setelah beberapa kali melintas jalan, dia
sudah tak nampak markas besar Cap-jit-pang lagi.
Entah bagaimana, karena diluap rasa tegang, dia
sampai gemetar.
Cepat dia menuju ke utara. Tak berapa, lama dia
keluar dari pintu utara kota Ce-lam-shia. Setelah
berjalan 10-an li, dia baru lambatkan langkah. Disitu
terdapat sebuah hutan besar dan diapun segera
masuk. Mencari tempat yang sunyi dia beristirahat
rebahkan diri. Saat Itu dia sudah keluar dari sarang harimau.
Tetapi hatinya tetap resah memikirkan keselamatan
Kwan Beng Cu. Dia benar-benar tak tahu bagaimana
keadaan nona itu. Dan dia sama sekali tak berdaya
untuk menyelidikinya.
Disamping Itu dia masih bimbang. Apakah dia harus
menunggu kedatangan nenek Ang-ciu-poh atau tidak.
Soal itu memang berat. ia tahu nenek itu bukan tokoh
putih. Kalau dia sampai menjadi muridnya, bukankah
dia akan terlibat dalam kesulitan besar?"
Waktu masih disekap dalam markas Cap-jit-pang,
dia hendak minta pertolongan nenek Ang-ciu-poh
tetapi dia takut nenek itu menolak. Se-karang setelah
dia berhasil keluar dari mulut harimau, dia bimbang.
Setelah mempertimbangkan baberapa saat, akhinya
dia meutuskan untuk tidak menunggu nenek Ang-ciuTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
702 poh dan lebih baik lekas-lekas tinggalkan tempat itu.
Sudah tentu dia tak tega kepada Kwan Beng Cu tetapi
dalam keadaan seperti saat Itu, dia benar-benar tak
berdaya sama sekali. Untung saja pada waktu hendak
meloloskan diri tadi, dia telah mengatur siasat yang
cerdik yalah dengan membawa-bawa nama ceng-te.
Dia menyebut kalau Ceng-te yang menolongnya.
Dengan begitu tentulah Coh Hen Hong akan terkejut
dan tak berani gegabah mengganggu jiwa Beng Cu.
Begitulah dia segera keluar dari hutan. Tiba-tiba dia
mendengar bunyi berderak-derak dari roda kereta.
Seorang penjual sedang mendorong gerobak yang
beroda satu. gerobak berisi macam-macam barang
dagangan. "Uh, kalau aku tukar pakaian dengan dia, tentu
takkan dikenal orang lagi, tiba-tiba dia mendapat
pikiran. Dia segera menyongsong penjual itu. Penjual
hentikan gerobaknya dan katanya, "Tuan hendak
membeli apa?"
Pui Tiok meraba kantong dan masih ada sekeping
emas. Dia tertawa, "Saudara, aku hendak berunding
dengan engkau. Aku mau beli semua barang
daganganmu."
"Apakah tuan bergurau?" penjual itu miringkan
kepala. Pui Tiok mengeluarkan emas, "bukan bergurau.
Akupun juga akan membeli pakaian yang, engkau
pakai Itu. Lihatlah, keping emas itu tak kurang dari 3
tail beratnya. Engkau dapat membelikan beberapa
703 bahu sawah dan tak usah mendorong gerobak lagi.
Engkau akan hidup senang, bukan?"
Diluar dugaan penjual itu gelengkan kepala, "Tuan
jangan mentertawai aku. Aku hanya seorang penjual
yang akan buru-buru pergi ke Celam untuk menjual
barang daganganku,"
habis berkata penjual itu terus mendorong
gerobaknya lagi. Pui Tiok mendongkol tetapi geli juga.
Setelah melihat disekeliling tempat itu tak ada, orang
lain lagi, cepat dia mengayunkan tangan menutuk
pinggang belakang penjual itu.
Sebetulnya Pui Tiok tak mau mencelakai penjual
yang sikapnya seperti orang tolol itu.
Maka diapun tak mau menutuk keras2. Pikirnya
sekali tutuk orang itu tentu roboh. Tetapi dalam
beberapa hari ini memang banyak sekali Pui Tiok
bertemu dengan beberapa hal yang aneh dan tak
dlsangka sangkanya.
Dia menutuk dengan cepat tetapi penjual itupun tak
kalah cepatnya berputar tubuh, menghindari.
"Tuan," serunya tertawa, engkau baru saja lepas
dari mulut harimau. mengapa engkau hendak
mencelakai orang"."
Pui Tiok tertegun kaget. Sesaat dia terlongong
longong tak tahu apa yang akan dilakukan.
Penjual itu tertawa, "Engkau hendak menyatu jadi
diriku dan tak mau menunggu orang disini" Engkau
704 masih muda, mengapa engkau barwatak suka tak
pegang janji?"'
Pui Tiok makin terpaku seperti patung. penjual Itu
bukan orang tolol, bahkan mengetahui peristiwa yang
telah dialaminya.
Penjual itu sejenak kicupkan mata lalu ulurkan
tangan mengambil kepingan emas dari tangan Pui
Tiok. Sekali mengatupkan kedua jarinya, kepingan
emas itu putus jadi dua.
yang satu dikembalikan kepada Pui Tiok dan yang
sepotong dikantongi sendiri. Pui Tiok hanya dapat
mengeluh dalam hati. Dengan mempertunjukkan
kepandaian yang hebat itu, jelas kalau kepandaian
penjual itu lebih tinggi dari Pui Tiok dan memberi
kesan kepada anak muda itu bahwa dia telah salah
lihat. Berkata pula penjual itu, "Orang mempunyai watak
licin memang boleh2 saja. Tetapi caramu itu terlalu
sekali. kalau ketahuan toaciku, tentu dia tak suka.
Kulihat engkau ini berbakat dan manusia yang terlalu
licik. Oleh karena itu akupun, mau menutupi engkau
kali ini. Tetapi engkau sendiri harus hati-hati sedikit.
Toaci ku bukan orang yang mudah dipermainkan."
Pui Tiok terkejut dan berseru terbata-bata
"Engkau.... apakah saudara dari Ang-ciu-poh yang
digelari orang sebagai It-jit-sam-pian Cian-bin-sinkun?"
It-jit-sam-pian artinya Sehari berobah tiga kali. Dan
Cian-bin-long-kun artinya pria Seribu muka.
705 Penjual itu tertawa gelak-gelak, "Engkau cukup
punya mata. Rupanya engkau tak mau berpikir kalau
toa-ciku suruh engkau menunggu disini, bagaimana
mungkin dia akan melepaskan engkau lolos" Hm,
Jangan hanya memperhitungkan dirimu sendiri saja!"
Tak ada lain hal yang dapat dilakukan Pui Tiok
kecuali hanya tertawa meringis, "Kalau begitu,
engkau.... engkau sengaja datang untuk mengawasi
aku?" "Boleh dikata begitu," kata Cian-bin-long-kun.
"Bagaimana engkau.... engkau tahu?"
Cian-bin-long-kun tertawa lalu membuka sebuah
rantang dalam gerobaknya. Brek, brek.... terdengar
seekor burung aneh berkelebekan dan seekor burung
yang berkepala merah, memberosok keluar dari
rantang itu. "Jelas?" tanya Cian-bin-long-kun seraya menutup


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi rantang itu.
"Ya, jelas,"Pui Tiok mengangguk.
Waktu Pui Tiok pergi, nenek Ang-ciu-poh pun
melepaskan burungnya untuk memberi kabar kepada
Cian-bin-long-kun. Itulah sebabnya maka Cian-binlong-
kun dapat datang kesitu.
Pui Tiok hanya meringis saja. Cian-bin-long kun
mendorong gerobaknya melanjutkan langkah. Sambil
berjalan dia berkata, "Tunggu saja disini, aku masih
ada urusan, tak dapat menjagamu. Tak peduli sampai
berapa hari, engkau harus menunggu sampai toa-ciku
706 datang. Masih muda jangan suka blcara mencla
mencle." Begitu kata-katanya selesai, orangnyapun sudah
berada 6-7 tombak jauhnya.
Pui Tiok memandang bayangan orang itu. Jika tidak
mengalami sendiri pasti dia tak percaya bahwa penjual
itu adalah Cian-bin-long-kun, seorang tokoh persilatan
yang berkepandaian sakti dan memiliki kepandaian
merobah muka dalam sehari tiga macam.
Tak berapa lama Cian-bin-long-kun telah lenyap
dari pandang mata tetapi Pui Tiok masih tetap tak
berani meninggalkan hutan. itu. Dia takut Cian-binlong-
kun tidak pergi sungguh melainkan melingkar
jalan dan diam-diam mengawasi gerak geriknya.
Diam-diam Pui Tiok pun telah mendapat keputusan
yang mantap. Apabila nenek Ang-ciu-poh tidak
muncul, itu lebih baik. Tetapi andaikata nenek Itu
sungguh datang, dia hendak minta tolong nenek itu
supaya membebaskan Kwan Beng Cu. Kalau nenek
Ang-ciu-poh menolak, dia akan menceritakan siapa
sebenarnya Kwan Beng Cu itu. Begitu tahu asal usul
Beng Cu, tentu nenek Ang-siu-poh akan mau berusaha
menolong gadis itu.
Begitulah Pui Tiok menimang-nimang apa yang
akan dikatakan apabila berhadapan dengan nenek
Ang-ciu-poh nanti. Tetapi menunggu sampai matahari
silam, tetap nenek itu belum datang.
Pui Tiok makin gelisah. Hari makin gelap dan dia
terpaksa duduk bersandar pada sebatang bambu
besar. 707 Malam itu gelap sekali. rembulan tak muncul. Angin
tak berhembus. Keadaan dalam hutan itu sunyi sekali.
Pui Tiok tak berani meninggalkan hutan itu
walaupun Ang-ciu-poh tidak datang. Dia mendongkol
sekali. Tetapi ada satu hal yang membuat hatinya
terhibur. Sejak siang tadi, anak buah Coh Hen Hong
tidak nampak mengejar. Dengan begitu tentulah Coh
Hen Hong percaya kalau dia meloloskan diri keselatan.
Itu berarti bahwa dia benar-benar dapat meloloskan
diri. Sekalipun demikian dia masih tak senang karena
tak dapat membawa Beng Cu.
Tetapi andaikata dia dapat membawa Beng Cu pun
Juga akan bingung karena harus berusaha mangajak
Beng Cu menemui Ceng-te. Pada hal dia tak tahu
dimana letak istana Ceng-te-kiong itu.
Pada saat pikiran Pui Tiok kacau tak karuan tibatiba
dia mendengar suatu suara aneh dari kejauhan.
Suara itu seperti langkah kaki orang menuju
kearahnya. Tetapi setelah didengar dengan seksama,
agaknya bukan. Sebab kalau orang mengapa jalannya
begitu lambat sekali, Setiap langkah tentu berselang
lama dengan langkah selanjutnya.
Apapun suara aneh itu, pada saat malam segelap
dan sesunyi seperti saat itu, tentu akan
membangkitkan perhatian orang.
