Pencarian

Pendekar Pedang Sakti 20

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen Bagian 20


menjadi kesal sekali, sehingga tanpa terasa pula dia jadi
menghela napas. Lie Sie Hiong yang berotak sangat cerdik dan dapat
menangkap maksud hati saudaranya ini, dengan suara yang
perlahan ia berkata: "Twako!"
Leng Hong hanya menjawab: "Hm?"
Lie Siauw Hiong lalu melanjutkan bicaranya: "Kita
kembali akan memasuki Tiong-goan untuk mencari Cek
Yang, Li Gok, Kouw Am dan kawan-kawannya untuk
membalaskan sakit hati Pek-hu dan Bwee siok-siok."
Sementara Leng Hong yang mengetahui bahwa pemuda
itu tengah menghiburinya, hatinya menjadi terharu, dan
begitu ia mendengar perkataan kawannya ini, ia lalu
memegang pundak Siauw Hiong sambil berkata: "Hiong-
tee, kau sungguh baik sekali .."
Sedangkan perasaan Lie Siauw Hiongpun pada saat itu
telah tergerak pula, maka sambil memegang tangan Leng
Hong dan dengan suara yang tetap iapun berkata: "Twako,
tungguhlah, setelah sakit hati kita telah terbalas, kita dua
saudara sekali lagi akan mengembara dalam Rimba
Persilatan untuk melakukan suatu pekerjaan yang
menggemparkan dunia!"
Leng Hong yang menyaksikan Siauw Hiong berbicara
dengan secara bersemangat, hatinya yang tengah dirundung
malang jadi merasa agak legaan, tapi entah karena apa,
dengan sekonyong-konyong bayangan Ah Lan telah
melintas dikepalanya, sehingga hatinya menjadi terkejut,
sedang suatu macam perasaan yang tidak enak berkecamuk
didalam dadanya. Dalam pada itu, Lie Siauw Hiong pun telah mengalihkan
perahunya menuju kepulau Tay-ciap-too, dengan sinar
matahari diwaktu tengahari sangat menyilaukan pandangan
mata. Sesampainya dipulau tersebut, Lie Siauw Hiong bersama
Gouw Leng Hong lalu melompat kedarat.
Sekonyong-konyong Siauw Hiong mengeluarkan suara
"Ih" yang menandakan keheranannya, dan tatkala Leng
Hongpun memandang pada kejurusan pandangan kawannya, ternyata disana tampak seseorang yang sedang
berjalan dipantai sambil menundukkan kepalanya, dan
diwaktu mereka melihat dengan lebih cermat, dengan heran
mereka berkata: "Sun Ie Tiong!"
Waktu Siauw Hiong memandangnya dengan penuh
perhatian, diapun segera mengenali, bahwa orang itu
memang benarlah Bu-lim-cie-siu Sun Ie Tiong adanya.
Kedua pemuda itu sambil melangkah maju lalu berseru:
"Sun Heng, mengapa kau tampak berduka?"
Sun Ie Tiong waktu melihat mereka, dia hanya
mengganda tersenyum, kemudian menundukkan pula
kepalanya dan berjalan terus, sedangkan senyumannya
tadipun adalah senyuman paksaan belaka.
Dengan perasaan terheran-heran Siauw Hiong memandang pada Gouw Leng Hong, dan waktu dia
melihat kembali kearah Sun Ie Tiong, ternyata alis pemuda
itu dikerutkan demikian rupa, mukanya menunjukkan
kesuraman yang mendalam sekali, seakan-akan ada sesuatu
yang telah membuat hatinya amat tidak senang.
Lie Siauw Hiong menanti sehingga dia datang dekat,
barulah bertanya: "Sun Heng, Peng Hoan Siangjin apakah
ada diatas pulau ini?"
Sun Ie Tiong lalu manggutkan kepalanya, suatu tanda
bahwa orang yang sedang dicari itu memang berada diatas
pulau itu. Sudah itu sekonyong-konyong dia tertawa getir,
kemudian dengan tindakan yang cepat sekali ia berjalan
pergi menyusur pantai, naik keatas sebuah perahu kecil dan
berlayar tanpa berkata-kata pula.
Ketika mereka berjalan lagi berapa puluh tombak
jauhnya, sekonyong-konyong berkelebat sesosok bayangan
manusia, yang dengan tubuh yang ringan sekali telah turun
ketanah dan berdiri dihadapan mereka, hingga kepandaian
yang sehebat itu sukar dicari keduanya dalam dunia ini.
Kedua pemuda itu yang memang bermata tajam, segera
mendapat kenyataan, bahwa orang itu bukan lain daripada
pemilik pulau Tay-ciap-too Peng Hoan Siangjin adanya.
Buru-buru Lie Siauw Hiong memberi hormat sambil
berkata: "Siangjin, boan-pwee datang menengokmu."
Peng Hoan Siangjin sambil tertawa mengakak lalu
berkata: "Bocah, janganlah kau coba menipuku. Aku telah
lihat mukamu yang mengandung maksud lain, hingga
kedatanganmu ini bukanlah semata-mata untuk mencariku,
benarkah begitu" Buat apakah engkau mengatakan hendak
menengoki aku" .. Aiii, masih ada lagi seorang ini, dia ini
siapakah?" Diwaktu memandang dengan sorot amat tajam
kepada Gouw Leng Hong, kemudian ia lalu berkata:
"Siapakah gerangan pemuda yang berwajah sangat tampan
ini" Hm, sekalipun diwaktu mudaku, pasti sekali wajahku
tidak setampan dia ini."
Leg Hong siang-siang telah mengetahui dari penuturan
Lie Siauw Hiong tentang keanehan orang tua ini, maka
dengan segera dia menjawab: "Boan-pwee Gouw Leng
Hong sangat bangga sekali dapat bertemu dengan Cian-
pwee." Peng Hoan Siangjin sangat memuji atas kecakapan
wajah pemuda ini, kemudian barulah ia berkata: "Bocah,
kau mencariku ada urusan apakah?"
Lie Siauw Hiong lalu menjawab: "Anak dara Bu Heng
Seng yang bernama Thio Ceng, apakah pernah datang
kemari?" Dengan perasaan keheran-heranan Peng Hoan Siangjin
lalu menjawab: "Tidak pernah .."
Hati pemuda itu menjadi dingin sekali ketika mendengar
jawaban orang tua ini, tapi dengan berpura-pura gembira ia
masih dapat tertawa dan berkata: "Oh .. oh .." Sedangkan
perkataan selanjutnya, tak kuasa dia melanjutkannya.
Peng Hoan Siangjin lalu berkata sambil menyelidiki:
"Bukankah kau tengah membantui Bu Heng Seng untuk
mencari anak daranya?"
Lie Siauw Hiong yang hatinya sedang risau, tidak
mendengar jelas apa yang dikatakan orang tua itu, hingga ia
hanya manggutkan kepala saja menyatakan kebenarannya.
Peng Hoan Siangjin yang menampak hal itu menjadi
gusar sekali dan lalu berkata dengan separuh berteriak:
"Bukankah Bu Heng Seng telah memaksamu untuk
mencarikan anak daranya itu" Hm, jangan takut
kepadanya, jika dia berani memaksamu lagi, aku situa
bangka pasti tidak dapat menahan sabarku lagi .."
Lie Siauw Hiong dengan segera menjawab: "Bukan,
bukan begitu." Dengan tersenyum-senyum juga Peng Hoan Siangjin lalu
herkata: "Perduli apakah benar atau tidaknya, lebih baik
kalian turut aku masuk kedalam untuk bercakap-cakap."
Lie Siauw Hiong lalu berkata: "Bila memang Ceng Jie
tidak pernah datang kesini, maka kamipun tidak mau
mengganggu lebih jauh pada kau orang tua .."
Sambil melototkan matanya lebar-lebar, Peng Hoan
Siangjin lalu berkata: "Apa" Kalian sudah hendak pergi
lagi" Hal itu tidak mungkin .."
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong yang telah
mengetahui bahwa orang tua ini tengah mengumbar
adatnya, dan mengetahui juga bahwa tabiatnya sangat
berangasan, diam-diam mereka mentertawakan orang tua
itu yang masih bertabiat kekanak-kanakan, maka dengan
tidak sabar Lie Siauw Hiong lalu berkata: "Tidak pergi,
tidak pergi." Peng Hoan Siangjin dari marah berubah menjadi
kegirangan dan lalu berkata: "Tidak benar bila kalian ingin
menggunakan kekerasan terhadapku, kalian pasti akan
merasakan kelihayanku!"
Mendengar omongan itu, Gouw Leng Hong tidak dapat
menahan lagi tertawanya. Peng Hoan Siangjin sekonyong-konyong berkata pula:
"Waktu kalian datang kemari barusan, apakah kalian
pernah melihat Sun Ie Tiong?"
Lie Siauw Hiong mengangguk. Dengan begitu, ia ketahui
pasti bahwa Siangjin mempupnyai sesuatu yang hendak
dipercakapkannya. Paderi tua itu setelah berdiam sejurus, lalu mengalihkan
pembicaraannya dengan berkata: "Tempo hari dipulau
Siauw Ciap Too kau pernah menyanggupi Bu Heng Sang
untuk mencarikan anak daranya. Dunia ini begini luas,
dimanakah kau hendak mencarinya?"
Lie Siauw Hiong yang mendengarnya jadi merasa geli
sekali. Dia ketahui, bahwa Peng Hoan Siangjin pasti
mempunyai sesuatu yang sukar dijelaskannya, maka diapun
merasa tidak enak akan menanyakan persoalan tersebut
dengan secara langsung kepada orang tua itu.
Setelah berdiam sejurus lamanya, orang tua itu lalu
berkata: "Bocah Sun Ie Tiong ini, apakah kau telah
melihatnya, waktu dia berjalan pergi meninggalkan pulau
ini?" Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong mengiakan
dengan menganggukkan kepala mereka.
Peng Hoan Siangjin lalu melanjutkan perkataannya:
"Benar, benar, kalian pasti merasa keheran-heranan, bukan"
Jika kalian ingin mengetahui, sebab musababnya adalah
panjang sekali untuk diceritakan. Sebabnya sangat menarik
sekali, apakah kalian ingin mendengarnya?"
Dalam kegugupannya, ia tak sempat berpikir cara
bagaimana untuk menarik perhatian kedua pemuda itu.
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong tertawa
mengakak, hingga tak terasa lagi Peng Hoan Siangjin jadi
merasa agak likat, hingga dengan nada gusar kedengarannya ia berkata: "Kalian tertawakan apa?"
Leng Hong jadi terkejut dan buru-buru menghentikan
tertawanya dan menjawab: "Tidak tertawa dah!"
Peng Hoan Siaugjin seakan-akan merasa puas dan lalu
berkata: "Nah, bila demikian, marilah dengarkan ceritaku
ini .." Pada tempo hari diwaktu Peng Hoan Siangjin
menyanggupi untuk menurunkan ilmu silatnya kepada
salah seorang murid Siauw Lim, yaitu Sun Ie Tiong, meski
sebenarnya ia berbuat demikian karena sangat terpaksa.
Sudah itu, orang tua itu jadi merasa sangat menyesal. Akan
tetapi, karena sudah telanjur menyanggupi permintaan
orang, maka terpaksa ia harus menunaikan juga
kewajibannya, walaupun ia hanya mengajar silat kepada
Sun Ie Tiong dengan cara mempersukar orang dan selalu
memberikan pelajaran-pelajaran silat dengan sikap yang
marah-marah. Ia pikir, dengan jalan itu, hendak membuat
Sun Ie Tiong timbul rasa mendongkol dan bosan untuk
belajar dibawah pimpinannya. Tidak disangka bahwa Sun
Ie Tiong adalah seorang muda yang rajin belajar dan
mempunyai keuletan, sehingga Peng Hoan Siangjin hampir
putus asa untuk mempersukarnya.
Mula-mula Sun Ie Tiong mengerti akan maksud orang
tua yang hendak mempersukarnya dan membuat dia tak
kerasan berdiam diatas pulau itu. Akan tetapi setelah
berselang pula beberapa lamanya dan Peng Hoan Siangjin
telah sengaja menurunkan pelajaran-pelajaran yang lebih
berat, Sun le Tiong jadi mengeluh dan hampir jatuh pingsan
karena terlampau letih melatih diri.
"Engkau belajar kurang rajin dan perlu berlatih sebanyak-
banyaknya!" gerutu Peng Hoan Siangjin.
Sun Ie Tiong sampai keluar air mata karena usikan itu.
Ia belajar cukup ulet, tapi masih tetap tidak memuaskan
hati orang tua itu. Oleh sebab itu, pada suatu hari ia telah
menyatakan tidak sanggup melanjutkan pelajarannya dan
meminta diri akan meninggalkan pulau Tay-ciap-too pada
hari esok juga, sambil berjanji akan kelak kembali lagi
kesitu. (Oo-dwkz-oO) Jilid 42 Peng Hoan Siangjin yang mendengar sipemuda hendak
pergi, sudah barang tentu dia merasa sangat gembira,
karena dengan begitu, beban sangat berat yang menindih
badannya sudah terbebaskan sama sekali, hingga dia tidak
perduli apakah benar Sun Ie Tiong nanti akan datang pula
atau tidak kepulau itu, maka dengan berulang-ulang ia
berkata: "Baik sekali, hal itu memang baik sekali."
Diwaktu melirikkan matanya, dia melihat muka Sun Ie
Tiong tampak sangat putus asa, hingga tak terasa lagi dalam
lubuk hatinya ia merasa kasihan juga, maka dengan suara
yang lembut ia berkata: "Bocah, kau jangan berkecil hati
atau marah kepadaku. Hampir semua pelajaran yang
terpenting telah kuberikan kepadamu, maka asalkan kau
rajin-rajin belajar, didalam Rimba Persilatan pasti sukar
dicari orang yang dapat menandingimu. Percayalah
kepadaku, nak." Pada keesokan harinya, benar saja Sun Ie Tiong telah
minta pamit diri kepada Peng Hoan Siangjin dan justeru
berpapasan dengan Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong
ketika dia hendak meninggalkan pulau tersebut.
Lie Siauw Hiong jadi memuji dan berkata: "Kau orang
tua sungguh cerdik sekali. Kau dapat berlaku keras dan
lembek pada tempatnya yang benar!"


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Maka sambil tertawa terbahak-bahak Peng Hoan
Siangjin lalu menjawab: "Bocah, aku situa bangka memang
biasanya paling gemar dipuji orang, oleh karena itu, baiklah
kuberikan dikau dua pelajaran baru."
Mendengar kata-kata itu, Lie Siauw Hiong jadi sangat
girang. Tapi ketika baru saja ia hendak membuka mulut
untuk mengucap terima kasih, sekonyong-konyong dia
melihat matahari sudah doyong ke Barat. Dan tatkala
berpikir tentang maksud semula ia datang kesitu, tidak
terasa lagi ia jadi terkejut, dan lalu berniat untuk meminta
diri. Hampir dalam saat itu juga serupa bebauan yang sangat
wangi terhembus oleh siliran angin lalu, hingga Leng Hong
seakan-akan sangat paham akan bebauan wangi itu. Dan
setelah mengendus-endus berapa kali, ia segera membalikkan badannya dan tanpa berkata-kata pula ia
berlari mengikuti dari mana datangnya wangi-wangian yang
terhembus angin itu. Dalam hatinya Lie Siauw Hiong berkata: "Aku tahu,
biasanya Gouw Twako sangat teliti dalam tindak
tanduknya terhadap segala sesuatu yang hendak dikerjakannya, hingga belum pernah ia menampak Leng
Hong berlaku begitu tergopoh-gopoh seperti sekarang ini.
Hal mana pasti timbul sesuatu yang agak aneh disaat itu,
oleh karena itu, buru-buru mereka berlari-lari mengejar
sipemuda she Gouw dari belakang.
