Pendekar Dari Hoa San 1
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo Bagian 1
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo -1988 Dewi KZ 1.1. Anak Murid Ho Sim Siansu
BUKIT HOA SAN terletak di pegunungan Jeng-leng-san sebelah selatan dan di kaki
bukit ini mengalir Sungai Han yang lebar dan berair jernih. Bunga-bunga beraneka
macam warna memenuhi lereng bukit ini di sebelah timur, menimbulkan pemandangan
yang amat permai sedangkan hawa udara di bukit amat sejuknya. Di lereng sebelah
barat banyak sekali ditumbuhi pohon-pohon obat yang banyak khasiatnya, sedangkan
di lereng sebelah selatan penuh dengan hutan-hutan liar.
Bukit Hoa san sungguh merupakan tempat yang amat baik dan ideal bagi para
pertapa yang mengasingkan diri dari dunia ramai. Bukit ini amat terkenal, bukan
hanya oleh karena keindahan bunga-bunga yang menghias lereng timur, atau karena
banyaknya daun-daun dan akar-akar obat yang sering didatangi para ahli
pengobatan untuk mengambil daun dan akar, atau karena keindahan tamasya alam
yang terdapat di bukit itu, akan tetapi terutama sekali oleh karena seperti
banyak bukit-bukit besar dan pegunungan luas di Tiongkok, juga Hoa-san merupakan
sumber semacam cabang ilmu silat yang disebut Hoa-san-pai atau cabang ilmu silat
bukit Hoa-san. Semenjak puluhan tahun yang lalu, banyak sekali pendekar-pendekar muncul dari
bukit Hoa-san yakni anak-anak murid cabang persilatan ini dan banyak orang-orang
sakti yang bertapa di puncak Hoa-san amat terkenal namanya sebagai guru besar-
guru besar yang berkepandaian tinggi.
Pada waktu cerita ini terjadi, yang bertapa di puncak Hoa-san adalah seorang
kakek tua pemeluk Agama Tao yang bernama Ho Sim Siansu. Kakek ini telah berusia
tinggi, sedikitnya enam puluh tahun. Tubuhnya tinggi kurus dan rambutnya yang
telah putih semua itu dibiarkan terurai di atas pundaknya. Juga kumis dan
jenggotnya sudah putih semua, tergantung memanjang sampai ke dadanya. Biarpun
rambut dan cambangnya ini tidak terawat, akan tetapi selalu nampak bersih
bagaikan benang benang perak.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Wajahnya yang sudah penuh keriput selalu berwarna kemerah-merahan, tanda akan
kesehatan tubuhnya yang sempurna. Pakaian yang menutupi tubuhnya sederhana
sekali, seperti pakaian para petani biasa, hanya warnanya saja yang selalu
kuning. Sepatunya terbuat dari pada rumput kering yang dianyam bagus sekali.
Telah dua puluh tahun lebih Ho Sim Siansu mengasingkan diri di puncak Hoa-san
dan sungguhpun telah lama ia tidak mencampuri urusan dunia ramai, namun di
kalangan kang-ouw namanya amat terkenal oleh karena selama bertapa di puncak
Hoa-san itu ia tidak menganggur bahkan telah berhasil mencipta semacam ilmu
pedang yang lihai sekali dan yang diberi nama Hoa-san Kiam-hwat.
Selain tosu (pendeta pemeluk Agama To) ini, di puncak Hoa-san juga tinggal tiga
muridnya yang amat terkasih dan yang sudah mengejar ilmu di bawah pimpinan Ho
Sim Siansu selama hampir sepuluh tahun. Murid pertama adalah seorang pemuda
berusia dua puluh tahun yang bernama Lie Ciauw In.
Ciauw In orangnya pendiam, lemah-lembut, dan berwajah tampan sekali. Tubuhnya
agak kurus dan tinggi, akan tetapi bahunya bidang dan kedua lengannya berisi
tenaga yang mengagumkan. Sinar mata pemuda ini kadang-kadang nampak bercahaya ganjil, sukar sekali untuk
diukur dan dimengerti wataknya, dan kadang-kadang bersinar tajam membuat orang
merasa jerih untuk menatap wajahnya lama-lama.
Hanya pemuda inilah yang benar-benar dapat mewarisi Hoa-san Kiam-hwat dari Ho
Sim Siansu hingga pendeta merasa amat bangga dan suka kepada muridnya ini.
Pengharapannya hanya terletak kepada Ciauw In untuk memperkembangkan dan
memperluas ilmu pedang yang diciptanya itu.
Murid kedua juga seorang pemuda bernama Ong Su. Berbeda dengan suhengnya (kakak
seperguruannya), pemuda yang berusia delapan belas tahun ini bertubuh tinggi
besar dan kekuatan tubuhnya dinyatakan oleh urat-urat besar yang mengembung di
lengan tangan dan kakinya membuat ia nampak hebat dan gagah sekali. Baru melihat
tubuhnya saja, orang akan memperhitungkan dulu sampai seratus kali sebelum
mengambil keputusan mengajaknya berkelahi! Sesuai dengan tubuhnya, Ong Su ini
berwatak jujur dan polos, biarpun sedikit kasar.
Memang orang-orang yang berhati jujur seringkali bertabiat kasar.
Wajah Ong Su tidak dapat disebut tampan, akan tetapi ia tidak buruk rupa dan ia
bahkan memiliki sesuatu pada wajahnya yang amat menyenangkan hati orang untuk
mendekati dan bergaul kepadanya. Juga Ong Su telah mewarisi ilmu silat tinggi
dari Hoa-san-pai, akan tetapi keistimewaannya ialah permainan silat toya.
Tenaganya besar sekali dan dengan sebatang toya di tangan, ia merupakan seekor
harimau ganas yang tumbuh, tanduk pada kepalanya. Juga kepada murid kedua ini,
Ho Sim Siansu amat menyayangi karena suka dan kagum akan kejujurannya.
Murid ketiga adalah orang yang paling di sayang oleh tosu itu, dan murid ini
memang menimbulkan rasa sayang dalam hati siapa saja yang melihatnya. Ia adalah
seorang murid wanita bernama Gak Bwee Hiang, seorang dara muda berusia tujuh
belas tahun. Wajahnya manis sederhana dan yang membuat semua orang merasa suka
dan sayang kepadanya ialah wataknya yang selalu gembira dan jenaka.
Dengan adanya dara ini di dekatnya, setiap orang akan selalu merasa gembira dan
matahari seakan-akan bercahaya lebih terang daripada biasanya. Bwee Hiang pandai
bicara, tidak suka marah, selalu tersenyum dan suka menggoda orang. Wataknya
yang amat peramah dan baik ini ditambah oleh kelincahannya yang mengagumkan. Ia
pandai menari, pandai menyanyi dan suaranya amat merdu.
Tidak heran apabila suhunya amat menyayanginya, juga kedua suhengnya. Dalam hal
ginkang dan kegesitan, ia tak usah merasa kalah terhadap kedua suhengnya, dan
keahliannya ialah KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
mainkan sepasang siang-kiam (pedang berpasang) yang dimainkan dengan ilmu pedang
Hoa-san Kiam-hwat. Biarpun ilmu pedangnya tidak sematang dan selihai Ciauw In,
akan tetapi oleh karena ia mempergunakan dua pedang dan gerakannya cepat dan
gesit, maka tidak sembarangan orang akan dapat mengalahkan dara manis ini!
Huhungan ketiga orang anak muda murid-murid Hoa-san ini amat erat dan baiknya
bagaikan saudara-saudara sekandung, bahkan lebih dari itu. Diam-diam bersemilah
tunas asmara di dalam hati Ong Su terhadap dara itu dan setelah mereka menjadi
dewasa, tunas itu tumbuh makin kuat di lubuk hatinya.
Tentu saja pemuda ini merasa malu untuk menyatakan perasaannya terhadap Bwee
Hiang, akan tetapi pandang matanya secara jujur dan terus terang membayangkan
cinta kasihnya yang besar. Wataknya yang jujur itu membuat segala gerak-geriknya
mudah sekali diketahui oleh semua orang bahwa ia mencintai gadis itu.
Tentu saja sebagai seorang wanita yang memiliki perasaan lebih halus daripada
pria dan yang memang amat tajam perasaannya, dalam hal ini, Bwee Hiang telah
lama maklum akan isi hati Ong Su. Akan tetapi, gadis ini telah lama jatuh hati
kepada twa-suhengnya, yakni Ciauw In yang pendiam dan tampan itu.
Seringkali gadis ini menderita dalam hatinya melihat betapa sikap Ciauw In
demikian dingin dan pendiam terhadapnya. Ia seringkali membayangkan betapa akan
bahagianya kalau sikap Ong Su terhadapnya itu berada dalam diri Ciauw In. Akan
tetapi karena memang wataknya gembira, tak seorangpun dapat mengetahui isi
hatinya dan terhadap Ciauw In ia bersikap seperti biasa semenjak mereka masih
kanak-kanak dan mula-mula belajar silat di Hoa-san.
Pada suatu hari naiklah seorang laki laki yang bersikap gagah dan menunjukkan
bahwa ia pandai ilmu silat, ke puncak Hoa-san melalui lereng timur yang penuh
dengan bunga-bunga indah.
Orang ini sambil berjalan mendaki tebing, tiada hentinya mengagumi keindahan
bunga-bunga yang tumbuh memenuhi lereng. Berkali-kali ia menarik napas panjang
melalui hidungnya, menikmati keharuman bunga yang membuat ia merasa segan
meninggalkan tempat itu. "Benar kata orang bahwa lereng Hoa-san sebelah timur merupakan taman sorga yang
indah," katanya dalam hati. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya dan orang akan merasa
kagum melihat betapa dia mempergunakan ilmu lari cepat, melompat-lompati jurang
dan berlari di jalan yang sukar dengan amat mudahnya.
Ketika orang itu tiba di dekat puncak, ia melihat seorang pemuda sedang bekerja
mencangkul tanah di ladang sayur. Ia menahan tindakan kakinya dan memandang
kagum. Pemuda yang sedang bekerja keras itu hanya mengenakan celana sebatas
lutut dan tubuhnya bagian atas telanjang. Nampak dada yang penuh dan bidang itu
bergerak-gerak dan urat-urat yang besar dan hebat menggeliat-geliat ketika ia
mengayun cangkul di kedua tangannya.
Memang pemuda itu bekerja secara aneh sekali. Setiap petani mencangkul tanah
dengan hanya sebatang cangkul yang dipegang oleh kedua tangan, akan tetapi
pemuda bertubuh besar dan kuat itu memegang dua batang cangkul di kedua
tangannya dan kedua cangkul itu digerakkan berganti-ganti mencangkul tanah
dengan gerakan yang amat cepat dan kuat! Dengan cara demikian, maka hasil
pekerjaannya akan lebih cepat dan banyak melebihi pekerjaan dua orang!
"Hebat sekali! Kalau semua petani dapat bekerja seperti kau, tanah di seluruh
negara akan menghasilkan padi dan gandum dua kali lipat banyaknya!" seru orang
itu gembira. Pemuda itu yang bukan lain adalah Ong Su yang sedang bekerja, menunda cangkulnya
dan memandang kepada orang yang bicara tadi. Ia melihat seorang laki-laki
berusia kurang lebih tiga puluh tahun, bersikap gagah dan garang, pedangnya
nampak tertembul dari balik punggungnya.
"Orang gagah dari manakah datang mengunjungi Hoa-san yang sunyi?" tanya Ong Su.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Orang itu tersenyum dan masih memandang ke arah tubuh Ong Su dengan kagum.
"Anak muda, kau tentu seorang anak murid Hoa-san, bukan" Di manakah aku dapat
bertemu dengan Ho Sim Siansu?"
"Aku memang murid kedua dari Ho Sim Siansu, kau siapakah dan datang dari mana?"
"Aku adalah seorang anak murid Go-bi-pai dan aku disuruh oleh suhu untuk
menyampaikan surat kepada suhumu."
"Ah, tidak tahunya kami kedatangan seorang pendekar dari Go-bi-pai! Selamat
datang, sahabat!" kata Ong Su yang segera menjura dan dibalas oleh orang itu
sepantasnya. Ong Su lalu mengambil kedua cangkulnya, mencuci tangan dan kaki lalu mengenakan
pakaian yang tadi ditaruh di pinggir ladang. Setelah itu ia lalu berkata kepada
orang itu, "Marilah kau kuantar menjumpai suhu."
Setelah berkata demikian, Ong Su lalu berlari cepat dan ia sengaja mengeluarkan
kepandaiannya untuk mencoba kepandaian orang yang mengaku menjadi murid Go-bi-
pai Bukan main kagumnya orang itu ketika melihat betapa Ong Su berlari dengan
amat ringan dan cepatnya, jauh berlawanan dengan tubuhnya yang tinggi besar.
Dengan mengerahkan kepandaian seluruhnya, barulah ia dapat menyusul dan tidak
sampai tertinggal. Ketika Ong Su melihat hal ini, diam-diam ia mengakui bahwa
anak murid Go-bi-pai inipun memiliki ilmu kepandaian yang cukup lumayan.
Ciauw In dan Bwee Hiang melihat kedatangan tamu itu dengan merasa heran oleh
karena memang jarang sekali tempat itu kedatangan tamu. Sebaliknya, ketika
memandang kepada Ciauw In dan Bwee Hiang, murid Go-bi-pai itu makin kagum dan
diam-diam memuji bahwa murid-murid Hoa-san benar-benar gagah dan luar biasa.
Ho Sim Siansu menerima tamunya dengan sabar dan tenang. Setelah orang itu
memberi penghormatan sambil berlutut di depan pertapa itu, Ho Sim Siansu lalu
berkata, "Sicu, kau datang dari tempat jauh membawa perintah apakah dari suhumu?"
Pertapa ini tadi telah diberitahu oleh Ong Su tentang datangnya seorang anak
murid Go-bi-pai yang hendak menyampaikan surat dari suhunya.
"Teecu, pertama-tama menghaturkan hormat kepada locianpwe dan juga suhu minta
kepada teecu untuk menyampaikan salamnya. Selain itu, suhu menyuruh teecu
menyampaikan sepucuk surat ini kepada loocianpwe."
Sambil berkata demikian, orang itu lalu mengeluarkan sebuah sampul surat
tertutup. Sambil menerima surat itu Ho Sim Siansu tersenyum dan berkata,
"Suhumu bukankah Pek Bi Hosiang si Alis Putih?"
Anak murid Go-bi itu mengangguk membenarkan dan ketiga orang murid Hoa-san itu
terkejut mendengar ini karena mereka telah mendengar nama Pek Bi Hosiang, ketua
dari Go-bi-san yang amat terkenal namanya karena memiliki ilmu silat yang amat
lihai. Jadi orang ini adalah murid hwesio tua itu" Mereka menaruh perhatian
kepada tamu yang datang ini.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Sementara itu, Ho Sim Siansu lalu membuka dan membaca surat dari Pek Bi Hosiang
yang ketika mudanya menjadi kenalan baiknya itu. Wajahnya yang penuh keriput itu
kini berseri dan bibirnya tersenyum seakan-akan menahan geli hatinya membaca isi
surat itu. "Ah, Pek Bi kau masih seperti anak kecil saja," katanya dan ia lalu berkata
kepada anak murid Go-bi-pai tadi.
"Sicu, suhumu memang suka main-main. Kau katakanlah kepadanya bahwa sedikit
sekali kemungkinan aku dapat memenuhi permintaannya, akan tetapi betapapun juga,
aku pasti mengirim wakil ke tempat yang telah ditentukan."
"Teecu mengerti, locianpwe. Suhu bahkan berpesan supaya teecu menyampaikan
kepada locianpwe bahwa dalam pertemuan besar ini diundang semua tokoh persilatan
dari berbagai cabang. Suhu telah mengirim surat-surat undangan yang dibawa dan
disampaikan oleh lima belas orang anak murid Go-bi."
"Bagus, memang biarpun suhumu itu suka main-main, akan tetapi ia pandai
menyelenggarakan sesuatu yang besar dan megah. Aku kenal baik keadaannya dan
dalam usia tua ia masih sanggup mengatur pertemuan ini, benar-benar membuat aku
merasa kagum. Sampaikan salamku kepadanya dan doaku semoga usianya lebih panjang
daripada usiaku." Setelah berkata demikian, Ho Sim Siansu lalu masuk ke dalam gubuknya dengan
langkah perlahan. Anak murid Go-bi-pai itu setelah memberi hormat sekali lagi, lalu berpaling
kepada Ciauw In dan dua orang saudara seperguruannya, dan menjura sambil
berkata, "Selamat tinggal, sahabat-sahabat baik, sekarang sudah tiba waktunya bagiku
untuk pergi dari sini."
Ong Su menahannya dan berkata,
"Sobat, kau datang dari tempat yang jauh dan sudah lama kami mendengar nama Pek
Bi Hosiang yang tersohor dan sering dipuji-puji oleh suhu. Pertemuan dengan kau
yang menjadi murid orang tua amat menggembirakan hati kami, mengapa kau tergesa-
gesa hendak pergi" Kau bermalamlah disini dan tinggal barang dua hari agar kita
dapat bicara dengan senang."
Orang itu tersenyum. "Terima kasih, kalian baik dan peramah sekali. Akan tetapi, aku datang membawa
tugas, bukan sedang melancong maka terpaksa aku harus segera kembali untuk
memberi laporan tentang tugasku kepada suhu. Biarlah lain kali kita bertemu
pula." Setelah berkata demikian, ia menjura lagi dan segera lari pergi menuruni lereng
bukit Setelah orang itu pergi, Ho Sim Siansu lalu memanggil ketiga orang
muridnya. Sambil memperlihatkan surat yang baru saja diterimanya, ia berkata,
"Murid-muridku, surat yang kuterima dari Pek Bi Hosiang ini adalah surat
undangan untuk menghadiri pertemuan besar pada permulaan musim semi yang akan
datang dua bulan lagi. Pertemuan diadakan di puncak Bukit Kui san agar para pengunjung dapat menempuh
jarak sama jauhnya karena tempat itu berada di tengah-tengah. Dan maksud
pertemuan itu ialah untuk mengadakan pibu (pertandingan ilmu silat) untuk
menentukan siapa yang tertinggi ilmu silatnya dan untuk saling menukar
pengalaman. Memang baik sekali maksud Pek Bi Hosiang ini karena selain
perhubungan di antara orang gagah menjadi lebih erat, juga kesalahpahaman dapat
dilenyapkan dalam pertemuan itu."
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Bagus sekali! Kalau suhu datang ke sana, pasti suhu akan dapat menduduki
tingkat teratas karena dengan Hoa-san Kiam-hwat, teecu merasa pasti bahwa suhu
tentu takkan menemui tandingan!" kata Ong Su gembira.
"Hush, jangan kau sombong!" cela suhunya, "Orang yang mengagulkan kepandaiannya
sendiri akan kecewa karena itu adalah tanda dari kebodohan! Sungguhpun bukan
maksudku merendahkan ilmu silat kita, akan tetapi kita tetap harus berlaku
waspada dan hati-hati, jangan sekali-kali memandang rendah ilmu kepandaian orang
lain." "Suhu, mengapa suhu tadi menyatakan tak dapat datang" Datanglah suhu dan bawalah
teecu!" kata Bwee Hiang dengan suara membujuk.
Ho Sim Siansu memandang kepada murid perempuan itu dengan tersenyum.
"Bwee Hiang, aku sudah tua."
"Justeru sudah tua maka sebaiknya suhu melakukan perjalanan untuk menghibur
hati, Marilah kita bergembira di sana, suhu." Bwee Hiang membujuk pula dengan
gembira. Suhunya menggeleng kepala.
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak ada hiburan yang lebih mengamankan hati daripada di tempat ini bagiku,
Bwee Hiang. Kau dan kedua suhengmu yang perlu mendapat pengalaman dan hiburan itu. Oleh
karena itu, aku bermaksud untuk mewakilkan kehadiranku kepada kalian bertiga."
Bwee Hiang dan Ong Su menyambut kata-kata ini penuh dengan kegembiraan, wajah
mereka berseri-seri, mulut tersenyum senang. Akan tetapi Ciauw In yang semenjak
tadi diam saja mendengar percakapan ini, lalu berkata kepada suhunya,
"Maaf, suhu. Kepandaian teecu bertiga ma?sih rendah dan pertemuan yang
dimaksudkan itu adalah pertemuan mengadu kepandaian. Kalau teecu bertiga yang
pergi dan mewakili Hoa-san-pai, apakah takkan mengecewakan" Teecu berkuatir nama
Hoa-san-pai akan turun apabila teecu bertiga tak berhasil mendapat kemenangan."
Ho Sim Siansu tersenyum dan di dalam hatinya ia merasa girang mendengar ucapan
muridnya yang amat hati-hati dan pandai merendahkan diri itu. Ia maklum bahwa
dalam hal ilmu pedang, Ciauw In telah dapat memiliki seluruh kepandaiannya dan
Hoa-san Kiam-hwat telah dapat dikuasainya dengan baik, maka kiranya takkan mudah
bagi jago-jago silat lain untuk mengalahkan ilmu pedang muridnya ini.
"Ucapanmu memang benar, Ciauw In dan memang seharusnya kita berhati-hati dan
tidak mengagulkan kepandaian sendiri. Akan tetapi, kau tak perlu merasa kuatir,
oleh karena me?nurut pendapatku, kepandaian yang kalian bertiga miliki sudah
cukup untuk digunakan dalam pertandingan pibu di manapun juga. Aku yakin
hasilnya takkan mengecewakan. Seandainya kalian kalah, mengapa hal itu kau
anggap menurunkan nama Hoa-san-pai. Ingatlah bahwa bukan kelihaian ilmu silat
yang menjunjung tinggi dan mengharumkan nama sesuatu cabang persilatan, akan
tetapi sepak terjang anak murid cabang itu. Kalau kalian dapat mempergunakan
kepandaianmu untuk melakukan hal-hal yang benar dan selayaknya dilakukan oleh
orang orang berkepandaian tinggi, mengapa aku harus kuatir bahwa nama cabang
persilatan kita akan turun"
Kekalahan atau kemenangan dalam sesuatu pertandingan pibu adalah lazim dan tak
dapat dihubungkan dengan keharuman nama."
Ketiga murid yang masih muda itu mendengarkan petuah guru mereka dengan khidmat.
"Ong Su dan Bwee Hiang," kata pula pertapa itu, "Kalian sebagai saudara-saudara
muda harus tunduk dan menurut kepada suhengmu dalam segala tindakan. Jangan
menurutkan nafsu hati dan dalam pertandingan kau harus menyontoh sikap twa-
suhengmu, merendah dan tidak sombong,
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
akan tetapi cukup tabah dan tenang menghadapi lawan yang bagaimana tangguhpun.
Ilmu toya yang dimiliki Ong Su cukup untuk menghadapi lawan yang bertenaga
besar, sedangkan siangkiam dari Bwee Hiang boleh digunakan untuk menghadapi
lawan yang cepat dan gesit. Adapun jika kalian menghadapi seorang yang benar-
benar tangguh dan telah tinggi tingkat kepandaiannya, kalian harus memberikan
kesempatan kepada twa-suhengmu untuk menghadapinya. Ciauw In, hanya kau yang
telah dapat mewarisi Hoa-san Kiam-hwat secara baik, maka kaupakailah pedangku
ini." Sambil berkata demikian, pertapa itu memberikan pedang berikut sarungnya kepada
Ciauw In yang menerimanya sambil berlutut.
"Ciauw In." kata orang tua itu lagi, "ilmu pedang Hoa-san Kiam-hwat yang
kuciptakan belum pernah digunakan untuk menghadapi musuh, oleh karena itu,
rahasianya belum pernah terlihat oleh siapapun juga. Sungguhpun demikian, orang-
orang di kalangan kang-ouw telah mendengar tentang Hoa-san Kiam-hwat, maka kau
harus dapat menyimpan ilmu pedang ini dan jangan kau pergunakan apabila tidak
menghadapi lawan yang benar-benar pandai. Waktu pertemuan itu masih sebulan lagi
dan perjalanan dari sini ke Kui-san sedikitnya makan waktu sepuluh hari. Maka
kalian pergilah turun gunung sekarang juga agar kelebihan waktu yang dua puluh
hari itu dapat kalian pergunakan untuk mencari pengalaman dan menolong orang-
orang yang membutuhkan pertolongan. Ingat, dalam membasmi kejahatan-kejahatan,
batasilah nafsu membunuhmu dan kalau tidak sangat terpaksa, jangan kau membunuh
manusia." "Bagus, kalau begitu teecu dapat pulang dulu ke rumah orang tuaku," kata Ong Su
dengan girang sekali. "Dan teccu juga sudah amat rindu kepada ibu di rumah." kata pula Bwee Hiang.
Hanya Ciauw ln sendiri yang tak dapat ikut bergembira seperti sute (adik lelaki
seperguruan) dan sumoinya (adik perempuan seperguruan).
1.2. Pembalasan Dendam Ayah
Ong Su memang masih mempunyai ayah ibu yang tinggal di sebuah dusun, bernama Ong
Lo It, seorang petani sederhana. Mereka tinggal di kaki bukit Hoa-san di sebuah
dusun yang disebut Kwee-cin-bun. Semenjak berusia sebelas tahun, Ong Su ikut
naik ke puncak Hoa-san belajar ilmu silat dari Ho Sim Siansu dan pertemuan ini
terjadi ketika pertapa itu menolong dusun Kwee-cin-bun dari serangan para
perampok. Ayah Ong Su yang merasa berterima kasih dan tahu akan pentingnya kepandaian
silat untuk melawan perampok-perampok yang mengganas, lalu mengizinkan putera
tunggalnya untuk ikut belajar silat dengan kakek sakti itu. Kadang-Kadang
biasanya di waktu tahun baru, Ong Lo It mendaki bukit Hoa-san mengunjungi Ho Sim
Siansu dan menengok puteranya itu.
Adapun Bwee Hiang sebenarnya adalah puteri tunggal seorang hartawan bernama Gak
Seng yang berdagang hasil bumi, di kota Keng-sin di sebelah selatan Hoa-san. Ho
Sim Siansu mengambil murid anak perempuan ini karena ia amat tertarik melihat
kelincahan dan ketabahan anak itu, juga karena ia maklum bahwa anak itu
mempunyai bakat yang amat baik. Diculiknya anak itu dan ia meninggalkan surat
kepada orang tuanya tentang maksudnya hendak mengambil murid kepada Bwee Hiang.
Semenjak berusia sepuluh tahun, gadis itu telah berada di puncak Hoa-san dan
mempelajari ilmu silat dengan Ong Su dan Ciauw In yang sudah berada di situ
lebih dahulu darinya. Selama tujuh tahun berada di puncak Hoa-san, gadis ini
belum pernah bertemu dengan kedua orang tuanya, sungguhpun ia masih ingat akan
wajah dan nama orang tuanya, namun ia maklum bahwa kini mereka tentu telah tua
sekali dan belum tentu dapat mengenalnya apabila bertemu.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Ciauw In ikut naik gunung semenjak berusia delapan tahun dan sehingga kini ia
telah belajar silat selama dua belas tahun tanpa berhenti. Pernah ia ikut
suhunya turun gunung untuk beberapa bulan lalu kembali lagi ke atas puncak Hoa-
san untuk memperdalam ilmu silatnya.
Ciauw In adalah seorang anak yatim piatu yang tadinya ditemukan oleh Ho Sim
Siansu dalam keadaan melarat dan terlantar. Ayah ibunya meninggal dunia karena
terserang penyakit dan kelaparan, maka ia hidup sebatangkara di waktu masih
kecil sekali hingga hidupnya penuh derita.
Kini ia tidak mempunyai orang tua atau keluarga yang dikenalnya, maka kepada Ho
Sim Siansu gurunya, iapun menganggapnya sebagai orang tuanya sendiri.
Maka kini setelah disuruh turun gunung, ia tidak dapat bergembira seperti sute
dan sumoinya yang akan bertemu dengan orang tua masing-masing, bahkan agak
merasa bersedih karena harus berpisah dari suhunya.
Setelah banyak lagi nasihat-nasihat diucapkan dan dipesankan oleh Ho Sim Siansu
kepada ketiga orang muridnya, maka berangkatlah Ciauw ln, Ong Su, dan Bwee Hiang
turun gunung melalui lereng sebelah selatan yang penuh dengan hutan liar.
o0o Dengan mempergunakan ilmu jalan cepat, pada keesokan harinya tiga murid dari
Hoa-san itu telah tiba di dusun Kwee-cin-bun. Mereka disambut oleh Ong Lo It dan
isterinya dengan gembira sekali. Terutama sekali nyonya Ong atau ibu Ong Su yang
telah tujuh tahun tidak bertemu dengan puteranya, dengan menangis karena terharu
dan girang nyonya ini menangis di pundak Ong Su sambil memeluk putera itu.
Clauw In yang pendiam pun merasa terharu melihat pertemuan mesra ini dan ia ikut
merasa gembira melihat kebahagiaan sutenya. Keluarga Ong yang hidup sebagai
petani itu segera menjamu mereka dan tidak ketinggalan pula semua penduduk dusun
itu datang untuk memberi selamat kepada Ong Lo It yang telah menerima kembali
putera mereka yang telah menjadi seorang yang gagah.
Di tengah-tengah para petani yang sederhana dan jujur itu, ketiga orang murid
Hoa-san merasa seakan-akan berada dilingkungan satu keluarga besar dan mereka
tak dapat menolak ketika para petani itu minta kepada mereka untuk mainkan ilmu
silat sebagai demonstrasi. Ciauw In bersilat melawan Ong Su sebagaimana kalau
mereka sedang berlatih di puncak Hoa-san, yakni Ong Su bersenjata toya dan Ciauw
In bersenjata pedang. Kepandaian kedua orang muda itu memang telah mencapai tingkat tinggi, maka tentu
saja ketika mereka bersilat, dalam pandangan semua orang dusun itu, tubuh mereka
lenyap tergulung oleh sinar toya dan pedang hingga mereka memandang dengan mata
terbelalak dan kagum sekali. Mereka bersorak-sorak memuji hingga keadaan menjadi
makin ramai dan gembira. Setelah kedua orang muda itu berhenti bersilat, Ong Lo
It dengan mata berlinang air mata lalu menepuk-nepuk pundak puteranya dengan
bangga sekali. Akan tetapi ketika Bwee Hiang yang diminta pula mempertunjukkan kepandaiannya
itu bersilat pedang seorang diri dan sepasang pedangnya cepat menyilaukan mata
dan tubuhnya lenyap diantara gulungan kedua pedang di tangannya, semua orang
menjadi melongo! Dalam pandangan mereka, gadis ini lebih hebat pula, dan setelah
Bwee Hiang berhenti bersilat pecahlah tepuk tangan dan tempik sorak yang memuji-
mujinya dengan penuh kekaguman.
Pada malam harinya, kedua orang tua itu memanggil Ong Su dan setelah putera
mereka menghadap, ibunya lalu berkata,
"Su-ji, aku dan ayahmu merasa suka sekali melihat sumoimu itu dan karena tahu
ini kau telah masuk usia delapan belas tahun, bagaimana pikiranmu kalau kita
lamar sumoimu itu untuk menjadi jodohmu" Kami lihat bahwa ia sesuai sekali
menjadi isterimu." KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Merahlah muka Ong Su mendengar ucapan ibunya ini dan ia merasa malu-malu dan
juga girang oleh karena ternyata bahwa kedua orang tuanya sependapat dengannya.
Karena ia seorang berwatak jujur, maka dengan terus terang dan menundukkan muka
karena malu, ia berkata, "Ibu dan ayah, sesungguhnya di dalam hatiku telah lama pula aku merasa suka
kepada sumoi maka sudah tentu aku merasa setuju sekali pada kehendak ayah dan
ibu. Akan tetapi, harap jangan melakukan pinangan pada waktu sekarang, oleh
karena selain sumoi belum bertemu dengan ibunya, juga aku belum mendapat
kepastian dari sumoi yang sikapnya masih meragukan.
Ayah dan ibu tentu maklum bahwa kalau sampai pinangan kita ditolak, maka
hubungan antara aku dan dia sebagai saudara seperguruan akan menjadi terganggu."
Ong Lo It dan isterinya merasa girang sekali mendengar ini dan mereka berjanji
akan menunda dulu maksud ini, menanti sampai ada "tanda-tanda baik" dari pihak
gadis itu yang tentu akan dikabarkan oleh Ong Su kepada mereka kalau hal ini
terjadi. Pada keesokan harinya, ketiga orang muda itu berpamit kepada Ong Lo It dan
isterinya dan dengan diantar sampai ke batas dusun oleh banyak penduduk di situ,
mereka meninggalkan Kwee-cin-bun dan menuju ke kota Keng-sin untuk mencari ibu
Bwee Hiang. Kalau di Kwee-cin-bun mereka disambut dengan gembiranya, di rumah ibu Bwee
Hiang, yakni nyonya Gak Seng, mereka disambut dengan hujan air mata dan
kesedihan. Ketika dulu Bwee Hiang diculik oleh Ho Sim Siansu, ayahnya adalah seorang yang
paling kaya kota ini dan disegani oleh orang karena selain berhati dermawan dan
suka menolong orang miskin, juga Gak Seng terkenal sebagai seorang yang jujur
dan pemberani. Akan tetapi sekarang, Gak Seng telah meninggal dunia empat tahun
yang lalu, harta bendanya habis dan kini nyonya Gak Seng telah menjadi janda dan
hidup sebatangkara di dalam rumahnya yang sederhana, menanti-nanti datangnya
puterinya yang hilang terculik orang pada tujuh tahun yang lampau!
Kedatangan Bwee Hiang disambut dengan pelukan dan ciuman yang mengharukan.
Nyonya yang kurus itu menangis dan mengeluh dengan sedihnya.
"Ibu jangan kau bersedih, ibu. Bukankah aku sudah kembali dipangkuanmu?" kata
Bwee Hiang yang mencoba untuk tersenyum sungguhpun seluruh mukanya basah air
matanya sendiri. "Bagaimana kau sampai tinggal di tempat ini" Mana gedung kita dulu" Dan ayah
pergi ke manakah?" Pertanyaan ini membuat nyonya Gak Seng menangis makin sedih hingga sukarlah
baginya untuk mengeluarkan kata-kata, Bwee Hiang terpaksa menghibur ibunya itu
dan setelah mempersilakan kedua suhengnya untuk duduk di ruang depan, ia lalu
menuntun ibunya itu ke dalam kamar. Hati Bwee Hiang merasa gelisah sekali ketika
melihat sebuah meja abu di ruang tengah dan melihat keadaan rumah yang amat
miskin itu. Wajahnya pucat dan matanya terbelalak memandang ke arah meja abu
itu, karena adanya meja itu di situ hanya mempunyai satu maksud, yakni bahwa
ayahnya telah meninggal! "Ibu ....... meja abu siapakah ini ......?"
