Pencarian

Cincin Maut 2

Cincin Maut Karya Tjan Id Bagian 2


kaget, takut dan ngeri. Liong Tian im menjidi keheranan, dia tak menyangka kalau
Hui ko siansu bisa menyembunyikan diri didalam gua batu
yang begitu lembab, dingin dan gelap.
Selesai membersihkan sarang laba laba yang menyelimuti
mulut gua itu, ia membungkukkan badan dan pelan-pelan
berjalan masuk kedalam. 83 Tapi baru satu kaki dia berjalan, luang gua itu makin
melebar sehingga ia tak usah jalan terbungkuk bungkuk lagi.
Liong Tian in mencoba memperhatikan sekeliling tempat
itu, tampak diatas dinding gua tergantung sebuah bokor besi,
dalam bokor itu terdapat seutas sumbu api yang
memancarkan sinar lirih. Setelah membelok suatu tikungan, tampak ruangan gua itu
makin lama semakin melebar, kini lebarnya mencapai berapa
kaki, cuma udara dalam gua itu sangat busuk dan menusuk
penciuman. Dengan sorot mata yang tajam dia memperhatikan sekejap
sekeliling bangunan gua tersebut diantara lapisan batu hijau
yang mengalasi permukaan gua, tampak seorang kakek
bertelanjang dada dengan muka penuh jenggot sedang
berbaring disudut. Rambut si kakek yang panjang terurai sepundak, diatas
batu berbentuk persegi penuh tumbuh lumut yang tebal,
sehingga sepintas lalu tampaknya seperti ubin berwarna hijau.
Lumut hijaupun tumbuh di seluruh badan kakek itu,
sehingga dibawah cahaya lentera yang redup tampak seakan
akan seluruh badan kakek itu penuh ditumbuhi lumut hijau.
Liong Tian im agak tertegun menyaksikan kejadian itu,
sewaktu datang tadi, ia tak menyangka kalau Hui ko bisa
berubah menjadi begini rupa, sepasang alis matanya segera
berkenyit. "Si soat piat hu apaan tempat ini ?" demikian pikirnya,
"pada hakekatnya seperti dalam neraka !"
84 Dia maju dua langkah ke depan, mengendus bau yang
semakin membusuk, keningnya berkerut semakin kencang,
tapi tatkala sepasang matanya yang dingin membentur diatas
kaki Hui ko yang cacad, sinar mata itu segera berubah
menjadi sangat lembut. Seketika itu juga segenap kemarahan dan kekesalan yang
mencekam perasaannya ketika datang tadi lenyap tak
berbekas, rasa dendam yang telah terhimpun selama duabelas
tahun pun kontan lenyap dari dalam benaknya, sebagai
gantinya adalah timbulnya perasaan kasihan dan iba.
Hui ko membungkukkan badannya seolah-olah sedang
merasakan suatu penderitaan yang luar biasa, sorot matanya
sayu dan diliputi perasaan kaget gugup dan tidak tenang.
Peluh sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran membasahi
wajahnya yang kurus kering dia seakan akan berada dalam
liang neraka dan menerima siksaan paling berat yang ada di
dunia ini, buih putih muntah keluar tiada habisnya dari ujung
bibir yang kering bahkan bercampur pula dengan noda-noda
darah. Pemandangan yang sangat mengerikan ini sungguh
membuat orang bergidik dan tak tega, Liong Tian im segera
berkata dengan lembut: "Apakah kau merasa amat menderita ?"
"Siapakah kau?" tanya Hui ko gemetar.
Begitu menangkap suara pembicaraan kakek itu mendadak
Liong Tian im merasakan kembali suatu gejolak perasaan yang
amat hebat, pelbagai musibah yang keji dan buas segera
selintas kembali di dalam benaknya.
85 Dari balik biji matanya yang bening segera nemancar
kembali sinar tajam yang dingin dan menggidikkan hati, dalam
waktu singkat, hawa pembunuhan yang amat tebal dengan
cepat menyelimuti wajahnya.
Ia tertawa dingin, pelan pelan telapak tangan kanannya
diangkat keatas ke lima jari tangannya direntangkan hingga
kelihatanlah cincin besar di jari tengahnya yang menonjol
besar. Begitu melihat cincin iblis emas tersebut, Hui ko siansu
segera menjerit kaget, bagaikan terkena aliran listrik
bertegangan tinggi, sekujur badannya gemetar keras, dengan
susah payah dia menjulurkan jari tangannya yang gemetar
untuk meraba cincin ditangan Liong Tian im tersebut.
Akan tetapi sewaktu jari tangannya hampir menyentuh
diatas ukiran iblis emas yang berambut panjang, bermata
besar dan berwajah menyeringai seram itu, rasa takut
bercampur ngeri segera memancar keluar dari balik matanya,
dengan cepat dia menarik kembali jari tangannya.
"Kim. . . . kim mo ci, kau adalah Jian hun kin mo?" bisiknya
gemetar. Liong Tian im tertawa dingin.
"Aku adalah murid Jian hun kim mo !"
Kemudian setelah berhenti sejenak, bentaknya keras keras
: "Hui ko, coba perhatikan yang seksama siapakah aku ?"
Hui ko melototkan sepasang matanya yang berwarna
merah darah dan menghentikan pandangannya yang takut
dan bercampur ngeri di atas wajah Liong Tian im, lama sekali
86 ia memandang sebelum secara tiba-tiba menjerit sekeras
kerasnya. Ia tak sanggup mengendalikan gejolak perasaannya lagi,
dengan suara gemetar katanya:
"Kau adalah putranya Liong Siau thian."
Bagaikan berjumpa dengan suatu peristiwa yang amat
mengerikan, dengan ketakutan setengah mati dia
melingkarkan tubuhnya menjadi satu dan menarik narik
rambut dengan sepasang tangannya.
Dalam waktu singkat semua rasa sedih, menderita dan
pelbagai perasaan lain yang selama ini mencekam dalam
dadanya, segera di lampiskan keluar.
Dia seperti menyaksikan kembali suatu peristiwa ngeri yang
pernah dialaminya dimasa lalu, sepasang matanya berubah
makin merah seolah olah gumpalan darah yang makin
membeku.... "Tepat sekali perkataanmu itu" kata Liong Tion-im dengan
suara dalam, "aku memang putranya Liong Siau thian"
Sekuat tenaga Hui-ko siansu berusaha untuk
mengendalikan gejolak perasaannya, dengan cara rendah dia
mendesis: "Kau tak usah bertanya kepadaku, aku tak tahu apa-apa,
aku tak tahu apa-apa."
"Liong Tiang im telah menemukan penderitaan didalam
hatinya dia pun tahu Hui ko siansu tak berani berbicara terus
87 terang karena ditekan oleh suatu kekuatan yang menggidikkan
hatinya. "Kau pasti tahu" katanya dingin, "dalam dunia ini hanya kau
seorang yang mengetahui persoalanku ..."
"Aku tidak tahu !" jerit Hui ko semakin ketakutan, sampai
suaranyapun turut gemetar.
"Hui ko, dalam ingatanku hanya kaulah yang paling
kukenal, ketika aku lolos dai cengkeraman maut malaikat
elmaut, hanya kaulah yang memberi seteguk air kepadaku.."
Hui ko siansu melingkari tubuhnya makin kencang,
suaranyapun semakin gemetar.
Jilid 03 "TlDAK, TIDAK, KAU . . . kau pasti salah ingat, kau jangan
memaksa kepadaku untuk berkata apa apa, kumohon
kepadamu... pandanglah pada keadaan jalan api menuju
neraka yang kuderita, harap kau jangan bertanya apa apa
kepadaku . . .." Liong Tian Im sadar, dibalik musibah yang menimpa dirinya
semasa masih kecil dulu, sebenarnya terkandunglah suaru
rahasia yang maha besar, seingatnya dia dibesarkan dalam
suatu lingkungan hidup yang dingin kaku tanpa perasaan,
sejak kecil tak pernah merasakan hangatnya kehidupan
manusia. Orang-orang yang berada di sekelilingnya merupakan
manusia manusia kejam yang berhati buas, setiap saat ingin
88 membunuhnya, diantaranya pernah ada lima orang pendeta
yang berusaha menyiksanya dengan penggunaan racun jahat.
Sekalipun ayah dan ibunya berusaha keras untuk
melindunginya, akan tetapi kawanan pendeta itu tak pernah
mengijinkan ayah ibunya mendekati dia, entah mengapa
seolah-olah di balik kesemuanya itu seperti terkandung suatu
rahasia yang amat besar. Liong Tian im termenung sambil berpikir keras, lalu dengan
suara menahan geram teriak nya. "Hui ko, benarkah kau
enggan berbicara?" Hui ko siansu terengah engah beberapa saat lamanya, lalu
menjawab, "Aku tak dapat mengatakannya. Setiap orang yang
mengetahui persoalan tentang keluargamu, tak seorangpun
yang bisa hidup " katanya kemudian.
"Hm. masa kekuatannya sanggup melebihi Jian hun kim mo
?" dengus Liong Tian im gusar.
Siapakah manusia didunia ini yang sanggup menghadapiku
Hiat ci kim mo?" "Hian ci kim mo . . ." Hui ko siansu mengulangi nama itu
sampai dua kali, kemudian baru katanya dengan keras,
"Baiklah akan kuberitahukan nama seseorang kepadamu,
mungkin di dunia ini hanya dia yang bisa memberitahukan hal
ini kepadamu. . ." "Siapakah dia ?" tanya Liong Tian im sambil memburu maju
kedepan. "Leng Hong ya dari Tee ong kok (lembah raja-raja) dia
mengetahui masalah yang menyangkut keluargamu . . ."
89 "Leng Hongya dari lembah Tee ong kok ?" Secara lamat
lamat dia masih ingat, tatkala kawanan pendeta yang buas itu
belum memasuki rumahnya, memang terdapat seorang lelaki
setengah umur berbadan seperti seorang Kaisar hilir mudik
didalam rumahnya. "Benarkah dia adalah Leng Hongya ?" gumamnya
kemudian. Dengan sekuat tenaga dia berusaha untuk mengumpulkan
kembali seluruh ingatannya, berusaha untuk menemukan
kembali sesuatu bayangan dari balik kenangannya, tapi
kesana sebut terlampau kabur, setitik cahaya terang yang
muncuI, kembali jadi kabur dan membingungkan.
Kosong, semuanya kosong, . . , dibalik kenangan masa
kecilnya yang begitu jauh, ia tak berhasil lagi menemukan
kesan jelas, setitik bekaspun tak nampak . . . .
Memandang penderitaan yang dialami Liong Tian im ketika
membayangkan kembali kejadian dimasa lampau, Hui ko
siansu merasa hatinya amat sedih seperti ditusuk tusuk jarum.
Suatu siksaan batin yang tak terlukiskan dengan kata-kata
terasa sepuluh kali lipat lebih menyiksa badan daripada hal
yang mana pun tiba tiba ia menjerit keras lalu muntah darah
segar . . . "Kee ... kenapa kau ?" Liong Tian im menjerit kaget.
Hui ko siansu menghela napas panjang, sepasang matanya
dipejamkan rapat rapat, dii merasa dirinya terikat oleh
sumpah, sumpah yang membuat rahasia yang tertanam dalam
hatinya selama dua puluh tahunan ini tidak mampu
90 dilampiaskan keluar, oleh karena itu batinnya merasa tertekan,
terasa amat tertekan. Sekujur badannya gemetar keras, sementara mulutnya
bergumam terus: "Induk dari suara itu, genta emas yang besar"
Di sisi telinganya seolah olah mendengar genta yang amat
nyaring dan menggetarkan seluruh angkasa, dengan mata
ketakutan ia melotot besar dan memandang dinding gua
tanpa berkedip, dia seperti menyaksikan kembali peristiwa
yang mengerikan itu. Seluruh badannya mengejang keras, tangannya menggigil,
pelbagai ingatan yang seram terasa bersimpang siur didepan
mata. darisana bisa diketahui betapa tertekannya batin orang
ini. Tapi suaranya sudah tak jelas lagi, bibimya walau gemetar
keras tanpa terdengar ucapan apa yang bisa diutarakan
olehnya. "Huiko, apa yang hendak kau katakan ?" Liong Tian im
segera maju sambil menggoyangkan badannya.
Sayang kesadaran Hui ko siansu waktu itu sudah kalut
didalam benaknya hanya dipenuhi oleh pelbagai kenangan
yang mengerikan hatinya, sepasang mata yang terbelalak
sayu mengawasi Liong Tian im dengan gugup dan ketakutan.
"Jangan memaksa aku, kau tak usah mendesak aku, tak
akan kuberitahukan rahasia tentang genta emas itu
kepadamu, Oooh . , . coba kau dengar, genta emas itu
91 berbunyi lagi, aku seperti mendengar suaranya lagi, cepat kau
dengar . . ." Tubuhnya yang gemetar keras seperti hendak merangkak
bangun, sementara mulutnya mengigau terus:
"Coba kau dengar, coba kau dengar, betapa merdunya
suara genta emas tersebut. . ."
"Hey, genta emas apa yang kau maksudkan?" teriak Liong
Tian im. Tapi Hui ko siansu seolah olah sudah kesetanan, apa yang
diucapkan hanya kata kata yang aneh, membuat Liong Tian im
tertegun dan mengerutkan dahinya rapat rapat.
Darimana dia bisa tahu kalau pada seratus tahun berselang
perkumpulan Kim mo kau runtuh dan musnah gara gara genta
emas itu sehingga mengakibatkan dunia persilatan mengalami
goncangan keras" Waktu itu siang malam pelbagai perguruan
mengirim jago jagonya untuk mencari jejak genta emas
tersebut. Setelah kalut puluhan tahun kemudian, pelan pelan
suasana baru mulai mereda kembali.
Siapa tahu pada lima puluh tahun berselang ketika Jan hun
kiam mo muncul kembali, masalah genta emas itunya ikut


Cincin Maut Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjadi hangat kembali. Pada saat itu, Jian hun kiam mo mendapat keterangan
yang mengatakan bahwa genta emas tersebut disimpan oleh
para anggota Hud bun, itulah sebabnya ia lantas membunuhi
anggota Hud bun secara besar besaran, tapi akhirnya hasilnya
tetap nihil. 92 Padahal para jago dari pelbagai partai yang bergabung
dalam Hud bun waktu itu tak pernah mendapatkan genta
emas itu, tapi mereka pun tak berani mengutarakannya
keluar, terpaksa pencarian dilakukan semakin gencar lagi.
Kebetulan sekali, dalam suatu pertemuan tanpa sengaja
Poh mia giam-lo Liong Siau thian berhasil mendapatkan kabar
tentang genta emas itu, sejak saat itulah dia mulai dikejarkejar
oleh anggota Hud-bun, walaupun akhirnya genta emas
tersebut berhasil disembunyikan, tapi diapun kehilangan
nyawanya gara gara kejadian itu.
Bukan demikian saja, bahkan menyeret pula istri dan satu
satunya anak mereka . . . .
Waktu itu orang yang bertugas memaksa Liong Siau thian
untuk menyebutkan jejak genta emas itu edalah lima orang
murid paling tua dari anggota kelompok Hud bun, sedang Hui
ko siansu waktu itu masih merupakan seorang hwesio cilik
yang mengikuti gurunya, tak heran jika dia mengetahui semua
peristiwa itu dengan jelas...
