Pencarian

Pendekar Pedang Sakti 5

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen Bagian 5


sempurna, maka sekaranglah boleh kalian mencobanya
terhadap dua orang ini."
Wanita muda itu gelak tertawa, kemudian berkata :
"Semuanya ini justeru adalah kesayangan Jie Siok pada
kami. Leng Ko, kau lawan prianya, dan aku akan melawan
wanitanya. Kau boleh lihat siapa yang lebih gagah."
Pemuda dalam rombongan Tong Pin itu ternyata
bernama Tok-leng-kun Tong Leng, anak ahliwaris keluarga
Tong Tui-hun Tong Lui. Mendengar kata-kata Yan Jie, dia
lantas tertawa berseri-seri sambil menyahut : "Aku ini tidak
dapat dibandingkan denganmu. Waktu kau melawan
wanita itu, kau sekali-kali jangan sampai merusakkan
mukanya yang cantik itu, kalau tidak, aku pasti tak akan
berlaku sungkan pula terhadapmu."
Begitulah kedua orang ini saling berkata-kata, seakan-
akan tidak memandang sebelah matapun terhadap Kim Ie.
Tapi Kim Ie sendiri waktu itu sengaja berdiam diri, semakin
orang memaki-maki padanya, dia semakin tidak memperlihatkan paras marah, hanya diam-diam dia
merencanakan bagaimana dia harus bertindak dalam
menghadapi lawan-lawannya ini. Dia bertekad sekali turun
tangan salah seorang dari lawannya ini menemui hari
naasnya. Kim Bwee Leng saking geramnya, mukanya menjadi
merah padam karena menahan kemarahannya semenjak
tadi dan hampir saja ia bermaksud menempur lawannya,
tetapi untunglah Lie Siauw Hiong buru-buru menarik
tangannya. Kemudian Lie Siauw Hiong berkata sambil tertawa :
"Sudah lama aku mendengar nama Tong-eng-hiong sebagai
seorang terkemuka dikalangan Kang-ouw, hingga aku
sangat mengagumi kepadamu. Siapa sangka hari ini begitu
bertemu muka, malahan aku menjadi sangat kecewa
sekali." Muka Tong Pin segera berubah tatkala mendengarkan
ucapan Lie Siauw Hiong ini. Sesungguhnya dia tidak
mengetahui, bahwa Lie Siauw Hiong itu sebenarnya dari
golongan mana. Hanya yang dapat diketahuinya ialah
bahwa pemuda ini sekalipun umurnya masih sangat muda,
bukan saja mempunyai kepandaian yang tinggi dan
sempurna, bahkan kata-katanyapun sangat tajam. Sekali dia
berkata-kata, tampaknya seperti orang yang sudah
berpengalaman dalam kalangan Kang-ouw. Hal ini
menyebabkan hatinya bertambah heran saja.
Kemudian Lie Siauw Hiong berkata pula : "Aku kira
yang terlibat dalam permusuhan dengan Tong Loo-eng-
hiong hanyalah Kim It Peng seorang, apakah sangkut-
pautnya dengan keturunannya" Diantara kedua orang ini,
yang seorang hanya kaum wanita, sedangkan yang lainnya
seorang laki-laki yang telah menderita luka-luka. Bila
sampai kejadian Tong Loo-eng-hiong turun tangan juga,
dibelakang hari jika kejadian ini sampai tersiar dikalangan
Kang-ouw, bukankah hal itu merupakan bahwa Tong Loo-
eng-hiong yang berkawan lebih banyak telah menghina
orang lain yang lebih sedikit jumlahnya " Apa lagi jika kau
turun tangan dengan menggunakan kesempatan selagi
orang menderita luka-luka, bukankah hal ini kurang
bijaksana sekali untuk kalian lakukan " Aku yakin bahwa
Tong Loo-eng-hiong pun tidak akan berbuat demikian,
bukan?" Dalam kata-katanya itu Lie Siauw Hiong terus
menyerang lawannya dengan tajam sekali, dia tidak mau
berlaku sungkan-sungkan lagi dengan hanya berkata secara
tedeng aling-aling sadia.
Muka Tong Pin menjadi bertambah merah tatkala
mendengar alasan kata-kata Lie Siauw Hiong ini, karena
ternyata pada waktu dia mendarat, dia melihat Kim Ie
sedang bertarung mati-matian bersama seseorang dan dari
pertarungan Kim Ie dengan lawannya itu, Tong Pin akan
menarik suatu keuntungan tanpa jerih payah, Dia ingin
menjadi seorang nelayan yang ingin menangkap bangau
dan kerang yang berkelahi mati-matian tanpa bersusah-
payah lagi. (Kesimpulan ceritanya adalah sebagai berikut :
Dahulu kala adalah seekor kerang yang sedang menjemur
badannya dipantai, tiba-tiba terbanglah kedekatnya seekor
bangau. Ketika sang bangau melihat ada makanan, lantas ia
mencocok daging kerang itu dengan pelatuknya. Sementara
kerang itu diwaktu merasakan badannya ada yang
mencocok, buru-buru ia menutup badannya, sehingga
pelatuk bangau itu terjepit diantara kedua belah kulitnya.
Sang bangau mempertahankan pelatuknya sekuat tenaganya. Kedua binatang ini tidak mau saling mengalah,
hingga akhirnya dalam pertarungannya yang sengit itu
datanglah kesitu seorang nelayan, maka dengan mudah saja
nelayan telah menangkap mereka berdua). Begitu juga situa
kurus ini hendak berlaku sebagai nelayan yang memperoleh
laba tanpa bermodal lagi alias berkelahi sesudah pihak
musuhnya hampir tak berdaya pula. Dia sendiri terdiri
disamping menyaksikan pertempuran tersebut, karena dia
ingin menunggu sampai Kim Ie dikalahkan lawannya, atau
bila sampai Kim Ie menjadi sangat lelah sekali, barulah dia
ingin campur tangan. Pada saat itu tentu yang tinggal hanya
Kim Bwee Leng seorang, sedangkan dia sendiri yang terdiri
dari tiga orang, bukankah dengan mudah saja akan
memperoleh kemenangan tanpa mengeluarkan banyak
tenaga pula " Dia hanya menganggap bahwa Lie Siauw Hiong
seoranglah sebagai musuh dari Kim It Peng, siapa tahu
perhubungan diantara mereka yang begitu kacau tak mudah
dibeda-bedakan begitu saja. Pada saat ini kata-kata Lie
Siauw Hiong yang begitu tajam sungguh tepat sekali
mengenakannya, tapi dia sendiri sebelumnya tidak sudi
mengetahui lebih jelas tentang diri pemuda ini mengikat
permusuhan dengannya. Mereka bukan saja berhati kejam
dan telengas, bahkan diapun sangat licin dan licik sekali.
Dengan suara yang tetap dingin Tong Pin segera tertawa
sambil menjawab : "Peng-yu (kawan) bukannya menantu
Kim It Peng, maka aku nasihatkan supaya kau jangan turut
campur urusan yang tidak ada sangkut-pautnya dengan
dirimu." Lie Siauw Hiong tertawa masam, kemudian lalu berkata
: "Kalau kiranya aku menantu Kim It Peng, bagaimana ?"
Wajah Tong Leng tiba-tiba menjadi merah padam.
Segera ia merogo kedalam kantongnya, darimana kemudian
ia mengeluarkan tangannya dan lantas melontarkan
beberapa biji senjata rahasia yang amat kecil untuk
menyerang tenggorokan, pundak, dada dan perut Lie Siauw
Hiong. Senjata ini menyamber sasarannya seperti diatur saja
layaknya. Senjata-senjata rahasia itu tidak berwarna dan
tidak bersuara, sungguh sangat berbahaya.
Seumur hidupnya Chit-biauw-sin-kun belum pernah
menggunakan senjata rahasia itu, tapi dia dapat
memecahkan segala macam senjata rahasia dari tiap-tiap
partai. Kepandaiannya dalam hal membeda-bedakan
senjata rahasia tiap partai tersebut, dengan sendirinya sudah
diwarisinya pula kepada Lie Siauw Hiong.
Selama sepuluh tahun Lie Siauw Hiong hanya berdiam
didalam kamar batu. Sekalipun tempatnya itu gelap, dia
masih dapat membedakan sesuatu, apa lagi dibawah cuaca
yang terang benderang. Dan lagi dia dapat memastikan
bahwa senjata rahasia yang dilepaskan oleh lawannya ini,
adalah senjata rahasia dari keluarga Tong yang terdiri dari
tiga macam, yakni jarum-jarum beracun, pasir beracun dan
Tok-cit-lee (semacam piauw tajam yang beracun). Melihat
lawannya memperlakukannya demikian, pemuda ini hanyatertawa hambar saja, lantas lengan bajunya yang lebar itu
dikibaskannya. Saat itu biarpun tangan kirinya sedikit tidak
leluasa digunakannya, tapi tangan kanannya masih bebas
dan tidak ada yang merintangi. Begtu lengan bajunya
dikibaskan, tiba-tiba terbit angin yang keras sekali
menyampok senjata-senjata rahasia lawannya, sehingga
keenam senjata rahasia lawannya itu terpukul jatuh keatas
tanah jauh sekali terpisah dari dirinya, sedangkan dia
sendiri sedikitpun tidak bergerak untuk menghindarkan
senjata-senjata rahasia musuhnya itu.
Begitu dia keluarkan pukulannya ini, bukan saja ketiga
orang dari keluarga Tong ini terkejut, bahkan Tian-mo Kim
Ie sendiripun segera berubah mukanya. Diam-diam dia
berkata pada dirinya sendiri : "Kepandaiannya yang
sedemikian tingginya ini, seumur hidupku belum pernah
aku melihat. Tapi ketika baru saja dia turun tangan
denganku, tampaknya dia seperti tidak mempunyai
kepandaian sampai pada taraf sedemikian tingginya."
Dimanakah dia tahu, bahwa Lie Siauw Hiong belum
mempunyai pangalaman sama sekali dalam hal menghadapi lawan-lawannya " Begitulah umumnya, bila
seseorang yang baru saja mengembara dikalangan Kang-
ouw, ia selalu berkelakuan demikian, sekalipun pangalamannya dalam menghadapi lawan masih sangat
kurang. Lie Siauw Hiong tidak mempunyai pengalaman
demikian, hanya sewaktu dia bertanding dengan Kim Ie
yang baru saja berlalu, paling banyak dia hanya
mengeluarkan enam bagian dari tenaganya yang sebanyak
sepuluh bagian itu. Tapi sekali ini sewaktu dia menyambut senjata rahasia
lawannya, selain semangatnya sangat mantap sekali, diapun
telah dapat membedakan dengan jelas sekali senjata-senjata
rahasia lawannya itu. Lie Siauw Hiong justeru dapat memecahkan soal yang
dianggap paling sulit oleh orang lain dalam menghadapi
senjata rahasia keluarga Tong yang tidak bersuara dan tidak
berwarna itu, bahkan dia sendiri tidak menganggap bahwa
senjata rahasia keluarga Tong itu terlampau berbahaya,
malahan dalam keadaan begitu, dia sedikit menyesalkan
Bwee Siok-sioknya yang terlampau memuji tinggi tentang
kepandaian dan senjata-senjata rahasia lawannya ini. Dia
sama sekali tidak menyadari, bahwa orang lain pada
tercengang melihat kepandaiannya sekali ini.
Sekali lompat saja Tong Pin sudah maju kemuka Lie
Siauw Hiong dan lalu berkata : "Kawan, kau sesungguhnya
sangat lihay sekali ! Aku kira gurumupun pasti seorang
yang luar biasa pula. Dewasa ini orang yang pantas menjadi
guru kawan dikalangan dunia silat tidak banyak, jika
mataku tidak salah melihat, guru kawan justeru adalah
seorang ahli pedang nomor satu sejagat, yaitu Kiam-sin Li
Tay-hiap." Diam-diam dalam hati Lie Siauw Hiong merasa sangat
lucu dan berkata : "Ternyata mata bangsatmu keliru
memandang orang !" Tong Pin yang melihat pemuda ini tidak menjawab,
maka dia mengira bahwa pemuda ini secara diam-diam
mengakuinya, maka dia lalu berkata pula : "Aku bersama
Lie Tay-hiap memang sudah saling kenal mengenal satu
sama lain, juga dengan saudara-saudaara seperguruanmu
akupun pernah bertemu beberapa orang diantaranya, hanya
aku belum pernah berjumpa dengan kau seorang. Tapi biar
bagaimanapun juga, kita masih dapat digolongkan pada
satu keluarga juga, hanya aku heran mengapakah kau ingin
mengail diair keruh ?"
Dia mengira bahwa perkataannya ini sudah sangat
pantas. Sebenarnya dia tidak ingin bentrok dengan partai
Kong Tong, juga dia tidak mau bertambah seorang musuh
lagi yang tinggi kepandaiannya dan mencampuri urusannya
ini, oleh karena itu, dia mengharapkan dengan sangat agar
Lie Siauw Hiong dapat melepaskan tangannya dalam
perkara yang sedang dia hadapi ini.
Lie Siauw Hiong hanya mengganda tertawa dan berkata
: "Omongan Tong Loo-eng-hiong, sedikitpun aku tidak
mengerti. Siapakah itu yang kau sebut Kiam-sin Lie Tay-
hiap " Aku tidak pernah mengenalnya, apa lagi urusan
Tong Loo-eng-hiong, aku lebih-lebih tidak berani mengurusnya dan aku ini termasuk seorang yang tidak
ternama sama sekali dalam dunia Kang-ouw tentu saja
akupun tidak mempunyai guru yang pandai pula, hanya
......" Lalu dia tersenyum, kemudian barulah dia lanjutkan
perkataannya : "Aku hanya mempunyai satu urusan yang
meminta persetujuan dari Tong Loo-eng-hiong untuk
melulusinya." Tong Pin segera menyahut : "Silahkan katakan saja."
Lie Siauw Hiong lalu menjawab : "Tong Loo-eng-hiong
sudi apakah kiranya hari ini dan sekali ini meluluskan
permintaanku, yaitu sudahi saja persoalan ini sampai disini
saja " Hari masih panjang, dibelakang hari pasti Tong Loo-
eng-hiong akan memperoleh balasannya. Karena bila orang-
orang dikalangan Kang-ouw mendengar persoalan ini pasti


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka akan memuji Tong Loo-eng-hiong sebagai seorang
yang bijaksana. Belum tahu bagaimana pendapat Tong
Loo-eng-hiong ?" Tong Pin tertawa kaku, matanya dibukanya lebar-lebar
dan memandang pada sipemuda sambil berkata : "Bila aku
tidak memandang mukamu, bagaimana ?"
Lie Siauw Hiong menjawab : "Bila begitu halnya,
akupun terpaksa melepas tangan saja dan akan kubiarkan
saja Tong Loo-eng-hiong berurusan dengan orang-orang
keturunan Kim It Peng."
Kelima orang yang berada dalam gelanggang pertempuran itu tidak pernah menyangka, bahwa Lie Siauw
Hiong akan mengeluarkan perkataan demikian. Apa lagi
bagi Kim Bwee Leng sendiri. Tatkala mendengar ucapan
pemuda kekasihnya ini, tiba-tiba hatinya menjadi dingin
sekali. Seolah-olah ia hendak jatuh saja, tapi diam-diam dia
berpikir didalam hatinya : "Tidak disangka aku yang begitu
mencintainya akan mendengar ucapan demikian sebagai
pembalasan cintanya kepadaku. Sudahlah, daripada begini,
baiklah aku mati saja dihadapannya."
Oleh karena itu, dia hanya berdiri saja disitu tanpa
berkata-kata. Tong Pin sendiripun merasa tercengang juga, tapi tiba-
tiba ia berkata didalam hatinya : "Orang ini sesungguhnya
sangat cerdik sekali. Tampaknya dia tak mau menanggung
akibatnya." Kemudian orang she Tong itu lalu tertawa dan
berkata : "Bila saudara bertindak demikian, maka hal ini
kami anggap bijaksana sekali. Aku orang she Tong merasa
berterima kasih sekali kepadamu."