Peng Hoan Siangjin sambil berlari-lari sambil tertawa
dan dengan suara yang perlahan ia berkata kepada Lie
Siauw Hiong: "Bocah, lekaslah kita menyusulnya. Akan
kita lihat pertunjukan apakah yang hendak diperlihatkannya!" Lie Siauw Hiong yang melihat muka Peng Hoan Siangjin
yang sangat aneh karena tengah menyembunyikan perasaan
hatinya, pada saat itu karena ingin mengetahui apa yang
hendak dilakukan oleh Gouw Leng Hong, maka diapun
hanya memanggutkan kepalanya saja, tetapi bersama-sama
Peng Hoan Siangjin mereka berlari-lari sambil membentangkan ilmu Keng-sin-kang mereka yang sempurna untuk menyusul Gouw Leng Hong yang berlari
terlebih dahulu. Tatkala berlari-lari tidak berapa lama, tiba-tiba hawa
wangi itu jadi semakin menusuk hidung, sehingga Peng
Hoan Siangjin lalu berkata: "Disinilah tempatnya." Dan
sambil berkata demikiau, ia memegang tangannya Lie
Siauw Hiong untuk diajak bersembunyi dibalik sebuah batu
besar. Pada jarak empat atau limapuluh tombak jauhnya,
Siauw Hiong melihat Leng Hong seakan-akan sedang
menari-nari dan kakinya berjingkrak-jingkrak bagaikan anak
cilik saja layaknya, tampaknya dia tengah diliputi
kegirangan yang bukan alang kepalang besarnya.
Seketika itu dengan suanga yang perlahan Peng Hoan
Siangjin lalu berkata: "Bocah, kau lihatlah biar jelas apakah
itu yang tumbuh disamping batu tersebut?"
Setelah Lie Siauw Hiong mengangkat kepalanya
memandang kesamping batu itu, ternyata disitu ada tumbuh
sebatang pohon kecil yang tampaknya tidak sedikitpun
terdapat keanehan apa-apa, hingga is lalu menyahut:
"Apakah yang kau maksudkan itu bukan pohon kecil
dicelah-celah batu gunung itu?"
Peng Hoan Siangjin manggutkan kepalanya membenarkan. Sekonyong-konyong dia berkata: "Bocah,
kau lihatlah, mulut kawanmu itu tengah berkemak-kemik.
Baiklah kita berjalan menghampirinya, untuk mendengar
perkataan apakah yang diucapkannya?"
Lie Siauw Hiong ketika menolehkan kepalanya
memandang kepada orang tua itu, ternyata muka Peng
Hoan Siangjin tampak seolah-olah ingin sekali mengetahui,
apakah gerangan yang terjadi atas diri Leng Hong. Maka
Siauw Hiong yang melihat hal itu, tidak terasa lagi jadi
tertawa pada dirinya sendiri dan diam-diam berkata: "Peng
Hoan Siangjin ini latihannya sudah ada seratus delapan
puluh tahun lebih, hingga kedudukannya sangat tinggi dan
sukar dicari orang kuat keduanya didalam dunia ini, tapi
adatnya begitu aneh dan lucu, maka tepatlah seperti apa
yang pepatah mengatakan 'Mudah bagi orang mengubah
gunung maupun sungai, tapi amat sulitlah untuk mengubah
watak atau tabiat seseorang'! Tabiat itu paling sukar diubah,
karena seperti aku ini yang mudah terharu, sukar sekali
dapat melenyapkan perasaan tersebut dengan begitu saja.
Oleh karena itu kapankah aku dapat bertabiat sesempurna
Gouw Twako itu?" Peng Hoan Siangjin yang melihat Siauw Hiong tidak
menjawab, diapun tidak menghiraukannya pula, maka
dengan langkah yang perlahan dia tetap bertindak maju.
Sementara Lie Siauw Hiong setelah berdiam sejurus,
diapun lalu mengikutinya belakangan.
Dari balik batu besar itu Siauw Hiong mengintai Leng
Hong yang menaruh perhatian sangat besar terdapat pohon
kecil itu, sehingga orang yang diintai itu tidak merasa sama
sekali. Lie Siauw Hiong lalu menaruh perhatian lebih besar lagi
untuk meneliti Pohon kecil tersebut ternyata gundul dan
tidak berdaun barang sehelaipun, tapi pada pucuknya
tampak sebuah buah kecil yang berwarna merah bagaikan
darah, hingga diam-diam dia sekarang baru insyaf dan
berpikir: "Buah ini barangkali adalah obat mustajab yang
dijumpai oleh Gouw Twako dipuncak gunung Thay-san,
dan setelah Gouw Twako makan buah mustajab tersebut,
maka ilmu Keng-sin-kang maupun tenaga-dalamnya telah
maju dengan pesat sekali."
Ia melihat tangan kiri Leng Hong dengan tepat
menggoyangkan cabang pohon tersebut, sedangkan tangan
kanannya dengan lincah dan tepat telah memetik buah
tersebut, hingga Siauw Hiong yang melihat gerakan yang
sempurna ini, tidak terasa lagi jadi berteriak sambil memuji:
"Sungguh kepandaian yang hebat sekali!"
Leng Hong yang mendengar suara Lie Siauw Hiong,
ketika baru saja ingin memanggilnya, keburu Peng Hoan
Siangjin menghampirinya dan lalu berkata: "Bagus! Aku
situa bangka dengan susah payah telah menanam pohon
buah ini, akan tetapi setelah menunggu ratusan tahun
lamanya, barulah pohon ini berbuah pada hari ini, maka
tidak kunyana akhirnya kaulah yang dengan lancang tangan
telah memetiknya. Ayolah lekas kembalikan kepadaku,
lekas!" Dalam hati Leng Hong berkata: "Peng Hoan Siangjin
umurnya paling sedikit sudah dua ratus tahun, maka jika
dia mengatanya....", tiba-tiba terdengar suara "Pak" karena
jatuhnya sejilid buku kecil dari dalam sakunya.
Dalam pada itu dengan sekonyong-konyong Leng Hong
lalu menubruk Peng Hoan Siangjin, yang lalu dipeluknya
sambil mengucurkan airmata, kemudian dengan suara
tertahan dalam tenggorokan ia berkata: "Loo .. cian .. pwee
.. engkau sesungguhnya sangat baik dan dermawan .."
Peng Hoan Siangjin lalu mengusap-usap kepala
sipemuda sambil berkata: "Bocah yang baik, janganlah kau
menangis, karena cara itu tidak baik sekali bagi seorang
laki-laki sejati." Leng Hong dengan menahan air matanya yang
mengucur lain berkata: "Hal ini bukanlah Hong Jie sendiri
yang ingin mendaulat buah mustajab ini, tetapi sesungguhnya adalah untuk seorang kawanku yang
sepasang matanya telah menjadi buta. Hong Jie telah
menyanggupi, meskipun harus mengelilingi dunia, aku
harus mendapatkan buah 'Hiat-ko' ini untuk menyembuhkan kembali matanya yang buta itu. Tempo
hari waktu aku berada dipuncak gunung Thay-san setelah
dengan tidak disengaja aku telah memakan buah mustajab
ini, mula-mula aku tidak pernah memikirkan, bahwa untuk
mencari buah tersebut sulitnya bukan kepalang. Dan tatkala
aku makan habis buah tersebut dan mencarinya pula,
ternyata tidak dapat diperoleh lagi, sehingga aku menjadi
sangat menyesal dan berpendapat, bahwa untuk menjumpai
buah itu kembali sudah tidak ada harapan lagi. Akan tetapi
sungguh tidak disangka-sangka, bahwa dipulau ini aku telah
dapat menjumpainya, malahan pohon ini baru saja
berbuah, hingga kesempatan untuk memperoleh buah
mujijat ini kelak bukan dengan mudah dapat ditemukannya
pula." Peng Hoan Siangjin jadi kelihatan senang sekali
mendengar penuturan yang terus terang itu, hingga begitu
teringat akan sesuatu didalam pikirannya, dengan lantas ia
bertanya: "Kawanmu itu apakah seorang gadis" Kau harus
menceritakan ini dengan sejujurnya."
Leng Hong tidak pernah menyangka, bahwa orang tua
itu akan mengajukan pertanyaan semacam itu, hingga dia
yang biasa tidak suka membohong, terpaksa dengan muka
yang kemerah-merahan karena merasa jengah lalu
menjawab: "Benar!"
Pada saat itu Lie Sie Hiong sebenarnya tengah
membalik-balik buku yang terhampar diatas tanah tadi.
Akan tetapi disaat mendengar bahwa Twakonya mempunyai seorang sahabat wanita, buru-buru dia bangun
berdiri, kemudian dengan mengumpulkan perhatiannya dia
mendengari dengan penuh perhatian atas percakapan kedua
orang itu. Peng Hoan Siangjin lalu bertanya pula: "Dia mengapa
sampai kejadian buta matanya?"
Leng Hong mengetahui bahwa dia tidak dapat
berbohong lagi, lalu dia menceritakan perhubungannya
dengan Ah Lan satu-persatu, dan diwaktu dia menceritakan
bahwa Ah Lan karena marahnya telah meninggalkannya
pergi, maka ia sangat bingung kemana akan mencarinya
dalam dunia yang sangat luas ini, hingga tak tertahan pula
akan ia tidak mengucurkan airmata diwaktu menuturkan
pengalamannya itu. Peng Hoan Siangjin sendiri yang mendengar kisah
tersebut, hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja dan
lalu berkata: "Bocah, siang-siang sudah aku katakan, bahwa
didunia ini paling sulit adalah berurusan dengan kaum
wanita. Aku situa bangka ini apapun aku tak takuti, tapi
yang paling aku merasa gentar justeru adalah wanita.
Tempo hari jika bukannya Lie Siauw Hiong yang telah
memecahkan barisan 'Kwie-goan-kouw-tin', aku sesungguhnya harus menyerah dibawah pengaruhnya
sipendeta wanita bangkotan itu. Kalian dua-duanya adalah
bocah-bocah yang sangat menarik dan berotak cerdas,
hingga urusan dibelakang hari yang meruwetkan otak
kalian masih banyak!"
Lie Siauw Hiong setelah mendengar habis kisah
Twakonya hatinya jadi merasa sangat terharu, dan begitu
darah mudanya bergolak-golak, ia telah melupakan
urusannya sendiri yang hendak mencari Thio Ceng, tetapi
sebaliknya ia telah mendesak untuk membantu Twakonya
mencari Ah Lan, dan diwaktu dia mendengar perkataan
yang terakhir dari Peng Hoan Siangjin, maka diapun lalu
berkatalah: "Gouw Twako, marilah kita berangkat saja
untuk mencari Ah Lan."
Gouw Leng Hong merasa sangat berterima kasih atas
kebaikan hati Lie Siauw Hiong, akan tetapi ketika baru saja
dia hendak membuka mulut untuk berpamitan dengan Peng
Hoan Siangjin, dengan secara sekonyong-konyong orang
tua itu telah berkata kepada Lie Siauw Hiong: "Bocah,
ditanganmu buku apakah itu?"


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lie Siauw Hiong lalu menjawab: "Buku ini adalah buku
Gouw Twako yang terjatuh diatas tanah tadi. Isi buku ini
adalah tulisan coret-caret yang sukar dimengerti, agaknya
hanya setan belaka yang akan dapat membacanya."
Gouw Leng Hong segera menyahut perkataan kawannya: "Buku ini adalah pemberian Susiokku Tang-gak-
su-seng In Peng Jiok. Beliauw mengatakan kepadaku,
bahwa buku tersebut telah diperolehnya dari pemberian
seorang pendeta dari Thian-tiok pada sebelum menutup
mata. Dia mengatakan lebih lanjut, bahwa isi buku tersebut
memuat pelajaran-pelajaran ilmu mengentengi tubuh yang
luar biasa hebatnya, hanya amat disayangi bahwa buku itu
ditulis dalam bahasa Sansekerta, hingga siapapun sukar
mengerti." Peng Hoan Siangjin yang mendengar begitu, sudah
merasa tidak sabaran dan segera berkata: "Lekas berikan itu
kepadaku untuk diperiksa!"
Lie Sie Hiong segera memberikan buku tersebut kepada
orang tua itu. Dan setelah Peng Hoan Siangjin membolak-
balik beberapa puluh lembar, mukanya tampak secara
sekonyong-konyong berubah dan berbalik menaruh perhatian sepenuhnya atas buku tersebut, kemudian dia
membalikkan badannya dan berlari masuk kedalam
rumahnya. Leng Hong sudah berpikir untuk mengikutinya, tapi
keburu dicegah oleh Lie Siauw Hiong yang berkata:
"Twako, kau masih ingatkah pada tempo hari pertemuan
kita diruangan 'Bu-wie-thia' dimana kita bertempur dengan
Kinlungo?" Leng Hong berpikir sejenak, kemudian dengan girang
diapun berkata: "Benar, benar, tampaknya Siangjin
mengerti bahasa Sansekerta."
Lie Sie Hiong manggutkan kepalanya dan berkata:
"Benar, aku lihat Peng Hoan Siangjin tampaknya sangat
tertarik oleh buku tersebut, sehingga tampaknya dia
membutuhkan suatu pemusatan pikiran yang tidak boleh
sekali-kali terganggu oleh siapapun. Oleh karena itu
biarkanlah dia seorang diri menyelidiki isi buku tersebut."
Leng Hongpun berkata: "Kalau begitu sungguh suatu
hal yang kebetulan sekali. Maka untuk tidak mengganggu
pada beliau, baiklah jika sekarang kau membawa aku
melihat-lihat pemandangan diatas pulau Tay Ciap Too ini?"
Lie Siauw Hiong menyatakan mupakat dan mereka
berdua lalu bergandengan tangan dan berjalan-jalan
mengelilingi pulau tersebut.
Pulau Tay Ciap Too ini timbul belum berapa lama.
Diatas pulau itu tidak tumbuh sehelai rumputpun. Kedua
anak muda ini setelah berjalan dekat dengan pantai, mereka
hanya melihat batu-batu raksasa yang tampak disana sini.
Ada yang tegak lurus, ada yang sambung-menyambung
merupakan gunung batu, ada yang terdiri dari gundukan
pasir kuning, dengan pemandangan disekitarnya pulau itu
tampak sangat angkar sekali.
Leng Hong lalu berkata: "Orang dulu telah mengatakan,
bahwa gunung-gunung hanya tampak dengan hebatnya
disebelah Utara, sedangkan sungai-sungai yang terkenal
hanya terdapat dibagian Selatan. Tetapi tidak disangka
bahwa dipulau yang begini terpencil didaerah Kang Lam,
terdapat satu tempat yang demikian angkarnya, hingga
dengan demikian, kebesaran alam ini ternyata tidak dapat
diukur. Begitu pula tentang keaneh-anehan diseluruh muka
bumi ini, tidak dapat diduga-duga dari dimuka."
Dalam pada itu, tiba-tiha Lie Siauw Hiong teringat akan
Li Gok dan kawan-kawan yang menjadi musuh-musuh
besar Bwee Siok-sioknya dan ayah Gouw Leng Hong,
hingga ia lantas berkata: "Gouw Twako, kita terlebih
dahulu harus membunuh Li Gok untuk membalas sakit hati
kita, kemudian barulah kita mencari Ah Lan dan Thio
Ceng." Leng Hong mengangguk menyatakan mupakat, kemudian Lie Siauw Hiong berkata pula: "Twako, tempo
hari aku telah terpukul sekali oleh Heng-hoo-sam-hut
sehingga menderita luka-luka. Sewaktu aku berhasil
menyembuhkan diriku sendiri dengan tenaga-dalamku,
terus aku memikirkan soal ini. Sekarang barulah jelas
segala-galanya. Seseorang yang hidup didunia ini, jika
mempunyai suatu kepandaian yang hebat, paling banyak
orang hanya takuti kepadamu, akan tetapi untuk dapat
membuat setiap orang menghormatimu serta menjunjnng
tinggi derajatmu, itulah baru terhitung seorang pendekar
sejati. Maka mulai sekarang, aku ingin dengan rajin dapat
menunaikan cita-cita tersebut, hanya tabiatku terlampau
lemah, sehingga dalam hal ini aku perlu meminta banyak
pengunjukanmu yang berharga."
