Pencarian

Pendekar Bego 13

Pendekar Bego Karya Can Id Bagian 13


"Sekarang sang ikan sudah masuk jaring kecuali dua belas orang anggota ranting
kota Sin cin yang bertugas menjaga barisan ini, sisanya ikut aku semua menyerbu
bukit Siong san" Seusai berkata, dia berangkat meninggalkan hutan Liu itu lebih dahulu diikuti
kawanan iblis lainnya dari belakang.
Menanti bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari pandangan mata dari atas batang
pohon liu diluar barisan tersebut muncullah seorang gadis muda yang cantik
rupawan. Ong It sin menjadi amat terperanjat menyaksikan kemunculan gadis tersebut buru
buru serunya dengan ilmu menyampaikan suara.
"Nona Bwe, kau jangan datang kemari, aku sudah terkurung dalam barisan Pek lui
lok hun tin! Seputar arena sini telah ditanami ranjau ranjau yang maha dahsyat"
Mendengar bisikan tersebut, dengan cepat Bwe Leng soat berhenti, lalu sahutnya
dengan ilmu menyampaikan suara pula.
"Lantas apa yang harus kulakukan untuk menyelamatkan jiwamu?"
"Kau harus menyembunyikan diri lebih dahulu kemudian gunakan akal untuk
merobohkan kedua belas orang anggota Ki thian kau yang bertugas mengawasi
barisan ini, tanpa menimbulkan suara, hati hatilah dalam tindakan ini sebab
salah salah mereka bisa meledakkan ranjau disekitar barisan ini"
Bwe Leng soat mengiakan, sahutnya kemudian.
"Kau tak usah risau, akan kucarikan akal untuk mengatasi persoalan ini..."
"Tahukah kau bahwa kawakan iblis itu telah memimpin para jagonya menyerbu kuil
Siau lim si" Paling lambat besok pagi kita sudah harus tiba di kuil Siau lim si,
kalau tidak pihak mereka akan terancam bahaya"
"Aku mengerti!"
Dengan cepat gadis itu menyelinap kembali kedalam daun liu yang rimbun disekitar
sana. Dengan langkah yang sangat berhati hati dan gesit, Bwe Leng soat berputar ke
samping barisan Pek lui toa tin itu, sekias pandangan ia menjumpai bahwa barisan
ini luasnya mencapai lima puluh kaki lebih, pada sudut timur, barat selatan dan
utara masing masing tampak seorang manusia yang melakukan penjagaan.
Bwe Leng soat segera berpikir:
"Sisanya mungkin sedang beristirahat di dalam hutan, bila aku hendak membereskan
penjaga panjaga ini, maka pertama tama yang harus kulakukan adalah menemukan
kedelapan orang sisanya. Repot bila mereka berada dalam posisi menyebar, semoga
saja kedelapan orang itu berkumpul disatu atau dua tempat"
Berpikir sampai disitu, Bwe Leng soat segera mulai bekerja dengan melakukan
pemeriksaan. Tak jauh dari tempat itu, ia menemukan sebuah lekukan tanah yang lebih rendah
daripada permukaan tanah lainnya, delapan orang lelaki berbaju merah sedang
duduk berkumpul disana sambil bermain Pay kiu.
Yang menjadi bandar waktu itu adalah seorang lelaki gemuk.
Diatas sebuah batu besar dihadapannya kecuali bertumpuk setumpuk uang perak dan
lima biji cincin, masih ada lagi sebatang hio yang disulut.
Hio itu panjang dan besar, paling tidak dua jam kemudian baru akan habis
tersulut Dalam sekilas pandangan saja Bwe Leng soat segera memahami bahwa hio itu
digunakan sebagai tanda waktu bergilir, atau dengan perkataan lain dua jam
sekali mereka gantian berjaga.
Suasana disitu amat redup sekali, karena itu mereka berdelapan berkumpul menjadi
satu dalam lingkaran yang amat kecil.
Rupanya pada waktu itu sang bandar sedang mujur, berulang kali ia menang dalam
taruhan. Tiba tiba lelaki yang kurus kecil bangkit berdiri sambil berkata:
"Lohu akan kencing dulu!"
"Hey, jangan kabur, kalau tidak lohu sikat semua uangmu" seru sang bandar lagi.
"Aaah, belum tentu!"
Maka si kuruspun menuju ke belakang sebatang pohon Liu untuk membuang hajadnya
Siapa tahu baru selesai hajadnya dibuang mendadak pinggangnya terasa kesemutan
dan ia segera roboh tak sadarkan diri.
Tentu saja orang yang melancarkan sergapan itu tak lain adalah Bwe Leng soat.
Begitu lelaki kurus itu roboh Bwe Leng soat segera menyeret tubuhnya dan
disembunyikan. Sedangkan bajunya dilepaskan dan segera dikenakan pada tubuh sendiri selesai
berdandan diapun melangkah untuk kearena perjudian.
Sang bandar segera berteriak.
"Liang lotoa, untung besar kau ini, begitu kau pergi lohu sudah kalah tiga kali"
Dengan gaya Liang lotoa, Bwe Leng soat menyahut.
"Kalau aku main lagi, niscaya kau akan lebih sial"
"Benar" seru yang lain sambil tertawa tergelak
"Ssst...! Jangan keras keras" seru sang bandar "jangan sampai menarik perhatian
si perempuan iblis dari Koan tian kek"
Maka semua orangpun membungkam dan mencurahkan perhatian masing masing pada
kartu sendiri serta uang yang bertumpuk tumpuk.
Melihat ada kesempatan baik, Bwe Leng soat segera bertindak cepat dengan
kepandaian silatnya yang lihay dalam waktu singkat jalan darah keenam orang itu
sudah ditotok semuanya. Sekarang tinggal sang bandar seorang, ketika dilihatnya semua orang berdiam diri
saja, ia lantas mendamprat.
"Makanya, kenapa kalian tidak berkutik?"
Ketika tiada jawaban, ia lantas mendongakkan kepalanya, saat itulah ia baru
menyaksikan rekan rekannya sudah duduk melotot tak mampu berkutik lagi, jelas
jalan darah mereka sudah tertotok.
Dari sekian banyak rekannya hanya Liang lotoa yang kecil kurus masih memandang
ke arahnya sambil tertawa terkikik.
Si gemuk itu makin heran, ia membelalakkan matanya makin lebar, sekarang ia baru
merasa bahwa orang itu tidak mirip dengan Liang lotoa, bentaknya segera.
"Siapa kau?" Pelan pelan Bwe Leng soat melepaskan penutup kepalanya sehingga tampaklah
rambutnya yang hitam dan terurai panjang itu, sahutnya.
"Coba pikirkan sendiri siapakah diriku ini?"
Reaksi si gemuk ternyata cukup cepat, dengan segera ia teringat kembali siapa
gerangan orang itu, dengan paras muka berubah hebat serunya tergagap.
"Kau... kau... kau datang dari kuil Koan tiau kek..."
Bwe Leng soat manggut manggut.
"Bagus sekali, rupanya kau juga kenal dengan nonamu, nah sekarang jawablah yang
terang, kau kepingin mampus atau hidup terus?"
Si Gemuk itu adalah pemimpin dari rombongan ini, dalam dunia persilatan punya
nama yang tak kecil, orang menyebut sebagai It pa to (sebilah golok) Thio hong.
Orang ini terkenal karena licik, keji suka harta dan suka perempuan, sudah
banyak kejahatan yang dilakukan selama ini.
Rupanya ia dibikin keder oleh nama besar orang, buru buru sahutnya dengan nada
ketakutan: "Semut saja ingin hidup, mana ada manusia yang enggan hidup terus didunia ini?"
"Bagus jika kau bersedia melindungiku untuk membereskan penjaga yang berada
disekitar tempat ini, bukan saja nona akan memberi jalan hidup kepadamu, bahkan
semua uang itu juga akan menjadi milikmum bagaimana" Mau bukan?"
It pa to Thio Hong memutar biji matanya kian kemari, kemudian sahutnya.
"Baik!" Tanpa sungkan sungkan lagi dia segera menyambar uang diatas batu dan dimasukkan
semua ke dalam sakunya. Kemudian diajaknya Bwe Leng soat menuju ke posisi tengah dari barisan Pek lui
toa tin tersebut. Orang yang berjaga disana adalah seorang lelaki kekar.
Ketika dilihatnya pendatang adalah Thio hong segera tegurnya.
"Hei thio gendut bukankah kalian sedang bermain pay kiu, kenapa belum waktunya
sudah datang?" "Malam ini nasibku lagi sial, Tio Ngo lebih baik kau saja yang menjadi bandar,
selesai berjaga nanti aku akan bermain lagi, siapa tahu nasibku waktu itu jauh
lebih baik" Sambil berkata dia maju terus kedepan sehingga dalam waktu singkat telah berada
lima depa dari tempat orang itu.
"Hei, siapa yang berada dibelakangmu itu?" tiba tiba Tio Ngo menegur dengan
suara lantang "Dia kan Liang lotoa!"
Tio Ngo sudah cukup lama bergaul dengan Lang lotoa, tentu saja dia bisa
membedakan mana yang asli dan mana yang gadungan, apalagi sebagai orang yang
cerdas ia sudah menaruh curiga ketika si gemuk datang sebelum waktunya.
Dengan suatu gerakan cepat tiba tiba ia melompat ke depan siap meledakkan ranjau
ranjau itu. "Kau berani?" bentak Bwe Leng soat.
Sebuah totokan kilat segera dilancarkan dari tempat kejauhan.
Begitu jalan darah dipunggung Tio Ngo terhajar, tubuhnya seketika itu juga roboh
terjengkang ke atas tanah.
Baru saja dia ingin berteriak, jalan darah bisunya kembali sudah tertotok.
Tidak sampai disitu saja, Bwe Leng soat dengan cepat memburu ke depan dan
menotok jalan darah pingsannya.
Maka begitu selesai membereskan musuhnya, gadis itu segera membawa si gemuk
pindah ke barisan Pek lui toa tin sebelah kanan dan belakang.
Dalam waktu singkat, Bwe Leng soat berhasil kembali merobohkan dua orang musuh
Sekarang tinggal seorang musuh yang berjaga disebelah kiri.
"Bwe lihiap!" It pa to Thio hong berkata, "saudara yang berjaga ditempat itu
bernama Han Tan, dia jauh lebih cerdik daripada Tio Ngo, tubuhnya juga memakai
kaus kotang pelindung badan, ia tidak mempan dibacok tidak mempan pula ditotok,
selain itu diapun kurang akur dengan aku. Bila aku musti mendatanginya
bersamamu, sudah pasti dia akan mencurigai diriku"
"Lantas menurut pendapatmu?"
"Biar aku tinggal disini saja, sedang lihiap boleh menyaru sebagai Liang lotoa
untuk menggantikan gilirannya, karena saat ini adalah saatnya untuk aplusan, aku
rasa dia tak akan mencurigaimu"
Bwe Leng soat berpikir sebentar, kemudian sahutnya:
"Setelah melewati kerja sama yang bagus sebanyak tiga kali, aku tahu kau tak
akan berhianat, nonapun tak suka mencurigai orang, baiklah, kau boleh tetap
tinggal disini!" Seusai berkata dia lantas melangkah maju ke depan.
Begitu Bwe Leng soat membalikkan badannya, sekulum senyuman licik segera
tersungging diujung bibir si gemuk itu, pikirnya:
"Budak ingusan tertipu kau kali ini! Sekalipun ilmu silatmu terhitung sangat
lihay, jangan harap kau bisa tinggalkan lagi tempat ini dalam keadaan
selamat..." Baru saja dia akan membalikkan badannya untuk kabur...
Mendadak Bwe Leng soat membalikkan badannya sambil melancarkan tiga buah totokan
maut. "Blaam!" tubuh sigemuk Thio hong yang besar segera roboh terbanting ke atas
tanah dan tak mampu berkutik lagi.
Tapi dengan terjadinya peristiwa itu, suara tadi segera mengejutkan lelaki
berbaju merah yang berjaga ditepi barisan, segera bentaknya dengan suara
nyaring: "Siapa disitu?"
Terpaksa Bwe Leng soat maju menghampirinya sambil menyahut:
"Aku untuk aplusan!"
Walaupun lelaki berbaju merah itu melihat orang itu bertubuh mirip Liang lotoa,
tapi ia dapat menangkap suaranya yang jauh berbeda.
Akan tetapi diantara dua belas orang ditugaskan menjaga barisan Pek lui lok hun
tin, cuma Liang lotoa seorang yang bertubuh kurus kecil, selain dia, lantas
siapakah orang ini" Kewaspadaannya segera ditingkatkan, bentaknya kemudian:
"Sebutkan namamu!"
"Aaah, masa kau tidak kenal siapakah aku orang she Liong ini?"
Lelaki berbaju merah itu kembali tertawa seram.
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... lantas siapakah aku ini?" tegurnya.
"Kau toh Huan Tam!"
"Betul, aku memang Huan Tam, tapi kau bukan lotoa, dalam hal ini jangan harap
kau bisa membohongi diriku"
Mendengar perkataan itu Bwe Leng soat merasa amat terperanjat, buru buru
pikirnya "Waah... jangan jangan usahaku selama ini akan sia sia belaka..."
Berpikir sampai disitu, segera timbullah suatu akal bagus, seraya berpaling
teriaknya. "Hei, si gemuk! Cepat kemari, coba kau lihat orang sendiripun dia tidak kenal."
Tanpa sadar Huan Tam mendongakkan kepalanya, tapi ia segera menyaksikan
dihadapannya sama sekali tak tampak sesosok bayangan manusiapun.
Pada detik itulah Bwe Leng soat dengan kecepatan luar biasa telah mendekati
hampir lima kaki lebih kedepan sekarang jaraknya tinggal satu kaki dari hadapan
muka. Dengan perasaan terkesiap Huan Tam segera merogoh sakunya mengambil keluar
sebiji mata uang kim che piau, lalu siap disambit ketengah barisan ranjau.
Seandainya mata uang kim che piau tersebut sampai menghantam ketengah barisan
Pek lui lok hun tin, maka akibatnya ranjau ranjau yang tertanam disekitar tempat
itu akan meledak. Untunglah pada saat itu Bwe Leng soat telah membentak keras, pedangnya dengan
menciptakan sekilas cahaya bianglala merah menyambar kemuka
Baru saja Huan Tam mengayunkan tangannya tahu tahu lengan tersebut sebatas sikut
sudah terlepas kutung. Ia menjerit kesakitan, bagaikan binatang terluka serunya dengan penuh kebencian.
"Sudah pasti kau adalah perempuan rendah she Bwe itu!"
Sambil menggigit bibir mendadak ia menjatuhkan diri ke atas barisan Pek lui toa
tin tersebut. Agaknya Bwe Leng soat telah menduga sampai kesitu, dia mendengus dingin,
tubuhnya berkelebat ke depan melampaui Huan Tam kemudian.
"Duuuk!" sebuah tendangan dahsyat bersarang telak diatas perutnya membuat tubuh
Huan Tam terpental kembali dari arah barisan Pek lui lok hun toa tin tersebut.
