Pencarian

Cula Naga Pendekar Sakti 6

Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe Bagian 6


pernah tokoh-tokoh Siauw Lim Sie turun gunung
demikian banyak jumlahnya.
Tang Lang Siansu berdua Tang Lu Siansu berhasil
tiba di Bu Tong San bersama-sama Soan Lo Cinjin
tanpa mengalami suatu kejadian, kemudian
membawa Tang Bun Siansu pulang ke Siauw Lim Sie
keadaan Tang Bun Siansu benar-benar
mengherankan, karena ia seperti lupa diri dan hanya
mengoceh tidak hentinya tentang Liong Kak. Jika
430 diajak bicara, maka selalu dia menvebut-nyebut
tentang Liong Kak, tanpa mengucapkan lainnya.
Bukan main sedihnya Tang Lu Siansu, tidak ada
jalan lain untuk mereka, hanya mengajak Tang Bun
Siansu pulang ke Siauw Lim Sie. biar Tang Sin
Siansu sebagai Hong thio nanti menentukan apa
sebenarnya yang sudah terjadi pada Tang Bun
Siansu, sedangkan pada diri Tang Bun Siansu sendiri
tidak kelihatan tanda-tanda terluka.
Cuma pikirannya yang tidak normal lagi, seperti
dikuasai suatu kekuatan yarg tidak tampak,
sehingga pendeta suci Siauw Lim Sie itu selalu
menyebut-nyebut perihal Liong Kak...
Wie Sin Siansu bertujuh dengan adik-adik
seperguruannya justru berlangsung lain, dimana
mereka menemukan hal-hal yang mengejutkan dan
mengherankan. Peristiwa hebat yang sebelumnya
tidak pernah mereka sangka, yang melihatkan
mereka pada urusan yang menakjubkan.
Sejak turun gunung, Wie Sin Siansu mengajak
enam orang sutenya untuk pergi ke arah barat,
dimana jika memang Tang Bun Siansu pergi ke Bu
Tong Pay tentu mengambil arah yang sama. Dengan
mengambil arah jalan yang pasti ditempuh oleh
Tang Bun Siansu, Wie Sin Siansu berharap bisa
bertemu dengan orang-orang yang telah mencelakai
Tang Bun Siansu. 431 Sebulan lebih mereka melakukan perjalanan, tapi
selama itu tidak terjadi suatu apapun juga, Ketika
mereka tiba di Cuiyang, mereka tetap belum
bertemu sesuatu yang mencurigakan.
Wie Khie Siansu mulai tidak sabar, waktu mereka
menginap disebuah kuil, Wie Khie Siansu bilang:
"Suheng, apakah cerita yang diutarakan Soan Lo
Cinjin bukan bualan belaka, karangan yang dibuat
untuk melepaskan diri dari kesalahan mereka sebab
mencelakai Tang Bun Susiok ?"
Wie Sin Siansu menggeleng "Soan Lo adik Siong
Kie Cinjin. tak mungkin ia berdusta." Katanya tegas.
"Didalam peristiwa ini pasti terdapat urusan yang
rumit. Kita harus menyelidikinya, kini muka Siauw
Lim dan Bu Tong seperti digampar berkali-kali! Salah
pnham yang ada antara Siauw Lim dengan Bu Tong
jika dibiarkan terus niscaya akan bertambah besar
dengan akibat yang lebih parah.
Bukankah sebelum berangkat Hongthio sudah
berpesan, jika belum berhasil kita harus terus
berusaha menyelidik sampai berhasil- Kalau perlu
kita berpencar, untuk menyelidiki diberbagai
tempat." "Tapi Suheng," kata Wie Tay Siansu, adik
seperguruan ketiga, "yang membuatku tidak
mengerti apa yang telah terjadi pada diri Tang Bun
Susiok" Siapa yang dapat mencelakainya seperti itu
" Sedangkan kepandaian Tang Bun Susiok sudah
432 mencapai tingkat yang sulit diukur, jika ada
pengeroyokan paling tidak Tang Bun Susiok tidak
bisa merubuhkan musuhnya, namun iapun tak bisa
dicelakai! Namun sekarang Tang Bun Susiok katanya
seperti orang linglung, seperti hilang ingatan dan
selalu menyebut-nyebut perihal Liong Kak..."
"Ya, inilah yang mengherankan," mengangguk
Wie Sin Siansu sambil menghela napas. "Sebetulnya
apakah Liong Kak itu " Teka-teki ini yang harus kita
pecahkan..." Pendeta-pendeta itu duduk terpekur mereka tidak
tahu harus mulai dari mana dalam penyelidikan,
sebab boleh dibilang tidak ada petunjuk tentang
urusan yang harus mereka selidiki ini.
Malam iiu sepi sekali, telah larut. Kuil di mana
ketujuh hweshio suci Siauw Lim Sie tinggal adalah
sebuah kuil yang sudah tidak terawat, berada di
pintu kota sebelah barat, tampak sepi sekali.
Rembulan tergantung di-langit, dengan cahayanya
yang kuning ke-emas-emasan.
Wie Sin Siansu bertujuh dengan sute-sute nya
duduk bersemedhi. Mereka beristirahat menantikan
fajar untuk melanjutkan perjalanan.
Dalam kesunyian malam seperti itu, mendadak
telinga ketujuh pendeta suci Siauw Lim Sie yang
sangat tajam mendengar suara langkah kaki yang
ringan diluar kuil. Suara langkah itu mendekati
433 kearah kuil. Wie Sin Siansu membuka matanya,
melirik kepada saudara-saudara seperguruannya.
Wie Khie, Wie Tay dan yang lainnya pun sudah
membuka mata, menunjukkan merekapun tengah
heran mendengar suara langkah kaki yang ringan
diluar kuil. Entah siapa yang tengah mendatangi "
Ke tujuh. pendeta suci itu tetap duduk bersemedhi,
hanya mata mereka memandang kepintu gerbang
kuil tersebut, yang sudah rusak dan tidak tertutup.
Suara langkah kaki itu terdengar semakin dekat,
bahkan dipintu gerbang kuil muncul sesosok tubuh
kecil. Ketujuh pendeta itu menghela napas lega,
karena yang datang tidak lain seorang anak lelaki
berusia dua belas atau tigabelas tahun, tubuhnya
juga tidak terlalu tinggi. Cahaya bulan menerangi
sebagian tempat tersebut, redup sekali, muka anak
itu tidak terlihat jelas.
Anak lelaki itu tidak melangkah lebih jauh, berdiri
di dekat pintu gerbang kuil. "Siauw Lim Cit sian
(tujuh pendeta suci Siauw Lim Sie). ada pesan untuk
kalian!" Tiba-tiba anak itu bicara dengan suara parau dan
suara itu bukanlah suara anak-anak.
Wie Sin Sin Siansu bertujuh kaget, mengapa anak
itu mengetahui mereka tujuh pendeta Siauw Lim Sie.
Belum lagi Wie Sin Siansu bertanya, anak itu sudah
berkata lagi: "Dengarkanlah baik-baik, jika memang
434 kalian tidak mau celaka, kembalilah ke Siauw Lim
Sie untuk baik-baik membaca Liam-kheng !"
Wie Tay Siansu tidak bisa menahan sabar, tahutahu
tubuhnya melesat dalam keadaan duduk
menyambar ke arah anak itu. "Bocah, siapa kau ?"
Tangan kiri dikibaskan untuk mengancam muka
anak itu. tangan kanannya disusuli dengan jari-jari
tangan terbuka siap mencengkram, buat mencekik
anak itu. Menurut perhitungan anak itu pasti mengelakkan
mukanya dari sampokan tangan kiri Wie Tay Siansu,
dan saat itu tangan kanan Wie Tay Siansu akan
berhasil mencengkram pundak si bocah. Tapi, justru
anak itu bukannya mengelak, malah maju selangkah
kedepan. la tidak gentar menghadapi kibasan lengan
kiri Wie Tay Siansu, bahkan menotok dengan jari
telunjuknya ke iga si pendeta.
Kaget Wie Tay Siansu, karena yang diincar oleh
jari telunjuk anak itu adalah jalan darah "Su-ie-hiat"
didekat iga. tiga dim dari Tie-ma-hiat. Kalau jalan
darah itu tertotok, Wie Tay Siansu akan rubuh,
walaupun tidak sampai menderita luka parah, cukup
menjatuhkan nama baiknya.
Maka terpaksa Wie Tay Siansu menarik pulang
tangan kirinya. dan membatalkan cengkeraman
tangan kanannya. Disaat itulah dia melihat sinar
bulan menerangi muka anak, dia bisa melihat tegas
435 muka anak itu. Ternyata muka anak itu seraut muka
yang sudah tua sekali, muka seorang laki-laki
berusia hampir lima puluh tahun ! Jadi, orang
didepannya bukanlah seorang anak kecil, melainkan
seorang tua bertubuh cebol pendek.
"Hemm" tertawa mengejek si cebol sambil
mundur selangkah setelah gagal menotok. Sekali
lagi dengarlah baik-baik, jika kalian ingin selamat,
kembalilah ke Siauw Lim Sie untuk baik-baik
membaca Liamkheng !"
Sambil berkata begitu, si cebol memutar
tubuhnya, hendak berlalu. Wie Sin Siansu tidak bisa
menahan sabar. "Tunggu !" seru pendeta suci ini,
tubuhnya melesat ke pintu kuil, dia ingin
menghadang si cebol. Tapi si cebolpun mempunyai
Ginkang yang tinggi, tubuhnya lincah sekali, dalam
sekejap mata dia sudah terpisah belasan tombak.
Rupanya dia hendak melepaskan diri dari pendetapendeta
Siauw Lim Sie itu. Wie kie Siansu dan pendeta-pendeta Siauw Lim
Sie lainnya tidak mau membuang waktu, ikut
mengejar. Si cebol ini merupakan kunci awal dalam
penyelidikan mereka. Kalau sempat terlepas, berarti
mereka akan kehilangan jejak penyelidikan yang
tengah mereka lakukan. Pasti si cebol memiliki
hubungan erat dengan dicelakainya Tang Bun
Siansu. 436 Wie Sin Siansu mengempos semangatnya, dia
murid kedua Siauw Lim Sie, maka luar biasa
ginkangnya. Tubuhnya seringan kapas telah melesat
dan mendahului si cebol, menghadang didepan
orang itu sambil mengulurkan tangan kanannya
untuk memegang tulang piepe si cebol.
Terancam seperti itu memaksa si Cebol menahan
kakinya. Dia berdiri tegak dengan sikap menantang.
"Siancay, siapakah Siecu ?" tanya Wie Sin Siansu
sambil mengawasi. Dilihatnya muka si cebol seraut
wajah seorang yang sudah berusia limapuluh tahun
lebih, hanya tubuhnya yang pendek seperti bocah
berumur 12 atau 13 tahun.
Mukanya berpotongan empat persegi, matanya
besar, alisnya tebal hitam, bibirnya kecil agak
monyong. Tapi muka itu agak bengis, matanyapun
bersinar tajam sekali. Si cebol tersenyum dingin "Aku bermaksud baik
memberitahukan kepada kalian agar kembali ke
Siauw Lim Sie. jika memang kalian tidak mau
bercelaka. Ayo buka jalan untukku.."
"Omitohud. tunggu dulu Siecu. jelaskanlah siapa
Siecu sebenarnya dan mengapa menyuruh kami
kembali ke Siauw Lim Sie jika tidak mau bercelaka "
kecelakaan apa yang akan kami alami ?" tanya Wie
Sin Siansu, yang waktu itu sudah memutuskan
walaupun bagaimana tidak akan melepaskan si
437 cebol, karena dialah yang bisa membuka rahasia
teka-teki yang selama ini menghantui Siauw Lim
maupun Bu Tong. Si cebol dengan berani tertawa terbahak-bahak.
Waktu itu enam pendeta suci Siauw Lim Sie lainnya
sudah tiba dan mengambil posisi mengurung si cebol
di tengah-tengah. Berani sekali si cebol mengawasi
satu persatu pendeta-pendeta itu. "Hemmm, kau
tentu Wie Sin. kau Wie Khie, Wie Tay, Wie Lie, Wie
Un, Wie Sie dan kau Wie Lung bukan " Hmmm,
semuanya lengkap, tujuh pendeta sakti Siauw Lim
Sie. Tapi, biarpun kalian berkumpul semua di sini,
jangan harap bisa menahan diriku...!"
"Siancai," memuji Wie Sin Siansu tenang, dia
yakin si cebol bagaimana liehaynya pun tidak
mungkin bisa lolos dari tangannya dan enam orang
Sutenya. Seandainya si cebot berkepandaian tinggi
luar biasa, tidak mungkin dia bisa melepaskan diri
dari ketujuh pendeta sakti itu.
Menghadapi seorang pendeta sakti Siauw Lim
tingkat ke 2 itu saja sudah sulit, apa lagi sekarang
berkumpul lengkap di situ ketujuh pendeta sakti
tingkat ke -2 tersebut. "Marilah kita bicara baik-baik,
Siecu, siapakah she dan nama Siecu ?"
"Aku Uh Ma," menyahutt si cebol dingin. "Apakah
kalian tidak malu ingin mempergunakan jumlah
banyak untuk menghina yang sedikit ?"
438 Kaget Wie Sin Siansu bertujuh. Walaupun mereka
jarang turun gunung, tapi mereka sering juga
mendengar perkembangan di dalam dunia
persilatan. Mereka pernah mendengar bahwa Uh Ma
adalah salah seorang dedengkot iblis yang paling
ganas malang melintang di daerah Barat, dia disebut
See-mo. Pada waktu itu justru terdapat empat dedengkot
iblis, yang masing-masing menguasai daerah Barat,
Timur, Selatan dan Utara. Keempat dedengkot iblis
itu disebut Sec-mo, Tang-mo, Lam-mo dan Pak-mo,
kepandaian mereka masing-masing istimewa dan
selama itu malang melintang merupakan dedengkot
paling disegani di kalangan hitam pada daerah


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masing-masing. Sekarang di depan mereka justru muncul See-mo
dedengkot iblis dari Barat. tentu saja ke tujuh
pendeta Siauw Lim itu jadi kaget.
Melihat ketujuh pendeta Siauw Lim tertegun, Uh
Ma tahu-tahu melejit ke samping kanan, ingin
melewati samping Wie Tay Siansu.
Memang Uh Ma memiliki Ginkang yang aneh,
tubuhnya seperti belut ingin menyelusup melewait
sisi Wie Tay. Namun Wi Tay Siansu pun bukannya
pendeta Iemah, matanya awas. Melihat Uh Ma ingin
meloloskan diri, tahu-tahu dia menotok dengan jari
telunjuknya pada punggung Uh Ma. memaksa untuk
masuk ke dalam kalangan. 439 Tapi Uh Ma tidak mau mundur, dia benar-benar
luar biasa, ketika ujung jari telunjuk Wie Tay hampir
mengenai punggungnya, di saat si pendeta Siauw
Lim yakin telunjuknya bisa menotok tepat pada
sasarannya kalau Uh Ma tidak mau mundur ke dalam
kalangan, mendadak saja tubuh Uh Ma seperti tidak
bertulang, lunak dan jadi bisa semakin lebih pendek
cari ukuran tubuh sebenarnya, lemas seperti seekor
belut telah merunduk lebih rendah dan tahu-tahu dia
telah berada di belakang Wie Tay Siansu. Namun di
saat itu Uh Ma juga berseru kaget.
Kiranya, biarpun dia bisa mempergunakan ilmu
yang aneh, yaitu ilmu belut untuk meloloskan diri
dari totokan Wie Tay Siansu, tokh dia sendiri tidak
urung kena dikepret oleh ujung jari pendeta Siauw
Lim Sie itu. Hal ini disebabkan waktu Wie Tay Siansu
menyaksikan Uh Ma ingin meloloskan diri dengan
mengkeretkan tubuhnya, seperti belut menyelinap
disisinya tanpa menarik pulang telunjuknya, Wie Tay
Siansu mengibas. Jari telunjuknya menabas melebihi
golok. Mengenai pundak Uh Ma. Tapi Wie Tay Siansu
kaget, jari telunjuknya panas dan kesemutan, sebab
pundak Uh Ma keras melebihi baja. Uh Ma - sendiri
sampai menjerit. Dalam sedetik itu saja kedua orang ini sudah
mengadu kekuatan. Jika orang lain yang lwekangnya
tanggung-tanggung kena dikepret oleh ujung jari
440 telunjuk Wie Tay Siansu, tentu sudah semaput
ataupun binasa kalau tidak terluka parah.