Dia masih ingat, tiga bulan setelah Liong Siau thian
menerima sepuluh macam siksaan yang paliig kejam, akhirnya
dia mengatakan juga tempat penyimpanan genta emas
tersebut. Sesungguhnya kelima orang jago yang tergabung dalam
Hud-bun itu terdiri dari jago jago pelbagai aliran dan
perguruan, setelah genta emas itu ditemukan mereka pun
mulai ribut sendiri tentang siapa yang berhak mendapatkan
genta tersebut. Akhirnya terjadilah suatu peristiwa berdarah yang
menyebabkan kematian kelima orang jago lihay itu, halmana
93 menyebabkan dunia luar pun sama sekali kehilangan jejak
terhadap genta emas tersebut.
(Tentang kisah yang sesungguhnya akan di tuturkan
dibagian yang lain, harap pembaca maklum)
Sementara itu Hui-ko siansu sedang memandang ke arah
dinding gua dengan wajah termangu mangu, dia mengawasi
lumut hijau di atas dinding kemudian tertawa panjang dengan
suara yang mengenaskan sepasang tangannya mencakar
kesana kemari secara sembarangan sementara mulutnya
mengigau memperdengarkan suara yang aneh.
Buru-buru Liong Tian-im berseru keras:
"Hui-ko, Hui ko . . ."
Sckujur badan Hui ko siansu kembali gemetar keras, tiba
tiba dia membalikkan badan sambil mengawasi Liong Tian im
dengan wajah termangu, bibirnya gemetar keras tapi tak
sepotong suara pun yang terdengar, "Aaah. . ."
Kehidupan Hui ko siansu ibaratnya api dalam lentera yang
kehabisan minyak, bergoyang kesana kemari dengan lemah.
Setelab mendesis tadi, jari tangannya mulai mencakar ke
angkasa, kemudian biji matanya ikut membalik ke atas.
Buru buru Liong Tian im menjulurkan jari tangan kanannya
siap untuk menyalurkan hawa murninya ke dalam tubuh Hui
ko. Sayang pendeta itu sudah muntahkan darah segar dari
mulutnya. "Hui ko, kau . . . "
94 Kepala Hui ko siansu telah terkulai dan mati, sepasang
matanya masih melotot besar bagaikan gundu, hal mana
menambah seramnya suasana disekitar sana.
Liong Tian im segera merasakan pandangan matanya
menjadi gelap, setitik cahaya yang lirih ini telah padam,
memandang mayat Hui ko yang membujur di tanah, dia
menggelengkan kepalanya lalu melangkah keluar dari sana
dengan tindakan berat. Angin malam masih berhembus kencang, mendatangkan
udara yang dingin dan menggidikkan hati, Dengan wajah
murung Liong Tian Im berjalan menelusuri kegelapan malam,
bayangan pepohonan yang bergoyang seolah-olah sedang
mentertawakan dia, seperti juga merasa iba oleh nasibnya
yang buruk. Diatas langit sana terdapat beberapa titik bintang yang
sedang berkedip-kedip, Liong Tian-im mendongakkan
kepalanya memandang kegelapan angkasa, lalu gumamnya
setelah menghela napas. "Ooh Tian ! Apa yang harus kulakukan untuk menemukan
letak lembah Tee-ong kok tersebut. dalam tubuhku mengalir
darah yang dibebani dendam kesumat, hingga kapankah
semua dendam sakit hati itu baru bisa kuselesaikan ?"
Helaan napasnya terbawa oleh angin malam menyebar di
dalam lembah sana, sampai lama, lama kemudian baru
membuyar... Suasana hening. Liong Tian im dengan membawa langkah
kakinya yang berat dan gontai tak tenang menelusuri batuan
dalam lembah menuju kedepan sana.
95 Kembali dia berpikir: "Sekarang, aku harus ke mana?"
Jalan didepan sana terbentang luas, namun dia tak tahu
kemanakah harus pergi. Setelah tertawa getir, kembali dia berpikir:
"Genta emas pelenyap suara yang dimaksudkan oleh Huiko
siansu tadi entah adakan sesuatu hubungan dengan pesan
terakhir dari suhu" Apa pula hubungannya dengan kematian
ayah ibuku?" Setelah maju beberapa langkah ke depan kembali dia
berhenti sambil berpikir lebih jauh:
"Bagaimanapun juga, genta emas itu sudah pasti
mempunyai sangkut paut yang besar sekali dengan diriku,
tampaknya aku harus menemukan dahulu genta emas itu,
siapa tahu dengan ditemukannya genta tadi maka semua
persoalan akan menjadi beres?"
Setelah menggigit bibir, dia bergumam lebih jauh:
"Tapi, kemana aku harus mencari untuk menemukan genta
emas itu" sekalipun Leng Hong-ya dari lembah Tee-ong-kok
mengetahui akan hal ini, tapi . . . dimanakah letak lembah Tee
ong-kok tersebut ?" Pelbagai ingatan seakan-akan berkecamuk didalam
benaknya, dia berusaha dapat membuang jauh jauh segenap
kemurungannya yang mencekam perasaannya, tapi semakin
bernapsu dia berusaha, semakin banyak masalah yang datang
96 mencekam benaknya. Disekanya embun yang membasahi
pakaiannya, lalu berpikir lebih jauh:
"Ai, buat apa aku mesti berpikir begitu banyak" Kalau toh
lembah Tee ong kok disebut sebagai Tee ong (raja diraja),
sudah pasti banyak orang persilatan yang mengetahui akan
diri Leng Hongya !" setelah tertawa lirih dia melanjutkan:
"Asal aku terjun ke dunia persilatan dan mencari tahu
tempat tinggal Leng Hongya, apa susahnya untuk mencari
letak lembah Tee ong kok tersebut ?"
Ia hanya merasakan segala kemurungan dan kekesalan
hatinya dapat dilampiaskan keluar, membuat ia tidak
memikirkan suatu persoala apapun, setelah berpekik panjang,
sambil merentangkan sepasang lengannya segera melejit
keatas dahan pohon. Ditengah kegelapan malam yang mencekam tampak
sesosok bayangan manusia meluncur ke muka dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat, dalam waktu singkat
bayangan tersebut telah lenyap tak berbekas.
Ia menganggap dirinya sudah bebas dari kemurungan dan
kekesalan yang menguasahi benaknya, maka dengan hati
yang lega ia berlalu dari situ.
Padahal kemurungan justru seakan-akan bayangan badan
dibelakangnya, tak sedetikpun pernah meninggalkan dengan
begitu saja, hanya ada kalanya dia tertinggal di belakang saja.
Setiap orang tak akan melepaskan diri dari kemurungan
sebab inilah tanggung jawab sebagai manusia, juga
merupakan penderitaan bagi seorang manusia.
97 Fajar baru saja menyingsing, embun pagi belum luntur,
dibawah timpaan cahaya sang surya yang lembut dan hangat,
tampak dedaunan di dalam hutan amat hijau dan segar
dengan titik embun diatasnya.
Liong Tian im menghela napas panjang sambil melompat
keatas kudanya, lalu pelan-pelan melakukan perjalanannya
menelusuri jalan raya memandang ujung jalan nun di situ,
perasaannya kian lama kian bertambah berat.
"Aaaai. . ." dia menghembuskan napas panjang, selapis
kabut kemurungan dan kepedihan terpencar keluar lewat biji
matanya yg dalam bagaikan samudra.
"Kehidupan manusia bagai impian." pikirnya, "seperti juga
embun pagi diujung rumput, kehidupannya hanya berlangsung
menjelang terbitnya sang surya, padahal kehidupan manusia
di alam semesta ini, bukankah amat singkat pula. . ."
Dengan pedih ia menggelengkan kepalanya berulang kali,
dari sakunya mengeluarkan sepucuk saputangan bersulamkan
bunga mawar merah lalu diendusnya diujung hidung.
Bau harum semerbak membuat dadanya terasa jauh lebih
lega, ingatannya tanpa terasa terbawa pula kesisi tubuh
sinona yang cantik bagaikan bidadari itu.
Pelbagai ingatan melintas kembali dalam benaknya, sinar
gembirapun memancar keluar dari balik matanya, ia terkesan
kembali oleh senyumannya yang manis. terkenang tangannya
yang lembut dan halus. "Hanya cinta yang terindah didunia ini," kembali dia
bergumam, "hanya cinta membuat kehidupan manusia lebih
berarti, lebih bergairah."
98 Membelai saputangan yang halus itu, dia seakan-akan
menggenggam tangannya yang kecil dan lembut, kemudian
sorot matanya dialihkan dan memandang kembali ketiga huruf
kecil di sisi sulaman bunga mawar merah itu.
Suatu perasaan hangat segera menyusup masuk kedalam
hatinya, ia berbisik lirih:
"Leng Ning-ciu, Leng Ning-ciu.... " Bisik punya bisik
akhirnya dia tertawa sendiri, dibalik lekukan bibirnya yang
tipis, senyuman itu terasa penuh kegiatan, penuh cemoohan
pada diri sendiri. Dia berpikir lebih jauh. Dia mana tahu kalau aku begitu rindu kepadanya" Aaai...
Entah dia berasal dari mana seandainya saat itu aku tidak
buru-buru berangkat ke hutan Tay-san, niscaya akan kukuntil
di belakangnya secara diam-diam, yaa semuanya ini gara-gara
kawanan hwesio bedebah....
Berpikir sampai disitu, rasa bencinya terhadap para hwesio
kian lama kian bertambah hebat...
Pada saat itulah diantara debu yang beterbangan diujung
jalan raya sana muncul sebaris pendeta berbaju abu-abu yang
sedang berjalan mendekati.
Waktu itu, Liong Tian-im sedang memandang langit yang
biru dengan wajah termangu seluruh benaknya hanya penuh
berisikan bayangan tubuh dari Leng Ning ciu.
Hal ini membuatnya lupa untuk melanjutkan perjalanan,
akibatnya diapun berdiri tertegun di tengah jalan raya dengan
tubuh mematung. 99 Kian lama rombongan pandeta itu kian mendekat, sekarang
dapat terlihat bahwa dibelakang rombongan pendeta itu
terlihat ada sebuah tandu berwarna hitam yang digotong oleh
enam belas orang pendeta.
Tiba-tiba Liong Tian im tersentak kaget oleh suara langkah
kaki yang kian mendekam ketika ia mendongakkan kepalanya,
tampak di dalam tandu itu duduk dua orang pendeta tua yang
sedang duduk memejamkan mata, pendeta yang berada
disebelah kiri itu mengenakan pakaian lhasa berwarna kuning
dengan sebuah telapak tangannya dirangkapkan didepan
dada, ia sedang berkomat kamit membaca doa sebaliknya
orang yang disebelah kanan adalah orang hwesio tua berjubah
abu-abu yang memegang tasbeh, sambil menghitung biji-biji
tasbehnya, diapun komat-kamit membaca doa kehadiran
hwesio-hwesio itu segera menghancur lumatkan semua
kehangatan yang baru saja mencekam perasaan Liong Tian
im, sorot matanya pelan-pelan dialihkan dari atas jubah
hwesio keatas pita yang tergantung dimuka pintu tandu.
Pita pita kuning yang berwarna emas, tampaknya
bergoyang kian kemari terhembus oleh embusan angin pagi
yang sejuk. Dia mendengus dingin, keningnya segera berkerut dan
selapis hawa pembunuhan yang tebal menyelimuti seluruh
wajahnya. "Kawanan hwesio ini pasti sudah tahu kalau pihak Go bi
pay kehilangan tanda lencana Kui long tiap leng, mereka pasti
telah menerima surat dari Leng kong si keledai gundul agar
berkumpul di bukit Go bi..."
Makin lama rombongan pendeta itu semakin mendekat
didepan mata, tapi Liong Tian im masih berdiri tegak ditengah
100 jalan tanpa mengubris kehadiran rombongan pendeta itu,
bahkan memandang sekejap pun tidak.
Dua rombongan pendeta yang berjalan di sebelah kiri dan
kanan itu sudah tiba di depan mata sekarang, tatkala
dilihatnya Liong Tian im masih memparkir kudanya di tengah
jalan tanpa maksud untuk menyingkir, serentak mereka
hentikan langkahnya dan bersama-sama melotot kearah Liong
Tian im. "Omintohud!" salah seorang pendeta setengah umur segera
menegur sambil menudingkan toyanya, "sicu, harap kau
segera menyingkir Hongtiang kami dari Nga thay dan Heng
san..." Memangnya setelah hwesio dari Ngo thay dan Heng san,
lantas boleh tak tahu aturan tukas Liong Tian im sambil
tertawa dingin "sudah kujelajahi semua jalan diseluruh dunia
tapi belum pernah kujumpai kawanan hwesio kurang ajar


Cincin Maut Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti kalian." Tampaknya hwesio itu sama sekali tak menyangka kalau
pemuda tersebut bakal mencari gara-gara dengannya, kontan
paras mukanya berubah menjadi merah padam.
"Kau, kau, harap jangan begitu kasar kepadaku." serunya
agak tergagap. Kembali Liong Tian-im tertawa nyaring.
"Haah, haaah, haaah, kebenaran akupun hendak mencari
kalian, kini kalian datang mengu diriku lebih dulu, tampaknya
kalian sudah bosan hidup !"
101 Ujung bajunya segera dikebaskan ke depan, segulung
angin pukulan yang lembut dengan cepat meluncur kemuka
menghantam tubah hwesio tersebut.
Ia sedang mendongkol dan marah karena ia mimpi
indahnya diporak porandakan oleh kehadiran orang, apalagi
setelah berjumpa dengan kawanan hwesio yang tak tahu
aturan, kontan saja kemarahannya semakin membara.
Oleh karena itu, dalam keadaan marah, sebuah pukulan
dasyat segera dilontarkan kedepan.
Meski serangan itu nampaknya sangat lembut dan halus,
namun di balik kelembutan mana justru terkandung suatu
kekuatan yang luar biasa sekali...
oooooOooooo "Hei, mau apa kau..." hwesio itu tertegun .
Belum lagi ucapan itu selesai diutarakan, dadanya sudah
terhajar telak oleh hembusan angin pukulan lawan.
"Blaamm!" seluruh badannya terangkat ke udara dan
mencelat sejauh dua kaki lebih di posisi semula.
Darah segera memancar keluar kemana-mana dan
membasahi tubuh kawanan hwesio lainnya.
Dengan tenang Liong Tian im masukan kembali saputangan
itu kedalam sakunya, kemudian menjepit perut kudanya dan
membiarkan binatang itu pelan-pelan berjalan lewat melalui
celah antara dua orang kawanan pendeta.
"Omintohud .." 102 Pujian syukur kepada keagungan Buddha bagaikan guntur
yang membelah bumi disiang hari bolong, berkumandang dari
balik tandu tersebut. Liong Tian im amat terperanjat, ia merasa suara itu begitu
keras dan memekikkan telinga sehingga hampir seluruh ruang
kosong di arena terpenuhi oleh raungan suara tersebut.
