Pencarian

Pendekar Bego 15

Pendekar Bego Karya Can Id Bagian 15


Ong It sin yang berada disisinya segera berseru:
"Nona Bwe, kau harus perhatikan baik baik cakar iblis Thian tok mo jiau nya,
jangan sampai kena disambar oleh kukunya, sebab kukunya amat beracun, begitu
ketemu darah segera mati..."
"Bocah keparat, kau jangan mengaco belo tak karuan..." bentak Siau bin mi lek
sambil tertawa dingin. Walaupun dimulut dia menyangkal, sesungguhnya hawa murni yang dimilikinya telah
dihimpun menjadi satu, dia berharap dalam satu gebrakan saja serangannya akan
mendatangkan hasil. Tapi sekarang, rahasianya sudah dibongkar oleh Ong It sin, dalam malu dan
gusarnya, dia segera mengembangkan ilmu cengkeraman iblis Thian tok mo jiaunya
untuk meneter lawan. Menuding timur dia menyerang kebarat, mencakar utara menyambar keselatan, semua
serangan yang dipergunakan hampir seluruhnya merupakan jurus jurus serangan keji
yang mengerikan. Tiga puluh jurus sudah lewat bagaikan terpaan angin puyuh dari hujan badai, pada
saat itulah Bwe Leng soat baru sempat meloloskan pedang mustikanya.
Diantara gerakan tangannya, tampak cahaya merah memancar keempat penjuru.
Dia segera menggunakan ilmu Huang lan kiam hoat dari Lam hay untuk balas
mendesak lawannya, serangan demi serangan dilancarkan secara bergelombang,
hampir semuanya merupakan jurus jurus serangan yang dahsyat dan mengerikan.
Siau bin mi lek segera tertawa terbahak bahak, pujinya:
"Suatu ilmu pedang yang amat bagus!"
Ditengah bentakan keras, badannya melambung ketengah udara setinggi dua kaki
lebih, kemudian dengan kepala dibawah kaki diatas, hawa murninya dihimpun dalam
kelima jari tangannya untuk melancarkan sebuah cengkeraman ke depan.
Bwe Leng soat buru buru mengayunkan telapak tangan kirinya melepaskan sebuah
pukulan untuk memaksa membaliknya angin beracun yang dilancarkan musuh dalam
ilmu Thian tok mo jiaunya itu.
Tapi kelima gulung angin serangan beracun yang dipancarkan kelima jari tangan
lawan sangat dahsyat dan tajam bagaikan pedang, meski Bwe Leng soat telah
mengerahkan tenaga pukulannya lewat telapak tangan kiri, hampir saja dia tak
sanggup menahan diri, kenyataan tersebut seketika itu juga membuat hatinya amat
terkesiap. Perlu diketahui, semenjak kecil Bwe Leng soat sudah belajar ilmu silat di Lam
hay, di kuil Koan tiau kek, hampir segenap kepandaian silat yang ada didunia ini
telah dipelajarinya dengan seksama.
Terutama sekali ilmu Toa hoan yok sinkang yang dilatihnya boleh dibilang sudah
mencapai pada taraf pengerahan dan penarikan menurut kehentak hati, hal tersebut
menyebabkan semua serangan yang dilancarkannya segera akan membuat terbentuknya
selapis dinding baja yang sangat kuat.
Bila ilmu cengkeraman biasa yang dihadapi jangan harap serangan tersebut
berhasil menembusi pertahanannya.
Maka dengan kening berkerut, Bwe Leng soat lantas berpikir:
"Aku telah mempergunakan ilmu sakti ajaran suhu pun belum sanggup untuk
menaklukkan hwesio ini, rupanya tenaga dalam yang dia miliki telah berada jauh
diatas kemampuan Sangkoan Bu cing"
Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya, sambil berpekik nyaring
mendadak tubuh dan pedangnya terhimpun menjadi satu, kemudian dengan kecepatan
luar biasa badannya melambung ketengah udara.
Baru pertama kali ini dia pergunakan ilmu pedang terbang yang maha dahsyat itu.
Ketika Sangkoan Bu cing dan Sin Meh cu mendongakkan kepalanya, maka tampaklah
tubuh Bwe Leng soat bagaikan sesosok bayangan hitam meluncur ke bawah diiringi
cahaya pedang berwarna kemerah merahan.
Jago perempuan dari Lam hay ini memang luar biasa sekali baik dikala tubuhnya
melambung ke atas maupun disaat meluncur ke bawah, dia selalu memperlihatkan
suatu cara yang sangat istimewa.
Berbarengan dengan meluncurnya cahaya pedang, hawa serangan makin lama semakin
dahsyat, apalagi ketika mencapai tiga depa diatas batok kepala Siau bin Mi lek,
cahaya merah yang sangat tebal segera memancar ke empat penjuru, sungguh luar
biasa sekali keampuhan dari serangannya itu...
Sangkoan Bu cing maupun Sin Meh cu adalah jago jago persilatan yang berilmu
silat tinggi, ketajaman matanyapun jauh melebihi orang lain maka sekilas
pandangan saja mereka memandang cahaya merah yang terhimpun disekitar pedang
mestika tersebut, tahulah mereka bahwa gadis tersebut telah menghimpun seluruh
kekuatan tubuhnya diujung serangan pedang tadi.
Kali ini Siau bin Mi lek tak bisa tertawa lagi, semua perhatian dan kekuatannya
segera dihimpun menjadi satu untuk bersiap siap menghadapi segala kemungkinan.
Pikirnya: "Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan, orang bilang ilmu pedang
dari Lam pak ji seng telah mencapai tingkatan yang luar biasa, buktinya
sekarang, murid dari Koan tiau kek saja sudah begini hebatnya... yaa, nama besar
mereka memang bukan cuma nama kosong belaka."
Ingatan tersebut dengan cepatnya melintas didalam benak hwesio tersebut.
Untuk menghadapi ancaman musuh yang sangat lihay itu, diapun segera menghimpun
semua tenaga dalamnya kemudian disalurkan kedalam kesepuluh jari tangannya
kemudian pada saat yang tepat mendadak ia mendongakkan kepalanya sambil
melancarkan sebuah cengkeraman ke tengah udara.
Sepuluh gulung desingan angin serangan bagaikan pisau pisau yang tak berwujud
dengan cepatnya meluncur ke tengah udara dan menyongsong datangnya ancaman
pedang dari lawannya. Menyaksikan kelihayan musuhnya, Bwe Leng soat merasa terperanjat sekali sampai
keningnya berkerut kencang.
ooooOdwOoooo Sadarlah gadis itu sekarang, bahwa dia telah berjumpa dengan seorang musuh yang
amat tangguh. Dari sini pula dapat diketahui bahwa lembah Ban hoa kok sesungguhnya merupakan
suatu tempat yang menyerupai gua harimau sarang naga.
Buru buru dia menghimpun segenap perhatian dan tenaganya untuk menghadapi lawan,
lalu dengan suatu kecepatan luar biasa ia melancarkan sebuah tusukan kilat
keatas ubun ubun lawan. Jelas pertarungan semacam ini merupakan suatu pertarungan yang bersifat mengadu
jiwa. Apabila cakar maut Thian tok mo jiau tersebut sampai menusuk kedalam jalan
darahnya, sudah bisa dipastikan sari racun itu akan menyerang ke dalam isi perut
yang menyebabkan kematian bagi korbannya.
Akan tetapi sebaliknya jika jalan darah Thian leng hiat di ubun ubun hwesio itu
sampai tertusuk oleh pedang sinona sama saja diapun akan tewas dalam keadaan
mengerikan. Siau bin mi lek amat terkesiap, dengan gugup dia memutar badannya untuk
menghindarkan diri. Dengan cepatnya ia merobah dari serangan mencengkeram ia merubah tangan kirinya
sebagai pertahanan untuk melindungi kepala, sementara tangan kanannya
melanjutkan kembali serangannya.
Tapi dengan tindakan itu, justru dia telah kehilangan suatu peluang yang baik
Sementara itu, serangan pedang yang dilancarkan Bwe Leng soat telah menyambar
tiba. Kendatipun ia cukup cepat menghindarkan diri kesamping namun tak urung badannya
kena tersambar juga. Tapi, dalam keadaan yang sangat kritis itulah cakarnya tiba tiba menyambar
keatas merobek ujung baju kiri Bwe Leng soat sehingga tampak kulit badannya yang
putih bersih. Paras muka Ong It sin segera berubah menjadi amat berat dan amat serius.
Sebaliknya Sin Meh cu ketakutan sampai badannya basah oleh keringat dingin.
Dengan suara lirih Sangkoan Bu cing berkata:
"Perempuan rendah ini masih mempunyai jurus pembunuh, Siau bin taysu, hadapi
dia!" Untuk membalas dendam atas tersambarnya telinga sebelah kirinya tadi, secara
beruntun Siau bin mi lek melancarkan dua belas buah serangan berantai dengan
suara tertawanya yang menyeramkan, cakarnya menangkis bacokan pedang lawan
kemudian mencengkeram sepasang payudara Bwe Leng soat.
Saat ini dia sudah kalap, sepasang matanya juga turut berubah menjadi merah
berapi api. Bentakan nyaring menggema memecahkan keheningan, sambil miring ke samping, Bwe
Leng soat segera melancarkan sebuah serangan lagi dengan jurus Tiap po bwe long
(lapisan ombak menimbulkan gelombang).
"Sreeet...!" sebuah jari tangan Siau bin mi lek kembali kena tersambar sampai
kutung. "Keledai gundul, rupanya kau sudah kepingin mampus!" bentaknya.
Ditengah bentakan tersebut, secara beruntun dia melancarkan serangan dengan
jurus Keng to kay long (Ombak dahsyat gelombang maut), Ki long pay khong (Ombak
raksasa menyapu angkasa) dan Po lan Cong heng (deruan ombak datang melintang).
Ketiga buah serangan itu boleh dibilang merupakan jurus jurus paling tangguh
yang pernah diciptakan oleh gurunya selama sepuluh tahun belakangan ini, bisa
dibayangkan bagaimana akibat dari serangan semacam itu.
Betul Siau bin Mi lek memiliki ilmu iblis yang maha sakti, namun baru dua jurus
yang disambut, ia sudah merasa kehabisan tenaga untuk menghadapi serangan yang
ketiga. Buru buru dia menjatuhkan diri berguling diatas tanah dan melarikan diri dari
arena pertempuran. Meski dia mundur dengan cepat, tapi sedari tadi pula Bwe Leng soat telah
mempersiapkan serangan mautnya.
Sambil berpekik nyaring, cahaya pedangnya berkilauan diangkasa dan sekejap mata
kemudian sudah berhasil menyusul diri Siau bin Mi lek.
Sangkoan Bu cing maupun Sin Meh cu yang menonton jalannya pertarungan itu
menjadi amat terkesiap. Ternyata gerakan tubuh yang dilakukan oleh Bwe Leng soat tersebut bukan saja
amat enteng lincah, lagipula gerakannya cepat sekali, sehingga seakan akan
bayangan hitam yang mengikuti dibelakang tubuh Siau bin Mi lek tersebut.
Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa si hwesio bermuka tertawa itu belum
sanggup bertarung satu lawan satu melawan murid kesayangan Lam hay bun ini.
Berdasarkan beberapa alasan, pertama karena kaget atas kehebatan ilmu pedang
yang dimiliki Bwe Leng soat, kedua untuk menyelamatkan jiwa Siau bin Mi lek,
serentak kedua orang itu menyerbu masuk ke dalam arena pertempuran.
Sangkoan Bu cing menerjang ke depan sambil melancarkan tusukan kilat.
Sedangkan Sin Meh cu menyerang dengan sapuan senjata hud tim bajanya...
Digencet secara bersama oleh dua orang jago tersebut, seketika itu juga Bwe Leng
soat kena terdesak dibawah angin.
Sangkoan Bu cing segera tertawa dingin, ejeknya:
"Nona Bwe, apabila kau sanggup mengalahkan kami berdua, boleh saja kau kabur
dari sini, kalau tidak..."
"Kalau tidak kenapa?" tukas Bwe Leng soat sambil menangkis tusukan pedang lawan
"Biar aku saja yang memberi jawaban!" sela Sin Meh cu sambil melepaskan sebuah
sapuan ke depan, "kau harus tinggal disini dan menjadi istrinya Hu kaucu
pertama" "Kentut busuk!" maki Bwe Leng soat sambil mundur selangkah, mukanya dingin kaku
seperti es, "kau anggap nonamu takut kepada kalian?"
Sin Meh cu segera memberi tanda kerlipan mata kepada Sangkoan Bu cing untuk
melancarkan sergapan. Dengan cepat kedua orang itu merubah taktik pertarungannya, yang seorang meneter
terus dengan serangkaian serangan gencar, sedangkan yang lain menyergap setiap
saat ada kesempatan. Taktik pertarungan semacam ini memang boleh dibilang cukup keji dan mengerikan.
Tak sampai dua puluh gebrakan kemudian, hampir saja Bwe Leng soat kena disergap
oleh lawan. Ong It sin yang menyaksikan kejadian itu menjadi naik darah, segera bentaknya:
... ada yang hilang..... Begitu daya tekanan yang mendesak Bwe Leng soat mengendor, pedang mestika
ditangannya mulai melancarkan serangan serangan gencar lagi untuk balas mendesak
musuhnya. "Nona Bwe!" kata Ong It sin kemudian "kita masih ada urusan penting lain yang
harus segera diselesaikan, hayo berangkat!"
Dengan cepat dia menggetarkan tangannya menciptakan selapis bunga emas yang
memancar ke empat penjuru masing masing menyergap tubuh ketiga orang itu.
Bwe Leng soat segera bertekuk pinggang berkelit ke samping, lalu dengan cepat
menyelinap keluar lembah.
Sangkoan Bu cing segera mendongakkan kepalanya dan berpekik nyaring.
Dari arah mulut lembah segera berkumandang suara desingan anak panah yang sangat
gencar. Siau bin Mi lek segera tertawa seram, ejeknya:
"Budak ingusan, jangan harap kau bisa melarikan diri dari tempat ini... lebih
baik menyerah saja!"
"Hmm! Jika kami hendak pergi, aku rasa kalian bertiga tak akan mampu bisa
menghalangi kami" ejek Ong It sin.
Pedangnya segera diputar sambil digetarkan, bukan saja senjata Hud tim dari Sin
Meh cu kena terhisap, pedang Sangkoan Bu cing juta turut terhisap kencang
kencang. "Lepas tangan!" hardiknya kemudian keras keras.
Pedang Kim liong kiamnya digetarkan ke atas, cahaya tajam yang berkilauan segera
memancar keempat penjuru.
Tahu tahu senjata Hud tim milik Sin Meh cu itu kena terpapas separuh bagian.
Sangkoan Bu cing juga merasa pergelangan tangannya menjadi kesemutan, pedangnya
segera tergetar lepas dan mencelat sejauh beberapa kaki dari tempat semula.
