Pencarian

Manusia Setengah Dewa 3

Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo Bagian 3


itu pun sama sekali bukan urusan kita." Kau keliru, Sumoi. Urusan Ayah Bundamu memang merupakan
urusan pribadi mereka. Akan tetapi urusan orang-orang terhukum adalah urusan
umum, urusan kita juga. Aku merasa tidak senang sekali dengan adanya peraturan
itu. Aku akan berusaha untuk mengingatkan Suhu...."
"Tapi Ayah seorang Raja, Suheng!"
"Raja pun manusia juga."
"Tapi Raja hanyalah menjalankan hukum yang berlaku, Suheng."
"Hukum pun buatan manusia. Benda Mati!"
Tiba-tiba terdengar suara tambur dipukul. Sejenak dua orang muda-mudi itu
memperhatikan dan wajah Sin Liong menjadi muram. "Nah, ada lagi sidang
pengadilan yang akan menjatuhkan hukuman. Entah siapa lagi sekarang yang
melakukan pelanggaran. Mari kita lihat, Suheng!" Sin Liong digandeng tangannya
oleh Swat Hong yang menariknya ke arah bangunan di samping
istana, bangunan yang dijadikan ruang sidang pengadilan di mana dijatuhkan
hukuman terhadap mereka yang melakukan pelanggaran-pelanggaran. Ketika mereka tiba di
situ, banyak sudah penghuni Pulau Es yang menonton diluar ruangan, dan tentu saja dua
orang muda-mudi itu mudah untuk memasuki ruang sidang dan duduk di atas kursi yang
berderet di pinggiran. Ruangan itu luas sekali, lantainya halus dan bersih. Isi ruang hanyalah sebuah
meja panjang dan di belakang meja panjang ini terdapat lima buah kursi dan di
kanan kiri, di pinggir juga terdapat kursi-kursi, sedangkan di depan meja, di
bagian tengah tetap kosong. Pada saat Sin Liong dan Swat Hong tiba di ruangan
itu, di belakang meja telah duduk hakim, yaitu seorang kakek tua keluarga
kerajaan yang biasa bertugas sebagai hakim, sedangkan di sebelah
kanannya, di kursi kebesaran, tampak duduk Han Ti Ong sendiri bersama
permaisurinya. Hal ini merupakan keanehan karena biasanya raja hanya datang
tanpa permaisurinya dan duduk bersama dengan para pangeran lain. Agaknya
permaisuri Raja Han Ti Ong sekarang ini ingin pula melihat pengadilan dilakukan
di Pulau Es. Para pesakitan yang sudah berlutut di depan meja, di atas lantai, hanya tiga
orang. Seorang laki-laki tinggi besar penuh brewok yang matanya lebar dan gerak-
geriknya kasar, seorang laki-laki muda yang tampan dan seorang wanita yang
usianya empat puluhan, namun masih
cantik dan wanita ini berlutut di samping laki-laki muda yang kelihatan
ketakutan, tidak seperti laki-laki tinggi besar dan Si Wanita yang kelihatan
tenang-tenang saja. Dengan suara lantang jaksa penuntut membacakan tuntutan kepada laki-laki tinggi
besar yang sudah berlutut ke depan setelah namanya dipanggil, yaitu Bouw Tang
Kui. Bouw Tang Kui telah berkali-kali diperingatkan karena sikapnya yang kasar, suka
menggunakan kepandaian menghina yang lemah dan suka mencuri. Terakhir ditangkap
karena melakukan pencurian,mengambil batu hijau mustika penyedot racun ular
milik orang lain. Karena kejahatanya.membahayakan Pulau Es, dapat menimbulkan
kekacauan dan permusuhan, maka hukuman yang paling berat patut dijatuhkan atas dirinya, selain
untuk memberantas kejahatan dari permukaan pulau juga sebagai contoh kepada
semua penghuni pulau." Hening sejenak, kemudian terdengar suara hakim tua yang lemah dan agak gemetar,
"Bouw Tang Kui, kau sudah mendengar tuduhan atas dirimu. Kau diperkenankan
membela diri." Bouw Tang Kui yang berlutut itu memberi hormat kepada raja, kemudian dengan
suaranya yang kasar dan nyaring berkata,"Hamba mengaku telah melakukan perbuatan itu
karena hamba ingin memiliki mustika batu hijau. Hamba telah menerima banyak budi
dari Sri baginda, kalau sekarang dianggap berdosa, hamba siap menerima segala macam
hukuman yang dijatuhkan kepada hamba." Hakim berfikir sejenak, kemudian sambil mengetok
meja dia berkata, "Pengadilan memutuskan hukuman buang ke Pulau Neraka kepada
Bouw Tang Kui." Suasana menjadi hening. Keputusan hukuman ini merupakan yang lebih hebat dari
pada penggal kepala. Banyak di antara mereka yang mendengarkan, menahan nafas dengan
muka pucat, ada yang menaruh hati kasihan kepada Bouw Tang Kui. Akan tetapi pesakitan
itu sendiri setelah memandang kepada raja, lalu berkata, suaranya penuh pahit getir,
"Hukuman apa pun bagi hamba tidak terasa berat, yang terasa berat adalah bahwa
hamba dipaksa untuk memusuhi Pulau Es yang hamba cintai!" "Jadi engkau menerima
keputusan hukuman?" hakim bertanya.
"Hamba mene...."
"Nanti dulu!!" tiba-tiba terdengar suara nyaring dan Han Ti Ong sendiri
mengangkat muka memandang tajam ketika melihat Sin Liong telah berdiri dari
kursinya dan mengeluarkan
seruan itu. "Harap Suhu dan para Cu-wi sekalian maafkan saya. Akan tetapi
pesakitan berhak untuk dibela dan saya hendak membelanya.
Saudara Bouw Tang Kui ini dianggap berdosa dan memang dia telah melakukan
pelanggaran. Akan tetapi patutkah kalau kesalahannya itu lalu dijadikan tanda bahwa dia
seorang jahat yang tidak bisa diampuni lagi" Saya hendak bertanya, siapakah di
antara Cu-wi sekalian yang tidak pernah melakukan kesalahan?"
"Semua manusia pasti pernah melakukan kesalahan dan karena kita semua manusia,
maka kita pun tentu pernah melakukan kesalahan. Siapakah yang mau kalau
kesalahan yang dilakukannya itu lalu dijadikan tanda bahwa selamanya dia akan bersalah atau
berdosa, dan patut dihukum tanpa ampun lagi" Kesalahan yang dilakukan oleh Bouw
Tang Kui adalah sebuah penyelewengan biasa yang dilakukan oleh manusia yang berbatin lemah.
Manusia yang berbatin lemah dan melakukan penyelewengan sama saja dengan seorang yang
sedang menderita semacam penyakit, hanya bedanya, yang sakit bukan tubuhnya melainkan
hatinya. Akan tetapi, setiap orang sakit bisa sembuh! Maka, menghukumnya dengan hukuman
keji itu sama dengan membunuhnya!"
Hening sekali keadaan di situ setelah pemuda tanggung ini mengeluarkan
pembelaanya. "Akan tetapi di sini sudah diadakan hukum sejak ratusan tahun dan kita semua
harus tunduk kepada hukum!" kata Han Ti Ong ketika melihat betapa hakim ragu-
ragu untuk menjawab. Dia maklum bahwa Sin Liong disuka banyak orang di situ, dan selain ini, agaknya para pejabat itu juga sungkan
mendebat karena pemuda itu adalah murid raja. Karena inilah maka Han Ti Ong
sendiri yang mengeluarkan suara membantah.
"Harap Suhu memaafkan teecu kalau teecu terpaksa mendebat. Saudara Bouw
melanggar hukum yang dianggap berdosa, lalu menurut hukum harus dibuang ke Pulau
Neraka. Dari manakah timbulnya pelanggaran yang disebut dosa" Kalau tidak ada hukum, mana
mungkin ada dosa" Kalau tidak ada larangan, mana mungkin ada pelanggaran" Hukumlah yang
menciptakan dosa dan pelanggaran, hukum adalah keji karena hukuman yang
dijatuhkan sebetulnya lebih kotor daripada dosa itu sendiri! Kalau dia dianggap bersalah
lalu dibuang ke Pulau Neraka, bukankah hal itu membuat dia menjadi makin jahat
dan mendendam" Andaikata seorang penderita sakit, penyakitnya menjadi makin parah! Apakah
hukuman.pembuangan ke Pulau Neraka itu akan menginsafkannya" Suhu, sudah
berkali-kali teecu menyatakan bahwa hukuman seperti ini tidak patutu dilakuakan di Lebih baik
menuntut mereka yang tersesat agar kembali ke jalan benar dari pada menghukum
mereka dengan kekerasan yang akan membuat meraka menjadi lebih jahat lagi."
Kwat Sin Liong, kau tak berhak untuk mencela hukum yang sudah menjadi tradisi
kami! Hakim, lanjutkan persidangan dan pembelaan yang dilakukan atas diri Bouw Tang
Kui tidak dapat diterima!" bentak Han Ti Ong yang merasa tersinggung juga
mendengar betapa peraturan yang dijunjung tinggi selam ratusan tahun oleh nenek moyangnya itu
kini disangkal dan dicela oleh seorang bocah yang menjadi muridnya!
Sin Liong menghela nafas dan terpaksa dia duduk kembali.
"Ssttt, kau terlampau berani...." Swat Hong berbisik.
"Hemmm... tiada gunanya...." Sin Liong balas berbisik.
Suara jaksa yang lantang sudah memanggil nama dua orang pesakitan yang lain,
laki-laki tampan dan wanita cantik itu. Mereka maju dan berlutut di depan
pengadilan. "Sia Gin Hwa dan Lu Kiat telah ditangkap karena melakukan perjinaan. Karena Sin
Gin Hwa telah menjadi istri syah dari Ji Hoat, maka perbuatan itu merupakan
perbuatan hina yang hamat berdosa, melanggar larangan keras yang telah disyahkan
hukum. Karena itu, tidak ada pengampunan baginya dan mohon pengadilan
menjatuhkan hukuman terberat kepadanya.
Adapun Lu Kiat, biarpun masih muda dan belum beristri, namun dia telah berjinah
dengan istri orang, maka dia pun harus dijatuhi hukuman yang layak. Kemudian
terserah kepada hakim."
Wanita itu menundukan mukanya yang menjadi merah sekali ketika mendengar suara
mengejek dari mereka yang menonton di luar ruangan sidang, akan tetapi sikapnya
masih tenang-tenang saja. Adapun Lu Kiat, pemuda itu menjadi pucat wajahnya, akan
tetapi dia juga menundukan mukanya, kelihatan gelisah sekali.
"Pengadilan memutuskan hukuman buang ke Pulau Neraka kepada Sia Gin Hwa dan
hukuman rangket seratus kali kepada Lu Kiat!"
"Hamba tidak menerima!" Tiba-tiba Sia Gin Hwa berteriak. "Yang melakukan
perjinaan adalah hamba berdua, maka kalau dibuang pun harus hamba berdua!"
"Tidak, hamba menerima hukuman rangket seratus kali!" teriak pula Lu kiat.
"Laki-laki apa kau ini" Ketika merayuku, kau berjanji akan bersama-sama
menderita andaikata dibuang ke Pulau Neraka!" Sia Gin Hwa memaki dan terjadilah
ribut mulut antara mereka. "Diam!!"
Teriakan menggetarkan dari Han Ti Ong membuat mereka berdiri menjatuhkan diri
mohon pengampunan. "Karena kalian melakukan perbuatan yang memalukan sekali, menodakan nama baik
Pulau Es, maka sepatutnya kalian berdua sama-sama dibuang ke Pulau Neraka!" kata
Raja itu dengan suara tenang namun penuh wibawa. Sia Gin Hwa memegang tangan
kekasihnya dan menangis sambil menciumi tangan itu, akan tetapi wajah Lu Kiat menjadi makin pucat.
Kembali Sin Liong bangkit berdiri. "Maaf, Suhu. Teecu terpaksa membantah lagi!
Mereka memang telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum yang ada, akan
tetapi apakah perbuatan mereka itu sudah demikian jahatnya maka sampai mereka dihukum buang"
Teecu kira di balik perbuatan mereka itu tentu ada sebab dan alasannya. Mereka menjadi
korban nafsu, akan tetapi kalau seoarang istri sampai melakukan penyelewengan,
tentu pihak suami juga ada kesalahannya. Tidak perlukah diselidiki mengapa
wanita ini yang telah bersuami sampai berjina dengan pria lain" Mengapa dia
sampai tidak dapat menahan dorongan nafsu berahi"
Tentu ada sebab-sebabnya."." Sin Liong, engkau seorang bocah belum dewasa, tahu
apa tentang nafsu berahi?" bentak gurunya, agak
tertegun juga karena dia mendapatkan kebenaran tersembunyi di balik bantahan
muridnya itu. Terdengar suara ketawa ditahan di sana-sini, bahkan permaisuri sendiri menahan
senyumnya. "Teecu...teecu...mengerti dari kitab...."
"Pembelaan seorang anak yang belum dewasa terhadap perjinaan yang dilakukan
orang dewasa tidak dapat diterima. Laksanakan hukumannya dan buang mereka
bertiga sekarang juga ke Pulau Neraka!" kata Han Ti Ong.
Persidangan dibubarkan dan tiga orang pesakitan itu lalu digiring keluar untuk
dilaksanakan hukuman atas diri mereka, yaitu dibuang ke Pulau Neraka, hukuman
yang paling mengerikan dan paling di takuti oleh semua penghuni Pulau Es karena
mereka semua tahu bahwa di
buang ke Pulau Neraka berarti hidup tersiksa dan sengsara, lebih hebat dari
kematian! Peristiwa seperti inilah yang membuat hati Sin Liong memberontak. Dia amat cinta
dan kagum kepada suhunya, akan tetapi peraturan hukum di Pulau Es ini
dianggapnya terlalu kejam.
Sebaliknya, Han Ti Ong yang maklum akan kekecewaan hati muridnya yang dia kagumi
dan cinta, berusaha menyenangkan hati muridnya itu dengan menurunkan ilmu-ilmu
simpanannya sehingga dalam waktu setahun lagi saja ilmu kepandaian pemuda yang
berusia lima belas tahun itu menjadi makin hebat. Boleh dibilang dialah orang satu-satunya yang
menjadi pewaris ilmu-ilmu Pulau Es. Biarpun Permaisuri juga mewarisi banyak ilmu dahsyat
namun dibandingkan dengan Sin Liong dia kalah bakat sehingga kalah sempurna
gerakannya, apa lagi dalam hal tenaga sinkang dia kalah jauh. Hal ini adalah
karena Sin Liong adalah seorang yang pada dasarnya memiliki batin kuat dan tidak
pernah terseret oleh nafsu, sebaliknya The Kwat Lin adalah seorang wanita yang
dibangkitkan nafsunya semenjak dia diperkosa oleh Pat-jiu Kai-ong.
JILID 5 Dan pada suatu hari terjadilah suatu hal yang sudah lama diduga-duga akan
terjadi hal yang menjadi akibat daripada keadaan yang ditekan-tekan di dalam
istana yang dimulai dengan masuknya The Kwat Lin yang kini telah menjadi
permaisuri itu ke Pulau Es. Pagi hari itu, Sin Liong tengah duduk seorang diri
di tempat yang menjadi tempat kesukaannya bersama Swat Hong, yaitu di tepi
pantai yang paling sunyi, pantai yang tak pernah tertutup salju karena pasir
berwana putih yang terjadi dari pecahan batu karang dan segala macam kulit
kerang dan kepompong itu seolah-olah selalu mengeluarkan hawa hangat. Selagi dia duduk
termenung itu terdengarlah olehnya suara tabur dipukul gencar, tanda bahwa pagi
hari itu diadakan persidangan pengadilan yang amat penting, sidang yang diadakan
kurang lebih tiga bulan semenjak tiga orang pesakitan terakhir itu di buang ke
Pulau Neraka. Suara tambur itu seolah-olah menghantami isi dada Sin Liong, karena suara itu
suara yang paling tidak disukainya, suara yang menandakan bahwa akan ada orang lagi yang dihukum!
