Pencarian

Manusia Setengah Dewa 11

Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo Bagian 11


Swat Hong untuk melarikan
diri, menyelamatkan dirinya sendiri apalagi suhengnya terancam bahaya. Tidak,
ketika pertolongan tiba, dara ini masih dalam keadaan pingsan. Ketika Sin Liong lari
mengejar Ouwyang Cin Cu, muncul ah seorang kakek tua renta yang bercaping lebar,
berdiri memandang Han Swat Hong samabil menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian dia
menghampiri dara itu, membetulkan bajunya yang lepas, lalu memanggul tubuh gadis
yang pingsan itu keluar dari dalam guha dengan gerakan yang cepat sekali.
Setelah berada di dalam sebuah hutan yang jauh di luar daerah Rawa Bangkai,
kakek itu berhenti, menurunkan Swat Hong dan mengurut tengkuk gadis itu beberapa kali, Swat Hong
membuka matanya dan menlihat seorang kakek tua renta, akan tetapi hampir dia jatuh lagi karena
tubuhnya masih lemah.."Duduklah dulu, engkau masih pening dan lemah."Suara ini
sedemikan halusnya sehingga mengelus hati Swat Hong yang menjadi tenang dan
sabar kembli. Dia duduk, memejamkan mata sebentar mengusir kepeningannya, lalu mengangkat muka memandang
kakek yang berdiri didepannya sambil tersenyum itu. "Kau.... kau siapakah....?"
"Anak baik, apakah benar namamu Han Swat Hong?"
Swat Hong terbelalak lalu mengangguk.
"Apakah kau datang dari Pulau Es?"
Kembali Swat Hong terkejut dan terheran, akan tetapi untuk kedua kalinya dia
mengangguk. "Kau.... kau siapakah....?"
"Hemmm.... kalau begitu Ibumu adalah Liu Bwee dan ayahmu Han Ti Ong?" Swat Hong
tak dapat menahan keheranan hatinya. "Bagaimana engkau bisa tahu?" kakek itu
tersenyum, memperlihatkan mulut yang sudah tak bergigi lagi.
"Mengapa tidak tahu kalau Han Ti Ong itu adalah cucuku?"
"Ouhhh...!" Swat Hong terbelalak sebentar, kemudian cepat menjatuhkan diri
berlutut. Kiranya dia berhadapan dengan Kong-couwnya (kakek buyut) yang pernah dia dengar
telah meninggalkan Pulau Es sebagai seorang pertapa! Kini mengertilah dia bahwa kakek
buyutnya ini telah menolongnya. "ha-ha-ha, kebetulan saja aku mendengar pemuda
itu memanggil-manggilmu sehingga aku tertarik akan She Han yang diteriakkannya.
Melihat engkau berada dalam bahaya, aku segera membawamu keluar dari guha ke
tempat ini." "Saya menghaturkan terima kasih atas pertolongan Kong-couw... akan tetapi, di
mana Suheng?" "Hemm, pemuda yang lihai itu, dia Suhengmu?"
"Benar, Kong-couw, dia adalah murid Ayah."
"Ahh, dia terlalu berbahaya keadaannya. Kau beristirahatlah di sini, pulihkan
tenagamu, aku akan kembali ke sana dan melihat keadaannya."
Swat Hong mengangguk dan kakek itu berkelebat pergi dari situ. Swat Hong merasa
kagum sekali. Kakek buyutnya itu sudah tua sekali, tentu lebih dari seratus tahun
usianya namun gerakannya masih demikian ringan dan cepat. Hatinya merasa lega
melihat kakeknya itu pergi untuk menolong Sin Liong, maka dia lalu duduk bersila
dan mengatur pernapasannya untuk memulihkan tenaganya. Samar-samar teringatlah
dia akan peristiwa di dalam guha dan
mukanya terasa panas sekali. Teringatlah dia betapa dia telah menjadi seperti
gila di dalam guha itu, ketika suhengnya mengobatinya dan mengusir hawa beracun
dari tubuhnya. Kalau dia membayangkan peristiwa itu..... betapa dia tanpa malu-malu memeluk
suhengnya, menciumnya.... ah, dia bisa mati karena malu! Namun semua itu hanya
teringat seperti dalam mimpi saja,
bayang-bayang suram dan dia sendiri masih tidak percaya apakah peristiwa itu
benar-benar terjadi, ataukah
hanya dalam mimpi belaka" Kalau sungguh terjadi betapa malunya! Dan agaknya
tidak mungkin dia berani melakukan hal itu, sungguhpun di sudut hatinya memang terdapat suatu kerinduan
yang hebat terhadap suhengnya. Akan tetapi siapa tahu, di dalam guha yang aneh itu. Aihh, kalau
benar-benar telah terjadi hal
itu , betapa dia dapat bertemu muka dengan suhengnya" Karena pikiran dan hatinya
tak pernah berhenti bekerja dan melamun, waktu berlalu dengan amat cepatnya sampai tidak terasa oleh
Swat Hong bahwa kakek buyutnya telah pergi setengah hari lamanya! Baru dia sadar kembali dan
teringat akan kakek ini setelah kakek itu datang kembali ke situ tahu-tahu sudah duduk di dekatnya,
menghapus keringat dari dahi yang berkeriput itu.."Aihh...!" Kakek itu menarik napas panjang sambil memandang
Swat Hong yang sudah membuka mata dan
memandang kakek itu dengan penuh pertanyaan.
"Bagaimana, Kong-couw" Mana Suheng?"
Kembali kakek iru menarik napas panjang dan menggeleng-geleng kepalanya. "Mereka
sungguh jahat, Suhengmu biar lihai tidak dapat melawan kelicikan dan kecurangan
mereka. Suhengmu tertangkap dan.... terbunuh...."
Sepasang mata itu terbelalak, mukanya pucat sekali. "Terbunuh" Suheng....
terbunuh....?" "Ya, dilempar ke dalam sumur ular...."
"Aahhhh....!" Swat Hong menjadi lemas dan tentu akan roboh kalau tidak di sambar
oleh kakek itu. Dara itu pingsan dengan muka pucat sekali. Kakek itu
merebahkannya dan mengerutkan alisnya, merasa kasihan sekali karena dia dapat menyelami perasaan
gadis ini, cucu buyutnya yang agaknya mencinta Suhengnya. Setelah siuman dari
pingsannya, Swat Hong menangis dengan sedihnya. kakek itu membiarkan dia menangis beberapa
lamanya, kemudian berkata dengan suara halus dan penuh pengertian, "Han Swat Hong, aku
tidak menyalahkan engkau berduka dan menangis, karena kematian Suhengmu itu amat
menyedihkan. Akan tetapi, kita harus berani membuka mata melihat dan menghadapi
kenyataan seperti apa adanya. Suhengmu tewas, hal ini adalah suatu kenyataan
yang tidak dapat diubah oleh siapa dan oleh apapun juga. Sudah demikianlah
jadinya, tidak akan berobah biarpun kita akan berduka sampai menangis air mata darah sekalipun.
karena itu lihatlah kenyataan ini dan bersikaplah tenang dan tabah." Swat Hong
menyusut matanya. "Dia.... dia adalah satu-satunya orang.... setelah aku kehilangan Ibu dan
Ayah...." Sukar membendung membanjirnya air mata akan tetapi perlahan-lahan,
mendengarkan nasihat kakek buyutnya, dapat juga Swat Hong menekan kedukannya dan menghentikan
tangisnya. "Kong-couw, apakah yang terjadi dengan Suheng" Harap ceritakan dengan
sejelasnya." Kakek itu menarik napas panjang. "Aku terlambat. Ketika tiba di sana, tempat itu
sudah kosong. The Kwat Lin dan teman-temannya sudah melarikan diri dari Rawa
Bangkai. Aku menangkap seorang katai yang masih tinggal di sana dan dari orang inilah aku
mendengar betapa Suhengmu dikeroyok dan akhirnya dapat ditangkap dan dilempar ke
dalam sumur ular." "Ketika dia dilempar belum mati, apakah dia tidak dapat ditolong?" Swat Hong
bertanya penuh harapan. Kakek itu, yang selama dalam perantauannya setelah
meninggalkan Pulau Es, menyebut diri sendiri Han Lojin (Kakek Han), menggeleng
kepala. "Guha terowongan itu diruntuhkan oleh Kwat Lin, sumur ular telah
tertutup batu-batu besar. Suhengmu tidak
mungkin dapat ditolong lagi karena sumur itu penuh ular berbisa dan Suhengmu
pingsan ketika dilempar ke situ." Sepasang mata yang merah karena tangis itu
mengeluarkan sinar berapi dan kedua tangan itu dikepal, "Aku harus bunuh mereka!
Aku harus balaskan kematian Suheng! kalau tidak, hidupku tidak ada artinya lagi.
Kong-couw, sekarang juga aku akan cari mereka!" Dia sudah bangkit berdiri dan
hendak pergi dari situ. Akan tetapi kakek itu memegang lengannya dan berkata
dengan suara penuh wibawa, "Tahan dulu!"
Swat Hong memandang kakek itu dengan alis berkerut. "Mengapa engkau menghalangi
niatku membalas dendam?"
"Melakukan sesuatu dengan tergesa-gesa tanpa pertimbangan lebih dulu adalah
perbuatan bodoh dan sikap yang ceroboh. Karena tidak mengukur kekuatan sendiri,
Suhengmu telah membeli dengan nyawanya. Apakah perbuatan bodoh seperti itu hendak kau contoh
pula" Aku mendengar keterangan dari si katai itu bahwa mereka itu bersama anak buahnya
pergi ke utara, ke Telaga Utara untuk menggabungkan diri dengan pemberontak An
Lu Shan. kalau engkau menyusul ke utara, mana mungkin engkau seorang diri akan menghadapi
mereka yang mempunyai pasukan ratusan ribu orang" Apakah kau hanya akan
mengantar nyawa dengan sia-sia belaka di sana?"
"Aku tidak takut, Kong-couw!".Kakek itu tersenyum. "Tentu saja tidak takut, akan
tetapi bodoh kalau sampai begitu. Kau ini akan
membalaskan kematian Suhengmu ataukah akan membunuh diri?" Swat Hong sadar dan
terkejut juga karena baru sekarang terbuka matanya bahwa dia hanya menuruti hati
duka dan sakit. Dia menunduk dan berkata dengan lirih, "Aku harus membalaskan
kematian Suheng, dan juga aku harus merampas kembali semua pusaka Pulau Es yang
dilarikan The Kwat Lin untuk memenuhi pesan terakhir Ayahku." "Baiklah, akan tetapi engkau tidak
mungkin bisa melaksanakan tugas berat itu seorang diri saja. Marilah pergi
bersamaku, aku sudah hafal akan keadaan di Telaga Utara dan biarlah aku yang
akan mrnyelidiki di sana nanti."
Swat hong tentu merasa girang sekali memperoleh bantuan kakeknya yang berilmu
tinggi dan dia tidak membantah. Maka berangkatlah ke dua orang ini ke utara.
Setelah tiba di dekat Telaga Utara, Han Lojin mulai menyelidiki sebagai sebagai
seorang tukang pancing yang bercaping lebar. Swat Hong dia suruh menanti di
dalam kuil tua di sebelah hutan. Seperti telah diceritakan di bagian depan, Han Lojin kemudian
bertemu dengan cucu mantunya, Liu Bwee, dan Ouw Sian Kok yang dikeoyok oleh orang-
orangnya An Lu Shan dan menyelamatkan kedua orang itu. Dia tidak berhasil bertemu dengan The
Kwat Lin karena wanita ini, bersama dengan Kiam-mo Cai-li dan juga Ouwyang Cin
Cu, telah memperoleh tugas lebih dulu dari An Lu Shan dan telah berangkat ke kota raja
untuk menyelundup dan membantu gerakan dari dalam secara rahasia. Oleh karena inilah ,
maka ketika menyelidiki ke Telaga Utara, Han Lojin tidak pernah mel ihat The Kwat Lin
dan akhirnya dia malah bertemu dan menyelamatkan cucu mantunya.
Demikianlah, Liu Bwee dan Ouw Sian Kok ikut bersama kakek sakti itu memasuki
hutan.Ketika tiba di kuil, kakek itu berkata kepada Liu Bwee, "Engkau akan bertemu dengan seseorang
yang tidak kausangka-sangka,
maka bersiaplah engkau menghadapi peristiwa ini." Tentu saja Liu Bwee menjadi
terheran-heran dan tidak mengerti. Akan tetapi pada saat itu, terdengar suara
orang , "Kong-couw, aku sudah pulang?" dan munculah Swat Hong!
Tiba-tiba Swat Hong yang berlari ke luar itu berhenti dan seperti telah berubah
menjadi patung. Ibu dan anak itu saling berpandangan, keduanya tidak bergerak
seperti terkena pesona. "Ibuuuuu.....!!"
"Swat Hong..... Hong-ji, anakku....!"
Keduanya berlari ke depan, kedua lengan terbuka, air mata bercucuran di wajah
yang berseri penuh kebahagiaan, keduanya bertemu, saling rangkul dan saling
dekap sambil menangis! Pertemuan yang sama sekali tidak pernah mereka sangka-sangka, pertemuan yang
mengundang keharuan hati mendatangkan segala bayangan duka yang dipendam di
lubuk hati. Ouw Sian Kok terbatuk-batuk menahan haru. Teringat dia akan puterinya sendiri,
namun diam-diam dia merasa girang bahwa Liu Bwee dapat berjumpa dengan anaknya. Dia
saling pandang dengan Han Lojin dan tersenyum sambil mengangguk-angguk, dan pergi
menjauh untuk memberi kesempatan kepada ibu dan anak itu saling bertemu dan bicara.
"Ibu...., Ayah.... Pulau Es....."
Liu Bwee mengangguk dan menghusap rambut puterinya. "Aku sudah tahu....."
".......dan Suheng......"
Liu Bwee memandang puterinya dan mengangkat dagu Swat Hong. "Apa maksudmu"
Suhengmu kenapa?" Melihat ibunya belum tahu, Swat Hong terisak lagi menangis.
"Hong-ji, tenanglah. Mari kita bicara yang baik. Mengapa Suhengmu"
Apa saja yang telah terjadi sejak kita berpisah?"
"Suheng.... Suheng telah tewas, Ibu....".Liu Bwee terkejut bukan main,
terbelalak dan memandang pucat kepada putrinya akan tetapi melihat
puterinya menangis penuh duka, dia mendekapnya dan menghibur, "mati hidup
bukanlah urusan kita, Hong-ji. tenanglah dan ceritakan semua pengalamanmu kepada
Ibumu." Swat Hong lalu menceritakan semua pengalamannya semenjak ibunya
meninggalkan Pulau Es, menceritakan dengan lengkap namun singkat dan didengarkan oleh ibunya penuh
perhatian. Ketika puterinya itu bercerita tentang Soan Cu, Liu Bwee menengok dan menggapai
ke arah Ouw Sian Kok sambil berseru, "Ouw-twako, ke sinilah. Anakku telah
bertemu dengan puterimu, Ouw Soan Cu!" Mendengar seruan ini, Ouw Sian Kok melompat bangun dan
lari menghampiri, berkata kepada Swat Hong, "Aihhh, han-siocia (Nona Han),
benarkah kau telah bertemu dengan anakku?" Suaranya agak gemetar karena keharuan
hatinya mendengar tentang puterinya. Swat Hong memandang laki-laki setengah tua yang gagah itu,
lalu mngangguk. Kiranya ibunya telah bertemu dan bersahabat dengan ayah Soan Cu,
pikirnya! Dia telah mendengar akan ayah Soan Cu yang lari meninggalkan Pulau Neraka
semenjak isterinya meninggal dunia. jadi inikah orangnya" Dia lalu melanjutkan
penuturannya yang amat menarik hati itu sampai pada peristiwa penyerbuannya
bersama suhengnya ke Rawa
Bangkai sehingga suhengnya tewas dan dia tertolong oleh kakek buyutnya.
