Pencarian

Pena Wasiat 7

Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen Bagian 7


selembar daun emas lalu dilemparkan ke meja, serunya,
"Ambillah! Siocia menghadiahkan untukmu!"
Pelayang itu memungut daun emas itu dengan wajah
memucat, saking gembiranya sampai tangan kanannya ikut
menggigil keras. Walaupun Wong-kang-lo adalah rumah makan terbesar
dalam kota Siang-yang, tapi belum pernah ada tamu yang
memberi tip sebesar ini kepada seorang pelayan.
Setelah mengantongi daun emas tersebut senyum
pelayan itu makin lebar, malah nyaris mulutnya tak bisa
ditutup kembali, sambil membungkuk-bungkukkan badan
katanya : "Nona, apakah kau masih memesan beberapa sayur
seperi yang kemarin itu?"
"Yaa! Cuma tambahkanlah dengan dua macam sayur lagi
serta tiga pasang sumpit dan cawan."
"Nona masih ada tamu lain?"
Nona berbaju hijau itu menghela napas sedih,
"Aaaai..........! Entah dia akan datang atau tidak?"
gumamnya. Perkataan itu diucapkan dengan suara yang memedihkan
hati, dan lagi nadanya tinggi sehingga semua orang yang
hadir dalam ruangan dapat mendengar dengan jelas, semua
orang segera merasa hatinya ikut iba dan terharu.
Sejak nona itu muncul dalam ruang loteng, semua hirukpikuk
dan suara gaduh otomatis berhenti semua, suasana
menjadi hening dan sepi tak heran kalau perkataannya itu
dapat didengar oleh semua orang.
Diam-diam Cu Siau-hong mengerutkan dahinya, pikirnya
: "Heran, kemarin ia duduk termenung terus tanpa
berbicara, tapi hari ini agaknya seperti sengaja hendak
memperlihatkan wajahnya kepada orang lain dan
memperdengarkan suaranya, kenapa hanya terpaut
semalam saja ia sudah mengalami perubahan seperti ini?"
Karena curiga, segenap perhatiannya segera dipusatkan
menjadi satu untuk mendengarkan gerak-gerik nona itu
lebih seksama, meski paras mukanya masih tetap tenang
seperti sedia kala. Ia tahu, dua orang yang khusus datang untuk mencari
nona berbaju hijau itu pasti akan melakukan sesuatu
tindakan, itu berarti suatu pertunjukkan bagus segera akan
berlangsung di situ. Benar juga, tak lama setelah nona berbaju hijau itu
duduk, dua orang saudara tadi berbisik-bisik, lalu orang
yang di sebelah kiri itu bangkit berdiri dan pelan-pelan
menghampiri ke meja nona tersebut.
"Apakah nona berasal dari bukit Kiu-hoa-san?" sapanya
sambil menjura. Nona berbaju hijau itu berpaling dan memandang
sekejap ke arah laki-laki itu, kemudian tegurnya pula.
"Siapa kau?" "Aku Be Kui.........."
"Aku tidak kenal denganmu, juga bukan berasal dari
bukit Kiu-hoa-san," jawab nona berbaju hijau itu ketus.
Be Kui mencoba untuk memperhatikan sekeliling tempat
itu sekejap kemudian duduk di tempat kosong tepat di
hadapan nona itu. Tindakan Be Kui yang duduk di hadapan nona cantik ini
segera memancing perhatian dari segenap tamu yang
berada dalam ruang. Beratus pasang mata, bersama-sama dialihkan ke arah
mereka. Siapa pun menduga si nona berbaju hijau itu pasti akan
memberikan reaksinya, tapi kenyataannya jauh di luar
dugaan siapa pun, si nona baju hijau itu tetap duduk tak
berkutik di tempat semula.
Dengan pandangan dingin, Gin-kiok si dayang itu melirik
sekejap ke arah Be Kui, lalu katanya,
"Be-sianseng, duduklah yang baik! Jangan sampai
terjatuh." Be Kui tertawa, jawabnya :
"Jangan kuatir nona berdua, jangankan baru sebuah
bangku, sekalipun di ujung sebilah golok, Cayhe juga dapat
duduk dengan tenang."
Baru selesai dia berkata, mendadak ia melompat bangun
sambil mendekap perut, paras mukanya berubah hebat.
Melihat itu si nona berbaju hijau tersebut menghela
napas panjang. "Gin-kiok, berikan obat penawarnya."
Gin-kiok tertawa hambar, katanya kemudian.
"Nona kami hanya menolong orang satu kali, kalau kau
gagal untuk memungut obat penawarnya, lebih baik cepatcepat
pulang dan beri tahu kepada ibumu, katakan kalau
kau butuh sebuah peti mati."
"Racun apa yang telah bersarang di tubuhku?" tanya Be
Kui kaget. "Cu-bu-toan-hun-san (bubuk pemutus nyawa siang
malam), siang tidak bertemu malam, malam tidak bertemu
siang. Siapa yang terkena pasti mampus, kecuali obat
penawar dari nona kami, di kolong langit tak akan kau
jumpai obat penawar yang kedua."
Seusai berkata, dia lantas menggetarkan tangan
kanannya dan melemparkan sebuah botol porselen keluar
jendela. Be Kui segera menghimpun tenaganya ingin mengejar
obat itu keluar jendela, siapa tahu belum lagi badannya
bergerak, ia sudah muntah darah segar.
Sesosok bayangan hitam lainnya dengan cepat meluncur
keluar jendela..... Orang itu bukan lain adalah teman Be Kui.
Cu Siau-hong yang duduk di samping arena dapat
mengikuti semua kejadian itu dengan jelas, tapi ia tak
sempat mengetahui dengan cara apa nona berbaju hijau itu
turun tangan sehingga Be Kui keracunan hebat, atas
kelihaian musuhnya itu, diam-diam ia merasa terperanjat.
Nona yang begitu cantik ternyata adalah seorang jago
lihay yang bisa membunuh orang dengan racun kejinya,
peristiwa ini sungguh di luar dugaan siapa pun.
Kelihatannya Be Kui sedang menahan suatu siksaan dan
penderitaan yang amat hebat, nona darah telah mengotori
sebagian besar bajunya. Tapi orang itu cukup perkasa, sekalipun kesakitan hebat
ia tidak mengeluh atau merintih, sambil menggigit bibir ia
membungkam diri dalam seribu bahasa.
Terdengar suara langkah kaki yang ramai berkumandang
memecahkan keheningan, rekan Be Kui itu telah berlarian
naik ke loteng sambil membawa botol porselen tersebut.
"Yaa, tampaknya orang itu masih belum tiba saat
ajalnya, obat penawar tersebut akhirnya berhasil juga
didapatkan," pikir Cu Siau-hong.
Tampak orang itu dengan gerakan cepat membuka
penutup botolnya dan mengeluarkan sebutir pil yang segera
dijejalkan ke mulut bekui seraya serunya :
"Telan!" Setelah menelan pil penawar itu, Be Kui baru merangkul
bahu rekannya sambil berbisik :
"Hayo kita pergi!"
Jilid 12 Selama adegan tersebut berlangsung, nona berbaju hijau
itu tetap duduk di tempat tak berkutik, sedangkan Gin-kiok
sambil memandang bayangan kedua orang itu menuruni
loteng, jengeknya sambil tertawa dingin :
"Hmm! Benar-benar tak tahu diri."
Dalam pada itu Cu Siau-hong pelan-pelan meneguk habis
arak di hadapannya, lalu berpikir :
"Kepandaian budak ini dalam melepaskan racun agaknya
sudah mencapai puncak kesempurnaan, kalau sampai ia
menaruh curiga kepadaku, bisa jadi banyak kesulitan yang
bakal kuhadapi, lebih baik cepat-cepat meninggalkan
tempat ini." Berpikir demikian, pelan-pelan dia bangkit berdiri dan
turun dari loteng itu. "Berhenti!" tiba-tiba terdengar bentakan nyaring
berkumandang memecahkan keheningan.
Cu Siau-hong merasakan jantungnya berdetak keras tapi
ia sama sekali tidak menghentikan langkahnya.
"Hey, dengar tidak" Aku suruh kau berhenti," bentakan
tadi kembali berkumandang.
Sekarang Cu Siau-hong baru benar-benar berhenti,
seraya membalikkan badan ia bertanya :
"Apakah nona sedang memanggil aku?"
"Yaa betul kau!" jawab Gin-kiok ketus.
"Entah ada urusan apa nona memanggil diriku?"
"Kemari!" Cu Siau-hong rada tertegun, kemudian pelan-pelan
menghampirinya, setelah menjura ia berkata,
"Entah ada urusan apa nona memanggil aku?"
Setelah menyaksikan keadaan Be Kui yang keracunan
hebat, timbul kewaspadaan di hatinya, hawa murni pun
diam-diam disalurkan keluar untuk berjaga terhadap segala
kemungkinan yang tak diinginkan.
Gin-kiok tertawa, tanyanya :
"Apakah kedua orang tadi adalah sahabatmu?"
Cu Siau-hong menggeleng, "Bukan, aku tidak kenal dengan mereka."
"Oooh......... kiranya kau tidak kenal dengan mereka?"
Cu Siau-hong manggut-manggut.
"Yaa, benar-benar tidak kenal, maaf aku harus pergi dari
sini." "Tunggu sebentar, siapa namamu?"
Cu Siau-hong segera berpikir kembali :
"Agaknya mereka memang ada maksud untuk mencari
gara-gara denganku...."
Berpikir demikian, rasa waswasnya tanpa terasa kian
dipersingkat. Tapi di luaran, ia masih berkata dengan suara lembut :
"Cayhe bernama Lim Giok!"
Gin-kiok kembali tertawa, katanya :
"Aku lihat kau ramah sekali, silakan duduk dan minum
dulu arak barang secawan!"
"Aku tak berani mengganggu ketenangan nona, aku
hendak mohon diri lebih dahulu."
Be Kui yang tiba-tiba keracunan, bukan saja membuat
Cu Siau-hong merasa amat terkejut, bahkan semua tamu
yang berada di rumah makan itu pun ikut dibuat ketakutan,
sebagian besar di antara mereka telah melarikan diri
meninggalkan tempat itu. Kiranya tamu yang semula memenuhi seluruh ruang
loteng kini hanya tinggal Cu Siau-hong, nona baju hijau,
Gin-kiok, dan dua orang pelayan belaka.
Ruangan rumah makan yang begitu besar, kini cuma
dihuni oleh lima orang belaka.
Si nona baju hijau yang selama ini tak bersuara, tiba-tiba
berkata dengan dingin : "Kau tak boleh pergi, kemari, dan duduk!"
Cu Siau-hong menghembuskan napas panjang! Pelanpelan
ia maju ke muka dan duduk di bangku yang ditempati
Be Kui tadi, kemudian baru ujarnya pelan :
"Nona kau ada pesan apa?"
"Lim Giok, keadaan dari Be Kui tadi tentunya sudah kau
lihat dengan jelas bukan?" ujar nona berbaju hijau itu
dingin. "Yaa, sudah kulihat dengan jelas."
"Kalau begitu bicaralah terus terang, watakku kurang
baik, jangan membuat aku menjadi marah sehingga
meracunimu." "Nona, di antara kita berdua tak pernah terikat dendam
sakit hati atau perselisihan apa-apa, kenapa kau hendak
meracuni diriku?" Nona berbaju hijau itu tertawa,
"Itulah sebabnya, aku memberi kesempatan kepadamu
untuk berterus terang."
"Baik! Apa yang ingin nona tanyakan?"
"Lim Giok, kau datang dari mana?" tanya nona berbaju
hijau itu kemudian. Pertanyaan ini segera membuat Cu Siau-hong tertegun,
segera pikirnya di hati :
"Pertanyaan ini sungguh amat sulit untuk dijawab, tapi
aku pun tak bisa membungkam diri."
Setelah berpikir sejenak, jawabnya :
"Semenjak kecil aku dibesarkan di kota Siang-yang!"
Nona berbaju hijau itu tersenyum.
"Apakah kau sengaja datang kemari untuk mengincar
kami berdua?" "Bukan!" "Kau pernah belajar ilmu silat?"
"Pernah!" Cu Siau-hong manggut-manggut, "aku pernah
belajar kungfu selama beberapa tahun."
Di luar ia berkata demikian, di hati pikirnya :
"Padahal aku sudah amat berhati-hati tak kusangka
rahasia penyaruanku masih diketahui juga olehnya."
Nona berbaju hijau itu berkata lagi,
"Dapatkah kau membantuku untuk melaksanakan suatu
pekerjaan?" "Pekerjaan apa?"
"Bantu aku untuk mencari seseorang."
"Siapa yang kau cari?"
"Bukankah kau dibesarkan di kota Siang-yang" Apa lagi
pernah belajar kungfu, aku rasa orang itu pasti diketahui
olehmu, sebab orang Siang-yang sebagian besar
mengetahui orang ini."
"Orang Siang-yang sedikit banyak ada juga yang
kuketahui, tapi kalau dibilang memahaminya mah tidak."
"Oooh! Orang yang kucari ini adalah seorang pincang,
konon dia berada di Siang-yang, tapi aku tidak berhasil
menemukan dirinya." Satu ingatan segera melintas dalam benak Cu Siau-hong,
tanyanya dengan cepat :

Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah orang itu punya nama?"
"Punya, dia she Ui bernama Thong!"
"Oooh......! Rupanya ia sedang mencari si Dewa Pincang
Ui Thong," pikir Cu Siau-hong, "aku tak boleh berbicara
terus terang, lebih baik disangkal saja."
"Belum pernah kudengar orang ini, mungkin orang itu
tidak berada dalam kota Siang-yang."
"Yaa, orang itu memang rada kukoay......."
Setelah berhenti sejenak, terusnya :
"Sebar luaskan kepada semua orang, katakan barang
siapa bisa menemukan orang yang bernama Ui Thong, akan
kuberi hadiah tiga butir pil pemunah racun dan sebotol
bubuk Jit-poh-mi-hun-san."
"Baik, Cayhe pasti akan menyebarluaskan hal ini kepada
siapa saja....." Walaupun dalam hatinya terdapat banyak persoalan yang
mencurigakan hati, namun semua perasaan tersebut
ditekannya di hati, sebab ia merasa kalau bisa
meninggalkan nona itu semakin cepat semakin baik.
Maka begitu nona tersebut selesai berkata, ia lantas
bangkit dan berlalu dari situ.
"Nona, apakah kau akan melepaskan dirinya dengan
begitu saja?" bisik Gin-kiok dengan suara lirih.....
"Aku rasa kita masih belum menemukan suatu alasan
yang tepat untuk melepaskan racun terhadapnya."
Gin-kiok segera tersenyum, katanya lagi :
"Nona, orang ini usianya tidak begitu besari, tapi ia
sangat pandai melihat gelagat."
Nona berbaju hijau itu berpaling dan memandang
sekejap ruangan ruang makan yang kosong, kemudian
pelan-pelan berkata : "Gin-kiok, kau tak salah melihat?"
"Budak percaya tidak akan salah melihat."
Nona berbaju hijau itu menghembuskan napas panjang.
"Gin-kiok, sayang kemarin kau tidak datang, ruangan
rumah makan ini penuh berjejal manusia, semua orang
ingin melihat wajahku tapi aku selalu menengok ke luar
jendela tanpa memandang sekejap pun ke arah mereka,
tapi aku mendengar banyak orang memuji-muji diriku,
banyak orang menghela napas, mereka semua mengatakan
aku adalah seorang nona romantis yang menunggu
kedatangan kekasihnya, Gin-kiok tahukah kau, pujianpujian
itu kedengaran amat menarik hati, amat
mempesonakan orang."
"Tapi hari ini mereka telah berganti pandangan terhadap
dirimu, kemarin mereka masih memuji-muji dirimu, tapi
hari ini mereka ketakutan setengah mati."
Nona berbaju hijau itu menghela napas panjang.
"Aaai.........! Itulah sebabnya aku merasa sedih sekali,"
bisiknya. "Sedih" Nona, kenapa kau merasa sedih?" tanya Gin-kiok
tertegun. "Kesan indah dan baik yang kutinggalkan kepada orang
terlalu pendek, cuma sehari saja, aku pikir di antara tamutamu
yang barusan meninggalkan tempat ini pasti terdapat
pula tamu-tamu kemarin, mereka pasti akan merasa sangat
kecewa, amat bersedih hati."
