Pencarian

Pedang Tanduk Naga 7

Pedang Tanduk Naga Karya S D Liong Bagian 7


Tetapi ketika makin dekat, makin jelaslah ia siapa paderi itu, serentak
berubahlah wajahnya dan segera ia berseru nyaring: "Berhenti!"
Kuda terus diarahkan ketempat pertempuran. Bentakan Gin Liong amat kuat sekali
sehingga kedua orang yang bertempur itupun berhenti karena terkejut.
Yok Lan pun segera dapat mengenali paderi itu, seketika wajahnya berubah dan
terus berseru rawan: "Sam-sucou!" ia pun larikan kudanya menghampiri.
Saat itu Gin Liong sudah tiba dan terus loncat dari kuda lalu lari kearah paderi
tua. Melihat Gin Liong, paderi tua itu merah mukanya. ia menuding wanita baju merah
dan berseru: "Liong-ji, inilah Ban liong liong-li yang telah membunuh gurumu."
Gin Liong hentikan langkah dan tertegun Yok Lan pun tiba lalu lari menghampiri
paderi tua itu seraya menangis dan memanggilnya sebagai sam-sucou atau kakek
guru yang ketiga. "Siau siauhiap, hati-hatilah, Wanita itu adalah Ceng Jun sian-ki!" tiba2 nenek
Ban isteri Ik Bu It berseru. Gin Liong terkejut dan menyadari mengapa para penonton tak berani menyaksikan
dari dekat. Dilain pihak, sam-sucounya itu belum pernah melihat Ban Hong Liong-
li. Dia tentu salah duga. Kiranya pada hari setelah Liau Ceng taysu terbunuh, sam-
sucounya menghilang dari gunung karena marah, ia hendak menuju ke daerah Biau
untuk membuat perhitungan dengan Ban Hong Liong-li.
Sejak kecil Yok Lan memang disayang oleh sam-sucounya. Maka dara itu menangis
ketika bertemu dengan sam-sucounya.
Saat itu Ik Bu It, nenek Ban dan Siu Ngo sudah loncat turun dari kuda, Dan nenek
Ban pun segera membentak: "Siluman rase engkau cari mampus . . !"
Ia memutar tongkat kepala burung hong lari menerjang wanita baju merah itu.
Gin Liong cepat tersadar untuk menutup pernapasannya, Diam2 ia kerahkan tenaga
dalam apakah telah terkena racun. Dilihatnya pula mulut Ceng jun sian-ki
mengulum senyum, sebelah tangannya yang putih mengulap ke janggut, sikapnya
seperti hendak melepas racun.
Ceng Jun sian-ki atau Dewi Musim Semi itu baru berusia 25-27 tahun. Memiliki
kecantikan wajah yang dapat menjatuhkan iman seorang dewa dan potongan
tubuh yang menggiurkan. Dia benar2 seorang insan yang diberkahi dengan
kecantikan seperti seorang dewi, Diam2 Gin Liong heran mengapa sam sucounya
sampai salah menduganya sebagai Ban Hong Liong-li.
Melihat nenek Ban mengamuk, Ceng Jun sianki tenang saja, Bahkan malah tertawa
mengikik, "Hai induk kukuk-beluk, mukamu seperti ayam, matamu seperti tikus, Benar2
menakutkan orang!" serunya, sambil berputar-putar seperti angin puyuh.
Sudah tentu nenek Ban marah sekali sehingga gerahamnya sampai bercaterukan:
"Ketahuilah, waktu muda aku secantik bidadari, tak kalah dengan wajahmu yang
seperti siluman rase itu."
Dihadapan umum dirinya dimaki sebagai siluman rase marahlah Ceng Jun sian-ki:
"Nenek jelek, engkau benar2 sudah bosan hidup!"
Habis berkata tangan kiri menampar dalam gerakan kosong tangan kanan
meluncurkan semacam rantai putih yang me-lingkar2 melibat tongkat nenek Ban.
Ik Bu It terkejut. Dengan menggerung keras ia segera loncat menerjang, Dengan
jurus Thay-san ya-ting atau gunung-Thaysan-menindih-puncak, ia menghantamkan
tongkat kearah Ceng Jun sian-ki.
Melihat serangan tongkat sedahsyat itu, Ceng Jun sian-ki cepat berputar menarik
tangan kanannya yang melibat tongkat nenek Ban dan tahu-tahu sudah berada
dibelakang Ik Bu It. Sesungguhnya ilmu silat Ik Bu It itu bukan olah2 hebatnya, Pada saat Ceng Jun
sian- ki berputar tubuh, tongkatnya segera berganti dengan jurus Heng-soh-ngo-gak atau
Membabat-lima-buah-gunung menyapu tubuh Ceng Jun sian-ki.
Sebelum wanita itu sempat berdiri tegak, tongkat Ik Bu It sudah tiba, Dalam pada
itu, tongkat nenek Ban pun menusuk pinggangnya, Ceng Jun sian-ki terkejut,
menjerit dan melambung ke udara.
Karena tak mengenai sasarannya. kedua tongkat suami isteri tua itu hampir saja
saling berbentur sendiri.
Sebenarnya Ceng Jun sian-ki tahu siapa ke dua suami isteri tua itu. Tetapi ia
tak memandang mata kepada mereka, Setelah serangan itu, baru ia tak berani
meremehkan. Maka selagi melayang di udara ia kebutkan sepasang lengan
bajunya, untuk menampar bahu Ik Bu It dan nenek Ban.
Ik Bu It dan isterinya menyadari bahwa lawan itu seorang tokoh yang hebat, Maka
mereka pun menyerang dengan jurus yang hebat.
Gin Liong, Yok Lan dan sam-sucounya berdiri disamping, mengikuti pertempuran
itu dengan penuh perhatian, Tetapi Siu Ngo tampak gelisah, Bahkan dahinya sudah
menghamburkan keringat dingin.
Gin liong memperhatikan gerakan Ceng Jun sian-ki dan dapatkan bahwa
sesungguhnya kepandaian wanita itu tak jauh terpautnya dengan suami isteri Ik Bu
It. Tetapi karena ia pernah menderita dari Dewi Bayangan, maka ia pun tak berani
tak mempercayai keterangan kedua suami isteri tua tentang Loan-sin-hiang yang
luar biasa hebatnya dari wanita itu. Maka iapun tak berani gegabah turun tangan.
Yok Lan sudah dapat mengetahui isi hati Gin Liong, ia pun kuatir dirinya tak
mampu menandingi wanita itu, Maka ia juga diam saja.
Karena percaya dirinya tak mungkin terkena Loan-sin-hiang, begitu pula Ik Bu It
pun merasa umurnya sudah cukup tua. dan kuatir kalau kalah, maka kedua suami isteri
itupun mendahului menyerang dengan jurus yang dahsyat. Tetapi ternyata untuk
mengalahkan Ceng Jun sian-ki, tak semudah yang diperkirakan mereka.
Melihat itu akhirnya Yok Lan tak dapat menahan diri lagi, Segera ia berseru
kepada suami isteri Ik Bu It: "Harap locianpwe berdua mundur dulu, biarlah wanpwe
menghadapi Ceng Jun sian ki yang termasyhur itu."
Tring!, ia segera mencabut pedang Tanduk Naga dan terus maju ke tengah
gelanggang. Tahu kalau sukar merebut kemenangan kedua suami isteri itupun menurut untuk
mundur. Dan begitu melihat wajah Gin Liong, seketika timbul keinginannya untuk
menggaet pemuda itu. Maka iapun juga berhenti.
Ik Bu It dan isterinya terkejut melihat Yok Lan masuk kedalam gelanggang dengan
membawa pedang, Tetapi karena Gin Liong tenang2 saja, kedua suami isteri itupun
tak mau mencegah. "Nona Lan, harap hati2!" seru Ik Bu It karena kuatir nona itu memandang rendah
kepandaian lawan. Ceng Jun sian-ki luas sekali pengalamannya dalam dunia persilatan. Sudah banyak
tokoh2 sakti yang dihadapinya, Melihat Yok Lan begitu tenang, ia duga nona itu
tentu memiliki kepandaian yang mengegjutkan. Dan ketika melihat pedang yang
berada ditangan Yok Lan itu memancarkan sinar merah, dia makin terkejut.
Beberapa penonton yang bernyali besar, segera maju mendekat. Mereka saling
berbisik-bisik menilai pertandingan itu...
Yok Lan berhenti pada jarak setombak dihadapan Ceng Jun sian-ki.
"Lama kudengar Sian-ki memiliki kepandaian yang hebat, Hari ini sungguh
beruntung sekali aku dapat bertemu, harap Sian-ki suka memberi pelajaran barang
beberapa jurus saja . . . ." seru Yok Lan.
Ceng Jun sian-ki tahu bahwa ia sedang berhadapan dengan seorang lawan yang
tangguh, Tetapi ia tetap tenang bahkan karena percaya akan ilmu kepandaiannya
yang tinggi. ia agak memandang rendah lawan.
"Budak hina, jangan bermulut tajam," tukasnya, "menilik engkau seorang wajah
yang cantik, mungkin dapat kuberimu ampun dan kujadikan engkau sebagai
pengawalku, Kalau berani menolak, jangan sesalkan aku akan bertindak kejam
terhadapmu menghancurkan wajahmu yang cantik itu."
Berhenti sejenak, diam2 ia salurkan tenaga dalam dan tertawa dingin: "Dalam tiga
jurus engkau boleh menyerang, aku takkan membalas. Keluarkanlah seluruh
kepandaianmu!" Sudah tentu marah juga Yok Lan mendengar kesombongan wanita itu, ia tertawa
hambar. "Sian-ki, apabila sedikit saja engkau dapat menang angin, aku bersedia menjadi
bujangmu selama-lamanya!" seru Yok Lan.
Sekalian penonton gempar. Mereka anggap dara itu terlalu tekebur, juga suami
isteri Ik Bu It terkejut dan saling berpandangan.
Ceng Jun sian ki sendiri pucat wajahnya karena menahan kemarahan. Tubuh agak
gemetaran alis berkerut, serunya:
"Budak hina, mengapa engkau tak lekas menyerang" Jika masih banyak mulut, aku
tak dapat mengampuni jiwamu lagi !"
Yok Lan mengiakan Dengan jurus Jay-hong-tiau-yang atau Cenderawasih,
menghadap-surya, ia membuka serangan pertama.
Walaupun congkak tetapi Ceng Jun sian-ki tak berani memandang rendah lawan.
Dengan melengking keras ia berputar kebelakang Yok Lan, Yok Lan tertawa dingin.
Segera ia mainkan ilmu gerak Sing-hoan-cek-kiong-poh yang istimewa. Tubuhnya
berkelebat dan tahu2 ia sudah gberada dibelakang Ceng Jun.
Ik Bu It dan nenek Ban tercengang melihat gerakan yang luar biasa anehnya dari
dara itu, juga Ceng Jun sian-ki tak kurang kejutnya, Dan lebih terkejut lagi
ketika saat itu kepalanya seperti disambar angin dingin.
Cepat ia tundukkan kepala dan tubuh, sembari melengking nyaring pinggangnya
bergeliatan dalam jurus Hwe-tiau-ong-gwat atau Berpaling-memandang-rembulan.
Tangan kanannya serentak menampar. Tetapi alangkah kejutnya ketika
tamparannya itu hanya menemui tempat kosong dan ia tak melihat tubuh lawan
dibelakang. Tetapi belakang kepalanya masih tetap didera angin dingin.
Dengan menjerit kaget, Ceng Jun Sian ki segera ayun tubuhnya loncat kemuka
sampai tiga tombak. Ketika berpaling, semangat pun serasa terbang. Saat itu
ujung pedang lawan sudah mengancam mukanya. Karena gugup, ia kebutkan kedua
lengan bajunya untuk menghalau.
Yok Lan berkisar kesamping, pedang segera melamur menabas sepasang lengan
baju lawan. Ik Bu It tahu bahwa lengan baju wanita itu tak mempan ditabas senjata tajam,
maka cepat2 ia berseru memberi peringatan: "Nona Lan, jangan."
Rupanya Yok Lan tahu apa yang dikandung dalam peringatan kakek itu, Cepat ia
salurkan tenaga dalam kebatang pedang, kemudian dengan menggunakan jurus
Gui-kim-cui-giok atau membelah-emas-menghancurkan zamrud, ia taburkan
pedang Tanduk Naga dalam lingkaran sinar yang deras, membabat sepasang lengan
baju Ceng Jun sian-ki. Ceng Jun sian ki tertawa sinis. Segera ia gentarkan tangan untuk melibatkan
lengan baju ke pedang Yok Lan. Cret. . . . sepasang lengan baju Ceng Jun sianki kutung dan berhamburan jatuh ke
tanah, Sedang orangnya menjerit kaget terus enjot tubuh melambung ke udara,
lalu meluncur ke barat hendak melarikan diri.
Yok Lan tahu bahwa dengan menderita kekalahan itu Ceng Jun sian-ki tentu masih
penasaran, ia hendak memberi pelajaran, menghancurkan kesombongan wanita
itu. Serempak dengan melengking nyaring ia gunakan jurus bianglala-merentang-
diudara, secepat kilat tubuhnya loncat mengejar.
Yok Lan tak mau membunuhnya melainkan hendak menghancurkan
kecongkakannya saja, ia tidak membacok melainkan hanya menyambar diatas
kepala saja. Ceng Jun sian-ki menjerit-jerit minta ampun seraya lari menyusup ke dalam hutan,
Yok Lan pun hentikan larinya dan berseru:
"Ceng Jun sian-ki, harap engkau suka merobah kejahatan dan kembali ke jalan
benar, jangan engkau mengecewakan harapan suhumu yang bersusah payah
membeti pelajaran kepadamu!"
Tanpa berpaling lagi, Ceng Jun sian-ki terus lari masuk kedalam hutan, sekalian
penonton terlongong-longong menyaksikan peristiwa yang tak terduga-duga itu,
Ceng Jun sian ki yang termasyhur telah dikalahkan oleh seorang nona yang tak
terkenal. Demikian pula Ik Bu It dan isterinya. Keduanya sudah berpuluh tahun terjun dalam
dunia persilatan tetapi belum pernah mereka melihat permainan ilmu pedang yang
sedemikian luar biasa seperti yang dimainkan Yok Lan.
Mereka menyadari bahwa tiada guna mereka menemani kedua anak muda itu ke
markas Thian-leng-kau karena ternyata kedua anak muda itu sudah cukup tangguh
untuk menghadapi jago2 Thian-leng-kau.
Mereka pun menyayangkan mengapa Yok Lan memberi ampun kepada wanita yang
berlumuran kejahatan itu.
Paderi tua atau sam-sucou dari Yok Lan girang bukan kepalang ia tak tahu dari
mana Yok Lan dapat mempelajari ilmu pedang yang sedemikian hebatnya itu.
Demikian pula dengan Gin Liong, ia memang percaya bahwa Yok Lan tentu dapat
menghadapi Ceng Jun sian-ki tetapi ia tak pernah menduga bahwa sumoaynya
telah memiliki ilmu pedang yang sedemikian mengejutkan.
Yok Lan sendiri ter-sipu2 merah wajahnya karena sekalian orang memandangnya
dengan rasa kagum Gin Liong pun lalu memperkenalkan sam-sucounya kepada
suami isteri Ik Bu It. Maka bertanyalah Ik Bu It mengapa paderi itu tadi telah salah menduga Ceng Jun
sian-ki sebagai Ban Hohg Liong-li.
Paderi tua itu menerangkan bahwa ketika bertemu dengan Ceng Jun sian-ki, karena
wajah dan umurnya masih muda, ia bertanya apakah wanita itu bernama Ban Hong
Liong-li. Dan wanita itu pun mengiakan.
"Karena marah, aku segera menyerangnya," kata paderi tua, "ternyata dia sangat
lihay sekali kalau Ik sicu dan Gin Liong serta Yok Lan tak keburu datang, entah
sampai berapa lama pertempuran itu akan berlangsung."
"Lo-siansu mengatakan bahwa Ban Hong Liong-li itu adalah pembunuh dari suhu
Siau siauhiap dan nona Lan . . " sebelum nenek Bun melanjutkan kata2nya, paderi
tua sudah menukas. "Karena cinta maka Ban Hong Liong-li dirangsang dendam kebencian dan
pembunuhan. Walaupun Liau Ceng sutit sudah masuk menjadi paderi tetapi Ban
Hong Liong-li masih tetap tak mau melepaskannya . ."
"Jika demikian bukankah sutit dari lo-siansu itu Pelajar-berwajah-kumala Kiong
Tayhiap yang namanya menggetarkan dunia persilatan dan pernah menundukkan
daerah Biau?" seru Ik Bu It seketika.