Bwe Leng soat segera memutar pedangnya menciptakan selapis kabut pedang yang
amat tebal untuk melindungi badan, semua senjata rahasia dan anak panah yang
ditujukan kearahnya serentak terhajar rontok semua ke atas tanah.
Menggunakan kesempatan itu, Ong It sin segera berseru:
"Nona Bwe, mari kita terjang keluar dari sini!"
Dari mulut lembah di kejauhan sana, terdengar suara Tee leng kun sedang berseru
sambil tertawa dingin: "Hmm... kalian anggap sanggup untuk meloloskan diri dari kepungan kami?"
Baru selesai perkataan itu diucapkan, mendadak dari belakang tubuhnya
berkumandang kembali suara serak dari seseorang:
"Lohu akan membantu usaha mereka untuk keluar dari situ, mau apa kau...?"
Berbareng dengan selesainya ucapan tersebut, segulung angin pukulan yang sangat
dahsyat telah berhembus lewat.
Tee leng kun tentu saja merasa terperanjat sekali, dengan gugup cepat cepat dia
menghindarkan diri ke samping.
Pada saat itulah, tampak dua sosok bayangan manusia dengan kecepatan luar biasa
telah meluncur lewat dari pos penjagaannya dan kabur keluar dari lembah.
Menanti ia menyaksikan orang yang menyergapnya itu ternyata adalah Say bin hud
sim (muka singa berhati Buddha), kontan saja amarahnya meluap, sambil
menggetarkan ruyung tulang tengkorak putihnya, dengan cepat ia mengejar dari
belakang. Ong It sin segera membalikkan badannya sambil melancarkan sebuah pukulan dahsyat
ke depan. Tee leng kun sangat terperanjat, dengan cepat tubuhnya terhajar sampai mencelat
ke belakang, jelas isi perutnya tergoncang dan menderita luka dalam yang cukup
parah. Sementara itu Siau bin Mi lek, Sin Meh cu dan Sangkoan Bu cing telah menyusul
pula keluar dari lembah. Seraya menyarungkan kembali pedangnya, Ong It sin berpura pura gusar sambil
membentak: "Kau telah apakan nona Bwe Yau?"
Dia memang sengaja bertanya demikian, agar musuh mengira ia gagal mendapat tahu
tentang kabar gadis tersebut.
Dengan kening berkerut, Sangkoan Bu cing segera tertawa terbahak bahak sahutnya.
"Haaahhh... haaahhh... haaah... tidak kami apa apakan, malah kuanggap dia
sebagai tamu agungku hingga dia meluluskan permintaanku untuk kawin dengan aku!"
Bwe Leng soat tertawa dingin, sebenarnya dia mau berkata begini:
"Hmm, kau anggap kami tak tahu kalau nona itu sudah dikirim ke kota ular
beracun..." Untung saja Ong It sin segera menyikut tangannya dan memberi tanda agar ia
jangan mengantarnya keluar.
Buru buru Bwe Leng soat menelan kembali kata katanya itu, kemudian ganti
berkata: Malam ini kami akan sudahi pertarungan sampai disini dulu, tiga hari kemudian
kami pasti akan datang berkunjung kembali.
Sangkoan Bu cing tertawa dingin serunya.


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau jangan keburu merasa bangga lebih dulu, lain kali, jangan harap kalian bisa
lolos dari sini dengan selamat!"
"Jangan bicara tekebur dulu kalau tidak mampu, soalnya banyak yang kena batunya!
ejek Ong It sin sambil mengangkat bahu.
Agak merah muka Sangkoan Bu cing karena jengah, katanya kemudian dengan suara
dalam: "Kalau kau ingin datang, datang sajalah ke mari. semoga saja bukan aku yang kena
batunya" Sembari berkata, mukanya menunjukkan perasaan benci dan buasnya yang amat tebal.
Ong It sin sama sekali tidak ambil peduli, kepada Bwe Leng soat dan Say bin hud
sim serunya: "Hayo kita pergi!"
Seusai berkata, dia lantas berangkat lebih dulu meninggalkan tempat tersebut.
Dalam sekejap mata, ketiga orang itu sudah lenyap dibalik kegelapan sana.
Sambil memandang bayangan punggung ketiga orang musuhnya yang makin menjauh,
Sangkoan Bu cing menggertak giginya kencang kencang sambil menyumpah:
"Bocah keparat kau sungguh amat tekebur suatu hari, aku pasti akan merenggut
nyawamu!" Siau bin Mi lek juga tertawa getir, katanya:
"Sungguh tak kusangka kalau ahli waris dari Ji seng benar benar lihay sekali!"
Sikapnya sekarang sudah tidak seperti tadi lagi, ia bersikap lebih halus dan
murung. "Mungkin hanya kaucu kami yang sanggup untuk membereskan kedua orang ini" kata
Sangkoan Bu cing. "Kalau begitu kita harus perketat penjagaan disini, kalau bisa atur jebakan agar
mereka masuk perangkap!" usul Sin Meh cu.
"Yaa tampaknya terpaksa kita harus berbuat demikian" ujar Sangkoan Bu cing pula
sambil menghela napas sedih.
Maka merekapun lantas mengadakan perundingan sambil mengatur jebakan jebakan
agar ketiga orang musuhnya masuk perangkap.
Tapi, satu hari lewat tanpa terjadi pergerakan, hari kedua, hari ketiga juga
lewat tanpa terasa, namun tiada juga suatu gerakan. meski demikian mereka sama
sekali tak berani mengendorkan penjagaannya...
Padahal ketika itu Ong It sin dan Bwe Leng soat telah berada dalam perjalanan
menuju kekota Tok coa sia, dengan harapan bisa menyusul Bwe Yau.
Waktu itu Ong It sin telah berganti dengan satu stel baju ringkas berwarna hitam
dengan mantel kulit harimau serta ikat kepala berwarna hitam sehingga tampak
gagah dan keren. Sambil melambankan lari kudanya, tiba tiba ia berkata sambil tertawa lebar.
"Jika kita harus melakukan perjalanan lagi siang malam tanpa berhenti, sekalipun
berhasil menyusul mereka, tak usah turun tanganpun juga bakal mati keletihan!"
"Ong toako" kata Bwe Leng soat sambil menyeka peluh yang membasahi wajahnya,
"kenapa secara tiba tiba kau berubah pikiran?"
"Bagaimanapun juga mereka toh sudah lewat dua hari berselang, sekarang mungkin
sudah mencapai propinsi In lam atau bahkan telah memasuki kota Tok coa sia,
disusulpun tak ada gunanya, kan lebih baik kita himpun tenaga untuk
mempersiapkan diri guna melakukan pengacauan secara besar besaran?"
"Kau tidak takut dengan ular?" tanya Bwe Leng soat sambil tertawa.
"Suhu pernah berkata, binatang ular atau sejenisnya paling takut dengan
belerang, sebelum berangkat dia orang tua juga telah menghadiahkan sebutir
gumpalan belerang, jadi aku sama sekali tidak takut"
"Tapi aku kan tidak punya!"
Ong It sin segera merogoh kedalam sakunya dan mengeluarkan sebiji gumpalan
belerang dan diserahkan kepada gadis itu seraya ujarnya:
"Kalau begitu, kuberikan sebagian untukmu!"
Bwe Leng soat menerima belerang itu dan dimasukkan kedalam sakunya.
Pada saat itulah mendadak dari semak belukar sebelah kanan sana muncul seekor
kuda putih yang sedang dilarikan kencang kencang.
Dibelakang kuda tadi menyusul datang empat lima orang penunggang berbaju hitam
yang mengejarnya terus dengan ketat.
Dengan cepat Bwe Leng soat menghentikan kudanya, kemudian dengan wajah
tercengang dia berseru: "Heran, kenapa ada begini banyak orang lelaki yang mengejar seorang perempuan?"
Waktu itu Ong It sin juga telah melihat jelas keadaan yang tertera di depan
mata, serunya kemudian: "Benar, yang dikejar memang seorang perempuan, rambutnya yang panjang menutupi
paras mukanya..." "Ong toako, kenapa kita tidak menghadang para pengejar itu dan menyelamatkan
jiwanya?" Tiba tiba Ong It sin merasa paras muka perempuan itu seperti pernah dikenalnya,
terutama sekali sepasang matanya yang mengerling tajam, cuma dia lupa dimanakah
pernah berjumpa dengannya.
Baru saja si anak muda itu termenung perempuan tadi sudah membedal kudanya lewat
disampingnya, menyusul kemudian Bwe Leng soat telah menjalankan kudanya untuk
menghadang para pengejar itu.
Ketika jalan perginya tiba tiba dihadang orang, serentak para pengejar itu
menarik tali kudanya dan berhenti.
Orang pertama yang duduk diatas pelana kuda itu adalah seorang Hwesio tinggi
besar yang berjenggot panjang dan angker seperti malaikat langit.
Orang kedua adalah seorang perempuan berusia lima puluh tahunan yang bermuka
kuning. Orang ketiga berdandan sebagai sastrawan dengan sebilah pedang tersoren
dipinggangnya. Sedangkan orang keempat adalah seorang hwesio setengah umur yang gemuk pendek
dan bermuka lucu. Tiba tiba Ong It sin teringat akan sesuatu, segera pikirnya.
"Hei, bukankah beberapa orang ini adalah empat orang jago dari partai Tiong lam
pay?" Ia tahu, beberapa orang itu merupakan jago kenamaan dari golongan lurus,
terutama sekali Hoa hoan siancu Liok Lui adalah bekas kekasih gurunya.
Sebagai seorang pendekar yang berhati lurus, sudah pasti mereka tak akan
menindas kaum lemah, kecuali kalau orang itu adalah manusia yang jahat.
Lantas, siapakah perempuan itu..."
Baru saja ingatan tersebut melintas lewat, Ih Hwe sangjin ketua dari Tiong lam
pay telah menegur. "Sobat muda, mau apa kalian menghalangi jalan pergi kami?"
Belum sempat Ong It sin menjawab, Bwe Leng soat telah menyahut lebih dahulu.
"Tidak apa apa kami hanya merasa tidak leluasa menyaksikan kalian lelaki kekar
menganiaya seorang perempuan lemah
"Nona, keliru besar jika kau menganggap perempuan tersebut sebagai perempuan
lemah!" seru Go Eng sambil tertawa dingin.
"Memangnya dia adalah seorang gembong iblis yang membunuh orang tanpa berkedip?"
"Tepat sekali dugaan nona, sebab orang itu bukan lain adalah Gi hay jin yau Toan
Cing hun yang sangat cabul itu!"
Bwe Leng soat masih tidak percaya, tapi Ong It sin menjadi amat gelisah sebab
dia tahu perempuan cabul tersebut justru sedang membantu si mawar beracun untuk
membawa Bwe Yau menuju ke kota tok coa sia.
Dengan cepat dia lantas bertanya:
"Co cianpwe, apakah kau juga melihat si mawar beracun Hong Hiang kim dari Khi
thian kau?" Go Eng segera menggeleng.
"Lantas dimanakah kalian berhasil menjumpai si Gi hay jin yau Toan Cing hun...?"
kembali Ong It sin bertanya.
"Didalam kota Siang leng!"
"Bersama dengannya itu apakah terdapat juga sebuah kereta?"
"Benar!" sahut Ho hoa siancu, "memang tempat sebuah kereta, apakah kau ada
sangkut pautnya dengan mereka?"
"Besar sekali sangkut pautnya, mungkin kalian tidak tahu kalau didalam kereta
itu terdapat seorang tawanan, dia adalah muridnya Seng hong tianglo dari luar
perbatasan yang bernama Bwe Yau, sedangkan orang yang bertugas mengawalnya
adalah Pek tho tongcu dari perkumpulan Khi thian kau, si mawar beracun Hong
Hiang kim!" Keempat orang jago lihay dari Tiong lam pay itu segera berseru tertahan,
serunya: "Haah, kalau begitu kita sudah terkena siasat musuh!"
"Kalau begitu, harap kalian bersamaku untuk melakukan pengejaran kembali!" kata
Ong It sin gelisah. "Apakah kalian bersedia memberitahukan nama dan perguruan kalian?" tanya Tui im
kiam khek Ih Hui. "Tidak bisa!" "Kenapa?" "Sekarang masih ada urusan penting yang harus segera diselesaikan, kenapa kita
tidak manfaatkan kesempatan ini untuk pergi menolong seorang yang berada dalam
cengkeraman iblis, sebaliknya berbincang yang bukan bukan disini?"
Setelah berhenti sebentar, katanya lagi:
"Jika kalian tak percaya kepadaku silahkan saja kalian susul Gi hay jin yau Tong
hun, biar kami yang menyusul Si mawar beracun Hong Hiang kim!"
"Ehmm, memang hal ini merupakan suatu cara yang baik, mari kita berpisah untuk
melakukan pengejaran!"
Maka keempat orang jago lihay dari Tiong lam pay itu segera menggerakkan kudanya
menyingkir ke samping. "Nona Bwe, mari cepat kita susul ke kotaSian leng!" seru Ong It sin kemudian.
Dua ekor kuda itu meringkik panjang dan secepat kilat meluncur pergi dari situ.
Memandang bayangan punggung kedua orang itu, Ih Hwe sangjin bergumam seorang
diri. "Heran, suara pemuda ini sangat kukenal, kenapa tidak kuingat siapakah dirinya?"
"Akupun mempunyai perasaan yang sama" sambung Liok Lui.
"Lebih baik kita lanjutkan pengejaran!" seru si hwesio gundul Go Eng cepat.
Keempat orang itupun tidak berbicara lagi dan segera mencemplak kudanya untuk
melanjutkan pengejaran kedepan.
Ketika bayangan tubuh dari keempat jago Tiong lam pay itu sudah pergi jauh,
mendadak dari dalam hutan bambu ditepi jalan muncul seekor kuda berwarna putih.
Penunggangnya adalah seorang perempuan berambut putih yang menutupi wajahnya
dengan kain hijau, itulah Gi hay jin you Toan Cing hun adanya...
Dia munculkan diri dan memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, ketika
dilihatnya disekitar sana tiada orang lain, diapun segera berangkat kembali ke
kotaSian leng. "Heran, kenapa dua orang keparat muda itu bisa menyusul kemari?" demikian
pikirnya dengan perasaan kaget bercampur tercengang, "aku harus segera
melaporkan kejadian ini kepada Hong tongcu!"
Sambil berpikir dia lantas melarikan kudanya cepat cepat menuju ke kotaSian
leng. Sementara itu, Ong It sin dan Bwe Leng soat telah tiba di kotaSian leng,
sementara sang surya telah condong ke langit barat.
Dengan cepat mereka mencari kabar kemana mana untuk melacaki jejak kereta
berkuda itu. Menurut laporan yang diterima, katanya si mawar beracun Hong Hian kim dengan
membawa kereta tersebut telah berangkat menuju ke Sin poo.
Maka Ong It sin berdua segera membeli rangsum kering, kemudian melanjutkan
perjalanan ke arah Sin poo.