Ia tak menyangka kalau Thian-bong taysu dari Ngo-thaysan
memiliki tenaga dalam sesempurna itu, sekulum
senyuman yang semula menghiasi ujung bibirnya segera
lenyap tak berbekas. Tandu yang berisikan Thian hong siansu dari Ngo-thay-san
serta Cu goan siansu dari Heog Kn-pay itu segera bergerak
maju kedepan. Dua orang pendeta agung dengan sepasang mata yang
tajam bagaikan sembilu itu serentak dialihkan keatas wajah
Liong Tian im, Mereka saling bertukar pandangan sekejap, rasa kaget dan
tercengang menghiasi seluruh wajahnya, dibalik sinar mata
mereka terkandung perasaan tanda tanya besar.
"Sicu, tolong tanya apa sebabnya sicu menghalangi jalan
pergi pinceng sekalian ?" tanya Thian hong siansu.
Liong Tian im balas menatap wajah Thian hong siansu
dengan tatapan dingin dan ketus.
Pelbagai kenangan yarg tragis dimasa muda dan kecil dulu
kembali melintas dalam benaknya . . .
103 Sekalipun pemandangan tersebut agak buram namun
mempunyai suatu kekuatan yang besar untuk menerjang
dalam hatinya, seperti gulungan ombak ditengah samudra,
tiada hentinya menyerang masuk kedalam hatinya. . .
Dengan kening berkerut dan suara sedingin es, dia lantas
berseru: "Siapa yang bilang kalau aku menghalangi jalan pergi kalian
?" justru kalian kawanan keledai gundullah yang telah
menghalangi kepergianku. . ."
Kemudian setelah mendengus dingin tambalnya:
"Keledai-keledai gundul bau yang tak tahu malu. . ."
Thian hong siansu makin tertegun, dia tak menyangka
kalau Liong Tian im begitu tak tahu adat, terhadap seorang
pendeta agma yang sudah berusia lanjut pun sikapnya kasar,
tak tahu sopan dan membentak-bentak.
Paras mukanya segera berubah hebat, sekujur badannya
gemetar keras karena gusar, serunya kemudian:
"Kau, kenapa memaki orang seenaknya saja?"
"Hmm, aku hanya memaki dirimu, hal ini sudah terhitung
cukup sungkan terhadap kau! Mengerti?" Liong Tian im
mengejek sinis Pemuda ini memang berwatak aneh, dingin kaku dan
menyendiri sejak kecil ia sudah memiliki pandangan yang
sempit dan dendam terhadap segala orang dan kejadian
didunia ini, tak heran kalau cara kerjanya pun picik serta jauh
diiuar kebiasaan umum. 104 Dicaci maki seperti itu, Thian bong siansu membentak
keras lantaran gusar, dia segera meloncat keluar dari dalam
tandunya. Meski sedang marah sekali, tapi bagaimana pun juga dia
terhitung salah seorang pendeta yang beriman tebal, gerak
geriknya masih tetap tenang dan berwibawa.
Begitu mencepai permukaan tanah, dia lantas merangkap
tangannya di depan dada serunya berkata dengan suara
dalam : "Sicu berani begitu tak tahu adat dan peraturan, aku rasa
tentu ada sesuatu yang kau andalkan, dengan memberanikan
diri lolap ingin meminta beberapa petunjuk ilmu silat dari sicu"
selama berapa waktu berkelana dalam dunia persitatan, ia
sudah melakukan penyelidikan yang seksama terhadap
kemampuan kawanan pendeta dari pelbagai perguruan yang
ada di daratan Tionggoan, diapun tahu kalau Thian bong
siansu merupakan jago kelas satu dari Ngo-tay-san, oleh
sebab itu meski ucapannya takabur dan angkuh, diam-diam
hawa murninya telah dihimpun ke dalam telapak tangannya
bersiap siap melancarkan serangan dahsyat.
Pelan-pelan dia melompat turun dari kudanya lalu menepuk
pelan kuda tersebut, menanti kuda putih tadi sudah
menyingkir dari sana, ia baru memalingkan wajahnya.
Tiba-tiba saja selapis hawa pembunuhan yang amat tebal
menyelimuti seluruh wajahnya, mencorong sinar tajam dari
balik matanya, kemudian telapak tangan kanannya pelan
pelan disilangkan di depan dada, ujarnya dengan suara dalam:
"Dalam lima gebrakan, aku akan membuat kau tergelepar
ditengah genangan darah!"
105 Mendadak Cu-goan siansu dari Heng san melompat keluar
pula dari dalam tandu. Dia menghadang jalan pergi Thian hong taysu, kemudian
ujarnya: Taysu, harap kau suka mendengarkan perkataanku lebih
dulu !" "Cu-goan siansu, kau ada petunjuk apa?"" Thian-hong
siansu agak tertegun. Sinar matanya segera dialihkan ke arah mana Cu goan
siansu sedang memandang, paras mukanya kontan berubah
hebat, sepasang matanya pun ikut melotot besar ke arah
cincin besar yang melingkari jari tengah tangan karuan Liong
Tian-im. Rasa kaget cemas dan ngeri telah menyelimuti seluruh
wajah Cu goan siansu, tatkala sorot matanya dialihkan kembali
dari cincin keatas wajah Liong Tian-im, seketika itu juga jubah
yang dikenakan menggelembung amat besar.
Thian hong siansu tahu Cu goan siansu telah mengarahkan
ilmu Kim goan it ichi kan dari aliaran Heng-san nya. maka
jubah pendetanya jadi menggelembung besar.
Dengan wajah serius Cu goan siansu maju dua langkah
kedepan. lalu dengan wajah serius katanya:
"Sicu, bolehkah pinceng pinjam sebentar cincin yang kau
kenakan itu . . .?" 106 Liong Tian im pelan pelan mengangkat tangan kanannya
keatas, sekilas cahaya terang yang amat menyilaukan mata
segera memancar keluar. Baru saja kelihatan cahaya cincin iblis emas itu melintas
didepan mata Thian hong siansu hatinya telah bergetar keras,
tanpa terasa tubuhnya mundur beberapa langkah.
Dengan penuh rasa kaget bercampur ngeri, dia berbisik
agak gemetar. "Cincin iblis emas !"
Liong Tian-im tidak menyangka kalau Cincin iblis emas
telah menanamkan pengaruh begini besar dalam dunia
persilatan, menyaksikan kedua orang pendeta itu ketakutan
setengah mati, tanpa terasa muncul juga perasaan bangga
diatas wajahnya yang dingin.
Sekuat tenaga Cu-goan siansu berusaha untuk
mengendalikan rasa takut dan kaget yang mencekam hatinya,
dia segera menegur: "Kau adalah Hiat ci kim mo (iblis emas berjari darah)?"
"Betul!" sahut Liong Tian im sambil tertawa dingin, "sayang
kalian berdua mengetahui kelewat lambat."
Cu goan siansu segera merasakan sekujur badannya
gemetar keras, hatinya betul betul dibikin keder oleh
perkataan Liong Tian im yang dingin dan tak sedap didengar
itu, tanpa terasa dia mundur selangkah ke belakang.
Akan tetapi, begitu membayangkan kembali peristiwa tragis
yang menimpa kawanan hwesio diatas bukit Thay san serta
107 berita-berita tentang keganasan Hiat ct-kim mo dalam dunia
persilatan, kemarahannya kembali berkobar.
Sinar matanya segera memancarkan rasa gusar yang
membara, dengan hawa napsu membunuh menyelimuti
benaknya, ia berjalan mendekat, kemudian tegurnya dengan
suara dalam: "Hian ci kim mo, apa dosa dan sakit hati kami Heng-sanpay
dengan dirimu" Apa se babnya kau bunuh suatu
pinceng..." Liong Tian-im tertawa seram.
"Hahahaaa...haaa,..haaaah semua hwesio yang ada didunia
ini pantas dibunuh sampai habis!" teriakannya.
Cu-goan siansu membentak keras, sepasang telapak
tangannya dilontarkan kedepan keras-keras, tubuhnya
mengikuti gerakan mana melejit setinggi empat depa,
kemudian dengan jurus Kim-liong it khi kang yang maha
dahsyat dari Heng san pay, dia cengkeram tubuh lawan.
Liong Tian-im mendengus dingin, tubuhnya bergeser
beberapa langkah kesamping, lalu telapak tangannya
diayunkan kemuka, seketika itu juga segulung tenaga pukulan
yang maha dahsyat bagaikan amukan ombak di tengah
samudra langsung meluncur kedepan.
"Blaammm. . ." Tatkala dua gulung tenaga pukulan saling membentur satu
sama lainnya, timbulah suatu pusaran angin berpusing yang
disertai dengan ledakan keras.
108 Cu-goan siansu hanya merasakan dadanya menjadi
kencang, segulung hawa darah segera bergelak dalam
dadanya. Buru-buru dia kendorkan semua tenaga kekuatan yang
berada didalam tubuhnya, mengikuti tenaga serangan musuh,
dengan sempoyongan dia mundur dua langkah kebelakang.
"Hmmm. . . ! Kau mesti berlatih lima tahun lagi sebelum
sanggup menandingi diriku!" ejek Liong Tian im sambil
mengulum sekulum senyuman dingin yang amat sinis.
Cu-goan siansu menarik napas panjang, sepasang telapak
tangannya ditempelkan di depan dada, segenap kekuatan
badannya dihimpun keatas sepasang telapak tangan lalu
dengan tatapan serius diawasinya wajah Liong Tian im tanpa
berkedip, muIutnya membungkam dan ia tak ambil perduli
bagaimanakah sikap lawan terhadap dirinya.
Sementara itu, Thian hong siansu telah mengambil keluar
sebatang toya siancang yang amat besar dari dalam tandunya,
lalu menghampiri Liong Tian im dengan langkah lebar.
Kepada dua baris pendeta yang berdiri tertegun dikedua
belah sisi arena, bentaknya dengan suara dalam: "Mengapa
kalian tidak segera persiapkan barisan" Hari ini, bagaimana
pun juga Hiat ci kim-mo harus dapat dibekuk batang
lehernya." Dua baris pendeta yang berada disekeliling arena
merupakan jago-jago lihay pilihan dari Ngo-tay pay serta
Heng-san-pay. tubuh mereka segera bergerak menyebarkan
diri, dalam waktu singkat Liong Tian-im sudah dikepung di
tengah arena. 109 Dalam sekejap mata bayangan golok saling berkelebat,
cahaya golok yang tajam dan menyilaukan mata segera
membentuk selapis kabut golok yang dingin ditengah udara
dan mengurung seluruh badan Liong Tian-im.
Dengan pandangan sinis Liong Tian-im mengawasi sekejap
kawanan pendeta bergolok disekitar situ, suatu sikap
menghina terlintas diatas wajah, dia mengangkat kepalanya
memandang awan putih diangkasa tambil tertawa dingin tiada
hentinya. "Huuh, hanya mengandalkan kawanan keledai gundul
macam kalian juga ingin membekuk aku Hiat-ci kim-mo"
Hmm, kalian benar-benar manusia yang tak tahu diri!"
Mencorong sinar tajam dari balik matanya dia menyambung
dengan nada dalam. "Hari ini, bila tidak kuberi sedikit kehebatan dihadapan
kalian, dan tentunya kalian tak akan tahu manusia macam
apakah aku Hiat-ci kim-kim-mo ini !"
Ucapannya dingin hambar tanpa emosi, tapi justru sikapnya
yang angkuh, jumawa dan tak pandang sebelah matapun
terhadap lawannya ini membuat kawanan pendeta bersenjata
golok itu keder dan bergidik dengan sendirinya.
Thiat-hong siansu menggerakkan toyanya menciptakan


Cincin Maut Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berlapis Iapis bayang toya tebal, ditengah lapisan cahaya
tersebut, ia membentak keras:
"Hiat ci kim mo, kau tak segera bunuh diri?"
110 "Huuh. jalan pemikiranmu kelewat menggelikan !" Liong
Tian im melirik sekejap kewajah Thian hong siansu dengan
sinar mata dingin, lalu menghela napas.
Begitu sepasang mata Thian hong siansu saling membentur
dengan sepasang mata lawan yang lebih tajam dari sembilu
itu, tiba tiba timbul perasaan bergidik dari hati kecilnya, tak
tahan dia menyusut mundur sejauh berapa langkah.
Dengan cepat dia berusaha untuk mengendalikan harga
dirinya itu di samping diapun merasa keheranan, mengapa dia
bisa begitu takut menghadapi seorang pemuda yang cuma
berusia dua puluhan tahun ini.
Baginya, peristiwa semacam ini boleh dibilang belum
pernah dijumpainya. Siapa tahu, belum habis ingatan tersebut melintas didalam
benaknya, Liong Tian im telah mengayunkan tangan kanannya
ke muka, tampak jari tengah dan telunjuknya disentilkan
kedepan, seketika itu juga sekilas cahaya merah meluncur ke
muka. "Aduuuh. . ." Seorang pendeta setengah umur disisi kiri yang sedang
bersiap-siap melancarkan sergapan memekik keras karena
kesakitan sekujur badannya gemetar keras sambil memegangi
dada sendiri, tubuhnya roboh terkapar di atas tanah dan
tewas seketika juga. Dari celah celah jari tangannya, darah kental nampak jatuh
bercucuran amat deras, dalam waktu singkat seluruh jubahnya
telah berubah menjadi merah.
111 Liong Tian-im segera berpaling dan mendengus dengan
suara dingin: "Aku telah menyiapkan seratus biji cincin iblis emas umuk
dipergunakan sebentar pasti akan kubagikan seorang sebuah
sebagai kenang-kenangan, kalian tak perlu merasa begitu
gelisah .. ." "Hmmm. . ." Mendadak dari belakang tubuh Liong Tian im terasa
munculnya segulung tenaga pukulan yang amat dahsyat
menerpa datang, sambil mendengus dingin, tanpa berpaling
dia lantas membalikkan telapak tangannya sambil melepaskan
sebuah pukuIan. "Blaaamm . . . ."
Tubuh Cu-goan siansu meluncur kedepan seperti terbang,
ditengah udara ia berjumpalitan berapa kali, kemudian
secepat kilat menerjang turun lagi kebawah.
Liong Tian-im tak sama sekali tak menyanka kalau
ciangbujin dari Heng san pay begitu sudi melakukan sergapan
secara pengecut dikala orang sedang berbicara, betul
ancaman mana tak sampai melukai dirinya, tapi cukup
menggetarkan hatinya sehingga hawa darah didalam dadanya
bergolak keras. Wajahnya yang dingin mengejang keras, napsu membunuh
makin tebal menyelimuti wajahnya, dia memandang sekejap
tubuh Cu goan taysu yang sedang meluncur turun dari tengah
udara, kemudian sepasang lengannya digetaran berbareng,
secara beruntun dia lancarkan tiga buah serangan berantai.
112 Ke tiga buah serangan tersebut dilepaskan dengan
kecepatan luar biasa, lagi pula datangnya secara beruntun
yang disertai suara guntur dan angin puyuh, dalam keadaan di
udara mustahil bagi Cu goan siansu untuk membalikkan
kembali tubuhnya. Dia hanya merasakan ketiga buah serangan berantai itu
datangnya membawa kekuatan pukulan yang dahsyat
ibaratnya air sungai yang mengalir lewat, dimana kekuatan
tersebut menerjang bersama ke atas tubuhnya tanpa
beraturan. Dalam posisi terdesak dan perasaan gelisah, dengan cepat
dia himpun tenaga Kun goan-it khi-kang yang telah dilatihnya
selama puluhan tahun, sambil membentak keras, telapak
tangannya segera ditekan kebawah.
