Pencarian

Pena Wasiat 28

Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen Bagian 28


benar tidak?" "Empedu gajah, hati badak merupakan bahan-bahan
obat yang sukar diperoleh tapi kalau empedu ular memang
merupakan bahan yang paling mudah diperoleh dan lagi
kecuali ketiga macam bahan utama tersebut harus disertai
juga dengan dua belas macam ramuan obat lainnya."
"Kini, orang yang bisa membuat obat tersebut sudah
mati, konon dia meninggalkan dua belas bungkus obat
tersebut, dalam saku siaute terdapat sebungkus, berarti
dalam dunia persilatan beredar sebelas bungkus lainnya,
hanya tak seorang manusia pun yang tahu obat-obatan itu
sudah terjatuh ketangan siapa."
Pada saat itulah mendadak Cu Siau Hong membuka
matanya lalu berkata: "Saudara Ho, bila obat tersebut mahal harganya, lebih
baik jangan dipergunakan secara sembarangan, apalagi
luka yang siaute derita sekarang tidak terlampau parah."
Seraya berkata, pelan-pelan dia bangkit berdiri.
"aahhh, benar, seandainya luka yang tidak terlampau
parah, memang kelewat sayang untuk
mempergunakannya." Mendadak dia menutup mulutnya rapat-rapat sebelum
ucapan tersebut selesai diucapkan.
Bukan Cuma Ho Hou poo saja yang menemukan hal itu
bahkan Thian Pak liat serta Si Eng pun segera mengetahui
kalau gelagat tidak beres.
Ternyata dari kedua mulut luka didada Cu Siau Hong
tersebut mereka saksikan darah berwarna merah tua
meleleh keluar. Bukan begitu saja, bahkan paras muka Cu Siau Hong
yang semula pucat pun kini sudah dilapisi oleh hawa hitam.
Inilah gejala dari keracunan hebat.
"Aduh celaka !" Oh Hong cun segera berseru tertahan,
rupanya si kakek keleningan emas pengejar sukma adalah
seorang jago yang mempergunakan racun."
"Darimana Oh tua bisa tahu"," tanya Thian Pak liat
cepat. "Sudah banyak tahun dia tak pernah melakukan
perjalanan dalam dunia persilatan, terhadap persoalan tua
Bangka itu pun sudah banyak yang kulupakan, dalam
kenyataan setiap orang yang terluka ditangannya, jenasah
yang ditemukan selalu berada dalam keadaan rusak dan
busuk, bahkan seringkali sudah berubah menjadi segumpal
darah." Dengan langkah lebar dia berjalan menghampiri Cu Siau
Hong, mencengkeram baju pemuda itu dan serunya:
"Lote, jangan kelewat keras kepala, biar kuperiksa
dahulu keadaan dari lukamu itu."
Dengan cepat dia merobek pakaian yang dikenakan Cu
Siau Hong tersebut. Tampaklah dua buah mulut luka memanjang diatas dada
Cu Siau Hong, mulut lukanya tidak terlampau lebar, hanya
empat lima hun, akan tetapi dalamnya mencap;ai setengah
inchi lebih. Tiada seorang manusia pun yang sempat melihat senjata
tajam apakah yang telah dipergunakan untuk melukai
pemuda itu. Kini kedua mulut luka mana telah berubah menjadi semu
hitam. Darah masih mengalir keluar, hanya saja darah yang
meleleh keluar itupun sudah berubah menjadi hitam pekat.
Oh Hong cun menghembuskan napas panjang, kemudian
menegur. "Lote, dengan cara apakah dia telah melukaimu?"
Cu Siau Hong tertawa getir.
"Aku telah melepaskan sebuah tusukan ke tubuhnya dan
menghadiahkan sebuah pukulan ke dadanya, akan tetapi
dadaku kena dihajar pula oleh sambaran ujung jarinya."
"Tapi jelas yang tertera diatas dadamu bukan bekas jari,
melainkan semacam senjata tajam."
"Seharusnya jari tangannya memang tak mungkin bisa
mengenai diriku tapi secara tiba-tiba jari tangannya itu
dapat memanjang lima inci dari keadaan semula."
"Kalau begitu yang digunakan semacam panah jari
tangan, dia selalu mengenakan panah itu dalam kukunya
dan sukar untuk ditemukan bila tidak diperhatikan dengan
seksama, sungguh tak kusangka si kakek keleningan emas
pengejar sukma yang begitun termashur namanya juga
akan mempergunakan panah kuku untuk melukai orang."
Kalau berbicara dari mulut luka tersebut, sesungguhnya
luka yang diderita oleh Cu Siau Hong ini tidak terhitung
seberapa. Tapi karena kuku tersebut mengandung racun yang amat
jahat, maka keadaannya menjadi sama sekali berbeda.
"Lukanya meski tidak terlampau parah, namun rasanya
sukar ditahan lagi...", kata Cu Siau Hong kemudian.
Thian pak liat segera berpaling dan memandang sekejap
kearah Ho Hou poo, kemudian ujarnya:
"Saudara Ho, tampaknya aku harus minta kepadamu
untuk mengorbankan bubuk Po mia san tersebut."
Sementara itu Tham Ki wan telah maju mendekat
dengan langkah cepat, lalu serunya:
"Mari kuperiksa dulu keadaan mulut lukanya."
"Racun yang berada diujung panah kuku tersebut pasti
amat ganas dan aku rasa tak bakal salah lagi," seru Cu Siau
Hong. Dengan amat seksama Tham Ki wan memeriksa sekejap
keadaan luka dari si anak muda itu, kemudian manggutmanggut.
"Benar, diujung panah kuku memang ada racunnya,
inilah yang disebut bubuk penghancur tulang, semacam
racun yang cukup menggetarkan perasaan setiap orang
yang terkenanya." "Sungguh menggemaskan, sungguh menggemaskan,
seharusnya aku bisa menduga hal ini sedari tadi," seru Oh
Hong cun. "Racun semacam ini memang tidak akan bekerja dengan
segera, namun kehebatannya sangat mengerikan hati,
racun itu akan menyebar mengikuti peredaran darah dan
menyusup kedalam seluruh organ tubuh manusia, kemudian
baru mulai bekerja dari dalam badan, kemudian setelah
organ tubuh didalam badan korbannya mulai rusak, dia
baru menjalar keseluruh bagian tubuh lainnya sampai orang
itu mati, konon sebelum mati, sang korban akan merasakan
suatu penderitaan dan siksaan yang luar biasa sekali
hebatnya.." "Tampaknya kau seperti memahami sekali akan sifat
racun itu," kata Thian pak liat tiba-tiba.
"Yaa, karena ayahku juga tewas oleh bubuk penghancur
tulang tersebut.." Jawaban tersebut segera membuat Thian Pak liat
menjadi tertegun, serunya kemudian:
"Apakah diapun tewas ditangan si kakek keleningan
emas pengejar sukma?"
"Entahlah, tapi setelah menyaksikan keadaan luka yang
diderita oleh saudara Cu sekarang, sembilan puluh persen
kemungkinan besar memang dibunuh olehnya.
Thian Pak liat berpaling dan memandang sekejap kearah
Ho Hou poo, bibirnya bergerak seperti hendak
mengucapkan sesuatu tetapi akhirnya niat itu diurungkan.
Terdengar Tham Ki wan berkata lagi.
"Keganasan racun penghancur tulang itu amat jahat
sekali, lebih baik kalau pertolongan diberikan sedini
mungkin, sehingga racunnya belum sampai tersebar luas
keseluruh bagian tubuh lainnya."
Ho Hou poo tertawa hambar, dari dalam sakunya dia
mengeluarkan sebungkus bubuk obat dan pelan-pelan
diangsurkan kedepan kemudian katanya:
"Saudara Thian, setelah minum obat ini paling tidak
harus bersemedi selama satu jam lamanya sebelum racun
yang mengeram dalam tubuh bisa didesak keluar."
Ketika menerima bubuk obat itu, mendadak satu ingatan
melintas dalam benak Thian Pak liat, segera pikirnya:
"Aneh, mengapa orang she Ho ini tidak mau
menyerahkan obat ini secara langsung kepada Cu Siau
Hong sendiri" Entah apa maksud dan tujuannya
memberikan obat itu kepadaku?"
Kemudian setelah termenung sejenak, dia berpikir lebih
jauh. "Seandainya isi bungkusan ini adalah obat beracun dan
aku yang menyerahkan ketangan Cu Siau Hong, andaikata
pemuda itu sampai keracunan dan tewas, bukankah aku
yang bakal dituding sebagai pembunuhnya?"
Meskipun dia merasa amat curiga akan tetapi keadaan
Cu Siau Hong membuatnya tak bisa menunda-nunda waktu
lagi, maka sambil membuka pembungkus obat tersebut,
katanya : "Saudara Cu, telanlah obat ini."
Agaknya Cu Siau Hong juga merasa kalau waktu tidak
mengijinkan dirinya untuk menunda waktu lagi, maka dia
segera telan bubuk obat berwarna putih itu.
Thian pak liat segera mengambil sebagian kecil dari
bubuk obat tersebut dan ditaburkan disekitar mulut luka
dari Cu Siau Hong. Setelah membuang kertas pembungkus obat itu ke
tanah, sambil berpaling kearah Ho Hou poo dia lantas
berseru: "Saudara Ho, moga-moga saja obat po mia san
pemberianmu ini masih belum kehilangan daya kerjanya."
Ucapan mana sudah jelas mengandung arti ganda, dan
sebagai seorang jagoan yang berpengalaman sudah barang
tentu Ho Hou poo dapat menangkap arti lain dari ucapan
tersebut, sambil tertawa dingin segera serunya cepat :
"Apa maksudmu berkata demikian?"
Thian Pak liat tertawa. "Bila sesuatu benda sudah kelewat lama disimpan,
bukankah ada kalanya akan berubah bentuk?"
"Benar, po mia san ini memang sudah berusia belasan
tahun lamanya, kemungkinan besar memang sudah
berubah warna, apalagi kemungkinan besar memang bukan
po mia san yang sesungguhnya," seru Ho Hou poo dengan
perasaan mendongkol. "Kalau bukan po mia san, hal ini berarti obat tadi adalah
obat beracun yang amat ganas."
"Pendapat saudara Thian memang benar."
Thian Pak liat tertawa. "Baik, kita adalah dua belalang yang diikat kakinya
menjadi satu, kau tak bisa meninggalkan aku dengan begitu
saja, akupun bisa terbang seorang diri, apabila saudara Cu
Siau Hong sampai mati akibat dari keracunan, kita
berdualah yang akan mengganti selembar nyawanya itu."
Dalam pada itu, Cu Siau Hong sudah duduk bersila diatas
tanah dan mengatur pernapasan.
Ho Hou poo mendengus dingin, kemudian dengan
langkah cepat berjalan menuju kedepan.
Thian Pak liat berkerut kening, dengan langkah cepat
pula dia mengikuti dibelakangnya.
Setelah berjalan sejauh dua tiga kaki, Ho Hou poo segera
berhenti, kemudian sambil berpaling serunya:
"Thian pak liat, mengapa kau terus menguntil
dibelakangku?" "Seandainya saudara Ho benar-benar mempunyai
rencana untuk melarikan diri, terpaksa akupun harus
mengikuti saudara Ho untuk kabur pula dari sini."
"Hmm, seandainya aku tak berhasil meracun Cu Siau
Hong, kenapa harus meninggalkan tempat ini" Kalau aku
hendak membunuhnya, pasti akan kutunggu sampai dia
mampus." "Terhadap manusia seperti Ciu Siau Hong, sebelum
menyaksikan jiwanya putus dan tubuhnya dikubur kedalam
tanah, belum bisa dikatakan kalau dia sudah mati."
"Berapa lembar jiwa yang dimiliki Cu Siau Hong?"
"Hanya selembar."
"Kalau hanya mempunyai selembar jiwa, mengapa tidak
bisa dibunuh" Kalau dibilang maka kita hanya bisa
mengatakan untuk membunuhnya mungkin jauh lebih sulit
daripada membunuh orang lain.'
"Betul, tampaknya dia memang bukan seorang manusia
berumur pendek." "Kenapa?" "Biasanya orang yang terkena bubuk penghancur tulang,
jiwanya tak pernah tertolong lagi, tapi siapa tahu justru kau
masih mempunyai sebungkus po mia san untuk
menyelamatkan jiwanya, bukankah hal ini merupakan
kemujurannya?" Ho Hou poo segera tertawa.
"Ucapanmu memang benar, ada dua kali kesempatan
hamper saja kupergunakan obat tersebut, tapi akhirnya toh
tak pernah kugunakan, seakan-pakan po mia san itu sedang
menunggu kedatangan pemiliknya yang sebenarnya."
"Inilah salah satu alasan mengapa dia tak akan mati,"
kata Thian pak liat kemudian.
Ho Hou poo tertawa. "Ada sementara persoalan, tampaknya memang sudah
diatur segala sesuatunya oleh sesuatu kekuatan yang tak
Nampak dari atas langit sana, seandainya bubuk p;o mia
san tersebut telah kupergunakan semenjak dahulu,
bukankah selembar jiwa Cu Siau Hong pada saat ini tak bisa
tertolong lagi?" Thian Pak liat tertawa, mendadak dia membalikkan
badan dan melayang kearah tengah lembah.
Pada saat itulah ada dua sosok bayangan manusia yang
melayang turun dari atas bukit yang curam diseberang sana
dengan kecepatan bagaikan sambaran petir.
Dengan suatu gerakan yang cepat sekali mereka
langsung menerjang kearah Cu Siau Hong yang sedang
duduk bersemedi itu. Thian Pak liat segera membentak keras, tangannya
diayunkan kedepan dan dua batang hui piau segera
meluncur kedepan dan menyambar kedua orang tersebut.


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bersamaan itu pula tubuhnya ikut menerjang kearah
lelaki tersebut. Gerakan tubuh yang dilakukan kedua orang lelaki itu
benar-benar amat cepat, piau terbang yang dilepaskan oleh
Thian Pak liat tadi segera menjadi sasaran yang kosong.
Dalam pada itu, manusia berbaju hitam itu sudah
menyambar lewat melalui sisi tubuhnya.
Thian Pak liat melancarkan pula sebuah pukulan, namun
kembali gagal untuk menghajar manusia berbaju hitam itu.
Dalam pada itu Tham Ki wan dan Si Eng masih tetap
berada disamping tubuh Cu Siau Hong.
Serentak kedua orang itu meloloskan senjata masingmasing
dan menyongsong datangnya kedua oarng manusia
berbaju hitam tadi. Senjata yang dipergunakan Tham Ki wan dan Si Eng
adalah dua bilah pedang panjang.
Sebaliknya senjata yang digunakan oleh kedua orang
lelaki berbaju hitam itu adalah dua bilah golok besar.
"Traang, traang, traang, traaang...", empat kali dentingan
nyaring yang memekakkan telinga berkumandang
memecahkan keheningan tahu-tahu kedua bilah golok
tersebut sudah berhasil menghantam sepasang pedang
tersebut hingga tergetar kesamping.
Sementara kedua orang lelaki berbaju hitam itu tetap
melanjutkan terjangannya kearah Cu Siau Hong.
Sekarang keadaan sudah mulai jelas, rupanya tujuan dari
kedua orang lelaki berbaju hitam ini adalah untuk
membunuh Cu Siau Hong. Tapi ilmu silat yang dimiliki kedua orang yang berbaju
hitam itupun lihay sekali, buktinya dengan kekuatan
bacokan golok mereka, serangan pedang dari Tham Ki wan
dan Si Eng berhasil dipukul mundur sampai mencelat
kesamping. Setelah kedua belah pihak saling bergebrak satu kali
dalam hati Tham Ki wan dan Si Eng pun sudah mempunyai
perhitungan yang masak, agaknya kepandaian silat yang
dimiliki kedua orang lelaki berbaju hitam itu cukup untuk
memaksa mereka harus melangsungkan suatu pertarungan
yang amat seru. Tapi tujuan dari kedua oarng berbaju hitam tersebut
tidak berada disitu, mereka berusaha menembusi cegatancegatan
yang ada dan berusaha sepenuh tenaga untuk
membinasakan Cu Siau Hong.