Diantara remang remangnya cuaca, akhirnya sampailah mereka di kota Sin po
tersebut. Ketika mereka berusaha mencari kabar, dapat diketahui kalau si mawar beracun
baru saja lewat belum lama.
Agak lega Ong It sin setelah mendengar laporan tersebut, ujarnya kepada Bwe Leng
soat sambil tertawa: "Nona Bwe, apakah kau merasa lelah?"
"Ooh, rupanya kau ingin menyuruh aku tinggal di kota kecil ini, agar kau bisa
lebih leluasa menolong si gadis cantik?" goda Bwe Leng soat seraya tertawa.
"Nona Bwe, kau jangan memfitnah orang baik" seru Ong It sin sambil menggoyangkan
tangannya berulang kali, "ketahuilah, aku bertanya begini, karena aku sangat
memperhatikan keadaanmu!"
Ucapan tersebut diucapkan dengan nada bersungguh sungguh, sedikitpun tidak
nampak seperti dibuat buat.
Bwe Leng soat merasa amat terharu, pikirnya:
"Apakah ucapan suhu memang benar, dalam hidupku kali ini bakal terlibat terus
dalam soal cinta dan tidak cocok untuk orang beragama?"
Berpikir sampai disitu, dia lantas berusaha keras untuk mengendalikan
perasaannya dan berkata lagi dengan dingin:
"Hmm, siapa yang menyuruh kau memperhatikan aku?"
Tapi setelah perkataan itu diucapkan dia baru merasa menyesal.
Sebab dia merasa kuatir pemuda itu akan merasa tersinggung dan marah sehingga
benar benar meninggalkannya seorang diri.
Untung saja Ong It sin adalah seorang pemuda yang jujur, ketika mendengar
perkataan itu dia memang agak tertegun, tapi kemudian katanya agak tergagap:
"Nona Bwe, harap kau suka memaafkan perkataanku yang tidak senonoh tadi!"
"Aaah, aku hanya bergurau saja denganmu!" buru buru Bwe Leng soat berseru, "Ong
toako, harap kau jangan tersinggung!"
Sementara pembicaraan berlangsung, mereka sudah tiba di Sik bun kau.
Mendadak dari arah depan sana, lebih kurang empat lima li terdengar suara kuda
meringkik. Ong It sin menjadi girang sekali, segera teriaknya:
"Aaah, rupanya si mawar beracun masih berada didepan sana, hayo kita kejar!"
"Lebih baik kau pergi seorang diri! Aku..."
"Nona Bwe, masa kau tidak bersedia melepaskan aku..."
"Melepaskan kau apa?" seru Bwe Leng soat pura pura marah, sementara mukanya
berubah menjadi merah karena jengah.
"Melepaskan aku dari kata kata tadi!"
Bwe Leng soat tak dapat menahan rasa gelinya lagi, dia segera tertawa cekikikan.
"Sudahlah!" serunya kemudian, "yang penting buat kita sekarang adalah mengejar
orang!" Selesai berkata dia lantas melarikan dulu kudanya menuju kedepan sana, sementara
Ong It sin menyusul dari belakangnya.
Tak selang beberapa saat kemudian, kedua orang itu sudah melewati sebuah tanah
yang liar, kemudian sebuah sungai membentang didepan mata.
Waktu itu kereta tersebut sudah ditinggalkan ditepi sungai, sedangkan si mawar
beracun dengan menggusur Bwe Yau telah menyeberangi sungai itu.
Terpaksa Ong It sin berdua harus menunggu sampai perahu penyeberang itu balik
kembali baru menyeberangi sungai.
Dengan cepat kedua orang itu melanjutkan pengejarannya secara ketat, dari kota
Siau Kwan mereka menyusul ke luar kota Lam leng, disitulah si mawar beracun Hong
Hiang kim baru berhasil disusulnya.
Betapa terperanjatnya Hong Hiang kim ketika berpaling dan menyaksikan kedua
orang pengejarnya bukan jago jago dari Tiong lam pay, melainkan Ong It sin dan
Bwe Leng soat. "Hong tongcu" dengan suara lantang Ong It sin segera berseru, "cepat lepaskan
nona Bwe yau, kalau tidak akan kubunuh dirimu!"
Baru saja si mawar beracun hendak menolak, mendadak ia menemukan Gi hay jin yau
Toan Cing hun yang bersembunyi disemak belukar sedang memberi tanda kepadanya
agar menyanggupi permintaan itu untuk sementara waktu.
Maka si mawar beracun pun berkata:
"Ong sauhiap, jika kuserahkan nona ini kepadamu, maka aku harus menggunakan apa
untuk menghadapi guruku nanti?"
"Hmm! Jika suhumu tidak meninggalkan kota Tok coa sia, mungkin dia masih dapat
menyelamatkan selembar jiwanya" kata Ong It sin dengan wajah serius.
Bwe Leng soat yang berada disampingnya sudah tidak sabar lagi, dia segera
membentak pula: "Hei, sebenarnya kau bersedia tidak untuk meninggalkan orang itu disini?"
Menyaksikan wajah Bwe Leng soat yang begitu dingin dan kaku, buru buru si mawar
beracun menyahut: "Ditinggalkan yaa ditinggalkan, cuma pasti ada orang yang bakal mencari kalian
untuk membalas dendam"
"Siapa?" "Orang itu kalau bukan kaucu kami, sudah pasti adalah guruku!"
Mendengar kata kata tersebut, Ong It sin segera mendongakkan kepalanya dan
tertawa tergelak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kau maksudkan Thian tok tay ong dan Be Siau
soh" Haahaahhh... suruh saja mereka datang aku memang ada maksud untuk membasmi
mereka dari muka bumi!"
Si mawar beracun Hong Hiang kim tak berani banyak bicara lagi, sambil


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meninggalkan Bwe Yau dia lantas melarikan diri dari tempat tersebut.
Ong It sin dan Bwe Leng soat buru buru melompat turun dari atas pelana kudanya
untuk membebaskan Bwe Yau dari pengaruh totokan.
Pada saat itulah dari balik semak belukar melompat keluar seorang perempuan yang
berdandan menyolok dengan langkah yang sangat berhati hati dia mendekati kearah
kedua orang itu. Anehnya dia memilih yang searah dengan arah angin.
Ternyata dari sakunya dia mengeluarkan sebungkus bubuk obat, kemudian sambil
menyeringai seram tangannya diayunkan berulang kali segumpal bubuk berwarna
merah dengan cepat tersebar diseluruh angkasa.
Dalam waktu singkat, bubuk merah itu sudah berhembus lewat kearah tiga orang itu
berada. Menyaksikan perbuatannya mendatangkan hasil, Gi hay jin yau menjadi kegirangan
setengah mati, tanpa terasa diapun memperdengarkan suara tertawanya yang lirih.
Ong It sin yang berpendengaran tajam segera menangkap suara tertawanya itu,
dengan cepat ia mendongakkan kepalanya.
Tampak seorang gadis bergaun sempit dan berambut panjang sedang memandang
kearahnya sambil menyeringai licik.
Dia, bukan lain adalah perempuan yang pernah dijumpai sewaktu berada di jalan
raya menuju kota Siang leng tempo hari.
Kalau dilihat dari kemampuannya untuk muncul ditempat ini, dapat diketahui bahwa
dia telah berhasil meloloskan diri dari kejaran keempat jago dari Tiong lam pay
Belum lagi ingatan tersebut melintas dari benaknya, Bwe Leng soat telah
berteriak keras: "Ong toako, cepat bekuk perempuan siluman itu, kita sudah terkena bubuk
pemabuknya!" Ong It sin gusar sekali, dengan cepat dia melompat ke depan sambil melancarkan
tubrukan. Rupanya Gi hay jin yau tidak mengira kalau musuhnya sama sekali tidak mabuk
meski sudah terkena obat pemabuknya, dia baru terperanjat setelah menyaksikan
terjangan lawan. Diapun tahu bahwa kepandaian silat yang dimilikinya masih belum sanggup untuk
menandingi lawannya, cepat cepat dia kabur ke belakang.
Memang keji sekali hati perempuan siluman ini, secara diam diam ia telah
membuang obat pemunahnya kedalam sawah, lalu baru melarikan diri terbirit birit.
Dengan suatu gerakan cepat Ong It sin menerjang kemuka dan menghadang
dihadapannya, kemudian dengan gusar dia melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke
depan. Tay khek sin kang yang dipergunakannya kali ini memiliki daya penghancur yang
mengerikan sekali, bayangkan saja bagaimana mungkin Gi hay jin yau bisa mampu
menahan diri" Diiringi jeritan kecil yang menyayat hati, tubuhnya mencelat sejauh beberapa
kaki dari tempat semula dan mampus seketika itu juga.
Melihat Gi hay jin yau sudah tewas, Ong It sin segera melompat kedepan dan
menggeledah sakunya. Namun meski seluruh tubuhnya sudah digeledah, obat tersebut tidak berhasil
ditemukan. Tapi dia yakin ilmu pertabibannya masih bisa mengatasi keadaan tersebut maka
buru buru katanya: "Satu satunya cara yang bisa kita gunakan sekarang adalah mencari penginapan dan
membuat obat penawar sendiri"
Maka berangkatlah ketiga orang itu menuju kekota terdekat.
Bwe Leng soat dan Bwe yau naik kuda yang sama, sedang Ong It sin berjalan
dipaling depan. Ketika masuk kekota Lam leng, kentongan ketiga sudah lewat.
Merekapun lantas menginap disebuah rumah penginapan yang memakai merek Liong
siang. Tapi pada saat itulah daya kerja obat perangsang ditubuh Bwe Yau sudah mulai
bekerja. Mukanya menjadi merah berapi api sepasang matanya memancarkan sinar aneh,
sementara sepasang tangannya mulai mencakar payudara sendiri.
Buru buru Ong It sin dan Bwe Leng soat memayang diri Bwe Yau masuk kedalam
kamar. oooodOeoooo Setelah berada didalam kamar, boleh dibilang seluruh kesadaran Bwe Yau telah
dipengaruhi oleh obat perangsang.
Kepada Ong It sin dia mulai merayu sambil tertawa genit:
"Ong toako, coba lihatlah, cantikan paras mukaku?"
"Yaa, kau memang cantik sekali!" sahut Ong It sin dengan kening berkerut.
"Cintakah kau kepadaku?" kembali Bwe Yau bertanya.
Ong It sin ingin mengatakan tidak, tapi dia kuatir menyinggung perasaan orang,
maka terpaksa dia mengangguk.
Sebenarnya dia hendak mengatakan:
ooodwooo Jilid 26 <>
........ juga musti kulaporkan dulu kepada suhu!"
"Oooh, tentu saja harus begitu, tapi kau musti cepat cepat mengawini kami!" kata
Bwe Leng soat, "kalau tidak, belum lagi kami dikawinkan, kami sudah dipanggil
Mama, waah... hendak ditaruh ke mana muka kami"
"Bila perkumpulan Ki Thian kau telah berhasil kita basmi, dendam sakit hati juga
sudah dibalas, bagaimana kalau kita segera langsungkan pernikahan itu?"
"Tapi, harus diundur sampai kapan?" tanya kedua orang gadis itu hampir bersama.
"Sekarang juga kita akan mulai bekerja, paling cepat tiga bulan, paling lambat
setengah tahun, semuanya pasti sudah beres"
"Tidak bisa!" tolak Bwe Leng soat, "siapa tahu kalau waktu itu kami dua
bersaudara sudah berperut buncit, ooh... bagaimana mungkin kami punya muka untuk
berjumpa lagi dengan para enghiong didunia ini!"
"Baik, baik, terserah pada kalian berdua!" seru Ong It sin kemudian sambil
rentangkan tangannya. Tapi, kedua orang gadis itupun tidak berhasil menemukan suatu cara yang baik
untuk menyelesaikan masalah ini.
Sebab guru mereka semua hidup di bukit Pak thian san serta di Lam hay, sedang
guru Bwe Yau yang berada dipaling dekat dari sanapun letaknya juga berada diluar
perbatasan. Maka setelah mengadakan perundingan, mereka bertiga lantas memutuskan untuk
kembali dulu ke daratan Tionggoan sambil mengundang para jago dari pelbagai
aliran dan golongan untuk berangkat ke bukit ong sia san dan bersama sama
membasmi perkumpulan Ki thian kau.
Sedang mengenai waktu pernikahan terpaksa hanya bisa ditentukan menurut keadaan.
Setelah membereskan rekening rumah penginapan dan siap meninggalkan kota Lam
leng waktu menunjukkan tengah hari.
Mereka bertiga pun menyeberangi jalan untuk bersantap di rumah makan depan sana.
Bwe Yau setelah mengikat tali les kudanya diistal dia lantas masuk kedalam
ruangan lebih dulu. Ong It sin segera meminta tali les kudanya dari Bwe Leng soat sembari berkata.
"Hujin, biarlah aku yang mengurusi kudamu ini!"
Sembari berkata, dia lantas membuat muka setan.
Bwe Leng soat segera melototkan matanya besar besar serunya:
"Jangan kau anggap setelah panahmu berhasil menembusi dua ekor burung, maka
lagakmu menjadi sok, nih, ambillah!"
Setelah menyerahkan tali les itu kepadanya, gadis itu segera membalikkan
badannya dan masuk ke dalam rumah makan.
Ketika masuk ke dalam ruangan, ternyata disitu cuma ada tiga lima orang tamu,
bayangan tubuh Bwe Yau sama sekali tidak terlihat.
Pada mulanya Bwe Leng soat tidak merasa keheranan, dia mengira mungkin Bwe Yau
sudah naik ke loteng, maka kepada si pelayan diapun berkata,
"Dimanakah nona berbaju merah yang tadi masuk duluan itu?"
"Nona yang mana?" seru sang pelayan dengan mata terbelalak, "kami sama sekali
tidak melihatnya!" "Apakah disini ada loteng?"
Pelayan itu gelengkan kepalanya berulang kali.
"Usaha kami masih kecil, yang ada pun cuma ruangan ini saja, mana ada
lotengnya?" "Benarkah kalian tidak melihat si nona berbaju merah itu?"
Pelayan itu segera menuding ke arah tiga lima orang tamu yang sedang bersantap
disana sembari berkata: "Kalau tidak percaya, silahkan bertanya kepada mereka!"
Belum lagi Bwe Leng soat bertanya, tamu tamu yang berada disana telah menjawab
bersama kalau tidak menjumpai ada seorang nona berbaju merah masuk ke sana.
"Oooh... aneh sekali!" gumam Bwe Leng soat kemudian dengan suara lirih.
Tapi kemudian sambil menarik muka serunya lagi:
"Dengan jelas dia masuk kemari, masa tidak ada?"
Sang pemilik rumah makan yang beralis mata kasar dan bermata besar itu segera
menimbrung: "Siapa tahu kalau dia sudah pergi ke rumah makan yang lain" Apa salahnya kalau
nona memeriksa dulu beberapa rumah makan lainnya!"
