Pencarian

Pendekar Pedang Sakti 11

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen Bagian 11


terangnya, hingga dengan demikian, tampak benar
kekuatan tenaga-dalamnya yang luar biasa sekali.
Kemudian Cek Yang Too-jin berkata pula : "Kita
diantara pendekar-pendekar dikalangan Kang-ouw, sebenarnya bukan gila hormat dan bangga dengan gelaran
kosong, oleh karena itu, sekarang kami persilahkan para
pendekar yang hadir dalam pertemuan ini, akan tampil
kemuka dan memberi pengajaran pada kami." Sehabis
berkata begitu, lalu dia menganggukkan kembali kepalanya,
kemudian barulah dia mengundurkan dirinya.
Para pendekar yang hadir dalam pertemuan ini, kini
sudah memenuhi gunung tersebut, kebanyakan dari mereka,
bermaksud untuk menambah pengetahuan mereka belaka,
maka atas pengunduran diri Cek Yang Too-jin ini, mereka
lalu berbicara pada satu sama lain dengan secara bisik-bisik.
Pertama-tama yang mereka sangat perhatikan, adalah
terhadap pemimpin partai Go Bie dan Kun Lun, apakah
kedua ahli waris dari partai tersebut turut pula dalam
pertempuran sekali ini " Kemudian barulah mereka
perbincangkan ahli waris partai Tiam Cong, dimana salah
seorang muridnya sudah berkhianat yaitu Liok Hong,
hingga ketiga partai ini tidak dapat melampaui jumlah yang
lebih banyak daripada murid-murid partai Kong Tong dan
Bu Tong. Bersamaan pada waktu itu juga, dari puncak gunung
tersebut datang seorang pendeta tua yang romannya tampak
keren sekali, kedatangannya ini disertai dua orang pendeta
muda pula, dan tatkala orang banyak melihatnya, mereka
serentak menjadi tertegun.
Waktu pendeta itu datang, dia berseru dengan suaranya
yang nyaring sekali : "Ohmietoohut, Loo-ceng datang
terlambat !" Cek Yang Too-jin yang melihatnya, buru-buru menyambut sambil berkata : "Kouw Am Siang-jin, sekali
berpisah sepuluh tahun ......"
Baru saja dia berkata sampai disitu, Kouw Am Siang-jin
lalu tertawa panjang dan menyahut : "Too-yu tidak usah
berlaku sungkan, Pin-ceng sekali ini datang kesini, tidak
lain hanya ingin menepati sumpah lima belas tahun yang
lampau itu saja." Mendengar perkataan kawannya, muka Cek Yang Too-
jin dirasakan sedikit panas, hingga diam-diam dia lalu
duduk. Para pendekar menampak kedatangannya Kouw
Am Siang-jin dari partai Go Bie, lagi-lagi menerbitkan
perbincangan yang hangat diantara para hadirin.
Cek Yang Too-jin menunggu setelah semua suara reda
kembali, barulah dia berkata dengan suaranya yang sangat
nyaring sekali : "Pertemuan dipuncak gunung Thay San
akan segera dimulai, siapakah diantara hadirin yang ingin
maju paling dulu ....."
Sekonyong-konyong terdengar suara orang yang berteriak dengan nyaring, disertai munculnya seseorang
yang lantas saja memotong perkataan Cek Yang Too-jin
dengan suaranya yang nyaring dan lantang : "Pada
pertemuan dipuncak gunung Thay San pada lima belas
tahun yang lampau, kami pendekar-pendekar dari kalangan
Liok Lim pun pertama-tama sudah bentrok dengan kalian
berlima, apakah barangkali kalian berlima tidak memandang mata pada pendekar-pendekar diseluruh jagat
ini, hingga ingin menghina kita sekalian " Sekarang aku
persilahkan kalian turun tangan saja!"
Perkataan orang itu sungguh terlampau ceroboh dan
gegabah sekali, sampaikan lima ahli waris dari partai-partai
tersebut semuanya tidak luput dari caciannya. Mendengar
perkataan orang ini, Cek Yang Too-jin lalu menatap pada
muka orang itu, ia tampak sangat terkejut dan lalu berkata :
"Oh, ternyata Sicu adalah San-co-siang-ho dari Shoa-tang,
Pinto sungguh terlambat menyambut kedatangan kalian."
Lim Siauw Coan dengan perasaan yang bangga sekali
lalu berkata : "Aku orang she Lim dengan mengandalkan
sebatang pedangku ini, aku ingin minta pengajaran dari
pendekar-pendekar diseluruh jagat untuk memberi petunjuk-petunyuk yang berharga."
Sebenarnya dia bermaksud untuk berlaku sungkan
dihadapan orang banyak, tapi disebabkan dia tidak pandai
bicara, begitu dia buka mulut, sudah menerbitkan
kemarahan orang banyak. Lebih-lebih lagi Gouw Leng
Hong yang mendengarnya dan merasa sangat geram sekali.
Tapi orang banyak yang mengetahui siapa sepasang jago
dari Shoa-tang ini, mereka hanya berani memaki dalam
hati, tapi tidak berani diutarakan dimulut.
Sekonyong-konyong tampak berkelebat keluar satu
bayangan orang yang segera memakinya sambil berkata :
"Kau jangan sembarangan berkata-kata dengan seenaknya
saja! Apakah barangkali kau ini sudah terlampau luar biasa
sekali, sehingga berlaku demikian temberangnya ?" Waktu
orang banyak melihatnya, ternyata orang tersebut bukan
lain daripada Ie It Hui adanya.
Begitu Ie It Hui munculkan dirinya, orang banyakpun
segera mengetahui, bahwa pertempuranpun akan segera
dimulai, maka tidak terasa lagi mereka lalu mundur
selangkah kebelakang. Baru saja Ie It Hui berkata sampai
disitu, Lim Siauw Coan sudah tertawa terbahak-bahak,
kemudian dengan gerak yang cepat sekali dia telah
menghunus pedangnya, dia adalah seorang yang kidal dan
menggunakan tangan kirinya untuk memperkembangkan
tipu-tipu silatnya yang tampaknya menjadi lebih aneh dan
sukar. Ie It Hui pun lalu tertawa dingin juga, pedang
panjangnya dengan mengeluarkan sinar yang gemerlapan
lalu ditusukkan kearah iga kirinya Lim Siauw Coan, yang
dengan tipu 'Siauw-yang-kay-in' (matahari muncul kembali)
telah menangkis serangannya Ie It Hui ini.
Ie It Hui keluar gelanggang disebabkan dia sudah
menerima petunjuk dari Li Gok. Ia telah diberi petunjuk-
petunyuk cara bagaimana untuk menghadapi lawannya ini.
Oleh karena itu, dia tidak menjadi gugup menampak
tangkisan lawannya ini, pedangnya tampak dilemaskan dan
terus saja ditikamkan pada dada Lim Siauw Coan.
Lim Siauw 'Coan dengan tidak mengubah cara
menangkisnya, tangan kanannya digentak kebawah dengan
tipu 'Kong-ciok-kay- peng' (buruh merak membentangkan
sayap), dia hadapi serangan lawannya ini dengan gerak
yang mantap, untuk mengunci serangan Ie It Hui. Siapa
tahu pedang panjang Ie It Hui tidak diteruskan
menikamnya, tapi dengan segera ditusukan dengan tipu
'Tan-hong-tiauw-yang' (burung hong menjemur diri dibawah sinar matahari) kearah lawannya. Lim Siauw
Coan tidak menduga, bahwa lawannya dapat berlaku
demikian beraninya, maka diwaktu menampak serangan
lawannya ini, dia menjadi terperanjat bukan buatan.
Dengan segera dia berjungkir balik dengan tipu 'Pek-twie-
touw' (menepuk perut) dengan tangan kanannya, untuk
memukul lawannya itu. Melihat serangannya jatuh ditempat kosong, sedangkan
serangan lawannya sudah hampir tiba, Ie It Hui buru-buru
putarkan pedangnya begitu rupa, sehingga dengan demikian
Lim Siauw Coan tidak berani melanjutkan serangannya.
Oleh karena ini, maka keadaan mereka berdua menjadi
berimbang, kemudian dengan tangan kirinya dia melancarkan serangannya dengan tipu 'Thay-kong-swat-
bong' (Kiang Cu Ge membentangkan jala), sehingga dia
telah berhasil menjaga dirinya dengan rapat sekali.
Sedangkan pedangnya yang sebentar-sebentar bergerak
pergi datang dengan disertai suara angin yang menderu-
deru, tampak dengan nyata akan tenaga dalam yang
dikeluarkan dengan sehebat-hebatnya.
Dengan hanya terdengar suara "trang !" pedang Ie It Hui
sudah dipentalkan setinggi satu meter jauhnya, Lim Siauw
Coan tidak berani berlaku lengah, diapun buru-buru
mundur setengah langkah kebelakang, barulah dia berani
berdiri dengan tegak. Bila diantara dua orang ahli silat sedang bertarung,
segera akan tampak siapa yang lebih kuat dan siapa yang
lebih lemah, apa lagi Lim Siauw Coan yang dari kekalahan
berbalik menjadi pihak yang menang, hal itu sungguh
mengagumkan sekali tampaknya.
Diempat penjuru para penonton, tidak ada satupun yang
menjadi kawannya. Mereka ini yang rata-rata berkepandaian cukup tinggi, juga menyaksikan pertunjukkan tersebut, maka tanpa disengaja dan dengan
serentak mereka pada berteriak memuji kebagusan tipu silat
Lim Siauw Coan itu. Ie It Hui yang dengan susah payah dan semula berhasil
merebut keunggulan, ternyata akhirnya menjadi pihak yang
berada dibawah angin kembali, hingga tidak terasa lagi dia
menjadi geram, dan selanjutnya diapun tidak berani lagi
terlampau memandang ringan terhadap kepandaian pihak
lawannya. Lim Siauw Coan sekalipun mengetahui bahwa tenaga
dalamnya berada disebelah atas lawannya, tapi berhasilnya
dia tadi ini adalah disebabkan lawannya berlaku lengah,
maka sekarang diapun tidak gampang lagi merebut
keunggulan selanjutnya seperti yang dikehendakinya.
Begitulah kedua orang itu lalu bertempur kembali dengan
masing-masing berlaku lebih hati-hati.
Justeru tepat pada saat itu, dari rombongan orang banyak
segera tampil kemuka seorang tua yang umurnya ditaksir
sudah enam puluh tahun, ia ini sambil berteriak dengan
suara yang nyaring sekali lalu berkata : "Berhenti, berhenti
!" Ie It Hui dan Lim Siauw Coan segera menghentikan
serangan pedang mereka, kemudian kedua-duanya lalu
berdiri diam. Tapi sekalipun mereka telah mendengar suara
orang tua itu, mereka tidak berani membuat perhatian
mereka menjadi terpencar oleh karenanya.
Orang tua itu lalu tertawa panjang dan berjalan
menghampiri dengan tindakan yang sangat tenang. Orang
banyak waktu melihat muka orang tua itu yang luar biasa,
tampaknya mendapat kenyataan kalau-kalau dia itu sangat
licik dan menyeramkan sekali bagi siapa yang memandangnya. Terlebih-lebih suara tertawanya tadi, yang meski
dikeluarkan disiang hari bolong, tapi tidak urung masih
dapat membuat hati orang merasa jerih.
Cek Yang Too-jin sambil tertawa dingin lalu berkata :
"Apakah Loo-sie-cu ingin pula turut bertempur ?"
Orang tua itu lalu menolehkan kepalanya memandang
pada Cek Yang Too-jin sambil melototkan matanya.
Cek Yang Too-jin yang sudah mempunyai keyakinan
silat begitu tinggi, begitu kena dipelototkan oleh orang tua
itu, tidak terasa lagi hatinya menjadi sangat terkejut, hingga
untuk selanjutnya diapun tidak berani memandang ringan
terhadap orang tua yang luar biasa ini. Harus diketahui
bahwa selama hidupnya Cek Yang Too-jin pernah tidak
sedikit membuat pekerjaan-pekerjaan yang tidak patut,
maka waktu sekarang dia dipelotot kan orang begitu rupa,
seakan-akan perasaannya telah tersinggung oleh karenanya.
Kemudian orang tua itu membalikkan kepalanya
memandang pada Li Gok sambil tertawa aneh, kemudian ia
melangkahkan kakinya maju menghampirinya. Orang tua
itu sungguh aneh sekali kelihatannya, segala gerak-geriknya
tampak tidak wajar, hingga Li Gok waktu melihat orang tua
itu mendatangi kearahnya, sekalipun dalam hati dia tidak
merasa takut, tapi tanpa terasa lagi bulu romanya pada
berdiri.

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi Li Gok yang telah mendapat gelar 'ahli pedang
nomor wahid sejagat', tidak dengan mudah saja mau
memperlihatkan perasaan takutnya, tapi dengan langsung
dia menatap muka orang tua itu. Waktu orang tua itu sudah
datang dekat, lalu dia berdiri tegak, mukanya tampak
sedikit berkisut-kisut, sepasang matanya memancarkan
cahaya yang ganas sekali.
Dalam hati Li Gok merasa terkejut bukan kepalang,
ketika orang tua itu berkata : "Kau inikah yang dipanggil si
Li Gok ?" Li Gok yang biasanya sangat jumawa, ketika mendengar
suara perkataan orang itu, tinggal membisu saja, tidak
menyahut, sedangkan badannyapun tidak tampak bergerak,
dia hanya menundukkan sedikit kepalanya, hingga
perasaannyapun menjadi mantap pula, dan sesaat
kemudian diapun sudah bersiap-siap untuk menjawab
pertanyaan orang tua itu.
Orang tua itu lagi-lagi tertawa panjang, dan dengan
suaranya yang nyaring itu dia melanjutkan perkataannya :
"Empat belas tahun sudah berlalu, Loo-hu tidak pernah
melupakan dikau meski dalam sedetik saja sekalipun."
Li Gok yang mendengar nada suara orang tua itu,
seakan-akan dia mempunyai permusuhan dalam bagaikan
lautan saja terhadapnya, tapi menurut ingatannya sendiri,
dia tidak pernah mengenali orang tua ini.
Orang tua itu lalu mengangsurkan tangannya yang kanan
kemuka Li Gok sambil berkata dengan suara yang sangat
tajam dan aneh : "Kau lihatlah tanganku ini ......"
Li Gok mengira bahwa permusuhan itu bersangkut-paut
dengan tangan kanan orang tua ini, maka buru-buru ia
menundukkan kepalanya memandang dan memperhatikannya, tapi dia tidak berhasil menemukan
sesuatu yang luar biasa pada tangan tersebut. Dikatakan
lambat tapi kejadiannya sangat cepat sekali, sekonyong-
konyong tangan kiri orang tua itu mencabut badi-badi dari
lengan bajunya dan lantas ditusukkan kearah perut Li Gok.
Li Gok yang tertarik perhatiannya terhadap tangan
kanannya orang tua itu, waktu dia tidak mendapatkan
sesuatu yang mencurigakan, dia yang sudah berpengalaman
segera mengetahui, bahwa dirinya hendak ditipu lawannya.
Badi-badi orang tua itu kurang lebih tiga cun lagi terpisah
dengan perutnya, maka Li Gok dengan lantas membalikkan
tangannya untuk menangkis.