Leng Hong yang mendengar pernyataan sahabatnya
yang sejujurnya itu, dia segera dalam hal pandangan
hidupnya. Karena jika dahulu ia memandang terlampau
tinggi terhadap diri sendiri dan memandang rendah
terhadap orang lain, adalah dia sekarang telah insyaf dari
segala sikap dan pandangan yang keliru itu, maka Leng
Hong dengan girang lalu menjabat tangan Siauw Hiong
erat-erat sambil berkata: "Hiong-tee, aku mengucap selamat
bahwa kau sekarang sudah maju selangkah pula. In ya-ya
pernah mengatakan kepadaku, bahwa untuk berlatih sampai
disuatu tingkat yang tertinggi, bukan saja harus mengandalkan kepada bakat serta kecerdasan seseorang,
malahan orang itu harus pula berpandangan luas, penuh
cyta-cita, dan mengenai bakatmu, sudah tak usah
diperkatakan lagi. Sekarang kau sudah dapat membedakan
serta menarik garis yang jelas tentang baik, buruk, benar
dan palsu. Disamping itu, hal yang lebih panting adalah kau
sekarang sudah dapat bertindak dengan tidak mengikuti
hawa napsumu. Maka dengan disertai pula cita-citamu yang
luhur itu, kemajuanmu dibelakang hari sungguh tidak
terbatas, hingga itu benar-benar sangat menggembirakan
hatiku." Lie Siauw Hiong yang mendengar pujian saudaranya ini,
perasaannya sangat berkesan, kemudian ia telah mengalihkan percakapannya kearah pokok soalnya sambil
tertawa dan berkata: "Twako, orang yang dapat membuat
kau seorang yang begitu tampan sampai jatuh hati, pastilah
gadis itu adalah seorang wanita yang terpandai serta
bijaksana!" Leng Hong menjawab: "Hiong-tee, janganlah kau
menertawakan daku. Gadis yang aku jumpai itu jika
dibandingkan dengan gadismu, terus-terang kukatakan,
bahwa gadisku itu masih kalah setingkat dalam kecantikannya." Mendengar perkataan saudaranya ini. Lie Siauw Hiong
diam-diam merasa sangat girang, ketika sekonyong-
konyong Leng Hong mengalihkan percakapannya dengan
nada suara yang bersungguh-sungguh: "Hiong-tee, nona she
Thio itu bukan saja orangnya cantik, tapi hatinyapun baik,
maka kau harus dengan segenap hati mencintainya,
melindunginya pula dengan segenap jiwa ragamu. Hm,
benar, tempo hari waktu kau terlukakan oleh Kwan-tiong-
kiu-ho (sembilan jago dari Kwan Tiong), dalam keadaan
separuh sedar separuh pingsan kau telah mengigau dan
menyebut-nyebut nama nona-nona she Phui dan she Kim
dan mereka itu sebenarnya siapa pula gerangan?"
Dengan bebas dan wajar Lie Siauw Hiong menceritakan
tentang lenyapnya Kim Bwee Leng, begitu juga tentang
jalan percintaan antara Phui Siauw Khun dan Kim Ie. Ia
menceritakan segala sesuatunya tanpa tedeng aling-aling,
kecuali pada tempat dimana dianggapnya tidak terlampau
perlu untuk dijelaskan. Leng Hong berkata: "Oh kiranya kau terluka demi untuk
membela nona she Phui itu, sehingga kau rela menerima
pukulan Heng-hoo-sam-hut" Dengan mengorbankan diri
sendiri kau telah membelanya mati-matian, maka dengan
itu hitung-hitung kau membalas atas kecintaannya yang
murni terhadapmu. Sekarang dia telah-menikah, hingga itu
boleh dikatakan sangat baik sekali, hanya nona she Kim ..
dan masih untung nona Thio Ceng berhati jujur dan haik,
hingga hal itu pasti ada daya untuk menyelesaikannya
dengan sempurna." Dengan perasaan terharu Lie Siauw Hiong lalu berkata:
"Apa yang twako katakan memang benar. Kerapkali aku
berpikir, diantara manusia yang begitu banyaknya, kau
hanya tertarik oleh hanya seorang saja, hingga kau rela
mengorbankan dirimu untuknya. Hal mana, memang
cukup berharga, pula memang seharusnya kita bertindak
demikian." Begitulah kedua pemuda remaja ini mencurahkan isi hati
mereka dengan bebasnya, sehingga perasaan mereka terasa
sangat mencocoki satu sama lain, begitu pula persahabatan
mereka yang kian lama kian bertambah akrab. Pada saat itu
haripun sudah menjelang malam dan keadaan disekeliling
mereka seakan-akan telah ditelan oleh kegelapan.
Leng Hong lalu berkata: "Sekarang marilah kita melihat
Peng Hoan Siangjin."
Begitulah kedua pemuda itu lalu kembali kegubuk kecil
milik Peng Hoan Siangjin dengan tindakan perlahan,
dimana pada saat itu orang tua tersebut tampak sedang
duduk dipinggir sebuah meja, agaknya tengah merenungkan
sesuatu. Akan tetapi kemudian dia menepuk kepalanya
sambil berteriak dengan nyaring: "Benar, benar! Beberapa
jurus ini sesungguhnya amat lihay dan langka!"
Sesudah berkata begitu, dia lalu tertawa, kemudian
berkata pada kedua pemuda itu: "Hai, kedua bocah, marilah
kita mengadu kekuatan kaki kita. Kalian berdua aku
persilahkan untuk mengerahkan segenap tenaga kalian dan
berlari terlebih dahulu, sedang aku situa bangka akan
memperlihatkan sebuah pertunjukan yang menarik untuk
kalian tonton." Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong sekalipun
merasa amat heran, tapi mereka maklum tentulah Peng
Hoan Siangjin mempunyai maksud yang dalam, oleh
karena itu, mereka lalu membentangkan kepandaian
mengentengi tubuh mereka yang telah mencapai kesempurnaan, hingga mereka segera melaksanakan
perkataan orang tua itu. Tatkala berlari tidak lama kemudian, kedua orang itu
merasa dibelakang mereka tidak ada angin yang bertiup,
hingga mereka mengira bahwa orang tua itu belum lagi
dapat menyusul mereka. Hanya pada waktu mereka
membalikkan kepala memandang kebelakang, dengan
sangat terkejut mereka melihat Peng Hoan Siangjin sudah
berdiri dibelakang mereka. Lie Siauw Hiong merasa tidak
puas dan lalu berlari terlebih cepat lagi, tapi pada sebelum
dia menolehkan kepalanya lagi, dia merasa bahwa Peng
Hoan Siangjin hanya menotolkan sepasang kakinya
beberapa dim saja diatas tanah, tapi dengan amat pesatnya
mereka melihat orang tua itu sedang mengikuti mereka
dengan gerakan yang sebat sekali. Mereka lihat orang tua
itu seolah-olah tidak menggunakan tenaga sama sekali, tapi
dengan tindakan yang pesat ternyata dapat menyusul
mereka dengan hanya menendangkan kakinya yang
tampaknya hampir tidak menyentuh bumi pula.
Buru-buru Lie Siauw Hiong menahan larinya sambil
berkata: "Kepandaian kau orang tua kali ini, benar-benar
sangat menakjubkan, apakah itu bukan menuruti cara-cara
yang tertulis dalam buku asing itu?"
Peng Hoan Siangjin manggutkan kepalanya, suatu tanda
ia membenarkan apa kata pemuda she Lie itu.
"Bocah" katanya kemudian. "Coba katakan, mengenai
ilmu mengentengi tubuh, dari partai manakah yang kalian
anggap paling sempurna?"
Lie Siauw Hiong menjawab: "Menurut pendapat
Boanpwee, bila hanya melihat sepintas lalu saja, mengenai
kepandaian meringankan tubuh yang sempurna, tampaknya
adalah milik Hui Taysu yang paling jempolan."
Peng Hoan Siangjin menjawab: "Menurut pendapatku
situa bangkapun demikian pula, tapi dengan melihat
pertempuran tempo hari antara 'Tiga Dewa Diluar Dunia'
dengan 'Heng-hoo-sam-hut' apakah kau dapat melihat hal-
hal yang aneh?" Lie Siauw Hiong berkata: "Boan-pwee merasa tiga
manusia asing itu sungguh mempunyai ilmu meringankan
tubuh yang sempurna sekali, karena mengenai kecepatan


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka jika dibandingkan dengan Hui Taysu, tampaknya
mereka lebih tinggi satu tingkat, bukankah begitu?"
Peng Hoan Siangjin menjawab dengan penuh kegirangan: "Bocah, kau sungguh cerdik sekali! Aku situa
bangka sejak kepergiannya Heng-hoo-sam-hut, terus
menerus aku memikirkan tentang ilmu meringankan tubuh
mereka yang sempurna itu. Aku hanya dapat menarik
kesimpulan, bahwa ilmu meringankan tubuh mereka itu jika
dibandingkan dengan tiap-tiap partai yang dari Tiong-goan,
masing-masing berbeda satu sama lain, hingga setelah
kumemikirkan setengah harian, akupun tidak dapat
memikirkan apa sebabnya mengenai perbedaan tersebut.
Tapi barusan setelah membaca buku ini, maka barulah
terbuka pikiranku." Leng Hong lalu turut campur mulut dengan berkata: "Isi
buku itu, apakah sama dengan apa yang dimiliki oleh
kepandaian ketiga orang asing itu?"
Peng Hoan Siangjinpun memuji sambil berkata:
"Kaupun ternyata bukan orang bodoh! Mari, mari, akan
kuceritakan sebuah cerita untuk kalian dengar."
Peng Hoan Siangjin lalu berkata: "Heng-hoo-sam-hut
adalah orang-orang asing yang memiliki kepandaian dari
partainya yang disebut Thian-tiok Mo-ka-pit-cong'. Partai
itu mengajarkan kepada murid-muridnya untuk belajar
dengan tekun seumur hidup. Mereka diwajibkan untuk
menyelidiki, memperdalam serta mengubah kepandaian-
kepandaian yang berarti dari partai mereka. Dengan
demikian, maka mereka dapat menghasilkan murid-murid
yang pandai-pandai sekali, tapi sesampainya pada ketiga
pendeta ini, maka mereka telah melalaikan berlatih dengan
tekun serta mengubah pula peraturan tersebut, hingga
mereka bukan saja ingin menjagoi diri dinegeri asal mereka,
malahan mereka sampai merembas ke Tiong-goan untuk
menjagoi pula kesana."
Oleh karena itu, dengan penuh kemarahan Lie Siauw
Hiong lalu berkata: "Hanya dikuatirkan, bahwa hal itu
tidaklah terlampau mudah bagi mereka."
Peng Hoan Siangjin lalu melanjutkan perkataannya:
"Heng-hoo-sam-hut ini seluruhnya menerima enam orang
murid, diantaranya yang paling, kecil adalah yang tempo
hari pernah ribut diruangan 'Bu-wie-thia', yaitu Kinlungo.
Diantara keenam orang muridnya itu, yang keempat adalah
seorang pendeta yang bernama Barus. Dia ini karena tidak
biasa melihat tindak-tanduk gurunya yang sering menyeleweng, sering-sering memberikan nasihat-nasihat
kepada gurunya, tapi gurunya itu bukan saja tidak
menghiraukan nasihat-nasihatnya, malah sebaliknya menjadi benci kepadanya, sehingga kepandaian yang hehat-
hebat tidak diturunkan kepadanya."
"Belakangan, pada satu kali ada seorang dari Thian-tiok
juga yang membawa sejilid buku pelajaran asli yang hebat
sekali kepada Heng-hoo-sam-hut, untuk minta penjelasan
dari pada isi buku tersebut, karena dia sendiri tidak
mengerti isi kitab tersebut. Ia mengharap dengan
bekerjasama berarti, bahwa Heng-hoo-sam-hut juga boleh
turut belajar dari buku itu, berhubung dia sendiri tidak
mengerti kepandaian silat sama sekali. Tapi buku dari
leluhurnya itu sesungguhnya mengandung pelajaran yang
hebat sekali. Dia telah berkelana kemana-mana, tapi tak
seorangpun dapat mengerti isi buku itu. Akhirnya dia
berkunjung kepada Heng-hoo-sam-hut. Begitulah mereka
mengadakan pertukaran cara belajar, yaitu Heng-hoo-sam-
hut mengajarinya berdasarkan isi buku tersebut, sedangkan
Heng-hoo-sam-hut pun dapat juga turut mempelajari isi
buku tersebut." Mendengar keterangan begitu, Lie Siauw Hiong dengan
tidak sabaran lalu berkata: "Bukankah buku itu yang kini
dibawa oleh Gouw Twako?"
Peng Huan Siangjin menyahut: "Benar, buku kecil ini
adalah ilmu pelajaran meringankan tubuh yang asli dan
bernama Tat-Mo Pit-kip (pelajaran asli ciptaan Tat Mo
Couwsu)." "Heng-hoo-sam-hut yang melihat buku tersebut, girangnya bukan buatan, karena inilah yang disebut pucuk
dicinta ulam tiba, mereka mana mau mengijinkan orang
lain dapat menjagoi di Thian-tiok pula" Begitulah mereka
bukan saja tidak mengajari ilmu tersebut kepada orang itu,
malahan dengan diam-diam mereka telah mencelakakannya
sehingga menemui ajalnya. Maka dengan matinya orang
itu, menjadi leluasalah mereka menguasai buku rahasia
yang mengandung pelajaran silat yang hebat itu."
Lie Siauw Hiong, lalu berkata: "Heng-hoo-sam-hut ini
dalam ilmu kepandaian silat benar-benar sudah mencapai
tingkat yang luar biasa sekali, tapi tidak disangka bahwa
tabiat mereka demikian rendahnya sehingga melebihi
daripada binatang yang paling berbisa dan hina. Hm, lain
kali bila mereka terjatuh kembali kedalam tanganku, pasti
sekali akan kubunuh mereka sekalian."
Peng Huan Siangjin lalu melanjutkan perkataannya:
"Perbuatan mereka ini diketahui pula oleh muridnya yang
keempat itu, Oleh karena dia tak dapat mencegah lagi
perbuatan gurunya, berhubung orang itu sudah mati, maka
diapun insyaf, bahwa gurunya mempunyai rasa dengki
terhadap dirinya. Dan karena dia sendiri tidak dapat
menyesuaikan diri dengan mereka, setelah dia berpikir-pikir
setengah harian, dia hanya mendapat suatu jalan keluar
saja, yaitu mengambil keputusan akan melarikan diri dari
mereka. Tapi bersamaan dengan itu, diapun berpikir,
sekarang saja guru dan para saudaranya sudah memiliki
kepandaian yang tinggi sekali, andaikata kelak isi buku
tersebut berhasil dapat dipelajari mereka semuanya,
bukankah keadaan mereka bagaikan macan-macan yang
tumbuh sayap saja, sehingga tak ada orang lagi yang dapat
kendalikan mereka" Oleh karena itu, tentunya kelak mereka
tak segan-segan pula melakukan segala kejahatan tanpa ada
orang yang dapat merintangi mereka. Maka pada suatu hari
dengan menggunakan kesempatan selagi mereka tidak
memperhatikannya, buru-buru dia melarikan diri sambil
membawa juga kitab Tat-mo Pit-kip itu.
"Perangai pendeta ini sungguh luhur sekali serta mulia,
dia mencuri buku tersebut bukanlah dengan maksud untuk
mencuri belajar dari isi buku itu, melainkan untuk
mencegah jangan sampai gurunya mencapai kepandaian
yang paling tinggi untuk melakukan kejahatan yang terlebih
hebat dikemudian hari. Selain daripada itu, diapun telah
bersumpah untuk tidak mencuri belajar dari buku itu.