Sambil mengusap-usap jenggot, paderi tua itu mengiakan Ik Bu It dan nenek Ban
menghela napas. "Memang Ban Hong Liong-li sangat mencintai Kiong-thayhiap, peristiwa itu telah
diketahui oleh semua kaum persilatan. Bahwa akhirnya harus terjadi peristiwa
yang sedemikian menyedihkan sungguh diluar dugaan orang. Menilik kepandaian Kiong-
tayhiap yang begitu tinggi, kecuali orang yang paling dekat dan karena dia
lengah maka baru dia dapat dibunuh. Dengan demikian, tak salah lagi tentulah Ban Hong
Liong-li yang telah melakukan pembunuhan itu."
Ik Bu It pun meminta paderi tua itu menuturkan peristiwa2 yang terjadi dalam
dunia persilatan selama ini.
Dalam pada berbicara itu orang2 yang berkerumun menyaksikan pertandingan
tadi, pun sudah bubar. Tiba2 nenek Ban memerintahkan Siu Ngo mengambil kutungan lengan baju Ceng
Jun sian-ki. Setelah melihat kutungan lengan baju itu, berkatalah Ik Bu It: "Kabarnya lengan
baju dari Ceng Jun sian-ki itu terbuat dgari ulat sutera yang kebal senjata
tajam, Khusus digunakan untuk melibat senjata lawan dan merampasnya."
Ternyata lengan baju itu terasa dingin dan lemas sekali. beratnya hanya dua
tail, setelah dibuka panjangnya antara setombak lebih, Tipis dan berkilau-kilauan.
"Ah, benar2 ulat sutera yang luar biasa," kata Ik Bu It.
Gin Liong tak percaya, ia segera menabas dengan pedangnya tetapi tak mempan.
"Ah, kini sudah jelas," seru Ik Bu It, "bahwa bukan pedang nona Lan yang tajam
tetapi adalah ilmu pedangnya yang luar biasa itulah yang dapat memapas kutung
lengan baju Ceng Jun sianki.
Ik Bu It suruh Siu Ngo menyerahkan benda itu kepada Yok Lan tetapi Yok Lan
menolak dan minta Siu Ngo menggunakannya sebagai pakaian yang kebal senjata.
Tetapi Siu Ngo dan nenek Ban tak mau dan tetap menyerahkan kepada Yok Lan.
Akhirnya Gin Liong memberi isyarat supaya Yok Lan menerimanya.
Kemudian Ik Bu It menyatakan bahwa ia terpaksa tak dapat menemani Gin Liong
lebih lanjut karena ia percaya Gin Liong berdua tentu mampu untuk menghadapi
orang2 Thian-leng-kau.

Pedang Tanduk Naga Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gin Liong menghaturkan terima kasih atas bantuan kedua suami isteri itu,
Demikian mereka dengan berat hati segera berpisah, Setelah Ik Bu It dan kedua isteri
serta puterinya pergi, paderi tua menanyakan tentang hasil pengejaran Gin Liong
terhadap Ban Hong Liong-li.
Gin Liong menyatakan belum mendapat hasil apa2.
Akhirnya paderi tua itu membagi pekerjaan, ia akan mencari ke Kiangsu dan Anhui,
sedang Gin Liong dan Yok Lan menyelidiki di daerah Ho-lam dan Ho-pak.
"Soal Thian-leng-kau di gunung Ke-kong-san itu" kata paderi tua itu pula, "jika
dapat tak usah pergi kesana, Kalian belum banyak mengetahui tentang tipu
muslihat berbahaya dari dunia persilatan. Tak perlu memperluas permusuhan yang
kelak hanya akan mendatangkan bahaya saja."
Gin Liong mengiakan. Kemudian ia menggunakan kesempatan saat itu untuk
menanyakan tentang keadaan pada waktu suhunya terbunuh.
"Ketika aku sedang berada di guha." kata paderi tua itu, "Kudengar suara genta
dari biara, aku segera kembali ke biara, Ketika kutinggalkan guha Kiu-kiok-tong,
suhumu masih berada dalam guha, Demikian pula Ma Toa Kong, Bu Tim cinjin dan lain2
orang juga masih disitu," menerangkan paderi tua itu.
"Saat itu aku pingsan di ruang samping dan tak tahu suatu apa," kata Yok Lan.
"Begitu tiba di biara, paderi ti-khek-ceng memberi tahu bahwa sesosok tubuh
kecil telah melenyapkan diri diruang belakang, Dia memastikan bayangan itu tentu
seorang wanita . . . ." kata paderi tua pula.
"Apakah sam-sucou menyelidiki wanita itu?" tanya Gin Liong.
Paderi tua gelengkan kepala.
"Hampir seluruh biara dan puncak kujelajahi semua tetapi tak berhasil menemukan
bayangan kecil itu. Petang hari baru aku kembali dan memberitahukan peristiwa
itu kepada ji-sucou kalian Menurut dugaan ji-sucoumu, wanita itu jika bukan orang
yang datang hendak membunuh Ban Hong Liong-li tempo hari, tentulah Ban Hong
Liong-li sendiri." Sejenak berhenti menghela napas, paderi tua itu melanjutkan pula:
"Keesokan harinya, seorang murid paderi telah mengumumkan bahwa suhumu tak
dapat hadir dalam pelajaran pagi, Saat itu baru ketahuan bahwa suhumu telah
meninggal dunia diatas tempat pembaringannya."
"Ketika aku dan ji-sucoumu datang ternyata suhumu telah mengalami peristiwa
yang menyedihkan. Sebatang golok emas telah menancap pada perutnya, Golok itu
adalah khusus buatan suku Biau yang disebut Kim-wan-to.
Tentulah sebelum pergi, Ban Hong Liong-li telah masuk kedalam tempat tinggal
suhumu, menangis dan meratap supaya suhumu suka kembali menjadi orang biasa
lagi, Tetapi karena suhumu tak meluluskan akhirnya baru menggunakan
kesempatan suhumu lengah, dia terus turun tangan membunuhnya."
"Adakah sam-sucou tidak mempunyai lain dugaan bahwa pembunuh suhu itu
bukan Ban Hong Liong-li locianpwe?" tanya Gin Liong.
Paderi tua merenung dan sampai lama baru dapat membuka mulut. "Siapakah
kiranya orang itu?" "Soal itu pada suatu hari aku tentu dapat menyingkap tabir kegelapan," kata Gin
Liong. "Jika bukan dia lalu siapakah yang mampu membunuh suhumu" Siapa yang
berlutut memeluk lutut suhumu?" tanya paderi tua.
Melihat sam-sucounya agak tak senang hati, terpaksa Gin Liong hanya mengiakan
dan tak berani membantah lagi.
"Kemungkinan tentu masih terselip suatu rahasia, Kuharap kalian dapat
menyelidiki hal itu hingga dapat diketahui siapakah sebenarnya pembunuh yang kejam itu,"
kata paderi tua pula. "Gin Liong dan Yok-lan," kata paderi tua, "setelah dapat mengejar Ban Hong
Liong- li kalian harus dapat mengetahui siapa pembunuhnya, Setelah itu carilah dia
sampai ketemu lalu potong kepalanya untuk engkau sembahyangkan dipusara
suhumu." Demikian setelah memberi pesan, akhirnya paderi tua itupun segera melanjutkan
perjalanan sesuai yang direncanakan.
"Liong koko, kemanakah rencana kita sekarang?" tanya Yok Lan setelah sam-
sucounya pergi. "Ke Ciau-koan dulu." kata Gin Liong.
Dengan menunggang kuda, tak berapa lama mereka sudah mencapai 30-an li. Tak
berapa lama mereka melihat sebuah puncak menara.
"Lan-moay, lihatlah, di bawah menara itu tentu sebuah kota." kata Gin Liong,
Merekapun segera pesatkan kudanya, Setelah duapuluh li jauhnya, Gin Liong
berkata agak kecewa: "Menilik keadaannya kita mungkin harus melanjutkan
perjalanan lagi." Saat itu udara mendung dan kilat pun berulang kali memancarkan sinar, Menara itu
tinggi menjulang ke angkasa, sekitarnya ditumbuhi pohon siong kate.
Hujan mulai mencurah, Untung saat itu keduanya sudah tiba pada jarak enam tujuh
puluh tombak dari menara itu. Cepat2 mereka larikan kudanya dan meneduh
dibawah menara itu. Dari pancaran sinar kilat yang menyambar, seketika Gin Liong dapat mengetahui
bahwa pintu pagoda itu tingginya dua tombak, lebar beberapa depa, Bagian bawah
luasnya hampir tiga tombak, Keadaan pagoda sudah banyak rusak, pintunya sudah
berlubang, ujung dinding penuh bergelantungan kelelawar.
"Pagoda itu tak kurang dari seratus tahun umurnya." kata Gin Liong setelah
meninjau keadaan pagoda tua itu. "sayang tiada orang yang merawat nya. sehingga
rusak dan terlantar."
Rupanya Yok Lan ketakutan melihat suasana di sekeliling tempat yang begitu seram
ia menanyakan berapa lama hujan akan berhenti.
"Rasanya malam ini hujan tentu turun terus." kata Gin Liong, Kemudian ia
mengajak Yok Lan naik ketingkai atas untuk melihat sebelah muka. Apabila
terlihat suatu desa atau kota, mereka segera akan melanjutkan perjalanan lagi.
37. Kuil Koan-im-yan Keadaan tingkat ketiga masih lumayan. Terdapat tangga untuk naik ketingkat
keempat, Benar juga perhitungan Gin Liong, Lebih kurang dua puluh jauh disebelah
muka, tampak berkerlipan cahaya lampu.
"Kemungkinan itulah kota Ciau-koan" kata Gin Liong.
Halilitar meletus dahsyat. Ruang pagoda itu berguguran debu dan kotoran, Yok Lan
makin ketakutan, ia mengepal tangan Gin Liong erat2, Gin Liongpun memeluk
pinggang Yok Lan dan memandang, Pada saat itu terkenanglah ia pada empat
tahun yang lampau. Saat itu ia berada dalam sebuah guha bersama sumoaynya.
Diluar salju turun lebat, ia masih ingat jelas, kala itu mereka duduk merapat
dan ia telah mencium sumoaynya . . .
Gin Liong tersentak dari lamunan, ia mengusap kepala Yok Lan dengan lengan
bajunya. Adegan tiga belas tahun yang lampau terulang kembali, Keadaan saat itu,
benar2 tak ubah seperti belasan tahun yang lampau, Bedanya dulu yang turun
salju, sekarang hujan. Seperti dahulu, saat itu Yok Lan pun diam saja dan membiarkan sukonya mengusap
titik air hujan pada kepalanya, Bahkan ia merasa bahwa hanya apabila dalam
pelukan sukonya ia baru merasa bahagia dan aman.
Gin Liong tak kuat menahan keinginannya untuk mencium sumoaynya tetapi ia tak
melakukan hal itu melainkan berkata: "Lan-moay, malam ini terpaksa kita harus
menginap disini." Yok Lan hanya mengangguk Gin Liong mengajaknya turun untuk mengambil selimut
dan perbekalan yang ditinggalkan pada pelana kuda, Setelah itu mereka kembali
naik ketangga pagoda, sampai ke tingkat yang keenam. Disini ruang dan lantainya
cukup bersih. Yok Lan menyalakan koreknya habis dan Gin Liong usulkan supaya mencabut
pedang Tanduk Naga dan Oh-bak-kiam, Ternyata kedua pedang pusaka itu dapat
memancarkan sinar yang cukup terang.
"Liong koko, mari kita pelajari lagi ilmu pusaka yang terdapat pada cermin
wasiat itu." seru Yok Lan. Gin Liong setuju. Demikian keduanya dengan berdampingan segera mempelajari
lagi huruf2 pada kaca wasiat yang mengandung ilmu silat yang sakti.
Beberapa saat kemudian Yok Lan berseru: "Liong koko, mari kita berlatih gerak
langkah Sing-hoan-cek-kiong-poh?"
Ia terus loncat bangun dan segera ber-gerak2 diatas lantai, Gin Liong
terlongong- longong dan tanpa disadari ia telah ulurkan tangannya.
Tiba2 Yok Lan melengking dan loncat ke sudut seraya berseru marah: "Liong koko,
makin lama engkau makin tak baik."
Gin Liong tertawa lalu loncat menerkamnya. Yok Lan tertawa lalu menghindar.
Demikianlah, merekapun berlatih ilmu gerak yang luar biasa seperti yang terdapat
pada kaca wasiat. Setelah berulang kali tak dapat menangkap akhirnya Gin Liong menyadari sesuatu,
ia tertawa, Sebelah kakinya diangkat dan dengan hanya sebuah kaki ia berputar-
putar sembari menyambar tubuh Yok Lan.
Yok Lan terkejut ketika pinggangnya tertangkap tangan Gin Liong, ia meronta
sekuatnya sehingga keduanya jatuh ke lantai, Gin Liong segera memeluk
sumoaynya. "Liong koko, lepaskan. Mari kita mempelajari ilmu sakti pada kaca itu
lagi . . ." Tetapi saat itu Gin Liong seperti kena pesona melihat kecantikan wajah
sumoaynya, ia mencium bibir Yok Lan, Dara itupun diam saja, ia terkenang dulu ketika masih
kecil, memang sering sukonya itu mencium pipinya, Tetapi baru saat itu mencium
bibirnya, ia merasa bahagia sekali.
Gin Liong menyelimuti tubuh Yok Lan dan keduanya pun segera tidur, Entah berapa
lama ketika membuka mata, hujan pun sudah berhenti Yok Lan juga bangun.
Ternyata saat itu hari sudah terang tanah. Mereka lalu ber-kemas2 melanjutkan
perjalanan lagi. Hari masih pagi sekali, jalan masih sepi orang. Setelah matahari terbit,
merekapun memasuki kota Ciau-koan. Setelah makan, mereka melanjutkan perjalanan lagi,
Menjelang petang mereka tiba dikota Ik-ciu.
Ketika hendak mencari rumah makan mereka terkejut karena meIihat sesosok
bayangan kecil dalam pakaian merah melesat melenyapkan diri ke luar dari sebuah
rumah makan. Tetapi kedua anak muda itu tak menaruh perhatian, keduanya segera masuk
kerumah penginapan setelah makan mereka keluar untuk mencari berita tentang
jejak Ban Hong Liong-li. Tetapi tak berhasil Akhirnya mereka kembali ke rumah
penginapan lagi. "Liong koko, lihatlah ini!" tiba2 Yok Lan berseru sembari menunjuk sebuah poci
teh dimejanya. Gin Liong terkejut ketika mendapatkan dibawah poci teh itu tertindih secarik
kertas, Ketika diambil ternyata kertas itu berisi tulisan.
"Liong koko, kenalkan engkau pada Siok Lian suthay?" tanya Yok Lan seraya
serahkan kertas itu kepada Gin Liong.
Gin Liong membacanya: "Harap segera datang ke biara Koan Im perlu bicara, Ditepi telaga telah tersedia
perahu kecil untuk menyeberang.
Siok Lian suthay." Gin Liong cepat loncat keluar, Saat itu langit cerah, rembulan terang, Sesosok
bayangan melesat dari tempat gelap terus lenyap, Gin Liong hendak mengejar
tetapi dua jongos, kebetulan muncul, Yok Lan mencegah sukonya mengejar.
Gin Liong terpaksa masuk lagi.
"Liong koko, kurasa surat itu mempunyai hubungan dengan orang yang menghilang
tadi", kata Yok Lan.
Gin Liong mengiakan: "Aku tak kenal dengan Siok Lian suthay",
"Atau sengaja hendak mempermainkan kita, atau memang Siok Lian suthay itu
tokoh dari perkumpulan Thian-leng-kau." kata Yok Lan,
Mereka bertanya tentang biara Koan-im-yan kepada seorang jongos, "Ya, memang
ada, biara itu sangat terkenal, jika tuan hendak berkunjung kesana, boleh naik
perahu melintasi telaga Tok-san-ou, setengah jam saja tentu sampai," jongos
memberi keterangan "Apakah dalam biara itu terdapat seorang rahib yang bernama Siok Lian suthay?"
tanya Gin Liong pula. "Ada", kata si jongos, "Siok Lian suthay adalah kepala dari Lian-hoa-yan".
Gin Liong segera mengajak Yok Lan keluar, Mereka menuju ke utara, Ketika tiba di
telaga mereka terkejut karena di tepi telaga telah menunggu sebuah perahu,
Sesosok tubuh kecil yang berada di haluan perahu tengah membelah kayu bakar.
Menilik pakaiannya bercorak jubah paderi, Gin Liong menduganya tentulah Siok
Lian suthay. Orang itu mengenakan caping dan kepalanya dibungkus dengan kain
sehingga tak kelihatan bagaimana wajahnya. Hanya yang menonjol sepasang mata
orang itu ber-kilat2 tajam.