Sambil menahan sedu sedan yang mendesak dari kerongkongnya, nyonya Gak menjawab
perlahan. "Siapa lagi ....." Meja ayahmu ....."
Bwee Hiang menjerit dan menubruk kaki meja abu itu, berlutut sambil menangis
terisak-isak. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Ayah ..... ayah .... Hiang datang ayah...., ampuni anakmu yang tidak berbakti
ini ..... aku datang akan tetapi ....., ternyata kau telah pergi ....."
Jeritan Bwee Hiang ini, terdengar oleh Ong Su dan Ciauw In yang duduk di luar,
maka tanpa memperdulikan lagi kesopanan sebagai tamu, mereka menyerbu ke dalam
karena berkuatir. Melihat gadis itu mendekam di atas tanah, berlutut di depan meja abu sambil
menangis terisak-isak dan menyebut nama ayahnya, keduanya berdiri bengong dan
tahulah mereka bahwa ayah sumoinya itu telah meninggal. Dengan terharu mereka
lalu menjura di depan meja abu itu sebagai penghormatan kepada mendiang ayah
Bwee Hiang, kemudian mereka mendekati sumoinya dan Ciauw In yang biasanya
pendiam itu berkata dengan suara menahan keharuan,
"Sudahlah, sumoi, mati dan hidup tak berbeda banyak seperti kata suhu dulu,
mengapa kau bersedih! Ingatlah bahwa akupun telah kehilangan ayah ibuku ......."
Mendengar hiburan ini, Bwee Hiang menahan tangisnya, dan kedua orang muda itu
lalu keluar kembali. Nyonya Gak Seng lalu memeluk anaknya dan dibawanya masuk ke
dalam kamar. "Ibu, ceritakanlah lekas, mengapa ayah meninggal dunia sedangkan ayah belum
begitu tua" Dan mengapa pula keadaanmu sampai menjadi begini?"
Nyonya Gak Seng menarik napas panjang sebelum menjawab pertanyaan
"Anakku, telah banyak sekali hal-hal yang hebat terjadi pada kira-kira empat
tahun yang lalu. Dan aku selalu berdoa siang malam kepada Thian Yang Maha Adil agar supaya kau
cepat-cepat pulang membawa kepandaian untuk membalas dendam yang kuderita
bertahun-tahun. Anakku, sebelum aku bercerita, katakanlah dulu apakah kau benar-
benar membawa pulang kepandaian tinggi" Jawablah sejujurnya, Hiang."
Merahlah muka Bwee Hiang karena marah. Ia dapat menduga bahwa ayahnya tentu
terbunuh orang, maka tiba-tiba, ia mencabut sepasang pedangnya dan bertanya.
"Katakan, ibu! Siapa orang yang telah mendatangkan malapetaka ini" Siapa yang
telah membunuh ayah" Akan kubalas dendam ini sekarang juga!"
"Simpan dulu pedang-pedangmu, anakku. Aku merasa girang kau mempunyai
kesanggupan untuk membalas musuh kita, karena sesungguhnya musuh kita amat lihai
dan banyak jumlahnya."
"Aku tidak takut, ibu! Dan pula, ada kedua suhengku yang tentu akan suka
membantuku!" Setelah menarik napas lega, nyonya janda itu bercerita.
"Pada empat tahun yang lalu, kota ini kedatangan serombongan orang jahat yang
mengaku sebagai anggauta-anggauta perkumpulan Hek-lian-pang atau Perkumpulan
Teratai Hitam. Mereka ini terdiri dari dua puluh orang lebih yang kesemuanya
merupakan jago-jago silat yang berilmu tinggi dan mereka menggunakan kepandaian
mereka untuk memeras penduduk kota ini. Mereka menentukan uang sumbangan yang
jumlahnya besar dari tiap penduduk. Kau tahu tabiat ayahmu yang keras dan
berani. Melihat sikap mereka yang kurang ajar itu, ayahmu lalu mengumpulkan
kawan-kawan sekota untuk melawan dan mengeroyok mereka. Banyak orang fihak kita
yang tewas dalam pertempuran itu, akan tetapi akhirnya mereka dapat didesak
mundur meninggalkan kota. Dan pada tiga hari kemudian, malam hari yang celaka,
diam-diam mereka datang dan membalas dendam mereka itu seluruhnya kepada
keluarga kita." Bicara sampai di nyonya itu menarik napas panjang dengan muka sedih.
"Teruslah ibu, apakah yang diperbuat oleh keparat-keparat itu?" tanya Bwee Hiang
dengan marah. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Mereka merampok harta kita, dan ayahmu yang malang itu mereka bunuh, rumah kita
mereka bakar! Ketika penduduk datang menolong, telah terlambat. Ayahmu .....
telah tewas dan rumah habis terbakar, sedangkan bangsat-bangsat itu telah
melarikan diri!" Bwee Hiang bangun berdiri dari tempat duduknya. Kedua tangannya dikepalkan dan
matanya mengeluarkan sinar berapi-api.
"Ibu, anak bersumpah hendak membasmi gerombolan Teratai Hitam itu! Di manakah
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sarang mereka?" "Tenanglah, Bwee Hiang, dan biarpun sakit hati ini harus dibalas, akan tetapi
kau berhati-hatilah menghadapi mereka, karena menurut cerita semua penduduk kota
ini, mereka itu memiliki ilmu silat yang lihai, dan mereka dipimpin oleh seorang
penjahat yang amat tinggi kepandaiannya.
Aku adalah seorang wanita lemah yang tak berdaya, akan tetapi selama ini tiada
hentinya aku menyelidiki dan mendengar-dengarkan cerita orang di mana mereka
yang menjadi musuh-musuh kita itu berada. Aku tahu bahwa pada suatu hari kau
tentu akan datang dan perlu mengetahui tempat mereka itu. Menurut hasil
penyelidikanku yang terakhir, mereka itu katanya kini berada kota Ban-hong-cun,
sebelah timur kota ini, kira-kira seratus li jauhnya."
"Ibu, kalau begitu anak mohon dirl. Sekarang juga anak hendak mengejar mereka di
Ban-hong-cun!" "Jangan begitu tergesa-gesa, Bwee Hiang .......!"
Akan tetapi gadis itu telah berlari ke luar menghampiri kedua suhengnya yang
memandangnya dengan kasihan. Dengan singkat Bwee Hiang menuturkan peristiwa
hebat yang menimpa keluarganya itu kepada Ciauw In dan Ong Su, dan kedua orang
muda ini dengan serentak menyatakan kesediaan mereka untuk membantu.
"Penjahat-penjahat kejam itu memang harus dibasmi, sumoi. Mari kita berangkat
sekarang juga," kata Ong Su yang menjadi marah sekali.
Demikianlah, tanpa dapat ditahan lagi oleh nyonya janda Gak, Bwee Hiang mengajak
kedua suhengnya untuk melanjutkan perjalanan menuju ke Ban-hong-cun untuk
mencari musuh-musuh besarnya! Di dalam perjalanan yang dilakukan secara tergesa-
gesa ini, mereka bertiga tidak banyak bercakap-cakap dan Bwee Hiang yang
biasanya amat jenaka hingga menggembirakan hati kedua suhengnya, kini bermuram
durja. Dua hari kemudian, sampailah mereka di kota Ban-hong-cun. Dengan mudah mereka
dapat mencari tempat perkumpulan Hek-lian-pang itu. Tempat itu merupakan sebuah
gedung yang besar dan mentereng. Di depan gedung itu terdapat sebuah papan yang
lebar, di mana terdapat sebuah lukisan bunga teratai warna hitam.
Ketika mereka bertiga memasuki halaman rumah itu, mereka melihat tiga orang
laki-laki duduk di ruang depan sambil bermain catur. Tiga orang laki itu
memandang kepada Bwee Hiang dan kedua suhengnya dengan heran.
"Sam-wi (saudara bertiga) siapakah dan ada keperluan apa datang ke tempat kami?"
tanya seorang di antara mereka sambil berdiri dan menjura.
Bwee Hiang menahan marahnya dan tanpa membalas penghormatan mereka, ia berbalik
mengajukan pertanyaan singkat.
"Apakah kamu ini anggauta-anggauta Hek-lian-pang?"
"Benar, dan nona ........?"
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Belum juga kata-katanya dilanjutkan, Bwee Hiang telah melompat maju dan
menyerang dengan pukulan kilat. Pukulannya ini cepat sekali dan karena tidak
menduga lebih dulu, orang itu kena pukul dadanya hingga terlempar jauh dan roboh
pingsan. Dua orang kawannja menjadi terkejut dan marah sekali, sambil berseru keras
mereka mencabut pedang dari pinggang dan membentak.
"Perempuan liar dari manakah datang-datang menyerang orang?"
Akan tetapi tanpa banyak cakap lagi Bwee Hiang telah mencabut siang-kiamnya dan
bagaikan seekor naga betina yang ganas ia maju menyerang dua orang itu.
Serangannya ini penuh dengan nafsu membunuh dan datangnya luar biasa cepatnya
hingga ketika kedua lawannya menangkis, ia cepat memutar pedangnya dan seorang
di antara lawannya roboh karena tusukan pedang di tangan kirinya! Yang seorang
lagi ketika melihat kelihaian nona itu, cepat melompat mundur dan lari masuk ke
dalam gedung sambil berteriak-teriak keras!
Bwee Hiang memandang ke dalam dengan mata bersinar-sinar, sedangkan Ong Su dan
Ciauw ln yang belum bergerak, hanya memandang dengan tangan telah siap memegang
senjata masing-masing! Ketika orang yang terpukul dadanya oleh Bwee Hiang tadi bergerak dan merayap
bangun, dengan sekali lompatan saja Bwee Hiang telah berada di depannya dan
menodong dengan pedang. "Di mana adanya pangcu (ketua) mu yang empat tahun yang lalu menyerbu keluarga
Gak di kota Keng-sin?"
"Pangcu kami sedang pergi ..... tidak ber?ada di sini ....," jawab anggauta Hek-
lian-pang itu dengan muka pucat dan tubuh menggigil.
"Bohong!" teriak Bwee Hiang sambil menusukkan ujung pedangnya sedikit ke dada
orang. "Tidak ..... tidak bohong ..... pangcu kamipun baru setahun menjabat kedudukan
pangcu ...... Empat tahun yang lalu pangcu kami adalah ayah dari pangcu kami yang
sekarang ..... dia ada di dalam gedung ..... harap lihiap ....."
Akan tetapi pada saat itu dari dalam berlari keluar seorang tua tinggi besar
yang diikuti oleh orang-orang sejumlah dua puluh orang lebih. Melihat ini, Bwee
Hiang lalu menusukkan pedangnya menembus dada orang yang membuat pengakuan tadi!
Orang tua tinggi besar yang baru keluar dari dalam rumah itu merasa marah
sekali. la gunakan golok besarnya menuding ke arah Bwee Hiang dan kedua
suhengnya sambil membentak dengan mulut marah.
"Tiga pembunuh rendah, siapakah kalian dan mengapa datang-datang membunuh orang
seperti orang gila."
Akan tetapi Bwee Hiang tidak menjawab pertanyaan ini, bahkan lalu bertanya.
"Apakah kau orang yang memimpin anak buahmu pada empat tahun yang lalu membakar
rumah seorang she Gak di Keng-sin dan membunuhnya dengan kejam?"
Orang itu tertawa menghina.
"Benar! Akulah yang memimpin kawan-kawanku menghukum anjing she Gak itu! Apa
hubungannya dengan kau?"
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Bukan main marahnya hati Bwee Hiang ketika mendengar bahwa orang inilah yang
menjadi musuh besarnya. "Manusia jahanam! Dengarlah baik-baik! Aku adalah puteri dari Gak Seng yang
kaubunuh itu dan sekarang setelah kita berhadapan muka, mari kita bertempur
untuk menyelesaikan perhitungan ini!"
Sambil berkata demikian, gadis itu melompat maju dengan marah dan langsung
menggerakkan siang-kiam di kedua tangannya untuk menyerang.
"Kau anak kecil hendak melawan Gu Ma Ong" Ha, ha, ha!" Orang itu tertawa
menyindir sambil menggerakkan goloknya menangkis sekuat tenaga. Akan tetapi
suara ketawanya yang penuh ejekan itu melenyap ketika ia merasa betapa tangannya
itu terbentur dengan pedang yang amat kuatnya hingga ia merasa telapak tangannya
tergetar. Ia maklum bahwa lawannya yang biarpun hanya seorang dara muda, akan
tetapi ternyata memiliki lweekang yang tinggi dan tidak boleh dipandang ringan.
Ia lalu memutar-mutar goloknya dan melawan dengan hebat.
Para anggauta Hek-lian-pang yang berjumlah dua puluh orang lebih itu segera
menggerakkan senjata masing-masing hendak membantu, akan tetapi tiba-tiba nampak
dua bayangan berkelebat dan Ciauw In berdua Ong Su telah berdiri menghadang di
depan mereka. Ong Su dengan toya di tangan membentak sambil melototkan kedua
matanya. "Anjing-anjing Hek-lian-pang, jangan lakukan keroyokan secara curang!"
Tentu saja para anggauta Hek-lian-pang yang mengandalkan jumlah besar tidak
jerih menghadapi dua orang pemuda ini, maka sambil berteriak-teriak mereka maju
menyerbu. Ong Su tertawa bergelak, dan sekali toyanya bergerak terputar,
robohlah seorang pengeroyok dengan mandi darah di kepalanya!
Ciauw In juga menggerakkan pedangnya dan mata para pengeroyok itu tiba-tiba
menjadi silau karena sinar pedang dan toya kedua pemuda itu benar-benar hebat
bergulung-gulung bagaikan dua ekor naga sakti mengamuk.
Pertempuran berjalan ramai dan seru sekali, karena betapapun juga, semua
anggauta Hek-lian-pang memiliki ilmu silat yang cukup tinggi hingga mereka dapat
mengepung dan mengeroyok Ciauw In dan Ong Su. Senjata-senjata di tangan mereka
datang bagaikan serangan air hujan, akan tetapi dua orang jago muda dari Hoa-san
ini tidak merasa jerih. Ketika mereka mendesak, terdengarlah pekik dan robohlah
beberapa orang pengeroyok!
Sementara itu, pertempuran yang berjalan antara Bwee Hiang dan Gu Ma Ong, amat
ramainya. Gu Ma Ong adalah seorang ahli silat kawakan yang telah banyak sekali mengalami
pertempuran-pertempuran besar, dan ilmu goloknya yang berasal dari cabang Bu-
tong-pai itu tidak boleh dianggap lemah. Maka biarpun Bwee Hiang telah memiliki
ilmu siang-kiam yang tinggi, akan tetapi ia kalah pengalaman hingga kelebihan
ilmu silatnya dapat diimbangi oleh kelebihan pengalaman lawannya. Berkali-kali
senjata mereka bertemu dan bunga api terpencar keluar dibarengi suara nyaring
ketika dua senjata beradu.
Gu Ma Ong merasa penasaran sekali karena setelah beberapa lama ia menyerang,
selalu serangannya dapat digagalkan oleh lawan yang muda ini, maka ia lalu
menggereng keras dan tiba-tiba merobah ilmu goloknya, ia mulai mainkan ilmu
golok Hek-lian-pang sendiri yang berasal dari ilmu golok Bu-tong-pai tapi telah
dirobah. Golok di tangan kanannya meluncur dan dengan gerakan terputar membabat
ke arah pinggang Bwee Hiang, sedangkan tangan kirinya menyusul dengan sebuah
pukulan ke arah kepala gadis itu.
Bwee Hiang tidak menjadi gugup, ia lalu melayani serangan ini dengan gerak tipu
Raja Monyet Membagi Buah. Pedang di tangan kirinya dipukulkan dari atas ke bawah
untuk menangkis babatan KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
golok ke pinggangnya, sedangkan pukulan tangan kiri lawan yang menyambar ke arah
kepalanya itu dielakkan dengan merendahkan tubuh hingga pukulan menyambar lewat
ke atas kepalanya. Berbareng dengan pertahanan diri itu, tangan kanannya yang menganggur lalu
menusukkan pedang ke arah dada orang, tepat di bawah tangan kiri Gu Ma Ong yang
terangkat dan sedang memukulnya itu!
Akan tetapi Gu Ma Ong benar-benar lihai, karena sungguhpun ia merasa amat
terkejut melihat serangan tiba-tiba yang berbahaya ini, ia tidak kehilangan
ketenangannya dan tangan klrinya yang telah memukul kepala segera disabetkan ke
bawah dengan telapak tangan miring, menghantam pedang Bwee Hiang yang menusuknya
dari samping dengan gerak tipu Dewa Mabok Menolak Arak. Gerakan ini harus
dilakukan dengan tepat sekali, oleh karena pedang adalah senjata tajam yang
tajam di kedua bagian sehingga pukulan telapak tangan harus dapat mengenai
permukaan pedang, kalau meleset sedikit saja maka telapak tangan itu pasti akan
putus atau sedikitnya menderita luka! Gerakan Gu Ma Ong amat tepat dan pedang
yang menusuk di dadanya itu dapat terpental ke samping sehingga dadanya dapat
diselamatkan. 1.3. Pertandingan Silat Di Kui-san
Bwee Hiang merasa kagum juga melihat ketenangan dan kelihaian pangcu (ketua)
dari Hek-lian-pang ini, maka setelah melompat mundur dua langkah, untuk
menetapkan posisinya, ia lalu menyerbu lagi dengan tipu-tipu Hoa-san Kiam-hwat
yang hebat. Kedua pedangnya menyambar-nyambar dari kanan kiri, atas bawah dan
mengurung tubuh lawannya. Biarpun Gu Ma Ong melakukan perlawanan sengit dan
mengerahkan seluruh kepandaiannya, namun tetap saja goloknya terdesak dan
terhimpit oleh sepasang pedang lawan sehingga diam-diam ia mengeluh dan merasa
gelisah sekali. Sementara itu, Ong Su dan Ciauw In yang mengamuk, terutama sekali Ong Su yang
memainkan toyanya secara ganas dan lihai, telah merobohkan belasan orang
anggauta Hek-lian-pai. Mereka itu ada yang terbacok pundak atau lengannya, ada
yang tulang kakinya patah-patah karena disapu oleh toya Ong Su, ada pula yang
kepalanya pecah atau matang biru mukanya sehingga sukar dikenal lagi.
Tubuh mereka bergelimpangan, darah membasahi lantai dan rintihan terdengar
menyedihkan sekali. Tadinya, banyak sekali orang-orang penduduk Ban-hong-cun
yang mendengar tentang perkelahian itu datang menonton dari luar pintu
pekarangan, mereka diam-diam merasa heran dan juga girang melihat bahwa akhirnya
ada juga orang-orang yang berani melawan dan menentang Hek-lian-Pang yang mereka
benci. Akan tetapi ketika mellhat betapa tiga orang muda itu mengamuk demikian
hebatnya, mereka merasa ngeri juga lalu pergi menjauhkan diri dan hanya menonton
atau menanti dari tempat yang cukup jauh dan aman!
Para anggauta Hek-lian-pang yang tadinya mengeroyok Ong Su dan Ciauw In, kini
merasa gentar dan ketakutan melihat betapa kedua orang muda itu mengamuk
bagaikan sepasang naga dari angkasa dan melihat betapa banyak kawan-kawan mereka
terluka parah atau binasa, mereka yang masih bersisa delapan orang itu lalu
berlari keluar dari tempat itu menyelamatkan diri!
Ong Su tertawa bergelak-gelak dan melihat betapa Bwee Hiang belum berhasil
merobohkan ketua Hek-lian-pang. Ong Su lalu menyerbu hendak membantu. Akan
tetapi Ciauw In berseru. "Ong sute, jangan turun tangan! Sumoi tak perlu dibantu, biar dia sendiri yang
membikin mampus musuh besarnya!"
Ong Su merasa penasaran karena menurut suara hatinya, ia ingin lekas-lekas
melihat musuh besar sumoinya yang kejam itu roboh binasa, maka ia tidak menunda
maksudnya hendak membantu. Akan tetapi di luar dugaannya. Bwee Hiang juga
berseru, KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Ong-suheng, ucapan twa-suheng benar! Biarkan aku sendiri menebus kematian
mendiang ayahku." Terpaksa Ong Su melompat mundur lagi dan hanya menonron bersama Ciauw In di
pinggir. Gu Ma Ong yang melihat betapa seluruh anak buahnya telah disapu bersih oleh
kedua orang muda itu, tentu saja menjadi terkejut sekali dan hatinya makin takut
dan gentar. Oleh karena ini, maka permainan goloknya yang sudah terdesak hebat
oleh Bwee Hiang itu, makin menjadi kalut.
Napasnya tersengal-sengal dan pandangan matanya kabur.
Pada waktu Bwee Hiang menggunakan pedang di tangan kiri menyerang ke arah
lehernya dan kaki kanan gadis itu melayang menendang lambung dengan gerakan tipu
Burung Walet Menyerang Lawan, Gu Ma Ong yang sudah pening itu menggunakan
goloknya menangkis serangan pedang sedangkan tangan kirinya cepat menyampok
tendangan yang berbahaya itu. la dapat menghindarkan diri dari serangan ini,
akan tetapi tidak tahunya kedua serangan gadis itu hanya untuk memancing dan
mencari lowongan, karena secepat kilat pedang di tangan kanan gadis itu meluncur
ke depan dan tak dapat ditahan lagi pedang itu amblas ke dalam dadanya sebelah
kiri sampai menembus ke punggungnya!
Gu Ma Ong hanya dapat mengeluarkan jerit ngeri, lalu roboh tak berkutik lagi!
Bwee Hiang berdiri memandang tubuh lawan dan musuh besarnya dan lenyaplah
seluruh tenaga dan semangatnya melihat betapa musuh besarnya ini akhirnya binasa
juga di tangannya. Keharuan hati dicampur kesedihan teringat akan nasib ayahnya
membuat ia berdiri lemas dan dua butir air mata menitik ke atas pipinya.
Ia lalu menoleh dan memandang kepada sekian banyaknya tubuh para anggauta Hek-
lian-pang, lalu ia berkata sambil memandang kepada kedua suhengnya.
"Twa-suheng, ji-suheng, terima kasih atas bantuan kalian. Hatiku telah puas
karena sakit hati ayah telah terbalas!"
Seorang anggauta Hek-liang-pang yang rebah tidak jauh dari mereka dan menderita
tulang kering kakinya patah-patah oleh toya Ong su menggerakkan tubuhnya dan
bertanya. "Sam-wi siapakah" Harap suka memberitahu nama kalian agar nanti aku dapat
memberitahukan kepada pangcu apabila ia kembali ke sini."
Bwee Hiang tersenyum menyindir.
"Baiklah, kau kubiarkan hidup agar mendapat kesempatan memberitahukan nama kami
kepada pangcumu. Ketahuilah bahwa yang melakukan semua ini adalah Gak Bwee Hiang
puteri tunggal dari mendiang Gak Seng di kota Keng-sin yang terbunuh mati oleh
ketuamu ini!" "Dan aku bernama Ong Su, kau ingat baik-baik!"
"Boleh juga kau beritahukan namaku, yaitu Lie Ciauw In!"
"Kuingat baik-baik, takkan kulupa tiga nama ini ....." orang itu berkata lalu
merintih-rintih karena kakinya terasa sakit sekali.
Bwee Hiang dan kedua orang suhengnya lalu meninggalkan tempat itu. Ketika mereka
tiba di luar pekarangan, mereka melihat banyak sekali orang menghampiri hingga
mereka menjadi kaget dan bersiap sedia karena menyangka bahwa orang-orang itu
mungkin anak buah Hek-lian-pang yang hendak mengeroyok. Akan tetapi ternyata
bahwa mereka itu adalah penduduk kota Ban-hong-cun yang menyatakan kekaguman dan
terima kasih mereka. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Kalian sungguh gagah perkasa," kata seorang kakek yang berada di antara mereka.
"Hek-lian-pang telah bertahun-tahun merajalela dan tak seorangpun berani
menentangnya, akan tetapi hari ini mereka hancur dan rusak binasa di dalam
tangan kalian bertiga orang-orang muda. Untungnya bahwa pangcu mereka sedang
keluar kota kalau tidak, belum tentu kalian dapat keluar dengan selamat."
"Mengapa begitu, lopeh ?" tanya Ciasuw In dengan heran.
"Kalian tidak tahu, ketua rnereka yang sedang pergi itu lihai sekali dan menurut
cerita orang, kepandaiannya masih beberapa kali lipat lebih tinggi dari pada
kepandaian Gu- pangcu yang binasa itu."
"Aku tidak takut!" kata Bwee Hiang mengangkat dada. "Kalau lain kali aku bertemu
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan dia, pasti akan kupenggal batang lehernya!"
Kakek itu memandang kagum.
"Lihiap kalau ia bertemu dan bertempur dengan kau pasti akan merupakan
pertandingan yang amat indah dan sedap dipandang!"
Akan tetapi ketiga anak murid Hoa-san itu tidak memperdulikan mereka, bahkan
Ciauw In lalu berpesan agar supaya mereka itu suka turun tangan merawat mereka
yang luka serta mengurus yang telah tewas. Kemudian mereka lalu melanjutkan
perjalanan, menuju ke Kui-san untuk memenuhi tugas yang diserahkan kepada mereka
oleh suhu mereka, yakni mewakili Hoa-san untuk mengadu kepandaian di puncak Kui-
san! Bukit Kui-san adalah sebuah bukit yang bersih. Tidak terdapat hutan liar di
tempat itu dan banyak dusun dibuka orang di lereng-lereng bukit ini yang
memiliki tanah subur. Pohon-pohon turnbuh di sana sini dan seluruh permukaan
bukit ditumbuhi rumput-rumput hijau yang gemuk menyedapkan mata.
Di puncak bukit ini terdapat sebuah kelenteng tua yang amat besar, mempunyai
pekarangan yang luas sekali. Tempat inilah yang dipilih oleh Pek Bi Hosiang
tokoh besar Go-bi-pai itu untuk mengadakan pibu persahabatan. Hwesio ini telah
menghubungi ketua kelenteng dan mendapat perkenannya untuk meminjam tempat ini
sebagai tempat pibu. Ketika hari-hari pertama musim Chun (musim semi) tiba, berangsur-angsur
datanglah segala jago silat dari berbagai tempat hingga suasana di tempat itu
ramai bagaikan sedang berpesta.
Para penduduk dusun di sekitar bukit, juga orang-orang darl kota jauh yang
mendengar akan pertandingan ini, sengaja datang untuk menonton.
Ketika Ciauw In, Ong Su, dan Bwee Hiang datang di tempat itu, ternyata di situ
telah banyak berkumpul jago-jago muda dan tua dari segala cabang persilatan.
Kedatangan ke tiga orang muda itu disambut oleh Pek Bi Hoasiang yang bertindak
sebagai tuan rumah atau pengundang. Sikap hwesio tua ini ramah tamah dan setelah
mereka menjalankan penghormatan selayaknya, hwesio tua yang beralis putih
seluruhnya ini sambil tersenyum bertanya.
"Sam-wi, di mana adanya Ho Sim Siansu " Apakah orang tua itu akan datang
belakangan?" "Maaf, locianpwe. Suhu tak dapat datang oleh karena suhu tidak tertarik untuk
turun tangan sendiri mengadu pibu, yang menurut katanya seperti permainan kanak-
kanak saja,"' jawab Ong Su yang jujur, akan tetapi selagi Pek Bi Hosiang tertawa
bergelak-gelak mendengar ucapan ini, Ciauw In segera memotong pembicaraan
sutenya yang lancang itu.
"Locianpwe," katanya dengan sikap hormat. "Suhu tidak ada waktu untuk datang,
oleh karena itu suhu sengaja mengutus teecu bertiga untuk mewakilinya."
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Sayang, sayang ..... agaknya seperti juga tokoh-tokoh tua dari lain cabang
persilatan, suhumu sudah kehilangan kegembiraan hidup. Tidak hanya suhumu yang
datang, bahkan sebagian besar dari cabang-cabang persilatan anak-anak murid muda
saja, kecuali cabang yang biarpun hanya mengutus Kun-lun-pai dan mendatangkan
jago tua, akan Thai-san-pai, tetapi juga tokoh-tokoh tingkat dua saja. Mereka
ini benar-benar terlalu sungkan, sayang ........"
Ketiga anak murid Hoa-san ini lalu dipersilakan duduk di ruang yang telah penuh
dengan para tamu yang rata-rata bersikap gagah sekali itu. Oleh karena diantara
para anak murid yang datang di situ banyak pula terdapat pendekar-pendekar
wanita, maka Bwee Hiang merasa gembira sekali dan ia memandang dengan kagum
kepada mereka itu. Sebaliknya para pendekar wanita ketika mendengar bahwa gadis muda yang baru
datang itu adalah murid dari Hoa-san-pai yang amat terkenal, memandang dengan
mata menduga-duga sampai di mana kelihaian gadis ini.
Diantara para wanita yang berada di situ, yang amat menarik perhatian Bwee Hiang
adalah seorang wanita muda yang berusia paling banyak dua puluh tahun dan yang
duduknya menyendiri seakan-akan tidak berteman. Dara ini berpakaian hitam dan
wajahnya luar biasa cantiknya, sedangkan sikapnya amat gagah, terutama sepasang
matanya yang bening dan indah itu benar-benar memikat hati.
Setelah semua tamu duduk di tempat masing-masing memenuhi ruangan itu, Pek Bi
Hosiang ketua Go bi-pai yang mennjadi pengundang lalu berdiri dari tempat
duduknya. Ia menduduki tempat yang khusus disediakan buat para tingkat tua,
bersama dua orang tokoh tua lain, yakni Gui Im Tojin dari Kun-lun-pai dan Lan
Lau Suthai dari Thai-san-pai.
Pek Bi Hosiang yang bertubuh tinggi besar itu nampak girang dan gagah sekali.
Jubahnya putih bersih, kepalanya gundul licin dan mukanya berwarna kemerah-
merahan dan belum nampak ada keriput. Yang paling menarik perhatian adalah
alisnya yang telah berwarna putih dan amat tebal itu. Alis inilah yang membuat
ia mendapat nama Pek Bi Hosiang atau Hwesio Alis Putih.
"Cuwi sekalian," katanya dengan suaranya yang nyaring dan jelas, "pinceng
menghaturkan banyak terima kasih dan merasa amat bergembira atas sedatangan cuwi
sekalian yang telah memenuhi undangan pinceng untuk datang mengadakan pertemuan
pada hari ini, sungguhpun ada sedikit kekecewaan pinceng bahwa para sahabat baik
dari golongan tua tak berkesempatan turut hadir. Biarlah, pertemuan kali ini
dilakukan oleh yang muda-muda untuk menambah pengalaman dan mempererat
persahabatan, dan lain kali akan pinceng usahakan untuk mengadakan pertemuan
khusus bagi para locianpwe! Sebagaimana cuwi sekalian ketahui, pertemuan ini
diadakan untuk menyelenggarakan sebuah pibu secara persahabatan. Sebuah lumba
yang akan menentukan siapakah yang memiliki ilmu silat terbaik, yang dilakukan
dalam suasana persahabatan, saling mengisi kekurangan, menambah pengalaman dan
mempererat hubungan antara segolongan. Pertemuan ramah tamah seperti ini amat
pentingnya dan ada baiknya apabila kelak setelah kami orang-orang tua ini tidak
ada lagi di dunia ini, kalian orang-orang muda suka mengusahakan pertemuan macam
ini agar persatuan para orang gagah sedunia tidak akan terpecah belah dan setiap
persengketaan atau kesalahfahaman dapat dibereskan dalam pertemuan seperti ini.
Nah, sekarang mari kita mulai!"
Pidato ketua Go-bi-san ini disambut dengan tepuk tangan gembira oleh semua
hadirin hingga keadaan menjadi makin gembira. Pek Bi Hosiang lalu mengadakan
perundingan dengan Gui Im Tojin dan Lan Lau Suthai untuk mengatur cara-cara
pertandingan persahabatan itu dilakukan.
Setelah berunding beberapa lama, lalu diputuskan bahwa setiap orang muda yang
mewakili cabang persilatan mereka, boleh mendaftarkan nama sebagai pengikut dan
pertandingan pibu ini akan dilakukan dalam dua babak. Apabila seorang pengikut
dapat memenangkan dua pertandingan dalam babak pertama, maka ia berhak ikut
dalam babak kedua. Kemudian pemenang-pemenang babak kedua ini akan "diuji"
kepandaiannya oleh ketiga orang tua yang dianggap sebagai jurinya, yaitu Pek Bi
Hosiang sendiri, Gui Im Tojin, dan Lan Lau Suthai.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Setelah hal ini diumumkan, maka ramailah orang-orang muda itu mendaftarkan nama
masing-masing. Akan tetapi tidak semua ikut mendaftarkan diri. Diantara mereka,
yang merasa bahwa kepandaian sendiri masih kurang sempurna, tidak berani
mendaftarkan diri, karena takut kalau-kalau mendapat malu. Mereka maklum bahwa
yang berkumpul di waktu itu adalah ahli-ahli silat pilihan karena kalau tidak
memiliki kepandaian tinggi tidak nanti diutus sebagai wakil golongan masing-
masing. Setelah semua nama peserta, maka ternyata bahwa dari partai Go-bi terdapat dua
orang peserta, yakni Lo Sun Kang, murid pertama Pek Bi Hosiang, dan sumoinya
yang bernama Cui Hai Eng. Dari Kun-lun-pai yang ikut adalah Bong Hin dan Bong
Le, kakak beradik yang juga merupakan murid pertama dan kedua dari perguruan
Kun-lun-pai, sedangkan Gui Im Tojin adalah susiok (paman guru) mereka.
Siauw-lim-pai diwakili oleh seorang hwesio muda bernama Hwat Siu Hwesio, seorang
kepala gundul yang pendiam dan tak banyak bicara, akan tetapi sepasang matanya
yang tajam menunjukkan bahwa ia adalah seorang ahli lweekeh yang tangguh.
Partai Bu-tong-pai diwakili oleh Ong Hwat Seng, seorang pemuda berusia dua puluh
tahun lebih yang tampan dan gagah, akan tetapi yang mempunyai watak amat sombong
dan tekebur. Dari pihak Thai-san-pai, keluarlah dua orang gadis cantik dan gagah bernama Tan
Bi Nio dan Kui Ek Li, kedua-duanya murid Lan Lau Suthai yang hadir di situ.
Selain wakil-wakil dari partai, ada juga beberapa orang yang tidak mewakili
partai, atau peserta luar yang juga diperbolehkan mengikuti pibu ini. Diantara
mereka terdapat dua orang yang perlu dikemukakan, yakni seorang pemuda bernama
Kam Sui Hong, dan seorang dara jelita yang tadi dikagumi oleh Bwee Hiang, dan
yang mendaftarkan namanya sebagai Gu Sian Kim.