Didalam melancarkan tendangan ini gadis tersebut telah menghimpun segenap tenaga
dalam yang dimilikinya, bagaimana mungkin Huan Tam bisa tahan... Tak ampun lagi
selembar jiwanya melayang meninggalkan raganya.
Walaupun Bwe Leng soat berhasil juga mengakhiri nyawa Huan tam dan menghindari
suatu akibat yang fatal, tak urung jantungnya berdebar juga karena ngeri.
Setelah menghembuskan napas panjang, ujarnya kepada Ong It sin yang berada
ditengah arena. "Ong toako dengan cara apa aku harus menolongmu keluar dari situ?"
"Luas barisan Pek lui lok hun toa tin ini mencapai dua puluh lima kaki lebih,
empat penjuru penuh dengan ranjau darat yang maha dahsyat, bila ingin keluar
dari sini, paling tidak aku musti berlompatan sebanyak tiga kali"
"Lantas bagaimana caramu memasuki barisan tersebut?" tanya Bwe Leng soat dengan
kening berkerut. "Waktu itu aku berlarian diatas pohon Liu, ditambah daya lentingan dari dahan
pohon Liu yang kuat, maka dalam waktu singkat aku bisa melampaui daerah seluas
dua puluh lima kaki lebih, tapi sekarang keadaannya jauh berbeda"
Bwe Leng soat berpikir sebentar, lalu tanyanya:
"Kau pernah belajar ilmu meringankan tubuh Sut peng tok sui (menyusup daun
melintas air)?" "Dulu aku pernah belajar!"
"Kalau pernah belajar, itu lebih baik lagi. Sekarang hanya ada satu cara yang
bisa digunakan" "Kau suruh aku melentik keudara dan melewati tanah lapang ini?"
"Betul, cuma kau musti berhati hati, sebab salah perhitungan sedikit saja bisa
berakibat terancamnya jiwa"
"Sekalipun berbahaya akan kucoba juga, sebab hidup sebagai seorang manusia ada
kalanya memang perlu menyerempet bahaya"
"Kalau kau memang sudah setuju, beritahulah jarak lompatanmu, agar aku bisa
membuatkan persiapan"
"Tanpa meminjam tenaga aku bisa berjumpalitan sebanyak dua kali diudara, mungkin
bisa mencapai kejauhan empat belas kaki lebih...!"
"Kalau begitu bersiap siaplah! Akan kusambut kedatanganmu dengan melepaskan dua
batang ranting pohon Liu"
Ong It sin segera mendongakkan kepalanya dan berpekik nyaring, tubuhnya segera
melambung keudara dan melayang sejauh delapan kaki lebih dari tempat semula.
Kemudian sesudah menarik napas panjang panjang, kaki yang satu menjejak diatas
kaki yang lain, sekali lagi badannya melambung sejauh enam kaki lebih ke depan.


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pada saat itulah, dari depan sana terdengar Bwe Leng soat berseru lantang.
"Ong toako, perhatikan ranting pohon liu itu"
Ong It sin segera meminjam ranting pohon liu yang melayang tiba itu untuk
melejit lebih kedepan, setelah hal ini dilakukan berulang ulang akhirnya
berhasil juga ia melepaskan diri dari barisan Pek lui lok hun toa tin tersebut.
Kendatipun sudah lolos dari bahaya, tak urung pemuda itu kehabisan tenaga juga
sehingga wajahnya kelihatan sangat letih.
Dari sakunya Bwe Leng soat segera mengeluarkan sebutir pil mestika, sambil
disodorkan kepada pemuda itu katanya.
"Inilah pil Kiu coan leng wan yang dibuat guruku, makanlah, tenagamu akan pulih
kembali dengan segera"
Ong It sin menerima dan menelannya, benar juga, tak lama kemudian kesegarannya
telah pulih kembali. "Ong toako" kata Bwe Leng soat kemudian, "Pek lui lok hun toa tin ini hanya akan
dipakai untuk mencelakai orang saja bila dibiarkan utuh lebih baik kita ledakkan
saja" "Tapi... apakah disekitar tempat ini tak ada manusia atau binatang peliharaan
orang?" "Sudah kuperiksa, sekitar tempat ini merupakan sebuah tanah lapang kosong,
sampai setengah li dari sini masih belum ditemukan penghuni"
Ong It sin segera mendongakkan kepala memeriksa cuaca sejenak, kemudian
mengangguk: "Baiklah!" Sambil menjauhi tempat itu, sebutir batu segera disambit ketengah barisan
tersebut. Begitu batu tersebut menyentuh tanah, suatu ledakan beruntun yang luar biasa
dahsyatnya segera menggelegar memenuhi seluruh angkasa.
Waktu itu sekalipun Ong It sin dan Bwe Leng soat sudah meninggalkan hutan pohon
liu tersebut tubuh mereka masih merasakan juga gempa bumi yang dihasilkan akibat
dari ledakan itu Menyaksikan kedahsyatan tersebut, sambil menjulurkan lidahnya Ong It sin
berkata. "Nona Bwe, untung saja kau berhasil menyelamatkan jiwaku, kalau tidak, mungkin
tubuhku sudah hancur berkeping keping akibat dari ledakan dahsyat ini"
"Agaknya kita tak boleh bersikap kasihan lagi terhadap kawanan iblis itu" kata
Bwe Leng soat "bila bersua kembali dilain waktu, kita harus turun tangan keji
serta membasminya dari muka bumi"
Nona yang sebenarnya berhati penuh welas kasih ini rupanya sudah diliputi oleh
hawa napsu membunuh akibat menyaksikan kekejaman musuh musuhnya itu.
"Sekarang mereka sudah berangkat ke kuil Siau lim si untuk membuat keonaran kita
harus segera berangkat untuk memberi pertolongan, jangan sampai terlalu banyak
korban yang berjatuhan" seru Ong It sin kemudian.
"Mari kita pulang dulu kepenginapan, bersama Coa tayhiap dan To hu tay hiap kita
melakukan perjalanan bersama"
Tak lama kemudian sampailah mereka dalam rumah penginapan.
Waktu itu Coa Thian tam dan To hu Hiong sudah lama menanti melihat muda mudi itu
sudah balik kembali, dengan nada mengomel segera tegurnya.
"Semalam kemana saja kalian pergi?"
"Aaai... panjang sekali ceritanya" jawab Ong It sin "coba kalau nona Bwe tidak
datang tepat pada waktunya, siaute mungkin sudah mati didalam barisan Pek lui
lok hun toa tin" "Hei, apa yang dimaksudkan barisan Pek lui lok hun toa tin itu"!" tanya Coa
Thian tam keheranan. Berbicara sampai disitu, mendadak ia seperti merasa terkejut serunya kembali.
"Jangan jangan ledakan dahsyat yang terdengar tadi ada hubungannya dengan
kalian?" "Yaa, itulah dia" kata Bwe Leng soat, "semalam, Ong toako sudah terperangkap
didalam barisan Pek lui lok hun toa tinnya perkumpulan Ki thian kau. Yang
dimaksudkan dengan barisan Pek liu lok hun toa tin adalah suatu barisan yang
disekelilingnya ditanam seratus buah ranjau darat yang dihubungkan satu sama
lainnya, bisa dibayangkan bagaimana akibatnya bila ranjau ranjau tersebut
meledak bersama" "Aaai... untung saja Ong lote mempunyai rejeki besar, coba kalau berganti orang
lain mana mungkin masih bisa hidup?" kata Coa Thian tam dengan perasaan lega.
Sementara itu Pek lek to To hu Hiong telah menitahkan kepada pelayan untuk
menyiapkan kuda, selesai membayar rekening maka berangkatlah mereka berempat
menuju ke bukit Siong san.
oooxdwxooo Sementara itu, suasana didepan kuil Siau lim si dibukit Siong san amat tegang
dan berbahaya. Beribu ribu orang jago berbaju merah dari perkumpulan Ki thian kau telah
mengepung seluruh kuil tersebut dengan rapat, senjata yang terhunus dan hawa
pembunuhan yang luar biasa membuat situasi sungguh mengerikan sekali.
Rupanya Ki thian kau telah berhasrat untuk menaklukkan partai Siau lim didalam
serbuannya kali ini, hal mana terbukti dari dikerahkannya jago jago dari delapan
kantor cabang, belasan kantor ranting dan sekawanan gembong iblis yang tersohor
akan kekejiannya dalam dunia persilatan.
Go liong taysu, murid angkatan kedua partai Siau lim yang bertugas menjaga pintu
gerbang merasa terkejut sekali ketika menyaksikan kehadiran begitu banyak iblis
dari Ki thian kau yang mengepung kuilnya, kontan saja mukanya berubah hebat.
Belum sempat ia menutup pintu gerbang kuilnya, seorang perempuan berbaju merah
telha membentak nyaring: "Hei, hwesio cilik! Berhenti kau!"
Go liong taysu meski terhitung murid angkatan ketiga didalam kuil Siau lim si,
sesungguhnya ia telah berusia empat puluh tahunan lebih, tak terlukiskan
perasaannya ketika dipanggil hwesio kecil oleh orang itu.
Xxxxod-woxxxx Jilid 22 IA menyapu sekejap ke arah perempuan itu, lalu sambil merangkap tangannya di
depan dada, katanya: "Sicu, ada urusan apa kau memanggil pinceng?"
Dalam sekilas pandangan saja, ia telah menjumpai bahwa perempuan itu memiliki
paras muka yang cantik dengan pinggang yang ramping, payudara yang amat besar
dan pinggul yang gemuk, dia tak lain adalah Ang hun lo sat Hoa Long jin.
"Cepat sampaikan kepada Toa gi siansu, ketua dari partai kalian bahwa Tay sang
kaucu Ki thian kau kami telah datang berkunjung, suruh dia memimpin segenap
muridnya untuk datang menyambut!" teriak Ang hun lo sat Hoa Long jin lagi.
"Menyambut?" Tentu saja Go long taysu bisa memahami maksud kata itu sebagai menyerah kalah.
Sesungguhnya partai Siau lim sudah mendapat kabar dan tahu kalau beberapa waktu
lagi pihak Ki thian kau akan melancarkan serangan kepada partai mereka, tapi ia
tak menyangka kalau serangan tersebut bisa datang sedemikian cepatnya.
Terpaksa ia menyahut: "Baik!" Dengan cepat ia lari masuk ke dalam ruangan dan membunyikan lonceng tanda
bahaya. xdoooOooowx Suara dentingan lonceng dengan cepat menggema diseluruh tanah perbukitan
tersebut. Tak lama kemudian, dari luar kuil segera muncul lima ratusan hwesio berbaju abu-
abu. Kawanan hwesio tersebut rata rata masih muda dan kekar, masing masing
bersenjatakan sebilah golok.
Menyusul kemudian muncul tiga puluh enam orang hwesio berjubah putih. Mereka
berpakaian sama seperti pakaian Go liong taysu berusia lima puluh tahunan,
senjata yang digunakan adalah senjata sekop.
Akhirnya muncul delapan belas orang hwesio tua berjubat kuning gading, hwesio
hwesio tua ini bersenjatakan toya.
Cianbunjin dari partai Siau lim, Toa gi siansu berjalan dibelakang dan diapit
oleh dua orang hwesio berjenggot hitam sedada yang bersenjata toya.
Dengan wajah serius Toa gi siansu memberi hormat kepada tamunya, kemudian
menegur. "Tolong tanya, karena persoalan apakah partai kalian membawa orang untuk
menyerang partai Siau lim kami?"
Sangkoang Bu cing segera tertawa seram, jawabnya.
"Partai kalian terlalu sombong, sama sekali tidak menggubris permohonan yang
kami ajukan, memangnya kamu sekalian tidak pandang sebelah mata terhadap partai
sesat kami ini?" "Omintohud! Partai kalian ingin menjajah seluruh daratan Tionggoan dan
menitahkan pelbagai partai besar untuk menyerahkan diri, bahkan sama sekali
tidak memberi muka kepada partai lain, sekarang kau malah memutar balikkan
persoalan, coba katakan, siapa yang tidak memandang kepada siapa?"
Untuk sesaat Sangkoan Bu cing menjadi terbungkam dan tak tahu bagaimana musti
menjawab. Si Kelabang hitam Be Ji nio segera tertawa seram, katanya:
"Toa hwesio, tajam amat selembar bibirmu itu, cuma... aku rasa kita tak usah
ribut lagi aku hanya ingin bertanya kepadamu sekarang mau menyerah atau tidak?"
Sesudah mengetahui kalau musuhnya Be Ji nio, Toa gi siansu segera mendengus
dingin. "Hmm...! Semenjak partai kami didirikan hingga sekarang, lolap cuma tahu membela
kebenaran untuk menaklukkan iblis, tiada kamus dalam sejarah partai kami bahwa
Siau lim pay akan menyerah kalah dan bertekuk lutut kepada kaum iblis."
Si Kelabang hitam Be Ji nio segera tertawa dingin.
"Toa gi si keledai gundul serunya, kau mustinya juga tahu, partai kami telah
menyiapkan begini banyak jago Liok lim untuk menumpas kalian, dengan kekuatan
beberapa ratus orang dari partai kalian, tidakkah kau merasa bahwa tindakanmu
itu ibaratnya telur yang akan diadu dengan batu karang" Hmm! Kalau kami berkeras
kepala lagi, jangan salahkan kalau partai kalian akan kami ratakan dengan
tanah!" Pelan pelan Toa gi siansu menyapu sekejap kawanan iblis dari Ki thian kau yang
berjumlah ribuan orang itu, dia tahu bahwa kekuatan partainya jauh ketinggalan
dibandingkan kekuatan orang, jika tiada bantuan yang datang dari luar, niscaya
partai Siau lim akan musnah sampai disitu saja.
Tapi dengan cepat pendeta tua itu berpikir lagi.
"Andaikata menyerah kepada Ki thian kau, jelas tindakanku ini akan membuat
malunya nama Cousu, apalagi sesudah menyerah, merekapun akan menggunakan tenaga
partai kami untuk menaklukkan dunia, bukankah perbuatan semacam ini sama artinya
dengan membantu kaum laknan membuat kejahatan didunia?"
Berpikir sampai disitu, dengan keraskan hati segera katanya:
"Bila takdir menghendaki demikian partai Siau lim kami akan pasrah kepada nasib"
"Mengapa kau tidak mempertimbangkan lagi keputusanmu itu?" bujuk Be Ji nio.
"Aku sudah cukup mempertimbangkannya, jadi tak usah dipikirkan lebih jauh"
Be Ji nio masih ingin membujuk lagi, tapi Hu kaucu Sangkoan Bu cing yang berada
disampingnya segera menukas:
"Yang mau menurut kita pakai, yang membandel kita sikat, kalau toh Toa gi hwesio
belum puas hatinya sebelum melihat peti mati, buat apa kita musti sungkan
sungkan lagi" Bukan begitu Tay seng kaucu?"
Be Ji nio menghela napas panjang.
"Aaai... tampaknya kita memang terpaksa harus memberi pelajaran dengan darah!"