Hening sekali setelah Swat Hong mengakhiri ceritera, hanya isak tertahan gadis
itu masih terdengar. "Hemm, sungguh jahat sekali The Kwat Lin itu!" tiba-tiba
Ouw Sian Kok berkata sambil mengepal tinjunya. "Han-siocian, aku Ouw Sian Kok
bersumpah untuk membantumu menghadapi iblis betina itu!" Swat Hong mengangkat
mukanya memandang. "Terima kasih, Paman Ouw....." "Akan tetapi, aku harus
menemui anaku lebih dulu. Di manakah engkau bertemu dengan dia untuk terakhir
kalinya?" "Dia kami tinggalkan di Puncak Awan Merah di Pegunungan Tai-hang-san, di tempat
tingal Tee-tok Siangkoan Houw."
"Kalau begitu,biar aku menyusul ke sana!" kata Ouw Sian Kok dengan gembira.
"Setelah aku bertemu dengan dia, barulah kita beramai mencari iblis betina itu
untuk sama-sama menghadapinya dan menghancurkannya! Bagaimana pendapat Locianpwe?" Dia berpaling


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepada kakek Han yang sejak tadi hanya mendengarkan saja. Juga Swat Hong dan Liu
Bwee menoleh dan memandang kakek itu karena betapapun juga, mereka mengharapkan
bantuan kakek ini, juga keputusannya. Sampai lama Han Lojin diam saja, merenung dan
memandang jauh, kemudian menghela napas panjang. "Aihh, tak kusangka akan begini
jadinya....! Tadinya, ingin sekali aku melihat kalian berdua melupakan semua hal
yang telah lalu, mulai hidup baru dengan aman dan tenteram, menjauhi urusan
kekerasan dunia yang hanya mendatangkan
dendam dan bunuh-bunuhan antara sesama manusia, sambil mendidik Swat Hong pula.
Akan tetapi melihat gejalanya..... mengingat pula hancurnya Pulau Es ..... dan memang
sudah seharusnya kalau pusaka-pusaka itu dikembalikan ke tempat asalnya......
ahhhh, aku Si Tua Bangka yang sudah lama mencuci tangan dari urusan duniawi,
sekarang terseret pula! Betapa menyedihkan!"
"Locianpwe, kalau kita masih hidup di dunia ramai, betapa mungkin kita
menghindarkan diri untuk mencampuri urusan dunia ramai" Yang penting kita selalu
berada di pihak yang benar."
Ouw Sian Kok membantah. Kakek itu menggeleng-geleng kepala. "Engkau belum mengerti, apa sih artinya
pihak yang benar" Apa sih artinya kebenaran" Kebenaran yang dapat disebut dengan mulut, bukankah
kebenaran adanya! Ahhh, sudahlah, tanpa adanya kesadaran, mana mungkin dapat
mengerti" Engkau hendak mencari puterimu, memang sudah sepatutnya dan semestinya
sejak dahulu kaulakukan hal itu. Sekarang aku akan menyertai Liu Bwee dan
puterinya ini ke kota raja......"
"Ke kota raja?" Ouw Sian Kok berseru heran. "Ya, karena The Kwat Lin telah
menerima tugas dari An Lu
Shan untuk menyusun kekuatan di sana menanti saat pemberontakan tiba. Dan kita
tidak perlu terseret oleh.pemberontakan, melainkan hanya hendak mencari The Kwat Lin
dan minta kembali pusaka-pusaka Pulau
Es." "Dan membunuh mereka untuk membalaskan kematian suheng!" Swat Hong berseru penuh
semangat. Han Lojin tidak menjawab seruan Swat Hong itu, melainkan menoleh
kepada Ouw Sian Kok, sambil berkata, "Ouw Sian Kok, kalau kau hendak mencari
puterimu, pergilah dan kelak kau boleh menyusul kami di kota raja....."
"Tidak, Locianpwe. Setelah saya mendengar bahwa iblis betina itu berada di kota
raja, saya juga harus ikut ke kota raja untuk menghadapinya!"
Liu Bwee memandang kepada tokoh Pulau Neraka ini dan kebetulan sekali Ouw Sian
Kok juga memandangnya, maka pertemuan dua pasang sinar mata itu sudah cukup bagi
mereka untuk mengetahui isi hati masing-masing. liu Bwee maklum bahwa pria yang gagah itu
ingin membantunya karena mengkhawatirkan dirinya, sebaliknya Ouw Sian Kok juga maklum
bahwa bekas ratu Pulau Es itu girang sekali mendengar bahwa dia akan membantu.
Maka tanpa banyak cakap lagi berangkatlah empat orang ini menuju ke kota raja. Pada
waktu itu, suasana di seluruh negeri telah menjadi panas. Kekacauan terjadi
dimana-mana ketika tersiar berita bahwa pemberontakan An Lu Shan mulai bergerak
dari utara. Tersiar berita bahwa di tapal batas utara telah di mulai perang
saudara antara pasukan pemberontak dan pasukan pmerintah yang tidak kuat
membendung datangnya pasukan pemberontak yang seperti air
bah membanjir ke selatan. Berita ini sudah cukup untuk membangkitkan semangat
golongan sesat untuk bangkit dan mempergunakan kesempatan selagi keadaan negara
kacau, rakyat bingung dan pasukan-pasukan ditarik untuk diperbantukan menghadapi pemberontak
sehingga keamanan tidak terjamin lagi. Memang perang telah dimulai. An Lu Shan
telah membuka kedoknya dan dengan terang-terangan mulai menggerakan pasukannya. Pada
waktu itu, pasukan pemerintah yang terkuat adalah pasukan penjaga tapal batas
utara yang dianggap merupakan bagian atau daerah yang paling penting untuk
dijaga dengan kuat, maka otomatis pasukan yang terkuat berada di bawah pimpinan
Jenderal ini. Pada jaman itu,
kerajaan Tang dipimpin oleh kaisar Beng Ong yang usianya sudah enam puluh tahun
lebih, seorang kaisar yang sayangnya memiliki kelemahan, yaitu menjadi hamba
dari nafsu berahi sehingga dia seperti boneka lilin di dalam tangan halus selir
Yang Kui Hui. Pada waktu itu, Kerajaan Tang mempunyai dua buah kota raja atau
ibu kota. Yang pertama, di mana Kaisar Beng Ong duduk bertahta dan menjadi pusat
pemerintahannya, adalah ibu kota Tian-an.
Adapun ibu kota yang ke dua adalah Lok-yang. An Lu Shan yang selain mempunyai
bala tentara yang besar jumlahnya dan pasukan-pasukan pilihan, juga dibantu oleh
banyak orang-orang kang-ouw yang berilmu tinggi. Hal ini adalah karena banyak
orang-orang kang-ouw merasa tidak suka kepada Kaisar tua yang berada di bawah telapak kaki selir
cantik itu, juga banyak pembesar yang diam-diam merasa dendam kepada Yang Kui
Hui karena selir ini dengan mudah begitu saja mempengaruhi Kaisar untuk memecat pembesar-pembesar
tinggi dan menggantikan kedudukan mereka dengan kedudukan lebih rendah, semua ini untuk
menarik keluarga-keluarganya agar dapat menduduki tempat-tempat penting!
Gerakan pemberontakan An Lu Shan dimulai dari utara di dekat Peking, terus
membanjir ke selatan. Dengan mudahnya dia melumpuhkan semua perlawanan yang
dilakukan oleh pasukan-pasukan yang masih setia kepada Kaisar, bahkan pasukan yang takluk
segera menyerah dan menjadi pasukan pembantunya.
Dengan mudah saja pasukan-pasukan pemberontak menyeberangi Sungai Kuning dan
menyerbu Lok-yang, ibu kota ke dua dari kerajaan Tang. Komandan pasukan yang mempertahankan Lok-
yang, ibu kota ke dua dari Kerajaan Tang ini adalah seorang panglima yang setia dan dengan gigih dia
memimpin pasukannya mempertahankan Lok-yang mati-matian. Akan tetapi, yang amat melemahkan
pertahanan itu adalah gangguan-gangguan dari dalam kota itu sendiri yang dilakukan oleh kaki tangan An
Lu Shan. Pada saat Lok-yang diserbu inilah rombongan Han Lojin berada di Lok-yang ketika mereka
berusaha mencari The Kwat Lin yang dikabarkan membantu An Lu Shan dengan mempersiapkan diri di ibu
kota itu. Han Lojin, Ouw Sian Kok, Liu Bwee dan Swat Hong terkurung di dalam kota Lok-yang ketika ibu
kota ke dua ini di serbu pemberontak. Mereka menyaksikan sendiri betapa Panglima Coa Cun dengan
gagah berani.mempertahankan ibu kota ke dua itu dengan pasukannya sehingga tidaklah
mudah bagi pasukan pemberontak untuk menguasai kota raja ini.
Han Lojin dan rombongan yang memang bermaksud untuk mencari The Kwat Lin, ikut
hilir mudik bersama parang penghuni yang ketakutan, memasang mata dan ketika terjadi
pembakaran di pusat pasar dan serangan-serangan gelap yang ditujukan kepada
komandan- komandan pasukan oleh serombongan orang yang gerakannya amat lihai, Han Lojin
dan rombongannya cepat mendatangi tempat kekacauan ini. Akhirnya setelah lari ke
sana-sini setiap mendengar ada kekacauan yang dilakukan oleh segerombolan mata-
mata musuh, di taman belakang istana pangeran muda yang berkuasa di Lok-yang, mereka melihat
gerombolan pengacau itu dan serta merta Han-Lojin, Ouw Sian Kok, Liu Bwee Dan
Swat Hong menyerbu dan mencari The Kwat Lin. Akan tetapi, mereka berhadapan
dengan belasan orang pengacau yang dipimpin oleh Kiam-mo Cai-li! Gerombolan itu
sedang berusaha untuk membakar istana pangeran dengan panah-panah api dan para pengawal istana itu
sudah malang melintang tewas oleh mereka.
"Dialah Kiam-mo Cai-li, pemiliki istana Rawa Bangkai," kata Han Lojin sambil
menuding ke arah seorang wanita cantik yang pakainnya mewah dan sedang memimpin
belasan orang pembantunya itu untuk menghujankan anak panah ke arah istana.
Sebagian dari istana itu mulai terbakar.
Mendengar bahwa wanita itu adalah seorang di antara pembunuh-pembunuh suhengnya,
Swat Hong sudah tidak dapat menahan kesabaran hatinya lagi. Dia meloncat keluar
dari tempat sembunyinya dengan pedang di tangan, serta merta menyerang sambil
membentak, "Iblis betina Kiam-mo-cai-li, bersiaplah engkau menebus nyawa Suheng Kwa Sin
Liong!!" "Singggggg... syuuuuuutttt..... ai hhhh.....!" Kiam-mo Cai-li cepat mengelak
dengan meloncat ke belakang dan rambutnya yang panjang seperti hidup saja
bergerak menyambar ke arah
pergelangan tangan Swat Hong. Namun dara ini cukup cekatan. Melihat sinar hitam
menyambar, dia sudah membalikkan pedangnya membacok sehingga putuslah segumpal
rambut, membuat Kiam-mo Cai-li berteriak kaget dan marah. Ketika dia memandang
dan melihat bahwa yang muncul ini adalah gadis teman Sin Liong, gadis dari Pulau Es
seperti yang di ceritakan oleh The Kwat Lin, dia terkejut bukan main. Apalagi
melihat han Lojin, Ouw Sian Kok, dan Liu Bwee yang jelas membayangkan kelihaian.
"Panah roboh mereka!" Tiba-tiba dia berteriak sambil melompat jauh ke belakang
untuk memberi kesempatan kepada dua belas orang pembantunya menyerang empat
orang ini. Dua belas orang itu adalah anak buah Kiam-Mo Cai-li dari Rawa Bangkai yang telah
dididik khusus menggunakan anak panah berapi. Ketika mereka mendengar aba-aba
ini dan mengenal wajah Swat Hong sebagai gadis yang pernah menyerbu Rawa Bangkai, cepat
mereka membidikan anak panah mereka, dan tampaklah sinar-sinar berapi menyambar
ke pada empat orang itu. "Wir-wir-wir....!!"
Mengerikan sekali datangnya anak-anak panah yang ujungnya bernyala itu, dapat
dibayangkan betapa mengerikan kalau anak panah yang bernyala itu mengenai tubuh!
Namun, empat orang itu bukanlah orang-orang sembarangan. Dengan amat mudahnya
Han Lojin dan Ouw Sian Kok mengebutkan ujung baju meruntuhkan semua anak panah yang
menyambar ke arah mereka, sedangkan Liu Bwee dan Swat Hong juga sudah
meruntuhkan semua anak panah yang menyambar ke arah mereka dengan pedang sehingga anak-anak
panah itu patah-patah. "Iblis betina !" Swat Hong meloncat maju, pedangnya diputar cepat dan dia sudah
menerjang Kiam-mo Cai-li dengan dahsyat. "Trangggg! Trik-trikkkk!" Pedang payung
di tangan Kiam-mo Cai-li sudah menangkis dan kuku-kuku jarinya yang panjang
mengeluarkan suara berjentrik ketika dia mencengkeram ke arah Swat Hong yang
dapat dielakan oleh dara ini.
"Kalian hadapi mereka. wanita itu lihai dan berbahaya, aku harus menjaga Swat
Hong," kata han Lojin
kepada Ouw Sian Kok dan Liu Bwee. Liu Bwee mengangguk dan hatinya lega karena
dengan bantuan.kakek suaminya itu, dia tidak mengkhawatirkan keselamatan puterinya.
Maka bersama Ouw Sian Kok dia lalu mengamuk dan celakalah dua belas orang anak buah Rawa Bangkai itu karena
mana mungkin mereka dapat melawan dua orang lihai dari Pulau Es dan Pulau Neraka ini"
Biarpun mereka semua telah menggunakan pedang dan golok menyerang dan
mengeroyok, namun seorang demi seorang roboh dan tidak dapat bangkit kembali.
Adapun pertandingan antara Swat Hong melawan Kiam-mo Cai-li amat seru dan
menegangkan. Biarpun pada dasarnya Swat Hong memiliki ilmu silat tinggi yang
lebih murni dan kuat, namun menghadapi seorang datuk kaum sesat seperti Kiam-mo
Cai-li yang amat cerdik dan banyak pengalaman, beberapa kali hampir saja dia terkena cakaran kuku
panjang beracun itu. Tiga macam senjata Kiam-mo Cai-li amat membingungkan Swat
Hong. Dengan gerakan pedang yang cepat, Swat Hong dapat membendung pedang payung dan kuku-
kuku jari tangan kiri iblis betina itu, bahkan dia mulai mendesak dengan permainan
pedangnya yang cepat dan mengandung tenaga dingin itu. "Mampuslah!" Swat Hong
membentak dan pedangnya menusuk.
"Tranggg...! Brettt...!!" Pedangnya bertemu dengan pedang payung dan berhasil
menembus dan merobek kain payung, akan tetapi pedangnya itu tercepit di antara
batang-batang payung sehingga kedua pedang bertemu dan saling melekat.
"Hi-hi-hik, kalulah yang mampus!" Kiam-mo Cai-li berseru, tangan kirinya
bergerak mencengkeram ke arah dada Swat Hong. Kalau sampai kena dicengkeram
kuku-kuku beracun itu, dada Swat Hong tentu akan berbahaya sekali.
"Plak!" Swat Hong sudah siap dan tangan kirinya menangkap pergelangan tangan
lawan dari bawah. Kini terjadilah adu tenaga karena kedua tangan mereka sudah
tidak bebas lagi. Pada saat itu, rambut panjang Kiam-mo Cai-li bergerak
menyambar ketika dia menggerakan
kepalanya sambil tertawa. Bagaikan ular hidup saja, gumpalan rambut itu
menyambar dengan totokan maut! Swat Hong terkejut bukan main, namun hatinya
menjadi lega kembali melihat berkelebatnya bayangan kakek buyutnya. "plakkkk!!!"
Rambut itu disambar oleh tangan Han Lojin.
"Aihhh.... lepaskan....!" Kiammo Cai-li menjerit karena betapapun dia berusaha
menarik rambutnya, tetap saja tidak dapat terlepas bahkan semakin erat.