Maka dia tidak bergerak, mengambil keputusan tidak akan menonton karena menonton berarti hanya
akan menghadapi hal yang menyakitkan hatinya. Akan tetapi dia meloncat bangun ketika mendengar suara
panggilan Swat Hong, suara panggilan yang lain dari biasanya karena suara dara itu
mengandung isak tangis yang mengejutkan.
"Kwa-suheng...!!"
Sin liong terkejut melihat dara itu berlari-lari kepadanya sambil menangis dan
dengan wajah yang pucat sekali.
"Ada apakah, Sumoi?" tegurnya sebelum dara itu tiba di depannya.
"Suheng..., celaka... Ibuku..."Biarpun hatinya berdebar penuh kaget dan kejut,
Sin Liong bersikap tenang ketika di memegang kedua pundak Sumoinya dan bertanya,
"Ada apakah dengan Ibumu" Tenanglah, Sumoi."."Swat Hong menahan isaknya.
"Mereka... mereka menangkap Ibuku dan membawanya ke sidang pengadilan..."
Sin Liong mengerutkan alisnya. Sudah keterlaluan ini, pikirnya. Rasa penasaran
membuat dia berlaku agak kasar. Digandengnya tangan Sumoinya, ditariknya dara
itu dan dia berkata , "Mari kita lihat!" Ketika dua orang itu tiba di ruangan pengadilan, mereka
mendapat kenyataan bahwa keadaan berlainan sekali dengan sidang pengadilan yang


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah-sudah karena suasana amat sunyi. Tidak ada seorang pun diperbolehkan mendekati ruangan
pengadilan, bahkan ketika Sin liong dan Swat Hong tiba disitu, mereka dihadang
oleh beberapa orang penjaga, "Maaf, atas perintah Sribaginda, tidak ada yang boleh
memasuki ruang sidang pengadilan hari ini." Kata mereka.
Dengan kedua tangan di kepal, Swat Hong melompat maju, matanya melotot dan
mukanya merah sekali, "Apa kalian bilang" Kalian berani melarang aku memasuki ruangan"
Apakah kalian sudah bosan hidup?" Sin Liong cepat memegang lengan sumoinya
karena dia maklum bahwa kalau sumoinya ini sudah marah, tentu akan hebat
akibatnya. Juga para penjaga itu mundur ketakutan karena mereka mengerti betapa
lihainya Sang Puteri ini.
"Harap Saudara sekalian melaporkan kepada atasan Saudara bahwa kami akan
memasuki ruang sidang," kata Sin Liong dengan tenang kepada para penjaga.
"Akan tetapi kami hanya mentaati perintah. Bagaimana kami berani melanggar?"
jawab kepala penjaga dengan muka bingung.
"Aku tahu. Ibuku yang diadili, Bukan" Nah, dengar kalian! Apa pun yang akan
terjadi dengan ibuku, aku harus hadir, kalau perlu aku akan bunuh kalian semua
agar dapat masuk!" Kembali Swat Hong membentak. "Saudara sekalian harap mundur
dan biarkan kami masuk. Akibatnya biarkan kami berdua yang
menanggungnya,"kembali Sin Liong berkata dan keduanya
memaksa masuk. Para penjaga tidak ada yang berani melarang akan tetapi mereka
cepat- cepat lari untuk melapor kedalam. Han Ti Ong mengerutkan alisnya ketika melihat
Sin Liong dan Swat Hong memasuki ruang sidang, akan tetapi dia hanya mengangguk
kepada para penjaga yang kebingungan. Hal ini melegakan hati para penjaga dan mereka cepat-
cepat meninggalkan ruangan itu untuk menjaga di luar, karena mereka pun tidak boleh
mendengarkan sidang yang sedang mengadili isteri raja! Dapat dibayangkan betapa
hancur hati Swat Hong melihat ibunya dengan tenang berlutut di depan meja
pengadilan bersama seorang laki-laki muda yang berpakaian sebagai pelayan dalam istana. Hatinya
menduga dan dia merasa ngeri karena melihat ibunya dan pemuda itu berlutut di
situ, dia seolah-olah melihat Sia Gin Hwa dan Lu Kiat, dua orang pesakitan yang
saling berjinah itu! Akan tetapi dia tidak percaya! Tak mungkin ibunya...! Akan
tetapi dia menjadi lemas dan menurut saja ketika Sin Liong menariknya dan
mengajaknya duduk dideretan kursi pinggiran yang sekali ini sama sekali kosong.
Di belakang meja panjang hanya duduk jaksa, hakim, Raja Han Ti Ong ,
permaisurinya, dan Han Bu Ong, bocah berusia delapan tahun yang mengenakan
pakaian indah dan duduk dengan agungnya di dekat ibunya, matanya memandang kearah Sin
Liong dan Swat Hong dengan angkuh. Kemudian terdengarlah suara nyaring Sang Jaksa,
suara yang bagi telinga Swat Hong terdengar seperti sambaran pedang yang
menusuk-nusuk hatinya dan bagi Sin Liong seperti guntur di tengah hari! "Liu
Bwee, sebagai bekas istri Sribaginda, dari seorang anak nelayan biasa menjadi
seorang mulia terhormat, ternyata membalas budi
Sribaginda dengan aib dan noda yang hina, telah ditangkap karena melakukan
perjinahan dengan seorang pelayan muda. Dosa ini amat besar karena selain menimbulkan aib
dan malu kepada Sribaginda, juga kalau diketahui dunia luar akan mencemarkan
nama Kerajaan Pulau Es. Oleh karena itu, sepatutnya dia dijatuhi hukuman yang seberat
mungkin."."Bohong...! Ibu tidak mungkin...." Swat Hong menjerit dan hendak
melompat maju menyerang jaksa yang berani mengeluarkan ucapan menuduh ibunya
seperti itu akan tetapi Sin Liong menangkap
lengannya untuk mencegah sumionya bergerak.
"Swat Hong! Berani engkau kurang ajar di depan Ayah?" Terdengar Han Ti Ong
membentak dengan penuh wibawa.
"Ayah, tuduhan itu fitnah belaka! Tidak mungkin ibu melakukan hal yang kotor
itu. Mana buktinya" Siapa saksinya?" kembali Swat Hong menjerit-jerit.
"Hong-ji, jangan begitu. Ibumu tidak berdosa, akan tetapi kita harus. tunduk
kepada peraturan dan hukum, anakku.Tenanglah." Ucapan ini keluar dari mulut Liu
Bwee yang menoleh kearah Swat Hong, suaranya lirih dan jelas, namun mengandung
kedukaan yang merobek hati.
"Liu Bwee, engkau telah mendengar tuduhan atas dirimu. Apakah pembelaanmu?"
terdengar suara hakim tua itu dengan halus dan lirih seperti biasanya, namun
penuh wibawa karena dalam sidang ini, dialah orang yang paling kuasa.
"Saya tidakakan membela diri, hanya seperti dikatakan anakku tadi, agar tidak
mendatangkan penasaran, harap suka disebutkan siapa saksinya dan apa buktinya
yang memperkuat tuduhan terhadap diriku," kata Liu Bwee dengan tenang dan suara
halus. Jaksa yang termasuk orang di antara anggauta keluarga raja yang tidak senang
kepada Liu Bwee karena dia dahulupun mengharapkan agar Han Ti Ong memilih anak
perempuannya, segera berkata lantang, "Buktinya" Engkau ditangkap ketika berada di dalam kamar
dengan A Kiu, padahal dia bukanlah pelayanmu. Apalagi yang kalian kerjakan kalau
bukan berjinah" Seorang wanita dan seorang laki-laki yang tidak ada hubungan apa-apa berada di
dalam kamar berdua saja! selain itu, perjinahan kalian juga telah ada yang
menyaksikan." Wajah Swat Hong sebentar pucat dan sebentar merah. Tak dapat dia menahan
kemarahanya. Ibunya dituduh berjinah dengan seorang pelayan!
"Bohong! itu bukan bukti!! Kalau memang ada yang menyaksikan, hayo siapa yang
menyaksikan?" teriaknya, tidak memperdulikan cegahan Sin Liong yang masih
memegang lengannya karena khawatir kalau-kalau dara ini mengamuk.
"Akulah saksinya!" tiba-tiba terdengar suara kecil merdu dan Han Bu Hong telah
bangkit berdiri dengan sikap menantang. Mulut anak ini tersenyum mengejek dan
matanya bersinar-sinar. "Enci Hong, akulah yang telah melihat ibumu dan pelayan
itu di atas ranjang...."
"Ssssttt, diam...!" Permaesuri menarik puteranya. Akan tetapi hakim telah
berkata lagi, "Sudah terbukti kesalahan besar yang dilakukan Liu Bwee. Kesalahan
paling besar yang dapat dilakukan oleh seorang wanita..."
"Nanti dulu!" Dengan muka pucat sekali Swat Hong memotong kata-kata hakim.
"Tidak adil kalau begini! kita belum mendengar keterangan A Kiu. Hai, A Kiu, aku
percaya bahwa engkau seorang manusia yang menjujur kegagahan, tidak mungkin
seorang pria penghuni Pulau Es
Seperti engkau menjatuhkan fitnah sebagai seorang pengecut hina dina. Hayo
ceritakan sesungguhnya apa yang terjadi!" Suara Swat Hong ini nyaring sekali dan muka A
Kiu menjadi pucat, kepalanya makin menunduk. Suasana menjadi hening dan akhirnya
terpecah oleh suara Raja, "A Kiu, kau diperkenankan untuk bicara!"
Tubuh itu menggigil, muka yang tampan itu pucat sekali ketika diangkat memandang
Raja, kemudian melirik ke arah Liu Bwee yang masih bersikap tenang dan agung berlutut di
sebelahnya. Ketika dia melirik
ke arah Swat Hong yang berdiri dengan sikap angkuh memandang kepadanya, A Kiu
mengeluh lirih, kemudian menelungkup dan berkata dengan suara mengandung isak, "Hamba tidak
berdaya... hamba memang berada di kamar itu... tapi... tidak seperti kesaksian Pangeran kecil...
hamba terpaksa karena..."."Berani kau mengatakan puteraku bohong?" Jeritan ini
keluar dari mulut permaisuri dan hawa pukulan
yang dahsyat sekali menyambar ketika permaisuri menggerakan tangan kirinya ke
arah A Kiu. "Dess...! Aungghh...!" Tubuh A Kiu terlempar bergulingan dan rebah tak bernyawa
lagi, dari mulut, hidung dan telinganya mengalir darah. Hebat sekali pukulan
jarak jauh yang di lakukan permaesuri itu, mengenai kepala A Kiu yang tentu saja
tidak kuat menahannya. Hakim dan jaksa saling pandang, sedangkan Raja menegur Permaesurinya, "Kau
terlalu lancang...." "Apakah aku harus diam saja kalau seorang rendah macam dia
menghina putera kita?" Permaesuri membantah dengan suara agak ketus. Raja diam
saja dan menarik nafas panjang. Dia merasa bingung dan berduka sekali harus
menghadapi perkara ini, lalu memberi isyarat kepada hakim sambil berkata,
"Lanjutkan." Hakim menelan ludah beberapa kali, kemudian berkata lantang, " Saksi utama yang
mejadi pelaku perjinahan telah terbunuh karena berani menghina Pangeran. Akan
tetapi dia mengaku telah berada di kamar itu, maka sudah jelas dosa yang dilakukan oleh Liu
Bwee. Karena itu sudah adil kalau dia harus dijatuhi hukuman berat. Liu Bwee,
pengadilan memutuskan hukuman buang ke Pulau Neraka kepadamu!" "Ibuuuu..!!" Swat Hong
meronta dan melepaskan diri dari Sin Liong, meloncat dan menubruk ibunya.
"Sssst, tenanglah, Hong-ji...." ibunya terbisik dengan sikap masih tenang saja,
sungguhpun wajahnya kelihatan makin berduka.
"Tenang" Tidak! ibu tidak boleh dihina sampai begini!" Swat Hong lalu bangkit
berdiri, menghadapi ayahnya dan berkata lantang, "ibuku telah dijatuhi hukuman
tanpa bukti dan saksi yang jelas. Akan tetapi keputusan telah dijatuhkan dan
saya tidak rela melihat ibu dibuang ke Pulau Neraka. Saya sebagai anak
tunggalnya, yang takkan mampu membalas
budinya dengan nyawa, saya yang akan mewakilinya, memikul hukuman itu. Saya yang
akan mejadi penggantinya ke Pulau Neraka, maka harap Sribaginda bersikap bijaksana,
membiarkan ibu yang sudah mulai tua ini menghabiskan usianya di Pulau Es. Ibu,
selamat tinggal!" "Hong-ji...!" ibunya memekik, akan tetapi Swat Hong sudah meloncat dan lari
keluar dari tempat itu dengan cepat.
Sin Liong memandang dengan alis berkerut. Tak disangkanya hal yang sudak
dikhawatirkannya akan terjadi, sesuatu yang tidak menyenangkan, suatu yang akan
meledak, ternyata sehebat ini. "Hong-ji... ah, Hong-ji, Anakku...!" Liu Bwee tak
dapat menahan lagi tanggisnya. Dia maklum bahwa untuk mengejar anaknya dia tidak
mungkin dapat karena kepandaian
puterinya itu sudah tinggi sekali, juga dia sebagai seorang pesakitan, tentu
saja tidak berani melanggar hukum dan lari dari tempat itu. "Aduh, anakku...
Swat Hong... Swat Hong... apa yang mereka lakukan atas dirimu...?" ibu yang
hancur hati ini meratap. Hakim menjadi bingung dan beberapa kali menoleh kearah Raja seolah-olah hedak
minta keputusan Han Ti Ong. Raja ini menggigit bibir, jengkel dan marah karena tak
disangkanya bahwa urusan akan berlarut-larut seperti ini. Ketika dia menerima
laporan tentang istri pertamanya, Liu Bwee, yang berjinah dengan seorang pelayan
muda, hatinya panas dan marah sekali. Akan tetapi dia masih hendak membawa perkara ini kepengadilan agar
diambil keputusan yang seadil-adilnya. Siapa mengira terjadi hal-hal yang tidak
menyenangkan hatinya. Permaisurinya membunuh pelayan muda, kemudian kini Swat Hong membela
ibunya, bahkan menggantikan ibunya "membuang diri" ke Pulau Neraka. maka kini,melihat
betapa hakim menjadi bingung dan minta keputusannya, dia memukulkan kepalan
kanan ke telapak kiri sambil berkata, " Sudahlah, sudahlah! Biar kupenuhi permintaan Swat Hong.
Anak yang keras kepala itu sudah menggantikan ibunya ke Pulau Neraka. Sudah
saja! Aku perkenankan Liu Bwe tinggal terus disini!"