Pui Tiok pun mencurahkan perhatian. Sayang
suasana gelap sekali. Beberapa meter disebelah muka
tak kelihatan sama sekali. Dan suara aneh itu berada
pada jarak beberapa tombak. Sudah tentu dia tak
dapat melihatnya.
708 Pui Tiok tak berani membuka mulut untuk,
menyapa karena dia tak tahu apa yang datang itu. Dia
hanya menahan napas mendengarkan.
Langkah kaki itu pelahan-lahan mendekati. Pada
waktu tiba setombak dihadapannya, terdengar bunyi
bergedebuk seperti benda jatuh ke tanah. Lewat
sepeminum teh lamanya, baru terdengar langkah kaki
itu bergerak lagi ke muka. Tetapi geraknya makin
sarat sekali. Pui Tiok amat tegang. Tetapi pada lain saat
ketegangan itu menurun karena dia menyadari bahwa
yang datang itu adalah orang. Menilik keadaannya
tentulah orang itu menderita luka yang amat parah
sekali, sehingga jalan saja begitu susah. Selangkah
demi selangkah dan pada waktu mencapai setombak
jauhnya, terus rubuh. Beberapa puluh menit kemudian
baru dapat merangkak bangun dan melanjutkan
perjalanan lagi.
Ah, menghadapi seorang yang terluka begitu parah,
mengapa harus takut" Pikir Pui Tiok. Dia terus
berbangkit dan menegur dengan pelahan, "Siapa itu"
Apakah yang datang Ini bangsa manusia"'"
Sebagai jawaban, dari jarak dua meter terdengar
orang itu menghela napas dan terengah-engah lalu
bluk.... dia jatuh lagi.
Pui Tiok cepat maju, serunya, "Siapa engkau"
Tetapi kecuali napas yang terengah-engah, dia tak
mendengar suara apa-apa. Sebagai orang yang
709 memiliki ilmusilat tinggi, tahulah Pui Tiok bahwa
keadaan orang itu sudah sekarat.
Pui Tiok segera mengambil korek dan nyalakan api.
Begitu memandang ke muka, Pui Tiok terkejut
setengah mati. Andaikata dia tidak cepat
membungkam mulutnya dengan tangan kiri, tentulah
saat itu dia sudah menjerit.
Yang rubuh ditanah itu tak lain adalah nenek Angciu-
poh. Nenek itu bergelimangan dengan darah
sehingga sukar diketahui apanya yang terluka.
Nenek Ang-ciu-poh dipuja orang sebagai salah satu
dari tiga tokoh sakti dari daerah Biau. Bagaimana
kesaktiannya, dunia persilatan tahu semua. Maka
sungguh hampir tak dapat dipercaya kalau nenek sakti
itu menjadi seorang manusia darah yang roboh di
tanah. Pada saat api menyala, Pui Tiok sempat
memperhatikan nenek itu mengangkat kepala dan
merentang mata. Tetapi Pui Tiok sangsi apakah nenek
itu memandang kepadanya karena dilihatnya mata
nenek itu memandang kian kemari seperti orang yang
kehilangan penglihatannya.
Setelah mengangkat muka, nenek itu menunduk
lagi. Pui Tiok buru-buru berseru, "Ang-ciu-poh, Angciu-
poh!" Siang tadi Pui Tiok hendak lari meninggalkan nenek
itu. Kalau nenek itu sudah mati, bukankah seharusnya
dia girang"
710 Bukan itu yang menjadi pemikiran Pui Tiok. Dia
merenungkan bahwa seorang tokoh sakti seperti
nenek Ang-ciu-poh sampai sedemikian rupa, tentu
berhadapan dengan musuh yang lebih sakti. Dalam
dunia persilatan dewasa itu rasanya tak ada tokoh
yang dapat mengalahkan nenek Ang-ciu-poh kecuali
Coh Hen Hong, Dan kalau nenek Ang-ciu-poh sampai dihajar remuk
oleh Coh Hen Hong, jelas Coh Hen Hong tentu sudah
tahu jejak larinya.
Membayangkan hal itu, keringat dingin segera
bercucuran membasahi tubuhnya. Dia memaki diri nya
sendiri mengapa tidak lekas lekas saja tinggalkan
hutan itu, Mau tunggu apa lagi"
Serentak dia berbangkit berdiri terus hendak lari.
Tetapi sudah terlambat. Pada saat itu di depannya
memancar 7-8 batang obor. Sudah tentu kejut Pui
Tiok bukan alang kepalang. Tanpa menghiraukan
suatu apalagi. Dia tamparkan kedua lengan baju ke
muka. Memang hebat juga angin dari tamparan itu. Dua
orang yang berada di muka. api dari obornya
membalik dan menjilat tubuh mereka sehingga
mereka menjerit kaget dan lemparkan obornya.
Melihat itu bangkitlah semangat Pui Tiok. Pada saat
dia hendak menerjang tiba-tiba terdengar suara tawa
mengekeh yang bernada seram dingin, datangnya dari
muka, Tadi Pui Tiok belum sempat melihat jelas siapa
orang-orang yang berhamburan muncul itu. Setelah
711 dapat menampar obor dua orang pendatang, dia
mengira tentu dapat mengatasi mereka. Tetapi setelah
mendengar tawa mengekeh yang seram itu, dia
rasakan tubuhnya menggigil. Kecuali hanya dapat
tegak berdiri, dia tak dapat berbuat suatu apa lagi.
Tawa seram itu jelas dari mulut Coh Hen Hong,
Setelah tertegun beberapa jenak, baru dia mempunyai
keberanian untuk mengangkat muka memandang ke
muka. Benar. Memang yang berdiri di hadapannya itu tak
lain adalah Coh Hen Hong. Di sekeliling nona itu
terdapat lagi 7-8 orang pengawal yang membawa
obor. Aneh. Wajah Coh Hen Hong tidak mengerut
kemarahan malah dengan tertawa mengikik
memandang Pui Tiok,
Tetapi bagi Pui Tiok. apapun yang terkandung
dalam hati Coh Hen Hong entah senang entah marah,
tawa gadis itu tetap tawa yang menyayat hatinya.
Yang membuat hatinya menggigil seperti berhadapan
dengan iblis. Karena Pui Tiok Cukup tahu akan
peribadi Coh Hen Hong. Walaupun tertawa tetapi
hatinya lain. Dalam keadaan seperti itu kerongkongannya terasa
kering sehingga tak dapat berkata apa-apa.
Coh Hen Hong kembali tertawa, serunya, "Pui
kongcu, apa kabar?"
Mulut Pui Tiok bergerak-gerak tetapi tak dapat
mengucapkan apa-apa.
712 Coh Hen Hong tertawa mengekeh lagi, "Begitu
engkau menghilang, aku segera tahu kalau yang bikin
gara-gara adalah si nenek busuk itu. Hal itu muugkin
engkau tak pernah membayangkan.
Pui Tiok tak tahu benarkah begitu. Dia hanya diam
saja, Melihat itu Coh Hen Hong makin gembira,
serunya, "Siasatmu memang boleh juga Dihadapan
penjaga yang sudah buta matanya, engkau sengaja
bilang terima kasih kepada Ceng-te yang sudah
menolongmu. Ha, ha, Ceng-te ada dimana?"
Telinga Pui Tiok seperti terngiang petir yang
menyambar. Dia terkejut, malu dan marah. Terutama
ejekan Coh Hen Hong yang menyindirnya, benarbenar
hampir meledakkan dadanya. Dia menghela
napas lalu berseru nyaring, "Kalau mau bunuh aku,
lekas bunuh. Perlu apa harus menyindir?"
Kembali Coh Hen Hong mengekeh, "Apakah engkau
hendak cari kepuasan" Akan kuberimu sebuah
kesempatan. Engkau boleh menghantam ubun-ubun
kepalamu sendiri dan mati. Kurasa takkan ada orang
yang akan mencegahmu".
Mendengar itu gemetarlah Pui Tiok. Dia menyadari,
kali ini setelah jatuh ke tangan Coh Hen Hong, tentu
dia akan mengalami nasib yang mengerikan. Benar,
Memang daripada mati ditangan gadis iblis itu,
bukankah lebih senang kalau mati ditangannya
sendiri" Dia bersuit aneh dan terus mengangkat tangan
kanannya, diayunkan kearah ubun-ubun kepalanya.
713 Tekadnya sudah bulat. Dia akan menghancurkan
dirinya sendiri.
Tetapi pada lain kilas, tiba-tiba ia merasa bahwa
kematiannya itu sia sia saja, Kematian yang
penasaran, Maka waktu tangannya hampir tiba di
ubun-ubun, sekonyong konyong di hentikannya.
Coh Hen Hong tetap berdiri setombak dimukanya,
Diam saja dan hanya tertawa dingin lalu berseru, "ih,
mengapa tidak diteruskan" Aku kan bilang takkan
mencegahmu, Dan aku takkan menarik
pernyataanmu,"
Wajah Pui Tiok lebih putih dari kertas. Pikirannya
kacau sekali, Tetapi diam diam merasa kalau tak
punya keberanian untuk menghantam hancur ubunubun
kepalanya sendiri,
Sebenarnya orang yang berani membunuh dirinya
sendiri, kalau bukan orang bodoh tentulah orang yang
bernyali besar. Pui Tiok cerdik dan tangkas, jelas
bukan orang bodoh. Adalah karena dia terlampau
pintar, diapun bukan orang yang ternyali besar,
Dia ingin hidup, Dan diapun menyadari, kalau tak
mau tunduk pada perintah Coh Hen Hong tentu akan
menderita siksa yang mengerikan, Tetapi dia juga
belum punya pikiran untuk bertekuk lutut di hadapan
Coh Hen Hong. Oleh karena itu muka diapun tegak
seperti patung.
Beberapa saat kemudian baru Coh Hen Hong


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertawa, "Kalau engkau tak mau turun tangan. bukan
berarti kalau aku tak mau memberi kesempatan
kepadamu. Itu engkau sendiri yang tak mau. Kalau
714 engkau tak mau membunuh dirimu sendiri, mengingat
persahabatan kita yang sudah lama, aku masih dapat
memberi sebuah kesempatan lagi kepadamu."
"Ke.... sempatan bagaimana?" tanggap Pui Tiok
dengan nada getar. Dengan pernyataan itu mulai
tampak gejala kalau dia bermaksud hendak menuruti
perintah Coh Hen Hong.
Sudah tentu Coh Hen Hong yang cerdas dapat
menyelami maksud Pui Tiok. Dia tertawa gembira,
katanya, "Ya, tak lain dari kata-kataku beberapa hari
yang lalu itu!"
Pui Tiok sudah dapat menduga apa yang dimaksud
Coh Hen Hong, yalah suruh dia berlutut dihadapannya.
Lagi-lagi perasaan Pui Tiok tersiksa, Kalau tak mau
menurut perintah Coh Hen Hong, sekali gadis itu
mematahkan betisnya lagi, bukan saja sakitnya tak
terperikan, pun karena sudah tiga kali patah, betisnya
takkan dapat di sambung lagi. Dengan begitu dia akan
cacat seumur hidup.