Kedua orang ini segera tahu bahwa khikang
mereka rupanya berimbang, dan kegesitan
tampaknya Uh Ma masih menang dari Wie Tay
Siansu, karena dia memiliki ginkang istimewa, ilmu
belut. Wie Tay Siansu hendak melompat kepada Uh Ma,
tapi Wie Sin Siansu menahannya. "Uh Siecu !" kata
Wie Sin Siansu kemudian dengan suara sabar.
"Jelaskanlah, apa maksudmu dengan perintahkan
kami kembali ke Siauw Lim Sie."
Wie Sin Siansu menempuh jalan mengalah seperti
itu sebab ia tahu Uh Ma bukan orang sembarangan,
dibelakang Uh Ma tentu masih terdapat orang-orang
yang belum mereka ketahui. Jika terjadi
pertempuran, jelas pendeta-pendeta Sianw Lim Sie
inipun sulit menggunakan pat-kwa-tin maju serentak
bertujuh mengepung Uh Ma. masih kekurangan
seorang lagi, untuk mengisi salah satu pintu Jaga,
hal itu akan membawa akibat tidak baik untuk Siauw
Lim Sie, mereka akan ditertawakan oleh orangorang
rimba persilatan, yang dianggap pandai main
keroyok. Uh Ma tertawa, dia berlari sambil teriaknya:
"Terserah kalian mau menuruti nasehatku atau
tidak, aku hanya memperingati saja. Sampai
bertemu lagi, aku tidak bisa menemani kalian,
441 pendeta-pendeta suci yang terhormat..." suaranya
semakin lama jadi semakin samar karena ia semakin
jauh. Wie Khie Siansu dan yang lainnya hendak
mengejar, tapi Wie Sin Siansu menahannya.
"Jangan, Sute." kata Wie Sin. "Biarkan dia pergi !"
"Tapi Suheng. dari mulutnya kita bisa korek
keterangan," kata Wie Khie Siansu.
Wie Sin Siansu menghela napas sambil
menggelengkan kepalanya. "Nanti kita bisa bertemu lagi dengannya!" kata
Wie Sin Siansu, mereka kembali masuk kedalam
kuil. Setelah duduk Wie Sin Siansu bilang: "Uh Ma
pasti akan muncul lagi... bukankah dia mengancam
kita agar kembali ke Siauw Lim Sie " Nah, kalau kita
tidak menuruti kata-katanya, dia akan muncul lagi.
Tentu saja dengan berbagai cara, karenanya kita
harus waspada." Wie Khie Siansu dan yang lainnya mengangguk.
Mereka bisa diberi pengertian dan tidak memaksa
untuk mengejar Uh Ma, See-mo, yang telah muncul
dan pergi dengan cara yang luar biasa seperti itu.
Sebagai pendeta-pendeta suci yang sudah
memiliki latihan lwekang tinggi, Wie Sin Siansu
bertujuh tidak tidur, mereka cukup bersemedhi
untuk mengatur jalan pernapasan, dan memulihkan
442 kesegaran tubuh. Waktu bersemedhi, pikiran Wie Sin
Siansu tidak bisa tetap, ia berpikir terus.
Dia yakin, jika Uh Ma tidak mungkin mampu
mencelakai Tang Bun Siansu, Lalu siapa " Mengapa
melakukan tindakan itu, membuat Tang Bun siansu
hilang ingatan" Cara apa yang dipergunakan,
sehingga Tang Bun Siansu yang demikian tinggi
kepandaiannya, jadi tidak berdaya"
Semakin bulat tekad Wie Sin Siansu untuk
menyelidiki sebetulnya ada apa dibalik teka-teki
yang selama ini menyelubungi pihak Siauw Lim Sie
dan Bu Tong Pay, Hampir saja Bu Tong Pay bentrok
dengan Siauw Lim Sie, kalau saja Soan Lo Cinjin
tidak berkunjung ke Siauw Lim Sie untuk
memberikan penjelasan dan mereka menanamkan
saling pengertian serta saling kepercayaan satu
pihak dengan pihak lainnya.
Malam itu lewat tanpa terjadi sesuatu lagi. Wie
Sin Siansu bertujuh melanjutkan perjalanan mereka.
Lima hari tidak terjadi sesuatu. Uh Ma tidak pernah
muncul lagi. Walaupun demikian, Wie Sin Siansu
bertujuh tetap waspada. Sore itu mereka tiba di Hoshia, sebuah kota tidak
begitu besar. Disinilah ketujuh pendeta Siauw Lim
Sie menghadapi peristiwa yang benar-benar aneh.
443 Ketujuh pendeta Siauw Lim Sie tengah mencari
kuil untuk numpang bermalam, ketika mereka
berada dijalan raya seseorang menghampiri mereka.
"Taysu, apakah kalian dari Siauw Lim Sie?" tanya
orang itu. Wie Sin Siansu mengawasi orang itu, seorang
laki-laki berpakaian compang-camping, penuh
tambalan-tambalan, membawa pundi arak
dipunggungnya usianya mungkin 40 tahun memakai
kopiah bulu, potongan mukanya tirus memanjang,
matanya bersinar tajam. "Benar," menyahuti Wie Sin Siansu, diliputi tanda
tanya, karena melihat cara berpakaian orang itu,
jelas orang ini bukan pengemis biasa, pasti dia salah
seorang dari Kaypang, perkumpulan pengemis.
"Darimana Si cu mengetahui kami dari Siauw Lim
Sie ?" Pengemis yang bajunya penuh dengan tambalantambalan
itu, tersenyum, "Melihat dari cara
berpakaian Taysu saja sudah menjelaskan bahwa
kalian adalah orang-orang Siauw Lim. Oya, aku ingin
menyampaikan pesan. Jika memang Taysu bertujuh
tidak keberatan, pulanglah ke Siauw Lim Sie, demi
keselamatan Jil-wie Taysu..."
Muka Wie Sin Siansu berobah, inilah untuk kedua
kalinya mereka bertujuh diancam agar pulang. Jika
yang sebelumnya adalah dedengkot iblis See-mo,
444 sekali ini adalah seorang pengemis Kaypang. Juga,
melihat matanya yang bersinar tajam, dia bukanlah
pengemis Kaypang sembarangan.
"Mengapa kami harus pulang ke Siauw Lim ?"
tanya Wie Sin Siansu menahan sabar.
Pengemis itu menyeringai.
"Udara sekarang kotor, dunia penuh kuman.
alangkah baiknya kalau pendeta-pendeta suci seperti
Cu wie Taysu pulang ke Siauw Lim Si, tenang-tenang
membaca Liam kheng !"
Wie Khie Siansu tidak sabar lagi, belum lagi Wie
Sin Siansu menyahuti, dia sudah melangkah maju,
menghampiri pengemis itu. "Siapa kau sebenarnya "
siapa yang menyuruh kau menemui kami ?" Tangan
Wie Khie Siansu terjulur dengan disertai khikang
yang kuat, dia bermaksud mencengkeram Iengan si
pengemis. Tapi pengemis itu tertawa sambil menggarukgaruk
pundaknya, yang dimiringkan. Dengan gerak
seperti tidak sengaja itu, dia sudah meloloskan
cengkeraman tangan Wie Khie Siansu, kemudian
melangkah mundur ke belakang dua tindak.
"Aku hanya menyampaikan pesan saja, harap
Citwie Taysu tidak galak-galak terhadapku !" Dia
bermaksud ingin memutar tubuh untuk pergi.
445 Wie Khie Siansu yang gagal dengan
cengkeramannya, sudah menyerang lagi. Sekali ini
dia melakukannya dengan ketat sekali, karena dia
tidak mau membiarkan si pengemis berlalu. Cuma
saja, pengemis itu benar-benar luar biasa, biarpun
tenaga dalamnya tidak setinggi Wie Khie Siansu,
terlihat dari sikapnya yang tidak berani mengadu
kekuatan, tapi tubuhnya seperti kera saja cepatnya
bisa menghindarkan dua kali serangan Wie Khie
Siansu dan berlari pesat seperti terbang.
Wie Khie Siansu masih penasaran, ingin
mengejar. Hanya Wie Sin Siansu menahannya. Di
tempat itu cukup ramai orang yang berlalu lalang,
jika terjadi pertempuran hal itupun tidak membawa
keuntungan untuk pendeta-pendcta Siauw Lim Sie
ini. Wie Khie Siansu masih mendongkoi. dia
penasaran sekali. "Kita harus mengompas keterangan dari
pengemis itu. Suheng, kalau tidak, selamanya kita
seperti menghadapi musuh dalam kabut . . . mereka
bisa mengetahui perihal kita, sedangkan kita gelap
tentang mereka !" kata Wie Khie Siansu.
Wie Sin Siansu tidak bilang apa-apa, tapi dia
tidak menyetujui pernyataan Wie Khie Siansu.
Mereka melanjutkan perjalanan dan akhirnya
menumpang di kuil Bie Am Sie, di dekat pintu kota
sebelah selatan. 446 Pengurus kuil itu pendeta-pendeta baik hati,
mereka tidak keberatan memberi sebuah ruangan
kepada tujuh hweshio itu untuk beristirahat.
Malam itu sepi sekali dan keadaan di kuil Bie Am
Sie hening. Wie An Siansu yakin malam ini pasti
datang pengganggu lagi." Dan dugaannya tidak
meleset, ketujuh pendeta itu tengah berjaga-jaga
waspada, waktu sesosok tubuh berkelebat didepan
jendela kamar, dalam bentuk bayangan hitam di
kertas jendela. Sebagai seorang yang sudah memiliki khikang
tinggi, Wie Tay Siansu tidak melompat mengejar,
hanya menuding dengan jari telunjuknya, dan ujung
jari telunjuknya meluncur keluar tenaga khikang
kuat dan tajam, kearah sosok bayangan diluar
jendela. "Ihhh," terdengar sosok tubuh itu berseru kaget,
tapi sejenak kemudian diganti olen tertawanya.
"Memang tidak percuma nama besar Siauw Lim Sie,
karena murid-muridnya memiliki kepandaian yang
mengagumkan !" Wie Tay Siansu bertujuh dengan Wie Sin Siansu
dan lain-lainnya telah melompati jendela mengejar
sosok bayangan itu. Rupanya orang itu tidak
berusaha melarikan diri, dia malah tengah berdiri
tegak menantikan ke tujuh pendeta Siauw Lim, dia
berdiri dengan tubuh tinggi berdiri dibawah sorot
sinar rembulan.. 447 Hati ke tujuh pendeta Siauw Lim tercekat,
mereka tertegun sejenak, karena dilihatnya orang di
depan mereka mengenakan jubah sebagai Hwesio !
Dan yang lebih mengejutkan ketujuh hweshio Siauw
Lim Sie ini, hweshio yang seorang itu tidak lain dari
ketua kuil yang sore tadi menyambut kedatangan
mereka, yang tampak manis budi dan ramah.
"Kau ?" Wie Sin Siansu keheranan dan tidak bisa
menahan diri. "Mengapa... kau bersikap seperti
maling?" "Sabar Citwie Suheng, dengar dulu keterangan
Siauwceng. sebetulnya semua ini demi kebaikan
Citwie Suheng... kalau saja Citwie Suheng mau


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendengarkan baik-baik nasehat Siauwceng."
"Nasehat apa?" tanya Wie Khie Siansu tidak
sabar. "Sebetulnya, Siauwceng ingin menyampaikan
pesan agar Citwie Suheng cepat-cepat kembali ke
Siauw Lim Sie dan baik-baik membaca Liamkeng di
sana, kalau tidak, tentu perjalanan ini bisa
membawa bahaya tidak kecil buat Citwie Suheng ..."
Perlahan dan sabar hweshio itu bicara, tetapi katakatanya
mengandung ancaman terselubung.
Wie Sin Siansu bertujuh tertegun, inilah untuk
ketiga kalinya mereka diperingati agar pulang ke
Siauw Lim Sie jika tidak mau bercelaka ! Yang
pertama oleh dedengkot iblis See-mo, kemudian
448 pengemis Kaypang dan sekarang pendeta ! Benarbenar
aneh luar biasa, Wie Sin Siansu bertujuh
sampai saling pandang satu dengan yang lainnya.
"Siancai !" kata Wie Sin Siansu sambil
menenangkan goncangan perasaannya. Suaranya
sabar. "Kami tengah menjalani perintah Hongthio
untuk menyelidiki suatu persoalan, kau adalah yang
ketiga kali menasehati agar kami pulang ke Siauw
Lim Sie. Maukah kau memberitahukan siapa yang
meminta kau menyampaikan hal itu kepada kami?"
"Memang ada yang perintahkan Siauw-ceng
menyampaikan hal itu. tapi tentu saja Siauw ceng
tidak mungkin menyebutkan namanya pada Cit-wie
suheng. Jika ingin hidup tentram, kembalilah ke
Siauw Lim Sie, dunia kini sudah kotor berdebu,
penuh dengan kuman-kuman penyakit, apa
manfaatnya Cit wie Suheng mengembara
mencampuri kekotoran dunia ?"
"Omitohud ! Omitohud ! Bolehkah kami
mengetahui gelaran sucimu ?" tanya Wie Sin Siansu
sambil mengawasi tajam hweshio di depannya.
"Dan, dari kuil manakah pintu perguruanmu ?"
"Sebetulnya tidak terlalu perlu benar Citwie
Suheng mengetahui namaku. Tetapi biarlah, tidak
salah juga kalau kuberitahukan. Aku she Kwang
bernama Cu Pu..." 449 "Apa ?" Wie Sin Siansu bertujuh berseru heran
campur kaget...Kau.... kau Kwang Cu Pu.." Yang
biasanya dipanggil sebagai "Tong-mo (iblis dari
Timur) ?" Hweshio itu tersenyum. "Walaupun Siauw-ceng
mengenakan jubah kependetaan, tapi Siauwceng
tidak tahan untuk mengikuti cara hidup Hudya,
dimana tidak boleh makan makanan berjiwa. Entah
berapa kali Siauw cengli-dosa melanggar larangan
itu. sebab makanan daging kura-kura dan lidah
ayam merupakan makanan kegemaran Siauwceng.
Sehingga banyak orang yang kemudian
memanggilku bukan sipendeta, melainkan siiblis.
Karena Siauwceng berasal dari Timur, mereka
memberikan gelaran Tong-mo kepada Siauwceng..."
Tenang sekali sikap Kwang Cu Pu waktu berkatakata
begitu, seakan-akan tidak ada sesuatu yang
luar biasa dalam keterangannya itu.
"Jadi kau bukan kepala kuil ini?" Tanya Wie Sin
Siansu. "KaIau memang ingin jadi kepala kuil, entah
sudah berapa ratus kuil yang bisa kuambil alih
pimpinannya, tapi Siauwceng tidak memiliki
keinginan mempersibuk diri sebagai pemimpin
sebuah kuil, Hanya sore tadi Siauwceng kebetulan
lewat disini dan beritahukan kepada kepala kuil ini,
bahwa untuk beberapa hari kuilnya Siauwceng ambil
alih. Dia keberatan, maka agar tidak menimbulkan
450 kesulitan Siauwceng telah kirim dia ke Giam Lo Ong
!" Kata-kata tenang dan sabar, apa yang
dikatakannya seakan urusan biasa saja. Yang
dimaksudkan dia telah mengirim kepala kuil Bie Am
Sie ke Giam Lo Ong yaitu telah dibinasakannya,
dikirim ke Raja Akherat. Muka Wie Sin Siansu bertujuh berobah. Mereka
tidak heran melihat kekejaman Tong-mo, karena
bukankah dia sudah digelari sebagai iblis dari Timur"
Sepak terjangnya pasti tidak terpuji, walaupun dia
mengenakan jubah kependetaan.