Ilmu meringankan tubuh yang dimilki kedua orang ini
benar-benar lihay sekali, gerakan tubuh mereka pun sangat
cepat, sewaktu Tham Ki wan melepaskan senjata rahasia,
mereka berdua sudah berhasil menerjang kehadapan Cu
Siau Hong. Berada dalam keadaan demikian, meskipun Tham Ki wan
menggenggam senjata rahasia ditangan, dia tak berani
menyambitnya kedepan, kuatir salah melukai Cu Siau Hong.
Sementara itu kedua orang manusia berbaju hitam itu
sudah mengangkat sepasang golok mereka dan membacok
kebawah secara amat ganas, mata golok yang berkilauan
disertai hawa serangan yang dahsyat langsung menyambar
keatas batok kepala Cu Siau Hong.
Disaat cahaya golok sudah hampir menyentuh tubuh si
anak muda itulah, mendadak Cu Siau Hong menjatuhkan
diri bergelinding kearah samping.
Dengan demikian maka bacokan golok dari kedua orang
manusia berbaju hitam itupun mengenai sasaran yang
kosong. Dalam detik yang bersamaan itulah, Seng Hong, Hoa
Wan, Ong Peng dan Tan Heng telah menyerbu kemuka.
Kedua belah pihak sama-sama membentuk selapis jaring
pedang yang kuat dan rapat untuk membendung terjangan
kedua orang manusia berbaju hitam itu kearah depan.
Berada didalam keadaan seperti ini mau tak mau kedua
orang manusia berbaju hitam musti memberikan
perlawanan. -------OOOOOO-------- Bagian 60 Sementara itu, Ong Peng dan Tan Heng telah menerobos
kemuka dan menyambar tubuh Cu Siau Hong, kemudian
dibawa melompat mundur kebelakang.
Cepat-cepat Tham Ki wan menghampiri kedepan.
Mereka sudah merasakan bacokan golok dari dua orang
manusia berbaju hitam itu dan tahu pula kalau tenaga
dalam yang dimiliki kedua orang manusia berbaju hitam itu
amat sempurna. Dalam anggapan mereka berdua, Hoa Wan dan Seng
Hong sudah pasti bukan tandingan dari kedua orang
manusia berbaju hitam itu.
Sebab bila dilihat dari wajah mereka berdua, kedua
orang itu tak lebih baru berumur belasan.
Siapa tahu jurus pedang yang dipergunakan kedua orang
itu sangat hebat dan mengerikan, bukan saja berhasil
membendung sergapan dari dua orang manusia berbaju
hitam itu, bahkan mereka lebih banyak melancarkan
serangan daripada bertahan.
Semula Tham Ki wan bermaksud untuk membantu kedua
orang bocah tersebut, tapi sekarang dia malah berhenti
tertegun. Kemudian sambil memandang sekejap kearah Si Eng,
bisiknya dengan suara lirih:
"Saudara Si, meskipun usia mereka masih kecil, ternyata
kesempurnaan ilmu pedang yang dimilikinya sudah
mencapai pada puncaknya, aku lihat mereka lebih tangguh
daripada kita semua."
Baru selesai dia berkata, permainan pedang Seng Hong
dan Hoa Wan tahu-tahu telah berubah.
Kali ini kedua orang kiam tong tersebut telah
mempergunakan jurus pedang sakti ajaran dari Cu Siau
hong. Mata pedang yang berkelebat segera memancarkan
cahaya tajam yang menggidikkan hati, ditengah jeritan
ngeri yang memilukan hati, pinggang kedua orang manusia
berbaju hitam itu sudah kena disambar sehingga putus
menjadi dua bagian. Sementara itu Thian Pak liat dan Ho Hou poo sudah
berjalan mendekati semua.
Si Eng segera memuji. "Sebuah ilmu pedang yang amat bagus !"
Seng Hong dan Hoa Wan tertawa sambil manggutmanggut,
mereka segera membalikkan badan dan lari
kearah Cu Siau hong. Sementara itu Cu Siau hong sudah dibawa oleh Ong Peng
dan Tan Heng mundur sejauh beberapa kaki, waktu itu dia
masih duduk bersila sambil mengatur pernapasan.
Ketika dua orang kiam tong tersebut sampai disitu,
merekapun segera berdiri disisinya dengan hormat.
Menyaksikan kesemuanya itu Tham Ki wan segera
berbisik. "Tampaknya mereka bukan merupakan sekelompok
manusia yang berkumpul karena suatu perjumpaan yang
secara kebetulan." "Yaa, mereka terdiri dari sekelompok manusia," kata
Thian Pak liat cepat, "kemungkinan besar Cu siauhiap
merupakan pemimpin mereka."
"Kalau begitu besar kemungkinannya orang-orang yang
berada dalam kereta pun ada sangkut pautnya dengan
mereka", " seru Ho Hou poo tiba-tiba.
Si Eng segera tertawa. "Kalau ada angka delapan dan sembilan, angka sepuluh
tak akan ketinggalan, cuma tampaknya rombongan
manusia-manusia tersebut hanya ada keuntungan buat kita
tanpa ada maksud merugikan."
"Ayo jalan !," ajak Ho Hou poo kemudian, "mari kita
tengok bagaimana keadaan luka Cu Siau hong."
Waktu itu Cu Siau hong masih memejamkan matanya
rapat-rapat, dia masih tetap duduk bersemedi untuk
mengatur pernapasan. "Saudara Ho, " Thian Pak liat segera berbisik, "apakah
orang yang telah minum obat po mia san tidak boleh
melakukan sesuatu gerakan ataupun tindakan?"
"Tentang soal ini, siaute merasa kurang begitu jelas."
Mendadak Cu Siau hong membuka matanya sambil
melompat bangun, serunya sembari menjura:
"Terima kasih banyak atas perhatian dari saudara
sekalian, kini siaute telah berhasil mendesak keluar racun
keji yang mengeram didalam tubuhku ini."
Mendengar ucapan tersebut, Ho Hou poo menjadi
tertegun. "Masa begitu cepat"." serunya tercengang.
Cu Siau hong tertegun. "Racun yang masuk kedalam tubuhku belum kelewat
dalam, dalam gelisahku setelah diusik oleh dua manusia tak
dikenal tadi, keringat bercucuran dari tubuhku, akibatnya
sewaktu siaute mencoba untuk mengatur napas tadi, terasa
olehku bahwa semua racun sudah diusir keluar dari dalam
badan." Ho Hou poo dan Thian Pak liat sekalian tahu kalau
pemuda itu berbohong, mestinya dia memiliki semacam
ilmu tenaga dalam yang sama sekali berbeda dengan aliran
lwekang pada umumnya, oleh karena itu racun yang
mengeram dalam tubuhnya bisa diusir keluar dengan begitu
cepat. Sekalipun mereka sudah mengerti, namun tak
seorangpun yang buka suara lagi.
Sambil tertawa Thian Pak liat segera mengalihkan pokok
pembicaraan ke soal lain, ujarnya:
"Saudar Cu, dewasa ini kita sedang berada dalam posisi
mati hidup bersama, oleh sebab itu kami berharap diantara
kedua belah pihak bisa saling berhubungan secara blakblakan."
"Betul !, bila saudara Thian ada persoalan silahkan saja
ditanyakan, bila aku tahu, apsti akan kujawab."
"Benarkah si kakek keleningan emas pengejar sukma
telah menderita luka?"
Cu Siau hong termenung beberapa saat lamanya,
kemudian menjawab: "Pertanyaan dari saudara Thian ini sungguh-sungguh
membuat siaute terbungkam dan tak tahu bagaimana harus
menjawab." "Maksudmu ?" "Aku hanya bisa mengatakan bahwa besar kemungkinan
dia sudah terluka, namun aku tak berani memastikan
seratus persen." "Saudara Cu, waktu itu kalian saling bergebrak satu
sama lainnya, masa tidak kau ketahui apakah pihak lawan
sudah terluka atau tidak?" seru Ho Hou poo pula dengan
suara keras. Cu Siau hong tertawa getir.
"Apa yang kuutarakan adalah kenyataan yang
sebenarnya, saudara Ho, perlu kau ketahui jurus serangan
itu belum lama berhasil kupelajari, untuk melangsungkan
pertarunganpun baru pertama kali ini kugunakan."
"Seandainya tusukan itu mengena ditubuh lawan,
seharusnya saudara Cu bisa merasakan bukan.." seru Si
Eng. "Di dalam tusukan itu siaute telah mengerahkan tenaga
dalam sebesar sepuluh bagian," tukas Cu Siau hong, "dan
lagi ujung pedangku sama sekali tidak menyentuh tubuh
lawan..." "Hawa pedang maksudmu?", tukas Thian Pak liat.
"Betul, cuma tenaga dalam yang siaute miliki belum
cukup sempurna, sehingga khiam khi tersebut hanya
mampu memancar sejauh setengah depa."
"Itu sudah lebih dari cukup, seandainya hawa pedang
bisa memancar sejauh setengah depa maka siapa yang
terkena sudah pasti akan menemui ajalnya."
Dari pembicaraan yang berlangsung tersebut, akhirnya
beberapa orang itu berhasil juga untuk mengorek keadaan
orang yang sesungguhnya. Selain itu mereka pun merasa terperanjat sekali, mereka
tidak menyangka kalau tingkatan ilmu silat yang dimiliki Cu
Siau hong telah berhasil mencapai tingkatan yang
sedemikian tingginya sehingga dari tubuh pedang tersebut
bisa memancarkan hawa pedang.
Si Eng termenung beberapa saat lamanya, mendadak ia
tertawa terbahak-bahak. "Haah...haaah..haah..saudar Cu, tampaknya kau masih
mempunyai banyak kepandaian silat yang belum pernah
kau praktekkan bukan?"
"Yaa, ada beberapa jurus ilmu pedang yang kelewat keji
dan ganas sehingga siaute jarang sekali melatihnya,
otomatis sewaktu dipergunakan juga menjadi kaku."
Semua keterangan tersebut sudah diutarakan dengan
jelas, sebagai orang yang cerdik pasti tak akan bertanya
lebih jauh. Sambil manggut-manggut Si Eng lantas bertanya:
"Saudara Cu, sekarang apa yang harus kita lakukan?"
"Tak ada pilihan kedua, terpaksa kita harus berjalan
terus dan menghantar orang-orang itu sampai di puncak
tebing Yang jit gay."
Mendadak Thian Pak liat menghela napas panjang,
sambil berpaling dan memandang sekejap kea rah Oh Hong
cun katanya: "Oh tua, tampaknya sekalipun kita bisa sampai ditebing
Yang jit gay, juga belum tentu....."
Berbicara sampai disitu, mendadak dia menutup
mulutnya dan tidak berbicara lagi.
Pena wasiat merupakan seorang tokoh persilatan yang
dihormati dan disanjung oleh setiap umat persilatan, Thian
pak liat tak berani sembarangan berbicara sehingga
menodai nama besar tokoh persilatan itu.
Tapi agaknya Oh Hong cun cepat menangkap maksud
hati yang sebenarnya dari jago tersebut, sambil tertawa
ujarnya: "Thian lote, apakah kau maksudkan belum tentu pena
wasiat akan muncul dari puncak tebing Yang jit gay."


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku hanya merasakan pertemuan yang diselenggarakan
kali ini sama sekali berbeda dengan pertemuan yang
diselenggarakan tahun-tahun sebelumnya."
"Dimana letak perbedaannya?"
"Aaiii...sekalipun kita benar-benar sudah sampai di tebing
Yang jit gay, mungkin masih ada kejadian lain yang akan
berlangsung ditempat tersebut."
Padahal Oh Hong cun maupun Tham Ki wan juga
mempunyai perasaan demikian hanya saja tak
mengutarakannya keluar. "Memandang jauh kedepan hanya kabut tebal
menyelimuti angkasa, mundur kebelakang hanya hawa
pembunuhan yang berlapis-lapis, seandainya kita menuju
tebing Yang jit gay, besar kemungkinan kita masih
berkesempatan untuk menyaksikan munculnya pena wasiat,
sebaliknya bila kita mundur dengan begitu saja, maka
apapun tidak akan berhasil kita saksikan," kata Cu Siau
hong. "Yaa, sekarang kita sudah semakin mendekati tebing
Yang jit gay, sebaliknya jalan untuk mundur malah lebih
jauh, lebih baik kita membesarkan keberanian masingmasing
untuk melanjutkan perjalanan kearah depan."
"Tepat !," seru Cu Siau hong lagi, " meninjau diri siaute
sekarang , sebagian besar umat persilatan telah menitipkan
semua kepercayaan mereka kepada saudara-saudara
sekalian, bagaimanapun keputusan kita sekarang, mereka
pasti tak akan menolak."
"Dalam hal ini harap saudara Cu tak usah kuatir," ucap
Thian Pak liat kemudian , sekarang tiada orang yang akan
mengusulkan untuk mundur dari sini, sekali pun kita suruh
mereka pergi, belum tentu mereka mau pergi, maksud
siaute, situasi yang terbentang pada saat ini sudah jelas
sekali, tujuan yang terutama dari pihak lawan adalah untuk
menghadapi perempuan tersebut, persoalannya sekarang,
siapakah perempuan itu" Mengapa pihak lawan
menganggap serius kehadirannya disitu dan berupaya untuk
membinasakannya?" "Saudara Thian, perempuan itu mengetahui banyak
sekali rahasia dari organisasi rahasia tersebut, untuk
menjaga agar rahasia tersebut tidak sampai bocor dan
diketahui setiap orang, maka mereka selalu berupaya untuk
membinasakannya, yang siaute ketahui pun tak lebih hanya
beberapa masalah ini saja."
"Cu lote, apakah dia tidak menggunakan sedikit rahasia
tersebut kepadamu?" "Tidak !" "Lantas apa tujuannya saudara Cu dengan membawa
perempuan itu menuju ke tebing Yang jit gay"," tanya Si
Eng. "Konon pena wasiat adalah tokoh yang menegakkan
keadilan dan kebenaran bagi dunia persilatan, aku
bermaksud untuk menyerahkan dia kepada orang tersebut."
Si Eng segera menghela napas panjang.
"Menyerahkan kepadanya"," Seandainya dia tidak
bersedia untuk menerimanya?"
"Manusia seperti kakek keleningan emas pengejar sukma
pun bisa dijaring agar membantu pihaknya, aku lihat
gembong dibalik layar ini merupakan seorang tokoh yang
sukar dihadapi," seru Ho Hou poo.
"Seandainya pena wasiat tidak berani menerima
tanggung jawab ini mungkin didunia dewasa ini tiada orang
yang bisa menghadapinya lagi," ujar Cu Siau hong
kemudian. Oh Hong cun menghela napas panjang, dia seperti
hendak mengucapkan sesuatu, tapi niat tersebut kemudian
diurungkan. Mendadak pada saat itulah terdengar suara bentakan
nyaring berkumandang memcahkan keheningan, lalu
tampak sesosok bayangan manusia meluncur datang
dengan kecepatan bagaikan sambaran petir.
Ong Peng dan Tan Heng tidak mendapat pesanan, maka
mereka segera menyongsong kedepan.
Tapi setelah mengetahui siapa yang datang, mereka
segera mundur kembali kebelakang.
Sementara itu si pendatang pun telah berhenti pula.
Dengan paras muka berubah hebat, Oh Hong cun segera
berseru: "Aaahhh, tok ko bu seng (golok lewat tanpa suara) Kian
Hui seng?" Kian Hui seng tersenyum. "Betul, memang aku seorang she Kian."