Dengan mengeluarkan tenaga yang sehebat-hebatnya, ia
menangkis tusukan badi orang tersebut dengan tipu 'Hian-
niauw-hoat-see' (burung hitam mencakar pasir), dan dengan
tenaga yang dipusatkan pada telapak tangan dia telah
berhasil mematahkan badi-badi lawan itu dengan jari
tangannya ! Lantas dengan tiba-tiba pula tampak melayang sesosok
tubuh orang yang tampaknya hendak membantu pada
orang tua itu, hingga Li Gok yang menyaksikan aksi orang
itu, ia hanya tertawa dingin saja, dan begitu tangan
kanannya dikibaskan, lantas tubuh orang tua itu melayang
sejauh setombak lebih sambil mengeluarkan suara jeritan
yang mengerikan sekali. Orang yang mendatangi itu, waktu mengetahui bahwa
dia tidak keburu menolongi orang tua itu, saking gugupnya
dia hanya dapat benseru dengan rupa terperanjat, kemudian
dengan cepat dia meloncat maju dan membangunkan orang
tua itu. Syukur juga ketika tadi Li Gok turun tangan, dia
tidak berlaku terlampau kejam, hal mana terbukti dengan si
orang tua hanya memuntahkan dua kali darah segar saja,
sesudah itu, dengan memaksakan dirinya ia tampak berdiri
dengan sempoyongan. Orang banyak yang menyaksikan
peristiwa ini, semua merasa tercengang sekali, hingga
akhirnya mereka membicarakan persoalan ini dengan ramai
sekali diantara kawan-kawan mereka sendiri.
Li Gok yang boleh dikatakan sudah terlolos dari lobang
jarum, karena terkejutnya tidak terasa seluruh badannya
menjadi basah dengan keringat dingin, kemudian dengan
penuh kemarahan dia berkata pada orang tua tersebut :
"Loohu dengan kau tidak pernah saling mengikat
permusuhan apa-apa, kau mengapa begitu kejam sekali
ingin mencabut nyawaku ?"
Orang tua itu dengan memaksakan dirinya lalu balas
menjawab : "Li Gok, aku bersumpah untuk tidak hidup
bersama-samamu didalam dunia ini ! Kau sangat tidak tahu
malu, masih berani mengatakan tidak mempunyai
permusuhan apa-apa " ......" Kemudian sesudah menggerutu sebentar, ia lalu berteriak dengan kalap : "Hari
ini adalah hari dimana para pendekar diseluruh jagat saling
berkumpul disatu tempat, bila Loohu tidak membeber
tentang kebusukanmu dihadapan orang banyak, jika aku
mati, aku tak akan mati dengan mata meram !"
Setelah berkata begitu, dengan laku seperti juga orang
edan, orang tua itu lalu berkata pula pada Li Gok : "Loo-
cat, apakah kau masih ingat peristiwa limabelas tahun yang
lalu yang telah terjadi dibawah air terjun " Hmmm, kalian
semua adalah para pendekar yang gagah-perkasa, urusan ini
barangkali siang-siang sudah dilupakan olehmu, tapi aku Ie
Tiong tidak dapat melupakan peristiwa tersebut walaupun
untuk sekejap mata saja lamanya. Kasihan sekali majikanku
yang telah mati pada sepuluh tahun lebih lamanya itu,
kalian telah mengembara kesana-sini dengan hati gembira,
tapi Tuhan tidak buta, hari ini majikanku sudah
mempunyai seorang keturunannya, malah anaknya itu kini
sudah besar dan berkepandaian pula. Aku hanya
menyesalkan tidak berhasil dapat menusuk mampus
kepadamu, tapi sekalipun kini aku tidak berhasil, nanti ada
orang lain yang akan mengambil jiwa anjingmu ......"
Walau orang banyak tidak mengetahui tentang peristiwa
yang terjadi dibawah air terjun itu, tapi setengah orang
segera teringat akan peristiwa limabelas tahun yang lampau
itu, dimana Gouw Ciauw In telah mati dibawah keroyokan
kelima orang tokoh-tokoh partai yang kenamaan ini, antara
mana Li Gok termasuk sebagai salah seorang antaranya.
Sehingga pada saat itu, Li Gok pun telah mulai insyaf, hal
apa yang dimaksudkan oleh orang tua itu, maka setelah
mengingat peristiwa tersebut, tidak terasa pula mukanyapun
segera berubah menjadi pucat sekali.
Harus diketahui, bahwa kematian Gouw Ciauw In
tempo hari, orang banyakpun cukup mengetahuinya, tapi
tidak mengetahui sampai kebagian-bagian yang sekecil-
kecilnya, sedangkan orang yang mengetahui jelas tentang
peristiwa tersebut, boleh dihitung dengan jari tangan karena
amat sedikitnya. Lagi pula makanya orang banyak tidak
mengetahui jelas tentang peristiwa tersebut, ialah karena
pandainya kelima orang ahli pantai-partai ini menyembunyikan rahasia mereka.
Orang tua itu waktu melihat orang banyak pada berdiam
dan ingin mendengarkan ceritanya, dengan suara yang
datar dan tenang sekali ia mulai berkata : "Aku Ie Tiong
adalah bujang majikanku Gouw Ciauw In Tay-hiap. Pada
limabelas tahun yang lampau, kelima ahli waris partai-
partai tersebut telah mengundang majikanku untuk
bertanding ilmu pedang. Tatkala itu Gouw Tay-hiap telah
berusia empat puluh tahun lebih, karena dia sendiri tidak
ingin memperlihatkan kelemahannya, maka dia telah
mengabulkan permintaan mereka dan pergi kemedan
pertempuran. Pada waktu itu majikanku mempunyai
seorang anak laki-laki yang mungil sekali dan baru berusia
enam tahun, tapi tidak disangka waktu putera majikanku itu
baru saja berusia dua tahun, dia sudah ditinggal mati oleh
ibunya, maka sejak waktu itu dan selanjutnya akulah Ie
Tiong yang mengurus segala keperluan majikan kecilku itu.
Majikanku yang kecil ini ternyata sangat cerdik dan tidak
malu menjadi keturunan Gouw Tay-hiap."
Ketika berkata-kata sampai disini, mukanya yang
tampak sedih itu lalu kelihatan memancarkan sinar
kegirangan, seolah-olah dia mengingatkan kembali peristiwa kegirangan yang lampau itu.
Para pendekar yang ingin sekali mendengar tentang
sebab-sebab dari kematian Gouw Ciauw In itu, pada saat
itu waktu mereka mendengar Ie Tiong menceritakan
sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan peristiwa yang
bersangkutan, tidak terasa lagi mereka menjadi heran sekali,
tapi tidak ada seorangpun yang berani membuka mulut
untuk mengajukan pertanyaan sesuatu.
Ie Tiong setelah berdiam diri sejurus lamanya,
sekonyong-konyong dia membentak pada Li Gok : "Lo-cat,
kau lihatlah biar terang, dia ini adalah keturunannya Gouw
Ciauw In Tay-hiap, yaitu Gouw Leng Hong, juga dia inilah
yang akan mencabut nyawamu! ......"
Sambil berkata begitu, dia lalu menunjuk pada pemuda
disampingnya. Muka Li Gok berubah pucat sekali, tangan kanannya
masih diletakkan pada gagang pedangnya. Dengan
kedudukannya yang sedemikian tingginya, dan lagi
disaksikan oleh mata begitu banyak manusia, dimanalah ia
mau menurunkan tangan kejinya terhadap orang tua yang
tidak mempunyai kepandaian itu "
Mungkin sekali karena terlampau bernapsu, diwaktu
berbicara Ie Tiong telah memuntahkan darah segar kembali
dari mulutnya, tapi dengan gemetaran dia melanjutkan juga
perkataannya : "Gouw Tay-hiap yang mendapat gelaran
sebagai Tan-kiam-toan-hun, kelima manusia yang masing-
masing berkedudukan sebagai ahli waris dari partai-partai
yang berlainan, mana dapat menjadi lawannya yang
setimpal " Oleh karena Gouw Tay-hiap terlampau jujur dan
hanya mengandalkan pada diri sendiri saja, sampaikan
pedangnya yang menjadi senjata tunggalnya dia tidak bawa
sama sekali. Kelima manusia yang masing-masing
menyebut sebagai ahli partainya masing-masing, agaknya
tidak mengira bahwa Gouw Tay-hiap akan datang
memenuhi undangan mereka. Mereka sama sekali tidak
menyangka, bahwa adat maupun semangat Gouw Tay-hiap
sungguh hebat sekali, hingga dengan tidak menghiraukan
ancaman bahaya, dia memenuhi juga undangan mereka
dan datang dengan hanya bersendirian saja. Maka begitu
dia datang, tentu saja gelar sebagai 'ahli pedang nomor
wahid sejagat' pasti akan terjatuh ketangannya, oleh sebab
itu, tidaklah heran, jika kelima orang itu menjadi gugup
sekali, sehingga akhirnya mereka telah melakukan
kecurangan yang keji sekali terhadap Gouw Tay- hiap."
Sesudah berkata begitu, giginya jadi saling bercatrukan
saking amat sengitnya. Kemudian dia melanjutkan
perkataannya : "Pada waktu itu Loohu pergi bersama-sama
Gouw Tay-hiap, sedangkan majikan mudaku yaitu Gouw
Leng Hong dititipkan dirumah seorang kawannya.
Peristiwa itu telah berlangsung tepat pada hari pertama dari
pertemuan dipuncak gunung Thay San ini, pada waktu
mana aku bersama Gouw Tay-hiap sedang berjalan-jalan
dibawah air terjun ini, ketika kelima orang inipun telah
datang juga bersama-sama, Gouw Tay-hiap tidak ingin aku
mendampinginya terus, maka dia menyuruh aku lekas-lekas
menyembunyikan diri disebuah pinggiran gunung, tapi
Loohu dimanalah sampai hati meninggalkannya. Dan
tatkala melihat Loohu masih saja tampak ragu-ragu dan
ayal-ayalan, sedangkan kelima orang itu sudah datang
semakin dekat, Gouw Tay-hiap jadi berseru dengan gemas
sekali dan berkata : "Bila kau mengakui aku ini sebagai
majikanmu, lekas-lakaslah kau menyingkir jauh-jauh dari
sini !" Oleh sebab itu, aku terpaksa menyembunyikan diri
disebuah batu dibalik gunung ini. Dari sana aku kenali
kelima orang itu yang ternyata bukan lain daripada Li Gok,
Cek Yang, Kouw Am, Cia Seng dan Leng-kong-pouw-hie
To Teng ! Ha ha ha, ingatanku tidak keliru !"
Li Gok lalu mengeluarkan suara jengekannya, tapi dalam
hatinya dia tengah berdaya dengan cara apakah dia harus
menghalang-halangi cerita Ie Tiong ini, sementara orang
tua itu lalu melanjutkan kisahnya : "Gouw Tay-hiap dengan
sikap yang ramah dan sungkan telah menyambut mereka
berlima orang, tapi sebaliknya kelima orang jahanam ini
malah ingin menang sendiri saja. Pada waktu itu jika
bukannya aku sudah berjanji dan menepati janjiku, yaitu
menyembunyikan diri sendiri, pasti sekali akupun akan
mengalami kekejaman mereka, yang menurunkan tangan
dengan sangat kejinya. Dan jika kejadian tersebut sampai
benar-benar kualami, maka tentu sekali hari ini tidak ada
orang lainnya lagi yang dapat membeber kebusukan kelima
orang jahanam ini. Begitulah setelah mereka tidak
mendapat kata sepakat, lantas mereka turun tangan, mula-
mula Kouw Am Siang-jin mengadu kekuatan tenaga dalam
dengan majikanku, Gouw Tay-hiap meluluskannya. Tapi
cara berpiebunya adalah empat orang dari mereka
mengerubuti Gouw Tay-hiap seorang, sedangkan yang
seorang lagi berdiri disamping sebagai wasit, begitulah
dengan berlaku curang dan licik sekali mereka telah
mengeroyok Gouw Tay-hiap yang hanya seorang diri saja."
"Gouw Tay-hiap tidak mengetahui, bahwa cara
bertempur mereka itu adalah tipu busuk yang sudah
direncanakan oleh pihak lawannya, dan diantara kelima


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang itu, hanya ketinggalan To Teng yang belum turun
tangan. Begitulah sebagai seorang wasit, ia telah
menghitung jurus-jurus yang telah dilampaui mereka dalam
pertempuran itu, waktu dia menghitung sampai jurus
keduapuluh, Gouw Tay-hiap sudah berada diatas angin.
Harus diketahui, bila ingin melampaui sehingga jurus
ketigapuluh, itulah agaknya sukar sekali, karena keempat
orang lawannya itu rata-rata berkepandaian tinggi sekali,
tapi Gouw Tay-hiap dengan secara gagah perkasa terus
ngotot mempertahankan dirinya."
"Gouw Tay-hiap sambil melototkan matanya lalu dia
menghempos semangatnya, sehingga dengan demikian
keadaan pertempuran itu menjadi berimbang kembali. Pada
saat itu tepat jurus keduapuluh satu dan keduapuluh dua
baru saja dilampaui, To Teng agaknya timbul perasaan
yang kurang enak, hal mana tampak jelas dari mukanya
yang setiap saat berubah-ubah. Tapi waktu dia sudah
mengambil suatu keputusan yang pasti, tepat sekali pada
saat itu jurus yang ketigapuluhpun telah sampai. Aku
sendiri tidak mengetahui tanda-tanda yang diperlihatkan
pada wajah To Teng disaat itu, juga tidak mengetahui
maksud apakah yang terkandung dalam pikirannya, tapi
akhirnya aku telah mengetahui juga, bahwa mereka telah
mengatur tipu daya yang sangat keji itu untuk mencelaki
diri Gouw Tay-hiap. Tatkala Gouw Tay-hiap mengembangkan pukulannya yang terhebat, maka To Teng
inilah yang akan menyerang dengan secara membokong
dan tiba-tiba, tapi To Teng adalah seorang yang lurus hati
dan tidak pernah mengerjakan perbuatan sejahat itu."
Waktu Ie Tiong bercerita sampai disitu, orang banyak
pada berteriak tertahan, sehingga mukanya Li Gok dan
kawan-kawannya disaat itu juga menjadi pucat sekali, maka
sepatah katapun mereka tidak dapat mengucapkannya
untuk menyangkal. Kemudian orang tua itu melanjutkan perkataannya :
"Sambil berlompat Gouw Tay-hiap berseru : "Tenaga-dalam
sudah aku terima dari kalian, sekarang entah ada apakah
lagi yang hendak kalian usulkan ?" Pada saat itu
kelihatannya Li Gok dan kawan-kawannya tidak merasa
puas terhadap To Teng Tay-hiap yang tidak menjalankan
rencana mereka dengan tepat dan menurut cara yang telah
diatur dari semula, oleh karena itu, mereka lalu pelototkan
mata mereka kearah kawannya itu."
Setelah berkata sampai disitu, orang banyak yang
mendengarkan cerita tersebut tidak terasa lagi jadi pada
berteriak tertahan, tapi mereka masih tidak berani
mempercayai keterangan orang tua itu seratus persen.
(Oo-dwkz-oO) Jilid 22 Perkataan yang dikeluarkan oleh Ie Tiong semakin lama
semakin lemah saja, tapi Gouw Leng Hong terus menepuk-
nepuk punggungnya dengan perlahan-lahan, kemudian
dengan suara yang perlahan dia menasihatinya, agar supaya
ia tidak memaksakan diri untuk mengisahkan riwayat
tersebut terlebih jauh pula.