Dengan memberi hormat Gin Liong menegur tetapi rahib itu menyahut dengan
nada dingin: "Si cu berdua sungguh memegang janji", Kemudian ia mempersilahkan
Gin Liong dan Yok Lan naik ke atas perahu,
Ketika kedua anak muda itu loncat kegeladak perahu, sedikitpun kakinya tak
mengeluarkan suara apa2. Tetapi rahib itu tak terkejut ia segera mendayung ke
tengah, sikapnya tak mempedulikan kedua anak muda itu. perahu meluncur cepat
sekali. Pemandangan telaga di waktu malam memang indah. Tak berapa lama disebelah
muka tampak menggunduk hitam, Ketika tiba ternyata merupakan sebuah
kelompok bunga teratai yang luasnya beberapa meter, Menilik bentuknya
menyerupai sebuah jalan diatas air, jelas bunga teratai itu tentu dipelihara
orang. Yok Lan dan Gin Liong tertarik melihat pemandangan itu. Dalam pembicaraan
selanjutnya Gin Liong berkata: "Jika pemandangan disini tak indah, tentulah Soh
Lian suthay takkan meninggalkan surat rahasia mengundang kami datang kemari!"
Baru Gin Liong berkata begitu, dari arah belakang terdengar orang mendengus
geram, dan ketika berpaling, kedua anak muda itu terkejut sekali.
Rahib yang mukanya tertutup kain itu tidak lagi melanjutkan mendayung melainkan
tengah mengayunkan kayuh menyerang dengan jurus Heng-soh-ngo-gak atau
Menyapu-lima-gunung, sebelum kayuh tiba, anginnya sudah menderu-deru
menyambar ke arah Gin Liong.
Peristiwa itu tak ter-duga2 dan jaraknya amat dekat sekali, apalagi berada di
tengah telaga. Gin Liong dan Yok Lan berteriak kaget. Ke duanya tak sempat lagi untuk
menghindar. Dalam gugup kedua anak muda itu loncat kedalam telaga
Rahib itu tertawa gembira sekali.
Pada saat rahib yang mukanya berselubung kain cadar itu tertawa gembira, Gin
Liong dan Yok Lan segera bersuit nyaring, dengan gunakan ilmu tata-langkah Sing-
hoan-poh, kedua muda-mudi itu menginjak daun teratai lalu dengan meminjam
tenaga pijakan itu keduanya melayang keperahu lagi.
Rahib berselubung muka itu terkejut bukan kepalang, itulah suatu ilmu
meringankan tubuh yang bukan kepalang hebatnya, Cepat ia ayunkan kayuh untuk
menyapu kedua pemuda itu.
Tetapi Yok Lan lebih gesit, Sebelum kayuh menyapu, ia sudah tiba dihaluan perahu
lalu enjot tubuhnya loncat menghindar kesebatang teratai lagi.
Saat itu Gin Liongpun sudah tiba di buritan perahu. serentak ia menghantam bahu
kiri rahib itu. Rupanya rahib itu juga lihay, Tahu kalau bahunya disambar angin, ia segera
memutar kayuh menghantam Gin Liong, Gin Liong terkejut terpaksa ia loncat
menghindar ke atas. Yok Lan loncat lagi ke perahu seraya taburkan pedang Tanduk Naga kearah kepala
rahib jahat itu, Rahib itu menjerit kaget dan buru2 tundukkan kepala.
Cret....! caping dan rambut rahib itu terbabat pedang dan berhamburan jatuh.
Ah... Yok Lan tertegun Rahib itu ternyata memelihara rambut bagus, Dalam pada
itu ketika masih berada di udara, Gin Liong pun lapaskan sebuah hantaman. Tetapi
rahib itu cepat loncat kedalam air.
Setelah meluncur didalam perahu, Gin Liong pun berseru: "Lan moay, celaka!"
Yok Lan tahu bahwa rahib itu tentu hendak membalikkan perahu, ia tak pandai
berenang. cepat ia berteriak dan memegang tangan Gin Liong, Gin Liong
menggembor keras lalu mengantam sekuat-kuatnya ke permukaan air, bum .. . . air
muncrat, menimbulkan gelombang besar dan parahu Gin Liong pun meluncur


Pedang Tanduk Naga Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mundur. Setelah gelombang reda, tampak di permukaan air dua buah tangan halus yang
berenang lalu menyelam lagi.
Hantaman Gin Liong tadi telah membawa perahunya menyurut mundur sampai
beberapa tombak, masuk kedalam gerumbug rumpun teratai, Yok Lan
mendhapatkan kayuh perahu, Gin Liong meminta kayu itu, ia yang akan
mendayung. "Liong koko, dia datang lagi!" tiba2 Yok Lan berseru, menunjuk kepermukaan air.
Dibawah sinar rembulan, tampak permukaan telah tersiak keras, sesosok tubuh
berenang menuju ke perahu Gin Liong,
Gin Liong terkejut melihat kepandaian berenang rahib berambut itu yang begitu
hebat, ia terus mendayung perahu keluar dari rumpun teratai. Saat itu rahib
sudah tiba pada jarak dua tombak dari perahu, Yok Lan berseru suruh Gin Liong cepat
mendayung. Tetapi rahib itu lebih cepat, Saat itu sudah tinggal satu tombak jaraknya,
Tetapi Gin Liong dengan tertawa dingin segera mendayung dan perahu itupun mundur lagi
sampai dua tombak dari rahib.
"Liong koko, dia nanti mati tenggelam," Yok Lan mencemaskan rahib itu.
"Jangan menghiraukannya, dia dapat menyelam dalam air selama lima hari," kata
Gin Liong. Ia lanjutkan mendayung perahu menuju ke tepi.
"Liong koko," kata Yok Lan, "apakah kita jadi ke kuil Koan-im-yan?"
Gin Liong mengangguk. Dari tepi kuil itu hanya terpisah beberapa li, Gin Liong
menerangkan lalu berpaling kebelakang, rahib itu terpisah belasan tombak
jauhnya. Tak berapa lama mereka pun tiba di tepi telaga, Sebuah hutan bambu
yang luasnya berpuluh tombak, kuil Koan-im-yan berada didalam hutan itu.
Gin Liong dan Yok Lan terus masuk kedalam hutan itu. Mereka menemukan sebuah
jalan yang lebarnya satu tombak dan dialas dengan batu hijau, dari tepi telaga
sampai kedalam hutan. Sepanjang menyusuri jalan itu, keadaannya bersih, tiada daun yang berhamburan
di jalan. Tentulah para rahib kuil yang rajin membersihkannya.
Apa yang diceritakan jongos penginapan itu memang benar Kuil Koan-im-yan
memang sebuah tempat yang indah alamnya.
Pintu kuil itu dicat hitam dan terkancing rapat2. Grendel pintu amat kokoh dan
bersinar remang. Dimuka pintu dihias dengan sepasang singa dari batu.
Tiba diujung penghabisan dari hutan bambu, ternyata masih terpisah beberapa
tombak dari kuil. Tiba dimuka pintu, mereka melihat papan nama tergantung diatas
pintu dan berbunyi: Koan-im-yan.
"Liong koko, apakah kita akan melompati tembok?" Tanya Yok Lan.
"Tidak, kita akan masuk lewat pintu," kata Gin Liong lalu menghampiri pintu dan
mendebur. Karena tiada penyahutan, Gin Liong hendak mendebur lagi, Tetapi tiba2
ia mendengar derap langkah kaki berlari-lari dari dalam kuil.
Begitu pintu terbuka, muncullah seorang rahib sekira berumur 21-22 tahun. Gin
Liong dan Yok Lan terkesiap. Ternyata rahib itu berkepala gundul tidak seperti
rahib didalam perahu tadi. "Ada keperluan apakah sicu berdua mengetuk pintu kuil kami" Apakah sicu tersesat
jalan. Maaf, peraturan kuil itu tak dapat menerima tetamu pria. Harap sicu cari
lain tempat saja," kata rahib ltu, terus hendak menutup pintu lagi.
"Tunggu," seru Gin Liong, "mohon suhu suka memberitahukan kepada Soh Lian
suthay bahwa aku Siau Gin Liong dan Ki Yok Lan datang hendak menghadap."
Rahib itu terkesiap: "Bilakah sicu berdua menerima undangan dan suthay kami?"
"Sore tadi." kata Gin Liong.
Rahib itu makin terkejut, gumamnya: "Apakah mungkin mempunyai hubungan
dengan sam-suci kami yang baru kembali . . .."
"Ya, benar, memang suhu itu," cepat Gin Liong menukas.
Mendengar itu wajah rahib agak berobah, serunya: "Harap sicu tunggu dulu, aku
hendak memberi laporan kepada suthay.
"Baiklah, harap sicu tunggu," kata rahib itu seraya berputar tubuh dan melangkah
masuk. Diam2 Gin Liong memperhatikan bahwa rahib itu memiliki ilmu silat.
Tak berapa lama rahib itu bergagas keluar dari ruang besar lagi dan
mempersilahkan Gin Liong berdua masuk, menunggu di ruang tamu. Tak berapa
lama seorang rahib muda menghidangkan minuman teh. Kemudian muncullah
seorang rahib tua berwajah segar dan ramah, mengenakan jubah warna kelabu,
tangannya memegang kalung tasbih. Berwibawa dan menimbulkan rasa hormat
orang. Begitu masuk rahib tua itu segera meminta maaf karena tak lekas datang
menyambut, lalu menanyakan maksud kedatangan Gin Liong berdua.
Gin Liong dan Yok Lan segera menduga bahwa rahib tua itu tentulah Soh Lian
suthay, Ke-duanya tersipu-sipu memberi hormat.
Demikian setelah dipersilahkan, Gin Liong lalu menyerahkan surat dari Soh Lian
suthay yang mengundangnya datang, Tentang rahib yang mencelakainya diperahu,
ia masih belum mau mengatakan
Melihat surat itu, Soh Lian suthay tertawa lalu berpaling kepada rahib gundul
yang berdiri disampingnya. "cobalah tengok sam-sucimu apakah sudah berganti pakaian
dan undanglah dia kemari."
Setelah rahib muda itu pergi maka Soh Lian suthay bertanya pula: "Apakah selama
dalam perjalanan kemari, sicu berdua tak mengalami sesuatu?"
Terpaksa Gin Liong menceritakan pengalaman yang dideritanya dalam perahu, Saat
itu rahib gundul masuk pula bersama seorang rahib berwajah terang, umur sekira
25-26 tahun, "Liau In, ceritakan pengalamanmu malam tadi kepada kedua sicu ini," kata Soh
Lian suthay Rahib muda berwajah cerah itu bernama Liau In. Dengan agak merah mukanya, ia
memberi hormat kepada Gin Liong dan Yok Lan lalu menutur: "Menjelang sore,
pinni ke kota membeli minyak, setengah li dari pintu kota Ik-ciu, tampak seorang
rahib berjalan dengan gopoh..."
"Berapakah umur rahib itu?" tukas Yok Lan.
Lian In merenung, ujarnya: "Saat itu cuaca sudah petang, aku tak dapat melihat
jelas, Tetapi rasanya belum ada tiga puluh tahun."
Berhenti sejenak ia melanjutkan: "Rupanya rahib itu gelisah sekali, Pada saat
lewat disampingku setelah memandangku sejenak, tiba2 ia terus menyerang. Karena tak
menduga-duga, aku kena diringkus oleh rahib cantik itu."
Bercerita sampai disitu, wajah rahib Liau In perlebar merah lagi, Rupanya Gin
Liong dapat menduga, Waktu ia hendak bertanya, Liau In sudah melanjutkan lagi..
"Rahib cantik itu menyeret aku ke tempat sepi lalu menutuk jalan darahku dan
melucuti pakaianku, untunglah saat itu muncul seorang tua berilmu yang menolong
aku dan mengantarkan sampai ke tepi telaga, Tetapi perahu yang tersedia disitu
sudah tak ada." "Apakah jubahnya berwarna kuning telur dan mengenakan baju lengan pendek
warna merah?" seru Yok Lan.
"Benar, dan membawa sebatang kebut Giok-hud-tim," seru Liau In.
"Tak salah lagi, dialah Biau Biau sian-kho yang gemar mencelakai orang," seru
Gin Liong. Mendengar nama Biau Biau sian-kho, wajah Liau In serentak berobah lalu berpaling
ke arah Soh Lian suthay. Soh Lian suthay menyebut "omitohud" dan dengan tenang berkata: "Sungguh tak
kira kalau binatang itu lagi..."
Rahib gundul serentak melangkah maju memberi hormat kepada Soh Lian suthay:
"Mohon suthay mengiijinkan murid ke telaga untuk menghukum murid murtad
itu." Tetapi Soh Lian suthay dengan wajah bersungguh segera berkata: "Orang jahat
tentu dibasmi orang jahat. Kejahatan Biau Biau sian-kho sudah melewati batas,
akhirnya dia tentu akan terbasmi hanya saatnya belum tiba. jangan engkau
terperangsang sehingga kejernihan batinmu terganggu."
Rahib gundul itu mengiakan dan segera mundur. Dalam pada itu setelah tahu
duduk perkaranya Gin Liong dan Yok Lan pun segera minta diri.
Soh Lian suthay mencegah, mengatakan hari sudah malam dan hendak menjamu
mereka tetapi Gin Liong tetap pamit pulang, Akhirnya Soh Lian suthay menitahkan
dua orang rahib gundul mengantar.
Dengan perahu yang lebih besar, kedua rahib itu segera mengantarkan Gin Liong
dan Yok Lan. Cepat sakali perahu itu sudah keluar dari gerumbul taman teratai,
Dan setengah jam kemudian sudah tiba ditepi, Diam2 Gin Liong membatin, anak murid
Soh Lian suthay itu berkepandaian tinggi, jika tidak diserang secara tiba2, tak
mungkin dapat diringkus Biau Biau sian-kho.
Gin Liong dan Yok Lan kembali ke rumah penginapan lagi, Setelah siang, baru
tetamu2 meninggalkan rumah penginapan.
"Liong koko," kata Yok Lan, "kebanyakan tetamu yang menginap disini, tak
terburu- buru menempuh perjalanan, Yang terburu-buru, tentu menginap di rumah
penginapan luar kota, Mari kita periksa rumah2 penginapan itu, mungkin Liong Li
locianpwe berada disana."
Gin Liong setuju. Keduanya segera menuju ke pintu kota selatan. Setelah keluar
dari pintu kota, mereka mulai bertanya kepada setiap rumah penginapan. Tetapi
sampai tiga rumah penginapan mengatakan tak ada. Terakhir pada rumah
penginapan yang paling selatan sendiri, Gin Liong mendapat keterangan yang
mengejutkan. 37. Pertandingan silat Jongos menerangkan bahwa memang ada seorang wanita seperti yang dilukiskan
Gin Liong itu, menginap di rumah penginapan situ, Wanita memiliki sepasang mata
yang terang, berwarna agak kecokelat-cokelatan.
Gin Liong dan Yok Lan girang sekali, Menurut keterangan jongos, tetamu wanita
itu sudah pergi lima hari yang lalu. Gin Liong memberi persen kepada jongos itu lalu
mengajak Yok Lan melanjutkan perjalanan Kini dia sudah memperoleh jejak Ban
Hong Liong-li. Tiap tiba di kota, keduanya segera mencari keterangan ke-hotel2. Beberapa hari
kemudian walaupun belum berhasil menyusul, tetapi mereka sudah memperoleh
keterangan yang pasti, Tiap dua hari sekali, Bang Hong Liong-li tentu bermalam
di hotel, kebanyakan hotel2 diluar kota, jarang Ban Hong Liong-li makan di rumah
makan besar, kebanyakan hanya di rumah makan kecil. Mungkin untuk
menghindari perhatian orang.
Gin Liong memperhitungkan bahwa Ban Hong Liong-li tentu berada di muka,
sedang rumah penginapan pada perjalanan yang akan tiba adalah rumah
penginapan Liu-lim-tiam. Tetapi dari kota Sin-ca-koan ke Liu-lim-tian itu harus
melalui gunung Ke-kong-san, markas besar Thian-leng-kau.
Diperhitungkan pula, bahwa cara yang terbaik untuk menyusul Ban Hong Liong-li
ialah mendahului untuk menunggu disuatu tempat yang diperkirakan Ban Hong
Liong-li akan berhenti. Jika menuju ke Ke-kong-san untuk memenuhi tantangan Thian-leng-kau, ia harus
menggunakan waktu satu hari, itu berarti masih setengah hari dapat lebih dulu
datang ke Liu-lim-tiam daripada Ban Hong Liong-Ii.
Setelah dipertimbangkan akhirnya Gin Liong dan Yok Lan memutuskan untuk
memenuhi tantangan orang Thian-leng-kau kepada Li Kun dulu.
Menjelang sore, mereka sudah tiba dikota Tiang-siu, kira2 dua puluh li dari
gunung Ke-kong-san, Keduanya bermalam disebuah hotel.