"Jelaskanlah, apa maksudmu dan temantemanmu
yang mengancam kami agar kembali ke
Siauw Lim Sie!" kata Wie Sin Siansu serius,
sedangkan Wie Tay Siansu berenam bersiap-siap
akan membekuk Tong-mo, agar dia tidak sempat
melarikan diri untuk korek keterangan dari iblis
Timur itu. Tong-mo tersenyum. Tenang sekali sikapnya.
"Sebetulnya apa yang kami lakukan ini demi
keselamatan Citwie. agar kalian tidak mengalami
bahaya yang tidak nienyonangkan. Bukankah Seemo
pernah menemui Cit wie Suheng" Demikian juga
Pak- mo ?" "Kami sudah bertemu dangan See-mo, tapi dia
pergi tanpa memberikan penjelasan kepada kami !"
451 menyahuti Wie Sin Siansu berusaha menyabarkan
diri. "Sedangkan tentang Pak-mo, kami belum
pernah bertemu." Tong-mo tertawa keras. "Siauwceng kira kalian
sudah bertemu. Pak-mo selalu mengenakan pakaian
penuh tambalan seperti murid Kaypang. Dia juga
membawa sebuah cupu arak warna merah tua..."
"Ooooo, pengemis itu?" tanya Wie Sin Siansu.
"Ya, ya. kami memang pernah bertemu !"
Sedangkan di dalam hatinya Wie Sin Siansu
tercekat. Dia heran bukan main, mengapa
dedengkot-dedengkot iblis ini bisa berkumpul
didalam sebuah kota " Mengapa Tong-mo, See-mo
dan Pak mo bisa berada dikota ini dalam waktu
bersamaan" Lalu, apakah diwaktu mendatang Lammo
pun akan muncul, iblis dari Selatan itu"
Keempat dedengkot iblis itu biasanya saling
bertentangan satu dengan yang lainnya. Mereka
seperti berlomba-lomba untuk menjagoi sebagai
satu-satunya jago yang tiada tanding. Bahkan
akhirnya karena keempat dedengkot ibhs itu hampir
berimbang tidak ada yang di bawah dan tidak ada
yang lebih atas, maka mereka hanya menguasai
daerah masing-masing. Timur, Barat, Selatan dan
Utara ltulah sebabnya mereka disebut sebagai Tongmo,
See-mo, Lam-mo dan Pak mo.
Sejauh itu, dalam rimba persilatan keempatnya
merupakan dedengkot iblis yang paling ditakuti oleh
452 orang-orang aliran hitam maupun putih. Sekarang
mengapa tiga dari empat iblis itu bisa muncul
berbareng di sebuah kota, bahkan seperti bekerja
sama mengancam ketujuh pendeta Siauw Lim Sie
itu. Jika Lam-mo muncul, berarti keempat iblis itu
bekerja sama. Apakah mereka berempat yang
selama ini menimbulkan kerusuhan, karena
mengadu domba Bu Tong dengan Siauw Lim " Tapi,
melihat kepandaian mereka, walaupun mereka
merupakan dedengkot-dedengkot iblis diempat
wilayah, tokh kepandaian mereka belum lagi bisa
menyamai ketua-ketua Siauw Lim maupun Bu Tong.
Karenanya dugaan seperti itu tidak mungkin
tepat. Wie Sin Siansu sendiri jadi heran dan bingung.
Lalu siapa orang yang berdiri di belakang keempat
iblis ini" Melihat keempat iblis yang bisa dikuasai,
jelas kepandaian orang itu jauh diatas mereka,
merupakan datuk iblis yang tidak terlawan.
Keempat iblis, Tong-mo, See-mo, Lam-mo dan
Pak-mo bukankah termasuk manusia-manusia yang
gampang tunduk kepada orang lain, tapi sekarang
mereka tampaknya bekerja untuk orang lain. Siapa
orang dibelakang mereka "
Tong-mo tertawa "Karenanya Citwie Suheng.
Kembalilah kalian ke Siauw Lim Sie, akan sia-sia
saja Citwie Suheng mempertaruhkan keselamatan
jiwa Citwie . . . ini untuk kebaikan Cit wie !"
453 Wie Sin Siansu adalah pendeta saleh yang
sanggup menahan emosi. Walaupun ia heran,
bingung dan penasaran, namun dia bisa
membendung perasaannya. "Baiklah Kwang Sicu, kalau kau bisa
memberitahukan kepada kami apa sebenarnya
keinginan kalian, jika memang beralasan, maka
kami akan pulang. Juga, beritahukanlah kepada
kami, kalian bekerja untuk siapa?"
Tong-mo tidak menantikan Wie Sin Siansu
menyelesaikan perkataannya sudah menggoyanggoyangkan
tangannya. "Hal ini tidak mungkin! Tidak
mungkin! Karena kalau sepatah kata saja
kuberitahukan kepada kalian siapa majikan kami,
berarti jiwa kami tidak memperoleh pengampunan
lagi!" Waktu bicara begitu, dimukannya tampak rasa
takut. Tentu saja inipun membuat Wie Sin Siansu
bertujuh kembali keheranan. Sebagai dedengkot iblis
didaerah Timur, jelas Tong-mo merupakan satusatunya
iblis di Timur yang paling berkuasa dan
tidak pernah takut terhadap jin atau setan. Malah
dengan tubuh terpotong seribu potongpun dia tidak
jeri. Tapi sekarang mengapa untuk memberitahukan
nama orang kepada siapa dia bekerja, tampaknya
dia demikian ketakutan" Begitu hebatkah orang
tersebut" 454 "Kami hanya bermaksud baik," kata Tong-mo
waktu ketujuh pendeta itu tengah tertegun berdiam
diri. "Jika memang Citwie Suheng mau
mendengarkan nasehatku, tentu Citwie Suheng akan
selamat tidak kurang suatu apapun juga. Pulanglah
ke Siauw Lim Sie," "Kalau kami menolak nasehatmu ?" tanya Wie Sin
Siansu tidak sabar, kemendongkolannya sudah
meluap sampai kelehernya.
Tong-mo tertawa, sikapnya tenang sekali, seakan
tidak memandang sebelah mata kepada ke tujuh
hweshio Siauw Lim Sie itu.
"Murid-murid Siauw Lim Sie hebat-hebat. terlebih
lagi tetua-tetuanya seperti kalian, ilmu Citwie
Suheng memang lihay. Tapi apakah Cit wie Suheng
memiliki ilmu melampaui Tang Bun Siansu " kukira
itu saja merupakan contoh bagi kalian, agar dapat
berpikir dua kali..."
Wie Khie Siansu dan Wie Tay Siansu tidak bisa
menahan diri lagi, dengan disertai Wie Lung Siansu,
ketiga pendeta itu melompat ke dekat Tong-mo. Tiga
tangan pendeta meluncur menghantam Tong-mo.
"Kalau begitu Susiok kami dianiaya oleh kau dan
teman-temanmu !" teriak pendeta-peudeta itu
hampir berbareng. Tong-mo tidak berkisar dan tempatnya. Tenang
dia mengangkat tangan kanannya, di tekuk ke
455 depan, dia menangkis pukulan Wie Khie Siansu
dengan kekerasan, sedangkan pukulan Wie Tay
Siansu dihindarkan dengan memiringkan kepalanya,
pukulan Wie Lung Siansu di terima oleh kaki
kanannya yang terangkat ke atas.
Bess, besss," pukulan Wie Kie Siansu maupun
Wie Lung Siansu. yang mengenai tangan dan kaki
Tong-mo. seperti mengenai tumpukan kapas, tidak
memberikan hasil apa-apa. Kedua pendeta itu kaget,
mereka menarik pulang tenaga pukulan, tapi
terlambat. Waktu segera muncul tenaga menolak
dari tangan dan kaki Tong-mo. Cepat-cepat Wie Khie
Siansu mengempos semangatnya, mengerahkan
enam bagian tenaga dalamnya. Tubuh ketiga orang
itu tergetar, kemudian di susul oleh Tong-mo yang
melompat dua tombak lebih, memutar tubuhnya
untuk angkat kaki. Rupanya, Tong-mo tadi menguji kekuatan tenaga
kedua hwesio itu, dan dia kaget. Nama besar Siauw
Lim Sie memang tidak kosong. Jika orang biasa yang
menerima tenaga tolakan Tong-mo, tentu tulangtulang
sekujur tubuhnya akan hancur berantakan.
Tetapi kedua pendeta itu cuma tergetar saja
tubuhnya. Tong-mo pun tidak luput dari getaran
yang keras, sampai tangannya nyeri kesemutan,
itulah sebabnya dia melompat mundur bermaksud
angkat kaki. 456 "Mau kemana kau ?" Wie Khie Siansu melompat
hendak mengejar. Tong-mo melontarkan sesuatu, meledak di tanah
dan segumpalan asap menyebar di sekitar tempat
itu. Wie Khie Siaiansu menahan langkah kakinya,
kuatir kalau asap itu beracun. Dari balik gumpalan
asap itu terdengar suara Tong-mo: "janganlah
berkepala batu, turutilah nasehat baik Siauwceng,
pulanglah ke Siauw Lim Sie..." Suaranya semakin


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

samar, ketika asap itu menipis, sudah tidak
kelihatan bayangan Tong-mo.
Wie Sin siansu menghela napas.
"Sute, tampaknya kita menghadapi urusan yang
tidak enteng," katanya sambil mengenakan alis,
mukanya muram. "Melihat demikian, kemungkinan
akan muncul urusan-urusan yang lebih
mengkuatirkan, karena di belakang keempat
dedengkot iblis itu pasti terdapat orang yang jauh
lebih liehay! Yang mengherankan, mengapa keempat
dedengkot iblis itu bisa diperalat oleh orang itu"
Hanya tinggal Lam-mo yang belum muncul..."
"Lam-mo akan segera memperlihatkan diri pada
kalian," tiba-tiba terdengar suara seseorang
memotong perkataan Wie Sin Siansu membuai
ketujuh pendeta itu menoleh ke arah datangnya
suara tersebut, tampak seorang gadis berusia antara
18 - 20 tahun, tengah duduk di dahan pohon sambil
ter senyum-senyum. 457 Rambutnya dikuncir dua, mukanya berpotongan
seperti buah tho, memerah cantik sekali. Bajunya
singset, sebagaimana baju yang biasa dikenakan
wanita-wanita pengembara, hanya ditambah oleh
jaket kulit berbulu tebal. Tenang sekali sikapnya.
"Siapa nona ?" tanya Wie Sin Siansu setelah
berkurang rasa herannya. "Maukah nona
memberikan penjelasan kepada kami?"
Gadis itu tertawa hihihi merdu sekali. kemudian
melompat turun. "Kalian pendeta-pendeta Siauw Lim Sie biasanya
tidak pernah usil terhadap urusan orang lain, tapi
sekarang mengapa justru ingin melibatkan diri
persoalan Kangouw?" merdu suara si gadis, ia pun
bicara wajar, tidak takut-takut, sangat tenang
sikapnya. Wie Sin Siansu tersenyum.
"Nona, memang sebetulnya kami tidak mau
mencampuri urusan di luar kuil kami, tapi ini
merupakan keadaan yang memaksa kami untuk
mencampurinya! Kami terdesak sekali, di mana ada
orang-orang tidak bertanggung jawab ingin merusak
nama baik Siauw Lim dengan Bu Tong !"
"Oya ?" si gadis membuka matanya lebar-lebar.
"Benarkah itu?"
458 Wie Sin Siansu mengangguk. "Loceng tidak akan
bicara dari hal yang tidak benar." sahutnya.
"Siapakah nama nona?"
Si gadis tertawa lagi, sikapnya lincah seperti tadi.
"Aku " Taysu boleh memanggilku dengan Siauw Hoa
!" "Siaaw Hoa ?" tanya Wie Sin Siansu. "Kalau
Loceng boleh tahu siapakah guru nona?"
Siauw Hoa (Si Bunga Kccil) tertawa lagi suaranya
tetap merdu. "Guruku tidak pernah mau disebutsebut
namanya, beliau pun tidak termasuk orang
yang gemar menyombongkan diri, karenanya jarang
sekali mau memperkenalkan diri kepaca orang-orang
lain. Sebab itu, akupun tidak mau begitu saja
beritahukan nama guruku. Nanti bisa kau tanyakan
langsung padanya...!" Siauw Hoa tertawa lagi, polos
sekali sikapnya. Menghadapi kelakuan si gadis yang lincah dan
tidak pernah mau memberikan keterangan yang
dikehendaki, Wie Sin Siansu habis sabar. "Apakah
nona mempunyai hubungan dengan See-mo, Tongmo
dan Pak-mo ?" tanyanya. "Apakah nonapun
bekerja sama dengan mereka ?"
"See-mo " Tong-mo " Pak-mo " iblis dari Timur,
Barat dan Utara ?" tanya si gadis. "Aku tidak kenal
dengan mereka. Siapa mereka " Mengapa bergelar
seram-seram seperti itu ?"
459 "Benarkah nona tidak kenal dengan mereka ?"
menegasi Wie Sin Siansu. "Apakah kau anggap aku berdusta ?" balik tanya
si gadis sambil buka matanya lebar-lebar mengawasi
si pendeta. Wie Sin Siansu merangkapkan kedua tangannya.
"Siancay, Siancay, mana berani Lo-ceng mempunyai
dugaan buruk pada nona. Tetapi bisa nona
memberikan keterangan kepada Loceng, apa
maksud kedatangan nona menemui kami ?"
"Aku tidak mencari kalian dan tidak bermaksud
menemui kalian !" menyahuti si gadis sambil tertawa
geli. "Bukankah kalian yang datang kemari di saat
aku tengah main-main dan duduk senang-senang di
atas dahan pohon" Ah. Taysu ternyata seorang
pendeta yang suka berbohong juga ! Sudan jelas
Taysu sekalian yang datang kemari, tapi diputar
balik aku yang seakan-akan datang mencari kalian !"
Pipi Wie Sin Siansu berobah merah, dia kaget
juga dibaliki seperti itu oleh si gadis. Tetapi dia tidak
marah, dia malah merasa geli. Apa yang dikatakan si
gadis memang tidak salah, mereka justru yang
datang ke situ sedangkan si gadis memang sudah
berada di atas dahan pohon.
"Ya, ya, nona yang benar," kata Wie Sin Siansu
segera. "Apa yang sedang nona lakukan di sini ?"
460 "0oh, kembali Taysu jadi pendeta yang paling usil
di dunia ! Aku mau melakukan apa di tempat ini apa
urusannya dengan Taysu" Apakah setiap
perbuatanku harus dilaporkan kepada Taysu ?"
Benar-benar nakal gadis manis ini, ia pun pandai
sekali bicara. Wie Sin Siansu menyukai gadis ini,
yang tampaknya sangat cerdik dan tidak marah oleh
kata-katanya yang nakal itu. Sambil tersenyum dia
bilang; "Sudahlah nona, jangan mempermainkan
kami. Kami sedang mencari seseorang, dia
mempunyai arti yang sangat penting untuk
ketenangan dalam Kangouw. Maukah nona
memberitahukan sesuatu yang nona ketahui ?"
Siauw Hoa tertawa "Tentu, justru aku ingin
memberitahukan sesuatu kepada Taysu"
"Ooooh, kami berterima kasih sekali kepada
nona, jika nona mau memberitahukan kepada kami
siapa keterangan..." kata Wie Sin Siansu sambil
menjura rangkapkan tangannya memberi hormat
kepada si gadis. Siauw Hoa cepat lompat menghindar ke samping.
"Tidak berani aku menerima hormat Taysu.
Cukup Taysu sekalian mendengarkan baik-baik."
kata si gadis. "Aku kemarin menerima pesan dari
seseorang, agar menyampaikan pesan itu kepada
tujuh orang pendeta Siauw Lim Sie. Tentu yang
dimaksud Taysu bertujuh, karena Taysu berjumlah
461 tujuh, juga merupakan pendeta-pendeta Siauw Lim
Sie..." "Ya, katakanlah nona, apa pesan untuk kami itu?"
tanya Wie Sin Siansu tidak sabar.
"Orang itu berpesan, agar Taysu bertujuh kembali
saja ke Siauw Lim Sie..."
Belum lagi Siauw Hoa menyelesaikan
perkataannya, Wie Tay Siansu tidak sabar dengan
mendongkoI sudah memotong: "Untuk baik-baik
membaca Liamkeng, karena jika meneruskan
perjalanan kami, akan ada bahaya ! Bukankah
begitu pesanannya?" Si gadis tertawa. Matanya di buka lebar-lebar.