Kemudian setelah mengalihkan sorot matanya ke wajah
Cu Siau hong, ujarnya lagi:
"Saudara Cu, akhirnya siuheng berhasil juga menyusuli
dirimu..." "Aku datang membantumu," tukas Kian Hui seng cepat.
Cu Siau hong seger menjura.
"Terima kasih banyak saudara Kian."
To kok bu seng atau golok lewat tanpa suara Kian Hui
seng adalah seorang tokoh persilatan yang mempunyai
nama besar sekali didalam dunia persilatan.
Nyatanya sekarang, manusia yang bernama dan
berkedudukan begitu tinggipun bersikap begitu sungkan
terhadap Cu Siau hong, hal mana membuat pandangan
semua jago terhadap Cu Siau hong pun segera ikut berubah
pula. Manusia bila dibandingkan dengan manusia, barang
dibandingkan barang, maka akan segera terlihat mutu dari
masing-masing jenisnya. Buru-buru Oh Hong cun menjura sambil berseru:
"Sungguh kebetulan sekali kedatangan dari saudara
Kian, selama ini siaute diangkat mereka menjadi pemimpin,
serasa berat tanggungjawab tersebut bagiku, sekarang
beban ini harus kuserahkan kepada saudara Kian untuk
memikulnya." "Tidak bisa !," tolak Kian Hui seng, "Kedatanganku
kemari adalah untuk membantu saudara Cu, segala
sesuatunya hanya kulakukan bila ada perintah darinya."
"Aaah, ucapan Lo Kian kelewat serius, Siau hong tidak
berani menerimanya," buru-buru Cu Siau hong berseru.
Kian Hui seng tertawa. "Tak usah sungkan-sungkan lagi, aku tergesa-gesa
datang kemari tujuannya tak lain adalah untuk membanyu
dirimu, jangan kau anggap diriku sebagai orang luar, bila
ada orang persoalan, silahkan saja diperintahkan
kepadaku." "Kian tua, soal ini..."
"Siau hong, jangan panggil aku dengan sebutan tersebut,
seandainya kau sudi memberI muka kepadaku, seharusnya
kau menggil Kian heng atau toako kepadaku, bila kau tak
ingin bersahabat denganku, boleh saja kau menyebut
dengan panggilan apa saja."
Cu Siau hong tertawa getir, katanya kemudian:
"Kalau toh saudara Kian telah berpesan demikian, siaute
pun akan menurut perintah saja."
"Baik, begitulah baru saudaraku yang baik,"seru Kian Hui
seng sambil tertawa. Setelah berpaling dan memandang sekejap kearah Oh
Hong cun, dia berkata lagi:
"Saudara Oh, sekarang kau sudah mengerti bukan,
kedatangan aku orang she Kian kemari adalah untuk
menerima perintah." "Kalau begitu Cu lote, aku lihat kaulah yang harus
memikul tanggungjawab ini," seru Oh Hong cun kemudian.
"Oh tua," ucap Cu Siau hong kemudian, "diantara kami
semua, kaulah tokoh silat yang mempunyai nama dan
kedudukan yang paling tinggi, lebih baik kau saja yang
tetap memegang tampuk pimpinan."
"Lote, nama dan kedudukan To kok bu seng Kian tayhiap
didalam dunia persilatan seratus kali lipat melebihi diriku,
kalau dia saja bersedia memenuhi perkataan dari Cu lote,
apalagi aku Oh Hong cun.."
"Oh tua, bukan begitu maksudku," tukas Cu Siau hong
segera, " meskipun Siau hong mendapat kasih saying dari
saudara Kian, namun bagaimanapun juga masih
kekurangan pengalaman dalam dunia persilatan, tidak
pantas bagiku untuk memikul tanggungjawab yang berat
tersebut, apalagi Siau hong dan saudara Thian sekalian juga
bersedia membantu Oh tua dengan sepenuh tenaga."
"Soal ini..." "Oh tua, tak usah menampik lagi."
"Oh tua," Thian Pak liat segera menyambung, "perkataan
dari Cu lote muncul dari hati yang jujur, semoga kau tak
usah menampik lagi meskipun kekuatan kami sangat
lemah, namun kami semua pasti akan menunjang dirimu."
Sambil tertawa Si Eng berkata pula:
"Pengalamanmu sangat luas, pengetahuanmu juga amat
dalam, paling tidak dalam setiap perundingan tak akan
sampai dirugikan dengan begitu saja, kalau soal berkelahi
atau beradu jiwa, biar kami yang menampilan diri."
Oh Hong cun termenung beberapa saat lamanya,
kemudian diapun manggut-manggut.
"Baiklah ! Setelah saudara sekalian berkata demikian bila
lohu menampik lagi rasanya memang kelewatan sedikit."
"Nah begitulah baru gaya seorang tokoh silat."
Sambil tertawa Kian Hui seng segera berseru pula:
"Saudara Oh, apabila kau hendak memerintahkan
sesuatu, siaute akan segera melaksanakannya."
Setelah berlangsungnya pembicaraan itu, semua rasa
takut dan jeri yang semula masih mencekam perasaan para
jago pun kini sudah tersapu semua hingga punah tak
berwujud. Dengan kehadiran Kian Hui seng berarti kekuatan dipihak
para pendekar menjadi lebih tangguh, tanpa terasa semua
orang pun merasakan semangatnya berkobar kembali.
Oh Hong cun mendongakkan kepalanya sambil
menghembuskan napas panjang, kemudian ujarnya:
"Saudara sekalian, aku rasa kita perlu melanjutkan
perjalanan lebih cepat lagi."
"Kenapa?" "Kalau dulu, kita bisa mempergunakan dusun yang ada
untuk tempat bersantap sambil beristirahat, tapi sekarang
kita sudah tak bisa berbuat demikian lagi."
"Betul !," sahut Ho Hou poo," kita harus berjaga-jaga
terhadap usaha mereka meracuni, masalah terpenting yang
kita hadapi sekarang adalah soal rangsum, sebelumnya kita
sama sekali tidak mempersiapkan rangsum dalam jumlah
yang cukup banyak, sekarang untuk mempersiapkannya
lagi sudah tak mungkin bisa."
"Dari rangsum yang dibawa semua orang, kira-kira
masih bisa bertahan selama berapa hari lagi?", tiba-tiba Hui
seng bertanya. "Mungkin masih bisa bertahan selama dua hari lagi."
"Bila cuma dua hari, urusan memang terasa agak
gawat." "Saudara Kian," kata Cu Siau hong
kemudian,"Mungkinkah mereka benar-benar akan meracuni
semua sumber air yang ada disekitar tempat ini?"
"Soal ini sulit untuk dikatakan."
"Saudara Kian, sebetulnya mereka adalah organisasi
macam apa.." "Saudaraku, walaupun aku pernah diperalat oleh mereka,
tapi sedikit sekali yang berhasil kupahami tentang diri
mereka itu, terus terang saja aku masih belum tahu
siapakah mereka itu."
Oh Hong cun yang mendengar perkataan tersebut
menjadi tertegun, serunya tanpa terasa:
"Kaupun pernah diperalat mereka?"
"Benar ! Aku pernah diperalat mereka, mereka telah
menangkap anak istriku dan dijadikan sebagai sandera,
dengan cara inilah mereka memaksa diriku untuk bertarung
sampai setengah malaman dengan saudara Cu."
Beberapa patah katanya ini kembali mengejutkan semua
orang. Cu Siau hong bisa bertarung setengah malaman
dengan Kian Hui seng bahkan masih hidup sampai
sekarang, sekalipun ia belum berhasil mengungguli Kian Hui
seng, paling tidak pemuda itu tak sampai menderita
kekalahan ditangan Golok lewat tanpa suara ini.
Padahal To Kok bu seng Kian Hui seng merupakan
seorang tokoh yang paling ditakuti dalam dunia persilatan
dewasa ini, namun kenyataan Cu Siau hong mampu
bertanding seimbang dengannya, dari sini bisa dinilai pula
sampai dimananakah kelihayan ilmu silat yang dimiliki anak
muda tersebut. Sambil mengelus jenggotnya Oh Hong cun bertanya:
"Dalam pertarungan malam itu, siapakah yang berhasil
mengungguli pertempuran tersebut?"
"Kian toakolah yang telah mengampuni diriku," seru Cu
Siau hong cepat. "Saudaraku, kau tak usah berbasa basi lagi didalam
pertarungan tersebut, mula-mula aku memang tidak
menggunakan sepenuh tenaga, tetapi sampai akhirnya
walaupun aku telah mengerahkan segenap kekuatan yang
kumiliki, toh ternyata tak mampu menangkan dirimu,
saudaraku, terus terang saja kukatakan, sampai pada
akhirnya justru kaulah yang selalu berbuat mengalah
dengan memberi pengampunan bagiku."
"Saudara Kian, padahal kau bisa membunuhku dalam
lima puluh gebrakan..."
Kian Hui seng segera tertawa tergelak:
"Haah...haahh...haaah.... tapi lima puluh gebrakan
kemudian, aku sama sekali tidak menemukan kesempatan
semacam itu lagi." Setelah berhenti sejenak, kembali dia melanjutkan:
"Saudaraku, engkoh tua ada beberapa patah kata yang
hendak disampaikan kepadamu, harap kau suka
mendengarkan dengan seksama."
Sewaktu mengucapkan perkataan itu, wajahnya nampak
serius dan bersungguh-sungguh.
Buru-buru Cu Siau hong menjura sembari berkata:


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Silahkan saudara Kian memberi petunjuk."
"Organisasi rahasia yang dihadapi sekarang merupakan
suatu organisasi sadis yang belum pernah dijumpai
sebelumnya dalam dunia persilatan, mereka tak segansegan
menggunakan berbagai cara yang keji untuk
mengumpulkan banyak sekali jago-jago yang
berkepandaian tinggi, kemudian memperalat mereka
dengan berbagai cara untuk mencelakai orang atau
membunuh orang, pada hakekatnya tiada lubang yang tak
bisa mereka susupi, sudah separuh abad lebih aku
berkelanan didalam dunia persilatan, banyak sudah manusia
keji yang kujumpai, tapi belum pernah kutemukan
organisasi yang begini buas dan kejinya. Kau memang
memiliki ilmu pedang yang sangat tinggi dan hebat,
sayangnya hatimu justru kelewat lemah dan ramah...."
"Siaute akan perhatikan ucapan saudara Kian."
"Saudaraku, yang lain tak usah kubicarakan lagi, aku
hanya berharap bila kemudian hari kau bertemu lagi dengan
orang-orang dari organisasi tersebut, seranglah secara keji
dan tak perlu berbelas kasihan lagi kepada mereka."
"Aku mengerti."
"Kalian sudah mengerti, janganlah berbelas kasihan lagi."
Oh Hong cun yang berada disisinya menimbrung:
"Sesudah mendengar penjelasan dari saudara Kian, hati
kami pun telah memperoleh suatu gambaran secara garis
besarnya, sekarang harap saudara sekalian sudi
mengumpulkan semua rangsum yang terdapat dimasingmasing
anak buahnya sambil membaginya secara adil
kepada seluruh jago. Sekarang kita sudah berada dalam
posisi antara hidup dan mati, masalah ini tak perlu
dikelabuhi lagi, jelaskan kepada mereka tentang situasi
yang kita hadapi sekarang, mati hidup rejeki atau bencana
separuh tergantung pada takdir dan separuh lagi
tergantung pada kekuatan diri sendiri."
Kawanan jago persilatan yang datang dari berbagai
penjuru dunia ini setelah melalui berbagai percobaan yang
berat serta merta secara otomatis telah berubah menjadi
sekelompok manusia yang berdisiplin dan amat teratur.
Begitu perintah dari Oh Hong cun diturunkan, semua
orang segera melaksanakannya dengan cepat.
Kini Pek bi taysu dengan dua belas lohan nya juga sudah
membentuk sebuah pasukan kecil yang bersama-sama para
jago meneruskan kembali perjalanannya kedepan.
Sesudah melewati selat yang sempit, haripun menjadi
gelap. Oh Hong cun lantas memilih sebuah tebing berbatu
untuk berhenti. Soal rangsum ada yang mengurus, untuk sesaat
kawanan jago persilatan itu dibikin kerepotan setengah
mati. Sebagai jagoan persilatan yang sepanjang tahun
berkelanan terus dalam dunia persilatan, boleh dibilang
belum pernah mereka terjun ke dapur untuk untuk
mempersiapkan hidangan untuk diri sendiri, tapi setelah
keadaan yang memaksa mereka terpaksa merekapun harus
turun tangan. Atas usul dari Kian Hui seng, pada seputar sepuluh kaki
dari tempat mereka beristirahat, dibuat beberapa buah api
unggun. Sekalipun hal ini berarti telah membocorkan tempat
beristirahat dari para jago, namun seandainya ada orang
yang memasuki daerah seluas lima belas kaki dari tempat
mereka berada, jejak mereka sudah pasti tak akan lolos
dari pengawasan para peronda malam.
Dengan sangat cermat dan berhati-hati sekali Oh Hong
cun mengatur penjagaan disekitar situ, bahkan tempat
menginap merekapun diatur sedemikian rupa sehingga
nampak lebih rapi dan sempurna.
Empat penjuru semua diatur penjagaan yang amat ketat.
Setelah melakukan pembicaraan dengan Kian Hui seng
tadi, bukan saja Oh Hong cun telah mendapatkan kembali
keberaniannya, bahkan diapun merasa dirinya memperoleh
penghormatan yang selama ini belum pernah dirasakan,
kawanan pemuda tersebut rata-rata memiliki ilmu silat yang
sangat lihay, terutama sekali Cu Siau hong, dengan
kemampuan yang dimilikinya sudah mampu untuk
melampaui kehebatan diri To kok bu seng Kian Hui seng
yang merupakan seorang pendekar besar, paling tidak
kedua orang itu memiliki kepandaian yang seimbang, tapi
kenyataannya mereka menghormatinya.
Bagaimanapun juga dia sudah berusia setengah abad
lebih, sudah banyak tahun dia berkelana dalam dunia
persilatan, siapapun pasti mengharapkan nama besarnya
tetap dikenang orang dan sekarang kesempatan tersebut
telah datang maka dia merasa sudah sepantasnya bila dia
manfaatkan kesempatan ini untuk melakukan suatu usaha
yang besar dan cemerlang.
Itulah sebabnya Oh Hong cun segera memutuskan
dirinya untuk berdaya upaya dengan sekuat tenaga untuk
mensukseskan proyeknya ini, dia mulai benar-benar
memikirkan keselamatan dari orang-orang tersebut.
Tengah malam sudah tiba, medadak dari arah barat day
asana muncul dua sosok bayangan manusia.
Waktu itu komandan peronda malam adalah Thian Pak
liat, sembari menurunkan peringatan untuk memperketat
penjagaan dia segera mengirim orang untuk melaporkan
kejadian ini kepada Oh Hong cun.
Sementara dia sendiri dengan membawa empat orang
segera maju menyongsong kedatangan lawan.
Yang datang dua orang, satu lelaki dan satu perempuan.
Yang lelaki berusia empat puluh tahunan dengan memakai
baju panjang berwarna hitam, sedangkan yang perempuan
berusia dua puluh tahunan dan berwajah cantik lagi genit.
Manusia berbaju hitam itu segera berhenti kemudian
sambil tertawa ujarnya: "Aku tidak membawa senjata apa pun !"
Thian Pak liat tetap mempertahankan jaraknya sejauh
tujuh delapan depa dengan pihak lawan, ditatapnya orang
itu tajam-tajam, betul juga orang itu memang tidak
bersenjata. Begitu pula dengan perempuan itu, dia mengenakan
pakaian hijau tanpa membawa senjata.
Sesudah tertawa hambar, pelan-pelan manusia berbaju
hitam itu berkata: "Aku berharap bisa menjumpai pimpinan kalian."
"Ada urusan apa"," tanya Thian Pak liat.
"Urusan besar, urusan besar yang sangat penting
artinya." "Dapatkah kau menyebutkan siapa namamu?"