Begitulah dia berdiam selama puluhan tahun di Tiong-goan,
sehingga Heng-hoo-sam-hut yang belum berhasil dapat
mencangkok seluruh isi kitab tersehut, mereka tidak berani
semharangan memasuki daerah Tiong-goan untuk menangkap murid mereka yang telah buron itu. Bocah,
cobalah kau terangkan, cara bagaimana kitab dapat terjatuh
kedalam tangan In Su-siok" Kau pasti dapat mengetahuinya." Leng Hong merasa sangat tertarik mendengarkan kisah
tersebut, hingga diapun segera menjawah: "In Couw-su
pada suatu hari bersua dengan pendeta itu yang tengah
dikeroyok oleh berapa orang. Couw-su lantas turun tangan
memberi pertolongan kepadanya. Dia sendiri karena
menderita luka-luka parah dan ketahui bahwa dirinya tidak
akan hidup terlebih lama pula, maka dengan perasaan
terharu lalu membalas budi Couw-su, dengan jalan
menghadiahkan buku pusaka itu. Sekianlah apa yang
pernah kudengar dari keterangan Couw-su."
Peng Hoan Siangjin lalu berkata pula: "Isi kitab ini
sesungguhnya memuat pelajaran yang hebat sekali. Heng-
hoo-sam-hut hanya sempat mempelajari separuhnya, hingga
mereka telah berhasil dapat mempelajari ilmu meringankan
tubuh yang amat sempurna. Tapi mengenai pelajaran
aslinya, mereka belum berhasil dapat mempelajarinya. Isi
kitab yang separuhnya lagi memuat pelajaran yang
terahasia dan tersulit, maka untuk mempelajari isi kitab
yang paling belakang ini, dibutuhkan latihan tenaga-dalam
yang telah mencapai kesempurnaan. Dan andaikata tempo
hari muridnya itu tidak mencuri kitab ini, Heng-hoo-sam-
hut belum tentu dapat mempelajarinya juga."
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong dengan suara
yang hampir berbareng lalu mengajukan pertanyaan: "Kau
orang tua barusan waktu mengejar kita, bukankah telah
menggunakan jurus paling akhir dari isi kitab tersebut?"
Peng Hoan Siangjin tidak menjawab, hanya secara
sekonyong-konyong saja dia berkata: "Bocah, tempo hari
Heng-hoo-sam-hut telah berjanji denganmu. Sekalipun hati
mereka sangat dendam, mereka tidak mempunyai muka
pula untuk memasuki daerah Tiong-goan, hanya muridnya
saja yang bernama Kinlungo, yang telah dikalahkan dalam
pertempuran diruangan Bu-wie-thia yang pasti takkan
merasa puas dan akan datang kembali menuntut balas
terhadapmu." Sesudah berkata demikian, tiba-tiba saja Peng Hoan
Siangjin tidak melanjutkan pula perkataannya. Sepasang
matanya tampak dikejapkan, dan sejurus kemudian barulah
dia berkata: "Bocah, coba kau perlihatkan kembali pelajaran
pendeta wanita bangkotan itu kepadaku sekali lagi."
Dalam pada itu Lie Siauw Hiong lalu menjalankan
keempat-puluh-sembilan jurus dari pelajaran yang dimaksudkan itu. Dan setelah selesai, tampak Peng Hoan
Siangjin tertawa dan berkata: "Pelajaran 'Kit-mo-pouw-hoat'
ini sekalipun kau tidak menjalankannya dengan betul,
akupun dapat mengetahui dimana letak kefaedahannya,
yaitu waktu menghadapi musuh, tipu ini benar-benar amat
lihay dan jitu sekali. Oleh karena itu, agak mengherankan
bahwa .." Leng Hong lalu menyelak: "Yang aneh itu dimana?"
Peng Hoan Siangjin lalu menjawab: "Ilmu meringankan
tuhuh cara Thian-tiok ini, dalam kecepatannya didunia ini
benar-benar sukar dicari bandingannya, hingga sekalipun
Kit Me Pouw Hoat masih tidak dapat menandinginya. Tapi
untunglah, bahwa Heng-hoo-sam-hut belum mempelajari
sampai sempurna, sehingga diwaktu berhadapan dengan
musuh, mereka belum dapat mengadakan perubahan
sekonyong-konyong yang cukup bervariasi. Demikian juga
halnya dengan tenaga dalam dari Heng-hoo-sam-hut itu.
Entahlah apakah sebabnya setelah mempelajari ilmu
kecepatan, mereka seolah-olah tidak memperhatikan lagi
perubahan-peruhahan yang bermacam ragam."
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hongpun merasa aneh
pula, kemudian Peng Hoan Siangjin melanjutkan
penuturannya: "Andaikata penglihatanku tidak salah, ilmu
meringankan dari Thiantiok ini masih mempunyai
kegunaan yang lain pula, kelak andaikata kalian berjumpa
pula dengan Heng-hoo-sam-hut, pastilah kalian dapat
membuktikan, bahwa apa kataku ini tidak bohong adanya ..
Baiklah, karena buku ini adalah milik kalian, maka akan
kuajarkan isi kitab ini kepada kalian pula."
Setelah orang tua itu menjelaskan sampai habis segala
rahasia yang terdapat dalam kitab tersehut, Lie Siauw
Hiong lalu menolehkan kepalanya melihat matahari yang
sudah doyong ke Barat, make buru-buru mereka berbangkit
sambil meminta diri dari orang tua itu, hingga Peng Hoan
Siangjin yang melihat kedua pemuda itu tampaknya sangat
gugup, diapun insyaf, bahwa mereka pasti mempunyai
urusan sangat penting yang hendak diselesaikan secepat
mungkin. Oleh karena itu, sambil tersenyum dia berkata:
"Mau pergi ya boleh pergi saja, aku situa bangkapun tidak
dapat menahan kalian lama-lama."
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong setelah memberi
hormat sebagaimana layaknya, lalu membalikkan badan
mereka dan berlari dengan secepat-cepatnya. Sementara
Peng Hoan Siangjin yang melihat mereka hanya tertawa
terkekeh-kekeh saja. Diatas perahu Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong
merencanakan terlebih dahulu akan naik kegunung Kong
Tong untuk merampas pulang pedang Bwee Hoa Kiam dari
tangan Li Gok, dan bersamaan dengan itu, mereka pun
hendak sekalian menantang kelima ahli partai-partai
tersebut, untuk memperhitungkan hutang lama mereka.


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sudah itu mereka boleh sekalian menyerep-nyerepi kabar
tentang Ah Lan dan Thio Ceng.
Setelah lewat sepuluh hari, dikalangan Kang-ouw tersiar
berita bahwa 'Bwee-hiang-sin-kiam' Lie Siauw Hiong dan
anaknya 'Tan-kiam-toan-hun' Gouw Ciauw In telah naik
keatas gunung Kong Tong untuk menentang Li Gok, tapi Li
Gok dengan tidak tahu malu telah menyembunyikan diri
tidak berani keluar menemui kedua pemuda gagah itu,
hingga dengan demikian, orang-orang diluaran menganggap, bahwa Li Gok yang mendapat gelar sebagai
ahli pedang sejagat, kini sudah tidak layak lagi dia akan
mempertahankan gelarnya terlebih lama pula.
Hal yang sesungguhnya ialah setelah berakhirnya
pertemuan dipuncak gunung Thay-san tempo hari, Li Gok
sudah menyembunyikan diri dan tidak berani menampakkan dirinya kembali dalam Rimba Persilatan.
Hal inipun diketahui oleh Hui Taysu, yang agaknya
mengetahui juga sebab-musabab mengapa ahli pedang
sejagat itu menyembunyikan dirinya.
(Oo-dwkz-oO) Musim dingin telah tiba, sedang angin utara yang tajam
menusuk tulang dan sumsum mulai berhembus ..
Partai Kong Tong yang memperoleh gelar nomor satu
sejagat dalam ilmu pedang yang terletak didaerah Sian-ciu,
seluruh puncak gunungnya ditutupi oleh lapisan es yang
berwarna putih, sehingga pemandangan tersebut sangat
memilukan sekali karena sepinya.
Mungkin juga karena letaknya agak tinggi, maka hawa
udara disitu terasa lebih dingin. Kemarin malam diatas
puncak gunung itu turun hujan salju besar sekali, sedangkan
kabut memenuhi udara, sampaikan keesokan harinya kabut
itu masih belum buyar seluruhnya. Tapi hari ini hujan salju
sudah mulai berhenti turun.
Kelenteng Ceng-goan-koan .. tempat asal-mulanya partai
ahli pedang sejagat berkembang, pada saat itu salju sudah
tertimbun tinggi sekali memenuhi tanah disekitarnya kuil
tersehut. Pagi-pagi buta, tampak sepasang anak muda yang
bermuka putih menyapu halaman dan tangga pintu kuil itu.
Hujan salju yang besar baru saja berhenti diatas puncak
gunung, salju itu tebal hingga mencapai satu meter. Kedua
anak muda itu memakai baju biru dan dengan penuh
semangat mereka menyapu salju, dan dengan melihat cara
mereka mengangkat tangan dan kaki, teranglah bahwa
mereka menggunakan tenaga yang cukup besar. Hal mana,
terbukti dengan beterbangannya salju-salju kemuka, karena
mereka ini terhitung sebagai murid-murid yang cukup
berbakat pula dari partai Kong Tong itu.
Keadaan disitu sangat sunyi. Tiap-tiap malam hujan
salju senantiasa turun, langit dingin dan bumi membeku,
hingga setiap makhluk berjiwa tidak berani keluar dari
tempat persembunyiannya. Seluruh pegunungan Kong
Tong sunyi senyap tidak terdengar barang sedikit suarapun,
selain suara sapu kedua anak muda yang sedang menyapu
lantai itu. Mereka berdua bekerja dengan rajinnya, hingga tidak
antara lama mereka telah menyapu satu jalan yang panjang
dan cukup luas. Melihat usia mereka, yang besaran
kelihatan berumur kurang lebih tiga atau empatbelas tahun,
sedangkan yang kecilan paling banyak baru berkisar
sepuluh tahun kurang lebih. Kedua hocah ini sifatnya
kekanak-kanakannya masih belum lenyap, dan setelah
menyapu kembali sebentar, mereka serentak menghentikan
sapu mereka, kemudian yang kecilan terdengar berkata:
"Ceng Hong-ko, aku tidak mau menyapu lagi ah .."
Orang yang disebut Ceng Hong-ko dengan sembarangan
lalu menjawab: "Melihat cuaca, tidak sampai tengah hari
pasti akan turun hujan salju pula, hingga capai lelah kita
akan sia-sia belaka .." Sambil berkata begitu, ia lalu
menunjuk kelangit yang tampaknya mendung.
Bocah yang kecilan itu lalu berkata: "Bila demikian
halnya, buat apa kita nyapu lagi?"
Ceng Hong lalu menjawab: "Memang akupun berpendapat demikian juga. Marilah, Beng Goat-tee, sudah
lama kita tidak melatih ilmu silat kita. Pada beberapa hari
yang lalu aku dengar Cu-kat Siok-siok telah memberi
petunjuk-petunjuk tentang ilmu pukulan Tui-in-kun kepadamu .." Orang yang disebut Cu-kat Siok-siok itu meski tidak
dijelaskan lagi, sudah tentu bukan lain daripada murid
kepala ahli pedang nomor satu dikalangan persilatan Li
Gok, yaitu Cu-kat Beng. Beng Goat tidak tunggu sampai Ceng Hong habis
berkata-kata, dia segera menyelak dan mendahului
memotong perkataan kawannya: "Benar, benar, Tui-in-kun
.. ih .." Perkataannya itu belum lagi habis diucapkan, ketika
butiran airmatanya sudah menetes jatuh, itulah sebabnya
mengapa dia tadi menyebut 'ih'.
Ceng Hong merasa heran dan lalu dengan suara yang
nyaring dia bertanya: "Kenapa?"
Beng Goat lalu menunjuk kearah kuil mereka sambil
berkata: "Koko (kakak), coba kau lihat, siapakah gerangan
yang telah mengirimkan surat undangan dengan jalan
menempelkan itu pada tiang penglari diatas kuil kita itu?"
Ceng Hong segera memandang kearah yang ditunjuk
oleh Beng Goat, dan benar saja diatas tiang penglari kuil itu
terpancang sehelai surat undangan. Karena kedua orang ini
tidak tahu apa yang harus diperbuat mereka, maka dengan
cepat mereka lari masuk kedalam untuk mengabarkan
peristiwa itu kepada ketua mereka.
Sebelum lari masuk, Ceng Hong terlebih dahulu
mendekati kebawah tiang penglari, dimana dengan cermat
dia perhatikan surat undangan itu, yang ternyata dibungkus
dengan sehelai kertas merah yang tampak menyolok sekali
diantara warna salju yang putih itu.
Tampaknya surat undangan itu telah ditempelkan orang
pada kemarin malam. Disekitar kuil Ceng Goan Kwan ini
sebenarnya penuh dikelilingi oleh para murid partai Kong
Tong yang tinggi-tinggi ilmu kepandaiannya, tapi tak
seorangpun yang dapat memergoki ada orang yang naik
keatas gunung mereka dan menempelkan sekali surat
undangan itu, hingga dengan ini, sudah jelaslah betapa
lihainya ilmu kepandaian pengirim surat undangan itu.
Ceng Hong dengan hati-hati lalu menurunkan surat
undangan tersebut, sedang Beng Goat dengan tidak sabaran
lalu berkata dengan suara nyaring: "Koko, permainan
apakah itu?" Ceng Hong tampak menggeleng-gelengkan kepalanya
sambil berkata: "Benar saja, inilah sepucuk surat undangan.
Orang lain telah menyampulnya dengan hati-hati, maka
lebih baik kita jangan coba merobeknya dan segera
menyerahkannya kepada Cu-kat Siok-siok untuk diperiksa
apa bunyinya." Sesudah berkata begitu, lalu dituntunnya tangan Beng
Goat akan diajak masuk kedalam kuil.
Hampir dalam saat itu juga tampak dihadapan mereka
berkelebat satu bayangan orang yang segera membentaknya: "Ceng Hong, Beng Goat, pagi-pagi sekali
kalian telah meribut tidak keruan" Menyapu belum lagi
selesai, tapi mengapa kalian sudah berlaku malas-malasan
dan main-main saja?"
Berbareng dengan habisnya perkataan tersebut, maka
dihadapan mereka tampak seorang pemuda umur
duapuluh-tujuh atau duapuluh-delapan tahun yang berdiri
menghadang dijalan, hingga Ceng Hong dan Beng Goat
yang melihatnya, dengan suara hampir berbareng lalu
berkata: "Ie Siok-siok, lekas lihat .."
Orang she Ie ini ternyata bukan lain daripada Ie It Hui
adanya. Ie It Hui sendiri dengan tertawa-tawa lalu berkata:
"Lihat apa sih?"
Sambil berkata begitu, tangannya terus saja disodorkan
untuk menyambuti surat yang diberikan oleh Ceng Hong
itu, yang kemudian dengan laku yang hati-hati sekali lalu
dirobeknya sampulnya dan bertanya dengan muka berubah:
"Ceng Hong, dari manakah kau dapatkan surat ini?"
Ceng Hong belum lagi menjawab, ketika Beng Goat
sudah mendahuluinya berkata: "Surat undangan ini telah
didapatkan dari tiang penglari diatas pintu kuil kita."
Ie It Hui hanya mengeluarkan suara jengekan dari
lubang hidung saja, kemudian dia berkata: "Kalian boleh
pergi menyapu kembali."
Sehabis berkata demikian, lalu dia tinggalkan kedua
bocah tersebut dengan langkah tergopoh-gopoh, dengan
cepat dia masuk kedalam sebuah kamar dan berseru: "Toa-
suheng, toa-suheng .."
Dengan gencarnya dia mengetuk-ngetuk pintu kamar
suhengnya, sehingga perbuatannya ini telah mengejutkan
rekan-rekannya, karena selain pada saat itu mukanya
tampak sangat gugup, diapun tidak menghiraukan
pertanyaan rekan-rekannya. Dan begitu pintu kamar
dibukakan oleh Cu-kat Beng, buru-buru dia masuk
kedalam, sambil dengan cepat mengangsurkan surat
undangan tersebut pada suhengnya: "Lie Siauw Hiong telah
mengirimkan kita surat undangan ini. Dia akhirnya dapat
menemui tempat kediaman kita!" katanya.