Setelah berkata demikian, dia menggandeng tanggan Bu Ong dan permaisurinya,
bangkit berdiri dan hendak meninggalkan tempat yang tidak menyenangkan itu. Akan tetapi Liu Bwee
juga bangkit berdiri dan wanita ini berkata lantang, sambil menatap wajah suaminya dengan mata
tajam.."Biarpun anakku telah menebus dosa yang tidak kulakukan, dan aku telah
diperbolehkan tinggal di sini, akan tetapi apa artinya hidup disini bagiku
setelah anakku pergi ke Pulau Neraka" Tidak, aku tidak akan sudi tinggal di sini
lagi. Aku mulai saat ini tidak menganggap diriku sebagai penghuni Pulau Es. Aku
juga mau pergi dari sini!" Setelah berkata demikian, Liu Bwee lalu meloncat dan
pergi. Setelah dia bukan pesakitan lagi, setalah dia bukan terhukum, dia berani
pergi, bahkan dengan sikap tidak menghormat lagi kepada Raja yang pernah menjadi
suami dan pujaan hatinya selama bertahun-tahun itu. "Hmm, sesukamulah!' kata Han
Ti Ong perlahan dan dengan wajah muram raja ini memasuki istana bersama
permaisuri dan Pangeran Bu Ong. Sampai ruangan persidangan itu kosong dan mayat A Kiu dibawa pergi, Sin Liong
masih duduk di situ. Di dalam hatinya, dia merasa menyesal melihat sikap Raja
Han Ti Ong, gurunya yang di cintainya itu. Tahulah dia bahwa perubahan pada diri
gurunya itu terutama sekali terjadi karena hadirnya The Kwat Lin yang kini telah
menjadi permaisurinya. Diam-diam dia merasa menyesal sekali. Bukankah dia
sendiri yang dahulu minta kepada gurunya membawa
pendekar wanita Bu-tong-pai itu ke Pulau Es" Kini, wanita itu menjadi selir
gurunya, dan setelah The Kwat Lin menjadi permaisuri, kebahagiaan ibu Swat Hong
menjadi musna! Bahkan kini berekor seperti ini, dengan larinya Swat Hong menggantikan ibunya ke
Pulau Neraka sedang ibu dara itu sendiri pergi entah ke mana! Dialah, langsung
atau tidak bertanggung jawab. Akan tetapi, tidak mungkin dia menegur gurunya, Juga
permaisuri tidak dapat dipersalahkan. Betapapun juga, dia harus memperlihatkan
tanggung jawabnya atas kerusakan hidup Swat Hong dan ibunya. Kalau dia mendiamkan saja, seolah-olah dia
ikut pula persekutuan untuk merusak hidup ibu dan anak itu. "Pulau Neraka
kabarnya merupakan tempat berbahaya sekali. Aku harus menyusul Swat Hong dan
melindunginya." Demikian dia mangambil keputusan dalam hatinya dan dia tidak
lagi berpamit kepada gurunya karena
maklum gurunya sedang berada dala kedukan dan kepusingan. Pula, Sin Liong sudah
biasa meninggalkan pulau itu mencari tetumbuhan obat, maka kepergiannya dengan sebuah
perahu menunggalkan Pulau Es tidak ada yang menaruh curiga.
Dengan tenaganya yang amat kuat Sin Liong mendayung perahunya sehingga perahu
meluncur amat cepatnya menuju ke Pulau Neraka. Dia sudah tahu dimana letaknya
pulau itu, dari keterangan yang diperolehnya ketika dia bertanya-tanya kepada
para penghuni Pulau Es Bahkan diam-diam pernah pula seorang diri mendayung
perahu mendekati Pulau Neraka ini
akan tetapi hanya melihat dari jauh dan dia merasa ngeri sekali. Pulau itu dari
jauh tampak kehitaman seperti pulau yang pantas di huni oleh setan dan
iblis.Pantainya penuh dengan batu-batu karang yang runcing dan tajam, amat
berbahaya apalagi kalau ombak sedang besar.
Sama sekali tidak tampak ada penghuninya sehingga ketika itu Sin Liong menduga-
duga bahwa orang-orang buangan yang dibuang dari Pulau Es tentu telah tewas di jalan,
tentu tewas di atas pulau itu. Maka dia menentang keras dalam hatinya kalau
melihat di Pulau Es diadakan pengadilan dan diputusakan hukuman buang ke Pulau
Neraka, karena baginya, dibuang ke Pulau Neraka sama dengan menghadapi kematian yang mengerikan, baik di
dalam perjalanan menuju ke pulau itu atau setelah berasil mendarat. Dan kini
Swat Hong telah pergi ke Pulau Neraka mewakili ibunya! Dia kagum dan khwatir.
Kagum akan keberaniannya dan
kebaktian sumoinya terhadap ibunya, akan tetapi khawatir sekali akan keselamatan
sumoinya yang belum dewasa benar itu. Sumoinya baru berusia empat belas tahun!
Biarpun dia tahu bahwa ilmu kepandaian sumoinya sudah hebat dan cukup untuk
dipakai untuk menjaga diri, namaun betapapun juga sumoinya itu masih kanak-
kanak! Sin Liong sama sekali tidak ingat bahwa usianya sendiri hanya satu tahun
lebih tua dari pada usia Swat Hong!
Perjalanan dari Pulau Es ke Pulau Neraka melalui lautan yang penuh dengan
gumpalan- gumpalan es yang mengapung di permukaan laut, gumpalan es yang kadang-kadang


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebesar gunung dan celakalah kalau sampai perahu tertumpuk oleh gumpalan es menggunung
itu yang kadang-kadang bergerak, digerakkan oleh angin. Celaka pula kalau sampai
terjepit di antara dua gumpalan es yang begitu saling menempel tentu akan
melekat dan membuat perahu terjepit di tengah-tengah.
Akan tetapi, Sin Liong sudah banyak mendengar tentang ini maka dia tahu pula
caranya menghindarkan perahunya dan tidak mendekat gumpalan-gumpalan es yang berbahaya, melainkan
mencari jalan di celah-celah yang agak lebar. Kemudian dia tiba di daerah lautan yang penuh dengan ikan hiu.
Ratusan ikan hiu yang hanya tampak siripnya itu berenang di kanan kiri dan belakang perahunya.
Betapapun juga tinggi ilmunya, ngeri juga hati Sin Liong karena dia tahu bahwa sekali perahunya
terguling, kepandaianya tidak akan berguna banyak dalam melawan ratusan ikan buas itu di dalam air! Cepat ia
mengeluarkan bungkusan yang sudah dibawanya sebagai bekal, membuka bungkusan dan menaburkan sedikit
bubuk hitam di kanan.kiri, depan belakang perahunya. Tak lama kemudian, ikan-ikan hiu
itu pergi berenang pergi dengan cepat
seperti ketakutan setelah mencium bau bubukan hitam yang disebarkan oleh Sin
Liong. Pemuda ini sudah mendengar akan bahaya ikan-ikan buas, maka dia telah membawa
bekal racun bubukan hitam yang sering kali dipergunakan oleh para penghuni Pulau Es
untuk mengusir ikan-ikan buas di waktu mereka mencari ikan.
Beberapa jam kemudian, kembali dia menghadapi ancaman ikan-ikan kecil yang
banyak sekali jumlahnya, mungkin laksaan. Ikan-ikan besar ibu jari kaki, akan
tetapi keganasannya melebihi ikan hiu. Ikan-ikan ini bahkan berani menyerang
orang di atas perahu dengan jalan meloncat dan menggigit. Sekali mulut yang
penuh gigi runcing seperti gergaji itu mengenai tubuh, tentu sebagian daging dan
kulit terobek dan terbawa moncongnya! Apalagi kalau sampai orang
jatuh ke dalam air. Dalam waktu beberapa menit saja tentu sudah habis tinggal
tulangnya dikeroyok laksaan ikan buas ini. Kembali Sin Liong dengan cepat
menyebar obat bubuk hitam beracun itu dan ikan-ikan kecil itupun lari cerai
berai tidak berani lagi mendekati sampai perahu meluncur meninggalkan daerah
berbahaya itu. Setelah melalui perjalanan yang amat sulit akhirnya menjelang
senja, sampai juga perahu Sin Liong di pantai Pulau Neraka. Tetapi seperti
dugaannya, pulau itu memang mengerikan sekali. Hutan yang terdapat di pulau itu
amat besar dan liar, pohon-pohon aneh dan menghitam warnanya memenuhi hutan yang
kelihatannya sunyi dan mati. Namun, dibalik kesunyian itu Sin Liong merasakan
seolah-olah banyak mata mengamatinya dan maut tersembunyi disana-sini, siap
untuk mencengkram siapa pun yang berani mendarat!
Melihat keadaan pulau ini makin berdebar hati Sin Liong, penuh kekhawatiran
terhadap keselamatan Swat Hong. Apakah dara itu sudah berasil mendarat" Tentu Swat Hong
dapat mencapai pulau ini, karena dara itupun tahu jalan ke situ, dan mengerti pula
tempat-tempat berbahaya yang dilaluinya tadi sehingga seperti juga dia, tentu
Swat Hong telah membawa bekal obat pengusir ikan-ikan buas tadi dengan cukup.
Akan tetapi dia tidak melihat sebuah pun perahu di pantai Pulau Neraka. Apakah
ada penghuninya" Atau semua orang buangan telah mati terkena racun yang kabarnya
memenuhi pulau ini" Karena khawatir kemalaman sebelum dapat menemukan Swat Hong, Sin
Liong lalu meloncat ke darat dan menarik perahunya ke atas. Kemudian dia
membalik dan memasuki hutan. Baru saja dia berjalan beberapa langkah, terdengar suara berdengung-
dengung dan entah dari mana datangnya, tampak ratusan ekor lebah berwarna putih
menyambar-nyambar dan mengeroyoknya! Dari bau yang tercium olehnya, tahulah Sin Liong bahwa lebah-
lebah itu mengandung racun yang amat jahat maka tentu saja dia terkejut sekali!
Cepat dia lari dari tempat itu, namun lebah-lebah itu mengejar terus,
beterbangan sambil mengeluarkan suara berdengung-dengung yang mengerikan.
Sin Liong cepat menanggalkan jubah luarnya dan memutar jubah itu di sekeliling
tubuhnya. Dari putaran jubah ini menyambar angin dahsyat dan lebah-lebah itu terdorong
jauh oleh hawa yang menyambar dari putaran jubah.Sin Liong tidak tega untuk
membunuh lebah-lebah itu maka dia hanya menggunakan hawa putaran jubahnya untuk
mengusir. namun, binatang-binatang kecil itu hanya tidak mampu mendekati dan
menyerang tubuh Sin Liong, akan tetapi sama sekali tidak terusir, bahkan kini
makin banyak dan terbang mengelilingi Sin Liong dari jarak jauh sehingga tidak
terjangkau oleh hawa pukulan jubah. Melihat ini, Sin Liong kaget.
betapapun kuatnya tidak mungkin baginya untuk berdiri di situ sambil memutar
jubahnya semalam suntuk, bahkan selamanya sampai lebah-lebah itu terbang pergi! Lalu
teringatlah dia akan senjata yang paling ampuh. Api! Dengan tangan kiri terus
memutar jubah melindungi tubuhnya, Sin Liong lalu mengumpulkan daun kering dan
mencari batu yang keras. Dengan
pengerahan tenaganya, dia menggosok dua batu itu sehingga timbul percikan bunga
api yang membakar daun kering. Diambilnya sebatang ranting kering dan dibakarnya
ranting ini. Benar saja. Dengan ranting yang ujungnya menyala ini dipegang
tinggi di atas kepala, tidak ada lebah yang berani mendekatinya. Dia melanjutkan
perjalanan, dan terus menerus menyalakan api diujung ranting yang dikumpulkan
dan dibawanya. Dapat dibayangkan betapa ngeri hatinya ketika melihat banyak
sekali binatang berbisa di sepanjang jalan. Ular-ular kecil, kalajengking,
lebah-lebah dan sebangsanya merayap-rayap lari ketika dia datang dengan obor di
tangan. Untung dia membawa ranting bernyala. Semua binatang berbisa itu takut terhadap
api. Andaikata dia tidak membawa api tentu dia telah dikeroyok oleh binatang-binatang
kecil yang semuanya.berbisa itu, dari atas dan bawah! lebah-lebah itu terus
mengikutinya, akan tetapi dari jarak jauh, terbukti
dari suara yang berdengung-dengung itu masih terus berada di belakangnya. Tiba-
tiba terdengar suara bersuit panjang dan lebah-lebah itu beterbangan makin dekat,
kembali mengurungnya dan kelihatan seperti marah. Bahkan ada beberapa yang ekor yang
meluncur dekat sekali, akan tetapi menjauh lagi ketika Sin Liong menggunakan api di ujung
ranting untuk mengusirnya. Suitan terdengar berkali-kali dan lebah-lebah itu
makin marah dan mengamuk, juga tampak oleh Sin Liong betapa binatang kecil ainya yang banyak
terdapat di hutan itu mulai mendekatinya, namun masih takut-takut oleh api di
ujung ranting. "Siuuuttt..." tiba-tiba tampak benda hitam menyambar kearah ujung rantingnya.
Maklumlah Sin Liong bawa sambitan yang amat kuat itu bermaksud memadamkan api di
ujung ranting. Tentu saja dia tidak mau terjadi hal ini, maka cepat ia menari kebawah ranting
terbakar itu dan menggunakan tangan kirinya menyambar benda yang dilontarkan.
Kiranya segumpal tanah hitam! Mengertilah dia bahwa ada orang yang membokonginya dan orang itu
agaknya yang besuit-suit tadi. Suitan yang agaknya merupakan perintah kepada binatang-
binatang itu untuk mengeroyoknya!
"Hai i , Saudara penghuni Pulau Neraka! Harap jangan menyerang. Aku Kwa Sin
Liong datang dengan maksud baik! Aku hanya mau mencaru Sumoiku di sini!"
Hening sejenak. Suitan-suitan tidak terdengar lagi dan lebah-lebah itu kembali
menjauh, demikian ular, kelabang dan lain binatang kecil. Terdengar bunyi tampak
kaki menginjak daun-daun kering dan tak lama kemudian muncul ah belasan orang
yang bertelanjang kaki, berpakaian tidak karuan, bermuka menyeramkan itu kotor tidak terawat, mata
mereka merah dan bergerak liar seperti mata orang-orang gila. Dengan gerakan
perlahan, pandang mata penuh juriga, belasan orang itu menghampiri dan mengurung
Sin Liong. Pemuda itu tersenyum ramah, bersikap tenang dan mengangkat ranting menyala tinggi-tinggi
untuk memperhatikan wajah mereka.
"Harap Cuwi (Anda Sekalian) sudi memaafkan kedatanganku yang tiba-tiba ini. Akan
tetapi sungguhnya aku, Kwa Sin Liong, tidak berniat buruk terhadap Pulau Neraka
apalagi terhadap penghuninya. Aku datang untuk mencari sumoiku yang bernama Han
Swat Hong, yang mungkin sudah mendarat di pulau ini." Seorang di antara mereka, yang mukanya
penuh brewok sehingga yang tampak hanya matanya dan sedikit hidungnya, melangkah
maju dan menegur, suaranya parau dan kasar. "kau dari mana?" "Dari Pulau Es...."
Belasan orang itu mendengus dan kelihatan marah sekali. Si Brewok mengangkat
tinggi senjata golok besarnya dan membentak, "kalau begitu kau harus mampus!"
"Nanti dulu, harap Cuwi bersabar." Sin Liong cepat berseru dan mengangkat tangan
kirinya ke atas, "Aku bukan musuh dari Cuwi, sudah kukatakan bahwa aku datang
bukan untuk bermusuh, mengapa Cuwi hendak membunuhku?" Pada saat itu, muncul pula lima
orang, dan terdengar seruan heran dari seorang di antara mereka, yang bertubuh
tinggi besar, "Ehh, bukankah ini Kwa-kongcu dari Pulau Es?" Sin Liong memandang
dan merasa girang sekali ketika mengenal orang itu yang bukan lain adalah Bouw
Tang Kui, penghuni Pulau Es yang dihukum buang ke Pulau Neraka karena telah
mencuri batu mustika hijau! "Bouw-lopek!"
serunya girang. "Aku datang untuk mencari Swat Hong yang juga sudah dibuang ke
sini!" "Apa?"" Bouw Tang Kui berteriak, lalu berkata kepada Si Brewok yang agaknya
menjadi pemimpin rombongan itu. "Dia adalah seorang yang telah membelaku,
membela Lu Kiat dan Sia Gin Hwa ketika dijatuhi hukuman buang. Dia seorang
pemuda yang tak setuju dengan
hukum di Pulau Es, biarpun dia adalah murid Raja Han Ti Ong sendiri."
"Apa...?"" Mereka kelihatan terkejut mendengar ini. "Muridnya...?"
"Benar," jawab Bouw Tang Kui. "Dan kita bukanlah lawanya.".Si Brewok meragu.