"Swat Hong, lepaskan dia, mundurlah!" Han Lojin berseru. Swat Hong tidak berani
membantah, lalu melepaskan pegangan tangannya dan menarik pedangnya melompat
mundur. "Kiam-mo Cai-li, aku hanya ingin bertanya kepadamu!" Han Lojin berkata,
suaranya halus. Melihat kakek ini yang dia tahu amat lihai, Kiam-mo Cai-li yang
cerdik lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu, menunduk dan berkata,
"Locianpwe, maafkan saya, saya tidak berani melawan Locianpwe yang sakti.
Pertanyaan apakah yang hendak Locianpwe (Kakek
Gagah Perkasa) ajukan kepada saya?"
Melihat sikap Kiam-mo Cai-li yang begitu ketakutan, Swat Hong mengerutkan
alisnya, akan tetapi Han Lojin mengelus jenggotnya. "Hemmm, semua orang pernah
melakukan penyelewengan dalam hidupnya. Penyesalan yang disertai kesadaran tinggi
mendatangkan pengertian sehingga si penyeleweng akan merasa jijik untuk melanjukan
penyelewengannya. Kiam-mo Cai-li, sayang kalau kepandaian seperti yang kaumiliki itu dipergunakan
untuk kejahatan. Aku hendak bertanya, di mana adanya The Kwat Lin?" "The Kwat Lin"
Ohh, dia berada di...... neraka bersamamu!" Tiba-tiba wanita itu dari bawah
menyerang dengan payung dan kuku beracunnya.
"Cepppp.... bresss....!"."Keparat....." Swat Hong menjerit dan pedangnya
bergerak secepat kilat sebelum Kiam-mo Cai-li sempat
mencabut kembali pedangnya dari dada kakek itu.
"Prepppp....! Aihhhh....!!" Darah muncrat-muncrat dari lambung Kiam-mo Cai-li
dan dada han Lojin. Kakek itu masih berdiri tegak sambil tersenyum ketika pedang
dicabut keluar dadanya. Kiam-mo Cai-li mengeluarkan teriakan seperti binatang buas ketika dia menubruk
Swat Hong dan menyerangnya. namun Swat Hong sudah mengelak dan dari samping


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kembali pedangnya menyambar. "Crokkkkk!!" Tubuh Kiam-mo Cai-li yang sudah terhuyung itu tidak
dapat mengelak lagi, lehernya tertusuk pedang dan dia roboh terguling,
berkelojotan dengan mata mendelik memandang ke arah Swat Hong.
"Locianpwe....!" Ouw Sian Kok yang sudah berhasil bersama Liu Bwee merobohkan
dua belas orang itu, meloncat dan merangkul kakek itu karena kekek yang masih
berdiri tegak itu mendekap dadanya yang bercucuran darah.
Kakek itu menggelengkan kepala, memandang kepada Swat Hong. "Aihhh, kau ganas
sekali, Swat Hong....!"
"Kong-couw.... dia jahat.... patut di bunuh!" Swat Hong berkata, memandang mayat
Kiam-mo Cai-li yang kini sudah tidak bergerak lagi itu.
"Hayaaaa.... selamanya belum pernah dirobohkan orang, sekali ini terperdaya
kelicikan seorang wanita.... memang sudah semestinya begini...... kalian.....
kurangilah atau lenyapkan sama sekali.... keganasan..... kekerasan, bunuh membunuh
ini.... karena siapa menggunakan kekerasan akan menjadi korban kekerasan
pula.... nah, selamat berpisah anak-anak....." Tubuh yang bediri tegak itu masih
berdiri akan tetapi kalau tidak dirangkul tentu akan roboh karena pada saat itu
juga Han Lojin telah mengembuskan napas terakhir. Memang luar biasa sekali kakek
ini. pedang payung yang ditusukan secara curang oleh Kiam-mo Cai-li menembus
dada dan menembus pula jantungnya, namun dia masih mampu berdiri tegak dan
berkata-kata! Liu Bwee dan Swat Hong berlutut sambil menangis. Akan tetapi Ouw Sian Kok
berkata, "Harap kalian bangkit berdiri dan mari kita lekas membawa pergi jenazah
Locianpwe ini keluar kota."
Liu Bwee menyusut air matanyadan menggandeng tangan Swat Hong, menarik gadis itu
bangkit berdiri. "Ouw-twako benar, Hong-ji. Kita tidak mempunyai urusan apa-apa lagi di sini,
keadaan makin kacau. Tugas kita berada di ibu kota pertama, Tiang-an."
Diingatkan akan ini, bahwa The Kwat Lin berada di Tiang-an, Swat Hong memandang
ibunya."Kami tadi telah memaksa seorang di antara mereka itu mengaku di mana
adanya The Kwat Lin. Dia berada di Tiang-an, tugasnya sama dengan Kiam-mo Cai-li
yaitu mengacau kota raja di waktu pemberontak menyerbu ke sana."
Swat Hong mengangguk, sekali lagi melirik ke arah mayat Kiam-mo Cai-li, rasa
lega dan puas menyelinap di hatinya mengingat akan kematian suhengnya yang
betapapun juga kini sudah agak terbalas dengan matinya wanita ini, kemudian dia
mengikuti ibunya pergi dari tempat itu. Perang, perang, perang! Selama dunia
berkembang, agaknya tiada pernah hentinya terjadi perang di antara manusia.
Selama sejarah berkembang, terbukti bahwa di setiap jaman
manusia melakukan perang, baik dari jaman batu sampai jaman modern! Agaknya
betapapun majunya manusia dari segi lahiriah, sebaliknya dalam segi batiniah manusia
bahkan makin mundur! Betapa tidak" Di jaman dahulu, yang dikatakan perang adalah
mereka yang langsung menceburkan diri dalam perang campuh, dan mereka ini pula
yang menjadi korban, yang
membunuh atau dibunuh. Makin lama, perkembangan perang menjadi makin ganas dan
makin kejam, makin tidak adil dan makin menjauhi apa yang kita sebut
prikemanusiaan. Sekarang, di jaman modern, yang langsung memegang senjata banyak selamat karena
dia menguasai teknik perang, pandai menjaga diri, pandai bersembunyi. Sebaliknya,
rakyat yang tidak tahu apa-apa mati konyol!
Perang, di sudut mana pun terjadinya di dunia ini, dengan kata apa pun
diselimutinya, dengan kata-kata indah macam perjuangan, perang suci, perang
membela negara, membela agama,
membela kehormatan dan lain-lain, tetap saja perang yang berarti bunuh-bunuhan di antara
manusia, membunuh.hanya untuk melampiaskan dendam dan kembencian sehingga
amatlah buasnya, jauh melampaui kebuasan binatang apapun juga yang hidup di dunia ini. Kita semua bertanggung jawab untuk
ini! Perang yang terjadi antara bangsa, antara golongan, antara kelompok, meletus
karena kita! Perang antara bangsa atau negara hanya menjadi akibat dari kepentingan Si Aku,
bangsaku, agamaku, kebenaranku, kehormatanku, kemerdekaanku dan sebagainya yang
bersumber kepada aku. Perang antara bangsa hanya bentuk besar dari perang antara tetangga
dan perang antara tetangga adalah bentuk besar dari perang antara keluarga atau
perorangan dan semua ini bersumber kepada perang di dalam batin kita sendiri.
Batin kita setiap hari penuh dengan nafsu keinginan, iri hati, dendam, benci dan
semua bentuk kekerasan dan kekejaman, kalau semua itu menguasai batin kita
semua, menguasai dunia, herankah kita kalau selalu terdapat permusuhan dan
perang di dunia ini"
Semenjak sejarah tercatat, setiap pihak yang melakukan perang tidak
menganggapnya sebagai suatu hal yang buruk. Sebaliknya malah, bermacam dalih
diajukan menjadi semacam kedok di depan wajah perang yang dilakukannya, kedok
berupa untuk membela diri, perang untuk
keadilan, dan perang untuk perdamaian! Betapa menggelikan. Perang untuk
keadilan! Perang untuk perdamaian! Dengan cara membunuh-bunuhi sesama manusia.
Kita selalu terjebak ke dalam perangkap penuh tipu muslihat ini yang berupa kata-kata indah. Pendapat
bahwa tujuan menghalalkan cara merupakan penipuan diri sendiri dan berlawanan dengan
kenyataan. Mungkinkah untuk mencapai tujuan baik menggunakan cara yang jahat" yang penting
adalah caranya, bukan tujuannya. Tujuan adalah masa depan yang belum ada, hanya
merupakan akibat, sebaliknya cara adalah masa kini, saat ini, nyata! Dengan dalih
"menumbangkan kekuasaan lalim" itulah An Lu Shan memimpin ratusan ribu bala
tentaranya menyerbu ke selatan.
Pada saat seperti itu, An Lu Shan dan semua pengikutnya menganggap bahwa mereka
itu "berjuang" dan mereka sama sekali tidak mau melihat bahwa kelak andai kata
mereka berhasil dan memegang kekuasaan, ada pula pihak-pihak yang akan
mengecapnya "kekuasaan lalim" yang lain dan yang baru pula! Di lain pihak Kaisar
Han Ti Tiong atau Beng Ong yang sudah tua itu bersama para punggawanya yang
setia tentu saja melakukan perlawanan yang gigih dengan dalih "menghancurkan dan
membasmi pemberontak". Mereka ini lupa bahwa peristiwa pemberontakan itu
sesungguhnya timbul karena ulah mereka sendiri. Kekuatan
bala tentara yang dipimpin An Lu Shan memang hebat. Dalam beberapa bulan saja,
sekali menyerbu, dia telah menguasai seluruh daerah di sebelah utara Sungai Huangho.
Pasukan- pasukannya akhirnya berhasil merobohkan pertahanan Lok-yang yang memduduki ibu
kota ke dua itu. Kemudian An Lu Shan kembali mengumpulkan kekuatan pasukannya
dan melanjutkan penyerbuannya menuju ke kota raja Tiang-an! Kematian Kiam-mo Cai-li
membuat Jenderal ini menyesal, tentu saja penyesalan ini didasari bahwa dia
kehilangan seorang pembantu yang boleh diandalkan! Ketika Kaisar yang sudah tua
itu mendengar betapa Lok-yang dalam beberapa hari saja terjatuh ke dalam tangan pemberontak An
Lu Shan, mulailah terbuka matanya betapa selama ini tidak terlalu mengacuhkan
urusan pertahanan dan sebagian besar waktunya hanya dihabiskannya di dalam kamar
tidur dan di atas ranjang yang lunak hangat dan harum dari selirnya tercinta,
Yang Kui Hui. Bangkitlah semangatnya, semangat mudanya yang kini terlalu lama terpendam itu
dan dia berhasil mengobarkan semangat para pasukannya yang dikumpulkannya di Ling Pao di mana
kaisar membentuk benteng pertahanan yang cukup kuat. Bahkan sekali ini dia memimpin sendiri untuk
berperang menghadapi An Lu Shan dengan hati penuh kemarahan. Hati siapa tidak akan sakit kalau
mengingat betapa dia telah
memberi anugerah besar kepada An Lu Shan, bahkan selirnya yang tercinta telah
menganggap An Lu Shan sebagai putera angkat. Dan kini jenderal itu memberontak! Perbuatan apa pun yang
dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, tidak lah benar jika di belakangnya bersembunyi
pamrih apa pun. Sesuatu perbuatan boleh jadi oleh umum dianggap sebagai perbuatan baik, namun apabila
perbuatan itu menyembunyikan pamrih, baik yang disadari maupun tidak, maka perbuatan itu tidak
benar. Perbuatan menolong orang lain oleh umum dianggap baik, namun jika hal itu dilakukan dengan
pamrih apa pun, itu bukanlah menolong namanya, melainkan hanya memberi pinjam untuk kelak ditagih
kembali dalam bentuk pembalasan budi! Selama yang berbuat itu merasa bahwa dia berbuat baik, merasa
bahwa dia menolong, di dalam perasaan ini sudah terkandung pamerih! Jelas tidak benar! Dan selama ada
pamrih di balik setiap perbuatan, pasti akan mendatangkan penyesalan, kebanggaan, kekecewaan, dendam,
penjilat, penindasan dan lain-lain. Setiap berbuatan barulah benar jika didorong atau didasari oleh
CINTA KASIH! Demikian pula dengan Kaisar. Karena dia merasa bahwa dia telah menolong An Lu Shan,
merasa telah berbuat baik
kepada jenderal itu maka timbul ah penyesalan, kemarahan dan kebencian karena
yang pernah ditolongnya itu tidak dengan kebaikan. Pamrih yang tersembunyi di balik pertolongannya
dahulu itu adalah.menghendaki pembalasan berupa kesetiaan, penghormatan, atau setidaknya
menghendaki agar jangan jenderal itu berani melawannya! Contoh ini tanpa kita sadari terjadi di dalam
penghidupan kita sehari-hari. Kita miskin akan cinta kasih sehingga setiap
perbuatan kita dicengkeram pamrih. Kalau cinta kasih memenuhi hati kita, maka
segala pamrih akan lenyap tanpa bekas dan setiap perbuatan kita adalah wajar dan
tentu saja benar karena dasarnya cinta kasih yang melekat pada bibir setiap
orang, yang menjadi hampa karena disebut-sebut dan disanjung-sanjung, diberi
pengertian lain, dan dipecah-pecah! Di mana terdapat cemburu, benci,
sengsara, marah, dan lain-lain, cinta kasih tidak akan ada. Di mana terdapat si
"aku" yang selalu mengejar keuntungan dan kesenangan lahir batin, cinta kasih
tidak akan pernah ada. karena bagi Si Aku, cinta kasih berarti kesenangan untuk "aku" lahir batin yang
berupa ketenteraman, jaminan, kepuasan, dan kenikmatan. Maka, sekali satu di
antara yang dikejar itu luput, berakhirlah cinta kasihnya dan berubah menjadi
cemburu, kemarahan dan kebencian! Dengan penuh kemarahan Kaisar memimpin barisan-barisan yang dapat
dikumpulkannya, didampingi oleh seorang jenderal yang setia kepadanya, seorang
jenderal yang ahli dalam perang bernama Kok Cu It yang menjadi komandan barisan
itu. Barisan ini lalu bergerak dari Ling Pao. Bertemulah dua barisan yang
bermusuhan itu di pegunungan dan
terjadilah perang yang amat dahsyat di sela Gunung Tung Kuan. Perang yang amat
mengerikan dan mati-matian, di mana mayat manusia bertumpuk-tumpuk dan
berserakan, darah manusia membanjiri padang rumput. Namun akhirnya, betapapun gigih Panglima
Kok Cu It melakukan perlawanan setelah dia menyuruh pasukan pengawal mengiringkan
Kaisar lebih dulu menyelamatkan diri ke kota raja, karena kalah banyak jumlah
pasukannya, Tung Kuan jatuh ketangan pihak An Lu Shan. Pasukan-pasukan yang
masih dapat bertahan segera ditarik mundur ke Ling Pao dan membuat pertahanan di
tempat ini. kaisar telah melanjutkan perjalanan kembali ke Tiang-an di mana dia
berkemas-kemas dengan hati penuh
kekhawatiran. Tak lama kemudian, Ling pao juga jatuh dan Panglima Kok Cu It terpaksa membawa
sisa pasukannya kembali ke kota raja. Melihat betapa gerakan An Lu Shan amat kuat dan
tidak dapat dibendung, panglima ini menganjurkan kepada Kaisar untuk pergi
mengungsi ke Secuan. Kaisar mengumpulkan semua pembantunya yang setia dan akhirnya, atas
desakan mereka pula, kaisar menerima usul itu. Berangkatlah rombongan Kaisar ke barat.
Yang berada di dalam rombongan itu, selain Kaisar sekeluarga tentu saja termasuk
selir Yang Kui Hui, juga perdana Menteri Yang Kok Tiong kakak dari selir cantik
itu berserta semua keluarganya, para Thaikam (Orang Kebiri) yang setia kepada
Kaisar, dan beberapa orang ponggawa tinggi yang menjadi kaki tangan mereka.