Di kota Tiang-siu, pun terdapat cabang Thian-leng-kau. Kabarnya, yang menjadi
kepala cabang adalah seorang wanita muda yang cantik.
Setelah mandi dan ganti pakaian, Gin Liong dan Yok Lan duduk di serambi untuk
merunding rencana perjalanan. Tiba2 muncul dua orang menghampiri mereka,
Yang satu bertubuh gemuk, satu kurus, Keduanya berjalan dengan sikap congkak,
Setelah melihat Gin Liong dan memandang Yok Lan, si kurus memberi hormat.
"Saudara berdua hendak kemana, mengapa bermalam disini, Siapa nama saudara,
perguruan dan guru saudara. Harap suka memberi tahu agar aku..."
Melihat ulah kedua orang itu, Gin Liong sudah muak, cepat ia menukas: "Aku
menuju ke seluruh penjuru, menginap hotel dengan membayar, bukan bangsa
penyamun juga bukan pesakitan, Mengapa kalian hendak menanyakan diri kami?"
Si gemuk mengerut dahi lalu membentak keras: "Tutup mulutmu, budak hina.
Ketahuilah, tempat ini adalah darah kekuasaan partai kami!" Habis berkata ia
terus loncat masuk. "Kawanan tikus, engkau hendak cari mampus" Hayo, enyahlah!" Gin Liong marah
dan menghantam. "Jangan, koko," cegah Yok Lan, ia kuatir tindakan sukonya itu akan mengejutkan
orang2 Thian-leng-kau. Tetapi tangan Gin Liong sudah terlanjur berayun, seketika terdengar suara orang
mengerang disusul dengan derap gemuruh dari kaki yang terhuyung-huyung.
Si gemuk telah terlempar keluar. Wajahnya pucat, kedua tangannya mendekap
perut, Rupanya untuk memeriksa pernapasannya apakah terluka, Ternyata ia tak
menderita luka. Dia terlongong-Iongong heran.
Yok Lan segera keluar dan berkata kepada kedua orang itu.
"Kami hendak memenuhi undangan dari Pit-pengacau-dunia Yu Ting-su, pemimpin
ketiga dari Thian-leng kau. Karena sudah malam, kami terpaksa menginap disini,
Lalu apa yang kalian kehendaki dari kami."
Mendengar itu si kurus segera merobah sikapnya. Dengan hormat ia berkata:
"Maaf, kami tak tahu kalau saudara berdua sahabat dari pemimpin kami."
Saat itu jongos muncul membawa hidangan, Si kurus meminta Gin Liong berdua
supaya mengganti dengan hidangan yang lebih mahal, semua beaya akan
ditanggung mereka, Tetapi Gin Liong menolak.
Kemudian si kurus menerangkan bahwa kepala cabang dikota itu, Busur-emas-
pelor-perak Long Ci Ing karena sudah menuju ke marmas maka tak dapat
menyambut. Gin Liong mengucapkan beberapa kata terima kasih, Masih si kurus hendak
mengunjuk jasa, menawarkan untuk memberitahu lebih dulu ke markas besar agar
dapat menyambut kedatangan Gin Liong. Tetapi Gin Liong menolaknya.
Masih pula si kurus menawarkan jasa untuk mengantar, Yok Lan terpaksa
menerima: "Baiklah, karena saudara bersungguh hati hendak mengantar, baiklah
besok pagi harap datang kemari."
Keesokan harinya ternyata si kurus sudah siap menunggu. Mereka bertiga segera
naik kuda menuju ke gunung Ke-kong-san, Tiba di kaki gunung sebelah utara, si
kurus lalu mengeluarkan bendera merah kecil dan diacungkan keatas kepala.
Ketika mendaki ke lereng, mereka terkejut mendengar suara gemuruh. Ketika
menanyakan, si kurus menerangkan: "Sungguh kebetulan sekali saudara datang
pada saat ini, inilah untuk yang pertama kali Thian-leng-kau mengadakan
pertandingan pi-bu. Dan hari ini merupakan hari terakhir, Besok sudah akan
ditetapkan kedudukan dan jabatan masing2. Jika Long thocu kami menang, aku
akan ikut pindah ke cabang di Kong-ciu."
Rupanya si kurus ingin membanggakan perkumpulannya, ia melanjut lagi,
Menerangkan bahwa anggauta2 Thian-leng-kau rata2 memiliki ilmu tinggi sekali.
Akan mempersatukan kaum persilatan untuk diajak menjalankan keadilan dan
kebenaran, membasmi kejahatan.
"Siapakah kiranya nama suhu dari pemimpin partai saudara itu?" tanya Gin Liong.
"Entahlah," si kurus gelengkan kepala, "yang kami ketahui hanyalah kaucu kami
itu bernama Hong-hu Ing dan adik perempuannya bernama Hong-hu Yan, kedua kakak
beradik itu berilmu tinggi sekali. Sampai sekarang belum terdapat orang yang
mampu melayani mereka sampai sepuluh jurus..."
Saat itu suara sorak sorai makin bergemuruh. Si Kurus menerangkan bahwa tentu
ada orang yang menenangkan pertandingannya.
Yok Lan kerutkan alis dan bertanya heran: "Diatas kepala cabang hanya kaucu.
Lalu siapa sajakah kepala2 cabang itu."
"Setiap orang hanya untuk sementara ditetapkan kedudukannya, bahkan termasuk
diri kaucu sendiri juga," kata si kurus. ia berhenti, sejenak lalu berkata pula:
"Menurut keterangan Long thocu, dibawah kaucu terdapat tiga kepala bagian
dalam, dan tiga kepala kepala bagian luar, Setelah itu baru kelima lohu-cu dan
kepala cabang." Baru Yok Lan hendak bertanya, tiba2 si kurus sudah berseru: "Disebelah depan itu
adalah markas besar kami!"
Memandang ke muka, tampak sebuah pintu gapura yang tinggi besar dan sebuah


Pedang Tanduk Naga Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bangunan luas yang dikelilingi tembok tinggi, Dikedua samping pintu, dijaga oleh
berpuluh penjaga bersenjata golok dan mengenakan pakaian seragam yang ringkas.
Disebelah muka agak keluar dari pintu itu terdapat tempat lelaki yang menuntun
kuda, Salah seorang diantaranya seorang tua baju panjang dan yang tiga
mengenakan pakaian ringkas. Mereka membawa senjata.
Thio Su demikian nama si kurus, segera menerangkan bahwa keempat pendatang
itu juga hendak ikut dalam pi-bu. Harap saudara berdua nanti jangan bicara apa2.
biarlah aku yang menghubungi para penjaga pintu itu.
Benar juga setelah tiba di muka pintu besar, Thio Su segera mengambil sekeping
lencana tembaga dan diserahkan kepada penjaga.
Tiba2 penjaga yang berdiri di tengah, setelah memeriksa lencana, lalu
mengembalikan kepada Thio Su, katanya: "Walaupun kedua tuan ini sahabat dari
Yu tancu tetapi Yu thancu belum memberitahu kepada kami. Sekarang silahkan
engkau sendiri yang masuk untuk mengundang Yu tancu keluar . . ."
Thio Su deliki mata, serunya: "Yu thancu tiap hari sibuk melakukan tugas,
kemungkinan tentu lupa memberitahu. Tetapi beberapa hari yang lalu Yu thhancu
telah memberitahu kepada Long thocu supaya menunggu kedatangan Siau siauhiap
dan diajak kemari ikut dalam pertandingan pi-bu. Apabila sampai tertunda
sehingga pertandingan sudah bubar, siapakah diantara saudara yang berani
bertanggung jawab?" Penjaga2 itu saling bertukar pandang tetapi tak ada yang menyatakan apa2.
Penjaga yang ditengah tadi juga tampak bimbang.
Saat itu dari dalam markas terdengar pula sorak sorai yang gemuruh. Tentu ada
yang menang dalam pertandingan
"Saudara," seru Thio Su makin gugup, "pertandingan pi-bu diantara thancu sudah
mulai. Kalau saudara tak berani bertanggung jawab, maka aku akan membawa Siau
sauhiap masuk, Segala perkara, akulah yang tanggung, takkan melibat saudara2."
Setelah berkata si kurus mengajak Gin Liong dan Yok Lan masuk, Penjaga2 itupun
memberi jalan. Saat itu matahari sudah naik di puncak gunung, Puncak di sebelah kanan kiri
penuh tertutup pohon siong dan rotan liar. Ternyata markas itu merupakan sebuah
lembah gunung yang luas, penuh dengan bangunan2 dan pohon2.
Berpuluh tombak yang disebelah muka, terdapat sebuah hutan lebat, Di tengah
hutan itu tampak beberapa buah bangunan gedung yang besar.
Sesudah masuk, Yok Lan dapatkan beberapa anak buah Thian-leng-kau masih
memandang dan kasak kusuk.
"Agaknya, tiada yang mengepalai penjagaan di pos pintu markas perkumpulan
saudara," kata Yok Lan kepada Thio Su.
Thio Su hanya mengatakan bahwa mungkin mereka ikut dalam pertandingan pi-bu.
Akhirnya mereka disebuah gedung bangunan yang mempunyai ruangan besar
sekali, Beribu-ribu anak buah Thian-leng-kau berada ruang besar itu dari tengah
memandang ke arah halaman, sebuah lapangan luas yang merupakan tempat adu
pi-bu saat itu. Terdengar suara gemboran keras dan disambut dengan tampik sorak dan sekalian
anak murid Thian-leng-kau.
Gin Liong bertiga tiba tak jauh dibelakang mereka, Tampak seorang lelaki
berpakaian kelabu dengan muka merah padam sedang masuk kedalam rombongan
anak murid Thian-leng-kau. Sedang seorang lelaki lain dengan wajah yang congkak
berjalan mendatangi. Thio Su mempersilahkan Gin Liong dan Yok Lan turun dari kuda, kemudian
mengajaknya masuk kedalam ruangan. Banyak sekali anak buah Thian-leng-kau
yang berpaling dan memandang ketika Gin Liong bertiga tiba. Tetapi dengan sikap
yang angkuh, Thio Su berjalan paling depan untuk menunjukkan jalan kepada
kedua pemuda itu. Tiba2 diatas titian yang akan menuju kepanggung kehormatan dua orang penjaga
dengan senjata golok dipinggang segera tampil menghadang. Thio Su dengan
angkuh segera menunjukkan lencana dan kedua anak buah Thian-leng-kau itu pun
segera menyisih. Ternyata panggung itu merupakan tempat duduk dari mereka yang akan turun ke
gelanggang untuk menunjukkan kepandaiannya, Saat itu panggung penuh dengan
jago2 bahkan terdapat pula paderi dan imam. Keiika Gin Liong masuk, sekalian
mata hadirin segera mencurah kepadanya, Ada yang terkejut tetapi tak kurang
yang tak mengacuhkan. Rupanya tempat duduk diatur menurut tinggi rendahnya kedudukan. Dibagian atas
sudah penuh tetapi dibagian bawah atau yang dimuka masih terdapat tempat yang
kosong. Gin Liong dan Yok Lan dipersilahkan duduk di deretan pertama.
Saat itu di gelanggang mulai diadakan pertandingan oleh dua orang jago.
Gin Liong dan Yok Lan mendapatkan bahwa semua orang yang duduk di panggung
itu sama memperhatikan dirinya. Panggung dan sekeliling arena pertandingan
diatur dengan megah dan meriah. Ruang besar itu di hias dengan indah.
Dimuka ruang disiapkan dua deret tempat duduk. Yang ditengah-tengah, tiga buah
kursi besar bercat kuning emas. Yang tengah, duduk seorang anak muda berumur
28-29 tahun mengenakan pakaian warna biru seperti seorang sasterawan.
Sasterawan muda itu berwajah tampan dan gagah, alisnya tebal, mata bercahaya
tajam dan mulut menyungging senyum.
Segera Gin Liong dan Yok Lan menduga bahwa sasterawan muda itu tentulah Hong-
hu Ing, jago muda yang menggemparkan dunia persilatan dan kini menjadi ketua
perkumpulan Thian-leng kau.
Disebelah kiri dari Hong-hu Ing duduk seorang tua berumur 60-an tahun, Sedang
disisi kanan Hong-hu Ing, seorang gadis cantik berpakaian ungu muda. Dibelakang
gadis cantik itu duduk dua orang dara, berpakaian ringkas dan menyanggul pedang
di punggung, Rupanya kedua dara itu adalah bujang pelayan dari si gadis cantik.
Gin Liong dan Yok Lan tahu bahwa gadis cantik itu tentulah Hong-hu Yan, adik
dari Hong-hu Ing. Tetapi mereka tak tahu siapakah orang tua berjubah kuning itu.
Disebelah kanan dan kiri dari ketiga kursi kehormatan itu, masih terdapat enam
orang. Ada yang berumur 40-70 tahun, yang termuda berumur 40-an tahun,
Menilik wajah mereka yang merah segar dan tulang pelipisnya yang menonjol
keluar, jelas mereka tentu jago2 yang hebat tenaga dalamnya.
Kemudian pada deretan kursi yang kedua, tampak diisi oleh delapan orang, Pit-
pengacau-dunia Yu Ting Su, duduk disalah satu dari tiga kursi yang paling
tengah. Yu Ting Su mengenakan pakaian ringkas, punggungnya menyelip sebatang poan
konn-pit dan tengah memandang dengan perhatian ke tengah gelanggang.
Dibelakang kedua deret kursi itu, penuh berdiri berpuluh-puluh orang.
Diantaranya tampak Tio hiang cu yang telah dipotong daun telinganya oleh Tio Li Kun tempo
hari. Tiba2 beberapa jago berpakaian biru, berpaling memandang Thio Su yang saat itu
tengah menghampiri ke tempat Yu Ting Su. Yu Ting Su berpaling dan terkesiap,
Thio Su membisiki ke dekat telinga Yu Ting Su tetapi orang she Yu itu gelengkan
kepala. Ketika memandang ke deretan muka tempat Gin Liong dan Yok Lan duduk, wajah
Yu Ting Su serentak berobah, ia mendorong Thio Su lalu berbangkit dan bergegas
menghampiri ke kursi ketua. sikapnya tegang sekali.
Saat itu terdengar sorak sorai bergemuruh dan kedua orang yang bertanding, pun
sudah tinggalkan lapangan.
Gin Liong berpaling ke belakang. Tampak Yu Ting Su tengah berdiri dibelakang
Hong-hu Ing dan membisiki beberapa patah kata, Wajah Hong-hu Ing berobah
serius. Rupanya gerak gerik Yu Ting Su itu menimbulkan perhatian segenap orang yang
hadir disitu, setelah mendapat laporan, mata Hong-hu Ing pun segera mencurah
kearah Gin Liong dan Yok Lan. Sekalian orangpun mengikuti memandang kearah
yang dipandang ketua mereka, Gin Liong dan Yok Lan menjadi pusat perhatian
seluruh anak buah Thian-leng-kau. .
Tatkala memandang kearah Yok Lan, Hong-hu Ing terkesiap melihat kecantikan
nona itu, Setelah menenangkan hatinya barulah ketua Thian-leng-kau itu beralih
memandang Gin Liong. Rupanya Hong-hu Ing tak mau suasana akan terganggu. Segera ia membeli isyarat
tangan kepada seorang lelaki baju putih yang berdiri di ujung deretan depan,
Orang itupun mengangguk lalu melantangkan pengumuman.
"Pui Kong Cin, sesuai dengan pertandingan yang terdiri dan tiga puluh jurus,
telah dapat mengalahkan Li Tiang Su, maka sekarang diangkat sebagai kepala cabang di
Sin-an," serunya. Selesai pengumuman, lelaki baju kelabu yang berdiri di titian bawah panggung,
segera memberi hormat kepada Hong-hu Ing lalu menuju ke panggung sebelah
muka. Ia menulis dalam sebuah buku, kemudian berseru melayangkan pengumuman lagi:
"Pertandingan selanjutnya antara kepala cabang di kota Tiang-siu, Busur-emas-
pelor-perak Long thocu, lawan ketua cabang dari Kong-ciu yang Tongkat-besi-tua
Cia thocu." Pada deretan tempat duduk yang tak berapa jauh dari tempat Gin Liong, bangkit
seorang lelaki tua berumur 50-an tahun, mengenakan pakaian ringkas warna abu2,
memegang sebatang tongkat besi yang berat, lalu berjalan menuju kelapangan.
Kemudian seorang wanita muda cantik berusia 26-27 tahun dalam pakaian ringkas
warna hijau, membawa busur warna kuning emas, segera loncat turun ke
gelanggang. Pada saat itu Yu Ting Su pun menghampiri tempat Gin Liong dan Yok Lan, memberi
salam dan berkata dengan tertawa: "Atas titah kaucu, saudara berdua diminta
duduk dipanggung kehormatan."