Gin-kiok menghembuskan napas panjang, ujarnya pelan
: "Nona, setelah kau berkata demikian, bahkan aku pun
mulai merasa tidak tenang........"
Tiba-tiba ia mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain,
ujarnya kembali : "Nona, apakah kau telah melepaskan racun di atas
tubuhnya?" "Tidak........"
"Tidak! Kenapa?"
"Sebab, sebab......."
"Apakah disebabkan orang itu terlalu baik maka nona tak
tega meracuninya?" "Bukan, bukan karena itu, aku hanya tak bisa
menemukan suatu alasan yang tepat untuk melepaskan
racun di tubuhnya........."
Setelah berhenti sejenak, katanya lagi :
"Menurut pendapatmu, mungkinkah dia adalah orang
yang sedang kita cari......?"
"Mungkin benar, mungkin juga tidak, tapi persoalan itu
bukan suatu masalah yang terlalu penting, yang paling
penting kita harus meracuninya, dengan demikian ia baru
akan menyiarkan pesan kita."
"Sikap kita yang sebentar dingin sebentar panas, percaya
dengan cepat akan menggemparkan seluruh kota Siangyang,
bila Ui Thong berada di sini, dia pasti akan tahu juga
kalau kita sudah datang."
"Nona!" ujar Gin-kiok kemudian sambil tertawa, "tamu
rumah makan ini sudah pada kabur karena ulah kita, aku
rasa sekarang harus pergi dari sini."
Belum lagi kedua orang itu beranjak, tiba-tiba
berkumandang suara langkah kaki dari mulut tangga,
menyusul dua orang pengemis muncul diri di situ.
Orang yang berjalan di paling muka adalah Yu Lip.
"Bagus sekali!" bisik Gin-kiok lirih, "orang-orang Kaypang
juga telah datang." Belum sempat nona berbaju hijau itu buka suara Yu Lip
telah tiba di hadapan mereka berdua, setelah menjura
tegurnya : "Apakah nona datang dari perguruan Ngo-tok-bun di
wilayah Siang-see?" Dengan dingin nona berbaju hijau itu melirik sekejap ke
arah Yu Lip, kemudian menjawab :
"Siapa kau?" "Aku Yu Lip!" Nona berbaju hijau itu tertawa ewa.
"Kalau kulihat dari dandananmu sebagai seorang
pengemis, tentunya kau adalah orang Kay-pang!"
"Benar, aku adalah Toucu dari kantor cabang Kay-pang
untuk kota Siang-yang."
"Oooh......... aku masih mengira tokoh besar dari mana
yang datang, rupanya kau hanya seorang Toucu dari kantor
cabang." "Apakah nona memandang rendah kedudukanku sebagai
seorang Toucu kantor cabang?"
"Betul! Seorang Toucu yang berjabatan rendah mah
masih belum kupandang sebelah mata."
"Oooh.......! Nona masih belum menjawab pertanyaan
yang telah kuajukan tadi."
"Menjawab apa?"
"Tolong tanya, benarkah nona berasal dari perguruan
Ngo-tok-bun yang bermarkas di Siang-see?"
"Kalau benar kenapa?"
"Benarkah nona adalah Ngo-tok-giok-li (gadis suci dari
perguruan panca bisa)?"
Gadis berbaju hijau itu segera tertawa terkekeh-kekeh.
"Heeehh........ heeehh........ heeehh......... tak kusangka,
benar-benar tak kusangka kalau namaku sudah begitu
cepat termasyhur dalam dunia persilatan."
"Nona," Gin-kiok segera berbisik, "Kay-pang adalah
organisasi yang panjang pendengarannya, dia sebagai
seorang Toucu suatu kantor cabang, tentunya mengetahui
jejak Ui Thong." Nona berbaju hijau itu manggut-manggut.
"Yu-toucu!" tegurnya kemudian, "sudah berapa lama kau
berdiam di kota Siang-yang?"
"Lima belas tahun."
"Itu berarti orang persilatan yang berdiam di kota Siangyang
sebagian besar kau tahu bukan?"
"Tak berani kukatakan sebagian besar, tapi yang kukenal
memang tidak sedikit," jawabnya.
Nona berbaju hijau itu kembali tertawa,
"Akulah Ngo-tok-giok-li! Aku ingin mencari kabar tentang
jejak seseorang." "Baik, harap nona katakan, asal dia berada dalam kota
Siang-yang, delapan sembilan puluh persen pasti kukenal."
"Kau tahu si Dewa Pincang Ui Thong tinggal di mana?"
"Si Dewa Pincang Ui Thong........." bisik Yu Lip dengan
wajah termangu-mangu. "Benar," sambung nona berbaju hijau itu, "orang ini
sangat tersohor dalam dunia persilatan, apakah kau tak
pernah mendengar nama orang ini?"
"Mendengar namanya sih pernah, cuma, sudah lama ia
mengasingkan diri dari keramaian dunia."
"Yaa, dia memang sudah mengundurkan diri dari dunia
persilatan, konon tinggal di sekitar kota Siang-yang."
Dengan cepat Yu Lip gelengkan kepalanya.
"Kalau soal itu sih belum pernah kudengar orang
membicarakannya." Kontan saja Ngo-tok-giok-li tertawa dingin.
"Orang persilatan semua bilang kalau Kay-pang tersohor
karena ketajaman pendengarannya, setelah kubuktikan
sendiri kini, rupanya berita itu hanya sengaja dibesarbesarkan."
"Nona, Ui-cianpwe telah mengundurkan diri dari dunia
persilatan, sekalipun perkumpulan kami terkenal karena
pendengaran yang tajam, rasanya sulit juga untuk mencari
tahu seseorang yang telah mengasingkan diri."
"Hmm! Aku tidak percaya, kalau sampai ia tak berhasil
kutemukan, maka akan kuracuni kota Siang-yang ini secara
besar-besaran, setelah banyak yang jatuh korban, aku tidak
percaya kalau dia tak akan menampakkan diri.."
"Nona, perbuatan semacam ini jangan sekali-kali kau
lakukan....." seru Yu Lip dengan kening berkerut.
"Kenapa" Apakah kau berniat untuk menghalangi
rencana ini.......?" jengek Ngo-tok-giok-li dingin.
"Justru karena aku mendengar tentang orang yang
keracunan di tangan nona, sengaja aku datang kemari
dengan tujuan untuk menasihati nona agar......"
"Ada apa?" tukas Ngo-tok-giok-li lagi, "apakah orang she
Be itu juga anggota Kay-pang?"
"Bukan, tapi di kota Siang-yang telah terjadi suatu
peristiwa besar, tak sedikit orang Kay-pang dan Pay-kau
yang telah berdatangan kemari, bila nona sampai
melepaskan racun untuk melukai orang, aku kuatir....... aku
kuatir........" Mungkin nama besar Ngo-tok-giok-li dalam dunia
persilatan amat tersohor, oleh karena itu meski Yu Lip
sudah mengulangi kata-katanya sampai setengah harian,
dia masih tak mampu untuk melanjutkan kata-katanya
itu....... "Yu-toucu!" Ngo-tok-giok-li berseru kembali sambil
tertawa dingin, "kau kuatir aku akan meracuni orang-orang
Kay-pang?" Yu Lip menghela napas panjang.
"Aaaai........! Perguruan Ngo-tok-bun telah memperoleh
sanjungan dan rasa hormat dari segenap umat persilatan,
aku tidak berharap nona melakukan suatu tindakan yang
akan mengakibatkan terjadinya peristiwa yang tidak
menggembirakan di sini."
"Walaupun perguruan Ngo-tok-bun tersohor karena ilmu
beracunnya, tapi kami selalu memegang prinsip siapa tidak
melanggar kami, kami pun tidak melanggar orang. Kali ini
tujuanku adalah untuk menemukan jejak si Dewa Pincang
Ui Thong, terpaksa aku harus bertindak kasar demi
terwujudnya tujuanku ini, aku harap kau sudi memberi
kabar kepada orang Kay-pang agar jangan mencampuri
urusan ini, sebab akibatnya terhadap Kay-pang maupun
Ngo-tok-bun adalah sama-sama tidak menyenangkan."
"Tapi nona......."
"Cukup!" tukas Ngo-tok-giok-li sambil mengulapkan
tangannya, "jika pembicaraan tidak cocok, setengah patah
kata pun terasa terlalu banyak, aku bersikeras hendak
menemukan Ui Thong entah dengan cara apa pun juga,
kecuali kau membantuku untuk menemukan jejaknya, kalau
tidak lebih baik orang-orang Kay-pang jangan mencampuri
urusan ini. Nah, ucapanku hanya sampai di sini, Yu-toucu
boleh pergi dari tempat ini."
Yu Lip tertegun, ia seperti hendak mengucapkan sesuatu
tapi segera diurungkan, setelah membalikkan badan dia pun
beranjak. Terhadap Ngo-tok-giok-li tampaknya ia merasa
agak waswas dan ragu-ragu.
Dua orang berdiri menanti di bawah loteng dia adalah
Tan Tiang-kim dari Kay-pang serta Pek Bwe.
"Benarkah dia?" Tan Tiang-kim segera berbisik.
"Yaa, betul! Dia adalah Ngo-tok-giok-li!" Yu Lip
membenarkan. "Mau apa si dayang kecil ini datang kemari?"
"Katanya dia sedang mencari orang, yang dicari adalah si
Dewa Pincang Ui Thong."
Tan Tiang-kim tertegun. "Apa" Jadi si pincang she Ui itu berada di sini?" bisiknya.
Pek Bwe seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun
niat itu segera diurungkan.
"Belum pernah kudengar orang membicarakan soal ini,"
Yu Lip memberikan laporannya.
Pek Bwe mendehem pelan, kemudian berkata :
"Saudara Tan, manusia macam apakah Ngo-tok-giok-li
itu......" Setelah menghela napas panjang, Tan Tiang-kim berkata
: "Selama banyak tahun kau jarang melakukan perjalanan
dalam dunia persilatan, tentunya kau tak tahu juga tentang
banyak peristiwa yang telah terjadi di dalam dunia
persilatan, Ngo-tok-giok-li itu berasal dari perguruan Ngotok-
bun yang bermarkas di wilayah Siang-see, konon dia
adalah putri ketua Ngo-tok-bun yang sekarang, bukan saja
ilmu silatnya telah mencapai puncak kesempurnaan,
kepandaiannya dalam menggunakan racun juga sudah
peroleh warisan langsung dari ayahnya........."
"Yu Lip!" tiba-tiba Pek Bwe menyela, "berapa usia Ngotok-
giok-li tersebut?" "Tampaknya baru delapan sembilan belas tahunan."
"Dari pada bertanya kepada Yu Lip, lebih baik tanyakan


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja kepadaku," sela Tan Tiang-kim, "sebab tak sedikit
lantaran belakangan yang berhasil kami kumpulkan tentang
identitasnya, malah sampai sekarang masalah tersebut
masih terhitung rahasia besar dalam perkumpulan kami,
sudah barang tentu kantor cabang belum tahu......."
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan.
"Benar, tahun ini ia baru berusia delapan belas tahun,
bahkan baru satu kali munculkan diri dalam dunia
persilatan, kali ini boleh dibilang merupakan kedua kalinya
dia muncul dalam dunia persilatan."
Pek Bwe segera tertawa, tukasnya :
"Jadi kalau begitu, oleh karena dia sudah meracuni
seseorang dalam rumah makan tadi maka saudara
Tan........." "Bukan demikian, perkenalan kami dengan Ngo-tok-giokli
dibilang telah berlangsung semenjak setahun berselang,
kalau dibicarakan mungkin saudara Pek sendiri pun juga
tahu." "Tahu apa?" "Tahu tentang peristiwa besar yang terjadi setahun
berselang, di mana penyamun tersohor yang bernama Sutoa-
thian-ong (empat raja langit) telah keracunan......."
"Yaa, yaa, soal itu memang pernah kudengar!" jawab Pek
Bwe sambil manggut-manggut.
"Nah, itulah hasil perbuatan dari Ngo-tok-giok-li yang
telah meracuni mereka."
"Bagaimana dengan keempat raja langit itu?" tanya Pek
Bwe dengan cepat, "apakah mereka mampus?"
"Hingga kini mati hidupnya masih merupakan tanda
tanya besar, cuma menurut kabar yang berhasil diperoleh
perkumpulan kami, konon Su-toa-thian-ong telah memohon
ampun kepadanya." "Apakah ia telah mengampuni mereka?"
"Waktu itu ia sama sekali tidak menggubris permohonan
orang, bahkan tanpa mengucapkan sepatah kata pun
berlalu dari situ, selanjutnya Su-toa-thian-ong juga ikut
pergi meninggalkan tempat itu, semenjak peristiwa itulah
orang sudah tak mendengar lagi kabar berita tentang Sutoa-
thian-ong tersebut."
"Kalau begitu, budak itu benar-benar merupakan seorang
manusia yang sangat menakutkan?"
"Bukan cuma menakutkan saja, pada hakikatnya dia
adalah seorang momok perempuan yang benar-benar
mengerikan, cukup membuat bulu kuduk orang pada
bangun berdiri." "Heran, padahal yang dia cari hanya si Dewa Pincang Ui
Thong seorang, semestinya Ui Thong pribadi yang harus
dicari, mana boleh ia melepaskan racun untuk melukai
sembarangan orang?" "Barusan aku pun telah menasihatinya agar jangan
sembarangan meracuni orang," kata Yu Lip menerangkan,
"aku bilang, sekarang semua jago lihay sedang berkumpul
di sini, siapa tahu kalau akibat dari ulahnya itu bisa
berakibat kerugian baginya sendiri, siapa tahu aku malah
ketanggor batunya." "Saudara Tan, sekarang apa yang harus kita lakukan?"
tanya Pek Bwe. "Jangan pedulikan dia, lihat keadaan dan lihat dulu apa
tujuannya yang sebenarnya?"
"Lohu pernah juga mendengar kepandaian orang-orang
Ngo-tok-bun dalam melepaskan racun," kata Pek Bwe,
"seandainya ia benar-benar akan melepaskan racun di
tempat ini, entah berapa banyak korban yang akan
berjatuhan di tangan perempuan itu."
"Benar, menurut kisah yang kudengar tentang caranya
melepaskan racun memang betul-betul lihainya bukan
kepalang," Yu Lip membenarkan, "orang yang bernama Be
Kui tersebut tak lebih cuma duduk sebentar di hadapannya,
tapi tahu-tahu badannya sudah keracunan."
"Jika jauh sebelumnya mereka sudah melakukan sesuatu
di atas meja dan bangku, sekalipun keracunan juga bukan
suatu kejadian aneh, apalagi meja dan bangku toh tanpa
perlindungan, siapa tahu mereka sudah berbuat sesuatu di
sekitar sana......" Setelah berhenti sejenak dia melanjutkan :
"Konon dalam perguruan Ngo-tok-bun terdapat semacam
kepandaian untuk meracuni orang dari jarak sepuluh kaki,
entah kabar ini benar atau salah.....?"
"Berita ini seratus persen benar," ucap Tan Tiang-kim,
"cara mereka melepaskan racun merupakan suatu gerak
tipu permainan tangan yang amat lihay, sampai detik ini
orang persilatan masih belum tahu cara apakah yang telah
mereka gunakan." "Oooh...... apakah perkumpulan anda pun tidak tahu?"
"Yaa, tidak tahu! Betul mata-mata partai kami tak
terhitung jumlahnya, tapi kami tak tahu cara apa yang
mereka gunakan, kami cuma tahu kalau cara itu
menakutkan sekali, dan lagi merupakan suatu cara yang tak
mungkin bisa dicegah sebelumnya."
Mendengar keterangan tersebut, Pek Bwe segera
mengerutkan dahinya rapat-rapat, sambil merendahkan
suaranya dia berbisik : "Saudara Tan, menurut pendapatmu mungkin Ngo-tokgiok-
li ini sekelompotan dengan Ouyang Siong sekalian?"
-----------------------------------
12 "Aku rasa hal ini tak mungkin," sahut Tan Tiang-kim,
"sejak mendapat hukuman yang cukup berat dari gabungan
jago-jago persilatan pada puluhan tahun berselang,
belakangan ini Ngo-tok-bun tetap tenang dan tidak
melakukan gerakan apa-apa, sekalipun mereka mulai
berkelana dalam dunia persilatan, itu pun terjadi satu dua
tahun belakangan ini, di samping itu orang Ngo-tok-bun
paling enggan bekerja sama dengan orang lain, menurut
pendapat aku pengemis tua, tak mungkin mereka sampai
berkomplot dengan Ouyang Siong sekalian........"