"Aku Si Han, sedang dia adalah adikku Si Ih nio,"
"Jit poh tui hun (tujuh langkah pencabut nyawa) Si Han?"
"Ya, benar !" "Aku adalah Thian Pak liat, sudah lama mendengar nama
besarmu, sungguh beruntung kita bisa bersua muka hari
ini." "Ooh, rupanya saudara Thian."
"Saudara Si, apakah kau bersikeras hendak menjumpai
pemimpin rombongan kami?"
"Masalahnya menyangkut suatu kejadian yang besar, bila
saudara Thian bisa memberi keputusan, tak ada salahnya
siaute memberitahukan kepada saudara Thian."
Sementara pembicaraan berlangsung, Oh Hong cun
dengan Cu Siau hong telah muncul di arena.
"Nah itu dia! Pemimpin kami sudah datang," kata Thian
Pak liat kemudian,"bila saudara Si hendak menyampaikan
sesuatu, boleh disampaikan langsung kepadanya."
"Dia adalah..."
"Lu ciu tayhiap.."
"Ooohhh, Oh Hong cun?"
"Tidak berani, tidak berani," seru Oh Hong cun cepat,"
sahabat sendiri..." "Oh tua, tokoh persilatan ini adalah Tujuh langkah
pengejar sukma Si Han," buru-buru Thian Pak liat
menerangkan. Oh Hong cun Nampak tertegunkemudian serunya:
"Selamat berjumpa, selamat berjumpa."
Si Han tertawa, kembali selanya:
"Oh tua kau kelewat memuji."
Setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh:
"Ada pun kedatanganku kemari karena hendak
menyampaikan suatu hal kepadamu."
"Baik, lohu akan mendengarkan dengan seksama."
"Tentunya saudara sekalian tidak tahu bukan?"
"Soal apa?" "Rombongan Oh tua sekalian terdiri dari ratusan orang
lebih?" "Yaa, begitulah !"
"Sayang mereka tidak ada harapan lagi untuk melihat
matahari terbenam esok sore."
"Apa maksudmu?"
"Mereka semua sudah keracunan."
"Saudara Si, mengapa siaute tidak merasakan sesuatu
gejala ini"," tanya Thian Pak liat.
"Sebab mereka belum sampai waktunya untuk
merasakan bekerjanya racun tersebut."
"Saudara Si, sampai kapan racun itu baru akan mulai
kambuh?" Si Han termenung sebentar, kemudian sahutnya:
"Selewatnya tengah hari besok, racun itu akan mulai
bekerja, sebelum matahari terbenam di langit barat, kalian
semua pun akan bersama-sama berangkat pulang ke alam
baka." "Sejak racun itu mulai bekerja sampai tibanya ajal,
semuanya membutuhkkan waktu berapa lama?"
"Kira-kira satu jam"
"Ehmmm, racun seperti itu tidak termasuk racun yang
kelewat keras daya kerjanya."
"Hanya bisa dibilang senacam obat beracun yang agak
lamban daya kerjanya, tapi bila sudah mulai bekerja tiada
obat yang bisa menolongnya lagi."
"Kapan racun itu kalian sebar"," tanya Oh Hong cun pula.
Menghadapi ketenangan dari beberapa orang itu, mau
tak mau bergidik juga perasaan Si Han.
Bila seorang yang mengetahui bahwa dia dan seluruh
rekannya sudah keracunan bahkan jiwanya bakal melayang,
namun wajahnya sama sekali tidak menampilkan rasa
gugup atau kaget, kejadian semacam ini benar-benar
merupakan suatu peristiwa yang tidak gampang.
Biasanya gejala seperti ini hanya menunjukkan dua
kemungkinan. Pertama, mereka sama sekali tidak percaya kalau diri
mereka sudah keracunan. Kedua, mungkin orang-orang tersebut benar-benar
memiliki semacam semangat yang tak gentar menghadapi
kematian. Oh Hon cun menghembuskan napas panjang, kemudian
katanya: "Maaf bila lohu kelewat sembrono, memanggil Si lote
kepadamu..." Si Han segera tertawa. "Menghormati kaum tua sudah merupakan kewajiban
generasi muda macam kami."
"Baik ! Lote...kapankah kalian menyebarkan racun itu dan
bagaimana cara melepaskan racun itu dan bagaimana cara
melepaskan racun tersebut ke tubuh kami sekalian."
"Kalau dibicarakan, sesungguhnya cara untuk
melepaskan racun ini merupakan sejenis sistem penyebaran
racun yang paling sempurna dan paling sukar diduga
dikolong langit dewasa ini, kami telah menyebarkan racun
itu diatas permukaan jalanan, asal kalian menempuh
perjalanan menelusuri jalan perbukitan itu, besar
kemungkinan kalian sudah terkena racun jahat itu."
"Ooooouw..benar-benar suatu sistim penyebaran racun
yang lihay dan luar biasa," puji Oh Hong cun.
"Baik !." kata Thian Pak liat pula,"Anggap saja kami telah
keracunan, mungkin saudara Si datang bukan untuk
menghantar obat penawar racun untuk kami bukan?"
"Tentu saja kedatanganku kemari erat sekali
hubungannya dengan obat penawar racun tersebut."
"Tapi yang pasti obat penawar racun itu tak ada disaku
kalian berdua bukan?", tambah Oh Hong cun.
"Tentu saja tak mungkin, aku piker saudara Oh pasti
mengerti, aku pun bukan seorang manusia yang kelewat
bodoh." "Kalau begitu maksud kedatangan Si lote karena ada
makna lain?" Si Han manggut-manggut. "Betul, aku datang untuk membicarakan masalah obat
penawar tersebut..."
"Baik, lohu akan memasang telinga baik-baik untuk
mendengarkan uraianmu."
"Mari kita membicarakan soal syarat-syarat yang
dibutuhkan." "Syarat apa?" "Bagi mereka yang tak ingin mati, kami bersedia
mempersembahkan obat penawarnya, tapi dia harus
meninggalkan tempat ini kembali ke desa kelahirannya dan
sejak kini tidak mencampuri urusan dalam dunia persilatan
lagi." "Oooh, maksudmu menyimpan golok mengasingkan diri
dan mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan."
"Betul, begitulah maksud kami."
Oh Hong cun segera manggut-manggut.
"Suatu ide yang sangat bagus,"serunya,"Hanya
persoalannya sekarang betulkah mereka semua bisa sampai
di kampung halaman masing-masing dalam keadaan
selamat?" "Pasti bisa ! Tentang hal ini, harap Oh tua jangan
menguatirkan." "Seandainya ada yang tak mau pulang"," sela Thian Pak
liat tiba-tiba.

Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yaa, dengan berat hati terpaksa harus kami kabarkan
bahwa orang itu dipersilahkan untuk menunggu sampai
bekerjanya racun dalam tubuhnya dan mampus secara
mengenaskan." "Thian Pak liat tersenyum.
"Saudara Si, aku merasa rada heran,"katanya.
"Apa yang mengherankanmu?"
"Bukankah tujuan kalian meracuni kami adalah untuk
membuat kami mati semua?"
"Betul !" "Tapi mengapa pula kalian datang untuk menawarkan
pertolongan buat kami semua?"
"Sebab Thian mengajarkan pada umatnya agar
menyayangi sesamanya seperti menyayangi diri sendiri,
kami tidak ingin membunuh orang kelewat banyak..."
"Ooohhhh.." "Saudara Si,"tiba-tiba Cu Siau hong menimbrung,"Kau
datang atas perintah seseorang ataukah atas prakarsa
sendiri?" "Kalau aku bukan lagi mengibul, seharusnya aku
memang datang atas perintah orang lain."
"Menurut apa yang aku ketahui, biasanya orang yang
datang atas perintah orang lain tak akan bisa mengambil
keputusan." "Saudara adalah..."
"Aku Cu Siau hong !," tukas pemuda itu cepat.
"Ooohhh..." Sambil tersenyum kembali Cu Siau hong berkata:
"Saudara Si, seandainya kami menahan kalian berdua
secara paksa, akibat semacam apakah yang akan terjadi?"
"Aku tahu, kalian memang bisa berbuat demikian, tapi
akibatnya kalian harus membayar mahal atas perbuatan
kalian ini." "Membayar mahal" Apa maksudmu?"
"Pertama, bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk
membekuk kami dua bersaudara, sekalipun kalian
berjumlah banyak, tapi aku percaya sudah pasti kalian akan
membayar dengan beberapa lembar nyawa orang-orangmu
sebelum berhasil membekuk kami berdua, kedua, sekalipun
kami dua bersaudara berhasil kau bunuh, tapi kalian pun
harus membayar dengan ratusan lembar jiwa kalian."
Cu Siau hong segera tertawa hambar.
"Saudara Si, mungkin saja kami akan mati keracunan,
tapi kalau untuk menghadapi kalian berdua, aku piker
bukanlah suatu pekerjaan yang kelewat sukar."
"Heeeh..heeeeh...heeeh...sungguh besar amat lagakmu
!," seru Si Han sambil tertawa dingin.
"Saudara Si, bila kau tidak percaya dengan perkataanku,
silahkan saja untuk membuktikan sendiri !"
"Tapi kami berdua tidak membawa senjata...."
"Aku tahu dan tampaknya disinilah letak kecerdasan
kalian." "Bila kami benar-benar keracunan," kata Thian Pak
liat,"dengan cara keji kalian yang begitu rendah dan
munafik, kami pun tak usah membicarakan soal peraturan
dunia persilatan lagi dengan kalian."
Oh Hong cun tidak ambil diam, dia pun lalu berkata:
"Si lote, paling baik kau mencari akal untuk melindungi
keselamatan sendiri, sebab kalau sampai jatuh ke tangan
kami, waah bisa rada repot."
"Repot soal apa?"
"Seandainya kalian telah meracuni kami dan nasib kalian
berdua kurang beruntung sehingga terjatuh ke tangan
kami, maka kami akan menjatuhi hukuman kepada kalian
berdua sesuai dengan keinginan orang banyak.
"Yaa, bisa juga akan dicincang menjadi berkepingkeping,
bisa jadi menyiksamu sehebat-hebatnya tapi
berusaha untuk membuat kalian mati dalam tempo
selambat-lambatnya sampai racun didalam tubuh kami
mulai bekerja," Thian Pak liat menambahkan.
Paras muka Si Han segera berubah hebat.
"Jadi maksud kalian hendak memaksa kami berdua untuk
beradu jiwa..." "Betul, kami memang berharap kalian mengerahkan
semua tenaga yang dimiliki," sahut Cu Siau hong.
"Aaah...!" "Kami akan pergunakan ilmu sejati, kapandaian asli
untuk menaklukkan kalian dan berharap kalian bisa kalah
dengan puas." Si Han segera berpaling dan memandang nona berbaju
hijau itu sekejap, kemudian katanya:
"Adikku, rupanya kita sudah salah menilai mereka."
"Kita menghendaki nyawa orang , bila orang pun segan
melepaskan kita, rasanya hal ini memang sesuatu yang
lumrah," sahut Si Ih nio.
Si Han segera mengangguk.
"Yaa, apabila kalian bersikeras hendak menahan kami
berdua, tentu saja kami berdua tak akan menyerah dengan
begitu saja, entah kalian menghendaki keroyokan " ataukah
berduel satu lawan satu?"
"Aku siap menunggu petunjuk dari saudara Si," jawab Cu
Siau hong dengan cepat. Tiba-tiba terdengar seorang berkata lantang.
"Tidak, kau harus serahkan Si Han untuk bagianku, Ih
heng paling benci untuk bertarung melawan kaum wanita."
Bersamaan dengan ucapan mana, orangnya juga muncul
didepan mata semua orang.
Dia adalah To kok bu seng (golok lewat tanpa suara)
Kian Hui seng, si jago tua kita.
Paras muka Si Han kontan berubah hebat, serunya tanpa
terasa: "Kian tayhiap..."
"Betul, Si Han, bukankah kau menggunakan pedang
lembek", "sela Kian Hui seng dengan cepat," Aku pikir
senjatamu tentu sudah kau sembunyikan dibalik ikat
pinggangmu bukan?" Si Han segera tertawa. "Seandainya aku tidak mengeluarkan senjata, tentunya
Kian tayhiap tak akan menggunakan golokmu bukan","
ucapnya kemudian. "Seandainya ucapanku ini ditarakan dua bulan berselang,
aku memang akan terbelenggu dan termakan oleh ucapan
tersebut, tapi sekarang lohu sudah tpau cetek, mungkin kepergianku yang lebih
bertambah lama bukanlah memberi bantuan yang lebih
banyak" Kian Hui seng manggut-manggut.
"Begini saja, katanya "Ong Peng! Seng Hong, kalian
berdua boleh mengikutinya yang satu mengurusi
kehidupannya, sedang yang lain bisa memberi petunjuk
atau saran bilamana perlu"
"Baik, Toako, harap kau mengajak Tan Heng, Hoa Wan
pulang, beritahu kepada Pek bi taysu agar mereka
merundingkan cara melindungi keselamatan sendiri.
"Saudara, apakah kau masih ada pesan lain?" tanya Kian
Hui seng. "Toako, dewasa ini situasi yang kita hadapi sedang
mengalami perubahan besar, aku rasa tiada rencana apa
pun yang bisa dirundingkan lagi, cara berpikir kita sudah
ketinggalan jaman, satu-satunya jalan untuk kita sekarang
adalah bertindak mengikuti perubahan keadaan, cuma satu
yang menjadi tujuan terutama kita, yakni mengurangi
kematian" "Aku mengerti saudaraku"
"Nah, kalau begitu siaute akan pergi" seru Cu Siau hong
kemudian. Setelah berpaling dan memandang sekejap kearah Ong
Peng serta Seng Hong, dia berkata lagi:
"Untuk sementara waktu kalian boleh berjaga disini dulu,
akan aku sampaikan hal ini kepada Ji siocia, bila ia setuju
baru kalian menunggu panggilanku"
Tampaknya Ji siocia menunggu dengan amat sabar, dia
menunggu sampai pemuda itu mendekat dihadapan mereka
sebelum menegur sambil tertawa lebar:
"Sudah selesaikah pekerjaanmu?"
"Sudah, sudah selesai, cuma aku masih ada satu
persoalan yang hendak kusampaikan kepada Ji siocia"
"Tidak berani, Siau hong silahkan kau utarakan!"
"Aku ingin mengajak dua orang"
"Buat apa mesti mengajak dua orang?"
"Orang yang diajak Cu Siau hong tak nanti lebih lihay
dari Cu Siau hong sendiri, tentang soal ini Ji siocia tak perlu
merasa kuatir" "Aku bukan menguatirkan jago-jago lihaymu itu, terus
terang saja diantara rombongan tersebut, kecuali kau
seorang, yang lain sama sekali tidak kupikirkan didalam
hati, aku hanya ingin tahu apa maksudmu membawa
orang?" (Bersambung ke jilid 56) "Hanya dua orang yang akan mengurusi kehidupanku
sehari-hari" "Disana banyak dayang dan pelayan, baik laki atau
perempuan semuanya tersedia, bila kau membutuhkan
orang, mereka bisa mengaturkan segala sesuatunya
untukmu" "Aku berharap lebih baik membawa dua orangku sendiri,
paling tidak aku percaya dengan mereka"
Ji siocia lantas manggut-manggut.
"Yaa, betul, paling tidak dalam perasaan kau memang
bisa lebih percaya kepada mereka"
"Begitulah maksud hatiku"
"Baik, kalau begitu ajaklah mereka"
"Ji siocia, silahkan kau naik ke atas tandumu itu !"