Baru selesai dia berkata, Siluman perut besar Go ing ciu dari Jit sia cia si yau
segera menampilkan diri seraya berkata:
"Hamba bersedia untuk bertarung dalam babak pertama!"
Sekalipun Sangkoan Bu cing sudah pernah berlatih ilmu sakti dari atas pedang Hu
si ku kiam, tapi ia sampai detik itu masih belum memiliki keyakinan untuk dapat
menangkan pihak Siau lim pay.
Maka ketika dilihatnya siluman perut besar Go Ing ciau bersedia untuk maju ke
depan, ia segera mengambil keputusan untuk melihat kekuatan lawan dari
pertarungan babak pertama, maka dengan cepat diapun mengangguk tanda setuju.
Siluman perut besar Go Ing ciau segera meloloskan sepasang senjata roda Ji gwat
siang lun nya dan maju kedepan bagaikan jalannya seekor itik katanya.
"Para hwesio gundul, dengarkan baik baik, hari ini aku Go Ing ciau akan mencoba
kelihayan dari ilmu silat Siau lim pay, siapa yang ingin tampilkan diri untuk
menerima kematian?" Seorang hwesio berjubah putih segera menampilkan diri, orang ini bernama Go sim
hwesio. Dengan senjata sekop ditangan, serunya.
"Siluman yang tak tak tahu diri benar benar nyalimu, pinceng tak akan membiarkan
manusia macam kau membuat keonaran didepan kuil kami, lihat serangan!"
"Sreeet...!" sebuah sapuan sekop segera diayunkan kemuka.
Siluman perut besar Go Ing ciau mengayunkan pula senjata roda Jit gwat lunnya
untuk menangkis sambil menjojoh, jurus serangan yang dipakai adalah Ku s*u boan
keng (pohon kering akar melingkar).
Menyaksikan tangkisan musuhnya, Go sim hwesio berpikir.
"Siluman ini mempunyai nama dalam deretan empat belas siluman dari tujuh selat,
tampaknya kepandaian silat yang dimilikinya bukan nama kosong belaka"
Dengan cepat dia gunakan jurus Lek pit boa san (membacok rontok bukit boa san),
Po im kiam jit (menyingkap awan melihat matahari) dan Lay liong ki meh (datang
dari asal usulnya) tiga jurus dahsyat untuk melancarkan serangan.
Jangan dilihat jurus jurus serangan yang dipergunakan itu amat biasa dan tiada
sesuatu yang aneh tapi dalam permainan Go sim hwesio ternyata kehebatannya luar
biasa sekali. "Bagus!" teriak siluman perut gendut.
Dengan sepasang roda Jit gwat siang lun itu diputar menggunakan jurus Ji gi gwat
sia (matahari aneh rembulan miring) untuk menyergap musuh.
Kendatipun perlawanan yang dilakukan cukup tangguh, namun rupanya ia masih bukan
tandingan Go sim hwesio, dua puluh gebrakan kemudian ia sudah menunjukkan tanda
tanda akan kalah. Tapi siluman berperut besar ini memang cukup licik, ketika dilihatnya Go sim
hwesio cukup tangguh, dengan cepat ia memencet tombol rahasia pada senjata roda
Jit gwat siang lunnya untuk menyemprotkan air racun yang sudah dipersiapkan
sebelumnya itu. Go sim hwesio membentak keras, senjata sekopnya ditutul keatas tanah, kemudian
menggunakan tenaga pantulan tersebut badannya melambung ke udara dan persis
melepaskan diri dari semprotan air beracun itu.
Melihat semprotan air beracunnya tidak mendatangkan hasil, siluman perut besar
Go Ing ciau menjadi gugup bercampur panik dengan cepat dia membalikkan badannya
siap melarikan diri. Go sim hwesio membenci atas kekejiannya, melihat musuhnya mau kabur, lengannya
segera digetarkan keras, senjata sekopnya dengan menciptakan selapis bayangan
hitam langsung menyapu keudara.
Jeritan ngeri yang memilukan hati segera berkumandang memecahkan keheningan,
batok kepala siluman berperut besar itu tahu tahu sudah terpapas separuh hingga
darah segar bermuncratan ke mana mana, seketika itu juga ia roboh binasa.
Dengan matinya siluman berperut besar Go Ing ciau serentak sisa siluman yang
bergabung dalam Jit sia cap si yau maju ke muka siap membalaskan dendam bagi
kematian saudaranya. Tapi Hu kaucu Sangkoan Bu cing segera membentak keras.
"Memangnya kalian kuatir dendam Go hiangcu tak terbalaskan" Hayo cepat mundur
semua!" Kawanan iblis dari tujuh selat tak berani membangkang, mereka segera menarik
diri dan mundur ke belakang.
Sangkoan Bu cing segera menitahkan Say siu jin mo untuk turun dalam pertarungan
babak kedua. Pihak Siau lim pay segera mengutus Tay cu siangsu dari ruang Lo ham tong untuk
keluar menghadapi musuh. Tenaga dalam yang dimiliki Tay su siansu sesungguhnya terhitung lumayan, cuma
sayang dia masih kalah bila dibandingkan dengan ilmu Kiu thian to soh kang milik
Say siu jin mo. Padahal dari sekian banyak tianglo yang berada dalam ruang Lo han tong, ilmu
silat Tay su siansu terhitung paling lihay, bila dia saja tak sanggup
mempertahankan diri sudah barang tentu terpaksa ciangbunjin mereka Tay gi siansu
harus turun tangan sendiri untuk menghadapi musuhnya itu.
Dengan suara lantang Say siu jin mo Kwik Cing berkata:
"Hwesio gede, sesungguhnya sudah lama lohu berniat untuk mengunjungi kuil Siau
lim si serta mencoba kelihayan ilmu silat partai kalian, siapa tahu para tianglo
dari Lo han tong yang begitu tersohor namanya dalam dunia persilatan pun tak
lebih cuma begitu begitu saja, kejadian ini sungguh membuat aku orang she Kwik
merasa kecewa sekali"
Semenjak Tay gi siansu menduduki jabatan sebagai ketua partai Siau lim, dia
lebih menganjurkan kepada murid muridnya untuk belajar ilmu agama Buddha


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketimbang murid muridnya giat berlatih silat, tidak heran kalau nama besar
partai Siau lim pada dua puluh tahun belakangan ini tidak setenar dulu.
Maka setelah mendengar perkataan dari Say siu jin mo tersebut, dia baru sadar
bahwa agama Buddha meski sangat penting artinya, tapi ilmu silatpun tak boleh
dikesampingkan. "Omintohud!" ia lantas merangkap tangannya didepan dada sambil memuji keagungan
Buddha, "keliru kalau sicu berkata demikian. Bayangkan saja sejarah partai kami
sedari dulu, soal ilmu silat selalu merupakan topik pembicaraan orang banyak,
andaikata lolap tidak selalu menganjurkan kepada anak muridku agar lebih
memperdalam agama, hari ini, tak nanti kami akan biarkan laian semua berbuat
sewenang wenang ditempat ini"
Say siu jin mo segera mengipatka rambutnya yang merah, kemudian terkekeh dengan
seramnya. "Heeeh... heeehhh... heeehhh... keledai tua, kematianmu sudah berada didepan
mata, berani benar kau berbicara secara sembarangan?"
Pedangnya segera digetarkan menciptakan selapis bunga pedang yang menyelimuti
seluruh angkasa, kemudian dengan suatu gerakan kilat langsung membacok ketubuh
Tay gi siansu, ketua dari partai Siau lim tersebut.
Ditengah cahaya pedang, sinar berkilauan tiba tiba memancar keempat penjuru dan
mengurung sekujur tubuh lawan.
Jurus serangan ini sesungguhnya jauh lebih keji dan mematikan bila dibandingkan
dengan jurus serangan yang digunakan untuk menghadapi Tay cu siansu tadi.
Tay gi siansu mendengus dingin.
"Hmm! Siancu jangan keburu bangga dulu"
Tongkat kemala liok hud giok ciang yang berada ditangannya segera diputar
sedemikian rupa menciptakan selapis bayangan cahaya kehijau hijauan.
Bukan saja serangan tersebut dengan cepat membuyarkan kekuatan Kiu thian to soh
kang yang menyurup badan, malah terkandung pula kekuatan dahsyat yang balik
menyerang ke tubuh lawan.
Tay gi siansu memang tak boleh dianggap enteng, betul selama banyak tahun
belakangan ini dia lebih menitik beratkan perhatiannya untuk mendalami agama,
akan tetapi ilmu silatnya sama sekali tidak terbengkalai.
Ratusan gebrakan kemudian, Say siu jin mo mulai keteter hebat dan lambat laun
makin tak kuasa menahan diri.
Hu kaucu dari Ki thian kau, Sangkoan Bu cing yang menyaksikan gelagat tersebut,
segera menitahkan Tee leng kun untuk menggantikan rekannya yang terdesak itu.
Tee leng kun segera menggetarkan ruyung seratus tulang tengkoraknya untuk
menggantikan kedudukan Say siu jin mo, seluruh kemampuannya untuk memainkan Yu
leng biau ciu pian hoat yang diperolehnya dari kitab Kiu im ciu keng segera
dipancarkan sepenuh tenaga.
Setiap ancaman ruyung yang dilancarkan hampir semuanya dilakukan dengan gerak
enteng seakan akan kakek bertampang jelek ini sama sekali tidak memiliki tenaga
dalam. Padahal setiap serangannya itu mengandung penghancur yang beribu ribu kati
beratnya, salah salah bisa jadi akan merenggut nyawanya.
Ilmu Goan yok sin kang yang dimiliki Tay gi siansu sebenarnya termasuk suatu
ilmu sakti dari kaum Buddha, sayang sekali Kiu im hiat sat yang dimiliki Tee
leng kun telah mencapai puncak kesempurnaan, suatu ketika karena kurang berhati
hati, lengan kiri Tay gi siansu segera tersambar senjata lawan sehingga terluka.
Melihat kejadian itu, Hu kaucu dari perkumpulan Ki thian kau, Sangkoan Bu cing
segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahh... haaahh... haaahh... Tay gi siansu sekarang tentunya kau sudah tahu
akan kelihayan bukan! Lebih baik sedikitlah tahu diri dan berani menghadapi
kenyataan, sekarang aku masih memberi kesempatan kepadamu untuk
mempertimbangkan, akan menyerah atau bertempur terus"
Suatu kebulatan tekad yang membaja segera tercermin diatas wajah Tay gi siansu,
serunya dengan lantang. "Kepala boleh putus kepribadian tak boleh dijual, partai Siau lim pay tidak akan
menyerah kepada kaum siluman yang bengis"
Tee leng kun segera tertawa terkekeh kekeh.
"Heeehh... heeehh... heeehh... memangnya kau bisa mengambil keputusan
sendiri..." Ruyung Pek kut pian yang berada ditangannya segera disapu kebawah lalu menyerang
semakin gencar ibaratnya hujan badai.
Tiba tiba dari antara rombongan pendeta berbaju kuning keluar seorang hwesio
berjenggot hitam, dengan suara dalam segera bentaknya keras keras.
"Tay gi, mundur! Biar aku yang menghadapinya"
Dengan hormat ketua dari Siau lim pay itu menjura, kemudian mengundurkan diri ke
belakang. Tee leng kun yang menyaksikan kejadian itu segera berpikir didalam hati:
"Hwesio ini kelihatannya masih muda belia, mengapa sikap Tay gi siansu sebagai
seorang ketua Siau lim bisa begitu menghormat kepadanya" Jangan jangan..."
Belum habis ingatan itu melintas didalam benaknya, Lotoa dari Tee lwe siang mo
telah berseru lantang: "Saudara Im, hati hati! Hwesio gede itu adalah Thian ih sinceng dari kuil Siau
lim si yang tersohor dalam dunia persilatan karena ilmu King kong ciangnya"
Mendengar peringatan tersebut, sekujur badan Tee leng kun bergetar keras, dengan
cepat pikirnya: "Seandainya benar benar si hwesio tua tersebut, mungkin aku tak akan bisa meraih
keuntungan apa apa darinya! Cuma herannya, hwesio itu semestinya telah berusia
seratus tahun lebih, mengapa wajahnya masih begini muda" Tampaknya tenaga dalam
yang dimilikinya telah mencapai puncak kesempurnaan yang paling tinggi"
Berpikir demikian, dia segera meningkatkan kewaspadaannya, dengan dingin dia
berseru: "Tolong tanya taysu, apakah ucapan dari saudara Tau itu benar..."
"Omintohud!" pendeta tua berjubah kuning itu memberi hormat, "lolap memang betul
Thian ih" Tee leng kun segera menarik kembali kesombongannya, kemudian berkata:
"Konon taysu telah berhasil melatih ilmu Kim kong ciang dari kalangan Buddha,
dengan memberanikan diri aku orang she Im ingin sekali memohon petunjuk darimu!"
"Im sicu!" kata Thian ih Sianceng sambil berkerut kening, "sebelum pertarungan
dimulai, terlebih dulu lolap ingin memberi nasehat kepadamu, perguruan kami
tidak berniat untuk mencari kedudukan atau merebut kekuasaan dalam dunia,
mengapa perkumpulan kalian membawa begini banyak anak buah untuk menyerbu partai
kami" Dapatkah kalian segera mengundurkan diri dari sini?"
Tee leng kun tak berani mengambil keputusan, terpaksa dia mendongakkan kepalanya
menengok ke arah hu kaucu Sangkoan Bu cing.
Jelas dia sedang menunggu petunjuk dari pimpinannya.
Sangkoan Bu cing segera tersenyum sahutnya
"Tentu saja boleh, tapi kalian harus memenuhi tiga buah syarat yang kuajukan
ini" "Tiga syarat yang mana?"
"Pertama anggota Siau lim si dilarang untuk memperlajari ilmu silat lagi, ketiga
puluh enam macam kepandaian rahasia yang kalian miliki harus dipersembahkan
kepada perkumpulan kami sebagai pertanda akan ketulusan hati kalian"
"Kedua?" "Kedua, kalian dilarang meninggalkan bukit Siong san barang selangkahpun"
Walaupun kedua buah syarat itu boleh dibilang sewenang wenang, Thian ih sinceng
masih dapat bersabar diri, tanyanya kemudian:
"Tolong tanya bagaimana dengan syarat yang ketiga?"
"Kalua memang kalian lebih suka mendalami soal agama daripada masalah lain, dan
lagi lebih suka hidup mengasingkan diri daripada berhubungan dengan orang,
belajar ilmu silat pun tak ada artinya, maka syaratku yang ketiga adalah setiap
anggota partai Siau lim yang pernah belajar silat, segenap kepandaiannya harus
dipunahkan" Setelah mendengar perkataan itu, Thian ih Sin ceng baru naik pitam bentaknya:
"Omong kosong, dengarkan jawaban dari lolap
Pertama, sejak Tay mo coausu mendirikan partai kami, ditetapkan bahwa setiap
anggota kuil diwajibkan mempelajari salah satu dari ketiga puluh enam macam
kepandaian sakti tersebut, lagi pula kepandaian itu merupakan warisan dari cousu
kami,t akan kami berikan kepada orang persilatan lain, apalagi kepada
perkumpulan sesat macam kalian. Jadi soal yang pertama, kami tak dapat menuruti"
Ang hun losat menggertakkan bibirnya seperti ingin berbicara, tapi Sangkoan Bu
cing segera mencegah. "Biarkan dia berbicara lebih jauh"
Terdengar Thian ih sinceng berkata kembali.