Rombongan besar ini dikawal oleh pasukan pengawal istimewa dan berangkatlah
rombongan Kaisar pergi mengungsi di lakukan di waktu malam agar jangan ada
rakyat mengetahuinya. Pelarian yang dilakukan tergesa-gesa ini pun mencerminkan watak orang-orang
bangsawan ini. Selain keluarga mereka, juga mereka membawa harta benda mereka sebanyak
mungkin! Tidak ada lagi yang dipikirkan kecuali membawa keluarga dan harta bendanya
sehingga mereka lupa bahwa bukan harta benda yang penting untuk dibawa sebagai bekal,
melainkan ransum! Mereka melupakan ini dan sibuk membawa harta benda yang
mungkin dapat terbawa. Telah menjadi kelemahan kita manusia dalam penghidupan kita ini bahwa kita
selalu melekat kepada benda-benda duniawi. Kita lupa bahwa benda-benda itu yang
memang merupakan perlengkapan hidup dan kita butuhkan, hanyalah menjadi hamba kita, menjadi
kebutuhan kita selagi hidup. Akan tetapi kita silau oleh benda-benda mati itu,
kita mengejarnya dan mengumpulkannya, bukan lagi karena kebutuhan, melainkan karena ketamakan, karena
rakus sehingga kita mengumpulkan sebanyak mungkin. Setelah itu, kita menjadi
hamba duniawi, kita melekatkan diri dan kita telah merobah batin kita menjadi
benda-benda itu! Maka kita selalu mempertahankan duniawi secara mati-matian,
kita tidak bisa lagi hidup tanpa dia, lahir maupun batin. Kehilangan harta benda
menjadi hal yang amat hebat dan penuh derita.
Mencari dan mengumpulkan harta benda menjadi hal yang paling penting di dalam
hidup kita sehingga kalau perlu dalam mengejar duniawi berupa harta benda, kedudukan, kemuliaan dan
lain-lain, kita tidak segan-segan untuk sikut-menyikut jegal-menjegal, bunuh-membunuh antara manusia!
Maka akan BAHAGIALAH DIA YANG MEMPUNYAI NAMUN TIDAK MEMILIKI, dalam arti kata, mempunyai
apa saja di dunia ini karena ada hubungannya, karena ada kebutuhannya, hanya
mempunyai lahiriah saja, namun batin sama sekali tidak memiliki, sama sekali tidak terikat atau melekat
sehingga punya atau tidak
punya bukanlah merupakan soal penting lagi!.Karena ketamakan itulah maka
rombongan Kaisar segera mengalami akibatnya setelah rombongan
besar itu melarikan diri sampai di pos penjagaan Ma Wei, yang terletak di
Propinsi Shen-si sebelah barat, rombongan ini kehabisan ransum yang tidak berapa
banyak itu. pasukan pengawal yang menderita kelelahan dan kelaparan, karena sisa ransum yang sedikit


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diperuntukan Kaisar dan keluarganya serta para bangsawan , menjadi gelisah dan
tampaklah wajah-wajah yang membayangkan penasaran dan kemarahan, mulai
terdengarlah suara-suara tidak puas di antara para anggauta pasukan.
Perhentian di Ma Wei ini dipergunakan oleh Yang Kok Tiong untuk mengadakan
pertemuan dengan orang-orang Tibet. Yang Kok Tiong berusaha untuk mengadakan kontak dengan Pemerintah Tibet
untuk membantu Kaisar dalam menghadapi pemberontakan dan membujuk seorang pendeta Lama
yang berada di antara orang-orang Tebet itu untuk menyampaikan permintaan
bantuannya. Hatinya juga gelisah ketika melihat betapa anak buah pasukan pengawal mulai
tidak puas. Akan tetapi Kaisar yang sudah merasa lelah dan berduka, tidak tahu akan semua
itu dan dia menenggelamkan dirinya yang dirundung kedukaan itu dalam pelukan
selirnya yang menghiburnya. Tidak seorang pun di antara para bangsawan itu tahu betapa di luar
terjadi hal yang luar biasa. Seorang laki-laki muda dan seorang gadis cantik
menyelinap di antara penduduk setempat, mendekati tempat mengaso para pasukan pengawal dan dua orang
muda ini berbisik-bisik dengan para pasukan. Mereka ini bukan lain adalah Bu Swi
Nio dan Liem Toan Ki! Seperti telah kita ketahui, Liem Toan Ki, jago muda dari
Hoa-san-pai itu adalah mata-mata An Lu Shan dan Bu Swi Nio, murid The Kwat Lin,
akhirnya juga menjadi pembantu An Lu Shan karena terbawa oleh Liem Toan Ki yang
menjadi tunangannya itu. Kini, selagi memata-matai keadaan Kaisar yang melarikan
diri, Bu Swi Nio teringat akan kematian
kakaknya, maka diambilnya keputusan untuk membalas dendam kepada Yang Kui Hui
yang menyebabkan kematian kakaknya, Bu Swi Liang. Setelah berunding dengan
kekasihnya, mereka berdua lalu menyelinap di antara penduduk, mengadakan kontak dengan para
komandan pasukan pengawal, mulai menghasut mereka itu.
"Lihat, kita bersusah payah, setengah mati kelelahan dan kelaparan menjaga
keselamatan Kaisar, beliau sendiri bahkan bersenang-senang dan tidak
memperdulikan kita, mabok dalam rayuan Ynag Kui Hui setan kuntilanak itu!" Bu
Swi Nio antara lain menghasut. "Lihat kakaknya yang menjadi perdana menteri itu.
Diam-diam mengadakan perundingan dengan orang-orang
Tibet. Dialah bersama adiknya ular cantik itu yang menjadi pengkhianat dan
menjual negara. Coba ingat, bukankah An Lu Shan diambil anak oleh Yang Kui Hui" Padahal diam-
diam menjadi kekasihnya" Negara telah dijual oleh Yang Kui Hui, diberikan kepada
kekasihnya, An Lu Shan. Dan sekarang agaknya Yang Kok Tiong hendak menjual keselamatan Kaisar kepada
orang- orang Tibet! Aduhhh, sungguh membuat orang hampir mati penasaran. kaisar
dipermainkan seperti itu, namun tinggal diam karena mabok oleh kecantikan Yang Kui Hui iblis
betina yang keji itu!" demikian Liem Toan Ki menambah minyak dalam api yang
mulai dikobarkan oleh Swi Nio. Memang para anggauta pasukan sudah gelisah dan
kehilangan ketenangan. Mereka
merasa sengsara dan nasib mereka masih belum dapat ditentukan bagaimana. Mungkin
saja mereka semua akan mati konyol jika sampai dapat disusul oleh pasukan-pasukan
pemberontak. Mendengar hasutan-hasutan itu, mereka menjadi makin gelisah dan
akhirnya terdengarlah teriakan-teriakan yang diam-diam didahului oleh Swi Nio dan Toan
Ki. "Gantung pengkhianat!"
"Bunuh penjual negara!"
"Seret Yang Kok Tiong!"
"Yang Kok Tiong pengkhianat, harus dihukum mati!"
"Sebelum menjual negara itu mampus, kami tidak mau pergi!"
Teriakan-teriakan ini makin hebat dan kini seluruh pasukan sudah bangkit,
mengacung- acungkan kepalan dan senjata ke arah bangunan-bangunan di mana rombongan bangsawan itu berada.
Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Kaisar ketika mendengar teriakan-teriakan itu. Juga yang
lain-lain menjadi kaget setengah mati, terutama Yang Kok Tiong sendiri. Dia sedang berunding dengan
orang-orang Tibet, ketika
tiba-tiba Kaisar bersama pengawal-pengawal pribadi memasuki tempat itu. Kaisar
kelihatan marah.."Siapa mereka ini?"" bentaknya sambil menuding ke arah tujuh
orang Tibet yang berada di situ.
"Hamba....hamba sedang berunding.... minta pertolongan Pemerintah Tibet," jawab
Yang Kok Tiong. "Tangkap orang-orang Tibet itu! Siapa tahu mereka adalah mata-mata perampok!"
Perintah Kaisar ini diturut oleh para pengawal dan ditangkaplah tujuh orang
Tibet itu yang tidak berani melakukan perlawanan. Sementara itu, teriakan-
teriakan di luar menuntut kematian Yang Kok Tiong makin menghebat. Berbondong-
bondong datanglah para pembantu Kaisar, berkumpul
di tempat Yang Kok Tiong yang duduk dengan muka pucat mendengar tuntutan para
pasukan di luar. Di depan mata semua orang, tanpa malu-malu Yang Kui Hui menubruk dan
merangkul leher Kaisar sambil menangis.
"Sudilah Paduka menolong kakakku.... harap Paduka menyelamatkan kakakku..."
Selir itu menangis. Didekap dan ditangisi selirnya yang tercinta, kaisar yang
tua itu segera menghardik kepada kepala pengawal pribadinya, "tangkap si pembuat
ribut itu!" Komandan pengawal itu berdiri tegak dan menjawab, "Ampun, Sri Baginda. Akan
tetapi yang ribut adalah seluruh pasukan pengawal!"
"Junjungan hamba ...... tolonglah kakakku..... selamatkan dia ......!" Yang Kui
Hui menangis. yang Kok Tiong juga menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Kaisar. "Hamba hanya
dapat mengharapkan kebijaksanan Paduka dan menaruh nyawa hamba di dalam telapak
tangan Paduka ....!" "Seret Yang Kok Tiong si pengkhianat keluar!" terdengar teriakan
dari luar. "Keluarkan jahanam itu, kalau tidak kami menyerbu ke dalam!" Suara ini di kuti
suara pintu digedor-gedor dari luar.
"Tangkap dia...!!" Kaisar memerintah dan menudingkan telunjuknya kluar. Komandan
pengawal hendak membuka dau pintu, akan tetapi tiba-tiba dari luar meloncat
masuk pengawal yang menjaga di luar, mukanya pucat dan tubuhnya menggigil lalu dia
menjatuhkan diri di atas lantai menghadap Kaisar sambil berkata, "Mereka ....
mereka .....akan menyerbu.....!" Oleh kepala pengawal, Kaisar dan rombongannya
dikawal naik ke loteng. Kemudian Kaisar keluar dan memandang kepada pasukannya yang memberontak di luar
itu. Begitu melihat munculnya Kaisar, para anak buah pasukan berteriak kacau balau,
menuntut agar Yang Kok Tiong diberikan kepada mereka. Kepala pengawal yang
melihat gelagat buruk, diam-diam lalu menotok perdana menteri itu dan membawanya
turun lagi di luar tahunya
Kaisar, kemudian dia membuka pintu dan mendorong perdana menteri itu ke luar.
Banyak tangan yang penuh dendam kebencian menyambut, tubuh Yang Kok Tiong di seret-
seret, hujan pukulan dan makian, penghinaan dan ludah ditujukan kepadanya. Ketika Yng
Kui Hui yang mendengar teriakan-teriakan kakaknya itu keluar mendekati Kaisar
dan menjenguk ke bawah, dia menjerit dan merangkul Kaisar, menangis. Kaisar
sendiri terbelalak memandang betapa perdana menterinya itu, kakak dari selirnya,
disiksa oleh pasukan, dipukuli dan dimaki-maki. "Tolonglah kakakku.....
tolonglah dia...." Yang Kui Hui merintih dan menangis.
Kaisar lalu berseru ke bawah dengan suara lantang, "Hai i! Semua anggauta
pasukanku....! Tahan.....! Jangan lanjutkan perbuatan gila itu!"
"Berhenti....! Kalaian iblis-iblis jahat.......! Uh-huuuuhhh-huuuu....!!" Yang
Kui Hui juga menjrit-jerit dan
akhirnya menutupi mukanya, demikian pula Kaisar ketika melihat betapa Yang Kok
Tiong sudah rebah dan tidak berkutik lagi, dengan tubuh hancur dan penuh darah..Tiba-tiba dari dalam
rombongan pasukan dan orang-orang dusun yang banyak berkumpul di tempat itu
terdengar suara nyaring seorang laki-laki, "Seret iblis betina Yang Kui Hui....!
Dialah biang keladinya! Dialah yang menjatuhkan kerajaan dengan menggoda Sri
Baginda! Semenjak ada dia, kerajaan menjadi lemah dan dikuasai oleh pengkhianat-
pengkhianat!" Disusul suara wanita, "Bunuh kuntilanak itu! Dia siluman betina! Dia Tiat Ki ke
dua ....! Dia berjinah dengan An Lu Shan, dia mengumpulkan keluarganya untuk
menguasai kerajaan! Dia harus dihukum gantung.....! Suara ini adalah suara Bu
Swi Nio yang ingin membalas kematian kakaknya. Dia menyebut-nyebut nama tokoh
wanita Tiat Ki, yang dalam dongeng sejarah
adalah seekor siluman rase yang menjelma wanita menjadi selir Kaisar dan
menyeret kerajaan ke dalam kehancuran pula. Mendengar teriakan-teriakan
menghasut dari Liem Toan Ki dan Bu Swi Nio ini, pasukan yang haus darah dan yang
ridak puas itu lalu berteriak-teriak, menuding-nuding kepada Yang Kui Hui sambil
menuntut agar wanita cantik itu digantung! "Tidak....!!
Kalian gila semua! Tidaaaakkk....!!" Kaisar memeluk tubuh selirnya yang pucat
dan hampir pingsan itu, lalu menariknya masuk, di kuti teriakan-teriakan para
anak buah pasukan dan rakyat setempat. Kaisar dengan muka mereh karena marahnya
merangkul Yang Kui Hui yang menangis terisak-isak itu, di kuti oleh rombongan.
Semua anggauta rombongan memandang
dengan muka pucat, apalagi mereka mendengar suara ribut-ribut di luar rumah dan
kini pintu digedor-gedor lagi. "Gantung Yang Kui Hui.....!"
"Bunuh siluman itu.....!"
"Kalau tidak, rumah ini kami bakar!!"
Tentu saja Kaisar dan yang lain menjadi makin panik. Kaisar menjatuhkan diri di
atas kursi, mukanya pucat dan keringatnya bercucuran membasahinya, sementara itu
Yang Kui Hui berlutut di dekat kursi Kaisar, memeluk kaki Kaisar dan memperlihatkan sikap
yang memelas (menimbulkan iba) sekali, tubuhnya gemetar karena suara-suara dari
luar yang terdengar, suara menuntuk kematiannya itu seperti ujung pedang-pedang
yang ditusuk-tusukan ke ulu hatinya.
JILID 21 Gedoran pintu makin keras, teriakan-teriakan makin hebat sementara Kaisar
menanti hasil para komandan pasukan pengawal yang tadi keluar untuk menyabarkan
anak buahnya. Penantian yang mencekam dan menegangkan urat syaraf. Tiba-tiba, ketik para
komandan pasukan keluar dan bicara, suara-suara teriakan dan gedoran pintu terhenti. Hati
Kaisar lega, dia menunduk dan saling pandang dengan kekasihnya. Sepasang mata
yang indah itu yang tak pernah kehilangan daya pengaruh yang membuat Kaisar
terpesona, kini berlinang air mata.
Akan tetapi hanya sejenak saja hati mereka terhibur dan harapan mereka timbul,
karena tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan lebih keras lagi disusul gedoran
pada pintu dan dinding dan tak lama kemudian, kepala pengawal dan para
pembantunya masuk dengan muka pucat,
serta merta menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar.
"Hamba siap menerima hukuman karena hamba sekalian tidak berhasil menundukan
kemarahan mereka," kata komandan pengawal sambil menunduk.
Kaisar bangkit berdiri dan pada saat itu terdengar suara, "Bunuh siluman Yang
Kui Hui! Kalau tidak, mari kita bunuh saja semua!"
"Tidak! Tidaaaaaakkk....! Persetan....!!" Kaisar berteriak dan lengan kirinya
merangkul leher selirnya, seolah-olah dia hendak melindungi kekasih tercinta
itu. "Dor-dor-dorrrr...." pintu digedor dari luar.
"Hancurkan saja Raja lalim dan lemah....!"
