Pencarian

Pendekar Pedang Sakti 4

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen Bagian 4


nama yang sudah terkenal sekali didunia Kang-ouw, tapi
siapakah yang mengetahui kesedihan hatiku ini ?"
Habis mengucapkan perkataannya itu, dia lalu mengangkat gelasnya sambil meneguk habis arak yang terisi
didalamnya. Kim Bwee Leng kemudian mengambil tempat araknya,
lalu mengisi cangkir araknya pula.
Dalam sinar matanya dapat diketahui, bahwa dia sangat
mengasihi 'ayahnya' ini yang tampak sangat bersedih itu.
Melihat hal ini Lie Siauw Hiong juga merasa heran :
"Kenapakah kepala setan ini bersusah hati,?"
Kim It Peng sekali lagi menarik napas panjang, matanya
memandang dengan sangat sayu sekali, kemudin ia
mengaco, tidak tahu kemana perkataannya itu ditujukannya: "Kepalaku sudah beruban, sedangkan perkaraku masih
saja belum sempat dirampungkannya, terbengkelai setengah
jalan, ai, Lie Loo-tee ......" Tiba-tiba kapal itu bergerak
sedikit, sekalipun gerakan kapal itu terasa sangat perlahan,
tapi Lie Siauw Hiong mengetahui, bahwa kapal itu bergerak
karena tindakan kaki orang yang sedang berjalan diatas
kapal malam itu. Sepasang alis mata Kim It Peng dikerutkannya, dengan
suaranya yang sangat bengis sekali dia berseru :
"Siapa ?" Dari luar jendela kedengaran suara orang yang
menjawab : "Su-hu, aku."
Kemudian disusul dengan tersingkapnya tirai kapal itu,
ternyata seorang pemuda yang putih mukanya berjalan
masuk, pakaiannya sangat kuno sekali, begitu dia masuk,
sinar matanya yang tajam bagaikan golok lantas ditujukan
kemuka Lie Siauw Hiong. Kim It Peng yang melihat hal itu, lalu tersenyum,
mukanya tampak sangat welas asih sekali, lalu dia berkata :
"Mengapa kau pulang kembali, sudahkah kau jumpai orang
yang kau cari ?" Pemuda itu diam saja, kemudian dia menghenyakkan
pinggulnya diatas sebuah kursi, Kim It Peng lalu
menyuguhkan secangkir arak. Lie Siauw Hiong dapat
melihat bahwa Kim Bwee Leng dengan pemuda itu seakan-
akan sudah kenal satu sama lain. Perasaannya mendiadi
tidak enak sekali, dilihatnya dahi pemuda itu sangat lebar
dan mukanya sangat lancip, diwajahnya tampak sangat
kejam dan bengis sekali, terhadap pemuda itu Lie Siauw
Hiong sudah memperoleh kesan iang tidak baik.
Pemuda itu sehabis minum secangkir arak tersebut, lalu
dia berkata kepada Kim It Peng : "Manusia yang begitu
banyaknya, bila mau mencarinya, agak memakan tenaga
bukan sedikit, entah kemana harus mencarinya. Rupania
aku sedang diberkahi oleh Tuhan agaknya, ternyata orang
yang kucari itu sedang duduk dimuka sebuah toko. Aku
setelah melihat padanya, tidak segera turun tangan.
Kunantikan setelah kentongan malam diketuk dua kali,
baru aku masuk kedalam toko tersebut dan membawanya
kemari." Muka Kim It Peng tampak tersenyum, seakan-akan dia
sangat menyayangi pemuda ini, mendengar perkataannya
itu dia lalu berkata. "Hal itu sungguh bagus sekali, lekas
bawa dia kemari biar kulihat tampangnya."
Pemuda itu lalu melirikkan matanya pada Lie Siauw
Hiong. Kim It Peng sesudah itu tertawa lagi dan lalu
berkata : "Oh, kalian masih belum kenal satu sama lain,
tuan ini adalah pemilik toko San Bwee Cu Poo Hoo Lie
Kong-cu, dan yang ini adalah muridku."
Pemuda itu hanya mengeluarkan suara 'oh' saja,
mukanya sedikitpun tidak menunjukkan perasaan apa-apa,
tidak diketahui apakah dia gembira atau gusar.
Kemudian Lie Siauw Hiongpun mengeluarkan suara
jengekannya dan dengan tawar sekali dia melambaikan
tangannya. Pemuda itu lalu membalikkan tubuhnya berjalan pergi,
mereka hanya merasakan kapal tersebut agak goyang
sedikit, ternyata pemuda itu sudah berjalan pergi.
Hati Lie Siauw Hiong kembali terkejut, dia ingin tahu
pemuda tersebut pergi untuk keperluan apa, kemudian dari
arah pintu sekonyong-konyong terdengar suara tangisan
seorang wanita disertai suara yang berbunyi 'Preng', yang
selanjutnya disusul dengan tampak masuknya seorang
wanita yang berjalan sempoyongan.
Kim It Peng dengan suaranya yang bengis sekali
bertanya : "Apa artinya ini ?"
Pemuda itu hanya tertawa saja dan lalu berkata :
"Wanita ini adalah yang tempo hari aku bicarakan dengan
Suhu, yaitu Phui Siauw Kun, aku yang mendengar Suhu
akan datang keselatan, maka sengaja aku titipkan padanya
dipasanggerahan dari Kang Ceecu, siapa duga setelah aku
ketemui Suhu dan menyelesaikan pekerjaanku, aku lalu
menanyakan pada Kang-lie-pek-liong Sun Tiauw Wan
untuk mengambil kembali orang tersebut, tapi dia
mengatakan bahwa orang itu sudah dibawa pergi oleh Chit-
biauw-sin-kun." Mendengar perkataan muridnya ini, Kim It Peng hanya
mengeluarkan suara 'hmm' saja dari lobang hidungnya,
sedangkan mukanya tampak berubah pucat dan lalu berkata
: "Hal ini aku sudah mengetahuinya."
Pemuda tersebut lalu melirik pada Lie Siauw Hiong, tapi
Lie Siauw Hiong sendiri tidak berubah mukanya maupun
gerak-geriknya, namun secara diam-diam dia telah
menghempos semangatnya, pada saat mana dia berpikir :
"Aku kira pemuda ini pastilah murid sikepala setan yang
dipanggil Thian-mo Kim Ie itu. Aku tidak pernah menduga
bahwa dialah murid si raja racun Kim It Peng tersebut.
Maka ada kemungkinan hari ini aku harus melangsungkan
pertempuran yang sengit sekali."
Pemuda ini memang benar pada beberapa hari ini (belum
lama berselang) dikalangan Kang-ouw telah mendapat
nama yang santer sekali, tapi sekarang mukanya telah
berubah. Dia inilah memang Kim Ie, yang dengan
dinginnya lalu berkata : "Aku yang mendengar bahwa Chit-
biauw-sin-kun sendiri telah turun tangan, maka aku buru-
buru kembali memberitahukan hal ini kepada Suhu, agar
supaya Suhu sendiri pergi mencari orang tersebut. Tapi, tak
disangka-sangka, begitu aku sampai dijalan, aku lantas
melihat manusia hina ini sedang duduk dimuka pintu toko
San Bwee Cu Poo Hoo."
Diam-diam Lie Siauw Hiong mengeluh, lalu dia lirikkan
matanya kearah muka Phui Siauw Kun, dia melihat orang
yang dipandangnya itu sedang menundukkan kepalanya,
mukanya tampak sangat ketakutan sekali, hingga diam-
diam dia berkata pada dirinya sendiri : "Aku suruh kau
diam-diam didalam kamarmu, maka untuk maksud apa kau
telah keluar dari sana ?"
Sinar mata Kim It Peng yang tajam lalu dilirikkan
kemuka Lie Siauw Hiong samba berkata : "Apakah
pertalian kau dengan Bwee San Bin " Dan dimana dia
berada sekarang ?" Lie Siauw Hiong belum sempat menjawab pertanyaan
itu, karena dia sedang memikirkan bagaimana harus
menghadapi lawannya ini. Dia insyaf, bahwa pada saat ini,
lawan yang tengah dia hadapi adalah lawan yang sangat
tangguh dikalangan Kang-ouw, apa lagi Kim It Peng
mendapat nama sebab dia ahli sekali dalam soal 'racun',
maka kalau dia kurang hati-hati dan tersentuh dengan
lawannya, badannya bisa berbahaya karena keracunan. Bila
terdiadi hal ini, maka tidak seorangpun yang akan dapat
menolongnya. Mata Kim Bwee Leng berputar, lalu dengan perlahan dia
sentuh kaki Lie Siauw Hiong dengan kakinya sambil
berkata : "Lekas kau katakan."
Pada saat itu, tubuh kapal tersebut teroleng-oleng sangat
kerasnya oleh ombak, seperti juga kapal tersebut kini sudah
berada tepat ditengah-tengah sungai. Kemudian Lie Siauw
Hiong berkata pada dirinya sendiri : "Hari ini ternyata Kim
Ie ini jauh lebih beracun dan jahat daripada Suhunya,
karena dia takut aku akan lari, lantas dia melabuhkan
kapalnya ditengah-tengah sungai."
Harus diketahui sekalipun kepandaiannya jauh lebih
tinggi pula, bila tidak ada tempat untuk berpijak, sukar
sekali baginya dapat meloncat sejauh sepuluh tombak lebih.
Pada saat itu, beda sekali keadaannya sewaktu dia
menolongi Phui Siauw Kun dari tangan Kang-lie-pek-liong.
Yang pertama, tempo hari kapal Kang-lie-pek-liong tidak
seberapa jauh jaraknya dengan daratan; keduanya, ia tidak
berhadapan dengan lawan yang tangguh, tentu saja ketika
itu dia dapat berlaku sesuka hatinya.
Tapi Lie Siauw Hiong mempunyai sifat yang istimewa
sekali, yaitu karena kejadian itu sudah melarut sampai taraf
yang demikian, maka dia tidak berani berlaku gugup
sedikitpun, umurnya masih sangat muda sewaktu dia
menghadapi 'Thian Tian' dan 'Thian Huy' kedua kepala
setan tersebut. Ketika itu, tidak sedikitpun perasaan takut
ada pada dirinya, apa lagi sepuluh tahun kemudian, setelah
dia berhasil mempelajari ilmu yang mengejutkan orang.
Dia hanya tersenyum saja, dalam hatinyapun dia sudah
mempunyai rencana sendiri dan lalu berpikir : "Tidak
perduli apapun kesudahannya, baik atau buruk, aku akan
beberkan dahulu riwayat dari Kim Bwee Leng ini, biar
mereka merasa gelisah sendirinya."
Kim It Peng melihat dia pada saat itu tersenyum saja,
malahan sikapnyapun amat wajar, sedikit perasaan
takutpun tidak ada padanya, dalam hatinya tidak terasa lagi
memuji atas keberanian Lie Siauw Hiong ini.
Lie Siauw Hiong lalu menyapukan pandangan matanya
keempat penjuru, kemudian dengan suara yang lantang
sekali dia berkata : "Loo-tiang menanyakan tentang Bwee
San Bin, apakah Loo-tiang masih mempunyai perhitungan
yang belum diselesaikan dengannya ?"
Jawabannya ini malah berbalik menjadi pertanyaan, itu
membuat Kim It Peng menjadi gelagapan. Tapi Kim Ie
malah menjadi marah dan lalu berseru : "Apakah kau dapat
mencampuri urusan tersebut ?"
Sambil menengadahkan kepalanya Lie Siauw Hiong
tertawa besar dan lalu berkata : "Sekalipun Loo-tiang tidak
mengatakannya, akupun mengetahui dengan sejelas-
jelasnya." Muka Kim It Peng tampak berubah, lalu dia memandang
pada Kim Bwee Leng yang berdiri disampingnya.
Menyaksikan hal itu, Lie Siauw Hiong mendapat sedikit
angin dan lalu berkata pula : "Kalian aku harap jangan
turun tangan dahulu, biarkanlah aku menceritakan sebuah
cerita yang menarik pada kalian."
Begitulah dengan menggerak-gerakkan kaki dan tangannya dia menceritakan segala sesuatu yang menyangkut-paut dengan diri 'Hauw Jie' pada mereka
sekalian. Baru saja dia bercerita sampai ditengah-tengah, Kim Ie
dengan geram sekali lalu melompat maju, jari tangan
kanannya yang tegak seperti pedang itu segera ditotokkannya kejalan darah 'Souw-houw-hiat' ditenggorokan lawannya, sedangkan dengan tangan kirinya
yang disertai angin yang kencang sekali lalu dipukulkan
kearah kempungan lawannya.
Sekali gebrak, dengan dua tipu ini yang cepatnya
bagaikan kilat, diiringi dengan tenaga dalamnya yang
sangat tinggi, orang segera mengetahui jelas, bahwa Kim Ie
ini bukanlah seorang biasa.
Menyaksikan hal itu, Lie Siauw Hiong hanya tertawa
besar, badannya hanya tampak berputar satu kali, tanpa
berkelit dia telah berhasil memunahkan serangan lawannya,
juga tanpa membalas menyerang. Malah mulutnya masih
tetap melanjutkan ceritanya.
Menampak kejadian tersebut, Thian-mo Kim Ie
bertambah geram, lalu dia menyerang kembali pada
lawannya dengan menggunakan tipu-tipu 'Kauw Hun Sek
Beng' (mengait sukma mengambil jiwa) 'Kui Pit Tiam Ceng'
(pit setan mencolok mata) dan 'Yu Hun Su Piauw' (setan
gentayangan keempat penjuru) menyerang diempat penjuru
badan Lie Siauw Hiong. Lie Siauw Hiong hanya

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berputar-putar saja menghindarkan serangan lawannya ini, sambil berkelit
mulutnya tidak tinggal diam terus saja dia menuturkan
ceritanya itu. Dengan air mata yang berlinang-linang, Kim Bwee Leng
mendengar cerita tersebut dengan penuh perhatian,
sedangkan Phui Siauw Kun yang menyaksikan Lie Siauw
Hiong mempunyai kepandaian yang sedemikian tingginya
ini, tidak tahu karena kaget atau senang, matanya terus
menatap pada pemuda itu kemanapun tubuh pemuda itu
bergerak. Sedangkan muka Kim It Peng pada saat itu berubah luar
biasa, tak sedap dipandang mata, tapi dia tetap masih
duduk dikursinya dan belum turun tangan, kemudian
sekonyong-konyong dia berseru : "Ie Jie, hentikan
seranganmu, biarkan dia ceritakan kisahnya itu. "
Diam-diam Lie Siauw Hiong merasa sangat aneh sekali :
"Mengapa Kim It Peng ini mau membiarkan dia bercerita
tanpa dihalang-halangi ?"
Sedangkan Thian-mo Kim Ie begitu mendengar perintah
gurunya, lantas dia menghentikan serangannya, dan dengan
penuh kemarahan dia berdiri disamping gurunya.
Lie Siauw Hiong tanpa segan-segan lagi, lalu duduk
dikursi untuk melanjutkan menceritakan segala sesuatunya
dengan sejelas-jelasnya. Sesekali ia memandang pada Kim Bwee Leng. Pada
akhirnya Lie Siauw Hiong bertanya :
"Bagaimana pendapatmu mengenai ceritaku ini, menarikkah atau tidak ?"
Dengan menundukkan kepalanya Kim Bwee Leng tidak
berkata sepatahpun, sedangkan muka Kim It Peng sebentar
merah sebentar pucat, tiba-tiba dia berkata : "Akupun akan
menceritakan sebuah cerita untuk kau dengar !"