Cu-kat Beng segera menyambuti surat undangan itu yang
ternyata berbunyi: "Bu-lim angkatan terakhir Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng
Hong dengan jalan ini minta bertemu dengan Li Gok. Mengenai
peristiwa berdarah yang telah dialami oleh Tan-kiam-toan-hun
Gouw Ciauw In diair terjun dan pengeroyokan yang terjadi atas
diri Chit-biauw-sin-kun di Ngo-hoa-san, kini kita berpendapat
sudah tiba saatnya untuk diselesaikan. Hutang jiwa serta sakit
hati ini akan kita tagih sebagai pihak yang berhak untuk
melakukan tuntutan tersebut. Oleh karena itu, kami menantikan
kedatangan bapak dipuncak gunung Ngo-hoa-san tepat pada hari
kelimabelas penanggalan Imlek. Maka sebagai seorang tokoh yang
terkemuka dalam kalangan persilatan, bapak pasti akan datang
untuk menunggu kedatangan kami disana pada waktu, tempat
dan hari yang telah kami sebutkan itu."
Tertanda: Lie Siauw Hiong dan Gouw Lang Hong."
Cu-kat Beng setelah membaca habis bunyi surat
undangan itu, lalu berkata pada Ie It Hui: "Gouw Leng
Hong ini pastilah anak Gouw Ciauw In itu, yang bersama
guru kita memang mempunyai perhitungan hutang jiwa,
maka urusan ini tak dapat tidak mesti selekas mungkin
dikabarkan kepada guru kita!"
Ie It Hui lalu berkata: "Suhu baru saja setengah bulan
yang lampau menutup pintu, mana boleh kita sembarangan
mengganggunya?" Cu-kat Beng termenung sebentar, kemudian menggelengkan kepalanya sambil berkata: "Tidak, urusan
ini terlampau penting sekali sifatnya."
Ternyata Li Gok setelah menghadiri pertemuan
dipuncak gunung Thay-san dan kena dikalahkan oleh
musuhnya, hatinya menjadi putus asa dan semangatnya
runtuh, hingga diapun insyaflah bahwa dirinya telah
mengikat banyak sekali musuh yang tangguh, yang pasti
kelak akan datang untuk menuntut balas. Lebih jauh,
sehagai salah seorang Ciang-bun-jin (ahli waris suatu
partai), tentu saja namanya sangat terkenal. Maka kalau ada
lawan yang datang menantangnya, sudah tentu dia tak
dapat menutup pintu untuk tidak melayaninya. Oleh karena
mempunyai perhitungan tersebut, maka dia telah bertekad
bulat dengan menutup pintu untuk berlatih pula dengan
tekunnya, bersiap-siap untuk menghadapi lawan yang akan
mencari serta hendak menuntut balas kepadanya.
(Oo-dwkz-oO) Jilid 43 Li Gok yang cukup cerdik, mula-mula ketika mendengar
bahwa pada sarung sebuah pedang kuno ada tertera
pelajaran asli ciptaan orang aneh yang disebut pelajaran
'kun-goan-sam-coat', halmana telah terjadi pada limabelas
tahun yang lampau tatkala dia bertempur diatas puncak
gunung Ngo-hoa-san dengan Bwee San Bin, tapi karena
pada saat itu dia merasa terlampau girang, maka dengan
lengahnya dia telah meninggalkan sarung pedang itu,
sehingga akhirnya sarung pedang itu diketemui oleh salah
seorang murid partai pengemis. Halmana, sudah barang
tentu dia merasa tidak rela melihat barang itu terjatuh
kedalam tangan lain orang. Begitulah seterusnya, baik
secara terang-terangan maupun secara dibelakang layar, dia
berusaha untuk mendapatkan kembali sarung pedang itu
dari partai pengemis, dengan dia sendiri sebagai ahliwaris
sebuah partai besar, tidak dapat turun tangan sendiri untuk


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengambilnya. Oleh karena itu, dia hanya dapat mengirimkan murid-
muridnya saja, tapi siapa duga bahwa mereka itu bukanlah
tandingan kedua saudara she Kim, maka dia bersekutu
dengan kawan lamanya yaitu Kouw-loo-it-kway Ang Ceng,
yang dengan amat cerdiknya telah dipancingnya keluar dari
tempat persembunyiannya untuk mewakilkan dirinya
mengambil sarung pedang tersebut. Halmana, ternyata
semuanya telah dapat diaturnya dengan beres, karena
diapun berpendapat, bahwa dengan kepandaian yang
dimiliki Ang Ceng, yang tempo hari bertempur sehingga
ratusan jurus dengan Bwee San Bin, barulah akhirnya dia
kena dikalahkan. Maka setelah sekali ini dia melatih dirinya
lebih lanjut, ia merasa pasti tak akan sampai terkalahkan
pula. Akan tetapi sungguh tidak dinyana, bahwa sekali ini
Ang Ceng telah bertemu dengan ahliwaris Bwee San Bin,
yaitu Lie Siauw Hiong, dan tatkala mereka telah bertempur
dengan serunya, akhirnya lagi-lagi Ang Ceng telah
menderita kekalahan yang getir sekali dirasakannya.
Sementara Li Gok yang melihat tipunya tidak berjalan
seperti apa yang dikehendakinya, tidak terasa lagi jadi
merasa sangat terkejut, dan setelah mengetahui bahwa
dirinya sendiripun bukan lawan setimpal dari Lie Siauw
Hiong, maka ia telah mencuri pedang Bwee Hiang Sin
Kiam, yang lalu dibawanya balik kembali ke Kong Tong.
Dia mengira bahwa perbuatannya ini tidak meninggalkan jejak sesuatu, tapi dia lupa dia telah
meninggalkan bekas pada pedangnya sendiri yaitu pedang
Ie-hong-kiam diatas dinding tembok, sehingga ini dapat
diketahui oleh Lie Siauw Hiong, yang pada belakang ini
dari tempat yang ribuan lie jauhnya terus saja mengejar-
ngejar kepadanya. Sesampainya diatas gunung Kong Tong San, dia ketahui
bahwa ilmu 'Kun-goan-sam-coat' itu tak mungkin pula
dapat diperolehnya, tapi sungguh tidak disangka-sangka,
bahwa dia telah berhasil dapat menemukan pelajaran asli
yang disebut Siang-ceng-kie-kang.
Pelajaran ini adalah ciptaan selama dua ratus tahun
terakhir dari partainya, pada waktu itu adalah murid
keturunan ketujuh yang bergelar It Ceng Too-jin, dan dialah
yang telah menciptakan pelajaran tersebut, yang kemudian
diperkembangkannya sehingga partainya menjadi naik
kembali pamornya dan pada suatu saat mencapai jaman
keemasan yang gilang-gemilang. Halmana, telah membuat
para tetangganya merasa iri hati. Begitulah akhirnya datang
tujuh pendekar aneh yang disebut Tay-liang-chie-kie,
bersama-sama mereka bertujuh It Ceng naik keatas gunung
Kong Tong, dan karena mereka tidak dapat kata sepakat,
akhirnya mereka jadi bertempur dengan It Ceng Tojin
diruangan kuil Ceng-goan-kwan.
It Ceng Tojin dengan diam-diam telah menggunakan
pelajaran ciptaannya ini, dengan mana dia berhasil telah
dapat menjatuhkan ketujuh lawannya itu, sehingga
akhirnya pelajaran yang disebut 'Siang-ceng-kie-kang' ini
menjadi terkenal sekali. Siapa tahu sekonyong-konyong saja timbal suatu
peristiwa yang amat menggemparkap, yaitu sejak terjadinya
pertempuran dengan Tay-liang-chit-kie, It Ceng dalam
pengembaraannya dalam Rimba Persilatap telah lenyap
entah kemana perginya, hingga ini menyebabkan pelajaran
tersebut menjadi terputus sampai disitu. Tetapi akhirnya
dengan tidak disangka-sangka Li Gok telah berhasil dapat
menemukannya, hingga ini telah membuat hatinya girang
bukan kepalang. Oleh karena itu segera juga dia menutup pintu untuk
dengan tekunnya mempelajari isi kitab ilmu Siang-ceng-kie-
kang itu, hingga diwaktu Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng
Hong berdua naik keatas gunung, mereka tidak berhasil
menjumpainya, sekalipun hanya bayangannya Li Gok saja.
Selama menutup pintu untuk melatih diri, dia telah
mengeluarkan larangan, bahwa siapapun tidak boleh
mengganggunya, dan itulah sebabnya mengapa Ie It Hui
tidak segera menyampaikan surat undangan itu, berhubung
kuatir akan perbuatannya itu mengganggu kepada gurunya.
Tetapi Cu-kat Beng yang menganggap peristiwa ini suatu
kejadian yang penting sekali sifatnya, akhirnya telah
bersedia akan memberitahukan peristiwa ini kepada
gurunya. Diatas puncak gunung itu salju baru saja berhenti turun,
kabut masih sangat tebal, begitupun suasana disitu sangat
tenteram dan damai, sehingga siapapun tidak pernah
menyangka, bahwa bahaya besar tengah mengancam diri
Ciang-bun-jin dari partai Kong Tong itu.
Hampir dalam bulan itu juga, hanya terpisah lima atau
enam hari saja lamapya, Cek Yang Tojin diatas gunung Bu
Tong San juga telah menerima surat undangan pula, hanya
pengirimnya saja yang berbeda.
Dalam surat undangan yang bersampul merah itu, isinya
ditujukan langsung kepada Cek Yang Tojin pribadi, kata-
katanya begitu menusuk, sehingga membuat Cek Yang
yang belum sembuh dari luka-lukanya, hatinya gugup
bukan kepalang. Karena harus diketahui, bahwa Cek Yang
sebagai seorang ahli waris dari partainya, sebenarnya
terhadap orang lain jarang sekali dia berlaku jujur, dan
diwaktu mengetahui bahwa lawannya hendak mencari
kepadanya, hatinya jadi cemas, karena dia sendiri telah
menginsyafi, bahwa dia bukau lawan yang setimpal dari
penantangnya itu. Akan tetapi, karena orang sudah
mengirim tantangan kepadanya, sebagai ketua suatu partai,
dimana kedudukannya dipandang amat tinggi, cara
bagaimanakah dia harus menolak untuk melayani
tantangan lawannya itu"
Dia sendiri telah dapat mengira-ngira tentang kekuatan
yang dimilikinya, yang jika dipergunakannya untuk
berlawanan dengan Lie Siauw Hiong, sudah barang tentu
bagaikan telur yang ditumbukkan pada batu, hingga
didalam hatinya timbul rasa cemas yang telah membuat
semangatnya beku dan tak bernapsu akan bertanding, dan
tatkala teringat akan peristiwa berdarah pada limabelas
tahun yang lampau itu, hatinya jadi sangat menyesal atas
kesemberonoanya itu. Tapi kini waktu itu telah lewat,
hingga segala akibat dari perbuatan-perbuatannya yang
lampau itu harus dipikulnya tanpa banyak mengeluh pula.
Oleh karena itu, dengan tidak terasa lagi ia jadi
mengelus-elus surat tantangan bersampul merah itu, dengan
menghela napas panjang. Peristiwa tersebut telah terjadi didaerah Su-cuan, dengan
masa kejadiannya adalah dimusim dingin ..
Didaerah Su-cuan dibawah aliran sungai Bin-kang,
terdapat sebuah kali kecil yang bernama Bwee-kee, yang
airnya bersumber dari gunung, yang kemudian mengalir
kesebuah tanah datar, yang bernama See Liong Peng.
Disekitar daerah tersebut jumlah penduduknya amat
sedikit, hingga daerah itu merupakan tempat yang terpencil
dari dunia luar. See Liong Peng ini merupakan sebuah tanah datar yang
bundar dan luasnya kurang lebih hanya satu lie, tapi
disepanjang aliran sungai Bwee-kee sehingga beberapa lie
jauhnya, terdapat sebuah tempat yang istimewa, karena
pohon-pohon yang tumbuh disitu hanya terdiri dari
gerombolan pohon-pohon Bwee putih dan merah yang
sudah ribuan tahun tuanya, dengan tiada terdapat barang
sebatangpun pohon-pohon yang lainnya.
Pada waktu itu adalah tepat dimusim dingin. Angin
utara yang sangat tajam seolah-olah menusuk tulang-tulang
dan sumsum dengan amat ganasnya. Dalam hawa udara
yang luar biasa dinginnya itu, cabang-cabang pohon Bwee
yang berdiri tegak dengan megahnya, tampak berbunga
dengan lebat dan indah, dengan baunya yang halus harum
semerbak dibawa siliran angin lalu. Sedang salju yang
beterbangan diudara, sewaktu jatuh kebumi, titik-titik salju
yang jatuh diatas bunga-bunga Bwee yang berwarna merah
dan putih itu merupakan suatu panorama yang indah sekali.
Pada keesokan harinya langit mendung dan sama sekali
tiada tampak cahaya matahari. Maka dengan melihat
keadaan cuaca, pasti salju akan turun kembali. Dijalan-jalan
keadaan sangat sunyi senyap, sehingga selama beberapa
saat lamanya, tidak tampak barang satu manusiapun yang
keluar mondar-mandir dijalanan pada waktu begitu.
Dibawah siliran angin utara yang dingin dengan
menyiarkan bebauan bunga Bwee, dari kejauhan tampak
mendatangi dua orang laki-laki.
Siapakah gerangan orang-orang yang sepagi itu sudah
mengejar-ngejar waktu berjalan tanpa menghiraukan
dinginnya hawa udara disaat itu"
Pelahan-lahan kedua orang itu mendatangi semakin
dekat, sehingga akhirnya tindakan kaki mereka dapat
didengar dengan tegas sekali.
Dalam pada itu, dari sebuah rumah gubuk yang terletak
disebelah kanan jalan tiba-tiba terdengar terkuaknya pintu
rumah, dari dalam mana muncul seorang laki-laki tua yang
janggutnya sudah memutih bagaikan salju, rambutnya
sudah jarang sehingga kepalanya tepat juga bila dikatakan
sudah gundul karena licin mengkilap tampaknya, mukanya
berkisut-kisut. Dengan ini, teranglah bahwa orang itu sudah
tua sekali, tapi tindakannya masih gagah bagaikan seorang
yang pandai silat saja. Orang tua itu seakan-akan mendengar ada orang yang
jalan kearahnya, maka begitu disingkapnya tirai pintunya,
lalu dia melongok keluar, dimana benar saja, dibalik kabut
yang tebal, samar-samar kelihatan mendatangi dua orang
yang menghampiri dengan tindakan cepat kejurusannya.
Orang tua itu yang mukanya sudah berkerisut meski
usianya sudah lanjut, tapi pandangan matanya sangat tajam
bagaikan mata burung elang, hingga dengan hanya
memperhatikan sekejap mata saja lamanya, ia telah dapat
mengenali orang dan lalu dengan suara nada yang gembira
ia memanggil: "Hiong-jie .."
Kedua orang itu setibapya dimuka pintu rumah tersebut,
segera dengan berbareng menjatuhkan diri berlutut
dihadapan orang tua itu sambil memanggil: "Bwee Siok-
siok .." Sesungguhnyalah bahwa orang tua ini adalah seorang-
orang yang pada dua-puluh tahun yang lampau telah
menggemparkan dunia Kangouw ditanah Sin-ciu yang
terkenal dengan nama julukan Chit-biauw-sin-kun Bwee
San Bin. Sedang kedua pemuda itu bukan lain daripada
Gouw Leng Hong dan Lie Siauw Hiong adanya.