"Ooh. Taysu itu rupanya pandai meramal! Mengapa
Taysu mengetahui bunyi pesan itu"
"Jadi benar pesan itu berbunyi seperti itu?" tanya
Wie Sin Siansu menegas. "Sembilan bagian memang benar, tapi ada satu
bagian yang salah!" menyahuti si gadis.
"Apa yang satu bagian itu?" tanya Wie Tay Siansu
tidak sabar. Wie Sin Siansu memberi isyarat kepada Wie Tay
Siansu agar dapat menguasai diri, dia kemudian
memandang sigadis. "Coba nona beritahukan kepada
462 kami, apa yang satu bagian dari pesan itu yang
belum kami ketahui ?"
Sigadis manis tertawa lagi sambil menunjuk Wie
Tay Siansu. "Taysu yang satu itu galak benar, matanya merah
dan bengis, aku jadi takut..." katanya, dan mukanya
memperlihatkan mimik seperti ketakutan, sehingga
lagaknya jadi lucu sekaii.
Mendongkol Wie Tay Siansu, tapi Wie Sin Siansu
telah memberi isyarat padanya agar bisa menguasai
diri, mata dia berdiam diri, cuma mengawasi si gadis
dengan mata yang tajam. Wie Sin Siansu tersenyum. "Siancay. Siancay,
nona tidak perlu kuatir, kami pendeta-pendeta baik
yang tidak akan melakukan sesuatu perbuatan
tercela ! Silahkan nona memberitahukan bunyi
pesan itu selengkapnya ! Maafkan sute Loceng tadi
telah memotong cerita nona!"
"kalian pendeta-pendeta yang tidak pernah
melakukan perbuatan tercela " Ooooo, Taysu. aku
ingin tanya, kalau seorang pendeta mengawasi
mendelik kepada seorang gadis yang ketakutan,
apakah ini perbuatan baik dan terpuji ?"
Merah muka Wie Tay Siansu, tapi
kemendongkolannya semakin menjadi. Dia mendelu,
mendongkol tanpa bisa melampiaskan
463 kemendongkolannya dan cuma melengos ke arah
lain. Wie Sin Siansu tertawa, "Nona jangan keliru, tadi
sute Loceng hanya terkejut. ia tidak bermaksud
mendeliki nona, kebetulan memang matanya agak
besar..." kata pendeta tua tersebut. "Silahkan nona
memberitahukan pesan nona yang satu bagian itu..."
"Bukan pesanku, tapi pesan orang lain yang
dititipkan padaku!" menyahuti Siauw Hoa, tetap
masih ingin menggoda. Wie Sin Siansu hanya mengangguk saja dan
merangkapkan kedua tangannya, sikapnya
bersungguh-sungguh, pendeta alim ini tampak
angker, matanya yang jernih bersinar berwibawa,
sehingga Siauw Hoa melihat itu terkejut dan
menunduk, dia tidak berani main-main lagi.
Jilid ke 11 Baiklah, memang pesan itu bunyinya seperti yang
diberitahukan oleh Taysu itu. Tetapi masih
ketinggalan satu bagian. Bunyi pesan itu
selengkapnya adalah: "Taysu bertujuh kembali saja
ke Siauw Lim Sie untuk baik-baik membaca
Liamkeng. karena percuma saja melakukan
464 perjalanan dalam kalangan Kangouw, hanya akan
menambah rumitnya urusan dan banyaknya korbankorban
yang berjatuhan, jadi perjalanan Taysu
bertujuh hanya membahayakan diri Taysu bertujuh !
Nah, itulah bunyi pesan orang itu selengkapnya !"
Alis Wie Sin Siansu mengkerut, sedangkan muka
Wie Tay Siansu, Wie Kie Siansu Wi Kan Siansu dan
yang lainnya jadi berobah, sebentar merah sebentar
pucat. Kalau tadi Wie Sin Siansu belum memberi
isyarat agar mereka berdiam diri saja dan
membiarkan Wie Sin Siansu sendiri yang
menghadapi si gadis, tentu Wie Tay tidak sabar lagi
akan menubruk si gadis, membekuknya dan
mengorek keterangan secara paksa dari gadis itu.
Karenanya, keenam Hwesio Siauw Lim itu hanya
mengawasi saja dengan berbagai macam perasaan
berkecamuk di hati masing-masing.
"Siancay ! Sicncay ! Bolehkah kami mengetahui
siapa orang yang meninggalkan pesan itu pada nona
?" tanya Wie Sin Siansu tetap sabar.
Si gadis mengangkat pundaknya sambil tertawa.
"Aku tidak kenal dengan orang itu, nanti Taysu boleh
selidiki siapa orang itu sebenarnya."
Setelah berkata begitu si gadis memutar
tubuhnya "Aku mau pergi..."
"Tunggu dulu, nona !" cegah Wie Sin Siansu.
465 "Suheng. dia mungkin kaki tangannya manusiamanusia
iblis itu !" kata Wie Tay Siansu tidak sabar.
Wie Sin Siansu cama menggelengkan kepala
memberi isyarat agar Wie Tay Siansu tidak ikut
bicara dulu, dia menghampiri si gadis. "Nona...
benarkah nona tidak mengetahui siapa orang yang
menitipkan pesan pada nona ?"
"Ya, aku tidak tahu !" menyahuti si gadis, "Kau
jangan mengawasi aku seperti harimau mau
menerkam mangsanya."
Digoda seperti itu oleh si gadis Wie Sin Siansu
sekali ini tidak tersenyum. "bagaimana rupa muka
dan tubuh orang itu ?"
"Muka orang itu" Oooo, mukanya jelek sekali,
hidungnya besar, mulutnya lebar, matanya meletos
keluar . . . tubuhnya jangkung tinggi seperti
raksasa!" "Nona jangan main-main" kata Wie Sin Siansu


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang tahu si gadis berbohong dan hanya ingin
mempermainkan. "Beritahukanlah yang
sebenarnya." sambiI berkata begitu tangan Wie Sin
Siansu diulurkan untuk memegang tangan si gadis.
Tapi Siauw Hoa cepat sekali mundur setindak,
namun dia kaget waktu tangan Wie Sin Siansu tetap
meluncur akan mencengkram tangannya.
466 Dengan gerakan "Lee Hie Ta Teng " atau "Ikan
Gabus Meletik" tubuh Siauw Hoa melompat mundur
jumpalitan, tapi kembali si gadis kaget, tahu-tahu
tangan Wie Sin Siansu sudah mencekal pergelangan
tangannya. Diam-diam Siauw Hoa kagum. Dia gesit dan
lincah, tapi si pendeta tampaknya seperti tidak
bergerak dari tempatnya ternyata berhasil mencekal
lengannya. Dia berseru nyaring: "Pendeta-pendeta
jahat ! Kau mengapa mempersakiti aku ?"
Wie Sin Siansu menghela napas, melepaskan
cekalannya pada pergelangan tangan si gadis.
"Katakanlah yang sebenarnya, nona !" sabar suara si
pendeta. "Kamu pendeta-pendeta jahat, aku benci pada
kalian !" teriak Siauw Hoa sambil memutar tubuhnya
dan berlari pergi. Wie Tay Siansu ingin mengejar, tapi di cegah oleh
Wie Sin Siansu, yang menghela napas sambil
mengawasi kepergian si gadis. "Usianya masih
muda, tapi dia rupanya memiliki kepandaian tidak
rendah," gumam Wie Sin Siansu. "Dua kali aku ingin
mencekal lengannya, dia bisa menghindar dan baru
ke tiga kalinya berhasil mencekal lengannya.
Rasanya kalau mereka yang sebaya dengannya
bertempur, gadis itu bukan lawan yang mudah
dikalahkan..!" 467 "Dia pasti kaki tangan iblis-iblis itu, Suheng," kata
Wie Tay tidak sabar. "Jika dia dilepas, kita akan
kehilangan jejak lagi! Bukankah lebih baik kita
membekuknya ?" Wie Sin Siansu menghela napas. "jangan kita
lihat saja apa yang ingin mereka lakukan
selanjutnya ! Empat kali kita sudah menerima
peringatan mereka, dari Tong-mo, See-mo, Pak-mo
dan gadis itu. Apakah.... dia Lam-mo " Tapi tidak
mungkin, usianya masih terlalu muda, dan
kepandaiannya pun berbeda terlalu jauh jika
dibandingkan dengan kepandaian Tong-mo, See-mo
dan Pak-mo." "Sekarang apa yang akan kita lakukan, Suheng?"
tanya Wie Tay Siansu. "Ya, kepergian gadis itu malah menpersulit kita
lebih parah lagi. kita semakin gelap tentang mereka,
tapi mereka mengetahui tentang kita !" Wie Khie
Siansu ikut bicara. "Kalau saja tadi kita
menangkapnya dan memaksa dia bicara..."
Wie Sin Siansu menghela napas dalam-dalam.
"Sute. kalau hal itu kita lakukan, kita mau taruh
muka di mana " Bagaimana kalau nanti tersiar
dalam kalangan Kangouw bahwa tujuh pendeta
Siauw Lim Sie menghina seorang gadis kecil ?"
468 Muka Wie Tay Siansu dan yang lainnya berobah
merah, mereka malu dan berdiam diri. Wie Sin
Siansu menghela napas dan mengajak keenam
orang Sutenya untuk melanjutkan perjalanan.
"Kita tunggu saja, sampai di mana mereka ingin
mempermainkan kita !" kata Wie Sin Siansu. "Nanti
merekapun akan memperlihatkan diri !"
Malam itu rembulan bersinar tidak terlalu terang,
karena hanya separuh. Di sebuah lembah tampak
sesosok bayangan gesit bukan main tengah berlarilari.
Jika ada orang melihat di waktu itu, jelas akan
menyangka bahwa sosok bayangan tersebut adalah
hantu penunggu lembah yang tengah terbang
melayang-layang di tengah udara, karena terlalu
cepat dan ringan tubuhnya berlari dengan ginkang
yang tinggi. Lembah itu sepi dan sunyi dalam kekelaman
malam, hanya suara kutu malam yang terdengar
mengisi keheningan malam di lembah yang cukup
luas. Angin bertiup cukup dingin, dan sosok
bayangan itu dengan gesit telah menyelinap kesudut
lembah dimana terdapat banyak batu-batu
gunung yang bersusun saling tindih, sehingga
perjalanan di situ agak sukar.
Di samping kiri tumpukan batu-batu bersusun itu
terdapat mata air yang mengalir dari sela-sela
dinding lembah, mengalir perlahan-lahan di antara
469 celah-celah batu tersebut, yang sebagian telah
kehijau-hijauan warnanya karena berlumut.
Keadaan di tempat itu yang licin dan sulit untuk
dilalui tampaknya tidak merupakan rintangan bagi
sosok tubuh itu, bagaikan seekor capung yang
terbang ke sana ke mari, sosok tubuh itu melompat
dari batu yang satu ke susunan batu yang lainnya,
dengan lincah dan ringan, tidak kalah gesitnya
ketika ia pertamakali masuk kedalam lembah.
Akhirnya ia tiba di depan sebuah goa, yang gelap
pekat. hanya sinar rembulan yang separuh itu
menerangi keadaan di sekitar lembah itu. Sosok
tubuh itu berhenti, kemudian berlutut di depan goa
dengan sikap hormat. Dia mengenakan baju singsat
warna hitam, kepalanya dibungkus oleh topi bulu
yang tebal, yang mengangguk-angguk ketika ia
berkata : "Suhu, tecu telah kembali!"
Hening keadaan di sekitar tempat itu, yang
kemudian diisi oleh suara batuk-batuk perlahan,
suara batuk seorang yang telah Ianjut usia.
Kemudian disusul lagi oleh suara: "Bi Tin, bagaimana
ketujuh hwesio itu " Apakah mereka mau menuruti
perintah pemimpin kita ?"
Bi Tin mengangkat kepalanya memandang ke
arah goa itu, sinar bulan menerangi mukanya. Dia
seorang pemuda berusia dua puluh tahun lebih,
dengan tubuh yang tegap. Hidungnya mancung,
470 matanya bagus dan terang, bibirnya tipis. Dengan
sikap hormat dia bilang: "Tampaknya ketujuh Hweshio tidak mau
mematuhi keinginan pemimpin kita Suhu ! Mereka
malah seperti tidak mengacuhkan. Tampaknya tidak
ada jalan lain untuk membendung mereka, harus
disingkirkan dengan cara lain...!"
Dari dalam goa terdsngar tertawa terkekeh
perlahan, disusul batuk-batuk perlahan.
"Jalan lain untuk menyingkirkan mereka " Apakah
maksudmu aku terpaksa harus keluar dari goa ini
untuk menghalau mereka ?" tanya orang di dalam
goa itu. "Benar Suhu, tampaknya memang tidak ada jalan
lain. Ketiga paman Tong-mo, See-mo dan Pak-mo
tidak berani turun tangan sebelum menerima
persetujuan dari Suhu apa yang harus dilakukan
terhadap ketujuh pendeta itu !"
"Apa yang mereka lakukan terhadap ke-tujuh
pendeta itu?" "Paman Tong mo, See mo dan Pak-mo hanya
menemui mereka dan menyampaikan pesan
pemimpin kita, kemudian menghindar dari mereka.
Bukankah Suhu juga berpesan begitu, agar
menghindarkan bentrokan dengan ketujuh pendeta
itu" 471 "Ya, memang aku berpesan begitu. Tapi" rasanya
kalau Tong-mo, See-mo dan Pak-mo bertiga
menghadapi ke tujuh pendeta itu, mereka bukan
tandingan hwesio-hwesio Siauw Lim Sie itu. Mereka
murid-murid tingkat ke dua, kepandaian mereka
telah sempurna. Jumlah merekapun bertujuh.
Walaupun Tong-mo See mo dan Pak-mo tidak
sampai rubuh dan terluka ditangan mereka, namun
tetap saja akan sia-sia usaha seperti itu, kalau
mereka bertiga akhirnya harus meninggalkan juga
ketujuh pendeta itu. Rasanya kalau dibantu olehku,
sehingga kami berempat pun sulit untuk
merubuhkan ketujuh pendeta itu. Karenanya. aku
berpesan hindarkanlah bentrokan dengan ketujuh
pendeta itu, sampai pemimpin kita memberikan
keputusan apa yang harus kita lakukan!"
"Lalu sekarang, apa yang harus kita lakukan,
Suhu ?" tanya Bi Tin.
Dan dalam goa terdengar suara batuk-batuk
perlahan. Kemudian baru terdengar jawaban.
"Sekarang pergilah kau mengawasi gerak-gerik
ketujuh Hwesio itu, aku akan pergi menemui
pemimpin kita, nanti baru kuberi tahukan pada mi
apa yang harus kita lakukan !"
"Baik, Suhu !" Bi Tin mengangguk satu kali lagi
berlutut didepan goa itu, kemudian bangkit dan
berlari meninggalkan tempat tersebut keluar dari
lembah. 472 Dari dalam goa terdengat suara batuk-batuk lagi
perlahan, disusul muncul sesosok tubuh. Sinar bulan
menerangi tempat itu redup sekali, tapi cukup jelas
untuk melihat sosok tubuh itu adalah seorang lelaki
lanjut usia, mungkin hampir enampuluh tahun.
Tubuhnya kurus dan mengenakan jubah panjang
warna kuning. Rambutnya digelung ke atas, ditusuk
oleh gading panjang seperti tusuk konde yang biasa
dipakai oleh seorang Tojin.
Melihat keadaan orang tua itu memang seperti
seorang penyakitan, tapi apa yang di lakukannya
kemudian benar-benar mencengangkan, hampir
seperti terjadi dalam khayal dan mustahil saja.
Tangan kiri dan tangan kanannya yang kurus seperti
tulang dibungkus kulit, diulurkan kedepan, kedekat
sebongkah batu yang mungkin beratnya lebih dari
1000 kati, dengan seenaknya orang tua itu
mengangkat batu tersebut, kemudian
menurunkannya perlahan-lahan dipindahkan
kesampingnya ! Seorang manusia bisa mengangkat batu yang
beratnya lebih dan 1000 kati dengan begitu mudah,
seakan tidak mengeluarkan tenaga, meletakkannya
perlahan-lahan, benar-benar peristiwa yang jarang
terjadi. Untuk bisa menggeser batu seberat itu saja
rasanya sudah jarang bisa ditemui, apalagi
mengangkat dan memindahkannya perlahan-lahan
menurunkan kembali ! Tapi orang tua itu tampaknya
tidak mempergunakan tenaga sedikitpun juga.