"Bakar saja rumah ini kalau yang Kui Hui tidak dihukum mati!" Keadaan sudah amat
berbahaya dan menegangkan. Semua bangsawan yang berada di situ sudah menjadi pucat. Pangeran
mahkota segera.menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar. "Dalam keadaan seperti
ini, mengapa Paduka masih kukuh?"
putera mahkota itu menangis.
Para pembesar yang setia kepada kaisar juga membujuk, bahkan kepala thaikam yang
menjadi kepercayaan Kaisar dan yang diam-diam secara pribadi memusuhi Yang Kui
Hui, berkata, "Harap Paduka suka mempertimbangkan dengan tenang. Memang menyakitkan hati
sekali tuntutan mereka. namun, mereka tidak dapat dibendung dan kalau ditolak,
tentu Paduka akan terancam bahaya, bahkan seluruh keluarga Paduka. Apakah Paduka hendak
mengorbankan keselamatan Paduka sendiri dan seluruh keluarga hanya untuk satu
orang yang toh tidak akan dapat Paduka selamatkan juga?" Putera mahkota menoleh kepada
Yang Kui Hui dan berkata, suaranya keras dan penuh tuntutan, "Seorang yang
selama puluhan tahun memperoleh kemuliaan dan anugerah kebaikan Kaisar, apakah
di waktu terancam lalu melupakan budi yang besarnya melebihi nyawa itu?" Yang
Kui Hui menjadi pucat wajahnya dan dia menjatuhkan diri berlutut di depan
Kaisar, memeluk kaki Kaisar sambil menangis dan berkata, "Biarlah hamba membalas
segala budi kebaikan Paduka....." "Tidak....! Tidak....ohhh, Kui Hui, tidak....!
Jangan....!" akan tetapi banyak tangan merenggut tubuh selir cantik itu dari
pelukan Kaisar, lalu menyerahkannya kepada kepala thaikam. Selir itu diseret
oleh kepala thaikam ke atas pagoda dan tak lama kemudian, terdengarlah sorak-
sorai para pasukan melihat tubuh selir cantik jelita itu tergantung di pagoda, tergantung lehernya
dan berkelojotan sebentar lalu terdiam. "Hidup kaisar....!!"
"Biang keladi kelemahan telah tewas....!!"
"Kita akan mengawal Kaisar sampai titik darah terakhir!"
Di sebelah dalam, Kaisar yang tadinya menangis itu terbelalak mendengar teriakan
yang sama sekali berlainan itu. Dia bingung tidak tahu apa yang terjadi,
memandang ke kanan kiri. "Di mana dia...." Mana Yang Kui Hui....!"
Semua keluarganya menjatuhkan diri berlutut. "Dia..... telah mengorbankan nyawa
demi keselamatan paduka sekeluarga...."
"Kui Hui....!!" Kaisar berlari naik ke loteng, kemudian roboh pingsan melihat
tubuh kekasihnya yang diam tidak bergerak, tergantung di pagoda itu.
Peristiwa ini merupakan peristiwa bersejarah yang kemudian terkelan di seluruh
Tiongkok sampai berabad-abad lamanya. Bagi mereka yang ikut merasa berduka dan
terharu mendengar cerita tentang pemutusan hubungan cinta yang amat menyedikan ini,
menganggap Kaisar itu lemah dan telah melakukan kesalahan besar. Peristiwa ini
menjadi terkenal sekali ratusan tahun kemudian, bahkan dijadikan cerita drama
yang dipangungkan dan menjadi bahan karangan cerita tentang peristiwa itu yang
tak terhitung banyaknya. Lebih terkenal sekali setelah sastrawan Po Cu I
menulisnya dengan judul "Kesalahan Abadi".
Dengan lesu dan penuh duka, rombongan Kaisar melanjutkan perjalanan mengungsi ke
Secuan dan kematian selir tercinta itu melumpuhkan seluruh gairah hidup Kaisar
yang sudah tua itu. Akan tetapi, di tengah perjalanan, kembali terjadi peristiwa
hebat. Ketika rombongan itu sedang beristirahat dan bermalam di sebuah dusun kecil di
daerah yang sepi di perbatasan Secuan, malam itu tiba-tiba heboh karena terjadinya pembunuhan
atas diri seorang di antara
para pengeran yang ikut mengungsi. Pangeran ini adalah adik pangeran mahkota. Di
waktu malam yang amat sunyi itu, dua sosok bayangan berkelebat di atas genteng rumah-rumah yang
dijadikan tempat mengaso rombongan Kaisar. Mereka ini bukan lain adalah Bu Swi Nio dan Liem Toan


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ki. Keduanya, sebagai mata-mata An Lu Shan, setelah berhasil mengasut anak buah pasukan
pengawal sehingga terbunuhnya Yang Kui Hui dan kakaknya, diam-diam terus mengikuti dan membayangi
rombongan itu,.mencari kesempatan baik untuk membunuh Kaisar! Inilah tujuan
mereka, karena matinya Kaisar akan
merupakan kemenangan besar bagi An Lu Shan.
Akan tetapi, mereka berdua salah masuk! Mereka memasuki kamar pangeran muda yang
berada di sebelah kamar Kaisar. Ketika dua batang pedang di tangan mereka
bergrak, tubuh di atas pembaringan, di dalam kelambu yang tertusuk pedang dan
mengeluarkan pekik maut bukanlah tubuh Kaisar, melainkan tubuh pangeran itu! barulah kedua orang ini
tahu bahwa mereka telah keliru, dan cepat mereka meloncat dan keluar dari dalam
kamar itu melalui jendela.
"Tangkap penjahat!"
"Tangkap pembunuh!!" Dalam sekejap mata saja kedua orang mata-mata itu dikepung
oleh belasan orang pengawal dan disergap. Tentu saja Bu Swi Nio dan Liem Toan Ki
membela diri dan membalas dengan serangan-serangan dahsyat. Terjadilah
pertandingan keroyokan di
ruangan yang cukup terang itu dan makin lama makin banyaklah pengawal yang
datang mengeroyok. Menghadapi pengeroyokan banyak sekali pengawal yang berkepandaian
tinggi, dua orang itu menjadi repot juga. Dengan berdiri saling membelakangi, Swi Nio
dan Toan Ki saling melindungi, pedang mereka bergerak cepat menyambar-nyambar ke
depan, kanan dan kiri menangkis semua senjata yang datang bagaikan hujan ke arah mereka. Suara
beradunya senjata nyaring diselingi teriakan-teriakan para pengeroyok memecah
kesunyian malam di dusun itu. Tidak kurang dari delapan orang pengeroyok roboh
oleh pedang mereka dan kini para pengawal atas komando perwira atasan mereka
mengurung dan mengatur barisan.
Kesempatan ini dipergunakan oleh Bu Swi Nio untuk menggeser kakinya mundur
sampai punggungnya beradu dengan punggung Liem Toan Ki. Kemudian dia berbisik, suaranya
mengandung keharuan, "Maaf, Koko. Aku yang membujukmu ke sini sehingga kau juga
menghadapi bahaya maut...." "Hushhh...., mati atau hidup kita berdua, Moi-
moi...." "Aku tak takut mati, tapi.... aku belum sempat membalas segala kebaikanmu,
Koko...." "Tidak ada kebaikan di antara kita. Kita saling mencinta, bukan" Mencinta sampai
kita mati bersama!" Ucapan Toan Ki ini membangkitkan semangat di dalam hati Swi
Nio. Sambil memengang pedang erat-erat dan tangan kirinya dikepal, dia berkata.
"Aku akan merasa bangga denganmu, Koko!" Percakapan bisik-bisik itu dihentikan
karena kini para pengeroyok yang tadi mengurung mereka telah mulai menyerang.
Kini pengeroyokan mereka teratur, dan serangan datang bertubi-tubi, berantai
karena mereka mengelilingi dua orang ini sampai tiga empat baris. Swi Noi dan
Toan Ki kembali harus menggerakan pedang masing-masing untuk
menangkis dan melindungi tubuh mereka, namun karena datangnya serangan tidak
seperti tadi, kadang-kadang bertubi-tubi dan susul menyusul, mereka berdua menjadi repot
sekali dan tiba-tiba terdengar Swi Nio mengeluh perlahan ketikabahu kirinya
terkena hantaman gagang tombak. Biarpun keduanya telah terluka, namun mereka terus mengamuk, pedang mereka
menyambar-nyamabar dan kembali robohlah empat orang pengeroyok, sungguhpun
mereka berdua sendiri juga mengalami luka-luka bacokan. Maklumlah keduanya bahwa
menghadapi pengeroyokan demikian banyak pengawal, Mereka tidak mungkin dapat meloloskan
diri, maka mereka mengamuk untuk dapat membunuh sebanyak mungkin musuh sebelum mereka
berdua dirobohkan.Mereka berdua sudah bertekad untuk melawan sampai mati. Akan
tetapi tiba-tiba terjadi perubahan. Para pengurung dan pengeroyok menjadi kacau
balau dan terdengar suara meledak-ledak nyaring serta disusul pekik-pekik kesakitan dan
robohlah beberapa orang pengeroyok yang kena disambar oleh sebatang cambuk
berduri. Juga ada para pengeroyok yang dilempar-lemparkan sepasang lengan yang amat kuat.
Swi Nio dan Toan Ki terkejut dan girang sekali karena maklum bahwa ada bala
bantuan datang. Mereka tadinya menduga bahwa yang datang tentulah teman-teman mereka, para mata-
mata yang disebar oleh An Lu Shan. Akan tetapi mereka menjadi terheran-heran dan kagum sekali
ketika menyaksikan bahwa yang mendatangkan kekacauan pada pihak para pengeroyok hanyalah dua orang,
seorang pemuda tinggi besar yang gagah perkasa, yang menggunakan kedua tangannya melempar-lemparkan
para pengawal, dan.seorang dara yang amat cantik jelita dan gagah, dara yang mengamuk
dengan sebatang cambuk berduri dan
sebatang pedang, gerakannya cepat dan ganas.
Siapakah dua orang yang tidak dikenal oleh Swi Nio dan Toan Ki itu" Mereka
adalah Ouw Soan Cu, gadis Pulau Nereka yang lihai itu, dan pemuda tinggi besar
Kwee Lun, murid Lam-hai Sengjin yang tinggal di Pulau Kura-kura di laut selatan.
Seperti telah diceritakan di bagian depan, mereka berdua saling berjumpa di
puncak Awan Merah di Pegunungan Tai-hang-san, yaitu di tempat tinggal Tee-tok
Siangkoan Houw. Ouw Soan Cu gadis Pulau Neraka itu datang
bersama Sin Liong sedangkan Kwee Lun yang menjadi teman seperjalanan dan sahabat
Swat Hong datang pula bersama gadis itu. Tadinya, sebelum Sin Liong pergi bersama
Swat Hong untuk mencari The Kwat Lin di Bu-tong-pai, pemuda ini yang merasa
kasihan kepada Soan Cu menitipkan gadis itu kepada Tee-tok Siangkoan Houw. Akan
tetapi melihat Sin Liong pergi bersama Swat Hong, Soan Cu tidak mau tinggal di
tempat itu, lalu dia pun pergi hendak
mencari ayahnya. Dan Kwee Lun, yang merasa tertarik kepada gadis cantik jelita
dan galak serta jujur itu, segera berpamit dan cepat lari mengejar Soan Cu.
Di kaki pegunungan Tai-hang-san, barulah Kwee Lun mampu menyusul Soan Cu karena
gadis itu memperlambat larinya dan berjalan dengan termenung. Setelah kini mulai
melakukan perjalanan seorang diri, barulah Soan cu merasa bingung sekali. tadinya,
melakukan perjalanan bersama Sin Liong, dia tidak tahu apa-apa, hanya ikut saja dan
segeralah hal diputuskan oleh pemuda itu. Setelah kini sadar bahwa dia berada
seorang diri di dunia yang luas ini, dia merasa kesepian dan bingung. Dia tidak
mengenal tempat dan tidak tahu harus menuju ke mana untuk mencari ayahnya!
Teringat akan semua ini, hatinya kecil dan gelisah, juga marah. Marah kepada Sin
Liong yang meninggalkanya. "Nona Ouw, perlahan dulu.....!"
Karena termenung dan hatinya gelisah, Soan Cu sama sekali tidak memperhatikan
keadaan sekitarnya maka dia tidak tahu bahwa ada orang membayanginya di belakang.
Barulah dia terkejut ketika mendengar seruan itu dan cepat dia membalikkan
tubuhnya memandang. Dia cemberut melihat bahwa yang memanggilnya adalah pemuda
tinggi besar yang pernah bertempur dengan dia di Puncak Awan Merah karena pemuda ini memembela Swat Hong
dan dia membela Sin Liong. Teringat akan peristiwa itu, tiba-tiba saja dia merasa
gelisah dan menahan ketawanya dengan senyum lebar, lalu menutupi mulutnya.
Melihat gadis itu menahan ketawa, namun jelas sinar mata gadis itu
mentertawakannya, Kwee Lun mengerutkan alisnya yang tebal, akan tetapi dia pun tersenyum dan
berkata sambil menjura, "Nona Ouw, mengapa engkau menahan ketawa dan
menyembunyikan senyum"
Menyambut seorang kenalan dengan senyum lebar di bibir merupakan penghormatan
paling besar. Senyum adalah seperti matahari pagi, menghidupkan menenteramkan, penuh damai dan
bahagia....." Mendengar ucapan pemuda itu yang diatur seperti orang membaca
sajak, Soan Cu tertawa dan dia kagum juga. Terdengar amat indah kata-kata tadi.
Akan tetapi timbul pula kenakalannya dan dai menjawab dengan nada mengejek,
"Orang She Kwee, aku tertawa
bukan menyambutmu, melainkan teringat akan peristiwa yang amat lucu. Engkau
datang bersama Han Swat Hong, membelanya mati-matian, akan tetapi sekarang di manakah
dia" Engkau ditinggalkan begitu saja! Betapa lucunya! Lucu ataukah menyedihkan?" Alis
tebal itu makin dalam berkerut, akan tetapi kemudian Kwee Lun tersenyum lagi dan
mengangguk-angguk. "Memang lucu sekali! Ha-ha-ha-ha, lucu sekali!"
Melihat pemuda itu tidak tersinggung malah tertawa-tawa, Soan Cu menjadi
penasaran. "Apa yang lucu?" bentaknya.
"Kau..... eh, kita berdua.... yang lucu. Mengapa bisa begini kebetulan?" "Apa
yang kebetulan?" Soan Cu makin penasaran karena ejekannya itu kini agaknya malah dibalikan oleh
pemuda itu kepadanya. "Bukankah kebetulan sekali nasib kita amat serupa" Aku datang bersama Nona Swat
Hong dan aku ditinggalkan, sebaliknya engkau pun datang bersama Sin Liong dan engkau
ditinggalkan pula. Nasib kita benar serupa, bukankah ini amat lucunya?".Wajah Soan Cu menjadi merah sekali.
"Sratttt!" Pedang Coa-kut-kiam yang bersinar-sinar telah berada di
tangan kanannya.Kwee Lun terkejut bukan main, hanya memandang bengong karena
sama sekali tidak menyangka bahwa gadis yang dianggapnya jujur dan lincah gembira ini
demikian mudah tersinggung! "Eh, Nona Ouw..... kau.... marah oleh godaanku
tadi?" "Siapa marah" Hayo cabtu pedangmu, kita lanjutkan pertempuran kita yang terhenti
ketika di Puncak Awan Merah. Aku masih belum kalah olehmu!" Kwee lun penarik
napas panjang, hatinya lega. Tepat dugaannya, nona ini sama sekali bukan
tersinggung oleh godaannya,
melainkan karena memiliki watak aneh, ingin melanjutkan pertempuran ketika
mereka saling membela sahabat masing-masing di Puncak Awan Merah. "Wah, berat,
Nona. Aku terima kalah. Dalam geberakan-geberakan yang pernah kita lakukan itu
saja aku sudah tahu bahwa ilmu kepandaianmu jauh lebih tinggi daripada aku. Pula
kita bukanlah musuh. terserah kalau Nona hendak menganggap aku musuh, akan
tetapi aku Kwee Lun sama sekali tidak
menganggap kau sebagai musuhku. Bahkan sebaliknya, di antara kita, mau atau
tidak telah terdapat ikatan persahabatan yang amat erat."