"Cu Siau hong, kau sangat teliti, bermusuhan dengan
manusia semacam kau memang mempunyai perasaan yang
berbeda, jika dapat berteman denganmu, aku percaya hal
ini akan jauh lebih gembira"
"Hal ini harus dicoba dulu sebelum dapat dibuktikan"
Ji siocia lantas menggapai kearah tandu berpayung
kebesarannya. Sedangkan Cu Siau hong juga segera mengajak Seng
Hong serta Ong Peng. Ia tidak bertanya lebih jauh lagi, dengan mulut
membungkam dia segera beranjak pergi mengikuti
dibelakang tandu berpayung dari Ji siocia.
Setelah berjalan sejauh belasan li dan melalui dua buah
bukit, akhirnya sampailah mereka didalam sebuah lembah.
Tandu itu berhenti didepan segerombolan pohon cemara.
Cu S iau hong yang mengikuti dibelakang tandu tersebut
segera berbisik lirih: "Ji siocia, sudah sampai?"
"Yaa, sudah sampai, dibalik pohon cemara tersebut"
Cu Siau hong segera berpaling sambil berpesan:
"Ong Peng, Seng Hong, kalian tinggal disini saja!"
Sementara itu Ji siocia sudah turun dari tandunya dan
berjalan menuju ke depan.
Cu Siau hong mengikuti dibelakangnya sambil berkata
lagi: "Ji siocia, apakah kita akan menghadap Toa sianseng?"
"Benar!" "Ji siocia, apakah Toa sianseng seperti juga dirimu?"
"Apa maksudmu?"
"Apakah Toa sianseng seperti juga kau, selalu
mengenakan topeng bila bertemu dengan orang?"
"Moga-moga saja kau dapat bertemu dengannya"
"Kalau toh maksud ini adalah maksud hati dari Ji siocia.."
Ji siocia tidak menjawab, dia langsung berjalan menuju
kedepan rumah gubuk ditengah pepohonan cemara itu.
Dilihat dari depan, rumah gubuk itu sama sekali tidak
menyolok, namun perabot dalam ruangan amat indah dan
mewah, permadani putih melapisi lantai, kain hijau lembut
menutupi dinding. Empat buah kursi kebesaran teratur rapi ditengah
ruangan, semuanya beralas kasur yang berwarna kuning.
"Silahkan duduk" kata Ji siocia kemudian.
Dia sendiri langsung berjalan menuju ke ruang dalam.
Cu Siau hong berpaling dan memandang sekejap ke
sekeliling tempat itu, kemudian duduk disebuah kursi
kebesaran. Ruangan tamu itu sangat luas, namun hanya dia seorang
diri yang berada disana. Tanpa terasa dalam benak Cu Siau hong melintas
kembali bayangan tubuh dari Lo liok, si penjaga kuda.
Mungkin kakek yang menyaru sebagai penjaga istal kuda
itu sebenarnya adalah pentolan dari organisasi rahasia ini"
Tapi dengan cepat dia membantah jalan pemikiran
sendiri. Seandainya Lo Liok si penjaga kuda benar-benar adalah
Toa sianseng, mengapa pula dia menyerahkan sejilid kitab
tanpa nama kepada dirinya"'Cu Siau hong cukup mengerti,
kemajuan pesat yang dicapainya dalam ilmu silat
belakangan ini, sesungguhnya berhubungan erat sekali
dengan kepandaian silat yang dipelajarinya dari kitab
pedang tanpa nama tersebut.
Dia duduk dengan tenang, entah berapa lama sudah
lewat... Mendadak terdengar suara langkah kaki yang ramai
berkumandang memecahkan keheningan.
Cu Siau hong segera berpaling, tampak seorang
perempuan bergaun hijau pelan-pelan berjalan masuk
kedalam. Dia berjalan sangat lamban, langkahnya lembut dan
indah, mendatangkan kesan angker bagi siapapun yang
memandangnya. Dari dalam ruang tengah tersebut, hanya
mempunyai beberapa macam perabot yang amat
sederhana, selain sebuah meja dengan empat buah kursi
kebesaran, tidak nampak benda yang lain, oleh sebab itu
tanpa terasa dia mengawasi gadis berbaju hijau itu lekatlekat.
Dia memang seorang gadis yang amat cantik, laksana
dewi, namun justru memancarkan sinar dingin yang
menggidikkan.

Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sesudah mengangguk pelan terhadap Cu Siau hong, dia
langsung duduk dihadapan Cu Siau hong.
"Bolehkah aku tahu siapa nama nona?"
Gadis berbaju hijau itu tertawa hambar tanpa menjawab
pertanyaan tersebut. Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara yang berat dan
berwibawa: "Cu Siau hong, coba kau dengarkan baik-baik, semua
pertanyaan yang lohu ajukan harus kau jawab dengan
sejujurnya" "Siapakah kau?"
"Siapa yang hendak kau jumpai disini?"
"Aku datang kemari untuk berjumpa dengan Toa
sianseng" "Betul! Akulah Toa sianseng yang hendak kau jumpai itu"
Cu Siau hong termenung beberapa saat lamanya,
kemudian tegurnya lagi: "Apakah kita pernah bersua?"
"Cu Siau hong, coba kau pikirkan sendiri, bisa jadi kita
pernah bersua muka."
Mendengar itu Cu Siau hong menghela napas panjang.
"Sekarang, tampaknya aku tak berani sembarangan
mengambil kesimpulan terhadap setiap persoalan yang
kuhadapi" "Kau telah kehilangan rasa percaya pada dirimu sendiri?"
"Banyak kejadian yang tidak seharusnya berlangsung
ternyata berlangsung juga ada sementara orang yang dapat
dipercaya, tiba-tiba berubah menjadi amat misterius,
persoalan yang terjadi di dunia ini memang tak boleh
dipercaya" "Cu Siau hong tampaknya ucapan tersebut kau utarakan
mengikuti perasaanmu?"
"Benar, aku memang sudah merasakan banyak"
Toa sianseng segera tertawa terbahak-bahak,
"Haaah..haah..haah sayang sekali Cu Siau hong, kita bukan
sedang bersenda gurau, atau sedang bertukar isi hati, sekali
pun banyak penderitaan yang kau rasakan, namun aku
tidak ada waktu untuk mendengarkan keluh kesahmu itu"
"Kalau begitu, ada urusan apa Toa sianseng mengundang
kedatanganku kemari?"
"Tidak banyak waktu yang kumiliki, maka apa yang
hendak kita bicarakan lebih baik sesingkat mungkin"
"Katakanlah" "Bersediakah kau untuk bekerja sama denganku?"
"Tidak berani Siau hong hanya seorang anak muda
kemarin sore, aku tak berani bekerja sama dengan Toa
sianseng" Sambil tertawa dingin Toa sianseng berkata lagi:
"Cu Siau hong, perkataanku sudah kusampaikan cukup
jelas dan aku membutuhkan jawaban yang pasti"
"Sudah kujawab pertanyaanmu itu"
"Jadi kau enggan bekerja sama denganku?"
"Aku tahu kalau aku tidak pantas"
"Cu Siau hong, kalau toh enggan bekerja sama denganku
lantas apa yang hendak kau lakukan?"
"Bagaimana dengan orang tuaku?"
"Mereka baik-baik saja"
"Itulah sudah cukup, asal kau bersedia melepaskan
keluargaku, Cu Siau hong akan segera mengundurkan diri
dari dunia persilatan, memusnahkan ilmu silatku dan
selanjutnya akan hidup sebagai rakyat biasa yang tidak
mencampuri urusan dunia persilatan lagi"
"Pertama, kepandaian silatmu sangat bagus, sayang
kalau dimusnahkan dengan begitu saja.." kata Toa
sianseng. "Itu mah urusan pribadiku, kau tak perlu menguatirkan,"
tkas Ci Siau hong tertawa.
"Kedua, benarkah kau bisa mengundurkan diri dari dunia
persilatan" Ketua Kaypang, ketua Pay kau apakah bersedia
melepaskan kalian dengan begitu saja."
"Mereka..." "Terlalu besar tumpuan harapan yang mereka titipkan
pada bahumu, bagaimana mungkin mereka akan
melepaskan dirimu dengan begitu saja?" sambung Toa
sianseng lebih jauh. "Andaikata aku bersikeras tak akan mundurkan diri
memangnya apa yang bisa mereka lakukan terhadapku?"
"Cu Siau hong, caramu itu tidak mungkin bisa kuterima,
jadi kita pun tak usah mendebatnya lagi"
"Aku benar-benar tidak habis mengerti, bila aku bersedia
memunahkan ilmu silatku sekalipun mereka menginginkan
kemunculanku lagi, bantuan apa yang bisa kuberikan
kepada mereka?" "Cu Siau hong, sudah kukatakan aku tidak setuju dengan
caramu itu" "Lantas Toa sianseng mengharapkan aku berbuat
bagaimana?" "Yang paling baik adalah pertama, bisa bekerjasama
dengan kami, kedua, kau bunuh diri sehingga memutuskan
harapan mereka" "Hanya dua jalan ini?"
"Benar! Kau hanya boleh memilih salah satu diantaranya"
"Bagaimana dengan anggota keluargaku?"
"Mereka hanya terseret oleh persoalanmu, seperti apa
yang kau katakan tadi mereka bukan anggota dunia
persilatan tapi kau merupakan umat persilatan, jika kau
sudah mati maka mereka tiada sangkut pautnya lagi
dengan dunia persilatan tentu saja kami tak usah
mencelakai orang-orang yang sama sekali tiada sangkut
pautnya dengan urusan dunia persilatan"
"Sekarang?" "Benar memang aku merasa kalau persoalan ini harus
segera dicarikan penyelesaiannya"
Cu Siau hong berpaling, ia tidak melihat Ong Peng dan
Seng Hong berada disana, mungkin tertahan diluar gubuk
dan tak diijinkan masuk, maka setelah menghembuskan
napas panjang katanya: "Toa sianseng, setelah aku mati apakah jenasahku boleh
diserahkan kepada mereka untuk dibawa pergi?"
"Boleh saja" "Aku ingin memohon satu hal lagi kepada Toa sianseng,
bolehkah kedua orang pembantuku itu masuk kedalam?"
"Aku bersedia memberikan suatu kesempatan kepada
kalian untuk memilih mau mati atau hidup?"
Cu Siau hong memandang sekejap nona berbaju hijau
yang berada di hadapannya, tampak dia bersikap amat
dingin dan serius, seakan-akan sebagai seorang pendengar
saja. Pelan-pelan dia bangkit berdiri lalu menggerakkan
sepasang lengannya, sesudah itu sambil tertawa dia
berkata: "Sungguh tak kusangka, pedang yang kugembol selama
ini akhirnya harus dipergunakan untuk merenggut nyawaku
sendiri, Toa sianseng, boleh saja kalau kau menghendaki
kematianku, tapi sebelum aku mati, aku sangat berharap
bisa bersua muka denganmu"
"Buat apa mesti melakukan suatu tindakan yang
sesungguhnya tidak berarti ini?"
"Aku harap kau bisa mengabulkan, sebab hal ini
merupakan suatu pengharapanku, kalau tidak, akupun
dapat merasa seakan-akan mati dengan mata tak meram"
"Baik, aku dapat mengabulkan permintaanmu itu namun
aku berharap kaupun dapat menampilkan sikap bahwa kau
memang bertekad untuk menghabisi nyawamu sendiri"
"Penampilan macam apa yang kau kehendaki?"
"Cara yang paling baik adalah memusnahkan ilmu
silatmu lebih dulu, bila kau menampik, kami akan turun
tangan membunuhmu" "Kalau memang demikian, bolehkah kuundang
pembantu-pembantuku agar masuk kemari?"
"Aku rasa lebih baik kau punahkan dahulu ilmu silatmu
sebelum mengundang mereka masuk"
"Tak heran Toa sianseng mampu memimpin organisasi
rahasia ini dengan disiplin yang tinggi, ternyata kau adalah
seorang yang cermat dan berhati-hati sekali"
"Didalam suatu penyelesaian, aku sangat mengharapkan
suatu penyelesaian yang terang dan jelas, aku tak ingin
meninggalkan bibit bencana di kemudian hari"
Diam-diam Cu Siau hong menghimpun tenaga dalamnya
kedalam telapak tangan, kemudian pelan-pelan
menggerakkan telapak tangan kanannya siap dihantamkan
keatas ubun-ubun sendiri, namun pada detik yang terakhir,
mendadak hatinya tergerak, segera pikirnya:
"Kalau aku harus mati dalam keadaan begini, sudah jelas
kematian tidak jelas, paling tidak aku harus meninggalkan
pesan lebih dulu kepada Ong Peng sekalian.
Berpikir sampai disitu, Cu Siau hong segera
mengurungkan kembali niatnya.
"Kenapa" Kau sudah berubah pikiran?" tiba-tiba Toa
sianseng menegur dengan nyaring.
"Bukan begitu, aku merasa tidak seharusnya mati dalam
keadaan begini, aku harus melaksanakan semuanya ini
menurut caraku sendiri.."
"Oooh...!" "Seng Hong, Ong Peng, dimana kalian?" dengan suara
lantang Cu Siau hong berteriak.
Terdengar suara Ong Peng berdua bergema dari luar
ruangan: "Kami berada disini!"
"Masuk, aku hendak menyampaikan sesuatu untuk kalian
berdua.." Tak selang berapa saat kemudian Seng Hong dan Ong
Peng telah melangkah masuk dengan langkah pelan-pelan.
Begitu menjumpai Cu Siau hong, kedua orang itu segera
percepat langkahnya menuju kesisi si anak muda tersebut.
"Sebentar lagi aku akan mati!" demikian Cu Siau hong
berkata dengan lembut, "Sepeninggalku nanti bawalah
jenasahku dari sini dan kuburlah secara baik-baik"
Ucapan mana segera membuat Ong Peng tertegun.
"Kongcu!" serunya, " Mengapa kau harus mati?"
"Bila seseorang harus hidup terus, dia harus mempunyai
harga atau nilai dari kehidupannya, sekarang aku sudah
tidak berharga lagi untuk hidup lebih jauh"
"Apa-apaan kau ini?" teriak Ong Peng, "Kongcu, bila kau
sudah tak berharga lagi untuk melanjutkan hidup, bukankah
hamba sekalian lebih-lebih tak berharga lagi" Bukankah
hamba sekalian lebih pantas untuk mati sedari dulu?"
Cu Siau hong tertawa getir.
"Untuk menghitung apakah seseorang berharga atau
tidak untuk melanjutkan hidup, maka hal ini harus dinilai
dari kegunaan dari orang itu hidup lebih lanjut di dunia ini
serta kegunaan dari kehidupannya lebih jauh, bila aku
dapat menolong dunia persilatan dari ancaman bahaya, bila
aku dapat memberikan kesejahteraan serta keamanan bagi
dunia persilatan, tentu saja aku tak boleh mati dengan
begini saja, namun bila aku sudah tak mampu apa-apa lagi,
bila aku sudah tak berdaya menyelamatkan dunia
persilatan, apa salahnya bila aku berbuat demikian demi
menolong orang lain?"
"Siapakah yang hendak kongcu selamatkan?"
"Keluargaku" Ong Peng termenung beberapa saat lamanya, kemudian
dia berkata lagi: "Kongcu, yakinkah kau bahwa mereka akan melepaskan
anggota keluargamu?"
"Mereka telah menyetujui"
"Kongcu, dengan cara apakah mereka memberi jaminan
kepadamu bahwa kematianmu dapat membebaskan
anggota keluargamu dari kesulitan ini..?"
"Soal ini" Mereka sih tak mampu memberi jaminan, oleh
sebab itu terpaksa aku harus mempercayai janji mereka
saja" Ong Peng berpaling dan memandang sekejap kearah si
nona cantik berbaju hijau itu, tampak dia duduk disitu
sambil membungkam dalam seribu bahasa, keadaannya
seperti sebuah patung kayu saja.
Ong Peng mendehem pelan, kemudian berkata lagi:
"Kongcu , kalau toh mereka tak dapat memberi jaminan
apa-apa kepadamu, mengapa kau harus mati" Paling tidak
kongcu harus melihat dahulu keselamatan dari lo tayya dan
sekeluargamu sebelum menghabisi nyawamu sendiri.."