"Blaamm. . .!" ditengah benturan keras, terdengar Cu-goan
siansu menjerit kesakitan, bagaikan layang-layang putus tali
tubuhnya meluncur setinggi dua kaki dan terjatuh empat kaki
dari posisi semula. Kawanan hwesio lainnya serentak membentak keras,
dipimpin oleh Thian hong siansu mereka lancarkan serangan
secara massal. Dalam waktu singkat bayangan manusia berkelebat, cahaya
golok menyelimuti angkasa, antara gerakan kawanan hwesio
itu, terciptalah selapis jaring tenaga pukulan yang kuat
disekitar badan mereka. Liong Tian im mendengus dingin, tetapi tangannya seperti
pisau tajam melancarkan bacokan berantai, dalam sekejap
mata hawa pukulan berpusing, dan jaring cahaya golok yang
113 menyelimuti diluar badannya terdesak mundur sejauh satu
kaki lebih. Hawa napsu membunuh samakin membara diatas
wajahnya, diam-diam ia berpikir:
"Kawanan hwesio ini benar-benar tak tahu diri, jika tidak
kubunuh jahanam-jahanam tersebut, dianggapnya hatiku
kelewat bajik !" Begitu ingatan tersebut melintas dalam benaknya dengan
cepat dia memutar badannya lalu melambung setinggi dua
kaki ke tengah udara. Kakinya segera menjejak ke bawah, tangan kanannya
bergerak cepat meloloskan patung Kim mo sin jin dari dalam
saku, bagaikan panglima langit saja ia membentak keras, lalu
meluncur ke bawah dengan garangnya.
Seketika itu juga darah segar memercik ke mana-mana,
jeritan kesakitan berkumandang saling susul menyusul, dalam
waktu singkat sudah ada belasan orang pendeta yang roboh
terkapar di tanah dalam keadaan tubuh tak utuh.
Seketika itu juga mayat membukit darah kental
menggenangi seluruh permukaan tanah.
Liong Tian im melirik sekejap tumpukan mayat yang
berserakan di tanah, ia nampai agak tertegun, kemudian
sambil menggeleng gumamnya:
"Kematian dalam cara begini betul betul mengerikan sekali
!" 114 Mendadak timbul suatu ingatan aneh dalam benaknya,
membuat pemuda itu tak tega untuk menyaksikan pendeta
pendeta tersebut tewas dengan batok hancur serta tubuh
cacad .. . "Aaai . . . !" dia menghela napas panjang, disimpannya
kembali patung Kim mo sin jin tersebur ke dalam buntalannya,
"untuk kali ini biarlah kulepaskan kalian semua !"
Dengan cepat dia membalikkan badannya, tidak perduli
apakah kawanan pendeta yang belum mati itu baru apa, dia
segera melompat naik ke atas kudanya siap siap meninggal
kan kenyataan yang mengerikan itu.
Mendadak... Thian bong siansu melejit ke udara tanpa
menimbulkan sedikit suarapun, setelah membuat satu gerakan
bundar, dia menyerang tubuh Liong Tian im secara gencar.
Berada dalam keadaan tak siap, rasa jemu membunuh
yang sesungguhnya sudah timbul dalam hati Liong Tian im
tadi seketika lenyap tak membekas, tanpa berpikir panjang,
jari tanganrya diayunkan ke atas untuk menahan tibanya
tekanan yang dahsyat bagaikan bukit karang dari toya
siancang lawan. "Criiing....!" sekilas cahaya merah sepanjang dua inci
memancar keluar dari ujung jari tangannya dan meluncur ke
muka secepat kilat berada ditengah udara desingan itu makin
mendesis hingga memekikkan telinga seolah olah hendak
memecahkan kendang telinga saja ...
Thian-hong siansu amat terperanjat ingatan kedua belum
sempat melintas lewat, "Criingl" toya tersebut telah patah
menjadi dua bagian. 115 Ia menjadi ketakutan setengah mati hingga paras mukanya
berubah menjadi pucat pias seperti mayat, buru-buru dia
menjerit kaget dan menyingkir ke samping.
Sejak mempelajari ilmu Kiam-mo hiat ci (jari darah iblis
emas) dalam lembah kematian di bukit Laa-san. hingga kini
Liong Tian im tak pernah mencoba kepandaian itu secara
sungguh-sungguh, mimpipun dia tidak menyangka kalau
sebuah jari tangan yang begitu kecil ternyata memiliki
kekuatan sedemikian dahsyatnya sehingga sanggup untuk
mematahkan sebatang besi baja.
Oleh karena itu, untuk sesaat dia sendiripun dibuat
tertegun, Hampir saja dia lupa kalau dirinya sedang berada
dalam lingkungan amat berbahaya, untuk beberapa saat
lamanya dia hanya berdiri tertegun sambil mengawasi jari
tangan sendiri, sementara suatu perasaaa girang yang aneh
hampir saja meledak ledak di dalam dadanya.
Dengan penuh kegembiraan dia berpikir: "Haa, sampai kini
aku belum tahu kalau dalam tubuhku terbawa suatu
kepandaian silat yg paling top di dunia ini, tak heran setiap
hari suhu selalu menyuruh aku melatih diri dalam lembah
kematian, dia pun pernah berpesan bahwa ilmu jari itu
merupakan ilmu paling lihay dan terkeji dikolong langit, bila
keadaan tidak terlalu memaksa, jangan di pergunakan sesuka
hati. . " "Haaa....haaa ..haaa.."
Belum pernah dia tertawa tergelak seriang ini sejak ia tahu
urusan, hatinya selalu membeku bagaikan air dimusim salju,
tidak sekalipun ia pernah tertawa, meledah ledak seperti hari
ini. Tapi kali adalah untuk pertama kalinya dia tertawa,
segalanya pikiran dan persoalan haru tersapu lenyap dari
dalam benaknya, dia tertawa amat bebas, amat terbuka dan
116 penuh dengan luapan perasaan yang berkobar kobar,
Mendadak senyuman yang menghiasi ujung bibirnya itu lenyap
seketika, sebuah telapak yang tangan dengan disertai
desingan angin pukulan yang maha dahsyat, tahu tahu sudah
menyusup masuk kedepan dadanya tanpa menimbulkan
sedikit suara pun. Berada dalam keadaan seperti ini, tubuh bagian atasnya
segera menjatuhkan diri ke-belakang, dadanya ditarik keras
sehingga membuat lambungnya melekuk kedalam, kemudian
telapak tangan kanannya di ayunkan kedepan cepat-cepat.
"Plaakk !" kedua dua telapak tangan saling membentur di
tengah udara, kedua buah tangan itu segera menempel satu
sama lainnya. Berkilat sorot matanya, terutama setelah ini mengetahui
kalau orang yang sedang beradu tenaga dalam dengan dirinya
ini tak lebih hanya seorang pendeta berjubah kuning yang
berusia pertengahan "Hmm!" dia mendengus dingin, telapak tangannya ditekan
kebawah, tenaga serangan yang tiada batasnya segera
mengalir keluar dari telapak tangannya itu, memaksa si
hwesio mundur sejauh lima inci sementara sepasang kaki nya
melesak kedalam tanah. "Hiong-cing taysu, aku datang membantumu" Thian hong
siansu membetak keras telapak tangan kanannya segera
ditempelkan keatas punggung Hiong cing taysu, ketua dari
Siau lim pai. Begitu kekuatan mereka berdua saling bergabung menjadi
satu, seketika itu juga tenaga dalam yang tercampur keluar
dari tubuh Liong Tian im kena terdesak balik.
117 Hiong-cing adalah ketua dari Siau-lim pay untuk generasi
kali ini, tenaga dalamnya boleh dibilang amat sempurna.
"Tatkala dia menyaksikan keganasan patung kim-mo sin jin
yang sedang meraja lela dibawah permainan Hiat ci kim rno,
dia tahu bahwa dalam permainan senjata, tipis sekali harapan
baginya untuk berhasil merebut kemenangan, maka
menggunakan kesempatan dikala Liong Tian im sedang
tertawa gelak karena kegirangan, dia bersiap siap
menggunakan tenaga dalam hasil latihannya selama puluhan
tahun untuk melangsungkan suatu pertarungan mati-matian
melawan anak muda itu. Siapa tahu, ilmu silat yang dimiliki Liong Tian im berasal
dari Kim mo tiong (aliran iblis emas) yang merupakan suatu
aliran ilmu silat yang misterius sejak dulu kala, caranya
melatih tenaga dalam hampir berbeda sekali dengan cara yang
dipergunakan oleh perguruan-perguruan didaratan Tionggoan,
mereka memiliki jalan lain yang jauh lebih cepat memperoleh
hasil meski berada dalam waktu yang relatif amat singkat.
Sejak berusia delapan tahun, Liong Tian-im telah diajak
Jian hun-kim mo naik kebukit Lau-san dan berdiam di gua Pek
Soat-tong, sekalipun usianya masih muda, namun dalam dua
belas tahun lamanya melatih diri secara tekun diatas bukit,
membuat tenaga dilamnya yanj kuat berhasil menembusi dua
urat penting dalam tubuh manusia yakni Jin meh dan Tok
meh, sehingga membuat kepandaiannya berhasil mencapai
pada puncaknya. Begitu Hong-cing taysu turun tangan tadi seketika itu juga
dia merasakan dadanya bagaikan ditekan oleh suatu kekuatan
tenaga dalam yang kuat sekali sehingga hampir saja
membuatnya menjadi sesak napas.
118 Untung saja Thian-hong siansu datang tepat pada
waktunya sehingga dengan demikian memberi kesempatan
baginya untuk berganti napas.
Kini, paras muka dua orang pendeta agung itu berubah
menjadi serius sekali, wajahnya berubah menjadi merah
membara seperti korbaran api, tenaga dalam yang dimilikinya
telah disalurkan keluar tiada hentinya, seakan-akan gulungan
ombak samudra yang tiada putusnya menerjang tubuh Liong
Tian im. Si anak muda itu tertawa dingin tubuh bagian atasnya
berputar dua puluhan kali dalam sekejap mata, mengikuti
aliran tenaga serangan pihak lawan yang menderu deru, dia
bergerak pula kian kemari dengan cekatan.


Cincin Maut Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suatu ketika, nampak lumpur dibawah kakinya saling
menyebar ke empat penjuru, dua buah bekas telapak kaki
segera membekas di atas tanah sedalam dua inci lebih,
sebaliknya telapak tangan yang melancarkan serangan justru
berhasil mendesak empat inci lebih kedepan.
Paras muka Hiong cing taysu dan Thian hong siansu
berubih menjadi pucat pias seperti mayat, mereka tak
menyangka kalau Liong Tian Im dapat mempergunakan ilmu
Seng gip im sia ( bintang menghisap awan mengumpul ) dari
aliran Seng sut hay, tampaknya tenaga dalam yang mereka
miliki bakal mengering dengan sendirinya sebelum akhirnya
mampus. Sekulum senyuman kembali tersungging di ujung bibir
Liong Tian im, pikirnya: 119 "Tenaga dalam meminjam benda menyampaikan kekuatan
yang kumiliki ini rasanya masih jauh berkecukupan untuk
dipakai menghadapi kedua orang keledai gundul ini..."
Mendadak senyuman yang menghiasi bibirnya membeku,
"BIaamm." sebuah pukulan dahsyat telah menghajar
punggungnya keras-keras membuat badannya segera
terjengkang ke muka . . .
Hiong-cing taysu dan Thian-hong siansu tidak menyianyiakan
kesempatan yang sangat menguntungkan itu, sambil
membentak keras, mereka himpun segenap tenaga dalam
yang dimiliknya untuk melancarkan serangan yang
mengerikan. Liong Tian-Im meraung keras sambil muntah darah segartubuhnya
mencelat setinggi tiga kaki lebih ke udara seperti
layang-layang yang putus tali, setelah berjumpalitan berapa
kali ditengah udara, badannya terjatuh kembali ke dalam
sawah lebih kurang lima kaki dari posisi semula.
Sekuat tenaga Liong Tian im berpegangan di tepi sawah
biar tubuhnya jangan terbenam ke lumpur, lalu menarik napas
panjang panjang guna menahan gejolak hawa darah yang
menggelora didalam dadanya, kemudian pelan pelan dia
bangkit berdiri. Setelah tertawa penuh kcbencian, dia berpikir:
"Bukan kepandaian silatku tak sanggup menghadapi lawan,
adalah mereka yang menyergap secara pengecut dari
punggungku, hwesio hwesio jahanam, akan kubunuh mereka
semua sampai ludas . . ."
120 Sinar matanya segera dialihkan ke wajah Leng Kong taysu
ketua dari Go bi pay, lalu sambil tertawa dia berkata:
"Oooh, rupanya perbuatan dari Leng kong taysu yang
bernama besar didalam dunia persilatan, hmm , .. memangnya
kalian orang orang Go bi pay merupakan kawanan pengecut
berjiwa kerdil yang pandainya hanya menyerang orang dari
belakang?" Merah padam selembar wajah Leng kong taysu karena
malu, katanya dengan segera:
"Bila sicu tidak menyerahkan kembali tanda lencana Kiu
liong tiap leng tersebut, terpaksa pinceng akan
menghadiahkan sebuah pukulan lagi kepadamu".
"Baik" Liong tian i-n mendengus dingin, serangan ilmu
barusan telah menentukan nasib Go bi pay selanjutnya, bila
aku Hiat ci kim mo tidak membantai Go bi pay dengan darah
aku bersumpah tak akan berhenti .. ."
Begitu selesai berkata, mendadak tubuhnya meluncur ke
depan melewati beberapa petak sawah dan menerjang ke
arah mana kawanan pendeta itu sedang melakukan
pengepungan. Leng kong taysu membentak keras: "Hiong cing taysu,
jangan lepaskan Hiat-ci kim mo!"
Sesungguhnya Hiong cing taysu dari Siau-lim pay adalah
seorang pendeta yang saleh.
Sejak kegagalannya menghadapi serangan dahsyat dari
Liong Tian im dengan kekuatan gabungan, dia sudah merasa
malu dan menyesal sekali.
121 Apalagi setelah menyaksikan Leng kong-taysu melancarkan
sergapan secara pengecut yang berhasil melukai Hiat ci kim
mo, hatinya semakin sedih dan malu, tak kuasa lagi dia lantas
berkemak kemik msmbacakan doa berulang kali.
Dia merasa cara kerjanya kali ini sudah melanggar sumpah
sendiri di kala mulai belajar silat dahulu.
Sebab itu meski jaraknya dengan Liong-Tian im paling
dekat, namun ia justru berkebas kesamping memberikan
sebuah jalan lewat bagi lawannya.
Melihat itu, Leng kong taysu segera membentak dengan
penuh kegusaran: "Hiong cing taysu, apa apaan kau ini?"
"Membunuh lawan sampai seakar akarnya bukan perbuatan
dari seorang anak Buddha!" balas Hiong cing taysu dengan
suara dalam. Leng kong siansu makin gusar, teriaknya:
"Tahukah kau gara-gara ingatan semacam itu, entah
berapa banyak murid Buddha lain yang bakal menjadi korban
" Bila Hiat ci kim mo dibiarkan pergi, aku Go bi pay tak akan
bisa muncul kembali dalam dunia persilatan.