"Hemm, jangan kau mencoba untuk membujuku. Persahabatan dari mana" Enak saja kau
bicara!" ?"Eh, apakah kau hendak menyangkal bahwa engkau adalah sahabat baik dari Kwa Sin
Liong, Nona?" "memang, dia adalah sahabat baikku, bukan engkau!"
"Nah, kalau engkau sahabat baik dari dari Kwa Sin Liong, berarti engkau adalah
sahabat baikku pula. Kwa Sin Liong adalah Suheng dari Han Swat Hong, dan Nona
itu adalah sahabatku. Sahabat dari Si Suheng tentu juga menjadi sahabat baik dari sahabat Si Sumoi,
bukan?" "Hemm, kau memang pandai bicara." Soan Cu menyarungkan kembali pedangnya.
"Bilang saja bahwa kau tidak berani melawan aku!"
"Tentu saja tidak berani, karena memang pedangku bukan untuk melawan, melainkan
untuk membantumu mencari kembali Ayahmu. Bukankah kau hendak mencari Ayahmu,
Nona" Tahukah kau ke mana kau harus mencarinya?" Ditegur seperti itu, Soan Cu menjadi
bingung lagi. Memang tadi dia sedang termenung bingung, tidak tahu harus pergi
ke mana, dengan matanya yang indah terbelalak gadis itu memandang kepada Kwee
Lun dan menggelengkan keplanya, lalu dia berkata, "Apakah kau tahu?" "Tentu saja aku tidak tahu, Nona.
Aku belum mengenal Ayahmu itu. Akan tetapi, sebagai seorang gadis muda, sungguh
tidak leluasa bagimu untuk mencari sendiri. Aku dapat membantumu, aku sering merantau dengan
guruku dahulu , dan aku banyak mengenal daerah-daerah, tahu pula dunia kang-ouwse
sehingga agaknya akan lebih menguntungkan bagimu dan menyenangkan bagiku kalau kita
melakukan perjalanan bersama. Tentu saja kalau kau suka....."
Sampai lama Soan Cu menatap wajah pemuda itu, kemudian dia menghela napas,
berkata, "Engkau baik sekali, seperti Sin Liong. Tentu saja engkau tidak dapat kuandalkan
seperti dia, kepandaianmu tidak sehebat dia. Akan tetapi engkau juga gagah
perkasa, jujur dan itu sudah cukup untuk meyakinkan aku bahwa engkau tentu dapat
menjadi seorang sahabat." "Ha-ha-ha, terima kasih, ha-ha-ha! Sudah kuduga bahwa
engkau adalah seorang gadis yang luar biasa, polos dan tidak berpura-pura,
cantik dan gagah perkasa. Ha-ha-ha!" Kwe Lun tertawa dengan bebas dan
terkejutlah Soan Cu ketika , melihat betapa air mata mengalir di kedua pipi
pemuda tinggi besar yang gagah dan tampan ini.
"Eh, kau menangis?"" Kwee Lun menghentikan tawanya, mengusap air mata dengan
ujung lengan bajunya sambil menggeleng kepala. "Ini adalah penyakitku, Nona. Aku selalu mengeluarkan
air mata kalau tertawa terlalu gembira. Akan tetapi, kalau dilihat kenyataannya, apa sih bedanya antara
tawa dan tangis" Apakah
bedanya antara senang dan susah, antara nyeri dan nikmat" Kesemuanya adalah dua
muka dari satu tangan, tak terpisahkan. Mencari yang satu, pasti akan ketemu dengan yang ke dua."."Wah,
kau memang seorang manusia aneh, Kwee-toako. Kau gagah perkasa, pemberani,
pandai bersajak, pandai filsafat, dan.... cengeng!"
Girang bukan main hatinya mendengar gadis itu menyebutnya toako, tanda bahwa
gadis itu benar-benar mau menerima persaudaraan atau persahabatan diantara
mereka. "Ouw-siocia..... atau engkau lebih senang kusebut adik?"
"Sebut saja namaku Soan Cu."
"Bagus! Kau hebat! Soan Cu kau percayalah, aku Kwee Lun bukanlah seorang yang
berarti palsu. Engkau tidak akan kecewa menaruh kepercayaan kepadaku dan sudi
menerima uluran tangan persahabatan dariku. Aku akan berdaya upaya sedapat mungkin untuk mencari
Ayahmu itu. Siapakah nama beliau?" "Ayahku bernama Ouw Sian Kok, tokoh besar
dari Pulau Neraka yang sudah belasan tahun meninggalakn Pulau Neraka."
Tiba-tiba Kwee Lun memandang dengan mata terbelalak dan mukanya berubah agak
pucat, bibirnya bergetar ketika dia menegaskan. "Pu.... Pulau..... Neraka?"
Soan Cu tersenyum. "Apakah kau masih mau menganggap aku sahabat setelah kau tahu
aku adalah seorang gadis dari Pulau Neraka?" "Eh-eh, jangan salah paham, Soan
Cu. Aku..... hanya terkejut sekali mendengar ada pulau yang namanya seperti itu.
Pernah guruku, Lam-hai Sengjin mengatakan bahwa di dalam dongeng yang tersebar diantara kaum kang-ouw,
terdapat sebutan dua pulau. Pertama adalh Pulau Es....." "Tempat tinggal Sin
Liong dan Swat Hong!"
"Benar, dan aku sudah merasa bahagia bukan main telah bertemu dengan seorang
puteri Pulau Es. dan Ke dua, menurut Suhu adalah pulau yng tentu tidak pernah


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ada dan hanya ada dalam dongeng, adalah Pulau Neraka........"
"Bukan dongeng. Akulah gadis Pulau Neraka." Ouw Soan Cu lalu menceritakan dengan
singkat keadaan Pulau Neraka, juga tentang ayahnya yang minggat dari pulau
ketika ibunya tewas melahirkan dia. "Ah, kasihan sekali engkau, Soan Cu."
"Ayahku yang patut dikasihani."
"Tidak! Ayahmu telah melakukan hal yang amat keliru. Perbuatannya lari dari
Pulau Neraka itu jelas membayangkan betapa ayahmu hanyalah mngingat akan dirinya
sendiri saja." "Kwee Lun! Apa yang kaukatakan ini" kau berani menghina nama ayah
di depanku?" Soan Cu
melotot marah. "Maaf, Soan Cu. Aku sama sekali tidak menghina siapa pun. Aku hanya bicara
berdasarkan kenyataan. Ibumu meninggal duni ketika melahirkanmu, apakah beliau
itu salah" Engkau sendiri yang dilahirkan dan kelahiran itu mengakibatkan kematian ibumu, apakah
engkau pun bersalah" Tentu saja tidak! Mendiang ibumu dan engkau sama sekali
tidak bersalah dan kematian itu adalah suatu hal yang wajar, yang sudah semestinya dan lumrah
karena hidup dan mati hal yang biasa. Akan tetapi ayahmu. Beliau malah lari
meninggalkan pulau, meninggalkan anaknya yang baru terlahir! Apakah perbuatan ini harus kubenarkan
saja" Kalau aku berbuat demikian, berarti aku bukan membenarkan secara jujur,
melainkan menjilat untuk menyenangkan hatimu."
Lenyap kemarahan Soan Cu. Dia menunduk. "kau aneh, Kwee-toako, aneh dan terlalu
terus terang. Habis andaikata benar seperti yang kau katakan bahwa Ayah terlalu
mementingkan diri sendiri apakah aku, sebagai anaknya tidak boleh mencari
Ayahku?" "Bukan begitu, Soan Cu. Tentu saja engkau harus mencari Ayahmu dan aku akan
membantumu sampai kita berhasil menemukan Ayahmu. Mudah-mudahan saja kita akan berhasil karena harus
diakui betapa akan sukarnya mencari seorang yang tidak kita ketahui berada di mana. Akan tetapi aku
percaya bahwa kalau memang Ayahmu yang telah pergi selama belasan tahun itu berada di daratan,
sebagai seorang tokoh besar, tentu ada orang kang-ouw yang mengetahuinya.".Demikanlah, kedua orang muda ini
melakukan perjalanan bersama dan makin eratlah hubungan
diantara mereka. Dalam diri masing-masing mereka menemukan sahabat yang cocok
kepribadian yang serasi dengan watak masing-masing, terbuka, jujur dan tidak
bisa bermanis-manisan muka. Soan Cu mulai tertarik sekali kepada pemuda tinggi
besar yang tampan, jujur, jenaka dan biarpun kelihatan kasar, namun ternyata
pandai bernyanyi dan membaca sajak-sajak indah. Di lain pihak, Kwee Lun juga
tertarik sekali oleh pribadi Soan Cu, seorang gadis yang kadang-kadang kelihatan
liar dan ganas, tidak pernah menyembunyikan perasaan,
namun kadang-kadang begitu lembut dan penuh sifat keibuan. makin akrab hubungan
mereka, makin terobatlah hati yang tadinya luka oleh asmara. Kwee Lun mulai
dapat melupakan Swat Hong yang dikaguminya, sedangkan Soan Cu mulai dapat melupakan
Sin Liong. Kwee Lun bersama Soan Cu melakukan penyelidikan sampai jauh ke barat,
karena dia mendengar dari seorang tokoh Kang-ouw bahwa nama Ouw Sian Kok pernah
muncul dibarat. Akan tetapi, pada waktu mereka melakukan perjalanan ke barat untuk mencari jejak
tokoh Pulau Neraka itu, keadaan sudah kacau balau oleh perang dan arus manusia
ke barat amat banyak. Kedua orang muda itu terbawa harus manusia dan mereka pun
seperti dua orang yang sedang mengungsi ke barat.
Ketika mendengar bahwa rombongan Kaisar yang melarikan diri berada di depan,
mendengar pula tentang kematian selir terkenal Yang Kui Hui bersama kakaknya
yang menjadi perdana menteri, Kwee Lun berkata kepada temannya, "Soan Cu, mari
kita melihat keadaan Kaisar.
Aku tidak mencampuri urusan perang, akan tetapi siapa tahu, rombongan keluarga
bangsawan tertinggi yang melarikan itu akan menarik perhatian orang-orang kang-
ouw, termasuk Ayahmu." Seperti biasa selama melakukan perjalanan bersama, Soan Cu hanya menyetujui
karena dia sendiri tidak tahu apa-apa. Hanya mengharapkan untuk bertemu dengan
ayahnya mulai menipis karena sampai saat itu belum juga ada keterangan yang jelas dan
meyakinkan tentang diri ayahnya. Malam itu mereka dapat menyusul rombongan
Kaisar yang berada dalam keadaan berduka setelah terjadi peristiwa pembunuhan Yang Kui Hui karena Kaisar
selalu murung dan berduka sekali. Dan seperti diceritakan di bagian depan, pada
malam itu terjadi lagi peristiwa hebat yang menimpa rombongan Kaisar, ketika Bu
Swi Nio dan Liem Toan Ki diam-diam menyelinap ke dalam temapat penginapan dan
hendak membunuh Kaisar akan
tetapi salah masuk dan sebaliknya membunuh seorang pangeran muda.
Ketika Soan Cu dan Kwee Lun melihat dua orang muda yang dengan gagah perkasa
mengamuk dan dikepung ketat oleh para pengawal, telah menderta luka-luka namn masih terus
mengamuk hebat, Kwee Lun menjadi kagum dan berbisik, "Melihat gerakannya, pemuda
gagah itu tentu murid Hao-san-pai adalah orang gagah, pendekar sejati, maka
sepatutnya kita menolong mereka." Soan Cu mengangguk."Memang tidak adil sekali
dua orang dikeroyok puluhan orang perajurit seperti itu.
Gadis itu pun gagah dan cantik. Mari, Toako, kita bantu mereka meloloskan diri."
Mereka lalu melayang turun dari atas pohon dari mana mereka tadi mengintai, dan
tak lama kemudian gegerlah para pengeroyok ketika dua orang muda ini menyerbu dari luar kepungan
dan merobohkan para pengeroyok dengan amat mudahnya. Kwee Lun tidak mencabut
pedangnya, melainkan menggunakan kedua tangannya yang kuat menangkapi dan
melempar- lemparkan pengawal yang menghadang di depannya, sedangkan Soan Cu mengamuk
dengan cabuk berduri di tangan kri dan sebatang pedang di tangan kanan. Gerakan dara
ini bukan main ganasnya, cambuknya meledak-ledak dan setiap ledakan disusul
robohnya seorang pengeroyok, pedangnya membuat gerakan cepat sehingga tampak sinar bergulung-
gulung yang merontokan semua senjata lawan. "Harap Ji-wi mundur dan cepat lari, biar
kami menahan mereka!" kata Kwee Lun sambil menggerakkan sikunya yang kuat
merobohkan seseorang pengawal yang menerjangnya dari belakang.
"Terima kasih atas bantuan Ji-wi (Anda Berdua)!" seru Liem Toan Ki dengan girang
karena dia khawatir sekali akan keadaan kekasihnya. Sambil menggerakkan pedang ,
mereka lalu mundur dan membuka jalan darah, merobohkan mereka yang berani
menghadang dan karena kini
para pengawal itu dikacaukan oleh Kwee Lun dan Soan Cu, tidak sukar bagi Swi Nio
dan Toan Ki untuk meloloskan diri dari kepungan yang sudah terpecah belah itu.
Setelah melihat dua orang itu menghilang, Kwee Lun juga mengajak Soan Cu
meninggalkan gelanggang pertempuran dan menghilang di dalam gelap, mengejar bayangan dua
orang yang mereka tolong itu..Menjelang pagi, Soan Cu dan Kwee Lun melihat dua orang yang
ditolongnya tadi sedang menanti mereka
di luar sebuah hutan besar. Melihat dua orang penolong mereka, Swi Nio dan Toan
Ki cepat maju dan memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan ke depan dada
dan membungkuk. "Banyak terima kasih kami haturkan atas bantuan Ji-wi yang mulia,"
kata Toan Ki. "Kalau tidak mendapat bantuan Ji-wi, tentu kami berdua telah tewas
di tangan para pengawal Kaisar itu." "Ah, diantara kita, bantu membantu
merupakan hal yang sudah sewajarnya," jawab Kwee Lun. "kami sendiri juga
mengharapkan bantuan Ji-wi."
"Bantuan apa" Kami akan bergembira sekali kalau dapat membantu Ji-wi," seru Liem
Toan Ki yang telah merasa berhutang budi.
"Kami berdua sedang mencari seorang tokoh bernama Ouw Sian Kok, tokoh dari Pulau
Neraka. Barangkali Ji-wi dapat membantu kami di mana adanya Ouw-locianpwe itu?"
Kaget juga Swi Nio dan Toan Ki mendengar disebutnya Pulau Neraka, mereka saling
pandang dan menggelengkan kepala. "Sayang, kami sendiri belum pernah mendengar
nama Ouw Sian Kok dari Pulau Neraka. Akan tetapi kami akan membantu sekuat
tenaga. Di manakah adanya beliau yang terakhir kalinya, dan apakah Ji-wi sudah
mendapatkan jejaknya?"
"Itulah sukarnya. Kami tidak tahu beliau berada di mana maka mengharapkan
keterangan dari orang-orang kang-ouw."
"Kalau begitu, mari Ji-wi ikut dengan kami ke timur. Saya kira, mencari seorang
tokoh besar di dunia kang-ouw akan bisa kita dapatkan keterangan selengkapnya di
sekitar kota raja. Apalagi sekarang, setelah perjuangan An Lu Shan Tai-ciangkun
berhasil, tentu banyak tokoh kang-ouw muncul di kota raja dan kita dapat
bertanya-tanya kepada mereka."