Ketika Gin Liong berpaling memandang ke atas panggung, ketua Thian-leng-kau
Hong-hu Ing dan adik perempuannya Hong-hu Yan memberi anggukan kepala
kepadanya, Gin Liong pun balas mengangguk lalu mengajak Yok Lan naik titian
keatas panggung kehormatan.
Sambil menyertai, Yu Ting Su berkata: "Saudara berdua benar2 pegang janji. Kaucu
tak mengira kalau saudara akan datang begini cepat. Lalu mana nona yang seorang
itu?" "Ah, nona Tio terpaksa pulang dulu karena ada urusan," kata Gin Liong.
Selekas masuk ke panggung kehormatan, berpuluh2 jago Thian-leng-kau serentak
menyisih memberi jalan, Hong-hu Ing sendiri pun segera berbangkit, diikuti oleh
seluruh anak buah Thian-leng-kau.
"Aku yang rendah Hong-hu Ing, tak tahu kalau Siau-sauhiap dan nona Ki berkunjung
kemari sehingga tak keluar menyambut sendiri, harap suka memaafkan," kata
Hong-hu Ing menyambut kedua tetamunya.
Gin Liong balas menghormat seraya mengucapkan beberapa patah merendah.
Kemudian Hong-hu Ing pun memperkenalkan jago2 yang berada disitu kepada Gin
Liong, Karena banyaknya, Gin Liong tak dapat mengingat satu per satu, Hanya ia
ingat, orang tua baju kuning bernama The Hai Hin itu adalah ayah angkat Hong-hu
Ing. Sedang yang lain2 adalah para pimpinan partai Thian-leng-kau.
Selesai memperkenalkan Hong-hu Ing berkata pula: "Sungguh kebetulan sekali
kedatangan Siau-sauhiap ini, Saat ini merupakan hari terakhir dari pertandingan
pi- bu Thian-leng-kau. Menuruf keterangan Yu thancu, saudara berdua memilki
kepandaian yaag sakti. silahkan saudara duduk dulu, nanti apabila tiba giliran
acara pi-bu untuk memilih ketua, kami hendak mohon saudara yang menjadi wasit."
Nona baju ungu Hong-hu Yan pun segera memberikan tempat duduk yang kosong
disebelahnya. Gin Liong kerutkan alis dan berkata: "Kepandaian kaucu sudah termasyhur di dunia
persilatan. Sudah lama aku sangat mengagumi Hari ini kedatanganku ialah
hendak..." Hong-hu Ing cepat menukas tertawa: "silahkan duduk, pertandingan segera akan
dimulai." Di gelanggang tampak Tongkat-besi dan Busur-emas tegak menunggu komando
untuk mulai mengadu kepandaian.
Meiihat itu Gin Liong dan Yok Lan terpaksa duduk dideretan muka. Mata Hong-hu
Yan yang cantik senantiasa mencurah kepada Gin Liong.
Gin Liong segan terlalu lama berada di markas Thian-leng-kau, Tetapi demi
menghindarkan diri bertempur dengan orang, terpaksa untuk sementara ia harus
tinggal disitu. Demikian pula karena melihat kedua saudara Hong-hu itu bersikap
sopan dan tergolong kaum ksatrya, Gin Liong memutuskan persoalan Li Kun dengan
mereka. Demikian setelah Hong-hu Ing dan jago2 lainnya duduk, ketua Thian-leng kau itu
segera memberi tanda supaya pertandingan dimulai.
"Pertandingan dimulai!" seru orang baju putih yang bertindak sebagai pembawa
acara. Kedua jago di gelanggang membegri hormat kearaih panggung kehohrmatan lalu
melangkah ketengah gelanggang.
Jago tua Tongkat-besi dengan rambutnya yang putih dan mata berkilat-kilat tajam
melangkah dengan mantap, sedangkan wanita muda Busur-emas dengan
mengulum senyum, maju sambil membawa busur. Tampaknya ia yakin tentu dapat
mengalahkan lawan. Dengan menggembor keras, tiba2 Tongkat-besi memutar tongkatnya dan
menyerang Busur-emas Long Ci Ing.
Long Ci Ing memekik keras, bergeliatan dan menghindari serangan tongkat lalu
balas menghantam dengan busur.
Serangan pertama luput, Tongkat-besi Cia Ki segera berputar tubuh dan menyerang
lagi. Pada saat itu Yok Lan benturkan siku lengannya kearah Gin Liong, Pemuda itu tahu
dan mengerlingkan pandang, Dilihatnya Yu Ting Su tengah kasak kusuk dengan
beberapa jago Thian-leng-kau. Sedang beberapa jago lainnya juga memperhatikan
Gin Liong, Gin Liong hanya tertawa dingin lalu memandang ke arah gelanggang
lagi. Pertempuran berjalan seru. Masing2 telah mencurahkan seluruh kepandaiannya.
Cia Ki memainkan tongkatnya sederas angin puyuh.
Sekeliling tempat seluas lingkungan dua tombak, debu berhamburan tebal. Tetapi
Busur-emas Long Ci Ing pun teramat gesit sekali, Busur diputar menjadi beratus
lingkaran sinar kuning, menyambut serangan tongkat dan mencari kesempatan
untuk balas menyerang. Sekalian jago2 yang menyaksikan pertempuran itu geleng2 kepala dan tak henti-
hentinya memuji. Dalam beberapa kejab saja pertempuran itu sudah berlangsung lebih dari lima
puluh jurus. Gin Liong kerutkan dahi.
Rupanya Hong-hu Yan tahu apa yang dipikirkan Gin Liong, segera ia tertawa:
"pertandingan itu untuk menentukan jabatan, sebenarnya dibatasi sampai tiga
puluh jurus, Tetapi kedua orang itu tergolong ketua cabang, mereka bertempur
sampai ada yang kalah."
Merah wajah Gin Liong karena merasa bahwa nona itu selalu mengawasi dirinya. ia
berpaling dan tertawa, meminta keterangan: "Mohon tanya, bukankah mereka
berdua sudah menjabat kedudukan sebagai ketua cabang?"
Dipandang oleh Gin Liong, nona cantik itu berdebar hatinya. wajahnya bertebar
merah lalu menyahut: "Walaupun sama2 menjadi ketua cabang tetapi tingkatannya
tidak sama, Cia thocu lebih tinggi setingkat dari Long thocu."
"Ooh, kalau begitu mereka hanya memperebutkan tingkat saja?"
Hong-hu Yan tersenyum mengiakan.
"Kalau misalnya Long thocu menang, apakah dia akan dipindah sebagai ketua
cabang di Kong-ciu."
"Ya, dan Cia thocu akan turun tingkat, di pindah ke Tiang-siu," kata Honghu Yan.
"Apakah Cia thocu akan mandah menerima hinaan itu" Apakah dia takkan
mendendam terhadap Long thocu" Misalnya pula, sampai ada yang mati dalam
pertempuran itu, tidakkan sahabat dan anak buahnya akan melakukan
pembalasan?" tanya Gin Liong,
Hong-hu Yan merah mukanya tak dapat menjawab.
Rupanya Hong-hu Ing mendengar percakapan itu, ia segera bertanya: "Kalau
menurut pendapat Siau sauhiap, dengan cara bagaimanakah pertandingan yang
dimaksudkan untuk mencari kemajuan dikalangan ketua2 cabang itu, akan diatur?"
"Menurut pendapatku," kata Gin Liong, "pertandingan harus diberi batas, Apabila
pada batas yang ditentukan, tingkat ketua cabang yang lebih rendah itu tak dapat
dikalahkan oleh yang tingkatnya lebih atas, maka pertandingan itu harus
dihentikan dan kepada ketua cabang yang tingkat bawah itu supaya dinaikan sama tingkatnya
dengan lawannya. Dengan demikian tanpa mengurangi dorongan agar mereka giat
berlatih, pun dapat dicegah terjadinya salah seorang akan mati terbunuh dan
timbulnya akibat2 dendam permusuhan dikalangan mereka2 yang bertanding.
Untuk ketua cabang yang tingkatnya lebih atas itu, boleh diberi kesempatan
sekali

Pedang Tanduk Naga Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi untuk bertanding dengan lain ketua cabang yang tingkatnya lebih rendah."
Orang tua baju kuning atau ayah angkat dari Hong-hu Ing berseru memuji pendapat
Gin Liong. Seketika Hong-hu Ing serentak berseru kepada kedua jago yang sedang bertempur
itu: "Harap Cia thocu dan Long thocu hentikan pertempuran!"
Mendengar itu Tongkat-besi Cia Ki dan Busur-emas Long Ci Ing segera loncat
kebelakang. Kemudian Hong-hu Ing bertanya kepada pembawa-acara baju putih: "Sudah berapa
banyakkah mereka bertempur?"
38. Pertandingan silat Jongos menerangkan bahwa memang ada seorang wanita seperti yang dilukiskan
Gin Liong itu, menginap di rumah penginapan situ, Wanita memiliki sepasang mata
yang terang, berwarna agak kecokelat-cokelatan.
Gin Liong dan Yok Lan girang sekali, Menurut keterangan jongos, tetamu wanita
itu sudah pergi lima hari yang lalu. Gin Liong memberi persen kepada jongos itu lalu
mengajak Yok Lan melanjutkan perjalanan Kini dia sudah memperoleh jejak Ban
Hong Liong-li. Tiap tiba di kota, keduanya segera mencari keterangan ke-hotel2. Beberapa hari
kemudian walaupun belum berhasil menyusul, tetapi mereka sudah memperoleh
keterangan yang pasti, Tiap dua hari sekali, Bang Hong Liong-li tentu bermalam
di hotel, kebanyakan hotel2 diluar kota, jarang Ban Hong Liong-li makan di rumah
makan besar, kebanyakan hanya di rumah makan kecil. Mungkin untuk
menghindari perhatian orang.
Gin Liong memperhitungkan bahwa Ban Hong Liong-li tentu berada di muka,
sedang rumah penginapan pada perjalanan yang akan tiba adalah rumah
penginapan Liu-lim-tiam. Tetapi dari kota Sin-ca-koan ke Liu-lim-tian itu harus
melalui gunung Ke-kong-san, markas besar Thian-leng-kau.
Diperhitungkan pula, bahwa cara yang terbaik untuk menyusul Ban Hong Liong-li
ialah mendahului untuk menunggu disuatu tempat yang diperkirakan Ban Hong
Liong-li akan berhenti. Jika menuju ke Ke-kong-san untuk memenuhi tantangan Thian-leng-kau, ia harus
menggunakan waktu satu hari, itu berarti masih setengah hari dapat lebih dulu
datang ke Liu-lim-tiam daripada Ban Hong Liong-Ii.
Setelah dipertimbangkan akhirnya Gin Liong dan Yok Lan memutuskan untuk
memenuhi tantangan orang Thian-leng-kau kepada Li Kun dulu.
Menjelang sore, mereka sudah tiba dikota Tiang-siu, kira2 dua puluh li dari
gunung Ke-kong-san, Keduanya bermalam disebuah hotel.
Di kota Tiang-siu, pun terdapat cabang Thian-leng-kau. Kabarnya, yang menjadi
kepala cabang adalah seorang wanita muda yang cantik.
Setelah mandi dan ganti pakaian, Gin Liong dan Yok Lan duduk di serambi untuk
merunding rencana perjalanan. Tiba2 muncul dua orang menghampiri mereka,
Yang satu bertubuh gemuk, satu kurus, Keduanya berjalan dengan sikap congkak,
Setelah melihat Gin Liong dan memandang Yok Lan, si kurus memberi hormat.
"Saudara berdua hendak kemana, mengapa bermalam disini, Siapa nama saudara,
perguruan dan guru saudara. Harap suka memberi tahu agar aku..."
Melihat ulah kedua orang itu, Gin Liong sudah muak, cepat ia menukas: "Aku
menuju ke seluruh penjuru, menginap hotel dengan membayar, bukan bangsa
penyamun juga bukan pesakitan, Mengapa kalian hendak menanyakan diri kami?"
Si gemuk mengerut dahi lalu membentak keras: "Tutup mulutmu, budak hina.
Ketahuilah, tempat ini adalah darah kekuasaan partai kami!" Habis berkata ia
terus loncat masuk. "Kawanan tikus, engkau hendak cari mampus" Hayo, enyahlah!" Gin Liong marah
dan menghantam. "Jangan, koko," cegah Yok Lan, ia kuatir tindakan sukonya itu akan mengejutkan
orang2 Thian-leng-kau. Tetapi tangan Gin Liong sudah terlanjur berayun, seketika terdengar suara orang
mengerang disusul dengan derap gemuruh dari kaki yang terhuyung-huyung.
Si gemuk telah terlempar keluar. Wajahnya pucat, kedua tangannya mendekap
perut, Rupanya untuk memeriksa pernapasannya apakah terluka, Ternyata ia tak
menderita luka. Dia terlongong-Iongong heran.
Yok Lan segera keluar dan berkata kepada kedua orang itu.
"Kami hendak memenuhi undangan dari Pit-pengacau-dunia Yu Ting-su, pemimpin
ketiga dari Thian-leng kau. Karena sudah malam, kami terpaksa menginap disini,
Lalu apa yang kalian kehendaki dari kami."
Mendengar itu si kurus segera merobah sikapnya. Dengan hormat ia berkata:
"Maaf, kami tak tahu kalau saudara berdua sahabat dari pemimpin kami."
Saat itu jongos muncul membawa hidangan, Si kurus meminta Gin Liong berdua
supaya mengganti dengan hidangan yang lebih mahal, semua beaya akan
ditanggung mereka, Tetapi Gin Liong menolak.
Kemudian si kurus menerangkan bahwa kepala cabang dikota itu, Busur-emas-
pelor-perak Long Ci Ing karena sudah menuju ke marmas maka tak dapat
menyambut. Gin Liong mengucapkan beberapa kata terima kasih, Masih si kurus hendak
mengunjuk jasa, menawarkan untuk memberitahu lebih dulu ke markas besar agar
dapat menyambut kedatangan Gin Liong. Tetapi Gin Liong menolaknya.
Masih pula si kurus menawarkan jasa untuk mengantar, Yok Lan terpaksa
menerima: "Baiklah, karena saudara bersungguh hati hendak mengantar, baiklah
besok pagi harap datang kemari."
Keesokan harinya ternyata si kurus sudah siap menunggu. Mereka bertiga segera
naik kuda menuju ke gunung Ke-kong-san, Tiba di kaki gunung sebelah utara, si
kurus lalu mengeluarkan bendera merah kecil dan diacungkan keatas kepala.
Ketika mendaki ke lereng, mereka terkejut mendengar suara gemuruh. Ketika
menanyakan, si kurus menerangkan: "Sungguh kebetulan sekali saudara datang
pada saat ini, inilah untuk yang pertama kali Thian-leng-kau mengadakan
pertandingan pi-bu. Dan hari ini merupakan hari terakhir, Besok sudah akan
ditetapkan kedudukan dan jabatan masing2. Jika Long thocu kami menang, aku
akan ikut pindah ke cabang di Kong-ciu."
Rupanya si kurus ingin membanggakan perkumpulannya, ia melanjut lagi,
Menerangkan bahwa anggauta2 Thian-leng-kau rata2 memiliki ilmu tinggi sekali.
Akan mempersatukan kaum persilatan untuk diajak menjalankan keadilan dan
kebenaran, membasmi kejahatan.
"Siapakah kiranya nama suhu dari pemimpin partai saudara itu?" tanya Gin Liong.
"Entahlah," si kurus gelengkan kepala, "yang kami ketahui hanyalah kaucu kami
itu bernama Hong-hu Ing dan adik perempuannya bernama Hong-hu Yan, kedua kakak
beradik itu berilmu tinggi sekali. Sampai sekarang belum terdapat orang yang
mampu melayani mereka sampai sepuluh jurus..."
Saat itu suara sorak sorai makin bergemuruh. Si Kurus menerangkan bahwa tentu
ada orang yang menenangkan pertandingannya.
Yok Lan kerutkan alis dan bertanya heran: "Diatas kepala cabang hanya kaucu.
Lalu siapa sajakah kepala2 cabang itu."
"Setiap orang hanya untuk sementara ditetapkan kedudukannya, bahkan termasuk
diri kaucu sendiri juga," kata si kurus. ia berhenti, sejenak lalu berkata pula:
"Menurut keterangan Long thocu, dibawah kaucu terdapat tiga kepala bagian
dalam, dan tiga kepala kepala bagian luar, Setelah itu baru kelima lohu-cu dan
kepala cabang." Baru Yok Lan hendak bertanya, tiba2 si kurus sudah berseru: "Disebelah depan itu
adalah markas besar kami!"