Juga Ciauw In, Ong Su, dan Bwee Hiang mendaftarkan namanya hingga dari fihak
partai yang terbanyak adalah partai Hoa-san ini. Dengan demikian maka jumlah
peserta ada lima belas orang.
Tentu saja mereka ini adalah orang-orang pilihan, karena pada waktu itu yang
datang memenuhi ruangan tidak kurang dari lima puluh orang dari berbagai
golongan. Ketika para peserta itu dipersilakan untuk bersiap dan karena agaknya mereka ini
masih merasa malu-malu ketika diminta seorang di antaranya naik ke panggung akan
tetapi tidak ada yang muncul. Pek Bi Hosiang sebagai tuan rumah lalu menyuruh
muridnya yang kedua mendahului mereka.
Ciu Hai Eng, gadis bermuka kuning murid Go-bi-pai ini mentaati perintah suhunya
dan dengan gerakan ringan sekali ia melompat ke atas panggung. Munculnya gadis
ini di sambut oleh tepuk tangan para penonton, yakni penduduk dusun dan kota
yang sengaja datang menonton karena mereka yang telah menanti-nanti dari pagi
tadi maklum bahwa kini pertandingan akan segera dimulai.
Melihat gadis Go-bi-pai itu telah melompat naik ke panggung, maka murid kedua
dari Thai-san-pai, yakni Kui Ek Li yang bertubuh kecil langsing dan bermuka
manis, lompat menyusul, disambut dengan tempik sorak pula. Kui Ek Li mengangkat
kedua tangannya kepada Ciu Hai Eng yang tersenyum dan membalas penghormatannya.
"Cici, bagaimanakah kita bertanding, bertangan kosong, atau bersenjata?" tanya
Kui Ek Li dengan senyum manis, kepada Hai Eng yang lebih tua darinya itu. Memang
tadi telah ditetapkan bahwa dalam pertandingan ini, kedua peserta boleh
berunding sendiri apakah mereka akan bertanding dengan tangan kosong atau
bersenjata. "Adik yang manis," jawab Hai Eng sambil tersenyum pula, "telah lama aku
mendengar tentang kehebatan ilmu golok Thai-san-pai ingin sekali aku
mencobanya." KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Sambil berkata demiklan, Ciu Hai Eng mengeluarkan pedangnya, sedangkan Kui Ek Li
segera mencabut keluar goloknya yang kecil dan tipis dari pinggang.
"Berlakulah murah hati kepadaku, cici," katanya sambil memasang kuda-kuda dan
setelah saling mengangguk, kedua orang gadis itu mulai bersilat dan saling
serang. Ciu Hai Eng segera mengeluarkan ilmu pedang cabang Go-bi-pai yang tangguh dan
cepat gerakannya itu, sedangkan Kui Ek Li juga tidak mau kalah. Goloknya
berkelebatan merupakan sinar putih yang lebar dan panjang, menyerang dengan
hebatnya. Bagi para penonton yang tidak mengerti ilmu silat, tentu saja
pertandingan ini membuat hati mereka berdebar tegang dan cemas karena kuatir
kalau-kalau seorang di antara kedua gadis itu akan terbacok golok atau tertusuk
pedang. Akan tetapi bagi mereka yang mengikuti pertandingan itu dan mengerti akan ilmu
silat tinggi, tidak ada kekuatiran ini di dalam hati. Mereka maklum bahwa orang
yang telah memiliki ilmu kepandalan silat tinggi, dapat menguasai gerakan
senjata mereka sepenuhnya hingga mereka takkan kesalahan tangan membunuh atau
melukai hebat kepada lawan, sungguhpun setiap serangan dilakukan dengan sungguh-
sungguh dan hebat, karena mereka telah cukup gesit untuk menghindarkan diri dari
setiap serangan, dan juga andaikata lawan kurang cepat mengelak, mereka ini
masih dapat menguasai senjata dan menahan serangan hingga tidak sampai
mendatangkan luka yang mematikan.
Setelah kedua orang gadis itu bertempur selama dua puluh jurus lebih, maka bagi
mata para ahli yang berada di situ, ternyatalah bahwa gerakan pedang Ciu Hai Eng
lebih kuat dan matang hingga perlahan-lahan golok Kui Ek Li mulai terdesak. Akan
tetapi hal ini tentu saja tidak diketahui olen para penonton yang tidak
rnengerti ilmu silat tinggi, oleh karena mereka hanya melihat betapa kedua gadis
itu bergerak cepat sekali hingga bayangan tubuh mereka lenyap tertelan sinar
pedang dan golok. Kui Ek Li juga maklum akan kehebatan ilmu pedang lawannya, maka untuk menjaga
nama perguruan dan untuk rnemperoleh kemenangan, tiba-tiba ia melakukan serangan
yang luar biasa hebatnya, yakni dengan tipu Hong-sauw-pat-yab atau Angin Sapu
Daun Rontok. Goloknya benar-benar merupakan angin taufan yang berkelebatan dan
menyambar-nyambar dengan ganas sekali.
Diam-diam Ciu Hai Eng merasa kagum melihat kegesitan gadis muda itu, akan tetapi
ia memang lebih kuat dan lebih tenang hingga menghadapi serangan hebat ini ia
tidak menjadi gugup. Dengan ketenangan disertai kegesitannya yang mengagumkan,
Ciu Hai Eng lalu mainkan tipu silat Seng-siok-hut-si atau Musim Panas Kebut
Kipas. Pedangnya terputar melindungi tubuhnya dari depan hingga tiap tusukan dan
babatan golok lawannya selalu tertangkis dengan kuatnya, bahkan ia lalu membalas
dengan serangan Hui-pau-liu-cwan atau Air Terjun Bertebaran.
Karena memang ia menang kuat dalam hal tenaga lweekang, maka serangannya ini
membuat Kui Ek Li merasa kewalahan dan setelah terdesak mundur dengan hebat, ia
melompat sambil berseru. "Cici, ilmu pedangmu hebat sekali!"
Kalau para penonton di luar menganggap Ek Li mengalah, adalah para ahli yang
melihatnya maklum bahwa tadi dalam pertempuran terakhir, ujung pedang Hai Eng
telah berhasil membabat putus ujung ikat pinggang Ek Li yang melambai ke bawah!
Menurut peraturan, maka untuk dapat memasuki babak kedua, Ciu Hai Eng harus
menangkan satu pertandingan lagi. Oleh karena itu, ia masih berdiri seorang diri
di atas panggung setelah EK
Li turun dan dengan tenang menanti datangnya lawan kedua.
Melihat kelihaian Ciu Hai Eng, Ong Su menjadi tertarik. Ia dulu pernah bertemu
dengan seorang anak murid dari Go-bi-pai yang mengantarkan surat untuk suhunya
dan menurut pandangannya, ilmu kepandaian pengantar surat itu walaupun cukup
baik, akan tetapi tidak setinggi ilmu silat gadis bermuka kuning dari Go-bi-pai
ini. Setelah mendapat persetujuan suheng
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
dan sumoinya, ia lalu melompat naik ke atas panggung sambil membawa toyanya.
Mendengar nama Ong Su sebagai murid Hoa-san-pai disebut oleh Pek Bi Hosiang,
semua orang memandang dengan penuh perhatian.
Ong Su menjura kepada Ciu Hai Eng dan berkata,
"Enci yang gagah perkasa, perkenankanlah aku merasai kelihaian ilmu pedang
cabang Go-bi-pai!" katanya dengan suaranya yang nyaring sesuai dengan tubuhnya
yang kuat dan tegap itu. Ciu Hai Eng maklum akan ketangguhan lawan ini, akan tetapi ia merasa agak heran
melihat pemuda ini memegang sebatang toya.
"Saudara yang baik," katanya, "telah lama aku mendengar bahwa Hoa-san-pai
memiliki ilmu pedang yang jarang tandingannya di dunia ini dan tadi aku telah
merasa amat gembira mendengar bahwa aku mendapat kehormatan untuk merasakan
kehebatan Hoa-san Kiam-hwat. Akan tetapi mengapa kau membawa-bawa toya?"
Ong Su tertawa, suara ketawanya bebas lepas menandakan kejujuran dan kepolosan
hatinya. "Enci yang gagah, semenjak belajar ilmu silat, aku lebih suka memegang toya ini
dan ilmu pedang yang kupelajari belum cukup untuk menandingi ilmu pedangmu tadi.
Selain ilmu pedang, Hoa-san-pai juga memiliki ilmu toya dan marilah kita main-
main sebentar untuk menambahkan pengetahuanku yang amat dangkal."
Karena memang wataknya amat jujur, maka biarpun merendahkan diri namun ucapan
Ong Su terdengar kaku. Sambil tersenyum Ciu Hai Eng lalu memasang kuda-kuda dan berkata,
"Saudara Ong yang baik, silakan menyerang!"
Ong Su tidak sungkan-sungkan lagi dan segera menggerakkan toyanya dan
terkejutlah Cui Hai Eng melihat gerakan toya yang benar-benar hebat itu. Ia
maklum bahwa dalam hal tenaga, ia tidak dapat mengimbangi tenaga lawan yang kuat
bagaikan seekor harimau muda ini, maka ia berlaku hati-hati sekali dan memutar
pedangnya dengan cepat untuk mendesak Ong Su dengan ginkangnya yang tinggi. Akan
tetapi, kembali ia terkejut karena biarpun tubuhnya besar dan kuat, namun gin-
kang dari Ong Su cukup lihai dan tidak berada di sebelah bawah ginkangnya
sendiri! Pertempuran kali ini lebih hebat dari pertempuran tadi sehingga penonton
bersorak-sorak gembira. Memang benar-benar mengagumkan gerakan kedua orang itu.
Toya di tangan Ong Su bergerak-gerak kuat bagaikan gelombang ombak samudera yang
bergulung-gulung memukul pantai, sedangkan Ciu Hai Eng dengan amat gesitnya
berkelebat dengan sinar pedangnya diantara gulungan gelombang sinar toya itu!
Kalau diukur, kepandaian kedua orang muda ini memang seimbang. Ong Su memang
boleh dibilang menang tenaga, akan tetapi dalam hal kegesitan, ia masih kalah
sedikit. Hal ini bukan hanya disebabkan oleh ginkang, karena ilmu meringankan
tubuh mereka setingkat, hanya karena senjata di tangan gadis itu lebih ringan
dan dipegang di ujung tangan, maka dapat digerakkan lebih cepat dari pada
gerakan toya yang dipegang oleh kedua tangan. Dalam hal mempertahankan diri,
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memang senjata toya lebih bermanfaat dan praktis, akan tetapi dalam penyerangan,
kalah ganas oleh gerakan pedang. Hal ini dapat dilihat dengan baik oleh para
ahli yang berada di situ, dan bagi mereka juga amat sukar untuk menentukan
siapakah yang lebih unggul diantara kedua orang muda yang sedang bertempur itu.
Ciu Hai Eng yang sudah mulai lelah, segera mengeluarkan ilmu pedangnya yang
paling hebat, yakni ia menggunakan gerak tipu Dewi Kwan Im Menyebar Bunga.
Gerakan pedangnya kali ini benar-benar cepat sekali sehingga Ong Su merasa amat
terkejut. Seakan-akan berubah menjadi
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
dua batang, pedang di tangan gadis itu dengan secara tiba-tiba dan bertubi-tubi
menyerang dengan tusukan ke arah lehernya lalu diteruskan membacok dadanya!
Ong Su menggerakkan toyanya menangkis, akan tetapi ketika dua kali serangan ini
dapat ia tangkis, tahu-tahu pedang gadis itu telah terpental dan langsung
menusuk ke perutnya! Ong Su merasa terkejut dan tak tempat menangkis lagi. Akan
tetapi, tiba-tiba pedang di tangan Hai Eng berubah gerakannya karena gadis ini
tidak mau melukai lawannya dan kini pedang itu meluncur ke pinggir perut Ong Su
dan hanya menyerempet bajunya saja.
Pada saat itu toya Ong Su yang ditangkisnya tadi telah tiba dan menghantam
pedang itu sekerasnya hingga pedang di tangan Hai Eng terlepas dari pegangan!
2.1. Kesombongan Murid Bu-Tong-Pai
ONG SU adalah seorang yang jujur. Ia maklum bahwa kalau mau, tadi gadis itu
telah dapat mengalahkannya, dan bahwa gadis itu telah berlaku mengalah, maka
kini melihat betapa pedang gadis itu terlepas dari pegangan karena sampokan
toyanya, iapun lalu melepaskan toyanya itu dari pegangan hingga jatuh ke atas
lantai panggung! Ciu Hai Eng tersenyum dan menjura.
"Ong-enghiong, tenagamu besar sekali, aku mengaku kalah."
Ong Su buru-buru membalas dengan menjura dalam. Ketika para penonton menyambut
kemenangannya dengan tepuk sorak, ia lalu mengangkat kedua tangannya ke atas dan
berkata dengan suara keras.
"Bukan siauwte yang menang, akan tetapi nona inilah yang menang! Aku mengaku
kalah!" Setelah berkata demikian, ia menjura lagi kepada Hai Eng dan berkata.
"Enci yang gagah, aku benar-benar mengaku kalah dan terima kasih atas kemurahan
hatimu tadi!" Setelah berkata demikian, Ong Su mengambil toyanya dan melompat turun kembali ke
tempat duduknya semula di dekat Ciauw In dan Bwee Hiang.
"Ji-suheng, sikapmu tadi benar-benar baik dan membanggakan hatiku," kata Bwee
Hiang. Sedangkan Ciauw In hanya mengangguk-angguk dan berkata,
"Dia memang lihai ilmu pedangnya."
Para juri yang terdiri dari Pek Bi Hosiang, Gui Im Tojin, dan Lan Lau Suthai
juga tahu akan hasil pertempuran tadi, maka dalam babak pertama ini, Ciu Hai Eng
dinyatakan keluar sebagai pemenang dan ia diperbolehkan duduk mengaso dan
menanti untuk masuk dalam babak kedua!
Tepuk-sorak ramai menyambut kemenangan Hai Eng ini dan gadis itu lalu duduk di
tempatnya sendiri dan diam-diam merasa kagum akan kejujuran hati Ong Su, murid
Hoa-san-pai yang lihai ilmu toyanya itu.
Ketika peserta lain dipersilakan naik, wakil Bu-tong-pai yang bernama Ong Hwat
Seng pemuda yang menjadi wakil tunggal dari partai Bu-tong itu melompat ke atas
panggung. Ia sengaja melakukan gerak lompat Garuda Sakti Melayang Naik, sebuah
gerakan yang amat indah dipandang. Sambil melompat, ia membuka kedua lengannya
ke kanan kiri bagaikan sayap garuda, kedua kakinya ditekuk ke atas seakan-akan
cakar garuda hendak menyambar dan tubuhnya seakan-akan telungkup di udara.
Ketika tubuhnya turun ke atas papan panggung luitai (panggung
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
tempat bersilat), kedua kakinya diturunkan dan hinggap di atas papan, demikian
ringannya bagaikan seekor burung kecil saja! Tentu saja gerakannya ini disambut
oleh tepuk sorak penonton yang merasa kagum sekali.
Dengan lagak dibuat-buat, pemuda ini lalu menjura ke empat penjuru, kemudian
berdiri mengangkat dada dan bertolak pinggang, menanti datangnya lawan! Ong Hwat
Seng memang tampan dan gagah orangnya, serta mempunyai kesombongan besar. Hal
ini adalah karena ia masih amat muda, belum lebih dari dua puluh tahun dan
karena ia memang berasal dari keluarga bangsawan yang kaya raya, maka sifat ini
tak begitu mengherankan. Akan tetapi, harus diakui bahwa ia memiliki bakat baik
sekali dan ilmu silatnya amat lihai sehingga Bu-tong-pai merata bangga mempunyai
seorang murid muda seperti dia.
Seorang peserta lain yang tidak mewakili partai, yakni Kam Sui Hong, ketika
melihat lagak pemuda di atas pangpung, tidak dapat menahan hatinya lagi. Sambil berkata "maaf!" ia melompat naik ke atas panggung dan menghadapi Ong Hwat
Seng sambil menjura. "Saudara Ong dari Bu-tong-pai, siauwte Kam Sui Hong minta pengajaran!" katanya.
"Saudara Kam Sui Hong. baru tadi aku mengenal namamu, akan tetapi aku belum
mengerti dari manakah kau berasal, dan kau mewakili cabang persilatan manakah?"
Pertanyaan ini diajukan dengan senyum dikulum, dan nampaknya Ong Hwat Seng ini
memandang rendah sekali. Melihat lagak ini, Bwee Hiang yang melihat betapa Ong Su memandang dengan mata
tak senang, segera menggoda ji-suhengnya itu.
"Ong suheng, saudaramu itu benar-benar memalukan!"
Ong Su memandang kepada Bwee Hiang dengan merengut.
"Saudara siapakah" Siapa sudi mempunyai saudara seperti dia?"
Bwee Hiang tersenyum. "Dia juga she Ong, sama seperti shemu sendiri, setidak-tidaknya kau masih ada
hubungan saudara dengan dia."
Makin panaslah hati Ong Su. la bangkit berdiri dan hendak melompat ke atas
panggung, akan tetapi tangannya segera dipegang oleh suhengnya.
"Sute, kau hendak pergi ke manakah?" tanya Ciauw In.
"Biar aku naik ke panggung dan melawan orang sombong itu!"
"Hush! Jangan kau begitu, sute. Kau tadi sudah mengaku kalah, dan karenanya kau
tidak berhak lagi untuk naik ke panggung. Kau lihat, orang sombong itu kurasa
tidak akan kuat menghadapi Kam Sui Hong itu!"
Juga Bwee Hiang membujuk dan berkata,
"Ong-suheng, aku tadi hanya bicara main-main saja, apakah kau tidak bisa
memaafkan?" Luluh lagi kemarahan Ong Su dan dinginlah rasa panas yang membakar hatinya
ketika mendengar ucapan Bwee Hiang ini, maka ia menarik napas panjang dan duduk
kembali di tempatnya. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Sementara itu, Kam Sui Hong ketika mendengar pertanyaan Ong Hwat Seng yang
sombong, lalu tersenyum dan menjawab.
"Saudara Ong Hwat Seng, kau mewakili partai Bu-tong-pai yang ternama, maka tentu
kau lihai sekali. Akan tetapi, aku tidak mewakili siapapun juga, kecuali diriku
sendiri. Aku hanyalah seorang perantau bodoh yang karena gembira melihat
pertemuan ini, melupakan kebodohan sendiri dan ingin menambahkan pengalaman
dalam pertandingan pibu persahabatan ini."
"Sayang sekali, kalau begitu, aku berada dalam keadaan dan kedudukan yang rugi.
Kalau menang, maka kemenangan itu tidak dapat mengharumkan nama partaiku, kalau
kalah, aku akan malu sekali."
Bukan main panas hati Kam Sui Hong mendengar ini.
"Tak usah kau merasa ragu-ragu, saudara Ong. Ketahuilah, biarpun bodoh, akan
tetapi aku adalah keturunan langsung dari Kam Ek locianpwe yang mencipta ilmu
silat Ang-sin-tiauw-kun-hwat (Ilmu Silat Rajawali Merah)."
Mendengar pengakuan ini, kagetlah Ong Hwat Seng dan juga semua orang kini
menaruh perhatian besar kepada Kam Sui Hong karena nama Ang-sin-tiauw-kun-hwat
bukanlah nama ilmu silat yang tidak terkenal.
"Bagus, kalau begitu biarlah aku belajar kenal dengan Ang-sin-tiauw-kun-hwat!"
seru Ong Hwat Seng dengan suara garang dan ia lalu maju menyerang.
Kam Sui Hong berlaku waspada dan segera mengelak lalu membalas dengan serangan
tak kalah hebatnya. Pertempuran kali ini berbeda dengan yang tadi-tadi, oleh
karena dilakukan dengan tangan kosong. Biarpun mereka bertempur dengan tangan
kosong, akan tetapi tidak kalah ramainya dengan pertempuran yang sudah-sudah.
Kedua orang itu sama kuat, sama cepat, dan ilmu silat keduanya memang tinggi.
Ilmu silat Bu-tong-pai mempunyai gerakan dan tendangan kaki yang kuat dan lihai
maka Ong Hwat Seng mempunyai ilmu tendang yang amat berbahaya. Selain kepandaian
menendang ini, iapun ahli tiam-hwat (ilmu menotok jalan darah) dari Bu-tong-pai
yang disebut coat-meh-hoat. Ilmu tiam-hwat (totok) ini berbeda dengan ilmu totok
dari cabang Siauw-lim-pai yang disebut Tiam-hwee-louw, oleh karena kalau tiam-
hwat dari Siauw-lim-pai digunakannya harus tepat dan mencari urat-urat penting,
adalah coat-meh-hoat dari Bu-tong-pai tidak mencari urat dan di mana saja
totokan itu mengenai tubuh akan mendatangkan kelumpuhan pada lawan.
Akan tetapi, ilmu silat turunan yang dimiliki oleh Kam Sui Hong bukanlah ilmu
silat biasa saja dan Ang-sin-tiauw-kun-hwat ini telah mengandung pukulan-pukulan
lihai dari Hun-kin-coh-kut atau ilmu pukulan untuk memutuskan otot dan
melepaskan tulang lawan, juga pemuda ini telah mempelajari ilmu kebal Tiat-pouw-
san (Baju Besi) yang membuatnya kebal terhadap segala totokan yang tidak tepat
dan kuat datangnya. Bahkan senjata tajam yang mengenai badannya, asal datangnya
tidak telak sekali dan tidak dilakukan dengan tenaga lweekang yang tinggi,
takkan dapat melukainya! Maka dapat dibayangkan betapa hebatnya pertempuran itu, Sebetulnya, menurut
imbangan kepandaian mereka, Ong Hwat Seng seharusnya mendapat kemenangan, oleh
karena ilmu kepandaiannya masih tinggi setingkat, juga gerakannya mempunyai
banyak variasi yang tak terduga. Akan tetapi, oleh karena ia sombong, maka ia
memandang rendah dan juga ia terlalu banyak melagak dan mendemonstrasikan
gerakannya agar supaya nampak indah.
Sudah tiga kali ia berhasil memasukkan jari tangannya dan mengirim serangan
totokan, akan tetapi, totokan-totokan ini dapat ditahan oleh kekebalan tubuh Kam
Sui Hong hingga meleset dan tidak melukainya. Hal itu membuat Ong Hwat Seng
menjadi panasaran dan marah maka sambil berseru keras ia lalu mengeluarkan
kepandaian simpanannya, yakni tendangan berantai Siauw-cu-twi. Tendangan yang
amat lihai ini dilakukan dengan kedua kaki dipentang sedikit dengan badan
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
agak merendah ke bawah, kemudian secara tiba-tiba ia melompat ke atas kira-kira
satu setengah kaki tinggi, kemudian kaki kirinya menendang dengan lutut ditekuk,
lalu disusul dengan sambaran tendangan kaki kanan, terus berulang-ulang dan
bergantian, bertubi-tubi ditujukan ke arah anggauta berbahaya fihak lawan!
Inilah tendangan maut yang amat berbahaya dan sekali saja tendangan itu mengenai
sasaran, jiwa Kam Sui Hong takkan tertolong lagi!
Kam Sui Hong yang melihat keganasan serangan lawan yang seakan-akan lupa bahwa
mereka hanya berpibu secara bersahabat itu, dengan terkejut lalu mencoba
mengelak, akan tetapi ia merasa kewalahan menghadapi tendangan berantai yang
lihai, itu, maka sambil menggunakan kedua tangan untuk menyampok tiap tendangan
yang datang, ia terhuyung mundur dan satu kali tendangan itu meleset mengenai
pahanya hingga merasa sakit sekali.
Menurut patut, Ong Hwat Seng harus menghentikan serangannya karena dengan
terdesaknya lawan dan berhasilnya tendangan ke arah paha sudah boleh dianggap
menang. Akan tetapi, pemuda ini agaknya masih belum puas kalau belum merobohkan
lawan, maka ia tidak mau berhenti dan terus melancarkan serangan tendangannya!
Kam Sui Hong yang tertendang pahanya, menjadi lemas sebelah kakinya maka ia
terjatuh berlutut dan ini merupakan satu pembelaan diri yang tidak disengaja,
oleh karena untuk menghadapi tendangan Siauw-cu-twi memang paling tepat harus
merendahkan diri dan menyembunyikan tubuh bagian bawah yang berbahaya. Dengan
keadaan itu, maka tendangan Ong Hwat Seng menyambar ke atas kepalanya dan
kesempatan itu dipergunakan dengan baiknya oleh Kam Sui Hong yang segera
mengulur tangan, menangkap belakang kaki lawan dan mendorongnya sekuat tenaga ke
depan hingga Ong Hwat Seng yang sedang menendang itu tidak ampun lagi lalu
telempar sampai terjatuh di bawah panggung!
Tepuk sorak riuh rendah menyambut kemenangan Kam Sui Hong oleh karena semua
orang diam-diam berfihak kepadanya dan tidak senang melihat lagak Ong Hwat Seng
yang terbanting ke bawah panggung, setelah merayap bangun dengan muka meringis,
lalu berjalan cepat meninggalkan tempat itu sambil setengah berlari-lari!
"Ong-sicu, tunggu .....!" Pek Bi Hosiang berteriak memanggil pemuda itu, akan
tetapi Ong Hwat Seng hanya menengok sebentar dan menjawab,
"Aku sudah kalah, mau apa lagi!" dan terus berlari pergi!
Pek Bi Hosiang menghela napas dan berkata.
"Ah, mengapa Bu-tong-pai mengirim seorang murid seperti dia?"
Akan tetapi, ia lalu menarik muka gembira dan memberi tanda agar supaya
pertandingan pibu dilangsungkan.
Kam Sui Hong biarpun mendapat kemenangan, akan tetapi ia telah menderita luka
pada pahanya yang walaupun tidak berbahaya, akan tetapi tak memungkinkan
kepadanya untuk menghadapi seorang lawan baru, maka sambil menjura kepada Pek Bi
Hosiang ia berkata. "Locianpwe, teecu yang bodoh telah membuat onar, maka harap suka dimaafkan dan
teecu menganggap bahwa barusan teecu tidak berada di fihak menang. Biarlah
selanjutnya teecu menjadi penonton saja, karena untuk menghadapi seorang saudara
lain, teecu tidak kuat lagi."
Orang-orang memuji sikap pemuda yang halus dan sopan ini, bahkan ketiga murid
Hoa-san-pai memandangnya dengan kagum.
"Seorang pendekar muda yang gagah perkasa dan patut dicontoh," kata Ong Su.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Oleh karena dalam pertandingan yang baru terjadi tidak ada fihak yang dianggap
menang, maka lalu muncul jago muda dari Kun-lun-pai yang bernama Bong Lee, yakni
murid kedua dari Kun-lun-pai.
Bong Lee berada di atas panggung, tiba-tiba berkelebat bayangan orang gundul dan
ternyata bahwa Hwat Sui Hwesio wakil dari Siauw-lim-pai telah berada di atas
panggung menghadapi Bong Lee sambil menjura dengan sikap hormat. Hwesio ini
biarpun masih muda, akan tetapi pada wajahnya nampak kesabaran besar seakan-akan
ia telah puluhan tahun menjalani penghidupan suci.
"Sahabat dari Kun-lun-pai, marilah pinceng melayanimu main-main sebentar untuk
menambah kegembiraan," katanya.
Dari gerakannya ketika melompat ke atas panggung tadi saja sudah diketahui bahwa
hwesio muda ini tak boleh dipandang ringan, maka Bong Lee sambil membalas
menjura lalu berkata. "Siauw-suhu, harap berlaku murah hati kepadaku."
Kemudian, ia maju menyerang sambil mengeluarkan ilmu silat Kun-lun-pai yang
cepat. Kedua kakinya tiada hentinya berlompat-lompatan ke kanan kiri dengan
gerakan cepat, sedangkan kedua tangannyapun bergerak-gerak membingungkan lawan
dengan banyak pukulan-pukulan pancingan dan palsu. Inilah ilmu silat Pek-wan-
sin-na atau Ilmu Silat Lutung Putih yang benar-benar luar biasa. Ilmu silat ini
tidak mengandalkan keteguhan kedudukan kaki, akan tetapi mengandalkan kecepatan
dan keringanan kaki untuk melakukan serangan mendahului lawan dengan mempunyai
banyak sekali gerakan-gerakan palsu untuk memancing dan membingungkan lawan!
Sebetulnya apabila menghadapi seorang yang kurang tenang hatinya, biarpun orang
itu memiliki kepandaian yang lebih tinggi, ilmu silat ini mungkin akan dapat
mengalahkannya. Akan tetapi dalam menghadapi hwesio muda itu, ternyata Bong Lee
telah salah taksir. Ia tidak tahu bahwa Hwat Sui Hwesio telah lama menjadi
hwesio dan setiap hari meyakinkan ilmu batin dan samadhi hingga ia menjadi
tenang sekali. Maka, ketika melihat betapa lawannya menggunakan ilmu silat yang
amat cepat dan membingungkan, ia persatukan seluruh perhatiannya dan berlaku
waspada sambil mainkan ilmu silat Lo-han-kun-hwat, yakni ilmu silat cabang
Siauw-lim-pai yang sudah terkenal keteguhannya itu. Dengan gerakan-gerakan yang
mantap dan penuh tenaga, walaupun nampak tidak cepat, akan tetapi setiap kali
pukulan asli dari lawan menyambar, dengan enak dan mudah saja Hwat Sui Hwesio
dapat mengelak atau menangkis, bahkan membalas dengan serangan-serangan cukup
berbahaya. Akibatnya Bong Lee harus mengakui keunggulan jago dari Siauw-lim itu ketika
sebuah gerakan kaki yang menyapu membuatnya terguling dan dengan cepat hwesio
itu lalu menggunakan kedua tangannya untuk membangunkan lawannya.
"Terima kasih atas pengajaranmu, Siauw-suhu," kata Bong Lee yang segera
mengundurkan diri. Setelah Bong Lee, murid kedua dari Kun-lun-pai ini melompat turun, maka
berkelebatlah bayangan hijau dari bawah panggung dan tahu-tahu seorang gadis
berpakaian serba hijau telah berdiri di depan Hwat Siu Hwesio. Inilah pendekar
wanita Tan Bi Nio, murid pertama dari Thai-san-pai atau suci (kakak seperguruan)
dari Kui Ek Li yang telah dikalahkan oleh Ciu Hai Eng murid Go-bi-pai tadi.
Kalau dibandingkan dengan kepandaian Kui Ek Li, maka kepandaian Tan Bi Nio ini
menang jauh dan setingkat lebih tinggi. Dengan sikap sopan ia mengajak pibu
hwesio Siauw-lim-si itu dengan menggunakan senjata.
Hwat Sui Hwesio segera menyetujuinya dan mengeluarkan senjatanya, sebatang toya.
Adapun Tan Bi Nio adalah seorang ahli senjata siang-kek, yakni sepasang tombak
pendek yang ujungnya bercagak. Pertempuran kali ini benar-benar mengagumkan
karena keduanya memiliki ketenangan yang sama dan juga lweekang masing-masing
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
agaknya setingkat. Akan tetapi kemudian ternyata
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
bahwa Tan Bi Nio masih lebih unggul dalam hal kecepatan gerakan. Hwat Sui Hwesio
mainkan ilmu toya Hok-houw-kun-hwat, yakni ilmu toya penakluk harimau yang amat
terkenal dari cabang Siauw-lim. Akan tetapi lawannya yang telah banyak mengalami
pertempuran itu tahu bagaimana harus menghadapi toyanya dan setelah pertempuran
berjalan dengan amat serunya selama hampir lima puluh jurus, sebatang tombak
bercagak di tangan kirinya berhasil merobek ujung lengan baju hwesio itu yang
segera melompat mundur dan menjura mengaku kalah.
Sambutan penonton terhadap kemenangan ini meriah sekali karena semua orang
merasa suka sekali melihat Tan Bi Nio yang selain cantik, juga tinggi ilmu
silatnya dan tidak sombong lagaknya.
Adapun Hwat Sui Hwesio, setelah mengaku kalah, lalu duduk kembali ke tempat
semula dengan, tenang. dan sikap biasa. Dari fihak Siauw lim hanya dia sendri
yang datang oleh karena sesungguhnya fihak Siauw-lim tidak begitu bernafsu untuk
ikut dalam pibu ini. Kedatangan Hwat Sui Hwesio hanyalah untuk menghormat dan
memenuhi undangan Pek Bi Hosiang saja.
Setelah wakil Siauw-lim-si kalah, naiklah seorang peserta lain yang tidak
mewakili cabang persilatan, akan tetapi sebagai perseorangan lain, hendak
mencari pengalaman dan persahabatan. Peserta ini adalah seorang tinggi besar
dengan muka hitam. Dia adalah seorang penduduk di kaki bukit Kui-san yang
bertenaga besar. Akan tetapi ternyata bahwa peserta ini hanya bertenaga besar saja dan tidak
memiliki ilmu silat yang tinggi, maka setelah bertempur dengan tangan kosong
melawan Tan Bi Nio, baru belasan jurus saja ia sudah terlempar lagi turun ke
bawah panggung! Dengan kemenangan berturut-turut ini, Tan Bi Nio berhak memasuki babak kedua dan
iapun lalu melompat turun untuk mengaso dan menanti sampai babak kedua dimulai.
Pemenang-pemenang selanjutnya dalam babak pertama ini adalah Bong Hin murid
pertama dari Kun-lun-pai yang merobohkan dua orang peserta dari luar, dan juga
Lo Sun Kang murid pertama dari Go-bi-pai telah mengalahkan seorang peserta dari
luar. Ketika Lo Sun Kang masih berdiri menanti, dan Ciauw In hendak melompat
naik untuk menghadapi murid Go-bi-pai yang lihai itu, tiba-tiba bayangan hitam
yang amat gesit gerakannya melompat naik menghadapi Lo Sun Kang dengan tersenyum
manis. Bayangan ini bukan lain ialah gadis baju hitam yang tadi dikagumi oleh
Bwee Hiang, karena bersikap gagah dan berwajah cantik jelita.
Memang, dara baju hitam ini benar-benar manis dan jelita sekali. Rambutnya
panjang hitam digelung menjadi dua bukit rambut di kanan kiri, diikat dengan
sutera kuning yang melambai ke bawah. Kulit mukanya yang putih kemerahan itu
nampak lebih putih dan menarik oleh karena pakaiannya yang hitam seluruhnya.
Hidungnya mancung dan mulutnya kecil dengan bibir berbentuk indah dan berwarna
merah segar. Terutama sepasang matanya amat indah bentuknya dan bening sekali,
akan tetapi dari situ terpancar sinar yang tajam berpengaruh.