Sesudah berhenti sejenak, dia melanjutkan :
"Hayo jalan, kita pulang dulu baru berbicara lagi."
"Saudara, apakah kalian hendak pergi dengan begitu
saja?" tiba-tiba terdengar suara teguran nyaring menggema
tiba. Ketika berpaling tampak seorang gadis berbaju biru telah
berdiri beberapa kaki di belakang mereka dengan wajah
yang dingin dan kaku. "Apakah nona sedang menegur kami?" tanya Pek Bwe
kemudian. "Sudah setengah harian lamanya kalian mengobrol di
situ, masa sebelum memberi sepatah dua patah kata
pertanggungan jawab, kalian sudah akan pergi dengan
begitu saja?" "Nona berasa dari Ngo-tok-bun?"
Gadis baju biru itu tak lain adalah Gin-kiok, degan dingin
segera jawabnya : "Nama Ngo-tok-bun kurang begitu baik bukan?"
"Ah nona terlalu serius!"
Dengan dingin Gin-kiok mendengus berat-berat
kemudian berkata : "Betul aku adalah orang Ngo-tok-bun, seorang dayang
dari Ngo-tok-giok-li. Hey kakek tua, siapa namamu?"
"Lohu she Pek........."
"Pek apa?" tukas Gin-kiok, "seharusnya kau punya nama
bukan?" "Nona!" tegur Pek Bwe dengan kening berkerut, "usiamu
masih begitu muda, kenapa ucapanmu setajam ini"
Tidakkah kau merasa bahwa perbuatanmu itu sedikit
keterlaluan." Gin-kiok tertawa dingin. "Kami belum pernah mengusik kalian, tapi kalian telah
membicarakan seenaknya tentang Ngo-tok-bun kami,
apakah itu adil namanya?"
"Lohu Pek Bwe!" selesai berkata, dia lantas putar badan
dan berlalu dengan langkah lebar.
Sudah lama ia mendengar tentang kelihaian orang Ngotok-
bun melepaskan racun, kakek ini dengan memutar
badan tadi, ia menarik napas panjang sambil menghimpun
segenap tenaga dalamnya untuk bersiap-siap menghadapi
segala kemungkinan yang tak diinginkan.
"Berhenti!" tiba-tiba Gin-kiok membentak keras.
"Hmm, Nona, mau apa kau?" dengus Tan Tiang-kim tibatiba.
Gin-kiok berpaling dan memandang Tan Tiang-kim
sekejap, kemudian tegurnya lagi :
"Siapa pula kau?"
"Aku si pengemis tua adalah Tan Tiang-kim, panggil Ngotok-
giok-li untuk menghadap diriku."
Tampaknya masih belum banyak persoalan dalam dunia
persilatan yang diketahui Gin-kiok, agaknya dia pun belum
tahu siapa gerangan pengemis tua yang bernama Tan
Tiang-kim ini. Sesudah mengerdipkan matanya, dia pun berkata :
"Maksudmu suruh majikan kami menjumpaimu."
"Dayang cilik yang tak tahu urusan jangan banyak ribut
terus, aku si pengemis tua enggan ribut denganmu lantaran
aku masih sudi memberi muka kepada Ngo-tok-buncu,
mengerti?" Gin-kiok tertegun untuk sesaat lamanya, selang sejenak
kemudian ia baru berkata :
"Baiklah! Harap kalian tunggu sebentar, aku segera
mengundang kedatangan Siocia kami......"
Kewibawaan serta kekerenan Tan Tiang-kim jelas telah
menggetarkan perasaan Gin-kiok.
Tak lama kemudian Ngo-tok-giok-li dengan berpegangan
pada bahu Gin-kiok pelan-pelan berjalan mendekat.
Tan Tiang-kim segera mengulapkan tangannya
mengundurkan Yu Lip sekalian, kemudian dengan ilmu
menyampaikan suara bisiknya kepada Pek Bwe.
"Saudara Pek, jika dayang itu berani melepaskan racun,
kita harus turun tangan dengan sepenuh tenaga, kalau bisa
sekali bergerak berhasil menaklukkannya."
Pek Bwe cukup mengetahui akan kelihaian orang-orang
Ngo-tok-bun dalam melepaskan racun, salah-salah besar
kemungkinan tubuhnya akan keracunan hebat, maka dia
pun manggut-manggut tanda mengerti.
Sementara itu Ngo-tok-giok-li telah menegur sambil
tersenyum : "Locianpwe ini pastilah seorang tokoh sakti dari Kaypang,
bolehkah aku tahu siapa namamu?"
"Aku si pengemis tua adalah Tan Tiang-kim, apakah nona
yang bernama Ngo-tok-giok-li?"
"Ya, itulah Boanpwe."
"Secara tiba-tiba nona muncul di kota Siang-yang, lagi
pula secara brutal meracuni orang entah karena urusan
apa?" Ngo-tok-giok-li tersenyum manis, jawabnya,
"Ucapan Locianpwe terlalu serius, kalau Boanpwe betulbetul
telah melepaskan racun secara brutal, mengapa yang
menjadi korban cuma Be Kui seorang....?"
"Tan Tiang-kim segera terbungkam oleh perkataan itu.
Ngo-tok-giok-li tertawa, kembali ujarnya :
"Tan-locianpwe, aku datang kemari untuk mencari
seseorang." "Apakah si Dewa Pincang Ui Thong?" sela pengemis tua
itu. "Betul, dia adalah si Dewa Pincang Ui Thong."
"Aku lihat usia nona masih sangat muda, mana mungkin
kenal dengan orang bernama Dewa Pincang Ui Thong?" kata
Pek Bwe pula. "Dewa Pincang Ui Thong adalah seorang sahabat karib
dari Buncu kami." "Siapa pula Buncu kalian itu?"
"Dia adalah ibuku."
"Oooh!" Tan Tiang-kim berseru tertahan, "sekalipun nona
ingin mencari Ui Thong, tidak sepantasnya kau gunakan
racun untuk mencelakai orang."
"Kalau begitu seharian nona menanti di loteng Wongkang-
lo kemarin tak lain adalah sedang menanti Ui Thong?"
sela Pek Bwe. Ngo-tok-giok-li tertawa pedih, lalu mengangguk.
"Benar, aku mewakili ibuku datang memenuhi janji,
mereka telah berjanji untuk saling bertemu di kota Siangyang
hari ini pada sepuluh tahun berselang, tak disangka si
Dewa Pincang Ui Thong tidak datang untuk memenuhi
janjinya." "Nona, tolong tanya apa sebabnya ibumu tidak datang
sendiri?" "Ibuku tak bisa kemari lantaran masih ada urusan lain,
itulah sebabnya aku diutus untuk mewakilinya, tapi Cianpwe
tersebut telah mengingkari janjinya."
"Dalam sepuluh tahun yang panjang, pelbagai perubahan
besar mungkin saja bisa terjadi, siapa tahu Ui Thong seperti
juga ibumu, lantaran ada urusan lain sehingga tak bisa
datang." "Sekalipun ia tak bisa datang, sepantasnya kalau mencari
seseorang untuk mewakilinya, ibuku berkata Ui Thong
pandai melihat kejadian di masa mendatang, apa yang dia
katakan sudah pasti tak bakal salah lagi."
"Nona," kata Tan Tiang-kim pula, sepuluh tahun
belakangan ini belum pernah kudengar tentang kabar berita
Ui Thong, terus terang saja hal ini merupakan suatu
kecurigaan yang besar sekali, bila ia tinggal di sekitar sini,
aku si pengemis tua percaya jejaknya pasti dapat
ditemukan." Ngo-tok-giok-li tampak tertegun untuk sesaat lamanya,
kemudian bisiknya agak ragu,
"Maksudmu....... maksudmu........ dia sudah mati."
"Aku hanya bisa mengatakan, sudah lama tak pernah
kudengar kabar beritanya lagi."
"Mungkin ia sedang melakukan semadi, mungkin juga ia
benar-benar sudah ketimpa musibah yang di luar dugaan,
dalam hal ini apakah nona telah memikirkannya?" ujar Pek
Bwe pula.

Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ngo-tok-giok-li segera menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Belum, ibuku tak pernah memberitahukan hal-hal
sebanyak itu kepadaku, seratus persen dia percaya dengan
apa yang pernah diucapkan oleh Ui Thong."
"Aku tahu Ui Thong memang memiliki banyak
kepandaian yang melebihi orang lain," kata Tan Tiang-kim
lagi, "tapi nona, orang yang pandai meramal sering kali tak
sanggup untuk meramal nasib sendiri."
Sekali lagi Ngo-tok-giok-li dibikin tertegun.
"Jadi kalau begitu, dia benar-benar sudah mati,"
demikian ia berbisik lirih.
"Sekalipun belum mati, sudah pasti penghidupannya
harus dilewatkan dalam keadaan yang kurang
menyenangkan," Pek Bwe menambahkan.
"Dari mana kau bisa tahu?"
"Oooh, aku kan cuma menduga-duga sendiri."
"Mengapa kau tidak menduga kalau penghidupannya
dilewatkan dalam keadaan baik dan senang?"
"Jika dia bisa melewatkan kehidupannya dengan baik dan
senang, masa dia bisa sampai mengingkari janji?"
"Soal ini, soal ini...." Ngo-tok-giok-li menjadi tergagap
dan tak mampu meneruskan katanya.
"Menurut apa yang kuketahui, dia adalah seorang lelaki
yang amat memegang janji, seorang yang bisa dipercaya
perkataannya," Tan Tiang-kim menegaskan.
"Kalau dia bisa dipercaya dan amat memegang janji,
kenapa tidak datang memenuhi janji?"
"Itulah yang musti banyak dipikirkan dan
dipertimbangkan, Nona."
"Apalagi yang musti kupertimbangkan?"
"Mengapa Ui Thong tidak datang?"
Ngo-tok-giok-li menghembuskan napas panjang.
"Kalau urusan jadi begini, bagaimana caranya aku
memberi pertanggungan jawab kepada ibuku nanti?"
keluhnya. Setelah mendengar sampai di situ, diam-diam Pek Bwe
menghembuskan napas lega, pikirnya,
"Kalau begitu, bocah ini bukan berasal dari satu
komplotan dengan Ouyang Siong sekalian."
Sementara itu Tan Tiang-kim berkata :
"Katakan saja terus terang, aku rasa ibumu pasti akan
memberi suatu pertimbangan yang bijaksana."
"Sungguhkah Ui Thong tidak berada di sekitar kota
Siang-yang?" sekali lagi Ngo-tok-giok-li bertanya.
Yu Lip yang selama ini membungkam, segera menyela :
"Tidak ada, jika berada di sekitar kota ini jejaknya tak
akan lolos dari pengamatan Kay-pang."
"Kalau begitu, sekalipun kuracuni banyak orang juga tak
akan berhasil untuk memaksa orang juga tak akan berhasil
untuk memaksa munculnya Ui Thong?"
"Benar! Tan Tiang-kim mengangguk, berapa pun orang
yang kau racuni mati, tak nanti bisa mendesak Ui Thong
untuk munculkan diri, sebab ia sama sekali tidak berada di
sini." "Tan-tianglo, aku pernah mendengar nama besarmu dari
ibu. Itulah sebabnya aku harap kau bersedia membantu
sekali saja." "Asal aku pengemis tua bisa melakukan, pasti akan
kubantu." "Aku minta perkumpulan Kay-pang kalian sudi
membantuku untuk mencari Ui Thong, suruh dia dalam
setengah tahun mendatang berangkat ke perguruan Ngotok-
bun di wilayah Siang-see guna berjumpa dengan
ibuku." "Oooh, ibumu........"
"Kesehatan ibuku kurang baik, aku kuatir........ aku
kuatir........." berbicara sampai di situ, tiba-tiba ia
membungkam. "Baik!" Tan Tiang-kim segera berjanji, "akan kuingat
pesanmu itu, aku pasti tak akan membuat kecewanya
nona." Sekilas rasa sedih tiba-tiba menghiasi wajah Ngo-tokgiok-
li, kembali ia berkata : "Tan-tianglo, masalah ini penting sekali artinya bagiku,
semoga kau tidak melupakannya."
"Aku tak melupakannya!"
"Baik! Aku percaya dengan ucapan Tan-tianglo, biar
kumohon diri lebih dahulu."
"Nona hendak ke mana?"
"Pulang ke Siang-see! Aai...... aku telah menemukan
suatu kenyataan, hatiku sedih sekali!"
"Kenyataan apa?"
"Nama perguruan Ngo-tok-bun dari Siang-see dalam
dunia persilatan agaknya kurang begitu baik."
"Yaa! Karena orang-orang perguruanmu terlalu
menakutkan, di mana-mana melepaskan racun maka setiap
orang yang bertemu dengan anggota Ngo-tok-bun belumbelum
sudah jeri tiga bagian."
Ngo-tok-giok-li menghela napas ringan.
"Aaai.......... ternyata perguruan Ngo-tok-bun kami telah
mempunyai nama sebusuk itu dalam dunia persilatan."
"Beberapa tahun belakangan ini nama Ngo-tok-bun
kalian dalam dunia persilatan masih jauh lebih baikan
ketimbang sebelumnya, coba kalau kejadian ini berlangsung
sepuluh tahun berselang, begitu tahu kalian adalah anggota
Ngo-tok-bun, jauh-jauh mereka sudah melarikan diri
terbirit-birit." Sekali lagi Ngo-tok-giok-li menghembuskan napas
panjang. "Aai.....! Kalau begitu, aku pun tak akan melakukan
perjalanan lagi dalam dunia persilatan."
"Mengapa?" "Sekarang mereka semua sudah tahu kalau aku adalah
anggota perguruan Ngo-tok-bun....."
"Oleh sebab itu maka nona tidak bersedia untuk
melakukan perjalanan lagi dalam dunia persilatan?"
sambung Tan Tiang-kim. "Bila orang lain tak tahu kalau aku adalah Ngo-tok-giokli,
selama melakukan perjalanan dalam dunia persilatan
terdapat begitu banyak orang yang memandangku,
mengagumi diriku, tapi semenjak Be Kui kuracuni, orangorang
itu seakan-akan tidak menggubris diriku lagi, mereka
meninggalkan aku jauh-jauh, mencampakkan diriku ke
samping...." Tan Tiang-kim tersenyum, katanya :
"Nona, apakah kau sangat berharap ada banyak orang
yang memandang lagi mengagumi dirimu lagi?"
"Yaa, sesungguhnya kejadian ini aneh sekali. Di kala
banyak orang memandangi diriku mengagumi aku hatiku
merasa agak muak agak benci terhadap mereka, aku
berharap mereka bisa jauh-jauh meninggalkan diriku, tapi
sekarang ketika mereka sudah jauh-jauh meninggalkan aku
tiba-tiba aku merasa orang lain telah menganggapku
sebagai ular beracun, binatang buas. Oooh....... betapa
sedihnya hatiku." "Nona, pulang saja kau! Beri tahu kepada ibumu, nama
Ngo-tok-bun sedang mengalami perubahan, sekarang
banyak jago persilatan sedang menilai dan
mempertimbangkan kembali nama Ngo-tok-bun dalam hati
masing-masing, asal ibumu bisa mengendalikan muridmuridnya
agar tidak melukai jago persilatan lagi dengan
racunnya, aku percaya dalam waktu singkat kesan orang
terhadap kalian pasti akan mengalami perubahan yang
besar sekali." Ngo-tok-giok-li manggut-manggut.
"Terima kasih Tan-cianpwe atas nasihatmu, aku ingin
mohon diri lebih dahulu."
Pelan-pelan dia membalikkan badan dan melangkah
pergi. "Nona harap tunggu sebentar!" tiba-tiba Pek Bwe
berseru. Ngo-tok-giok-li menghentikan langkahnya seraya
berpaling, "Kau adalah......."
"Lohu adalah Pek Bwe."
Ngo-tok-giok-li lantas berpaling ke arah Tan Tiang-kim
sambil bertanya lirih : "Tan-cianpwe, dia seorang yang baik atau yang jahat?"