Tapi Ie Tiong lalu menggelengkan kepalanya dengan
secara lemah sekali, setelah itu dia telah memaksakan diri
dengan suara yang perlahan untuk meneruskan ceritanya
yang belum habis itu : "Muka To Teng Tay-hiap agak
berubah karena mendapat pelototan dari kawan-kawannya,
sedangkan Li Gok segera maju kehadapan Gouw Tay-hiap
sambil mengusulkan untuk saling bertempur dengan
menggunakan pedang saja, Gouw Tay-hiap yang mendapat
julukan sebagai Hoo-lok-it-kiam Tan-kiam-twan-hun, bisa
diduga sampai dimana kelihayannya dalam ilmu permainan
pedangnya, tapi hal ini tidak diinsyafi mereka. Begitulah
mereka berlima lalu mengeroyok Gouw Tay-hiap seorang
diri. Dan berhubung Gouw Tay-hiap tidak membawa
pedang, maka telah dipergunakannya sebatang cabang
pohon sebagai gantinya pedang untuk menghadapi
serangan lawan-lawannya itu. Pertempuran pada kali ini
adalah yang paling kejam dan mengerikan bagi siapa yang
menyaksikannya. Kelima orang ini telah mengatur sebuah
barisan yang aneh sekali, yang tampaknya khusus
diciptakan untuk menjaga diri, pada hal dalam kenyataannya adalah untuk menjaga diri mereka begitu
rapat bagaikan sebuah tembok yang dibuat dari besi saja
kokohnya." "Gouw Tay-hiap yang paling merasa dirugikan dalam
pertempuran ini, adalah karena dia tidak membawa
pedangnya yang biasa dia pakai sehari-hari dalam
pertempuran, dan kalianpun dapat mengira-ngira sampai
dimana kekuatannya sebatang cabang pohon tersebut, apa
lagi kelima orang lawan ini semuanya berlaku ganas dan
tidak memberi hati terhadapnya, meski kelima orang ini
rata-rata tidak terpaut jauh kepandaiannya dari satu dengan
yang lainnya, oleh karena itu dimanalah ia dapat ditipu
mereka ?" Berkata sampai disitu, suara Ie Tiong semakin melemah
saja, dia ketahui bahwa dia telah menderita luka-luka parah,
ketika Gouw Leng Hong baru saja ingin membuka mulut
untuk menyuruhnya beristirahat sebentar, tapi Ie Tiong
telah berseru : "Biarkanlah aku bercerita terus, biarkanlah
aku melanjutkan ceritaku !" Kulit mukanya tampak
bergerak-gerak dan hal itu membuat orang banyak yang
menyaksikannya merasa seram juga. Gouw Leng Hong lalu
mengangkat kepalanya memandang pada Li Gok, Cek
Yang, Kouw Am, dia lihat mereka ini sedang memikirkan
sesuatu agaknya, mukanya yang sudah pucat itu tidak
memperlihatkan sesuatu perasaanpun.
Sekonyong-konyong tangan Li Gok digapaikan, dan
seorang murid Kong Tong yaitu Su Hoo Kong datang
menghampirinya. Ie Tiong yang sudah berpengalaman, dia
tahu bahwa Li Gok sendiri tidak mau turun tangan untuk
membunuh dirinya dihadapan orang banyak, tapi hendak
menyuruh muridnya untuk melaksanakan rencana hatinya
itu, oleh karena itu, dengan marah sekali ia lalu berteriak
sambil melototkan matanya kearah Su Hoo Kong ......
Su Hoo Kong yang melihat seluruh mukanya Ie Tiong
merah padam dan tampaknya gemas sekali, sehingga ia
melototkan matanya kearah dirinya, dalam hatinya merasa
agak jeri. Dalam keadaan begitu, tiba-tiba Ie Tiong merasa
dari sampingnya Gouw Leng Hong berseru : "Tahan !"
Dengan tidak diketahui apa sebabnya, dengan sangat
nyaring sekali terdengar terjatuhnya sebatang pedang diatas
tanah. Waktu Ie Tiong melihat pedang Su Hoo Kong terjatuh
diatas tanah, tidak terasa lagi dia jadi tertawa tawar. Tapi
sebaliknya Su Hoo Kong merasa sangat malu sekali,
sehingga dia tak dapat mengeluarkan sepatah perkataanpun, kemudian dengan sikap yang tidak enak ia
terpaksa berdiri diam ditempat semula.
Kejadian ini telah disaksikan oleh seluruh para pendekar
yang berkumpul disitu, hingga perasaan hati mereka
terhadap Li Gok jadi berkesan buruk sekali. Ie Tiong
setelah tertawa getir, lalu melanjutkan perkataannya :
"Gouw Tay-hiap sudah mencoba berulang-ulang untuk
merampas salah sebatang pedang dari mereka, tapi maksud
itu ternyata tidak berhasil, hingga Loohu yang menyaksikan
peristiwa itu menjadi sangat gugup sekali, kemudian berniat
maju kemuka untuk menolongnya !"
"Tampaknya To Teng merasa tidak sampai hati, maka
dengan sengaja dia melemahkan serangannya. Gouw Tay-
hiap sebenarnya tidak boleh membiarkan kesempatan yang
sangat baik ini dengan begitu saja. Dengan satu kali
menyabetkan cabang pohonnya, dia telah menerobos
diantara kepungan lawannya, hingga dalam waktu sekejap
saja, pedang Cek Yang Too-jin telah berhasil dapat
dirampasnya." Mendengar penuturan Ie Tiong itu, para pendekar jadi
sangat tertarik sekali, sehingga dengan tidak berjanji terlebih
dahulu mereka serentak memandang pada Cek Yang Too-
jin, sehingga wajah Cek Yang Too-jin jadi berubah merah
karena amat malunya. "Dengan menyekal pedang ditangannya, sekarang
keadaan Gouw Tay-hiap bagaikan seekor harimau yang
mendadak tumbuh sayap, ia menerjang kekiri dan kekanan
dengan amat dahsyatnya, sehingga dengan cepat sekali dari
Cia Seng pedang itu dialihkan untuk ditusukkan kearah
Leng-kong-pouw-hie To Teng. Sementara To Teng pun
yang menginsyafi, bahwa perbuatannya itu sudah diketahui
oleh kawan-kawannya, diapun tidak ingin menjelaskan
persoalannya kepada mereka, maka dia terpaksa menangkis
serangan Kouw Am Siang-jin yang hendak mengeroyok
Gouw Tay-hiap." "Perubahan secara sekonyong-konyong dalam medan
pertempuran itu berlangsung demikian cepatnya, sehingga
To Teng Tay-hiap yang diserang dari arah depan dan
belakang dengan sekaligus oleh kawan-kawannya, akhirnya
dia tidak keburu berkelit pula, sehingga sebuah tusukan
pedang Cia Seng telah melukai pada dirinya."
"Gouw Tay-hiap sendiri telah mengetahuinya, bahwa To
Teng telah berulang-ulang menolong dirinya, pada saat itu
dia melihat orang yang menolongnya itu telah menderita
luka, maka dia menjadi sangat geram sekali dan segera
berseru keras sambil balik menusuk pada Cia Seng."
"Dalam kemarahannya, Gouw Tay-hiap telah melakukan serangannya dengan tidak tanggung-tanggung
pula, tapi dibelakangnya masih ada dua orang lawan yang
tangguh tengah maju menerjang."
"Pada saat itu Li Gok datang membacok, hingga Gouw
Tay-hiap, menjadi sangat terperanjat, dan dengan berusaha
sekeras-kerasnya, dia berusaha untuk mendobrak rintangan
Cia Seng yang telah mengunci rapat jalan serangannya."
"Begitu badan Gouw Tay-hiap dikendorkan, dengan
sendirinya tenaga-dalamnyapun turut menjadi kendor pula,
maka pedang Cia Seng yang mengunci dirinya telah
berhasil mementalkan pedangnya sehingga kesuatu tempat
yang terpisah jauh sekali."
"Begitu pedang Gouw Tay-hiap lenyap, keadaannyapun
menjadi sangat berbahaya sekali, tapi sekonyong-konyong
To Teng terdengar berseru dengan suara keras, badannya
tampak berlompat maju untuk mengejar pedang yang sudah
dipentalkan oleh kawannya itu, agaknya dia ingin merebut
pedang itu kembali untuk dikembalikan pada Gouw Tay-
hiap." "To Teng Tay-hiap mendapat nama gelaran Leng-kong-
pouw-hie, yang berarti ditengah udara mengejar bayangan,
kecepatannya tentu saja dapat diduga-duga oleh siapapun,
tidak lama dia sudah berhasil dapat memegang gagang
pedang tersebut. Tapi siapa tahu, tepat pada saat itu juga,
sekonyong-konyong terdengar suara jeritan seseorang, yang
dibarengi dengan sesosok bayangan manusia yang terjatuh
kemuka bumi." "Loohu yang bersembunyi pada saat itu, merasa sangat
gugup sekali, karena Loohu tidak mengetahui siapakah
yang telah menurunkan tangan jahat terhadap pendekar
budiman tersebut, karena satu hal yang pasti adalah bahwa
To Teng Tay-hiap telah kena dibokong oleh serangan
senjata rahasia." "Tubuh To Teng Tay-hiap dengan cepatnya lantas jatuh
kedalam air terjun, yang kemudian badannya tersapu air
terjun dan jatuh kebawah jurang, dia lebih banyak
menghadapi kematian daripada selamat."
"Loohu melihat To Teng Tay-hiap berontak dua kali,
tapi dia tidak berhasil menahan dirinya untuk tidak terbawa
hanyut kebawah jurang, Loohu yang bersembunyi disuatu
tempat yang agak sejajar dengan tempat jatuhnya diri To
Teng Tay-hiap, pada sebelum badannya jatuh kebawah
jurang, Loohu masih sempat melihat tangannya melontarkan sebatang pedang."
"Gouw Tay-hiap yang melihat To Teng Tay-hiap telah
berkali-kali menolong dirinya, pada waktu melihat dia
dalam bahaya, sudah barang tentu dia menjadi sangat
gugup, hingga dengan berseru bagaikan orang kalap ia
segera memburu kearahnya."
"Dengan sekali lompat saja Gouw Tay-hiap telah
berhasil dapat menangkap pedang yang dilontarkan oleh To
Teng tadi, kemudian badannya jatuh tepat disamping
jurang." "Gouw Tay-hiap membungkukkan badannya berusaha
untuk menarik tangannya To Teng, tapi apa celaka, pada
sebelum ia keburu menolongnya, orang yang hendak
ditolongnya telah terjerumus kedalam jurang yang dalam !"
"Gouw Tay-hiap setelah tak berhasil menolong To Teng,


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam hati dia menjadi sangat geram sekali, maka ketika ia
berteriak karena terkejut dan menyesal, tiba-tiba Cia Seng
dan Li Gok dengan serentak datang membabat bagian
sebelah bawah tubuh Gouw Tay-hiap, Cek Yang Too-jin
memukul ulu hati Gouw Tay-hiap."
"Gouw Tay-hiap yang tidak menduga dalam waktu yang
sangat pendek itu bakal diserang dengan serentak oleh tiga
orang lawannya yang sangat tangguh ini, sudah barang
tentu menjadi gugup bukan main, lebih-lebih karena tempat
dimana ia berdiri berhadapan dengan jurang yang amat
curam, hingga meski seorang dewa sekalipun, pasti tidak
dapat terluput daripada serangan yang dilakukan dengan
secara sekonyong-konyong itu. Loohu baru saja berniat
hendak keluar memberikan bantuan, tapi ternyata Gouw
Tay-hiap sudah lantas melancarkan serangan-serangan yang
begitu dahsyat, sehingga Cia Sing yang terkena pukulan-
pukulan itu, badannya jadi terpental dan jatuh setombak
lebih jauhnya." "Sedangkan dengan lontaran pedangnya yang diarahkan
pada Li Gok, telah membuat pedang tokoh partai Kong
Tong itu turut juga terpukul sehingga mencelat jauh sekali."
"Tapi Cek Yang Too-jin yang bersifat lebih licin dan
menyaksikan pedang Gouw Tay-hiap yang meluncur
sedemikian hebatnya, sudah tentu saja tidak berani menjaga
dengan pedangnya sendiri, selain membiarkan pedang itu
meluncur dan menancap pada sebuah pohon."
"Waktu Loohu dengan terburu-buru melihat kearah
Gouw Tay-hiap, ternyata Gouw Tay-hiap sudah tidak
tampak lagi bayangannya. Agaknya dia telah terbokong
lawan-lawannya sehingga mengalami nasib yang sama
seperti To Teng Tay-hiap, yaitu sama-sama terjerumus
kedalam jurang yang tidak tampak dasarnya. Pada saat itu
Li Gok tampak berdiri ditepi jurang, sedang memandang
dengan terbengong kearah dasar jurang yang tidak berbatas
itu. "Sedangkan Kouw Am Siang-jin tampak berdiri disuatu
pinggiran, sambil memandang pada luka-lukanya Cia Seng.
Loohu pada saat itu ingin keluar untuk menuntut balas atas
sakit hati majikanku, tapi ketika aku mengingat pesan
majikanku, terpaksa aku urungkan niatku itu, lalu aku
melarikan diri kembali pulang kerumah."
"Sekembalinya kerumah, kawanku memberitahukan
padaku, bahwa majikan mudaku pada beberapa hari yang
lampau telah lenyap entah kemana perginya. Hal mana,
sudah barang tentu, tak berbeda dengan terdengarnya suara
geledek disiang hari. Harapan yang paling akhir telah
lenyap pula, hingga pada saat itu aku benar-benar ingin
mati saja. Begitulah sakit hati yang sedemikian dalamnya
ini, aku simpan saja selama empatbelas tahun lamanya, dan
Tuhan ternyata masih mengasihani aku, karena kemarin
aku menjumpai tuan mudaku diatas puncak tersebut, yang
pada waktu ini ternyata telah menjadi besar dan dewasa.
Keluarga Gouw kini sudah mempunyai keturunan. Loohu
sekalipun mati tidak akan merasa kecewa. Aku benar-benar
ingin membunuh Li Gok yang sedemikian kejamnya itu,
untuk membalas sakit hati Gouw Tay-hiap serta membalas
pula kebaikan dan budi yang luhur dari To Teng Tay-hiap."
Setelah Ie Tiong selesai menuturkan peristiwa yang
lampau ini, para pendekar yang mendengarkannya sangat
geram sekali, dengan begitu, mereka sekarang tidak ragu-
ragu lagi tentang kebenaran daripada kata-kata orang tua
ini. Mereka sama sekali tidak pernah menyangka, bahwa
orang yang dijuluki sebagai 'ahli pedang nomor wahid
sejagat' ini ternyata mempunyai karakter yang sedemikian
hina dinanya itu. Pada saat itu, dari suatu tempat yang sunyi senyap tiba-
tiba terdengar suara helaan napas seseorang, dan karena
adanya kesunyian disekitar situ, maka dapat didengar
dengan nyata sekali, semakin lama suara itu semakin jauh,
dan diwaktu para pendekar menolehkan kepalanya
memandang kejurusan suara itu, ternyata disekitar situ
tidak terlihat barang seorangpun.
Diantara hutan yang lebat, mereka melihat seseorang
yang sedang duduk disitu, dan dengan menggunakan
cabang pohon, dia ini sedang menghalangi pandangan
orang banyak terhadap dirinya. Tampaknya dia sedang
diliputi kedukaan yang amat sangat. Muka orang ini sangat
tampan sekali, dan ia ini ternyata bukan lain daripada Liok-
eng-kiam Cia Tiang Kheng adanya.
Liok-eng-kiam sebenarnya sudah lama berada diatas
puncak tersebut. Waktu dia mendengar cerita yang
dibentangkan oleh Ie Tiong, dan waktu dia mendengar
bagaimana To Teng Tay-hiap telah berlaku begitu
bersemangat dan setia kawan, hatinya terasa seperti disayat-
sayat oleh pisau yang tajam. Oleh sebab itu, ia sekarang
barulah insyaf, bahwa apa yang telah diperbuatnya dan
diingatnya selama ini, adalah suatu hal yang keliru sekali,
maka dengan tidak terasa lagi dia jadi menghela napas
panjang dengan perasaan yang sangat menyesal sekali.
Hati Li Gok tiba-tiba tergerak dan menghela napas
dengan suara perlahan dan berkata : "Kelima ahli pedang
sekali lagi akan menggetarkan Tiong Goan ......"