473 Tempat di mana batu tadi diangkat, tampak
terbuka sebuah goa yang cukup besar, tanpa raguragu
orang tua itu melangkah masuk kedalam goa.
Dia menyusuri lorong yang panjang gelap dan
lembab, sampai akhirnya menikung beberapa kali,
barulah dikejauhan tampak sinar terang.
Dia melangkah lebih cepat, tiba didalam goa yang
memiliki penerangan, dimana ternyata merupakan
sebuah ruangan yang penuh dengan perabotan
rumah tangga yang mewah ! ltulah sebuah goa yang
telah disulap menjelma jadi sebuah ruang yang
mewah dan terang benderang oleh sinar belasan
batang lilin ! Di ruang tersebut tampak duduk seorang pemuda
berusia 20 tahun, dengan sikap angkuh, mukanya
dingin melebihi es tidak memperlihatkan perasaan
apapun juga, matanya bersinar tajam, juga dingin.
Alisnya tebal hitam, bibirnya tipis. Dia pemuda
tampan, tubuhnya kurus semampai, jubah yang
dipakainya sangat mewah. "Kongcu, ada yang ingin kulaporkan kepadamu."
kata orang tua itu sambil membungkukkan tubuhnya
sedikit sebagai tanda sikap menghormat pada
pemuda itu. Pemuda berpakaian mewah tersebut melirik,
mukanya tetap dingin tidak memperlihatkan
perasaan apapun Ci Hoan Liong, katanya suaranya
474 sama dingin seperti mukanya. "Apakah ketujuh
pendeta Siauw Lim Sie itu sudah bisa dibereskan ?"
"Belum, Kongcu. Justru aku ingin meminta
pertimbangan Kongcu, apakah aku perlu
memperlihatkan diri, karena apa yang dilakukan oleh
Tong-see-pak bertiga hanya memancing rasa
penasaran ketujuh pendeta itu, mereka malah
semakin curiga." Pemuda itu tertawa dingin.
"Ci Hoan Liong," katanya kemudian, tetap tawar.
"Kau sudah mengetahui apa yang kuinginkan, bukan
?" "Ya, sudah tahu."
"Mengapa kau belum lakukan ?"
"Tapi Kongcu ..." orang tua itu tampak bimbang.
Pemuda itu berpaling, matanya mencorong
bersinar tajam sekali. "Apa lagi ?" tanyanya dingin.


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau ketujuh pendeta itu kita celakakan, dunia
Kangouw akan heboh, tentu pihak Siauw Lim Sie pun
tidak akan berdiam diri saja..."
475 "Ci Hoan Liong, yang kuinginkan adalah ketujuh
pendeta itu harus dibuat sama seperti Tang Bun...!"
"Baik, baik Kongcu... perintah akan
dilaksanakan," kata Ci Hoan Liong segera,
tampaknya dia gentar melihat muka si pemuda yang
sudah memerah menunjukkan bahwa pemuda itu
mulai marah. Kemudian Ci Hoan Liong memberi
hormat dengan membungkukkan sedikit tubuhnya
dan keluar dari goa itu. Si pemuda tetap duduk di tempatnya berdiam diri
mengawasi kepergian Ci Hoan Liong. Hanya
terdengar tertawa dinginnya yang menyeramkan,
nadanya seperti mengandung maut, bisa
meremangkan bulu tengkuk.
Ci Hoan Liong keluar dari goa tersebut menutup
kembali mulut goa dengan batu besar, kemudian
tubuhnya seperti selembar daun kering berkelebat
lenyap dalam kegelapan malam. la sudah
memutuskan untuk mengumpulkan Pak-mo, Tongmo
dan Se mo, untuk mulai bekerja melakukan
sesuatu, karena dia sendiri tidak lain dari Lam-mo Ci
Hoan Liong, yang paling ganas di daerah Selatan,
iblis yang paling ditakuti oleh semua orang
Kangouw. Angin malam di lembah bertiup perlahan sepi
setelah kepergian Ci Hoan Liong. Tapi, tidak lama
kemudian dari balik semak belukar muncul sesosok
476 tubuh, memandang sekelilingnya, lalu
memperdengarkan siulan cukup nyaring.
Dari balik semak belukar di sekitar tempat itu
bermunculan belasan orang lainnya Dari gerakan
mereka jelas yang berkumpul di situ terdiri dari
orang-orang berilmu tinggi, karena gerakan mereka
selain ringan, juga ketika masing-masing hinggap di
tanah sama sekali tidak menimbulkan suara.
"Kita harus mulai," kata orang yang muncul
pertama tadi. "Kesempatan ini satu-satunya buat
kita bekerja, Lam-mo sedang pergi, pasti iblis itu
seorang diri di dalam gua"
Teman-temannya mengiyakan. Sinar rembulan
remang-remang, tapi masih cukup jelas untuk
melihat orang-orang itu semuanya berpakaian
sebagai pengemis, Masing-masing membawa
senjata, umumnya pedang. Hanya seorang dari
mereka, yaitu yang pertamakali muncul tadi,
mencekal sebatang tongkat bambu kecil panjang
berwarna hijau, yang rupanya dipergunakan sebagai
pengganti senjata tajam. Jumlah pengemis-pengemis itu hampir dua puluh
orang, mereka menghampiri batu penutup goa. Tiga
orang diri mereka maju buat menggeser batu besar
di muiut goa. Cukup menelan tenaga buat mereka
bisa menggeser batu itu, kemudian tampak mulut
goa, gelap dan tidak tampak seorang manusiapun.
477 Pengemis-pengemis itu bermaksud masuk
dengan sikap waspada dan bersiap-siap menerima
serangan mendadak, tapi tiba-tiba terdengar:
"Apakah kalian masih tidak berterimakasih karena
kuberikan kesempatan buat hidup terus dan sudah
bosan hidup ingin cepat-cepat mati ?"
Suara itu terdengar dekat, tapi juga seperti
terdengar jauh. Pengemis yang mencekal tongkat
bambu hijau mengerutkan alisnya, ia tahu itulah
suara yang dikirim dari jarak jauh, yang biasa
disebut Coan-im-jip-bit. la tidak berdiam diri, segera
menghirup udara dalam-dalam, mengempos
khikangnya, membuka mulut menyahuti dengan
mempergunakan tenaga Hiim-im-hua-seng
(Memecah Udara), yang sama dengan Coan-im-jipbit
(Menyusupkan suara ke dalam kepadatan)
"Keluarlah iblis terkutuk, dosamu sudah melewati
takaran ! kami atas nama Kaypang ingin
menghukummu, untuk mewakili murid-murid
Kaypang yang telah kau celakakan dengan cara yang
paling biadab !" "He-he-he," terdengar tertawa dari dalam goa,
lama hening, akhirnya tampak muncul sesosok
tubuh di mulut goa. Belasan pengemis itu mundur
bersiap-siap dengan senjata masing-masing untuk
menerjang. 478 Ternyata sosok tubuh yang keluar dari dalam goa
itu tidak lain si pemuda tampan bermuka dingin.
Bahkan ia pun tertawa "he-he-he?" dengan suara
yang dingin "Kalian benar-benar sudah bosan hidup
dan merepotkanku untuk mengirim kalian ke neraka
! Baiklah, kalau aku menolak, nanti disebut
keterlaluan sudah bercapai Ielah mendesak untuk
minta mati, eh, eh, ditolak, tentu mengecewakan.
Nah, bersiap-siaplah untuk berangkat ke neraka."
"Sombong!" teriak salah seorang pengemis yang
tidak bisa mengendalikan kemarahannya yang
disusul tubuhnya melesat ke dekat si pemuda,
pedangnya akan menikam leher.
"Cit-tee hati-hati !" pengemis yang mencekal
tongkat bambu hijau terkejut dan memperingati.
Tapi sudah terlambat ! Pemuda itu tetap berdiri tenangkan mukanya
tetap dingin mengawasi datangnya pedang yang
hanya terpisah beberapa dim lagi dari lehernya. Dia
tahu-tahu menyentil dengan tangan kanannya.
"Dessss," tubuh pengemis yang dipanggil Cit-tee
(adik ketujuh) terpental keras, terpelanting ke tanah
bergulingan beberapakali. Matanya jadi juling
kepalanya dirasakan kaku, tubuhnya seperti
dihantam godam dan tulang-tulangnya seperti mau
copot, pusingnya sampai keotaknya. Untuk sejenak
pengemis itu tidak bisa bangun.
479 Pengemis-pengemis lain berseru kaget campur
marah, mereka bersiap menyerang. Tapi pengemis
yang mencekal tongkat bambu hijau mencegah
dengan isyarat pergunakan tongkatnya, lalu dia
menghampiri temannya yang rebah dengan mata
tetap juling karena terlalu pusingnya, diusap-usap
leher temannya, barulah rasa pusing si Cit-tee
berkurang, dia bisa bangun, walaupun rasa
pusingnya belum lenyap seluruhnya.
Yang mengherankan buat pengemis-pengemis
lainnya, kawan mereka tadi menikam sebetulnya
dengan cara yang cepat dan jurus yang ampuh,
yaitu "Peng ho-kiat-tang" (Sungai Es mencair), salah
satu jurus terampuh dari ilmu pedang kaum
Kaypang, yang biasanya jarang bisa dielakkan oleh
lawan, apalagi dilakukannya mendadak begitu.
Tapi luar biasa sekali, pemuda itu hanya sedikit
memiringkan tubuhnya, mengangkat tangannya dan
menyentil, teman mereka terpelanting dengan mata
terjuling-juling ! Karena mereka semakin waspada,
itu membuktikan kepandaian pemuda ini, yang
mereka sebut-sebut sebagai iblis laknat, memang
tinggi. Pengemis yang memegang tongkat bambu sudah
kembali ketempatnya. ia mengawasi tajam pada
sipemuda tampan. "iblis laknat! Hari ini adalah
saatnya dimana kau harus menebus dosa-dosamu !
Bersiap-siaplah untuk menerima hukumanmu!"
480 "Benarkah itu?" tanya sipemuda dingin. Mukanya
tetap tidak memperlihatkan perasaan apapun.
"Apakah kau tidak keliru bicara" Justru kalian yang
harus bersiap-siap untuk berangkat ke neraka!"
Pengemis tua itu tidak mau mengadu mulut. "Aku
Thian Sin Cu (Si Malaikat Langit) ingin melihat
sebetulnya berapa tinggi kepandaianmu!"
Tongkatnya langsung menuding dengan jurus "Kim
Ciam Touw Sian" (Benang Menusuk Jarum Emas).
disusul bentakannya: "Cabut senjatamu!"
Sipengemis yang bernama Thian Sin Cu tidak
mau membiarkan sipemuda bicara terlalu banyak,
memaksanya untuk bertempur.
Pemuda itu tetap berlaku tenang, "0oh, tidak
tahunya Thian Sin Cu" Bagus ! Sekarang kau bisa
benar-benar jadi Malaikat Langit. akan kukirim kau
kesana !" Dia merangkapkan kedua tangannya,
berani sekali dia menekapkan kedua telapak
tangannya menangkap ujung tongkat bambu,
padahal ujung tongkat bambu itu mengandung
tenaga khikang yang sangat kuat !
Thian Sin Cu tidak menarik tongkatnya dia ingin
melihat berapa besar tenaga dalam pemuda ini,
yang diketahuinya sangat sadis. la juga mengenali
cara si pemuda menghadapi tongkatnya adalah yang
disebut Hun-kiy-cian (ilmu Pukulan Memecah dan
Membuka). Hanya yang tidak disangkanya adalah
kekuatan khikang pemuda itu, sebab begitu ujung
481 tongkatnya kena ditangkap oleh jepitan kedua
telapak tangan si pemuda, tongkat itu tidak
bergeming lagi, biarpun Thian Sin Cu mendorong
kuat sekali disertai khikang tetap ujung tongkat
terjepit diantara kedua telapak tangan si pemuda.
Muka si pemuda tetap dingin, dia perdengarkan
tertawanya yang dingin sekali "Kini giliranku untuk
menghadiahkan kau satu jurus!" Bersamaan dengan
itu kedua telapak tangan si pemuda tergetar, dan
Thian Sin Cu kaget tidak terkira, sampai ia
mengeluarkan keringat dingin. Tangannya dirasakan
kesemutan waktu tongkat yang digenggamnya
tergetar semakin lama semakin keras.
Itnlah tenapa khikang yang luar biasa ampuh !
Hampir tidak bisa diterima oleh akal sehat Thian Sin
Cu, pemuda dalam usia semuda itu bisa memiliki
khikang yang demikian tinggi ! Tapi sebagai seorang
kangouw berpengalaman, ia cepat bisa
mengendalikan diri. Dia mengempos semangatnya,
tahu-tahu, tangan kirinya menyambar ke muka
pemuda itu dengan "Tin San Ciang" (Pukulan
menggetarkan Gunung") kuat sekali tenaga pukulan
itu, jangankan manusia yang terpukul, batupun akan
menjadi tepung halus kalau terpukul oleh kepalan
tangan Thian Sin Cu saat itu.
Pemuda itu merasa kesiuran angin kuat
menyambar mukanya, tetap mukanya dingin.
"Cukup tinggi lwekang jembel ini!" pikir pemuda itu.
Dia bukan hanya berpikir, kedua telapak tangannya
482 tahu-tahu dibuka, tubuhnya dengan kecepatan luar
biasa sudah menyingkir ke samping kanan, ia
bergerak dengan jurus "Ouw-liong-jiauw-cu" (Naga
Hitam Melibat Tiang), tahu-tahu dia sudah di
samping Thian Sin Cu, telapak tangan kanannya
meluncur turun akan menepuk pundak si pengemis !
Bukan Thian Sin Cu seorang yang kaget, temanteman
si pengemispun berseru kaget. Beberapa
orang bermaksud untuk melompat menolongi.
walaupun mereka tahu sudah terlambat dan tidak
mungkin bisa mencapai si pemuda sebelum telapak
tangan itu jatuh pada sasarannya.
Yang lebih mengejutkan tubuh si pemuda berdiri
dengan tegak, tangan meluncur turun, muka yang
dingin, dia tengah menjalankan salah satu jurus dari
ilmunya yang mengandung maut !
Thian Sin Cu waktu itu sebetulnya tengah hilang
sedikit keseimbangan tubuhnya, karena tongkat
yang tengah didorongnya tahu-tahu terlepas dari
jepitan kedua telapak tangan si pemuda. Tubuhnya
agak terjerunuk ke depan dengan kuda-kuda yang
agak tergempur. Sekarang dia diserang begitu
dahsyat tentu saja dia kaget.
Waktu jiwanya tengah terancam bahaya,
secepatnya dia bergerak dengan Gin-han-hui-te
(Bima-sakti Mem-bentak Di Udara). dia coba
membalikkan tongkatnya ke belakang, di sodok
sekuat tenaga, maksudnya ingin menusuk perut si
483 pemuda.Tapi gerakannya terlambat, telapak tangan
si pemuda sudah berada di pundaknya, dan Thian
Sin Cu mengeluh. "Mati aku..."
Semua mata pengemi's-pengemis yang ada di
situ terbuka tegang melihat jiwa Thian Sin Cu
terancam tanpa mereka bisa melakukan sesuatu.
Sudah bisa dipastikan Thian Sin Cu sedikitnya akan
terluka parah dan mungkin cacad seumur hidupnya.
Di detik menentukan itu, mendadak terdengar
teriakan. "Koko... ampuni dia !"
Alis si pemuda berkerut, tapi tangannya sudah
ditarik kembali batal menepuk pundak Thian Sin Cu
itulah cara yang sulit sekali dilakukan oleh
sembarangan orang, di saat tenaga tengah
dikerahkan tangan meluncur, mendadak bisa ditarik
kembali membatalkan tepukan. Jika seseorang
lwekangnya belum mercarai tingkat yang tinggi
tentu sulit baginya melakukan perbuatan seperti itu.