Lie Siauw Hiong merasa semakin aneh : "Raja Racun ini
bukan saja beracun, malahan 'aneh' pula, mengapa sekarang
dia mau bercerita, mungkinkah ceritanya ini menarik sekali
?" Hatinya terus berpikir, tapi mulutnya berkata : "Aku pasti
akan mendengar dengan penuh perhatian, silahkan Loo-
tiang ceritakan." Kim It Peng dengan muka yang agak berubah lalu
memulai : "Beberapa puluh tahun yang lampau, di Hoo-pak
terdapat seorang wanita yang hidupnya bukan buatan
senangnya ......" Baru saja dia mendengar sampai disitu, Lie Siauw Hiong
menjadi terheran-heran dan terpikir-pikir seorang diri :
"Apa yang diceritakannya juga mengambil tempat yang
sama, yaitu Hoo-pak, juga tentang orang yang sangat
senang hidupnya, tapi yang memegang peranan adalah
seorang wanita " Jalannya cerita ini pasti akan sangat
menarik pula." Oleh karena itu, dia sangat memperhatikan cerita Kim It
Peng ini, yang kemudian melanjutkannya : "Wanita muda
itu sangat cantik sekali, malahan ayah dan ibunya
mengusahakan sesuatu. Ayah dan ibunya sangat sayang
terhadapnya, coba kau bayangkan, bukankah hidup wanita
ini sangat senang sekali ?"
Lie Siauw Hiong hanya manggutkan kepalanya
membenarkan. Kim It Peng berkata pula : "Siapa tahu dekat tempat
tinggalnya, juga terdapat seorang pemuda anak seorang
hartawan. Sejak dahulu dia menyebut dirinya Beng Siang
(orang yang suka bergaul dan suka menerima siapa saja
dirumahnya untuk tinggal dan diberi makan percuma,
orang ini dahulu hidup di Tiongkok), dia suka bergaul
dengan segala perampok apapun. Setiap hari kerjanya tidak
senonoh sekali, sedangkan ayah dari wanita muda itu
adalah seorang pedagang kecil. Setiap hari ia diperas oleh
orang lain yang lebih berkuasa daripadanya. Pada suatu
hari pemuda hartawan ini lalu mengutus orangnya untuk
membeli barang dari pedagang kecil ini. Karena ingin
mendapat untung lebih. banyak, ayah dari wanita itu telah
menaikkan harga barangnya agak tinggi sedikit. Hal ini
memang lumrah terdapat dikalangan pedagang, untuk itu
bukankah tidak ada hukuman mati yang mengancamnya ?"
Sinar matanya mengandung pengaruh yang besar, lalu
memandang pada Lie Siauw Hiong, tapi Lie Siauw Hiong
yang menampak hal itu hanya menganggukkan kepalanya
saja. Kim It Peng tertawa dingin dan lalu berkata : "Siapa
menduga pemuda itu, tanpa belas kasihan lagi, lalu
mengatakan yang ayah wanita itu adalah pedagang gelap.
Dikatakannya pedagang gelap itu adalah paling jahat sekali,
tanpa membedakan yang hitam dengan yang putih lagi, lalu
dia mengutus beberapa, orangnya datang ketoko ayah
wanita itu, yang lalu dihajarnya ayah wanita itu habis-
habisan. Karena mengalami luka-luka parah, tak lama
kemudian ayah wanita muda itu menghembuskan napasnya
yang penghabisan. Hal ini oleh pemuda itu dikatakan demi
membela keadilan kaum pedagang, tidak lama kemudian,
peristiwa ini sudah dilupakan orang.
"Setelah wanita muda ini mengalami peristiwa tersebut
berkali-kali, sekian kali pula ia mengalami kesengsaraan.
Setelah ayahnya mati, ibunyapun tak lama kemudian mati
pula. "Wanita muda itu tinggal dialam mayapada ini sebatang
kara, ingin sekali membalas dendamnya, tapi biar
bagaimanapun tentu ia tak bisa bertentangan dengan
pemuda yang kaya dan berkuasa itu ?"
Kim It Peng dengan tertawa dingin melanjutkan
ceritanya : "Tapi perasaan dendam wanita muda itu sudah
mendalam sekali, dengan mengorbankan dirinya sendiri
lalu dia mengutus seorang comblang untuk melamar
pemuda tersebut. "Pemuda itu tentu saja dengan tangan terbuka menerima
lamarannya ini. Begitulah wanita muda itu kawin dengan
pemuda kaya tersebut. Wanita muda kawin dengan pemuda
itu hanya semata-mata mencari kesempatan untuk
membunuh suaminya sebagai pembalasan atas kematian
ayahnya sebelumnya."
Mendengar sampai disini. Lie Siauw Hiong sudah dapat
meraba beberapa bagian dari cerita ini. Matanya lalu
dilirikkannya kearah Kim Bwee Leng, ternyata matanya
sudah bengkak karena terlalu lama menangis, sedangkan air
matanya tak putus-putusnya menitik.
Kim It Peng melanjutkan ceritanya : "Tapi pemuda itu
bukan saja mempunyai uang dan berkuasa, malahan dia
pun mempunyai kepandaian silat pula. Wanita muda itu
setiap saat menunggu-nunggu kesempatan ingin turun
tangan membunuh suaminya, tapi kesempatan belum
terbuka juga, sedangkan dia adalah seorang wanita yang
lemah, jadi keinginannya membunuh pemuda itu hanya
tinggal bicara saja. Pekerjaan ini bukan pekerjaan mudah.
Ada kalanya dia menunggu sampai suaminya sudah tidur
nyenyak, baru niatnya ini hendak dilaksanakannya. Siapa
tahu kelak begitu dia bergerak saja, tentu suaminya itu
segera pula bangun dengan kaget, apa lagi dia hanya
mempunyai tenaga lemah sekali. Dan siapa pula
menyangka bahwa pemuda itu setiap saat waspada
terhadap kemungkinan-kemungkinan yang sewaktu-waktu
akan terjadi atas dirinya, karena ia telah melakukan suatu
pembunuhan atas diri ayah isterinya sendiri. Tangan wanita
yang lemah dan hanya bisa memasak dan menjahit itu,
manakah ia mampu melakukan pekerjaan yang demikian
kejamnya itu. "Dia lalu berpikir, menggunakan racun saja untuk
meracuni suaminya, tapi tidak ada seorangpun yang dekat
padanya untuk disuruh membeli racun ditoko. Andai kata
dia dapat membeli racun untuk meracuni suaminya, namun
hal ini pun sulit untuk tidak diketahui oleh suaminya.
"Begitulah dengan demikian beberapa tahun kemudian
tanpa terjadi sesuatu perubahan terhadap suaminya,
malahan atas perkawinan tersebut dia telah melahirkan
seorang anak dara. Perasaan dalam hatinya yang penuh
dengan kesedihan, kebencian dan kedukaan yang sangat itu,
sungguh sukar dapat diutarakannya."
Demikianlah kisah Kim It Peng yang diceritakannya itu.
Dalam pada itu Bwee Leng terus menangis dengan
sedihnya, kemudian diikuti oleh Phui Siauw Kun yang
setelah mendengar cerita tersebut tidak tahan lagi, diapun
lalu mengucurkan airmatanya pula.
Kim It Peng melanjutkan lagi : "Belakangan, pemuda itu
pergi mengembara, entah kemana sehingga memakan
waktu yang lama pula. Sakit hati wanita tersebut masih
belum dapat dilampiaskannya dan kesengsaraannya itu
belum dapat dilenyapkannya, maka pada suatu hari dia
pergi kekuil, disana sambil menangis lalu dia menceritakan
hal-hal yang terjadi atas dirinya dihadapan patung dikuil
tersebut. Tak diduga-duga ceritanya itu dapat didengar oleh
seseorang, dan orang inipun sejak kecil telah mengalami
penganiayaan orang kaum perampok, belakangan setelah
dia berhasil mempelajari kepandaian silat yang cukup
tinggi, barulah dia berusaha menuntut balas. Orang itu
memang sangat menantang orang-orang yang suka
menggencet orang yang susah dan lemah, maka tanpa
disengaja dikuil itu dia telah mendengar cerita wanita muda
ini, maka kemarahannya lantas meluap-luap, maka diapun
bertekad untuk membalaskan sakit hati dari wanita muda
itu, coba kau katakan apakah perbuatan orang tersebut
salah ?" Lie Siauw Hiong terkejut sekali, dalam waktu yang
singkat diapun mengetahui latar belakang dari cerita
tersebut, tapi perkara yang terjadi ini sungguh berbelit-belit,
juga tidak ada seorang saksipun dapat dijadikan hakim
untuk membenarkan cerita tersebut.
Kim It Peng dengan tertawa panjang berkata pula :
"Siapa. tahu takdir tak dapat dilawan oleh manusia biasa,
begitulah dengan mengandung penghinaan yang sangat,
ketika sakit hatinya itu hendak dibalaskan oleh orang
tersebu, secara tidak diduga-duga, lantas muncul seorang
Chit-biauw-sin-kun yang tidak mengetahui. duduk perkara
yang sebenarnya, dan tanpa banyak bicara maupun
bertanya siapa yang benar dan siapa yang salah dalam hal
ini, lantas saja ia turut campur tangan, sehingga urusan ini
menjadi bertambah kacau, maka orang yang membela
wanita muda itu lantas membawa wanita muda itu berikut
anak perempuannya melarikan diri."
Tangisan Kim Bwee Leng semakin menjadi-jadi, Lie
Siauw Hiongpun menjadi bingung pula, lalu diam-diam dia
berpikir : "Ihh, kesengsaraan yang dialaminya ternyata tak
dapat dipikirkan dari sebelumnya, musuhnya adalah
'ayahnya' sendiri, benarkah demikian kejadiannya " Bila
ayahnya bukan musuhnya, orang yang membela keadilan
yaitu Raja Racun 'Kim It Peng', mengapa menyebut dia itu
musuhnya ?" Thian-mo Kim Ie tidak mempunyai perasaan sangsi lagi
dan lalu turut campur berkata : "Suhu, mengapa kau omong
tak karuan dengan orang ini, dan buat apa ?"
Kim It Peng lalu pelototkan matanya pada pemuda
usilan itu dan lalu melanjutkan perkataannya : "Dengan tak
disangka-sangka setengah perjalanan, wanita muda itu
meninggalkan anaknya sendiri, dan dia lalu menghabiskan
nyawanya sendiri dengan jalan menceburkan dirinya
kedalam sungai." Lie Siauw Hiong yang mendengar kisah itu, perasaannya
terhadap raja racun ini, berkesan amat baik, tadinya ia
mengira, raja racun itu sangat kejam dan jahat, siapa yang
dapat menyangka bahwa sebenanya 'Raja Racun' ini
ternyata tidak berbisa. Selanjutnya kematian ibu Kim Bwee
Leng sangat menyedihkan. Kim It Peng tertawa lagi terkekeh-kekeh, kemudian
katanya : "Sejak waktu itulah orang yang turut campur
tangan mengurus pekerjaan yang tidak adil ini membawa
anak perempuan yang masih kecil ini pergi jauh sekali,
diapun mengetahui ada beberapa orang yang memaki-maki
padanya, tapi sekalipun dia beranggapan salah, diapun akan
dapat memakluminya, karena siapakah didunia ini yang
tidak pernah berbuat kesalahan " Tapi bila ada orang yang
mengaku dia itu seorang yang suci, maka orang demikian
inilah yang tidak mempunyai perasaan malu."
Sehabis menuturkan ceritanya ini, mukanya membayangkan sinar pembunuhan, lalu sambil membelalakkan matanya pada Lie Siauw Hiong dia berkata
: "Aku tidak perduli apakah kau ini murid atau suruhan
Bwee San Bin, kau boleh pulang memberitahukan
duduknya perkara ini kepadanya. Hahaha, kupikir bila dia
sudah mendengar akhirnya cerita ini, dia balik merasa
menyesal, maka aku akan merasa gembira sekali."
Suara tertawanya makin lama makin tajam saja,
kemudian dengan sekonyong-konyong sepasang tangannya
menjambret dan membeset bajunya yang berwarna merah,
kemudian kakinya ditotolkannya, sedang badannya dengan
pesat sekali keluar dari dalam kamar kapal tersebut, tapi
selanjutnya yang terdengar dari luar adalah suara 'Plung'
yang keras sekali, seolah-olah barang yang berat terjatuh
kesungai, sesudah itu, hening tidak terdengar suara apapun
jua. Pergerakannya itu cepat bagaikan kilat saja, dengan
perasaan terperanjat, Lie Siauw Hiong bangun berdiri, dia


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak mengetahui apa yang telah terjadi.
Akhirnya Kim Ie dengan mukanya yang selalu tidak
mempunyai perasaan was-was lalu berkata : "Penyakit Suhu
kenapa semakin lama jadi semakin hebat saja ?"
Sepasang alisnya dikerutkannya, hingga ini menjadi satu.
Lie Siauw Hiong sendiripun merasa tercengang sekali :
"Orang yang mempunyai kepandaian silat demikian
tingginya ini, mempunyai penyakit apa pula ?"
Kemudian dia teringat sewaktu dia menjumpai pengemis
itu dibawah loteng Oey-ho-lauw, secara tiba-tiba diapun
menjadi insyaf dan lalu berkata : "Apa mungkinkah karena
dia sering merasa tersinggung, dia lalu menjadi gila ?"
Kim Bwee Leng belum juga berhenti menangis, sedu
sedannya makin menjadi-jadi, karena pengalaman pahitnya
masa lalu belum lenyap dari ingatannya, kini yang baru
sudah datang pula, menyebabkan gadis yang masih muda
ini bertambah sedih dan pilu saja. Orang-orang lainnya
yang berada dalam ruangan kapal itu, ketika menyaksikan
peristiwa tersebut, dengan sendirinya mereka turut menjadi
terharu, sehingga tak kedengaran sedikit suara juapun.
Keadaan menjadi bertambah sunyi.
Kesunyian ini membuat orang bertambah tidak sedap
sekali untuk memulai percakapan.
Dalam pada itu Phui Siauw Kun yang sedang berdiri,
pikirannyapun menjadi sangat kacau pula, tanpa disadarinya lagi lalu diapun menangis.
Lie Siauw Hiong maju dua langkah, dengan perlahan-
lahan dia membelai-belai rambut Phui Siauw Kun yang ikal
itu, sesaat lamanya Lie Siauw Hiong tak dapat
mengeluarkan kata-kata penghibur untuk menghibur Phui
Siauw Kun. Ketika Phui Siauw Kun merasa kepalanya dibelai-belai
oleh sebuah tangan yang lembut dan hangat sekali, lalu
diapun menghentikan tangisannya, lalu mengangkat
kepalanya memandang pada Lie Siauw Hiong, kedua orang
ini merasakan yang mereka sangat dekat sekali dan
perhubungan mereka demikian mesranya, sehingga mereka
lupa dimana mereka kini berada.
Kim Bwee Leng yang melihat kejadian ini, dari sinar
matanya jelas tampak perasaan mengiri, sambil menundukkan kepalanya dia lalu menangis pula terisak-
isak. Thian-mo Kim Ie merasa panas sekali, lalu dia berseru
dengan suaranya yang sangat keras : "Semuanya adalah
gara-gara kau !" Lalu dia memukul Lie Siauw Hiong
dengan gerakan secepat kilat.
Lie Siauw Hiong menjadi terkejut, sebenarnya mudah
saja baginya untuk mengelitkan pukulan Kim Ie ini, karena
waktu dia melangsungkan serangannya ini, tampak tubuh
Kim Ie maju menyamping, tangan kanannya memukul
langsung, sedangkan tangan kirinya memukul menyamping, lalu kaki kanannyapun ditendangkannya
pada diri Lie Siauw Hiong. Jurus ini adalah ajaran dari
Raja Racun yang bernama 'Lip Tee Kauw Pek' (dengan
kesebatan mengambil jiwa setan) dari jurus 'Im-ciang Chit-
sip-jie-sek'. Disamping tenaganya tidak kepalang besarnya, serangannyapun angat beracun. Apabila tubuh lawannya
tersentuh sedikit saja, pada saat itu pula ia terkena juga
racunnya. Lie Siauw Hiong hanya merasakan angin pukulan
lawannya itu disertai dengan hawa yang panas, maka
hatinya menjadi kaget sekali, lalu dia menggunakan jurus
'Leng Han Cee Hong' (angin dingin mulai menghembus),
guna memunahkan serangan lawannya.