"Kalau begitu, kita bawa dia kepada To-cu (Majikan Pulau)!"Bouw Tang Kui
melangkah maju. "Harap Kongcu menurut saja kami hadapkan kepada To-cu sehingga
Kongcu dapat bicara sendiri
dengannya." Sin Liong mengangguk. Memang menghadapi orang-orang kasar ini akan
berbahaya sekali karena mereka sukar diajak bicara. Kalau dia dapat bicara
dengan Majikan Pulau yang tentu merupakan tokoh yang paling pandai, dia akan
dapat minta keterangan apakah Swat Hong telah berada di pulau itu. Dia mengangguk dan beberapa orang
penghuni Pulau Neraka lalu menyalakan obor. Sin Liong sendiri membuang
rantingnya, mengenakan lagi jubahnya dan mengikuti rombongan belasan orang itu memasuki hutan. Di
sepanjang jalan dia melihat tempat-tempat berbahaya, lumpur-lumpur yang tertutup rumput
tinggi, pasir-pasir berpusing yang dapat menyedot apa saja yang menginjaknya, pohon-
pohon yang aneh dengan buah-buah yang kelihatan lezat namun dari baunya dia tahu
bahwa buah itu mengandung racun jahat, dan lain-lain. Benar-benar pulau yang amat aneh dan
berbahaya, fikirnya. Pantas kalau disebut Pualu Neraka, dan diam-diam dia
mencela kekejaman Kerajaan Pulau Es yang membuang orang-orang bersalah ke tempat
seperti ini. Dari keadaan orang-orang yang menangkapnya ini, hanya Bouw Tang Kui
seorang yang kelihatan masih normal.
Hal ini mungkin karena raksaksa ini baru beberapa bulan saja dibuang ke sini,
sedangkan yang lain-lain, biarpun dapat mempertahankan hidupnya, namun telah
berubah menjadi orang-orang liar yang agaknya telah berubah pula watak dan
ingatanya! Dan selain menjadi orang-orang yang tidak normal agaknya mereka telah
menguasai ilmu yang dahsyat dan mengerikan, yaitu ilmu menguasai binatang-
binatang berbisa di pulau itu. Buktinya, biarpun meraka
berjalan di hutan penuh binatang berbisa itu tanpa sepatu tidak ada seekor pun
yang berani menyerang mereka.
Akhirnya dengan menggunakan ketajaman pandang mata dan penciuman hidungnya Sin
Liong maklum bahwa orang-orang ini telah menggunakan semacam obat yang agaknya
digosok- gosokan ke seluruh kaki mereka sehingga binatang itu menyingkir begitu mereka
mendekat. Tak disangkanya sama sekali, ketika mereka tiba di tengah jalan, di situ
terdapat tanah lapang yang luas dan tampak sebuah rumah besar, dikelilingi
pondok-pondok kayu sederhana.
lampu-lampu dinyalakan terang dan Sin Liong dibawa ke sebuah ruangan yang luas
di mana telah menanti ketua pulau itu yang disebut To-co (Majikan Pulau).
Ruangan itu luasanya lebih dari sepuluh meter persegi, dikelilingi banyak orang
yang memegang bermacam senjata dan yang sikapnya semua penuh curiga dan
permusuhan, kecuali Bouw Tang Kui, Sia Gin Hwa, Lu Kiat dan belasan orang lagi
yang belum lama dibuang kesitu sehingga mereka ini mengenal Sin Liong sebagai
murid Han Ti Ong yang selalu baik kepada mereka, bahkan banyak di antara mereka
yang pernah diobati oleh pemuda ini.
"Hayo berlutut di depan tocu!" kata Si Brewok sambil mendorong Sin Liong ke
depan. Akan tetapi Sin Liong dengan tenang berdiri di depan To-cu itu dan
memandang penuh perhatian.
Orang ini sudah tua, sedikitnya tentu ada enam puluh tahun usianya. Kepalanya
besar sekali, tubuhnya kurus kecil sehingga kelihatan lucu, seperti seekor singa
jantan yang duduk di kursi!
Sepasang matanya bersinar-sinar, mulutnya menyeringai. Sebetulnya wajahnya
tampan, akan tetapi karena sikapnya yang ganas itu membuat wajahnya kelihatan
menyeramkan dan menakutkan. Pakaiannya tidak seperti pakaian sebagian besar penghuni Pulau
Neraka yang butut, melainkan pakaian dari kain yang baru dan bersih. Kursinya
terbuat dari tulang-tulang berukir, dan di kedua lengan kursinya dihiasi dengan
rangka ular dengan moncongnya
ternganga lebar memperlihatkan gigi yang runcing melengkung. Di sebelah kana
ketua Pulau Neraka ini duduk seorang anak perempuan yang tadinya hampir membuat
Sin Liong salah kira. Anak itu usianya sebaya dengan Swat Hong, seorang anak perempuan yang cantik dan
tersenyum-senyum, sikapnya kelihatannya gembira dan mungkin karena sebaya maka
kelihatanya mirip dengan Swat Hong. Hampir saja Sin Liong tadi memanggilnya
ketika mula-mula memasuki ruangan. Ketika melihat betapa pemuda tawanan itu
memandangnnya penuh perhatian, anak perempuan itu tersenyum-senyum. Melihat Sin Liong tidak mau
berlutut di depannya, kakek itu memandang tajam, kemudia berkata berlahan,
suaranya rendah, "Hemmm, kau tidak mau berlutut, ya" Hendak kulihat kalau kedua lututmu patah,
kau berlutut atau tidak?" Berkata demikian, tiba-tiba tangan kakek itu menyambar
sebatang toya dari tangan seorang penjaga, menekuk toya itu sehingga patah
tengahnya dan sekali dia menggerakan tangan, sepasang potong toya itu menyambar ke arah kedua kaki Sin
Liong! Pemuda itu terkejut, akan tetapi bersikap tenang. Dia maklum bahwa ketua Pulau
Neraka itu bermagsud menggunakan lemparan tongkat untuk membikin sambungan lututnya terlepas. Maka
dia cepat menggerakan kedua kakinya, meloncat ke atas, kemudian setelah melihat kedua toya
berkelebat ke bawah.kaki dia menggunakan kedua kakinya menginjak. Sepasang
tongkat

Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pendek itu menancap di atas lantai dan
pemuda itu berdiri di atas kedua ujung tongkat dengan tubuh tegak dan bersikap
seolah-olah tak pernah terjadi sesuatu!
"Waduhhh, dia hebat sekali, kong-kong (Kakek)!" anak perempuan yang tadi
tersenyum-senyum itu besorak penuh kagum, padahal anak buah Pulau Neraka
memandang marah karena mengangap bahwa pemuda itu mengejek ketua mereka.
"Hebat apa! Permainan kanak-kanak seperti itu!" Kakek berkepala besar itu
mendengus marah. "Kong-kong juga bisa" Ajarkan aku kalau begitu!" anak prempuan
itu berkata dengan sikap dan suara manja.
"Hushh! Diamlah kau!" kakek itu membentak dan sejak tadi matanya tidak pernah
berpindah dari Sin Liong. Dibentak seperti itu, anak perempuan itu cemberut dan
mukanya merah, menahan tangis. Sin Liong merasa kasihan lalu meloncat turun dan berkata
menghibur, "Adik yang manis, jangan berduka. Biarlah kalau ada kesempatan aku
akan mengajarkannya kepadamu." Anak perempuan itu memandang Sin Liong dengan mata terbelalak,
kemudian lenyaplah kemuraman wajahnya yang manja menjadi berseri-seri kembali.
"Orang muda yang bersikap dan bermulut lancang! Siapa engkau yang mengandalkan
sedikit kepandaian untuk mengacau Pulau Neraka?" Kakek itu membentak, menahan
kemarahannya karena dia merasa direndahkan sekali ketika serangan sepasang
tongkatnya tadi gagal dan dihadapi oleh pemuda itu secara luar biasa.
Sin Liong cepat memberi hormat dengan menjura dalam-dalam, kemudian dia berkata
dengan suara tenang, "Harap To-cu suka memaafkan kedatanganku ke Pulau Neraka
ini. Seperti telah kukatakan kepada semua penghuni Pulau Neraka kedatanganku
sama sekali tidak mengandung niat buruk atau hendak bermusuhan. Aku bernama Kwa Sin Liong
dan ...." "Dia murid Han Ti Ong!" tiba-tiba Si Brewok berkata lantang.
Ucapan ini disambut dengan suara berisik dari semua oang yang berada di situ
karena mereka sudah menjadi marah sekali. Semua orang yuang berada disitu adalah
orang-orang buangan dari Pulau Es, semenjak raja pertama sehingga sudah tinggal
disitu selama tiga keturunan, ada orang buangan baru dan ada pula yang merupakan
turunan dari orang-orang buangan lama,
akan tetapi kesemuanuya mempunyai rasa benci dan dendam pada satu nama, yaitu
Pulau Es! Maka begitu mendengar pemuda tampan dan tenang ini adalah murid Han Ti Ong, raja
terakhir dari Pulau Es, dapat dibayangkan kemarahan hati mereka. Dengan pandang
mata mereka yang liar mereka hendak mencabik-cabik dan membunuh pemuda itu yang
dianggapnya seorang musuh besar, dan andaikata mereka itu tidak takut kepada
ketua mereka, tentu mereka telah menyerbu untuk melaksanakan niat yang terbayang dalam
pandang mata mereka itu. "Akan tetapi dia selalu menentang Han Ti Ong, menentang
pembuangan ke Pulau Neraka!" terdengar suara beberapa orang membela, yaitu suara
Bouw Tang Kui, Lu Kiat, Sia Gin Hwa dan beberapa orang buangan baru yang lain.
"Bunuh saja dia!"
"Seret murid Han Ti Ong!"
"Jadikan dia mangsa ular!"
Kakek bekepala besar itu mengangkat kedua lengannya ke atas dan membentak,
"Diam...!!" Sin Liong kembali terkejut. Ketika mengeluarkan suara bentakan tadi ketua Pulau
Neraka agaknya telah mengerahkan khikangnya sehingga dia sendiri yang berdiri di depan kakek
itu merasa betapa kedua kakinya tergetar! Mengertilah dia bahwa ketua Pulau Neraka ini benar-benar
memiliki ilmu kepandaian.tinggi dan tahulah dia bahwa dia telah memasuki sarang
naga dan berada dalam keadaan terancam. Namun
Sin Liong tidak merasa takut sedikitpun juga karena dia merasa bahwa dia tidak
melakukan suatu kesalahan terhadap mereka ini. Maka kembali dia menjura kepada
ketua Pulau Neraka sambil berkata, "To-cu, sekali lagi kujelaskan bahwa
kedatanganku ini sama sekali tidak mengandung niat buruk dan kalau tidak ada
perlu sekali pasti aku tidak akan berani
menginjakan kaki ke pulau ini. Aku datang untuk mencari Sumoiku yang bernama Han
Swat Hong puteri Suhu....." Sin Liong menghentikan kata-katanya karena teringat bahwa
dia telah kelepasan bicara, akan tetapi karena sudah terlanjur maka tak mungkin
kata-kata itu ditariknya kembali. "Putera Han Ti Ong...?"" Ketua Pulau Neraka berseru keras sekal i sampai
mengagetkan semua orang. "Kau mencari puteri Han Ti Ong di sini?"
Sin Liong berkata, "Benar, To-cu. Karena aku menduga bahwa dia berada di sini
maka aku menyusul ke sini."
"Tangkap puteri Han Ti Ong!"
"Bunuh dia!" "Gantung puterinya!"
Kini Sin Liong mengangkat kedua lengannya dan sambil menggerakan khikangnya dia
beseru, "Harap Cu-wi diam!" Dan diamlah semua orang. Di antara meraka yang memiliki
kepandaian tinggi, termasuk ketua Pulau Neraka, kagum sekali karena orang muda
yang belum dewasa benar ini ternyata memiliki kekuatan khikang yang amat hebat! "Harap Tocu tidak
salah sangka. Puteri Han Ti Ong itu juga menjadi orang buangan."
Ucapan Sin Liong ini tentu saja mengejutkan dan mengherankan hati semua orang
sehingga mereka tidak dapat mengeluarkan kata-kata melainkan hanya memandang
kepada SinLiong dengan mata terbelalak. "Kau bohong!" Kakek berkepala besar itu menghardik. "Mana mungkin Han Ti Ong
membuang puterinya sendiri ke Pulau Neraka?"
"Agaknya Tocu telah mengerti akan kerasnya peraturan hukum di Pulau Es, dan
sebetulnya yang dianggap melanggar hukum adalah istri suhu sendiri, istri tua,
yang aku yakin hanyalah karena fitnah belaka. Suhu telah menjatuhkan hukuman
kepada Subo, dan Sumoi lalu
mewakili ibunya untuk membuang diri ke Pulau Neraka, maka aku menyusul ke sini
untuk mengajaknya pulang ke Pulau Es." Tiba-tiba ketua Pulau Neraka tertawa bergelak,
tertawa penuh kegembiraan sampai kedua matanya mengeluarkan air mata! "Huah-ha-
ha-ha! Ha-ha-ha, betapa lucunya! Rasakan kau sekarang Han Ti Ong, Raja keparat!
Rasakan kau betapa perihnya orang tertimpa kesengsaraan karena keluarga berantakan. Ha-ha-ha!"
Semua orang yang melihat dan mendengar kata-kata ketua Pulau Neraka ini, kontan
tertawa-tawa semua, mentertawakan Raja Pulau Es! Biarpun mereka belum sempat
membalas dendam kepada Raja Pulau Es, mendengar nasib buruk Raja itu sudah merupakan
hiburan besar yang amat menyenangkan hati mereka. Hanya anak perempuan itu saja yang
tidak ikut tertawa karena dia agaknya tidak mengerti apa-apa, dan pada saat itu
dia hanya saling pandang dengan Sin Liong yang juga terheran-heran. "Hei, Kwat Sin Liong! Betapa
baiknya ceritamu, akan tetapi aku masih belum percaya kalau tidak melihat
sendiri peteri Han Ti Ong datang ke pulau ini. kita tunggu dan lihat saja.
Setelah aku melihat puteri Han Ti Ong berada di pulau ini, barulah kita akan
bicara lagi. Tangkap dia dan masukan dalam kamar tahanan sambil menanti
munculnya puteri Han Ti Ong!"
Si Brewok dan beberapa orang yang agaknya menjadi pembantu utama ketua Pulau
Neraka sudah melangkah menghampiri Sin Liong dengan sikap mengancam. Pemuda ini maklum bahwa
tidak ada jalan lain kecuali menyerah sambil menanti munculnya Sumoinya karena sebelum dia
bertemu degnan.Sumoinya, melawan hanya akan menimbulkan permusuhan yang tidak ada
artinya saja. Maka dia mengangkat kedua tangannya dan berkata, "Aku tidak akan melawan, kecuali kalau
kalian menggunakan kekerasan. Aku menyerah dan mau menanti di kamar tahanan
sampai Sumoiku muncul." Melihat sikap tenang dan ucapan yang berwibawa ini, belasan orang yang
mengurung Sin Liong dengan sikap mengancam tadi kelihatan ragu-ragu. Akan tetapi
Sin Long lalu melangkah ke depan dan berkata, "Marilah bawa aku ke kamar
tahanan." "Jangan ganggu dia, biar dia mengaso di kamar tahanan dan layani baik-baik
sampai puteri Han Ti Ong mucul. kalau dia membohong, hemm, baru kita akan
berpesta membunuhnya!"
Ketua Pulau Neraka berkata sambil terkekeh-kekeh karena hatinya senang sekali
mendengar betapa Han Ti Ong sampai membuang istrinya sendiri ke Pulau Neraka,
kemudian puterinya malah membuang diri ke Pulau Neraka. Biarpun dia belum
percaya benar akan cerita ini
sebelum dia menyaksikan buktinya, namun berita itu saja sudah mendatangkan rasa
senang di dalam hatinya. Dengan sikap gagah dan tenang sekali Sin Liong digiring ke dalam kamar tahanan,
di kuti oleh pandang mata penuh khawatir dari anak perempuan tadi. Setelah
rombongan itu lenyap, anak perempuan itu mencela ketua Pulau Neraka, "Kong-kong
kenapa dia ditahan" Dia luar biasa, berani dan pandai sekali!" "Hushh! Dia orang
Pulau Es, dia murid Han Ti Ong, karena itu dia adalah musuh kita. Mengerti?"
Anak perempuan itu cemberut, lalu meninggalkan kakek itu sambil bersungut-sungut
sedangkan kakeknya tertawa bergelak dengan hati senang. Dia lalu memberi isyarat
memanggil seorang kepercayaannya, lalu berbisik-bisik sambil tersenyum-senyum.
