Pendekar Bego 16
Pendekar Bego Karya Can Id Bagian 16
"Kawanan pencoleng itu seringkali masuk keluar bukit, berarti ada jalan rahasia
yang seringkali mereka pergunakan..."
Baru selesai dia berkata, tiba tiba si nona itu berteriak dengan penuh
kegembiraan: "Coba lihat, bukankah disitu ada sebuah jalanan?"
Ketika pemuda itu berpaling ke arah yang ditunjuk, maka tampaklah ditepi sebuah
bukit karang tampak muncul sebuah jalanan yang luasnya tiga jengkal.
Tanpa sangsi lagi kedua orang itu segera melanjutkan perjalanannya menelusuri
jalan setapak itu. Jalan setapak itu meski menembusi pula ke tengah hutan, tapi jelas dibuat
manusia, sepanjang perjalanan tidak dijumpai hadangan hadangan apapun.
Sementara mereka sedang melanjutkan perjalanannya, mendadak terdengar suara
langkah kaki yang sangat ramai berkumandang datang dari arah depan sana.
Pemuda itu segera menarik tangan si gadis dan menyusup masuk ke tengah hutan.
Baru saja mereka menyembunyikan diri, tampak sepasukan lelaki berbaju putih
telah bermunculan dengan kecepatan luar biasa.
Sinar rembulan terasa redup sekali, tapi secara lamat lamat masih dapat dilihat
bahwa pemimpin dari pasukan itu adalah seorang kakek berambut putih yang
berperawakan kekar. Kakek itu mengenakan jubah halus berwarna putih dengan ikat pinggang lebar serta
kepala mengenakan kopiah kaisar, sudah jelas orang itu adalah Thian tok tay ong.
Ditinjau dari setiap langkah kakinya yang mencapai dua tiga kaki jauhnya, dapat
diketahui bahwa kakek tersebut memiliki tenaga dalam yang luar biasa
sempurnanya. Seandainya orang lain, mungkin hati mereka sudah dibikin keder setelah
menyaksikan kelihayan kakek itu, dan pasti akan membatalkan niatnya untuk
melanjutkan perjalanan. Tapi muda mudi yang menyembunyikan diri dibalik hutan itu malah saling
berpandangan sambil tertawa, suatu senyuman yang penuh arti.
Menunggu rombongan itu sudah lewat, si nona baru berbisik dengan suara yang
nyaring, "Engkoh Sin, aku benar benar merasa kagum sekali atas kemampuanmu untuk menduga
segala sesuatu yang belum terjadi!"
Ternyata pemuda itu bukan lain adalah Ong It sin yang namanya sudah menggetarkan
seluruh dunia persilatan itu.
Ong It sin segera tertawa terbahak bahak, setelah mendengar perkataan itu.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... adik Soat, rupanya kau bukan berbicara menurut
suara hatimu" Tak perlu dikenalkan lagi, sinona itu sudah barang tentu adalah Bwe Leng soat,
jagoan dari Koan tiau khek.
Terdengar gadis itu berkata lagi.
"Kau bilang lain dimulut lain dihati"
"Tentu saja kalau kau memang kagum sekali, kenapa tidak memeluk aku dan memberi
satu ciuman?" Dengan cepat Bwe Leng soat baru menyadari kalau dia sedang digoda oleh
kekasihnya. Maka sambil berpura pura ngambek dia melompat keluar dari hutan sambil mengomel
"Ciiss tak tahu malu, masa menempeli muka sendiri dengan emas" Siapa sih yang
bilang kau hebat?" Buru buru Ong It sin melompat keluar pula dari dalam hutan, kemudian sambil
menghadang dihadapannya dia berseru:
"Adik Soat, kenapa sih kau ini?"
"Aku mau pulang ke dusun!"
"Kenapa" Apakah kau tidak turut aku pergi ke kota ular beracun untuk menolong
Bwe Yau?" "Hayo bilang dulu, kau suruh aku... anu... tidak?"
"Tidak, tidak... sekarang biar aku saja yang... anu...
Seraya berkata gadis itu lantas dipeluk dan diciumnya dengan penuh kemesrahan.
Dengan tersipu sipu Bwe Leng soat melepaskan diri dari pelukan kekasihnya dan
berlalu lebih dulu dari situ.
Buru buru Ong It sin menyusul pula dibelakangnya.
Tak lama kemudian mereka sudah keluar dari hutan itu, didepan mata terbentanglah
tiga buah bukit yang berdiri dalam posisi segitiga.
Di tengah tengah antara ketiga buah bukit itu tampak sebuah lembah yang luas,
pada mulut selat tadi terpancanglah sebuah batu besar yang diatasnya tertera
tiga huruf besar, tulisan itu berbunyi:
"TOK COA SIA" Dibawah batu cadas itu berjongkok dua orang lelaki berbaju putih yang menyoren
golok rupanya mereka sedang asyik bermain judi.
Alat judi yang mereka pergunakan sederhana sekali, yakni tiga biji batu sebesar
kelengkeng. Ong It sin yang menyaksikan kesemuanya itu, segera berbisik dengan lirih.
"Adik Soat, tunggulah sebentar disini, biar kubekuk dulu kedua orang itu."
Sembari berkata, dia lantas mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan seenteng
kapas tahu tahu menyelinap ke belakang tubuh kedua orang lelaki berbaju putih
itu. Rupanya kedua orang penjaga itu mengira Thian tok tay ong yang keluar lembah tak
mungkin balik dalam waktu singkat, maka dengan memberanikan diri mereka bermain
judi disana. Siapa tahu secara diam diam telah muncul seseorang dibelakang tubuh mereka.
Dalam pada itu, silelaki kurus bermuka kuda itu sudah kalah banyak, dengan penuh
bernapsu dia mengeluarkan sekeping uang perak seberat lima tahil sambil berseru.
"Chiu lojin, locu akan mempertaruhkan semua uang itu yang kumiliki ini, kau
berani tidak?" Chiu lojin adalah pemenang, dia sudah hampir mengorek semua tabungan yang
dimiliki lelaki bermuka kuda itu, tentu saja dia enggan untuk menyerempet
bahaya, maka ujarnya: "Huan Tiang kang, aku lihat lebih baik kita sudahi sampai disini saja Kalau
ingin mendapatkan kembali modalmu, kita bertaruh lagi dikemudian hari, siapa
tahu kalau nasibmu waktu itu jauh lebih mujur?"
Huan Tiang kang atau si lelaki bermuka kuda itu segera menunjukkan wajah tak
senang hati. "Huuuh, sedari tadi aku sudah tahu kalau kau tidak akan memiliki keberanian
tersebut" Belum habis dia berkata, dari belakang tubuhnya telah terdengar suara orang
berbicara: "Kalau dia tak mau bertaruh, biar aku saja yang akan bertaruh denganmu!"
Dengan cepat Huan Tiang kang berpaling ke belakang, segera terlihatlah seorang
pemuda tampan yang sangat asing berdiri di situ.
Mungkin lantaran sudah terpengaruh oleh kekalahan yang menumpuk, tanpa bertanya
lagi siapa gerangan pemuda tersebut, dia lantas berseru dengan kegirangan:
"Siangkong, kau hendak bertaruh apa?"
"Mempertaruhkan segala sesuatu yang kalian miliki!"
Huan Tiang kang menjadi semakin gembira dia lantas mengeluarkan kembali lima
tahil peraknya sebagai modal.
Kiranya dia masih belum menangkap maksud lain dibalik perkataan dari lawannya
itu Berbeda dengan Chin loji, dia segera merasakan kalau gelagat tidak beres.
Sambil tertawa dingin segera tegurnya:
"Sobat, apa yang kau katakan tadi?"
"Aku bilang, aku hendak mempertaruhkan segala sesuatu yang kalian miliki,
sekarang tentunya sudah terdengar jelas bukan?"
Chin loji berkerut kening.
"Yang kumiliki sekarang hanya uang kontan, selain itu tidak kumiliki apapun
juga!" "Masih!" jawab Ong It sin, "nyawa anjingmu dan rekanmu itu!"
Chin loji dan Huan Tiang kang segera mundur sejauh tiga jengkal kebelakang,
kemudian sambil tertawa dingin serunya:
"Sobat, kalau itu mah tak nanti bisa kau menangkan!"
"Siapa bilang begitu?" bentak Ong It sin.
Belum selesai perkataan itu diucapkan, secepat sambaran kilat dia telah
melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Tatkala kedua orang itu melihat datangnya sambaran cakar yang memenuhi angkasa,
dengan perasaan tercekat mereka segera kabur kebelakang.
Jeritan ngeri yang menyayat hati segera berkumandang memecahkan keheningan, tahu
tahu tubuh mereka sudah tergeletak ditanah dalam keadaan tak bernyawa lagi.
Selesai membereskan kedua orang itu, Ong It sin baru berseru:
"Adik Soat, mari kita masuk kedalam!"
Dua sosok bayangan tubuh dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat langsung
menerjang masuk kedalam lembah.
Itulah sebuah lembah yang luas, dalam dan sangat lebar, aneka macam bunga dan
jamur yang tak terhitung jumlahnya memenuhi seluruh permukaan tanah...
Dikejauhan sana terdapat air terjun dan disepanjang jalan tampak selokan yang
membentang jauh keluar lembah situ.
Sebuah bangunan benteng yang amat tinggi dan besar berdiri dengan angkernya
dibalik kegelapan. Dengan langkah yang sangat berhati hati Ong It sin dan Bwe Leng soat bergerak
kedepan mendekati bangunan benteng itu, tak lama kemudian sampailah mereka
dibawah kaki benteng tersebut.
Dinding benteng itu tingginya mencapai tiga kaki, dengan suatu lompatan kilat
kedua orang itu segera naik keatas...
Dari situ maka tampaklah jelas semua pemandangan didalam bangunan kota tadi...
Ternyata bangunan rumah yang berada didalam benteng itu persis seperti bangunan
rumah ditempat lain hanya saja diantaranya banyak terdapat rumah kecil berbentuk
bulat bagian atasnya dengan empat penjuru penuh dengan pintu.
Suasana amat hening, sepi dan tak nampak seekor ular beracun pun yang
berkeliaran disana. Dari suhunya Ong It sin pernah mendapat tahu bahwa jenis ular yang terdapat di
dalam kota ular beracun ini mencapai hampir tiga ribu macam, diantaranya hanya
dua macam yang paling beracun yakni sejenis ular yang ekornya bisa berbunyi
serta sejenis lagi yang bagian kepalanya belang belang.
Kedua jenis ular beracun itu seringkali berdiam didalam tempat tempat lembab
ditengah hutan. Tapi kini mereka berada di kota ular beracun, berarti keadaannya pasti berbeda,
siapa tahu kalau ular ular beracun itu berdiam dalam rumah rumah kecil dekat
selokan tersebut" Ong It sin tak berani gegabah, dengan cepat dia mengambil sebutir batu dan
segera disentilkan ke muka.
Tatkala batu itu hampir menyentuh di atas atap rumah, mendadak dari balik
bangunan rumah tersebut berkumandang serentetan suara yang sangat aneh.
Dalam waktu singkat dari empat penjuru pintu pintu bangunan rumah itu
bermunculan beribu ribu buah kepala sambil mengeluarkan desisan suara yang
mengerikan sekali. Menyaksikan kesemuanya itu, Bwe Leng soat merasa bergidik sekali hatinya, dengan
cepat dia berbisik: "Engkoh Sin, betul betul menakutkan sekali kawanan ular beracun itu...
"Jangan takut, kita kan membawa belerang yang merupakan benda yang paling
disenangi kawanan ular, apalagi yang musti kau kuatirkan?"
"Maksudmu, kita akan melanjutkan perjalanan untuk memasuki kota ular beracun
ini?" "Tentu saja, kalau dugaanku tidak salah sarangnya Thian tok tay ong sudah pasti
berada ditengah kota, kemungkinan besar Bwe Yau terkurung disitu!"
"Aaah, mana mungkin" Coba kau lihat bangunan rumah ditempat ini kecil kecil mana
mungkin Thian tok tay ong bisa menempati bangunan seperti ini?"
"Tentu saja dia tak akan tinggal disini coba lihat kedepan sana!" ujar Ong It
sin sambil menuding kearah beberapa titik cahaya lampu ditengah kegelapan sana.
Ketika Bwe Leng soat memandang kedepan sana maka terlihatlah dibalik kegelapan
sana lamat lamat tampak bangunan yang megah sekali, dengan suara dalam ia lantas
berbisik. "Paling tidak masih ada dua li jauhnya"
"Hayo berangkat?"
Kedua orang itu segera berangkat menelusuri bangunan kecil itu menuju kedepan
sana. Tak lama kemudian sampailah kedua orang itu ditengah kota, ternyata disekeliling
bangunan rumah itupun terdapat sebuah sungai yang mengelilinginya.
Diatas bangunan kota, terlihat ada empat orang lelaki berbaju putih yang sedang
melakukan perondaan. Dengan suatu gerakan yang sangat cepat Ong It sin dan Bwe Leng soat menyusup
lebih ke depan, ternyata keempat orang itu tak sempat menemukan jejaknya, maklum
kepandaian silat yang dimiliki Ong It sin berdua memang sudah mencapai pada
puncaknya. Ong It sin dan Bwe Leng soat memang berilmu tinggi, meski begitu mereka tak
berani mengusik penjaga penjaga itu, maka dengan menelusuri kaki kota, mereka
menyusup menuju ke arah tempat kegelapan.
Setelah sampai disuatu tempat yang tak mungkin bisa dicapai oleh penglihatan
para penjaga itu, mereka baru memberi tanda dan melompat naik ke atas dinding
kota tersebut. Ternyata bangunan rumah yang berada di dalam kota itu sangat megah dan penuh
dengan bangunan keraton yang indah.
Dengan cepat Ong It sin melompat turun ke dalam kota disusul Bwe Leng soat
dibelakangnya, kemudian dengan sangat berhati hati mereka menyusup lebih ke
dalam lagi. Tak lama kemudian sampailah mereka didepan sebuah bangunan berloteng yang
sekeliling tempat itu penuh dengan aneka bunga mawar, diatas bangunan rumah tadi
terpancang sebuah papan nama yang bertuliskan Bi kui lo (loteng bunga mawar).
Sementara kedua orang itu masih mengamati keadaan disekitar tempat itu dengan
seksama, mendadak dari atas serambi muncul seorang kakek yang berperut besar.
Langkah kaki kakek itu berat, mantap dan cepat sekali, jelas merupakan seorang
jago tangguh dari kota ular beracun.
Buru buru kedua orang itu menyembunyikan diri dibalik bunga mawar yang lebat.
Dalam sekejap mata, kakek gemuk bermuka perak, beralis tipis, bermata kecil dan
bermulut lebar dengan bibir yang tebal itu telah tiba dibawah bangunan loteng.
Mendadak dari atas loteng bergema suara tertawa lengking yang penuh bernada
jalang, menyusul kemudian seseorang menegur.
"Si supek gemukkah disitu?"
Dari suaranya tadi, Ong It sin berdua segera mengetahui kalau orang itu tak lain
adalah si mawar beracun Hong Hian Kim yang sedang dicari cari.
Ong It sin segera berpikir.
"Tidak kusangka kalau kakek gemuk itu adalah seperguruannya Thian tok tay ong,
heran, kenapa belum pernah kudengar akan kejadian ini?"
Sementara itu, si kakek gemuk itu sudah tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh Hiang kim, sudah banyak tahun tak pernah bersua
muka, tak kusangka kau lebih licik daripada dulu, mengapa tidak kau bayangkan,
selama suhumu tidak berada dirumah selain lohu siapa lagi yang berani mendatangi
ruang tidurmu ditengah malam buta begini?"
Rupanya si kerbau tua ini bermaksud datang kesitu untuk melalap daun!
Daun jendela diatas loteng itu segera terbuka, lalu muncullah tubuh si bunga
mawar beracun. Sambil tertawa cabul sahutnya:
"Aaah, belum tentu begitu siapa tahu kalau diatas lotengku sekarang sudah ada si
pipi putih yang berada didalam pelukanku."
Sambil berkata dia lantas mengayunkan kesepuluh jari tangannya.
Mula mula kakek gemuk itu agak tertegun menyusul kemudian ia segera tertawa
tergelak. "Hiang kim manis, woow... tampaknya makin hari kau bertambah menawan hati..."
Tanpa banyak membuang waktu, dia segera menerobos masuk lewat samping dayang
yang menjaga pintu dan langsung menuju ke atas loteng.
Menyusul kemudian, bayangan tubuh dari si bunga mawar beracun Hong Hiang kim
juga turut lenyap dibalik jendela.
Inilah suatu kesempatan yang sangat baik untuk membekuk si bunga mawar beracun
dan memaksanya untuk menunjukkan tempat Bwe Yau disekap.
Ong It sin merasa girang sekali, dia lantas bangkit berdiri dan siap menyerbu ke
dalam. "Tunggu sebentar!" tiba tiba Bwe Leng soat mencegahnya.
Ong It sin menjadi tertegun, tapi sebelum mengucapkan sesuatu, Bwe Leng soat
telah menekan bahunya sambil berbisik lagi:
"Cepat berjongkok, ada orang datang!"
Sekali lagi Ong It sin berjongkok sambil menengok kedepan, benar juga dari arah
depan sana telah muncul dua orang kakek berjubah putih.
Yang seorang bertubuh kekar sedangkan yang lain bertubuh kurus dan kecil.
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Waktu itu terdengar si kakek kekar itu sedang berkata:
"Loji, benarkah kau melihat Pek tau ang (kakek berkepala putih) Liok Siong leng
si setan tua itu juga kemari?"
"Memangnya aku membohongi dirimu?" jawab si kakek kurus itu.
Dari balik mata kakek bertubuh kekar itu segera memancarkan sinar cemburu yang
sangat tebal kemudian gumamnya:
"Aku tidak percaya, sore ini Hiang kim telah berjanji dengan kita berdua, mana
mungkin dia mengadakan janji lagi dengan si setan tua itu...?"
"Aku berpendapat begitu... sudah pasti si setan itu mengandalkan kedudukannya
datang kemari sebagai tamu yang tak diundang..."
"Lantas bagaimana dengan kita?"
"Menurut pendapatmu, lotoa?"
"Kita berlagak saja seperti tak tahu, kita langsung naik loteng, sekalipun ribut
apa pula yang bisa dilakukan Thian ong terhadap kita berdua?"
Kedua orang ini mempunyai sesuatu yang bisa dianggap sebagai pegangan, dari sini
bisa dilihat kalau dia bukan manusia sembarangan.
"Bagus!" seru kakek ceking itu, "aku sangat setuju!"
Seusai berkata merekapun langsung menyerbu keatas loteng.
Setelah kedua orang itupun lenyap dibalik tangga, Bwe Leng soat yang bersembunyi
dibalik bunga baru berbisik:
"Engkoh Sin, bagaimana kita sekarang?"
"Tentu saja naik keloteng untuk membekuk mereka!"
"Baik, kalau begitu mari, kita lakukan sekarang juga!"
Kedua orang itu segera melompat keluar dari tempat persembunyiannya dan melayang
naik keatas loteng. Tak lama kemudian, sampailah mereka di depan kamar tidurnya sibunga mawar
beracun Ketika itu dari dalam ruangan tadi berkumandang suara tertawa jalang serta
pembicaraan dari beberapa orang lelaki.
Terdengarlah salah seorang diantaranya sedang berkata:
"Kau si tua bangka celaka, makin tua makin menjadi rupanya, maknya, sekarang
masih menjadi katak buduk merindukan bulan... masa sebagai supek berani
menggerogoti daun muda! Huuh apakah kau tidak malu kalau sampai ditertawakan
orang?" Menyusul kemudian terdengar si kakek kepala putih Liok Siong ling menyahut
dengan nada tak senang hati.
"Cinta tak pernah membedakan tua atau muda, lagi pula apa hubungannya moayhumu
dengan dirinya" Tahu tidak?"
"Tentu saja hubungan guru dan murid!" jawab si kakek ceking.
"Kalau memang begitu, bukankah ucapanmu barusan ibaratnya kentut... hmm! Apalagi
kalau dihitung soal tingkatan, kau Cho Kit dan Cho Siong masih terhitung Ciu tay
ya nya!" Dengan nada tak senang hati, dua bersaudara Kho berseru lagi:
Terlepas dari persoalan itu, kami datang karena diundang oleh nona Hiang kim,
sedang kau si setan tua, datang kemari atas dasar apa?"
Si kakek kepala putih Liok Siong leng segera tertawa dingin tiada hentinya.
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... dari mana kau bisa tahu kalau aku bukan datang
karena untuk memenuhi janji?"
Cho Kit dan Cho Siong menjadi agak tertegun, beberapa saat kemudian dia baru
berkata: "Aku tidak percaya kalau nona Hiong kim bisa tertarik dengan tampangmu itu!"
"Tidak percaya?" seru si kakek kepala putih sambil membenahi rambutnya yang
beruban, "kenapa tidak kalian tanyakan secara langsung kepada tuan rumah?"
Tanpa terasa Cho Kit dan Cho Siong segera berpaling ke arah si bunga mawar
beracun dengan nada bertanya.
Si Bunga mawar beracun segera maju ke muka sambil tertawa terkekeh kekeh,
katanya: "Sudahlah, kalian tak usah cemburu, mari kalian sama sama menjadi tamu
kehormatanku, terhadap kalian bertiga aku tak ada yang menolak, siapa yang
enggan main bersama yaa sudahlah, pokoknya besok aku sudah pulang kekota Si ciu"
Setelah mendengar perkataan itu, dua bersaudara Cho segera terbungkam dalam
seribu bahasa, sebaliknya si kakek kepala putih segera membantah serunya:
"Mestikaku, kau mana boleh berbuat demikian?"
"Kenapa tidak boleh" Dalam kehidupan masyarakat banyak terdapat lelaki yang
disebelah kiri merangkul istri disebelah kanan merangkul gundik, mengapa aku tak
boleh di kiri memeluk suami dikanan merangkul gendak?"
Betul betul suatu ucapan yang mengejutkan! Ong It sin mengira, ketiga orang itu
pasti akan keberatan. Siapa tahu, sama sekali diluar dugaan, ternyata ketiga orang itu membungkam
dalam seribu bahasa, itu berarti keputusan telah diambil...
Sebenarnya Ong It sin akan segera menyerbu kedalam, tapi Bwe Leng soat segera
berkata. (((halaman.49-52 hilang)))
... sandiwara hidup yang sedang berlangsung dalam kamar menjadi terperanjat sekali
setelah menyaksikan kejadian itu.
Terutama sekali Cho Kit, saking gugupnya dia segera melompat ke tengah udara
siap menyongsong datangnya ancaman dan musuh tangguh.
Siapa tahu tubuhnya itu justru menubruk diatas jendela kayu yang ada didalam
ruangan. Seharusnya, dengan kepandaian silat yang dimilikinya itu, jangankan baru jendela
kayu, sekalipun ada jendela besi juga tak akan dapat melukainya.
Tapi entah mengapa, ketika Ciu tay ya dari kota ular beracun ini menumbuk diatas
jendela, seperti kayu lapuk saja, begitu membentur dia lantas roboh dan binasa.
Mungkin kena angin duduk"
Si kakek kepala putih Liok Siong leng juga merasa terperanjat sekali, karena
dalam keadaan bugil, buru buru dia menyambar celananya dan melarikan diri
terbirit birit. Ong It sin tidak menghalangi kepergiannya.
Cho Siong juga segera manfaatkan kesempatan itu turut kabur dari tempat itu.
Tapi dalam gugupnya dia telah salah mengambil celananya si bunga mawar beracun.
Untung saja badannya memang ceking, meski agak dipaksakan toh celana itu
terpakai juga. Bayangkan saja bagaimana jadinya bila ada seorang lelaki yang kabur sambil
mengenakan celana perempuan.
Bwe Leng soat dan Ong It sin tak dapat menahan rasa gelinya lagi, mereka segera
tertawa terbahak bahak. Dari kejauhan sana terdengar suara Cho Siong sedang berteriak dengan penuh
kegusaran: "Bocah keparat, jangan merasa bangga dulu, sebentar Ciu tay yamu pasti akan
membuat kalian berkaok kaok!"
Dengan demikian, didalam ruangan itu tinggal si bunga mawar beracun Hong Hiang
kim seorang yang belum kabur, dengan tubuh telanjang ujarnya kemudian kepada Ong
It sin. "Aku kira siapa, ternyata Ong sauhiap dan Bwe Lihiap..."
Dia seperti hendak berbicara lagi, tapi Bwe Leng soat segera menukas dengan
ketus. "Hong tongcu, lebih baik kenakan dulu pakaianmu aku hendak berbicara dengan kau"
"Seluruh bagian tubuhku sudah kalian lihat, memakai baju atau tidak toh tak ada
bedanya lagi?" "Tidak bisa!" bentak Bwe Leng soat sambil menarik muka, "jika kau tidak
mengenakan pakaianmu, terpaksa aku akan bertindak kasar!"
Rupanya si bunga mawar beracun Hong Hiang kim cukup mengetahui akan kelihayan
lawannya, dari lemari pakaian dia lantas mengambil sebuah pakaian tidur dan
dikenakannya. Walaupun dia telah mengenakan pakaian tidurnya, didalam kenyataan tak jauh
berbeda dengan tidak mengenakan pakaian.
Ternyata baju itu tipis sekali sehingga hampir semua bagian tubuhnya dapat
terlihat dengan jelas. Dengan nada tak senang hati Bwe Leng soat berseru kembali:
"Siapa suruh kau mengenakan baju setipis itu" Hayo cepat ganti yang lain!"
"Ganti yaa ganti!"
Bunga mawar beracun Hong Hiang kim kembali membuka lemari pakaiannya dan
mengambil sebuah yang berwarna merah.
Tapi berhubung bahan pakaiannya sama maka keadaannya sama sekali tidak berbeda
jauh. Dengan kening berkerut Bwe Leng soat seperti hendak membentak lagi, tapi Ong It
sin segera menyela: "Sudahlah, yang penting kita harus selesaikan dulu masalah utamanya!"
Bwe Leng soat segera mengerling sekejap kearahnya, kemudian berseru:
"Kenapa tidak kau katakan sejak tadi" Coba kalau dia masih bugil, kau kan bisa
lebih puas menikmati keindahan tubuhnya" Aaai... kalian orang lelaki memang tak
seorangpun yang baik!"
Ong It sin hanya bisa mengangkat bahu tanpa berbicara.
Bwe Leng soat segera berpaling ke arah Hong Hiang kim sambil bertanya.
"Adik Yau telah kau sekap dimana?"
oooOdwOooo "Adik Yau apa" Aku tidak tahu!" sahut si Bunga mawar beracun Hong Hiang kim
sambil gelengkan kepalanya berulang kali.
"Sudahlah, tak usah berlagak pilon, kau kira kami tidak mengetahui keadaan yang
sebenarnya" Kalau kau mengira begitu, maka kau telah melakukan suatu kesalahan
yang amat besar!" Walaupun dalam hati kecilnya si bunga mawar beracun merasa terkejut sekali,
namun paras mukanya sama sekali tidak berubah, katanya:
"Keadaan sebenarnya yang mana" Kenapa Ong sauhiap tidak menerangkannya
kepadaku?" "Orang yang kami katakan tadi she Bwe bernama Yau, dia adalah murid Seng hong
tianglo atau adik seperguruan Lau Hong setelah ditangkap oleh pihak Ki thian
kau, kau bersama Gi hay jin yau diperintahkan pula untuk mengangkutnya ke kota
ular beracun dengan kereta sebagai hadiah buat gurumu Thian tok tay ong agar
bergabung dengan kalian, ucapku ini tentunya tidak salah bukan?"
Si bunga mawar beracun ingin menyangkal, serunya:
"Kau bilang Gi hay jin yau ong Toan Cing hun melakukan perjalanan bersamaku,
sekarang dimana orangnya?"
Ong It sin segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.
"Haahh... haahh... haahh... Hong tongcu, kau benar benar seorang pelupa,
bukankah kita perah bersua di luar kota Lam leng" Masa kau hendak
mengingkarinya...?" Setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya.
"Sedangkan Gi hay jin yau Toan Cing hun, karena dia berani menyebarkan obat
perangsang kepada kami, maka sengaja kukirim dia pulang ke langit barat!"
"Sekalipun hal itu merupakan suatu kenyataan! Tapi, bukankah Bwe Yau sudah
kalian tolong" Sekarang, kau minta kepadaku lagi, apakah cengli?"
Menyaksikan perempuan cabul itu menyangkal terus menerus, Bwe Leng soat naik
darah. Dengan wajah sedingin es, dia berseru:
"Hong tongcu, kau tak bisa mengingkar lagi, terus terang kuberitahukan satu hal
kepadamu, bukankah kau bersama Su coa long kun dengan memperalat Hek jiu gi ya
pemilik rumah makan Tay hong telah menculik Bwe Yau?"
"Apa buktinya?"
"Buktinya" Banyak sekali, ketika kau bersama Su coa longkun kabar keluar kota
bukankah perjalanan kalian telah dihadang oleh seorang nenek dan seorang
kakek..." Mendengar ucapan itu, si Bunga mawar beracun makin terperanjat, pikirnya:
"Heran, mengapa mereka bisa mengetahui akan hal ini?"
Tanpa terasa dia lantas bertanya:
"Apakah sepasang suami istri tua itu telah menemukan nona Bwe Yau?"
"Tentu saja menemukannya, malah mereka telah bertarung melawan Su coa longkun"
"Bagaimana hasilnya?"