Badannya berputar kekiri, tangan kanannya memapak
tangan kiri lawannya, maka dengan berbuat demikian, dia
dapat menghindarkan dirinya dari pukulan yang mengarah
kesebelah kiri badan dan tendangan kaki kanan lawannya.
Jurus yang dipakainya ini ialah untuk menjaga diri dan
berbareng mengandung daya serang serta tenaga yang kuat
pula, maka sudah tentu saja serangannyapun luar biasa
sekali keras dan cepatnya.
Menyaksikan hal itu, Kim Ie hanya mengeluarkan suara
teriakan tertahan, sepasang tangannya lalu dikacipkan
untuk memukul kebadan Lie Siauw Hiong yang mungkin
dapat membawa kematiannya. Lie Siauw Hiong baru hari
inilah untuk pertama kalinya dia menghadapi lawan yang
tangguh, diapun dengan penuh semangat lalu melayani
lawannya ini, hingga ruangan kapal yang sedemikian
kecilnya ini, dimanalah dapat menampung pukulan kedua
orang ini. Dengan begitu, sebentar saja meja kursi pada
beterbangan, disamping barang-barang sangat berharga
yang terbuat daripada batu giok yang terdapat disitu, turut
juga hancur lebur dan jatuh berarakan kian kemari.
Kim Bwee Leng yang melihat kedua orang tersebut
bertempur secara mati-matian, diam-diam dia berkata pada
dirinya sendiri : "Kedua orang ini bertempur karena
disebabkan seorang wanita, sebaliknya aku yang sebatang
kara ini, tidak seorangpun yang mau mengindahkan dan
mengasihi daku." Phui Siauw Kun saking takutnya lalu menyembunyikan
dirinya dipojok kamar kapal tersebut, matanya terbelalak
melihat pertempuran ini dan dia menginginkan sekali Lie
Siauw Hiong dapa memukul mampus Kim Ie. Tapi saking
cepatnya, dia tidak dapat melihat dengan sempurna
perkelahian yang seru dari kedua orang muda ini.
Dalam waktu yang singkat kedua orang ini sudah
bertempu kira-kira lima sampai tujuh puluh jurus lebih.
Kepandaian Chit-biauw-sin-kun yang sangat tinggi dan
istimewa ini, didaerah Tiongkok pada saat itu mana
mungkin dapat dikembangkan dengan sempurna dalam
ruangan kapal yang sesempit ini " Sesungguhnya, Lie Siauw
Hiong tak dapat mengembangkan ilmunya dengan baik,
malahan begitu turun tangan untuk pertama kalinya, dia
sudah menghadapi lawan yang amat tangguh sekali. Setelah
bertempur demikian lamanya, hatinya diamdiam merasa
gugup juga. Tapi Kim Ie sebaliknya jauh lebih gugup dan heran
daripada dirinya. Karena dia yang sudah digembleng
bertahun-tahun oleh Raja Racun, jangankan senjata rahasia
maupun golok, sedangka segala pukulan yang bagaimana
lihaypun telah dipelajarinya bahkan dikalangan Kang-ouw
entah sudah berapa banyak orang yang sangat terkenal
dirobohkannya. Pada saat itu ketika dia melihat Lie Siauw Hiong yang
masih muda sekali usianya dan malahan tampaknya begitu
lemah sebagai seorang anak sekolah, ternyata telah dapat
menandinginya dalam keadaan seimbang. Oleh karena itu,
cara bagaimanakah dia tidak menjadi heran "
Lalu dia mengeluarkan tipu-tipu yang jauh lebih
berbahaya daripada semula.
Sekalipun Lie Siauw Hiong sudah berhasil mewariskan
seluruh kepandaian dari Bwee San Bin, tapi pengalamannya
dalam menghadapi musuh masih hijau, sehingga kadang-
kadang lowongan yang terbuka pada lawannya tidak dapat
dipergunakannya dengan sempurna dan kesempatan itu
terbuang percuma saja, kalau tidak, mungkin sekali
pertempuran tersebut akan lain sekali hasilnya. Begitulah
dengan adanya kekurangan ini, diapun ternyata masih
dapat bertempur seimbang dengan Kim Ie yang menjadi
lawannya yang lebih berpengalaman itu.
Bahkan Kim Bwee Leng sendiri merasa sangat heran
sekali menyaksikan pertempuran tersebut, karena dia tidak
pernah menyangka maupun menduga, bahwa anak muda
yang tampaknya sedemikian lemahnya ini, mempunyai
kepandaian silat yang begitu mengejutkan orang. Bila dia
tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri, biar apapun
dikatakan orang, dia pasti tidak mau mempercayainya.
Angin pukulan kedua orang ini yang sangat dahsyat
sekali, terdengar bersuitan menderu-deru, sehingga menyebabkan jendela kapal itu terbuka karena kerasnya
angin yang meniup. Sementara Kim Bwee Leng yang
melihat keluar jendela yang telah terbuka itu, kagetnya
bukan kepalang, karena pada saat itu kapalnya tengah
berjalan dengan cepatnya. Entah ditempat mana ia berada
pada waktu itu, iapun tak tahu.
Sekonyong-konyong dia merasa haluan kapalnya tampak
meninggi dan buritannya hampir terbenam. Nampaknya
kapal itu perlahan-lahan hendak tenggelam.
Air sudah sampai hingga digeladak. Pun tempat dayung
dari kapal tersebut sudah tak tampak lagi.
Dia tidak lagi memperdulikan kedua orang yang sedang
bertempur dengan sangat serunya ini, malah dia buru-buru
keluar melalui jendela kapal. Diluar didapatinya beberapa
mayat orang, kemudian salah satu mayat itu dia balikkan,
ternyata orang itu adalah jurumudi. Dia telah dibinasakan
orang tanpa dapat mengeluarkan suara lagi.
Dalam keadaan demikian, kapal itupun berjalan juga
dengan cepatnya kemuka. Selagi dua orang yang
berkepandaian tinggi ini bertempur dengan serunya,
jurumudi kapal mendadak telah dibunuh orang yang tidak
dikenal tanpa mereka ketahui. Hal ini sungguh tak diduga-
duga. Kemudian Kim Bwee Leng membungkukkan badannya
melihat pada tiap-tiap tubuh anak buah kapalnya yang telah
menjadi mayat itu. Dimasing-masing tubuhnya terdapat
sebatang anak panah kecil, membuat daging disekitar anak
panah itu berwarna hitam pekat bahkan sampai pada
darahnya yang mengalirpun berwarna hitam pula.
Selama bertahun-tahun dia telah mengikuti Raja Racun
Kim It Peng itu, dia telah melihat berbagai macam racun
yang terdapat didunia ini. Dia tahu benar bahwa racun-
racun didunia ini, tak satupun dapat melebihi bisa racun
ayahnya sendiri. Maka sekilas lihat saja dia sudah tahu, bahwa anak
panah itu adalah senjata rahasia lawannya. Kemudian dia
mengeluarkan sepasang sarung tangan yang terbikin dari
kulit rusa, untuk dipergunakannya mencabut anak panah
tersebut, tidak terasa lagi mukanya berubah seketika, karena
diatas anak panah itu dilihatnya terukir sebuah huruf
'Tong'. Kim Bwee Leng mengeluarkan suara keluhan dan diam-
diam dia berkata pada dirinya sendiri : "Keluarga Tong dari
Sucoan telah datang kemari. Dan telah berbuat sesuatu
kekurang ajaran tanpa memperlihatkan muka mereka !"
Waktu dia mendongakkan kepalanya keatas, dilihatnya
dipapan kapal tertancap secarik kertas, lalu dengan gesitnya
dia melompat keatas menyamber kertas itu untuk
dibacanya. Pada saat itu diufuk timur fajar mulai menyingsing dan
lama kelamaan matahari mulai memancarkan sinarnya,
maka saat itu lalu dia baca surat itu yang ternyata berbunyi :
"Kalian yang telah berhutang jiwa, setelah dua puluh tahun
baru hari ini aku dapat menemui kapalmu. Dari itu, aku
telah kirim kau kesungai untuk menemui Giam-ong dan
janganlah kau sesalkan kami Loo Tong."
Dia lalu memandang pula pada kapalnya, yang ternyata
pada saat itu sudah semakin dalam saja tenggelamnya,
hingga dalam sekejap mata saja kapalnya yang sedang
berada ditengah-tengah sungai pasti akan tenggelam
semuanya, sedangkan disekitarnya air sungai pun sudah
bergolak-golak. Dalam kekagetan dan ketakutannya itu, dia segera
masuk kembali kedalam kapalnya. Waktu itu dilihatnya
pukulan angin kedua orang tersebut sudah berhenti, tapi
disatu pojok Thian-mo Kim Ie sedang berdiri sambil
tertawa dingin. Waktu dia melihat kembali kepada Lie Siauw Hiong,
tampak olehnya Lie Siauw Hiong sangat pucat sekali. Dia
maklum bahwa Lie Siauw Hiong sudah kena racun.
Pada waktu itu tangan kanannya disilangkan kekanan
dan kekiri, ia bersender kepagar kapal sambil berdiri. Phui
Siauw Kun saking gugupnya serta merta dia berdiri dimuka
Lie Siauw Hiong untuk melindungi tubuh si pemuda itu,
kemudian memandang kepada Kim Ie dengan perasaan
yang sangat membenci. Hatinya jadi kecut melihat keadaan
pemuda she Lie ini, karena ia tahu bahwa racun dari Raja
Racun ini, tak satupun obat yang dapat menyembuhkannya,
kecuali obat yang dibuat oleh Kim It Peng sendiri.
Siapa saja tidak akan berdaya untuk menyembuhkannya,
sekalipun muridnya sendiri Kim Ie, dan dia sendiri Kim
Bwee Leng, karena mereka hanya tahu bahayanya racun
tersebut, tapi tidak berdaya untuk memunahkannya,
disinilah justeru keanehan dari Kim It Peng ini. Tempo hari
setelah Bwee San Bin dapat menolongi jiwa Hauw Jie
dengan jalan mengambil obat pemunah dari ratiunnya itu,
kini ia tidak ingat dimana obat pemunah dari racun itu


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

disimpannya. Pada saat itu sekalipun Lie Siauw Hiong terkena
racunnya belum begitu banyak, tapi dia dapat bertahan
untuk hidup selama tiga hari lagi.
Sesungguhnya Kim Bwee Leng sangat tertarik pada Lie
Siauw Hiong, maka waktu dia melihat Lie Siauw Hiong
terkena racun, kagetnya bukan kepalang.
Lie Siauw Hiong bertempur dengan Kim Ie sudah
melalui beberapa ratus jurus, diam-diam dia sudah dapat
meraba sampai ditingkat mana kepandaian lawannya, maka
setelah itu, terus-menerus dengan secara bertubi-tubi dia
melakukan serangan balasan, sehingga dia berhasil
membuat Kim Ie berada dibawah angin.
Hati Kim Ie semakin gugup dan bingung, tiba-tiba dia
lihat diluar jendela kapal tersebut terdapat tujuh buah pot
kembang yang sudah tergeletak dilantai.
Diantara tujuh pot kembang tersebut masih ada satu
yang masih berdiri miring dipojok jendela itu.
Ia maklum bahwa didalam ketujuh pot kembang itu
terdapat racun dan racun tersebut adalah yang digunakan
sehari-hari oleh Kim Ie Peng untuk latihannya. Kim Ie telah
seringkali mengerahkan tenaganya berlatih dengan ketujuh
pot kembang tersebut, Hanya waktu ingin mengadakan
latihan, terlebih dahulu harus dipoleskan obat pemunah
racun tersebut. Bila sampai kejadian kulit seseorang terkena
sedikit saja dari pot kembang tersebut, pasti orang itu akan
terkena racun yang hebat sekali sifatnya. Thian-mo Kim Ie
pernah lama mengadakan latihan dengan tangannya, tapi
kalau hanya memegang pot kembang itu saja, baginya tidak
menjadikan halangan apa-apa, namun bagi Lie Siauw
Hiong adalah sebaliknya, karena bila kulit badannya
tersentuh sedikit saja dengan racun itu, pasti hal itu
merupakan bahaya besar baginya.
Hatinya tergerak dan lalu menuju kearah pot-pot
kembang tersebut, kemudian dengan cepat sekali Kim Ie
mengambil pot bunga tersebut yang lalu dilontarkannya
dengan sekuat tenaga Lie Siauw Hiong lalu memiringkan
badannya sedikit untuk mundur kebelakang, menghindarkan lemparan lawannya, lalu badannya maju
menubruk tubuh lawannya dengan tipu 'Bwee Ciam Cun
Sian' (bunga bwee mulai mekar), tapi baru saja tangannya
hendak menepuk tubuh lawannya, sekonyong-konyong dia
menampak sebuah lagi pot bunga menjurus kearahnya,
maka tanpa berpikir panjang lagi dia lalu gunakan telapak
tangannya untuk menepuk pot bunga tersebut.
Tapi begitu tangannya menyentuh pot kembang itu, tiba-
tiba dia merasakan semacam perasaan yang sangat aneh
sekali, yaitu dia teringat akan kata-kata Hauw Jie.
Pada saat itu ia berpikir, mungkin 'kematian' akan
menimpa dirinya, tapi dia meneruskan penyerangannya
terhadap lawannya, disamping itu, tubuhnya dengan cepat
berputar, sehingga tenaga desakannya pun menjadi
berkurang, sedangkan badannya segera sampai dipagar.
Kim Ie hanya tertawa dingin saja, lalu dia berkata :
"Orang she Lie, lain tahun pada hari yang sama ini, adalah
hari kematianmu !" Mendengar hal itu, Phui Siauw Kun kaget bukan
kepalang, tiba-tiba dia menubruk tubuh Lie Siauw Hiong.
Menyaksikan peristiwa itu, Kim Ie pun tidak menghalanginya, hanyalah dia ini tetap saja tertawa dingin,
karena dia telah berhasil menyingkirkan lawan beratnya
dan pula telah menghilangkan lawan kekasihnya, dalam
hatinya dia merasa luar biasa senangnya.
Tiba-tiba tampak masuk seseorang melalui jendel kapal,
orang tersebut tidak lain tidak bukan adalah Kim Bwee
Leng sendiri, mukanya tampak berubah, dia lalu memanggil
Kim Ie menyuruh melihat kearah jendela. Sekali lompat
saja Kim Ie sudah tiba diluar jendela, dalam kesenangannya
dia tampak tersenyum saja.
Pada saat itu terasa kapal semakin berangsur-angsur
terbenam, sehingga air telah sejajar dengan jendela kapal
mereka. Lie Siauw Hiongpun merasakan juga hal itu, tapi dirinya
yang sudah terkena racun dan sudah tidak dapat ditolong
lagi, tiba-tiba dia memeluk tubuh Phui Siauw Kun erat-erat
sambil tertawa besar dan berkata : "Sekalipun aku mati aku
akan mati bersama-sama dengan orang yang kucintai."
Phui Siauw Kun dalam pelukan dada pemuda itu,
hatinya merasa luar biasa gembiranya, mati dan hidup asal
bersama pemuda itu, tidaklah menjadi soal lagi baginya.
Kemudian dia menutupkan matanya untuk menikmati
pelukan kekasihnya dalam sekejap mata itu.
Menyaksikan hal ini, hati Kim Bwee Leng serasa diiris-
iris, lalu dia membuang muka kesamping, karena dia tidak
sudi melihat kedua orang yang sedang berpelukan dengan
mesranya itu. Thian-mo Kim Ie yang melihat kejadian ini,
cemburunya menjadi-jadi, sehingga dia merasa sakit hati
yang tak terkata-kata pula. Dengan segera dia melompat
kearah orang yang sedang berpelukan itu. Dalam pada itu
terdengar air sungai telah menerobos masuk melalui jendela
kapal, maka dalam waktu sedetik saja air sudah melampaui
sebatas kaki mereka. Kim Ie lalu menarik Phui Siauw Kun
dari pelukan Lie Siauw Hiong dengan sekuat tenaganya.
Pada saat itu biarpun Lie Siauw Hiong rasakan seluruh
tubuhnya kesemutan dan lemas, dengan sangat terpaksa dia
lalu memukul lawannya satu kali untuk mempertahankan
Phui Siauw Kun yang berada didalam pelukannya.