Pembantunya juga tertawa, mengangguk-anguk lalu pergi. Kakek ini, ketua Pualu
Neraka yang memiliki kepandaian tinggi, sama sekali tidak curiga kepada cucunya
sendiri, tidak tahu bahwa cucunya itu tadi menyelinap dan mendengarkan perintah
yang dia berikan kepada orang kepercayaannya.
Sin Liong adalah seorang pemuda yang tidak pernah mempunyai prasangka buruk
terhadap orang lain. Dia belum banyak mengenal kepalsuan watak manusia dan biarpun
terhadap orang-orang Pulau Neraka, dia tetap menaruh kepercayaan. Maka diapun percaya
penuh akan kata-kata ketua Pulau Neraka dan dengan suka rela dia menyerahkan
diri, tidak melawan ketika digiring memasuku kamar tahanan! Setelah berada di dalam kamar di bawah
tanah yang sempit itu, dengan jendela dan besi dari baja, dan ruji baja yang kuat
memenuhi jendela sebagai jalan hawa, dia segera duduk besila. Dia tak menaruh
khawatir akan keadaan dirinya, akan tetapi dia merasa gelisah mengapa sumoinya
belum tiba di Pulau Neraka" Dia percaya bahwa ketua Pulau Neraka tidak
membohonginya. Kalau benar bahwa Swat Hong telah
berada di Pulau Neraka, tentu tidak seperti ini sikap mereka terhadap dirinya.
Kalau begitu, jelas bahwa Sumoinya belum tiba di Pulau Neraka, padahal telah
berangkat lebih dahulu. Ke manakah perginya sumoinya itu" Tengah malam telah
lewat dan keadaan sunyi sekali dalam kamar tahanan itu. Tidak ada penjaga di
luar pintu atau jendela, akan tetapi dia tahu bahwa di pintu masuk lorong
tahanan itu terdapat beberapa orang penjaga yang selalu siap dengan senjata di
tangan. Tiba-tiba dia mendengar suara wanita yang marah-marah di sebelah luar
dan suara para penjaga ketakutan.
"Kalian berani melarangku masuk?" terdengar suara wanita itu.
"Nona, tahanan ini adalah orang penting! dan...."
"Dan kauanggap aku bukan orang penting" Kaukira aku mau apa" Aku mau mengejeknya
dan memakinya, dia adalah musuh besarku. Apakah kau berani melarangku" Coba kau
melarang dan aku akan mengatakan kepada Kong-kong bahwa kalian berani kurang ajar
kepadaku hendak menggodaku, aku mau melihat apakah kepala kalian masih akan menempel di
leher!" "Ah, tidak... bukan begitu...."
"Maafkan, Nona...."
"Silahkan masuk, silahkan;;;;"."Awas kalau ada yang mengikuti aku dan mengintai,
berarti dia mau kurang ajar dan akan kuberitahukan
kepada Kong-komg!" Sin Liong sudah menduga siapa wanita yang bicara di luar dan ribut-ribut dengan
para penjaga itu, akantetapi begitu dara itu muncul di bawah sinar lampu di luar
ruji jendelanya, hampir saja dia berteriak memanggil karena mengira bahwa Swat
Hong yang muncul itu. Di bawah
sinar lampu yang tidak begitu terang memang gadis cucu ketua Pualu Neraka ini
hampir sama dengan Swat Hong. Setelah melihat jelas bahwa yang datang adalah
cucu ketua Pulau Neraka dan mengingat akan kata-kata gadis ini di luar tadi
bahwa kedatangannya dengan niat
mengejek dan memakinya, Sin Liong tetap duduk bersila dan bahkan memejamkan
matanya, pura-pura tidur. "Ssssttt..." Sin Liong tidak menjawab, bergerak sedikitpun tidak. Perlu apa melayani seorang
bocah yang hanya datang hendak mengejek dan memakinya" Demikian pikirnya
sungguhpun hatinya terasa tidak enak juga harus mendiamkan saja orang yang susah payah datang
sampai ribut mulut dengan para penjaga. Tentu akan kecewa hatinya, pikir Sin
Liong dan diam-diam dia mengintai dari balik bulu matanya yang direnggangkanya
sedikit. "Pssstttt... kau tidak tidur, bulu matamu bergerak-gerak, jangan kautipu
aku...." anak perempuan itu berkata lagi dengan suara bisik-bisik dan
meruncingkan bibirnya di antara ruji-ruji jendela. Sin Liong menarik napas
panjang dan membuka matanya. "Hah, kau boleh mengejek dan memaki sesukamu,
kemudian pergilah agar aku dapat mengaso benar-benar,"
katanya. "Hi-hik!" Gadis itu menahan ketawanya, menutupi mulutnya yang kecil.
"Kiranya engkau sama bodohnya dengan para penjaga itu, percaya saja apa yang
kukatakan apa yang kukatakan di luar tadi!" Sin Liong bangkit berdiri dan
menghampiri jendela kamar tahanan.
Mereka saling berhadapan dan saling pandang melalui ruji-ruji jendela. "Apa yang
kaumaksudkan, Nona?" Mulut yang tersenyum itu kini cemberut dan terdengar
suaranya manja, "Kau tadi menyebutkan Adik yang manis. Mengapa sekarang menjadi
Nona" kau benar pandai mengecewakan hati orang!" Mau tidak mau Sin Liong
tersenyum. Bocah ini manja dan lincah, mengingatkan dia kepada Han Swat Hong.
Banyak persamaan antara kedua orang
perempuan itu. "Baiklah, Adik yang manis. sebenarnya, mau apa kau datang ke sini
kalau bukan untuk mengejek dan memaki aku yang dianggap musuh oleh kakekmu?"
"Aku datang untuk bercakap-cakap."
"Hemm, waktu dan tempatnya tidak tepat untuk bercakap-cakap. Aku adalah seorang
tahanan dan engkau adalah cucu To-cu di sini, tempat ini di kamar tahanan yang
kotor dan sempit dan sekarang sudah lewat tengah malam. Harap engkau kembali ke
kamarmu dan tidur yang nyenyak. jangan-jangan kau akan dimarahi Kong-kongmu."
"Aku tidak takut! Aku sengaja datang ke sini untuk bercakap-cakap denganmu.
Siapa berani melarangku?" Sikapnya menjadi galak, matanya bersinar-sinar dan Sin
Liong menarik napas panjang. Sejak lama dia memperoleh kenyataan betapa
ganjilnya watak wanita. Dia melihat watak-watak yang aneh dan sukar dimengerti
yang dilihatnya pada diri Sia Gin Hwa yang
menyeleweng dari suaminya, berjinah dengan Lu Kiat, pada diri Liu Bwee ibu Swat
Hong yang tadinya periang lalu berubah pemurung dan berhati begitu sabar dan
mengalah terhadap suaminya yang menyakitkan hatinya, pada diri The Kwat Lin yang juga amat berubah
setelah menjadi istri raja, pada diri Swat Hong yang telah nekad membuang diri
ke Pualu Neraka, dan kini dia berhadapan dengan seorang gadis yang juga berwatak
aneh sekali. "Baiklah, jangan marah karena tidak ada yang melarangmu di sini. Kalau kau ingin
bercakap-cakap, nah, bercakaplah dan aku akan mendengarkan." Gadis itu melongo. "Bercakap apa?".Diam-
diam Sin Liong merasa geli. Benar-benar seorang gadis yang masih seperti kanak-
kanak dan mungkin semua sikapnya tadi, ketika bergembira dan ketika marah, tidaklah
setulusnya hati maka demikian mudah berubah.


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bercakap apa saja sesukamu, misalnya siapa namamu, siapa pula nama Kong-kongmu
dan keadaan di pulau ini dan lain-lain."
Wajah itu berseri kembali, gembira setelah ingat bahwa sesungguhnya banyak
sekali bahan untuk dibicarakan. "Namaku Soan Cu, Ouw Soan Cu...."
"Namamu indah." Sin Liong memuji untuk menyenangkan hatinya. Dan memang hati
Soan Cu senang sekali mendengar pujian ini.
"Benarkah" Benarkah namaku indah?" Dengan penuh gairah dia lalu menceritakan
riwayatnya secara singkat.
Ketua atau Majikan Pulau Neraka itu bernama Ouw Kong Ek bukanlah seorang buangan
dari Pulau Es, melainkan keturunan orang buangan yang semenjak ratusan tahu menjadi
ketua di situ karena memiliki ilmu kepandaian tinggi. Kakek dari Ouw Kong Ek,
seorang buangan dari Pulau Es yang berilmu tinggi, adalah seorang pertama yang
menjadi "Ketua" di Pulau Neraka, kemudian menurunkan kedudukan ini kepada
anaknya sampai kepada Ouw Kong Ek. Ouw
Kong Ek sendiri mengambil seorang buangan dari Pulau Es, seorang bekas pelayan
permaisuri Raja Pulau Es yang dijatuhi hukuman buang karena fitnah dan
sesungguhnya dia tidak mau melayani seorang pangeran yang tergila-gila
kepadanya, menjadi istrinya mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Ouw
Sian Kok. Akan tetapi istrinya meninggal dunia ketika Ouw Sian Kok menikah
dengan seorang gadis Pulau Neraka dan Ketua Pulau Neraka ini tinggal
menduda. Dia mencurahkan pengharapanya kepada putera tunggalnya yang mewarisi
semua ilmunya dan yang diharapkan kelak akan menggantikan kedudukanya kalau dia sudah
mengundurkan diri. Namun nasib buruk menimpa keluarga Ouw. Ketika istri Ouw Sian Kok melahirkan
seorang anak, yaitu Soan Cu, ibu muda ini meninggal dunia. Ouw Sian Kok demikian berduka
sehingga ingatannya terganggu, menjadi gila dan melarikan diri dari Pulau
Neraka, tak seorangpun tahu kemana perginya orang gila itu. "Demikianlah
riwayatku yang tidak mengembirakan," Soan Cu mengakhiri ceritanya. Sejak kecil
aku tidak pernah melihat wajah ibu dan ayahku. Ayah sampai sekarang tidak pulang
dan tidak ada yang tahu berada di mana. Aku dipelihara dan dididik oleh Kong-
kong yang mengharapkan kelak aku menggantikan kedudukan ketua di sini. Akan
tetapi aku tidak sudi!"
"Mengapa tidak suka, Soan Cu?"
"Siapa sudi mengurusi orang-orang gila itu! Mereka semua gila dan jahat, karena
itu aku suka kepadamu Sin Liong. Engkau lain dari pada mereka, engkau berani dan
baik. Maka aku datang untuk menolongmu. Ketahuilah, sebentar lagi, kalau kau
dikira sudah tidur, engkau akan dibunuh!" Sin Liong terkejut akan tetapi tetap
bersikap tenang. "Benarkah" Mengapa aku dibunuh" Bukankah Kongkongmu berjanji
bahwa kita akan berjanji akan menunggu sampai
Sumoiku tiba di Pulau Neraka?" "Uhh, kau percaya kepada Kong-kong! Hmm, dia
hanya membohong." "Ah, mengapa begitu" Sebagai seorang ketua tidak sepatutnya kalau dia menipu."
"Membohong dan menipu merupakan pebuatan yang menguntungkan dan bahkan dianggap
baik dan layak di sini! itu adalah tanda dari kecerdikan seseorang!"
"Pantas kau tadi pun membohongi penjaga." Sin Liong mencela. "Memang, kalau
tidak membohong, mana bisa masuk dengan mudah" Dan kau tentu akan celaka kalau
akau tidak membohong." "Hmmm..., alasan dicari-cari dan ngawur. Jadi mereka hendak membunuhku" Mudah
saja, apa dikira aku begitu mudah dibunuh?"."Kau tidak tahu kecerdikan Kong-kong, Sin Liong. Kalau
digunakan kekeras, agaknya kau akan melawan
dan sudah melihat kau tadi sudah lihai. Akan tetapi, mereka akan mengerahkan
binatang- binatang berbisa untuk mengeroyokmu dan membunuhmu di kamar sempit ini! Kalau
segala macam ular, kalajengking, kelabang, lebah dan lain binatang berbisa itu datang
memenuhi tempat ini dan mengeroyokmu, apa yang akan dapat kaulakukan untuk
menyelamatkan diri?"
"Hemm, aku akan berusaha membela diri, kalau aku gagal, aku akan mati dan habis
perkara. tidak ada hal yang menggelisahkan hatiku."
"Kau sombong! Kau tidak minta tolong kepadaku?"
"Andaikata aku minta tolong juga, kalau kau tidak mau menolong, apa artinya"
Tanpa kuminta sekalipun, kalau kau mau menolong, bagaimana caranya" Sudahlah,
kau hanya akan menyusahkan dirimu sendiri saja, Soan Cu. Betapapun juga terima kasih atas
kedatanganmu dan kebaikan hatimu. Kau seorang dara yang cantik dan baik budi,
sayang kau berada diantara orang-orang liar itu. Pergilah, jangan sampai kakekmu
melihat engkau berada disini."
Soan Cu mengeluarkan sebuah bungkusan. "Inilah yang akan menyelamatkanmu.
Kaupergunakan obat bubuk ini untuk menggosok semua kulit tubuhmu yang tampak,
dan sebarkan sebagian di sekelilingmu. Tidak akan ada seekor pun binatang berbisa
yang berani datang mendekat, apalagi menggigitmu. Nah, sebetulnya kedatanganku
hanya untuk menyerahkan ini, akan tetapi kita terlanjur ngobrol panjang lebar. Selamat
tinggal, Sin Liong."
Sin Liong menerima bungkusan itu, mengulurkan tangan dari antara ruji jendela
dan memegang lengan dara itu.
"Nanti dulu, Soan Cu."
Ada apa lagi?" Gadis itu membalikan tubuh dan mereka saling berpegangan tangan.
Hal ini dilakukan oleh Sin Liong karena dia merasa terharu juga oleh pertolongan
yang sama sekali tidak disangka-sangka itu. "Soan Cu, tahukah engkau apa yang
akan terjadi padamu kalau sampai Kong-kongmu mengetahui akan perbuatanmu ini?"
"Menolong engkau" Ah, paling-paling dia akan membunuhku!"
"Hemm, begitu ringan kau memandang akibat itu" Soan Cu, mengapa kau melakukan
ini untukku" Mengapa kau menolongku dengan mempertaruhkan nyawa?"
"Sudah kukatakan tadi. Kau lain dari pada semua orang yang kulihat di pulau ini.
Aku suka padamu dan aku tidak ingin mendengar apalagi melihat engkau mati.
Sudahlah, hati-hati menjaga dirimu, Sin Liong!" Gadis itu meloncat dan berlari keluar.
Sin Liong berdiri temenung sejenak, kemudian kembali ke tengah kamar tahanan dan
duduk bersila menenangkan hatinya. Andaikata tidak ada Soan Cu yang datang
memberikan obat penawar dan pengusir binatang berbisa, dia pun tidak kan gentar dan belum tentu
dia akan celaka oleh binatang-binatang itu, sungguhpun dia sendiri belum mau
membayangkan apa yang akan dilakukanya kalau serangan itu tiba. Apalagi sekarang ada obat bubuk
itu. Dia teringat betapa penghuni Pulau Neraka dapat menjelajahi hutan yang
penuh binatang berbisa dengan enaknya karena tubuh mereka sudah memakai obat
penawar. Agaknya inilah obat
penawar itu. Dia membuka bungkusan dan melihat obat bubuk berwarna kuning muda
yang tidak akan kentara kalau dioleskan di kulit tubuhnya. Sin Liong bersila dan
mengatur pernapasan, melakukan siulian (samadhi) lagi.
Pendengarannya menjadi amat terang dan tajam sehingga dia dapat menangkap suara
mendesis dan suara yang dikenalnya sebagai suara lebah yang datang dari jauh, makin lama makin
mendekat itu. Tahulah dia bahwa apa yang diceritakan oleh Soan Cu memang tidak bohong. Sekali ini agaknya
anak itu tidak membohong!.Maka dia lalu membuka bungkusan, menggosok kulit tubuhnya yang tidak
tertutup pakaian dengan obat
itu. Mukanya sampai ke leher, tangan dan kakinya, digosoknya sampai rata.