Hiong cing taysu agak sangsi, pikirnya cepat:
"Sekalia iapun pinceng harus duduk menghadap ke dinding
selama sepuluh tahun, hari initak akan kulepaskan Hiat ci kim
mo dengan begitu saja."
122 Tubuhnya segera bergerak ke depan, bersama-sama
dengan Leng kong taysu mereka berdua lancarkan suatu
sergapan dengan gerakan menyilang, sementara itu, kawanan
hwesio yang berjaga jaga disekitar arena, serentak
menggerakkan pula golok masing masing untuk membacok
tubuh Liong Tian im tatkala menyaksikan musuhnya
menerjang datang. Cukup parah luka dalam yang diderita Liong Tian im ketika
itu dengan menghimpur sisa tenaga dalam yang dimilikinya,
dia mengayunkan cepat telapak tangannya ke depan,
segulung angin puyuh dengan cepat meluncur ke depan.
Berapa kali jeritan ngeri yang memilukan hati segera
berkumandang memecahkan keheningan, beberapa orang
pendeta yang berada dibarisan terdepan segera roboh
bergelimpang dalam keadaan tak bernyawa.
Pendeta-pendeta lainnya menjadi keder sendiri setelah
menyaksikan cara Liong Tian-im yang nekad, buru-buru
mereka mundur kebelakang untuk menghindarkan diri.
Liong Tian-im terengah engah dengan napas memburu,
bentaknya kemudian keras-keras:
"Siapa menghalangi aku mampus, siapa menghindar hidup
!" Dengan sempoyongan tubuhnya menerjang ke arah depan
dimana kawanan pendeta tersebut pada menyingkir ke
samping, dalam waktu singkat dia telah saling berhadapan
kembali dengan Leng-kong taysu.
"Hiat ci kim mo, mau kabur ke mana kau ?" bentak psndeta
itu sambil menahan geram.
123 Sepasang mata Liong Tian ini telah berubah merah
membara, tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia lepaskan
sebuah pukulan dahsyat kedepan.
Leng kong taysu mengebaskan ujung bajunya kedepan
untuk melepaskan sebuah pukulan dengan ilmu riian ciri ceng
khi, suatu kepandain mestika dari aliran Go bi pay yang belum
sempat dilatih hingga berhasil, maksudnya jelas bisa dia
hendak menghukum mati Hiat ci kim mo dalam sekali
serangan. Liong Tian im menjadi terkejut setelah menyaksikan paras
muka Lengkong taysu berubah merah padam dan jubah
pendetanya menggelembung besar hingga menunjukkan
suatu sikap yang angker dan menggidik hati. ,. .
Berada dalam keadaan seperti ini, terpaksa anak muda itu
mesti mengerahkan sisa kekuatan yang di milikinya, dengan
menggunakan ilmu meminjam benda untuk menyalurkan
tenaga, ia berusaha untuk memusnahkan kekuatan lawan.
BegituIah, tatkala serangan lawan yang amat dahsyat itu
meluncur datang, serta merta Liong Tian im menyalurkan
segenap kekuatan tersebut ke dalam tanah.
Akan tetapi dia sendiri pun hampir saja mengalami cedera
hebat, berapa batang nadinya-nyaris putus oleh tekanan
udara yang besar, apalagi terjangan lawan yang membabi
buta. Tak ampun anak muda itu muntah darah segar badannya
segera mencelat setinggi dua kaki lebih oleh tenaga serangan
lawan. 124 Menggunakan kesempatan di kala Leng kong taysu
melancarkan serangannya tadi, Thian hong siansu tidak
berdiam diri belaka, dia lepaskan pula ayunan toya kesisi
kanan Liong Tian im. Ia tak menyangka kalau anak muda itu bakal mencelat ke
udara karena hantaman rekannya seketika itu juga ayunan
toyanya mengenai sasaran yang kosong.
Hal mana yang secara kebetulan justru menghadang jalan
pergi Hiong cing taysu. "Jangan biarkan dia kabur!" Leng kong siansu segera
membentak nyaring. Sementara itu Liong Tian im sudah meluncur kedepan
dengan sekuat tenaga, didepan sana tiada penghadang lagi,
sambil tarik napas dalam dalam, secara beruntun dia menutup
beberapa buah jalan darahnya dan melayang naik keatas
jaIan raya. Saat ini, sudah tiada pilihan lagi baginya selain kabur
menyelamatkan diri, mendadak ia membalikan badan sambil
mengayunkan telapak targan kanannya.
Enam buah cincirj iblis emas segera meluncur dari jari
tangannya menyerang kearah kawanan pendeta yang sedang
melakukan pengejaran itu.
Leng kong taysu segera menghentikan gerakan tubuhnya
seraya bsrseru kaget: "Cincin iblis emas!"
125 Thian hong siansu maupun Hiong cing taysu merasa
terperanjat juga menyaksikan datangnya ancaman dari cincin
iblis emas tersebut serentak mereka menyingkir ke samping
untuk menghindarkan diri...
Menggunakan peluang tersebut, Liong Tian im segera
melompat naik keatas kuda putihnya dan melarikan diri
secepat-cepatnya. Dibelakang sana ia masih sempat mendengar suara caci
maki dan bentakan marah dari kawanan pendeta itu, tapi
suara itu makin lama makin lirih dan akhirnya lenyap dari
pendengarannya. Sambil menghentak-hentakan kakinya ke tanah, Thian
hong siansu berseru cemas:
"Aduh celaka ! Hiat-ci kim-mo telah berhasil melarikan diri!"
Paras muka Leng-kong taysu berubah pula menjadi pucat
pias seperti mayat, katanya:
"Bila ia sembuh dari lukanya nantinya, di saat itu Go bi-pay
akan musnah dari muka bumi tanpa sanggup bangkit kembali,
aai ! Hiong cing taysu, gara gara welas kasihmu tadi, Go bi
pay lah yang mendapatkan getahnya."
"Bencana yang menimpa Hud bun kali ini sudah
sepantasnya bila tanggulangi bersama oleh kaum Hid bun"
kata Hiong cing taysu cepat, "pinceng akan mengerahkan
segenap kekuatan Siau lim pay kami untuk menunjang
dibelakang taysu untuk menghadapi musibah tersebut !"
"Aaai .." Thian hong taysu menghela napas pula, "sejak
dulu" pengaruh iblis tumbuh keadilan pun punah, jelas hal ini
126 merupakan suatu kejadian yang tak dapat dihindari. Hingga
kini berita tentang Miat im kim cong(genta emas pelenyap
fuan) masih menjadi tanda tanya. Kim mo sin jin telah muncul
kembali didalam dunia persi!atan.."
Ia segera merangkap telapak tangannya di depan dada
sembari melanjutkan lebih jauh.
"Semoga Hudcou memberikan berkahnya kepada kami
semua,agar kami dapat bersatu padu untuk bersama-sama
menghadapi iblis keji itu dan jangan sampai timbul
perselisihan sendiri diantara sesama rekan Hud bun..."
"Pinceng rasa, persoalan paling penting yang harus segera
dilaksanakan sskarang adalah bagaimana mengundang
keluarnya Hud bun-ag (tiga malaikat dari kalangan Buddha) ke
dunia ramai guna menanggulangi musibah tersebut, sebagai
seorang iblis pembunuh yang gemar melakukan pembantaian
jelas kekuatan kita kaum Hud bun masih kurang cukup guna
menghadapi iblis Hiat ci kim mo tersebut, aku kuatir..."
"Aaai, seandainya pelindung Hud bun dimasa lalu Ngo Lo
han tidak kehilangan jejaknya mana mungkin Hiat ci kim mo
dapat kabur dari cengkeraman kita" Yaa, mungkin inilah
musibah yang harus dihadapi oleh kaum Hud bun kita..." Leng
kong siansu berbisik sedih.
"Aku rasa, tak ada gunanya bagi kita untuk banyak
berbicara lagi di sini" kata Thian hong taysu kemudian,
"mengapa kita tidak berangkat ke Go bi-san untuk bersamasama
merundingkan cara untuk menghadapi ancaman
tersebut..." Setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu, dia
melanjutkan lebih jauh: 127 "Cu goan taysu dari Heng san pay terluka amat parah dan
membutuhkan pengobatan dengan segera, sementara muridmurid
yang tewas pun harus diperabukan jenasahnya, kita
sekalian lebih baik mengikuti Leng kong si heng kembali ke Go
bi san lebih dulu!" Dia lantas memerintahkan anak muridnya bagi menggotong
tubuh Cu goan siansu kedalam tandu, berangkatlah
rombongan pendeta itu menuju ke bukit Go bi san.
Darah mulai mengering dan membeku diatas permukaan
tanah, jenasah telah disingkirkan dan bersih dari sana, kini
yang tertinggal hanya awan kelabu yang menyelimuti
angkasa. Jalan raya tetap hening dan sepi seperti sediakala,


Cincin Maut Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siapapun tak akan menyangka kalau beberapa waktu
berselang, ditempat itu telah berlangsung pertumpahan darah
yang mengerikan. Yaa siapakah yang menduga sampai kesitu.
Jalan raya amat hening, sepi, tak nampak seorang
manusiapun, yang ada hanyalah hembusan angin yang rendah
dan berat. . . Butiran embun pagi bergulingan diatas daun teratai yang
lebar, sinar matahari yang lembut dan berwarna keemas
emasan memancar ke seluruh permukan tanah.
"Aaai !" suara helaan napas berkumandang dari balik kolam
teratai sana. Seorang gadis muda yang berdiri ditepi kolam sambil
memandang daun ditengah kolam dengan termangu, ketika
128 angin berhembus lewat, berkibarlah rambutnya yang hitam
dan panjang. "Apa sebabnya setiap benda yang indah di dunia ini, selalu
hanya berlangsung dalam sekejap mata, tak pernah bisa
berlangsung langgeng dan abadi."
Rambutnya yang hitam pekat bagaikan air terjun yang
muntahkan airnya dari atas puncak, terurai dibalik bahu dan
bergelombang bila terhembus angin pagi.
"Apakah semua benda yang indah, hanya diciptakan untuk
sementara oleh Sang Penciptanya" seperti pelangi setelah
hujan, butiran embun dipagi hari serta bunga bunga yang
mekar dan bintang kejora dimalam hari, bukankah semuanya
itu hanya berlangsung sebentar sebelum punah semua
keindahannya... Dengan termangu-mangu diawasi bunga di tengah kolam,
lalu menghela napas sedih, di balik helaan napas tersebut
terasa penuh dengan perasaan duka dan murung.
Jilid 04 SUATU PERASAAN HAMPA KOSONG menyusup ke dalam
dadanya, membuat gadis itu makin kesepian.
"Benarkah anak muda tak akan mengenal kemurungan ?"
dia menghela napas panjang, "aai, mengapa aku begitu
mudah murung"Hatiku selalu kesal, kesepian dan hampa "
Tak adakah sesuatu benda yarg dapat memuaskan hatiku ?"
129 "Took, took, took..." suara derap kaki kuda yang ramai
berkumandang dari kejauhan sana dan makin lama semakin
mendekat. Seperti merasa terkejut sekujur badan nona itu segera
gemetar agak keras. Dengan cepat dia membalikkan badannya memandang ke
arah mana berasalnya suara derap kaki kuda itu.
Dibawah cahaya matanya yang lembut, tampaknya
wajahnya yang cantik bak bidadari dari kayangan, mukanya
begtu menarik begitu anggun membuat siapapun pasti akan
terpesona bila berjumpa dengannya...
Dibalik biji matanya yang jeli seakan akan terpancar keluar
serentetan cahayanya yang sangat aneh.
Sekarang, gadis itu telah melihat jelas kuda tersebut,
diapun menyaksikan seorang manusia berbaju biru sedang
berbaring diatas kuda putihnya yang sedang berlarian
mendekat dengan kecepatan tinggi.
Dia tak sempat melihat jelas raut wajah orang itu karena
wajahnya tertunduk rendah, seluruh badannya bersanndar
diatas pelana dan bergoncang keras mengikuti gerakan lari
kudanya. Menyaksikan kesemuanya itu paras muka si nona itu segera
berubah menjidi amat serius, suatu perasaan aneh timbul pula
dari dalam hati kecilnya, ia merasakan suatu ketegangan yang
belum pernah dirasakan sebelumnya, suatu perasaan tegang
yang mencekam perasaannya.
130 Dalam hatinya yang tenang, dengan cepat timbul
goncangan keras yang mendebar-debarkan hatinya.
Kuda putih itu makin lama semakin mendekat, kemudian
sambil meringkik panjang mendadak kuda itu mengangkat
sepasang kaki depannya tinggi-tinggi ke atas.
Agaknya pemuda yang berada di atas punggung kuda itu
tak sanggup menahan goncangan yang keras itu, sekujur
badannya gemetar keras, kemudian terjatuh dari atas kuda.
"Eeeh, hati-hati. . ."
Gadis cantik berambut panjang itu tak sanggup
mengendalikan rasa kagetnya lagi dan menjerit tertahan,
bagaikan terbang ia lari ke depan dan membangunkan tubuh
anak muda itu. Akan tetapi, dikala jari jemarinya yang putih halus hampir
menyentuh tubuhnya, timbul keraguan dalam hati kecilnya,
perasaan kegadisan membuat ia merasa sangsi untuk
melakukan tindakan secara sembrono.
Suatu ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya,
segera dia berpikir: "Ayah seringkali berkata: didunia ini lebih banyak orang
jahat daripada orang baik, seringkali dia memperingatkan
kepadaku agar berhati hati dengan siasat licik orang jahat,
tapi aku tak tahu orang ini seorang yang baik atau orang
jahat." Sambil menggigit bibirnya yang merah, dia berpikir lebih
jauh: 131 "Seandainya dia orang jahat, bila kutolong dia, bukankah
hal ini sama artinya dengan membakar badan sendiri " Apalagi
ayah tak ada dirumah sekarang sedang akupun hanya seorang
anak perempuan . . ."
Baru saja ingatan tersebut melintas dalan benaknya,
ingatan lain muncul kembali di dalam benaknya, dengan
kening berkerut dia ragu berapa saat lamanya, lalu berpikir
lebih jauh: "Bilamana orang ini adalah orang baik, jika tidak kutolong
jiwanya, jelas tindakanku ini tak benar. Aai . . . . kalau di lihat
dari lukanya yang amat begitu parah, mana tega membiarkan
dia mati..." Dalam waktu singkat, pelbagai ingatan berkecamuk dalam
benaknya, merasa jalan pikirannya saling bertentangan dan
tak tahu bagaimana harus menyelesaikan keadaan yang
berada di depan mata. Dengan kepala tertunduk ia termenung sebentar dari balik
biji matanya yang jeli lamat-lamat muncul suatu kebimbangan,
ia menghela napas panjang kemudian sorot matanya yang jeli
dialihkan kembali ke atas tubuh sang pemuda yang melingkar
diatas tanah itu. Mendadak pemuda itu menggerakan tubuhnya sambil
menarik napas panjang-panjang pelan-pelan badannya
berputar, tapi sorot matanya sayu dan tubuhnya lemah,
setelah bergerak sebentar kembali tak berkutik di atas tanah...