Bwee San Bin tertawa bergelak-gelak sambil berkata:
"Lekas berdiri! Hiong-jie, yang ini apakah bukan Gouw
Hian-tit?" Kedua orang anak muda itu serentak berdiri, kemudian
Gouw Leng Hong manggutkan kepalanya mengiakan atas
pertanyaan orang tua itu.
Bwee San Bin lagi-lagi tertawa mengakak sambil berkata:
"Haha, ternyata Gouw Hian-tit sangat pandai sehingga
melebihi ayahmu almarhum. Kini sekalipun ayahmu yang
sudah berada dialam baka menyaksikan kepandaianmu ini,
pastilah beliauwpun akan merasa puas. Tampaknya kalian
sudah letih dan belum lagi makan pagi. Oleh karena itu,
maka janganlah lama-lama berdiri dimuka pintu ini. Mari,
masuklah kalian .." Sehabis berkata begitu, orang tua itu segera mendahului
masuk kedalam, dengan Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng
Hong mengikutinya masuk belakangan.
Gouw Leng Hong yang sejak masih kecil sudah ditinggal
mati oleh kedua orang tuanya, boleh dikatakan nasibnya
sangat malang. Jika dia sedapg kesusahan, tiada seorangpun
yang dapat menghiburnya. Tapi karena dia sendiri gemar
sekali menuntut ilmu, maka kesusahannya itu, ada kalanya
dapat juga dikesampingkan, karena didalam hati ia bertekad
bulad untuk menuntut balas atas kematian orang tuanya.
Tapi sejak dia turun gunung dan berjumpa dengan Lie
Siauw Hiong yang berhati tabah, dengan siapa akhirnya ia
telah mengangkat saudara angkat dan karib sekali
perhubungannya sejak dua tahun yang lampau itu, boleh
dikatakap sekalipun masa berpisah mereka lebih banyak
daripada masa berkumpul, ia selalu mendapat dorongan
dari Lie Siauw Hiong yang memberi semangat, sehingga dia
merasa terhibur dan pulih kepercayaannya atas kemampuan
dirinya sendiri. Sekalipun Bwee Siok-sioknya hanya berkata-kata
beberapa patah saja, tapi terang sekali bahwa dia
menunjukkan perasaan kasih sayangnya yang dalam sekali,
sehingga atas kebaikan orang tua itu. Lie Siauw Hiong
sampai meneteskan airmata dengan hampir tak terasa pula.
Bwee San Bin mengetahui jelas lubuk hati pemuda itu,
maka dengan tersenyum dia berkata: "Kalian kini
darimana" Tampaknya kalian datang dengan tergopoh-
gopoh sekali. Maka menurut aku situa bangka, paling
sedikit kalian telah menempuh perjalanan sejauh empat
atau lima lie jauhnya."
Lie Siauw Hiong segera mengetahui, bahwa orang tua
itu marasa tertarik sekali oleh kepribadian Gouw Leng
Hong, maka dengan cepat diapun menjawab: "Kami
memang benar baru kembali dari Bu-tong-san dan buru-
buru datang kemari .."
Sehabis berkata begitu, lalu dia terangkan kisah
perjalanannya sejak berpisah dengan orang tua itu.
Sementara Gouw Leng Hongpun yang seakan-akan
sangat tertarik dengan cerita sipemuda kawannya itu, maka
ada kalanya bila pada suatu bagian yang Lie Siauw Hiong
terlupa atau terlompat ceritanya, tidak lupa Gouw Leng
Hong menambahkannya untuk melengkapi cerita Siauw
Hiong yang dituturkannya dihadapan orang tua itu.


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan tatkala Bwee San Bin mendengar bahwa pedang
'Bwee Hiang Kiam' telah kena dicuri oleh Li Gok, tidak
terasa lagi dia menjadi sangat gusar, sehingga ia memaki
kalang kabutan atas diri Li Gok yang menjadi musuh
besarnya. Tapi pada waktu dia mendengar kisah
pertempuran sipemuda diruangan 'Bu-wie-thia' melawan
orang asing sehingga akhirnya dia mencapai kemenangan
yang gilang-gemilang, Bwee San Bin jadi begitu gembira
sehingga ia bersorak dengan perasaan hati yang amat puas.
Ternyata kabar itu cepat sekali tersiarnya dalam Rimba
Persilatan, hingga nama julukan 'Bwee-hiang-sin-kiam' itu
menerbitkan kegemparan sangat besar dikalangan Kang-
ouw. Halmana, telah membuat Chit-biauw-sin-kun yang
mendengarnya senang tidak terkira. Dan bersamaan dengan
itu, diapun merasa terhibur berhubung capai lelahnya
ternyata tidak sia-sia adanya.
Tatkala Lie Siauw Hiong menceritakan, kisahnya
dipulau Siauw Ciap Too, dimana dia telah bertempur
dengan bangsa asing dan dimana Tiga Dewa Diluar Dunia
telah saling bertempur dengan dahsyatnya dengan Heng-
hoo-sam-hut, bagaimana Bu Heng Seng menemui peristiwa
aneh yang akhirnya telah tertolong berkat bantuan rekan-
rekannya, Bwee San Bin bukan main merasa terkejutnya.
Karena diapun menginsyafi, bahwa sekalipun dimasa
mudanya, belum tentu dia dapat menandingi bangsa asing
tersebut, hingga tanpa terasa lagi mulutnya telah menyebut:
"Heng-hoo-sam-hut".
Bwee San Bin sambil tertawa girang memandang kepada
kedua pemuda itu sambil mengusap-usap janggutnya, maka
dalam keadaan hati gembira yang tidak kepalang kemudian
dia bertanya: "Gouw Hian-tit, kau paling belakang juga
telah menemui peristiwa yang aneh, terutama terhadap
pelajaran kitab asing yang memuat pelajaran meringankan
tubuh yang hebat sekali. Apakah kau tidak keberatan untuk
memperlihatkan kepandaianmu itu?"
Gouw Leng Hong meluluskan dan lalu sambil bangun
berdiri dia keluar kepekarangan dimuka gubuk Bwee San
Bin. Sipemuda yang sudah mendapat penerangan jelas dari
Peng Hoan Siangjin dipulau Toa Ciap Too cara bagaimana
ilmu meringankan tubuh itu harus dipraktekkannya.
Dan benar sekali bahwa pelajaran meringankan tubuh
bangsa asing itu memang sangat aneh sekali. Kaki Leng
Hong yang terpisah dengan bumi hanya setengah meter saja
tingginya, ternyata tubuhnya begitu ringan laksana terbang
dan bergerak dengan cepatnya bagaikan terbang diudara,
hingga kecepatan itu sangat mengejutkan orang dan sukar
dipercaya bagi orang yang belum pernah menyaksikan ilmu
tersebut dengan mata kepalanya sendiri. Karena begitu
tubuhnya bergerak, ternyata Leng Hong sudah berhasil
dapat melompat sejauh tujuh atau delapan tombak jauhnya.
Bwee San Bin yang menyaksikan dengan mata kepala
sendiri akan kecepatan Gouw Leng Hong dalam ilmu
silatnya, tidak terasa dia menyebut: "Bagus sekali!"
Harus diketahui bahwa kepandaian Keng-sin-kang Bwee
San Bin sendiri sudah terhitung dalam golongan cabang
atas sekali, hingga dengan ciptaannya sendiri pelajaran yang
diberi nama 'Am-hiang-liang-eng' dalam kalangan Rimba
Persilatan sudah jarang menemui tandingan, tapi tidak
disangka ilmu dari orang asing itu dapat melebihi
kemampuannya. Chit-biauw-sin-kun setelah berdiam diri sejurus lalu
berkata: "Pada saat ini jika membicarakan tentang
kepandaian Keng-sin-kang adalah Hui Taysu dengan
kepandaiannya yang disebut 'Kit-mo-sin-pouw' adalah yang
paling lihay, tapi dalam hal membicarakan tentang gerak
kecepatannya, barangkali dia tak dapat menandingi
kepandaian bangsa asing tersebut."
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong dengan serentak
menyatakan benar sambil manggutkan kepala mereka,
karena tempo hari Peng Hoan Siangjin pernah berkata
demikian pula. "Dahulu ketika aku berkelana dikalangan Kang Ouw,"
kata orang tua itu pula, "akupun pernah mendengar kabar
angin yang menyatakan, bahwa di Thian-tiok terdapat suatu
kepandaian yang hebat sekali, tapi aku tidak sampai melihat
dengan mata kepala sendiri. Dan setelah sekarang aku
menyaksikan dengan mata kepala sendiri, barulah aku
percaya, bahwa kabar angin tersebut bukanlah bohong
adanya." Ketiga orang ini setelah bercakap-cakap sebentar
kemudian Lie Siauw Hiong lalu berkata: "Kedatangan
Teecu dengan Gouw Twako sekali ini, adalah ingin
mengundang Bwee Siok-siok sebagai .."
Bwee San Bin tercengang, tapi dengan serta merta dia
menjawab: "Bagus! Kalian ternyata tidak pernah melupakan
penghinaan terhadap orang tuamu yang mereka peroleh
dari lawan-lawannya, dan perkara yang sudah lampau
selama sepuluh tahun ini, aku pikir harus diputuskan
dengan segera penyelesaiannya .."
Lie Siauw Hiong turut menimbrung: "Sekali jalan kami
telah mengirimkan surat undangan ke Kong Tong dan Bu
Tong, menjanjikan mereka pada waktu rembulan terang
tanggal lima belas nanti, untuk saling bertemu digunung
Ngo-hoa-san." Mendengar hal itu, Bwee San Bin hanya manggut-
manggut saja. "Dari sini menuju ke Go Bie," Lie Siauw Hiong
melanjutkan bicaranya, "jaraknya tidak seberapa jauh,
maka hari ini biarlah kami pergi kesana untuk sekali
mengundang juga pada Kouw Am Hweeshio."
Bwee San Bin sangat terharu mendengar perkataan
pemuda itu. Dia tak mau menjawab apa-apa, selain lagi-lagi
manggutkan kepalanya. Dengan adanya urusan ini, Lie Siauw Hiong tidak mau
membuang-buang waktu dengan percuma, hanya bersama
Gouw Leng Hong lantas pergi kegunung Go Bie. Dengan
mengandal kepada kepandaian mereka, dengan cepat dapat
sampai kesana, dimana mereka tidak perdulikan bahwa
disana, dikuil Sam Ceng Too Kwan, terdapat banyak sekali
jago-jagonya. Tiam Cong terpisah jauh dari situ, mereka tidak keburu
pergi kesana, Sebenarnya terhadap Lok-eng-kiam Cia Tiang
Kheng mereka menaruh perindahan pula, karena dia
terhadap Lie Siauw Hiong mempunyai kesan-kesan yang
baik. Dia akan cukup tahu sekalipun tidak dikirimkan surat
undangan, berhubung kawananya pasti akan mengundang
juga kepadanya. Pulang balik tepat makan perjalanan satu hari penuh.
Setelah dihitung-hitung, mereka berpendapat bahwa
perjalanan ke Ngo-hoa-san akan cukup waktunya dalam
tempo dua hari saja lamanya. Oleh karena itu, sambil
menyewa sebuah kereta yang cukup luas untuk Bwee San
Bin naik, mereka bertiga lalu menuju kegunung Ngo-hoa-
san. Gunung ini terpisah tidak jauh dari situ. Mereka bertiga
yang naik kereta, disepanjang jalan melihat-lihat pemandangan alam yang indah dimusim dingin. Sekalipun
gunung Ngo-hoa-san terletak dibagian sebelah Selatan, tapi
karena letak gunung itu cukup tinggi, lagi pula terdapat
jalan yang menanjak menuju kegunung tersebut, sehingga
salju yang turun itu melayang-layang memenuhi udara.
Ketiga orang itu mempunyai perasaan yang bersamaan,
yaitu mereka berpikir, bahwa dendam mereka pasti akan
terbalas dengan segera, hingga hati mereka merasa girang
dan wajar. Suara roda kereta menggelinding dengan kadang-kadang
disertai suara berbengernya kuda itu. Tatkala itu diatas
puncak gunung Tiam-cong berdiri seorang pemuda tampan
sambil menolak pinggang. Tampaknya dia tengah dirundung oleh kerisauan
hatinya, hingga sebentar-sebentar terdengar dia menghela
napas berat. Tangan kanannya memegang sesuatu yang
dibuat main pergi datang. Siapakah gerangan dia itu"
Dialah bukan lain daripada Lok-eng-kiam Cia Tiang Kheng
adanya. Dibawah sinar matahari, tampak barang yang dipegangnya itu memancarkan sinar kekuning-kuningan,
dan barang yang dipegangnya itu adalah sehelai kain sutera
kuning yang diatasnya tersulam lima patah perkataan 'Ngo-
kiam-cin-tion-goan' (lima pedang menggetarkan Tiong-
goan). Hanya kemarin malam saja Li Gok dengan menggunakan sembilan kuda jempolan telah mengirimkan
berita ini kepadanya, dan sekarang dia teringat akan
peristiwa yang lampau dan amat ruwet itu, hingga tidak
lama kemudian urusan ini sudah akan memperoleh
penyelesaiannya. Sepuluh tahun lehih yang lampau itu, dia secara tidak
disengaja telah melakukan kesalahan yang harus dibayarnya secara mahal sekali, hingga sekarang dia merasa
seperti ada ular yang selalu mengejar-ngejar kepadanya. Dia
ketahui apa maknanya ingatannya ini, tapi biar bagaimanapun dia tak berdaya untuk melenyapkan perkara
yang amat rumit ini. Dikaki gunung tampak rombongannya Lie Siauw Hiong
dengan laku yang tergopoh-gopoh mulai naik keatas
gunung, hingga ketika menampak hal itu, tidak terasa lagi
Cia Tiang Kheng jadi menghela napas pula. Dan waktu
memandang pada kereta yang menuju kearahnya, diapun
tahu bahwa didalam kereta itu terdapat seorang lawan
kerasnya, maka dengan segera dia melenyapkan diri dari
puncak gunung tersebut. Pohon-pohon Bwee tengah mekar sambil ditemani oleh
dua kawan akrabnya, yaitu pohon-pohon cemara dan
bambu, sedang daerah diluar kota Kun-beng tampak putih
diliputi oleh salju yang terserak dimuka bumi.
Diatas gunung Ngo-hoa-san hawa udara yang sangat
dingin seolah-olah menusuk tulang dan sumsum, hingga
keadaan disitu menunjukkan suasana yang mengharukan
sekali. Dibelakang gunung yang menjulang tinggi kelangit itu,
seakan-akan bersambung dengan awan gemawan diangkasa
raya. Hujan salju baru saja berhenti dipagi hari itu, langit
tampak cerah, hingga diatas langit kelihatan puteri malam
yang mulai menampakkan diri dengan bentuknya yang
bundar dan bersinar gilang-gemilang.
Diatas pegunungan yang sunyi senyap itu, dibawah
sebuah pohon pohon Bwee tampak berdiri tiga orang.
Mereka bertiga berdiri berendeng dengan teratur. Yang
berdiri ditengah-tengah adalah seeorang tua yang berambut
dan berjanggut putih bagaikan perak, mengenakan baju
panjang dan berdiri tegak diatas salju disekitar tempat yang
amat sunyi itu. Yang berdiri disisi kanan maupun kirinya adalah
pemuda-pemuda yang rata-rata berumur duapuluhan.
Mereka berwajah tampak sekali, bersemangat menyala-
nyala. Alis mereka bagaikan pedang, sedang bibir mereka
laksana delima merekah. Yang aneh adalah muka kedua pemuda ini seakan-akan
mengandung kedukaan serta kemurkaan yang amat sangat.
Dibelakang punggung mereka menggemblok pedang
masing-masing. Mereka bertiga berdiri diam membelakangi
pohon Bwee tanpa mengucap sepatah katapun.