Kemudian sambil membawa bungkusan yang terisi sisa obat itu, dia menanti.
Tak lama kemudian, suara itu menjadi makin dekat dan tiba-tiba saja munculah
mereka! Diam-diam Sin Liong bergidik juga. Tentu dia akan melompat kalau saja dia tidak
mempunyai obat penolak itu. Dari bawah pintu, puluhan ekor ular kecil dan
kelabang besar, kalajengking yang besarnya sebesar ibu jari, merayap dengan
cepat memasuki kamar, berlomba dengan
lebah-lebah putih yang beterbangan masuk melalui jendela.
Sin Liong cepat menyebarkan bubuk obat ke sekeliling di atas lantai, dan
menaburkan sebagian ke atas, ke arah lebah-lebah yang berterbangan. Dia tersenyum kagum
melihat akibatnya. Semua binatang berbisa itu, dari yang paling kecil sampai yang paling
besar, tiba-tiba serentak membalik saling terjang dan saling timpa, lari cerai
berai meninggalkan kamar.
Lebah-lebah putih juga terbang dengan kacau, menabarak dinding dan banyak yang
jatuh mati, yang sempat terbang keluar jendela saling tabrak seperti mabok, dan
sebentar saja suara binatang-binatang itu sudah menjauh. Akan tetapi mendadak
Sin Liong meloncat berdiri ketika medengar suara lain yang membuat jantungnya berdebar,. Suara
seorang wanita memaki-maki, "Iblis kalian semua! Manusia-manusia gila! Kalau tidak dapat
membasmi kalian, jangan sebut aku Han Swat Hong!"
Sin Liong meloncat ke arah jendela, kedua tangannya bergerak dan terdengar suara
keras ketika ruji-ruji jedela jebol semua. Dia meloncat dan keluar dari
kamarnya, terus berlari keluar melalui lorong. Setibanya di luar, tampaklah
olehnya Swat Hong berdiri tegak dengan kedua tangan bertolak pinggang, dua orang
anggota Pulau Neraka roboh dan mengaduh-aduh di
bawah sedangkan belasan orang lain mengurung gadis itu. Sin Liong menggeleng-
geleng kepala. Sumoinya memang galak dan pemberani. Bukan main gagahnya. Dikurung oleh
orang-orang Pulau Neraka itu masih enak-enak saja, bahkan tidak mencabut pedang,
padahal semua yang mengurungnya memegang senjata.
JILID 6 Hei i! Mundur kalian, jangan ganggu dia!!" Sin Liong sudah meloncat ke depan.
"Kau yang mundur! Mengapa ikut-ikut keluar?" Swat Hong membentak dan memandang
Sin Liong dengan mata mendelik. "Ehh" Sumoi..." Aku hanya ingin menolongmu."
"Siapa membutuhkan pertolonganmu" kembalilah ke kamar tahananmu itu dengan ...
dengan..." Akan tetapi Swat Hong tak dapat melanjutkan kata-katanya karena kini
orang-orang Pulau Neraka telah mengeroyoknya.
"Wuuuttt... siuuuuttt!" Tubuh Swat Hong sudah menyambar ke sana-sini, selain
mengelak dari serbuan banyak senjata itu, juga untuk mengirim serangan serangan
balasan dengan tangan dan kakinya yang bergerak cepat sekali. Bukan main
hebatnya Swat Hong yang bergerak cepat dan yang didorong oleh perasaan marah
itu. Dia memang marah, bukan marah kepada orang-orang Pulau Neraka, melainkan
marah kepada... Sin Liong!
Kiranya tanpa diketahui oleh Sin Liong sendiri, sudah sejak tadi Swat Hong tiba
di tempat itu, menggunakan kepandaiannya menyelundup sehingga tidak diketahui
para penjaga dan dia telah dapat mendengarkan percakapan antara suhengnya dan Soan Cu. Hatinya
menjadi panas! Dia sendiri tidak tahu akan hal ini, tidak sadar mengapa dia menjadi
tidak senang mendengar betapa suhengnya bercakap-cakap dengan ramah bersama
seorang gadis! karena itu, niatnya untuk menolong suhengnya menjadi buyar dan dia hanya menonton saja
ketika suhengnya diserbu binatang berbisa dan dapat menolong diri dengan obat
penolak yang diberikan oleh Soan Cu. Ketika Swat Hong yang marah menyaksikan ibunya dijatuhi hukuman buang melarikan
diri dari Pulau Es, dara ini segera berlayar menggunakan sebuah perahu Pulau Es.
Tujuannya memang hendak.membuang diri ke Pulau Neraka menggantikan ibunya, dan
terutama hal ini dilakukannya sebagai protes
kepada ayahnya. Akan tetapi karena dia belum pernah pergi ke pulau tempat buangan itu, dan pula
karena sudah jauh meninggalkan Pulau Es dia mulai merasa gelisah dan ngeri
memikirkan keadaan Pulau Neraka yang kabarnya amat berbahaya itu, maka dia
tersesat jalan, mendarat di pulau-pulau kosong sekitar Pulau Neraka. Akhirnya
dia melihat dari jauh perahu Sin Liong meluncur di antara gumpalan-gumpalan es
yang menggunung. Dia merasa heran sekali melihat
suhengnya dan merasa khawatir kalau-kalau suhengnya itu mengejarnya atas suruhan
raja untuk memaksanya kembali ke Pulau Es. Maka diam-diam ia lalu mengikuti dari jauh
sampai akhirnya dia melihat suhengnya mendarat di Pulau Neraka. Dengan
menggunakan kepandaianya. Swat Hong berhasil pula mendarat di Pulau Neraka. Dia tidak
khawatir akan serangan binatang-binatang berbisa, karena sebelum berangkat Swat
Hong membawa batu mustika hijau yang dia dapat dahulu dari ayahnya. Di bagian tertentu di dasar
laut dekat Pulau Es terdapat batu mustika hijau ini yang amat sukar didapat dan
hanya beberapa orang penghuni Pulau Es saja yang berhasil mendapatkannya. Batu mustika hijau ini
mengandung khasiat yang mujijat terhadap ular berbisa dan semua binatang
berbisa, selalu ditakuti binatang-binatang itu, juga dapat dipergunakan untuk
mengobati luka terkena gigitan
binatang berbisa. Maka, dengan batu mustika ditangannya, dengan mudah Swat Hong
dapat memasuki Pulau Neraka tanpa mendapat gangguan sedikit pun dari binatang berbisa
yang hidup di pulau itu. Ketika Swat Hong tiba di tengah pulau, dia sempat melihat
sinar, maka dia menanti sampai larut malam dan menyelundup ke dalam tempat
tahanan, dengan maksud menolong suhengnya, akan tetapi tanpa disengaja dia dapat mendengarkan
percakapan antara suhengnya dengan Soan Cu. Inilah yang membuat hatinya menjadi panas
sehingga ketika dia ketahuan para penjaga dan dikroyok, dia menolak keras bantuan Sin
Liong! Tentu saja Sin Liong menjadi terheran-heran melihat sikap sumoinya dan memandang
dengan alis berkerut dan hati khawatir. Sudah ada enam orang pengeroyok
terguling roboh oleh gerakan kaki tangan Swat Hong yang marah itu, padahal dara itu belum mencabut
pedangnya. Dapat dibayangkan betapa akan hebatnya kalau dara itu sudah menggunakan senjata!
"Sumoi, tahan...!" Dia meloncat maju.
"Singgg...! Mundur kau!" Sin Liong terkejut melihat sumoinya mencabut pedang!
Dan pada saat itu, terdengar bentakan keras, "Siapakah gadis cilik itu berani
mengacau disini" Ahhh, Kwa Sin Liong, engkau berani lolos dari tempat tahanan?"
Yang datang adalah Ouw Kong Ek, ketua Pulau Neraka! Tentu saja ketua ini tidak
mengenal Swat Hong, sebaliknya, dara itupun tidak mengenal kakek berkepala besar
ini, maka dia memandang rendah dan membentak, "Siapa kau" Kalau sudah bosan hidup, majulah!"
Dara itu dengan gerakan gagah melintangkan pedangnya di depan dada.
Sin Liong cepat melangkah maju. Dia tahu betapa lihainya kakek ini, maka untuk
mencegah pertempuran, dia cepat berkata, "Tocu, jangan salah sangka.Dia adalah
sumoiku, dia adalah puteri Suhu, Raja dari Pulau Es!"
Semua orang terkejut mendengar ini dan para pengurung melangkah mundur dengan
mata terbelalak. Betapapun juga, nama Raja Pulau Es masih merupakan nama ampuh dan
selain dibenci, juga amat ditakuti oleh mereka. Tentu saja sebagai puteri Raja Pulau
Es, dara itu merupakan musuh yang dibenci dan juga ditakuti. Pantas saja dara
itu demikian lihai, pikir mereka. Hati mereka gentar. Tidak demikian dengan Ouw
Kong Ek. Dia memandang Swat
Hong dan tertawa bergelak.


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ha-ha-ha, jadi dia inikah puteri Raja Pulau Es" Puteri Han Ti Ong" Bagus, hayo
tangkap dia hidup-hidup!" perintahnya kepada para pembantunya yang segera
melompat ke depan. "Tahan dulu!" Sin Liong sudah mengangkat tangan kanannya ke atas. Semua orang,
termasuk Ouw Kong Ek sendiri, memandang pemuda ini. Betapapun juga mereka maklum bahwa pemuda ini
lihai sekali, buktinya penyerbuan binatang-binatang berbisa untuk membunuhnya di dalam kamar
tahanan telah gagal, bahkan binatang-binatang itu lari cerai berai dan kini pemuda itu sudah lolos
dari dalam penjara.."Ouw-tocu, seperti sudah kuceritakan kepadamu, biarpun sumoi
adalah puteri Raja Han Ti Ong, akan tetapi
ia menentang Ayahnya dan mewakili Ibunya dihukum ke Pulau Neraka. Dia tidak
memusuhi Pulau Neraka...." "Ha-ha-ha, apa pun yang kaukatakan, dia tetap adalah puteri Han Ti Ong, musuh
besar kami. Mana kami dapat percaya kepada kalian, puteri dan murid Han Ti Ong" Tangkap
mereka!" "Nanti dulu, Tocu! Mengapa engkau melanggar janji" Aku sudah mengatakan bahwa
kedatanganku ke pulau ini hanya untuk mencari Sumoi dan ternyata sekarang Sumoi
telah tiba di sini, maka harap Tocu bersikap bijaksana dan membiarkan kami pergi dari
tempat ini." "Hai, Kakek berkepala besar yang tolol! Kau mudah saja dibohongi Suheng! Kami
memang datang untuk membasmi iblis-iblis di Pulau Neraka. Nah, kau mau apa?"
"Sumoi!" Sin Liong membentak kaget dan cepat berkata kepada ketua Pulau Neraka,
"Tocu, jangan dengarkan dia. Agaknya dia telah mengalami tekanan batin yang
hebat sehingga mengeluarkan kata-kata kacau balau tidak karuan."
Swat Hong mengangkat dada, menegakan kepalanya dan menghadapi Sin Liong dengan
mata mendelik dan berkata lantang, "Apa" Kau mau bilang bahwa aku telah menjadi
gila?" "Sumoi, kalau kau bicara seperti tadi, membohong tidak karuan, memang
agaknya kau telah gila?"
"Kau yang gila! Kau yang tidak waras dan berotak miring! Kalau aku membohongi
iblis-iblis ini, apa hubungannya dengan kau?"
Sin Liong benar-benar menjadi bingung. Biasanya Swat Hong bersikap manis
kepadanya dan biarpun dia tahu bahwa dara ini berhati keras, akan tetapi belum
pernah bersikap sekeras itu kepadanya. Tiba-tiba muncul Soan Cu yang berkata
kepada kakeknya, suaranya nyaring
sehingga terdengar oleh semua orang. "Kong-kong, apa yang dikatakan Sin Liong
memang benar! Dia beriktikad baik terhadap kita, Kong-kong. Malam tadi aku
datang kepadanya untuk mengejeknya, akan tetapi dia sebaliknya malah menunjukkan
bahaya maut yang mengancam
diriku." Kakek itu terkejut. "Bahaya maut" Apa maksudmu?"
"Sin Liong ternyata memiliki ilmu pengobatan yang lihai sekali. begitu melihat
aku, dia mengatakan bahwa aku terserang hawa beracun dari sebelah dalam dan jika
tidak diobati dengan tepat, dalam waktu kurang dari setahun aku tentu akan mati."
"Hahh...?"" Kakek itu dan semua pembantunya terbelalak kaget memandang dara itu
yang bersikap sungguh-sungguh.
"Dan dia memang benar. Dia mengantakan bahwa setiap tengah malam aku tentu
merasa pening dan dibagian punggung seperti ditusuk-tusuk jarum, kalau pagi
kedua kaki pegal-pegal dan sehabis makan tentu merasa mual hendak muntah. Semua
yang dikatakanya itu ternyata tepat sekali, Kong-kong." Berubah wajah kakek itu.
Soan Cu adalah seorang yang amat disayangnya, bahkan disayang oleh pembantunya
karena dara inilah yang akan mewarisi
seluruh ilmu kepandaiannya dan yang akan menggantikannya menjadi Ketua Pulau
Neraka. Tentu saja mendengar bahwa usia Soan Cu hanya tinggal setahun, dia terkejut
bukan main dan cepat memandang kepada Sin Liong. Sin Liong sendiri bengong dan
terheran-heran. Akan tetapi ketika dia memandang Soan Cu ketika kakek itu
membalik dan menghadapinya, dia
melihat dara itu secara lucu telah mengejapkan mata kirinya, maka mengertilah
dia bahwa dara itu kembali membohong! Membohong dengan cerdik bukan main dalam
usahanya untuk menolongnya! "Kwa Sin Liong, benarkah cucuku diancam hawa beracun" Benarkah?"".Melihat sikap
Sin Liong meragu, agaknya sukar bagi pemuda itu untuk membohong maka Soan Cu
cepat berkata lagi, "Kong-kong, dia mengatakan bahwa dia dapat memberikan obatnya,
akan tetapi dia hanya mau memberi obat kalau dia dan sumoinya dibebaskan dari
sini. Terserah kepada Kong-kong berat aku atau berat mereka itu."
Swat Hong sudah hampir membuka mulutnya memaki dara itu yang dia tahu telah
membohong. Dia sendiri mendengar percakapan mereka dan dara itu sama sekali
tidak sakit, bahkan telah memberi obat penolak binatang beracun kepada Sin
Liong, dan menyatakan betapa dara tak tahu malu itu amat suka dan kagum kepada Sin Liong, maka datang
menolongnya. Sekarang dara itu mengatakan hal yang bukan-bukan! Akan tetapi,
ketika mendengar ucapan terakhir dari Soan Cu, tahulah dia bahwa dara itu kini
membohong untuk menolong Sin Liong dan dia terbebas dari Pulau Neraka! Kenyataan
ini membuat dia bungkam kembali. Betapa baiknya dara itu dan betapa akan
buruknya dia kalau dia membongkar
rahasia gadis itu. Tentu Sin Liong akan makin kagum kepada Soan Cu dan makin
benci kepadanya. Pikiran inilah yang membuat dia membungkam dan tidak melanjutkan
niatnya untuk membantah Soan Cu. Hati kakek itu makin bingung. Lenyaplah semua nafsunya
untuk menawan Sin Liong dan Swat Hong. Dia memandang Sin Liong dan bertanya,
"Orang muda, benarkah engkau dapat menyelamatkan cucuku?"
Kini Sin Liong yang menjadi bingung. Pemuda ini sama sekali tidak pernah
membohong dan hatinya tidak akan dapat membohong, namun dia tahu bahwa kalau dia
menyangkal kata-kata Soan Cu, sama saja mencelakakan gadis yang berniat baik
kepadanya itu. Maka dia lalu
menjawab dengan suara ragu-ragu dan perlahan, "Aku dapat memberi obat pembersih
darah dan penguat tulang kepadanya, Tocu." "Dan kau menjamin bahwa cucuku tentu
akan sembuh dan terhindar dari ancaman maut hawa beracun di tubuhnya itu?" Kakek
itu mendesak. "Kong-kong mengapa tidak percaya kepadanya" lekas minta obatnya dan engkau yang
harus menjamin bahwa dia dan sumoinya tidak akan diganggu," kata Soan Cu.