Akhirnya Lie Siauw Hiong bertambah lama bertambah
lemah, sehingga ia terpaksa melepaskan Phui Siauw Kun
dari tangannya dan berpindah kedalam pelukan Kim Ie.
"Dia akan mati bersama-sama aku," ujar Kim Ie tertawa
mengejek, sambil mempererat pelukannya, tapi Phui Siauw
Kun dalam pelukan ini meronta-ronta, karena ia tak sudi
dipeluk setan Kim Ie. Lain halnya dengan pelukan Lie
Siauw Hiong, Phui Siauw Kim merasa seakan-akan dalam
sorga ketujuh. Tiba-tiba Lie Siauw Hiong dengan sekuat tenaganya
memukul Kim Ie, tapi karena badannya sudah terkena
racun yang dahsyat, tenaga pukulannya jadi banyak
berkurang, maka dengan hanya mempergunakan tangan
kanan untuk menangkis Kim Ie sudah berhasil mendesaknya mundur. Baru saja Lie Siauw Hiong hendak mengulang memukul
Kim Ie lagi, Phui Siauw Kun sudah mendahului menggigit
lengan kanan Kim Ie. Kim Ie merasa sakit bukan buatan, tangannya menjadi
kendor membuat Phui Siauw Kun terlepas dari pelukannya,
kemudian nona itu terus menubruk dan memeluk tubuh Lie
Siauw Hiong erat-erat, seakan-akan takkan terlepas lagi.
Sekalipun pada saat itu air sungai sudah sampai dibatas
pinggang, tapi Kim Ie tidak berputus asa. Sekali lagi dia
menubruk Lie Siauw Hiong, tapi Lie Siauw Hiong telah
mendahului lawannya. Dengan satu kepalan dia berhasil
meninju pundak kiri lawannya itu. Kim Ie yang tidak
mengelakkan pukulan itu, sudah barang tentu telah kena
pukulan Lie Siauw Hiong dengan secara telak sekali.
Ia rupanya sengaja tidak berkelit menghindarkan
pukulan Lie Siauw Hiong, karena tangannya telah
dipakainya untuk menarik tubuh Phui Siauw Kun dari
pelukan Lie Siauw Hiong, maka, sekali lagi dia berhasil
merampas Phui Siauw Kun dan lalu memeluknya pula erat-
erat. Tak lama kemudian air masuk dengan derasnya, kini air
sudah melewati batas pinggang mereka.
Kedua mata Kim Bwee Leng mengandung air mata
kesedihan yang menjadi-jadi, karena dilihatnya kawan-
kawannya disaat itu telah terancam bahaya maut. Waktu
itu yang terbayang dibenaknya ialah kesenangan dan
ketenteraman dalam percintaan, tapi cintanya yang telah
bersemi pada orang yang diangan-angankannya itu tidak
mendapat sambutan seperti apa yang diidam-idamkannya.
Tanpa dinyana ia telah menaruh perasaan cinta yang
mendalam sekali terhadap Lie Siauw Hiong, tapi dalam hal
ini Bwee Leng rupanya telah kalah cepat dengan Phui
Siauw Kun. Sebaliknya terpikir olehnya bahwa Phui Siauw Kun
mempunyai nasib baik dalam percintaan, sehingga ia
menjadi rebutan dua orang pria, yaitu Kim Ie dan Lie
Siauw Hiong. Kedua-duanya dengan gigihnya saling
memperebutkan Phui Siauw Kun dengan mati-matian.
Maka Kim Bwee Leng yang menyaksikan peristiwa ini,
hatinya merasa kosong dan kesepian sekali, disamping
merasa amat sedih memikirkan nasibnya yang sangat
malang itu. Maka dalam penderitaan batin yang telah
memuncak itu, ia merasa lebih baik mati daripada terus-
terusan menanggung penderitaan yang sedemikian hebatnya itu. Bagaikan seorang yang tiba-tiba kerangsokan
setan, nona Bwee Leng timbul pikiran nekat didalam
hatinya, maka tanpa merasa malu-malu pula ia berteriak
dan menyerbu pada Lie Siauw Hiong, yang kemudian
dipeluknya erat-erat sebagai pelepas cinta berahi yang
terpendam selama ini. 'Cinta' memang mempunyai daya tarik dan tenaga gaib
yang luar biasa sekali besarnya. Sejak zaman dahulu hingga
sekarang, banyak orang mati dengan mudahnya karena
akibat pengaruh 'cinta'. Karena cinta tak berbalas, ada orang
yang mati minum racun atau menggantung diri. Dan
sebaliknya ada pula seseorang yang rela mati, asalkan saja
telah memperoleh kepuasan dalam hati.
Melihat Kim Bwee Leng memeluk tubuhnya erat-erat,
sudah tentu saja Lie Siauw Hiong menjadi bingung sekali.
Disaat itu ia menjadi rebutan dari dua orang wanita muda
yang berwajah ayu dan cantik molek.
Dalam waktu yang sangat kritis itu, iapun lalu
mengulurkan tangannya memeluk tubuh Kim Bwee Leng
dengan mesranya. Seumur hidupnya Kim Bwee Leng belum pernah
merasakan kebahagiaan seperti pada detik itu.
Tiba-tiba terdengar suara 'Plung' yang keras sekali. Kini
kapal yang dibuat Raja Racun itu, yang dengan susah-
payah mempergunakan tenaga orang demikian banyak
sebelumnya berikut segala barang-barang yang mahal-
mahal harganya yang didalam kapal itu, ditambah dengan
beberapa mayat anak buah kapal dan empat orang wanita
budaknya serta dua pasang muda-mudi yang masing-
masing telah memperoleh pasangannya secara kebetulan
disaat kritis itu, mencemplung sekaligus kedasar sungai
karena tenggelamnya kapal tersebut. Dipermukaan sungai
itu segera kelihatan gelombang pusaran yang besar,
kemudian tenang kembali. Air sungai itu tak habis-habisnya mengalir kearah timur,
dan pula tidak perduli apakah kapal itu tenggelam atau
tidak. Pada saat itu kapal terasa semakin tenggelam, sehingga
air melampaui yang masih hidup dan berada didalamnya.
Dengan datangnya sebuah gelombang, tiba-tiba sepotong
papan yang tebal membentur tubuh Kim Bwee Leng, tapi
karena dia berada didalam air, maka dia tidak rasakan
benturan tersebut. Dan selanjutnya karena masih ingin
hidup lebih lama lagi dialam fana ini, maka dengan segera
diulurkannya tangannya menyamber papan itu. Dengan
sekuat tenaganya dia berjuang mati-matian menghindarkan
maut, maka dengan eratnya kelima jarinya tak lepas-lepas
dari papan itu. Pada saat itu matahari mulai memancarkan sinarnya
kealam mayapada ini. Cahaya yang memantul pada air
sungai yang berpusing-pusing itu merupakan suatu
pemandangan yang indah, dengan sehelai papan yang
dipegang erat oleh dua orang hanyut menurut aliran sungai.
Sebelah tangan Kim Bwee Leng mencekal tubuh Lie Siauw
Hiong, sedangkan tangannya yang sebelah lagi dengan
kencangnya mencengkeram papan kapal itu, hingga lama
kelamaan ia menjadi sangat lelah, kesadarannya mulai
hilang dan akhirnya dia jatuh pingsan.
Sungai Tiang-kang yang terkenal amat banyak menelan
jiwa manusia, disaat itu telah menyelamatkan dua jiwa.
Kedua orang muda-mudi itu yang dalam saat kritis itu
memadu kasih telah dihempaskan ombak kedaratan dalam
keadaan tak sadar. Tak lama kemudian Kim Bwee Leng siuman, ia lalu
membuka matanya. Sinar matahari disaat itu amat
menyilaukan mata. Biarpun demikian, hal itu membuat dia
merasa senang sekali. Ketika ia hendak menggosok-gosok matanya dengan
tangannya, terasa sebelah tangannya terhimpit oleh
sepotong papan. Dengan sangat bersyukur pada Tuhan ia
pandang papan itu sejurus sambil tertawa. Karena
pertolongan papan inilah ia dapat meneruskan hidupnya,
kalau tidak, ia tidak akan dapat melihat matahari lagi buat
selama-lamanya.

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kemudian di melepaskan pegangannya pada papan itu,
yang kemudian ternyata adalah papan tempat tidur Kim It
Peng. Dengan ini, ia teringat bahwa dia telah berkali-kali
memberi nasihat pada ayahnya, untuk jangan tidur dipapan
yang keras itu, tapi ayahnya tidak pernah menghiraukan
kata-katanya. Sekarang tidak disangka-sangka bahwa papan
inilah yang justeru telah menolong jiwanya.
Tiba-tiba terasa lengan kanannya kesemutan, setelah ia
menoleh, ternyata tubuh Lie Siauw Hiong menghimpit
tangannya. Tanpa terasa lagi iapun lalu tertawa, yang
mengunjuk tanda-tanda nikmat dan bahagia.
Kim Bwee Leng yang masih berbaring diatas tanah,
merasa amat bersyukur pada Illahi, apa lagi dalam keadaan
demikian disampingnya masih terdapat orang yang sangat
dikasihinya turut menemaninya. Urusan dunia lainnya
dapat dikesampingkan kecuali hal 'cinta' ini. Rasanya ia tak
hendak berpisah lagi buat selama-lamanya dari samping Lie
Siauw Hong. Kim Bwee Leng yang masih berbaring diatas tanah,
merasa dirinya dirundung kebahagiaan yang tak terperikan,
tapi sejurus kemudian dia merasa sedih pula, dia tidak tahu
bagaimana dia harus hidup untuk selanjutnya disamping
kekasihnya ini. Lie Siauw Hiong yang berbaring
ditangannya yang sebelah lagi, perlahan-lahan mulai
bergerak-gerak. Kim Bwee Leng melihat muka Lie Siauw
Hiong sangat pucat dan tampaknya ia sangat lemah sekali.
Bila tadinya dia tidak menyaksikan dengan mata kepala
sendiri betapa dahsyatnya ia bertempur dengan Kim Ie, dia
pasti akan menduga bahwa pemuda itu adalah seorang anak
sekolah yang lemah saja. Perlahan-lahan dia menarik napas, kemudian dengan
jari-jarinya yang halus dan lembut meraba-raba muka Lie
Siauw Hiong yang terbaring ditanah disampingnya dalam
keadaan setengah sadar. Kemudian dipeluknya erat-erat
dengan mesranya. Sesudah itu Kim Bwee Leng berpikir lagi : "Bila
pertempuran kemarin yang dilakukannya dengan mati-
matian itu hanya sebagian saja untuk membela diriku, aku
matipun akan puas didalam hati." Setelah itu dia tertawa
lagi sambil berkata pada dirinya sendiri : "Mengapa aku
harus memikirkan mati, bukankah aku kini telah hidup
berdampingan dengannya " Ombak besar dari sungai Tiang-
kang tidak mempunyai daya untuk memisahkan kami,
karena semenjak tenggelam beserta kapal sampai saat ini,
kami tetap hidup saling berdampingan. Buat apakah aku
memikirkan lagi hal yang bukan-bukan ?"
Setelah berpikir begitu, ia memandang dengan muka
mengunjukkan senyum kepada Lie Siauw Hiong dengan
perasaan penuh kemesraan yang sukar dilukiskan. Ia
berkhayal agar hidupnya yang didampingi Lie Siauw Hiong
saat itu, tetap berjalan seperti sediakala untuk selanjutnya.
Pada saat itulah Lie Siauw Hiong telah membuka
matanya, kemudian dirapatkannya kembali.
Tangannya tak henti-hentinya meraba-raba muka
pemuda kekasihnya itu. Kim Bwee Leng seorang gadis yang
baru saja lolos dari cengkeraman maut, tanpa menghiraukan apapun yang akan terjadi atas dirinya,
dengan cinta yang meluap-luap ia menghujani ciuman yang
bertubi-tubi terhadap sipemuda itu. Hal ini dapat
dilakukannya dengan lebih bebas lagi, karena disekitar itu
tidak terdapat seorang manusiapun selain dari mereka
berdua. Kemudian ia membetulkan rambutnya yang awut-
awutan itu, sambil memandangi pada Lie Siauw Hiong
yang belum juga siuman. Dalam pada itu, tiba-tiba matanya
berhenti memandang pada tangan kanan kekasihnya itu.
Tak terkatakan kagetnya, karena ternyata tangan kanan Lie
Siauw Hiong pada saat itu sudah bengkak sebesar mangkok,
dan diantara jari-jari tangannya sudah terlihat warna yang
kehitam-hitaman. Kim Bwee Leng yang melihat begitu,
baru sadar bahwa Lie Siauw Hiong sudah terkena racun,
maka ia berkata pada dirinya sendiri : "Racun tersebut tak
ada obat yang dapat menolongnya, kecuali obat pemunah
dari ayahku sendiri."
Dalam keadaan setengah sadar Lie Siauw Hiong lalu
memiringkan badannya, kemudian dengan lemahnya dia
membuka matanya kembali. Dipagi hari yang remang-remang itu, sukar rasanya
mengutarakan bagaimana perasaannya pada saat itu.
Untuk kedua kalinya dia mempunyai perasaan begitu
selama hayatnya. Yang pertama sekali adalah dilembah
gunung Ngo-hoa-san, dia pernah merasakan perasaan
senang yang samar-samar sedemikian ini.
Perlahan-lahan semangatnya sudah mulai teratur
kembali, dia mulai mengingat-ingat segala kediadian yang
telah dialaminya tadi. Waktu teringat kejadian semalam,
dia merasa heran sekali, karena setelah berselang sepuluh
tahun lamanya, baru ia dapat mengingat lagi apa yang
pernah dialaminya dilembah gunung Ngo-hoa-san itu.
Kemudian ia membuka matanya lagi dan lalu
memandang pada awan putih yang sedang berkejar-kejaran
diangkasa. Pikirannya waktu itu melayang pula entah
kemana perginya. Sekonyong-konyong dia mendengar disampingnya ada
suara orang menangis. Dia lalu membalikkan badannya dan
memandang. Didepan matanya dia melihat muka cantik
seorang wanita yang mengandung kesedihan. Tampaknya
ia menangis keharuan, karena melihat nasib kekasihnya itu.
Apakah dayanya untuk mengobati bengkak tangan
kekasihnya itu " Ia menangis lagi tersedu-sedu. Butiran
airmata yang jatuh berderai dipipinya, laksana manikam
terlepas dari rangkaiannya. Pipinya menjadi merah
bagaikan jambu air, menambah sedap dipemandangan
mata. (Oo-dwkz-oO) Jilid 08 Perasaan Lie Siauw Hiong terhadap wanita yang cantik
dan penuh perasaan cinta murni ini, diapun merasakan juga
sesuatu yang sukar dilukiskan, tapi yang dia paling tidak
mengerti adalah : "Mengapa dia menangis, apakah wanita
itu menduga yang dirinya sudah mati ?"
Oleh karena itu dengan suara yang lembut dia berkata :
"Kim Kho-nio, jangan kau menangis, bukankah kau harus
bergembira karena kita sudah terlepas dari bahaya maut ?"
Setelah mendengar kata-kata merdu dari Lie Siauw
Hiong, si nona lalu mengangkat tangannya untuk
menghapus airmatanya, tapi dia merasakan tangannya
seakan-akan sudah tak berdaya lagi, terpesona oleh suara
kekasihnya. Maka kini ia bertambah yakin, bahwa cintania
tidak bertepuk sebelah tangan.
Kemudian Kim Bwee Leng dengan suara tertahan-tahan
karena kesedihannya, lalu berkata dengan terputus-putus :
"Kau ...... Kau ......"
Lie Siauw Hiong menjawab : "Aku tidak apa-apa,
bukankah ......" Seketika diapun teringat akan pertempuran
seru yang dilakukannya didalam kepal semalam. Waktu dia
ingat bagaimana caranya dia terkena racun, lalu dengan
memaksakan dirinya ia mengangkat mukanya untuk
melihat lengan kanannya yang bengkak itu.