"Orang baik!" "Oooh......" sinar matanya dialihkan kembali ke wajah
Pek Bwe, kemudian melanjutkan, "Kau ada urusan apa?"
Agaknya gadis itu sudah menaruh kepercayaan yang
besar sekali terhadap diri Tan Tiang-kim.
Pek Bwe segera tertawa, ujarnya :
"Nona, karena urusan penting apakah sehingga kau
harus mencari Ui Thong" Dapatkah memberitahukan kepada
Lohu?" "Kau kenal dengannya?"
"Kenal!" Pek Bwe manggut-manggut.
"Bagus sekali! Cepat beri tahu kepadaku, sekarang dia
berada di mana....."
"Nona, beberapa bulan berselang Lohu pernah
mendengar seorang temanku membicarakan soal Ui Thong,
cuma sayang ketika itu Lohu tidak begitu memperhatikan
pun tidak bertanya kepadanya, bila nona mencari Ui Thong
karena ada suatu persoalan yang luar biasa pentingnya,
boleh saja Lohu melakukan perjalanan jauh bagimu untuk
mencarikan kabar tentang manusia yang bernama Ui Thong
ini." Ngo-tok-giok-li termenung sejenak, lalu menjawab :
"Antara Ui Thong dengan ibuku sesungguhnya terdapat
urusan apa, aku sendiri pun kurang begitu jelas, cuma aku
tahu kalau persoalan ini penting sekali, kalau tidak ibuku
tak akan mengutus aku datang kemari, jika kau bisa
menemukan jejaknya, kami ibu dan anak tentu akan sangat
berterima kasih kepadamu."
Gagal mencuri ayam, hilang segenggam beras.
Sebenarnya Pek Bwe ingin mengetahui apa hubungan
antara Ngo-tok-buncu itu dengan Ui Thong, siapa tahu dia
malah kena diperangkap oleh Ngo-tok-giok-li sehingga
kesulitan tersebut menimpa pula di atas kepalanya :
Pek Bwe pura-pura termenung sejenak, kemudian
sahutnya : "Baik! Lohu akan mencarikan kabar untukmu."
"Apakah membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
memperoleh balasannya......?" tanya Ngo-tok-giok-li lagi.
"Yaa!" "Perlukah kunantikan kabarmu di sini saja."
"Soal ini aku rasa tidak perlu, lebih baik nona pulang
dulu ke Ngo-tok-bun di Siang-see dalam tiga bulan
mendatang Lohu pasti akan mengutus orang ke Siang-see
untuk memberitahukan berita tentang Ui Thong ini
kepadamu." "Kau akan pergi sendiri?"
"Jika aku punya waktu tentu akan berangkat sendiri ke
Siang-see, tapi kalau tak sempat, terpaksa akan kuminta
bantuan dari Kay-pang untuk menyampaikan berita itu ke
Siang-see." Dengan sepasang mata yang tajam Ngo-tok-giok-li
mengawasi wajah Pek Bwe lekat-lekat, wajahnya berubah
amat serius, sepasang matanya memancarkan sinar yang
tajam sekali, pelan-pelan ia berkata :
"Pek Bwe Locianpwe, kau bisa berada bersama Tantianglo
dari Kay-pang, ini menunjukkan bahwa kau pun
seorang tokoh yang sangat ternama dalam dunia persilatan,
ucapanmu berat bagaikan bukit karang......"
Sesudah menghela napas panjang, terusnya :
"Cuma, ibuku bilang dunia persilatan itu licik dan penuh
dengan tipu muslihat, aku tak boleh terlalu percaya dengan
orang-orang persilatan....."
Gara-gara datangnya lantaran banyak mulut, kesulitan
datang karena banyak urusan, Pek Bwe menyesal sekali
atas kelancangannya tadi sehingga berakibat keadaan yang
tidak menguntungkan baginya.
Walaupun begitu, perasaan tersebut tak sampai
ditampilkan pada wajahnya, sambil tertawa ia bertanya,
"Lantas bagaimana menurut keinginan nona?"
"Hanya ada dua cara, pertama aku akan melepaskan
racun ke dalam tubuhmu, kedua Tan-tianglo yang
menjamin dirimu." "Kau hendak melepaskan racun ke dalam tubuhku?" seru
Pek Bwe. "Benar! Racun tersebut hanya sejenis racun yang bersifat
lambat, tiga bulan kemudian daya kerjanya baru mulai
kambuh, sampai waktunya aku percaya kau pasti sudah
sampai di Siang-see, dengan segala kehormatan kami pasti
akan menyambut kedatanganmu, memusnahkan racun
dalam tubuhmu bahkan menghadiahkan pula suatu hadiah
yang sangat berharga untukmu."
"Bila kau, si pengemis yang menanggung," sela Tan
Tiang-kim. "Maka aku pun tak usah meracuni tubuhnya lagi."
"Kenapa nona begitu percaya kepada aku si pengemis
tua." "Ibuku pernah bilang, yang satu adalah ketua partai
kalian, yang kedua adalah kau Tan-tianglo, masih ada lagi
seorang yakni Tiong Ling-kang, Tiong-ciangbunjin dari Bukhek-
bun hanya kalian bertiga yang merupakan manusiamanusia
yang bisa dipercaya."
Tan Tiang-kim segera tertawa.
"Tahukah kau siapa Pek Lo-enghiong ini yang
sebenarnya?" "Siapakah dia?"
"Dia tak lain adalah ayah mertua dari Tiong Ling-kang,
Tiong-ciangbunjin dari Bu-khek-bun."
"Tapi dia bukan Tiong Ling-kang, perlu juga menantunya
tampilkan diri untuk menanggung dirinya."
Hampir saja Pek Bwe mengisahkan peristiwa berdarah
yang telah menimpa perguruan Bu-khek-bun, tapi sampai di


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tengah jalan, niat tersebut segera diurungkan kembali.
Rupanya Tan Tiang-kim mempunyai jalan pikiran yang
hampir sama dengan Pek Bwe, setelah mendehem pelan,
katanya : "Nona, tak usah repot-repot, biar aku si pengemis tua
saja yang menanggung......"
"Baik! Setelah Tan-tianglo memberikan jaminannya, aku
pun bisa berlega hati."
"Dalam tiga bulan mendatang, Lohu pasti akan mengirim
kabar ke Ngo-tok-bun di Siang-see, cuma aku tak berani
menjamin berita apakah yang bakal kusampaikan," janji
Pek Bwe. "Oooh, tentu saja kau tak bisa menjamin harus berita
baik." "Baiklah! Kalau begitu kita tetapkan saja dengan sepatah
kata ini." Ngo-tok-giok-li lantas berpaling dan memandang sekejap
ke arah Tan Tiang-kim, sesudah itu ujarnya :
"Tan-tianglo, apakah kalian membutuhkan tenaga
bantuanku?" "Aku rasa tak usah merepotkan nona lagi."
Ngo-tok-giok-li segera tertawa, membalikkan badan dan
berlalu dari tempat itu. Menanti bayangan punggung dari Ngo-tok-giok-li sudah
lenyap dari pandangan, Pek Bwe baru menghela napas
panjang sambil bergumam :
"Sialan........ benar-benar sialan."
Tan Tiang-kim segera tertawa.
"Perguruan Ngo-tok-bun sesungguhnya memang
merupakan perguruan yang paling sukar dihadapi, Ngo-tokgiok-
li bisa diajak berbicara baik-baik, hal ini sudah
terhitung bagus sekali."
Sesudah berhenti sejenak, lanjutnya :
"Benarkah kau mengetahui kabar berita tentang Ui
Thong?" "Yaa, aku tahu!" Pek Bwe mengangguk.
"Sekarang dia berada di mana?"
"Di sekitar kota Siang-yang!"
Tan Tiang-kim segera menghembuskan napas panjang,
gumamnya : "Oooh, rupanya ia benar-benar berada di sini."
Pek Bwe termenung sejenak, kemudian secara ringkas
dia menceritakan kisahnya ketika berjumpa dengan Ui
Thong belum lama berselang.
Cuma tentu saja apa yang diceritakan hanya berupa
ringkasannya saja, sedang bagian-bagian yang penting di
antarannya tetap dirahasiakan dan tak sampai diungkapkan
keluar. Tan Tiang-kim juga tahu kalau manusia yang bernama Ui
Thong ini adalah seorang pendekar aneh dalam dunia
persilatan. Cuma saja ia jarang sekali menampakkan diri dalam
dunia persilatan. Berkatalah Tan Tiang-kim :
"Orang ini agaknya sudah lenyap dari dunia persilatan
hampir dua puluh tahun lamanya, andaikata hari ini tidak
dibicarakan kembali, aku masih mengira dia sudah lama
sekali mati." "Menyaksikan dia masih hidup segar bugar, aku sendiri
pun merasa agak keheranan."
"Terlepas sudah lamakah dia mengasingkan diri atau
tidak, yang pasti pada sepuluh tahun berselang ia pernah
berkunjung ke perguruan Ngo-tok-bun dan melakukan
perjanjian dengan Ngo-tok-buncu untuk berjumpa di sini
hari ini, hal mana menunjukkan bila ia memang betul-betul
berada di sekitar kota Siang-yang, tapi anehnya, kalau dia
memang berdiam di sini, kenapa tidak datang untuk
memenuhi janji?" "Dalam hal ini, aku sendiri pun tidak habis mengerti."
"Berbicara soal ilmu silat maupun kepintarannya,
manusia yang bernama Ui Thong ini betul-betul merupakan
seorang manusia hebat yang jarang ditemukan dalam dunia
persilatan, cuma sayangnya dia telah menempuh jalan yang
salah....." "Jalan salah yang bagaimana maksudmu?" sela Pek Bwe.
"Seandainya sepanjang hidup dia pusatkan semua
pikiran dan tenaganya dalam kepandaian silat, orang itu
sudah pasti adalah seorang tokoh dunia persilatan yang luar
biasa sekali, sekalipun ia mendalami ilmu perbintangan,
tidak seharusnya mendalami ilmu-ilmu aneh sebangsa Ngoheng
atau kepandaian lainnya, selain tersebut dia pun tidak
semestinya menyelidiki rahasia langit."
"Menyelidiki rahasia langit?"
"Rahasia langit sukar ditebak dan kepandaian tersebut
luar biasa dalamnya, tapi ia toh berhasil juga untuk meraba
sampai di situ, tapi justru karena kepandaian itulah, dia
telah mencelakai dirinya sendiri."
"Benar, setelah mengetahui rahasia langit dia pun tak
tahan untuk mempermainkannya dan tanpa sengaja
membocorkannya keluar, sekalipun perkataannya itu cukup
membuat orang panik, tapi justru perbuatannya itu telah
mengurangi soal rejeki serta usianya."
Tan Tiang-kim menghela napas panjang, katanya
kemudian : "Saudara Pek, kau bersiap-siap untuk menyelesaikan
persoalan ini dengan cara apa?"
"Aku lihat, terpaksa aku musti pergi menjumpai Ui
Thong." "Kapan kau akan ke situ?"
"Aku pikir soal ini tak usah terburu-buru dilakukan,
berapa waktu yang dibutuhkan anak buahmu untuk sampai
di Ngo-tok-bun propinsi Siang-see....?"
"Jika dipakai sistem penyampaian berita secara kilat, aku
rasa dalam sepuluh sampai setengah bulan sudah bisa
sampai, kalau agak lambatan sedikit bisa mencapai satu
bulan lamanya." Mendengar perkataan itu Pek Bwe lantas berseru.
"Itu mah terlalu pagi, kalau begitu mari kita selesaikan
dulu persoalan ini."
"Pek-heng menurut pendapatmu, mungkinkah Ngo-tokgiok-
li akan meninggalkan Siang-yang?"
"Masa dia masih akan tinggal di tempat ini?"
"Itulah yang kurisaukan, aku kuatir kalau dia enggan
meninggalkan tempat ini....."
"Sepintas lalu dia tampaknya masih seorang gadis yang
suci dan bersih, cuma lantaran di atas kepalanya masih
tercantum huruf Ngo-tok (panca racun) maka kelihaiannya
jadi seram dan berbeda sekali, tapi menurut penglihatan
Siaute, agaknya dia masih belum ketempelan kebiasaan
dunia persilatan yang buruk."
"Justru karena itu dia masih memiliki kepolosan serta
kelincahan seorang gadis murni, oleh karena dia belum
memahami baik buruknya dunia persilatan, maka aku baru
kuatir bila ia sampai dipergunakan orang lain sehingga
terperosok ke jalan yang sesat."
Sesudah berhenti sejenak, dia melanjutkan,
"Ngo-tok-giok-li belum memahami bahayanya dunia
persilatan, pun belum tahu tentang liciknya hubungan
antara manusia dengan manusia, seandainya ada orang
memberi tahu kepadanya bahwa ia bisa mencarikan Ui
Thong untuknya, dia sudah pasti akan membatalkan niatnya
untuk pergi meninggalkan tempat ini, dia pasti akan
dipergunakan tenaganya oleh orang lain, bayangkan saja,
bukankah hal ini bisa terjadi secara mudah?"
"Kemarin di tempat ini kujumpai ada seorang nyonya
setengah umur menemaninya, tak nyana pada hari ini si
nyonya telah diganti dengan seorang dayang muda."
Tan Tiang-kim berpaling memandang sekejap ke arah Yu
Lip, lalu bisiknya lirih,
"Yu-toucu, kirim beberapa orang murid kita yang paling
jempolan untuk menguntil di belakangnya, begitu
menjumpai ada orang-orang mencurigakan yang
mendekatinya, segera laporkan kejadian itu kepadaku."
Yu Lip segera mengiakan dan membalikkan badan untuk
beranjak pergi dari situ."
"Saudara Tan!" bisik Pek Bwe, "tampaknya gadis itu
seperti amat menuruti perkataanmu......"
"Aku pun telah berpikir sampai ke situ," tukas Tan Tiangkim,
"kita tidak mempergunakan dirinya, tapi kita pun tak
boleh mempergunakan orang lain menggunakan tenaganya,
sebab Ngo-tok-bun adalah suatu perguruan yang sangat
menakutkan." "Orang persilatan masih mempunyai perasaan keder dan
takut terhadap orang Ngo-tok-bun, jika Ngo-tok-giok-li
sampai tergaet oleh Ouyang Siong sekalian, sudah pasti hal
ini akan merupakan suatu kesulitan besar buat kita."
"Itulah sebabnya kita harus berusaha dengan sepenuh
tenaga untuk mencegah hal ini."
Pek Bwe manggut-manggut. "Sekarang mari kita pulang dulu sambil menunggu kabar
dari Yu-toucu......"
"Baru saja kedua orang itu berlalu, dari belakang sudut
rumah makan tiba-tiba muncul seorang pemuda.
Ia mengenakan sebuah topi kain yang besar dan lebar,
topi itu dikenakan rendah-rendah sehingga menutupi di
bawah alis matanya, sebagian besar wajahnya tersembunyi
di balik topi lebar tersebut.
Orang itu bukan lain adalah Cu Siau-hong.
Cuma ia melakukan penyaruan yang sangat jitu dan
sempurna, sehingga meski berdiri berhadapan dengan Pek
Bwe, belum tentu si kakek tersebut bisa mengenali
identitasnya dalam waktu singkat.
Dengan pandangan cepat Cu Siau-hong memperhatikan
sekejap sekeliling tempat itu, kemudian dengan langkah
cepat maju ke depan. Arah yang diambil tak lain adalah arah di mana Ngo-tokgiok-
li berlalu tadi. Ia berjalan dengan langkah cepat, setelah menyeberangi
dua buah jalan besar, akhirnya dia menemukan sebuah
rumah penginapan. Seorang pelayan sedang menuntun dua ekor kuda
berjalan keluar dari pekarangan penginapan.
Di belakangnya mengikuti dua orang, mereka tak lain
adalah Gin-kiok serta Ngo-tok-giok-li.
Cu Siau-hong sempat mencuri dengar pembicaraan yang
dilangsungkan antara Tan Tiang-kim dengan Pek Bwe tadi,
dia sudah mengetahui betapa pentingnya arti Ngo-tok-giokli
buat mereka, maka ia bertekad untuk menyelidikinya
secara diam-diam, akan dilihat ke mana perginya Ngo-tokgiok-
li sepeninggal dari kota Siang-yang ini.
Tapi ia tidak menyangka kalau Ngo-tok-giok-li
sedemikian cepatnya mengambil keputusan untuk
meninggalkan kota Siang-yang.