Dengan gemas Bwe Leng soat berseru:
"Su coa longkun telah mempergunakan peluru kabut untuk melarikan diri, sedang
kau pun membawa Bwe Yau kabur ke kota ular beracun"
"Darimana kalian bisa tahu akan peristiwa ini dengan begini jelasnya...?"
Sambil mengangkat bahu Bwe Leng soat tertawa dingin tiada hentinya.
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... jangan dianggap kalian punya akal licik lantas
semuanya bisa dikelabuhi, kami pun sama juga mempunyai akal untuk
mengetahuinya... terus terang saja, sepasang suami istri tua itu adalah
penyaruanku bersama It sin"
Seketika itu juga si Bunga mawar beracun menjadi terperanjat sekali sehingga
paras mukanya berubah menjadi pucat pias seperti mayat.
Tapi satu ingatan dengan cepat melintas pula didalam benaknya, dia lantas
bertanya: "Kalau begitu pemuda suku Cawa yang berhasil membunuh Kim coa longkun Pit Lei
beng dan Thi coa longkun Ong Eng serta menawan Gin coa longkun Ouyang Si dan Hui
coa longkun Wan Hiong adalah hasil karya dari kalian pula."
"Betul, memang hasil karya kami!"
"Hmm, begitukah perbuatan dari seorang pendekar" Menggunakan kesempatan dikala
suhu kami pergi kedusun bawah bukit kalian menyelundup masuk kekota ular berbisa
untuk menolong orang, perhitunganmu betul betul bagus sekali... tapi pernahkah
kau bayangkan sekalipun Bwe Yau sudah kalian tolong, tapi berpuluh ribu suku
Cawa akan mati disuhuku?"
Siapa tahu belum habis dia berkata Ong It sin telah tertawa terbahak bahak.
"Itu yang dinamakan anjing membawa tongkat, betul betul tak tahu malu"
"Apa maksudmu?"
"Kau anggap suhumu pasti berhasil dengan usahanya" Terus terang kukatakan
kepadamu semua penduduk suku Cawa telah pindah dari dusunnya kepergian suhumu
tak lebih hanya menubruk tempat kosong, siapa tahu mereka akan pulang dengan
wajah penuh hangus?"
Sampai disitu, sibunga mawar beracun tak bisa berbicara lagi, dia tahu kedua
orang itu amat cerdik, bila dia berlagak pilon lagi maka yang rugi adalah dia
sendiri. Maka ujarnya kemudian: "Kalau begitu, aku harus menyerahkan nona Bwe Yau kepada kalian?"
"Tentu saja!" "Bila nona Bwe Yau kuserahkan kepada kalian, apakah kalian akan membunuhku?"
"Asal kau tidak bermain busuk, tentu saja akupun tak akan membunuh dirimu"
"Kalau begitu, ikutilah aku!"
Selesai berkata, dia lantas melayang turun dari loteng bunga mawar.
"Orangnya disekap dimana?" tanya Bwe Leng soat kemudian.
"Dalam ruang batu Sian ki!"
"Berapa jauh jaraknya dari sini?"
"Selewatnya tiga buah bangunan istana kita akan sampai ditempat tujuan"
Tanpa banyak berbicara dia lantas menelusuri beranda dan menuju kedepan.
Tiba tiba ditemuinya para jago lihay dari kota ular beracun telah berkumpul
semua disitu dengan senjata terhunus.
Si kakek kepala putih Liok Siong leng dan Cho Siong berada pula diantara
kerumunan orang orang itu. Bahkan diantaranya terdapat pula seorang kakek
berjenggot hitam. Tiba tiba terdengar kakek berkepala putih Liok Siong leng berseru dengan
lantang: "Hei sobat muda, cepat serahkan Hong Hiang kim kepada kami!"
"Huuh, apa yang kau andalkan?" jengek Ong It sin.
"Kau tahu siapakah aku?" seru kakek kepala putih sambil tertawa dingin,
"Heeehh... heeehh... heeehh... terus terang kuberitahukan kepadamu, pada dua
puluh tahun berselang aku sudah termashur di wilayah barat daya, tak sedikit
jago persilatan yang mati keracunan ditanganku, sobat muda, apakah kau juga
ingin mampus?" Ong It sin sama sekali tidak jeri ejeknya:
"Kalau memang kau gagah perkasa, mengapa sewaktu berada di loteng bunga mawar
tadi kau melarikan diri terbirit birit" Juga Ciu tay ya Cho Siong..."
Dua orang kakek itu kontan saja merasa jengah setengah mati sampai pipinya turut
berubah menjadi merah padam.
Dari malu si kakek kepala putih menjadi naik darah, dia membentak keras dan
segera tampil ke depan, serunya:
"Sobat muda, kau kira lohu takut kepadamu" Justru karena kau telah membunuh Cho
Kit, dan agar supaya kalian tak sampai kabur, maka sengaja kukumpulkan semua
jago lihay untuk mengepungmu, kalau tahu gelagat, hayo cepat cepat menyerahkan
diri. O0o0o0dwo0o0o0 Jilid 28 "HMM, kalau didengar dari perkataanmu sih sepertinya punya keyakinan besar
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengapa kau tidak segera main?"
Si kakek kepala putih Liok Siong Leng mendengus dingin.
"Hmm... kalau toh kau berkata demikian lohu sudah sepantasnya kalau memenuhi
keinginanmu secepatnya, kalau begitu tinggalkan saja temanmu itu sebagai teman
tidurku malam nanti"
Baru selesai dia berkata, mendadak bayangan manusia berkelebat lewat kemudian...
"Ploook!" sebuah tempelengan keras telah bersarang diatas wajahnya.
Menyusul kemudian, terdengar seorang berkata dengan suara yang amat nyaring.
"Tua bangka celaka, kau berani bicara sembarangan?"
Sebagai kakek seperguruannya Thian tok ong, sebenarnya si kakek kepala putih
Liok Siong leng adalah seorang jago lihay yang berilmu silat sangat tinggi.
Tapi sekarang dia harus dipecundangi oleh seorang gadis muda dihadapan orang
banyak, hatinya menjadi sangat tidak puas, teriaknya dengan penuh kegusaran:
"Bocah perempuan, lohu kalau gagal menangkapmu, sia sia saja aku hidup setua
ini" "Huuh... tak usah berlagak sok, belum tentu kau bisa hidup selewatnya malam
ini!" Si kakek kepala putih tertawa seram.
"Kalau ingin merenggut nyawa lohu jangan disini, lebih baik berganti tempat
saja" "Dimana?" Bwe Leng soat tak mengerti maksud lawannya sehingga tanpa terasa dia
bertanya. "Diatas ranjang dalam kamar sana!"
Bwe Leng soat menjadi naik darah, makinya:
"Tua bangka keparat, rupanya kau ingin mencari mampus!"
Sembari berseru, serentetan cahaya tajam menyambar lewat, tahu tahu pedang itu
sudah dimasukkan kembali kedalam sarungnya.
Tapi si kakek kepala putih masih berdiri tak berkutik ditempat tersebut... ia
tidak berbicara juga tidak bergerak.
Ciu tay ya Cho Siong menjadi keheranan serunya:
"Apa yang telah terjadi" Masa saudara Liok bisa takut terhadap bocah perempuan
itu?" Sementara dia masih keheranan, si kakek berjenggot hitam yang berada di sisinya
telah berkata. "Masa kau tak dapat melihat kalau si kakek kepala putih sudah menemui ajalnya?"
"Aaah, mana mungkin?" seru Cho Siong tidak percaya, "dengan kepandaian silat
yang dimiliki saudara Liok, masa dia akan tewas ditangan seorang bocah
perempuan?" "Bila kau tidak percaya, mengapa tidak maju ke depan dan memeriksanya sendiri?"
Cho Siong segera maju dan mendorong tubuhnya sambil berseru:
"Saudara Liok, ayoh bergeraklah!"
Tubuh si kakek kepala putih memang bergerak, tapi bergeraknya ke belakang lantas
roboh terkapar ke atas tanah.
Peristiwa ini dengan cepat membuat puluhan orang lelaki berbaju putih dari kota
ular beracun menjadi ketakutan setengah mati.
Cho Siong paling terkesiap, dia maju dan memeriksa tubuh rekannya dengan seksama
ternyata diatas tubuhnya sama sekali tidak ditemukan luka apapun.
Pada saat itulah, si kakek berjenggot hitam tampil kedepan sambil ujarnya:
"Nona, ilmu pedangmu benar benar luar biasa sekali, apakah kau adalah muridnya
si rahib bajingan dari Koan tiau khek di Lam hay?"
Mendengar suhunya dihina, dengan gusar Bwe Leng soat segera membentak keras:
"Siapakah kau?"
Kakek berjenggot hitam itu tertawa seram.
"Kau bertanya lohu" Heeehhh... heeehhh... heeehhh... orang menyebutku sebagai
Put si sin mo (iblis sakti yang tak pernah mati), sudah pernah mendengar nama
ini?" Begitu mendengar julukan itu, Bwe Leng soat maupun Ong It sin menjadi amat
terperanjat, serunya tanpa sadar:
"Rupanya kau adalah Phoa Cun lam, Tocu dari pulau Sin mo to di laut timur!"
"Benar!" "Apakah cianpwe hendak membantu pihak kota ular beracun?"
"Tentu saja. Selama tuan rumah tidak berada disini, sudah barang tentu aku tak
akan membiarkan kalian berbuat onar disini!"
"Lantas mau apa kau?" seru Bwe Leng soat dengan kening berkerut.
"Aku hendak membekuk dirimu lebih dulu"
Bwe Leng soat tak berani gegabah, dia segera meloloskan pedang mestikanya sambil
berjaga jaga. "Apalagi yang hendak kau nantikan?" tantang sang nona.
Sebelum iblis tua itu menjawab, Ong It sin telah melompat ke depan sambil
berseru: "Adik Soat, konon si iblis sakti yang katanya tak pernah mati ini sudah berhasil
meyakini ilmu Tay im tay kiu jiu yang hebat, biar aku saja yang meminta petunjuk
darinya" Sementara Bwe Leng soat masih merasa sangsi, Put si sin mo telah berkata dengan
jumawa: "Bocah keparat, jika kau ingin maju lebih dulupun boleh saja, cuma kuatirnya
kalau kau tak sanggup menahan tiga gebrakanku saja!"
Dari ucapan tersebut, dapat diketahui bahwa dia memandang remeh pada lawannya
ini. Bunga mawar beracun Hong Hiang kim segera berteriak keras:
"Phoa toocu..."
"Hiantit li, kau tak usah banyak berbicara lagi" tukas Put si sin mo dengan
cepat, "bila dalam tiga gebrakan aku tak bisa meraih kemenanganku, lohu segera
akan angkat kaki dari sini"
Sebetulnya si bunga mawar beracun Hong Hiong kim hendak memberi tahu kepadanya
kalau Ong It sin adalah ahli waris dari Leng mong sinceng yang berdiam di kuil
Sian gwan si, tenaga dalamnya jauh diatas Bwe Leng soat dan menyuruhnya berhati
hati. Tapi sekarang, setelah mendengar perkataan itu, si bunga mawar beracun pun tak
bisa berbicara apa apa lagi.
Sementara itu pertarungan telah berkobar dengan sengitnya, pukulan pukulan Tay
im tay kiu jiu yang dilancarkan oleh Put si sin mo memang hebatnya bukan
kepalang, sayang yang dihadapi adalah Ong It sin, sebagaimanapun dahsyatnya
serangan yang dilepaskan, semuanya kena dipunahkan secara mudah.
Lambat lambat Put si sin mo menjerit terperanjat sekali terutama setelah semua
pukulannya seakan akan batu yang tenggelam ditengah samudra, ini semua
membuatnya mulai berpikir:
"Tenaga pukulan yang dilancarkan bocah keparat ini ibaratnya segulung hembusan
angin lembut, kenapa persis seperti pukulan Tay khek sinkang dari aliran kuil
Sian gwan si?" Perlu diketahui ilmu pukulan tersebut merupakan ilmu silat yang tinggi dalam
aliran agama Buddha, dan justru merupakan tandingan dari ilmu Tay im kiu jiu
tersebut. Tanpa terasa Put si sin mo kembali berpikir:
"Tapi... masa didunia ini terdapat kejadian yang begini kebetulannya...?"
Berpikir sampai disitu, secara beruntun dia melancarkan kembali dua buah pukulan
berantai. Didalam melancarkan serangannya kali ini, dia telah mempergunakan tenaga dalam
sebesar sembilan bagian, seketika itu juga seluruh langit penuh diliputi oleh
angin puyuh yang menderu deru.
"Suatu serangan yang sangat bagus!"
Dengan mengerahkan ilmu Tay khek sin kang miliknya, dia segera sambut datangnya
ancaman itu. Ketika angin pukulan itu dilancarkan, Put si sin mo masih belum merasakan apa
apa, menanti tenaga dari kedua belah pihak sudah saling menyentuh, dia baru
merasakan datangnya segulung angin pukulan yang maha dahsyat menerjang dadanya.
Tak terlukiskan rasa kaget yang mencekam perasaannya waktu itu, untung saja
tenaga dalamnya sudah mencapai tingkatan menarik dan mengerahkan menurut
kehendak hatinya. Tatkala dia merasakan keadaannya tidak beres, buru buru tenaga dalamnya
diperlipat gandakan menjadi dua bagian lagi.
Tapi daya serangannya makin lama semakin besar, sebaliknya tenaga pantulannya
makin lama semakin kuat pula.
Put si sin mo menjadi amat terperanjat, tanpa sadar dia mundur dua langkah.
Sekalipun demikian, hawa darah didalam dadanya telah bergolak sangat keras,
cepat dia menarik napas dan berusaha keras untuk menekan kembali golakan darah
di tubuhnya itu. Akibatnya dia merasa kehilangan muka, mencorong sinar buas dari balik matanya
dengan sorot mata yang menyeramkan dan menggertak gigi menahan diri, teriaknya:
"Bocah busuk, rupanya kau adalah muridnya Leng mong si keledai gundul itu...
beritahu kepadaku, siapa namamu?"
"Boanpwe bernama Ong It sin, berkat petunjuk dari cianpwe, aku benar benar
merasa beruntung sekali..."
Put si sin mo mengebaskan jenggot hitamnya dan tertawa dingin, katanya lagi:
"Bocah keparat, kau tak usah berlagak sok, lohu bukan seorang manusia yang bisa
dipermainkan dengan begitu saja, cepat loloskan senjata tajammu!"
"Apakah cianpwe ingin memberi petunjuk ku lewat ujung senjata tajam?" tegur Ong
It sin dengan kening berkerut.
Adapun dia berkata demikian, tujuan yang sesungguhnya tak lain adalah memberi
peringatan kepada lawannya bahwa perbuatan yang hendak dilakukannya ini tak lain
sama halnya dengan menjilat ludah sendiri
Kontan saja Put si sin mo menjadi naik darah, sambil tertawa seram serunya:
"Bocah keparat, bagus betul daya ingatanmu!"
"Demi kehidupanku, sekalipun daya ingatanku lebih jelekpun, kata kata penting
seperti ini tak bisa kulupakan dengan begitu saja"
"Hmm...! Kau mengira dalam satu gebrakan saja kau sudah bisa meloloskan diri
dari cengkeraman lohu?" seru Put si sin mo sambil menarik muka.
Ong It sin segera tersenyum.
"Jika jurus serangannya makin berkurang tentu saja kesempatannya semakin banyak"
"Bocah keparat, terlalu awal bila kau berpendapat demikian! Dikolong langit
dewasa ini boleh dibilang jarang sekali ada orang yang bisa meloloskan diri dari
Thian hui tee miat (langit hancur bumi musnah) ku ini."
"Boanpwe tidak berpendapat demikian, hanya kurasakan seganas ganasnya sebuah
jurus serangan, sudah pasti terdapat jurus tandingan atau jurus pemecahan
lainnya." Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan:
"Oleh sebab itu, satu jurus serangan dari cianpwe terasa terlampau sedikit"
"Bocah keparat, kau berani memandang rendah diriku!" seru Put si sin mo dengan
perasaan bergetar keras. "Tidak!" Dari pinggangnya put si sin mo segera meloloskan sebilah golok pembacok bukit
lalu berseru: "Bocah keparat, perhatikan baik baik!"
Begitu senjatanya diloloskan, maka terasa ada segulung hawa pembunuh yang sangat
tajam segera menerjang ke depan.
Sementara itu, Ong It sin juga telah menghunus pedangnya sambil bersiap sedia.
Saat ini, semangatnya boleh dibilang berkobar kobar, begitu melihat datangnya
hawa pembunuh, ia malah mundur selangkah ke belakang.
Hawa pedang yang tebal dan dahsyat dengan cepatnya menahan hawa serangan lawan.
Ketika Put si sin mo menyaksikan serangan yang dilancarkan belum lagi mencapai
tengah jalan namun sudah terbendung musuh dalam hati kecilnya dia lantas
berpikir: "Bila bocah ini disingkirkan, dikemudian hari pasti akan merupakan bibit
bencana..." Tanpa terasa hawa pembunuhan segera menyelimuti kembali seluruh wajahnya.
Mendadak badannya berputar, golok pembacok bukitnya diputar menjadi delapan
belas arah, bacokan demi bacokan dilancarkan dengan kecepatan bagaikan sambaran
kilat. Seketika itu juga seluruh udara seperti diliputi oleh sayatan pisau yang terasa
sakit di badan. Sekalipun hanya terdiri dari satu jurus belaka, namun kekuatannya begitu dahsyat
sehingga sukar untuk dilukiskan dengan kata kata.
Tapi, pada saat yang bersamaan juga, Ong It sin telah melancarkan pula sebuah
serangan. Didalam serangannya itu, hanya ujung pedangnya saja yang bergetar, tidak nampak
dimanakah letak kehebatannya.
Sekalipun demikian, jurus Thian hui tee miat yang diandalkan oleh Put si sin mo
itu ternyata gagal total sama sekali tidak menghasilkan apa apa.
Terutama sekali yang membuat hatinya makin terkesiap adalah jurus pedang yang
dipergunakan lawannya, ternyata tak lain adalah jurus Hoat lun siang coan (roda
hukum selalu berputar) suatu jurus serangan yang pernah digunakan pula oleh Leng
mong Sin ceng untuk menghadapi dirinya...
Ketika dilangsungkannya pertarungan dengan sinceng dipuncak bukit Thian san
tempo hari, si hwesio tua itupun tak pernah menunjukkan sikap santai seperti apa
yang ditunjukkan pemuda ini maka tak tahan dia lantas bertanya:
"Bocah muda, apa nama jurus seranganmu itu?"
"Jurus itu bernama Wi cing wi it (segenap inti kekuatan hanya satu)...!"
Paras muka Put si sin mo Phoa Cun Lam berubah hebat, dia segera menarik kembali
golok pembacok bukitnya dan kabur meninggalkan tempat itu.
Cho Siong ingin menahannya, tapi tak sempat lagi.
Kini, dari sekian banyak jago yang berada dalam kota ular beracun, yang mati
telah mati, yang pergi telah pergi, siapa lagi yang berani mencari gara gara
dengan menghalangi kedua jagoan tersebut.
Sibunga mawar beracun menghela napas dihati, lalu berkata:
"Mari kita pergi!"
Tampaknya diapun merasa putus asa.
Tak selang berapa saat kemudian, sampailah mereka didepan sebuah bangunan gedung
bertingkat. "Disinilah tempat tinggal guruku" demikian ia menerangkan, "ruang batu sian ki
sik si berada dibawah kamar tidur itu"
"Kuperingatkan kepadamu, lebih baik jangan berniat jahat" kata Bwe Leng soat
dengan suara dalam, "mulai saat ini diujung pedang nonamu tak mengenal ampun"
Mendengar perkataan itu, tercekat perasaan si bunga mawar beracun.
Tapi dia segera mengangkat bahunya sambil berkata:
"Akupun berharap kau jangan terlalu bertindak seenaknya, sebab bila aku mati,
tak akan ada manusia lagi yang bisa mengajak kau memasuki ruangan Sian ki sik
si" Kalau dipikir kembali, ucapan ini memang tak salah, Ong It sin kuatir, kedua
orang itu semakin ribut maka buru buru katanya:
"Tak usah dikatakan lebih jauh, Hong tongcu, adik Soat, kita tak usah membuang
waktu lagi" "Ehmm... pandai betul kau merayu orang" seru sibunga mawar beracun Hong Hiang
kim sambil mengerlingkan biji matanya.
Sebetulnya Ong It sin ingin membantah tapi bunga mawar beracun telah menempelkan
jari tangannya diatas bibir menunjukkan tanda jangan berisik, kemudian katanya:
"Ikutilah aku!"
Dengan langkah lebar dia berjalan masuk melalui pintu gerbang istana, sementara
Ong It sin dan Bwe Leng soat mengikuti dibelakangnya dengan ketat.
Ternyata dua orang pengawal yang berjaga di depan pintu istana sama sekali tidak
berniat untuk menghalanginya.
Tentu saja hal ini dikarenakan kedudukan si bunga mawar beracun yang istimewa.
Ketiga orang itu berjalan melewati beberapa buah ruangan, kemudian tibalah
mereka didalam sebuah ruangan yang besar sekali.
Ruangan kamar itu mempunyai dekorasi yang serba megah dan mewah, semua peralatan
serba mewah dan indah. Menyaksikan hal itu, Ong It sin lantas berpikir:
"Penghidupan Thian to tay ong sungguh berlebihan dan berfoya foya tak tahu diri,
entah berapa banyak perempuan dan gadis yang sudah dinodainya, hanya
mengandalkan hal ini saja, dapat diketahui kalau sarang ini tak bisa dibiarkan
berlangsung terus" Berpikir demikian, dia lantas mengambil keputusan untuk memusnahkan kota ular
dari muka bumi. Sedangkan soal nyawa si bunga mawar beracun, hal ini tergantung pada kesungguhan
hatinya untuk diajak bekerja sama.
Pada saat itulah muncul seorang perempuan yang berdandan genit ditempat itu,
segera tegurnya: "Nona, apakah kau tidak tahu kalau si tua telah memimpin sekawanan jago turun
gunung?" "Soal ini aku sudah tahu... ketika suhu hendak pergi, beliau menyuruh aku untuk
membantunya membujuk nona Bwe Yau, apakah sekarang ia telah bersedia menikah
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan suhu dia orang tua?"
"Perempuan itu betul betul keras kepala, bukan saja tak mau menuruti bujukan
kami, malah ia berpuasa total, nona, apakah kau mempunyai akal untuk membujuknya
agar menurut?" Bunga mawar beracun segera melemparkan sebuah kerlingan kearahnya, kemudian
menjawab: "Aku sendiripun tidak begitu yakin, cuma, sobat ini justru pandai membujuk,
siapa tahu kalau dia bisa berhasil membujuknya sehingga bermanfaat" Biarkan dia
masuk ke ruang sian ki sik si untuk bertemu dengannya...!"
Perempuan genit itu segera berkata kepada Bwe Leng soat sambil tertawa:
"Kalau begitu merepotkan nona untuk membujuknya, bila Thian Ong telah pulang
nanti, kami akan sekalian berterima kasih kepadamu!"
Seraya berkata, sinar matanya berkelebatan kian kemari.
Bwe Leng soat serasa gembira sekali, namun ia sudah bertindak teledor dengan
tidak mengertikan kerdipan mata lawan, apa yang dipikirkan waktu itu hanya
bagaimana caranya untuk menyelamatkan Bwe Yau, maka ujarnya kemudian:
"Hu Hoat, merepotkan kau tolong bukakan pintu ruangan Sian ki si tersebut..."
"Baik!" Sambil berkata dia lantas naik ke atas undak undakan batu dan menekan tombol
bulatan diatas dinding ruangan.
Seketika itu juga terdengar suara gemerincingan nyaring berkumandang memecahkan
keheningan, dari atas dinding muncullah sebuah pintu sempit yang cuma bisa
dilewati oleh satu orang.
"Saudara berdua, Bwe Yau berada didalam sana, silahkan masuk ke dalam..." kata
si bunga mawar beracun. Tanpa berpikir panjang Bwe Leng soat segera berkelebat ke muka dan menerobos
masuk ke dalam ruang rahasia tersebut.
Ong It sin hendak menghalanginya tapi tak sempat lagi, maka dia berteriak keras:
"Tunggu sebentar..."
Sayang kepergian Bwe Leng soat terlampau cepat, dalam waktu singkat bayangan
tubuhnya sudah lenyap tak berbekas.
Terdengar dari dalam ruangan sana berkumandang suara dari perempuan itu:
"Engkoh It sin! Cepat kemari... Bwe Yau betul betul disekap di tempat ini!"
Ong It sin sama sekali tak berkutik, dia tetap berdiri tegap ditempat tanpa
berkutik barang sedikitpun juga.
"Ong sauhiap, masuklah ke dalam ruangan! Dan bantulah nona Bwe Leng soat!" seru
bunga mawar beracun. "Aaah, tak usah" jawab Ong It sin, "hanya dia seorang toh sudah lebih dari
cukup, belakangan ini kalau bisa malas memang lebih enak bermalas malasan!"
Kalau didengar dari perkataannya itu, jelas dapat diketahui kalau dia sudah
menaruh curiga. Bunga mawar beracun menjadi berkerut kening setelah mendengar perkataan itu,
tiba tiba teriaknya: "Sunio, cepat!"
Seraya berkata dia lantas kabur menuju ke atas undak undakan batu sana...
Perempuan genit itu segera menekan bulatan batu diatas dinding tersebut, dengan
cepat pintu rahasia diatas ruangan Sian ki si menutup rapat, setelah itu tangan
kanannya kembali menekan keatas tombol.
Tiba tiba saja dari atas atap ruangan muncul selapis pintu besi yang dengan
cepat bagaikan sambaran kilat jatuh ke bawah dan menghadang jalan pergi Ong It
sin. Si bunga mawar beracun dan perempuan genit itu segera tertawa cekikikan sembari
berseru: "Ong It sin, kau sudah masuk perangkap kami, bukan cuma nona Bwe saja yang akan
menjadi korban, nona Bwe yang seorangpun akan menjadi santapan yang nikmat buat
guru kami... haaahhh... haaahhh... haaahhh..."
Tapi gelak tertawa itu terhenti ditengah jalan, mendadak mereka saksikan
bayangan tubuh Ong It sin lenyap tak berbekas, ini membuat hati mereka menjadi
tercengang. "Kemana perginya bocah keparat itu?" tanya perempuan genit itu kemudian.
Si Bunga mawar beracun gelengkan kepalanya berulang kali.
"Entahlah!" dia menjawab, "baru saja aku berpaling, bayangan tubuhnya sudah tak
kelihatan lagi" "Mungkin bocah keparat itu melihat gelagat tidak menguntungkan, maka dia lantas
melarikan diri!" "Aku rasa tak mungkin dia akan berbuat demikian"
"Hiang kim, jangan begitu yakin dengan kemampuanmu, aku Tho bin hu (sirase
berwajah Tho) sudah banyak melihat orang lelaki, semakin gemar bersolek lelaki
itu semakin kecil nyalinya"
Siapa tahu sebelum selesai Tho bin hu berbicara, mendadak dari belakang tubuhnya
berkumandang suara dingin.
"Perempuan siluman!" katanya, "Walaupun aku merasa sayang dengan nyawaku tapi
tak mudah masuk perangkap, rencana busuk kalian berdua boleh dibilang sudah
gagal total..." Dengan cepat kedua orang itu membalikkan tubuhnya.
Seorang pemuda berdiri dihadapan mereka, siapa lagi orang itu kalau bukan Ong It
sin" Paras muka si bunga mawar beracun berubah, putik-putik beracun yang berada dalam
genggamannya disambit ke depan.
Berbicara yang sesungguhnya, dalam jarak yang demikian dekatnya ini, mustahil
Ong It sin bisa meloloskan diri dari ancaman tersebut.
Siapa tahu, begitu jarum lembut beracun dilepaskan ke depan, ternyata yang
menjerit ngeri sambil menutup muka adalah si bunga mawar beracun Hong Hiang kim
sendiri. Rupanya, ketika Ong It sin menyaksikan putik beracun yang disambit kearahnya itu
tahu tahu muncul didepan mata, dalam keadaan yang terdesak, dia lantas
mengeluarka ilmu Cian ling sin (hembusan napas sakti) yang dipelajarinya dalam
kuil Sian gwan si. Termakan oleh hembusan tenaga dalam yang dipancarkan lewat dalam pusar ini,
kontan saja putik putik bunga mawar beracun itu terpental balik semua
kebelakang. Kejadian ini benar benar tak disangka oleh si bunga mawar beracun...
Begitulah dengan kesakitan hebat perempuan cabul itu bergulingan diatas tanah
dengan keadaan yang sangat mengenaskan.
Ong It sin benar benar amat membenci atas kelicikan perempuan itu, secara
beruntun dia melancarkan pula beberapa buah totokan jalan darah diatas sepasang
lengannya, dalam keadaan begini, kendatipun dalam sakunya terdapat obat pemunah
juga percuma saja. Tak selang berapa saat kemudian, paras mukanya yang cantik jelita itu berubah
menjadi bengkak dan membusuk, kemudian pelan pelan hancur dan berubah menjadi
air berwarna kuning. Perempuan ini bukan saja membuat si rase berwajah bunga Tho menjadi terkesiap,
bahkan Ong It sin sendiripun merasakan hatinya menjadi bergidik.
ooooOdwOoooo "Siluman perempuan" seru Ong It sin, "sejak bertemu dengan kau tadi, sudah
kuketahui kalau kalian sedang bermain siasat, memangnya kau mengira bisa
mengelabuhi diriku?"