Ketika tampak lengan kanannya itu, tidak terasa lagi
keringat dingin segera mengucur dan diam-diam dia berkata
pada dirinya sendiri : "Aku hanya bersentuhan sedikit saja
dengan lawanku, tapi kenyataannya aku terkena racunnya
juga yang sedemikian hebatnya itu. Andaikata sampai
kulitku luka atau darahku mengalir keluar, barangkali
jiwaku sudah melayang disaat itu juga. Terbukti racun dari
'Raja Racun' ini, ternyata bukan hanya nama palsu belaka."
Dalam kekagetannya ini dia pun tidak menghiraukan Kim
Bwee Leng yang sedang menangis disampingnya, lalu dia
coba mengatur jalan pernapasannya. Setelah jalan nafasnya
tertur kembali, hatinya jadi girang lagi, dengan menekan
lengan kirinya ditanah, dia bangun untuk duduk kemudian
dia berpikir : "Dengan kepandaian ilmu dalamku yang
sempurna, akan kuusahakan untuk mengeluarkan racun
yang kini sedang berada dalam tubuhku ini."
Kim Bwee Leng yang menyaksikan hal itu, hatinya
bertambah duka saja, karena dia tahu bahwa cara Lie Siauw
Hiong hanya merupakan suatu pekerjaan yang sia-sia
belaka, apa lagi dia terkena racun sudah lama juga,
sedangkan yang baru saja terkena dan lantas mengatur
pernapasannya, rasanya tidak akan berdaya untuk
mengeluarkan racun dari Raja Racun yang sudah terkenal
diseluruh dunia Kang-ouw ini.
Tapi dia tidak segera putus harapan. Melihat keadaan
Lie Siauw Hiong dia lalu berpikir : "Yang benar ialah
sebelum kau mati,aku akan memberi kesenangan padamu,
tapi bila kau mati, aku menjadi ......" Dia tidak berani
melanjutkan daya khayalnya, sekalipun dia ingin mati
bersama-sama Lie Siauw Hiong, tapi dihati kecilnya ada
satu tenaga yang mencegahnya, hatinya menjadi sangat
kacau sekali, sampai dia sendiri tidak mengerti apa yang
hendak dilakukannya seketika itu. Beraneka macam pikiran
menyesak didadanya, hingga beraneka ragam pula
pikirannya bersimpang-siur diotaknya. Kadang-kadang
terpikir olehnya : "Apakah benar-benar ia membalas cintaku
" Kalau tidak, andaikata aku sampai mati bersama-sama Lie
Siauw Hiong, maka hal ini bagiku akan merupakan
kematian yang sia-sia belaka."
Kembali dia memandang pada Lie Siauw Hiong yang
tengah mengatur jalan pernapasannya. Keningnya tampak
dikerutkannya sejenak, sedangkan bibirnya ditutupnya
rapat-rapat, sehingga membentuk satu garis yang menurun
kebawah. Mukanya tampak tak sedap, hal itu tak pernah
terjadi pada orang yang mempunyai tenaga dalam yang
sempurna. Pikirannya semakin kacau balau karena ia tahu
bahwa racun tersebut pada saat itu sudah menjalar
keseluruh tubuh Lie Siauw Hiong.
Lalu dia berkata pada dirinya sendiri dengan suara yang
rendah : "Paling banyak enam atau tujuh jam lagi jiwanya
akan ......" Air matanya setetes demi setetes berjatuhan
dipipinya, tangisnya semakin menyesak dada, tatkala
dilihatnya orang yang sangat dikasihinya itu hendak mati
rupanya, hingga hatinya seolah-olah dirasakannya hancur
luluh. Sambil menengadahkan kepalanya, Lie Siauw Hiong
menarik napas panjang, lalu dia melepaskan usahanya yang
penghabisan untuk mencoba mempertahankan dirinya agar
dapat hidup lebih lama. Kemudian dia memandang pada
orang yang merasa pilu terhadapnya, yang kini berada
dihadapannya, hingga perasaannya menjadi sangat ruwet.
Pada saat itu dia terpisah dengan sungai tidak seberapa
jauh, air dari sungai Tiang-kang seakan-akan sedang
menangis, sayup-sayup dapat didengar, ditambah lagi
dengan suara terisak-isak dari tangisan Kim Bwee Leng,
hati Lie Siauw Hiong menjadi pilu bagaikan diiris-iris oleh
pisau belati yang tajam bukan kepalang.
Sejak kecil dia telah mengalami berbagai macam
peristiwa yang sangat menyedihkan, lalu disusul dengan
kejadian yang sangat aneh dilembah gunung Ngo-hoa-san,
menjadikan dia seorang yang luar biasa. Baru saja dia
mencampurkan dirinya didunia persilatan untuk melaksanakan pekerjaan yang sudah lama dirancangkannya
itu, tiba-tiba ia telah menemui kegagalannya.
Tapi, kini segalanya itu tak begitu perlu lagi ia hiraukan,
malahan dia telah melupakan Phui Siauw Kun dan
melupakan perasaan kesepian dari Phui Siauw Kun, karena
dia tahu dengan jelas, hidupnya sudah tak lama lagi.
Oleh karena itu, dengan cepat dia lenyapkan segala
pikirannya yang tak keruan. Kemudian dia bersiul sambil
memandang keatas langit, dengan suara tertawanya yang
nyaring dia lalu berkata : "Sejak zaman purbakala seorang
ksatria sukar meloloskan diri dari kematian. Lie Siauw
Hiong, Lie Siauw Hiong ! Kau mengapa harus bersedih hati
untuk itu !" Lalu diangkatnya tangan kirinya sambil menuding
kearah Kim Bwee Leng yang sedang mengucurkan air mata
itu dan berkata dengan tertawa : "Haha, kau lebih lemah
daripadaku, apakah yang ditakutkan " Mati " Mati akan
dialami oleh setiap makhluk yang hidup didunia yang
penuh kepalsuan ini, maka kukatakan tak ada gunanya
seseorang takut akan mati. Mari, tertawa. Bila kau selalu
tertawa, matipun aku. merasa puas."
Dalam suara Lie Siauw Hiong itu ternyata mengandung
sesuatu yang membuat perasaan Kim Bwee Leng terharu,
lalu dia berusaha untuk menghentikan tangisnya sambil
memandang pada pemuda itu, yang dapat membuka pintu
hatinya, kemudian dengan sekilas saja dia mengetahui serba
sedikit tentang diri pemuda itu.
Sekarang barulah dia dapat melihat perbedaan pemuda
itu dari orang kebanyakan.
Tangan kiri Lie Siauw Hiong lalu digunakan untuk
menekan tanah, kemudian badannya dengan sikap yang
datar lalu meloncat keatas, ternyata dia berhasil dalam
usahanya itu, lalu badannya jatuh kembali kemuka bumi
sambil jungkir balik, setelah itu dia duduk disamping Kim
Bwee Leng. Walaupun dia terkena racun yang sangat jahat
sifatnya, tapi karena dia sudah bertahun-tahun melatih
dirinya dengan sungguh-sungguh dan sempurna, dia masih
dapat melakukan gerak yang sedemikian indahnya tanpa
banyak mengalami kesukaran apa-apa.


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kemudian dia menarik napas dalam-dalam dan berkata :
"Kaupun mengetahui yang umurku hanya tinggal beberapa
jam saja lagi, mengapa kau tidak membiarkan aku supaya
senang dan gembira, marilah kita bersenang-senang dan
begembira-ria." Kim Bwee Leng memandang lagi pada pemuda itu,
dengan memaksakan diri lalu dia tersenyum.
Dalam keadaan seperti itu, bagaimana dia dapat tertawa"
Dengan memaksakan diri agar supaya air matanya
jangan sampai keluar, diam-diam dia menetapkan hatinya :
"Bagaimanapun jua dalam waktu-waktu begini, aku harus
berusaha dengan sekuat tenaga untuk menyenangkannya."
Setelah dia mengambil keputusannya yang pasti, dengan
lemah-lembut dia mengulurkan tangannya memegang
tangan kiri Lie Siauw Hiong, sedangkan kepalanya lalu
disenderkan kepundak pemuda itu, kemudian dengan
suaranya yang lemah-lembut dan manis itu dia berkata :
"Apapun yang kau katakan, aku pasti akan mendengar kata-
katamu itu." "Hiong ...... Hiong Koko, aku selamanya selamanya
adalah kepunyaanmu."
Dengan perasaan yang sangat bahagia sekali Lie Siauw
Hiong lalu tertawa, cinta murni yang telah diberikan oleh
wanita muda ini kepadanya, nyata membuat dia lebih tabah
dalam menghadapi maut. Berbareng dengan itu, diapun merasa bangga yang dia
sudah berhasil merebut hati gadis tersebut, sekalipun
rasanya hidupnya tak akan lama lagi, tapi dia merasa
hidupnya sangat berkesan sekali.
Dalam pada itu, setelah dia mengetahui yang
kematiannya sudah tidak lama lagi, seakan-akan tidak ada
sesuatu harapan untuk memperpanjang waktu hidupnya
lagi, maka dia mengambil keputusan untuk menikmati
sepenuhnya sisa hidupnya ini sebaik-baiknya. Inilah
tabiatnya, dan dia selamanya tidak akan merasa sedih dan
pula tidak akan mengerjakan sesuatu pekerjaan yang tak
mungkin dapat dia lakukan, tabiatnya ini diwariskannya
sejak dia lahir. Sekalipun terhadap Kim Bwee Leng dia tidak
mempunyai rasa cinta yang mendalam, tapi dia harapkan
cinta gadis ini terhadap dirinya sangat bergelora, dengan
demikian dalam waktu menghadapi saat-saat kematiannya,
dia tidak terlampau merasa kesepian.
Dengan kencang sekali dia lalu memeluk tubuh Kim
Bwee Leng, kemudian dengan suara yang lemah-lembut
dan manis bagaikan madu dia membisikkan sesuatu
ketelinga gadis itu, sehingga membuat Kim Bwee Leng
benar-benar merasa bahagia sekali.
Sedetik demi sedetik waktu berjalan terus, Lie Siauw
Hiong merasakan yang kematiannya semakin mendekat,
baru saja dia melupakan sesaat perasaan sakit dan
kesemutan ditangan kanannya, tapi sekarang dia merasakan
kumat lagi sakitnya itu. Ditambah lagi dengan kecapaian
yang sangat merasuk dirinya, hingga seolah-olah penderitaannya bertambah berlipat ganda.
Hujan telah berhenti, tiba-tiba dia merasa tubuhnya
sangat dingin, sehingga badannya bergemetaran. Hal mana
membuat Kim Bwee Leng yang dapat melihat perasaan Lie
Siauw Hiong lalu buru-buru bertanya : "Dinginkah kau ?"
Suara ini amat merdu menggema ditelinga Lie Siauw
Hiong, ia hanya dapat menganggukkan kepalanya saja.
Kemudian dia lalu bangkit berdiri sambil berkata :
"Bolehkah aku membantu kau menyalahkan api ?"
Dengan perlahan Lie Siauw Hiong menggelengkan
kepalanya sambil berkata : "Tak perlu, apa lagi aku ......"
dia tidak sampai hati untuk meneruskan perkataannya,
karena dia merasa sayang sekali terhadap Kim Bwee Leng.
Nona itu tentu saja mengerti apa yang hendak dikatakan si
pemuda, karena itu dia merasa sedih, sehingga ini membuat
dia merasa semakin cinta terhadap pemuda she Lie itu.
Tiba-tiba Kim Bwee Leng membalikkan badannya untuk
menghapus air matanya, agar supaya tak diketahui Lie
Siauw Hiong bahwa ia menangis.
Dia sesungguhnya ingin sekali melepaskan tangisnya
sepuas-puasnya, tapi dia memaksa dirinya untuk tidak
berbuat demikian, dia tidak ingin oleh karena suara
tangisannya itu, akan dapat membuat hati Lie Siauw Hiong
merasa turut sedih. Dan pula dia ingin supaya dia dapat
mati dengan tenang dan gembira bersama, karena cinta
mereka berdua rupanya sudah menjadi satu, tak ada sesuatu
apapun yang dapat menceraikan perasaan mereka.
Dipantai seakan-akan tidak ada barang sesuatu yang
dapat dijadikan bahan untuk menyalakan api, tapi serta-
merta dia ingat yang dipinggangnya ada menyimpan dua
buah batu api dikantong kecilnya, yang biasa dia pakai
untuk menyalakan api pipa 'ayahnya', lalu dia mengambilnya kantong kecil itu dari pinggangnya,
kemudian dia mengeluarkan batu api yang sudah basah
dalam kantongnya itu, yang sekalipun agak basah, ternyata
masih dapat juga dipakainya. Tapi dipantai itu sukar sekali
untuk mendapatkan sepotong kayu sekalipun. Yang
terdapat disitu hanyalah pasir dan batu pantai.
Mendadak sontak teringat olehnya papan yang tadi telah
menolong dirinya. Papan tersebut masih tergeletak dipantai, diam-diam dia
berpikir : "Nah, ini pasti dapat dinyalakan untuk membuat
api." Kim Bwee Leng segera mengambil papan itu untuk
dijadikan unggun. Lie Siauw Hiong dengan perasaan terharu sekali
memandang pada Kim Bwee Leng yang tengah mencoba
membakar papan itu. Karena bayangan kematian semakin
lama semakin mendekat, lalu dia berkata : "Leng Moay-
moay, tak usah kau menyalakan api, aku ingin asal kau
dapat berdekatan denganku, aku ...... aku sudah tidak
mempunyai waktu lagi untuk berdampingan denganmu,
aku harap kau dapat menjaga dirimu baik-baik sepeninggalku kelak."
Sambil berteriak tertahan Kim Bwee Leng lalu menubruk
dan memeluk kekasihnya itu, dengan diikuti suara isak
tangisnya yang sudah tak tertahan lagi.
Lie Siauw Hiong pun tanpa dapat menguasai pula
dirinya, akhirnya turut pula mengeluarkan air mata, seakan-
akan mereka ini akan berpisah sedetik lagi untuk selama-
lamanya. Sejurus kemudian, Lie Siauw Hiong merasakan
badannya semakin lama semakin dingin, sedangkan
lengannya pun semakin lama semakin bengkak, maka
dengan separuh merayap Kim Bwee Leng lalu membuka
baju sebelah atas Lie Siauw Hiong untuk diperiksa, dimana
ternyata warna hitam dari racun sudah menjalar sampai
dipundaknya. Dengan suara yang sedih lalu Lie Siauw Hiong
memaksakan diri tertawa dan berkata : "Masih ada berapa
lama lagi aku dapat hidup ?"
Kim Bwee Leng dengan kencang menggigit bibirnya,
kemudian tanpa pikir panjang lagi dan tanpa memikirkan
apa akibat yang akan terjadi kelak, ia mengambil keputusan
nekad. Ia lalu menggigit pundak Lie Siauw Hiong untuk
menghisap darah yang hitam dipundak Lie Siauw Hiong
yang dijalari racun hitam itu. Telah berulang kali ia
menyedot, tapi warna hitam itu tetap tak mau keluar dari
pundak Lie Siauw Hiong, hingga ini membuat Kim Bwee
Leng menjadi agak putus asa.
Lie Siauw Hiong semakin terharu dan cemas, tubuhnya
kedinginan sehingga giginya bergemerutukan bunyinya.
Selama sepuluh tahun ia telah menghuni dalam kamar batu
yang berhawa amat dingin itu untuk melatih diri, sehingga
ia menjadi biasa dengan hawa dingin itu, tapi pada saat itu,
karena pengaruh racun yang sudah mendalam menjalari
seluruh tubuhnya, yang membuat rasa dingin menguasai
tubuhnya sampai ketulang-tulangnya, kemudian dengan
gemetar dia berkata : "Leng Moay-moay, tolong kau
nyalakan api, karena aku sudah tak kuat lagi menahan
hawa dingin ini !" Sebelum melaksanakan perintah Lie Siauw Hiong,
dalam hati nona itu telah mengambil suatu keputusan, yaitu
andaikata Lie Siauw Hiong meninggal dunia kelak, ia tak
ingin lagi hidup lebih lama didunia yang penuh noda ini. Ia
mempunyai tekad sehidup-semati dengan kekasihnya Lie
Siauw Hiong. Disamping itu, ia sangat menyesal, bahkan
usahanya untuk mengisap racun dari pundak Lie Siauw
Hiong itu sia-sia belaka.