Memandang ke muka, tampak sebuah pintu gapura yang tinggi besar dan sebuah
bangunan luas yang dikelilingi tembok tinggi, Dikedua samping pintu, dijaga oleh
berpuluh penjaga bersenjata golok dan mengenakan pakaian seragam yang ringkas.
Disebelah muka agak keluar dari pintu itu terdapat tempat lelaki yang menuntun
kuda, Salah seorang diantaranya seorang tua baju panjang dan yang tiga
mengenakan pakaian ringkas. Mereka membawa senjata.
Thio Su demikian nama si kurus, segera menerangkan bahwa keempat pendatang
itu juga hendak ikut dalam pi-bu. Harap saudara berdua nanti jangan bicara apa2.
biarlah aku yang menghubungi para penjaga pintu itu.
Benar juga setelah tiba di muka pintu besar, Thio Su segera mengambil sekeping
lencana tembaga dan diserahkan kepada penjaga.
Tiba2 penjaga yang berdiri di tengah, setelah memeriksa lencana, lalu
mengembalikan kepada Thio Su, katanya: "Walaupun kedua tuan ini sahabat dari
Yu tancu tetapi Yu thancu belum memberitahu kepada kami. Sekarang silahkan
engkau sendiri yang masuk untuk mengundang Yu tancu keluar . . ."
Thio Su deliki mata, serunya: "Yu thancu tiap hari sibuk melakukan tugas,
kemungkinan tentu lupa memberitahu. Tetapi beberapa hari yang lalu Yu thhancu
telah memberitahu kepada Long thocu supaya menunggu kedatangan Siau siauhiap
dan diajak kemari ikut dalam pertandingan pi-bu. Apabila sampai tertunda
sehingga pertandingan sudah bubar, siapakah diantara saudara yang berani
bertanggung jawab?" Penjaga2 itu saling bertukar pandang tetapi tak ada yang menyatakan apa2.
Penjaga yang ditengah tadi juga tampak bimbang.
Saat itu dari dalam markas terdengar pula sorak sorai yang gemuruh. Tentu ada
yang menang dalam pertandingan
"Saudara," seru Thio Su makin gugup, "pertandingan pi-bu diantara thancu sudah
mulai. Kalau saudara tak berani bertanggung jawab, maka aku akan membawa Siau
sauhiap masuk, Segala perkara, akulah yang tanggung, takkan melibat saudara2."
Setelah berkata si kurus mengajak Gin Liong dan Yok Lan masuk, Penjaga2 itupun
memberi jalan. Saat itu matahari sudah naik di puncak gunung, Puncak di sebelah kanan kiri
penuh tertutup pohon siong dan rotan liar. Ternyata markas itu merupakan sebuah
lembah gunung yang luas, penuh dengan bangunan2 dan pohon2.
Berpuluh tombak yang disebelah muka, terdapat sebuah hutan lebat, Di tengah
hutan itu tampak beberapa buah bangunan gedung yang besar.
Sesudah masuk, Yok Lan dapatkan beberapa anak buah Thian-leng-kau masih
memandang dan kasak kusuk.
"Agaknya, tiada yang mengepalai penjagaan di pos pintu markas perkumpulan
saudara," kata Yok Lan kepada Thio Su.
Thio Su hanya mengatakan bahwa mungkin mereka ikut dalam pertandingan pi-bu.
Akhirnya mereka disebuah gedung bangunan yang mempunyai ruangan besar
sekali, Beribu-ribu anak buah Thian-leng-kau berada ruang besar itu dari tengah
memandang ke arah halaman, sebuah lapangan luas yang merupakan tempat adu
pi-bu saat itu. Terdengar suara gemboran keras dan disambut dengan tampik sorak dan sekalian
anak murid Thian-leng-kau.
Gin Liong bertiga tiba tak jauh dibelakang mereka, Tampak seorang lelaki
berpakaian kelabu dengan muka merah padam sedang masuk kedalam rombongan
anak murid Thian-leng-kau. Sedang seorang lelaki lain dengan wajah yang congkak
berjalan mendatangi. Thio Su mempersilahkan Gin Liong dan Yok Lan turun dari kuda, kemudian
mengajaknya masuk kedalam ruangan. Banyak sekali anak buah Thian-leng-kau
yang berpaling dan memandang ketika Gin Liong bertiga tiba. Tetapi dengan sikap
yang angkuh, Thio Su berjalan paling depan untuk menunjukkan jalan kepada
kedua pemuda itu. Tiba2 diatas titian yang akan menuju kepanggung kehormatan dua orang penjaga
dengan senjata golok dipinggang segera tampil menghadang. Thio Su dengan
angkuh segera menunjukkan lencana dan kedua anak buah Thian-leng-kau itu pun
segera menyisih. Ternyata panggung itu merupakan tempat duduk dari mereka yang akan turun ke
gelanggang untuk menunjukkan kepandaiannya, Saat itu panggung penuh dengan
jago2 bahkan terdapat pula paderi dan imam. Keiika Gin Liong masuk, sekalian
mata hadirin segera mencurah kepadanya, Ada yang terkejut tetapi tak kurang
yang tak mengacuhkan. Rupanya tempat duduk diatur menurut tinggi rendahnya kedudukan. Dibagian atas
sudah penuh tetapi dibagian bawah atau yang dimuka masih terdapat tempat yang
kosong. Gin Liong dan Yok Lan dipersilahkan duduk di deretan pertama.
Saat itu di gelanggang mulai diadakan pertandingan oleh dua orang jago.
Gin Liong dan Yok Lan mendapatkan bahwa semua orang yang duduk di panggung
itu sama memperhatikan dirinya. Panggung dan sekeliling arena pertandingan
diatur dengan megah dan meriah. Ruang besar itu di hias dengan indah.
Dimuka ruang disiapkan dua deret tempat duduk. Yang ditengah-tengah, tiga buah
kursi besar bercat kuning emas. Yang tengah, duduk seorang anak muda berumur
28-29 tahun mengenakan pakaian warna biru seperti seorang sasterawan.
Sasterawan muda itu berwajah tampan dan gagah, alisnya tebal, mata bercahaya
tajam dan mulut menyungging senyum.
Segera Gin Liong dan Yok Lan menduga bahwa sasterawan muda itu tentulah Hong-
hu Ing, jago muda yang menggemparkan dunia persilatan dan kini menjadi ketua
perkumpulan Thian-leng kau.
Disebelah kiri dari Hong-hu Ing duduk seorang tua berumur 60-an tahun, Sedang
disisi kanan Hong-hu Ing, seorang gadis cantik berpakaian ungu muda. Dibelakang
gadis cantik itu duduk dua orang dara, berpakaian ringkas dan menyanggul pedang
di punggung, Rupanya kedua dara itu adalah bujang pelayan dari si gadis cantik.
Gin Liong dan Yok Lan tahu bahwa gadis cantik itu tentulah Hong-hu Yan, adik
dari Hong-hu Ing. Tetapi mereka tak tahu siapakah orang tua berjubah kuning itu.
Disebelah kanan dan kiri dari ketiga kursi kehormatan itu, masih terdapat enam
orang. Ada yang berumur 40-70 tahun, yang termuda berumur 40-an tahun,
Menilik wajah mereka yang merah segar dan tulang pelipisnya yang menonjol
keluar, jelas mereka tentu jago2 yang hebat tenaga dalamnya.
Kemudian pada deretan kursi yang kedua, tampak diisi oleh delapan orang, Pit-
pengacau-dunia Yu Ting Su, duduk disalah satu dari tiga kursi yang paling
tengah. Yu Ting Su mengenakan pakaian ringkas, punggungnya menyelip sebatang poan
konn-pit dan tengah memandang dengan perhatian ke tengah gelanggang.
Dibelakang kedua deret kursi itu, penuh berdiri berpuluh-puluh orang.
Diantaranya tampak Tio hiang cu yang telah dipotong daun telinganya oleh Tio Li Kun tempo
hari. Tiba2 beberapa jago berpakaian biru, berpaling memandang Thio Su yang saat itu
tengah menghampiri ke tempat Yu Ting Su. Yu Ting Su berpaling dan terkesiap,
Thio Su membisiki ke dekat telinga Yu Ting Su tetapi orang she Yu itu gelengkan
kepala. Ketika memandang ke deretan muka tempat Gin Liong dan Yok Lan duduk, wajah
Yu Ting Su serentak berobah, ia mendorong Thio Su lalu berbangkit dan bergegas
menghampiri ke kursi ketua. sikapnya tegang sekali.
Saat itu terdengar sorak sorai bergemuruh dan kedua orang yang bertanding, pun
sudah tinggalkan lapangan.
Gin Liong berpaling ke belakang. Tampak Yu Ting Su tengah berdiri dibelakang
Hong-hu Ing dan membisiki beberapa patah kata, Wajah Hong-hu Ing berobah
serius. Rupanya gerak gerik Yu Ting Su itu menimbulkan perhatian segenap orang yang
hadir disitu, setelah mendapat laporan, mata Hong-hu Ing pun segera mencurah
kearah Gin Liong dan Yok Lan. Sekalian orangpun mengikuti memandang kearah
yang dipandang ketua mereka, Gin Liong dan Yok Lan menjadi pusat perhatian
seluruh anak buah Thian-leng-kau. .
Tatkala memandang kearah Yok Lan, Hong-hu Ing terkesiap melihat kecantikan
nona itu, Setelah menenangkan hatinya barulah ketua Thian-leng-kau itu beralih
memandang Gin Liong. Rupanya Hong-hu Ing tak mau suasana akan terganggu. Segera ia membeli isyarat
tangan kepada seorang lelaki baju putih yang berdiri di ujung deretan depan,
Orang itupun mengangguk lalu melantangkan pengumuman.
"Pui Kong Cin, sesuai dengan pertandingan yang terdiri dan tiga puluh jurus,
telah dapat mengalahkan Li Tiang Su, maka sekarang diangkat sebagai kepala cabang di
Sin-an," serunya. Selesai pengumuman, lelaki baju kelabu yang berdiri di titian bawah panggung,
segera memberi hormat kepada Hong-hu Ing lalu menuju ke panggung sebelah
muka. Ia menulis dalam sebuah buku, kemudian berseru melayangkan pengumuman lagi:
"Pertandingan selanjutnya antara kepala cabang di kota Tiang-siu, Busur-emas-
pelor-perak Long thocu, lawan ketua cabang dari Kong-ciu yang Tongkat-besi-tua
Cia thocu." Pada deretan tempat duduk yang tak berapa jauh dari tempat Gin Liong, bangkit


Pedang Tanduk Naga Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang lelaki tua berumur 50-an tahun, mengenakan pakaian ringkas warna abu2,
memegang sebatang tongkat besi yang berat, lalu berjalan menuju kelapangan.
Kemudian seorang wanita muda cantik berusia 26-27 tahun dalam pakaian ringkas
warna hijau, membawa busur warna kuning emas, segera loncat turun ke
gelanggang. Pada saat itu Yu Ting Su pun menghampiri tempat Gin Liong dan Yok Lan, memberi
salam dan berkata dengan tertawa: "Atas titah kaucu, saudara berdua diminta
duduk dipanggung kehormatan."
Ketika Gin Liong berpaling memandang ke atas panggung, ketua Thian-leng-kau
Hong-hu Ing dan adik perempuannya Hong-hu Yan memberi anggukan kepala
kepadanya, Gin Liong pun balas mengangguk lalu mengajak Yok Lan naik titian
keatas panggung kehormatan.
Sambil menyertai, Yu Ting Su berkata: "Saudara berdua benar2 pegang janji. Kaucu
tak mengira kalau saudara akan datang begini cepat. Lalu mana nona yang seorang
itu?" "Ah, nona Tio terpaksa pulang dulu karena ada urusan," kata Gin Liong.
Selekas masuk ke panggung kehormatan, berpuluh2 jago Thian-leng-kau serentak
menyisih memberi jalan, Hong-hu Ing sendiri pun segera berbangkit, diikuti oleh
seluruh anak buah Thian-leng-kau.
"Aku yang rendah Hong-hu Ing, tak tahu kalau Siau-sauhiap dan nona Ki berkunjung
kemari sehingga tak keluar menyambut sendiri, harap suka memaafkan," kata
Hong-hu Ing menyambut kedua tetamunya.
Gin Liong balas menghormat seraya mengucapkan beberapa patah merendah.
Kemudian Hong-hu Ing pun memperkenalkan jago2 yang berada disitu kepada Gin
Liong, Karena banyaknya, Gin Liong tak dapat mengingat satu per satu, Hanya ia
ingat, orang tua baju kuning bernama The Hai Hin itu adalah ayah angkat Hong-hu
Ing. Sedang yang lain2 adalah para pimpinan partai Thian-leng-kau.
Selesai memperkenalkan Hong-hu Ing berkata pula: "Sungguh kebetulan sekali
kedatangan Siau-sauhiap ini, Saat ini merupakan hari terakhir dari pertandingan
pi- bu Thian-leng-kau. Menuruf keterangan Yu thancu, saudara berdua memilki
kepandaian yaag sakti. silahkan saudara duduk dulu, nanti apabila tiba giliran
acara pi-bu untuk memilih ketua, kami hendak mohon saudara yang menjadi wasit."
Nona baju ungu Hong-hu Yan pun segera memberikan tempat duduk yang kosong
disebelahnya. Gin Liong kerutkan alis dan berkata: "Kepandaian kaucu sudah termasyhur di dunia
persilatan. Sudah lama aku sangat mengagumi Hari ini kedatanganku ialah
hendak..." Hong-hu Ing cepat menukas tertawa: "silahkan duduk, pertandingan segera akan
dimulai." Di gelanggang tampak Tongkat-besi dan Busur-emas tegak menunggu komando
untuk mulai mengadu kepandaian.
Meiihat itu Gin Liong dan Yok Lan terpaksa duduk dideretan muka. Mata Hong-hu
Yan yang cantik senantiasa mencurah kepada Gin Liong.
Gin Liong segan terlalu lama berada di markas Thian-leng-kau, Tetapi demi
menghindarkan diri bertempur dengan orang, terpaksa untuk sementara ia harus
tinggal disitu. Demikian pula karena melihat kedua saudara Hong-hu itu bersikap
sopan dan tergolong kaum ksatrya, Gin Liong memutuskan persoalan Li Kun dengan
mereka. Demikian setelah Hong-hu Ing dan jago2 lainnya duduk, ketua Thian-leng kau itu
segera memberi tanda supaya pertandingan dimulai.
"Pertandingan dimulai!" seru orang baju putih yang bertindak sebagai pembawa
acara. Kedua jago di gelanggang membegri hormat kearaih panggung kehohrmatan lalu
melangkah ketengah gelanggang.
Jago tua Tongkat-besi dengan rambutnya yang putih dan mata berkilat-kilat tajam
melangkah dengan mantap, sedangkan wanita muda Busur-emas dengan
mengulum senyum, maju sambil membawa busur. Tampaknya ia yakin tentu dapat
mengalahkan lawan. Dengan menggembor keras, tiba2 Tongkat-besi memutar tongkatnya dan
menyerang Busur-emas Long Ci Ing.
Long Ci Ing memekik keras, bergeliatan dan menghindari serangan tongkat lalu
balas menghantam dengan busur.
Serangan pertama luput, Tongkat-besi Cia Ki segera berputar tubuh dan menyerang
lagi. Pada saat itu Yok Lan benturkan siku lengannya kearah Gin Liong, Pemuda itu tahu
dan mengerlingkan pandang, Dilihatnya Yu Ting Su tengah kasak kusuk dengan
beberapa jago Thian-leng-kau. Sedang beberapa jago lainnya juga memperhatikan
Gin Liong, Gin Liong hanya tertawa dingin lalu memandang ke arah gelanggang
lagi. Pertempuran berjalan seru. Masing2 telah mencurahkan seluruh kepandaiannya.
Cia Ki memainkan tongkatnya sederas angin puyuh.
Sekeliling tempat seluas lingkungan dua tombak, debu berhamburan tebal. Tetapi
Busur-emas Long Ci Ing pun teramat gesit sekali, Busur diputar menjadi beratus
lingkaran sinar kuning, menyambut serangan tongkat dan mencari kesempatan
untuk balas menyerang. Sekalian jago2 yang menyaksikan pertempuran itu geleng2 kepala dan tak henti-
hentinya memuji. Dalam beberapa kejab saja pertempuran itu sudah berlangsung lebih dari lima
puluh jurus. Gin Liong kerutkan dahi.
Rupanya Hong-hu Yan tahu apa yang dipikirkan Gin Liong, segera ia tertawa:
"pertandingan itu untuk menentukan jabatan, sebenarnya dibatasi sampai tiga
puluh jurus, Tetapi kedua orang itu tergolong ketua cabang, mereka bertempur
sampai ada yang kalah."
Merah wajah Gin Liong karena merasa bahwa nona itu selalu mengawasi dirinya. ia
berpaling dan tertawa, meminta keterangan: "Mohon tanya, bukankah mereka
berdua sudah menjabat kedudukan sebagai ketua cabang?"