Baru saja dia selesai mengucapkan perkataan ini, benar
saja dari atas pohon lantas meloncat turun sesosok tubuh
manusia. Pada limabelas tahun yang lampau kelima ahli pedang
ini telah bersatu padu dan mengerubuti Chit-biauw-sin-kun,
pada saat itu mereka telah menduga, bahwa dibelakang hari
ahli waris Chit-biauw-sin-kun akan datang menuntut balas,
untuk menemukan siapa yang lebih gagah diantara mereka
...... 'Sebutan lima ahli pedang menggetarkan Tiong Goan',
asal saja didengar oleh siapapun, orang pasti akan segera
mengingat kepada kelima orang yang pernah mengeroyok
Chit-biauw-sin-kun itu. Sementara Li Gok yang mendengar
suara tadi, diapun segera mengetahui, bahwa suara itu telah
diucapkan oleh Cia Tiang Kheng.
Justeru bertepatan pada waktu itu juga, pelayan tua itu
sedang menghadapi saat-saat yang terakhir dalam
hidupnya, tapi pada. sebelum dia menghembuskan
napasnya yang terakhir, dia masih sempat berseru dengan
suaranya yang lemah : "Bunuh ..... bunuhlah bangsat-
bangsat itu !" Sekalipun seorang pembunuh yang dapat membunuh
orang tanpa berkedip matanya, dalam menyaksikan
peristiwa yang tengah berlangsung ini, mau tak mau ia tidak
akan dapat menahan pula airmatanya menetes keluar.
Begitulah orang yang tua itu telah menghembuskan
napasnya yang penghabisan dibawah pandangan mata
orang banyak yang berkumpul disitu.
Gouw Leng Hong pun tidak dapat menahan sabar
terlebih lama pula, maka dengan tampaknya sinar kemerah-
merahan yang berkelebat dimata orang banyak, ternyata
pedang Toan-hun-kiam si pemuda telah meluncur untuk
menusuk kearah Li Gok, hingga Li Gok tidak memandang
ringan lawannya dan dengan sebat memusatkan seluruh
perhatiannya serta menangkis datangnya serangan lawan
ini. Tatkala tempo hari Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng
Hong menjumpai Ie Tiong diatas puncak Tiong-jin-hong,
dan orang tua itu ternyata telah mengenali pedang
majikannya ini, maka dia merasa girang bukan buatan.
Begitu dia menerangkan dihadapan kedua orang itu
mengenai peristiwa yang telah lampau itu, dia menasehati
Gouw Leng Hong untuk menuntut balas dan mencari ahli
waris keempat partai (dengan Partai Kun Lun tidak
termasuk didalamnya) guna membalas sakit hati atas
kematian ayahnya yang teraniaya didalam jurang itu.
Siapa tahu usahanya untuk membunuh musuh itu tidak
berhasil, maka dengan disaksikan oleh orang banyak, dia
lalu membentangkan segala peristiwa yang telah lampau itu
dengan sejelas-jelasnya, hal mana telah membuat Li Gok
dan kawan-kawannya merasa sangat tidak enak.
Pada waktu Ie Tiong terluka, Lie Siauw Hiong pun
bukannya tidak melihat, hanya karena dia ingin berlaku
teliti dan hati-hati, maka tidak mau dia segera mendahului
turun tangan, karena menurut pendapatnya, kesempatan
untuknya turun tangan belumlah tiba, maka dia tak ingin
orang banyak mengetahui bahwa dialah ahli waris Chit-
biauw-sin-kun. Pada saat dia menampak Gouw Leng Hong dengan
nekad bertempur dengan lawannya, hatinya menjadi
terkesiap, hingga matanya yang tajam disapukannya
keseluruh hadirin yang berkumpul disitu. Selagi para
hadirin tengah menyaksikan dengan penuh perhatian atas
jalannya pertempuran tersebut, tiba-tiba hati si pemuda
tergerak, maka dengan gesit sekali dia telah meloloskan
celana panjangnya yang berwarna abu-abu, kemudian
bersalin memakai celana biru, dan setelah selesai memakai
kedok dimukanya, barulah dia menerjunkan dirinya
kedalam gelanggang pertempuran.
Gerakan Lie Siauw Hiong ini dilakukannya dalam waktu
hanya sedetik, sehingga segala gerak-geriknya tidak sampai
diketahui oleh orang lain, yang waktu itu tengah
memusatkan perhatian mereka atas jalannya pertempuran
yang tengah berlangsung, tapi Lie Siauw Hiong tidak
menuju kemedan pertempuran, melainkan pergi kepuncak
gunung, dimana tadi Liok-eng-kiam Cia Tiang Kheng
tengah duduk seorang diri.
Cia Tiang Kheng yang telah menyaksikan segala gerak-
geriknya Lie Siauw Hiong dengan jelas sekali, tidak terasa
lagi dia merasa dirugikan sekali.
Dia yang pernah bertemu dengan 'Chit-biauw-sin-kun'
sesungguhnya telah hidup kembali dari kematiannya, tapi
pada detik ini barulah dia insyaf, bahwa tempo hari dia
jumpai itu adalah pemuda tampan ini yang menyaru
sebagai Chit-biauw-sin-kun, itulah agaknya mengapa dia itu
selalu memakai kedok pada mukanya.
Dia berpikir, bila pemuda ini bukan sesungguhnya ahli
waris Chit-biauw-sin-kun, tapi mengapakah kepandaiannya
sedemikian tinggi dan sempurnanya " Hal inilah yang dia
justeru tidak dapat memecahkannya. 'Chit-biauw-sin-kun'
telah muncul kembali dipuncak gunung ini, hal itu telah
membuat para hadirin merasa sangat terperanjat sekali,
'Bwee San Bin' ini tidak mengeluarkan barang sepatah
katapun hanya dengan mengeluarkan suara jengekan dari
lobang hidung dengan tenang dia lalu mencabut pedangnya.
Pedang tersebut berkilauan sewaktu kena sorotan
matahari, hingga cahayanya bergulung-gulung dan berkeredepan menyilaukan mata barang siapa yang
memandangnya. Li Gok pernah sekali bertempur kembali dengan Chit-
biauw-sin-kun, hal itu baginya tidak terlampau mengherankan, tapi sebaliknya Kouw Am Siang-jyn dari
partai Go Bie, dan Cek Yang Too-jin dari partai Bu Tong
yang pernah mendengar bahwa Chit-biauw-sin-kun telah
muncul kembali dalam dunia Kang-ouw, tapi mereka tidak
pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri.
Pada saat itu ketika mereka menyaksikan 'Chit-biauw-
sin-kun' berdiri dihadapan mereka, tidak terasa lagi hati
kedua orang ini jadi berdebar-debar keras sekali. Dan tepat
pada saat itu, sinar pandangan mata Chit-biauw-sin-kun
yang amat tajam tengah memandang pada mereka berdua
sehingga mereka mengeluarkan keringat dingin tanpa terasa
lagi. Sementara para hadirin yang kebanyakan terdiri dari
orang-orang yang mempunyai nama juga dalam kelangan
Liok-lim, sudah barang tentu mereka tidak asing lagi
dengan nama Chit-biauw-sin-kun yang begitu terkenal pada
masa yang lampau, maka tidak heran jika mereka agak
menyangsikan, apakah Chit-biauw-sin-kun yang telah lama
terkabar mati itu, tiba-tiba muncul pula dihadapan khalayak
ramai disaat itu " Diatas puncak gunung Thay San pada hari itu beruntun
telah muncul pendekar-pendekar yang namanya sudah
sangat terkenal dalam rimba persilatan, hingga hal itu
jarang sekali terjadi dalam kalangan Kang-ouw pada waktu-
waktu yang lampau itu. Gouw Leng Hong dengan menggunakan tipu yang
paling hebat dari jurus-jurus permainan pedang 'Toan-hun-
kiam-hwat'-nya ia menyerang dengan bengis sekali terhadap
Li Gok, hingga sekalipun Li Gok mempunyai tenaga-dalam
yang hebat sekali, tapi untuk seketika sukar baginya untuk
balas menyerang lawannya itu. Kouw Am segera datang
menghadang Gouw Leng Hong dengan sorot mata yang
menyala-nyala, segera menggunakan tipu 'Kwie-ong-pa-ho'
(raja setan menyalakan api) untuk menyerang Kouw Am,
Kouw Am pun lekas-lekas menghempos semangatnya
untuk menangkis serangan lawannya, kemudian barulah dia
mengatur untuk melancarkan serangan-serangan balasan
selanjutnya kepada lawannya itu.
Chit-biauw-sin-kun hanya mengeluarkan suara jengekan
dari lobang hidungnya, lalu pedang ditangan kanannya
digerakkan bagaikan kilat cepatnya untuk menabas badan
Li Gok, yang segera menangkis dengan pedang ditangannya, tapi dalam waktu sekejap saja pedang Li Gok
itu telah dibikin terpental oleh pedang Lie Siauw Hiong.


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Li Gok yang pernah kenal sampai dimana kelihayan
Chit-biauw-sin-kun, sudah barang tentu dia tak berani
berlaku lambat, lekas-lekas dia menarik kembali serangannya, hingga si pemuda yang telah berhasil dapat
mementalkan pedang Li Gok sehingga sejauh setengah
meter, dengan lantas ia tertawa tergelak-gelak.
Sedang para hadirin diempat penjuru yang menyaksikan
kegagahan Chit-biauw-sin-kun, mereka dengan serentak
merasa amat terkejut. Karena Li Gok yang sudah terkenal
sebagai ahli pedang nomor wahid sejagat, dengan sekali
gebrak saja telah menderita kerugian, tapi Li Gok yang
tidak mau menunjukkan kelemahannya, dengan lantas ia
berlompat mundur sambil berseru dengan suara nyaring :
"Lima ahli pedang mari menggetarkan Tiong Goan !" Tapi
dalam nada suaranya itu tercampur dengan suara yang agak
gemetar. Kouw Am dan Cek Yang sudah lantas datang membantu
kawannya, tapi Cia Tiang Kheng berdiri diatas dahan
pohon masih merasa ragu-ragu dan belum turun tangan
juga. Dia ini adalah seorang yang pendiam dan tidak berani
melanggar janjinya sekalipun hal itu memang tidak dia
inginkan. Dengan menggunakan ujung kakinya, yang ditekankan
diatas batang pohon tersebut, ia segera meloncat turun
kedalam gelanggang pertempuran. Li Gok menganggukkan
sedikit kepalanya sambil berkata : "Cia Heng, apakah kau
ada baik ?" Cia Tiang Kheng dengan laku yang terpaksa lalu
menganggukkan kepalanya, sedang pedangnya lantas
dihunus untuk membantui konco-konconya.
Lie Siauw Hiong memang pernah mendengar dari Chit-
biauw-sin-kun tentang kelihayan barisan keempat partai itu,
apa lagi mengenai penjagaan mereka yang sedemikian rapat
dan sempurnanya, hingga ini melebihi daripada sepasukan
angkatan perang saja. Baru saja dia berpikir sampai disitu, tiba-tiba keempat
lawannya itu sudah mengambil tempat masing-masing dan
siap sedia untuk memberikan perlawanan dengan sehebat-
hebatnya. Begitu ahli waris partai Tiam Cong sampai, semua
hadirin merasa terperanjat sekali, apalagi setelah pertempuran digunung Thong Pek San tempo hari, Liok
Hong dan Lim Siauw Coan berdua yang telah berhasil
melarikan diri, kini waktu melihat lawan kuat mereka telah
kembali, sudah tentu saja dalam hati mereka menjadi sangat
terkejut sekali. Chit-biauw-sin-kun dengan lincahnya lalu memainkan
pedangnya, sehingga semua lawannya terdesak dan tampak
agak kewalahan. Sekarang ditambah dengan Gouw Leng
Hong yang turut membantunya, dengan memilih Cek Yang
Too-jin sebagai lawannya, hingga dalam medan pertempuran tampaknya semakin ramai saja.
Dengan bersenjatakan pedang Ie-hong-kiam Li Gok telah
melayani bertempur Lie Siauw Hiong, yang pertama-tama
telah menyerang dengan siasat 'Han-bwee-touw-jwee'
(bunga Bwee menjulurkan benang sari), lalu ditukar dengan
tipu 'Leng-bwee-hut-bian' (bunga bwee menyapu mereka),
dan dengan ganasnya dia menyerang Li Gok. sedangkan
Gouw Leng Hong dilain pihak, dengan tipu 'Kwie-ong-pa-
ho' (raja setan menyalakan api), pun menyerang dengan
sengitnya pada Kouw Am Siang-jin. Mereka menyerang
dengan secara cepat luar biasa sekali, hingga semua orang
sangat memuji atas kelihayan kedua orang itu.
Setelah tidak berhasil melukai lawannya, Lie Siauw
Hiong segera melakukan serangan-serangan yang lebih
berbahaya, dengan antaranya mengeluarkan tipu 'Bwee-
hoa-sam-long' (tiga bunga bwee menukar arah) untuk
menyerang lawan itu. Diantara serangan-serangan itu ada
satu yang menjurus kearah Cek Yang Too-jin, tapi Cek
Yang Too-jin yang juga ternyata cukup lihay, dengan sebat
sekali telah menangkis serangan dahsyat lawannya itu.
Pada saat itu pedangnya Gouw Leng Hong pun telah
datang menusuk, sehingga untuk pertama kalinya keenam
batang pedang saling beradu sambil mengeluarkan suara
"traaaang" yang sangat nyaring dan memekakkan telinga.
Dalam serangan yang tertahan itu, Lie Siauw Hiong
masih sempat meneruskan serangannya kearah Cia Tiang
Kheng, hingga walaupun Cia Tiang Kheng mempunyai
tenaga dalam yang tidak dapat terbilang lemah, terpaksa
melompat mundur untuk menghindarkan serangan yang
maha dahsyat dari lawannya ini. Sementara Lie Siauw
Hiong yang melihat serangannya tidak berhasil, dengan
gesit lalu dilancarkannya serangan-serangan selanjutnya
dengan terlebih gencar dan dahsyat, sehingga Li Gok sibuk
bukan main untuk mengelakkan dan menangkisnya.
Kemudian Lie Siauw Hiong dengan menggunakan tipu
'Lie-kong-sia-shek" (Lie Kong memanah batu), meluncurkan ujung pedangnya untuk menikam Li Gok.
Melihat kedatangan pedang lawannya ini, mendadak
dalam hati Li Gok mematahkan pedang Lie Siauw Hiong,
tapi siapa tahu Lie Siauw Hiong hanya mengganda tertawa
dingin saja, ketika menyaksikan aksi lawannya ini, dan
bersamaan dengan itu, sekonyong-konyong pedangnya lalu
ditarik kembali, pedang itu segera diputarkan begitu rupa,
sehingga ujung pedang Li Gok kena ditabas dan bentuknya
segera menjadi lebih pendek satu cun (dim) daripada
semulanya ! Kemudian sambil tertawa panjang Chit-biauw-sin-kun
melanjutkan serangan-serangannya dengan menggunakan
jurus yang terkenal dan bernama 'Seng-seng-put-sip' dari
ilmu pedang Tay-yan-sim-kiam.
Jurus ini yang mengandung lima perubahan, seakan-
akan terdiri dari lima orang yang maju menerjang dari lima
jurusan dengan sekaligus, hingga jika ini bukan dilancarkan
atas diri Li Gok, niscaya pertempuran itu telah siang-siang
berakhir dengan pihak lawan sudah melayang jiwanya
kealam baqa. Keempat ahli waris dari partai-partai yang berlainan itu
ketika menyaksikan serangan lawannya yang sedemikian
luar biasanya itu, selain dalam hati memuji sebagai tanda
kagum, juga timbul rasa cemas akan kemasyuran mereka
menjadi berkurang karena muncul kembalinya Chit-biauw-
sin-kun ini dikalangan Kang-ouw.
Li Gok dan kawan-kawannya terperanjat sekali melihat
kemampuan lawannya ini, mereka tidak dapat tidak harus
mengeluarkan daya penjaga 'Pat-hong-hong-ie' (delapan
penjuru menjaga serangan hujan dan angin) untuk
menolong diri masing-masing.