"Anggap saja kau memang pintar, cuma... jangan kau anggap aku bisa dipermainkan
dengan seenaknya!" "Kalau tak bisa dipermainkan dengan seenaknya, lantas mau apa kau...?"
Dari sakunya siluman rase berwajah bunga Tho itu mengeluarkan sebutir peluru
berwarna merah, kemudian katanya:
"Orang she Ong, kau mengenali permainan ini?"
Ong It sin mencoba mengawasinya dengan seksama, ternyata benda itu adalah sebuah
butiran peluru sebesar telur itik yang berwarna merah darah.
Sekilas ingatan segera berkelebat didalam benaknya, tanpa terasa terkesiap
hatinya. Tapi, walaupun hatinya merasa tercekat, hal tersebut tak sampai diperlihatkan
diatas wajahnya, dengan hambar dia berkata:
"Tampaknya benda itu adalah peluru siau gi tan dari Ciok hong li?"
"Heeehh... heeehh... heeehh... tampaknya pengetahuanmu masih mendingan juga..."
jengek Tho bin hu sambil tertawa dingin, "coba katakan, permainan semacam ini
boleh dibilang lihay atau tidak" Begitu meledak, maka wilayah seluas sepuluh
kaki disekitar tempat ini pasti akan musnah dan berubah menjadi hangus"
Ong It sin sama sekali tidak ambil peduli atas ancaman tersebut, kembali dia
berkata: "Perempuan siluman, peluru Siau gi tan milikmu itu cuma benda mati, sebaliknya
orang adalah benda hidup, sehebat hebatnya benda milikmu itu memangnya kau bisa
berbuat apa kepadaku?"
"Kalau begitu, tampaknya sebelum melihat peti mati kau tak akan mengucurkan air
mata!" seru Tho bin hu menyeramkan.
Ong It sin bukan saja tidak mundur menghindarkan diri, sebaliknya dengan wajah
keren malah maju kedepan selangkah demi selangkah katanya dengan tenang.
"Andaikata kau tidak percaya, mengapa tidak kau lemparkan saja benda itu
kearahku" Coba kita lihat siapa yang bakal mampus, kau" Atau aku...?"
Menyaksikan ketenangan orang, seketika itu juga rasa percaya pada diri sendiri
yang tertanam dihati Tho bin hu lenyap tak berbekas, tanpa terasa ia teringat
kembali dengan keadaan yang dialami si bunga mawar beracun Hong Hiang kim, bukan
saja senjata rahasia beracunnya gagal melukai lawan malah sebaliknya dia mampus
sendiri terkena senjata milik sendiri.
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa hatinya menjadi bimbang.
Ong It sin tidak menyia nyiakan kesempatan baik tersebut dengan begitu saja,
sementara musuhnya ragu, dengan kecepatan luar biasa dia telah menerjang maju
lima depa lebih kedepan. Tho bin hu menjerit kaget buru buru dia mengayunkan tangannya melemparkan benda
peledak tersebut ke depan.
Peluru Siau gi tan tersebut dengan membawa serentetan cahaya merah yang
menyilaukan mata segera berkelebat lewat ditengah udara dan tahu tahu lenyap tak
berbekas. Melihat kenyataan tersebut, Tho bin hu menjadi amat terperanjat, sepasang
matanya yang jeli dengan cepat berkeliaran ke sana kemari.
Ong It sin segera tertawa terkekeh kekeh katanya:
"Siluman perempuan, kau ingin mengetahui kemana kaburnya peluru Siau gi tan
tersebut?" Sementara itu, Tho bin hu sedang merasa sangsi, apakah benda peledaknya sudah
gagal atau tidak, maka ketika mendengar ucapan tersebut serunya sambil tertawa
dingin. "Memangnya sudah kau rampas?"
"Siapa bilang tidak?"
Dari sakunya, si anak muda itu segera mengeluarkan sebutir peluru berwarna
merah. Kontan saja Tho bin hu merasakan hatinya bagaikan tenggelam, tanpa banyak
berbicara dia membalikkan badan dan mengambil langkah seribu...
"Perempuan siluman, kau hendak kabur ke mana?" hardik Ong It sin dengan suara
menggeledek. Sekali melompat ke depan, tahu tahu ia sudah menghadang didepan perempuan itu.
Tho bin hu cepat cepat bertekuk pinggang dan bermaksud untuk menerobos lewati
bawah ketiak lawan. Siapa tahu, baru saja tubuhnya berkelebat lewat, mendadak badannya terasa
mengencang keras, tahu tahu badannya sudah kena dikempit dibawah ketiak lawan
sehingga untuk bernapaspun tak mampu.
Dengan ketakutan dia lantas berteriak:
"Ong sauhiap, kalau kau tidak mengendorkan tubuhku lagi, peluru Siau gi tan yang
berada dalam sakuku pasti akan meledak bersama, tubuh kita pun otomatis akan
hancur menjadi abu" Buru buru Ong It sin mengedorkan tangannya selain itu dia pun segera menotok
jalan darahnya. "Kau tidak menipu aku bukan?" serunya.
Sambil berkata, dia lantas memeriksa saku Tho bin hu dan merogohnya, benar juga,
dengan cepat dia menemukan belasan butir peluru Siau gi tan berada disitu.
Andaikata peluru itu sampai meledak bersama, dapat dibayangkan bagaimana
jadinya" Maka si anak muda itupun berkata:
"Mengingat kau telah memperingatkan diriku sehingga nyawa kita berdua selamat
dari kematian, aku takkan membunuhmu, setelah kuselamatkan nona Bwe Yau nanti,
kaupun akan kulepaskan!"
Seusai berkata, dia lantas menotok dua buah jalan darahnya.
Kemudian dia lantas menekan tombol bulat diatas dinding ruangan diiringi suara
keras terbukalah pintu rahasia tersebut.
Belum lagi Ong It sin melangkah masuk kedalam dari balik ruangan itu tahu tahu
sudah berkelebat lewat dua sosok bayangan manusia.
Tentu saja mereka adalah Bwe Leng soat serta Bwe Yau.
Mula mula Bwe Leng soat celingukan sekejap ke sekeliling tempat itu, sewaktu
dilihatnya Tho bin hu sudah tak berkutik, diapun lantas bertanya:
"Ke mana perginya si bunga mawar beracun?"
"Itu dia!" sahut Ong It sin sambil menuding ke atas tanah.
Bwe Leng soat menengok kebawah, ia saksikan ada segumpal cairan kuning yang
menggenangi permukaan tanah, dengan keheranan kembali tanyanya:
"Apa gerangan yang telah terjadi?"
"Perempuan siluman itu hendak menggunakan tipu muslihatnya untuk menjebak dan mengurung kita didalam ruang rahasia Sian ki
sik si, siapa tahu rencana busuknya kuketahui maka dia menyerang diriku dengan
senjata rahasia duri mawar beracun, senjata itu kupantulkan balik dengan ilmu
Cian liong siu milikku, akibatnya senjata makan tuan dan ia mampus diujung
senjatanya sendiri!"
Mendengar perkataan itu, Bwe Leng soat dan Bwe Yau segera bertepuk tangan
kegirangan. Tiba tiba Bwe Yau menjerit tertahan kemudian tubuhnya mundur dengan sempoyongan
dan jatuh terduduk diatas tanah.
"Adik Yau, kenapa kau?" buru buru Ong It sin bertanya.
"Adik Yau, sudah tiga hari berpuasa!" Bwe Leng soat dengan cepat.
Buru buru Ong It sin berpaling kearah Tho bin hou sambil serunya dengan cepat:
"Disini ada makanan?"
"Ada, ada, disitu ada ikan daging dan itik asin!" jawab Tho bin hou sambil
menuding kebawah meja sana.
"Bagus sekali!"
Buru buru Ong It sin mengambil makanan itu dan diberikan kepada Bwe Yau.
Tanpa sungkan sungkan Bwe Yau menyambutnya dan tak lama kemudian telah dimakan
sampai habis. Orang bilang manusia itu besi makanan itu baja setelah perut menjadi kenyang Bwe
Yau pun merasakan semangatnya telah menjadi segar kembali, katanya kemudian:
"Engkoh It sin, kota ular beracun ini hanya merupakan sarang bencana saja bagi
umat manusia, lebih baik kita punahkan saja"
"Ucapan adik Yau memang masuk diakal..."
Dia lantas menepuk bebas jalan darah Tho bin hou seraya berkata:
"Aku harap kau bisa bertobat dan kembali ke jalan yang benar, sekarang, pergilah
melarikan diri!" "Sampai jumpa di lain kesempatan!" kata Tho bin hou sambil menjura, dengan cepat
dia melompat ke tengah udara dan lenyap dikejauhan sana.
Sejenak kemudian, Ong It sin dan Bwe Leng soat bertiga pun ikut meninggalkan
istana tersebut. Sebelum pergi, mereka melemparkan dua butir peluru Siau gi tan ke arah ruang
istana, ledakan demi ledakan dengan cepat mengobarkan api besar yang membakar
seluruh bangunan istana. "Kalau bekerja lebih baik jangan kepalang tanggung" kata Bwe Leng soat kemudian,
"hayo kita ledakkan sekalian seluruh kota ular beracun itu..."
"Tapi, kita akan meledakkannya dengan apa?" tanya Bwe Yau.
Ong It sin lantas menunjuk ke arah kantung peluru milik Tho bin hou tersebut
seraya katanya: "Peluru Siau gi tan yang berada disini masih cukup untuk memusnahkan kota ini
dengan tanah!" Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan:
"Kalian berdua berangkatlah duluan, aku akan mulai meledakkan bangunan ditempat
ini" Bwe Leng soat dan Bwe Yau segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya
menerobosi bangunan rumah ular yang bulat bulat itu kabur dari sana.
Sedangkan Ong It sin segera bekerja keras dan menebarkan peluru peluru Siau gi
tan itu keempat arah delapan penjuru kota.
Ledakan demi ledakan yang menggelegar di angkasa, menimbulkan pula ledakan
dahsyat dari bahan peledak dan belerang yang pada dasarnya memang dipendam
diseputar kota itu.
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Akibatnya suatu ledakan mengerikan yang tak terlukiskan dengan kata segera
berkumandang memecahkan keheningan, kebakaran yang amat dahsyat segera berkobar
dan menghancurkan segala sesuatu yang berada disekitarnya.
Manusia dan kawanan ular segera berpencaran kian kemari berusaha untuk
menyelamatkan nyawa sendiri sendiri.
Bau amis yang menusuk hidung selapis demi selapis tersiar kemana mana
menimbulkan hawa udara yang memuakkan.
Kota ular beracun yang sudah didiami Thian to tay ong selama puluhan tahun ini
dalam sekejap mata telah musnah dan rata dengan permukaan tanah. setelah
menyaksikan kehancuran tadi, Ong It sin baru mengajak dua orang gadisnya diam
diam mengundurkan diri dari situ.
Dalam pada itu, Thian tok tay ong yang berada dibawah bukit sama sekali tidak
menyadari akan peristiwa yang telah menimpa tempat kediamannya.
Saat itu, dia sedang memimpin kawanan jagoannya melakukan pemeriksaan diseputar
dusun dibawah bukit itu. Suasana dalam dusun amat gelap gulita tiada lampu. Tiada pula penjagaan, yang
ada tinggal rumah rumah yang telah kosong belaka. sedangkan Beng Sam wi beserta
rakyatnya telah melarikan diri.
Menyaksikan keadaan ini, Thian tok tay ong menjadi naik darah, segera teriaknya:
"Aku tidak percaya kalau kepada suku anak jadah itu bisa melarikan diri dengan
meninggalkan dusunnya"
"Paduka Tay ong, mengapa kita tidak menyerbu kedalam dusun untuk melakukan
pemeriksaan?" usul Soh hou jiu (si tangan sakti mengunci tenggorokan) Go Liong.
"Siapa tahu mereka mempersiapkan jebakan disitu" kata Ciat cing to (golok tanpa
perasaan) Sun Goan tiong.
"Sekalipun disana dipersiapkan jebakan, memangnya kita akan takut terhadap orang
orang suku Biau tersebut?" seru Kou hun Ciong (tombak penggalek sukma) Tiau Han
bin. "Perkataan dari Tiau lote memang betul" ujar Kim ti ang (kakek seruling emas)
pula "seandainya suku Biau saja tak mampu kita hadapi, harus ditaruh kemanakah
paras muka kita?" Setelah mendengarkan pendapat pendapat dari anak buahnya, terakhir Thian tok tay
ong pun memutuskan. "seandainya kalian setuju untuk menyerbu kedalam dusun, maka kitapun tak usah
takut takut lagi, sebab walaupun muridku sudah mati dua orang namun Gin coa
longkun Ouyang Si serta Hui coa longkun Wan Hiong masih tertawan musuh kita
harus menyelamatkan mereka lebih dahulu!"
Maka berangkatlah keempat orang pahlawan dari kota ular beracun itu menuju ke
dalam dusun diikuti Thian tok tay ong di belakangnya.
Ketika sampai di pintu gerbang, terbaca oleh mereka secarik kertas yang
ditempelkan didepan pintu yang isinya berbunyi demikian:
"Barang siapa memasuki pintu gerbang ini hanya ada sebuah jalan kematian!"
Kou hun Ciong (si tombak penggaet sukma) Tiau Hau bin yang pada dasarnya memang
latah, segera merobek kertas itu sambil berkata:
"Kou paling tidak percaya dengan segala macam permainan busuk, akan kulihat apa
yang bisa mereka lakukan!"
Sembari berkata dia lantas memasuki pintu gerbang dusun itu.
Dibalik pintu terbentang sebuah jalan berbatu kerikil disitu suasana amat hening
dan tak kedengaran sedikit suarapun.
Bahkan sesosok bayangan manusia tidak nampak berada disekitar tempat tersebut.
Menyaksikan keadaan itu, dia lantas berpaling dan ujarnya kepada rekan yang
berada dibelakangnya: "Ternyata mereka sedang menggunakan siasat kota kosong, mak nya, orang orang
suku Biau itupun meniru siasatnya Khong Beng!" Hayo kita serbu kedalam!"
Bersama dengan selesainya perkataan itu maka berangkatlah kawanan iblis dari
kota ular beracun itu menyerbu ke dalam kota, tentu saja Thian tok tay ong
diiringi para busunya juga mengikuti dibelakang.
Belum jauh mereka berjalan, mendadak Tiau Han bin si tombak penggaet sukma yang
berjalan dipaling depan menjerit kaget...
Si kakek seruling emas yang berada dibelakangnya segera menegur:
"Tiau lote, kenapa kau menjerit jerit seperti ketemu setan saja" Ada apa?"
Dengan wajah hijau membesi, si tombak penggaet sukma Tiau Hau bin menunjuk ke
atas wuwungan rumah sambil berseru:
"Coba lihat, siapakah mereka berdua?"
Si kakek seruling emas segera mendongakkan kepalanya, tampak ada dua orang
lelaki berbaju putih yang tergantung dibawah wuwungan rumah dan bergoyang
terhembus angin. Sementara semua orang masih ragu bercampur kaget, tiba tiba Thian tok tay ong
berseru: "Siapa diantara kalian yang bersedia melakukan pemeriksaan" Coba lihat, apakah
kedua orang itu adalah sau siacu?"
"Biar hamba yang pergi!" seru si tangan sakti pengunci tenggorokan Gi Liang
sambil melompat kedepan. Ternyata kedua sosok mayat itu tak lain adalah jenasah dari Gin coa long kun
Ouyang Si serta Hui coa long kun Wan Hiong.
Keadaan mereka mengenaskan sekali, selain biji matanya melotot keluar, juga
lidahnya menjulur keluar, sehingga tampangnya kelihatan mengerikan sekali.
Thian tok tay ong lebih marah lagi setelah menemukan secarik kertas yang
digantungkan pada mayat mayat itu, diatas kertas tadi bertuliskan beberapa huruf
yang berbunyi: "PANTAS KALAU MAMPUS"
Dengan dada bagaikan mau meledak, gembong iblis tua itu segera menurunkan
perintahnya: "Geledah semua tempat, kalau dijumpai orang orang suku Cawa, biar dia itu lelaki
atau perempuan, tua atau bayi, bunuh sampai mampus!"
Para Busu dari kota ular beracun dipimpin keempat orang pahlawannya segera
mengiakan dan langsung menyerbu kedalam ruangan tengah rumah kediaman kepala
suku Cawa. Baru saja mereka berjalan beberapa langkah... suatu ledakan dahsyat yang amat
memekikkan telinga segera berkumandang memecahkan keheningan.
Ditengah jeritan ngeri yang memilukan hati, gading dan darah berhamburan keempat
penjuru, dua puluhan orang jago yang bergerak paling duluan tahu tahu sudah mati
dalam keadaan hancur lebur.
Rupanya didalam ruangan tersebut telah dipasang bahan peledak yang amat dahsyat.
Menyaksikan anak buahnya kembali menjadi korban, Thian tok tay ong menjadi sedih
bercampur gusar. Tapi, kecuali begitu apa pula yang bisa dia lakukan"
Masih untung dia tidak turut melakukan penyerbuan tadi, coba kalau penyerbuan
tersebut dipimpin olehnya, niscaya selembar jiwanya sudah melayang meninggalkan
raga. Maka setelah termenung dan mempertimbangkannya sejenak, sambil menggigit bibir
menahan diri, serunya dengan penuh kegusaran:
"Lohu bersumpah akan membalas dendam atas sakit hati ini!"
Seraya berkata dia lantas membalikkan tubuhnya dan lari kembali kekota ular
beracun. Secara lamat lamat dia mendengar ada orang sedang tertawa tergelak sambil
berseru: "Mahluk tua beracun, tak kau sangka bakal menemukan keadaan seperti sekarang
bukan" Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kalau nasib lagi apes beginilah
keadaannya" Thian tok tay ong semakin geram setelah mendengar perkataan itu, pikirnya:
"Seorang Kuncu tidak kuatir membalas dendam tiga tahun kemudian, besok juga Lohu
akan membawa orang untuk meratakan dusun kalian dengan tanah...!"
Kemudian dengan ganas dia meludah ke atas tanah.
Beberapa saat kemudian, sampailah gembong iblis ini diatas bukit Ko li kuan san,
mendadak ditemukan cahaya api sedang berkobar dengan hebatnya didepan sana.
"Aaah, tak mungkin kebakaran itu terjadi di kota ular beracunku!" diam diam dia
berpikir. Padahal pikiran semacam itu tak lebih hanya menipu diri sendiri.
Sebab, diatas bukit tersebut hakekatnya tiada rumah penduduk lain kecuali kota
Tok coa sia miliknya. Dengan perasaan gelisah bercampur cemas dengan cepat dia melanjutkan
perjalanannya menuju ke depan.
Ketika dia sudah melewati Thian long peng mendadak dari depan sana muncul
serombongan pasukan manusia yang sedang berjalan mendekat, jumlah rombongan itu
mencapai dua puluh tiga, empat orang lebih.
Melihat itu, si gembong iblis tersebut kembali berpikir:
"Aaah, mungkin suheng si kakek kepala putih Liok Siong leng atau hujin Tho bin
hou yang membawa pasukan untuk menyusul diriku?"
Berpikir demikian, dengan perasaan agak lega dia lantas menegur:
"Siapa yang datang?"
Mendengar bentakan itu, rombongan yang berada didepan sana segera berhenti.
Menyusul kemudian terdengar pula seseorang berseru:
"Sudah begini malam, kau masih berlarian kesana kemari, siapakah dirimu?"
Thian tok tay ong menjadi tertegun, ia merasa suara tersebut terasa asing sekali
baginya, karena dari sekian banyak jago yang berada dalam kota Tok coa sia, tak
seorang pun yang memiliki suara sedemikian nyaringnya.
Apalagi ucapan orang itu amat kasar dan tekebur, ini semua membuat Thian tok tay
ong menjadi amat mendongkol, sahutnya kemudian:
"Siapakah diriku, pasang telingamu baik baik dan dengarkan dengan seksama..."
"Baik, aku akan mendengarkan dengan seksama. cepat katakan"
"Lohu she Hek lian bernama Jin, pemilik kota ular beracun, orang persilatan
menyebut diriku sebagai Thian tok Tay ong"
"Sudah lama kudengar namamu itu!"
Dengan tak senang hati Thian tok tay ong berkata kembali:
"Apakah kau hanya mengucapkan sepatah kata itu saja" Setelah lohu menyebutkan
namaku, sekarang adalah giliran kau untuk menyebutkannya"
Orang itu tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... aku tak lebih hanya seorang prajurit tak
bernama, sekalipun diucapkan belum tentu kau ketahui, siapa tahu hanya mengotori
pendengaranmu saja."
"Tidak menjadi soal, coba katakan!"
"Aku she Ong bernama It sin..."
"Ong It sin?" Thian tok tay ong mengulangi perkataan itu sampai beberapa kali,
mendadak ia seperti teringat akan satu hal. dengan perasaan bergetar keras
mencorong sinar tajam dari balik matanya.
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... jadi kau adalah putranya Kwang tiong kim to bu
tek (golok emas tanpa tandingan) Ong Tang thian?"
"Betul. Kim to bu tek Ong Tang thian adalah ayahku!"
"Bukankah selama ini kau berada di daratan Tionggoan dan khusus memusuhi kawan
kawan dari golongan hek to" Mau apa kau berkunjung ke bukit Ko li kuan san" Apa
maksud tujuanmu?" Sembari berkata, dengan suatu gerakan yang cepat bagaikan sambaran kilat
meluncur kehadapan Ong It sin.
Dengan cepat ia dapat menyaksikan bahwa rombongan orang orang itu terdiri dari
dua puluhan pemuda dari suku Cawa serta Bwe Yau.
Dengan cepat dia menyadari apa gerangan yang telah terjadi, tanpa terasa paras
mukanya berubah hebat, sambil tertawa seram dia berseru:
"Bagus, bagus sekali, rupanya menggunakan kesempatan dikala lohu tidak berada di
tempat, kau telah mendatangi kota ular beracunku?"
Bahwasanya dia mengajukan pertanyaan tersebut sesungguhnya hanya merupakan suatu
tindakan yang tak berguna, sebab andaikata Ong It sin tidak mengunjungi kota
ular beracunnya, bagaimana mungkin Bwe Yau bisa lolos dari ruangan Sian ki sik
si beracun Sambil tersenyum Ong It sin lantas berkata
"Pergi kesana sih sudah pergi, sayang kota kalian terlampau menjijikan lagipula
penuh dengan binatang ular, karena itu aku telah berbuat sedikit gegabah"
"Kau telah apakan kota ular beracunku?" seru Thian tok tay ong dengan hati
terperanjat. "Oooh... aku hanya meminjam peluru Siau gi tan milik istrimu untuk membakar kota
tersebut, tentunya cianpwe tak akan menjadi marah bukan..."
Thian tok tay ong menjadi naik darah saking mendongkolnya dia merasakan dadanya
seperti mau meledak. Ong It sin sama sekali tidak sudi mengampuninya, kembali dia berkata lebih jauh:
"Sumoay kami Bwe Yau telah mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari kalian,
meski begitu kami tak akan mempersoalkan kembali, sebab itu sengaja kami
menjemputnya pulang, sekalian membereskan hutang piutang di antara kita berdua"
Semakin didengar, Thian tok tay ong merasakan kemarahannya makin meluap,
akhirnya dia berteriak keras:
"Bocah keparat, tak disangkal lagi keempat orang muridku pasti sudah tewas di
tanganmu semua bukan?"
"Aaah, mana, mana, aku memang salah bertindak sehingga mengakibatkan mereka
jadi..." Thian tok tay ong melototkan sepasang matanya bulat bulat, kalau bisa dia ingin
menelan Ong It sin bulat bulat, teriaknya dengan amat geram:
"Malam ini, lohu bersumpah akan menguliti dirimu!"
"Sayang, meski cianpwe mempunyai keinginan tersebut, aku tidak mempunyai
kegembiraan untuk merasakannya, lebih baik tak usah kau lakukan saja!"
Thian tok tay ong menjadi hilang sabarnya, tanpa banyak berbicara lagi ia segera
menerjang kedepan, sepasang tangannya diayunkan berulang kali, secara beruntun
dia lancarkan tiga belas buah pukulan berantai.
Dalam anggapan Thian tok tay ong semula, serangan serangannya yang amat dahsyat
itu paling tidak bisa mendesak anak muda itu menjadi terdesak hebat siapa tahu
oleh Ong It sin telah dipunahkan dengan gampang dan amat sederhana.
Kejadian tersebut membuat Thian tok tay ong makin bertarung merasakan hatinya
semakin bergidik. Merasakan keadaan semakin gawat dengan cepat ia mempergunakan ilmu Ci tian ciang
untuk menghadapi lawannya, ilmu pukulan Ci tian ciang merupakan salah satu dari
tiga pukulan beracun dalam dunia persilatan.
Dalam sekejap mata kemudian, lengan Thian tok tay ong telah berubah menjadi
merah membengkak dan beberapa kali lipat lebih besar dari keadaan semula.
Menjumpai keadaan itu, Bwe Yau yang berada disamping arena menjadi terperanjat
bercampur ketakutan. Bahkan Bwe Leng soat sendiripun menunjukkan perasaan tak tenang.
Akan tetapi, Ong It sin yang berada di arena pertarungan sama sekali tidak
memperlihatkan rasa gugup atau takut, malahan sekulum senyuman menghiasi ujung
bibirnya! Ilmu pukulan Tay kek sin kang telah dihimpunnya ke dalam lengan kanan, kemudian
sejurus demi sejurus dilontarkan ke depan menghadapi ancaman ancaman musuh yang
meluncur datang. Dengan cepat Thian tok Tay ong menemukan bahwa setiap pukulan Ci tiang ciang
yang dilancarkan olehnya itu seketika lenyap tak berbekas begitu bertemu dengan
serangan lawan. Lama kelamaan dia menjadi sadar, rupanya pihak lawan telah mempergunakan ilmu
Tay khek sin kang dari aliran Sian gwan si untuk menghadapi serangannya, tak
heran kalau ilmu pukulan Ci tian ciang yang dihimpunnya sama sekali tidak
memberikan hasil apa apa.
Menghadapi keadaan seperti itu, diam diam ia merasa terkesiap sekali...
Tapi ia tidak puas dengan begitu saja, di dalam anggapannya, pihak lawan tak
lebih baru berusia dua puluh dua tiga tahunan, sekalipun ilmu Tay khek sin kang
dapat dipergunakan untuk menghadapi ilmu pukulan Ci tian ciang, tapi soal
kesempurnaan tak mungkin bisa melebihi dirinya...
Berpikir sampai disitu, dia lantas memperketat serangannya, bacokan demi bacokan
dilancarkan berulang kali, dalam waktu singkat dua puluh tujuh buah pukulan
telah dilepaskan. Kalau dilihat dari sikapnya yang menggertak gigi, dapat diduga kalau ia sudah
mengerahkan tenaganya hingga mencapai dua belas bagian.
Keadaannya pada waktu itu sungguh mengerikan sekali batuan pasangan batu yang
berada disekitar tempat itupun beterbangan diangkasa, kesemuanya itu membuat
lelaki suku Cawa yang menonton jalannya pertarungan disana menjadi bergidik dan
ketakutan. Bahkan ada pula diantara mereka yang bersiap siap untuk maju membantu Ong It
sin. Melihat itu Bwe Leng soat segera mencegah sambil berkata.
"Memangnya kalian sanggup untuk menghadapi seujung jari orang lain" Lebih baik
berdiri saja disini dengan tenang, nona jamin Ong sauhiap tak akan mengalami
kerugian apa apa" Ketika semua orang mendongakkan kepalanya tampaklah Ong It sin dengan jubahnya
berwarna biru bergerak kesana kemari bagaikan seekor naga sakti sedemikian
hebatnya dia bergerak kesana kemari membuat Thian tok tay ong menjadi kepayahan
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan mandi keringat. Sambil menyumpah serapah gembong iblis tua itu meronta bagaikan binatang liar
yang sedang gila, dia menerjang kian kemari secara kalap.
Sementara pertarungan berlangsung dengan sengit sepasang biji matanya
berkeliaran kian kemari berusaha mencari jalan keluar untuk melarikan diri dari
situ. Suatu ketika secara tiba tiba dia melancarkan serangkaian serangan berantai yang
memaksa Ong It sin terdesak mundur sejauh beberapa depa dari tempat semula.
Ketika Ong It sin berpekik nyaring sambil bersiap sedia melancarkan serangan
balasan, mendadak iblis tua itu berjumpalitan sejauh sepuluh kaki lebih dan
kabur dari situ. Sebelum kabur dengan suara keras dia menyumpah.
"Bocah keparat she Ong, lohu bersumpah akan membalas dendam sakit hati ini
tunggu saja tanggal mainnya!"
Dalam waktu singkat, bayangan tubuhnya sudah lenyap ditempat kejauhan sana.
Ong It sin pun memimpin semua orang turun dari bukit itu, ketika sampai didusun
Beng bersaudara dengan memimpin para penduduk suku Cawa muncul disepanjang jalan
menyambut kedatangan mereka.
Apalagi ketika orang orang suku Biau itu mendapat tahu kalau kota Tok coa sia
sudah musnah dan Thian tok tay ong melarikan diri mereka semakin kegirangan lagi
Beng Jit Ciong segera maju sambil mengucapkan selamat ujarnya.
"Ong lote dan nona Bwe benar benar merupakan tuan penolong dari suku kami mulai
hari ini kami akan mengingat selalu jasa dari kalian berdua itu?"