Sementara itu Ong It sin telah masuk ke dalam, ketika dilihatnya Bwe Leng soat
dan sang ciangkwe sedang ribut, buru buru tanyanya:
"Hei, ada urusan apa?"
Belum lagi Bwe Leng soat menjawab, ciangkwe yang beralis mata tebal dan bermata
besar itu telah berkata: "Rekanmu ini bersikeras mengatakan ada seorang nona berbaju merah telah masuk ke
rumah makan ini dan lenyap, padahal kami cuma pedagang, bukan penculik nona
harap kau suka mempertimbangkan persoalan dengan seadil adilnya!"
Ong It sin segera tertawa dingin, katanya
"Apa yang dikatakan rekanku ini memang sedikitpun tak salah, nona berbaju merah
itu memang benar benar telah masuk kemari!"
Ciangkwe beralis mata tebal dan bermata besar itu kontan saja membanting
swiepoa-nya ke samping kemudian dengan teramat gusar serunya keras keras:
"Hei, rupanya kalian ada maksud untuk membuat kekacauan disini" Hayo kita
selesaikan persoalan ini di pengadilan!"
"Mau mengadukan persoalan ini di pengadilan" Aku mah tak ada waktu untuk
melayanimu, cuma... aku mempunyai bukti yang bisa memaksamu untuk mengaku"
Paras muka ciangkwe beralis mata tebal bermata besar itu tampak sangat terkejut,
tapi dengan cepat dia berusaha untuk menenangkan kembali hatinya, sambil tertawa
seram katanya: "Kalau memang begitu, keluarkan tanda buktimu itu!"
"Dan kau boleh saja berbuat licik terus dihadapanku!"
Ketika dilihatnya ucapan pemuda itu sangat tegas dan meyakinkan, lelaki beralis
mata tebal dan bermata besar itu menjadi ragu ragu dan mulai sangsi.
Ong It sin yang menyaksikan keraguan orang segera memeriksa tempat disekeliling
sana dengan sorot matanya yang tajam.
Tiba tiba ia menyaksikan sebuah benda kecil tergeletak diatas tanah, paras
mukanya segera berubah. Tampaknya lelaki bermata besar beralis mata tebal itupun juga sudah merasakan
akan hal itu, tiba tiba dia melompat kedepan dan menyambar benda itu.
Tapi entah bagaimana, tahu tahu Ong It sin sudah mendahului ciangkwe itu dan
menyambar benda tadi... "Sreet!" bagaikan terhisap oleh sesuatu kekuatan yang sangat besar, tahu tahu
benda tersebut sudah melayang masuk kedalam genggamannya...
"Nah, tanda buktinya sekarang sudah berada disini" katanya dengan dingin,
"ciangkwe sekarang apa lagi yang hendak kau katakan?"
Sekarang Bwe Leng soat baru melihat kalau benda itu adalah sebuah benda milik
Bwe Yau, yakni tusuk kondenya, maka diapun segera berpikir dalam hati:
"Jangan jangan tempat ini adalah sebuah rumah makan gelap?"
Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benaknya, lelaki bermata besar itu
telah berkata: "Benda perhiasan milik perempuan semacam ini banyak terdapat di kota, sekalipun
kau menemukan benda itu, toh belum bisa membuktikan bahwa rekanmu itu sudah
memasuki rumah makan kami"
Sudah jelas alasan itu terlampau dibuat buat.
Ong It sin menjadi gusar sekali, serunya:
"Bedebah, kau tak usah bermain licik di hadapanku, tampaknya sebelum kuberi
sedikit pelajaran kepadamu, kau enggan untuk mengaku berterus terang!"
Seraya berkata, sebuah cengkeraman maut segera dilancarkan ke arah depan.
Dengan cekatan lelaki bermata besar itu membungkukkan badannya kebawah, lalu
menyembunyikan diri dibalik meja kursi.
Pada saat itulah para pelayan dan koki yang berada dalam rumah makan itu telah
bermunculan semua disana dengan senjata tajam berada ditangan, dengan cepat
mereka mengurung kedua orang muda mudi itu.
Menyaksikan kesemuanya itu, Ong It sin segera mengejek sambil tertawa dingin:
"Nah, kelihatan sekarang ekor rasenya, memangnya tampang tampang macam kalian
itu adalah tampang seorang pedagang?"
Kepada Bwe Leng soat segera serunya:
"Kau cepat berjaga jaga dipintu depan, jangan biarkan mereka kabur seorangpun!"
Dengan pedang terhunus Bwe Leng soat mengiakan dan segera melompat ke depan dan
menghadang didepan pintu gerbang.
Walaupun ilmu silat yang dimiliki orang orang itu cukup tangguh, akan tetapi,
bagaimana mungkin mereka bisa menandingi kelihayan dari Ong It sin"
Tak selang beberapa saat kemudian, jalan darah mereka semua telah tertotok,
tidak terkecuali pula ciangkwe bermata besar beralis mata tebal itu.
Dengan cepat Ong It sin mencengkeram tubuhnya dan diangkat ke atas, kemudian
tegurnya: "Siapa namamu?"
"Aku she Si bernama Tian, orang persilatan menyebutkan sebagai Hek jiu Gi yaa
(Gi yaa bertangan hitam)!"
Yang dimaksud dengan Gi yaa adalah nama dari seorang koki termashur pada pahala
jaman Cun ciu dahulu! Ketika Ong It sin mendengar nama tersebut, dia lantas manggut manggut seraya
berkata: "Oooh... rupanya kau si manusia laknat"
Setelah berhenti sebentar, diapun berkata lagi:
"Apakah kalian mempunyai dendam kesumat dengan nona Bwe Yau?"
"Tidak ada!" "Ada perselisihan?"
"Juga tidak ada!"
"Kalau memang tiada dendam juga tiada perselisihan, apakah kalian menculiknya
karena kamu adalah seorang jay hoa cat (penjahat pemetik bunga)...?"
Cepat cepat Si Gi yaa bertangan hitam menyangkal.
"Tidak! Kami bukan seorang Jay hoa cat! Sekalipun sepanjang hidup sepasang
tangan kami selalu berlepotan darah, tapi belum pernah kami memperkosa gadis
atau isteri orang!" "Lantas, mengapa kau menculiknya?"
"Karena mendapat perhatian dari seorang teman!"
"Dimana temanmu sekarang?"
"Dia sudah pergi!"
Sementara itu, Bwe Leng soat telah selesai melakukan penggeledahan didalam rumah
makan itu, katanya: "Disini benar benar tak nampak orang lain!"
Ong It sin segera mengalihkan kembali sorot matanya ke wajah lelaki bermata
besar itu, kemudian katanya:
"Siapakah sahabatmu itu?"
Dengan cepat Gi Yaa bertangan hitam menggelengkan kepalanya berulang kali,
sahutnya: "Aku tidak tahu!"
"Apa" Kau tidak tahu?" teriak Ong It sin dengan sinar mata tajam memancar keluar
dari balik matanya, "tampaknya kau ingin mencicipi kehebatan dari ilmu meremas
tulang memilir urat milikmu?"
Selesai berkata, secara beruntun dia melancarkan tujuh buah totokan keatas
punggung lawan. Seketika itu juga Gi Yaa bertangan hitam kesakitan luar biasa sambil merintih
kesakitan, peluh bercucuran dengan derasnya membasahi seluruh badannya.
Dalam waktu singkat, tubuhnya yang tinggi besar itu telah berubah menjadi
berliuk liuk tak karuan wujudnya, bahkan gigipun sampai hancur karena saling
beradu dan menahan rasa sakit.
Akhirnya dia tak kuat menahan diri, serunya kemudian sambil merengek rengek:
"Aku akan berbicara! Aku akan berbicara Harap kau suka mengampuni diriku"
Ong It sin mendengus dingin.
"Hmm! Aku tiada kuatir kalau kau tak akan berbicara!" katanya.


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selesai berkata, dia lantas melancarkan kembali beberapa buah totokan diatas
punggung orang itu, dengan demikian rasa kesakitan yang diderita Gi Yaa
bertangan hitam baru lenyap.
"Hayo cepat bicara!" bentak Ong It sin kemudian, "siapa yang menyuruh kau
menculik nona Bwe Yau?"
"Kim coa long kun (pemuda tampan ular emas)!"
"Masih ada yang lain?" tanya Ong It sin dengan sepasang alis matanya berkenyit.
"Masih ada pula Gin coa long kun (pemuda tampan ular perak) Thi coa long kun
(pemuda tampan ular baja) Hui coa long kun (pemuda tampan ular terbang) serta si
bunga mawar merah beracun..."
Dengan cepat Ong It sin mengerti, sudah pasti si bunga mawar merah beracun telah
mengundang datang keempat orang suhengnya untuk membantu usahanya itu, buru buru
tanyanya lagi: "Apakah mereka kabur melalui jalan belakang?"
Gi Yaa bertangan hitam manggut manggut.
Dengan suara menyeramkan Ong It sin segera berkata:
"Sebetulnya aku hendak membunuh kau tapi mengingat sepanjang hidupmu belum
pernah melanggar dosa besar, terutama memperkosa kaum wanita, maka..."
Mendengar sampai disitu, Gi Yaa bertangan hitam menjadi kegirangan setengah
mati. Terdengar Ong It sin berkata lebih jauh :
"Hukuman mati bisa dihindari, tapi hukuman hitam tak bisa lari, aku hendak
memunahkan semua kepandaian silat yang kalian miliki!"
Begitu ucapan tersebut selesai diucapkan, sebuah pukulan segera dilontarkan
keatas pusar orang itu. Sejak detik itulah, hawa murninya sudah tak dapat
dihimpun kembali. Kemudian Ong It sin berkata lagi:
"Dua jam kemudian, rekan rekanmu akan terbebas sendiri dari pengaruh totokan,
semoga saja kau dapat merubah watak jahatmu itu dan kembali ke jalan yang
benar!" Ketika ucapan terakhir diutarakan, dia bersama Bwe Leng soat telah keluar dari
rumah makan itu dan melarikan kudanya untuk melakukan pengejaran.
Tapi sekalipun sudah dikejar sampai magrib, kota Hui Ie, Kang ci, Goan mo dan
Tho an telah dilalui, jejak keempat manusia ular itu belum juga ditemukan.
Dengan kesal Ong It sin lantas berkata:
"Padahal jarak kita dengan manusia manusia laknat itu cuma selisih setengah jam
heran! Kenapa kita tidak berhasil menyusul mereka?"
Tiba tiba terlintas satu ingatan didalam benak Bwe Leng soat, katanya kemudian:
"Jangan jangan keempat manusia ular itu baru melanjutkan perjalanannya setelah
menunggu kita meninggalkan kota Lam leng?"
"Betul juga perkataanmu, cuma, apa yang harus kita lakukan sekarang...?"
"Jika kita berbuat begini terus, tak mungkin jejak mereka bisa ditemukan, sebab
kita ada ditempat terang dan mereka ada ditempat gelap..."
Berbicara sampai disitu, dia lantas menunjuk ke satu arah dengan ujung bibirnya,
ia menambahkan: "Coba lihay bukankah disekitar tempat ini pun telah dipasang mata mata untuk
mengawasi kita?" Mendengar perkataan itu Ong It sin lantas mencoba untuk memperhatikan keadaan di
sekeliling tempat itu betul juga tampak ada dua orang lelaki yang memakai topi
lebar sedang bersembunyi dibawah wuwungan rumah diseberang saja sambil tiada
hentinya memperhatikan sekitar situ.
Dengan suara lirih Ong It sin lantas bertanya:
"Menurut kau apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Gampang sekali mengapa kita tidak menyaru kemudian kabur lewat pintu belakang
rumah penginapan" Setelah itu baru kita pakai mereka dijalan depan?"
Ong It sin bertepuk tangan kegirangan maka kedua orang itupun menjalankan semua
tindakannya menurut rencana.
Tak selang beberapa saat kemudian dari belakang pintu rumah penginapan telah
muncul seorang kakek bungkuk serta seorang nenek yang buta matanya.
Waktu itu malam sudah menjelang tiba, banyak orang yang berlalu lalang ditengah
jalan, namun siapa saja tak ada yang memperhatikan mereka berdua.
Dengan cepat kakek bungkuk dan nenek buta itu sudah keluar dari pintu sebelah
timur. Baru sampai diluar kota tiba tiba mereka saksikan ada sebuah kereta sedang
berlarian mendekat dengan kecepatan tinggi.
Kakek bungkuk itu segera berbisik.
"Itu dia sasarannya sudah datang"
"Kau tak salah melihat?" tanya sinenek buta.
"Perempuan yang duduk diatas kusir itu bukankah si bunga mawar beracun" Asal
perempuan siluman itu berada disana, sudah pasti adik Yau juga berada didalam
ruang kereta." Sementara pembicaraan berlangsung kereta itu dengan kecepatan luar biasa telah
meluncur tiba... Dengan cepat kakek bungkuk dan nenek buta itu menghadang ditengah jalan raya
Duduk disamping si bunga mawar beracun yang memegang kemudi adalah seorang
lelaki kecil yang pendek tapi berotot.
Ketika melihat didepan mata muncul dua orang kakek dan nenek, bukan saja mereka
tidak menahan larinya kereta, sebaliknya malah menceplak kudanya agar lari lebih
cepat lagi, bentaknya. "Tua bangka sialan, rupanya kalian pingin mampus..."
Didalam anggapannya, sepasang suami istri yang sudah lanjut usia itu pasti akan
tewas tergilas roda keretanya.
Siapa tahu terdengar dua kali bentakan nyaring, menyusul kereta mereka berhenti
berlari ternyata rodanya ditahan orang.
Dengan terhentinya lari kereta tersebut segera terdengarlah seseorang menegur.
"Losu, apa yang telah terjadi?"
Kiranya lelaki kecil pendek yang duduk di belakang kemudi itu adalah Hui coa
long kun (pemuda tampan ular terbang) Wan Hiong.
Ketika ia menyaksikan si kakek bungkuk dan sinenek buta berhasil menahan larinya
kuda mereka, sadarlah dia bahwa mereka telah bersua dengan dua orang jago
tangguh. Sementara itu, Wan Hiong yang mendengar lotoanya yakni Kim coa long kun (pemuda
tampan ular emas) Pit Lek beng bertanya, cepat cepat sahutnya:
"Kami telah berjumpa dengan musuh tangguh!"
Walaupun dimulut dia berkata demikian, namun cambuk kudanya dengan tidak
mengenal ampun telah diayunkan ke arah kedua orang tersebut...
Dengan angin tajam amat memekikkan telinga, jurus serangan yang dipergunakan
amat keji sekali. Andaikata sampai tersambar oleh ayunan cambuk itu, sudah pasti tubuh orang akan
terluka sangat dalam. Sayang kedua orang jago yang dihadapinya sekarang adalah jago jago berilmu
tinggi, bukan saja serangan tersebut tidak berhasil melukai mereka, terdengar
kakek bungkuk itu membentak, kemudian menggunting ke arah cambuk itu dengan
kedua buah jari tangannya.