Anggota kuil kami diwajibkan untuk membuat amat bagi masyarakat didunia ini,
mereka harus berkelana untuk melakukan kewajiban itu, maka persyaratan kalian
yang melarang kami meninggalkan bukit Siong san pun tak bisa diterima"
"Masih ada yang lain?" tanya Tee leng kun, "kami siap mendengarkan keteranganmu
lebih jauh" "Bagi orang yang belajar silat, memunahkan kepandaiannya sama hal dengan
membunuh dirinya, bayangkan saja, mungkinkah kami akan menerima syarat kalian
itu?" Setelah berhenti sebentar, dia berkata kembali.
"Apalagi membunuh, kalian anggap kekuatan yang kalian miliki itu sudah cukup
untuk membasmi partai Siau lim kami...?"
Mendengar perkataan itu, perasaan para iblis itu segera bergetar keras, tanpa
terasa mereka menjadi ragu ragu.
Sangkoan Bu cing segera tertawa seram serunya dengan lantang:
"Tay su, jadi kau anggap kami hanya bisa gertak sambal belaka" Kalau kau sampai
berpendapat demikian maka keliru besar anggapanmu itu! Im huhoat, tak ada
salahnya bagimu untuk menjajal sampai dimanakah kehebatan Kim kong ciang
milikinya itu!" Tee leng kun segera mengiakan, segera bentaknya:
"Hwesio gundul! lihat ruyung!"
Pek kut ku lok piannya segera diputar kencang menciptakan hembusan angin puyuh
yang amat dahsyat, diiringi berkelebatnya bayangan putih secara gencar segera
mengurung tubuh lawan. Sudut serangan yang dipergunakannya itu sedemikian tepat dan manisnya, tenaga
dan kecepatan yang dipakai begitu hebatnya, membuat ancaman itu terasa lihay
sekali. Begitu turun tangan, dia lantas menggunakan jurus Sin si bu siang (setan gantung
mati hidup) dari ilmu Lei mo tam bun toa kiu si.
Thian ih sinceng segera berkelebat dan menghindar ke samping, tampak seluruh
arena seakan akan dipenuhi oleh bayangan tubuhnya.
Begitu serangannya mengenai sasaran yang kosong Tee leng kun segera merasa amat
terperanjat Untung saja pengalamannya dalam menghadapi pertempuran cukup luas, dengan kening
berkerut dia lantas menentukan mana yang sesungguhnya dan mana yang tipuan.
Lengan kanannya segera ditekan kebawah, ujung Pek kut ko lo piaunya disapu
keatas bahu Thian ih taysu keras keras.
"Taysu!" jengek Tee leng kun sinis, "ternyata kau tidak lebih cuma begitu saja!"
Thian ih sin ceng tertawa hambar.
"Benarkah begitu" Kalau begitu tak ada salahnya bagimu untuk menerima juga
sebuah pukulanku ini!"
Menyusul seruan tersebut, tinjunya segera diayunkan kemuka, hembusan angin tajam
dengan cepat menghantam ditubuh Tee leng kun dan menyebabkan sepasang bahunya
bergetar keras hawa darah dalam rongga dadanya bergelora keras.
Cepat ia menarik napas panjang, dengan memaksakan diri ia tekan pergolakan hawa
darah didalam rongga dadanya itu.
Kemudian sambil membungkukkan badan, ruyung Pek kut piau tersebut digetarkan
kearah depan. Bayangan ruyung bergetar membentuk gerakan setengah lingkaran busur di udara,
lalu menyapu ke arah sepasang kaki Thian ih Sinceng.
Ruyung tersebut menyambar ke muka ibaratnya seekor ular berwarna hitam yang
sangat lihay. Walaupun Thian ih sinceng memiliki hawa sinkang pelindung badan, toh ia tahan
juga menghadapi kehebatan racun dari ruyung beracun itu.
Sambil berkelit dia melompat kebelakang untung saja gerakan tersebut dilakukan
sangat cepat, coba kalau meleset sedetik saja maka akibatnya pasti mengerikan
sekali. Begitulah, meskipun ia berhasil menghindarkan diri, amarah yang berkobar dalam
hatinya sukar dibendung, pikirnya kemudian.
"Iblis iblis keji ini benar benar tidak mengenal rasa perikemanusiaan...!"
Tidak menunggu serangan kedua dari Tee leng kun dilancarkan, sebuah pukulan
dahsyat telah dilontarkan di depan.
Segulung angin pukulan yang maha dahsyat dengan cepat menyapu ke depan.
Tee leng kun sudah menderita rugi satu kali, tentu saja ia tak berani menyambut
serangan tersebut dengan kekerasan, sambil memutar badan, ruyung tulang putihnya
dengan cepat disapu ke tubuh hwesio tua itu.
Menghindari sambil menyerang satu gerakan dilakukan hampir bersamaan, ancaman
ini benar benar tak boleh dianggap enteng.
Jangan dilihat tampangnya amat jelek, ternyata ilmu silat yang dimilikinya benar
benar luar biasa dahsyatnya.
Sekarang Thian ih hwesio baru sadar bahwa selisih kepandaian silatnya dengan Tee
leng kun kecil sekali, hal ini membuatnya semakin tak berani gegabah.
Maka sambil membentak keras, jubah pandetanya yang lebar dikebaskan ke atas,
lalu sambil berjumpalitan diudara, dengan kepala di bawah kaki di atas dia
melancarkan sebuah tonjokan dari tengah udara.
Segulung angin pukulan yang amat kencang, dengan cepat menghantam diatas dada
Tee leng kun. Paras muka Tee leng kun berubah hebat, dia menjerit kaget dan segera menjatuhkan
diri kebelakang untuk memunahkan sebagian dari tenaga serangan tersebut.
Sayang sekali, meskipun gerak menghindarnya dilakukan cukup cepat, toh badannya
terkena pukulan juga. Kontan saja tubuhnya terlempar sejauh beberapa kaki dari posisinya semula.
Dengan cepat Tee leng kun melompat bangun dari atas tanah, mukanya pucat pias
seperti mayat, jelas luka yang dideritanya tidak enteng
"Omintohud, sicu terlalu mengalah!" kata Thian ih sinceng kemudian.
Ternyata ia segera mengundurkan diri ke samping ciangbunjinnya dan tidak
melanjutkan serangan itu lebih lanjut.
Walaupun Tee leng kun telah kalah tapi dari pihak Ki thian kau segera tampil Tee
lwe siang mo. Dengan suara lantang Tau Chin segera berteriak keras kepada hwesio itu.
"Toa hwesio jangan malas, hayo layani kami dua bersaudara!"
"Kau maksudkan kalian berdua?" tanya Thian ih Sinceng.
"Betul ini yang dinamakan memukul harimau tak terpisah dari bersaudara sekalipun
kau bukan harimau, hakekatnya lebih ganas daripada seekor harimau"
"Omintohud, kalau memang Tau sicu ingin menantang lolap untuk bertarung,
terpaksa lolap harus melayani keinginan kalian itu"
Seusai berkata, dia lantas melangkah maju.
Tee lwe siang mo segera memberi tanda masing masing lantas meloloskan senjatanya
dan menyerang dari kiri kanan.
Begitu turun tangan, kedua orang itu segera melancarkan serangannya dengan jurus
jurus yang mematikan. Cahaya pedang menyelimuti angkasa, bayangan ruyung memenuhi gelanggang, hampir
setiap jurus serangan yang dilancarkannya tertuju kebagian yang mematikan tubuh
lawan. Pelru diketahui, selama puluhan tahun lamanya Tee lwe siang mo berkelana dalam
dunia persilatan, belum pernah ada jago jago lihay didunia ini yang sanggup
bertahan sebanyak sepuluh gebrakan ditangannya.
Tapi sekarang, Thian ih sinceng mampu menghadapi mereka berdua sekaligus tanpa
kelihatan keteter, malahan sebaliknya ia berada di posisi yang lebih
menguntungkan, dari sini dapat diketahui sampai dimanakah kelihayan ilmu silat
yang dimilikinya itu. Say siu jin mo yang muncul kembali dalam dunia persilatan setelah melatih ilmu
kiu thian to soh sin kangnya, sudah lama terkandung niat didalam hatinya untuk
membuat gara gara dengan pihak Siau lim pay, akan tetapi setelah melihat
kehebatan dari orang orang Siau lim tersebut, diam diam ia bersyukur karena
tidak sampai bertindak secara gegabah...
Dengan suara lirih Ang hun lo sat Hoa Long jin lantas berbisik kepada Toh bin
kui Hong Hiang kim: "Kelihatannya, belum tentu kita bisa menangkan pihak Siau lim pay...!"
"Keliru besar jika Hoa tongcu berpendapat demikian, apa yang kau lihat sekarang
masih belum cukup untuk menilai kekuatan kita"
"Apakah kita masih mempunyai siasat lain yang bisa menangkan keadaan ini?" tanya
Ang hun lo sat tidak mengerti.
"Kau lupa, hu kaucu kita mempunyai kecerdasan maupun ilmu silat yang maha
dahsyat, berulang kali dia menitahkan keempat orang hu hoat untuk turun tangan,


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah tentu hal ini mempunyai alasan tertentu"
"Alasan apa?" "Cici mengapa begitu bodoh" Apakah cara menyelidiki semacam ini juga tidak kau
pahami"!" Ang hun lo sat Hoa Long jin berpikir sebentar, kemudian berseru tertahan dan
manggut manggut. "Yaa, sekarang aku mengerti!"
Si mawar beracun kembali menuding ke depan seraya berseru:
"Coba kau lihat wajah Hu kaucu, ia sudah nampak berseri, ini menandakan kalau
keadaan akan segera berubah..."
Baru saja ia menyelesaikan kata katanya, mendadak terdengar Thian yan sianceng
membentak keras: "Siapa yang telah menyergap lolap?"
Sepasang telapak tangannya segera didorong ke depan, dua pukulan yang maha
dahsyat dengan cepat mementalkan tubuh Tau Chin dan Tau Chu hingga jauh sekali.
Akan tetapi dia sendiripun jatuh terduduk diatas tanah.
Dengan wajah terkejut Thian ih sinceng buru buru memburu ke depan sambil
serunya: "Kau sudah terkena sergapan siapa?"
"Mungkin terkena jarum beracun Hong wi tok ciam dari si kelabang hitam Be Ji
nio..." Buru buru Thian ih sinceng mengeluarkan tiga biji Toa huan wan dan dimasukkan ke
mulut suhengnya, kemudian serunya:
"Suheng, mari kau kubopong masuk kedalam kuil untuk mengobati lukamu itu"
"Jangan, dewasa ini kuil Siau lim si sedang terancam bahaya besar, bila kita
pergi meninggalkan tempat ini, besar kemungkinan hal tersebut akan mempengaruhi
semangat mereka" "Lantas bagaimana baiknya?" seru Thian ih sianceng gugup.
Tampaknya padri lihay ini telah dibikin gelagapan oleh situasi yang sedang
dihadapinya itu. "Keadaan telah berkembang menjadi begini rasanya tiada cara lain yang lebih baik
lagi cuma kita tak boleh menyerah, sekalipun harus mati dimedan pertarungan,
kita juga harus mempertahankan diri, mengapa tidak suruh mereka siapkan barisan
Lo han tin?" Belum lagi Thian ih sinceng mengemukakan permintaan tersebut, Tay gi siansu
telah menitahkan lima ratus orang pendeta muda dari angkatan ketiga untuk
membentuk sebuah barisan Lo han tin.
Pada saat itulah terdengar Sangkoan Bu cing sedang berseru dengan lantang.
"Tay gi taysu, susiokmu itu sudah terkena jarum beracun Hong wi tok ciam
perkumpulan kami tak ada orang yang bisa mengobati luka tersebut, jika kau
bersedia untuk menyerah, akupun bersedia untuk menghadiahkan obat penawar
kepadamu" Mendengar ucapan tersebut, kontan saja Tay gi siansu menolak permintaan orang.
Melihat itu dengan bengis Sangkoan Bu cing melotot, kemudian setelah tertawa
seram serunya. "Kalau toh hwesio hwesio ini tak tahu diri jangan salahkan kalau kami akan
bertindak keji!" Begitu selesai berkata, dia lantas menurunkan perintah untuk melancarkan
serbuan. Suara bentakan yang gegap gempita segera menggema dari empat arah delapan
penjuru. Walaupun jumlah anggota Siau lim si tidak sebanyak jumlah anggota Ki thian kau,
akan tetapi berhubung mereka telah membentuk barisan Tin huan lo han toa tin,
maka untuk sesaat kawanan iblis tersebut tak mampu berbuat banyak.
Si Kelabang hitam Be Ji nio yang menyaksikan keadaan tersebut, segera
mengusulkan: "Bu cing, kalau pertarungan dibiarkan berlangsung begini terus, bisa jadi akan
banyak korban yang berjatuhan dikedua belah pihak, sekalipun akhirnya bisa
meraih kemenangan, kerugian yang kita derita pun pasti besar sekali"
"Lantas bagaimana pendapat Tay sang kaucu..."
"Didalam melakukan operasi kali ini, aku telah membawa setabung jarum beracun
Hong wi tok ciam lebih banyak, inilah kesempatan bagiku untuk menggunakannya.
Selain daripada itu, putik beracun dari si mawar beracun Hong Hiang kim tongcu
juga bisa dimanfaatkan kehebatannya, hari ini kita harus membikin beres hwesio
hwesio baru tersebut"
Berkata sampai disitu dia lantas memberi tanda, lalu bersama simawar beracun
segera menyerbu ke dalam barisan Lo han toa tin tersebut...
Tanpa mengeluarkan sedikit suarapun kedua orang itu segera mengayunkan tangannya
berulang kali, yang seorang melepaskan putik putik beracun sedang yang lain
menebarkan jarum Hong wi tok ciam yang lembut.
Menghadapi hujan senjata rahasia yang begitu hebat, meskipun sebagian besar di
antaranya berhasil dipukul rontok oleh para hwesio dari Siau li si itu, tapi tak
sedikit pula yang berhasil menyusup masuk ke dalam barisan Lo han toa tin.
Kawanan hwesio itu hanya merasakan tubuhnya kesemutan, tahu tahu golok terlepas
ditangan dan tubuh mereka roboh terkapar diatas tanah...
Tak selang beberapa saat kemudian, sudah berpuluh puluh orang anggota partai
Siau lim yang menemui ajalnya.
Perubahan yang terjadi secara tiba tiba ini kontan saja membuat barisan Lo han
toa tin tersebut menjadi kacau balau tak karuan
Hu kaucu dari Ki thian kau, Sangkoan Bu cing yang melihat ada kesempatan baik di
depan mata, tentu saja tidak menyia nyiakannya dengan begitu saja, dia segera
menurunkan perintah untuk melakukan pembunuhan secara besar besaran.