Gadis itu menghembuskan napas panjang, sekilas rasa
kecewa melintas dalam sorot matanya, dengan cepat dia
bangkit berdiri. 132 Seperminum teh lewat dengan cepatnya, namun sorot
mata si nona yang berdiri kaku di tempat masih belum
bergeser dari posisinya semula dia masih saja mengawasi
anak muda itu lekat-lekat, dan dia sendiripun sama sekali tak
berkutik, seakan akan dua orang itu saling menanti dengan
badan kaku. Mendadak, terpancar sinar kegembiraan di atas wajah
gadis itu, pemuda yang terkapar kaku ditanah itu akhirnya
bergerak juga. Terdengar pemuda itu mendesis kesakitan sekujur
badannya gemetar keras sambil menggeliat.
Tapi apa yang kemudian dilihat olehnya membuat gadis itu
merasakan jantungnya berdebar keras, dia sama sekali tak
menyangka kalau anak muda tersebut memiliki ketampanan
wajah yang mengagumkan. Hidungnya yang mancung dengan bibirnya yang tipis
menciptakan sebuah garis perpaduan yang menawan,
ditambah pula dengan alis mata yang hitam pekat,
menciptakan pemandangan yang menawan hati.
Walaupun wajahnya begitu pucat, tapi sama sekali tidak
mengurangi ketampanan wajahnya.
Lambat laun Liong Tian-im mendapatkan kembali
kesadarannya.. berusaha keras dia mengendalikan gejolak
hawa darah di dalam dadanya lalu pelan-pelan membuka
matanya. Dihadapan matanya segera muncul sebuah bayangan
ramping yang kabur, secara lamat lamat pemuda itu seperti
133 menyaksikan seorang gadis berdandan sederhana sedang
berdiri dihadapannya. Diam diam ia menghela napas panjang, menghela napas
karena dalam keadaan terluka parah, setelah menempuh
perjalanan jauh dan menjelang saat tibanya, dia masih sempat
menyaksikan seorang gadis yang begitu cantik rupawan.
Dia berdiri dibawah langit yang cerah didepan bayangan
daunan nan hijau, tampak kulit badannya putih bersih
bagaikan salju dan memancarkan sinar terang...
Terutama sekali rambutnya yang hitam dengan alis mata
yarg tipis, biji mata yang bening, membuat orang merasa
bahwa dia adalah gadis yang tercantik didunia ini,
menggetarkan hati setiap anak muda...
Kecantikan wajah sinona yang menawan, dengan cepat
membuat hati sang pemuda yang dingin seperti salju mulai
mencair dan berdebar keras, membuat sepasang matanya
terbelalak lebar-lebar.. Menyaksikan sikap Liong Tian im yang memandang
tertegun kearahnya, gadis itu segera tertawa.
Di antara senyumannya yang manis, muncul sebuah lesung
pipi yang dalam diatas pipinya membuat dia nampak lebih
cantik, lebih genit dan mempesonakan hati.
Sinar mata sinona pun sedang menatap ke-wajahnya dari
balik biji matanya yang jeli, Liong Tian im dapat menyaksikan
bayangan tubuh sendiri, dapat pula menyaksikan sikap sendiri
yang terpikat. 134 Buru-buru ia mengendalikan perasaannya yang bergejolak,
sorot mata yang lembut dan penuh kobaran rasa cinta pun
seketika lenyap tak berbekas.
Setelah menggertak gigi, serunya:
"Disinilah tempat tinggal Leng Yok su, lembah Yok ong
kok?" Si gadis itu nampak tertegun, dari balik matanya yang
jelipun memancarkan sinar tercengang senyuman diujung
bibirnya seketika lenyap tak berbekas, lama sekali dia awasi
wajah Liong Tian im dengan termangu.
"Benar!" jawabnya kemudian, "kau ada urusan apa?"
Nona yang cantik rupawan ini tahu, setiap orang yang
memasuki lembab Yok ong kok atau lembah raja obat ini,
sebagian besar adalah untuk memohon pertolongan dari
ayahnya untuk menyembuhkan penyakit yang sedang di
derita. Pemuda itu datang dengan membawa luka yang begitu
parah. sudah barang tentu tujuannya adalah memohon
pertolongan juga. Meski dia sudah tahu apa maksud kedatangan Liong Tian
im kesitu, namun wajahnya masih menunjukkan perasaan
tidak habis mengerti. Perlu diketahui, luka yang diderita Liong Tian im pada saat
ini boleh dibilang sangat parah.
Setelah kena disergap oleh Leng kong siansu, lalu diterjang
oleh serangan maut dari Hiong cing taysu dan Thian hong
135 siansu, ditambah Iagi harus menempuh perjalanan siang
malam sejauh empat ratus li lebih, lukanya telah bertambah
parah hingga melukai isi perut dan nadinya.
Tapi setelah mengot'ir, pennm:sa i sebentar jadi, kekuatan
badannya telah banyak yang pulih kembali, paras mukanya
yang pucat pias pun mulai tumbuh warna merah.
Setelah mengatur pernapasan berapa saat Liong Tian im
bangkit berdiri, kemudian ujarnya:
"Nona, tolong sampaikan kepada Hong Yok-su, locianpwe
Liong Tian im ada urusan hendak menjumpainya"
"Ayahku belum pulang, datanglah dikemudian hari saja !"
sahut si gadis sambil mengedipkan matanya yang bulat besar.
Bagaikan tersambar geledek disiang hari bolong, Liong Tian
im segera merasakan kepala pusing, seluruh badannya
bergoncang keras. Dia tahu luka yang dideritanya sekarang amat parah, paling
banter dia hanya bisa bertahan selama tiga hari lagi, bila
dalam tiga hari luka itu tak disembuhkan sudah pasti
jantungnya akan pecah yang mengakibatkan tiba ajalnja"
Rasa gelisah yang mencekam perasaannya saat ini luar
biasa sekali, butiran keringat segera jatuh bercucuran
membasahi tubuhnya, Dengan putus asa Liong Tian-im mengawasi wajah gadis
itu, lalu serunya lagi dengan gelisah:
"Hong Yok-su telah pergi kemana " Kapan dia baru kembali
?" 136 "Ada kalanya dua tiga bulan lamanya ayahku baru pulang,
tapi ada kalanya pula hanya pergi sepuluh sampai setengah
bulan kali ini dia berkata hendak mencari semacam obat yang
mestika, paling cepat juga dua bulan lagi baru bisa pulang."
Setelah menghela napas, dia melanjutkan:
"Aaai, setiap kali dia keluar rumah, aku Tin tin selalu
ditinggalnya seorang diri."
Ia terbayang kembali bagaimana dia seorang diri harus
tinggal didalam lembah yang begini luas, sepanjang hari
hanya berteman meta, kolam teratai, pohon siong serta semak
belukar seringkali dia merasakan kesepian, merasa hampa...
tapi tiada orang yang dapat memahami perasaannya itu...
Kadangkala dia berharap ada orang menemaninya
berbincang bincang atau menemaninya berjalan jalan di dalam
lembah tapi kesemuanya itu hanya khayalan, tak pernah ada
orang yang menemaninya...
Meski musim semi yang indah telah tiba dan memberikan
harapan baginya namun hal itu hanya merupakan harapan


Cincin Maut Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belaka, seringkali harapan tersebut akan punah dalam
lamunan, dia selalu merasakan kesepian, hatinyapun seolaholah
hanya tertambat dalam lembah Yok ong kok masa remaja
yang sepi dan sendiri... Liong Tian im dapat menyaksikan kemurungan mencekam
diatas wajahnya, Liong Tian im berbicara sampai disitu, dia
cukup memahami perasaan gadis itu, karena diapun dapat
merasakan kesepian dan hidup menyendiri karena tak
berteman. . . . 137 Sepasang alis matanya yang tebal segera berkernyit, dari
balik biji matanya segera memancarkan suatu tekad yang
besar . . . Kembali dia berpikir: "Tin tin adalah putrinya Hong Yok su sudah pasti dia
mengerti cara untuk menyembuhkan luka dalam, padahal
lukaku sekarang telah mencapai isi perut, luka ini harus segera
disembuhkan . . . Ia melirik sekejap kearah gadis itu, kemudian berpikir lebih
jauh: "Mengapa aku tidak meminta kepada Tin-tin untuk
memeriksakan keadaan lukaku ?"
Setelah termenung berapa saat dan menarik napas
panjang-panjang, Liong Tian im berkata:
"Tin-tin dapatkah kau memeriksakan keadaan luka
seseorang ?" Mau tak mau dia harus memohon bantuan kepada seorang
dara. Hong Tin tin dibesarkan dalam lingkungan keluarga
seorang tabib sakti yang tersohor di seluruh dunia persilatan,
sudah barang tentu diapun mengerti tentang ilmu pertabiban,
akan tetapi selama ini dia tak pernah memeriksakan luka
orang, maka diapun merasa tak punya keyakinan barang
sedikitpun juga. Setelah termenung sebentar, ia menghela napas panjang.
138 "Aku tak bisa, belum pernah ayahku memberi pelajaran
ilmu pertabiban kepadaku."
Sesungguhnya ucaptn tersebut diucapkan secara jujur,
akan tetapi bagi pendengaran Liong Tian im, dia menganggap
berniat untuk menyulitkan dirinya, kontan walahnya berubah
hebat, hawa pembunuhanpun segera menyelimuti seluruh
wajahnya. Selama ini, Hong Tin tin belum pernah menyaksikan
seorang pemuda mengumbar hawa amarah dihadapannya,
memandang sikap Liong Tian im yang diliputi bawa amarah
tersebut, tanpa terasa dia mundur beberapa langkah ke
belakang. Wajahnya berubah menjadi pucat pias seperti mayat,
dengan suara gemetar bisiknya:
"Kau... mengapa kau menjadi marah ?"
Liong Tian im mendengus berat berat, dengan
sempoyongan dia maju dua langkah ke depan, kemudian
ditatapnya wajah Hong Tin tin lekat lekat.
"Kau benar benar tak bisa, ataukah hanya pura pura tak
bisa?" hardiknya dengan suara dalam.
Hong Tin tin tak berani balas menatap sorot mata lawan
yang begitu tajam bagaikan sembilu itu, pelan pelan dia
mengalihkan sorot matanya ke arah lain.
Dia tak menyangka kalau Liong Tian im bisa bersikap kasar
kepadanya, bahkan menegur kearahnya dengan nada penuh
kecurigaan. 139 Pelan pelan dia membelai rambut yang kusut dan berusaha
untuk menenangkan hatinya, kemudian ia menanya:
"Sebenarnya kau sedang marah dengan siapa?"
"Hmmm, lembah Yok ong-kok tersohor sebagai tempat
tinggal tabib kenamaan di kolong langit, masa kau sebagai
putrinya tak sanggup mengobati orang . . ." Huuuh, jelas kau
lagi berbohong, kau hendak menipu kepadaku bukan . . ?"
Liong Tian im tertawa dingin tiada hentinya.
"Kurang ajar, kau betul betul seorang yang jahat !" Hong
Tin-tin tak sanggup menghadapi sikap kasar Liong Tian im,
paras mukanya berubah bebat, selapis hawa dingin segera
menyelimuti seluruh wajahnya.
Lalu sambil membentak nyaring, dia mengayunkan tangan
kanannya siap melancarkan serangan.
Baru saja serangan itu akan dilancarkan satu ingatan
dengan cepat melintas dalam benaknya, buru buru dia
menarik kembali serangannya seraya menghela napas sedih.
"Lebih baik tinggalkan tempat ini !" katanya kemudian. "jika
kau masih inginn membuat gara gara disini, maka hal itu sama
artinya dengan mencari penyakit buat diri sendiri."
Liong Tian im melirik sekejap ke arah gadis itu, kemudian
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak,
senyuman yang menghiasi ujung bibirnya yang tipispun makin
lama semakin bertambah dingin dan menyeramkan . . .
Mendadak ia menerjang kemuka, secepat kilat telapak
tangan kanannya mencengkeram pergelangan tangan Hong
Tin-tin. 140 Hong Tin tin menjerit kaget, cepat dia melompat mundur
sambil berseru: "Kau berani mendesakku " Hati hati dengan lukamu yang
akan bertambah parah . ."
"Hmm, aku tidak memaksamu berarti nyawaku tak dapat
disesalkan" Liong Tian im men dengus dingin, "yang penting
sekarang adalah menyelamatkan nyawa sendiri, terpaksa aku
mesti memaksamu untuk menyerahkan obat mestika dari
lembah Yok ong kok . . Po mia-wan kepadaku !"
Mimpipun Hong Tin tin tidak menyangka kalau pemuda
yang berada dihadapannya sekarang selain dingin tak
berperasaan lagi pula amat berani untuk mengancamnya agar
menyerahkan Po mia-wan, obat mestika penyambung nyawa
yang cuma dimiliki sebanyak tiga biji oleh Hong Yok-su.
Bukan suatu pekerjaan yang mudah untuk membuat pil
mestika tersebut, sebab selain bahannya langka juga
membutuhkan teratai berusia selaksa tahun yang dicampur
dengan Jinsom berusia sepuluh tahun sama pelbagai bahan
obat mestika lainnya. Hong Yok-su amat menyayangi pil tersebut melebihi nyawa
sendiri, karena pil Po mia wan iu bersama Toa huan-wan serta
Siau huan wan disebut tiga jenis pil mestika dikolong langit.
Ia pernah sesumbar kepada khalayak ramai, betapapun
parahnya luka dalam yeng diderita seseorang, asal minum
sebutir pil Po mia wan niscaya luka yang dideritanya akan
sembuh tama sekali. Hong Tin tin tertawa getir:
141 "Jangan harap kau bisa mendapatkan pil Pom ia wan
tersebut" ujarnya, "ayahku telah membawa pergi ke tiga butir
pil mestika tersebut, mustahil aku dapat memberikannya
kepadamu . .." Tertegun juga wajah Liong Tian im setelah menyaksikan
keseriusan si nona sewaktu mengucapkan perkataan itu, sama
sekali tak terlintas nada bohong dalam perkataannya itu.
Maka setelah termangu berapa saat lamanya, dia berpikir
lebih jauh: "Po mia wan merupakan salah satu benda mestika di
kolong langit, mustahil Hong Yok su akan menggembolnya
selalu didalam saku, aku yakin dia pasti menyembunyikannya
dalam lembah Yok ong kok ini . ."
Kemudian dengan gusar dia berpikir lebih jauh:
"Jelas dia sedang membohongi aku lagi, tampaknya
terpaksa aku mesti mengorbankan sisa renaga dalam yang
kumiliki untuk membekuk dirinya dan memaksanya untuk
mengatakan letak tempat penyimpanan tersebut"
Berpikir sampai disini, dengan cepat Liong Tian im
mengambil, keputusan di dalam hati kecilnya, sisa tenaga
dalam yang masih ada dua bagian itu diam-diam dihimpun
menjadi satu, kemudian dia bersiap-siap sambil menanti
datangnya kesempatan baik guna membekuk Hong Tin tin.