Tergerak hati Cu Siau hong sesudah mendengar
perkataan tersebut, pelan-pelan dia berkata lagi:
"Ong Peng, benar juga perkataanmu ini"
Jilid 56 (Bagian 72) "Hamba hanya sanggup mengajukan sebuah pendapat
yang bodoh, semoga kongcu bersedia untuk memikirkan
tiga kali sebelum mengambil suatu tindakan," kembali Ong
Peng berkata. Cu Siau hong manggut-manggut, dia lantas mengalihkan
sorot matanya ke atas wajah nona berbaju hijau itu katanya
pelan: "Nona, bolehkah kau berbicara?"
Nona berbaju hijau itu menggeleng lalu tersenyum,
ibarat sekuntum bunga yang baru saja mekar, begitu cantik
dan begitu menawannya. "Kenapa" Kenapa kau enggan berbicara?"
Kembali nona berbaju hijau itu menggelengkan
kepalanya berulang kali. Agaknya dia telah mengambil suatu keputusan, yakni
membungkam dalam seribu bahasa.
Selama hidup belum pernah Cu Siau hong menjumpai
kesulitan seperti yang dijumpai hari ini, walaupun dia tahu
kalau gadis itu dapat berbicara namun ia enggan untuk
membuka suara. Berada dalam keadaan demikian, Cu Siau hong tak dapat
memaksanya dengan kekerasan, tak dapt pula membujuk
dengan cara yang halus, untuk sesaat dia tak tahu
bagaimana caranya untuk membuatnya mau berbicara
dengannya.

Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ong Peng menghembuskan napas panjang, lalu berkata:
"Kongcu, aku lihat urusan ini makin lama semakin tidak
beres, kongcu tak boleh bertindak secara gegabah, kau
harus berusaha untuk mempertahankan hidupmu lebih
jauh" Dia hanya tahu untuk membujuk Cu Siau hong agar tidak
mengambil keputusan pendek, dia hanya tahu Cu Siau hong
tak boleh mati, apa pun yang harus dikatakan, dia berusaha
untuk mengutarakannya keluar.
Cu Siau hong tertawa lebar setelah mendengar
perkataannya itu, mendadak dia bangkit berdiri kemudian
berkata: "Toa sianseng, aku telah berhasil memahami satu
persoalan" "Persoalan apa?"
"Benarkah kau mempunyai keyakinan dapat
membinasakan diriku?"
"Seharusnya hal ini bukan suatu perbuatan yang sulit
bagiku untuk melaksanakannya"
"Kau ataukah nona berbaju hijau ini?"
"Kedua-duanya dapat melakukan"
Cu Siau hong segera berpaling kearah nona berbaju hijau
itu kemudian serunya: "Ji siocia kau tak berani berbicara karena takut aku dapat
mengenali suaramu?" "Cu Siau hong kau memang sangat cerdik" sahut nona
berbaju hijau sambil ikut bangkit pula.
"Nona, bila Toa sianseng tidak memperingatkan
kepadaku aku masih belum dapat menduga sampai kesana"
"Sayang sekali kau sudah ditakdirkan untuk mati disini"
"Betul aku mati karena mati dalam pertempuran, bukan
mati karena menghantar nyawaku sendiri"
"Jadi kau sudah tidak ambil perduli lagi atas keselamatan
jiwa dari anggota keluargamu?"
"Bila aku mati dalam pertempuran nanti kalian pun tidak
usah mencelakai anggota keluargaku lagi, sebaliknya bila
kami yang unggul hari ini, kalian lebih tak mampu untuk
mencelakai mereka" "Cu Siau hong berani bersikap kurang ajar?" tiba-tiba
Toa sianseng membentak amat keras.
"Kalian hendak membunuhku sedang aku tak sudi
menyerah dan mandah dibunuh dengan begitu saja, apakah
tindakan semacam ini bisa dianggap sebagai suatu tindakan
kurang ajar?" "Cu Siau hong, aku sudah cukup bersabar terhadap
dirimu, sekarang aku telah mengambil keputusan untuk
membunuhmu lebih dahulu"
"Hampir saja aku bunuh diri didalam suatu perencanaan
yang amat bagus dan sempurna, tapi sekarang akupun
telah mengambil keputusan untuk melawan, aku bisa jadi
mati di tangan kalian tapi yang pasti aku bukan mati karena
bunuh diri" "Baik, aku akan memenuhi pengharapanmu itu" seru Toa
sianseng. Mendadak nona berbaju hijau itu bangkit berdiri,
kemudian berkata dengan nyaring:
"Cu Siau hong, semula aku mengira kita dapat hidup
bersama-sama secara damai dan bersahabat, siapa sangka
kita harus saling bermusuhan dalam keadaan seperti ini"
"Bunuh dia, semakin cepat semakin baik" perintah To
sianseng dengan marah. Cu Siau hong meraba gagang pedangnya, kemudian
berkata: "Silahkan kau meloloskan pedangmu!"
Sebagaimana diketahui, dia pernah menderita kerugian
besar di tangan nona berbaju hijau ini, maka kali ini, dia tak
berani bertindak secara gegabah.
Pelan-pelan nona berbaju hijau itu, Ji siocia, berkata:
"Cu Siau hong, aku tidak membawa pedang"
"Kalau begitu aku harus minta maaf untuk menghadapi
manusia semacam kalian akupun tak usah berlagak
sungkan-sungkan lagi"
Tangan kanannya segera diangkat ke udara dan
pedangnya tahu-tahu sudah diloloskan dari sarung, cahaya
pedang yang dingin berkelebat lewat dan mengancam
tenggorokan nona cantik berbaju hijau tersebut.
Kali ini kecepatannya naik setingkat lebih tinggi
dibanding dengan pertarungan sebelumnya melawan Ji
siocia. Inilah kelebihan orang yang telah melatih ilmu
pedang Taylo cap ji si, yang selalu meningkat
kemampuannya di ilmu yang lain dalam hal kecepatan
maupun keakuratannya seiring dengan seringnya bertempur
atau berlatih.Pertempuran sebelumnya dengan Lak sianseng
serta Tan sianseng telah meningkatkan kemampuannya ini.
Cu Siau hong merasa serangannya kali ini ternyata
membawa hasil secara mudah sekali, hal mana membuat
dia lantas berpikir di hati kecilnya:
"Kalau dilihat dari hal ini, nampaknya tak salah lagi kalau
dibilang siapa yang turun tangan lebih dulu dia kan
berhasil" Dalam pada itu Ji siocia telah berkata sesudah
menghembuskan napas panjang:
"Toa sianseng, aku telah dibekuk olehnya!"
"Mengapa bisa begitu?"
"Mengapa kau tidak segera menampakkan diri untuk
menyaksikan sendiri?" Bila dia mendorong pedangnya lebih
kedepan, niscaya tenggorokanku akan tertebas oleh ujung
pedangnya" Mendadak terbuka sebuah pintu rahasia, seorang
manusia yang mengenakan topeng tembaga hijau pelanpelan
menampakkan diri. Dia mengenakan jubah hijau, langkahnya tegap dan
gagah, dengan langkah lebar langsung menuju kearah
mereka berdua. "Berhenti!" bentak Cu Siau hong cepat, "Bila kau berani
maju lagi kedepan, bisa jadi aku akan membunuh dirinya"
Manusia berbaju hijau itu segera berhenti, kemudian
serunya: "Cu Siau hong, lepaskan dia!"
Suaranya memang tidak berbeda dengan suara Toa
sianseng. "Kau kah Toa sianseng?" dengan suara dingin Cu Siau
hong menegur. "Betul, lepaskan dia!"
"Mengapa aku harus menuruti perintahmu?"
"Sebab kau tak berani membunuhnya"
"Mengapa aku tak berani?" Cu Siau hong gusar.
"Mengapa kau tidak mencoba untuk membunuhnya?"
"Aku...aku...tampaknya kau sama sekali tak ambil perduli
terhadap keselamatan jiwanya?"
"Kau tak akan berani dan tak bakal melakukan perbuatan
bodoh semacam ini, sebab aku tahu kau adalah seorang
yang pintar" Cu Siau hong segera tertawa dingin.
"Berbicara menurut keadaanku sekarang, dapat
membunuh satu orang berarti dapat mengembalikan
sebagian modalku" "Ooooh...aku ..mengira kau tidak berani..."
Tiba-tiba si nona berbaju hijau itu menghela napas
panjang, kemudian ujarnya:
"Cu Siau hong, kalau ingin turun tangan, silahkan segera
laksanakan niatmu itu, dia bermaksud untuk mengobarkan
amarahmu.." "Mengobarkan amarahku untuk membunuh?"
"Betul!" "Mengapa?" "Sebab dia memang bermaksud untuk menghabisi nyawa
orang-orang yang berbahaya baginya"
"Ji sianseng, siapa suruh kau mengaco belo tak karuan?"
tiba-tiba manusia berbaju hijau itu membentak gusar.
Nona berbaju hijau Ji siocia atau Ji sianseng itu tertawa
getir. "Aku sudah menduga bahwa akhirnya aku akan bernasib
jelek, cuma aku tidak menyangka kalau kau akan turun
tangan kepadaku sedemikian cepatnya"
"Mengapa aku harus membunuhmu, kau jangan
memikirkan yang bukan-bukan..!"
"Betul ! Kau memang tak akan membunuhku dengan
tanganmu sendiri, tapi kau hendak meminjam tangan Cu
Siau hong untuk membunuhku, dan cara ini memang
sangat hebat" "Mengapa aku harus membunuhmu?"
"Pertama, karena aku telah berubah menjadi semacam
ancaman bagi kekuasaanmu, seringkali aku ingin
mengetahui siapa gerangan dirimu sebenarnya.."
"Kau.." "Selain itu, aku menolak rayuanmu, hal ini jelas telah
membangkitkan amarahmu tapi kau berusaha untuk
menahan diri terus hingga saat ini, aku tahu kau tak berani
membunuhku karena kau takut mereka yang lain tak
tunduk dibawah perintahmu.."
"Haa..haaah..haah..Ji sianseng, tampaknya kau memang
benar-benar bermaksud untuk mengkhianati organisasi kita
ini?" Ji sianseng kembali tertawa dingin:
"Organisasi" Organisasi apakah yang kita miliki" Apa
yang ada sekarang hanya merupakan suatu kelompok
manusia belaka, suatu kelompok manusia yang diperintah
olehmu seorang, siapakah dirimu, bukan cuma musuh saja
tidak mengetahui, bahkan aku yang menduduki kursi kedua
dalam kelompok ini pun tidak tahu, selama ini akulah yang
selalu menampilkan diri untuk menghadapi berbagai macam
ancaman mara bahaya, sedangkan kau selalu bersembunyi
dibalik layar, sama sekali tidak merasakan ancaman bahaya
secara langsung" "Ooohh...kau anggap aku tidak pantas menjadi Toa
sianseng kalian?" "Bukan demikian, kuakui bahwa kau adalah seorang
manusia berbakat, didalam dunia persilatan dewasa ini tidak
banyak manusia berbakat seperti kau.."
"Hanya rajawali yang dapat terbang keatas berlaksalaksa
li, dia adalah raja diantara selaksa burung, tiada
orang yang berani mengkhianatinya sebab dia memiliki
kekuatan yang besar dan luar biasa. Rencanaku selama ini
amat sempurna dan tak pernah meleset , dalam dunia saat
ini mungkin tiada seorang manusia pun yang dapat
melakukan seperti apa yang kulaksanakan selama ini"
"Sudah kukatakan tadi, kecerdasanmu memang
mengundang rasa kagum orang, bahkan kau seperti
menguasai dalam segala bidang, bukan Cuma ilmu silatmu
sangat lihay bahkan sangat pandai menggunakan racun dan
kepandaian untuk mengendalikan orang, karena
kemampuanmu itulah kau memiliki banyak anak buah,
banyak orang yang bersedia jual nyawa kepadamu"
"Asal kau sudah mengetahui akan hal ini hal mana sudah
lebih dari cukup" Toa sianseng tertawa lebar.
"Aku merasa heran mengapa kau bisa mengetahui begitu
banyak persoalan, setiap masalah yang terjadi kau seakanakan
mengetahui sesuatunya dengan jelas?"
" Ji sianseng, sudah selesaikah perkataanmu itu?" Toa
sianseng tertawa dingin secara tiba-tiba.
"Belum, aku ingin berbicara lebih banyak lagi..aku tahu
sesungguhnya kau memiliki ilmu menyaru muka yang amat
sempurna, penyaruanmu sesungguhnya tiada titik
kelemahannya tapi kau terlalu gegabah.."
"Padahal hingga sekarang aku masih belum mengerti
darimanakah kau bisa mngetahui kalau penyaruanku ada
penyakitnya?" "Aku tidak tahu mengapa diatas dahimu terdapat sebuah
tahi lalat yang besar.."
"Apa salahnya tahi lalat tersebut?"
"Suatu hari kau telah berbuat gegabah dengan
memasang tahi lalat itu sedikit agak ketinggian" ujar Ji
siocia lebih jauh. Toa sianseng termenung beberapa saat lamanya,
kemudian menghela napas panjang:
"Aaai..orang bilang perempuan adalah sumber bencana,
nampaknya perkataan ini memang tepat, aku jadi teringat
sekarang rupanya sejak hari itu kau sudah menaruh curiga
kepadaku?" "Betul, apabila yang kau berikan kepada kami hanya
kepalsuan dan kepura-puraan, kau menipu kesetiaan kami
semua kepada dirimu"
"Hingga sekarang, berapa orangkah diantara kalian yang
mengetahui akan rahasia ini?"
Ji sianseng atau Ji siocia segera tertawa:
"Aku tidak tahu, tapi aku percaya bukan hanya aku
seorang yang mengetahui akan hal tersebut"
"Kalau begitu aku dapat memberitahukan kepadamu,
sesungguhnya hanya kau seorang, sebab mereka masih
seperti sedia kala, hanya kau seorang yang telah
mengkhianati aku" "Tapi toh bukan aku seorang yang tahu akan hal ini"
"Padahal kau baru curiga saja" kata Toa sianseng lagi
dengan suara dingin, "Tadi, kau menggunakan siasat dalam
perkataan untuk menjebakku, namun kau masih belum
begitu yakin, tahi lalat itu memang salah dalam
pemasangan sehingga letaknya sedikit agak tinggi, kecuali
orang yang teliti sekali sepertimu tiada orang lain yang
akan memperhatikan atau mengetahuinya, barusan aku
menyanggupi dirimu karena aku ingin membuktikan sampai
dimanakah kau telah berbohong"
"Sekarang, apakah kau sudah membuktikan?"
"Benar, Ji sianseng, aku hanya ingin memancing
seberapa jauh yang kau ketahui, sekarang aku sudah
mengerti" Kemudian sambil meninggikan suaranya, dia
menyambung lebih jauh: "Sekarang, hanya ada dua jalan yang dapat kau tempuh,
kesatu adalah menjadi istriku dan kedua adalah mati di


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempat ini" "Sayang sekali aku tidak menyukai kedua jalan tersebut"
"Kalau begitu terpaksa kau harus berusaha untuk
menghadapi diriku" Mendadak Cu Siau hong menarik kembali pedangnya
sembari berseru dengan lantang:
"Toa sianseng, jangan lupa masih ada aku"
"Aku tahu, kau telah menaruh perasaan cinta kepadanya,
bukankah demikian..?"
Cu Siau hong tertawa dingin, segera tukasnya:
"Aku masih mempunyai banyak persoalan yang harus
diselesaikan, aku belum tertarik untuk melibatkan diri
dalam hubungan cinta.."
"Bila kau bersikeras ingin mampus mewakili dia, terpaksa
aku harus memenuhi keinginanmu itu"
Dengan cepat Cu Siau hong menyilangkan pedangnya
didepan dada, kemudian serunya:
"Kecuali ilmu Tay lo cap ji si, kau masih memiliki
kepandaian silat apa lagi?"