Cu Siau-hong sempat menyaksikan betapa lihaynya Ngotok-
giok-li melepaskan racun kejinya, dia tahu bila orang ini
sampai dipergunakan oleh Ouyang Siong sekalian, maka
gadis itu benar-benar merupakan seorang musuh tangguh
yang amat menakutkan, oleh karena itu Cu Siau-hong
bertekad untuk menghalangi agar kejadian semacam ini
jangan sampai terjadi. Di luar dugaan, ternyata Ngo-tok-giok-li benar-benar
berniat untuk pergi meninggalkan Siang-yang.
Baru saja dua orang gadis itu hendak naik kuda, tiba-tiba
seseorang menghampirinya dengan langkah cepat.
Cu Siau-hong yang menyaksikan kehadiran orang itu
segera merasakan hatinya amat terkejut, dengan suatu
gerakan cepat dia lantas menyelinap ke samping untuk
menyembunyikan diri. Ternyata orang munculkan diri itu tak lain adalah Boanko-
hui-hoa Kiau Hui-nio adanya.
Dengan langkah cepat Kiau Hui-nio berjalan ke hadapan
Ngo-tok-giok-li, kemudian sambil tersenyum ujarnya :
"Benarkah nona berasal dari Ngo-tok-bun?"
Dengan gerakan cepat Ngo-tok-giok-li berpaling dan
memandang sekejap ke arah Kiau Hui-nio, setelah diketahui
kalau orang itu adalah seorang perempuan, sikapnya segera
berubah menjadi jauh lebih lembut dan lunak.
"Siapa kau?" tegurnya kemudian.
"Aku she Kiau, orang lain memanggilku Hui-nio!"
"Kiau Hui-nio" Aku tidak kenal denganmu."
"Aku mengerti," sambung Kiau Hui-nio cepat, "cuma apa
salahnya kalau tidak saling mengenal" Sekali berjumpa
masih asing dua kali bertemu tentu akan hafal, sekarang
kita baru saja berjumpa, bila pembicaraan sudah
dilangsungkan, bukankah kita akan saling kenal?"
"Mau apa kau datang mencariku?"
"Konon nona datang kemari untuk mencari seseorang,
benarkah itu?" Ngo-tok-giok-li manggut-manggut.
"Benar, dari mana kau bisa tahu?"
"Aku mendengarnya dari seorang temanku."
"Oooh......!" seru Ngo-tok-giok-li, dia melanjutkan
gerakannya melompat naik ke atas kudanya.
"Nona mau apa?" Kiau Hui-nio segera menegur.
"Pulang ke rumah!"
"Kalau begitu, kau tidak jadi mencari si Dewa Pincang Ui
Thong?" buru-buru Kiau Hui-nio berseru.
"Aku sudah titipkan persoalan ini kepada orang lain serta
suruh menyampaikan kepadanya agar datang menjumpai
ibuku." "Si Dewa Pincang Ui Thong tinggal di sekitar kota Siangyang,
sekarang kau telah datang tapi ia tak mau munculkan
diri, apalagi jika suruh orang yang mengabarkan
kepadanya, kau kira dia bersedia pergi menemui
ibumu.......?" Tertegun juga Ngo-tok-giok-li sesudah mendengar
perkataan itu, selang sejenak kemudian ia baru bertanya :
"Apakah kau tahu si Dewa Pincang Ui Thong tinggal di
mana?" "Yaa, aku tahu!"


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dia berada di mana" Bersediakah kau untuk
mengajakku pergi menjumpainya?"
"Tentu boleh saja, cuma tempat tinggalnya tak bernama,
aku pun sulit untuk mengutarakannya keluar."
"Oooh! Jadi kau pernah berjumpa muka dengannya?"
Kiau Hui-nio segera tertawa,
"Ngo-tok-bun kalian termasyhur karena racunnya yang
lihay, setiap orang persilatan pada jeri kepadamu, jika aku
tidak memiliki keyakinan, buat apa kudatang kemari
mencari penyakit buat diri sendiri........."
Ngo-tok-giok-li termenung sesaat lamanya, kemudian
baru berkata lagi : "Bagaimana caranya agar aku bisa bertemu sendiri
dengannya?" "Ooo......! Itu mah soal gampang, aku bisa
menghantarmu untuk pergi menjumpainya!"
"Berapa jauh jaraknya antara tempat ini dengan tempat
tinggalnya?" "Tidak terlalu jauh, pun tidak terlalu dekat, kurang lebih
enam tujuh puluh li! Tempat itu adalah sebuah lembah
kecil, si Dewa Pincang Ui Thong tinggal di dalam lembah
kecil itu." Cu Siau-hong yang bersembunyi di sudut ruangan
menjadi terkesiap sesudah mendengar perkataan itu,
pikirnya : "Orang ini benar-benar pandai berbohong, sebenarnya
jarak tempat itu dengan Siang-yang cuma tiga puluh li,
apalagi nasib Ui Thong sampai sekarang masih merupakan
suatu tanda tanya besar, jelas Boan-ko-hui-hoa Kiau Huinio
mempunyai rencana dan intrik busuk......."
Rupanya ucapan Kiau Hui-nio yang begitu bersungguhsungguh
telah menarik perhatian Ngo-tok-giok-li, sesudah
termenung beberapa saat lamanya, ia lantas bertanya :
"Kau benar-benar bersedia untuk membawaku ke sana?"
Kiau Hui-nio segera tertawa lebar.
"Nona!" serunya, "aku lihat usiamu masih sangat muda,
mengapa sifatmu begitu banyak curiga?"
"Aku sedang berpikir, mengapa kau harus membantu
aku" Toh kita tak pernah saling mengenal antara yang satu
dengan lainnya." Sekali lagi Kiau Hui-nio tertawa.
"Bila kujawab hal ini lantaran keinginanku untuk
menolong sesamanya, mungkin nona tak akan percaya,
semua orang tahu orang-orang Ngo-tok-bun paling lihay
dalam kepandaian melepaskan racun yang bikin setiap
orang merasa keder, semua kawan persilatan tak ingin
mengusik atau mencari urusan dengan kalian!"
"Soal ini, aku sudah tahu!"
"Aku bersedia membantumu tentu saja ada syaratnya
pula!" Perempuan ini memang luar biasa sekali, dia pandai
melihat gelagat dan membawa pembicaraan menurut
keadaan yang sedang dihadapinya, kata-kata yang manis
dan meyakinkan segera membuat Ngo-tok-giok-li
mempercayai seratus persen.
Setelah manggut-manggut, Ngo-tok-giok-li berkata :
"Kalau begitu katakanlah! Apa syaratmu itu?"
"Dalam perguruan Ngo-tok-bun kalian terdapat beriburibu
cara untuk melepaskan racun, bahan racun yang
dimiliki pun tak terhitung jumlahnya, tapi aku pernah
mendengar orang berkata bahwa di dalam Ngo-tok-bun
hanya terdapat dua macam benda paling berharga yang tak
mungkin akan diberikan kepada orang lain........."
Sekali lagi Cu Siau-hong yang bersembunyi di balik
dinding rumah merasakan hatinya terkesiap, pikirnya :
"Benar-benar lihay sekali! Sistem yang digunakan ini
betul-betul sempurna dan luar biasa, bukan saja membuat
orang tidak curiga, bahkan mempercayainya seratus
persen, bagaimana mungkin Ngo-tok-giok-li bisa
menangkan si rase tua tersebut?"
Terdengar Ngo-tok-giok-li tertawa ringan, sahutnya
sambil manggut-manggut : "Coba katakanlah, dua macam benda yang mana saja
itu?" "Konon di dalam Ngo-tok-bun terdapat sejenis pil
penawar yang bernama Ban-ing-ciat-tok-wan, obat tersebut
dapat menawarkan pelbagai macam racun yang ada di
dunia ini, entah benarkah kabar tersebut?"
Ngo-tok-giok-li manggut-manggut.
"Benar!" sahutnya, "memang terdapat pil semacam ini."
"Selain itu terdapat pula sejenis bubuk obat yang
dinamakan Sin-sian-wang-yu-san (bubuk dewa pun
melupakan duka)......."
Belum lagi perempuan itu menyelesaikan kata-katanya,
Ngo-tok-giok-li telah menggelengkan kepalanya berulang
kali sambil berkata : "Kalau yang ini mah tak bisa kuberikan kepadamu."
"Kenapa?" "Ibuku telah masukkan bubuk Sin-sian-wang-yu-san
tersebut ke dalam sejenis obat terlarang, setiap anggota
perguruan dilarang mempergunakan bubuk obat itu, apalagi
memberikannya kepada orang lain."
"Bagi anggota perguruan kalian tentu saja tak menjadi
soal sekalipun dilarang mempergunakan bubuk obat
tersebut, sebab cara kalian untuk melepaskan racun terlalu
banyak." "Syarat lain yang kau ajukan bisa jadi dapat dipenuhi,
tapi bubuk Sin-sian-wang-yu-san tersebut tak mungkin bisa
kupenuhi." "Baiklah! Tegasnya saja aku terangkan bahwa syaratku
adalah sepuluh butir penawar Ban-ing-ciat-tok-wan serta
sepuluh bungkus bubuk Sin-sian-wang-yu-san, kalau kau
tak sanggup memberikan kepadaku, lebih baik kau saja
yang mengajukan pergantian syarat lain."
Ngo-tok-giok-li termenung beberapa saat lamanya,
setelah itu ujarnya : "Maksudmu, kau bersedia membawaku untuk pergi
menjumpai Ui Thong?"
"jika kau menginginkan sepuluh butir pil penawar Baning-
ciat-tok-wan, bisa saja kupenuhi permintaanmu itu, tapi
aku tak mampu untuk memberikan bubuk Sin-sian-wangyu-
san tersebut, bagaimana jika kuganti bubuk tersebut
dengan sepuluh butir Ngo-tok-wan saja?"
"Oooh..........!"
"Kalau berbicara menurut kadar racun yang digunakan,
kemampuan Ngo-tok-wan tersebut sama sekali tidak berada
di bawah keampuhan bubuk Sin-sian-wang-yu-san
tersebut!" Ngo-tok-giok-li menerangkan.
Setelah termenung sebentar akhirnya Kiau Hui-nio
mengangguk. "Baiklah! Kapan nona bermaksud untuk menyerahkan
obat-obat itu kepadaku?"
"Sebenarnya sekarang juga aku hendak serahkan dulu
obat-obat itu kepadamu, tapi kita baru berhubungan untuk
pertama kalinya, jadi mau tak mau aku harus bertindak
lebih berhati-hati, sebab itu obat tersebut baru bisa
kuberikan kepadamu bila telah bertemu dengan Ui Thong
nanti." Sekali lagi Kiau Hui-nio termenung beberapa saat
lamanya, kemudian dia pun mengangguk.
"Baiklah! Apakah nona masih ada urusan lain yang
hendak diselesaikan dahulu?"
"Tidak ada," Ngo-tok-giok-li menggelengkan kepalanya,
sekarang juga kita boleh berangkat."
"Perjalanan yang bakal kita tempuh adalah suatu jalan
gunung yang sempit dan penuh tanjakan, lebih baik nona
tinggalkan saja kudamu itu di sini...."
"Kita harus berjalan kaki?"
"Benar! Kita akan berjalan kaki."
"Baiklah, Gin-kiok, kirim kembali kuda-kuda itu ke dalam
rumah penginapan!" Gin-kiok segera mengiakan dan membawa kembali
kedua ekor kuda itu ke dalam rumah penginapan.
"Nona!" bisik Kiau Hui-nio kemudian, "tahukah kau, apa
sebabnya Ui Thong tidak datang memenuhi janji?"
"Aku tidak habis mengerti, di sebagai seorang Locianpwe
mengapa mengingkari janjinya sendiri."
"Itulah dikarenakan ada banyak orang hendak
membunuhnya, maka dia tak berani datang."
"Siapa saja yang hendak membunuhnya?"
"Menurut apa yang kuketahui, Kay-pang dan Pay-kau
telah mengirim jago-jago lihaynya ke kota Siang-yang,
konon mereka sengaja dikirim kemari untuk membunuh Ui
Thong!" Jilid 13 Ngo-tok-giok-li berseru tertahan sesudah mendengar
perkataan itu, katanya cepat :
"Baru saja aku bertemu dengan orang Kay-pang, kenapa
mereka tidak memberitahukan hal ini kepadaku?"
"Orang yang kau jumpai itu bukankah seorang Tiang-lo
dari Kay-pang?" "Benar! Dia adalah seorang Tiang-lo yang paling tersohor
namanya dari Kay-pang, orang itu bernama Tan Tiang-kim."
"Tepat sekali! Aku pun pernah mendengar orang bilang,
salah seorang di antara jago-jago yang hendak
membunuhnya terdapat seorang Tiang-lo she Tan yang
konon paling susah dihadapi!"
"Nona Kiau mungkin kau keliru, menurut ibuku orang she
Tan itu adalah seorang manusia jujur yang bisa dipercaya
perkataannya." "Di waktu biasa, dia memang demikian, tapi sekarang
keadaannya sama sekali berbeda!"
"Bagaimana perbedaannya?"
"Sekarang, Kay-pang sedang bermusuhan dengan Ui
Thong, bagaimana mungkin dia akan berbicara jujur kepada
dirimu?" "Oooh, kiranya begitu!"
Dalam pada itu, Gin-kiok telah muncul kembali dari
penginapan di atas punggungnya menggembung pula dua
buah bungkusan kecil. Kiau Hui-nio segera tersenyum, katanya,
"Nona, mari kita berangkat sekarang juga."
"Boleh, tapi ada sepatah dua patah kata terpaksa aku
harus menerangkan lebih dulu."
"Persoalan apa?"
"Jika tempat yang kau tuju nanti tidak terdapat Ui Thong,
maka hal ini akan berubah menjadi suatu persoalan yang
menyulitkan dirimu."
Mendengar ucapan tersebut, Kiau Hui-nio segera tertawa
terkekeh-kekeh. "Heeehh........ heeehh...... heeehh...... jadi nona akan
turun tangan untuk membuat perhitungan."
"Itu mah tidak, di antara kita tak punya dendam atau
sakit hati, mengapa aku musti mencari balas kepadamu"
Tapi, aku pun tak bisa melepaskan dirimu dengan begitu
saja." "Lantas apa yang hendak kau lakukan atas diriku ini?"
"Aku bermaksud melepaskan sedikit racun yang bersifat
lambat ke dalam tubuhmu, setengah tahun kemudian racun
itu baru akan mulai bekerja, setengah tahun kemudian kau
harus berhasil mengajak Ui Thong datang ke Ngo-tok-bun di
Siang-see untuk peroleh obat penawarnya."
"Baiklah! Emas murni tidak takut terbakar, aku hanya
berniat untuk membawamu menjumpai Ui Thong, soal
kesulitan yang lain tak akan kupikirkan sekarang."
Ngo-tok-giok-li manggut-manggut.
"Baiklah! Mari kita segera berangkat."
"Tunggu sebentar nona!"
"Kau masih ada urusan lainnya?"
"Sepanjang perjalanan nanti kau harus mendengarkan
semua perkataanku, paling tidak selama belum bertemu
dengan Ui Thong." "Baik!" "Nona," sela Gin-kiok, "tanya dulu kepadanya, berapa
lama yang dia butuhkan, kita toh tak bisa mengikutinya
terus sepanjang masa."
"Benar, kau harus menentukan batas waktu yang
dibutuhkan sampai bisa berjumpa dengan Ui Thong," kata
Ngo-tok-giok-li kemudian.
Kiau Hui-nio termenung beberapa saat lamanya,
kemudian menjawab. "Mungkin aku membutuhkan waktu selama dua sampai
tiga hari lamanya." "Jelaskan yang betul, dua hari atau tiga hari?"
"Paling lama tiga, jadi seharusnya dua hari pun sudah
cukup." "Baiklah! Aku hanya akan menunggu selama tiga hari,
bila dalam tiga hari ini kau gagal untuk menemukan Ui
Thong, maka kau musti bertindak lebih hati-hati lagi."