Apakah kalau dia sudah cacat urusan dengan Coh
Heng Hong akan selesai" Tidak, Coh Hen Hong pasti
takkan melepaskan dia begitu saja. Sesaat Pui Tiok
rasakan bumi yang dipijaknya berputar putar deras,
sedang matanya kabur dan hampir pingsan.
Setelah menunggu beberapa saat tak ada jawaban,
berkatalah Coh Hen Hong. "Bagaimana?"
Pui Tiok tertawa pahit. Dia mengangkat muka
memandang Coh Hen Hong. Tiba-tiba dia teringat
bahwa Coh Hen Hong tidak mengatakan suruh dia
715 berlutut melainkan berkata kata-kataku dulu itu.
Apakah dalam hal itu tak ada maksud lain"
Memang bagi Pui Tiok, kalau disuruh berlutut
kepada Coh Hen Hong dihadapan orang banyak
dengan tak ada orang yang melihat, lain artinya. Maka
dia lalu menghela napas dan berkata, "Apakah aku
boleh menyatakan beberapa kata?"
"Tentu saja boleh," sahut Coh Hen Hong, Pui Tiok
memandang ke sekeliling, "Tetapi..... tetapi...."
"Kutahu," tukas Coh Hen Hong, Dia mengangkat
tangan dan memberi perintah, "tancapkan obor
ditanah dan kalian semua menyingkir jauh dari sini,
Tak boleh berada dekat dari tempat ini"
Ketujuh orang itu mengiakan. Mereka menancapkan
obor di tanah lalu melesat pergi. Setelah mereka
pergi, Coh Hen Hong tertawa.
"Nah, sekarang Pui kongcu, kalau mau mengatakan
apa-apa, katakanlah!"
Pui Tiok tertawa pahit, "Nona Coh, sekarang aku
benar-benar tunduk kepadamu."
Coh Hen Hong kerutkan alis menegas, "Apa
sungguh?" "Tentu saja sungguh."
"Tetapi kalau hanya dengan mulut saja tak ada
buktinya."
716 Pui Tiok menekan geraham. Pikirnya, seorang
ksatrya dapat keras, dapat lunak. Toh tak ada orang
yang melihat, kalau dia berlutut, dia anggap berlutut
pada orang mati. Maka tanpa berkata suatu apa dia
menyiak baju dan terus hendak berlutut.
Tetapi pada saat itu tiba-tiba Coh Hen Hong berseru
mencegah, "Tunggu dulu."
Pui Tiok tertegun dan berdiri tegak lagi. Di lihatnya
Coh Hen Hong tengah memandangnya. Wajahnya
penuh dengan tanda-tanya, entah kecewa entah
gembira, Pui Tiok tak tahu apa yang sedang terkandung
dalam hati Coh Hen Hong. Sesaat diapun tak tahu apa
yang harus dilakukan.
Beberapa jenak kemudian baru terdengar Coh Hen
Hong berseru pelahan, "Kemarilah,"
Pui Tiok berdebar keras. Tetapi dia tahu tak
mungkin dapat membantah perintah gadis itu. Maka
diapun lalu maju lagi tiga langkah.
"Maju lagi kemari," kata Coh Hen Hong. Pui Tiok
terpaksa maju lagi dan berhenti di hadapan gadis itu.
Tiba-tiba Coh Hen Hong tundukkan kepala dan
berkata pelahan, "Sebenarnya, aku.... pun tak
mengharuskan engkau berlutut. Asal engkau mau
menurut kata-kataku, akupun.... sudah senang sekali."
Pui Tiok tertegun, Pikirannya makin kalut. Betapa
lemah dan lembut kata-kata yang diucapkan Coh Hen
Hong itu, Tak mungkin orang mau percaya kalau gadis
717 seperti Coh Hen Hong dapat mengucapkan sikap dan
kata-kata seperti itu,
Apakah ucapan itu memang pernyataan dari hati
nuraninya yang aseli. Lalu apa maksud yang
sebenarnya"
Coh Hen Hong pelahan-lahan mengangkat muka.
pada saat mata Pui Tiok bertatap pandang dengan
mata gadis itu, menggigillah hati Pui Tiok. Selama ini
belum pernah dia melihat pancaran yang begitu teduh
dari mata Coh Hen Hong, Saat itu Coh Hen Hong
benar-benar berobah menjadi seorang manusia lain,
seorang gadis baru.
Pui Tiok menghela napas, "Ku.... tahu...."
Pelahan-lahan Coh Hen Hong gelengkan kepala dan
berkata, "Tidak, engkau tahu. Tahukah engkau
mengapa pada waktu itu aku mempunyai pikiran
untuk menyaru sebagai Kwan Beng Cu?"
Mendengar Coh Hen Hong mengungkat peristiwa
yang lampau, Pui Tiok makin merasa bahwa ada suatu
yang tak wajar. Dia lantas mengatakan, "Aku tak
tahu." Coh Heng Hong miringkan kepala, berkata, "Apa
engkau masih ingat pada waktu kita berjalan bertiga,
sama sekali engkau tidak bersikap baik kepadaku
setiap kali hanya membentak-bentak aku saja" Tetapi
dalam pandang matamu Kwan Beng Cu itu seperti
burung Hong saja" Sudah tentu aku mendongkol."
Pui Tiok mengeluh dalam hati. Diam-diam dia
berpikir. Dendam dan rasa iri hati seseorang itu ada
718 kalanya dapat menimbulkan akibat yang
menyeramkan. Kalau saja pada waktu itu Coh Hen
Hong tidak mempunyai rasa dengki kepadanya
kemungkinan hari ini dunia persilatan tentu masih
tenteram dan tidak diaduk-aduk oleh seorang gadis
yang diagungkan sebagai Dewi Angin puyuh,
"Soal itu tak dapat menyalahkan aku," kata Pui Tiok
sesaat kemudian, "karena dia.... dia itu cucu
perempuan Ceng-te."
"Itulah," tukas Coh Hen Hong, "makanya aku baru
timbul ingatan, Betapa gembiranya kalau aku ini
menjadi cucu perempuan Ceng te."
Kembali Pui Tiok termangu-mangu beberapa saat.
Bukan setahun dua tahun dia berkelana di dunia
persilatan, Selama itu banyak sekali ia memiliki
pengetahuan tentang isi hati dan kejiwaan orang.
Tetapi benar-benar tak pernah ia dapat
membayangkan bahwa iri hati dari seorang dara kecil
pada waktu itu akan membuahkan akibat yang tak
terperikan seperti sekarang ini.
"Pada waktu itu yang kupikirkan hanya begitu saja."
kata Coh Hen Hong, "ha, ha, akhirnya aku berhasil
juga. Sekarang yang menjadi cucu perempuan dari
Ceng te itu adalah aku dan bukan Kwan Beng Cu."
Mendengar itu tergetarlah hati Pui Tiok, serunya
tertahan, Dia.... dia.... engkau apakan?"
Dalam mengucapkan kata-kata itu suara Pui Tiok
kedengaran bergetar, Coh Hen Hong tertawa dingin.
Dia balas bertanya, "Coba engkau katakan seharusnya
kuapakan dia itu?"
719 Sekonyong-konyong Pui Tiok menerkam bahu Coh
Hen Hong, Tetapi kepandaian Coh Hen Hong sekarang
jauh sekali terpautnya dengan Pui Tiok. Walaupun Pui
Tiok bergerak cepat tetapi hanya dengan sedikit
miringkan tubuh dapatlah Coh Hen Hong menghindari.
"Engkau .... engkau mencelakainya?" teriak Pui Tiok.
Sepasang alis Coh Hen Hong menjungkat, Saat itu
sinar lembut dari matanya lenyap dan berganti dengan
sinar yang berkilat-kilat tajam sehingga menggigillah
hati Pui Tiok, Tetapi hanya sekejab dan sinar berkilat dari mata
Coh Hen Hong itu lenyap lagi, kembali tenang,
"Mengapa engkau bertindak begitu" Apakah engkau
begitu sangat memikirkan kepentingannya?" Pui Tiok
terkesiap. Coh Hen Hong tertawa dingin pula. "Lagi tak
tampak kalau engkau memikirkan diriku."
"Perlu apa aku harus memikirkan engkau?" teriak
Pui Tiok dengan geram.
"Ya," Sahut Coh Hen Hong, "sebenarnya engkau tak
perlu memikirkan aku. Tetapi tadi engkau
mengatakan, bukan salahmu kalau engkau
memikirkan dirinya karena dia adalah cucu dari Cengte.
Tetapi sekarang, cucu dari Ceng-te itu adalah aku.
Mengapa engkau masih tetap memperhatikan dia saja
dan tak menghiraukan aku?"
Terlalu muluk sekali kata-kata Coh Hen Hong itu
tetapi diam-diam Pui Tiok terkejut juga. Kerena saat
720 itu dia kembali mendengar nada suara yang merdu
dan lembut dari mulut Coh Hen Hong.
Dia mendapat kesimpulan bahwa sumber dari
tindakan Coh Hen Hong untuk memusuhi Pui Tiok
sejak dulu sehingga sampai sekarang tak lain dan tak
bukan hanyalah berkisar pada suatu tujuan. Tujuan itu
hanyalah menghendaki Pui Tiok menaruh perhatian
kepadanya dan supaya bersikap baik seperti Pui Tiok
memperlakukan Kwan Beng Cu.
Hal itu benar-benar membingungkan Pui Tiok.
Namun pelahan-lahan dia mulai mengetahui, perasaan
hati Coh Hen Hong itu memang begitu.
Sejenak tertegun, Pui Tiok berkata, "Sungguh
menggelikan sekali kalau engkau mengganggap dirimu
itu cucu dari Ceng-te. Jelas engkau hendak
membohongi orang karena engkau tentu merasa
sendiri kalau engkau ini memalsu, mengapa engkau
harus membohongi dirimu sendiri?"
Pui Tiok menyadari kalau dia tak boleh
menyinggung perasaan Coh Hen Hong. Oleh karena
Itu dia mengucapkan kata-katanya dengan hati-hati
dan sungkan. Sementara Coh Hen Hong hanya
tertawa dingin saja, serunya, "Mengapa tak boleh
memalsu terus" Hoi, jangan engkau terlalu yakin akan
dirimu." "Kecuali engkau bunuh aku dan Kwan Beng Cu."
Tiba-tiba Coh Hen Hong tertawa gelak-gelak,
"Orang menyohorkan anak laki dari ketua Peh-hoakau
itu hebat sekali. Tetapi nyatanya setelah
721 mendengar engkau berkata-kata, tak lain engkau ini
hanya sebuah tong nasi belaka."
Pui Tiok marah tetapi dia tahan diri.
"Tentu saja," kata Coh Hen Hong pula, "aku akan
memalsu selama-lamanya. Dan tentu akan membunuh
tetapi tak perlu harus membunuh dua orang, cukup
seorang saja."
Pui Tiok terkesiap. Sesaat dia tak dapat menangkap
apa maksud Coh Hen Hong. Diapun tak tahu siapa
yang dimaksud Coh Hen Hong hendak dibunuhnya itu.
Coh Hen Hong tertawa gembira, "Coba engkau
terka, aku harus membunuh siapa. Hanya seorang
saja tetapi setelah kubunuh aku akan aman selamalamanya.