Para penonton memandang kagum dan juga Lo Sun Kang merasa agak sungkan dan malu-
malu menghadapi nona cantik ini. Ia segera menjura dengan hormat, sementara itu
suara Pek Bi Hosiang yang memperkenalkan tiap peserta yang naik panggung,
terdengar menyebut nama peserta ini sebagai Gu Sian Kim.
"Bolehkah siauwte mengetahui, lihiap ini anak murid dari manakah?" tanya Lo Sun
Kang. Sambil tetap bersenyum manis, Sian Kim menjawab,
"Lo-taihiap, sebetulnya memalukan sekali untuk menuturkan keadaanku, dan
sesungguhnya aku amat lancang dan tak tahu kebodohan sendiri berani naik ke
sini, karena sesungguhnya aku tidak mewakili cabang persilatan dari manapun
juga. Kepandaianku hanyalah ilmu silat pasaran belaka dan kedatanganku ini mohon
pengajaran darimu." Lo Sun Kang adalah seorang murid terpandai dari Pek Bi Hosiang yang telah banyak
merantau hingga ia banyak kenal orang-orang pandai di dunia persilatan, akan
tetapi ia belum pernah KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
mendengar nama Sian Kim, maka ia memandang sambil menduga-duga. Ia maklum bahwa
orang yang sekali-kali tidak boleh dipandang rendah tentang ilmu silatnya ialah
orang-orang yang nampaknya lemah seperti para pendeta dan para wanita, lebih-
lebih apabila mereka ini pandai merendahkan diri. Maka melihat Sian Kim, ia
mendapat dugaan bahwa dara ini tentu memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.
"Lihiap harap jangan terlalu merendahkan diri," katanya. "Tidak tahu lihiap
hendak mengadakan pibu dengan tangan kosong atau bersenjata?"
"Aku pernah mempelajari sedikit permainan pedang dan karena telah lama mendengar
bahwa perguruan Go-bi-pai memberi pelajaran delapan belas macam senjata yang
lihai kepada murid-muridnya, harap taihiap sudi memberi pelajaran kepadaku
dengan semacam senjata yang biasa kau gunakan, agar pengalamanku lebih luas dan
terbuka mataku yang bodoh dan sempit pandangan."
2.2. Pertarungan Dua Harimau Betina
Sambil berkata demikian, Sian Kim meloloskan pedang yang tergantung di
pinggangnya dan semua orang berseru kagum karena ternyata bahwa pedangnya
mengeluarkan cahaya tanda bahwa pedang itu adalah sebuah pedang pusaka yang
ampuh. Lo Sun Kang makin merasa yakin akan kelihaian lawan ini, maka ia lalu
mengambil senjatanya yang paling diandalkan, yakni sebatang tombak yang disebut
Coa-kut-chio atau Tombak Tulang Ular karena tombak ini melengkung-lengkung
seperti tubuh ular dan pada ujungnya terpecah dua seperti bentuk mulut ular yang
terbuka. Ujung yang bercabang ini gunanya untuk menggigit atau menangkap senjata
lawan untuk diputar dan dirampasnya dan dalam hal permainan tombak ini Lo Sun
Kang benar-benar merupakan seorang ahli yang lihai.
Sementara itu, diantara semua orang yang memandang ke arah Sian Kim dengan
kagum, terdapat pula seorang pemuda yang tiba-tiba merasa betapa dadanya
berdebar keras. Pemuda ini adalah Ciauw In, murid Hoa-san-pai itu.
Selama ini, belum pernah Ciauw In tertarik kepada seorang wanita, bahkan
sumoinya sendiri, Bwee Hiang, yang ia tahu menaruh hati kepadanya, diterimanya
dengan dingin. Akan tetapi, semenjak saat Sian Kim melompat naik ke atas
panggung, ia memandang dengan mata terbelalak dan terbakarlah hatinya oleh api
asmara. Ia memandang kepada dara baju hitam itu bagaikan melihat seorang
bidadari baru turun dari kahyangan. Gadis itu benar-benar merupakan kenyataan
dari pada gadis impiannya, demikian cantik jelita dan terutama sekali kerlingan
mata gadis itu membuat ia roboh betul-betul.
Bwee Hiang memang tiada hentinya memandang kepada suhengnya yang telah mencuri
hatinya ini, maka gadis inipun dapat melihat betapa cahaya dalam mata Ciauw In
berubah ketika dara baju hitam itu naik ke panggung. Sebagai seorang wanita yang
berperasaan halus, Bwee Hiang dengan hati kuatir dapat menduga bahwa suhengnya
ini tertarik kepada Sian Kim, maka diam-diam ia merasa panas hati.
Sementara itu, kedua orang muda di atas panggung telah mulai bertempur dan
segera setelah keduanya menggerakkan senjata di tangan masing-masing, terdengar
sorakan penonton yang merasa amat gembira karena kepandaian kedua orang itu
benar-benar hebat luar biasa. Tak lama kemudian, sorakan-sorakan itu tiba-tiba
terhenti dan mereka ini memandang dengan mulut ternganga dan napas tertahan!
Ternyata bahwa ilmu pedang dara baju hitam itu benar-benar mentakjubkan sekali
karena setelah bertempur kurang lebih lima belas jurus, tiba-tiba gadis itu
berseru nyaring dan gerakan pedangnya berubah sedemikian rupa hingga kini sinar
pedangnya berkelebat dan menyambar-nyambar demikian ganas hingga tubuhnya sama
sekali tertutup dan sinar pedang itu kini mengurung Lo Sun Kang dengan ganasnya!
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Ciauw In mengeluarkan seruan tertahan karena ia merasa heran dan kagum sekali,
akan tetapi ada juga perasaan ngeri dalam hatinya karena ilmu pedang gadis itu
benar-benar ganas sekali.
Setiap gerakan merupakan serangan maut yang sukar ditangkis! Kalau saja yang
manghadapinya bukan Lo Sun Kang murid pertama dari Pek Bi Hosiang, tentu dalam
beberapa gerakan saja ia akan roboh! Akan tetapi Lo Sun Kang melakukan
perlawanan sekuat tenaga dan tombak tulang ular di tangannya digerakkan
secepatnya untuk mengimbangi serangan lawan yang datang bergelombang itu.
Akan tetapi, ia hanya dapat bertahan saja oleh karena sama sekali tidak diberi
kesempatan untuk membalas. Pedang Sian Kim terlalu cepat gerakkannya hingga
tidak ada ketika sama sekali bagi Lo Sun Kang untuk mengadakan serangan balasan.
Tiap kali tombaknya dapat menangkis pedang lawan, maka pedang yang tertangkis
itu bukan terpental kembali kepada sipemegang, akan tetapi terpental miring
merupakan serangan susulan yang otomatis!
Belum pernah Lo Sun Kang menghadapi lawan setangguh ini, maka ia benar-benar
merasa gugup dan kagum. Namun, sebagai seorang murid pertama dari cabang
persilatan Go-bi-pai, murid Pek Bi Hosiang yang telah terkenal sebagai tokoh
besar, tentu saja ia ingin menjaga nama perguruannya. Sayang sekali bahwa Lo Sun
Kang orangnya berhati lemah dan ia tidak tega untuk membalas dengan serangan
kejam terhadap lawannya yang cantik jelita ini.
Perasaan bahwa ia sedang bertanding menghadapi seorang lawan wanita dalam sebuah
pertandingan persahabatan, selalu mencegahnya untuk bersikap keras dan kejam. Ia
tidak ingat bahwa lawannya tidak menggunakan perasaan macam ini, dan bahwa
lawannya selalu menyerangnya dengan sungguh-sungguh. Andaikata ia juga
menggunakan kenekatan ini, belum tentu ia akan dapat menang, apalagi karena ia
berlaku sungkan-sungkan, tentu saja makin lama ia makin terdesak hebat.
Adapun Sian Kim makin lama makin ganas ilmu pedangnya dan mendesak hebat sekali,
sama sekali tidak mau memberi kelonggaran. Pada suatu ketika, Lo Sun Kang
melihat pedang lawan membacok ke arah kepalanya dengan gerakan cepat, segera
menggunakan ujung tombaknya untuk "menangkap" pedang itu dan segera tombak
diputar cepat untuk merampas pedang. Akan tetapi, pada saat itu, dengan gerakan
tak terduga dan cepat sekali, kaki kiri dara baju hitam itu bergerak mendupak ke
arah dadanya dengan kecepatan luar biasa!
Lo Sun Kang yang sedang mengerahkan seluruh perhatian untuk merampas pedang
lawan yang berbahaya itu, tidak menduga sama sekali dan tidak berdaya
menghindarkan diri dari dupakan ini, maka cepat ia mengerahkan lweekangnya untuk
melindungi dadanya yang disambar kaki! "Duk!" tendangan tepat mengenai dada dan
tubuh Lo Sun Kang terhuyung-huyung mundur dan wajahnya menjadi pucat sekali!
Pemuda ini lalu menjura di depan Sian Kim dan berkata.
"Lihiap, kau benar-benar lihai aku Lo Sun Kang mengaku kalah!"
Kemudian, tanpa menanti jawaban, ia melompat turun ke bawah panggung dan setelah
tiba di depan Pek Bi Hosiang, ia muntahkan darah merah dan roboh pingsan!
Dengan tenang dan masih tersenyum, Pek Bi Hosiang berkata kepada murid-rnurid
lain. "Bawa ia ke dalam dan beri kim-tan (obat)!"
Sementara itu, Sian Kim yang mendapat kemenangan dan menerima tepuk tangan
pujian dari para penonton, berdiri dengan tenang dan senyumnya tak pernah
meninggalkan mulutnya. Ia mengangguk-angguk keempat penjuru sambil mengangkat
kedua tangan memberi hormat sebagai pernyataan terima kasih atas pujian para
penonton. Ia belum mau turun oleh karena maklum bahwa untuk dapat memasuki babak
kedua, ia harus menangkan sebuah pertandingan lagi.
Cauw ln sudah merasa gatal-gatal tangannya untuk dapat mencoba kepandaian
bidadari yang menarik hatinya itu, dan ia sudah bangkit berdiri hendak melompat
naik ke panggung. Akan tetapi,
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
tiba-tiba Bwee Hiang telah mendahuluinya dan gadis ini telah melompat ke atas
panggung terlebih dulu, menghadapi Sian Kim yang memandangnya dengan mata tajam.
Terpaksa Ciauw In duduk kembali dengan kecewa, dan ia berkata kepada Ong Su.
"Mengapa kau tidak melarang dia nalk" Gadis baju hitam itu lihai sekali dan
sumoi takkan dapat menang terhadapnya!"
Ong Su yang ditegur rnenarik napas panjang dan menjawab,
"Sumoi agaknya marah sekali dan penasaran melihat cara bertempur yang kejam dari
gadis baju hitam itu!"
Ciauw In mengerutkan kening. Kejam" menurut pandangannya, Sian Kim tidak kejam,
akan tetapi menggunakan taktik untuk mencapai kemenangan yang sudah wajar
dilakukan dalam sebuah pertandingan! Memang, hati seorang muda yang sudah
tergoda asmara, takkan melihat atau tidak mau melihat keburukan orang yang
dicintainya! Ia jadi ingin naik ke panggung menghadapi Sian Kim bukan dengan
maksud hendak merebut kemenangan, akan tetapi untuk dapat berhadapan dan menguji
kepandaian gadis yang menarik hatinya itu.
Sementara itu, begitu berhadapan dengan Sian Kim, Bwee Hiang segera meloloskan
sepasang pedangnya dan berkata keras menahan marahnya,
"Sobat yang gagah perkasa, biarlah aku mencoba ilmu pedangmu yang ganas itu!"
Ketika Pek Bi Hosiang menyebut nama Bwee Hiang untuk memperkenalkannya kepada
penonton, berubahlah air muka Sian Kim. Gadis baju hitam ini seakan-akan kurang
jelas mendengar nama yang disebut oleh tokoh Go-bi-pai itu, maka dengan suaranya
yang merdu dan halus ia bertanya kepada Bwee Hiang,
"Nona manis, siapakan namamu tadi" Tadi kurang jelas terdengar olehku."
"Aku adalah Gak Bwee Hiang, anak murid Hoa-san-pai!" jawab Bwee Hiang.
Semua orang yang berada di situ, yang merasa kagum akan kelihaian Sian Kim,
menduga-duga siapakah adanya gadis ini dan siapa pula gurunya. Biarpun Pek Bi
Hosiang sendiri tidak tahu ilmu pedang apakah yang dimainkan oleh dara baju
hitam yang telah berhasil mengalahkan murid pertamanya itu. Juga Ciauw In yang
menduga-duga dengan hati tertarik tidak pernah menduga bahwa sebetulnya dara
baju hitam ini bukan lain ialah pangcu atau ketua dari Hek-lian-pang!
Gadis inilah yang menjadi ketua Hek-lian-pang yang telah diobrak-abrik olehnya
dan kedua orang saudara seperguruannya, bahkan Gu Mo Ong yang tewas dalam tangan
Bwee Hiang. Itu adalah ayah dari Sian Kim! Ilmu pedang yang dimainkannya tadi
adalah ilmu pedang ciptaan seorang pengemis tua yang menjadi guru Sian Kim,
pengemis perantau bertubuh tinggi yang sekarang telah meninggal dunia. Dengan
demikian, maka ilmu pedangnya ini adalah ilmu pedang tunggal yang tidak dikenal
orang lain dan hanya dapat dimainkan oleh Sian Kim sendiri!
Dara baju hitam ini telah setahun lamanya memimpin Hek-lian-pang, menggantikan
ayahnya yang sudah tua dan oleh karena memang ilmu silatnya jauh lebih tinggi
dari pada ilmu silat ayahnya, maka baik ayahnya sendiri maupun para anggauta
Hek-lian-pang mengangkatnya menjadi ketua perkumpulan. Akan tetapi, Gu Sian Kim
ini mempunyai darah perantau dan karena semenjak kecil ia ikut suhunya merantau,
maka ia tidak tahan untuk berdiam saja di rumah.
Kedudukan sebagai ketua perkumpulan Hek-lian-pang tidak menarik hatinya, maka
seringkali ia pergi meninggalkan ayah dan anak buahnya untuk merantau.
Kettka ia kembali ke Ban-hong-cun, ia mendengar tentang kematian ayahnya dan
banyak anak buahnya. Ketika mendengar bahwa yang membasmi perkumpulan Hek-lian-
pang dan yang KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
membunuh ayahnya adalah seorang anak murid Hoa-san-pai yang bernama Gak Bwee
Hiang beserta kedua orang suhengnya yang bernama Lie Ciauw In dan Ong Su, ia
merasa marah sekali. Ia bersumpah untuk mencari dan membalas dendam sakit hati ini, hendak membunuh
ketiga orang murid Hoa-san-pai!
Oleh karena itu, ketika tadi ia melihat dan mendengar nama Ong Su naik ke atas
panggung, diam-diam ia memperhatikan. Ia datang ke tempat ini bukan sengaja
mencari ketiga orang musuhnya, akan tetapi hanya untuk mencari nama dan mencoba
kepandaian. Tidak tersangka sama sekali bahwa di tempat ini ia akan bertemu
dengan ketiga orang yang dicari-carinya, maka sudah tentu saja ia diam-diam
merasa girang bukan main.
Kini menghadapi Gak Bwee Hiang yang menjadi pembunuh ayahnya dan menjadi musuh
besarnya, ingin sekali terjang ia membunuh musuh ini, akan tetapi kecerdikan
otaknya membuat ia berlaku tenang dan membatasi diri, menahan kemarahannya yang
memuncak dan yang membuat sepasang matanya yang indah itu seakan-akan
mengeluarkan cahaya berapi sehingga Bwee Hiang sendiri merasa terkejut.
Sian Kim maklum bahwa ia berada diantara orang-orang gagah yang tak boleh dibuat
permainan, maka kalau saja ia berlaku keras dan kasar terhadap musuh besarnya
ini dan sampai membunuhnya, tentu tokoh-tokoh besar seperti Pek Bi Hosiang, Gui
Im Tojin, Lan Lau Suthai dan yang lain-lain takkan tinggal diam dan kalau sampai
terjadi hal ini, maka keadaannya akan berbahaya sekali! Ia merasa jerih untuk
dianggap musuh oleh sekalian orang gagah dari dunia kang-ouw, maka ia manahan
kemarahan hatinya seberapa dapat.
Sian Kim merasa lega ketika tadi melihat dan menyaksikan kepandaian Ong Su yang
biarpun cukup lihai, akan tetapi tidak teralu berbahaya baginya dan ia sanggup
untuk membinasakan pemuda itu dalam sebuah pertempuran. Kini ia hendak menguji
ketinggian ilmu pedang musuh besar yang berada dihadapannya, kemudian setelah
mencoba lagi kepandaian murid pertama dari Hoa-san, barulah ia akan turun
tangan, akan tetapi tidak di tempat ini!
Demikianlah, setelah mendapat jawaban yang memastikan bahwa yang berada
dihadapannya adalah musuh besarnya yang bernama Gak Bwee Hiang, untuk
melenyapkan keraguannya, ia berkata sambil memaksa sebuah senyum manis.
"Adikku yang baik, ketika aku menuju ke tempat ini, aku mendengar tentang tiga
orang muda anak murid Hoa-san-pai yang membuat nama besar di kota Ban-hong-cun,
tidak tahu apakah mereka yang gagah perkasa itu kau dan saudara-saudaramu?"
Melihat sikap Sian Kim yang mengajaknya mengobrol ini, Bwee Hiang merasa heran
dan juga tidakk sabar.
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Betul, betul aku dan kedua suhengku. Sobat, marilah kita mulai, sekarang bukan
waktunya untuk mengobrol!"
Sian Kim tersenyum dan mencabut pedangnya.
"Baik, baik. Kau majulah!"
Bwee Hiang yang merasa tak senang kepada dara jelita berbaju hitam ini, tanpa
sungkan-sungkan lagi lalu mainkan siangkiamnya dan menyerang hebat. Sian Kim
menangkis dan ia hanya mempertahankan diri saja oleh karena hendak mengukur
sampai di mana kelihaian musuh besarnya ini. Setelah bertempur belasan jurus,
tahulah ia mengapa ayahnya tewas di tangan Bwee Hiang, oleh karena ilmu pedang
Hoa-san-pai yang dimainkan oleh sepasang pedang gadis ini benar-benar tangguh.
Setelah mengukur kehebatan serangan Bwee Hiang, Sian Kim lalu membalas dan kini
pedangnya terputar hebat mendesak sepasang pedang Bwee Hiang dengan amat
kuatnya. Bwee KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Hiang terkejut dan cepat ia membela diri oleh karena kini lawannya telah
mengeluarkan ilmu pedangnya yang ganas dan yang telah merobohkan murid tertua
dari Go-bi-pai! Diam-diam Bwee Hiang mengakui keunggulan ilmu pedang lawannya
yang aneh ini, dan betapapun ia mainkan sepasang pedangnya dengan cepat, tetap
saja ia terdesak hebat! Sebaliknya, Sian Kim yang melihat pertahanan lawannya ini, tahu bahwa biarpun
kalau menghadapi seorang lawan seorang, ia pasti akan dapat merobohkan mereka
ini, akan tetapi kalau mereka berrdua maju mengeroyoknya, Bwee Hiang dengan
siang-kiamnya dan Ong Su dengan toyanya, belum tentu ia akan menang! Belum lagi
diperhitungkan seorang suheng mereka yang belum ia ketahui sampai di mana
tingkat kepandaiannya. Mengingat akan hal ini, Sian Kim berlaku hati- hati dan
ia tidak mau membinasakan Bwee Hiang dalam pertandingan ini, karena biarpun ia
akan berhasil membunuh musuh besar ini, tentu ia takkan kuat menghadapi
keroyokan kedua suheng dari Bwee Hiang!
Ia hanya mengeluarkan ilmu pedang yang disebutnya sendiri Hek-lian-kiamsut, dan
mempergunakan keunggulan permainannya untuk mendesak keras dan mempermainkan
Bwee Hiang. Pada jurus ketiga puluh satu, ia berhasil menggunakan ujung
pedangnya untuk menowel pita rambut Bwee Hiang sehingga pita itu terputus dan
rambut Bwee Hiang terurai di atas pundaknya.
Akan tetapi, hal ini bahkan menambahkan kemarahan Bwee Hiang yang menganggap
bahwa lawannya terlalu menghina dan mempermainkan. Dengan nekad ia maju menyerbu
dengan sepasang pedangnya, akan tetapi kembali Sian Kim mengeluarkan
kepandaiannya. Pedangnya berkelebat dan "bret!" ujung pedang itu berhasil mampir
di baju Bwee Hiang di bagian dada hingga robek!
Bukan main marahnya Bwee Hiang oleh karena perbuatan ini hampir saja
mendatangkan malu besar kepadanya. Untung bahwa yang terobek hanyalah baju luar
dan tidak menembus baju dalamnya yang berwarna merah. Kalau baju dalamnya ikat
terobek, tentu akan terlihatlah dadanya! Hal ini dianggapnya penghinaan yang
luar biasa besarnya, maka sambil memekik marah ia lalu menyerang dengan lebih
hebat, mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk mengadu nyawa!
Menghadapi amukan ini, terpaksa Sian Kim juga mengerahkan kepandaiannya, oleh
karena ia hanya lebih unggul setingkat dari Bwee Hiang dan tak mungkin baginya
untuk mempermainkan gadis itu sesuka hatinya. Setelah ia mengerahkan tenaga dan
ilmu pedangnya, perlahan akan tetapi tentu, Bwee Hiang mulai mundur-mundur dan
berkelahi sambil mundur terputar. Beberapa kali ia terdesak sampai ke pinggir
panggung hingga tiap saat ia dapat tergelincir jatuh!
Para penonton yang melihat pertandingan ini, menjadi tegang dan cemas sekali.
Biarpun mereka yang tidak mengerti ilmu silat, dapat merasa bahwa pertandingan
kali ini di antara dua orang gadis yang merupakan harimau betina itu, bukanlah
pertandingan main-main belaka.
Juga Ciauw In merasa gelisah sekali melihat hal ini. Pemuda ini sudah berdiri
dari tempat duduknya dan memandang penuh kekuatiran. Ia merasa menyesal mengapa
sumoinya begitu keras hati dan tidak tahu diri. Sudah seharusnya sumoinya itu
melompat turun dari panggung menerima kalah. Mengapa sumoinya menjadi demikian
pemarah dan tidak mau mengalah"
Sian Kim merasa penasaran juga melihat kebandelan Bwee Hiang dan karena
serangan-serangan Bwee Hiang juga amat berbahaya, terpaksa ia mendesaknya lagi
dan mengirim serangan-serangan mematikan. Pada suatu saat, serangan Sian Kim
demikian cepat datangnya sehingga ketika tertangkis, api memancar keluar dari
kedua pedang yang sedang bertemu.
Bwee Hiang merasa betapa tangannya gemetar dan selagi ia hendak membalas
serangan itu, Sian Kim mendahuluinya dengan serangan kilat pada lehernya! Bwee
Hiang masih dapat menangkis serangan ini, akan tetapi ia terhuyung dan hampir
jatuh, sedangkan Sian Kim tidak mau memberi hati dan menubruk!
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Pada saat itu, terdengar suara keras, "Sumoi, kau sudah kalah!" dan Sian Kim
merasa betapa pundaknya ditolak orang sehingga ia terdorong mundur sampai tiga
langkah, sedangkan orang yang datang memisah itu, sekali pegang tangan Bwee
Hiang telah berhasil menarik gadis itu melompat turun panggung. Kemudian orang
itu melompat kembali ke atas panggung menjura kepadanya dan berkata dengan
halus, "Nona, harap kau maafkan sumoiku yang keras hati itu."
Sian Kim memandang dan ia tertegun. Yang berdiri dihadapannya adalah seorang
pemuda yang tampan sekali, bersikap sopan-santun dan memiliki sepasang mata yang
amat tajam bagaikan sepasang bintang pagi! Sian Kim memang mempunyai kelemahan
terhadap pemuda-pemuda tampan, maka tak terasa lagi hatinya tergoncang.
Akan tetapi ia teringat bahwa pemuda ini tentulah suheng dari Bwee Hiang yang
bernama Lie Ciauw In. Diam-diam ia merasa terkejut dan mengeluh oleh karena dari
dorongan pemuda tadi saja sudah membuktikan akan kelihaiannya dan kekuatan
lweekangnya yang luar biasa. Maka ia membalas menjura dan berkata,
"Tidak ada yang harus minta maaf, sudah biasa terjadi perebutan kemenangan dalam
sebuah pibu!" Setelah berkata demikian, Sian Kim lalu melompat turun dan duduk di tempat
semula, menanti dimulainya pertandingan babak kedua sebagai hasil kemenangannya
dua kali berturut- turut itu, Ia mengharapkan untuk dapat bertanding dan
mengukur kepandaian Ciauw In dalam babak kedua nanti.
Sementara itu, Ciauw In yang belum bertanding, berdiri menanti datangnya lawan.
Kebetulan sekali masih ada dua orang peserta yang tidak mewakili partai
persilatan, dan seorang diantara mereka lalu melompat naik ke panggung. Akan
tetapi ternyata bahwa ia bukanlah lawan Ciauw In yang lihai dan dalam sebuah
pertempuran pendek, dalam belasan jurus saja peserta ini dapat dikalahkan oleh
Ciauw In yang berhasil menotok pundaknya!
Peserta kedua dan yang terakhir melompat naik dan mengajak Ciauw In bertanding
pedang. Ciauw In mencabut pedangnya dan semua orang, juga Pek Bi Hosiang, memandang
penuh perhatian oleh karena ia ingin sekali melihat lihainya Hoa-san Kiam-hwat
ciptaan Ho Sim Siansu yang belum diperlihatkan itu.
ketika Bwee Hiang bermain siang-kiam, walaupun gerakan ini menurut ilmu pedang
Hoa-san, akan tetapi telah banyak dirobah dengan permainan sepasang pedang,
karena sesungguhnya Hoa-san Kiam-hwat harus dimainkan dengan pedang tunggal maka
permainan Bwee Hiang tidak sangat mengesankan.
Lawan Ciauw In ternyata memiliki ilmu pedang campuran yang cukup tangguh dan
gerakannya kuat. Akan tetapi, menghadapi ilmu pedang yang dimainkan Ciauw ln, ia
tidak berdaya dan belum sampai dua puluh jurus, pedangnya telah dapat dibikin
terpental ke udara oleh babatan Ciauw In!
Tepuk-sorak menyambut kemenangan Ciauw In ini, dan juga Pek Bi Hosiang diam-diam
memuji kehebatan ilmu pedang Hoa-san, sungguhpun ia belum mendapat bukti yang
jelas akan kehebatan ilmu pedang itu karena Ciauw In belum mendapat kesempatan
untuk mainkan ilmu pedang ini sampai sehebat-hebatnya, berhubung lawannya tadi
bukanlah merupakan lawan yang cukup kuat untuk mengimbangi kepandaiannya.
Maka selesailah sudah babak pertama dan orang-orang yang keluar sebagai pemenang
ada lima orang, yaitu Ciu Hai Eng, murld perempuan dari Go-bi-pai, Bong Hin
murid pertama dari Kun-lun-pai, Tan Bi Nio murid perempuan dari Thai-san-pai, Gu
Sian Kim, dan Lie Ciauw In, jadi tiga pendekar wanita dan dua pendekar pria!
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Pek Bi Hosiang yang bijaksana lalu mengadakan keputusan bahwa cli antara kelima
orang itu, harus bertanding menurut kelamin masing-masing untuk menetapkan
pemenang pria dan wanita yang kemudian akan berhadapan untuk memperebutkan gelar
juara! Ciu Hai Eng lalu melompat ke atas panggung, disusul oleh Tan Bi Nio. Pek Bi
Hosiang merasa kecewa sekali bahwa yang menang dalam babak pertama tadi adalah
muridnya kedua ini, karena kalau yang menang itu murid pertamanya yaitu Lo Sun
Kang yang dikalahkan oleh Sian Kim, tentu kedudukan Go-bi-pai lebih kuat. Kini
Ciu Hai Eng yang menghadapi Tan Bi Nio, murid pertama dari Thai-san-pai,
mendapatkan lawan yang berat sekali.
Benar saja, setelah keduanya mulai menggerakkan senjata masing-masing, yakni Ciu
Hai Eng menggerakkan pedangnya dan Tan Bi Nio mainkan siang-kek atau sepasang
tombak pendek bercagak yang lihai, terlihatlah bahwa kepandaian Tan Bi Nio lebih
menang setingkat. Sepasang siang-keknya mendesak pedang Ciu Hai Eng dengan
hebat, dan biarpun Hai Eng mempertahankan diri dan nama perguruannya sekuat
tenaga. Akan tetapi pada jurus ketiga puluh setelah bertempur mati-matian,
siangkek di tangan kanan Tan Bi Nio berhasil menjepit pedang lawan dan
memutarnya sedemikian rupa sehingga terpaksa Ciu Hai Eng malepaskan pedangnya
dan mengaku kalah! 2.3. Pengukuhan Sebagai Hoa-san Tai-hiap
Gu Sian Kim lalu menggantikan Ciu Hai Eng dan kedatangannya disambut oleh para
penonton dengan tepuk sorak riuh rendah! Hampir semua orang yang terdiri laki-
laki semua itu, merasa kagum melihat kepandaian dan terutama sekali melihat
kecantikan Sian Kim, dan kini karena yang dihadapinya juga seorang gadis cantik
seperti Tan Bi Nio, sudah tentu mereka yang menonton merasa senang dan gembira
sekali. Mereka sudah menyaksikan kelihaian Tan Bi Nio dan sudah dibikin kagum
pula oleh permainan pedang Sian Kim, maka dapat menduga bahwa kini pasti akan
terjadi pertempuran yang luar biasa ramainya!
Sementara itu, Ciauw In yang kembali ke tempat duduknya, disambut oleh Bwee
Hiang dengan muka merengut. Gadis ini hampir menangis dan sedang dihibur oleh
Ong Su dengan bisikan-bisikan perlahan. Ciauw In ingin sekali menegur sumoinya
ini, akan tetapi ia tidak mau membikin malu sumoinya di depan umum, maka menunda
niatnya dan akan menegur setelah mereka meninggalkan tempat itu. Sedangkan Bwee
Hiang juga diam saja, bahkan tidak mau memandang muka Ciauw In. Gadis ini merasa
tak enak hati dan marah sekali, karena hatinya telah dipengaruhi oleh rasa iri
dan cemburu besar terhadap Sian Kim.
Sementara itu, pertempuran antara Tan Bi Nio dan Sian Kim telah mulai
berlangsung dengan hebatnya. Sepasang siang-kek dari murid Thai-san-pai itu
memang lihai sekali dan mempunyai gerakan yang kuat dan cepat, sedangkan ilmu
pedang Sian Kim memang mempunyai gerakan istimewa cepatnya, maka tentu saja
setelah kedua orang gadis gagah ini mengeluarkan kepandaian masing-masing, sinar
senjata mereka berkelebatan menyilaukan mata yang menontonnya!
Sian Kim adalah seorang gadis yang mempunyai kecerdikan luar biasa. Ia tidak
mempunyai permusuhan dengan Tan Bi Nio dan tidak ingin pula menanam permusuhan
dengan gadis ini oleh karena, ia tahu bahwa Tan Bi Nio adalah anak murid Thai-
san-pai yang tersohor dan ternama.
Kalau ia sampai menjatuhkan Tan Bi Nio dengan ilmu pedangnya yang ganas tanpa
mengenal ampun, setidaknya tentu ia akan dibenci oleh Tan Bi Nio dan
golongannya. Oleh karena itu, kini menghadapi Tan Bi Nio, biarpun kalau ia mau,
ia dapat mendapatkan kemenangan dengan cepat, akan tetapi ia sengaja menyimpan
tipu-tipu silatnya yang terlihai dan ganas, dan hanya mainkan pedangnya dengan
gerakan lemah gemulai dan indah serta sedap dipandang. Memang ia cantik jelita
dan mempunyai potongan tubuh yang menggiurkan, maka kini setelah ia mengeluarkan
gaya gerakan yang indah, tentu saja ia mendapat sambutan tepuk tangan yang riuh
rendah. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Pada jurus kelima puluh, setelah keduanya merasa cukup lelah, Tan Bi Nio yang
merasa, penasaran oleh karena biasanya sepasang siang-keknya paling baik untuk
melawan orang berpedang, kini ternyata tak berdaya menghadapi permainan pedang
Sian Kim, lalu berseru keras.
"Awas serangan!"
Dan benar saja, siang-keknya kini berubah gerakannya, menjadi kuat dan cepat.
Siang-kek itu bertubi-tubi menghujani serangan. Senjata tombak pendek di tangan
kiri selalu memancing-mancing dan menyerang hebat, akan tetapi ini hanyalah
merupakan serangan palsu belaka. Ketika senjata di tangan kiri meluncur ke arah
iga Sian Kim, gadis baju hitam ini menangkis dengan pedang, akan tetapi tiba-
tiba senjata itu ditarik mundur dan tombak di tangan kanannya yang menyerang
hebat, menyerampang pinggang Sian Kim yang ramping!
Sian Kim tidak menjadi gugup menghadapi serangan tiba-tiba yang berbahaya ini,
sambil berseru keras dan nyaring, tiba-tiba tubuhnya mencelat ke atas dengan
gerak loncat Pek-liong-seng-thian atau Naga Putih Terbang ke Langit! Tubuhnya
berjungkir balik dengan kepala di bawah dan kaki di atas, dan dari atas ia
melayang turun dengan serangan hebat yang mirip dengan serangan pedang Sin-
liong-pok-cui atau Naga Sakti Menyambar Air. Bukan main indahnya gerakan
serangan ini. Ikat pinggang Sian Kim yang berwarna merah itu berkibar di udara,
sedangkan sebagian rambutnya terlepas dari sanggulnya sehingga berkibar-kibar
pula amat indahnya. Semua orang menjadi kagum melihatnya.
Tan Bi Nio yang bersikap tenang menerima serangan ini dan mempergunakan
kesempatan yang amat baik ini untuk mengelak ke kiri, kemudian selagi tubuh Sian
Kim meluncur turun, ia membarengi dengan serangan kedua siang-kek ke arah leher
dan pinggang lawan sambil membarengi mengangkat kaki menendang!