"Orang-orang Ngo-tok-bun kalian sudah termasyhur
dalam dunia persilatan karena susah dihadapi, jika tiada
berkepentingan mengapa aku tidak tidur saja di rumah"
Buat apa ku sengaja mencari gara-gara dengan Ngo-tokbun
macam dirimu itu?" Ngo-tok-giok-li tertawa hambar :
"Nama Ngo-tok-bun di dalam dunia persilatan memang
kurang begitu baik," katanya, "maka dari itu aku pun tak
ingin memperbaik nama Ngo-tok-bun yang sudah terlanjur
rusak itu, maka selewatnya tiga hari aku pasti akan
melepaskan sejenis racun yang jahat di dalam tubuhmu,
sejenis racun yang lihainya bukan kepalang."
"Baik, akan kuingat semua perkataanmu."
"Sekarang, apakah kita boleh segera melakukan
perjalanan?" Kiau Hui-nio manggut-manggut, ia lantas membalikkan
badan dan berjalan menelusuri sebuah lorong kecil dan sepi
dan sempit. Melihat itu, Ngo-tok-giok-li segera mengerutkan dahinya
rapat-rapat, tegurnya, "Nona Kiau, kau hendak ke mana?"


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nona, agaknya kita toh telah berjanji, dalam tiga hari
mendatang ini kau harus mendengarkan perkataanku?"
"Benar, cuma tempat itu adalah sebuah lorong buntu!"
"Tak usah kau jelaskan, soal ini aku jauh lebih jelas dari
pada dirimu....." "Kalau memang jelas, mengapa kau mengajak kami
untuk menelusuri lorong buntu tersebut?"
"Nona, dalam kota Siang-yang dewasa ini penuh tersebar
pelbagai jago persilatan yang rata-rata berilmu tinggi, jika
nona ingin meninggalkan tempat ini dengan selamat, lebih
baik gunakanlah sedikit akal."
"Oooh! Rupanya kau sudah mengadakan persiapan yang
rapi?" Kiau Hui-nio cuma berpaling dan memandang sekejap ke
arahnya, kemudian dengan langkah cepat melanjutkan
perjalanannya ke depan. Ngo-tok-giok-li dan Gin-kiok saling berpandangan
sekejap, kemudian mereka pun mengikuti di belakang Kiau
Hui-nio membawa kedua orang itu menuju ke dalam sebuah
gedung yang sangat besar.
Tak lama kemudian dari dalam gedung itu muncul dua
buah tandu kecil. Cu Siau-hong yang bersembunyi di balik kegelapan dapat
menyaksikan semua kejadian itu dengan jelas, diam-diam
ia menghela napas panjang, pikirnya :
"Benar-benar suatu rencana yang amat sempurna, dua
buah tandu tersebut hanya tandu kecil yang amat
sederhana, siapa pun tak akan menyangka di dalamnya
justru duduk Ngo-tok-giok-li yang telah menggemparkan
seluruh kota Siang-yang......... aku harus mengabarkan
berita ini secepatnya kepada pihak Kay-pang!"
Berpikir sampai di situ, dia lantas membalikkan badan
dan lari menuju ke loteng Wong-kang-lo.
Ia berharap bisa menjumpai seorang anggota Kay-pang
dan memberitahukan hal ini kepada Tiang-lonya, sayang di
sekitar sana tidak dijumpai seorang anggota Kay-pang pun.
Cu Siau-hong tak berani lari kembali ke dalam gedung
tersebut, terpaksa dia mengalihkan sasarannya untuk
menyusul keluar kota. Cara kerja si anak muda ini memang benar-benar hebat,
ternyata arah yang dipilih tepat sekali, baru sampai di pintu
kota, dari kejauhan sana dijumpainya ada dua buah tandu
kecil sedang melakukan perjalanan ke depan.
Sesudah keluar lewat pintu selatan mereka berbelok
menuju ke arah bukit Liong-tiong-san.
Cu Siau-hong berharap bisa menemukan dulu tempat
bercokol mereka, sesudah itu baru berusaha untuk
menghubungi orang-orang Kay-pang.
Tapi kedua buah tandu kecil itu bergerak terus tiada
hentinya, dalam waktu singkat belasan li sudah dilewati,
bukan saja tidak berhenti malahan gerak langkah mereka
kian bertambah cepat. Ketika Cu Siau-hong mencoba untuk memperhatikan
langkah kaki keempat penandu tersebut, ia baru tahu kalau
orang-orang itu pun rupanya jauh hari sudah dipersiapkan
lebih dulu. Cu Siau-hong mengintil terus dari jarak puluhan kaki di
belakang tandu-tandu itu, bila dihitung waktunya,
bagaimanapun juga tak mungkin lagi baginya untuk balik ke
kota Siang-yang dan memberitahukan hal ini kepada pihak
Kay-pang sebelum menyusul kembali ke situ, sebab
waktunya jelas sudah tak sempat lagi.
Sekarang, satu-satunya cara yang bisa di tempuh
hanyalah melakukan penguntilan sendiri.
Begitu mengambil keputusan untuk menguntil sendiri, Cu
Siau-hong mulai merubah wajah sendiri, ia kotori mukanya
dengan lumpur, kemudian mencari rumah petani dan
berganti dengan sebuah pakaian petani, sesudah itu dia
baru berputar ke dalam hutan kecil dan melanjutkan
pengejarannya dengan kencang.
Di tempat itu hanya terdapat sebuah jalan setapak, tapi
asal berjalan dua tiga puluh li lagi, maka akan sampailah di
dalam bukit. Cu Siau-hong tidak tahu bagaimana cara mereka hendak
menghadapi Ngo-tok-giok-li, tapi ia yakin mereka tak akan
berhasil menemukan jejak Ui Thong........
Bila Ui Thong tidak berhasil ditemukan, sudah barang
tentu mereka pun tak bisa memberikan pertanggungan
jawabnya kepada Ngo-tok-giok-li.
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang
sempurna, Cu Siau-hong melewati sebuah kereta kuda dan
kabur berhenti menunggu di tepi jalan setelah menempuh
perjalanan beberapa li jauhnya.
Kurang lebih seperminum teh kemudian, dua buah tandu
kecil itu baru lewat dengan langkah cepat.
Saat itu Cu Siau-hong telah berganti dengan dandanan
seorang petani, jadi ia tampak seperti seorang petani tulen.
Kehadiran Cu Siau-hong di tepi jalan sama sekali tidak
memancing perhatian keempat orang penandu tersebut,
tapi Siau-hong telah memperhatikan mereka berempat
secara seksama, walaupun sudah menempuh perjalanan
sejauh ini, ternyata tak setetes keringat pun yang
membasahi jidat mereka. Hal ini membuktikan, bahwa keempat orang tukang
tandu tersebut, tak lain adalah orang-orang persilatan yang
berilmu tinggi. Dengan cepatnya tandu kecil itu sudah berjalan lewat.
Cu Siau-hong segera melanjutkan kembali
penguntilannya di belakang tandu-tandu itu.
Cuma, ia masih tetap mempertahankan selisih jaraknya
sejauh sepuluh kaki lebih.
Akhirnya sesudah melakukan perjalanan sekian waktu,
tandu-tandu kecil itu berhenti di depan sebuah rumah kecil
yang terbuat dari batu hijau di muka sebuah tebing bukit.
Orang-orang di dalam tandu pun turun dari tandu dan
masuk ke dalam rumah batu itu.
Cu Siau-hong melirik sekejap sekeliling tempat itu
kemudian berkelebat dan menyelinap ke balik hutan yang
lebat di sekitar bangunan rumah berbatu itu.
----------------------------------------
Dipimpin oleh Kiau Hui-nio, masuklah Ngo-tok-giok-li ke
dalam rumah batu itu. Bangunan rumah batu itu tidak terlalu besar kecuali
sebuah ruangan tamu, cuma terdapat tiga buah kamar.
Ruang tamu itu diatur sangat rapi dengan perabot yang
indah di atas sebuah kursi kebesaran duduklah seorang
pemuda tampan berbaju biru.
Sambil tertawa Kiau Hui-nio segera berkata,
"Nona, mari kuperkenalkan seorang sahabat
kepadamu.........." "Oooh, siapakah dia?" tanya Ngo-tok-giok-li.
"Dia adalah Ti-kongcu, bila nona ingin mencari Ui Thong
maka kau harus minta bantuan dari Ti-kongcu ini."
Pelan-pelan Ti Thian-hua bangkit berdiri setelah
mengamati sekejap wajah Ngo-tok-giok-li, tegurnya,
"Nona datang dari Ngo-tok-bun?"
"Benar! Aku bernama Ngo-tok-giok-li."
"Oooh, bolehkah aku tahu siapa namamu yang
sebenarnya?" "Setiap orang menyebutku sebagai Ngo-tok-giok-li, lebih
baik kau sebut pula dengan nama itu."
"Oooh.........."
"Sekarang, katakan kepadaku, bagaimana caranya untuk
bisa berjumpa dengan Ui Thong?"
"Nona," kata Ti Thian-hua sambil tertawa, "soal mencari
Ui Thong, kami telah menyanggupi......."
"Soal ini aku tahu," tukas Ngo-tok-giok-li, "kalau kalian
belum menyanggupi, masa aku akan datang kemari?"
Ti Thian-hua segera mengerutkan dahinya, lalu berkata :
"Nona paling tidak pada saat ini kau masih memerlukan
bantuanku." "Kau bukan lagi membantuku, kita sudah membicarakan
soal harganya, kalian membantuku mencari Dewa Pincang
Ui Thong dan kuberi obat-obatan untuk kalian."
Kiau Hui-nio yang berada di sampingnya segera
tersenyum, tiba-tiba selanya :
"Ti-kongcu bicaralah sendiri dengannya, aku akan pergi
menyiapkan sedikit minuman dan makanan."
Ngo-tok-giok-li berpaling dan melirik sekejap ke arah
Kiau Hui-nio, namun ia tidak bermaksud untuk
menghalanginya. "Silakan duduk, nona!" kata Ti Thian-hua kemudian.
Pelan-pelan Ngo-tok-giok-li duduk, sedangkan Gin-kiok
berdiri di belakang majikannya.
"Nona, dapatkah kau menjelaskan kepadaku apa maksud
nona mencari Ui Thong?" tanya Ti Thian-hua kemudian.
"Aku tidak tahu, sekalipun tahu juga tak akan kukatakan
kepadamu." "Keras kepala betul nona!"
"Barusan aku telah membicarakan syaratnya dengan
kalian, masing-masing pun telah setuju dengan syarat
tersebut, aku pikir di antara kita pun tak usah tertanam lagi
perasaan terima kasih atau terharu."
Ti Thian-hua tertawa ewa, sahutnya :
"Nona, Ui Thong pandai sekali ilmu Ngo-heng dan
kepandaian aneh lainnya, dalam hal ini aku rasa nona sudah
tahu bukan?" "Tidak tahu, ibuku tak pernah membicarakan soal itu
kepadaku." Mula-mula Ti Thian-hua agak tertegun, kemudian
katanya sambil tertawa lebar :
"Baik! Kalau memang ibumu tak pernah memberitahukan
soal ini kepadamu, sekarang aku akan jelaskan dulu secara
terperinci." "Katakan saja, akan kudengar dengan seksama!"
"Ui Thong pandai ilmu Ngo-heng dan segala macam alat
jebakan, oleh karena itu di sekitar tempat tinggalnya juga
telah diatur barisan Ngo-heng-tin yang sangat lihay sekali,
salah melangkah bisa jadi kau akan terjebak di dalam
barisannya yang lihay itu."
"Apakah di dalam barisan itu terdapat barisan jebakanjebakan
yang mematikan.........." tanya si nona.
"Tentu saja! Malah barisan Ngo-heng-tin itu sendiri pun
merupakan sebuah perangkap yang mematikan, barang
siapa terperosok ke dalamnya, maka sulit bagi orang itu
untuk meloloskan diri."
"Masa begitu lihay!"
"Itulah sebabnya, kita harus berhati-hati."
"Aku tak ambil peduli barisan macam apakah itu, aku
pun tak mau tahu sampai di mana lihainya alat jebakan
yang dimiliki, aku cuma tahu bertemu dengan Ui Thong,
titik!" "Ooo...... tentu saja, tentu saja, setelah kami
menyanggupi permintaan nona, bagaimanapun juga pasti
akan kuusahakan agar kau bisa berjumpa dengan Ui Thong,
cuma saja......." "Cuma saja kenapa?"
"Bukan hari ini!"
"Kenapa?" "Sekarang hari sudah malam, besok pagi-pagi sekali kita
berangkat mencari Ui Thong."
"Pagi-pagi besok?"
"Yaa! Hari ini udara sudah gelap, kita akan menginap
semalam dalam ruah batu ini........"
"Tidak!" tukas Ngo-tok-giok-li sambil tiba-tiba bangkit
berdiri, jika besok pagi-pagi........"
"Nona, perkataanku belum selesai."
"Nah, cepat katakan......"
"Malam ini kita masih harus mempersiapkan barang
keperluan....." setelah berhenti sejenak, lanjutnya :
"Bawa kemari peta tersebut!"
-------------------------------
13 Seorang dayang baju hijau segera muncul sambil
menyerahkan sebuah gulungan kain putih.
Ti Thian-hua segera merentangkan gulungan kain putih
itu, di atas kain tertera sebuah lukisan pemandangan dan
peta. Lukisan itu menggambarkan sebuah rumah batu yang
kecil mungil di engah sebuah hutan yang lebat, hutan itu
diliputi oleh kabut yang cukup tebal.....
Sambil menunjuk ke lukisan tersebut, Ti Thian-hua
berkata, "Dalam rumah batu itulah Ui Thong berdiam, sekeliling
bangunan batu itu merupakan sebuah barisan Ngo-heng-tin
yang sangat lihay." "Aku tidak menemukan sesuatu yang aneh dengan
lukisan ini?" kata Ngo-tok-giok-li cepat.
"Jika nona tidak memahami teori barisan Ngo-heng-khibun-
tin, sudah barang tentu tak akan kau jumpai sesuatu
yang aneh dengan lukisan tersebut."
"Baiklah! Apa yang perlu kita persiapkan sekarang"
Cepat katakan!" Ti Thian-hua manggut-manggut lirih, katanya,
"Semua barang yang diperlukan sebagian besar telah
kusiapkan, tapi masih ada semacam barang paling penting
yang baru dihantar kemari sesudah matahari terbenam
nanti." "Benda apakah itu?"
"Semacam arak obat!"
"Arak obat" Apa gunanya arak obat itu?"
"Di sekitar tempat tinggalnya Ui Thong telah
menyebarkan semacam kabut yang amat beracun, untuk
mencegah agar jangan sampai keracunan kabut itu kita
harus minum arak obat terebut."
"Aku tidak perlu minum arak tersebut, jangan lupa aku
adalah anggota Ngo-tok-bun, setiap anggota Ngo-tok-bun
tidak takut terpengaruh oleh racun macam apa pun."
"Mungkin saja nona tidak takut, tapi kami merasa takut
sekali."

Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jadi, kau sedang menunggu arak obat itu?"
"Betul! Kami harus menunggu arak obat itu, sehabis
minum arak obat, kita baru boleh berangkat."
"Kalau begitu besok pagi kita baru bisa berangkat?"
"Maksud nona?" "Aku harap bisa secepatnya bertemu dengan orang itu,
jika malam ini juga dapat berangkat, aku ingin malam ini
juga kita berangkat."
"Boleh saja, menanti arak obat itu sudah dikirim kemari,
dan aku sudah meneguk dua cawan, segera kita berangkat
untuk menjumpai Ui Thong."
"Baiklah!" kata Ngo-tok-giok-li kemudian sambil
manggut-manggut, kita akan menunggu sampai datangnya
obat itu." Dalam pada itu dua orang dayang berbaju hijau telah
muncul sambil menghidangkan sayur dan nasi."
Pelan-pelan Ti Thian-hua bangkit berdiri, lalu katanya :
"Jika malam ini juga kita hendak berangkat mencari Ui
Thong, aku musti beristirahat sebentar dulu, silakan kalian
berdua mengisi perut!"
"Apakah kau tidak makan dulu?"
Ti Thian-hua menggelengkan kepalanya, ia lantas
beranjak dan berlalu meninggalkan ruangan itu.
Sesungguhnya Ngo-tok-giok-li menaruh perasaan
waswas terhadap Ti Thian-hua tapi setelah menyaksikan
penampilan Ti Thian-hua yang sopan dan halus segera
semua kecurigaannya lenyap tak berbekas.