"Yaa, kami pasti akan mengukir wajah kalian sebagai tanda peringatan"
Demikianlah hari ini Ong It sin berdua sebagai tamu agung dari segenap rakyat
suku Cawa. Keesokan harinya, mereka bermaksud untuk meninggalkan tempat itu, tapi tuan
rumah tidak membiarkan mereka pergi.
Karena kehabisan daya, terpaksa Ong It sin bersama Bwe Leng soat dan Bwe Yau
meninggalkan surat pada malam harinya dan diam diam meninggalkan tempat itu.
Ketika Ong It sin dan kedua orang gadis itu pergi meninggalkan dusun tersebut,
di bawah sinar rembulan tampak sesosok bayangan manusia munculkan diri dari
balik kegelapan malam. Orang itu berperawakan tinggi besar dan berwajah pucat seperti patung pualam,
sepasang alis matanya panjang bagaikan pedang dengan sebuah jubah putih yang
bersulamkan gambar ular. Dia bukan lain adalah Thian tok Tay ong Hek lian Jin yang merupakan pemilik dari
kota ular beracun. Sejak sarangnya dihancurkan oleh Ong It sin, mahluk tua itu sama sekali tidak
pergi meninggalkan bukit Ko li koan san, dia sedang menunggu kesempatan untuk
membunuh suku Cawa yang berada disitu, terutama sekali keluarga dari dua
bersaudara Beng. Ketika menyaksikan bayangan punggung dari Ong It sin bertiga telah lenyap
dibalik kegelapan sana, sambil tertawa dia lantas melayang turun ke tengah
halaman rumah. Waktu itu kepala suku Beng sedang bercakap cakap dengan lima orang didalam ruang
tengah, kadangkala tergema pula suara gelak tertawa yang amat riang.
Terdengar seorang pemuda jangkung sedang berkata pada waktu itu:
"Ayah, aku telah mengambil keputusan, besok aku akan mengangkat Ong tayhiap
sebagai guru dan belajar ilmu darinya"
Kepala suku Beng segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... Beng Min, walaupun semangatmu sungguh
mengagumkan, tapi caramu berpikir terlalu kekanak kanakan..."
"Aku lihat Ong tayhiap sangat ramah, bila ananda memohon kepadanya, siapa tahu
jika Ong tayhiap bersedia mewariskan dua tiga jurus kepadaku..." seru Beng Min
dengan tidak puas. Saat itulah terdengar suara seorang kakek yang lain berkata:
"Aku rasa jalan pemikiranmu itu mungkin sukar untuk diwujudkan, kemarin aku
dapat melihat, setelah persoalan disini selesai, mereka akan segera pulang ke
daratan Tionggoan, andaikata mereka mau berdiam satu setengah hari saja disini,
hal ini sudah lebih dari cukup, bayangkan saja, bagaimana mungkin dia mempunyai
waktu untuk memberi pelajaran lagi kepadamu?"
ooOd-wOoo "Ji siok, suku kita tak ada yang pandai bersilat" kata Beng Min, "apa daya kita
seandainya mahluk tua beracun itu muncul kembali di tempat kita?"
Yang disebut sebagai Ji siok itu adalah Beng Jit Ciong.
Ketika mendengar perkataan itu, mula mula hatinya merasa bergetar keras,
kemudian sambil tertawa tergelak sahutnya:
"Kota ular beracun sudah musnah, jago dari kota itupun sudah banyak yang mampus
sekalipun mahluk tua itu datang lagi untuk mencari gara gara, asal kita gunakan
segenap kekuatan yang kita miliki, belum tentu harus takut kepadanya!"
Lim Hoa yang selama ini tidak berbicara apa apa, mendadak turut menimbrung:
"Disekeliling tempat ini, kita sudah mempersiapkan panah panah berantai yang
ujung panahnya beracun, bila ada sesuatu yang tak beres, tanda bahaya akan
segera dibunyikan, jika mahluk tua itu hendak menyerbu masuk dengan mengandalkan
ilmu silatnya, kita bisa saja menghadapinya dengan berondongan panah panah
beracun, sekalipun dia itu seorang malaikat, rasanya sulit juga untuk meloloskan
diri dari kematian..."
Mendengar perkataan itu, semua orang segera bersorak memuji:
"Siasat bagus... siasat bagus..."
Siapa tahu belum habis ucapan tersebut disampaikan, mendadak dari depan ruangan
muncul sesosok bayangan manusia, kemudian terdengar orang itu berkata:
"Meskipun siasat itu bagus, sayang tak bisa dipergunakan lagi sekarang..."
Dengan perasaan terperanjat semua orang berpaling, begitu tahu kalau orang itu
adalah Thian tok tay ong Hek lian jin, kontan saja semua orang merasakan hatinya
bergidik. Kepala suku Beng memang tak malu menjadi seorang pemimpin, hanya sejenak
kemudian ia telah menjadi tenang kembali, tegurnya kemudian:
"Hek lian sia cu, tak nyana kau bersedia untuk mengunjungi tempat kami, setelah
datang mengapa tidak duduk dulu?"
Thian tok tay ong tertawa seram:
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... tidak perlu" sahutnya, "selesai bekerja, lohu
masih harus berangkat kebukit Long sia san"
"Urusan apakah yang kau selesaikan disini?" tegur kepala suku Beng dengan kening
berkerut. Thian tok tay ong mendongakkan kepalanya dan tertawa seram, suara tertawanya itu
penuh mengandung rasa dendam benci dan kebuasan.
Selesai tertawa seram, katanya dengan dingin:
"Tuan kepala suku, kau lagi berlagak pilon" Ataukah benar benar goblok...?"
"Aku tidak mengerti dengan maksud perkataanmu itu!"
"Kalau toh tayjin tidak mengerti, tampaknya terpaksa lohu harus membuka kartu!"
Kepala suku Beng bukannya tidak mengerti sejak kemunculan mahluk tua beracun
itu, dia sudah tahu kalau iblis itu datang dengan membawa maksud tidak baik.
Cuma dia pun ada tujuannya dengan berlagak pilon tersebut, yaitu berusaha untuk
mengulur waktu. Maka dengan suara lantang kembali kepala suku Beng berkata:
"Lohu memang bodoh dan tak mengerti maksudmu, kenapa sia cu tidak buka kartu
saja?" Paras muka Thian tok tay ong berubah menjadi amat berat, katanya:
"Hari ini lohu baru tahu kalau nyali tayhin betul betul tidak kecil..."
"Kalau nyali tidak kecil, mau apa kau?"
"Bagaimana kalau aku membuka kartu..."
"Silahkan..." "Lohu datang untuk menuntut balas bagi kematian ketiga ribu orang anggota kota
ular beracunku!" "Apakah kau yakin kalau usahamu itu akan berhasil?"
"Lohu tak pernah melakukan perbuatan yang tidak meyakinkan!"
"Aaah, belum tentu demikian!" jengek kepala suku Beng sambil tertawa dingin.
"Tayjin masih mempunyai kemampuan apa untuk mencegah usaha lohu melakukan
pembantaian?" Kepala suku Beng berkerut kening, sahutnya:
"Meskipun lohu tidak mempunyai kemampuan apa apa, tapi tidak takutkah kau
terhadap Ong sauhiap dan nona Bwe?"
Mendengar perkataan itu, Thian tok tay ong segera mendongakkan kepalanya dan
tertawa terbahak bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... lohu mengira tayjin masih mempunyai kemampuan
hebat apa lagi rupanya kau menggantungkan diri pada kemampuan lelaki perempuan
yang masih berbahu tetek itu, hehhhmm... hehhhmm...!"
Kepala suku Beng melirik sekejap ke luar ruangan, kemudian katanya:
"Kau jangan keburu merasa bangga lebih dulu, siapa tahu kalau orang itu sudah
berada disekitar tempat ini! Heeehhh... heeehhh... heeehhh... apa akibatnya bila
berani menyalahi Ong sauhiap, aku rasa tentunya kau cukup mengerti bukan?"
Sesungguhnya Thian tok tay ong baru berani menampakkan diri karena dengan mata
kepala sendiri ia menyaksikan Ong It sin bertiga telah pergi meninggalkan tempat
itu, seharusnya dia sudah tak perlu menguatirkan apa apa lagi sekarang.
Tapi semacam reaksi yang secara otomatis muncul dari dalam hatinya, membuat
gembong iblis tersebut mau tak mau celingukan sendiri kesana kemari.
Tapi yang dilakukan olehnya sekarang tak lebih hanya suatu tindakan yang
dilakukan dalam sekejap saja.
Ketika teringat olehnya kalau orang lain mungkin sudah berada tiga lima puluh li
dari situ, kebuasan dan kebengisannya segera muncul kembali di atas wajahnya,
sambil tertawa dingin dia berseru:
"Kepala suku, kau tak usah mempergunakan Ong It sin si bocah keparat itu sebagai
bahan untuk menakut nakuti lohu, jika kau sampai berpendapat demikian, maka
perhitunganmu itu keliru besar!"
"Maksudmu dia tak akan mampu menangkan dirimu?"
"Berbicara terus terang, lohu adalah panglima perang yang pernah kalah di
tangannya" "Lantas atas dasar apa kau berani mengatakan kalau perhitunganku ini keliru
besar?" "Teorinya sederhana sekali, air yang jatuh tak dapat menolong api yang dekat!"
Mendengar perkataan itu, tanpa terasa kepala suku Beng menjadi tertawa
"Hek lian sia cu, mungkin kau tidak tahu kalau Ong sauhiap dan Bwe lihiap
sekarang sedang bertamu disini?"
"Hmm... kau tak akan bisa membohongi lohu"
"Apakah aku perlu untuk mengundang kedatangannya?"
"Aku rasa tidak perlu!"
"Kenapa?" "Sebab orang sudah pergi tanpa pamit!"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, kontan saja segenap orang yang berada dalam
ruangan menjadi terperanjat.
"Aku tidak percaya!" seru kepala suku Beng.
"Kenapa tidak kau utus putramu untuk memeriksanya lebih dulu?"
Kepala suku Beng segera menitahkan putranya untuk pergi ke kamar Ong It sin,
alhasil dalam kamar itu tidak dijumpai orang yang dicari, tapi dimeja tertinggal
sepucuk surat. Ketika membuka surat itu dan membaca isinya, paras muka anak kepala suku Beng
berubah menjadi pucat pias, ternyata surat itu bertuliskan demikian:
"Kepala suku Beng: Sudah cukup lama kami berada di wilayah Biau, entah bagaimana keadaan didaratan
Tionggoan selama ini" Oleh karena kota ular beracun telah punah, maka terpaksa
kami harus pergi tanpa pamit, harap kau bisa memakluminya...
00ooo-d^w-ooo00 Jilid 29 KEPALA suku Beng sungguh merasa putus asa setelah membaca isi surat tadi, dia
baru sadar kalau selembar jiwanya benar benar terancam oleh mara bahaya.
Thian tok Tay ong segera tertawa seram, katanya kemudian:
"Nah, tayjin, sekarang sudah tahu jelas bukan keadaan yang ada didepan mata
sekarang" Jangan salahkan jika lohu akan melakukan pembantaian secara besar
besaran untuk membasmi segenap anggota sukumu!"
Agaknya kepala suku Beng tak bisa berkata apa apa lagi, dengan cepat dia semakin
kalang kabut: "Lohu bukan manusia yang takut mati, jika kau berani berbuat keji, maka kaupun
tak akan bisa hidup amat didunia ini"
"Apa gunanya menyumpah orang?" seru Thian tok tay ong sambil mengangkat bahu,
"apalagi kami orang hek to sudah terbiasa hidup diujung golok, siapa yang bisa
menjamin suatu kematian yang tenang bagi diri sendiri" Lebih baik, jangan kau
pergunakan kata kata semacam itu untuk menakut nakuti diriku"
Beng Min dan Beng Cok yang mendengar ucapan tersebut menjadi naik pitam, mereka
segera meloloskan goloknya sambil bersiap sedia melakukan terkaman ke depan.
Sedangkan kepala suku Beng dan Beng Jit ciok juga telah meloloskan kampak dari
dinding serta menyerahkan goloknya kepada Kim Hoa untuk turut serta dalam
pertarungan itu. Thian tok tay ong tertawa seram, dengan kening berkerut serunya mengerikan:
"Bagus, akan kubunuh kalian berlima lebih dulu, kemudian baru menyusul yang
lain" Sepasang cakarnya segera direntangkan dan digetarkan ke udara, dalam waktu
singkat bayangan cakar segera memancar ke empat penjuru dan mengurung kelima
orang itu. Mendadak terdengar jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang memecahkan
keheningan, pertama tama Beng Cok yang terkena dicengkeram lebih dulu tepat pada
ubun ubunnya, dengan kepala hancur ia tewas dalam keadaan mengerikan.
Menyusul kemudian, Kim Hoa juga turut menjadi korban dan tewas dalam keadaan
menyeramkan. Thian tok tay ong segera mendongakkan kepalanya dan tertawa seram dengan
bangganya, dengan suara keras dia berseru:
"Jika kalian berani memusuhi lohu, maka keadaan ini tak ubahnya seperti telur
diadu dengan batu, dalam satu gebrakan saja aku sanggup membunuh tiga orang!"
Sudah barang tentu apa yang diucapkan olehnya bukan kata kata mengibul, sebab
didalam kenyataan dia memang memiliki kemampuan semacam itu.
Beng Jit Ciong segera tampil ke depan, serunya dengan gagah:
"Lohu bersedia untuk merasakan kelihayanmu itu!"
Rasa gusar dan heran menyelimuti paras muka Thian tok tay ong yang serius,
pikirnya kemudian: "Heran kenapa sikap bangsat tua ini dapat berubah menjadi begini" Apakah dia
benar benar memiliki semangat untuk menghadapi kematian seperti pulang kerumah?"
Ingatan tersebut hanya melintas sebentar didalam benaknya, kemudian dengan
serius dia berkata: "Kalau toh kalian ingin cepat cepat mati, lohu akan segera menyuruh kalian
merasakan kehebatanku..."
Begitu selesai berkata, bagaikan pusingan angin puyuh dia sudah menggulung tiba.
Dalam waktu singkat, seluruh angkasa bagaikan diliputi oleh berpuluh puluh ribu
buah cakar setan yang bersama sama menyergap tenggorokan kepala suku Beng, Beng
Jit Ciong dan Beng Min. Tapi pada saat ujung jari tangan Thian tok tay ong hampir menyentuh ditubuh
ketiga orang itulah, mendadak ia merasakan jari tengah dan jari telunjuknya amat
sakit seperti tersengat jarum, buru buru ia memeriksa jari tangannya...
Ternyata diujung jari tangan itu masing masing telah tertancap sebatang duri
yang kecil sekali. Siapakah orang itu" Kalau dilihat dari kemampuan orang itu untuk melukai orang
tanpa menimbulkan suara dapat diketahui kalau tenaga dalam yang dimilikinya
sudah mencapai tingkatan yang luar biasa...
Jangan jangan Ong It sin si bocah keparat itu telah balik kembali"
Belum hilang ingatan tersebut, tiga sosok tubuh manusia telah berdiri didepan
pintu. Ternyata mereka adalah Ong It sin beserta dua orang gadis she Bwe.
Tak terlukiskan betapa kaget dan takutnya dia setelah melihat kejadian ini,
tanpa banyak bicara dia lantas mengebaskan ujung bajunya, kemudian menerjang ke
atas langit langit dan melarikan diri dari situ.
"Orang she Ong!" teriaknya dengan lantang, "lohu akan menjumpai dirimu lagi di
daratan Tionggoan" Suara itu makin lama semakin kecil dan akhirnya sama sekali tak terdengar lagi.
Berhasil meloloskan diri dari kematian, kepala suku Beng bertiga merasa amat
berterima kasih sekali. "Apakah Ong tayhiap telah pergi...?" Beng Jit Ciong lantas menegur.
Sebenarnya dia ingin bertanya mengapa pemuda itu balik lagi setelah pergi"
Dengan nada minta maaf kata Ong It sin:
"Aaai... di daratan Tionggoan, sebenarnya kami masih mempunyai banyak urusan,
karena itu tak bisa berdiam terlampau lama disini..."
"Soal ini kami sudah tahu" tukas kepala suku Beng, "tapi apa sebabnya pula Ong
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tayhiap bisa balik kembali ke sini?"
"Ia merasa curiga karena sewaktu keluar dari pintu gerbang, seakan akan
terdengar suara tertawa dingin" kata Ong It sin sambil menunjuk ke arah Bwe Leng
soat, "meski waktu itu tidak terasa sekali, tapi kemudian adik Soat merasa
gelagat makin lama semakin tak beres, kami lantas menduga duga apakah mungkin
mahluk tua itu telah bersembunyi disekitar sini kemudian datang mencari balas"
Andaikata hal ini sampai terjadi, bukankah hal ini akan mengerikan sekali maka
buru buru kami memburu kemari, sayang keadaan tetap terlambat, Kim Hoa dan Beng
Cok telah tewas juga ditangan gembong iblis itu."
"Yaa, mungkin inilah suratan takdir yang telah menentukan nasib mereka, untuk
berterima kasih saja tak sempat, masa kami akan menyalahkan Ong tayhiap?"
Sementara itu, Beng Jit Ciong telah menitahkan Beng Min untuk mengundang orang
guna membereskan jenasah Beng Cok dan Kim Hoa.
Karena terjadinya peristiwa ini, maka Ong It sin bertigapun terpaksa harus
tinggal selama tujuh hari disitu.
Selama tujuh hari ini, segala sesuatunya berjalan dengan tenang dan aman.
Ong It sin belum juga merasa lega hati bersama Bwe Leng soat segera dilakukannya
pemeriksaan yang seksama disekeliling tempat itu, tak lama mereka yakin betul
kalau iblis tua itu sudah meninggalkan wilayah Biau, mereka baru mohon diri.
Suatu hari, sampailah Ong It sin bertiga disebuah jalan raya yang menghubungkan
kota Kung beng. Sepanjang tiada hentinya mereka menyaksikan lelaki berbaju merah yang melarikan
kudanya cepat cepat melakukan perjalanan.
Menyaksikan keadaan tersebut, Ong It sin lantas berpikir:
"Mungkinkah dalam dua bulan yang teramat singkat ini daya pengaruh dari Ki thian
kau telah membentang sampai diwilayah ini."
Tapi ingatan lain segera melintas pula di dalam benaknya:
"Aaah, mungkin saja mereka hanya segelintir anggota Ki thian kau yang secara
kebetulan saja melewati tempat ini... kenapa harus kurisaukan sekali?"
Karenanya dia lantas tidak memikirkan hal itu didalam hati.
Bwe Leng soat maupun Bwe Yau juga enggan menyinggung masalah tersebut, mereka
hanya menyimpan soal tadi didalam hati saja.
Tiba di kota Kun beng, matahari telah terbenam.
Merekapun mencari sebuah rumah penginapan untuk beristirahat.
Kata Ong It sin kemudian:
"Perjalanan yang kita lakukan hari ini cukup melelahkan, kita harus memanfaatkan
kesempatan ini dengan sebaik baiknya untuk minum arak sampai puas"
"Engkoh Sin, rupanya kau ingin meloloh kami sampai mabuk?" seru Bwe Leng soat
sambil mengerling sekejap kearahnya.
"Bila adik Soat berkata begitu, baiklah kita masing masing memesan semangkuk
daging sapi masak angsio saja!"
Bwe Yau tidak setuju, katanya:
"Aah, jangan begitu, tindakan begini berarti menyalahi perut sendiri, aku lebih
suka mabuk..." "Adik Yau" kata Bwe Leng soat dengan suara dalam, "tahukah kau, dia berniat
melalap tubuh kita bila kita sudah diloloh sampai mabuk nanti?"
"Cepat atau lambat dia toh suami kita, sekalipun dia ingin mencicipi kehangatan
tubuh kita juga tak menjadi soal!"
Bwe Leng soat segera mengeling sekejap kearahnya, kemudian serunya:
"Aaah, kalau aku sih ogah!"
Walaupun dia berkata demikian, tubuhnya selangkah demi selangkah menuju ke rumah
makan. Diatas loteng tersebut, hanya ada enam tujuh tempat saja yang berisi tamu.
Mereka bertiga lantas memilih tempat duduk yang dekat dengan jendela...
Ketika mendongakkan kepalanya, Bwe Leng soat menyaksikan pelayan berbaju putih
itu sedang kasak kusuk bersama orang yang sedang duduk dibelakang kasir, entah
apa yang sedang mereka bicarakan, tapi sorot matanya berulang kali dialihkan
kearah mereka bertiga. Ong It sin yang menyaksikan sang pelayan belum juga datang, lama kelamaan
menjadi tak sabar, dengan gusar dia lantas memanggil:
"Hei, pelayan, cepat kemari!"
Pelayan berbaju putih itu buru buru berjalan mendekat dengan senyuman yang
dibuat buat, katanya sambil membungkukkan badannya memberi hormat:
"Khek koan hendak memesan sayur apa?"
"Disini ada sayur apa saja yang paling lezat?"
"Banyak sekali, misalnya ayam masak kecap, daging masak kecap, Ang sio bak, tahu
masak daging, ikan leihi masak tausi..."
Ia masih hendak berkata lebih jauh.
"Cukup, cukup" tukas Ong It sin, "sediakan saja beberapa macam sayur itu"
"Araknya?" "Sediakan setengah kati arak Li ji ang!"
Pelayan itu segera mengiakan dan berlalu untuk menyediakan alat untuk bersantap.
Bwe Yau masih tetap melayangkan pandangannya keluar jendela, sedangkan Ong It
sin mengawasi tamu tamu yang sedang bersantap dalam ruangan loteng rumah makan
itu. Mendadak diatas loteng itu bertambah dengan dua puluhan orang jago persilatan.
Mereka duduk berkelompok kecil dan tersebar disekeliling tempat duduk Ong It sin
Suasana menjadi hiruk pikuk suara minta arak memesan sayur bercampur aduk tak
karuan. Ong It sin tidak begitu memperhatikan, dia mengira orang orang itu adalah
kawanan jago persilatan yang kebetulan saja mampir disana.
Tak lama kemudian pelayan telah datang menghidangkan arak dan sayur, semua
hidangan masih panas dan menyiarkan bau yang harum.
Ong It sin memenuhi cawan kedua orang gadis itu dengan arak, kemudian sambil
mengangkat cawan sendiri, katanya:
"Adik Soat, adik yau, bagaimana kalau kita keringkan secawan arak...?"
Belum sampai arak tersebut diteguk, Bwe Leng soat telah berbisik lirih:
"Tunggu sebentar engkoh Sin!"
"Ada apa adik Soat?" Ong It sin tertegun
Dengan wajah serius Bwe Leng soat berkata:
"Aku rasa rumah makan ini sedikit ada mencurigakan, lebih baik kita bertindak
lebih berhati hati" Berbicara sampai disini, dia lantas melepaskan sebatang tusuk konde perak dan
ditusukkan kedalam cawan arak tersebut...
Ketika tusuk konde tersebut ditarik keluar, ternyata benda berwarna perak itu
telah berubah menjadi hitam pekat.
Semua orang menjadi amat terperanjat sehingga tanpa terasa berteriak keras:
"Ada racun!" Sementara itu, sang ciankwee yang berada dibelakang meja kasir pun kelihatan
kaget bercampur gugup, tapi hanya sekejap kemudian ia telah menunjukkan wajah
yang menyeringai seram. "Bocah keparat" katanya kemudian, "tak kusangka kalau kau begitu cekatan, cuma
setelah kalian berada dalam rumah makan kami, hal ini sama artinya dengan
memasuki pintu gerbang kui bun kwan, jangan harap bisa keluar dari sini dalam
keadaan selamat!" Tak bisa disangkal lagi, tempat ini merupakan sebuah rumah makan gelap...!
Mendengar ucapan itu, Ong It sin segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... hanya mengandalkan rumah makanmu ini, kalian
kira mampu untuk membelenggu kami?"
Dari bawah meja kasir sang ciangkwee tersebut mengeluarkan sebilah golok besar,
kemudian katanya: "Jika kau tidak percaya, silahkan untuk mencoba coba!"
Dalam waktu singkat semua tamu yang berada didalam rumah makan itu telah
meloloskan senjatanya dan bersiap sedia disekeliling situ tampaknya pihak lawan
telah mempersiapkan diri dengan sebaik baiknya...
Ong It sin segera berkerut kening, tegurnya kemudian:
"Siapa yang menjadi pentolannya"!"
Dibelakang meja kasir segera terbuka sebuah pintu ruangan, dari situ muncul
seorang kakek berambut merah, beralis mata kuning dan bermata hijau, dia
mengenakan sebuah jubah panjang yang beraneka warna.
Sambil melompat keluar, serunya dengan ketus:
"Lohu yang membuka rumah makan ini, atau boleh dibilang lohu lah pentolannya,
bocah muda, sudah mengerti sekarang?"
Ong It sin hanya termenung sebab dia belum bisa mengingat ingat siapa gerangan
kakek tersebut. Sebaliknya Bwe Leng soat segera berseru dengan kening berkerut:
"Hm...! Hanya mengandalkan kau sam si ok sang (saudagar bengis berwarna tiga)
Ciang Ban kim?" Diam diam agak terperanjat juga hati Ong It sin setelah mengetahui kalau
lawannya adalah seorang gembong iblis yang bernama besar didalam dunia
persilatan. Sam si ok sang Ciang Ban kim segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... selama malang melintang didalam daratan
Tionggoan, hampir setiap jago baik dari golongan hitam maupun putih pada tunduk
kepada diriku..." "Huuh, kalau memang jago kenamaan, mengapa masih kau gunakan cara licik macam
begitu?" Merah padam selembar wajah si Saudagar bengis berwarna tiga Ciang Ban kim karena
jengah, serunya kemudian dengan gusar:
"Budak sialan, kau tahu apa" selamanya lohu tak sudi untuk turun tangan sendiri,
aku hanya mendapat pesan dari seorang sahabat tuaku untuk membekuk kalian
bertiga, itulah sebabnya terpaksa kami harus menggunakan sedikit tipu muslihat!"
"Oooh... rupanya begitu" kata Ong It sin, "akupun lagi merasa heran, kita tak
punya dendam atau perselisihan apa apa, mengapa kau berniat untuk mencelakai
kami?" .....Ada bagian yang hilang.....
Setelah berhenti sebentar dia lantas bertanya:
"Siapakah sobat lamamu itu?"
"Dia tak lain adalah Thian tok tay ong Hek lian Jin, konon kota Tok coa sianya
sudah kalian punahkan" Berdiri sebagai seorang teman sudah sepantasnya bila lohu
membalaskan dendam baginya"
"Sekarang usaha licik kalian mengalami kegagalan total apa pula yang hendak kau
katakan lagi?" "Aku masih tetap akan merenggut nyawamu!" Sam si ok sang Ciang Ban kim
menegaskan. "Takutnya kau punya keinginan tapi tenaga kurang!"
"Jangan dianggap setelah menjadi muridnya kuil Sian gwan si dan Koan tiau kek
maka kalian pandang remeh setiap orang" Setiap saat lohu dapat membekuk kalian
semua" Sambil berkata selangkah demi selangkah dia berjalan menuju kedepan meja kasir
sementara sinar matanya seperti sengaja tak sengaja melirik sekejap kearah
sebuah tombol rahasia diatas dinding.
"Hati hati kalau ada angin besar yang menyambar lidahmu!" seru Ong It sin
kemudian. Saudagar bengis berwarna tiga Ciang ban kim segera tertawa dingin, jengeknya:
"Jika tidak percaya, lohu akan segera membekuk dirimu..."
Belum habis berkata, tangannya telah menekan ke atas tombol rahasia diatas
dinding tersebut. Asal tangannya menekan tombol itu, niscaya Ong It sin bertiga akan terjebak oleh
alat rahasia dan jatuh ke dasar tanah.
Siapa tahu, belum sampai jari tangannya menyentuh tombol, setitik bayangan merah
telah menyambar datang dengan kecepatan luar biasa, kemudian... "Blam!" terjadi
ledakan keras yang diikuti dengan memancarnya cahaya api keempat penjuru.
Walaupun Sam siok sang Ciang Ban kim berhasil melarikan diri dengan mengandalkan
ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna, tak urung bajunya turut terbakar juga
sehingga hangus sebagian.
Sebaliknya para penjahat lainnya banyak yang tak sempat menyelamatkan diri
jeritan jeritan ngeri bergema memecahkan keheningan, tak sedikit diantara mereka
yang tewas atau terluka. Pada saat itulah Ong It sin dan kedua orang gadis itu sudah melompat keluar
lewat jendela. Tak selang berapa saat kemudian, seluruh bangunan rumah itu sudah hancur
berantakan dan ambruk ketanah.
Dengan suara lirih Ong It sin berbisik:
"Kota Kun beng sia ini tak bisa didiami lagi, hayo kita berangkat melanjutkan
perjalanan!" Dalam kegelapan malam yang mulai mencekam seluruh jagad, berangkatlah ketiga
orang itu meninggalkan kota Kun beng.
Sepanjang perjalanan mereka tempuh dengan kecepatan luar biasa... Suatu ketika
tiba tiba Ong It sin bertanya:
"Adik soat, aku ingin menanyakan dua hal kepadamu!"
"Dua hal yang mana?"
"Dari mana kau bisa tahu kalau didalam arak tersebut ada racunnya?"
"Begitu masuk kedalam rumah makan tadi, aku telah menyaksikan pelayan tersebut
kasak kusuk dengan sang kasir, aku lantas menduga kalau mereka mempunyai niat
Kaki Tiga Menjangan 6 Pendekar Gila 39 Ajian Canda Birawa Tumbal Asmara Buta 1
"Kawanan pencoleng itu seringkali masuk keluar bukit, berarti ada jalan rahasia
yang seringkali mereka pergunakan..."