Kemudian dia pergi mengambil papan itu kepantai.
Karena tak ada kapak ia terpaksa mempergunakan
kepandaiannya, yaitu dengan tangannya dia membelah
papan itu sehingga menjadi dua potong, tak lama kemudian
yang dua potong itu menjadi berkeping-keping kecil-kecil
yang diletakkannya didekat tubuh Lie Siauw Hiong.
Sesaat kemudian api yang telah menyala memanaskan
tubuh Lie Siauw Hiong yang sedari tadi kecut kedinginan
kena pengaruh racun hitam itu. Kemudian Kim Bwee Leng
mendekapkan tubuhnya yang montok itu kebadan Lie
Siauw Hiong supaya tubuh kekasihnya itu bertambah
panas. Pada detik begini mereka merasakan hidup mereka
sangat berharga sekali, tidak ada satu apapun yang lebih
bahagia yang dapat dibandingkan dengan perasaan mereka
ketika itu. Keduanya terlena sejenak dibawa pikiran impian
masing-masing, pendek kata, sekalipun pemuda itu sudah
berada diambang pintu kematian, tapi mereka merasakan
bahwa saat yang sesingkat itu penuh kebahagiaan dan
kepuasan yang tiada taranya.
Papan kapal itu terbuat dari kayu yang bagus, maka
sekali saja kena api lantas terbakar dengan cepatnya. Dalam
waktu yang sangat pendek sekali papan itu sudah hampir
habis terbakar, kemudian disambung lagi dengan yang lain.
Demikianlah seterusnya, setelah habis papan yang satu
dibakar lagi yang lainnya sambung-menyambung.
Lie Siauw Hiong dengan diam-diam menghitung detik-
detik yang berlalu sambil menunggu-nunggu saat ajalnya
akan berpisah dengan jasatnya.
Setelah habis papan demi papan dipotongnya dengan
tangannya, tibalah saatnya papan yang terakhir yang akan
dibakarnya. Tapi papan ini adalah papan ranjang ayahnya Kim It
Peng si Raja Racun. Dan selagi si nona memotong papan
yang telah terpotong dua itu dengan sekuat tenaganya, tiba-
tiba dari pinggir papan ranjang yang berwarna hijau itu
menggelinding keluar beberapa peles kecil, hingga Kim
Bwee Leng menjadi sangat girang dan berseru : "Obat
pemunah !" Pada saat itu Lie Siauw Hiong yang sudah mulai hilang
ingatannya, ketika mendengar dua huruf ini, semangatnya
mendadak terbangun kembali.
Waktu dia lihat Kim Bwee Leng berteriak-teriak sambil
melompat-lompat saking kegirangan, disudut bibirnya
tersungginglah sebuah senyuman, lalu dengan tak terasa
lagi dia semaput. Kemudian waktu dia siuman kembali,
hari sudah gelap. Kim Bwee Leng saking gugupnya selalu berada
disamping kekasihnya itu. Waktu dia lihat pemuda itu
membuka matanya, dengan suara yang girang sekali dia
berkata : "Hiong Koko, jangan bergerak, kau sudah tidak
berbahaya lagi." Ia mempergunakan obat itu menurut
petunjuk-petunjuk yang terdapat dipapan ranjang 'Raja
Racun Kim It Peng', dimana ia meletakkan obat pemunah
racun itu, sehingga Kim Bwee Leng dapat memakaikan
obat pemunah tersebut kepada sipemuda dengan secara
seksama. Lie Siauw Hiong sekali lagi dengan mengandalkan papan
tersebut nyawanya tertolong dari kematian menjadi hidup
kembali. Racun Kim It Peng ini walaupun sangat berbahaya
sekali, tapi obat pemunahnyapun sangat mustajab dan luar
biasa pula. Tubuh Lie Siauw Hiong pada saat itu sekalipun
dirasakan agak lelah, tapi perasaan kesemutannya tadi
sudah tidak dirasakannya lagi.
Kim Bwee Leng begitu melihat dia siuman, saking
girangnya membuat dia sebentar menangis sebentar ketawa.
Semenjak semalam sampai saat itu belum lagi ia makan
sebutir nasipun. Kini perasaan lapar dan haus mulai
menyesak. Karena terlalu lelah, Kim Bwee Leng bersandar
dibadan Lie Siauw Hiong, hingga tanpa terasa lagi diapun
tertidurlah disitu dengan nyenyaknya. Dalam tertidurnya
ini, Lie Siauw Hiong menikmati kecantikan dan potongan
tubuh Kim Bwee Leng yang padat itu. Melihat ini tanpa
terasa lagi kasih sayang dan napsu berahinya menjadi
bergejolak. Karena ia merasa telah berhutang budi pada
kekasihnya itu, maka

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pikiran setannyapun dapat terpadamkan. "Aku telah ditolongnya, kenapa pulakah aku
harus menodai cinta sucinya padaku, sedangkan ia dengan
secara langsung atau tidak telah menjadi hakku ?" pikirnya
seorang diri. Angin pantai bertiup mengelu-ngelu, membikin kantuk
Lie Siauw Hiong dan mendatangkan kuap yang bertubi-
tubi, hingga akhirnya tanpa disadarinya ia tertidur pula
karena ditiup angin lalu.
Sekali dia tertidur terus pulas sampai malamnya. Waktu
Kim Bwee Leng membuka matanya, dilihatnya Lie Siauw
Hiong sudah terjaga pula. Pada saat itu dia sedang
memandang pada Lie Siauw Hiong dengan gairahnya
dengan tertawa manis dia berkata : "Kau lihat, tidurku
sangat nyenyak sekali, bukan ?"
Lie Siauw Hiong dengan perasaan terharu lalu mencium
dahi si nona sambil tertawa dan berkata : "Tidurmu sangat
nyenyak sekali, bila ada orang yang melarikan kau, kaupun
tidak akan merasa." Kemudian sambil tertawa Kim Bwee Leng pun berkata
pula : "Hei, siapakah yang berbuat demikian, karena kau
juga." Setelah itu tiba-tiba Kim Bwee Leng membungkukkan
badannya, dilihatnya dipundak Lie Siauw Hiong tidak
terdapat warna hitam lagi seperti tadi, kini seluruhnya
sudah lenyap, sambil tertawa dia berkata : "Hiong Koko,
kau coba-coba berdiri, karena kita tentu saja tidak dapat
tinggal lama-lama disini, tambahan lagi kini perutkupun
sudah lapar sekali."
Lie Siauw Hiong sambil tertawa lalu manggutkan
kepalanya, dengan mengeluarkan sedikit tenaga saja
ternyata dia sudah dapat berdiri, menandakan dia sudah
sembuh sama sekali. Sambil tertawa dia berkata : "Obat
pemunah ayahmu sungguh hebat sekali.'"
Kemudian sambil tertawa pula dia menambahkan :
"Racunnya juga tidak kalah hebatnya."
Muka Kim Bwee Leng menjadi merah, lalu ia
meruncingkan mulutnya sambil membalikkan badannya.
Tidak berapa jauh dari situ, tampak menggeletak sebuah
buku diatas tanah. Ia pergi mengambil buku itu. Setelah
dibolak-baliknya halamannya, lalu dibacanya apa isinya.
Lie Siauw Hiong pun ikut pula membacanya. Buku itu
ternyata dibuat daripada kertas kuning yang sudah di Jilid
menjadi sebuah buku. Dikulit buku itu tettulis 'Tok Khip'
dua huruf. Keduanya berjalan sambil membaca buku itu, sehingga
perasaan lapar yang mencengkam diotak mereka menjadi
hilang karena dipengaruhi oleh isi buku itu. Didalam buku
tersebut dijelaskan segala racun yang terdapat didunia ini,
bagaimana sifat-sifatnya dan cara bagaimana pula
mencampur aduk racun-racun itu. Lie Siauw Hiong selama
hidupnya belum pernah melihat buku seperti itu,
mendengarpun belum pernah pula. Didalam buku itu
diterangkan pula racun-racun yang hebat sekali, sehingga
ini sukar diduga orang. Tidak terasa lagi dengan suara yang
mengandung pujian dia berkata pada Kim Bwee Leng :
"Leng Moay-moay, ayahmu itu sesungguhnya seorang gaib
yang lihay sekali. Segala racun yang ada didunia ini, dapat
dikenalinya dengan secara jelas. Tak usah kita bicarakan
yang lain-lain, yang gampang saja yaitu mengenai racun
yang langka dan belum diketahui orang. Dia dapat
membuatnya beraneka macam tanpa diketahui orang lain
bagaimana caranya dia membuatnya."
Kim Bwee. Leng menghela napas berkata : "Orang tua
itu seumur hidupnya bersatu padu dengan racun-racunnya,
sekarang dia juga termakan racunnya sendiri. Adakalanya
dia menjadi seperti seorang gila, dan adakalanya dia seperti
baik-baik saja. Sekarang entah kemana perginya dia itu."
Buru-buru Lie Siauw Hiong memotong perkataannya :
"Orang tua itu kepandaiannya luar biasa sekali, tak ubahnya
seperti dewa saja layaknya, apa pulakah yang ditakuti dan
disangsikan mengenai dirinya ?"
Sambil meletakkan sebelah tangannya dipundak Lie
Siauw Hiong, Kim Bwee Leng lalu berkata : "Lebih baik
kita sekarang coba pergi mencari-cari, kalau-kalau didekat
sekitar itu terdapat kampung atau kota. Sekarang kita tak
tahu dimana kita berada, sedangkan badanku kini kotor dan
berbau keringat." Lie Siauw Hiong tertawa, badannya bergerak dan lalu
dia mengeluarkan kepandaiannya yang asli. Dengan cepat
tenaganya yang agak lemah bertambah beberapa kali.
Kim Bwee Leng yang berjalan sambil bersandar
dipundak Lie Siauw Hiong, dapat merasakan bahwa ilmu
kepandaian pemuda itu sangat sempurna sekali. Lalu dia
bertanya : "Kepandaianmu kau pelajari dari siapa ?"
Dengan tertawa Lie Siauw Hiong lalu berkata : "Tentang
ini akan kuberitahukan kepadamu kelak."
Pada saat itu sekonyong-konyong terdengar suara
teriakan dari seorang wanita. Mereka lalu menghentikan
langkahnya, tanpa berunding pula mereka lalu bersama-
sama menuju kearah suara itu. Sekali ini lari Lie Siauw
Hiong sangat kencang sekali, sehingga dalam sekejap mata
dia telah melihat dua tubuh yang bergulingan ditanah.
Suara teriakan dari wanita tadi tentu adalah salah satu dari
kedua orang ini. Sejurus kemudian dia berkata : "Baik aku lihat lebih
dahulu." Badannya bagaikan burung walet yang sedang
terbang dengan pesatnya melompat kedepan, dengan tiga
kali lompat saja dia sudah terpisah agak jauh.
Waktu melihat mereka dia lalu berseru : "Ternyata kau !"
Kedua orang yang tengah bergulingan itu ialah Tian-mo
Kim Ie dan Phui Siauw Kun.
Tian-mo Kim Ie adalah seorang yang mahir sekali
berenang didalam air. Waktu kapal itu tenggelam, dia peluk
kencang-kencang tubuh Phui Siauw Kun. Sambil mengikuti
naik turunnya gelombang sungai itu, lalu dia menyamber
sebuah papan, dengan mana dia berhasil mencapai daratan.
Pada saat sampai didaratan, kedua orang itu tak
sadarkan diri, kemudian waktu Phui Siauw Kun siuman,
dia merasa yang tubuhnya masih berada dalam pelukan
Kim Ie, maka saking kagetnya, dia lalu menjerit. Waktu dia
membuka matanya, ternyata Kim Ie sedang hendak
memperkosa dirinya. Phui Siauw Kun dengan marah dan gugup lalu
mendorong tubuh Kim Ie. Tapi Kim Ie yang mempunyai
kepandaian silat yang tinggi, sekalipun ada orang yang
kepandaiannya lebih tinggi sepuluh kali lipat daripada
dirinya, jangan harap akan dapat menolakkan tubuhnya.
Syukur juga pada saat itu dia sedang merasakan agak
pusing, hingga tenaganyapun sudah tidak penuh pula.
Begitu terdorong oleh tolakan tangan Phui Siauw Kun,
lantas saja tubuhnya jatuh ketanah. Dengan menggunakan
sepasang tangannya, lalu Phui Siauw Kun berusaha untuk
duduk, dan sambil memungut sebuah batu dia berkata :
"Bila kau berani datang mendekat lagi, akan kulemparkan
ini kemukamu, sehingga mukamu menderita cacat !"
Tian-mo Kim Ie karena terlampau mencintainya, ketika
mendengar kata-kata tersebut benar saja dia tidak berani
maju lebih jauh. Tapi Phui Siauw Kun yang memandang
kesegenap penjuru, karena tidak terdapat orang lainnya lagi,
saking takutnya dia tidak berani bergerak untuk
melaksanakan ancamannya itu.
Begitulah kedua orang ini terus berkeadaan demikian.
Mereka melewatkan masa satu malam dengan cara tersebut,
hingga akhirnya Phui Siauw Kun merasa sangat lelah
karena laparnya. Sungguh sukar ia mempertahankan lebih
lama lagi keadaan yang sedemikian itu, hingga kemudian
dia tampak seakan-akan orang mengantuk.
Kim Ie dengan menggunakan kesempatan ini, telah
berniat akan melampiaskan nafsu berahinya kepada Phui
Siauw Kun. Mula-mula dia memegang erat-erat kedua
belah tangan si nona untuk merampas batu yang masih
digenggamnya ditangannya. Kemudian. dengan tertawa
puas, tangannya mulai meraba tubuh Phui Siauw Kun yang
menggiurkan itu. Phui Siauw Kun saking kagetnya lantas
berteriak dan berontak dari cengkeraman bahaya perkosaan
ini. Begitulah kedua orang ini lalu berguling-gulingan, Tian-
mo Kim Ie hendak menggunakan kesempatan tersebut
untuk melampiaskan keinginannya yang sudah lama
terpendam, tetapi tidak disangka-sangka teriakan Phui
Siauw Kun terdengar oleh Lie Siauw Hiong, hingga
kemudian Siauw Hiong lekas-lekas datang menghampiri
mereka. Phui Siauw Kun begitu melihat Lie Siauw Hiong,
dengan girang sekali dia berseru : "Hiong Koko !"
Tian-mo Kim Ie begitu melihat Lie Siauw Hiong,
matanya segera tampak berapi-api, tak lama kemudian jauh
dibelakang Lie Siauw Hiong dia melihat Kim Bwee Leng,
pada siapa ia lalu berseru : "Sumoay, lekas kemari, lekas
bantu aku membereskan bocah ini !"
Kim Bwee Leng melihat Phui Siauw Kun dan Kim Ie,
dia merasa keheran-heranan sekali. Mendengar Kim Ie
minta bantuannya untuk menyingkirkan Lie Siauw Hiong,
sepatah katapun tidak dia ucapkan.
Kemudian dia berjalan menghampiri Lie Siauw Hiong
dan berdiri mendekatinya.
Pada saat itu Phui Siauw Kun pun berlari menuju kearah
Lie Siauw Hiong, dan waktu menyaksikan laku Kim Bwee
Leng, dia kelihatan merasa tercengang sekali, tapi dia tetap
menubruk pemuda itu. Tian-mo Kim Ie berteriak saking geramnya melihat
adegan yang tengah berlangsung itu. Lalu dia maju kemuka
untuk menarik belakang baju Phui Siauw Kun. Melihat hal
itu, Lie Siauw Hiong jadi gusar sekali dan lalu berseru :
"Lepaskan !" Dia maju satu langkah sambil memukul
dengan tinjunya yang disertai dengan suara angin yang
menderu-deru. Tian-mo Kim Ie yang melihat pukulan Lie Siauw Hiong
yang sedemikian kuatnya.itu, bahkan tangannyapun tidak
berubah kulitnya barang sedikit pun, maka sudah barang
tentu ia keheran-heranan bukan kepalang.