Tampak keempat pedang itu saling mengisi tempat yang
lowong untuk menjaga serangan lawannya, hingga dengan
serentak kemudian terdengar suara "traaang" yang nyaring
sekali, kemudian dengan susah-payah barulah mereka dapat
menangkis serangan-serangan lawan yang sangat berbahaya
itu. Begitu jurus-jurus dari 'Tay-yan-sin-kiam' dikeluarkan
dengan tak putus-putusnya dan saling susul-menyusul
diluncurkan kesana-sini, keempat orang itupun telah
mengeluarkan kepandaian untuk membela diri dan
berbareng mengepung pada kedua pemuda itu.
Diantara keempat lawan ini, hanya Cia Tiang Kheng
seorang yang memang tidak menaruh maksud jahat, dia
maju bertempur hanya untuk tidak mengecewakan hati
kawan-kawannya saja, pada hal untuk menyelakai Siauw
Hiong dan Leng Hong dia sama sekali tak sudi melakukan.
Dilain pihak Kouw Am Siang-jin dari partai Go Bie
dapat menjaga dirinya dengan rapat sekali dengan
menggunakan jurus 'Pauw-giok-kiam-hwat', tapi tak dapat
dengan mudah memberikan pukulan-pukulan yang cukup
berbahaya bagi musuh-musuhnya.
Pertempuran sekali ini adalah pertempuran sangat luar
biasa dan jarang sekali dapat dijumpai orang dalam
kalangan Kang-ouw. Pada limabelas tahun yang lampau,
kelima ahli waris dari partai-partai ini pernah mengeroyok
Gouw Ciauw In dan Chit-biauw-sin-kun ditempat ini juga,
dan sekarang keempat ahli partai ini bertempur dengan
keturunan-keturunannya kedua orang gagah yang tersebut
duluan itu. Pertempuran ini sudah tentu mengasyikkan
sekali bagi semua penonton dari segala kalangan.
Murid-murid dari keempat partai orang-orang yang
sedang bertempur itu dan menjaga disebelah belakangnya,
mereka tidak mempunyai kesempatan untuk membantu
guru-guru mereka. Salah seorang antara mereka adalah Ie It
Hui, yang hatinya merasa sangat terperanjat, ketika
mengenali bahwa orang yang pernah diperkenalinya oleh
Lie Loo-pan tempo hari itu, ternyata adalah keturunan
Gouw Ciauw In, maka selagi hatinya memikirkan dimana
adanya Lie Loo-pan dewasa itu, Ie It Hui sama sekali tak
pernah menyangka, bahwa orang yang sedang dicarinya itu
bukan lain daripada Lie Siauw Hiong yang berada
dihadapannya disaat itu dalam samaran sebagai Chit-
biauw-sin-kun yang bertopeng. Oleh karena itu, tidaklah
heran dia tak mengenalinya.
Sekonyong-konyong dari samping gunung melayang
sesosok tubuh manusia yang baru datang dan juga memakai
kedok yang menutupi mukanya. Orang berkedok yang baru
datang ini, jalannya sempoyongan bagaikan orang sinting,
hingga para hadirin tidak berdaya untuk mencegah ia
menerobos masuk diantara orang gagah yang berkumpul
dipuncak Jit-koan-hong disitu.
Seorang gagah yang berdiri diatas batu gunung dan
bernama Hui-thian-houw, dia tidak pernah menyangka
bahwa dirinya bakal ditubruk orang, ia ini dengan langkah
sempoyongan hampir saja jatuh mengusruk, hingga dengan
suara keras ia membentak : "Kau ini orang macam apakah,
hingga berani sembarangan menubruk orang dengan secara
membuta-tuli " Apakah kau ingin mencari mampus ?"
Orang yang memakai kedok itu ketika mendengar
dirinya dicaci orang, dengan segera dia menampar muka
orang itu, hingga Hui-thian-houw menjadi sangat gusar dan
lalu balas memukul orang yang bertopeng itu. Dan tatkala
tangan kedua orang itu saling beradu, segera terdengar
suara "Poook" yang nyaring sekali, tapi karena tenaga
orang yang memakai kedok itu luar biasa kuatnya, maka
tangannya Hui-thian-houw yang terbentur ia menjadi patah
seketika itu juga, hingga dengan menjerit kesakitan dia
jatuh terkulai ditanah tidak ingat akan dirinya pula.
Orang banyak yang menyaksikan peristiwa tersebut,
sudah barang tentu jadi bengong terlongong, tapi orang
yang memakai kedok itu dengan langsung jalan menuju
ketempat pertempuran sambil menghunus pedang yang
disoren dipinggangnya. Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong dalam sibuknya
masih sempat menoleh atas kedatangan pemuda lain yang
bertopeng itu, bahkan merekapun segera dapat mengenalinya, bahwa pemuda tersebut adalah orang yang
kemarin ingin menghabiskan jiwanya dengan membunuh
diri itu. Keempat orang ahli pedang dari partai-partai yang
berlainan ini, dengan susah-payah baru dapat menahan
serangan kedua pemuda lawan mereka itu, sekarang tiba-
tiba tampak turut campur pula seorang pemuda bertopang
yang lainnya, sehingga permainan pedang mereka telah
menjadi kacau-balau oleh karenanya.
Kesempatan yang baik ini baru saja ingin dipergunakan
oleh kedua pemuda kita, ketika secara diluar dugaan orang
yang memakai kedok itu berbalik menyerang mereka
berdua, hal mana telah membuat keempat lawan mereka
keburu dapat menyusun kembali serangan mereka dengan
secara rapih. Sementara pemuda yang berkedok ini yang berulang-
ulang tidak berhasil menyerang orang, kemudian secara
tiba-tiba pula dia menyerang pada Li Gok dan Kouw Am
berdua. Orang yang berkedok ini sungguh tidak tahu aturan
sekali, karena sesudah mengacau permainan pedang
keempat lawannya, diapun lalu memukul ketimur dan
kebarat dengan secara serampangan. Diwaktu dia hendak
menyerang keselatan, tapi nyatanya dia balik menusuk
keutara. Serangan-serangannyapun sangat kuat pula, tapi
sama sekali tidak kelihatan dia membantu Chit-biauw-sin-
kun atau pihak yang manapun. Karena sesudah menyerang
keempat orang itu ada kalanya diapun menyerang juga
Chit-biauw-sin-kun dengan sama dahsyat dan ganasnya.
Maka orang banyakpun yang melihat sepak-terjangnya,
segera menduga kalau-kalau dia itu seorang edan yang
berotak angin-anginan.

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Barisan pedang dari kelima ahli silat ini adalah meniru
gerak-gerik orang menangkap burung Hong-niauw, yang
mereka berhasil ciptakan selama sepuluh tahun yang
lampau itu, tapi pada waktu itu mereka hanya membentuk
siasat penjagaan belaka terhadap diri mereka sekalian.
Karena dengan ini mereka tidak pernah menciptakan daya
menyerang lawan. Belakangan setelah bertempur dengan
Bwee San Bin, barulah mereka berusaha menambah daya
serangan mereka, sehingga kini barisan mereka ini telah
menjadi sangat ampuh sekali, karena bukan saja
penjagaannya sangat rapat, malah penyerangannyapun
dapat dilakukan sama kuatnya.
Serangan-serangan pemuda yang berkedok dan datang
belakangan ini, sungguh ganas dan dahsyat sekali, hingga
hanya Lie Siauw Hiong sendiri yang dapat mengenalinya,
karena permainan pedang pemuda yang berkedok ini bukan
lain daripada pelajaran ilmu pedang yang bernama 'Pek-
ciok-kiam-hwat' ciptaannya Raja Racun Kim It Peng.
Sedang si pemuda ini tentulah bukan lain daripada
muridnya yang bernama Kim Ie itu. Lie Siauw Hiong telah
mengenalinya sebagai pemuda yang kemarin hendak coba
menamatkan riwayatnya dengan jalan membunuh diri,
hanya entahlah, apakah dia sesungguhnya sudah menjadi
gila " Pada saat itu Tian-mo Kim Ie setelah dengan beruntun
menyerang sehingga tiga kali, tapi yang kesemuanya itu
dapat ditangkis oleh Kouw Am Siang-jin, tidak tahu apa
sebabnya, sekonyong-konyong dia menjadi kalap sekali.
Sepasang kakinya ditendangkan dan pedangnya sejajar
dengan tanah dan lalu secara lurus ditusukkan kearah
lawan-lawannya. Oleh karena barisan yang dibentuk
mereka hanya terbatas dalam lingkungan enam atau tujuh
meter saja bundarannya, maka serangan yang dilancarkan
Kim Ie dengan secara dahsyat ini, dengan cepat sekali telah
membentur pedang Li Gok dan Cek Yang Too-jin, tapi Kim
Ie terus saja melanjutkan menusuk lawannya, hingga
kemudian terdengar suara "traaaang" yang nyaring sekali.
Ternyata pedang Cek Yang Too-jin telah kena ditusuk
olehnya, hanya Li Gok sebaliknya telah mengulurkan
pedangnya dan lantas menabas pedang Kim Ie sehingga
kutung. Dan bertepatan dengan kejadian tersebut, dari dalam
kurungan mereka lantas melayang keluar dua orang, yang
gerak-geriknya sangat pesat sekali.
Kemudian terdengar suara "traaaaang" yang nyaring
sekali, karena ternyata pedang-pedang Cek Yang, Kouw
Am dan Cia Tiang Kheng telah saling beradu satu sama
lain, untung juga pedangnya Li Gok tidak turut juga
beradu, kalau tidak, niscaya pedang-pedang itu akan
menjadi patah seluruhnya.
Seketika itu juga, Chit-biauw-sin-kun lalu memegang
tangannya Gouw Leng Hong, diajak berdiri disebelah luar
lingkungan barisan mereka dalam jarak setombak jauhnya.
Hanya Cia Tiang Kheng seorang yang mengetahui,
bahwa pribadi 'Chit-biauw-sin-kun' dipalsukan oleh seorang
pemuda yang menyamarnya, ...... sekalipun dia tidak
mengetahui siapakah gerangan nama pemuda tersebut, tapi
disaat itu dia telah melihat permainan pedang pemuda
tersebut sangat luar biasa sekali, hingga didalam hati dia
berpikir : "Sepuluh tahun yang lampau Bwee San Bin
sendiri masih tidak selihay dia, hingga tidak dinyana bahwa
orang yang datang belakangan ternyata lebih dahsyat
daripada Bwee San Bin yang dahulu, sehingga patut sekali
aku menyerah kalah kepadanya."
Sesungguhnya, dia baru berumur tiga puluh tujuh tahun.
Ketiga orang kawannyapun sama-sama sedang memikirkan
tentang kelihayan pemuda kita ini, karena caranya Lie
Siauw Hiong melangkah keluar dari barisan pengurungan
mereka, adalah terlampau aneh dan luar biasa sekali.
Merekapun tidak berhasil memikirkan, sebenarnya barisan
mereka ini dimanakah letak kelemahannya "
Sebenarnya barisan mereka ini tidak terdapat titik yang
lemah, tapi mereka tidak mendusin, bahwa mereka telah
terbentur dengan ilmu 'Kit Mo Sin Pouw' yang luar biasa
dari Hui Tay Su, ditambah lagi dengan Kim Ie yang
sembarangan menusuk kian-kemari dan mengacau, maka
dengan menggunakan kesempatan tersebut, harulah Lie
Siauw Hiong dapat menerobos keluar, sambil membarengi
mempergunakan ilmu 'Kit Mo Sin Pouw', yang nyatanya
mereka tak dapat memecahkan keunggulannya.
Dalam pada itu, sekonyong-konyong terdengar suara
orang yang meloncat keluar dengan mengeluarkan suara
"sreeet" yang cepat sekali. Ternyata Kim Ie dengan
menggunakan kesempatan selagi orang berlaku lengah,
diapun lekas-lekas loncat keluar dari dalam kepungan
lawannya, hingga sesaat kemudian ia telah berdiri disuatu
tempat yang sekarang terpisah dengan Lie dan Gouw kedua
pemuda kita tidak sampai satu tombak jauhnya.
Dalam hati Lie Siauw Hiong : "Sesungguhnya tidak
dinyana, bahwa barisan pedang lawan ini sukar sekali
ditembusinya, lebih-lebih karena ancaman pedang Li Gok
yang paling berbahaya sekali. Sayang pedang 'Bwee Hiang
Kiam'-ku belum selesai dibikin, kalau tidak, kau boleh
rasakan betapa dahsyatnya tabasannya !"
Sedangkan didalam hati Li Gok pun berpikir : "Tidak
disangka Bwee San Bin dari kematian berbalik dapat hidup
kembali, begitupun kepandaian anaknya Gouw Ciauw In
ini meski agak lemah, tapi tidak boleh dipandang ringan.
Setelah itu, ditambah pula dengan orang edan yang
memakai kedok ini, hanya belum diketahui, apakah kawan
atau lawan. Maka bila pertempuran hari ini dilanjutkan
juga, sesungguhnyalah sukar diduga bagaimana untung-
ruginya ......" Setelah berpikir sampai disitu, dengan suara
yang nyaring sekali dia berseru : "Pertemuan hari ini untuk
sementara ditutup dahulu, dibelakang hari kita pasti akan
melanjutkannya pula !" Sambil berkata demikian, dia
memberi isyarat dengan kedipan mata kepada Kouw Am
Siang-jin, hingga kawan-kawannyapun yang berpendapat
demikian juga, lalu berseru pada murid-murid mereka
dengan suara nyaring : "Ayoh, mari kita berangkat !"
Bersamaan dengan itu, beberapa puluh bayangan orang
lantas tampak melayang turun kebawah gunung, hingga
disitu hanya ketinggalan Cia Tiang Khen seorang yang
kemudianpun berloncat juga turun kebawah gunung.
Para pendekar ketika melihat pertempuran itu dihentikan
untuk sementara waktu, sedangkan kelima ahli silat itupun
sudah pada berlalu, mereka mengetahui bahwa Bwee San
Bin tidak boleh sembarangan diganggu, maka merekapun
dengan terpaksa harus turun gunung pula. Sepasang
perampok dari Shoa-tang Lim Siauw Coan dan Liok Hong
pun mencampurkan diri mereka diantara orang banyak
yang turun gunung itu. Sekalipun benar mereka benci sekali
terhadap Chit-biauw-sin-kun, tapi orang yang dibenci itu
terlampau gagah dan bukan lawan mereka yang setimpal,
oleh karena itu dimanalah mereka berani
untuk menantangnya " Sebentar saja keadaan digunung tersebut
menjadi sunyi-senyap, hingga selanjutnya hanya suara
angin gunung saja yang bertiup.
Sekarang disitu hanya ketinggalan tiga orang saja, yaitu
Lie Siauw Hiong, Gouw Leng Hong dan Tian-mo Kim Ie.
Diantara mereka bertiga, terdapat dua orang yang memakai
kedok. Lie Siauw Hiong waktu memikirkan baju luar yang dia
lemparkan kedalam hutan tadi, buru-buru dia pungut
kembali, dan diwaktu dia kembali ketempatnya semula, dia
melihat sesuatu kejadian yang agak aneh.
Dia lihat orang yang berkedok itu melototkan matanya
pada Gouw Leng Hong. Sepasang mata yang ditatapkannya
itu mengeluarkan sinar kekejaman yang sukar dilukiskan.
Dia ini maju setindak demi setindak mendekati kepada
Gouw Leng Hong, sedangkan dari mulutnya telah
diucapkannya kata-kata yang hanya samar-samar saja
terdengarnya. Sekonyong-konyong Gouw Leng Hong merasakan ada
hawa dingin yang meniup kakinya, hal mana telah
membikin dia menjadi terkejut dan tanpa disengaja buru-
buru mundur sehingga empat lima langkah jauhnya.