Baru selesai dia berkata, tiba tiba si nona itu berteriak dengan penuh
kegembiraan: "Coba lihat, bukankah disitu ada sebuah jalanan?"
Ketika pemuda itu berpaling ke arah yang ditunjuk, maka tampaklah ditepi sebuah
bukit karang tampak muncul sebuah jalanan yang luasnya tiga jengkal.
Tanpa sangsi lagi kedua orang itu segera melanjutkan perjalanannya menelusuri
jalan setapak itu. Jalan setapak itu meski menembusi pula ke tengah hutan, tapi jelas dibuat
manusia, sepanjang perjalanan tidak dijumpai hadangan hadangan apapun.
Sementara mereka sedang melanjutkan perjalanannya, mendadak terdengar suara
langkah kaki yang sangat ramai berkumandang datang dari arah depan sana.
Pemuda itu segera menarik tangan si gadis dan menyusup masuk ke tengah hutan.
Baru saja mereka menyembunyikan diri, tampak sepasukan lelaki berbaju putih
telah bermunculan dengan kecepatan luar biasa.
Sinar rembulan terasa redup sekali, tapi secara lamat lamat masih dapat dilihat
bahwa pemimpin dari pasukan itu adalah seorang kakek berambut putih yang
berperawakan kekar. Kakek itu mengenakan jubah halus berwarna putih dengan ikat pinggang lebar serta
kepala mengenakan kopiah kaisar, sudah jelas orang itu adalah Thian tok tay ong.
Ditinjau dari setiap langkah kakinya yang mencapai dua tiga kaki jauhnya, dapat
diketahui bahwa kakek tersebut memiliki tenaga dalam yang luar biasa
sempurnanya. Seandainya orang lain, mungkin hati mereka sudah dibikin keder setelah
menyaksikan kelihayan kakek itu, dan pasti akan membatalkan niatnya untuk
melanjutkan perjalanan. Tapi muda mudi yang menyembunyikan diri dibalik hutan itu malah saling
berpandangan sambil tertawa, suatu senyuman yang penuh arti.
Menunggu rombongan itu sudah lewat, si nona baru berbisik dengan suara yang
nyaring, "Engkoh Sin, aku benar benar merasa kagum sekali atas kemampuanmu untuk menduga
segala sesuatu yang belum terjadi!"
Ternyata pemuda itu bukan lain adalah Ong It sin yang namanya sudah menggetarkan
seluruh dunia persilatan itu.
Ong It sin segera tertawa terbahak bahak, setelah mendengar perkataan itu.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... adik Soat, rupanya kau bukan berbicara menurut
suara hatimu" Tak perlu dikenalkan lagi, sinona itu sudah barang tentu adalah Bwe Leng soat,
jagoan dari Koan tiau khek.
Terdengar gadis itu berkata lagi.
"Kau bilang lain dimulut lain dihati"
"Tentu saja kalau kau memang kagum sekali, kenapa tidak memeluk aku dan memberi
satu ciuman?" Dengan cepat Bwe Leng soat baru menyadari kalau dia sedang digoda oleh
kekasihnya. Maka sambil berpura pura ngambek dia melompat keluar dari hutan sambil mengomel
"Ciiss tak tahu malu, masa menempeli muka sendiri dengan emas" Siapa sih yang
bilang kau hebat?" Buru buru Ong It sin melompat keluar pula dari dalam hutan, kemudian sambil
menghadang dihadapannya dia berseru:
"Adik Soat, kenapa sih kau ini?"
"Aku mau pulang ke dusun!"
"Kenapa" Apakah kau tidak turut aku pergi ke kota ular beracun untuk menolong
Bwe Yau?" "Hayo bilang dulu, kau suruh aku... anu... tidak?"
"Tidak, tidak... sekarang biar aku saja yang... anu...
Seraya berkata gadis itu lantas dipeluk dan diciumnya dengan penuh kemesrahan.
Dengan tersipu sipu Bwe Leng soat melepaskan diri dari pelukan kekasihnya dan
berlalu lebih dulu dari situ.
Buru buru Ong It sin menyusul pula dibelakangnya.
Tak lama kemudian mereka sudah keluar dari hutan itu, didepan mata terbentanglah
tiga buah bukit yang berdiri dalam posisi segitiga.
Di tengah tengah antara ketiga buah bukit itu tampak sebuah lembah yang luas,
pada mulut selat tadi terpancanglah sebuah batu besar yang diatasnya tertera
tiga huruf besar, tulisan itu berbunyi:
"TOK COA SIA" Dibawah batu cadas itu berjongkok dua orang lelaki berbaju putih yang menyoren
golok rupanya mereka sedang asyik bermain judi.
Alat judi yang mereka pergunakan sederhana sekali, yakni tiga biji batu sebesar
kelengkeng. Ong It sin yang menyaksikan kesemuanya itu, segera berbisik dengan lirih.
"Adik Soat, tunggulah sebentar disini, biar kubekuk dulu kedua orang itu."
Sembari berkata, dia lantas mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan seenteng
kapas tahu tahu menyelinap ke belakang tubuh kedua orang lelaki berbaju putih
itu. Rupanya kedua orang penjaga itu mengira Thian tok tay ong yang keluar lembah tak
mungkin balik dalam waktu singkat, maka dengan memberanikan diri mereka bermain
judi disana. Siapa tahu secara diam diam telah muncul seseorang dibelakang tubuh mereka.
Dalam pada itu, silelaki kurus bermuka kuda itu sudah kalah banyak, dengan penuh
bernapsu dia mengeluarkan sekeping uang perak seberat lima tahil sambil berseru.
"Chiu lojin, locu akan mempertaruhkan semua uang itu yang kumiliki ini, kau
berani tidak?" Chiu lojin adalah pemenang, dia sudah hampir mengorek semua tabungan yang
dimiliki lelaki bermuka kuda itu, tentu saja dia enggan untuk menyerempet
bahaya, maka ujarnya: "Huan Tiang kang, aku lihat lebih baik kita sudahi sampai disini saja Kalau
ingin mendapatkan kembali modalmu, kita bertaruh lagi dikemudian hari, siapa
tahu kalau nasibmu waktu itu jauh lebih mujur?"
Huan Tiang kang atau si lelaki bermuka kuda itu segera menunjukkan wajah tak
senang hati. "Huuuh, sedari tadi aku sudah tahu kalau kau tidak akan memiliki keberanian
tersebut" Belum habis dia berkata, dari belakang tubuhnya telah terdengar suara orang
berbicara: "Kalau dia tak mau bertaruh, biar aku saja yang akan bertaruh denganmu!"
Dengan cepat Huan Tiang kang berpaling ke belakang, segera terlihatlah seorang
pemuda tampan yang sangat asing berdiri di situ.
Mungkin lantaran sudah terpengaruh oleh kekalahan yang menumpuk, tanpa bertanya
lagi siapa gerangan pemuda tersebut, dia lantas berseru dengan kegirangan:
"Siangkong, kau hendak bertaruh apa?"
"Mempertaruhkan segala sesuatu yang kalian miliki!"
Huan Tiang kang menjadi semakin gembira dia lantas mengeluarkan kembali lima
tahil peraknya sebagai modal.
Kiranya dia masih belum menangkap maksud lain dibalik perkataan dari lawannya
itu Berbeda dengan Chin loji, dia segera merasakan kalau gelagat tidak beres.
Sambil tertawa dingin segera tegurnya:
"Sobat, apa yang kau katakan tadi?"
"Aku bilang, aku hendak mempertaruhkan segala sesuatu yang kalian miliki,
sekarang tentunya sudah terdengar jelas bukan?"
Chin loji berkerut kening.
"Yang kumiliki sekarang hanya uang kontan, selain itu tidak kumiliki apapun
juga!" "Masih!" jawab Ong It sin, "nyawa anjingmu dan rekanmu itu!"
Chin loji dan Huan Tiang kang segera mundur sejauh tiga jengkal kebelakang,
kemudian sambil tertawa dingin serunya:
"Sobat, kalau itu mah tak nanti bisa kau menangkan!"
"Siapa bilang begitu?" bentak Ong It sin.
Belum selesai perkataan itu diucapkan, secepat sambaran kilat dia telah
melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Tatkala kedua orang itu melihat datangnya sambaran cakar yang memenuhi angkasa,
dengan perasaan tercekat mereka segera kabur kebelakang.
Jeritan ngeri yang menyayat hati segera berkumandang memecahkan keheningan, tahu
tahu tubuh mereka sudah tergeletak ditanah dalam keadaan tak bernyawa lagi.
Selesai membereskan kedua orang itu, Ong It sin baru berseru:
"Adik Soat, mari kita masuk kedalam!"
Dua sosok bayangan tubuh dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat langsung
menerjang masuk kedalam lembah.
Itulah sebuah lembah yang luas, dalam dan sangat lebar, aneka macam bunga dan
jamur yang tak terhitung jumlahnya memenuhi seluruh permukaan tanah...
Dikejauhan sana terdapat air terjun dan disepanjang jalan tampak selokan yang
membentang jauh keluar lembah situ.
Sebuah bangunan benteng yang amat tinggi dan besar berdiri dengan angkernya
dibalik kegelapan. Dengan langkah yang sangat berhati hati Ong It sin dan Bwe Leng soat bergerak
kedepan mendekati bangunan benteng itu, tak lama kemudian sampailah mereka
dibawah kaki benteng tersebut.
Dinding benteng itu tingginya mencapai tiga kaki, dengan suatu lompatan kilat
kedua orang itu segera naik keatas...
Dari situ maka tampaklah jelas semua pemandangan didalam bangunan kota tadi...
Ternyata bangunan rumah yang berada didalam benteng itu persis seperti bangunan
rumah ditempat lain hanya saja diantaranya banyak terdapat rumah kecil berbentuk
bulat bagian atasnya dengan empat penjuru penuh dengan pintu.
Suasana amat hening, sepi dan tak nampak seekor ular beracun pun yang
berkeliaran disana. Dari suhunya Ong It sin pernah mendapat tahu bahwa jenis ular yang terdapat di
dalam kota ular beracun ini mencapai hampir tiga ribu macam, diantaranya hanya
dua macam yang paling beracun yakni sejenis ular yang ekornya bisa berbunyi
serta sejenis lagi yang bagian kepalanya belang belang.
Kedua jenis ular beracun itu seringkali berdiam didalam tempat tempat lembab
ditengah hutan. Tapi kini mereka berada di kota ular beracun, berarti keadaannya pasti berbeda,
siapa tahu kalau ular ular beracun itu berdiam dalam rumah rumah kecil dekat
selokan tersebut" Ong It sin tak berani gegabah, dengan cepat dia mengambil sebutir batu dan
segera disentilkan ke muka.
Tatkala batu itu hampir menyentuh di atas atap rumah, mendadak dari balik
bangunan rumah tersebut berkumandang serentetan suara yang sangat aneh.
Dalam waktu singkat dari empat penjuru pintu pintu bangunan rumah itu
bermunculan beribu ribu buah kepala sambil mengeluarkan desisan suara yang
mengerikan sekali. Menyaksikan kesemuanya itu, Bwe Leng soat merasa bergidik sekali hatinya, dengan
cepat dia berbisik: "Engkoh Sin, betul betul menakutkan sekali kawanan ular beracun itu...
"Jangan takut, kita kan membawa belerang yang merupakan benda yang paling
disenangi kawanan ular, apalagi yang musti kau kuatirkan?"
"Maksudmu, kita akan melanjutkan perjalanan untuk memasuki kota ular beracun
ini?" "Tentu saja, kalau dugaanku tidak salah sarangnya Thian tok tay ong sudah pasti
berada ditengah kota, kemungkinan besar Bwe Yau terkurung disitu!"
"Aaah, mana mungkin" Coba kau lihat bangunan rumah ditempat ini kecil kecil mana
mungkin Thian tok tay ong bisa menempati bangunan seperti ini?"
"Tentu saja dia tak akan tinggal disini coba lihat kedepan sana!" ujar Ong It
sin sambil menuding kearah beberapa titik cahaya lampu ditengah kegelapan sana.
Ketika Bwe Leng soat memandang kedepan sana maka terlihatlah dibalik kegelapan
sana lamat lamat tampak bangunan yang megah sekali, dengan suara dalam ia lantas
berbisik. "Paling tidak masih ada dua li jauhnya"
"Hayo berangkat?"
Kedua orang itu segera berangkat menelusuri bangunan kecil itu menuju kedepan
sana. Tak lama kemudian sampailah kedua orang itu ditengah kota, ternyata disekeliling
bangunan rumah itupun terdapat sebuah sungai yang mengelilinginya.
Diatas bangunan kota, terlihat ada empat orang lelaki berbaju putih yang sedang
melakukan perondaan. Dengan suatu gerakan yang sangat cepat Ong It sin dan Bwe Leng soat menyusup
lebih ke depan, ternyata keempat orang itu tak sempat menemukan jejaknya, maklum
kepandaian silat yang dimiliki Ong It sin berdua memang sudah mencapai pada
puncaknya. Ong It sin dan Bwe Leng soat memang berilmu tinggi, meski begitu mereka tak
berani mengusik penjaga penjaga itu, maka dengan menelusuri kaki kota, mereka
menyusup menuju ke arah tempat kegelapan.
Setelah sampai disuatu tempat yang tak mungkin bisa dicapai oleh penglihatan
para penjaga itu, mereka baru memberi tanda dan melompat naik ke atas dinding
kota tersebut. Ternyata bangunan rumah yang berada di dalam kota itu sangat megah dan penuh
dengan bangunan keraton yang indah.
Dengan cepat Ong It sin melompat turun ke dalam kota disusul Bwe Leng soat
dibelakangnya, kemudian dengan sangat berhati hati mereka menyusup lebih ke
dalam lagi. Tak lama kemudian sampailah mereka didepan sebuah bangunan berloteng yang
sekeliling tempat itu penuh dengan aneka bunga mawar, diatas bangunan rumah tadi
terpancang sebuah papan nama yang bertuliskan Bi kui lo (loteng bunga mawar).
Sementara kedua orang itu masih mengamati keadaan disekitar tempat itu dengan
seksama, mendadak dari atas serambi muncul seorang kakek yang berperut besar.
Langkah kaki kakek itu berat, mantap dan cepat sekali, jelas merupakan seorang
jago tangguh dari kota ular beracun.
Buru buru kedua orang itu menyembunyikan diri dibalik bunga mawar yang lebat.
Dalam sekejap mata, kakek gemuk bermuka perak, beralis tipis, bermata kecil dan
bermulut lebar dengan bibir yang tebal itu telah tiba dibawah bangunan loteng.
Mendadak dari atas loteng bergema suara tertawa lengking yang penuh bernada
jalang, menyusul kemudian seseorang menegur.
"Si supek gemukkah disitu?"
Dari suaranya tadi, Ong It sin berdua segera mengetahui kalau orang itu tak lain
adalah si mawar beracun Hong Hian Kim yang sedang dicari cari.
Ong It sin segera berpikir.
"Tidak kusangka kalau kakek gemuk itu adalah seperguruannya Thian tok tay ong,
heran, kenapa belum pernah kudengar akan kejadian ini?"
Sementara itu, si kakek gemuk itu sudah tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh Hiang kim, sudah banyak tahun tak pernah bersua
muka, tak kusangka kau lebih licik daripada dulu, mengapa tidak kau bayangkan,
selama suhumu tidak berada dirumah selain lohu siapa lagi yang berani mendatangi
ruang tidurmu ditengah malam buta begini?"
Rupanya si kerbau tua ini bermaksud datang kesitu untuk melalap daun!
Daun jendela diatas loteng itu segera terbuka, lalu muncullah tubuh si bunga
mawar beracun. Sambil tertawa cabul sahutnya:
"Aaah, belum tentu begitu siapa tahu kalau diatas lotengku sekarang sudah ada si
pipi putih yang berada didalam pelukanku."
Sambil berkata dia lantas mengayunkan kesepuluh jari tangannya.
Mula mula kakek gemuk itu agak tertegun menyusul kemudian ia segera tertawa
tergelak. "Hiang kim manis, woow... tampaknya makin hari kau bertambah menawan hati..."
Tanpa banyak membuang waktu, dia segera menerobos masuk lewat samping dayang
yang menjaga pintu dan langsung menuju ke atas loteng.
Menyusul kemudian, bayangan tubuh dari si bunga mawar beracun Hong Hiang kim
juga turut lenyap dibalik jendela.
Inilah suatu kesempatan yang sangat baik untuk membekuk si bunga mawar beracun
dan memaksanya untuk menunjukkan tempat Bwe Yau disekap.
Ong It sin merasa girang sekali, dia lantas bangkit berdiri dan siap menyerbu ke
dalam. "Tunggu sebentar!" tiba tiba Bwe Leng soat mencegahnya.
Ong It sin menjadi tertegun, tapi sebelum mengucapkan sesuatu, Bwe Leng soat
telah menekan bahunya sambil berbisik lagi:
"Cepat berjongkok, ada orang datang!"
Sekali lagi Ong It sin berjongkok sambil menengok kedepan, benar juga dari arah
depan sana telah muncul dua orang kakek berjubah putih.
Yang seorang bertubuh kekar sedangkan yang lain bertubuh kurus dan kecil.
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Waktu itu terdengar si kakek kekar itu sedang berkata:
"Loji, benarkah kau melihat Pek tau ang (kakek berkepala putih) Liok Siong leng
si setan tua itu juga kemari?"
"Memangnya aku membohongi dirimu?" jawab si kakek kurus itu.
Dari balik mata kakek bertubuh kekar itu segera memancarkan sinar cemburu yang
sangat tebal kemudian gumamnya:
"Aku tidak percaya, sore ini Hiang kim telah berjanji dengan kita berdua, mana
mungkin dia mengadakan janji lagi dengan si setan tua itu...?"
"Aku berpendapat begitu... sudah pasti si setan itu mengandalkan kedudukannya
datang kemari sebagai tamu yang tak diundang..."
"Lantas bagaimana dengan kita?"
"Menurut pendapatmu, lotoa?"
"Kita berlagak saja seperti tak tahu, kita langsung naik loteng, sekalipun ribut
apa pula yang bisa dilakukan Thian ong terhadap kita berdua?"
Kedua orang ini mempunyai sesuatu yang bisa dianggap sebagai pegangan, dari sini
bisa dilihat kalau dia bukan manusia sembarangan.
"Bagus!" seru kakek ceking itu, "aku sangat setuju!"
Seusai berkata merekapun langsung menyerbu keatas loteng.
Setelah kedua orang itupun lenyap dibalik tangga, Bwe Leng soat yang bersembunyi
dibalik bunga baru berbisik:
"Engkoh Sin, bagaimana kita sekarang?"
"Tentu saja naik keloteng untuk membekuk mereka!"
"Baik, kalau begitu mari, kita lakukan sekarang juga!"
Kedua orang itu segera melompat keluar dari tempat persembunyiannya dan melayang
naik keatas loteng. Tak lama kemudian, sampailah mereka di depan kamar tidurnya sibunga mawar
beracun Ketika itu dari dalam ruangan tadi berkumandang suara tertawa jalang serta
pembicaraan dari beberapa orang lelaki.
Terdengarlah salah seorang diantaranya sedang berkata:
"Kau si tua bangka celaka, makin tua makin menjadi rupanya, maknya, sekarang
masih menjadi katak buduk merindukan bulan... masa sebagai supek berani
menggerogoti daun muda! Huuh apakah kau tidak malu kalau sampai ditertawakan
orang?" Menyusul kemudian terdengar si kakek kepala putih Liok Siong ling menyahut
dengan nada tak senang hati.
"Cinta tak pernah membedakan tua atau muda, lagi pula apa hubungannya moayhumu
dengan dirinya" Tahu tidak?"
"Tentu saja hubungan guru dan murid!" jawab si kakek ceking.
"Kalau memang begitu, bukankah ucapanmu barusan ibaratnya kentut... hmm! Apalagi
kalau dihitung soal tingkatan, kau Cho Kit dan Cho Siong masih terhitung Ciu tay
ya nya!" Dengan nada tak senang hati, dua bersaudara Kho berseru lagi:
Terlepas dari persoalan itu, kami datang karena diundang oleh nona Hiang kim,
sedang kau si setan tua, datang kemari atas dasar apa?"
Si kakek kepala putih Liok Siong leng segera tertawa dingin tiada hentinya.
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... dari mana kau bisa tahu kalau aku bukan datang
karena untuk memenuhi janji?"
Cho Kit dan Cho Siong menjadi agak tertegun, beberapa saat kemudian dia baru
berkata: "Aku tidak percaya kalau nona Hiong kim bisa tertarik dengan tampangmu itu!"
"Tidak percaya?" seru si kakek kepala putih sambil membenahi rambutnya yang
beruban, "kenapa tidak kalian tanyakan secara langsung kepada tuan rumah?"
Tanpa terasa Cho Kit dan Cho Siong segera berpaling ke arah si bunga mawar
beracun dengan nada bertanya.
Si Bunga mawar beracun segera maju ke muka sambil tertawa terkekeh kekeh,
katanya: "Sudahlah, kalian tak usah cemburu, mari kalian sama sama menjadi tamu
kehormatanku, terhadap kalian bertiga aku tak ada yang menolak, siapa yang
enggan main bersama yaa sudahlah, pokoknya besok aku sudah pulang kekota Si ciu"
Setelah mendengar perkataan itu, dua bersaudara Cho segera terbungkam dalam
seribu bahasa, sebaliknya si kakek kepala putih segera membantah serunya:
"Mestikaku, kau mana boleh berbuat demikian?"
"Kenapa tidak boleh" Dalam kehidupan masyarakat banyak terdapat lelaki yang
disebelah kiri merangkul istri disebelah kanan merangkul gundik, mengapa aku tak
boleh di kiri memeluk suami dikanan merangkul gendak?"
Betul betul suatu ucapan yang mengejutkan! Ong It sin mengira, ketiga orang itu
pasti akan keberatan. Siapa tahu, sama sekali diluar dugaan, ternyata ketiga orang itu membungkam
dalam seribu bahasa, itu berarti keputusan telah diambil...
Sebenarnya Ong It sin akan segera menyerbu kedalam, tapi Bwe Leng soat segera
berkata. (((halaman.49-52 hilang)))
... sandiwara hidup yang sedang berlangsung dalam kamar menjadi terperanjat sekali
setelah menyaksikan kejadian itu.
Terutama sekali Cho Kit, saking gugupnya dia segera melompat ke tengah udara
siap menyongsong datangnya ancaman dan musuh tangguh.
Siapa tahu tubuhnya itu justru menubruk diatas jendela kayu yang ada didalam
ruangan. Seharusnya, dengan kepandaian silat yang dimilikinya itu, jangankan baru jendela
kayu, sekalipun ada jendela besi juga tak akan dapat melukainya.
Tapi entah mengapa, ketika Ciu tay ya dari kota ular beracun ini menumbuk diatas
jendela, seperti kayu lapuk saja, begitu membentur dia lantas roboh dan binasa.
Mungkin kena angin duduk"
Si kakek kepala putih Liok Siong leng juga merasa terperanjat sekali, karena
dalam keadaan bugil, buru buru dia menyambar celananya dan melarikan diri
terbirit birit. Ong It sin tidak menghalangi kepergiannya.
Cho Siong juga segera manfaatkan kesempatan itu turut kabur dari tempat itu.
Tapi dalam gugupnya dia telah salah mengambil celananya si bunga mawar beracun.
Untung saja badannya memang ceking, meski agak dipaksakan toh celana itu
terpakai juga. Bayangkan saja bagaimana jadinya bila ada seorang lelaki yang kabur sambil
mengenakan celana perempuan.
Bwe Leng soat dan Ong It sin tak dapat menahan rasa gelinya lagi, mereka segera
tertawa terbahak bahak. Dari kejauhan sana terdengar suara Cho Siong sedang berteriak dengan penuh
kegusaran: "Bocah keparat, jangan merasa bangga dulu, sebentar Ciu tay yamu pasti akan
membuat kalian berkaok kaok!"
Dengan demikian, didalam ruangan itu tinggal si bunga mawar beracun Hong Hiang
kim seorang yang belum kabur, dengan tubuh telanjang ujarnya kemudian kepada Ong
It sin. "Aku kira siapa, ternyata Ong sauhiap dan Bwe Lihiap..."
Dia seperti hendak berbicara lagi, tapi Bwe Leng soat segera menukas dengan
ketus. "Hong tongcu, lebih baik kenakan dulu pakaianmu aku hendak berbicara dengan kau"
"Seluruh bagian tubuhku sudah kalian lihat, memakai baju atau tidak toh tak ada
bedanya lagi?" "Tidak bisa!" bentak Bwe Leng soat sambil menarik muka, "jika kau tidak
mengenakan pakaianmu, terpaksa aku akan bertindak kasar!"
Rupanya si bunga mawar beracun Hong Hiang kim cukup mengetahui akan kelihayan
lawannya, dari lemari pakaian dia lantas mengambil sebuah pakaian tidur dan
dikenakannya. Walaupun dia telah mengenakan pakaian tidurnya, didalam kenyataan tak jauh
berbeda dengan tidak mengenakan pakaian.
Ternyata baju itu tipis sekali sehingga hampir semua bagian tubuhnya dapat
terlihat dengan jelas. Dengan nada tak senang hati Bwe Leng soat berseru kembali:
"Siapa suruh kau mengenakan baju setipis itu" Hayo cepat ganti yang lain!"
"Ganti yaa ganti!"
Bunga mawar beracun Hong Hiang kim kembali membuka lemari pakaiannya dan
mengambil sebuah yang berwarna merah.
Tapi berhubung bahan pakaiannya sama maka keadaannya sama sekali tidak berbeda
jauh. Dengan kening berkerut Bwe Leng soat seperti hendak membentak lagi, tapi Ong It
sin segera menyela: "Sudahlah, yang penting kita harus selesaikan dulu masalah utamanya!"
Bwe Leng soat segera mengerling sekejap kearahnya, kemudian berseru:
"Kenapa tidak kau katakan sejak tadi" Coba kalau dia masih bugil, kau kan bisa
lebih puas menikmati keindahan tubuhnya" Aaai... kalian orang lelaki memang tak
seorangpun yang baik!"
Ong It sin hanya bisa mengangkat bahu tanpa berbicara.
Bwe Leng soat segera berpaling ke arah Hong Hiang kim sambil bertanya.
"Adik Yau telah kau sekap dimana?"
oooOdwOooo "Adik Yau apa" Aku tidak tahu!" sahut si Bunga mawar beracun Hong Hiang kim
sambil gelengkan kepalanya berulang kali.
"Sudahlah, tak usah berlagak pilon, kau kira kami tidak mengetahui keadaan yang
sebenarnya" Kalau kau mengira begitu, maka kau telah melakukan suatu kesalahan
yang amat besar!" Walaupun dalam hati kecilnya si bunga mawar beracun merasa terkejut sekali,
namun paras mukanya sama sekali tidak berubah, katanya:
"Keadaan sebenarnya yang mana" Kenapa Ong sauhiap tidak menerangkannya
kepadaku?" "Orang yang kami katakan tadi she Bwe bernama Yau, dia adalah murid Seng hong
tianglo atau adik seperguruan Lau Hong setelah ditangkap oleh pihak Ki thian
kau, kau bersama Gi hay jin yau diperintahkan pula untuk mengangkutnya ke kota
ular beracun dengan kereta sebagai hadiah buat gurumu Thian tok tay ong agar
bergabung dengan kalian, ucapku ini tentunya tidak salah bukan?"
Si bunga mawar beracun ingin menyangkal, serunya:
"Kau bilang Gi hay jin yau ong Toan Cing hun melakukan perjalanan bersamaku,
sekarang dimana orangnya?"
Ong It sin segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.
"Haahh... haahh... haahh... Hong tongcu, kau benar benar seorang pelupa,
bukankah kita perah bersua di luar kota Lam leng" Masa kau hendak
mengingkarinya...?" Setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya.
"Sedangkan Gi hay jin yau Toan Cing hun, karena dia berani menyebarkan obat
perangsang kepada kami, maka sengaja kukirim dia pulang ke langit barat!"
"Sekalipun hal itu merupakan suatu kenyataan! Tapi, bukankah Bwe Yau sudah
kalian tolong" Sekarang, kau minta kepadaku lagi, apakah cengli?"
Menyaksikan perempuan cabul itu menyangkal terus menerus, Bwe Leng soat naik
darah. Dengan wajah sedingin es, dia berseru:
"Hong tongcu, kau tak bisa mengingkar lagi, terus terang kuberitahukan satu hal
kepadamu, bukankah kau bersama Su coa long kun dengan memperalat Hek jiu gi ya
pemilik rumah makan Tay hong telah menculik Bwe Yau?"
"Apa buktinya?"
"Buktinya" Banyak sekali, ketika kau bersama Su coa longkun kabar keluar kota
bukankah perjalanan kalian telah dihadang oleh seorang nenek dan seorang
kakek..." Mendengar ucapan itu, si Bunga mawar beracun makin terperanjat, pikirnya:
"Heran, mengapa mereka bisa mengetahui akan hal ini?"
Tanpa terasa dia lantas bertanya:
"Apakah sepasang suami istri tua itu telah menemukan nona Bwe Yau?"
"Tentu saja menemukannya, malah mereka telah bertarung melawan Su coa longkun"
"Bagaimana hasilnya?"