Tahukah engkau siapa yang akan kubunuh
itu?" "Perlu apa harus dltanyakan orang itu adalah aku,"
seru Pui Tiok. "Tidak, coba terka lagi," Coh Hen Hong tertawa.
Pui Tiok heran2 kaget, serunya penasaran, "Jangan
engkau kobarkan lagi pikiranmu yang kotor itu untuk
mencelakai Kwan Beng Cu. Dia sudah cukup
menderita karena ulahmu. Kalau engkau masih
hendak membunuhnya, tidakkah engkau sudah gila?"
"Kutahu begitu engkau menerka bahwa orang yang
akan kubunuh itu adalah dia?" Coh Hen Hong tertawa.
"Kalau bukan aku tentu dia," seru Pui Tiok dengan
nyaring. 722 Diluar dugaan Coh Hen Hong gelengkan kepala,
"Bukan, engkau salah terka."
Pui Tiok benar-benar kesima. Kalau Coh Hen Hong
tidak akan membunuhnya dan takkan membunuh
Kwan Beng Cu, Pui Tiok benar-benar tak dapat
menduga-duga lagi, siapa yang akan dibunuh Coh Hen
Hong demi mengamankan penyaruannya sebagai
Kwan Beng Cu. Dengan tertawa ceria, Coh Hen Hong memandang
pemuda itu dan berkata, "Kalau begitu kemarilah,
akan kuberi tahu." Pui Tiok maju dua langkah lagi dan
minta nona itu mengatakan.
Wajah Coh Hen Hong berobah serius dan nada


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suaranyapun berobah sarat. Hal itu menunjukkan
kalau dia tidak guyon tetapi serius benar-benar.
"Yang akan kubunuh adalah Ceng-te," katanya
tandas. Mendengar itu Pui Tiok groggy seperti orang yang
dilanda angin puyuh. Hampir saja dia berteriak tetapi
tak dapat bersuara. Sungguh hebat sekali soal itu. Ya,
memang dengan bertindak begitu Coh Hen Hong akan
hidup aman selama-lamanya.
Sejak bertahun-tahun Coh Hen Hong membenami
diri belajar ilmu yang sakti dari Ceng te. Boleh dikata
kepandaian hanya dibawah Ceng-te. Sekalipun
nantinya semua orang persilatan tahu bahwa ia bukan
cucu Ceng te yang sebenarnya, tetapi siapakah yang
berani mengutik-ngutik hal itu" Tetapi rencana itu
sungguh sadis sekali.
723 Selama bertahun-tahun itu tentulah Coh Hen Hong
amat disayang Ceng-te. Kalau tidak mana dia bisa
memperoleh kepandaian yang begitu sakti. Tetapi
ternyata Coh Hen Hong bukan berterima kasih atas
budi kebaikan Ceng-te yang telah dikelabuhinya,
sebaiknya ia malah hendak membunuh Ceng-te.
Setelah beberapa saat berusaha untuk
menenangkan gejolak hatinya yang bergetar. akhirnya
Pui Tiok berkata, "Engkau.... engkau apa tidak
mengoceh sembarangan?"
Setelah tenang, Pui Tiok melanjutkan pula,
"Kepandaian Ceng-te, jauh diatasmu. jelas engkau
yang akan cari sakit sendiri."
Coh Hen Hong tertawa, "Kata-katamu memang
benar. Mengapa sampai sekarang aku tak turun
tangan adalah karena hal itu. Tetapi aku punya
rencana bagus sehingga Ceng-te takkan curiga kalau
aku yang secara diam-diam mencelakainya."
Pui Tiok terpana diam. Dia tengah memikirnya, dia
harus lekas-lekas mendapatkan ceng-te dan
memberitahu tentang rencana jahat Coh hen Hong itu.
Jangan sampai maksud jahat Coh Hen Hong
terlaksana. Coh Hen Hong tertawa. "Sekarang aku sudah
merasa yakin tentu berhasil, engkau percaya atau
tidak?" Dalam saat itu kecuali hanya menarik napas saja,
Pui Tiok tak dapat berbuat lain lagi. Coh Hen Hong
tertawa dan mengeluarkan sebuah botol kecil warna
biru dari dalam bajunya. "Lihatlah ini," serunya.
724 "Ketika memandang dengan seksama, Pui Tiok
melihat pada kertas label yang menempel di botol
kecil itu terdapat lima buah huruf berbunyi sian-sianhu-
sim-san. Lalu ada tulisan kecil berbunyi: pusaka
simpanan Peh-ban-tong cujin.
Pui Tiok dibesarkan didaerah Biau. Dan Peh hoa-kau
itu terkenal ahli dadam ilmu racun. Sudah tentu tahu
tentang bubuk racun Sian-sian-hu-sim-san (serbuk
dewa penghancur hati) buatan tongcu (kepala) gua
Peh-ban-tong dari gunung peh-ban-san.
Pui Tiok menimang. Kalau Coh Hen Hong memang
mau mencelakainya, tentu tak perlu menggertak
dengan serbuk beracun segala. Dia sangka Coh Hen
Hong hanya hendak menggertaknya saja Tetapi ketika
dia melihat label tulisan pada botol kecil itu, Pui Tiok
terkejut sampai mundur tiga langkah.
"Coba katakan, apakah aku takkan berhasil "tanya
Coh Hen Hong. Pui Tiok menarik napas, "Engkau sudah
memberitahukan rencanamu itu kepadaku, mana bisa
berhasil?"
Coh Hen Hong kerutkan alis, "Apa maksud katakatamu
itu?" Pui Tiok membenahi nyalinya. Dia tahu Coh Hen
Hong itu cerdas sekali. Nona itu dapat membaca isi
hatinya. Maka dia lalu mendahului memberi
peringatan agar rencana ganas itu jangan sampai
terlaksana. 725 "Engkau tidak takut kalau kuberi tahukan
rencanamu itu kepada Ceng-te?" tanyanya.
Tiba-tiba Coh Hen Hong tertawa mengikik, "Sudah
tentu aku tak takut. Engkau kan tak mungkin dapat
bertemu Ceng-te. Dimana letak istana Ceng-te-kiong,
hanya beberapa gelintir manusia yang tahu tempat itu
juga tak nanti mau bilang. Hm, apakah engkau tidak
mengharap aku dapat berhasil?"
"Kalau aku berhasil," kata Coh Hen Hong
pula,"Diatas langit di permukaan bumi, hanya aku
yang menjadi yang dipertuan. Kalau aku gembira,
engkaupun tentu dapat hidup terus.
Dan lagi selekas Ceng-te mati, engkau tak kan
dapat menggertak aku lagi. Kalau aku tak dapat
membunuh Ceng-te, kalian berdualah yang akan
kubunuh." Mendengar itu Pui Tiok terkejut dan gembira.
Terkejut karena Coh Hen Hong mengatakan kalau
Ceng-te mati. diapun akan hidup terus. Hal itu berarti
dia masih mempunyai kesempatan untuk hidup. Tetapi
kalau Ceng-te tidak berhasil dibunuh, dia dan Kwan
Beng Cu akan dilenyapkan jejaknya. inilah yang
membuat Pui Tiok gembira, Karena dengan begitu
jelas Coh Hen Hong belum mencelakai Beng cu.
"Lalu engkau.... engkau kapan akan turun tangan?"
serunya gemetar.
Coh Hen Hong tertawa, "Soal itu tak dapat
kukatakan kepadamu."
726 "Engkau.... menghendaki aku bagaimana"!" tanya
Pui Tiok pula. Coh Hen Hong maju menghampiri dan setelah tiba
dihadapan Pui Tiok dia berhenti tundukkan kepala,
"Apakah engkau belum mengerti?"
Dalam mengucapkan kata-kata itu nadanya amat
rawan2 gemas sehingga membuat Pui Tiok meringis.
Sudah tentu dia mengerti apa yang dimaksud Coh Hen
Hong itu. Tetapi hal itu dia tak mau.
Tetapi dalam keadaan seperti saat itu, tak ada lain
jalan kecuali dia harus mengulur waktu. Teringat
bahwa dia hanya dapat menyerah, hanya menjadi
hamba dibawah celana Coh Hen Hong, baru jiwanya
untuk sementara dapat selamat, diam-diam Pui Tiok
merasa malu sendiri.
Rasa malu telah menimbulkan kemarahan yang
meluap dalam hatinya. Setelah menenangkan diri
beberapa saat barulah dia dapat menindas kemarahan
dan rasa muaknya terhadap Coh Hen Hong Dia
ulurkan tangan mengelus-elus rambut gadis itu, "Ah,
jangan terlalu kekanak-kanakan."
Sekalipun mulut berkata begitu tetapi dalam hati
Pui Tiok ingin sekali menabas kuntung tangan gadis itu
dan memotong lidahnya.
Coh Hen Hong mengangkat kepala dan mengulum
senyum, "Maksudmu, engkau mau bersama" sama
aku. Hanya aku bukan lagi.... kanak-anak."
Pui Tiok berusaha keras untuk menekan rasa
muaknya. Dia mengangguk.
727 "Itu mudah saja," kata Coh Hen Hong pula,"
sebenarnya aku lebih tua dari Kwan Beng Cu. Dan lagi
kurasa aku lebih cantik dari dia, bukankah begitu?"
Seketika Pui Tiok hendak memaki gadis itu dengan
kata-kata tajam yang akan menusuk perasaan. Maka
sesaat dia belum menjawab.
Coh Hen Hong mendesaklah, "Bilanglah!?"Ya, sudah
tentu," Pui Tiok gelagapan.
Coh Hen Hong tertawa. Sebenarnya dia seorang
gadis yang cantik. Waktu dia gembira dan tertawa,
benar-benar laksana kuntum bunga yang sedang
mekar. Tetapi karena dalam hati Pui Tiok sudah terisi
dengan rasa muak karena dirinya dihina, maka dia
segera berputar tubuh.
"Eh, mengapa engkau tak mau memandang aku?"
tegur Coh Hen Hong.
"Engkau telah bicara banyak sekali dengan aku,
sebenarnya aku tak mengerti. Bukankah tadi engkau
telah bicara dengan manusia seperti siluman Siaulong-
kun Hong Jui" Mengapa engkau hendak minta
aku bersama-sama dengan engkau?"
Merah wajah Coh Hen Hong, serunya, "Mengapa
begitu saja engkau tak mengerti" Mana mungkin aku
suka dengan manusia tak panya rasa harga diri
semacam itu" Aku... aku. . ., "ia tertawa dan tak
melanjutkan kata-katanya.