"Akan tetapi kabarnya di sana terjadi perang, bahkan banyak orang mengungsi ke
Secuan." Toan Ki tersenyum. "Jangan khawatir, kami berdua adalah orang-orang dalam! Kami berdua
bekerja untuk An-tai-ciangkun,
maka kami mempunyai banyak kenalan di sana. Sekarang Tiang-an telah diduduki,
dan agaknya keadaan tentu telah aman kembali. "
Mereka bercakap-cakap dan terdapatlah kecocokan di antara mereka. Juga Soan Cu
menjadi akrab dengan Swi Nio. Gadis Pulau Neraka yang masih hijau ini senang
sekali mendengar penuturan Swi Nio yang sudah berpengalaman, sebaliknya Swi Nio juga kagum
terhadap dara cantik yang ternyata adalah seorang dari Pulau Neraka yang hanya
dikenal dalam dongeng, kagum menyaksikan kehebatan ilmu kepandaian Soan Cu tadi
dan jug ngeri menyaksikan
senjata-senjata yang ampuh dan ganas itu. Berangkatlah mereka berempat, kembali
ke timur menuju ke Tiang-an, kota raja pertama yang telah terjatuh ke tangan An
Lu Shan. Setelah berhasil menduduki Lok-yang ibu kota kedua itu melalui pertempuran yang
seru, An Lu Shan memimpin pasukan intinya menuju ke Tiang-an. Kembali dia harus
menghadapi perlawanan gigih di Lembah Tung Kuan, akan tetapi setelah lembah ini
didudukinya, pasukan-pasukan terus menekan dan bergerak menuju ke Tiang-an.
Demikianlah, Tiang-an, ibu kota yang megah itu, diserbu dan didudukinya dengan
amat mudah, hampir tidak ada perlawanan sama sekali. Hal ini adalah karena banyak
kaki tangan dan mata-matanya yang dipimpin oleh Ouwyang Cin Cu dan The Kwat Lin,
telah lebih dulu melakukan kekacauan-kekacauan sehingga melemahkan pertahanan, juga Kaisar
melarikan diri meninggalkan kota raja Tiang-an, hal ini membuat para pasukan penjaga
menjadi kehilangan semangat dan sebagian besar di anatara mereka menyatakan takluk tanpa
melalui peperangan yang lama, ada pula yang melarikan diri menyusul rombongan
Kaisar ke barat. Seperti biasa terjadi di waktu perang, dari jaman dahulu sebelum sejarah
tercatat sampai sekarang, akibat-akibat yang mengerikan terjadi dan menimpa diri
pihak yang kalah perang. Demikian pula nasib para bangsawan di kota raja yang tidak sempat melarikan
diri. Banyak orang dibunuh
hanya oleh tudingan jari tangan orang lain yang memfitnahnya, mengatakan bahwa
orang itu adalah mata-mata
pemrintah. Mayat bergelimpangan di sepanjang jalan dan anggauta-anggauta pasukan
pemberontak yang menang perang itu berpesta pora mengangkuti harta benda dan wanita dari
pihak yang kalah. Jerit tangis wanita-wanita yang dipaksa dan diperkosa, membumbung tinggi ke angkasa,
bercampur baur dengan.sorak dan tawa kemenangan. Dan An Lu Shan, seorang yang
ahli dalam hal memimpin pasukan, sengaja
membiarkan saja hal itu terjadi agar darah yang bergolak di dada para anak
buahnya dapat diredakan. Beberapa hari kemudian, setelah anak buahnya sepuas-
puasnya dan sekenyang-kenyangnya mengganggu wanita dan merebutkan harta benda
yang ditinggal lari, barulah
muncul perintah yang melarang perbuatan seperti itu.
Namun An Lu Shan juga tidak melupakan janji-janjinya kepada para pembantunya
yang telah berjasa. Dengan royal dia lalu membagi-bagikan pangkat, gedung bekas
tempat tinggal para bangsawan yang melarikan diri atau terbunuh, membagi-bagikan
harta benda dan para puteri cantik yang menjadi tawanan. Maka selama beberapa
bulan lamanya berpesta poralah para kaki tangan An Lu Shan yang menerima hadiah-
hadiah itu. Tentu saja An Lu Shan lebih lagi memperhatikan para pembantu yang tangguh dan
yang masih diharapkan bantuan mereka. Kepada mereka ini dia memberi hadiah yang
lebih besar lagi. Dia tidak mengingkari janjinya terhadap para pembantu yang
berjasa besar seperti The Kwat Lin bekas Ratu Pulau Es itu, maka setelah Tiang-
an diduduki, putera The Kwat Lin yang bernama Han Bo ong lalu diberi anugerah
pangkat pangeran! The Kwat Lin sendiri diangkat menjadi seorang panglima
pengawal, sedangkan Ouwyang Cin Cu diangkat menjadi koksu (guru
penasihat negara). Dapat dibayangkan betapa girangnya hati The Kwat Lin. Cita-
citanya tercapai, puteranya telah menjadi pangeran dan kalau dia pandai mengatur kelak
siapa tahu terbuka kesempatan bagi para puteranya untuk menjadi Kaisar! Tidaklah
mengherankan apa yang terkandung dalam hati The Kwat Lin sebagai cita-cita ini.
Sudah lajim bagi kita manusia di dunia ini untuk selalu menjadi hamba dari cita-
cita kita sendiri. Seluruh kehidupan ini seolah-olah dikuasai dan diatur oleh
cita-cita kita masing-masing. Kita tenggelam dalam khayal dan cita-cita, tidak
tahu betapa cita-cita amatlah merusak hidup kita . Cita-cita membuat pandang
mata kita selalu memandang jauh ke depan penuh harapan untuk mencapai sesuatu
yang kita cita-citakan. Pandang mata yang selalu ditujukan ke masa depan yang
belum ada ini, tangan yang dijangkaukan ke depan untuk selalu mengejar apa yang
belum kita miliki membuat kita hidup seperti dalam bayangan. Kita tidak mungkin
dapat menikmati hidup, padahal hidup adalah saat demi saat, sekarang ini, bukan
masa depan yang merupakan bayangan khayal atau masa lalu yang sudah mati. Sekali
kita menghambakan diri kepada cita-cita, selama hidup kita akan terbelenggu oleh
cita-cita karena tidak ada cita-cita yang dapat terpenuhi sampai selengkapnya,
dan kita terseret ke dalam lingkaran setan yang tak berkeputusan. Mendapat satu
ingin dua, memperoleh dua mengejar tiga dan selanjutnya, itulah cita-cita! Dan
semua itu akan kita kejar terus sampai kematian merenggut kehidupan kita, bahkan
di ambang kubur sekali pun di waktu mendekati kematian, kita masih terus di
cengkeram cita-cita, yaitu cita-cita untuk masa depan sesudah mati! Betapa
mungkin kita dapat menikmati hidup ini kalau mata kita selalu memandang masa
datang yang belum ada" Sebaliknya, orang yang bebas dari cita-cita, bebas dari
masa lalu dan masa depan, dapat menghayati hidup ini saat demi saat!
Demikian pula dengan The Kwat Lin. Cita-citanya tercapai dengan diangkatnya
puteranya menjadi pangeran, akan tetapi sudah habis di situ sajakah cita-citanya" Sama
sekali belum! jauh dari pada cukup atau habis! Bahkan cita-cita barunya yang lebih hebat baru
saja dia mulai, yaitu cita-cita melihat puteranya menjadi kaisar! Karena cita-
cita ini, maka keadaannya pada saat itu tidak terasa membahagiakan, bahkan
terasa amat kurang. Hanya pangeran!
hanya panglima pengawal! Jauh dibandingkan dengan puteranya menjadi kaisar dan
dia menjadi ibu suri! Banyak orang membantah, mengatakan bahwa cita-cita mendatangkan kemajuan, tanpa
cita- cita kita tidak akan maju. Apakah cita-cita itu" Apakah kemajuan itu" Cita-cita
adalah keinginan akan sesuatu


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang belum terdapat oleh kita. Dan keinginan seperti ini merupakan dorongan
nafsu yang tak mengenal kenyang, makin dituruti makin lapar dan haus, menghendaki yang lebih. Dan
akhirnya akan sukar dibedakan lagi dengan ketamakan, kerakusan yang mendatangkan pertentangan,
permusuhan dan kesengsaraan. Dan apakah kemajuan itu" Sudah menjadi pendapat umum bahwa
kemajuan adalah keduniawian, harta benda, kedudukan, nama besar. Apakah "kemajuan" seperti ini
mendatangkan kebahagiaan" hanya mereka yang telah memiliki nama terkenal saja yang mampu
menjawab, dan jawabannya pasti TIDAK! Bahkan sebaliknya malah. makin banyak kedudukan atau
nama besar, makin ketat kita melekat kepada duniawi, makin banyak pula kesengsaraan hidup yang
kita derita berupa kekecewaan, pertentangan dan kekhawatiran. karena yang sudah pasti saja, hanya
mereka yang masih memiliki lahir batin yang akan kehilangan! Dan kehilangan berarti kekecewaan,
kedukaan dan sebelumnya terjadi kehilangan, kita digerogoti kekhawatiran..Akan tetapi pada waktu itu
tidak nampak seorang pun karena pada waktu itu, rakyat penghuni ibu
kota sedang dicengkeram ketakutan hebat. Seperti biasa setelah perang berakhir,
rakyat yang menjadi sasaran mereka yang memperoleh kemenangan. Para anggauta
pasukan baru berkeliaran keluar masuk perkampungan, keluar masuk rumah orang seperti rumahnya
sendiri, bahkan tidak jarang terjadi mereka memasuki kamar tidur orang seperti
memasuki kamar tidur sendiri sambil menyeret nyonya rumah yang masih muda atau
anak gadis mereka! Seperti para atasannya yang mengadakan pesta besar-besaran, kaum
rendahan juga berpesta dengan gayanya tersendiri. Seperti biasanya pula,
penduduk hanya pandai menangis dan mengeluh mengadu kepada Thian sebagai hiburan
satu-satunya. Menjelang tengah
malam, pesta masih amat ramai. Ouwyang Cin Cu sebagai seorang yang berkedudukan
tinggi sekali sekarang, seorang koksu, datang juga hanya sekedar memberi selamat
dan tidak tinggal lama. Akan tetapi para pengawal baru, tentu saja mereka yang
berpangkat perwira ke atas, masih berpesta pora karena memang The Kwat Lin ingin
mengambil hati para rekannya ini
yang kelak dia harapkan bantuan mereka.
Bahkan ketika para tamu orang penting sudah meninggalkan tempat pesta dalam
keadaan setengah mabok dan tempat itu mulai sepi, The Kwat Lin masih menahan para
pembesar pengawal yang jumlahnya belasan orang itu untuk diajak berunding mengenai tugas
mereka yang baru sebagai pengawal-pengawal istana, bahkan mereka merupakan dewan
pimpinannya. Lewat tengah malam, para tamu sudah pulang dan yang tinggal
hanyalah empat belas orang pimpinan pengawal yang kini dijamu dan diajak
berunding di ruangan dalam,
adapun ruangan luar tempat pesta mulai dibersih-bersihkan oleh sejumlah pelayan
yang kelihatan lelah dan mengantuk.
Pada saat itulah berkelebat bayangan tiga orang. Para pelayan yang membersihkan
tempat bekas pesta itu hanyalah melihat bayangan berkelebat dan tahu-tahu di
tempat itu kelihatan dua orang wanita cantik dan seorang laki-laki gagah sudah
berdiri dengan sikap angker! Tentu saja para pelayan terkejut sekali dan mengira
bahwa orang-orang aneh yang bergerak amat cepatnya ini tentulah sahabat majikan
mereka yang juga terkenal lihai bukan main, maka seorang di antara mereka
menyambut sambil menjura dan berkata, "Sam-wi yang terhormat agak terlambat
karena pesta telah bubar."
"Kami tidak ingin pesta," jawab wanita yang setengah tua dengan sikap keren.
"Kami ingin berjumpa dengan majikan kalian."
Melihat sikap yang keren penuh wibawa ini, para pelayan menjadi gentar dan dua
orang di antara mereka cepat memasuki ruangan dalam di mana The Kwat Lin sedang mengadakan perundingan
dengan rekan-rekannya.Diam-diam wanita itu, Liu Bwee, memberi isyarat dengan
matanya kepada Swat Hong, puterinya. Swat Hong mengangguk dan dengan gerakan yang amat
cepat dara ini sudah meloncat dan menyelinap lenyap dari situ, sedangkan ibunya dan
Ouw Sian Kok sudah menerjang ke dalam ruangan ketika melihat pelayan tadi pergi
melapor. Baru saja dua orang pelayan itu memasuki ruangan dalam dan belum sempat
mengeluarkan kata-kata, pintu telah terbuka lebar dan Liu Bwee bersamaa Ouw Sian
Kok telah menerjang ke dalam.
"Hei i! Siapa....!!" Bentakan The Kwat Lin terhenti dan wajahnya berubah pucat
ketika dia melihat munculnya wanita yang tentu saja amat dikenalnya itu. Dia
menjadi pucat ketakuan karena mengira bahwa bekas suaminya, Han Ti Ong Raja
Pulau Es yang amat ditakutinya itu muncul. Akan tetapi ketika melihat bahwa
laki-laki yang datang bersama Liu Bwee itu
bukanlah Han Ti Ong, hatinya menjadi lega dan dengan tabah dia meloncat ke
depan, dua kali menendang membuat dua orang pelayannya terlempar keluar ruangan,
kemudian menghadapi Liu Bwee sambil tersenyum mengejek. "Aih, kiranya wanita buangan yang
datang mengacau dan mengantarkan nyawa!" bentaknya. "Perempuan hina yang berhati
iblis! engkau telah menerima budi kebaikan dari suamiku, mengangkatmu dari
lembah kehinaan ke tempat mulia, malah membalasnya dengan khianat! Engkau dan anak
harammu itu harus mampus di tanganku!"
"Mulut busuk!" The Kwat Lin balas memaki dan sekali tanganya bergerak, tampak
sinar merah dari Pedang Ang-bwe-kiam di tangan kananya, kemudian tanpa menanti lagi, sinar merah itu
sudah meluncur ke depan menyerang Liu Bwee. "Cringggg....!!" Bunga api berpijar dan The Kwat Lin mundur
dua langkah sambil.memandang Ouw Sian Kok yang telah menangkis pedangnya dengan
sebatang pedang di tangan, tangkisan
yang membuat lengannya tergetar, tanda bahwa laki-laki yang datang bersama Liu
Bwee ini memiliki kepandaian tinggi pula.
"Siapa engkau?" Bentaknya, sementara para rekannya, empat belas orang perwira
dan panglima pengawal, telah mencabut senjata masing-masing dan mengurung,
menanti saat bantuan mereka diperlukan oleh The Kwat Lin.
Ouw Sian Kok yang mengerti bahwa dia bersama Liu Bwee dan Han Swat Hong telah
memasuki guha harimau dan berada dalam ancaman bahaya besar, sengaja mengulur waktu untuk
memberi kesempatan kepada Swat Hong yang oleh ibunya ditugaskan menyelinap ke dalam
istana untuk mencari dan merampas kembali pusaka-pusaka Pulau Es, karena hanya dengan jalan demikian
saja kiranya pusaka-pusaka itu dapat dirampas kembali. Dia tertawa dan mengelus jenggotnya, seadngkan Liu
Bwee siap dan berdiri saling membelakangi punggung dengan Ouw Sian Kok, maklum
bahwa mereka tentu akan menghadapi pengeroyokan dan karenanya harus dapat saling melindungi.
"Ha-ha-ha! engkau tanya siapa aku" Aku pun seorang buangan! namaku Ouw Sian Kok
dari Pulau Neraka!" Mendengar ini The Kwat Lin diam-diam merasa terkejut dan heran juga.
Dia sudah mendengar dari bekas suaminya, Raja Pulau Es, bahwa para buangan di
Pulau Neraka bukanlah orang-orang sembarangan, bahkan banyak di antara mereka memiliki ilmu
kepandaian tinggi. Akan tetapi karena dia percaya akan kepandaiannya sendiri,
juga merasa aman berada di antara para pengawal dan lebih lagi berada di dalam
istananya di kota raja, dia memandang rendah.
"Huh, kiranya adalah buangan rendah dan hina dari Pulau Neraka."