Dengan gemas Bwe Leng soat berseru:
"Su coa longkun telah mempergunakan peluru kabut untuk melarikan diri, sedang
kau pun membawa Bwe Yau kabur ke kota ular beracun"
"Darimana kalian bisa tahu akan peristiwa ini dengan begini jelasnya...?"
Sambil mengangkat bahu Bwe Leng soat tertawa dingin tiada hentinya.
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... jangan dianggap kalian punya akal licik lantas
semuanya bisa dikelabuhi, kami pun sama juga mempunyai akal untuk
mengetahuinya... terus terang saja, sepasang suami istri tua itu adalah
penyaruanku bersama It sin"
Seketika itu juga si Bunga mawar beracun menjadi terperanjat sekali sehingga
paras mukanya berubah menjadi pucat pias seperti mayat.
Tapi satu ingatan dengan cepat melintas pula didalam benaknya, dia lantas
bertanya: "Kalau begitu pemuda suku Cawa yang berhasil membunuh Kim coa longkun Pit Lei
beng dan Thi coa longkun Ong Eng serta menawan Gin coa longkun Ouyang Si dan Hui
coa longkun Wan Hiong adalah hasil karya dari kalian pula."
"Betul, memang hasil karya kami!"
"Hmm, begitukah perbuatan dari seorang pendekar" Menggunakan kesempatan dikala
suhu kami pergi kedusun bawah bukit kalian menyelundup masuk kekota ular berbisa
untuk menolong orang, perhitunganmu betul betul bagus sekali... tapi pernahkah
kau bayangkan sekalipun Bwe Yau sudah kalian tolong, tapi berpuluh ribu suku
Cawa akan mati disuhuku?"
Siapa tahu belum habis dia berkata Ong It sin telah tertawa terbahak bahak.
"Itu yang dinamakan anjing membawa tongkat, betul betul tak tahu malu"
"Apa maksudmu?"
"Kau anggap suhumu pasti berhasil dengan usahanya" Terus terang kukatakan
kepadamu semua penduduk suku Cawa telah pindah dari dusunnya kepergian suhumu
tak lebih hanya menubruk tempat kosong, siapa tahu mereka akan pulang dengan
wajah penuh hangus?"
Sampai disitu, sibunga mawar beracun tak bisa berbicara lagi, dia tahu kedua
orang itu amat cerdik, bila dia berlagak pilon lagi maka yang rugi adalah dia
sendiri. Maka ujarnya kemudian: "Kalau begitu, aku harus menyerahkan nona Bwe Yau kepada kalian?"
"Tentu saja!" "Bila nona Bwe Yau kuserahkan kepada kalian, apakah kalian akan membunuhku?"
"Asal kau tidak bermain busuk, tentu saja akupun tak akan membunuh dirimu"
"Kalau begitu, ikutilah aku!"
Selesai berkata, dia lantas melayang turun dari loteng bunga mawar.
"Orangnya disekap dimana?" tanya Bwe Leng soat kemudian.
"Dalam ruang batu Sian ki!"
"Berapa jauh jaraknya dari sini?"
"Selewatnya tiga buah bangunan istana kita akan sampai ditempat tujuan"
Tanpa banyak berbicara dia lantas menelusuri beranda dan menuju kedepan.
Tiba tiba ditemuinya para jago lihay dari kota ular beracun telah berkumpul
semua disitu dengan senjata terhunus.
Si kakek kepala putih Liok Siong leng dan Cho Siong berada pula diantara
kerumunan orang orang itu. Bahkan diantaranya terdapat pula seorang kakek
berjenggot hitam. Tiba tiba terdengar kakek berkepala putih Liok Siong leng berseru dengan
lantang: "Hei sobat muda, cepat serahkan Hong Hiang kim kepada kami!"
"Huuh, apa yang kau andalkan?" jengek Ong It sin.
"Kau tahu siapakah aku?" seru kakek kepala putih sambil tertawa dingin,
"Heeehh... heeehh... heeehh... terus terang kuberitahukan kepadamu, pada dua
puluh tahun berselang aku sudah termashur di wilayah barat daya, tak sedikit
jago persilatan yang mati keracunan ditanganku, sobat muda, apakah kau juga
ingin mampus?" Ong It sin sama sekali tidak jeri ejeknya:
"Kalau memang kau gagah perkasa, mengapa sewaktu berada di loteng bunga mawar
tadi kau melarikan diri terbirit birit" Juga Ciu tay ya Cho Siong..."
Dua orang kakek itu kontan saja merasa jengah setengah mati sampai pipinya turut
berubah menjadi merah padam.
Dari malu si kakek kepala putih menjadi naik darah, dia membentak keras dan
segera tampil ke depan, serunya:
"Sobat muda, kau kira lohu takut kepadamu" Justru karena kau telah membunuh Cho
Kit, dan agar supaya kalian tak sampai kabur, maka sengaja kukumpulkan semua
jago lihay untuk mengepungmu, kalau tahu gelagat, hayo cepat cepat menyerahkan
diri. O0o0o0dwo0o0o0 Jilid 28 "HMM, kalau didengar dari perkataanmu sih sepertinya punya keyakinan besar
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengapa kau tidak segera main?"
Si kakek kepala putih Liok Siong Leng mendengus dingin.
"Hmm... kalau toh kau berkata demikian lohu sudah sepantasnya kalau memenuhi
keinginanmu secepatnya, kalau begitu tinggalkan saja temanmu itu sebagai teman
tidurku malam nanti"
Baru selesai dia berkata, mendadak bayangan manusia berkelebat lewat kemudian...
"Ploook!" sebuah tempelengan keras telah bersarang diatas wajahnya.
Menyusul kemudian, terdengar seorang berkata dengan suara yang amat nyaring.
"Tua bangka celaka, kau berani bicara sembarangan?"
Sebagai kakek seperguruannya Thian tok ong, sebenarnya si kakek kepala putih
Liok Siong leng adalah seorang jago lihay yang berilmu silat sangat tinggi.
Tapi sekarang dia harus dipecundangi oleh seorang gadis muda dihadapan orang
banyak, hatinya menjadi sangat tidak puas, teriaknya dengan penuh kegusaran:
"Bocah perempuan, lohu kalau gagal menangkapmu, sia sia saja aku hidup setua
ini" "Huuh... tak usah berlagak sok, belum tentu kau bisa hidup selewatnya malam
ini!" Si kakek kepala putih tertawa seram.
"Kalau ingin merenggut nyawa lohu jangan disini, lebih baik berganti tempat
saja" "Dimana?" Bwe Leng soat tak mengerti maksud lawannya sehingga tanpa terasa dia
bertanya. "Diatas ranjang dalam kamar sana!"
Bwe Leng soat menjadi naik darah, makinya:
"Tua bangka keparat, rupanya kau ingin mencari mampus!"
Sembari berseru, serentetan cahaya tajam menyambar lewat, tahu tahu pedang itu
sudah dimasukkan kembali kedalam sarungnya.
Tapi si kakek kepala putih masih berdiri tak berkutik ditempat tersebut... ia
tidak berbicara juga tidak bergerak.
Ciu tay ya Cho Siong menjadi keheranan serunya:
"Apa yang telah terjadi" Masa saudara Liok bisa takut terhadap bocah perempuan
itu?" Sementara dia masih keheranan, si kakek berjenggot hitam yang berada di sisinya
telah berkata. "Masa kau tak dapat melihat kalau si kakek kepala putih sudah menemui ajalnya?"
"Aaah, mana mungkin?" seru Cho Siong tidak percaya, "dengan kepandaian silat
yang dimiliki saudara Liok, masa dia akan tewas ditangan seorang bocah
perempuan?" "Bila kau tidak percaya, mengapa tidak maju ke depan dan memeriksanya sendiri?"
Cho Siong segera maju dan mendorong tubuhnya sambil berseru:
"Saudara Liok, ayoh bergeraklah!"
Tubuh si kakek kepala putih memang bergerak, tapi bergeraknya ke belakang lantas
roboh terkapar ke atas tanah.
Peristiwa ini dengan cepat membuat puluhan orang lelaki berbaju putih dari kota
ular beracun menjadi ketakutan setengah mati.
Cho Siong paling terkesiap, dia maju dan memeriksa tubuh rekannya dengan seksama
ternyata diatas tubuhnya sama sekali tidak ditemukan luka apapun.
Pada saat itulah, si kakek berjenggot hitam tampil kedepan sambil ujarnya:
"Nona, ilmu pedangmu benar benar luar biasa sekali, apakah kau adalah muridnya
si rahib bajingan dari Koan tiau khek di Lam hay?"
Mendengar suhunya dihina, dengan gusar Bwe Leng soat segera membentak keras:
"Siapakah kau?"
Kakek berjenggot hitam itu tertawa seram.
"Kau bertanya lohu" Heeehhh... heeehhh... heeehhh... orang menyebutku sebagai
Put si sin mo (iblis sakti yang tak pernah mati), sudah pernah mendengar nama
ini?" Begitu mendengar julukan itu, Bwe Leng soat maupun Ong It sin menjadi amat
terperanjat, serunya tanpa sadar:
"Rupanya kau adalah Phoa Cun lam, Tocu dari pulau Sin mo to di laut timur!"
"Benar!" "Apakah cianpwe hendak membantu pihak kota ular beracun?"
"Tentu saja. Selama tuan rumah tidak berada disini, sudah barang tentu aku tak
akan membiarkan kalian berbuat onar disini!"
"Lantas mau apa kau?" seru Bwe Leng soat dengan kening berkerut.
"Aku hendak membekuk dirimu lebih dulu"
Bwe Leng soat tak berani gegabah, dia segera meloloskan pedang mestikanya sambil
berjaga jaga. "Apalagi yang hendak kau nantikan?" tantang sang nona.
Sebelum iblis tua itu menjawab, Ong It sin telah melompat ke depan sambil
berseru: "Adik Soat, konon si iblis sakti yang katanya tak pernah mati ini sudah berhasil
meyakini ilmu Tay im tay kiu jiu yang hebat, biar aku saja yang meminta petunjuk
darinya" Sementara Bwe Leng soat masih merasa sangsi, Put si sin mo telah berkata dengan
jumawa: "Bocah keparat, jika kau ingin maju lebih dulupun boleh saja, cuma kuatirnya
kalau kau tak sanggup menahan tiga gebrakanku saja!"
Dari ucapan tersebut, dapat diketahui bahwa dia memandang remeh pada lawannya
ini. Bunga mawar beracun Hong Hiang kim segera berteriak keras:
"Phoa toocu..."
"Hiantit li, kau tak usah banyak berbicara lagi" tukas Put si sin mo dengan
cepat, "bila dalam tiga gebrakan aku tak bisa meraih kemenanganku, lohu segera
akan angkat kaki dari sini"
Sebetulnya si bunga mawar beracun Hong Hiong kim hendak memberi tahu kepadanya
kalau Ong It sin adalah ahli waris dari Leng mong sinceng yang berdiam di kuil
Sian gwan si, tenaga dalamnya jauh diatas Bwe Leng soat dan menyuruhnya berhati
hati. Tapi sekarang, setelah mendengar perkataan itu, si bunga mawar beracun pun tak
bisa berbicara apa apa lagi.
Sementara itu pertarungan telah berkobar dengan sengitnya, pukulan pukulan Tay
im tay kiu jiu yang dilancarkan oleh Put si sin mo memang hebatnya bukan
kepalang, sayang yang dihadapi adalah Ong It sin, sebagaimanapun dahsyatnya
serangan yang dilepaskan, semuanya kena dipunahkan secara mudah.
Lambat lambat Put si sin mo menjerit terperanjat sekali terutama setelah semua
pukulannya seakan akan batu yang tenggelam ditengah samudra, ini semua
membuatnya mulai berpikir:
"Tenaga pukulan yang dilancarkan bocah keparat ini ibaratnya segulung hembusan
angin lembut, kenapa persis seperti pukulan Tay khek sinkang dari aliran kuil
Sian gwan si?" Perlu diketahui ilmu pukulan tersebut merupakan ilmu silat yang tinggi dalam
aliran agama Buddha, dan justru merupakan tandingan dari ilmu Tay im kiu jiu
tersebut. Tanpa terasa Put si sin mo kembali berpikir:
"Tapi... masa didunia ini terdapat kejadian yang begini kebetulannya...?"
Berpikir sampai disitu, secara beruntun dia melancarkan kembali dua buah pukulan
berantai. Didalam melancarkan serangannya kali ini, dia telah mempergunakan tenaga dalam
sebesar sembilan bagian, seketika itu juga seluruh langit penuh diliputi oleh
angin puyuh yang menderu deru.
"Suatu serangan yang sangat bagus!"
Dengan mengerahkan ilmu Tay khek sin kang miliknya, dia segera sambut datangnya
ancaman itu. Ketika angin pukulan itu dilancarkan, Put si sin mo masih belum merasakan apa
apa, menanti tenaga dari kedua belah pihak sudah saling menyentuh, dia baru
merasakan datangnya segulung angin pukulan yang maha dahsyat menerjang dadanya.
Tak terlukiskan rasa kaget yang mencekam perasaannya waktu itu, untung saja
tenaga dalamnya sudah mencapai tingkatan menarik dan mengerahkan menurut
kehendak hatinya. Tatkala dia merasakan keadaannya tidak beres, buru buru tenaga dalamnya
diperlipat gandakan menjadi dua bagian lagi.
Tapi daya serangannya makin lama semakin besar, sebaliknya tenaga pantulannya
makin lama semakin kuat pula.
Put si sin mo menjadi amat terperanjat, tanpa sadar dia mundur dua langkah.
Sekalipun demikian, hawa darah didalam dadanya telah bergolak sangat keras,
cepat dia menarik napas dan berusaha keras untuk menekan kembali golakan darah
di tubuhnya itu. Akibatnya dia merasa kehilangan muka, mencorong sinar buas dari balik matanya
dengan sorot mata yang menyeramkan dan menggertak gigi menahan diri, teriaknya:
"Bocah busuk, rupanya kau adalah muridnya Leng mong si keledai gundul itu...
beritahu kepadaku, siapa namamu?"
"Boanpwe bernama Ong It sin, berkat petunjuk dari cianpwe, aku benar benar
merasa beruntung sekali..."
Put si sin mo mengebaskan jenggot hitamnya dan tertawa dingin, katanya lagi:
"Bocah keparat, kau tak usah berlagak sok, lohu bukan seorang manusia yang bisa
dipermainkan dengan begitu saja, cepat loloskan senjata tajammu!"
"Apakah cianpwe ingin memberi petunjuk ku lewat ujung senjata tajam?" tegur Ong
It sin dengan kening berkerut.
Adapun dia berkata demikian, tujuan yang sesungguhnya tak lain adalah memberi
peringatan kepada lawannya bahwa perbuatan yang hendak dilakukannya ini tak lain
sama halnya dengan menjilat ludah sendiri
Kontan saja Put si sin mo menjadi naik darah, sambil tertawa seram serunya:
"Bocah keparat, bagus betul daya ingatanmu!"
"Demi kehidupanku, sekalipun daya ingatanku lebih jelekpun, kata kata penting
seperti ini tak bisa kulupakan dengan begitu saja"
"Hmm...! Kau mengira dalam satu gebrakan saja kau sudah bisa meloloskan diri
dari cengkeraman lohu?" seru Put si sin mo sambil menarik muka.
Ong It sin segera tersenyum.
"Jika jurus serangannya makin berkurang tentu saja kesempatannya semakin banyak"
"Bocah keparat, terlalu awal bila kau berpendapat demikian! Dikolong langit
dewasa ini boleh dibilang jarang sekali ada orang yang bisa meloloskan diri dari
Thian hui tee miat (langit hancur bumi musnah) ku ini."
"Boanpwe tidak berpendapat demikian, hanya kurasakan seganas ganasnya sebuah
jurus serangan, sudah pasti terdapat jurus tandingan atau jurus pemecahan
lainnya." Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan:
"Oleh sebab itu, satu jurus serangan dari cianpwe terasa terlampau sedikit"
"Bocah keparat, kau berani memandang rendah diriku!" seru Put si sin mo dengan
perasaan bergetar keras. "Tidak!" Dari pinggangnya put si sin mo segera meloloskan sebilah golok pembacok bukit
lalu berseru: "Bocah keparat, perhatikan baik baik!"
Begitu senjatanya diloloskan, maka terasa ada segulung hawa pembunuh yang sangat
tajam segera menerjang ke depan.
Sementara itu, Ong It sin juga telah menghunus pedangnya sambil bersiap sedia.
Saat ini, semangatnya boleh dibilang berkobar kobar, begitu melihat datangnya
hawa pembunuh, ia malah mundur selangkah ke belakang.
Hawa pedang yang tebal dan dahsyat dengan cepatnya menahan hawa serangan lawan.
Ketika Put si sin mo menyaksikan serangan yang dilancarkan belum lagi mencapai
tengah jalan namun sudah terbendung musuh dalam hati kecilnya dia lantas
berpikir: "Bila bocah ini disingkirkan, dikemudian hari pasti akan merupakan bibit
bencana..." Tanpa terasa hawa pembunuhan segera menyelimuti kembali seluruh wajahnya.
Mendadak badannya berputar, golok pembacok bukitnya diputar menjadi delapan
belas arah, bacokan demi bacokan dilancarkan dengan kecepatan bagaikan sambaran
kilat. Seketika itu juga seluruh udara seperti diliputi oleh sayatan pisau yang terasa
sakit di badan. Sekalipun hanya terdiri dari satu jurus belaka, namun kekuatannya begitu dahsyat
sehingga sukar untuk dilukiskan dengan kata kata.
Tapi, pada saat yang bersamaan juga, Ong It sin telah melancarkan pula sebuah
serangan. Didalam serangannya itu, hanya ujung pedangnya saja yang bergetar, tidak nampak
dimanakah letak kehebatannya.
Sekalipun demikian, jurus Thian hui tee miat yang diandalkan oleh Put si sin mo
itu ternyata gagal total sama sekali tidak menghasilkan apa apa.
Terutama sekali yang membuat hatinya makin terkesiap adalah jurus pedang yang
dipergunakan lawannya, ternyata tak lain adalah jurus Hoat lun siang coan (roda
hukum selalu berputar) suatu jurus serangan yang pernah digunakan pula oleh Leng
mong Sin ceng untuk menghadapi dirinya...
Ketika dilangsungkannya pertarungan dengan sinceng dipuncak bukit Thian san
tempo hari, si hwesio tua itupun tak pernah menunjukkan sikap santai seperti apa
yang ditunjukkan pemuda ini maka tak tahan dia lantas bertanya:
"Bocah muda, apa nama jurus seranganmu itu?"
"Jurus itu bernama Wi cing wi it (segenap inti kekuatan hanya satu)...!"
Paras muka Put si sin mo Phoa Cun Lam berubah hebat, dia segera menarik kembali
golok pembacok bukitnya dan kabur meninggalkan tempat itu.
Cho Siong ingin menahannya, tapi tak sempat lagi.
Kini, dari sekian banyak jago yang berada dalam kota ular beracun, yang mati
telah mati, yang pergi telah pergi, siapa lagi yang berani mencari gara gara
dengan menghalangi kedua jagoan tersebut.
Sibunga mawar beracun menghela napas dihati, lalu berkata:
"Mari kita pergi!"
Tampaknya diapun merasa putus asa.
Tak selang berapa saat kemudian, sampailah mereka didepan sebuah bangunan gedung
bertingkat. "Disinilah tempat tinggal guruku" demikian ia menerangkan, "ruang batu sian ki
sik si berada dibawah kamar tidur itu"
"Kuperingatkan kepadamu, lebih baik jangan berniat jahat" kata Bwe Leng soat
dengan suara dalam, "mulai saat ini diujung pedang nonamu tak mengenal ampun"
Mendengar perkataan itu, tercekat perasaan si bunga mawar beracun.
Tapi dia segera mengangkat bahunya sambil berkata:
"Akupun berharap kau jangan terlalu bertindak seenaknya, sebab bila aku mati,
tak akan ada manusia lagi yang bisa mengajak kau memasuki ruangan Sian ki sik
si" Kalau dipikir kembali, ucapan ini memang tak salah, Ong It sin kuatir, kedua
orang itu semakin ribut maka buru buru katanya:
"Tak usah dikatakan lebih jauh, Hong tongcu, adik Soat, kita tak usah membuang
waktu lagi" "Ehmm... pandai betul kau merayu orang" seru sibunga mawar beracun Hong Hiang
kim sambil mengerlingkan biji matanya.
Sebetulnya Ong It sin ingin membantah tapi bunga mawar beracun telah menempelkan
jari tangannya diatas bibir menunjukkan tanda jangan berisik, kemudian katanya:
"Ikutilah aku!"
Dengan langkah lebar dia berjalan masuk melalui pintu gerbang istana, sementara
Ong It sin dan Bwe Leng soat mengikuti dibelakangnya dengan ketat.
Ternyata dua orang pengawal yang berjaga di depan pintu istana sama sekali tidak
berniat untuk menghalanginya.
Tentu saja hal ini dikarenakan kedudukan si bunga mawar beracun yang istimewa.
Ketiga orang itu berjalan melewati beberapa buah ruangan, kemudian tibalah
mereka didalam sebuah ruangan yang besar sekali.
Ruangan kamar itu mempunyai dekorasi yang serba megah dan mewah, semua peralatan
serba mewah dan indah. Menyaksikan hal itu, Ong It sin lantas berpikir:
"Penghidupan Thian to tay ong sungguh berlebihan dan berfoya foya tak tahu diri,
entah berapa banyak perempuan dan gadis yang sudah dinodainya, hanya
mengandalkan hal ini saja, dapat diketahui kalau sarang ini tak bisa dibiarkan
berlangsung terus" Berpikir demikian, dia lantas mengambil keputusan untuk memusnahkan kota ular
dari muka bumi. Sedangkan soal nyawa si bunga mawar beracun, hal ini tergantung pada kesungguhan
hatinya untuk diajak bekerja sama.
Pada saat itulah muncul seorang perempuan yang berdandan genit ditempat itu,
segera tegurnya: "Nona, apakah kau tidak tahu kalau si tua telah memimpin sekawanan jago turun
gunung?" "Soal ini aku sudah tahu... ketika suhu hendak pergi, beliau menyuruh aku untuk
membantunya membujuk nona Bwe Yau, apakah sekarang ia telah bersedia menikah
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan suhu dia orang tua?"
"Perempuan itu betul betul keras kepala, bukan saja tak mau menuruti bujukan
kami, malah ia berpuasa total, nona, apakah kau mempunyai akal untuk membujuknya
agar menurut?" Bunga mawar beracun segera melemparkan sebuah kerlingan kearahnya, kemudian
menjawab: "Aku sendiripun tidak begitu yakin, cuma, sobat ini justru pandai membujuk,
siapa tahu kalau dia bisa berhasil membujuknya sehingga bermanfaat" Biarkan dia
masuk ke ruang sian ki sik si untuk bertemu dengannya...!"
Perempuan genit itu segera berkata kepada Bwe Leng soat sambil tertawa:
"Kalau begitu merepotkan nona untuk membujuknya, bila Thian Ong telah pulang
nanti, kami akan sekalian berterima kasih kepadamu!"
Seraya berkata, sinar matanya berkelebatan kian kemari.
Bwe Leng soat serasa gembira sekali, namun ia sudah bertindak teledor dengan
tidak mengertikan kerdipan mata lawan, apa yang dipikirkan waktu itu hanya
bagaimana caranya untuk menyelamatkan Bwe Yau, maka ujarnya kemudian:
"Hu Hoat, merepotkan kau tolong bukakan pintu ruangan Sian ki si tersebut..."
"Baik!" Sambil berkata dia lantas naik ke atas undak undakan batu dan menekan tombol
bulatan diatas dinding ruangan.
Seketika itu juga terdengar suara gemerincingan nyaring berkumandang memecahkan
keheningan, dari atas dinding muncullah sebuah pintu sempit yang cuma bisa
dilewati oleh satu orang.
"Saudara berdua, Bwe Yau berada didalam sana, silahkan masuk ke dalam..." kata
si bunga mawar beracun. Tanpa berpikir panjang Bwe Leng soat segera berkelebat ke muka dan menerobos
masuk ke dalam ruang rahasia tersebut.
Ong It sin hendak menghalanginya tapi tak sempat lagi, maka dia berteriak keras:
"Tunggu sebentar..."
Sayang kepergian Bwe Leng soat terlampau cepat, dalam waktu singkat bayangan
tubuhnya sudah lenyap tak berbekas.
Terdengar dari dalam ruangan sana berkumandang suara dari perempuan itu:
"Engkoh It sin! Cepat kemari... Bwe Yau betul betul disekap di tempat ini!"
Ong It sin sama sekali tak berkutik, dia tetap berdiri tegap ditempat tanpa
berkutik barang sedikitpun juga.
"Ong sauhiap, masuklah ke dalam ruangan! Dan bantulah nona Bwe Leng soat!" seru
bunga mawar beracun. "Aaah, tak usah" jawab Ong It sin, "hanya dia seorang toh sudah lebih dari
cukup, belakangan ini kalau bisa malas memang lebih enak bermalas malasan!"
Kalau didengar dari perkataannya itu, jelas dapat diketahui kalau dia sudah
menaruh curiga. Bunga mawar beracun menjadi berkerut kening setelah mendengar perkataan itu,
tiba tiba teriaknya: "Sunio, cepat!"
Seraya berkata dia lantas kabur menuju ke atas undak undakan batu sana...
Perempuan genit itu segera menekan bulatan batu diatas dinding tersebut, dengan
cepat pintu rahasia diatas ruangan Sian ki si menutup rapat, setelah itu tangan
kanannya kembali menekan keatas tombol.
Tiba tiba saja dari atas atap ruangan muncul selapis pintu besi yang dengan
cepat bagaikan sambaran kilat jatuh ke bawah dan menghadang jalan pergi Ong It
sin. Si bunga mawar beracun dan perempuan genit itu segera tertawa cekikikan sembari
berseru: "Ong It sin, kau sudah masuk perangkap kami, bukan cuma nona Bwe saja yang akan
menjadi korban, nona Bwe yang seorangpun akan menjadi santapan yang nikmat buat
guru kami... haaahhh... haaahhh... haaahhh..."
Tapi gelak tertawa itu terhenti ditengah jalan, mendadak mereka saksikan
bayangan tubuh Ong It sin lenyap tak berbekas, ini membuat hati mereka menjadi
tercengang. "Kemana perginya bocah keparat itu?" tanya perempuan genit itu kemudian.
Si Bunga mawar beracun gelengkan kepalanya berulang kali.
"Entahlah!" dia menjawab, "baru saja aku berpaling, bayangan tubuhnya sudah tak
kelihatan lagi" "Mungkin bocah keparat itu melihat gelagat tidak menguntungkan, maka dia lantas
melarikan diri!" "Aku rasa tak mungkin dia akan berbuat demikian"
"Hiang kim, jangan begitu yakin dengan kemampuanmu, aku Tho bin hu (sirase
berwajah Tho) sudah banyak melihat orang lelaki, semakin gemar bersolek lelaki
itu semakin kecil nyalinya"
Siapa tahu sebelum selesai Tho bin hu berbicara, mendadak dari belakang tubuhnya
berkumandang suara dingin.
"Perempuan siluman!" katanya, "Walaupun aku merasa sayang dengan nyawaku tapi
tak mudah masuk perangkap, rencana busuk kalian berdua boleh dibilang sudah
gagal total..." Dengan cepat kedua orang itu membalikkan tubuhnya.
Seorang pemuda berdiri dihadapan mereka, siapa lagi orang itu kalau bukan Ong It
sin" Paras muka si bunga mawar beracun berubah, putik-putik beracun yang berada dalam
genggamannya disambit ke depan.
Berbicara yang sesungguhnya, dalam jarak yang demikian dekatnya ini, mustahil
Ong It sin bisa meloloskan diri dari ancaman tersebut.
Siapa tahu, begitu jarum lembut beracun dilepaskan ke depan, ternyata yang
menjerit ngeri sambil menutup muka adalah si bunga mawar beracun Hong Hiang kim
sendiri. Rupanya, ketika Ong It sin menyaksikan putik beracun yang disambit kearahnya itu
tahu tahu muncul didepan mata, dalam keadaan yang terdesak, dia lantas
mengeluarka ilmu Cian ling sin (hembusan napas sakti) yang dipelajarinya dalam
kuil Sian gwan si. Termakan oleh hembusan tenaga dalam yang dipancarkan lewat dalam pusar ini,
kontan saja putik putik bunga mawar beracun itu terpental balik semua
kebelakang. Kejadian ini benar benar tak disangka oleh si bunga mawar beracun...
Begitulah dengan kesakitan hebat perempuan cabul itu bergulingan diatas tanah
dengan keadaan yang sangat mengenaskan.
Ong It sin benar benar amat membenci atas kelicikan perempuan itu, secara
beruntun dia melancarkan pula beberapa buah totokan jalan darah diatas sepasang
lengannya, dalam keadaan begini, kendatipun dalam sakunya terdapat obat pemunah
juga percuma saja. Tak selang berapa saat kemudian, paras mukanya yang cantik jelita itu berubah
menjadi bengkak dan membusuk, kemudian pelan pelan hancur dan berubah menjadi
air berwarna kuning. Perempuan ini bukan saja membuat si rase berwajah bunga Tho menjadi terkesiap,
bahkan Ong It sin sendiripun merasakan hatinya menjadi bergidik.
ooooOdwOoooo "Siluman perempuan" seru Ong It sin, "sejak bertemu dengan kau tadi, sudah
kuketahui kalau kalian sedang bermain siasat, memangnya kau mengira bisa
mengelabuhi diriku?"