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di tempat itu telah tambah seorang gadis berusia
18 tahun, rambutnya dikuncir dua, mukanya
berpotongan seperti buah tho, memerah cantik
sekali. Bajunya singset. sebagaimana baju yang biasa
dikenakan wanita-wanita pengembara, hanya
ditambah oleh jaket kulit berbulu tebal. Gadis itu
tertawa-tawa. Ternyata dia tidak lain dari Siauw Hoa
(Si Bunga Kecil)! 484 "Kau selalu usil mencampuri urusanku!"
menggumam si pemuda dingin.
Thian Sin Cu sendiri yang semula sudah siap-siap
menerima pukulan maut itu dengan mengempos
seluruh khikangnya pada pundak, ketika mengetahui
si pemuda menahan pukulannya, tubuhnya
bergulingan ke depan cukup jauh dengan "Hui-hongsut"
(berlari-terbang). Waktu berdiri dengan
memegang tongkat bambunya, muka Thian Sin Cu
agak pucat, dan keringat pun penuh di keningnya.
Walaupun usia pemuda itu masih muda, namun
kepandaiannya ternyata tidak kalah-dari kepandaian
Thian Sin Cu. "Seng-ko, kau memarahiku?" bibir Siauw Hoa
yang kecil mungil yang semula tertawa-tawa,
seketika terkatup dan jadi cemberut marah, tapi
tetap gadis ini tampak sangat cantik.
Si pemuda menghela napas "Mengapa kau datang
kemari?" tegurnya tanpa menjawab pertanyaan
Siauw Hoa. "Kau jawab dulu pertanyaanku, apakah kau
marah padaku?" menggeleng si gadis ngambul.
"Tidak! Katakanlah mengapa kau datang kemari
?" "Menyusul kau ! Thia-thia perintahkan kau pulang
!" 485 Muka si pemuda berobah guram. "Kau pulang
dulu, aku masih ada urusan yang perlu dibereskan.
Jika urusanku sudah beres, segera aku pulang."
"Tapi Thia-thia bilang aku harus pulang
bersamamu, ada yang ingin dibicarakan Thia-thia
bersamamu !" Si pemuda membanting kakinya beberapa kali,
tampaknya jengkel. Dia melirik kepada belasan
pengemis yang waktu itu dengan dipimpin Thian Sin
Cu mengambil sikap mengepung dia bersama Siauw
Hoa. Thian Sin Cu setelah mengatur jalan
pernapasannya kesegarannya pulih, rasa kagetnya
telah lenyap. dia memimpin teman-temannya untuk
mengepung si pemuda dan Siauw Hoa di tengahtengah,
siap untuk menyerang serentak. Siauw Hoa
tertawa. "Sudahlah Seng-ko. ampuni mereka ! Apa
gunanya ribut-ribut dengan segala macam pengemis
seperti itu " Ayo kita pulang...!" Setelah berkata
begitu Siauw Hoa berpaling kepada Thian Sin Cu dan
teman-temannya. "Kalian tunggu apa lagi tidak mau
cepat-cepat angkat kaki menerima pengampunan
koko-ku " Apakah menunggu Lam-mo, Pak-mo, Seemo
dan Tong-mo berempat tiba di sini " Mereka
berempat tengah mendatangi kemari, rasanya tidak
lama lagi akan sampai di sini !"
486 Mendongkol bukan main Thian Sin Cu dan temantemannya
mendengar perkataan Siauw Hoa, mereka
juga tahu itulah gertakan belaka. Tapi, gadis itu
memang telah menolong Thian Sin Cu,
menyelamatkan jiwa si pengemis dari tangan maut
si pemuda. Di samping itu kalau sampai Tong-mo berempat
benar-benar datang ke situ, ini merupakan ancaman
yang tidak ringan. Menghadapi pemuda yang
usianya masih begitu muda sudah cukup sulit, apa
lagi kalau keempat iblis itu tiba di sini. Maka Thian
Sin Cu memutuskan mereka harus cepat-cepat
berlalu. "Baiklah," katanya tawar. "Walaupun bagaimana
dosa-dosamu harus dipertanggung-jawabkan, tidak
sekarang pasti di waktu mendatang!" Setelah
berkata begitu Thian Sin Cu dengan sikap gusar
mengibaskan tongkatnya mengisyaratkan kawankawannya
untuk segera meninggalkan tempat itu.
Si pemuda cuma mengawasi dingin, tanpa
mengucapkan sepatah perkataan. Setelah
rombongan pengemis Kaypang lenyap dalam
kegelapan malam, barulah si pemuda membantingbanting
kakinya beberapakali dengan jengkel.
"Siauw Hoa, kau selalu mencampuri urusanku !
Oooooh, kalau aku.... kalau aku..."
487 "Hi-hi-hi-hi... kalau aku kenapa, Seng-ko ?" tanya
Siauw Hoa sambil tertawa.
"SudahIah ! Jika nanti kau masih terus menerus
mencampuri urusanku, satu saat aku pasti tidak
akan hiraukan kau lagi !" menyahuti si pemuda.
"Seng-ko... kau sekarang berobah jahat ! Jika
kau tidak mau menghiraukan aku lagi biarlah aku
menangis saja!" Benar-benar si gadis menangis
terisak-isak. Si pemuda jadi kelabakan, dicekal
kedua lengan si gadis, lalu dihiburinya.
"Aku hanya bergurau, Siauw Hoa, Ayo tertawa
lagi, aku tetap sayang padamu..!" membujuk
sipemuda. Siauw Hoa benar-benar gadis dengan perangai
agak aneh. Tadi dia begitu mudah menangis, tapi
sama mudahnya kini dia tertawa, walaupun air
matanya masih membasahi pipinya.
"Benarkah Seng-ko" Kau selamanya akan tetap
sayang padaku, bukan ?" menegasi Siauw Hoa.
Pemuda itu mengangguk kesal, karena adiknya
ini selalu juga merepotkannya.
"Ayo kita cepat-cepat pulang, Seng-ko. Thia-thia
tentu sedang menantikan kita dengan kuatir ! Tadi
kepada See-mo telah kuberitahukan, agar dia
488 beritahukan Pak-mo, Tong-mo dan Lam-mo, agar
mereka pulang." Pemuda itu mengangguk lesu, tangannya ditarik
oleh Siauw Hoa meninggalkan lembah itu.
Siapakah pemuda yang disebut Seng-ko oleh
Siauw Hoa " Dan siapa gadis yang tampak selalu
lincah dengan paras yang cantik" Mereka tidak lain
dua bersaudara kandung dari keluarga yang paling
berkuasa disaat itu setelah Kaisar Yong Ceng, yaitu
putra-putri Cu Bian Lian, Cu KongKong !
Memang lucu kedengarannya seorang Thay-kam
seperti Cu Kongkong bisa mempunyai anak,
sepasang pula ! Hal itu terjadi karena sebelum
masuk istana menjadi Thaykam, Cu Kongkong
pernah menikah. Setahun setelah ia memperoleh
anak, yaitu Cu Lie Seng. Disusul kemudian dengan
hamil isterinya untuk kedua kalinya. Waktu itulah Cu
Bian Liat bertengkar dan dihina oleh Tihu kotanya,
pembesar itu menangkap dan menjebloskan Cu Bian
Liat kepenjara. Sakit hati terhadap Tihu itu membuat Cu Bian Liat
bertekad hendak masuk istana, agar kelak bisa balas
sakit hatinya pada Tihu itu. Ketika ia dibebaskan, ia
segera berangkat kekoraraja tanpa menanti
kelahiran anaknya yang kedua, masuk keistana dan
jabatan yang diterimanya adalah Thaykam.
489 Karena nekad, walaupun harus dikebiri, ia
menerima jabatan itu, karena ia mempunyai rencana
sendiri untuk kelak setelah memiliki kekuasaan
membalas sakit hatinya pada Tihu yang pernah
menghina dan menjebloskannya kedalam penjara!
Siapa sangka, Cu Bian Liat akhirnya merupakan
satu-satunya Thaykam yang disayang Kaisar,
bahkan Kaisar telah memberikan kekuasaan yang
besar padanya. Kemudian Kaisar tua mati, diganti
oleh Yong Ceng. Raja yang baru naik takhta itupun ternyata
mencurahkan seluruh kepercayaan kepada Thaykam
yang satu ini. Cu Kongkong semakin kuat dengan
kekuasaannya. Tihu yang jadi musuhnya sudah
siang-siang habis sekeluarga dibabat oleh Cu
Kongkong ! Setelah merasa kedudukannya mantap benar, Cu
Kongkong membawa kedua orang anak dan istrinya
keistana. Peristiwa penyambutan isteri dan anak-anak Cu
Kongkong terjadi belasan tahun yang lalu, sebelum
ayahanda Kaisar Yong Ceng wafat, dalam saat mana
Cu Kongkong memang sudah memiliki kekuasaan
yang cukup besar. Sebagai orang kebiri, tentu saja Cu Kongkong
sudah tidak mengharapkan sesuatu lagi dari
isterinya, hubungan mereka hanya sebagai
490 persaudaraan belaka. Bagi Cu Kongkong, yang
mungkin terpenting dalam hidupnya, memberi
kesenangan kepada kedua anak-anaknya !
Kasih sayang berlebihan, perlakuan memanjakan
berlebih-lebihan, bisa mempengaruhi perkembangan
jiwa maupun watak seorang anak. Dan demikian
pula halnya dengan Cu Lie Seng. la tumbuh jadi
dewasa dengan perangai yang berobah jadi jelek
sekali, sifatnya pun buruk.
Tidak jarang ia melakukan perbuatan tidak
terpuji, kejam dan sadis terhadap orang yang tidak
disenanginya. Siapa yang berani menentang pemuda
ini, yang merupakan putera dari orang yang memiliki
kekuasaan kedua setelah Kaisar Yong Ceng" Terlebih
lagi di belakang Cu Lie Seng pun berdiri tokoh-tokoh
rimba persilatan yang sengaja diundang oleh Cu
Bian Liat Cu Kongkong sebagai pelindung anaknya
tersebut, merangkap sebagai guru silatnya juga !
Cu Lie Seng pun memiliki otak yang cerdas di
samping sifat-sifat buruknya. la mudah sekali
mempelajari sesuatu, seakan tidak ada sesuatu yang
sulit baginya. Mempelajari semacam ilmu silat saja
bisa dilakukan dengan cepat.
Pemuda ini pun telah berusaha menggabungkan
berbagai ilmu silat dari macam-macam aliran untuk
menjadi semacam ilmu silat yang ampuh, semua itu
di lakukan secara diam-diam, tidak seorangpun dari
guru-gurunya yang mengetahui hal tersebut.
491 Karena merasa sebagai satu-satunya orang yang
memiliki kekuasaan besar, di mana semua orangorang
kepercayaan ayahnya pun tunduk padanya,
maka Cu Lie Seng semakin lama semakin
mengumbar nafsu jahatnya. la sering mengganggu
isteri orang baik-baik, mengganggu puteri dari
keluarga yang tidak berdaya.
Siapa saja yang diinginkannya, baik wanita atau
laki-laki. harus menuruti setiap keinginan pemuda
ini. Yang wanita, terutama yang cantik-cantik, tentu
akan jadi bahan permainan si pemuda. Sedangkan
yang laki-laki tentu akan dijadikan anak buahnya,
untuk membantunya melaksanakan perbuatan
jahatnya. Semakin bertambah usia pemuda itu, semakin
banyak perbuatan tak terpuji yang dilakukan. Dan
malah terakhir ini ia berpikir untuk menguasai
orang-orang rimba persilatan, di mana ia bercita-cita
menjadi jago satu-satunya di dalam dunia
persilatan, semua pendekar harus tunduk padanya.
Banyak jago-jago ternama yang dihubunginya
dengan mempergunakan kekuasaan ayahnya, jarang
pendekar-pendekar yang dihubunginya berani
menolak ajakan si pemuda, agar bekerja di bawah
perintahnya. Cu Kongkong bukan tidak mendengar sepakterjang
anaknya yang satu itu. Tapi Cu Bian Liat
bukannya menegur sang putra, malah diam-diam
492 perintahkan beberapa orang pahlawan
kepercayaannya untuk diam-diam mengawal
anaknya, sebagai pelindung anak Thaykam yang
paling berkuasa itu. Waktu itu Cu Lie Seng bersama Siauw Hoa
sampai dimulut lembah, mendadak tampak
seseorang tengah berlari menghampiri kepada
mereka. Alis Cu Lie Seng mengkerut, gumamnya:
"Mengapa manusia tak punya guna ini berlari-lari
seperti itu?" Dia mengenal bahwa yang teman menghampiri
kearah dia dan Siauw Hoa adalah Ang Bi Tin, murid
Lam-mo. Ang Bi Tin sampai didepan Cu Lie Seng. pemuda
itu memberi hormat. "Cukong, Suhu ku
mengharapkan kedatangan Cukong."
"Dimana ?" tawar suara Cu Lie Seng.
"Suhu bersama tiga orang paman sedang
menghadapi ketujuh pendeta Siauw Lim Sie.
Sebelumnya Suhu perintahkan aku menguntit ke


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tujuh pendeta itu, sampai akhirnya Suhu datang
bersama tiga paman lainnya, mereka bicara
sebentar dengan ketujuh pendeta Siauw Lim Sie,
akhirnya bertempur. Suhu berpesan agar kami mengundang Cukong
kesana, karena kalau Cukong tidak datang Suhu
493 belum lagi tahu apa tindakan selanjutnya terhadap
ketujuh pendeta itu !" Waktu menjelaskan Bi Tin
menunduk tidak berani menentang sorot mata Cu
Lie Seng yang tajam luar biasa. Muka Cu Lie Seng
begitu dingin, sehingga Bi Tin menggidik kalau
memandangnya. "Mereka bertempur dimana?" tanya Cu Lie Seng
akhirnya. "Tidak terlalu jauh dari sini, hanya terpisah
puluhan lie saja." menyahuti Bi Tin.
Siauw Hoa memegang tangan kakaknya. "Sengko,
ayo kita pulang, Thia-thia sedang menunggu!
Dan kau..." Siauw Hoa menoleh pada Bi Tin,
"beritahukan pada gurumu dan ketiga orang paman
agar menyusul kami pulang keistana !"
"Ya, ya." Menyahuti Bi Tin.
Tapi Ci Lie Seng menggeleng.
"Adikku, jangan memaksa aku untuk pulang
sekarang juga. Aku ingin melihat pertempuran itu,
pasti menarik!" Kata Cu Lie Seng. "Kau tentu tertarik
melihat pertunjukan yang pasti sangat menarik."
Siauw Hoa monyongkan mulutnya, tapi hanya
sebentar saja, kemudian dia mengangguk.
494 Bi Tin mengantarkan Cu Lie Seng dan Cu Siauw
Hoa ketempat dimana Lam-mo dengan Pak-rno,
See-mo dan Tong-mo yang tengah bertempur
dengan tujuh pendeta Siauw Lim Sie. Tempat
dimana berlangsungnya pertempuran itu ternyata
hanya terpisah belasan lie, cepat sekali mereka tiba
disitu. didekat pintu kampung Liauw-cun.
Cu Lie Seng tidak melakukan tindakan apa-apa,
hanya menonton saja pertempuran itu yang
berlangsung seru sekali, Siauw Hoa dan Bi Tin pun
berdiam diri menyaksikan betapa pertempuran yang
tengah berlangsung benar-benar merupakan
pertunjukan sangat menarik, dimana tujuh orang
pendeta Siauw Ltm Sie tengah menghadapi empat
dedengkot iblis! Saat itu Wie Sin Siansu yang memimpin keenam
orang sutenya tengah mengepung Lam-mo, Pak-mo,
See-mo dan Tong-mo. Rupanya ketujuh pendeta
Siauw Lim Sie tidak mau memberikan kesempatan
keempat dedengkot itu meloloskan diri dari dalam
kalangan, Tong-mo berempat pun memberikan
perlawanan yang menakjubkan, karena tangan kaki
mereka yang bergerak selalu menimbulkan kesiuran
angin keras, sampai terasa oleh Cu Lie Seng, Siauw
Hoa dan Bi Tin, biarpun mereka berdiri ditempat
yang terpisah agak jauh dari kalangan pertempuran
tersebut. "Sekarang sudah jelas," terdengar Wie Lung
Siansu membentak sambil menyerang memakai
495 jurus "Tek-song-ciu" (Tangan Memetik Bintang).
kelima jari tangan kanannya berkembang akan
menakup kepala Pak-mo. Dedengkot iblis yang
berpakaian seperti pengemis itu tertawa "he-he-hehe
!" tubuhnya melesat kesamping dibarengi dengan
jurus "Hun-kang-toan-liu" (Membendung Sungai
Memutuskan Aliran), sebat bukan main kakinya
menendang rusuk Wie Lung Siansu. "Kalian yang
selama ini telah mengacau ingin mengadu domba
antara Bu Tong dengan Siauw Lim !"