Anak buahnya yang sebagian besar adalah pembunuh pembunuh berdarah dingin tentu
saja kegiranan mendapat perintah tersebut apalagi mereka beranggapan membunuh
kepala gundul adalah sasaran yang tepat, tak heran kalau tampak kepala manusia
bergelindingan diatas tanah.
Sesaat kemudian, darah segar telah bercucuran dimana mana, seluruh permukaan
tanah telah dipenuhi oleh mayat yang bergelimpangan disana sini.
Tentu saja di pihak Ki thian kau sendiri pun tak sedikit yang menjadi korban,
apalagi Tay gi siansu ketua dari Siau lim pay telah bertekad untuk melakukan
pertarungan sengit untuk mempertahankan diri, pertarungan sengit yang paling
dahsyat segera berkobar di situ...
Pertempuran ini benar benar luar biasa sekali jubah Toa gi siansu yang berwarna
putih kini sudah berubah menjadi merah karena darah, sedangkan Thian ih sinceng
juga melakukan pembunuhan secara besar besaran sekalipun mulutnya berkemak kemik
terus menerus membaca doa.
Ketika ia menerima tantangan dari Tee leng kun tadi, sebenarnya terbentik
setitik harapan dalam benak hwesio ini untuk menghindari terjadinya pertumpahan
darah. Tapi kenyataannya menghendaki lain, terpaksa dengan sebilah golok dia membabat
semua orang yang berusaha menerjang kearahnya itu, tentu saja tindakan ini
dilakukan dengan perasaan terpaksa.
Rupanya hwesio itu sudah sadar, bila ia sampai bersikap bajik dan penuh belas
kasihan, bukan saja berakibat kematian buat dirinya sendiri, Thian yan sinceng
yakni kakak seperguruan juga tak akan lolos dari kematian.
Thian yan sinceng sendiri yang duduk bersila di tanah merasakan kesedihan yang
luar biasa ketika melihat seorang demi seorang dari anak murid roboh binasa.
Yang paling menyesal sudah barang tentu Tay gi siansu sendiri, ia menyesal
mengapa dimasa lalu dia melarang anak muridnya memperdalam ilmu silat sebaliknya
lebih menekuni soal agama, sekarang dia baru sadar bahwa tindakan tersebut
adalah suatu kesalahan yang besar.
Ketika dilihatnya partai Siau lim sudah diambang pintu kehancuran, sedangkan
dirinya tak mampu berbuat banyak, hatinya terasa pedih seperti diiris iris
dengan pisau. Suatu jeritan ngeri kembali berkumandang memecahkan keheningan, ternyata Tay kak
siansu dari ruang hukuman telah mati terbunuh ditangan Say siu jin mo.
Menyusul kemudian Lak pay siancu dari ruang baca terpapas sebuah lengannya.
Kini tinggal Thian ih sinceng serta beberapa orang tianglo saja yang masih
bertarung sengit. Menghadapi keadaan semacam ini, tiba tiba timbul ingatan didalam pikiran ketua
Siau lim pay ini untuk membereskan nyawa sendiri segera pekiknya dihati:
"Oooh Thian! Kau harus mempunyai mata, mengapa kau biarkan mereka yang berhati
bajik dibantai seenaknya, sedang kaum jahanam memperoleh perlindungan"
Sangkoan Bu cing yang berada disekitar sana segera mengejek dingin serunya.
"Toa hwesio, riwayatmu sudah hampir habis, sejarah Siau lim pay akan berakhir
sampai disini saja bersiap siaplah untuk berpulang kelangit barat!"
Sambil berseru dia melanjutkan pembantaiannya terhadap sisa murid partai Siau
lim yang sudah kocar kacir itu.
Tay gi siansu benar benar tak kuasa menerima kenyataan yang tragis itu,
tangannya segera diayunkan keatas siap menghantam ubun ubun sendiri...
oooOdwOooo Di saat yang kritis inilah mendadak dari kejauhan sana berkumandang datang dua
kali suara pekikan yang amat nyaring...
Begitu pekikan tersebut berkumandang, kebengisan serta kebuasan orang orang Ki
thian kau segera menyusut banyak.
Dengan gemas Sangkoan Bu cing segera berseru:
"Tidak kusangka bocah keparat itu tidak terkurung didalam barisan pk lui lok hun
toa tin, betul betul sialan!"
"Lebih baik kita percepat pembantaian yang kita lakukan!" seru si kelabang hitam
Be Ji nio dengan cepat, "agar pertempuran disini telah berakhir bila ia tiba
disini nanti" Siapa tahu, baru saja dia menyelesaikan kata katanya itu, dari depan kuil Siau
lim si telah melayang turun sepasang muda mudi yang berwajah tampan dan cantik.
Begitu sampai ditengah arena, yang lelaki itu segera berteriak keras.
"Anjing anjing Ki Thian kau segera hentikan serangan kalian!"
Seruan tersebut diucapkan dengan penuh kewibawaan, membuat kawanan iblis itu
menjadi tertegun dan segera menghentikan serangannya.
Hu kaucu dari Ki thian kau menjadi gusar sekali setelah menyaksikan anak buahnya
menghentikan serangan, segera bentaknya keras keras.
"Jangan pedulikan dia, hayo turun tangan terus!"
Kegaduhan kembali terjadi diantara kawanan iblis tersebut...
Melihat itu pemuda tampan tersebut segera membentak keras.
"Barang siapa berani sembarangan bergerak, segera akan kupenggal batok
kepalanya" Hek sim yau (siluman berhati hitam) Pek Kiu kong yang berada agak jauh dari
pemuda itu segera mendengus dingin, serunya.
"Locu justru tidak percaya dengan tahayul!"
Dengan sorot mata bengis dia segera menyerang seorang hwesio yang berada
didekatnya dan memenggal batok kepalanya.
Ia memang berhasil memenggal kutung batok kepala hwesio tersebut, tapi cahaya
emas segera berkelebat lewat dan siluman berhati hitam sendiripun turut mampus
diujung senjata lawan. Dengan demikian, kawanan iblis dari Ki thian kau benar benar tak berani bergerak
lagi secara sembarangan. Dengan gusar Sangkoan Bu cing segera berseru:
"Orang she Ong, apakah kau hendak mencampuri urusan ini?"
Pemuda tampan itu bukan lain adalah Ong It sin yang baru lolos dari kepungan
barisan Pek lui lok hun toa tin, tentu saja gadis cantik itu tidak lain adalah
Bwe Leng soat. Dengan kening berkerut Ong It sin segera berseru:
"Hu kaucu, apakah kau tidak merasa bahwa pertanyaanmu itu berlebihan...?"
Sangkoan Bu cing segera mencibirkan bibirnya:
"Huuuh, kini jumlah kami jauh lebih banyak memangnya kau mampu berbuat apa?"
"Bagaimanapun buruknya situasi yang bakal kuhadapi, akan kuusahakan dengan
segala kemampuan yang kumiliki"
"Dengan pihak Siau lim si kau toh tiada hubungan apa apa, mengapa musti
mengorbankan selembar nyawa dengan percuma?"
"Hmm... seandainya urusan tersebut adalah urusan pribadi, aku sih tak akan turut
campur, tapi jika kalian berniat untuk menghasai seluruh dunia persilatan...
Hmmm bagaimanapun juga aku akan turut serta mengambil bagian"
Agaknya keputusan itu sudah bulat dan tak ada orang yang bisa menggoyahkan
hatinya lagi. Sangkoan Bu cing segera mengerutkan dahi, kepada Bwe Leng soat dia bertanya.
"Bagaimana dengan nona?"
Tanpa berpikir panjang Bwe Leng soat segera menjawab.
"Seperti juga Ong toako, akupun akan turut serta didalam urusan ini..."
Sangkoan Bu cing segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak,
suaranya keras bagaikan jeritan kuntilanak sehinga kain kerudung muka pun turut
bergetar keras. Lama sekali, ia baru berkata lagi:
"Tak kusangka nona yang tampaknya pintar ternyata sama goblok nya dengan orang
she Ong Itu, padahal apa gunanya melakukan perbuatan yang sama sekali tak ada
gunanya itu?" "Disinilah letak perbedaan antara golongan hitam dan golongan putih..." kata Bwe
Leng soa serius, "kalian boleh terlalu mementingkan diri sendiri, tapi kami tak
akan mengikuti jejak munafik seperti itu..."
Sangkoan Bu cing tertawa dingin.
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... cukup banyak kata kata semacam itu yang pernah
kudengar, aku tidak percaya seorang nona semacam kau benar benar tidak takut
mati!" Setelah berhenti sejenak, terusnya:
"Begini saja, akan kuberi waktu sebentar untukmu, agar kau mempunyai cukup waktu
untuk mempertimbangkan diri."
Sebenarnya Bwe Leng soat hendak menampik, tapi Ong It sin segera mengedipkan
matanya memberi tanda. Maka kedua orang itupun mengundurkan diri kesamping.
Dengan suara lirih Bwe Leng soat lantas bertanya:
"Ong toako, mengapa kau cegah diriku untuk menampik permintaan mereka...?"
Sambil menuding Thian yan sinceng yang duduk ditanah, Ong It sin menjawab:
"Mengapa kau tidak menyaksikan keadaan dari hwesio itu" Kemungkinan besar ia
menderita luka dalam yang parah. Pakaian yang dikenakan hampir sama dengan
pakaian yang dikenakan ciangbunjin, ini berarti kedudukannya pasti tinggi.
Mengapa kita tidak menengok dulu keadaannya...?"
Mengikuti arah yang ditunjuk Bwe Leng soat segera berpaling, benar juga, lebih
kurang beberapa kaki didepan sana tampak seorang hwesio berjenggot hitam sedang
duduk bersila, hwesio itu berjubah kuning dan penuh berlepotan darah,
disampingnya berdiri pula seorang hwesio berjubah kuning yang bermandi darah
pula. Tampaknya kedua orang hwesio itu adalah jago jago lihay dari kuil Siau lim si.
Maka diapun lantas mengangguk.
"Baiklah!" ia berkata.
Begitu selesai berkata, dengan suatu gerakan yang cepat dia lantas meluncur
kedepan. Baru saja kedua orang itu tiba disitu, seorang pendeta tua berjenggot putih yang
membawa tongkat kemala Liok hud giok ciang telah memberi hormat sambil menyapa:
"Apakah kalian berdua adalah Ong tayhiap serta Bwe lihiap?"
"Betul, apakah taysu adalah hongtiang dari Siau lim pay?"
Lolap benar benar tak becus, coba kalian berdua tidak datang tepat waktunya,
aaai...! Entah bagaimana akibatnya?"
"Taysu jangan banyak berbicara dulu, mara bahaya belum lewat, kita masih harus
tetap waspada" kata Ong It sin dengan kening berkerut, "tolong tanya taysu,
orang itu bertenaga dalam sempurna, tapi wajahnya berwarna hitam, apakah yang
menyebabkan mereka demikian?"
"Oooh, kedua orang itu adalah susiok lolap dengan gelar Thian yan serta Thian ih
mereka berdua adalah tianglo angkatan Thian dari kuil kami"
"Oooh rupanya mereka adalah Tionggak ji seng (dua malaikat dari daratan tengah),
entah mereka sudah terkena racun apa?" seru Bwe Leng soat kemudian.
"Mereka sudah terkena racun Hong wi tok ciam dari si kelabang hitam Be Ji nio"
"Oooh, bagaimana baiknya sekarang?" jerit Bwe Leng soat kaget, "kecuali obat
penawarnya, mungkin nyawa Thian yan cianpwe tak bisa diselamatkan lagi!"
Sangkoan Bu cing yang berada ditempat kejauhan segera tertawa licik, serunya:
"Nona, ternyata kau tahu juga akan keadaan, sayang nyawa mereka tak ada
cadangannya, mungkin terpaksa kita harus menyaksikan Thian yan mampus akibat
keracunan" "Aku tidak percaya kalau didunia ini tiada obat lain yang bisa memunahkan racun
tersebut" kata Ong It sin sambil tertawa hambar.
"Kau berani bertaruh denganku?" tantang Sangkoan Bu cing.
"Aaah... masakah persoalan semacam ini juga bisa dipertaruhkan?" Ong It sin pura
pura sangsi. Melihat pemuda itu tak berani memastikan Sangkoan Bu cing segera memancing lebih


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jauh sindirnya. "Huuuh tadi saja masih omong besar, mengapa sekarang malah mundur teratur?"
Agak memerah wajah Ong It sin karena jengah serunya kemudian mendongkol.
"Baik, dengan apa kau hendak mengajak aku bertaruh?"
"Bagaimana jika kita menggunakan maju mundurnya kalian berdua didalam peristiwa
ini sebagai barang taruhan?"
"Apa maksudmu?" Ong It sin pura pura semakin tidak mengerti.
"Sederhana sekali, jika kau berhasil memunahkan racun yang mengeram ditubuh
Thian yan, maka perkumpulan kami segera akan menarik diri dari kuil Siau lim si"
"Setuju sekali!" seru Ong It sin cepat.
"Bagaimana kalau kau tak mampu memunahkan racun dari Hong wi tok ciam tersebut?"
"Kamipun tak akan mencampuri urusan ini"
"Nah kau sendiri yang berkata demikian, nanti jangan menyesal lagi..."
"Memangnya kau menganggap aku pasti kalah?" seru Ong It sin tidak terima.
Sangkoan Bu cing segera mengangkat bahunya seraya menyahut:
"Tentu saja, kalau tidak, buat apa aku musti bertaruh denganmu?"
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan:
"Lebih baik cepat cepat mendemonstrasikan kelihayan ilmu pengobatanmu itu!"
Ong It sin tidak banyak berbicara lagi, dengan mulut membungkam dia lantas
menghampiri Thian yan sinceng yang masih duduk bersila itu.
Dengan cepat Bwe Leng soat menghampirinya sambil menegur dengan suara dalam.
"Ong toako, apakah kau yakin pasti berhasil?"
"Yaa tanggung seratus persen pasti berhasil!"
"Kau tidak seharusnya mengibul!"
"Nona Bwe apakah kau sendiripun tidak percaya?"
"Ini bukan masalah percaya atau tidak melainkan kau..."
Ketika berbicara sampai disitu tiba tiba dia lantas bertanya:
"Ong toako apakah kau mengerti tentang ilmu pertabiban?"
"Tidak!" jawab Ong It sin sambil menggeleng.
"Apakah gurumu telah membuat pil yang khusus untuk memunahkan racun itu?"
Sekali lagi Ong It sin menggeleng.
Dengan wajah serius Bwe Leng soat segera berseru:
"Kalau begitu apa yang Ong toako andalkan?"
"Nona Bwe, kau tak usah kuatir" kata Ong It sin dengan suara dalam, "tanda
sesuatu keyakinan masa aku aku akan bertaruh dengannya" Sebentar kau akan tahu
sendiri" Seraya berkata dia lantas mengambil sebutir pil dan dimasukkan ke dalam mulut
Thian yan sianceng. Dengan cepat Thian yan sianceng menelan pil itu ke dalam perutnya.