Kim Ie maju tiga langkah lagi, sedangkan Gouw Leng
Hong yang merasa sangat jeri segera mundur juga tiga
langkah. Sekonyong-konyong Lie Siauw Hiong berseru terkejut,
karena dia melihat dibelakang Gouw Leng Hong terletak
jurang sangat dalam yang tidak terlihat dimana dasarnya.
Kini badan Gouw Leng Hong terpisah dengan jurang itu
tidak sampai satu meter jauhnya, tapi Leng Hong seakan-
akan tidak menyadari bahaya yang sedang mengancam atas
dirinya itu. Tiba-tiba Kim Ie tertawa seperti orang edan dan
kemudian berseru : "Kau ...... mukamu sangat tampan
sekali, aku benci kepadamu, aku ingin membunuhmu ......
hi hi hi, bukankah kau sangat tampan sekali " Akupun
pernah setampan kau ini pada waktu dahulu, hi hi hi ......
aku ingin membunuhmu ...... hi hi ......"
Gouw Leng Hong merasa sangat geram, tapi dengan
memberanikan hatinya dia berseru : "Kau siapa ?" dengan
nekad dia coba menjambak topeng orang edan ini, tapi Kim
Ie tidak bergerak barang sedikitpun. Ia biarkan Leng Hong
menjambret topangnya itu. Breeeet, lantas tutup muka Kim
Ie terjambak sehingga terbuka ...... Astagafirullah ! ......
dengan hanya mengeluarkan dua kali suara teriakan yang
menusuk kesunyian, kemudian kedua orang itu tidak
mengeluarkan suara apa-apa pula.
Ternyata waktu Gouw Leng Hong membuka tutup muka
Kim Ie, dia melihat bahwa muka orang itu sangat menakuti
sekali, hidungnya agaknya sudah patah tulangnya,
mukanya yang hitam tampak bekas luka-luka yang hebat
sekali, dagingnya yang merah menonjol diantara kulit
mukanya. Dan kecuali sepasang matanya, mukanya seakan-
akan digerat oleh golok berapa kali, sedang kulitnyapun
tampak pecah-pecah. Sambil berseru dengan perasaan terkejut, Gouw Leng
Hong mundur setengah langkah pula kebelakang dan kali
ini Kim Ie pun malah maju menubruk ...... Lie Siauw
Hiong yang menginsyafi akan bencana yang mungkin
dialami kawannya, diapun segera berseru dengan suara
keras, kemudian dengan mengeluarkan ilmu 'Kit Mo Sin
Pouw' badannya maju dengan pesat sekali, untuk menolong
pada kawannya itu. Tapi jambretan tangan Lie Siauw Hiong ini hanya dapat
menangkap bekas kaki Kim Ie saja, yang kemudian tidak
berhasil dia sampaikan, maka dengan mengeluarkan suara
teriakan keras, Kim Ie segera memeluk tubuh Gouw Leng
Hong yang sudah sama-sama jatuh kedalam jurang. Badan
mereka dengan cepat sekali jatuh kebawah jurang yang
sangat dalam itu. Lie Siauw Hiong pun tidak menghentikan pergerakan
kaki tangannya. Dia pun turut menerjunkan dirinya
kedalam jurang itu, dan dengan jalan meringankan
tubuhnya ia turun kebawah jurang bagaikan daun kering
yang jatuh dengan menuruti hembusannya angin.
Diatas puncak Jit-koan-hong keadaan tampak sunyi
senyap, hingga hanya terdengar suara daun berkeresekan
ditiup angin gunung. Disitu, dengan berdiri dan
memandang kedasar jurang tersebut, dia tidak melihat
dimana adanya Gouw Leng Hong dan Kim Ie yang jatuh
terjerumus tadi. Dalam keadaan begitu dia menghela napas
dan lalu berkata pada dirinya sendiri : "Lie Siauw Hiong, ai
! Kau ini benar-benar seorang yang tidak beruntung sekali,
setiap ada orang yang berbaik denganmu, lantas saja orang
tersebut menemui bencana. Ayah dan ibumu telah mati
secara mengenaskan sekali, Bwee Siok-siokmu telah
dipedayakan lawannya sehingga jadi orang yang bercacat,
Houw Jie Siok-mu mati terbunuh entah oleh siapa. Siauw
Kun dan Ceng Jie mati terkubur didasar lautan, sedangkan
mati hidupnya Bwee Leng masih tidak diketahui dengan
jelas. Oh, Tuhan, mengapa Kau berlaku kejam sekali
terhadapku " Sekarang Kau merampas pula kawanku yang
karib Gouw Twako. Tunggulah, setelah aku berhasil
membalaskan segala sakit hatiku ini, akupun akan
mengasingkan diri menjadi pertapa saja. Twako, ya, baik-
baiklah kau beristirahat disini, aku pasti akan membalaskan
sakit hatimu !" Sekonyong-konyong dia teringat akan gadis cantik Souw
Hui Cie itu. Dalam hatinya dia berpikir : "Souw Kho-nio
pernah berjanji untuk saling bertemu satu kali lagi, tapi
kenyataannya dia ingin bertemu dengan Gouw Twako
belaka. Tapi sekarang, cara bagaimana aku dapat
menjumpainya " Ai, didunia ini mengapakah banyak sekali
kesedihan yang menimpah atas diri manusia ?" Semakin dia
berpikir, hatinya dirasakannya semakin kusut saja.
Begitulah sesudah mengubur mayat Ie Tiong yang setia
itu, Siauw Hiong segera meninggalkan daerah pegunungan
itu. (Oo-dwkz-oO) Jilid 23 Di hilir sungai Bin Kang di Su Coan, terdapat sebatang
sungai kecil yang airnya mengalir langsung dari atas
gunung. Air itu mengalir terus kesebuah tempat yang
berbentuk bundar bagaikan telaga, dan tempat ini dipanggil
orang See Liong Peng. Penduduk didaerah tersebut sangat
jarang sekali, disitu orang banyak memelihara ayam dan
anjing. Disekitar tempat itu yang dapat disebutkan sebagai
satu dunia yang terpisah dari tempat-tempat yang lainnya,
sejauh beberapa ratus lie luasnya semua ditumbuhi oleh
pohon-pohon bwee yang berwarna merah dan putih,
sedangkan tumbuh-tumbuhan lainnya tidak kedapatan
tumbuh disitu.

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tatkala itu adalah bertepatan pada musim dingin, hingga
angin musim dingin yang menghembus dengan ganasnya,
menyebabkan dari atas langit terus-menerus turun salju
yang tidak henti-hentinya. Angkasa raya berwarna kelabu,
sedangkan dibumi tampak putih bagaikan perak.
Pohon-pohon bwee didaerah tersebut sudah pada mekar
dan menyiarkan bebauan yang harum semerbak, sedangkan
warna bunga-bunganya yang putih dan merah sungguh
membuat tempat disitu tampak sangat indah dan permai
dipandang mata. Disudut kiri tempat itu terdapat sebuah gubuk yang
atapnya penuh ditaburi oleh salju yang tebal dan putih
bagaikan perak. Didalam gubuk tersebut terdapat sebuah meja batu
didepan mana tampak dua orang tua yang sedang main
catur, dengan disamping mereka ada beberapa orang yang
turut menyaksikan pertempuran tersebut. Ditiap waktu biji-
biji catur itu digeserkan, maka terdengarlah suara yang
seolah-olah menandakan bahwa papan catur itupun dibuat
juga daripada batu pula. Tapi anehnya gubuk itu tidak mempunyai dinding,
sehingga hawa udara didalamnya terasa amat dingin sekali,
sedangkan disudut gubuk itu dinyalakan api untuk bantu
memanaskan hawa disitu. Seketika itu tirai pintu disebelah kanan tiba-tiba
tersingkap dan dibarengi dengan masuknya orang tua yang
janggutnya sudah putih, rambutnyapun seakan-akan sudah
botak karena terlampau banyak yang rontok, sedangkan
dimukanya yang tampak kisut-kisut, menandakan bahwa
usia orang itu sudah sangat tua, tapi gerak-geriknya masih
gagah dan kuat. Orang tua ini membawa sebuah tempat arak, hingga
tidak salah lagi jika dia hendak pergi kekedai untuk
membeli arak. Orang-orang disekelilingnya yang sedang menyaksikan
kedua orang tua itu main catur, ketika melihat kedatangan
orang tua ini segera tampak sangat menghormati sekali,
maka dengan serentak mereka bertanya : "Bwee Kong Hin,
apakah kau baik-baik saja " Salju turun sedemikian
besarnya, apakah kau orang tua datang kesini hendak
menyaksikan juga orang mengadu catur ?"
Orang tua itu dengan sikap yang ramah lalu menjawab :
"Aku ingin pergi kekedai arak untuk membeli arak 'Bwee
Cu' dengan sekalian juga ingin menyaksikan Loo Gouw
main catur disini." Orang tua yang duduk dihadapannya itu dan benar
bernama Loo Gouw, ketika mendengar pembicaraan itu
lalu mengangkat kepalanya memandang pada orang yang
baru datang itu sambil mengangguk memberi hormat dan
berkata : "Ternyata itulah Bwee Loo Sian-seng ......"
kemudian diapun melanjutkan permainan caturnya.
Menurut kata orang, dia sudah dapat memperhitungkan
sembilan langkah terhadap catur yang dia akan jalankan itu,
kini waktu dia berhadapan dengan orang tua yang menjadi
lawannya itu dan agaknya sangat memakan tenaga juga,
tidak terasa lagi diapun lalu maju menghampiri kedua orang
yang tengah mengadu catur tersebut.
Orang disampingnya lalu memperkenalkan Bwee Sian-
seng sambil berkata : "Orang ini adalah Kim Hu Sian-seng,
seorang ahli catur yang kenamaan dikota-raja. Waktu dia
lewat disini, dia mampir dan dengan sengaja dia menantang
Loo Gouw mengadu catur sehingga sepuluh babak." Bwee
Sian-seng yang mendengar perkataan itu, diapun menjadi
terperanjat juga, tampaknya diapun mengetahui, bahwa
Kim Hu Sian-seng ini memang seorang pemain catur yang
terkuat dikotanya sendiri.
Pada saat ini telah tibalah pada babak yang menentukan,
dalam mana nyata sekali kedudukannya Loo Gouw tidak
menguntungkan, maka setelah dia menjalankan sekali biji
caturnya, seterusnya dia termenung berpikir lama sekali.
Orang disekitarnya semuanya belum pernah menyaksikan Bwee Sian-seng main catur, mereka semua
adalah orang-orang sendiri, merekapun insyaf akan
kedudukan yang tidak menguntungkan bagi kawan mereka
itu. Maka setelah menyaksikan kedudukan tersebut,
merekapun turut merasa kuatir juga, mereka semuapun
turut memikirkan daya untuk melawan permainan catur
lawan itu. Karena bila sampai kejadian kawan mereka
mengalami kekalahan, maka mereka sekalianpun akan turut
merasa hilang muka. Pada saat itu tiba-tiba tirai pintu tersingkap pula,
kemudian lagi-lagi seseorang berjalan masuk, tapi karena
mereka semua sedang memperhatikan orang-orang yang
sedang main catur, maka tidak tahu kalau ada seseorang
yang juga telah masuk kesitu. Hanya Bwee Sian-seng
seorang menolehkan kepalanya memandang, tapi diapun
mendadak jadi sangat terkejut.
Orang yang baru masuk ini ternyata ada seorang anak
sekolahan yang berumur setengah tua, mukanya tampak
sangat bersih dan tampan, dia tampak asing dan bukan
berasal dari desa itu. Satu hal yang aneh adalah sekalipun
hari begitu dingin dan turunnya hujan salju yang begitu
lebat, tapi dibadannya tidak menempel barang segumpal
saljupun, bahkan tubuhnya yang hanya memakai pakaian
biru yang tipis, seakan-akan terhadap hawa udara yang
begitu dingin dia tidak merasakan sama sekali.
Dengan menilik pada kejadian ini, orang segera
mengetahui bahwa jika orang itu tidak mempunyai
kepandaian tenaga-dalam yang sudah mencapai pada
puncaknya yang tertinggi, niscaya tidak mungkin ia dapat
datang kesitu dalam keadaan yang begitu mengherankan
orang. Orang yang baru mendatangi itu lalu memandang pada
orang-orang yang berkumpul disitu dengan sorot mata
tajam, kemudian dialihkan dengan cepat kearah permainan
catur yang lainnya. Tampaknya diapun sangat tertarik
dengan perminan catur yang sedang berlangsung itu.
Anak sekolahan setengah tua ini lalu melirikan matanya
pada Loo Gouw, seakan-akan dia sangat terperanjat sekali
menyaksikan permainan kedua orang yang luar biasa ini,
malahan diapun terpekur bagaikan hedak bantu berusaha
untuk mencari jalan bagi si Loo Gouw itu.
Keadaan dalam gubuk itu tampak hening dan sunyi
sekali, hingga hanya terdengar suara api meletik membakar
dahan-dahan pohon dan daun-daun yang kering, tapi biji
catur Gouw situa itu masih berada ditengah-tengah papan
catur, sedangkan sepasang alisnya yang sudah putih tampak
dikerutkan, seolah-olah merasa bingung kearah mana biji
itu harus digeserkannya, tapi Kim Hu Sian-seng yang duduk
dihadapannya tampak bangga sekali pihak musuhnya
menghadapi kesulitan. Sang waktu sedetik demi sedetik telah berlalu, tapi biji
caturnya Gouw situa masih juga belum bisa dijalankan,
secara sekonyong-konyong saja mulut dari tempat araknya
Bwee Sian-seng menunjuk pada papan kotak disebelah
kirinya sambil berkata : "Loo Gouw, disini masih ada kotak
yang kosong !" Beberapa orang yang mendengar perkataannya mengira
dia ini hanya berkelakar saja, tapi orang sekolahan setengah
tua itu tampaknya sangat terperanjat sekali.
Bwee Sian-seng dengan sikap tidak sabaran lalu
menganggukkan kepalanya dan berkata pada orang banyak
: "Aku masih harus pergi mencari arak, karena jika sampai
terlambat, dikuatirkan arak orang she Tan itu akan terjual
habis." Sehabis berkata begitu, maka diapun lalu berjalan
pergi. Rasa heran dimuka anak sekolahan setengah tua itu
belum lagi lenyap, ketika dengan tiba-tiba terdengar suara
biji catur yang digeserkan oleh Gouw situa dikotak kosong
yang ditunjukkan oleh Bwee Sian-seng tadi.
Perubahan yg ajaib ini membuat orang banyak merasa
tercengang, karena dengan dijalankannya biji catur ini,
ternyata telah mengubah seluruh jalan permainan catur
selanjutnya, sehingga Gouw situa dari pihak yang kalah
berbalik menjadi pihak yang menang.
Orang banyak tidak mau percaya, bahwa orang tua
sebagai Bwee Sian-seng yang biasanya tidak suka main
catur itu, dapat menemukan daya yang sempurna dan tepat
sekali, oleh karena itu, mereka hanya mengira bahwa hal itu
telah dilakukan siorang she Bwee dengan secara kebetulan
saja. Kim Hu berpikir sebentar sambil menghela napas dan
berkata : "Biji catur yang kau jalankan sekali ini, benar-
benar hebat hasilnya, hingga untuk ini aku harus mengaku
kalah." Gouw situa mengetahui, bahwa dirinya telah dibikin
mendusin oleh Bwee Sian-seng, hingga tidak perduli apakah
Bwee Sian-seng dengan secara sengaja atau tidak, tapi
nyatanya dia telah berhasil menjadi pihak yang menang,
maka dengan tersenyum girang diapun tidak menjawab
perkataan lawannya itu. Anak sekolahan setengah tua itupun dengan diam-diam
berjalan keluar pula. Ia berjalan dengan langkah yang cepat
sekali dan lebar, sehingga dalam sedikit waktu saja ia telah
mencapai jarak puluhan tombak jauhnya. Dibawah
hembusan angin utara yang tajam, ia berjalan diatas salju
dengan tidak meninggalkan bekas. Sedangkan dari
mulutnya telah diucapkannya kata-kata yang seolah-olah
ditujukan untuk dirinya sendiri : "Orang tua itu benar-benar
hendak bermaksud memberikan petunjuk kepada pemain
catur kawannya itu, tapi petunjuknya itu sesungguhnya
terlalu luar biasa sekali, ai, tidak mungkin agaknya, bahwa
didunia ini ada orang yang kepandaian caturnya melampaui
daripada aku !" Tapi karena tertarik pada beratus-ratus pohon Bwee yang
tumbuh disitu, diapun lalu memperlambat tindakannya.