Dipandang oleh Gin Liong, nona cantik itu berdebar hatinya. wajahnya bertebar
merah lalu menyahut: "Walaupun sama2 menjadi ketua cabang tetapi tingkatannya
tidak sama, Cia thocu lebih tinggi setingkat dari Long thocu."
"Ooh, kalau begitu mereka hanya memperebutkan tingkat saja?"
Hong-hu Yan tersenyum mengiakan.
"Kalau misalnya Long thocu menang, apakah dia akan dipindah sebagai ketua
cabang di Kong-ciu."
"Ya, dan Cia thocu akan turun tingkat, di pindah ke Tiang-siu," kata Honghu Yan.
"Apakah Cia thocu akan mandah menerima hinaan itu" Apakah dia takkan
mendendam terhadap Long thocu" Misalnya pula, sampai ada yang mati dalam
pertempuran itu, tidakkan sahabat dan anak buahnya akan melakukan
pembalasan?" tanya Gin Liong,
Hong-hu Yan merah mukanya tak dapat menjawab.
Rupanya Hong-hu Ing mendengar percakapan itu, ia segera bertanya: "Kalau
menurut pendapat Siau sauhiap, dengan cara bagaimanakah pertandingan yang
dimaksudkan untuk mencari kemajuan dikalangan ketua2 cabang itu, akan diatur?"
"Menurut pendapatku," kata Gin Liong, "pertandingan harus diberi batas, Apabila
pada batas yang ditentukan, tingkat ketua cabang yang lebih rendah itu tak dapat
dikalahkan oleh yang tingkatnya lebih atas, maka pertandingan itu harus
dihentikan dan kepada ketua cabang yang tingkat bawah itu supaya dinaikan sama tingkatnya
dengan lawannya. Dengan demikian tanpa mengurangi dorongan agar mereka giat
berlatih, pun dapat dicegah terjadinya salah seorang akan mati terbunuh dan
timbulnya akibat2 dendam permusuhan dikalangan mereka2 yang bertanding.
Untuk ketua cabang yang tingkatnya lebih atas itu, boleh diberi kesempatan
sekali lagi untuk bertanding dengan lain ketua cabang yang tingkatnya lebih rendah."
Orang tua baju kuning atau ayah angkat dari Hong-hu Ing berseru memuji pendapat
Gin Liong. Seketika Hong-hu Ing serentak berseru kepada kedua jago yang sedang bertempur
itu: "Harap Cia thocu dan Long thocu hentikan pertempuran!"
Mendengar itu Tongkat-besi Cia Ki dan Busur-emas Long Ci Ing segera loncat
kebelakang. Kemudian Hong-hu Ing bertanya kepada pembawa-acara baju putih: "Sudah berapa
banyakkah mereka bertempur?"
39. Lima imam gunung Lo-san
"Delapan puluh satu jurus!"
Segera Hong-hu Ing pertandingan sesuai seperti yang diucapkan Gin Liong tadi dan
suruh pengacara mencatat dalam buku.
Gin Liong terkejut ia hanya mengemukakan pendapat dan mengharap agar ketua
Thian-leng-kau mempertimbangkan lagi. Siapa tahu ternyata pendapatnya itu
keseluruhannya telah diterima dan dijadikan keputusan.
Ia hendak mengucapkan kata2 kepada Hong-hu Ing tetapi orang yang mencatat
dalam buku tadi sudah berbangkit dan melayangkan pengumuman sesuai seperti
yang diperintahkan Hong-hu Ing tadi.
Pengumuman itu disambut dengan sorak gegap gempita oleh sekalian anak buah
Thian-leng-kun. Bagi jago2 tingkatannya lebih rendah, mereka tidak lagi kuatir
akan kehilangan jiwanya apabila bertempur dengan tokoh yang lebih tinggi
tingkatannya. Long thancu gembira karena mendapat kenaikan tingkat, ia segera memberi
hormat kepada ketua Thian-leng-kau dan kepada lawannya si Tongkat-besi Cia Ki.
Melihat masih ada waktu, Hong-hu Ing memberi isyarat kepada pengacara baju
putih bahwa pertandingan pi-bu masih boleh dilanjutkan.
"Sekarang dimulai acara pi-bu antara tingkat pimpinan dari tancu keatas, Jika
tak ada yang hendak mengadu pi-bu maka pembagian jabatan segera akan
ditetapkan," seru pengacara baju putih pula.
Orang tua yang duduk dideretan muka dari para jago2 yang duduk dideretan
kedua, serempak berbangkit dan membenahi pakaian serta senjata masing2.
Suasana seketika berobah tegang lagi.
Tiba2 sesosok tubuh melesat dan tegak di muka ruang. Seorang lelaki berwajah
kuning, memelihara kumis pendek, mata berkilat-kilat tajam dan pinggang
bersabuk rantai besi. Setelah memberi hormat kepada Hong-hu Ing dia berseru: "menghaturkan laporan
kepada kaucu, Hamba Rantai terbang Kwan It Ceng menjabat kepala paseban
keempat, ingin mohon pelajaran beberapa jurus dari Yu thancu."
Gemuruh sekalian orang mendengar ucapan lelaki muka kuning itu. Mereka tak
menyangka dia berani menantang Yu Ting Su yang menjagoi dalam ilmu pukulan.
Sejenak memandang si Rantai-terbang, Hong-hu Ing lalu mencari Yu Ting Su tetapi
ternyata jago itu tak berada diruang situ.
Pertandingan itu untuk menetapkan jabatan bukan untuk kenaikan tingkat. Kaucu
tak dapat menunjuk orang sebagai wakil, Kepala Paseban ke tiga itu hanya dijabat
seorang. Tiba2 Yu Ting Su muncul dari sebelah kanan panggung dan berlari mendatangi.
Begitu tiba dimuka ruang ia deliki mata kearah Rantai-besi kemudian baru memberi
hormat kepada Hong-hu Ing: "Hamba akan menerima tantangan Kwan thancu."
Hong-hu Ing: "Cukup asal menutuk saja, jangan sampai ada yang terluka."
Seluruh anak buah Thian-leng-kau tegang-tegang, Tiba di gelanggang, kedua jago
itu saling berhadapan terpisah satu tombak jauhnya, Sambil melepaskan sabuk
rantai, Rantai-besi Kwan It Ceng memberi hormat.
"Sudah lama kudengar sepasang pit dari Yu thancu teramat sakti. Hari ini sungguh
beruntung sekali aku dapat mohon pelajaran dari thancu," serunya.
Yu Ting Su kerutkan dahi, memicingkan mata dan tertawa dingin: "Budak, ternyata
engkau memandang tinggi kepadaku, heh..." pelahan-lahan ia mencabut sepasang
pit atau pena yang terselip pada bahunya.
"Aku hanya ingin mendapat pelajaran barang beberapa jurus dari thancu, sama
sekali tak ingin merebut kedudukan thancu..."
"Tutup mulutmu!" bentak Yu Ting Su lalu gerakkan pit di tangan kanan untuk
menutuk batok kepala dan pit di tangan kiri menutuk bawah perut orang. Cepat
dan ganas sekali kedua serangan itu dilancarkan.
Rantai-besi kerutkan alis lalu melesat kebelakang, setelah menghindari kedua
pit, ia segera sabatkan rantai besi kepinggang lawan.
Gin liong memperhatikan bahwa Yu Ting Su terlalu ganas sekali, tidak seperti
orang yang bertanding pi-bu. ia berpaling memandang Hong-hu Ing tetapi ternyata Hong-
hu Yan duduk disisi engkohnya tengah memandang dirinya. Tersipu-sipu Gin Liong
memandang kearah gelanggang pertempuran lagi.
Memang saat itu Yu Ting Su melancarkan serangan ganas dengan bernapsu sekali,
Tetapi Rantai-besi Kwan It Ceng pun tetap melayaninya dengan tenang. Beribu
anak buah Thian-leng-kau dan jago ko-jiu dari dua bangsal, mengikuti pertempuran
itu dengan penuh perhatian suasana sunyi senyap.
Hanya deru angin dari sepasang pit dan mulut Yu Ting Su yang menggembor
kemarahan yang terdengar memenuhi gelanggang, Rantai-besi Kwan It Ceng tak
mengeluarkan suara apa2. Pelahan tetapi tertentu, serangan rantai dari Kwan It Ceng makin keras dan
gencar. Teriak kemarahan dari Yu Ting Su pun mulai mereda.
Gin Liong cepat dapat menilai. Kelemahan dari Rantai-terbang Kwan It Ceng adalah
hanya karena kurang pengalaman. Kalau tidak, sejak tadi dia tentu sudah menang.
Tiba2 terdengar bentakan keras, Pit ditangan kiri Yu Ting Su menusuk rantai
lawan lalu pit di tangan kanan melakukan suatu gerak siasat seolah-olah pertahanannya
terbuka. Melihat itu, bersinarlah mata Rantai-terbang Kwan It Ceng, ia tak menyadari
kalau lawan memang sedang memasang perangkap, serentak rantai diayunkan untuk
menghantam bahu kiri lawan.
Melihat itu Gin Liong kerutkan alis, Orang tua baju kuning atau ayah angkat dari
Hong-hu Ing geleng2 kepala dan banyak jago2 ko-jiu yang menghela napas.
Saat itu Yu Ting Su tertawa dingin, Pit ditangan kiri cepat digerakkan melingkar
sehingga rantai terkunci. Menyadari masuk dalam perangkap, Rantai-terbang Kwan
It Ceng berteriak kaget, lepaskan rantai dan cepat loncat mundur.
Tetapi Yu Ting Su tak memberi ampun. serentak ia loncat memburu, sebelum
Rantai-terbang sempat berdiri tegak, pit sudah menyambar dadanya.
Rantai-terbang Kwan It Ceng tak keburu menghindar lagi, Dengan sekuat tenaga ia
miringkan tubuh, Cret . ... bahunya sebelah kiri termakan tutukan pit, darah
menyembur keluar. Wajah Rantai-terbang berobah seketika, ia terhuyung-huyung
beberapa langkah kebelakang dan hampir saja rubuh.
Yu Ting Su hentikan serangan, namun ia masih memandang Rantai-terbang dengan
geram. Kemudian dengan pandang mata yang angkuh ia memandang keseluruh
hadirin, Tampak beribu anak buah dan jago2 Thian-leng-kau serempak berdiri
dengan wajah marah, Rupanya perbuatan Yu Ting Su telah membangkit kemarahan
sekalian orang, Mau tak mau ia gugup juga.
Berpaling memandang ke arah Hong-hu Ing, dilihat ketua Thian-leng-kau yang
masih muda itu pucat wajahnya, mata berkilat-kilat, mulut mengulum senyum
dingin. Tergetar hati Yu Ting Su. wajahnya seketika berobah, Kakinya tak berani
melangkah lebih lanjut. Sekonyong-konyong terdengar suara bentakan keras, Dari samping panggung
sebelah kiri, melayang turun seorang tua berambut putih, ia terus berlari-lari
ke muka ruang. Gin Liong dan Yok Lan segera mengetahui bahwa orang tua itu adalah orang yang
menuntun kuda dimuka markas tadi.
Seketika suasana hening, Tiba dibawah titian panggung, orang tua itu segera
memberi hormat kepada Hong-hu Ing.
"Aku siorang tua bernama Ong Gi Tiong, Mendengar hari ini berkumpulan Thian-
leng-kau menyelenggarakan pertandingan pi-bu, maka dari Say-pak kuperlukan
datang kemari, Mohon tanya kepada pangcu, apakah orang tua seperti diriku ini
diperbolehkan mohon pelajaran pada thancu yang memenangkan pertandingan
tadi?" Melihat Ong Gi Tiong itu bukan jago dari Thian-leng-kau, Hong-hu Ing pun
serentak bangkit membalas hormat. .
"Atas perhatian Ong lo-enghiong yang telah sudi memerlukan datang ke markas
kami, aku dan seluruh anak murid Thian-leng-kau menghaturkan banyak terima
kasih, Walaupun perkumpulan kami terdiri dari orang2 yang kasar, tetapi selama
ini kami merasa telah bergerak menurut ketentuan yang tak menyimpang dari kaum


Pedang Tanduk Naga Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hiap-gi (kaum persilatan yang menegakkan kebenaran). persiapan2 dalam Thian-
leng-kau belum teratur sempurna oleh karena itu apabila Ong lo-enghiong suka
membantu dalam Thian-leng-kau, kami segenap anggauta Thian-leng-kau akan
menyambut dengan gembira sekali."
Kemudian ia beralih memandang kearah Yu Ting Su yang masih berada di
gelanggang, lalu melanjutkan pula: "Jika Ong lo-enghiong mempunyai kegembiraan
untuk mengadakan pertandingan persahabatan dengan Yu thancu, karena
pertandingan resmi sudah selesai, hal itu dapat dilaksanakan tanpa melanggar
peraturan perkumpulan kami. Sudah tentu kami meluluskan."
"Terima kasih, jika begitu aku siorang tua ini akan mempertunjukkan kepandaian
yang jelek dihadapan pangcu," kata Ong Gi Tiong seraya memberi hormat lalu
melangkah ke tengah gelanggang.
Pada saat itu Gin Liong segera bertanya kepada orang tua baju kuning atau ayah
angkat dari Hong-hu Ing: "The locianpwe, bolehkan aku mohon keterangan tentang
diri Ong lo-enghiong itu?"
Orang tua baju kuning The Tjay Hin, mengelus jenggot dan merenung sejenak lalu
gelengkan kepala. "Ong lo-enghiong itu tentu seorang tokoh yang sakti. Tetapi dia tidak mau
berterus terang, kemungkinan namanya tentu juga tidak aseli, Oleh karena itu akupun tak
tahu tentang dirinya."
Gin Liong mengangguk kemudian memandang kearah gelanggang. Saat itu Ong Gi
Tiong sudah berhadapan dengan Yu Ting Su. Sembari memberi hormat, jago tua itu
berkata: "Aku yang rendah siorang tua Ong Gi Tiong, sengaja menghadap kemari
untuk meminta sedikit pelajaran dan Yu thancu."
Dengan pandang mata yang berkilat-kilat Yu Ting Su menyahut dingin: "Engkau
orang tua, apakah karena melihat aku melukai Kwan It Ceng, lalu merasa
penasaran?" Ong Gi Tiong tertawa hambar.
"Itu salah dia sendiri tak memiliki kepandaian tinggi, kurang pengalaman dan
lagi terlalu bernafsu sehingga tak sempat membela diri. Rupanya, engkau Yu thancu,
memang tak bermaksud hendak melukainya," sahut Ong Gi Tiong.
Yu Ting Su tertawa dingin: "Sudahlah jangan banyak cakap, silahkan engkau
mencabut senjatamu!" ia terus bersiap dengan sepasang pit.
Sambil mengurut jenggot, Ong Gi Tiong menengadahkan kepala dan tertawa keras.
"Sejak berkelana puluhan tahun di dunia persilatan tak pernah aku bertempur
dengan menggunakan senjata, Maka saat ini, akupun tak mau mengenakan
pengecualian dan tetap akan menggunakan sepasang tangan untuk melayani
bermain beberapa jurus dari Yu thancu."
Ucapan Ong Gi Tiong itu telah menimbulkan kegemparan Para jago2 ko-jiu yang
mendengar kata2 itu tergetar hatinya.
Wajah Yu Ting Su berobah seketika, Marahnya bukan kepalang, serentak ia
taburkan sepasang pit, cret, cret, senjata berbentuk pena itu segera menancap ke
tanah, Kemudian ia tertawa nyaring.
"Tua bangka yang bermulut besar," serunya, "Aku Pengacau-dunia Yu Ting Su, hari
ini akan mencoba sampai dimanakah kehebatan dari sepasang pukulanmu!"
Ia menutup kata-katanya dengan menekuk lengan seraya mengendapkan badan,
tiba2 tangan kanan didorongkan kemuka. Segulung angin pukulan yang dahsyat
segera melanda orang tua itu.
Ong Gi Tiong kerutkan alis lalu tertawa gelak2. Tangan kanan dibalikkan untuk
melepas sebuah pukulan yang dahsyat juga.
"Bum...!" Terdengar letupan disusul dengan asap dan debu bertebaran memenuhi sekeliling.
Terdengar pula derap langkah kaki terhuyung-huyung. Ternyata Yu Ting Su yang
menjagoi dalam ilmu pukulan tangan kosong, saat itu terhuyung-huyung sampai
tiga langkah kebelakang. Sedang Ong Gi Tiong masih tegak ditempatnya, Hanya kedua bahunya yang tampak
tergetar dan pakaiannya tertebar-tebar.