Lie Siauw Hiong dengan tertawa berseri-seri menyambung perkataan orang she Tong ini : "Hanya, Tong
Loo-eng-hiong boleh berurusan dengan orang yang terdekat
dengan Kim It Peng. Bila bukan orang yang terdekat
dengan Kim It Peng itu, Tong Loo-eng-hiong tidak boleh
turun tangan terhadapnya."
Tong Pin menjawab : "Hal itu sudah tentu."
Lie Siauw Hiong berkata pula : "Bagus, bagus, bila begitu
halnya, ditempat ini sekarang. kecuali Tian-mo Kim Ie
seorang, tentunya tidak ada orang yang terdekat pula
dengan Kim It Peng, bukan ?"
Tong Leng sambil tertawa menyambung perkataannya
lagi : "Hanya dikuatirkan masih ada seorang pula !"
"Yang dikuatirkan sudah tidak ada lagi," tukas Lie
Siauw Hiong. Tong Leng memotong perkataan Lie Siauw Hiong :
"Aku menyelidiki Kim It Peng bukan terbatas hanya satu
hari ini saja. Masakan aku tak tahu bahwa Kim Bwee Leng
ini anak dara Kim It Peng sendiri " Kalau kau menganggap
aku Tong Leng seorang tolol, aku kira pendapat kau itu
sangat keliru !" Mendengar ini, Lie Siauw Hiong menjadi tertawa dan
lalu berkata : "Kho-nio ini memang sesungguhnyalah
isteriku !" "Aku tak dapat kau kelabui dengan lisan, bahwa Kim
Bwee Leng ini bukannya keturunan Kim It Peng. Dan aku
bukanlah sebodoh yang kau sangka !" sela Tong Leng lagi.
Pada saat itu barulah Kim Bwee Leng dapat memahami
maksud dari kata-kata kekasihnya tadi.
Harus diketahui bahwa Lie Siauw Hiong sejak dilahirkan
dia mempunyai kecerdikan yang lihay benar, dan dia
selamanya tidak mau mengerjakan sesuatu yang dia sendiri
tidak dapat mengerjakannya. Tapi setelah dia berpikir-pikir
sejurus, kemudian dilihatnya lawannya yang terdiri dari tiga
orang itu, semuanya rata-rata berkepandaian tinggi-tinggi.
Badannya dirasakannya masih kurang leluasa bergeraknya,
karena ia sangat letih, baru habis bertempur dengan Tian-
mo Kim Ie dan ditambah pula perutnya belum diisi
semenjak malam tadi. Begitu pula Kim Bwee Leng sendiri,
yang juga sudah sangat lapar, apa lagi setelah mengalami
peristiwa semalam, tentu saja badannya bertambah lemah
saja. Tian-mo Kim Ie sendiri bagaimana " Dalam keadaan
begini sudah tentu dia dapat bersatu padu menghadapi
musuhnya, tapi Lie Siauw Hiong sudah tentu mengetahui
kekuatannya sendiri. Dia yang sudah kena satu pukulan dan
menghadapi lawan-lawannya dengan hanya bersendirian
saja, sudah tentu kesempatannya untuk menang tipis sekali.
Maka setelah berpikir matang-matang, lalu dia mengambil
keputusan yang pasti. Ketiga orang dari keluarga Tong waktu mendengar,
perkataan Lie Siauw Hiong yang belakangan ini, kembali
merasa tercengang, maka dengan perasaan marah Tong
Leng lalu berkata : "Kau mau menipu siapa " Jie Siok, kita
jangan dengar perkataannya yang palsu itu !"
Tong Pin menundukkan kepalanya sambil berpikir, tapi
sejurus kemudian dengan sekonyong-konyong dia mengangkat kepalanya dan bertanya : "Apakah perkataanmu ini sungguh-sungguh ?"
Dengan suara yang pasti dan nyaring Lie Siauw Hiong
berkata : "Siapa yang hendak membohongimu " Sekalipun
aku dikalangan Kang-ouw tidak ternama, namun aku
bukanlah seorang yang suka menipu orang lain dengan
perkataan yang bukan-bukan."
Alis Tong Pin berkerut dan sorot matanya yang tajam
bagaikan golok lalu ditatapkan pada muka Lie Siauw
Hiong. Tiba-tiba dia berkata : "Leng Jie, orang she Kim itu
boleh kau bereskan saja !"
Tong Leng dan Tong Yan segera menjalankan perintah
itu dengan masing-masing menarik sebatang pecut lemas,
yaitu sebuah senjata tunggal dari keluarga Tong. Senjata itu
terbuat dari emas murni, sifatnya bisa lemas juga bisa kaku,
hal mana dapat dibuat sesuka hati sipemakainya.
Seperti diketahui, nama keluarga Tong ini telah
menggetarkan rimba persilatan, kecuali 'tiga senjata
rahasianya', pecut lemas ini yang dinamakan 'Chit-sat-to-
beng-pian-hoat' sungguh lihay sekali terhadap jurus-jurus
yang dapat dipakai oleh pemiliknya. Orang-orang yang
pernah bertempur dengan mereka selamanya belum pernah
dapat menghindarkan dirinya dari serangan senjata
rahasianya. Selama beberapa ratus tahun ini keluarga Tong
dikalangan Kang-ouw termasuk salah satu pemimpin
umum. Dikalangan rimba persilatan, sekalipun lima leluhur
dari kaum Kang-ouw juga harus mengalah tiga bagian
terhadap mereka, itulah sebabnya.
Kedua orang ini setelah memegang cambuknya masing-
masing ditangan mereka, kemudian diikuti gerak badan
mereka. Tampak dua sinar putih yang mengkeredep-
keredep menyilaukan mata, dipakai menotok jalan darah
'Kie-bun' dan 'Lip-kwan' ditubuh Kim Ie, ternyata mereka
dapat memakai senjata pecut mereka sebagai senjata yang
digunakan untuk menotok jalan darah lawannya.
Tian-mo Kim Ie bukan orang sembarangan yang dapat
digertak begitu saja. Sekalipun dia sudah terluka parah, tapi
sedikit kekuatan masih ada padanya. Badannya tampak
sedikit digeser, ternyata dia sudah berhasil mengelitkan
totokan tersebut. Kelitannya ini dibarenginya dengan dua
pukulannya ditujukan kepada Tong Leng dan Tong Yan,
sedangkan mulutnya tak tinggal diam dan lantas berseru :
"Sumoay, apakah kau tidak mengenal guru kita lagi ?"
kemudian kedua tinjunya dilanjutkan pula memukul kepada
musuhnya. Tong Pin tertawa dihidung kepada Lie Siauw Hiong
sambil berkata : "Nona ini bila bukannya keturunan dari
Kim It Peng, keturunan siapakah ?" Baru saja Lie Siauw
Hiong ingin menjawab pertanyaan lawannya, tahu-tahu
Kim Bwee Leng sambil mengibaskan cekalannya segera
berkata : "Kim It Peng adalah ayahku, silahkan kalian maju
saja, nonamu pasti tidak akan merasa jeri terhadap kalian !"
Tong Pin tertawa terbahak-bahak dan lalu berkata :
"Bagus, bagus, beginilah baru nona mempunyai semangat
!" Sehabis berkata, lantas dia menggunakan kepalannya
untuk memukul musuhnya. Dia sebagai seorang tinggkat
tertinggi juga dalam dunia Kang-ouw, mana mau
menggunakan senjata menghadapi kaum yang lebih muda
dari tingkatnya " Perubahan yang sekonyong-konyong ini sungguh cepat
sekali terjadinya. Kini Lie Siauw Hiong tahu, bila dia ingin
mengambil jalan damai untuk menyelesaikan urusan ini,
sudah tidak mungkin lagi. Karena harus diketahui, waktu
dengan mata kepalanya sendiri dia menyaksikan Hay-thian-
siang-sat menghina ibunya dan membunuh ayahnya, tapi
pada saat itu dia masih kanak-kanak.
Tapi sekarang sudah jauh berbeda dengan dahulu. Kini
dia mempunyai kepandaian yang tinggi sekali, maka tentu
dia tidak mau membiarkan Kim Bwee Leng melakukan
pertempuran mati-matian dengan lawannya. Bila dia sendiri
turun tangan melawannya, juga masih belum tentu dapat
memenangkan pertempuran ini.
Baru saja dia bersiap-siap untuk melangsungkan
pertempuran, dia melihat bahwa pertempuran yang akan
dilakukannya ini pasti seru sekali, sehingga hidup mati
kedua belah pihak belum diketahuinya. Justeru tepat pada
saat itu, tiba-tiba timbul satu peristiwa yang mengejutkan
orang banyak sehingga orang-orang yang bersangkutan
pada menghentikan pertempurannya.
Ternyata pada saat itu dari arah pantai sekonyong-
konyong muncul seorang gadis yang lincah sekali, tengah
menuju kejurusan mereka. Dan bersamaan dengan itu,
terdengar dia berkata. "Oh, kalian jangan bertempur, sehingga ini menyebabkan
orang lain jengkel saja !"
Lie Siauw Hiong dan orang-orang yang lainnya, yang
berjumlah enam orang, semuanya menjadi terkejut, karena
tempat dimana mereka berada, adalah sebidang tanah datar
yang kosong-melompong. Gadis ini tanpa diketahui lagi
sudah muncul disitu. Seperti diketahui, mereka yang
berenam itu adalah orang-orang yang mempunyai
kepandaian silat yang cukup tinggi. Bila ada kembang atau
daun yang jatuh kebumi dalam jarak sepuluh tombak
jauhnya, mereka pasti akan mengetahuinya. Gadis ini
langsung saja menuju ketempat mereka berada, tanpa
mereka ketahui lagi. Bukankah hal ini sangat mengejutkan
sekali" Lie Siauw Hiong melihat gadis yang berumur paling
banyak diantara enambelas atau tujuhbelas tahun ini,
memakai pakaian sutera yang berwarna putih, hingga
membuat wajahnya tidak seperti orang kebanyakan,
melainkan, seperti seorang dewi saja yang baru turun dari
kahyangan. Barangsiapa memandangnya, tanpa terasa lagi
akan terpesona dan tertarik. Halmana, telah membuat Lie
Siauw Hiong diam-diam berpikir : "Gadis cilik ini sungguh
cantik dan molek tiada taranya. Tadinya aku mengira,
bahwa Leng Moay-moay sudah cukup cantik dan pasti
tidak ada orang lain lagi yang dapat menandinginya. Tapi
bila dibandingkan dengan kecantikan gadis ini, sesungguhnyalah sukar sekali diambil pertimbangan untuk
mengukurnya." Semua orang terpesona akan kecantikan gadis ini,
kecuali Tong Pin. Tanpa terasa lagi Kim Bwee Leng lalu
membereskan rambutnya yang awut-awutan dan diam-diam
berpikir seorang diri : "Kalahkah kecantikanku, jika
dibandingkan dengan gadis ini " ......" Tatkala dia
melirikkan matanya kepada Lie Siauw Hiong, nona itu jadi
menarik napas sambil berkata : "Tampaknya aku tidak
dapat menandinginya."
Sedangkan Tong Pin pun berpikir juga didalam hatinya :
"Dari manakah datangnya gadis ini " Dan siapakah
gerangan dia itu ?" Hal ini sungguh tak diduga-duga dan
kedatangan gadis ini menjadi tanda tanya besar bagi mereka
yang berada disitu. Keenam orang ini, mempunyai pendapat yang berlainan
terhadap gadis itu. Gadis tersebut kian lama kian mendekat mereka, dengan
semua mata memandangnya serta menikmati kecantikannya. Ada diantaranya yang tanpa disadarinya,
matanya masih tetap terbelalak menatap gadis ini, ketika si
gadis berjalan mendatangi kearah mereka.
Gadis itu hanya tertawa saja, hingga kedua baris giginya
yang putih tampak bagaikan rangkaian mutiara yang
terpilih, kemudian dengan laku yang sangat jenaka dia
berkata : "Apa untungnya kalian berkelahi " Kalian bila
tidak ada pekerjaan atau urusan penting yang hendak


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dikerjakan, baiklah kita main kucing-kucingan saja
denganku. Ibuku mengatakan, bahwa orang-orang yang
suka berkelahi adalah orang-orang yang tidak baik.
Bukankah kalian ini orang-orang baik ?"
Mendengar perkataan gadis ini, Tong Pin dan kawan-
kawannya tidak tahu bagaimana untuk memberikan
jawabannya. Tong Pin yang sudah mengembara bertahun-tahun
dikalangan Kang-ouw, ia telah memperoleh julukan Cui-
beng-hu atau 'pengejar jiwa orang'. Bila orang melihatnya
dikalangan rimba persilatan, mereka sangat takut sehingga
tak ubahnya seperti takut terhadap ular yang berbisa, tetapi
sebaliknya gadis ini memandangnya sebagai anak-anak
biasa saja. Hal mana, diam-diam membuat hati jago tua itu
meras sangat cemas. Gadis cilik ini bukan saja sangat cantik-molek, tapi
jejaknya pun sangat aneh sekali.
Tong Pin yang sudah banyak sekali mengenal orang-
orang dikalangan Kang-ouw, tapi dia belum pernah
menjumpai orang semacam gadis cilik ini. Setelah dia
berpikir masak-masak, dia berkeyakinan bahwa gadis cilik
ini pasti mempunyai riwayat yang luar biasa sekali.
Baru saja dia hendak berbicara, sekonyong-konyong Lie
Siauw Hiong telah mendahuluinya menjawab : "Baik ......
baik ...... marilah kita main kucing-kucingan, apakah nona
pun ingin turut serta ?"
Gadis cilik itu bertepuk tangan sambil tertawa dan
menjawab : "Koko ini sungguh seorang yang baik sekali.
Aku paling gemar akan permainan kucing-kucingan, hanya
disayangkan orang-orang itu sangat lambat sekali larinya,
hingga sekali aku mengejarnya sudah kena ditangkap
olehku. Aku percaya bahwa kalian pasti dapat berlari lebih
cepat dari mereka, dan aku akan terlebih dahulu menjadi
setan-setanan. Siapa yang kena tertangkap olehku, dialah
yang akan menggantikan aku menjadi setannya, setujukah
kalian?" Mendengar perkataan gadis cilik ini, Tong Pin tidak
menyahut sedikit juapun. Tian-mo Kim Ie yang bertabiat buruk dan tak
mempunyai perasaan belas kasihan dan pembunuh ayah
dan ibu kandungnya sendiri, kini waktu dia diajak main
kucing-kucingan, tampak mengerutkan keningnya. Dan
baru saja dia ingin menjawab, gadis cilik itu sudah datang
menghampirinya dan sambil tersenyum-senyum ia berkata
dengan suara lemah-lembut : "Kau ingin turut apa tidak ?"
Kim Ie yang terkena kerlingan gadis cilik ini, merasa
hatinya seakan-akan kena pukau, maka dengan suara yang
tak lancar dia menjawab : "Aku turut."
Gadis cilik ini lalu berjalan kemuka Tong Leng sambil
bertanya pula : "Kau bagaimana ?"
Tong Leng sebenarnya orang yang paling lekas tergoda
oleh paras ayu, sedari tadi sudah terselip sesuatu perasaan
terhadap gadis cilik yang sangat cantik ini, maka waktu
mendengar perkataan gadis cilik ini yang lemah-lembut dia
mendiyawab : "Ikut ...... ikut ...... ikut ......" Tong Pin
sendiri menjadi bingung, dia tidak dapat mengambil
keputusan bagaimana caranya dia harus bertindak.
Diantara keenam orang ini, dialah yang paling berpengalaman, maka waktu pertama kali dia melihat Lie
Siauw Hiong, dia merasa terkejut sekali, karena mengapa
dalam dunia Kang-ouw muncul seorang pemuda yang
masih muda belia dan berkepandaian tinggi pula. Belum
lagi hal pemuda ini dapat dipecahkan rahasianya, kini
disusul pula dengan munculnya gadis cilik ini, hingga ini
membuat dia benar-benar merasa sangat heran sekali. Dia
tahu bila gadis cilik ini tidak mempunyai kepandaian
meringankan tubuh yang melebihi orang-orang kebanyakan,
bagaimana dia dapat muncul dimuka keenam orang ini
tanpa sedikitpun diketahui mereka " Bahkan tempat itu
merupakan sebidang tanah terbuka dimana tidak terdapat
barang sebatang pohonpun.