Kakek berkepala besar itu meraba-raba jenggotnya. "Hemmm,harus ada buktinya
dulu. Kwat Sin Liong, mulai saat ini engkau dan Sumoimu puteri Han Ti Ong harus
tinggal di pulau ini sebagai tamu sambil menanti hasil pengobatanmu kepada
cucuku. Kalau kau gagal mengobatinya, hemmm, aku tidak akan mengampuni kalian berdua. Kalau cucuku
sembuh, barulah kita bicara lagi." Sin Liong mengerutkan alisnya hendak membantah
peraturan yang berat sebelah ini, akan tetapi dia melihat Soan Cu mengedipkan
mata kirinya maka dia menarik napas panjang dan mengangguk lalu berkata, "Harap sediakan alat tulis,
biar kulukiskan bentuk daun yang harus dicari."
Sin Liong lalu melukiskan beberapa macam daun yang mudah dicari dan yang
mempunyai khasiat biasa saja, yaitu sekedar penambah kekuatan tubuh. Ouw Kong Ek lalu
menyuruh seorang pembantunya untuk mencari daun-daun yang dilukis itu di pulau sebelah
Pulau Neraka di mana terdapat banyak tetumbuhan. Adapun Sin Liong dan Swat Hong lalu
diperlakukan sebagai tamu terhormat, bahkan disediakan dua kamar yang bersih
untuk mereka, dilayani baik-baik dan tentu saja di samping pelayanan ini, para pelayan
yang terdiri dari pembantu-pembantu ketua, bertugas pula sebagai penjaga!
"Kuperingatkan kepada kalian agar menanti sampai cucuku sembuh. Lari pun tidak
akan ada gunanya bagi kalian
karena perahu-perahu kalian telah kami simpan dan di sekeliling Pulau Neraka
tidak akan ada perahu sebuah pun. Tanpa perahu, bagaimana kalian akan dapat
meninggalkan pulau ini?"
Demikinan pesan Ouw Kong Ek sebelum dia meninggalkan dua orang itu sehingga Swat
Hong menjadi mendongkol sekali dan hampir saja dia memaki-maki ketua itu kalau tidak
ditahan oleh Sin Liong yang memegang lengannya. Setelah ketua itu meninggalkan
mereka berdua di dalam pondok di mana mereka untuk sementara tinggal, Sin Liong
menegur sumoinya , "Sumoi, mengapa kau bersikap seperti itu?"
"Suheng, aku tidak nyangka sama sekali akan menyaksikan engkau yang terkenal
alim kini bermain gila dengan gadis puteri ketua Pulau Neraka. Huhh!".Sin Liong mengerutkan alisnya dan
memandang tajam kepada sumoinya,hatinya bertanya mengapa
sumoinya memperhatikan soal begitu, padahal sama sekali tidak ada sangkut paut
dengan sumoinya. "Sumoi, engkau tahu betul bahwa Nona Ouw Soan Cu melakukan hal itu
demi menolong kita. Siapakah yang main-main dengan dia?"
"Hemm, apa kaukira aku tidak tahu betapa dia suka kepadamu dan sengaja
mendatangi kamar tahananmu untuk merayumu?"
"Sumoi! jadi sudah selama ini kau berada di sini" Dan aku diam saja" Sumoi,
mengapa kau menyangka yang bukan-bukan" Kalau kau sudah tahu akan kunjungannya
itu, tentu kau tahu juga bahwa dia datang untuk memberi obat penolak binatang-
binatang berbisa. Sumoi, kita semestinya berterima kasih kepadanya, dia
bermagsud baik bahkan tidak segan-segan
membohong kepada Kong-kongnya demi keselamatan kita." "Ya, ya, memang dia baik
sekali dan cantik sekali. Siapa yang tidak tahu?" "Sumoi..., harap jangan marah.
Dia adalah seorang gadis yang bernasib buruk sekali, ibunya meninggal ketika
melahirkan dia, ayahnya pergi entah kemana dan sampai kini belum kembali..."
"Memang, dia seorang gadis bernasib buruk yang patut dikasihani, tidak seperti
aku..." dan Swat Hong lalu menelungkupkan muka di atas meja dan menangis!
Sin Liong terkejut, beberapa kali hendak memegang lengan sumoinya akan tetapi
ditahannya tangannya. "Aihh... Sumoi, engkau pun bernasib buruk, dan aku merasa
kasihan sekali kepadamu. Karena aku merasa kasihan aku menyusulmu. Sumoi,
diamlah jangan menangis. Apakah Sumoi telah bertemu dengan Ibumu?" Swat Hong seketika berhenti menangis,
mengangkat mukanya yang basah air mata dan memandang kepada Sin Liong. Pemuda
itu merasa kasihan sekali, lalu mengeluarkan saputangannya dan mengapus air mata
yang membasahi muka gadis itu.
"Suheng...apa maksudmu" Apa yang terjadi dengan dia" Bukankah ibu berada di
Pulau Es dan aku sudah mewakilinya?"Mendengar tentang ibunya, seketika lupalah
Swat Hong akan kemarahan dan kedukaan hatinya sendiri.
"Ibumu juga telah pergi meninggalkan Pulau Es..." dengan singkat Sin Liong lalu
menceritakan apa yang terjadi setelah gadis itu lari pergi dari Pulau Es, betapa
ibunya juga pergi, tidak mau disuruh tinggal di Pulau Es setelah puterinya
membuang diri ke Pulau Neraka.
"Aku tadinya mengharapkan engkau dapat bertemu dengan ibu maka aku tidak
melihatmu di sini,Sumoi. Jadi engkau belum bertemu dengan ibumu?"
Gadis itu mengerutkan alisnya dan menggeleng kepala, kelihatan muram wajahnya
mendengar akan kepergian ibunya. "Ah, kalau begitu ke manakah perginya ibumu?"
Sin Liong termenung dan diam-diam dia pun merasa prihatin sekali akan nasib
wanita itu. Tiba-tiba Swat Hong berdiri dan mengepal tinju, mukanya agak pucat ketika dia
berkata, "Aku mau pergi dari sini sekarang juga! Aku harus mencari ibu sampai
ketemu, dan aku tidak akan kembali ke Pulau Es! Aku tidak akan sudi menggantikan
ibu di Pulau Neraka ini pula. Bukankah ibu sudah meninggalkan Pulau Es sehingga
percuma saja aku mewakilinya?"
"Nanti dulu, Sumoi, kau tidak bisa pergi begitu saja. Tentu mereka akan
menghalangimu!" "Aku tidak takut! Yang menghalangi aku akan kubunuh!"
"Sabarlah, Sumoi. Perlu apa kita mencari permusuhan dengan mereka yang berjumlah
banyak" Bukan soal takut atau tidak takut, akan tetapi mereka adalah manusia-manusia yang bernasib
buruk sekali, dipaksa tinggal di tempat seperti neraka ini. Bahkan mereka boleh dibilang senasib
dengan ibumu dan denganmu
sendiri. Selain itu ke manakah kita harus mencari ibumu" Kalau kita berbaik
dengan mereka, bukankah kemudian mereka dapat membantu kita mencari" Dengan tenaga banyak orang kukira
akan lebih mudah mencari Ibumu yang tidak jelas ke mana perginya itu.".Swat Hong dapat dibujuk
dan akhirnya dia duduk di atas bangku sambil mengerutkan alisnya dengan wajah
muram. Betapapun juga, setelah dia sadar bahwa cemburunya terhadap suhengnya dan
Soan Cu tidak berdasar, kini terasalah olehnya betapa hatinya sesungguhnya merasa
lega dan senang karena dapat bertemu dan berkumpul dengan suhengnya, apalagi di tempat
yang berbahaya ini. Beberapa hari telah lewat dan Soan Cu setiap hari minum "Obat"
yang terbuat dair daun-daun seperti yang dilukiskan oleh Sin Liong. Setiap hari
kakenya bertanya dan dia menjawab bahwa penyakitnya yang dideritanya, rasa nyeri
seperti yang dinyatakan Sin Liong itu berangsur-angsur sembuh! Girang bukan main
hati kakek itu, akan tetapi hati Swat Hong yang mendongkol melihat betapa Soan
Cu seolah-olah mengulur waktu "penyembuhannya"!
Pada hari ke tujuh, Ouw Kong Ek dan Soan Cu mendatangi pondok tempat tinggal Sin
Liong dan Swat Hong. Dua orang muda dari Pulau Es ini memang sudah menunggu di
depan pondok dengan hati tidak sabar, menanti berita kesembuhan total Soan Cu. Maka mereka
menyambut ketua Pulau Neraka dan cucunya itu dengan penuh harapan itu, melihat
betapa wajah kedua orang pendatang itu berseri. Setelah tiba di depan mereka,
Soan Cu segera berkata, "Sin Liong, Kakek merasa berterima kasih sekali kepadamu
dan menyetujui kau melanjutkan
pengobatan dengan menggunakan sinkang!" "Apa...?" Akan tetapi kata-kata Sin
Liong yang bingung dan tidak mengerti itu segera diputus oleh Soan Cu, "Bukankah
dulu kaukatakan setelah beberapa hari minum obat penawar racun, kau akan
melenyapkan sama sekali hawa
beracun itu dengan menggunakan sinkang menyedot keluar hawa itu dari
punggungku?" Ouw Kong Ek tertawa. "Orang muda she Kwa. Kalau bukan engkau yang sudah
kupercaya penuh, tentu aku tidak mengijinkan pengobatan ini. Akan tetapi aku sudah percaya kepadamu,
maka silahkan. Mudah-mudahan saja dalam waktu singkat cucuku akan sembuh sama sekali." Setelah berkata
demikian, kakek itu membungkuk ke arah Sin liong dan Swat Hong, lalu
meninggalkan cucunya. "Soan Cu, apa maksudmu?" Sin Liong segera berbisik
menegur. "Huh, tentu ingin berduaan denganmu di dalam kamar, apa lagi?" Swat Hong
mengejek. "Husshhh, harap kalian jangan ribut-ribut, "bisik Soan Cu. "Mari kita masuk ke
kamar dan bicara. "Dia menggandeng tangan Sin Liong dan diajaknya masuk. Melihat
Swat Hong cemberut, Sin Liong berkata, "Sumoi, marilah."
"Aku tidak sudi menggangu kalian!"
"Aih Enci Hong, mengapa begitu" Yang hendak kubicarakan adalah kepentingan
kalian berdua.

Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Marilah." Soan Cu berkata dan agaknya memang dara Pulau Neraka ini tidak pernah
mengerti apa yang diejekan oleh Swat Hong. Agaknya cara hidup di Pulau Neraka
membuat dia kurang mengerti akan tata susila sehingga tak pernah merasa
melanggar sesuatu biarpun dia
memasuki kamar berdua dengan seorang pemuda. Sambil bersungut-sunggut
menyembunyikan rasa malunya bahwa dia telah menduga yang bukan-bukan, Swat Hong
ikut masuk. "Aku memang berpura-pura, mengulur panjang waktu penyembuhan. Semua ini
karena aku mendengar bahwa Kong-kong dan para pembantunya tidak membebaskan
kalian setelah aku sembuh."
"Keparat! Kong-kongmu memang bukan manusia baik-baik! pantas menjadi ketua di
Pulau Neraka! Aku akan menemuinya!"
"Hushhh, Sumoi, Bersabarlah, dan mari kita dengar kata-kata Soan Cu." Dengan
muka muram Swat Hong duduk lagi dan memandang wajah Soan Cu. Wajah yang manis
sekali, pikirnya, manis dan polos. Pantaslah kalau andaikata Sin Liong jatuh cinta kepada gadis
ini, pikirnya lagi dan hatinya merasa berdebar penuh khawatir.
"Kong-kong telah berjaga-jaga dan mempersiapkan anak buahnya, menjaga kalau-
kalau kalian melarikan diri. Berbahaya sekali."."Habis bagaimana baiknya,Soan
Cu?" "Ada jalan," kata dara yang lincah dan cerdik itu. "Menurut pendengaranku ketika
Kong-kong merundingkan di kamar rahasia bersama para pembantunya yang paling
dipercaya, Kong-kong tidak berniat buruk kepada kalian. Setelah kau dapat
menyembuhkan aku, maka Kong-kong
membutuhkan engkau sebagai ahli pengobatan di pulau ini. Dia hendak menahanmu
agar kau dapat mengobati setiap penghuni yang terserang penyakit. Adapun Enci
Hong ditahan di sini sebagai sandera, untuk menahan kekuasaan Pulau Es."
"Keparat....!" "Jangan marah, Enci Hong. kurasa kita harus menghadapi Kong-kong yang berwatak
kasar dengan sikap dan akal halus. Kalau aku sudah sembuh, yaitu kalau
kunyatakan bahwa aku sudah sembuh sama sekali, sedikit banyak Kong-kong tentu akan berterima kasih.
Kemudian Liong-ko...heh, Sin Liong mengajarkan Kong-kong mengenal daun obat-
obatan dengan janji akan membebaskan kalian. Kurasa Kong-kong akan mau
menerimanya karena sebenarnya
yang dibutuhkan adalah pengetahuan tentang ilmu pengobatan itu. Dengan demikian,
kalau kalian meninggalkan pulau ini, kalian akan dianggap sebagai sahabat dan
penolong. Bagaimana?" "Kurasa baik juga akal ini," kata Sin Liong. "Hemm, terserahlah,. Akan tetapi
jangan ada akal bulus di balik semua ini!" Swat Hong mengancam.
Soan Cu menarik napas panjang. "Enci Hong, harap jangan mencurigai aku. Aku
sudah menyesal sekali menjadi seorang yang terlahir di tempat ini, dan aku ingin
melanjutkan cita-cita Ayah bundaku yang kabarnya dahulu juga selalu berusaha
agar penghuni Pulau Neraka tidak menjadi orang liar yang tidak mengenal
prikemanusiaan." Setelah berkata demikian, Soan Cu pergi meninggalkan pondok itu
dengan muka tunduk. "Seorang anak yang baik...." Sin Liong memuji sambil memandang tubuh dara itu
yang melangkah pergi meninggalkan pondok.
"Maksudmu, seorang dara yang cantik dan berbudi!"
Tanpa menoleh Sin Liong mengangguk. "Memang, dia cantik dan berbudi." Huh! Sudah
kusangka demikian!" Sin Liong menoleh kaget dan memandang wajah sumoinya, "Sumoi, apa maksudmu?"
Swat Hong membuang muka. "Hemm, tidak apa-ap. "Begitulah!" lalu dia lari
memasuki kamarnya, membanting daun pintu keras-keras.
Sin Liong menggeleng kepalanya, makin tidak mengerti dia akan sikap wanita pada
umumnya dan saat itu, sikap Swat Hong khususnya, juga sikap Soan Cu yang amat
aneh kalau di ngat bahwa dia adalah cucu ketua Pulau Neraka yang berwatak aneh
dan kejam. Semua terjadi seperti direncanakan oleh Soan Cu. Setelah dara itu mengaku sembuh
sama sekali dan Sin Liong bersama Swat Hong menghadap ketua untuk minta pembebasan,
Ouw Kong Ek menggeleng kepalanya dan berkata, "Kwa Sin Liong, kami berterima kasih
sekali atas penyembuhan penyakit cucuku, dan untuk jasamu itu, kami tidak akan
menggangu kalian, bahkan menganggap kalian sebagai orang-orang berjasa. Akan tetapi, terpaksa kami
tidak dapat membebaskan kalian karena kami amat membutuhkan engkau sebagai ahli
pengobatan di pulau ini. Maka, harap kalian suka mengerti akan kebutuhan kami ini. Tinggal
ah di sini dan menjadi orang-orang terhormat menjadi pembantuku yang paling
baik." "Tocu, aku mengerti akan kebutuhan Tocu dan para penghuni Pulau Neraka. Akan
tetapi sungguh tidak adil
kalau menyuruh kami tinggal di sini selamanya, apa lagi amat tidak adil bagi
Sumoi. Betapapun juga, karena aku mengerti akan kebutuhan kalian semua, biarlah sekarang diatur begini
saja. Aku akan sementara waktu tinggal di sini mengajarkan ilmu pengobatan kepada Tocu, akan tetapi
kuminta agar Sumoi sekarang.juga dibebaskan, diberi sebuah perahu agar sumoi
dapat pergi lebih dahulu meninggalkan Pulau Neraka.Adapun aku sendiri, kalau
Tocu sudah mengenal semua daun dan bahan pengobatan, baru aku akan pergi dari
sini. Bagaimana?" Ketua Pulau Neraka itu mengerutkan alisnya, lalu melirik kearah cucunya yang
duduk di sebelahnya dan menundukan kepala saja. "Hemmm, boleh juga sumoimu pergi. Biarpun
dia puteri Han Ti Ong, akan tetapi mengingat akan jasamu, biarlah dia kami
bebaskan. Akan tetapi kau....ah, aku sangat mengharapkan agar engkau menjadi....
keluarga kami, orang muda."