"Taaasss!" seketika itu juga, cambuk kulit menjangan yang sangat kuat itu
terpaksa kutung menjadi dua bagian.
Si nenek buta segera mencaci maki:
"Hei, kalian sudah mau melukai orang dengan terjangan kuda, sekarang masih mau
mencari menangnya sendiri, hmm" Dianggapnya hukum sudah tidak berlaku?"
Menyaksikan cambuk kudanya yang tinggal sepotong, Hui coa long kun Wan Hiong
berseru pula dengan gusar:
"Nenek edan yang datang dari mana, berani betul mencari gara gara dengan pun
long kun" Hmm! Rupanya kau sudah tidak maui nyawa tuamu itu lagi"
Weess! Dari sakunya dia mengeluarkan sebuah kotak sepanjang tiga depa enam inci,
dan mengeluarkan seekor ular aneh yang bersayap, kemudian dengan memakai
binatang tersebut dia melancarkan sebuah sapuan ke arah depan.
Si nenek buta itu tentu saja bukan sungguh sungguh buta, begitu dilihatnya Wan
Hiong mempergunakan ular terbang hidup sebagai senjatanya, dengan perasaan
bergidik buru buru melompat mundur tiga depa ke arah belakang.
Menyaksikan musuhnya mundur, Hui coa Long kun Wan Hiong segera menggetarkan
pergelangan tangannya, kemudian secara tiba tiba dia menghajar si nenek bungkuk.
"Suatu serangan yang sangat bagus!" seru kakek bungkuk itu sambil tertawa
dingin. Sebuah babatan telapak tangan dengan cepat diayunkan keatas kepala ular
tersebut. Tampaknya si ular menyadari akan datangnya ancaman maut, mendadak sambil
mendesis dia menarik badannya kebelakang, sesudah itu berbalik memagut lutut
kakek itu. Menyaksikan ancaman tadi, sikakek bungkuk itu mendengus dingin, sepasang kakinya
sama sekali tak bergerak, sementara tubuhnya dengan cepat mundur beberapa depa
kebelakang. Gagal dengan pagutannya, ular beracun itu berpekik aneh sebanyak tiga kali,
kemudian meluncur ke luar dan melancarkan sergapan kilat ke arah depan...
Tampaknya kakek bungkuk itu tak berani menghadapi serangan ular beracun itu
secara gegabah, dengan cepat dia meloloskan pedang mestikanya dan memutar
senjata itu menciptakan selapis cahaya emas yang amat menyilaukan mata.
Sebuas buasnya ular beracun itu, tak urung dibuat keder juga setelah melihat
serangan maut yang datang dari lawannya, ia tak berani melakukan sergapan lagi
secara gegabah. Sambil tertawa dingin, kakek bungkuk itu lantas berseru:
"Aku mengira siapa yang telah datang dan berani betul berbuat kurang ajar,
ternyata tak lebih adalah anakan iblis yang datang dari kota ular beracun."
Baru selesai dia berkata, dari dalam ruangan kereta kembali bermunculan tiga
orang pemuda yang kekar dan bermuka buas.
Sekalipun pakaian yang mereka kenakan amat perlente, namun tak bisa
menyembunyikan hawa sesat yang terpancar keluar dari tubuh mereka.
Sebagai pemimpinnya adalah seorang pemuda bertubuh jangkung yang memiliki
sepasang mata berwarna hijau yang mengerikan sekali.
Pada lehernya tergantung seekor ular beracun bersisik emas yang dikenakannya
sebagai kalung. Lidahnya yang merah tampak menjilat jilat kian kemari, memuakkan sekali
keadaannya. Agak menggigil tubuh si nenek buta melihat kesemuanya itu, kepada si kakek
bungkuk segera bisiknya: "Aku merasa mual sekali menyaksikan orang orang itu!"
"Tak usah takut, bisik si kakek bungkuk pula dengan cepat, beberapa ekor ular
tersebut belum terhitung seberapa!"
Dalam pada itu, Kim coa long kun Pit Lee bing telah berkata sambil tertawa
dingin: "Hmmm... sia sia saja kau hidup sampai setua itu, maka ular bersisik emas
milikku ini juga tidak kau kenali. Hmm! Ketahui saja, ularku ini bisa bergerak
dengan lincah dan cepat, sekalipun jago persilatan belum tentu mampu untuk
menandinginya" "Tak usah tekebur dulu, lohu justru tidak percaya dengan segala tahayul... apa
salahnya jika suruh ularmu itu mencoba coba... cuma, sebelumnya aku hendak
berkata dulu, bila sampai mampus, kau Kim coa longkun jangan menyalahkan aku!"
Kim coa long kun Pit Lee beng sudah terlanjur omong besar, mau ditarik kembali
pun tak mungkin, apalagi dia juga tahu kalau si kakek bungkuk tersebut bukan
manusia sembarangan, terpaksa sambil keraskan hati ia bersiap siap untuk tampil
kedepan. Baru saja ular emasnya akan dipersiapkan Thi coa long kun (pemuda tampan ular
baja) Ong Eng telah maju kedepan seraya berkata:
"Toako, biarlah aku si burung bodoh terbang lebih dahulu!"
Waktu itu si ular bergaris besi miliknya telah dipersiapkan ditangannya, tampak
sepasang matanya memancarkan cahaya kebuasan yang mengerikan sekali.
"Hei, tua bangka! Sebutkan namamu" serunya kemudian.
Kakek bungkuk itu tertawa dingin.
"Lohu sudah lama lupa dengan namaku sendiri!" sahutnya.
Thi coa long kun menjadi semakin naik darah, sambil mengayunkan ular berbisanya
dia segera membentak keras:
"Tua bangka sialan, kau berani memandang hina kami bersaudara Rasain sebuah
seranganku ini!" Segulung bayangan hitam, dengan kecepatan luar biasa segera meluncur.
Ular berbisa itu memang lihay sekali, dalam sekali kelebat saja, kepalanya yang
besar itu sudah mengancam beberapa buah jalan darah penting didepan dada lawan.
Kakek bungkuk itu segera menggetarkan pedangnya menciptakan serentetan cahaya
emas yang menyilaukan mata, seperti cahaya bianglala dengan cepatnya menyambar
ke muka. "Criiit...!" diantara pekikan keras, ular bergaris besi itu sudah terpapas tepat
pada bagian titik terlemahnya dan mampu seketika itu juga.
Thi coa longkun Ong Eng yang menyaksikan peristiwa itu menjadi terperanjat
sekali. Si kakek bungkuk itu sendiri, walaupun telah berhasil membunuh seekor ular
beracun, namun ia tidak memanfaatkan kesempatan tersebut untuk melancarkan
serangan berikutnya, cuma dengan suara lantang katanya:
"Walaupun ular beracun milik kalian tidak takut terhadap pedang biasa, namun
jika sampai ketemu lohu, maka sedikitpun tak ada gunanya, percaya tidak
sekarang?" Setelah mendengar perkataan tersebut, Thi coa longkun merasa semakin malu lagi
untuk mengundurkan diri. Baru saja dia akan mengumbar hawa amarahnya, Hui coa longkun Wan Hiong telah
melompat ke sisinya seraya berbisik:
"Sam suheng, kita telah bertemu dengan musuh tangguh, harap bersabar dulu, biar
aku dan toa suheng merundingkan dahulu cara yang terbaik untuk mengatasi keadaan
ini..." Thi coa longkun Ong Eng cukup mengetahui bahwa su sutenya ini mempunyai banyak
tipu muslihat maka diapun tidak meneruskan perbuatannya untuk mengumbar hawa
amarah. Sedangkan Hui coa longkun Wan Hiong segera menghampiri toa suhengnya kim coa
longkun Pit Le beng serta Gin coa longkun Ouyang Si lalu ujarnya dengan suara
dalam: "Aku lihat tua bangka ini pasti sengaja mencari gara gara dengan kita Sekalipun
kita berempat ditambah si ci si mawar beracun turun tangan bersamapun belum
tentu dapat menghadapinya!"
"Akupun mempunyai perasaan demikian" kata Gin coa longkun Ouyang Si "cuma kita
telah bersua dengan mereka selain melangsungkan suatu pertarungan apa pula yang
bisa kita lakukan?" "Akal sih bukannya tidak ada, cuma aku kuatir suheng sekalian tidak sependapat
dengan usul siaute!"
"Apa usulmu itu" Katakan saja, yang paling penting kita harus dapat mengirim Bwe
Yau sampai dikota Tok coa sia!"
Dengan cepat Hui coa longkun membisikkan sesuatu kepada suhengnya, lalu berkata:
"Begitulah usulku!"
Kim coa longkun Pit Lee beng dan Gin coa longkun Ouyang Si segera manggut
manggut berulang kali. Menyusul kemudian masing masing orang pun meloloskan ular beracunnya dan
menyebarkan diri di empat penjuru untuk mengepung kakek bungkuk dan nenek buta
tersebut di tengah arena.
Dengan suara lantang Kim coa longkun lantas berkata.
"Aku tahu kalau ilmu silat yang cianpwe miliki sudah mencapai tingkatan yang
luar biasa, apabila boanpwe harus bertarung satu lawan satu, kami akui bukan
tandingan oleh sebab itu sengaja kami atur sebuah barisan Su coa tin (barisan
empat ular) untuk mengurung kalian, jika kamu berdua sanggup untuk mematahkan
barisan ini, kami akan mengaku kalah dan terserah pada keputusan cianpwe!"
Belum lagi kakek bungkuk itu menjawab, si nenek buta telah berkata lebih duluan:
"Ucapan tersebut kalian katakan sendiri sampai waktunya jangan menyesal nanti!"
"Tentu saja!" kata Kim coa longkun.
"Cianpwe!" kata Hui coa longkun pula, "tak ada salahnya jika kalian utarakan
maksud kedatanganmu, bila kami sanggup untuk melakukannya buat apa suatu
pertarungan harus dilangsungkan?"
"Sesungguhnya kamipun tidak mempunyai perselisihan yang terlalu besar dengan
kalian" kata si nenek buta, "cuma sinona yang berada didalam kereta itu
kebetulan adalah anak dari seorang teman kami dia adalah murid Seng hong tianglo
yang bernama Bwe Yau aku minta agar kalian suka meninggalkannya kepada kami"
Begitu mendengar ucapan tersebut, Hui coa longkun segera memberi kerdipan mata
kepada ketiga orang suhengnya yang berarti:
"Dugaanku tidak salah bukan!"
Kim coa longkun segera menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya dengan
cepat. "Permintaan dari Cianpwe itu maaf bila boanpwe tak sanggup untuk menemuinya!"


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kenapa?" "Betul si nona Bwe Yau yang berada didalam kereta itu adalah murid Seng hong
tianglo dari luar perbatasan, tapi dia merupakan selir yang dihadiahkan pihak Ki
thian kau untuk suhu kami, jangankan boanpwe tak berhak untuk menyerahkannya
kepada cianpwe sekalipun berhak juga tak bisa kami penuhi"
"Heeehh... heeehh... heeehh... kalau begitu, kalian bersikeras hendak
menyelesaikan persoalan ini lewat kekerasan?" seru si kakek bungkuk sambil
tertawa seram. "Maaf sekali lagi maaf, tampaknya terpaksa kita harus menyelesaikannya dengan
cara ini" Kakek bungkuk itu mengulapkan tangannya, agaknya dia enggan untuk banyak
berbicara lagi. Pelan pelan si nenek buta itu berjalan menghampiri si kakek bungkuk dan berdiri
saling bertolak belakang, lalu ejeknya:
"Mengapa kalian tidak segera menggerakkan barisan?"
Kim coa longkun mengiakan, begitu tanda diberikan, empat orang itu segera
bergerak maju kedepan. Sementara barisan mulai bergerak, segera diam diam Hui coa long kun mengeluarkan
sebutir peluru kabut dan dilontarkan ke depan...
Segulung kabut putih yang tebal sekali dengan cepat menyelimuti seluruh angkasa
dan mengurung sekeliling tubuh si kakek bungkuk dan nenek buta tersebut.
Untung saja kedua bilah pedangnya telah menciptakan selapis dinding pertahanan
yang sangat kuat, sehingga untuk sesaat lamanya keempat longkun itu tak berdaya
apa apa. Hui coa longkun dengan cepat mengundurkan diri dari barisan, kepada sibunga
mawar beracun Hong Hiang kim serunya:
"Suci, lebih baik kita bawa kabur Bwe Yau dari tempat ini!"
Dengan cepat si bunga mawar beracun melompat masuk ke dalam ruang kereta,
menotok jalan darah bisu Bwe Yau dan melarikannya menuju ke arah barat.
Sementara itu, si kakek bungkuk dan si nenek buta yang berada didalam barisan
sama sekali tidak menyadari akan hal itu.
ooodoOoeooo Belum sampai kabut tebal yang menyelimuti arena itu menipis, sekali lagi Thi coa
long kun melepaskan sebutir peluru kabut lagi, sehingga kabut yang menyelimuti
sekeliling tempat itu semakin menebal.
Menggunakan kesempatan itulah Thi coa long kun melarikan diri meninggalkan
tempat itu. Kemudian rekan rekan yang lainnya juga mundur satu per satu sehingga satu jam
kemudian mereka sudah kabur tak berbekas.
Dengan demikian, didalam barisanpun tinggal si kakek bungkuk serta si nenek
buta. Pelan pelan kabut putih itu semakin menipis dan akhirnya hilang lenyap, menanti
pandangan mata sudah jelas kembali, kakek bungkuk itu baru menjerit kaget sebab
secara tiba tiba ia tidak menemukan lagi bayangan tubuh dari keempat orang coa
long kun. "Kita sudah terjebak!" segera teriaknya, "anakan iblis itu sudah pada kabur
semua!" Ketika kereta disisi jalan diperiksa, ternyata kereta itupun kosong melompong.
Menyaksikan itu, si nenek buta lantas berkata:
"Ong toako, jangan kuatir, asal kita datangi kota Tok coa sia, bukankah segala
sesuatunya akan beres?"
Rupanya si nenek buta itu adalah penyaruan dari Bwe Leng soat, tentu saja si
kakek bungkuk tersebut adalah Ong It sin.
Terdengar Ong It sin berkata:
"Konon kota Tok coa sia terletak diatas bukit Ko moy kan san di wilayah Ou hay,
seratus li sekitar tempat itu tidak diperbolehkan orang menjamahnya, kita musti
merubah paras muka kita lebih dulu"
"Kata suhu, suku bangsa yang berdiam di sekitar Ou hay bagian barat amat banyak
dan bercampur aduk... kita akan menyamar sebagai suku bangsa apa?"
"Konon dalam suku Gi terdapat semacam bangsa yang disebut Cawa...!"