Sedang dia berpikir-pikir itu, gadis cilik ini sudah tiba
dimukanya sambil tertawa dan bertanya : "Kakak tua ini
apakah ingin juga turut dalam permainan kita ?"
Muka Tong Pin menjadi merah, karena sejak dilahirkan
sampai sekarang, belum pernah orang memanggilnya
dengan 'kakak tua', tapi waktu dia dipanggil dengan sebutan
demikian oleh gadis cilik yang sangat cantik ini, hatinya
merasa agak jengah juga. Karena dia tidak biasa disebut
dengan sebutan begitu, hingga diam-diam dia berpikir :
"Gadis cilik ini sesungguhnya mungil sekali." Maka diapun
lalu menjawab : "Baik, akupun turut juga."
Tong Yan ketahui, bahwa Jie Sioknya biasa membunuh
orang tanpa berkedip, tapi ternyata ingin juga turut main
kucing-kucingan, malahan mukanya jadi merah. Dari itu,
tidak terasa lagi, dia menjadi tertawa tertahan, suara
tertawa mana dapat didengar juga oleh orang yang
bersangkutan, hingga Tong Pin lalu membelalakkan
matanya kepadanya, tapi akhirnya dia tertawa juga dan
berkata : "Aku juga turut !"
Muka gadis cilik ini dengan penuh rasa kegirangan dan
tertawa-tawa lalu berkata lagi : "Kalian semuanya turut, hal
itu sungguh bagus sekali," kemudian dia menghampiri Lie
Siauw Hiong sambil berkata pula : "Koko ini, lekas kau cari
sehelai saputangan, kau boleh tutupi mataku."
Lie Siauw Hiong melihat tertawa gadis cilik ini sangat
manis bagaikan bunga yang baru mekar saja layaknya, tidak
terasa lagi lalu dia memandang dengan penuh kegairahan,
dan tatkala gadis cilik ini tertawa lagi, hatinya jadi berdebar-
debar dengan tidak terasa pula.
Kim Bwee Leng yang menyaksikan tingkah laku kedua
orang ini dari samping, dia menjadi cemburu dan marah,
tiba-tiba dia berkata : "Aku tidak turut main kucing-
kucingan !" Lie Siauw Hiong lalu memberi isyarat dengan kedipan
matanya, tapi dia pura-pura tidak melihatnya.
Gadis cilik itu merasa tercengang sekali, kemudian dia
berkata lagi : "Cici ini tidak turutpun tidak mengapa,
baiklah kau menjadi wasit saja. Dalam permainan ini
siapapun tidak diizinkan berlaku curang."
Tong Pin segera berkelebat maju kemuka Kim Bwee
Leng, dan dengan tertawa dingin dia lalu berkata : "Kau
tidak turutpun tidak apa, tapi kau jangan melarikan diri, ya
?" Gadis cilik itu bertepuk tangan kemudian dia berkata
sambil tertawa : "Kakak tua ini larinya sangat pesat sekali,
jika dibandingkan dengan Ah Hwat dan Ah Kauw, larinya
jauh lebih cepat." Tong Pin yang mendengar gadis cilik ini memujinya,
dalam hatinya ia merasa amat gembira, tapi waktu dia
mendengar dia dibandingkan dengan 'Ah Hwat' dan 'Ah
Kauw', mukanya menjadi biru saking marahnya, tak
sepatah katapun tak dapat diucapkannya.
Lie Siauw Hiong hanya tertawa bergumam saja, Tong
Yan lalu menoleh kepada Lie Siauw Hiong, mulutnya
dimonyongkannya, sebenarnya dia ingin tertawa, tapi dia
tidak berani mengeluarkan suara tertawanya.
Dengan sepasang mata yang bening gadis cilik itu lalu
memandang pada Lie Siauw Hiong, ia tertawa cekikikan
sambil kemudian berkata : "Hei, lekas kau ambil
saputangan untuk diikatkan dimataku."
Lie Siauw Hiong lalu mengeluarkan saputangan dari
dadanya, sambil melirik kearah Kim Bwee Leng. Kim Bwee
Leng menatap pula kepada Lie Siauw Hiong, mukanya
berubah merah saking menahan kemarahannya.
Dalam hatinya Lie Siauw Hiong berkata :
"Rasa cemburunya sungguh besar sekali."
Lalu dia mengulurkan saputangannya kepada gadis cilik
itu sambil berkata : "Kau ikat sendiri sajalah."
Mulut gadis cilik itu dimonyongkannya, lalu dia
mengambil saputangan tersebut sambil berkata :
"Aku sendiri minta, sudah tentu aku sendirilah yang
mengikatnya, apakah kau kira aku mengharapkan kau
untuk mengikatkannya ?"
Tong Leng serta-merta menghampiri gadis ini sambil
berkata : "Aku yang akan menolong nona mengikatinya."
Gadis cilik itu membelalakkan matanya dan berkata :
"Siapa yang sudi kau mengikatnya ?"
Pada saat itu Tong Pin merasa seakan-akan dia sedang
berada dalam keadaan beberapa puluh tahun yang lampau,
yaitu sewaktu dia sendiri main kucing-kucingan ditanah
lapang. Waktu dia melihat Tong Leng kena batunya, sambil
tertawa dia berkata : "Menepok pantat kuda, tapi akhirnya
kena ditendang oleh kuda itu !"
Andaikata orang lain yang mengucapkan kata-kata ini,
Tong Leng pasti akan menjadi gusar, tapi karena yang
mengatakannya justeru adalah Tong Pin sendiri, maka
Tong Leng hanya dapat melototi saja matanya, sedangkan
mukanya berubah-ubah, sebentar biru sebentar pucat.
Tampaknya ia tak berdaya sama sekali.
Gadis cilik ini setelah mengikat mukanya sendiri, lalu
berkata : "Aku akan berteriak tiga kali 'sudah belum', lantas
aku akan mulai mencari kalian. Kalian harus hati-hati, ya
?" Dalam hati Kim Bwee Leng sangat geram sekali, sambil
berdiri jauh-jauh disebelah pinggiran, ia memandang
dengan penuh kebencian pada Lie Siauw Hong yang telah
siap sedia bermain kucing-kucingan dengan gadis cilik
tersebut. Kemudian gadis cilik itu dengan suaranya yang nyaring
sekali berkata : "Sudah belum ?"
Tong Pin lalu berteriak : "Tidak boleh lari terlampau jauh
!" Lalu dengan eratnya dia membuntuti diri Tian-mo Kim
Ie, karena dia kuatir yang Tian-mo Kim Ie ini akan
melarikan diri bila ada kesempatan yang baik. Kim Ie atas
perlakuan lawannya ini, hanya dapat membelalakkan
matanya saja, lalu dia berkata : "Kau mengapa bertindak
sembarangan saja, bila tuan besarmu ingin pergi, siang-
siang akupun sudah pergi, kau tahu ?"
Gadis cilik itu berteriak pula : "Sudah belum ?"
Diam-diam Lie Siauw Hiong berkata pada dirinya
sendiri : "Aku ingin melihat bagaimana kau menangkap
orang, kecuali kau mempunyai kepandaian yang luar biasa
sekali." Dia ingin saksikan sendiri sampai dimana kepandaian si
nona cilik itu. Dia agak kuatir kalau orang-orang itu pada
lari jauh, maka dia yang matanya ditutup saputangan.
merasa sangsi, apakah dia dapat menangkap orang-orang
itu " Dia merasa kuatir sekali atas diri gadis cilik tersebut.
Gadis cilik itu berseru lagi : "Sudah belum ?" Begitu
perkataannya habis diucapkan, tampak badannya melayang
pergi, sedangkan Kim Bwee Leng yang berdiri disamping
menyaksikan gerak tubuh gadis cilik ini jadi terkejut bukan
kepalang. Kemudian dia berpikir seorang diri : "Gadis cilik
ini benar-benar luar biasa sekali, dia tampaknya seperti
terbang dengan menggunakan ilmu sihir saja, maka
dimanakah dia dapat dibilang mengembangkan tubuhnya
dalam ilmu meringankan badan ?"
Baju suteranya yang berwarna putih tampak seperti
segulungan asap yang meloncat pulang balik dan kian
kemari. Kaki gadis itu ternyata tidak pernah dicecahkan
ketanah, sedang orangnya hanya tampak berkeliaran
disebelah atas dengan gerakan seperti angin saja.
Ilmu meringankan tubuhnya ini ketika dilihat oleh Tong
Pin, dia merasa terkejut sangat, untung baginya sebelumnya
dia tidak berlaku semberono terhadap gadis cilik ini, maka
didalam hatinya ia berpikir : "Hari ini apakah aku bukan
menjumpai setan " Mengapa dalam rimba persilatan bisa
muncul sepasang pemuda dan pemudi ini, seperti juga yang
satu tidak mau kalah dengan yang lainnya " Kepandaian
meringankan tubuh gadis cilik ini, bila ada orang yang
menyiarkan diluaran, aku sendiri tentu tak akan mau
mempercayainya, karena nyatanya dia telah mencapai apa
yang dinamakan gerak 'Leng-kong-pouw-hie' (berjalan-jalan
ditengah udara tanpa meninggalkan bekas), hari ini benar-
benar sudah terbuka mataku melihat kepandaian gadis cilik
ini." Begitulah selanjutnya dia berkata pula : "Tapi dia ini
siapakah sebenarnya " Aku yang sudah kenyang makan
asam garam dalam kalangan rimba persilatan, tapi belum
pernah mendengar siapa saja yang mempunyai kepandaian
meringankan tubuh sedemikian sempurnanya serupa ini."
Dalam pada itu dia mencoba menerka, sekonyong-
konyong punggungnya ditepuk orang. Karena terkejut,
lekas-lekas dia membalikkan tubuhnya untuk melihat.
Dengan ini ternyata gadis cilik itu sudah berdiri
dibelakangnya, tangannya sambil membuka tutup matanya
sambil ia tertawa dan berkata : "Aku sudah dapat
menangkap seseorang, yang ternyata bukan lain daripada
kakak tua adanya. Sekarang adalah giliranmu yang menjadi
setan." Kemudian dia berteriak pula : "Kalian lekas kembali
berkumpul, aku sudah menangkap kakak tua ini." Lalu dia
memandang sekitarnya, dari kejauhan dia hanya menampak tiga orang saja, masih kurang dua orang lagi,
dengan keheran-heranan dia berkata : "Ihh, mana yang
lainnya lagi ?" Tong Pin juga lekas-lekas memeriksanya, kelihatan
hanya Tong Leng, Tong Beng saja berlari kearah mereka


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kembali. Dikejauhan Tian-mo Kim Ie tampak sudah mulai
berlari-lari menjauhkan diri. Waktu Tong Pin melanjutkan
penyelidikannya, ternyata Lie Siauw Hiong dan Kim Bwee
Leng sudah tidak tampak lagi batang hidungnya!
Saking gugupnya, Tong Pin berseru : "Leng Jie, Yan Jie,
mereka sudah lari, lekas kejar." Tanpa menghiraukan gadis
cilik dihadapannya itu, mereka segera mengejar lawan-
lawan yang sudah melarikan diri itu. Leng Jie dan Yan Jie
dengan mempergunakan ilmu lari cepat, terus mengejar
Kim Ie. "Orang-orang ini semuanya tampak seperti juga orang
gila-gilaan saja, sedang enak-enak main kucing-kucingan,
mendadak sontak mereka meninggalkan permainan dengan
begitu saja," kata gadis cilik itu dengan penuh rasa
mendongkol. Gadis kecil yang baru berusia 16 tahun ini diam bersama
kedua orang tuanya disebuah pulau kosong, maka ia sampai
tidak tahu akan keganjilan-keganjilan yang terjadi diluar
tempat tinggalnya. Waktu itu ia dalam perjalanan bersama
ayah dan ibunya datang kedaerah Tiong Goan. Disepanjang perjalanan ibunya tidak mengijinkan dia
meninggalkan kapalnya untuk turun kepantai, tapi akhirnya
dengan segala daya-upaya ia mendapat kesempatan baik
untuk melarikan diri kedaratan untuk bermain-main. Dan
waktu itulah dia berjumpa dengan orang-orang yang mau
bermain-main dengannya itu, yang membuat hatinya girang
bukan buatan. Apa lagi terhadap pemuda itu, yang matanya
besar, dia merasa sangat senang sekali, tapi tak disangka-
sangka secara tiba-tiba saja orang-orang tersebut telah
meninggalkannya pergi. Dalam pada itu gadis kecil ini berpikir hendak mengejar
orang-orang tersebut, tapi dia tidak ingin memaksa orang
lain untuk memenuhi keinginannya, oleh karena itu,
terpaksa dia berdiri saja disitu. Tapi tiba-tiba dari udara
terdengar suara yang datangnya seperti dari tempat yang
jauh sekali, katanya : "Ceng Jie, lekas kembali kekapal,
kalau tidak ayahmu pasti akan memukul telapak
tanganmu!" Suara tersebut sangat empuk dan merdu sekali
kedengarannya. Sekalipun suara itu datangnya dari arah
yang sangat jauh, tetapi kedengarannya begitu nyata dan
terang, seakan-akan orang tersebut sedang bicara berhadap-
hadapan dengannya. Maka dengan sekali dengar saja,
sigadis cilik sudah tahu, bahwa suara itu adalah suara
ibunya, yang sedang memanggilnya dari arah sana. Maka
setelah berpikir sejenak, dia segera membalikkan badannya
kembali kekapalnya. Setibanya dipantai, dia berhenti sebentar, menghisap
hawa segar, kemudian dengan gesit sekali dia berlari-lari
dipermukaan sungai tersebut. Ilmu meringankan badannya
yang demikian sempurnanya, sukar dipercayai oleh
siapapun juga, bila tidak melihat dengan mata kepala
sendiri. Dalam waktu sekejap mata saja dia sudah sampai
ditengah-tengah sungai dan naik keatas sebuah kapal.
Kapal itu bila dibandingkan dengan kebanyakan kapal,
jauh lebih besar bentuknya, dan bila dilihat dari luar, kapal
itu seakan-akan satu balok yang sangat besar sekali.
Tampaknya sangat kuat. Jika dilihat dari bentuknya, kapal
itu dapat berjalan dengan tenang dan kencang tanpa dapat
dihanyutkan oleh arus laut dan badai.
Pintu kapal tersebut dikedua belah atasnya berukir
dengan ukiran yang bagus dan didalamnya dipasang sebuah
tirai yang berwarna putih bersih.
Pada satu pintu kapal itu separuh terbuka, didepan pintu
tersebut berdiri seorang wanita cantik yang berusia setengah
umur, mengenakan pakaian berwarna putih bersih pula,
semangatnya tampak bergelora dan membuat orang tidak
berani memandang sembarangan kepadanya. Ia tak lain
adalah ibunya si gadis cilik 'Ceng Jie' itu.
Gadis cilik yang dipanggil 'Ceng Jie' ini, begitu tiba
diatas kapalnya, lantas saja merangkul wanita setengah
umur itu sambil memanggil : "Mama!"
Mata wanita cantik setengah umur itu memancarkan
sinar yang penuh rasa kasih sayang dan memandang pada
anaknya, yang lalu dielus-elusnya kepala anaknya sambil
tertawa dan berkata : "Ayahmu sudah sangat marah. Kalau
kau tidak kembali juga kekapal, kami akan meninggalkan
kau !" Ceng Jie dengan suara lemah lalu berkata : "Saya hanya
pergi sebentar bermain-main dipantai, mengapa ayah sudah
ingin marah-marah saja ?" Badannya digoyang-goyangkan
dalam pelukan ibunya, yang lalu menarik tangannya dan
diajaknya masuk kedalam kapal.
Kamar-kamar dalam kapal itu semuanya terpelihara
rapih dan bersih, hingga abupun tidak terdapat disana.