Hawa udara yang demikian dinginnya itu, sampaikan
membuat burung-burung sama bersembunyi disarangnya
masing-masing dengan tak berani keluar. Dan sekalipun ada
yang keluar sarang, itulah hanya berapa ekor saja, lagi pula
mereka inipun tampaknya sudah hendak balik kembali
kesarang mereka pula. Keadaan disekeliling mereka tampak
sunyi senyap. Sang waktu sedetik demi sedetik telah berlalu, sipemuda
yang berdiri disebelah kiri tampaknya sudah agak tidak
sabaran, tangannya sambil memegang batu gunung ia
melongok kesebelah bawah dan lalu berkata: "Bulan sudah
hampir berada ditengah-tengah udara, mengapakah .."
Perkataannya ini belum lagi habis diucapkan, ketika
pemuda yang berdiri disebelah kanannya telah menyelak,
katanya: "Hiong-tee, janganlah engkau berlaku gugup tidak
keruan. Mereka adalah tokoh-tokoh yang terkenal dan pasti
tak akan menebalkan muka dengan tidak berani munculkan
diri." Tak usah dikatakan lagi, ketiga orang ini bukan lain
daripada Bwee San Bin, Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hong adanya. Lie Siauw Hiong sifatnya agak tidak sabaran. Ia menoleh
kekanan dan kekiri dengan rupa kesal dan berkata:
"Sungguh memualkan bangsat-bangsat itu! Twako, sebentar
lagi harus kita balas penghinaan mereka tempo hari .."
Belum lagi perkataannya habis diucapkan, ketika
sekonyong-konyong muka Siauw Hiong berubah. Begitu
pula dengan Gouw Leng Hong. Agaknya mereka sudah
mendengar suara kaki orang yang berlari-lari.
Hati Bwee San Bin bercekat, karena diapun tahu, bahwa
lawannya sudah mulai datang. Limabelas tahun yang
lampau, juga dalam suasana yang bersamaan, pada waktu
yang sama pula, juga ditempat yang sama, pada saat itu
Bwee San Bin mempunyai kepandaian yang amat tinggi,
tapi akhirnya dengan tipu yang keji ia telah kena dipedayai
lawan-lawannya, sehingga hampir saja ia menemui ajalnya.
Sekarang kepandaiannya sudah punah sama sekali, tapi
kepandaian sepasang anak muda ini sudah jauh
melampauinya. Kini musuh besarnya telah berada
dihadapannya, hingga tidak terasa lagi peristiwa limabelas
tahun yang lampau itu berlintas kembali diotaknya, tapi
sekarang dia dapat berlaku dengan tenang sekali.
Orang-orang yang sedang mendatangi itu ternyata dapat
bergerak pesat sekali, hingga sebentar saja bayangan-
bayangan manusia yang semula tampak samar-samar itu
karena amat jauhnya, dalam waktu yang pendek telah
datang mendekati. Mereka semulanya memutari gunung
disitu, kemudian barulah datang kearah mereka bertiga
dengan secara langsung. Tidak antara lama jumlah mereka dapat dilihat dengan
jelas, mereka semua hanya berjumlah empat orang.
Mereka ini seolah-olah sedang berlomba-lomba menuju
kearah Bwee San Bin, Lie dan Gouw bertigaan, tapi
semulanya tidak melihat musuh-musuh mereka itu.
Setelah mereka berempat mendatangi dekat, dengan
segera mereka menghentikan tindakan mereka. Keempat
orang ini ternyata mempunyai ilmu Keng-sin-keng yang
tinggi sekali, terutama orang yang lebih kurus dan lebih tua
itu, yang tampaknya ilmunya paling sempurna dan bergerak
dengan amat pesatnya. Yang lebih tua setelah menghentikan tindakannya, lalu
memandang keempat penjuru angin, kemudian dengan
suara yang kurang jelas ia berkata: "Bocah Lie Siauw Hiong
itu mengapakah belum datang juga ..?"
Tiga orang yang lainnya yang mengikuti situa,
tampaknya tidak terlampau menghiraukan perkataan
rekannya. "Bulan sudah berada ditengah-tengah udara, tapi
mungkinkah Lie Siauw Hiong tak akan datang" Biarlah kita
menunggu lagi sebentar .."
Perkataannya itu belum lagi habis diucapkan, ketika dari
balik pohon Bwee tiba-tiba terdengar suara orang yang
menjawab: "Kami justeru siang-siang telah menunggu
kalian disini!" Sehabis berkata begitu, dari balik pohon Bwee
sekonyong-konyong melompat keluar dua orang pemuda.
Mereka berempat ini adalah tokoh-tokoh yang terkenal
dari empat partai terkenal, yang menurut urutannya adalah
Kong-tong Kiam-sin Li Gok, Bu-tong Cek Yang, Go-bie
Kouw Am dan Tiam-cong Lok-eng-kiam Cia Tiang Kheng.
Sekali-kali Li Gok tidak pernah menyangka, bahwa
pemuda itu telah mendahului mereka datang kesitu. Maka
setelah mendengar suara pemuda itu, tidak terasa lagi ia
menjadi terkejut dan lalu sambil tertawa getir berkata:
"Bagus! Bagus! Marilah kita bicarakan urusan kita."
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong jadi bermata
merah ketika menampak lawan-lawan mereka terlebih-lebih
Gouw Leng Hong yang dengan sengit lalu berseru:
"Omongan yang tidak perlu, baiklah dipersingkat, make
paling betul kita segera turun tangan saja!"
Dia sehari-harinya biasanya bertabiat sangat sopan
santun, hingga memaki orang pun jarang sekali dia lakukan.
Tapi sekali ini karena perasaannya sudah sangat melonjak,
maka kelakuannyapun tidak dapat dipertahankan pula.
Li Gok yang sudah kenyang berkelana dikalangan Kang-
ouw, perkara membunuh orang adalah perkara sepele saja
dianggapnya, maka sambil tertawa mengakak dia berkata:
"Orang she Gouw, perselisihan antara kita memang dalam
sekali bagaikan lautan, sekalipun kau tidak mencari aku,
aku orang she Li pasti akan mencarimu. Janganlah lekas-
lekas kau naik darah .."
Omongannya ini bukan main lancarnya, Cek Yang Tojin
yang berdiri dibelakangnya lalu menimbrung: "Gouw Sicu
tidak usah berlaku terburu napsu, terhadap undangan
keturunan Toan-hun-kiam dan Chit-biauw-sin-kun, dimanalah kami berani membantah" Apakah bukan begitu,
Kouw Am Tooyu?" Kouw Am hanya tertawa saja mendengar perkataan
rekannya itu. Mereka yang bertanya-jawab demikian, sudah barang
tentu telah membuat Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng
Hong untuk campur bicara.
Perhubungan Li Gok dan kawan-kawannya, sebenarnya
mereka satu sama lain tidak begitu akur. Cek Yang dan
Kouw Am agak kurang cocok, sedangkan Li Gok terhadap
merekapun hanya baik dimulut saja, sedang didalam hati ia
selalu mengandung tipu muslihat yang keji. Hanya Cia
Tiang Kheng seorang yang agak terasing diantara mereka
sekalian. Setelah berdiam sejurus, barulah Lie Siauw Hiong
berkata: "Boan-pwee dengan berani mati telah mengirimkan
surat undangan pada kalian. Kini kalian sudah berada
disini, aku sangat mengagumi sekali terhadap kepandaian
kalian. Untunglah kalian adalah leluhur-leluhur dari partai-
partai, hingga kalian tentu dapat berlaku sungkan terhadap
Boan-pwee .." Mendengar dirinya disindir dengan kata-kata yang halus,
Li Gok jadi tertawa panjang dan berkata: "Kami sudah tua,
hati kamipun sudah tidak bersemangat pula. Lie Siauw-hiap
sebagai ahli waris kepandaian Bwee San Bin, tentu sekali .."
"Orang she Li, janganlah kau banyak mementang bacot
busukmu tidak keruan!" selak Gouw Leng Hong sambil
tertawa dingin "Seumur hidupmu kau telah melakukan
pekerjaan-pekerjaannya yang busuk sekali! Kau berkelana
dikalangan Rimba Persilatan dengan senantiasa menipu
serta mencelakai orang-orang baik dan para pendekar sejati.
Hari ini adalah tepat hari kematianmu, maka segala
omongan kosong paling baik tak usah kau ucapkan!"
Perkataan ini sudah barang tentu telah membuat
kemarahan Li Gok memuncak.
Kauw Am Siangjin dan Cia Tiang Kheng menerima
kata-kata pemuda she Gouw itu dengan tenang, tapi Cek
Yang yang tidak sedikit melakukan pekerjaan yang bersifat
hina dan busuk, merasa tersinggung dan karena malu dia
menjadi turut marah juga.
Sementara Li Gok dengan suara mengguntur telah
berteriak: "Orang she Gouw, ternyata nyalimu cukup besar,
sehingga kami sekalian tidak dipandang mata olehmu!"
Setelah berkata begitu, lalu dia melambaikan tangan
kirinya sambil berkata: "Kau kemarilah, aku orang she Li
akan memberikan pelajaran kepadamu!"
Begitu dia berlompat, lalu Cek Yang mengikuti jejaknya.
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hongpun tanpa ragu-
ragu pula segera mengikuti mereka. Orang-orang yang
berada diatas gunung itu, seluruhnya sudah mulai naik
keatas, dibawah pohon Bwee hanya tertinggal seorang tua
lainnya, yang ternyata bukan lain daripada Chit-biauw-sin-
kun adanya. Dia tidak sudi menampakkan dirinya dihadapan para
lawannya yang berkelakuan hina-dina itu. Dari balik pohon
dia melihat gerak-gerik para lawannya dari masa yang
lampau dengan dada seolah-olah mau meledak.
Tempo hari sewaktu namanya mulai terkenal dan dapat
melatih dirinya dengan sempurna selama sepuluh tahun,
sampai kini sifatnya masih tidak dapat diubah juga, hingga
tepat sekali dengan apa yang suatu pepatah pernah
mengatakan, bahwa "Gunung dan sungai mudah diubah,
tapi tabiat manusia sulit sekali berubahnya."
Sekonyong-konyong satu muka yang pucat dan
kehilangan semangat pada pelopak matanya, hingga dengan
heran dia memandang lebih cermat, dan kemudian baru
ternyata, bahwa orang itu bukan lain daripada Cia Tiang
Kheng adanya. Tidak terasa lagi Bwee San Bin menjadi tercengang,
sedang diotaknya terlihat wajah seorang pemuda yang
sekarang tampak kehilangan semangat. Halmana, pun
cukup dimengerti dalam hati Bwee San Bin, hingga diam-
diam ia jadi menghela napas.
Tidak antara lama kemudian keenam orang itu sudah
pada berteriak, suatu tanda bahwa mereka berempat telah
bersiap-siap untuk turun tangan.
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong lalu saling
memberi isyarat, sudah itu lalu menyerbu barisan musuh
mereka. Kiam-sin Li Gok berdiri ditengah-tengah. Sambil berseru
ia sesumbar: "Marilah kita mempertahankan barisan kita
secara mati-matian! Jagalah jangan sampai pertahankan
kita ini terpecahkan lawan! Karena bila sampai kejadian
demikian, maka betapa malunya kita sebagai angkatan
tua!" Sehabis berkata begitu, tangannya diputar dan pedangnya dengan mengeluarkan suara yang bersuit-suit
tajam telah menjurus keluar untuk menyerang lawannya.
Berbareng dengan gerakannya itu, Cek Yang dan Kouw
Am-pun telah meluncurkan pula pedang-pedang mereka.
Dengan sekali bergerak saja orangpun segera mengetahui,
bahwa mereka adalah ahli-ahli yang sudah kawakan sekali
dikalangan Kang-ouw. Go-bie-kiam-hoat dari Kouw Am lebih banyak mementingkan penjagaan daripada penyerangan, dan
dengan mengeluarkan suara "Sreeet" yang tajam sekali,
ternyata pedangnya itu sudah dicabut dari sarungnya.
Dengan melihat cara Kouw Am menarik pedangnya,
orang segera diketahui sampai dimana kelihaiannya dalam
hal permainan senjata itu. Diantara keempat lawan Lie
Siauw Hiong dan kawannya itu, hanya Cia Tiang Kheng
saja yang belum lagi mencabut pedangnya.
Li Gok mengetahui rahasia hatinya, dengan suara yang
perlahan lalu berkata: "Cia sieheng, silahkanlah .."
Cia Tiang Kheng lalu menghela napas, sudah itu baru ia
mencabut pedangnya dengan ogah-ogahan.
Tapi kedua pemuda itu tidak ragu-ragu lagi lalu pada
mencabut pedangnya masing-masing.
Lie Siauw Hiong dengan menggunakan matanya yang
tajam lalu menyapu pada lawan-lawannya, dan ketika
pandangan matanya jatuh pada Li Gok, dengan tajam dia
berseru: "Sungguh kecewa sekali kau sebagai ahli waris
suatu partai yang besar, ternyata berkelakuan begitu hina
berani mencuri pedang orang .."
Sesungguhnyalah, bahwa pedang yang dipegang ditangan Li Gok itu adalah pedang Bwee Hiang Kiam milik
Bwee San Bin yang hilang. Sedangkan pedangnya sendiri
yang bernama pedang 'Ie Hong Sin Kiam', tetap terselip
dibebokongnya, hingga Li Gok yang mengetahui kesalahannya, tidak menjawab perkataan pemuda itu,
hanya dengan suara dingin ia berkata: "Kau berani
bertarung denganku?"
Sambil menggereng tanda panas hati, Gouw Leng Hong
sudah lantas menyerbu kedalam barisan lawannya, tapi dari
sana Kouw Am sudah maju untuk menangkis serbuan
lawan yang masih muda itu.
Lie Siauw Hiong dengan memutarkan pedangnya kekiri
dan kekanan, turut membantu memperteguh daya serangan
kawannya sendiri. Keenam orang itu dengan mengandalkan
kepandaian masing-masing yang sangat lihay, dalam waktu
sekejapan saja telah bertarung dengan amat sengitnya,
hingga beberapa banyak sinar-sinar pedang berkelebatan
kian-kemari untuk mencari sasaran-sasaran masing-masing.
Cia Tiang Kheng dan Kouw Am mengambil sikap
menjaga diri, tapi Li Gok dan Cek Yang mengambil
kedudukan dengan jalan menyerang lawan-lawan mereka
sehebat-hebatnya. Li Gok yang mendapat julukan segagai
Malaikat Pedang, dapat diduga betapa kelihayan permainan
pedangnya, tapi pada kali ini diapun menginsyafi, bahwa ia
akan lebih banyak mengalami kekalahan daripada
kemenangan, meski ia percaya, bahwa dengan jalan bersatu
padu, dia berusaha

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekeras-kerasnya untuk mempertahankan diri dari pada gempuran musuhnya yang
maha dahsyat itu. Dalam pertempuran berombongan ini
Cek Yang telah menggunakan jurus 'Heng-hui-tiang-kang'
atau terbang melintang diatas sungai Tiang-kang, dengan
mana ia menusuk perutnya Lie Siauw Hiong, sedangkan Li
Gok membarengi gerakan kawannya untuk menyerang
kepada Gouw Leng Hong. Cek Yang Tojin yang bertabiat sangat kejam dan licin,
ternyata tenaganyapun masih tetap ampuh, hingga ketika
menampak hal itu, tidak terasa lagi Lie Siauw Hiong jadi
agak terkejut juga. Dia dan Gouw Leng Hong yang pernah
menempur lawan ini digunung Thay-san, cukup mengetahui bahwa barisan pedang lawannya sangat hebat
dan sempurna. Maka untuk memecahkan barisan mereka
yang kompak ini, hendaknya dicari daya untuk mengalahkan salah seeorang antara lawan itu barulah
mungkin barisan itu dapat dipecahkan.
Dia sendiri maklum bahwa tenaga-dalamnya sendiri
berada setingkat diatas keempat lawannya itu. Dia bersedia
untuk keras lawan keras, tapi lawannya cukup cerdik dan
tak mau keras lawan keras.