Ouw Sian Kok yang ingin mengulur waktu, kembali tertawa untuk mengalihkan
perhatian The Kwat Lin. "Ha-ha-ha! Biarpun kami para penghuni Pulau Neraka
adalah orang-orang buangan, namun kiranya sukar dicari seorang pun di antara
kami yang memiliki watak rendah untuk mengkhianati orang yang telah menolong dan
melimpahkan kebaikan kepada kami seperti
yang dilakukan olehmu, The Kwat Lin!" "Manusia hina! Mampuslah!!"
"Sing-sing-singggg....!!"
Ouw Sian Kok maklum akan kelihaian wanita ini, maka cepat ia mengelak, menangkis
dan membalas menyerang sambil mengerahkan seluruh tenaga dan kegesitannya, dan
mengeluarkan ilmu-ilmu simpanannya. Terjadilah duel yang amat hebat di antara
kedua orang berilmu tinggi ini. Melihat betapa Ouw Sian Kok yang memang seperti
direncanakan harus menghadapi The Kwat Lin lihai, Liu Bwee cepat memutar
pedangnya dan menghadapi pengeroyokan belasan orang pengawal itu. Pedangnya bergerak dahsyat sekali, dan
dalam sepuluh jurus saja dia telah merobohkan dua orang pengawal. yang lain tetap
mengepungnya karena tidak ada seorang pun di antara mereka yang berani membantu
The Kwat Lin, melihat betapa bayangan wanita itu dan bayangan lawannya lenyap
menjadi satu digulung oleh sinar pedang mereka. Mulai cemas rasa hati The Kwat
Lin ketika mendapatkan kenyataan bahwa
Ouw Sian Kok merupakan lawan yang berat dan seimbang dengannya. Sedangkan para
rekannya itu biarpun berjumlah banyak, ternyata tidak mampu mengimbangi amukan
Liu Bwee sehingga berturut-turut roboh pula beberapa orang di antara mereka!
"Cari bantuan dari benteng!" Terpaksa The Kwat Lin berteriak keras dan mendengar
ini, seorang di antara para pengawal itu segera lari keluar untuk minta bala
bantuan. Melihat gelagat yang berbahaya ini, Ouw Sian Kok menjadi khawatir juga. Mengapa
Swat Hong belum juga kembali" "Lekas robohkan mereka dan bantu aku mengalahkan dia ini!" Katanya
kepada Liu Bwee ketika melihat betapa Liu Bwee tidak begitu sukar untuk mendesak para
pengeroyoknya. Liu Bwee maklum pula akan kelihaian The Kwat Lin dan tahulah dia bahwa betapapun lihainya
Ouw Sian Kok, menghadapi wanita itu amat sukar untuk mencapai kemenangan. Maka dia memutar
pedangnya makin cepat, merobohkan lagi tiga orang..Pada saat itu, berkelebat bayangan yang gesit
dan tampaklah Swat Hong yang membawa sebatang
pedang dan di punggungnya tampak sebuah buntalan kain sutera merah. "Ibu, aku
berhasil....!" teriakan sambil menerjang maju merobohkan dua orang pengeroyok
ibunya. Melihat ini, The Kwat Lin menjadi marah sekali. Maklumlah dia bahwa dia kena
diakali dan dia dapat menduga apa isi buntalan sutera merah itu, sutera merah
yang amat dikenalnya. Pusaka-pusaka Pulau Es telah berada di tangan Swat Hong! "Bedebah! Kembalikan
pusaka-pusaka itu!" bentaknya dan tubuhnya secara tiba-tiba sekali mencelat ke
arah Swat Hong, pedangnya menusuk tenggorokan tangan kirinya meraih ke arah
punggung. "Trangggg....!"
Liu Bwee yang menangkis pedang The Kwat Lin, terhuyung dan hampir roboh, Seorang
pengawal menubruknya akan tetapi pengawal itu terlempar dengan dada pecah karena
ditendang oleh Liu Bwee, sedangkan swat Hong sudah dapat menangkis pedang The
Kwat Lin yang kembali menyerangnya. Ouw Sian Kok sudah meloncat pula dan
menerjang The Kwat Lin sehingga kembali mereka bertanding dengan hebat .
"Hong-ji, kauselamatkan dulu pusaka-pusaka itu!" tiba-tiba Liu Bwee berteriak
kepada puterinya. "Kita akan cepat menyusul pergi!" kata pula Ouw Sian Kok kepada Swat Hong. Swat
Hong yang melihat bahwa jumlah pengawal tinggal hanya tinggal lima orang dan
mereka bukanlah lawan berat bagi ibunya, sedangkan Ouw Sian Kok juga dapat
menahan Kwat Lin, mengangguk dan sekali berkelebat dia meloncat ke luar. "Tahan
dia.....! Jangan larikan pusaka Pulau Es....!"
Kwat Lin berteriak marah akan tetapi dia tidak dapat mengejar karena sinar
pedang Ouw Sian Kok menghalanginya dengan serangan-serangan dahsyat. Terpaksa
dia mengerahkan tenaganya untuk mendesak Ouw Sian Kok dan dalam kemarahan yang amat hebat ini
tenaga The Kwat Lin bertambah sehingga Ouw Sian Kok berseru kaget dan mundur karena
pundak kirinya berdarah, terluka sedikit kena diserempet sinar pedang kemerahan.
Ketika Swat Hong berlari cepat sekali keluar, dia terkejut setengah mati melihat
sepasukan pengawal berbondong datang memasuki istana itu dari pintu luar,
bersenjata lengkap, dipimpin sendiri oleh Ouwyang Cin Cu! Binggunglah dia. Pusaka memang harus
diselamatkan, akan tetapi betapa mungkin dia meninggalkan ibunya yang terancam
bahaya maut" Selagi dia meragu dan mengintai dari tempat bersembunyi, tiba-tiba dia melihat
berkelebatnya bayangan empat orang, dan ketika dia mengenal dua orang di antara
mereka adalah Kwee Lun dan Soan Cu, dia menjadi girang sekali. Cepat dia
meloncat keluar, berseru lirih, "Kwee-toako! Soan Cu....!!" Soan Cu dan Kwee Lun
terkejut dan berhenti, juga Swi Nio dan Liem Toan Ki yang datang bersama mereka.
Ketika melihat bahwa orang yang muncul dari balik pohon di luar istana itu
adalah Swat Hong, Kwee Lun menjadi girang sekali, akan tetapi Soan Cu cemberut.
Bagaimana hatinya dapat merasa girang bertemu dengan dara yang
menimbulkan iri di hatinya dahulu itu" Akan tetapi, Swat Hong yang girang sekali
tentu saja tidak dapat melihat wajah cemberut di tempat yang remang-remang itu,
maka cepat dia berkata, "Soan Cu, Ayahmu berada di dalam, bersama ibuku, sedang dikepung para
pengawal." Seketika pucat wajah Soan Cu dan dia memandang bengong, sampai lama
baru dapat berkata gagap, "A.... Ayah.... ku....?"
"Benar! Kita harus membantunya," kata lagi Swat Hong. "kalau begitu tunggu apa
lagi" mari kita membantu orang tua kalian!" Kwee Lun berkata.
"Nanti dulu.... siapakah dua orang ini?" Swat Hong bertanya sambil menuding
kepada Swi Nio dan Liem Toan Ki.
"Namaku Bu Swi Nio, Adik Han Swat Hong. Aku sudah mendengar namamu dari kedua
saudara ini dan aku merasa kagum sekali.
Ketahuilah bahwa aku dahulu adalah murid The Kwat Lin, akan tetapi sekarang aku
hendak mencari dan membunuhnya." Swi Nio berkata penuh semangat.."Dan aku tadinya mata-mata
Jenderal An Lu Shan, akan tetapi aku berjuang bukan untuk mencari pangkat,
melainkan untuk membalas dendam. Sekarang aku hendak membantu dia....eh,
tunanganku ini untuk menghadapi The Kwat Lin."
Tiba-tiba Swat Hong bergerak maju, kedua tangannya bergerak cepat sekali, yang
kanan menyerang ke arah leher Liem Toan Ki, sedangkan yang kiri menotok ke arah dada
Swi Nio. "Ei hhh...." "Hai i ttt......!"
Toan Ki Dan Swi Nio yang terkejut sekali cepat mengelak, namun tetap saja mereka
terhuyung dan hampir jatuh terdorong sambaran kedua tangan Swat Hong.
"Eh-eh.... apa yang kaulakukan itu?" Kwee Lun dan Soan Cu menegur heran dan juga
marah. "Aku hanya menguji mereka. Maafkan aku, Enci Swi Nio dan Liem-toako. Melihat
tingkat kepandaian kalian, lebih baik kalian tidak ikut masuk. Musuh amat kuat,
dan ada tugas yang lebih penting lagi bagi kalian, kalau benar kalian suka


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membantu kami dari Pulau Es." Swi Nio dan Toan Ki yang tadinya terkejut dan
marah, menjadi lega bahwa kiranya gadis yang amat lihai itu hanya menguji
mereka. Biarpun ucapan itu merendahkan tingkat kepandaian mereka, namun harus
mereka akui bahwa ilmu kepandaian mereka masih jauh kalau dibandingkan
dengan Kwee Lun, Soan Cu, apalagi Swat Hong ini. "kami berdua siap membantu!"
Toan Ki berkata, hampir berbareng dengan Swi Nio. Tanpa ragu-ragu lagi karena
mengkhawatirkan keadaan ibunya, Swat Hong melepaskan ikatan buntalan dari
punggungnya, menyerahkannya
kepada Toan Ki. Dia lebih percaya kepada Toan Ki daripada kepada Swi Nio, hal
ini karena tadi dia mendengar bahwa Swi Nio adalah bekas murid The Kwat Lin!
"Inilah pusaka kami dari Pulau Es yang seharusnya kuselamatkan. Akan tetapi
karena Ibuku dan Ayah Soan Cu terkurung di dalam, aku harus membantu mereka dan kuharap kalian suka
menyelamatkan pusaka-pusaka
ini jauh dari kota raja. Kelak, kita dapat saling bertemu di Puncak Awan Merah
di tempat kediaman Tee-tok Siangkoan Houw, di Pegunungan Tai-hang-san. Nah,
kalian pergilah cepat!"
Liem Toan Ki menerima bungkusan itu dengan hati kaget bukan main, juga Swi Nio terkejut dan cepat dia menyambar tangan
kekasihnya. "Mari kita segera pergi!" Kedua orang muda itu menyelinap lenyap di
dalam kegelapan malam. "Hayo kita bantu Ibu dan Ayahmu!" kata Swat Hong kepada
Soan Cu. Soan Cu mengangguk karena merasa lehernya seperti dicekik oleh
sedu-sedan yang naik dari dalam dadanya. Ayahnya! Dia akan bertemu dengan ayah
kandungnya yang selama hidupnya belum pernah dia lihat itu. Bertemu dalam
keadaan terancam bahaya maut! Tampak tiga bayangan berkelebat ketika Soan Cu, Swat Hong, dan Kwee Lun menyerbu
ke dalam istana itu. Ketika mereka tiba di dalam, ternyata Liu Bwee dan Ouw Sian
Kok telah dikepung ketat dan kini pertempuran telah berpindah ke ruang luar yang
lebih lega. Agaknya, agar dapat melakukan perlawanan dengan leluasa dan mendapat
kesempatan untuk meloloskan diri, Liu Bwee dan Ouw Sian Kok telah pindah keluar dari ruangan
dalam yang sempit, dan kini, dengan saling membelakangi, kedua orang itu
mengamuk dengan hebat, dikepung ketat oleh para pengawal istana, sedangkan The Kwat Lin dan Ouwyang Cin
Cu menonton di pinggir. Ketika Swat Hong dan dua orang kawannya masuk, mereka melihat Kwat Lin berlari
pergi ke dalam istananya. Swat Hong maklum bahwa wanita itu tentulah hendak
memeriksa simpanan pusakanya, maka dia lalu menyentuh tangan Soan Cu yang sedang bengong memandang
kepada laki-laki setengah tua yang mengamuk dengan gagahnya itu, dengan mata
merah hampir menangis. Soan Cu sadar dan menengok.."Kita kejar dia! Dialah yang paling jahat dan
berbahaya!" Soan Cu mengangguk dan kedua orang gadis
berkelebat pergi mengejar Kwat Lin. Kwee Lun Sendiri lalu berteriak keras dan
meloncat ke depan, meyerbu para pengeroyok. Sepak terjang pemuda tinggi besar
ini memang hebat, tenaganya yang amat kuat itu membuat dia sekali turun tangan merobohkan empat
orang pengeroyok. tentu saja kepungan menjadi buyar dan kacau. Dan ketika mereka
membalik untuk mengeroyok Kwee Lun, pemuda yang lihai ini lalu merobah tenaga dahsyat
tadi dengan pukulan-pukulan Bian-sin-kun, pukulan kapas yang kelihatannya lemah
dan lunak namun setiap kali menyentuh tubuh para pengeroyok tentu membuat dia terguling. "Jiwi-
locianpwe, saya adalah Kwee Lun, sahabat baik dari Nona Swat Hong dan Nona Soan
Cu! Mereka sedang mengejar Si Iblis Betina!" teriak Kwee Lu dengan suara
nyaring. Liu Bwee dan Ouw Sian Kok terkejut dan girang sekali, terutama Ouw Sian
Kok yang mendengar bahwa puterinya juga
datang! Akan tetapi, malang baginya. Karena dia terlampau girang hendak melihat wajah
puterinya, dia menoleh ke sana ke mari mencari-cari.
"Ouw-toako, awas....!!" Tiba-tiba Liu Bwee berteriak dan wanita ini berusaha
untuk menangkis sinar biru dari pedang Ouwyang Cin Cu. "Trangggg.....aih.....!!"
Liu Bwee terlambat dan bergulingan untuk menyelamatkan diri, sedangkan Ouw Sian
Kok terjungkal karena tamparan tangan kiri Ouwyang Cin Cu mengenai punggungnya.
"Plakk! Aughhhh.....!" Ouw Sian Kok muntahkan darah segar dari mulutnya.
"Curang....!!" Kwee Lun membentak dan kipas di tangan kiri serta pedang di tangan kanannya
menyambar ganas. Namun, dia terlalu lunak bagi Ouwyang Cin Cu dan sekali tangkis kipas itu
robek dan pedangnya hampir terpental.
"Hai i tttt.....!!" Ouw Sian Kok yang marah sekali menerjang maju dengan tangan
terbuka. Melihat serangan ganas ini, Ouwyang Cin Cu terkejut dan cepat dia meloncat
mundur. Sebelum dia didesak oleh tiga orang lawan itu, para pengawal sudah mengepung
lagi dan kini mereka bertiga dikeroyok dan dihujani senjata oleh puluhan orang
pengawal. "Twako..... kau.....terluka....?" Sambil mengamuk dengan pedangnya, Liu Bwee
bertanya. "Tidak apa.... mati pun aku rela.... pusaka telah diselamatkan......." kata Ouw
Sian Kok. "Tapi...... tapi anakku....." Dia tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena
harus menghadapi pengeroyokan banyak pengawal.
Sementara itu di dalam istana juga terjadi pertempuran yang mati-matian dan
hebat sekli. The Kwat Lin yang melihat datangnya bala bantuan yang dipimpin
sendiri oleh Ouwyang Cin Cu, setelah melihat bahwa dua orang pengacau itu
terkepung ketat, lalu teringat akan pusaka yang tadi dibawa Swat Hong. Dia
teringat pula akan puteranya yang sudah tidur di kamarnya, maka cepat dia
meninggalkan tempat pertempuran untuk memeriksa pusaka dan puteranya.
Dilihatnya Bu Ong masih tidur nyenyak dan terjaga, maka dia cepat lari ke dalam
kamarnya sendiri. Seperti telah diduganya, para penjaga sebanyak lima orang yang
berada di kamarnya tewas semua dan keadaan kamarnya rusak dan kacau. Sekali saja
Pangeran Perkasa 5 Pendekar Bloon 7 Neraka Neraka Guci Setan 3
^