Pendeknya barang siapa yang pernah masuk kedalamnya,
akan merasa sangat nyaman, segar dan sehat, hingga
membuat segala keruwetan dan kesedihannnya lenyap serta
merta oleh karenanya. Dalam kamar kapal tersebut terdapat dua jendela.
Disebuah jendela itu berdiri seorang anak sekolah yang
berpakaian putih bersih, sedang menjenguk keluar jendela
memandang kesungai. Dalam pada itu dia mendengar ada
suara orang berjalan mendatangi kejurusannya, lalu dia
membalikkan tubuhnya. Disaat itu gadis cilik itu lalu
memanggil : "Thia-thia (ayah) !" Orang yang kelihatannya
seperti anak sekolah ini tak lain adalah ayah gadis cilik itu
sendiri. Anak sekolah yang berumur setengah baya itu
memandangnya sambil tertawa masam mengerutkan
keningnya dan berkata : "Permainan kucing-kucinganmu
itu sangat menarik sekali tapi disayangkan sekali orang-
orang yang bermain denganmu itu semuanya serta merta
meninggalkan kau. Tak seorangpun yang ingin bermain
denganmu rupanya." Sewaktu dia berkata-kata, ia selalu
menunjukkan perasaan dingin saja, tapi waktu dia tertawa,
tampaknya ia seperti seorang yang sangat sopan dan
ramahnya. Ceng Jie merasa sangat takut sekali pada ayahnya. Maka
waktu ayahnya berbicara begitu, ia hanya menundukkan
kepalanya saja tanpa bersuara apa-apa, tetapi tangannya
selalu membuat main saputangan yang sedang dipegangnya
itu. Orang sekolahan yang berumur setengah baya itu
kemudian memandang kepada anaknya dan lalu berkata :
"Dari manakah kau peroleh saputangan ini " Coba kau
bawa kemari, aku mau lihat." Gadis cilik itu tidak berani
membantah dan segera memberikan saputangan tersebut.
Orang sekolahan ini berkata : "Inikah saputangan yang
kau pakai menutupi matamu tadi ?" Lalu dibentangkannya
saputangan itu meneliti, Tiba-tiba mukanya berubah dan
lalu berkata : "Kemari kau !"
Ceng Jie yang melihat ayahnya marah, sudah barang
tentu ia merasa sangat takut, hingga matanya kemerah-
merahan tergenang air matanya sendiri.
Melihat ayahnya sangat marah kepadanya, maka ibunya
lalu mengetengahi : "Mengapa kau marah ?"
Sang ayah lalu mengibar-ngibarkan saputangan itu, yang
tiba-tiba melayang menuju ketangan ibunya. Orang itu lalu
berkata pada isterinya : "Kau lihatlah saputangan itu !"
Wanita cantik setengah umur yang menjadi isterinya itu,
segera membentangkan saputangan tersebut, yang ketika
dilihatnya, mukanyapun turut berubah dan lalu berkata :
"Mana mungkin dia itu ?"
Ceng Jie dengan ketakutan berjalan kearah ayahnya,
yang segera menudingkan jarinya keluar jendela dan
berkata : "Kau lihat, betulkah dia itu yang telah
memberikan saputangan ini kepadamu ?"
Ceng Jie lalu mengulurkan kepalanya memandang keluar
jendela. Diatas permukaan sungai diantara perahu dan
kapal yang luar biasa tajamnya, dengan teliti memperhatikan mereka itu. Tampak olehnya diantara
kedua orang itu ialah seorang pemuda yang matanya besar
yang tadi memberikan saputangan kepadanya, dan yang
seorang lagi, yang duduk disampingnya, adalah seorang
wanita yang tadi tidak mau turut bermain kucing-kucingan.
Kemudian ia mengangguk-anggukkan kepalanya menyatakan kebenarannya. (Oo=dwkz=oO) Ketika Lie Siauw Hiong melihat kedatangan gadis cilik
tersebut, dia dapat mengetahui bahwa anak ini bukan
sembarang orang. Tadi sewaktu dia mengatakan ingin turut
main 'kucing-kucingan', lantas dihatinya timbul satu akal
yang baik sekali, maka diam-diam ia berpikir : "Waktu
untuk aku melarikan diri kini sudah tiba." Itulah sebabnya
maka dengan ngotot dia mengusulkan untuk mengikuti
permainan kucing-kucingan itu dan lagi dia yakin, bahwa
ketiga orang dari keluarga Tong pun pasti tidak akan
menolaknya. Benar saja dugaannya ini tidak meleset sedikitpun,
belakangan Tong Pin, Tong Leng dan Tong Yan
menyatakan ikut serta. Lebih-lebih Tong Pin menyatakan
sangat setuju setelah memperhatikan gerak-gerik Tian-mo
Kim Ie dan Lie Siauw Hiong. Tian-mo Kim Ie dan Lie
Siauw Hiong lalu berdiri disamping Kim Bwee Leng tanpa
bergerak. Gadis cilik yang matanya ditutup oleh saputangan
itu, mendengarkan gerak-gerik Tong Pin melalui angin lalu
memburu kearah Tong Pin dan kawan-kawannya. Maka
dengan sendirinya Lie Siauw Hiong yang sama sekali tidak
bergerak itu terhindar dari kejarannya.
Dalam saat-saat yang demikian begitu gadis cilik ini
bergerak, Lie Siauw Hiong sudah lantas menarik tangan
Kim Bwee Leng dengan cepat sekali berlari kearah pantai,
lalu mereka naik keatas perahu kecil. Kemudian dengan
cepat pula perahu itu dikayuhnya ketengah-tengah sungai
tersebut. Dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh yang
terdiri dari salah satu tipu dari 'Am-eng-pu-hiang', sebentar
saja dia sudah meninggalkan pantai jauh sekali. Dia yakin
biar bagaimanapun Tong Pin tidak akan berdaya lagi untuk
mengejarnya. Kemudian dia menghentikan dayungnya
sambil berkata dan tertawa pada Kim Bwee Leng : "Apakah
kau masih tidak menerima salah."
Muka Kim Bwee Leng menjadi merah, lalu dengan
menggunakan jarinya digoreskan kepipinya dan mencibir
untuk membuat Lie Siauw Hiong malu dan lalu berkata :
"Kau senang benar tampaknya, sedangkan orang lain sudah
kau rugikan." Sebaliknya secara diam-diam dalam hatinya
Kim Bwee Leng berkata : "Aku tadi telah salah sangka
terhadapmu." Diantara perahu sekalipun terdapat dayung, tapi kedua
orang ini tidak dapat mendayung dengan sempurna.
Perahunya setibanya ditengah-tengah sungai, lalu berputar-
putar. Oleh sebab itu lalu mereka membiarkan saja
perahunya itu berlayar mengikuti aliran air sungai tersebut.
Ketika itu Siauw Hiong merasa girang sekali, karena tipu
muslihatnya telah berjalan dengan sempurna, hingga dia
mengenyampingkan perkara lainnya, tapi tak menginsyafi
bahwa sapu-tangannya yang berlukisan tujuh kuntum
bunga Bwee, akan mendatangkan tidak sedikit keruwetan-
keruwetan selanjutnya. (Oo=dwkz=oO) Orang sekolahan yang berada dalam kapal tersebut,
adalah salah satu dari antara See-gwa-sam-sian (tiga dewa
diluar dunia), yaitu Tocu (ketua pulau) dari Bu-khek-to
(pulau tak berujung) dilautan Tong-hay (Lautan Timur)
yaitu Bu Heng Seng. Tong-hay-khek-to letaknya diluar teluk kota Hang-cu,
dilaut Giok-poan-yo, yang kedudukannya persis diantara
Tay-ciap-san dengan Siauw-ciap-san dan pemimpin dari Bu-
khek-to Thio Ek Ek, sebenarnya adalah seorang terpelajar
(siucay) yang gagal dalam ujian, karena dia sangat benci
sekali terhadap keburukan-keburukan dialam fana ini, maka
dia datang kepulauan tersebut. Dan dengan tidak diduga-
duga pula disana dia mendapat sebuah buah yang dapat
mengawetkan orang supaya tetap muda, disamping mana
diapun memperoleh pelajaran rahasia peninggalan seorang
pendekar aneh Cia Cin-jin dari ahala Lam Cin (Cin
Selatan). Thio Ek Ek tinggal dipulau Bu-khek-to ini kurang lebih
sepuluh tahun lamanya. Setelah dia berhasil mempelajari
ilmu yang luar biasa sekali, lalu dia balik ke Tiong Goan,
melakukan beberapa hal yang mengejutkan dunia.
Dia bergerak secara rahasia seperti seekor naga belaka,
pulang perginya tidak berketentuan, hingga orang-orang
hanya mengetahui tentang adanya seorang pendekar aneh
yang menamakan dirinya sendiri 'Bu Heng Seng', tapi tiada
seorangpun yang mengetahui asal-usulnya. Oleh karena itu,
orang-orang dikalangan Kang-ouw merendengkan dia
bersama Peng Hwan Siang Jin dari pulau Tay-ciap-to dan
Hui Taysu dari pulau Siauw-ciap-to, yang digabung dan
diberi nama julukan See-gwa-sam-sian atau tiga dewa dari
luar dunia. Bu Heng Seng setelah makan buah dewa itu, ditambah
lagi dengan latihannya yang sempurna dalam meringankan


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubuh dan tenaga dalamnya, maka setelah lewat beberapa
puluh tahun lamanya, mukanya tinggal tetap muda dan tak
berubah. Pada suatu hari secara kebetulan sekali sewaktu dia
berpesiar dikota Tiong-ciu, dia berjumpa dengan seorang
wanita yang luar biasa, kedua orang ini lalu, saling jatuh
cinta satu sama lain dan tak lama kemudian mereka
menjadi suami-isteri. Dia adalah wanita cantik ibu dari
gadis cilik tersebut yang bernama Kiu-thian-hian-lie Biu
Chit Nio. Begitulah sepasang suami-isteri ini berlayar mengembara
dilaut dan dalam pengembaraannya ini Kiu-thian-hian-lie
telah melahirkan seorang anak dara yang sangat pintar dan
diberi nama Thio Ceng. Selama beberapa tahun yang
dilewatkannya, tanpa terasa Bu Heng Seng lantas
mengubah jalan kearah pulaunya begitu rupa, sehingga
merupakan satu tempat yang didiami oleh dewa-dewa saja.
Kemudian dia pergi kedaratan untuk mengambil seorang
anak gadis miskin dari kampung itu untuk dijadikan
bujangnya. Begitulah dia melampaui hari-hari dengan
penuh kebahagian. Disamping itu, Bu Heng Seng pun tidak
lagi mempunyai pikiran untuk menjagoi dikalangan Kang-
ouw, hanya tabiatnya saja yang masih belum berubah,
hingga itulah sebabnya mengapa sampai sebegitu jauh dia
tidak mau kembali lagi ke Tiong Goan.
Pada suatu waktu ketika Thio Ceng berusia delapan
tahun, dia mendapat serangan penyakit yang aneh,
sedangkan Bu Heng Seng sendiri pun pernah mempelajari
ilmu ketabiban, tapi aneh sekali dia tidak berdaya
menyembuhkan penyakit anaknya ini. Karena Kiu-thian-
hian-lie sangat mencintai anak daranya ini, setelah
mengambil keputusan yang tetap lalu dia mengajak
suaminya pergi berlayar ke Ciat-kang, untuk mengundang
seorang tabib yang pandai untuk mengobati penyakit anak
daranya itu. Dalam perjalanan sekali ini, mereka menjumpai seorang
perempuan yang mirip dengan pengemis, yang tubuhnya
sudah kurus sekali seakan-akan tinggal kulit pembungkus
tulang saja. Pakaiannya compang-camping. Wanita yang
mirip dengan pengemis ini sudah kehilangan kepribadiannya yang biasa. Diwajahnya tampaknya bahwa
ia mempunyai kepandaian silat yang tinggi sekali.
Dalam keheranannya ini, Kiu-thian-hian-lie memandang
dengan cermat kepada wanita ini, yang kemudian baru
diketahuinya adalah adik perempuannya yang paling kecil
dan bernama Giok-bian-sian-houw Biu Kiu Nio, hingga
buru-buru ia bawa pulang adiknya itu.
(Oo-dwkz-oO) Jilid 10 Biu Kiu Nio sehari-harian menangis dan ketawa tak
henti-hentinya, hingga romannya mirip seperti seorang yang
sudah kehilangan ingatan. Sepanjang hari tangannya
memegang saputangan yang berlukiskan tujuh kuntum
bunga Bwee, sedangkan mulutnya tak putus-putusnya
menyebut-nyebut nama : "Bwee San Bin, Bwee San Bin
......" Kiu-thian-hian-lie yang mendengarnya, dia tahu
Bwee San Bin ini adalah seorang pendekar yang namanya
sangat tenar sekali dalam dunia persilatan, yang nama
julukannya 'Chit-biauw-sin-kun' cukup dikenal oleh setiap
orang, maka tidak terasa lagi hati Kiu-thian-hian-lie
menjadi sangat marah sekali.
Karena kepandaian 'Chit-biauw-sin-kun' yang tujuh itu
salah satu terdapat huruf 'paras', orang-orang dalam
kalangan Kang-ouw semua mengetahui, bahwa Chit-biauw-
sin-kun ini paling banyak menimbulkan perkara-perkara
yang bukan-bukan saja. Kiu-thian-hian-lie mengira bahwa adiknya ini telah
dipermainkan oleh 'Chit-biauw-sin-kun', sehingga tabiatnya
yang biasa menjadi hilang.
Kemudan setelah Biu Kiu Nio meninggal dunia,
kebencian Kiu-thian-hian-lie terhadap Bwee San Bin
semakin mendalam. Dia tidak mengetahui bahwa adiknya
menjadi 'gila' justeru disebabkan yang sang adik itu salah
duga, dikiranya bahwa Chit-biauw-sin-kun telah 'mati',
hingga ini menyebabkan salah paham Kiu-thian-hian-lie
yang menjadi kakaknya. Ternyata rasa cinta Giok-bian-sian-houw terhadap 'Chit-
biauw-sin-kun' sangat mendalam sekali, maka waktu
belakangan dikalangan Kang-ouw tersiar kabar angin yang
mengatakan bahwa 'Chit-biauw-sin-kun', sudah binasa
dipuncak gunung Ngo-hoa-san, lalu Biu Kiu Nio seorang
diri pergi kegunung Kong-tong untuk menuntut balas atas
sakit hati kekasihnya ini, tapi siapa tahu dia bukan menjadi
tandingan yang setimpal dari Kiam-sin Lie Gok, maka dia
disana dimaki-maki dan dihina diluar batas yang wajar oleh
Li Gok, sehingga dia pulang kembali dari gunung Kong-
tong dalam keadaan otak yang kurang beres.
Ternyata ia telah menjadi gila karena menerima
penghinaan yang besar ini, ditambah pula dengan
meninggalnya kekasihnya, hingga kesadaran dirinya mulai
hilang dan akhirnya wanita cantik yang mempunyai
kepandaian tinggi itu telah menghembuskan napas
penghabisannya dengan perasaan yang amat mengecewakan sekali. Kiu-thian-hian-lie lalu pergi lagi ke Tiong-ciu dengan
maksud untuk 'membereskan perhitungan' dengan Bwee
San Bin, tapi ketika diketahuinya bahwa 'Chit-biauw-sin-
kun' telah meninggal dunia, buru-buru dia kembali pula
kepulau Bu-khek-to. Begitulah setelah lewat pula tujuh atau delapan tahun
dan setelah suami-isteri ini mengobati anak daranya
sehingga sembuh, setindakpun mereka tidak meninggalkan
pulaunya ini. Karena disitu mereka setiap hari selalu
merawat anak daranya dengan penuh kesabaran dan kasih
sayang yang tidak ada taranya.
(Oo=dwkz=oO) Thio Ceng sejak kecil sudah menerima pelajaran asli dari
ayah dan ibunya, oleh karena itu, dalam waktu yang
pendek dia sudah memiliki kepandaian yang mengejutkan
sekali. Belakangan dia mendesak ayah dan ibunya untuk pergi
mengembara pula, untuk meluaskan pemandangannya.