Anak buah Thian-leng-kau yang hampir mendekati jumlah ribuan itu serentak
tercengang. Setelah tegak, Yu Ting Su merah mukanya, Tentulah ia terkejut dan marah. Dengan
merentang matanya yang sipit, ia membentak lagi: "Tua bangka, aku hendak
mengadu jiwa dengan engkau!"
Ia terus loncat secara kalap dan menyerang Ong Gi Tiong.
Ong Gi Tiong mengisar kesamping lalu gerakkan kedua tangannya sehingga
serangan Yu Ting Su tertahan, Yu Ting Su terdesak mundur, Mulutnya berulang-
ulang menggembor sepasang matanya merah membara.
Tiba2 Yu Ting Su berjongkok untuk menjemput sepasang pitnya tadi, Kemudian
dengan menggerung ia terus menyerang kalap lagi.
Melihat keganasan Yu Ting Su rupanya Ong Gi Tiong marah juga. Cepat ia
mengganti gerak pukulan dengan ilmu meringankan tubuh untuk berlincahan
menghindar serangan lawan Dan dalam sebuah kesempatan tiba2 ia membentak
keras lalu secepat kilat menghantam dada Yu Ting Su.
Karena terlalu bernafsu menyerang, Yu Ting Su tak sempat menghindar. Bum .. ..
ia mengerang tertahan, tubuh terhuyung lalu jatuh, muntah darah dan tak ingat diri
lagi. Ong Gi Tiong menghampiri mengangkat Yu Ting Su duduk lalu menepuk jalan darah
di perutnya. Wajah Yu Ting Su pucat pasi, ia membuka mata lalu mengatupkannya lagi, Rupanya
ia menderita luka yang cukup parah."
Seketika gemuruhlah seluruh gelanggang, Tetapi bukan suara orang bersorak,
melainkan hanya hiruk pikuk, empat orang lelaki berpakaian ringkas berlari-lari
menghampiri ke tempat Yu Ting Su dan menggotongnya keluar gelanggang.
Setelah itu Ong Gi Tiong pun kembali menghadap ke muka paseban, Ketua Thian-
leng-kau, Hong-hu Ing serentak berbangkit menyambut dengan tersenyum.
"Maaf, kaucu, karena kesalahan tangan, aku telah melukai Yu thancu." kata Ong Gi
Tiong seraya mengangkat tangan.
Hong-hu Ing tertawa nyaring.
"Meminjam ucapan lo-enghiong tadi. Kupercaya lo-enghiong tentu tak mempunyai
maksud untuk melukai Yu thancu," serunya.
Ong Gi Tiong pun ikut tertawa, serunya: "Kaucu memiliki kepandaian yang sakti,
sekali lihat tentu tahu keadaannya tak perlu aku siorang tua harus menjelaskan .
. ." Hong-hu ing cepat tertawa menukas : "Pi-bu telah selesai, harap lo-enghiong suka
duduk diatas sini." Hong-hu Ing mempersilahkan dengan menunjuk kearah sebuah tempat duduk yang
kosong, Ternyata tempat duduk itu adalah bekas tempat Yu Ting Su.
Melihat itu Ong Gi Tiong tertawa: "Sesungguhnya aku tak mempunyai maksud
untuk menjabat kedudukan dalam perkumpulan kaucu, Kedatanganku kemari
membawa dua tujuan. Pertama, akan menambah pengalaman Dan Kedua, pada
waktu yang sesuai hendak menghaturkan beberapa patah kata kepada kaucu . . ."
Gin Liong segera menduga bahwa orang tua itu tentu hendak menantang Hong-hu
Ing bertempur. Tetapi melihat sikap ketua Thian-leng-kau tenang2 saja, Gin Liong
pun tak perlu bingung. Hong-hu Ing mengangkat tangan memberi hormat, serunya: "Kalau begitu, silahkan
lo-enghiong duduk diatas atas sini dulu, Setelah acara pi-bu selesai, Hong-hu
Ing tentu bersedia menerima petunjuk lo-enghiong ,. . ."
"Menurut peraturan perkumpulan kaucu, seharus aku siorang tua ini akan
mendapat tantangan dari seorang saudara lain," Ong Gi Tiong cepat menukas.
Habis berkata ia alihkan pandang kearah Gin Liong.
Gin Liong terkejut. ia duga Ong Gi Tiong tentu salah menduga kalau ia bersahabat
dengan Yu Ting Su. Maka ia hanya tertawa hambar dan tak menaruh perhatian.
Rupanya Hong-hu Ing juga tahu isi hati Ong Gi Tiong, serentak ia tertawa,
serunya: "Karena lo-enghiong tak berminat untuk menjabat kedudukan dalam perkumpulan
ini, maka tak perlulah lo-enghiong harus menerima tantangan lagi."
Kemudian ia menunjuk kearah Gin Liong dan menerangkan: "Siau sauhiap datang
kemari, kebetulan saja Thian-leng-kau sedang menyelenggarakan pertandingan pi-
bu. Sama sekali tak bermaksud ikut dalam pertandingan."
Melihat dirinya diperkenalkan, Gin Liong pun segera memberi hormat kepada Ong
Gi Tiong, jago tua itu tertawa lalu melangkah masuk dan duduk di paseban,
Seorang tua yang duduk disebelah Yok Lan memberikan tempatnya kepada Ong Gi
Tiong, sedang ia sendiri lalu mengambil tempat duduk Yu Ting Su.
Hong-hu Ing ulurkan tangan menggandeng sendiri jago tua itu duduk ditempat
yang disediakan, karena jago tua itu berumur delapan puluhan tahun maka anak2
muda seperti Hong-hu Yan, Yok Lan dan Gin Liong berdiri untuk memberi hormat.
Pada saat Ong Gi Tiong duduk, tiba2 dari belakang terdengar suara orang tertawa
dingin yang pelahan sekali.
Gin Liong berpaling dan melihat beberapa thancu tengah kasak kusuk, memandang
kepadanya dengan tertawa dingin, Terutama Beng thancu yang berkulit hitam dan
Ji thancu yang bertubuh kurus, Keduanya memandang dengan wajah marah.
Gin Liong kerutkan dahi, ia tahu bahwa mereka marah kepada dirinya karena
mengira dia tentu sahabat dari Yu Ting Su, mengapa tak mau menerima tantangan
dari Ong Gi Tiong. "Hai, mengapa kalian tertawa begitu ?" tegur Hong-hu Ing.
Beberapa thancu itu serempak berdiri dan si kurus Ji thancu segera menyahut:
"Menurut keterangan Yu thancu. Siau sauhiap itu berasal dari perguruan Ceng-pay,
memiliki ilmu kepandaian yang sakti dan bersahabat dengan Yu thancu.
Kedatangannya kemari tentulah hendak menunjukkan kepandaian bahkan kalau
dapat akan merebut kedudukan kaucu, Tetapi mengapa tadi ketika seorang Lo-
enghiong menantangnya dia tak berani menyambut" itulah sebabnya kami sekalian
tak mengerti dan sampai mengeluarkan tertawa.
Begitu mendengar kata2 itu, enam orang pimpinan Thian-leng-kau yang terdiri dari
tiga orang penilik dan tiga orang kepala paseban, berpuluh hiangcu yang
berpakaian biru, serempak memandang Gin Liong dengan marah.
Meihat suasana berobah tegang, Yok Lan pun serentak berbangkit. Hong-hu Ing
dan adiknya, Hong-hu Yan pun memandang Gin Liong dengan pandang bertanya.
Tenang2 Gin Liong berbangkit tertawa hambar dan berkata kepada Ji thancu:
"Tolong tanya siapakah yang mengatakan hal itu?"
"Yu thancu sendiri." sahut Ji thancu.
Kembali Gin Liong tertawa hambar: "Kebetulan tadi Ong lo-enghiong tak
menghantam mati Yu thancu, kalau tidak tentu aku tak dapat menyangkal lagi."
Kemudian ia mengerling pandang ke segenap hadirin dan berseru pula:
"Jika kedatanganku kemari untuk memenuhi janji, itu memang benar, Tetapi sama
sekali tak bermaksud hendak merebut kedudukan apa2, lebih2 kedudukan sebagai
kaucu, Mengapa Ong lo-enghiong hendak menantang aku adalah karena lo-
enghiong itu salah duga kalau aku ini sahabat baik dari Yu thancu, Karena salah
duga, akupun tak harus melayani. Yu thancu mengatakan bahwa aku memiliki
kepandaian sakti, tak lain karena dia bermaksud hendak membangkitkan rasa
penasaran saudara2 sekalian kepada diriku . ."
"Karena engkau mengakui datang kemari hendak memenuhi tantangan, tentulah
engkau memiliki kepandaian sakti sehingga tak memandang mata kepada kaucu,"
tukas Beng thancu si hitam.
Gin Liong kerutkan dahi dan menampilkan kemarahan, Namun ia menekan
perasaannya dan menjawab: "Jika aku tak datang, bukankah aku akan ditertawakan
sebagai orang yang tak pegang janji?"
Baru kata2 itu diucapkan dari panggung sebelah kanan terdengar suara orang
menantang: "Kalau sudah berani datang tentu sudah membekal kepandaian Jika saudara2 tak
puas, lebih baik turun kegelanggang untuk mengukur kepandaian. Perlu apa harus
bertengkar mulut?" Mendengar itu marahlah Gin Liong, Memandang orang yang berkata ia melihat
lima orang imam tua berjubah kelabu, menyanggul pedang dan duduk di deretan
paling muka. Wajah mereka menunjukkan sikap yang licik, hampir serupa
bentuknya, Jika tak melihat tangkai pedang mereka yang diikat dengan tali sutera
warna hitam, merah, biru, cokelat, hijau, tentu sukar untuk membedakan mereka.
Tiba2 terdengar suara bentakan keras diiringi dengan sesosok tubuh yang melesat
ke muka ruang memberi hormat kepada Hong-hu Ing.
"Hamba Beng Kong Ih, mohon kepada kaucu supaya memberi perintah,
mengijinkan hamba untuk meminta beberapa jurus pelajaran dari Siau sauhiap,"
seru orang itu. Dia adalah si hitam Beng thancu.
Hong-hu Ing bersangsi, ia segera berpaling kearah orang tua baju kuning The Tjai
Hin. Gin Liong menyadari bahwa ia tak dapat menghindari pertempuran lagi, Diam2 ia
mendongkol kepada kelima imam tua tadi. Kemudian berpaling kearah Hong-hu
Ing, serunya. "Mohon tanya kaucu, siapakah kelima lotiang yang duduk di deretan depan itu"
Adakah mereka kojiu dari Thian-leng-kau?"
Hong-hu Ing gelengkan kepala: "Bukan, mereka adalah Lo-san Ngo-to (lima imam
dari gunung Lo-san), Yu thancu pernah mengusulkan supaya menerima mereka
sebagai kepala cabang gunung Lo-san. Tetapi aku masih mempertimbangkannya."
"Aku ingin berhadapan dengan mereka lebih dulu," kata Gin Liong.
Tetapi Beng thancu mendesak dan minta kepada Hong-hu Ing agar ia di-ijinkan
yang lebih dulu menghadapi Gin Liong, kemudian baru kelima imam tua itu.
Rupanya kelima imam itu mendengar kata2 si hitam Beng thancu, Mereka tertawa
gelak2 lalu melayang turun kegelanggang.
40. Naga tidak menindas ular Rupanya Hong-hu Ing juga ingin mengetahui kepandaian Gin Liong, Maka ia segera
berpaling kearah pemuda itu: "Karena mereka memohon dengan sangat, terpaksa
harap Siau sauhiap suka melayani mereka untuk beberapa jurus."
Gin Liong tertawa hambar: "Baiklah, terpaksa aku harus mengunjukkan kepandaian
yang jelek dihadapan kaucu."
Si hitam Beng thancu pun terus bergegas hendak turun kegelanggang tetapi Gin
Liong berseru memanggilnya: "Harap Beng thancu suka bersabar. Tunggulah
beberapa belas jurus lagi, aku tentu kembali disini."
Beng thancu makin marah mendengar kata2 Gin Liong, ia anggap pemuda itu
keliwat jumawa sekali. Saat itu suasana hening lelap, Sambil berjalan menuruni titian, diam2 Gin Liong
menimang, bagaimana ia harus bertindak untuk menindas nyali orang2 Thian-leng-
kau agar dapat meneruskan perjalanan lagi.
Rupanya Beng thancu masih hendak menumpahkan kemendongkolannya kepada
Gin Liong, ia berseru: "Tempat di muka ruang ini terlalu sempit, mungkin Siau-sauhiap tak leluasa
bergerak, dengan begitu kita tak dapat menikmati kepandaian sauhiap yang hebat
itu." Gin Liong hanya tertawa dingin.
"Jangan kuatir," serunya, "orang yang sudah tinggi kepandaiannya, tentu lekas
ketahuan, Begitu turun tangan tentu segera diketahui isi atau kosong. Hanya
orang yang belum sudah merencanakan hendak melarikan diri baru meributkan soal
tempat pertempuran!"
Ucapan itu seperti hendak mengatakan bahwa orang yang semacam Beng thancu
sajalah yang menimbulkan soal tempat bertanding karena Beng thancu termasuk
orang yang akan melarikan diri.
Sudah tentu Beng thancu tak dapat menahan kemarahannya lagi, serentak ia loncat
melayang ke muka ruang dan dengan napas ter-engah2. Segera berteriak:
"Mulutmu sungguh lancang, lihat serangan!"
Ia segera menyerang Gin Liong dengan kalap. Melihat itu tenang2 saja Gin Liong
mengangkat tangan dan berseru: "Tunggu dulu!"
Jika seorang ahli, tentulah Beng thancu segera akan mundur, Tetapi ternyata ia
tak tahu bahwa gerakan tangan Gin Liong itu telah menimbulkan gelombang halus dari
tenaga dahsyat yang hampir tak menerbitkan suara apa2.
Rupanya Beng thancu memang tak tahu. ia membentak: "Bagaimana" Masih mau
bertingkah apa lagi?"
Dengan berdiri tenang, Gin Liong memberi hormat: "Kedudukanku adalah sebagai
tetamu. Naga yang kuat takkan menindas ular kecil. Aku akan mengalah sampai
tiga jurus." Habis berkata tanpa menunggu jawaban Beng thancu ia terus memberi hormat
kepada Hong-hu Ing: "Kaucu, maaf, aku telah bertindak kurang sopan."
"Besar sekali mulutmu, engkau juga tak memandang mata kepadaku!" seru Beng
thancu. Saat itu sekalian anak buah Thian-leng-kau juga kedengaran berisik sekali,


Pedang Tanduk Naga Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka merasa Gin Liong memang terlalu sombong.
Tetapi Hong-hu Ing, Hong-hu Yan dan ayah angkatnya siorang tua baju kuning tahu
akan keadaan pemuda itu. Mereka memberi anggukan kepala.
Hong-hu Ing berbangkit mengangkat kedua tangan dan berseru lantang kepada
sekalian anak buah Thian-leng-kau.
"Saudara sekalian! Saling memuji kepandaian merupakan suatu peristiwa yang
lumrah di dunia persilatan Kalian tak boleh membuat gaduh tetapi saksikan saja
dengan tenang!" Kemudian iapun berseru juga kepada Beng thancu: "Beng thancu, jangan merusak
nama baik perkumpulan kita, agar jangan sampai ditertawakan orang!"
Oleh karena Beng thancu itu seorang thancu dari Thian-leng-kau maka Hong-hu Ing
pun terpaksa memberi anjuran begitu walaupun dalam hati ia tak senang melihat
kekasaran dari Beng thancu.
Tetapi Beng thancu telah salah tafsir, ia mengira ketua Thian-leng-kau benar2
menyuruh dia harus berjuang sungguh2, jangan lepaskan Gin Liong begitu saja,
Maka besarlah nyalinya. Ia merasa telah mendapat dukungan dari Hong-hu Ing.
"Baiklah, kaucu," serunya.
Habis berkata ia terus pasang kuda2 dan menyerang Gin Liong, walaupun dalam
ilmu pukulan Beng thancu belum mencapai tingkat sempurna tetapi dikalangan
anak buah Thian-leng-kau, dia termasuk tokoh yang menonjol. Dalam serangan itu
ia menggunakan delapan bagian tenaga, Sudah tentu hebatnya bukan olah2.
Tetapi Gin Liong masih tetap santai dan mengulum senyum.
Saat itu serangan Beng thancu tampaknya sudah mendekati selesai dan tiba2 Gin
Liong pun berseru: "Jurus kesatu!"
Sambil berkata ia terus menyelimpat dengan gerak yang cepat kebelakang Beng
thamcu. Beng thancu terkejut ketika tiba2 lawan menghilang dari pandang mata
dan tahu2 sudah berada dibelakangnya.
Legenda Bunga Persik 2 Bara Dendam Menuntut Balas Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M Kemelut Di Negara Siluman 1
^