Ia berpaling dan memandang sekejap ke arah Gin-kiok,
lalu bisiknya : "Aku lihat orang ini tidak terlalu jahat."
"Yaa, sebenarnya aku masih menaruh curiga, tapi
sekarang tampaknya ia seperti bukan orang jahat."
"Gin-kiok, mari kita bersantap."
Dari balik sanggulnya Gin-kiok mencabut sebatang tusuk
konde, setelah memeriksa setiap sayur dan hidangan yang
ada, dia berkata, "Nona semuanya tidak beracun."
"Bagus sekali, mari kita mengisi perut."
Sesungguhnya kedua orang itu sudah lapar maka tanpa
sungkan-sungkan mereka menyikat hidangan tersebut,
sementara itu dua orang dayang berbaju hijau tadi pun
telah mengundurkan diri. Ketika mereka selesai bersantap, pelan-pelan Kiau Huinio
baru munculkan diri, sapanya :
"Kalian berdua sudah selesai bersantap?"
"Terima kasih banyak atas pelayanan kalian," sahut Ngotok-
giok-li. "Menurut Ti-kongcu, malam ini juga kau hendak pergi
menjumpai Ui Thong......."
"Benar, aku merasa amat gelisah, gelisah sekali."
"Aaaai....... Ti-kongcu memang orang baik sekali,
sekarang ia sudah mulai mengatur pernapasan dan
memelihara kondisi, malam nanti dia akan menemani kalian
mencari Ui Thong." "Sebenarnya siapakah orang ini" Mengapa ia bersedia
membantu aku?" Kiau Hui-nio segera tertawa.
"Ti-kongcu sebetulnya adalah seorang yang sangat
baik........" "Benar, dia memang seorang yang baik sekali," sahut
Ngo-tok-giok-li sambil mengangguk, setelah berjumpa
dengan Ui Thong nanti, aku pasti akan memberi imbalan
besar untuknya." "Itu masih tidak perlu, kita kan sudah membicarakan
syarat, tak usah kau memberi balas jasa lainnya."
Ngo-tok-giok-li tertawa, selanya :
"Syarat yang telah disetujui adalah urusan dinas, sedang
soal balas jasa adalah urusan pribadi, tidak sepantasnya
bila kita cuma teringat urusan dinas dengan
mengesampingkan soal pribadi."
Kiau Hui-nio menghembuskan napas panjang, katanya
kemudian : "Aku lihat usia nona tidak begitu besar, waktu berkelana
dalam dunia persilatan amat pendek, tapi aku lihat kau
sangat pandai mengatasi pelbagai persoalan, sungguh
membuat orang menjadi kagum."
"Ah, Locianpwe terlalu memuji."
Kiau Hui-nio kembali tertawa.
"Aku lebih tua beberapa tahun darimu, kalau tidak
keberatan silakan memanggil aku sebagai Toa-cici saja."
Mendengar perkataan itu Ngo-tok-giok-li segera
tersenyum. "Benar juga perkataan Cici!"
Memukul ular mengikuti tongkat, dengan cepat Kiau Huinio
mengganti panggilannya pada ketika itu.
"Siau-moay kulihat lebih baik kau juga semedi sebentar
untuk menjaga kondisi badan."
"Duduk semedi........"
"Benar! Bukankah malam nanti kalian hendak mencari Ui
Thong" Tak ada salahnya bukan untuk menjaga kondisi
badan agar selalu segar, siapa tahu suatu pertarungan seru
bakal berlangsung. Nah baik-baiklah mengatur pernapasan
di sini." "Aku rasa tak perlu, aku toh mencari Ui Thong bukan
mengajak berkelahi."
"Siau-moay-moay pernahkah kau berjumpa dengan Ui
Thong?" Ngo-tok-giok-li termenung sejenak, lalu menjawab :
"Pernah sih pernah, cuma waktu itu usiaku masih kecil,
tiada kesan yang terlalu mendalam tentang orang itu, cuma
sebelum datang kemari, ibuku telah melukiskan raut wajah
Ui Thong, dalam benakku sekarang sudah terdapat suatu
bentuk wajah yang lamat-lamat."
Mendengar itu Kiau Hui-nio menghela napas panjang,
ujarnya, "Siau-moay-moay, terus terang saja Cici belum pernah
berjumpa dengan Ui Thong."
"Oooh!" "Konon Ui Thong adalah seorang tokoh paling sakti
dalam dunia persilatan yang memahami masalah langit
maupun bumi, dia seorang manusia genius yang brilian
sekali otaknya......."
Waktu itu Ngo-tok-giok-li sudah tidak menaruh perasaan
waswas lagi terhadap Kiau Hui-nio, mendengar itu dia
tertawa, katanya : "Toa-cici, kalau kau sendiri belum pernah bertemu
dengan Ui Thong, dari mana kau bisa tahu kalau dia adalah
seorang tokoh aneh dalam dunia persilatan?"
Kembali Kiau Hui-nio tertawa,
"Adik kecil, walaupun Cici belum pernah berjumpa
dengan Ui Thong, tapi sudah sering kudengar tentang orang
ini." "Apakah mendengarnya dari cerita Ti-kongcu," bisik Ngotok-
giok-li lirih. "Benar! Jangan kau lihat usia Ti-kongcu masih amat
muda, sesungguhnya pengetahuan serta pengalamannya
luas sekali, sekarang kau masih belum begitu kenal dengan
dirinya, tapi lain waktu bila kalian telah berkenalan, jika
mendengar soal dunia persilatan kau akan merasa seakanakan
berada dalam alam impian."
"Oooh........ di kemudian hari aku pasti akan banyak
meminta petunjuk darinya......."
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki manusia
berkumandang datang memotong ucapan Ngo-tok-giok-li
yang belum selesai. Ketika mereka berpaling, dilihatnya seorang lelaki
berbaju hitam dengan membopong sebuah guci porselen
berdiri di depan pintu. Kiau Hui-nio segera melompat bangun dari bangkunya,
kemudian menegur lirih : "Kau hendak mencari siapa?"
"Apakah Ti-kongcu berada di sini?"
Sebilah pedang tersoren di punggung orang itu,
wajahnya kelihatan amat serius.
"Ada urusan apa kau mencari Ti-kongcu?"
"Menghantar semacam barang."
Pelan-pelan Ti Thian-hua berjalan keluar dari dalam
ruangan, segera tegurnya :
"Sudah jadi obatnya?"
"Sudah....." jawab manusia berbaju hitam itu sambil
memberi hormat, "obatnya berada di sini, silakan Kongcu
untuk memeriksanya."
Pelan-pelan ia berjalan menghampiri Ti Thian-hua dan
mempersembahkan guci porselen itu ke tangan sang
pemuda dengan hormat. "Silakan Kongcu periksa!" katanya.
Sesudah menerima guci itu, Ti Thian-hua membuka
penutupnya dan mengendus sedikit, kemudian manggutmanggut
: "Ehmm, betul!" "Kongcu, kalau begitu hamba mohon diri lebih dahulu."
"Baik, maaf kalau tidak kuhantar jauh, bila bertemu
dengan gurumu, jangan lupa sampaikan salam dariku."
"Akan hamba ingat selalu!" dengan langkah lebar lakilaki
berbaju hitam itu segera berlalu dari sana.
Sambil membopong guci porselen itu Ti Thian-hua masuk
ke dalam ruangan, meletakkannya ke meja kemudian ia
balik ke ruang belakang. Ngo-tok-giok-li memandang sekejap guci porselen di atas
meja itu, lalu bisiknya. "Cici, apakah isi guci porselen itu adalah bahan obat yang
sedang dinantikan Ti-kongcu?"
"Agaknya memang, juga aku kurang jelas perlukah kita
menengok isinya?" "Aku ingin sekali menengok apa isi obat tersebut, cuma
kita musti minta ijin dulu dari Ti-kongcu."
"Baik, akan kubicarakan dengannya......"
Sambil mempertinggi suaranya, Kiau Hui-nio segera
berseru : "Ti-kongcu, bolehkah kami melihat isi obat di dalam guci
porselen itu?" "Hati-hati kalau melihat, jangan sampai guci itu pecah!"
sahut Ti Thian-hua dari dalam ruangan.
"Aaa, kau ini! Masa guci itu bakal kupecahkan?"
Perempuan itu lantas beranjak dan mengambil guci itu.
Agaknya dia seperti jauh lebih ingin tahu apa isi guci
tersebut dari pada Ngo-tok-giok-li sendiri, sambil berjalan
dia membuka penutup guci itu dan mengendusnya sebentar
kemudian, gumamnya : "Hmm....... bau aneh apa ini?"
Sementara itu ia sudah semakin mendekati Ngo-tokgiok-
li, ketika tiba di hadapannya, guci porselen yang belum
ditutup kembali itu diserahkan kepada si nona.
Ngo-tok-giok-li segera memicingkan sebuah matanya
untuk mengintip isi guci tersebut, terlihat olehnya kecuali
cairan yang kental, tidak nampak sesuatu apa pun.
Karena keheranan dia lantas menempelkan mulut guci itu
ke lubang hidung dan mengendusnya kuat-kuat, mendadak
terasa ada segulung bau harum yang aneh sekali
menerjang ke dalam isi perutnya.
Sebagai seorang ahli di dalam menggunakan racun,
begitu mengendus bau aneh yang menyerang ke dalam isi
perut, gadis itu segera menyadari kalau gelagat tidak
menguntungkan, dengan cepat dia melompat bangun
sambil berseru : "Apakah isi guci ini....."
Tapi belum habis perkataan itu, tiba-tiba kepalanya
menjadi amat pening, tubuhnya sempoyongan dan
terjatuhlah guci porselen itu ke atas tanah.
"Praaang.....!" guci itu hancur berkeping-keping sedang
cairan kental yang berbau aneh itu tersebar ke mana-mana.
"Nona, kenapa kau....." seru Gin-kiok cemas, ia segera
maju untuk memayang Ngo-tok-giok-li.
Kiau Hui-nio yang sudah bersiap-siap sedari tadi secepat
kilat segera melancarkan sentilan maut untuk menotok dua
buah jalan darah Gin-kiok......
"Blaam.....!" Gin-kiok menjadi lumpuh dan roboh
terkapar di atas tanah. Tapi Ngo-tok-giok-li sendiri tidak roboh ke tanah, sebab
Ti Thian-hua yang sebenarnya sudah masuk ke dalam
ruangan itu secepat sambaran kilat telah menerjang keluar
dan tepat pada saatnya menyambar tubuh gadis itu.
Walaupun jalan darahnya sudah tertotok mulut Gin-kiok
masih bisa dipakai untuk berbicara, sepasang matanya
melotot besar, kemudian bentaknya.
"Mau apa kalian?"
"Budak cilik, kau tak usah berkaok-kaok," seru Kiau Huinio,
"malam ini juga Ti-kongcu dan nonamu akan menikah
besok kau sudah harus memanggilnya sebagai Kohya."
"Perbuatan kalian ini sama artinya dengan mengikat tali
permusuhan dengan Ngo-tok-bun."
Kiau Hui-nio tertawa. "Kau masih muda mengerti apa" Malam ini Ngo-tok-li (si
perempuan cilik) akan dikawini Ti-kongcu bila beras sudah
menjadi nasi besok pagi tanggung mereka akan hidup rukun
dan bahagia, sekarang ada baiknya kau pun bersikap sedikit
menghormat kepada Lo-nio, siapa tahu kalau aku akan
membujuk Ti-kongcu untuk sekalian mengambilmu menjadi
bini mudanya...." "Aku tidak mau!"
Kiau Hui-nio segera tertawa terkekeh-kekeh.
"Baiklah, kalau tak mau, Lo-nio akan mencarikan lelaki
lain untuk menjadi suamimu."
"Buncu kami cuma mempunyai seorang putri," kata Ginkiok
lagi dingin, bila kau sampai merusak kehormatannya
dari Buncu kami mengetahuinya, kalian pasti akan dikejar
sampai ke ujung langit pun jangan harap kalian bisa lolos
dari pembalasan kami."
"Kau ini betul-betul masih ingusan dan tak tahu urusan,
jelek-jelek sang mertua juga musti memandang sang


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menantu, siapa tahu makin dipandang makin menarik,
apalagi Ti-kongcu juga ganteng dan pintar, dia tak perlu
malu mendampingi si bisa kecil itu. Memangnya Lo-nio yang
jadi mak comblang bisa salah pilih?"
Mendengar perkataan itu, Gin-kiok segera menghela
napas panjang. "Aaaai...... Seandainya Ti-kongcu benar-benar mencintai
Siocia kami, tidak seharusnya ia gunakan cara serendah
ini," katanya. "Ti-kongcu adalah seorang lelaki perkasa yang ganteng
dan pintar, entah berapa banyak nona cantik yang
mencintainya sehingga tergila-gila, asal ia bergaul tiap hari
dengan si bisa kecil, lama kelamaan toh akan tumbuh juga
cintanya, cuma........"
"Kami tak punya waktu lagi untuk menunggu lebih jauh,
maka kita akan biarkan mereka menjadi pengantin dulu,
kemudian baru bersama-sama sembahyang ke langit."
Gin-kiok menghela napas sedih, ia lantas membungkam
dan tidak berbicara lagi.
Pihak lawan tak mau dibujuk juga sukar digertak, dalam
keadaan demikian Gin-kiok sekalipun merasa kehabisan
akal. Padahal jalan darahnya sekarang sudah tertotok,
tubuhnya sama sekali tak mampu berkutik ibaratnya ikan
dalam jaring, sekalipun besar keinginannya untuk menolong
nonanya, hal itu juga tak mungkin bisa dilaksanakan.
Kiau Hui-nio kembali tertawa :
"Hey, budak cilik pikirkanlah sendiri, Lo-nio lagi repot
sekarang, tak bisa kulayani dirimu terus menerus."
Perempuan itu memang amat sibuk, memasang lilin
merah, mengatur ruangan, dalam waktu singkat dia telah
mendandani ruangan itu hingga tampak amat meriah.
Di dalam kamar terdapat sebuah pembaringan besar
untuk dua orang, waktu itu Ti Thian-hua sedang duduk di
situ. Dalam pada itu Ngo-tok-giok-li telah sadarkan pula oleh
semburan obat penawar dari Ti Thian-hua, tapi dia pun
sudah menotok kembali jalan darah sepasang lengan dan
sepasang kaki gadis tersebut.
Menghadapi seorang tokoh sakti dari Ngo-tok-bun yang
pandai mempergunakan racun, mau tak mau Ti Thian-hua
harus selalu waspada. Ngo-tok-giok-li berbaring di atas sebuah pembaringan
kayu, setelah racunnya dipunahkan, pelan-pelan ia
membuka kembali sepasang matanya.
Begitu sadar dari pingsannya, gadis itu segera menjerit
keras, "Hey, apa yang hendak kau lakukan atas diriku?"
Dia hendak bangkit untuk duduk, sayang jalan darahnya
tertotok sehingga anggota badannya tak mau menuruti
perintahnya. Melihat tingkah laku gadis itu, Ti Thian-hua segera
tersenyum, katanya pelan :
"Kau baik-baik saja, sama sekali tidak mengalami luka
atau cedera apa pun...."
"Kau telah menotok jalan darahku?" seru Ngo-tok-giok-li
sambil menghembuskan napas panjang.
"Benar!" pemuda itu manggut-manggut.
"Mengapa kau harus mencelakaiku dengan cara seperti
ini?" "Aku hendak meminang nona untuk menjadi istriku,
padahal sewaktu kau masih tak sadar tadi, bila aku ingin
menggagahi tubuhmu, hal tersebut dapat kulakukan secara
mudah sekali." Ngo-tok-giok-li mendongakkan kepalanya dan
memandang sekejap tubuh sendiri, setelah mengetahui
bahwa pakaiannya masih lengkap dan utuh, dia baru
menghela napas panjang. "Sekalipun kau ingin meminang diriku, bukan dengan
cara ini kau meminang seseorang," katanya, "hayo cepat
lepaskan aku, mari kita bicarakan secara baik-baik."
"Nona, tampaknya kau pun seseorang yang pandai juga
mempergunakan akal....." kata Ti Thian-hua sambil tertawa.
Ngo-tok-giok-li menggigit bibirnya menahan emosi, lalu
berkata : "Mengapa kau berkata demikian?"