Bu Heng Seng yang memang terlalu sayang terhadap
anak daranya ini, lalu meluluskannya. Begitulah mereka
berlayar pula, pada saat itu mereka sampai ditempat
terjadinya peristiwa Lie Siauw Hiong tadi dengan secara
kebetulan sekali. Sesampainya diatas perahu, mereka
justeru tengah bersiap-siap untuk pulang kembali kepulau
tempat kediaman mereka. Tak teringat oleh Thio Ceng bahwa sekembalinya dari
pantai, ia sudah membawa sehelai saputangan untuk
bermain kucing-kucingan tadi, yang bentuk dan macamnya
justeru bersamaan dengan apa yang pernah dipakai oleh Biu
Kiu Nio, yang setiap hari dihadapinya sambil menangis.
Bu Heng Seng yang melihat saputangan tersebut, tentu
saja dia menjadi murka. Dengan matanya yang sangat
tajam itu, dari jendela kapalnya ini dia dapat melihat
kejadian dipantai dengan jelas sekali.
Waktu Lie Siauw Hiong melarikan diri dan naik keatas
perahu, diam-diam dia mengagumi akan kecerdikan
pemuda ini. Pada saat dia melihat Thio Ceng menganggukkan kepalanya, buru-buru dia membalikkan
tubuhnya dan lalu berkata pada isterinya : "Ternyata Bwee
San Bin itu belum meninggal dunia. Kini dia sedang berada
diatas sebuah perahu kecil disebelah luar kapal kita."
Kiu-thian-hian-liepun memandang keluar melalui jendela
kapalnya, dengan marah sekali dia berkata : "Dia rupanya
ingin pula menipu gadis kita, Toa Kie (sebutan untuk
memanggil suaminya). Orang semacam dia tidak boleh
dibiarkan terus tinggal diatas muka bumi ini, maka lebih
baik kita basmi saja untuk kebaikan orang-orang lain."
Thio Ceng yang baru akil balig, baru sekali melihat muka
pemuda Lie Siauw Hiong lantas dia sudah mempunyai
kesan yang baik terhadapnya, pemuda itu dia anggap
sebagai seorang pemuda yang bermata besar-besar, karena
sebenarnyalah pemuda Lie Siauw Hiong ini mempunyai
mata yang besar juga. Pada saat itu dia mendengar perkataan orang tuanya,
lalu dia memandang pada muka ibunya tanpa dapat
dimengertinya. Karena dia tidak mengetahui hal sebenarnya, apakah yang telah terjadi pada masa yang
lampau itu, hingga diam-diam ia menyesalkan mengapa
ayah dan ibunya begitu benci sekali terhadap pemuda ini.
Setelah ketawa dingin Bu Heng Seng lalu berkata : "Aku
mupakat dengan pendapatmu." Badannya tampak berputar
satu kali, lantas melayang pergi melalui jendela kapalnya itu
menuju keluar. Lie Siauw Hiong yang telah meletakkan dayungnya, lalu
duduk menyender diatas perahunya berlayar mengikuti air
sungai, dalam hati kecilnya dia tidak dapat melupakan
bayangan gadis cilik tadi.
Kim Bwee Leng sambil memonyongkan mulutnya ia
menunjuk pada Lie Siauw Hiong dan berkata : "Kau ini."
Saat itu tiba-tiba Lie Siauw Hiong menangkap tangan Kim
Bwee Leng, sambil tertawa dia bertanya : "Aku kenapa ?"
Kim Bwee Leng dengan tertawa lalu berkata : "Aku tahu
apa yang sedang kau pikirkan. Kau tengah memikirkan
gadis cilik tadi, bukan ?"
Lie Siauw Hiong menjawab : "Aku sedang memikirkan
gadis cilik itu tentang kemungilannya." Lantas dia tarik
tangan Kim Bwee Leng ditempelkan kemulutnya sambil
diciumnya dengan mesra sekali, lalu berkata : "Aku
bukannya sedang memikirkan gadis tadi, hanya sedang
memikirkan gadis yang tengah berada dihadapanku
sekarang ini." Dengan manis sekali Kim Bwee Leng tersenyum sambil
kemudian berkata : "Kau ternyata sangat busuk sekali."
Tapi dalam hatinya ia merasa girang bukan kepalang.
Begitulah kedua orang ini berkata-kata dengan suara
yang perlahan sambil tertawa-tawa dan mengenyampingkan
soal-soal lain. Dia tidak pernah pula berpikir, bahwa pada
saat ini didunia ini hanya ada 'kau' saja, kecuali 'kau',
perkara lainnya tidak cukup berharga untuk dipikirkannya.
Pada saat itu Lie Siauw Hiong mempunyai perasaan
demikian, karena wanita cantik dihadapannya telah
memberikan segala sesuatunya kepadanya bukankah
diapun harus berlaku begitu pula terhadap kekasihnya itu "
Tapi Lie Siauw Hiong sendiri lebih paham, sampai saat-
saat terakhir sebelumnya terjadi peristiwa yang menyangkut
dengan mereka berdua, perasaan cintanya belum lagi tetap
kepada siapa harus diberikannya, karena terhadap Kim
Bwee Leng pada saat itu, perasaan terharunya adalah lebih
menang satu tingkat daripada perasaan cintanya.
Tapi bagaimana terhadap Phui Siauw Kun " Semula Lie
Siauw Hiong mengira bahwa dia menyintainya, tapi
sekarang dia telah mati, dan matinya ini justeru karena
disebabkan untuknya. Tapi dia tidak merasa, oleh karena
disebabkan matinya gadis she Phui ini, perasaannya
menjadi terharu maupun sedih.
Diam-diam dia berpikir : "Apakah hal itu merupakan
kesalahanku " Bila seorang gadis dengan tulus ikhlas
menyerahkan cintanya terhadapku, aku harus berbuat
bagaimana ?" Sekonyong-konyong Kim Bwee Leng menarik tangannya
yang sedang dipegang oleh pemuda itu, kemudian dari
dalam baju bagian dadanya dia mengeluarkan seJilid buku
yang segera diserahkan kepada Lie Siauw Hiong sambil
berkata : "Buku ini lebih baik kau simpan saja."
Lie Siauw Hiong mengetahui, bahwa buku itu adalah
buku yang ditulis sendiri oleh Raja Racun Kim It Peng,
yaitu buku yang berjudul 'Tok Khip' maka dengan tawar
dan wajar sekali dia berkata : "Barang ini adalah milik
ayahmu, lebih baik kau saja yang menyimpannya."
Sejak dia mendengar cerita yang dikisahkan oleh Kim It
Peng, tidak terasa lagi dia telah melupakan ayah sebenarnya
dari Kim Bwee Leng, yaitu Hauw Jie.
Tapi setelah dia mengatakan hal itu, tidak terasa lagi dia
sesalkan dirinya sendiri, dia merasa yang dia tidak berlaku
sepantasnya terhadap Hauw Jie Siok-nya, tapi perasaan ini
begitu lemah sekali terasanya, sehingga dia tidak dapat
membedakan apakah perasaannya itu timbul dari perasaan
malu atau menyesal. Kim Bwee Leng lalu menyelipkan buku Tok Khip
tersebut didada Lie Siauw Hiong sambil berkata : "Lebih
baik buku ini kau saja yang menyimpannya, bila ditaruh
dibadanku, bukan saja tidak ada tempatnya sama sekali,
tapi juga tidak leluasa dan mungkin akan menjengkelkan
saja bagiku." Lalu Kim Bwee Leng membereskan rambutnya yang
kusut, kemudian dengan wajah yang berseri-seri ia berkata
lagi : "Kau ini sungguh-sungguh terlalu sekali, kepunyaanku
bukanlah sama pula dengan kepunyaanmu ?"
Lie Siauw Hiong tertawa pula, lalu dia menyimpan buku


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu dengan hati-hati sekali kedalam dadanya.
Sejak pertama kali dia melihat buku tersebut, dia sudah
merasa sangat tertarik sekali dengan isi buku tersebut, dan
terhadap barang yang baru dan aneh, dia selamanya ingin
mempelajarinya. Dia ingin mempelajari seluruh isi buku
tersebut, karena dia ingin menyelami tentang segala racun
yang tertulis dalam buku ini.
Maka dengan mengandalkan buku ini, ternyata Kim It
Peng dapat mengembara dikalangan Kang-ouw selama
bertahun-tahun, sehingga membuat orang-orang dikalangan
tersebut yang mendengar namanya pada merasa jeri
terhadapnya. Dapat dibayangkan bagaimana pengaruhnya
buku tersebut, orang-orang justeru paling suka terhadap
barang-barang yang ganjil-ganjil, karena keluar biasaan itu
dapat menarik perhatian orang.
Apa lagi Lie Siauw Hiong mempunyai nafsu belajar yang
demikian meluap-luapnya, terhadap segala barang apapun
dia selamanya menaruh perhatian yang luar biasa sekali,
waktu dia menyimpan buku tersebut, hatinya berdebar-
debar karena kegirangan. Pada saat itu matahari sudah doyong kebarat, malam
segera akan menyusul, sehingga membuat air sungai yang
sudah berwarna kuning, tertimpah sinar matahari dan
menjadi cemerlang sekali memancarkan sinarnya yang
bertambah indah. Waktu air itu bergelombang naik turun,
tampak seolah-olah ada beberapa puluh ular kecil sedang
bergerak-gerak tak henti-hentinya.
Waktu sinar matahari yang hendak turun kelaut diufuk
barat ini memantul kemuka Kim Bwee Leng, tampak dia
semakin molek saja. Dia dengan memiringkan mukanya
sambil memejamkan matanya, karena tidak ingin melihat
sinar yang dipantulkan air sungai tersebut kemukanya.
Dengan suara yang perlahan dia berkata : "Aku lapar
bukan buatan, Hong Koko, tolonglah carikan aku
makanan." Tatkala itu Lie Siauw Hiong sendiri merasa sangat lapar
juga, maka dengan tertawa getir dia menyahut : "Sebentar
lagi setelah kita mendarat, barulah kita dapat makan
sepuas-puasnya..." Kim Bwee Leng lalu memotong perkataan Lie Siauw
Hiong : "Aku ingin makan daging dan panggang paha
ayam." Lie Siauw Hiong terpaksa menelan ludah dan sambil
tertawa dia berkata : "Benar, daging dan paha ayam, masih
ada ......" Ia berdiam sejenak, kemudian melanjutkan
bicaranya : "Lebih baik kita pergi kekapal besar itu untuk
menanyakan, apakah barangkali mereka dapat membagi
barang sedikit makanan mereka kepada kita ......" Tapi tiba-
tiba dia berhenti bicara.
Kim Bwee Leng yang mengikuti arah pandangan mata
Lie Siauw Hiong memandang, tiba-tiba dia melihat ada
bayangan seorang yang berbaju putih melompat keluar
melalui jendela kamar kapalnya. Tampaknya seperti asap
saja. Tapi yang paling mengherankan ialah karena
bayangan orang tersebut menuju keperahunya yang kecil
itu, hingga membuat muka si pemuda mendadak sontak
berubah dan berkata pada dirinya sendiri : "Tampaknya
ilmu meringankan tubuh orang itu luar biasa sekali,
barangkali yang datang ini mungkin gadis cilik tadi juga.
Mau apakah dia datang lagi " Mungkinkah dia datang
karena ......" Belum lagi pikirannya sampai pada tujuannya, sekonyong-konyong bayangan orang itu sudah sampai
dihadapan perahunya. Kim Bwee Leng lalu mengangkat
mukanya memandang, ternyata dia adalah seorang anak
sekolah yang telah lanjut umurnya. Perahu kecilnya pada
saat itu teroleng-oleng sedikit, karena dilanda ombak-ombak
kecil dan bukan disebabkan datangnya orang tersebut yang
telah menimbulkan goncangan itu.
Lie Siauw Hiong sangat terkejut sekali atas kedatangan
orang secara sekonyong-konyong itu keatas perahunya,
karena dia yakin benar bahwa kedatangan orang itu pasti
tidak mengandung maksud baik. Hal mana terbukti dengan
terlihatnya senyuman orang itu yang sangat kecut sekali.
Lie Siauw Hiong yang berotak cerdas, segera mengetahui
betapa hebatnya ilmu kepandaian orang yang baru datang
itu. Dengan begitu, diapun tahu dengan jelas, bahwa
dirinya bukanlah lawan yang setimpal dari orang ini.
"Bila benar-benar orang ini ingin menentang diriku,
sudah pasti aku tidak memperoleh keuntungan apa-apa,
apalagi pada saat ini aku tidak mempunyai tenaga yang
cukup untuk menghadapinya," pikir Lie Siauw Hiong.
Oleh sebab itu, ia segera mengerti, bahwa ia harus
menggunakan kepalanya yang dingin dan hati yang tabah
untuk memecahkan persoalan ini, bagaimana seharusnya
dia menghadapinya untuk menyelesaikannya dengan secara
sempurna. Bu Heng Seng berdiri dengan tegak dan kukuhnya diatas
perahu kecil itu, tampaknya ia tenang-tenang saja bagaikan
sebuah patung batu, hingga hanya bajunya saja yang
berkibar-kibar ditiup angin sungai itu.
Pada saat itu pula Kiu-thian-hian-lie menjelaskan
terjadinya sesuatu yang menyangkut diri pemuda itu pada
anak daranya yang sedang kebingungan, sedang Bu Heng
Seng dilain pihak dengan sikap yang dingin sekali tinggal
menatap wajah Lie Siauw Hiong.
Kedua matanya yang tajam membuat Lie Siauw Hiong
merasa tidak tenteram, sehingga akhirnya si pemuda itu
tertawa pada dirinya sendiri : "Mengapa aku berubah
menjadi begini tidak berguna, bahkan sampai takut akan
sinar mata orang ?" Untuk membuktikan dirinya sendiri, Siauw Hiong lalu
bangun berdiri memberi hormat pada orang yang berbaju
putih itu sambil tertawa dan berkata : "Tuan yang terhormat
hendak memberikan petunjuk apakah kepadaku ?"
Bu Heng Seng dengan sikap yang tenang sekali lalu
memandangnya, sedang didalam hati dia tengah menguji
orang pertama dari daerah Tiong Goan yaitu Chit-biauw-
sin-kun, apakah dia ini sanggup menyambut serangannya
selama dalam tiga jurus, karena tampaknya Lie Siauw
Hiong ini masih sangat muda sekali, hingga tidak
mengherankan bila dia mempunyai perasaan begitu. Oleh
karena itu, dengan sombong sekali dia berkata : "Silahkan,
kalau kau berani, segeralah kau terjang aku !"
Mendengar pembicaraan orang ini, Lie Siauw Hiong jadi
terperanjat. Dia merasa heran sekali mengapa orang yang
berbaju putih itu berkata demikian. Apakah maksudnya
yang sebenarnya " Dalam hatinya sambil berpikir-pikir ia
lalu berkata : "Aku belum pernah bermusuhan dengan dia,
bahkan bertemupun belum sekali jua, mengapakah ia
sampai berkata begitu ?"
Bu Heng Seng tiba-tiba mengerutkan keningnya sambil
berpikir : "Barangkali dia seorang yang ternama pula, maka
dia tidak ingin turun tangan terlebih dahulu, karena itu
baiklah aku saja yang turun tangan lebih dahulu." Sambil
berpikir begitu, ia segera menggunakan tangan kirinya
untuk memukul kearah Lie Siauw Hiong.
Si pemuda she Lie itu diam-diam ingin mengetahui
sampai dimana kelihayan pukulan orang tersebut.
Walaupun pukulan itu tampaknya biasa saja, tapi
gerakannya mengandung perubahan yang sangat beraneka
ragam, oleh karena itu, dia tidak berani sembarangan
memandang ringan lawannya ini, karena dia mengetahui,
dengan tidak menyambut serangan lawan itu adalah tipu
yang paling sempurna. Bu Heng Seng tertawa dingin, sedang dalam hatinya dia
berpikir : "Ternyata dia ini mengenal gelagat !" Lalu tangan
kirinya dibuat bentuk separuh lingkaran untuk menyerang
kembali, perubahan mana telah diubahnya dari memukul
menjadi mendorong, sepasang tangannya lalu dengan
penuh tenaga didorongkan kedepan. Karena, pikirnya,
untuk tidak banyak membuang tenaga secara percuma saja,
ia merasa bahwa cara tadi itu telah keliru dilakukannya.