Dia tahu, gadis yang begini cantik jeli biasanya berotak
cerdas dan bukan seorang manusia yang mudah di hadapi,
terpaksa dia harus menunggu sampai dia teledor atau sih baru
turun tangan, dalam keadaan demikian harapan untuk berhasil
baru ada. 142 Andaikata ia bertindak kelewat gegabah sudah pasti gadis
itu enggan untuk berada di sana bersamanya lagi, siapa tahu
malah bersembunyi didalam lembah dan tak keluar lagi.
Ia menarik napas panjang panjang, berusaha keras untuk
mengendalikan gejolak hati didalam dadanya, dia harus
menunggu tibanya kesempatan yang paling baik, apa lagi
dalam keadaan terluka parah, apa bila serangannya gagal,
betul tak akan sampai mengancam keselamatan jiwanya, tapi
sudah pasti kepanikan silat yang dimiliki pun tak dapat
dipertahankan . . . Dengan sepasang biji matanya yarg jeli Hong Tin tin
mengawasi terus paras muka Hong Tian im, sifat kejantanan
yang tercermin diwajah pemuda itu membuat hatinya mulai
goyah .. . Dia berharap Liong Tian im bisa cepat cepat meninggalkan
lembah Yok ong kok, tapi diapun tidak berharap pemuda itu
terlalu cepat meninggalkan tempat tersebut.
Dalam perasaannya, Liong Tian im memiliki kejantanan
serta sifat lelaki yang luar biasa, betul wajahnya selalu dingin
dan kaku, tapi apakah tidak mungkin didasar hatinya jua ini
tersembunyi kobaran api cinta yang membara " " "
Dari balik mata Tin tin yang sayu, terpancar keluar sinar
mata yang halus dan lembut, ia menghela nafas panjang:
"Aaaai, kau tak usah berkeras kepala tetap berada disini,
sesungguhnya aku ini memang benar benar tak pernah
memeriksakan luka orang, kalau tidak, buat apa aku mesti
membohongimu?" 143 "Aku tidak bersikeras menyuruh nona untuk
menyembuhkan lukaku, aku hanya ingin menanyakan satu hal
kepada nona, harap kau menjawab dengan sejujurnya . , ."
Setelah berhenti sejenak ia melanjutkan:
"Benarkah Pil Po mia-wan berada disaku ayahmu ?"
Hong Tin tin amat terperanjat setelah mendengar
perkataan itu, sekujur badannya gemetar keras, seolah-olah
kebohongannya ketahuan sehingga mukanya menjadi merah
padam karena jengah. Setelah mundur beberapa langkah, dia menggelengkan
kepalanya berulang kali sambil menegur:
"Mengapa sih kau selalu menyinggung soal Po mia-wan ?"
"Hmmm, tanpa dia berarti aku bakal kehilangan selembar
nyawaku" Liong Tian ini mendengus dengan wajah membesi,
"apabila seseorang sudah berada di tepi jurang kematian dia
pasti akan selalu berusaha dengan sekuat tenaga guna
menemukan kembali nyawanya."
Berbicara sampai disitu, tahu tahu badannya melejit ke
tengah udara, kemudian tangannya mendayung cepat dan
secepat kilat telapak tangan kirinya melepaskan sebuah
pukulan untuk menghadang jalan mundur Hong Tin tin,
sementara kelima jari tangan kanannya dipentangkan untuk
mencengkeram lengan gadis itu.
Melihat Liong Tian in secara tiba-tiba melancarkan
serangan, paras muka Hong Tin tin tetap dingin tanpa emosi,
meski hatinya amat sakit dan butiran air mata hampir saja
meleleh keluar membasahi pipinya.
144 Untuk mundur jelas tak sampai Iagi, segera bentaknya:
"Kau berani. . ."
Tak sempat membayangkan sampai dimanakah taraf
kepandaian silat yang dimilikinya sepasang telapak tangannya
segera direntangkan dan membacok ke tubuh anak muda itu.
Dalam melancarkan serangannya kali ini, Liong Tian-im
talah memperhitungkan waktunya secara tepat, sudah barang
tentu dia tak akan memberi kesempatan buat Hoag Tia un
untuk menghindar atau pun berkelit.
Sambil mendengus dingin, sekulum senyuman pedih
tersungging di ujung bibirnya telapak tangannya mengayun ke
bawah dengan tajam, sementara kelima jari tangannya
disertai tenaga besar untuk membekuk Hong Tin tin...
Tapi dalam gelisah bercampur gusarnya tadi, Hong Tin tin
sempat melancarkan pula sebuah pukulan, dengan telak
ancaman tersebut bersarang di atas dada Liong Tian in.
"Blaaamm . . . !" Liong Tian im segera merasakan matanya
berkunang kunang hawa darah didalam bergolak keras dan
tak ampun dia muntah darah segar yang persis mengenai
tubuh si nona. Darah yang berwarna merah tua itu seketika membuat
Liong Tin tin terkesiap cepat cepat dia memejamkan matanya
dan tak berani memandang lebih jauh.
"Aduuuh. . ." Liong Tian im mendesis kesakitan, mukanya
berubah semakin pucat, pelan pelan dia membesut darah
yang menodai ujung bibirnya. . .
145 "Kau sangat kejam !"
Hong Tin tin masih terhitung seorang remaja, selama ini
belum pernah ia tinggalkan lembah Yok-ong kok barang
selangkah pun dia juga tak pernah menyaksikan anyirnya
darah, maka sewaktu dilihatnya Liong Tian-im muntah darah
gara gara terhajar olehnya, dia jadi kaget dan ketakutan
setengah mati. Rasa sedih yang meluap membuat titik titik air mata jatuh
bercucuran membasahi pipi nya yang putih . .,
"Lepaskan aku, lepaskan aku.." dengan mata terbelalak dia
menangis terisak. Baru pertama kali ini Liong Tian-im menyaksikan gadis yang
begitu cantik jelita menangis terisak dihadapannya.
Mengamati butiran air mata yang jatuh bercucuran
membasahi pipi si nona, perasaan sang pemuda yasjg dingia
kaku itu mendadak bergetar keras.
Lambat laun hatinya yang membeku bagaikan gunung
bersalju itu, seolah-olah bertemu dengan kobaran api yang
membara, segera melumer dan mencair hingga tak berwujud.


Cincin Maut Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hanya butiran air mata perempuan baru merupakan satusatunya
senjata yang sanggup menaklukkan hati kaum pria,
tiada seorang lelakipun yang tak akan menundukkan kepala
dibawah linangan air mata itu meleleh dari mata seorang gadis
yang cantik jelita, rasanya sukar untuk ditemukan lelaki yang
sanggup menghadapinya. "Lepaskan aku, lepaskan aku..." Hong Tin-tin mendesis
sambil menangis terisak. 146 Liong Tian im segera menghela napas.
"Aaai, kau tak usah takut, bila Po mia wan telah
kudapatkan, segera akan kutinggalkan tempat ini dan
selamanya tak akan kembali lagi."
Ia cukup mengerti tindakannya yang kelewatan itu telah
melukai hati kecil sigadis cantik itu, namun betapa pedih
hatinya, tak mungkin baginya untuk melepaskan gadis itu
dengan begitu saja. Maka dengan nada lembut dan penuh permintaan maaf dia
berkata: "Kau tak usah menangis, cukup beritahu kepadaku,
dimanakah pil Po mia wan itu disimpan?"
"Bukannya aku tak mau memberitahukan kepadamu
sesungguhnya pil Po mia wan itu merupakan nyawa kedua
dari ayahku." dengan ketakutan Hong Tin tin menengadah.
Kemudian setelah membesut air matanya, dia melanjutkan.
"la menganggap Po mia wan jauh lebih penting daripada
nyawaku, begitu selesai dibuat, pil itu segera disembunyikan."
"Di sembunyikan dimana" Bawa aku kesana!"
Dengan cepat Hong Tin tin menggeleng, "Akupun tak tahu,
tak pernah ayah memberitahukan kepadaku."
Setelah meronta, kembali serunya:
"Lepaskan aku ! Lepuskan aku !"
147 Suara teriakannya yang gemetar disertai perasaan jengah
dan manja, selapis hawa merah jengah menghiasi wajahnya,
itulah kuntum bunga yang tercantik dalam kehidupan seorang
gadis remaja. "Lepaskan dia !"
Bentakan keras bagaikan guntur yang membelah bumi
disiang hari bolong bergema memecahkan keheningan.
Liong Tian-im segera merasakan telinganya mendengung
keras, dengan terperanjat ia mendongakkan kepalanya,
tampak sesosok bayangan hitam sedang meluncur datang dari
lembah sana, dalam beberapa kali lompatan saja telah sampai
di depan mukanya. Liong Tian-im segera berpaling ke depan, ternyata dia
adalah seorang lelaki setengah umur yang agak bungkuk,
berwajah bersih tanpa kumis dan tinggi badan mencapai tujuh
depa. Ia mengenakan pakaian berjubah biru dengan ikat kepala
melibat di keningnya, sorot mata yang tajam memencarkan
kilatan cahaya yang menggidikkan hati.
"Ayah !" dengan air mata bercucuran Hong Tin tin berpekik
sedih. Lelaki setengah umur itu mendengus dingin sorot matanya
yang tajam mengawasi wajah Liong Tian-im tanpa berkedip,
ujarnya dingin. "Siapakah kau " Mengapa menangkap putriku ?"
148 "Hahh.. hahh .. hihh . . mungkin kaulah pang bernama
Hong Yok su?" Liong Tian im tertawa nyaring, "kebetulan aku
menderita luka dalam yang cukup parah, maka aku berniat
meminta sebutir pil po mia wan mu itu untuk menyembuhkan
luka yang kuderita" Gelak tertawa amat nyaring itu segera menyentuh mulut
luka didalam tubuhnya, lamat-lamat dadanya menjadi sakit,
sedemikian sakitnya sampai sekujur badannya gemetar keras,
terpaksa dia harus menarik nafas panjang-panjang untuk
menekan rasa sakit itu. "Bocah keparat!" dengan suara parau Hong Yok su
membentak keras, "setelah berhasil membekuk putriku, kau
lantas ingin menukarnya dengan pil Po mia wan" Hm, kau
terlalu pandang rendah aku Hong Yok su. ."
Setelah mendengus, lanjutnya: "Sudah setengah abad
lamanya lohu hidup didunia ini, tapi belum pernah kujumpai
seorang bocah keparat yang begitu tekebur seperti kau .."
Liong Tian im terkejut sekali, dengan cepat dia berpikir:
"Sekarang dia teramat gusar, sudah pasti tak akan
berbicara secara baik-baik denganku, padahal keselamatan
jiwaku paling penting sekarang, tampaknya terpaksa aku
mesti mempergunakan Tin tin sebagai sandera untuk
pertukaran syarat nanti!"
Sambil mencengkeram lengan kanan Hong Tin tin erat-erat,
dia menariknya mundur sejauh lima depa lebih, dengan
telapak tangan kanan disilangkan didepan dada ujarnya
dingin: 149 "Putrimu berada ditanganku sekarang, aku tidak berharap
kedua belah pihak sampai terjadi banjir darah, aku hanya
membutuhkan sebutir pil Po mia wan, harap kau sudi
memenuhi keinginanku ini."
Saking gusarnya semua rambut diatas kepala Hong Yok su
pada berdiri semua seperti landak, dengan gusar dia
membentak: "Bocah keparat, aku lebih suka kehilangan putriku daripada
harus menerima syaratmu itu hingga kini aku Hong Yok-su
sudah puluhan tahun berkelana dalam dunia persilatan, tapi
selama ini belum pernah menerima gertak sambal dari
seorang bocah keparat pun macam kau . . ."
"Ayah!" menyaksikan kemarahan yang mencengkam
ayahnya, Tin-tin segera menjerit keras.
Sejak kecil dibesarkan dalam kasih sayang ayah, hampir tak
pernah setitik perasaan menderita pun yang pernah
dialaminya tapi setelah mendengar kemarahan dari Hong Yok
su tersebut, timbul perasaan sedih yang amat sangat didalam
hatinya. Dengan menahan isak tangis yang menjadi, gadis itu
berseru: "Ayah, sejak kecil Tin tin telah kehilangan ibu, sebelum
menghembuskan napasnya yang penghabisan ibu telah
berpesan agar melindungi Tin-tin, tapi sekarang Tin-tin
dianiaya orang bukan saja kau tidak berusaha untuk
menolongku malahan kau mengatakan sudah tidak mau diriku
lagi . . ." Sesudah menangis sesenggukan lanjutnya:
150 "Kalau begini keadaannya, apa artiku untuk hidup lebih
jauh ?" Hong Yok-su sama sekali tidak menyangka kalau Hong Tin
tin bakal mengucapkan perkataan semacam itu, rasa sedih
segera menyelimuti wajahnya, tanpa terasa diapun terbayang
kembali akan kasih sayang isterinya di masa lalu, dia seakanakan
menyaksikan kembali keadaan isterinya menjelang
tibanya ajal. Dengan mata berkaca-kaca ia mendongakkan kepalanya
memandang awan di angkasa, lalu gumamnya:
"Adik Hu sian, aku merasa bersalah kepadamu. . ."
Tatkala ia membayangkan betapa tak mampunya dia untuk
melindungi putri sendiri, hatinya terasa amat sakit bagaikan
diiris-iris pisau, dia seakan-akan menyaksikan isteri
kesayangannya yang cantik berdiri disampingnya sambil
menegur dan memakinya, melotot ke arahnya dengan penuh
kemurungan. "Cou-bu, aku hanya mempunyai Tin-tin seorang, dia terlalu
mengenaskan nasibnya. baru berusia dua tahun sudah
kehilangan ibunya, sebelum meninggal akupun tak akan
mengajukan permintaan yang kelewat banyak. aku hanya
berharap kau bisa memberi kasih sayang yang sungguh hati
kepadanya, termasuk pula kasih sayangku sebagai lbunya,
jangan memberikan kesan seakan-akan dia adalah seorang
yatim piatu, Cou-bu. luluskanlah permintaanku, dengan begitu
meski aku sudah berada dialam baka, tak akan kukuatirkan
nasibnya." Kata-kata terakhir dari isteri kesayangannya itu seakanakan
mendengung kembali disisi telinganya, dia adalah
151 seorang ibu yang agung, meski ajalnya di depan mata namun
tak tega meninggalkan anaknya dengan begitu saja.
Diam diam Hong Yok-su menghela napas panjang, diatas
wajahnya yang tua terlintas suatu kerutan penuh penderitaan,
katanya sambil tertawa parau:
"Tin-tin, kau tak usah takut, ayah pasti akan berusaha
dengan sepenuh tenaga untuk menolong dirimu . .
bersabarlah untuk beberapa saat. ayah pasti akan
mengusahakan penolongan bagiku, aku pasti akan melindungi
keselamatan jiwamu."
oooo0oooo ANGIN DINGIN berhembus kencang dari lembah bukit yang
sepi, Liong Tian-im lari secepat kilat menelurusi lembah Yokong
kok sambil mengempit tubuh Hong Tin-tin.
Sepasang matanya telah berubah menjadi merah membara
sekujur badannya gemetar keras, giginya terkatup kencang
dan berusaha keras untuk mengendalikan diri agar darah di
dalam dadanya jangan sampai tertumpah keluar.
Pandangan matanya kini diliputi oleh kegelapan, suatu
perasaan yang belum pernah dirasakan menyelimuti seluruh
benaknya, dia merasa badannya seakan akan mau meledak,
nadinya seperti mau pecah.