"Ilmu melepaskan racun dari Ngo-tok-bun tiada
keduanya di kolong langit, konon bisa membunuh dari jarak
beberapa kaki tanpa terasa, dalam hal ini aku cukup
memahaminya." "Jadi kalau begitu, kau merasa sangat takut kepadaku?"
Ti Thian-hua segera tertawa.
"Dari pada dikatakan takut, lebih tepat kalau dikatakan
aku amat menyukaimu........."
"Hmm! Menyukai aku?" dengus si gadis sinis, "kita baru
bertemu untuk pertama kalinya, berbicara pun baru tiga
empat patah kata, tidakkah kau merasa bahwa ucapanmu
itu terlalu cepat diutarakan keluar?"
"Nona, di dunia ini terdapat orang yang jatuh cinta pada
pandangan pertama, pernahkah nona mendengar tentang
hal ini?" "Aku mah pernah mendengar tentang soal itu, cuma itu
menunjukkan dua orang yang terlibat dalam satu kejadian,
tapi di dalam hal-hal ini, aku toh sama sekali tidak tertarik
kepadamu." "Dalam masalah cinta, kadang kala memang harus
disertai dengan sedikit paksaan, nona coba bayangkan
sediri setelah aku berhasil mendapatkan dirimu, apalagi
yang dapat dilakukan?"
"Tidak, tidak bisa, kau tak boleh bersikap demikian
kepadaku....." "Mengapa tak boleh?" tukas Ti Thian-hua sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali, "nona, bagiku hal
ini adalah suatu kesempatan yang sangat baik, coba
pikirkan sendiri mana mungkin aku akan melepaskan dirimu
dengan begitu saja?"
"Berbicara sesungguhnya, kesanku terhadap dirimu tidak
terlalu jelek, bila kau benar-benar ingin mengawini diriku,
tidak seharusnya kau lukai aku seperti ini."
"Aku tidak bermaksud mencelakaimu, aku cuma
berharap bisa memperoleh dirimu sekalipun akibat dari
perkawinan malam ini kau bakal membenciku sepanjang
masa, biarlah kutanggung resiko itu seorang diri."
"Tidak, tidak boleh," seru Ngo-tok-giok-li dengan gelisah,
"bila kau berani meneruskan niatmu itu, mungkin aku
benar-benar akan membencimu sepanjang masa."
Tiba-tiba Ti Thian-hua tidak berbicara lagi, dipeluknya
Ngo-tok-giok-li kencang-kencang, kemudian diciuminya
bibir gadis itu dengan penuh rangsangan hawa napsu.
Ngo-tok-giok-li menjadi gelisah sekali, teriaknya keraskeras,
"Jangan, jangan........ jangan.........."
Tapi dengan kekuatan yang besar Ti Thian-hua telah
menempelkan bibirnya yang panas di atas bibir Ngo-tokgiok-
li, setelah itu menciumnya penuh nafsu.
Dalam keadaan jalan darah tertotok, gadis itu sama
sekali tak bertenaga untuk melanjutkan perlawanan, belum
habis dia berbicara, bibirnya sudah disumbat oleh bibir
orang. Itulah suatu ciuman hangat yang amat panjang, kontan
saja sepasang pipi Ngo-tok-giok-li berubah menjadi merah
padam karena jengah. Ti Thian-hua tertawa lebar, sambil bangkit berdiri,
katanya lagi, "Nona, dapatkah memberitahukan nama kecilmu
kepadaku?" "Tidak!" bentak Ngo-tok-giok-li keras-keras, "hatiku
amat membencimu, rasa benciku terhadap dirimu sudah
merasuk sampai ke tulang sumsum."
"Coba pikirkan lagi dengan otak yang dingin!" bujuk Ti
Thian-hua sambil tertawa, aku harus mengatur dulu ruang
perkawinan kita malam nanti, entah bagaimanapun
kesanmu kepadaku, aku tetap akan melaksanakan
pekerjaan ini secara serius."
Tak terlukiskan rasa mendongkol Ngo-tok-giok-li setelah
mendengar perkataan itu, dia lantas memejamkan matanya
dan tidak menggubris Ti Thian-hua lagi.
Melihat itu, Ti Thian-hua tertawa lebar, ia tepuk pelan
sepasang pipi Ngo-tok-giok-li, kemudian bisiknya :
"Aku akan pergi sebentar, sekarang beristirahatlah dulu
menjaga kondisi badanmu buat perkawinan kita malam
nanti!" Sehabis berkata dia lantas membalikkan badan dan
keluar dari ruangan. Menanti bayangan punggung dari Ti Thian-hua sudah
lenyap dari pandangan, Ngo-tok-giok-li tak kuasa menahan
rasa sedihnya lagi, air mata segera jatuh bercucuran
membasahi pipinya. Tiba-tiba daun jendela dibuka orang, kemudian sesosok
bayangan manusia dengan kecepatan luar biasa menerobos
masuk ke dalam ruangan. Orang itu tak lain adalah Cu Siau-hong.
Ngo-tok-giok-li segera membelalakkan sepasang
matanya lebar-lebar, dengan ketus dia menegur :
"Mau apa kau datang kemari?"
"Nona, kita pernah bersua muka," bisik Cu Siau-hong.
Ngo-tok-giok-li manggut-manggut.
"Yaa, aku masih ingat denganmu!"
"Nona, bagaimana caraku untuk menolong kau?"
"Kau benar-benar ingin menyelamatkan diriku?"
"Benar, waktu yang tersedia untuk kita tidak terlalu
banyak." "Baik! Tolong bebaskan dulu jalan darah di atas
tubuhku." Cu Siau-hong mengiakan, dia lantas menepuk bebas
jalan darah di tubuh gadis tersebut.
Begitu bebas dari pengaruh totokan, Ngo-tok-giok-li
membereskan pakaiannya yang kusut, lalu mendekati pintu
dan menyanteknya dari dalam.
Setelah itu dia baru mendekati jendela, membukanya
lebar-lebar dan melompat keluar.
Selama ini Cu Siau-hong hanya mengawasi terus gerakgeriknya,
ia menjumpai gerak-gerik gadis itu masih tetap
normal, biasa, dan tenang.
Ini membuktikan kalau kecerdasan dan kondisi badan
gadis itu setelah bebas dari totokan telah pulih kembali
seperti sedia kala. Dari langkah tubuhnya itu, Cu Siau-hong juga
menemukan bahwa kakinya memang sedikit pincang, cuma
pincangnya belum terlalu parah, sehingga bila tidak
diperhatikan dengan seksama, memang agak sulit untuk
diketahui. Meskipun otaknya berputar, Cu Siau-hong sama sekali
tidak berhenti, tiba-tiba ia melayang keluar dari ruangan itu
lewat jendela. Sementara itu, Ngo-tok-giok-li sudah berada di balik
semak belukar lebih kurang tiga kaki jauhnya dari rumah
batu itu. Buru-buru Cu Siau-hong menyusul ke sana, dengan
cepat mereka berdua menyembunyikan diri ke balik semak
belukar yang tebal. Sepanjang jalan mereka tidak bercakap-cakap, menanti
sudah mencapai beberapa ratus kaki, Ngo-tok-giok-li baru
menghentikan langkahnya seraya berkata :
"Katakan, balas jasa apa yang kau butuhkan atas
pertolongan ini?" "Balas jasa......"
"Kalau kau tidak membutuhkan balas jasa, mengapa kau
selamatkan diriku....?" tukas Ngo-tok-giok-li.
Dengan cepat Cu Siau-hong menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Aku tidak membutuhkan balas jasa apa-apa, tapi aku
memohon kepada nona agar mengabulkan sebuah
permintaanku." "Apa permintaanmu itu?"
"Aku hanya berharap agar kau melupakan pertolongan
yang kuberikan kepadamu hari ini, jangan beri tahukan
kejadian ini kepada siapa pun juga. Nah, selamat tinggal!"
Seusai berkata, dia lantas membalikkan badan dan
berlalu dari situ. "Berhenti!" buru-buru Ngo-tok-giok-li berseru.
Mendengar teriakan itu, Cu Siau-hong merasa amat
terkejut, cepat-cepat bisiknya :
"Jangan berteriak nona, kalau caramu sekeras ini,
niscaya mereka akan terpancing datang."
Tiba-tiba Ngo-tok-giok-li tersenyum.
"Aku tidak takut kepada mereka, apakah kau takut
sekali?" "Yaa, aku memang merasa agak takut!" jawab Cu Siauhong
sambil menghela napas panjang.
Tampaknya dia memang merasa rada kuatir jika Ti
Thian-hua sampai mengetahui jejaknya.
Sekali lagi Ngo-tok-giok-li menghela napas panjang.
"Aaai......! Kau amat jujur dan suka berterus terang,
semula aku mengira kau akan menjawab tidak takut!"
"Kenapa?" "Sebab sebagian besar kaum pria gemar sekali berlagak
gagah dan pemberani di hadapan perempuan."
"Aku bukan seorang enghiong, juga bukan orang gagah,
maka aku tak mampu berlagak gagah seperti mereka."
"Sambutlah!" seru Ngo-tok-giok-li tiba-tiba tangan
kanannya diayunkan ke muka, sebutir pil segera melayang
ke depan. Dengan wajah tercengang dan tidak habis mengerti Cu
Siau-hong menyambut pil itu, kemudian tanyanya,
"Buat apa obat ini?"
"Untuk memunahkan racun dalam tubuhmu!"
"Kau.........."
"Maaf, sekali dipagut ular, sepuluh tahun takut dengan
tali, aku telah melepaskan racun ke dalam tubuhmu."
Sekilas perasaan sedih menghiasi wajah Cu Siau-hong,


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tapi sebentar kemudian telah lenyap tak berbekas, dia
lantas manggut-manggut. "Terima kasih banyak nona."
"Kau tidak membenci kepadaku itu sudah lebih dari
cukup, buat apa musti berterima kasih kepadaku?"
Cu Siau-hong segera menelan pil pemunah itu ke dalam
perutnya, kemudian katanya lagi :
"Nona, walaupun kau memiliki pelbagai macam ilmu
melepaskan racun yang sangat lihay, tapi jumlah mereka
terlalu banyak, lagi pula semuanya merupakan bajinganbajingan
tua yang banyak pengalaman dan lebih licik dari
rase, mereka sudah mengetahui kalau kau pandai
menggunakan racun, akhirnya toh kau sendiri yang tak
akan mampu mengalahkan mereka, bila sampai terjatuh ke
tangan mereka untuk kedua kalinya........"
"Bukankah kau masih bisa datang untuk menyelamatkan
diriku lagi?" sambung Ngo-tok-giok-li cepat.
"Tidak, sebentar lagi aku harus pergi meninggalkan
tempat ini." Ngo-tok-giok-li manggut-manggut.
"Sayang aku tak bisa segera pergi meninggalkan tempat
ini," katanya. "Kenapa?" "Demi Gin-kiok, aku dan dayangku itu sudah hidup
bersama semenjak kecil, semuanya aku punya dua orang
dayang, yang seorang Gin-kiok sedang yang lain bernama
Kim Hong, sekalipun hubungan kami adalah majikan dan
dayang, tapi hubungan batin kami lebih erat daripada kakak
dan adik, bagaimanapun juga aku harus menolongnya dari
tempat itu." "Oooh.........!"
"Kalau toh kau merasa takut terhadap mereka, aku pun
tak akan menahan dirimu terus menerus."
"Aku minta nona bisa baik-baik menjaga diri, kalau
begitu aku akan memohon diri lebih dulu."
"Hey, aku masih ada satu pertanyaan hendak diajukan
kepadamu." "Katakanlah nona!"
"Siapa namamu?"
"Maaf, pada saat ini aku tak bisa memberitahukan
namaku pada diri nona!"
"Oooh......! Di kemudian hari apakah kita masih sempat
berjumpa muka lagi?"
"Entahlah, tapi selama gunung nan hijau, air tetap
mengalir, bila ada jodoh kita pasti akan saling bersua
kembali." Mencorong sinar tajam dari balik mata Ngo-tok-giok-li,
ditatapnya wajah Cu Siau-hong lekat-lekat, lalu berkata :
"Aku mempunyai obat mujarab yang bisa memusnahkan
pelbagai pengaruh racun jahat!"
"Terima kasih banyak nona, dewasa ini aku masih belum
membutuhkan obat tersebut."
"Kalau begitu, jika kau merasa amat membutuhkannya,
silakan datang ke Ngo-tok-bun di wilayah Siang-see untuk
mencari aku?" sambung si nona cepat.
Cu Siau-hong segera tersenyum.
"Kalau begitu kuucapkan banyak terima kasih dulu atas
kebaikan hati nona," katanya.
"Aku bernama Kiat Hi-hoa."
"Ehmm, sebuah nama yang menarik hati!"
Tiba-tiba pemuda itu membalikkan badannya dan berlalu
dari situ dengan langkah lebar.
Kiat Hi-hoa ingin sekali memanggil Cu Siau-hong dan
menyuruhnya balik kehadapannya, tapi dia merasa tiada
perkataan yang bisa dibicarakan lagi.
Cepat sekali langkah kaki Cu Siau-hong, sementara Kiat
Hi-hoa masih ragu-ragu, bayangan tubuh si anak muda itu
sudah lenyap dari pandangan mata.
Melihat itu, Kiat Hi-hoa cuma bisa menghembuskan
napas panjang, dia lantas membalikkan badannya dan
berjalan balik ke arah bangunan rumah berbatu itu.
Tempat yang dilalui adalah sebuah hutan yang cukup
lebat, Kiat Hi-hoa berjalan dengan hati-hati sekali.
Lebih kurang lima puluh kaki kemudian, tiba-tiba ia
mendengar suara pembicaraan dari Ti Thian-hua
berkumandang datang : "Budak ini cepat amat larinya!"
"Hmm!" Kiau Hui-nio mendengus dingin, "siapa suruh
kau tidak menuruti perkataan Lo-nio, itik yang sudah
matang tidak dilahap, sekarang ia terbang kembali ke
udara. Sudah banyak kejadian aneh pernah kusaksikan, tapi
belum pernah kujumpai lelaki bloon seperti kau. Dengan
susah payah menggunakan segala akal muslihat
menangkap gadis muda, bukan dilihat malah dibiarkan
menggeletak dalam kamar hanya untuk mengatur kamar
pengantinlah, meja sembahyanglah........ hem! Sekarang
kamar pengantinnya sudah siap, tapi ke mana perginya
sang pengantin perempuan?"
Mendengar omelan tersebut, Ti Thian-hua menghela
napas panjang. "Aaai.... nyonya muda, sekarang bukan waktunya untuk
melepaskan tembakan meriam bertubi-tubi, sepantasnya
kalau kita cari dulu sampai ketemu, kemudian baru
berbicara lagi." "Mencari dia" Kalau sudah ketemu lantas mau apa"
Kepandaiannya melepaskan racun tiada tandingannya di
dunia ini, apalagi ia sudah mengadakan persiapan, masakah
kita sanggup untuk membekuknya lagi?"
"Jadi maksudmu?"
"Lebih baik matikan saja keinginan itu! Tidak mungkin
kita bisa menangkapnya hidup-hidup lagi, tapi kita pun tak
boleh membiarkan dia kabur dengan begitu saja, kita musti
mencari akal untuk melenyapkan jiwanya dari muka bumi."
"Tidak boleh......."
"Kenapa tidak boleh?" tukas Kiau Hui-nio lagi, kau adalah
seorang lelaki romantis yang sudah tersohor namanya
dalam dunia persilatan, seorang jago yang berpengalaman
dalam bermain perempuan, masakah kau benar-benar
sudah jatuh hati kepada Ngo-tok-giok-li."
"Benar, aku memang benar-benar sudah jatuh cinta
kepadanya, itulah sebabnya aku tak ingin memperkosa
dirinya secara brutal, aku ingin mengatur kamar pengantin
dan meja sembahyang tak lain adalah ingin menunjukkan
bahwa hatiku benar-benar terpikat kepadanya."
"Betul-betul aneh! Tidak kusangka kalau manusia seperti
kau pun bisa jatuh hati kepada seorang perempuan.
Huuh.....! Aku lihat kau bukan betul-betul jatuh hati,
agaknya kau cuma merasa penasaran sebelum berhasil
mencicipi badannya, bukan begitu?"
"Aaah, aku sendiri juga bisa menerangkan gerangan
Tumbal Cemburu Buta 2 Perang Ilmu Gaib Karya Mpu Wesi Geni Dewi Ular 5
^