Kembali dia mengerling ke arah Soan Cu dan gadis itu makin menundukan mukanya
yang menjadi merah sekali. "Benar sekali, dia amat cocok menjadi jodoh Nona Ouw!"
beberapa orang membantu berkata sambil tertawa-tawa, sikap mereka bebas terbuka.
"Aku tidak mau pergi!" tiba-tiba Swat Hong berkata lantang. "Kalau Suheng
tinggal di sini mengajarkan ilmu pengobatan, aku akan tinggal di sini juga
sampai pelajaran itu selesai. Dan kalau....kalau ada pengantian di sini, kalau
suheng diambil mantu, aku pun harus menjadi saksinya!" Ucapan itu sebetulnya
dikeluarkan dengan gejolak kemarahan dan kepanasan hatinya, akan tetapi para
pembantu Ouw Kong Ek menyambutnya dengan suara ketawa.
Tentu saja Sin Liong kaget sekali mendengar ucapan Sumoinya itu. Ada kesempatan
yang amat baik terbuka bagi Swat Hong untuk membebaskan diri dari pulau
berbahaya itu, dan kesempatan itu dibuang begitu saja oleh Swat Hong! Dia telah mengenal watak Swat
Hong. Sekali bilang tidak mau, dipaksa pun sampai mati tidak akan mau tunduk! Maka dia
menjadi bingung sekali. "Tocu, karena Sumoi tidak mau pergi sendiri lebih dulu,
maka biarlah perjanjian kita diubah. Akan memberi pelajaran ilmu pengebatan
kepada Tocu, setelah Tocu mengenal bahan obat untuk melindungi penghuni pulau
ini, aku dan Sumoi boleh pergi
dengan bebas." Ketua Pulau Neraka itu mengelus-elus dagunya dan alisnya berkerut, berkali-kali
dia melirik ke arah cucunya. Dia adalah seorang yang sudah tua, biarpun tidak
pernah terjun ke dunia ramai, namun dia tahu bahwa cucunya jatuh hati kepada
pemuda yang hebat ini. Dan dia tidak
melihat seorang pemuda lain di Pulau Neraka yang kiranya patut menjadi suami
cucunya! Tentu saja hatinya tidak rela kalau pemuda itu pergi meninggalkan pulau karena
dia tahu bahwa hal itu tentu akan mengecewakan hati cucunya. Maka dia hanya
menggeleng-geleng kepala, tanpa dapat menjawab.
Melihat keraguan ketuanya, seorang kakek berusia lima puluh tahun lebih melaju
maju. Orang ini kepalanya gundul botak akan tetapi mukanya penuh brewok,
tubuhnya kurus kecil dan di lehernya ada seekor ular merah melingkar. Dia adalah
pembantu utam dari Ouw Kong Ek,
seorang yang lihai ilmu kepandaiannya dan bernama Lo Thong. Berbeda dengan
Majikan Pulau Neraka itu yang merupakan keturunan orang buangan, maka Lo Thong sendiri
adalah seorang buangan dari Pulau Es, tiga puluh tahun yang lalu dia dibuang dariPulau
Es karena sebagai seorang pemuda dia banyak melakukan kejahatan. Setelah berada
di Pulau Neraka dia memperdalam ilmi-ilmunya dan menjadi orang ke dua yang
terkuat setelah Ouw Kong Ek, yaitu sesudah putera Ouw Kong Ek yang bernama Ouw
Sian Kok, ayah Soan Cu menjadi gila
dan meninggalkan pulau. Maka dia diangkat sebagai pembantu utama oleh Ouw Kong
Ek. "Twako(Kakak)," Lo Thong berkata dan tidak seperti lain penghuni Pulau Neraka
yang menyebut ketua mereka tocu (majikan pulau), dia menyebutnya kakak, "mengapa
Twako bingung menghadapi urusan dua orang anak-anak ini" Betapapun juga, mereka
berada di pulau ini dan seharusnya mereka tunduk kepada semua perintah Twako yang menjadi
hukum di sini. Kalau mereka hendak mengambil keputusan sendiri, boleh saja akan tetapi
mereka harus lebih dulu dapat mengalahkan kita!" Ouw Kong Ek memandang
pembantunya dengan muka berseri, seolah-olah dia terlepas dari keadaan yang
ruwet. "Kalau begitu, bagaimana baiknya, Lo-tee?"
"Menurut saya, lebih baik diadakan pertandingan antara orang pemuda She Kwa ini
dan Twako. Kalau dalam pertandingan itu dia kalah, maka dia dan Sumoinya harus selamanya tinggal
di sini dan menjadi penghuni pulau ini seperti kita semua."."He, Botak! Enak saja kau bicara! Siapa
bilang Suhengku kalah oleh ketua kalian" Habis, kalau kemudian
ketua kalian yang kalah, bagaimana?" Swat Hong berteriak nyaring. "Twako kalah"
Ha-ha, mana mungkin?" Lo Thong menjawab. "Akan tetapi kalau Twako kalah, biarlah
pemuda She Kwa ini mengajarkan ilmu pengobatan sampai Twako pandai, baru kalian
berdua boleh pergi meninggalkan pulau ini dengan bebas." "Usul yang bagus
sekali!" Ouw Kong Ek berseru gembira. "Kwa Sin Liong, aku mendengar bahwa di
dunia ramai, di daratan sana, orang-orang gagah menggunakan kepandaian untuk
memutuskan sebuah perkara yang ruwet. Aku percaya
bahwa engkau tentu seorang gagah pula, maka biarlah kita membereskan urusan ini
dengan mengukur kepandaian masing-masing seperti yang diusulkan oleh pembantuku
Lo Thong." Sin Liong menggeleng kepalanya. "Tocu, aku tidak suka menggunakan
ilmu yang kupelajari untuk kekerasan. Mengapa Tocu hendak menggunakan cara
kekerasan untuk menahan kami berdua
selamanya di pulau ini" Aku sudah besedia mengajarkan ilmu pengobatan, maka
sudah sepatutnya kalau Tocu membalasnya dengan membebaskan kami.
"Tidak kita harus saling mengukur kepandaian dulu!" ketua itu berkeras. Tiba-
tiba Swat Hong melompat ketengah lapangan dan membusungkan dada menegakkan
kepalanya. "Hayolah!
Kalau Suheng tidak mau, biarlah aku yang melayanimu! Siapa sih takut kepada
orang Pulau Neraka" Aku yang memasuki pertandingan itu, dan kalau kalah, boleh
kalian berbuat apa saja sesuka kalain!"
"Sumoi...!!" Sin Liong menegur.
"Suheng, aku tidak takut!" Swat Hong membantah.
Ouw Kong Ek mengerutkan alisnya. "Soan Cu, kau layani bocah liar yang sombong
ini!" katanya. "Baik Kong-kong." Soan Cu bangkit berdiri dan melangkah maju, akan
tetapi segera berhenti ketika mendengar suara Sin Liong, "Soan Cu harap jangan
bertanding. Di antara kita tidak ada permusuhan, bukan?" Soan Cu meragu,
memandang kepada Kong-kongnya,
kemudian kepada Sin Liong, dan akhirnya dia kembali duduk di tempatnya yang
tadi. "Soan Cu...." Kakeknya menegur.
"Kong-kong, aku tidak mau bertanding. Mereka bukan musuhku."
Mata kakek itu terbelalak, akan tetapi dia tidak marah bahkan lalu tertawa
bergelak. "Kau...kau lebih taat kepadanya" Ha-ha-ha-ha!" Dia tertawa karena sikap cucunya
itu jelas membuktikan betapa cucunya benar-benar telah jatuh cinta kepada Sin
Liong! Sampai-sampai berani membangkang terhadap perintahnya hanya karena Sin
Liong menghendaki demikian.
Makin panaslah hati Swat Hong. Tadinya dia sudah siap-siap untuk menjatuhkan
cucu ketua Pulau Neraka itu, selain agar menang pertandingan juga hendak
memperlihatkan kepada Suhengnya bahwa dia lebih pandai dari pada Soan Cu. Akan tetapi, ternyata
Suhengnya melarang Soan Cu dan dan putri Pulau Neraka itu begitu taat! "Ouw Kong Ek, kalau
cucumu tidak berani maju, biarlah kau sendiri yang maju! Hayo tandingilah aku,
puteri Raja Pulau Es!"
Dia menantang-nantang dengan suara penuh kemarahan. Sin Liong hanya menggeleng
kepalanya dan bingung sekali bagaimana harus mencegah sumoinya.
Kembali kakek itu menjadi marah. Tantangan yang keluar dari mulut Swat Hong
membuat mukanya merah dan telinganya panas. Akan tetapi betapa memalukan kalau dia harus menandingi
seorang bocah perempuan yang usianya sebaya dengan cucunya sendiri!."Twako, perkenankanlah
saya menghajar bocah bermulut lancang ini" Lo Thong berkata dan Ouw Kong
Ek mengangguk, akan tetapi masih ingat dan memesan.
"Akan tetapi cukup beri hajaran saja, jangan sampai dia terbunuh."
"Baik saya mengerti, Twako." Lo Thong menjawab lalu sekali kakinya bergerak,
tubuhnya sudah mencelat ke depan Swat Hong. Menyaksikan ginkang yang hebat ini
diam-diam Sin Liong khawatir sekali, akan tetapi dia pun tidak dapat mencegahnya karena maklum
kalau dia melarang, Sumoinya tentu akan menjadi makin nekat saja. Maka dia hanya
bangkit berdiri dan memandang dengan jantung berdebar tegang. Swat Hong
memandang kakek botak yang
berdiri di depannya, lalu berkata, suaranya mengejek. "Apakah pertandingan ini
akan memutuskan perjanjian tadi, bahwa kalau aku menang kami berdua boleh pergi
dari sini?" "Tidak", jawab Lo Thong. "Pertandingan ini hanya mengenai dirimu, kalau kau
menang kau boleh pergi, kalau kau kalah, kau harus tinggal di sini selamanya dan
menjadi muridku." "Setan alas! Siapa takut padamu?" Swat Hong yang sudah kena
dibakar hantinya itu membentak.
"Sumoi, tanpa pertandingan pun kau boleh pergi sekarang juga!" Sin Liong
berteriak. "Tidak, Suheng. Aku merasa kurang terhormat kalau pergi begitu saja.
Aku tidak sudi menerima kebaikan orang-orang Pulau Neraka. Kalau aku pergi berarti aku pergi
mengandalkan kepandaian aku sendiri, bukan karena kebaikan hati mereka. Hayo, kakek botak,
boleh kaukeluarkan segala ilmumu!" "Bocah sombong, sambutlah ini!"
Lo Thong merasa panas juga perutnya melihat sikap dara remaja yang memandang
redah kepadanya itu. Akan tetapi dia pun maklum bahwa dara ini tentu memiliki
kepandaian tinggi sebagai puteri Raja Pulau Es, maka sekali menyerang, dia telah
mengeluarkan kepandaiannya, mengeluarkan jurus yang ampuh dan mengerahkan tenaga
sinkangnya. "Wuuuuuttt... sirrr...desss!"
Mula-mula Lo Thong menggerakan tubuhnya rendah kebawah, seolah-olah lengan
kirinya yang bergerak itu hendak menangkap kaki Swat Hong, akan tetapi tiba-tiba saja
tubuhnya meninggi, tangan kanannya meluncur dan mencengkram ke arah pinggang
dara itu. Namun Swat Hong yang usianya masih muda sekali itu belum lima belas tahun, telah
mewarisi inti kepandaian dari ilmu-ilmu kesaktian Pulau Es. Dengan tenang dia
melihat bahwa bukan tangan kiri lawan yang berbahaya melainkan tangan kanannya, maka dia cepat


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menarik kaki kiri dan menangkis dengan sabetan tangan miring dari samping yang
mengenai lengan lawan. LoThong mencelat ke belakang dan inilah kehebatan ginkangnya. Gerakannya
bukanlah langkah kaki, melainkan loncatan yang membuat tubuhnya mencelat ke sana-sini
dengan amat cepatnya dan sama sekali tidak terduga-duga lawan.
"Sumoi awasilah gerakannya. Ginkangnya lihai!" Sin Liong berseru dan diam-diam
Lo Thong mendongkol juga. Ternyata pemuda itu lihai sekali, baru segebrakan saja
sudah mengenal dimana letak keampuhannya. Maka dia lalu menggereng dan menubruk
maju, menghujani Swat Hong dengan serangan bertubi-tubi. Swat Hong diam-diam terkejut juga.
Ternyata bahwa pembantu utama dari ketua Pulau Neraka ini hebat bukan main. Setiap
gerakan tangannya mendatangkan angin keras menyambar dan kecepatannya membuat dia pening
karena harus menggerakan kekuatan matanya untuk mengikuti terus gerakan lawan.
namun, tentu saja dia tidak menjadi gentar. Sejak kecil dara remaja ini tidak
pernah mengenal artinya takut, dan dia pun mengeluarkan kepandaiannya untuk
membalas dengan serangan yang
tidak kalah dahsyatnya. Semua mata memandang pertandingan itu dengan penuh perhatian. Diam-diam Soan Cu
merasa kagum sekali kepada Swat Hong dan dia harus mengaku dalam hatinya bahwa andaikata tadi
dia yang maju, dia akan kalah menghadapi kelihaian dara Pulau Es itu, maka dia merasa makin
bersyukur kepada Sin Liong
yang tadi mencegahnya maju melawan Swat Hong. Apakah pemuda itu sudah tahu bahwa
dia akan kalah kalau melawan Swat Hong" Soan Cu melirik ke arah Sin Liong dan melihat betapa
wajah pemuda yang tampan itu diliputi kekhawatiran, maka dia kembali menyaksikan pertandingan yang
hebat itu..Tubuh mereka berdua yang bertanding itu sudah tidak dapat kelihatan
jelas, yang tampak hanya dua bayangan berkelebatan ke kanan kiri dengan cepat sekali. Ginkang yang
dikuasai oleh Lo Thong memang hebat sekali, akan tetapi sekarang dia berhadapan
dengan puteri Raja Han Ti Ong dari Pulau Es! Biarpun masih kalah sedikit namun
Swat Hong dapat mengimbangi
kecepatan lawan, bahkan dapat mendesak dengan ilmu silatnya yang luar biasa dan
tenaga sinkangnya yang berdasarkan hawa murni dari im-kang yang dingin. Ilmu
silat yang dimainkan oleh Swat Hong adalah ilmu silat tangan kosong Jit-cap-ji-
seng (Jutuh Puluh Dua Bintang ) yang mempunyai tuluh puluh dua jurus-jurus
ampuh. Sebagai bekas penghuni Pulau Es sebelum
Swat Hong terlahir, tentu Lo Thong mengenal ilmu ini, bahkan ilmu silatnya
sediri pun bersumber pada ilmu silat Pulau Es. Akan tetapi setelah dua puluh tahun lebih
berada di Pulau Neraka dan mempelajari ilmu-ilmu dari Pulau Neraka, maka ilmu
Panggilan Ke Alam Roh 1 Dewa Arak 29 Ilmu Halimun Si Linglung Sakti 2
^