Diam-diam Pui Tiok terkejut. Biasanya Coh Hen
Hong berwatak ganas sekali. Tetapi pada saat itu dia
728 bersikap manis dan lemah lembut, Rupanya benarbenar
mempunyai hati kepadanya,
Memang dugaan Pui Tiok itu tepat. Coh Hen Hong
memang sungguh-sungguh mencurahkan hatinya
kepada Pui Tiok, Perasaan itu telah tumbuh sejak
beberapa tahun yang lalu, Pada saat itu Pui Tiok
seorang pemuda yang ganteng dan berilmu silat tinggi
dan Coh Hen Hong tak lebih hanya seorang pengemis
kecil yang kotor, Waktu itu Coh Hen Hong masih kecil,
Dia belum tahu rasa kasih yang terjalin antara pria
dan wanita. Tetapi dimatanya, Pui Tiok dianggap
sebagai seorang pria yang ideal, pria yang dikagumi
dan disenangi Saat itu juga timbul dalam anganangannya,
kelak apabila dia dapat berdiri sejajar
dengan kedudukan Pui Tiok, dia baru dapat merasa
bahagia, Pada waktu itu apabila Pui Tiok bersikap agak baik
kepadanya dan tidak membentak-bentak nya,
mungkin saja segala yang terjadi pada sekarang ini,
takkan ada. Betapapun besar keinginan Coh Hen Hong untuk
mendapatkan pria yang dipujanya itu tetapi akhirnya
dia menyadari bahwa hal itu tak mungkin terjadi, pun
setelah dia berhasil memiliki kepandaian sakti, diapun
tak mendendam kebencian terhadap Pui Tiok.
Dua kali dia suruh Pui Tiok berlutut dihadapannya,
kalau saja Pui Tiok terus menurut perintah, dalam hati
Coh Hen Hong tentu akan kecewa karena melihat
bahwa pria pujaannya itu ternyata manusia yang tak
layak mendapat rasa kekagumannya. Mungkin pada
saat itu dia tentu akan membunuh Pui Tiok.
729 Tetapi ternyata Pui Tiok tak mau berlutut. Dan Coh
Hen Hong merasa bahwa sekalipun dia telah memiliki
kepandaian yang sakti tetapi dengan Pui Tiok masih
terpisah oleh jurang perbedaan yang jauh.
JILID 16 Katika memperhatikan betapa gembira hati Coh
Hen Hong waktu mendengar Pui Tiok mau berada
bersamanya, diam-diam pui Tiok terkejut sekali.
Kalau seorang gadis yang berkepandaian sakti
seperti Coh Hen Hong sampai mencintainya,
bagaimana mungkin kelak dia akan mampu
meloloskan diri daru cengkeramanannya"
Sekarang dia menggunakan siasat mengiakan agar
dapat mengulur waktu untuk mencari kesempatan
untuk mengajak Beng Cu melarikan diri.
Tetapi kalau harapan meloloskan diri itu tak kan
terlaksana selama-lamanya, bukankah tindakannya
merendahkan diri dan menderita hinaan sekarang ini
adalah sia-sia belaka.
Teringat akan hal itu Pui Tiok benar-benar, hendak
menangis. Beberapa saat kemudian dia baru menemukan
jalan. Soal dia dapat meloloskan diri atau tidak lebih
baik jangan dipikirkan dulu. Sekarang yang panting
dia harus dapat menolong Beng Cu. Dan hal itu
rasanya akan dapat dia laksanakan. Maka dia
menekan perasaannya dan berkata, "Aku hendak
730 bertanya sebuah hal kepadamu." Coh Hen Hong
kerutkan alis. "Engkau apakan Kwan Beng Cu" tanya
Pui Tiok. Seketika wajah Coh Hen Hong berobah.
"Maksudku," Pui Tiok cepat menyusuli," kalau
membiarkan dia diantara, tentu hanya merupakan
halangan saja, bukankah begitu?"
Tiba-tiba Coh Hen Hong tertawa kembali. Dia
ulurkan tangan mendulit ujung hidung Pui Tiok,
katanya, "Tampaknya engkau sangat mencintainya,
ternyata tak kira kalau engkau putuskan cintamu.
Kembali Pui Tiok harus menekan kemuakan hatinya
dan berkata, "Itu bukan tubuhku. Siapa suruh engkau
Jauh berlipat ganda lebih baik dari dia"
"Apakah kata-katamu itu keluar dari hatimu yang
tulus?" teriak Coh Hen Hong diluap kegembiraan.
Pui Tiok mengangguk, "Usir saja dia pergi toh dia
takkan dapat berbuat apa-apa."
Biji mata Coh Hen Hong berputar-putar seperti
sedang mempertimbangkan sesuatu. Kemudian baru
berkata, "Baiklah. Setelah aku dan engkau pulang,
nanti akan kuusirnya,"
Pui Tiok seorang cerdik. Kalau mau menipu seorang
gadis yang secerdas Coh Hen Hong, dia harus
menggunakan cara dan sikap yang sungguh sungguh,
baru dapat berhasil.


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yang engkau usir dia seorang atau dengan Siaulong-
kun juga?" tanyanya.
731 Coh Hen Hong tertawa, "Jangan kuatir, tentu saja
aku akan mengusir orang tua itu juga."
Dia terus memimpin tangan Pui Tiok untuk diajak
keluar dari hutan dan lari menuju ke selatan. Tak
berapa lama, Ce-lam sudah tampak dari kejauhan. Di
jalan sudah menanti 7 orang, Mere-ka gopoh
menyambut. Ternyata Siau-long-kun Hong Jui juga
berada diantara mereka.
Setelah menerima hormat mereka, berkatalah Coh
Hen Hong. "Hong cong-pangcu'."
Hong Jui terkejut, "Mengapa sian-cu menyebut
begitu?" Coh Hen Hong tertawa, "Engkau ini cong-pangcu.
Tetapi kedudukkanmu, tidak mudah."
Hong Jui juga seorang cerdas. Melihat sikap dan
nada suara Coh Hen Hong lain dari
biasanya, dia menduga tentu ada sesuatu. Maka
iapun gopoh berkata. "Harap siancu suka memberi
petunjuk,"
Coh Hen Hong kerutkan dahi, katanya, "Engkau
sekarang mcnjadi cong-pangcu, wajib engkau
menunaikan tugasmu sebagai seorang cong-pangcu.
Sebagai cong-pangcu engkau harus berkunjung
kepada setiap markas dari Cap-jit-pang itu, Sebagai
perkenalan diri dan sekalian untuk mengadakan
pemeriksaan. Paling cepat tiga bulan, paling lambat
setengah tahun, engkau harus melakukan hal itu.
Bukankah begitu?"
732 Mendengar itu marahlah Hong Jui, Seperti diketahui
kedudukan dari anggauta Cap-jit-pang itu tersebar
luas di sepanjang perairan sungai Hong-ho. Kalau
pada setiap perkumpulan harus tinggal 3 bulan,
ditambah dengan waktu perjalanan, kalau harus
berkunjung pada 17 buah perkumpulan, kemungkinan
10 tahun baru selesai. Apa guna menjadi cong pangcu
kalau hanya begitu saja". Tetapi meskipun dalam hati
marah. Hong Jui tak berani menyatakannya, Dia
hanya menduga, kalau memangnva Coh Hen Hong
sudah tak menyukainya dan hendak menyingkirkan,
lebih baik dia menyingkir jauh-jauh saja.
"Ya, aku akan segera berangkat, katanya serentak.
Coh Hen Hong tertawa. "Maaf, tak dapat mengantar
.... " dia terus mengajak Pui Tiok masuk kedalam kota.
Tak berapa lama mereka tiba kembali di markas besar
Cap-jit-pang, Selama dalam perjalanan. Pui Tiok hanya
tundukkan kepala. Dia tidak sama seperti Hong Jui,
Kalau Hong Jui mendapat kedudukan seperti dia saat
itu yaitu boleh mengiring Coh Hen Hong barang
kemana saja, tentulah Hong Jui akan girang setengah
mati. Tetapi dia bukan Hong Jui,
Saat itu Pui Tiok merasa enggan untuk mengangkat
muka, Dia ingin lekas masuk ke dalam kamarnya saja
dan tak ada orang yang melihatnya.
Maka begitu tiba di markas besar, legalah hati Pui
Tiok. Coh Hen Hong membawanya ke sebuah halaman
yang sangat indah dan bersih.
733 "Engkau tentu lelah, beristirahat dulu nanti kita
bicara lagi," kata Coh Hen Hong.
Pui Tiok hanya mengiakan. Setelah melepas
senyum Coh Hen Hong berputar tubuh dan terus
berlalu, Setelah nona itu pergi, Pui Tiok merasa seperti
terlepas dari himpitan batu besar. Dia menarik napas
panjang dan hempaskan diri di tempat duduk. Dia
merasa sesak hatinya. Karena sekarang Coh Hen Hong
sudah menganggap kalau dia sudah menyerah dan
mau tunduk kepadanya. Pada hal dia merasa tidak
begitu, Dia hanya sengaja pura-pura tunduk untuk
mencari kesempatan melarikan diri dan mencari
kesempatan untuk menyelamatkan Kwan Beng Cu.
Adalah karena mempunyai tujuan begitu maka dia
terpaksa harus rela menderita hinaan dan derita.
Berulang kali dia menghela napas sembari
berbaring di tempat tidur. Biasanya dia merasa kalau
dirinya paling pintar. Tetapi nyatanya sekarang dia tak
dapat berbuat apa-apa. Beberapa waktu kemudian,
dia berusaha pejamkan mata dan berhasil tidur.
Selama beberapa hari kemudian, Coh Hen Hong
tampak cerah dan gembira, Dia bersikap baik
terhadap orang-orang, terutama terhadap Pui Tiok. Pui
Tiok terpaksa mengharuskan diri untuk mengimbangi
agar jangan dicurigai.
Cepat sekali 10 hari telah lalu. Coh Hen Hong makin
percaya kepada Pui Tiok sehingga pemuda itu boleh
masuk keluar di markas besar. Hanya saja Coh Hen
Hong belum mengijinkan kalau dia keluar dari markas
besar. 734 Memang Coh Hen Hong tak terus menerus berada di
sampingnya. Oleh karena itu Pui Tiok mulai berusaha
untuk menyelidiki Beng Cu. Dia pecaya Beng Cu tentu
masih disekap dalam markas besar Cap Jit-pang.
Kulau saja dia dapat menemukan Beng Cu, bukankah
keduanya akan dapat melarikan diri"
Sudah tentu Pui Tiok cukup berhati-hati untuk tidak
sembarangan bertanya kepada orang. Dia hanya
memperbatikan keadaan markas besar itu dengan
teliti. Tetapi markas besar itu luas dan dalam sekali.
Entah terdapat beberapa ratus ruang. Dan Pui Tiok tak
mungkin dapat menyelidiki satu demi satu ruang itu.
Dengan begitu memang sulit baginya.
Pada hari itu sudah menjelang petang. Sambil
menggendong kedua tangan, Pui Tiok pelahan lahan
melangkah keluar. Dan kali itu dia keluar agak jauh.
Tak berapa lama tiba di muka sebuah pintu yang
berbentuk bulat.
Melongok dalam pintu itu, ternyata didalamnya
merupakan sebuah halarnan luas. Tetapi halaman itu
seperti tidak terawat karena banyak ditumbuhi rumput
yaog tinggi. Tetapi ruang yang menghubung halaman itu,
tampak sunyi sekali. Rasanya seperti sudah lama tak
dihuni orang. Tiba-tiba tergeraklah hati Pui Tiok. Tiba-tiba pula
dia mendengar dari dalam ruang itu suara langkah
orang menuju keluar.