Bukan main hebatnya serangan Tan Bi Nio ini dan Ciauw In yang melihatnya
mengeluarkan seruan tertahan karena kuatir akan keselamatan dara jelita itu
hingga Bwee Hiang menjadi makin merenggut dan cemburu. Akan tetapi, semua
Tangan Geledek 5 Pendekar Rajawali Sakti 82 Selendang Sutera Emas Rembulan Berdarah 1
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo -1988 Dewi KZ 1.1. Anak Murid Ho Sim Siansu
BUKIT HOA SAN terletak di pegunungan Jeng-leng-san sebelah selatan dan di kaki
bukit ini mengalir Sungai Han yang lebar dan berair jernih. Bunga-bunga beraneka
macam warna memenuhi lereng bukit ini di sebelah timur, menimbulkan pemandangan
yang amat permai sedangkan hawa udara di bukit amat sejuknya. Di lereng sebelah
barat banyak sekali ditumbuhi pohon-pohon obat yang banyak khasiatnya, sedangkan
di lereng sebelah selatan penuh dengan hutan-hutan liar.
Bukit Hoa san sungguh merupakan tempat yang amat baik dan ideal bagi para
pertapa yang mengasingkan diri dari dunia ramai. Bukit ini amat terkenal, bukan
hanya oleh karena keindahan bunga-bunga yang menghias lereng timur, atau karena
banyaknya daun-daun dan akar-akar obat yang sering didatangi para ahli
pengobatan untuk mengambil daun dan akar, atau karena keindahan tamasya alam
yang terdapat di bukit itu, akan tetapi terutama sekali oleh karena seperti
banyak bukit-bukit besar dan pegunungan luas di Tiongkok, juga Hoa-san merupakan
sumber semacam cabang ilmu silat yang disebut Hoa-san-pai atau cabang ilmu silat
bukit Hoa-san. Semenjak puluhan tahun yang lalu, banyak sekali pendekar-pendekar muncul dari
bukit Hoa-san yakni anak-anak murid cabang persilatan ini dan banyak orang-orang
sakti yang bertapa di puncak Hoa-san amat terkenal namanya sebagai guru besar-
guru besar yang berkepandaian tinggi.
Pada waktu cerita ini terjadi, yang bertapa di puncak Hoa-san adalah seorang
kakek tua pemeluk Agama Tao yang bernama Ho Sim Siansu. Kakek ini telah berusia
tinggi, sedikitnya enam puluh tahun. Tubuhnya tinggi kurus dan rambutnya yang
telah putih semua itu dibiarkan terurai di atas pundaknya. Juga kumis dan
jenggotnya sudah putih semua, tergantung memanjang sampai ke dadanya. Biarpun
rambut dan cambangnya ini tidak terawat, akan tetapi selalu nampak bersih
bagaikan benang benang perak.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Wajahnya yang sudah penuh keriput selalu berwarna kemerah-merahan, tanda akan
kesehatan tubuhnya yang sempurna. Pakaian yang menutupi tubuhnya sederhana
sekali, seperti pakaian para petani biasa, hanya warnanya saja yang selalu
kuning. Sepatunya terbuat dari pada rumput kering yang dianyam bagus sekali.
Telah dua puluh tahun lebih Ho Sim Siansu mengasingkan diri di puncak Hoa-san
dan sungguhpun telah lama ia tidak mencampuri urusan dunia ramai, namun di
kalangan kang-ouw namanya amat terkenal oleh karena selama bertapa di puncak
Hoa-san itu ia tidak menganggur bahkan telah berhasil mencipta semacam ilmu
pedang yang lihai sekali dan yang diberi nama Hoa-san Kiam-hwat.
Selain tosu (pendeta pemeluk Agama To) ini, di puncak Hoa-san juga tinggal tiga
muridnya yang amat terkasih dan yang sudah mengejar ilmu di bawah pimpinan Ho
Sim Siansu selama hampir sepuluh tahun. Murid pertama adalah seorang pemuda
berusia dua puluh tahun yang bernama Lie Ciauw In.
Ciauw In orangnya pendiam, lemah-lembut, dan berwajah tampan sekali. Tubuhnya
agak kurus dan tinggi, akan tetapi bahunya bidang dan kedua lengannya berisi
tenaga yang mengagumkan. Sinar mata pemuda ini kadang-kadang nampak bercahaya ganjil, sukar sekali untuk
diukur dan dimengerti wataknya, dan kadang-kadang bersinar tajam membuat orang
merasa jerih untuk menatap wajahnya lama-lama.
Hanya pemuda inilah yang benar-benar dapat mewarisi Hoa-san Kiam-hwat dari Ho
Sim Siansu hingga pendeta merasa amat bangga dan suka kepada muridnya ini.
Pengharapannya hanya terletak kepada Ciauw In untuk memperkembangkan dan
memperluas ilmu pedang yang diciptanya itu.
Murid kedua juga seorang pemuda bernama Ong Su. Berbeda dengan suhengnya (kakak
seperguruannya), pemuda yang berusia delapan belas tahun ini bertubuh tinggi
besar dan kekuatan tubuhnya dinyatakan oleh urat-urat besar yang mengembung di
lengan tangan dan kakinya membuat ia nampak hebat dan gagah sekali. Baru melihat
tubuhnya saja, orang akan memperhitungkan dulu sampai seratus kali sebelum
mengambil keputusan mengajaknya berkelahi! Sesuai dengan tubuhnya, Ong Su ini
berwatak jujur dan polos, biarpun sedikit kasar.
Memang orang-orang yang berhati jujur seringkali bertabiat kasar.
Wajah Ong Su tidak dapat disebut tampan, akan tetapi ia tidak buruk rupa dan ia
bahkan memiliki sesuatu pada wajahnya yang amat menyenangkan hati orang untuk
mendekati dan bergaul kepadanya. Juga Ong Su telah mewarisi ilmu silat tinggi
dari Hoa-san-pai, akan tetapi keistimewaannya ialah permainan silat toya.
Tenaganya besar sekali dan dengan sebatang toya di tangan, ia merupakan seekor
harimau ganas yang tumbuh, tanduk pada kepalanya. Juga kepada murid kedua ini,
Ho Sim Siansu amat menyayangi karena suka dan kagum akan kejujurannya.
Murid ketiga adalah orang yang paling di sayang oleh tosu itu, dan murid ini
memang menimbulkan rasa sayang dalam hati siapa saja yang melihatnya. Ia adalah
seorang murid wanita bernama Gak Bwee Hiang, seorang dara muda berusia tujuh
belas tahun. Wajahnya manis sederhana dan yang membuat semua orang merasa suka
dan sayang kepadanya ialah wataknya yang selalu gembira dan jenaka.
Dengan adanya dara ini di dekatnya, setiap orang akan selalu merasa gembira dan
matahari seakan-akan bercahaya lebih terang daripada biasanya. Bwee Hiang pandai
bicara, tidak suka marah, selalu tersenyum dan suka menggoda orang. Wataknya
yang amat peramah dan baik ini ditambah oleh kelincahannya yang mengagumkan. Ia
pandai menari, pandai menyanyi dan suaranya amat merdu.
Tidak heran apabila suhunya amat menyayanginya, juga kedua suhengnya. Dalam hal
ginkang dan kegesitan, ia tak usah merasa kalah terhadap kedua suhengnya, dan
keahliannya ialah KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
mainkan sepasang siang-kiam (pedang berpasang) yang dimainkan dengan ilmu pedang
Hoa-san Kiam-hwat. Biarpun ilmu pedangnya tidak sematang dan selihai Ciauw In,
akan tetapi oleh karena ia mempergunakan dua pedang dan gerakannya cepat dan
gesit, maka tidak sembarangan orang akan dapat mengalahkan dara manis ini!
Huhungan ketiga orang anak muda murid-murid Hoa-san ini amat erat dan baiknya
bagaikan saudara-saudara sekandung, bahkan lebih dari itu. Diam-diam bersemilah
tunas asmara di dalam hati Ong Su terhadap dara itu dan setelah mereka menjadi
dewasa, tunas itu tumbuh makin kuat di lubuk hatinya.
Tentu saja pemuda ini merasa malu untuk menyatakan perasaannya terhadap Bwee
Hiang, akan tetapi pandang matanya secara jujur dan terus terang membayangkan
cinta kasihnya yang besar. Wataknya yang jujur itu membuat segala gerak-geriknya
mudah sekali diketahui oleh semua orang bahwa ia mencintai gadis itu.
Tentu saja sebagai seorang wanita yang memiliki perasaan lebih halus daripada
pria dan yang memang amat tajam perasaannya, dalam hal ini, Bwee Hiang telah
lama maklum akan isi hati Ong Su. Akan tetapi, gadis ini telah lama jatuh hati
kepada twa-suhengnya, yakni Ciauw In yang pendiam dan tampan itu.
Seringkali gadis ini menderita dalam hatinya melihat betapa sikap Ciauw In
demikian dingin dan pendiam terhadapnya. Ia seringkali membayangkan betapa akan
bahagianya kalau sikap Ong Su terhadapnya itu berada dalam diri Ciauw In. Akan
tetapi karena memang wataknya gembira, tak seorangpun dapat mengetahui isi
hatinya dan terhadap Ciauw In ia bersikap seperti biasa semenjak mereka masih
kanak-kanak dan mula-mula belajar silat di Hoa-san.
Pada suatu hari naiklah seorang laki laki yang bersikap gagah dan menunjukkan
bahwa ia pandai ilmu silat, ke puncak Hoa-san melalui lereng timur yang penuh
dengan bunga-bunga indah.
Orang ini sambil berjalan mendaki tebing, tiada hentinya mengagumi keindahan
bunga-bunga yang tumbuh memenuhi lereng. Berkali-kali ia menarik napas panjang
melalui hidungnya, menikmati keharuman bunga yang membuat ia merasa segan
meninggalkan tempat itu. "Benar kata orang bahwa lereng Hoa-san sebelah timur merupakan taman sorga yang
indah," katanya dalam hati. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya dan orang akan merasa
kagum melihat betapa dia mempergunakan ilmu lari cepat, melompat-lompati jurang
dan berlari di jalan yang sukar dengan amat mudahnya.
Ketika orang itu tiba di dekat puncak, ia melihat seorang pemuda sedang bekerja
mencangkul tanah di ladang sayur. Ia menahan tindakan kakinya dan memandang
kagum. Pemuda yang sedang bekerja keras itu hanya mengenakan celana sebatas
lutut dan tubuhnya bagian atas telanjang. Nampak dada yang penuh dan bidang itu
bergerak-gerak dan urat-urat yang besar dan hebat menggeliat-geliat ketika ia
mengayun cangkul di kedua tangannya.
Memang pemuda itu bekerja secara aneh sekali. Setiap petani mencangkul tanah
dengan hanya sebatang cangkul yang dipegang oleh kedua tangan, akan tetapi
pemuda bertubuh besar dan kuat itu memegang dua batang cangkul di kedua
tangannya dan kedua cangkul itu digerakkan berganti-ganti mencangkul tanah
dengan gerakan yang amat cepat dan kuat! Dengan cara demikian, maka hasil
pekerjaannya akan lebih cepat dan banyak melebihi pekerjaan dua orang!
"Hebat sekali! Kalau semua petani dapat bekerja seperti kau, tanah di seluruh
negara akan menghasilkan padi dan gandum dua kali lipat banyaknya!" seru orang
itu gembira. Pemuda itu yang bukan lain adalah Ong Su yang sedang bekerja, menunda cangkulnya
dan memandang kepada orang yang bicara tadi. Ia melihat seorang laki-laki
berusia kurang lebih tiga puluh tahun, bersikap gagah dan garang, pedangnya
nampak tertembul dari balik punggungnya.
"Orang gagah dari manakah datang mengunjungi Hoa-san yang sunyi?" tanya Ong Su.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Orang itu tersenyum dan masih memandang ke arah tubuh Ong Su dengan kagum.
"Anak muda, kau tentu seorang anak murid Hoa-san, bukan" Di manakah aku dapat
bertemu dengan Ho Sim Siansu?"
"Aku memang murid kedua dari Ho Sim Siansu, kau siapakah dan datang dari mana?"
"Aku adalah seorang anak murid Go-bi-pai dan aku disuruh oleh suhu untuk
menyampaikan surat kepada suhumu."
"Ah, tidak tahunya kami kedatangan seorang pendekar dari Go-bi-pai! Selamat
datang, sahabat!" kata Ong Su yang segera menjura dan dibalas oleh orang itu
sepantasnya. Ong Su lalu mengambil kedua cangkulnya, mencuci tangan dan kaki lalu mengenakan
pakaian yang tadi ditaruh di pinggir ladang. Setelah itu ia lalu berkata kepada
orang itu, "Marilah kau kuantar menjumpai suhu."
Setelah berkata demikian, Ong Su lalu berlari cepat dan ia sengaja mengeluarkan
kepandaiannya untuk mencoba kepandaian orang yang mengaku menjadi murid Go-bi-
pai Bukan main kagumnya orang itu ketika melihat betapa Ong Su berlari dengan
amat ringan dan cepatnya, jauh berlawanan dengan tubuhnya yang tinggi besar.
Dengan mengerahkan kepandaian seluruhnya, barulah ia dapat menyusul dan tidak
sampai tertinggal. Ketika Ong Su melihat hal ini, diam-diam ia mengakui bahwa
anak murid Go-bi-pai inipun memiliki ilmu kepandaian yang cukup lumayan.
Ciauw In dan Bwee Hiang melihat kedatangan tamu itu dengan merasa heran oleh
karena memang jarang sekali tempat itu kedatangan tamu. Sebaliknya, ketika
memandang kepada Ciauw In dan Bwee Hiang, murid Go-bi-pai itu makin kagum dan
diam-diam memuji bahwa murid-murid Hoa-san benar-benar gagah dan luar biasa.
Ho Sim Siansu menerima tamunya dengan sabar dan tenang. Setelah orang itu
memberi penghormatan sambil berlutut di depan pertapa itu, Ho Sim Siansu lalu
berkata, "Sicu, kau datang dari tempat jauh membawa perintah apakah dari suhumu?"
Pertapa ini tadi telah diberitahu oleh Ong Su tentang datangnya seorang anak
murid Go-bi-pai yang hendak menyampaikan surat dari suhunya.
"Teecu, pertama-tama menghaturkan hormat kepada locianpwe dan juga suhu minta
kepada teecu untuk menyampaikan salamnya. Selain itu, suhu menyuruh teecu
menyampaikan sepucuk surat ini kepada loocianpwe."
Sambil berkata demikian, orang itu lalu mengeluarkan sebuah sampul surat
tertutup. Sambil menerima surat itu Ho Sim Siansu tersenyum dan berkata,
"Suhumu bukankah Pek Bi Hosiang si Alis Putih?"
Anak murid Go-bi itu mengangguk membenarkan dan ketiga orang murid Hoa-san itu
terkejut mendengar ini karena mereka telah mendengar nama Pek Bi Hosiang, ketua
dari Go-bi-san yang amat terkenal namanya karena memiliki ilmu silat yang amat
lihai. Jadi orang ini adalah murid hwesio tua itu" Mereka menaruh perhatian
kepada tamu yang datang ini.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Sementara itu, Ho Sim Siansu lalu membuka dan membaca surat dari Pek Bi Hosiang
yang ketika mudanya menjadi kenalan baiknya itu. Wajahnya yang penuh keriput itu
kini berseri dan bibirnya tersenyum seakan-akan menahan geli hatinya membaca isi
surat itu. "Ah, Pek Bi kau masih seperti anak kecil saja," katanya dan ia lalu berkata
kepada anak murid Go-bi-pai tadi.
"Sicu, suhumu memang suka main-main. Kau katakanlah kepadanya bahwa sedikit
sekali kemungkinan aku dapat memenuhi permintaannya, akan tetapi betapapun juga,
aku pasti mengirim wakil ke tempat yang telah ditentukan."
"Teecu mengerti, locianpwe. Suhu bahkan berpesan supaya teecu menyampaikan
kepada locianpwe bahwa dalam pertemuan besar ini diundang semua tokoh persilatan
dari berbagai cabang. Suhu telah mengirim surat-surat undangan yang dibawa dan
disampaikan oleh lima belas orang anak murid Go-bi."
"Bagus, memang biarpun suhumu itu suka main-main, akan tetapi ia pandai
menyelenggarakan sesuatu yang besar dan megah. Aku kenal baik keadaannya dan
dalam usia tua ia masih sanggup mengatur pertemuan ini, benar-benar membuat aku
merasa kagum. Sampaikan salamku kepadanya dan doaku semoga usianya lebih panjang
daripada usiaku." Setelah berkata demikian, Ho Sim Siansu lalu masuk ke dalam gubuknya dengan
langkah perlahan. Anak murid Go-bi-pai itu setelah memberi hormat sekali lagi, lalu berpaling
kepada Ciauw In dan dua orang saudara seperguruannya, dan menjura sambil
berkata, "Selamat tinggal, sahabat-sahabat baik, sekarang sudah tiba waktunya bagiku
untuk pergi dari sini."
Ong Su menahannya dan berkata,
"Sobat, kau datang dari tempat yang jauh dan sudah lama kami mendengar nama Pek
Bi Hosiang yang tersohor dan sering dipuji-puji oleh suhu. Pertemuan dengan kau
yang menjadi murid orang tua amat menggembirakan hati kami, mengapa kau tergesa-
gesa hendak pergi" Kau bermalamlah disini dan tinggal barang dua hari agar kita
dapat bicara dengan senang."
Orang itu tersenyum. "Terima kasih, kalian baik dan peramah sekali. Akan tetapi, aku datang membawa
tugas, bukan sedang melancong maka terpaksa aku harus segera kembali untuk
memberi laporan tentang tugasku kepada suhu. Biarlah lain kali kita bertemu
pula." Setelah berkata demikian, ia menjura lagi dan segera lari pergi menuruni lereng
bukit Setelah orang itu pergi, Ho Sim Siansu lalu memanggil ketiga orang
muridnya. Sambil memperlihatkan surat yang baru saja diterimanya, ia berkata,
"Murid-muridku, surat yang kuterima dari Pek Bi Hosiang ini adalah surat
undangan untuk menghadiri pertemuan besar pada permulaan musim semi yang akan
datang dua bulan lagi. Pertemuan diadakan di puncak Bukit Kui san agar para pengunjung dapat menempuh
jarak sama jauhnya karena tempat itu berada di tengah-tengah. Dan maksud
pertemuan itu ialah untuk mengadakan pibu (pertandingan ilmu silat) untuk
menentukan siapa yang tertinggi ilmu silatnya dan untuk saling menukar
pengalaman. Memang baik sekali maksud Pek Bi Hosiang ini karena selain
perhubungan di antara orang gagah menjadi lebih erat, juga kesalahpahaman dapat
dilenyapkan dalam pertemuan itu."
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Bagus sekali! Kalau suhu datang ke sana, pasti suhu akan dapat menduduki
tingkat teratas karena dengan Hoa-san Kiam-hwat, teecu merasa pasti bahwa suhu
tentu takkan menemui tandingan!" kata Ong Su gembira.
"Hush, jangan kau sombong!" cela suhunya, "Orang yang mengagulkan kepandaiannya
sendiri akan kecewa karena itu adalah tanda dari kebodohan! Sungguhpun bukan
maksudku merendahkan ilmu silat kita, akan tetapi kita tetap harus berlaku
waspada dan hati-hati, jangan sekali-kali memandang rendah ilmu kepandaian orang
lain." "Suhu, mengapa suhu tadi menyatakan tak dapat datang" Datanglah suhu dan bawalah
teecu!" kata Bwee Hiang dengan suara membujuk.
Ho Sim Siansu memandang kepada murid perempuan itu dengan tersenyum.
"Bwee Hiang, aku sudah tua."
"Justeru sudah tua maka sebaiknya suhu melakukan perjalanan untuk menghibur
hati, Marilah kita bergembira di sana, suhu." Bwee Hiang membujuk pula dengan
gembira. Suhunya menggeleng kepala.
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak ada hiburan yang lebih mengamankan hati daripada di tempat ini bagiku,
Bwee Hiang. Kau dan kedua suhengmu yang perlu mendapat pengalaman dan hiburan itu. Oleh
karena itu, aku bermaksud untuk mewakilkan kehadiranku kepada kalian bertiga."
Bwee Hiang dan Ong Su menyambut kata-kata ini penuh dengan kegembiraan, wajah
mereka berseri-seri, mulut tersenyum senang. Akan tetapi Ciauw In yang semenjak
tadi diam saja mendengar percakapan ini, lalu berkata kepada suhunya,
"Maaf, suhu. Kepandaian teecu bertiga ma?sih rendah dan pertemuan yang
dimaksudkan itu adalah pertemuan mengadu kepandaian. Kalau teecu bertiga yang
pergi dan mewakili Hoa-san-pai, apakah takkan mengecewakan" Teecu berkuatir nama
Hoa-san-pai akan turun apabila teecu bertiga tak berhasil mendapat kemenangan."
Ho Sim Siansu tersenyum dan di dalam hatinya ia merasa girang mendengar ucapan
muridnya yang amat hati-hati dan pandai merendahkan diri itu. Ia maklum bahwa
dalam hal ilmu pedang, Ciauw In telah dapat memiliki seluruh kepandaiannya dan
Hoa-san Kiam-hwat telah dapat dikuasainya dengan baik, maka kiranya takkan mudah
bagi jago-jago silat lain untuk mengalahkan ilmu pedang muridnya ini.
"Ucapanmu memang benar, Ciauw In dan memang seharusnya kita berhati-hati dan
tidak mengagulkan kepandaian sendiri. Akan tetapi, kau tak perlu merasa kuatir,
oleh karena me?nurut pendapatku, kepandaian yang kalian bertiga miliki sudah
cukup untuk digunakan dalam pertandingan pibu di manapun juga. Aku yakin
hasilnya takkan mengecewakan. Seandainya kalian kalah, mengapa hal itu kau
anggap menurunkan nama Hoa-san-pai. Ingatlah bahwa bukan kelihaian ilmu silat
yang menjunjung tinggi dan mengharumkan nama sesuatu cabang persilatan, akan
tetapi sepak terjang anak murid cabang itu. Kalau kalian dapat mempergunakan
kepandaianmu untuk melakukan hal-hal yang benar dan selayaknya dilakukan oleh
orang orang berkepandaian tinggi, mengapa aku harus kuatir bahwa nama cabang
persilatan kita akan turun"
Kekalahan atau kemenangan dalam sesuatu pertandingan pibu adalah lazim dan tak
dapat dihubungkan dengan keharuman nama."
Ketiga murid yang masih muda itu mendengarkan petuah guru mereka dengan khidmat.
"Ong Su dan Bwee Hiang," kata pula pertapa itu, "Kalian sebagai saudara-saudara
muda harus tunduk dan menurut kepada suhengmu dalam segala tindakan. Jangan
menurutkan nafsu hati dan dalam pertandingan kau harus menyontoh sikap twa-
suhengmu, merendah dan tidak sombong,
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
akan tetapi cukup tabah dan tenang menghadapi lawan yang bagaimana tangguhpun.
Ilmu toya yang dimiliki Ong Su cukup untuk menghadapi lawan yang bertenaga
besar, sedangkan siangkiam dari Bwee Hiang boleh digunakan untuk menghadapi
lawan yang cepat dan gesit. Adapun jika kalian menghadapi seorang yang benar-
benar tangguh dan telah tinggi tingkat kepandaiannya, kalian harus memberikan
kesempatan kepada twa-suhengmu untuk menghadapinya. Ciauw In, hanya kau yang
telah dapat mewarisi Hoa-san Kiam-hwat secara baik, maka kaupakailah pedangku
ini." Sambil berkata demikian, pertapa itu memberikan pedang berikut sarungnya kepada
Ciauw In yang menerimanya sambil berlutut.
"Ciauw In." kata orang tua itu lagi, "ilmu pedang Hoa-san Kiam-hwat yang
kuciptakan belum pernah digunakan untuk menghadapi musuh, oleh karena itu,
rahasianya belum pernah terlihat oleh siapapun juga. Sungguhpun demikian, orang-
orang di kalangan kang-ouw telah mendengar tentang Hoa-san Kiam-hwat, maka kau
harus dapat menyimpan ilmu pedang ini dan jangan kau pergunakan apabila tidak
menghadapi lawan yang benar-benar pandai. Waktu pertemuan itu masih sebulan lagi
dan perjalanan dari sini ke Kui-san sedikitnya makan waktu sepuluh hari. Maka
kalian pergilah turun gunung sekarang juga agar kelebihan waktu yang dua puluh
hari itu dapat kalian pergunakan untuk mencari pengalaman dan menolong orang-
orang yang membutuhkan pertolongan. Ingat, dalam membasmi kejahatan-kejahatan,
batasilah nafsu membunuhmu dan kalau tidak sangat terpaksa, jangan kau membunuh
manusia." "Bagus, kalau begitu teecu dapat pulang dulu ke rumah orang tuaku," kata Ong Su
dengan girang sekali. "Dan teccu juga sudah amat rindu kepada ibu di rumah." kata pula Bwee Hiang.
Hanya Ciauw ln sendiri yang tak dapat ikut bergembira seperti sute (adik lelaki
seperguruan) dan sumoinya (adik perempuan seperguruan).
1.2. Pembalasan Dendam Ayah
Ong Su memang masih mempunyai ayah ibu yang tinggal di sebuah dusun, bernama Ong
Lo It, seorang petani sederhana. Mereka tinggal di kaki bukit Hoa-san di sebuah
dusun yang disebut Kwee-cin-bun. Semenjak berusia sebelas tahun, Ong Su ikut
naik ke puncak Hoa-san belajar ilmu silat dari Ho Sim Siansu dan pertemuan ini
terjadi ketika pertapa itu menolong dusun Kwee-cin-bun dari serangan para
perampok. Ayah Ong Su yang merasa berterima kasih dan tahu akan pentingnya kepandaian
silat untuk melawan perampok-perampok yang mengganas, lalu mengizinkan putera
tunggalnya untuk ikut belajar silat dengan kakek sakti itu. Kadang-Kadang
biasanya di waktu tahun baru, Ong Lo It mendaki bukit Hoa-san mengunjungi Ho Sim
Siansu dan menengok puteranya itu.
Adapun Bwee Hiang sebenarnya adalah puteri tunggal seorang hartawan bernama Gak
Seng yang berdagang hasil bumi, di kota Keng-sin di sebelah selatan Hoa-san. Ho
Sim Siansu mengambil murid anak perempuan ini karena ia amat tertarik melihat
kelincahan dan ketabahan anak itu, juga karena ia maklum bahwa anak itu
mempunyai bakat yang amat baik. Diculiknya anak itu dan ia meninggalkan surat
kepada orang tuanya tentang maksudnya hendak mengambil murid kepada Bwee Hiang.
Semenjak berusia sepuluh tahun, gadis itu telah berada di puncak Hoa-san dan
mempelajari ilmu silat dengan Ong Su dan Ciauw In yang sudah berada di situ
lebih dahulu darinya. Selama tujuh tahun berada di puncak Hoa-san, gadis ini
belum pernah bertemu dengan kedua orang tuanya, sungguhpun ia masih ingat akan
wajah dan nama orang tuanya, namun ia maklum bahwa kini mereka tentu telah tua
sekali dan belum tentu dapat mengenalnya apabila bertemu.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Ciauw In ikut naik gunung semenjak berusia delapan tahun dan sehingga kini ia
telah belajar silat selama dua belas tahun tanpa berhenti. Pernah ia ikut
suhunya turun gunung untuk beberapa bulan lalu kembali lagi ke atas puncak Hoa-
san untuk memperdalam ilmu silatnya.
Ciauw In adalah seorang anak yatim piatu yang tadinya ditemukan oleh Ho Sim
Siansu dalam keadaan melarat dan terlantar. Ayah ibunya meninggal dunia karena
terserang penyakit dan kelaparan, maka ia hidup sebatangkara di waktu masih
kecil sekali hingga hidupnya penuh derita.
Kini ia tidak mempunyai orang tua atau keluarga yang dikenalnya, maka kepada Ho
Sim Siansu gurunya, iapun menganggapnya sebagai orang tuanya sendiri.
Maka kini setelah disuruh turun gunung, ia tidak dapat bergembira seperti sute
dan sumoinya yang akan bertemu dengan orang tua masing-masing, bahkan agak
merasa bersedih karena harus berpisah dari suhunya.
Setelah banyak lagi nasihat-nasihat diucapkan dan dipesankan oleh Ho Sim Siansu
kepada ketiga orang muridnya, maka berangkatlah Ciauw ln, Ong Su, dan Bwee Hiang
turun gunung melalui lereng sebelah selatan yang penuh dengan hutan liar.
o0o Dengan mempergunakan ilmu jalan cepat, pada keesokan harinya tiga murid dari
Hoa-san itu telah tiba di dusun Kwee-cin-bun. Mereka disambut oleh Ong Lo It dan
isterinya dengan gembira sekali. Terutama sekali nyonya Ong atau ibu Ong Su yang
telah tujuh tahun tidak bertemu dengan puteranya, dengan menangis karena terharu
dan girang nyonya ini menangis di pundak Ong Su sambil memeluk putera itu.
Clauw In yang pendiam pun merasa terharu melihat pertemuan mesra ini dan ia ikut
merasa gembira melihat kebahagiaan sutenya. Keluarga Ong yang hidup sebagai
petani itu segera menjamu mereka dan tidak ketinggalan pula semua penduduk dusun
itu datang untuk memberi selamat kepada Ong Lo It yang telah menerima kembali
putera mereka yang telah menjadi seorang yang gagah.
Di tengah-tengah para petani yang sederhana dan jujur itu, ketiga orang murid
Hoa-san merasa seakan-akan berada dilingkungan satu keluarga besar dan mereka
tak dapat menolak ketika para petani itu minta kepada mereka untuk mainkan ilmu
silat sebagai demonstrasi. Ciauw In bersilat melawan Ong Su sebagaimana kalau
mereka sedang berlatih di puncak Hoa-san, yakni Ong Su bersenjata toya dan Ciauw
In bersenjata pedang. Kepandaian kedua orang muda itu memang telah mencapai tingkat tinggi, maka tentu
saja ketika mereka bersilat, dalam pandangan semua orang dusun itu, tubuh mereka
lenyap tergulung oleh sinar toya dan pedang hingga mereka memandang dengan mata
terbelalak dan kagum sekali. Mereka bersorak-sorak memuji hingga keadaan menjadi
makin ramai dan gembira. Setelah kedua orang muda itu berhenti bersilat, Ong Lo
It dengan mata berlinang air mata lalu menepuk-nepuk pundak puteranya dengan
bangga sekali. Akan tetapi ketika Bwee Hiang yang diminta pula mempertunjukkan kepandaiannya
itu bersilat pedang seorang diri dan sepasang pedangnya cepat menyilaukan mata
dan tubuhnya lenyap diantara gulungan kedua pedang di tangannya, semua orang
menjadi melongo! Dalam pandangan mereka, gadis ini lebih hebat pula, dan setelah
Bwee Hiang berhenti bersilat pecahlah tepuk tangan dan tempik sorak yang memuji-
mujinya dengan penuh kekaguman.
Pada malam harinya, kedua orang tua itu memanggil Ong Su dan setelah putera
mereka menghadap, ibunya lalu berkata,
"Su-ji, aku dan ayahmu merasa suka sekali melihat sumoimu itu dan karena tahu
ini kau telah masuk usia delapan belas tahun, bagaimana pikiranmu kalau kita
lamar sumoimu itu untuk menjadi jodohmu" Kami lihat bahwa ia sesuai sekali
menjadi isterimu." KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Merahlah muka Ong Su mendengar ucapan ibunya ini dan ia merasa malu-malu dan
juga girang oleh karena ternyata bahwa kedua orang tuanya sependapat dengannya.
Karena ia seorang berwatak jujur, maka dengan terus terang dan menundukkan muka
karena malu, ia berkata, "Ibu dan ayah, sesungguhnya di dalam hatiku telah lama pula aku merasa suka
kepada sumoi maka sudah tentu aku merasa setuju sekali pada kehendak ayah dan
ibu. Akan tetapi, harap jangan melakukan pinangan pada waktu sekarang, oleh
karena selain sumoi belum bertemu dengan ibunya, juga aku belum mendapat
kepastian dari sumoi yang sikapnya masih meragukan.
Ayah dan ibu tentu maklum bahwa kalau sampai pinangan kita ditolak, maka
hubungan antara aku dan dia sebagai saudara seperguruan akan menjadi terganggu."
Ong Lo It dan isterinya merasa girang sekali mendengar ini dan mereka berjanji
akan menunda dulu maksud ini, menanti sampai ada "tanda-tanda baik" dari pihak
gadis itu yang tentu akan dikabarkan oleh Ong Su kepada mereka kalau hal ini
terjadi. Pada keesokan harinya, ketiga orang muda itu berpamit kepada Ong Lo It dan
isterinya dan dengan diantar sampai ke batas dusun oleh banyak penduduk di situ,
mereka meninggalkan Kwee-cin-bun dan menuju ke kota Keng-sin untuk mencari ibu
Bwee Hiang. Kalau di Kwee-cin-bun mereka disambut dengan gembiranya, di rumah ibu Bwee
Hiang, yakni nyonya Gak Seng, mereka disambut dengan hujan air mata dan
kesedihan. Ketika dulu Bwee Hiang diculik oleh Ho Sim Siansu, ayahnya adalah seorang yang
paling kaya kota ini dan disegani oleh orang karena selain berhati dermawan dan
suka menolong orang miskin, juga Gak Seng terkenal sebagai seorang yang jujur
dan pemberani. Akan tetapi sekarang, Gak Seng telah meninggal dunia empat tahun
yang lalu, harta bendanya habis dan kini nyonya Gak Seng telah menjadi janda dan
hidup sebatangkara di dalam rumahnya yang sederhana, menanti-nanti datangnya
puterinya yang hilang terculik orang pada tujuh tahun yang lampau!
Kedatangan Bwee Hiang disambut dengan pelukan dan ciuman yang mengharukan.
Nyonya yang kurus itu menangis dan mengeluh dengan sedihnya.
"Ibu jangan kau bersedih, ibu. Bukankah aku sudah kembali dipangkuanmu?" kata
Bwee Hiang yang mencoba untuk tersenyum sungguhpun seluruh mukanya basah air
matanya sendiri. "Bagaimana kau sampai tinggal di tempat ini" Mana gedung kita dulu" Dan ayah
pergi ke manakah?" Pertanyaan ini membuat nyonya Gak Seng menangis makin sedih hingga sukarlah
baginya untuk mengeluarkan kata-kata, Bwee Hiang terpaksa menghibur ibunya itu
dan setelah mempersilakan kedua suhengnya untuk duduk di ruang depan, ia lalu
menuntun ibunya itu ke dalam kamar. Hati Bwee Hiang merasa gelisah sekali ketika
melihat sebuah meja abu di ruang tengah dan melihat keadaan rumah yang amat
miskin itu. Wajahnya pucat dan matanya terbelalak memandang ke arah meja abu
itu, karena adanya meja itu di situ hanya mempunyai satu maksud, yakni bahwa
ayahnya telah meninggal! "Ibu ....... meja abu siapakah ini ......?"