Pada saat itu haripun sudah menjelang senja, salju yang
turun semakin lama semakin lebat, hingga tumpukan salju
yang tampak ditanah sudah beberapa meter tingginya, dan
dari jarak yang agak jauh, tampak bayangan orang tua itu
sedang berjalan mendatangi. Ia melangkah dengan agak
sukar diantara salju yang sedemikian tebalnya. Sambil
membawa arak ditangannya, ia berjalan dengan meninggalkan bekas kaki yang dalam diatas salju, tapi
begitu bekas kaki itu tertera diatas salju, sebentar saja bekas
kaki itu lenyap tertutup pula oleh salju yang turun kemuka
bumi dengan amat lebatnya.
Setelah orang tua itu telah berjalan cukup dekat, ternyata
dialah Bwee Sian-seng adanya. Sekarang dia sudah balik
kembali habis membeli arak sedang didalam hatinya ia
berpikir : "Orang sekolahan setengah tua itu sungguh tinggi
sekali ilmu meringankan tubuhnya ...... Ai, waktu aku
masih muda, gunung es ataupun jurang api akupun akan
pergi juga, tapi sekarang sampaikan angin dan salju saja aku
tidak tahan. Ah sungguh aku ini sudah tua !"
Sekonyong-konyong dia menghentikan langkahnya,
karena anak sekolahan setengah tua itu ternyata sedang
berdiri memandangi pohon-pohon bwee yang banyak
terdapat disitu, bajunya berkibar-kibar ditiup angin, dan
tampaknya dia sedang kesemsem oleh pemandangan alam
di See Liong Peng disitu. Waktu Bwee Sian-seng berjalan
dekat, terdengarlah anak sekolahan setengah tua itu berkata
dengan suaranya yang nyaring : "Aku yang telah
mengembara kemana-mana, segala tempatpun aku anggap
sebagai rumahku sendiri, hanya perasaan orang saja yang
sukar diduga ......"
Mendengar ucapan itu, Bwee Sian-seng menjadi sangat
terkejut, dan diam-diam dia berkata : "Anak sekolahan ini
sungguh pandai sekali, hanya entahlah bagaimana
lanjutannya syairnya itu ?"
Oleh karena kebangusan syairnya ini, maka si anak
sekolah itu tampaknya sukar sekali memilih kalimat
terakhir sebagai penutupnya, hingga sesaat ia jadi berdiri
terbengong dengan pikiran bagaikan terpaku.
Sekonyong-konyong dari arah belakangnya terdengar
suara orang tua itu yang melanjutkannya : "Bagaikan salju
yang melayang turun dengan sangat indahnya."
Mendengar kalimat lanjutannya itu, si anak sekolahan
itu tiba-tiba menepuk pahanya tanpa terasa lagi dan berseru
: "Itulah sesungguhnya kalimat yang bagus sekali !" maka
diapun lalu mengulangi kalimat yang disebutkan oleh orang
tua itu. Pada saat itu haripun sudah mulai gelap, kabut tebal
yang kini meliputi pohon-pohon tersebut tidak dapat lagi
dibedakan dengan nyata seperti semula.
Anak sekolahan itu lalu menolehkan kepalanya dan
memberi hormat pada Bwee Sian-seng sambil berkata :
"Aku ini adalah seorang yang tengah mengembara dan
untuk pertama kalinya menjumpai dikau disini. Tadi aku
telah menyaksikan kepandaianmu yang sangat luar biasa
itu, hingga aku menganggap bahwa petunjukmu dalam soal
catur tadi, tenaga menggempurnya bagaikan sungai yang
besar, sedangkan penjagaannya yang kuat bagaikan tembok
besi saja. Kepandaianmu itu benar-benar sangat langka !"
Mendengar pujian orang itu, Bwee Sian-seng hanya
mengganda tersenyum dan lalu diapun membalas memberi
hormat sambil berkata : "Kawan, kau sungguh amat
simpatik sekali, ingin rasanya aku orang yang sudah tua ini
berkenalan dengan dikau."
Anak sekolahan setengah tua itu lalu menjawab : "Siauw
Seng (saya yang rendah) mempelajari ilmu surat dan silat


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan serba mentah matang, disamping itu, akupun gemar
melukis, dengan begitu aku hidup didunia ini dengan
pelajaran yang serba-serbinya tak dapat kupelajari sehingga
sempurna betul. Hari ini aku berjumpa dengan tuan, bila
tuan tidak berkeberatan, sudikah kiranya kita bercakap-
cakap untuk sesaat lamanya ?"
Bwee Sian-seng lalu tertawa bergelak-gelak dan
kemudian lalu menjawab : "Bila kau mempunyai hasrat
demikian, akupun sudah barang tentu tidak merasa
berkeberatan apa-apa." Kemudian kedua orang ini lalu
saling menanyakan she dan nama masing-masing, anak
sekolahan itu memperkenalkan dirinya sebagai seorang she
Gouw dalam percakapan yang dilakukan selanjutnya,
ternyata mereka berdua dapat saling menyocoki pada satu
sama lain, hingga agaknya mereka menyesal sekali tidak
dapat saling bertemu terlebih siang.
Diam-diam anak sekolahan itu berkata pada dirinya
sendiri : "Aku Bu Heng Seng yang mengaku diri sudah
sempurna dalam kepandaianku didunia ini, siapa sangka
ditempat yang begini sunyinya telah dapat menjumpai
seorang tua yang begini simpatik. Sayang sekali dia tidak
paham bugee, bila tidak, pasti sekali aku Bu Heng Seng baik
dalam ilmu surat maupun ilmu silat akan kalah setingkat
dari orang tua ini."
Oleh sebab itu, maka kita ketahuilah bahwa anak
sekolahan setengah tua itu bukan lain daripada pemilik
pulau Bu Kek Too yang bernama Bu Heng Seng itu.
Lama-lama Bwee Sian-seng membuka mulut : "Gouw
Heng kenapa begitu merendah " Tadi Gouw Heng
mengatakan, bahwa ilmu silatmu tidak sempurna, tapi
menurut pendapatku, pasti sekali kaupun mempunyai
kepandaian yang tinggi sekali. Loohu (orang tua
membahasakan dirinya sendiri) sangat asing dalam
lapangan tersebut, tapi Loohu sangat gemar sekali
menyaksikan kegagahan kaum pendekar."
Bu Heng Seng tampak sangat tertarik sekali dengan
percakapan tersebut, maka dengan suaranya yang nyaring
ia tertawa dan berkata : "Sekalipun kepandaianku tidak
sempurna, dan pasti sekali kau akan menertawakannya bila
telah menyaksikan kemampuanku ini, hari ini biarlah aku
mempertunjukan kejelekanku dihadapanmu." Sudah itu,
dia berniat akan memainkan ilmu pedangnya tanpa
mempergunakan pedang sungguhan. Dalam hati dia
mentertawakan Bwee si tua, yang tidak dapat mengetahui
bahwa dirinya adalah seorang yang tinggi sekali
kepandaiannya. Sesudah berkata, lalu dia patahkan sebuah cabang pohon
Bwee, dengan mana dia berkata : "Dengan ini aku hendak
memperlihatkan permainanku yang jelek itu !" Kemudian ia
mempergunakan cabang bwee untuk mempertunjukkan
tipu-tipu silat yang aneh dan tidak putus-putusnya, hingga
itu sesungguhnya indah sekali dimainkannya.
Apa lagi cabang pohon itu dapat mengeluarkan angin
yang menderu-deru bagaikan pedang sungguhan, hingga
gerakan-gerakannya bertambah indah saja dipandang mata.
Dalam hati Bwee Loo-sian-seng tidak putus-putusnya
merasa terkejut dan tanpa terasa pula dia telah
mengeluarkan keringat dingin, dan diwaktu dia menyaksikan pertunjukkan itu sampai dipuncaknya, diam-
diam dia berpikir didalam hatinya : "Sekalipun kepandaianku telah lenyap seluruhnya, sekarang aku
berbalik seperti orang biasa saja, tapi selama sepuluh tahun
ini aku telah bertambah maju dalam hal penyelidikan
permainan ilmu silat dari tiap-tiap golongan. Dan meski
tenaga-dalamku sudah lenyap, tapi kepandaianku secara
perseorangan telah memperoleh kemajuan yang tidak
sedikit. Tapi permainan pedang yang sedemikian sempurnanya ini, sekalipun pada waktu dahulu dan
sewaktu tenaga-dalamku belum punah, aku masih tidak
mungkin berhasil dapat mencapai tingkat ini, oleh sebab itu,
siapakah gerangan orang ini sebenarnya " Apakah
barangkali, kecuali Tiga Dewa Diluar Dunia, masih ada
orang kuat lain yang dapat melebihi aku ?"
Tampaknya Bwee Sian-seng tidak pernah menduga,
bahwa Tiga Dewa Diluar Dunia itu akan memasuki Tiong
Goan, sedangkan salah seorang antaranya, adalah apa yang
kini tampak dihadapannya.
Tapi dengan lekas perhatiannya tertarik oleh permainan
pedang dari cabang pohon bwee yang dilakukan Bu Heng
Seng itu, sehingga semangat belajarnya diam-diam
terbangkitkan pula dalam hati sanubarinya.
Sebaliknya Bu Heng Seng yang memperhatikan bahwa
Bwee Sian-seng ini setiap dia keluarkan tipu-tipu yang aneh
mula-mula tampaknya merasa tercengang, kemudian dia
memperlihatkan wajahnya yang wajar. Dan meski beberapa
kali dia berbuat demikian dan orang tua itupun sama saja
gerak-geriknya, maka didalam hati Bu Heng Seng tidak
terasa lagi timbul rasa curiganya, kemudian dengan secara
sekonyong-konyong dia keluarkan tipu-tipu : 'Hiauw-hong-
can-gwat' (angin fajar menghembus bulan sabit), 'Bu-sit-
lauw-tay' (kabut menutupi ranggon) dan 'Gwat-bie-cin-
touw' (bulan sesat dalam perlintasannya).
Hanya dalam jurus yang kedua, yaitu tipu 'Bu-sit-lauw-
tay' Bu Heng Seng telah sengaja memperlihatkan gerakan
yang salah. Setelah dia mainkan ketiga jurus ini, lalu dia hentikan
permainannya dan melirik kearah Bwee Sian-seng, yang
hanya menolehkan pandangannya ketempat yang jauh, dan
setelah bersunyi sejurus, barulah dia berkata : "Ketiga jurus
yang Gouw Sian-seng tadi mainkan itu, sesungguhnya
bagus sekali. Tapi apakah boleh kau mainkan sekali lagi,
agar supaya aku situa bangka dapat memperhatikannya
dengan lebih cermat lagi ?"
Dalam hati Bu Heng Seng merasa tercengang sekali, lalu
dia mempertunjukan kembali ketiga jurusnya tadi, dengan
sengaja dia membuat kesalahan pula pada waktu sampai
dijurus yang kedua. Bwee Sian-seng jadi terlepasan omong dan berkata :
"Jurus keduamu itu apakah bukan terdapat sedikit
kekeliruan ?" Tapi sesudah berkata sampai disitu, barulah
dia teringat, bahwa dirinya sendiri bukankah sedang
menyamar dan pura-pura tidak mengetahui sama sekali
tentang ilmu silat " Oleh karena berpikir sampai disitu,
maka orang tua itupun tiba-tiba menutup mulutnya
kembali. Tapi Bu Heng Seng sambil berseru lalu menyekal orang
tua itu, sedang didalam hati dia berkata : "Orang yang dapat
memecahkan kepandaianku ini, boleh dikata didunia ini
tidak terdapat beberapa orang, maka kalau orang tua ini
dapat memecahkan jurus yang keliru dan sengaja telah
pelihatkan tadi, aih, niscaya orang itu tidak lain daripada
dia si orang she Bwee ......"
Maka setelah terpikir sampai disitu, tanpa banyak pikir
lagi dia lalu menyekal orang tua itu.
Bwee Sian-seng merasakan kakinya menjadi kendor,
tidak bertenaga dan lemas sekali, sehingga diapun tidak
dapat berlompat. Waktu Bu Heng Seng menyekal dirinya, tangan kanan
Bwee Sian-seng dibalikkan sehingga lima jarinya tepat
sekali memegang nadi Bu Heng Seng, tapi karena dia tidak
bertenaga, maka tetap saja dia tak berhasil melepaskan
tangkapan pemilik pulau Bu Kek Too itu.
Bu Heng Seng dengan suara yang tajam sekali lalu
bertanya : "Kau ini siapa ?"
Terhadap pertanyaan orang ini, Bwee Sian-seng pun
tidak dapat menyalahkannya, tapi diapun lalu balik
bertanya : "Kau ini siapa ?"
Dengan mengeluarkan suara jengekan dia menjawab :
"Aku adalah pemilik pulau Bu Kek Too, Bu Heng Seng."
Mendengar jawaban orang itu, tentu saja Bwee Sian-seng
pun maklum, pantaslah orang itu mempunyai kepandaian
setinggi itu, kiranya dialah bukan lain daripada salah
seorang dari Tiga Dewa Diluar Dunia.
Waktu keempat pasang mata mereka saling beradu,
sekonyong-konyong saja Bwee Sian-seng timbul semangat
jantannya, hingga janggutnya yang sudah berwarna putih
tampak bergoyan-goyang, kemudian dengan suara yang
nyaring sekali dia berkata : "Bwee San Bin ! Pernahkah kau
mendengar nama itu ?"
Dalam keadaan begitu, si orang she Bwee tidak
memperlihatkan lagi bahwa dia inilah seorang tua, sehingga
Bu Heng Seng yang melihatnya, tidak berani memandang
orang tua itu dengan secara langsung.
Dengan suara yang membenci terdengar Bu Heng Selig
berkata : "Ternyata kau ini adalah Bwee San Bin, hari ini
aku akan menyuruh kau ......"
Sekonyong-konyong dia rasakan nadinya maupun
daging orang tua ini tidak memperlihatkan tenaga yang
membalik, ternyata dia ini sudah kehilangan tenaga-
dalamnya sama sekali, perkataannya yang kasar segera
ditahan, maka dengan perlahan-lahan dia lepaskan
cekalannya atas diri orang tua itu.
Diapun segera mengerti akan kesukaran dan penderitaan
orang tua ini sekarang, seorang yang mempunyai
kepandaian yang sangat luar biasa, tapi kini telah berubah
menjadi seorang biasa saja, hingga perasaan menderitanya
yang sangat itu hanya dapat dikira-kirakan saja, karena dia
sendiripun adalah seorang yang luar biasa pula.
Bwee San Bin menggelengkan kepalanya yang rambutnya sudah pada putih, tampaknya dia tidak mau
terima perasaan kasihan dari Bu Heng Seng ini. Maka
dengan kukuh dia berkata : "Kepandaianmu yang tiga jurus
itu sekalipun kelihatannya sangat bagus, tapi sebenarnya
masih terdapat cacadnya."
Jurus kedua yang diperlihatkan Bu Heng Seng itu
memang tidak tepat, karena dia telah sengaja berbuat
demikian untuk coba memecahkan penyamaran orang, tapi
hal ini bukanlah seorang biasa yang dapat melakukannya,
maka dengan sengaja dia bertanya : "Coba kau jelaskan !"