Tapi suatu semangat yang keras, suatu kemauan yang
teguh memaksanya untuk bertahan terus, agar ia tak sampai
roboh dihadapan siapapun, ia tetap berusaha terus untuk
mempertahankan diri. 152 Sambil mengerahkan sisa kekuatan yang masih tertinggal
dalam tubuhnya untuk menahan luka yang sudah merambat
sampai ke tujuh jirut delapan nadinya, kemudian noda darah
masih membekas diujung bibirrya, wajah masih pucat seperti
mayat, pada hakekatnya kedaan anak muda itu sekarang
benar-benar amat mengerikan . . . .
Angin gunung berhembus kencang menerpa badannya, dia
tak tahu dari mana datangnya kekuatan yang begitu besar
dalam tubuhnya sehingga dalam keadaan terluka pun masil
sanggup melakukan perjalanan sejauh ini.
Hong Tin-tin dipeluk oleh sepasang lengan yang kuat dan
bertenaga, semacam perasaan yang belum pernah dirasakan
sebelumnyamembuat dia merasa agak pening...
Tatkala dia menyaksikan Liong Tian im membawanya
memasuki tebing curam yang buntu, rasa kaget dan seram
segera menyelimuti seluruh wajahnya, dengan suara keras
teriaknya: "Kau tak boleh ke sana, kau tak boleh ke sana !"
Waktu itu, kesadaran Liong Tian im sudah hampir tak jelas
dia seakan akan sudah tidak mendengar lagi suara jeritan
kagetnya, dia hanya tahu untuk lari dan lari terus menuju
tebing yang terjal. Sesudah berlarian sekian waktu, dia menghembuskan
napas panjang, dimana ia berada sekarang ternyata diatas
sebuah batu cadas yang menonjol keluar, dihadapan tebing
situ tampak sebuah air terjun dengan airnya yang amat
deras... 153 Percikan air yang dingin menerpa kewajah Liong Tian im,
membuat anak muda itu segera tersadar kembali dari
keruwetan pikiran. Dia menggerakan ujung bajunya untuk menyeka noda
darah diujung bibir, hawa darah diseluruh badannya mengalir
pelan dan membiarkan hawa murninya menyebar ke seluruh
badan. "Aduuuh..!" ia merasa dimana hawa murninya merambat,
otot dan nadinya segera mengejang keras dan menimbulkan
rasa kesakitan yang luar biasa.
Dengan terengah-engah dia membaringkan tubuh Hong
Tian-tin ke atas tanah lalu dengan sempoyongan menjatuhkan
diri bersila diatas tanah.
Memandang butiran air yang memercik ke empat penjuru
serta awan yang melayang di angkasa, tanpa terasa ia
menghela napas berat. Hong Tin tin tak mengira kalau dia bakal dilepaskan secara
tiba-tiba, menyaksikan anak muda itu memandang ke angkasa
seperti termangu, seperti juga tertegun, mendadak timbul
suatu perasaan aneh yang merangsang perasaannya,
membuat rasa permusuhan dan rasa gusar yang semula
menyelimuti perasaan sinona jauh lebih kurang.
Sekarang, rasa iba malah muncul dalam hatinya, dengan
suara lembut dia segera menegur:
"Parahkah luka yang kau derita."
Liong Tian-im menarik kembali sorot matanya dari angkasa,
melewati wajahnya dan berhenti diatas rambutnya yang kusut
154 tampak wajahnya yang cantik dan anggun basah berair,
membuat ia nampak jauh lebih mempersonakan hati.
Dari balik biji matanya yang jeli pemuda itu seakan akan
menyaksikan keadaan sendiri yang sudah mendekati ajalnya.
Seketika itu juga dengan gusar dia berseru: "Lukaku parah
atau tidak, apa sangkut pautnya dengan dirimu?"
"Aku... aku hanya bertanya saja" Hong Tin-tin menyahut
dengan wajah kaget. Memandang wajah memerah gadis itu serta rasa takut
yang mencekam hatinya, membuat Liong Tian im merasakan
munculkan suatu daya tarik yang tak terelakkan sedang
menyelimuti hatinya. Tapi kekerasan hatinya membuat anak muda itu tak mudah
menyerah pada pendirian ..
"Kalau memang begitu, lebih baik kau tak usah bertanya,"
dengan suara dalam kembali dia berseru.
Bagaimanapun juga timbul perasaan menyesal dalam hati
kecilnya, maka selesai mengucapkan perkataan itu, dia segera
mendongakkan kepalanya memandang awan putih bergerak di
angkasa. Hong Tin-tin menggetarkan bibirnya dan berkata dengan


Cincin Maut Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suara gemetar: "Apakah kau tak suka diperhatikan orang"
"Diperhatikan?" Liong Tian-im mendongakkan kepala dan
tertawa terbahak-bahak. 155 Tapi baru sampai ditengah jalan, kembali dia berkerut
kening sambil menghentikan tertawanya.
"Nah, coba lihat, luka menjadi kambuh lagi bukan ?" ujar
Hong Tin-tin lembut "aku lihat lukamu sangat parah !"
Liong Tian-im sama sekali tak berhasrat untuk menjawab
pertanyaan itu, sebab dia merasa perhatian gadis itu lebih
banyak cemoohannya, lebih banyak sindirannya daripada
suatu kenyataan, Tapi ia tak sanggup menyaksikan lelehan air
mata yang membasahi pipinya, tak berdaya untuk
membungkam terus dalam seribu bahasa.
"Tubuhku masih sanggup untuk mempertahankan diri" kata
Liong Tian im getir, "selama aku masih dapat bernapas luka ini
tak nanti akan mematikan aku."
"Aaai..! Kau kelewat keras kepala, padahal apa gunanya?"
sinona menghela napas panjang.
Sesudah berhenti sejenak, kembali dia melanjutkan:
"Meski pil Po mia wan dari ayahku sanggup untuk
menyembuhkan lukamu itu, namun dapat pula merangsang
peredaran darahmu sehingga mengalir lebih cepat, hal mana
kemungkian besar justru akan memecahkan urat nadimu yg
berakibat suatu kematian yang fatal..."
Liong Tian im tidak ambil perduli apakah ucapan tersebut
merupakan suatu kenyataan atau bukan, tapi perasaan sedih
membuat hatinya menjadi lemah.
Sekarang dia tak berdaya untuk menguatirkan mati hidup
sendiri, bagaimana pun juga, dia merasakan suatu kehangatan
yang tak terlukiskan dengan kata-kata, karena menjelang
156 kematian terdapat seorang gadis yang begitu cantik
memperhatikan dirinya. Sedangkan mengenai benar atau tidaknya, buat apa mesti
dipersoalkan. Setelah tertawa pedih, ia berkata:
"Kau memang seorang anak perempuan yang baik, setelah
mati aku dapat mengenang kau terus.. ."
Hong Tin-tin amat pedih hatinya setelah mendengar
perkataan itu dia merasa pemuda yang berada disampingnya
sekarang mempunyai perasaan hati yang hampir tak berbeda.
Ia sejak kecil sudah kehilangan kasih sayang ibu, hal mana
membuat dia lebih perasa dari pada orang Iain atas
penderitaan yang sedang menimpa orang lain, karena hanya
orang yang sedang menderita saja yang paling memahami
penderitaan orang lain. Hong Tin tin segera tertawa getir, katanya: "Kaupun
seorang yang baik, hanya saja tiada orang yang mau
memahami dirimu." Liong Tian-im turut tertawa getir, tapi sewaktu sinar
matanya dialihkan kembali dari atas awan ke atas wajah yang
cantik, kontan saja hatinya merasa bergetar keras.
Rupanya dalam benturan mata tadi, kedua belah pihak
seperti telah memahami perasaan lawan, seakan-akan
hubungan mereka selangkah lebih dekat.
157 Mendadak dari depan lembah sana berkumandang suara
bentakan marah dari Hong Yok su, agaknya Hong Yok-su
seperti merasa takut akan sesuatu dan tak berani kesitu.
Tampak lelaki setengah umur itu berada di atas sebuah
tebing lebih kurang puluhan kaki dari tempat mereka berada
dau mencaci maki tiada hentinya.
Liong Tian-im melirik sekejap kearah Hong Yok-su yang
sedang mencak-mencak kegusaran itu, kemudian bisiknya:
"Ayahmu telah datang."
Hong Tin tin memandang sekejap ke aratf Hoog Yok su
ditempat kejauhan itu, wajahnya nampak amat tenang,
katanya sambil menghela napas panjang:
"Tidak mengapa, ia tak akan berani datang kemari."
"Kenapa?" tanya Liong Tian im tertegun.
"Aaiii. . .!" dengan kening berkerut Hong Tin tin menghela
napas panjang, "dibawah air terjun situlah ibuku di kuburkan,
dulu ketika ibuku sedang sakit, ayahku merasa amat
menderita karena ia tak berhasil menyembuhkan penyakit
yang dideritanya, maka setelah ibu ku tiada, ia bersumpah tak
akan datang kemari lagi."
"Mengapa?" Liong Tnn im tercengang.
"Sebab dia menganggap dirinya sebagai Tabib sakti nomor
wahid di kolong langit tapi kenyataannya penyakit yang
diderita istri sendiri pun tak sanggup disembuhkan, kejadian
semacam ini boleh di bilang merupakan suatu kejadian yang
tak dapat diampuni."
158 Setelah menghela napas panjang kembali ujarnya:
"Oleh sebab itu dia menganggap sebelum cara
penyembuhan terhadap penyakit yang di derita ibuku berhasil
ditemukan, dia tak akan jalang ke tempat ini."
Sewaktu membicarakan kembali tentang Ibunya, titik air
mata nampan jatuh berlinang membasahi pipinya yang halus,
kenangan di masa kecil dulu membuatnya sangat sedih dan
menderita. Liong Tian-im dan Hong Tin-tin segera terjerumus dalam
suasana pedih yang mencekam perasaan masing-masing .. .
Pemuda itu tidak bermaksud menghibur hati si nona
dengan kata apapun, yang bisa dia lakukan hanya
mengalihkan sorot matanya yang penuh simpatik ke
bawahnya. . Mendadak suatu rasa sakit yang amat sangat menyerang
datang dari balik tubuhnya, napasnya segera tersengkal dan
keningnya hampir saja berkerut menjadi satu.
Peluh dingin telah membasahi telapak langannya, sekujar
badannya gemetar keras, bibirnya berubah menjadi pucat pil
tanpa terasa dia merintih.
Pada saat itulah Hong Tin tin telah maju ke depan sambil
bertanya: "Kau benci dengan ayahku ?"
Liong Tian-im menggigit bibirnya kencang-kencang lewat
sesaat dia baru menjawab:
"Aku tak pernah menganak emaskan nasibku, kalau ada
budi kubayar dengan budi, ada dendam kubalas dengan
159 dendam, pokoknya aku tak mau hutang tak mau pula
dihutang. Ucapan yang begitu tegas dan tandas itu membuat Hong
Tin-tin menyusut mundur beberapa langkah dengan terkejut.
Dari mimik wajah sang pemuda, dia tahu kalau ia memiliki
pendendam terutama biji matanya yang memancarkan
kobaran api dendam. Betul-betul menggidikkan hati.
Cepat dia gelengkan kepalanya berulang kali dengan kaget.
"Oooh, lukamu semakin parah, waktunya tidak bisa ditunda
lagi, akan kucarikan obat untukmu!"
"Kau punya rencana meninggalkan aku?" Liong Tian im
tertawa sedih. "Paling tidak sekarang tak mungkin.."
Sesudah tertawa hambar, gadis ini membawa langkahnya
yang berat menelusuri tebing yang curam, dimana tumbuh
aneka bunga dan rumput yang berwarna-warni.
Seperti diketahui lembah Yok ong kok adalah tempat
penghasil bahan obat-obatan yang tersohor didunia, sebagai
seorang tabib, Hong Yok su telah manfaatkan setiap bidang
tanah yang ada dalam lembah itu untuk menanam tumbuhan
obat, tak heran puluhan tahun kemudian seluruh lembah itu
sudah dipenuhi dengan rumput obat.
Sambil mengumpulkan obat-abatan, dengan perasaan berat
Hong Tin tin berpikir: 160 "Dia begitu dingin kaku dan tak berperasaan, sudah pasti ia
sangat membenci kepada ayah karena ayah menolak untuk
memberi pil Po mia wan kepadanya."
Sesudah termenung sebentar, ia berpikir lebih lanjut:
"Betul aku agak suka dengan wataknya yang angkuh, tapi
aku lebih mencintai ayahku, sejak kecil aku tak beribu, hanya
ayahlah yang mencintaiku, aku tak dapat kehilangan ayah
lagi." "Hay, hati-hati, jangan sampai terjerumus kedalam jurang."
tiba-tiba Liong Tian-im berteriak:
Hong Tin-tin berpaling dan melirik sekejap ka arah Liong
Tian im, lalu pikirnya lebih jauh:
"Niatnya untuk membalas dendam jauh lebih kuat dari pada
siapapun, bila kutolong dia tapi justru mendatangkan ancaman
bahaya maut bagi ayah, apa dayaku waktu itu ?"
Pelbagai pikiran segera berkecamuk di dalam benaknya,
ibarat benang halus yang membelenggu seluruh badannya.
Selesai mengumpulkan beberapa macam obat-obatan dan
mencucinya di air, dia serahkan bahan obat tadi ke tangan
Liong Tian im sambil ujarnya:
"Beberapa macam obat obatan ini mahal harganya,
makanlah dengan segera, hal ini akan sangat bermanfaat bagi
luka yang sedang kau derita."
"Dapatkah obat-obatan ini menyelamatkan jiwaku, aku tak
berani menduganya." Liong Tian-im menghela napas sedih.
161 Mendengar itu, Hong Tin tin amat terperanjat dengan cepat
ia mundur sejauh lima enam langkah seakan akan telah
melakukan kesalahan besar, ditatapnya wajah Lioog Tian im
agak takut takut. Tanpa merasakan sesuatu apa pun Liong Tianim
memandang sekejap rumput rumputan obat itu, kemudian
katanya setelah menghela napas panjang:
"Seingatku, waktu masih kecil dulu aku pernah beberapa
kali jatuh sakit, tapi belum pernah ada orang yang memberi
obat untukku, bahkan orang yang datang menjengukpun tak
ada, setiap kali sedang sakit, aku selalu merintih dan
menderita kesakitan sendirian."
Setelah menghela napas panjang, dia melanjutkan:
"Tin tin ! Tahukah kau, ada kalanya untuk menghilangkan
rasa haus pun tak dapat, sejak kecil aku sudah dibesarkan
dalam lingkungan yang serba mengenaskan, hidup dalam
penderitaan . . . ."
Dilihatnya Hong Tin tin dalam dalam, kemudian
meneruskan: "Kali ini kau telah menolongku, boleh dibilang baru pertama
kali ini kurasakan kehangatan hidup, maksud baikmu itu tak
akan kulupakan untuk selamanya."
Memandang senyumannya yang rawan dan wajahnya yang
penuh kegetiran, gadis itu segera mengerlingkan sekejap
pandangan yang penuh dengan pengertian dan hiburan.
Badai Laut Selatan 18 Pendekar Sakti Im Yang Karya Rajakelana Dagelan Setan 2
^