"Yaa, betul, suku Cawa juga terbagi jadi suku "gunung" dan suku "Han" orang
orang suku Cawa gunung hidup disekitar selat Hi sia di bukit kunsan, selain
berburu pekerjaan mereka juga bertani, tubuh mereka tinggi kekar, baik laki
maupun perempuan selalu menyandang kelewang kalau kemana mana.
"Sedangkan didaratan rendah juga terdapat suku cawa yang hidup dikota dengan
pekerjaan berdagang dan membuka toko, pakaian mereka lebih rapi dan kulit
badannya juga bersih, yang perempuan pun suka berdandan, karena lebih mirip
bangsa Han, maka mereka disebut suku Cawa Han! Bagaimana kalau kita menyamar
sebagai suku Cawa Han saja?"
"Baik, aku setuju!"
Maka merekapun segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya masuk kedalam rumah
untuk memulihkan kembali wajah asli mereka.
Keesokan harinya, berangkatlah kedua orang itu meninggalkan kota Thoan menuju ke
Au hay, dalam perjalanan kebetulan sekali mereka menjumpai ada sekawanan begal
sedang merampok belasan orang saudagar disuatu tanah perbukitan.
Dengan kepandaian silat yang dimiliki Ong It sin dan Bwe Leng soat, tentu saja
secara mudah kawanan pembegal itu berhasil diringkus.
Sudah barang tentu kawanan saudagar itu merasa berterima kasih sekali atas
pertolongan mereka. Diantara rombongan saudagar itu terdapat seorang kakek berusia enam puluh
tahunan. Tampaknya dia merupakan saudagar terkaya dalam rombongan itu, dia mengakui
dirinya she Beng dan seorang suku Cawa Han.
Dia bertempat tinggal dibawah kaki bukit Kome kan san.
Oleh karena saudagar Beng itu merasa kagum sekali dengan kehebatan sepasang muda
mudi ini, diapun lantas berkata:
"Sauhiap berdua, mungkin kalian sedang berpesiar ke wilayah Ou hay, kebetulan
tempat tinggalku tidak jauh, bersediakah kau untuk menginap selama beberapa hari
dirumah kami?" Tentu saja dengan senang hati Ong It sin menerima tawaran tersebut.
Sedangkan Bwe Leng soat buru buru berseru:
"Aaah... kalau kami menginap dirumah Beng Lo sianseng, tentu akan merepotkan
dirimu?" "Lohu sudah lama sekali mengagumi kegagahan orang persilatan, betul kita belum
pernah kenal sebelumnya, tapi setelah bersua hari ini, bagaimanapun juga kalian
musti memberi muka kepadaku. Nona, harap kau jangan berkata begitu"
"Kalau memang Lo sianseng berkata begitu, bila kami tampik lagi, tentu kurang
sopan namanya..." Beng sianseng itu menjadi sangat gembira, serunya kemudian:
"Kalau begitu mari kita berangkat, sebelum matahari tenggelam nanti, kita akan
sampai dirumah!" Dengan cepat dia melarikan kudanya untuk membawa jalan.
Sejak itu sampailah mereka dirumahnya, dengan cepat kakek Beng memperkenalkan
Ong It sin berdua kepada keluarganya.
Selain itu, dia pun menambahkan:
"Waktu berada di Siong im tadi, kami telah bertemu dengan begal, untung saja
muncul Ong sauhiap dan Bwe lihiap yang berhasil menaklukkan begal begal itu,
kalau tidak bisa ludas semua uangku dirampok mereka..."
Kakek Beng mempunyai istri dan gundik sebanyak tujuh orang, sedang putra
putrinya mencapai dua puluh orang lebih.
Ketika mendengar kalau Ong It sin dan Bwe Leng soat memiliki kepandaian yang
luar biasa timbul perasaan kagum dihati mereka.
Tentu saja mereka sekeluarga menganggap Ong It sin berdua sebagai tamu agung.
Malam harinya diselenggarakan perjamuan untuk menghormati tamunya, bukan saja
semua hidangan lezat dihidangkan, juga disediakan arak Siong le ciu dan nyanyian
serta tarian yang menawan.
Sampai tengah malam, perjamuan baru bubar.
Jangan dilihat bangunan rumah kakek Beng sangat besar, ternyata lelaki perempuan
semuanya tidur menjadi satu.
Bwe Leng soat merasa kurang leluasa, tapi Ong It sin segera berkata:
"Yang penting kan tidurnya, kenapa musti canggung canggung?"
Bwe Leng soat segera mengerling sekejap ke arahnya, lalu berseru:
"Hmm... kau anggap aku tidak mengetahui akal bulusmu" Bukankah kau memang
berharap bisa tidur bersama aku?"
Ong It sin segera mengangkat bahunya dan berkata:
"Itulah rejekiku, aku juga tak bisa apa apa!"
"Ciss... rejekimu ada dikota ular beracun!"
Menyinggung kembali kota ular beracun Ong It sin segera menunjukkan kembali
kemurungannya. Melihat pemuda itu bermuram durja, buru buru Bwe Leng soat menarik ujung bajunya
sambil berkata: "Tidurlah! Besok kita cari keterangan lagi dari Beng lo sianseng tentang kota
ular beracun itu" Ong It sin pun segera menjatuhkan diri ke atas ranjang dan tidur.
Keesokan harinya ketika mereka berdua baru bangun dari tidurnya, sarapan pagi
telah menanti diruang depan.
Buru buru mereka membersihkan badan kemudian bersantap. Saat itulah mereka baru
tahu kalau tuan rumah bernama Beng Jit Ciong.
Tiba tiba Bwe Leng soat bertanya.
"Beng lo sianseng, apakah disini terdapat tempat yang indah untuk dikunjungi?"
Sebelum Beng Jit Ciong menjawab, gundik kesayangannya Kim Hoa telah menimbrung:
"Tempat setan semacam ini kalau bukan banyak ular beracunnya, yang ada cuma
kabut beracun, tak ada sebuah tempat pun yang baik dikunjungi..."
"Tapi, bukankah disini terdapat sebuah tempat yang disebut kota ular beracun"
Kenapa tidak ajak kami untuk berpesiar ke situ..." kata Ong It sin.
Belum lagi ucapan tersebut selesai diucapkan, paras muka Beng Jit Ciong dan Kim
Hoa telah berubah hebat. Ong It sin segera berkata lagi.
"Kalau dilihat dari sikap lo sianseng yang begitu ketakutan, jangan jangan kota
ular beracun adalah suatu tempat yang berbahaya?"
Beng Jit Ciong segera menghela napas panjang sahutnya:
"Yaa siapa bilang tidak" Konon pemilik kota ular beracun itu adalah seorang
gembong iblis yang lihay sekali, bukan saja dia sanggup makan daging ular mentah
ilmu silatnya lihay sekali, anak muridnya seringkali berkeliaran dibawah gunung
lagi pula sudah menaklukkan semua suku Cawa gunung. Konon setiap musim semi dan
gugur, mereka diwajibkan membayar upeti yang tak kecil jumlahnya.
"Upeti yang bagaimana?"
"Katanya sebagai batok kepala yang ada disitu, terhitung dari mereka yang baru
lahir sampai yang sudah tua, pokoknya setiap orang hidup harus membayar pajak
sebesar sepuluh tahil perak untuk setiap setengah tahun
"Seandainya tidak mau membayar?"
"Makanya gembong iblis itupun mengutus orang untuk memenggal batok kepala orang
yang tak mau membayar itu"
"Jika cuma satu orang?"
"Satu batok kepala pula yang dipenggal!"
"Jika seluruh keluarga tidak membayar?"
"Seluruh keluarga juga dibantai!"
"Kalau segenap suku Cawa gunung tak mau membayar?"
"Setiap orang takut mati, siapa yang berani menyerempet bahaya, bahkan kepala
suku pun tak berani membangkang!"
"Bedebah ini benar benar terkutuk!" seru Ong It sin dengan geram.
Berbicara sampai disitu, mendadak ia teringat akan sesuatu, tanyanya lagi:
"Siapakah yang mereka utus untuk menarik upeti tersebut?"
"Siapa lagi kalau bukan keempat Coa long kun?"
"Sekarang baru saja tahun baru, apakah inilah saatnya untuk membayar upeti?"
"Kalau tahun lalu mah sudah dimulai, tahun ini agak sedikit terlambat, mungkin
hari ini atau besok penarikan upeti itu baru akan dimulai..."
Ong It sin manggut manggut, katanya kemudian:
"Sejak pihak kota ular beracun menarik upeti kepada rakyat gunung, pernahkah
terjadi penentangan atau perlawanan?"
"Dalam beberapa tahun pertama memang pernah terjadi peristiwa semacam itu, tapi
para penentang tak seorangpun yang mampu mempertahankan batok kepalanya, oleh
sebab itu beberapa tahun belakangan ini tak seorangpun yang berani melawan!"
"Kenapa para kepala suku tak mau menghimpun massa untuk melakukan perlawanan"
"Persoalan ini pernah dirundingkan, meskipun ular ular beracun tidak sampai
membuat kami keder, namun terhadap jago jago persilatan yang berilmu tinggi,
terus terang saja kami agak kewalahan!"
"Aku mempunyai kemampuan untuk membunuh orang orang jahat itu, cuma bersediakah
kalian untuk menentang kekuasaan mereka?"
Mendengar perkataan itu, Beng Jit Ciong menjadi sangat gembira, dia pernah
menyaksikan kelihayan ilmu silat yang dimiliki Ong It sin berdua, maka katanya:
"Jika kalian berdua bersedia memberi bantuan, suku kami tentu akan merasa sangat
berterima kasih sekali"
"Dalam hal ini kita perlu menjaga rahasia, kenapa tidak kau undang kepala suku
itu untuk datang berunding?"
"Baik, lohu segera akan berangkat ke rumahnya, maaf!"
Selesai berkata ia lantas mohon diri dan berlalu.
Dalam ruangan, Kim Hoa menggantikan kedudukan tuan rumah untuk menemani tamunya
berbincang bincang. Sungguh tak disangka perempuan dari suku asing ini lancar sekali dalam
penggunaan bahasa Han. Maka pembicaraanpun bisa dilangsungkan dengan amat santai dan riang...
Menggunakan kesempatan itu, Ong It sin dan Bwe Leng soat menanyakan pula sekitar
adat istiadat suku Cawa, saat itulah mereka baru tahu kalau gadis gadis suku
Cawa Han lebih suka kawin dengan bangsa Han daripada dengan bangsa lain.
"Kenapa?" tanya Ong It sin keheranan.
"Sebab suku kami sangat menaruh hormat terhadap orang orang bangsa Han..." jawab
Kim Hoa. "Seandainya hendak kawin dengan seorang dari suku Cawa Han, pinangan harus
diajukan secara terus terang" Ataukah melewati mak comblang?"
Dengan pandangan tercengang Kim Hoa segera memandang kearahnya, lalu berseru
"Ong siangkong, apakah kau... kau sudah tertarik dengan nona dari suku kami?"
Ong It sin kuatir terjadi kesalah pahaman, buru buru sangkalnya:
"Oooh... tidak, aku tidak bermaksud demikian! Apalagi... aku sudah mempunyai
calon istri" Karena kuatir Kim Hoa tidak percaya, dia lantas menuding kearah Bwe Leng soat.
Kim Hoa memandang sekejap ke arah Bwe Leng soat, kemudian pujinya:
"Kalian memang benar benar pasangan sejoli yang sangat ideal sekali...!"
Setelah berhenti sebentar, katanya lagi:
"Kalau bangsa Han yang melamar, jika dipakai perantara Mak comblang, maka hal
ini malah terasa canggung, cara yang paling tepat adalah menggunakan siasat pura
pura dagang, sedangkan barang dagangannya harus terdiri dari pupur, gincu, jarum
dan benang. Biasanya jika pedagang semacam ini muncul maka para gadis dan
perempuan muda akan berkerumun untuk membeli barang dagangan, nah pada saat
itulah si pria bisa menggunakan seleranya untuk memilih calon istri.
"Jika cocok dengan pilihannya, sore itu kau boleh datang ke rumahnya dengan
membawa sedikit hadiah kecil, sudah pasti keluarganya akan menyambut
kedatanganmu dengan senang hati.
"Cuma suku kamipun mempunyai suatu adat, yakni kalau naik ranjang tak boleh
lepas sepatu, bila ada orang berani melanggar pantangan ini, bisa jadi teman
akan menjadi lawan, malahan kadangkala bisa bertengkar hingga pisaupun turut
bicara!" "Wouw, untung saja kami tidak melanggar pantangan tersebut" seru Bwe Leng soat
sambil menjulurkan lidahnya.
Pada saat itulah, tiba tiba berkumandang suara derap kaki kuda yang ramai,
kemudian dari balik pintu gerbang muncul dua ekor kuda.
Penunggang kuda itu selain Beng Jit Ciong tampak juga seorang kakek berambut
putih. Kim Hoa juga melihat kedatangan mereka, segera serunya:
"Toako benar benar telah datang!?"
Beng Jit Ciong segera memperkenalkan kepala suku itu kepada semua orang ternyata
kepala suku itu bernama Beng Sam wi.
Meskipun usianya sudah lanjut, tapi semangatnya masih segar, keren dan
berwibawa. Setelah duduk, Beng Jit Ciong segera memerintahkan semua pelayannya untuk
mengundurkan diri, tinggal Kim Hoa seorang yang berada disitu.
Dikala Beng Sam wi bertemu dengan Ong It sin dan Bwe Leng soat, dengan cepat
wajahnya menampilkan keragu raguannya.
Sebenarnya dia mengira dua orang jago itu adalah kakek atau nenek yang hebat,
tak tahunya kedua orang itu adalah muda mudi yang masih muda belia.


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan cepat pikirnya: "Bocah ingusan yang masih berbau tetek macam mereka, mana mungkin bisa dibebani
tugas besar?" Maka kata kata sambutan meriah yang semula telah dipersiapkan segera diurungkan
semua, tak sepatah katapun yang dia katakan.
Sementara itu Beng Jit Ciong telah berkata
"Toako, dalam dua tiga hari mendatang, pihak kota ular beracun pasti akan
mengutus orang lagi untuk menarik pajak, apa rencanamu" Silahkan diutarakan"
Sahut Beng Sam wi dengan kening berkerut:
"Aku rasa sebelum persoalan meyakinkan lebih baik jangan bertindak secara
sembarangan, apalagi menggunakan nyawa suku kami sebagai barang mainan!"
Jelas dia bukan seorang manusia yang gampang percaya kepada omongan orang lain.
Beng Jit Ciong menjadi tak senang hati setelah mendengar perkataan itu, katanya:
"Toako, barusan kau masih bilang hendak melakukan perlawanan secara besar
besaran terhadap pihak kota ular beracun, sekarang kenapa kau berubah pikiran?"
"Lain tadi lain sekarang..."
Agaknya Beng Jit Ciong dapat menangkap maksud hati yang sebenarnya dari kepala
suku itu, segera katanya:
"Toako, apakah kau tidak percaya kalau Ong siangkong dan Bwe lihiap adalah jago
jago silat yang berilmu tinggi?"