Lebih-lebih setelah dilihatnya dengan jelas sekali, bahwa
Chit-biauw-sin-kun sesungguhnya bukan lawan yang
mudah ditipu. Maka dari itu sekarang ia baru menggunakan
tenaga-dalamnya yang selama sepuluh tahun dia latih,
untuk sekaligus memenangkan pertempuran sekali ini
dalam jangka pendek. Karena, ia pikir, dalam perahu yang kecil ini, lawannya
tentu saja tidak bisa berkelit, hingga karena itulah dia
menyerang dengan sepenuh tenaga dengan sekali pukul ini.
Bu Heng Seng setelah memakan buah yang mustajab
ditambah lagi dengan latihannya yang sempurna selama
sepuluh tahun lebih, kekuatan tenaga pukulannya ini luar
biasa kuatnya, barangkali dalam dunia Kang-ouw yang
dapat memenangkannya agak sukar dicari, Lie Siauw
Hiong sekalipun mempunyai bakat yang baik, tapi umurnya
masih sangat muda sekali, hingga perbandingannya dengan
Bu Heng Seng sangat jauh sekali.
Lie Siauw Hiong yang melihat telapak tangan orang itu
agak menonjol keluar dan berwarna seperti batu giok,
dalam hatinya terperanjat sekali. Tanpa banyak pikir lagi,
lalu dia menghempos semangatnya dan meloncat keatas.
Sekalipun pengalaman Lie Siauw Hiong dalam
menghadapi lawannya belum banyak, tapi dia mempunyai
ketetapan yang pasti dan dapat bertindak dengan cepat,
karena ia tahu bahwa dalam hal keras lawan keras untuk
menangkis pukulan Bu Heng Seng ini, pasti sekali anggota
badan sebelah dalamnya akan menderita luka-luka, apalagi
badan perahu sangat kecil, maka tidak ada tempat untuk
mengelak, selain mengambil cara satu-satunya baginya,
yaitu dengan jalan meloncat keatas. Cara ini adalah cara
sementara untuk menghindarkan pukulan lawannya ini.
Sepasang tangan Lie Siauw Hiong dibentang sebagai
juga dua buah sayap, siap sedia untuk menyambut apabila
lawannya ingin melancarkan serangan selanjutnya, karena
diapun mengetahui selagi badannya tengah melayang turun
ini, adalah saat mati hidupnya yang menentukan.
Yang paling heran adalah Kim Bwee Leng yang duduk
diatas perahu itu juga, yang mengagumi ilmu meringankan
tubuh lawannya yang sedemikian sempurnanya itu.
Sewaktu Bu Heng Seng memukul, dia merasa dari samping
tubuhnya ada angin yang berkesiur lewat dengan
kencangnya. Dalam keadaan begitu rasanya ada semacam
tenaga yang sukar dilukiskan menyerang kepadanya, hingga
diapun tidak dapat lagi menyembunyikan tubuhnya diatas
perahunya terlebih lama dan lantas bersama-sama angin
pukulan tersebut badannya turut terangkat naik dan
kemudian masuk kecemplung kedalam sungai.
Badan Lie Siauw Hiong kemudian dibengkokkan sedikit,
ditengah-tengah udara ia menjungkir balik, dengan kepala
dibawah dan kaki diatas ia lalu menyamber bagian belakang
baju Kim Bwee Leng, dan dengan meminjam tenaga ini dia
lalu berlompat pula, kedua kakinya lantas jatuh tepat
disamping sebelah dari perahunya ini.
Dengan penuh semangat barulah dia dapat memperlihatkan gaya yang indah untuk menolong Kim
Bwee Leng yang sudah tercebur kedalam sungai.
Kepandaiannya ini jarang sekali dapat dijumpai dalam
kalangan Kang-ouw. Diam-diam Bu Heng Seng mengangguk-angguk dan
berpikir : "Kepandaian orang ini, dalam rimba persilatan
jarang sekali dapat dicari bandingannya, hanya amat
disayangkan bahwa orang ini tabiatnya sangat hina. Jika
hari ini dia tidak ditumpas demi untuk kebaikan umum,
sudah pasti dia makin hari semakin berlaku lebih sewenang-
wenang lagi." Kim Bwee Leng yang seluruh tubuhnya basah kuyup, dia
merasa kaget dan marah, sebaliknya Lie Siauw Hiong
dengan memusatkan seluruh perhatiannya terhadap
lawannya, diam-diam berpikir : "Orang ini sebenarnya dari
golongan mana" Tenaga pukulan telapak tangannya sudah
terlatih sedemikian sempurnanya. Dengan melihat telapak
tangannya putih bagaikan batu giok, apakah barangkali dia
sudah berhasil meyakinkan ilmu yang dikalangan Kang-
ouw sudah beberapa ratus tahun lamanya tidak ada orang
yang mempelajarinya lagi, yaitu ilmu 'Hian-giok-tong-cin'
?" Diketahuinya bahwa mati hidupnya sudah akan
diputuskan pada saat-saat itu juga, maka tidak terasa lagi
dia teringat akan waktu sepuluh tahun yang lampau itu,
sewaktu Thian Can dan Thian Hui membiarkan dia untuk
hidup lebih lama. Justeru dalam saat-saat dia tengah
menantikan keputusan kedua manusia bercacat inilah sama
seperti halnya sekarang ini. Tapi pada saat ini dia tidak
mempunyai banyak waktu untuk berpikir lebih lanjut.
Dilihatnya muka lawannya sangat dingin sekali tampaknya,
sedangkan tangannya lagi-lagi hendak menyerang kepadanya. Kepalanya merasa dingin sekali, lalu dia berkata dengan
suara yang berat : "Mengapa Tuan ingin mendesak
kepadaku, aku bersama Tuan

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak mempunyai permusuhan apa-apa ......"
Dengan sinar mata Bu Heng Seng yang sangat tajam dan
mengandung maut segera terdengar suara bentakan yang
nyaring sekali : "Jangan banyak bacot !"
Badannya lalu maju kemuka, sepasang tangannya
kembali lagi hendak memukul pemuda itu. Dia tampaknya
tidak ingin membiarkan pemuda itu dapat meloloskan diri
dari dalam tangannya. Tak disangka dengan sekonyong-konyong kelihatan
sesosok tubuh bayangan putih mendatangi. Bu Heng Seng
yang sedang berdiri ditengah-tengah perahu kecil ini lalu
berteriak : "Ceng Jie, minggir !"
Thio Ceng dengan suara yang manja berkata : "Thia-thia,
kau orang tua ......"
Bu Heng Seng mendeliki matanya dan lalu berkata :
"Kenapa?" Lie Siauw Hiong dan Kim Bwee Leng dengan perasaan
sangat terkejut lalu berpikir : "Ternyata orang ini adalah
ayah dari anak gadis cilik ini. Tapi mengapa orang ini ingin
melukainya ?" Dia tidak dapat memecahkan teka-teki ini.
Thio Ceng tertawa dengan manisnya dan lalu menjawab
: "Thia-thia, kalau melihat umurnya begitu muda sekali,
bagaimana dia bisa dituduh orang yang berhubungan
dengan Kiu Ah-ie ?" Dia yang merasa bersimpati sekali terhadap Lie Siauw
Hiong tanpa mendengar sampai habis cerita ibunya lagi,
lalu dia melongok keluar jendela, waktu melihat ayahnya
turun tangan beruntun-runtun, dia sudah tentu mengetahui
betapa kuatnya pukulan ayahnya itu, maka didalam hatinya
dia berpikir : 'Pemuda mata besar itu' bagaimana dapat
menahannya " Saking gugupnya, tanpa berpikir lebih lanjut,
lantas dia berlari keperahu kecil tersebut.
Bu Khek Too Cu tampak mengerutkan keningnya sambil
membentak dengan marahnya : "Apa kau katakan, kalau
begitu kau ......" Sekonyong-konyong dia berpikir pada dirinya sendiri,
walaupun sudah lewat beberapa puluh tahun, namun
mukanya tetap saja tidak berubah, tapi mungkinkah orang-
orang lain dapat berbuat seperti dia juga, sampai pada
Siauw-ciap-too Hui Tay Su masih tidak dapat. Maka saking
marahnya, dia bersumpah untuk tidak meninggalkan
sekalipun satu tindak dari pulau Siauw-ciap-too. Berpikir
sampai disitu, Bu Khek Too Cu merasa girang sekali
didalam hatinya. Mata Thio Ceng menoleh keayahnya, dia mengetahui
bahwa ayahnya sedang berpikir untuk kemudian melaksanakan pikirannya itu, lalu sambil tertawa pula dia
berkata : "Seharusnya ayah sebagai seorang tua menanyakan lebih dahulu asal-usul orang-orang ini."
Bu Khek Too Cu hanya mendehem saja, lalu berpikir :
"Bocah ini mengapa hari ini dengan bersusah payah ingin
membantu orang lain " Apakah dia merasa tertarik pada
pemuda itu " Anak ini jika berani mengganggu daraku,
walau hanya serambutpun saja, aku pasti akan membeset
kulitnya biar dia tahu rasa !"
Omongan Ceng Jie ini masuk diakal ayahnya. Lalu sang
ayah itu berpikir sejurus : "Anak ini umurnya kelihatannya
paling banyak kira-kira dua puluh lebih, mungkin sekali dia
ini bukan Bwee San Bin yang sebenarnya."
Begitulah Thio Ceng dengan ayahnya saling bersoal
jawab, membuat hati Lie Siauw Hiong bertambah kacau
saja, maka dengan perasaan heran dia berpikir : "Apakah
hubungan kedua orang beranak ini dengan aku " Dan pula
dia menyebut-nyebut Kiu Ah-ie. Dan siapakah Kin Ah-ie
ini ?" Kim Bwee Leng berdiri disamping dengan cemberut,
karena marahnya, bertambah lagi waktu dia melihat gadis
cilik ini membela Lie Siauw Hiong, maka dalam hati Kim
Bwee Leng merasa sangat penasaran sekali. Dia berpikir :
"Jika dilihat dari pakaiannya yang sangat aneh ini,
teranglah yang dia bukannya orang baik-baik." Perasaan
cemburunya begitu menghebat, sehingga setiap gerak-gerik
Thio Ceng seolah-olah sangat memualkan sekali perasaan
hati Kim Bwee Leng. Badan Bu Khek Too Cu tampak bergerak sedikit, dia
tetap saja berdiri dihadapan Lie Siauw Hiong. Thio Ceng
berseru tertahan, ayahnya ternyata masih belum turun
tangan, hanya pada saat itu dengan suaranya yang bengis
sekali dia membentak : "Saputangan ini milik siapa ?"
Lie Siauw Hiong terperanjat, Thio Ceng lalu meneruskannya: "Ini adalah saputangan yang kau berikan
padaku untuk menutup mataku waktu main kucing-
kucingan." Lie Siauw Hiong mengerti maksudnya, lalu ia menjawab
: "Itu adalah saputanganku."
Bu Khek Too Cu tampak angkuh, kembali dia berteriak
"Jadi saputangan itu milikmu " Bagus !" Secara mendadak
lalu dia menyerang Lie Siauw Hiong dengan pukulan
tangannya. Lie Siauw Hiong yang selalu waspada dan seluruh
perhatiannya dipusatkan pada lawannya, waktu ia melihat
pundak lawannya bergerak, tenaga yang berat telah
membuat perahu kecilnya agak terbenam. Perahu kecil itu
sudah tentu tak dapat menahan tenaga dalam dari ahli
lweekang jempolan ini. Tiba-tiba perahu itu terbalik hingga
menimbulkan suara riak air yang menggemuruh. Pantat
perahu itu menjulang keatas.
Sekalipun ayah dan anak orang she Thio ini tidak
berjaga-jaga, tapi badannya mengikuti jatuhnya perahu itu
yang kemudian mereka berdiri pula diatas pantat perahu
itu. Sekalipun kepandaian ilmu meringankan tubuh dari Bu
Khek Too Cu ini sangat tinggi, tapi tidak bisa berdiri
dipermukaan sungai itu tanpa tidak bergerak-gerak. Dia
dapat melakukan hal itu karena dia bisa menggunakan
hawa udara dengan hawa badannya yang dipersatukan,
sehingga dia bisa berdiri tanpa bergerak sedikitpun, tapi bila
disuruh dia berdiri diatas permukaan air sungai itu, pasti
sama sekali dia tidak mungkin dapat melakukannya.
Muka Bu Heng Seng yang telah melatih dirinya
bertahun-tahun itu, tiba-tiba berubah, karena dia melihat
Lie Siauw Hiong kembali dapat meloloskan dirinya dari
serangannya. Oleh karena itu kemarahannya semakin
menjadi-jadi. Inilah satu-satunya sifat Bu Heng Seng yang
sangat buruk, yaitu 'marah'. Dan sifat marah ini ia belum
berhasil menguasainya dengan sempurna.
Dengan penuh keheranan Thio Ceng memandang pada
ayahnya tanpa diketahuinya terlompat dari mulutnya
perkataan yang entah kemana tujuannya : "Bagaimana ?"
Kini Bu Khek Too Cu sudah tidak berdaya sama sekali.
Tentu saja dia tidak bisa turun keair untuk menangkap
lawannya, dengan mengerutkan keningnya sepasang
tangannya diangkatnya. Air sungai itu setelah kena terpukul
oleh sepasang kepalannya, menjadi bergelombang tinggi
sekali. Kekuatannya ini sungguh mengejutkan sekali,
dengan bertepuk tangan sambil tertawa Thio Ceng berkata:
"Ai, sungguh indah, sungguh indah."
Sepasang kaki Bu Heng Seng yang berdiri diatas pantat
perahu yang telah terbalik itu, yang kini masih tetap saja
mengambang dipermukaan sungai, tanpa bergerak sedikitpun jua, sedangkan air sungai, disetiap penjuru yang
kena terpukul oleh angin kepalan Bu Khek Too Cu ini
bergolak-golak menjulang tinggi sekali.
Waktu dia melihat kesekitar perahu itu tidak kelihatan
orang, diam-diam hatinya mengatakan : "Aku ingin lihat
kau mau lari kemana, bocah ini pasti melarikan dirinya
dengan menyusur pantai." Dia sama sekali tidak tahu yang
Lie Siauw Hiong sama sekali tidak bisa berenang.
Kemanakah Lie Siauw Hiong perginya pada saat ini "
Sepasang kaki dari Bu Khek Too Cu sedikit dibengkokkan,
dengan menggunakan Khi-kang (hawa aslinya) dia
membuat perahu itu perlahan-lahan berjalan menuju pantai,
sedangkan sepasang tangannya tidak tinggal diam, terus
dipukulkan kearah sungai, sehingga air sungai terus-
menerus bergelombang tinggi.
Dari jauh tampak beberapa perahu nelayan turun naik
diayun-ayunkan gelombang tinggi. Melihat permukaan
sungai secara sekonyong-konyong bergelombang tinggi
sekali, mereka mengira yang dewa air telah menunjukkan
dirinya dengan segala kesaktiannya. Karena takutnya,
mereka lalu menjatuhkan dirinya berlutut. Mereka para
nelayan yang pencaharian sehari-harinya bersumber dari
air, sangat mementingkan sekali akan keajaiban dewa air
ini, sehingga ada diantara mereka yang segera membeli lilin
dan hio untuk bersembahyang dipantai.
Bu Khek Too Cu membawa perahunya merapat
kepantai, tapi dia tetap saja kehilangan jejak Lie Siauw
Hiong. Sambil melonjongkan mulutnya Thio Ceng lalu
berkata pada ayahnya : "Thia-thia, orang lain pasti tidak
dapat menyeberangi pantai untuk melarikan diri."