Sambil menahan sedu sedan yang mendesak dari kerongkongnya, nyonya Gak menjawab
perlahan. "Siapa lagi ....." Meja ayahmu ....."
Bwee Hiang menjerit dan menubruk kaki meja abu itu, berlutut sambil menangis
terisak-isak. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Ayah ..... ayah .... Hiang datang ayah...., ampuni anakmu yang tidak berbakti
ini ..... aku datang akan tetapi ....., ternyata kau telah pergi ....."
Jeritan Bwee Hiang ini, terdengar oleh Ong Su dan Ciauw In yang duduk di luar,
maka tanpa memperdulikan lagi kesopanan sebagai tamu, mereka menyerbu ke dalam
karena berkuatir. Melihat gadis itu mendekam di atas tanah, berlutut di depan meja abu sambil
menangis terisak-isak dan menyebut nama ayahnya, keduanya berdiri bengong dan
tahulah mereka bahwa ayah sumoinya itu telah meninggal. Dengan terharu mereka
lalu menjura di depan meja abu itu sebagai penghormatan kepada mendiang ayah
Bwee Hiang, kemudian mereka mendekati sumoinya dan Ciauw In yang biasanya
pendiam itu berkata dengan suara menahan keharuan,
"Sudahlah, sumoi, mati dan hidup tak berbeda banyak seperti kata suhu dulu,
mengapa kau bersedih! Ingatlah bahwa akupun telah kehilangan ayah ibuku ......."
Mendengar hiburan ini, Bwee Hiang menahan tangisnya, dan kedua orang muda itu
lalu keluar kembali. Nyonya Gak Seng lalu memeluk anaknya dan dibawanya masuk ke
dalam kamar. "Ibu, ceritakanlah lekas, mengapa ayah meninggal dunia sedangkan ayah belum
begitu tua" Dan mengapa pula keadaanmu sampai menjadi begini?"
Nyonya Gak Seng menarik napas panjang sebelum menjawab pertanyaan
"Anakku, telah banyak sekali hal-hal yang hebat terjadi pada kira-kira empat
tahun yang lalu. Dan aku selalu berdoa siang malam kepada Thian Yang Maha Adil agar supaya kau
cepat-cepat pulang membawa kepandaian untuk membalas dendam yang kuderita
bertahun-tahun. Anakku, sebelum aku bercerita, katakanlah dulu apakah kau benar-
benar membawa pulang kepandaian tinggi" Jawablah sejujurnya, Hiang."
Merahlah muka Bwee Hiang karena marah. Ia dapat menduga bahwa ayahnya tentu
terbunuh orang, maka tiba-tiba, ia mencabut sepasang pedangnya dan bertanya.
"Katakan, ibu! Siapa orang yang telah mendatangkan malapetaka ini" Siapa yang
telah membunuh ayah" Akan kubalas dendam ini sekarang juga!"
"Simpan dulu pedang-pedangmu, anakku. Aku merasa girang kau mempunyai
kesanggupan untuk membalas musuh kita, karena sesungguhnya musuh kita amat lihai
dan banyak jumlahnya."
"Aku tidak takut, ibu! Dan pula, ada kedua suhengku yang tentu akan suka
membantuku!" Setelah menarik napas lega, nyonya janda itu bercerita.
"Pada empat tahun yang lalu, kota ini kedatangan serombongan orang jahat yang
mengaku sebagai anggauta-anggauta perkumpulan Hek-lian-pang atau Perkumpulan
Teratai Hitam. Mereka ini terdiri dari dua puluh orang lebih yang kesemuanya
merupakan jago-jago silat yang berilmu tinggi dan mereka menggunakan kepandaian
mereka untuk memeras penduduk kota ini. Mereka menentukan uang sumbangan yang
jumlahnya besar dari tiap penduduk. Kau tahu tabiat ayahmu yang keras dan
berani. Melihat sikap mereka yang kurang ajar itu, ayahmu lalu mengumpulkan
kawan-kawan sekota untuk melawan dan mengeroyok mereka. Banyak orang fihak kita
yang tewas dalam pertempuran itu, akan tetapi akhirnya mereka dapat didesak
mundur meninggalkan kota. Dan pada tiga hari kemudian, malam hari yang celaka,
diam-diam mereka datang dan membalas dendam mereka itu seluruhnya kepada
keluarga kita." Bicara sampai di nyonya itu menarik napas panjang dengan muka sedih.
"Teruslah ibu, apakah yang diperbuat oleh keparat-keparat itu?" tanya Bwee Hiang
dengan marah. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Mereka merampok harta kita, dan ayahmu yang malang itu mereka bunuh, rumah kita
mereka bakar! Ketika penduduk datang menolong, telah terlambat. Ayahmu .....
telah tewas dan rumah habis terbakar, sedangkan bangsat-bangsat itu telah
melarikan diri!" Bwee Hiang bangun berdiri dari tempat duduknya. Kedua tangannya dikepalkan dan
matanya mengeluarkan sinar berapi-api.
"Ibu, anak bersumpah hendak membasmi gerombolan Teratai Hitam itu! Di manakah
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sarang mereka?" "Tenanglah, Bwee Hiang, dan biarpun sakit hati ini harus dibalas, akan tetapi
kau berhati-hatilah menghadapi mereka, karena menurut cerita semua penduduk kota
ini, mereka itu memiliki ilmu silat yang lihai, dan mereka dipimpin oleh seorang
penjahat yang amat tinggi kepandaiannya.
Aku adalah seorang wanita lemah yang tak berdaya, akan tetapi selama ini tiada
hentinya aku menyelidiki dan mendengar-dengarkan cerita orang di mana mereka
yang menjadi musuh-musuh kita itu berada. Aku tahu bahwa pada suatu hari kau
tentu akan datang dan perlu mengetahui tempat mereka itu. Menurut hasil
penyelidikanku yang terakhir, mereka itu katanya kini berada kota Ban-hong-cun,
sebelah timur kota ini, kira-kira seratus li jauhnya."
"Ibu, kalau begitu anak mohon dirl. Sekarang juga anak hendak mengejar mereka di
Ban-hong-cun!" "Jangan begitu tergesa-gesa, Bwee Hiang .......!"
Akan tetapi gadis itu telah berlari ke luar menghampiri kedua suhengnya yang
memandangnya dengan kasihan. Dengan singkat Bwee Hiang menuturkan peristiwa
hebat yang menimpa keluarganya itu kepada Ciauw In dan Ong Su, dan kedua orang
muda ini dengan serentak menyatakan kesediaan mereka untuk membantu.
"Penjahat-penjahat kejam itu memang harus dibasmi, sumoi. Mari kita berangkat
sekarang juga," kata Ong Su yang menjadi marah sekali.
Demikianlah, tanpa dapat ditahan lagi oleh nyonya janda Gak, Bwee Hiang mengajak
kedua suhengnya untuk melanjutkan perjalanan menuju ke Ban-hong-cun untuk
mencari musuh-musuh besarnya! Di dalam perjalanan yang dilakukan secara tergesa-
gesa ini, mereka bertiga tidak banyak bercakap-cakap dan Bwee Hiang yang
biasanya amat jenaka hingga menggembirakan hati kedua suhengnya, kini bermuram
durja. Dua hari kemudian, sampailah mereka di kota Ban-hong-cun. Dengan mudah mereka
dapat mencari tempat perkumpulan Hek-lian-pang itu. Tempat itu merupakan sebuah
gedung yang besar dan mentereng. Di depan gedung itu terdapat sebuah papan yang
lebar, di mana terdapat sebuah lukisan bunga teratai warna hitam.
Ketika mereka bertiga memasuki halaman rumah itu, mereka melihat tiga orang
laki-laki duduk di ruang depan sambil bermain catur. Tiga orang laki itu
memandang kepada Bwee Hiang dan kedua suhengnya dengan heran.
"Sam-wi (saudara bertiga) siapakah dan ada keperluan apa datang ke tempat kami?"
tanya seorang di antara mereka sambil berdiri dan menjura.
Bwee Hiang menahan marahnya dan tanpa membalas penghormatan mereka, ia berbalik
mengajukan pertanyaan singkat.
"Apakah kamu ini anggauta-anggauta Hek-lian-pang?"
"Benar, dan nona ........?"
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Belum juga kata-katanya dilanjutkan, Bwee Hiang telah melompat maju dan
menyerang dengan pukulan kilat. Pukulannya ini cepat sekali dan karena tidak
menduga lebih dulu, orang itu kena pukul dadanya hingga terlempar jauh dan roboh
pingsan. Dua orang kawannja menjadi terkejut dan marah sekali, sambil berseru keras
mereka mencabut pedang dari pinggang dan membentak.
"Perempuan liar dari manakah datang-datang menyerang orang?"
Akan tetapi tanpa banyak cakap lagi Bwee Hiang telah mencabut siang-kiamnya dan
bagaikan seekor naga betina yang ganas ia maju menyerang dua orang itu.
Serangannya ini penuh dengan nafsu membunuh dan datangnya luar biasa cepatnya
hingga ketika kedua lawannya menangkis, ia cepat memutar pedangnya dan seorang
di antara lawannya roboh karena tusukan pedang di tangan kirinya! Yang seorang
lagi ketika melihat kelihaian nona itu, cepat melompat mundur dan lari masuk ke
dalam gedung sambil berteriak-teriak keras!
Bwee Hiang memandang ke dalam dengan mata bersinar-sinar, sedangkan Ong Su dan
Ciauw ln yang belum bergerak, hanya memandang dengan tangan telah siap memegang
senjata masing-masing! Ketika orang yang terpukul dadanya oleh Bwee Hiang tadi bergerak dan merayap
bangun, dengan sekali lompatan saja Bwee Hiang telah berada di depannya dan
menodong dengan pedang. "Di mana adanya pangcu (ketua) mu yang empat tahun yang lalu menyerbu keluarga
Gak di kota Keng-sin?"
"Pangcu kami sedang pergi ..... tidak ber?ada di sini ....," jawab anggauta Hek-
lian-pang itu dengan muka pucat dan tubuh menggigil.
"Bohong!" teriak Bwee Hiang sambil menusukkan ujung pedangnya sedikit ke dada
orang. "Tidak ..... tidak bohong ..... pangcu kamipun baru setahun menjabat kedudukan
pangcu ...... Empat tahun yang lalu pangcu kami adalah ayah dari pangcu kami yang
sekarang ..... dia ada di dalam gedung ..... harap lihiap ....."
Akan tetapi pada saat itu dari dalam berlari keluar seorang tua tinggi besar
yang diikuti oleh orang-orang sejumlah dua puluh orang lebih. Melihat ini, Bwee
Hiang lalu menusukkan pedangnya menembus dada orang yang membuat pengakuan tadi!
Orang tua tinggi besar yang baru keluar dari dalam rumah itu merasa marah
sekali. la gunakan golok besarnya menuding ke arah Bwee Hiang dan kedua
suhengnya sambil membentak dengan mulut marah.
"Tiga pembunuh rendah, siapakah kalian dan mengapa datang-datang membunuh orang
seperti orang gila."
Akan tetapi Bwee Hiang tidak menjawab pertanyaan ini, bahkan lalu bertanya.
"Apakah kau orang yang memimpin anak buahmu pada empat tahun yang lalu membakar
rumah seorang she Gak di Keng-sin dan membunuhnya dengan kejam?"
Orang itu tertawa menghina.
"Benar! Akulah yang memimpin kawan-kawanku menghukum anjing she Gak itu! Apa
hubungannya dengan kau?"
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Bukan main marahnya hati Bwee Hiang ketika mendengar bahwa orang inilah yang
menjadi musuh besarnya. "Manusia jahanam! Dengarlah baik-baik! Aku adalah puteri dari Gak Seng yang
kaubunuh itu dan sekarang setelah kita berhadapan muka, mari kita bertempur
untuk menyelesaikan perhitungan ini!"
Sambil berkata demikian, gadis itu melompat maju dengan marah dan langsung
menggerakkan siang-kiam di kedua tangannya untuk menyerang.
"Kau anak kecil hendak melawan Gu Ma Ong" Ha, ha, ha!" Orang itu tertawa
menyindir sambil menggerakkan goloknya menangkis sekuat tenaga. Akan tetapi
suara ketawanya yang penuh ejekan itu melenyap ketika ia merasa betapa tangannya
itu terbentur dengan pedang yang amat kuatnya hingga ia merasa telapak tangannya
tergetar. Ia maklum bahwa lawannya yang biarpun hanya seorang dara muda, akan
tetapi ternyata memiliki lweekang yang tinggi dan tidak boleh dipandang ringan.
Ia lalu memutar-mutar goloknya dan melawan dengan hebat.
Para anggauta Hek-lian-pang yang berjumlah dua puluh orang lebih itu segera
menggerakkan senjata masing-masing hendak membantu, akan tetapi tiba-tiba nampak
dua bayangan berkelebat dan Ciauw In berdua Ong Su telah berdiri menghadang di
depan mereka. Ong Su dengan toya di tangan membentak sambil melototkan kedua
matanya. "Anjing-anjing Hek-lian-pang, jangan lakukan keroyokan secara curang!"
Tentu saja para anggauta Hek-lian-pang yang mengandalkan jumlah besar tidak
jerih menghadapi dua orang pemuda ini, maka sambil berteriak-teriak mereka maju
menyerbu. Ong Su tertawa bergelak, dan sekali toyanya bergerak terputar,
robohlah seorang pengeroyok dengan mandi darah di kepalanya!
Ciauw In juga menggerakkan pedangnya dan mata para pengeroyok itu tiba-tiba
menjadi silau karena sinar pedang dan toya kedua pemuda itu benar-benar hebat
bergulung-gulung bagaikan dua ekor naga sakti mengamuk.
Pertempuran berjalan ramai dan seru sekali, karena betapapun juga, semua
anggauta Hek-lian-pang memiliki ilmu silat yang cukup tinggi hingga mereka dapat
mengepung dan mengeroyok Ciauw In dan Ong Su. Senjata-senjata di tangan mereka
datang bagaikan serangan air hujan, akan tetapi dua orang jago muda dari Hoa-san
ini tidak merasa jerih. Ketika mereka mendesak, terdengarlah pekik dan robohlah
beberapa orang pengeroyok!
Sementara itu, pertempuran yang berjalan antara Bwee Hiang dan Gu Ma Ong, amat
ramainya. Gu Ma Ong adalah seorang ahli silat kawakan yang telah banyak sekali mengalami
pertempuran-pertempuran besar, dan ilmu goloknya yang berasal dari cabang Bu-
tong-pai itu tidak boleh dianggap lemah. Maka biarpun Bwee Hiang telah memiliki
ilmu siang-kiam yang tinggi, akan tetapi ia kalah pengalaman hingga kelebihan
ilmu silatnya dapat diimbangi oleh kelebihan pengalaman lawannya. Berkali-kali
senjata mereka bertemu dan bunga api terpencar keluar dibarengi suara nyaring
ketika dua senjata beradu.
Gu Ma Ong merasa penasaran sekali karena setelah beberapa lama ia menyerang,
selalu serangannya dapat digagalkan oleh lawan yang muda ini, maka ia lalu
menggereng keras dan tiba-tiba merobah ilmu goloknya, ia mulai mainkan ilmu
golok Hek-lian-pang sendiri yang berasal dari ilmu golok Bu-tong-pai tapi telah
dirobah. Golok di tangan kanannya meluncur dan dengan gerakan terputar membabat
ke arah pinggang Bwee Hiang, sedangkan tangan kirinya menyusul dengan sebuah
pukulan ke arah kepala gadis itu.
Bwee Hiang tidak menjadi gugup, ia lalu melayani serangan ini dengan gerak tipu
Raja Monyet Membagi Buah. Pedang di tangan kirinya dipukulkan dari atas ke bawah
untuk menangkis babatan KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
golok ke pinggangnya, sedangkan pukulan tangan kiri lawan yang menyambar ke arah
kepalanya itu dielakkan dengan merendahkan tubuh hingga pukulan menyambar lewat
ke atas kepalanya. Berbareng dengan pertahanan diri itu, tangan kanannya yang menganggur lalu
menusukkan pedang ke arah dada orang, tepat di bawah tangan kiri Gu Ma Ong yang
terangkat dan sedang memukulnya itu!
Akan tetapi Gu Ma Ong benar-benar lihai, karena sungguhpun ia merasa amat
terkejut melihat serangan tiba-tiba yang berbahaya ini, ia tidak kehilangan
ketenangannya dan tangan klrinya yang telah memukul kepala segera disabetkan ke
bawah dengan telapak tangan miring, menghantam pedang Bwee Hiang yang menusuknya
dari samping dengan gerak tipu Dewa Mabok Menolak Arak. Gerakan ini harus
dilakukan dengan tepat sekali, oleh karena pedang adalah senjata tajam yang
tajam di kedua bagian sehingga pukulan telapak tangan harus dapat mengenai
permukaan pedang, kalau meleset sedikit saja maka telapak tangan itu pasti akan
putus atau sedikitnya menderita luka! Gerakan Gu Ma Ong amat tepat dan pedang
yang menusuk di dadanya itu dapat terpental ke samping sehingga dadanya dapat
diselamatkan. 1.3. Pertandingan Silat Di Kui-san
Bwee Hiang merasa kagum juga melihat ketenangan dan kelihaian pangcu (ketua)
dari Hek-lian-pang ini, maka setelah melompat mundur dua langkah, untuk
menetapkan posisinya, ia lalu menyerbu lagi dengan tipu-tipu Hoa-san Kiam-hwat
yang hebat. Kedua pedangnya menyambar-nyambar dari kanan kiri, atas bawah dan
mengurung tubuh lawannya. Biarpun Gu Ma Ong melakukan perlawanan sengit dan
mengerahkan seluruh kepandaiannya, namun tetap saja goloknya terdesak dan
terhimpit oleh sepasang pedang lawan sehingga diam-diam ia mengeluh dan merasa
gelisah sekali. Sementara itu, Ong Su dan Ciauw In yang mengamuk, terutama sekali Ong Su yang
memainkan toyanya secara ganas dan lihai, telah merobohkan belasan orang
anggauta Hek-lian-pai. Mereka itu ada yang terbacok pundak atau lengannya, ada
yang tulang kakinya patah-patah karena disapu oleh toya Ong Su, ada pula yang
kepalanya pecah atau matang biru mukanya sehingga sukar dikenal lagi.
Tubuh mereka bergelimpangan, darah membasahi lantai dan rintihan terdengar
menyedihkan sekali. Tadinya, banyak sekali orang-orang penduduk Ban-hong-cun
yang mendengar tentang perkelahian itu datang menonton dari luar pintu
pekarangan, mereka diam-diam merasa heran dan juga girang melihat bahwa akhirnya
ada juga orang-orang yang berani melawan dan menentang Hek-lian-Pang yang mereka
benci. Akan tetapi ketika mellhat betapa tiga orang muda itu mengamuk demikian
hebatnya, mereka merasa ngeri juga lalu pergi menjauhkan diri dan hanya menonton
atau menanti dari tempat yang cukup jauh dan aman!
Para anggauta Hek-lian-pang yang tadinya mengeroyok Ong Su dan Ciauw In, kini
merasa gentar dan ketakutan melihat betapa kedua orang muda itu mengamuk
bagaikan sepasang naga dari angkasa dan melihat betapa banyak kawan-kawan mereka
terluka parah atau binasa, mereka yang masih bersisa delapan orang itu lalu
berlari keluar dari tempat itu menyelamatkan diri!
Ong Su tertawa bergelak-gelak dan melihat betapa Bwee Hiang belum berhasil
merobohkan ketua Hek-lian-pang. Ong Su lalu menyerbu hendak membantu. Akan
tetapi Ciauw In berseru. "Ong sute, jangan turun tangan! Sumoi tak perlu dibantu, biar dia sendiri yang
membikin mampus musuh besarnya!"
Ong Su merasa penasaran karena menurut suara hatinya, ia ingin lekas-lekas
melihat musuh besar sumoinya yang kejam itu roboh binasa, maka ia tidak menunda
maksudnya hendak membantu. Akan tetapi di luar dugaannya. Bwee Hiang juga
berseru, KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Ong-suheng, ucapan twa-suheng benar! Biarkan aku sendiri menebus kematian
mendiang ayahku." Terpaksa Ong Su melompat mundur lagi dan hanya menonron bersama Ciauw In di
pinggir. Gu Ma Ong yang melihat betapa seluruh anak buahnya telah disapu bersih oleh
kedua orang muda itu, tentu saja menjadi terkejut sekali dan hatinya makin takut
dan gentar. Oleh karena ini, maka permainan goloknya yang sudah terdesak hebat
oleh Bwee Hiang itu, makin menjadi kalut.
Napasnya tersengal-sengal dan pandangan matanya kabur.
Pada waktu Bwee Hiang menggunakan pedang di tangan kiri menyerang ke arah
lehernya dan kaki kanan gadis itu melayang menendang lambung dengan gerakan tipu
Burung Walet Menyerang Lawan, Gu Ma Ong yang sudah pening itu menggunakan
goloknya menangkis serangan pedang sedangkan tangan kirinya cepat menyampok
tendangan yang berbahaya itu. la dapat menghindarkan diri dari serangan ini,
akan tetapi tidak tahunya kedua serangan gadis itu hanya untuk memancing dan
mencari lowongan, karena secepat kilat pedang di tangan kanan gadis itu meluncur
ke depan dan tak dapat ditahan lagi pedang itu amblas ke dalam dadanya sebelah
kiri sampai menembus ke punggungnya!
Gu Ma Ong hanya dapat mengeluarkan jerit ngeri, lalu roboh tak berkutik lagi!
Bwee Hiang berdiri memandang tubuh lawan dan musuh besarnya dan lenyaplah
seluruh tenaga dan semangatnya melihat betapa musuh besarnya ini akhirnya binasa
juga di tangannya. Keharuan hati dicampur kesedihan teringat akan nasib ayahnya
membuat ia berdiri lemas dan dua butir air mata menitik ke atas pipinya.
Ia lalu menoleh dan memandang kepada sekian banyaknya tubuh para anggauta Hek-
lian-pang, lalu ia berkata sambil memandang kepada kedua suhengnya.
"Twa-suheng, ji-suheng, terima kasih atas bantuan kalian. Hatiku telah puas
karena sakit hati ayah telah terbalas!"
Seorang anggauta Hek-liang-pang yang rebah tidak jauh dari mereka dan menderita
tulang kering kakinya patah-patah oleh toya Ong su menggerakkan tubuhnya dan
bertanya. "Sam-wi siapakah" Harap suka memberitahu nama kalian agar nanti aku dapat
memberitahukan kepada pangcu apabila ia kembali ke sini."
Bwee Hiang tersenyum menyindir.
"Baiklah, kau kubiarkan hidup agar mendapat kesempatan memberitahukan nama kami
kepada pangcumu. Ketahuilah bahwa yang melakukan semua ini adalah Gak Bwee Hiang
puteri tunggal dari mendiang Gak Seng di kota Keng-sin yang terbunuh mati oleh
ketuamu ini!" "Dan aku bernama Ong Su, kau ingat baik-baik!"
"Boleh juga kau beritahukan namaku, yaitu Lie Ciauw In!"
"Kuingat baik-baik, takkan kulupa tiga nama ini ....." orang itu berkata lalu
merintih-rintih karena kakinya terasa sakit sekali.
Bwee Hiang dan kedua orang suhengnya lalu meninggalkan tempat itu. Ketika mereka
tiba di luar pekarangan, mereka melihat banyak sekali orang menghampiri hingga
mereka menjadi kaget dan bersiap sedia karena menyangka bahwa orang-orang itu
mungkin anak buah Hek-lian-pang yang hendak mengeroyok. Akan tetapi ternyata
bahwa mereka itu adalah penduduk kota Ban-hong-cun yang menyatakan kekaguman dan
terima kasih mereka. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Kalian sungguh gagah perkasa," kata seorang kakek yang berada di antara mereka.
"Hek-lian-pang telah bertahun-tahun merajalela dan tak seorangpun berani
menentangnya, akan tetapi hari ini mereka hancur dan rusak binasa di dalam
tangan kalian bertiga orang-orang muda. Untungnya bahwa pangcu mereka sedang
keluar kota kalau tidak, belum tentu kalian dapat keluar dengan selamat."
"Mengapa begitu, lopeh ?" tanya Ciasuw In dengan heran.
"Kalian tidak tahu, ketua rnereka yang sedang pergi itu lihai sekali dan menurut
cerita orang, kepandaiannya masih beberapa kali lipat lebih tinggi dari pada
kepandaian Gu- pangcu yang binasa itu."
"Aku tidak takut!" kata Bwee Hiang mengangkat dada. "Kalau lain kali aku bertemu
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan dia, pasti akan kupenggal batang lehernya!"
Kakek itu memandang kagum.
"Lihiap kalau ia bertemu dan bertempur dengan kau pasti akan merupakan
pertandingan yang amat indah dan sedap dipandang!"
Akan tetapi ketiga anak murid Hoa-san itu tidak memperdulikan mereka, bahkan
Ciauw In lalu berpesan agar supaya mereka itu suka turun tangan merawat mereka
yang luka serta mengurus yang telah tewas. Kemudian mereka lalu melanjutkan
perjalanan, menuju ke Kui-san untuk memenuhi tugas yang diserahkan kepada mereka
oleh suhu mereka, yakni mewakili Hoa-san untuk mengadu kepandaian di puncak Kui-
san! Bukit Kui-san adalah sebuah bukit yang bersih. Tidak terdapat hutan liar di
tempat itu dan banyak dusun dibuka orang di lereng-lereng bukit ini yang
memiliki tanah subur. Pohon-pohon turnbuh di sana sini dan seluruh permukaan
bukit ditumbuhi rumput-rumput hijau yang gemuk menyedapkan mata.
Di puncak bukit ini terdapat sebuah kelenteng tua yang amat besar, mempunyai
pekarangan yang luas sekali. Tempat inilah yang dipilih oleh Pek Bi Hosiang
tokoh besar Go-bi-pai itu untuk mengadakan pibu persahabatan. Hwesio ini telah
menghubungi ketua kelenteng dan mendapat perkenannya untuk meminjam tempat ini
sebagai tempat pibu. Ketika hari-hari pertama musim Chun (musim semi) tiba, berangsur-angsur
datanglah segala jago silat dari berbagai tempat hingga suasana di tempat itu
ramai bagaikan sedang berpesta.
Para penduduk dusun di sekitar bukit, juga orang-orang darl kota jauh yang
mendengar akan pertandingan ini, sengaja datang untuk menonton.
Ketika Ciauw In, Ong Su, dan Bwee Hiang datang di tempat itu, ternyata di situ
telah banyak berkumpul jago-jago muda dan tua dari segala cabang persilatan.
Kedatangan ke tiga orang muda itu disambut oleh Pek Bi Hoasiang yang bertindak
sebagai tuan rumah atau pengundang. Sikap hwesio tua ini ramah tamah dan setelah
mereka menjalankan penghormatan selayaknya, hwesio tua yang beralis putih
seluruhnya ini sambil tersenyum bertanya.
"Sam-wi, di mana adanya Ho Sim Siansu " Apakah orang tua itu akan datang
belakangan?" "Maaf, locianpwe. Suhu tak dapat datang oleh karena suhu tidak tertarik untuk
turun tangan sendiri mengadu pibu, yang menurut katanya seperti permainan kanak-
kanak saja,"' jawab Ong Su yang jujur, akan tetapi selagi Pek Bi Hosiang tertawa
bergelak-gelak mendengar ucapan ini, Ciauw In segera memotong pembicaraan
sutenya yang lancang itu.
"Locianpwe," katanya dengan sikap hormat. "Suhu tidak ada waktu untuk datang,
oleh karena itu suhu sengaja mengutus teecu bertiga untuk mewakilinya."
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Sayang, sayang ..... agaknya seperti juga tokoh-tokoh tua dari lain cabang
persilatan, suhumu sudah kehilangan kegembiraan hidup. Tidak hanya suhumu yang
datang, bahkan sebagian besar dari cabang-cabang persilatan anak-anak murid muda
saja, kecuali cabang yang biarpun hanya mengutus Kun-lun-pai dan mendatangkan
jago tua, akan Thai-san-pai, tetapi juga tokoh-tokoh tingkat dua saja. Mereka
ini benar-benar terlalu sungkan, sayang ........"
Ketiga anak murid Hoa-san ini lalu dipersilakan duduk di ruang yang telah penuh
dengan para tamu yang rata-rata bersikap gagah sekali itu. Oleh karena diantara
para anak murid yang datang di situ banyak pula terdapat pendekar-pendekar
wanita, maka Bwee Hiang merasa gembira sekali dan ia memandang dengan kagum
kepada mereka itu. Sebaliknya para pendekar wanita ketika mendengar bahwa gadis muda yang baru
datang itu adalah murid dari Hoa-san-pai yang amat terkenal, memandang dengan
mata menduga-duga sampai di mana kelihaian gadis ini.
Diantara para wanita yang berada di situ, yang amat menarik perhatian Bwee Hiang
adalah seorang wanita muda yang berusia paling banyak dua puluh tahun dan yang
duduknya menyendiri seakan-akan tidak berteman. Dara ini berpakaian hitam dan
wajahnya luar biasa cantiknya, sedangkan sikapnya amat gagah, terutama sepasang
matanya yang bening dan indah itu benar-benar memikat hati.
Setelah semua tamu duduk di tempat masing-masing memenuhi ruangan itu, Pek Bi
Hosiang ketua Go bi-pai yang mennjadi pengundang lalu berdiri dari tempat
duduknya. Ia menduduki tempat yang khusus disediakan buat para tingkat tua,
bersama dua orang tokoh tua lain, yakni Gui Im Tojin dari Kun-lun-pai dan Lan
Lau Suthai dari Thai-san-pai.
Pek Bi Hosiang yang bertubuh tinggi besar itu nampak girang dan gagah sekali.
Jubahnya putih bersih, kepalanya gundul licin dan mukanya berwarna kemerah-
merahan dan belum nampak ada keriput. Yang paling menarik perhatian adalah
alisnya yang telah berwarna putih dan amat tebal itu. Alis inilah yang membuat
ia mendapat nama Pek Bi Hosiang atau Hwesio Alis Putih.
"Cuwi sekalian," katanya dengan suaranya yang nyaring dan jelas, "pinceng
menghaturkan banyak terima kasih dan merasa amat bergembira atas sedatangan cuwi
sekalian yang telah memenuhi undangan pinceng untuk datang mengadakan pertemuan
pada hari ini, sungguhpun ada sedikit kekecewaan pinceng bahwa para sahabat baik
dari golongan tua tak berkesempatan turut hadir. Biarlah, pertemuan kali ini
dilakukan oleh yang muda-muda untuk menambah pengalaman dan mempererat
persahabatan, dan lain kali akan pinceng usahakan untuk mengadakan pertemuan
khusus bagi para locianpwe! Sebagaimana cuwi sekalian ketahui, pertemuan ini
diadakan untuk menyelenggarakan sebuah pibu secara persahabatan. Sebuah lumba
yang akan menentukan siapakah yang memiliki ilmu silat terbaik, yang dilakukan
dalam suasana persahabatan, saling mengisi kekurangan, menambah pengalaman dan
mempererat hubungan antara segolongan. Pertemuan ramah tamah seperti ini amat
pentingnya dan ada baiknya apabila kelak setelah kami orang-orang tua ini tidak
ada lagi di dunia ini, kalian orang-orang muda suka mengusahakan pertemuan macam
ini agar persatuan para orang gagah sedunia tidak akan terpecah belah dan setiap
persengketaan atau kesalahfahaman dapat dibereskan dalam pertemuan seperti ini.
Nah, sekarang mari kita mulai!"
Pidato ketua Go-bi-san ini disambut dengan tepuk tangan gembira oleh semua
hadirin hingga keadaan menjadi makin gembira. Pek Bi Hosiang lalu mengadakan
perundingan dengan Gui Im Tojin dan Lan Lau Suthai untuk mengatur cara-cara
pertandingan persahabatan itu dilakukan.
Setelah berunding beberapa lama, lalu diputuskan bahwa setiap orang muda yang
mewakili cabang persilatan mereka, boleh mendaftarkan nama sebagai pengikut dan
pertandingan pibu ini akan dilakukan dalam dua babak. Apabila seorang pengikut
dapat memenangkan dua pertandingan dalam babak pertama, maka ia berhak ikut
dalam babak kedua. Kemudian pemenang-pemenang babak kedua ini akan "diuji"
kepandaiannya oleh ketiga orang tua yang dianggap sebagai jurinya, yaitu Pek Bi
Hosiang sendiri, Gui Im Tojin, dan Lan Lau Suthai.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Setelah hal ini diumumkan, maka ramailah orang-orang muda itu mendaftarkan nama
masing-masing. Akan tetapi tidak semua ikut mendaftarkan diri. Diantara mereka,
yang merasa bahwa kepandaian sendiri masih kurang sempurna, tidak berani
mendaftarkan diri, karena takut kalau-kalau mendapat malu. Mereka maklum bahwa
yang berkumpul di waktu itu adalah ahli-ahli silat pilihan karena kalau tidak
memiliki kepandaian tinggi tidak nanti diutus sebagai wakil golongan masing-
masing. Setelah semua nama peserta, maka ternyata bahwa dari partai Go-bi terdapat dua
orang peserta, yakni Lo Sun Kang, murid pertama Pek Bi Hosiang, dan sumoinya
yang bernama Cui Hai Eng. Dari Kun-lun-pai yang ikut adalah Bong Hin dan Bong
Le, kakak beradik yang juga merupakan murid pertama dan kedua dari perguruan
Kun-lun-pai, sedangkan Gui Im Tojin adalah susiok (paman guru) mereka.
Siauw-lim-pai diwakili oleh seorang hwesio muda bernama Hwat Siu Hwesio, seorang
kepala gundul yang pendiam dan tak banyak bicara, akan tetapi sepasang matanya
yang tajam menunjukkan bahwa ia adalah seorang ahli lweekeh yang tangguh.
Partai Bu-tong-pai diwakili oleh Ong Hwat Seng, seorang pemuda berusia dua puluh
tahun lebih yang tampan dan gagah, akan tetapi yang mempunyai watak amat sombong
dan tekebur. Dari pihak Thai-san-pai, keluarlah dua orang gadis cantik dan gagah bernama Tan
Bi Nio dan Kui Ek Li, kedua-duanya murid Lan Lau Suthai yang hadir di situ.
Selain wakil-wakil dari partai, ada juga beberapa orang yang tidak mewakili
partai, atau peserta luar yang juga diperbolehkan mengikuti pibu ini. Diantara
mereka terdapat dua orang yang perlu dikemukakan, yakni seorang pemuda bernama
Kam Sui Hong, dan seorang dara jelita yang tadi dikagumi oleh Bwee Hiang, dan
yang mendaftarkan namanya sebagai Gu Sian Kim.