Dibongkar rahasia hatinya, Beng Sam wi menjadi tersipu sipu dibuatnya cepat
ujarnya. "Bukannya aku tak percaya kepada temanmu itu, cuma pengaruhnya bisa besar
sekali" "Lantas bagaimana menurut maksud toako"
"Kalau bisa aku ingin menyaksikan dulu kepandaian silat yang dimiliki sobatmu
itu, kemudian baru mengambil keputusan."
Mendengar permintaan tersebut, Beng Jit Ciong menjadi serba salah dibuatnya.
Ong It sin yang mendengar ucapan itu segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahh... haaahh... haaahh... pendapat kepala suku memang tepat sekali!"
Berbicara sampai disitu, dia lantas berpaling kearah Bwe Leng soat seraya
berkata: "Tampaknya kita musti memperlihatkan kejelekan!"
"Biar aku saja yang membuka acara dan kau menutup acara nanti!"
Begitu selesai berkata gadis itu segera melayang keatas pohon besar lebih kurang
dua puluh kaki dari ruangan sambil katanya dengan senyuman dikulum.
"Akan kuperlihatkan ilmu meringankan tubuh lebih dulu, kemudian baru berlatih
pedang" Setelah sepasang kakinya mencapai puncak ranting pohon itu, sambil tertawa
pedangnya segera diputar kencang kian kemari menciptakan serentetan cahaya
tajam. Dalam waktu singkat tubuhnya sudah menerobos kian kemari disekitar pohon itu
dengan tubuh yang enteng seperti burung walet, kemudian tahu tahu dia sudah
berdiri kembali dihadapan mereka dengan pedang tersoren didalam sarung.
Ketika Beng Sam wi dan Beng Jit Ciong mengalihkan sinar matanya kearah pohon
itu, dengan cepat kedua orang itu berdiri tertegun dengan mata terbelalak dan
mulut melongo. Ternyata pohon besar itu sudah berubah bentuknya menjadi bulat telur bagus
potongan itu seakan akan dikerjakan oleh seorang ahli gunting yang cekatan.
Tanpa terasa kedua orang kakek itu menghela napas panjang, gumamnya:
"Aaai... pada hakekatnya jauh lebih cepat daripada burung!"
"Itu mah masih belum terhitung seberapa" kata Bwe Leng soat, "ilmu silat yang
dimiliki engkoh Ong berapa kali lipat lebih hebat daripada kepandaianku!"
"Adik Soat, pandai benar kau mengibul" seru Ong It sin sambil tertawa lebar.
"Lohu bersaudara ingin sekali dapat menyaksikan kehebatan ilmu silat dari
sauhiap!" pinta Beng Jit Ciong.
"Baiklah, kalau begitu akan kudemonstasikan ilmu pukulan!"
Kebetulan diatas langit ada tiga ekor burung manyar sedang terbang rendah,
pemuda itu segera mengayunkan jari tangannya ke udara, tiba tiba saja ketiga
ekor burung itu terjatuh ke bawah.
Ong It sin segera mengayunkan kembali telapak tangannya, ketika burung burung
itu hampir mencapai tanah, tahu tahu mencelat kembali ke udara dan terhisap
kedalam genggamannya. Pemuda itu segera meraba tubuh burung burung itu, aneh sekali, ternyata burung
burung manyar itu segar kembali dan segera terbang meninggalkan telapak
tangannya. Selama hidup dua bersaudara Beng itu belum pernah menyaksikan kelihayan ilmu
silat semacam ini, kontan saja mereka mengagumi berulang kali.
Sebenarnya Ong It sin tak ingin terlalu memperlihatkan kehebatan ilmu silatnya,
tapi Beng Sam wi ngotot minta didemonstrasikan ilmu pukulan...
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Ong It sin mendekati sebatang pohon
seraya berkata: "Akan kugunakan pohon ini sebagai sasaran, bila pukulan tidak mencapai sasaran
nanti, harap suka dimaafkan!"
Selesai berkata dia lantas mengayunkan kepalannya dan melancarkan tiga buah
pukulan. "Duuuk! Duuuk! Duuuk!" tiga kali pukulan bersarang telak diatas pohon dan
menimbulkan tiga buah lubang yang dalam sekali.
Setelah kenyataan menunjukkan bahwa sepasang muda mudi itu berilmu tinggi, maka
Beng Sam wi tidak ragu ragu lagi, dia segera menghimpun segenap anggota sukunya
untuk bersama sama bangkit dan melawan kekuasaan Tok coa sia.
Ujar Ong It sin kemudian:
"Aku minta kalian suka merahasiakan kejadian hal ini kepada siapa saja, sebab
jika rahasia ini sampai bocor, bisa jadi pihak Tok coa sia urung mengirimkan
utusannya, kalau mereka sampai menunggu kepergian kami, wah saat itulah kalian
bakal semakin runyam!"
"Tentu saja kami tak akan begitu bodoh!" sahut dua orang she Beng bersama.
Serapat rapatnya rahasia ditutup, akhirnya akan bocor juga, apakah kalian tidak
takut rahasia ini sampai bocor keluar.
"Untung saja orang yang mengetahui kejadian hari ini tidak banyak jumlahnya,
asal mereka dilarang keluar dari rumah, urusan kan beres?"
"Ehmm... memang cara itu bagus sekali" kata Ong It sin.
0oo0d0w0oo0 Jilid 27 SETELAH berpikir sebentar ujarnya lagi:
"Tapi alangkah baiknya jika aku dan adik Soat menyaru sebagai anggota suku
kalian, dengan begitu rahasia kami baru tak akan sampai ketahuan orang!"
"Bagus, memang cara itupun bagus sekali" Beng Sam wi segera setuju.
Menanti Ong It sin berdua telah berganti pakaian, mereka baru bertanya lagi.
"Menurut kebiasaan ditahun tahun lalu, para utusan dari Tok coa sia akan mulai
menarik upetinya dari mana?"
"Biasanya dari dusun kami!" sahut Beng Sam wi.
"Kalau begitu, kami akan menanti disitu"
Tak lama setelah mereka tiba dirumah kepala suku, benar juga, dari atas bukit
muncul serombongan manusia, empat orang yang berjalan dipaling depan adalah Su
coa long kun. Begitu sampai ditempat tujuan, tanpa sungkan sungkan mereka langsung masuk ke
dalam ruang tengah. Dengan gaya yang sok Kim coa longkun langsung maju ke kursi kebesaran ditengah
ruangan, tapi ketika dilihatnya tiada hidangan yang dipersiapkan, dengan tak
senang hati ia lantas menegur kepada kepala suku:
"Apakah uang upeti sudah dipersiapkan?"
Beng Sam wi pura pura tertegun, lalu serunya:
"Kau bilang apa?"
"Aku bilang, bagaimana dengan uang pajak yang harus dibayar oleh suku kalian?"
"Selama beberapa tahun ini, semua tabungan suku kami telah ludas di tangan
kalian ibaratnya tahu yang di pres, ampasnyapun sudah mengering, darimana
datangnya uang yang bisa dipersembahkan lagi kepada kalian?"
Dengan gusar Kim coa long kun segera menggebrak meja, teriaknya:
"Kurang ajar jadi kalian berani tidak bayar pajak?"
Belum sempat Beng Sam wi menjawab, seorang pemuda yang berada disampingnya telah
menimbrung: "Kau toh bukan kaisar atau pemerintah yang sah, atas dasar apa kami harus
menyerahkan uang kami kepada kalian?"
Rupanya ucapan tersebut semakin menggusarkan Kim coa longkun, dengan geramnya
dia berteriak: "Bocah keparat, tampaknya kau sudah bosan hidup?"
Beng Sam wi yang berada disisinya sengaja menjura sembari katanya lagi:
"Longkun, aku lihat lebih baik kau menasehati kepada majikan kalian agar
membatalkan saja niatnya untuk menarik pajak kepada kami, lagi pula gading ular
yang dikirim setiap tahunnya ke pelbagai daerah juga telah mendatangkan
keuntungan yang sangat besar, apalah gunanya memeras kami orang orang miskin?"
Belum selesai ucapan itu diutarakan, Thi coa Longkun Ong Eng telah mengayunkan
telapak tangannya hendak menampar.
"Kentut busuk!" teriaknya.
Tapi sebelum tamparan itu mengena di wajah Beng Sam wi, pemuda yang berada
disampingnya telah menangkis tangan dari Ong Eng tersebut.
Melihat itu, Thi coa Longkun segera mengejek:
"Makanya aku jadi heran, kenapa kau si tua bangka berani membangkang terhadap
perintah kami, rupanya diantara suku kalian ada juga seorang jagoan silat"
"Benar!" sahut pemuda itu sambil tertawa seram, "kami memang pulang kemari
setelah belajar ilmu, kami tak akan mengijinkan kalian memeras suku kami"
Kontan saja keempat orang Coa Longkun itu tertawa terbahak bahak, ejeknya:
"Bocah keparat yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, kau anggap
dengan kepandaian silat kucing kaki tigamu itu sudah bisa berlagak sok jagoan.
Masih selisih jauh!"
Siapa tahu pemuda lain yang berkulit hitam dan berusia lebih tua-an tertawa
dingin tiada hentinya, kemudian berseru:
"Hei, kalau omong besar apa tidak takut lidahnya kesambar petir?"
Thi Coa Longkun sudah tak kuasa menahan diri dia telah bersiap siap untuk turun
tangan. Tapi Hui Coa Longkun segera berbisik:
"Diluar sana telah berkumpul beribu orang suku Cawa, untuk merontokkan kegagahan
mereka, lebih baik kita unjuk gigi dilapangan sebelah depan saja"
Thi Coa Longkun segera manggut manggut, sambil tertawa dingin katanya kemudian:
"Bocah keparat, beranikah kau berduel melawan pun Longkun?"
"Mau bertarung satu lawan satu ataukah empat melawan satu?" tantang sipemuda
berkulit hitam. Dengan sombong Thi coa longkun berkata:
"Untuk membereskan seorang cecunguk macam kau seorang saja sudah lebih dari
cukup, kenapa musti empat lawan satu?"
"Kalau begitu bagus sekali!"
Dengan cepat semua orang menuju ketanah lapang gunung.
Setelah semua orang memasang posisi, pemuda kecil berkulit putih tadi segera
melompat kedalam arena sambil katanya:
"Untuk membereskan bedebah semacam ini, buat apa musti merepotkan dirimu?"
Sementara itu Thi Coa longkun telah mengganti ular bersisik besinya dengan ular
yang lain, tapi ia tidak mempergunakannya begitu turun tangan sebuah pukulan
dahsyat segera dilontarkan ke arah pemuda kecil berkulit putih itu.
Meskipun dalam serangan ini ia tidak sertakan tenaga penuh, tapi ketika terjadi
bentrokan kekerasan, sepasang bahu pemuda putih itu tampak bergetar keras.
Hal ini menandakan kalau tenaga dalam yang dimiliki pemuda itu masih berada
dibawah kepandaian Thi Coa longkun.
Melihat itu, Ong Eng merasa lega hati, sambil tertawa terbahak bahak segera
ujarnya: "Bocah keparat, kau sanggup menerima delapan bagian tenaga pukulanku, tak heran
kalau kau sombong, rasain sebuah pukulanku lagi!"
Hawa murninya segera dihimpun ke dalam lengan kanannya, kemudian sebuah pukulan
dilepaskan ke depan. Tapi kali ini dengan cekatan pemuda berkulit putih itu berhasil menghindarkan
diri ke samping. Menyaksikan serangannya mengenai sasaran yang kosong, Thi coa longkun menjadi
naik darah, teriaknya: "Hmmm! Dengan andalkan kepandaian serendah inipun berani bermusuhan dengan Tok
coa sia!" ooooOoooo Serangkaian pukulan dahsyat segera dilontarkan ke depan meneter musuhnya habis
habisan, terasa angin pukulan menderu deru.
Melihat itu, sipemuda berkulit putih tadi berpikir:
"Tak heran kau berani berbuat kejahatan, rupanya kau memang memiliki sedikit
kepandaian!" Maka dibawah perlindungan hawa murni Toa boan yok sinkang, dia mulai melancarkan
serangan serangan balasan yang maha dahsyat.
Kedahsyatan dari serangan itu tampaknya sama sekali diluar dugaan Kim Coa
Longkun sekalian, membuat mereka jadi tertegun untuk sesaat lamanya.
Sementara itu Thi coa long kun sudah dibikin kalang kabut tak karuan, sekarang
ia sudah tak sanggup melancarkan serangan lagi, apa yang bisa dilakukan hanya
repot menyelamatkan diri.
Sementara itu ketiga puluhan orang lelaki baju putih yang datang dari kota Tok
coa sia hanya berdiri dengan mata buas dan wajah menyeringai seram.
Kejut dan marah telah menyelimuti seluruh benak Thi coa long kun yang berada di
tengah arena, jurus serangannya makin lama semakin kacau, apalagi dia hanya
memburu mencari kemenangan, ini membuat pertahanannya semakin diabaikan.
Dengan begitu, maka titik kelemahan dibagian dadanya menjadi terbuka sama
sekali. "Losam, jangan lupa dengan pertahanan sendiri!" teriak Hui coa long kun Wan
Hiong memperingatkan rekannya.
Sayang teriakan tersebut sudah terlambat.
Tampak pemuda ceking berkulit putih itu secara beruntun telah menggetarkan jari
tangannya sebanyak tiga kali.
Desingan angin tajam menderu deru dan membelah angkasa, "Sreet! Sreet! Sreet!"
tiga desingan angin serangan langsung menyergap jalan darah Ki bun hiat, Jit kan
hiat dan Hu ciat hiat ditubuh Ong Eng.
Seketika itu juga Ong Eng mendengus tertahan, tubuhnya bagaikan sebuah pagoda
besi yang ambruk, begitu mencium tanah tewaslah dia seketika itu juga.
Sengaja pemuda ceking berkulit putih itu mengatur napasnya yang memburu lalu
berseru: "Maaf! Maaf!" Gin coa long kun Ouyang Si memburu ke depan dan memeriksa napas rekannya, pada
waktu itulah dia baru menyadari kalau Ong Eng sudah tidak bernapas lagi, dengan
gusar dia lantas membentak:
"Bocah keparat, sungguh keji serangan itu!"
"Apakah tidak kau lihat bahwa rekanmu itu amat bernapsu untuk membunuhku"
Sekarang, mangapa pula kau menyalahkan diriku?" seru pemuda ceking berkulit
putih itu lagi dengan napas tersengkal.
Sekalipun agak kasar, ucapan ini memang amat beralasan sekali dan masuk diakal.
Gin coa longkun Ouyang Si dengan senyum tak senyum lantas berseru.
"Sobat, ilmu silat yang kau miliki tidak lemah, aku perlu memohon petunjuk
darimu!" "Jangan, aku sudah letih, biar suhengku saja yang akan menggantikan diriku!"
sahut si pemuda ceking sambil menggoyangkan tangannya.