Sungguh mujarab sekali obat itu, tak selang berapa saat kemudian, seluruh racun
jahat itu sudah tersapu lenyap, kemudian beberapa waktu lagi dia sudah melompat
bangun dalam keadaan segar bugar.
Melihat kejadian itu, para hwesio dari partai Siau lim segera bersorak sorai
dengan riang gembira. Thian ih sinceng juga merasa gembira sekali.
Tay gi berulang kali menyatakan rasa terima kasihnya, sedang Thian yang sinceng
yang baru lolos dari lubang jarum, sudah barang tentu sangat terima kasih
sekali. Sebaliknya para iblis dari Ki thian kau diam diam merasa keheranan bercampur
tidak habis mengerti, terutama si kelabang hitam Be ji nio serta Hu kaucu
Sangkoan Bu cing. "Heran!" gumam Be ji nio, "padahal tak seorang manusiapun didunia ini yang
sanggup memunahkan racun dari Hong wi tok ciam kecuali aku sendiri, dari mana
bocah keparat itu bisa memperoleh obat penawar tersebut...?"
Sangkoan Bu cing juga mulai merasa keder pikirannya:
"Waaah... celaka, jika racun Hong wi tok ciam sudah tidak manjur lagi, mana
mungkin aku bisa menangkan pertarungan ini" Apalagi dipihak lawan telah
bertambah dengan dua orang jago tangguh?"
Sementara dia masih berpikir, Coa Thian tam dan Pek lek to To Hu hiong telah
menyusul sampai disitu. Buru buru Bwe Leng soat memperkenalkan kedua orang itu kepada Hongtiang dari
kuil Siau lim si. "Mereka adalah Coa Thian tam tayhiap serta To hu Hiong tayhiap, semuanya adalah
Sahabat Ong toako yang paling akrab, mereka sengaja datang kemari untuk membantu
Siau lim pay memukul mundur kaum iblis dari Ki thian kau"
"Ooh... rupanya Ih lwe su eng" seru Tay gi siansu, "maaf kalau lolap tak
menyambut dari jauh... maksud baik kalian berdua tak akan kami lupakan untuk
selamanya" Sementara itu Ong It sin telah berbincang bincang kembali dengan Sangkoan Bu
cing. Kata Ong It sin sambil tertawa.
"Sudah kau lihat sendiri, Thian yan sinceng telah bebas dari pengaruh racun Hong
wi tok ciam, apakah sekarang kau bisa memenuhi janjimu...?"
Sekalipun Sangkoan Bu cing enggan berbuat demikian, namun keadaan membuatnya tak
mampu berkata apa apa lagi. Terpaksa sahutnya dengan penuh kebencian.
"Orang she Ong, kau jangan keburu berbangga hati, jika kaucu kami sudah selesai
dengan semedinya, heeehh... heeehh... heeehh... saat itulah dia akan mencarimu
untuk membuat perhitungan!"
"Siapakah kaucu kalian" Apakah boleh kuketahui namanya?"
Sangkoan Bu cing segera mengangkat bahunya seraya berseru.
"Sampai waktunya, kau bakal tahu sendiri"
Tiba tiba Ong It sin seperti teringat akan satu hal, dengan terkejut dia lantas
bertanya. "Apakah kalian telah membunuh nona Bwe Siau soh serta merampas pedang Hu si ku
kiam dan sarung Cian nian liong siau miliknya?"
Sangkoan Bu cing merasa geli sekali setelah mendengar perkataan itu.
"Waah... kelihatannya kau masih belum dapat melupakan Be Siau soh...!" serunya.
Ong It sin tidak menyangkal katanya lagi.
"Bila dia masih hidup, aku ingin sekali berjumpa dengannya cuma... apakah kalian
telah membinasakannya?"
"Maaf, soal ini tak bisa kuberitahukan untuk sementara waktu, sekarang aku hanya
ingin bertanya kepadamu, darimana kau bisa tahu kalau Be Siau soh berada didalam
perkumpulan kami?" "Menurut guruku, ilmu Ngo heng sin kang hanya terdapat digagang pedang Hu im si
kiam serta sarung pedang Cian nian liong siau. Padahal kedua benda itu justru
akulah yang telah menghadiahkannya kepada Be Siau soh maka setelah kuketahui
kalau ilmu itu kalian pelajari juga, terlintas dalam ingatanku, jangan jangan
Siau soh sudah terjatuh ke tangan kalian?"
Mendengar uraian tersebut, segera terlintas perasaan iri dan cemburu dalam hati
Sangkoan Bu cing, biji matanya segera berputar, kemudian katanya:
"Dia memang sudah tertawan didalam perkumpulan kami dan disekap dalam markas
besar kami, hei orang she Ong, apakah kau berhasrat untuk menolong gadis itu?"
Sesungguhnya tindakannya itu boleh dibilang merupakan suatu siasat yang sangat
licin, selain dia bermaksud untuk memancing kedatangan Ong It sin ke dalam
markasnya agar bisa dibunuh, diapun ingin mengadu domba antara Ong It sin dengan
Bwe Leng soat, agar mereka cekcok dan akhirnya berpisah.
Sebab dia dapat melihat kalau Bwe Leng soat menaruh rasa cinta kepada pemuda
itu. "Dimana letak markas besar kalian?" Ong It sin segera menegur.
"Heeehh... heeehh... heeehh... pertanyaan seorang bocah! Kau anggap aku bisa
memberi jawaban untukmu" Apa gunanya kau musti banyak bertanya?"
"Kau anggap aku tak bisa menyelidiki sendiri?"
"Kalau memang begitu mengapa tidak kau selidiki sendiri?" seusai berkata dia
lantas memberi perintah untuk mengundurkan diri dari tempat itu.
Dalam waktu singkat kawanan jago iblis dari perkumpulan Ki thian kau telah
mengundurkan diri dari kuil Siau lim si.
Sepeninggal kawanan iblis itu Tay gi siansu memerintahkan anak muridnya untuk
mengubur mereka yang mati, kemudian mengundang Ong It sin Bwe Leng soat, Coa
Thian tam dan To hu Hiong masuk kedalam kuil untuk minum teh.
Setelah semuanya duduk, berkatalah Tay gi siansu Hongtiong dari kuil Siau lim
si: "Berkat bantuan dari sicu sekalian, partai Siau lim berhasil lolos dari musibah,
budi kebaikan ini tak terlukiskan besarnya, lolap merasa tak punya apa apa untuk
membalas budi itu, maka bila dikemudian hari sicu membutuhkan bantuan partai
Siau lim, anak murid kami pasti akan membantu dengan sekuat tenaga"
Sambil berkata dia lantas memerintahkan seorang hwesio kecil maju sambil membawa
sebuah baki tembaga, diatas baki tembaga itu terdapatlah sebuah lencana Giok hud
leng, sebuah tanda kekuasaan yang paling tinggi didalam partai Siau lim.
Kembali Tay gi siansu berkata.
"Lencana ini merupakan lencana yang paling tertinggi bagi partai Siau lim,
barang siapa membawa lencana Giok hud leng ini maka dari murid sampai ketuanya
tunduk atas perintahnya, silahkan Tayhiap menerimanya!"
Semula Ong It sin menolak, tapi setelah didesak akhirnya ia menerima juga.
Tengah hari selesai bersantap siang merekapun berpamitan dengan Tay gi siansu.
Setelah meninggalkan bukit Siong san, malam itu mereka menginap disebuah rumah
penginapan di kota Teng hong.
Selama ini Ong It sin selalu bermuram durja dan mengunci diri didalam kamar.
Sementara itu Coa Thian tam dan Pek lek to To hu Hiong sedang keluar mengunjungi
teman. Bwe Leng soat segera masuk kedalam kamar pemuda itu sambil bertanya:
"Ong toako, apakah kau ada persoalan yang mengganjal di dalam hatimu...?"
Ong It sin tidak menyangkal, sahutnya sambil mengangguk.
"Yaa, aku sedang memikirkan bagaimana caranya untuk menyelamatkan Be Siau soh
yang tertawan oleh mereka itu"
"Apakah Be Siau soh calon istrimu?" tanya Bwe Leng soat lagi dengan perasaan
cemas. Merah padam selembar wajah Ong It sin setelah mendengar perkataan itu, ia
menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Bukan, dia cuma seorang sahabat karibku dimasa lalu!"
"Sampai dimanakah hubungan kalian" Apakah sudah menyinggung soal perkawinan?"
tanya Bwe Leng soat lagi dengan perasaan kecut bercampur sedih.
"Dia sudah menjadi nyonya orang lain!"
"Apa" Dia sudah kawin?" seru Bwe Leng soat terkejut.
"Benar, suami Be Siau soh adalah Pocu dari benteng Khek po, Tee leng kun adanya,
malah mereka telah berputra seorang"
Tadi Bwe Leng soat pernah menyaksikan wajah jelek dari si kakek ceking itu, ia
menjadi tercengang sesudah mendengar perkataan itu, katanya kemudian.
"Seorang gadis cantik kenapa mau kawin dengan manusia macam itu" Bukankah
keadaan tersebut ibaratnya sekuntum bunga mawar ditancapkan diatas tahi kerbau?"
"Menurut apa yang kuketahui dia bisa kawin dengan Tee leng kun lantaran ingin
mendapatkan pedang antik Hu si ku kiam!"
"Aaah...! Masa hanya disebabkan sebilah pedang, dia begitu rela mengorbankan
kesucian tubuhnya, apakah tindakannya ini tidak terlalu goblok" kemudian apakah
dia berhasil mendapatkan pedang itu?"
"Dapatnya sih memang didapatkan cuma sayang"
"Sayang kenapa?" tanya nona itu "cuma sebilah pedang palsu"
Bwe Leng soat menjadi sangat terkejut, serunya kemudian.
"Jadi kalau begitu, temanmu Be Siau soh sudah tertipu mentah mentah...?"
Setelah berhenti sebentar, dengan perasaan simpatik lanjutnya.
"Ketika dia mengetahui kalau pedang itu cuma pedang palsu, entah bagaimana
perasaannya waktu itu?"
Ong It sin termenung sebentar seperti mengenang kembali kejadian masa lampau,
kemudian sahutnya. "Waktu itu dia sendiri acuh tak acuh, sedang aku kebetulan sekali berkenalan
dengannya dia minta agar aku membawa anaknya kembali kebenteng Khek po"
"Kalau begitu hubungan kalian toh tidak terlalu mendalam?"
Merah padam selembar wajah Ong It sin, katanya lagi.
"waktu itu dia telah mempergunakan badannya untuk menipu cintaku, membuat aku
dengan rela dan setia berbakti kepadanya"
"Ong toako, apakah kau tidak merasakannya pada waktu itu?"
Ong It sin segera menghela napas panjang:
"Aaai...! Pada waktu itu, tak seorang manusiapun didunia ini yang sudi memandang
diriku mereka menganggap aku sebagai manusia yang paling gobok didunia ini,
mereka menjadikan aku sebagai bahan tertawaan, bayangkan saja nona Bwe, ketika
secara tiba tiba ada seorang gadis cantik bak bidadari dari kahyangan yang
mencintai aku merayuku dan memperhatikan diriku, salahkan jika akupun membalas
cinta kasihnya itu dengan bersungguh hati?"
"Bukankah kau pernah berkata bahwa ayahmu Kwan gwa tayhiap Kim to bu tek Ong
Tang thian telah tewas ditangan si Kelabang hitam Be Ji nio" Kemungkinan besar
Be Siau soh ada hubungannya dengan perempuan jalang itu."
"Yaa, benar! Mereka adalah ibu dan anak!"
Paras muka Bwe Leng soat segera berubah menjadi amat serius, katanya kemudian:
"Ong toako, dendam kesumat yang lebih dalam dari samudra itu hendak kau tuntut
balas atau tidak?" Menyinggung kembali soal dendam kesumat ayahnya, Ong It sin merasakan darahnya
kembali mendidih, dengan mata melotot besar sahutnya dengan penuh perasaan
dendam: "Dendam kesumat tentu saja harus dibalas!"
"Lantas apa rencanamu selanjutnya?"
"Ini tergantung pada tingkah laku ibunya!"
"Seandainya ibunya telah bertobat dan kembali ke jalan yang benar?"
"Maka akupun akan mengampuni selembar jiwanya!"
"Seandainya Be Siau soh bukan berpura pura mencintaimu, tapi cintanya tulus dan
murni, bagaimana caramu untuk menyelesaikan persoalan ini?"
"Akan kukawini dirinya!"
Bwe Leng soat merasa sedih sekali, hatinya bagaikan diiris iris dengan pisau,
tapi dia masih tetap menahan diri katanya lagi:
"Semoga saja dia bersungguh hati mencintaimu! Cuma... seandainya dia hanya
berpura pura saja, bahkan karena berhasil mempelajari ilmu Ngo heng sinkang dia
berbuat kejahatan didalam dunia persilatan, Ong toako bagaimana sikapmu
terhadapnya?" oodoOooow Ong It sin merasakan hatinya bergetar keras setelah mendengar perkataan itu, dia
segera menarik tangan Bwe Leng soat sambil berseru:
"Nona Bwe, kau maksudkan kaucu dari perkumpulan Ki thian kau adalah Be Siau
soh?" "Aku tidak berkata begitu, aku cuma bertanya seandainya..."
"Aaai... meski cuma seandainya, tapi kejadian itu benar benar menakutkan sekali"
"Bukankah kau pernah berkata bahwa Hu si ku kiam dan Cian nian liong siau telah
kau hadiahkan kepada Be Siau soh" Sedangkan sampai sekarang orang persilatan belum tahu siapa gerangan kaucu dari Khi
thian kau tersebut, tapi kalau dilihat nama perkumpulan itu, tampaknya kaucu
mereka adalah seorang perempuan!"
"Tapi kita toh tak bisa menuduhnya?"
"Tentu saja, kau masih ingat racun apa yang diderita Thian yan sinceng dari Siau
lim pay" Bukankah racun itu adalah Hong wi tok ciam" Dari sini bisa kita ketahui
kalau mereka ibu dan anak sudah pasti berada dalam perkumpulan itu, seandainya
Siau soh ditawan, apakah Be Ji nio bersedia membuktikan diri kepada perkumpulan
itu... lagipula, ketika kau menyinggung soal Be Siau soh, suara Hu kaucu itu
segera berubah, apakah tak bisa mendengarkan?"
Bagaikan baru sadar dari impian, Ong It sin segera berseru:
"Kalau begitu, aku pasti kenal juga dengan Hu kaucu tersebut!"
xxx-dw-xxx Jilid 23 "SIAPAKAH dia?"
"Bila dugaanku tidak salah, hu kaucu dari Ki thian kau yang selalu memakai cadar
hitam itu pastilah Sangkoan Bu cing, putranya Bwe hoa kiam kek (jago pedang
bunga sakura) Sangkoan Tin!"