Dalam pada itu, sekonyong-konyong dia melihat Lie
Siauw Hiong memegang sebuah buku yang berwarna
kuning, maka sambil tertawa dingin dia berkata : "Budak
kecil, ternyata sampai pada Sumoayku pun telah kau tipu
pula !" Kemudian dengan sinar matanya yang tajam ia balik
memandang pada Kim Bwee Leng sambil berkata :
"Mengapa buku rahasia Suhu kau berikan kepadanya ?"
Kim Bwee Leng lalu menjawab : "Kau tidak berhak
mencampuri urusan ini !"
Sehabis berkata begitu, dia menoleh pada Phui Siauw
Kun yang masih memegang tubuh Lie Siauw Hiong, hingga
dengan geram dia berkata : "Kau masih tidak mau pergi ?"
Phui Siauw Kun hanya menjawab : "Kau tidak dapat
mencampuri urusan aku ini !"
Diam-diam Lie Siauw Hiong merasa serba salah, dia
tidak dapat menggunakan pengaruhnya untuk mengusir
Phui Siauw Kun, tapi ketika melihat muka Kim Bwee Leng
yang penuh dengan kemarahan, diapun tidak dapat
membela Phui Siauw Kun. Dalam keadaan sulit ini,
ditambah lagi dia harus menghadapi lawan yang tangguh,
Tian-mo Kim Ie. Untuk sesaat dia berdiri terpekur saja, tidak tahu apa
yang harus diperbuatnya. Kim Bwee Leng marah bercampur cemburu. Dia adalah
seorang wanita yang mempunyai perasaan yang sama
dengan wanita lainnya, ia merasa tidak enak untuk menarik
Phui Siauw Kun. Sekarang sebaliknya dia sangat
mengharapkan Tian-mo Kim Ie-lah yang akan menarik
tubuh Phui Siauw Kun, agar supaya nona saingannya itu
terpisah dari pemuda kecintaannya itu.
Tian-mo Kim le yang pernah bertempur dengan Lie
Siauw Hiong diatas kapal, dia tahu kepandaiannya lebih
rendah setingkat dengan lawannya ini. Karena ingin
menjaga mukanya jangan sampai dapat malu, maka dia
memikirkan daya apa yang harus dilakukannya untuk
menghadapi lawan tangguh ini selanjutnya, dan dengan
jalan bagaimanakah pula dia harus melayaninya.
Pada saat itu pikiran keempat orang itu berbeda-beda,
sebab masing-masing mempunyai kepentingan-kepentingan
pribadi sendiri-sendiri, hingga tanpa terasa pula mereka
sekalian hanya berdiri termangu-mangu. Tiba-tiba perut
Kim Bwee Leng berkeruyuk, suatu tanda bahwa dia sudah
sangat kelaparan. Phui Siauw Kun mendadak tertawa mendengar perut
Kim Bwee Leng keruyukan, hingga Bwee Leng lalu
membentaknya: "Apa yang kautertawakan" Dasar tidak
tahu malu !" Phui Siauw Kun jadi penasaran dan lalu balik
membentaknya : "Kau yang tidak tahu malu! Kami sudah
lama memadu cinta kasih. Kini kau boleh tanyakan
padanya. Jadi kau berani mencampuri urusanku dengan
kekasihku ini ?" Kepala Lie Siauw Hiong menjadi bertambah pusing,
karena dengan tidak disangka-sangka ia sekarang menjadi
rebutan dari kedua gadis jelita itu, sehingga ia menjadi
binggung dan tak tahu mesti berbuat bagaimana. Hal mana
membuat Kim Ie hanya tertawa mengejek dengan berulang-
ulang. Sementara Kim Bwee Leng saking menahan marah,
mukanya berubah menjadi merah padam dan sekonyong-
konyong menjawab : "Aku adalah isteri Hiong Koko, tentu
saja aku berhak mencampurinya !"
Kedua-dua tangan Phui Siauw Kun yang memegang
tubuh Lie Siauw Hiong mendadak dilepaskannya,
kemudian sambil bertepuk tangan dia berkata sambil
tertawa : "Ai, sungguh kau ini seorang yang tidak tahu malu
sekali ! Kau sembarangan saja mengaku sebagai isteri Hiong


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Koko !" Mendengar omongan itu, Tian-mo Kim Ie tampak
keheran-heranan sekali, karena dia tahu betul bahwa
sumoaynya ini sekalipun cantik seperti buah Toh atau Lie,
tapi sikapnya sangat dingin sekali. Biasanya bila ada
seorang laki-laki yang berani memandangnya dengan sorot
mata yang tak sopan, pasti lelaki itu akan menemui hari
naasnya, tapi sekarang mengapa sikapnya mendadak telah
berubah sama sekali, hingga dimuka orang banyak tanpa
malu-malu lagi ia mengaku dirinya sebagai isteri pemuda
itu " Dengan ini, tanpa terasa lagi dia berseru : "Sumoay,
kejadian apakah yang sebenarnya telah menimpa atas
dirimu ?" Kim Bwee Leng yang pikirannya kusut karena
disebabkan oleh rasa marah, gugup dan sengit yang
tercampur aduk, akhirnya air matanya jatuh berderai-derai
dengan hampir tak dirasainya pula.
Lie Siauw Hiong yang melihat hal itu, lalu teringat
bagaimana Kim Bwee Leng telah membela dirinya dari
bahaya maut dan dengan amat cermat dan sabarnya ia
melayaninya sewaktu dia menderita kesengsaraan terkena
racun itu, hingga tidak terasa lagi sanubarinyapun benar-
benar terharu sekali dan sangat bersimpati terhadap nona
Bwee Leng itu. Begitulah dengan sekali lompat saja dia telah berdiri
disamping Kim Bwee Leng dan lalu berteriak dengan suara
nyaring : "Dialah memang benar isteriku !"
Mendengar hal ini, Tian-mo Kim Ie menjadi semakin
heran, sedangkan Phui Siauw Kun yang berdiri disampingnya, tiba-tiba saja dia mengeluarkan suara
"Waaaa". Lantas dia menangis teriak-isak sambil menjatuhkan dirinya ditanah.
Diam-diam Tian-Mo Kim Ie berpikir pada dirinya
sendiri : "Nah, sekarang inilah kesempatan yang sangat baik
sekali bagiku," sambil dia menghampiri Siauw Kun dan
menepuk-nepuk pundak orang dan berkata "Jangan
menangis, jangan menangis."
Phui Siauw Kun setelah mendengar Lie Siauw Hiong
mengakui bahwa wanita itu adalah isterinya, tiba-tiba dia
teringat akan sumpah dengan Lie Siauw Hiong untuk
mendirikan sorga rumah tangga bersama-sama. Semakin
berpikir semakin merasa hal ini merupakan penyakit yang
parah sekali bagi dirinya, hingga akhirnya menyebabkan dia
menangis meraung-raung. Waktu mendengar ada orang yang menghiburkannya,
tidak dia perdulikan pula siapa orang itu, lantas dia
menjatuhkan dirinya kedada orang itu sambil menangis
dengan sedihnya. Diam-diam Tian-mo Kim Ie merasa girang sekali,
kemudian ia berkata : "Mengapa kau harus mempercayai
perkataannya, yang tidak dapat dipercayai kebenarannya "
Kini marilah kita pergi kelain tempat saja."
Hati Lie Siauw Hiongpun merasa turut bersedih juga,
karena diapun sebenarnya mencintai juga kepada Phui
Siauw Kun. Tapi apa hendak dikata, segala keputusan
berada ditangan Tuhan yang Maha Esa. Mendengar
bujukan Kim Ie ini, tanpa melihat lagi pada orang yang
membujuknya, Phui Siauw Kun lalu bangun dan terus lari
menuju kepantai, hendak membunuh diri dengan jalan
mencerburkan dirinya kedalam sungai. Melihat ini Lie
Siauw Hiong menjadi sangat terperanjat dan berpikir :
"Mungkinkah dia ingin membunuh diri ?"
Tanpa berpikir lebih lanjut, ia lalu berkelebat
memburunya. Sekali berkelebat saja ia telah sampai pada Phui Siauw
Kun. Tapi pada sebelum tangannya memegang Phui Siauw
Kun, tiba-tiba dari belakangnya terasa ada angin yang
menyambar mendatangi. Dia ingin segera menangkis dengan tangannya, tapi tiba-
tiba dia teringat akan racun yang baru saja didapatnya,
maka buru-buru dia membalikkan badannya, serta merta
sebuah batu lewat dengan kencangnya disamping badannya, kemudian disusul dengan majunya Kim Ie
dengan geram sekali. Sepasang tangan Lie Siauw Hiong diluruskan kedepan
bagaikan pedang saja, lantas menotok jalan-jalan darah
'Sim-hiang', 'Hian-cu', 'Hian-kwan', 'Ciang-tay', 'Teng-giok',
dan 'Kian- ceng', enam tempat ditubuh lawannya
serangannya sekali ini dilakukannya tidak tanggung-
tanggung lagi, sedikitpun dia tidak menaruh kasihan lagi.
Tian-mo Kim Ie berteriak berkali-kali saking marahnya,
lalu dia mengeluarkan ilmu 'Im Cian Chit Sip Jie Sek',
bayangan tinjunya berkelebat kian-kemari, dengan gaya-
gaya mengampak, menindih, menangkis, memukul dan
menotok yang digunakannya menyerang lawannya dengan
bertubi-tubi. Pergerakan kedua orang ini memang sama-sama
sebatnya, maka dalam waktu sekejap mata saja sudah
berlangsung sepuluh jurus lamanya. Dalam pada itu tiba-
tiba terdengar suara "plung" yang jelas sekali, ternyata Phui
Siauw Kun sudah menyeburkan dirinya kedalam sungai.
Kedua orang ini tidak dapat meneruskan perkelahiannya
lagi, lantas mereka menghentikan serangan mereka masing-
masing. Mereka berniat berlari menuju kepantai untuk
menolong Phui Siauw Kun, tapi air sungai sudah mulai
bergolak dan bergelombang, hingga cara bagaimana mereka
dapat mencari Phui Siuw Kun yang menyebur kedalamnya
" Lie Siauw Hiong tidak pandai berenang, sedang Kim Ie
sendiri sekalipun paham bermain diair, tapi tampaknya ia
tak berani terjun kedalam sungai yang ombaknya amat
hebat itu untuk menolong nona Phui. Oleh sebab itu
akhirnya kedua orang ini berdiri kebingungan ditepi pantai,
tak seoragpun yang berani coba melompat kesungai itu.
Pada saat itu Kim Bwee Leng pun lalu turut berjalan
pula kepantai. Waktu melihat Lie Siauw Hiong seperti
orang kehilangan semangat, hatinya menjadi marah, tapi
waktu dia berpikir yang Phui Siauw Kun telah
mengorbankan dirinya sendiri disebabkan perasaan cintanya, diapun merasa iba pula.
Lie Siauw Hiongpun teringat akan Phui Kun pada hari-
hari yang lampau dan sangat mencintainya itu, tapi
sekarang tanpa diketahui apa sebab musababnya, lantas
menimbulkan peristiwa yang tak diingini ini, bukankah
perbuatannya ini sia-sia belaka" Maka dengan kemarahan
yang meluap-luap ia telah timpakan semua kesalahan ini
atas diri Tian-mo Kim Ie.
Kim Ie pun yang tak terkirakan bencinya pada Lie Siauw
Hiong, hingga dengan amat marah dia berseru : "Semuanya
ini adalah karena gara-garamu !" Kemudian ia menyerang
lawannya dengan tipu-tipu 'Cu-pit-tiam-cek' (pit menotol
buku) dan 'Wan-hun- can-twie' (setan penasaran melihat
kaki). Dia menyerang lawannya dari atas dan bawah
dengan gerakan secepat kilat.
Lie Siauw Hiong segera menangkis serangan itu dengan
tangan kirinya, yang dengan secara tiba-tiba dia membentuk
tiga bundaran dari pukulannya ini, hingga ini justeru tepat
sekali dengan siasat 'Kiu-cie-kiam-hwat' dari jurus 'Bwee-
hoa-sam-long'. Karena dengan ini Lie Siauw Hiong telah
menggunakan tinju sebagai ganti pedang, untuk dengan
beruntun menyerang kepada lawannya, sedangkan tangan
kanannya dipakai menabas serangan tangan kiri lawannya.
Kim Ie menjadi sangat terperanjat dan buru-buru merubah
serangannya. Begitulah kedua orang ini lalu bertempur lagi
dengan amat sengitnya. Kedua orang ini sama-sama mendendam satu sama lain,
sekali turun tangan tentu saja masing-masing pihak tidak
mau berlaku tanggung-tanggung lagi, sehingga angin yang
keluar dari kepalan mereka menderu-deru, membuat baju
Kim Bwee Leng tertiup berkibar-kibar.
Sementara Kim Bwee Leng yang melihat kedua orang ini
bertempur lagi, hatinya menjadi bingung, dia tidak tahu apa
yang harus dikerjakannya, karena kedua orang ini yang satu
adalah Suhengnya, sedangkan yang satu lagi adalah
'suaminya', dia tidak berdaya untuk membantu salah satu
pihak, karena dengan mengandalkan kepandaiannya
sendiri, dia pun tidak bisa memisahkannya. Dari itu, dia
hanya dapat menonton saja, sampai ia lupa bahwa ia sangat
lapar. Lie Siauw Hiong untuk ketiga kalinya bertempur dengan
Tian-mo Kim Ie, tapi masih saja tidak bisa memenangkannya, hatinya diam-diam merasa gugup sekali,
karena begitu dia keluar dari pintu penguruan, pertama-
tama menghadapi lawan dan harus menggunakan
tenaganya dengan susah-payah melawan musuh, dengan
demikian mana dia dapat memikirkan untuk mengerjakan
pekerjaan yang lebih besar lagi.
Dia mana tahu sekalipun umur 'Tian-mo Kim Ie' ini
masih muda, tapi namanya sudah menggetarkan dunia
rimba persilatan, hingga meski 'Kong Tong' Sam-coat-kiam
yang begitu sombong, agak gentar untuk menghadapinya.
Dan jikalau pada saat itu ada orang lain yang melihat
Siauw Hiong dapat bertempur dengan 'Tian-mo Kim Ie'
dalam keadaan berimbang, niscaya orang itu akan merasa
kaget sekali. Apa lagi jika diingat bahwa pengalaman Kim Ie jauh
melebihi Lie Siauw Hiong, orang tentu akan merasa heran
pula. Tapi hal itu tentu ada sebabnya, yaitu dalam soal
pengalaman Kim Ie memang lebih unggul daripada Lie
Siauw Hiong, tapi dalam kepandaian Lie Siauw Hiong
lebih menang setingkat, maka oleh sebab itulah mereka
berdua dapat bertempur dengan keadaan seimbang.
Tapi bila mereka bertempur lebih lama lagi, pasti tidak
menguntungkan Kim Ie, sebab waktu pertama kali
bertempur saja dia hampir sudah tidak tahan lagi, apa lagi
hari ini, bukan saja dia belum minum ataupun makan,
malahan beristirahat sesaat sajapun belum.
Kim Ie mempunyai perkiraan sendiri, dia yakin apabila
dia bertempur lebih lama lagi, pasti dia akan kalah, waktu
dia melihat sumoaynya, ia segera menduga bahwa bukan
saja sumoaynya tidak ingin membantunya, sebaliknya asal
saja Lie Siauw Hiong tidak menyerang dirinya lagi, sudah
boleh dikatakan untung sekali.