"Hi-hi-hi..." Tertawa mengejek Tong-mo. "kalau
sudah tahu, ya sudah! Jangan gaiak-galak begini !"
Sambil mengejek, Tong-mo yang berpakaian sebagai
hweshio, melompat kesamping Wie Khie Siansu,
telapak tangannya yang penuh hawa khikang
sehingga tampak kulitnya memerah seperti darah,
meluncur kepinggang sipendeta.
Wie Khie Siansu merasakan angin panas nyeri
menyambar pinggangnya, dia agak terkejut.
"Hemmmm iblis ini menguasai Ang-see-ciang..!" Dia
tidak berayal, karena mengetahui Ang-see-ciang
sejenis ilmu hitam yang sangat beracun. Setiap
orang yang melatih ilmu itu pasti telapak tangannya
memerah seperti darah jika mempergunakan ilmu
tersebut, kalau mengenai sasaran akan berakibat
hebat, jangankan manusia, batupun akan hancur
jadi bubuk! Mengetahui bahaya yang mengancam Wie Khie
Siansu bukan hanya berkelit belaka. "Siancay," dia
496 memuji, sambil tangannya tiba-tiba mendorong
kearah dada Tong-mo, dibarengi pengerahan
khikangnya, ia mempergunakan salah satu jurus dari
ilmu andalan Siauw Lim Sie yang bernama "Liuseng-
kan-goat" (Bintang Sapu Mengejar Rembulan),
kuat dorongan yang disertai tenaga khikang yang
sudah terlatih baik, karena Tong-mo seketika
merasakan napasnya sesak, membuatnya harus
cepat cepat membatalkan serangan Ang-see-ciang
pada sipendeta. Semua itu hanya beberapa detik saja, tapi itulah
jago-jago ulung yang tengah bertanding, sekali saja
salah satu pukulan mereka mengenai sasaran,
celakalah korban tersebut !
Baru Tong-mo menyingkir, justru di belakangnya
menyambar angin yang panas seperti membakar.
Tahulah Tong-mo bahwa ia tengah diserang oleh
pukulan yang dahsyat. Tanpa menoleh lagi ia segera
mengempos semangat murninya, membungkukkan
sedikit tubuhnya dengan kaki kanan tertekuk,
berbareng telapak tangannya meluncur ke belakang.
"Plakkk," terdengar suara keras disusul lagi oleh
"Dessss!" Tangan Tong-mo saling bentur dengan
tangan Wie Tay Siansu. Keduanya lompat mundur
kebelakang dengan muka berobah, tadi mereka
sudah mempergunakan tenaga dalam yang samasama
tinggi, dan dalam satukali bentrokan itu
masing-masing merasa kagum terhadap lawan
497 mereka yang sinkangnya ternyata berimbang satu
dengan yang lain. Lam-mo waktu itu tengah melayani Wie Sin
Siansu. Si pendeta alim Siauw Lim Sie yang sabar ini
tampaknya sudah mengeluarkan ilmunya yang
tinggi, berulangkali ia mengibas dan memukul
mempergunakan kepalan tangannya. Namun Lammo
walaupun sudah tua serta kurus bagaikan orang
berpenyakitan, selalu dapat menghindarkan
serangan lawan, malah kalau sudah terpaksa ia
menangkis dengan kekerasan. Terdengar berkali-kali
suara "Wutttt !"
"Dessss! menunjukkan hebatnya benturan dua
macam tenaga sinkang yang sudah terlatih tinggi !
Dalam suatu kesempatan Wie Sin Siansu sedang
menghindarkan salah satu ancaman serangannya,
Lam-mo membarengi menyerang lagi dengan jurus
"Tui-hun-tok-pok" (Mengejar Roh Menarik Sukma),
tangan kanannya lurus ingin mencengkram pundak
Wie Sin Siansu, tangan kirinya mendorong kuat
sekali, sampai terdengar suara "Ciuutt!"
berulangkali. "Pukulan sangat jahat dan beracun ! Siancai."
menggumam Wie Sin Siansu, si pendeta menghindar
tidak menyambuti pukulan lawan. Kemudian mereka
mendekat dan mengukur kekuatan lagi.
498 Lain lagi cara bertempur See-mo, dedengkot iblis
yang memiliki bentuk tubuh pendek cebol seperti
tubuh seorang anak kecil. la benar-benar gesit luar
biasa, karena tubuhnya yang cebol itu berkelebat
kesana kemari. Wie Un Siansu dan Wie Lie Siansu agak repot
menghadapinya ! Kalau memang See mo hanya
berkelebat kesana kemari belaka, tentu tidak akan
berarti apa-apa buat kedua pendeta alim Siauw Lim
Sie, justru dedengkot iblis yang cebol ini selalu
membarengi dengan pukulan-pukulannya yang
berhawa dingin dan mengandung maut !
Sinkang Wie Un Siansu dan Wie Lie Siansu masih
berada di bawah sinkang Suhengnya, Wie Sin Siansu
karenanya biarpun mereka berdua menghadapi Saemo
tetap saja membuat mereka repot.
Sebab-sebab utama mengapa kedua pendeta alim
Siauw Lim Sie ini sibuk melayani See-mo adalah
disebabkan bentuk tubuh See-mo yang cebol. Kalau
saja dedengkot iblis ini bertubuh normal, tentu Wie
Un Siansu dan Wie Lie Siansu tidak serepot itu.
Apalagi memang Sce-mo tampaknya mengandalkan
ginkangnya yang tinggi, untuk berkelebat ke sana ke
mari, diselingi oleh pukulan-pukulan mengandung
maut! Wie Un Siansu tahu bahwa ilmu pukulan maut
See-mo adalah yang disebut Sin-kong-ciang (Tangan
Sinar Sakti) sejenis ilmu pukulan sesat dan beracun.
499 Setiap memukul, akan disertai oleh khikang yang
kuat, memancarkan hawa dingin yang keras, kalau
lawan berkepandaian tanggung-tanggung. tentu satu
dua jurus saja See-mo sudah bisa merubuhkan
lawannya! Tetapi sekarang justru yang dihadapinya
adalah pendeta alim Siauw Lim Sie tingkat kedua,
yang kepandaiannya sulit diukur, bahkan dua orang
sekaligus, karenanya biarpun sudah lebih dari dua
jam dia mempergunakan ginkangnya diselingi oleh
pukulan-pukulan Sin-kong-ciang, tetap saja dia
gagal merubuhkan Wie Un Siansu atau Wie Lie
Siansu. Untuk menyentuh jubah pendeta itu sajapun
tidak pernah terjadi"
Cu Lie Seng mengawasi dengan mata mencorong
memancarkan sinar tajam. Dia tidak mencegah
pertempuran itu, tanpa bersuara ia mengikuti jalan
pertempuran tersebut penuh perhatian. Memang Cu
Lie Seng diam-diam sedang menggubah bermacammacam
ilmu aliran pintu perguruan silat yang ingin
digabung dan diciptakan menjadi sebuah aliran baru.
Sekarang menyaksikan jalannya pertempuran
antara tokoh-tokoh berkepandaian tinggi, jelas
menggembirakan hatinya. Dia bisa memperhatikan
dengan sesama setiap jurus yang dipergunakan oleh
para pendeta Siauw Lim Sie dan empat dedengkot
iblis itu. Sebagai pemuda berotak sangat cerdas, Cu Liu
Seng memang memiliki kelebihan dibandingkan
dengan pemuda-pemuda sebaya dengannya. Sekali
500 lihat saja dia bisa mengingat sesuatu sampai
berbulan-bulan dan bertahun-tabun lamanya berada
dalam ingatannya. Sekarang menyaksikan jalannya
pertarungan lagi memang See-mo tampaknya
mengandalkan ginkangnya yang tinggi, untuk
berkelebat ke sana ke mari, diselingi oleh pukulanpukulan
mengandung maut! ----------- tempuran itu, iapun hanya menyaksikan dan
diam-diam berusaha mengingat setiap gerak dan
jurus yang dipergunakan oleh mereka yang tengah
bertempur. Wie Sin Siansu sambil bertempur, beberapa kali
bertanya kepada Lam-mo. Tetapi sejauh itu Lam-mo
tidak melayani pertanyaan si pendeta.
"Apa salah kami Bu Tong dan Siauw Lim Sie
sehingga kalian hendak mengadu domba kami ?"
tanya Wie Sin Siansu setelah menghindarkan
ancaman tangan Lam-mo. "Lalu, siapakah yang
melukai Tang Bun Susiok kami ?"
Lam-mo tidak segera menyahuti, tangan kirinya
mengirim pukulan kuat dengan Sun-eisi-kian-yo (
Pukulan menuntun Kambing ), disusul lagi oleh
tangan kanannya akan menghajar lambung pendeta
alim Siauw Lim Sie tersebut dengan jurus "Kie-hweliauw-
thian" ( Angkat Obor Menerangi Langit).
501 Hebat kedua pukulan tersebut, Wie Sin Siansu
pun menyadari tidak mungkin bisa main-main
menerima kedua pukulan itu. Sambil bilang
"Siancai", tubuhnya tahu-tahu melesat ke samping
kiri beberapa langkah dengan jurus "Jie-yan-coanlian"
(Anak Walet Menembus Tirai) dia menghindari
pukulan tangan kiri Lam-mo, dengan memutar
sedikit pundaknya, tangan kanannya mengibas
keras, menangkis pukulan tangan kanan dedengkot
iblis dari Selatan iiu. "Plakkkkk !", "Dessssss !" kedua tangan saling
bentur tubuh Wie Sin Siansu tergetar, sedangkan
Lam-mo bergoyang-goyang tubuhnya dengan kaki
melangkah setindak ke belakang. Muka Lam-mo
juga berobah, karena waktu tangannya kebentur
dengan tangan si pendeta, dirasakan betapa
pergalangan tangannya bagaikan dihantamkan pada


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

besi, nyeri dan sakit. "Hemmmm. benar-benar Siauw Lim Sie tidak
punya nama kosong," pikir Lam-mo sambil
memperbaiki kedudukan kedua kakinya, "si gundul
inipun tampaknya menang seurat dariku..."
Memang jika dua orang ahli silat ternama saling
mengadu kekuatan, walaupun hanya satu dua
gebrakan saja, sedikit saja terjadi perkembangan
pada diri lawan, segera bisa diketahui mana yang
lebih tangguh. 502 Perbedaan yang sedikit pun sangat memegang
peranan besar untuk kalah menangnya seorang ahli
silat yang kepandaiannya sudah tinggi.
Wie Sin Siansu berdiri tegak tidak maju
menyusuli serangan, mengawasi lawannya dengan
sorot mata tajam, walaupun mukanya tetap
memperlihatkan sikap welas-asih. Sabar sekali
tampaknya. "Beritahukanlah pada kami, mengapa kalian
memusuhi kami?" tanya si pendeta, suaranya tetap
sabar. "Dan juga beritahukanlah siapa yang telah
mencelakai Tang Bun Susiok kami, maka kami tidak
akan mempersulit kalian lagi!"
Lam-mo tertawa, menyeramkan suara
tertawanya, seperti tangis iblis saja, mendirikan bulu
tengkuk, itulah tanda bahwa dedengkot iblis ini telah
murka. Amarahnya itu meledak dalam bentuk
tertawa mengerikan tersebut.
"Jadi kau mau tahu mengapa Siauw Lim Sie dan
Bu Tong Pay harus lenyap dari persilatan ?"
tanyanya kemudian mengejek. "itulah disebabkan
kalian merupakan manusia-manusia bodoh yang
selalu membanggakan diri sebagai orang-orang yang
tak tertandingkan lagi ! Kami ingin lihat, apakah
selanjutnya Bu Tong dan Siauw Lim masih bisa
menancapkan kaki di dalam Kangouw!"
503 Alis Wie Sin Siansu bergerak sedikit, tapi
mukanya tetap sabar. "Siancai! Siancai! ltulah suatu
keinginan yang berlebih-lebihan Siauw Lim tidak
pernah usil dengan perkara Kangouw, tapi kalian
rupanya sudah menghimpun kekuatan cuma untuk
mempersulit kami ! Baiklah, lalu siapa yang
menurunkan tangan beracun pada Tang Bun Susiok
kami?" Lam-mo tertawa bergelak-gelak menye-lai.ilan.
"Tentang itu" katanya... Tentu saja..."
"Ci Hoan Liong!" Tiba tiba Cu Lie Seng
memanggil, dingin suaranya.
Lam-mo Ci Hoan Liong seketika berhenti bicara,
menoleh dan tubuhnya segera melompat ke dekat
Cu Lie Seng. "Ada apa, Kongcu ?" tanyanya,
keheranan. "Biarkan aku yang bicara dengan pendeta itu !"
menyahuti Cu Lie Seng dingin.
"Baik. Kongcu !" Ci Hoan Liong tidak berani
membantah dan berdiri di samping Cu Lie Sang. Si
pemuda melangkah perlahan-lahan mendekati Wie
Sin Siansu. sikapnya angkuh dan seperti tidak
memandang mata pada pendeta sakti Siauw Lim Sie
tersebut. Setelah dekat, pemuda itu mengangkat
tangannya, serunya dingin: "Semuanya jangan
bertempur !" 504 Pak-mo. See-mo dan Tong-mo bertiga patuh
benar pada perintah Cu Lie Seng, mereka segera
memisahkan diri dari lawan masing-masing
melompat keluar dari kalangan dan berdiri di dekat
Cu Lie Seng, masing-masing memanggil hormat: "Cu
Kongcu...!" si pemuda hanya mengangguk dengan
muka dingin angkuh. Wie Lung Siansu, Wie Kie Siansu dan empat
pendeta Siauw Lim Me lainnya segera berkumpul
didekat Wi Sin Siansu dengan sikap bersiap sedia
untuk bertempur lagi. Cu Lie Seng dengan muka kaku dingin mengawasi
Wie Sin Siansu, tidak ada sikap menghormat,
biarpun usianya masih muda sekali. Sama dinginnya
seperti mukanya kemudian dia biiang: "Kalian ingin
tahu siapa yang menghukum Tang Bun dari Siauw
Lim Sie, bukan ?" Wie Sin Siansu merangkapkan kedua tangannya,
"Omitohud, sedikitpun tidak salah !" menyahuti
pendeta itu. "Maukah Kongcu memberitahukannya
?" Muka Cu Lie Seng tetap dingin. "Tang Bun
memang pantas menerima hukuman itu karena
sikap kepala batunya yang tidak kenal jalan
kebaikan yang kuberikan padanya !" Dingin suara Cu
Lie Seng, seakan tengah memberitahukan sesuatu
yang tidak penting, acuh tak acuh sikapnya.
505 Muka Wie Sin Siansu bertujuh berobah. Tadi
mereka bertekad harus dapat menundukkan
keempat dedengkot iblis. Walaupun Tang-mo, Seemo,
Pak-mo dan Lam-mo terkenal sebagai
dedengkot iblis berkepandaian tinggi namun Wie Sin
Siansu bertujuh yakin bila menundukkan mereka,
meski harus memakan waktu yang cukup lama Siapa
tahu kini muncul pemuda bermuka dingin dengan
sikap angkuhnya itu, yang menyebut-nyebut Tang
Bun Susiok mereka memang pantas menerima
hukuman darinya. Jelas hati ketujuh pendeta itu mendongkol, juga
heran dan bertanya-tanya dalam hati siapa in nama
pemuda ini. Wie Tay Siansu yang memang berangasan tidak
bisa menahan diri. "Bicara jangan berbelit-belit,
katakan saja apakah yang mencelakai Tang Bun
Susiok adalah kau ?"