Bwe hoa kiam kek Sangkoan Tin menyukai bunga bwe sampai akhirnya tergila gila
dengan tumbuhan tersebut, meski Bwe Leng soat belum pernah berjumpa dengan orang
itu, sudah pernah ia dengar namanya.
Ia menjadi tertegun, serunya keheranan:
"Aku dengar Bwe hoa kiam kek adalah seorang pendekar dari golongan lurus,
mengapa putranya bisa masuk ke dalam aliran sesat?"
Sambil mencibirkan bibirnya Ong It sin tertawa dingin, katanya:
"Bukankah Beng cu berwatak luhur, Siancu berwatak jahat Bu cing sebagai namanya
bukan saja tidak berperasaan, diapun licik, keji dan berwatak busuk, tentu saja
manusia semacam ini hanya pantas bila berkumpul dengan kaum laknat!"
"Kau begitu mengeritik dirinya, seakan akan kau sudah hapal dan paham sekali
dengan wataknya?" "Yaa, siapa bilang tidak?" jawab Ong It sin sambil tertawa getir.


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Berbicara sampai disitu, secara ringkas dia lantas menceritakan semua pengalaman
yang dialaminya selama bergaul dengan Sangkoan Bu cing...
Selesai mendengar kisah tersebut Bwe Leng soat berpikir sebentar, kemudian
katanya: "Sekarang, apakah kau masih ada rencana untuk mengunjungi markas besar Ki thian
kau?" Ong It sin segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kalau memang dia sudah menjadi dalangnya persoalan ini, buat apa kau kesana?"
Bwe Leng soat berpikir sebentar, kemudian katanya:
"Bila dugaanmu tidak salah dan kaucu mereka benar benar adalah Be Siau soh,
sudah sepantasnya kalau kau menasehatinya dengan kata halus agar dia mau kembali
ke jalan yang benar, seandainya dugaanmu betul, kita bisa menolongnya sekalian
menarik kembali pedang Hu si ku kiam tersebut, bukankah ini bagus sekali?"
"Apakah kau akan mengikuti aku masuk ke dalam sarang harimau?" tanya Ong It sin.
"Rencana ini aku yang ajukan, tentu saja akupun berhak untuk memilih..."
"Kalau begitu kau bersedia untuk mengikuti aku menyerempet bahaya ini?"
Bwe Leng soat segera manggut manggut.
Tiba tiba Ong It sin berkerut kening, lalu serunya:
"Bisa saja kita putuskan demikian, tapi di manakah letak markas besar mereka?"
"Tiada rahasia didunia ini yang bisa disimpan terus dengan rapat, asal kita mau
bersusah payah, apakah kau kuatir tak akan mengetahuinya...!"
"Coa toako punya pergaulan yang luas sekali didalam dunia persilatan, mengapa
kita tidak minta bantuannya?"
Baru saja pemuda itu menyelesaikan kata katanya, pintu kamar telah dibuka orang.
Dari depan pintu muncul dua orang lelaki ternyata mereka bukan lain adalah Coa
Thian tam serta Pek lek to To hu Hiong.
"Bagus sekali!" seru Coa Thian tam, "aku tidak berada disini, kalian berdua
berani mencaci maki aku dari belakang!"
"Coa tahiap, kau jangan sembarangan memfitnah orang" seru Bwe Leng soat, "untuk
memuji dirimu saja kami tak sempat, masa berani mencaci maki dirimu!"
"Aku terang terangan mendengar Ong lote sedang membicarakan aku, apa sebabnya
kalian menyebut namaku tanpa alasan?"
"Tanyakan sendiri kepadanya!" seru Bwe Leng soat sambil menuding kearahnya.
Ong It sin kuatir dia menaruh salah paham maka buru buru serunya dengan cepat:
"Siaute hanya ingin minta pertolongan dari Coa toako saja!"
"Tentang soal apa?"
"Aku sedang berpikir tidak masuk ke gua harimau, mana mungkin bisa mendapat anak
macan?" "Oooh... Jadi Ong lote ingin menyelidiki alamat dari markas besar perkumpulan Ki
thian kau?" "Benar!" "Aku rasa soal ini sukar diselidiki!"
"Kenapa?" "Sebab hingga kini belum ada seorang manusiapun yang mengetahui letak markas
besar perkumpulan Ki thian kau"
Tiba tiba Ong It sin merasa menyesal sekali, serunya:
"Aaah! Sayang, kenapa aku tidak menguntil dibelakang mereka waktu itu..."
"Ong lote tak usah menyesal, tanggung sebelum kentongan ketiga nanti kita bakal
mendapat kabar!" Kejut dan girang Ong It sin setelah mendengar perkataan itu, segera ujarnya:
"Apakah Coa toako secara diam diam telah mengirim orang untuk mengadakan
pengintaian?" "Keliru besar kau lote, sobatku pasti adalah seorang lelaki sejati...!" seru Ong
It sin dengan rasa hormat.
"Benar, temanku itu berjiwa ksatria dan penuh kesetiaan kawan, kalau kusebut
namanya mungkin Ong lote dan nona Bwe juga mengetahui tentang dirinya, dia bukan
lain adalah Sin heng tay poo (pangeran pejalan sakti) Tay Lip"
Ketika masih berada dirumah pamannya dulu, Ong It sin sudah banyak mendengar
tentang nama orang orang kenamaan, nama orang itupun pernah didengar olehnya.
Tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu Bwe Leng soat telah berkata lebih
dulu: "Orang itu pernah berkunjung ke kuil Koan siau kek kami, menurut suhu katanya
ilmu Siu heng sut yang dimiliki orang ini merupakan suatu kepandaian sakti yang
tersendiri didalam dunia persilatan, asal dia turun tangan sendiri aku yakin
misinya pasti akan berhasil"
"Coa toako, kau bilang pada kentongan ketiga malam nanti pasti ada kabar yang
diterima, apakah sebelumnya kalian sudah ada janji?" tanya Ong It sin.
"Benar!" "Tapi bukankah kau selalu melakukan perjalanan bersama kami?" seru pemuda itu
keheranan, "sedari kapan kau berjumpa dengan sikaki terbang itu?"
"Ketika kau dan nona Bwe memberi bantuan kedalam kuil Siau lim si, aku telah
berjumpa dengan lo Tay dibawah puncak bukit"
"Oooh... tak aneh kalian begitu terlambat datangnya, ternyata sudah berhenti di
tengah jalan" "Sekarang baru kentongan kedua, itu berarti masih harus menunggu satu kentongan
lagi" kata Bwe Leng soat.
Pada saat itulah dari depan pintu kamar terdengar suara langkah kaki manusia,
ternyata yang muncul adalah pelayan rumah penginapan.
Terdengar ia berkata. "Tay ya, Koaya dan teman temannya tinggal di kamar tujuh sampai sembilan,
silahkan kau masuk sendiri!"
Ketika Coa Thian tam yang berada dikamar mendengar Tay Lip sudah datang, buru
buru dia membuka pintu seraya menyapa:
"Saudara Tay, silahkan masuk!"
Seorang lelaki jangkung segera melangkah masuk ke dalam kamar.
Setelah menutup pintu dan memperkenalkan dengan Ong It sin serta Bwe Leng soat,
dia bertanya: "Saudara Tay, apakah berhasil menemukan titik terang?"
"Sekalipun alamatnya belum begitu jelas, tapi markas besar dari perkumpulan Ki
thian kau sudah pasti berada disekitar kota Si ciu!" jawab Sin heng tay poo.
"Ini menurut taksiranmu sendiri atau kenyataan?" tanya Coa Thian tam lagi.
"Waktu itu aku bersembunyi dibalik kegelapan, perkataan itu dibocorkan oleh Ang
hun lo sat tanpa sengaja. Oleh karena itu dari kota Kay hong aku segera
berangkat kembali ke sini"
"Bagus sekali, asal kita sampai di kota Si ciu, tidak kuatir tak berhasil
menemukan jejak mereka"
"Disekitar markas besar mereka pasti terdapat banyak sekali jaringan mata mata
mereka, untuk melakukan penyelidikan, lebih baik kalian pecah menjadi dua
rombongan dan masing masing menyaru wajahnya sendiri sendiri"
Semua orang setuju sekali dengan usul dari Sin hong tay poo ini, maka setelah
menyaru wajahnya masing masing, mereka pun membagi diri menjadi dua rombongan
untuk melakukan perjalanan.
odooOowoo Si ciu terletak di keresidenan Si sian.
Tempat itu merupakan suatu persimpangan jalan perdagangan yang penting sekali
artinya, oleh karena itu suasana kota cukup ramai.
Hari itu dari pintu selatan kota Si ciu untuk sepasang suami istri yang baru
datang dari dusun. Yang lelaki adalah seorang kakek berusia enam puluh tahunan yang bermuka hitam,
bergigi kuning, berhidung pesek dan bermata juling, sehingga dia kelihatan jelek
sekali. Istrinya adalah seorang nenek berusia lima puluh tahunan, meskipun rambutnya
telah beruban tapi sisa kecantikannya masih tertampak nyata, bisa diketahui
kalau dimasa mudanya dulu ia pasti berwajah cantik rupawan.
Kedua orang itu masing masing membawa sebuah tongkat yang besarnya selengan
bocah, sambil terbungkuk bungkuk mereka berjalan menelusuri jalanan.
Akhirnya mereka pun menaiki rumah makan Cui ang loo.
Sepasang suami istri tua ini duduk dekat jendela, mereka memesan sepoci arak Tay
pek ciu dan dua macam sayur.
Tay pek ciu adalah arak berkwalitet paling rendah, juga merupakan minuman dari
golongan masyarakan rendah.
Diantara rumah makan itu terdapat pula beberapa orang lelaki yang berbaju keren,
tapi perhatian mereka hanya tertuju pada orang orang yang menurut anggapan
mereka menyolok. Tentu saja tak seorang pun yang memperhatikan sepasang suami istri dari dusun
yang sudah tua itu. Tapi si kakek jelek itu dengan matanya yang tajam tiada hentinya memperhatikan
keadaan disekeliling tempat itu.
Ketika sorot matanya membentur dengan seorang kakek tinggi besar berambut merah
yang duduk seorang diri disisi ruangan, ia tampak agak terkejut.
"Bukankah orang itu adalah Say siu jin mo Kwik Cing?" demikian ia berpikir.
Buru buru disikutnya si nenek, lalu pesannya dengan suara lirih:
"Sebelum mengadakan kontak dengan Coa toako, lebih baik kita jangan bocorkan
penyamaran kita dulu. Orang itu adalah Hu hoat dari perkumpulan Ki thian kau"
Si nenek itu berpaling, setelah melihat sasarannya, diapun berkata dengan
serius: "Lebih baik kita cepat cepat tinggalkan tempat ini daripada rahasianya kita
ketahuan!" Pada saat itulah dari mulut anak tangga mendadak muncul sepasang lelaki
perempuan. Yang lelaki berwajah tampan bermuka merah giginya putih dan sangat gagah, dia
memakai baju ringkas dengan sebilah pedang tersoren dipinggangnya, senyuman
bangga tersungging diujung bibirnya.
Sedang yang perempuan baru berusia delapan belas tahunan, memakai baju ringkas
berwarna kuning dengan mantel berwarna hitam, rambutnya hitam pekat dan mukanya
bundar dengan mata yang besar, meski tidak memakai pupur atau gincu, wajahnya
tampak cantik menawan hati.
Dalam dunia persilatan jarang sekali dapat menjumpai lelaki perempuan seperti
ini. Bwe Leng soat yang menyaru sebagai nenek desa itu segera menyikut si kakek
seraya berbisik: "Ong toako, aku lihat kedua orang ini bukan termasuk anggota Ki thian kau!"
Tak bisa disangkal lagi si kakek jelek itu bukan lain adalah penyaruan dari Ong
It sin mendengar perkataan itu dia manggut.
"Tentu saja bukan, mereka adalah suheng moay..."
"Kau kenal dengan mereka?" seru Bwe Leng soat dengan wajah tercengang dan nada
berat. Ong It sin manggut manggut.
"Benar, sedikit banyak mereka masih ada sangkut pautnya dengan diriku...!"
"Siapakah mereka?"
"Nona Bwe kau pernah mendengar tentang tiga jagoan lihay dari luar perbatasan?"
"Aku tahu mereka adalah Sio Siau (cambuk sakti) Li Ji. Seng hong tianglo serta
ayahmu Kim to bu tek (golok emas tanpa tandingan) Ong Tang thian..."
Ketika berbicara sampai disitu, satu ingatan dengan cepat melintas didalam
benaknya, dengan suara dalam segera serunya:
"Apakah kedua orang ini ada hubungannya dengan Kwan gwa sam hiap tersebut?"
"Tepat sekali perkataan nona, kedua orang itu bukan lain adalah anak murid dari
Seng hong tianglo, yang lelaki bernama Lau Hui sedangkan yang perempuan bernama
Bwe Yau" "Bagaimana kalau kita menyapa mereka?"
Ong It sin segera menggeleng.
"Seharusnya kita memang pantas untuk munculkan diri dan berjumpa dengan mereka,
akan tetapi tugas perjalanan kita kali ini adalah menyelidiki letak dari markas
besar perkumpulan Ki thian kau, bila rahasia penyamaran kita sampai ketahuan,
bukankah usaha kita selama ini menjadi sia sia belaka... apalagi kedua orang ini
selalu melakukan pergerakan diluar perbatasan, mengapa mereka bisa muncul
disini" Siapa tahu kalau mereka memang telah bersekongkol dengan pihak Ki thian
kau" Lebih baik kita nantikan dulu perkembangan selanjutnya!"
Bwe Leng soat merasa ucapan tersebut ada benarnya juga maka merekapun tidak
melakukan sesuatu gerakan apa apa lagi.
Sementara mereka sedang bercakap cakap, Lau Hui dan Bwe Yau telah mengambil
tempat duduk tak jauh dari situ dan memesan hidangan.
Terdengar Bwe Yau berkata:
"Suko, setelah bersantap, apakah kita akan langsung menuju ke pagoda Cui ang
teng?" "Tentu saja, kita akan berpesiar selama sepuluh sampai setengah bulan lamanya di
sini sebelum berangkat menuju ke Kanglam"
"Kota gunung ini tak lebih cuma sebuah desa pemabuk, apanya yang indah ditempat
ini?" "Sumoay, kenapa kau musti terburu napsu, bila sungguh sungguh ingin berpesiar
maka kita harus kunjungi tempat yang indah dan kenamaan, kalau bermain sambil
lalu, tentu saja tak akan terasa menyenangkan"
Sambil berkata dia berjalan menuju ke arah meja ciangkwee.
Tampak pemuda itu membisikkan sesuatu kepada sang kasir, kemudian mengeluarkan
sebuah benda dari sakunya dan diangsurkan kepadanya.
Kasir itu menyambur dan dilihatnya sebentar, entah apa yang kemudian
dibicarakan, Lau Hui segera menjura dan balik kembali ke tempat duduknya.