Tanpa terasa Bu Khek Too Cu pun tertawa dibuat-buat,
mukanya tampak sangat tegang sekali, kedua pasang
kakinya agak dibengkokkan, lantas perahu tersebut bertukar
arahnya, dengan pesat sekali ditujukan kepantai seberangnya. Air sungai yang bergelombang tadi lama sekali baru reda
kembali, tapi sekonyong-konyong dari permukaan air
sungai yang sudah tenang kembali itu muncul dua buah
kepala orang. Mereka itu adalah pemuda Lie Siauw Hiong
dan Kim Bwee Leng. Begitu perahunya terbalik. Lie Siauw Hiong sudah
mendapat sebuah akal yang sangat tepat sekali. Ia menarik
Kim Bwee Leng lalu dibawanya menyelam kebawah
perahunya yang tertelungkup itu untuk bersembunyi. Akal
Lie Siauw Hiong ini ternyata tepat, karena ia tahu bahwa
tiap-tiap perahu yang tertelungkup diatas air, orang dapat
bersembunyi dibawahnya dengan aman dan dapat bernafas.
Begitulah kedua orang itu bersembunyi dengan amannya
selama sehari penuh, dibawah perahunya yang terbalik itu
dengan mengerahkan tenaga dan ilmu meringankan badan
agar ia tidak terbenam. Hanya yang terbenam masuk air,
anggota tubuhnya dan leher kebawah. Kepalanya saja yang
diatas permukaan air dibawah kekosongan perahu yang
tertelungkup itu. Kim Bwee Leng yang melihat Lie Siauw
Hiong begitu cerdik, lalu dia tertawa manis sekali. Dalam
hatinya ia sangat memuji kepintaran kekasihnya ini.
Ditengah-tengah perahu, mereka dapat merasakan
bahwa lawan mereka belum lagi pergi. Maka Lie Siauw
Hiong tidak berani menimbulkan riak air yang mungkin
mencurigakan lawannya. Waktu dia mendengar air segenap
penjuru mereka bergolak, mereka menjadi bertambah kaget
saja. Tak lama antaranya mereka merasakan bahwa perahu
mereka mulai bergerak perlahan-lahan, tetapi sejurus
kemudian mereka merasa kaki mereka sudah membentur
tanah, membuat hati mereka menjadi sangat gembira,
karena mereka mengetahui bahwa perahu mereka sudah
dekat tepian. Setelah ia sampai ditepi sungai, ia mendengar suara Thio
Ceng yang bernada membantu mereka. Hatinya menjadi
terharu atas kebaikan gadis cilik ini. Ayah gadis ini lalu
menuruti perkataannya untuk pergi kepantai seberangnya.
Waktu perahu itu berbalik menuju kearah seberang, Lie
Siauw Hiong buru-buru menarik tangan Kim Bwee Leng
untuk diajak menyelam lebih lama, sementara perahu itu
jauh dari mereka agar tidak diketahui oleh ayah gadis itu.
Kemudian setelah kakinya dapat menjejak tanah, hatinya
menjadi tenang dan girang.
Karena kedua orang ini adalah ahli tenaga dalam, untuk
mengatur perjalanan napas mereka tidak merupakan soal
yang sulit, belakangan setelah dia mendapat kepastian yang
musuh tangguhnya itu sudah jauh dari mereka, barulah
mereka berani perlahan-lahan mengangkat kepala mereka
kepermukaan air sungai itu.
Waktu memandang keseluruh penjuru, mereka melihat
lawan tangguh mereka sudah tidak ada lagi. Mereka baru
dapat menarik nafas lega dan lalu bersama Kim Bwee Leng
mendarat kepantai. Tiba-tiba Kim Bwee Leng berkata :
"Untung kita masih dapat meloloskan diri kita dengan
selamat." Kedua orang ini yang tadi dapat menyaksikan tenaga
dalam dari lawannya, mana mereka berani berdiam lama-
lama disitu,

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan menggunakan kepandaian meringankan tubuh lantas mereka dengan pesatnya
melarikan diri kearah semak-semak disitu.
Melihat Lie Siauw Hiong mengembangkan ilmu
meringankan tubuhnya ini, diam-diam Kim Bwee Leng
merasa girang sekali dan berkata : "Kepandaiannya
sungguh sempurna juga." Sambil memegang tangan Lie
Siauw Hiong, mereka lari bersama-sama, sebab bila dia
tidak memegang lengan Lie Siauw Siong, dia pasti tak
dapat menyusulnya. Pada saat itu seluruh badannya sudah bulat-bulat
diserahkan pada orang disampingnya. Bajunya yang basah
kuyup, waktu tertiup oleh angin lantas berbunyi 'ser, ser,
ser'. Kim Bwee Leng lalu menarik-narik baju yang melekat
ditubuhnya, Lie Siauw Hiong yang melihatnya lalu tertawa,
kakinya lantas ditotolkan ketanah, kemudian tubuhnya
melayang sehingga beberapa tombak jauhnya. Waktu itu
mereka berdua telah merasakan pengalaman pahit yang
mereka alami selama dua hari itu sudah mulai lenyap dari
benaknya, tetapi ...... Sekonyong-konyong dibelakang mereka berdua tampak
bertambah pula satu bayangan orang yang berwarna putih.
Seperti kilat cepatnya ia sudah berada didekat mereka dan
menotok jalan darah 'Hian-kwan-hiat' ditubuh Lie Siauw
Hiong. Seketika itu Kim Bwee Leng terasa tubuh Lie Siauw
Hiong berhenti larinya, hingga dia yang belum dapat
menghentikan larinya, tubuhnya terdorong jauh sampai
beberapa tombak, tapi tangannya terasa kosong dari
pegangannya. Hal mana, sudah barang tentu telah
mengejutkan sekali hati si nona. Ia lalu menoleh
kebelakang, dia hanya melihat sesosok bayangan yang
berwarna putih berkelebat pergi, sedang tubuh Lie Siauw
Hiong tidak diketahuinya kemana perginya. Selanjutnya dia
hanya mendengar suara orang yang sangat merdu berkata :
"Kho-nio, orangmu aku bawa pergi, tetapi ingat, aku
berlaku demikian demi kebaikanmu sendiri !"
Kim Bwee Leng hanya merasa kepalanya pening sekali.
Dilepaskannya kesegenap pandangannya keempat penjuru,
tapi sama sekali tidak terlihat ada bayangan orang yang
berbicara hingga ia merasa dan bertanya, dari manakah
datangnya suara itu "
Angin berhembus sepoi-sepoi basah, ketika Kim Bwee
Leng ditinggal pergi seorang diri ditengah semak-semak
belukar itu. Karena terlalu kesepian, dia menjadi takut,
berulang-ulang dia berteriak : "Hiong Koko, apakah yang
terjadi atas diri kau " Dan dimanakah kau berada sekarang
ini?" Dia lalu mengejar kearah bayangan berwarna putih yang
melarikan diri itu. Waktu dia sampai kembali dipantai, air sungai mengalir
kearah Timur, ditengah-tengah sungai tampak sebuah kapal
yang besar dengan layarnya yang telah dipasang dan
kelihatan mulai berlayar menuju kearah Timur. Waktu
angin datang meniup, tiba-tiba tampak olehnya sepotong
papan yang sudah terbakar dihempaskan ombak kedekat
kakinya. Lalu Kim Bwee Leng membungkukkan badannya
memungut benda itu sambil berkata : "Kayu ini adalah yang
kemarin aku bantu Hiong Koko membakarnya untuk
menghangatkan badannya. Hiong Koko, kemanakah kau ?"
Pengalaman hidup yang cukup pahit getir yang mereka
alami selama dua hari ini, seakan-akan dirasakannya
lembut sekali. Kesemuanya ini dirasakannya bagaikan
mimpi saja, yang pada saat ini masih melekat diotaknya,
tapi orang yang dimimpikannya itu entah sudah pergi
kemana. Selama dua hari ia tidak mengecap rasa nasi dan air,
ditambah lagi semangatnya menerima pukulan ini, dia pun
tidak dapat mempertahankan kekuatan dirinya lebih lama
lagi, maka dengan perasaan lemas sekali, tiba-tiba tubuhnya
jatuh ketanah. Ternyata dia jatuh semaput. Dalam keadaan sadar tak
sadar dia mendengar ada orang yang tengah berbicara,
sedangkan mulutnya terasa pahit sekali, ternyata dia telah
diberi obat oleh seseorang yang dia tidak ketahui.
Sejurus kemudian, orang yang bicara itu kini suaranya
dapat didengarnya dengan nyata sekali. Baru saja dia ingin
membuka matanya, tiba-tiba dia merasa ada sebuah tangan
menyentuh badannya, kemudian disusul dengan suara 'plok
!' yang menandakan suara tepukan tangan yang saling
beradu, kemudian disusul dengan suara yang kaku berkata :
"Loo Ong, kau tidak boleh berlaku secara melanggar
persahabatan ! Nona ini adalah aku yang pertama
menjumpainya, maka patut juga rasanya akan aku yang
merasainya dahulu. Tapi mengapakah kau sembarangan
ingin bertindak yang hendak mendahului tindakanku ?"
Lantas terdengar suara yang lainnya dan agak kasar
sambil tertawa dan menjawab : "Mengapa kau harus marah,
aku hanya menyentuhnya sedikit saja, apakah hubungannya denganmu ?"
Orang yang pertama berkata itu lalu berkata pula : "Aku
tidak mengizinkan kau menyentuhnya !" Kedua orang ini
saling berebutan hendak dahulu-mendahului melampiaskan
nafsu berahinya terhadap diri Kim Bwee Leng. Salah
seorang diantara mereka kedengaran berkata : "Bila Su Loo
Jie sudah kembali, tentu gadis ini akan dikuasainya
sepenuhnya." Perkataan tersebut jelas menggema ditelinga Kim Bwee
Leng, hingga diam-diam didalam hatinya dia memaki :
"Kalian manusia-manusia busuk yang menganggap setiap
wanita akan dapat kalian perbuat sesuka hati, ternyata kau
ingin mampus !" Oleh karena itu, dengan sengaja Kim
Bwee Leng menutup matanya rapat-rapat.
Orang yang pertama tertawa terbahak-bahak sambil
berkata : "Kau berlaku seolah-olah tidak kebagian saja.
Tunggulah sampai nona ini siuman dulu, baru kau dengan
tenang melampiaskan napsu berahimu."
Setelah berdiam sejurus, tampaknya dia sendiripun
sudah tidak dapat menahan nafsu hatinya pula, maka ia lalu
berkata : "Baik, baik, menurut perkataanmu, nona ini
adalah milikku, bila kau ingin mendahului aku, akupun
tidak merasa keberatan, asal saja kau berikan ganti kerugian
dengan uang." Yang seorang lagi berkata dengan perasaan lega :
"Omongan Tio Twa-ko akan kupenuhi. Nona ini bila
dibandingkan dengan pelacur di Siu-sian-lie jauh lebih
bagus. Uang satu dua thail tidak ada harganya bagiku demi
buat nona ini." Diam-diam Kim Bwee Leng menggertakkan giginya. Dia
kuatir kekuatannya belum lagi pulih, maka sampai saat itu
belum turun tangan juga, tiba-tiba dia merenggangkan
kelopak matanya sedikit memandang. Ternyata kini dia
sedang terbaring didalam cuaca yang remang-remang. Saat
itu hari sudah mulai malam, secara samar-samar dia
melihat dimukanya berdiri dua orang yang bertubuh kasar.
Kedua orang itu lalu tertawa bersama.
Belum lagi suara tertawa mereka berhenti, lantas
terdengar suara jeritan tertahan, ternyata tubuh yang besar
dari Tio Twa-ko sudah melayang keudara dan jatuh keatas
tanah tanpa suara. Lalu diiringi oleh hembusan nafasnya
yang terakhir. Loo Ong buru-buru mundur dua tindak, setelah melihat
keempat penjuru, dia melihat wanita yang dia tolongi
dipantai itu pada saat itu masih terbaring ditanah,
sedikitpun tidak bergerak, dia dengan perasaan kaget dan
takut, dia mengira bahwa ia telah berjumpa dengan setan,
lalu dia berlutut ditanah sambil manggut-manggut,
sedangkan mulutnya berkemak-kemik seakan-akan orang
meminta ampun agaknya. Diam-diam Kim Bwee Leng merasa geli, sewaktu Tio
Two-ko itu menghampirinya, buru-buru dia mengulurkan
tangan kanannya dan dengan telak sekali memukul dada si
Tio Twa-ko itu. Sekalipun kekuatannya belum pulih seratus persen, tapi
orang macam Tio Twa-ko itu bagaimana dapat menahan
pukulannya ini sehingga ini mengakibatkan jantungnya
putus dan mampus seketika itu juga.
Loo Ong tidak mengira, bahwa wanita muda ini
mempunyai kepandaian silat yang tinggi. Karena percaya
akan dewa-dewa, maka ia bersembahyang dan berdoa, tiba-
tiba dadanya tertendang dan dia berguling-gulingan
beberapa tindak. Dia berteriak dan baru saja dia ingin
merayap bangun untuk melarikan diri, ketika dia
mendengar ada orang yang membentaknya : "Tahan !"
Loo Ong merasa kedua kakinya lemas sekali, kembali dia
menjatuhkan dirinya berlutut. Waktu dia menoleh, ternyata
pemimpinnya yang kedua, yaitu yang paling ditakutinya,
yakni 'Kang-lie-pek-liong Sun Tiauw Wan, telah berdiri
dibelakangnya. Loo Ong dan Tio Loo Toa adalah anak buahnya yang
beroperasi disungai Tiang-kang. Pada malam itu sewaktu
dia merapatkan perahunya disalah satu tikungan ditempat
itu dan mendarat untuk meronda, dia bersama Tio Loo Toa
mendapatkan wanita cantik ini sedang terbaring diatas
tanah, lantas mereka merencanakan maksud jahatnya itu.
Waktu Tio Loo Toa mati, Loo Ong berteriak kaget, pada
saat itu Sun Tiauw Wan yang sedang meronda juga
disekitar tempat itu, mendengar suara teriakan tersebut
diapun lekas-lekas datang.
Waktu dia melihat ditanah terbaring seorang wanita, dan
disampingnya ada mayat orang terpisah beberapa langkah,
sedangkan Loo Ong tanpa diketahui sedang berbuat apa
disitu, dengan penuh kemarahan, lalu dia sepak orang
bawahannya ini. Waktu Loo Ong melihat kedatangannya,
takutnya lebih hebat bila dibandingkan dia bertemu dengan
setan. Waktu Kim Bwee Leng menampak orang ini, hatinya
girang sekali, maka diam-diam dia berkata pada dirinya
sendiri : "Ternyata adalah kawan-kawanmu sendiri."
Karena Sun Tiauw Wan dan Tian-mo Kim Ie saling
kenal mengenal, malahan diapun sudah pernah dibawa juga
bertemu dengan Kim It Peng, maka Kim Bwee Leng pun
kenal juga dengannya, hingga hatinya menjadi tenang.
Sambil mengeluarkan suara dari lobang hidungnya, Sun
Tiauw Wan lalu menundukkan kepalanya memandang
pada wanita ini. Waktu dia melihat Tio Loo Toa telah mati
karena pukulan yang berat sekali, diam-diam dia merasa
heran, dari mana orang yang mempunyai kepandaian
begitu tinggi itu muncul. Lalu dia berkata : "Aku kira
binatang ini ingin memperkosa wanita ini, tapi lantas
terlihat oleh seorang pandai yang segera turun tangan
terhadapnya." Bintang-bintang memenuhi angkasa raya, bulan pada
saat itu berbentuk sabit, dia melihat yang wanita ini berbaju
hijau, sepasang alisnya sangat indah, hidungnya mancung
sekali, sedang mulutnya berbentuk buah Tho. Diam-diam
Sun Tiauw Wan berpikir : "Ternyata dia! Mengapa dia bisa
datang kemari, dan bajunya compang- camping pula,
sedangkan rambutnyapun kusut tak keruan ?" Lalu dia balik
berpikir : "Kedua binatang yang harus mampus ini, entah
telah berbuat perkara apa, sehingga satu diantaranya telah
menemui ajalnya." Dalam keheranannya, dia lalu
membungkukkan badannya sambil berkata : "Kim Kho-nio,
kau baik-baik saja ?"