735 Pui Tiok cepat melesat bersembunyi di samping
tembok. Tak berapa lama, dia mendengar ada orang
yang tengah berjalan menyiak rumput tinggi itu. Dan
pada lain saat muncul seseorang.
Ternyata hanya seorang pelayan perempuan yang
masih muda. Dia membawa rantang. Pui Tiok makin
gembira. Dia duga bujang perempuan Itu tentu
sedang mengantar makanan.
Mengapa mengantar makanan" Untuk siapa" Ah,
tentulah untuk orang tawanan. Apakah tawanan itu
tidak mungkin Kwan Beng Cu" Kalau begitu apakah
tidak mungkin Kwan Beng Cu di-tawan dalam ruang
itu" Serentak Pui Tiok hendak meneriaki bujang itu. Dia
hendak bertanya. Tetapi pada lain saat dia menyadari.
Kalau dia berbuat begitu, bararti seperti 'mengeprak
rumput mengejutkan ular'. Maka dia terpaksa
menahan diri. Tunggu setelah bujang itu pergi baru
dia akan bertindak.
Setelah bujang itu pergi barulah Pui Tiok loncat ke
pagar tembok lalu melayang turun. Selekas turun ke
tanah dia masih tegang. Tetapi disekeliling tak ada
orang sama sekali. Setelah menenangkan diri barulah
dia loncat melintas halaman dan tiba di ruang. Cepat
sekali dia menyusur sepanjang lorong untuk membuka
pintu setiap ruangan yang berjajar-jajar dalam gedung
itu. Tetapi hampir habis ruang2 itu dijelajahinya, tetap
tak berhasil. Ruang2 itu kosong.
Diam-diam Pui Tiok menyesal mengapa tadi dia tak
menguasai bujang itu dan menanyakan keterangan.
Atau apakah dugaannya salah dan bujang Itu memang
736 tidak membawa makanan untuk tawanan tetapi ada
tujuan lain"
Apakah boleh buat terpaksa Pui Tiok kembali. Tiba
di mulut gua, dia masih geregetan. Dia sangsi apakah
harus masuk kembali untuk mencari sekali lagi. Tibatiba
tampak sesosok bayangan melesat. Cepat sekali
seperti segulung asap.
Pui Tiok kaget dan cepat menyurut masuk ke dalam
pintu-bundar. Baru dia bersembunyi disitu diatas
pagar tembok terdengar suara orang tadi.
Diam-diam Pui Tiok menimang. Siapakah orang itu"
Bukan saja ilmu Meringankan tubuhnya begitu hebat,
pun nyalinya besar sekali.
Saat itu dunia persilatan tahu bahwa Dewi Anginpuyuh
sedang berada di markas besar Cap-jit-pang
tetapi orang itu tetap berani mati menyelundup
masuk. Selagi dia tengah merenung tiba-tiba orang Itu
sudah melayang turun sampai dua tiga tombak dan
terus menyusup masuk kedalam gedung.
"Uh, untung. . .," diam-diam Pui Tiok menghela
napas longgar. Kalau orang itu loncat ke halaman
tentulah akan melihat dirinya yang bersembunyi
dibalik dinding itu.
Sebenarnya Pui Tiok ingin hendak ikut masuk tetapi
dia belum tahu siapa orang itu. Terpaksa dia
mendekam didalam gerumbul rumput saja. Selang tak
lama orang itu malesat keluar dan tahu-tahu berhenti
di tengah2 ruang. Pui Tiok memandang dengan
737 seksama dan ternyata orang itu bertubuh pendek
kurus dan mengenakan warna hitam. Sepasang
kelopak matanya cekung tetapi biji matanya
memancarkan sinar yang berkilat-kilat tajam. Jelas
orang itu tentu memiliki tenaga-dalam yang luar
biasa. Begitu berhenti, mulut orang itu bercuit-cuit.
Melihat itu agak longgarlah ketegangan hati Pui Tiok.
Karena dari tingkah laku orang itu menunjukkan
bahwa dia bukan anak buah Coh Hen Hong. Sekalipun
begitu Pui Tiok tetap tak berani unjuk diri dan masih
bersembunyi mendekam dalam gerumbul rumput.
Menilik bahwa orang itu berani datang kesitu
walaupun tahu kalau Coh Hen Hong berada disitu,
tentulah dia memiliki kepandaian yang amat sakti.
Dan melihat sikapnya yang begitu tegang, Pui Tiok
kuatir begitu dia bernapas dan sampai terdengar,
mungkin belum sempat memberi keterangan, orang
itu tentu sudah membunuhnya.
Orang pendek itu tengah mengeluarkan bunyi
burung seperti sedang memanggil kawannya. Dan
ternyata memang benar. Cepat sekali terdengar suara
bunyi burung menyahut Gedung yang luas dan amat
dalam itu, rasanya takkan menimbulkan kecurigaan
orang kalau mendengar suara burung berbunyi.
Setelah mengeluarkan bunyi burung beberapa
jenak, tiba-tiba segulung angin keras bertiup dari atas
pagar tembok. Dan pada lain saat seorang yang
mengenakan pakaian aneh bukan paderi, juga bukan
imam melayang turun.
738 Bukan saja pakaiannya berwarna kuning, pun
wajahnya juga berwama kuning. Bahkan tangan dan
kakinya juga berwarna kuning. Secara
keseluruhannya, orang itu seorang manusia kuning.
Orang itu cepat melesat ke samping orang pendek
tadi dan berbisik, "Apakah sudah ada Jejaknya?"
Walaupun sudah berusaha untuk berbisik pelahan
sekali tetapi ternyata kumandang suaranya masih
mengiang tajam pada telinga. Jantung Pui Tiok terasa
mendebur keras. Hal Itu bukan disebabkan karena
bisik2 orang kuning itu melainkan saat itu Pui Tiok
sudah mengenal siapa manusia berkuning kuning itu.
Orang kuning memang seorang ko-jiu kelas satu
dalam dunia persilatan. Pernah menjabat wakil
pimpinan dari perkumpulan agama Mo kau di daerah
selatan. Sahabat baik dari ayah Pui Tiok.
Waktu kecil Pui Tiok masih ingat kalau orang itu
sering naik ke puncak Peh-hoa-nia untuk bercakapcakap
dengan ayah Pui Tiok.
Dia bukan lain adalah Ui Put Lok yang digelari
sebagai Un-kun atau setan wabah. Ayah Pui Tiok
pernah mengatakan bahwa dalam dunia ini orang
yang tahu kalau dia bernama Ui Put Lok atau Ui Tidak
senang, hanya sedikit sekali. Orang-orang hanya tahu
kalau dia bernama Ui Un-kun atau Ui si Setan-wabah.
Pui Tiok pernah mendengar dari ayahnya bahwa
pada 15-16 tahun yang lalu, Setan-wabah itu
menghilang tak diketahui jejaknya. Belakangan baru
terdengar berita bahwa ada orang yang pernah
melihat dia muncul di daerah Kwan-gwa.
739 Kemunculan Ui Un-kun kali itu tak lain hanya akan
meminta j i n s o m yang panjang-nya lebih dari
setengah meter kepada sembilan partai persilatan di


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kwan-gwa. Kabarnya dia mewakili Ceng-te untuk
meminta jinsom itu. Dengan begitu kemungkinan
besar dia telah masuk menjadi anak buah istana
Ceng-te-kiong. Teringat akan hal itu berdebarlah hati Pui Tiok.
Selain tahu siapa orang itu, diapun tahu tentang
kedudukannya. Sebenarnya dia hendak memanggilnya
mengingat si Setan Wabah itu sahabat ayahnya.
Tetapi pada lain kilas dia teringat akan
pengalamannya dengan Ting Tay Ging yang walaupun
kenal baik dengan ayahnya toh akhirnya mau menjual
dirinya (Pui Tiok) kepada Coh Hen Hong. Maka diapun
tak jadi. Tetapi karena dia sudah hendak buka suara
kemudian dihentikan itu, dari kerongkongannya telah
meletup bunyi suara tertahan. Walaupun a-mat
pelahan dan hampir tak terdengar tetapi cukup
membuat si Setan Wabah dan orang berbaju hitam
memandang kearah tempat persembunyiannya.
Waktu mata kedua orang itu berkilat-kilat
memandang kearahnya, jantung Pui Tiok berdetak
keras. Tetapi pada lain kejab dia teringat. Ui Setan
Wabah itu anak buah Ceng-te-kiong. Orang baju hitam
itu tentu demikian juga. Mereka tentu lah diperintah
Ceng-te untuk melindungi Coh Hen Hong. Bukankah
Coh Hen Hong sudah mengijinkan dia bergerak
dengan bebas" Sekalipun sudah tentu Coh Hen Hong
tak mengijinkan dia menyelundup kedalam gerumbul
rumput. Andaikata sampai ketahuan, rasanya Coh Hen
740 Hong juga takkan marah.
"Siapa yang bersembunyi dalam gerumbul rumput
itu" Kalau tak mau menjawab, jangan salahkan kalau
aku bertindak ganas!" selagi Pui Tiok masih bingung,
tiba-tiba orang berpakaian hitam itu sudah
menegurnya. Nada suaranya menyeramkan sekali.
Pui Tiok tahu kalau si Setan Wabah dan kawannya
si baju hitam itu tokoh-tokoh sakti. Sekali dirinya
sudah kepergok kalau tak mau unjuk diri tentu malah
celaka. Maka diapun segera berdiri.
Begitu dia berdiri Ui Un-kun dan orang baju hitam
itupun sudah melesat tiba di hadapannya. Sedemikian
cepat gerakan keduanya itu sehingga Pui Tiok tak
sempat melihat mereka bergerak.
"Tong-cu, siapa orang ini?" seru Ui Un-kun Kepada
sibaju hitam. Baju hitam yang dipanggil tong-cu itu segera
mendesuh, "Ha, siapa lagi kalau bukan gula2 si anak
perempuan busuk itu."
Mendengar mereka mengatakan dirinya seorang
gula-gula, merahlah muka Pui Tiok. Dia marah dan
malu. Tetapi disamping itu dia merasa bahwa kedua
orang itu bukan datang untuk melindungi Coh Hen
Hong, Hal itu dibuktikan dengan sebutan mereka
terhadap Coh Hen Hong yang di-katakan
'anakprempuan busuk',
Tetapi Ui Setan-wabah itu jelas masuk menjadi
anakbuah Cean-te-kiong. Lalu bagaimana ini?"
741 Pui Tiok bingung dan tak mengerti apa yang
dihadapi saat itu.
"Kalau begitu mana boleh dibiarkan hidup?" seru si
Setan-wabah, "Hm, benar," desuh si Baju Hitam. Di mengangkat
tangan kanan, kelima jarinya menerkam Pui Tiok.
Sebelum tiba, jari itu sudah menghamburkan angin
kuat yang menelungkupi tubuh Pui Tiok.
Pui Tiok kaget bukan main, cepat dia berteriak, "Ui
sam-siok, apa engkau tak kenal kepadaku" Aku adalah
si Tiok kecil yang sering engkau gendong dulu!"