"Suko, sudah kau tanyakan dimanakah letak mata air tersebut?" Bwe Yau segera
bertanya. "Konon berada disuatu tempat sepuluh li dari pintu sebelah utara kota"
"Selesai bersantap kita pesan kamar kemudian berpesiar sepuasnya ditempat tempat
kenamaan tersebut!" "Tentu saja!" seru Lau Hui sambil memperlihatkan senyuman liciknya, "kali ini
kita harus bermain sepuas puasnya sebelum pulang"
Selanjutnya kedua orang itu segera membungkam dan masing masing menghabiskan
santapannya sendiri. Setelah membayar rekening, merekapun berangkat meninggalkan tempat itu.
Baru saja sepasang muda mudi itu berangkat, si kakek berkepala besar berambut
merah tadipun segera beranjak sambil menggumam
"Bocah keparat, kau ingin bermain setan apa lagi" Setelah berjumpa dengan diriku
sekarang, jangan harap kau bisa bertindak sesuka hatimu...!"
Dia melempar sekeping hancuran perak ke meja, kemudian buru buru meninggalkan
tempat itu. Ong It sin segera berbisik:
"Eeeh... bagaimana kalau secara diam diam kita ikuti dibelakang mereka untuk
menonton keramaian?"
"Terserah kepadamu..."
Kedua orang itu segera memanggil pelayan membayar rekening dan kemudian
meninggalkan pula rumah makan Cui ang lo tersebut.
Dari kejauhan mereka menyaksikan simanusia aneh berkepala besar berambut merah
itu masih berjalan didepan sana.
Tapi Lau Hui dan Bwe Yau yang berada didepannya seperti sama sekali tidak
menyadari akan hal itu. Terutama sekali Bwe Yau, dia masih polos dan lincah, mana mungkin dia menyangka
kalau bencana sudah berada didapan mata"
Sesudah keluar melalui pintu kota sebelah utara, jauh memandang ke depan hanya
tanah perbukitan yang tampak, tanpa terasa gadis itu segera memuji:
"Oooh... betapa indahnya pemandangan alam disini"
"Kalau pemandangan alam disini tidak indah, mana mungkin Ouyang Siu mau menjadi
pembesar dikota gunung seperti ini?"
Bwe Yau memandang sekejap sinar matahari senja yang sudah hampir lenyap dibalik
bukit, kemudian tanyanya lagi:
"Apakah kita sempat untuk pulang kekota nanti?"
"Apalah arti sepuluh li buat kita" Pasti masih sempat untuk pulang ke kota,
apalagi kita kan sudah memesan kamar, mana takut tak kebagian tempat tidur?"
Ditengah remang remangnya cuaca, kedua orang itu segera melanjutkan
perjalanannya menuju ke tanah perbukitan tersebut.
Suasana disekitar tempat itu sangat sepi dan hening, tak seorang manusia pun
yang kelihatan. Lama kelamaan Bwe Yau merasa heran juga dia lantas menegur:
"Suko, kenapa sampai sekarang belum nampak juga sumber mata airnya?"
"Mungkin saja sebentar lagi akan sampai siapa tahu kita melakukan suatu
perjalanan yang salah?"
Dengan sangsi Bwe Yau melanjutkan kembali perjalanannya menuju ke depan sana.
Setelah berbelok sebuah tikungan bukit, maka tampaklah didepan mata muncul
serombongan lelaki berbaju merah serta sekawanan perempuan berbaju hijau.
Bwe Yau menjadi keheranan setelah menyaksikan kesemuanya itu, dia lantas
berpikir. "Jangan jangan orang orang Ki thian kau itupun seperti diriku, sedang berpesiar
di tempat ini...?"

Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benaknya, rombongan didepan itu
sudah menyongsong kedatangan mereka.
Dalam waktu singkat mereka sudah berada didepan Bwe Yau serta Lau Hui, dan
berhenti. Terdengar salah seorang perempuan berbaju hijau itu segera menegur:
"Lau Hui, diakah adik seperguruan itu?"
Bwe Yau menjadi semakin terperanjat, pikirnya lagi:
"Heran, kenapa orang orang Ki thian kau tersebut bisa kenal dengan suheng"
Apalagi kalau didengar dari suara pembicaraan mereka, tampaknya mereka sudah
kenal lama?" Tanpa terasa dia mendongakkan kepalanya dan memperhatikan perempuan itu dengan
meminjam sinar rembulan yang ada.
Tampak perempuan berbaju hijau itu meski berwajah cantik tapi genit sekali,
gerak geriknya tampak sangat jalang.
Tanpa terasa dia berpikir lebih jauh:
"Jangan jangan suheng telah bersekongkol dengan perempuan ini untuk memancing
aku kemari?" Kenyataan dengan cepat terbentang didepan mata
Pada saat itulah Lau Hui sudah melangkah maju kedepan, sesudah memberi hormat
sahutnya: "Hamba Lau memberi laporan kepada Sin tong cu, orang ini memang sumoayku Bwe
Yau!" Dengan wajah dingin dan kaku, Bwe Yau segera membentak keras:
"Siapa yang kesudian menjadi sumoaymu" Aku Bwe Yau tak sudi punya seorang suheng
macam kau... Hmm! Kalau kau ingin menjerumuskan diri kelembah kesesatan, terjun
saja sendirian, mengapa kau harus memancing pula kedatanganku kemari?"
Dia segera meloloskan pedangnya yang tersoren dipunggung, kemudian sambil
mengurat tanah serunya lagi.
"Mulai detik ini, hubungan kita sebagai sesama saudara seperguruan putus sampai
disini saja" Paras muka Lau hui segera berubah hebat dengan wajah memelas dia lantas memohon.
"Sumoay, kenapa kau musti marah besar" Kali ini aku menghubungkan diri dengan Ki
thian kau tak lain adalah demi masa depanmu dikemudian hari!"
"Kentut busuk!" bentak Bwe Yau sangat gusar, "karena aku Huuuh... kau anggap aku
tidak tahu kalau kau sudah terpikat oleh siluman rase itu?"
Sesungguhnya, ucapan tersebut memang tepat sekali.
Kiranya, pada suatu ketika sewaktu masih berada diluar perbatasan dulu, tanpa
sengaja Lau Hui telah berjumpa dengan Hong lu kua hu (janda genit) Sin Cing ciu
dari Ui kiok tongcu perkumpulan Ki thian kau, semenjak hari itulah dia
terjerumus dalam rangkulan maut perempuan siluman itu dan tak dapat melepaskan
diri lagi. Kebetulan waktu itu Ki Thian kau sedang mencari orang orang berbakat diseantero
jagad dengan tujuan untuk menguasai dunia persilatan.
Ketika Hong liu kua hu Sin Cing ciu mengusulkan hal itu, Lau Hui segera
meluluskan permintaannya dan masuk menjadi anggota perkumpulan.
Siapa tahu Hu kaucu Sangkoan Bu cing tertarik kepada Bwe Yau, maka diturunkan
perintah untuk berusaha memancing sumoaynya datang ke kota Si ciu.
Kebetulan sekali pada waktu itu Seng hong tianglo sedang pergi meninggalkan kuil
Po kek si untuk berpesiar, maka Lau Hui pun menggunakan bujuk rayunya memancing
Bwe Yau untuk meninggalkan rumah.
Bwe Yau tidak sadar kalau Lau Hui telah menghianatinya, kalau tidak entah
bagaimana gusarnya gadis itu.
Maka ketika melihat adik seperguruannya memberi perlawanan, buru buru Lau Hui
memberi tanda kepada Hong liu kua hu agar menaklukkan adik seperguruannya itu
dengan ilmu silat. Tentu saja Hong liu kua hu memahami kode tersebut, dia lantas maju kedepan dan
tegurnya sambil menarik muka.
"Nona Bwe, kau berani bersikap kurangajar di hadapan pun tongcu?"
Bwe Yau melotot besar. "Kau pun takusah banyak berlagak dihadapanku, jangan dianggap nona takut
kepadamu." "Huuuh... kau anggap beberapa jurus ilmu pedang rongsokanmu itu bisa diandalkan"
Jangankan kau, sekalipun gurumu sendiri Seng hong Tianglo juga tak akan tahan
menyambut sebuah serangan pun tongcu"
Bwe Yau tidak percaya dengan perkataan itu, dia segera membentak keras.
"Kau tak usah sombong lebih dulu, kalau punya kemampuan, hayolah bertarung
dengan nonamu!" Hong liu kua hu Sin Cing ciu tertawa hambar dengusnya.
"Kau masih belum pantas untuk bertarung melawanku!"
Berbicara sampai disitu dia lantas berpaling ke arah seorang gadis berbaju hijau
disisinya seraya berkata.
"The hiangcu mengiakan dan segera beranjak, tiba lima jengkal dari hadapan Bwe
Yau, golok mestikanya segera diloloskan dari sarungnya."
Kalau dilihat dari gerakannya ketika meloloskan golok, dapat diketahui bahwa
ilmu silat yang dimiliki orang itu masih jauh diatas kepandaian Bwe Yau sendiri.
Kendatipun demikian, gadis itu pantang menyerah dengan begitu saja.
"Maaf!" bentaknya nyaring.
Pedangnya segera digetarkan menciptakan serangkaian cahaya bianglala yang amat
tajam diangkasa. The Hiangcu tersebut bukan lain adalah Kim sian li (perempuan benang emas) The
Yong Hong yang belum lama menggabungkan diri dengan perkumpulan Ki thian kau.
Selama ini dia berkecimpung dalam dunia hitam, golok mestika yang diandalkan itu
memiliki jurus jurus serangan yang luar biasa saktinya, entah berapa banyak jago
lihay yang berhasil dirobohkan olehnya selama ini"
Tentu saja dia tidak pandang sebelah matapun terhadap kemampuan gadis tersebut.
Ketika dilihatnya Bwe Yau melancarkan serangannya, dia tertawa ringan, katanya:
"Nona Bwe, aku lihat pedangmu bagus sekali!"
Seraya berkata dia melepaskan sebuah bacokan ke depan untuk memunahkan datangnya
serangan ganas dari gadis tersebut.
Secara beruntun Bwe Yau melepaskan delapan belas buah serangan berantai,
walaupun dia berhasil mendesak musuhnya untuk melancarkan tangkisan demi
tangkisan, namun sedikitpun tak berhasil mengapa apakan lawannya.
Lama kelamaan gadis itu mulai merasa panik dan gugup sekali... apalagi ketika
Kim sian hi The Yong Hong mengejek:
"Bayangkan nona, dengan kemampuanku saja kau hanya sanggup bertahan seimbang,
apalagi jika Sin tongcu turun tangan sendiri" Aku lihat, lebih baik kau
sedikitlah tahu diri dan menyerah saja"
Bwe Yau menjadi nekad, teriaknya tiba tiba:
"Nonamu lebih suka mati dimedan pertempuran daripada menyerah kepada kalian
manusia sesat!" Pedangnya kembali diputar kencang dan serangan semakin membabi buta, agaknya dia
sudah nekad untuk beradu jiwa.
Sesungguhnya ilmu silat yang dimiliki The Yong hong sangat lihay, akan tetapi
berhubung ada perintah untuk tidak melukai lawannya, dia menjadi tak bisa
mengembangkan permainan jurus serangannya sebagaimana mestinya, otomatis untuk
sesaat lamanya diapun tak bisa banyak berbuat terhadap musuhnya itu.
Pertarungan sengit tak bisa dihindari lagi, serang menyerang terjadi dengan amat
gencarnya. Hong liu kua hu Cing ciu yang menyaksikan kejadian itu segera berkerut kening,
teriaknya: "Nona Bwe Hu kaucu ada perintah untuk cepat atau lambat menangkap dirimu, jangan
harap kau bisa meloloskan diri dari tempat ini dengan selamat!"
Setelah melangsungkan pertarungan sengit sekian lama, napas Bwe Yau sudah
terengah engah, tapi dia tetap berkeras kepaa untuk berteriak juga:
"Kalau ingin yang sudah mampus boleh, jangan harap selama aku masih hidup...
Hmm! Lebih baik kalian tak usah bermimpi disiang hari bolong..."
Saat itulah Lau Hui turut menganjurkan, teriaknya:
"Sumoy, buat apa menjadi orang yang harus serius" Apa salahnya kalau menyerah
saja?" "Cuhh...! Bedebah, kau tak usah berbicara lagi denganku, kau murid murtad, lebih
baik tutup saja bacotmu yang bau itu!" teriak Bwe Yau sambil meludah.
Dari malu Lau Hui menjadi naik pitam, teriaknya pula:
"Sin tongcu, lebih baik kau saja yang turun tangan sendiri untuk memberi
pelajaran yang setimpal kepada budak keparat itu!"
"Baiklah" sahut Hong liu kua hu kemudian, "tak ada salahnya kalian saksikan
bagaimana caraku memberi pelajaran kepada budak ini"
Seusai berkata dia lantas menitahkan kepada The Yong hong agar mundur.
oodoOooeo Hong Liu Kua Hu Sin Ciu sama sekali tidak mempergunakan senjata tajam, dengan
sikap yang amat santai dia melangkah maju ke tengah arena, kemudian katanya:
"Nona, berhati hatilah kau!"
Jangan dilihat ayunan tangannya itu seakan akan sama sekali tak berkekuatan,
terasalah segulung angin puyuh yang dingin dan menyengat badan segera merasuk ke
tulang sumsum. Bwe Yau segera merasakan sekujur badannya menggigil keras karena kedinginan.
Jelas ilmu silat yang dimiliki Sia Tongcu jauh lebih lihay daripada ilmu silat
yang dimiliki The Yong hong tadi.
Tapi gadis itu tetap mengigit bibir sambil mempergunakan ilmu pedang Lok yap
kiam dari perguruannya. Tapi sayang, bagaimanapun rapatnya lapisan hawa pedang yang dibentuk olehnya
untuk melindungi badan, toh ada juga angin pukulan yang berhawa dingin yang
sempat menerobos masuk kedalam tubuhnya.
Dengan cepat hawa dingin tersebut membuat peredaran hawa murni didalam tubuhnya
seakan akan tersumbat. Apalagi sebelum itu Bwe Yau sudah bertarung hampir ratusan jurus dengan The Yong
hong, banyak sudah tenaga dalamnya yang dihamburkan dengan percuma.
Dan kini dia harus berhadapan dengan musuh yang tangguhnya bukan kepalang,
otomatis dia menjadi kalang kabut dibuatnya.
Dengan keadaan yang dihadapinya sekarang soal tertangkap adalah soal waktu
belaka. Justru Hong liu kua hu tidak segera menyelesaikan pertarungan itu secepatnya,
dia sengaja jual lagak dihadapan Lau Hui, bahkan seringkali menyindir gadis itu
dengan mengatakan ilmu silatnya masih kekanak kanakan mungkin saja dia amat
mencintai suhengnya dan sebagainya.
Ejekan ejekan tersebut kontan saja menggusarkan Bwe Yau sehingga membuat dia
merasa dadanya seakan akan mau meledak.
Semakin amarahnya berkobar, semakin payah juga permainan pedangnya...
Peluh sebesai kacang kedelai telah jatuh bercucuran membasai seluruh tubuhnya,
Pendekar Pedang Akhirat 2 Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung Bidadari Penyambar Nyawa 2
^