Kim Bwee Leng hanya tertawa dingin, sedikitpun dia
tidak menghiraukannya. Loo Ong yang melihat pemimpinnya begitu hormat
terhadap wanita ini, saking kagetnya semangatnya
dirasakan hilang sama sekali, keringat dingin mengucur
deras, sedangkan seluruh badannya bergemetaran keras
sekali. Sun Tiauw Wan pun tidak mengetahui, anak dara dari
Raja Racun ini mempunyai rencana apa. Dia sesungguhnya
tidak berani berlaku salah terhadap Kim Ie, terlebih-lebih
dia tidak berani membuat marah pada anak dara dari Raja
Racun ini, maka ia lalu berkata : "Aku yang rendah tidak
mengetahui kedatangan nona, hingga tidak keluar
menyambut dengan sepatutnya, harap dimaafkan saja dan
sudi apalah kiranya nona mampir kekapal kami."
Dirinya sendiri yang termasuk salah satu pemimpin dari
daerah sungai Tiang-kang, yang mempunyai orang-orang
bawahan beribu-ribu orang, pada saat itu terhadap Kim
Bwee Leng dia berlaku begitu hormat sekali. Dengan
demikian tampak dengan jelas bahwa 'Raja Racun' dan
Tian-mo Kim Ie kedudukannya didalam kalangan Kang-
ouw dapat dibayangkan betapa tingginya.
Sambil ketawa dingin Kim Bwee Leng lalu bangkit
berdiri, sekalipun kakinya terasa agak lemas, tapi dia tidak
terluka sama sekali. Dan yang menyebabkan ia sampai
begitu lemas ialah karena selama dua hari ini tidak pernah
makan ataupun minum. Sambil menunjuk pada diri Loo Ong dia berkata :
"Apakah dia ini adalah anak buahmu " Aku lihat dia
......" Tanpa menunggu habis perkataannya, Sun Tiauw Wan
sudah menjawab berulang-ulang : "Benar, benar," badannya
bergerak berputar, sedang tangannya dipukulkan

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dimukanya Loo Ong satu kali, hingga tubuh Loo Ong
hancur lebur karena pukulan tadi yang dilakukan dengan
ilmu Tiat-see-ciang (telapak tangan pasir besi).
Sebaliknya Kim Bwee Leng merasa kaget sekali.
Sebenarnya dia ingin menyuruh Sun Tiauw Wan untuk
memperingatinya saja, tapi tak diduga-duga Sun Tiauw
Wan yang sangat telengas itu telah membunuh mati orang
bawahannya itu, hingga diam-diam dia berpikir : "Dia
hanya mengeluarkan dua patah kata kotor saja ...... Aku
kasihan melihatnya, tapi siapakah yang merasa kasihan
terhadapku ?" Tanpa berpikir apa-apa lagi, dia lalu mengikuti Sun
Tiauw Wan, yang telah berdaya-upaya untuk menghiburnya dengan kata-kata yang manis dan menyenangkan hati si nona itu.
Ho Sin yang melihat Sun Tiauw Wan pulang dengan
membawa seorang wanita cantik kekapalnya, pada saat itu
tidak terasa lagi dia merasa heran juga. Dia tahu Sun Tiauw
Wan biasanya bekerja sangat teliti sekali. Tapi Sun Tiauw
Wan yang terlebih siang dapat menerka isi hati kawannya
ini, dengan lantas dia tertawa dan berkata : "Aku ingin
memberitahukan kepada Twa-ko, bahwa hari ini Siauw-tee
membawa seorang tamu agung datang kemari."
Ho Sin tidak menjawab perkataan kawannya, hanya
memandang pada wanita dihadapannya ini. Dia melihat
sinar mata Kim Bwee Leng tidak bersemangat sama sekali,
tampaknya seperti seolah-olah orang yang tidak memperhatikan sesuatu disekelilingnya.
Diam-diam Ho Sin berpikir : "Orang yang begini tolol,
buat apa dibawa kemari ?"
Sun Tiauw Wan lalu melanjutkan perkataannya : "Nona
ini adalah Kim Kho-nio, Sumoay dari Kim Ie Tay-hiap dan
puteri dari Raja Utara." Dia sengaja tidak menyebut
perkataan 'Raja Racun', tetapi hanya menyebut Raja Utara
saja sebagai gantinya. Dengan perasaan terkejut Ho Sin hanya dapat
mengeluarkan suara 'Oh' saja, lalu buru-buru dia
menolehkan pandangannya kejurusan lain, yang tadinya
terus-terusan menatap wajah si nona itu. Sambil tertawa dia
berkata : "Hari ini angin mana yang telah meniup nona
datang kemari " Silahkan duduk, silahkan duduk." Dia
yang tabiatnya sangat sombong itu, merasa perkataannya
yang dua patah ini sudah cukup sopan dan manis. Sun
Tiauw Wan yang mendengarnya tidak terasa lagi jadi
mengerutkan keningnya, karena khawatir kalau-kalau nona
ini akan menjadi marah. Pada saat itu Kim Bwee Leng tidak melakukan
pergerakan apa-apa, dia ternyata sedang memikirkan diri
Lie Siauw Hiong. Sebentar kemudian dimeja sudah disajikan hidangan-
hidangan yang enak-enak, hingga Kim Bwee Leng yang
memang sudah kelaparan, tanpa sungkan-sungkan lagi
lantas dahar makanan yang tersedia dengan lahapnya.
Diam-diam Sun Tiauw Wan tertawa sambil berkata pada
dirinya sendiri : "Nafsu makan nona ini sangat mengejutkan
orang, tampaknya dia seperti orang yang sudah tidak
makan selama tiga hari !" Dia mana tahu bahwa Kim Bwee
Leng sesungguhnya sudah tiga hari tidak makan !
Ho Sin yang melihatnya merasa cocok sekali dengan
dugaan kawannya, maka sambil tertawa diapun lalu
mengambil daging sepotong besar dan minum arak yang
banyak sekali, sambil dia memuji dan berkata : "Kim Kho-
nio, silahkan makan dan minum sampai puas." Sedang dia
sendiripun tampaknya girang sekali.
Sesudah makan sebentar, Kim Bwee Leng tiba-tiba
meletakkan sumpitnya, matanya melihat keluar jendela
yang pada saat itu tampak gelap sekali, hatinya gundah
gulana tidak keruan, sedang sepasang alisnya tampak
dikerutkan. Ia kelihatan sangat bersedih hati. Ho Sin adalah
orang yang semberono sekali, dan tatkala melihat
pemandangan tersebut, diam-diam dia berpikir : "Nona ini
mengapa dengan sekonyong-konyong tampaknya sedih
sekali, seperti orang kematian suaminya saja ?" Tapi biar
bagaimanapun dia takut sekali terhadap 'Raja Racun' Kim
It Peng dan Tian-mo Kim Ie. maka dari itu, perkataannya
hanya diucapkannya didalam hati saja, tapi tak berani
mengeluarkannya barang sepatahpun.
Dia tak tahu bahwa Kim Bwee Leng sesungguhnya
sudah sangat lapar sekali. Melihat makanan, bagaimana dia
tidak segera menyaploknya, tapi setelah makanan itu turun
keperutnya, dia merasa badannya agak segar, kemudian
waktu terpikir akan urusan yang banyak dan harus dia
selesaikan, maka dia tidak dapat makan dengan bernafsu
lagi, karena biarpun makanan itu lebih enak sekalipun,
diapun pasti tidak akan dapat meneruskan makannya pula.
(Oo-dwkz-oO) Jilid 11 Diam-diam hati Sun Tiauw Wan sangat kesal sekali,
kemudian dia berpikir : "Tampaknya nona she Kim ini
mempunyai urusan penting yang banyak meminta
pikirannya untuk diselesaikan, sampai pada bajunya pun
compang-camping. Apakah barangkali nona yang memiliki
kepandaian silat yang tinggi ini yang juga menjadi sumoay
pendekar nomor satu Tian-mo Kim Ie, mengalami
kesukaran akibat bentrokan dengan orang lain ?" begitulah
selanjutnya ia berkata pula : "Kim Kho-nio hendak pergi
kemana " Sudikah kiranya kami mengantarkannya ?"
Sekalipun dia merasa curiga, tapi dimulutnya tak satu
patahpun perkataan yang keluar.
Dia sama sekali tidak menyangka, bahwa pertanyaannya
ini telah membuat Kim Bwee Leng tertegun. Dia menghela
napas dengan perasaan hancur luluh, karena dia teringat
akan kejadian selama dua hari yang lalu itu, hingga
sertamerta terlintas kembali dengan jelas satu persatu
peristiwa yang dialaminya. Mengingat hal ini, hatinya
menjadi amat sakit bagaikan diiris-iris dengan pisau belati
rasanya, maka tanpa disadarinya dia telah mengucurkan
airmata dihadapan kedua orang yang baginya masih asing
itu. Kim Bwee Leng berpikir : "Walaupun dunia ini sangat
luas, tapi dimana diriku hendak ditumpangkannya " Ai
sekalipun ada tempat untuk aku menyenderkan diriku, tapi
hal itu sudah tidak perlu lagi, karena seluruh tubuhku sudah
kuserahkan kepadanya, tapi dia ...... apakah sebenarnya
yang telah terjadi atas dirinya ?"
Wanita ini yang seluruh perasaannya sudah ditenggelamkan oleh perasaan cinta alias mabuk asmara,
pada saat itu dia merasakan tidak ada satu perkarapun yang
lebih penting daripada sidia. Walaupun ada kesenangan
yang lebih bahagia sekalipun, pada saat itu dia merasa
sangat menderita, tidak ada kebahagiaan yang dapat dia
kecap dan tidak ada suatu perkataanpun yang dapat
menghiburnya, karena soalnya yang utama ialah dia telah
kehilangan orang yang dikasihinya secara mendadak,
hingga ini membuat perasaannya menjadi sangat sedih. Ia
merasa bahwa kehilangan pemuda itu jauh lebih besar
daripada kehilangan nyawanya sendiri.
Ho Sin dan Sun Tiauw Wan tidak tahu bahwa pendekar
wanita yang memiliki kepandaian silat yang tinggi dan
cukup sempurna ini, pada saat itu perasaannya lahir-batin
terlalu lemah bila dibandingkan dengan wanita-wanita lain.
Kini dia telah terkena pukulan batin yang sangat hebat
berhubung rasa kehilangan Lie Siauw Hiong menguasai
seluruh perasaannya. Mereka kemudian memandang kepadanya dengan
perasaan tercengang, tapi Sun Tiauw Wan tidak berani
menanyakan soal apa yang telah membuat si nona bersedih
itu. Karena demi menjaga keluhuran pribadinya, dia merasa
tak perlu dan tak ada faedahnya akan mau tahu urusan
orang lain. Tapi Ho Sin sebaliknya memaki dalam hatinya :
"Melihat perempuan ini menangis terus-terusan, sungguh
membuat hatiku merasa sangat tidak enak !" Oleh karena
itu, dia lalu meletakkan cawan araknya diatas meja sambil
menguap. Pada wajahnya terbayang perasaan tak sedap.
Sun Tiauw Wan lalu memberi tanda dengan kedipan
matanya pada Ho Sin tapi dia berlaku pura-pura tidak tahu.
Sejurus kemudian Ho Sin berkata dengan suara yang agak
keras : "Kho-nio mempunyai urusan apakah " Kiranya Kho-
nio tidak keberatan, cobalah kau ceritakan padaku, agar
sedapat mungkin aku dapat membantu memecahkan
persoalanmu ini." Sun Tiauw Wan yang mendengar hal ini, diam-diam lalu
mendengus : "Saudaraku, terang-terangan kau ingin
mencari kesukaran saja !"
Kim Bwee Leng yang mendengar perkataan tersebut, lalu
dia kesampingkan pikirannya yang tengah mengembara
jauh-jauh dan menghapus air matanya. Diam-diam dia
sesalkan dirinya sendiri, mengapa dalam suasana demikian
dia mengucurkan air mata dimuka orang yang belum begitu
kenal kepadanya. Tapi sewaktu dia mendengar perkataan
Ho Sin, hatinya tergerak dan lalu dia berkata : "Aku benar-
benar mempunyai suatu hal yang hendak minta bantuan Ho
Twa-ko untuk memecahkannya."
Waktu dia menyebut Ho Toa-ko, Ho Sin dengan sebutan
sungguh membuat hati Ho Sin merasa bangga sekali,
hingga sambil mengeluarkan bacotnya yang besar ia tertawa
dan berkata : "Bila betul nona mempunyai suatu hal,
katakanlah padaku, aku Ho Sin bukan sengaja bicara besar
dihadapanmu, dalam daerah tujuh propinsi segala urusan
kecil besar aku dapat membereskannya !"
Pembicaraan Ho Sin ini adalah yang sebenarnya, karena
dia sebagai pemimpin dari daerah sungai Tiang-kang,
golongan Hitam maupun Putih dari tujuh provinsi,
dengannya mempunyai perhubungan satu sama lain.
Sun Tiauw Wan yang mendengar perkataan kawannya
ini, diam-diam dia membanting-bantingkan kakinya sambil
berkata : "Tapi, Twa-koku, persoalan Kim Kho-nio ini
sekalipun kau ingin membantu, pasti tidak akan dapat
melaksanakannya." Mendengar kata-kata Sun Tiauw Wan ini, Kim Bwee
Leng hanya tersenyum saja, tapi senyumnya ini terang
senyum dipaksakan, kemudian dia melanjutkan kata-
katanya : "Bila demikian, maka silahkan Ho Twa-ko
membawa aku kekota Bu Han."
Sun Tiauw Wan sangat tercengang mendengar perkataan
nona ini. Sesungguhnya dia menjadi terheran-heran oleh
permintaan Kim Bwee Lang yang sangat sederhana ini.
Ho Sin tiba-tiba tertawa besar dan menjawab : "Soal ini
terlampau gampang sekali."
Mereka berdua tidak pernah menduga bahwa pendekar
wanita yang namanya sangat terkenal ini, mengajukan
permintaan tersebut. Kim Bwee Leng menundukkan kepalanya, dan
melanjutkan perkataannya : "Kemudian aku mengharapkan
kau berdua menyediakan dan membuatkan aku satu kapal
serta anak buahnya sekalian."
Sun Tiauw Wan tanpa terasa lagi bertambah heran saja,
hingga diam-diam dia berpikir : "Kapal ayahnya yang
demikian besar dan megahnya, mau dikemanakan " Aku
yang dibesarkan disungai Tiang-kang, seumurku belum
pernah melihat kapal lain yang melebihi keindahan kapal
ayahnya. Kenapa dia minta aku menyediakannya satu
kapal lain " Apakah barangkali nona ini dengan ayahnya
telah terbit perselisihan besar yang membuat dia menjadi
ngambek dan kabur ?" Sekalipun Sun Tiauw Wan cerdik
dan licin, dia tidak pernah menyangka bahwa kapal Kim It
Peng yang sudah dapat disebut kapal yang menjagoi dunia
pada saat itu, telah tenggelam.
Oleh karena itu, dengan perasaan heran dia bertanya :
"Nona minta aku menyediakan kapal, nona ingin pergi
kemana lagi ?" Ho Sin tanpa segan-segan dan ragu-ragu lagi ia bertanya :
"Aku mendengar perkataan Sun Jie Tee, bahwa ayah nona
mempunyai satu kapal yang paling baik didunia ini,
mengapakah nona tidak memakai kapal itu saja ?"
Alis Kim Bwee Lang bergerak turun naik, dan sambil
mengalihkan perkataan Ho Sin dia berkata : "Aku ingin
berlayar mengarungi samudera. Oleh karena itu, aku harap
kalian berdua mencarikan anak buahnya sekalian yang
mengerti betul tentang pelayaran untuk mengemudikan
kapal." Kim Bwee Leng yang selalu hidup manja semenjak kecil,
tentu saja apa yang dia ingini pasti dapat. Maka kini sifat
masa kecilnya itu masih melekat benar pada dirinya. Tanpa
Dewi Ular 1 Pendekar Naga Putih 76 Neraka Bumi Pedang Siluman 2
^