"Anggap saja kau memang pintar, cuma... jangan kau anggap aku bisa dipermainkan
dengan seenaknya!" "Kalau tak bisa dipermainkan dengan seenaknya, lantas mau apa kau...?"
Dari sakunya siluman rase berwajah bunga Tho itu mengeluarkan sebutir peluru
berwarna merah, kemudian katanya:
"Orang she Ong, kau mengenali permainan ini?"
Ong It sin mencoba mengawasinya dengan seksama, ternyata benda itu adalah sebuah
butiran peluru sebesar telur itik yang berwarna merah darah.
Sekilas ingatan segera berkelebat didalam benaknya, tanpa terasa terkesiap
hatinya. Tapi, walaupun hatinya merasa tercekat, hal tersebut tak sampai diperlihatkan
diatas wajahnya, dengan hambar dia berkata:
"Tampaknya benda itu adalah peluru siau gi tan dari Ciok hong li?"
"Heeehh... heeehh... heeehh... tampaknya pengetahuanmu masih mendingan juga..."
jengek Tho bin hu sambil tertawa dingin, "coba katakan, permainan semacam ini
boleh dibilang lihay atau tidak" Begitu meledak, maka wilayah seluas sepuluh
kaki disekitar tempat ini pasti akan musnah dan berubah menjadi hangus"
Ong It sin sama sekali tidak ambil peduli atas ancaman tersebut, kembali dia
berkata: "Perempuan siluman, peluru Siau gi tan milikmu itu cuma benda mati, sebaliknya
orang adalah benda hidup, sehebat hebatnya benda milikmu itu memangnya kau bisa
berbuat apa kepadaku?"
"Kalau begitu, tampaknya sebelum melihat peti mati kau tak akan mengucurkan air
mata!" seru Tho bin hu menyeramkan.
Ong It sin bukan saja tidak mundur menghindarkan diri, sebaliknya dengan wajah
keren malah maju kedepan selangkah demi selangkah katanya dengan tenang.
"Andaikata kau tidak percaya, mengapa tidak kau lemparkan saja benda itu
kearahku" Coba kita lihat siapa yang bakal mampus, kau" Atau aku...?"
Menyaksikan ketenangan orang, seketika itu juga rasa percaya pada diri sendiri
yang tertanam dihati Tho bin hu lenyap tak berbekas, tanpa terasa ia teringat
kembali dengan keadaan yang dialami si bunga mawar beracun Hong Hiang kim, bukan
saja senjata rahasia beracunnya gagal melukai lawan malah sebaliknya dia mampus
sendiri terkena senjata milik sendiri.
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa hatinya menjadi bimbang.
Ong It sin tidak menyia nyiakan kesempatan baik tersebut dengan begitu saja,
sementara musuhnya ragu, dengan kecepatan luar biasa dia telah menerjang maju
lima depa lebih kedepan. Tho bin hu menjerit kaget buru buru dia mengayunkan tangannya melemparkan benda
peledak tersebut ke depan.
Peluru Siau gi tan tersebut dengan membawa serentetan cahaya merah yang
menyilaukan mata segera berkelebat lewat ditengah udara dan tahu tahu lenyap tak
berbekas. Melihat kenyataan tersebut, Tho bin hu menjadi amat terperanjat, sepasang
matanya yang jeli dengan cepat berkeliaran ke sana kemari.
Ong It sin segera tertawa terkekeh kekeh katanya:
"Siluman perempuan, kau ingin mengetahui kemana kaburnya peluru Siau gi tan
tersebut?" Sementara itu, Tho bin hu sedang merasa sangsi, apakah benda peledaknya sudah
gagal atau tidak, maka ketika mendengar ucapan tersebut serunya sambil tertawa
dingin. "Memangnya sudah kau rampas?"
"Siapa bilang tidak?"
Dari sakunya, si anak muda itu segera mengeluarkan sebutir peluru berwarna
merah. Kontan saja Tho bin hu merasakan hatinya bagaikan tenggelam, tanpa banyak
berbicara dia membalikkan badan dan mengambil langkah seribu...
"Perempuan siluman, kau hendak kabur ke mana?" hardik Ong It sin dengan suara
menggeledek. Sekali melompat ke depan, tahu tahu ia sudah menghadang didepan perempuan itu.
Tho bin hu cepat cepat bertekuk pinggang dan bermaksud untuk menerobos lewati
bawah ketiak lawan. Siapa tahu, baru saja tubuhnya berkelebat lewat, mendadak badannya terasa
mengencang keras, tahu tahu badannya sudah kena dikempit dibawah ketiak lawan
sehingga untuk bernapaspun tak mampu.
Dengan ketakutan dia lantas berteriak:
"Ong sauhiap, kalau kau tidak mengendorkan tubuhku lagi, peluru Siau gi tan yang
berada dalam sakuku pasti akan meledak bersama, tubuh kita pun otomatis akan
hancur menjadi abu" Buru buru Ong It sin mengedorkan tangannya selain itu dia pun segera menotok
jalan darahnya. "Kau tidak menipu aku bukan?" serunya.
Sambil berkata, dia lantas memeriksa saku Tho bin hu dan merogohnya, benar juga,
dengan cepat dia menemukan belasan butir peluru Siau gi tan berada disitu.
Andaikata peluru itu sampai meledak bersama, dapat dibayangkan bagaimana
jadinya" Maka si anak muda itupun berkata:
"Mengingat kau telah memperingatkan diriku sehingga nyawa kita berdua selamat
dari kematian, aku takkan membunuhmu, setelah kuselamatkan nona Bwe Yau nanti,
kaupun akan kulepaskan!"
Seusai berkata, dia lantas menotok dua buah jalan darahnya.
Kemudian dia lantas menekan tombol bulat diatas dinding ruangan diiringi suara
keras terbukalah pintu rahasia tersebut.
Belum lagi Ong It sin melangkah masuk kedalam dari balik ruangan itu tahu tahu
sudah berkelebat lewat dua sosok bayangan manusia.
Tentu saja mereka adalah Bwe Leng soat serta Bwe Yau.
Mula mula Bwe Leng soat celingukan sekejap ke sekeliling tempat itu, sewaktu
dilihatnya Tho bin hu sudah tak berkutik, diapun lantas bertanya:
"Ke mana perginya si bunga mawar beracun?"
"Itu dia!" sahut Ong It sin sambil menuding ke atas tanah.
Bwe Leng soat menengok kebawah, ia saksikan ada segumpal cairan kuning yang
menggenangi permukaan tanah, dengan keheranan kembali tanyanya:
"Apa gerangan yang telah terjadi?"
"Perempuan siluman itu hendak menggunakan tipu muslihatnya untuk menjebak dan mengurung kita didalam ruang rahasia Sian ki
sik si, siapa tahu rencana busuknya kuketahui maka dia menyerang diriku dengan
senjata rahasia duri mawar beracun, senjata itu kupantulkan balik dengan ilmu
Cian liong siu milikku, akibatnya senjata makan tuan dan ia mampus diujung
senjatanya sendiri!"
Mendengar perkataan itu, Bwe Leng soat dan Bwe Yau segera bertepuk tangan
kegirangan. Tiba tiba Bwe Yau menjerit tertahan kemudian tubuhnya mundur dengan sempoyongan
dan jatuh terduduk diatas tanah.
"Adik Yau, kenapa kau?" buru buru Ong It sin bertanya.
"Adik Yau, sudah tiga hari berpuasa!" Bwe Leng soat dengan cepat.
Buru buru Ong It sin berpaling kearah Tho bin hou sambil serunya dengan cepat:
"Disini ada makanan?"
"Ada, ada, disitu ada ikan daging dan itik asin!" jawab Tho bin hou sambil
menuding kebawah meja sana.
"Bagus sekali!"
Buru buru Ong It sin mengambil makanan itu dan diberikan kepada Bwe Yau.
Tanpa sungkan sungkan Bwe Yau menyambutnya dan tak lama kemudian telah dimakan
sampai habis. Orang bilang manusia itu besi makanan itu baja setelah perut menjadi kenyang Bwe
Yau pun merasakan semangatnya telah menjadi segar kembali, katanya kemudian:
"Engkoh It sin, kota ular beracun ini hanya merupakan sarang bencana saja bagi
umat manusia, lebih baik kita punahkan saja"
"Ucapan adik Yau memang masuk diakal..."
Dia lantas menepuk bebas jalan darah Tho bin hou seraya berkata:
"Aku harap kau bisa bertobat dan kembali ke jalan yang benar, sekarang, pergilah
melarikan diri!" "Sampai jumpa di lain kesempatan!" kata Tho bin hou sambil menjura, dengan cepat
dia melompat ke tengah udara dan lenyap dikejauhan sana.
Sejenak kemudian, Ong It sin dan Bwe Leng soat bertiga pun ikut meninggalkan
istana tersebut. Sebelum pergi, mereka melemparkan dua butir peluru Siau gi tan ke arah ruang
istana, ledakan demi ledakan dengan cepat mengobarkan api besar yang membakar
seluruh bangunan istana. "Kalau bekerja lebih baik jangan kepalang tanggung" kata Bwe Leng soat kemudian,
"hayo kita ledakkan sekalian seluruh kota ular beracun itu..."
"Tapi, kita akan meledakkannya dengan apa?" tanya Bwe Yau.
Ong It sin lantas menunjuk ke arah kantung peluru milik Tho bin hou tersebut
seraya katanya: "Peluru Siau gi tan yang berada disini masih cukup untuk memusnahkan kota ini
dengan tanah!" Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan:
"Kalian berdua berangkatlah duluan, aku akan mulai meledakkan bangunan ditempat
ini" Bwe Leng soat dan Bwe Yau segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya
menerobosi bangunan rumah ular yang bulat bulat itu kabur dari sana.
Sedangkan Ong It sin segera bekerja keras dan menebarkan peluru peluru Siau gi
tan itu keempat arah delapan penjuru kota.
Ledakan demi ledakan yang menggelegar di angkasa, menimbulkan pula ledakan
dahsyat dari bahan peledak dan belerang yang pada dasarnya memang dipendam
diseputar kota itu.
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Akibatnya suatu ledakan mengerikan yang tak terlukiskan dengan kata segera
berkumandang memecahkan keheningan, kebakaran yang amat dahsyat segera berkobar
dan menghancurkan segala sesuatu yang berada disekitarnya.
Manusia dan kawanan ular segera berpencaran kian kemari berusaha untuk
menyelamatkan nyawa sendiri sendiri.
Bau amis yang menusuk hidung selapis demi selapis tersiar kemana mana
menimbulkan hawa udara yang memuakkan.
Kota ular beracun yang sudah didiami Thian to tay ong selama puluhan tahun ini
dalam sekejap mata telah musnah dan rata dengan permukaan tanah. setelah
menyaksikan kehancuran tadi, Ong It sin baru mengajak dua orang gadisnya diam
diam mengundurkan diri dari situ.
Dalam pada itu, Thian tok tay ong yang berada dibawah bukit sama sekali tidak
menyadari akan peristiwa yang telah menimpa tempat kediamannya.
Saat itu, dia sedang memimpin kawanan jagoannya melakukan pemeriksaan diseputar
dusun dibawah bukit itu. Suasana dalam dusun amat gelap gulita tiada lampu. Tiada pula penjagaan, yang
ada tinggal rumah rumah yang telah kosong belaka. sedangkan Beng Sam wi beserta
rakyatnya telah melarikan diri.
Menyaksikan keadaan ini, Thian tok tay ong menjadi naik darah, segera teriaknya:
"Aku tidak percaya kalau kepada suku anak jadah itu bisa melarikan diri dengan
meninggalkan dusunnya"
"Paduka Tay ong, mengapa kita tidak menyerbu kedalam dusun untuk melakukan
pemeriksaan?" usul Soh hou jiu (si tangan sakti mengunci tenggorokan) Go Liong.
"Siapa tahu mereka mempersiapkan jebakan disitu" kata Ciat cing to (golok tanpa
perasaan) Sun Goan tiong.
"Sekalipun disana dipersiapkan jebakan, memangnya kita akan takut terhadap orang
orang suku Biau tersebut?" seru Kou hun Ciong (tombak penggalek sukma) Tiau Han
bin. "Perkataan dari Tiau lote memang betul" ujar Kim ti ang (kakek seruling emas)
pula "seandainya suku Biau saja tak mampu kita hadapi, harus ditaruh kemanakah
paras muka kita?" Setelah mendengarkan pendapat pendapat dari anak buahnya, terakhir Thian tok tay
ong pun memutuskan. "seandainya kalian setuju untuk menyerbu kedalam dusun, maka kitapun tak usah
takut takut lagi, sebab walaupun muridku sudah mati dua orang namun Gin coa
longkun Ouyang Si serta Hui coa longkun Wan Hiong masih tertawan musuh kita
harus menyelamatkan mereka lebih dahulu!"
Maka berangkatlah keempat orang pahlawan dari kota ular beracun itu menuju ke
dalam dusun diikuti Thian tok tay ong di belakangnya.
Ketika sampai di pintu gerbang, terbaca oleh mereka secarik kertas yang
ditempelkan didepan pintu yang isinya berbunyi demikian:
"Barang siapa memasuki pintu gerbang ini hanya ada sebuah jalan kematian!"
Kou hun Ciong (si tombak penggaet sukma) Tiau Hau bin yang pada dasarnya memang
latah, segera merobek kertas itu sambil berkata:
"Kou paling tidak percaya dengan segala macam permainan busuk, akan kulihat apa
yang bisa mereka lakukan!"
Sembari berkata dia lantas memasuki pintu gerbang dusun itu.
Dibalik pintu terbentang sebuah jalan berbatu kerikil disitu suasana amat hening
dan tak kedengaran sedikit suarapun.
Bahkan sesosok bayangan manusia tidak nampak berada disekitar tempat tersebut.
Menyaksikan keadaan itu, dia lantas berpaling dan ujarnya kepada rekan yang
berada dibelakangnya: "Ternyata mereka sedang menggunakan siasat kota kosong, mak nya, orang orang
suku Biau itupun meniru siasatnya Khong Beng!" Hayo kita serbu kedalam!"
Bersama dengan selesainya perkataan itu maka berangkatlah kawanan iblis dari
kota ular beracun itu menyerbu ke dalam kota, tentu saja Thian tok tay ong
diiringi para busunya juga mengikuti dibelakang.
Belum jauh mereka berjalan, mendadak Tiau Han bin si tombak penggaet sukma yang
berjalan dipaling depan menjerit kaget...
Si kakek seruling emas yang berada dibelakangnya segera menegur:
"Tiau lote, kenapa kau menjerit jerit seperti ketemu setan saja" Ada apa?"
Dengan wajah hijau membesi, si tombak penggaet sukma Tiau Hau bin menunjuk ke
atas wuwungan rumah sambil berseru:
"Coba lihat, siapakah mereka berdua?"
Si kakek seruling emas segera mendongakkan kepalanya, tampak ada dua orang
lelaki berbaju putih yang tergantung dibawah wuwungan rumah dan bergoyang
terhembus angin. Sementara semua orang masih ragu bercampur kaget, tiba tiba Thian tok tay ong
berseru: "Siapa diantara kalian yang bersedia melakukan pemeriksaan" Coba lihat, apakah
kedua orang itu adalah sau siacu?"
"Biar hamba yang pergi!" seru si tangan sakti pengunci tenggorokan Gi Liang
sambil melompat kedepan. Ternyata kedua sosok mayat itu tak lain adalah jenasah dari Gin coa long kun
Ouyang Si serta Hui coa long kun Wan Hiong.
Keadaan mereka mengenaskan sekali, selain biji matanya melotot keluar, juga
lidahnya menjulur keluar, sehingga tampangnya kelihatan mengerikan sekali.
Thian tok tay ong lebih marah lagi setelah menemukan secarik kertas yang
digantungkan pada mayat mayat itu, diatas kertas tadi bertuliskan beberapa huruf
yang berbunyi: "PANTAS KALAU MAMPUS"
Dengan dada bagaikan mau meledak, gembong iblis tua itu segera menurunkan
perintahnya: "Geledah semua tempat, kalau dijumpai orang orang suku Cawa, biar dia itu lelaki
atau perempuan, tua atau bayi, bunuh sampai mampus!"
Para Busu dari kota ular beracun dipimpin keempat orang pahlawannya segera
mengiakan dan langsung menyerbu kedalam ruangan tengah rumah kediaman kepala
suku Cawa. Baru saja mereka berjalan beberapa langkah... suatu ledakan dahsyat yang amat
memekikkan telinga segera berkumandang memecahkan keheningan.
Ditengah jeritan ngeri yang memilukan hati, gading dan darah berhamburan keempat
penjuru, dua puluhan orang jago yang bergerak paling duluan tahu tahu sudah mati
dalam keadaan hancur lebur.
Rupanya didalam ruangan tersebut telah dipasang bahan peledak yang amat dahsyat.
Menyaksikan anak buahnya kembali menjadi korban, Thian tok tay ong menjadi sedih
bercampur gusar. Tapi, kecuali begitu apa pula yang bisa dia lakukan"
Masih untung dia tidak turut melakukan penyerbuan tadi, coba kalau penyerbuan
tersebut dipimpin olehnya, niscaya selembar jiwanya sudah melayang meninggalkan
raga. Maka setelah termenung dan mempertimbangkannya sejenak, sambil menggigit bibir
menahan diri, serunya dengan penuh kegusaran:
"Lohu bersumpah akan membalas dendam atas sakit hati ini!"
Seraya berkata dia lantas membalikkan tubuhnya dan lari kembali kekota ular
beracun. Secara lamat lamat dia mendengar ada orang sedang tertawa tergelak sambil
berseru: "Mahluk tua beracun, tak kau sangka bakal menemukan keadaan seperti sekarang
bukan" Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kalau nasib lagi apes beginilah
keadaannya" Thian tok tay ong semakin geram setelah mendengar perkataan itu, pikirnya:
"Seorang Kuncu tidak kuatir membalas dendam tiga tahun kemudian, besok juga Lohu
akan membawa orang untuk meratakan dusun kalian dengan tanah...!"
Kemudian dengan ganas dia meludah ke atas tanah.
Beberapa saat kemudian, sampailah gembong iblis ini diatas bukit Ko li kuan san,
mendadak ditemukan cahaya api sedang berkobar dengan hebatnya didepan sana.
"Aaah, tak mungkin kebakaran itu terjadi di kota ular beracunku!" diam diam dia
berpikir. Padahal pikiran semacam itu tak lebih hanya menipu diri sendiri.
Sebab, diatas bukit tersebut hakekatnya tiada rumah penduduk lain kecuali kota
Tok coa sia miliknya. Dengan perasaan gelisah bercampur cemas dengan cepat dia melanjutkan
perjalanannya menuju ke depan.
Ketika dia sudah melewati Thian long peng mendadak dari depan sana muncul
serombongan pasukan manusia yang sedang berjalan mendekat, jumlah rombongan itu
mencapai dua puluh tiga, empat orang lebih.
Melihat itu, si gembong iblis tersebut kembali berpikir:
"Aaah, mungkin suheng si kakek kepala putih Liok Siong leng atau hujin Tho bin
hou yang membawa pasukan untuk menyusul diriku?"
Berpikir demikian, dengan perasaan agak lega dia lantas menegur:
"Siapa yang datang?"
Mendengar bentakan itu, rombongan yang berada didepan sana segera berhenti.
Menyusul kemudian terdengar pula seseorang berseru:
"Sudah begini malam, kau masih berlarian kesana kemari, siapakah dirimu?"
Thian tok tay ong menjadi tertegun, ia merasa suara tersebut terasa asing sekali
baginya, karena dari sekian banyak jago yang berada dalam kota Tok coa sia, tak
seorang pun yang memiliki suara sedemikian nyaringnya.
Apalagi ucapan orang itu amat kasar dan tekebur, ini semua membuat Thian tok tay
ong menjadi amat mendongkol, sahutnya kemudian:
"Siapakah diriku, pasang telingamu baik baik dan dengarkan dengan seksama..."
"Baik, aku akan mendengarkan dengan seksama. cepat katakan"
"Lohu she Hek lian bernama Jin, pemilik kota ular beracun, orang persilatan
menyebut diriku sebagai Thian tok Tay ong"
"Sudah lama kudengar namamu itu!"
Dengan tak senang hati Thian tok tay ong berkata kembali:
"Apakah kau hanya mengucapkan sepatah kata itu saja" Setelah lohu menyebutkan
namaku, sekarang adalah giliran kau untuk menyebutkannya"
Orang itu tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... aku tak lebih hanya seorang prajurit tak
bernama, sekalipun diucapkan belum tentu kau ketahui, siapa tahu hanya mengotori
pendengaranmu saja."
"Tidak menjadi soal, coba katakan!"
"Aku she Ong bernama It sin..."
"Ong It sin?" Thian tok tay ong mengulangi perkataan itu sampai beberapa kali,
mendadak ia seperti teringat akan satu hal. dengan perasaan bergetar keras
mencorong sinar tajam dari balik matanya.
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... jadi kau adalah putranya Kwang tiong kim to bu
tek (golok emas tanpa tandingan) Ong Tang thian?"
"Betul. Kim to bu tek Ong Tang thian adalah ayahku!"
"Bukankah selama ini kau berada di daratan Tionggoan dan khusus memusuhi kawan
kawan dari golongan hek to" Mau apa kau berkunjung ke bukit Ko li kuan san" Apa
maksud tujuanmu?" Sembari berkata, dengan suatu gerakan yang cepat bagaikan sambaran kilat
meluncur kehadapan Ong It sin.
Dengan cepat ia dapat menyaksikan bahwa rombongan orang orang itu terdiri dari
dua puluhan pemuda dari suku Cawa serta Bwe Yau.
Dengan cepat dia menyadari apa gerangan yang telah terjadi, tanpa terasa paras
mukanya berubah hebat, sambil tertawa seram dia berseru:
"Bagus, bagus sekali, rupanya menggunakan kesempatan dikala lohu tidak berada di
tempat, kau telah mendatangi kota ular beracunku?"
Bahwasanya dia mengajukan pertanyaan tersebut sesungguhnya hanya merupakan suatu
tindakan yang tak berguna, sebab andaikata Ong It sin tidak mengunjungi kota
ular beracunnya, bagaimana mungkin Bwe Yau bisa lolos dari ruangan Sian ki sik
si beracun Sambil tersenyum Ong It sin lantas berkata
"Pergi kesana sih sudah pergi, sayang kota kalian terlampau menjijikan lagipula
penuh dengan binatang ular, karena itu aku telah berbuat sedikit gegabah"
"Kau telah apakan kota ular beracunku?" seru Thian tok tay ong dengan hati
terperanjat. "Oooh... aku hanya meminjam peluru Siau gi tan milik istrimu untuk membakar kota
tersebut, tentunya cianpwe tak akan menjadi marah bukan..."
Thian tok tay ong menjadi naik darah saking mendongkolnya dia merasakan dadanya
seperti mau meledak. Ong It sin sama sekali tidak sudi mengampuninya, kembali dia berkata lebih jauh:
"Sumoay kami Bwe Yau telah mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari kalian,
meski begitu kami tak akan mempersoalkan kembali, sebab itu sengaja kami
menjemputnya pulang, sekalian membereskan hutang piutang di antara kita berdua"
Semakin didengar, Thian tok tay ong merasakan kemarahannya makin meluap,
akhirnya dia berteriak keras:
"Bocah keparat, tak disangkal lagi keempat orang muridku pasti sudah tewas di
tanganmu semua bukan?"
"Aaah, mana, mana, aku memang salah bertindak sehingga mengakibatkan mereka
jadi..." Thian tok tay ong melototkan sepasang matanya bulat bulat, kalau bisa dia ingin
menelan Ong It sin bulat bulat, teriaknya dengan amat geram:
"Malam ini, lohu bersumpah akan menguliti dirimu!"
"Sayang, meski cianpwe mempunyai keinginan tersebut, aku tidak mempunyai
kegembiraan untuk merasakannya, lebih baik tak usah kau lakukan saja!"
Thian tok tay ong menjadi hilang sabarnya, tanpa banyak berbicara lagi ia segera
menerjang kedepan, sepasang tangannya diayunkan berulang kali, secara beruntun
dia lancarkan tiga belas buah pukulan berantai.
Dalam anggapan Thian tok tay ong semula, serangan serangannya yang amat dahsyat
itu paling tidak bisa mendesak anak muda itu menjadi terdesak hebat siapa tahu
oleh Ong It sin telah dipunahkan dengan gampang dan amat sederhana.
Kejadian tersebut membuat Thian tok tay ong makin bertarung merasakan hatinya
semakin bergidik. Merasakan keadaan semakin gawat dengan cepat ia mempergunakan ilmu Ci tian ciang
untuk menghadapi lawannya, ilmu pukulan Ci tian ciang merupakan salah satu dari
tiga pukulan beracun dalam dunia persilatan.
Dalam sekejap mata kemudian, lengan Thian tok tay ong telah berubah menjadi
merah membengkak dan beberapa kali lipat lebih besar dari keadaan semula.
Menjumpai keadaan itu, Bwe Yau yang berada disamping arena menjadi terperanjat
bercampur ketakutan. Bahkan Bwe Leng soat sendiripun menunjukkan perasaan tak tenang.
Akan tetapi, Ong It sin yang berada di arena pertarungan sama sekali tidak
memperlihatkan rasa gugup atau takut, malahan sekulum senyuman menghiasi ujung
bibirnya! Ilmu pukulan Tay kek sin kang telah dihimpunnya ke dalam lengan kanan, kemudian
sejurus demi sejurus dilontarkan ke depan menghadapi ancaman ancaman musuh yang
meluncur datang. Dengan cepat Thian tok Tay ong menemukan bahwa setiap pukulan Ci tiang ciang
yang dilancarkan olehnya itu seketika lenyap tak berbekas begitu bertemu dengan
serangan lawan. Lama kelamaan dia menjadi sadar, rupanya pihak lawan telah mempergunakan ilmu
Tay khek sin kang dari aliran Sian gwan si untuk menghadapi serangannya, tak
heran kalau ilmu pukulan Ci tian ciang yang dihimpunnya sama sekali tidak
memberikan hasil apa apa.
Menghadapi keadaan seperti itu, diam diam ia merasa terkesiap sekali...
Tapi ia tidak puas dengan begitu saja, di dalam anggapannya, pihak lawan tak
lebih baru berusia dua puluh dua tiga tahunan, sekalipun ilmu Tay khek sin kang
dapat dipergunakan untuk menghadapi ilmu pukulan Ci tian ciang, tapi soal
kesempurnaan tak mungkin bisa melebihi dirinya...
Berpikir sampai disitu, dia lantas memperketat serangannya, bacokan demi bacokan
dilancarkan berulang kali, dalam waktu singkat dua puluh tujuh buah pukulan
telah dilepaskan. Kalau dilihat dari sikapnya yang menggertak gigi, dapat diduga kalau ia sudah
mengerahkan tenaganya hingga mencapai dua belas bagian.
Keadaannya pada waktu itu sungguh mengerikan sekali batuan pasangan batu yang
berada disekitar tempat itupun beterbangan diangkasa, kesemuanya itu membuat
lelaki suku Cawa yang menonton jalannya pertarungan disana menjadi bergidik dan
ketakutan. Bahkan ada pula diantara mereka yang bersiap siap untuk maju membantu Ong It
sin. Melihat itu Bwe Leng soat segera mencegah sambil berkata.
"Memangnya kalian sanggup untuk menghadapi seujung jari orang lain" Lebih baik
berdiri saja disini dengan tenang, nona jamin Ong sauhiap tak akan mengalami
kerugian apa apa" Ketika semua orang mendongakkan kepalanya tampaklah Ong It sin dengan jubahnya
berwarna biru bergerak kesana kemari bagaikan seekor naga sakti sedemikian
hebatnya dia bergerak kesana kemari membuat Thian tok tay ong menjadi kepayahan
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan mandi keringat. Sambil menyumpah serapah gembong iblis tua itu meronta bagaikan binatang liar
yang sedang gila, dia menerjang kian kemari secara kalap.
Sementara pertarungan berlangsung dengan sengit sepasang biji matanya
berkeliaran kian kemari berusaha mencari jalan keluar untuk melarikan diri dari
situ. Suatu ketika secara tiba tiba dia melancarkan serangkaian serangan berantai yang
memaksa Ong It sin terdesak mundur sejauh beberapa depa dari tempat semula.
Ketika Ong It sin berpekik nyaring sambil bersiap sedia melancarkan serangan
balasan, mendadak iblis tua itu berjumpalitan sejauh sepuluh kaki lebih dan
kabur dari situ. Sebelum kabur dengan suara keras dia menyumpah.
"Bocah keparat she Ong, lohu bersumpah akan membalas dendam sakit hati ini
tunggu saja tanggal mainnya!"
Dalam waktu singkat, bayangan tubuhnya sudah lenyap ditempat kejauhan sana.
Ong It sin pun memimpin semua orang turun dari bukit itu, ketika sampai didusun
Beng bersaudara dengan memimpin para penduduk suku Cawa muncul disepanjang jalan
menyambut kedatangan mereka.
Apalagi ketika orang orang suku Biau itu mendapat tahu kalau kota Tok coa sia
sudah musnah dan Thian tok tay ong melarikan diri mereka semakin kegirangan lagi
Beng Jit Ciong segera maju sambil mengucapkan selamat ujarnya.
"Ong lote dan nona Bwe benar benar merupakan tuan penolong dari suku kami mulai
hari ini kami akan mengingat selalu jasa dari kalian berdua itu?"