Bwee San Bin lalu menjawab : "Asal saja aku
mengeluarkan tipu 'Wie-to-lun-ngo' dari sebelah kiri, dan
dari sebelah kanan aku keluarkan tipu 'Tan-yang-touw-wie'
maka aku dapat membuat kau membuka lowongan dari
sebelah kirimu." Bu Heng Seng waktu berpikir, benar saja dia menginyafi,
bahwa tipu lawannya ini benar-benar sangat hebat sekali,
dalam pada itu diapun lalu berkata : "Sekalipun bagian
sebelah kiriku terdapat lowongan, tapi kakiku masih tetap
memperlihatkan bentuk 'Pouw-kiong-sia-tiauw' (busur yang
melengkung memanah rajawali), asal saja kau mengeluarkan jurusmu yang berikutnya, kakiku kedua-
duanya pasti akan menendang pusarmu, dan berbareng
dengan itu, tangan kiriku bergerak dalam siasat 'Heng-pek-
hwa-san' (dengan melintang membelah gunung Hwa San),
sedangkan tangan kananku akan menotok kedua pasang
matamu. Coba kau pikirkan, hendak kemana kau berkelit ?"
Bwee San Bin berpikir sejenak, kemudian lantas berkata
dengan suara yang tenang sekali: "Bila aku menggunakan
jurus 'Han-bwee-touw-jwee' (bunga bwee menjulurkan
benang sari) dari jurus 'Kiu-cie-kiam-sek', dengan segera kau
tidak dapat mempertahankan dirimu pula, karena 'Kiu-cie-
kiam-sek' itu adalah ciptaanku sendiri. Aku kira kau belum
pernah mendengar ada tipu demikian, bukan ?"
Bu Heng Seng begitu mendengar bahwa dia inilah Bwee
San Bin adanya, dengan segera dia teringat akan pemuda
yang kini sudah terkubur didasar lautan ...... yaitu Lie
Siauw Hiong ...... ternyata dia telah keliru mengenali
orang, maka waktu mengingat yang dia telah menyebabkan
orang muda itu sampai mati dan mayatnya terkubur didasar
lautan, tidak terasa lagi hatinya merasa sangat terharu,
sedangkan terhadap Bwee San Bin yang berada dihadapannya, dia sangat benci sekali seakan-akan, bila
mungkin, dia ingin sekali memukul orang tersebut sampai
mampus. Tapi waktu melihat yang kepandaiannya Bwee
San Bin telah punah sama sekali, malahan diapun sudah
begitu tua pula, sama sekali tidak tampak sebagai seorang
yang dapat mempermainkan seorang wanita, maka
terhadap kematiannya Biu Kiu Nio dia mulai timbul rasa
curiganya. Malahan terhadap kepandaian Bwee San Bin yang
sedemikian luar biasanya ini, dengan secara spontan timbul


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rasa agak jerih dan sayang didalam hatinya.
Harus diketahui, bahwa Bu Heng Seng yang mempunyai
kepandaian sangat tinggi itu, tidak ada satu juruspun yang
dia tidak pernah pahamkan, biasanya dia sangat
membanggakan dirinya sendiri, hingga terhadap kepandaian orang lain, dia tidak pandang walaupun sebelah
matapun, bahkan dia sering berkata : "Sekalipun orang itu
mempunyai kepandaian setinggi langit, dia toh tidak lebih
tidak kurang daripada omong kosong belaka !" Dari sini
dapat ditarik kesimpulan, betapa sombongnya pemilik
pulau Bu Kek Too ini. Tapi dia tidak pernah menyangka, bahwa didalam
daerah Tiong Goan masih terdapat seorang gagah seperti
Bwee San Bin yang juga mempunyai kepandaian yang
sangat mengejutkan. Karena disamping mempunyai
keahlian yang tujuh macam itu, belum tentu dia dapat
melebihinya, jika seandainya dia tidak pernah memakan
buah yang mujijat itu. Lagi pula jika tanpa memakan buah
mujijat itu. Bu Heng Seng tak mungkin untuk dapat
menandinginya dalam segala bidang ilmu kepandaian yang
dimiliki Bwee San Bin. Dahulu sewaktu nama Chit-biauw-sin-kun mulai terkenal, kabar itupun pernah didengarnya juga oleh Bu
Hens Seng, tapi biar bagaimanapun dia tidak percaya
bahwa didunia ini masih ada orang kedua yang
kepandaiannya melehihi daripada dirinya, maka dengan
tertawa dia pernah berkata pada isterinya Biu Chit Nio :
"Nama tersebut hanya dapat menakuti kawanan perampok
saja." Tapi sekarang dia telah menyaksikan sendiri bahwa
kegagahan dan kepintaran orang ini, sesungguhnya bukan
isapan jempol belaka. Dalam pada itu, sambil tertawa bergelak-gelak dia lalu
berkata : "Jika membicarakan tentang tenaga-dalam,
sekalipun tenaga-dalammu belum lenyap, kau masih bukan
tandinganku, tapi jika berbicara tentang permainan pedang,
hal itu tidak dapat dipersamakan satu sama lain, karena
maju tidaknya orang itu, adalah tergantung dari kecerdikan
serta latihan yang rajin. Kini marilah kita bertanding
dengan hanya menyebutkan name jurus-jurusnya saja.
Apakah kau setuju dengan saranku ini " Ai, tampaknya kau
percandu dalam minuman arak, baiklah dengan minum
arak kau boleh mengajukan jurus-jurusmu untuk melawanku." Setelah berkata begitu, lalu dia patahkan
kembali cabang pohon bwee itu, yang kemudian dengan
cepat dia raut dengan tangannya, dan tampaknya dia telah
menggunakan tenaga-dalamnya, karena terbukti sewaktu
cabang tersebut diraut, lalu mengeluarkan asap dan
kemudian terbakar, yang diwaktu jatuh kemuka bumi, salju
disekitarnya lantas menjadi lumer sebagian besar.
Bwee San Bin yang melihat dia telah menggunakan
tenaga-dalamnya sebanyak tiga bagian, dan tenaga
demikian baru mungkin bila seseorang telah berlatih selama
ratusan tahun keatas, tapi lawannya ini tampaknya sangat
muda sekali, memang dia sejak lama sudah mendengar,
bahwa Bu Heng Seng tidak dapat menjadi tua, dan hal itu
memang ternyata benar berbukti. Setelah api menyala,
lantas Bu Heng Seng membuat tabunan dengan menyalakan api disitu, hingga hawanya menjadi hangat dan
disamping itu merekapun dapat menghangatkan arak untuk
diminum serta memanaskan badan mereka. Bwee San Bin
lalu mengulurkan dengan lurus kelima jarinya, yang lantas
dipakai menolak lawannya dengan jurus 'Han-bwee-touw-
jwee' (bunga bwee menjulurkan benang sari), salah satu tipu
ilmu pedang 'Kui-ciekiam-sek'-nya.
Jurus 'Han-bwee-touw-jwee' ini sebenarnya istimewa
dipergunakan untuk maksud menyerang. Dengan jurusnya
ini dia berhasil menahan serangan lawannya, sedangkan
salah satu jarinya dapat dengan segera menotok lawannya,
sehingga walaupun lawannya berjaga-jaga, bila tidak
berlaku hati-hati pasti akan terkena juga oleh totokan yang
luar biasa ini. Bu Heng Seng yang melihat jurus tersebut, diapun
mengetahui keanehannya jurus tersebut, maka diam-diam
dia pikir bagaimana caranya untuk menggempur musuhnya, dan diwaktu dia menginsyafi bahwa serangannya kena dipatahkan oleh jurus lawannya ini,
maka dia sangat memuji atas kepandaian orang, dan setelah
berdiam sejurus, kemudian dia ulurkan tangannya untuk
menggurat tanah, hingga seketika itu juga terdapat dua garis
yang berliku-liku. Chit-biauw-sin-kun yang sudah kawakan,
segera mengetahui apa maksud lawannya, yaitu dua garis
itu hendak diartikan sebelum serangannya itu sampai pada
sasarannya, dia pasti akan menghadapi serangan lawannya
yang diubah menjadi jurus 'Heng-pek-Hoa-San' (dengan
pukulan melintang memukul gunung Hoa San), karena
dengan jurus inilah dia pasti akan dapat menghindarkan
serangan lawannya itu. Chit-biauw-sin-kun berdiam sejenak, kemudian melihat
kembali Bu Heng Seng membuat satu guratan pula. Maka
tanpa banyak berpikir lagi dia lalu berkata dengan perasaan
yang bangga sekali : "Kau yang memakai jurus 'Cu-kay-
kim-leng' (membebaskan diri dari kurungan lonceng mas),
sekalipun jurusmu ini baik, dalam penyerangan maupun
dalam pertahanan kuat bagaikan tembok besi, tapi bila
bertemu dengan 'Kiu-cie-kiam-sek' ciptaanku, maka hal itu
tidak akan ada gunanya lagi."
Sewaktu berbicara demikian tangan kiri Bwee San Bin
dengan sebat sekali disodokkan kearah lawannya, hidupnya
bagaikan batang Bwee yang dengan secara sekonyong-
konyong disodorkan kemuka orang, dan jurus ini adalah
apa yang disebut tipu 'Leng-bwee-hud-bian' (bunga bwee
yang menyapu muka orang).
Pemilik dari pulau Bu Kek Too Bu Heng Seng tidak
pernah menduga, bahwa dia harus mengeluarkan kepandaiannya yang tunggal untuk dipakai menghadapi
lawannya, maka begitu saling serang menyerang, diapun
mengetahui, bahwa Chit-biauw-sin-kun itu adalah seorang
yang luar biasa sekali didaerah Tiong Goan, yang dapat
menandingi lawan-lawannya dengan jurus-jurus hasil
ciptaannya sendiri. Begitu hatinya tergerak, Bu Heng Seng lalu pentangkan
lima jarinya yang merupakan kuku garuda dari tangan
kanannya, dicengkeramkannya kemuka. Jurus ini tiada
bernama, hanya telah dipergunakan dengan sembarangan
saja untuk menggertak pihak musuhnya.
Chit-biauw-sin-kun waktu melihat Bu Heng Seng dengan
satu tangannya melindungi dadanya, bila sampai kejadian
tangannya tercekal oleh lawannya, maka dia sendiri akan
menderita terlebih dahulu, sedangkan menurut aturan yang
tertentu, Bu Heng Seng tidak mungkin melindungi dirinya
dengan hanya sebelah tangan saja, tapi Bwee San Bin yang
mengetahui bahwa Bu Heng Seng sudah mencapai tingkat
yang tertinggi sekali dalam ilmu tenaga-dalamnya, sudah
barang tentu lebih tinggi pula kemampuannya daripada
dirinya sendiri, maka jurus ini boleh dikatakan memang
cocok sekali untuk dipergunakannya.
Dalam pada itu, dengan diam-diam dia telah mengubah
jari-jari tangannya yang tadi dipentang untuk mencengkeram menjadi kepalan, begitulah dengan lincahnya dia telah melangsungkan kembali serangan itu
kepada lawannya. Chit-biauw-sin-kun yang begitu cerdik mengatur penyerangan-penyerangannya, sangat disayangkan tenaga-
dalamnya sudah lenyap, sehingga serangan-serangannya
merupakan kelemahannya yang sangat menyolok sekali,
pada setiap dia melangsungkan sesuatu serangan, dia selalu
menjaga dirinya dengan sebelah tangannya, kalau tidak
demikian, sudah barang tentu setiap serangan akan dapat
mengenakan sasarannya serta mengalahkannya ......
Mereka ini meski hanya bertanding dengan lisan saja,
tapi sudah jelas bahwa Chit-biauw-sin-kun itu benar-benar
lihay, hingga setiap serangan-serangan yang dilancarkannya, selalu merupakan jurus-jurus yang langka
dan hebat sekali, hal mana telah membuat Bu Heng Seng
sangat kagum dan memuji didalam hatinya.
"Hmmm, orang tua ini sesungguhnya mempunyai nama
terkenal yang bukan kosong, hingga ternyata dari serangan-
serangan yang sedemikian hebatnya ini," pikir Bu Kek Too
Cu. Bu Heng Seng bila mengeluarkan tipu 'Song-cong-ciang'
dia pasti akan dapat mendesak lawannya, karena angin
yang keluar dari kepalannya sangat keras sekali, tapi hal itu
pasti akan dihadapi oleh Bwee San Bin dengan jurus 'Pek-
touw-twie'. 'Pek-touw-twie' adalah jurus dari partai Tay Khek Bun,
jurus ini harus dilakukan dalam jarak berdekatan, barulah
tenaga yang keluar dari jurus itu menjadi sangat hebat dan
keras, dan dari jurus inilah lalu Chit-biauw-sin-kun telah
mengubahnya sendiri. Menurut kemampuan Chit-biauw-sin-kun sendiri, bukannya tidak mustahil dia dapat memunahkan serangan
lawannya ini, tapi dalam pendapat Bu Heng Seng sendiri,
dengan jurusnya ini dia ingin sekali akan memukul
sehingga Chit-biauw-sin-kun dengan sekaligus tak dapat
mengelitkan dirinya pula.
Dalam pada itu, Bu Heng Seng dengan segera berbalik
berpikir : "Aku Bu Heng Seng sekalipun, bagaimana juga
harus memenangkan pertandingan ini !" Oleh karena itu
lalu dia mengubah kembali serangan-serangannya.
Chit-biauw-sin-kun tanpa banyak berpikir lagi, lalu
mengeluarkan dua jurusnya pula, yaitu sekali menyerang
dia menggunakan kedua-dua tangannya, yang satu dari atas
menindih kebawah, sedangkan yang satunya lagi dari
bawah disodokkan keatas, dan jurus ini dinamakan 'Ca-
kheng-bwee-too' atau bunga bwee tergoncang dengan secara
tiba-tiba. Bu Heng Seng tidak pernah menduga, bahwa lawannya
dapat mengeluarkan serangan yang demikian hebat dan luar
biasanya, hingga sekalipun jurus tersebut tampaknya
meluncur dari atas dan bawah dengan sekaligus tapi hal
yang sebenarnya adalah pihak lawan tengah mengincer
jalan-jalan darah besar 'Thian-leng' dan 'Cie-kiong'.
Sekalipun kepandaiannya Bu Heng Seng sudah terhitung
sangat tinggi sekali, tapi menampak serangan Chit-biauw-
sin-kun ini, tidak terasa lagi mukanya menjadi berubah,
hingga seketika itu juga dia terdiam dan mukanya
memperlihatkan, bahwa disaat itu dia tengah terbenam
dalam pemikiran yang berat sekali.
Dalam hati Chit-biauw-sin-kun memang telah memperhitungkan masak-masak, bahwa jurus yang dipakai
ini adalah hasil ciptaannya sendiri, yang setelah 'digodok'
dari hasil tipu silat berbagai partai yang terkenal hebat,
sekarang ia telah ajukan untuk coba dipecahkan oleh
seorang yang sudah puluhan tahun lamanya terkenal


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebagai salah seorang antara Tiga Dewa Diluar Dunia, yang
ternyata sangat terpesona dengan jurus Bwee San Bin itu,
sehingga diapun menjadi sangat tegang sekali menantikan
perkembangan-perkembangan selanjutnya.
Bu Heng Seng setelah berpikir sejurus lamanya, lalu dia
ulurkan sebelah tangannya, tangan kirinya dikibaskan, dan
tangan kanannya yang berbentuk separuh lingkaran lalu
diluncurkannya pula untuk menyerang lawannya.
Jurusnya ini belumlah diberi nama olehnya, dan jurus ini
pulalah yang telah dipakainya untuk menangkis serangan
lawannya, yang ternyata hebat juga dalam kenyataannya.
Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 13 Dewa Arak 72 Batu Kematian Hantu Selaksa Angin 2
^