Diapun mengetahui dimana dia sedang bertempur, yaitu
tiga bagian bumi ialah semak belukar, sedangkan satu
bagian lagi adalah sungai, tentu saja dia tidak bisa
melarikan diri, diam-diam dia mengeluh, lalu dia
mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk melawan
musuhnya. Lie Siauw Hiong sedikitpun tidak ingin melepaskannya
begitu saja, sebab tahu sekali dia terkena racun lawannya,
hatinya sangat jeri sekali. Ia insyaf bahwa Tian-mo Kim Ie
adalah murid pertama dari Raja Racun, sudah tentu
dibadannya masih terdapat racun lainnya, oleh karena itu,
dia tidak memberi sedikit kesempatanpun untuk Kim Ie
dapat bergerak dengan leluasa, karena dikuatirkan apabila
ada kesempatan terbuka, lawannya pasti akan dapat
menyerangnya pula dengan racunnya itu.
Tapi dia tidak tahu, bila benar ditubuh Kim Ie masih
terdapat senjata rahasia yang beracun, apakah lawannya ini
tidak dari siang-siang saja menyerangnya dengan racun itu "
Dan buat apa dia menunggu sampai saat seperti sekarang
ini " Ternyata Kim Ie sejak keluar dari pintu perguruannya,
belum pernah dia menemui lawan yang setimpal seperti
sekarang ini, maka sudah tentu oleh karena itu dia menjadi
sombong sekali, hingga ia jarang sekali membawa senjata
rahasianya yang beracun itu. Tetapi pada saat ini dia
menyesal sekali, mengapa senjata rahasianya yang beracun
itu tidak dia bawa dibadannya.
Tiba-tiba dari arah tengah sungai mendatang sebuah
perahu kecil yang mengikuti arus tiupan angin, tampak
memecah ombak dengan lajunya, kecepatannya itu sungguh
mengejutkan orang. Kim Bwee Leng yang melihat perahu
kecil itu menuju kejurusannya, hatinya kaget bukan buatan.
Karena dia yang sudah lama mengikuti Kim It Peng
kemana-mana, dengan sekali pandang saja dia sudah dapat
menduga bahwa perahu kecil yang sedemikian pesat
majunya itu, tentulah memuat orang-orang yang luar biasa
pula. Perahu kecil tersebut setelah dekat dengan pantai lalu
berputar sekali, lantas merapat kepantai. Dari dalam perahu
berlompat turun tiga orang, sedangkan Lie Siauw Hiong


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan Kim Ie yang sedang ngotot bertempur, sekalipun
seluruh perhatian masing-masing ditujukan kepada lawannya, tapi merekapun mengetahui juga bahwa dari
arah sungai telah datang beberapa orang. Biarpun mereka
telah mengetahui ada beberapa orang mendatangi, tapi
keduanya tidak berani menghentikan penyerangan mereka,
karena mereka takut kalau lawan itu dapat menggunakan
kesempatan tersebut untuk balik menyerangnya.
Orang yang turun dari perahu tersebut adalah dua laki-
laki dan seorang wanita. Mereka terdiri dari seorang laki-
laki tua yang kurus kering, sedangkan yang dua orang lagi
yaitu satu laki-laki dan satu wanita, keduanya adalah anak-
anak muda. Baju kedua orang ini sangat indah sekali.
Tampaknya mereka ini seperti anak-anak hartawan saja.
Ketiga orang ini setelah meninggalkan perahu mereka,
lantas berdiri dipantai, tanpa bersuara, tapi muka ketiga
orang ini masing-masing menunjukkan perasaan yang
keheran-heranan memandang kedua orang yang sedang
bertempur dengan sengitnya Kemudian wanita muda itu
lalu berkata sesuatu pada situa kurus kering. Situa kurus
kering tampak menggelengkan kepalanya, tapi perkataan
mereka ini tidak dapat didengar dengan jelas apa yang
sedang mereka percakapkan.
Sedangkan mata anak muda yang baru datang ini terus
memandang dengan tajam pada Kim Bwee Leng, dari atas
lantas turun kebawah. Kim Bwee Leng melihat anak muda
ini walaupun tampaknya tampan juga, tapi melihat
pandangan pemuda ini kurang sopan, ia dapat menduga
bahwa sipemuda ini bukan seorang yang berasal dari orang-
orang baik. Tidak terasa lagi dia jadi marah, diam-diam dia
berpikir : "Kho-nio (nona)-mu pasti akan memberi pelajaran
kepadamu biar tahu rasa dan tahu adat !"
Sekonyong-konyong dia melihat dibadan ketiga orang itu
terpancang kulit menjangan tempat menaruh senjata-senjata
rahasia, hatinya tergerak, diam-diam dia berkata pada
dirinya sendiri : "Mungkinkah mereka ?" Hatinya menjadi
curiga sekali, matanyapun tidak putus-putusnya memandang pada tiga orang ini, ketika anak muda itu
datang menghampirinya sambil berkata : "Kim Kho-nio,
kau baik ?" Pemuda itu sekali menyebut saja sudah dapat
mengetahui shenya, membuat Kim Bwee Leng terkejut.
Lalu ia terpikir : "Bagaimana kau dapat mengetahui she-ku
?" Tapi waktu melihat mata pemuda itu seperti pandangan
mata bangsat kepadanya, kemarahan sinonapun memuncaklah, tapi ia segera membalikkan badannya untuk
tidak melayani pemuda tersebut.
Tapi pemuda itu malahan ketawa hahahihi sambil
berkata : "Kim Kho-nio terlalu jual mahal agaknya !"
Kemarahan Kim Bwee Leng sukar ditahan lebih lama
pula, lalu satu pikiran melintas dikepalanya, kemudian
sambil menekan perasaannya dia hanya berkata : "She Tuan
ini siapa gerangan ?"
Sinar mata pemuda itu lalu tampak dikerutkan, tapi baru
saja dia berpikir untuk menjawab pertanyaan tersebut, tiba-
tiba terdengar suara teriakan dari orang yang marah,
kemudian disusul dengan suara beradunya sesuatu barang
keras. Diwaktu dia menoleh dan memandang, ternyata
pada saat itu kedua orang yang sedang bertempur itu telah
hampir dapat ditentukan kalah menangnya.
Ternyata Tian-mo Kim Ie sudah mengeluarkan seluruh
kepandaiannya yang paling tinggi sekali, karena dia ketahui
apabila dia tidak berani melawan musuhnya mati-matian,
maka sukarlah untuknya akan dapat melarikan diri.
Hal itu sudah dapat diduga oleh Lie Siauw Hiong, maka
dalam serangan yang mula-mula dan terdiri dari pukulan-
pukulan dengan kepalan, lantas diubahnya dengan
mengambil corak pukulan bagaikan pedang, terus dia
menyerang lawannya, sedangkan badannyapun berkeliling
mengitari tubuh Kim Ie. Lie Siauw Hiong memang sangat
pintar sekali, melihat cara penyerangan Kim Ie yang
dilakukannya secara membabi buta, hatinya sudah
mempunyai daya yang sempurna untuk menghalanginya,
karena dia tahu tak lama lagi pasti tenaga lawannya akan
habis. Pada saat itu Kim Ie melepas satu pukulan dengan
sepenuh tenaga, untuk menyerang pundak Lie Siauw
Hiong, tapi dia tidak menangkis atau berkelit dia hanya
mengumpulkan seluruh kekuatannya dipundaknya, lantas
menerima pukulan lawannya ini.
Tian-mo Kim Ie dengan menggeram ternyata dia sudah
berhasil memukul pundak lawannya, tapi siapa menyangka
dadanya sendiri lebih dahulu kena pukul lawannya,
badannya lantas terhuyung kemuka, sedangkan mulutnya
saat itu menyemburkan darah segar, menyebabkan
napasnyapun tersengal-sengal.
Lie Siauw Hiong sekalipun dapat mengalahkan
lawannya yang tangguh itu, tapi pundaknya sendiri kena
pukulan lawannya, dan sekalipun pukulan lawannya tidak
begitu kuat, karena dia sejak dari tadi sudah bersiap-siap
untuk memberikan dirinya sebagai 'umpan', dia merasakan
juga separuh badannya agak kesemutan, hingga diam-diam
dia menghela napas. Semangatnya yang tadinya bergolak-golak, kini sudah
menjadi dingin sebagian, dalam hatinya ia berkata :
"Sekalipun aku menang, tapi aku harus melakukannya
dengan susah-payah, untuk dapat disebut sebagai ahli
pedang nomor satu didunia."
Kim Bwee Leng yang melihat tubuh Lie Siauw Hiong
seakan-akan hendak jatuh saja, dengan kaget lalu dia
memburu kemuka pemuda itu, sambil memayangnya
dengan suara yang perlahan dia bertanya : "Beratkah
lukamu ?" Pemuda yang berpakaian sangat mewah itu ketika
melihat Kim Bwee Leng demikian mesranya terhadap
pemuda itu, mulutnya lantas mengeluarkan suara tertawa
dingin sambil berkata pada dirinya sendiri : "Aku harus
membereskan bocah ini sekaligus !" Lalu dia memasukkan
tangannya merogo kantongnya. Dari dalam kantongnya itu
dia menarik keluar satu sarung yang berwarna kehitam-
hitaman, setelah dia pakai ditangan kirinya, lalu dia
berjalan menghampiri Kim Bwee Leng dengan tertawa
sambil berkata : "Sekarang Kho-nio pasti mengetahui
siapakah aku ini bukan ?" Tangannya digoyangkannya
dimuka si nona itu. Lie Siauw Hiong baru saja menyelesaikan pertarungannya yang sengit itu, waktu dia melihat
dihadapannya ada beberapa orang lagi, hatinya merasa
heran. Pada saat itu dia melihat pemuda itu sambil tertawa
dingin dating menghampirinya, hingga dalam hatinya
bertanya-tanya: "Apakah mereka ini dengan ayahnya si
nona ada dendam kesumat ?"
Kim Bwee Leng melihat sarung tangan pemuda yang
baru datang itu, tiba-tiba mukanya berubah, sedangkan
wanita muda dengan situa kurus itupun sudah datang juga
menghampirinya, mereka ini tidak melayani Kim Bwee
Leng, hanya memperhatikan Lie Siauw Hiong saja.
Lie Siauw Hiong melihat sepak-terjang ketiga orang ini
sangat aneh, sedang pada mata mereka tampak mengandung kekuatan yang cukup terlatih baik. Dia tahu
bahwa mereka ini semuanya adalah ahli-ahli lwee-kang
yang jempolan, apa lagi situa kurus itu, tenaga dalamnya
pasti mengejutkan orang, maka diam-diam Lie Siauw
Hiong berpikir semasak-masaknya pada dirinya sendiri,
pada sebelum ia bertindak sesuatu, karena dia tidak ingin
berbuat kesalahan pada orang-orang lain dikalangan Kang-
ouw, sekalipun terhadap mereka ini. Apa lagi kini
tenaganya belum pulih kembali, sedangkan pundaknya
masih terasa sakit, sungguh tidak mungkin lagi baginya
akan saat itu untuk menghadapi musuh baru yang
berkepandaian tinggi itu, maka ia lalu tertawa pada situa
kurus itu dan berkata : "Loo-tiang mempunyai pandangan
apakah ?" Baru saja perkataannya ini habis diucapkan, dia
merasa bajunya ditarik Kim Bwee Leng.
Situa kurus itu memandang kekiri dan kekanan, setelah
melihat cukup agaknya terhadap Lie Siauw Hiong, lalu dia
memandang pula pada Kim Bwee Leng, hatinya merasa
heran sekali dan lalu berpikir : "Pemuda ini kepandaiannya
sangat mengejutkan orang, tapi tidak diketahui dia berasal
dari golongan apa. Dikalangan Kang-ouw belum pernah
ada orang yang menyebut tentang anak muda ini, dan yang
paling mengherankannya, ialah mengapa anak muda ini
hubungannya sangat mesra sekali dengan anak perempuan
Kim It Peng ini, dan mengapa pula dia harus bertempur
secara mati-matian dengan Kim Ie, yang menjadi murid
Kim It Peng itu " Apakah tidak diketahuinya, bahwa anak
muda ini kawan atau lawan ?"
Hatinya sangat tertarik sekali pada Lie Siauw Hiong, dan
sekiranya dia dapat menarik Lie Siauw Hiong kepihaknya,
dia pasti akan menghormatinya setinggi-tingginya, maka
sambil tertawa-ria dia berkata : "Kami asal orang dari
daerah Su-coan bernama Tong Pin, kedatangan kami sekali
ini adalah disebabkan kami mempunyai sedikit perhitungan
dengan Kim It Peng. Kulihat sedari tadi waktu saudara
bertempur, kepandaian saudara sungguh amat hebatnya.
Aku belum tahu siapakah gerangan nama saudara, Leng-su
(guru saudara, sebutan untuk menghormat terhadap lawan
berbicara) itu siapa " Tampaknya dengan Raja Racun
saudarapun mempunyai ganjalan hati pula, apakah tidak
lebih baik bila aku dengan saudara saling bergaul untuk
seterusnya menjadi sahabat karib satu sama lain ?"
(Oo-dwkz-oO) Jilid 09 Si tua kurus Tong Pin dengan amat licik dan dengan
kata-katanya yang sangat manis serta merayu, ia mencoba
berusaha untuk menarik diri Lie Siauw Hiong, agar supaya
pemuda itu suka berpihak kepadanya. Mendengarkan
rayuan itu Lie Siauw Hiong hanya tertawa saja, sedangkan
dalam hatinya ia berkata : "Beginilah satu-satunya jalan
yang paling baik, akupun tidak bermaksud untuk
mengadakan permusuhan dengan kalian."
Lie Siauw Hiongpun sudah pernah mendengar tentang
murid keluaran keluarga Tong dari Su-coan, terlebih-lebih
tentang kepandaian mereka dalam hal menggunakan
senjata rahasia yang mengandung racun berbahaya.
Dikalangan Kang-ouw murid-murid keluaran Tong menjadi
pokok perbincangan, sehingga barang siapa yang pernah
membicarakan tentang hal itu, maka tak seorangpun yang
tidak memperlihatkan kekagumannya, apalagi keluarga
Tong ini mempunyai suatu keistimewaan tersendiri, yaitu
bila ada orang yang pernah terlihat bermusuhan dengan
mereka, maka sampai matipun mereka akan berdaya-upaya
untuk membalas permusuhan tersebut, maka seumur
hidupnya orang tersebut akan tidak merasa aman sebelum
mereka turun tangan membalasnya sampai ada ketentuan
siapa yang mati siapa yang hidup. Demikianlah bila ada
seseorang yang berani mengganggunya.
Sejurus kemudian Lie Siauw Hiong lalu menjawab :
"Ternyata Loo-tiang adalah Tong Loo-eng-hiong yang
namanya sudah sangat terkenal sekali, maaf, maaf, aku
berlaku kurang hormat kepadarnu." Sambil mengakhiri
perkataannya yang terdiri dari dua buah patah kata dan
dengan tidak menyebutkan namanya sendiri, kemudian
dengan cepat sekali ia melanjutkan perkataannya : "Akupun
tidak mempunyai permusuhan dengan Kim It Peng, juga
tidak mempunyai hubungan apa-apa. Tong Loo-eng-hiong
bila ingin membalas dendam terhadapnya, silahkan, hanya
pada saat ini Kim It Peng sendiri tidak berada disini."
Tian-mo Kim Ie yang mendengar musuh gurunya datang
mencarinya, ia justeru telah menderita luka-luka, hingga
sudah tentu tidak kuat untuk melayani musuh gurunya itu.
Tapi dengan berlagak gagah ia berseru : "Bila kalian ingin
mencari guruku, silahkan berurusan dengan aku Kim Ie
saja. Sekalipun aku sudah luka, aku tidak sudi
mendengarkan kata dan lakumu yang sewenang-wenang
dihadapanku !" Ocehan ini disambut oleh Tong Pin dengan tertawa
dingin dan berkata : "Benar, benar, biarpun Kim It Peng
sendiri tidak berada disini, tapi murid dan anak
perempuannya sudah tentu dapat juga dipakai sebagai
gantinya. Leng Jie dan Yan Jie, kalian selalu mengatakan,
bahwa senjata rahasia dengan cambuk kalian tidak
Seruling Perak Sepasang Walet 14 Raja Petir 11 Penguasa Danau Keramat Terbang Harum Pedang Hujan 7
^