"Yaa, kami pasti akan mengukir wajah kalian sebagai tanda peringatan"
Demikianlah hari ini Ong It sin berdua sebagai tamu agung dari segenap rakyat
suku Cawa. Keesokan harinya, mereka bermaksud untuk meninggalkan tempat itu, tapi tuan
rumah tidak membiarkan mereka pergi.
Karena kehabisan daya, terpaksa Ong It sin bersama Bwe Leng soat dan Bwe Yau
meninggalkan surat pada malam harinya dan diam diam meninggalkan tempat itu.
Ketika Ong It sin dan kedua orang gadis itu pergi meninggalkan dusun tersebut,
di bawah sinar rembulan tampak sesosok bayangan manusia munculkan diri dari
balik kegelapan malam. Orang itu berperawakan tinggi besar dan berwajah pucat seperti patung pualam,
sepasang alis matanya panjang bagaikan pedang dengan sebuah jubah putih yang
bersulamkan gambar ular. Dia bukan lain adalah Thian tok Tay ong Hek lian Jin yang merupakan pemilik dari
kota ular beracun. Sejak sarangnya dihancurkan oleh Ong It sin, mahluk tua itu sama sekali tidak
pergi meninggalkan bukit Ko li koan san, dia sedang menunggu kesempatan untuk
membunuh suku Cawa yang berada disitu, terutama sekali keluarga dari dua
bersaudara Beng. Ketika menyaksikan bayangan punggung dari Ong It sin bertiga telah lenyap
dibalik kegelapan sana, sambil tertawa dia lantas melayang turun ke tengah
halaman rumah. Waktu itu kepala suku Beng sedang bercakap cakap dengan lima orang didalam ruang
tengah, kadangkala tergema pula suara gelak tertawa yang amat riang.
Terdengar seorang pemuda jangkung sedang berkata pada waktu itu:
"Ayah, aku telah mengambil keputusan, besok aku akan mengangkat Ong tayhiap
sebagai guru dan belajar ilmu darinya"
Kepala suku Beng segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... Beng Min, walaupun semangatmu sungguh
mengagumkan, tapi caramu berpikir terlalu kekanak kanakan..."
"Aku lihat Ong tayhiap sangat ramah, bila ananda memohon kepadanya, siapa tahu
jika Ong tayhiap bersedia mewariskan dua tiga jurus kepadaku..." seru Beng Min
dengan tidak puas. Saat itulah terdengar suara seorang kakek yang lain berkata:
"Aku rasa jalan pemikiranmu itu mungkin sukar untuk diwujudkan, kemarin aku
dapat melihat, setelah persoalan disini selesai, mereka akan segera pulang ke
daratan Tionggoan, andaikata mereka mau berdiam satu setengah hari saja disini,
hal ini sudah lebih dari cukup, bayangkan saja, bagaimana mungkin dia mempunyai
waktu untuk memberi pelajaran lagi kepadamu?"
ooOd-wOoo "Ji siok, suku kita tak ada yang pandai bersilat" kata Beng Min, "apa daya kita
seandainya mahluk tua beracun itu muncul kembali di tempat kita?"
Yang disebut sebagai Ji siok itu adalah Beng Jit Ciong.
Ketika mendengar perkataan itu, mula mula hatinya merasa bergetar keras,
kemudian sambil tertawa tergelak sahutnya:
"Kota ular beracun sudah musnah, jago dari kota itupun sudah banyak yang mampus
sekalipun mahluk tua itu datang lagi untuk mencari gara gara, asal kita gunakan
segenap kekuatan yang kita miliki, belum tentu harus takut kepadanya!"
Lim Hoa yang selama ini tidak berbicara apa apa, mendadak turut menimbrung:
"Disekeliling tempat ini, kita sudah mempersiapkan panah panah berantai yang
ujung panahnya beracun, bila ada sesuatu yang tak beres, tanda bahaya akan
segera dibunyikan, jika mahluk tua itu hendak menyerbu masuk dengan mengandalkan
ilmu silatnya, kita bisa saja menghadapinya dengan berondongan panah panah
beracun, sekalipun dia itu seorang malaikat, rasanya sulit juga untuk meloloskan
diri dari kematian..."
Mendengar perkataan itu, semua orang segera bersorak memuji:
"Siasat bagus... siasat bagus..."
Siapa tahu belum habis ucapan tersebut disampaikan, mendadak dari depan ruangan
muncul sesosok bayangan manusia, kemudian terdengar orang itu berkata:
"Meskipun siasat itu bagus, sayang tak bisa dipergunakan lagi sekarang..."
Dengan perasaan terperanjat semua orang berpaling, begitu tahu kalau orang itu
adalah Thian tok tay ong Hek lian jin, kontan saja semua orang merasakan hatinya
bergidik. Kepala suku Beng memang tak malu menjadi seorang pemimpin, hanya sejenak
kemudian ia telah menjadi tenang kembali, tegurnya kemudian:
"Hek lian sia cu, tak nyana kau bersedia untuk mengunjungi tempat kami, setelah
datang mengapa tidak duduk dulu?"
Thian tok tay ong tertawa seram:
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... tidak perlu" sahutnya, "selesai bekerja, lohu
masih harus berangkat kebukit Long sia san"
"Urusan apakah yang kau selesaikan disini?" tegur kepala suku Beng dengan kening
berkerut. Thian tok tay ong mendongakkan kepalanya dan tertawa seram, suara tertawanya itu
penuh mengandung rasa dendam benci dan kebuasan.
Selesai tertawa seram, katanya dengan dingin:
"Tuan kepala suku, kau lagi berlagak pilon" Ataukah benar benar goblok...?"
"Aku tidak mengerti dengan maksud perkataanmu itu!"
"Kalau toh tayjin tidak mengerti, tampaknya terpaksa lohu harus membuka kartu!"
Kepala suku Beng bukannya tidak mengerti sejak kemunculan mahluk tua beracun
itu, dia sudah tahu kalau iblis itu datang dengan membawa maksud tidak baik.
Cuma dia pun ada tujuannya dengan berlagak pilon tersebut, yaitu berusaha untuk
mengulur waktu. Maka dengan suara lantang kembali kepala suku Beng berkata:
"Lohu memang bodoh dan tak mengerti maksudmu, kenapa sia cu tidak buka kartu
saja?" Paras muka Thian tok tay ong berubah menjadi amat berat, katanya:
"Hari ini lohu baru tahu kalau nyali tayhin betul betul tidak kecil..."
"Kalau nyali tidak kecil, mau apa kau?"
"Bagaimana kalau aku membuka kartu..."
"Silahkan..." "Lohu datang untuk menuntut balas bagi kematian ketiga ribu orang anggota kota
ular beracunku!" "Apakah kau yakin kalau usahamu itu akan berhasil?"
"Lohu tak pernah melakukan perbuatan yang tidak meyakinkan!"
"Aaah, belum tentu demikian!" jengek kepala suku Beng sambil tertawa dingin.
"Tayjin masih mempunyai kemampuan apa untuk mencegah usaha lohu melakukan
pembantaian?" Kepala suku Beng berkerut kening, sahutnya:
"Meskipun lohu tidak mempunyai kemampuan apa apa, tapi tidak takutkah kau
terhadap Ong sauhiap dan nona Bwe?"
Mendengar perkataan itu, Thian tok tay ong segera mendongakkan kepalanya dan
tertawa terbahak bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... lohu mengira tayjin masih mempunyai kemampuan
hebat apa lagi rupanya kau menggantungkan diri pada kemampuan lelaki perempuan
yang masih berbahu tetek itu, hehhhmm... hehhhmm...!"
Kepala suku Beng melirik sekejap ke luar ruangan, kemudian katanya:
"Kau jangan keburu merasa bangga lebih dulu, siapa tahu kalau orang itu sudah
berada disekitar tempat ini! Heeehhh... heeehhh... heeehhh... apa akibatnya bila
berani menyalahi Ong sauhiap, aku rasa tentunya kau cukup mengerti bukan?"
Sesungguhnya Thian tok tay ong baru berani menampakkan diri karena dengan mata
kepala sendiri ia menyaksikan Ong It sin bertiga telah pergi meninggalkan tempat
itu, seharusnya dia sudah tak perlu menguatirkan apa apa lagi sekarang.
Tapi semacam reaksi yang secara otomatis muncul dari dalam hatinya, membuat
gembong iblis tersebut mau tak mau celingukan sendiri kesana kemari.
Tapi yang dilakukan olehnya sekarang tak lebih hanya suatu tindakan yang
dilakukan dalam sekejap saja.
Ketika teringat olehnya kalau orang lain mungkin sudah berada tiga lima puluh li
dari situ, kebuasan dan kebengisannya segera muncul kembali di atas wajahnya,
sambil tertawa dingin dia berseru:
"Kepala suku, kau tak usah mempergunakan Ong It sin si bocah keparat itu sebagai
bahan untuk menakut nakuti lohu, jika kau sampai berpendapat demikian, maka
perhitunganmu itu keliru besar!"
"Maksudmu dia tak akan mampu menangkan dirimu?"
"Berbicara terus terang, lohu adalah panglima perang yang pernah kalah di
tangannya" "Lantas atas dasar apa kau berani mengatakan kalau perhitunganku ini keliru
besar?" "Teorinya sederhana sekali, air yang jatuh tak dapat menolong api yang dekat!"
Mendengar perkataan itu, tanpa terasa kepala suku Beng menjadi tertawa
"Hek lian sia cu, mungkin kau tidak tahu kalau Ong sauhiap dan Bwe lihiap
sekarang sedang bertamu disini?"
"Hmm... kau tak akan bisa membohongi lohu"
"Apakah aku perlu untuk mengundang kedatangannya?"
"Aku rasa tidak perlu!"
"Kenapa?" "Sebab orang sudah pergi tanpa pamit!"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, kontan saja segenap orang yang berada dalam
ruangan menjadi terperanjat.
"Aku tidak percaya!" seru kepala suku Beng.
"Kenapa tidak kau utus putramu untuk memeriksanya lebih dulu?"
Kepala suku Beng segera menitahkan putranya untuk pergi ke kamar Ong It sin,
alhasil dalam kamar itu tidak dijumpai orang yang dicari, tapi dimeja tertinggal
sepucuk surat. Ketika membuka surat itu dan membaca isinya, paras muka anak kepala suku Beng
berubah menjadi pucat pias, ternyata surat itu bertuliskan demikian:
"Kepala suku Beng: Sudah cukup lama kami berada di wilayah Biau, entah bagaimana keadaan didaratan
Tionggoan selama ini" Oleh karena kota ular beracun telah punah, maka terpaksa
kami harus pergi tanpa pamit, harap kau bisa memakluminya...
00ooo-d^w-ooo00 Jilid 29 KEPALA suku Beng sungguh merasa putus asa setelah membaca isi surat tadi, dia
baru sadar kalau selembar jiwanya benar benar terancam oleh mara bahaya.
Thian tok Tay ong segera tertawa seram, katanya kemudian:
"Nah, tayjin, sekarang sudah tahu jelas bukan keadaan yang ada didepan mata
sekarang" Jangan salahkan jika lohu akan melakukan pembantaian secara besar
besaran untuk membasmi segenap anggota sukumu!"
Agaknya kepala suku Beng tak bisa berkata apa apa lagi, dengan cepat dia semakin
kalang kabut: "Lohu bukan manusia yang takut mati, jika kau berani berbuat keji, maka kaupun
tak akan bisa hidup amat didunia ini"
"Apa gunanya menyumpah orang?" seru Thian tok tay ong sambil mengangkat bahu,
"apalagi kami orang hek to sudah terbiasa hidup diujung golok, siapa yang bisa
menjamin suatu kematian yang tenang bagi diri sendiri" Lebih baik, jangan kau
pergunakan kata kata semacam itu untuk menakut nakuti diriku"
Beng Min dan Beng Cok yang mendengar ucapan tersebut menjadi naik pitam, mereka
segera meloloskan goloknya sambil bersiap sedia melakukan terkaman ke depan.
Sedangkan kepala suku Beng dan Beng Jit ciok juga telah meloloskan kampak dari
dinding serta menyerahkan goloknya kepada Kim Hoa untuk turut serta dalam
pertarungan itu. Thian tok tay ong tertawa seram, dengan kening berkerut serunya mengerikan:
"Bagus, akan kubunuh kalian berlima lebih dulu, kemudian baru menyusul yang
lain" Sepasang cakarnya segera direntangkan dan digetarkan ke udara, dalam waktu
singkat bayangan cakar segera memancar ke empat penjuru dan mengurung kelima
orang itu. Mendadak terdengar jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang memecahkan
keheningan, pertama tama Beng Cok yang terkena dicengkeram lebih dulu tepat pada
ubun ubunnya, dengan kepala hancur ia tewas dalam keadaan mengerikan.
Menyusul kemudian, Kim Hoa juga turut menjadi korban dan tewas dalam keadaan
menyeramkan. Thian tok tay ong segera mendongakkan kepalanya dan tertawa seram dengan
bangganya, dengan suara keras dia berseru:
"Jika kalian berani memusuhi lohu, maka keadaan ini tak ubahnya seperti telur
diadu dengan batu, dalam satu gebrakan saja aku sanggup membunuh tiga orang!"
Sudah barang tentu apa yang diucapkan olehnya bukan kata kata mengibul, sebab
didalam kenyataan dia memang memiliki kemampuan semacam itu.
Beng Jit Ciong segera tampil ke depan, serunya dengan gagah:
"Lohu bersedia untuk merasakan kelihayanmu itu!"
Rasa gusar dan heran menyelimuti paras muka Thian tok tay ong yang serius,
pikirnya kemudian: "Heran kenapa sikap bangsat tua ini dapat berubah menjadi begini" Apakah dia
benar benar memiliki semangat untuk menghadapi kematian seperti pulang kerumah?"
Ingatan tersebut hanya melintas sebentar didalam benaknya, kemudian dengan
serius dia berkata: "Kalau toh kalian ingin cepat cepat mati, lohu akan segera menyuruh kalian
merasakan kehebatanku..."
Begitu selesai berkata, bagaikan pusingan angin puyuh dia sudah menggulung tiba.
Dalam waktu singkat, seluruh angkasa bagaikan diliputi oleh berpuluh puluh ribu
buah cakar setan yang bersama sama menyergap tenggorokan kepala suku Beng, Beng
Jit Ciong dan Beng Min. Tapi pada saat ujung jari tangan Thian tok tay ong hampir menyentuh ditubuh
ketiga orang itulah, mendadak ia merasakan jari tengah dan jari telunjuknya amat
sakit seperti tersengat jarum, buru buru ia memeriksa jari tangannya...
Ternyata diujung jari tangan itu masing masing telah tertancap sebatang duri
yang kecil sekali. Siapakah orang itu" Kalau dilihat dari kemampuan orang itu untuk melukai orang
tanpa menimbulkan suara dapat diketahui kalau tenaga dalam yang dimilikinya
sudah mencapai tingkatan yang luar biasa...
Jangan jangan Ong It sin si bocah keparat itu telah balik kembali"
Belum hilang ingatan tersebut, tiga sosok tubuh manusia telah berdiri didepan
pintu. Ternyata mereka adalah Ong It sin beserta dua orang gadis she Bwe.
Tak terlukiskan betapa kaget dan takutnya dia setelah melihat kejadian ini,
tanpa banyak bicara dia lantas mengebaskan ujung bajunya, kemudian menerjang ke
atas langit langit dan melarikan diri dari situ.
"Orang she Ong!" teriaknya dengan lantang, "lohu akan menjumpai dirimu lagi di
daratan Tionggoan" Suara itu makin lama semakin kecil dan akhirnya sama sekali tak terdengar lagi.
Berhasil meloloskan diri dari kematian, kepala suku Beng bertiga merasa amat
berterima kasih sekali. "Apakah Ong tayhiap telah pergi...?" Beng Jit Ciong lantas menegur.
Sebenarnya dia ingin bertanya mengapa pemuda itu balik lagi setelah pergi"
Dengan nada minta maaf kata Ong It sin:
"Aaai... di daratan Tionggoan, sebenarnya kami masih mempunyai banyak urusan,
karena itu tak bisa berdiam terlampau lama disini..."
"Soal ini kami sudah tahu" tukas kepala suku Beng, "tapi apa sebabnya pula Ong
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tayhiap bisa balik kembali ke sini?"
"Ia merasa curiga karena sewaktu keluar dari pintu gerbang, seakan akan
terdengar suara tertawa dingin" kata Ong It sin sambil menunjuk ke arah Bwe Leng
soat, "meski waktu itu tidak terasa sekali, tapi kemudian adik Soat merasa
gelagat makin lama semakin tak beres, kami lantas menduga duga apakah mungkin
mahluk tua itu telah bersembunyi disekitar sini kemudian datang mencari balas"
Andaikata hal ini sampai terjadi, bukankah hal ini akan mengerikan sekali maka
buru buru kami memburu kemari, sayang keadaan tetap terlambat, Kim Hoa dan Beng
Cok telah tewas juga ditangan gembong iblis itu."
"Yaa, mungkin inilah suratan takdir yang telah menentukan nasib mereka, untuk
berterima kasih saja tak sempat, masa kami akan menyalahkan Ong tayhiap?"
Sementara itu, Beng Jit Ciong telah menitahkan Beng Min untuk mengundang orang
guna membereskan jenasah Beng Cok dan Kim Hoa.
Karena terjadinya peristiwa ini, maka Ong It sin bertigapun terpaksa harus
tinggal selama tujuh hari disitu.
Selama tujuh hari ini, segala sesuatunya berjalan dengan tenang dan aman.
Ong It sin belum juga merasa lega hati bersama Bwe Leng soat segera dilakukannya
pemeriksaan yang seksama disekeliling tempat itu, tak lama mereka yakin betul
kalau iblis tua itu sudah meninggalkan wilayah Biau, mereka baru mohon diri.
Suatu hari, sampailah Ong It sin bertiga disebuah jalan raya yang menghubungkan
kota Kung beng. Sepanjang tiada hentinya mereka menyaksikan lelaki berbaju merah yang melarikan
kudanya cepat cepat melakukan perjalanan.
Menyaksikan keadaan tersebut, Ong It sin lantas berpikir:
"Mungkinkah dalam dua bulan yang teramat singkat ini daya pengaruh dari Ki thian
kau telah membentang sampai diwilayah ini."
Tapi ingatan lain segera melintas pula di dalam benaknya:
"Aaah, mungkin saja mereka hanya segelintir anggota Ki thian kau yang secara
kebetulan saja melewati tempat ini... kenapa harus kurisaukan sekali?"
Karenanya dia lantas tidak memikirkan hal itu didalam hati.
Bwe Leng soat maupun Bwe Yau juga enggan menyinggung masalah tersebut, mereka
hanya menyimpan soal tadi didalam hati saja.
Tiba di kota Kun beng, matahari telah terbenam.
Merekapun mencari sebuah rumah penginapan untuk beristirahat.
Kata Ong It sin kemudian:
"Perjalanan yang kita lakukan hari ini cukup melelahkan, kita harus memanfaatkan
kesempatan ini dengan sebaik baiknya untuk minum arak sampai puas"
"Engkoh Sin, rupanya kau ingin meloloh kami sampai mabuk?" seru Bwe Leng soat
sambil mengerling sekejap kearahnya.
"Bila adik Soat berkata begitu, baiklah kita masing masing memesan semangkuk
daging sapi masak angsio saja!"
Bwe Yau tidak setuju, katanya:
"Aah, jangan begitu, tindakan begini berarti menyalahi perut sendiri, aku lebih
suka mabuk..." "Adik Yau" kata Bwe Leng soat dengan suara dalam, "tahukah kau, dia berniat
melalap tubuh kita bila kita sudah diloloh sampai mabuk nanti?"
"Cepat atau lambat dia toh suami kita, sekalipun dia ingin mencicipi kehangatan
tubuh kita juga tak menjadi soal!"
Bwe Leng soat segera mengeling sekejap kearahnya, kemudian serunya:
"Aaah, kalau aku sih ogah!"
Walaupun dia berkata demikian, tubuhnya selangkah demi selangkah menuju ke rumah
makan. Diatas loteng tersebut, hanya ada enam tujuh tempat saja yang berisi tamu.
Mereka bertiga lantas memilih tempat duduk yang dekat dengan jendela...
Ketika mendongakkan kepalanya, Bwe Leng soat menyaksikan pelayan berbaju putih
itu sedang kasak kusuk bersama orang yang sedang duduk dibelakang kasir, entah
apa yang sedang mereka bicarakan, tapi sorot matanya berulang kali dialihkan
kearah mereka bertiga. Ong It sin yang menyaksikan sang pelayan belum juga datang, lama kelamaan
menjadi tak sabar, dengan gusar dia lantas memanggil:
"Hei, pelayan, cepat kemari!"
Pelayan berbaju putih itu buru buru berjalan mendekat dengan senyuman yang
dibuat buat, katanya sambil membungkukkan badannya memberi hormat:
"Khek koan hendak memesan sayur apa?"
"Disini ada sayur apa saja yang paling lezat?"
"Banyak sekali, misalnya ayam masak kecap, daging masak kecap, Ang sio bak, tahu
masak daging, ikan leihi masak tausi..."
Ia masih hendak berkata lebih jauh.
"Cukup, cukup" tukas Ong It sin, "sediakan saja beberapa macam sayur itu"
"Araknya?" "Sediakan setengah kati arak Li ji ang!"
Pelayan itu segera mengiakan dan berlalu untuk menyediakan alat untuk bersantap.
Bwe Yau masih tetap melayangkan pandangannya keluar jendela, sedangkan Ong It
sin mengawasi tamu tamu yang sedang bersantap dalam ruangan loteng rumah makan
itu. Mendadak diatas loteng itu bertambah dengan dua puluhan orang jago persilatan.
Mereka duduk berkelompok kecil dan tersebar disekeliling tempat duduk Ong It sin
Suasana menjadi hiruk pikuk suara minta arak memesan sayur bercampur aduk tak
karuan. Ong It sin tidak begitu memperhatikan, dia mengira orang orang itu adalah
kawanan jago persilatan yang kebetulan saja mampir disana.
Tak lama kemudian pelayan telah datang menghidangkan arak dan sayur, semua
hidangan masih panas dan menyiarkan bau yang harum.
Ong It sin memenuhi cawan kedua orang gadis itu dengan arak, kemudian sambil
mengangkat cawan sendiri, katanya:
"Adik Soat, adik yau, bagaimana kalau kita keringkan secawan arak...?"
Belum sampai arak tersebut diteguk, Bwe Leng soat telah berbisik lirih:
"Tunggu sebentar engkoh Sin!"
"Ada apa adik Soat?" Ong It sin tertegun
Dengan wajah serius Bwe Leng soat berkata:
"Aku rasa rumah makan ini sedikit ada mencurigakan, lebih baik kita bertindak
lebih berhati hati" Berbicara sampai disini, dia lantas melepaskan sebatang tusuk konde perak dan
ditusukkan kedalam cawan arak tersebut...
Ketika tusuk konde tersebut ditarik keluar, ternyata benda berwarna perak itu
telah berubah menjadi hitam pekat.
Semua orang menjadi amat terperanjat sehingga tanpa terasa berteriak keras:
"Ada racun!" Sementara itu, sang ciankwee yang berada dibelakang meja kasir pun kelihatan
kaget bercampur gugup, tapi hanya sekejap kemudian ia telah menunjukkan wajah
yang menyeringai seram. "Bocah keparat" katanya kemudian, "tak kusangka kalau kau begitu cekatan, cuma
setelah kalian berada dalam rumah makan kami, hal ini sama artinya dengan
memasuki pintu gerbang kui bun kwan, jangan harap bisa keluar dari sini dalam
keadaan selamat!" Tak bisa disangkal lagi, tempat ini merupakan sebuah rumah makan gelap...!
Mendengar ucapan itu, Ong It sin segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... hanya mengandalkan rumah makanmu ini, kalian
kira mampu untuk membelenggu kami?"
Dari bawah meja kasir sang ciangkwee tersebut mengeluarkan sebilah golok besar,
kemudian katanya: "Jika kau tidak percaya, silahkan untuk mencoba coba!"
Dalam waktu singkat semua tamu yang berada didalam rumah makan itu telah
meloloskan senjatanya dan bersiap sedia disekeliling situ tampaknya pihak lawan
telah mempersiapkan diri dengan sebaik baiknya...
Ong It sin segera berkerut kening, tegurnya kemudian:
"Siapa yang menjadi pentolannya"!"
Dibelakang meja kasir segera terbuka sebuah pintu ruangan, dari situ muncul
seorang kakek berambut merah, beralis mata kuning dan bermata hijau, dia
mengenakan sebuah jubah panjang yang beraneka warna.
Sambil melompat keluar, serunya dengan ketus:
"Lohu yang membuka rumah makan ini, atau boleh dibilang lohu lah pentolannya,
bocah muda, sudah mengerti sekarang?"
Ong It sin hanya termenung sebab dia belum bisa mengingat ingat siapa gerangan
kakek tersebut. Sebaliknya Bwe Leng soat segera berseru dengan kening berkerut:
"Hm...! Hanya mengandalkan kau sam si ok sang (saudagar bengis berwarna tiga)
Ciang Ban kim?" Diam diam agak terperanjat juga hati Ong It sin setelah mengetahui kalau
lawannya adalah seorang gembong iblis yang bernama besar didalam dunia
persilatan. Sam si ok sang Ciang Ban kim segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... selama malang melintang didalam daratan
Tionggoan, hampir setiap jago baik dari golongan hitam maupun putih pada tunduk
kepada diriku..." "Huuh, kalau memang jago kenamaan, mengapa masih kau gunakan cara licik macam
begitu?" Merah padam selembar wajah si Saudagar bengis berwarna tiga Ciang Ban kim karena
jengah, serunya kemudian dengan gusar:
"Budak sialan, kau tahu apa" selamanya lohu tak sudi untuk turun tangan sendiri,
aku hanya mendapat pesan dari seorang sahabat tuaku untuk membekuk kalian
bertiga, itulah sebabnya terpaksa kami harus menggunakan sedikit tipu muslihat!"
"Oooh... rupanya begitu" kata Ong It sin, "akupun lagi merasa heran, kita tak
punya dendam atau perselisihan apa apa, mengapa kau berniat untuk mencelakai
kami?" .....Ada bagian yang hilang.....
Setelah berhenti sebentar dia lantas bertanya:
"Siapakah sobat lamamu itu?"
"Dia tak lain adalah Thian tok tay ong Hek lian Jin, konon kota Tok coa sianya
sudah kalian punahkan" Berdiri sebagai seorang teman sudah sepantasnya bila lohu
membalaskan dendam baginya"
"Sekarang usaha licik kalian mengalami kegagalan total apa pula yang hendak kau
katakan lagi?" "Aku masih tetap akan merenggut nyawamu!" Sam si ok sang Ciang Ban kim
menegaskan. "Takutnya kau punya keinginan tapi tenaga kurang!"
"Jangan dianggap setelah menjadi muridnya kuil Sian gwan si dan Koan tiau kek
maka kalian pandang remeh setiap orang" Setiap saat lohu dapat membekuk kalian
semua" Sambil berkata selangkah demi selangkah dia berjalan menuju kedepan meja kasir
sementara sinar matanya seperti sengaja tak sengaja melirik sekejap kearah
sebuah tombol rahasia diatas dinding.
"Hati hati kalau ada angin besar yang menyambar lidahmu!" seru Ong It sin
kemudian. Saudagar bengis berwarna tiga Ciang ban kim segera tertawa dingin, jengeknya:
"Jika tidak percaya, lohu akan segera membekuk dirimu..."
Belum habis berkata, tangannya telah menekan ke atas tombol rahasia diatas
dinding tersebut. Asal tangannya menekan tombol itu, niscaya Ong It sin bertiga akan terjebak oleh
alat rahasia dan jatuh ke dasar tanah.
Siapa tahu, belum sampai jari tangannya menyentuh tombol, setitik bayangan merah
telah menyambar datang dengan kecepatan luar biasa, kemudian... "Blam!" terjadi
ledakan keras yang diikuti dengan memancarnya cahaya api keempat penjuru.
Walaupun Sam siok sang Ciang Ban kim berhasil melarikan diri dengan mengandalkan
ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna, tak urung bajunya turut terbakar juga
sehingga hangus sebagian.
Sebaliknya para penjahat lainnya banyak yang tak sempat menyelamatkan diri
jeritan jeritan ngeri bergema memecahkan keheningan, tak sedikit diantara mereka
yang tewas atau terluka. Pada saat itulah Ong It sin dan kedua orang gadis itu sudah melompat keluar
lewat jendela. Tak selang berapa saat kemudian, seluruh bangunan rumah itu sudah hancur
berantakan dan ambruk ketanah.
Dengan suara lirih Ong It sin berbisik:
"Kota Kun beng sia ini tak bisa didiami lagi, hayo kita berangkat melanjutkan
perjalanan!" Dalam kegelapan malam yang mulai mencekam seluruh jagad, berangkatlah ketiga
orang itu meninggalkan kota Kun beng.
Sepanjang perjalanan mereka tempuh dengan kecepatan luar biasa... Suatu ketika
tiba tiba Ong It sin bertanya:
"Adik soat, aku ingin menanyakan dua hal kepadamu!"
"Dua hal yang mana?"
"Dari mana kau bisa tahu kalau didalam arak tersebut ada racunnya?"
"Begitu masuk kedalam rumah makan tadi, aku telah menyaksikan pelayan tersebut
kasak kusuk dengan sang kasir, aku lantas menduga kalau mereka mempunyai niat
Kaki Tiga Menjangan 6 Pendekar Gila 39 Ajian Canda Birawa Tumbal Asmara Buta 1