"Dengan cepat kau akan mengetahui semuanya"
Mendadak dia melompat maju kedepan dan melayang
dengan gerakan mendatar, begitu sampai disisi tubuh Cu
Siau hong, dia awasi pedang si anak muda itu seperti
sebuah mainan saja, sebuah cengkeraman kilat segera
dilancarkan. Cu Siau hong menarik napas panjang-panjang sambil
melompat mundur sejauh enam depa, dengan cekatan dia
menghindarkan diri dari cengkeraman maut tersebut.
Ji sianseng tidak ambil diam, sembari miringkan
tubuhnya ke samping, sebuah serangan segera dilancarkan
dengan menggunakan tangan kanannya.
Toa sianseng tidak takut menghadapi pedang tajam di
tangan Cu Siau hong, namun seperti takut sekali
menghadapi serangan tangan kosong dari Ji sianseng itu,
tiba-tiba dia melompat mundur sejauh lima depa lebih.
Cu Siau hong segera menengok kesamping, rupanya
pada tangan Ji sianseng telah terpasang sebuah sarung
tangan yang berjari tajam dan runcing.
Setelah memukul mundur Toa sianseng, Ji sianseng
menyelinap disisi tubuh Cu Siau hong kemudian serunya
dengan keras: "Ia telah berhasil melatih ilmu khikang pelindung badan,
dia tak takut menghadapi serangan golok atau pedang"
"Tapi dia takut sekali menghadapi seranganmu yang
berjari tajam.." "Yaa, karena sarung tanganku yang tajam ini dapat
menembusi baja serta perlindungan hawa khikangnya"
"Bila dia tak takut menghadapi pedang, dengan cara
apakah aku harus menghadapinya?"
Walau pun mereka berdua sedang berbincang-bincang,
namun sorot matanya tak pernah bergeser dari atas tubuh
Toa sianseng. "Gunakan pedang untuk menyerang sepasang matanya"
bisik Ji sianseng. "Aku rasa hal ini tidak terlalu mudah!"
"Itulah sebabnya kau harus bekerja sama dengan aku,
kedahsyatan dari ilmu pedang Tay lo cap ji si akan
mendatangkan perasaan jeri kepadanya, kerja sama
diantara kita berdua penting sekali"
"Seandainya dia mengundang orang lain untuk
membantu pihaknya?" tanya Cu Siau hong.
"Dia memang mempunyai orang-orang kepercayaan, tapi
tidak seorangpun yang datang kemari, semua orang yang
berada disini adalah orang-orangku"
Toa sianseng segera tertawa dingin, tiba-tiba serunya
lantang: "Perempuan rendah, masih berapa banyak persoalan
yang hendak kau sampaikan kepada kekasihmu itu?"
Ucapan tersebut amat keji dan bersifat menghina,
bahkan Cu Siau hong sendiri pun merasakan wajahnya
menjadi merah, tanda ia gusar.
Akan tetap Ji sianseng sama sekali tidak marah, malahan
tersenyum manis katanya: "Betul, aku memang sangat mencintai dia, tapi usiaku
kelewat tua baginya untuk jadi istri atau gundiknya, oleh
sebab itu benar katamu, lebih baik aku menjadi kekasihnya
saja, Siau hong, aku bernama Bun hong, panggillah enci
Hong kepadaku" "Aku rasa hal ini kurang baik" ucap Cu Siau hong,
"Usiamu paling cuma lebih tua lima-enam tahun saja
dariku..hal ini baiklah kita bicarakan selepas kita membekuk
Toa sianseng" "Perempuan rendah, kau tak tahu malu!" umpat Toa
sianseng dengan gusarnya.
"Toa sianseng, kau tak usah memancing kemarahanku,
aku tak bakal marah, sekali pun kau menggunakan katakata
umpatan yang paling keji dan paling kotor untuk
memakipun aku tak bakal menjadi gusar"
"Hmmm...dasar tak punya perasaan, bermuka tebal"
"Perasaanku belum mati, tak mungkin aku dapat
melawanku sekarang" "Tahukah kau, apa akibatnya bila orang berkhianat
kepadaku?" seru Toa sianseng dingin.
"Hmm, aku sudah tak puas kepadamu sejak dulu, tapi
tak punya kemampuan untuk mengkhianati. Sayang sekali
kau telah melakukan dua kesalahan besar, itulah sebabnya
aku mendapatkan kesempatan yang sangat baik ini"
"Kesalahan apa yang telah kulakukan?"
"Kau tidak seharusnya mengajak Cu Siau hong datang
kemari, kau harus tahu bahwa tenaga gabungan kami
berdua, masih lebih dari cukup untuk mengajakmu beradu
jiwa" Pelan-pelan Toa sianseng mengangkat telapak tangan
kanannya, kemudian berkata:
"Baiklah, Bun Hong, sambutlah sebuah pukulanku ini"
Bun Hong menarik napas panjang-panjang sambil
mengangkat pula tangan kanannya kemudian membentuk
sebuah gerakan untuk bersiap-siap menyongsong ancaman
tersebut dengan kekerasan"
Cu Siau hong tak ambil diam, dia mengangkat pula
pedangnya sambil bersiap-siap melancarkan serangan.
Melihat hal ini, Toa sianseng segera mengejek sambil
tertawa dingin. "Bagaimana" Cu Siau hong, kau pun ingin turun tangan
pula?" "Benar, mengapa aku harus berpeluk tangan belaka"
Asal aku menjumpai suatu kesempatan yang sangat baik,
setiap saat aku akan melancarkan serangan kepadamu"
Toa sianseng tertawa terbahak-bahak:
"Haah..haah..haah..bagus sekali, kalian memang punya
semangat! Tampaknya aku harus secepatnya melenyapkan
kalian dari muka bumi"
"Kau mengharapkan kemenangan, demikian juga kami!
Bila kau bisa mengungguli kami, ambisimu untuk
menguasahi dunia persilatan baru dapat terwujud,
cuma..Toa sianseng, kau boleh saja menang seratus babak,
tapi jangan sampai kalah satu babak"
Toa sianseng tertawa dingin, jengeknya:
"Rencana yang lohu susun amat sempurna, ilmu silatku
pun sangat lihay, mana mungkin bisa kalah?"
"Sekarang kau sudah mulai menderita kekalahan, orangorang
yang duduk di sekelilingmu sudah mulai berkhianat
kepadamu" Ucapan mana segera disambut Toa sianseng dengan
gelak tertawa yang amat nyaring:
"Haah...haah..haah..kau maksudkan Bun Hong"
Perempuan ini berambisi besar, dia sudah merupakan
ancaman bagiku sejak dulu sekalipun tiada kejadian hari ini,
cepat atau lambat aku toh harus menyingkirkan dirinya
juga" "Toa sianseng, tegasnya saja kau sedang menipu dirimu
sendiri, bukankah demikian?"
"Heeh..heeh..heeh..tak lama kemudian, segala sesuatu
akan terbukti" kata Toa sianseng sambil tertawa dingin.
"Sekalipun kalian bekerja sama tak nanti bisa
menandingi diriku.."
Telapak tangan kanannya segera diayunkan kedepan
melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke tubuh Bun Hong"
Jaraknya dengan Cu Siau hong sekalian masih ada satu
kali lebih, tapi disaat telapak tangannya diayunkan kemuka
melepaskan serangan tersebut tahu-tahu saja tubuhnya
telah bergerak maju sejauh satu kali lebih dari posisi
semula, telapak tangannya pun mengikuti gerakan tubuh
yang cepat bagaikan sambaran kilat tadi menghantam dada
Bun Hong. Belum lagi serangannya mengenai sasarn, segulung
tenaga pukulan yang sangat kuat telah menyapu tiba.
Dengan jari tenaga dan telunjuk yang ditegangkan
bagaikan sebuah tombak, Bun Hong langsung menyodokkan
serangannya memapaki ancaman pukulan itu.
Cu Siau hong tidak ambil diam, pedangnya digetarkan
pula sekuat tenaga menusuk mata kanan Toa sianseng.
Kedua belah pihak sama-sama bergerrak dengan
kecepatan tinggi, lagi pula sasaran yang dituju pun tepat
sekali. Mungin Toa sianseng tidak taku apabila Cu Siau hong
menusuk daerah lain, tapi mau tak mau dia harus
meningkatkan kewaspadaa setelah ancaman tersebut
ditujukan kea rah sepasang matanya.
Itulah sebabnya mau tak mau dia harus
mengembangkan pikirannya untuk menghadapi serangan
pedang si anak muda tersebut, serangan jari tangan Bun
Hong tak dapat dianggap enteng pula, ujung jarinya
setajam gurdi langsung menusuk kedepan mematahkan
pertahanan hawa khikang dari Toa sianseng.
Tampaknya kerjasama dari kedua orang ini benar-benar
merupakan musuh tangguh yang sama sekali diluar dugaan.
Sekalipun Toa sianseng memiliki kepandaian seilat yang
sangat tangguh, dia toh tak ingin menyerempet bahaya
dengan sembrono, sambil menarik napas panjang tiba-tiba
badannya bergerak mundur sejauh delapan depa dari posisi
semula. Dengan cepat Bun Hong menarik kembali menarik
kembali serangan, kemudian berbisik lirih:
"Cu Siau hong, jangan terlalu bernapsu untuk meraih
keuntungan.." Dengan cepat Cu Siau hong menarik kembali
serangannya. Sementara itu, Toa sianseng telah berseru sambil
tertawa dingin: "Bagus sekali, bagus sekali, rupanya kau telah berhasil
melatih ilmu jari Hian im ci"
"Bila aku belum berhasil melatih ilmu Hian im ci,
bagaimana mungkin dapat menghadapi ilmu Kay pit jiu
mu?" Sambil tertawa dingin Toa sianseng menjengek:
"Hian im ci baru akan Nampak keberhasilannya bila
sudah dilatih selama lima tahun, apakah semenjak lima
tahun berselang kau sudah berniat untuk mengkhianati
aku?" "Itu mah tidak, kau kan tahu semenjak usia sebelas
tahun aku sudah berguru ke banyak orang pandai sehingga
menjadi lihay dan usia sembilan belas masuk menjadi
anggota kelompok ini. Setelah dua tahun, kau tertarik
kepada kecantikanku dan ilmu silatku sehingga menunjukku
menjadi orang kedua di kelompok ini. Aku melatih ilmu jari
Hian im ci lantaran memang aku gila silat dan lantaran ilmu
tersebut merupakan sejenis ilmu silat pula"
"Mengapa" Mengapa aku tidak tahu?" sambung Toa
sianseng agak penasaran. "Sebenarnya aku ingin sekali memberitahukan hal ini
kepadamu dengan harapan kau bersedia memberi petunjuk
kepadaku tapi kemudian aku merasa gelagatnya kurang
beres, oleh sebab itu aku sengaja merahasiakan kepandaian
ini" "Heeh..heehh..heehh..tak aneh kalau kau berani
mengkhianati , rupanya kau merasa punya pegangan" ujar
Toa sianseng sambil tertawa dingin, "Jangan kau anggap
dirimu sebagai manusia yang paling cerdik, kau kira orang
lain adalah orang-orang tolol"
"Bun Hong, kau anggap ilmu jari Hian im ci benar-benar
dapat menghadapi aku?" kembali Toa sianseng menjengek
dengan suara sedingin salju.
"Mungkin tidak dapat, namun bila dikombinasikan
dengan ilmu pedang Tay lo cap ji si Cu Siau hong, paling
tidak kami bisa memaksakan suatu pertarungan adu jiwa"
"Cu Siau hong, darimana kau pelajari ilmu Tay lo cap ji si
kiam ini?" Tanya Toa sianseng sambil tertawa dingin.
"Aku rasa hal ini tidak merupakan suatu kewajiban
bagiku untuk memberitahukan kepadamu bukan?"
"Tay lo cap ji si bukan merupakan sejenis ilmu silat yang
beredar dalam dunia persilatan, dewasa ini tidak banyak
manusia yang bisa menggunakan jurus pedang tersebut"
"Justru karena itu, kepandaian mana baru terselubung
oleh selapis kemisteriusan, namun setelah kudengar
perkataannmu barusan, aku dapat membuktikan bukan kau
seorang yang bisa mempergunakan jurus pedang itu.."
"Kau sangat angkuh dan kurang ajar, untuk perbuatan ini
kau pantas untuk menerima hukuman mati, lagi pula aku
akan segera turunkan perintah untuk menghukum mati
semua anggota keluargamu"
Ancaman tersebut memang amat manjur, Cu Siau hong
merasakan hatinya bergetar keras, pelan-pelan dia
menundukkan kepalanya lagi.
Sambil tertawa dingin Bun Hong segera berseru, "Kau
jangan mempercayainya," sambungnya, "Anggota
keluargamu sudah ditolong orang sebelum kami tiba disitu"
Sekali lagi Cu Siau hong merasakan hatinya bergetar
keras, teriaknya tertahan:
"Sungguh?"

Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Betul! Aku yang mengirim orang kesana.." Mendadak
dia merasa telah salah berbicara maka dengan cepat dia
menerangkan: "Cu kongcu, harap kau maklumi aku hanya
melaksanakan tugas atau perintah"
"Aku tahu, aku tak akan menyalahkan kau sekarang,
dimanakah mereka semua?"
"Aku tidak tahu, orang-orang yang kami kirim kesitu
tidak menjumpai seorang manusia pun, gedung tersebut
berada dalam keadaan kosong"
Mendengar ucapan mana, Cu Siau hong segera berpikir:
"Kalau begitu sudah pasti Kay pang dan Pay kau yang
telah mengatur keselamatan keluargaku"
Setelah melepaskan beban berat tersebut, Cu Siau hong
merasakan semangatnya berkobar kembali, dia segera
berseru lantang: "Toa sianseng, aku tidak dapat menemukan gertak
sambal apa lagi yang dapat kau gunakan untuk mengancam
diriku?" "Sekarang aku hendak mencabut selembar jiwamu" seru
Toa sianseng dengan gusar.
"Mencabut pedang melenyapkan bibit bencana, tindakan
ini merupakan perbuatan seorang manusia yang berbudi
luhur, apa lagi yang mesti kutakuti sekarang" Aku justru
sangat berharap dapat melangsungkan suatu pertarungan
mati hidup dengan dirimu"
"Cu kongcu, kau jangan terlalu mengikuti napsu, kau
seorang tak akan bisa menandingi dirinya" buru-buru Bun
Hong memperingatkan. Cu Siau hong tertawa: "Bagaimana kalau kita berdua bekerja sama?" katanya.
Kali ini dia benar-benar tersenyum cerah, senyuman
yang betul-betul muncul dari hati kecilnya, senyuman yang
begitu menarik dan begitu polos.
Tergetar keras perasaan Bun Hong oleh senyuman si
anak muda itu, cepat sahutnya:
"Apabila kita mau bekerja sama paling tidak masih ada
kesempatan untuk mempertahankan diri"
Cu Siau hong segera tertawa tergelak.
"Haah..haah..haah..nona Bun Hong, mengapa harus
merendahkan kemampuan yang kita miliki" Bila diberi
kesempatan untuk mempertahankan diri sehingga tak
sampai kalah, ini berarti masih ada kesempatan pula bagi
kita untuk mengungguli dirinya?"
"Mengungguli dirinya?"