"Hmm! Setelah membunuh orang, kau masih ingin mundur dengan aman sentausa" Tak
akan gampang itu!" "Tidak bisa jadi, didalam melancarkan ketiga buah totokan tadi aku telah
mempergunakan hampir segenap tenaga yang kumiliki sekarang keadaanku sudah payah
sekali." Mendengar ucapan tersebut, Gin coa long kun Ouyang Sin bertambah girang, dia
menganggap keberuntungan ini dengan cepat dapat diraih olehnya.
Maka tanpa membuang waktu lagi dia langsung menerjang dan sekaligus melancarkan
tujuh buah pukulan dan tiga buah tendangan berantai...
Kontan saja si lelaki ceking itu kena didesak sampai mundur terus berulang kali,
teriaknya keras keras: "Hei, sebetulnya kau mengerti soal peraturan dunia persilatan atau tidak..."
"Berkaok kaok apa kau" Locu akan bunuh dirimu!" teriak Gin coa long kun Ouyang
Si dengan gusar. Ketika dilihatnya pemuda ceking berkulit putih itu tidak melancarkan serangan
balasan, dia bertambah tekebur dan jumawa.
Beng Sam wi yang berada di samping arena menjadi gelisah sekali, kepada pemuda
berkulit hitam yang ada disisinya, dia lantas berbisik:
"Cepat kau menggantikan kedudukan rekanmu itu!"


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kelihatan sekali betapa gelisah dan cemasnya kepala suku Cawa ini...
Akan tetapi, pemuda jangkung berkulit hitam itu malahan acuh tak acuh jawabnya.
"Kepala suku yang terhormat, kau tak usah kuatir..."
Belum habis dia berkata, mendadak pemuda ceking berkulit putih yang sedang
berlarian di tengah arena itu tidak bersuara lagi, sambil membalikkan badan tiba
tiba ia melancarkan sebuah totokan...
Mimpipun Gin coa longkun tidak menyangka kalau secara tiba tiba pihak lawan bisa
menyerang dengan ancaman selihay itu, kali ini dia benar benar terkecoh oleh
tipu muslihat lawannya. "Criiing!" diantara deruan angin tajam, tahu tahu segulung desingan angin tajam
telah menyergap diatas tubuh bagian atasnya.
Dalam gugup dan gelisahnya, buru buru dia menarik dada dan lambungnya ke
belakang dan menghindarkan diri dari ancaman nya terhadap pusar wan tian itu.
Kendatipun reaksi tersebut dilakukan cukup cepat, toh dia terluka parah juga
oleh serangan musuh. "Uaaak!" dia segera memuntahkan darah segar.
Hui coa longkun buru buru maju ke depan dan membopong tubuh Gin coa longkun,
setelah itu serunya: "Kalian menghadang dibelakang, toako lindungi aku dan kita terjang menuju ke
benteng Gan cay!" Bagaikan baru sadar dari impian, lelaki berbaju putih itu serentak membentak
keras lalu menerjang ke depan.
Sedangkan Kim coa longkun Lei Beng dan Hui coa longkun Wan Hiong segera
menerjang keluar dari pintu benteng.
Tampaknya kawanan iblis itu berniat untuk melarikan diri dari tempat itu.
Tak tahan Beng Sam wi lantas berteriak keras.
"Rekan rekan sesuku, jangan biarkan mereka kabur dari sini!"
Begitulah, ketika Kim coa longkun Lei Beng yang melindungi Hui coa longkun
sambil membopong Gin coa longkun sedang menyerang ke luar benteng, mendadak
terdengar suara bentakan gusar menyusul bergemanya hardikan nyaring.
Kim coa longkun merasa amat kaget, buru buru dia kabur menuju kearah hutan
sambil berteriak penuh rasa dendam:
"Kami pasti akan membalas dendam atas sakit hati ini..."
Belum habis perkataan itu diucapkan, mendadak sesosok bayangan manusia telah
melayang turun dihadapannya dan menghadang jalan perginya:
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... kenapa kalian cuma mengurusi adikmu saja tanpa
menggubris rekan yang lain" Masa ini adil?"
Tanpa terasa Kim coa long kun dan Hui coa long kun segera menghentikan langkah
tubuhnya, setelah itu berkata:
"Kepandaian silat yang kau miliki betul betul lihay sekali, apakah kau hendak
membunuh pula kami berdua?"
Pemuda jangkung berkulit hitam itu segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... memangnya kau anggap masih bisa kabur dari
sini dalam keadaan selamat?"
Kim coa longkun menjadi gusar sekali setelah mendengar ucapan lawan yang
dianggapnya jumawa itu. Sedangkan Hui coa long kun segera memutar sepasang biji matanya, lalu membentak
pula: "Kami akan adu jiwa denganmu!"
Dua orang itu segera melepaskan ular beracun yang berada diatas leher mereka,
kemudian menyerang bersama ke arah musuhnya.
"Kurang ajar" bentak sang pemuda.
Secepat kilat sepasang telapak tangannya dibacok kebawah melepaskan serangan
dahsyat. sungguh dahsyat ancaman itu, ular bersisik emas dan ular beracun
bersayap yang tak mempan dibacok dengan pedang atau golok itu tahu tahu sudah
terpapas kutung pinggangnya dan mampu seketika itu juga.
Kim coa longkun Lei Beng serta Hui coa longkun Wan Hiong segera menjerit kaget,
kemudian cepat cepat mengundurkan diri sejauh beberapa depa ke belakang.
Mereka sama sekali tidak mengira kalau kedua orang pemuda tersebut memiliki
kepandaian yang sedemikian lihaynya, bagaikan bola yang kehabisan hawa, mereka
terkulai lemas sekali, keadaannya persis seperti ayam jago yang kalah bertarung.
Setelah suasana hening untuk sesaat, Kim coa longkun Lei Beng baru berkata lebih
dulu. "Seandainya kau benar benar ingin bertarung dengan orang yang berilmu tinggi,
mengapa tidak menantang guru kami saja?"
Pemuda jangkung berkulit hitam itu segera tertawa dingin.
"Hmmm... memangnya kau anggap aku takut?"
"Kalau kau tidak takut, mengapa tidak melepaskan kami untuk pulang ke gunung?"
"Lebih baik jangan menghitung swiepoa dengan seenaknya sendiri, orang sih akan
kulepas, tapi bukan kau!"
Mendengar perkataan itu, Kim coa longkun menjadi tertegun dan membungkam dalam
seribu bahasa. Sedangkan Hui coa longkun segera berseru:
"Kalau begitu aku yang hendak kau lepas?"
Kembali pemuda jangkung berkulit hitam itu menggelengkan kepalanya berulang
kali. "Kau juga tidak mendapat bagian!"
Sementara pembicaraan berlangsung, tampak kawanan lelaki berbaju putih itu sudah
melarikan diri keatas gunung dengan keadaan yang kocar kacir tak karuan. Tubuh
mereka penuh berlepotan darah dan tinggal beberapa orang saja, berarti yang
lihay sudah tewas diujung pedang musuh...
Ketika orang orang itu menyaksikan Kim coa longkun berdua belum pergi, tentu
saja orang orang itu menjadi keheranan setengah mati.
Pada waktu itulah terdengar pemuda jangkung berkulit hitam itu berkata dengan
suara lantang: "Yang kulepaskan adalah mereka, sedang kalian berdua harus tetap tinggal disini"
Ketika Kim coa longkun menyaksikan harapan mereka untuk melarikan diri sudah
semakin menipis, tiba tiba timbulkan sifat buasnya, dengan cepat dia merogoh
kedalam sakunya dan mengeluarkan tiga bilah pisau terbang, kemudian secepat
sambaran kilat disambitkan ke depan.
"Lihat saja kelihayan longkunmu!" serunya sambil menyeringai menyeramkan.
Tiga bilah pisau terbang itu dengan membawa selapis cahaya biru yang amat
menyilaukan mata segera menyambar kedepan.
Tak bisa disangkal lagi, pisau terbang itu sudah pasti telah dipolesi dengan
racun yang ganas. Pemuda jangkung berkulit hitam itu menjadi naik darah, dengan suara menggeledek
segera bentaknya. "Kurang ajar betul, kau tak boleh diampuni!"
Tubuhnya melayang kedepan, meski serangan dilancarkan belakangan ternyata
bersarang dipunggung Kim coa longkun lebih duluan. Bayangkan saja betapa
dahsyatnya serangan yang menghantam ditubuh lawan itu, tak ampun lagi Kim Coa
Longkun menjerit kesakitan kemudian roboh terkapar dan tewas seketika itu juga.
Dengan begitu dari empat orang Coa Longkun, dua orang telah tewas dan seorang
lagi terluka parah. Tinggal Hui Coa Longkun Wan Hiong seorang yang masih segar
bugar, meski begitu semangat tempurnya hampir punah tak berbekas.
Dengan suara lirih dan penuh diliputi rasa kuatir, orang itu lantas berseru:
"Tentunya kau tak akan melancarkan serangan keji terhadap seseorang yang sudah
tak bertenaga untuk melawan bukan?"
"Hmm, hitung hitung anggap saja kau memang tahu diri"
Setelah berhenti sebentar, terusnya:
"Walaupun aku tak akan membunuhmu, tapi kau tak bisa memperoleh kebebasan untuk
bergerak!" Suatu totokan kilat dengan cepat merobohkan pula jagoan dari kota ular beracun
itu. Semua peristiwa ini kontan saja membuat beberapa orang lelaki berbaju putih yang
berhasil melarikan diri itu menjadi ketakutan setengah mati, tanpa disadari
mereka telah menjatuhkan diri berlutut diatas tanah dan mohon ampun.
Pada saat itulah, si kepala suku Beng Sam wi telah muncul pula ditempat itu.
Serentak kawanan lelaki berbaju putih itu berseru sambil merengek rengek:
"Kepala suku Beng, harap kau orang tua bersedia mengampuni selembar jiwa kami,
kau toh tahu, urusan memungut pajak ini sama sekali tak ada sangkut pautnya
dengan kami!" "Kalau begitu cepat enyah dari sini!" bentak kepala suku Beng, "lain kali jangan
mencoba coba untuk mengacau tempat kami lagi"
Bagaikan mendapat pengampunan besar, beberapa orang lelaki berbaju putih itu
segera melompat bangun dan melarikan diri terbirit birit meninggalkan tempat
itu. Beng Sam wi segera menitahkan orang untuk menggotong pergi Hui Coa Longkun dan
Gin Coa Longkun. Dan pertarungan pun untuk sementara waktu telah berakhir.
Sementara itu semua rakyat suku Cawa yang berada dikota itu, baik yang lelaki
yang perempuan, yang tua maupun yang muda sama sama bergembira ria menyambut
kemenangan tersebut, terutama sekali dua bersaudara Beng.
"Toako!" terdengar Beng Jit berseru "pilihanku ini tidak jelek bukan?"
"Dari mana aku bisa tahu kalau kepandaian yang dimiliki Ong sauhiap serta Bwe
lihiap sebenarnya sedemikian hebatnya?"
Ong It sin yang menyaru sebagai pemuda jangkung berkulit hitam itu segera
berkata: "Lebih baik kalian jangan keburu gembira, besar kemungkinan Thian tok tay ong
akan menyergap tempat kita pada malam nanti!"
"Lantas apa yang harus kita lakukan?" tanya Beng Sam wi dengan kening berkerut.
"Yang kami takuti justru bila dia tidak datang!"
"Tapi, apa baiknya bila dia datang kemari?" sela Beng Jit.
"Kami akan pergunakan kesempatan yang sangat baik ini untuk menghancurkan
sarangnya, asal benteng kota ular beracun itu dimusnahkan sudah pasti gembong
iblis tua itu akan memindahkan markasnya ke tempat lain, selain daripada itu,
tindakan ini justru mempemudah usaha kami untuk menyerang kota ular beracun itu"
"Ong sauhiap, kau akan menghadapinya dengan cara apa?"
"Lebih baik bawalah segenap suku kalian berikut binatang peliharaan dan barang
barang yang berharga untuk keluar dari desa ini dan menyembunyikan diri di suatu
tempat, besok, kalian baru kembali lagi ke mari...!"
"Ooh... jadi kalian berdua hendak mempergunakan kesempatan ini untuk menyerbu ke
dalam kota ular beracun?" tanya Beng Sam wi seperti baru menyadari akan sesuatu.
"Dugaan kepala suku memang tepat sekali"
"Apakah kalian berdua membutuhkan pembantu?"
"Kami hanya membutuhkan dua puluhan orang lelaki muda yang kekar untuk
membawakan sejumlah batu belerang dan bahan peledak,"
"Baik, segala sesuatunya akan lohu laksanakan dengan segera" kata Beng Sam wi
tanpa berpikir panjang lagi.
"Lebih baik lagi kalau kau pilihkan dua orang kepala regu untuk diperkenalkan
dulu kepadaku, agar sampai waktunya aku bisa memberi petunjuk kepada mereka"
Beng Sam wi berpikir sebentar, kemudian menitahkan orang untuk mengundang
kedatangan dua orang lelaki kekar, setelah itu katanya:
"Mereka adalah putraku yang keempat dan kelima yang masing masing bernama Beng
Min dan Beng cu, bila sauhiap ada perintah katakan saja kepada mereka"
Ong It sin manggut manggut sebagai tanda puas, kemudian berjanji akan masuk ke
bukit pada permulaan kentongan malam nanti.
Selain daripada itu, diapun melakukan sedikit persiapan didalam dusun itu, agar
Thian tok tay ong bisa datang dan masuk perangkap.
oooodeoOoooowio Malam sudah semakin kelam, udara bersih tak berwarna, cahaya rembulan bersinar
menerangi seluruh jagad. Diatas jalan bukit yang menghubungkan tanah perbukitan dengan daerah pegunungan
Ko li kan san muncul dua titik cahaya hitam yang sedang bergerak mendekat.
Kedua orang itu adalah muda mudi berpakaian ringkas.
Yang dipaling depan adalah seorang pemuda berusia dua puluh tiga, empat tahunan
yang berwajah tampan dan memakai pakaian ringkas berwarna hitam dengan mantel
dari kulit macan. Dibelakangnya mengikuti seorang gadis cantik jelita bak bidadari yang baru turun
dari kahyangan. Sungguh cepat sekali gerakan tubuh dari kedua orang itu, tak selang beberapa
saat kemudian sampailah mereka diatas puncak bukit itu.
Sebuah hutan yang amat lebat muncul di depan mata dan menghadang jalan pergi
mereka. Pada waktu itulah, si gadis berkata:
"Engkoh Sin, kenapa tidak nampak kota ular beracun itu?"
"Bila tempat itu sangat gampang ditemukan, tak akan kota ular beracun dianggap
sebagai sebuah tempat yang misterius..."
Setelah berhenti sebentar, kembali dia melanjutkan:
Kelana Buana 4 Wiro Sableng 133 Lorong Kematian Pendekar Kelana 9
^