Cu Lie Seng mengangkat kepalanya menatap
dingin kepada Wie Tay Siansu tanpa senyum pada
bibirnya yang terkatup rapat.
Setelah mengawasi sejenak, Cu Lie Seng
mengangguk. "Benar, memang aku yang
melakukannya..." "Kau harus mempertanggungjawabkan per
buatan kejimu !" Teriak Wie Tay Siansu melompat
akan menyerang Cu Lie Seng, tapi Wie Sin Siansu
506 bergerak lebih cepat, mencekal lengan sutenya dan
katanya: "Sute. biarkan dia bicara dulu...!"
kemudian menoleh kepada Cu Lie Seng, katanya :
"Nah, teruskanlah keteranganmu..."
Cu Lie Seng mengawasi tetap dengan muka
dingin, tidak tampak sedikitpun rasa takut
dimukanya, bahkan sikapnya seakan juga ia tidak
pandang sebelah matapun pada pendeta-pendeta
alim Siauw Lim Sie tersebut.
"Aku mau bicara atau tidak apa urusannya
dengan kau ?" Tanya Cu Lie Seng dingin. "Jika aku
tidak mau bicara kalianpun tidak mungkin bisa
memaksaku bicara!" "Siancai," luar biasa sabarnya Wie Sin Siansu.
"Kami hanya ingin tahu yang sebenarnya siapa
pelaku keji yang mencelakakan Tang Hun Su-siok
kami !" "Kalau sudah tahu, kalian mau berbuat apa ?"
"Kami tentu akan melihat persoalan tersebut
dulu, mengapa sampai Tang Bun Susiok kami
dicelakakan seperti itu !"
"Hem, sudah kuberitahukan tadi semua itu terjadi
karena kebodohan Tang Bun sendiri ! Dia terlalu
keras kepala." 507 "Sekarang singkatnya, yang mencelakai Tang Bun
Susiok kami adalah kau ?" tanya Wie Sin Siansu
mulai tidak sabar. Cu Lie Seng mengawasi dingin pada Wie Sin
Siansu, matanya agak sipit sedikit, tapi sinarnya
tajam sekali. Mukanyapun beku dingin tidak
berperasaan. "Benar," mengangguk pemuda itu.
"Aku yang telah menghukumnya Nah, sekarang
kalian sudah mengetahui yang menghukum Tang
Bun adalah aku, apa yang hendak kalian lakukan ?"
Wie Tay Siansu sekali ini tidak bisa bersabar lebih
jauh, tiba-tiba dia melesat melewati samping
suhengnya, dengan gerakan "Tui-tung- bong-goat"
(Mendorong jendela Melihat Rembulan), tubuhnya
melesat pesat ke Cu Lie Seng, dibarengi dengan
tangan kanannya mengibas memukul dengan jurus "
Swat-hoa-liok-cut" (Bunga Salju Berhambur-an
Keenam Penjuru), kuat tenaga khikang yang
dipergunakannya. Wie Tay Siansu memang adik
seperguruan Wie Sin Siansu, tapi sinkangnya hanya
berbeda sedikit sekali dari Suhengnya.
Sekarang Wie Tay Siansu tengah meluap
amarahnya, bisa dibayangkan dahsyatnya pukulan
yang dilakukan si pendeta. Cu Lie Seng kaget juga
merasakan menyambarnya angin yang panas ke
mukanya, walaupun kibasan tangan Wie Tay Siansu
belum sampai. 508 Namun dia tidak takut, apa lagi waktu itu Lammo
yang berada di sampingnya telah maju ke
depannya, mewakilinya menangkis tangan Wie Tay
Siansu. "Plakkk !" dua tangan saling bentur, dua
kekuatan hebat saling bertemu.
Dalam marahnya Wie Tay Siansu tidak menunggu
sampai menarik pulang tangan kanannya, tangan
kirinya sudah menghantam lagi dengan "Ban-suitiauw-
cong?" (Laksana Sungai Mengalir Ke Laut).
Pukulan tangan kirinya sekali ini pun tidak kalah
kuatnya dari yang pertama.
Lam-mo tadi merasakan tangannya tergetar
ketika tangannya kebentur dengan tangan si
pendera. tapi melihat Wie Tay Siansu memukul lagi
tidak kalah hebatnya, cepat-cepat dia mengempos
semangatnya, tangan kirinya diangkat untuk
menotok kedua biji mata Wie Tay Siansu dengan
jurus "Cun-ma-pun-coan" (Kuda indah Mengejar
Mata Air). Wie Tay Siansu tengah melayang di tengah
udara, kini matanya diancam. Memang tidak ada
jalan lain baginya menghadapi serangan istimewa
dari Lam-mo, ia harus menarik pulang pukulan
tangan kirinya, untuk dipakai menangkis totokan jari
tangan si dedengkot iblis itu.
Tapi belum lagi dia menarik tangan kirinya, Seemo,
sidedengkot iblis yang pendek cebol itu sudah
menghantam pinggangnya. Angin pukulannya kuat
509 sekali, jurus dari Sin-kong-ciang See-mo Uh Ma
memang dahsyat sekali, dia menghantam dengan
mencurahkan tujuh bagian tenaga khikangnya, ingin
menghantam hancur pinggang sipendeta.
See-mo Uh Ma pun memiliki ginkang yang
istimewa, diapun menyerang dengan cara
membokong seperti itu, karenanya Wie Tay Siansu
terancam benar keselamatannya, Jika dia
menghadapi totokan Lam-mo, jelas pinggangnya
akan hancur dihantam Sin-kong-cianguya See-mo
Uh Ma. Kalau dia membagi perhatian untuk memunahkan
pukulan See-mo, matanya terancam bahaya jari
tangan Lam-mo yang menotok tidak enteng!
Wie Un Siansu dan Wie Lung Siansu ingin
melompat untuk membantu saudara
seperguruannya. Tapi Wie Sin Siansu memberi
isyarat, kepada kedua sutenya agar mereka berdiam
diri saja "Wie Tay bisa menghadapi semua itu !" kata
Wie Sin Siansu. Wie Un Siansu dan Wie Lung Siansu batal
melompat maju untuk menolongi, mereka percaya
Wie Sin Siansu tidak mungkin salah lihat, karena
kepandaian Toasuheng itu berada diatas mereka.
Apa yarg dikatakan Wie Sin Siansu tidak salah,
karena Wie Tay Siansu dalam keadaan terancam,
waktu tubuhnya masih terapung di tengah udara,
510 tiba-tiba kedua tangan-nya tampak ditarik pulang
lagi berputar seperti titiran. tubuhnya berpoksay
(salto), dia mempergunakan "Bi-ciongkui" (llmu
pukulan Menyesatkan) Jilid Ke 12 Semuanya berlangsung begitu cepat sehingga
bagi mereka yang kepandaiannya masih tanggungtanggung
tentu tidak bisa melihat jelas apa yang
terjadi. Dalam sedetik itu saja terdengar suara
benturan keras. "Wuutt...! Desss ! Blanggg !" disusul kemudian
tubuh Wie Tay Siansu meluncur di tengah udara
dengan arah berlawanan dari tadi. Kalau semula dia
menerjang maju, kini tubuhnya berpoksay ke
belakang dan tahu-tahu sudah berdiri di samping
Wie Sin Siansu tanpa kurang suatu apapun juga !
Lam-mo dan See-mo kaget waktu tadi tangan
mereka terpukul telapak tangan Wie Tay Siansu dan
sedetik itu mata mereka kabur oleh gerakan tubuh


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wie Tay Siansu, tahu-tahu pukulan mereka telah
saling bentur begitu kuat, sampai masing-masing
merasa pergelangan tangan kesemutan.
Begitu mereka tersadar dan melihat Wie Tay
Siansu sudah berdiri di samping Wie Sin Siansu,
mereka tidak urung jadi kagum untuk liehaynya
pendeta itu. 511 Kalau tadi yang menerima serangan Lam-mo dan
See-mo berdua bukan Wie Tay Siansu seorang yang
berkepandaian sudah tinggi, tentu akan cilaka di
tangan maut kedua dedengkot iblis itu. Tapi, dalam
keadaan terjepit seperti itulah Wie Tay Siansu
mempergunakan "Bi-ciong-kun" di mana sepasang
tangannya bergerak cepat sekali mengaburkan
pandangan mata kedua dedengkot iblis itu.
Mempergunakan kesempatan yang hanya satu
detik itu Wie Tay Siansu sudah menghantam tangan
Lam-mo dan See mo, mempergunakan tenaga
membalik tubuhnya bisa terdorong mental bersalto
ke belakang. Sedangkan See-mo dan Lam-mo dalam
keadaan kaget dan heran sebab pandangan mata
mereka kabur, pengerahan tenaga dalam kurang
penuh, perhatian mereka sedetik itu terpecahkan,
membuat tangan mereka yang terpukul tangan Wie
Tay Siansu jadi kesemutan dan nyeri !
Cu Lie Seng berdiri tenang, mukanya tetap beku
dingin tidak perlihatkan apakah dia gembira atau
marah. Matanya yang bentuknya sangat bagus
mencorong bersinar tajam sekali, pandangan yang
dingin dan bisa membuat orang lain jadi menggigil
melihatnya. Wie Sin Siansu yang sabar luar biasa, kinipun
mulai naik darah, mengetahui pemuda di depannya
adalah orang yang mencelakakan Tang Bun Siansu.
la maju dua langkah, katanya tajam. "Apa sebabnya
kau menganiaya Tang Bun Susiok kami ?"
512 "Sebabnya ?" Cu Lie Seng membuang pandang ke
arah lain, sikapnya tetap dingin dan masih dengan
sikap angkuh tidak memandang setelah mata
kepada ketujuh perdeta Siauw Lim.
"Kalian benar-benar tujuh pendeta tolol ! Sudan
berkali-kali kuberitahukan sebabnya adalah Tang
Bun terlalu berkepala batu!"
"Dengan cara bagaimana kau menganiaya Susiok
kami?" Tanya Wie Sin Siansu tidak perdulikan ejekan
Cu Lie Seng. "Tidak sulit. Untuk menghukum seorang tolol
seperti Tang Bun tidak terlalu sulit ! Aku telah
merusak urat syaraf pusat di tengkuknya."
Muka tujuh pendeta alim Sauw Lim Sie berobah
hebat, tubuh Wie Un Siansu dan Wie Khie Siansu
sampai menggigil menahan marah. Wie Tay Siansu
seperti kalap menjerit hendak menyerang lagi.
Wie Sin Siansu merangkapkan tangannya
"Omitohud !" pujinya pada kebesaran sang Buddha.
"Baiklah ! Kau sudah mengakui semua perbuatanmu,
Kini jelas yang menganiaya Susiok kami adalah kau,
maka Kongcu kau harus ikut dengan kami ke Siauw
Lim Sie, untuk mempertanggungjawabkan
perbuatanmu itu, nanti Hongthio kami yang akan
mengadili kau dan memutuskan hukuman apa yang
layak diberikan kepadamu! Usiamu masih demikian
513 muda, tapi tanganmu sangat beracun sekali Siancai !
Siancai !" Cu Lie Seng memandang dingin kepada Wie Sin
Siansu, dia bilang: "Ikut kalian ke Siauw Lim Sie "
Apakah kau kira begitu mudah untuk mengajakku ke
sana " Diundang oleh Hongthio kalian, yang turun
gunung dan berlutut didepan kakiku, belum tentu
aku terima undangannya !"
Naik darah Wie Sin Siansu. Bagaimana sabarnya
pendeta ini, mendengar hinaan yang keterlaluan
seperti itu, lenyap kesabarannya.
"Baiklah, Loceng ingin meminta pelajaran dari
kau, Kongcu !" Tawar suara si pendeta, dia sudah
memutuskan walaupun bagaimana haras membekuk
Cu Lie Seng, untuk dibawa ke Siauw Lim Sie, buat
diserahkan kepada Hongthio Siauw Lim Sie.
Cu Lie Seng memutar tubuhnya tidak
memperdulikan Wie Sin Siansu dan enam orang
Suenya, dia menarik tangan Siauw Hoa. "Adik Siauw
Hoa, mari kita pulang... menjemukan melayani
pendeta-pendeta tolol seperti mereka !"
Wie Sin Siansu mengibaskan lengan jubahnya
mengisyaratkan keenam Sutenya, yang melompat
mengepung Cu Lie Seng bersama Siauw Hoa, Lammo,
Pak-mo, See-mo dan Tong-mo di tengahtengah.
514 "Karena kau mengakui kau seorang diri yang
menganiaya Tang Bun Susiok kami, kami tidak akan
mengganggu yang lainnya. Nah, silakan yang tidak
berkepentingan untuk pergi, kami tidak akan
mengganggu kalian !" Nyaring suara Wie Sin Siansu,
yang sudah naik darah. Tenang sekali Cu Lie Seng, dia melangkah terus
tidak acuh pada ketujuh pendeta Siauw Lim.
Sedikitpun tidak tampak rasa kuatir dia akan
diserang. Lam-mo berempat berjalan di
belakangnya. Wie Sin Siansu menggerakkan tangan kanannya,
isyarat unuk mulai menyerang. Lam-mo tiba-tiba
tertawa bergelak-gelak. Keras sekali suara
tertawanya, bergelomnang berayun-ayun, seakan
menggoncangkan sekitar tempat itu, yang seperti
dilanda gempa. Lam-mo memang ahli Coan-im-jipbit
(Menyusup-kan Suara Ke Dalam Kepadatan /
Mengirim Suara Dari Jarak Jauh) yang tentu saja
memiliki sinkang yang sudah tinggi.
Sekarang dia tertawa dengan mempergunakan
ilmunya, tidak mengherankan kalau tempat itu
bergoncang bagaikan dilanda gempa.
Wie Sin Siansu bertujuh mengawasi waspada,
siap menyerang. Sedangkan suara tertawa Lam-mo
mendadak lenyap. Muka dedengkot iblis dari Selatan
ini tampak bengis. 515 "Kalian hendak membawa pergi Kongcu kami" Ini
berarti kalian harus membawa kami juga! Hei Wie
Sin, tahukah kau siapa Kongcu kami ini" Kukira, jika
kau kuberitahukan siapa Kongcu kami ini, kau
dengan Sutemu itu pasti menggigil ketakutan !"
Wie Sin Siansu sudah habis kesabarannya,
bentaknya: "Ya, kami memang ingin mengetahui
nama orang yang sudah mencelakakan Susiok
kami...!" "Kongcu kami adalah putra terkasih Cu Kongkong
Cu Bian Liat! Nah, kalau memang kalian ingin
mempersulit Kongcu kami, silahkan.... kami akan
melayani keinginan kalian !" Setelah berkata begitu,
beberapa kali Lam-mo Ci Hoan Liong tertawa
mengejek. Kaget Wie Sin Siansu bertujuh. Mereka
mengetahui siapa itu yang disebut Cu Kong-kong Cu
Bian Liat ! itulah Thaykam yang paling berpengaruh,
dan didaratan Tionggoan setelah Kaisar Yong Ceng,
Cu Bian Liat lah orang kedua yang memiliki
kekuasaan sangat besar! Alis Wie Sin Siansu memain. "janganlah menjual
nama Cu Bian Liat untuk menggertak kami,
walaupun bagaimana pemuda itu harus kami bawa
ke Siauw Lim Sie !" 516 Lam-mo mengangguk "Buat apa kami menjual
nama Cu Kongkong. Tanyakan kepada Cu Kouwnio,
apakah dia bukan putri Cu Kongkong ?"
Siauw Hoa tersenyum nakal. "Benar, pamanpaman
pendeta". Aku dan Seng-ko anak-anak Cu
Kongkong. justru kami sedang bersiap-siap untuk
pulang ! Sudahlah paman-paman pendeta, lebih baik
kalau kalian kembali saja ke Siauw Lim Sie,
bukankah Tang Bun hweshio kelakpun bisa
disembuhkan " Dia cuma dirusak..."
"Siauw Hoa!" bentak Cu Lie Seng keras.
Misteri Penculik Asmara 3 Pendekar Bayangan Sukma 2 Dendam Orang Orang Gagah Pertarungan Tanpa Ajal 2
^