"Benar!" jawab Cu Siau hong dengan wajah serius, "Ji
siocia, sewaktu kepaksakan untuk pertarungan beradu jiwa
dengan dirinya, waktu itu kau pasti mempunyai kesempatan
yang sangat baik untuk membinasakan dirinya"
"Jangan terlalu menyerempet bahaya, Cu kongcu, dia
seorang diri tapi kepandaian silat yang dimilikinya luar
biasa. Terhadap organisasi ini pun dia mengatur serta
mengendalikannya secara ketat, untung saja kedua orang
pembantu utamanya tidak ikut hadir disini. Lagi pula sudah
banyak tahun akulah yang mewakili dia untuk menghadapi
pelbagai persoalan serta mengatur segala sesuatunya, oleh
karena itu terhadap organisasi ini sesungguhnya aku jauh
lebih menguasai seluk beluknya daripada dia"
Mendengar ucapan mana, Toa sianseng segera tertawa
dingin tiada hentinya: "Bun Hong, kau benar-benar telah mengkhianati aku
habis-habisan" "Sudah banyak tahun kita bekerja sama untuk
membangun suatu tujuan, namun setiap kali aku hanya
bertemu dengan wajah palsu yang tertutup topeng kulit
manusia, sebenarnya siapa sih kau ini?"
"Siapa aku, bagi dirimu bukan suatu hal yang terlalu
penting, yang penting adalah aku dapat memberi
kekuasaan yang tak terhingga kepadamu serta suatu
kewibawaan yang tiada taranya, apakah semuanya itu
masih belum cukup bagimu?"
"Kekejianmu, kepalsuanmu seperti lembah yang dalam,
seperti neraka yang gelap, membuat orang tak dapat
melihat, tak dapat meraba secara pasti, kau pun
menganggap setiap orang entah musuhmu atau sahabatmu
sebagai manusia rendah, manusia yang sama sekali tak ada
harganya. Kami semua tidak terlalu memahami tentang
dirimu, entah siapa kau, meski kami belum pernah
menyaksikan raut wajahmu, namun sesungguhnya kau tak
bisa dianggap sebagai seorang manusia.."
"Aku punya darah, punya daging, aku mempunyai
nyawa, kalau bukan manusia lantas apa?" teriak Toa
sianseng gusar. "Kau adalah sesosok sukma gentayangan...selalu
mencekam perasaan.."
"Ohh..karena hal ini maka kau lantas mengkhianati
diriku..?" "Toa sianseng, aku pun dapat memberitahu kepadamu,
kau memang memiliki kekuatan untuk menguasai segalagalanya,
tiada seorang manusia pun yang benar-benar
merupakan kepercayaan, setiap orang yang pernah
menjumpai dirimu, mereka tentu mempunyai dua macam
sikap kearah itu" "Yang satu adalah perasaan takut dan yang lain adalah
perasaan benci!" "Justru karena mereka takut kepadaku, maka mereka tak
berani melanggar apa yang telah kuperintahkan, justru
karena aku misterius, mereka baru menganggap aku
sebagai malaikat" Bun Hong balas tertawa dingin.
"Pada mulanya mungkin memang begitu, tapi sekarang
tidak demikian" ia menyahut, Aku tahu diantara tujuh orang
sianseng, paling tidak ada tiga orang yang membenci
dirimu" "Tapi masih ada empat orang lagi yang menyayangi
diriku" "Walaupun orang-orang tersebut belum pernah
membicarakan tentang persoalan ini dengan kami, tapi
dalam pemikiran kami, lebih banyak perasaan benci mereka
kepadamu daripada perasaan sayang"
Tiba-tiba Toa sianseng menghela napas panjang:
"Aaaii..sungguh tak kusangka kepandaianku untuk
mengendalikan anak buah telah mengalami kegagalan
untuk kali ini" "Apakah kau menganggap dirimu selalu berhasil?"
"Paling tidak, aku tak pernah menyangka kalau semua
orang akan berkhianat kepadaku"
"Dalam kenyataan kau tidak memiliki orang
kepercayaan, setiap orang kau curigai dan akibatnya setiap
orang menaruh perasaan benci dan dendam pula
kepadamu" Toa sianseng termenung beberapa saat lamanya, setelah
itu ujarnya kembali: "Bagaimanakah sikapku terhadap orang lain, lebih baik
tak usah disinggung lebih dulu, tapi yang pasti aku toh
selalu bersikap baik kepadamu?"
"Itu menurut perasaanmu sendiri, tiga tahun berselang
aku masih menaruh perasaan kagum, hormat dan
menyanjung dirimu, tapi kemudian aku sadar, aku telah
melakukan kesalahan besar"
"Bun Hong, kau harus mengerti, apabila aku benar-benar
ingin mendapatkan kau, hal tersebut bukan suatu hal yang
menyulitkan bagiku.."
Bun Hong segera mendengus dingin, tukasnya:
"Menyinggung kembali persoalan ini, rasa benciku serasa
terungkit kembali pada hakekatnya kau tak pernah
menganggap diriku sebagai seorang wanita, yang kau
inginkan dariku tak lebih hanya kecantikan tubuhku saja!"
"Apabila aku bersedia merubah sikapku selama ini,
mungkinkah bagiku untuk memperoleh kau?"
"Kalau hal ini terjadi pada tiga tahun berselang, bisa jadi
kau akan berhasil tapi sekarang sekalipun kau mati
dihadapanku tak nanti aku akan terharu barang sedikitpun
jua" "Orang bilang hati perempuan paling keji, tampaknya
perkataan orang kuno memang tak salah, Bun Hong,
seharusnya sejak aku gagal memperoleh kau saat itu pula
aku harus membunuhmu, sekarang menyesal pun tak ada
gunanya lagi, tapi aku masih ingin membuktikan sesuatu
lagi, apakah lantaran aku mengenakan topeng terus
menerus, maka kau enggan menjadi istriku?"
"Baik! Bila kau ingin tahu maka aku pun tak segan untuk
memberitahukan kepadamu, selama banyak tahun ini aku
selalu menggunakan akal dan cara yang paling halus untuk
menghindari dirimu, bahkan aku pun telah mempersiapkan
sebutir pil beracun yang amat ganas, bilamana perlu aku
bisa mati seketika, aku tak ingin tubuhku ternoda
ditanganmu, mungkin saja bila kau berjumpa denganku
tanpa mengenakan topeng tersebut keadaannya akan
sedikit berbeda.." "Apakah kau merasa wajahku terlalu jelek?"
"Suka yang indah merupakan kelemahan dari setiap
manusia, apakah kau tidak berperasaan demikian?"
"Lelaki yang ganteng memang menawan hati, tapi yang
terpenting bagi seorang lelaki adalah sikap serta tindak
tanduknya, kau licik, banyak tipu muslihat dan licin, kau
selalu menyembunyikan diri dalam kegelapan seperti roh
gentayangan, setan yang takut dengan sinar matahari.
Sekalipun wajahmu tampan seperti Phoa An, belum tentu
banyak perempuan menyukai dirimu, paling tidak
perempuan macam aku tak akan tertarik barang sedikit
pun" Toa sianseng segera manggut-manggut:
"Bun Hong, kalau begitu hubungan kita benar-benar
sudah putus.." "Kurang tepat kalau kau mengatakan demikian, sebab
diantara kita belum pernah mempunyai hubungan cinta.."
"Baik, perkataanku rasanya sudah kelewat banyak,
orangku juga sudah terpojok, lebih baik kita selesaikan
urusan ini dengan suatu pertarungan saja"
Cu Siau hong kembali tertawa dingin:
"Toa sianseng, tak ada salahnya bila kau akan
melancarkan serangan keji terhadap diriku, aku percaya
dengan bantuan dari Cu Siau hong aku masih sanggup
untuk mengimbangi dirimu, sekalipun harus bertahan
sampai titik darah penghabisan bagiku hal ini lebih baik
daripada hidup sengsara dibawah tekananmu"
"Alas kejadian ini merupakan suatu pengkhianatan
semenjak mula sampai akhir, suatu perlawanan karena
perasaan sadar, dibalik kesemuanya itu sama sekali tiada
perasaan cinta atau dendam pribadi, oleh sebab itu tiada
sesuatu kemungkinan untuk diselesaikan secara damai dan
baik-baik." Mendadak Toa sianseng menghela napas panjang,
kemudian berkata: "Tampaknya dalam kepandaian mengendalikan anak
buah yang kuterapkan ini masih terdapat banyak sekali
persoalan" "Kepandaian untuk mengendalikan anak buah memang
amat manjur namun tak bisa dilangsungkan lama sebab
lama kelamaan cara yang kau terapkan ini bisa
menimbulkan perasaan benci dan dendam, setiap kali orang
itu berhasil kau kendalikan maka timbullah perasaan benci
dan dendam dihati kecilnya"
Tampaknya sudah lama gadis ini mengekang penderitaan
dan tekanan batin yang berat, oleh sebab itu begitu
memperoleh kesempatan untuk melampiaskannya keluar
keadaan tersebut ibarat bendungan yang ambrol sama
sekali tak dapat dibendung lagi.
Toa sianseng kembali bersiap sedia melancarkan
serangannya terhadap kedua orang itu, dia mulai berputar
kesamping untuk mempersiapkan serangannya.
"Berhenti!" mendadak Cu Siau hong membentak keras.
Toa sianseng berhenti. Dengan wajah serius Cu Siau hong berkata:
"Sebenarnya siapakah kau?"
Toa sianseng sama sekali tidak membalikkan tubuhnya,
dia hanya berdiri tenang di tempat kemudian berkata:
"Cu Siau hong, kau masih belum memiliki kemampuan
untuk mencopot topengku ini. Siapakah aku lebih baik kau
tebak saja sendiri" "Apakah aku kenal denganmu?" desak Cu Siau hong lagi.
"Cu Siau hong, kau tak usah memikirkan yang bukanbukan,
tidak mungkin kita kenal sebelum pertemuan hari
ini" "Walau pun aku hanya seorang angkatan muda dari
dunia persilatan, namun aku percaya perkataanku masih
masuk hitungan" kata Cu Siau hong dengan suara dingin,
"Asal kau copot topengmu itu kami akan membiarkan kau
berlalu dengan begitu saja"
"Kau anggap kau bisa mengambil keputusan untuk Bun
Hong?" jengek Toa sianseng.
Agaknya dia telah mempertimbangkan situasi yang
dihadapinya dengan seksama, andaikata Cu Siau hong
sampai bekerja sama dengan Bun Hong, kesempatan
baginya untuk meraih kemenangan memang kecil sekali.
Manusia manapun semuanya terdiri dari darah dan
daging, bila sudah dihadapkan dengan suatu keadaan yang
diluar batas kemampuannya, apalagi bila hal mana sudah
melampaui jangkauan ilmu silat yang dimilikinya dia akan
merasa terpojok dan sukar untuk menggerakkan tubuhnya
lagi dengan leluasa. Cu Siau hong berpaling dan memandang sekejap kearah
Bun Hong,kemudian bisiknya:
"Nona..." "Tak usah banyak berbicara lagi, aku pun ingin sekali
menyaksikan raut wajah aslinya, apa yang kau katakana
merupakan pula keputusanku sendiri"
Cu Siau hong segera berpaling learah Toa sianseng,
kemudian serunya lagi:

Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nah, Toa sianseng, sudah kau dengar?"
Tiba-tiba Toa sianseng mendongakkan kepalanya dan
tertawa terbahak-bahak: "Haaahh..haaahhh..haahhh..kau anggap aku sudah
benar-benar terpojok sehingga tidak berkemampuan lagi
untuk menggerakkan tubuh?"
(Bersambung ke Jilid 57) "Bukan demikian, aku percaya bila kau menyambut
tantangan kami dan melangsungkan pertarungan, dapatkah
kami berdua mengungguli dirimu, rasanya hal ini masih
sukar diduga, cuma saja aku rasa saat ini sudah mencapai
keadaan dimana keadaan yang sesungguhnya harus
terungkap" "Mengapa kau mengatakan saat untuk mengungkapkan
segala sesuatunya telah tiba?"
"Sebab Pena wasiat sudah hampir menampakkan diri,
apabila kau mempunyai suatu rencana, sudah pasti ada
hubungannya dengan kemunculan Pena wasiat"
"Jelaskan alasanmu!"
Dengan tindakanmu ini sudah merupakan suatu
kesimpulan, suatu kesimpulan yang utuh. Entah apa pun
rencanamu itu, enatah sampai dimanakah kesuksesan yang
berhasil kau capai, tapi kau harus menghadapi suatu
akibat.." ---oooo--- Jilid 57 (Bagian 73) "Cu Siau hong, kau memang cerdik, seharusnya aku
membunuhmu sedari dulu"
"Akupun merasa heran, mengapa kau bersikap begitu
baik kepadaku" Mengapa kau tidak membunuhku?"
Toa sianseng menghela napas panjang, sesudah
mendengar perkataan ini katanya kemudian:
"Aku sayang dengan kecerdikanmu dan kepandaian
silatmu yang lumayan dan ingin aku pergunakan"
"Tiada manusia di dunia ini yang tidak dapat
dipergunakan, hanya tergantung cara dan kemampuan
yang kau gunakan" "Bun Hong, apa yang dikatakan Cu Siau hong memang
benar dalam dua belas jam mendatang, kita harus
mempunyai suatu akhir, asalkan kalian mempunyai suatu
akal untuk meloloskan diri dari kematian, seharusnya kalian
pergunakan dengan sebaik-baiknya untuk secepatnya
meninggalkan tempat ini"
"Kau masih memiliki keyakinan untuk menangkan
pertarungan ini?" jengek Bun Hong.
"Tentu saja! Aku tak pernah mengenal apa artinya suatu
kekalahan atau kegagalan"
"Cu kongcu" Bun Hong segera berseru, "Ayo maju, kita
tak boleh member kesempatan lagi kepadanya.
Tiba-tiba Toa sianseng mendongakkan kepalanya dan
tertawa terbahak-bahak, mendadak tirai pintu terbuka dan
muncul dua orang yang berjalan masuk ke ruangan dengan
langkah pelan. Mereka adalah seorang kakek dan seorang pemuda, yang
kakek berambut putih sedang yang muda baru berusia
enam tujuh belas tahunan.
Cu Siau hong tidak kenal dengan kedua orang ini, dia
tidak memikirkan di hati atas kehadiran kedua orang itu
yang seperti kakek dan cucu, tapi melakukan perjalanan
bersama-sama. Berbeda sekali dengan Bun Hong, paras mukanya
berubah hebat. "Mengapa kalian pun sampai pula disini?" tegurnya
dengan suara agak gemetar.
Dengan cepat Cu Siau hong meningkatkan
kewaspadaannya, orang-orang yang dikenal Bun Hong
sudah pasti bukan manusia sembarangan.
Terdengar kakek berjenggot putih itu tertawa dingin,
kemudian mengejek: "Tempat yang dapat dikunjungi Toa sianseng, selalu
kami kunjungi pula.."
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan:
"Ji sianseng, apakah kau telah mengkhianati Toa
sianseng?" Sementara itu Cu Siau hong sedang berkata pula:
"Nona Bun, mereka berdua adalah..."
"Lau sian siang mo (sepasang iblis tua muda), pernah
mendengar nama mereka?" sela Bun Hong.
Dengan cepat Cu Siau hong menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Pengalamanku rendah pengetahuanku pun picik, belum
pernah kudengar nama dari kedua orang ini"
Sambil tertawa kakek berjenggot putih itu segera
berkata: "Usiamu masih amat muda, tentu saja belum pernah
mendengar nama julukan bapakmu"
Dua orang manusia mengaku sebagai iblis, kalau sudah
begini, sudah pasti mereka bukan manusia baik-baik lagi"
jengek Cu Siau hong cepat.
"Cu kongcu, jangan kau anggap si bocah muda itu masih
muda belia, dia bukan bocah lagi, kalau dihitung usianya
mungkin masih jauh diatas usia gabungan kita berdua"
Kakek berjenggot putih itu segera berseru sambil
tertawa: "Hei bocah muda, sudah mendengar belum, ada orang
sedang memujimu" "Memujiku?" "Betul, memujimu"
Bocah muda itu tertawa, "Tua Bangka, aku lihat kau lebih
tua dan berbudi luhur, lebih baik kau maju saja lebih dulu"
Pendekar Pemetik Harpa 11 Pendekar Naga Putih 09 Mencari Jejak Pembunuh Bangau Sakti 10
^