Juga Ciauw In, Ong Su, dan Bwee Hiang mendaftarkan namanya hingga dari fihak
partai yang terbanyak adalah partai Hoa-san ini. Dengan demikian maka jumlah
peserta ada lima belas orang.
Tentu saja mereka ini adalah orang-orang pilihan, karena pada waktu itu yang
datang memenuhi ruangan tidak kurang dari lima puluh orang dari berbagai
golongan. Ketika para peserta itu dipersilakan untuk bersiap dan karena agaknya mereka ini
masih merasa malu-malu ketika diminta seorang di antaranya naik ke panggung akan
tetapi tidak ada yang muncul. Pek Bi Hosiang sebagai tuan rumah lalu menyuruh
muridnya yang kedua mendahului mereka.
Ciu Hai Eng, gadis bermuka kuning murid Go-bi-pai ini mentaati perintah suhunya
dan dengan gerakan ringan sekali ia melompat ke atas panggung. Munculnya gadis
ini di sambut oleh tepuk tangan para penonton, yakni penduduk dusun dan kota
yang sengaja datang menonton karena mereka yang telah menanti-nanti dari pagi
tadi maklum bahwa kini pertandingan akan segera dimulai.
Melihat gadis Go-bi-pai itu telah melompat naik ke panggung, maka murid kedua
dari Thai-san-pai, yakni Kui Ek Li yang bertubuh kecil langsing dan bermuka
manis, lompat menyusul, disambut dengan tempik sorak pula. Kui Ek Li mengangkat
kedua tangannya kepada Ciu Hai Eng yang tersenyum dan membalas penghormatannya.
"Cici, bagaimanakah kita bertanding, bertangan kosong, atau bersenjata?" tanya
Kui Ek Li dengan senyum manis, kepada Hai Eng yang lebih tua darinya itu. Memang
tadi telah ditetapkan bahwa dalam pertandingan ini, kedua peserta boleh
berunding sendiri apakah mereka akan bertanding dengan tangan kosong atau
bersenjata. "Adik yang manis," jawab Hai Eng sambil tersenyum pula, "telah lama aku
mendengar tentang kehebatan ilmu golok Thai-san-pai ingin sekali aku
mencobanya." KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Sambil berkata demiklan, Ciu Hai Eng mengeluarkan pedangnya, sedangkan Kui Ek Li
segera mencabut keluar goloknya yang kecil dan tipis dari pinggang.
"Berlakulah murah hati kepadaku, cici," katanya sambil memasang kuda-kuda dan
setelah saling mengangguk, kedua orang gadis itu mulai bersilat dan saling
serang. Ciu Hai Eng segera mengeluarkan ilmu pedang cabang Go-bi-pai yang tangguh dan
cepat gerakannya itu, sedangkan Kui Ek Li juga tidak mau kalah. Goloknya
berkelebatan merupakan sinar putih yang lebar dan panjang, menyerang dengan
hebatnya. Bagi para penonton yang tidak mengerti ilmu silat, tentu saja
pertandingan ini membuat hati mereka berdebar tegang dan cemas karena kuatir
kalau-kalau seorang di antara kedua gadis itu akan terbacok golok atau tertusuk
pedang. Akan tetapi bagi mereka yang mengikuti pertandingan itu dan mengerti akan ilmu
silat tinggi, tidak ada kekuatiran ini di dalam hati. Mereka maklum bahwa orang
yang telah memiliki ilmu kepandalan silat tinggi, dapat menguasai gerakan
senjata mereka sepenuhnya hingga mereka takkan kesalahan tangan membunuh atau
melukai hebat kepada lawan, sungguhpun setiap serangan dilakukan dengan sungguh-
sungguh dan hebat, karena mereka telah cukup gesit untuk menghindarkan diri dari
setiap serangan, dan juga andaikata lawan kurang cepat mengelak, mereka ini
masih dapat menguasai senjata dan menahan serangan hingga tidak sampai
mendatangkan luka yang mematikan.
Setelah kedua orang gadis itu bertempur selama dua puluh jurus lebih, maka bagi
mata para ahli yang berada di situ, ternyatalah bahwa gerakan pedang Ciu Hai Eng
lebih kuat dan matang hingga perlahan-lahan golok Kui Ek Li mulai terdesak. Akan
tetapi hal ini tentu saja tidak diketahui olen para penonton yang tidak
rnengerti ilmu silat tinggi, oleh karena mereka hanya melihat betapa kedua gadis
itu bergerak cepat sekali hingga bayangan tubuh mereka lenyap tertelan sinar
pedang dan golok. Kui Ek Li juga maklum akan kehebatan ilmu pedang lawannya, maka untuk menjaga
nama perguruan dan untuk rnemperoleh kemenangan, tiba-tiba ia melakukan serangan
yang luar biasa hebatnya, yakni dengan tipu Hong-sauw-pat-yab atau Angin Sapu
Daun Rontok. Goloknya benar-benar merupakan angin taufan yang berkelebatan dan
menyambar-nyambar dengan ganas sekali.
Diam-diam Ciu Hai Eng merasa kagum melihat kegesitan gadis muda itu, akan tetapi
ia memang lebih kuat dan lebih tenang hingga menghadapi serangan hebat ini ia
tidak menjadi gugup. Dengan ketenangan disertai kegesitannya yang mengagumkan,
Ciu Hai Eng lalu mainkan tipu silat Seng-siok-hut-si atau Musim Panas Kebut
Kipas. Pedangnya terputar melindungi tubuhnya dari depan hingga tiap tusukan dan
babatan golok lawannya selalu tertangkis dengan kuatnya, bahkan ia lalu membalas
dengan serangan Hui-pau-liu-cwan atau Air Terjun Bertebaran.
Karena memang ia menang kuat dalam hal tenaga lweekang, maka serangannya ini
membuat Kui Ek Li merasa kewalahan dan setelah terdesak mundur dengan hebat, ia
melompat sambil berseru. "Cici, ilmu pedangmu hebat sekali!"
Kalau para penonton di luar menganggap Ek Li mengalah, adalah para ahli yang
melihatnya maklum bahwa tadi dalam pertempuran terakhir, ujung pedang Hai Eng
telah berhasil membabat putus ujung ikat pinggang Ek Li yang melambai ke bawah!
Menurut peraturan, maka untuk dapat memasuki babak kedua, Ciu Hai Eng harus
menangkan satu pertandingan lagi. Oleh karena itu, ia masih berdiri seorang diri
di atas panggung setelah EK
Li turun dan dengan tenang menanti datangnya lawan kedua.
Melihat kelihaian Ciu Hai Eng, Ong Su menjadi tertarik. Ia dulu pernah bertemu
dengan seorang anak murid dari Go-bi-pai yang mengantarkan surat untuk suhunya
dan menurut pandangannya, ilmu kepandaian pengantar surat itu walaupun cukup
baik, akan tetapi tidak setinggi ilmu silat gadis bermuka kuning dari Go-bi-pai
ini. Setelah mendapat persetujuan suheng
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
dan sumoinya, ia lalu melompat naik ke atas panggung sambil membawa toyanya.
Mendengar nama Ong Su sebagai murid Hoa-san-pai disebut oleh Pek Bi Hosiang,
semua orang memandang dengan penuh perhatian.
Ong Su menjura kepada Ciu Hai Eng dan berkata,
"Enci yang gagah perkasa, perkenankanlah aku merasai kelihaian ilmu pedang
cabang Go-bi-pai!" katanya dengan suaranya yang nyaring sesuai dengan tubuhnya
yang kuat dan tegap itu. Ciu Hai Eng maklum akan ketangguhan lawan ini, akan tetapi ia merasa agak heran
melihat pemuda ini memegang sebatang toya.
"Saudara yang baik," katanya, "telah lama aku mendengar bahwa Hoa-san-pai
memiliki ilmu pedang yang jarang tandingannya di dunia ini dan tadi aku telah
merasa amat gembira mendengar bahwa aku mendapat kehormatan untuk merasakan
kehebatan Hoa-san Kiam-hwat. Akan tetapi mengapa kau membawa-bawa toya?"
Ong Su tertawa, suara ketawanya bebas lepas menandakan kejujuran dan kepolosan
hatinya. "Enci yang gagah, semenjak belajar ilmu silat, aku lebih suka memegang toya ini
dan ilmu pedang yang kupelajari belum cukup untuk menandingi ilmu pedangmu tadi.
Selain ilmu pedang, Hoa-san-pai juga memiliki ilmu toya dan marilah kita main-
main sebentar untuk menambahkan pengetahuanku yang amat dangkal."
Karena memang wataknya amat jujur, maka biarpun merendahkan diri namun ucapan
Ong Su terdengar kaku. Sambil tersenyum Ciu Hai Eng lalu memasang kuda-kuda dan berkata,
"Saudara Ong yang baik, silakan menyerang!"
Ong Su tidak sungkan-sungkan lagi dan segera menggerakkan toyanya dan
terkejutlah Cui Hai Eng melihat gerakan toya yang benar-benar hebat itu. Ia
maklum bahwa dalam hal tenaga, ia tidak dapat mengimbangi tenaga lawan yang kuat
bagaikan seekor harimau muda ini, maka ia berlaku hati-hati sekali dan memutar
pedangnya dengan cepat untuk mendesak Ong Su dengan ginkangnya yang tinggi. Akan
tetapi, kembali ia terkejut karena biarpun tubuhnya besar dan kuat, namun gin-
kang dari Ong Su cukup lihai dan tidak berada di sebelah bawah ginkangnya
sendiri! Pertempuran kali ini lebih hebat dari pertempuran tadi sehingga penonton
bersorak-sorak gembira. Memang benar-benar mengagumkan gerakan kedua orang itu.
Toya di tangan Ong Su bergerak-gerak kuat bagaikan gelombang ombak samudera yang
bergulung-gulung memukul pantai, sedangkan Ciu Hai Eng dengan amat gesitnya
berkelebat dengan sinar pedangnya diantara gulungan gelombang sinar toya itu!
Kalau diukur, kepandaian kedua orang muda ini memang seimbang. Ong Su memang
boleh dibilang menang tenaga, akan tetapi dalam hal kegesitan, ia masih kalah
sedikit. Hal ini bukan hanya disebabkan oleh ginkang, karena ilmu meringankan
tubuh mereka setingkat, hanya karena senjata di tangan gadis itu lebih ringan
dan dipegang di ujung tangan, maka dapat digerakkan lebih cepat dari pada
gerakan toya yang dipegang oleh kedua tangan. Dalam hal mempertahankan diri,
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memang senjata toya lebih bermanfaat dan praktis, akan tetapi dalam penyerangan,
kalah ganas oleh gerakan pedang. Hal ini dapat dilihat dengan baik oleh para
ahli yang berada di situ, dan bagi mereka juga amat sukar untuk menentukan
siapakah yang lebih unggul diantara kedua orang muda yang sedang bertempur itu.
Ciu Hai Eng yang sudah mulai lelah, segera mengeluarkan ilmu pedangnya yang
paling hebat, yakni ia menggunakan gerak tipu Dewi Kwan Im Menyebar Bunga.
Gerakan pedangnya kali ini benar-benar cepat sekali sehingga Ong Su merasa amat
terkejut. Seakan-akan berubah menjadi
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
dua batang, pedang di tangan gadis itu dengan secara tiba-tiba dan bertubi-tubi
menyerang dengan tusukan ke arah lehernya lalu diteruskan membacok dadanya!
Ong Su menggerakkan toyanya menangkis, akan tetapi ketika dua kali serangan ini
dapat ia tangkis, tahu-tahu pedang gadis itu telah terpental dan langsung
menusuk ke perutnya! Ong Su merasa terkejut dan tak tempat menangkis lagi. Akan
tetapi, tiba-tiba pedang di tangan Hai Eng berubah gerakannya karena gadis ini
tidak mau melukai lawannya dan kini pedang itu meluncur ke pinggir perut Ong Su
dan hanya menyerempet bajunya saja.
Pada saat itu toya Ong Su yang ditangkisnya tadi telah tiba dan menghantam
pedang itu sekerasnya hingga pedang di tangan Hai Eng terlepas dari pegangan!
2.1. Kesombongan Murid Bu-Tong-Pai
ONG SU adalah seorang yang jujur. Ia maklum bahwa kalau mau, tadi gadis itu
telah dapat mengalahkannya, dan bahwa gadis itu telah berlaku mengalah, maka
kini melihat betapa pedang gadis itu terlepas dari pegangan karena sampokan
toyanya, iapun lalu melepaskan toyanya itu dari pegangan hingga jatuh ke atas
lantai panggung! Ciu Hai Eng tersenyum dan menjura.
"Ong-enghiong, tenagamu besar sekali, aku mengaku kalah."
Ong Su buru-buru membalas dengan menjura dalam. Ketika para penonton menyambut
kemenangannya dengan tepuk sorak, ia lalu mengangkat kedua tangannya ke atas dan
berkata dengan suara keras.
"Bukan siauwte yang menang, akan tetapi nona inilah yang menang! Aku mengaku
kalah!" Setelah berkata demikian, ia menjura lagi kepada Hai Eng dan berkata.
"Enci yang gagah, aku benar-benar mengaku kalah dan terima kasih atas kemurahan
hatimu tadi!" Setelah berkata demikian, Ong Su mengambil toyanya dan melompat turun kembali ke
tempat duduknya semula di dekat Ciauw In dan Bwee Hiang.
"Ji-suheng, sikapmu tadi benar-benar baik dan membanggakan hatiku," kata Bwee
Hiang. Sedangkan Ciauw In hanya mengangguk-angguk dan berkata,
"Dia memang lihai ilmu pedangnya."
Para juri yang terdiri dari Pek Bi Hosiang, Gui Im Tojin, dan Lan Lau Suthai
juga tahu akan hasil pertempuran tadi, maka dalam babak pertama ini, Ciu Hai Eng
dinyatakan keluar sebagai pemenang dan ia diperbolehkan duduk mengaso dan
menanti untuk masuk dalam babak kedua!
Tepuk-sorak ramai menyambut kemenangan Hai Eng ini dan gadis itu lalu duduk di
tempatnya sendiri dan diam-diam merasa kagum akan kejujuran hati Ong Su, murid
Hoa-san-pai yang lihai ilmu toyanya itu.
Ketika peserta lain dipersilakan naik, wakil Bu-tong-pai yang bernama Ong Hwat
Seng pemuda yang menjadi wakil tunggal dari partai Bu-tong itu melompat ke atas
panggung. Ia sengaja melakukan gerak lompat Garuda Sakti Melayang Naik, sebuah
gerakan yang amat indah dipandang. Sambil melompat, ia membuka kedua lengannya
ke kanan kiri bagaikan sayap garuda, kedua kakinya ditekuk ke atas seakan-akan
cakar garuda hendak menyambar dan tubuhnya seakan-akan telungkup di udara.
Ketika tubuhnya turun ke atas papan panggung luitai (panggung
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
tempat bersilat), kedua kakinya diturunkan dan hinggap di atas papan, demikian
ringannya bagaikan seekor burung kecil saja! Tentu saja gerakannya ini disambut
oleh tepuk sorak penonton yang merasa kagum sekali.
Dengan lagak dibuat-buat, pemuda ini lalu menjura ke empat penjuru, kemudian
berdiri mengangkat dada dan bertolak pinggang, menanti datangnya lawan! Ong Hwat
Seng memang tampan dan gagah orangnya, serta mempunyai kesombongan besar. Hal
ini adalah karena ia masih amat muda, belum lebih dari dua puluh tahun dan
karena ia memang berasal dari keluarga bangsawan yang kaya raya, maka sifat ini
tak begitu mengherankan. Akan tetapi, harus diakui bahwa ia memiliki bakat baik
sekali dan ilmu silatnya amat lihai sehingga Bu-tong-pai merata bangga mempunyai
seorang murid muda seperti dia.
Seorang peserta lain yang tidak mewakili partai, yakni Kam Sui Hong, ketika
melihat lagak pemuda di atas pangpung, tidak dapat menahan hatinya lagi. Sambil berkata "maaf!" ia melompat naik ke atas panggung dan menghadapi Ong Hwat
Seng sambil menjura. "Saudara Ong dari Bu-tong-pai, siauwte Kam Sui Hong minta pengajaran!" katanya.
"Saudara Kam Sui Hong. baru tadi aku mengenal namamu, akan tetapi aku belum
mengerti dari manakah kau berasal, dan kau mewakili cabang persilatan manakah?"
Pertanyaan ini diajukan dengan senyum dikulum, dan nampaknya Ong Hwat Seng ini
memandang rendah sekali. Melihat lagak ini, Bwee Hiang yang melihat betapa Ong Su memandang dengan mata
tak senang, segera menggoda ji-suhengnya itu.
"Ong suheng, saudaramu itu benar-benar memalukan!"
Ong Su memandang kepada Bwee Hiang dengan merengut.
"Saudara siapakah" Siapa sudi mempunyai saudara seperti dia?"
Bwee Hiang tersenyum. "Dia juga she Ong, sama seperti shemu sendiri, setidak-tidaknya kau masih ada
hubungan saudara dengan dia."
Makin panaslah hati Ong Su. la bangkit berdiri dan hendak melompat ke atas
panggung, akan tetapi tangannya segera dipegang oleh suhengnya.
"Sute, kau hendak pergi ke manakah?" tanya Ciauw In.
"Biar aku naik ke panggung dan melawan orang sombong itu!"
"Hush! Jangan kau begitu, sute. Kau tadi sudah mengaku kalah, dan karenanya kau
tidak berhak lagi untuk naik ke panggung. Kau lihat, orang sombong itu kurasa
tidak akan kuat menghadapi Kam Sui Hong itu!"
Juga Bwee Hiang membujuk dan berkata,
"Ong-suheng, aku tadi hanya bicara main-main saja, apakah kau tidak bisa
memaafkan?" Luluh lagi kemarahan Ong Su dan dinginlah rasa panas yang membakar hatinya
ketika mendengar ucapan Bwee Hiang ini, maka ia menarik napas panjang dan duduk
kembali di tempatnya. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Sementara itu, Kam Sui Hong ketika mendengar pertanyaan Ong Hwat Seng yang
sombong, lalu tersenyum dan menjawab.
"Saudara Ong Hwat Seng, kau mewakili partai Bu-tong-pai yang ternama, maka tentu
kau lihai sekali. Akan tetapi, aku tidak mewakili siapapun juga, kecuali diriku
sendiri. Aku hanyalah seorang perantau bodoh yang karena gembira melihat
pertemuan ini, melupakan kebodohan sendiri dan ingin menambahkan pengalaman
dalam pertandingan pibu persahabatan ini."
"Sayang sekali, kalau begitu, aku berada dalam keadaan dan kedudukan yang rugi.
Kalau menang, maka kemenangan itu tidak dapat mengharumkan nama partaiku, kalau
kalah, aku akan malu sekali."
Bukan main panas hati Kam Sui Hong mendengar ini.
"Tak usah kau merasa ragu-ragu, saudara Ong. Ketahuilah, biarpun bodoh, akan
tetapi aku adalah keturunan langsung dari Kam Ek locianpwe yang mencipta ilmu
silat Ang-sin-tiauw-kun-hwat (Ilmu Silat Rajawali Merah)."
Mendengar pengakuan ini, kagetlah Ong Hwat Seng dan juga semua orang kini
menaruh perhatian besar kepada Kam Sui Hong karena nama Ang-sin-tiauw-kun-hwat
bukanlah nama ilmu silat yang tidak terkenal.
"Bagus, kalau begitu biarlah aku belajar kenal dengan Ang-sin-tiauw-kun-hwat!"
seru Ong Hwat Seng dengan suara garang dan ia lalu maju menyerang.
Kam Sui Hong berlaku waspada dan segera mengelak lalu membalas dengan serangan
tak kalah hebatnya. Pertempuran kali ini berbeda dengan yang tadi-tadi, oleh
karena dilakukan dengan tangan kosong. Biarpun mereka bertempur dengan tangan
kosong, akan tetapi tidak kalah ramainya dengan pertempuran yang sudah-sudah.
Kedua orang itu sama kuat, sama cepat, dan ilmu silat keduanya memang tinggi.
Ilmu silat Bu-tong-pai mempunyai gerakan dan tendangan kaki yang kuat dan lihai
maka Ong Hwat Seng mempunyai ilmu tendang yang amat berbahaya. Selain kepandaian
menendang ini, iapun ahli tiam-hwat (ilmu menotok jalan darah) dari Bu-tong-pai
yang disebut coat-meh-hoat. Ilmu tiam-hwat (totok) ini berbeda dengan ilmu totok
dari cabang Siauw-lim-pai yang disebut Tiam-hwee-louw, oleh karena kalau tiam-
hwat dari Siauw-lim-pai digunakannya harus tepat dan mencari urat-urat penting,
adalah coat-meh-hoat dari Bu-tong-pai tidak mencari urat dan di mana saja
totokan itu mengenai tubuh akan mendatangkan kelumpuhan pada lawan.
Akan tetapi, ilmu silat turunan yang dimiliki oleh Kam Sui Hong bukanlah ilmu
silat biasa saja dan Ang-sin-tiauw-kun-hwat ini telah mengandung pukulan-pukulan
lihai dari Hun-kin-coh-kut atau ilmu pukulan untuk memutuskan otot dan
melepaskan tulang lawan, juga pemuda ini telah mempelajari ilmu kebal Tiat-pouw-
san (Baju Besi) yang membuatnya kebal terhadap segala totokan yang tidak tepat
dan kuat datangnya. Bahkan senjata tajam yang mengenai badannya, asal datangnya
tidak telak sekali dan tidak dilakukan dengan tenaga lweekang yang tinggi,
takkan dapat melukainya! Maka dapat dibayangkan betapa hebatnya pertempuran itu, Sebetulnya, menurut
imbangan kepandaian mereka, Ong Hwat Seng seharusnya mendapat kemenangan, oleh
karena ilmu kepandaiannya masih tinggi setingkat, juga gerakannya mempunyai
banyak variasi yang tak terduga. Akan tetapi, oleh karena ia sombong, maka ia
memandang rendah dan juga ia terlalu banyak melagak dan mendemonstrasikan
gerakannya agar supaya nampak indah.
Sudah tiga kali ia berhasil memasukkan jari tangannya dan mengirim serangan
totokan, akan tetapi, totokan-totokan ini dapat ditahan oleh kekebalan tubuh Kam
Sui Hong hingga meleset dan tidak melukainya. Hal itu membuat Ong Hwat Seng
menjadi panasaran dan marah maka sambil berseru keras ia lalu mengeluarkan
kepandaian simpanannya, yakni tendangan berantai Siauw-cu-twi. Tendangan yang
amat lihai ini dilakukan dengan kedua kaki dipentang sedikit dengan badan
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
agak merendah ke bawah, kemudian secara tiba-tiba ia melompat ke atas kira-kira
satu setengah kaki tinggi, kemudian kaki kirinya menendang dengan lutut ditekuk,
lalu disusul dengan sambaran tendangan kaki kanan, terus berulang-ulang dan
bergantian, bertubi-tubi ditujukan ke arah anggauta berbahaya fihak lawan!
Inilah tendangan maut yang amat berbahaya dan sekali saja tendangan itu mengenai
sasaran, jiwa Kam Sui Hong takkan tertolong lagi!
Kam Sui Hong yang melihat keganasan serangan lawan yang seakan-akan lupa bahwa
mereka hanya berpibu secara bersahabat itu, dengan terkejut lalu mencoba
mengelak, akan tetapi ia merasa kewalahan menghadapi tendangan berantai yang
lihai, itu, maka sambil menggunakan kedua tangan untuk menyampok tiap tendangan
yang datang, ia terhuyung mundur dan satu kali tendangan itu meleset mengenai
pahanya hingga merasa sakit sekali.
Menurut patut, Ong Hwat Seng harus menghentikan serangannya karena dengan
terdesaknya lawan dan berhasilnya tendangan ke arah paha sudah boleh dianggap
menang. Akan tetapi, pemuda ini agaknya masih belum puas kalau belum merobohkan
lawan, maka ia tidak mau berhenti dan terus melancarkan serangan tendangannya!
Kam Sui Hong yang tertendang pahanya, menjadi lemas sebelah kakinya maka ia
terjatuh berlutut dan ini merupakan satu pembelaan diri yang tidak disengaja,
oleh karena untuk menghadapi tendangan Siauw-cu-twi memang paling tepat harus
merendahkan diri dan menyembunyikan tubuh bagian bawah yang berbahaya. Dengan
keadaan itu, maka tendangan Ong Hwat Seng menyambar ke atas kepalanya dan
kesempatan itu dipergunakan dengan baiknya oleh Kam Sui Hong yang segera
mengulur tangan, menangkap belakang kaki lawan dan mendorongnya sekuat tenaga ke
depan hingga Ong Hwat Seng yang sedang menendang itu tidak ampun lagi lalu
telempar sampai terjatuh di bawah panggung!
Tepuk sorak riuh rendah menyambut kemenangan Kam Sui Hong oleh karena semua
orang diam-diam berfihak kepadanya dan tidak senang melihat lagak Ong Hwat Seng
yang terbanting ke bawah panggung, setelah merayap bangun dengan muka meringis,
lalu berjalan cepat meninggalkan tempat itu sambil setengah berlari-lari!
"Ong-sicu, tunggu .....!" Pek Bi Hosiang berteriak memanggil pemuda itu, akan
tetapi Ong Hwat Seng hanya menengok sebentar dan menjawab,
"Aku sudah kalah, mau apa lagi!" dan terus berlari pergi!
Pek Bi Hosiang menghela napas dan berkata.
"Ah, mengapa Bu-tong-pai mengirim seorang murid seperti dia?"
Akan tetapi, ia lalu menarik muka gembira dan memberi tanda agar supaya
pertandingan pibu dilangsungkan.
Kam Sui Hong biarpun mendapat kemenangan, akan tetapi ia telah menderita luka
pada pahanya yang walaupun tidak berbahaya, akan tetapi tak memungkinkan
kepadanya untuk menghadapi seorang lawan baru, maka sambil menjura kepada Pek Bi
Hosiang ia berkata. "Locianpwe, teecu yang bodoh telah membuat onar, maka harap suka dimaafkan dan
teecu menganggap bahwa barusan teecu tidak berada di fihak menang. Biarlah
selanjutnya teecu menjadi penonton saja, karena untuk menghadapi seorang saudara
lain, teecu tidak kuat lagi."
Orang-orang memuji sikap pemuda yang halus dan sopan ini, bahkan ketiga murid
Hoa-san-pai memandangnya dengan kagum.
"Seorang pendekar muda yang gagah perkasa dan patut dicontoh," kata Ong Su.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Oleh karena dalam pertandingan yang baru terjadi tidak ada fihak yang dianggap
menang, maka lalu muncul jago muda dari Kun-lun-pai yang bernama Bong Lee, yakni
murid kedua dari Kun-lun-pai.
Bong Lee berada di atas panggung, tiba-tiba berkelebat bayangan orang gundul dan
ternyata bahwa Hwat Sui Hwesio wakil dari Siauw-lim-pai telah berada di atas
panggung menghadapi Bong Lee sambil menjura dengan sikap hormat. Hwesio ini
biarpun masih muda, akan tetapi pada wajahnya nampak kesabaran besar seakan-akan
ia telah puluhan tahun menjalani penghidupan suci.
"Sahabat dari Kun-lun-pai, marilah pinceng melayanimu main-main sebentar untuk
menambah kegembiraan," katanya.
Dari gerakannya ketika melompat ke atas panggung tadi saja sudah diketahui bahwa
hwesio muda ini tak boleh dipandang ringan, maka Bong Lee sambil membalas
menjura lalu berkata. "Siauw-suhu, harap berlaku murah hati kepadaku."
Kemudian, ia maju menyerang sambil mengeluarkan ilmu silat Kun-lun-pai yang
cepat. Kedua kakinya tiada hentinya berlompat-lompatan ke kanan kiri dengan
gerakan cepat, sedangkan kedua tangannyapun bergerak-gerak membingungkan lawan
dengan banyak pukulan-pukulan pancingan dan palsu. Inilah ilmu silat Pek-wan-
sin-na atau Ilmu Silat Lutung Putih yang benar-benar luar biasa. Ilmu silat ini
tidak mengandalkan keteguhan kedudukan kaki, akan tetapi mengandalkan kecepatan
dan keringanan kaki untuk melakukan serangan mendahului lawan dengan mempunyai
banyak sekali gerakan-gerakan palsu untuk memancing dan membingungkan lawan!
Sebetulnya apabila menghadapi seorang yang kurang tenang hatinya, biarpun orang
itu memiliki kepandaian yang lebih tinggi, ilmu silat ini mungkin akan dapat
mengalahkannya. Akan tetapi dalam menghadapi hwesio muda itu, ternyata Bong Lee
telah salah taksir. Ia tidak tahu bahwa Hwat Sui Hwesio telah lama menjadi
hwesio dan setiap hari meyakinkan ilmu batin dan samadhi hingga ia menjadi
tenang sekali. Maka, ketika melihat betapa lawannya menggunakan ilmu silat yang
amat cepat dan membingungkan, ia persatukan seluruh perhatiannya dan berlaku
waspada sambil mainkan ilmu silat Lo-han-kun-hwat, yakni ilmu silat cabang
Siauw-lim-pai yang sudah terkenal keteguhannya itu. Dengan gerakan-gerakan yang
mantap dan penuh tenaga, walaupun nampak tidak cepat, akan tetapi setiap kali
pukulan asli dari lawan menyambar, dengan enak dan mudah saja Hwat Sui Hwesio
dapat mengelak atau menangkis, bahkan membalas dengan serangan-serangan cukup
berbahaya. Akibatnya Bong Lee harus mengakui keunggulan jago dari Siauw-lim itu ketika
sebuah gerakan kaki yang menyapu membuatnya terguling dan dengan cepat hwesio
itu lalu menggunakan kedua tangannya untuk membangunkan lawannya.
"Terima kasih atas pengajaranmu, Siauw-suhu," kata Bong Lee yang segera
mengundurkan diri. Setelah Bong Lee, murid kedua dari Kun-lun-pai ini melompat turun, maka
berkelebatlah bayangan hijau dari bawah panggung dan tahu-tahu seorang gadis
berpakaian serba hijau telah berdiri di depan Hwat Siu Hwesio. Inilah pendekar
wanita Tan Bi Nio, murid pertama dari Thai-san-pai atau suci (kakak seperguruan)
dari Kui Ek Li yang telah dikalahkan oleh Ciu Hai Eng murid Go-bi-pai tadi.
Kalau dibandingkan dengan kepandaian Kui Ek Li, maka kepandaian Tan Bi Nio ini
menang jauh dan setingkat lebih tinggi. Dengan sikap sopan ia mengajak pibu
hwesio Siauw-lim-si itu dengan menggunakan senjata.
Hwat Sui Hwesio segera menyetujuinya dan mengeluarkan senjatanya, sebatang toya.
Adapun Tan Bi Nio adalah seorang ahli senjata siang-kek, yakni sepasang tombak
pendek yang ujungnya bercagak. Pertempuran kali ini benar-benar mengagumkan
karena keduanya memiliki ketenangan yang sama dan juga lweekang masing-masing
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
agaknya setingkat. Akan tetapi kemudian ternyata
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
bahwa Tan Bi Nio masih lebih unggul dalam hal kecepatan gerakan. Hwat Sui Hwesio
mainkan ilmu toya Hok-houw-kun-hwat, yakni ilmu toya penakluk harimau yang amat
terkenal dari cabang Siauw-lim. Akan tetapi lawannya yang telah banyak mengalami
pertempuran itu tahu bagaimana harus menghadapi toyanya dan setelah pertempuran
berjalan dengan amat serunya selama hampir lima puluh jurus, sebatang tombak
bercagak di tangan kirinya berhasil merobek ujung lengan baju hwesio itu yang
segera melompat mundur dan menjura mengaku kalah.
Sambutan penonton terhadap kemenangan ini meriah sekali karena semua orang
merasa suka sekali melihat Tan Bi Nio yang selain cantik, juga tinggi ilmu
silatnya dan tidak sombong lagaknya.
Adapun Hwat Sui Hwesio, setelah mengaku kalah, lalu duduk kembali ke tempat
semula dengan, tenang. dan sikap biasa. Dari fihak Siauw lim hanya dia sendri
yang datang oleh karena sesungguhnya fihak Siauw-lim tidak begitu bernafsu untuk
ikut dalam pibu ini. Kedatangan Hwat Sui Hwesio hanyalah untuk menghormat dan
memenuhi undangan Pek Bi Hosiang saja.
Setelah wakil Siauw-lim-si kalah, naiklah seorang peserta lain yang tidak
mewakili cabang persilatan, akan tetapi sebagai perseorangan lain, hendak
mencari pengalaman dan persahabatan. Peserta ini adalah seorang tinggi besar
dengan muka hitam. Dia adalah seorang penduduk di kaki bukit Kui-san yang
bertenaga besar. Akan tetapi ternyata bahwa peserta ini hanya bertenaga besar saja dan tidak
memiliki ilmu silat yang tinggi, maka setelah bertempur dengan tangan kosong
melawan Tan Bi Nio, baru belasan jurus saja ia sudah terlempar lagi turun ke
bawah panggung! Dengan kemenangan berturut-turut ini, Tan Bi Nio berhak memasuki babak kedua dan
iapun lalu melompat turun untuk mengaso dan menanti sampai babak kedua dimulai.
Pemenang-pemenang selanjutnya dalam babak pertama ini adalah Bong Hin murid
pertama dari Kun-lun-pai yang merobohkan dua orang peserta dari luar, dan juga
Lo Sun Kang murid pertama dari Go-bi-pai telah mengalahkan seorang peserta dari
luar. Ketika Lo Sun Kang masih berdiri menanti, dan Ciauw In hendak melompat
naik untuk menghadapi murid Go-bi-pai yang lihai itu, tiba-tiba bayangan hitam
yang amat gesit gerakannya melompat naik menghadapi Lo Sun Kang dengan tersenyum
manis. Bayangan ini bukan lain ialah gadis baju hitam yang tadi dikagumi oleh
Bwee Hiang, karena bersikap gagah dan berwajah cantik jelita.
Memang, dara baju hitam ini benar-benar manis dan jelita sekali. Rambutnya
panjang hitam digelung menjadi dua bukit rambut di kanan kiri, diikat dengan
sutera kuning yang melambai ke bawah. Kulit mukanya yang putih kemerahan itu
nampak lebih putih dan menarik oleh karena pakaiannya yang hitam seluruhnya.
Hidungnya mancung dan mulutnya kecil dengan bibir berbentuk indah dan berwarna
merah segar. Terutama sepasang matanya amat indah bentuknya dan bening sekali,
akan tetapi dari situ terpancar sinar yang tajam berpengaruh.