Kelima jari si Baju Hitam sudah hampir tiba di dada
Pui Tiok tetapi waktu mendengar teriak Pui Tiok,
kelima jari itu berhenti mendadak, Sekalipun tidak jadi
diterkamkan tetapi Pui Tiok tetap rasakan dadanya
sesak sukar bernapas.
Setan-wabah maju selangkah dan mengawasi Pui
Tiok dengan tajam. Tampak wajah orang itu mengerut
dan kemudian tertawa dingin, "O, kira nya engkau!"
" Ya, siapa lagi kalau bukan aku", gopoh Pui Tiok
berseru. Setan-wabah tertawa dingin, "Dulu waktu kecil
kulihat engkau bukan anak yang tak mempunyai
pambek. tetapi mengapa setelah besar engkau jadi
begini" Sekalipun engkau tak memikirkan dirimu
tetapi engkau kan seharusnya memikirkan nama baik
ayahmu" Apakah ayahmu sudah tidak ada di dunia
lagi?" 742 Kata-kata itu membuat Pui Tiok meringis. Cepat dia
berkata, "Ui sam-siok, engkau salah faham. Soal ini
panjang sekali liku-likunya. Sampai cianpwe ini juga
tak tahu...." dia menunjuk pada si Baju Hitam.
Baju Hitam tertawa dingin, "Aku disini sudah lima
hari lamanya. Segala apa aku tahu jelas Engkau
berada dengan siluman perempuan kecil itu, main
mata dan main cinta, apakah itu hanya pura-pura
saja" Sudah tentu sukar sekali Pui Tiok memberi
keterangan, Sebenarnya dia akan menceritakan
semua yang terjadi dan dilakukan selama ini. Tetapi
dia masih meragukan akan kedudukan kedua tokoh
itu. Dan andaikata harus menceritakan, Pui Tiok pun
merasa sulit karena ayahnya telah pesan agar dirunya
dan Beng Cu itu jangan sampai tersiar pada lain
orang. Biasanya Pui Tiok pintar sekali mencari alasan tetapi
kali ini dia benar-benar mati kutunya.
Dia menghela napas, "Ui sam-siok, engkau.... ;
ayahku belum meninggal dunia tetapi menderita cohwe-
jip-mo. Dia sering terkenang kepada-mu.
Kabarnya engkau.... sudah masuk pada istana Cengte-
kiong. Apakah benar?"'
Mendengar pertanyaan Pui Tiok, seketika wajah si
Setan-Wabah dan orang baju hitam berobah. Mereka
serempak mendesuh.
743 Pui Tiok terkejut heran mengapa mendengar kata
Ceng-te-kiong, sikap dan wajah mereka berobah maka
diapun segera menyusuli, "Sekarang aku sedang
mencari seseorang. Setelah dapat menemukan akan
kuajak lari jauh, makin jauh makin aman."
"Siapakah yang engkau cari?" tegur Ui Un-kun.
Sejenak Pui Tiok berpikir, katanya, "Dapat
kukatakan kalau calon isteriku. Perjodohan itu, ayah
yang menetapkan. gadis itu.... telah ditawan disini oleh
Suan Hong siancu. Sampai beberapa haru aku tak
berhasil menemukannya."
Ui Un-kun berpaling kepada si Baju Hitam dan Baju
Hitam itu mengangguk, membenarkan keterangan Pui
Tiok yang diketahuinya memang kelabakan mencari
orang. "Kulau begitu engkau bukan gula2 dari perempuan
busuk itu?"
Pui Tiok agak sangsi lalu balas bertanya. "Yang
kalian maksudkan perempuan busuk itu
Suan Hong siancu?"
Tetapi dengan wajah berkerut mereka membentak,
"Perempuan busuk."
Pui Tiok makin heran. Tetapi dia tak mau mendesak
lebih lanjut dan melainkan berkata ' Sudah tentu aku
tidak. Aku dan dia .... boleh dikata terikat dendam
yang besar. Aku hanya terpaksa harus menghadapi
dengan cara begitu."
744 Saat itu Pui Tiok sudah menpunyai gambaran jelas
bahwa kedua orang itu bermusuhan dengan Coh Hen
Hong. Mereka menyebut Coh Hen Hong sebagai
perempuan busuk Tetapi Pui Tiok heran mengapa
kedua orang itu tidak menyangkal kalau. menjadi anak
buah Ceng te-kiong, Heran. Ah,. apakah mungkin
Ceng-te sudah mengetahui asal usul Coh Hen Hong
lalu mengirim kedua orang itu untuk mencarinya.
Tetapi ah, rasanya tidak begitu. Karena walaupun
kepandaian kedua orang itu amat tinggi tetapi kalau
dibandingkan dengan Coh Hen Hong, tetap masih
bukan tandingannya, Kalau memang Ceng-te sudah
tahu siapa sebenarnya Coh Hen Hong itu, seharusnya
dia sendiri yang datang baru dapat selesai.
Adalah karena binggung maka Pui Tiok
memberanikan diri untuk mengatakan keterangannya
tadi. Ternyata sikap Ui Un-kun dan si Jubah Hitam
berobah tenang dan ramah. Diam-diam Pui Tiok
menarik napas longgar.
Berkata Ui Un-kun, "'Tindakan yang sewenangwenang
dari perempuan busuk itu belum menggangu
Peh-hoa-kau. mengapa engkau membenci-nya?"
Pui Tiok tertawa pahit. Sesaat dia tak tahu
bagaimana harus menjawabnya.
"Ob, dia itu putera ketua Peh-hoa-kau?" tiba-tiba si
Baju Hitam berseru. Ui Un-kun mengangguk dan
memperkenalkan si Baju Hitam kepada Pui Tiok,
"Siau-tit-ji, saudara ini adalah salah seorang Su-hiong
(empat ganas) dari dunia persilatan, ialah ketua dari
gua Yu-beng-tong di gunung Bon-san. Pui Tiok
745 terkejut dan gopoh memberi hormat kepada si Baju
Hitam. Kepala gua Yu-beng-tong dan Liat-hwe kau-cu serta
kepala pulau-Hek-sat-to yakni Im Thian
Su, oleh dunia persilatan disebut Bu-lim-su-hiong
atau Empat-ganas-dunia persilatan. Hampir setiap
orang persilatan tahu akan hal itu.
"Sudah, sudah, "Baju Hitam atau Yu-beng tong-cu
mencegah Pui Tiok. Kemudian dia berpaling dan
berkata, "Kalaui dia benar putera dari Peh-hoa-kau
kaucu, keterangannya tadi memang nyata begitu."
"Mengapa?" Ui Un-kun bertanya.
"Dalam perjalanan kemari budak perempuan busuk
itu pernah mengeluarkan pertanyaan kalau akan
mencari putera dari ketua Peh-hoa-kau. Ketua Cap-Jitpang
Ting Tay Ging karena dapat menangkapnya
tetapi kemudian dia bisa lolos, Coh Hen Hong marah
dan membunuh ketua Itu. Rupanya tidak sehari dua
hari saja dendam antara budak perempuan busuk itu
dengan dia."
"Benarkah itu?" Ui Un-kun melirik Pui Tiok,
Pui Tiok tertawa getir karena tak tahu bagaimana
harus menjawab. Sebab kalau hal itu diterangkan
tentu akan memakan waktu panjang sekali.
Gerak gerlk Pui Tiok yang beberapa kali hendak
berkata tetapi tak Jadi tadi, tak lepas dari pengamatan
Ui Un-kun. Dia menepuk bahu pemuda itu. "Kalau
begitu kita ini seperjalanan. Ka
746 mi berdua juga hendak mencari orang."
"Kalau mau cari orang mengapa tidak langsung saja
menghadap Suang Hong.... , budak perempuan
busuk?" tanya Pui Tiok.
Ui Un-kun dan Yu-beng-tong tongcu merentang
mata. Rupanya keduanya tak mengerti mengapa Pui
Tiok bertanya begitu.
Anda berdua, ini datang dari istana Ceng-te-kiong
,.... " belum sempat Pui Tiok, menyelesaikan kata
katanya, kedua tokoh itu sudah menggerung, "Jangan
menyebut Ceng te-kiong lagi di hadapan kami!'"
Pui Tiok terkejut, "Ui sam-siok, bukankah kalian ini
telah masuk.... . " tiba-tiba dia hentikan kata katanya.
Ui Un-kun menghela napas, "Ya, adalah karena
mengagumi ,ilmu kepandaian istana Ceng-te-kiong
aku masuk dan menjabat sebagai wakil ketua di Cengte-
kiong. Tetapi sejak budak perempuan busuk itu
datang, Ceng-te terlalu memanjakannya dan
menyerahkan kekuasaan Ceng-te-kiong kepada budak
busuk itu. Segala perintah budak busuk itu yang
berkuasa memberi. Kalau ada orang yang tak mau
patuh, tentu celaka. Bagaimana mungkin tahan
melihat keadaan begitu.
Mendengar itu girang Pui Tiok bukan alang
kepalang, Memang selama berada di istana Ceng Tekiong,
entah sudah berapa banyak ko-jiu anak buah
dan orang kepercayaan Ceng-te yang disikat bersih
oleh Coh Hen Hong, Gadis itu memang besar sekali
ambisinya untuk menonjolkan diri.
747 Diantara jago-jago sakti utama Ceng-te-kiong yang
dibersihkan itu, termasuk antara lain setan-wabah Ui
Un-kun dan kepala gua Yu-beng tong. Itulah sebabnya
maka leduanya mendendam sekali kepada Coh Hen
Hong. "'O, kiranya begitu," Pui Tiok cepat berseru 'kalau
begitu, kalian tentu tahu...."
Sebenarnya dia hendak menanyakan tentang letak
istana Ceng-te-kiong. Tetapi saat itu juga dia
mendengar suara Coh Hen Hong berteriak
memanggilnya, "Pui toako engkau dimana?"
Begitu terdengar suara Coh Hen Hong, Setanwabah
dan kepala gua Yu-Beng-tong berubah
wajahnya dan tiba-tiba mereka menerkam Pui Tiok,
Sebenarnya Pui Tiok juga bukan jago lemah Tetapi


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena kedua orang itu bertindak dengan cepat dan
tak terduga-duga maka Pui Tiok tak sempat
menghindar sehingga tangan kanan
dan tangan kirinya kena dicengkeram.
"Bagaimana?" kedua tokoh itu berbisik. Petanyaan
itu dilancarkan oleh keduanya dengan serempak. Dan
bukan ditujukan kepada Pui Tiok melainkan kepada
keduanya sendiri. Karena hampir mengeluarkan suara
berbareng maka terjadi keganjilan. Setan-wabah
bertanya kepada kepala gua Yu-beng-tong, kepala
dipakai bertanya kepada Setan-wabah.
748 Sekalipun begitu tetapi Pui Tiok sudah cukup jelas
akan pertanyaan mereka. Mereka bermaksud hendak
bertanya 'bagaimana menyelesaikan anak ini'.
"Harap jangan salah faham." Pui Tiok cepat
memberi penjelasan, "aku bersumpah tak akan hidup
di bawah langit dengan dia, Kalau aku bersikap baik
kepadanya hanyalah suatu cara untuk
mengelabuhinya saja. Harap paman berdua percaya
kepadaku."