Sementara Cek Yang yang sangat licin, seakan-akan
sudah membayangkan, bahwa kemenangan pasti berada
dipihaknya, hingga dia sudah bersiap-siap untuk melakukan
penyerangan dari tengah-tengah. Halmana, membuat Lie
Siauw Hiong merasa tercengang juga melihat gerakan
lawannya ini, maka pedangnya pun lalu diputar begitu rupa
untuk menangkis serangan pihak musuhnya.
Gerakan Lie Siauw Hiong ini selain amat cepat,
tenaganyapun kuat sekali, hingga mengeluarkan suara
sreeeet yang tajam seolah-olah menusuk pendengaran Cek
Yang. Siapa tahu bahwa gerakan Cek Yang ini adalah gertakan
belaka. Maka begitu menampak lawannya menangkis
serangannya, dengan cepat ia menarik kemgali serangannya, hingga serangan Lie Siauw Hiong tidak
mengenai sasarannya. Dengan gerakan ini, ternyata barisan pedang itu menjadi
berubah hebat sekali. Dan begitu Cek Yang menarik
serangannya, Lok-eng-kiam Cia Tiang Kheng yang berdiri
dikirinya sudah menyerang dengan beruntun-runtun.
Tadinya dia ditugaskan segagai tenaga menjaga, tapi
sekarang dia balik menyerang, dengan perubahan ini,
kekuatan barisan itu menjadi berlipat ganda.
Perubahan ini benar-benar sangat hebat sekali. Karena
begitu Lok-eng-kiam Cia Tiang Kheng menyerang, tampak
sinar pedangnya bergulung-gulung menyerang lawannya,
hingga dalam kesibukannya Lie Siauw Hiong telah
menggunakan jurus 'Cong-thian-jie-kie' (gerakan menerobos
kelangit). Pedangnya dikibaskan kekiri dan kekanan,
sehingga dengan begitu memperdengarkan suara keras
'tang-tang' dua kali dalam menangkis pedangnya Cia Tiang
Kheng. Sebenarnya Liok-eng-kiam Cia Tiang Kheng tak mau
bertempur melawan Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng
Hong, tapi karena keadaan sangat memaksa, barulah dia
menggunakan cara menyerang begitu, hingga dengan
demikian dia berulang-ulang menangkis serangannya Lie
Siauw Hiong. Sementara Gouw Leng Hong yang melihat
Lie Siauw Hiong sudah berkutat dengan lawannya, Gouw
Leng Hongpun tidak berani berayal-ayalan dan dengan
beruntun ia telah menyerang dan memaksa Li Gok mundur
karena desakannya. Li Gok yang bertarung dengan Gouw Leng Hong, ia
mengetahui betapa hebatnya kemajuan anak muda ini,
maka dimanalah ia berani berlaku lengah dan dengan
segera ia menggunakan jurus 'Sam-coat-hui-seng' (gerakan
tiga kepandaian istimewa dalam hal menerobos kelangit), ia
pergunakan tangkisan pedangnya keatas untuk menahan
himpitan pedang pemuda she Gouw itu.
Pertempuran sekali ini menjadi agak kacau dilakukannya, karena Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng
Hong dengan gerak yang cepat telah mencoba, mengusari
lawan-lawannya, kemudian dengan gerakan yang cepat dan
rapat bagaikan tembok baja mereka telah menghajar barisan
pedang musuh dengan serentak.
Dengan begitu, Li Gok dan kawan-kawanpun terpaksa
mempercepat juga gerakan penyerangan mereka, dengan
Kouw Am dan Cek Yang mengubah siasat menjadi
menjaga diri saja, sedangkan Li Gok dan Cia Tiang Kheng
menyerang maju bagaikan orang-orang kalap.
Pada saat itu puteri malampun telah berada tepat
ditengah-tengah udara. Dibalik pohon Bwee yang sudah tua, berdirilah Chit-
biauw-sin-kun Bwee San Bin yang tampak menyaksikan
pertempuran yang sengit serta hebat itu dengan mata
separuh dipejamkan, karena tanpa melihat pula kearah
lawannya, diapun sudah mengetahui tipu-tipu keji apakah
sekiranya yang akan dipergunakan oleh pihak lawan itu.
Dalam hati ia berkeyakinan penuh, bahwa Lie Siauw
Hiong dan Gouw Leng Hong pasti akan memperoleh
kemenangan yang gilang gemilang, karena pada saat itu
kepandaian yang sesungguhnya belum lagi dikeluarkan oleh
sepasang anak muda itu. Dalam pertempuran tersebut, Gonw Leng Hong dengan
menggunakan pelajaran keturunannya yang bernama 'Ngo-
kwie-toan-hun' (lima setan menyabut nyawa), dalam mana
berisikan jurus-jurus Ngo-kwee-tauw-ce (lima setan melempar jalan), ditambah lagi dengan serangan-serangan
Lie Siauw Hiong yang gesit dan bertubi-tubi dalam jurus-
jurus 'Leng-bwee-bian' (bunga bwee menyapu muka) dan
'Ca-keng-bwee-bian' (bunga bwee yang dikejutkan menyampuk muka). Dan begitu mereka melancarkan
serangan dengan berbareng, maka serangan mereka menjadi
sangat dahsyat dan berpengaruh sekali.
Dengan serangan-serangan yang bertubi-tubi itu, benar
saja mereka telah menyebabkan keempat lawan itu menjadi
kacau balau, maka dengan serempak mereka berusaha
untuk melancarkan serangan balasan, tapi keadaan mereka
berempat tinggal tetap terdesak mundur oleh pihak lawan
mereka. Lie Siauw Hiong dengan tertawa panjang lalu berkata:
"Hai, kalian adalah ahliwaris-ahliwaris dari partai masing-
masing, tapi tidak disangka-sangka bahwa kepandaian
kalian hanya begitu saja!"
Perkataannya ini sungguh terlampau berlebih-lebihan
agaknya. Semulanya keempat orang lawan itu sebenarnya
merasa simpati juga melihat bakat mereka yang demikian
luar biasanya, tapi ketika mendengar ejekan pemuda itu,
tidak terasa lagi mereka menjadi murka sekali.
Cia Tiang Kheng dengan perasaan tidak puas telah
menukas: "Sekalipun kepandaianmu terhitung hebat, tapi
perkataanmu yang demikian temberangnya ini seharusnya
tidak mungkin dikeluarkan oleh seorang yang sudah
mencapai tingkat kepandaian seperti kau .."
Cek Yang dan kawan-kawan jadi sangat geram
mendengar ejekan Lie Siauw Hiong itu, maka dengan
mengibaskan pedangnya ia memberi isyarat kepada rekan-
rekannya untuk menyerbu lebih hebat pula.
Tempo hari ketika mereka bersatu padu membentuk
barisan pedang ini, tujuan mereka adalah semata-mata
untuk dipakai menghadapi lawan yang tangguh. Diwaktu
mereka bertempur, mereka tidak lupa untuk menyimpan
tenaga sebanyak dua bagian, agar supaya diwaktu mereka
menjumpai lawan yang berat, mereka masih dapat
menindas lawan itu dengan serentak.
Pertempuran yang bercorak penyerbuan serentak ini,
hebatnya bukan kepalang, karena bila penyerbuan macam
demikian sudah digunakan, maka dari delapan penjuru
angin laksana terbit hujan pedang yang menyerbu pihak
lawan mereka, dan cara bertempur macam ini pernah juga
mereka pergunakan sekali dalam pertempuran mereka
dipuncak gunung Thay-san.
Mereka mendongkol bukan main mendengar perkataan
Lie Siauw Hiong yang telah membangkitkan kemarahan
mereka itu, hingga dalam kemarahan yang memuncak
mereka bersedia mengorbankan diri mereka untuk
bertarung dengan pemuda kita.
Tatkala itu dengan gerakan yang datar Li Gok telah
menusukkan pedangnya kearah Gouw Leng Hong. Sedang
kawan-kawannya yang bertiga itnpun dengan serentak
menyerbu pula terhadap lawan mereka yang lainnya.
Penyerbuan sekali ini sungguh tepat dengan apa yang
dikatakan: 'sembilan bagian mati satu bagian hidup'. Sinar
pedang berkelebat laksana hujan lebat yang datang
menyerbu pada kedua pemuda itu.
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong yang menampak
penyerbuan cara nekat-nekatan itu, tak terasa lagi menjadi
terkejut juga. Diempat penjuru mata angin tampak sinar
pedang yang mengurung mereka, hingga tak ada suatu
sudutpun yang tidak terancam oleh bahaya maut, lebih-
lebih karena serbuan pedang itu laksana jaringan langit
yang tak mungkin dapat ditembuskan.
(Oo-dwkz-oO) Jilid 44 Gouw Leng Hong berseru dengan sengit dan lalu
menggunakan jurus permainan pedang leluhurnya, yakni
ilmu 'Ngo-kwie-toan-hun', pedangnya ditotokkan kekiri-
kanan, keatas dan kebawah, hingga sebentar saja tampak
seperti sepuluh pedang mengurung disekitar dirinya.
Li Gok yang menampak hal itu, hanya mengeluarkan
suara jengekan dari lobang hidungnya, kemudian dengan
pedang Bwee Hiang Kiam ditangannya dengan sekali putar
saja telah menerbitkan suara "Traaaang" yang nyaring
sekali, dengan mana ia sudah berhasil membentur
pedangnya Gouw Leng Hong. Sementara Gouw Leng
Hong yang dibuat terperanjat dengan cara penangkisan
musuhnya itu, dalam hati ia berpikir, apakah lawannya ini
ingin mengadu tenaga-dalam dengannya"
Begitu hatinya tergerak, dengan gerakan memiring ia
telah menusuk musuhnya dengan tenaga sepenuh-
penuhnya. Siapa sangka bahwa lawannya inipun dapat bersiasat
juga. Karena serangan mereka kadang-kadang berupa
pancingan belaka, maka sekali pedangnya berputar, tubuh
Li Gokpun sudah beralih, kemudian dengan terlihatnya
sinar pedang yang berkilau-kilau terdengar suara "tang tang
tang" yang beruntun-runtun, berhubung tiga batang pedang
telah memapas pedangnya Gouw Leng Hong dengan
serentak. Gouw Leng Hong merasa tenaga-dalam lawannya cukup
tangguh, halmana terbukti dengan telapak tangannya yang
dirasakannya sangat panas, sehingga pedangnya sendiri
hampir saja terpental keudara, hingga dalam gugupnya
buru-buru dia mencekal pedang itu lebih keras lagi, sambil
dengan sebat menghalau pula serangan-serangan lawannya
yang datang dengan bertubi-tubi.
Dengan demikian, tidak terasa lagi dia telah mundur
sehingga setengah meter jauhnya.
Lie Siauw Hiong yang menampak hal itu, iapun menjadi
terperanjat sekali. Lekas-lekas ia membalikkan tangannya
dan menangkis beberapa batang pedang yang menyerang
kepada Gouw Leng Hong. Tapi dengan menerbitkan suara
"sreeet" ternyata ikat pinggang Gouw Leng Hong kena
terbabat putus oleh salah sebatang pedang lawannya itu.
Penyerangan lawan tidak berhenti sampai disitu. Mereka
saling bantu-membantu melakukan penyerangan yang hebat
sekali. Gouw Leng Hong yang berdiri disebelah kanan
dengan gigih dan berusaha mempertahankan diri, keadaannya sungguh membahayakan sekali, hingga Lie
Siauw Hiong dengan sengit lalu membacok kekiri-kanan
untuk membebaskan Leng Hong dari dalam kepungan
musuh. Berbareng dengan itu, Gouw Leng Hongpun telah
menyerang pada lawannya dengan jurus 'Kwie-ong-pa-ho'


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

(raja setan menyekal obor) dengan jalan memiringkan
pedangnya menusuk kepada lawannya.
Dilain pihak Lie Siauw Hiong dengan ganasnya
menyerang setiap lawan yang berada dihadapannya dengan
menggunakan jurus 'Hong-seng-put-sip' dari ilmu pelajaran
'Tay-yan-sin-kiam'. Jurus 'Kwie-ong-pa-ho' dari Gouw Leng Hong sendiri
sudah cukup ganas dan telengas, kecepatannya sangat
mengejutkan lawan. Dengan menerbitkan suara "tang tang"
beberapa kali, ternyata pedang-pedang mereka saling
beradu dengan kerasnya. Dan disamping itu, dengan
penyerangan yang dibantu oleh Lie Siauw Hiong,
menyebabkan serangan Leng Hong menjadi luar biasa
sekali lancarnya. Dimana-mana tampak ada sinar pedang
yang menggulung mereka. Syukur juga para lawan mereka
sudah berpengalaman dalam menghadapi pertempuran
besar dan kecil, maka diwaktu menghadapi ancaman
pedang sehebat itu, mereka sama sekali tidak menjadi
gugup, maka dengan menerbitkan suara yang keras sekali,
ternyata pedang mereka telah kena dihantam oleh kedua
pemuda itu, hingga dalam waktu yang pendek, keempat
lawan itu telah terdesak mundur sehingga beberapa tombak
pula jauhnya. Selagi pertempuran berlangsung dengan amat hebatnya,
tiba-tiba Li Gok menusuk kearah Lie Siauw Hiong dengan
gerakan secepat kilat. Lie Siauw Hiong yang melihat pedang Bwee Hiang
Kiamnya dipegang dalam tangannya Li Gok, didalam hati
ia bertekad bulat, bagaimanapun jadinya, ia harus merebut
kembali pedang itu dari tangan musuhnya. Maka setelah
mengambil keputusan yang pasti dan berkelit dari tusukan
musubnya, segera juga ia menghampiri kearah Li Gok.
Pada saat itu Cek Yang, Kouw Am dan Cia Tiang
Khengpun sudah menghadang dihadapan mereka sambil
melintangkan pedang didada masing-masing.
Menampak aksi para lawannya ini, Lie Sianw Hiong
hanya tertawa dingin saja. Begitu pedangnya dikibaskan,
segera berkelebat segulungan sinar putih berkilauan yang
menyambar kemuka Li Gok. Tapi Kiam-sin Li Gok yang
sudah ulung dalam permainan pedang, dia hanya
membungkukkan badannya sedikit untuk meluputkan diri
dari pada samberan sipemuda she Lie, sedang pedang Bwee
Hiang Kiam ditangannya digerakkan untuk memapas
pedang pemuda itu. Leng Hong sudah mengetahui, bahwa Lie Siauw Hiong
bermaksud untuk merampas kembali pedangnya yang telah
hilang dan kini berada dalam genggaman tangan lawannya,
maka diapun tidak mau mengijinkan lawan-lawan lainnya
merintangi usaha saudaranya ini. Oleh karena itu, diapun
lalu menabaskan pedangnya pada Cek Yang Tojin.
Maksudnya menghadang Cek Yang ini, adalah agar Lie
Siauw Hiong dapat dengan leluasa menghadapi Li Gok.
Begitulah dengan demikian ia telah berhasil dapat
mengunci pertahanan Cek Yang dan Kouw Am. Dilain
pihak Lok-eng-kiam Cia Tiang Kheng bersiul panjang, lalu
pedangnya digunakan untuk menyerang dan mencari titik
kelemahan pada bagian jalan darah 'Leng-tay-hiat' sang
lawan itu. Sementara Leng Hong yang menampak serangan
berbahaya ini, terpaksa menarik pulang serangannya,
kemudian dengan memutarkan tangannya begitu rupa dia
telah tangkis serangannya Cia Tiang Kheng. Dipihak sana
Lie Siauw Hiong beruntun-runtun setelah mengganti
serangannya dari jurusan 'Hui kok-liu-tan' (beterbangannya
senjata rahasia") menjadi jurus 'But-hoan-seng-ie' (barang-
barang berubah dan hintang beralih), ternyata hasilnya
sangat hebat sekali. Karena betapapun Li Gok sudah
berpengalaman penuh dalam permainan pedang, tidak
urung menjadi sangat terperanjat ketika menampak
serangan yang maha dahsyat itu.
Lie Siauw Hiong semakin bertempur semakin gagah dan
Pendekar Bloon 28 Pendekar Slebor 32 Malaikat Peti Mati Menuntut Balas 19
^