Para penonton memandang kagum dan juga Lo Sun Kang merasa agak sungkan dan malu-
malu menghadapi nona cantik ini. Ia segera menjura dengan hormat, sementara itu
suara Pek Bi Hosiang yang memperkenalkan tiap peserta yang naik panggung,
terdengar menyebut nama peserta ini sebagai Gu Sian Kim.
"Bolehkah siauwte mengetahui, lihiap ini anak murid dari manakah?" tanya Lo Sun
Kang. Sambil tetap bersenyum manis, Sian Kim menjawab,
"Lo-taihiap, sebetulnya memalukan sekali untuk menuturkan keadaanku, dan
sesungguhnya aku amat lancang dan tak tahu kebodohan sendiri berani naik ke
sini, karena sesungguhnya aku tidak mewakili cabang persilatan dari manapun
juga. Kepandaianku hanyalah ilmu silat pasaran belaka dan kedatanganku ini mohon
pengajaran darimu." Lo Sun Kang adalah seorang murid terpandai dari Pek Bi Hosiang yang telah banyak
merantau hingga ia banyak kenal orang-orang pandai di dunia persilatan, akan
tetapi ia belum pernah KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
mendengar nama Sian Kim, maka ia memandang sambil menduga-duga. Ia maklum bahwa
orang yang sekali-kali tidak boleh dipandang rendah tentang ilmu silatnya ialah
orang-orang yang nampaknya lemah seperti para pendeta dan para wanita, lebih-
lebih apabila mereka ini pandai merendahkan diri. Maka melihat Sian Kim, ia
mendapat dugaan bahwa dara ini tentu memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.
"Lihiap harap jangan terlalu merendahkan diri," katanya. "Tidak tahu lihiap
hendak mengadakan pibu dengan tangan kosong atau bersenjata?"
"Aku pernah mempelajari sedikit permainan pedang dan karena telah lama mendengar
bahwa perguruan Go-bi-pai memberi pelajaran delapan belas macam senjata yang
lihai kepada murid-muridnya, harap taihiap sudi memberi pelajaran kepadaku
dengan semacam senjata yang biasa kau gunakan, agar pengalamanku lebih luas dan
terbuka mataku yang bodoh dan sempit pandangan."
2.2. Pertarungan Dua Harimau Betina
Sambil berkata demikian, Sian Kim meloloskan pedang yang tergantung di
pinggangnya dan semua orang berseru kagum karena ternyata bahwa pedangnya
mengeluarkan cahaya tanda bahwa pedang itu adalah sebuah pedang pusaka yang
ampuh. Lo Sun Kang makin merasa yakin akan kelihaian lawan ini, maka ia lalu
mengambil senjatanya yang paling diandalkan, yakni sebatang tombak yang disebut
Coa-kut-chio atau Tombak Tulang Ular karena tombak ini melengkung-lengkung
seperti tubuh ular dan pada ujungnya terpecah dua seperti bentuk mulut ular yang
terbuka. Ujung yang bercabang ini gunanya untuk menggigit atau menangkap senjata
lawan untuk diputar dan dirampasnya dan dalam hal permainan tombak ini Lo Sun
Kang benar-benar merupakan seorang ahli yang lihai.
Sementara itu, diantara semua orang yang memandang ke arah Sian Kim dengan
kagum, terdapat pula seorang pemuda yang tiba-tiba merasa betapa dadanya
berdebar keras. Pemuda ini adalah Ciauw In, murid Hoa-san-pai itu.
Selama ini, belum pernah Ciauw In tertarik kepada seorang wanita, bahkan
sumoinya sendiri, Bwee Hiang, yang ia tahu menaruh hati kepadanya, diterimanya
dengan dingin. Akan tetapi, semenjak saat Sian Kim melompat naik ke atas
panggung, ia memandang dengan mata terbelalak dan terbakarlah hatinya oleh api
asmara. Ia memandang kepada dara baju hitam itu bagaikan melihat seorang
bidadari baru turun dari kahyangan. Gadis itu benar-benar merupakan kenyataan
dari pada gadis impiannya, demikian cantik jelita dan terutama sekali kerlingan
mata gadis itu membuat ia roboh betul-betul.
Bwee Hiang memang tiada hentinya memandang kepada suhengnya yang telah mencuri
hatinya ini, maka gadis inipun dapat melihat betapa cahaya dalam mata Ciauw In
berubah ketika dara baju hitam itu naik ke panggung. Sebagai seorang wanita yang
berperasaan halus, Bwee Hiang dengan hati kuatir dapat menduga bahwa suhengnya
ini tertarik kepada Sian Kim, maka diam-diam ia merasa panas hati.
Sementara itu, kedua orang muda di atas panggung telah mulai bertempur dan
segera setelah keduanya menggerakkan senjata di tangan masing-masing, terdengar
sorakan penonton yang merasa amat gembira karena kepandaian kedua orang itu
benar-benar hebat luar biasa. Tak lama kemudian, sorakan-sorakan itu tiba-tiba
terhenti dan mereka ini memandang dengan mulut ternganga dan napas tertahan!
Ternyata bahwa ilmu pedang dara baju hitam itu benar-benar mentakjubkan sekali
karena setelah bertempur kurang lebih lima belas jurus, tiba-tiba gadis itu
berseru nyaring dan gerakan pedangnya berubah sedemikian rupa hingga kini sinar
pedangnya berkelebat dan menyambar-nyambar demikian ganas hingga tubuhnya sama
sekali tertutup dan sinar pedang itu kini mengurung Lo Sun Kang dengan ganasnya!
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Ciauw In mengeluarkan seruan tertahan karena ia merasa heran dan kagum sekali,
akan tetapi ada juga perasaan ngeri dalam hatinya karena ilmu pedang gadis itu
benar-benar ganas sekali.
Setiap gerakan merupakan serangan maut yang sukar ditangkis! Kalau saja yang
manghadapinya bukan Lo Sun Kang murid pertama dari Pek Bi Hosiang, tentu dalam
beberapa gerakan saja ia akan roboh! Akan tetapi Lo Sun Kang melakukan
perlawanan sekuat tenaga dan tombak tulang ular di tangannya digerakkan
secepatnya untuk mengimbangi serangan lawan yang datang bergelombang itu.
Akan tetapi, ia hanya dapat bertahan saja oleh karena sama sekali tidak diberi
kesempatan untuk membalas. Pedang Sian Kim terlalu cepat gerakkannya hingga
tidak ada ketika sama sekali bagi Lo Sun Kang untuk mengadakan serangan balasan.
Tiap kali tombaknya dapat menangkis pedang lawan, maka pedang yang tertangkis
itu bukan terpental kembali kepada sipemegang, akan tetapi terpental miring
merupakan serangan susulan yang otomatis!
Belum pernah Lo Sun Kang menghadapi lawan setangguh ini, maka ia benar-benar
merasa gugup dan kagum. Namun, sebagai seorang murid pertama dari cabang
persilatan Go-bi-pai, murid Pek Bi Hosiang yang telah terkenal sebagai tokoh
besar, tentu saja ia ingin menjaga nama perguruannya. Sayang sekali bahwa Lo Sun
Kang orangnya berhati lemah dan ia tidak tega untuk membalas dengan serangan
kejam terhadap lawannya yang cantik jelita ini.
Perasaan bahwa ia sedang bertanding menghadapi seorang lawan wanita dalam sebuah
pertandingan persahabatan, selalu mencegahnya untuk bersikap keras dan kejam. Ia
tidak ingat bahwa lawannya tidak menggunakan perasaan macam ini, dan bahwa
lawannya selalu menyerangnya dengan sungguh-sungguh. Andaikata ia juga
menggunakan kenekatan ini, belum tentu ia akan dapat menang, apalagi karena ia
berlaku sungkan-sungkan, tentu saja makin lama ia makin terdesak hebat.
Adapun Sian Kim makin lama makin ganas ilmu pedangnya dan mendesak hebat sekali,
sama sekali tidak mau memberi kelonggaran. Pada suatu ketika, Lo Sun Kang
melihat pedang lawan membacok ke arah kepalanya dengan gerakan cepat, segera
menggunakan ujung tombaknya untuk "menangkap" pedang itu dan segera tombak
diputar cepat untuk merampas pedang. Akan tetapi, pada saat itu, dengan gerakan
tak terduga dan cepat sekali, kaki kiri dara baju hitam itu bergerak mendupak ke
arah dadanya dengan kecepatan luar biasa!
Lo Sun Kang yang sedang mengerahkan seluruh perhatian untuk merampas pedang
lawan yang berbahaya itu, tidak menduga sama sekali dan tidak berdaya
menghindarkan diri dari dupakan ini, maka cepat ia mengerahkan lweekangnya untuk
melindungi dadanya yang disambar kaki! "Duk!" tendangan tepat mengenai dada dan
tubuh Lo Sun Kang terhuyung-huyung mundur dan wajahnya menjadi pucat sekali!
Pemuda ini lalu menjura di depan Sian Kim dan berkata.
"Lihiap, kau benar-benar lihai aku Lo Sun Kang mengaku kalah!"
Kemudian, tanpa menanti jawaban, ia melompat turun ke bawah panggung dan setelah
tiba di depan Pek Bi Hosiang, ia muntahkan darah merah dan roboh pingsan!
Dengan tenang dan masih tersenyum, Pek Bi Hosiang berkata kepada murid-rnurid
lain. "Bawa ia ke dalam dan beri kim-tan (obat)!"
Sementara itu, Sian Kim yang mendapat kemenangan dan menerima tepuk tangan
pujian dari para penonton, berdiri dengan tenang dan senyumnya tak pernah
meninggalkan mulutnya. Ia mengangguk-angguk keempat penjuru sambil mengangkat
kedua tangan memberi hormat sebagai pernyataan terima kasih atas pujian para
penonton. Ia belum mau turun oleh karena maklum bahwa untuk dapat memasuki babak
kedua, ia harus menangkan sebuah pertandingan lagi.
Cauw ln sudah merasa gatal-gatal tangannya untuk dapat mencoba kepandaian
bidadari yang menarik hatinya itu, dan ia sudah bangkit berdiri hendak melompat
naik ke panggung. Akan tetapi,
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
tiba-tiba Bwee Hiang telah mendahuluinya dan gadis ini telah melompat ke atas
panggung terlebih dulu, menghadapi Sian Kim yang memandangnya dengan mata tajam.
Terpaksa Ciauw In duduk kembali dengan kecewa, dan ia berkata kepada Ong Su.
"Mengapa kau tidak melarang dia nalk" Gadis baju hitam itu lihai sekali dan
sumoi takkan dapat menang terhadapnya!"
Ong Su yang ditegur rnenarik napas panjang dan menjawab,
"Sumoi agaknya marah sekali dan penasaran melihat cara bertempur yang kejam dari
gadis baju hitam itu!"
Ciauw In mengerutkan kening. Kejam" menurut pandangannya, Sian Kim tidak kejam,
akan tetapi menggunakan taktik untuk mencapai kemenangan yang sudah wajar
dilakukan dalam sebuah pertandingan! Memang, hati seorang muda yang sudah
tergoda asmara, takkan melihat atau tidak mau melihat keburukan orang yang
dicintainya! Ia jadi ingin naik ke panggung menghadapi Sian Kim bukan dengan
maksud hendak merebut kemenangan, akan tetapi untuk dapat berhadapan dan menguji
kepandaian gadis yang menarik hatinya itu.
Sementara itu, begitu berhadapan dengan Sian Kim, Bwee Hiang segera meloloskan
sepasang pedangnya dan berkata keras menahan marahnya,
"Sobat yang gagah perkasa, biarlah aku mencoba ilmu pedangmu yang ganas itu!"
Ketika Pek Bi Hosiang menyebut nama Bwee Hiang untuk memperkenalkannya kepada
penonton, berubahlah air muka Sian Kim. Gadis baju hitam ini seakan-akan kurang
jelas mendengar nama yang disebut oleh tokoh Go-bi-pai itu, maka dengan suaranya
yang merdu dan halus ia bertanya kepada Bwee Hiang,
"Nona manis, siapakan namamu tadi" Tadi kurang jelas terdengar olehku."
"Aku adalah Gak Bwee Hiang, anak murid Hoa-san-pai!" jawab Bwee Hiang.
Semua orang yang berada di situ, yang merasa kagum akan kelihaian Sian Kim,
menduga-duga siapakah adanya gadis ini dan siapa pula gurunya. Biarpun Pek Bi
Hosiang sendiri tidak tahu ilmu pedang apakah yang dimainkan oleh dara baju
hitam yang telah berhasil mengalahkan murid pertamanya itu. Juga Ciauw In yang
menduga-duga dengan hati tertarik tidak pernah menduga bahwa sebetulnya dara
baju hitam ini bukan lain ialah pangcu atau ketua dari Hek-lian-pang!
Gadis inilah yang menjadi ketua Hek-lian-pang yang telah diobrak-abrik olehnya
dan kedua orang saudara seperguruannya, bahkan Gu Mo Ong yang tewas dalam tangan
Bwee Hiang. Itu adalah ayah dari Sian Kim! Ilmu pedang yang dimainkannya tadi
adalah ilmu pedang ciptaan seorang pengemis tua yang menjadi guru Sian Kim,
pengemis perantau bertubuh tinggi yang sekarang telah meninggal dunia. Dengan
demikian, maka ilmu pedangnya ini adalah ilmu pedang tunggal yang tidak dikenal
orang lain dan hanya dapat dimainkan oleh Sian Kim sendiri!
Dara baju hitam ini telah setahun lamanya memimpin Hek-lian-pang, menggantikan
ayahnya yang sudah tua dan oleh karena memang ilmu silatnya jauh lebih tinggi
dari pada ilmu silat ayahnya, maka baik ayahnya sendiri maupun para anggauta
Hek-lian-pang mengangkatnya menjadi ketua perkumpulan. Akan tetapi, Gu Sian Kim
ini mempunyai darah perantau dan karena semenjak kecil ia ikut suhunya merantau,
maka ia tidak tahan untuk berdiam saja di rumah.
Kedudukan sebagai ketua perkumpulan Hek-lian-pang tidak menarik hatinya, maka
seringkali ia pergi meninggalkan ayah dan anak buahnya untuk merantau.
Kettka ia kembali ke Ban-hong-cun, ia mendengar tentang kematian ayahnya dan
banyak anak buahnya. Ketika mendengar bahwa yang membasmi perkumpulan Hek-lian-
pang dan yang KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
membunuh ayahnya adalah seorang anak murid Hoa-san-pai yang bernama Gak Bwee
Hiang beserta kedua orang suhengnya yang bernama Lie Ciauw In dan Ong Su, ia
merasa marah sekali. Ia bersumpah untuk mencari dan membalas dendam sakit hati ini, hendak membunuh
ketiga orang murid Hoa-san-pai!
Oleh karena itu, ketika tadi ia melihat dan mendengar nama Ong Su naik ke atas
panggung, diam-diam ia memperhatikan. Ia datang ke tempat ini bukan sengaja
mencari ketiga orang musuhnya, akan tetapi hanya untuk mencari nama dan mencoba
kepandaian. Tidak tersangka sama sekali bahwa di tempat ini ia akan bertemu
dengan ketiga orang yang dicari-carinya, maka sudah tentu saja ia diam-diam
merasa girang bukan main.
Kini menghadapi Gak Bwee Hiang yang menjadi pembunuh ayahnya dan menjadi musuh
besarnya, ingin sekali terjang ia membunuh musuh ini, akan tetapi kecerdikan
otaknya membuat ia berlaku tenang dan membatasi diri, menahan kemarahannya yang
memuncak dan yang membuat sepasang matanya yang indah itu seakan-akan
mengeluarkan cahaya berapi sehingga Bwee Hiang sendiri merasa terkejut.
Sian Kim maklum bahwa ia berada diantara orang-orang gagah yang tak boleh dibuat
permainan, maka kalau saja ia berlaku keras dan kasar terhadap musuh besarnya
ini dan sampai membunuhnya, tentu tokoh-tokoh besar seperti Pek Bi Hosiang, Gui
Im Tojin, Lan Lau Suthai dan yang lain-lain takkan tinggal diam dan kalau sampai
terjadi hal ini, maka keadaannya akan berbahaya sekali! Ia merasa jerih untuk
dianggap musuh oleh sekalian orang gagah dari dunia kang-ouw, maka ia manahan
kemarahan hatinya seberapa dapat.
Sian Kim merasa lega ketika tadi melihat dan menyaksikan kepandaian Ong Su yang
biarpun cukup lihai, akan tetapi tidak teralu berbahaya baginya dan ia sanggup
untuk membinasakan pemuda itu dalam sebuah pertempuran. Kini ia hendak menguji
ketinggian ilmu pedang musuh besar yang berada dihadapannya, kemudian setelah
mencoba lagi kepandaian murid pertama dari Hoa-san, barulah ia akan turun
tangan, akan tetapi tidak di tempat ini!
Demikianlah, setelah mendapat jawaban yang memastikan bahwa yang berada
dihadapannya adalah musuh besarnya yang bernama Gak Bwee Hiang, untuk
melenyapkan keraguannya, ia berkata sambil memaksa sebuah senyum manis.
"Adikku yang baik, ketika aku menuju ke tempat ini, aku mendengar tentang tiga
orang muda anak murid Hoa-san-pai yang membuat nama besar di kota Ban-hong-cun,
tidak tahu apakah mereka yang gagah perkasa itu kau dan saudara-saudaramu?"
Melihat sikap Sian Kim yang mengajaknya mengobrol ini, Bwee Hiang merasa heran
dan juga tidakk sabar.
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Betul, betul aku dan kedua suhengku. Sobat, marilah kita mulai, sekarang bukan
waktunya untuk mengobrol!"
Sian Kim tersenyum dan mencabut pedangnya.
"Baik, baik. Kau majulah!"
Bwee Hiang yang merasa tak senang kepada dara jelita berbaju hitam ini, tanpa
sungkan-sungkan lagi lalu mainkan siangkiamnya dan menyerang hebat. Sian Kim
menangkis dan ia hanya mempertahankan diri saja oleh karena hendak mengukur
sampai di mana kelihaian musuh besarnya ini. Setelah bertempur belasan jurus,
tahulah ia mengapa ayahnya tewas di tangan Bwee Hiang, oleh karena ilmu pedang
Hoa-san-pai yang dimainkan oleh sepasang pedang gadis ini benar-benar tangguh.
Setelah mengukur kehebatan serangan Bwee Hiang, Sian Kim lalu membalas dan kini
pedangnya terputar hebat mendesak sepasang pedang Bwee Hiang dengan amat
kuatnya. Bwee KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Hiang terkejut dan cepat ia membela diri oleh karena kini lawannya telah
mengeluarkan ilmu pedangnya yang ganas dan yang telah merobohkan murid tertua
dari Go-bi-pai! Diam-diam Bwee Hiang mengakui keunggulan ilmu pedang lawannya
yang aneh ini, dan betapapun ia mainkan sepasang pedangnya dengan cepat, tetap
saja ia terdesak hebat! Sebaliknya, Sian Kim yang melihat pertahanan lawannya ini, tahu bahwa biarpun
kalau menghadapi seorang lawan seorang, ia pasti akan dapat merobohkan mereka
ini, akan tetapi kalau mereka berrdua maju mengeroyoknya, Bwee Hiang dengan
siang-kiamnya dan Ong Su dengan toyanya, belum tentu ia akan menang! Belum lagi
diperhitungkan seorang suheng mereka yang belum ia ketahui sampai di mana
tingkat kepandaiannya. Mengingat akan hal ini, Sian Kim berlaku hati- hati dan
ia tidak mau membinasakan Bwee Hiang dalam pertandingan ini, karena biarpun ia
akan berhasil membunuh musuh besar ini, tentu ia takkan kuat menghadapi
keroyokan kedua suheng dari Bwee Hiang!
Ia hanya mengeluarkan ilmu pedang yang disebutnya sendiri Hek-lian-kiamsut, dan
mempergunakan keunggulan permainannya untuk mendesak keras dan mempermainkan
Bwee Hiang. Pada jurus ketiga puluh satu, ia berhasil menggunakan ujung
pedangnya untuk menowel pita rambut Bwee Hiang sehingga pita itu terputus dan
rambut Bwee Hiang terurai di atas pundaknya.
Akan tetapi, hal ini bahkan menambahkan kemarahan Bwee Hiang yang menganggap
bahwa lawannya terlalu menghina dan mempermainkan. Dengan nekad ia maju menyerbu
dengan sepasang pedangnya, akan tetapi kembali Sian Kim mengeluarkan
kepandaiannya. Pedangnya berkelebat dan "bret!" ujung pedang itu berhasil mampir
di baju Bwee Hiang di bagian dada hingga robek!
Bukan main marahnya Bwee Hiang oleh karena perbuatan ini hampir saja
mendatangkan malu besar kepadanya. Untung bahwa yang terobek hanyalah baju luar
dan tidak menembus baju dalamnya yang berwarna merah. Kalau baju dalamnya ikat
terobek, tentu akan terlihatlah dadanya! Hal ini dianggapnya penghinaan yang
luar biasa besarnya, maka sambil memekik marah ia lalu menyerang dengan lebih
hebat, mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk mengadu nyawa!
Menghadapi amukan ini, terpaksa Sian Kim juga mengerahkan kepandaiannya, oleh
karena ia hanya lebih unggul setingkat dari Bwee Hiang dan tak mungkin baginya
untuk mempermainkan gadis itu sesuka hatinya. Setelah ia mengerahkan tenaga dan
ilmu pedangnya, perlahan akan tetapi tentu, Bwee Hiang mulai mundur-mundur dan
berkelahi sambil mundur terputar. Beberapa kali ia terdesak sampai ke pinggir
panggung hingga tiap saat ia dapat tergelincir jatuh!
Para penonton yang melihat pertandingan ini, menjadi tegang dan cemas sekali.
Biarpun mereka yang tidak mengerti ilmu silat, dapat merasa bahwa pertandingan
kali ini di antara dua orang gadis yang merupakan harimau betina itu, bukanlah
pertandingan main-main belaka.
Juga Ciauw In merasa gelisah sekali melihat hal ini. Pemuda ini sudah berdiri
dari tempat duduknya dan memandang penuh kekuatiran. Ia merasa menyesal mengapa
sumoinya begitu keras hati dan tidak tahu diri. Sudah seharusnya sumoinya itu
melompat turun dari panggung menerima kalah. Mengapa sumoinya menjadi demikian
pemarah dan tidak mau mengalah"
Sian Kim merasa penasaran juga melihat kebandelan Bwee Hiang dan karena
serangan-serangan Bwee Hiang juga amat berbahaya, terpaksa ia mendesaknya lagi
dan mengirim serangan-serangan mematikan. Pada suatu saat, serangan Sian Kim
demikian cepat datangnya sehingga ketika tertangkis, api memancar keluar dari
kedua pedang yang sedang bertemu.
Bwee Hiang merasa betapa tangannya gemetar dan selagi ia hendak membalas
serangan itu, Sian Kim mendahuluinya dengan serangan kilat pada lehernya! Bwee
Hiang masih dapat menangkis serangan ini, akan tetapi ia terhuyung dan hampir
jatuh, sedangkan Sian Kim tidak mau memberi hati dan menubruk!
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Pada saat itu, terdengar suara keras, "Sumoi, kau sudah kalah!" dan Sian Kim
merasa betapa pundaknya ditolak orang sehingga ia terdorong mundur sampai tiga
langkah, sedangkan orang yang datang memisah itu, sekali pegang tangan Bwee
Hiang telah berhasil menarik gadis itu melompat turun panggung. Kemudian orang
itu melompat kembali ke atas panggung menjura kepadanya dan berkata dengan
halus, "Nona, harap kau maafkan sumoiku yang keras hati itu."
Sian Kim memandang dan ia tertegun. Yang berdiri dihadapannya adalah seorang
pemuda yang tampan sekali, bersikap sopan-santun dan memiliki sepasang mata yang
amat tajam bagaikan sepasang bintang pagi! Sian Kim memang mempunyai kelemahan
terhadap pemuda-pemuda tampan, maka tak terasa lagi hatinya tergoncang.
Akan tetapi ia teringat bahwa pemuda ini tentulah suheng dari Bwee Hiang yang
bernama Lie Ciauw In. Diam-diam ia merasa terkejut dan mengeluh oleh karena dari
dorongan pemuda tadi saja sudah membuktikan akan kelihaiannya dan kekuatan
lweekangnya yang luar biasa. Maka ia membalas menjura dan berkata,
"Tidak ada yang harus minta maaf, sudah biasa terjadi perebutan kemenangan dalam
sebuah pibu!" Setelah berkata demikian, Sian Kim lalu melompat turun dan duduk di tempat
semula, menanti dimulainya pertandingan babak kedua sebagai hasil kemenangannya
dua kali berturut- turut itu, Ia mengharapkan untuk dapat bertanding dan
mengukur kepandaian Ciauw In dalam babak kedua nanti.
Sementara itu, Ciauw In yang belum bertanding, berdiri menanti datangnya lawan.
Kebetulan sekali masih ada dua orang peserta yang tidak mewakili partai
persilatan, dan seorang diantara mereka lalu melompat naik ke panggung. Akan
tetapi ternyata bahwa ia bukanlah lawan Ciauw In yang lihai dan dalam sebuah
pertempuran pendek, dalam belasan jurus saja peserta ini dapat dikalahkan oleh
Ciauw In yang berhasil menotok pundaknya!
Peserta kedua dan yang terakhir melompat naik dan mengajak Ciauw In bertanding
pedang. Ciauw In mencabut pedangnya dan semua orang, juga Pek Bi Hosiang, memandang
penuh perhatian oleh karena ia ingin sekali melihat lihainya Hoa-san Kiam-hwat
ciptaan Ho Sim Siansu yang belum diperlihatkan itu.
ketika Bwee Hiang bermain siang-kiam, walaupun gerakan ini menurut ilmu pedang
Hoa-san, akan tetapi telah banyak dirobah dengan permainan sepasang pedang,
karena sesungguhnya Hoa-san Kiam-hwat harus dimainkan dengan pedang tunggal maka
permainan Bwee Hiang tidak sangat mengesankan.
Lawan Ciauw In ternyata memiliki ilmu pedang campuran yang cukup tangguh dan
gerakannya kuat. Akan tetapi, menghadapi ilmu pedang yang dimainkan Ciauw ln, ia
tidak berdaya dan belum sampai dua puluh jurus, pedangnya telah dapat dibikin
terpental ke udara oleh babatan Ciauw In!
Tepuk-sorak menyambut kemenangan Ciauw In ini, dan juga Pek Bi Hosiang diam-diam
memuji kehebatan ilmu pedang Hoa-san, sungguhpun ia belum mendapat bukti yang
jelas akan kehebatan ilmu pedang itu karena Ciauw In belum mendapat kesempatan
untuk mainkan ilmu pedang ini sampai sehebat-hebatnya, berhubung lawannya tadi
bukanlah merupakan lawan yang cukup kuat untuk mengimbangi kepandaiannya.
Maka selesailah sudah babak pertama dan orang-orang yang keluar sebagai pemenang
ada lima orang, yaitu Ciu Hai Eng, murld perempuan dari Go-bi-pai, Bong Hin
murid pertama dari Kun-lun-pai, Tan Bi Nio murid perempuan dari Thai-san-pai, Gu
Sian Kim, dan Lie Ciauw In, jadi tiga pendekar wanita dan dua pendekar pria!
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Pek Bi Hosiang yang bijaksana lalu mengadakan keputusan bahwa cli antara kelima
orang itu, harus bertanding menurut kelamin masing-masing untuk menetapkan
pemenang pria dan wanita yang kemudian akan berhadapan untuk memperebutkan gelar
juara! Ciu Hai Eng lalu melompat ke atas panggung, disusul oleh Tan Bi Nio. Pek Bi
Hosiang merasa kecewa sekali bahwa yang menang dalam babak pertama tadi adalah
muridnya kedua ini, karena kalau yang menang itu murid pertamanya yaitu Lo Sun
Kang yang dikalahkan oleh Sian Kim, tentu kedudukan Go-bi-pai lebih kuat. Kini
Ciu Hai Eng yang menghadapi Tan Bi Nio, murid pertama dari Thai-san-pai,
mendapatkan lawan yang berat sekali.
Benar saja, setelah keduanya mulai menggerakkan senjata masing-masing, yakni Ciu
Hai Eng menggerakkan pedangnya dan Tan Bi Nio mainkan siang-kek atau sepasang
tombak pendek bercagak yang lihai, terlihatlah bahwa kepandaian Tan Bi Nio lebih
menang setingkat. Sepasang siang-keknya mendesak pedang Ciu Hai Eng dengan
hebat, dan biarpun Hai Eng mempertahankan diri dan nama perguruannya sekuat
tenaga. Akan tetapi pada jurus ketiga puluh setelah bertempur mati-matian,
siangkek di tangan kanan Tan Bi Nio berhasil menjepit pedang lawan dan
memutarnya sedemikian rupa sehingga terpaksa Ciu Hai Eng malepaskan pedangnya
dan mengaku kalah! 2.3. Pengukuhan Sebagai Hoa-san Tai-hiap
Gu Sian Kim lalu menggantikan Ciu Hai Eng dan kedatangannya disambut oleh para
penonton dengan tepuk sorak riuh rendah! Hampir semua orang yang terdiri laki-
laki semua itu, merasa kagum melihat kepandaian dan terutama sekali melihat
kecantikan Sian Kim, dan kini karena yang dihadapinya juga seorang gadis cantik
seperti Tan Bi Nio, sudah tentu mereka yang menonton merasa senang dan gembira
sekali. Mereka sudah menyaksikan kelihaian Tan Bi Nio dan sudah dibikin kagum
pula oleh permainan pedang Sian Kim, maka dapat menduga bahwa kini pasti akan
terjadi pertempuran yang luar biasa ramainya!
Sementara itu, Ciauw In yang kembali ke tempat duduknya, disambut oleh Bwee
Hiang dengan muka merengut. Gadis ini hampir menangis dan sedang dihibur oleh
Ong Su dengan bisikan-bisikan perlahan. Ciauw In ingin sekali menegur sumoinya
ini, akan tetapi ia tidak mau membikin malu sumoinya di depan umum, maka menunda
niatnya dan akan menegur setelah mereka meninggalkan tempat itu. Sedangkan Bwee
Hiang juga diam saja, bahkan tidak mau memandang muka Ciauw In. Gadis ini merasa
tak enak hati dan marah sekali, karena hatinya telah dipengaruhi oleh rasa iri
dan cemburu besar terhadap Sian Kim.
Sementara itu, pertempuran antara Tan Bi Nio dan Sian Kim telah mulai
berlangsung dengan hebatnya. Sepasang siang-kek dari murid Thai-san-pai itu
memang lihai sekali dan mempunyai gerakan yang kuat dan cepat, sedangkan ilmu
pedang Sian Kim memang mempunyai gerakan istimewa cepatnya, maka tentu saja
setelah kedua orang gadis gagah ini mengeluarkan kepandaian masing-masing, sinar
senjata mereka berkelebatan menyilaukan mata yang menontonnya!
Sian Kim adalah seorang gadis yang mempunyai kecerdikan luar biasa. Ia tidak
mempunyai permusuhan dengan Tan Bi Nio dan tidak ingin pula menanam permusuhan
dengan gadis ini oleh karena, ia tahu bahwa Tan Bi Nio adalah anak murid Thai-
san-pai yang tersohor dan ternama.
Kalau ia sampai menjatuhkan Tan Bi Nio dengan ilmu pedangnya yang ganas tanpa
mengenal ampun, setidaknya tentu ia akan dibenci oleh Tan Bi Nio dan
golongannya. Oleh karena itu, kini menghadapi Tan Bi Nio, biarpun kalau ia mau,
ia dapat mendapatkan kemenangan dengan cepat, akan tetapi ia sengaja menyimpan
tipu-tipu silatnya yang terlihai dan ganas, dan hanya mainkan pedangnya dengan
gerakan lemah gemulai dan indah serta sedap dipandang. Memang ia cantik jelita
dan mempunyai potongan tubuh yang menggiurkan, maka kini setelah ia mengeluarkan
gaya gerakan yang indah, tentu saja ia mendapat sambutan tepuk tangan yang riuh
rendah. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Pada jurus kelima puluh, setelah keduanya merasa cukup lelah, Tan Bi Nio yang
merasa, penasaran oleh karena biasanya sepasang siang-keknya paling baik untuk
melawan orang berpedang, kini ternyata tak berdaya menghadapi permainan pedang
Sian Kim, lalu berseru keras.
"Awas serangan!"
Dan benar saja, siang-keknya kini berubah gerakannya, menjadi kuat dan cepat.
Siang-kek itu bertubi-tubi menghujani serangan. Senjata tombak pendek di tangan
kiri selalu memancing-mancing dan menyerang hebat, akan tetapi ini hanyalah
merupakan serangan palsu belaka. Ketika senjata di tangan kiri meluncur ke arah
iga Sian Kim, gadis baju hitam ini menangkis dengan pedang, akan tetapi tiba-
tiba senjata itu ditarik mundur dan tombak di tangan kanannya yang menyerang
hebat, menyerampang pinggang Sian Kim yang ramping!
Sian Kim tidak menjadi gugup menghadapi serangan tiba-tiba yang berbahaya ini,
sambil berseru keras dan nyaring, tiba-tiba tubuhnya mencelat ke atas dengan
gerak loncat Pek-liong-seng-thian atau Naga Putih Terbang ke Langit! Tubuhnya
berjungkir balik dengan kepala di bawah dan kaki di atas, dan dari atas ia
melayang turun dengan serangan hebat yang mirip dengan serangan pedang Sin-
liong-pok-cui atau Naga Sakti Menyambar Air. Bukan main indahnya gerakan
serangan ini. Ikat pinggang Sian Kim yang berwarna merah itu berkibar di udara,
sedangkan sebagian rambutnya terlepas dari sanggulnya sehingga berkibar-kibar
pula amat indahnya. Semua orang menjadi kagum melihatnya.
Tan Bi Nio yang bersikap tenang menerima serangan ini dan mempergunakan
kesempatan yang amat baik ini untuk mengelak ke kiri, kemudian selagi tubuh Sian
Kim meluncur turun, ia membarengi dengan serangan kedua siang-kek ke arah leher
dan pinggang lawan sambil membarengi mengangkat kaki menendang!
Bukan main hebatnya serangan Tan Bi Nio ini dan Ciauw In yang melihatnya
mengeluarkan seruan tertahan karena kuatir akan keselamatan dara jelita itu
hingga Bwee Hiang menjadi makin merenggut dan cemburu. Akan tetapi, semua
Tangan Geledek 5 Pendekar Rajawali Sakti 82 Selendang Sutera Emas Rembulan Berdarah 1