"Hm.... . Setan-wabah mendengus seperti tak
percaya. Tepat pada saat itu, Coh Hen Hong melintas
tiba. Kali ini makin dekat.
"Pui toako," katanya, "mengapa engkau diam saja?"
"Aku disini," cepat Pui Tiok menjawab.
Tepat pada saat ia menjawab itu, tangan yang
mencengkeram tangannya mendadak mengencang
keras. Seketika Pui Tiok rasakan pandang matanya
gelap dan hampir pingsan. Tetapi dia menyadari
bahwa situasi saat itu genting sekali, Kalau ia sampai
pingsan, kemungkinan besar dia akan mati di tangan
kedua tokoh itu. suatu hal yang membuatnya
penasaran sekali karena dia tak bermusuhan dengan
kedua orang itu.
Pui Tiok meronta sekuat-kuatnya dan ketika Itu,
"Harap paman berdua.... , lepaskan. Dia segera
datang. Aku takkan menceritakan tentang kedatangan
paman kemari, Dan lagi aku masih perlu berunding
dengan paman tentang cara2 untuk melenyapkan
budak perempaan busuk itu".
749 Walaupun bicara singkat tetapi wajah Pui Tiok
berobah-robah tak keruan, sebentar merah sebentar
pucat. Bagi orang persilatan tentu tahu kalau gejala
itu merupakan akibat dari tenaga murni yang
bergolak-golak. Kalau berlangsung beberapa saat lagi
akibatnya mengerikan. Kalau tidak menderita co-hwejip-
mo, Pui Tiok tentu akan terluka berat,
setan-Wabah dan kepala gua Yu-beng-tong saling
bertukar pandang. Pikir mereka masing-masing
kalau Pui Tiok tidak bersungguh-sungguh, perlu apa
harus bilang begitu" Bukankah dia dapat berteriak
keras2 sehingga Coh Hen Hong cepat datang,
"Baik, tengah malam nanti, kami tunggu engkau di
tiang ketiga serambi timur," bisik Setan-wabah Ui Unkun
dengan serius. Lalu keduanya bergerak mundur.
Memang tidak kecewa mereka sebagai tokoh kelas
satu. Cara mereka bergerak mundur itu memang luar
biasa cepatnya. Dalam beberapa kejab sudah lenyap.
Pada lain saat setiup angin berhembus dan sesosok
tubuhpun muncul tegak dihadapan Pui Tiok, Dia bukan
lain adalah Coh Hen Hong, Wajahnya tampak kurang
senang. "Mengapa engkau disini?" tegurnya. Jantung Pui
Tiok berdebur keras, Karena tepat pada saat Setan
wabah dan kepala gua Yu-beng-tong pergi. Coh Hen
Hong sudah tiba, Kalau saja kedua orang itu sampai
kepergok Coh Hen Hong tentu celaka.
750 Setelah berusaha untuk menenangkan diri baru Pui
Tiok berkata "Aku merasa sumpek dan keluar
berjalan-jalan,"
"Mengapa sumpek" Ehm, siapa suruh engkau tak
mau menemani aku dan suka seorang diri saja" Kalau
seorang diri sudah tentu akan kesepian dan sumpek
pikirannya."
Mendengar nada kata-kata Coh Hen Hong makin
lama makin pelahan seperti berbisik, diam-diam Pui
Tiok mengeluh. Kalau dia meladeni bicara dalam soal
itu tentu akan menjurus kelain arah. Arah yang
memang diharapkan Coh Hen Hong tetapi paling tak
disukai Pui Tiok. Apa artinya disuruh menemani kalau
bukan diajak indehoy"
"Waktu aku tiba," buru-buru Pui Tiok alihkan
pembicaraan," ada seorang bujang perempuan keluar
membawa rantang. Apakah ditempat ini terdapat
seorang tawanan?"
"Apa perlumu mengurus hal Itu?" Coh Hen Hong
mengangkat kepala.
Pui Tiok terpaksa tertawa pahit, "Aku hanya sekedar
bertanya saja. Lalu perlu apa engkau mencari aku?"
Coh Hen Hong deliki mata, "Tentu ada urusan baru
mencarimu."
Kecuali hanya dapat tertawa meringis, Pui Tiok tak
dapat berbuat suatu apa lagi. Wajah Coh Hen Hong
membeku dan berseru dingin, "Kutahu apa yang
hendak engkau cari. Selama dua hari ini aku tentu
751 mengetahui gerak gerikmu. Engkau terus menerus
hendak mencari Kwan Beng Cu, bukan?"
Pui Tiok terkesiap, sahutnya, "Benar. Aku memang
hendak mencarinya."
Wajah Coh Hen Hong makin gelap dan berseru
nyaring, "Perlu apa engkau hendak mencarinya?"
Wajah Pui Tiok juga tampak serius dan rupanya
hendak meledakkan kemarahan. Tetapi pada lain
kejab dia teringat bahwa tadi dia telah bertemu
dengan Setan-wabah Ui Un-kun serta kepala gua Yubeng-
tong. Dengan begitu istana Ceng-te-kiong tentu
dapat dicarinya. Setelah menemukan Beng Cu, dia
akan mengajak nona Itu melarikan diri ke istana
Ceng-te-kiong. Tetapi kalau saat ini dia tak dapat mengendalikan
diri dan marah, tentulah akibatnya Coh Hen Hong
akan marah dan mencurigainya. Bukan mustahil
bahkan akan membunuhnya. Rencana-nya dengan
Kwan Beng Cu akan gagal total.
Sesudah merenungkan dalam2 akhirnya ia
memutuskan. Biarlah dia menderita hinaan dan derita
batin asal dia dapat membantu Kwan Beng Cu mencari
istana Ceng-te-kiong.
"Perlu apa engkau mencarinya?" kembali Coh Hen
Hong mengulang pertanyaanya.
Setelah merenung beberapa jenak, barulah
pelahan-lahan Pui Tiok menjawab, "Aku sudah
bertahun-tahun kenal dengan dia. Ayahbundanya
752 sudah meninggal. Bagaimana aku tak memikirkan
nasibnya" Aku tentu akan mencarinya."
Coh hen Hong marah, "Ayahbundanya mati, apakah
ibu bapaku juga masih hidup" Mengapa engkau begitu
memperhatikan sekali kepadanya?"
Pui Tiok menghela napas, "Engkau tak mau berpikir
sendiri. Engkau telah merampas semua miliknya. Dan
sekarang engkau menikmati kedudukan yang tinggi
dimana seluruh dunia persilatan menghormat dan
tunduk kepadamu. Masih ada siapa lagi yang kurang
memuaskan hatimu" Dan hitung2 kalian ini
sebenarnya masih taci dan adik yang tunggal ayah lain
mama. Masa engkau begitu tega kepadanya?"
Pui Tiok bermaksud baik untuk menyadarkan
pikiran Coh Hen Hong. Dia mengharap agar Coh Hen
Hong, dapat terketuk nalurinya dan jangan terus
menerus hendak mencelakai Beng Cu.
Walaupun dia merasa kata-kata nya itu kecil
harapannya akan diterima Coh Hen Hong namun dia
tetap mencobanya juga.
Selama mendengarkan kotbah Pui Tiok yang
panjang lebar itu, Coh Hen Hong hanya
mendenguskan hidung dan tertawa hina, serunya,
"Aku ini taci beradik dengan dia" O, mana aku berani.
Aku harus tahu diri kalau aku manusia apa" Dan
bukankah dia ini seorang puteri emas yang di matamu
Indah segala-galanya?"
Pui Tiok menghela napas, "Kita sebagai manusia
harus mempunyai hati nurani. Coba engkau pikir.
Engkau kan sudah cukup ganas mencelakainya. Kalau
753 sekarang engkau lepaskan dia dan memberi
kesempatan kepadanya untuk bertemu dengan aku,
bukankah suatu hal yang tak berlebih-lebihan?"
"Ngaco!" bentak Coh Hen Hong," jangan engkau
membicarakan persoalan Itu lagi!"
Tegas keras dan tajam sekali Coh Hen Hong
mengucapkan kata-kata itu. Mendadak bahwa dia
benar-benar benci mendengar hal itu. Pui Tiok kelakep
tak dapat omong apa-apa. Setelah masing-masing
diam beberapa saat, adalah Coh Hen Hong yang mulai
berkata dulu,"
"Apakah engkau tahu maksudku" Kalau kubebaskan
dan suruh dia bertemu dengan engkau. engkau tentu
.... tentu tak dapat bertemu dengan aku lagi."
Walaupun sudah dapat menduga isi hati Coh Hen
Hong tetapi bahwa secara terus terang Coh Hen Hong
berani membuka isi hatinya terhadap dia, benar-benar
membuat Pui Tiok membelalak kaget.
Coh Hen Hong tertawa, "Tetapi akupun tahu. Kalau
kubunuhnya, engkau tentu akan membenci aku
selama-lamanya. Dan hal itu berarti aku takkan
mendapatkan engkau, Oleh karena itu jangan kuatir,
aku tentu tak akan membunuhnya!"
Pui Tiok menghela napas kecil, "Tetapi untuk
memberi kesempatan dia bertemu aku saja engkau
sudah tak mau bagaimana aku dapat mempercayai
ucapanmu?"
"Maksudmu?"
754 "Bagaimana aku percaya kalau dia masih hidup atau
sudah mati."
Coh Hen Hong membalikkan biji matanya dan
memandang Pui Tiok, "Kalau kuberimu kesempatan
melihatnya. bagaimana"
Hati Pui Tiok melonjak keras. Dia tertawa kering
dan berkata tergagap-gagap, "Aku.... aku bagaimana?"
Kembali Coh Hen Hong memandang sejenak, baru
berkata, "Kalau setelah engkau melihat dia, engkau
setuju untuk kawin dengan aku, nanti dalam malam
pernikahan itu diapun dapat hadir sebagai tetamu,"
Pui Tiok menghela napas dalam hati. Hati-nya
serasa tenggelam, Dalam beberapa hari ini. dia
memang mencemaskan soal itu, Ternyata soal itu
akhirnya diucapkan juga oleh Coh Hen Hong.
Saat itu kembali Coh Hen Hong, mendesak.
"Bagaimana" Mengapa engkau tak rnenjawab?"
Pui Tiok tak berani terang-terangan menolak, Dia
hanya menghindar. "Itu soal besar.... , mana dapat
dilakukan begitu tergesa-gesa, Paling tidak.... paling
tidak harus ke Peh-hoa-nia untuk mengundang.... .
ayahku datang kemari sebagai wali!"
Pui Tiok memang hendak menggunakan siasat
mengulur waktu, Dari kota Ce-lam ke Peh-hoa nia.
sekalipun orang memiliki ilmu lari yang luar biasa
cepatnya, juga harus sedikitnya menggunakan waktu
empat bulan. Dalam empat bulan tentu sudah terjadi
perobahan, 755 Coh Hen Hong menghela nafas dalam2, katanya.
"Soal itu tak jadi apa. Aku dapat segera mengutus
Pedang Langit Dan Golok Naga 24 Serba Hijau Serial Oey Eng Si Burung Kenari Karya Xiao Ping Naga Sasra Dan Sabuk Inten 11
^